Pencarian

Patung Emas Kaki Tunggal 4

Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H Bagian 4


"Baru saja aku pulang sudah disuruh pergi, bukankah
banyak tenaga dalam rumah, kenapa tidak suruh orang lain
saja?" demikian omel Siau-hong.
Belum perempuan itu menjawab, tiba-tiba didengarnya di
tengah angkasa suara kelintingan burung dara, puluhan
burung dara sedang terbang berputar di atas angkasa.
Kontan Lok Siau-hong berjingkrak girang, serunya sambil
bertepuk tangan. "Tidak usah pergi, paman dan bibi sudah
datang sendiri".."
Setelah berputar-putar sekian lamanya di tengah udara,
salah satu di antara burung dara itu menukik turun dengan
cepat. Lok Siau-hong ulur cambuknya yang panjang, seraya
berteriak: "Pek-ih! Mari kemari!"
Agaknya burung dara itu pandai mendengar ucapan
manusia, dengan patuh ia meluncur dan hinggap di atas
gagang cambuk Lok Siau-hong, dari kakinya Lok Siau-hong
mengambil sebuah bumbung kecil dan mengeluarkan secarik
kertas, lalu dibacanya keras: "Jejak musuh sudah muncul, adik
berdua segera tiba?" Setelah membaca ia ulurkan secarik
kertas itu kepada ibunya, katanya : "Bibi berdua ternyata
sudah tahu." Lok Heng-kun menerima kertas itu serta memeriksanya
sekian lamanya, lalu berkata kepada Koan San-gwat:
"Hubungan kami dengan gurumu dulu sangat intim,
seharusnya kami menjamu sekedarnya, tapi musuh tangguh
kebetulan meluruk tiba, terpaksa berlaku kurang hormat
kepada kau?"" Koan San-gwat tahu watak dan perangai tokoh Bulim
memang aneh dan berbeda, biasanya mereka tidak
mengijinkan orang lain turutcampur tangan dalam pertikaian
mereka sendiri. Jejak gurunya sangat mencurigakan.
kebetulan sumber yang dapat memberi penjelasan nyata,
kesempatan tak disia-siakan, maka ia berkata tegas: "Kiranya
Cianpwe adalah sababat lama Unsu, kalau Cianpwe kena
perkara, adalah menjadi kewajiban Wanpwe untuk ikut
menyumbangkan tenaga kami!"
"Agaknya sikapmu sama dengan Tokko Bing di waktu
mudanya, suka turut campur tangan urusan orang lain, tapi
untuk urusan ini kau tidak akan dapat membantu!"
"Bukankah Cianpwe hendak menghadapi Ouw-hay"ih-siu si
kakek tua itu?" "Tidak salah!" kata Lok Heng-kun memberi keterangan,
"Maka Kukatakan kau tidak akan bisa membantu, Kakek
bangkotan itu sulit dilayani, kepandaian silatnya aneh sekali,
jauh berlainan dengan ilmu silat umumnya?""
Agaknya Lok Siau-hong merasa berat bila ditinggal Koan
San-gwat, cepat ia bicara : "Mama, kepandaian Koan Sangwat
hebat sekali, tua bangka itu tadi dipukul terjungkal ke
dalam sungai." Lok Heng-kun tersenyum : "Hal itu terjadi setelah dia
tertusuk jarum di ujung cambukmu itu bukan?"
Merah muka Koan San-gwat, dia gunakan cara menangkap
dan menggenjot urat nadi hendak membekuk kakek tua itu,
tapi sedikit pun tidak membawa hasil, akhirnya meski berhasil
memukulnya masuk air sebabnya memang lawan sudah
tertusuk jarum di ujung cambuk Lok Siau-hong itu, maka ia
berkata dengan sebetulnya: "Ilmu silat Wanpwe masih terlalu
cetek. Memang tidak akan banyak membantu mengatasi
kesulitan Cianpwe, tapi kesempatan untuk melihat
pertarungan tingkat tinggi seperti Cianpwe sulit didapat. Harap
Cianpwe suka memberi ijin supaya Wanpwe ikut menambah
pengalaman!" "Begitupun baiklah," ujar Lok Heng-kun sekian lamanya
setelah mempertimbangkan masak -masak. "Kupandang muka
gurumu, tiada alasan aku melarang kehadiranmu disini, tapi
perlu kuperingatkan jangan kau membuat kesulitan bagi
dirimu sendiri!" Koan San-gwat manggut-manggut dengan girang,
sahutnya: "Wanpwe hanya menonton saja dari luar
gelanggang!" Sebaliknya Lok Heng-kun menambahkan dengan sikap
serius; : "Jangan kau bicara seenakmu, soal ini harus kau
patuhi benar-benar, kau harus dapat menahan sabar yang luar
biasa. Soalnya tua bangka itu orang gila, melihat orang lantas
menggigit, maka kau harus bisa mengendalikan diri supaya
tidak memperdulikan dia yang hendak mencari kesulitan
kepada kami! " Koan San-gwat tertegun : "Jangan-jangan dia selalu
mencari perkara kepada orang lain?" tanyanya heran.
"Kalau dia tahu kau ahli wails Tokko Bing, kutanggung dia
akan mencari gara-gara kepada kau, pertikaiaanya dengan
gurumu justru lebih dalam dan besar dibanding persoalan
kami!" "Kenapa guru tidak pernah menyinggung soal itu?"?"."
"Sudah tentu Tokko Bing tidak bilang, kalau tidak?"?".."
bicara sampai disini seolah-olah Lok Heng-kun menyadari
sesuatu,segera ia tutup mulut dan mengalihkan ke pembicaran
lain: "Apapun yang terjadi, jangan kau hiraukan tingkah
polanya. Tua bangka itu punya suatu penyakit, asal kau tidak
mencari gara-gara kepadanya maka tiada alasan dia turun
tangan terhadapmu!" Koan San-gwat jadi uring-uringan, jengeknya takabur:
"Kalau Wanpwe tidak kuasa menerima ejekan dan
tantangannya bagaimana?"
"Maka dia akan menjadi bayanganmu, setiap hari setiap
saat melihat dirimu, begitu hebat gangguan yang dia lakukan
sehingga kau merasa tiada satu hari kau dapat hidup tentram,
kecuali kau dapat membunuh dia?". tapi itu tidak mungkin
terjadi!" "Kenapa?" tanya Koan San-gwat tidak habis mengerti,
"apakah dia manusia yang tidak bisa dibunuh?"
"Benar! ilmu yang dia pelajari jauh berlainan dengan
kepandaian yang kita pelajari, dengan kepandaian silat yang
kita pelajari tidak akan mampu membunuhnya !"
"Benar! Wanpwe pernah menggunakan tenaga dalam untuk
menggetar putus urat nadinya, tapi kelihatannya tidak ada
pengaruhnya sedikit pun. "Kau tidak perlu kuatir, karena kepandaian yang dipelajari
itupun tidak bisa untuk membunuh kau, ilmunya ini hanya bisa
dirimu sampai kau kewalahan dan menyerah kepadanya. Maka
waktu mencantumkan nama di atas Hong-sin-pang dulu, kita
cokolkan dia di urutan paling atas sebagai tokoh aneh yang
sering memusingkan kepala".."
"Apakah Hong-sin-pang itu" Koan San-gwat bertanya.
Rada berobah rona wajah Lok-Heng-kun cepat ia
menambahkan: "Jangan tanya hal ini, aku tidak bisa
menerangkan, kini aku sudah bicara terlalu banyak, sejujurnya
siapa pun jangan menyinggung soal Hong sin-pang lagi"
Timbul berbagai pertanyaan dalam benak Koan San-gwat,
terutama mengenai Hong-sin pang, yang menyangkut sebuah
rahasia besar kaum persilatan terhadap gurunya, Peng-Kiokjin
dan Hiat-lo-sat atau perempuan yang dihadapinya ini,
demikian juga Pek-kut-sin-mo dan Coh san-sin yang belum
muncul ini serta Ouw-hay-ih-siu pun sangkut paut yang
teramat erat sekali. Mendadak hatinya seperti memperoleh sesuatu ilham,
tanpa merasa mulutnya bersenandung :"Bangau kuning
terbang di atas sungai, di pinggir telaga para dewa (San-sin)
berkumpul." Berubah air muka Lok Heng-kun, serunya: "Apa" Jadi
Tokko Bing sudah bicara padamu bahwa dia adalah Ui-ho sansian?"
Dengan haru penuh semangat, Koan San-gwat
menegaskan: "Jadi Ui-ho-san-sian adalah Insu?"
Lok Heng-kun melengak, baru sekarang dia sadar telah
kelepasan omong, padahal Koan San-gwat tidak tahu soal ini,
maka ia berdiri menjublek, tanyanya kemudian, "Beberapa
kata tadi kau dengar dari mana?"
"Itulah sepasang syair yang digantung dalam kamar tidur
guru, selama ini wanpwe tidak tahu makna sebenarnya,
setelah Cianpwe menyinggung soal Hong sin-pang baru
wanpwe paham sedikit?"
Kontan Lok Heng-kun menukas dengan gusar, "Sudah
kukatakan jangan menyinggung Hong sin-pang lagi !"
"Oh, ya, selanjutnya wanpwe tidak akan menyinngung
lagi," sahut Koan San-gwat menunduk.
Sambil menghela napas Lok Heng-kun menambahkan,
ketiga huruf itu punya sangkut paut yang teramat besar,
karena kelalaianku tadi sehingga aku menyinggung rahasia ini,
kalau sampai diketahui orang lain, kita akan ketimpa bencana
besar, maka wanti-wanti aku berpesan sama kau".."
Koan San-gwat memang keheranan tapi melihat orang
serius ia mempertangguhkan janjinya, "Selanjutnya Wanpwe
anggap saja tidak dengar ketiga huruf tadi."
Lambat laun perasaan Lok Heng-kun tenang kembali,
katanya: "Dari ketiga hurup itu bagaimana lantas terpikir
olehmu tentang julukan gurumu?"
"Dari julukan aneh tersimpul sesuatu pikiran dalam
benakku, padahal kalian adalah sahabat kental Suhu sejak
lama, namun guruku tidak pernah menyinggung hal ini."
"Kurasa hal itu tidak punya sangkut pautnya dengan aku."
"Akan tetapi dari julukan kalian sangkut pautnya amat
besar. Cianpwe bernama Hiat lo-sat, dan Cianpwe yang
bernama Pek-kut-sin-mo dan Coh-san-sin, Wanpwe juga kenal
seorang Cianpwe yang bernama Hwi-thin-ya-ce, Peng Kiokjin."
"O, Peng Kiok-jin belum mati ?"
"Belum, semula Peng-cianpwe bersama Wanpwe, karena
sesuatu keperluan beberapa hari yang lalu dia berpisah."
"Jangan urus dia, lanjutkan saja penjelasanmu."
"Bahwa para Cianpwe tidak percaya bahwa guru sudah
mati, maka aku ragu dalam persoalan ini pasti ada hubungan
yang amat rahasia satu sama lain. Dinilai dari julukan kalian
ada Dewa, malaikat, iblis dan setan, ditambah yang
dinamakan Hong sin-pang, agaknya?" Maaf Cianpwe,
Wanpwe kelupaan" tapi terpaksa harus menyebut ketiga
hurup itu." "Tidak menjadi soal, selanjutnya harus kau ingat betulbetul
saja. Sejauhmana kau tahu tentang ketiga huruf itu"."
"Menurut pikiran Wanpwe, mungkin itu merupakan sebuah
pertemuan besar, atau suatu organisasi rahasia, mungkin pula
suatu perserikatan, Suhu dan kalian tercantum dalamdaftar
anggota." Berubah air muka Lok Heng-kun, sekuatnya ia menahan
gelora hatinya, katanya :"Darimana kau bisa berpikir bila
gurumu juga ada ikatan dalam ketiga huruf itu?"
"Wanpwe teringat sepasang syair di dalam kamar beliau,
Ui-ho-san-sian empat huruf itu yang serasi, maka besar
dugaan Wanpwe bila gurupun ada tercantum di dalam daftar
itu!" "Engkau memang cermat dan teliti, maka yang kau ketahui
cukup banyak. Dengan setulus hati kuperingatkan kepada kau,
persoalan ini cukup sampai di sini saja, jangan kau main
selidik lebih lanjut."
"Kenapa" Apakah".." tanya Koan San-gwat, heran dan
tidak mengerti. Tapi Lok Heng-kun segera menjawab dengan bengis :
"Sekali lagi kau menyinggung hal itu, aku tidak akan memberi
ampun padamu." Terpaksa Koan San-gwat tidak banyak bicara lagi. Sayupsayup
di kejauhan terdengar derap kaki kuda dan
menggelindingnya roda sedang mendatangi, Lok Heng-kun
menahan sabar, karanya ; "Adikku dan adik iparku sudah tiba,
ingat jangan kau menyinggung persoalan itu lagi."
Koan San-gwat mengiakan. Tak lama kemudian dari
kejauhan debu mengepul tinggi, dua ekor kuda kekar menarik
sebuah kereta bercat indah berlari bagai terbang, yang
pegang kendali adalah seorang Laki-Laki berwajah cakap,
parasnya halus pakaiannya perlente. Begitu kereta berhenti,
kerai tersingkap dan muncullah wajah perempuan
pertengahan umur seraya berteriak : "Cici! Kau sudah terima
surat ?" "Sudah! Malah aku sudah tahu. Sebelumnya Siau-hong
sudah bentrok dengan tua bangka itu di atas sungai kuning."
Terkejut perempuan pertengahan umur itu, sekilas
matanya melirik ke arah Koan San-gwat dan Lau Sam-thay.
Lok Heng-kun lantas men jelaskan sambil tertawa; "Dia adalah
ahli waris Tokko Bing, seorang yang lain adalah kenalannya!"
"Ui ho "." seru perempuan pertengahan umur itu dengan
tertegun. "Ui- ho sudah berangkat ke Liong-han, tinggal Bing-tho ada
di alam fana," demikian Lok Heng-kun melanjutkan.
Perempuan pertengahan umur kelihatan ragu-ragu, Koan
San-gwat juga kikuk ingin menyapa tidak tahu bagaimana ia
harus mengundang orang. Adalah Lok Siau-hong yang melihat
keadaan runyam ini dapat memperkenalkan: "Inilah pamanku
Liu ju-yang, itu bibi bernama Lok Siang-kun."
Lekas Koan San-gwat merangkap tangan seraya menjura,
katanya: "Wanpwe Koan San-gwat harap ji-wi cianpwe terima
hormatku!" Tersipu-sipu Lau Sam-thay ikut menjura hormat tanpa
berani memperkenalkan namanya.
Lok Siang-kun manggut-manggut, Liu Ju-yang memuji: "Siheng
gagah dan perkasa sungguh orang she Liu bersyukur
bahwa sahabat lamaku mempunyai murid yang hebat macam
kau!" Belum sempat Koan San-gwat merendah, keburu Lok Hengkun
berkata: "Hayolah, jangan bicara di luar pintu, mari
silahkan masuk." Liu Ju-yang manggut-manggut sambil menghampiri kereta,
katanya: "Siang-kun, mari kugendong masuk!"
Sambil mengabitkan kerai, Lok Siang-kun berseru: "Hus di
hadapan wanpwe, apa-apaan kelakuan kami?"
"Kenapa sungkan, murid Tokko Bing bukankah sebagai
keponakan kita?" "Kau kira kulit mukaku setebal kulit kerbau?" jengek Lok
Siang-kun, begitu kerai tersingkap, badannya melesat laksana
kupu-kupu kembang tanpa menyentuh tanah badannya
melesat ke depan hanya sekejap hilang masuk ke dalam
rumah. Koan San-gwat melihat jelas kedua kakinya sebatas


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengkul ternyata sudah buntung, baru sekarang ia paham
kenapa Liu Ju-yang yang hendak menggendong istrinya, tapi
tak urung ia merasa takjub dan kagum akan ginkangnya yang
betul-betul telah sempurna, katanya, "Ginkang Lok cianpwe
benar-benar hebat dan mencapai tarap tinggi yang tiada
lawannya lagi!" "Ilmu lain aku tidak berani bicara, soal ginkang mau
percaya orang yang memiliki ginkang tanpa tandingan di
seluruh jagat adalah seorang yang cacat kedua kakinya."
"Setan buruk," Lok Heng-kun menimbrung, "Di belakang
memakinya sebagai orang cacat lagi, kalau terdengar olehnya
kan bakal dapat persen yang lumayan nanti. Nama julukan
yang jelek itu, sebab dia sendiri sudah membuktikan bahwa
mesti cacat masih berguna."
Lok Heng-kun tertawa, ujarnya: "Tekad dan keyakinan
kalian suami istri memang harus dipuji, siapa mau percaya bila
dulu kau bermuka bopeng julukan Coh-san-sin kurasa sudah
harus diganti"."
"Jangan! Jangan diganti. Seorang Kuncu tidak melupakan
asalnya, Ayah ibu menganugerahi aku muka demikian, kalau
sembarangan ganti berarti aku tidak berbakti pada orang tua,
biarlah aku tetap menggunakan julukan lama untuk selalu
peringatan bagi diriku!" sembari bicara ia bergelak tertawa.
Koan San-gwat keheranan. Sambil menunjuk punggung
orang Lok Heng-kun menjelaskan tertawa: "Kau tidak akan
percaya waktu mudamukanya buruk sekali bekas penyakit
kudis." "Memang sulit untuk Wanpwe percaya, apakah Liu-cianpwe
sudah memperoleh obat mujarab untuk mengubah kulit
mukanya?" tanya Koan San-gwat, sambil geleng kepala.
Lok Heng-kun menggeleng, sahutnya: "Menggunakan
khasiat obat bukan terhitung aneh, secara kekerasan ia
melatih semacam Hian-kan-gu sehingga kulit-kulit mukanya
yang rusak bisa pulih dan berubah keadaannya seperti
sekarang, dulu waktu mereka menikah, yang satu cacat yang
lain buruk sejelek setan hingga menimbulkan bahan tertawaan
orang banyak. Ada orang menyumbang pigura perak dimana
ada tertulis Cu-lian-pi-hap (perjodohan mutiara), kata-kata ini
menusuk perasaan namun dengan harapan supaya mereka
berlomba untuk meyakini hidup ini sambil menambal
kekurangan dirinya masing-masing."
Haru dan kagum Koan San-gwat dibuatnya, katanya: "Hasil
yang dicapai kedua Cianpwe memang harus dipuji dan
membuat orang kagum! tapi orang yang memberikan Pigura
Perak tu agak terlalu ?"."
"Tulisan di atas pigura itu adalah hasil karya Ui-ho-sansian!"
"Guruku! jadi?".." Koan San-gwat berjingkrak kaget.
"Tak usah kuatir! Sedikitpun mereka tidak merasa sirik
terhadap gurumu, sebaliknya merasa sangat berterima kasih.
maka mereka pasang pigura itu di atas tempat tidur."
"Kejadian ini tentu sudah lama berselang."
"Benar! sudah tiga puluh tahun yang lalu, kala itu kami
masih muda belia dan gagah bersemangat, entah bila Lionghoa-
hwe dibuka kembali, apakah masih seramah dulu.
Mungkin beberapa orang diantaranya sudah tidak bisa hadir
dalam pembukaan besar itu. Begitu pula ayah Siau-hong
sudah?"?" Bergerak hati Koan San-gwat, meski mulut tidak bersuara,
namun dalam hati membatin "Liong-hoa-hwe" Hong Sinpang?"?"."
Melihat bibirnya bergerak, Lok Heng-kun seperti tersadar,
cepat ia berseru : "Anak jadah! Jangan kau menyinggung
urusan lama pula dengan aku!" " lalu ia mendahului masuk ke
dalam rumah. Koan San-gwat, Lau Sam-thay dan Lok Siauhong
mengintil di belakangnya. Tak lama kemudian mereka
sudah di ruangan tamu. Begitu menyingkap kerai, tampak Lok Siang-kun dan Liu Juyang
sudah duduk di sana, dengan kikuk Lok Siau-hong lalu
menceritakan pengalamannya semalam. Tanpa sungkansungkan
Koan San-gwat mencari tempat duduk di pinggir
dengan perasaan kurang tentram, Lau Sam-thay duduk di
sebelahnya. Agaknya cerita Lok Heng-kun sangat menarik perhatian
ketiga orang itu, setelah Lok Siau-hong selesai, baru Lok
Heng-kun bertanya: "Dik ! cara bagaimana pula kalian
mengetahui jejak tua bangka itu?"
Liu Ju-yang tersenyum, ia mewakili menjawab."Kemaren
hari ulang tahunku, setelah mengantar tamu pulang
kutemukan dalam kamar sebuah kado yang lain dari pada
yang lain." "Kado apakah itu?" tanya Lok Siau-hong.
"Sebuah lukisan persembahan panjang umur!" jawab Liu
Ju-yang tertawa. "Wah, tentu gambar genduk burikan mempersembahkan
buah tho!" habis berkata baru sadar sudah kelepasan omong,
cepat-cepat ialeletkan lidah sambil bermuka setan.
"Bukan genduk burikan tapi adalah kakek burik
persembahkan buah tho!"
Lok Heng-kun tertarik, tanyanya: "Apa-apaan maksudnya
itu?" "Mungkin dia masih dendam pada peristiwa lama dulu,
orang yang digambar dalam lukisan adalah muka burukku
yang lalu, sepasang tangan memapah sebuah gundukan
kotoran kerbau di atasnya tertancap sebuah bunga mekar!"
Lok Heng-kan tertawa geli, Lok Siau-hong belum mengerti,
tanyanya: "Apakah maksud gambar itu ?"
Baru saja Liu Ju-yang mau membuka mulut, Lok Siang-kun
sudah menyentak dari samping : "Berani Kau katakan!"
Liu Ju-yang mengkeret, katanya berkelakar :"Perintah
junjungan hamba tak berani membangkang. Keponakanku
yang baik, terpaksa pamanmu tidak bisa memberi penjelesan
kepadamu." Dengan uring-uringan Lok Siang-kun memaki: "Selama tua
bangka itu belum mampus, makan tidur kita tidak akan
tentram, besok bila ketemu dia aku harus membuat
perhitungan padanya, sudah sekian lama kita
menyembunyikan diri, mungkin dia anggap jeri kepadanya."
"Jangan terlalu keburu napsu adikku, tua bangka itu
memang sulit dilayani, mungkin sekarang juga sulit
diatasi?"" "Takut apa?" jengek Lok siang-kun marah-marah, "Masa
beberapa tahun ini kita hidup nganggur belaka, besok bila
tidak mampu mengganyangnya paling tidak membetot urat
atau mematahkan beberapa tulangnya."
"Tua bangka itu sih tidak perlu ditakuti yang dikuatirkan
orang kepercayaannya itu ikut muncul. Cit-tok-jiu-hoat orang
itu lihay dan sulit dijaga-jaga?"
Mendengar Cit-tok-jiu-hoat tergerak hati Koan San-gwat,
Lau-Sam-thay segera menimbrung teriaknya : "Cit-tok-jiuhoat!
Bukankah itu kepandaian yang dilancarkan oleh Hwi-lotho
(Unta terbang)?" Liu Ju-yang; bertiga tersentak kaget, tanyanya: "Dari mana
kau tahu Cit-tok-jiu-hoat, siapa pula itu Hwi-lo-tho ?"
Segera Koan San-gwat mengisahkan pengalamannya,
setelah itu ia menambahkan Cit-tok-jiu-hoat itu Peng Kiok-jin
sendiri bisa memunahkannya, agaknya bukan merupakan
kepandaian yang terlalu menakutkan!"
Namun dengan nada berat Lok Heng-kun menjelaskan:
"Cit-tok-jiu-hoat mempunyai ratusan perubahan yang sulit
diraba. Hwi-thian-ya-ce hanya mempu membebaskan salah
satu tutukan yang paling gampang, tapi kalau toh ilmu macam
ini sudah secara terang-terangan muncul di kalangan
kangouw, malah orang itu menggunakan lencana unta terbang
kurasa urusan ini tidak gampang diselesaikan."
"Lok-cianpwe," Koan San-gwat bicara lagi, "Dari Cit-tok-jiuhoat
kau menyinggung soal unta terbang, kini ada hubungan
apa pula dengan peristiwa Ouw-hay-ih-siu dengan pertikaian
kalian?" Lok Heng-kun menggeleng katanya: "Urusan ini tiada
sangkut paut dengan kau."
"Tidak! Justru wanpwe merasa berhubungan erat, unta
terbang secara terang-terangan hendak mengungguli unta
saktiku itu. Menurut dugaan wanpwe urusan jelas punya
hubungan erat dengan guruku !"
"Berdasar apa kau menganalisa sedemikian rupa?" tanya
Lok Heng-kun. "Soalnya setelah Unta terbang muncul dia menantang
Wanpwe, untuk mengadakan pertemuan di Tay-san-koan.
Tatkala itu, Peng-cianpwemasih bersama Wanpwe, sedikit
banyak bellau ada memberi kisikan kepadaku, bila ingin
bertemu dengan guru, lebih baik jangan sampai mengalahkan
orang itu?"." "Tidak mudah! Hwi-thian-ya-ce berani memberitahu
sedemikian banyak kepada kau," demikian ujar Lok-Heng-kun
sambil manggut-manggut. "Apakah cianpwe tidak sudi memberi petunjuk lebih
lanjut?" pinta Koan San-gwat, dengan rasa tegang.
Lok Heng-kun tertawa genit, sahutnya sambil menggeleng :
"Tidak bisa! kita mempunyai kesukaran kita sendiri!"
Koan San-gwat uring-uringan, dengusnya :"Hwi Siau-suthian,
Liong-ho-hwe, Hong-sin-pang, ada segelap apa, akan
datang suatu ketika aku akan bikin jelas semua urusan yang
penuh misterius ini, akan kubeberkan ke seluruh Bulim.
Seketika berubah air muka Liu Ju-yang bertiga, sebat sekali
Lok Heng kun dan Liu Ju-yang melejit maju ke kanan kirinya,
sementara kedua tangan Lok-Siang-kun sudah menekan kursi
siap menubruk maju pula. Keruan tercekat Koan San-gwat, serunya: "Apa yang para
cianpwe hendak lakukan kepada saya?"
Sesaat lamanya baru Lok Heng-kun menghela napas,
katanya, "Koan-hiantit! aku memberanikan diri memanggilmu
demikian, sebagai sahabat kental dari gurumu, pula memberi
peringatan kepada kau, kuharapkan kau dapat menerima"."
Koan San-gwat menghela napas, katanya: "Apakah
Cianpwe juga ingin supaya aku sengaja mengalah kepada
Unta terbang?" "Tidak! Meski demikian mungkin membawa manfaat bagi
Tokko Bing, tapi seluk-beluk Tokko Bing kami jelaskan sekali,
kalau toh dia sudah menyerahkan lencana sakti kepada kau,
tentu menaruh harapan besar kepadamu, betapapun dia tidak
akan senang bila kau bertindak lemah ?"."
"Bila hal itu membawa manfaat bagi Suhu, menang atau
kalah bagi aku seorang tidak menjadi soal!"
"Tidak perlu!" tiba tiba sikap Lok Heng-kun menjadi kasar
dan beringas, "Peng Kiok-jin berkata demikian karena
pengertiannya terhadap Tokko Bing masih kurang mendalam,
pertemuan di Tay-san-koan, engkau harus menang, sekarang
cuma ada satu jalan untuk kau membalas budi kebaikan
gurumu!" "Cara bagaimana?" tanya Koan San-gwat.
"Yaitu semua persoalan yang kau kemukakan tadi, lebih
baik kau lupakan sama sekali!"
Baru saja bibir Koan San-gwat bergerak, Liu-Ju-yang pun
sudah angkat bicara: "Karena hubungan kita dengan gurumu
luar biasa, maka Kami mau menasehati kau. Kalau tidak sesuai
dengan apa yang pernah kau katakan tadi, seharusnya kita
sudah ?"." Koan San-gwat melengak, tanyanya : "Seharusnya sudah
apa?" Dari tempat duduknya Lok Siang-kun menjengek :
"Seharusnya kau dibunuh, supaya soal ini tidak bocor!"
Berubah kelam air muka Koan San-gwat. Liu Ju-yang masih
tertawa, ujarnya: "Sudahlah! Siang-kun, dia terhitung
angkatan muda, jangan kau gertak dia!"
Lok Siang-kun masih marah-marah, serunya: "Bocah
keparat macam dia masih suka ugal-ugalan, cepat atau lambat
akan menimbulkan bencana?""
"Adikku! cepat Lok Heng-kun menukas sambil tertawa.
"Kata-katamu terlalu berat, menurut pandanganku, dibanding
Tokko Bing di waktu masih muda dia jauh lebih pintar dan
cerdik, mungkin situasi yang akan datang bakal tergenggam di
tangan generasi yang akan datang, siapa tahu bakal terjadi
perubahan besar-besaran".?"
"Maka dia harus tahu diri dan menjaga keselamatannya?"
ujar Lok Siang-kun dengan nada yang sudah sabar.
"Hong-ji, kalian sudah setengah malaman tidak tidur, sudah
tiba saatnya istirahat, lekas kau ke belakang, suruh mereka
menyiapkan makanan sekedarnya lalu pergilah tidur, aku
masih ada urusan dengan paman dan bibimu, tak bisa
melayani tamu," kata-katanya ditujukan kepada putrinya,
namun secara tidak langsung juga menyuruh Koan San-gwat
dan Lau Sam-thay mengundurkan diri juga.
Sebagai seorang cerdik sudah tentu Koan San-gwat
maklum kemana juntrungan kata-kata itu, tanpa diminta
segera ia berdiri, ujarnya berkata tertawa : "Kalau Cianpwe
tak memberi ingat, wanpwe sampai lupa makan tidak merasa
lelah!" Lok Siau-hong percaya, lekas ia berkata :"Koan-toako.
Karena sejak tadi tidak kau katakan" Biar segera kusuruh Ongtoama
menyiapkan pangsit mie untuk kalian!" tersipu-sipu ia
bawa Koan San-gwat berdua mengundurkan diri.
Setelah Koan San-gwat bertiga tidak kelihatan, Liu Ju-yang
bertiga berkumpul dan bicara bisik-bisik, entah apa yang
mereka rundingkan. Tengah hari dalam pendopo Si-yang-san ceng diadakan
perjamuan, tampak dua laki-laki dan tiga perempuan. Mereka
menduga pertemuan nanti bakal terjadi sesuatu perkelahian
yang cukup sengit, Lan Sam-thay yang tahu kepandaiannya
sendiri teramat rendah, mungkin melindungi jiwa sendiri pun
tidak akan mampu, terpaksa harus menyembunyikan diri di
tempat yang agak jauh. Kelima orang yang hadir dalam perjamuan itu, hanya Lok
Siau-hong yang merasa tenang, tapi bukan takut atau jeri,
dalam kehidupannya yang serba cukup dan tentrem. belum
pernah mengalami pertikaian yang menegangkan urat
syarafnya. Apalagi dia seorang gadis remaja yang mulai
tumbuh gaireh hidupnya. Maka dialah yang paling ribut, tanya
ini tanya itu, mulutnya mengomel panjang pendek, kenapa tua
bangka itu tidak lekas datang.
Sikap Liu Ju-yang justru sangat tenang dan dingin, cangkir
demi cangkir, beberapa cangkir arak telah dihabiskan,


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mukanya sudah merah. Lok Siau-hong lantas membujuk : "Kau jangan terlalu
banyak minum, kalau sampa mabuk, urusan bakal
terbengkalai karenanya."
Sambil memicingkan mata Liu Ju-yang berkata tertawa :
"Meminum arak aku melampiaskan rasa sebalku! Sekali mabuk
segala suka duka bakal amblas tak terasa!"
"Cianpwe juga kesal hati?" tanya Koan San-gwat.
"Ya," sahut Liu Ju-yang pura-pura bersedih, "Aku sedang
kangen akan mukaku yang buruk dulu!"
Baru sekarang Koan San-gwat tahu orang sengaja
bersenda gurau dengan riang gembira itulah, sayup sayup
didengarnya beberapa kali suara tang ting, jelas dan nyata itu
suara keleningan. Mereka berhenti tertawa, dengan lirih Liu Ju-yang berkata :
"In-pa-liok-ting! Naga-naganya Mo-kun ketiga yang datang,
bagaimana?" Dengan suara tegang Lok Heng-kun berkata : "Pasti tua
bangka itulah yang mengundangnya kemari. Peduli apa, yang
jelas keadaan sekarang berbeda dengan kebiasaan dan tata
tertib, kalau perlu kita layani saja menurut aturan yang ada."
Belum lenyap suaranya, dari luar pendopo berjalan masuk
dua orang, yang berjalan di depan adalah pemuda
berperawakan tinggi kekar, raut mukanya cakap terselubung
hawa dingin, sikapnya gagah dan wajar. Ia mengenakan jubah
panjang warna abu-abu. Yang mengintil di belakangnya bukan
lain adalah tukang perahu yang dinamakan Ouw-hay-ih-siu.
Begitu melihat pemuda itu, Lok Siang-kun bertiga tertegun,
agaknya mereka tidak kenal pemuda ini, pemuda ini dengan
pongahnya bersoja lalu menarik kursi dan duduk tanpa
berbicara sekecap pun. Ouw-hay-ih-siu juga memilih tetapi tempat duduknya di
sebelah bawah pemuda itu.
Karuan Liu Ju-yang yang murka, serunya: "Pok Thian-cun,
apa-apaan maksudmu ini" Perjanjian pribadi di antara kita,
kenapa kau bawa orang luar kemari, berani kau membunyikan
kelinting".." Pemuda itu segera menyeringai dingin, jengeknya
sombong: "Masa aku terhitung pihak luar" Lo-Pok
mengundangku kemari sebagai saksi, kalian sudah berkelahi
selama puluhan tahun tanpa berkesudahan, soalnya karena
tidak memilih seorang wasit. Kukira pertikaian hari ini bakal
bisa dibereskan, soal suara kelinting tadi, akulah yang suruh
dia membunyikannya."
Lok Heng-kun terkejut, tanyanya: "Saudara ini adalah"
?".?" "Bukankah asal-usulku sudah kujelaskan dalam suara
kelinting tadi?" Mereka bertiga melengak lagi, tanya Liu Ju-yang ragu-ragu:
"Suara kelinting enam kali adalah pertanda dari Thian-ki-kokun?"
Pemuda itu tertawa ringan, ujarnya: "Ayah sudah wafat
beberapa lamanya, kedudukan inikuperoleh secara tradisi".."
"Apa?" teriak Liu Ju-yang berubah pucat, "Mo-kun sudah
ajal?"" "Benar!" sahut pemuda itu manggut-manggut, hal itu
terjadi enam tahun yang lalu, menurut perintah ayah, akulah
yang diwarisi jabatan, soalnya kejadian terlalu mendadak,
maka belum sempat memberitakan kepada sahabat di seluruh
kolong langit. Kalau kalian percaya".."
"Tidak! sikap dan wajah saudara memang mirip dengan
Mo-kun, hal ini tidak perlu disangsikan lagi, cuma ingin kami
tahu gelaran saudara?"
"Aku Ki Hou adanya!" sahut pemuda itu dengan angkat
dada. Liu Ju-yang batuk-batuk kecil lalu berkata: "Ka". si-heng,
harap maaf akan kekurangajaran orang she Liu, saat ini
terpaksa harus demikianlah kusebut namamu."
"Benar! Dalam keadaan sekarang di tempat ini pula,
kenapa harus terikat akan segala peraturan lama. Hei Lo-Pok,
sekarang tibalah saatnya kalian membuat perhitungan, ada
urusan yang perlu kau selesaikan?"
Ouw-hay-ih-siu Pok Thian-cun melirik ke arah Koan Sangwat,
lalu katanya : "Kalian sendiri yang tidak menepati janji,
menyeret seorang luar ikut hadir dalam pertemuan ini!"
Belum lagi pihak Liu Ju-yang menjawab. Ki-Hou sudah
tertawa keras, ujarnya: "Lo-Pok, kiranya matamu sudah
kurang awas, orang yang kau anggap orang luar ini adalah
murid Tokko Bing, Bing-tho-ling-cu II yang menggetarkan
Kang-ouw!" Tak terasa tercekat hati Koan San-gwat, katanya heran,
"Cara bagaimana saudara bisa mengenal diriku?"
"Itulah urusan jabatan, sudah seharusnya aku mengenal
kau." Dengan pandangan berapi-api Ouw-hay-ih-siu mendesis
geram : "Kalau sebelumnya kutahu siapa kau adanya, waktu
berada di sungai kuning tempo hari seharusnya kuberi hajaran
setimpal kepadamu." Koan San-gwat tidak mau kalah garang.
Liu Ju-yang terbakar amarahnya, serunya gusar: "Bangsat
anjing jangan ngelantur terlalu panjang."
Pok Thian-cun angkat pundak, ujarnya: "Baiklah lohu tutupi
saja borok ini, tapi Lohu tidak akan mundur menghadapi nona
manis itu, inilah peraturan orang she Pok, perhitungan baru
diselesaikan lebih dulu". Haha"." agaknya hatinya semakin
kesenangan, nada tawanya makin tinggi dan mengeras.
Lok Heng-kun dan Liu Ju-yang mengunjuk rasa gusar dan
putus asa, apa boleh buat akhirnya Lok Heng-kun berkata
kepada Ki Hou dengan nada memohon: "Sebagai putra Mokun
dan kini memperoleh warisan jabatannya, tentu kongcu
dengan pertikaian kami terhadap tua bangka ini"."
"Ya pernah kudengar kulitnya saja!" sahut Ki Hou manggutmanggut.
Merah muka Lok Heng-kun, ujarnya: "Harap Kongcu
memberi muka karena kami sesama kerabat sesama anggota
bicara secara adil, harap suka batalkan tantangan kepada
putriku yang masih kecil ini, urusan yang belum pernah
dipahami olehnya." Ki Hou tertawa dingin, sahutnya: "Untuk hal ini aku yang
rendah tidak akan turut campur, soalnya aku hadir sebagai
saksi, kecuali memberi keputusan kalah dan menang, aku
tidak bisa mencampuri urusan lain, memang kita sejajar dalam
satu pang, Lo Pok setingkat lebih tinggi, masa aku pilih kasih
kepada sesama kerabat satu tingkat ?"
Lok Heng-kun menjadi murka, sindirnya: "Sungguh kita
harus bangga punya pentolan kerabat dalam satu tingkat."
"Hiat-lo-sat?" tiba-tiba suara Ki Hou berubah dingin kaku,
"Tiga kali kau datang, laporan setiap sepuluh tahun sekali,
kalau aku menggunakan kekuasaanku sebagai pentolan
sesama kerabat, bila kejatuhan hukuman karena kesalahanmu
ini, kalian pasti bertobat kepadaku, sekarang kau berani
bertingkah kepadaku, apakah dalam pandangan kalian masih
ada mendiang ayahku sebagai pentolan dalam satu kerabat?"
Lok Heng-kun tertegun mematung, nyalinya muncul,
karena ditekan dan diancam dengan lemas ia duduk kembali
ke tempatnya. Saat mana Ouw-hay-ih-siu menantang kepadaLok Siauhong
seumpama domba yang tidak takut menghadapi
harimau, sambil menenteng cambuknya Lok Siau-hong hendak
menerjang keluar, lekas Lok Heng-kun menarik serta berkata
dengan tertekan: "Nak, salahmu sendiri kau banyak urusan,
semoga kau nanti dapat pengajaran."
Lok Siau-hong keheranan katanya: "Ma, jangan kuatir, akan
kuhajar habis-habisan tua bangka keparat ini ?"
Kiranya secara diam-diam Koan San-gwat dan Lok Siauhong
sudah berjanji, begitu bertemu dengan Ouw-hay-ih-siu
mereka akan turun tangan lebih dulu untuk melabraknya,
soalnya Ouw-hay-ih-siu tak pernah membunuh orang, tentu
tiada ancaman bahaya terhadap jiwa sendiri. Kalau urusan
lama dibikin geger semakin besar, mungkin dalam peristiwa
besar ini ia dapat mengorek sedikit rahasia yang diharapharapkan.
"Gampang kau memutar lidahmu yang tidak bertulang itu!"
Berubah air muka Pok Thian-cun. Cepat Liu Ju-yang
menimbrung : "Pok Thian-cun, jangan kau mencari keributan
lain, lebih baik selesaikan dulu perhitungan kita, soal siapa
benar mana yang salah tidak perlu diperdebatkan lagi."
"Sudah tentu!" senggak Ki Houw, "para kerabat Mo-pang
selamanya tidak meributkan soal tetek bengek!"
Liu Ju-yang melirik ke arahnya serta berkata: "Ki-siheng,
ahli waris Unta sakti tidak termasuk dalam pertikaian ini!"
"Aku tahu !" sahut Ki How, tertawa besar, "Kalian jangan
kuatir, sampai dimana aku harus berbicara aku bisa
membatasi diriku sendiri."
Bergegas Pok Thian-cun berdiri, serunya "Caranya
bagaimana kita harus menyelesaikan perhitungan ini. Lok
Heng-kun, kau jangan bertingkah lagi dengan cambuk
panjangmu, meski malam kemaren putri mestikamu, membuat
aku rugi, tapi permainannya betapapun masih terpaut lauh
dari kepandaianmu, sekarang aku sudah dapat menyelami
seluk beluk dari permainanmu yang serba rahasia itu."
Sebelum Lok Heng-kun membuka suara, lekas Koan Sangwat
mengedipkan mata kepada Lok Siau-hong, kontan ia
berteriak: "Bangkotan tua yang harus mampus! Kau membual
apa" Kalau berani, silakan rasakan lagi cambuk nonamu yang
lihay ini!" Lok Heng-kun terkejut, cepat ia membentak : "Tutup
mulut! Budak setan, tiada bagian kau bicara di sini!"
"Bagus! Hiat-lo-sat!" seru Pok Thian-cun menyeringai
dingin, "Agaknya Lohu memang berjodoh dengan keluarga Lok
kalian, urusan angkatan tua belum lagi selesai, urusan
angkatan muda bakal dimulai lagi".."
"Tua bangka keparat yang tidak tahu malu. Dia masih
bocah ingusan." "Sudah berusia tujuh belas masa terhitung bocah ingusan.
Menurut kebiasaan Lohu pertama kali bertemu di atas perahu
kemarin, seharusnya tidak kulepas mangsa yang empuk
ini,apalagi dia berani bertingkah kepada lohu tapi tidak tahu
berdosa, maka Lohu tiada alasan mencari perkara kepadanya.
Hari ini dia sudah tahu tapi sengaja berani mainmain
dengan aku, maka jangan salahkan aku berbuat?".."
"Kau berani!" teriak Lok Heng-kun dengan beringas gusar.
"Berani kau menyentuh seujung rambutnya saja".."
Pok Thian-cun tertawa besar, serunya : "Selama hidup
Lohu tiada kenal rasa takut dalam menunaikan hasratku
sendiri". Terutama terhadap kalian kakak beradik, sungguh
aku menyesal rasanya belum mendapat rejeki" Kepada Koan-
Siheng, maksudnya kelak pun akan mendapat warisan
kedudukannya, bicara soal kedudukan dan jabatan, boleh
dikata dia sejajar dengan kau, malah mungkin setingkat lebih
tinggi, meski dia bersikap kasar terhadap Ki-siheng, kurasa
tidak termasuk bersikap kurang ajar!"
Saking marah muka Ki Houw sampai pucat, jengeknya:
"Agaknya kau tahu banyak mengenai segala peraturan itu."
-oo0dw0oo- Jilid 8 Kini Lok Siau hong memang bekerja menurut rencananya,
tapi sikap Lok Heng kun bertiga, rasa urusan agak berbeda,
hal ini di luar dugaannya karuan ia tertegun dan kebat kebit,
terpaksa ia tanya kepada Liu ju yang yang duduk
disebelahnya: "Cianpwe, kenapa kalian tidak mengijinkan nona
Lok melawan bangkotan tua itu, umpama kalah jiwanya kan
tidak bakal terancam!"
"Sulit dijelaskan" sahut Liu ju yang "Siau hong memang
sembrono, akibatnya akan jauh lebih berat dari pada ia segera
mati, istri ku dan Lok toaci justru sudah merasakan
penderitaan ini, sehingga meraka membekal dendam dan
kebencian selama hidup ini"."
Koan San gwat tidak berhasil menggerek keterangan yang
diinginkan, tapi ia menyadari urusan sangat penting, diam
diam hatinya jadi menyesal Siau hong seorang gadis yang
polos yang tidak mengenal seluk beluk keculasan manusia,
aku yang membujuk dia untuk melakukan perbuatan bodoh ini
bila terjadi sesuatu yang marugikan dirinya, aku akan
menyesal selama hidup ini.
Karena tekanan Pok Thian cun terpaksa Pok Siau hong
harus turun gelanggang, sambil menenteng cambuk dengan
sikap gagah ia sudah siap berhadap dengan musuh, adalah
Pok Thian cun menyeringai lebar.
Sekonyong konyong Koan San gwat, berkelebat
meninggalkan tempat duduknya melesat kehadapan Pok
Thian, tangan terayun koatan ia persen dua kali tamparan
dikanan kiri pipi Pok Thian cun, tenaga yang digunakan besar
sekali, suaranyapun nyaring.
Karena tidak bersiaga meski Pok Thian cun kena digampar,
sedikitpun ia tidak cedera, cuma dengan gusar ia berteriak:
"Bocah keparat apa apaan perbuatanmu ini?"
"Tua bangka yang harus mampus!" ujar Koan San gwat
tersenyum, "Kalau kau suka menyelesaikan urusan baru,
babak pertama ini kau harus menghadapi aku dulu!"
Kejadian diluar dugaan semua hadirin, Lok Heng kun
bertiga berjingkrak berdiri, demikian juga Ki Hauw gusar, Lok
Siau hong merasa heran, tak tahu kenapa Koan San gwat
melanggar janjinya sendiri.
SeSant lamanya suasana hening tegang, akhirnya Ki Houw
membuka suara dengan amarahnya yang meluap "Koan San
gwat! Berani kau bertingkah dihadapan Pun coh."
Sambil bertolak pinggang Koan San gwat balas bertanya
tidak kalah garangnya: "Tuan ini orang macam apa?"
Baru saja Ki Houw hampir mengumbar amarahnya. Liu ju
yang keburu menyela bicara,
"Kedudukan Siheng hari ini hanya sebagai saksi lebih baik
jangan tersesat kedalam pertikaian ini apa pun yang terjadi
hari ini kelak masih bisa diselesaikan, dan lagi akhli waris unta
sakti belum terhitung kalangan dalam."
Ki Houw tidak menduga alasan yang di kemukakan tadi
malah mengikat dirinya pula terpaksa dengan mendengus
dingin ia berkata: "Orang dari kalangan luar ternyata berani
kurang ajar terhadapku, maka dosanya lebih tidak berampun!"
Liu Ju yang berpikir sebentar lalu menjawab: "Kedudukan
Siheng diperoleh secara tradisi, sebaliknya Tokko Bing seara
langsung menyerahkan lencana unta sakti kepada Koan
Siheng, maksud kelak pun akan mendapat warisan


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedudukannya, bicara soal kedudukan dan jabatan, boleh
dikata dia sejajar dengan kau, malah mangkin setingkat lebih
tinggi, meski dia bersikap kasar terhadap Ki siheng, kurasa
tidak termasuk bersikap kurang ajar!"
Saking marah muka Ki Houw sampai pucat jengeknya:
"Agaknya kau tahu banyak mengenal segala peraturan itu!"
"Benar" sahut Liu Ju yang tersenyum, "Dalam rapat
anggota waktu menegaskan perundang undang ini aku
dipercayakan sebagai notulis, maka aku sangat jelas segala
seluk beluk peraturan ini, jauh lebih jelas dan mengerti dari
orang lain. Meski Siheng berkedudukan diantara ketiga Sam
kun, dalam peraturan yang berbelit belit ini, aka percaya
belum tentu kau tahu jelas soal peraturan itu dari aku orang
she Liu!?" Sejenak Ki Houw kebingungan, mendadak ia angkat jari
kelingking tangan kirinya diatas diatas kelingking itu, ia
mengenakan sebuah cincin batu jade warna putih, dia
memutar cincin itu dari sebelah sama tampak ukiran kepala
setan yang sangat hidup, kata nya bengis "Apakah kalian
kenal benda ini?" Liu Ju yang dan Lok Heng kun berdua seketika berubah air
mukanya, mereka berdiri tegap menurunkan kedua
tangannya. Ki Houw terkekeh kekeh dingin, katanya : "Secara resmi
sekarang aku keluarkan perintah Sam mo ling, kuberi wakru
tiga bulan dalam jangka waktu itu kalian harus datang
kemarkas melaporkan diri!"
"Menurut perintah!" serempak mereka bertiga menyahut
dengan hormat. Sikap Ki Houw berubah kalem dan tertawa tawa lagi
katanya: "Sampai jangka waktunya, aku masih belum melihat
kalian, jangan salahkan aku berlaku telengas!"
Dengan suara bergetar Lok heng kun berkata: "Seumpama
dalam tiga bulan ini kami tidak keburu mampus, pasti kami
akan mengutus orang mengirim tulang belulang kami ke
markas untuk menerima hukuman!"
"UntuKitu kalian tidak perlu kuatir. Cara kerjaku jauh lebih
cermat dari mendiang ayah, dalam tiga bulan ini aku tanggung
tidak ada orang yang berani menyentuh seujung rambut
kalian, tapi kalian masih berani menyembunyikan diri, sampai
keujung langit pun aku bisa menemukan kalian, Silahkan
duduk!" Liu ju yang bertiga mengiakan lalu duduk, jelas hati mereka
semakin tidak tentram. Maka terdengarlah Ki Houw berkata
kepada Pok Thian cun: "Lok Pok! kau tunggu apa lagi, ayolah
mulai!" Segera Pok Thun cun menggerung kepada Koan San gwat,
makinya: "Keparat majulah! perhitungan lama Tokko Bing hari
ini kau bayar seluruhnya!"
Tanpa gentar sedikitpun Koan San gwat menyahut.
"Guruku punya pertikaian apa de ngan bangkotan tua kau
ini?" Seringai Pok Thian cun makin sadis, katanya menggerung :
Yang terang kau masih hidup dapat menemui Tokko Bing dan
langsung tanya kepadanya. Seumpama jiwamu pendek
kaupun bisa bertanya kepadanya."
Koan San gwat tidak sabar, kontan ia ayun telapak
tangannya memukul dada orang seraya memaki bangsat,
anjing geladak, jangan cerewet!
Kekuatan pukulan telapak tangannya bagai damparan
ombak menyapa kedepan, namun pok Thian cun mandah
tersenyum lebar, tidak berkelit juga tidak menangkis, ia
biarkan pukulan dasyst itu mengenai tubuh nya tapi sedikit
pun tidak menimbulkan reaksi apa malah membarengi dengan
jengek hidungnya, jari tangannya kedepan mengetuk sendi
tulang lengan Koan San gwat.
Sedikit banyak Koan San gwat sudah tahu seluk beluk
orang, maka pukulannya dia lancar dengan kekuatan penuh
dan tidak akan ditarik kembali, kenyataan tenaga pukukan nya
memang tidak menimbulkan reaksi apa apa atas musuhnya,
maka begitu melihat ketukan jari Pok Thian cun tergerak
hatinya sengaja memapak maju ingin dia menjajal sampai di
mana kehebatan kepandaian lawan.
Liu Ju yang terperanjat serunya cepat:
"Awas Koan San gwat, jangan menyetuh dia?" Belum
lenyap suaranya pukulan kedua pihak saling bentur.
Koan San gwat tidak merasai benturan ini meski tenaga
ketukan jari itu cukup kuat namun ia masih kuat bertahan dan
tidak terluka tapi timbul semacam perasaan aneh yang timbul
dalam badannya seperti gatal dan hangat tidak bisa dikatakan
bagaimana perasaannya, ternyata Koan San gwat tidak ambil
perhatian sebat sekali kakinya menggelincir mundur,
sementara otaknya mencari akal untuk mengatasi musuh.
Wajah Liu Ju yang menunjuk rasa watir yang berlebihan,
baru saja ia mau buka suara, Ki Houw sudah menarik muka
membentak dingin "Sebagai saksi aku larang penonton banyak
mulut mengganggu pertandingan!"
Terpaksa Liu Ju yang bungkam sambil melirik kepada
istrinya, agak nya ia mengharap bantuan isterinya. Tapi Lok
Siang kun dingin dan laku seperti tidak peduli sikap suaminya
dengan mendelong ia mengawasi gelanggang pertempuran.
Sementara itu, setelah Koan San gwat berputar puluhan
langkah sekonyong konyong ia kirim sebuah jotosan. Agaknya
Pok Thian cun punya persiapan yang cukup matang, sikapnya
tetap tenang, acuh tak acuh menghadapi serangan hebat ini.
Namun sebelum pukulan Koan San gwat nengenai sasarannya
tiba tiba ia merasakan adanya gejala gajul, cepat ia
mengerahkan tenaganya hendak merubah haluan, namun
sedikit terlambat. Secara mendada Koan San gwat menarik
tenaga pukulanrya , tanpa tertahan Pok Thian Cu terseret
maju sehingga badannya sebelah atas doyong kedepan Koan
San gwat tersenyum lebar, kontan ia persen dengan sebuah
tamparan membalik kesebelah belakang dan tepat
menggaplok punggung orang.
Seperti bola tertendang badan Pok Thian cun jatuh
terjerembab dan mengelundung beberapa tombak jauhnya
baru berdiri lagi. Serta merta Lok Heng kun menghela napas dan berkata
tertegun: "Bocah ini benar benar jenius, bergebrak baru satu
jurus ia sudah meraba, kondisi lawan dan memperoleh akal
untuk menguasainya sayang akalnya tidak akan maju gebrak
selanjutnya ?" Tergerak hati Kaon San gwat mendengar kata kata Lok Hen
kun, untuk mencapai hasil tadi, Koan San gwat sudah
menghabiskan jerih payah yang cukup berat. Setelah tahu
bahwa kepandaian Pok Thian cun aneh dari luar biasa, tapi ia
tidak percaya didalam dunia ini ada manusia yang tidak bisa
terluka karena dipukul dan dihajar, pertarungan dengan
kepandaian silat adalah pertarungan adu tenaga dan
kekuatan, jelas Pok Thian cun memandang ringan pukulannya
tentu ada sesuatu aturan tersendiri yang melandasi
kepandaian nya. Maka serangannya yang partama kali tadi
hanyalah pancingan belaka untuk menjagai di mana
sebenarnya sebab musabab dari keanehan itu.
Dengan bekal ilmu silat dan bakatnya, akhirnya ia
menemukan letak keanehan itu. Ternyata Pok Thian cun
memang memiliki semacam ilmu aneh yang luar biasa, badan
nya secara reflek timbul suatu tenaga terpendam yang
melawan tekanan atau pukulan dari luar semakin besar
tekanan atau tenaga itu, semakin besar pula daya
perlawanannya kekuatan perlawanan ini tidak kentara dan
sulit diketahui orang luar , maka setelah dia kena pukulan
kedua kekuatan itu saling bentrok dan sirna tanpa bekas,
maka selintas pandang seolah olah sedikitpun ia tidak
terpengaruh oleh pukulan yang keras itu.
Otaknya bekerja kilat, akhirnya terpikir olehnya suatu teori
dalam ilmu silat yang berbunyi : "Bagi seorang cerdik cendikia,
dia harus dapat merobah tenaga perlawanan itu menjadi
tenaga bantuan untuk mendorong"." menurut teori, pada
waktu melancarkan pukulan kedua, tenaga yang dikerahkan
bukan tenaga dorongan tapi tenaga sedot yang hebat. Kali ini
Pok Thian cun tidak sadar, maka ia melawan tetap
menggunakan caranya yang terdahulu.
Daya perlawanan terhadap tekanan luar kini malah
memperkeras daya sedot yang kuat itu sehingga tanpa kuasa
badanya tersuruk maju, untung latihannya cukup sempurna,
maka reaksinya pun cepat, lekas ia merubah tenaga
perlawanannya, namun demikian ia sudah terlambat dan
kecundang. Lok Heng kun dapat meraba seluk beluk ini, dengan
gumamnya ia memberi peringatan kepada Koan San gwat,
bahwa cara itu sekali berhasil tidak akan berguna untuk kedua
kalinya. Keruan Pok Thian cun naik pitam, seru nya bengis sambil
berpaling: "Lok Heng kun, tak usah kau memberi peringatan
kalau bocah keparat ini mampu membanting aku lagi, aku
menyerah dengan suka rela."
Koan Sana gwat terseyun sahutnya: "Untuk membantingmu
sekali lagi tedak sulit usia dan kedudukanku cukup tua dan
tinggi, setelah kalah sejurus pantas kau tak malu dan
mengaku kalah saja!"
"Benar!" Liu Ju yang ikut menimbrung, "Pok Thian cun, kau
seangkatan dengan Tokko Bing, gurunya, kalah yang sudah
sepantasnya mengaku kalah!"
"Tidak!" sahut Ki Houw menggeleng.
"Terhitung juri apa kau ini" Kenapa kau bantu tua bangka
ini memungkiri kekalahannya!" demikian maki Koan San gwat
gusar, Ki Houw menarik muka, sikapnya ketus ujarnya:
"Dalam hal apa aku berlaku kurang adil?"
Kata Koan San gwat menuding Pok Thiam cun: : "Dia
sudah terbanting jatuh, apakah tidak terhitung kalah?"
Ki Houw manggut manggut, sahutnya ?"Sudah tentu, tapi
kau tadipun kena tutukan Cun yang ci, satu sama lain saling
impas, malah kau rada mengambil sedikit keuntungan!"
Koan San gwat melengak dibuatnya tanyanya "Bagaimana
setelah kena tutukan Cun yang ci tadi?"
"Silahkan kau tanya kepada mereka taci adik, nanti kau
tahu bagaimana akibatnya!?" demikian jengek pok Thian cun
sambil menuding Lok Heng kun berdua.
Gejulak amarah membuat selebar muka Lok Heng kun dan
Lok Siang kun merah padam namun mereka malu membuka
mulut. Mendengar nama tutukan itu serta melihat sikap Lok
Heng kun berdua ditambah perasaan hatinya, lambat laun
Koan San gwat dapat meraba sasaranya, maka sambil tertawa
ia bertanya: "Berapa lama Cun yang ci mu itu akan
menunjukan kasiatnya?"
Pertanyaan ini merubah air muka pok Thian cun, Liu Ju
yang dan Lok Heng kun berduapun sama mengunjuk rasa
heran dan curiga. Kaca Lok Heng kun kepada adiknya "Aneh, mungkin
lwekang bangsat tua ini sudah loyo dan tak berguna lagi?"
"Bohong!" teriak Pok Thian cun, "Apakah kalian berani
mencoba sekali lagi, kutanggung kalian bakal menikmati pula
sorga dunia?" "Bangsat keparat! Lok Siang kun yang berangasan segera
mengumpat, "Tidak malu kau membuka mulut demikian, ingin
rasanya kubeset kulit mu secara hidup hidup!" kedua
tangannya menekan kursi, badannya segera melayang
kedepan, ditengah udara lengan bajunya dikebutkan kedepan
menggulung muka Pok Thian cun, lekas Pok Thian cun
menekuk leher berkelit, tapi gerak gerik Lok Siang kun tidak
berhenti sampai disitu saja, lengan bajunya lagi lagi
dikebaskan keluar. Sebelum rangsakkan hebat ini mengenai sasarannya tiba
tiba ditengah udara berkelebat pula sesosok bayangan,
tangannya miring ke bawah, cras. lengan baju Lok Siang kun
ditabasnya sobek separo. Karena kehilangm keseimbangan
badan, terpaksa badan Lok Siang kun meluncur kesamping
duduk ditanah. Karuan Lok Heng kun dan Liu Ju yang terkejut, serempak
mereka menubruk maju hendak membantu.
Bayangan yang menabas kutung lengan baju itu ternyara Ki
Houw adanya, kontan ia membentak bengis : "Apakah kalian
sudah bosan hidup, berani bertingkah dihadapan Pun coh!"
Suaranya keras bagai geledek mengguntur Lok Heng kun
berdua jadi kuncap nyalinya cepat mereka berdua
menghentikan aksinya dan berdiri tegak, sejenak kemudian
dengan rasa was was baru Liu Ju yang angkat bicara: "Siheng
sebagai juri kenapa kaupun turun tangan mencampuri urusan
ini?" "Kau harus tanya istrimu yang cacad itu."
Liu ju yang terbungkam, sambil menahan gusar terpaksa ia
payang istrinya kembali ketempat duduknya. Dibawah
pandangan Ki Houw yang dingin dan tajam terpaksa Lok Heng
kun mundur ketempat duduknya.
Maka berkatalah Ki Houw sambil berpaling kepada Koan
San gwat: "Lo pok, agaknya memang kau sudah kalah."
"Aku tidak percaya?" teriak Pok Thian cun. "Harap juri suka
menanti sebentar lagi."
"Tidak usah menunggu tutukanmu tadi memang terasa
juga, tapi sekarang sedikitpun tidak menimbulkan gejala apa
apa." Dengan nanar Pok Thian cu mengamati Koan San gwat,
dilihatnya sikap orang masih gagah penuh semangat,
gairahnya melimpah limpah, sedikitpun tidak menujukan
perubahan apa apa, terpaksa ia tutup mulut.
Tergerak hati Ki Houw ia manggut kearah Koan San gwat
seraya berkata: Saudara memang luar biasa, entah dapatkah
kami mengjukan sebuah pertanyaan?"
"Saudara sebagai juri sudah tentu punya hak mengajukan
pertanyaan?" "Tidak" kata Ki Houw menggeleng. Juri hanya memutuskan
kalah dan menang, mencegah orang main keroyok, soal
mengajukan pertanyaan, belum tentu dia punya hak main
selidik terhadap seseorang, maka saudara boleh menolak
pertanyaan yang kuajukan!"
"Aku tidak merasa simpatik terhadap kau, namun sebagai
juri agaknya kau dapat bertindak secara adil, maka bolehkah
aku menjawab pertanyaanmu."
Berubah air muka Ki Houw, tapi ia menahan sabar,


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya: "Tutukan Cun yang ci Lo pok tidak pernah gagal,
dengan apa saudara menghindar dari tutukan jarinya?"
Koan Sangwt berpikir sebentar lalu menjawab: "Sebelum
menjawab pertanyaan, inginku tahu lebih dulu sifat sifat dari
Cun yang ci itu!" "Masa kau tidak merasakan" tanya Pok Thian cun sebal.
"Perasaan sih ada cuma waktunya terlalu pendek, seolah
olah punggung kena sinar msatahari pagi, panas hangat
seperti ada ulat merambat didalam badan."
"Selanjutnya bagaimana?" tanya Pok Thian cua pula.
Selanjutnya sepeti tidur dalam impian, musim semi, maka
kuusulkan lebih baik nama tutukan itu diginti dengan Cun
bang ci saja. Saking murka Pok Thian cun hendak mengumpat caci, tapi
kuncup oleh pandangan tajam mata Ki Houw.
Itulah semacam ilmu sesat yang jahat dan memalukan Liu
Ju yang meninbrung coba menjelaskan
"Goh San sin," tukas Ki Houw dengan mendelik, sebagai
seorang kerabat Mo pang tidak pantas kau menimbulkan
ilmunya seburuKitu!"
Terpaksa Liu Ju yang tutup mulut Koan San gwat tahu
mereka takut sama Ki Houw segera berkata: "Kini ku rada
paham, Cun yang ci itu mungkin semacam ilmu yang dapat
membangkitkan nafsu yang berkobar kobar sehingga manusia
hilang kesadarannya."
"Tepat sekali. Itulah ilmu tunggal Lo pok yang tiada
duanya," ujar Ki Houw tertawa lebar.
Koan San gwat mencemoh dengan hina "Tak heran ku tidak
terpengaruh oleh kesesatan ku. Karena beberapa Waktu yang
alu aku pernah diracun oleh manusia licik dan diobati sebutir
pil Ping sip cian bing san dari seorang tabib kenamaan, kasiat
obat itu dapat memunahkan segala racun, dapat pula
membersihkan hati menghilangkan hawa nafsu"
"Kiranya begitu, sekarang aku paham!" ujar Ki Houw
manggut mangut lalu berpaling kearah Pok Thian cun dan
berkata dengan kereng: "Lo pok sekarang kau terima kalah
tidak?" Pok Thian cun tunduk tak bersuara. Ki Houw berkata pula,
"menurut adat kebiaSannmu setelah kalah harus segera
menggelinding pergi, untuk apa kau tinggal disini?"
Baru saja Lok Heng kun hendak membuka suara, Ki Houw
sudah mengepalkan tangan katanya "Sudah jangan banyak
kata lagi! Aku tahu maksud kalian, pertikaian kalian dengan Lo
pok memang sulit dibereskan. Maka biar aku yang menugar,
tiga bulan yang akan datang, kalian datang lapor kemarkas
besar di sana nanti kalian bisa menyelesaikan urusan ini, baru
selanjutnya membicarakan urusan lain."
"Terima kasih Mo kun!" ujar Lok heng kum lirih. Sebaliknya
Lok Siang kun diam saja "Tidak perlu sungkan sesama kerabat
dalam satu Pang. sudah sepantasnya aku sedikit memberi
kelonggaran kepada kalian." Lalu ia mengulap tangan, pok
Thian cun segara mau ngeloyor pergi. Ki Houw menjura
kepada Koan San gwat serta berkata: "Selamat bertemu,
Selamat bertemu! Naga naganya kita harus berkenalan lebih
intim." Koan San gwat membalas hormat, katanya: "Tuan tadi
cuma mengunjuk sejurus kepandaian, tapi sudah kelihatan
membekal kepandain yang hebat, aku orang ske Koan jadi
gatal dan ingin mohon pengajaran."
Lok Heng kun dan Liu ju yang berdua jadi gelisah, berulang
mereka memberi isyarat dengan kedipan mata Tapi Koan San
gwat anggap tidak melihat, Ki Houw bersikap kalem ujarnya
"Kasempatan masih banyak, kenapa mesti hari ini!"
Sebaliknya Koan San gwat mendesak katanya, "Aku
memikul banyak tugas berat, mati hidup sulit diduga, kuharap
saudara bisa menentukan waktunya."
Ki Houw tersenyum ujarnya: "Bukankah kira sudah
mengajukan waktu, kuharap tiba pada waktunya, saudara
tidak ingkar janji dan tiba di Tay San koan tepat pada
waktunya." Koan San gwat terkejut, teriaknya "O, jadi kau adalah unta
terbang." Seiring gelak tawa Ki Houw bcrkelebet mengejar dibelakang
Pok Thian cun dan sebentar saja menghilang, di udara
berkumandang suara jawabannya. "Aku memang Hwi te ling
cu!" Semua orang dalam pendopo sekian lama nya menjublek
tak bersuara dan tidak bergerak akhirnya Koan San gwat yang
membuka kesunyian. "Tak terduga unta terbang kita adalah
dia." "Koan siapa," ujar Lok Heng kun dengan wajah kaku "Ada
persoalan aku mohon bantuanmu."
"Cianpwe ada pesan silakan karakan saja!"
"Aku hanya punya anak tunggal Siau hong, biasanya terlalu
kuumbar jadi sifatnya suka aleman dan bugal untuk
selanjutnya kuharap Siau hiap luka memberi petunjuk dan
bimbingan, supaya dia tidak menjurus kejalan sesat?"
?"Kenapa Cianpwe berkata demikian"."
"Bukankah Siauhiap saksikan sendiri, tiga bulan ini kami
harus melaporkan diri sekali pergi entah mati atau hidup sulit
diduga apakah bisa kembali lagi, sukar di ramal kami harap
adanya hubungan kental kami denga gurumu, kau pandang
patriku".." Hembusan angin musim ronrok yang deras
menghamburkan daun pohon yang beterbangan, sinar surya
redup menyinari Tay san koan, benteng pertempuran kuno
yang sunyi sepi. Bertengger diatas kuda, cahaya matahari menarik panjang
bayangan badannya kesebelah samping. Hatinya sedang
gundah dan, gelisah, waktu yang telah dijanjikan oleh Unta
Terbang. Hari yang sudah dinanti nantikan sekian lamanya untuk
mendapat jawaban berbagai pertanyaan yang selalu
mencekan dalam sanubarinya.
Tapi dari pagi ia menunggu sempai magrib bayangan Unta
terbang tak kunjung tiba. "Apakah dia ingkar janji?" Tidak jauh
di sebelah sana Lok Siem hong dan Lam Sam thay sedang
duduk di atas tunggangannya, menunggu dengan tenang.
Biasanya Lok Siau hong paling lincah, namun kini ia
berusaha pendiam, dalam waktu yang pendek ini, banyak
pengalaman dan perubahan yang dialami. Hari ketiga setelah
kedatangan Cu hay ih siu, ibu, dan pamannya sama
menghilang, ia tahu bahwa mereka menuju, ke suatu tempat
untuk melaporkan diri, namun semua kejadian ini justru
meninggalkan teka teki baginya. Kini dalam dunia ini ia tidak
punya sanak kadang lagi, terpaksa ia ikut Koan San gwat.
Sang surya sudah tenggelam, hari sudah mulai gelap, Koan
San gwat jadi tidak sabar lagi, sambil keprak kudanya
menghampiri kearah Lok Siauw hong berdua mulutnya
mengomel : "Mungkin dia tidak datang!"
Tiba tiba dari kejauhan didengarnya derap langkah kuda
yang ramai mendatangi, seketika terbangkit semangat Koan
San gwat gumamnya: "Sudah datang! Kenapa terlambat
selama ini!" Setelah dekat tampak dua kuda berlari mendatangi, kedua
penunggangnya jelas adalah dua laki laki, perasaan Koan San
gwat kembali tenggelam, ia tahu bahwa yang mendatangi
terang bukan unta terbang, alias Ki thian mo kun Ki Houw.
Setelah tiba di hadapan lebih jelas lagi ke dua penunggang
kuda itu ternyata adalah Sun Cit dari Siang ing Piaukiok,
seorang yang lain adalah Ciong lam Ciangbun Lu bu wi.
Kedatangan Lu bu wi ini jelas hendak menuntut balas bagi
kematian kedua muridnya yaitu Loh he siang ing, tapi kenapa
datang sendiri tanpa membawa pengiring. Tapi bergegas ia
bersoja: "Cianbujin apa khabar, apakah anda hendak mencari
unta terbang" Dia ingkar janji!"
Diluar dugaan Lu bu wi malah menjawab "Tidak! Sebentar
lagi Unta terbang akan tiba!"
Koan San gwat melengak, katanya: "Dari mana Ciangbunjin
tahu?" "Waktu datang sebenarnya Losiu membawa enam murid
yang paling kuat ditengah jalan tadi kena dibunuh orang
semuanya menurut laporan Sun Cit bahwa perempuan adalah
unta terbang!" "Apa! unta terbang seorang perempuan?" Sambil
melelehkana air mata Lu bu wi berkata menarik napas "Benar!
perempuan memiliki kepandaian silat yang aneh, dalam empat
lima juru saja enam muridku yang terkuat itu dirobohkan
mandi darah. Kalau dia tidak menaruh belas kasihan, Losiu
juga tidak luput dari kematian!"
Koan San gwat tertunduk, ia menerawang unta terbang
mana yang tulen. Terdengarlah Lu Bu wi melanjutkan:
"Setelah membunuh keenam muridku seru Unta terbang ada
titip kabar supaya disampaikan kepada Lingcu katanya karena
Unta sakti dan patung emas Ling cu terlambat tiba, maka
diapun baru akan tiba setelah bulan bercokol dicakrawala!"
"Aku jadi bingung," kata Koan San gwat sebenarnya yang
mana yang tulen. "Maksud Lingcu Unta terbang ada yang tulen dan ada yang
palsu?" "Ya, beberapa waktu yang lalu aku pernah berhadapan
langsung dengan Unta terbang, dia adalah laki laki tulen
bernama Ki Houw?".."
"Salah!" ujar Lu Bu wi menggeleng kepala, "Unta terbang
yang Losiu hadapi jelas adalah seorang perempuan!"
Koan San gwat menerawang sebentar lalu katanya tegas:
"Peduli apa laki atau perempuau yang jelas sepak terjang unta
terbang terlalu culas dan kejam, nanti aku harus menumpas
nya supaya tidak meninggalkan bibit bencana pada
masyarakat ramai!" Ditengah malam nan sunyj jauh dibawah sana sayup sayup
terdengar suara kelentingan unta yang nyaring nan jelas.
Seketika bergerak Koan San gwat, serta merta seperti akan
dirinya ia berteriak sekeras keras, "Sahabatku! Aku disini!"
Tak lama kemudian seekor unta tingi besar berbulu putih
berlari cepat bagai terbang, menghampiri kearah dirinya,
kelenting dibawah lehernya berbunyi semakin nyaring. Lekas
Koan San gwat melompat terbang maju memapak dan
memeluk lehernya dengan perasaan haru ia berteriak :
"Sahabatku, akhirnya kita bertemu lagi, sungguh aku sangat
kangen kepadamu!" Unta putih itu juga mengusupkan kepalanya dalam pelukan
Koan San gwat, lidahnya menjilat punggung tangannya,
manusia dan binatang saling berpelukan sedemikian akrab dan
mesra. Dibawah cahaya rembulan yang redup dari balik semak
semak pohon muncul pula sebuah bayangan hitam yang tinggi
besar. Itulah seekor Unta hitam mulus di punggung nya
bercokol seorang gadis yang memakai baju serba hitam pula,
terdengarlah ia mejengek dingin, Koan San gwat bertanding
kita boleh dimulai sekarang.
Waktu Koan San gwat angkat kepala dalam keadaan yang
masih diliputi keharuan seketika ia terperanjat. Raut wajah
sigadis yang dingin dan kaku ini lapat lapat masih berkesan
dalam sanubarinya sejenak ia berpikir, baru ingat gadis ini
ternyata bukan lain adalah Khong Ling ling adanya.
Kontan menjerit kaget : "Bagaimana bisa kau!"
Khong Ling ling tertawa tawar, sahutnya. "Kenapa tidak
boleh aku, kau bisa jadi Bing tho ling cu, akupun boleh saja
menjadi Hwi tho ling cu."
"Aku pernah ketemu dengan orang yang bernama Ki Hauw,
diapun mengatakan dirinya sebagai Hwi tho ling cu?"
"Itupun tidak salah, Hwi tho ling cu tidak terbatas cuma
satu orang saja, boleh dia boleh juga aku. Aku adalah dia, dia
adalah aku.." Sudah tentu Koan San gwat menjadi bingung dan tak
mengerti, sekian lama ia menjublek mengawasi gadis
dihadapannya ini, bukan saja ia tidak mengerti maksud kata
katanya, iapun tidak percaya bahwa dia adalah Hwi tho ling cu
itu. Melihat orang berdiri rnenjublek, Khong Ling ling jadi
berang teriaknya "Koan San gwat jangan kau pura pura pikun,
masa kau tidak kenal aku?"
"Sudah tentu aku kenal kau, waktu di Kun lun san?"
"Jangan kau singgung tempat itu?" tukas Khong Ling ling
dengan sikap kasar dan uring uringan.
"Sudah tentu kau tidak berani menyebut pula nama tempat
itu karena disana kau melakukan perbuatan durhaka, dan
berusaha membunuh guru sendiri?"
"Kejadian itu bukan apa apa bagiku nenek tua renta tidak
setimpal menjadi guruku. Meskipun selama sepuluh tahun dia
mengajar ilmu silat kepadaku tapi diapun telah nenyia nyiakan
waktuku 10 tahun permainan cakar ayamnya itu dalam
pandanganku sekarang, tidak berharga sepeserpun?"
"Kentut, jangan mengudal mulutmu yang busuk. Nada
bicaramu ini masa terhitung seorang manusia?"
"Orang she koan, kaupun jangan memaki orang. Kau tahu
kenapa aku tidak suka kau menyinggung urusan lama di Kun
lun san itu. Aku cuma benci pada diriku kenapa aku
menyiakan kesempatan untuk membunuh musuh besar
ayahku. Waktu itu bila aku tahu kau adalah pembunuh
ayahku, tentu?" "Khong Ling Iing! kedengarannya mulutmu manis,
sedangkan terhadap guru yang berbudi sedalam lautan kau
berani membangkang, aku tidak percaya kau begitu simpatik
akan kematian ayahmu."
"Orang she Koan!" desis Khong Ling ling dengan marah
yang meluap luap, serunya sambil melolos pedang : "Jangan
cerewet lagi, patung emasmu ada diatas untamu, ayo keluar
kan dan kita tentukan siapa menang siapa kalah. Hari ini
adalah pertempuran mati atau hidup jangan berhenti bila satu
pihak belum roboh binasa."
"Hari ini aku berjanji dan hanya bertanding melawan Unta
terbang yang tulen!"
"Akulah Unta terbang adanya!"
"Tapi yang mengikat perjanjian bukan aku, dia bernama Ki
Houw seorang laki laki."
"Dia adalah suamiku, kami menggunakan julukan yang
sama, kau paham!" "Suamimu" Kapan kalian menikah?"


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hal ini tidak ada sangkut paut dengan kau, yang benar aku
tidak menipukau." "Tidak, aku harus tahu duduk perkaranya. Pertikaian
dengan Unta terbang bukan meliputi perebutan nama julukan
saja, masih banyak urusan yang lain..?"
"Baiklah, masih ada urusan apa yang kau tanyakan?"
"Pertama tama aku ingin tahu, siapakah yang membegal
dan membunuh orang di Ling ciu?"
"Aku! Karena Ciong lam pay berlaku kurangajar terhadap
ayahku," "Yang menggunakan perintah Unta terbang dan sengaja
mencari aku untuk beritanding juga kau?"
"Bukan! Suamiku, karena dia punya alasan khusus untuk
berbuat demikian!" "Alasan apa?" "Tidak tahu! Dia tidak memberitahu kepadaku."
"Lebih baik kau undang dia kemari, masih ada sebuah
urusan besar diantara kita harus diselesaikan, urusan Unta
sakti dan Unta terbang, hal ini kau tidak akan bisa mewakili
dia dan lagi akupun tidak sudi main tangan dengan kaum
hawa seperti kau." "Orang seh Koan, kalau kau tidak berani lekas berlutut
minta ampun saja!" "Keparat, matipun aku tidak takut, masa gentar
menghadapi kau, cuma pertikaian antara Unta sakti melawan
Unta terbang teramat besar sangkut pautnya, aku
beranggapan kau tidak setimpal menggunakan nama julukan
itu untuk menantang aku."
Rona wajah Khong Ling ling menjadi pucat pias, kentara
bahwa amarahnya sudah menghantui sanubarinya namun
sikap Koan San gwat yang memandang hina dan dingin
terhadap dirinya membuat ia tidak kuasa melampiaskan
amarahnya, sejenak ia berdiam diri sambil bernapas ngos
ngosan, lalu kata nya dengan suara berat. "Kalau begitu aku
menuntut balas bagi kematian ayahku, alasan ini cukup
setimpal bukan!" Sejenak Koan San gwat ragu ragu, sahutnya : "Untuk ini
aku orang she Koan serba sulit menampik!"
Khong Ling ling keprak untanya berlari puluhan langkah
berpaling dan berteriak :
"Pegang kencang patung masmu, kita boleh mulai"!"
Koan San gwat tidak hiraukan seman orang, ia berbalik
kepada Lu bu wi dan berkata: "Ciangbunjin harap pinjam
pedang sebentar !" Lekas Lu bu wi melolos pedang dan di serahkan kepadanya,
sambil menenteng pedang Koan San gwat melompat naik
kepung gung untanya, patung emas berkaki atu yang berada
di punggung untanya ia lemparkan kc atas tanah.
Terdengar Khoni Ltng Iing berteriak di kejauhan: "Koan San
gwat, kenapa kau tidak pakai patung emas saktimu?"
Koan San gwat tertawa lantang serunya: "Kim sin (patung
emas sakti) adalah perlambang Bing tho ling cu, hanya
menghadapi Hwi tho ling cu yang tulen baru akan kugunakan!
Aku punya alasan menghadapi kau dengan Pedang ini adalah
milik Ciong lam pay dengan pedang ini aku hendak menuntut
hutang darah dari puluhan jiwa para murid Ciong lam Pay
yang kau bunuh," Kong Ling ling berjingkrak gusar seraya berteriak ia keprak
untanya maju menerjang begitu dekat pedang terangkat terus
membacok. Koan San gwat bercokol tenang dan angker diatas
puuggung unta pedangnya terangkat mengkis "tring" lelatu
api berpercik suaranya berkumandaog dan berguma diudara.
Koan San gwat masih tidak bergeming sebaliknya Khong
Ling ling tergentak mundur dua tiga tindak, tapi bukan karena
tenga pergelangan tangannya yang kalah kuat adalah unta
hitamnya yang tidak kuasa menahan dari tenaga benturan
yang dahsyat dari kekuatan raksasa yang saling hantam itu,
Koan San gwat terbahak bahak serunya. "Waktu di Liang cu
kau menantang, orang bertanding, unta lawan unta, kini
tunggangan siapa lebih unggul sudah dapat dipastikan, lebih
baik kau lekas beri tahu kepada suamimu, kalau benar benar
ingin mengadu kekuatan dengan aku, harap dia mencari
tunggangan lain dan aku, harap dia mencari tunggangan lain
yang lebih hebat!" Saking gusar mendadak Khong Ling Ling mengayun
pedangnya kebawah dan "cres" kepala Unta hitam tunggaaga
nya itu mencelat terbang tertabas kutung dari badannya,
sebelum badannya roboh Khong Ling Ling sudah melompat
turun di tanah. "Apa apaan perbuatanmu ini?" seru Koan San gwat
tertegun. "Binatang tidak berguna sudah tentu harus di mampuskan
saja!" "Aku hanya omong sambil lalu, sebetulnya unta hitam, ini
binatang pilihan juga, kau begitu kejam membunuhnya."
"Barangku sendiri aku punya hak untuk memutuskannya,
tak perlu kau banyak, urusan turunlah kita lajutkan diatas
tanah!" Koan San gwat melompat turun seraya berteriak gusar:
"Kau tiada hak berbuat seudelmu sendiri terhadap suatu jiwa!"
Kong Ling ling menjadi sengit teriaknya pula : "Orang she
Koan, jangan takabur, unta putihmu belum tentu seekor
binatang tiada tandingan dikolong langit ini, yang kubunuh ini
tiada lain barang apkiran belaka, nanti kalau tunggangan
suamiku datang, tanggung dia tidak kalah oleh tunggangan
milikmu." "Kenapa suamimu hari ini tidak datang?"
"Bila kau dapat mengalahkan dia, sudah tentu dia akan
muncul, sekarang kau tidak perlu banyak tanya." Seiring
dengan ucapannya pedangnya terayun menyerang kepada
Koan San gwat, terpaksa Koan San gwat angkat pedang
menangkis dan melayani rangsakan lawan.
Karena berada ditanah datar, gerak gerik tidak terhalang,
maka tidak perlu setiap gebrak harus mencari peluang
mengendalikan tunggangan maka serang menyerang kedua
belah pihak berlangsung teramat cepat, dalam sekejap saja
puluhan jurus sudah berselang.
Setiap jurus masing masing mengerahkan tenaga dalam
yang kuat dan keras setiap dua senjata saling bentur pasti
mengiluarkan suara keras dan kercikan letusan api, semakin
lama semakin seru dan hebat, diam diam Koan San gwat
mencelos hatinya. Bagi dia yang tenaga raksasa pembawaan sejak kecil,
meski senjata yang digunakan hanya sebatang pedang, tapi
setiap gerak serangan nya mengandung tenaga ratusan kati
beratnya, Khong Ling ling mampu bertahan setanding
melawan dirinya, apalagi seorang perempuan bisa memiliki
kekuatan yang sedemikian dahsyatnya sungguhnya patut
dipuji. Dan lagi sejurus ilmu pedang yang dia lancarkan memang
sangat aneh dan menakjubkan, gerak geriknya lucu dan sulit
diraba. Seperti diketahui Khong Ling ling memperoleh didikan
sejak kecil di Kun lun san di bawah asuhan Soat lo Thay Thay,
tapi kepandaian silat keluarga Soat itu sudah diturunkan ke
pada Thio Ceng Ceng dia sendiri menonton dari pinggir,
sedikit banyak ia kenal ilmu silat ajaran keluarga Soat itu.
Tapi ilmu pedang yang dimainkan Khong Liag ling sekarang
selamanya belum pernah dilihatnya, setiap jurus serangannya,
sulit diraba dan menyelonong tiba dari jurusan yang tidak
mungkin diraba sebelumnya, dan lagi serangan itu adalah
sedemikian ganas dan keji sekali kena jiwa pasti melayang,
maka tidaklah heran beberapa murid Siong lam pay itu hanya
beberapa gebrak saja sudah dibunuh olehnya dengan cara
yang begitu mudah, jikalau dirinya tidak dibekali ajaran Tokko
Bing yang digjaya dan murni itu, sejak tadi mungkin iapun
sudah melayang jiwanya oleh keculasan lawannya.
Pertempuran sudah berjalan tiga puluh jurus, tapi Koan San
gwat cuma balas menyerang dua jurus, setiap jurus serangan
harus ia layani atau tangkis dengan memakai tenaga dalam
yang cukup besar pula, sehingga selalu pihak lawan dapat
menempatkan diri dalam posisi yang menguntungkan, meraba
dingin serangan yang membadai, terpaksa ia hanya membela
diri saja. Rangsakan pedang Khong Ling ling justru semakn gencar
dan telengas, sikapnyapun semakin beringas, terdengar ia
mengejek dingin: "Koan San gwat kudengar betapa tinggi
namamu di kalangan Kangouw, kiranya cuma nama kosong
belaka, Bing tho ling cu menggetarkan dunia, agaknya tidak
lebih cuma gentong nasi belaka."
Dengan tenang mantap Koan San gwat melayani
rangsangan lawan, sedikitpun tidak terpengaruh oleh lawan,
namun Khong Ling ling mangkin mandapat angin tedengar ia
menccemooh lagi: "Dilihat dari permainan pedang yang
menyerupai cakar ayam ini, dapatlah dinilaibetapa sebenarnya
Tokko Bing, hanya tokoh dungu tidak becus belaka, kalau aku
dilahirkan beberapa tahun lebih pagi tanggung didunia ini
tidak akan ada Bing tho sebutan yang menyebalkan ini?"
Pedang Koan San gwat diputar kencang melindungi seluruh
badannya, tak tahan ia balas menjengek dingin. "Mungkin kau
mendapatkan tambahan ilmu dari Ki Houw, berani kau
membual mulutmu yang busuk. Kenapa kau tidak gunakan
otakmu, dulu pusaka Lo hun kok dari keluarga Kiong besar
kalian yaitu Bi seng cu kenapa bisa tearampas dan berada
ditangan guruku selama 20 tahun lamanya demikian ayahmu
mampus di tangan gentong nasi kalau dibandingkan justru kau
ini lebih celaka dari aku yang kau anggap gentong nasi ini."
Dimulut Khong Ling ling mencemoh dan menghina tapi
dalam hatipun terkejut dan was was sebab meski setiap
permainann pedang Koan San gwat selalu dapat dipatahkan,
tapi gerak geriknya sangat mantap dan dapat maju mundur
sesuka hatinya tanpa terpengaruh sedikitpun berulang kali ia
sudah memancing dengan berbagai tipu yang cukup
meyakinkan tapi pertahanan pedang lawan memang tidak
tertembuskan, maka sengaja mencemooh dan menghina,
tujuannya membakar kemarahan orang sehingga ia
berkesempatan menjebol pertahanan orang yang kokoh.
Tak nyana latihan Koan San gwat memang sudah sangat
matang, ejekan balasannya sangat tajam ini menusuk
perasaan, bukan saja tidak terpancing malah diri sendiri
kepermainkan karuan ia naik pitam.
Sambil melancarkan rangsakan membadai mulutnya
berteriak beringas: "Koan San gwat kau memang harus
mampus!" Pedang nya berputar memetakan puluhan kuntum
kembang cahaya pedang yang bertaburan keatas dan menukik
kebawah, sulit di tentukan yang mana yang kosong dan yang
mana yang berisi, sebelah atas lebih dulu atau sebelah bawah
lebih cepat menggasak tiba"
Menunjak ketiga lobang didada Koan San gwat tawa Khong
Ling ling semakin menjadi jadi serunya "Boleh kau tambahi
sebuah huruf Bing tho ling menatap lobang didepan dada
orang itu. Karena itulah yang harua dibanggakan oleh Bing tho
ling cu yang katanya pernah menundukan dunia."
"Bertanding silat sudah pantas kalau ada yang menang dan
kalah, tidak perlu mengudal lidahmu dengan sikap tengikmu
itu." Jelas bahwa dirinya sudah menang dengan pukulan tiga
lobang kecil di depan dada orang tapi serta melihat sikap Koan
San gwat masih begitu tenang dan seperti acuh tak acuh mau
tak mau Khong Ling ling mejengak marah akhinya tidak
tertahan ia berjingkrak gusar, serunya: "Kalau tau begitu,
lebih baik ku tusuk dadamu saja!"
"Salahmu sendiri! kenapa kau tidak berbuat demikian?"
"Karena suamiku melarang, dia sendiri yang akan
membunuh kau!" "Pendapat suamimu memang, untuk melawan aku memang
dia sendiri yang harus maju!"
"Melawan aku saja kau bukan tandingan, masih ingin
bertanding dengan suamiku jangan kau bermain api, lekas
serahkan lencana unta saktimu, selanjurnya carilah suatu
tempat dan menyembunyikan diri!"
"Kalau kelak suamimu benar benar dapat mengalahkan
aku, baru aku akan pikirkan lagi."
"Koan San gwat apa kau ini laki laki. Kenapa tidak tahu
malu kau masih tidak mengaku kalah!"
Mendadak Koan San gwat menarik muka serunya lantang,
"Orang she Koan laki laki sejati Bing tho ling cu pun sudah
menggetarkan Kangouw, soal menang kalah mesti didebatkan
kalau kau angggap dirimu sudah menang, coba ketuklah
hatimu dan tangannya meraba kedepan dadanya, seketika
berubah air mukanya sekian lamanya ia tidak mampu
bersuara. Ternyata baju depan dadanya dari kiri, tapi tergores sebuah
garis yang lurus, hanya baju luarnya saja yang tergores maka
ia tidak merasakan. Tapi ia tidak tahu kapan baju luarnya ini
tergores ujung pedang lawan.
Terbayang olehnya adegan pertempuran selami tiga puluh
jurus tadi, Koan San gwat cuma membalas serangan tiga
jurus, dua jurus yang terdahulu ditarik ditengah jalan, hanya
jurus terakhir dilancarkan dengaa nekad dengan tujuan gugur
bersama, tapi serangan itupun berhasil ia hindari.
Pikirannya hanya jurus ini yang terakhir inilah yang besar.
Maka dengar menempelkan muka ia bertanya dengan kereng:
"Tipu yang bagus! Apa nama jurus seranganmu itu?"
"Meski ada namanya, tapi kedengannya tidak enak yaitu si
li kiu seng (mencari hidup dalam kematian)."
Khong Ling ling berpikir sebentar lalu berkata dingin :
"Mesti dengan ini nama kedengarannya
"Untuk bisa gagur bersama suatu kejadian yang sulit, itu
diperlukan permainan tipu serangan kedua belah pihak
seimbang pula kehebatannya, sehingga pihak yang lain
berkesempatan membunuh lawannya lebih dulu, tapi ilmu
pedang sudah terlatih setaraf kau sekarang, mungkin sulit
dicari waktu yang kebetulan itu, maka kita perlu sama sama
mengejar waktu yang pendek itu, mungkin kau masih ingat,
tadi siapa yang bergerak lebih dulu?"
Berubah pula muka Khong Ling ling mulutnya, terbungkam,
menang dan kalah sudah jelas duduk perkaranya, memang
gerakan serangan pedang Koan San gwat lebih cepat dari
tutulan tiga kali ujung pedangnya, kalau tabasannya itu betul


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

betul dia laksanakan maka ketiga tutulan ujung pedangnya itu
tidak mungkin mengenai sasarannya.
Setelah terpaku sekian lamanya, dengan muka menghijau
ia berkata : "Koan San gwat hari ini kepandaianmu lebih
tinggi, tapi jangan kau takabur, cepat atau lambat aku pasti
menebus kekalahan ini!"
"Sekarang tibalah giliran suamimu, mengunjukkan diri!"
jengek Koan San gwat. "Hari ini tidak lain yang lebih penting maka akulah yang
mewakili dia kemarin!"
Dengan suara kereng Koan San gwat. "Urusan apapun
tidak sepenting pertemuan ini, seorang manusia tidak punya
kepercayaan tiada berharga hidup kalau dia seorang yang
tidak dapat dipercaya, aku menyusul mengadakan janji
pertemuan disini!" Berapi api biji mata Khong Ling ling teriaknya "Orang she
Khoan, kau sudah bertemu dengan suamiku, kau harus tahu
bahwa dia tidak takut terhadap kau, dan lagi kau pasti tahu
bila sekarang dia tidak kemari itu menandakan bahwa urusan
itu tentu jauh lebih penting."
Koan San gwat berpikir sebentar lalu manggut manggut,
sahutnya "Baik aku percaya sekali obrolanmu ini, tapi
dapatkah kau beritahu kapan dan dimana perjanjian yang
akan datang" "Aku pun tidak tahu," sahut Khong Ling ling menggeleng.
"Tapi aku percaya dia pasti memberi khabar kepada kau!"
"Baik, selalu ku tunggu kabarnya."
Sambil mendengus Khong Ling ling putar tubuh terus
tinggal pergi, tapi beberapa langkah ia dihentikan oleh Koan
San gwat, sambil membanting kaki Khong Ling ling berseru
gusar: "Ada apa lagi! Apa kau tidak mau melepas aku pergi?"
"Bukan! Kalau aku ingin menahan kau tabasan pedangku
tadi tidak melukai cuma menggores baju luarmu saja,
kalau hari ini kau terima kalah, maka harus mematuhi satu
syaratku!" "Syarat apa" Jangan kau ajukan persoalan berabe dan
serba runyam, aku tidak bisa memberi kepastian kepada kau,"
tanya Khong Ling ling curiga.
"Sebelum pertemuan kedua dan sebelum adanya adu
kepandaian yang akan datang dengan suamimu, aku larang
Lencana Unta terbang kalian muncul didunia persilatan."
Khong Ling ling bimbang, Koan San gwat segera
menandaskan: "Kalau tadi kau mewakili Hwi tho ling cu, kau
sudah menyerah kalah, maka Hwi tho ling cu tidak boleh di
pakai lagi, kalau kau tidak berani mengambil keputusan,
suamimu ingkar janji, maka diapun terikat oleh syarat yang
kuajukan ini!" Mendengar alasan ini Khong Lia ling malah tertawa dan
perasaan menjadi longgar katanya: "Boleh karena alasan ini
pasti suamiku tiada alasan menolak maka baiklah aku akan
meyetujui usulmu ini!"
"Silankan pergi!" ujar Koan San gwat mengulapkan tangan.
"Beritahu pada suami mu semakin cepat lebih baik!"
Kini Khong Ling ling pergi tanpa menoleh lagi.
Koan San gwat mendekati Unta saktinya dia berbisik bisik di
pinggir telinganya, entah apa yang diucapkan, tapi sang unta
selalu manggut manggut atau menggeleng sebagai
menjawabnya. Dengan lesu Lu Bu Wi menuntun kudanya, menghampiri
Koan San gwat, katanya "Lingcu Losiu mohon diri lebih dulu!"
"Ciangbunjin hendak kemana?" tanya Koan San gwat.
"Ai, pihak Ciong lam pay sudah runtuh total, tiada muka
Losiu menduduki jabatan yang memalukan ini, tiada harapan
menuntut balas, masa depanmu suram, Losiu ingin membawa
jenasah murid pulang gunung, akan ku umumkan penutupan
dan pembubaran golongan kami."
"Losiu akan mengasingkan diri saja !"
Koan San gwat membujuk katanya, "Ciong lam pay sudah
ternama puluhan tahun lamanya di Bulim, menderita rugi
adalah jamak dalam percaturan dunia persilatan, Ciangbun jin
tidak perlu putus asa."
Lu Bu wi menghela napas panjang ujarnya. "Perguruan
mengalami bencana yang menengenaskan, kepandaian sendiri
tidak becus lagi, hagaimaa Losiu tidak kecewa!"
Koan Sangwa berpikir sejenak lalu berkata: "Bagaimaua
Kalau Ciangbunjin sementara ini melakukan perjaiananaa
dengan Cayhe, siapa tahu dalam waktu yang dekat bisa
membalas dendam secara langsung, sekaligus dapat
memulihkan muka dan mengangkat nama pula."
Tergerak hati Lu Bu wi Katanianya, "Ling cu ada petunjuk
apa?" "Beri petunjuk sih tidak berani, mendadak Cayhe teringat
suatu persoalan, kalau Ciangbunjin ikut melakukah perjalanan
ke barat, mungkin disana bisa memperofeh suatu
ketuntungan." "Untuk apa Lingcu pergi ke barat daya?"
Koan San gwat tertawa sambil menunjuk suaranya,
katanya: "Sahabat tuaku inilah yang memberi tahu kepadaku."
Semua orang melengak tidak mengerti, kata Koan San
gwat: "Untaku ini adalah binatang sakti yang cerdik dari
daerah barat, setelah mendapat didikan dan bimbingan dari
guru selama beberapa tahun, ia punya banyak kemampuan
yang luar biasa, bukan saja dapat menempuh perjalanan
ribuan li sehari naik gunung terjun keair dan segala tugas
berat apa pun dilakukannya ada pula suara kepandaian khas
yang dimilikinya yaitu daya penciuman nya teramat tajam,
sippapun bila terendus hidungnya, meski kau sembunyi
keujung langit pun dapat dikejar dan menemukan tempat
persembunyianmu." Lu Bu wi kagum dan manggut manggut katanya : "Unta
memang merupakan kapal padang pasir, biasa menjelajah
seluruh dunia, untuk ini Losiu tidak akan sangat sedikit pun,
entah siapa yang hendak Ling cu kuntit?"
"Sudah tentu Khong Ling ling adanya, dengan menguntit
dia dapatlah aku secepat nya berhadapan dengan Unta
terbang!" Lu Bu wi termenung tak bersuara, Lok Siau hong
berjingkrak kegirangan. Cuma Lau Sam thay yang mengunjuk
rasa kuatir, katanya: "Apaka tujuan Ling cu tidak akan
berbahaya?" Koan San gwat berkata" Ki Houw mengingkari janjinya,
tentu urusannya ini ada sangkut pautnya dengan perkara yang
kubayangkan teka teki ini sudah lama tersekap dalam
sanubariku, maka aku harus berdaya upaya untuk
menbongkar rahasia, dan sekarang tibalah saatnya.. ..
kalau Lau heng merasa tidak leluasa boleh tidak usah ikut
soalnya memang Lau heng tiada hubungannya, dengan
persoalan ini"."
"Kenapa Lingcu bicara demikian!" seru Lau Sam thay sambil
menggoyangkan tangan. "Aku orang she Lau hanya kaum
keroco di kalangan Kang ouw, namun sejak ikut Ling cu kini
akan menyelidiki suatu, rahasia besar kaum Bulim, terhitung
hidup ini tidak sia sia, meski harus berkorban jiwa aku orang
she Lau tidak perlu menyesal, cuma aku kuatirkan
keselamatan Ling cu sendiri."
"Tiada sesuatu yang perlu dikuatirkan bagi diriku."
"Belum tentu, dalam pandangan kaum Bulim sedang
terancam malapetaka yang masih terpendam dan bakal
meletus dalam waktu tidak lama lagi, keselamatan kaum
persilatan hanya tergantung pada usaha Ling cu seorang
untuk mengatasinya, kalau tidak sulit lah dibayangkan apa
yang bakal terjadi kelak."
"Betapa tinggi penilaian Lau heng terhadap diriku,
hakikatnya memang aku sudah terlibat dalam pusaran yang
rumit ini, seumpama hendak menyingkir juga tidak mungkin
lagi, bukan aku saja nona Lok dan Lau heng sendiri pun sudah
tidak bisa berpeluk tangan. Kalianpun pernah bertemu dengan
Ki Houw kalian pun sudah tahu sedikit seluk beluk mengenai
persoalan ini ?" Lau Sam thay tidak bicara lagi, sebalik Lok Siau hong
membelalakan matanya serunya: "Koan toako ditempat tujuan
kita apakah dapat betemu dengan bibi?"
"Aku tidak berani pastikan." sahut Koan San gwat setelah
termenung sebentar, "Tapi aku percaya sedikit banyak kita
bakal memperperoleh bahan bahan sebagai pemikiran kita
selanjutnya"." "Tiba tiba Lu Bu wi menyeletuk tanya dengan heran : "Soal
rahasia apa yang sedang kalian perbincangkan?"
"Sekarang belum pasti dapat aku jelaskan Ciangbunjin
perlu memastikan mau ikut tidak menempuh bahaya sudah
pasti dapat terhindar "Losiu mencari hidup seorang diri, jiwaku sih tak perlu
dipikirkan cuma dengan tenaga ku yang tidak becus ini, aku
kuatir bukan saja tidak membantu Ling cu malah jadi beban
belaka!" "Cianghunjin jangan merendah, sulit dikatakan sekarang,
mungkin banyak urusan yang nanti harus mohon bantuan, dan
lagi entah beberapa banyak anggota dari perguruan kalian?"
Lu Bu wi berpikir sebentar lalu katanya: "Enam diantara
sembilan saudara seperguruan kami sudah ajal tinggal tiga
orang lagi dimarkas, para murid dari generasi kedua kira kira
masih tiga puluhan orang yang tersebar luas dimana mana,
dengan sebuah tanda rahasia, Losiu dapat mengumpulkan
mereka untuk mendengar perintah seluruhnya!"
"Tidak prlu banyak harap Ciagbunjin mengundang tiga
Enghiong yang berada dimarkas itu serta, lima, enam murid
yang terdekat saja. Tugas ini lebih baik diserahkan kepada
Sun Cit sebagai kurir atau penghubung, suruh mereka
menyalin rupa. Tidak usah bertemu muka secara langsung
dengan kami, asal memperhatikan tanda rahasia penghubung
dari perguruan kalian, harus ketat pula mengikuti jejak kita
disaat tenaga mereka benar benar diperlukan, biarlah nanti
Ciangbunjin sendiri yang memberi tugas yang perlu
dilakukannya." Lu Bu wi tidak tahu persiapan apa yang sedang dilakukan
oleh Koan San gwat namun ia menurut perintah saja,
sahutnya: "Khong ling ling membunuh beberapa saudara
perguruan kita, kini berkesempatan ikut Ling cu untuk
menuntut balas, tugas mulia yang memang sangat kita
harapkan!" lalu ia memberikan aba aba kepada Sun Cit, serta
menyuruh membereskan jenasah para saudara
seperguruannya dan dikirim kembali ke Ciong lam pay untnk
dikebumikan." Setelah segalanya diatur dengan rapi, Koan San gwat
mencemplak kepunggung unta saktinya, katanya: "Mari
berangkat! Mungkin perjalananan kita masih bakal
menimbulkan gelombang besar yang mendapat seluruh kaum
persilatan, mungkin pula seperti mega yang mengembang di
angkasa, terhembus lenyap tanpa bekas oleh angin lalu! Tapi
apapun yang akan terjadi, inilah jalan satu satunya yang harus
kita tempuh!" -o0dw0o- Jilid 9 HILANG SUARANYA IA LANTAS keprak tunggangannya dan
berlari cepat dikeremangan malam menuju kearah depan
sana, maka terdengarlah derap kaki kuda yang ramai
dibelakangnya mengejar dengan cepat. Lu Bu wi seketika
keprak kudanya mengejar dibelakangnya. Derab kuda dan
langkah unta yang tegap dan berat itu seolah olah menjadi
perpaduan musik yang gagah mengiringi mereka maju
kemedan laga. Kira kira setengah bulan kemudian, mereka berempat
sudah tiba disungai Pe long kang yang terletak di perbatasan
Su cwan dan Kam siok, setelah menyebrang sungai mereka
memasuki wilayah Su cwan yang terkenal sulit dan penuh
bahaya. Setelah tiba di daerah sulit perasaan Koan San gwat
malah lebih longgar, mereka menginap disebuah rumah
penginapan kecil, setiap hari kerjanya cuma makan minum
dan pelesir dipinggir sungai besar, melihat pemandangan,
sedikit waktu bertemu muka dengan Lu Bu wi, waktunya
sebagian besar berada d luar.
Beberapa hari sudah berselang Lok Siau dan Lau Sam thay
tidak sadar kalau Lau Sam thay tidak berani banyak bicara,
Lok Siau hong sudah tidak tahan lagi, maka pada suatu pagi
dikala Koan San gwat sudah siap berangkat, cepat ia
memburu serta bertanya : "Koan toako, kau hendak kemana
lagi?" "Hari ini aku akan tamasya ke Mo thian ling (bukit pencakar
langit) konon puncak gunung itu sangat tinggi menembus
awan, pemandangan disana lain dari pada yang lain!"
"Koan toako," ujar Lok Siau hong kedatangan kita kesini
bukan untuk bertamasya bukan?"
"Aku tahu, hidup ini sangat terbatas, mumpung ada waktu
baiklah menikmati tempat tempat indah yang menyenangkan,
kelak mungkin tiada kesempatan lagi!"
Lok Siau hong melengak, tanyanya: "Koan toako apa
maksudmu?" "Tiada maksud apa apa, mungkin kau terlalu iseng karena
senggang, baiklah hari ini kau boleh ikut!"
Lok Siau hong paham dimulut kedengarannya Koan San
gwat bicara enteng, tapi urusan tentu tidak sepele, serta
mendengar Koan San gwat hendak mengajak kesuatu tempat,
karuan ia berjingkrak kegirangan.
Mereka menunggang unta dan kuda yang dibedal kencang,
tidak lama kemudian sudah menempuh perjalanan
pegunungan yang berliku liku menjurus kearah puncak
gunung, Mo thian ling termasuk dalam wilayah Bing san,
susun bersusun sepanjang ribuan li ke barat memasuki
wilayah Ceng hay ketimur menjorok kepropinsi Ouw pak,
merupkan pegunungan terpanjang.
Waktu hampir tiba dipuncak bukit, hembusan angin
pegunungan sedemikian kerasnya awan menggembung
dibawab kaki, seolah olah karena susah berpisah dengan
dunia fana ini pohon siong dan Pek menjulang dan berdiri
kekar, tumbuh subur dimana mana tersebar luas, burung
bangau berterbangan, kera berloncatan dipucuk pohon,
ternyata pemandangan di sini memang mempersonakan.
Selama hidup belum pernah Lok Sian hong melihat
pemandangan seperti yang disaksikan sekarang, tak tertahan
ia tuding sana tnnjuk sini seperti menari saja ia diatas


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punggung tunggangannya. "Hati hati, jalananan disini tumbuh lumut dan licin sekali,
kendalikan kudamu baik baik, jangan sampai terpeleset, kalau
sampai jatuh kau bisa lenyap tanpa bekas!"
"Jangan kuatir, meski kudaku tak sehebat untamu, dia
merupakan tunggangan yang lumayan juga, jalan pegunungan
begini tidak bakal mempersukar dia"."
Tengah bicara tiba tiba kaki depan tunggangannya
mendadak tertekuk kedepan entah tersandung apa, hampir
saja ia terjengkang ke depan, untung gerak geriknya cekatan
gesit sekali ia melesat kedepan, untunglah unya tunggangan
Koan San gwat lekas menyusul tiba, leher panjangnya terulur
menahan tubuh k da itu sehingga tidak tergelincir jatuh
kebawah gunung. Begitu menginjak tanah Lok Siau hong lantas mengayun
cambuknya memecut pantat kudanya seraya memaki "Celaka,
baru saja memuji kau, secepat itu pula kau bikin aku sakit"
cepat menyampok cambuknya. Terdengar Koan San gwat
berseru: "Jangan kau ribut dan main pukul ditempat ini, kalau
dia kesak itan dan mergumbar adatnya, sekali loncat tamatlah
riwayatnya!" Lok Siau hong memonyongkan mulutnya katanya
bersungut: "Tamat ya sudah, paling aku turun gunung jalan
kaki." "Enak berkata, dua hari lagi kita harus melanjutkan
pejalanan, masa kau hendak menjadi buntut mengejar jalan
kaki." "Jadi harus berangkat lagi?" tanya Siau hong tertegun.
"Sudah tentu, kan belum sampat ketempat tujuan, aku
sedang menanti bala bantuan dari pihak Ciong lam pay!"
"Tidak heran setiap hati kau bicara dengan Lu bu wi toako,
sungguh aku kurang paham untuk apa kau memerlukan
sedemikian banyak orang, kalau berkelahi masa mereka
bantuan kau?" "Aku tidak perlu bantuan mereka untuk berkelahi, yang
jelas ada tugas lain yang lebih penting perlu bantuan mereka
untuk mengerjakan!" Lok Siau hong hendak bicara lagi tapi Khoan San gwat
menggeleng kepala, katanya: "Kau bukan anak kecil lagi, tapi
sifatmu masih suka merengek masa nona besar masih suka
merengek!" demikiin goda Koan San gwat.
Merah muka Lok Siau hong, selanjutnya ia banyak berdiam
diri. Sementara itu Koan San gwatpun sudah turun dari
tunggangannya matanya menjelajah sekelilingnya akhinya ia
menghela napas serta berkata mangut manggut: "Tempat ini
sungguh segar dan menyenangkan, semoga kelak akupun
dapat memperoleh tanah subur nan sunyi begini, selama
hidup terpisah dari keramaian dunia"."
"Apakah baiknya tempat ini, "sela lok Siau hong, "Kecuali
mega pohon dan gunung serta burung dan binatang liar,
kalau seng gang dan iseng untuk mencari orang ajak
bicarapun tiada, kadang kala bermain man sih boleh, kalau
selama hidup tinggal di tempat yang sepi begini, kalau tidak
mati kebal sudah untung!"
"Nanti setelah usia mu dewasa kau akan tahu
menikmati kehidupan bersih dan sunyi paling nikmat, akan
datang saatnya kaupun bisa menyenangi tempat semacam
ini!" Mata Lok Siau hong berkedip kedip mendadak ia tertawa
cekikikan, ujarnya "Koan Toako katamu tempat ini tiada jejak
manusia?" "Ya, pohon siong dan burung bangau yang diselimuti awan
putih mengembang, seolah tempat kediaman para dewata
saja tempat ini." Mata Lok Siau hong berputar katanya: "Dewa yang
kau maksud tentu adalah Lu Tong pin dan Thi koay dari
dongeng delapan dewa menyebrangi lautan itu bukan!"
"Kenapa kau bicara begitu?" tanya Koan San gwat
melengak. Lok siau hong berjingkrak sambil bertepuk tangan sahutnya
"Karena Lu Tong pin paling suka minum arak, sedang Li Thi
koay paling suka gegares (suka makan) sayup sayup sepeti
terendus olehku bau arak dan daging panggang!"
Lekas Koan San gwat angkat kepala mengendus endus ia
membenarkan ucapan orang katanya keheranan. "Puncak
gunung sedemikian tingginya ada siapa makan minum
ditempat ini?" "Sudah tentu para dewata! Manusia umum nya suka
kehiduapan dewata yang sunyi dan suci, Sebaliknya para
dewa menyukai arak dan daging buatan manusia, dapat
disimpulkan bahwa konatradiksi di dunia fana ini memang
terlalu banyak !" Tergerak hati Kon San gwat dengan sikap serius ia berkata:
"Jangan kelakar, mari kira tinjau kesana!"
Lok Siau hong berloncatan cepat, ia berlari mendahului
kedepan, terpakai Koan San gwat menguntit dibelakangnya,
mereka menerjang kabut tebal dan langsung mamanjat lebih
atas, tak lama kemudian bau arak dan panggang daging
semak in keras, tak lama kemudian dia lantas batu besar yang
menonjol keluar di kejauhan sana tampak bayangan dua
orang sedang duduk berhadapan. Seorang sedang angkat guci
arak menenggak dengan lahapnya, seorang yang lain sedang
gegares daging panggang dengan nikmatnya.
Koan San gwat mendekat maju, setelah jarak dekat dengan
jelas ia sudah melihat kedua orang itu berusia lanjut
pakaiannya biasa seolah olah mereka adalah tukang tebang
kayu atau pemburu diatas gunung ini, maka perasaan dan
waa was tadi menjadi kendor.
Lok Siou hong sangat terkejut sambil ia berkata kiranya tua
bangka". suaranya keras cepat Koan San gwat
menggoyangkan tangan kepadanya maksudnya supaya bicraa
perlahan supaya tidak didengar oleh mereka dan menimbulkan
perkara, karena dandanan kedua orang ini, Koan San gwat
menduga mereka pasti bukan orang sembarangan, bila terjadi
pertengkaran, watak Lok siau hong berangasan itu tentu
urusan bakal berpanjang. Tak nyana Lok Siou hong tidak pedulikan isaratnya, dengan
suara lantang ia berteriak lagi kukira dewata, ternyata dua
kakek rencana hampir mampus, sungguh menyebalkan!
Koan San gwat kurang senang, baru saja ia menegor
keberandalannya kedua orang tua diatas batu itu sudah
bersuara: Engli heng, ternyata ada manusia yang kita anggap
bangsa dewata. Orang yang bicara ini bermuka gemuk, seorang tua lain
masih menenggak araknya, dengan sikap acuh tak acuh
bermalas malasan ia menjawab: "Seumpama kita anggap diri
sebagai dewa kan tidak berkelebihan!"
Tergerak hari Koan San gwat, Lok Siau hong menjebirkan
bibir dan mencemoh , "Masa dewa seperti tampang
kalian ini?" Simuka gendut membanting tulans ditangannya, seraya
berpaling dia tertawa, katanya : "Nona cilik, coba katakan
seperti apa sebetulnya dewa itu?"
Pertanyaan ini menyegal mulut Lok Siau hong, memang ia
tidak bisa menggambarkan seperti apakah sebenarnya bentuk
dewa itu. Sikurus menurunkan guci araknya tertawa gelak gelak,
sarunya "Aku Tong pin menengok arak sampai mabuk di Gak
yang lau, padahal dia seorang gelandangan yang rudin, Thi
koay sian adalah peminta sedekah nasi yang gelandangan
sepintas pandang jauh lebih celaka dari kami berdua, masa
kita berdua tidak menyerupai dewa malah."
Berdetak jantung Koan San gwat, Lok Siau hong malah
bertepak senang, serunya, "Mendengar percakapan kalian,
jadi kalian adalah dewa asli?"
Sambil membersihkan kedua tangannya yang berlepotan
minyak kebaju depan dadanya si gendut tertawa ujarnya:
"Kita hidup harus menikmati kesenangan, jiwa adalah yang
paling berharga dalam dunia ini, dengan hidup senang dan
bebas baru boleh dinamakan dewa"
Tergarak pula hati Koan San gwat, cepat ia bertanya:
"Siapakah gelarmu dewa kalian?"
"Sudah menjadi dewa masa perlu gelar lagi, nama sudah
cukup dan lebih diagungkan!" si kurus cepat menjawab.
"Kalau begitu mohon nama dewa kalian?" Koan San gwat
menambahkan. Si muka gendut terbahak bahak sahutnya: "Aku bernama It
lun bing gwat, dia bernama Ban li bu in"
Dengan tenang dan penuh keyak inan Koan San gwat
berkata : "Kiranya kalian tokoh yang tercantum dalam daftar
Sian pang ?" Kelihatan kedua orang melengak, tapi tidak
memperlihatkan reaksi yang berarti akhirnya sikurus bergelak
tertawa, ujarnya : "Siang pang (golongan dewa) atau Kui pang
(golongan setan) apa segala! Kami tidak paham!"
Ucapan Kan San gwat memang sengaja hendak memancing
belaka, dari sikap mereka terlihat delapan puluh persen ia yak
in dugaannya tidak meleset, tapi lahirnya ia tetap tertawa
tawa katanya: "Karena ku dengar kalian menamakan diri
sebagai Sian sian (dewa sakti) menyebut nama yang begituan
lagi, maka kuurutkan nama kalian kedalam golongan dewa
itulah." "Kalau begitu kau salah terka" ujar si muka gemuk, "Secara
serampangan kita menarik sebuah nama untuk apusi kau. Hai,
bocah, kau bernama apa?"
Koan San gwat berpikir pula lalu berkata "Banli koan san bu
im (berlaksa li sepanjang gunung gunung tiada awan), It lun
bing gwat tok bing (bulan sabit memancarkan cahaya
tunggal)" Si muka gendut tersentak kaget air muka nya berubah
hampir saja ia hendak berteriak, keburu simuka kurus melorot
kepadanya, cepat si muka gendut sadar dan mengubah kata:
"Bagus! It lun gwat tok bing, ucapanmu sungguh agung
mengandung arti yang sesungguhnya, agaknya kau bocah ini
pernah bangku sekolah, marilah silakan naik ikut merasakan
daging panggang!" sembari berkata tangannya segera meraih
kedepan mencomot segempal daging panggang terus
dilempar dari jarak jauh, lekas Koan San gwat angkat tangan
menyambuti terasa lemparan siorang tua cukup kuat sampai
telapk tangannya tergetar sak it, hatinya jadi lebih mantap,
Diwaktu ia menjelaskan makna namanya dia menyinggung
nama Tokko Bing gurunya sengaja ia sisipkan nama gurunya
ini didalam penjelasan itu, lantas tampak sigemuk terkejut dari
mulutnya yang bergerak itu jelas ia hendak berseru: "Tok,"
namun karena delikan mata sikurus cepat ia mengubah
seruannya, dari sini ia lebih yak in bahwa kedua ini pasti
hubungan yang erat dengan Liong hoa hwe, Hong sin pang,
Siau se thian dan lain lain yang selalu menjadi pemikirannya.
Akan tetapi sikap orang sangat rahasia betapapun ia harus
mencari akal untuk mengorek keterangan mereka, maka
sekian lama ia menjublek di tempatnya.
Kelihatannya Lok Siau hong ketarik oleh tingkah lucu kedua
orang ini, apalagi setelah perjalanan jauh sejak pagi perutnya
memang mulai lapar, dan daging pangang itu merangsang
hidungnya lagi, maka air liurnya selalu ditelannya kembali,
teriaknya: "Ai, orang tua kenapa kau begitu kikir, ada daging
panggang kenapa tidak bagi bagi kepadaku.
Tingkah si gendut yang bernma It lun bing gwat itu lebih
jenaka, katanya cengar cengir: "Nona cilik, kau ingin makan
daging panggang tapi ada syaratnya yaitu kau harus
menjawab dua pertanyaanku dulu!"
Lok Siau hong jengkel, jengeknya "Kedua pertanyaan itu
sangat gampang, aku cuma ingin menjajak kecerdikanmu!"
Penjelasan ini menarik Lok siau hong yang masih kekanak
kanakan, tanyanya cepat "soal apa yang kau tanyakan?"
sambil menuding hidung sendiri it lun bing gwat berkata :
"Pertama, kau harus menjelaskan kenapa aku dipanggil it lun
bing gwat!" Lok Siau hong cekikikan sahutnya: "Wah gampang sekali
kulihat mukamu yang gendut banyak dagingnya itu bukan,
bukankah seperti bentuk rembulan yang bundar?"
It lun bing gwat tercengang, sebaliknya yang bernama Ban
li bu in terloroh loroh, serunya. "Gendut julukan mu memang
cocok keadaanmu, sekali tebak tepat kena sasaran."
It lun bing gwat berpikir sebentar lalu berkata pula
"Pertanyaan kedua harus menebak secara jitu pula, daging
apa yang kupanggang ini."
Waktu Lok Siau hong pandang daging ditangan Koan San
gwat, bentuknya selonjor paha ayam.
Diam diam ia membatin "Bila daging ayam sekali pandang
pasti ketahuan, masa aku menebak" tapi dari bentuknya ini
pasti sebangsa daging burung ". burung yang boleh
dimakan sangat banyak, pasti besar kecilnya paha panggang
itu dapat diperkirakan bentuk burung itu pasti cukup besar,
sesast ia bingung dan sulit ambil kepastian, ia diam berpikir
sekian lamanya. Sebaliknya It lun bing gwat gelisah malah kuatir tidak
tertebak sengaja ia menambahkan, daging ini setiap sast
dapat didapatkan diatas gunung ini, coba kau memikirkan dari
sumber yang dekat saja. Lok Siou hong masih memeras otak, karena burung
digunung bermacam macam, untuk menunjuk salah satu
memang sulit, terpaksa It lun bing gwat memberi tambahan
pula "Mahluk itu bisa terbang menjulang tinggi di atas awan!"
Cepat Lok Siou hong berteriak daging burung elang.!
It lun bing gwat jadi lesu dan murung, katanya kesal:
"Betapa gagah nama julukanku masa gegares daging binatang
yang menyebalkan itu!"
"Kalau begitu sulit ditebak," sahut Lok Siou hong sambil
merengut, "Apa mungkin daging bangau?"
"Siapa bilang daging bangau," teriak it lun bing gwat sambil
menepuk paha. "Tebakanmu jitu, mari silahkan mencicipi sekerat daging
ini!" lalu ia mencomot sekerat daging lalu dilemparkan kepada
Lok Siau hong. Meski Lok Siou hong mengulur tangan
menerima tapi secepat itu pula ia lempar ketanah hatinya
mual karena tadi ia melihat sang bangau bertengger di pucuk
pohon, sikapnya yang bebas dan tentram seperti seorang
dewa yang mengasingkan di mana terpikir olehnya dagingnya
bakal dipanggang dan digares oleh manusia.


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bergegas Ii lun bing gwat melopat turun dari atas batu
besar menjemput daging panggang itu seraya menggerutu:
"Nona cilik tidak tahu kebaikan secara baik hati kuberikan
panggang daging bangau ini kepada kau, agaknya kau tidak
sudi menikmati kehidupan yang serba bebas menyenangkan
ini, dibuang buang begini saja sungguh sayang!" dengan lapar
ia masukan daging panggang kedalam mulutnya lalu dikunyah
seperti orang kelaparan air liur membasahi pakaiannya.
Lok Siau hong semak in mual, serunya gusar:
"Mengagulkan diri sebagai dewa, sedikitpun tidak punya rasa
pengasih, sungguh menyebalkan!"
"Anak perempuan kenapa bicara begitu kasar," ujar It lun
bing gwat, "kau tidak percaya betapa enak dan lezat daging
panggang ini, tuh diatas masih ada, mari kau keatas, nanti
kau cicipi sendiri!" sambil berkata ia ulur tangan hendak
menarik lengannya, kontan Lok Siau hong menghardik keras,
cambuk ditangannya melecut kepunggung orang, It lun bing
gwat masih tersenyum simpul, membalik pergelangan ia
mencengkram gagang cambuk orang.
Takkira permainan Ling coa piang hoat Lok Siau hong
memang sangat hebat, sedikit pergelangan memelintir, gerak
cambuknya berubah menggulung balik mengetuk punggung
tangan orang karena perubahannya cepat serangan jitu lagi
"plak" telak sekali punggung tangannya kena dilecut sekali.
Agaknya It lun bin gwat tidak mengira bila permainan
cambuk cewek ini sangat menakjubkan, maka tangan tidak
terasa sak it tapi merasa malu, bentaknya gusar: "Nona cilik!
Kenapa kau tidak tahu aturan."
Lok Siau hong pun berjingkrak gusar, teriaknya: "Tua
bangka menyebalkan, siapa yang tidak tahu aturan, siapa
yang main tangan lebih dahulu?"
"Dengan baik hati Lohu ingin mengajak kau mencicipi
daging panggang" "Aku tidak sudi makan panggang bangau mu!" hati Lok
Siau hong tidak kalah gasarnya.
It lun bing gwat gusar menggerung "Selama hidup belum
pernah keinginan Lohu ditolak orang secara mentah, kau
harus makan sekerat dagingku ini!" sembari berkata jarinya
berkembang hendak meraih lengan, lekas Lok Siau hong
mengayun cambuknya seperti daun daun pohon berguguran
melecut dari berbagai arah keatas kepala dan muka orang.
Adanya pelajaran pertama It Iun bing gwat kali ini berlaku
lebih hati hati, meski perawakannya tambun namun gerak
geriknya amar gesit dan lincah, kelit kiri menghindar kekanan
selalu dapat berputar putar diantara sambaran bayangan
cambuk. Meski Lok Siau hong tidak berhasil menyerang sasarannya,
Neraka Hitam 12 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Sepasang Garuda Putih 8
^