Pencarian

Si Pemanah Gadis 7

Si Pemanah Gadis Karya Gilang Bagian 7


benda yang bisa dilempar, maka Ilmu "Gundu Terbang" akan berfungsi dengan
baik. Begitu pisau dilempar, langsung menyambar ke arah tengah ulu hati Si Tangan
Golok yang berambut di kelabang.
"Dasar murid pengkhianat!" bentak Si Tangan Golok saat mengetahui justru
dirinya yang menjadi sasaran. Tangannya segera berkelebat berusaha
memotong arah lemparan pisau.
Wess!! Jurus "Segala Penjuru Penuh Misteri" adalah jurus unik, dimana serangan yang
dilakukan pihak penyerang bila mendapat halangan dari pihak lawan, secara
otomatis akan bergerak membelok ke empat penjuru.
Tentu saja laki-laki berbaju ungu itu kaget bukan main!
Clepp! Belum sempat ia melakukan elakan, pisau telah menancap di pundak kiri,
sejarak sejari di atas jantung!
"Keparat kau! Bukankah dia sendiri yang minta mati" Kenapa kau menyerang
gurumu yang asli!" bentak laki-laki itu sambil mencabut pisau yang menancap di
pundaknya. Jempana hanya menyeringai saja, lalu berjalan mendekat ke arah laki-laki
berambut awut-awutan.
"Maaf ... selama ini mata saya telah lamur," kata Jempana. "Selamat datang
kembali ... GURU!"
Semua khalayak yang ada di tempat itu, selain orang-orang yang di penjara
dalam ruang bawah tanah, tersentak kaget!
Jadi ... kakek berambut macam orang gila itu adalah Ketua Istana Jagat Abadi
yang asli" pikir orang-orang yang melakukan serangan bersama ke Istana Jagat
Abadi. "Tidak apa-apa, muridku!" sahut Ki Harsa Banabatta sambil tertawa lega,
"Rupanya kau masih ingat dengan pesanku dahulu."
"Pesan mengerikan itu tetap akan saya ingat sepanjang napas masih ada, Guru."
"Bagus!" ujar Ki Harsa Banabatta, sambungnya, "Sekarang perintahkan semua
saudaramu agar berkumpul ke sisi timur."
"Baik!"
Jempana segera berkelebat cepat ke arah kumpulan para pendekar yang berdiri
terpaku di tempat, diikuti dengan teriakan keras, "Di langit tidak ada dua
matahari, di atas bumi tidak ada dua raja!"
"Siap!"
Puluhan orang berbaju ungu mendadak berkelebatan dan semuanya berkumpul
di belakang Jempana!
Sebenarnya ... apa yang terjadi"
Sesungguhnya adalah setiap murid aliran perguruan manapun pasti memiliki
yang namanya kata sandi, dimana dengan kata sandi ini bisa membedakan
mana kawan dan mana lawan. Seperti halnya apa yang digunakan saat ini oleh
Jempana, bahwa kata sandi "BUNUH AKU" hanya diketahui oleh delapan murid
yang paling dipercaya oleh Ki Harsa Banabatta alias Si Tangan Golok. Kata
sandi ini merupakan ungkapan bahwa musuh tangguh ada di depan mereka, dan
satu-satunya bentuk perlawanan adalah dengan bertaruh nyawa!
Akan halnya kata sandi "DI LANGIT TIDAK ADA DUA MATAHARI, DI ATAS
BUMI TIDAK ADA DUA RAJA" merupakan salah satu cara untuk mengetahui
siapa lawan mereka yang sesungguhnya. Tentu saja kata sandi ini tidak
diketahui oleh Si Tangan Golok palsu.
Melihat murid-muridnya berkumpul di belakang Jempana, Ki Harsa Banabatta
yang berambut awut-awutan memandang sosok berambut kelabang. Dengan
diiringi tawa keras ia berkata, "Kau bisa saja memalsukan diriku, keparat! Namun
kau tidak bisa memalsukan kata sandi istana kami."
"Bangsat busuk! Kenapa Ki Wira tidak mengatakan tentang hal ini?" pikir Ki
Harsa Banabatta yang rambutnya berkelabang. "Bersandiwara pun sudah tidak
ada gunanya!"
Sambil tertawa keras dengan kepala mendongak ke atas, Ketua Istana Jagat
Abadi palsu ini berucap, "Hampir dua tahun aku menguasai tempat ini, namun
ternyata tidak semudah yang kuharapkan. Kukira aku sudah bisa menguasai
tempat ini, bahkan mempelajari Ilmu "Putaran Golok Sakti" dengan sempurna,
namun ternyata ... "
Belum sampai kata-katanya selesai, tangan kiri laki-laki itu mengusap wajahnya
pulang pergi. Srett! Srett! Sebentuk topeng tipis kini berada di tangan kirinya.
Semua orang yang ada di tempat itu terkejut bukan main!
"Iblis Muka Seram ... !" seru beberapa tokoh persilatan, mengenali siapa adanya
pemilik wajah asli dari Ketua Istana Jagat Abadi palsu.
"Ternyata dia orangnya biang keladi dari semua masalah ini," tukas seorang
tokoh silat berpedang biru. "Aku harus buat perhitungan dengannya!"
"Aku juga!" sahut beberapa tokoh silat secara bersamaan.
"Setahuku, dia pula pimpinan perampok Gunung Welirang yang tersohor dengan
Pukulan "Sabuk Lebur Gunung"!" desis kawan sebelahnya, "Kita harus hati-hati
menghadapinya."
Beberapa tokoh silat yang tahu siapa adanya Iblis Muka Seram tanpa sadar
melangkah mundur beberapa tindak.
Iblis Muka Seram, memang memang memiliki wajah yang menakutkan bin
menyeramkan. Dari selebar wajahnya, tidak ada yang rapi satu pun. Mata
memang berjumlah dua, namun di tengah dahi terdapat sebuah batu permata
berwarna kuning cerah dengan garis tegak lurus warna hitam yang membelah
tepat di tengahnya, seperti mata kucing layaknya. Batu Mustika Mata Kucing ini,
konon sudah ada sejak ia lahir ke dunia, tertanam begitu saja disana. Belum lagi
dengan jumlah codet dan totol-totol putih seperti bekas cacar yang hampir
memenuhi selebar mukanya yang memang sudah lumayan berantakan, apalagi
dengan adanya sepasang taring kecil saat ia menyeringai atau tertawa semakin
membuat bulu kuduk berdiri tanpa sebab.
"Ha-ha-ha! Rupanya nama Iblis Muka Seram cukup membuat gentar sobatsobatku
yang ada di tempat ini!" seru Iblis Muka Seram, lalu sambungnya,
"Anak-anak! Sudah saatnya memperlihatkan diri kalian pada mereka!"
Belum lagi suaranya lenyap, entah dari mana datangnya, seluruh tempat itu
sudah dikepung oleh ratusan orang dengan senjata telanjang.
"Iblis Muka Seram!" bentak Si Tangan Golok. "Rupanya kau pun telah menjadi
kacung dari Raja Iblis Pulau Nirwana, bersama"sama dengan mereka." Sindir
Tangan Golok sambil melirik pada Ki Wira, Tombak Sakti, Karang Kiamat,
Pedang Dewa, Gada Maut dan Trisula Kembar.
Tentu saja sindiran itu membuat orang-orang yang dilirik langsung memerah
mukanya terutama sekali Gada Maut yang langsung menudingkan Gada Raja
Langit Empat Sisi ke arah Ketua Istana Jagat Abadi sambil berseru keras,
"Keparat! Jangan hanya pencang bacot di depanku!"
Begitu kata-katanya selesai, senjata unik di tangannya segera berkelebat
menebas ke arah leher Ketua Istana Jagat Abadi.
Wutt! Dengan manis, laki-laki berambut awut-awutan ini merendahkan tubuh, sambil
tangan kanannya yang mengeras kencang melakukan babatan mematikan dari
bawah ke atas. Settt! Gada Maut kaget. Tidak mengira bahwa lawan yang diserangnya mendadak
sanggup melakukan serangan balik. Pikirnya, lawan akan menghindar ke
belakang, lalu ia akan melanjutkan serangan dengan mengulur rantai yang ada
di satu sisi Gada Raja Langit Empat Sisi.
Namun perhitungannya meleset!
Satu-satunya jalan selamat adalah tangan kiri digunakan menahan bacokan
golok tangan lawan.
Bughh! Gada Maut terjajar ke belakang beberapa tindak.
"Bangsat! Tenaga dalamnya masih tangguh," Gada Maut membatin.
Begitu mengetahui serangan awal dari pihak lawan telah dimulai, beberapa
tokoh persilatan langsung menghambur dengan sorak-sorai pertarungan.
"Serbuu ... !!"
"Serang ... !"
Pertarungan pun pecah saat terang tanah.
Pagi yang seharusnya penuh dengan kicau burung bersahutan kini berganti
dengan bentakan keras, jeritan kematian yang diiringi ledakan-ledakan keras
pukulan bertenaga dalam. Gada Maut yang memulai serangan awal, langsung
dikepung oleh empat gadis murid Perguruan Sastra Kumala yang mengambil alih
lawan Si Tangan Golok, sedang Ki Harsa Banabatta alias Si Tangan Golok kini
telah jual-beli pukulan dengan Iblis Muka Seram. Akan halnya Dewi Tangan Api
dan Ki Gegap Gempita saling bahu membahu menghadapi Pedang Dewa dan
Karang Kiamat. Dewi Tangan Api yang menguasai seluruh ilmu sakti dari Kitab
Bunga Matahari dan Ki Gegap Gempita sendiri menguasai tuntas Kitab Mata
Bulan saling mengisi satu sama lain. Jika Dewi Tangan Api menggunakan jurus
"Dewa Surya Melumerkan Bumi" maka Ketua Aliran Danau Utara justru
menyeimbangkan diri dengan jurus "Dewa Menjunjung Bulan".
Karang Kiamat yang kini buta total, masih terlihat tangguh dengan Ilmu "Karang"
yang dikuasainya. Beberapa terdengar suara seperti besi ketemu besi saat jurusjurus
maut milik Dewi Tangan Api bersentuhan dengan kulit merah kehitaman
akibat pengerahan Ilmu "Karang" oleh Karang Kiamat.
Crang! Crangg! Ilmu Pedang "Mayapada Beku" yang dimiliki oleh Pedang Dewa yang kadang
cepat kadang lambat dalam serangan acap kali membuat Ki Gegap Gempita
harus memutar akal menghadapi tajamnya hawa pedang lawan.
Sutt! Sett! Namun, menghadapi seorang Ketua Aliran yang disegani, tidak mudah bagi
Pedang Dewa menjatuhkan laki-laki ini, apalagi saat mengetahui hawa
pedangnya seperti tercebur ke dalam kolam yang dalamnya tak terkira membuat
laki-laki berperangai menyimpang ini harus ekstra hati-hati. Bahkan jurus "Deru
Angin Debur Ombak" yang datang laksana gulungan angin tajam dan deburan
ombak ganas kandas untuk ke sekian kalinya. Untunglah bahwa pasangan
pendekar tua ini melakukan kerjasama yang saling melengkapi sehingga
membuat Pedang Dewa dan Karang Kiamat seperti dihadapkan dengan kobaran
tungku api dan dinginnya es balok yang saling tumpang tindih.
Jumlah para pendekar persilatan yang meluruk ke Istana Jagat Abadi tidak
sebanding dengan jumlah orang-orang Gunung Welirang. Namun meski kalah
jumlah, kemampuan olah kanuragan dan jaya kawijayan para tokoh silat di atas
rata-rata perampok Gunung Welirang yang notabene berilmu pas-pasan meski
ada di antara mereka yang berilmu lumayan tinggi.
Crass! Crasss ... !!
Jlebb ... jlebb ... !
"Akhhh ... akhhh ... akhhh ... akhhh ... "
Teriakan kematian bagai saling berlomba dengan suara sabetan senjata tajam
yang semakin lama semakin membuncah. Sebentar saja, jumlah orang-orang
Gunung Welirang berkurang dengan cepat.
"Babat terus!!"
"Bantai semuanya ... !"
Teriakan-teriakan para penyerang semakin memberi semangat kawan-kawan
mereka, yang meski ada dari golongan sesat namun untuk sementara waktu
bersatu padu dengan golongan lurus dalam menghadapi lawan.
Melihat anak buahnya kocar-kacir tak karuan, Iblis Muka Seram semakin seram
wajahnya. "Setan belang! Aku tidak bisa membiarkan anak buahku jadi tumbal di tempat
ini!" pikir Ketua Perampok Gunung Welirang. Belum lagi ia bertindak cepat,
sebuah hawa golok nan tajam membabat dari dari atas ke bawah, laku
menelikung ke samping kiri.
Wess ... ! "Setan! Ini jurus kelima yang bernama jurus "Putaran Golok Menyobek
Rembulan"!" desis Iblis Muka Seram.
Laki-laki ini langsung memapaki serangan lawan dengan jurus yang sama.
Jurus "Putaran Golok Menyobek Rembulan" melawan jurus "Putaran Golok
Menyobek Rembulan"!
Criing! Criing!
Dua hawa golok kasat mata saling terjang hingga menimbulkan suara nyaring.
Berulang kali si tangan golok dan Iblis Muka Seram saling tukar jurus-jurus maut.
Si Tangan Golok sendiri merasa geram, karena lima jurus Ilmu "Putaran Golok
Sakti" andalannya ternyata di curi oleh lawan. Bahkan ia merasakan bahwa Ilmu
"Putaran Golok Sakti" yang digunakan oleh Iblis Muka Seram ternyata setingkat
lebih tinggi dari yang dikuasainya. Kakek ini lupa, bahwa sebenarnya
kemampuan aslinya lebih tinggi dua tingkat dari Iblis Muka Seram jika saja
selama beberapa waktu terakhir ini hawa saktinya tidak terhisap oleh Rantai
Setan Penghisap Tenaga Bumi Dan Langit milik Raja Iblis Pulau Nirwana.
"Kalau dibiarkan terus seperti ini, aku bakalan kalah oleh manusia culas ini!"
desis Ki Harsa Banabatta. "Mau dikemanakan mukaku jika sampai tokoh
persilatan tahu kalau aku, Si Tangan Golok kalah oleh pecundang busuk dari
Gunung Welirang ini!"
Wutt! Wess! Kakek ini melesat ke atas saat Iblis Muka Seram sekaligus melepaskan dua
jurus yang berbeda dari Ilmu "Putaran Golok Sakti" curian. Tangan kiri
melepaskan jurus "Putaran Golok Menghalau Badai" dimana serangan ini
dikelebatkan dari atas ke bawah diikuti dengan memutar cepat laksana balingbaling.
Sedang tangan kanan Iblis Muka Seram terlihat mengacung ke atas
diiringi dengan secercah cahaya kilat ungu yang menyambar-nyambar.
Jurus "Putaran Golok Menepis Halilintar"!
Werrr ... !! Cratt! Cratt!
Beberapa tokoh silat yang tidak siap dengan serangan dadakan, berpelantingan
seperti di terjang angin topan dan sebagian tewas dengan tubuh hangus.
"Bangsat!" teriak Tangan Golok saat salah satu kilat ungu menyambar ujung
celana kumalnya.
"Ha-ha-ha! Itu baru ujung celana, sebentar lagi mungkin kepalamu yang
tersambar oleh ilmu andalanmu sendiri!" seru Iblis Muka Seram sambil terus
menerus melancarkan serangannya.
Si Tangan Golok pontang-panting menghindar.
Tapi benarkah Ketua Istana Jagat Abadi ini diam saja di serang lawan begitu
rupa tanpa melakukan serangan balasan"
Jawabnya adalah ... TIDAK!
BAGIAN 28 Meski terlihat pontang-panting seperti itu, tanpa setahu Iblis Muka Seram,
seluruh jari-jari tangan si Tangan Golok sedikit demi sedikit bersemu ungu
kehijauan. Semakin lama semakin jelas. Entah ilmu macam apa yang akan
dikeluarkan oleh Ketua Istana Jagat Abadi ini.
Sementara itu, meski pun kawanan Rampok Gunung Welirang terkenal kejam
dan ganas, namun sekarang ini mereka salah dalam memilih lawan. Lawan
mereka kali ini bukanlah manusia-manusia biasa, bukan orang-orang kelas teri,
tapi justru pendekar-pendekar kelas kakap dari segala aliran dan golongan.
Tak pelak lagi, raungan kesakitan dan disertai jerit kematian semakin sering
terdengar dimana-mana, dengan tubuh-tubuh bergelimpangan yang hampir
seluruhnya adalah rampok ganas ini. Bahkan murid-murid Istana Jagat Abadi
terutama delapan murid utama, mengamuk membabi buta. Bagaimana pun juga
mereka adalah korban yang sebenar-benarnya, korban ketidaktahuan, korban
keserakahan dari orang yang menyamar sebagau guru yang paling mereka
hormati. Trang! Trang! Trang!
Beberapa tokoh silat yang melihat banyak jatuh korban dari pihak lawan,
mengurungkan niatnya memasuki arena pertarungan bahkan banyak di antara
mereka yang menonton sambil berbciara santai. Ada pula yang setelah
menemukan orang yang mereka cari, beranjak pergi dari tempat itu.
Dalam tempo yang tidak begitu lama, tinggal sepuluh arena pertarungan yang
semakin lama semakin sengit.
Raja Jarum Sakti Seribu Racun di keroyok oleh empat pemuda murid Istana
Jagat Abadi, termasuk di dalamnya adalah Jampana, orang yang getol
melempar-lemparkan puluhan pisau-pisau kecil ke arah lawan.
Criing! Criing!
Beberapa kali Jarum Lebah Terbang dan Jarum Laba-Laba Putih saling bentur
hingga menimbulkan denting nyaring dan percikan bunga api. Beberapa kali
pulau pisau kecil Jampana dan jarum-jarum lawan runtuh ke tanah, rupanya
daya lempar keduanya sama-sama kuat!
Belum lagi Ki Wira memperbaiki kedudukannya dari serangan yang baru saja
dilakukannya, sebuah hantaman sekeras palu godam tepat mendarat di
punggungnya.

Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bughh!! "Ughh!"
"Setan belang!" Umpat Ki Wira. "Kalian beraninya main keroyok! Sudah begitu
membokong lagi! Huh, apa ini yang namanya perbuatan pendekar aliran lurus"
Benar-benar memalukan!"
Jampana yang paling cerdik menyahut, "Sobat-sobatku! Apa kita ini seorang
pendekar?"
"Bukan!" jawab Janadesta yang ada di sebelah kiri. Di tangannya memegang
sepasang pisau panjang.
"Lalu ... siapa kita ini?" tanya ulang Jampana.
"Kita berempat ... cuma murid seorang pendekar yang telah ditipu selama dua
tahunan ... " jawab Wataggalih. "Jadi ... wajar kalau kita salah aturan!"
"Tepat! Kita cuma murid!" ujar Jampana sambil tertawa keras diikuti dengan tiga
kawannnya. "Namun, bukankah kalian ini adalah murid-murid pendekar aliran lurus yang
berjuluk Si Tangan Golok" Masa' tingkah kalian begitu rendah?" kata Ki Wira
dengan mata sedikit mendelik.
"Wah ... wah ... ! Ternyata calon bangkai ini sudah rusak gendang telinganya,"
ujar Watanggalih. "Bukankah tadi sudah kukatakan, bahwa kita ini cuma murid!
Jadi .... wajarlah kalau ada salah-salah dikit. Apalagi kalau cuma salah sedikit
mencabvut nyawa keparat sepertimu!"
Belum lagi kata-katanya hilang dari pendengaran, Watanggalih mengayunkan
tangan kanan yang mendadak memancarkan cahaya ungu berkilauan ke arah
leher Ki Wira! Wutt ... !! Ki Wira yang diserang mendadak tidak menjadi gugup. Tubuhnya berputar
setengah langkah ke kiri sambil tangan kanan melakukan gerakan menampar ke
arah pelipis lawan.
Wutt!! Jurus 'Putaran Golok Membelah Bumi' yang dilancarkan Watanggalih meski
belum begitu sempurna namun sudah sanggup memecahkan kepala kerbau
dalam sekali pukul. Akan tetapi dengan cerdik, Ki Wira justru memutar tubuh
mendekat ke arah lawan, memasuki daerah pertahanan si pemuda sambil
melancarkan serangan mematikan!
"Awas serangan jebakan! Ada jarum beracun di lipatan jari tangan!" seru
Janadesta sambil mengayunkan sepasang telapak tangan membabat secara
bersilangan ke arah kaki Ki Wira.
Tentu saja Ki Wira dapat merasakan sebewntuk desakan hawa padat yang
mengarah ke kaki.
"Bangsat!" maki Ki Wira sambil menarik kembali serangan, klalu melenting ke
atas dengan cepat.
Wutt! Wutt! Sett! Sett!
Begitu berada di ketinggian sejarak tiga tombak, Ki Wira memutar tubuh laksana
gasing. Werr! Werr! Jurus 'Ribuan Lebah Mencari Madu' digelar dalam situasi yang tepat.
Empat pemuda itu langsung kelabakan menghindar. Watanggalih yang paling
dekat, segera memutar sepasang tangan, merubah jurus 'Putaran Golok
Membelah Bumi' menjadi perisai tubuh. Namun kali ini yang dihadapi adalah
seorang tokoh kosen yang ahli melempar senjata rahasi dan mahir
menggunakan racun, tentu saja serangannya tidak bisa dianggap main-main.
Jlebb! Jleeb! Meski sanggup mementalkan puluhan jarum, namun beberapa diantaranya
masih lolos. Sepasang tangan Watanggalih langsung gembung bengkak
kehitaman saat enam jarum panjang menancap, dua di tangan kanan dan
sisanya di tangan kiri. Dalam satu tarikan napas, Watanggalih langsung roboh.
Entah pingsan entah mati!
Brughh! "Galih!" teriak Janadesta sambil memburu ke arah sang kawan dan terus dibawa
menjauh. Jampana dan Rupaksa melihat seorang kawan mereka berhasil dirobohkan,
langsung mempergencar ritme serangan. Lontaran pisau kecil di tangan
Jampana dan lesatan kelereng di tangan Rupaksa dimuntahkan bagai hujan
deras. Serr! Serr! Ngiing! Ngiing!
Triing! Tiing! Triiing!
Senjata rahasia di lawan senjata rahasia!
Benar-benar pertarungan yang jarang terjadi di jagat persilatan masa kini!
Sementara itu, Gada Maut yang menggunakan senjata unik pun tidak bisa
berbuat banyak menghadapi gempuran dari murid-murid Perguruan Sastra
Kumala. Wulan dan Gaharu berulang kali berhasil menggoreskan sisi-sisi tajam
badan pedang ke tubuh lawan. Belum lagi dengan sergapan hawa panas yang
acapkali digunakan Tiara dan Tinara. Meski Gada Maut sendiri bukan tokoh
kelas kemarin sore, namun menghadapi tekanan berat itu membuatnya
kelimpungan. "Celaka! Aku harus bisa lolos dari tempat ini! Keadaan sekarang tidak begitu
menguntungkan bagiku!" kata Gada Maut dalam hati. "Aku ada akal!"
Gada Raja Langit Empat Sisi mendadak mengubah taktik serangan dimana
empat gada yang ada di tiap sisi masing-masing sudut terlepas. Jurus 'Empat
Penjuru Merenggut Jiwa' digunakan sebagai bentuk serangan kilat.
Sutt! Syuuut!! Cress! Cress! Tinara yang sedikit terlambat bergerak, tergores pangkal pahanya.
Akan halnya dengan Gaharu hampir saja kehilangan kepala jika tidak cepatcepat
menjatuhkan diri ke tanah, meski ia harus mengorbankan beberapa helai
rambutnya terbabat putus.
"Hampir saja!" desis Gaharu dengan muka seputih kapas.
Begitu serangannya membuat kepungan sedikit merenggang, Gada Maut segera
berkelebat cepat meloloskan diri sambil berseru, "Sampai jumpa lagi, para gadis
cantik yang tolol!"
"Jangan biarkan dia lolos!" teriak Tiara.
Namun belum lagi suara hilang dan belum sempat ia sendiri bertindak lebih
lanjut, sebentuk gumpalan cahaya putih bening telah menghantam Gada Maut
yang saat itu sedang melayang naik berusaha melompati tembok.
Wutt! Glarr ... !
Terdengar ledakan keras saat laki-laki bersenjata gada unik terkena tepat di
bagian punggung.
Tentu saja raga dan jiwa Gada Maut sulit dipertahankan lagi karena pukulan tadi
telah membuat lubang sebesar kepalan tangan yang tembus dari punggung
hingga ke dada.
Brugghh ... ! Setelah meregang nyawa beberapa saat, Gada Maut pun terdiam untuk selamalamanya.
Empat murid Perguruan Sastra Kumala menoleh ke arah sumber pukulan.
Disana, terlihat empat pemuda baju putih berdiri dengan gagah. Dibelakangnya
tergeletak sesosok tubuh perempuan tua yang menjadi lawan mereka. Terlihat
pula Watu Humalang masih dalam posisi tangan kanan terkepal erat membentuk
tinju dengan tangan kiri terentang ke samping. Kaki kanan di tekuk sedikit
sedang kaki kiri lurus ke belakang.
Itulah jurus pembuka Pukulan 'Blubuk Kencana'!
"Maaf! Aku ikut campur urusan kalian!" kata Watu Humalang sambil menarik
kembali sikap jurusnya. "Semoga para sobat cantikku tidak kecewa dan marah
padaku!" "Tidak apa-apa, Kakang Watu! Daripada membiarkan bibit penyakit berkeliaran
dan di kemudian hari kembali menebar bencana, memang lebih baik dilenyapkan
saja," jawab Gaharu sambil bangkit berdiri.
"Terima kasih atas pengertian kalian," kata Gabus Mahesa sambil mendekap
pundak kirinya yang tulangnya patah.
"Lebih baik kita ke pinggir arena sambil mengobati luka dalam," kata Watu
Humalang. Dalam pada itu, Ki Wira pun mengalami nasib sial. Meski berhasil merobohkan
Watanggalih, tapi gagal untuk sisa lawannya. Suatu saat Ki Wira baru saja
melepaskan Jarum Laba-Laba Putih dan Jarum Lebah Terbang dari kiri kanan ke
arah Jampana dan Rupaksa.
Serr! Serr! Sett! Sett!
Dua pemuda baju ungu segera berkelebat menghindar ke belakang, dan saat
melayang itulah, Jampana mengelebatkan tangan kiri ke arah dada laki-laki tua
berbaju kuning kusam.
Wut! Wutt! Settt! Tiga pisau terbang meluncur cepat.
BAGIAN 29 Raja Jarum Sakti Seribu Racun tersenyum sinis melihat cara lawan melempar
yang menurutnya semakin lama semakin lamban.
"Kau kurang bertenaga, anak muda!" bentaknya. "Terima Pukulan "Lebah
Kuning"-ku!"
Dua jari tangan kanan mendorong ke depan.
Wutt! Sebentuk cahaya kuning melesat cepat memapaki datangnya serangan luncuran
pisau terbang. Wesss ... ! Jempana yang diserang balik, tidak menghindar. Akan tetapi justru meneruskan
gerakan tubuhnya melayang turun. Dan bersamaan dengan serangan Pukulan
"Lebah Kuning", Rupaksa dengan sigap menjentikkan jari tangan kiri sebanyak
tiga kali berturut-turut.
Ctiik! Ctiik! Ctiik!
Tiga kelereng melesat membelah udara.
Ki Wira melengak kaget. Tidak dikiranya lawan ternyata tidak malu membokong
dengan melakukan serangan yang datangnya hampir bersamaan dengan dirinya
melepas pukulan sakti. Tanpa pikir panjang lagi, karena yakin dengan pukulan
saktinya yang beracun maut, tangan kirinya melepaskan kembali Pukulan "Lebah
Kuning"! Wess ... ! Duarr ... ! Duarr ... ! Jdduarr ... !
Terdengar suara dentuman keras saat dua Pukulan "Lebah Kuning" saling labrak
dengan pisau dan kelereng. Jelas sekali bahwa meski hanya berukuran kecil,
namun tenaga dalam yang menopang daya luncur pisau dan kelereng cukup
besar. Sett! Begitu kena benturan, tiga kelereng runtuh ke tanah dengan kepulan asap
kuning tipis. Benar-benar pukulan beracun!
Jika kelereng runtuh, tidak untuk pisau terbang milik Jempana, justru benda itu
melesat semakin cepat. Yang paling tengah menerabas bagian tengah lontaran
cahaya kuning dari Pukulan "Lebah Kuning" dan langsung runtuh ke tanah
disertai kepulan asap kuning tipis, namun demikian yang paling atas dan yang
paling bawah justru melakukan liukan tajam.
Sett! Sett! Sepasang pisau merangsek maju ke arah Ki Wira!
"Ehh!?"
Mata tajamnya melihat sebentuk benda panjang tipis mengikat hulu pisau hingga
gerakan pisau dapat dikendalikan oleh si pelempar pisau. Namun
keterpanaannya yang sesaat harus di bayar mahal.
Wutt! Wutt! Jlebb! Jlleeb ... !
Terlambat! Satu pisau terbenam dalam-dalam di dada kiri dan satunya dengan manis
bersarang tepat di ulu hati. Raja Jarum Sakti Seribu Racun terperangah. Tidak
dikiranya bahwa dirinya yang memiliki ilmu ringan tubuh handal, tokoh silat
kenamaan, ahli racun paling top harus menyerah kalah di telapak kaki dua
pemuda ingusan yang tidak terkenal sama sekali!
"Kau ... ?"
Hanya sepatah kata saja, tubuh Raja Jarum Sakti Seribu Racun langsung
limbung ke tanah.
Brughh ... ! Sebelum mencium tanah, nyawa tuanya telah pergi untuk selama-lamanya.
Dengan tewasnya Raja Jarum Sakti Seribu Racun, Gada Maut dan beberapa
tokoh silat bawahan Iblis Muka Seram sudah lebih dari cukup untuk mengetahui
siapa pemenang pertarungan di Istana Jagat Abadi. Tentu saja Tombak Sakti,
Karang Kiamat, Pedang Dewa dan Trisula Kembar ketar-ketir saat tahu satu
demi satu sekutu mereka tewas di tangan lawan.
Tapi tidak untuk Iblis Muka Seram!
Kepala Rampok Gunung Welirang yang melihat lawan terlihat pontang-panting
menghindari lontaran-lontarana hawa golok, tertawa keras penuh kemenangan.
"Ha-ha-ha! Kenapa kau seperti kucing dapur yang ketahuan mencuri ikan asin?"
ejek Iblis Muka Seram sambil mengelebatkan tangan kiri lewat jurus "Putaran
Golok Menghentak Alam".
Wutt ... !! Ki Harsa Banabatta tahu betul kehebatan dari jurus "Putaran Golok Menghentak
Alam", dimana jurus ini memiliki hawa golok yang sanggup memecah menjadi
dua jurusan yang berbeda.
"Manusia keparat! Sudah saatnya aku mengantarmu ke neraka!" desis Si
Tangan Golok. Begitu dua hawa golok serangan dari Iblis Muka Seram sejarak setengah tombak
darinya, tapak tangan Ki Harsa Banabatta yang sekarang ini memancarkan
cahaya ungu kehijauan menggidikkan yang segera mengelebatkan secara
bersilangan sambil berteriak keras, "Untuk pertama kalinya, cicipilah ... jurus
"Putaran Golok Membabat Iblis"!"
Wutt! Wutt ... !
Dua hawa sakti membentuk sepasang golok raksasa warna ungu kehijauan
membelah hawa golok dari jurus "Putaran Golok Menghentak Alam" seperti orang
memotong tahu. Crass ... ! Crass ... !
Jurus "Putaran Golok Membabat Iblis" sebenarnya adalah jurus ke enam dari
rangkaian Ilmu "Putaran Golok Sakti". Jurus paling baru dan belum pernah
digunakan sama sekali oleh Si Tangan Golok dimana jurus ini diciptakan waktu
senggang di dalam penjara bawah tanah. Sedianya akan digunakan untuk
menghadapi Raja Iblis Pulau Nirwana, namun melihat perkembangan yang
terjadi sekarang, mau tidak mau ia harus menggunakan jurus ilmu juga.
Tentu saja Iblis Muka Seram melengak kaget. Dia tahu betul bahwa dalam kitab
curian yang dipelajarinya, tidak ada jurus yang memiliki pancaran hawa tajam
yang dalam jarak tiga tombak saja sudah sanggup membuat bulu kuduknya
meremang. Namun sebagai tokoh hitam kelas atas, insting terhadap bahaya
sudah terasah sempurna. Dengan sigap tangan kanan kiri mengepal, kemudian
diayunkan dengan cepat ke depan setengah lingkaran.
Ilmu yang paling diandalkan laki-laki berwajah serampangan ini digelar juga.
Pukulan yang diciptakan olehnya sendiri dan dinamai sebagai Pukulan "Sabuk
Lebur Gunung"!
Wesss ... wesss ... !
Dua gumpalan coklat kemerahan memapaki hawa golok raksasa.
Duarrrr ... Duarrrr ... !!
Dentuman keras berkesinambungan terdengar membahana, bahkan orangorang
sejarak delapan tombak dari pertarungan antara Iblis Muka Seram dan Si
Tangan Golok pun masih menerima efeknya. Semuanya berpelantingan seperti
disapu badai topan.
Wesss ... ! Beberapa diantaranya tewas dengan tubuh bercerai-berai begitu tersentuh daya
ledak pukulan maut yang saling bertemu.
Untuk sesaat pertempuran terhenti!
Kini ... Semua mata khalayak tertuju pada kepulan asap yang sedikit demi sedikit
memudar. Dalam empat-lima helaan napas, terlihat dengan jelas siapa
pemenangnya. Di sana, satu sosok terlihat berdiri kokoh dengan baju compangcamping
tak karuan. Muka dan seluruh tubuhnya celemongan hitam seperti
pantat kuali yang sudah puluhan tahun tidak dicuci. Dia adalah ...
Iblis Muka Seram!
Di depannya terlihat Si Tangan Golok jatuh berlutut. Tangan kanan mendekat
dada kiri, sedang tangan kanan menopang tubuh tuanya agar tidak rubuh ke
tanah. Dari mulutnya terlihat darah kental menetes seperti anak sungai.
"Guru!" seru beberapa murid Istana Jagat Abadi, bahkan Jempana, Rupaksa dan
beberapa murid yang lain dengan berani berlari menyongsong sang guru yang
sudah hampir dua tahun ini hilang tanpa diketahui rimbanya.


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jempana dan Rupaksa membantu gurunya berdiri.
"Terima ... kasih ... "
Ketua Istana Jagat Abadi memandang Iblis Muka Seram dengan tatapan aneh.
"Kau ... me ... mang hebat, so ... bat! Aku pu ... as mati di ... ta ... ngan ... mu ... "
ucap Iblis Muka Seram dengan terputus-putus.
Begitu ucapannya selesai, sebuah ledakan kecil terjadi.
Blammm! Tubuh Iblis Muka Seram langsung hancur menyerpih membentuk sayatansayatan
kecil hingga mirip sekali dengan daging cincang gosong dimana-mana.
"Kau adalah lawanku yang paling tangguh ... sobat Iblis Muka Seram," kata lirih
Ketua Istana Jagat Abadi. "Hanya sayang ... kau berada di jalan kesesatan."
"Guru, lebih baik kita masuk ke dalam aula pengobatan dulu," potong seorang
murid utama sambil membimbing gurunya yang sering disebut si Kumis Harimau,
karena memang kumisnya panjang dan jarang-jarang namun tebal dan hitam
legam. "Jempana! Rupaksa! Kau urus disini."
"Baik, Kang!"
Namun, baru saja berjalan beberapa tindak, semua suara mengagetkan semua
orang yang ada di tempat itu.
"Kalian tidak bisa pergi begitu saja dengan nyawa masih melekat di tubuh!"
Suara itu menggema hingga ke seantero Istana Jagat Abadi. Gema suara
memantul-mantul hingga membuat telinga seperti ditusuk-tusuk dengan jarum.
Entah bagaimana caranya, secara hampir bersamaan semua orang yang ada di
tempat itu berjatuhan lemas seperti karung basah!
Brughh! Brughh! Brughh!
Beberapa orang berjatuhan tanpa sebab.
"Ha-ha-ha ... !"
Belum lagi tersadar dengan apa yang terjadi, kembali berjatuhan orang-orang
yang ada di tempat itu, terutama sekali orang-orang yang menyerang Istana
Jagat Abadi hampir sembilan bagian telah terkulai lemas.
"Celaka! Cepat kalian semua lari!" teriak Ki Gegap Gempita.
Begitu mendengar kata "lari", sontak semua orang yang masih sehat segera
berlarian tanpa pikir panjang. Namun semuanya terlambat. Baru saja mereka
berniat lari, semua orang yang tersisa justru berjatuhan tanpa sebab, termasuk
pula para pengikut Iblis Muka Seram.
Benarkah semua orang terjatuh lemas tanpa sebab"
Tidak! Karena Tombak Sakti, Karang Kiamat, Pedang Dewa dan Trisula Kembar masih
berdiri di tempat masing-masing, hanya lawan mereka saja yang jatuh terkulai
lemas. Sebenarnya ... apa yang terjadi"
Suara tawa yang terdengar oleh semua orang yang ada di tempat itu adalah
sejenis totokan yang dikerahkan melalui suara. Jarang sekali ditemui ada tokoh
sakti yang sanggup melakukan totokan seperti ini.
"Celaka ... kita semua tertotok," keluh Ketua Perguruan Sastra Kumala.
"Kita tertotok?" tanya Jalak Siluman dari Perkumpulan Titian Langit.
"Benar."
Jalak Siluman hanya geleng-geleng kepala di tanah saja.
"Kenapa kau geleng-geleng kepala?" tanya orang di sebelahnya.
"Tidak kusangka bahwa lawan yang kujumpai kali ini benar-benar berilmu tinggi,"
jawab masgul si pemuda.
Sebuah suara tanpa wujud kembali menggema.
"Tombak Sakti, Karang Kiamat, Pedang Dewa dan kau ... Trisula Kembar!
Kenapa kalian diam saja" Apa yang kalian tunggu! Bantai mereka!"
"Siap, Ketua!" kata empat orang itu serempak.
Namun, belum lagi niat terlaksana, sebuah suara keras terdengar, "Hentikan!"
Bersamaan dengan suara itu, sebentuk cahaya ungu kecil berbentuk anak panah
terlihat melesat cepat.
Wusss ... ! Karena tidak tahu siapa yang melepas serangan berbentuk anak panah itu,
empat orang bawahan Raja Iblis Pulau Nirwana tidak berani gegabah. Mereka
berloncatan menghindar. Pikirnya, daripada korban nyawa sia-sia, lebih baik
mengorban calon korbannya.
Benar-benar manusia licik!
Akan tetapi, cahaya ungu kecil tidak memang menyerang mereka, tapi justru
menerjang ke arah beberapa tokoh silat yang bergeletakan seperti sampah
ditebarkan angin. Tentu saja mereka yang dituju hanya bisa pasrah, selain
memekik lirih tanpa sanggup menggerakkan tubuh.
Dess ... dess ... dess ... !
Enam orang langsung diselimuti cahaya ungu transparan. Namun dalam satu
helaan napas, mereka bisa menggerakkan anggota tubuh bahkan ada yang
sanggup berdiri.
"Dasar tolol! Hadang anak panah itu!" bentak suara tanpa wujud.
Empat orang itu langsung berloncatan berusaha menghadang laju anak panah.
Wutt! Wutt ... !
Seolah memiliki indra penglihatan, anak panah itu sanggup meliuk-liuk bagai ular
menyusup di rerumputan.
Dess ... dess ... dess ... !
Kali ini Si Tangan Golok, Nyi Tirta Kumala, Ki Gegap Gempita dan beberapa
tokoh silat terbebas dari totokan aneh. Akan tetapi, kali ini sedikit berbeda dari
sebelumnya. Mereka yang terbebas terakhir kali tidak sanggup menggerakkan
kaki, namun dari pinggang ke atas bisa bergerak bebas. Mungkin karena harus
meliuk-liuk tadi membuat daya kesaktian cahaya ungu kecil berbentuk anak
panah melemah. Dess ... ! Dan pada orang ke lima belas, cahaya ungu kecil berbentuk anak panah
langsung hilang tak berbekas.
Slappp ... ! Begitu cahaya ungu kecil berbentuk anak panah hilang, kembali meluncur
sepasang cahaya ungu berbentuk anak panah yang ukurannya dua kali lebih
besar dari sebelumnya.
"Cepat! Cegah cahaya keparat itu sebelum semua orang terbebas dari totokan!"
kembali suara tanpa wujud memberi perintah.
Empat orang kembali berserabutan berusaha menghadang.
Wutt! Wutt ... !!
Tentu saja, orang-orang yang sudah terbebas dari totokan tidak akan
membiarkan sepasang cahaya ungu berbentuk anak panah yang bisa
membebaskan mereka dari totokan suara, musnah begitu saja. Beberapa orang
berloncatan menghadang. Namun kembali terjadi keanehan. Meski mereka
memang bisa bergerak bebas, akan tetapi ilmu kesaktian yang mereka miliki
belum pulih. Benar-benar gawat!
Kali ini, sepasang anak panah ungu tidak menerjang ke arah orang-orang yang
tertotok, tapi justru mengarah ke sebatang pohon yang berada tidak begitu jauh
dengan pintu gerbang Istana Jagat Abadi.
"Bangsat!" maki suara tanpa wujud.
Sepasang anak panah ungu melayang cepat di sertai liukan tajam lalu menukik
ke bawah terus bergulung-gulung beberapa kali sebelum akhirnya melesat ke
atas. Werr ... werr ... werr ... werr ... !
BAGIAN 30 Semua mata memandang ke arah sepasang anak panah ungu yang terbang ke
sana kemari dengan kecepatan kilat seakan-akan sedang memburu setan.
Kembali terdengar suara makian keras.
"Kurang ajar! Siapa yang berani main-main denganku!?" suara tanpa wujud
terdengar seperti lalu lalang di berbagai tempat.
Nyi Tirta Kumala seolah mengerti sesuatu, hingga tanpa sadar ia bergumam,
"Aku mengerti sekarang."
"Apa yang kau mengerti, Nyi Tirta?" tanya Ki Gegap Gempita.
"Sepasang anak panah ungu itu sedang memburu sosok tanpa wujud yang
selama ini kita yakini sebagai Raja Iblis Pulau Nirwana," sahut Nyi Tirta Kumala
dengan mata tak lepas dari benda ungu yang berkelebatan seperti rajawali
mengejar kawanan tikus.
"Begitukah?"
"Menurutku begitu. Aku yakin bahwa ada orang di belakang kita yang
mengetahui letak sosok tanpa wujud dari Raja Iblis Pulau Nirwana," kata Ketua
Perguruan Sastra Kumala. "Kita lihat saja hasilnya."
Tiba-tiba saja sepasang anak panah ungu berhenti, seperti tertahan sesuatu di
tengah udara kosong.
"Kena!!" bentak satu suara nyaring. "Kau hebat, Kakang Jalu!"
Dari nadanya, jelas dia seorang perempuan yang masih muda.
Belum lagi suaranya lenyap, terdengar suara desisan keras seperti air ketemu
api. Ssssshh ... ! Bluuubb!
Terlihat gumpalan asap ungu pekat menutupi ruang di udara kosong sejarak dua
tombak, kemudian terlihat melayang turun ke tanah.
Pyarrr ... ! Begitu menyentuh tanah, gumpalan asap ungu pekat langsung pecah
berantakan. Satu sosok tubuh terlihat berdiri dengan dua tangan terlipat di depan dada. Yang
membuat aneh adalah sisi kanan tubuhnya berwarna biru dengan pancaran
hawa dingin sedang sisi kiri tubuhnya berwarna merah pekat dengan pancaran
hawa panas, bahkan seluruh bajunya juga terlihat sama dengan sosok raga
orang ini. Selain keanehan pertama, ternyata masih diikuti dengan keanehan yang
lainnnya. Baju yang dikenakannya jelas-jelas baju seorang gadis, tapi sosoknya
tidak mendukung dengan baju yang dipakainya. Terlebih lagi sebaris kumis tebal
terlihat melintang di bawah bibirnya yang tipis kemerahan. Jelas dengan adanya
kumis segedhe singkong bisa dipastikan dikatakan dia seorang laki-laki tulen,
namun bibir tipis kemerahan jelas hanya dimiliki oleh perempuan yang dalam
porsi seperti itu bisa dikategorikan cantik. Apalagi dengan wajah halus licin yang
mirip dengan wanita serta raut muka bulat telur dan sepasang alis indah plus
mata jeli, sungguh-sungguh bertolak belakang dengan suara berat laki-laki.
Belum lagi dengan satu keanehan yang lain. Di bagian dada terlihat sebuah
tonjolan seperti halnya gunung kembar milik para gadis yang tumbuh dengan
subur makmur, bahkan belahan dada dan bentuknya pun sangat menggiurkan
kaum laki-laki. Penuh dan berisi!
Benar-benar "penampilan" yang mengerikan!
Beberapa orang terkejut melihat penampilan aneh sosok manusia jadi-jadian ini
dan berkata dalam hati, benarkah sosok ini yang mengaku sebagai Raja Iblis
Pulau Nirwana" Sosok yang paling mereka takuti hanyalah seorang ... banci!"
Benar-benar memalukan!
"Anak muda! Kau benar-benar berilmu tinggi!" kata laki-laki aneh ini. "Kau pantas
mati di tanganku!"
"Benarkah?" terdengar suara lantang dari arah pintu penjara. "Jangan-jangan
justru banci sinting sepertimu yang terbang duluan ke neraka!?"
Belum lagi suaranya hilang, satu sosok pemuda baju biru dengan tongkat hitam
di tangan berdiri dalam jarak satu tombak. Dibelakangnya mengikuti gadis cantik
baju hijau. Siapa lagi mereka berdua jika bukan Jalu Samudra alias Si Pemanah
Gadis dan Beda Kumala adanya.
"Kau yang bernama Raja Iblis Pulau Nirwana?"
"Akulah orangnya."
"Sebelum pertanyaan yang lain, aku punya satu pertanyaan untukmu," tanya
Jalu Samudra. "Bisa kau jawab?"
"Apa yang ingin kau ketahui?"
"Kau ini laki-laki atau perempuan?"
"Awalnya aku laki-laki, tapi jika bukan karena kau dengan seenaknya
memutuskan rantai sakti yang sanggup menyedot tenaga dalam unsur air dan
api dari para tawananku, satu dua hari aku sudah berubah jadi gadis cantik
jelita," jawab Raja Iblis Pulau Nirwana dengan ketus.
"Oh ya?"
"Dan aku yakin, pemuda setampan kau pasti akan terpikat padaku," katanya
dengan suara sedikit direndahkan seperti suara wanita.
Hampir muntah rasanya saat Beda Kumala mendengar suara Raja Iblis Pulau
Nirwana yang dibuat mendayu-dayu.
"Belum tentu juga!" tukas Jalu, pendek.
"Kenapa kau katakan belum tentu" Lihat saja tubuhku sekarang ini, sembilan
bagian sudah seperti gadis usia dua puluhan tahun ... "
"Dasar raja goblok!" bentak Beda Kumala. "Mana ada orang buta bisa melihat!?"
Raja Iblis Pulau Nirwana tersentak. Sebuah ingatan tersirat di otaknya.
"Pantas saja dia sanggup memusnahkan Ilmu "Halimun Alam Langit". Jika bukan
orang buta, tidak mungkin ada orang yang sanggup menetralkan ilmu kesaktian
yang selama ini aku pakai," katanya dalam hati. Tiba-tiba sebersit pikiran
singgah di kepalanya. "Jangan-jangan dia ... " Lebih baik aku lihat dulu Ilmu
"Tatar Sukma Memindah Hawa"!"
Sekejapan kemudian ...
"Ternyata memang dia! Pemuda ini membekal suatu benda yang bisa
membuatku ketakutan dan tewas jika tersentuh olehnya. Aku harus bisa
menghancurkan benda itu!" pikir Raja Iblis Pulau Nirwana. "Sosok gaib harimau
putih belang hijau, ular hitam besar bermahkota dan seekor burung raksasa
warna emas terlihat jelas sekali. Pemuda ini benar-benar berbahaya sekali. Ilmu
"Dewi Air Penakluk Api" tidak berguna jika sampai tersentuh ke tiga sosok gaib itu
sekaligus."
Belum lagi Jalu Samudra bertanya lebih lanjut, dua buah kekuatan tinju dan
telapak yang dahsyat seperti gemuruh ombak samudra dan muntahan lahar
gunung berapi langsung menerjang dari depan.
Jalu sendiri juga kaget diserang mendadak seperti itu. Kalau tak melihat dengan
mata kepala sendiri, sulit dipercaya di dunia ini ada gabungan tinju dan telapak
yang begitu dahsyat.
Woshhh ... woshhh ... !
Dengan sigap, Jalu menggerakkan jurus ringan tubuh yang paling ia diandalkan.
Jurus "Kilat Tanpa Bayangan" dengan serta merta menggerakkan tubuh pemuda
bertongkat hitam dengan lesatan laksana kilat sambil menyambar Beda Kumala
yang berada tepat dibelakangnya.
Lapp ... ! Kesigapan lawan membuat Raja Iblis Pulau Nirwana meradang, apalagi dua
serangan kilatnya salah sasaran dengan menghantam dinding sisi selatan.
Jdarrr! Blarrr ... !
"Beda, kau sanggup menghadapi empat cecunguk itu?" tanya Si Pemanah
Gadis. "Biar mereka bagianku," sahut Beda Kumala, lalu dengan gerakan manis gadis
itu menggeliat seperti ulat bangun kesiangan dan melesat cepat ke arah empat
orang bawahan Raja Iblis Pulau Nirwana sambil berseru keras, "Empat cecunguk
mau mampus! Akulah lawan kalian!"
Tanpa banyak kata, Beda Kumala langsung dikerubuti empat tokoh silat
golongan atas itu.
Sementara itu, kemarahan Raja Iblis Pulau Nirwana semakin memuncak. Sudah
beberapa kali serangan tinju dan tapaknya meleset. Kemarahan manusia banci
itu membangkitkan keinginan untuk membunuh, keinginan membunuh itu
memaksa mengeluarkan kekuatan yang sesungguhnya ...
Benar-benar marah!
Walau jurusnya belum dikeluarkan, hawa dingin menggelora dan panasnya
sudah menyebar ke segala penjuru. Sontak panas dingin saling bergantian tindih
menindih. Sesaat udara berubah drastis, menjadi arus hawa yang sanggup
menggulung lawan.
Benar-benar amat menyesakkan dan menggetarkan jiwa!
Srrrr! Bweshh ... !
Wuuzzz! "Dasar banci gila! Dia benar-benar berniat membunuhku! Ada silang sengketa
apa aku dengannya?" gerutu Jalu Samudra sambil meningkatkan Ilmu "Tenaga
Sakti Kilat Matahari" hingga tingkat tujuh. Segera saja, cahaya kilat merah kebirubiruan
menggeletar menyelubungi seluruh tubuh pemuda baju biru.
Tentu saja sepak terjang dua muda-mudi ini menjadi pusat perhatian dari semua
khalayak yang ada di situ. Beberapa orang yang telah terbebas dari totokan
aneh, segera menyingkirkan teman-teman mereka agar tidak terkena salah
sasaran pukulan sakti yang kemungkinan besar akan mewarnai jalannya
pertarungan. "Pemuda itu ... " desis Nyi Tirta Kumala. " ... dia sanggup menahan serangan
Raja Iblis Pulau Nirwana! Siapa sebenarnya dia?"
Mata nenek tua itu nanar memandang sosok pemuda buta yang kini saling
serang dengan Raja Iblis Pulau Nirwana. Momok yang telah menawannya


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga hampir dua tahun lamanya.
Kemudian mata tua itu beralih pada sosok baju hijau yang kini sedang adu
nyawa dengan empat orang tokoh silat sekaligus, yang ia tahu bahwa andaikata
dirinya melawan salah seorang dari mereka membutuhkan waktu lama untuk
merobohkannya. "Darimana muridku bisa memiliki ilmu aneh seperti itu?" desisnya lagi dengan
geleng-geleng kepala. "Unik dan luar biasa sekali."
Akan tetapi melihat kenyataan sekarang ini, ia semakin terheran-heran melihat
Beda Kumala, muridnya sanggup menahan gempuran empat orang sekaligus.
Bahkan terlihat sekali, gadis murid Perguruan Sastra Kumala ini sanggup
mengungguli dan memukul balik para lawannya!
Benar-benar luar biasa!
Saudara-saudara seperguruan Beda Kumala sendiri sampai terbengong
melompong melihat perbedaan yang menyolok dengan saudara seperguruan
mereka. "Aku tidak salah lihat, "kan?" tanya Wulan Kumala. "Itu ... Beda?"
"Mulanya aku berpikir itu orang lain," sahut Sari Kumala. " ... namun melihat
lagak lagunya dia memang Beda Kumala. Lihat saja gaya bertarungnya. Khas
sekali." "Tapi ... darimana ia dapat ilmu yang bisa mengeluarkan benang-benang perak
itu?" tanya heran Ratih Kumala. "Perasaan di perguruan kita tidak ada ilmu
seperti itu."
Semua orang yang baru mengenal Beda Kumala dan Jalu Samudra terheranheran.
Tidak dikiranya dua orang yang membebaskan mereka dari ruang penjara
bawah tanah ternyata memiliki berilmu tinggi. Kasak-kusuk tentang siapa adanya
dua muda-mudi perkasa pun berdengung seperti lebah mau kawin. Semua
bergulir begitu saja, mengalir seperti air.
Sebagai tokoh tua yang sering berkelana di rimba persilatan, Ketua Aliran Danau
Utara pun angkat bicara.
"Dalam tahun-tahun belakangan ini, aku menyirap kabar tentang munculnya lima
pendekar muda yang cukup diperhitungkan para tokoh persilatan dari delapan
penjuru mata angin," tutur Ki Gegap Gempita sambil mengamati pertarungan
antara Si Pemanah Gadis dengan Raja Iblis Pulau Nirwana.
"Siapa saja mereka itu?" tanya Si Tangan Golok dengan masgul.
BAGIAN 31 "Delapan tahun yang lalu, muncul seorang pemuda bernama Paksi Jaladara
yang dijuluki sebagai Pendekar Elang Salju yang sekarang ini menjabat sebagai
Ketua Muda Istana Elang," jawab Ki Gegap Gempita. "Itu orang yang pertama."
"Maksudmu ... pemuda yang berhasil memenangkan perebutan gelar pendekar
di puncak Gunung Tiang Awan, namun justru ia melepaskannya gelar
kehormatan itu dan diberikan pada Pendekar Tombak Putih?" tanya si pendek
katai di samping kiri Ketua Aliran Danau Utara.
"Tepat. Meski ia tidak menyandang gelar pendekar lagi, namun para tokoh tua
sepakat menyematkan gelar Pendekar Kehormatan pada Paksi Jaladara," tutur
Ki Gegap Gempita.
"Lalu ... siapa yang kedua?"
"Murid mendiang Malaikat Tangan Petir yang dijuluki si Dewa Geledek," sahut Ki
Gegap Gempita. "Yang ketiga adalah seorang pemuda yang selalu memakai
rompi kulit binatang bersenjatakan seruling panjang berlubang sebelas dan
memiliki tunggangan seekor rajawali hijau raksasa yang bernama Jatayu.
Julukannya ... Rajawali Dari Utara."
"Terus ... siapa orang yang ke empat, Ki?" kejar yang paling belakang dengan
rasa tertarik yang tinggi.
"Setahuku, dia adalah seorang jago muda yang dijuluki Kalajengking Berambut
Emas," tutur Ki Gegap Gempita. "Kalian pasti kenal dengan tokoh hitam yang
bergelar Bajak Laut Berambut Merah, bukan?"
"Aku tahu siapa dia!" seru Jalak Hutan yang di pojok.
"Jadi ... dia tokoh muda aliran hitam?"
"Tidak."
"Tidak?"
"Ya! Sebab Bajak Laut Berambut Merah telah tewas enam belas tahun lalu dan
muridnya hanya ditinggali sebuah kitab bernama Kitab Sastra Hijau dan kita
patut bersyukur meski dia murid tokoh aliran hitam, namun ia berjalan di jalan
kebenaran!" lanjut Ki Gegap Gempita.
Semua orang yang ada di tempat itu saling pandang.
Siapa yang tidak kenal dengan empat tokoh muda yang disebutkan oleh Ki
Gegap Gempita. Pendekar Elang Salju, tentu saja mereka tahu siapa adanya sosok pemuda sakti
yang memiliki dua istri cantik jelita yang juga memiliki kesaktian pilih tanding.
Belum lagi dengan Empat Pengawal Gerbang Istana Elang yang dipilih sesuai
dengan garis nasib dan takdir mereka. Nama Empat Pengawal ini sama
terkenalnya dengan Ketua mereka. Ketua Istana Elang inilah yang pada delapan
tahun lalu berhasil mengungkap siapa dalang pembunuhan terhadap Pendekar
Gila Nyawa, yang ternyata didalangi oleh orang keturunan setengah setan
setengah manusia yang bernama Pangeran Nawa Prabancana.
Belum lagi dengan murid mendiang Malaikat Tangan Petir yang dijuluki Dewa
Geledek. Tentu semua orang persilatan sangat-sangat tahu tentang sepak
terjang Dewa Geledek yang berhasil meruntuhkan benteng kekuatan aliran hitam
yang waktu itu berusaha mengacaukan jagat persilatan wilayah selatan. Bahkan
datuk persilatan yang dijuluki Toya Raja Kera Putih harus merelakan nyawanya
melayang di bawah tebasan Pedang Urat Geledek sang pendekar. Dalam
pertempuran itu, ia saling bahu membahu dengan tokoh muda berjuluk
Kalajengking Berambut Emas.
Akan halnya Rajawali Dari Utara, baru tiga-empat tahun belakangan ini ia
muncul ke permukaan, ikut meramaikan kancah dunia persilatan. Entah siapa
gurunya tidak ada yang mengetahui dengan pasti. Ilmu silatnya cukup aneh dan
jarang-jarang tokoh silat papan atas mengetahui sumber kesaktian dari Rajawali
Dari Utara ini.
"Lalu .. siapa tokoh muda yang ke lima, Ki?"
Ki Gegap Gempita menghela napas sebentar, lalu berkata, "Yang ke lima ...
namanya baru muncul dua tahun terakhir ini. Dia seorang pendekar bermata
buta. Menurut kata sobat Nelayan Dari Laut Utara, pemuda ini menguasai
sebuah ilmu kesaktian langka yang paling dicari di rimba persilatan."
"Maksudmu ... ?"
"Ilmu Sakti "Mata Malaikat"!" kata Ketua Aliran Danau Utara, mantap.
Rata-rata orang yang ada di tempat itu terlonjak kaget!
Benarkah apa yang dikatakan si Kitab Pengelana ini"
Mana mungkin ilmu yang sudah ratusan tahun hilang kini bisa muncul kembali"
Kok bisa" " ... dan menurut ciri-ciri yang diberikan sobat Nelayan Dari Laut Utara padaku,
pemuda bernama Jalu Samudra itulah orangnya," sambung Ki Gegap Gempita.
"Dan menurutku secara pribadi, dialah murid tunggal Dewa Pengemis ... "
Kaget untuk pertama kali, kata orang adalah biasa. Tapi kalau terus-terusan
kaget, bisa sakit jantung namanya. Hal itu kembali terjadi pada para tokoh silat
yang ada di tempat itu. Tatapan mata mereka nanar, mengarah pada sosok
bayangan biru yang bergerak dengan kecepatan kilat yang saling desak dengan
bayangan biru-merah lawan.
"Hanya saja ... " suara Ki Gegap Gempita terputus sendiri.
"Hanya saja apa, Ki?"
"Dia punya julukan aneh," sahut laki-laki berbaju putih kucel itu.
"Julukan aneh"Apa Aki mengetahuinya?"
Laki-laki itu mengangguk pelan.
"Apa?"
"Aku malu mengatakannya."
"Katakan saja. Toh dia pula yang telah menolong kami lepas dari rantai setan
itu," tandas si laki-laki bertongkat panjang.
"Sebutkan saja, kawan!"
"Tak perlu malu-malu lah!"
"Ia digelari ... Si Pemanah Gadis," kata Ki Gegap Gempita pada akhirnya.
Beberapa orang tercekat. Bahkan ada yang mengulum senyum, namun ada pula
yang tertawa tanpa suara. Tidak sedikit yang langsung tertawa tergelak-gelak
mendengarnya. "Julukan kok aneh," celetuk si botak klimis. "Biasanya orang memakai julukan
yang mentereng atau malah menakutkan pihak lawan yang mendengarnya.
Pemanah Sakti Tanpa Tanding misalnya. Atau kalau perlu Pemanah Maut
Bermata Buta. Lha ini, julukan kok Si Pemanah Gadis" Memangnya gadis mana
yang mau ia panah" Orang buta saja pakai gelar sembarangan!"
Mendengar celetukan itu, beberapa orang langsung tertawa geli, bahkan ada
yang terbahak-bahak.
"Meski gelarnya sembarangan, tapi ilmu kesaktian yang dimilikinya tidak
sembarangan," bela laki-laki bertongkat panjang. "Ingat! Dia telah menolong kita
semua! Camkan itu!"
"Yeah! Aku juga tahu itu! Ngga perlu naik pitam begitulah," kata si botak klimis
tanpa mau disalahkan.
Sementara itu, pertarungan terpecah menjadi dua tempat.
Dengan menggunakan tenaga saktinya yang telah meningkat pesat, Beda
Kumala sanggup menahan gempuran empat lawannya sekaligus.
Hitung-hitung pertarungan kali ini sebagai uji coba ilmu barunya!
Plakk! Plakk! Pedang Dewa dan Karang Kiamat terjajar beberapa langkah ke belakang saat
ujung pedang dan kepalan tangan pasangan nyleneh ini saling bentur dengan
telunjuk kanan kiri murid Perguruan Sastra Kumala.
"Edan! Seluruh jaringan syarafku seperti digigit oleh puluhan ulat," desis Pedang
Dewa sambil menekankan ujung pedang ke tanah hingga amblas sampai separo
lebih. "Dapat kesaktian darimana gadis ini" Aku yakin di perguruannya tidak ada
bentuk tenaga seperti ini."
Sedang karang kiamat yang terdorong agak jauhan, jatuh bergulingan saat
tubuhnya secara tidak sengaja kakinya tersandung satu sosok mayat.
Brukk! Tubuhnya tanpa dapat dicegah, langsung terhumbalang jatuh.
"Keparat!" maki karang kiamat sambil menendangkan kaki kirinya.
Bughh! Wutt! Mayat itu langsung meluncur cepat ke arah Beda Kumala.
Mengetahui serangan datang dari arah yang tidak diduganya, Beda Kumala
segera menggerakkan jurus "Ulat Sutera Memintal Benang" dimana ujung-ujung
jari seperti orang menunjuk-nunjuk sesuatu disertai dengan langkah kaki yang
kadang bergeser ke kiri kanan, namun anehnya pergeseran kaki tetap
menyentuh tanah. Belum lagi dengan badan yang melejit-lejit seperti cacing
kepanasan meski posisi kaki tetap berada di tanah.
Sett! Wreett! Dari ujung jari kanan keluar larikan panjang serabut-serabut putih keperakan.
Srepp! Srepp! Seperti digerakkan oleh ratusan ulat yang sedang memintal benang, sosok
mayat yang di lemparkan oleh Karang Kiamat dalam sekejap telah dibungkus
seluruhnya, persis seperti pocongan.
Wutt ... ! Tidak berhenti di situ saja, Beda Kumala segera menarik cepat bungkusan mayat
dengan gerak sendak pancing diarahkan ke Tombak Sakti.
Duess ... ! Darrr ... !
Tombak baja di tangan Tombak Sakti langsung bengkok!
Akan halnya bungkusan mayat hancur luluh membentuk debu-debu putih yang
beterbangan seperti layaknya debu ditiup angin.
Tombak Sakti sendiri langsung terpental jauh ke belakang disertai semburan
darah kental kehitaman keluar dari mulutnya.
"Gadis sundal! Kau harus rasakan Pukulan "Dewa Edan"-ku ini!" teriak Tombak
Sakti sambil tangan kanan menyusut darah yang menetes.
Jari-jari tangan kiri tombak sakti mendadak berubah menjadi lima warna
sekaligus! Namun belum sempat Pukulan "Dewa Edan" terlontar, jari kanan gadis cantik
baju hijau kembali memuntahkan benang-benang perak ke arah Tombak Sakti.
Masih dengan jurus yang sama, kembali Beda Kumala berniat mengulang
kesuksesan membungkus Tombak Sakti seperti yang dilakukan pada mayat
sebelumnya. Sett! Wreett! Yang diserang kaget bukan alang kepalang!
Kecepatan datangnya serangan terlalu amat sangat sehingga Tombak Sakti
hanya sanggup melotot matanya yang segedhe jengkol, lupa bahwa di tangan
kirinya telah siap dengan jurus Pukulan "Dewa Edan" yang telah siap ditunjukkan
kehebatannya. Namun kesadarannya sudah terlambat!
Rett! Retttt!! Dalam satu helaan napas saja, seluruh tubuh Tombak Sakti sudah terbungkus
rapat. "Selamat jalan ke neraka!" desis Beda Kumala.
Begitu dilakukan gerakan sandal pancing, sosok tubuh Tombak Sakti terlontar ke
atas dan langsung meledak diiringi suara dentuman.
"Aaaahhh ... !!"
Buummm ... !! "Tombak Sakti ... !" seru Trisula Kembar melihat rekannya hancur menjadi debu
putih. Trisula Kembar begitu syok melihat tombak sakti tewas. Meski sering perang
mulut, namun hanya Tombak Sakti sajalah sebenarnya orang yang paling
sejalan dengan dirinya.
"Aku akan membalaskan dendammu, sobat ... " desis Trisula Kembar sambil
menggenggam erat sepasang trisulanya, katanya, "Gadis setan! Hutang nyawa
bayar nyawa! Aku mau menuntut bela pati untuk sahabatku!"
Trisul kembar langsung menerjang cepat.
Wutt ... ! Wutt ... !
Kibasan sepasang trisula yang menerbitkan angin dingin membuat Beda Kumala
harus berpikir cermat dalam menghadapi lawan kali ini.
"Menghadapi orang gila harus dengan cara orang waras. Kalau aku ikut-ikutan
gila, wah ... bisa berabe, nih!" pikir Beda Kumala sambil berjumpalitan
menghindari terjangan lawan.
Begitu Trisula Kembar menyerang, Pedang Dewa dan Karang Kiamat mengikuti
langkah sang kawan. Jika tangan kanan Pedang Dewa menggunakan Ilmu
Pedang "Mayapada Beku", suatu ilmu pedang yang mengutamakan kecepatan
gerak, ilmu pedang yang bisa mendahului serangan lawan dengan pancaran
hawa pedang, diikuti serangan yang sebenarnya dilancarkan.
Syuuut! Sutt ... !
Tangan kiri Pedang Dewa melancarkan jurus-jurus pukulan sakti hingga arena
pertarungan menjadi semakin ramai dan semarak.
Bumm! Blarrr ... !
Ilmu "Kepompong Ulat Sutera Perak" yang digunakan oleh Beda Kumala benarbenar
luar biasa. Benang-benang suteranya bisa berubah sekeras baja dan
kadang kala bisa selembut kain sutera.
Criing! Criiing!
Terdengar suara nyaring saat benang sutera beradu dengan kulit Karang Kiamat
yang menggunakan Ilmu "Karang" tingkat tinggi hingga benar-benar keras seperti
batu karang. Seluruh tubuh pemuda yang kini bermata buta menjadi semakin
merah kehitaman, layaknya batu karang yang tertimpa sinar matahari selama
puluhan tahun. "Kau tidak akan bisa menembus Ilmu "Karang"-ku, cah ayu!" ejek Karang Kiamat.
"Menyerah sajalah!"
"Aku tidak percaya ilmu kebalmu tidak bisa ditembus dengan senjata apa pun!"
kata Beda Kumala sambil memutar tubuh seperti gasing, melenting ke atas.
Wusss ... ! Gadis itu benar-benar melayang-layang di udara dengan posisi ke bawah di
bawah! Di atas ketinggian, Beda Kumala menggerakkan ke dua tangan di atas kepala,
memulai jurus ke dua Ilmu "Kepompong Ulat Sutera Perak" yang bernama jurus
"Belitan Ulat Sutera Jahat". Sepasang tangannya membuat gerakan tangan
bertolak belakang. Tangan kiri membuat gerakan kotak-kotak berulang kali dan
tangan kanan membentuk gerak melingkar berulang-ulang.
Sett! Sett! Dua gulungan benang perak beda bentuk menerabas daerah pertahanan
Pedang Dewa dan Karang Kiamat.
Criiing! Criing!
Pedang Dewa sendiri langsung memainkan jurus "Fajar Di Tengah Kabut" untuk
memutus benang perak yang membentuk kotak, yang kini seperti membesar
membentuk sebuah penjara seluas dua tombak kali dua tombak dan turun dari


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas dengan cepat.
Crakk! Crakk! Brakk! Begitu menyentuh tanah, penjara benang perak bergerak mengecil dengan
sendirinya. Rett! Tentu saja Pedang Dewa kelabakan mendapati dirinya terkurung dalam penjara
aneh yang bisa bergerak mengecil dengan sendirinya.
"Setan belang! Masakan pukulan saktiku tidak bisa meruntuhkan penjara busuk
ini!" teriak Pedang Dewa kalang kabut.
"Heaaaa ... !"
Duarr! Jdarr! Glarr!
Puluhan kali pukulan sakti yang dilontarkan oleh Pedang Dewa membentur
penjara benang perak. Namun hasilnya sungguh diluar dugaan. Jangankan
koyak seperti yang dibayangkan oleh Pedang Dewa, putus sehelai pun tidak!
Semakin lama, penjara benang perak semakin kecil. Hingga akhirnya ...
"Toobbaaaaatttt ... !!"
Crass ... crasss ... !!
Teriakan kematian Pedang Dewa begitu membuat miris orang-orang yang ada di
tempat itu. Apalagi tubuh laki-laki dengan tabiat aneh ini tercacah-cacah seperti
daging cincang.
Sungguh kematian yang mengerikan!
Jerit kematian Pedang Dewa datangnya hampir bersamaan dengan jerit lengking
Karang Kiamat. Kekasih Pedang Dewa ini juga mengalami nasib yang tidak
begitu jauh beda. Hanya bedanya, jika Pedang Dewa penjaranya berbentuk
kotak, justru Karang Kiamat dipenjara benang perak berbentuk tabung. Merasa
dirinya kebal segala jenis senajat tajam dan pukulan maut, tidak terbertik sedikit
pun di kepala pemuda buta itu untuk mempertahankan hidupnya seperti yang
dilakukan oleh Pedang Dewa. Karang Kiamat lupa satu pepatah kuno yang
berbunyi "bahwa diatas langit masih ada langit dan diatas gunung masih ada
gunung". Di saat punggungnya terasa perih, barulah ia menyadari bahwa dirinya salah
perhitungan! Crass ... crasss ... !!
Kematian yang sama pun diterima oleh Karang Kiamat.
Trisula Kembar yang kini sendirian, nyalinya langsung kuncup. Tanpa banyak
kata, ia langsung balik badan. Mengambil jurus paling aman. Jurus yang paling
terkenal di kalangan pengecut.
Jurus langkah seribu!
"Huh! Kau boleh pergi! Tapi tinggalkan dulu nyawamu disini!" bentak Beda
Kumala. Di udara, gadis itu segera meniup telapak tangan kiri-kanan bergantian.
Lima bentuk hawa padat bergulung-gulung setajam pedang melesat cepat ke
arah larinya Trisula Kembar yang kini sejarak dua tombak dari pintu gerbang.
Inilah jurus yang bernama jurus "Lima Ulat Sutera Mengukur Baju Pengantin"!
Jurus yang sekarang ini digunakan oleh si gadis segera bekerja.
Crass! Crass! Sepasang kaki Trisula Kembar tepat di bagian lutut terpisah dari tempatnya.
"Aaaahhh ... !!"
Jerit kesakitan terdengar memilukan.
Crass! Crass! Kali ini, sepasang tangan pun putus sebatas bahu.
"Aaaahhh ... !! Aaaaggghhh ... !! Ampunnn ... !!"
Kembali jerit kesakitan terdengar, bahkan kini semakin memilukan di telinga
siapa saja yang mendengarnya. Tubuh Trisula Kembar hampir terjatuh ke tanah
saat sebuah tebasan cepat mengenai lehernya.
Crasss! Selesai sudah penderitaan yang dialami Trisula Kembar untuk selama-lamanya!
Jlegg! Beda Kumala melayang turun. Mata indahnya memandang "hasil buah
tangannya". Ada rasa penyesalan dalam hati gadis itu melihat bahwa ilmu yang
ia miliki ternyata sebuah ilmu yang telengas bahkan cenderung sadis dan ganas.
"Tak kukira bahwa Ilmu "Kepompong Ulat Sutera Perak" yang diberikan Kakang
Jalu begini menakutkan. Entah bagaimana dengan tujuh jurus lainnya," desah
lirih Beda Kumala. "Aku harus lebih bijaksana menggunakan ilmu ini."
BAGIAN 32 Kembali ke pertarungan antara Jalu Samudra dan Raja Iblis Pulau Nirwana.
Sebelum hari ini --bagi Raja Iblis Pulau Nirwana yang selama puluhan tahun
malang melintang di rimba persilatan secara tersembunyi-- kalau ada orang yang
dalam dua jurus sudah bisa memaksanya mengeluarkan jurus pamungkas, dia
pasti mendengus saja, bahkan kalau perlu tertawa sampai menangis. Namun
hari ini, pada akhirnya dia tahu kalau hal ini bisa menjadi kenyataan.
Selain sama sekali tidak lucu atau menggelikan, bahkan cenderung menakutkan!
Dan yang lebih menjengkelkannya, yang sanggup memaksanya kali ini cuma
orang buta! Jdarr! Derr!! Berulang pukulan-pukulan sakti yang dilancarkan oleh Si Pemanah Gadis dan
Raja Iblis Pulau Nirwana saling serang dan saling tumbuk hingga mengakibatkan
beberapa bagian Istana Jagat Abadi menjadi lebur menjadi debu terkena
pukulan nyasar dan tanah terbongkar disana-sini.
Jalu Samudra sendiri selain bergerak cepat dengan jurus "Kilat Tanpa Bayangan"
dengan beraninya memapaki serangan lawan.
Plakk! Plakk! Glerrr ... !! Raja Iblis Pulau Nirwana dibuat kaget saat Pukulan "Api Dendam Kegelapan" dan
Pukulan "Tongkat Es" di tahan dengan mudah oleh si pemuda buta.
"Gila! Pemuda macam apa lawanku sekarang ini?" Raja Iblis Pulau Nirwana
berdesis. "Hawa tenaga dalam yang digunakan untuk menahan dua pukulanku
barusan seperti sengatan petir dan hawa panasnya seperti panggangan terik
mentari." Sementara itu, melihat dua jenis pukulan yang baru saja digunakan oleh sosok
momok persilatan itu membuat beberapa orang yang ada di tempat itu
terperanjat kaget.
"Bukankah itu ... Pukulan "Api Dendam Kegelapan" tingkat akhir?" seru si gundul
klimis dengan raut muka tidak percaya. "Bagaimana mungkin pukulan saktiku
bisa dikuasainya, bahkan lebih sempurna dan lebih dahsyat dari yang aku
kuasai?" "Bukan hanya itu kawan! Lihat tangan kirinya! Benda panjang yang
memancarkan sinar redup itu adalah Pukulan "Tongkat Es"! Ilmu andalan
perkumpulanku," desis kawannya sebelah kiri.
Terdengar suara kaget dimana-mana kala Raja Iblis Pulau Nirwana mengumbar
pukulan-pukulan maut yang ternyata adalah salah satu dari ilmu andalan dari
orang-orang yang pernah menjadi tawanan di penjara bawah tanah Istana Jagat
Abadi. Bahkan Nyi Tirta Kumala sendiri pucat wajahnya waktu Pukulan "Jambu
Surya" yang hanya dimiliki Perguruan Sastra Kumala dengan entengnya
dilontarkan begitu saja oleh raja banci itu.
Kitab Pengelana atau Ketua Aliran Danau Utara geleng-geleng kepala
melihatnya banyak orang terkejut saat ilmu-ilmu andalan perguruan atau
perkumpulan mereka di umbar seenaknya oleh Raja Iblis Pulau Nirwana,
katanya, "Rupanya raja banci itu berniat menguasai rimba persilatan dengan
cara mencuri ilmu-ilmu sakti dari tiap perguruan, perkumpulan mau pun orangorang
yang dianggap memiliki berilmu tinggi. Benar-benar manusia yang
berbahaya."
Desss!! Derrr ... !
Si Pemanah Gadis menambahkan satu tingkat lagi. Sontak seberkas cahaya biru
keemasan menyelimuti sosok pemuda baju biru.
Tingkat ke delapan dari Ilmu "Tenaga Sakti Kilat Matahari"!
Pyarrr ... !! Begitu mencapai tingkat delapan penuh, Jalu Samudra berkelit cepat sambil
menerobos masuk daerah pertahanan dari Raja Iblis Pulau Nirwana yang baru
saja melepaskan jurus "Ranting Merah".
Wutt ... ! Derr!!
Lawan langsung tersentak melihat pemuda bertongkat hitam telah sejarak
setengah tombak dari dirinya!
Jurus "Anak Kepiting Menggoyangkan Empat Kaki" menggedor keras dada
dengan telak. Bughh! Bughh! Duuesss ... ! Raja Iblis Pulau Nirwana langsung melayang jauh terkena empat tendangan
beruntun sekaligus. Beruntunglah bahwa Ilmu "Dewi Air Penakluk Api" yaitu
sejenis ilmu yang merupakan inti sari dari imu-ilmu kesaktian para tokoh
persilatan yang berhasil dicernanya sudah dalam tataran tinggi hingga begitu
serangan si Pemanah Gadis masuk, sembilan bagian langsung dinetralisir
hingga tidak membahayakan jiwa.
Tanpa banyak kata, kembali si pemuda memburu cepat sambil menggerakkan
tongkat di tangan kanannya dalam jurus "Kepiting Membersihkan Sisik Ikan"!
Cratt! Cratt! Baju dua warna yang dipakai oleh Raja Iblis Pulau Nirwana koyak di beberapa
bagian, namun hasilnya sungguh di luar dugaan murid tunggal Dewa Pengemis.
Jangankan sobek, kulit yang ada di bagian baju yang tersentuh ujung tongkat itu
lentur laksana karet dan lunak bagaikan bulu ayam.
Lapp! Jalu Samudra yang melihat dua serangan kilatnya tidak membuahkan hasil,
bergerak mundur menjauh.
"Hemm! Banci sinting ini terlalu hebat! Tingkat ke delapan tidak sanggup
merobohkannya," pikirnya sambil membelintangkan tongkat di belakang
punggung. "Entah seberapa tinggi kesaktian yang dimilikinya. Apakah "18 Jurus
Tapak Naga Penakluk (Xiang Long Shi Ba Zhang)" harus kugunakan sekarang?"
Terlihat jelas kebimbangan tergambar di wajah tampan Jalu Samudra antara
menggunakan ilmu pamungkas atau tidak. Bagaimana pun juga, ilmu "18 Jurus
Tapak Naga Penakluk (Xiang Long Shi Ba Zhang)" terlalu berbahaya bagi orang
sekitarnya. Terutama efek daya ledak yang seringkali menggelora.
"Jika dilihat kemungkinannya, memang tidak ada jalan lain!" desis Jalu pada
akhirnya. "Namun aku harus berusaha seminimal mungkin mengatasi daya
ledak. Kasihan orang-orang yang tidak bersalah."
"Hi-hi-hik! Bagaimana anak muda!" Kau menyerah?" suara Raja Iblis Pulau
Nirwana berubah menjadi suara perempuan. Genit dan manja. "Kau tidak akan
mampu menembus Ilmu "Baju Besi Merak" yang telah menyatu raga denganku."
Dalam hatinya ia memaki panjang pendek, "Bangsat! Sedari tadi tidak satu pun
jurus atau ilmu yang sanggup aku sadap dari pemuda ini, naga-naganya Ilmu
"Peniru Gerak" gagal. Aku merasakan adanya suatu kekuatan gaib yang
melindunginya dan memberikan daya tolak. Hanya jurus miring-miring macam
orang gila saja yang bisa aku sadap! Huh! Buat apa jurus tidak berguna itu?"
"Ilmu "Baju Besi Merak"!?" desis Kitab Pengelana mendengar jenis ilmu yang
disebutkan lawan si pemuda buta baju biru. "Celaka dua belas!"
"Ada apa dengan ilmu itu, sobat" Mengapa kau begitu kaget begitu
mendengarnya?"
"Ilmu "Baju Besi Merak" adalah sebuah ilmu sakti yang pada ratusan tahun lalu
dimiliki oleh Iblis Mara Kahyangan. Ilmu ini menyerupai ilmu kebal segala macam
senjata dan pukulan sakti. Konon kabarnya, Iblis Mara Kahyangan sendiri hanya
sanggup sampai ke tingkat lima belas dari dua puluh tingkat yang ada," tutur
Kitab Pengelana. "Entah darimana manusia satu itu bisa memiliki ilmu sesat itu?"
"Benar-benar berbahaya kalau begitu!" ujar si Tangan Golok. "Apa ada tokoh
silat yang sanggup menandinginya pada jaman dulu?"
"Tidak ada!"
"Tidak ada?" tanya heran si Tangan Golok. "Masa" dari sekian ribu pendekar
dunia persilatan tidak ada satu pun yang melawannya?"
"Kalau yang melawannya ... banyak! Bahkan sampai membuat persekutuan
pendekar. Tapi yang sanggup menandingi atau seimbang dengannya ... tidak
ada!" jawab Kitab Pengelana.
"Terus ... bagaimana sampai ia bisa mati?" kejar si Tangan Golok penasaran.
"Dari apa yang aku dengar, Iblis Mara Kahyangan mati karena usia tua!" jawab
Ki Gegap Gempita.
"Gendeng!"
"Apakah Iblis Mara Kahyangan punya murid?" sela Nyi Tirta Kumala.
"Hingga menjelang kematiannya ... ia tidak memiliki satu pun murid yang
mewarisi semua kesaktiannya, Nyi."
Di arena pertarungan, Raja Iblis Pulau Nirwana terus saja mengumbar
keangkuhan. "Anak muda! Jika kau bergabung denganku, maka ... seluruh ilmu kesaktian
yang aku miliki akan aku turunkan kepadamu lengkap dengan kekuasaan
tunggal ditanganmu," kata Raja Iblis Pulau Nirwana membujuk. "Bagaimana?"
"Huh, buat apa kekuasaan tunggal kalau toh pada akhirnya dimusuhi banyak
orang," jawab Jalu Samudra. Lalu dua jari telunjuk dan tengah diacungkan ke
depan membentuk huruf "V". "Aku kan orang cinta damai! Ngga mau, ah!"
Melihat lagak tengil pemuda di depannya, membuat Raja Iblis Pulau Nirwana
meradang gusar.
"Buta tolol! Diberi kekuasaan justru meminta kematian! Aku kabulkan
keinginanmu!" bentak Raja Iblis Pulau Nirwana.
Ilmu "Dewi Air Penakluk Api" dibagi menjadi dua sifat ilmu yang berbeda yaitu
Ilmu "Dewa Api Membakar Dunia" yang membersitkan hawa panas membara dan
Ilmu "Dewi Air Memusnahkan Bumi" yang memancarkan hawa dingin yang
mengalir. Sosok tubuh Raja Iblis Pulau Nirwana sisi kanan menerbitkan sinar
biru berhawa dingin yang semakin tebal, demikian pula dengan sisi kiri tubuhnya
berwarna merah pekat dengan pancaran hawa panas semakin menggelora.
Woshhh ... wosshh ... !!
Pancaran hawa sanggup mendesak para tokoh persilatan bergerak menjauhi
kalangan pertempuran. Beda Kumala yang memiliki tenaga dalam tinggi pun
dibuat mengempos hawa tenaga perlindungan, bahkan sampai-sampai
menggunakan jurus ke tujuh dari Ilmu "Kepompong Ulat Sutera Perak" yang
bernama jurus "Benang Sutera Menahan Hawa" dimana jurus ini sanggup
melingkupi area sejauh sepuluh tombak di kiri kanan gadis cantik mungil dari
Perguruan Sastra Kumala ini.
Sementara itu, mayat-mayat yang ada di tempat itu langsung membeku dengan
diselimuti butir-butir es dan sebagian lagi terbakar hangus begitu saja tanpa
terkena sengatan panas membara.
"Gila! Dia benar-benar bertaruh nyawa rupanya," desis Jalu Samudra, lalu ia
sisipkan tongkat kayu hitam ke pinggang. "Langsung saja ke tingkat sembilan!"
Baru saja ia mengambil sikap, sebuah suara mengiang di telinganya.
"Muridku! Jangan kau gunakan tingkat akhir Ilmu "Tenaga Sakti Kilat Matahari"!
Terlalu berbahaya bagimu dan orang-orang sekitar!"
"Lalu apa yang harus saya lakukan, Guru?" bisik Jalu Samudra mengenal pemilik
suara tanpa ujud.
Siapa lagi jika bukan Dewa Pengemis adanya"
"Muridku! Gunakan Ilmu "Tapak Sembilan" pada jurus "Perisai Roh" berturut-turut
dengan "Sesekali Mengendarai Enam Naga (Shi Cheng Liu Long)", "Naga
Bertempur Di Alam Liar (Long Zhan Yu Ye)" dan terakhir "Naga Terbang Di
Langit (Fei Long Zai Tian)"!" perintah suara tanpa wujud. "Cepat lakukan!"
"Baik, Guru!" meski dalam hatinya ia sempat bertanya-tanya, "Aneh! Kenapa
Guru justru memintaku mengerahkan jurus "Perisai Roh?" Apakah manusia
setengah jadi ini membekal senjata gaib" Ah, bodo amat! Manut ajalah!"
Jalu segera menudingkan jari telunjuk kanan ke atas sedang telunjuk kiri
menuding ke bawah, lalu di putar didepan dada hingga posisi jari telunjuk
berganti posisi.
Ratt! Hawa lembayung dari jurus "Perisai Roh" segera membungkus rapat sosok Si
Pemanah Gadis. BAGIAN 33 Jurus "Perisai Roh" adalah jurus pelindung berbentuk perisai yang menyelimuti
seluruh tubuh si pemilik, terutama untuk melindungi rohnya dari berbagai
serangan gaib atau pun serangan dari bangsa gaib. Bahkan jurus ini mampu
mementahkan berbagai senjata gaib.
Criing!! Terdengar suara dentingan nyaring kala sosok Raja Iblis Pulau Nirwana dengan
langkah lambat-lambat mendekat Jalu Samudra yang kini diselimuti sebentuk
hawa lembayung.
Srekk ... srekk ... crkk!!
Suara gesekan antara dua jenis hawa yang saling bertolak belakang
menimbulkan gema yang ternyata sanggup membuat gendang telinga bagai
disodok jarum beku dan ditusuk lidi api silih berganti.
"Aneh! Kenapa rasa takutku semakin membuncah?" pikir raja banci sambil terus


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meningkatkan hawa saktinya. "Apa sebenarnya yang dimiliki bocah buta ini" Aku
jadi penasaran sekali!"
Begitu sejarak tiga tombak dari lawan, Raja Iblis Pulau Nirwana telah sempurna
mengerahkan Ilmu "Dewi Air Penakluk Api" hingga tahap tertinggi.
Tahap dua puluh tujuh!
Tentu saja kekuatan yang dimiliki perempuan setengah jadi ini tidak bisa
dianggap main-main. Seantero wilayah Istana Jagat Abadi bagai di kepung
hamparan sinar biru temaram sarat hawa dingin menusuk tulang yang saling
tumpang tindih dengan hamparan cahaya merah pekat yang justru sarat dengan
hawa panas menggelora.
Swoshh ... swoshhh ... !!
Jilatan hawa panas yang ada kalanya meletupkan api, membuat beberapa orang
tokoh silat semakin menyingkir keluar lebih menjauh cari selamat, bahkan pintu
gerbang pun di buka lebar-lebar saat pertarungan tingkat tinggi antara Jalu
Samudra alias si Pemanah Gadis dengan Raja Iblis Pulau Nirwana telah
menggunakan pukulan-pukulan berbahaya. Beruntunglah bahwa jurus "Benang
Sutera Menahan Hawa" yang digunakan oleh Beda Kumala untuk sementara
sanggup bertahan dari terpaan dua hawa beda sifat ini.
"Gila! Hawa lembayung yang dikerahkan pemuda ini membuatku merasa
gentar," desis Raja Iblis dalam hati. "Tidak! Aku tidak boleh membiarkan rasa
gentar merasuki diriku! Aku adalah raja diraja yang akan menguasai seluruh
jagat persilatan di muka bumi ini! Batu sandungan seperti ini tidak ada artinya!"
Craakk ... crakkk!!
Saat jilatan api mulai bersentuhan dengan tabir lembayung, terdengar suara,
"Cess ... !"
Jilatan api seperti di tamper balik oleh tangan kasat mata.
"Edan!" desis Raja Iblis Pulau Nirwana. "Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus
menyerangnya lebih dahulu! Harus!"
Tangan kanan di dorong ke depan lambat-lambat, diikuti dengan dorongan
tangan kiri. Wutt! Wuss!! Sebentuk bola api diikuti bola es ukuran segede gajah langsung melesat cepat.
Derrr!! Kontan, dua bola serangan Raja Iblis Pulau Nirwana langsung bentrok dengan
tabir lembayung.
Dari balik tirai lembayung, Si Pemanah Gadis segera mendorong telapak tangan
kanan sedikit mendongak ke atas dengan lima jari tangan terpentang lebar
sedang tangan kiri membentuk tapak. Inilah gerak pembuka dari jurus "Sesekali
Mengendarai Enam Naga (Shi Cheng Liu Long)"!
"Hworagghhh ... !!"
Dari balik tabir lembayung melesat enam sosok hawa naga biru keemasan
berukuran kecil yang saling memilin di udara dan langsung menggempur ke arah
Raja Iblis Pulau Nirwana!
Srakk! Sraak!! Semua orang yang melihat melesatnya keluar enam sosok hawa naga biru
keemasan di buatnya terpana.
"Luar biasa sekali pemuda itu," desis Nyi Tirta Kumala.
"Benar-benar mengagumkan!" seru si Tangan Golok tanpa malu-malu.
Beberapa murid Perguruan Sastra Kumala pun di buat berdecak kagum. Tidak
terbersit di benak mereka bahwa pemuda yang beberapa waktu lalu sempat
dicemooh sebagai orang buta yang biasa-biasa saja, bahkan sempat diantara
mereka mempermainkan si buta, ternyata memiliki tingkat olah kanuragan yang
puluhan kali lipat di atas mereka.
Apalagi Ratih Kumala dan Tinara Kumala, yang baru menyadari kalau
sebenarnya dulu itu mereka ternyata "dikerjain" habis-habisan oleh Jalu
Samudra! "Ratih, apa kau menyadari sesuatu?" bisik Tinara.
"Ya!"
"Apa!?"
"Kita berdua telah dikerjain sama si Jalu!" desis Ratih Kumala dengan muka
merah merona. "Dasar Jalu brengsek! Dengan tingkat kesaktian setingkat dewa,
mata buta sudah tidak berguna lagi baginya. Aku tidak terima!"
"Kau tidak terima?" tanya Tinara, heran. "Cieeehh! Memangnya kau mampu
melawannya?"
"Mampu atau tidak ... itu urusan belakangan. Yang penting dia harus menerima
buah akibat perbuatannya," kata Ratih Kumala. "Awas kau, nanti ya?"
Meski dengan nada mengancam, namun sinar matanya justru begitu mesra!
Weleehh ... ! Sementara itu, Raja Iblis Pulau Nirwana yang tidak menyangka dirinya diserang
dengan enam sosok hawa naga biru keemasan yang ternyata memiliki pancaran
panas membara yang tidak kalah dengan yang dimilikinya, tidak membuatnya
gugup. Sebagai tokoh sakti mandraguna yang telah lama malang melintang di
rimba persilatan segera mengambil langkah antisipasi. Sepasang tangannya
yang sarat hawa maut segera menggebrak dengan Pukulan "Palu Dewa Patah
Hati" secara beruntun!
Rett! Rettt!! Akibatnya ... Derrr ... blarrr ... glarrr ... !!
Sulit sekali dikatakan dengan kata-kata akibat pertemuan antara Pukulan "Palu
Dewa Patah Hati" dengan enam sosok hawa naga biru keemasannya Jalu
Samudra. Yang jelas, dalam jarak dua puluh tombak lebih seperti dilanda gempa
bumi skala besar. Belum lagi dengan suara ledakan keras layaknya petir
menyambar bumi.
Brakk! Brakk! Beberapa bagian dinding istana jebol. Pohon-pohon bertumbangan tersapu
angin. Beberapa orang terlempar akibat terjangan daya getar yang begitu kuat,
bahkan ada diantara mereka yang tewas seketika tanpa sempat menjerit-jerit
dulu dikarenakan terkena efek ledakan.
Hawa naga biru keemasan tercerai-berai.
Hawa api dan air dari Pukulan "Palu Dewa Patah Hati" juga tidak jauh beda.
Sesuai perintah Dewa Pengemis, tanpa menunggu jeda terlalu lama, sepasang
tapak tangannya di arah ke tanah sedang kaki kanan di tarik ke belakang. Kali ini
jurus "Naga Bertempur Di Alam Liar (Long Zhan Yu Ye)" di gelar.
"Hworagghhh ... !!"
Kembali terdengar raungan keras membahana kala sesosok hawa naga dengan
ukuran empat kali lipat dari sebelumnya melesat keluar dari balik tirai
lembayung. Begitu keluar dari balik tirai, tanah yang dilewati hawa naga bagai di
keduk dengan bajak raksasa.
Srakk! Srakk! "Huh! Kau masih main-main dengan hawa nagamu, anak muda!" seru Raja Iblis
Pulau Nirwana. "Terima Pukulan "Tangan Dewa Dewi"-ku ini!"
Belum lagi selesai ia berkata, tangan kiri dan kanan didorongkan ke depan
secara bersamaan.
Wutt! Wutt! Sebentuk hawa panas dingin merah biru berbentuk sepasang telapak tangan
raksasa menghadang ke arah hawa naga yang dilancarkan si Pemanah Gadis.
Bllamm ... ! Meski hanya terdengar satu dentuman keras, namun efeknya dua kali lipat dari
sebelumnya. Sebagian aula Istana Jagat Abadi hancur lebih menjadi debu, tembok dan
dinding menyerpih. Belum lagi dengan semakin banyak jumlah korban tak
bersalah yang tewas mengenaskan.
Raja Iblis Pulau Nirwana sendiri terseret hingga dua tombak ke belakang!
Bahkan jurus "Benang Sutera Menahan Hawa" terkoyak!
"Semua menghindar sejauh mungkin! Pergi dari tempat ini!" Beda Kumala
berteriak keras kala desakan hawa panas dingin sanggup menjebol jurus
pertahanannya. Belum lagi suara teriakan menghilang, puluhan orang
berkelebatan menyelamatkan selembar nyawa mereka.
"Jurus terakhir!" perintah suara tanpa wujud. "Cepat lakukan! Aku akan
membantumu!"
Tanpa menjawab, Jalu Samudra yang masih diselimuti tabir lembayung melesat
ke atas. Wesss ... !! Dari atas ketinggian, kaki kanan si Pemanah Gadis ditekuk membentuk sudut
siku sedang tangan kiri di angkat sejajar kepala. Akan halnya tangan kanan
mendorong maju ke depan. Jurus inilah yang dinamakan sebagai jurus "Naga
Terbang Di Langit (Fei Long Zai Tian)"!
"Hworagghhh ... !!"
Kembali suara raungan naga terdengar keras hingga sanggup menggetarkan
seluruh wilayah Istana Jagat Abadi, bahkan beberapa tokoh silat harus duduk
bersila sambil mengerahkan tenaga dalam untuk mengurangi daya desak yang
sanggup membobol pecah isi kepala mereka.
Sedang di angkasa, tampak sesosok naga biru keemasan sedang meliuk-liukkan
badannya yang panjang dengan sorot mata merah tajam.
Sedagn di bagian bawah, Raja Iblis Pulau Nirwana tercekat saat melihat dua
sosok gaib yang berada di samping kiri kanan sang naga yang sedang meliukliuk
di angkasa. Sosok gaib harimau putih belang hijau dan seekor burung raksasa warna emas!
"Itu dia! Itu dia!" desis Raja Iblis Pulau Nirwana. "Aku tidak boleh menyerah! Jika
harus mati, maka pemilik dari tiga sosok gaib ini harus menyertaiku ke alam
baka!" Raja banci ini segera mengempos seluruh tenaga sakti yang dimilikinya. Kali ini
Ilmu "Dewa Api Membakar Dunia" yang membersitkan hawa panas membara dan
Ilmu "Dewi Air Memusnahkan Bumi" yang memancarkan hawa dingin yang
mengalir serta seluruh ilmu kesaktian dipertaruhkan dalam satu serangan!
Pada liukan ke tiga, sosok naga biru keemasan beserta dua sosok gaib
pendampingnya meluruk ke bawah laksana sambaran kilat.
Crakkk! Crakk!! Syattt ... !!
Lawan yang juga telah siap dengan dua ilmu saktinya, mengangkat sepasang
tangannya ke atas.
Jdarrr! Jdarrr ... blammm ... glarrr ... !!
Sulit sekali diucapkan dengan kata-kata bagaimana keadaan saat itu.
Semua serba mengerikan hingga membuat bulu kuduk berdiri semua.
Nggegirisi! Bagaimana tidak"
Benturan demi benturan daya kesaktian ke dua belah pihak saling terjang satu
sama lain hingga terdengar ledakan dimana-mana. Belum lagi dengan sisa-sisa
buncahan panas dingin yang ternyata sanggup memporak-porandakan daerah
sekitarnya. Korban tidak berdosa kembali berjatuhan terutama sekali merekamereka
yang berilmu rendah langsung hancur menyerbuk (nggak menyerpih
lagi). Debu-debu tebal panas dingin menutupi pandangan mata hingga sulit sekali
menentukan siapa di antara dua orang petarung kelas tinggi ini yang tergeletak
tanpa nyawa. Tiba-tiba, secara samar dari balik kepulan debu memancarkan cahaya putih,
merah dan biru terang.
Sring! Hanya sekejapan saja, lalu lenyap!
Begitu debu-debu luruh ke bumi, terlihatlah semua apa yang sebenarnya terjadi.
Sembilan bagian Istana Jagat Abadi hancur luluh!
Di pelataran sendiri terlihat kubangan besar yang kemungkinan besar bisa dihuni
sepuluh gajah bunting ukuran jumbo sekaligus. Apalagi dengan kedalaman
kubangan besar yang diperkirakan mencapai tiga tombak.
Beberapa tokoh silat baru berani mendekat setelah mata mereka tidak melihat
sosok Raja Iblis Pulau Nirwana di tempat semula ia berdiri angkuh.
"Kemana dia?" tanya di botak klimis sambil celingak-celinguk. "Apa sudah mati?"
"Siapa yang kau maksud?"
"Si banci itu."
"Mungkin sudah mampus jadi debu," sahut si kurus dari Perkumpulan Titian
Langit. Sementara itu, beberapa anak murid Perguruan Sastra Kumala --terutama sekali
Beda Kumala-- segera memburu ke arah Jalu Samudra yang sedang duduk
bersila di tepi kubangan besar. Tanpa malu-malu lagi, Beda Kumala mengusap
darah yang menetes dari sudut bibir dengan ujung jari tangannya.
Entah kemana perginya baju biru yang dipakainya hingga seluruh tubuh pemuda
yang sekarang matang biru kehitaman terlihat dengan jelas.
"Dia terluka cukup parah," kata hati Beda Kumala.
Tiba-tiba saja terjadi suara keajaiban. Mendadak saja, tubuh Jalu Samudra
berubah menjadi ungu transparan.
"Eh!?" Beda Kumala berseru kaget hingga tersurut mundur beberapa tindak.
Namun hanya dua helaan napas saja, warna ungu transparan lenyap. Luka
matang biru kehitaman hilang tanpa bekas. Yang tertinggal hanya sosok pemuda
buta yang duduk bersila!
Beberapa saat kemudian, Jalu membuka mata.
"Kakang!!"
Beda Kumala langsung menghambur dalam pelukan si pemuda.
Pelukan hangat sarat kerinduan!
Beberapa orang pemuda yang melihatnya memberikan sorot mata aneh. Ada
rasa tidak enak atau semacamnya yang mendadak menggelayuti isi hati mereka.
Cemburukah"
Tidak ada yang tahu dengan pasti!
Namun mereka harus berbesar hati, bagaimana pun juga sosok pemuda buta itu
adalah bintang penolong mereka.
"Mana lawanku tadi?" tanya Jalu sambil membalas pelukan Beda Kumala.
"Entah, Kang! Aku tidak tahu!"
"Beda," kata Jalu, lirih.
"Ehmm?"
"Lepaskan pelukanmu, dong."
"Kenapa?" sahut Beda sambil memeluk erat. "Tidak mau?"
"Bukannya tidak mau! Liat tuh! Banyak orang begini! Malu, neng!"
"Biarin aja! Bodo amat!" sahut Beda Kumala, malah kini pelukan semakin
diperketat. "Tapi aku capek duduk begini terus, lalu kau peluk kencang-kencang seperti ini,"
kata Jalu. Sambil bersungut-sungut manja, si gadis melepaskan pelukannya sambil
berkata, "I ya deh ... I ya."
BAGIAN 34 Tamat
"Kau benar-benar luar biasa, anak muda!" kata si botak klimis. "Entah murid
siapa kau ini, tapi yang jelas ... rimba persilatan sekarag telah aman dengan
kalahnya Raja Iblis Pulau Nirwana di tanganmu. Aku benar-benar salut.
Terimalah salam hormatku!"
Si botak klimis segera menjura diikuti dengan beberapa orang yang lain.
Jalu sendiri hanya cengar-cengir sambil usap-usap hidungnya yang tak gatal.
"Paman! Jangan dibesar-besarkan," kata Jalu Samudra sambil ikut-ikutan
menjura ke arah si botak klimis. "Jadi malu rasanya."
"Anak muda bernama Jalu! Sebenarnya aku ingin ngobrol panjang lebar
denganmu. Namun aku tidak bisa lama-lama meninggalkan kelompokku," tutur si
botak klimis. "Jika ada waktu, kapan-kapan mampirlah ke pondokku di puncak
Bukit Tengkorak."
Tanpa menunggu jawaban, si botak klimis langsung berkelebat pergi.
Wutt!! Beberapa tokoh silat yang ada di tempat itu berpamitan satu persatu, terutama
sekali dari golongan sesat sudah angkat kaki sebelum pertarungan babak
terakhir selesai. Namun tidak seluruhnya meninggalkan tempat itu, beberapa
diantaranya membantu rekan-rekan mereka yang terluka. Ada yang menggali
lubang besar untuk mengubur mayat-mayat yang berserakan, meski sebagian
besar sudah tidak utuh lagi bentuknya karena tergerus daya hancur akibat
pertarungan antara Raja Iblis Pulau Nirwana dengan si Pemanah Gadis.
"Hei! Benda apa ini?" teriak seorang laki-laki dengan baju kelabu compangcamping.
Semua mata menengok ke arah datangnya suara.
Ternyata dari tengah-tengah kubangan tanah!
Terlihat di sana, seorang laki-laki dengan baju kelabu compang-camping sedang
duduk mencangkung sedang tangan kanan yang memegang tombak pendek
tanpa menusuk-nusuk ke arah sebuah benda berbentuk huruf "S" terbalik. Benda
berbentuk huruf "S" ini cukup aneh, dimana memiliki dua sisi, warna biru di
separoh bagian tengah dan sisanya berwarna merah.
Triing! Criing!
Saat tersentuh ujung tombak, serangkum hawa panas-dingin merambat ke
dalam gagang tombak hingga si pemilik mengkernyitkan alis.
"Mungkinkah senjata pusaka?" gumamnya. "Jika benar, betapa beruntungnya


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku! Aku ambil saja dari pada keduluan yang lain!"
Tangan kirinya terjulur maju.
"Jangan dipegang!" teriak Jalu Samudra, namun terlambat!
Bluuub! Blushh ... !
Tubuh laki-laki berbaju kelabu compang-camping langsung terbakar di sisi kiri
dan sisi kanan dingin mengkristal. Dan tentu saja, tanpa sempat berteriak sama
sekali, ia tewas seketika!
"Aduh, celaka! Kenapa aku bisa sampai lupa?" keluh si Pemanah Gadis sambil
menepuk jidat. "Memangnya kenapa, Jalu?" tanya Nyi Tirta Kumala, heran. "Apanya yang
terlupa?" "Sebentar, Nyi! Saya harus mengamankan benda itu dulu! Berbahaya jika ada
orang yang mencoba mengambilnya."
Tanpa menunggu jawaban, Jalu Samudra melayang turun ke bawah,
menyambar gagang benda berhuruf "S" dari dasar kubangan dan melesat
kembali ke tempatnya semula.
Wutt! Benda berbentuk huruf "S" yang kini di tangan Jalu terlihat bergetar sebentar, lalu
sinar merah-biru memancar terang.
Sett! Sett! Jalu mengusap sisi kiri-kanan dari benda aneh itu, lalu ditempelkan di dekat dahi.
Plekk! Begitu ditempelkan, pancaran sinar dua warna benda aneh yang kini di tangan
Jalu meredup dan pad akhirnya padam sama sekali.
"Nah, sudah aman sekarang," tutur Jalu Samudra sambil menurunkan kembali
benda di tangannya.
Si Kitab Pengelana terlihat serius mengamati benda yang ada di tangan Jalu
Samudra. Sebentar kemudian, ia mengangguk-anggukkan kepala.
Pengetahuannya terhadap senjata pusaka dan ilmu-ilmu silat tingkat tinggi sudah
tidak diragukan lagi.
"Nakmas Jalu, boleh aku pinjam sebentar," kata Ki Gegap Gempita.
"Silahkan, Ki! Sudah aman kok."
Ki Gegap Gempita menerima benda berbentuk huruf "S" dari tangan si pemuda.
Sebentar kemudian, Ketua Aliran Danau Utara mengamat-amati benda di
tangannya. Dibolak-balik. Ditimang. Diraba. Sebuah senjata berbentuk unik, dimana di bagian bawah melengkung sedikit
bertolak belakang di bagian depan. Sedang dekat ujung yang tajam dan runcing
terdapat sembilan lubang kecil-kecil. Panjangnya dari ujung hingga hulu tidak
lebih dari sejengkal. Gagang senjata unik ini hanya setengah jengkal saja.
"Jika dilihat dari pancarannya, ini merupakan benda pusaka yang jarang
tandingannya," kata Kitab Pengelana sambil mengembalikan benda di tangannya
kepada Jalu Samudra alias si Pemanah Gadis. "Jika tidak salah dugaanku,
benda ini seperti sejenis kujang yang ada di tanah Pajajaran."
"Benar, Ki!" kata Jalu Samudra membenarkan.
"Jadi ... senjata kujangmu ini yang menamatkan Raja Iblis Pulau Nirwana?" duga
si Tangan Golok.
"Bukan!"
"Bukan?"
"Ya! Sebenarnya ... kujang ini justru penjelmaan dari Raja Iblis Pulau Nirwana!"
"Apa!"!"
Semua orang yang ada di tempat itu terhenyak beberapa saat. Dalam alam pikir
mereka berkecamuk berbagai hal yang menurut mereka tidak masuk akal.
Bagaimana mungkin manusia segede gajah bisa menjelma menjadi benda
sekecil itu"
Ada-ada saja! "Ngibul ni anak," pikir seorang pemuda berbaju hitam cerah.
"Bisa kau jelaskan, anak muda!"
"Bisa."
Jalu pun akhirnya bercerita dengan singkat.
--o0o-- Jalu Samudra yang baru saja melancarkan serangan akhir, segera melayang
turun menerobos masuk ke dalam ruang penuh debu akibat terjadinya bentrokan
antara ilmu-ilmu kesaktiannya dengan ilmu kesaktian Raja Iblis Pulau Nirwana.
Meski ia tahu bahwa menerobos seperti itu penuh resiko, namun ia percaya
bahwa gurunya si Dewa Pengemis tidak akan menjerumuskan muridnya ke
jurang kematian. Meski begitu, cukup membuatnya luka dalam lumayan parah
karena berani menerobos area ledakan.
Sementara di tangan kanannya tergenggam erat Medali Tiga Dewa!
Begitu dekat dengan sosok Raja Iblis Pulau Nirwana yang saat itu sedang jatuh
berlutut seperti orang menerima titah, Jalu segera menempelkan Medali Tiga
Dewa ke kening sang raja banci.
Sriiing ... cesss!
Tiga cahaya putih, merah dan biru terang memancar berpendar-pendar. Cahaya
inilah yang sebenarnya tadi dilihat oleh orang-orang yang menonton di kejauhan.
"Cepat naik ke atas!" seru suara tanpa wujud. "Obati lukamu."
"Baik!"
Jalu segera berkelebat naik, lalu duduk bersila sambil mengerahkan jurus
pertama dari Ilmu "Tapak Sembilan" yang bernama jurus "Sambung Nyawa" untuk
mengobati luka dalam. Jurus inilah yang dilihat Beda Kumala saat mencapai
batas akhir penyembuhan dengan memancarkan sinar ungu transparan.
Saat melakukan semadi penyembuhan itulah, sang guru berkata secara gaib.
"Muridku! Raja Iblis Pulau Nirwana sebenarnya jelmaan dari sebilah senjata sakti
yang bernama Pasir Kujang Duta Nirwana. Ia dilarikan oleh Iblis Mara
Kahyangan ratusan tahun silam dari sebuah pulau alam gaib yang bernama
Kepulauan Tanah Bambu. Saat Iblis Mara Kahyangan sekarat menjelang ajal
selama empat puluh hari lamanya, pada hari terakhir terjadi keajaiban karena
daya tuah dari kujang sakti. Seluruh jiwa dan sukmanya menitis masuk ke dalam
Pasir Kujang Duta Nirwana. Setelah seratus hari berselang, ia kembali hidup di
dunia dan mengganti nama sebagai Raja Iblis Pulau Nirwana. Namun karena
sifat dasarnya yang haus kekuasaan, angkuh dan sombong membuatnya
semakin merajalela setelah bersatu raga dengan Pasir Kujang Duta Nirwana.
Beruntunglah bahwa Pasir Kujang Duta Nirwana hanya sanggup menyerap
kekuatan unsur air dan api saja, tidak menyerap unsur-unsur alam yang lain.
Andaikata Delapan Unsur Penggerak Bumi sanggup diserapnya, entah apa yang
terjadi dengan dunia tempatmu bernaung ini. Meski hanya dua unsur alam,
namun sudah membuat orang-orang saling sengketa akibat ilmu-ilmu andalan
atau pun kitab-kitab pusaka perguruan yang memiliki unsur air dan api hilang tak
tentu rimba. Untunglah Ketua Kepulauan Tanah Bambu di alam gaib bertemu
denganku dan menceritakan masalah yang mungkin akan menimba rimba
persilatan selama ratusan tahun ke depan. Lewat ilmu pendulumnya pula, bahwa
kelak aku akan memiliki murid yang sanggup membendung keangkara-murkaan
yang diakibatkan oleh Pasir Kujang Duta Nirwana miliknya. Dan muridku itu
adalah kau ... Jalu Samudra!"
"Lalu apa yang harus aku lakukan selanjutnya, Guru?"
"Kembalikan Pasir Kujang Duta Nirwana ke Kepulauan Tanah Bambu."
"Dimanakah letak dari pulau itu, Guru?"
"Di seberang lautan. Jika kau menemukan tempat yang banyak dihuni ikan gajah
putih pembunuh dan air tawar di tengah laut, maka Kepulauan Tanah Bambu
sudah dekat. Selanjutnya Pasir Kujang Duta Nirwana akan membimbingmu.
Nah, muridku! Selamat berjuang! Nasib dunia persilatan berada dalam
genggamanmu."
"Terima kasih, Guru! Tugas ini akan murid laksanakan sebaik-baiknya."
--o0o-- Jalu pun menutup ceritanya.
Para pendekar persilatan yang mendengarnya dibuat tercengang, antara
percaya dan tidak percaya. Sebab bagaimana mungkin manusia segede gajah
bisa masuk ke dalam kujang sekecil itu"
Benar-benar sulit dipercaya!
Namun, kenyataan itu benar-benar terjadi di depan mata mereka!
Sosok Raja Iblis Pulau Nirwana ternyata adalah penjelmaan dari Iblis Mara
Kahyangan yang telah meninggal ratusan tahun dan menebar kekejaman
dimana-mana. Menggegegerkan jagat persilatan dengan sepak terjangnya yang
nggegirisi. Jadi ... yang selama ini mereka lawan adalah tokoh hitam kelas berat!
"Begitulah cerita yang saya dengar dari Guru, Ki."
"Gurumu?"
"Benar, Nyi." Jalu menjawab pertanyaan Nyi Titta Kumala.
"Jika boleh aku tahu, siapakah nama gurumu, Jalu."
"Beliau berjuluk Dewa Pengemis, Paman."
Kembali orang-orang yang ada di tempat itu terkejut.
"Aaahh ... "
"Apa?"
"Yang benar?"
"Beneran nih?"
"Benar! Memang beliaulah yang membimbingku hingga bisa menjadi seperti
sekarang ini," tutur Jalu Samudra merendah.
"Anak muda! Jadi kau benar murid dewa pengemis?" tanya si Tangan Golok,
memastikan pendengarannya. Jari kiri terlihat keluar masuk lubang telinga kiri.
Jangan-jangan kemasukan kecoa dan sebangsanya"
"Benar, Ki!"
"Tapi bagaimana mungkin" Bukankah semua pendekar aliran mana pun tahu,
bahwa tokoh sakti setingkat Dewa Pengemis telah meninggal lima ratus tahun
silam dan kisahnya pun menjadi cerita yang sering didongengkan pada anakanak
kecil saat menjelang tidur," kata Tangan Golok. "Sulit sekali aku
mempercayai ucapanmu, anak muda!"
"Memang sepertinya sulit dipercayai," sahut Jalu Samudra dengan nada datardatar
saja. "Namun, mendiang Dewa Pengemis adalah benar-benar guruku yang
sejati ... " Lalu sambungnya, " ... kadang kala hal yang paling nyata di dunia
adalah hal yang tidak nyata."
Semua menganggukkan kepala tanda persetujuan akan ucapan si Pemanah
Gadis yang terakhir ini.
Pandangan si Tangan Golok segera beralih tongkat kayu hitam di tangan Jalu.
"Apakah tongkatmu juga warisan mendiang Dewa Pengemis?"
"Tidak. Ini tinggalan dari kakek nenek angkatku."
Kitab Pengelana pun ikut nimbrung pembicaraan keduanya.
"Jalu, boleh kupinjam sebentar tongkatmu."
"Silahkan, Ki."
Tongkat kayu hitam kini berpindah tangan.
Kakek Ketua Aliran Danau Utara mengamat-amati tongkat hitam di tangannya.
Sepasang mata tua pulang balik meneliti dari ujung ke ujung. Menarik tali hitam
tipis yang terkait, direntang sedikit lalu dilepas lagi.
Diciumnya bau yang teruar.
Tiap kelukan ia raba.
Saat mata terpejam, ia rasakan aura yang ada.
Aura panas menyengat menggeletar!
Sebentar kemudian, terlihat ia menggeleng-gelengkan kepala.
"Ini benar-benar di luar dugaanku," serunya lirih. Lalu dengan sigap tangan kiri
menyambar sebatang golok yang terselip di pinggang orang terdekatnya, lalu
dengan sekuat tenaga, dibacoknya tongkat kayu hitam di tangan kanan.
"Jangan!" seru Jalu Samudra.
Terlambat! Cranggg! Klaang!
Golok patah dan patahan golok jatuh berkerontangan.
Semua kaget, namun Jalu Samudra lebih kaget lagi. Tongkat kayu hitam warisan
sepasang kakek nenek yang bergelar Tombak Utara Tongkat Selatan tidak
terpotong menjadi dua!
"Kayu besi ... " desis laki-laki berpedang panjang.
"Kayu sakti ... " seru beberapa orang yang lain.
Beberapa orang berkomentar terhadap kayu hitam yang sekarang telah kembali
ke pemiliknya. "Kau tahu benda apa yang ada di tanganmu, Jalu?" tanya Ki Gegap Gempita.
"Hanya sebatang tongkat hitam. Tidak ada yang istimewa dengan tongkatku ini,
Ki." "Kau salah!"
"Salah?" ucap Jalu heran. "Dimana salahnya, Ki?"
Tanpa menjawab, ki gegap gempita justru berbicara lain.
"Dulu sekali ... Guruku pernah mendengar tentang adanya dua benda sakti yang
konon kabarnya paling ampuh dan paling kuat dari semua senjata yang pernah
ada di jagat ini. Semua pendekar persilatan berlomba-lomba untuk menemukan
benda itu. Bahkan Raja Iblis Pulau Nirwana atau dulunya Iblis Mara Kahyangan
juga mencari-cari dua benda yang ingin dimilikinya itu," ucap Ki Gegap Gempita.
"Benda itu adalah sebatang tongkat pendek dan sebuah medali segi delapan ... "
Mendengar itu, dada Jalu sedikit berdebar, dalam hati ia bertanya-tanya,
"Jangan-jangan ... "
Sebatang tongkat pendek dan sebuah medali segi delapan"
Semua mata memandang ke tongkat pendek di tangan kanan Jalu Samudra
dengan pandangan bertanya-tanya.
"Silahkan diteruskan, Ki."
"Sebatang tongkat yang berasal dari batang pohon kayu hitam, dan suatu saat
petir menyambar batang pohon hingga terbakar habis. Yang tersisa hanya
sebuah ranting berkelok-kelok di bagian ujung. Karena ramalan seorang tokoh
sakti yang berjuluk Kakek Jitu Ramal tentang adanya sebuah tongkat sakti yang
bernama Kayu Petir membuat rimba persilatan geger. Perburuan tongkat dari
Kayu Petir atau disebut dengan nama Tongkat Kayu Petir berlangsung hingga
ratusan tahun lamanya. Pada akhirnya, karena tidak ada yang menemukan
keberadaan Tongkat Kayu Petir, perburuan menghilang dengan sendirinya."
Ki Gegap Gempita berhenti sebentar sambil menata kembali ingatannya.
"Namun, belum lagi reda, berhembus kabar tentang adanya sebuah medali sakti
berbentuk segi delapan yang terbuat dari besi hitam, yang konon katanya
berasal dari alam gaib dan didalamnya dihuni oleh Tiga Petinggi Satwa Gaib,"
kata Ki Gegap Gempita. "Medali itu bernama ... Medali Tiga Dewa."
"Lalu ... apa keistimewaan dari Medali Tiga Dewa itu, Guru?" tanya Watu
Humalang. "Dan apa ada tokoh silat yang menemukannnya?"
"Karena berasal dari alam gaib, hanya orang-orang yang menguasai ilmu gaib
saja yang sanggup melihatnya," tutur Kitab Pengelana, imbuhnya, "Aku tidak
tahu siapa pemiliknya dan apa keistimewaan dari Medali Tiga Dewa ini. Hanya
saja Guruku pernah berkata, bahwa siapa saja yang memiliki Medali Tiga Dewa
dan bisa mengendalikan Tiga Petinggi Satwa Gaib, maka dia akan menjadi raja
di raja di alam nyata dan alam gaib."
Kembali semua khalayak terdiam dengan seribu satu macam pikiran di otak
masing-masing. Semua berandai-andai bisa memiliki Tongkat Kayu Petir dan
Medali Tiga Dewa.
"Ki, apakah ... " pertanyaan Jalu Samudra terhenti di tenggorokan.
"Aku tidak tahu, Jalu! Benar atau tidaknya bahwa tongkat yang kini berada di
tanganmu adalah Tongkat Kayu Petir atau bukan, karena pada dasarnya aku
belum pernah melihatnya. Semua yang aku katakan tadi adalah apa yang aku
dengar dari Guruku dan kini aku ceritakan pada semua orang yang ada di tempat
ini," kata Ki Gegap Gempita dengan bijaksana. Dalam hatinya ia berkata,
"Beruntung sekali kau, Jalu! Benda pusaka yang paling dicari di jagat persilatan
dari waktu ke waktu justru berada dalam genggaman tanganmu. Gunakanlah
Tongkat Kayu Petir untuk menebar kebaikan."
"Sudahlah!" seru Ki Harsa Banabatta memecah keheningan. "Kalian tidak perlu
dengarkan omong kosong dari setan tua ini. Aku mau membereskan tempat
yang berantakan gara-gara ulah Jalu." Sambil berjalan menjauh, ia sempat
bertanya, "Hai ... Jalu! Benarkah kau yang dijuluki Si Pemanah Gadis?"
Jalu Samudra yang kini bertelanjang dada hanya tersenyum saja tanpa
mengucapkan apa-apa.
Semua orang kembali terlonjak kaget!
Jadi ... pemuda ini yang digelari Si Pemanah Gadis"
--o0o-- Malam hari di Perguruan Sastra Kumala ...
Untuk kedua kalinya, Jalu Samudra menjadi tamu kehormatan!
Tentu saja para gadis murid Perguruan Sastra Kumala senang bukan alang
kepalang! Terutama sekali Beda Kumala, Tinara Kumala dan Ratih Kumala yang memang
ada hati dengan sang jagoan ini. Meski cuma satu hari satu malam ia menginap
disana --di ruang yang terpisah dengan kamar para murid-- namun dalam


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semalam Jalu Samudra sanggup "makan tiga ekor ayam betina" sekaligus
sampai puas! Siapa lagi mereka bertiga jika bukan fans berat Jalu!
Sedangkan Nyi Tirta Kumala sebagai guru besar Perguruan Sastra Kumala telah
kembali memimpin perguruan yang hampir selama dua tahun ditinggalkan.
Semenjak menghilang, sikap kakunya berubah banyak. Beberapa perguruan dan
aliran silat yang dulu sama-sama berada dalam tahanan kini menjalin hubungan
baik dengan Perguruan Sastra Kumala, terutama sekali Aliran Danau Utara dan
Istana Jagat Abadi.
TAMAT JILID " 2
Pada JILID 3 : HUJAN DARAH DI TANAH BAMBU, Jalu Samudra atau Si
Pemanah Gadis yang ditugasi mengembalikan Pasir Kujang Duta Nirwana ke
Kepulauan Tanah Bambu, di tengah laut nan luas tak bertepi, kapal
ditumpanginya hancur berkeping-keping dan secara tidak sengaja pula
menyelamatkan seorang gadis cantik jelita yang waktu ditemukan tidak
mengenakan apa-apa!
Nah ... gimana coba"
Pusing ngga, tuh!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
SI PEMANAH GADIS
JILID 3 HUJAN DARAH DI TANAH BAMBU
Oleh : Gilang Daftar Isi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
BAGIAN 1 "Akhirnya datang juga."
Itulah kata pertama yang keluar dari mulut seorang pemuda yang duduk santai uncang-uncang kaki di atas sebuah balok kayu di sisi kiri dermaga yang cukup ramai di pagi hari kala saat melihat kapal layar besar hijau garis-garis biru di kejauhan. Meski hanya setitik kecil di kejauhan, namun mata putih si pemuda bisa melihat dengan jelas.
"Satu pekan ditunggu-tunggu ... akhirnya nongol juga."
Kembali terdengar suara keluar dari bibir si pemuda baju biru dengan kucir rambut ekor kuda sambil bangkit berdiri. Tangan kanan meraih tongkat hitam berlekuk di ke dua ujungnya. Ciri-ciri dengan mata putih berbaju biru laut hanya dimiliki seorang pendekar saja yang akhir-akhir ini menyandang gelar nyentrik ...
Si Pemanah Gadis!
"Lebih baik ... aku sarapan dulu. Dari kemarin cuma makan ikan laut pancingan saja. Hari ini aku mau makan besar. Pesta pora!"
Lalu dirogohnya saku celana.
"Masih ada sembilan keping uang perak dan dua keping uang emas pemberian dari Ki Gegap Gempita. Lebih dari lumayan untuk mengisi perut,"
Pikirnya pula, " ... lagian paling banter ntar sorean kapal itu juga baru sampai di dermaga ini."
Tongkat di tangan kanannya diketuk-ketukkan ke tanah sambil berjalan ke arah sebuah warung yang letaknya tidak begitu jauh, kira-kira sepuluh tombak dari tepi dermaga.
Meski terlihat lumayan ramai, dermaga Muara Karang tidaklah seperti dermaga besar lainnya. Hanya sesekali saja dilewati kapal, itu pun belum tentu bongkar sauh disana. Namun, roda kehidupan seakan tidak pernah berhenti berputar. Ada-ada saja orang-orang yang hilir mudik di sekitar dermaga. Ada yang jual-beli hasil tangkapan ikan, barter kebutuhan pokok, bahkan ada yang membuka warung remang-remang (maksudnya buka ntar sore ampe tengah malam, bukan warung buat 'begituan' lho ... kalau sekarang namanya warung HIK alias Hidangan Istimewa Kampung). Namun tidak sedikit pula yang menunggu datangnya kapal dagang untuk mengangkut hasil bumi dan di perdagangkan di seberang pulau. Bahkan beberapa saudagar hasil bumi dari seberang acap kali singgah ke dermaga Muara Karang untuk berdagang dengan penduduk sekitar.
Langkah si pemuda bertongkat hitam akhirnya berhenti tepat di pintu masuk warung.
Semua pengunjung menoleh sekilas, lalu meneruskan kegiatan makan minum.
Apanya yang aneh dengan orang mau mengisi perut"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nggak ada! "Wedang Kamplung satu, Ki! Lengkap dengan nasi dan ayam panggang!" kata Jalu sambil meletakkan tongkat hitam dan pantat di atas bangku yang terletak sudut warung yang masih kosong. "Ingat Ki, lengkap dengan ayam panggang, nasi putih sama lalapan sambal. Dan satu lagi ... ga pakai lama, hehehe!"
Perguruan Sejati 5 Golok Halilintar Karya Khu Lung Pendekar Riang 1
^