Pencarian

Badai Awan Angin 4

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 4


"Kau benar, makanan di "Ngi Nih Lauw" memang lezat, tetapi bagaimana makanan yang sudah disiapkan di sini?"
kata pemilik penginapan itu bingung.
"Makan saja oleh kalian." kata Han Pwee Eng.
"Terima kasih. Tuan." kata dia.
Han Pwee Eng bergegas berjalan menuju ke "Ngi Nih Lauw" dengan langkah yang tetap.
Begitu sampai di depan rumah makan "Ngi Nih Lauw".
nona Han langsung masuk ke dalam. Dia menoleh ke kiri dan kanan. Kelihatan ada belasan meja tetapi sudah pernuh oleh para tamu. Dia kira kedua lelaki itu belum pergi, maka diperhatikannya semua tamu yang ada di sana.
Tamu-tamu itu mengawasi nona Han. tetapi tak lama kemudian mereka sudah asyik kembali dengan makanan dan minuman mereka masing-masing. Sambil mengerutkan kening
Han Pwee Eng mencari meja yang dekat ke jendela.
Setelah duduk dia memanggil seorang pelayan. Kebetulan 219
lelaki berjenggot itu juga memanggil seorang pelayan, lalu dia berbisik tapi nona Han tidak mendengar apa yang dikatakannya. Tak lama seorang pelayan mendekati nona Han Pwee Eng sambil berkata ramah.
"Tuan mau pesan apa?" tanya si pelayan.
"Satu guci arak wangi, seporsi ayam panggang dan daging sapi panggang." kata nona Han.
"Baik. Tuan." jawab pelayan itu.
Setelah nona Han memperhatikan semua tamu itu.
kecuali kedua lelaki itu tidak ada yang dia curigai. Si pelayan mencatat pesanannya, lalu pergi akan menyediakan semua yang dipesan oleh nona Han itu.
Ketika Han Pwee Eng memperhatikan di sekeliling ruangan, dia lihat tergantung beberapa pigura sajak. Pada saat menunggu pesanannya tiba nona Han coba membaca salah satu syair yang tergantung itu.
Tulisannya sangat indah. Itu adalah syair tulisan Gouw Bong Goan. seorang penyair berasal dari zaman Lam Song (Song Selatan). Syair itu berkisah mengenai kejadian 3000
tahun yang lalu. Konon ada orang yang bernama Tay Ouw.
dan orang ini membuat sebuah saluran air dari atas gunung.
Ketika itu penduduk setempat sedang mengalami kekeringan. Munculnya Tay Ouw yang membuat saluran air itu membuat penduduk terhindar dari kekeringan sungguh luar biasa.
Selesai membaca syair itu nona Han berpikir.
"Berbuat baik demi penduduk, pasti penduduk tidak akan melupakan jasanya. Kemampuan orang memang
berbedabeda. Sekalipun aku tidak bisa dibandingkan dengan Tay Ouw. tetapi aku harus meniru perbuatannya."
pikir Han Pwee Eng. 220 Nona Han menghela napas. "Kini perang telah berkobar, rakyat kecil akan jadi korban. Entah kapan perang itu akan berakhir dan keadaan aman kembali?" pikir nona Han.
Pada saat itu datang dua pelayan membawakan makanan dan arak untuknya. Salah seorang membawakan pesanannya, sedang pelayan yang lain membawakan empat macam masakan istimewa. Pelayan itu meletakkan semua hidangan itu di atas meja makan nona Han Pwee Eng.
"Kuah Jin-som ini harus diminum saat masih hangat, sedang masakan yang lain harus disantap sambil minum arak agar bertambah lezat Silakan Tuan cicipi dulu. enak tidak masakan itu?" kata si pelayan.
Pelayan yang satunya terus bicara sehingga pelayan yang satunya lagi akhirnya tertawa.
"Sam-ko (kakak ketiga) kau jangan terus bicara, kau bisa ditertawakannya lho!" kata si pelayan.
Wajah pelayan itu langsung merah.
"Tetapi aku tidak pesan makanan-makanan itu!" kata nona Han menolak.
Pelayan itu tertegun ia mengawasi orang tua berjanggut, sedang orang tua itu manggut. seakan dia ingin memberitahu bahwa hidangan itu dia yang memesan untuk Han Pwee Eng.
"Yang memesan makanan ini Lo-sian-seng itu. katanya untuk menghormati Tuan!" kata si pelayan.
"Mengapa aku harus menerima kehormatan darinya"
Bawa pergi saja!" kata nona Han.
Pelayan itu terkejut dia goyang-goyangkan tangannya.
221 "Tidak bisa, semua sudah dibayar lunas. Mana bisa kami membawanya lagi?" kata si pelayan.
Kelihatan pelayan itu cemas sekali, dia takut disalahkan oleh orang tua berjenggot yang menyuruhnya
mengantarkan masakan itu pada si nona. Orang tua itu berdiri dari kursinya dan berkata.
"Saudara baru sampai ke tempat ini. mungkin saudara belum tahu masakan istimewa di rumah makan ini. Maka ilu aku lancang memesankan untukmu saudara. Harap kau nikmati saja." kata si orang tua berjenggot.
"Kita belum berkenalan, mengapa Lo-sian-seng menjamuku?" kata nona Han.
Orang tua itu tertawa. "Kita bertemu di sini. itu artinya kita berjodoh menjadi sahabat. Tidak perlu harus saling kenal dulu. Ibarat aku meminjam sekuntum bunga untuk kupersembahkan kepada Sang Buddha, di tempat ini aku menghormatimu dengan secawan arak!" kata orang tua itu.
Orang itu sudah tua tetapi memanggil nona Han dengan membahasakan "Saudara", terdengarnya memang agak janggal tapi sikapnya hormat sekali.
"Apa dia belum tahu aku ini seorang nona" Dilihat dan wajahnya, dia tidak seperti orang jahat?" pikir nona Han.
Tiba-tiba lelaki tua itu mengangkat cawannya. Saat itu nona Han mengira dia akan meminum arak itu. tetapi dia melemparkan cawan arak itu ke arah meja nona Han. Nona Han baru sadar kiranya orang tua itu ingin menunjukkan kungfu di hadapannya.
Tampak cawan arak itu meluncur dengan cepat dan melayang turun ke atas meja nona Han Pwee Eng. Sungguh 222
mengagumkan, cawan arak yang penuh berisi arak itu tidak tumpah sedikitpun. Nona Han terkejut.
"Sungguh hebat gerakan "Pek-pou-coan-ciu"
(Menyuguhkan arak dalam seratus langkahjnya itu. aku tidak boleh meremehkannya." pikir nona Han.
la mengangkat cawan itu sambil berkata.
"Aku tidak berani menerimanya. Yang lebih muda harus menghormati yang lebih tua dulu. Sebaiknya aku yang lebih dulu menghormati Lo-sian-seng." kata nona Han merendah.
Dengan jari telunjuknya nona Han menyentil cawan arak itu. sehingga cawan arak itu kembali meluncur ke arah lelaki tua berjenggot itu.
Saat itu Han Pwee Eng menggunakan jurus "Tan-ci-sinthong" (Ilmu Telunjuk Sakti), ilmu keluarganya. Cawan arak itu meluncur dengan cepat ke meja si orang tua.
sedikitpun arak itu tak tumpah.
Melihat meluncurnya cawan arak itu. orang tua itu langsung tahu. cawan arak itu meluncur ke arahnya bukan ke atas meja. Gerakan itu tidak sulit bagi si orang tua berjenggot untuk menyambutnya, tetapi agar araknya tidak tumpah, itu yang sulit dilakukannya. Jika sampai arak itu tumpah maka dia yang akan dinilai kalah.
"Ah tidak salah lagi, dia pasti nona itu. Pang-cu ingin berkenalan dengannya." pikir orang tua itu.
la girang karena tak salah mengenali orang, tetapi dia khawatir tidak mampu menyambut cawan arak itu. Pada saat yang bersamaan datang seorang yang menyambuti cawan arak itu sambil berkata.
223 "Hai arak yang harum, tidak ada yang mau meminumnya! Biar aku yang minum saja." kata orang itu.
Dia minum arak dari cawan itu hingga kering, setetes pun tidak tumpah atau tersisa.
Kejadian itu mengejutkan kedua belah pihak, terutama nona Han Pwee Eng. Orang yang tiba-tiba muncul itu tak lain si bocah tanggung yang menabraknya di jalan sempit itu, atau si pemuda tampan yang mahir mengayuh perahu kecil di sungai itu. Ia masih mengenakan pakaian kotornya, dan debu yang menempel di mukanya pun belum dibersihkan. Lelaki gundul di samping orang tua berjenggot itu tertegun sejenak, lalu bangkit dari kursinya dengan gusar.
"Siapa kau" Mau apa kau ke mari" Cepat keluar! Ayo cepat keluar!" bentak si gundul.
Ia dorong pemuda itu. Tapi si pemuda segera mengelak.
kebetulan ia tiba di samping nona Han.
"Sungguh keterlaluan, padahal ini rumah makan.
Siapapun boleh ke mari. mengapa kau mengusirku?" kata bocah itu dengan berani. Para pelayan pun jadi kurang senang melihat bocah itu bertingkah di situ.
"Saudara kecil kau tidak salah, ini rumah makan. Tetapi makan dan minum di tempat ini kau harus membayar!"
kata si pelayan dengan sinis.
Pemuda itu tertawa. "Hm! Kenapa kau pandang aku begitu rendah" Apakah kau tahu aku tidak punya uang?" diaberkata sambil mencakmencak. Tetapi saat ia merogoh sakunya, dia kaget.
"Wah celaka! Benar-benar celaka! Aku lupa membawa uangku!" kata dia gugup sekali.
224 Pelayan itu tertawa dingin.
"Jika tidak punya uang harap kau keluar!'* kata si pelayan.
"Sabar, walau aku tidak punya uang siapa tahu ada orang yang baik hati, dia mau membayari aku makan dan minum di sini" Siapa tamu yang bersedia membantuku, ayo katakan?" kata dia dengan Jenaka.
Semua tamu tertawa terbahak-bahak. Saat itu nona Han lalu bicara dengan sabar.
"Adik kecil ini tamuku. Pelayan tolong kau ambilkan sumpit, cawan dan mangkuk untuknya!" kate nona Han dengan lantang pada pelayan rumah makan itu.
"Baik. Tuan." kata si pelayan yang segera pergi mengambilkan barang yang diminta oleh nona Han. Setelah itu pelayan sengaja membersihkan kursi yang akan diduduki pemuda itu.
"Silakan duduk. Tuan!" kata pelayan itu.
"Hm!" si bocah mendengus. "Kau takut aku akan mengotori kursimu ya" Sekalipun kursi ini kotor tidak masalah, pasti Tuan ini siap menggantinya. Benar kan Tuan kau siap menggantinya?"
"Jangan bergurau. Adik Kecil, silakan duduk!" kata nona Han Pwee Eng sambil tersenyum manis.
Sebenarnya lelaki berjanggut dan si gundul ingin bicara dengan nona Han. tetapi sekarang jadi terhalang oleh si bocah ini. sehingga mereka berdua jadi agak dikesampingkan. Si gundul kelihatan gusar dia berniat melampiaskan kedongkolannya pada si bocah itu. Tetapi dicegah oleh lelaki berjanggut, dia diberi isyarat agar tidak membuat keributan di tempat itu. Saat si pemuda itu sudah 225
duduk baru lelaki berjanggut itu menghampiri menja nona Han.
"Aku si Tua Bangka memberi hormat kepada Tuan!"
kata dia dengan sikap sangat hormat sekali.
Nona Han segera membalas hormatnya.
"Aku tak berani menerimanya, mohon bertanya siapa nama besar Lo-cian-sian-seng ini. Lalu kenapa Lo-sian-seng memesan makanan begini banyak untukku?"
Pada saat orang tua itu mau menjawab tiba-tiba si bocah itu tertawa.
"Oh. jadi rupanya kau juga dibayari oleh orang lain!
Kalau begitu aku tidak perlu membuatmu rugi harus mengeluarkan uang! Hm! Kalau begitu aku tak akan sungkan-sungkan lagi!" kata si bocah sambil tertawa.
"Ah itu masalah kecil, jangan diungkit-ungkit lagi." kata orang tua berjenggot itu. "namaku Chu Tay Peng. Sudah lama aku kagum kepada Ayahmu. Sekalipun aku tidak terkenal, jika Ayahmu mendengar namaku, pasti beliau akan tahu siapa aku ini sebenarnya!"
"Ali. kiranya dia ingin bersahabat dengan Ayahku, tetapi sealam ini namanya belum pernah kudengar?" pikir nona Han.
"Tetapi dalam beberapa hari ini di perjalanan, boan-pwee (hamba yang rendah) mendapat layanan yang baik. Apakah itu Lo-sian-seng yang melakukannya?" kata nona Han langsung bertanya.
"Itu adalah sikap hormat dari perkumpulan kami. di Selatan maupun di Utara telah menyampaikan salam kami pada Ayah Saudara." kata Chu Tay Peng.
226 Sambil menyebut saudara. Chu Tay Peng tersenyum karena tahu bahwa tamunya atau nona Han itu seorang nona. Ketika Chu Tay Peng menyebut semua nama ketua dan wakilnya, si bocah kelihatan sudah tidak sabar lagi.
"Sudah selesai belum kalian bicara?" kata si bocah. "Aku tidak akan sungkan-sungkan lagi. kuah Jin-som ini harus diminum hangat-hangat. Jika sudah dingin tidak enak diminum lagi."
Dia langsung meminum kuah jin-som hingga kering.
Han Pwee Eng tertawa. "Siauw-ko. silakan makan! Maaf aku tidak menemanimu makan." kata si nona.
"Aku tidak se-ji-se-ji (sungkan-sungkan) lagi, karena kau menyuruhku makan, pasti aku makan semua! Kau tidak mau menerima hadiah ini. berarti kau rugi sendiri... "
Dia langsung makan sambil memuji kelezatan masakan di rumah makan itu.
"Sekalipun aku tidak tahu semua nama teman Ayahku, tetapi setahuku Ayahku sangat angkuh di Dunia Persilatan Terutama terhadap kaum sesat. Nama-nama yang disebutkan tadi. aku kira bukan orang baik-baik semua.
Mana mungkin Ayah punya hubungan dengan mereka int?"
pikir nona Han. Karena curiga nona Han langsung bertanya.
"Apa maksud Lo-sian-seng agar aku menyampaikan pesanmu kepada Ayahku" Apa Chu Lo-sian-seng pernah bertemu dengan Ayahku?" kata nona Han.
"Kami tidak berani mengganggu beliau. Asalkan beliau mau kembali ke Tiong-goan (Tiongkok, Red), itu setelah memberi muka kepada kami." sahut Chu Tay Peng.
227 Han Pwee Eng tercengang mendengar perkataan itu.
Rumah mereka memang ada di Lok-yang. dan memangb ada di Tiong-goan. Tapi mengapa Chu Tay Peng memakai kata-kata "kembali ke Tiong-goan?" Chu Tay Peng sadar nona Han tidak mengerti maksud ucapannya itu. lalu ia bicara lagi.
"Asalkan kau katakan saja begitu pada beliau, aku yakin beliau pasti sudah mengerti" kata Chu Tay Peng.
Mendengar keterangan itu nona Han Pwee Eng
keheranan bukan main. Tetapi ia mengiakannya saja.
Mendengar jawaban Han Pwee Eng itu Chu Tay Peng melanjutkan.
"Tahun lalu Ayah saudara naik ke gunung Tay-san. aku dan ketua menemuinya. Jika saudara ungkit masalah itu pasti beliau akan ingat pada kami."
Ketika mendengar kata-kata Chu Tay Peng yang terakhir, mata Han Pwee Eng terbelalak, karena ayahnya telah terluka lima tahun yang lalu. dan akibat lukanya itu kedua kaki ayahnya agak lumpuh. Selama lima tahun itu ayahnya selalu bersamanya. Mana mungkin tahun lalu ayahnya bisa pergi ke Tay-san" Sementara itu si bocah sedang asyik makan dan minum.
"Lama sekali kalian bicara, masih belum selesai ya"
Semua makanan hampir habis kumakan." katanya.
Chu Tay Peng tertawa. "Aku memang terlalu cerewet. Untuk itu aku minta maaf pada kalian berdua, dan mohon diri." kata Chu Tay Peng.
Dia memberi hormat lalu kembali ke mejanya. Han Pwee Eng mengerutkan dahinya.
228 "Orang yang dia temui di Tay-san. pasti bukan Ayahku.
Aku kira dia salah mengenali orang?" pikir nona Han.
Semula nona Han Pwee Eng ingin memberi penjelasan, tapi dia berpikir lagi.
"Ayah sedang terluka terkena pukulan Siu-lo-im-satkang. dan tak ingin diketahui oleh orang lain. Lagi pula jika aku menjelaskannya pada mereka, aku akan membuka rahasia diriku di depan mereka. Padahal mencari tahu tentang orang lain satu pantangan dalam Dunia Persilatan.
Jika dia bilang begitu kepadaku, pasti ada suatu rahasia.
Jika aku memberi pejelasan pada mereka, pasti mereka akan banyak bertanya kepadaku. Kami kedua pihak akan merasa tidak enak ingin menyembunyikan rahasia mereka."
pikir nona Han. Saat dia sedang berpikir Chu Tay Peng bersama si gundul telah pergi meninggalkan rumah makan.
"Ah apa peduliku, daripada menambah masalah, lebih baik menguranginya. Lebih baik kunikmati saja santapan lezat ini." pikir nona Han.
Dia yakin Chu Tay Peng dan kawannya dari suatu perkumpulan yang tidak baik. untuk apa bergaul dengan mereka. Pemuda itu menarik napas panjang.
"Syukur pembicaraan kalian sudah selesai, ayo kau makan." kata dia.
Bocah itu mulai makan lagi seolah semua makanan itu dia yang memesannya. Han Pwee Eng tersenyum saja.
"Siauw-ko kau datang dari Selatan, aku lihat kau mendayung perahu kecil itu. kau mahir sekali." kata nona Han.
Pemuda itu tertawa. 229 "Tajam sekali penglihatanmu, kau masih mengenaliku!"
katanya sambil tertawa. "Tapi mengapa kau mengubah identitasmu, aku jadi heran." kata nona Han.
"Aku ini anak orang miskin, kami harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi." kata si bocah. "Siang aku menjala ikan, sore harinya aku ke kota untuk minta-minta, aku selalu begitu, apa yang diherankan?" kata pemuda itu polos.
Semula nona Han mencurigai bocah ini termasuk anggota Chu Tay Peng. sekarang dia tidak curiga lagi. Lalu dia tatap anak itu dalam-dalam.
"Berdasarkan kung-funya saat dia menyambut cawan arak tadi. aku yakin dia bukan anak sembarangan. Dia kurasa berniat mengikutiku. Tetapi aku tidak tahu asal-usulnya?" pikir nona Han Pwee Eng.
Bocah itu minum arak lagi lalu berkata.
"Cara masak ikan dari sungai Huang-hoo ini sangat berbeda sekali." katanya. "Bisa kau rasakan sendiri lezatnya."
Han Pwee Eng tersenyum. "Rasanya memang enak. aku rasa memasaknya biasa saja. apa bedanya?" kata nona Han. Anak muda itu tertawa.
"Kau benar, tetapi ikan ini tidak dimasak dengan cara biasa saja." katanya.
Kembali nona Han tersenyum.
"Jika dimasak dengan cara tidak biasa, apakah kau tahu cara masaknya?" tanya nona Han.
230 "Mula-mula masak air sepanci." sahut si anak muda.
"Airnya harus air sumur, jangan air sungai. Setelah air mendidih, ikan dimasukkan ke dalam panci, tetapi apinya harus dimatikan. Selang beberapa saat ikan itu diangkat lalu diberi bumbu. Nah, rasanya pasti lezat."
Han Pwee Eng tertawa. "Ah kiranya kau juga ahli masak, ya?" kata si nona.
"Aku sering menangkap ikan di sungai Huang-hoo.
ditambah lagi orang miskin sepertiku mana mampu memanggil tukang masak segala. Mereka harus masak sendiri. Karena itu aku jadi bisa masak. Kau jangan meremehkan masakan tauhu ini. karena tauhu ini dimasak dengan kuah ayam dan kuah daging sapi. baru rasanya enak." kata si bocah lagi.
"Memang tidak aku sangka masakan tau-hu ini sangat istimewa," kata nona Han. "Apa kau bisa memasaknya dengan cara seperti itu, ya?"
Tapi si nona berpikir. "Dia akan ketahuan belangnya, mana mungkin anak orang miskin bisa masak dengan kuali ayam dan kuah daging sapi?" pikir si nona.
"Terus-terang di rumahku aku tidak pernah masak tau-hu semacam ini." kata si bocah, "tetapi aku pernah makan di rumah temanku dan aku tahu cara memasaknya."
Setelah minum beberapa cawan arak wajah bocah yang penuh debu itu mulai tampak merah. Kelihatan lesung pipitnya yang menawan hati. Saat nona Han melihat wajah bocah itu. Han Pwee Eng berpikir
231 "Dia pasti pemuda tampan dan selalu merawat diri. tapi kenapa dia mau dandan seperti bocah miskin?" pikir nona Han.
Mereka duduk berhadapan. Han Pwee Eng bisa melihat bocah itu dengan jelas. Ia pikir ketampanan bocah itu ada anehnya. Kok Siauw Hong dan Ci Giok Phang keduanya tampan, mereka bertampang pria sejati. Tetapi bocah ini malah mirip seorang perempuan. Di luar kesadarannya Han Pwee Eng memperhatikan terus pemuda itu. Kebetulan bocah itu pun sedang mengawasinya, tentu saja nona Han jadi terkejut dan wajahnya memerah seketika itu juga.
"Sekalipun dia mirip wanita, tetapi dia tetap seorang pria." pikir nona Han. "Aku memperhatikannya begitu jangan-jangan dia akan salah paham. Tetapi dia lebih muda dariku. dia pantas menjadi adikku."
Entah mengapa Han Pwee Eng merasa cocok dengan bocah itu. dia lupa sekarang dia sedang mengenakan pakaian pria. Tapi hatinya jadi agak lega juga.
Tiba-tiba ada tamu masuk, tamu itu mengenakan mantel terbuat dari kulit serigala hitam. Dia mengenakan topi dari kulit beruang. Pakaian orang itu sangat indah. Setelah duduk lelaki itu berteriak memanggil pelayan.
"Pelayan ambilkan aku seguci arak wangi!" katanya.
Seorang pelayan menghampiri tamu itu sambil bertanya.
"Tuan mau guci yang mana" Guci besar, guci sedang atau guci kecil saja" Guci besar berisi arak seratus kati. yang sedang berisi lima puluh kati dan yang kecil sepuluh kati"
kata pelayan itu sambil mengawasi tamunya.
"Jangan cerewet." kata lelaki itu. "cepat ambilkan arak yang isinya lima puluh kati. tambah dua ekor ayam panggang dan lima kati daging sapi!"
232 Pelayan itu meleletkan lidahnya dan berkata.
"Tuan mau menjamu tamu. berapa pasang sumpit yang harus kami sediakan?" kata si pelayan.
"Aku hanya sendirian." kata si tamu itu. "Mengapa kau takut aku tidak bisa menghabiskan makanan itu" Sudah jangan banyak tanya sediakan pesananku itu segera!"
Pelayan itu mengerutkan keningnya.
"Aku khawatir kau tidak punya uang. bukan takut kau tidak bisa menghabiskan makanan itu." pikir si pelayan.
Jika dilihat pakaiannya pasti orang itu punya uang. maka pelayan itu bergegas menyiapkan pesanannya.
Lelaki itu duduk di bekas meja tempat duduk Chu Tay Peng dan berhadapan dengan meja nona Han. Ketika nona Han memperhatikannya, di tengah-tengah sepasang alis orang itu terlihat kehijauan. Jika tidak diperhatikan memang tidak kelihatan jelas. Ayahnya pernah bilang, jika ada orang pada bagian alis matanya kelihatan berwarna hitam, ungu atau kehijauan, mungkin ia terkena racun lawan, atau dia berlatih ilmu racun. Tetapi suara orang itu lantang, jadi jelas dia tidak terkena racun golongan sesat.
Tak lama pelayan itu telah menyajikan pesanan lelaki itu dan meletakkannya di atas mejanya.
"Aku tidak perlu cawan! Kau ganti saja dengan sebuah mangkuk besar!" kata orang itu.
"Baik. Tuan." kata si pelayan.
Pelayan itu segera menyediakan mangkuk itu.
Lelaki itu menuang arak ke mangkuk, lalu meneguknya semangkuk demi semangkuk.
"Hm! Arak yang enak! Arak enak!" katanya.
233 Dia mulai menyantap ayam panggang tanpa
menggunakan sumpit lagi. Ketika Han Pwee Eng menyaksikan orang itu makan, dia jadi berpikir.
"Cara dia makan seperti harimau kelaparan, dia telah menyia-nyiakan kelezatan arak itu... " pikir nona Han.
Saat itu anak muda yang duduk bersamanya tertawa.
Lelaki yang sedang makan ayam panggang itu melotot ke arah si anak muda.
"Hai bocah dekil apa yang sedang kau tertawakan?" kata orang itu lantang sekali.
"Aku mau tertawa, tak ada urusannya denganmu." sahut si anak muda.
Lelaki itu menggebrak meja. kelihatan dia gusar sekali.
Tetapi bersamaan dengan itu masuk beberapa orang tamu ke dalam rumah makan itu. Orang yang berjalan paling depan ialah Chu Tay Peng dan si lelaki gundul, diikuti oleh empat orang di belakangnya. Salah seorang pada keningnya terdapat benjolan dan giginya tonggos, sehingga wajahnya kelihatan jadi aneh sekali.
Han Pwee Eng tertegun menyaksikan kedatangan mereka itu. Dia tak tahu apa yang akan terjadi kemudian.
"Kenapa mereka kembali lagi dengan membawa kawan yang lain?" pikir Han Pwee Eng.
Chu Tay Peng mendatangi meja yang didudukinya tadi.
Ketika Chu Tay Peng melihat lelaki itu. dia jadi kaget tetapi tidak berani banyak bicara.
"Orang ini entah dari mana datangnya?" pikir Chu Tay Peng sedikit heran dan ngeri.
234 Chu Tay Peng sadar orang itu pasti berilmu tinggi, hanya dia tidak tahu orang itu belajar ilmu apa karena wajahnya agak aneh sekali.
Seorang pelayan menghampiri mereka sambil
membungkukkan badannya hormat sekali.
"Chu Toa-ya, Lay Toa-ya. kalian datang lagi" Tadi sebelum Toa-ya selesai minum, kalian sudah pergi semua, hingga makanan pesanan Toa-ya belum sempat kami sajikan." kata si pelayan ramah sekali.
Sesudah itu si pelayan pun memberi hormat pada temanteman Chu Tay Peng. Kepada yang bergigi tonggos si pelayan langsung berkata.
"Ang Lo-ya-cu. angin apa yang membawamu ke mari"
Kalian mau pesan makanan apa?" kata si pelayan.
Chu Tay Peng mendorong pelayan itu agar menepi, kemudian mereka mendatangi meja Han Pwee Eng.
"Ketika beberapa kawanku mendengar Tuan-muda ada di sini. mereka datang ke mari untuk memberi hormat kepadamu." kata Chu Tay Peng.
"Maaf. aku tak berani menerima penghargaan kalian ini." kata nona Han
Orang yang giginya tonggos memberi hormat sambil membungkuk.
"Kiong Siauw Kong-cu. sudah lama kami kagum pada nama besar ayahmu. Kebetulan Kong-cu datang ke daerah kami. tentu kami harus memberi hormat padamu, aku ini wakil ketua Hay-sah-pang (Perkumpulan Pasir Laut), namaku Ang Kin. Ini kartu namaku." kata si tonggos.
Chu Tay Peng segera menarik sang kawan, dia lihat Han Pwee Eng terus mengawasinya karena heran. Rupanya 235
huruf Kiong dan Kong suaranya mirip dia tidak tahu apa yang dikatakan si tonggos itu. marga atau bukan" Jika disusun dan diucapkan Kiong Kong-cu. tetapi kenapa ditambah kata Siauw (kecil) lagi" Tetapi ditambah atau tidak, itu tidak penting. Dia heran kenapa Chu Tay Peng menarik Ang Kin dan kelihatan wajahnya sangat tegang.
Barangkali mereka mengira Han Pwee Eng bermarga Kiong. Kiranya orang yang bermarga Kiong itu seorang nona. Nona Kiong sedang mengembara di Dunia Persilatan dan menyamar sebagai lelaki. Sebenarnya tadi Ang Kin ingin memanggil nona Han dengan panggilan Nona Kiong, ia segera sadar setelah Chu Tay Peng menariknya. Nona Han tahu siapa Ang Kin yang tadi memperkenalkan diri, sekalipun dia tak tahu soal nona Kiong itu.
Ang Kin disebut Tok-kak-liong (Naga Bertanduk Satu), karena di keningnya terdapat sebuah benjolan. Dia juga pandai ilmu Tok-sah-clang (Pukulan Pasir Beracun). Sekalipun ia hanya wakil ketua Hai-sah-pang. namun kepandaiannya di atas ketua Hai-sah-pang. Setelah semua memperkenalkan diri. baru Han Pwee Eng tahu si gundul itu bernama Lay Hui. yaitu Hiang-cu dari Ceng-liong-pang (Perkumpulan Naga Hijau). Pemuda yang duduk bersama Han Pwee Eng kelihatan sudah tak sabaran.
"Aaah! Kalian semua mau apa sih" Kalian datang hanya mengganggu kami saja! Aku jadi tidak enak makan dan minum. Sekarang kartu nama kalian sudah diterima, silakan kalian pergi!" kata si pemuda.
Mereka kawanan perampok yang kejam, ketika ditegur begitu oleh seorang bocah dekil, tentu saja membuat mereka gusar sekali. Sayang pemuda dekil itu duduk bersama Han Pwee Eng sehingga terpaksa mereka memberi muka dan tidak mau ribut dengannya.
236 'Terima kasih Kong-cu bersedia menerima kartu nama kami. sekarang kami mohon diri." kata Lay Hui si kepala gundul.
Saat mengundurkan diri mereka sempat melotot ke arah si pemuda dekil, namun si pemuda acuh tak acuh saja.
Ternyata mereka tak pergi dari rumah makan itu, malah menghampiri sebuah meja besar dan duduk di sana. Dari sana mereka memperhatikan gerak-gerik Han Pwee Eng dan si pemuda dekil itu. Sekarang keadaan di situ jadi luar biasa.
Saat itu masuklah seorang pemuda berpakaian kain kasar berwarna biru. di punggungnya tergendol sebuah buntalan.
Dari tampangnya bisa diduga pemuda itu pasti anak seorang petani.
Melihat kedatangan pemuda berbaju biru itu. seorang pelayan memberi isyarat agar si pemuda jangan banyak bicara. Lalu pelayan itu menarik sebuah kursi dan menyilakannya duduk. Sesudah itu pelayan itu menyajikan seteko air teh wangi dan meninggalkan pemuda itu begitu saja.
Di mata pelayan rumah makan itu, seorang pemuda petani jika masuk ke rumah makan, paling-paling minta teh dan sedikit makanan kecil, sehingga dia tidak perlu dilayani segala. Sedangkan saat itu mereka memang sedang sibuk sekali melayani para tamu. Pemuda berbaju biru itu berteriak-teriak.
"Hai ada apa ini" Kok kalian tinggalkan aku, aku mau minum arak!" kata pemuda baju biru itu.
Mendengar teriakan pemuda itu Lay Hui langsung membentak.
237 "Jangan berteriak-teriak! Kami sedang ada urusan di sini!
Jika kau berteriak lagi akan aku tendang kau. mengerti?"
kata Lay Hui garang sekali.
Pemuda yang duduk bersama Han Pwee Eng bangun.
"Hai kalian jangan menghina orang! Biar aku yang membayari Toa-ko ini minum arak! Pelayan segera suguhkan seguci arak untuknya dan seekor ayam rebus!"
kata pemuda itu dengan lantang.
Si pelayan tertegun. Dia awasi Lay Hui lalu mengawasi ke arah pemuda itu. Pelayan itu kelihatan ragu-ragu dan tidak berani mengambil keputusan sendiri.
"Hm! Kau takut aku tidak membayar semua makanan itu." kata si pemuda, "baik aku bayar duluan!"
Pemuda di dekat nona Han itu lalu mengeluarkan uang perak yang berkilauan.
"Uang ini pasti cukup, lebihnya untukmu!" kata dia sambil melemparkan uang itu ke atas meja.
Tak lama terdengar suara keras.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ting, clep!" Ketika si pelayan akan mengambil uang perak itu. dia kaget bukan main. Ternyata uang itu tidak bisa diambil, saat dia cabut dari meja uang itu seperti terpaku di meja makan.
Lay Hui tertawa dingin, ia dekati meja itu lalu menggebraknya. Seketika itu juga uang itu melompat ke atas sedang ujung meja yang dia tepuk hancur. Si pemuda yang berada dekat Han Pwee Eng tertawa.
"Hm! Cuma mengandalkan kepandaian begitu saja kau mau pamer di depan umum." kata si pemuda jahil itu.
238 Jika orang itu berilmu tinggi, ketika menepuk meja dia tidak akan merusak meja itu. tetapi Lay Hui memang berhasil mengambil uang yang tertanam di meja itu. tetapi tepukannya belum sempurna dan jadi bahan ejekan pemuda itu.
Chu Tay Peng mengerutkan dahinya.
"Lay Ji-tee. kau jangan cari masalah. Biarkan teman Kiong Kong-cu yang membayari pemuda itu!" bisik Chu Tay Peng pada kawannya.
Lay Hui dengan muka merah kembali ke tempat duduknya. Sedang si pemuda berbaju biru bangun dan mengucapkan terima kasih.
-0o-^DewiKZ^~^aaa^-o0 Bab 9 Pemuda yang duduk bersama nona Han itu tertawa.
Kemudian mengawasi ke arah pemuda berbaju biru atau si pemuda desa yang lugu itu.
"Karena kita berpakaian sederhana dan kotor maka mereka menghina kita," kata si pemuda yang duduk dekat nona Han. Dia mengambil cawan araknya dan meneguk isinya.
"Orang telah membayariku, sehingga aku tak enak hati.
maka itu aku pun ingin membayarimu minum arak.
Bagaimana" Kalian tidak mau segera pergi, apa kalian juga ingin kubayari makan" Tapi karena kalian punya uang, ya bayar saja sendiri!"
"Siauw-ko jangan bergurau. Kami sedang ada urusan penting dan ingin mohon bantuan dari kawanmu itu." kata Chu Tay Peng dengan sabar.
239 "Tadi kalian bilang tidak punya urusan apa-apa. kenapa mendadak sekarang kau bilang ada urusan penting ingin minta bantuanku" Apa maksudmu?" kata Han Pwee Eng.
"Ini urusan Ang Pang-cu dan aku baru tahu tadi. Ang Pangcu, lebih baik kau saja yang mengatakannya sendiri."
kata Chu Tay Peng. Ang Kin jengkel dan kesal hatinya.
"Jelas kau sudah tahu masalahnya, tetapi masih bertanya!" pikir Ang Kin.
Namun kekesalannya tidak dia keluarkan, karena dia ingin minta bantuan. Rupanya dia kira nona Han ini nona she Kiong.
Ternyata ayah nona Kiong itu iblis yang sangat dia takuti sekali. Sekalipun dia sangat jengkel tetapi tetap bicara dengan sopan.
"Mohon bantuan Kiong.. Kiong Kong-cu..." dia bicara dengan agak gugup sedikit.
"Apa maksudmu?" tanya Han Pwee Eng tidak mengerti.
"Entah salah apa pada Kong-cu hingga dua Hiang-cu perkumpulan kami itu dihukum. kami mohon agar nyawa mereka Kong-cu ampuni." kata Ang Kin.
Han Pwee Eng tertegun. "Coba kau ceritakan masalahnya dari awal. Aku sama sekali tidak kenal dengan orang perkumpulan kalian, mana mungkin aku mencelakakan mereka?" kata nona Han.
Ang Kin menarik napas lega.
"Terima kasih atas kebaikan Kong-cu mau mengampuni nyawa mereka. Kalau begitu kami harap Kong-cu datang ke tempat kami untuk menyelamatkan mereka! Kasihan 240
sekarang mereka sedang sekarat, mungkin nyawanya tidak akan bisa lewat malam ini?" kata Ang Kin.
Han Pwee Eng terkejut bukan main.
"Apa masalahnya" Aku bukan seorang tabib, mana bisa aku bisa aku mengobati mereka?" kata nona Han gugup.
"Kau jangan pura-pura." kata Ang Kin kesal.
Dia angkat tangannya hendak menggebrak meja tanpa memikirkan akibatnya.
Tetapi Chu Tay Peng segera menahannya. Sedang pemuda yang duduk bersama nona Han mengulurkan tangannya yang memegang sumpit sambil berkata.
"Apa yang hendak kau lakukan, aku belum selesai makan kau malah mau membalikkan mejaku?" kata dia.
Ujung sumpitnya tepat mengalah ke jalan darah Lauwkiong-hiat di telapak tangan Ang Kin. Untung Chu Tay Peng cepat bergerak, jika tidak Ang Kin akan celaka dan habislah kung-fu Ang Kin saat itu juga.
Bukan main kagetnya Ang Kin, buru-buru dia memberi hormat pada Han Pwee Eng.
"Siauw-jin (Aku yang rendah) dan ceroboh mohon ampun." kata Ang Kin dengan gugup.
"Coba kau jelaskan, aku sungguh tidak mengerti ada masalah apa sebenarnya?" kata nona Han bingung.
Chu Tay Peng tidak ingin Ang Kin membuat kesalahan lagi. maka dialah yang maju menghadapi nona Han.
"Ang Toa-ko. biarlah aku yang menjelaskannya!" kata Chu Tay Peng pada Ang Kin sambil mengawasi nona Han sejenak. Lalu dia melanjutkan ucapannya. "Ceritanya begini, semalam kedua Hiang-cu Hai-sah-pang pulang 241
dalam keadaan terluka. Berdasarkan lukanya itu bisa dipastikan Kong-cu lah yang menghukum mereka berdua.
Padahal Ang Pang-cu tidak tahu bagaimana mereka melakukan kesalahan kepada Kong-cu. Ypi Ang Pang-cu tetap datang ke mari untuk meminta maaf kepada Kong-cu dan mohon kong-cu bersedia menyelamatkan nyawa anak buahnya."
Han Pwee Eng semakin bingung.
"Ang Pang-cu aku rasa kalian telah salah mengenali orang!" kata nona Han.
Mendengar ucapan itu baik Chu Tay Peng maupun Ang Kin kaget. Mata mereka terbelalak.
"Sekalipun mata mereka kurang awas. namun kami kira mereka tidak akan salah mengenali orang!" kata Ang Kin.
"Ang Pang-cu. apakah kau melihat orang yang melukai kedua Hiang-cumu itu?" tanya nona Han.
"Tidak!" jawab Ang Kin.
"Saat kedua Hiang-cumu itu dilukai, apa ada orang lain di sana?" tanya nona Han lagi.
"Mereka berdua sedang meronda di tepi sungai, tiba-tiba mereka diserang secara gelap. Sekarang mereka pingsan dan belum sadarkan diri." kata Ang Kin.
"Lalu bagaimana kau bisa memastikan bahwa mereka terluka olehku?" kata nona Han.
"Mereka terluka. sekujur tubuhnya mengeluarkan darah tidak hentinya, malah keringatnya pun bercampur dengan darah." kata Ang Kin. "Sepengetahuanku di kalangan Kangouw selain ayahmu siapa lagi yang mahir ilmu Cit-satciang (Pukulan Tujuh Maut)?"
242 Ang Kin bicara begitu dan dia menuduh nona Han menggunakan pukulan itu untuk melukai anak buahnya.
"Aku sendiri baru kali ini mendengar nama pukulan itu."
kata nona Han. Bukan main marahnya Ang Kin. Saat dia akan
menyerang nona Han. masukilah beberapa orang ke dalam rumah makan itu. Salah seorang dari mereka langsung berteriak.
"Lay Hiang-cu celaka! Di sekujur tubuh kedua Hiang-cu itu terus mengeluarkan darah!" kata orang itu.
"Cia Toa-ko tiga orang Hiang-cu Ceng-liong-pang juga diserang secara gelap, mereka dalam bahaya!" kata salah seorang yang lain.
Ternyata luka yang diderita oleh orang Ceng-liong-pang sama dengan luka anak buah Ang Kin. Sekarang bukan hanya Ang Kin yang cemasi, tetapi Lay Hui pun gusar bukan main. Mereka langsung mendekati nona Han.
"Hai. kalian mau apa" Mau berkelahi, ya?" bentak anak muda di samping nona Han itu.
"Tidak ada urusan denganmu! Tutup mulutmu itu!" kata Lay Hui gusar bukan main.
"Kiong Kong-cu- masalah ini menyangkut nyawa orang, kau jangan terus mungkir! Bersedia atau tidak kau harus menyelamatkan mereka! Jika saudara-saudara kami selamat, masalah ini akan kami sudahi sampai di sini saja.
Sebaliknya jika kau tetap menolak, maafkan kami jika kami tidak memandang lagi muka ayahmu. Kami terpaksa akan turun tangan terhadapmu!" kata Ang Kin geram sekali.
Anak muda di samping nona Han tertawa.
243 "Rupanya pertarungan tidak bisa dihindarkan lagi!" kata anak muda itu.
"Benar! Jika kau mau membantu dia juga boleh." kata Lay Hui geram sekali.
Bocah itu menggelengkan kepala, dia teguk arak dari cawannya.
"Aku sedang minum arak. untuk apa aku bertarung denganmu" Malah aku nasihatkan kalian, lebih baik jangan bertarung!" kata si bocah.
"Kau kira aku takut kepadamu?" kata Lay Hui.
Chu Tay Peng mencoba menenangkan keadaan.
"Harap jangan emosi dulu," kata ChuTay Peng.
Kamipun tidak ingin berkelahi, saudara kecil. Tolong kau bujuk kawanmu itu agar dia mau menolongi orang-orang kami!"
Si bocah tertawa. "Dia tidak bisa ilmu Cit-sat-ciang. Mungkin mata kalian sudah lamur semua! Padahal luka orang-orangmu itu bukan karena pukulan Cit-sat-ciang!" kata si bocah bengal itu.
Ucapan bocah itu menarik perhatian mereka, maka itu mereka langsung mengawasi bocah itu dengan tajam.
"Sebenarnya kau siapa" Bagaimana kau bisa tahu itu bukan pukulan Cit-sat-ciang?" bentak Ang Kin.
"Aku pegawai seorang pedagang mainan anak-anak di kota ini, memang kenapa?" kata si bocah dengan berani.
Chu Tay Peng mendengus. "Jika kau hanya pedagang mainan anak-anak.
bagaimana kau bisa tahu luka orang kami bukan karena pukulan Cit-satciang?" kata Chu Tay Peng.
244 Bocah itu tertawa dingin.
"Kalian jangan pandang rendah padaku, sekalipun aku hanya seorang bujang tukang mainan anak-anak. tetapi pengetahuanku belum tentu di bawah kalian semua.
Pukulan Cit-sat-ciang itu tidak aneh. tidak perlu dibesar-besarkan!" kata si bocah sambil tersenyum.
Chu Tay Peng kaget. "Ah barangkali kami salah mengenali orang" Janganjangan bujang inilah puteri Kiong To-cu (Majikan Pulau)?"
pikir Chu Tay Peng. Chu Tay Peng memperhatikan bocah itu dengan penuh perhatian. Memang dia mirip dengan seorang nona yang menyamar menjadi pria. Ang Kin kasar dan tak sabaran dia membentak dengan keras.
"Baik. kalau kau bilang pukulan Cit-sat-ciang itu tidak aneh. tentu kau juga bisa menggunakannya. Aku mohon petunjuk darimu!" kata Ang Kin.
"Sekalipun aku mahir ilmu apa pun. tapi kau tidak perlu tahu." kata si bocah. "Jika kau ingin berkelahi aku akan melayanimu! Hm! Untuk menghadapi gentong nasi sepertimu. aku tidak perlu menggunakan pukulan Cit-satciang!"
Bukan main marahnya Ang Kin saat itu. Ketika dia mau maju. Chu Tay Peng kembali menghalanginya.
"Siauw-ko. apa kau dari Hek-hong-to (Pulau Angin Hitam) di Tong-hai (Laut Timur)?" kata Chu Tay Peng.
"Padahal dari tadi aku sudah bilang, aku ini bujang penjual mainan anak-anak. Sedangkan nama Hek-hong-to aku baru mendengarnya sekarang?" kata bocah itu.
245 Chu Tay Peng terperangah dia tatap bocah itu.
"Tadi kau bilang orangku terluka bukan oleh pukulan Citsat-ciang. lalu luka oleh pukulan apa itu" Tolong kau beri tahu kami," kata Chu Tay Peng.
"Mana aku tahu?" kata si bocah seperti meledek.
"Tapi tadi kau bilang... "
Sebelum Chu Tay Peng selesai bicara bocah itu sudah langsung memotong.
"Tadi aku bilang apa" Aku hanya bilang dia bukan terluka oleh pukulan Cit-sat-ciang. selain itu aku tidak tahu.
Ah. aku masih mau minum, apa kau masih mau bicara terus?" kata si bocah sinis sekali.
"Chu Toa-ko dia bicara ngawur! Jangan percaya kepadanya." kata Ang Kin.
Saat itu lelaki bermantel kulit serigala hitam yang sejak tadi diam saja. mendadak bangun dan berkata.
"Dia tidak salah." kata orang itu. "orang-orangmu itu memang tidak terluka oleh pukulan Cit-sat-ciang!" kata orang bermantel kulit serigala itu.
Bocah itu tertawa dingin.
"Bagaimana" Dasar tidak berpengetahuan! Masih bagus ada orang yang pandai. Apa kalian masih mau bilang aku ngawur?" katanya
Dia kembali minum ajak. dan tidak ingin ikut campur lagi. Kini orang-orang sudah beralih ke orang bermantel kulit serigala itu. Chu Tay Peng memberi hormat pada orang itu.
"Kalau begitu mereka terluka oleh pukulan apa. Tuan"
Mohon petunjuk dari Tuan." kata Chu Tay Peng.
246 "Mereka terluka karena pukulan "Hua-hiat-to" (Golok Pemusnah Darah)." sahut lelaki bermantel itu.
Bukan main kagetnya Chu Tay Peng mendengar
keterangan itu. Sedang yang tidak tahu apa itu "Hua-hiatto" hanya tercengang saja.
"Kedua Hiang-cu kami bukan terluka oleh golok!" kata Ang Kin
"Hua-hiat-to salah satu dari dua macam ilmu racun keluarga Suang." kata Chu Tay Peng menjelaskan. "Dua puluh tahun lalu majikan Suang Kee-po (Puri Keluarga Suang) adalah Kong-sun Khie. seorang tokoh tangguh dari aliran sesat nomor satu di kalangan Kang-ouw. Dia sangat mengandalkan dua macam pukulan beracun Hua-hiat-to dan Hua-kut-ciang (Pukulan Penghancur Tulang). Bagi yang terkena pukulannya itu dalam tujuh hari dia akan binasa. Benarkah yang aku katakan itu?"
Kong-sun Khie telah meninggal duapuluh tahun yang lalu. Sekalipun orang yang ada di tempat itu tidak sederajat untuk bergaul dengan Kong-sun Khie, namun namanya pasti pernah mereka dengar. Semua jadi cemas bukan main.
"Apa yang kau katakan benar sekali! Namun yang terkena pukulan itu belum tentu binasa dalam tujuh hari!"
kata orang bermatel itu. "Itu semuanya tergantung dari kemahiran orang yang menggunakan ilmu pukulan itu. Bisa sebulan dan malah bisa hanya dalam tiga hari orang itu binasa. Sebaliknya yang terluka karena pukulan Cit-satciang darah yang keluar dari mata. hidung, mulut dan telinganya. Sangat lain dengan yang terkena pukulan Huahiat-to. Darah yang akan keluar justru lewat lubang keringat. Jadi saudara kecil ini memang benar sekali pendapatnya!"
247 "Lalu bagaimana dengan Hiang-cu kami. sampai kapan dia bisa bertahan?" kata Ang Kin.
"Mungkin tidak sampai tengah hari besok." kata orang itu setelah minum arak.
Ang Kin berkeringat dingin, saat dia mau bicara lagi.
mendadak Chu Tay Peng mendahuluinya bicara.
"Aku belum mengerti, aku dengar sesudah Kong-sun Khie meninggal dunia ilmu itu langsung hilang. Tapi kenapa sekarang masih ada orang yang mahir
menggunakannya?" "Dari mana kau tahu ilmu itu sudah lenyap?" tanya lelaki bermantel itu.
Wajah Chu Tay Peng berubah merah.
"Sekalipun pengetahuanku ini rendah, aku pernah mendengar cerita begini. Karena terlalu banyak berlatih ilmu pukulan itu. Kong-sun Khie meninggal dunia. Namun kapan dan di mana matinya tidak ada orang yang tahu.
Selama duapuluh tahun terakhir tidak pernah terdengar ilmu itu dipergunakan orang, karena orang takut mempelajarinya. Mengenai Pit-kip (Kitab Ilmu Silat) itu pun, tidak ada orang yang tahu apa masih ada atau sudah tidak ada lagi?" kata Chu Tay Peng. Lelaki bermantel itu menggelengkan kepalanya.
"Itu semua tidak benar! Kau hanya tahu sebahagian saja dan tidak tahu seluruhnya. Ternyata kedua ilmu pukulan itu ada ahli warisnya. Ditambah lagi Kong-sun Khie sudah menguasai ilmu itu, tidak masuk akal kalau dia mati karena latihan." kata orang bermantel itu.
"Dari mana kau bisa mengetahui soal itu?" tanya Ang Kin yang jadi sangat penasaran.
248 "Akulah orang yang melukai anak buahmu juga aku!"
kata orang itu sambil tertawa.
Mendengar ucapan orang itu Ang Kin gusar sekali. Dia akan maju menyerang orang itu. tetapi dihalangi oleh Chu Tay Peng.
"Ang Toa-ko. jangan!" kata Chu Tay Peng.
"Dia telah melukai orang kita. apakah kita harus tinggal diam?" kata Ang Kin.
Ang Kin yang menguasai ilmu pukulan Tok-sah-ciang langsung menyerang orang itu dengan jurus mematikan.
"Biar aku akan serang dia. setelah terluka. baru akan kudesak agar dia mau mengobati orang-orangku yang terluka itu!" pikir Ang Kin.
Jarak mereka berdua sangat dekat. Ditambah lagi serangan Ang Kin sangat cepat, hingga Chu Tay Peng tidak bisa menghalanginya lagi. Orang yang diserang itu malah tertawa.
"Bagus, aku memang ingin mencoba pukulan Tok-sahciangmu itu. Ang Pang-cu!" kata orang bermantel itu.
Tiba-tiba terdengar suara keras.
"Bum!" Ang Kin terpental lalu jatuh terguling-guling di lantai.
Gerakan lelaki berrmatel kulit serigala itu sangat cepat.
Tak seorang pun melihat jurusnya itu. Lay Hui sahabat erat Ang Kin. melihat kawannya jatuh dia langsung maju dan membentak dengan nyaring.
"Mana boleh kami jago-jago Ho-pak dan Ho-lam menerima penghinaanmu!" kata Lay Hui.
249 Beberapa kawan Lay Hui langsung maj u akan
mengepung orang bermatel itu.
"Jika mau berkelahi, di sini bukan tempatnya." kata si gundul. "Ini rumah makan mari kita minum dulu!"
Dia minum arak sebanyak-banyaknya dan tiba-tiba dia menyemburkan arak di mulutnya itu ke arah orang bemantel itu. Orang yang berada di dekatnya kaget bukan main. Asap putih mengepul sehingga benda-benda jadi tidak kelihatan. Orang-orang itu takut terkena serangan gelap, maka mereka pun langsung menyingkir.
Bocah yang duduk dekat nona Han tertawa.
"Ih panasnya! Panas!" kata dia.
Dia mengeluarkan sebuah kipas dan dia mengipas uap arak yang memercik ke arah mereka berdua. Padahal saat itu Han Pwee Eng sudah akan berkelit agar tidak terkena percikan arak itu. Sekarang dia tak perlu lagi berkelit, karena serangan arak itu sudah ditangkis oleh bocah itu.
Nona Han tertawa. "Kau benar! Perkelahian itu pasti hebat, kita akan menonton keramaian." kata si nona.
Saat si gundul menyemburkan arak dari perutnya, orang segera menyingkir hingga saling bertabrakan. Sedang pemuda berbaju biru yang lugu itu diam saja tidak bergerak, seolah buta dan tuli saja. Ketika ada orang yang akan menubruknya, dia hanya menggeserkan kakinya sedikit.
Sedang orang itu langsung lewat di sampingnya dan hampir menabrak kursi yang dsedang idudukinya.
Kejadian itu terlihat jelas oleh Hati Pwee Eng. hingga dia kagum sekali.
250 "Dia menggunakan ilmu Jian-ih-cap-pwee-sek (Delapan belas langkah). Aah! Ternyata dia lihay sekali!" pikir nona Han.
"Tunggu jangan berkelahi dulu! Aku ingin bicara." kata Chu Tay Peng.
Saat itu sudah ada orang yang membangunkan Ang Kin dari lantai. Wajahnya sudah berubah berwarna kelabu, pakaiannya pun bernoda darah. Dia mengeluarkan keringat darah, sedang benjolan di kening Ang Kin pun terluka patah.
"Hai TandukTok-kak-liongmu telah tercabut!" kata orang bermantel sambil tertawa.
Chu Tay Peng mengibaskan tangannya, sementara orangnya sudah mengepung orang bermatel itu.
"Kau sahabat dari aliran mana" Kami tidak bermusuhan denganmu dan tidak punya dendam apa-apa. Aku ingin bertanya mengapa kau turun tangan jahat pada kami?" kata Chu Tay Peng.
Lelaki bermantel itu tertawa.
"Bukankah tadi kalian tidak percaya, bahwa aku mahir ilmu Hua-hiat-to" Apa boleh buat terpaksa aku harus menunjukkannya pada kalian. Sekarang kalian percaya, kan?" kata dia sambil tertawa sinis.
Ang Kin mandi darah napasnya pun mulai lemah.
"Celaka. Ang Pang-cu pasti tak akan bisa hidup lagi!"
kata anak buahnya. "Benar! Karena Ang Pang-cu berlatih ilmu racun, jika racun ditambah racun maka lukanya semakin parah dibanding anak buahnya. Jika orangnya bisa hidup sampai 251
besok, dia hanya bisa bertahan sejam lagi." kata orang bermantel itu.
Chu Tay Peng sadar kepandaian orang itu sangat tinggi, terpaksa dia harus sabar dan memberi honnat.
"Aku punya mata tetapi tak bisa melihat gunung Tay-san. yang tinggi, maafkan aku. Kau tidak bermusuhan dengan Ang Pang-cu, jadi aku mohon kau
mengampuninya." kata Chu Tay Peng.
Lelaki itu tertawa. "Jika kalian mau minta maaf dan diampuni, aku tidak keberatan. Aku pun mau memberi muka pada kalian.
Sekarang akan kutolong dulu Ang Pang-cu sesudah itu baru masalah lain kita bicarakan." kata orang bermantel itu dengan angkuh.
Dia tarik Ang Kin ke hadapannya, entah dengan gerakan bagaimana, dia angkat dagu Ang Kin. Setelah mulut Ang Kin terbuka, dia masukkan arak ke mulutnya dari guci arak sisa dia minum. Kelihatan Ang Kin mulai sadar. Mereka yang menyaksikan kejadian itu kaget, mereka tidak tahu apa orang itu sedang menolong Ang Kin atau malah sebaliknya sedang menyiksanya.
Tak lama arak di guci itu telah habis, perut Ang K in sudah tampak gendut. Sesudah itu baru orang itu mengurut beberapa jalan darah Ang Kin. sedang keringat yang keluar dari tubuh Ang Kin pun mulai berkurang. Tak lama terdengar suara dan muntahlah Ang Kin. Bau amis menyengat hidung semua orang yang ada di rumah makan itu. Pada saat bersamaan Ang Kin pun berteriak.
"Aduh! Sakit sekali!"
Tak lama Ang Kin pun sadar dari pingsannya.
252 Sedang bocah yang duduk bersama nona Han Pwee Eng itu bersungut-sungut.
"Sungguh keterlaluan. Rumah makan yang tadi bersih, sekarang jadi bau amis!" kata dia. "Ah arak ini pun jadi tak nikmat lagi!"
"Siauw-ko, jangan usil!" bisik Han Pwee Eng.
Rupanya Han Pwee Eng sedang memperhatikan lelaki bermantel bulu serigala itu. Dia juga tahu bahwa kepandaian lelaki itu berada di atasnya. Untung Chu Tay Peng dan yang lainnya sedang memperhatikan keadaan Ang Kin. Ketika si bocah usil sedang bicara tak seorang pun yang mendengarnya. Sebaliknya lelaki bermantel bulu serigala itu yang mendeklik ke arah si bocah jahil ini.
Saat itu para pelayan dengan sigap membersihkan tempat itu dari muntahan Ang Kin dan lainnya. Tamutamu orang biasa pun sudah pergi semuanya. Sekarang hingga tinggal Chu Tay Peng dan kawan-kawannya. Han Pwee Eng dan si bocah jahil serta si pemuda baju biru yang lugu itu. Tiba-tiba lelaki bermantel itu bicara.
"Beres! Racun yang ada di dalam tubuh Ang Pang-cu sudah keluar semuanya!" kata si lelaki bermantel itu.
"Nyawanya sudah aku selamatkan, sekarang mari kita duduk untuk bercakap-cakap."
Semua duduk dengan rapi. Ang Kin yang masih dalam kondisi lemah pun ikut duduk bersama-sama. Sekalipun Ang Kin jengkel dan dongkol tetapi dia tidak berani bertingkah lagi.
Setelah tertawa lelaki bermantel itu bicara
"Ang Pang-cu sekalipun kau telah terluka oleh ilmu pukulanku. namun benjolan di kepalamu itu telah hilang, 253
karena racun melawan racun. Sudah seharusnya kau berterima kasih kepadaku." kata lelaki bermantel itu.
"Ang Kin tidak akan melupakan budimu yang besar itu."
kata Ang Kin. Sebenarnya ucapan Ang Kin itu berarti sebaliknya. Uia dendam sekali pada lelaki bermantel itu. Sedangkan lelaki itu tidak marah malah tertawa.
"Mau berterima kasih boleh, dendampun boleh juga!"
kata si lelaki bermantel bulu itu. "Asal kau takluk, itu sudah cukup! Baik kita boleh mulai bicara."
"Aku ingin bertanya, kami dari lima perkumpulan di tepi Huang-hoo ini apa pernah berbuat salah pada Anda?" kata Chu
Tay Peng mewakili kawan-kawannya.
"Tidak punya salah apa-apa! Bukankah sudah aku katakan tadi?" kata dia sambil tertawa.
Chu Tay Peng menekan amarahnya, lalu dia berkata dengan sabar sekali.
"Kalau begitu, bagaimana saudara kami yang terluka itu...."
Sebelum Chu Tay Peng selesai bicara dia sudah dipotong oleh lelaki bermantel itu.
"Jadi kau ingin aku mengobati mereka" Aku suka berbuat baik kepada kalian, asalkan tidak merugikan aku."
kata lelaki bermantel itu sambil tersenyum.
Maksud ucapannya itu dia bersedia mengobati orang-orang Ang Kin asal ada syaratnya. Mereka semua sangat berpengalaman, mendengar ucapan lelaki itu mereka langsung mengerti maksudnya. Mereka ingin berdebat 254
tetapi mengingat kepandaian lelaki itu mereka jadi diam saja. Chu Tay Peng yang maju bicara.
"Aku mohon bertanya, siapa nama besar Anda" Kau datang ke daerah kami apa maksudnya" Jika kami bisa membantu. Anda boleh bicara saja pada kami. Jika kami bisa melakukannya, kami siap tidak akan menolak!" kata Chu Tay Peng.
Ucapan Tay Peng ini sama sebagai pernyataan takluk tanpa syarat. Kelihatan lelaki bermantel itu puas sekali. Dia teguk arak dan berkata lagi.
"Apa kalian pernah mendengar nama See-bun Souw Ya?" kata lelaki bermantel itu.
Semua orang itu tertegun mendengar ucapan lelaki itu.
Mereka tertegun bukan karena tidak pernah mendengar nama See-bun Souw Ya. tapi karena di bawah tekanan lelaki bermantel itu. semua orang itu menyahut.
"Nama besar See-bun Sian-seng bagaikan suara halilintar dan menggelegar di telinga kami. Sudah lama kami mengagumi nama besar See-bun Sian-seng, beruntung hari ini kami...."
Pada saat bersamaan Chu Tay Peng pun ingat sesuatu.
Tahun lalu salah seorang kawannya dari Rimba Persilatan memberi tahu dia. bahwa di daerah Canton telah muncul seorang Iblis Besar bernama See-bun Souw Ya. Kata temannya. Iblis itu seorang yang sudah tua. Dia telah mengasingkan diri hampir 20 tahun dan baru muncul lagi sekarang. Tak masuk akal memang kalau lelaki bermantel itu mengaku bernama See-bun Souw Ya. Ketika Chu Tay Peng sedang berpikir terdengar lelaki itu tertawa.
"Mengapa See-bun Sian-seng tertawa?" tanya mereka.
255 "Aku bukan See-bun Souw Ya. itu nama guruku.
Namaku Pouw Yang Hian." kata orang bermatel itu.
Muka semua orang itu merah karena salah menduga mengira orang itu bernama See-bun Souw Ya. Semula mereka ingin menjilat pantat orang itu. ternyata mereka salah jilat.
"Kami dengar gurumu itu baru muncul lagi'" kata Chu Tay Peng. "malah katanya sangat menggemparkan di daerah Canton" Sayang kami berada di tempat yang jauh sehingga tidak bisa menemui beliau. Namun, kami semua sangat kagum kepada beliau!"
"Sebenarnya tidak sulit jika kalian mau menemui guruku." kata Pouw Yang Hian. "Terus-terang aku tampil lebih dulu di sini. Paling lama setengah tahun lagi dan cepatnya tiga bulan lagi. guruku pasti akan ke mari menemui kalian!"
Dia bilang "tampil" sudah jelas kedatangannya itu atas perintah gurunya.
"Entah apa pesan gurumu untuk kami. mohon petunjuk agar kami tahu harus berbuat bagaimana saat menyambut kedatangan beliau?" kata Chu Tay Peng.
"Ketika aku mau ke mari. guruku mengatakan bahwa Yucou dan Su-cou merupakan tempat untuk berkembang.
Tetapi kami asing belum kenal dengan kawan-kawan di Tiong-goan. Saat aku lewat di daerah ini. aku harus berkenalan dengan kalian di sini. Begitu pesan guruku."
kata Pouw Yang Hian. setelah tertawa sejenak dia melanjutkan. "Memang aku bodoh sekali, tidak tahu bagaimana aku harus berkenalan dengan kalian" Oleh karena itu terpaksa aku mengeluarkan sedikit kepandaianku untuk mengundang kalian ke mari! Meskipun aku telah 256
melukai teman kalian, tetapi karena ingin berkenalan, aku harap kalian memaafkan tindakanku yang ceroboh itu!"
Mereka pikir mana ada cara berkenalan dengan cara begitu, tetapi karena tidak ada seorang pun yang berani bicara karena mereka tahu Pouw Yang Hian sangat lihay.
"Terima kasih kalau Gurumu bersedia berkenalan dengan kami." kata Chu Tay Peng. "Kalau begitu tolong kau obati teman-teman kami yang terluka itu?"
"Jangan tergesa-gesa." kata Pouw Yang Hian. "Mereka itu masih bisa bertahan sampai esok siang, jadi masih banyak waktu untuk mengobatinya. Tidak sulit bagiku menolong mereka itu. tetapi aku harus melihat kalian...."
"Saudara Pouw apa yang kau inginkan" Silakan katakan saja!" kata Chu Tay Peng agak bingung.
"Tujuan guruku, karena dia telah diangkat menjadi Bulim Beng-cu di wilayah Canton. dia juga ingin kawankawan di Tiong-goan mengetahuinya." kata Pouw Yan Hian. "Terus terang dia tidak hanya ingin berkuasa di Canton saja. tetapi dia juga ingin di empat penjuru dunia mengakuinya. Apa kalian mengerti maksud keinginan guruku itu?"
Sekarang mereka mengerti See-bun Souw Ya mengutus muridnya untuk menaklukan mereka. Maksudnya agar mereka mengangkat See-bun Souw Ya sebagi Pang-cu di seluruh penjuru Tiong-goan.
"Guru Anda berkepandaian tinggi, memang pantas menjadi Beng-cu di kolong langit!" kata mereka hampir bersamaan. "Katakan saja pada beliau kami akan mendukung beliau, tetapi bagaimana dengan orang kami yang terluka itu....."
Pouw Yang Hian tertawa. 257

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jika kalian sudah tunduk pada kami. pasti aku akan mengobati kawan-kawanmu itu. Tetapi sekarang aku masih punya urusan yang harus aku selesaikan dulu." kata Pouw Yang Hian sambil tersenyum sinis.
Sesudah itu ia menghampiri Han Pwee Eng dan si bocah jahil itu. Bocah itu tertawa saja sambil berkata.
"Waduh, celaka! Celaka! Aku cuma ingin menyaksikan keramaian, tetapi keramaian itu akan mengancam kita."
kata si bocah dengan serius.
Pouw Yang Hian sudah ada di depan mereka sambil membentak dengan keras.
"Siapa kalian berdua ini?"
Bocah itu tersenyum. "Aku tidak punya rejeki begitu besar untuk bisa berkenalan dengan Anda dan guru Anda." kata si bocah.
"Lebih baik Anda kembali ke mejamu dan minum arak saja!"
"Saudara Pouw. dia adalah Kiong Kong-cu! Putra Tong-hai Hek Hong To. atau To-cu (Majikan Pulau Angin Hitam). Sedang yang satunya mungkin orang sana juga."
kata Chu Tay Peng membantu memberi keterangan.
Sebenarnya Chu Tay Peng dan kawan-kawannya sangat takut kepada Hek Hong To To-cu. sebab pemimpin pulau itu seorang Iblis Besar juga. Sekalipun sekarang sudah ada pelindung mereka yaitu Pouw Yang Hian. namun mereka tetap masih jerih, oleh karena itu dia mengingatkan pada Pouw Yang Hian agar waspada.
"Ayahku tidak pernah menyeberang lautan, mana mungkin dia punya hubungan dengan mereka" Lalu 258
bagaimana mereka menganggap aku ini Kiong Kong-cu?"
pikir nona Han. Pouw Yang Hian mendengus.
"Ada apa dengan Ketua Hek Hong To" Jika dia bertemu denganku, akan kusuruh dia minta maaf kepadaku! Jadi kalian berdua mengandalkan dia sehingga kalian berani datang ke mari untuk mengacau?" kata Pouw Yang Hian dengan bengis.
Nona Han menahan marah, dia menyahut.
"Siapa yang mencari gara-gara" Mengenai Hek Hong To pun baru sekarang aku dengar. Aku dan dia tidak ada hubungannya. Aku juga tidak tahu tentang Kiong Kong-cu.
bukankah kalian yang mengatakannya sendiri?" kata nona Han.
Chu Tay Peng terkejut. "Apa" Jadi kau bukan Kiong Kong-cu?" kata Chu Tay Peng kaget bukan main.
"Tapi kenapa kau terima kartu nama kami?" kata Lay Hui.
"Kalian yang memberikan padaku, lagipula siapa yang butuh kartu nama kalian itu?" sahut Han Pwee Eng.
"Benar. Lebih baik kembalikan saja kartu nama itu pada mereka!" kata si bocah nakal.
Han Pwee Eng mengangguk, dia sebarkan kartu nama itu ke arah mereka.
"Ini milik kalian!" kata nona Han.
Pada saat yang bersamaan tangan Pouw Yang Hian bergerak dan kartu-kartu nama itu pun sudah ada di tangannya.
259 "Jika kau tidak mau. biar aku yang mengambilnya." kata Pouw Yang Hian sambil tertawa.
Kartu nama itu terbuat dari kertas yang ringan, tetapi nona Han bisa melemparkan kartu nama itu mirip dengan senjata rahasia. Ini membuktikan lwee-kang nona Han tidak rendah. Tetapi Pouw Yang Hian berhasil meraih kartu-kartu nama itu dengan mudah sekali. Rupanya dia mahir menangkap senjata rahasia. Secara tidak langsung mereka telah mengadu kepandaian masing-masing di depan umum.
Setelah kartu-kartu nama itu ada di tangannya. Pouw Yang Hian mengawasi ke arah si bocah bengal.
"Kau paham pukulan Cit-sat-ciang, apa hubunganmu dengan Hek Hong To?" tanya Pouw Yang Hian.
Bocah itu tersenyum. "Kau mengerti ilmu pukulan Hua-hiat-to. apakah kau anak atau cucu Kong-sun Khie?" si bocah balik bertanya pada Pouw Yang Hian dengan tajam sambil tertawa geli.
"Kalian tidak mau bicara, apa kau kira aku tidak bisa mengorek asal-usulmu?" kata Pouw Yang Hian.
Mendadak dia mengulur kedua tangannya, tangan kiri mengarah pada si bocah sedangkan tangan kanannya hendak mencengkram Han Pwee Eng.
Tiba-tiba bocah itu mengangkat sumpit di tangannya, dia menotok jalan darah di telapak tangan Pouw Yang Hian.
sedang Han Pwee Eng mengangkat cawan arak menyerang mukanya. Ketika jari Pouw Yang Hian menyentil, terdengar suara nyaring.
"Ting! Prang!" Cawan arak yang dipakai menyerang dia hancur berantakan. Dengan dua jarinya dia jepit sumpit di tangan 260
si bocah nakal itu hingga patah. Tetapi wajahnya telah basah tersiram arak yang dilemparkan oleh nona Han.
Dia marah bukan kepalang.
"Kalian sangat kurangajar! Rupanya kalian sudah bosan hidup, ya!" bentak Pouw Yang Hian.
Ketika itu kaki Pouw Yang Hian menendang dan sepasang tangannya bergerak menyerang ke arah nona Han.
"Brak!" Meja di hadapan si bocah hancur berantakan tertendang oleh Pouw Yang Hian. Si bocah berkelit ke samping, sambil berputar dia bergerak ke belakang orang she Pouw itu. Dia melancarkan sebuah pukulan ke punggung lawan. Pouw Yang Hian tidak mengacuhkan serangan bocah itu, tetapi dia terus menyerang ke arah nona Han.
"Hati-hati, kau jangan sampai terkena pukulan berracunnya!" si bocah nakal memperingatkan nona Han.
Nona Han segera mengelak dia gunakan jari tangannya untuk menotok jalan dari Beng-kie-hiatnya Pouw Yang Hian
"Seer! Weeek!" Lengan baju Han Pwee Eng terkena sambaran angin serangan orang she Pouw itu hingga robek. Menyusul suara keras sekali.
"Buuum!" Punggung Pouw Yang Hian terhajar pukulan si bocah bengal, tetapi serangan nona Han luput dari sasaran. Pouw Yang Hian tertawa dingin.
"Cit-sat-ciang tidak dapat melukaiku! Ketahui olehmu ilmu pukulanmu itu masih di bawah ilmu pukulanku!
261 Pulang beri tahu ayahmu, dia harus menemui guruku untuk menyerahkan kartu namanya!" kata Pouw Yang Hian dengan sombong.
Mendengar kata-kata Pouw Yang Hian semua orang itu kaget bukan kepalang.
"Ah kiranya dia puteri Kiong To-cu! Celaka, sungguh celaka perkelahian ini membuat kami jadi serba salah!" kata mereka panik bukan main
Pouw Yang Hian membalikkan telapak tangannya dia desak bocah itu, lalu mengawasi nona Han.
"Kau juga sudah terbuka rahasiamu! Apa hubunganmu dengan keluarga Han di Lok-yang?" kata Pouw Yang Hian.
Semua orang terkejut lagi. Mereka kenal nama besar Han Tay Hiong. Tetapi sudah lama Han Tay Hiong tidak pernah muncul di Dunia Kang-ouw. Mereka juga tidak mengetahui kalau orang she Han itu punya seorang puteri yang cantik dan lihay ini.
Saat itu Pouw Yang Hian menyerang dengan kaki dan tangannya hingga meja dan kursi hancur berantakan. Chu Tay Peng dan kawannya segera mundur. Mereka tidak berani ikut campur dalam keributan itu. Sedangkan pemuda berbaju biru yang lugu itu mengangkat buntalannya dari atas meja. Sambil menggelengkan kepala dia berkata agak gugup.
"Tidak ada masalah malah berkelahi, mengganggu aku minum arak saja! Pelayan, ke mari. pindahkan makanan dan arakku ke meja itu!" kata dia pada pelayan.
Tapi mana ada pelayan yang berani menghampirinya.
"Tuan. kami sedang sial." pelayan itu menyahut dari jauh.
"Arak dan makananmu nanti akan kami ganti, jangan khawatir!"
262 "Di sini aku tidak makan secara gratis, jangan kuatir!"
kata si pemuda berbaju biru. "Temanku itu yang membayariku. Masakan dan arak yang kalian sajikan, dia yang bayar semua!"
Dia menoleh ke arah si bocah lalu katanya.
"Bukan begitu, temanku?" katanya.
Sambil mengelak dari sebuah serangan lawan, bocah itu tertawa sambil berkata.
"Ah kau memang orang yang terbuka, jangan takut tenang saja! Kau boleh makan dan minum sepuasmu, aku yang akan membayar semuanya!" kata si bocah nakal.
Pouw Yan Hian menggunakan kesempatan pada saat si bocah sedang bicara, dia menyerang bocah itu Si bocah tertawa.
"Baik. kuundang kau makan!" kata si bocah.
Dia angkat tangannya untuk menyambut serangan itu.
Melihat anak itu mengangkat tangan akan menangkis.
Pouw Yang Hian keheranan.
"Eh! Mengapa dia berani mengadu tangan denganku"
Apa dia hendak menipuku?" pikir orang she Pouw ini.
Tiba-tiba tangan Pouw Yang Hian menyentuh benda licin, ternyata itu sepotong paha ayam yang menempel di telapak tangannya. Saat itu si bocah berkelebat ke samping Pouw Yang Hian. Bisa dibayangkan betapa gusarnya orang she Pouw ini.
Si bocah malah tertawa cekikikan.
"Waduh berbahaya sekali, aku hampir tercengkram olehmu!" kata si bocah.
263 "Bocah keparat! Kau berani mempermainkan aku?"
bentak Pouw Yang Hian. Dia kibaskan tangannya hingga paha ayam itu meluncur cepat laksana sebuah anak panah ke arah si bocah nakal. Si bocah segera menundukkan kepalanya. Paha ayam itu lewat di atas kepalanya, dan meluncur ke arah pemuda lugu itu. Kebetulan pemuda itu sedang mengangkat guci arak.
tidak ampun lagi paha ayam itu membentur guci arak itu.
"Taaang!" Terdengar suara benturan keras. Paha ayam itu jatuh ke lantai, sedang guci arak yang terbentur oleh paha ayam itu lecet. Orang yang menyaksikan kejadian itu kaget semua.
"Pantas dia tidak berani menangkap paha ayam itu.
ternyata serangan paha ayam itu hebat sekali, mirip senjata rahasia!" pikir mereka.
Pemuda desa yang lugu itu bergumam perlahan.
"Sayang! Sayang sekali, paha ayam itu dibuang begitu saja!" kata dia sambil menggelengkan kepalanya.
Dia meneguk araknya kembali.
Sementara Pouw Yang Hian mendelik.
"Hm! Jika aku tidak mampu mengalahkan kedua bocah ini. bagaimana aku bisa menaklukkan yang lainnya?" pikir Pouw Yang Hian.
Seketika itu juga dia gunakan pukulan Hua-hiat-to menyerang dengan hebat ke arah Han Pwee Eng. Dalam sekejap nona Han sudah mencium bau amis di hidungnya.
Dia nyaris pingsan dan muntah-muntah. Buru-buru dia gunakan jurus "Niak In Pouw Hoat" (Ilmu Melangkah Menginjak Awan) untuk berkelit dari seangan itu.
"Mau kabur ke mana kau?" bentak Pouw Yang Hian.
264 Tiba-tiba Pouw Yang Hian mengulur tangannya, tubuhnya bergerak dengan cepat, tahu-tahu dia sudah ada di samping Han Pwee Eng. Kelihatan punggung nona Han akan tercengkram oleh tangan Pouw Yang Hian. Pada saat itu cepat luar biasa si bocah nakal sudah melancarkan serangan kilat ke muka Pouw Yang Hian. Tampak kedua jari bocah itu hampir mengenai kedua mata Pouw Yang Hian. Serangan ini membuat Pouw Yang Hian terpaksa menangkis serangan itu dan membuat dia dongkol bukan main.
"Baik, akan kuhabisi dulu bocah ini!" pikir dia. Pouw membalikkan tubuhnya, dia menyerang dengan
cengkramannya ke arah si bocah nakal, karena berniat mencengkram tangan si bocah nakal itu.
Si bocah buru-buru menurunkan tangannya, gerakannya cepat luar biasa, dia menyabet siku Pouw Yang Hian.
Sebaliknya Pouw Yang Hian tidak mampu menahan majunya, hingga dia menabrak bocah itu. Dengan demikian si bocah berhasil menghajar sikutnya dengan keras.
Keduanya terhuyung ke belakang. Pouw Yang Hian merasakan sikutnya sakit bukan main. Kiranya bocah itu mengenakan sarung tangan benang emas. dia tidak jerih pada tangan Pouw yang beracun.
"Saudara Han. pada manusia kejam ini kau jangan sungkan-sungkan lagi." kata si bocah.
Pouw Yang Hian tertawa dingin. "Benar! Cepat keluarkan senjata kalian!" kata Pouw. Nona Han tidak berani membentur tangan Pouw Yang Hian yang beracun itu. karena itu jadi sangat merugikan dia. Dengan demikian gerakan si nona jadi tidak leluasa. Saat orang she Pouw itu menantang agar mengeluarkan senjata, nona Han pun berpikir.
265 "Jika kugunakan pedang, pasti dia akan mentertawakan aku." pikir Han Pwee Eng.
Karena itu dia mengambil sepasang sumpit yang ada di meja makan.
"Baik. aku ingin bermain-main sebentar denganmu!" kata nona Han.
Tadi Pouw Yang Hian telah berhasil mematahkan sumpit si bocah nakal, sekarang nona Han hendak menggunakan sumpit juga untuk menotok dia. Pouw Yang Hian jadi geli dan gusar secara berbareng.
"Baik. kuterima tantanganmu!" kata Pouw Yang Hian.
Tiba-tiba Pouw Yang Hian mengulurkan tangannya, dua jarinya siap menjepit sumpit di tangan nona Han. Ternyata ilmu totok nona Han jauh lebih lihay dari si bocah nakal.
Begitu kedua jari Pouw Yang Hian bergerak ke arah sumpit, segera si nona menurunkan tangannya sedikit, tapi ujung sumpit menyerang untuk menotok jalan darah Lau-kiong-hiat di telapak tangan Pouw Yang Hian.
Pouw Yang Hian terkejut bukan main. dia segera menarik kembali tangannya. Pouw Yang Hian kaget karena yang diarah oleh nona Han jalan darah Lau-kiong-hiat.
yaitu ujung nadi Siauw-yang-keng-meh. Seorang yang berlatih ilmu racun paling pantang terserang jalan darah itu.
Jika tetotok lawan, sekalipun tidak terluka parah, orang itu harus istirahat beberapa tahun baru bisa pulih.
Sudah sering Pouw Yang Hian menggunakan jurus Huahiat-to. tetapi dia belum berhasil melukai lawanlawannya. Malah dia nyaris celaka di tangan nona Han.
Dia dongkol, gusar dan entah apa lagi. Sepasang tangannya bergerak cepat mendatangkan suara hebat. Nona Han tidak berani mendekatinya. Terpaksa dia mundur.
266 Bocah nakal itu tidak tinggal diam. Dia serang Pouw Yang Hian dengan cepat dan gesit sekali. Kelihatan tubuh si bocah melayang-layang bagaikan kupu-kupu sedang terbang, hendak hinggap di atas bunga. Tubuhnya berputarputar mengitari lawan. Jika Pouw Yang Hian menyerang segera dia menghindar. Saat Pouw Yang Hian menyerang nona Han. dia menyerangnya dengan cepat secara tiba-tiba.
Hal itu membuat Pouw Yang Hian jadi agak kewalahan juga.
Berkali-kali Pouw Yang Hian hampir bisa melukai nona Han. Pada saat genting itu si bocah menyerangnya, hingga Pouw Yang Hian membatalkan serangan terhadap si nona.
Ilmu totok bocah itu tidak sehebat nona Han. Tetapi jurus-jurus yang dia tampilkan sangat aneh dan lihay sekali.
"Ayahku mengatakan di atas langit masih ada langit, itu memang tidak salah. Hari ini untung ada si bocah membantuku kalau tidak aku sudah celaka?" pikir nona Han.
Nona Han masih bertahan namun dia terus terdesak oleh serangan Pouw Yang Hian yang berbau amis. Jika dia terus mencium bau itu. maka dia akan muntah dan matanya pun mulai berkunang-kunang karena pening.
Tampak lwee-kang bocah itu lebih tinggi setingkat dari nona Han. Pada wajahnya belum ada perubahan apa-apa.
Tetapi sesudah lewat beberapa jurus gerakan bocah itu pun sudah mulai lamban, tidak segesit tadi lagi. Tiba-tiba pemuda desa berbaju biru yang sedang duduk minum arak itu bangun dari kursinya.
"Saudara kecil, terima kasih atas makanan dan arakmu, tapi aku tidak boleh makan dan minum gratis. Aku harus membantumu!" kata dia.
267 "Kau murah hati. makanan dan arakku tidak sebanding dengan nyawamu. Apa kau tidak takut pada ilmu pukulan Hua-hiat-tonya?" kata si bocah nakal.
"Dia belum mahir benar mempelajari jurus Hua-hiattonya." kata pemuda lugu itu. "Dari itu aku akan memberinya petunjuk agar dia tidak bertingkah di sini.
Dengan begitu dia tidak akan menggunakan ilmu itu untuk menindas orang lain!"
Ucapan itu membuat orang-orang kaget termasuk Pouw Yang Hian.
"Ah. apa pemuda lugu ini ahli Hua-hiat-to juga?" pikir orang-orang di tempat itu.
Pouw Yang Hian tidak percaya kalau pemuda itu ahli Huahiat-to oleh karena dia tahu kitab Kong-sun Khie telah jatuh ke tangan gurunya. Selain dia dan gurunya tidak ada lagi orang yang bisa ilmu pukulan itu. dia yakin benar. Saat itu pemuda desa itu sudah berjalan menghampiri Pouw Yang Hian.
"Baik. aku ingin melihat bagaimana cara kau memberi pelajaran kepadaku." kata Pouw Yang Hian.
Nona Han dan si bocah nakal menyaksikan pemuda desa itu maju dengan penuh keyakinan. Hal itu membuat mereka heran bukan main.
"Baik aku akan menonton kehebatanmu!" kata si bocah pada pemuda desa itu.
Nona Han dan dia segera mundur dan berdiri di samping.
"Baik. silakan beri petunjuk!" kata Pouw Yang Hian sambil tersenyum sinis.
-o0-DewiKZ~aaa-o0 268 Bab 10 Sepasang telapak tangan Pouw Yang Hian kelihatan sudah mulai hitam dan mengeluarkan bau amis tak sedap.
Han Pwee Eng dan si bocah nakal terkejut. Kiranya orang she Pouw itu takut kalau pemuda desa itu benar-benar berilmu tinggi. Maka sengaja dia langsung mengeluarkan ilmu pukulan Hua-hiattonya yang sangat lihay itu. Dia ingin membunuh pemuda desa itu dengan sekali hajar saja.
agar orang-orang jerih kepadanya.
Saat itu seluruh perhatian tertuju ke gelanggang perkelahian, terutama pada si pemuda desa itu. Mereka ingin tahu bagaimana dia menghadapi Pouw Yang Hian yang lihay itu.
"Aku kira kau baru berlatih sekitar tujuh tahun saja.
kan?" kata si pemuda desa dengan sinis.
Pouw Yang Hian kaget bukan kepalang mendengar ucapan itu.
"Ah dia hebat juga" Bagaimana dia bisa tahu aku baru berlatih selama tujuh tahun lamanya?" pikir orang she Pouw itu sedikit kaget.
Pemuda itu tahu apa yang ada dalam benak Pouw Yang Hian.
"Dengar baik-baik. jika kau sudah mahir ilmu pukulan itu. telapak tanganmu tidak akan berwarna hitam dan berbau amis. Maka aku katakan kau belum mahir sekali, tidak salah kan?" kara si pemuda desa sambil tersenyum.
Hati Pouw Yang Hian tersentak, diam-diam dia tahu ada yang tidak beres. Akan tetapi anak panah sudah dipasang pada busurnya, pasti harus segera dilepaskan.
"Baik. aku mohon petunjukmu!" kata Pouw Yang Hian.
269 Mendadak dia melakukan serangan hebat, pemuda desa itu mengangkat tangannya untuk menangkis.
"Karena kung-fumu belum mahir, aku enggan mengajarimu. Tetapi aku sudah berkata agar matamu terbuka!" kata si pemuda desa.
Saat pemuda itu mengangkat tangannya, semua orang tidak melihat ada yang aneh dalam gerakan itu. Tetapi di mata Pouw Yang Hian itu sungguh luar biasa, diam-diam dia terkejut. Telapak tangan pemuda desa itu kelihatan kemerahmerahan, tetapi hanya sekilas. Itu tandanya ilmu pukulan Hua-hiat-tonya tingkat tinggi.
"Dia baru berumur 20 tahun, apa dia sudah berlatih sejak dalam kandungan ibunya?" pikir Pouw Yang Hian.
Pouw Yang Hian tahu gurunya berlatih ilmu itu selama 20 tahun, tapi baru setingkat dengan pemuda desa itu.
Karena orang she Pouw ini berada dalam posisi terjepit, dia tidak bisa menarik kembali serangannya. Ditambah lagi dia belum yakin pemuda itu mahir ilmu pukulan itu. Dia kira pemuda itu hanya menakut-nakuti dan menggertak dia saja agar dia mau mundur. Pouw Yang Hian menggeretakkan giginya. Dia lanjutkan seranganya.
"Buum!" Terdengar suara benturan yang sangat dasyat. Pemuda desa itu terhuyung ke belakang beberapa langkah, baru bisa berdiri tetap lagi. Sedang Pouw Yang Hian sama sekali tidak bergerak. Ketika itu Chu Tay Peng dan kawankawannya bersorak memuji Pouw Yang Hian.
"Kung-fumu sangat hebat Pouw Sian-seng!" puji mereka.
Nona Han dan si bocah terkejut bukan kepalang. Mereka segera menghunus senjata mereka, lalu mendekati pemuda desa itu untuk melindunginya.
270 Mendadak sorakan dari pihak Chu Tay Peng terhenti seketika. Keadaan jadi sunyi sekali. Mereka semua kaget menyaksikan wajah Pouw Yang Hian kelihatan ketakutan sekali. Sebaliknya wajah pemuda desa itu biasa-biasa saja.
dia kelihatan tenang luar biasa. Perubahan atas wajah orang she Pouw ini membuat panik semua orang. Pemuda desa itu tertawa.
"Apa kau masih mau mencobanya lagi?" kata si pemuda desa dengan tajam.
"Terima kasih kau tidak membunuhku." kata Pouw Yang Hian. "Kalau boleh tahu. siapa namamu?"
Pemuda itu menuding sambil membentak. Hal itu membuat orang she Pouw itu mundur selangkah demi selangkah. Wajahnya sudah berubah jadi kelabu dan sekarang dia sudah dekat pintu keluar.
"Cepat pergi!" bentak pemuda desa itu.
Saking kaget dan takutnya Pouw Yang Hian jatuh terguling di lantai. Pemuda desa itu tertawa.
"Pouw Yang Hian kau pulang saja. beri tahu gurumu!
Dia telah mencuri barang milik keluargaku, cepat atau lambat aku pasti akan mencari dia untuk mengadakan perhitungan! Saat itu kau akan tahu siapa aku?" kata si pemuda desa.
Pouw Yang Hian bangun dan langsung kabur terbirit-birit. Begitu juga Chu Tay Peng dan kawan-kawannya.
Sekarang di rumah makan itu tinggal Han Pwee Eng dan si bocah, pemuda desa itu dan para pelayan rumah makan yang ketakutan.
Bocah nakal itu tertawa riang.
271 "Asyik! Sungguh asyik sekali! Terima kasih atas bantuanmu. Toa-ko!" kata si bocah nakal itu. Pemuda desa itu tersenyum.
"Jangan sungkan itu bukan apa-apa. Kau membayariku makan dan minum, aku harus membantumu!" kata si pemuda desa.
"Toa-ko, siapa namamu?" kata si bocah. Pemuda itu mengangguk.
"Kau mengakui aku sebagai temanmu, namaku Kongsun Po. Po artinya melenyapkan kejahatan. Orang itu mencaci Iblis Besar Kong-sun Khie. justru dia itu adalah Ayahku almarhum." kata Kong-sun Po.
Mata si bocah terbelalak.
"Ha....?" Mulutnya terbuka lebar dia tidak tahu harus bilang apa.
"Aku telah mengganggu kalian berdua, maaf aku pamit!"
kata Kong-sun Po. Dia langsung mengambil buntalannya lalu pergi meninggalkan rumah makan itu tanpa bertanya siapa nama si bocah nakal dan kawannya itu.
"Saudara Han, apa kita masih mau minum arak lagi?"
tanya si bocah pada nona Han.
Sekarang Han Pwee Eng sudah tahu bocah nakal itu orang Hek-hong-to. kesan baiknya pada si bocah kini mulai berkurang.
"Dia dari aliran sesat sebaiknya aku tidak bergaul dengannya." pikir nona Han.
Nona Han lalu tersenyum. 272 "Rumah makan ini sudah berantakan. kita tidak bisa minum lagi di sini! Jika kita berjodoh kelak kita akan minum lagi di sini!" kata Han Pwee Eng.
Ucapan nona Han itu sebenarnya ingin menyatakan selamat berpisah dengan si bocah nakal itu.
"Kau yang membayariku makan, aku menurut saja. Kau tidak mau minum aku pun tidak!" kata si bocah.
Ketika itu seorang pelayan keluar sambil merangkak dari kolong meja makan. Saat nona Han akan membayar, pelayan itu bilang.
"Semua sudah dibayar oleh Chu Tay Peng. Tuan!" kata si pelayan dengan hormat.
"Aku tak mau dibayari orang, ditambah lagi di tempat ini banyak barang yang telah hancur karena pertarungan tadi.
Aku harus ganti rugi." kata nona Han.
"Kawanku ini benar, kami tidak akan merugikan rumah makan ini." kata si bocah. "Juga makanan dan arak Tuan Kong-sun akan dia lunasi!"
Pelayan itu girang bukan main. sambil membungkuk dia menghaturkan terima kasih kepada nona Han.
"Tuan sangat baik dan pengertian, baiklah beri saja uang perak pecahan pada kami." kata si pelayan.
"Baik. aku akan memberimu sepuluh tail perak, cukup?"
tanya nona Han. Saat dia merogoh sakunya ternyata kantung uangnya telah lenyap entah ke mana.
Mendadak wajah nona Han berubah pucat. Si bocah tertawa sambil mengeluarkan sebuah kantung uang. Begitu melihat kantung uang itu nona Han kaget bukan kepalang, itu adalah kantung uang miliknya.
273 "Tidak salah dia telah mencuri kantung uangku saat dia menyenggolku dijalan kecil. Hebat ilmu copetnya sampai aku tidak merasa kehilangan. Tetapi dia sangat keterlaluan!" pikir nona Han.
"Maaf Saudara Han. aku ini miskin, terpaksa aku harus memakai uangmu." kata si bocah.
Dia tuang isi kantung itu di atas meja dan berkata pada pelayan rumah makan itu.
"Coba kau hitung, apa sudah cukup sepuluh tail atau belum?" kata dia.
Pelayan itu tersenyum. "Tak perlu sebanyak itu. sebab sudah lebih Tuan!" kata si pelayan.
"Lebihnya untukmu saja!" kata si bocah seenaknya padahal itu uang nona Han. Pelayan itu girang dia tertawa.
Langsung dia sambar uang perak itu.
"Terima kasih atas kebaikan Tuan-tuan berdua!" kata si pelayan dengan hormat sekali.
Setelah pelayan itu pergi si bocah melemparkan kantung uang itu.
"Tuh! Terima kantung uang milikmu, aku sudah berbuat baik untukmu, kantungnya harus aku kembalikan kepadamu " kata dia sambil tersenyum.
Nona Han dongkol bukan main.
"Kau tidak punya uang. kantung itu untukmu saja!" kata nona Han agak ketus.
Bocah itu tersenyum. "Saudara Han kau memang sahabat yang baik. Kau jujur aku terpaksa menerimanya." kata dia.
274 Mereka lalu meninggalkan rumah makan itu. Sampai di luar nona Han berkata.
"Terima kasih atas bantuanmu, sampai berjumpa lagi kelak!" kata nona Han.
Nona Han berjalan meninggalkan bocah itu. saat dia menoleh ternyata si bocah masih mengikutinya.
"Tunggu Saudara Han. aku belum tahu siapa namamu?"
kata si bocah. Nona Han agak kesal juga. tetapi biar bagaimana bocah itu pernah membantunya, terpaksa dia memberi tahu.
"Namaku Eng. Apa aku juga boleh tahu namamu?" kata Han Pwee Eng.
"Aku marga Kiong. namaku Mi Yun. Hek-hong-to To-cu itu Ayahku."
Karena nona Han sudah tahu sejak awal dia tidak terkejut mendengar keterangan itu.
"Tapi nama Mi Yun ini nama perempuan?" pikir nona Han.
Nona Han tidak berani memastikan dia juga tidak mau menanyakannya.
"Sebenarnya Kong-sun Po denganku masih punya hubungan famili, tetapi barangkali dia tidak mengetahuinya." kata Kiong Mi Yun.
"Ah mereka dari aliran sesat semua, lebih baik aku tidak boleh bergaul dengan mereka!" pikir nona Han.
Saat nona Han akan pergi meninggalkan Kiong Mi Yun.
dia mendengar suara ringkikan kuda. Saat nona Han menoleh dia lihat seekor kuda sedang berlari kencang. Han 275
Pwee Eng tidak melihat penunggang kuda itu tetapi dia mengenali kuda itu "hadiah" dari Ci Giok Hian untuknya.
Mengetahui hal itu Han Pwee Eng terkejut. Dia kerahkan gin-kangnya akan mengejar kuda itu. tapi kuda itu sudah berlari jauh sekali, malah sudah melewati pintu kota.
Terpaksa Han Pwee Eng kembali ke penginapan. Kelihatan penginapan itu sudah berantakan tidak karuan. Ketika pemilik penginapan itu melihat Han Pwee Eng datang, buru-buru dia menghampirinya. Sikapnya sangat gugup dan panik sekali.
"Tadi....tadi telah muncul seorang perampok. Dia tidak merampok barang lain hanya kuda milik Tuan. Entah berapa harga kuda itu. aku akan..."


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudah jangan panik, keadaan memang sedang kacau lak heran banyak perampok berkeliaran." kata nona Han.
Dia tahu perampok itu memusuhi dirinya, dan pasti bukan perampok biasa. Dia juga tidak mau rewel dengan pemilik penginapan itu. Sekalipun dia tahu si pemilik penginapan bersedia mengganti kudanya.
"Sudah saja. Tuan. Kuda yang sudah hilang tidak usah kau hiraukan lagi." kata nona Han sabar.
Tiba-tiba ada suara orang bicara di belakang si nona
"Benar! Hanya seekor kuda harganya tidak seberapa. Han Toa-ko. jangan khawatir orang bisa mencuri kudamu aku pun bisa mencuri juga. Dua hari lagi akan kucuri seekor kuda jempolan untukmu!" kata orang itu.
Nona Han menoleh kiranya orang itu Kiong Mi Yun sedang tertawa. Entah kapan dia tiba di situ.
Pakaian Kiong Mi Yun dekil, ketika dia bilang begitu tentu saja dia menarik perhatian semua orang.
276 "Kau bergurau saudara Kiong. jangan merepotkanmu.
lebih baik kau pulang saja." kata nona Han.
"Pulang" Kau menyuruhku pulang ke mana" Aku tidak punya rumah maka aku ke mari mencarimu." kata Kiong Mi Yun agak kesal.
Kelihatan nona Han kesal bukan main.
"Orang ini sungguh tidak tahu malu dan tidak tahu diri.
Aku tinggalkan dia malah dia mencariku ke mari?" pikir nona Han Pwee Eng.
"Kau mencariku mau apa?" tanya Han Pwee Eng.
"Mencari tempat bermalam." jawab Kiong Mi Yun
"Bukankah kau sudah menyewa kamar di sini" Nah. malam ini kita akan tidur sekamar."
Wajah Han Pwee Eng langsung merah.
"Maaf," kata Han Pwee Eng. "aku tidak biasa tidur berdua sekamar! Dan esok aku pun harus melanjutkan perjalananku, aku tidak punya waktu untuk bercakap-cakap denganmu."
Kiong Mi Yun mengerutkan dahinya.
"Baiklah, kalau kau tidak bersedia menerimaku, aku terpaksa cari akal lain." kata Mi Yun.
la mengeluarkan kantung uang dari Han Pwee Eng lalu ia guncang-guncang.
"Untung kantongmu ini masih berisi uang! Pelayan siapkan sebuah kamar untukku!" kata Mi Yun.
Mi Yun mengeluarkan sepotong uang perak dari kantung itu. mata pelayan itu terbelalak, dia mau terima tapi raguragu.
Kiong Mi Yun menegur pelayan itu.
277 "Apa yang kau lihat" Apa kau belum pernah melihat uang perak ya" Cepat ambil dan siapkan sebuah kamar untukku. Lebihnya untukmu!" kata Mi Yun yang terus mengawasi nona Han. "Han Toa-ko uang ini pemberianmu, aku harap kau tidak menyalahkan aku terlalu royal."
Han Pwee Eng kewalahan tapi hatinya geli sekali.
"Uang itu sudah kuberikan padamu, terserah kau mau dipakai untuk apa?" kata nona Han.
Kiong Mi Yun tertawa. "Baik. aku ucapkan terima kasih atas kebaikanmu ini,"
kata Kiong Mi Yun. Pelayan itu lalu mengantar Kiong Mi Yun ke sebuah kamar. Sedangkan Han Pwee Eng segera masuk ke kamarnya untung Mi Yun tidak mengikutinya. Tetapi saat dia mengunci pintu kamar dan menyalakan lilin, dia terkejut bukan kepalang. Ternyata tempat tidurnya sudah berantakan dan buntalan pakaiannya pun sudah terbuka.
Buntalan itu seolah telah diperiksa oleh seseorang. Dalam buntalan itu terdapat dua stel pakaian laki-laki pemberian Ci Giok Hian. dan uang 30 tail perak. Semua pakaiannya masih ada tapi uangnya sudah tidak ada di situ.
"ini pasti perbuatan Chu Tay Peng yang mengira aku Kiong Mi Yun" Dia mengirim orang ke mari saat aku ada di rumah makan. Sesudah tahu aku bukan orang she Kiong.
dia mencuri uang dan kudaku." begitu nona Han berpikir.
Dia tidak mau mencari pemilik penginapan karena dia pikir percuma saja karena pemilik penginapan tidak ada sangkutpautnya dengan kejadian itu. Tapi yang jadi masalah uang itu hilang sedang uang dalam kantung miliknya sudah diberikan kepada Mi Yun. sekarang sepeserpun dia tidak punya uang. Itu masalahnya. Sedang 278
perjalanan dari tempat itu ke kota Lok-yang masih berjarak 800 lie lagi. dari mana dia bisa memperoleh uang.
"Untung uang sewa kamar sudah dibayar, kalau tidak wah bisa berabe juga?" pikir nona Han "Bagaimana ya. apa aku harus mencuri seperti Kiong Mi Yun?"
Dia baringkan dirinya di tempat tidur, tapi tidak berani tidur. Dia khawatir Chu Tay Peng dan orangnya akan datang lagi dan Mi Yun akan mengikutinya.
Malam itu berlalu tanpa kejadian apa-apa. Nona Han ingin bebas dan Kiong Mi Yun. Masih gelap dia sudah bamgun dan meninggalkan penginapan itu. Dia keluar dari kota Ouw-shia pada saat hari masih pagi sekali. Dijalan masih sepi. Tapi saat dia akan menggunakan gin-kang dia telah mendengar sebuah seruan.
"Han Toa-ko. tunggu aku! Kau pergi dengan diam-diam.
setengah mati aku mencarimu!" kata Mi Yun.
Kali ini wajah Kiong Mi Yun telah berubah, dia juga sudah berpakaian bersih. Dia tampan sekali. Han Pwee Eng kesal, jengkel dan dongkol bercampur aduk.
"Mengapa kau mengikuti aku lagi" Kita hanya kebetulan bertemu kau tidak perlu mengantarkan aku." kata Han Pwee Eng dengan suara sedikit kesal
Kiong Mi Yun tersenyum. "Aku bukan ingin mengantarmu, tapi mau mengembalikan uangmu." kata Mi Yun.
"Uang itu untukmu tidak perlu kau kembalikan kepadaku." kata Han Pwe Eng.
"Kalau begitu uang ini anggap saja sebagai hadiah dariku." kata Kiong Mi Yun. "Semalam aku "bekerja" dan 279
berhasil mendapatkan uang. Karena kau sangat baik kepadaku, aku harus membalasnya. Jangan kau tolak!"
Dia mengeluarkan sebuah kantung uang yang lain bukan kantung milik Han Pwee Eng dulu.
"Kantung ini aku buat sendiri, kau boleh menyimpannya sebagai kenang-kenangan." kata Mi Yun sambil tersenyum.
Saat itu Han Pwee Eng sedang kesulitan uang maka dengan tidak sungkan-sungkan dia terima saja uang itu.
"Terima kasih, sampai jumpa!" kata nona Han.
Kiong Mi Yun tertawa. "Kok kau ini tak sabaran sih" Aku mau bilang sesuatu kau sudah mengusirku pergi?" kata Mi Yun.
Sekalipun dia sedang tertawa tapi wajahnya memelas minta dikasihani.
"Maaf aku sangat tergesa-gesar harus membuai waktu, aku tidak bermaksud mengusirmu." kata nona Han.
"Han Toa-ko, kau mau ke mana?" tanya Mi Yun.
"Dalam tujuh hari ini aku harus sudah tiba di kota Lokyang." kata Pwee Eng.
Mi Yun bertepuk tangan sambil tertawa girang.
"Ah kebetulan sekali, aku juga mau ke Lok-yang!" kata Kiong Mi Yun girang.
Mata nona Han terbelalak.
"Aku mau menghindarinya malah aku masuk ke dalam jeratnya." pikir nona Han.
Melihat nona Han diam Kiong Mi Yun mengerutkan alisnya.
"Han Toa-ko. apa kau membenciku?" kata dia.
280 "Kau jangan bilang begitu." kata Han Pwee Eng.
"Musuhku sangat banyak, aku takut menyusahkanmu!"
Kiong Mi Yun tersenyum. "Han Toa-ko. benarkah kau tidak membenciku" Aku lega." kata dia.
Dia tersenyum lembut sekali. Jika diperhatikan mirip seorang nona yang cantik. Mungkin dia seorang gadis yang sedang menyamar seperti nona Han.
"Han Toa-ko." kata Mi Yun lagi. "Kau tidak perlu mencemaskan aku. Aku akan bersamamu, pasti kita akan aman dalam perjalanan. Jika ada musuh mencarimu kita hadapi bersama. Daripada kau menghadapinya seorang diri lebih baik bergabung. Akan aku ajak kau lewat jalan pintas, tidak sampai tujuh hari kita sudah akan tiba di Lok-yang!"
Han Pwee Eng tidak bisa menolak. Ditambah lagi dia curiga Mi Yun ini seorang gadis.
"Aku akan berada bersamanya dalam satu perjalanan, di tengahjalan akan kuselidiki dia. Siapa tahu aku bisa membuka rahasianya?" pikir nona Han.
"Baik. mari kita berangkat!" kata nona Han.
Han Pwee Eng ingin mencoba kepandaian Kiong Mi Yun. Saat mendaki sengaja dia gunakan gin-kang dan melesat meninggalkannya. Kiong Mi Yun malah tertawa.
"Han Toa-ko gin-kangmu sungguh tinggi" teriak Mi Yun.
Dia juga menggunakan gin-kang mengejar nona Han.
tanpa terasa mereka sudah bisa berjalan sejauh 80 lie.
Karena letih nona Han berhenti akan istirahat. Dia menoleh ke belakang. Wajah Kiong Mi Yun tidak kelihatan merah.
Napasnya pun biasa saja. Itu suatu tanda gin-kangnya cukup tinggi, dia jadi malu sendiri.
281 Ketika itu sudah tengah hari....
"Han Toa-ko kita istirahat dulu sejenak di hutan itu."
kata Kiong Mi Yun. "Setelah makan makanan kering baru perjalanan ini kita lanjutkan lagi!"
Nona Han mengangguk. Mereka berjalan ke arah rimba lalu duduk di bawah sebuah pohon. Mi Yun mengeluarkan sebuah kotak sambil tersenyum.
"Pasti kau tidak menyiapkan makanan kering." kata Mi Yun. "Aku membawa makanan enak dari rumah makan
"Ngi Nih Lauw" yang terkenal itu, silakan kau cicipi!"
Han Pwee Eng kaget matanya terbelalak.
"Kemarin aku tidak melihat kotak ini. kapan kau ke rumah makan itu?"
"Semalam ketika aku "bekerja" dan pulangnya melewati rumah makan itu. Mendadak aku ingat kau. Aku yakin kau belum pernah mencicipi kue-kue dari rumah makan itu.
Aku masuk ke dalam mengambil beberapa macam kue.
Aah! Han Toako. kau jangan memelotiku terus! Aku menaruh uang di sana, aku tidak mau merugikan mereka.
Ayo kau cicipi!" kata Kiong Mi Yun.
Han Pwee Eng menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Saudara kecil. kau..."
Kiong Mi Yun cemberut. "Han Toa-ko aku ingin menyenangkan hatimu. Apa kau tega masih mau menyalahkan aku?" kata Mi Yun.
Tingkah-laku Kiong Mi Yun ini sangat mirip seorang gadis, terutama saat dia cemberut.
"Mengapa kau begitu baik kepadaku?" kata nona Han.
282 "Han Toa-ko. kau tidak marah padaku, kan?" kata Kiong Mi Yun manja.
"Semalam kau membantuku, aku belum berterima kasih kepadamu. Mengapa aku harus marah kepadamu?" sahut nona Han Pwee Eng.
Kiong Mi Yun menatapnya. "Semalam aku mempermainkanmu. kau tidak menyalahkan aku?" kata Kiong Mi Yun. Han Pwee Eng tersenyum.
"Tidak! Tapi aku heran, kenapa kau menyamai' jadi budak dan berpakaian kotor?" kata Han Pwee Eng.
"Aku tidak ingin mereka tahu aku ini siapa?" kata Kiong Mi Yun. "Jika aku tidak menyamar aku akan diikuti oleh mereka, jadi aku tidak bebas. Malah lucunya mereka mengira kau adalah aku!"
Han Pwee Eng tersenyum. "Tapi aku mendapatkan perlakuan yang istimewa dari mukamu itu!" kata nona Han.
"Tadi kau tanya mengapa aku baik kepadamu." kata Kiong Mi Yun. "Baik akan aku beritahu kau. Itu karena kau pun sangat baik kepadaku. Kemarin ketika aku menyamar seperti budak, dan aku sengaja mengotori pakaianmu. kau sama sekali tidak marah kepadaku. Malah kau membayariku makan dan minum arak. Belum pernah ada orang begitu baik seperti kau!"
Dia bicara dengan jujur. Nona Han tersenyum. "Karena aku tahu kau bukan orang biasa. Tapi kalau dulu aku tahu ayahmu itu Hek-hong-to To-cu. iblis aliran 283
sesat, mungkin aku tidak akan mau bergaul denganmu!"
kata Han Pwee Eng. "Aku dibesarkan di sana. di laut Tong-hai (Laut Timur).
Di sana berbahaya sekali dan sering dilanda badai. Perahu sangat sulit mencapai pulau itu. Di pulau itu hanya ada Ayahku, aku dan beberapa pelayan yang sudah tua. Sejak kecil tidak ada teman untuk diajak bermain."
"Ah. kalau begitu kau pasti kesepian sekali?" kata nona Han sambil tersenyum.
"Ya. karena itu aku minggat diam-diam." kata Mi Yun.
"Jadi kau kabur dari sana?"
"Aku kabur tujuanku hanya ingin bergaul, dan ingin punya beberapa kawan, tapi ternyata sangat
mengecewakan." kata Kiong Mi Yun.
"Apa karena angan-anganmu terlalu tinggi?" kata nona Han sambil menatap dia.
"Tidak. Karena Ayahku terlalu terkenal. Yang tahu mengenai diriku, mereka segera menjauh karena takut. Aku coba mendekati mereka, tapi tidak ada yang mau berkawan denganku. Aku marah dan dongkol lalu menyamar jadi tukang
perahu dan budak, supaya tidak ada orang yang mengenaliku!" kata Kiong Mi Yun.
Nona Han tertawa. "Oh! Jadi selama ini kau belum punya kawan?"
"Kemarin saat aku bertemu denganmu. Chu Tay Peng malah mengira kau itu adalah aku. aku heran lalu kuikuti kau dengan diam-diam. Aku ingin tahu sebenarnya kau ini siapa?" kata Kiong Mi Yun.
284 "Jadi sekarang kau sudah tahu?" kata nona Han sambil tersenyum.
Dia mengangguk. "Ya. kau orang yang baik hati. sekalipun kau tidak tahu aku ini siapa" Aku minggat sudah setengah tahun yang lalu dan berkeliaran, kau adalah satu-satunya kawanku." kata dia.
Han Pwee Eng tersenyum. Mendadak Kiong Mi Yun bertanya.
"Di rumahmu masih ada siapa saja sih?" kata dia.
"Ada Ayahku, dia sudah tua." kata Han Pwee Eng.
"Kau tidak punya saudara lelaki atau perempuan?" kata dia lagi.
"Tidak punya kakak maupun adik. dan aku belum bertunangan lho!" kata Han Pwee Eng sambil tersenyum geli.
Nona Han bertambah yakin bahwa Kiong Mi Yun ini seorang perempuan.
"Pantas kau kelihatan agak murung, rupanya kau ingat ayahmu ya"!" kata Kiong Mi Yun.
"Ya. kau benar."
"Kau jangan terlalu cemas tentara Mongol belum menyerang sampai ke Hoo-lam. Lok-yang masih aman-aman saja bagi ayahmu!" kata dia
"Mudah-mudahan begitu." kata Han Pwee Eng sambil manggut.
Tiba-tiba Kiong Mi Yun tertawa.
285 "Jika kau sedang berduka, biar aku akan menyanyi untukmu, boleh kan?" kata dia.
"Bagus, aku setuju!" kata nona Han sambil tersenyum.
Dia menatap lembut, lalu mulai menyanyikan sebuah lagu rakyat jelata.
"Sebelum angin malam berhembus.
Burung-burung telah bertengger di dahan.
Di bawah sinar rembulan Sunyi-senyap.
bulan sabit tergantung di langit.
Tidur nyenyak di musim semi. wajah cerah ceria.
Terdengar langkah di jendela, tak terlihat kanda.
mungkin sembunyi di suatu tempat..."
Itu adalah nyanyian rakyat yang mengisahkan tentang seorang gadis yang berharap kedatangan kekasihnya. Nona Han sekarang lebih yakin kalau Kiong Mi Yun ini seorang gadis.
"Han Toa-ko. aku akan mencari air minum dulu."
Nona Han tersenyum. "Biar aku yang pergi mengambil air." kata nona Han.
"Jangan, kau duduk saja di sini jangan bergerak."
Sesudah itu dia langsung pergi.
"Apa yang dia akan lakukan?" pikir nona Han.
Tak lama muncul seorang gadis cantik sedang berjalan ke arah Han Pwee Eng sambil tersenyum manis. Nona Han tidak kaget karena dia sudah menduga sejak tadi. Dia kelihatan cantik sekali. Tatapan Han Pwee Eng menggembirakan hatinya.
286 "Han Toa-ko. kau tidak mengenaliku ya?" kata Kiong Mi Yun manja.
"Ah tidak aku kira kau ini gadis yang cantik sekali!" puji Han Pwee Eng.
Pujian itu menyenangkan hati Kiong Mi Yun.
"Han Toa-ko kau tidak marah aku mengelabuimu?" kata nona Kiong.
Nona Han tertawa geli. "Sama saja! Oh tapi kenapa kau mau menunjukkan wajah aslimu?" kata Han Pwee Eng.
"Kau baik kepadaku, maka aku tidak pantas membohongimu terus. Setelah aku tunjukkan wajah asliku kelak aku akan menyamar lagi jadi seorang laki-laki!"
katanya. "Ah kau sangat cantik mengapa kau harus menyamar jadi lelaki?" kata nona Han.
"Seorang gadis berjalan bersama seorang pria jadi kurang leluasa lho!" kata Kiong Mi Yun.
"Dia putri Iblis Besar, lebih baik aku sembunyikan dulu diriku yang sebenarnya dalam penyamaran ini." pikir nona Han.
"Sekarang aku tahu kau seorang nona. sekalipun kau menyamar tetap saja kita tidak akan leluasa." kata nona Han berniat menghindar dari nona Kiong ini.
Wajah nona Kiong memerah.
"Kau pria yang baik. tidak jadi masalah kau tahu tentang diriku. Asal orang lain tidak mengetahuinya, pasti tidak akan jadi masalah." kata nona Kiong.
287 "Walau kau yakin aku tidak akan berbuat sesuatu, tapi tetap saja aku tidak leluasa!" kata nona Han bersikeras.
Nona Kiong cemberut. "Han Toa-ko. kau jangan salah sangka, menganggap aku gadis yang tidak tahu malu. Aku hanya ingin jalan bersamamu, siapa yang ingin tidur sekamar denganmu"
Semalam aku hanya bergurau, jangan kau anggap serius!"
kata Kiong Mi Yun. Memang semalam dia bilang ingin tidur sekamar agar bisa bercakap-cakap dengan nona Han. tapi nona Han menolaknya, hingga Mi Yun jadi tidak enakhati. Dia khawatir nona Han akan salah paham.
"Bukan itu maksudku...." kata nona Han. ia berhenti sejenak. "Bukankah kau mau ke Lok-yang?"
Mi Yun malah balik bertanya.
"Han Toa-ko. kau tidak suka jalan bersamaku. ya?" kata dia.
Han Pwee Eng tersenyum lembut dan memegang
tangannya sambil berkata.
"Kau jangan salah paham. Nona Kiong." kata Pwee Eng.
"kau sangat baik kepadaku, bagaimana aku tidak mau melakukan perjalanan bersamamu. Tetapi aku pikir...."
"Apa yang kau pikirkan?" kata nona Kiong.
"Pernahkah kau mendengar nama Hong Lai Mo Liu Ceng Yauw" Dia Beng-cu Rimba Persilatan bagian Utara dan juga seorang pendekar wanita!" kata Han Pwee Eng.
Wajah nona Kiong berubah.
"Lalu kenapa?" tanya nona Kiong.
288 "Liu Beng-cu sangat suka pada gadis yang berilmu tinggi." sahut Han Pwee Eng. "Saat ini dia butuh bantuan nona-nona yang berilmu silat tinggi. Aku punya Paman namanya Lui Piauw yang telah bergabung di sana. Sesudah aku sampai di
Lok-yang. aku pun berniat ke sana."
Kiong Mi Yun menatap ke arah nona Han.
"Maksudmu ialah.."
Kata-kata Kiong Mi Yun dipotong oleh nona Han.
"Maksudku, karena sekarang kau sedang merantau dan tidak punya tempat tinggal yang tetap, alangkah baiknya kalau kau pergi ke tempat Hong Lai Mo Li menunggu aku di sana." kata nona Han. "Jika kau sebut namaku pada Lui Piauw aku yang memperkenalkan kau ke sana. dia pasti akan mengajakmu menemui Hong Lai Mo Li."
Ide itu datang ke benak Han Pwee Eng dengan dua maksud, pertama Mi Yun bisa membantu Hong Lai Mo Li.
yang kedua Lui Piauw akan membuka rahasia dirinya, bahwa dia juga seorang nona. Sekarang dia belum mau membuka rahasianya bahwa dia juga seorang nona.
Kiong Mi Yun menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak mau bergabung dengan Mo Li itu!" kata dia.
Han Pwee Eng kaget. "Kenapa?" tanya nona Han.
"Dia itu musuh Ayahku!"
Han Pwee Eng bertambah kaget.
"Bagaimana ayahmu bisa bermusuhan dengan dia?"
289 Mi Yun menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu jelas. Ayaku tidak menjelaskan sebabnya. Yang aku tahu Ayahku tinggal di Tong-hai karena terdesak olehnya, hingga sekarang Ayahku tidak bisa memijakkan kakinya lagi di Tiong-goan ini. Oleh karena itu Ayahku kabur ke seberang." kata Kiong Mi Yun.
"Apa lagi yang dikatakan oleh ayahmu?"
"Ayah bilang Hong Lai Mo Li itu kejam, dia telah membunuh pamannya sendiri." kata Mi Yun Dari cerita nona Mi Yun. nona Han tahu semua kisah keluarga Kiong itu. Ayah Kiong Mi Yun bernama Kiong Cauw Bun. murid pertama Liu Goan Kak. Sedangkan Liu Goan Kak paman Hong Lai Mo Li. Ketika itu Liu Goan Kak bersekongkol dengan bangsa Kim (Tartar), dan sering melakukan perbuatan tidak terpuji. Dia juga mencuri belajar dua macam ilmu racun keluarga Suang. tapi malah binasa karena menempuh jalan sesat. Sudah tentu Kiong Cauw Bun kehilangan pelindung, karena takut kepada para orang gagah akan membuat perhitungan dengannya. Dia terpaksa kabur ke seberang lautan dan mati-matian berlatih di sana selama 20 tahun. Sekarang kepandaian Kiong Cauw Bun bisa dikatakan telah sama dengan Liu Goan Kak.
Namun, duapuluh tahun yang lalu Kiong Cauw Bun belum terkenal, tidak heran jika ayah Han Pwee Eng tidak pernah bercerita tentang Kiong Cauw Bun itu. Dan nona Han tidak tahu banyak tentang orang itu.
"Nona Kiong aku mau mengatakan sesuatu, entah pantas atau tidak?" kata nona Han akhirnya.
Kiong Mi Yun tersenyum. "Katakan saja." kata nona Kiong.
290 "Mengenai permusuhan ayahmu dengan Hong Lai Mo Li aku tidak tahu siapa yang bersalah atau yang benar." kata nona Han. "Tapi sekarang Hong Lai Mo Li itu pendekar wanita yang disegani di dunia Kang-owv. Kau bilang ayahmu mengatakan bahwa Hong Lai Mo Li telah membunuh pamannya, tapi setahuku kejadiannya tidak begitu."
Mendengar ucapan nona Han itu Kiong Mi Yun
berpikir. "Apa Ayah yang salah?" pikir Mi Yun. Ketika itu mendadak terdengar derap kaki kuda. Tampak dua orang penunggang kuda mendatangi, orang itu menggiring seekor kuda tanpa penungangnya.
Setelah dekat ternyata kedua orang itu Chu Tay Peng dan Ang Kin. Kuda yang mereka bawa itu pun milik nona Han yang hilang dicuri orang. Melihat kedua orang itu wajah nona Kiong berubah jadi tidak sedap dipandang.
"Mau apa kalian ke mari" Aku tidak ada waktu untuk bicara dengan kalian!" kata Kiong Mi Yun.
Chu Tay Peng dan Ang Kin turun dari kudanya. Mereka langsung berlutut, masing-masing mengeluarkan sebuah belati yang tajam berkilauan.
"Kami punya mata tidak bisa melihat, kedatangan kami untuk minta ampun padamu. Nona!" kata mereka.
Sesudah itu mereka mengayunkan tangan mereka yang memegang belati akan bunuh diri. Tapi tiba-tiba Mi Yun mengibaskan tangannya.
"Tang! Tang!" dua kali. Kedua belati itu terpental jatuh.
"Aku tidak ingin melihat darahmu, jangan kalian lakukan di depanku!" kata Mi Yun.
291 Rupanya dalam perkumpulan mereka ada peraturan, jika ada yang bersalah dia diharuskan menusuk dirinya sebanyak enam kali.
"Terima kasih atas kebaikan Nona." kata Ang Kin. "Tapi dosa kami bukan hanya kepada Nona, tapi kepada kawan Nona juga. Jadi kami tidak bisa memaafkan diri kami."
Dia tampar pipinya sendiri dua kali, lalu berlutut di depan nona Han.
"Aku sangat ceroboh. Semalam aku suruh orangku untuk menyampaikan salam, tapi orang itu malah mencuri uang dan kudamu. Aku kemari untuk mengembalikan uang dan kudamu!" kata Ang Kin.
Kiong Mi Yun tertawa. "Hm! Kau berpura-pura mengaku ceroboh. Sebenarnya kau mengutus orang bukan untuk mengucapkan salam, yapi kau menyuruh orang itu untuk memeriksa kamar Han Toako!" kata Mi Yun.
Han Pwee Eng tersenyum. "Aku memang ingin pulang dengan naik kuda. malah Ang Pang-cu mau mengganti rugi kudaku. Itu tidak perlu!"
kata nona Han. "Aku tidak berani menerimanya."
Kembali nona Kiong tertawa.
"Kau jangan sungkan terhadap dia. Tadinya aku akan mencuri seekor kuda untukmu. Sekarang tidak lagi. bahkan aku bisa menghemat tenagaku." kata nona Kiong.
Kiong Mi Yun mewakili nona Han menerima uang dari kedua orang itu.
"Waw uang perak diganti dengan uang emas. sungguh beruntung sekali!" kata nona Kiong yang segera 292
memasukkan uang emas itu ke dalam buntalan nona Han.
Kemudian dia menghadapi Ang Kin dan Chu Tay Peng.
"Sudah kalian jangan berlutut terus, Han Toa-ko tidak akan memperpanjang masalah ini." kata nona Kiong.
"Nona Kiong, kami dari lima perkumpulan di tepi sungai Huang-hoo masih perlu bantuanmu. Nona!" kata Chu Tay Peng dengan tetap hormat.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aah. Kali ini aku yang pikun," kata nona Kiong Mi Yun. "Kalian datang bukan mau minta ampun padaku, tapi ada masalah lain. Sudah cepat kalian bangun!"
Mereka bangun dan Chu Tay Peng mulai bicara.
"Kami sedang mengalami musibah besar. Nona. Hanya Nona yang bisa mencegah musibah itu!" kata Chu Tay Peng.
"Kalian sudah punya pelindung baru. mengapa kalian malah minta bantuan kepadaku" Kepandaianku tidak begitu tinggi," kata Kiong Mi Yun.
"Terus terang saja Pouw Yang Hian itu musibah bagi kami. Dia telah mencelakakan kami." kata Ang Kin.
"Kami sangat hormat kepada ayah Nona, bantulah kami." kata Chu Tay Peng.
"Apa kau katakan" Pouw Yang Hian mencelakakan kalian" Bagaimana terjadinya" Aku tidak akan sanggup melawan dia. bagaimana aku bisa membantu kalian?" kata Kiong Mi Yun.
"Pouw Yang Hian menekan dan memaksa kami agar kami mendukung gurunya menjadi Liok-lim Beng-cu (Ketua Rimba Hijau) di wilayah kami." kata Chu Tay Peng.
Nona Kiong mengerutkan dahinya.
293 "Aku sudah tahu soal itu. tapi bukankah kalian sudah menyetujuinya?" kata Kiong Mi Yun.
"Kami menyetujuinya karena terpaksa. Nona! Sekarang dia semakin keterlaluan." sahut Ang Kin. "Dia bukan mengobati orang-orang kami. malah memaksa kami menjadi budaknya!"
"Bukankah kemarin di rumah makan dia telah mengobatimu?" kata nona Kiong.
Ang Kin tersenyum getir dan menghela napas panjang.
"Kau tidak salah, dia mengobatiku. tapi sama saja dengan menghukum aku!" kata Ang Kin
"Dia mengobatimu, tapi tidak sampai sembuh sama sekali dan masih ada akibatnya yang lain?" kata Mi Yun.
Ang Kin manggut. "Benar! Racun Hua-hiat-to masih mengeram di tubuhku dan bisa bereaksi sembarang waktu. Ini disengaja olehnya agar aku tetap bergantung kepadanya. Dia tidak akan mengobati kami sampai sembuh agar kami tetap mengabdi kepadanya." kata Ang Kin.
"Pouw Yang Hian licik dan kejam." sambung Chu Tay Peng. "Dia menggunakan cara itu untuk menekan lima perkumpulan kami agar tunduk kepadanya. Kelak jika gurunya sudah jadi Beng-cu kami akan dijadikan budak!"
"Pantas kalian kelihatan tidak senang, dulu kalian bisa merajalela, sekarang kalian akan dijadikan budak mereka."
kata nona Kiong. "Benar, daripada jadi budaknya, kami lebih senang jadi budak ayahmu. Nona Kiong. Pouw Yang Hian hanya mengandalkan kepandaian gurunya, pasti ayahmu tidak akan mau tunduk kepada mereka!"
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 14 Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Duri Bunga Ju 12
^