Pencarian

Badai Awan Angin 34

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 34


Ketika tiba giliran Han Hie Sun akan dilemparkan, mendadak dia berseru.
"Kalian mau mencari Seng Liong Sen, bukan" Aku tahu dia ada di mana!"
"Di mana dia" Lekas katakan!" kata Kim Kong Yan.
"Bagaimana aku bicara, sebenarnya aku ini tawanan atau tamu kalian" Itu belum jelas," ejek Han Hie Sun.
Kim Kong Yanpun jadi serba salah, terpaksa dia bujuk kawan-kawannya.
2432 "Uh-bun Tay-jin, tuan ini memang benar kawan baik Siauw Ong-ya, dia membawa berita untuk kita, sudikah kau membebaskannya?"
"Suruh dia bicara dulu, jika bicaranya benar, pasti akan kubebaskan!" kata Sipatoh.
"Ba... bagaimana Tuan...," terpaksa Kim Kong Yan membujuk Han Hie Sun, "silakan beri sedikit keterangan tentang Seng Liong Sen pada kami. Mengenai salah pahammu dengan Tuan Sipatoh sebentar pasti bisa kita selesaikan."
"Baik, mengingat Siauw Ong-yamu, biar aku mengalah,"
kata Han Hie Sun. "Tentang Seng Liong Sen, bukan saja bisa kuberitahu, tapi kalian bisa segera menangkapnya."
"Apa benar?" kata Kim Kong Yan agak ragu. "Di mana dia sekarang?"
"Jauh di ujung langit, dekat seperti di depan mata!" kata Han Hie Sun, sambil menunjuk ke arah Seng Liong Sen:
"Nah, inilah dia orangnya! Aku pernah bertarung dengannya. Aku tahu pasti dia ini Seng Liong Sen!"
Tapi sebisa mungkin Seng Liong Sen berusaha tenang.
"Hm! Karena kau bukan tandinganku, sekarang kau main fitnah, sungguh keterlaluan!" ejek Seng Liong Sen.
"Benar atau bukan, sekali coba pasti aku tahu!" kata Kim Kong Yan, berbareng dengan itu dia menghantam.
Melihat serangan maut musuh sudah tiba, tak ada jalan lain bagi Liong Sen. Dia harus menangkis serangan itu.
Maka terdengarlah suara keras karena beradunya tangan mereka. Kim Kong Yan bergetar melompat mundur, sebaliknya Seng Liong Senpun terhuyung. Kim Kong Yan gusar dia membentak.
2433 "Keparat, sekarang kau tak bisa menyangkal lagi! Lekas serahkan dirimu!"
Kim Kong Yan telah meloloskan pedang dan menyerang dengan cepat, tapi serangan balasan Seng Liong Sen tidak kalah cepatnya. Pedang Seng Liong Sen berputar hingga terjadilah pertarungan sengit. Ilmu pedang Kim Kong Yan memang lihay, tapi Seng Liong Sen melayani ilmu itu dengan ilmu pedangnya yang sama lihaynya. Sampai ratusan jurus Kim Kong Yan tetap tak bisa mengatasi lawannya, sebaliknya malah kelihatan mulai kewalahan.
"Mundur dulu, Kim Tay-jin, serahkan dia padaku!" seru Sipatoh sambil tertawa.
Bersamaan dengan ucapan itu, dia menerjang maju menggantikan Kim Kong Yan, dengan kedua tangannya dia menceng-kram, memotong, menotok dan macam-macam serangannya yang lihay. Tenaga Seng Liong Sen sudah berkurang ketika melawan Kim Kong Yan tadi, dia merasa tekanan kedua musuhnya semakin kuat, bayangan tangan lawan seakan-akan selalu menyambar di depan wajahnya dan setiap saat dapat merobek mukanya.
"Lekas lari, adik Khie!" kata Seng Liong Sen
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 92 Kok Siauw Hong Dan Kawan-kawan
Membantu; Kong-sun Po Ikut Terjun dalam
Pertarungan Dalam keadaan genting, tiba-tiba Khie Kie melompat maju masuk dalam kalangan sambil berteriak,
"Kakak Liong, biar kita adu jiwa dengan mereka!"
2434 Berbareng dengan teriakan Khie Kie goloknya membacok ke arah Sipatoh dari arah yang sama sekali tak terduga, hingga hampir saja Sipatoh terbacok oleh golok Khie Kie.
Walau demikian Sipatoh memang tidak mengecewakan sebagai seorang busu terkemuka di negeri Mongol, dan sebagai murid Liong-siang Hoat-ong. Ilmu pukulan Liongsiang-kangnya sungguh luar biasa. Berulang-ulang Seng Liong Sen harus melompat mundur untuk
menghindari pukulan maut musuh.
Pada suatu ketika, mendadak Sipatoh melancarkan pukulan Liong-siang-kang yang dahsyat telah mencapai tingkat tinggi hingga terdengar suara gemuruh. Sebagian dari gudang kayu itu telah ambruk karena sebuah tiangnya patah terkena pukulan Sipatoh.
Kim Kong Yan yang sempat melompat keluar, masih sempat menendang Han Hie Sun ke tepi gudang sana. Tapi sial bagi yang lainnya, mereka tertimpa oleh papan kayu.
Untung robohnya bangunan itu cuma sebagian saja, sehingga mereka tidak sampai mati tertindih bangunan kayu.
Pada detik yang sangat berbahaya itu, Seng Liong Sen sempat melompat ke sana sambil menarik Khie Kie.
Ternyata tenaga dalam Seng Liong Sen mengalami kemajuan pesat sejak mendapat pengobatan dari tabib Ong.
Bukan saja dia mampu menahan kekuatan pukulan Liongsiang-kang, malah dia bisa menyelamatkan Khie Kie, sungguh hal ini di luar dugaan Sipatoh.
"Hebat juga kau!" seru Sipatoh sambil menyeringai dan mendekati Seng Liong Sen. "Tapi jika kau berkelahi lagi, mustahil kau mampu menahan pukulanku yang berikutnya"
2435 Begini saja, kau menyerah dan nona kesayanganmu itu akan kubebaskan. Bagaimana?"
"Apa bisa dipercaya kata-katamu?" kata Seng Liong Sen.
"Tidak, Kakak Liong!" teriak Khie Kie. "Hidup mati kita bersama-sama! Kau pria sejati, aku lebih suka mati bersamamu daripada menyerah kepada musuh!"
Tiba-tiba muncul keberanian dan semangat Seng Liong Sen, hatinya juga bahagia punya kekasih yang rela berkorban baginya Segera dia berseru.
"Ya, kita sehidup-semati. Mari maju, Sipatoh!" kata Seng Liong Sen dengan gagah.
"Aku bermaksud baik mengampuni jiwa kalian, tapi kalian malah tidak tahu diri," jawab Sipatoh. "Baik, jika kalian ingin mati bersama-sama biar kupenuhi keinginan kalian itu!"
Pada saat kedua pihak akan bergebrak, tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang riuh sekali. Lima ekor kuda dengan enam penumpangnya tampak sedang mendatangi secepat terbang. Sesudah dekat dan melihat siapa para pendatang itu, sungguh tidak kepalang girangnya Seng Liong Sen.
Ternyata keenam penunggang kuda itu Kok Siauw Hong, Han Pwee Eng, Lie Tiong Chu, Jen Ang Siauw, Ciu Tiong Gak dan cucu perempuannya yaitu Ciu Hong.
Karena Ciu Tiong Gak terluka Ciu Hong naik satu kuda bersama kakeknya.
Sementara itu Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng yang berada paling depan, sudah tiba lebih dulu. Dengan kaget Kok Siauw Hong berseru, "Hai, Seng Toa-ko?"
"Ya, ini aku!" jawab Seng Liong Sen girang dan malu.
2436 Tanpa banyak bicara lagi Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng melompat bersama-sama dari kuda mereka, pedang mereka langsung dihunus lalu menusuk ke arah Sipatoh.
Sipatoh tidak gentar menghadapi serangan kedua orang itu. Dengan tangan kanan menggunakan Liong-siang-kang dan tangan kiri menggunakan jurus Kim-na-jiu-hoat, dia coba merampas senjata Han Pwee Eng. Pedang Kok Siauw Hong tergetar ke samping oleh tenaga pukulan Liong-siangkang, tapi Kim-na-jiu-hoat-nya ternyata tidak mampu menahan serangan pedang Han Pwee Eng.
"Bret!" Lengan baju Sipatoh robek sebagian, untung dia cepat berganti serangan hingga tidak terluka. Sedang Lie Tiong Chu pun sudah menerjang. Uh-bun Hoa-kip memutarkan gadanya.
Lalu dengan ilmu Tiam-hiat yang khas dia totok dada lawannya.
"Bagus!" kata Lie Tong Chu, sedang serulingnya menangkis dan berputar, dengan cepat dia balas menusuk tiga tempat jalan darah musuh. Uh-bun Hoa-kip terkej ut melihat ilmu Tiam-hiat lawan lebih lihay dari dia. Terpaksa dia tarik gadanya untuk menjaga diri.
"Trang!" Gada Uh-bun Hoa-kip membentur seruling pusaka Lie Tiong Chu, tahu-tahu gada itu patah jadi dua. Ternyata seruling pusaka Lie Tiong Chu melebihi baja kerasnya, hingga gada Uh-bun Hoa-kip tidak mampu menandinginya Segera Uh-bun Hoa-kip mengeluarkan senjata khasnya yang lain, yaitu dua buah roda yang terbuat dari baja murni hingga tidak kuatir dipatahkan seruling lawan. Sebenarnya 2437
kekuatan Uh-bun Hoa-kip lebih hebat dibanding Lie Tiong Chu, maka itu setelah berganti senjata, segera dia bisa mengubah kedudukannya yang terdesak tadi. Ketika kedua buah roda bergerak, terdengar suara dering beradunya senjata. Dalam sekejap seruling Lie Tiong Chu telah membentur roda lawan beberapa kali, keduanya bertarung dengan cermat sehingga sulit menentukan siapa yang kalah dan menang dalam waktu singkat.
Jen Ang Siauw dan Ciu Tiong Gak serta Ciu Hong sudah tiba. Jen Ang Siauw terlibat pertarungan menghadapi Kim Kong Yan. Sudah tentu dia bukan tandingan jago Kerajaan Kim itu, hanya beberapa gebrak saja goloknya sudah hampir terlepas dari ceka-lannya. Tapi Kim Kong Yan melengak setelah menyaksikan permainan golok si nona.
"Kau putri Jen Thian Ngo kan?" kata Kim Kong Yan.
"Betul atau tidaknya, apa pedulimu?" bentak Jen Ang Siauw sambil menangkis serangan musuh.
Seketika Kim Kong Yan jadi ragu hingga tidak berani melancarkan serangan maut lagi. Di bagian lain Seng Liong Sen sempat menarik diri dari pertarungan dengan Sipatoh karena kini telah digantikan oleh Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng, segera menerjang ke arah Kim Kong Yan sambil membentak.
"Perkelahian kita belum selesai, mari kita lanjutkan!"
kata Seng Liong Sen. "Kenapa aku takut padamu?" teriak Kim Kong Yan gusar. Jen Ang Siauw ditinggalkan untuk menghadapi Seng Liong Sen. Tak lama kedua orang itu sudah bertarung dengan sengit. Pedang beradu pedang suara nyaring terdengar tak hentinya.
2438 Tak lama Seng Liong Sen sudah bertarung beberapa kali, tdan adu tenaga dengan Liong-siang-kang Sipatoh. Setelah belasan jurus melawan Kim Kong Yan, akhirnya dia merasakan tenaganya mulai lemah. Kok Siauw Hong mengetahui keadaan Seng Liong Sen, mendadak melancarkan serangan gencar.
Han Pwee Eng juga tidak tinggal diam, dia juga menyerang dengan sama hebatnya. Betapapun Sipatoh kuat, akhirnya kewalahan juga dan terpaksa mundur.
Kesempatan itu segera digunakan oleh Kok Siauw Hong berdua untuk menggeser ke arah Seng Liong Sen.
Pertarungan yang terbagi jadi tiga bagian itu kini berbaur jadi satu hingga pertempuran jadi kacau. Sedangkan Ciu Tiong Gak yang baru sembuh, tenaganya belum pulih. Ciu Hong pun merasa tenaganya belum pulih untuk ikut bertempur, Maka itu mereka hanya menonton saja di luar kalangan.
"Orang-orang yang tertimpa reruntuhan bangunan yang roboh, hampir semuanya kawan kita! Harap Ciu Lo-ya menolong mereka!" teriak Seng Liong Sen. "Adik Khie, kau ikut membantu menolong mereka!"
"Baik," jawab Khie Kie.
Kepandaian Khie Kie memang terbatas, andaikan ikut bertempurpun tidak banyak manfaatnya, ditambah lagi keadaan suaminya sudah di atas angin. Berpikir demikian dia lantas menolong tuan An dan anak buahnya. Tiba-tiba Kim Kong Yan ingat sesuatu, lalu berseru pada kawannya.
"Si Tay-jin dan Uh-bun Toa-ko, segera minta balabantuan, bukankah kita punya seorang penolong yang kuat di sini?"
Semula Sipatoh dan Uh-bun Hoa-kip melengak, mereka bingung. Tapi mereka segera sadar siapa yang dimaksud 2439
oleh Kim Kong Yan, yaitu Han Hie Sun yang ditotoknya tadi. Uh-bun Hoa-kip yang berpikir ada baiknya anjuran Kim Kong Yan itu, segera melancarkan suatu pukulan ke arah Jen Ang Siauw yang dianggap palinglemah. Ketika nona itu berkelit, segera peluang itu dia gunakan untuk menerobos ke tempat Han Hie Sun tergeletak.
Lie Tiong Chu memburu ke arah Uh-bun, akan tetapi terlambat. Uh-bun Hoa-kip sempat mendekati Han Hie Sun yang tergeletak di pojok sana dan telah membuka jalan darahnya yang tertotok itu. Sesudah itu senjata rodanya langsung berbalik untuk menangkis serangan Lie Tiong Chu yang datang memburunya. Dengan cepat Han Hie Sun berdiri sambil mengejek dongkol.
"Persoalan kita biar kita selesaikan nanti, kini yang perlu kita bahu-membahu menghadapi musuh bersama!" kata Hoakip.
Seng Liong Sen berseru pada Han Hie Sun.
"Han Kong-cu, aku harap kau bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, sudah pernah salah jangan berbuat salah lagi. Asal kau tidak bekerja sama dengan mereka kita masih tetap bisa bersahabat dan kesampingkan perselisihan dulu."
Kim Kong Yan pun berseru.
"Han Kong-cu, kau harus ingat hubungan baik Ong-ya dan ayahmu, jangan mau dihasut oleh musuh!" kata Kim Kong Yan.
Nada ucapan Kim Kong Yan ingin memperingatkan hubungan rahasia antara ayah Han Hie Sun dan Wan-yen Tiang Cie. Dengan demikian rahasia Han Hie Sun dengan sendirinya ketahuan semua Han Hie Sun diam.
2440 "Jelas dia berbohong padaku lagipula Wan-yen Tiang Cie pun tidak bersungguh-sungguh hati ingin berserikat dengan Khan Agung. Hm! Persoalan ini kelak akan kubereskan."
Sedang Han Hie Sun yang harus segera melakukan pilihan, lebih pada kepentingan keluarganya. Dia cenderung memilih Kim Kong Yan sebagai rekannya. Saat itu Han Pwee Eng sudah bergabung dengan Kok Siauw Hong.
Serangan mereka membuat Sipatoh kerepotan.
"Kalian buronan pemerintah, masakan aku mau berdamai dengan kalian!" bentak Han Hie Sun sambil mengayunkan kipasnya membantu Sipatoh menangkis serangan Han Pwee Eng.
"Dasar pengkhianat!" damprat Han Pwee Eng dengan gusar.
Si nona melancarkan tiga kali serangan berbahaya.
Sebenarnya kepandaian Han Hie Sun tidak berada di bawah Han Pwee Eng, tetapi karena dia baru tertotok, tubuhnya masih kaku, maka itu serangan gencar nona Han membuat dia sedikit kewalahan, untung Sipatoh melancarkan pukulan dahsyat untuk menolongnya
Kedua pihak sama-sama berjumlah lima orang, Kok Siauw Hong, Han Pwee Eng, Lie Tiong Chu, Jen Ang Siauw dan Seng Liong Sen di satu pihak, sedang di pihak lain terdiri dari Sipatoh,
Uh-bun Hoa-kip, Kim Kong Yan, Han Hie Sun dan Su Hong. Kekuatan Sipatoh dan kawan-kawanmua melebihi kekuatan lawannya, jika bertempur agak lama pasti mereka akan menang.
2441 Sambil tertawa Kim Kong Yan berkata, "Sabar saja, Han Kong-cu, asal kawan kita sudah tiba, kita lihat bisa lari ke mana mereka?" kata Kim Kong Yan.
"Pengkhianat tidak tahu malu, lihat seranganku!" bentak Seng Liong Sen gusar.
Dia segera melancarkan serangan lebih gencar terhadap Han Hie Sun. Sekarang pertarungan sengit itu terbagi dalam lima kelompok, untuk sementara sulit menentukan siapa yang alam kalah dan menang.
Di tempat lain, Ciu Tiong Gak, Ciu Hong dan Khie Kie sedang sibuk menolongi orang-orang yang tertimbun bangunan yang runtuh. Syukur tak ada yang terluka parah, sebagian cuma terkilir tulang kaki atau tangannya sajaMaka itu dengan mudah Ciu Tiong Gak bisa membetulkan tulang mereka yang terkilir.Sedangkan An To Seng yang tertotok oleh Uh-bun Hoa-kip, tidak mampu dibuka jalan darahnya oleh Tiong Gak. Saat Ciu Tiong Gak akan membuka jalan darah Pa Thian Hok dan Han Thian Siu yang tertotok, mendadak Khie Kie berseru, "Jangan, Ciu Lo-ya, kedua orang itu penjahat!" kata Khie Kie.
Namun sudah terlambat, Pa Thian Hok telah melompat bangun dan sekali cengkram Ciu Hong telah terpegang olehnya. Ciu Tiong Gak terkejut, dia maju untuk menolong, tapi Pa Thian Hok membentak.
"Tua bangka she Ciu, jika ingin cucumu selamat, lekas kau mundur!" kata Pa Thian Hok.
Sambil menawan Ciu Hong sebagai sandera, Pa Thian Hok jadi dapat angin. Sedang Han Thian Siu langsung memburu ke arah An To Seng yang tidak berkutik itu.
Ciu Tiong Gak menyesal karena salah menolongi kedua musuh itu. Tiba-tiba terlihat Pa Thian Hok berdiri kaku 2442
dengan kedua tangan lurus ke bawah. Ciu Hong buru-buru melepaskan diri dari cengkraman orang itu.
"Plak!" Dia tampar Pa Thian Hok dengan sebuah tamparan keras. Pada saat yang sama, tahu-tahu Han Thian Siu yang sedang berlari ke arah An To Sengpun terjungkal. Rupanya dengan cepat Khie Kie telah menyambitkan dua buah senjata rahasia mata uang dan mengenai jalan darah kedua musuhnya itu. Sungguh tak terduga Pa Thian Hok berhasil dibokong oleh seorang nona, mereka telah kecolongan.
Dengan gemas Ciu Tiong Gak mendekati mereka dan menambah beberapa kali tamparan ke muka Pa Thian Hok berdua
"Ampuni sementara jiwa anjing mereka, nanti masih bisa kita pergunakan!" seru An To Seng.
"Ciu Lo-ya, Tuan An kawan kita," kata Khie Kie.
Ciu Tiong Gak berusaha membuka jalan darah An To Seng yang tertotok itu, tapi tidak mampu.
"Coba aku yang menolongnya!" kata Khie Kie.
Ternyata sekali coba Khie Kie berhasil, segera An To Seng bisa bergerak leluasa. Ilmu silat keluarga Khie tergabung dengan berbagai aliran. Dari ajaran ayahnya Khie Kie telah bisa memusnahkan ilmu Tiam-hiat Uh-bun Hoa-kip yang khas itu. Melihat kepandaian Nona Khie itu Sipatoh dan Uh-bun Hoa-kip kaget bukan kepalang.
Akhirnya merekapun yakin Khie Kie pasti putri Khie Wie.
Diam-diam Sipatoh menyesal, tadi dia tidak menawan nona itu lebih dulu.
Saat pertempuran sengit sedang berlangsung, tiba-tiba debu mengepul tinggi dari kejauhan. Sepasukan tentara sedang mendatangi, dari panji yang berkibar jelas itu 2443
pasukan Kerajaan Kim. Kim Kong Yan girang dia berteriak ke arah pasukan itu.
"Jenderal Ong, lekas tangkap penjahat-penjahat ini, rombongan penjual obat itu komplotan penjahat Kim-keeleng!" kata Kim Kong Yan.
"Kalian tangkap kawanan penjahat itu, beberapa kepala penjahat ini tak perlu kalian urus," kata Sipatoh.
Sementara itu An To Seng sudah bisa bergerak leluasa, walau rasa dongkolnya belum hilang. Ketika beberapa prajurit Kim itu menerjang yang terdepan dia cengkram bagai seekor elang menerkam anak ayam saja. Kemudian dia lemparkan jauh-jauh. Dalam sekejap sudah belasan orang Kim berhasil dibanting dan sekarat.
Sambil memutarkan sepasang goloknya, Khie Kie berhasil melukai seorang perwira Kim. Para penjual obatpun tidak tinggal diam. Mereka dengan berbagai alat yang mereka bawa menghajar prajurit musuh. Ong Siu-pi, komandan yang memimpin pasukan dari Kun-ciu gusar, segera dia memerintahkan pasukannya mengepung dan menghujani musuh dengan anak panah.
An To Seng berseru pada anak buahnya agar bergabung menjadi sebuah lingkaran. Dia dan Ciu Tiong Gak, Ciu Hong dan Khie Kie berjaga pada empat sudut. Dengan senjata diputar gencar, mereka menyampok anak panah yang menyambar ke arah mereka. Tetapi karena anak panah itu terlalu deras, mereka tak bisa bertahan lama.
Beberapa anak buah An To Seng sudah ada yang terluka.
Saat itu keadaan sudash bertambah gawat.
Tapi di luar dugaan, tiba-tiba pihak musuh menjadi kacaubalau. Ternyata pasukan lain menerjang, dari panji pasukan ini dikenal sebagai pasukan dari Kim-kee-leng.
Saat itu terlihat seorang pemuda kampung sedang 2444
memutarkan sebuah payung dan menerjang ke tengah pasukan musuh. Kemana dia tiba, di situ musuh langsung tunggang-langgang.
Ong Siu-pi (Kapten Ong) bermaksud mencegah pemuda itu. Tapi baru berhadapan dan hanya satu dua gebrakan saja, tahu-tahu tombak Ong Siu-pi membentur payung lawan dan patah oleh payung pemuda itu. Bahkan mendadak pemuda itu menyerang hingga Ong Siu-pi pun tertawan olehnya.
"Tangkap Tuan An!" seru pemuda itu sambil mengangkat tubuh Ong Siu-pi yang dia lemparkan sekuatnya ke arah bangunan yang roboh itu.
An To Seng segera memasang kuda-kuda dan
menangkap tubuh Ong Siu-pi yang menyambar ke arahnya.
Ketika itu dia tersentak mundur dan terhuyunghuyung.
Melihat komandannya tertangkap musuh, pasukan Kim panik, mereka berusaha melarikan diri serabutan.
"Kong-sun Toa-ko, cepat benar kau tiba!" seru Kok Siauw Hong girang.
Pemuda yang baru datang ini memang Kong-sun Po.
Payung yang dia gunakan adalah Hian-tiat-po-san, payung
pusaka yang tak ada taranya.
"Silakan kalian istirahat, biar aku belajar kenal dengan murid Liong-siang Hoat-ong ini," kata Kong-sun Po.
Uh-bun Hoa-kip yang tidak kenal siapa Kong-sun Po,segera menghantam dengan kedua rodanya dan rodanya tepat membentur payung pusaka pemuda itu.
'Trang!" 2445 Terdengar suara nyaring disertai pancaran lelatu api.
Tangan Uh-bun Hoa-kip kesakitan, sebelah rodanya terlontar ke udara. Melihat hal itu bukan main kagetnya Uh-bun Hoakip. Tanpa pikir panjang lagi dia memutarkan tubuhnya dan langsung kabur. Lie Tiong Chu membayangi musuhnya itu, serulingnya langsung menotok ke bahu lawan.
"Roda ini kukembalikan padamu!" bentak Uh-bun Hoakip sambil menyambitkan senjata itu dengan sekuat tenaga.
Terpaksa Lie Tiong Chu mengegos sambil menyampok sedikit dengan serulingnya. Tak lama roda itu menyambar lewat ke belakang.
"Untuk apa besi tua begini!" bentak Kong-sun Po ketika roda itu menyambar ke arahnya.
Dia pentang payung pusakanya, roda itupun terlontar balik lebih keras. Uh-bun Hoa-kip yang tidak berani menangkap roda itu, cepat merebut seekor kuda seorang bintara Kim dan kabur. Kedatangan Kong-sun Po, mengingatkan kejadian dulu, hingga Seng Liong Sen bimbang dan malu. Tapi juga girang karena musuh berhasil dihalau pergi. Saat itu Kong-sun Po menerjang untuk melabrak Kim Kong Yan. Ternyata kedatangan Kong-sun Po tepat pada waktunya, sehingga Seng Liong Sen terhindar dari serangan yang tak terduga Kim Kong Yan sudah tahu betapa lihaynya payung lawan, sebisanya dia menghindari benturan, tetapi sudah terlambat, belum sempat dia menarik pedangnya, terdengar suara nyaring.
"Traang!" Pedang Kim Kong Yan tertarik oleh payung pusaka lawan dan terpental berbalik. Walau tidak sampai terlepas dari cekalannya, tapi telah melukai bahu sendiri. Kim Kong Yan kaget dan gugup, tapi dia masih sempat meniru cara 2446
Uh-bun Hoa-kip. Dia berhasil merebut seekor kuda dan menyelamatkan diri secepatnya. Sipatoh memapak kedatangan Kong-sun Po sambil membentak dengan nyaring.
"Keparat, terimalah pukulanku!" kata Sipatoh.
Kong-sun Po menggunakan payungnya dan membentak.
"Hm! Kau kira Liong-siang-kangmu sudah bisa kau gunakan untuk berbuat sewenang-wenang" Mari kita coba!"
kata Kong-sun Po. Berbareng dengan ucapan itu, Kong-sun Po melancarkan pukulan dahsyat. Terdengar suara benturan keras. Sipatoh bersuara tertahan dan bergetar mundur dua langkah.
Diamdiam dia kaget kenapa pemuda itu memiliki kekuatan sehebat itu. Malah dia pikir sulit untuk menandinginya.
Apalagi melihat kedua kawannya yang terkuat sudah kabur lebih dulu, tak heran diajadi gugup. Segera dia menerjang ke tengah pasukan kerajaan Kim, lalu menghantam serabutan sehingga para prajurit itu jungkir-balik dan merintangi pengejaran pasukan Kim-kee-leng. Kesempatan itu digunakan oleh Sipatoh untuk kabur. Han Hie Sun kelabakan, tapi dia tidak selihay Sipatoh, hendak laripun tidak bisa
"Han Kong-cu, terima kasih atas pelayananmu dulu, kita bertemu di sini, Bagaimanapun kau harus tinggal di sini agar aku bisa menjalankan kewajiban sebagai tuan rumah,"
kata Kong-sun Po sambil tertawa dan menghadang di depan Han Hie Sun.
"Biar aku adu jiwa denganmu!" teriak Han Hie Sun nekat.
Dia segera memutarkan kipasnya dan melancarkan serangan ke jalan darah di tubuh lawan.
2447 "Oh, barangkali Han Kong-cu ingin latihan denganku?"
kata Kong-sun Po sambil tertawa. "Sayang, jurus seranganmu ini tampak belum lihay!"
Hanya dengan satu dua gebrak saja Kong-sun Po berhasil menotok Han Hie Sun dengan Keng-sin-cie-hoat. Su Hong ketakutan, tapi dia tidak mampu melarikan diri hingga dengan mudah bisa dibekuk oleh Kok Siauw Hong.
Tak lama pertempuran pun berakhir dengan kemenangan pihak Kim-kee-leng. Selain An To Seng dan anak buahnya selamat Sipatoh serta konconya bisa dikalahkan oleh mereka Bahkan mereka berhasil menawan Han Hie Sun dan Ong Siupi hingga semua orang girang. Sambil tertawa Kong-sun Po mendekati Seng Liong Sen lalu berkata penuh rasa persahabatan.
"Seng Toa-ko, kami memang sedang mengharapkan kedatanganmu, tidak kusangka kita bisa bertemu di sini."
Seng Liong Sen serba-salah dan berterima kasih pula dengan hati pedih dia menjawab.
"Kong-sun Toa-ko, sesungguhnya aku ini bukan......bukan manusia aku berdosa besar padamu......"
Kong-sun Po menggenggam tangan Seng Liong Sen dan berkata dengan terharu.
"Seng Toa-ko, setiap orang pernah berbuat salah. Malah kami harus berterima kasih atas jasamu tadi. Betapapun kita tetap sahabat. Bagaimana Seng Toa-ko sendiri, apa kau sudi bersahabat dengan kami?" kata Kong-sun Po.
Bukan main malu dan terharunya Seng Liong Sen hingga air matanya berlinang.
"Kalian demikian baik padaku, akulah yang bersalah dan tidak sesuai untuk menjadi sahabatmu. Sejak saat ini aku 2448
bisa dikatakan mulai jadi manusia baru lagi," kata Seng Liong Sen.
Ketika rombongan mereka kembali ke Kim-kee-leng, mereka disambut meriah oleh Hong-lay-mo-li, Siang-koan Hok dan yang lain-lainnya
Di sini kembali Seng Liong Sen jadi kikuk bertemu dengan Ci Giok Hian. Namun, nona Ci sangat simpatik dan berjiwa besar. Dia menyambut kedatangan Seng Liong Sen dengan hangat, terhadap Khie Kiepun nona Ci sangat baik. Maka itu Seng Liong Sen jadi tentram hatinya pikirannyapun bisa tenang kembali.
Hong-lay-mo-li memerintahkan agar tawanan digiring ke kamar tahanan, khusus untuk Han Hie Sun diberi kamar tersendiri dan dilayani seperti tamu. Sesudah itu diadakan perjamuan besar untuk merayakan kemenangan mereka serta tanda selamat datang untuk Kok Siauw Hong, Seng Liong Sen dan yang lain-lain. Di tengah perjamuan Seng Liong Sen sempat bertemu dengan Siang-koan Hok. Setelah Kok Siauw Hong menceritakan apa yang terjadi di Tay-toh, suasana menjadi tambah riang.
"Kiranya Bu Pang-cu dan Hoa Tay-hiap sudah ada di Taytoh, mau tak mau aku pun harus ke sana untuk ikut meramaikan," kata Siang-koan Hok.
"Tapi kau sedang diincar oleh Liong-siang Hoat-ong dan Wan-yen Tiang Cie, kenapa Paman malah sengaja mau ke sana?" kata nona Khie Kie.
"Jika tidak berani masuk ke sarang harimau, bagaimana bisa orang mendapatkan anak harimau?" kata Siang-koan Hok sambil tertawa. "Apalagi aku sudah berjanji akan bertemu dengan Bu-lim-thian-kiauw di Tay-toh. Betapapun aku harus ke sana untuk membantu mereka."
2449 "Ya persoalan yang dihadapi Bu-lim-thian-kiauw di kota raj a Kim itu sangat penting. Jika Siang-koan Sian-seng ada janji dengan dia memang sepantasnya harus ke sana," kata Honglay-mo-li. "Tapi sebaiknya kau ditemani seseorang.
Urusan ini biar kita rundingkan besok saja."
Tiba-tiba Kok Siauw Hong berkata,
"Selain itu masih ada urusan penting yang perlu kulaporkan kepada Beng-cu." kata Siauw Hong.
"Mengenai apa?" tanya Hong-lay-mo-li.
Kok Siauw Hong menceritakan pengalamannya saat memergoki Tan-si-ngo-long dan An Tak di perjalanan ke Kuiciu serta surat rahasia yang telah dirampas dari mereka.
Hong-lay-mo-li tidak heran jika Wan-yen Tiang Cie mau mengerahkan pasukan Kim di Kui-ciu untuk menyerang Kimkee-leng, tapi yang mengejutkan ketika mendengar di Kimkee-leng disusupi mata-mata musuh.
Dia bertanya sejelas-jelasnya tentang hal itu, namun siapa mata-mata itu, tetap sulit diketahui. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk memeriksa dan menanyai Ong Siu-pi, komandan pasukan Kim yang ditawan itu.
Dari Ong Siu-pi tidak diperoleh pengakuan yang jelas, karena pembesar itu tidak tahu, siapa mata-mata yang disusupkan ke Kim-kee-leng. Menurut pengakuannya matamata itu memegang semacam tanda pengenal, yaitu sebuah pelat tembaga berukir seekor rajawali, di balik tanda itu terukir huruf Mongol.
Hong-lay-mo-li merasa kecewa setelah memperoleh keterangan itu, ternyata kurang jelas. Padahal anak buah Kimkee-leng berjumlah belasan ribu jumlahnya. Lalu bagaimana cara dia bisa mengetahui, siapa di antara mereka yang memegang pelat tembaga rahasia itu. Tiba-tiba dia 2450
mendapat akal. Segera dia perintahkan Ong Siu-pi digiring ke tempat tahanan.
"Bagaimana masalah ini bisa diselesaikan?" tanya Kok Siauw Hong kemudian.
"Memang agak pelik, terpaksa kita harus sabar dan berdaya, sebaiknya kita cari jalan agar mata-mata itu masuk perangkap sendiri," kata Hong-lay-mo-li.
Kok Siauw Hong merasa lega, dia tahu kemampuan sang Beng-cu, jika demikian pasti sudah ada jalan keluar dalam benaknya.
Esok paginya Kong-sun Po datang menemui Hong-laymo-li dan mengajukan permintaan agar diperbolehkan menemani Siang-koan Hok ke Tay-toh. Selain itu Kong-sun Po ingin pulang ke Kong-beng-sie untuk menjenguk Bengbeng Tay-su serta kakeknya yang sudah lama tak bertemu dengannya.
"Aku sudah duga kau pasti ingin ke Tay-toh," kata Honglay-mo-li sambil tertawa. "Tapi kau baru pulang dan sekarang harus berangkat lagi. Apa nona Kiong tidak ngomel nanti?"
Wajah Kong-sun Po merah. "Sudah kukatakan padanya, dia juga mau ikut pergi!"
kata Kong-sun Po. "Ya, kau memang harus membawa tunanganmu untuk menemui bakal mertuanya," kata Hong-lay-mo-li sambil tertawa. "Terus terang, semalam sudah kupikirkan mengenai kalian, orang paling tepat untuk menemani Siangkoan Sianseng ke Tay-toh adalah kalian."
Bukan main girangnya Kong-sun Po, dia mengucapkan terima kasih, lalu mengundurkan diri. Hong-lay-mo-li minta 2451
agar Kong-sun Po bersedia mengundang Seng Liong Sen menemuinya.
Hati Seng Liong Sen berdebar sebab tidak tahu untuk apa Hong-lay-mo-li mengundangmya. Di luar dugaan, setelah berhadapan dengan ramah Hong-lay-mo-li mengucapkan selamat datang pada Seng Liong Sen, bahkan dia diminta agar mau bertugas ke Kang-lam, sekalian bisa pulang menemui gurunya Bahkan Hong-lay-mo-li berkata lagi.
"Khie Kie boleh berangkat bersamamu!" kata Hong-lai.
Bukan main girangnya Seng Liong Sen, dia
mengucapkan terima kasih atas kebaikan Hong-lay-mo-li.
Setiba di Kim-keeleng, walau semua orang sangat baik padanya, tapi karena setiap hari dia harus bertemu dengan Ci Giok Hian, dia merasa kikuk sendiri. Jika dia bisa segera pulang ke Kang-lam, itu tentu saja sangat dia harapkan.
Seng Liong Sen ingin segera mohon diri, tapi Hong-lay-mo-li berkata padanya.
"Kau tunggu sebentar, nona Khie sudah kusiapkan untuk berangkat, segera dia akan datang ke sini." kata Liu Ceng Yauw.
Tak berapa lama Khie Kie muncul bersama Ci Giok Hian. Rupanya semalam Khie Kie tidur sekamar dengan Ci Giok Hian dan mereka bisa bicara akrab sekali. Melihat kedua nona itu mirip kakak beradik, hati Seng Liong Senpun sangat senang, walau agak kikuk. Segera dia berkata pada Ci Giok Hian.
"Kami mohon diri padamu, adik Giok Hian. Cee-cu menyuruhku dan adik Khie ke Kang-lam untuk menemui Suhu."
"Ya, aku tahu, tapi aku harus melapor dulu tugasku semalam pada Cee-cu," kata Khie Kie. "Ternyata betul 2452
dugaan Cee-cu, di makanan untuk Han Hie Sun memang diberi racun, cuma sayang, aku terlalu bodoh tidak tahu siapa yang menaruh racunnya."
"Racun apa?" tanya Seng Liong Sen kaget.
"Semalam ada orang menaruh racun dalam makanan yang akan disediakan untuk Han Hie Sun, syukur sebelumnya aku waspada dan minta nona Ci dan nona Khie Kie mengawasinya," kata Hong-lay-mo-li.
Ternyata Hong-lay-mo-li telah menduga, bahwa matamata musuh yang berhasil menyusup ke Kim-kee-leng itu akan berusaha menggagalkan segala rencananya. Maka itu sebelum hal itu terjadi Cee-cu telah mengatur penjagaan dengan ketat. Dia tahu Ci Giok Hian cerdik dan cermat.
Khie Kie berasal dari keluarga yang terkenal, pengetahuannya tentang racunpun melebihi orang lain.
Karena itu kedua nona itu diminta mengawasi dan memeriksa makanan di dapur dan ternyata hasilnya cukup memuaskan. Mereka menemukan racun dalam makanan yang disediakan untuk Han Hie Sun sehingga usaha pembunuh gelap itu gagal total.
"Padahal manusia macam Han Hie Sun pantas mampus diracun orang," kata Khie Kie sambil tertawa.
"Hal itu harus kita pikirkan lebih lanjut, aku ingin memberi kesempatan pada Han Hie Sun untuk
memperbaiki kesalahannya" kata Hong-lay-mo-li sambil tertawa. "Kaum pendekar harus bisa berpikir dan bertindak bijaksana, betapapun kita tak akan sem-barangan membunuh orang. Kecuali jika orang itu memang jahat dan tidak mungkin diberi ampun lagi."
Mendengar ucapan itu Seng Liong Sen agak tersinggung dan terharu, disamping itu dia malu juga Tapi dia sangat berterima kasih pada Hong-lay-mo-li dan kenalan lama 2453
yang telah memberi kesempatan kepadanya agar dia menjadi manusia baru. Hong-lay-mo-li berkata pula pada Sen Liong Sen.
"Ada seorang kawan yang akan ikut kau ke Kang-lam, aku harap kau tak akan menolaknya." kata Hong-lay-mo-li.
Saat Seng Liong Sen hendak bertanya siapa kawan yang dimaksud, tiba-tiba dua anak buah Kim-kee-leng telah membawa masuk seorang pemuda, dia Han Hie Sun. Han Hie Sun yang mengira dia akan dihina dan disiksa sebelum dibunuh, jadi nekat dan tetap bersikap angkuh.
"Jika kalian akan membunuhku, silakan bunuh saja!
Seorang lelaki sejati lebih baik mati daripada dihina. Jangan kalian harap kalian akan bisa mengorek sesuatu dariku."
kata Han Hie Sun. "Bagus, ucapanmu sesuai dengan dirimu sebagai putra Perdana Menteri, tetapi untuk mengaku sebagai lelaki sejati... Huh, rasanya masih jauh dari tingkah-lakumu," ejek Hong-laymo-li. "Hm, mungkin dalam pandanganmu kami ini penjahat Tapi sasaran kami hanya pada kaum pembesar korup dan hartawan jahat! Kami tidak pernah membuat susah rakyat jelata. Malah kami berdiri di pihak rakyat untuk bersama-sama membela negara dan bangsa.
Sebaliknya pembesar seperti kalian, ayah dan anak yang bersekongkol dengan musuh, sungguh memalukan! Kalian ingin menggunakan Wan-yen Tiang Cie sebagai sandaran, tapi Wan-yen Tiang Cie sendiri mengekor ke pihak Mongol.
Jadi kalian boleh dikatakan cuma budak-budaknya belaka.
Ingat, seorang Bu-su Mongol saja berani meremehkan kau, bahkan mau membunuhmu .Sungguhnya menjadi
budaknyapun tidak mudah, apa memang itu berharga bagimu?"
2454 Mendengar kata-kata itu Han Hie Sun malu, apa yang diucapkan Hong-lay-mo-li, memang benar dan nyata. Tidak ada kata-kata untuk mendebatnya. Dengan muka merah akhirnya Han Hie Sun berkata.
"Aku sudah jatuh ke tanganmu, akupun tahu tak akan luput dari kematian. Silakan bunuh aku dengan demikian semua akan beres." kata Han Hie Sun.
"Kau salah sangka," kata Hong-lay-mo-li sambil tertawa,
"kami justru tidak ingin membunuhmu, atau menyiksamu.
Han Kong-cu, kami malah ingin mengucapkan selamat jalan kepadamu."
Han Hie Sun hampir tidak percaya kepada telinganya sendiri, dia tertegun sejenak, lalu menegaskan.
"Apa katamu" Maksudmu kalian hendak membebaskan aku?" kata Han Hie Sun heran.
"Benar," jawab Hong-lay-mo-li. "Kau jangan sangsi, kami membebaskan kau tanpa syarat. Aku harap kau bersedia menyampaikan apa yang kukatakan tadi kepada ayahmu. Mudah-mudahan dia mau bersatu dengan kami untuk menghadapi musuh dari luar. Tapi dia bersedia atau tidak itu urusannya. Terus-terang, kami-pun tidak mengharap berlebihan kepada ayahmu."
Ingat pada penghinaan Bu-su Mongol tempo hari, dia merenungkan apa yang dikatakan Hong-lay-mo-li. Mau tak mau Han Hie Sun jadi lunak, bahkan malu hingga dia berterima kasih. Walaupun belum bisa mengubah pandangannya. Tapi sedikit-nya kesan buruknya terhadap pihak Kim-kee-leng sudah tidak seperti dulu lagi. Malah sudah mulai timbul kesan baik. Sesudah itu dia berkata,
"Baiklah, sepulangku dari sini akan kunasehati Ayahku menurut katakatamu tadi."


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

2455 "Bagus, jika demikian! Sekarang kau boleh berangkat bersama Seng Siauw-hiap dan nona Khie," kata Hong-laymo
li. Han Hie Sun melengak, dia jadi serba-salah saat mengetahui orang yang akan mengantarkannya pulang itu Seng Liong Sen.
"Kalian kenalan lama, bukan?" kata Hong-lay-mo-li sambil tertawa.
"Benar, Saudara Seng pernah mewakili gurunya berunding dengan Ayahku," jawab Han Hie Sun. "Saudara Seng, ketika kau ada di rumahku, aku merasa......"
"Urusan yang sudah lalu tidak perlu diungkit lagi," kata Seng Liong Sen. "Setiba di Kang-lam, aku akan ke tempat Guruku dan tak ikut ke tempatmu Jika kau bersedia menasihati ayahmu, berhasil atau tidak, kita tetap bersahabat."
Begitulah Hong-lay-mo-li mengantar keberangkatan mereka. Khie Kie merasa berat berpisah dengan Ci Giok Hian. Ketika itu kedua nona itu meneteskan air mata.
Kemudian Hong-lay-mo-li mengantar keberangkatan Siangkoan Hok, Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun bertiga.
Suasananya berbeda dengan keberangkatan Han Hie Sun tadi. Siang-koan Hok bertiga akan melakukan tugas besar di Tay-toh, oleh sebab itu, walaupun timbul rasa berat untuk berpisah, tapi lebih besar pula rasa gembiranya. Hanya seorang yang masih dirundung rasa duka yaitu Ci Giok Hian.
Setelah mengantar kepergian Khie Kie, Ci Giok Hian kembali ke kamarnya. Dia lihat Ciu Hong sedang menyulam sarung bantal dengan lukisan sepasang merpati.
2456 Ci Giok Hian jadi ingat pada masa lalu, ketika itu dia pernah menyulam sarung bantal gambar merpati, karena itu diajadi bertambah murung.
Ciu Hong bekas pelayan pribadi Ci Giok Hian.
Meskipun resminya majikan Ciu Hong, tetapi sebenarnya mereka mirip kakak-beradik. Selama beberapa hari di Kimkee-leng Ciu Hong sekamar dengan Ci Giok Hian. Melihat Ciu Hong sibuk menyulam sarung bantal, Giok Hian menggodanya.
"Ciu Hong, kau sedang menyiapkan keperluan pengantin bukan?" kata Ci Giok Hian.
Sambil menghela napas Ciu Hong menjawab.
"Sio-cia, terkadang bila ingat pengalamanmu, sungguh hatiku jadi dingin dan tidak ingin menikah, aku rasa di dunia ini tak ada lelaki yang baik," kata Ciu Hong.
"Tolol," Ci Giok Hian mengomel sambil tersenyum getir.
"Di dunia ini memang banyak lelaki jahat, tetapi tidak bisa dianggap semuanya sama begitu. Apalagi pengalamanku tidak bisa membuktikan kesimpulanmu itu."
"Masa ucapanku salah" Misalnya orang she Seng itu, dia pernah menikah denganmu. Kenapa dia beralih pada Nona Khie, padahal kau bisa menandingi kecantikannya" Malah dia meninggalkan kau. Tapi dia bahkan sengaja membawa kekasih barunya menemuimu"! Bukankah dia sengaja ingin membuatmu dongkol?"
"Tapi sedikitpun aku tidak dongkol. Ketahui olehmu aku justru ingin menjodohkan mereka. Pribadi nona Khie sangat baik."
"Bukan maksudku menjelekkan Nona Khie, yang kumaksud orang she Seng itu! Sio-cia, kau sungguh baik padanya, betapapun aku merasa....."
2457 "Sebenarnya kita tidak bisa menyalahkan Liong Sen, watakku memang tidak cocok dengannya. Apalagi saat aku jadi istrinya selama setahun, sesungguhnya kami cuma suami istri bohongan saja. Karena kau kuanggap adikku, maka itu aku bicara terus-terang dari hari ke hati.
Sesungguhnya tubuhku ini masih tetap suci bersih!"
"Ya aku tahu, Sio-cia," jawab Ciu Hong. "Cuma ada sesuatu yang membingungkan aku, tentang kau dan Kok Siauw Hong......"
Hati Ci Giok Hian jadi sedih, segera dia memotong.
"Sudahlah, jangan menyebutnya lagi. Masa kau tidak ingin kalau dia menikah selekasnya dengan nona Han?"
"Jusrtu itu aku merasa penasaran padamu," kata Ciu Hong. "Dulu dia begitu baik padamu, tapi kenapa dia berubah secara tiba-tiba begitu" Sungguh tak diduga dia lelaki yang ingkar janji!"
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 93 Hong-lay-mo-li Menjodohkan Ci Giok
Hian; Gan Hu-kin Mengacau Di Pek Hoa-kok
Ci Giok Hian menunduk, dia tampak terharu juga Tetapi Ci Giok Hian seorang yang hatinya teguh dan tabah luar biasa, maka itu dia langsung berkata lagi. "Yang harus disesalkan nasibku sendiri yang malang, semula aku kira Kok Siauw Hong sudah meninggal, maka itu aku menikah dengan Seng Liong Sen," kata Ci Giok Hian sambil menghela napas panjang. "Tetapi harus kau ingat, Han Pwee Eng kawanku yang paling baik, sebenarnya dia lebih cocok untuk Kok Siauw Hong."
2458 Melihat Ci Giok Hian bicara dengan sesungguh hati dan matanya tampak basah, Ciu Hong tidak berani menyambung kata-katanya lagi, dia hanya bilang, "Baiklah, pasti Siocia sudah lelah, silakan istirahat saja"
Saat tidur Ci Giok Hian gelisah, dia bergulingan di atas tempat tidur tak bisa tidur pulas. Ketika dia lihat Ciu Hong sudah tidur, dia segera bangun dan mencoba berjalan ke belakang gunung.
Bulan sabit kelihatan sudah condong ke sebelah barat, itu tanda sudah lewat tengah malam dan hampir pagi. Tanpa terasa Ci Giok Hian berjalan ke hutan yang biasa didatanginya Suasana hutan sunyi-senyap, ketika itu hanya terdengar suara jangkrik, binatang malam dan sebangsanya memecah kesepian malam. Dalam keadaan yang sunyi-senyap itulah, pikiran Ci Giok Hian bergolak bagai ombak di tengah samudera.
Dia seorang nona yang suka menang sendiri, karena itu rasa derita batinnya tidak ingin diperlihatkan di depan orang lain. Sikapnya di depan Han Pwee Eng dan Khie Kie sengaja dia memperlihatkan sikap yang wajar-wajar saja.
Ketika itu seperti tidak terjadi sesuatu apa-apa atas dirinya.
Tapi di kala sedang sendirian dia tak dapat menahan rasa duka hatinya.
Saat hati Ci Giok Hian diliputi rasa masgul itu, tiba-tiba terlihat sesosok bayangan orang berkelebat di depan matanya dalam kegelapan malam. Dia terkejut dan segera memburu ke arah bayangan itu, sambil berlari dia membentak.
"Siapa itu" Berhenti! Di sini Ci Giok Hian!"
Orang itu tidak berhenti, malah berlari lebih kencang.
"Tangkap mata-mata musuh!" teriak Ci Giok Hian.
2459 Pada saat yang hampir bersamaan itulah, mendadak orang itu memutar tubuhnya. Ci Giok Hian merasakan angin berkesiur perlahan, tahu-tahu orang itu seperti berbisik kepadanya.
"Ssst, jangan berisik, aku bukan mata-mata musuh!"
bisiknya Ci Giok Hian yang merasa tidak mengenali orang itu, tanpa pikir lagi pedangnya langsung menusuk. Serangan dalam jarak dekat sebenarnya sulit untuk dielakkan. Siapa duga gerakan orang itu ternyata gesit dan cepat luar biasa.
"Cring!" Mendadak jari orang itu menyentil, tepat mengenai pedang hingga terpental ke samping.
Itulah ilmu "Sian-cie-sin-thong" (Ilmu tenaga jari sakti) yang maha lihay, jago yang ada di Kim-kee-leng tidak ada yang mampu menggunakan kepandaian itu kecuali Honglaymo-li, Kong-sun Po dan Kok Siauw Hong bertiga.
"Nona Ci tidak perlu sangsi, tidak lama kau pasti akan tahu masalahnya. Sekarang lekas kembali ke tempatmu, jangan merintangiku!" kata orang itu.
Di kegelapan malam Ci Giok Hian tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang itu. Apalagi dia tidak kenal, suaranya juga asing baginya. Maka itu jelas Ci Giok Hian tak bisa mempercayai kata-kata orang itu..
"Jangan kau kira aku anak kecil yang bisa kau bohongi!"
kata Ci Giok Hian sambil menyerang tiga kali secara beruntun, lalu dia bersuit sekerasnya untuk memberi tanda bahaya pada kawan-kawannya.
Rupanya karena orang itu kuatir kalau jago-jago Kim-keeleng yang lain akan bermunculan, maka itu dia segera 2460
melancarkan serangan balasan ke arah Ci Giok Hian.
Dengan tangan kosong dia menyerang dengan dahsyat, sehingga Ci Giok Hian terdesak. Setelah berada di atas angin, orang itu berkata pula.
"Pek-hoa-kiam-hoatmu memang hebat, cuma sayang aku tak bisa melayanimu lebih lama Maaf, nona Ci, terpaksa untuk sementara aku menyusahkanmu!" kata orang itu.
Sesudah berkata begitu tiba-tiba dia melangkah maju, jarinya segera menotok dan tepat ke jalan darah bagian bahu Ci Giok Hian. Ci Giok Hian menggeliat, tapi tidak sampai roboh. Namun, kesempatan itu telah digunakan orang itu untuk kabur.
Dongkol, terkejut dan heran Ci Giok Hian dibuatnya.
Tapi jelas kepandaian orang itu jauh lebih tinggi di atas dia.
Karena totokannya tadi tidak menggunakan tenaga keras, maka itu dia tidak sampai roboh. Tampak orang itu sengaja bermurah hati kepadanya.
"Apa barangkali benar orang itu bukan mata-mata musuh?" pikir nona Ci.
Terpaksa nona Ci mengerahkan tenaga dalam untuk melancarkan jalan darahnya.
Pada saat itu terdengar suara orang berlari mendatangi.
Walau jalan darah Ci Giok Hian yang tertotok belum lancar kembali, dia tetap bisa bicara. Karena dia kira yang datang itu kawan sendiri, dia berseru.
"Mata-mata musuh sudah kabur ke arah Barat sana, lekas kejar dia!" kata Ci Giok Hian.
Dua orang berbaju kelabu muncul di depan nona Ci, Tapi wajah mereka tidak jelas dalam kegelapan. Karena seruan Ci Giok Hian, kedua orang itu berlari ke arahnya.
Segera suara seorang yang belum dikenalnya berkata.
2461 "Oh, kau nona Ci" Kenapa kau!" kata orang itu.
Ci Giok Hian girang dia menjawab.
"Ya aku Ci Giok Hian. Aku tidak apa-apa, hanya kesemutan sedikit, lekas kejar dia saja!"
Tak diduga kedua orang itu tertawa terbahak-bahak.
"Ha. .ha. .ha! Rupanya saudara tua kita merasa kasihan pada si cantik ini, tapi kenapa tidak sekalian dibawa pergi"!"
kata orang itu heran. "Ini malah kebetulan, dia buat kita saja!" kata kawannya,
"dia tidak mau, kita yang ambil saja!"
"Benar, dengan membawa nona Ci berarti kita punya sandera," kata orang pertama. "Eh, nona Ci, pasti kau belum bisa berjalan, biar akan kugendong kau!"
Sekarang Ci Giok Hian tahu bahwa kedua orang itu kawanan "mata-mata musuh". Bukan main kaget dan kuatirnya Giok Hian. Kedua orang itu semakin dekat kepadanya. Padahal jalan darahnya yang tertotok belum bebas. Ci Giok Hian cemas dan putus asa. Dia pikir jika perlu dia akan menggunakan sedikit tenaga yang terkumpul untuk bunuh diri dengan memutuskan urat nadi sendiri.
Tapi pada detik yang paling gawat, sesuatu yang sama sekali tak terduga terjadi lagi. Entah dari mana datangnya, tahu-tahu sepotong batu kecil menyambar tepat mengenai Hiat-to di bagian dengkul nona Ci. Karena itu jalan darah di kakinya, maka seketika itu sudah lancar kembali darahnya. Rupanya batu kecil itu sengaja disambitkan untuk menolong nona Ci.
Pada saat yang sama terdengar suara 'trang', hingga golok yang terpegang oleh salah seorang berbaju kelabu itu, terlepas dari cekalannya oleh timpukan sepotong batu.
Hampir berbareng dengan itu orang yang keduapun 2462
menggeliat tersambit oleh senjata rahasia. Tampaknya dia tidak sanggup berdiri dan hampir bertekuk lutut.
"Keparat! Sebentar lagi pasti akan kubereskan jiwa kalian!" terdengar suara bentakan orang yang berkumandang dari jauh.
Pada saat itu juga Ci Giok Hian langsung membentak.
"Bangsat, lekas serahkan dirimu jika ingin hidup" kata Ci Giok Hian nyaring.
Berbareng dengan itu pedang si nona menusuk ke kanan dan ke kiri. Rupanya dari suara bentakan itu kedua orang itu baru mengetahui, bahwa orang yang dikira "saudara tua" itu, ternyata bukan saudaranya. Jelas mereka jadi ketakutan dan cepat saling memberi tanda. Sambil mengelak serangan Ci Giok Hian segera mereka angkat kaki. Karena dia hanya seorang yang harus mengejar dua orang musuh, Ci Giok Hian jadi serba salah. Apalagi dia baru bisa bergerak, langkahnya agak lamban. Tidak lama kedua musuh itu pun sempat menghilang di kegelapan malam. Ketika itu terdengar orang itu berseru kepadanya.
Disusul suara teriakan lain.
"Cici kembalilah!"
Ci Giok Hian menoleh. Samar-samar kelihatan sepasang muda mudi berlari mendatanginya. Sesudah dekat, ternyata orang itu Ciauw Siang Hoa dan Yo Kiat Bwee berdua.
Kedua orang ini datang bersama Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng beberapa bulan yang lalu. Memang Yo Kiat Bwee kenalan lama Ci Giok Hian. Setelah berkumpul beberapa bulan di Kim-keeleng, hubungan mereka bertambah akrab saja.
"Ada dua orang mata-mata musuh lari ke sana!" kata Ci Giok Hian. "Lekas kalian kejar mereka!"
2463 "Liu Beng-cu sedang mencarimu," kata Kiat Bwee sambil tertawa. "Jangan kuatir, biangkeladi mata-mata itu sudah tertangkap, rasanya anak buahnya juga tak akan bisa berkutik lagi."
"Hei, biangkeladinya sudah tertangkap" Siapa dia?"
tanya Ci Giok Hian kaget dan girang.
"Kamipun belum tahu siapa dia, mungkin untuk masalah itu Liu Beng-cu mencarimu," kata Kiat Bwee sambil mengejar ke arah yang ditunjuk oleh Ci Giok Hian.
Ci Giok Hian segera kembali dan mendatangi Hong-laymo
li. Di sana dia lihat Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng sudah ada. Ci Giok Hian melapor apa yang dialaminya tadi.
"Memang mata-mata musuh sudah kita tangkap di sini,"
kata Hong-lay-mo-li. "Ternyata di Kim-kee-leng ada matamata musuh, tapi juga ada sahabat kita yang membantu secara diam-diam."
Sesudah itu Hong-lay-mo-li menceritakan bagaimana matamata musuh itu bisa tertangkap.
Ketika Hong-lay-mo-li memeriksa Ong Siu-pi kemarin, timbul rencananya untuk memancing musuh agar muncul, yakni dengan menggunakan Ong Siu-pi sebagai umpan.
Sengaja dia mengurung Ong Siu-pi di "Ouw-hong-tong", sebuah gua di belakang gunung. Dia duga musuh pasti akan berusaha menolongi atau membunuh Ong Siu-pi agar rahasianya tidak terbuka. Ternyata musuh memang terpancing, tapi tidak datang ke Ouw-hong-tong melainkan menyusup ke kamar Hong-lay-mo-li dengan maksud mau membakar kamarnya. Nanti jika keadaan sudah kacau dan api sudah berkobar, musuh baru akan turun tangan 2464
membunuh tawanan. Syukur rencana musuh bisa terbongkar berkat kabar rahasia yang diterima Hong-laymo-li dari secarik kertas yang disambitkan oleh seorang yang tak dikenal ke Ouw-hong-tong. Pada saat yang tepat Hong-lay-mo-li sempat kembali ke kamarnya dan kebetulan memergoki musuh yang hendak membakar kamarnya itu hingga musuh tertangkap.
"Siapa mata-mata musuh itu?" tanya Ci Giok Hian.
"Belum jelas karena dia memakai topeng kulit tipis. Ilmu silatnya sangat tinggi, dia berasal dari aliran Siauw-lim-pay," kata Hong-lay-mo-li. "Sebentar kita akan tahu siapa dia."
Tidak berapa lama beberapa anak buah Kim-kee-leng menyeret seorang tawanan. Topeng yang dipakai tawanan itu sudah dibuka dan wajah asli orang itu jelas.
Mendadak Kok Siauw Hong bangun dan membentak.
"Bagus, kiranya kau murid murtad Siauw-lim-pay, anjing bangsa Kim!" kata Siauw Hong.
Hong-lay-mo-li pun mengejek.
"Soa Heng Liu, sungguh berani kau ini. Dulu kau pernah membuat susah dan menghancurkan hidup Su-hengku Kong-sun Kie. Namun, selama ini aku belum lagi mengadakan perhitungan denganmu. Sekarang kau berani menyusup ke tempatku menjadi mata-mata Wan-yen Tiang Cie!" kata Hong-lay-mo-li.
Mata-mata musuh yang tertawan itu murid Siauw-lim-pay yang telah berkhianat pada perguruannya Dia bernama Soa Heng Liu. Duapuluh tahun yang lalu, Kong-sun Kie, ayah Kong-sun Po sampai tersesat dan berbuat jahat, justru karena bergaul dengan Soa Heng Liu ini. Merasa dirinya sudah banyak berdosa, terpaksa Soa Heng Liu bekerja 2465
untuk Wan-yen Tiang Cie. Ketika Kok Siauw Hong dan rombongannya bermalam di rumah Teng Sit, di antraa orang-orang yang dikirim Wan-yen Tiang Cie untuk menggerebek, dan menangkap mereka terdapat Soa Heng Liu.
Tadi Soa Heng Liu telah melakukan perlawanan ketika hendak ditangkap oleh Hong-lay-mo-li. Tapi akhirnya berhasil dirobohkan oleh ujung kebutan Hong-lay-mo-li yang tajam laksana jarum, mengenai jalan darahnya hingga tak bisa berkutik lagi. Dia sedang kesakitan seperti digigit beribu-ribu ular berbisa rasanya hingga penderitaannya sulit dikatakan. Mendengar makian Kok Siauw Hong dan Honglay-mo-li tadi, karena keras kepala Soa Heng Liu yang keras kepala masih berani menjawab.
"Hm! Jika tak ada laporan rahasia kau tak akan mengetahui rencanaku. Kini sesudah aku tertangkap olehmu, kalau mau membunuhku silakan saja Tidak perlu kalian banyak bicara!" kata Soa Heng Liu dengan berani.
"Hm! Kau masih berlagak jantan?" bentak Hong-lay-mo-li dengan gusar.
Kembali Hong-lai-mo-li menyambet perlahan ke tubuh Soa Heng Liu. Seketika ke-36 itu jalan darah di tubuhnya laksana digigit dan dihisap tulang sumsumnya oleh ribuan ular. Sakitnya tidak kepalang.
"Nah, lekas katakan siapa kawanmu yang masih berada di sini?" bentak Hong-lay-mo-li pula.
Dalam keadaan menderita, terpaksa Soa Heng Liu mengaku. "Kedua kawanku si Pencuri Pauw Kang dan Han Ngo, si Golok Cepat dari Khong-tong-pay. Mereka bekerja untuk Wan-yen Tiang Cie. Liu-lihiap, aku mohon kemurahan hatimu, harap bunuh saja aku!"
2466 "Hm! Karena kau murid murtad dari Siauw-lim-sie, kau harus dihukum menurut aturan perguruanmu sendiri," kata Hong-lay.
Hong-lay-mo-li lalu memerintahkan tawanan itu dibawa pergi ke kamar tahanan. Kemudian Hong-lay-mo-li memberi tahu Kok Siauw Hong dan Pwee Eng, bahwa ayah Pwee Eng saat itu sedang pesiar ke Siauw-lim-sie. Maka itu Kok Siauw Hong berdua akan ditugaskan mengawal Soa Heng Liu ke sana, untuk sekalian mengundang Han Tay Hiong datang ke Kim-kee-leng.
Sudah tentu Siauw Hong dan Pwee Eng menyatakan setuju dengan girang.
"Kalau begitu kalian boleh berangkat besok!" kata Honglay-mo-li.
Setelah Siauw Hong dan Pwee Eng mohon diri, kemudian Hong-lay-mo-li berkata pada Ci Giok Hian.
"Adik Giok Hian, aku lebih tua beberapa tahun darimu, maka itu kau kuanggap seperti keponakanku. Aku harap kau tidak sungkan padaku, anggap saja aku ini bibimu. Kini aku ingin tahu lebih jelas tentang orang yang menotokmu dan sekaligus menolongimu. Menurutmu bagaimana macam orang itu" Berapa usianya dan aliran mana ilmu silatnya?"
"Dalam kegelapan aku tidak begitu jelas melihatnya, aku kira usianya sekitar tigapuluh tahun," kata Ci Giok Hian.
"Gaya silatnya aneh, karena cupetnya aku tidak mengenal aliran silatnya itu. Ketika kutegur, dia tak mau menjelaskan siapa dia Tapi dia membantah dan mengatakan dia bukan mata-mata musuh, sebagaimana dugaanku semula. Ketika itu dia seperti tergesa-gesa dan pergi begitu saja!"
2467 "Ya, sekarang kita tahu bahwa orang itu kawan dan bukan lawan.," kata Hong-lay-mo-li sambil tertawa.
Ci Giok Hian sedikit tertarik dan bertanya.
"Jadi Bibi Liu sudah tahu asal-usulnya?" kata si nona
"Orang ini bisa jadi murid seorang sahabatku, cuma akupun belum berani memastikannya," kata Hong-lay-mo-li. "Watak sahabatku itu sangat aneh. Kelakuannya sering di luar dugaan. Maka itu aku yakin sifat muridnyapun sama seperti gurunya."
"Kelakuan orang itu memang aneh dan sukar dimengerti," kata Ci Giok Hian. "Aku kira dia membantu kita secara diamdiam, bahkan sudah lama tinggal di sini.
Entah kenapa dia tidak mau memperkenalkan diri pada kita?"
Sementara itu Ciau Siang Hoa dan Yo Kiat Bwee yang tadi mengejar musuh sudah kembali bersama Toa-thauw-bak Lui Biauw, si golok emas.
"Bagaimana hasil pengejaran kalian?" tanya Hong-lay.
"Sudah ditemukan, tapi tidak dalam keadaan hidup lagi,"
kata Lui Biauw. "Kematian kedua orang itu agak aneh.
Mayat mereka kami temukan di semak-semak di kaki gunung. Semula kami tidak tahu kalau mereka tertotok oleh totokan hebat. Setelah kami periksa baru kami tahu mereka ditotok, kemudian dibinasakan dengan ilmu Bian-ciang (pukulan halus) yang lihay."
"Sungguh aneh," kata Ci Giok Hian.
"Orang yang menotok mereka pasti orang yang mengirim kabar rahasia padaku," kata Hong-lay-mo-li.
"Benar, akupun berpikir begitu, tapi aneh siapa yang membunuh kedua musuh itu?" tanya Ci Giok Hian. "Bukan 2468
mustahil di tempat ini masih ada mata-mata musuh yang lain."
"Menurut laporan rahasia yang aku terima dari orang itu, sepengetahuannya kawan Soa Heng Liu hanya dua orang, yaitu Pauw Kang dan Han Ngo, jadi tak ada yang lain,"
kata Hong-lay-mo-li, nadanya seperti percaya pada kabarvrahasia itu. "Tetapi tak ada buruknya jika kita waspada terhadap segala kemungkinan, pesanku ini harap Liu Cian-pwee dan nona Yo sampaikan pada semua saudara kita."
Setelah Lui Biauw bertiga mengundurkan diri, Hong-laymoli berkata pada Giok Hian, "Apa kau ngantuk, Giok Hian" Jika tidak kita bicara sebentar."
"Karena pagi sudah hampir tiba, rasa kantuk pun hilang.
Yang akan Bibi katakan silakan saja," jawab Ci Giok Hian.
"Yang ingin kubicarakan mengenai masalah pribadi,"
kata Hong-lay-mo-li sambil tersenyum. "Aku tahu kau dan Seng Liong Sen hanya suami istri bohongan. Sekarang kalian sudah berpisah secara resmi. Kau gadis cerdik, pasti kau paham apa yang ingin aku bicarakan denganmu."
Wajah Ci Giok Hian seketika menjadi merah. Dalam hatinya memang sudah bisa menerka sebagian pembicaraan itu.
"Nasibku ditakdirkan begini, terima kasih atas perhatianmu Sesungguhnya aku tak tahu apa yang ingin Bibi bicarakan." kata Giok Hian.
"Kau gadis pandai dan bijaksana, memang kau ingin menyerah pada nasib" Aku rasa nasib seseorang harus ditentukan oleh orang yang bersangkutan. Seandainya nasibmu memang jelek, sedikitnya masih bisa diatasi."
2469 "Kata-kata Bibi benar. Akupun percaya bahwa nasib memang bisa diubah. Hanya sayangnya aku sendiri yang menyerah kepada nasib," kata Ci Giok Hian.
"Usiamu masih muda, jadi tidak seharusnya kau putus-asa. Aku kira hari depanmupun masih cerah, sebagai anak perempuan kau masih perlu mencari jodoh yang cocok bagimu."
"Aku memang pernah menikah sekali, walaupun cuma suami istri omong kosong. Tapi bagiku itu sudah cukup, hatiku sudah dingin." kata Ci Giok Hian.
"Kau masih muda, apa yang menyebabkan hatimu dingin" Apakah karena kau belum bertemu dengan orang yang cocok?" kata Hong-lay-mo-li sambil tersenyum. "Jika ada seorang pemuda yang segala sesuatunya memuaskan kau............"
"Terima kasih atas perhatian Bibi, sesungguhnya aku memang tidak ingin menikah lagi," kata Ci Giok Hian.
"Aku justru ingin menjadi perantaramu, aku harap kau mau mengubah pendirianmu," kata Hong-lay-mo-li sambil tertawa.
Sebenarnya Ci Giok Hian tertarik pada pembicaraan itu, tapi sayangnya dia tidak tahu pemuda mana yang akan dijodohkan oleh Hong-lay-mo-li kepadanya" Walau begitu dia tidak enak jika ber-tanya pada sang bibi walau dia ingin tahu. Dia yang sudah dua kali gagal bercinta, hatinya sudah dingin hingga tidak ingin menikah lagi. Maka itu dia berkata.
"Aku paham maksud baik Bibi. Tapi soal jodoh hendaknya jangan disebut-sebut lagi. Bila Bibi tidak menolak, aku bersedia mengabdi di sampingmu."
2470 "Mana bisa begitu," jawab Hong-lay-mo-li sambil tertawa. "Di sini walau tenagamu diperlukan, tapi tidak perlu menghalangi kebahagiaan dalam membina rumah-tangga?"
"Kau bicara tentang rumah tangga, aku jadi ingat pada rumahku," kata Ci Giok Hian. "Jika Bibi tidak keberatan, biar aku pulang dulu untuk menemui Kakakku dan mengatur rumah sekedarnya. Nanti aku datang lagi ke sini.
Karena aku punya rumah tidak perlu rumah yang lain."
Melihat si nona bicara tegas begitu, terpaksa Hong-laymoli berkata lagi.
"Sungguh sayang, padahal orang yang ingin kujodohkan denganmu pernah kau lihat, ilmu silatnya pun sudah kau kenal. Dia benar-benar seorang pemuda serba-bisa. Sayang kau tidak mau. Setiap manusia punya cita-cita sendiri, maka itu akupun tidak ingin memaksamu. Walau demikian aku tetap berharap suatu hari kau mengubah pendirianmu."
Keterangan Hong-lay-mo-li membuat hati Ci Giok Hian tergerak.
"Orangnya pernah kulihat, dan kepandaiannya pun pernah kukenal, siapakah dia" Apa mungkin lelaki misterius yang kupergoki malam itu?" pikir nona Ci.
Walau rasa ingin tahunya sangat kuat mengenai nama dan asal-usul orang itu, namun harga diri seorang gadis membuat dia diam hingga pembicaraan pun berakhir sampai di sini.
Hong-lay-mo-li berkata lagi.
"Baiklah, jika kau ingin pulang. Sebelumnya bisa kuceritakan sedikit mengenai keadaan kampung halamanmu. Sekarang kau bisa melakukan dua pekerjaan untukku. Pertama kau harus mem-beritahu kakakmu, 2471
bahwa mertuanya, Wan To-cu sedang mencarinya. Wan To-cu akan datang ke Kim-kee-leng. Jika beliau datang dan kalian belum muncul, tentu Wan To-cu akan aku minta untuk menyusul kalian ke Pek-hoa-kok. Masalah yang kedua mengenai Haysoa-pang. Kawanan bajak dan pedagang garam gelap itu kini sudah masuk perserikatan kita. Sepulang ke Yang-ciu kau harus berhubungan dengan mereka."
Ci Giok Hian menerima baik tugas itu. Dia juga menyatakan akan membawa Ciu Hong pulang ke
rumahnya. Sedangkan Ciu Tiong Gak akan ke Po-teng untuk menemui bakal besannya dan berunding mengenai hari pernikahan Ciu Hong, dan seterusnya menetap di Pekhoa-kok. Maka itu kelak jika Ci Giok Hian dan kakaknya pergi, di sana ada penjaganya yang bisa dipercaya.
Esok harinya Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng berangkat ke Siauw-lim-sie dengan membawa Soa Heng Liu. Sedang Ci Giok Hian berangkat bersama Ciu Hong.
Ciu Tiong Gak menuju ke Po-teng di bagian Utara.
Di sepanjang jalan tak terjadi apa-apa. Saat Ci Giok Hian dan Ciu Hong tiba di Pek-hoa-kok, hari sudah magrib.
Pintu gerbang rumahnyapun tertutup rapat. Di sana-sini terdapat sarang laba-laba seakan rumah itu sudah tak berpenghuni.
"Aneh, ke mana Paman Ong" Kenapa dia begini malas"
Tampaknya dia tidak pernah menyapu," kata Ciu Hong sambil tertawa.
"Jangan salahkan dia, dia cuma sendirian mana sanggup mengurus rumah seluas ini," kata Ci Giok Hian.
"Mari kita lompat masuk melalui pagar taman belakang untuk mengagetkan dia," kata Ciu Hong.
2472 Di luar dugaan, mereka kaget karena di taman belakang rumah juga kotor tak terurus. Rumput tumbuh liar memenuhi halaman. Suasana di tempat itu sunyi sekali.
Yang membuat mereka kaget di pojok taman itu terdapat setumpuk tanah merah, nampaknya baru digali dan masih baru. Jelas itu sebuah kuburan baru. Ciu Hong mencoba menyalakan api untuk menerangi batu nisan kuburan itu.
Tanpa disadari dia berseru, "Hei, Paman Ong sudah meninggal!"
Di atas batu nisan itu tertulis nama Ong Hok, tukang kebun yang ditugaskan menjaga rumah. Hati Ci Giok Hian berdebardebar. Mendadak dia ingat pengalaman Han Pwee Eng ketika pulang ke rumahnya dulu. Begitu nona itu masuk ke rumahnya di Lok-yang, dia lihat mayat pelayannya tergeletak di lantai. Ayahnya yang sedang sakit juga hilang. Kemudian Han Pwee Eng baru mengetahui kalau rumahnya didatangi Chu Kiu Sek dan See-bun Souw Ya. Sedangkan ayahnya dibawa pergi oleh Seng Cap-si Kouw. Apa yang dilihat oleh Ci Giok Hian, rasanya mirip.
Walau hatinya tenang, tapi berdebar juga.
"Coba kita periksa bagian dalam rumah," ajak Giok Hian.
Namun, beberapa pintu ruangan digembok. Ci Giok Hian yang tak sabar segera menebas gembok dengan pedangnya Kerika ruang itu dia periksa, akan tetapi tak ada sesuatu yang ditemukannya
"Sio-cia, biar kucari keterangan pada Ciu Toa-nio, tetangga kita di ujung jalan sana," kata Ciu Hong yang tampak cemas.
Ci Giok Hian setuju. Tapi sebelum Ciu Hong pergi nona Ci
berpesan agar Ciu Hong cepat kembali.
2473 Sepeninggal Ciu Hong, Ci Giok Hian mencoba masuk ke kamarnya. Dia lega sebab tak ada tanda rumahnya pernah dikacau orang. Andai kedatangan musuhpun, pasti kakaknya dan nona Wan tidak akan menyerah begitu saja Tapi du sana tak ada tanda pernah ada orang bertempur di situ.
Dia coba menyalahkan lilin, lalu meneliti keadaan kamarnya Semua masih dalam keadaan seperti saat dia tinggalkan. Walau di sana-sini berdebu, tapi selimut di atas ranjangnya masih terlipat rapih, malah bantal sulam yang belum selesai dikerjakanpun masih terletak di tempat semula. Melihat barang yang disediakan untuk dipakai di kamar pengantin dulu itu, dia tertegun. Kini semua tinggal kenangan. Tanpa terasa hati Ci Giok Hian pedih.
Sambil membersihkan kamar dia meneliti sesuatu dengan cermat, tiba-tiba di keranjang sampah, terlihat ada sisa bakaran. Dia mengambil bagian kertas yang belum terbakar, dan disambung-sambung. Isi tulisan itu demikian
"di rumah jangan......." Lanjutan tulisan itu sudah terbakar tidak bisa diketahui maksudnya: "Jangan apa?"
Dari gaya tulisan surat itu, jelas bukan tulisan tangan Ci Giok Phang, kakaknya tapi juga bukan gaya tulisan wanita.
Karena Ci Giok Hian tidak kenal gaya tulisan Wan Say Eng, dia tidak tahu Wan Say Engkah yang menulis atau bukan" Saat sedang memikirkan apa arti tulisan yang dibacanya itu, tibatiba terdengar suara langkah orang. Baru saja dia mau menegur, terdengar Ciu Hong berseru.
"Aku, Sio-cia. Apa kau menemukan sesuatu?"
"Oh, kau sudah kembali," jawab Giok Hian. "Belum ditemukan apa-apa bagaimana keterangan yang kau peroleh?"
2474 Tak lama Ciu Hong cerita. Kata mereka Ci Giok Phang dan Wan Say Eng pernah pulang dan tinggal beberapa bulan di rumah.
Mereka baru pergi sebulan yang lalu. Menurut keterangan Ciu Toa-nio, tetangga yang dimintai keterangan dan masih terhitung adik ipar Ong Hok si tukang kebun itu, Ong Hok meninggal karena sakit. Mungkin karena Ong Hok sudah tua.
Malam itu Ci Giok Hian dan Ciu Hong sudah tidur.
Tiba-tiba Ci Giok Hian dikejutkan oleh munculnya suara di atas genting rumahnya. Tanpa pikirpanjang dia keluar hingga terjadilah pertarungan antara Ci Giok Hian dengan seseorang dalam gelap. Tiba-tiba Ci Giok Hian merasa ada sambaran angin dari belakang dia. Dengan cepat Ci Giok Hian menghindari cengkraman orang itu sambil balas menyerang dengan cepat. Ternyata orang itu Gak Hu-jin!
Ketika itu dia tidak mengira kalau cengkramannya tidak berhasil mengenai Ci Giok Hian. Dia heran lalu berkata.
"Eh, ilmu pedangmu sudah jauh lebih maju dibanding dulu. Tetapi jangan harap kau bisa lolos dari tanganku!
Lihat saja nanti!" kata Gak Hu-jin.
Selang beberapa bulan di Kim-kee-leng, Ci Giok Hian memang mendapat petunjuk dari Hong-lay-mo-li. Sekarang ilmu silatnya jauh lebih maju dibanding dulu. Bahkan serangan Ci Giok Hian hampir melukai Gak Hu-jin, jika dia tidak cepat menarik kembali tangannya. Tapi apa yang dikatakan Gak Hujin benar. Walau kepandaian Ci Giok Hian sudah bertambah maju, tetap saja dia bukan tandingan Gak Hu-jin. Belasan jurus kemudian Giok Hian mulai kewalahan menghadapi tongkat Gak Hu-jin. Suatu ketika mendadak Gak Hu-jin maju, lalu dengan cepat dia coba merampas pedang Ci Giok Hian. Tapi Giok Hian sempat membalikkan pedangnya lalu menebas dengan tak terduga 2475
"Hm! Kau masih berani bertarung denganku!" ejek Gak Hujin sambil tertawa.
"Trang!" Dengan tepat tongkat Gak Hu-jin membentur pedang Ci Giok Hian. Seketika Giok Hian merasa tangannya kesemutan, pedangnya hampir saja terlepas dari cekalannya. Ketika itu dia tahu bahwa Gak Hu-jin sengaja bermurah hati kepadanya, jika tidak pasti dia sudah terluka parah.
"Nah, rasakan olehmu! Lekas ikut aku pulang!" kata Gak Hu-jin.
Mendadak Ci Giok Hian menyambitkan pedangnya sambil melarikan diri.
"Mana bisa kau lolos!" teriak Gak Hu-jin.
Benar saja baru belasan langkah Ci Giok Hian berlari, tahu-tahu Gak Hujin sudah menghadang di depannya.
Karena Ci Giok Hian lebih hafal keadaan taman miliknya, dia berlari mengitari taman kian ke mari. Tapi tetap saja dia tak bisa melepaskan diri dari kejaran Gak Hu-jin.
Diam-diam Giok Hian mengeluh karena khawatir tak bisa lolos dari cengkraman musuh. Saat keadaan mulai gawat, tiba-tiba terdengar jeritan Ciu Hong hingga Gak Hujin berhenti mengejarnya
Ci Giok Hian yang kaget mengawasi ke arah jeritan tadi.
Ternyata di sana tampak tiga sosok bayangan muncul di atas rumahnya. Saat itu Ciu Hong dikejar kedua bayangan itu. Dalam keadaan demikian sekalipun Ci Giok Hian ingin menolongnya tidak akan keburu lagi, karena jaraknya 2476
cukup jauh. Saat Ci Giok Hian sedang kuatir, tiba-tiba Gak Hu-jin mengayunkan tangannya sambil membentak.
"Padahal sudah kubilang kalian jangan mengejutkan Nona Ci, kenapa kalian tidak mendengar perintahku?" kata Gak Hujin.
Tak lama menyusul suara gabrukan orang yang jatuh dari atas atap rumah. Ternyata tiga orang terjungkal ke bawah. Tapi di antara ketiga orang itu tak ada Ciu Hong.
Rupanya saat Gak Hu-jin menghamburkan senjata rahasia, dari sudut lain mendadak muncul seseorang. Begitu muncul dia terjungkal terkena senjata rahasia, tapi arah terjungkalnya berlawanan dengan arah kedua orang yang jatuh tadi.
Hal itu membuat Ci Giok Hian keheranan, karena orang ketiga itu jelas bukan terkena senjata rahasia yang disambitkan Gak Hujin melainkan ada orang gagah yang belum menampakkan diri.
Benar saja, tak lama terdengar suara suitan nyaring seseorang, Dari suaranya yang melengking tajam jelas dia bukan sembarangan orang.
"Bagus, akupun tahu bahwa sewaktu-waktu kau si bangsat tua pasti akan mencari perkara denganku. Ternyata kini kau benar-benar datang!" bentak Gak Hu-jin sambil tubuhnya melayang ke arah orang itu.
Entah dia mengejar "bangsat tua" yang disebutnya itu atau melarikan diri yang jelas dalam sekejap dia menghilang. Sedang "bangsat tua" yang dimaksudkannya itu hanya terdengar suaranya tapi tidak terlihat orangnya.
Saat itu Ciu Hong mendekati Ci Giok Hian, lalu menceritakan apa yang dialaminya. Rupanya dia terjaga karena mendengar suara benturan senjata tajam ketika Ci 2477
Giok Hian bertarung dengan Gak Hu-jin. Ketika dia memburu keluar, tapi disergap oleh dua orang itu. Untung seseorang berbisik memperingatinya, sehingga serangan kedua orang itu bisa dihindarinya. Tapi tak lama kedua penyerang itupun terjungkal ke bawah rumah.
"Ya, sungguh berbahaya, syukur ada orang gagah yang diam-diam melindungi kita," kata Ci Giok Hian.
Sesudah itu mereka langsung memeriksa ketiga musuh yung terjungkal itu. Sungguh heran dan sangsi mereka, setelah melihat ketiga orang itu. Ternyata mereka berseragam perwira Kim. Satu di antaranya Ci Giok Hian merasa pernah bertarung dengannya di kantor Kabupaten Yang-ciu. Ketiga orang itu tergeletak terpisah di dua tempat. Sedang yang terkena serangan Gak Hu-jin sudah tidak bernyawa lagi. Muka mereka hitam dan pelipisnya tertancap sebuah jarum kecil. Jelas mereka terkena jarum beracun.
"Keji sekali perempuan tua itu, siapa dia, Sio-cia?" tanya Ciu Hong.
"Dia istri Gak Liang Cun, Bupati Yang-ciu," jawab Ci Giok Hian. "Kelihatannya ketiga orang ini anak buah suaminya. Bisa jadi kedatangan Gak Hu-jin ke sini di luar tahu suaminya atau siapapun" Oleh sebab itu dia merasa perlu membunuh anak buah suaminya agar perbuatannya tidak ketahuan."
Ketika mereka memeriksa orang ketiga, ternyata dia tidak mati, dan tidak ada tanda terkena senjata rahasia.
Cuma saja orang itu tidak bisa bergerak. Sebagai jago silat, setelah merenung sejenak, Giok Hian menyatakan rasa herannya.
2478 "Aneh sekali, orang ini rupanya tertotok jalan darahnya hingga dia tak bisa berkutik. Bisa jadi dia tersambit oleh sebutir batu kecil." kata si nona.
Ketika Ci Giok Hian memeriksanya, ternyata cara menyambitkan senjata rahasia dan mengincar jalan darah itu serupa dengan orang yang menyambit Pauw Kang dan Han Ngo di Kim-kee-leng.
"Tapi orang itu bukan orang tua, walau aku tidak sempat melihat wajahnya. Kenapa Gak Hu-jin memaki dia si


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bangsat tua?"" pikir nona Ci.
"Sio-cia buka saja jalan darahnya agar bisa kita tanya dia," kata Ciu Hong.
"Mana bisa aku membebaskannya?" kata Ci Giok Hian.
Tiba-tiba dia berkata. "Kau jaga rumah, aku akan memeriksa ke sekeling rumah ini. Masalah ini harus kuselidiki hingga jelas." kata Ci Giok Hian.
"Gak Hu-jin mengejar orang itu, pasti bisa kusaksikan pertarungan mereka yang menarik." pikir nona Ci.
Benar saja, tidak lama di tengah hutan di belakang rumahnya terdengar suara gemerincing beradunya senjata tajam. Ternyata Gak Hu-jin berhasil menyusul orang misterius itu, sekarang mereka sedang bertempur dengan sengit. Perlahan-lahan Ci Giok Hian menyusup ke dalam hutan. Karena pertarungan berlangsung sengit, kedua orang itu seperti tidak mengetahuinya ada orang yang datang ke tempat itu. Ci Giok Hian memanjat ke sebuah pohon.
Dengan bantuan sinar rembulan yang remang-remang dia coba mengamat-amati pertarungan itu.
2479 Ternyata lawan Gak Hu-jin seorang lelaki berusia belum 30 tahun. Perawakannya serta gaya ilmu silatnya memang sama dengan lelaki aneh yang dipergoki Ci Giok Hian di Kim-keeleng tempo hari. Lelaki itu menggunakan pedang, permainan pedangnya luar biasa hebat. Serangannya juga cepat dan lincah. Setiap jurus serangannya selalu mengincar ke jalan darah di tubuh Gak Hu-jin. Melihat hal itu tidak kepalang terkejut dan kagetnya Ci Giok Hian. Diam-diam dia mengakui kehebatan ilmu pedang orang itu. Cit-siukiam-hoat milik Kok Siauw Hong rasanya kalah setingkat dibanding ilmu pedang orang aneh itu.
Tapi kepandaian Gak Hu-jin ternyata lain dari yang lain.
Tongkatnya menyambar kian ke mari hingga menimbulkan suara menderu-deru. Segenap penjuru seakan-akan bayangan tongkatnya saja. Tanpa terasa Ci Giok Hian merasa kuatir juga. Kini tahulah dia bahwa Gak Hu-jin memberi kelonggaran kepadanya. Jika tidak, dengan permainan tongkat yang dahsyat seperti itu, pasti dia tidak akan sanggup melawannya.
"Hm! Kepandaianmu memang asli pelajaran dari gurumu! Tapi untuk bisa menandingiku sedikitnya kau harus berlatih lagi selama tiga tahun," ejek Gak Hu-jin.
"Nah, lekas katakan di mana gurumu" Apa dia sengaja mengutusmu ke sini untuk mengacaukan aku?"
"Ha,ha,ha!" orang itu tertawa. "Apa benar kau ingin mencari Guruku" Jika demikian silakan kau bertanya pada Giam-lo-ong (Raja Akhirat) saja!"
Gak Hu-jin melenggak kaget.
"Apa katamu" Gurumu sudah mati?" kata Gak Hu-jin.
2480 "Sudah sepuluh tahun yang lalu Su-hu meninggal dunia,"
jawab orang itu. "Kelihatannya kau tidak punya sumber yang akurat."
"Lalu siapa yang menyuruhmu menggangguku di sini"
Apa Khie Wie?" bentak Gak Hu-jin.
"Sudah lama memang aku mendengar nama Lo Cianpwee itu, cuma sayang aku belum pernah bertemu dengannya," sahut orang itu. "Cuma perlu kukatakan, kedatanganku ini bukan sengaja hendak mengganggumu.
Tapi aku datang karena kau mengganggu Nona Ci yang kebetulan kupergoki."
"Aku punya urusan dengan Ci Giok Hian, kenapa kau berani ikut campur urusanku?" bentak Gak Hu-jin.
"Nona Ci pembantu kepercayaan Liu Li-hiap. Jadi jika kau punya masalah dengan Guruku, masakan kau tak tahu tentang hubungan erat antara beliau dengan Liu Li-hiap?"
jawab orang itu. "Singkat kata, apapun urusanmu dengan Nona Ci, jelas aku akan ikut campur."
"Bagus! Kau berani mengancamku dengan nama Honglaymo-li" Hm! Sekalipun dia ada di sini, aku tidak gentar!
Apalagi saat ini dia tidak ada di sini. Apa kau minta agar aku membunuhmu dengan tongkatku ini?" damprat Gak Hu-jin gusar.
Mendengar percakapan mereka, Ci Giok Hian tergetar hatinya. Baru sekarang dia tahu, bahwa murid sahabat Hong-lay-mo-li yang pernah diceritakan itu, benar orang ini. Tanpa terasa mukanya merah sendiri. Pemuda itu bicara lagi.
"Hm, memang gampang kau mau membunuhku dengan tongkatmu itu?" kata pemuda itu.
2481 "Huh, gurumu almarhum saja jerih padaku, tapi kau berani memandang ringan padaku" Kau kira aku tidak mampu membunuhmu" Hm, lihat saja nanti!" ejek Gak Hujin.
Saat kedua orang itu hampir bertarung lagi, tiba-tiba Gak Hu-jin bicara.
"Sekarang kau kuberi kesempatan. Ceritakan tentang Uhbun Tiong! Di mana dia sekarang" Bagaimana keadaannya.
Maka kematianmu bisa kuampuni walau kau tetap harus diberi hukuman yang setimpal." kata Gak Hu-jin.
"Aku sendiri tidak tahu di mana dia sekarang. Tapi aku kira kau bisa minta keterangan pada Hong-lay-mo-li di Kim-keeleng. Itupun jika kau berani ke sana!" jawab pemuda itu. "Kecuali itu, berita Kay-pang biasanya tajam, kau juga boleh menanyakannya pada Liok Pang-cu."
"Kurang ajar! Rupanya kau sengaja mempermainkan aku. ya" Kalau gurumu sudah mati, biar kau yang membayar hutangnya!" teriak Gak Hu-jin dengan gusar.
Tongkatnya segera terayun dengan dahsyat, hingga terpaksa pemuda itu melompat mundur. Ci Giok Hian yang merasa tidak sanggup membantu pemuda itu berpikir.
"Kedatangan Gak Hu-jin ke tempatku bisa jadi cuma ingin tahu tentang Uh-bun Tiong. Jika kuberitahu kejadian yang sebenarnya, aku kira itu cara terbaik untuk menolongi pemuda itu!" pikir Ci Giok Hian..
Karena berpikir begitu dia bersiap untuk melompat ke bawah. Tapi saat itu Gak Hu-jin sudah mendengar suara kresekan daun di atas pohon, maka itu dia membentak.
"Siapa yang bersembunyi di situ?" kata Gak Hu-jin.
2482 Dengan gaya "Burung walet menyusuri hutan" Ci Giok Hian melompat turun, lalu menjawab.
"Aku tahu tentang Uh-bun Tiong! Kau bebaskan dia dan akan kuberi tahu kau!" kata nona Ci.
"Bagaimana keadaan Uh-bun Tiong sekarang" Lekas katakan!" bentak Gak Hu-jin.
"Keponakan kesayanganmu itu sudah lama mati!" jawab Ci Giok Hian.
"Apa katamu?" bentak Gak Hu-jin kaget. "Bagaimana matinya" Apa dia dibunuh oleh Khie Wie?"
"Dia mati sendiri akibat penyakit Cauw-hwee-jip-mo.
Dia mati di daerah Biauw!" kata Ci Giok Hian.
"Aku tidak percaya! Pasti kalian yang membunuhnya!"
teriak Gak Hu-jin kalap. Mendadak wajah Gak Hu-jin berubah jadi beringas.
Kedua matanya merah membara. Tiba-tiba dia mengerang keras seperti binatang buas hendak menerkam mangsanya.
Dia maju sambil berteriak.
"Bagus, kalau musuhku sudah mati, dan keponakanku juga sudah mati, aku akan menagih hutang padamu. Kau harus mengganti jiwa!" kata Gak Hu-jin.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 94 Gak Hu-jin Sinting Dan Mengamuk; Ci
Giok Hian Berkenalan Dengan Tio It Heng
Tiba-tiba Gak Hu-jin menyerang dengan ganas, wanita itu kelihatan gusar bukan buatan. Dia kelihatan begitu benci pada pemuda itu. Maka itu dia menyerang dengan ganas sekali. Tiba-tiba terdengar suara.
2483 "Trang!" Suara beradunya senjata yang nyaring sekali. Pemuda itu terpaksa menangkis hajaran tongkat Gak Hu-jin, hingga tangannya kesakitan, pedangnya pun hampir terlepas dari tangannya. Tapi melihat keadaan Gak Hu-jin yang sedang kalap, mau tak mau dia bingung juga. Dia heran kenapa tenaga Gak Hu-jin mendadak bisa bertambah kuat, padahal tadi mereka sudah bertempur sekian lama, Gak Hu-jin seperti sudah kehilangan akal sehatnya. Setelah tongkatnya beradu keras dengan pedang pemuda itu, tongkat Gak Hujin menyabet ke samping mengarah ke perut Ci Giok Hian.
Dengan cepat Ci Giok Hian melompat ke atas sehingga tongkat musuh menyambar lewat bawah kakinya. Di luar dugaan, mendadak tongkat Gak Hu-jin berbalik menghantam pula. Dalam keadaan demikian jelas Ci Giok Hian tidak sempat menghindar lagi. Begitu pula dengan pemuda itu, dia tidak sempat untuk menolonginya. Jika serangan Gak Hu-jin diteruskan, pasti jiwa Ci Giok Hian akan melayang. Tapi aneh sekali, mendadak Gak Hu-jin menghentikan tongkatnya di udara, menyusul itu dia berteriak dengan suara serak seperti setengah menangis sedih.
"Oh, putri kesayanganku! Lekas cium Ibumu. Jangan takut, masa Ibu tega memukulmu?" kata Gak Hu-jin pada Giok Hian.
Sesudah itu tongkatnya diturunkan, lalu berlari ke arah nona Ci dengan maksud menarik Ci Giok Hian. Rupanya Giok Hian dianggap anak perempuannya yang sudah meninggal untuk dipeluk. Sudah tentu Giok Hian ketakutan, cepat dia mengegos ke kiri.
"Beeet!" 2484 Lengan baju nona Ci robek. Sebenarnya maksud nona Ci memberitahu kematian Uh-bun Tiong pada Gak Hu-jin agar pikiran Gak Hu-jin kacau. Dengan demikian pemuda itu bisa mendapat kemenangan. Siapa tahu Gak Hu-jin mendadak jadi gila dan beringas.
Kuatir Ci Giok Hian dicelakakan Gak Hu-jin, pemuda itu menusuk punggung Gak Hu-jin dengan pedangnya. Tapi dalam keadaan sintingpun kepandaian Gak Hu-jin tidak berkurang. Malah serangan pemuda itu dengan mudah bisa ditangkis olehnya.
"Ha..ha...ha! Aku kenal kau! Kau ini Khie Wie yang membunuh putriku!" teriak Gak Hu-jin.
Berbareng dengan kata-katanya itu, tongkatnya dia putarkan lalu menyerang secara membabi-buta. Cuma caranya dia menyerang sudah tidak teratur lagi. Sebagai seorang ahli silat, pemuda itu pun tahu, jika dia mampu bertahan sebentar saja, kemenangan sudah pasti bukan di tangannya. Sekarangpun tenaga Gak Hu-jin mendadak bertambah kuat walau dalam keadaan gila. Untuk menangkis sepuluh jurus saja rasanya sukar baginya.
Akhirnya dalam keadaan serba salah itu, terdengar Ci Giok Hian berseru.
"Perempuan ini sudah gila sulit untuk dilawan!"
"Benar, ayo kita lari berpisah ke dua arah!" jawab si pemuda.
"Bagus! Kau anak kandungku, malah memakiku!" seru Gak Hu-jin. "Hai, kau musuhku, masa kau ingin kabur begini saja?"
Tampaknya dia ingin menyusul "anaknya" itu. Tapi setelah berhenti sejenak, akhirnya dia mengejar ke arah pemuda itu.
2485 Melihat hal itu Ci Giok Hian segera berputar dan berseru pada Gak Hu-jin.
"Kejar aku!" katanya.
Maksud nona Ci supaya dialah yang dikejar. Tapi si pemudapun mengolok-olok Gak Hu-jin untuk memancing supaya Gak Hu-jin mengejarnya
Saat dua muda-mudi itu berebut ingin menggoda Gak Hujin agar dipancing kemarahannya itu, tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda ramai sekali. Tak lama tampak empat penunggang kuda sedang mendatangi dari atas bukit.
Keempat orang itu berseragam perwira yang dikenal Ci Giok Hian di antaranya Koan Kun Ngo yang dulu pernah ikut menyerang ke Pek-hoa-kok. Semula Koan Kun Ngo seorang penjahat, entah mengapa sekarang dia menjadi perwira dan antek Gak Liang Cun. Melihat Ci Giok Hian, Koan tampak tertawa. Dia langsung berseru.
"Ah, rupanya kau, Nona Ci" Kau sudah pulang Nona Ci" Sungguh kebetulan Gak Tay-jin mengundangmu dan ingin menemuimu!" kata Koan Kun Ngo.
"Hei, Gak Hu-jinpun ada di sini!" seru seorang perwira yang lain. "Lekas kita tangkap dulu gadis ini."
Ci Giok Hian yang gusar lalu memapak mereka. Sedang perwira yang naik kuda itu bermaksud menerj angnya Ketika kuda lawan sudah dekat, Ci Giok Hian mengegos ke samping sambil menebas dengan cepat. Penunggang kuda itu memang sempat turun ke bawah dari pelana kudanya, tapi karena tebasan pedang Ci Giok Hian telah memutuskan tali pengikat pelana itu dan melukai perut kudanya, orang itu langsung terguling jatuh! Kudanyapun meringkik dan melonjak-lonjak kesakitan dan akhirnya lari seperti sedang kesetanan.
2486 Koan Kun Ngo dan dua perwira yang lainpun sudah melompat turun dari kuda mereka, lalu menyerang ke arah Ci Giok Hian bersama-sama. Tidak lama perwira yang terguling itupun ikut menyerbu. Dengan cepat Ci Giok Hian memutarkan pedangnya untuk menghadapi kerubutan empat lawannya itu. Karena satu lawan empat, tidak mudah bagi nona Ci melawan mereka. Maka itu si nona jadi sibuk sendiri. Lama kelamaan daya tahannya mulai berkurang. Beberapa kali dia harus menghadapi serangan berbahaya dari musuh-musuhnya.
"Nona Ci, daripada kau adu jiwa, lebih baik kau menyerah saja! Masakan pada nona manis sepertimu kami tega mencelakakannya?" kata Koan Kun Ngo sambil tertawa ceriwis.
"Jangan ngaco!" bentak Ci Giok Hian sambil menyerang tiga kali. Tapi karena tenaganya sudah mulai lemah, serangannyapun gagal terus. Sebaliknya dia hampir terbacok oleh golok seorang musuh. Ci Giok Hian akhirnya jadi nekat.
"Daripada mati konyol, lebih baik kubunuh satu dua musuh. Dengan demikian jiwaku mendapat imbalan yang setimpal." pikir si nona.
Saat Ci Giok Hian nekat karena keadaannya mulai gawat, tiba-tiba tampak Gak Hu-jin berlari ke arahnya dengan rambut terurai. Saat itu kuda yang terluka oleh pedang Ci Giok Hianpun sedang berlari ke arah Gak Hujin.
"Awas, Gak Hu-jin!" teriak Koan Kun Ngo. "Anak gadis ini sudah tak berdaya! Dia akan segera tertangkap. Kau tak perlu membantu kami!"
Tapi sebelum suara Koan Kun Ngo berhenti, mendadak terdengar ringkikan kuda yang terluka itu. Menyusul kuda 2487
itu roboh terkulai. Ternyata sekali hantam Gak Hu-jin membuat batok kepala kuda itu hancur berantakan.
Sekarang Koan Kun Ngo tahu keadaan Gak Hu-jin yang ganjil itu, Dia melengak kaget tapi saat itu secepat angin Gak Hu-jin sudah menerjang sambil membentak.
"Bagus, kalian berani mengerubuti putriku! Hm, biar kubunuh kalian semua!" bentak Gak Hu-jin.
Koan Kun Ngo yang kaget, berpikir. "Apa Nyonya Bupati ini sudah gila?" pikirnya. "Hei, Gak Hu-jin, masa kau lupa pada kami?" seru seorang perwira.
Baru saja ucapan itu selesai, tahu-tahu Gak Hu-jin sudah menyerangnya. Leher orang itu seperti dijepit oleh jepitan besi, hingga roboh terkulai tak bernyawa. Melihat hal itu Koan Kun Ngo segera kabur. Namun kedua perwira yang lain terlambat kabur. Ketika mereka sadar pada keadaan Nyonya Gak dan bermaksud lari, dengan susul-menyusul mereka dicengkram oleh Gak Hu-jin dan terbanting mati.
Pada waktu Gak Hu-jin membereskan perwira-perwira itu, kesempatan itu digunakan oleh Ci Giok Hian untuk menyembunyikan diri di tengah semak-semak. Ketika Gak Hujin berpaling dan tidak melihat Ci Giok Hian, dia cemas lalu berseru dengan suara serak.
"Oh, apa dosaku sehingga putriku sendiri tak mau mengakuiku!" kata Gak Hu-jin.
Saat itu si pemuda sudah kembali, segera dia berseru pada Gak Hu-jin.
"Putrimu sudah mati, Nyonya Gak!"
Mendadak sebagian pikiran Gak Hu-jin seperti pulih lagi.
Sambil mengerang keras sekali, dia melompat ke atas seekor kuda yang kebetulan ada di sebelahnya dan langsung dilarikan secepatnya. Tidak berapa lama, terdengar suara 2488
jeritan mengerikan. Itu jeritan Koan Kun Ngo! Walau orangnya tidak kelihatan, tapi Ci Giok Hian mengenali teriakan Koan Kun Ngo yang dibinasakan oleh Gak Hu-jin itu. Setelah menenangkan diri, Giok Hian keluar dari tempat persembunyiannya untuk menemui pemuda itu.
Tapi dia bingung entah apa yang harus dikatakannya.
"Kau pasti kaget, Nona Ci?" kata pemuda itu sambil tertawa. "Semua ini gara-gara aku hingga membuatmu susah."
"Ah, membuat susah apa" Padahal sudah dua kali kau membantuku. Sedang aku belum pernah mengucapkan terima kasih padamu. Lagipula siapa kaupun aku belum tahu," kata Giok Hian.
"Penglihatan Nona Ci memang tajam. Memang akulah orang yang pernah kau curigai sebagai mata-mata musuh di Kim-kee-leng," jawab anak muda itu. "Aku she Tio namaku It Heng."
"Tio Tay-hiap, kau telah menolongku, tapi kenapa kau tidak mau bertemu muka dengan kami tempo hari?" kata Ci Giok Hian.
"Aku tahu kalian pasti menganggapku aneh, padahal aku kira Liu Li-hiap sendiri sudah tahu asal-usulku." kata Tio It Heng.
Diam-diam hati Giok Hian tergetar, Dia pikir pasti pemuda yang ingin dikenalkan Hong-lay-mo-li orang ini!
Untung di kegelapan malam Tio It Heng tidak melihat perubahan air muka Ci Giok Hian. Sambil tersenyum Ci Giok Hian berkata, "Tapi aku belum tahu asal-usulmu."
"Baik, akan kuceritakan sekarang," kata lio It Heng.
"Pernahkah kau mendengar nama To Pek Seng?"
2489 "Apa yang kau maksudkan itu Ek-pak-jin-mo To Pek Seng?" kata Ci Giok Hian.
"Benar, Ek-pak-jin-mo (Manusia iblis daerah Utara) gelar yang diberikan oleh bangsa Kim kepada beliau. Sebenarnya dia tidak jahat seperti dugaan orang," kata Tio It Heng.
"Semasa hidupnya beliau banyak membunuh bangsa Nuchen (Kim) yang selalu menyerang bangsa Han. To Pek Seng bukan nama asli, namanya yang asli ialah To Kiam Hoo."
"Ya, aku pernah mendengar cerita para pendekar angkatan tua. Konon beliau pernah membunuh pembesar jahat negeri Kim di berbagai kota. Bahkan aku dengar dia bersumpah akan membunuh pembesar musuh sedikitnya di 100 buah kota. Kebetulan beliau she To (Sembelih), maka itu orang memberi nama To Pek Seng (Menyembelih orang di 100 kota) kepadanya. Cuma sayang sebelum cita-citanya terlaksana, dia sudah dikepung oleh jago-jago pilihan musuh hingga terpaksa beliau menyingkir ke wilayah Utara Bahkan meninggal di Mongol. Tapi entah betul atau tidak?"
"Benar, beliau meninggal di Mongol belasan tahun yang lalu," kata Tio It Heng.
Dalam hati Ci Giok Hian sudah bisa menerka beberapa bagian, maka itu dia coba menegaskannya.
"Dari mana Tio Tay-hiap mengetahui riwayatnya sejelas itu, apa kau.............."
"Ya, To Pek Seng itu Guruku," jawab Tio It Heng sambil tertawa.
"Tapi yang kudengar, katanya To Pek Seng cuma punya seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan serta dua orang murid yang masing-masing she Liong dan she Ciok,"
kata Ci Giok Hian pula. "Anak lelakinya bernama To 2490
Liong, jiwanya kotor dan sudah lama mati. Muridnya yang she Liong sudah lama meninggal juga Putri To Hong diperistri oleh Jiesuhengnya, yaitu Ciok Bok yang kini menjadi Cee-cu di Longsia-san."
"Kau benar! Sebenarnya aku murid yang diterima oleh Guruku ketika beliau ada di Mongol. Mungkin Su-ci To Hongpun tidak mengetahui kalau dia punya adik seperguruan seperti aku ini," kata Tio It Heng.
"Kau baru dari Mongol?" tanya Ci Giok Hian.
"Sudah setahun aku pulang ke sini, tapi aku belum sempat ke Long-sia-san," jawab Tio It Heng.
"Sepengetahuanku, Guruku masih punya seorang murid lagi di Mongol, namanya Hong Thian Yang. Sekarang usia Hong Thian Yang mungkin baru 13 atau 14 tahun. Aku sendiri belum kenal dengannya Bisa jadi dia baru masuk perguruan setelah Guruku wafat."
"Aneh! Setelah gurumu meninggal dia masih bisa menerima murid?" kata Ci Giok Hian.
"Guruku meninggal di Mongol karena serangan musuh.
Ayah Hong Thian Yang sahabat karib Guruku. Menurut pesan terakhir Guruku, kitab-kitab pelajaran ilmu silat Guruku harus diberikan kepada Hong Thian Yang karena dia dianggap sebagai muridnya yang terakhir," kata Tio It Heng. "Cuma saja peristiwa itu tidak aku ketahui dengan jelas. Aku baru mendengarnya dua tahun yang lalu, setelah Guruku wafat."
"Ya, aku harap kau ceritakan saja kisahmu sendiri," kata Ci Giok Hian.
"Kalau begitu kita cerita tentang Gak Hu-jin. Sebenarnya sebelum menjadi istri Gak Liang Cun dia sudah bersuami.
Sesudah suaminya mati, baru dia menikah lagi dengan Gak 2491
Liang Cun. Malah kabarnya mereka cuma suami istri bohongan saja." kata Tio It Heng.
"Soal itu aku sudah tahu," kata Ci Giok Hian. "Aku dengar dari kawanku Han Pwee Eng. Ketika itu dia bertemu dengan Khie Wie. Karena suami Gak Hu-jin yang pertama seorang penjahat besar, dia punya tiga saudara angkat. Tapi ketiga saudara angkatnya itu berkomplot untuk membunuh suami Nyonya Gak. Untuk membalas sakit hati kematian suaminya, Gak Hu-jin menikah lagi dengan Gak Liang Cun dan membantunya dalam tugas hingga suami barunya itu mencapai pangkat Bupati.
Dengan kekuasaan Gak Liang Cun itulah dia berhasil membunuh ketiga saudara angkat suaminya yang pertama.
Putrinya dari suami yang pertama, semula ingin dijodohkan dengan Uh-bun Tiong, tapi putrinya lebih mencintai Khie Wie, akibatnya terjadi onar besar."
"Benar, tapi masih ada sesuatu yang tidak diketahui oleh Khie Wie," kata Tio It Heng. "Sebenarnya ilmu silat suami Gak Hu-jin yang pertama sangat tinggi. Jadi tidak mungkin tiga saudara angkatnya bisa membunuhnya. Tapi beberapa hari sebelum kematiannya, suami Nyonya Gak telah bertempur dengan Guruku, dengan demikian sudah tentu banyak mengurangi kekuatannya hingga ketiga saudara angkatnya berhasi membunuh dia!"
"Pantas Gak Hu-jin bertekad ingin menuntut balas kepada Gurumu," kata Ci Giok Hian.
"Ya, Gak Hu-jin menganggap Gurukulah yang mengakibatkan kematian suaminya! Maka itu dia bersumpah akan menuntut balas. Sedang Guruku sudah menyingkir ke Mongol, sebenarnya untuk menghindari Gak Hu-jin."
"Dengan Uh-bun liong........."
2492 "Ya, aku memang pernah bertengkar dengan Uh-bun Tiong," kata Tio It Heng. "Untuk menarik hati Gak Hu-jin karena ingin diambil sebagai menantu, dia menyusup ke Mongol mencari tahu gerak-gerik Guruku. Tapi dia tidak tahu kalau Guruku sudah wafat. Ketika dia kepergok olehku maka terjadilah pertarungan. Ketika itu kepandaianku masih rendah hingga aku kalah olehnya.
Tapi setelah aku pulang dari Mongol dan kembali bertemu dengannya, kami bertarung lagi. Kali ini dialah yang kalah.
Sebenarnya kepulanganku ini untuk menemui Su-ci di Long-sia-san. Tapi karena ada urusan yang tak terduga, maka itu aku datang dulu ke Kim-kee-leng."
"Urusan apa itu" Bisa kau ceritakan?" kata Ci Giok Hian.
"Bicara tentang urusan ini, memang ada hubungannya dengan penangkapan mata-mata musuh di Kim-kee-leng tempo hari," kata Tio It Heng. "Han Ngo, salah seorang yang tertangkap itu, putra seorang sahabat karib Guruku.
Menurut pesan Su-hu, hubungan antara keturunan kedua keluarga harus tetap dijaga erat. Untuk memenuhi pesan Guruku itu, sekembali aku ke sini aku segera mencari kabar tentang Han Ngo. Tapi yang aku dengar dia hidup di Kotaraja Kim dan menjadi antek Wan-yen Tiang Cie.
Semula aku meragukan kabar itu. Ketika aku menyusup ke Tay-toh untuk mencarinya dan memperkenalkan diri padanya, di sana baru aku percaya kalau Han Ngo menjadi anak buah Wan-yen Tiang Cie.
Ternyata Han Ngo sangat menghargai hubungan orang tua kami, dia juga menganggap aku sebagai sahabat karibnya walau kami baru bertemu. Saat itu dia memberitahu rencana kerjanya akan menyusup ke Kim-kee-keng. Malah diapun mengajakku ikut serta untuk mencari nama dan kedudukan. Sudah tentu aku berusaha 2493
menginsafkan dia dengan segala macam dalih. Tampak hatinya mulai goyah. Tapi karena ada sesuatu yang sulit dikatakan, dia belum bisa menjawab secara tegas padaku.
Esok harinya Soa Heng Liu datang mencarinya. Ketika mereka berdua meninggalkan Tay-toh, diam-diam aku menguntit perjalanan mereka itu tujuannya untuk memberi nasihat kepada Han Ngo. Bila perlu menolongnya."
"Kenapa kau tidak segera menghubungi Liu Beng-cu ketika itu?" tanya Ci Giok Hian.
"Soalnya aku ingin menyelesaikan masalah Han Ngo secara langsung. Karena kuatir Liu Li-hiap tak mau mengampuni Han Ngo, diam-diam aku membantu
membersihkan mata-mata musuh. Kemudian baru akan kujelaskan duduk perkaranya kepada Liu Li-hiap."
Tiba-tiba Ci Giok Hian teringat kepada apa yang pernah dikatakan Hong-lay-mo-li kepadanya. Maka itu dia bertanya lagi.
"Kalau begitu Liu Beng-cu bersahabat dengan gurumu?"
"Benar! Walau secara tak langsung mereka punya sedikit salah paham."
"Perselisihan paham bagaimana?" tanya Ci Giok Hian.
"Sebenarnya Guruku dengan Siauw-go-kian-kun kenal baik. Entah kenapa ketika mereka bertemu di Mongol, saat membicarakan ilmu silat, terjadilah sedikit selisih paham hingga terjadi pertarungan di antara mereka. Akibatnya kedua orang itu sama-sama terluka, walau tidak parah. Tapi sayang hubungan baik keduanya jadi renggang. Sejak itu keduanya tidak pernah bertemu lagi. Gurukupun selalu menyesali kejadian itu."
"Ketika masih muda watak Siauw-go-kian-kun pasti angkuh sesuai dengan gelarnya sebagai "Pendekar Latah".
2494 Mungkin To Pek Sengpun angkuh. Maka itu terjadilah pertengkaran di antara mereka!" pikir nona Ci.
"Mengenai Su-ci yang belum pernah kukenal itu, kabarnya dia tidak punya hubungan dengan Kim-kee-leng.
Malah kabarnya kedua pihak kurang cocok," kata Tio It Heng.
"Yang ingin kutanyakan justru sebabnya," kata Ci Giok Hian. "Liu Beng-cu tidak tahu apa sebabnya sehingga membuat Long-sia-san tidak suka kepadanya."
"Karena aku belum pernah bertemu dengan Su-ciku, maka aku tidak begitu tahu," jawab Tio It Heng. "Menurut kabar yang kudengar, di balik persoalan itu ada pihak ketiga yang sengaja ingin mengadu-domba mereka. Aku dengar Su-ciku mendukung Li Su Lam sebagai Bu-lim-beng-cu.
Sedangkan Hong-lay-mo-li menjadi Liok-lim-beng-cu lima Provinsi daerah Utara. Bisa jadi soal nama hingga Su-ci tidak mau tunduk kepada Hong-lay-mo-li"'
"Demi perjuangan, aku kira soal nama pribadi tidak perlu diributkan," kata Ci Giok Hian. "Aku yakin Liu Bengcu tidak pernah punya perasaan sirik begitu. Meskipun aku belum kenal Li Su Lam, tapi setahuku dia dipuji oleh setiap orang Bulim. Aku percaya dia juga tidak punya pikiran sempit seperti itu."
"Akupun yakin Li Tay-hiap dan Liu Li-hiap pasti bukan manusia yang berpikiran picik," kata Tio It Heng.
"Begitupun Su-ci pasti orangnya bijaksana. Maka itu untuk menghindari kecurigaan orang yang picik, kedatanganku ke Kim-kee-leng sebaiknya kurahasiakan dulu."
"Jadi kau yang memberi laporan rahasia pada Liu Bengcu malam itu" Itu sudah kuduga," kata Ci Giok Hian sambil tertawa. "Sebenarnya cara bagaimana kau bisa mengetahui 2495
tipu muslihat mereka" Jika tidak ada pemberitahuan darimu, mungkin Liu Beng-cu akan tertipu oleh mereka."
"Pada malam itu aku menemui Han Ngo," kata Tio It Heng. "Setelah kuberi nasihat secara mendalam, akhirnya pikiran Han Ngo goyah. Tapi dia tidak punya keberanian untuk menghadap Hong-lay-mo-li dan tak berani merintangi rencana keji Soa Heng Liu. Dia hanya berjanj i padaku akan melarikan diri pada malam itu. Tapi malam itu bukannya lari malah berangkat bersama Pauw Kang, mungkin dia diancam hingga tidak berkutik."
"Pantas, malam itu kau tidak banyak bicara dan tergesagesa mengejar mereka."
"Benar, soalnya pihak Kim-kee-leng mengetahui kaburnya mereka lalu mengejarnya. Dalam keadaan terpaksa aku menotok roboh mereka. Aku pikir jika Han Ngo sudah jadi tawanan, pasti dia akan mengaku di depan Hong-lay-mo-li, serta menceritakan hubungannya denganku."
"Orang Kim-kee-leng yang mengejar mereka itu Liu Bauw, tapi yang dia temukan bukan orang hidup melainkan dua sosok mayat."
"Apa" Han Ngo terbunuh?" kata Tio It Heng kaget.
"Benar, Pauw Kang juga terbunuh!" jawab Ci Giok Hian.
"Siapa yang membunuh mereka belum ketahuan. Mengenai Soa Heng Liu, dia dibawa oleh Kok Siauw Hong ke Siau-limsie."
"Rupanya Soa Heng Liu punya anak buah yang lain sehingga Han Ngo tidak mengetahuinya, hal ini sungguh di luar dugaanku. Sesudah urusan di Kim-kee-leng kuanggap selesai, kususul kau ke sini. Asal-usul Gak Hu-jin memang 2496
sudah kuketahui, walau tadinya aku tidak mengira dia akan mengganggumu."
Sambil bicara, tanpa terasa mereka sampai di rumah Ci Giok Hian. Ketika Ci Giok Hian ingin memanggil Ciu Hong, pintu sudah langsung terbuka. Setelah Ciu Hong keluar, dia melongo melihat Sio-cianya pulang bersama seorang pemuda yang belum dikenalnya. Sesudah di ruang tamu baru Ci Giok Hian memberi tahu bahwa Tio It Heng pendekar yang menolongnya tadi.
"Syukurlah Sio-cia pulang dengan selamat, aku...aku...."
tiba-tiba suara Ciu Hong gagap dan air mukanya pucat.
"Ada apa denganmu" Apa terjadi sesuatu lagi di sini?"
tanya Ci Giok Hian. "Sio-cia, di rumah ini seperti ada setannya," kata Ciu Hong.
"Hus, ngaco saja! Sebenarnya apa yang kau lihat?" kata Ci Giok Hian.
Ciu Hong menceritakan apa yang dialaminya.
"Sesudah Sio-cia pergi, aku coba meronda ke taman,"
kata Ciu Hong. "Sampai di kuburan Ong Tua, samar-samar kulihat bayangan, tapi mendadak hilang di kegelapan malam. Aku jadi ngeri, kusangka arwah Ong Tua ingin menggodaku. Sebisanya kutabahkan hatiku lalu meronda lagi ke tempat lain. Ketika sampai di depan pintu gudang arak, sayup-sayup kudengar di gudang bawah tanah seperti ada suara sesuatu."
"Suara apa?" tanya Ci Giok Hian.
"Sepertinya suara geseran guci arak," jawab Ciu Hong.
"Ketika aku mendengarkan lebih cermat, ternyata suara itu 2497
tak terdengar lagi. Karena aku takut aku tak berani meronda lagi. Aku kembali ke sini menunggu kedatangan Sio-cia"
"Jika benar seperti ceritamu, aku kira ada musuh yang bersembunyi di sini," kata Ci Giok Hian.
"Menjelang tengah malam aku sudah bersembunyi di taman tapi tidak melihat kedatangan orang lain ke sini,"
kata Tio It Heng ikut bicara. "Tapi sebaiknya kita coba memeriksa keadaan tempat ini."
Sesudah itu mereka segera ke kuburan budak she Ong.
Tio It Heng berusaha mendengarkan dengan cermat.
Sejenak kemudian mendadak dia membentak.
"Siapa kau" Keluar saja!" kata Tio It Heng.
Benar saja tak lama terdengar suara ejekan seseorang.
Sesosok bayangan langsung melayang di depan mereka.
Ketika Ci Giok Hian mengamati, terlihat seorang kakek berbaju hitam. Setelah jelas, dia terkejut! Ternyata kakek berbaju hitam itu tak lain Kiong Cauw Bun.
"Hm! Akhirnya kau pulang juga, Nona Ci!" kata Kiong Cauw Bun.
"Aku sahabat baik putrinya, masa dia akan mencelakaiku?" pikir Ci Giok Hian.
Sesudah hatinya tenang nona Ci langsung menyapa.
"Kiong Lo Cian-pwee, ada urusan apa kau mencariku?"
kata Ci Giok Hian ramah. "Aku tak punya waktu untuk bicara denganmu, lekas beri aku arak Pek-hoa-ciu!" kata Kiong Cauw Bun.
Dia segera maju mencoba mencengkram nona Ci yang dia duga tak akan memberinya arak itu. Ketika itu Tio It Heng sudah siaga, tangan kirinya mendorong Ci Giok 2498
Hian, sedang pedang di tangan kanannya menusuk ke arah Kiong Cauw Bun.
Walau gerakan Tio It Heng cukup cepat, tapi masih terdengar suara pakaian robek. Ternyata pakaian Ci Giok Hian sebagian robek oleh cengkraman Kiong Cauw Bun.
Untung dia didorong oleh Tio It Heng sehingga luput dari cengkraman musuh. Dengan tenaga jari sakti Kiong Cauw Bun menyentil pedang Tip It Heng. Rupanya dia agak jerih pada ilmu pedang lawan yang hebat itu. Dia melangkah mundur, lalu membentak.
"Siapa kau?" Pada saat yang sama Tio It Heng bertanya pada Ci Giok Hian yang baru dia selamatkan itu.
"Siapa orang tua ini?"
"Kiong To-cu!" jawab Ci Giok Hian.
Tio It Heng pernah mendengar nama orang yang terkenal itu dari gurunya. Sesudah tahu siapa yang ada di hadapannya, segera dia melancarkan serangan kilat, sebelum didahului musuh. Dalam sekejap dia sudah menyerang belasan kali. Sebaliknya Kiong Cauw Bun terbatuk-batuk. Matanya merah seperti orang menderita sakit panas dalam.
"Sio-cia, orang ini terkenal sangat lihay, tapi rupanya cuma omong kosong saja!" kata Ciu Hong sambil tertawa.
Ketika itu dia lihat Tio It Heng bisa mendesaknya Tapi mendadak terdengar Kiong Cauw Bun membentak keras. Ci Giok Hian yang kuatir cepat maju dengan tusukan pedangnya. Tio It Heng melompat ke atas lalu berakrobat di udara, tak lama terdengar suara nyaring. Pedang Ci Giok Hian terlontar karena terlepas dari cekalannya. Rupanya 2499
dengan gerakan itu, Kiong Cauw Bun mengeluarkan kepandaian khas, yaitu Ouw-sat-ciang.
Tio It Heng tergetar oleh tenaga pukulan yang dahsyat itu. Anehnya Kiong Cauw Bun tidak mendesak terus.
Sesudah kedua lawannya mundur, segera dia membungkuk dan batukbatuk.
"Orang ini kepayahan, mari kita bereskan dia!" kata Tio It Heng.
Tetapi sebelum mereka bergerak Kiong Cauw Bun sudah mendahului membentak.
'Tunggu! Sebenarnya aku tidak bermaksud jahat pada kalian, jika aku mau membunuh kalian, sejak tadi sudah kulakukan."
"Sebenarnya Kiong Lo-cian-pwee ada keperluan apa?"
tanya Ci Giok Hian. "Bukankah tadi sudah kukatakan, aku hanya minta Pekhoa-ciu," jawab Kiong Cauw Bun. "Kau harus percaya padaku, aku bukan musuhmu, dan kita harus bersatu untuk menghadapi musuh. Maka itu lekas berikan Pek-hoa-ciu padaku!"
"Apa katamu" Jadi masih ada musuh lain yang bersembunyi di sini?" kata Ci Giok Hian menegaskan.
Ci Giok Hian terkejut, segera dia teringat pada cerita Ciu Hong tadi.
"Huh, barangkali kaulah musuh itu!" kata Tio It Heng.
Wajah Kiong Cauw Bun kelihatan merah padam, matanya melotot. Dengan perasaan kuatir Ci Giok Hian melangkah mundur. Tio It Heng menghadang di depan si nona untuk melindunginya. Sekejap saja wajah Kiong Cauw Bun dari merah berubah jadi pucat dan kembali 2500
merah lagi. Tampak dari wajahnya dia seperti sedang menahan gusar. Tiba-tiba dia mendengus.
"Hm, dalam keadaan biasa pasti kau sudah kubinasakan.
Tapi sekarang terpaksa aku tak bisa melabrakmu! Jika kubunuh kau ini akan menguntungkan bangsat itu." kata Kiong Cauw Bun.
"Apa" Jadi musuh yang tak kelihatan itu bukan satu, tapi ada dua?" kata Ci Giok Hian menegaskan pula.
"Nona Ci, agar kau lebih yakin padaku, biar kukatakan terus-terang," kata Kiong Cauw Bun. "Ketahuilah olehmu si Ong Tua terbunuh oleh pukulan berbisa yang lihay. Kau sendiri tahu aku tidak bisa menggunakan pukulan berbisa seperti itu."
Mau tak mau Ci Giok Hian percaya juga.
"Siapa musuh yang bersembunyi itu" Maukah Kiong Locian-pwee menjelaskannya" Ajak kami mencari mereka!"
kata Ci Giok Hian memohon.
"Aku harap kau mau memberiku Pek-hoa-ciu dulu. Jika tidak sulit bagiku untuk membantu kalian," kata Kiong Cauw Bun, napasnya terengah-engah.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kelihatan Kiong Cauw Bun menderita suatu penyakit yang bisa kumat setiap saat.
Rahasia 180 Patung Mas 16 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Pedang Bengis Sutra Merah 2
^