Pencarian

Rahasia Dewi Purbosari 2

Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W Bagian 2


pendiriannya. Sehingga Danang semakin bingung!
"Diajeng Sawaliyah?"! Ini, kakangmasmu datang!
Ha-ha-ha?" tungguuuu?" diajeng!"
"Keparat!" Sawaliyah lalu memutar kudanya kembali
menyongsong kedatangan Raden Wirangrong dengan
pedang di tangan! Melihat kenekatan isterinya, Danang lalu
menyendal kendali kuda dengan mendadak dan sambil
mengeluarkan ringkikan keras, kudanya mengangkat kaki
depannya ke atas!
"Hiyeeeehh hh"..!" Danang juga mencabut pedang dan
menge-jar isterinya yang telah berdiri di atas tanah, menanti
dengan gagahnya. Meloncat turun di samping isterinya,
berdiri berendeng siap menanti musuhnya!
Raden Wirangrong melihat mereka menghadang di
tengah jalan tertawa. "Ha-ha-ha"..!
Apa yang kauandalkan?" Tangan kanannya mencabut
kerisnya dan tangan kiri menarik-narik kendali kudanya!
Kuda coklat melaju kencang menabrak penghalang di
depan dan tangan kanan terayun! "Tranggg!" Bunga api
berpijar ketika kedua senjata beradu di tengah udara.
Pedang yang dipegang di tangan kanan Danang terpental ke
belakang bersama dengan tubuhnya yang terdo-rong ke
belakang. Sedangkan Raden Wirangrong terlempar dari
kudanya. Sawaliyah melon-cat tinggi menghindar dari
terjangan kuda.
"Haiiiitttt!" Sawaliyah berputar di udara dua kali, dan
ketika itu juga dari atas pedangnya menyambar kepala
Raden Wirangrong yang sedang terlempar ke belakang itu.
"Plakk!" Walaupun dengan agak kesukaran, tangan kiri
Raden Wirangrong dapat juga menampar pedang dari
samping di badan pedang sehingga mata pedang
menyeleweng di atas kepala. Meninggalkan angin dingin
yang terasa mengiris kepala!
"Hiaaattt!" Dengan teriakan nyaring dia menyerang
kedua lawan yang telah berdiri di tanah, kakinya melayang
mengarah kepala Sawaliyah dengan kecepatan yang tidak
terduga, sedangkan tangan kanannya menusukkan keris ke
dada Dadang! "Tranggg!" Kembali keris dapat tertangkis pedang di
tangan Danang. Sedangkan kaki yang menendang dipapaki
pedang di tangan Sawaliyah! Cepat dia menarik kaki dan
menendang kembali ke arah perut lawan, sedangkan
kerisnya membarengi menusuk ke leher Sawaliyah!
"Haiiitttt!" Dengan loncatan ke belakang, barulah
serangan itu dapat dihindarkan dan melihat ini Danang
maju membabatkan pedang. Ditangkis oleh keris dan
kembali mereka bertiga terlibat dalam serang menyerang
yang seru serta saling elak dengan cepatnya! Pertempuran
terjadi dengan hebatnya, debu di jalan mengepul naik oleh
geseran-geseran kaki yang mengandung tenaga dahsyat!
Suatu ketika Raden Wirangrong dapat menampar pundak
Danang, membuat lawannya terlempar ke belakang.
Sawaliyah yang melihat suaminya terlempar menjerit dan
dia maju menubruk tanpa menghiraukan keselamatannya
sendiri! "Haiiit! Hiaaatttt"..!" Pedangnya ditusukkan dengan
cepat menuju ke perut Raden Wirangrong dan tangan kiri
bergerak memukul ke arah wajah. Melihat serangan nekat
ini, Raden Wirangrong mengeluarkan dengusan mengejek.
"Hemmm!" Sambil merendahkan tubuh dan tangan
kanannya menangkis pedang yang me-luncur datang!
"Kena!" tangan kirinya bergerak menotok dada Sawaliyah.
Tanpa dapat dicegah lagi tubuh Sawaliyah tertotok lemas!
Ternyata tangkisan keris Raden Wirangrong membuat
pedang di tangan Sawaliyah terpental dan tangan kirinya
yang luput menyerang ke arah wajah itu tidak keburu
ditarik lagi,membuat dadanya terbuka dan lawannya tidak
mau menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini.
Sebelum tubuh itu roboh ke tanah, tangan kiri itu telah
berhasil memanggulnya!
Danang yang melihat ini menjadi terkejut bukan main!
Isterinya telah tertawan oleh lawan, membuatnya tidak
berani bergerak sembarangan dalam menyerang lawan.
Raden Wirangrong memasukkan kerisnya di warangkanya,
setelah itu masuk ke kantong di pinggang lalu berkelebat
cepat ke arah Danang yang sedang berdiri.
"Tring-tring-cring-cring!" Dengan putaran pedangnya di
depan tubuh Danang berusaha untuk memunahkan sinar
hitam yang meluncur ke arah dirinya. Akan tetapi tetap saja
ada dua senjata hitam yang mengenainya di pahanya,
dengan menggulingkan dirinya dia berusaha lepas dari
hujan senjata beracun milik Raden Wirangrong. Ketika
dengan susah payah ia dapat berdiri, ternyata lawannya
telah hilang bersama dengan isterinya, Sawaliyah!
Kaki yang terkena senjata itu tidak dapat digerakkan lagi.
Membengkak besar dan terasa sakit sekali, dan ketika dia
merobek celananya sehingga nampak pahanya yang putih
telah berubah menjadi kehitaman! Danang menjadi putus
asa, hanya berserah diri pada Yang Maha Kuasa apa yang
akan terjadi selanjutnya! Rasa sakit yang luar biasa serta
ditambah lagi kekhawatiran akan nasib isterinya membuatnya tak sadarkan diri lagi! Menanti apa yang
terjadi selanjutnya!
"Cepat kejar laki-laki yang memondong tubuh seorang
wanita itu!" Gombloh berkata dan mendahului kawan-
kawannya mengejar ke arah seorang yang memondong
tubuh berlari pergi. Kromoleo, Jodi dan Sukirna mengikuti
di belakangnya! Suryo Lelono mengawasi sejenak ke arah
mereka lari, lalu berkelebat cepat ke arah sosok tubuh yang
menggeletak di tengah jalan! Bagaikan asap putih terbawa
angin cepatnya tubuhnya dalam sekejap mata telah berdiri
di dekat Danang yang menggeletak pingsan!
"Ck-ck-ck! Kembali racun kelabang merajalela mencari
korban!" ujarnya dan tangannya lalu bergerak mengambil
senjata yang menancap di paha. Tangan berwarna
kemerahan ketika dia memegang senjata beracun itu
"cesss.. ".!" batang senjata kelabang itu tertarik keluar dari
daging. Untung sekali kaki-kaki kelabang tidak ada yang
patah ketika tertarik!
Suryo Lelono lalu menyalurkan tenaga merah putihnya
ke arah paha yang terkena racun kelabang itu. Nampak uap
kehitaman mengepul naik membawa bau yang busuk dan
sebentar saja paha yang terluka itu telah terbebas dari racun
kelabang! Tangannya bergerak memijit sana sini, setelah itu
dia berkelebat pergi ke arah teman-temannya tadi mengejar
seseorang yang memondong tubuh wanita!
"Cegat di sana!"
"Kepung".!"
"Heh-heh-heh". mau lari ke mana bangsat!"
Bukan main kagetnya Raden Wirangrong ketika
mengetahui dirinya telah terkepung. Dia berada di lereng
yang terjal di sebelah belakangnya ada sebuah jurang! Jalan
untuk meloloskan diri hanya menerjang lawan!
"Menyerahlah! Aku akan memberi kau jalan hidup!"
"Keparat".! Hayo mundur kalau tidak ingin menjadi
bangkai!" Raden Wirangrong menggertak lawan. Tapi
mana keempat orang itu mau mendengar kata-katanya.
Gombloh mengejek. "He-he-he".. serahkan saja
perempuan dalam pondonganmu itu! Lihat kau telah
terkepung! Apa kau mampu melawan kami berempat"
Cepat menyerah! He-he-he". sial awakmu sekali ini!"
Raden Wirangrong tidak mengacuhkan ejekan ini.
Sepasang matanya mengawasi lawan dan otaknya membuat
perhitungan untuk meloloskan diri. Begitu dirasa tepat
tangan kanannya bergerak dan "set-set-set-set!" delapan
buah senjata kehitaman melayang ke arah lawan! Melihat
senjata berwarna hitam meluncur datang, keempat orang itu
berusaha mengelak ke samping. Kembali datang, bagai
hujan mengarah mereka membuat mereka bersicepat
mencabut senjata dan menangkis sinar hitam yang meluruk
datang. "Edannn! Sungguh gila orang ini!" Gombloh memutar
pedangnya cepat di depan tubuh.
"Tang-ting-tang-ting!" suara senjata yang tertangkis
pergi. Banyak sekali senjata berwarna hitam berserakan di
tanah depan tubuh mereka, berkilat kehijauan tertimpa
sinar matahari. Menandakan bahwa senjata itu beracun
yang ganas sekali. Ketika mereka berempat memandang
lawannya, ternyata pemuda itu telah tiada lagi di depan
mereka. Nampak di kejauhan, sedang terbang pergi cepat
sekali! Merekapun lalu melakukan pengejaran kembali!
"Tunggu sebentar kisanak!" Terdengar suara lirih di
telinga Raden Wirangrong dan tahu-tahu pundaknya terasa
ringan. Ternyata tubuh Sawaliyah telah tidak ada di
pundaknya lagi. Ketika dia menengok ke belakang, melihat
seorang pemuda berbaju putih sedang merebahkan
Sawaliyah di tempat yang teduh. Tanpa bertanya lagi dia
menyerang dengan kerisnya tatkala si pemuda itu masih
membungkuk untuk merebahkan Sawaliyah.
"Mampus kau keparat!" bentaknya.
Suryo tanpa menoleh lagi menggerakkan kakinya ke
belakang menendang dan tanpa ampun lagi Raden
Wirangrong telah tertendang pergi ke belakang dengan
cepatnya! Raden Wirangrong menjadi ketakutan melihat
hasil serangan ini! Bukan dapat membinasakan lawan tetapi
malah perutnya tertendang dan tubuhnya melayang ke
belakang dengan perut yang terasa pedih sekali! Maka tanpa
malu lagi dia menggunakan jurus langkah seribu, melarikan
diri! "Sadarlah bahaya telah lewat!" terdengar suara halus
memasuki telinga. Ternyata Sawaliyah tadi masih pura-
pura pingsan atau lemas akibat totokan Raden Wirangrong.
Dia ingin mencari kelengahan Raden Wirangrong untuk
membunuh pemuda keparat itu!
"Kakangmas Danang"..!" Sawaliyah menangis teringat
akan nasib suaminya yang terkena senjata beracun itu.
Suryo Lelono tahu apa yang dikhawatirkan oleh
perempuan muda ini, maka ia lalu berkata, "Saudaramu
telah selamat! Dia masih pingsan di sana!"
Mendengar suaminya selamat, Sawaliyah lalu berlari
menuju ke tempat tadi di mana dia tertawan oleh Raden
Wirangrong. Lupa untuk mengucapkan terima kasih dan
bertanya siapa yang telah menolong suaminya! Yang
teringat hanya Danang suaminya tercinta. Suryo hanya
mengikuti dari belakang, menjaga kalau penculik itu
kembali dan ketika hampir sampai di kelokan jalan keempat
temannya datang dari depan.
"Tobil-tobillll! Tahu begini, ogah aku mengejar lagi!"
Gombloh menggerutu. "Kalau dapat mengejar mbok ya
bilang-bilang dulu".. ini napas hampir habis eh, tahu-
tahu". ahhh nasib!"
"Ayaaaa, mesti lho kang Gombloh ini begitu?"
"Begitu bagaimana" Kan kalau dia bilang. Kita kan
dapat mengaso di tempat teduh, tidak usah khawatir lagi!"
Gombloh malah menggerutu.
"Sudah, sudah, ayo kau ikut tidak!" Kromoleo
menimpali cepat untuk mencegah Gombloh bertambah
tidak karuan omongannya.
Suryo Lelono hanya tersenyum saja mendengar ini,
sedikit banyak dia sudah mengenal watak mereka. Berjalan
mengejar lari Sawaliyah. Keempat temannya juga
mengikuti di belakangnya!
"Kakangmas Danang".!"
"Diajeng Sawaliyah"..!"
Sawaliyah menubruk Danang yang belum dapat bangun,
kakinya masih terasa sakit bekas senjata beracun itu
menancap walaupun racunnya telah terusir pergi. Menangis
dengan mengguguk di dada suaminya.
"Ehemmmm, huek-eh!" Gombloh berdehem, mengagetkan keduanya.
Begitu keduanya mengangkat muka ternyata di dekatnya
telah berdiri lima orang mengawasi mereka. Danang dan
Sawaliyah mengawasi mereka satu persatu dan Sawaliyah
pun segera mengenal si pemuda berpakaian putih yang telah
menyelamatkan dirinya dari tangan Raden Wirangrong.
"Dialah penolong kita kakangmas," katanya.
"Kami berdua mengucapkan banyak terima kasih atas
pertolongan ini, semoga Yang Maha Kuasa membalas
segala kebaikan saudara terhadap kami sepasang suami
isteri." Danang mengucapkan terima kasih. Suryo Lelono
lalu mendekat dan memeriksa bekas luka Danang kembali.
Dia tadi tergesa-gesa untuk mengejar teman-temannya yang
mengejar penculik wanita, yang ternyata adalah isteri dari
pemuda yang terluka pahanya ini.
"Ah, tidak terlalu parah. Besok akan kering kembali."
sambil menyerahkan daun untuk menutup luka itu.
"Sebetulnya siapakah kalian, dan mengapa binimu
diculik pemuda tadi?" Kromoleo bertanya kaku.
"Saya bernama Danang dan ini Sawaliyah isteriku! Kami
berdua melarikan diri dari desa Manyaran tempatnya
uwaku Ki Lurah Martosulaya!"
"Ki Lurah Martosulaya?" Gombloh bertanya.
"Benar. Kami dinikahkan di sana!" jawab Sawaliyah
sambil memandang heran. Suryo Lelono dan Gombloh
serta Sukirna saling pandang.
"Jadi resepsi itu kau, tho yang menjadi mempelainya?"
Danang dan Sawaliyah mengangguk. "Aku bernama
Gombloh dan dia itu adalah adik seperguruanku Sukirna."
Gombloh memperkenalkan diri. "Kami berdua dari
perguruan silat Bangau Putih di Semarang."
"Aku bernama Kromoleo dan dia Jodi, murid Pendekar


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bulu Kuning, bernama Ki Kulik pria!" Kromoleopun
memperkenalkan diri serta memperkenalkan temannya.
"Ki Kulikpria?"
"Ya, mengapa" Apa kalian berdua mengenalnya?"
"Mengenalnya" Kami berdua juga menjadi muridnya!"
Danang menerangkan.
"Kalau begitu kita masih bersaudara! Tunggal guru!"
Hampir berbareng Kromoleo dan Jodi berkata. Danang
mengangguk Sawaliyah tersenyum pula sambil berkata.
"Benar! Kita masih bersaudara."
"Wah, kalian berempat beruntung dapat bertemu dengan
saudara tunggal guru!" Gombloh ikut menyela. "Mengapa
kalian sampai bentrok dengan pemuda itu" Siapa dia
sebetulnya, apakah kalian kenal?" Suryo memotong
pembicaraan itu. Dia ingin mengetahui siapa pemuda yang
telah melukai Danang, dan melarikan isterinya itu.
"Ya, benar! Siapa anak muda itu?" Gombloh tidak mau
ketinggalan. Dia selalu ingin mengikuti jejak Suryo Lelono.
Danang dan Sawaliyah saling pandang, sejenak
kemudian mereka saling angguk. Danang pun lalu bercerita
siapa adanya pemuda itu.
"Sebetulnya, dia masih terhitung kakak sepupuku
Namanya adalah Wirangrong, entah mengapa" Sekarang
menjadi Raden Wirangrong dan merasa seakan-akan
seorang yang berdarah keraton lagaknya."
"Lalu bagaimana, sehingga kalian bentrok di sini?"
"Ah, panjang ceritanya! Sebetulnya kami berdua sedang
pulang untuk menjenguk orang tuaku!" Danang berhenti,
menghela napas panjang. Lalu melanjutkan. "Akan tetapj
ternyata dusun kami telah terbasmi, entah siapa yang begitu
keji telah membunuh seluruh penduduk desa Jatilaya?"
"Apa kau tidak pernah menjenguk keadaan orang
tuamu?" tanya Gombloh lagi.
"Iya, lha pergi ke mana saja kau?" Kromoleo berkata
menegur Danang.
"Aku mengikuti guru, berkelana dan menimba ilmu di
Gunung Merbabu! Terkadang hanya kami berdua saja yang
ada di puncak, guru senang sekali merantau." Danang
menjelaskan. Lalu Danang mulai menceritakan pengalamannya ketika sedang berada di desa Manyaran di
rumah Ki Lurah Martosulaya, uwanya!
-oo0o^dwkz^o0oo-
Bab 6 DANANG menceritakan mengapa dia dan Sawaliyah
sampai terjadi bentrok dengan saudaranya, Wirangrong.
Setelah sepasar (lima hari) resepsi pernikahan Danang
dengan Sawaliyah. Danang masih tetap tinggal di rumah Ki
Lurah, menjadi satu dengan keluarga itu. Ki Lurah
Martosulaya hanya mempunyai seorang putera yakni
Wirangrong. Pemuda ini terlalu dimanja karena dia adalah
anak tunggal, dan semua kehendaknya selalu dikabulkan
orang tuanya. Wirangrong untuk mengangkat diri sendiri
lalu menggunakan gelar bangsawan Raden, oleh karena dia
merasa dekat dengan Dewi Purbosari yang mempunyai
istana di Bukit Kelabang!
Pada malam itu, Wirangrong dan orang tuanya sedang
mabuk-mabukan di ruangan tengah. Danang sedang pergi
ke desa tetangga untuk mengantar surat yang oleh
pamannya hanya dipercayakan kepadanya saja.
"Ayah, isteri si Danang itu sungguh cantik, ya?"
Ki Lurah Martosulaya memandang wajah anaknya,
ingin mengetahui apa maksud kata-kata anaknya itu.
Tetapi karena mabok dia malah terkekeh. "Heh-heh-
heh".. bocah itu sungguh pandai mencari pasangan!"
Wirangrong mengawasi ayahnya. Menunggu kalau
ayahnya akan melanjutkan bicara. Tetapi Ki Lurah hanya
menuangkan tuak ke dalam mulutnya, sehingga terdengar
menggelogok yang keras, Wirangrong pun lalu minum
langsung dari tempat tuak.
"Bagaimana kalau perempuan itu jadi". selirku"
Daripada menjadi isteri si Danang yang tidak punya apa-
apa. Kan lebih enak jadi mantumu, ya! Ha-ha-ha"..!"
"Husss! Jangan gila kau!"
"Hanya kelakar kok, yah. Kalau benar, mau aku
mengambilnya?".ha-ha!"
Ki Lurah diam saja, sepasang matanya berkedip-kedip.
Berusaha untuk melihat jelas wajah anaknya. Wirangrong
pun berdiri, sempoyongan mendekati ayahnya. Berbisik-
bisik di telinga ayahnya, lalu minum lagi. Menaruh tempat
tuak di meja dan meninggalkan ayahnya yang menggeleng
kepala ketika melihatnya dia pergi dengan sempoyongan.
"Dukk!" Tubuhnya menabrak meja, berpegangan dan
sempoyongan kembali. "Tok-tok-tok!" dia mengetuk daun
pintu kamar di mana Danang dan Sawaliyah tidur.
"Sebentar, aku masih membereskan tempat tidur."
"Tok! tok! tok!"
"Keriiiittt!" Daun pintu terbuka dari dalam. belum
terbuka penuh, Wirangrong telah melangkah maju
memasuki kamar. Sawaliyah kaget sekali melihat ini, dia
lalu mencoba untuk menahan dan memperingatkan!
"Aku cinta padamu Liyah, lebih baik aku tidur di sini!"
Sambil sempoyongan menuju ke tempat tidur. Akan tetapi
Sawaliyah yang melihat gelagat tidak baik lalu berusaha
untuk menahan tangan Wirangrong. Menariknya keluar
kamar. Muka Sawaliyah merah padam menahan marah,
sikap tuan rumah ini sungguh tidak tahu aturan, pikirnya.
"Kakang Wirangrong, sadarlah. Ini aku adikmu sendiri."
"Ha-ha-ha, kau cantik sekali. Kulitmu halus seperti
lilin!" Sambil tangannya mengelus tangan Sawaliyah yang
masih memegang tangannya untuk diajak keluar.
"Ihhh!" Sawaliyah menarik tangannya lepas dan
mundur. Wirangrong yang sedang mabok itu tidak perduli
lagi, dia maju menubruk untuk mengajak Sawaliyah
memadu kasih. Dia berusaha untuk mengejar kemanapun
Sawaliyah lari. Ketika perempuan itu terjebak di sudut
ruangan dia menubruk maju dengan buasnya!
"Plakk! Dukk!"
Wirangrong terlempar ke belakang, kepalanya terkena
tamparan dan dadanya terpukul tangan kecil halus akan
tetapi mengandung tenaga yang luar biasa kuatnya.
Membuatnya setengah sadar! Akan tetapi hasratnya ingin
penyaluran maka diapun nekat. Sawaliyah berusaha untuk
mempertahankan kehormatannya. Dalam keadaan yang
sangat tidak menguntungkan kehormatannya. Dalam
keadaan yang sangat tidak menguntungkan itu, kebetulan
suaminya memasuki kamar tengah itu.
"Kakang Wirangrong! Apa yang kaulakukan ini?"
"Ha-ha-ha".. Danang. Serahkan isterimu kepadaku!"
"Keparat! Kakang sadarlah!"
"Bodoh! Kau ingin kubasmi ya, hayo serahkan! Apa kau
ingin menyusul keluargamu" Ha-ha-ha?"" Dalam
keadaan mabok itu Wirangrong sudah kacau. Ketika
melihat Danang datang untuk mencegahnya, dia seperti
melihat pamannya yang mencegahnya dan hendak mem-
bunuhnya itu. "Apa kau ingin seperti seluruh nasib
penduduk desamu" Mati kubasmi!"
Wajah pemuda di depannya merah padam. Sepang mata
Danang mencorong tajam mengawasi wajah Wirangrong
dengan penuh kemarahan! Inilah agaknya biang pembasmian seluruh penduduk desanya" Entah bagaimana
caranya" Kalau seorang diri terang tidak mungkin!
"Keparat, mampus kau!"
Wirangrong setengah sadar melihat kepalan tangan yang
meluncur ke arah dada. Dia miringkan tubuh dan
menampar kepala Danang.Dielakkan, dibalas tendangan ke
atas mengarah kepala.
"Dukkk! Plakkkk!"
"Keparat tak tahu diuntung! Sudah dinikahkan masih
memberon".." belum habis katanya- dia meloncat ke
belakang. Ketika mundur Wirangrong menabrak meja dan
ayahnya Ki Lurah Martosulaya terguling dari kursinya.
Ternyata lurah ini tadi tertidur di meja berbantal tangan
saking maboknya. "Heh-heh-heh.o" ayo panggil tukang
pijit!" kata " kata yang keluar dari mulut ki lurah tidak
karuan. Melihat lawan lari Danang bertambah panas. Mencabut
keris dan menubruk maju, ketika itu Ki Lurah Martosulaya
bangkit dan sempoyongan. Tanpa ampun lagi kerisnya
menusuk dada Ki Lurah yang menghadang di depannya.
"Aduuhhhh! Apa ini?" heh-heh!" kedua tangan
mendekap dada dan robohlah Ki Lurah Martosulaya.
Melihat kejadian ini Danang dan Sawaliyah panik. Sebelum
Wirangrong sadar apa yang terjadi sesungguhnya, Danang
menggandeng tangan Sawaliyah dan keluar dari ruangan.
Menuju ke istal lalu mengeluarkan dua ekor kuda untuk
dipakai buron. "Ha-ha-ha?"
ayo manis. Aku".. cinta".. padamu".. ha-ha-ha"..!" Wirangrong semakin mabok.
Tidak tahu kalau ayahnya telah menjadi mayat. Dia
berkata-kata sendiri, menyumpah-nyumpah dan merayu!
Akhirnya dia tertidur di lantai kamar tengah.
Keesokan paginya barulah Wirangrong sadar apa yang
telah terjadi tatkala dia pingsan. Ternyata ayahnya telah
tiada dan Danang suami isteri telah tiada di rumah itu.
Samar-samar dia teringat apa yang dilakukannya terhadap
isteri adiknya dan membuka rahasia! Mukanya menjadi
pucat. Dia lalu berlari keluar untuk menaiki kudanya
berusaha mengejar kedua orang itu. "Akhirnya di hutan ini
kami terkejar! Untung dapat ditolong oleh kalian." Danang
sudah menjadi akrab dengan mereka.
"Jadi dialah yang menjadi biang keladi bunuhan di
desamu itu?"
"Benar!" Danang mengangguk dan termenung setelah
menjawab. Teringat dia akan seluruh keluarganya!
"Bagaimana dengan senjata rahasia berbentuk kelabang
itu?" "Menurut pengakuannya, dia murid terkasih Dewi
Purbosari di Bukit Kelabang!"
Gombloh yang mendengarkan cerita itu menjadi marah
sekali. "Setan, iblis laknat! Babu-babu ini?"!"
"Plakkkk!" Kepala Gombloh terkena tepukan Kromoleo.
"Gila! Mengapa babu-babu. Apa mau cuci pakaian atau
disuruh belanja" Babu-babu segala!"
"Hah! Apa" Mana babu-babu?" tanyanya.
"Sudah, sudah! Lebih baik kita lekas mencari tempat
untuk melewatkan malam!"
"Betul! Setuju banget. Aku telah lapar lho!" Jodi
mengelus-elus perutnya.
"Makan, makan melulu!" Suryo menjadi habis sabar.
Keempat kawan seperjalanannya ini sungguh konyol!
Semakin dituruti semakin tidak karuan, maka diapun lalu
berdiri dan melangkah pergi. Danang dengan dipapah
isterinya mengikuti di belakangnya. Setelah agak jauh
pemuda ini menoleh. Akan tetapi ternyata keempat orang
itu masih duduk di sana serta bersilang lidah! Suryo Lelono
menjadi tidak sabar lagi, tangannya mengambil sebuah batu
sekepalan besarnya dan menyambit ke dahan besar dengan
tenaga terarah. Lalu mengirim suara yang mengandung
tenaga dalam tinggi!
"Kroooosyyaaakkkkkk! Ihh?" iiihhh?"iihhh!!"
Daun-daun berguguran dari dahan yang terkena
sambitan batu. Jatuh ke bawah bagaikan hujan disusul
suara ketawa yang memenuhi pohon dan di kanan kiri serta
atas mereka! "Seeee?" seeee".. taannnn!" Kromoleo dan Jodi
hampir berbareng berteriak!
"Seetaaannnn!" Gombloh juga berteriak dan meloncat
bangun lalu lari. Akan tetapi keempat orang itu malah
saling tabrak sendiri.
"Ha-ha-ha".. hahaha"..!" Tanpa terasa lagi Suryo
Lelono, Danang serta Sawaliyah tertawa melihat kejadian
itu. Dan keempat orang itupun lari lintang pukang ketika
mereka melihat Suryo serta sepasang suami isteri itu
ternyata telah jauh meninggalkan mereka!
-oo0o^dwkz^o0oo-
Dua bayangan hitam berkelebat cepat sekali. Sesekali
berhenti di belakang pohon, mengawasi ke depan. Lalu
melanjutkan larinya. Menguntit tiga belas orang yang
berlarian di depan. Gerakan dua orang ini gesit sekali serta
tidak menimbulkan suara sama sekali ketika mereka
menguntit rombongan yang berlari jauh di depan. Jauh di
depan seorang pemuda agaknya menjadi kepala dari
rombongan ini. Ternyata dua belas orang lainnya terdiri
dari para wanita yang masih muda-muda dan cantik-cantik
dengan pakaian mereka yang ketat serta menonjolkan
kewanitaannya itu. Mereka bukan lain adalah Raden
Wirangrong serta dua belas pengiring Dewi Purbosari!
Raden Wirangrong ketika melarikan diri ternyata menuju
ke tempat Dewi Purbosari, sesembahannya. Di istana di
Bukit Kelabang! Raden Wirangrong menceritakan semuanya kepada sesembahannya, Dewi Purbosari., "Duh
Ibunda Dewi, katiwasan! Ayah telah terbunuh oleh si
keparat Danang anak Ki Lurah Suratimantra. Agaknya


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anak itu telah mengetahui segalanya."
"Hi-hi-hik". mengapa" Kau takut" Aku akan selalu
melindungimu bocah bagus!"
"Tetapi, tetapi mereka banyak, Ibunda Dewi."
"Apa kau tidak percaya lagi kepadaku?"
"Bukan begitu, Ibunda. Tapi, tapi"."
"Sudahlah! Kau sekarang tinggal di sini!" Dewi
Purbosari memotong.
Raden Wirangrong diam tak berani bersuara lagi. Lalu
menyembah serta duduk menanti. Tak terlalu lama dia
menanti, tahu-tahu terdengar tetabuhan merdu dan dua
belas penari dengan membawa terbang di tangan melayang
datang ke tengah ruangan. Raden Wirangrong memutar
tubuh untuk dapat menikmati suguhan ini!
"Duduklam diam, Rangrong!" terdengar suara di
belakang. Entah mengapa Raden Wirangrong tidak dapat
bergerak sama sekali. Duduk seperti patung batu di depan
Dewi Purbosari.
Para penari yang terdiri dari dua belas wanita cantik,
menggerakkan selendangnya diputar-putar. Bagaikan pelangi yang beraneka warna selendang itu berlenggang-
lenggok di angkasa. Saling kejar amat indahnya! Enam
penari memisahkan diri dengan membawa terbang
kawannya. Keenam penari lain lalu menunjukkan
kebolehan mereka dan menari dengan indahnya di atas jari-
jari kakinya. Ketika terbang dipukul semakin keras dengan
irama cepat, keenam penaripun mulai melenggok-lenggok
bak tidak bertulang lagi tubuhnya. Begitu lemas gemulai,
gerak tubuhnya yang terbungkus selendang yang diputar
cepat menutupi tubuh. Akan tetapi ketika putaran
selendang itu bertambah pelan, samar-samar tubuh para
penari itu yang hanya memakai pakaian yang minim sekali
serta dapat membuat mata yang melihatnya meloncat maju
untuk dapat menikmati lebih jelas!
Sepasang mata Raden Wirangrong tak berkedip melihat
tarian ini. Untung dia telah menjadi patung batu oleh
perintah Dewi Purbosari. Kalau tidak" Entah apa yang
akan dilakukannya"
"Kita menuju ke mana" Sedari tadi kulihat kau jalan tak
menentu!" Rati menegur Raden Wirangrong. Melihat jalan
pemuda itu, Rati tahu bahwa pemuda ini pasti
membayangkan penglihatan semalam! "Kita cegat mereka
di balik bukit itu! Pasti mereka akan lewat sana!" katanya.
"Sebaiknya rombongan ini dibagi dua! Untuk mencegah
mereka melarikan diri!"
Rati lalu melakukan saran Raden Wirangrong. "Sundari
bawa lima kawanmu untuk mencegat di belakang! Jangan
biarkan seorangpun lolos! Bunuh semua!" perintahnya
kepada Sundari yang berdiri di sampingnya. Sundari lalu
menunjuk lima orang temannya. "Kalian ikut aku!" Lalu ia
meloncat cepat ke kanan. Lima orang temannya mengikuti
di belakang tanpa banyak tanya!
Melihat rombongan ini menjadi dua, kedua bayangan
yang mengikuti sejak tadi menjadi bingung. "Kita apa juga
berpisah untuk mengikutinya?"
"Adi Kulikpria, kurasa tidak perlu!"
"Lalu bagaimana" Apa yang kita perbuat?"
"Kita ikuti rombongan yang ada prianya itu!" kata Ki
Mardi Angunbaya. "Kukira dia adalah pemimpinnya."
Keduanya lalu mengikuti terus rombongan Raden
Wirangrong yang bergerak cepat menembus malam gelap!
-oo0o^dwkz^o0oo-
Bab 7 MALAM itu bulan tidak nampak. Tertutup oleh awan
hitam tebal, bintang-bintang pun menyembunyikan dirinya
di balik awan. Sesekali nampak cahaya kilat yang
menyilaukan di angkasa, tak lama kemudian terdengar
suara gelegar yang memekakkan daun telinga. Hawa udara
menjadi semakin panas terasa ditubuh. Akan tetapi di
sebuah goa yang terletak di lereng bukit, keenam orang
yang duduk di belakang api unggun menyala. Tidak
merasakan hawa yang panas akan tetapi mereka merasa
dingin sekali. Bukan keadaan hawa di luar yang
mempengaruhi mereka, akan tetapi kepergian Suryo
Lelono. Pemuda yang mempunyai kepandaian yang luar
biasa itu! Ketika sore tadi mereka menemukan goa dan
memilihnya untuk tempat melewatkan malam, Suryo
Lelono memberi tahu maksudnya untuk menyelidiki Istana
Bukit Kelabang seorang diri. "Menurut pendapatku yang
muda,lebih baik aku menyelidiki keadaan di sana terlebih
dahuiu. Untuk mengetahui keadaan dan menyelidiki
kekuatan mereka!"
"Ayaaa, jangan pergi sendiri!" Gombloh memotong
cepat. "Kau tidak tahu di mana tempat itu dengan jelas.
Lebih baik kita bersama-sama dan menyerbu tempat itu
berbareng."
Kromoleo juga menyetujui usul si Gombloh itu.
Sedangkan Jodi dan Sukirna hanya mengangguk, akan
tetapi tidak menyatakan sesuatu apa. Akan tetapi Danang
dan Sawaliyah ternyata mempunyai pendapat yang berbeda
dengan mereka. "Apa yang dikatakan Adimas Suryo tadi benar." Danang
berhenti sejenak, mengawasi mereka satu persatu. "Kalau
kita mengetahui keadaan lawan dengan sendirinya dapat
berbuat yang terbaik untuk menanggulanginya. Kita dapat
menyusul belakangan serta kita yang berjumlah enam orang
ini kalau menyelidiki bersama tentu mudah diketahui.
Lawan dapat menjebak kita di daerah mereka!" Dia
menyatakan pandangannya ini kepada teman-teman yang
lain. "Ehhh, benar juga wawasanmu itu. Akupun mathuk
(cocok) sekali dengan pendapat Danang ini, kita berenam
tidak takut untuk menuju ke Bukit Kelabang, kan?"
Teman-temannya menyatakan tidak takut sama sekali.
Mereka lalu mengikuti saran Danang serta menyetujui
kepergian Suryo Lelono untuk menyatroni ke Bukit
Kelabang. Danang sebagai penduduk di situ lalu
menerangkan di mana letak tempat itu. Juga meminta
Suryo untuk berlaku hati-hati.
"Sekarang dengan adanya istana Dewi Purbosari, bukit
itu tentu menjadi sangat berbahaya. Kuminta andika
menjaga diri baik-baik." katanya menutup penuturannya
mengenai keadaan Bukit Kelabang. Danang dan Gombloh,
Kromoleo serta Jodi dan Sukirna, memandang kepergian
Suryo Lelono. Sawaliyah pun tidak dapat menahan dirinya.
Ketika Suryo berpamit, tanpa terasa lagi sepasang matanya
menjadi basah oleh rasa haru dan terima kasih. Dia telah
diselamatkan dari kekejian Raden Wirangrong. "Harap
hati-hati!" katanya singkat.
Suryo Lelono mengangguk. Lalu tersenyum manis,
sekali berkelebat tubuhnya telah berada jauh sekali di lereng
bukit. Dalam sekejab telah hilang dari pandangan mata
keenam orang itu. Semua merasa takjub melihat betapa
ilmu kepandaian dapat diasah sampai mencapai tarap yang
setinggi itu! Siapakah guru si pemuda baju putih itu"
Ketika malam mendatang, mereka lalu membuat api
unggun untuk mengusir nyamuk serta hawa dingin yang
terasa menusuk sampai ke tulang. Akan tetapi ketika tidak
lama kemudian langit yang tadinya cerah tertutup oleh
awan hitam yang bergumpal datang. Menutup bintang-
bintang dan rembulan yang belum mulai nampak di malam
itu. Merekapun lalu menduga bahwa sebentar lagi hujan
akan turun! "Agaknya hujan akan segera turun!" Sukirna yang
melihat ke angkasa berkata.
"Kurasa demikian, lebih baik kita masuk ke dalam!" Jodi
mengusulkan. "Di dalam akan lebih aman dari terpaan
angin dan air hujan!"
"Mari!" Sawaliyah mendahului mereka. Mereka lalu
berpindah ke dalam.
Tujuh sosok bayangan mendekati goa. Berindap-indap di
balik pepohonan dengan cepat mengurung mulut goa dari
segala jurusan. Tatkala halilintar menyambar di angkasa
dan Dewa Guntur berteriak keras, nampaklah mereka.
Ternyata mereka itu bukan lain adalah Raden Wirangrong
serta Rati, bersama dengan lima anak buah Dewi Purbosari.
Datang berindap mendekati mulut goa! Sesosok bayangan
berjalan ke mulut goa untuk melihat keadaan langit.
Tiba-tiba".. "ser-ser-serrr"..!" enam benda berwarna
kehitaman meluncur cepat dari berbagai arah. Tanpa
ampun lagi tubuh itu terkena senjata berwarna hitam!
Dengan mengeluarkan jeritan panjang mengagetkan teman-
temannya yang berada di dalam goa, tubuhnya terjengkang
ke belakang. "Auuuugggghhhhh?"!"
Semua temannya menengok! Cepat memburu ke mulut
goa sambil mencabut senjata masing-masing serta
memutarnya di depan tubuh, melindungi dari serangan
susulan yang datang! Terdengar suara tang-ting-tang-ting
berulang kali ketika pedang mereka menangkisi hujan
senjata rahasia yang meluruk datang!
"Jod".. Jodi! Keparat! Mereka telah membunuh Jodi!"
Kromoleo berteriak keras. Teriakan yang penuh kemarahan
melihat temannya tewas dengan tubuh berubah menghitam!
"Mereka anak buah kelabang siluman!"
"Ha-ha-ha?" lekas menyerah sebelum kalian mampus
di dalam goa! Kalian telah terkepung!" Terdengar suara
menyuruh mereka untuk menyerah.
"Itu suara Wirangrong!" Danang berbisik pelan. "Mari
kita terjang saja keluar goa! Lebih baik mati daripada
menyerah!" Ternyata hujan senjata beracun berwarna
hitam tahu-tahu terhenti. Lapat-lapat terdengar suara
denting senjata yang beradu. Tanpa menunggu lagi mereka
lalu menyerbu keluar goa! Ternyata di luar goa telah terjadi
pertempuran yang sengit antara dua lelaki tua yang
dikeroyok oleh tujuh orang. Tubuh kedua orang itu
bergerak cepat dalam mengelak maupun balas menyerang
dengan dahsyat. Tujuh orang pengeroyoknya agaknya tidak
berdaya menghadapi lawan yang hanya dua orang itu!
Ketika kelima orang itu mau maju membantu, tiba-tiba
saja datang enam orang perempuan memegang senjata
menghadang mereka. Tanpa banyak kata lagi kelima orang
itu lalu mengelebatkan senjata di tangan mereka untuk
menerjang musuh!
"Trang-trang-cring-tring!" Suara senjata beradu berulang
kali disusul dengan memerciknya bunga api yang
menyilaukan mata! Pertarungan itu menjadi dua kelompok
yang berbeda keadaannya. Apabila tujuh orang yang sedang
mengeroyok dua orang tua itu kelihatan terdesak,
sebaliknya enam orang wanita itu malahan dapat mendesak
lawannya! Ketika sedang ramai-ramainya adu nyawa itu,
dari jauh terlihat sinar yang meluncur cepat sekali
mendekati tempat itu.
"Tahan senjata!!" Entah pengaruh apa yang berada di
dalam. suara bentakan itu" Kedua kelompok yang sedang
bertempur tahu-tahu menghentikan gerakan mereka,
memandang ke arah suara itu datang! Seorang wanita yang
cantik sekali dengan mengenakan pakaian tembus pandang
sehingga nampak kulit tubuhnya yang putih kekuningan
mengeluarkan cahaya menyilaukan mata. Berdiri dengan
anggunnya. Sepasang matanya menyorot tajam. "Sembah
sujud kami, Ibunda Dewi!"
Melihat siapa yang datang, Raden Wirangrong serta dua
belas orang wanita itu menekuk lutut dan menyembah! Dua
orang tua berjalan mendekati kelima orang anak muda, siap
menghadapi segala kemungkinan! "Bangkitlah!" kata Dewi
Purbosari perlahan. Ketiga belas orang itu bangkit. Lalu
berjalan ke belakang Dewi Purbosari. Membentuk kipas!
Ketujuh orang itu mengawasi dengan takjub ke arah
Dewi Purbosari! Cahaya yang terpancar keluar dari seluruh
tubuh sang dewi seakan-akan menerangi kegelapan malam.
Akan tetapi mereka bergidik ngeri ketika pandang mata
mereka beradu dengan sepasang mata yang bercahaya ganjil
milik sang dewi! "Siapa kalian" Mengapa kalian membuat
kacau di sini?"
Ki Mardi Angunbaya yang merasa paling tua di antara
mereka segera menjawab. "Kami bertujuh hendak mencari
siluman kelabang yang akhir-akhir ini mengganas."
"Ihhh". ihh-ih-ihh-ihh"..! Kalian" Kalian mencari
siluman kelabang" Ihh-ih-ihhh".. hi-hik-hikkkk!!" Dewi
Purbosari mengikik tawa. Suara tawanya mendirikan bulu
roma yang mendengarnya serta membuat jantung bagai
disendal naik! Seakan-akan jantung mereka mau keluar
ketika mendengar suara tawa sang dewi.
Tanpa terasa lagi mereka telah melangkah mundur tiga
tindak, terbelalak memandang ke arah Dewi Purbosari.
Wajah ketujuh orang itu menjadi pucat bagaikan kertas
serta matanya terbeliak seakan tak percaya akan apa yang
dilihat! Apa sebetulnya yang dilihat oleh ketujuh orang itu"
Ternyata di depan Dewi Purbosari yang berdiri, nampaklah
bayangan sebuah kelabang raksasa yang mengerikan sekali!
Sukirna tidak dapat menahan diri lagi. Menggerakkan
pedangnya sambil menubruk maju.
"Kirna, jangan!!"
Tetapi terlambat! Tubuh Sukirna yang melayang sambil
mengelebatkan pedang telah menerjang ke arah kelabang
raksasa! Lenyap! Lalu terdengar lengking mengerikan
memecah malam. Membuat teman-temannya tersurut
mundur ke belakang!
"Aurrrggghhh?"!"
Lengking keras yang bernada ketakutan dan putus asa!
Tetapi hanya sekejab saja. Tahu-tahu sesosok tubuh
terlempar ke depan. Ternyata Sukirna telah tewas secara
mengerikan sekali! Tubuhnya telah berubah menjadi hitam.
Sehitam arang! Melihat ini, kemarahan menguasai hati
mereka. Tanpa mengenal lagi artinya takut mereka semua
menerjang ke depan. Menuntut bela atas kematian dua


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang teman dan murid. Akan tetapi apa yang terjadi"
Belum sampai tubuh mereka dapat mencapai Dewi
Purbosari, baru mengenai cahaya yang memancar keluar
dari tubuh Sang Dewi Purbosari, tahu-tahu mereka
terlempar ke belakang kembali dengan kuatnya!
"Tangkap mereka! Bawa ke istana!" Keenam orang itu
terbelalak heran. Bagaimana tidak" Begitu pedang mereka
melanda cahaya yang menyelimuti tubuh Dewi Purbosari,
tahu-tahu tubuh mereka menjadi lemas sekali. Tak kuasa
lagi untuk mengerahkan tenaga. Seakan-akan seluruh
tenaga mereka telah tersedot oleh sinar yang melindungi
tubuh itu. Maka ketika dua belas orang itu maju untuk
meringkus, dengan mudah mereka itu dapat melaksanakan
perintah junjungannya. Karena tiada perlawanan sama
sekali! Dewi Purbosari melangkah di depan dengan
anggunnya! Di belakangnya berjalan Raden Wirangrong,
Rati dan Sundari. Lalu diikuti oleh anak buah mereka yang
memanggul tawanan. Dalam sekejab rombongan itu telah
berada di tempat yang jauh sekali! Entah ilmu apa yang
dipunyai oleh sang dewi" Mengapa dia dapat membawa
rombongan itu seakan-akan dapat terbang melayang di
udara atau memendekkan jarak yang ditempuhnya! Para
tawanan juga semakin keheranan. Sungguh sukar dapat
dipercaya dan diterima oleh nalar (akal)! Bagaimana orang
dapat menguasai ilmu yang sedemikian tingginya sehingga
dapat membawa rombongan itu menembus lebatnya hutan
dan pepohonan! Dalam waktu yang relatif singkat mereka
telah berada di Istana Dewi Purbosari!
"Masukkan mereka dalam kamar tahanan!" perintahnya.
"Sendika dawuh, Ibunda Dewi."
"Jaga tempat ini dengan baik! Aku hendak mengaso!"
Lalu tangannya menarik tubuh Raden Wirangrong, menuju
ke sebuah kamar yang daun pintunya bergambar dua ekor
kelabang yang sedang saling gulat!
-oo0o^dwkz^o0oo-
Bab 8 SURYO LELONO tersesat di dalam sebuah hutan yang
penuh dengan pepohonan besar dan tinggi menjulang ke
langit. Batang pohon-pohon besarnya sampai lebih dari
empat lima rangkulan tangan! Ketika hari telah gelap jalan
di hutan itu telah tiada terlihat lagi. Suryo lalu mencari
sebuah pohon yang tinggi. Meloncat naik, lalu mencari
dahan untuk menjadi tempat melewatkan malam, dia
memang sengaja memilih tempat di pohon karena tidak
ingin membuat api yang pasti akan menimbulkan
kecurigaan para penghuni Bukit Kelabang!
Ketika awan hitam memenuhi angkasa, dia beringsut
untuk mencari tempat yang lebih aman. Terhindar dari air
hujan apabila nanti datang mengguyur. Sedang enak-
enaknya dia duduk mepet di sudut dahan yang besar sekali
itu tiba-tiba terlihatlah sebuah sinar kekuningan besar sekali
melayang menembus lebatnya pepohonan. Bergerak ke arah
utara! "Ahh, aneh sekali" Benda apakah itu" Meluncur dengan
kecepatan yang luar biasa dan mengapa berbentuk panjang
seperti kereta?" pikirnya. Dengan pandang heran ia
mengawasi ke arah mana sinar itu pergi. "Aku harus
mengejarnya!"
Dia lalu menggunakan ilmu kepandaiannya. Berloncatan
dari dahan ke dahan cepat sekali bagaikan burung yang
sedang terbang saja. Sebentar saja dia dapat melihat dengan
jelas sekali ketika benda bersinar itu menuju ke sebuah
istana tua. Mungkinkah ini istana di Bukit Kelabang"
Pikirnya. "Ah, masa bodoh. Aku harus tahu apa sebetulnya
benda bersinar itu?" Cepat dia meloncat turun mendekati
tembok luar, berhenti sejenak untuk mendeteksi keadaan di
balik tembok. Ketika merasa aman karena tiada terdengar
suara atau napas di balik tembok, Suryo lalu menjejak
tanah. Laksana asap saja tubuhnya telah meluncur naik ke
atas genteng istana. Suryo Lelono mengawasi keadaan di
dalam ruangan istana. Dia meneliti dari kamar satu ke
kamar lainnya. Akan tetapi ketika di ruang tengah tiba-tiba
dia melihat seseorang baru keluar dari sebuah pintu yang
bergambar kelabang sedang bergelut! Mukanya menjadi
kemerahan karena malu! Sungguh gila pemuda bernama
Raden Wirangrong itu, pikirnya!
"Mbakyu Rati, agaknya Ibunda Dewi telah memberi
keputusan" Lihat dia sekarang keluar dengan senjatanya
berdiri kaku! Mari kawan, kita buat senjata rahasia!"
Sundari memandang kedatangan Raden Wirangrong, wajah
pemuda itu bersinar-sinar dan sepasang matanya memandang kosong. Rati maju, lalu menyeret Raden
Wirangrong ke sudut. Disedotnya darah Raden Wirangrong. Terdengar lenguhan puas. Sundari lalu maju
ke depan untuk menggantikan Rati yang telah selesai
berpiknik itu. Anehnya Raden Wirangrong hanya
mengikuti saja apa kemauan para wanita itu terhadap
dirinya. Dan yang lebih aneh lagi senjatanya masih tetap
tegar! Kedua belas orang itu telah selesai dengan tugasnya.
Raden Wirangrong yang telentang sekarang hanya tinggal
kulit pembungkus tulang! Hisapan darah itu ternyata telah
menghabiskan daging dan air hidupnya, darahnya, yang
tinggal hanyalah kulit membungkus tulang belulangnya
saja! Dua belas wanita muda yang cantik itu lalu
menempati suatu tempat di sudut ruangan. Mendesis-desis
sambil menggeliat-geliat tidak karuan. Tiba-tiba dari bawah
perutnya keluarlah sebuah bola sebesar kepala bayi!
Menggelinding pelan, tak lama kemudian pecah. Dari
pecahan itu keluarlah kelabang-kelabang kecil! Begitu
terkena udara malam, tiba-tiba kelabang-kelabang kecil
yang berwarna hitam menjadi kaku! Seperti lempengan baja
saja. Ternyata itulah senjata rahasia hitam yang
mengandung racun kelabang dari para wanita pengiring
Dewi Purbosari! Mengapa ada cara pembuatan senjata
rahasia beracun yang seperti ini" Entah bagaimana Dewi
Purbosari dapat membuat Raden Wirangrong tegar
senjatanya. Lalu dihisap habis darahnya oleh para
pengiringnya. Ilmu siluman apakah yang membuat dia
dapat melakukan hal seperti itu" Semua ini memenuhi
benak Suryo, menuntut jawaban. "Iblis mana yang muncul
di sini" Kalau bukan siluman" Mana ada hal seperti ini!"
Suryo lalu meloncat turun untuk meneliti ruang lain
yang berada di samping bangunan istana. Ketika melihat
pintu terkunci dengan kuatnya, dia lalu meloncat naik ke
atas genteng. Lalu membuka genteng, melongok ke dalam!
Mukanya berubah pucat melihat pemandangan dalam
ruangan. Di ruangan itu ternyata penuh dengan tulang-
tulang manusia, baik tulang anak kecil maupun tulang-
tulang orang tua dan remaja. Tampak dari besar kecilnya
kepala tengkorak!
"Sungguh biadab! Keji dan tak berprikemanusiaan!"
bisiknya. Dia lalu berpindah ke ruangan lain, membuka genteng
dan melongok ke dalam kamar. Dan apa yang dilihatnya
hampir sama dengan yang dilihat di kamar pertama tadi!
Tiba-tiba telinganya yang berpendengaran tajam mendengar
suara helaan napas berat! Tanpa ayal lagi dia melayang ke
tempat itu. Lalu meloncat keatas genteng dan membukanya, melongok ke dalam. Dan apa yang dilihat
membuatnya sangat terkejut sekali!
"Tungguu".! Aku akan berusaha untuk menolong!"
Ujarnya singkat.
"Krakkkkkk?".. brrooolllll!!"
Ternyata kayu-kayu di atas telah patah selebar satu
meteran persegi. Ki Mardi Angun baya, Ki Kulikpria, serta
Danang dan Sawaliyah isterinya, memandang ke atas.
Gombloh dan Kromoleo pun tidak ketinggalan melihat ke
atas. Ketika melihat siapa yang datang, tanpa dapat dicegah
lagi Gombloh telah berteriak.
"Hooreeee".. kita tertolong! Dia adalah Suryo
Lelono!" "Husshhhh! Diamm!" bentak Ki Mardi Angunbaya
gurunya. Gombloh mendekap mulutnya dengan kedua tangan,
menunduk diam. Kaget mendengar bentakan gurunya dan
sadar bahwa mereka masih berada di sarang lawan!
"Cepat meloncat naik! Aku akan menjaga di atas!"
Ki Mardi Angunbaya memegang tangan muridnya,
sekali kakinya menjejak tanah, tubuhnya telah meluncur ke
arah lubang di atas. Begitu tiba di atas, dari bawah telah
menyusul bayangan Ki Kulikpria dengan menggandeng
Kromoleo. Lalu berdiri di tepi mengawasi keadaan
sekeliling! Suryo meluncur turun. Dengan kedua tangan
menggandeng tangan Danang dan Sawaliyah di kanan kiri,
Suryo melayang keluar dari lubang itu dengan ringan nya.
Kedua orang jago tua itu tertegun melihat ilmu kesaktian
yang diperlihatkan Suryo Lelono!
"Kita harus cepat meninggalkan tempat ini!"
"Setujuuuu"..! Lebih cepat lebih baik! Hiiii "..!"
Gombloh kembali membuat ulah. Dia agaknya tidak
dapat menahan rasa ngerinya ketika menghadapi Dewi
Purbosari. Ketika mereka akan meloncat turun, bermaksud keluar
dari istana. Tiba-tiba saja mereka berdiri terpaku di tempat!
Ternyata teriakan Gombloh tadi telah membuat para
penghuni istana terbangun. Lalu memasang obor di bawah.
Tanpa dapat dihindarkan lagi mereka telah terkurung dua
belas dayang anak buah Dewi Purbosari!
"Menyerahlah kalian!"
"Kalau kalian menyerah! Kami akan memberi kalian
jalan hidup!" Sundari memberikan janjinya. Entah janji
kosong atau beneran! Tak seorangpun diantara rombongan
yang menjawab! "Cepat menyerah! Turun dan jangan melawan atau
berusaha untuk melarikan diri dari sini, percuma!"
"Lebih baik mati daripada menyerah!" Kromoleo
membentak marah.
"Jangan takut!" bisik Suryo Lelono pelan. "Kalian harap
hati-hati melawan senjata rahasia mereka!"
Mereka menggangguk, lalu mencabut pedang, melayang
turun menerjang lawan. Menggerakkan pedang dengan
cepat tanpa memberi ketika untuk lawan mempergunakan
senjata rahasia beracun kelabang! Suryo tidak mau
ketinggalan, begitu tongkatnya bergerak langsung memainkan Ilmu Tongkat Pengemis Gila! Ilmu tongkat
yang aneh dan sukar diduga arah mana yang akan diserang.
Geraknya yang tidak karuan sukar untuk ditebak!
"Tak-tak-bukkk!"
"Wesss".. wirrr".. tranggg-traanggg!"
Senjata berkelebatan mencari nyawa untuk dikirim
pulang itu acap kali bertemu dan ber-benturan. Mengeluarkan bunga api yang meloncat-loncat ke angkasa.
Semua serangan pedang anak buah Dewi Purbosari
dimentahkan dengan mudah oleh lawannya. Sedangkan
serangan balasan dari Suryo beserta kawan-kawannya,
dengan susah payah ditangkis atau dielakkan mereka. Ini
semua dapat terjadi karena adanya Suryo Lelono yang
menahan hampir semua serangan lawannya. Maka ketika
datang serangan balik dari lawan membuat para wanita itu
kewalahan! Sedangkan pada waktu mereka mengeroyok di
goa, masih ada Raden Wirangrong yang membantu,
sehingga keadaan mereka baru dapat dikatakan berimbang!
Rati dan Sundari mengeluarkan teriakan melengking
nyaring. Agaknya lengkingan ini menjadi tanda untuk
menyerang dengan senjata rahasia beracun. Senjata yang
menjadi andalan mereka. Begitu mendengar lengking, para
perempuan itu melompat mundur dan melayangkan tangan
kiri ke arah lawan.
"Wirrr".. siut-siut".. wirrr?"!"
Puluhan senjata berwarna hitam meluruk datang
bagaikan sebuah jala mengurung jalan keluar ikan! Akan
tetapi serangan inipun percuma saja. Suryo Lelono agaknya
dapat membaca jalan pikiran lawan. Begitu mereka
melompat mundur, dia lalu berdiri di depan rombongan
sambil memutar tongkat, menghalau semua senjata yang
datang! Angin yang ditimbulkan putaran tongkatnya sudah
mampu untuk meruntuhkan senjata-senjata yang meluruk
datang! Terdengar suara tang-ting-tang-ting-tang -ting berulang
kali dan semua senjata yang meluruk datang pun habis
tersapu. Lenyap entah ke mana!
"Kena!" Suryo meluncur ke depan, tongkatnya
mengemplang kepala. Empat orang terkena kemplangan


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tongkat, tanpa mengeluarkan suara lagi telah tewas dengan
kepala pecah! Ketika tubuh yang malang itu menimpa tanah, asap
keputihan mengepul, membumbung naik. Lalu tubuh
itupun lenyap! Tampak di tanah empat ekor kelabang
merayap pergi dengan cepatnya! Melihat ini Suryo lalu
mengulurkan tangan kirinya. Dari telapak tangannya keluar
sinar putih memukul empat kelabang!
"Busss". busss". dupp".. dupppp"..!"
Empat kelabang hancur terkena pukulan Suryo Lelono
yang ampuhnya menggila! Sisa anak buah Dewi Purbosari
menjadi ketakutan, mundur-mundur ke arah ruangan
tengah istana. Suryo tidak mau tangung-tanggung lagi! Ia
lalu menggerakkan kedua tangannya. Sinar merah dan
putih meluncur menerjang para pengikut Dewi Purbosari!
"Aaauuuuhhhhhh?".!"
Hampir berbareng terdengar lengking kematian dari
delapan orang yang terkena sinar pukulan Suryo Lelono.
Empat orang yang terkena sinar merah menjadi hangus
tubuhnya dan empat orang teman yang lain, menjadi kaku
bagaikan pohon kering kekurangan air! Akan tetapi kembali
terjadi keanehan! Ketika tubuh-tubuh itu menimpa tanah,
kembali ada asap mengepul. Kembali mereka menjadi
kelabang sebesar anak kecil! Ada yang hangus tubuhnya
dan menjadi abu keputihan. Ada pula yang retak-retak
tubuhnya terkena sinar putih tadi!
"Ck-ck-ck! Heboaaatttt"..!!" Gombloh pun tak dapat
menahan mulutnya lagi!
"Luar biasa! Entah siapa adanya anak muda itu?" Ki
Mardi Angunbaya menggumam, penuh pertanyaan. Suryo
membalik, mendekati teman-temannya, lalu mengajak
mereka untuk segera me-ninggalkan tempat itu. Istana yang
penuh dengan siluman kelabang! Akan tetapi baru be-
berapa langkah mereka berjalan. Tanah yang diinjak
bergetar hebat, seakan-akan ada gempa titonik datang!
"Tolonggg"..!" Gombloh berteriak keras sambil
berlarian ke sana-sini. Tidak kuasa menahan kakinya di
tanah yang bergoyang! Keadaan Kromoleo, Danang dan
isterinya Sawaliyah pun senasib dengan Gombloh. Pontang
panting tidak karuan! Hanya Ki Mardi Angunbaya dan Ki
Kulikpria saja yang agaknya dapat menguasai dirinya
dengan kaki membentuk kuda-kuda. Tubuh mereka
bagaikan tongkat kayu jati yang kokoh kuat. Suryo sama
sekali tidak mengalami kesukaran. Dengan hanya berdiri di
satu kakinya dia dapat menahan goncangan yang datang
melanda! Sungguh hebat sekali anak muda ini!
"Ihhh?" ihihih".. hi-hi-hikkk"..! Orang-orang
lancang! Lihatlah ke sini, keparat!" Terdengar suara di
belakang mereka. Ketika mereka menoleh, ternyata di
tengah ruangan nampak seorang wanita cantik sekali,
mengenakan pakaian tembus pandang. Berdiri dengan
anggunnya! Dari badannya terpancar cahaya kekuningan
menyilaukan mata yang memandang.
-oo0o^dwkz^o0oo-
Bab 9 SURYO LELONO tersurut mundur dua langkah. Heran
dia melihat apa yang. terjadi di belakangnya ketika dia
menengok! Ternyata teman-temannya memandang dengan
wajah pucat bagaikan mayat yang pucat pasi! Seakan semua
darah telah lenyap dari tubuh mereka.
"Siapa perempuan itu?" tanyanya.
"Dii" aaaa?" dia?" dia"." Kromoleo berusaha
untuk menerangkan, tapi karena gugupnya dia hanya
berkata dia-dia!
Gombloh berdiri dengan kaki gemetaran. Tanpa sadar
lagi celana Gombloh telah basah kuyub. Karena tidak dapat
menahan rasa takut yang telah menghancurkan segala
nyalinya! Danang dan isterinya saling dekap dengan bibir berubah
biru. Pandang mata mereka seakan terpaku ke arah wanita
yang berdiri dengan anggunnya di tengah ruangan.
Ki Mardi Angunbaya dan Ki Kulikpria yang agak
tenang, memandang sang dewi sambil mulutnya berkemak-
kemik membaca mantera penolak bala dan jin setan!
"Hi-hi-hik"..!
Heee kawulaku hayo berlutut!"
perintahnya. Suryo merasa ada tenaga yang tidak nampak menekan
dirinya untuk berlutut, dia berusaha melawan dengan
menyatukan seluruh indranya untuk menolak! Ketika dia
menengok ke belakang, ternyata teman-temannya telah
berlutut dengan menyembah. Tidak kuasa melawan
pengaruh gaib yang datang melanda!
"Aku tidak sudi untuk menyembahmu! Kau bukan
sesembahanku!"
Suryo berteriak lantang dengan pengerahan tenaga sakti yang ada pada dirinya. Begitu ia
berteriak, terasa ada hawa hangat muncul pelan-pelan.
Sekarang tubuhnya terasa nyaman!
"Hi-hi-hik?" bocah kurang ajar! Terimalah ini!"
Dari tubuh sang dewi meluncur sinar ku-ning kehijauan
menerjang Suryo dengan kecepatan kilat. Suryo memutar
tongkat kayu cendana dengan tenaga dalam sekuatnya.
"Tarr".! Tarr"..! Tarrr".!" Ledakan dahsyat terdengar
memecah keheningan malam di Bukit Kelabang. Sinar
kuning itu ketika tertangkis mental kembali dan beradu
dengan sinar yang menyusul datang. Bertemunya sinar-
sinar itupun menimbulkan ledakan dahsyat!
"Keparat! Ternyata kau cukup piawai anak muda!" Dewi
Purbosari lalu mengangkat kedua tangannya ke atas, lalu
diturunkan. Lalu kedua tangannya digosok-gosokkan, dari
gosokan te-lapak tangan itu keluarlah api yang menyala
sebesar anak lembu. Begitu kedua tangannya digerakkan ke
depan, api itu meluncur datang. Membakar tubuh Suryo
yang berdiri tegak!
Suryo pun tidak mau ketinggalan melihat gerakan lawan.
Dia menyatukan segala ilmu yang dipunyainya, meramkan
mata dan menyerahkan dirinya kepada Sang Pencipta.
Ketika dia membuka matanya kembali, sepasang mata itu
seakan-akan mengeluarkan cahaya menyi-laukan. Ketika
api datang mendekat, dia hanya menggerakkan tangan
kanannya menolak.
"Kembalilah pada tuanmu!" Aneh sekali! Api itu seakan
menuruti perintah Suryo, kembali meluncur ke arah
tuannya. Dewi Purbosari mengibas ke samping dan api
yang meluncur, membelok ke arah rumah di sudut istana!
"Duuaaarrrrr!!!"
Rumah meledak hancur, laksana tertimpa rudal. Rata
dengan tanah serta kayu-kayunya terbakar hangus semua!
Suryo leletkan lidahnya, sungguh hebat akibat api itu!
Dewi Purbosari melihat ini menjadi memuncak
kemarahannya. Lalu iapun berkemak-kemik dan membentak. "Bocah sambutlah ini!"
"Baik! Akan kulayani semua ilmu iblismu!" Suryo pun
tidak mau kalah gertak.
Dari mulut Dewi Purbosari keluarlah angin yang
mendorong kuat sekali ke arah depan.
Tubuh keenam orang yang menyembah terlempar ke
belakang, begitu mengenai tembok, tembok itupun jebol
mengeluarkan suara ge-muruh! Pohon-pohon di depan
istana ikut tersapu pergi melayang dengan membawa suara
berkerosakan! Batu-batu dan debu berhamburan ke
belakang melanggar tembok. Sekarang tembokpun telah
rata dengan tanah!
"Tolongggg?"!!!" Hampir berbareng Kromoleo dan
Gombloh berteriak ketika tubuhnya terbawa terbang pergi
ke belakang dengan cepatnya!
Tiba-tiba tubuh keduanya terhenti di tengah udara!
Kedua orang itu berteriak-teriak semakin keras! Guru-guru
mereka menjadi malu melihat kelakuan murid mereka itu.
Ternyata Ki Mardi Angunbaya dan Ki Kulikpria serta
Danang dan isterinya telah berdiri tegak. Berdiri di tanah di
samping seorang pengemis yang beralis putih dan berambut
hitam. Biarpun usianya telah sangat tua, namun pengemis
itu berdiri dengan gagahnya. Di depan pengemis ini
nampak sebatang tongkat bambu tertancap di tanah.
"Diam goblok!!"
"Sudahlah, tidak perlu kalian memarahi muridmu ini!"
kata pengemis ini halus. Lalu pengemis itu menurunkan
tangannya, seakan-akan kedua tubuh itu dibawa turun
dengan pelannya sehingga menyentuh tanah!
"Hiiiiii?". sungguh mengerikan!!"
"Aammmpuuuuunnnnnnn?".. ttooooobbbacaattttt!!"
Gombloh meratap dan menyembah-nyembah ke arah
istana. Sebuah tangan yang halus lunak menyentuh
pundaknya. Gombloh meloncat bangun mau melarikan diri
lagi. Baru beberapa langkah dia menengok. Ternyata di
belakangnya, guru dan teman-temannya telah berdiri
dengan mulut tersenyum melihat ulahnya itu!
"Tenang anak muda. Tak usah takut! Mari ikutlah aku di
belakang!"
Pengemis Alis Putih berkata halus, menenangkan Gombloh yang memandang ketakutan.
Dengan melangkah tenang Pengemis Alis Putih
mendahului menuju ke arah istana. Merekapun lalu menuju
ke istana, mengikuti di belakang pengemis tua tanpa suara.
Begitu mereka memasuki halaman istana melalui tembok
pagar yang telah jebol, mereka melihat pemandangan yang
mentakjubkan di depan mata! Dewi Purbosari melayang-
layang memainkan sehelai selendang berwarna kuning.
Melecut-lecut ke arah Suryo Lelono yang berloncatan
seperti seekor burung bangau. Gesit dan lincah pemuda ini
bergerak, sesekali pemuda itu menggerakkan tongkat untuk
menangkis selendang yang datang melecut! Bunga api ber-
pijaran ketika ujung selendang bertemu dengan tongkat,
disusul dengan bunyi yang memekak-kan telinga! Adu
kesaktian yang pilih tanding ini membuat kagum mereka
yang menonton di situ.Saling serang dan saling elak,
berkelebatan memenuhi ruangan istana, dua orang itu
bagaikan telah berubah banyak memenuhi ruangan.
Beberapa kali selendang yang luput mengenai sasaran,
melanggar perabot istana. Dengan mengeluarkan suara
keras, hancurlah perabot yang terlanggar selendang! Ketika
Suryo melihat kedatangan Pengemis Alis Putih yang diikuti
teman-temannya yang tidak kurang suatu apapun, hatinya
bertambah mantap. Dia lalu membarengi tongkat yang
dimainkan dengan Ilmu Tongkat Pengemis Gila dengan
sambaran tangan kirinya!
"Wussss?" duarrrr!"
Ternyata sekarang Dewi Purbosari pun tidak hanya
mengandalkan selendangnya saja. Dia juga menggerakkan
tangan kiri memukul dengan aji kesaktiannya. Dua tenaga
dahsyat bertemu di tengah udara, membuat ruangan istana
bagaikan digoncang hebat! Lima orang tersurut mundur
saking hebatnya pertemuan hawa sakti itu. Gombloh yang
berdiri tepat di belakang Pengemis Alis Putih tetap berdiri
tegak tak bergoyang sedikitpun.
"Mampus kau!" Selendang berputar cepat membuat
lingkaran-lingkaran menyerang tubuh Suryo! Tangan
kirinya menyusul dengan pukulan bertubi-tubi ke depan.
Bola-bola api sebesar kepalan meluncur cepat bagaikan
peluru-peluru senapan otomatis!
"Hiaaaattttt!!" Suryo Lelono memutar tongkat sambil
meluncur ke depan. Menyongsong luncuran bola api!
"Duarr, daaarrr?" breetttt!!"
Kembali terdengar ledakan keras disusul oleh suara
memberebet dari kain selendang yang terobek tongkat.
Ternyata tongkat di tangan Suryo telah berubah kemerahan
karena saluran tenaga sakti yang dimiliki pemuda ini.
"Aaiiihhhh"..! Celaka!!" Dewi Purbosari menjerit.
Tubuhnya meloncat ke belakang menjauhi lawannya.
Dengan hati tidak karuan, penuh penasaran, kesal, dan
marah berkumpul menjadi satu.
"Huuuaaaahhhhhh!!"
Begitu Dewi Purbosari membentak, genteng-genteng
istana rontok meluruk ke bawah. Mengeluarkan suara
bising. Hanya dua orang yang masih tetap berdiri di ruang
istana, yaitu Suryo dan Pengemis Alis Putih. Sedangkan Ki
Mardi Angunbaya beserta rombongannya telah terlempar
keluar oleh tenaga bentakan itu. Mereka bergulingan, ketika
berhenti mereka itu tetap diam tak bergerak, pingsan.
Karena jantungnya seperti diremas tangan raksasa!
"Hi-hi-hik".. kaukira dapat mengalahkan aku" Lihat
siapa aku sesungguhnya?" Dewi Purbosari duduk di
dampar kencana. Kedua tangan bersedakap, bersamaan
dengan habisnya ucapannya, dampar berikut tubuh sang
dewi tertutup gumpalan asap tipis keputihan. Dampar
itupun melayang ke atas, berhenti di tengah udara. Lalu
nampak cahaya berwarna putih kekuningan menyelimuti
dampar serta orang yang duduk di atasnya.
"Hai, manusia! Lihatlah siapa diriku ini?" Dewi
Purbosari berkata halus mengelus hati. "Hayo kalian
berlutut untuk menyembahku!"
Orang-orang yang tersadar dari pingsannya, memandang
Dewi Purbosari Suryo serta Pengemis Alis Putih
mengawasi tajam. Semuanya memandang Dewi Purbosari,


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaikan melihat seorang bidadari yang turun ke
marcapada! Wajah Dewi Purbosari bersinar penuh welas
asih, sepasang bibirnya membentuk senyum yang manis
sekali, meruntuhkan hati yang memandangnya. Tanpa
terasa lagi Ki Mardi Angunbaya, Ki Kulikpria, Kromoleo,
Gombloh, segera menjatuhkan dirinya berlutut. Demikian
pula sepasang suami isteri, Danang dan Sawaliyah mereka
berlutut dengan berendeng di belakang.
Suryo Lelono pun tertegun melihat perwujudan Dewi
Purbosari yang berubah menjadi demikian lembut serta
menyinarkan kasih sayang. Ketika dia menekuk kakinya
untuk berlutut, tiba-tiba telinganya mendengar bisikan
halus. "Jangan tertipu oleh iblis itu! Kerahkan seluruh batinmu
kepada Sang Hyang Widi mohon kekuatan!" Lalu
Pengemis Alis Putih mengeluarkan suara tawa
melengking tinggi. "Ha-ha-ha?"! Kaukira dapat menipu
aku" Kembali lah kau pada asalmu sesungguhnya!" Kedua
tangan mendorong ke arah dampar.
Ketika mendengar suara tawa ini, Ki Mardi Angunbaya
beserta kawan-kawannya tersadar dari keadaannya. Meloncat berdiri! Memandang ke arah dampar penuh
kagum dan ngeri!
Dari kedua tangan Pengemis Alis Putih keluar sinar
putih meluncur menghantam dampar yang diduduki oleh
Dewi Purbosari.
"Duuaaaarrrrrr?".!!"
Begitu terkena sinar yang keluar dari tangan si Pengemis
Alis Putih, dampar meledak dan hancur berkeping-keping!
Debupun ber-hamburan ke mana-mana, menggedipkan
mata! Ternyata dampar kencana itu hanyalah dampar yang
terbuat dari batu dan dicat keemasan.
Begitu debu hilang tersapu angin. Dewi Purbosari telah
lenyap dari pandangan mata mereka semua! Hanya
terdengar suara mengekeh yang mendirikan bulu roma bagi
yang mendengarnya!
"Hi-hi-hi-hik"..! Kaukira dapat membunuhku dengan
mudah" Hi-hi-hi-hik".. sekarang terimalah kematianmu!"
Tanah yang dipijak mereka menjadi bergoyang. Makin
lama semakin hebat, lalu disusul oleh gundukan tanah yang
meluncur maju ke arah mereka berdiri! Suryo menyambar
tubuh Danang dan isterinya, sedangkan Pengemis Alis
Putih menyambar tubuh Kromoleo dan Gombloh, dibawa
meloncat tinggi menghindar dari serudukan tanah. Ki
Mardi Angunbaya dan Ki Kulikpria terlempar ke atas
terlanda gundukan itu! Ketika jatuh di tanah, keduanya
telah menjadi pingsan dengan tubuh membiru!
"Hiiiiiii?"! Hayo cepat lari!" Gombloh begitu
diturunkan ke atas tanah. Bergidik ngeri, lalu mengajak
temannya untuk melarikan diri. Mental Gombloh benar-
benar telah hancur karena kejadian-kejadian
yang dialaminya ini!
Tiba-tiba nampak awan hitam bergumpal-gumpal
mendatangi dengan cepat dan dari gumpalan awan
keluarlah petir menyambar-nyambar ke arah tubuh
Pengemis Alis Putih dan Suryo Lelono!
"Daarrr! Tarrr-tarrr!!"
Suryo memutar tongkat menangkis. Sedangkan pengemis
tua hanya diam bersedakap saja, akan tetapi tidak ada satupun kilat yang
keluar dari gumpalan awan itu dapat mengenai tubuhnya!
Aneh memang! Tubuh Pengemis Alis Putih ini seakan "
akan telah dilindungi oleh udara atau sinar yang tak
nampak mata. Malahan orang-orang yang berada di
belakang si pengemis tua ini terlindung semua dari amukan
kilat! Mulut Pengemis Alis Putih kelihatan komat kamit tanpa
suara yang keluar dari mulut. Kedua tangan ditengadahkan
ke atas lalu diturunkan dan dirangkapkan depan dada.Lalu
mendorong ke arah awan gelap.Suryo juga mengikuti
gerakan gurunya. Diapun lalu mendorongkan kedua
tangannya setelah menancapkan tongkat kayu cendana di
tanah depan mukanya!
"Weessss, weeessss?"! Daaarrrrr!!" Tidak nampak
cahaya dari tangan, hanya angin lembut keluar mendorong
gumpalan asap hitam di depan. Akan tetapi akibatnya
sangat hebat sekali. Begitu awan hitam terlanda angin halus
dari dua pasang tangan yang didorongkan. Meledak
dahsyat lalu buyar entah ke mana" Tampaklah seekor
kelabang sebesar gelugu menggeliat di atas tanah dengan
sepasang mata mencorong kehijauan mengawasi ke arah
Pengemis Alis Putih dan Suryo bergantian.
Tiba-tiba mulut kelabang terbuka lebar menyemburkan
api yang menyala-nyala membakar apa saja yang terlanda.
Kembali Suryo Lelono dan Pengemis Alis Putih
mendorongkan kedua tangannya ke depan. Serangkum
hawa dingin menerpa api yang keluar dari mulut kelabang!
"Ceeessssss?""!" Apipun menjadi padam! Dari mulut
kelabang keluarlah asap hitam menyembur bergulung-
gulung naik. Mereka sekarang baru menyadari bahwa Dewi Purbosari
yang dapat menjadi orang berbudi dan mempunyai wajah
yang welas asih sebetulnya adalah seekor siluman kelabang!
Mempunyai kesaktian luar biasa untuk mencari pengikut
untuk menyembahnya. Lalu membawa mereka menuju
kehancuran! Anak-anak mereka dihisap darahnya dan
dimakan dagingnya. Sedangkan para orang tua dijadikan
pemuas nafsu kelabang. Lalu disedot darahnya untuk
membuat senjata pemusnah bagi manusia itu sendiri!
Sebetulnya dialah penyebar penyakit dan yang meracuni
dusun Manyaran. Lalu datang menyembuhkan mereka
dengan kesaktiannya. Menipu penduduk yang masih
percaya akan tahyul. Menyamar menjadi seorang suci, serta
menolong untuk kemudian menjatuhkan manusia. Menjauhkan manusia dari Sang Pencipta yang seharusnya
menjadi sesembahan mereka! Danang dapat melihat
kenyataan ini dengan jelas. Karena seluruh penduduk
desanya dari yang masih orok sampai kakek-kakek, tidak
ketinggalan hewan ternak mereka, telah dibasmi binasa
tanpa ampun sama sekali! Semua penduduk dan hewan
ternak diracun oleh anak buah Dewi Purbosari yang
sekarang ternyata hanyalah seekor kelabang siluman!
Tongkat bambu Pengemis Alis Putih serta tongkat kayu
cendana milik Suryo Lelono meluncur cepat mengenai
sepasang mata siluman kelabang.
"Aaauuuuurrrrrggggghhhhh?"..!!!"
Teriakan mengerikan keluar dari mulut kelabang. Lalu
tubuhnya menggeliat menerjang ke kanan kiri. Menabrak
apa saja, mengamuk dengan buas dan liar, sambil
mengeluarkan lengkingan memekakkan telinga. Istananya
menjadi hancur akibat amukannya. Debupun berhamburan
menggelapan pandangan mata! Mereka semua mundur
untuk menyelamatkan diri dari amukan kelabang buta.
Hanya Suryo dan Pengemis Alis Putih yang masih tetap
mengawasi si kelabang! "Suryo, kita gabung aji pamungkas
kita!" "Baik, guru!" Dua pasang sinar putih serta merah
meluncur ke arah tubuh kelabang yang sedang mengamuk!
Ledakan dahsyat memekakkan telinga terjadi. Tubuh
kelabang siluman terkena pukulan sinar putih dan merah.
Setelah api ledakan dan asap kehitaman hilang dari
pandang mata, nampaklah onggokan abu putih di tempat
itu. Abu bekas siluman kelabang atau jelmaan Dewi
Purbosari! Dua tongkat yang melayang ke udara disambar
Suryo Lelono dan Pengemis Alis Putih. Begitu tangan
menyentuh tongkat, keduanya membuat putaran di udara
melayang pergi dengan kecepatan kilat. Dalam sekejab saja
hanya nampak bayangan kecil menembus kabut pagi yang
telah memenuhi hutan di lereng Bukit Kelabang di pagi
hari. Lenyap! Meneruskan perjalanannya!
Ki Mardi Angunbaya serta Ki Kulikpria membawa
murid-murid masing-masing kembali ke tempat mereka
sendiri. Hanya Gombloh yang sesekali masih menoleh ke
belakang. Lalu mengangkat pundaknya sambil menggeleng
kepala, bergidik ngeri!
Bagaimana Ki Mardi Angunbaya dan Ki Kulikpria tahu-
tahu mengajak para murid-muridnya" Ternyata dengan
kematian Dewi Purbosari. Racun kebiruan yang menguasai
keduanya dengan sendirinya punah! Dua orang tua itu
ketika sadar kembali, sudah terbebas dari racun yang
menguasainya! Sampai di sini cerita ini berakhir. Rahasia yang
menyelimuti Dewi Purbosari telah terungkap. Ternyata
siluman kelabang telah menipu manusia agar menjadi
penyembahnya. Menjadi pengalaman kita agar kita tidak
mudah percaya begitu saja! Hanya Tuhan Yang Maha
Esalah yang harus disembah dan disujudi seluruh manusia
di muka bumi ini, manusia yang beriman! Tidak
menyembah segala berhala-berhala!
Sampai jumpa di lain cerita!
T A M A T malabar, madya februari "91.
Bentrok Para Pendekar 3 Kisah Sang Budha Dan Para Muridnya Karya Tak Diketahui Pedang Golok Yang Menggetarkan 19
^