Pencarian

Mentari Senja 8

Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja Bagian 8


mereka." Ki Lemah Teles mengangguk-angguk. Kepada Ki Warana ia berkata
"Jika demikian, jangan ijinkan para cantrik pergi ke
sawah. Sangat berbahaya bagi mereka. Orang-orang itu tentu akan mencari keterangan tentang padepokan ini. Jika mereka
tahu bahwa sawah tidak jauh dari hutan itu adalah
sawah padepokan ini, maka. mereka segera mengetahuinya,
bahwa orang yang berada disawah itu adalah cantrik dari
padepokan ini." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Warana mengangguk. Tetapi iapun kemudian bertanya
"Apakah kita tidak perlu mengawasinya di siang hari" A ku kira
mereka tidak akan tergesa-gesa membuka benturan kekerasan
dengan padepokan ini. Bukankah mereka memerlukan waktu
untuk bersiap-siap menghadapi benturan yang lebih besar."
"Mungkin demikian, Ki Warana. Tetapi mungkin juga tidak.
Mungkin mereka sengaja menangkap cantrik itu sebagai
tantangan yang terbuka. Bukankah mereka sudah dengan
berterus terang menantang kita semuanya dengan mengirimkan utusan sampai dua kali berturut-turut. Aku kira
mereka masih akan mengirimkan utusan lagi untuk
meyakinkan, bahwa kita benar-benar menolak permintaan
mereka." Ki Warana mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Aku
akan memerintahkan agar para cantrik tidak pergi ke sawah,
terutama yang terdekat dengan sisi hutan yang dipergunakan
sebagai landasan oleh Kiai Narawangsa itu."
Namun dalam pada itu, Ki Lemah Teles itupun berkata
"Tetapi biarlah aku sendiri yang akan pergi ke sawah itu."
"Sendiri?" bertanya Ki Warana.
"Ya, kenapa?" "Aku akan pergi bersama Ki Lemah Teles. Mungkin aku
tidak berarti apa-apa dalam olah kanuragan. Tetapi aku kira
aku dapat berlari lebih cepat dari orang lain."
Orang-orang tua yang berilmu tinggi itu tersenyum. Ki Ajar
Pangukan itupun berkata, "Bukankah aku juga dapat pergi ke
sawah itu?" "Jangan kau dan jangan si bongkok buruk. Kalian berdua
sudah dikenali oleh utusan Kiai Narawangsa. Sementara itu, Ki
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Warana juga sudah dikenali pula. Karena itu, biarlah aku pergi
sendiri. Yakinlah, tidak akan ada persoalan apa-apa."
Tetapi Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana tidak mau
membiarkan Ki Lemah Teles pergi sendiri. Karena itu, maka Ki
Sambi Pitu itupun berkata "Baiklah. Biarlah aku dan Ki
Jagaprana yang ikut pergi ke sawah. Tetapi janji, tidak lebih
sampai tengah hari. Semalam kami berdua semalam suntuk
tidak memejamkan mata."
"Bukankah sudah terbiasa bagi kalian berdua," desis Ki
Lemah Teles. Ki Sambi Pitu tersenyum. Namun katanya, "tetapi aku akan
menolak jika di tengah sawah nanti aku ditantang berperang
tanding." "Persetan kau" geram Ki Lemah Teles "aku tidak akan
menantangmu. Tetapi aku ingin langsung menebas lehermu
dengan cangkul." Yang mendengarnya justru tertawa.
"Baiklah" berkata Ki Lemah Teles "biarlah aku berbenah diri.
Disaat matahari naik, aku akan pergi ke sawah bersama Ki
Sambi Pitu dan Ki Jagaprana."
Tetapi selama ketiga orang itu bekerja di sawah, mereka
tidak melihat iring-iringan yang datang dan menuju ke arah
sisi hutan yang sudah dipersiapkan itu.
Malam berikutnya, Ki Pandi dan Ki Ajar Pangukan lah yang
mendapat giliran untuk mengamati sisi hutan itu. Seperti
malam sebelumnya, maka keduanya memang melihat sebuah
iring-iringan yang berjalan menuju ke landasan bagi orang
pengikut Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bahkan pada malam ketiga, masih juga datang iring-iringan
berikutnya. "Mereka membawa beberapa ekor kuda tunggangan dan
beberapa ekor kuda beban. Agaknya banyak barang dan
barangkali persediaan makanan yang mereka bawa."
"Ya. Segala sesuatunya yang akan terjadi sebaiknya segera
terjadi. Semakin cepat semakin baik" berkata Ki Ajar Pangukan
"kehadiran orang sebanyak itu akan dapat mempengaruhi
tatanan kehidupan di padukuhan-padukuhan disekitar tempat
ini. Jika persediaan makan mereka habis, maka mereka tentu
akan lari ke padukuhan. Kecuali keadaan padukuhan itu akan
menjadi resah dan bahkan lebih dari itu, maka mereka akan
mendengar bahwa Kiai Banyu Bening sudah tidak ada lagi."
Ketika hal itu kemudian dibicarakan di padepokan, maka
Laksana yang ikut mendengarkannya menjadi gelisah.
"Kenapa kau. Laksana?" bertanya Manggada.
"Kehadiran sekian banyak laki-laki di daerah ini akan sangat
berbahaya bagi gadis-gadis. Mereka tidak boleh lagi mandi
dan mencuci di tepian."
"Terutama Delima" desis Manggada.
"Bukan hanya Delima" sahut Laksana "juga kawan-
kawannya. Mereka harus tahu itu."
Manggada memang berniat untuk mengganggu Laksana.
Tetapi ia melihat kebenaran pendapat Laksana. Apalagi
peristiwa yang tidak diinginkan itu hampir saja terjadi justru
atas Delima. Karena itu, ketika Laksana mengajak Manggada menemui
Delima, Manggada tidak berkeberatan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi berhati-hatilah" pesan Ki Pandi ketika Manggada
dan Laksana itu minta diri "ketahui sajalah, bahwa sisi hutan
itu sekarang menjadi landasan para pengikut Kiai Narawangsa
dan Nyai Wiji Sari."
"Arah yang akan kami tempuh justru berlawanan, Ki Pandi."
"Ya, aku tahu. Tetapi bukan berarti bahwa kalian tidak
mungkin akan bertemu dengan pengikut Kiai Narawangsa
yang berkeliaran disekitar padepokan ini."
"Ya, Ki Pandi."
Sementara itu Ki Lemah Teles pun berpesan "Jangan terlalu
lama. Kita masih belum tahu cara apakah yang akan mereka
pergunakan. Mungkin mereka justru akan membangun
perkemahan di sekitar padepokan ini antuk menutup
hubungan padepokan ini dengan dunia disekitarnya. Cara ini
banyak dilakukan untuk memaksa orang yang mereka kepung
itu kehabisan persediaan pangan, sehingga mereka akan
menyerah." "Baik Ki Lemah Teles" jawab Manggada dan Laksana hampir
bersamaan. Dengan hati-hati, maka Manggada dan Laksana itupun telah
pergi menemui Delima. Kedatangan Manggada dan Laksana
memang mengejutkan. Namun kedua orang anak muda itu
sama sekali tidak menunjukkan sikap yang gelisah.
"TidaK ada apa-apa. Paman
Krawangan," berkata Manggada, "kami hanya ingin sekedar singgah."
"Kalian bawa pesan dari Warana?"
"Tidak secara khusus, Ki Krawangan. Tetapi kami ingin
memberitahukan persoalan yang harus mendapat perhatian
dari Delima dan kawan-kawannya."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Delima?" bertanya Ki Krawangan.
"Ya, paman. Kami membawa pesan bagi Delima." sahut
Laksana. Manggada menarik nafas panjang. Ia sudah akan membuka
mulutnya untuk mengucapkan peringatan bagi Delima dan
kawan-kawannya itu lewat Ki Krawangan. Tetapi agaknya
Laksana ingin menyampaikannya langsung kepada Delima.
Tetapi Ki Krawangan itu memang bangkit berdiri untuk
memanggil Delima. Ternyata Delima pun kemudian dengan wajah yang terang
bersama ayahnya, ikut menemui Manggada dan Laksana,
meskipun wajah itu harus terap menunduk.
Laksana lah yang kemudian menceriterakan kepada Ki
Krawangan dan Delima bahwa telah datang ke lingkungan itu,
sebuah gerombolan yang mungkin akan dapat membahayakan
Delima dan kawan-kawannya.
"Untuk sementara kalian tidak usah pergi ke tepian untuk
mandi dan mencuci," berkata Laksana selanjutnya.
Delima mengangguk-angguk. Demikian pula Ki Krawangan.
"Terima kasih" desis Ki Krawangan kemudian "apakah
agaknya masih akan terjadi benturan kekerasan?"
"Mungkin, paman" jawab Manggada. Namun kemudian
anak muda itupun berkata "Tetapi aku mohon paman dan
Delima tidak mengabarkan kepada siapapun, bahwa kami
sudah mengetahui kedatangan gerombolan itu. Ki Warana
sampai sekarang masih mengambil jarak dari gerombolan itu.
Ki Warana masih berusaha untuk mengetahui lebih jauh
tentang keadaan gerombolan itu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Krawangan mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Aku
akan memperhatikan pesan itu. Mudah-mudahan Warana
dapat menempatkan dirinya dalam satu tatanan baru yang
terjadi di padepokan itu."
Manggada lah yang kemudian menyampaikan kepada Ki
Krawangan, bahwa sampai saat terakhir, Ki Warana masih
menyatakan kepada orang-orang dari gerombolan itu bahwa
Kiai Banyu Bening masih hidup.
"Apakah Warana sudah berhubungan dengan mereka?"
bertanya Ki Krawangan. "Mereka telah mengirimkan utusan ke padepokan. Mereka
adalah orang-orang yang mendendam Kiai Banyu Bening."
"Aku tidak mengerti maksud Warana. Seandainya ia
mengatakan bahwa Kiai Banyu Bening sudah tidak ada lagi,
bukankah tidak akan terjadi permusuhan lagi."
"Tetapi mereka tidak hanya mendendam kepada Kiai Banyu
Bening. Tetapi mereka ingin mengambil padepokan itu."
Ki Krawangan mengangguk-angguk. Sementara itu Manggada pun berkata "Tetapi sekali lagi kami berpesan,
Biarlah persoalan itu menjadi persoalan Ki Warana dengan
orang-orang gerombolan itu."
Ki Krawangan masih mengangguk-angguk. Sementara
Manggada merasa bahwa ia tidak akan dapat menceriterakan
semuanya kepada Ki Krawangan dalam waktu yang singkat.
Ketika Manggada menggamit Laksana untuk minta diri,
ternyata Laksana tidak menanggapinya. Ia masih saja
berbicara tentang kemungkinan buruk yang dapat terjadi, jika
Delima dan kawan-kawannya turun ke tepian.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun dalam pada itu, Ki Krawangan pun berkata kepada
Delima "Delima. Kau dapat membuat minuman untuk tamu-
tamumu." "Tidak usah, paman. Tidak usah" sahut Laksana dengan
serta merta "masih ada beberapa pesan lagi buat Delima."
Ki Krawungun tersenyum. Katanya "Biarlah nanti setelah
menghidangkan minuman, Delima mendengarkan pesan-pesan
itu lagi." Ternyata Manggada dan Laksana berada di rumah Ki
Krawangan untuk waktu yang agak lama. Mereka menunggu
minuman menjadi dingin. Kemudian menghirupnya dengan
gula kelapa, dan bahkan kemudian telah dihidangkan pula
beberapa potong makanan. Namun Manggada lah yang menjadi gelisah. Ketika ia
mendapat kesempatan, iapun berbisik, "Kita harus segera
kembali. Kita akan masuk kedalam sanggar bersama anak-
anak muda itu." Tetapi Laksana berdesis "Sekali-sekali kita dapat melepaskan ketegangan-ketegangan yang setiap hari memburu kita. Sebelum kita benar-benar harus bertempur,
sebaiknya kita beristirahat barang satu hari."
Manggada hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Ia


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak dapat memaksa Laksana untuk segera kembali ke
padepokan. Baru setelah beberapa kali Manggada memperingatkan,
maka akhirnya Laksana pun bersedia pula meninggalkan
rumah Delima itu. Di perjalanan kembali, Manggada masih saja bersungut-
sungut. Mereka telah kehilangan waktu beberapa lama.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seharusnya mereka sudah berada diantara anak-anak muda
yang sedang dengan bersungguh-sungguh menempa diri itu.
Tetapi Laksana hanya tersenyum-senyum saja menanggapi
sikap kakak sepupunya itu.
Keduanya sempat menjadi berdebar-debar ketika mereka di
tengah-tengah bulak bertemu dengan dua orang yang belum
pernah mereka lihat sebelumnya. Menilik sikap dan cara
mereka mengenakan pakaiannya, maka keduanya tentu bukan
orang yang tinggal disisi Barat kaki Gunung Lawu itu.
Tetapi Manggada dan Laksana tidak ingin membuat
persoalan. Karena itu, maka ketika mereka berpapasan
dengan kedua orang itu, keduanya lebih baik menepi.
Kedua orang yang berpapasan dengan Manggada dan
Laksana itu juga masih muda sebagaimana Manggada dan
Laksana. Nampaknya keduanya merasa bahwa mereka adalah
orang-orang yang pantas dihormati. Ketika mereka berpapasan dengan Manggada dan Laksana, keduanya sama
sekali tidak mau bergeser menepi sedikitpun, sehingga
Manggada dan Laksana lah yang harus minggir sehingga
keduanya melipir tanggul parit yang membujur sepanjang
jalan itu. "Gila" geram Laksana "jika saja padepokan itu tidak sedang
dalam ketegangan." "Lalu, mau kau apakan mereka?" bertanya Manggada.
"Aku akan memilin leher mereka."
Manggada tertawa. Katanya "Sudahlah. Saat ini kita
memang harus memusatkan perhatian kita kepada gerombolan yang dipimpin oleh Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji
Sari itu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Keduanya tentu para pengikut Kiai Narawangsa itu pula."
"Aku juga menduga demikian" sahut Manggada.
"Bagaimana jika kita tantang saja mereka, mumpung tidak
nampak ada orang disawah."
"Kiai Lemah Teles dan Ki Warana belum membunyikan
pertanda perang. Kita harus bersabar."
"Apapun yang terjadi jika kita menantang kedua orang itu,
tidak akan mempengaruhi persoalan yang tumbuh antara para
pengikut Kiai Narawangsa dengan orang-orang padepokan."
"Biarlah segalanya tertimbun pada benturan yang tentu
akan terjadi pada satu hari. Mungkin besok, lusa atau mungkin
sepekan lagi. Tetapi tentu tidak akan terlalu lama."
Tiba-tiba saja Laksana itu berhenti. Ketika ia berpaling,
punggung kedua orang anak muda itu masih nampak.
"Apakah mereka akan pergi ke rumah Delima?"
"Kau jangan menjadi gila seperti itu" desis Manggada. Lalu
katanya "Bahkan aku ingin memperingatkanmu, agar kau tidak
terlalu dekat dengan Delima."
"Kenapa?" bertanya Manggada.
"Mungkin tidak apa-apa bagimu sendiri. Tetapi sudah
berapa kali terjadi kau memuji kecantikan seorang gadis. Nah,
bukankah akhirnya kau terus pergi meninggalkan mereka itu?"
Laksana mengerutkan dahinya.
"Jika pada suatu saat tumbuh perasaan yang mendalam di
hati seorang gadis, sedangkan pada satu saat kita harus
melanjutkan perjalanan pengembaraan ini sebelum kita benar-
benar pulang, kau dapat mengira-irakan, apa yang akan
terjadi dengan gadis itu selanjutnya."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksana tidak menjawab. Tetapi kata-kata Manggada itu
menyentuh hatinya pula. Sementara itu, Manggada pun berkata pula "Kecuali jika
kau sudah jemu mengembara dan ingin menetap disatu
tempat." Laksana menarik nafas dalam-dalam. Memang tidak
terbersit dihatinya, bahwa ia ingin segera menghentikan
pengembaraannya. Namun Manggada tidak ingin memperpanjang persoalan
itu. Ia menyerahkan segala sesuatunya kepada Laksana,
karena ia tahu, bahwa Laksana pun sudah menjadi dewasa.
Laksana mengangguk-angguk kecil. Tetapi ia tidak
menjawab. Demikianlah, mereka berdua pun kemudian berjalan
semakin cepat menuju ke padepokan.
Ketika keduanya kemudian memasuki regol padepokan, Ki
Pandi yang duduk di pendapa bangunan utama padepokan itu
menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian bangkit berdiri
menyongsong kedua orang anak muda itu.
"Aku sudah berdebar-debar. Rasa-rasanya kalian pergi
terlalu lama. Kami disini terpengaruh oleh ketegangan suasana
dengan kedatangan para pengikut Kiai Narawangsa itu. Dan
bahkan mungkin Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari sendiri
juga sudah ada ditempat itu."
"Maaf, Ki Pandi" Laksana lah yang menjawab "Ki
Krawangan telah menghidangkan makanan dan minuman,
sehingga kami tidak dapat meninggalkannya begitu saja."
"Sudahlah. Tidak apa-apa. Hanya kecemasan seorang tua."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang anak muda itupun kemudian langsung pergi
menemui kelompok-kelompok yang berlatih di bawah
bimbingan mereka. Tetapi keduanya tertegun, karena anak-
anak muda dari padukuhan-padukuhan di sekitar padepokan
itu sedang berlatih bersama orang-orang tua yang berilmu
tinggi di padepokan itu. Ki Sambi Pitu, Ki Jagaprana, Ki Lemah
Teles dan Ki Ajar Pangukan sedang sibuk mcnjajagi
kemampuan anak-anak muda yang untuk waktu yang sangat
singkat mencoba untuk menyadap ilmu kanuragan dari
Manggada dan Laksana. Ternyata orang-orang tua itu merasa puas dengan
kemajuan yang telah mereka capai. Dengan tombak dan
pedang dengan perisai atau tidak dengan perisai, anak-anak
muda itu sudah mampu mempertanankan diri melawan
berbagai macam senjata. Untuk beberapa lama penjajagan itu berlangsung.
Manggada dan Laksana serta Ki Pandi berdiri saja
mengamatinya. "Sama sekali tidak mengecewakan" desis Ki Pandi "jika jiwa
kalian tidak dibakar oleh kemudaan kalian, mungkin anak-anak
itu masih belum mampu mencapai tataran sebagaimana
sekarang ini. Mereka telah bekerja dengan sangat keras untuk
dapat menyesuaikan diri dengan keinginan kalian."
Manggada dan Laksana tidak menjawab.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Manggada dan Laksana" berkata Ki Pandi kemudian "justru
menjelang hari-hari yang gawat, yang tentu akan memaksa
kita semua bekerja sangat-sangat keras, maka kalian harus
mengurangi beban anak- anak itu. Biarlah mereka sempat beristirahat."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sementara Ki Pandi berkata
selanjutnya "Dari hari ke hari
mereka nampak menjadi semakin kurus. Meskipun mereka tidak mengeluh, tetapi biarlah tubuh mereka
menjadi semakin segar menjelang hari-hari yang mendebarkan itu." "Baiklah, Ki Pandi" desis
Manggada kemudian. "Yang harus kalian pertahankan, adalah latihan-
latihan ketahanan tubuh setiap mereka bangun pagi. Kemudian latihan-latihan olah
senjata, setidak-tidaknya untuk mempertahankan tataran yang
telah mereka capai. Kalian harus memberikan waktu
beristirahat lebih banyak. Memberi kesempatan mereka untuk
berbuat sesuatu sebagaimana anak-anak muda yang lain.
Tidak semuanya dapat kalian ukur sebagaimana kalian
sendiri." "Baik, Ki Pandi." jawab Manggada dan Laksana. Dalam pada
itu, maka orang-orang tua yang berilmu tinggi di padepokan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu menganggap bahwa tingkat kemampuan anak-anak muda
yang belum lama berada di padepokan itu sudah cukup
memadai diukur dari waktu yang mereka pergunakan untuk
belajar dan berlatih. Apalagi yang memimpin mereka juga
anak muda yang umurnya tidak terpaut banyak dengan
mereka. Beberapa saat kemudian; maka latihan latihan itupun
berakhir. Semuanya menganggap bahwa latihan yang telah
mereka lakukan sangat baik. Kemampuan mereka sudah
memadai, apalagi dilihat dari sisi waktu. Namun semuanya
telah memberikan saran yang sama, bahwa anak-anak muda
itu harus mendapat kesempatan untuk beristirahat lebih
banyak tanpa mengabaikan latihan-latihan yang harus mereka
lakukan untuk mengasah tajamnya kemampuan yang telah
mereka miliki. Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Orang-orang
tua itu tentu memiliki pengalaman yang jauh lebih luas dari
Manggada dan Laksana. Ketika kemudian Manggada dan Laksana berada diantara
anak-anak muda itu, maka Manggada dan Laksana pun telah
mengatakan kepada mereka, untuk mendapatkan tenaga yang
sebesar-besarnya menjelang saat-saat yang paling gawat,
maka kesempatan untuk beristirahat pun akan diberikan lebih
banyak. Namun keduanya masih menambahkan, bahwa hal itu
bukan berarti bahwa latihan-latihan yang berat dan kerja yang
keras sudah berakhir. "Sementara itu di hutan tua, Kiai Natawangsa dan Nyai Wiji
Sari telah bersiap menerkam kita." berkata Manggada kepada
anak-anak muda itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah saat itu Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari
telah berada diantara para pengikutnya di hutan yang
sebelumnya memang telah dipersiapkan.
Ternyata keduanya tidak mempunyai pendirian sebagaimana orang yang berilmu tinggi di padepokan, Kiai
Natawangsa dan Nyai Wiji Sari tidak menganggap landasan
yang dibangun itu terlalu dekat dengan padepokan yang akan
menjadi sasaran mereka. Bahkan Kiai Narawangsa berkata "Kalian memang memiliki
ketajaman penalaran. Tempat ini adalah tempat yang sangat
baik untuk meloncat ke padepokan itu. Tidak terlalu jauh dan
cukup terlindung dari penglihatan orang-orang padepokan."
"Bukankah kita tidak berniat untuk berlindung" berkata Nyai
Wiji Sari "kita justru akan datang ke padepokan itu dan
menuntut agar padepokan itu diserahkan kepada kita."
"Tetapi kita tidak boleh tergesa-gesa Nyai" jawab Kiai
Narawangsa "segala sesuatunya harus diperhitungkan sebaik-
baiknya, agar kita dapat mencapai hasil sebagaimana kita
kehendaki." "Apalagi yang harus diperhitungkan?" Nyai Wiji Sari
memang tidak sabar lagi "kita datangi padepokan itu. Kita
hancurkan pintu-pintunya. Kemudian kita menyerbu masuk."
"Bagaimana dengan rencana kita untuk datang menemui
Banyu Bening?" "Apakah ada gunanya?" bertanya Nyai Wiji Sari.
"Mudah-mudahan masih ada gunanya. Jika Banyu Bening
dapat mencegah pertempuran, maka ia akan mendapat
kesempatan untuk hidup beberapa lama lagi."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah ukurannya waktu yang kau katakan tidak lama lagi
itu?" bertanya Nyai Wiji Sari.
"Sampai kita menjadi jemu dan kemudjah membunuhnya,"
jawab Narawangsa. "Akhirnya sama saja. Kenapa tidak kita bunuh sekarang?"


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jika ia dapat mencegah perang, bukankah orang-orang
kita tidak banyak yang akan mati" Sementara itu, kita akan
menangkap Banyu Bening dan terserahlah kepada kita. Tetapi
para pengikutnya tentu sudah terpecah bercerai berai dan
tidak akan mampu menyusun kekuatan lagi untuk melawan
kita." Nyai Wiji Sari merenung sejenak. Namun ada sesuatu yang
terasa bergejolak dihatinya. Nyai Wiji Sari sendiri tidak tahu,
apakah yang mengekang perasaannya untuk datang menemui
Kiai Banyu Bening dan berbicara dengan laki-laki itu.
Bagi Nyai Wiji Sari, datang dengan pasukan dan bertempur,
akan lebih baik daripada harus datang menemuinya dan
berbicara dengannya. "Aku muak melihat laki-laki itu." geram Nyai Wiji Sari.
Tetapi kata-kata yang terlontar disela-sela bibirnya itu tidak
meyakinkan dirinya sendiri. Bahkan didalam lubuk hatinya
telah timbul pertanyaan "Apakah bukan karena sebab lain?"
Nyai Wiji Sari menggeretakkan giginya. Ia mencoba
mengusir sentuhan-sentuhan perasaan yang dianggapnya
sebagai satu kelemahan justru karena ia seorang perempuan.
Bagaimanapun juga Kiai Banyu Bening adalah bekas suaminya
dan yang pernah memberinya seorang anak.
Tetapi anak itu meninggal, justru karena terbakar.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiai Narawangsa melihat keragu-raguan yang sangat di
wajah Nyai Wiji Sari. Tetapi menurut tanggapan Kiai
Narawangsa justru karena Wiji Sari itu sangat membenci
suaminya. Ketika Nyai Wiji Sari itu masih menjadi istri Lembu
Wirid, ia sudah membencinya. Apalagi kemudian setelah
anaknya terbunuh didalam lidah api yang menyala menelan
rumahnya. "Terserah kepadamu" berkata Kiai Narawangsa "jika kau
berkeberatan, maka aku akan menurut, mana yang kau
anggap lebih baik. Jika aku berniat untuk datang menemuinya,
itu karena kita pernah merencanakannya."
"Tidak. Aku tidak mau menemui laki-laki keparat itu" geram
Nyai Wiji Sari. Hampir berteriak iapun berkata "Tidak. Aku
muak. Muak sekali." "Baik. Baik" berkata Kiai Narawangsa "kita akan langsung
datang ke padepokan itu dengan seluruh kekuatan kita. Kita
akan membakar pintu-pintunya dan menerobos masuk
kedalamnya." "Aku sudah menyiapkan beberapa bakul biji jarak. Beberapa
bakul yang lain sudah dihancurkan menjadi bubuk kasar yang
dicampur dengan serat yang sudah dikeringkan."
"Apakah serbuk dan biji jarak itu cukup banyak untuk
membakar pintu gerbang dan pintu butulan?"
"Tentu. Kita akan menimbun kayu-kayu kering diluar pintu
itu untuk mempercepat nyala api. Jika daun pintu gerbang itu
terbakar, maka kita akan segera dapat menerobos masuk."
"Baiklah. Kita harus menyiapkan gerobak-gerobak kecil
untuk mengusung kayu, serbuk biji jarak dan biji jarak itu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Besok kita akan melihat pintu gerbang itu," berkata Kiai
Narawangsa. Sebenarnyalah dihari berikutnya, Kiai Narawangsa dan
Gunasraba berserta beberapa orang pengiringnya telah
mendatangi padepokan. Berkuda mereka tanpa ragu-ragu
mendekati rintu gerbang padepokan itu dari arah depan.
Beberapa puluh langkah mereka menghentikan kuda mereka.
Para petugas di panggungan disebelah menyebelah pintu
gerbang itu melihat kedatangan beberapa orang berkuda.
Namun mereka mengerti, bahwa serangan yang sebenarnya
masih belum datang, karena jumlah orang berkuda itu tidak
lebih dari sepuluh orang.
Meskipun demikian, para petugas itu telah memberikan
laporan langsung kepada Ki Lemah Teles tanpa membunyikan
kentongan. Orang-orang tua yang berilmu tinggi, yang ada di
padepokan itu telah memanjat panggungan yang ada
disebelah menyebelah pintu gerbang itu. Tetapi merekapun
berpendapat, bahwa orang-orang itu masih belum akan
berbuat sesuatu. "Mungkin mereka akan menemui orang yang bernama Kiai
Banyu Bening itu" berkata Ki Lemah Teles.
Tetapi ternyata tidak. Ternyata mereka tidak menyatakan
maksudnya itu. Beberapa orang itu hanya berkeliaran hilir
mudik diatas punggung kuda mereka sambil mengamat-amati
pintu gerbang. "Mereka sedang memperhitungkan kemungkinan untuk
merusak pintu gerbang itu" desis Ki A jar Pangukan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Tetapi mereka tidak dapat menghitung ketebalan daun
pintu gerbang itu. Mereka juga tidak dapat menduga,
seberapa besarnya selarak pintu itu."
Namun diluar, Kiai Narawangsa berkata "Pintu itu dibuat
dari kayu." "Kita akan dapat membakarnya" berkata Gunasraba.
"Kau yakin biji jarakmu itu cukup untuk menyalakan pintu
gerbang itu?" "Tentu kakang" jawab Gunasraba "pintu gerbang itu akan
menjadi abu. Dan kita akan dapat dengan leluasa masuk
kedalamnya. Kita bukan orang dungu yang mau membuang-
buang waktu dan bahkan nyawa dengan memanggul balok
kayi yang besar untuk menghantam dan merobohkan pintu
gerbang itu. Selama kita hilir mudik mengambil ancang-
ancang, maka anak panah orang-orang diatas panggungan itu
sudah menghujani kita."
"Jika kita membakar pintu itu, bukankah mereka juga dapat
membunuh kita dengan anak panahnya?"
"Tetapi kita tidak memerlukan banyak orang. Ampat orang
menaburkan serbuk yang bercampur serat itu serta biji jarak
sementara lima atau enam orang melindunginya dengan
perisai. Sementara itu, orang-orang kita akan melontarkan
serangan anak panah pula dari tempat kita ini untuk
mengurangi tekanan mereka terhadap orang-orang kita yang
sedang membakar pintu gerbang itu.
Kiai Narawangsa mengangguk-angguk. Iapun yakin bahwa
rencana adiknya itu tentu akan dapat dilakukan. Biji jarak
memang mengandung minyak yang dapat dipergunakan
sebagai oncor di malam hari.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, orang-orang yang berada dipanggungan di
sebelah-menyebelah pintu gerbang itu memperhatikan orang-
orang berkuda itu dengan saksama. Tetapi mereka tidak dapat
mengerti, apa yang akan mereka lakukan. Mereka hanya
melihat orang-orang itu menunjuk kearah pintu gerbang,
kearah panggungan disebelah-menyebelah pintu gerbang itu
serta sekali-sekali memperhatikan keadaan di sekitarnya.
Tetapi orang-orang itu tidak hanya memperhatikan pintu
gerbang utama. Ternyata mereka juga memperhatikan pintu-
pintu butulan. Kuda-kuda itu berlari-lari melingkari padepokan
yang terhitung luas itu. >>teks tidak terbaca >>
rusak pintu." berkata Ki Ajar Pangukan.
"Kita akan melayani, cara apa saja yang akan mereka
pergunakan" desis Ki Sambi Pitu.
Ki Lemah Teles dan Ki Warana memperhatikan orang-orang
itu dengan saksama. Beberapa saat lamanya beberapa orang berkuda itu hilir
mudik di sekitar padepokan. Namun akhirnya kuda-kuda itu
berlari meninggalkan padepokan itu.
Orang-orang tua yang berilmu tinggi, yang melihat
beberapa orang berkuda itupun menyadari, bahwa Kiai
Narawangsa dan Nyai Wiji Sari ternyata cukup berhati-hati.
Mereka tidak langsung datang menyerang, tetapi mereka telah
mencoba untuk melihat sasaran untuk membuat perhitungan
yang lebih mantap. "Seorang diantara mereka itu adalah Kiai Narawangsa
sendiri" desis Ki Warana.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya" Ki Ajar Pangukan mengangguk-angguk "menurut
utusannya yang terdahulu, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari
adalah orang-orang yang berilmu sangat tinggi."
"Yang manakah diantara mereka yang kau maksud Ki
Narawangsa itu?" bertanya Ki Lemah Teles.
"Yang bertubuh raksasa. Yang tidak mengenakan ikat
kepalanya, tetapi hanya disangkutkan dilehernya sedang jika
kita sempat melihat lebih dekat, maka kita akan melihat
segores luka diwajahnya."
Ki Lemah Teles mengangguk-angguk. Seorang diantara
orang-orang berkuda itu adalah seorang yang bertubuh
raksasa. Ikat kepalanya disangkutkan dibahunya, sementara
itu rambutnya yang ikal dan panjang itu disanggulnya agak
tinggi. Kiai Narawangsa ditilik dari ujud lahiriahnya memang sangat
meyakinkan. Jika ia kemudian datang untuk menantang Kiai
Banyu Bening, Kiai Narawangsa itu tentu memiliki keyakinan
diri yang tinggi. Kehadiran orang-orang berkuda itu, telah memperingatkan
kepada Ki Lemah Teles, Ki Warana dan orang-orang tua yang
berilmu tinggi, agar mereka menjadi lebih berhati-hati
menghadapi lawan yang membuat perhitungan-perhitungan
yang cermat. Ketika sekelompok orang berkuda itu telah hilang dari
penglihatan mereka, maka Ki Warana dan orang-orang tua
yang berilmu tinggi itupun duduk di pendapa bangunan induk
padepokan itu untuk berbincang tentang kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi.
Seorang cantrik yang bertugas di panggungan itu bertanya
kepada kawannya "Apa kira-kira yang akan mereka lakukan"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka tentu merencanakan nntuk memecahkan pintu
gerbang itu" jawab kawannya.
"Aku tahu. Tetapi bagaimana caranya?" kawannya
membentak. Cantrik itu tertawa. Katanya "Kenapa kau tiba-tiba menjadi
uring-uringan?" Kawannya menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
bertanya bertanya lagi. Dipendapa, orang-orang berilmu tinggi itu juga menduga-
duga. Cara apakah yang akan ditempuh oleh Kiai Narawangsa
untuk membuka pintu gerbang padepokan itu.
Tetapi yang mereka sebutkan adalah cara-cara yang sering
dipergunakan untuk memecahkan pintu. Tidak seorangpun
diantara mereka yang menduga, bahwa Kiai Narawangsa akan
memecahkan pintu gerbang itu dengan cara yang lain. A pi.
Sementara itu, di dalam hutan tempat Kiai Narawangsa dan
Nyai Wiji Sari menunggu kesempatan, Gunasraba telah
mempersiapkan segala-galanya. Seonggok serat kulit kayu
yang kering, telah dicampur serbuk biji jarak. Selain itu telah
dipersiapkan pula biji jarak yang cukup banyak. Untuk
meyakinkan diri, maka Gunasraba itu pun telah menyediakan
minyak kelapa yang cukup, yang akan dituang pada
onggokan-onggokan serat kayu yang Kering itu.
"Pintu gerbang itu tentu akan terbakar." geram Gunasraba.
"Bukankah kau akan membakar semua pintu," bertanya Kia
Narawangsa. "Ya. Semua pintu. Gerbang utama dan gerbang-gerbang
butulan. Seperti yang kita ketahui, ada ampat pintu butulan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cara yang dipilih oleh Gunasraba itu memang tidak dapat
dilakukan dengan serta-merta. Tetapi mereka harus menunggu api yang dinyalakan itu menjadi besar. Baru
kemudian api itu akan membakar pintu gerbang yang terbuat
dari kayu itu. "Kita memang harus sedikit bersabar" berkata Gunasraba
"tetapi cara ini adalah cara yang akan menelan korban paling
sedikit. Namun dalam pada itu, Nyai Wiji Sari nampaknya menjadi
semakin tidak sabar. Perempuan itu menjadi semakin banyak
merenung. Wajahnya nampak muram dan tingkah lakunya
yang gelisah. "Aku tidak dapat duduk disini berhari-hari tanpa berbuat
apa-apa berkata Nyai Wiji Sari itu.
"Kami sedang mempersiapkan segala-galanya Nyai" jawab
Kiai Narawangsa "kami tidak ingin gagal."
"Apa sebenarnya yang mencemaskan kita" Kita akan
menghancurkan Lembu Wirid itu. Jika orang itu mati, maka
para pengikutnya tentu akan segera menyerah."
"Aku mengerti" jawab Kiai Narawangsa "tetapi bukankah
kita perlu memikirkan cara agar kita dapat masuk dan
berhadapan dengan Kiai Banyu Bening?"
Nyai Wiji Sari tidak menyahut lagi. Namun wajah masih saja
nampak gelap. Sebenarnya semakin lama Nyai Wiji Sari berada di hutan
itu, kegelisahan terasa semakin mencengkamnya. Rasa-
rasanya ia sudah mendengar
tangis anaknya yang melengking-lengking dibalik dinding padepokan itu. Tetapi
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyai Wiji Sari rasa-rasanya juga selalu dibayangi oleh wajah
Lembu Wirid. Wajah yang keras seorang laki-laki.
Dalam kegelisahannya itu, kadang-kadang masih juga
timbul pertanyaan, kenapa waktu itu ia telah tergelincir untuk
menerima Narawangsa memasuki lingkungan dinding ruang
tidurnya.

Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itulah awal bencana ini" Nyai Wiji Sari merintih didalam
hatinva. Tetapi hati Nyai Wiji Sari yang gelap itu tidak melihat jalan
penyelesaian yang terbaik yang dapat ditempuhnya. Ketika
kerinduannya ktpada seorang anak memuncak, maka
perempuan itu telah menyalurkan gejolak perasaannya itu
dengan caranya yang keras dan kasar, sebagaimana cara
hidup yang dijalaninya. "Tetapi bukan aku yang ingin membunuh Lembu Wirid"
perasaan Nyai Wiji Sari melonjak "aku hanya ingin mengambil
apa yang masih tersisa dari anakku."
Tetapi Nyai Wiji Sari tidak dapat mengatakannya kepada
Kiai Narawangsa. Jika hal itu dikatakannya, maka Kiai
Narawangsa akan dapat menjadi salah paham. Sementara itu,
Nyai Wiji Sari tidak ingin merusak hidup kekeluargaannya
sekali lagi. Meskipun selama itu ia berada dijalan kehidupan
yang gelap serta membina keluarga yang kelam pula, namun
Nyai Wiji Sari itu ingin mempertahankannya.
Dalam pada itu, segala persiapan pun telah dilakukan.
Gunasraba telah yakin, bahwa ia akan dapat membuka pintu,
gerbang itu dengan caranya.
(Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seri Arya Manggada V Mentari Senja Oleh : SH MINTARDJA Sumber DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/
Convert, edit, ebook : MCH & Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
JILID 7 PARUNG Landung dan Paron Waja telah diberinya berbagai
macam petunjuk sehingga usaha membakar pintu gerbang itu
tidak akan gagal. Bahkan air tidak akan dapat menolong pintu
gerbang itu. Kiai Narawangsa yang telah mendapat laporan Gunasraba
bahwa segala sesuatunya sudah siap, telah memberikan
isyarat, bahwa mereka akan segera menyerang padepokan itu.
"Besok sehari kita mempersiapkan segala-galanya. Besok
lusa, di dini hari, kita akan mulai membakar pintu gerbang.
Menurut perhitungan, saat matahari naik, pintu gerbang dan
pintu-pintu butulan tentu sudah menjadi abu."
Perintah itu pun segera menjalar ke setiap telinga. Mereka
yang sudah merasa jemu berkeliaran di hutan itu justru
menjadi gembira. Saat-saat berburu binatang sudah berakhir.
Mereka kemudian akan berburu lawan di padepokan Kiai
Banyu Bening. "Kita sudah terlalu lama tidak membasahi senjata kita,"
berkata seorang yang berkepala botak "mudah-mudahan
orang-orang padepokan itu tanggap untuk bermain bersama."
"Cantrik-cantrik padepokan pada umumnya juga memiliki
kemampuan olah kanuragan."
"Justru itulah yang rnenarik," jawab orang botak itu.
Keputusan Kiai Narawangsa itu sesaat membuat wajah Nyai
Wiji Sari menjadi cerah. Pertempuran akan membuatnya lupa
pada kegelisahannya. Perang tidak akan memberinya
kesempatan merenungi dirinya sendiri.
Tetapi malam-malam menjelang gerakan yang dilakukan
oleh Kiai Narawangsa itu telah dilihat oleh Ki Ajar Pangukan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Ki Pandi. Dengan sadar, bahwa diantara orang-orang yang
berada di hutan itu terdapat orang-orang berilmu tinggi, Ki
Ajar Pangukan, Ki Pandi berusaha mengamati kesibukan
mereka. Pada malam menjelang serangan yang akan dilakukan itu,
Ki Ajar Pangukan dan Ki Pandi masih belum mengetahui, cara
apakah yang akan dipergunakan untuk menghancurkan pintu
gerbang. Kiai Narawangsa dan Gunasraba cukup berhati-hati. Mereka
mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan mereka
pergunakan untuk membakar pintu gerbang itu ditengah-
tengah lingkungan perkemahan mereka, sehingga Ki Ajar
Pangukan dan Ki Pandi tidak dapat melihatnya.
Namun yang mereka ketahui, bahwa serangan itu akan
berlangsung sejak dini hari.
Karena itu, maka kedua orang itupun segera kembali ke
padepokan untuk memberikan laporan kepada Ki Lemah Teles
dan Ki Warana. Akhirnya saat yang mendebarkan itupun datang. Hari
terakhir yang disediakan untuk mempersiapkan segala-galanya
telah dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh para pengikut
Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. Sehingga dengan
demikian, maka segala persiapan tidak ada lagi yang tercecer.
Di malam terakhir itu, sebagian dari para pengikut sempat
beristirahat sebaik-baiknya. Mereka sempat tidur nyenyak dan
bahkan mendekur keras. Hanya beberapa orang yang
bertugas sajalah yang sibuk mempersiapkan segala-galanya.
Namun demikian, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari berusaha
untuk dapat memberi kesempatan kepada orang-orangnya
untuk bergantian beristirahat.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun lewat tengah malam, maka semua orang telah
dibangunkan. Mereka harus mulai mempersiapkan diri sebaik-
baiknya Mereka harus mengamati senjata mereka masing-masing,
agar senjata mereka tidak mengecewakan jika mereka sudah
berada di medan pertempuran.
"Semua orang harus bersiap untuk melindungi diri sendiri
dari hujan anak panah," berkata Kiai Narawangsa "yang tidak
berperisai supaya bersiap sebaik-baiknya agar tidak mati
sebelum memasuki pintu gerbang padepokan."
Demikianlah, setelah segala sesuatunya bersiap, maka
sebuah iring-iringan yang cukup besar telah mulai bergerak
menuju ke padepokan. Mereka juga sudah makan sekenyang-
kenyangnya agar mereka tidak kehabisan tenaga disaat-saat
mereka bertempur nanti di padepokan.
Sementara itu. orang-orang yang ditugaskan khusus telah
menyediakan makanan pula yang dapat dimakan kapan saja
menurut kebutuhan. Diantara iring-iringan itu terdapat pula beberapa ekor kuda
beban yang mengangkut bahan-bahan yang akan dipergunakan untuk membakar pintu padepokan.
Pada saat yang demikian Gunasraba telah mempersiapkan
diri sebaik-baiknya. Bersama beberapa orang yang telah
terlatih dan berpengalaman, maka Gunasraba duduk diatas
punggung kuda masing-masing. Beberapa orang diantaranya
memegangi kendali kuda-kuda yang menjadi kuda beban..
Pada saat yang ditentukan, maka beberapa orang berkuda
itupun dengan cepat telah berpacu menuju ke pintu gerbang
utama dan yang lain ke pintu butulan sebagaimana yang
pernah mereka amati sebelumnya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semuanya berjalan dengan cepat. Para petugas yang
berjaga-jaga diatas panggungan melihat beberapa ekor kuda
muncul dari kegelapan. Kuda-kuda itu berlari kencang menuju
ke padepokan. Bahkan ada diantaranya kuda-kuda yang tidak
berpenumpang. Mula-mula para petugas itu mengira bahwa orang-orang
yang datang berkuda itu, sebagaimana pernah mereka
lakukan, hanya akan mengamati keadaan. Tetapi kuda-kuda
itu berlari langsung mendekati pintu gerbang utama. Yang lain
memencar menuju ke pintu-pintu gerbang butulan.
Para petugas yang sedang berjaga-jaga itu terlambat
mengambil sikap. Ketika beberapa orang menyadari keadaan
itu, mereka berusaha untuk mencegahnya dengan anak
panah. Tetapi para petugas itu memang terlambat
memberikan tanggapan terhadap langkah-langkah yang tidak
terduga ilu. Orang-orang beikuda itupun segera telah berada di pintu-
pintu gerbang. Anak panah yang diluncurkan dari panggungan
di-belakang dinding memang agak sulit untuk mencapai
orang-orang yang berdiri melekat pintu gerbang yang
dialasnya terdapat atap ijuk.
Karena itu, maka dua orang diantara mereka pun segera
berlari-lari turun untuk memberikan laporan kepada Kiai
Lemah Teles yang berada di pendapa bersama Ki Warana.
"Kita benar-benar sudah mulai" berkata Ki Lemah Teles.
"Aku akan melihat apa yang terjadi, Ki Lemah Teles,"
berkata Ki Warana. "Aku juga akan pergi. Perintahkan memberitahukan kepada
orang-orang yang malas itu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Warana dan Ki Lemah Teles pun segera berlari-lari ke
panggungan, sementara itu, Ki Warana telah memerintahkan
seorang cantrik untuk memberitahukan kepada orang-orang
tua yang berilmu tinggi yang sedang berada di belakang.
"Bongkok buruk dan Ki Ajar Pangukan tidak mengigau
dengan ceriteranya tentang serangan yang akan dilakukan-
menjelang fajar hari ini." berkata Ki Lemah Teles sambil
berlari-lari ke panggungan.
Demikian Ki Lemah Teles dan Ki Warana naik ke
panggungan disisi kanan pintu gerbang, maka iapun segera
menyadari, apa yang akan terjadi. Meskipun tidak begitu jelas,
tetapi pengalaman dan pengetahuan Ki Lemah Teles yang luas
segera mengetahui, bahwa orang-orang itu akan membakar
pintu gerbang. Sebenarnyalah Gunasraba telah meletakkan beberapa
onggok serat kering di bawah pintu gerbang. Serat kering
yang sudah berbaur dengan serbuk biji jarak. Kemudian untuk
meyakinkan bahwa api akan berkobar, dituang pula dua
bumbung minyak kelapa. Kemudian beberapa kampil biji jarak
ditaburkan pula diatasnya.
Beberapa saat kemudian, maka Gunasraba pun segera
mempersiapkan api dengan batu titikan dan dimik-dimik
belerang. Demikian matangnya persiapan yang dilakukan, sehingga
segalanya itu terjadi demikian cepatnya.
Gunasraba tidak mempergunakan kayu-kayu kering untuk
mengobarkan api, karena serat yang disediakan sudah cukup
banyak, sehingga Gunasraba itu yakin, bahwa api akan segera
menelan pintu gerbang induk itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah serat-serat yang kering itu dengan cepat
terbakar. Serbuk biji jarak yang mengandung minyak itupun
cepat membuat api semakin besar. Demikian pula minyak
kelapa yang dituang serta beberapa kampil biji jarak
Untuk beberapa saat lamanya, Gunasraba memang masih
harus melindungi apinya yang sedang membesar.
Dalam pada itu, maka didalam dinding padepokan telah
terdengar isyarat untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan. Suara kentongan-kentongan kecil telah melontarkan perintah kepada setiap orang yang ada didalam
dinding padepokan. Gunasraba yang mendengar suara kentongan itu sempat
mengumpat. Ternyata orang-orang padepokan itu tidak
menjadi gugup dan bingung. Suara kentongan-kentongan
kecil, itu tidak membayangkan kegelisahan. Tiga atau ampat
kentongan yang mengisyaratkan perintah itu memperdengarkan iramanya yang mapan.
Orang-orang padepokan itu memang tidak menjadi
bingung. Sebelumnya mereka sudah mendapat perintah untuk
berada dalam kesiagaan tertinggi.
Tetapi yang terjadi memang lebih cepat dari yang mereka
duga. Mereka memperhitungkan bahwa serangan itu akan
datang bersamaan dengan terbitnya matahari. Tetapi ternyata
di dini hari kentongan itu sudah harus memberikan isyarat
agar mereka bersiap. Ternyata kentongan itu berbunyi di saat mereka sedang
makan. Karena itu, maka mereka pun segera menelan nasi
yang masih belum sempat mereka makan. Sedikit terhambat
di kerongkongan, sehingga mereka harus minum lebih banyak.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa saat kemudian para cantrik itupun berlari-larian
naik ke panggungan. Sementara yang lain, bersiap-siap
ditempat yang sudah ditentukan bagi setiap kelompok.
Tetapi terdengar perintah yang lain dari beberapa orang
yang berada di belakang pintu gerbong "Air. Air."
Para cantrik yang berada disekitar pintu gerbang utama dan
pintu gerbang mereka. Karena itu, maka mereka pun segera
berlari-lari mencari air dengan bumbung-bumbung panjang
yang sering dipergunakan untuk mengusung air mengisi
gentong dan tempayan didapur, atau dengan kelenting.


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi bumbung-bumbung yang tersedia tidak cukup
banyak untuk mengatasi api yang menyala semakin besar.
Pintu gerbang utama dan butulan yang terbuat dari kayu itu
sudah mulai terbakar. Bahkan gawang pintunya juga sudah
mulai menyala. Sementara itu, ijuk pada atap pintu gerbang
itupun akan sangat mudah terbakar pula.
Para pemimpin padepokan itu memang tidak mengira
bahwa Kiai Narawangsa akan mempergunakan cara yang tidak
banyak dipergunakan orang untuk memecahkan pintu gerbang
utama dari sebuah sasaran. Kiai Narawangsa tidak
memecahkan pintu gerbang dengan sebuah balok kayu yang
panjang dan besar yang diusung oleh banyak orang. Tidak
pula mempergunakan tali-tali yang kuat yang ditarik oleh
beberapa ekor kuda. Tetapi Kiai Narawangsa telah
mempergunakan api. Bukan untuk memecahkan pintu, tetapi
membakar pintu itu sehingga menjadi abu.
Ternyata air memang tidak banyak menolong. Apalagi air
itu tidak cukup banyak dibanding dengan nyala api yang
membesar. Tidak cukup banyak bumbung-bumbung besar
yang dibuat dari bambu petung yang dapat dipergunakan
untuk mengangkut air. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka Ki Lemah Teles akhirnya memerintahkan
para cantrik untuk menghentikan usaha mereka memadamkan
api. Tetapi para cantrik harus segera bersiap dalam kesiagaan
kedua. Mereka harus bersiap untuk bertahan di belakang pintu
gerbang yang sudah dapat dipastikan akan terbuka.
Ki Pandi dan Ki Ajar Pangukan yang berdiri di panggungan
sebelah kiri itupun menyaksikan api yang menyala itu dengan
termangu-mangu. Namun tiba-tiba saja Ki Pandi itu berkata
kepada seorang cantrik "Siapkan tali, he, kalian punya tampar
ijuk?" "Ada Kiai "jawab seseorang cantrik "sisa tampar ijuk yang
kemarin dipergunakan untuk memperbaiki tali-tali ijuk
panggungan ini?" "Masih ada berapa gulung?"
"Masih ada beberapa gulung Kiai."
Ki Pandi pun kemudian berkata kepada Ki A jar Pangukan "Ki
Ajar, marilah kita bermain-main dengan orang-orang yang
sedang membakar pintu gerbang itu.
Ki Ajar Pangukan pun segera tanggap. Karena itu, maka
iapun segera menyahut "Marilah. Ajak kedua cucumu itu."
Manggada dan Laksana yang ada di panggungan itu pula,
segera menyahut "Marilah, Ki Ajar. Kami akan ikut bersama Ki
Ajar." Demikianlah, maka dengan cepat mereka telah mengurai
tampar ijuk itu dan menjulurkannya keluar dinding.
Disisi lain, diatas panggungan Ki Lemah Teles melihat Ki
Pandi menjulurkan tali ijuk. Tidak hanya sehelai, tetapi
beberapa helai. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Lemah Teles segera mengetahui apa yang akan
dilakukan. Sementara itu Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana juga
sudah naik ke panggungan itu pula.
Tanpa menunggu, maka Ki Jagaprana dan Ki Sambi Pitu
pun segera bersiap. Karena di panggungan itu tidak ada tali
ijuk yang dapat mereka pergunakan, maka mereka tidak
mempergunakannya. Orang-orang berilmu tinggi itu kemudian
meloncat begitu saja dari atas dinding padepokan seperti
seekor kucing. Sementara itu, Ki Pandi dan Ki Ajar Pangukan
telah turun dengan mempergunakan tali ijuk.
"Kenapa orang-orang itu mempersulit diri dengan tali-tali
ijuk" " desis Ki Sambi Pitu.
"Sebenarnya tali-tali itu tidak untuk mereka" jawab Ki
Jagaprana. Sebenarnyalah selain kedua orang tua berilmu tinggi itu,
Manggada dan Laksana pun telah turun pula menyusuri tali
ijuk itu diikuti oleh beberapa orang cantrik.
Gunasraba yang berada di depan pintu menunggui api yang
menyala semakin besar itupun terkejut. Ia tidak mengira
bahwa ada beberapa orang yang turun dari atas dinding dan
berlari-lari mendekatinya.
"Cegah mereka," teriak Gunasraba.
Beberapa orang yang datang bersamanya segera bersiap
untuk menyongsong orang-orang yang berlari-lari itu. Namun
Gunasraba sendiri tidak ikut bersama mereka. Dengan
tangkasnya Gunasraba itu meloncat keatas punggung kudanya
dan dengan cepat melarikan diri kedalam gelap.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para pengikutnya memang termangu sejenak. Tetapi
mereka tidak mempunyai kesempatan. Dengan geram
Manggada dan Laksana telah berloncatan mendekat.
Tetapi Ki Pandi tidak segera menyerang mereka. Dengan
lantang iapun berkata "Menyerahlah. Kalian tidak mempunyai
pilihan lain." Orang-orang yang datang bersama Gunasraba itu tidak
menghiraukan. Jumlah orang yang turun dengan tali itu tidak
banyak. Karena itu, maka mereka merasa mampu untuk
bertahan sambil menunggu kawan-kawan mereka yang akan
segera datang untuk menolong.
Mereka meyakini bahwa Ki Gunasraba sedang menghubungi
Kiai Narawangsa untuk mendapatkan bantuan.
Karena itu, justru orang-orang itulah yang telah mendahului
menyerang mereka yang turun dari dinding padapokan.
Beberapa orang cantrik pun segera terlibat dalam
pertempuran. Manggada dan Laksana juga segera terjun
langsung melawan orang-orang yang telah membakar pintu
gerbang itu. Namun bagaimana pun juga api yang membakar pintu
gerbang itu tidak dapat dipadamkan. Pintu gerbang itu
memang terbakar. Yang dilakukan oleh para cantrik kemudian adalah
mencegah panggungan disebelah menyebelah pintu gerbang
itu ikut terbakar. Dalam pada itu pertempuran yang terjadi di depan pintu
gerbang itu tidak berlangsung lama. Ketika orang-orang tua
berilmu tinggi itu melibatkan diri, maka dengan cepat orang-
orang yang membakar pintu gerbang itu telah dikuasai.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bahkan ketika.orang-orang yang membakar pintu-pintu
butulan ikut bergabung dengan kawan-kawan mereka,
ternyata mereka tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
Dalam waktu yang singkat beberapa orang telah terkapar di
depan pintu gerbang yang telah terbakar sedangkan yang lain
telah menyerah. Para cantrik padepokan itu justru berhasil
menguasai beberapa ekor kuda.
Tetapi mereka tidak tahu, bagaimana mereka akan
membawa kuda-kuda itu masuk kedalam padepokan, karena
pintu gerbang utama dan pintu-pintu butulan telah dibakar.
Tetapi tiba-tiba saja seorang cantrik berteriak "Masih ada
satu pintu butulan yang tidak dibakar."
Ki Pandi yang mendengar teriakan cantrik dari panggungan
itu bertanya "Disisi sebelah mana?"
"Pintu butulan kecil yang menghadap ke Timur. Pintu yang
hampir tidak pernah dipergunakan."
Ki Pandi, orang-orang tua yang berilmu tinggi serta
Manggada dan Laksana pun telah membawa beberapa ekor
kuda yang tertinggal serta para tawanan mengelilingi dinding
padepokan menuju ke pintu gerbang yang menghadap
kesebelan Timur, yang karena tidak sering dipergunakan,
maka telah ditumbuhi oleh batang ilalang dan pohon-pohon
perdu. Namun dalam pada itu, Gunasraba yang melarikan diri
diatas punggung kudanya telah sampai ke induk pasukannya.
Dengan nafas yang terangah-engah, ia telah melaporkan apa
yang terjadi di pintu gerbang utama padepokan Kiai Banyu
Bening. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang-orang gila, yang ingin membunuh dirinya sendiri.
Baiklah. Marilah kita mendekat. Bukankah sebentar lagi, pintu
gerbang utama dan beberapa pintu butulan itu sudah akan
menjadi abu?" "Ya. Pada saat matahari terbit. Tetapi kita harus bersabar
sedikit, agar kaki kita tidak menginjak bara yang masih
panas." Orang-orang yang pertama akan memasuki pintu
gerbang sudah dipersiapkan. Bukankah mereka telah
mengenakan tlumpah kulit kayu?"
"Aku memang sudah memberikan contoh, bagaimana
membuat tlumpah kulit kayu untuk melindungi kaki mereka.
Mudah-mudahan mereka telah mempersiapkannya."
"Bukankah kita dapat melihat sekarang?" sahut Nyai Wiji
Sari. Gurasraba pun kemudian memerintahkan Parang Landung
dan Paron Waja untuk melihat, apakah orang-orangnya
mematuhi perintahnya membuat tlumpah-tlumpah kulit kayu
untuk melindungi telapak kaki mereka dari bara yang masih
panas. Sementara itu, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Saripun telah
mempersiapkan segala-galanya. Sesaat lagi, mereka akan
bergerak mendekati padepokan.
"Sayang, kita kehilangan beberapa ekor kuda" desis Kiai
Narawangsa. "Tidak. Sebentar lagi, kita akan mendapatkannya kembali."
jawab Gunasraba. Dalam pada itu Paning Landung dan Paron Waja pun telah
melaporkan bahwa orang-orang mereka telah membuat
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiumpah kulit kayu dengan tali kedebog yang sudah
dikeringkan. "Tidak ada masalah" berkata Parung Landung "mereka
dapat mengabaikan panasnya bara yang tersisa. Meskipun ada
yang membuat dari clumpring, tetapi cukup untuk menahan
panasnya sisa-sisa gerbang yang sudah menjadi arang."
"Tetapi clumpring itu sendiri akan terbakar," berkata
Gunasraba. "Bukankah kita tidak akan berdiri tegak diatas bara itu" "
sahut Paron Waja "bukankah kita hanya akan berlari
melintas?" Kiai Narawangsa mengangguk-angguk. Tetapi Nyai Wiji Sari
menyahut "Jangan merendahkan lawan. Mereka akan
menahan kita diatas bara api pintu gerbang itu."
"Kita dapat mengulur waktu sebentar Nyai. Bukankah kita
dapat berbicara lebih dahulu dengan Banyu Bening" Ia akan
berpikir ulang jika ia melihat kekuatan lata yang besar ini."
"Aku tidak ingin berbicara dengan Banyu Bening. Aku hanya
ingin anakku itu." Kiai Narawangsa tidak menjawab lagi. Namun kemudian
iapun bertanya kepada Gunasraba "Marilah. Apakah kita sudah
bersiap sepenuhnya?"
"Sudah kakang. Kita sudah dapat bergerak sekarang.
Mudah-mudahan kita masih sempat menolong orang-orang
yang terjebak saat mereka membakar pintu gerbang."
Demikianlah, maka Parung Landung dan Paron Wajapun
segera memerintahkan pasukannya untuk bergerak menuju ke
padepokan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu langit telah menjadi merah. Mereka berharap
' bahwa saat matahari terbit, mereka sudah memasuki pintu-
pintu gerbang padepokan yang mereka sangka masih dipimpin
oleh Kiai Banyu Bening itu.
Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sarilah yang melangkah di
paling depan. Kemudian Gunasraba dan dua orang saudara
seperguruannya. Dua orang kakak beradik yang sebenarnya
tidak kembar, tetapi wajah mereka demikian miripnya,
sehingga banyak orang menyangka bahwa mereka adalah dua
orang saudara kembar. Sedangkan sebenarnya umur mereka
terpaut dua tahun. Kren-dhawa dan Mingkara.
Demikianlah, maka langkah kaki yang berderap di padang
perdu itupun seakan-akan telah menggetarkan bumi. Kiai
Narawangsa dan Nyai Wiji Sari yang berjalan dipaling depan
nampak menjadi tegang. Telah berpuluh bahkan beratus kali
keduanya turun ke medan pertempuran. Bukan saja saat-saat
mereka merampok dan menyamun di bulak-bulak panjang.
Tetapi sudah berapa kali mereka terperosok ke dalam
benturan kekuatan diantara mereka yang hidup dalam dunia
yang kelam. Bertempur untuk memperebutkan pengaruh dan
daerah jelajah, serta kadang-kadang tanpa sebab apa-apa.
Tetapi yang dihadapi oleh Nyai Wiji Sari saat ini adalah
orang yang pernah tersangkut dalam perjalanan hidupnya.
Bahkan seseorang yang telah memberinya seorang anak yang
sekarang dimakamkan di belakang dinding padepokan itu.
Anak itulah yang setiap saat seakan-akan memanggil-
manggilnya. Mengulurkan tangannya, menggapainya sambil
memanggil-manggilnya "Ibu, ibu, aku kedinginan, ibu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyai Wiji Sari menggeretak-kan giginya. Langkahnya menjadi semakin cepat. Bahkan rasa-
rasanya Nyai Wiji Sari itu
ingin meloncat langsung memasuki padepokan Kiai Banyu Bening. Tetapi di samping itu, ada
semacam keseganan untuk bertemu dengan Kiai Banyu


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bening sendiri. Meskipun setiap kali Nyai Wiji Sari
berusaha untuk mengingkarinya, tetapi di
dasar hatinya, ia mengakui,
betapa ia telah melakukan
kesalahan sebagai seorang
isteri, karena ia sudah membiarkan Narawangsa masuk ke dalam bilik tidurnya, justru
saat ia menidurkan anaknya.
Petaka itu tidak dapat dihindarinya.
Nyai Wiji Sari itu tertegun melihat api yang sudah menjadi
semakin surut. Pintu gerbang padepokan itu telah runtuh.
Tidak ada lagi yang menghalangi langkah mereka memasuki
padepokan itu. Tetapi yang terbuka, yang tidak menjadi penghalang lagi,
adalah pintu pada gerbang utama dan butulan. Di belakang
reruntuhan itu telah bersiap para cantrik dan para pengikut
Kiai Banyu Bening. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyai Wiji Sari mengerutkan dahinya. Sementara itu, kakinya
melangkah semakin panjang. Ada dua dorongan yang
bertentangan didalam diri Nyai Wiji Sari. Ia memang ingin
lebih cepat sampai di makam anaknya, tetapi ada keseganan
di hatinya untuk bertemu dengan Kiai Banyu Bening. Nyai Wiji
Sari rasa-rasanya tidak akan berani menatap wajah laki-laki
itu. Laki-laki yang pernah menjadi suaminya.
Namun di luar sadar, mereka telah menjadi semakin dekat
dengan reruntuhan pintu gerbang utama. Api telah jauh
menyusut Meskipun demikian. Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji
Sari masih dapat melihat dengan jelas, beberapa sosok tubuh
yang terbujur lintang. Mereka adalah orang-orang yang
datang bersama Ki Gunasraba untuk membakar pintu
gerbang. "Kiai Banyu Bening telah membantai mereka," berkata
Gunasraba dengan geram. Tetapi langkah mereka terhenti. Mereka sadari, bahwa
diatas panggungan itu beberapa orang cantrik telah
mempersiapkan anak-panah dan lembing yang sudah siap
mereka lontarkan. Dengan isyarat Kiai Narawangsa telah memanggil beberapa
orang yang juga sudah mempersiapkan anak panah mereka.
"Pada saatnya, lindungi kami," terdengar suara Kiai
Narawangsa yang berat. Tetapi pasukan itu memang berhenti.
"Kita memang harus bersabar" berkata Gunasraba yang
melihat api di pintu gerbang itu hampir padam.
Dalam pada itu, Kiai Narawangsapun segera memerintahkan orang-orangnya untuk bersiap ditempat yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah ditentukan sesuai dengan rencana yang telah mereka
susun. Beberapa kelompok diantara mereka telah pergi
mengelilingi padepokan itu. Mereka adalah kelompok-
kelompok yang mendapat tugas untuk memasuki padepokan
lewat pintu butulan. Kiai Narawangsa telah berpesan kepada mereka, bahwa
kelompok-kelompok itu harus bergerak setelah mereka
mendengar isyarat yang akan dilontarkan lewat panah
sendaren dari depan pintu gerbang utama.
Dalam pada itu, dari atas panggungan para cantrik
mengikuti terus gerak-gerik pasukan Kiai Narawangsa.
Setiap saat ada diantara para cantrik itu yang menghubungi
dan memberikan laporan kepada Ki Lemah Teles dan Ki
Warana. Dalam pada itu, Gunasraba telah membagi kedua orang
saudara seperguruannya serta kedua orang anaknya untuk
memimpin pasukan yang akan memasuki pintu gerbang
butulan. Parang Landung dan Paron Waja, yang dianggapnya
sudah memiliki kemampuan yang memadai, akan memasuki
padepokan itu lewat pintu butulan sebelah kiri yang juga telah
terbakar habis. Sementara kedua orang saudara seperguruannya, Krendhawa dan Mingkara, akan memasuki
pintu butulan sebelah kanan. Mereka telah membawa masing-
masing pasukan secukupnya.
Dalam pada itu, langit pun menjadi bertambah terang.
Manggada dan Laksana yang juga berada di panggungan
melihat dua orang anak muda yang bergerak ke kiri dengan
beberapa kelompok orang. "He, kau kenal kedua orang itu?" bertanya Laksana sambil
menggamit Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada mengerutkan dahinya. Dengan ragu ia berkata
"Kedua anak muda itulah yang telah kita lihat dijalan bulak
itu." "Ya. yang berpapasan dengan kita berdua. Mereka sama
sekali tidak mau menepi, sehingga kita harus berjalan diatas
tanggul parit." Manggada mengangguk-angguk. Sementara Laksana berkata selanjutnya "Mereka akan berusaha memasuki pintu
butulan sebelah kiri."
"Kita akan menemui mereka," sahut Manggada.
Atas ijin Ki Pandi dan Ki Lemah Teles, maka Manggada dan
Laksana telah pergi ke pintu butulan sebelah kiri, yang juga
sudah terbakar. Mereka segera bergabung dengan para
cantrik yang bertugas di tempat itu.
"Aku akan berada diantara kalian " berkata Manggada.
"Bagaimana dengan pintu gerbang utama" " bertanya
seorang cantrik yang diserahi pimpinan di belakang pintu
butulan itu. "Ki Lemah Teles ada disana. Diluar, dua orang anak muda
yang memimpin para pengikut Kiai Narawangsa, nampaknya
orang-orang berilmu. Mudah-mudahan bersama kalian, kami
ber-dua dapat menahan rnereka."
Para cantrik itu mengangguk-angguk. Mereka memang
menjadi mantap dengan kehadiran Manggada dan Laksana,
karena para cantrik itu mengetahui, bahwa kedua orang anak
muda itu telah memiliki ilmu yang tinggi.
Dalam pada itu, maka Ki Jagapranapun telah diminta untuk
berada di butulan sebelah kanan" karena mereka melihat dua
orang yang diduga kembar, berada diantara mereka yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan memasuki padepokan lewat pintu gerbang sebelah
kanan. "Baik" jawab Ki Jagaprana "aku akan melihat apakah orang
kembar itu akan dapat mengejutkan anak-anak padepokan
ini." "Tetapi berhati-hatilah" pesan Ki Lemah Teles "jika
keduanya menunjukkan kelebihannya, biarlah beberapa orang
cantrik membantumu, sementara kau panggil salah seorang
dari kami. Aku tidak mau kau mati. Kita masih mempunyai
persoalan." Ki Pandi lah yang menyahut "Jika kau masih ingin
berperang tanding, kenapa tidak kau tantang saja Nyai Wiji
Sari." "Kenapa tidak kau lakukan sendiri?" bentak Ki Lemah Teles.
Ki Pandi tertawa. Katanya "Jika saja aku tidak bongkok dan
tidak berpenampilan buruk."
"Apakah kau tidak ingat bahwa umurmu sudah berada di
senja hari" Seandainya kau tidak bongkok dan buruk, kaupun
sudah menjadi pikun."
Ki Pandi tertawa semakin keras. Orang-orang lain yang
mendengarnya ikut tertawa pula.
"Sudahlah pergilah" bentak Ki Lemah Teles "orang kembar
itu sudah sampai di muka pintu butulan."
"Api masih sedikit menyala" jawab Ki Jagaprana "mereka
tentu akan menunggu bara api itu padam."
"Lihat. Sebagian besar dari mereka memakai tlumpah."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Jagaprana mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
menjawab lagi. Dengan tergesa-gesa iapun melangkah
menuju ke butulan sebelah kanan.
Sebagaimana Manggada dan Laksana, maka Ki Jagaprana
pun disambut dengan gembira oleh para cantrik yang bertugas
di pintu butulan sebelah kanan yang sudah hampir menjadi
abu. Bahkan api pun mulai menjadi padam, meskipun asap
masih mengepul. Diatas panggungan Ki Jagaprana melihat para cantrik siap
dengan busur dan anak-apanah serta lembing-lembing bambu.
Tetapi Ki Jagaprana pun kemudian telah memberitahukan
beberapa orang cantrik yang bersenjata anak panah untuk
bersiap menyambut para pengikut Kiai Narawangsa demikian
mereka memasuki pintu butulan yang sudah terbuka itu,
"Kalian harus melumpuhkan lapisan pertama dari orang-
orang yang memasuki pintu yang sudah menjadi abu itu. Jika
mereka membawa perisai, maka bidiklah kakinya. Jika
mungkin lututnya. Jika mereka tidak membawa perisai, maka
sasaran kalian adalah dada mereka."
Demikianlah, maka beberapa orang yang bersenjata busur
dan anak panah pun telah bersiap. Mereka telah memasang
anak-panahnya pada busurnya. Dilambungnya tergantung
bumbung yang berisi anak-panah pula.
Beberapa saat mereka menunggu. Para cantrik yang ada
didalam Beberapa saat mereka menunggu. Para cantrik yang ada
didalam dinding padepokan itu rasa-rasanya tidak sabar lagi.
Terutama mereka yang sudah mengetrapkan anak-panah pada
busurnya dan bahkan tali busur itu sudah mulai menegang.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di depan pintu gerbang padepokan yang sudah terbakar.
Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari bersama pasukan induknya
telah berhenti. Mereka memang harus menunggu api di
gerbang itu agar padam sama sekali. Tetapi sisa-sisa api dan
bara tidak akan dapat menahan mereka, karena orang-orang
yang sudah siap memasuki padepokan itu mempergunakan
alas kaki yang mereka buat dari kulit kayu.
Sementara itu, para penghuni padepokan itupun sudah siap
pula untuk menahan serangan yang sebentar lagi akan
melanda padepokan itu, Ki Pandi, Ki Ajar Pangukan dan Ki
Sambi Pitu telah siap bersama para cantrik dibelakang pintu
gerbang yang terbakar. Sementara Ki Lemah Teles dan Ki
Warana masih berada di panggungan di sebelah pintu gerbang
yang sudah terbakar itu. "He, Kiai Banyu Bening" berteriak Kiai Narawangsa "aku
masih memberi kesempatan untuk menyerah. Meskipun kami
yakin akan dapat menghancurkan seluruh padepokan ini,
bukan hanya pintu gerbanya saja, tetapi kami masih
mempunyai belas kasihan. Karena itu, sebaiknya kau
menyerah saja." Ki Lemah Teles yang berada dipanggungan memandang
pasukan yang sudah siap itu dengan jantung yang berdebar-
debar. Tetapi Ki Lemah Teles sudah bertekad untuk
mengatakan yang sebenarnya, bahwa Kiai Banyu Bening
sudah tidak ada. Kawan-kawannya telah menyetujuinya pula.
Jika pengakuan itu dapat mencegah pertempuran, maka tidak
perlu jatuh korban dari kedua belah pihak, meskipun hal itu
sudah terjadi atas sekelompok orang yang telah membakar
pintu gerbang, kecuali mereka yang telah menyerah.
"He. Kiai Banyu Bening" teriak Kiai Narawangsa pula "jawab
pernyataanku ini. Kesempatan untuk menyerah."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Lemah Teles yang ada diatas panggungan itupun
menyahut "Kiai Narawangsa, apakah kau tidak dapat melihat
kami yang berada diatas panggungan. Cahaya matahari telah
nampak di langit. Kami yang ada di panggungan sudah dapat
melihat wajah kalian seorang demi seorang."
Kiai Narawangsa termangu-mangu sejenak. Suara itu bukan
suara Kiai Banyu Bening. Meskipun sudah lama ia tidak
mendengar suara Banyu Bening, tetapi Kiai Narawangsa masih
akan dapat mengenali suara itu.
Ketika ia berpaling kepada Nyai Wiji Sari, maka Kiai
Narawangsa itupun melihat kening Nyai Wiji Sari berkerut.
"Siapa kau?" tiba-tiba saja suara Nyai Wiji Sari melengking
tinggi. . Kiai Lemah Teles termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian jawabnya, "Aku Ki Lemah Teles yang menunggui
padepokan ini bersama Ki Warana."
"Kami ingin berbicara dengan Kiai Banyu Bening" teriak Kiai
Narawangsa kemudian "kami tidak akan berbicara dengan
orang lain." Kiai Lemah Teles termangu-mangu sejenak. Namun iapun
kemudian berteriak pula, "Kiai Narawangsa. Ketahuilah, bahwa
padepokan ini bukan lagi padepokan yang dipimpin oleh Kiai
Banyu Bening. Sekarang akulah yang memimpin padepokan ini
setelah padepokan ini ditinggalkan oleh Kiai Banyu Bening


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa saat yang lalu."
Jawaban itu sangat mengejutkan. Hampir diluar sadar Nyai
Wiji Sari berteriak nyaring "Bohong. Kalian tidak usah
menyembunyikan Kiai Banyu Bening. Kami datang untuk
membuat perhitungan dengan orang itu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami berkata sebenarnya Nyai. Kiai Banyu Bening sudah
tidak ada. Sesuatu telah terjadi di padepokan ini. Bencana."
"Jangan melingkar-lingkar" sahut Kiai Narawangsa. "Apakah
Kiai Banyu Bening sekarang sudah menjadi seorang pengecut,
sehingga tidak berani lagi menghadapi kami."
"Tidak. Kiai Banyu Bening memang bukan pengecut. Itulah
sebabnya maka kalian tidak lagi dapat menjumpai Kiai Banyu
Bening sekarang." Di belakang pintu gerbang yang sudah menjadi abu, Ki Ajar
Pangukan menjadi berdebar-debar. Ia pernah menerima
utusan Kiai Narawangsa dan mengaku sebagai Kiai Banyu
Bening. "Apa yang sebenarnya telah terjadi disini?" bertanya Nyai
Wiji Sari "penipuan" Kepura-puraan, atau sebuah permainan
yang licik?" "Tidak ada penriainan yang licik. Tetapi ketahuilah, bahwa
Kiai Banyu Bening memang sudah tidak ada dalam arti yang
sebenarnya. Kiai Banyu Bening telah gugur saat ia
mempertahankan padepokan ini."
"Bohong" teriak Nyai Wiji Sari dengan serta-merta. Betapa
ia dan Kiai Banyu Bening bermusuhan karena kehadiran Kiai
Narawangsa, tetapi berita kematian Kiai Banyu Bening sangat
mengejutkannya. "Kami tidak berbohong Nyai" jawab Kiai Lemah Teles "kami
dapat menceriterakan urut-urutan peristiwanya."
"Siapa yang telah membunuh Kiai Banyu Bening?" bertanya
Nyai Wiji Sari dengan suara bergetar.
"Panembahan Lebdagati," jawab Ki Lemah Teles.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lebdagati. Jadi iblis itukah yang telah membunuh Kiai
Banyu Bening?" "Ya. Panembahan Lembadagi datang ke padepokan ini dan
merebutnya untuk beberapa hari, sebelum kami datang
membebaskannya," sahut Ki Lemah Teles "kami dapat
mengusir Panembahan Lebdagati. Tetapi kami tidak dapat
menangkapnya, apalagi membunuhnya."
Jantung Nyai Wiji Sari terasa berdegup semakin cepat.
Darahnya seakan-akan bergejolak didalam dadanya. Rasa-
rasanya ia tidak rela mendengar berita kematian Kiai Banyu
Bening. Betapa ia terpisah dari orang itu, namun Kiai Banyu
Bening pernah menjadi suaminya. Ketika ia mula-mula
mengenal sentuhan tangan laki-laki, orang itu adalah Kiai
Banyu Bening. Dalam pada itu, Kiai Narawangsalah yang berteriak,
"Apakah kau justru pengikut Panembahan Lebdagati itu?"
"Tidak. Kami bukan pengikut Panembahan Lebdagati. Kami
justru telah bertempur melawannya dan mengusirnya dari
padepokan ini." Sejenak Kiai Narawangsa menjadi termangu-mangu. Ia
mencoba memandang wajah-wajah orang yang berada di
panggungan. Sebenarnyalah bahwa tidak ada orang yang
dapat diduganya Kiai Banyu Bening.
Tetapi Kiai Banyu Bening memang dapat saja bersembunyi
atau melarikan diri sebelumnya.
Namun Kiai Banyu Bening memang bukan seorang
pengecut yang dapat berbuat seperti itu.
Dalam pada itu, Ki Lemah Telespun berkata "Kiai
Narawangsa, apakah sebenarnya yang kalian kehendaki dari
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiai Banyu Bening" Jika kami dapat memenuhinya, maka kami
akan mencoba memenuhinya tanpa harus mengorbankan
banyak orang." "Ki Lemah Teles" suara Nyai Wiji Sari dengan nada tinggi
seakan-akan menggetarkan dinding-dinding padepokan dan
bahkan panggungan di sebelah pintu gerbang yang terbakar
itu. Gejolak perasaannya benar-benar telah mengguncang
dadanya, sehingga getar suara yang dilontarkan bagaikan
mengandung tenaga yang sangat besar "apapun yang kau
katakan tentang Kiai Banyu Bening, namun kami datang
dengan niat yang tidak berubah. Kami menghendaki
padepokan ini. Jika benar kau berniat menghindari
penumpahan darah, maka tinggalkan padepokan ini. Tidak ada
yang boleh kau bawa selain pakaian yang melekat ditubuh
kalian. Aku akan tinggal di padepokan ini menunggui anakku
yang telah dibawa ke padepokan ini oleh Kiai Banyu Bening."
Ki Lemah Teles termangu-mangu sebentar. Namun
kemudian iapuan bertanya "Jadi itukah niat Nyai datang
kemari" Nyai akan mengambil kembali anak Nyai" Juga anak
Kiai Banyu Bening" Bagaimana mungkin Nyai datang untuk
menemui seorang suami dengan membawa kekuatan yang
demikian besarnya" Kecuali jika Nyai akan mengambil kembali
suami Nyai yang berada ditangan orang lain."
"Cukup" teriak Nyai Wiji Sari. Suaranya semakin lantang
dan udara pun bergetar semakin keras. Bahkan getar suara
perempuan itu telah mulai menyentuh isi dada "jadi begitukah
caramu mencari penyelesaian tanpa mengorbankan nyawa?"
"Nyai " berkata Ki Lemah Teles kemudian "jika Nyai ingin
mengambil anak Nyai itu, terserah kepada Nyai. Kami tidak
akan menghalangi. Ambillah, karena itu memang anak Nyai.
Tetapi jangan mengambil padepokan ini. Kami sudah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merebutnya dari tangan Panembahan Lebdagati dengan
menitikkan keringat dan darah. Bagaimana mungkin kami
akan melepaskannya begitu saja."
"Aku tidak peduli" sahut Kiai Narawangsa "kami akan
memberi waktu secukupnya jika kalian memang akan pergi.
Kami tidak akan mengganggu kalian yang meninggalkan
padepokan ini. Tetapi jika ada diantara kalian yang memilih
bergabung dengan kami, kami tidak berkeberatan. Tetapi
kalian harus bersedia mematuhi segala paugeran didalam
lingkungan kami." "Kiai" jawab Ki Lemah Teles "kami akan mempertahankan
padepokan ini, apapun yang terjadi. Jika kalian memaksakan
kehendak kalian, maka kami justru akan menutup kesempatan
Nyai Wiji Sari untuk mengambil anaknya. Biarlah anak itu
kesepian disini tanpa ayah dan ibunya."
"Tidak" teriak Nyai Wiji Sari "aku akan menunggui anakku
disini." "Itu tidak mungkin, Nyai. Karena itu, maka terserah kepada
Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. Apakah kita harus
bertempur atau tidak. Seandainya kita harus bertempur, kami
pun sudah siap. Para cantrik dari padepokan ini masih
menyandang kebanggaan setelah mereka berhasil mengusir
Panembahan Lebdagati. Karena itu, maka dengan darah yang
masih panas, kami akan menghadapi kalian. Tetapi jika kalian
berniat mengambil anak itu dengan cara yang baik, kami tidak
akan berkeberatan. Kami akan memberi kesempatan kepada
kalian sebaik-baiknya."
"Cukup" teriak Kiai Narawangsa "kami akan mengusir kalian
dengan kekerasan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Lemah Teles tidak mempunyai pilihan lain. Karena itu,
maka iapun berkata "Jika demikian, maka kita akan
bertempur. Tetapi dengan demikian maka kalian tidak akan
pernah dapat mengambil anak itu lagi dari padepokan ini."
"Jangan sentuh anak itu." teriak Nyai Wiji Sari "jika kalian
melakukannya juga, maka nasib padepokan ini akan menjadi
sangat buruk." "Aku tidak akan memeras dengan taruhan anakmu itu Nyai,
meskipun sebenarnya anakmu itu sudah tidak berarti apa-apa
lagi. Kami akan mempertahankan padepokan ini dengan sikap
yang wajar." "Diam kau," bentak Nyai Wiji Sari "kau anggap anakku itu
sudah tidak berarti apa-apa" Aku rindukan anakku siang dan
malam. Aku tidak sampai hati melepaskan anakku dalam
kesepian, kedinginan dan kepanasan karena ayahnya tidak
memperdulikannya." "Ayahnya lebih peduli kepada anak itu daripada kau Nyai"
tiba-tiba Ki Warana menyahut "aku melayani Kiai Banyu
Bening setiap hari jika ia berada disisi anaknya. Sampai akhir
hayatnya ia sama sekali tidak pernah berpaling kepada
seorang perempuan yang akan dapat menyakiti hati anaknya
itu. Tetapi kau, apa yang kau lakukan" Kau tinggalkan anakmu
didalam api, sementara kau lari dengan seorang laki-laki saat
anakmu masih bayi." "Cukup, cukup. Diam kau iblis" teriak Nyai Wiji Sari dengan
suara yang melengking-lengking.
"Kenapa aku harus diam" Kau khianati kesetiaan seorang
suami. Kau nodai kasih seorang ibu kepada anaknya. Dan
sekarang, ketika yang tinggal hanya tulang belulang, kau
datang untuk mengambilnya. Semua itu omong kosong. Kau
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang memanfaatkah anakmu yang telah kau tinggalkan
didalam api yang menyala itu untuk menantang Kiai Banyu
Bening dan sekaligus berusaha merebut padepokannya."
"Kau gila. Kau gila" teriak Nyai Wiji Sari semakin keras.
"Aku adalah orang terdekat dengan Kiai Banyu Bening. A ku
melihat bagaimana Kiai Banyu Bening menjadi gila karena
tangis anaknya yang ditelan api, sehingga kegilaannya itu
telah mewarnai kepercayaannya. Ia ingin seratus orang bayi
mau sebagaimana anaknya, menangis didalam api yang
menyala." "Tidak. Kau bohong" Kiai Narawangsa lah yang menyahut
Banyu Bening mendengar tangis anaknya bagaikan kidung
yang mengalun di atas mega di langit biru. Ketika ia
merindukan suara kidung itu lagi, maka ia telah memerintahkan untuk membakar seratus orang bayi demi
kepuasan batinnya." Tetapi Ki Warana menjawab "Kau benci akan kesetiaan Kiai
Banyu Bening, karena kau telah mengambil isterinya dengan
cara yang tidak beradab."
"Cukup" teriak Kiai Narawangsa. Tiba-tiba saja Kiai
Narawangsa itu mengangkat tangannya sambil berteriak
"Lontarkan anak panah sendaren. Kita koyak mulut-mulut
yang memfitnah itu."
Ki Lemah Teles tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Diperintahkannya, para cantrik yang bersenjata anak panah
untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Sejenak kemudian, maka beberapa batang anak panah
sendaren telah terlepas dari busurnya. Anak panah yang
memberikan isyarat kepada semua kekuatan yang dibawa oleh
Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari untuk bergerak serentak.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Lemah Teles yang berada di panggungan pun tanggap
akan perintah itu. Ketika ia melihat pasukan itu mulai
bergerak, maka Ki Lemah Teles telah memerintahkan
membunyikan isyarat dengan memukul bende diatas
panggungan itu. Demikian suara bende itu meraung-raung diatas panggungan, maka para cantrik seisi padepokan itu telah
bersiap. Anak-anak muda dari beberapa padukuhan yang telah
berada di padepokan itupun telah mendapatkan dirinya pula.
Sebagian dari mereka memang sudah mempunyai sedikit
pengalaman, tetapi yang lain sama sekali belum. Namun para
pemimpin padepokan itu masih sempat memberikan latihan-
latihan kepada mereka meskipun baru landasannya saja
sementara lawan mereka adalah orang-orang yang setiap saat
selalu bercanda dengan senjata mereka.
Tetapi para cantrik padepokan Kiai Banyu Bening yang
mengikutii jejak Ki Warana juga cukup banyak. Merekapun
memiliki pengalaman sebagaimana para pengikut Kiai
Narawangsa. Demikianlah, maka sejenak kemudian, seperti arus banjir
bandang, para pengikut Kiai Narawangsa telah menyerang
padepokan yang telah ditinggalkan oleh Kiai Banyu Bening itu.
Mereka menerobos pintu gerbang induk dan pintu-pintu
gerbang butulan yang telah menjadi abu.
Tetapi demikian mereka mulai bergerak, maka anak panah
pun tercurah bagaikan hujan.
Tetapi hal itu memang sudah diperhitungkan oleh Kiai
Narawangsa dan para pengikutnya. Karena itu, merekapun
tidak terkejut sama sekali. Bahkan mereka telah siap untuk
menangkis serangan anak panah yang menghujan itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun demikian, beberapa orang telah terhenti di pintu-
pintu gerbang. Anak panah yang menyusup dibawah perisai
dan mengenai lutut, telah melumpuhkan beberapa pengikut
Kiai Narawangsa. Namun ada pula anak panah yang
menembus dada, sehingga orang yang dikenainya terjatuh
dan terinjak-injak oleh kawan-kawannya. Mereka untuk
selamanya tidak akan pernah bangkit lagi.
Sejenak kemudian, maka banturan kekuatanpun telah
terjadi. Tetapi demikian derasnya arus serangan yang
mengalir dari luar padepokan, telah memaksa para cantrik
untuk bergerak mundur. Tetapi para cantrik itu tidak melepaskan para penyerang


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk begitu saja memasuki padepokan yang telah mereka
rebut dari tangan Panembahan Lebdagati itu.
Pertempuran pun segera menyala dengan sengitnya.
Senjata yang teracu-acu, berputaran dan terayun-ayun itu,
telah saling berbenturan. Suaranya berdentang diantara
teriakan-teriakan yang mengguruh dari kedua belah pihak.
Di induk pasukan Kiai Narawangsa bertempur dengan
garangnya. Apa saja yang ada didepannya telah disapunya
tanpa ampun. Namun langkahnya terhenti ketika dihadapannya berdiri seorang yang sudah berada diusia
senjanya. "Sabarlah sedikit. Kiai Narawangsa. Jangan kau sapu anak-
anak seperti menebas batang ilalang. Seharusnya kau
mempunyai sedikit harga diri dengan mencari lawan yang
seimbang, setidak-tidaknya mampu memberikan sedikit
perlawanan." "Siapa kau?" bertanya Kiai Narawangsa.
"Namaku Ajar Pangukan." jawab orang itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiai Narawangsa menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Namamu tidak dikenal. Minggirlah. Kau sudah terlalu tua
untuk berada di medan pertempuran. Aku tidak akan
menghancurkanmu sebagaimana orang-orang lain yang berani
mendekati aku." "Kiai Narawangsa, aku berniat untuk melawanmu apapun
yang terjadi." "Kau ternyata belum mengenal aku yang sebenarnya."
"Jika sekarang aku berdiri disini, justru karena aku .ingin
mengenalmu sebaik-baiknya."
"Nampaknya kau juga orang berilmu. Tetapi belum
terembat bagimu jika kau ingin menyingkir."
"Aku akan tetap mencoba menghadapimu. Marilah, aku
sudah bersiap sepenuhnya."
Kiai Narawangsa menggeram. Katanya "Apaboleh buat jika
aku harus membunuhmu."
"Bukankah didalam perang dapat saja terjadi, membunuh
atau dibunuh?" "Bagus. Kau benar-benar sudah siap maju ke medan
pertempuran. Aku senang mendapat seorang lawan yang
sedikit dapat menggelitik ilmuku."
Ki Ajar Pangukan pun kemudian telah bersiap. Kiai
Narawangsa telah bergerak selangkah ke samping. Demikian
pula Ki Ajar Pangukan sehingga keduanya untuk beberapa
saat saling bergeser setapak-setapak.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesaat kemudian, maka Kiai Narawangsa yang garang itu
mulai meloncat menyerang. Tetapi serangannya yang seakan-
akan sekedar untuk menyentuh kulit lawannya itu pun telah dielakkan oleh
Ki Ajar Pangukan. Namun serangan- serangan Kiai Narawangsa berikutnya justru menjadi
semakin cepat dan semakin
garang. Namun demikian, serangan-serangan itu tidak
menyentuh sasarannya. Tetapi Kiai Narawangsa memang belum bersungguh- sungguh. Ia masih ingin mengetahui serba sedikit tentang kemampuan lawannya yang sudah lewat
separo baya. Ki Ajar Pangukan pun masih belum benar-benar bertempur.
Seperti Kiai Narawangsa, Ki Ajar Pangukan baru sekedar ingin
mengintip kemampuan lawannya.
Karena itu, maka keduanya masih belum menapak pada
ilmu mereka yang sebenarnya.
Dalam pada itu, yang lebih kasar dari Kiai Narawangsa
adalah Ki Gunasraba. Dengan senjata bindi ia menghancurkan
apa saja yang ada disekitarnya.Untuk menahan geraknya,
maka lima orang cantrik padepokan itu telah mengepungnya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun bindi Gunasraba berputaran dengan cepat. Bindi
yang besar itu memang sulit untuk ditahan. Jika terjadi
benturan dengan senjata para cantrik, maka senjata-senjata
itu harus digenggam erat-erat. Dua orang cantrik telah
kehilangan senjata mereka dalam benturan dengan bindi
Gunasraba. Untunglah, seorang diantara mereka segera
mendapatkan senjata kembali. Sementara cantrik yang lain
telah memungut senjata siapa pun juga yang terkapar tidak
jauh daripadanya. Meskipun berlima, ternyata cantrik itu mengalami kesulitan.
Yang dapat mereka lakukan adalah sekedar menahan, agar
Gunasraba tidak mengacaukan pertahanan para cantrik
pemula yang masih belum cukup berpengalaman.
Namun diantara riuhnya geram dan teriakan-teriakan,
terdengar seseorang berkata "Minggirlah. Aku akan mencoba
menghadapinya." Para cantrik itu memang segera menyibak. Yang muncul
adalah Ki Sambi Pitu. Seorang yang rambutnya sudah mulai
ubanan. Beberapa lembar yang terjurai dibawah ikat
kepalanya, nampak kelabu keputih-putihan.
"Kau mau apa, kakek tua" " bertanya Gunasraba.
"He, aku belum tua" jawab Ki Sambi Pitu "gigiku masih
utuh." "Tetapi rambutmu sudah mulai memutih." sahut Gunasraba.
"Aku dapat menyembunyikan rambutku dibawah ikat
kepalaku." "Kau cukur sampai gundul pun kau tidak akan dapat
menyembunyikan umurmu."
Ki Sambi Pitu tertawa. Katanya "Aku memang sudah tua."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Minggirlah. Jangan ganggu aku. Aku akan membinasakan
orang-orang yang berani menghalangi jalanku menuju ke
pendapa bangunan utama padepokan ini."
Tetapi Ki Sambi Pitu justru tertawa. Katanya "Kau suka
yang aneh-aneh, Ki Sanak. Kau kira kami akan mempersilahkan kalian naik ke pendapa dan menyuguhkan
hidangan minuman hangat dan makan siang dengan
memotong tiga ekor lembu?"
"Setan kau orang tua yang tidak tahu diri. Sekali kau
tersentuh senjataku, maka tubuhmu akan segera lumat."
Tetapi Ki Sambi Pitu tidak bergeser dari tempatnya. Dengan
tangkasnya Ki Sambi Pitu telah menggerakkan pedangnya.
Namun Ki Sambi Pitu itu sadar, bahwa bindi lawannya yang
berat itu merupakan senjata yang berbahaya. Ia harus
menghindari benturan langsung sejauh dapat dilakukannya.
Gunasraba yang marah itupun kemudian berkata "Jika
demikian bersiaplah untuk mati. Tubuhmu akan segera lumat
menjadi debu." Ki Sambi Pitu tidak menjawab lagi. Tetapi ia benar-benar
sudah siap untuk menghadapinya.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, keduanya telah
terlibat dalam pertempuran yang sengit, mereka tidak merasa
perlu untuk saling menjajagi. Apalagi tangan Gunasraba sudah
terlanjur berkeringat ketika ia menghadapi kelima orang
cantrik yang berusaha membatasi geraknya.
Tetapi karena itu, maka Gunasraba pun segera terkejut.
Orang tua itu ternyata mampu bergerak dengan tangkas.
Tubuhnya bahkan seakan-akan seringan kapas. Sementara itu
senjatanya berputaran dengan cepat, sehingga sebilah pedang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu seakan-akan telah berubah menjadi dua atau tiga atau
bahkan ampat. "Gila kakek tua ini" geram Gunasraba. Namun Gunasraba
juga bukan orang kebanyakan. Iapun memiliki ilmu yang
tinggi. Bahkan kekuatan Gunasraba ternyata memang
melampaui kekuatan orang kebanyakan.
Namun dalam pada itu, demikian pasukan Kiai Narawangsa
dan Nyai Wiji Sari memasuki halaman padepokan, maka Nyai
Wiji Sari langsung dapat melihat sebuah tugu batu dan sebuah
nisan kecil diatasnya sebagaimana pernah dilaporkan oleh
orang-orangnya yang pernah datang ke padepokan itu.
Karena itu, maka jantungnya benar-benar telah bergejolak.
Demikian pasukannya sempat mendorong pertahanan para
cantrik dari padepokan itu mundur, maka Nyai Wiji Sari tidak
dapat menahan dirinya. Nyai Wiji Sari pun dengan garangnya telah menerobos
menusuk langsung pertahanan lawan. Tiba-tiba saja
perempuan itu terlepas dari medan dan berlari langsung ke
tugu didepan bangunan utama padepokan itu.
Dengan perasaan yang bergejolak, maka Nyai Wiji Sari pun
segera berlutut didepan tugu itu.
Dua orang pengawalnya tidak melepaskan Nyai Wiji Sari
pergi sendiri. Karena itu, maka keduanya segera memburunya.
Demikian Nyai Wiji Sari berlutut didepan tugu dengan nisan
kecil diatasnya itu, maka kedua orang pengawalnya itupun
telah bersiap untuk berjaga-jaga jika sesuatu terjadi.
Beberapa orang cantrik memang siap untuk mengejar
mereka. Tetapi seorang yang bongkok telah menahan mereka.
"Biarlah aku yang mengurusnya."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para cantrik itu mengurungkan niatnya. Namun karena Nyai
Wiji Sari dikawal oleh dua orang pengikutnya, maka dua orang
cantrik yang semula menjadi pengikut Kiai Banyu Bening telah
ikut bersama Ki Pandi. Kedua orang pengawal Nyai Wiji Sari itu pun segera
mempersiapkan diri ketika mereka melihat Ki Pandi berjalan
mendekat. Namun nampaknya Ki Pandi tidak akan dengan
serta merta menyerang mereka.
Sebenarnyalah Ki Pandi melangkah dengan tenang
mendekat. Dahi nya berkerut ketika ia melihat Nyai Wiji Sari
itu mengusap matanya yang basah.
"Maafkan ibumu, anakku" desisnya "ibu tidak dapat
menjagamu dengan baik, sehingga bencana itu terjadi."
"Kesalahanmu tidak terletak pada kelengahanmu menjaganya, Nyai" tiba-tiba saja Ki Pandi menyahut "tetapi
sumber kesalahan itu adalah karena kau tidak setia."
Ki Pandi termangu-mangu sejenak. Ia sudah siap
menghadapi perempuan itu jika ia menjadi marah. Tetapi yang
tidak terduga itupun terjadi. Nyai Wiji Sari yang garang itu
tidak dengan serta-merta bangkit dan menyerang Ki Pandi
yang bongkok itu. Tetapi ia justru menjawab "Kau benar, Ki
Sanak. Ketidak-setiaan itu adalah sumber dari bencana ini."
Nyai Wyi Sari justru menangis. Isaknya telah mengguncang
tubuhnya "maafkan aku anakku. Ketidak setiaanku itu pula
yang membuat Kiai Banyu Bening menjadi gila. Pada mulanya
ia bukan orang yang jahat. Tetapi ketika ia melihat seorang
laki-laki didalam bilik tidurnya dan bahkan membiarkan
anaknya menangis, maka ia menjadi seperti orang gila.
Malapetaka itu terjadi. Rumah itu terbakar dan bayi inipun
terbakar. Sejak itu, Kiai Banyu Bening telah berubah. Ia
menjadi seorang penjahat yang ditakuti. Bahkan menurut
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendengaranku, ia benar-benar menjadi gila disini, karena ia
berniat mengorbankan bayi-bayi yang dibakar hidup-hidup
didalam api. Ia ingin membalas dendam karena kematian
bayinya yang terbakar itu. Ia ingin banyak orang mengalami
kepahitan sebagaimana dialaminya."
Ki Pandi menarik nafas dalam-dalam. Yang dilihatnya
berlutut itu bukan seorang perempuan garang yang terbiasa
berpacu diatas punggung kuda, menjelajahi padukuhan dan
bulak-bulak panjang dimalam hari. Tetapi yang berlutut itu
adalah seorang perempuan yang menyesali jalan hidupnya
yang sesat. "Ki Sanak" terdengar Nyai Wiji Sari itu berdesis "Apakah
benar Kiai Banyu Bening telah meninggal?"
"Ya, Nyai," jawab Ki Pandi "kedua orang ini adalah orang
yang tinggal bersama Kiai Banyu Bening untuk waktu yang
lama." "Apakah benar, Panembahan Lebdagati yang telah
membunuh Kiai Banyu Bening?" bertanya Nyai Wiji Sari.
"Ya, Nyai" jawab salah seorang dari kedua orang cantrik itu.
"Kiai Banyu Bening telah terbunuh oleh Panembahan
Lebdagati. Padepokan ini pernah diduduki oleh Panembahan
Lebdagati yang telah membunuh Kiai Banyu Bening itu."
"Kenapa Panembahan Lebdagati membunuh Kiai Banyu
Bening?" "Menurut Panembahan Lebdagati, daerah ini, sepanjang
lereng Gunung Lawu adalah daerahnya."


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah itu benar?" bertanya Nyai Wiji Sari.
"Panembahan Lebdagati memang pernah menguasai
daerah ini. Tetapi ia pernah terusir oleh beberapa orang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berilmu tinggi yang tidak dapat membiarkan kepercayaan
sesatnya berkembang. Setiap purnama ia mengorbankan
seorang gadis untuk membuat pusakanya menjadi pusaka
terbaik di muka bumi."
Dahi Nyai Wiji Sari berkerut.
"Lalu kenapa kalian kemudian dapat tinggal di padepokan
ini?" bertanya Nyai Wiji Sari.
"Kami mengambilnya dari tangan Panembahan Lebdagati."
"Jadi kau juga pengikut Kiai Banyu Bening" " bertanya Nyai
Wiji Sari. "Tidak, Nyai. Kebetulan tidak. A ku terlibat setelah tempat ini
diduduki oleh Panembahan Lebdagati." jawab Ki Pandi.
Nyai Wiji Sari termangu-mangu sejenak. Tetapi ia masih
tetap berlutut. Sementara sekali-sekali tangannya masih
mengusap air matanya. Dalam pada itu, seorang pengawalnyalah yang berkata
"Sudahlah Nyai. Kiai Narawangsa masih terlibat dalam
pertempuran yang sengit. Apakah Nyai tidak akan melibatkan
diri?"- Tiba-tiba saja Nyai Wiji Sari mengangkat wajahnya.
Dipandanginya Ki Pandi dengan tajamnya.
Ternyata wajah Nyai Wiji Sari itu berubah. Meskipun
pelupuknya masih basah, tetapi mata itu bagaikan telah
menyala. Ki Pandi melihat perubahan itu. Karena itu, maka ia pun
telah bersiap kembali untuk menghadapi segala kemungkinan.
Agaknya Nyai Wiji Sari itu telah menghentakkan diri dari
rintihan nuraninya, kembali ke dalam dunia petualangannya
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang garang, yang penuh dengan kekerasan dan kekelaman
nalar budi. "Orang bongkok" geram Nyai Wiji Sari kemudian "kau tentu
salah satu dari orang yang telah mengacaukan segala
sesuatunya. Mungkin kau justru yang telah mendalangi agar
Panembahan Lebdagati membunuh Kiai Banyu Bening. Namun
kemudian kau khianati Panembahan itu. Kau dengan licik telah
mengadu kekuatan orang-orang berilmu tinggi. Diatas mayat
mereka sekarang kau menari di padepokan ini."
Ki Pandi termangu-mangu sejenak. Selangkah ia bergerak
surut ketika Nyai Wiji Sari yang telah bangkit berdiri itu
melangkah maju sambil memandanginya dengan mata yang
membara. "Tidak, Nyai " suara Ki Pandi masih tetap lunak "kau
kembali terbenam ke alam arus perasaanmu yang kau landasi
pengalaman hidupmu yang kelam. Ketika sepercik terang
bersinar di hatimu, maka kau dapat menemukan dirimu
sendiri. Tetapi jika kelam itu datang menyelimuti kalbumu,
maka kau menjadi seorang perempuan yang garang."
"Cukup. Siapa pun kau dan apapun yang kau katakan,
namun aku datang untuk mengambil padepokan ini. A ku akan
selalu berada disisi anakku. Ia sendiri disini, apalagi
sepeninggal Kiai Banyu Bening."
"Kaupun harus berpikir bening, Nyai."
"Cukup. Tengadahkan wajahmu. Aku akan menebas
lehermu. Kau akan dikubur disini, dibawah tugu ini. Kau akan
menjadi pengawal anakku dan melakukan apa saja yang
diinginkannya. Bahkan kau akan menjadi kuda tunggangan
yang jinak dan penurut."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Pandi mengerutkan dahinya. Mata Nyai Wiji Sari justru
menjadi liar. Tiba-tiba saja perempuan itu telah mencabut
senjatanya, sebilah pedang.
Ki Pandi termangu-mangu sejenak. Perasaan Nyai Wiji Sari
yang kacau telah mendorongnya untuk bertempur langsung
pada tataran yang menentukan.
Ki Pandi memang tidak dapat mengelak. Ia sadar, bahwa
Nyai Wiji Sari itu tentu memiliki ilmu yang tinggi. Karena itu,
maka Ki Pandi tidak ingin menjadi lengah dan kehilangan
kesempatan. Demikian Nyai Wiji Sari mulai memutar
pedangnya, maka Ki Pandi telah melepas ikat kepalanya dan
dibalutkan pada lengan tangan kirinya, sementara tangan
kanannya menggenggam sebuah seruling yang semula terselip
di punggungnya. Betapapun gelap nalar Nyai Wiji Sari, tetapi ketika ia
melihat senjata Ki Pandi, maka Nyai Wiji Sari itupun segera
menyadari, bahwa orang bongkok itu bukannya orang
kebanyakan. Karena itu, maka Nyai Wiji Sari itupun menjadi sangat
berhati-hati menghadapinya.
Kedua orang pengawal Nyai Wiji Sari telah bersiap pula.
Mereka bergeser di sebelah menyebelah Nyai Wiji Sari.
Ki Pandi masih bergeser surut. Kedua orang cantrik yang
menyertai telah bersiap pula. Mereka akan menghadapi kedua
orang pengawal Nyai Wiji Sari.
"Kau sadari apa yang aku lakukan, Nyai?" bertanya Ki
Pandi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau mulai ketakutan bongkok. Sayang, aku tidak
mempunyai perasaan belas kasihan kepada siapa pun juga.
Apalagi jika aku sudah terlanjur mencabut pedangku."
Ki Pandi tidak menjawab. Sementara itu Nyai Wiji Sari telah
mengangkat pedangnya sambil berkata lantang, "Lihat
pedangku yang berwarna kehitam-hitaman. Ini adalah warna
darah yang membeku di daun pedangku. Aku tidak pernah
membersihkannya jika pedangku berlumur darah."
Ki Pandi menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya daun
pedang Nyai Wiji Sari yang menyeramkan. Sama sekali tidak
berkilat ditimpa cahaya matahari. Warna coklat kehitaman
membuat tengkuk Ki Pandi meremang.
Tetapi Ki Pandi tidak mempunyai banyak kesempatan untuk
merenungi lawannya yang menilik senjatanya, Nyai Wiji Sari
benar-benar telah terbenam terlalu dalam di lumpur yang
pekat. Nampaknya dengan caranya Nyai Wiji Sari ingin melupakan
kepahitan jalan hidupnya yang bernoda. Bahkan Nyai Wiji Sari
juga ingin melupakan perasaan bersalah yang selalu
membayanginya kemana saja ia pergi.
Dalam pada itu, maka Nyai Wiji Sari pun mulai menggapai
tubuh Ki Pandi dengan ujung pedangnya. Namun Ki Pandi
bergeser. menghindar. Nyai Wiji Sari menyadari, bahwa kain ikat kepala Ki Pandi
yang dipergunakan untuk membalut lengan kirinya, tentu
bukan kebanyakan ikat kepala. Ikat kepala itu tentu selembar
ikat kepala yang dibuat secara khusus. Yang liat dan serat-
serat benangnya tidak mudah terputus oleh tajamnya senjata.
Demikian pula seruling ditangan kanan orang bongkok itu.
Tentu bukan seruling yang dibelinya di pasar atau di sebuah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keramaian merti desa. Tetapi seruling itu tentu sebuah
seruling yang dibuat secara khusus pula.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, pertempuran pun
telah berlangsung dengan sengitnya. Nyai Wiji Sari ternyata
memang seorang perempuan yang tangkas, yang memiliki
ilmu yang tinggi. Pedangnya berputaran dengan cepat.
Sambaran anginnya bagaikan menusuk-nusuk lubang kulit.
Tetapi Nyai Wiji Sari harus melihat kenyataan, bahwa orang
bongkok yang buruk itu ternyata benar-benar memiliki ilmu
yang tinggi. Apapun yang dilakukan oleh Nyai Wiji Sari, Ki
Pandi mampu mengindarinya atau menangkisnya dengan
lengannya yang dibalut dengan ikat kepalanya atau dengan
serulingnya. Dengan demikian, maka Nyai Wiji Sari harus meningkatkan
ilmunya. Bahkan sampai pada tataran tertinggi.
Dalam pada itu, di pintu-pintu butulan, pertempuran pun
telah berlangsung dengan sengitnya. Di pintu butulan sebelah
kiri, Manggada dan Laksana telah bertemu dengan dua orang
yang pernah berjalan berpapasan di jalan bulak.
Sebagaimana Manggada dan Laksana masih mengenali
kedua . orang anak muda itu, ternyata keduanya juga masih
mengenali Manggada dan Laksana.
"Jadi kau penghuni padepokan ini, he?" bertanya Parung
Landung. Manggada termangu-mangu sejenak. Katanya "Kita pernah
bertemu Ki Sanak." "Kalau aku tahu, kau penghuni padepokan ini, maka saat
kita berpapasan, kepalamu tentu sudah aku lumatkan."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksana tiba-tiba saja tertawa. Katanya "Aku menyesal
bahwa kami waktu itu memberikan jalan kepadanya, sehingga
kami terpaksa berjalan diatas tanggul parit. Waktu itu, aku
memang sudah merencanakan untuk mencabuti kumismu
yang jarang itu. Tetapi kakakku mencegahnya."
"Tutup mulutmu" Paron Waja menggeram "aku akan
menyumbat mulutmu sekarang."
Laksana masih saja tertawa. Katanya "Kita mempunyai
kesempatan yang sama sekarang. Kawan-kawanmu dan para
cantrik di padepokan ini tengah bertempur. Kita pun akan
bertempur tanpa orang lain yang akan mengganggu."
"Bagus. Kita akan bertempur tanpa orang lain yang akan
mengganggu kita sampai tuntas," jawab Parung Landung.
"Kita bertempur di medan perang. Bukan sedang berperang
tanding. Karena itu, kemungkinan datangnya gangguan dapat
saja terjadi. Karena itu, persetan dengan istilahnya. Sejauh
kita mendapat kesempatan bertempur seorang l awan seorang,
maka kita akan melakukannya.
"Nah, kami silahkan kalian memilih lawan."
Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak.
Tetapi Laksanalah yang berkata "Kalian saja yang memilih.
Aku harus melawan yang mana, dan kakang Manggada yang
mana. Bagi kami siapa pun yang kami hadapi, tidak ada
bedanya. Kami sudah benar-benar siap menghadapi segala
kemungkinan." Paron Waja menggeram. Katanya "Biarlah aku bungkam
mulut anak ini." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksana tertawa pula. Katanya "Mulut ini ada yang punya.
Tentu yang punya akan berkeberatan jika mulut ini akan
dibungkam." Kemarahan Paron Waja benar-benar sudah membakar
jantungnya. Karena itu, tiba-tiba saja ia telah meloncat sambil
mengayunkan tangannya ke arah wajah Laksana.
Tetapi Laksana sudah bersiap sepenuhnya. Dengan tangkas
ia bergeser surut, sehingga tangan Paron Waja tidak
menyentuh kulitnya. Namun terasa desir angin menerpa wajah
Laksana yang luput dari jangkauan tangan Paron Waja itu.
Dengan demikian Laksana menyadari, bahwa kekuatan
Paron Waja memang sangat besar.
Sementara itu, ketika Paron Waja mulai menyerang
Laksana, maka Manggada tidak menyia-nyiakan waktu. Justru
Manggada lah yang lebih dahulu mengambil langkah. Dengan
cepat Manggada meloncat sambil menjulurkan kakinya.
Parung Landung melihat serangan itu. Tetapi demikian
cepat dan tidak diduga-duga. Karena itu, maka Parung
Landung tidak sempat mengelak. Yang dapat dilakukan adalah
sekedar menepis serangan kaki Manggada dan kuat itu.
Ternyata Parung Landung tidak berhasil sepenuhnya.
Meskipun kaki Manggada itu tidak mengenai sasaran, tetapi
kaki itu masih juga mengenai pundak.
Tubuh Parung Landung itu terputar. Hampir saja ia
kehilangan keseimbangannya. Tetapi Parung Landung justru
telah bergeser beberapa langkah untuk memperbaiki
kedudukannya. Manggada memang tidak memburunya. Ia tidak ingin
dianggap curang dan licik. Karena itu, maka Manggada itupun
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menunggu sejenak, sehingga Parung Landung berdiri tegak
dan siap untuk menghadapinya.
Parung Landung itupun menggeram "Ternyata kau licik
sekali." "Tidak. Bukan aku yang licik. Tetapi kau terlalu yakin akan
kemampuanmu sehingga kau abaikan aku. Aku memang tidak
ingin menentukan akhir dari pertempuran diantara kita dengan
serangan yang pertama itu. Aku baru sekedar memperingatkanmu, agar kau berhati-hati."
"Kau dapat saja membuat seribu macam alasan. Tetapi
sekarang, marilah kita buktikan, siapakah diantara kita yang
akan dapat keluar dari pertempuran ini utuh. Bukan hanya
namanya." Manggada menarik nafas dalam-dalam. Lawannya ternyata
memang seorang yang sangat yakin akan kemampuannya
Karena itu, maka Manggada pun telah bersiap sebaik-
baiknya untuk menghadapinya.
Demikianlah, Manggada dan Laksana telah terlibat dalam
pertempuran yang sengit. Lawan mereka juga masih muda.
Tetapi Parung Landung dan Paron Waja agaknva lebih tua dari
lawan-lawan mereka. Pertempuran antara anak-anak muda itupun dengan
cepatnya meningkat. Jantung mereka lebih cepat membara
dan darah mereka lebih cepat mendidih. Sehingga beberapa
saat kemudian, maka pertempuran itu menjadi semakin
garang dan segenap kemampuannya dikerahkan.
Parang Landung dan Paron Waja yang terbiasa hidup dalam


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

petualangan, sama sekali tidak merasa canggung. Bahkan
mereka pun berusaha dengan cepat untuk mengakhiri lawan-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawan mereka, agar mereka segera dapat terlibat dalam
pertempuran melawan para cantrik dari padepokan itu. A dalah
sangat menggembirakan untuk membantai cantrik-cantrik
pemula yang masih belum banyak berpengalaman.
Tetapi ternyata mereka tidak dapat melakukannya semudah
yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Kedua anak muda
yang mereka hadapi itu ternyata adalah anak-anak muda yang
berbekal ilmu sehingga untuk beberapa saat mereka masih
mampu mengimbangi ilmu mereka.
"Karena itu, setelah bertempur beberapa saat lamanya,
Parung Landung justru mengumpat-umpat kasar. Ternyata
tangan Manggada sempat menggapai keningnya. Meskipun
tidak terlalu keras, namun sentuhan itu sendiri membuat
kemarahan Parung Landung semakin memuncak.
Karena itu, maka Parung Landung pun telah menghentakkan kemampuannya pula dengan serangan-
serangan beruntun yang sempat mengejutkan Manggada.
Karena itu, Manggada telah terdorong surut. Namun
serangan Parung Landung masih belum mampu menembus
pertahanan Manggada. Parung Landung menggeram. Ia tidak mau mengalami
kenyataan itu. parung Landung ingin lawannya itu segera
dapat diselesaikannya, sehingga dengan wajah tengadah ia
dapat menepuk dadanya "Aku telah membunuh andalan
padepokan ini." Tetapi ternyata tidak mudah untuk melakukannya.
Lawannya ternyata sangat liat dan bahkan berilmu tinggi.
Pertempuran itu semakin lama menjadi semakin sengit pula.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paron Waja pun mulai menjadi gelisah, ia menyangka
bahwa dalam waktu singka anak muda itu dapat segera
dikalahkannya. Tetapi ternyata bahwa anak muda itu mampu mengimbanginya. Dalam pada itu, di belakang pintu butulan sebelah kanan, Ki
Jagaprana telah menghentikan dua orang yang disangkanya
kembar. Kedua orang yang mengamuk seperti sepasang
harimau yang lerluka. "Bagus" Ki Jagaprana mengangguk-angguk "apakah
memang sudah menjadi kebiasaan kalian bertempur
berpasangan?" "Siapa kau?" bertanya Krendhawa.
"Pertanyaanmu aneh. Seharusnya kau tahu bahwa aku
adalah salah satu dari penghuni padepokan ini."
"Maksudku, siapa namamu?" bentak Krendhawa.
Ki Jagapura tersenyum. Katanya "Namaku Jagaprana. Aku
mendapat perintah untuk menghentikan kalian berdua. Nah,
jika kalian memang terbiasa bertempur berpasangan karena
kalian anak kembar, maka aku tidak berkeberatan."
"Kami bukan saudara kembar" geram Mingkara "umur kami
bertaut hitungan tahun."
"O" Jagaprana mengangguk-angguk "tetapi ujud kalian
tidak ubahnya dua orang kembar."
"Agaknya matamu lah yang kabur" geram Mingkara.
"Aku tidak peduli, apakah kalian kembar atau tidak. Yang
penting bagiku, jika kalian terbiasa bertempur berpasangan,
marilah. Aku ingin menjajagi kemampuan kalian berdua."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau terlalu sombong kakek tua. Betapapun tinggi ilmumu,
wadagmu sudah tidak membantu. Kau sudah terlalu tua untuk
bertempur di medan yang garang menghadapi petualangan
yang terbiasa dengan kekerasan. Bahkan seandainya kau
matahari yang menyala di langit, kau sudah memasuki masa
senjamu." Jagaprana tertawa. Katanya "Sinar matahari senja masih
akan mampu membakar bibir mega di langit. Cahaya layung di
senja hari masih dapat membuat mata puluhan orang menjadi
sakit. "Iblis kau" geram Krendhawa "suaramu seperti sentuhan
welat ditelingaku. Pedih. Karena itu, bersiaplah untuk mati.
Kami ingin menunjukkan, betapa kami mampu bertempur
berpasangan melampaui orang kembar sebenarnya."
Ki Jagaprana masih tertawa. Katanya "Marilah, aku sudah
siap." Mingkara memang tidak sabar lagi. Dengan garangnya, ia
Kitab Pusaka 1 Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Khu Lung Lencana Pembunuh Naga 14
^