Pencarian

Pertemuan Di Kotaraja 14

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Bagian 14


hahaha ... kau memang patut dikasihani
Diam-diam Bu Seng-tang coba melirik pakaian bagian
dadanya yang robek terbakar, benar saja, sebuah bekas
telapak tangan berwarna merah muncul di atas dadanya,
biarpun dia sudah meminjam tenaga lawan untuk beringsut
mundur, tidak urung luka dalam yang dideritanya cukup parah
juga. Maka setelah terbatuk beberapa kali dan memuntahkan
segumpal darah kental, ujarnya dengan napas tersengal,
"Kalian ... kalian berdua memang .. memang lihai... Siaute
mengaku ... mengaku kalah
Sambil berkata, ia berusaha menyingkirkan telapak tangan
Kwan Hay-beng yang masih menempel di atas ubun-ubunnya,
kemudian katanya lagi, "Kwan-loyacu, berbuatlah sedikit
kemurahan untukku, sekarang aku sudah terluka, jelas sudah
bukan tandingan kalian berdua lagi, mana mungkin aku bisa
kabur?" Kwan Hay-beng tidak menarik tangannya karena perkataan
itu, dia tahu betapa licik dan busuknya hati Bu Seng-tang,
orang ini banyak akal busuknya dan pandai menipu, biarpun
ilmu pukulannya tidak seberapa hebat, tapi kemampuannya
melepaskan senjata rahasia amat jahat dan hebat.
Karena itu sewaktu Bu Seng-tang memegang tangannya
untuk disingkirkan dari ubun-ubunnya, dia sama sekali tidak
bereaksi, dalam anggapannya, cekalan itu bukan berada pada
urat nadi, seandainya secara tiba-tiba dia melancarkan
serangan pun Kwan Hay-beng yakin masih sanggup
menghadapinya. Siapa tahu begitu tangan Bu Seng-tang menyentuh
lengannya, paras muka Kwan Hay-beng tiba-tiba berubah
hebat, ia merasa gatal dan kesemutan mendadak menyerang
ke dalam tubuhnya, cepat dia berusaha menarik kembali
tangannya. 746 Sayang keadaan sudah terlambat, lengannya sudah
berubah jadi kaku dan kesemutan, bahkan sudah tidak
menurut perintahnya lagi, pada saat itulah tahu-tahu Bu Sengtang
sudah mencengkeram urat nadinya.
Kwan Hay-beng melihat tangan kanan Bu Seng-tang telah
berubah jadi hitam pekat, sementara lengan sendiri telah
berubah jadi kehijau-hijauan, tak terlukiskan rasa gusar dan
kaget setelah melihat kejadian ini.
"Hati-hati Loyacu!" terdengar Siucay berpayung besi
memperingatkan, "telapak tangannya sangat beracun, cepat
menghindar!"
Ternyata sejak Bu Seng-tang berhasil membunuh adiknya
dan merampas kitab pusaka ilmu pukulan beracun, sembari
berusaha kabur dari pengejaran si Pengejar nyawa, setiap ada
kesempatan dia selalu memanfaatkan untuk melatih diri,
beberapa hari belakangan dia mulai menampakkan
keberhasilannya, kendatipun belum bisa melukai orang
dengan lontaran pukulan beracunnya, dia sudah mampu
menyebarkan racun ganasnya pada permukaan tangan dan
menyalurkannya ke tubuh lawan.
Tentu saja Thio Si-au tidak tahu akan hal ini, padahal Kwan
Hay-beng bukannya tak mampu berkelit, serangan hawa racun
yang menyusup ke dalam tubuhnyalah yang membuat dia tak
sanggup melepaskan diri.
Tak terlukiskan rasa gusar bercampur ngeri yang dialami
Kwan Hay-beng, dia merasa ngeri karena hawa racun sudah
menyusup ke dalam tubuhnya, gusar karena gara-gara
bersikap terlalu gegabah hingga akhirnya dia malah
dipecundangi Bu Seng-tang.
Diam-diam hawa murni dikerahkan untuk melindungi
denyut jantungnya, kemudian sambil membalikkan telapak
tangannya dia menghantam tubuh lawan.
Tiba-tiba Bu Seng-tang melepaskan cengkeramannya,
begitu lolos dari serangan itu, dia mengayunkan tangan
kembali melepaskan tiga batang senjata rahasia, yang
747 diancam adalah tubuh bagian atas, tengah dan bawah Kwan
Hay-beng. Melihat gelagat tidak menguntungkan, Thio Si-au menekan
kedua telapak tangannya ke tanah, bagaikan seekor burung
raksasa dia menyambar payungnya lalu ditusukkan langsung
ke punggung Bu Seng-tang.
Baru saja Kwan Hay-beng berhasil mendesak mundur
lawannya, tiba-tiba ia melihat ada tiga titik cahaya tajam
mengancam tubuh bagian atas dan bawahnya, lekas dia
meraup ke depan menangkap kedua batang senjata rahasia
itu, baru saja akan berkelit dari serangan yang ketiga, tiba-tiba
hawa murninya terasa buyar, hawa "racun langsung
menyusup ke dalam jantungnya, dia merasakan mata
berkunang dan kepala pusing, belum lagi berbuat sesuatu,
senjata rahasia itu telah menghajar hulu hatinya dengan telak.
Kwan Hay-beng menjerit keras, menggunakan segenap sisa
tenaga yang dimilikinya dia lepaskan satu pukulan ke depan.
Waktu itu Bu Seng-tang sedang menerjang maju ke depan
untuk menghindarkan diri dari tusukan payung yang datang
dari belakang, dia tak mengira Kwan Hay-beng melepaskan
satu pukulan dahsyat, ketika sadar akan datangnya bahaya,
keadaan sudah terlambat.
"Duk!", badannya terhajar keras, saking kuatnya pukulan
itu, tubuh Bu Seng-tang mencelat ke udara dan sewaktu
terjatuh ke bawah, persis menghantam di atas sebuah meja.
"Brak!", hancuran meja dan kursi berserakan kemanamana,
Bu Seng-tang tak berani ayal, cepat dia merangkak
bangun dari tanah dan berusaha bangkit, cucuran darah
tampak meleleh keluar dari panca indranya.
Sementara itu Kwan Hay-beng sudah merenggang nyawa
karena serangan hawa racun yang menyerang jantungnya.
Dengan sempoyongan Bu Seng-tang berusaha
menghampiri si Pengejar nyawa, teriaknya penuh kebencian,
"Kau ... kau
748 Akhirnya dia tak sanggup melanjutkan kata-katanya,
mendadak tubuhnya roboh terjengkang ke tanah dan tak
pernah bangun lagi untuk selamanya.
Walaupun dengan cara membokong si Sastrawan
bertangan keji Bu Seng-tang berhasil membunuh adiknya Tokjiu-
cong-goan Bu Seng-say, kemudian secara licik berhasil
membunuh Kwan Hay-beng, namun pada akhirnya dia sendiri
pun gagal lolos dari kematian, dia harus mati konyol diterjang
pukulan, dahsyat Kwan Hay-beng menjelang ajalnya.
Menyaksikan semua adegan itu, si Pengejar nyawa hanya
bisa bergumam, "Siapa suruh kau cari mampus" Jangan
salahkan aku kalau sudah begini."
Thio Si-au sendiri masih belum hilang rasa ngerinya,
setelah memandang mayat Bu Seng-tang sekejap, ujarnya
kepada si Pengejar nyawa, "Biarpun mereka berdua sudah
mati, masih ada aku yang akan menuntut balik nyawa kedua
orang itu."
Pengejar nyawa tertawa.
"Kalau mesti satu lawan satu, belum tentu kau sanggup
melawan diriku!" katanya.
"Mungkin saja," sahut Thio Si-au sambil tertawa pula, "tapi
sayang jalan darahmu sudah ditotok Bu Seng-tang, tubuhmu
tak mampu bergerak, aku hanya cukup menggerakkan jari
tanganku, kau segera akan mampus."
"Wah, kalau begitu terpaksa aku harus pasrah nasib!" kata
Pengejar nyawa sambil memejamkan mata dan menghela
napas. Baru selesai dia berbicara, tubuhnya bagaikan sebatang
anak panah yang terlepas dari busurnya tahu-tahu sudah
meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, kaki kirinya
menendang ke arah tenggorokan sementara kaki kanannya
menendang tumit.
Thio Si-au terkesiap, cepat dia pentang payungnya untuk
menangkis datangnya ancaman, siapa tahu tiba-tiba si
Pengejar nyawa menekuk sepasang kakinya dan menghajar
telak sepasang tangan lawan.
749 Payung besi itupun terlepas tangan lawan, tangan kiri si
Pengejar nyawa segera mencengkeram tenggorokan Thio Siau
sementara tangan kanan mencengkeram urat nadi
pergelangan tangannya.
"Kau jerit Thio Si-au dengan wajah hijau membesi.
Pengejai nyawa segera tertawa.
"Kalau mesti satu lawan tiga, jelas aku bukan tandingan
kalian, sekalipun aku sudah terhajar sebuah pukulan Kwanloyacu,
tapi aku pun berhasil melukai kakimu, hitung-hitung
masih kembali modal. Karena itulah aku berlagak seolah kena
totokan Bu Seng-tang, padahal aku memang sedang
menunggu kalian gontok-gontokan sendiri, bila keadaan sudah
parah barulah aku muncul untuk menyelesaikan sisanya,
bukankah cara ini jauh lebih menguntungkan" Selain itu, bila
aku tidak menggunakan cara begini, tidak gampang untuk bisa
membekukmu hidup-hidup."
Suara guntur lamat-lamat terdengar menggelegar di luar
sana. Pertarungan yang amat seru telah mengacaukan suasana
dalam kedai itu, sedari tadi para tamu dan pelayan entah
sudah kabur dan bersembunyi dimana.
Angin terasa berhembus makin kencang, sesaat menjelang
turunnya hujan deras biasanya angin memang berhembus
amat kencang, sedemikian kencangnya membuat tiga lentera
yang menerangi ruangan ikut bergoyang.
Pengejar nyawa merasakan hawa dingin merasuk tulang.
Dia sadar, dalam keadaan seperti ini dia harus secepatnya
mencari tahu rahasia seputar si kepala komplotan itu, sebab
dengan luka yang dideritanya saat ini, mustahil baginya untuk
bisa menggelandang orang ini pulang ke markas.
Dari daftar tiga belas orang pembunuh, si Pentolan iblis Si
Ku-pei sudah mati, Congkoan bertangan racun Bu Seng-say
sudah mati, Sastrawan bertangan keji Bu Seng-tang sudah
mati, Kwan-loyacu juga sudah mampus, berarti pembunuhnya
tinggal sembilan orang.
750 Dari kesembilan orang itu, kecuali si Siucay berpayung besi
Thio Si-au, siapakah delapan orang lainnya"
Untuk mengetahui rahasia ini, satu-satunya jalan terpaksa
dia harus mencari tahu dari mulut Thio Si-au.
Maka dengan suara dingin dan ketus si Pengejar nyawa
segera bertanya, "Siapakah pentolan kalian itu?"
Thio Si-au mendongakkan kepalanya, terasa olehnya sinar
mata si Pengejar nyawa dingin bagaikan salju di musim dingin,
dalam bagaikan dasar sebuah sumur kuno, tak kuasa lagi dia
bersin berulang kali.
"Lebih baik kau mengaku saja," kembali si Pengejar nyawa
mendesak. Untuk kedua kalinya Thio Si-au bersin beberapa kali, baru
saja dia hendak menjawab, mendadak terdengar suara
gemuruh yang keras menggelegar dari luar sana, suara guntur
bagaikan membelah bumi.
Di antara kilatan cahaya lilin yang bergoyang, tampak
sekilas cahaya putih yang memucat menerangi seluruh
ruangan. Hingga detik ini, para pelayan kedai itu belum juga
menampakkan diri.
Sambil berkerut kening si Pengejar nyawa berseru, "Akan
kuhitung sampai tiga, bila kau belum juga mau menjawab,
jangan salahkan kalau tak berlaku sungkan lagi."
Thio Si-au tertawa getir, ia belum juga menjawab.
"Satu" Pengejar nyawa mulai menghitung.
0oo0 Awan gelap semakin menyelimuti angkasa, hujan mulai
turun dengan derasnya membasahi seluruh bumi.
Dari tiga buah lentera yang semula menerangi ruangan,
ada sebuah di antaranya telah padam tertiup angin.
"Dua ..."Pengejar nyawa menghitung lagi.
Keringat dingin mulai bercucuran membasahi jidat dan
tubuh Thio Si-au.
"Tiga?"
751 Thio Si-au segera pentang mulut lebar seraya berseru,
"Akan kujawab ... akan kujawab.."
"Krak!", mendadak terdengar bunyi lirih dari arah daun
jendela. Mendengar suara yang mencurigakan, si Pengejar nyawa
segera berpaling.
Tampak daun jendela sudah hancur, sekilas cahaya putih
yang sangat kuat memancar masuk dengan kecepatan
bagaikan kilat, langsung membabat tenggorokan si Pengejar
nyawa. Begitu kuat dan dahsyatnya cahaya putih itu, tergopohgopoh
si Pengejar nyawa menyambar tubuh Thio Si-au dan
menyingkir ke samping.
Ketika gagal mengenai sasaran, tiba-tiba "Wes!", cahaya
putih itu berputar satu belokan kemudian melayang balik
melalui pecahan daun jendela dan lenyap di balik kegelapan di
luar jendela sana.
Ketika Pengejar nyawa melayang turun kembali ke tanah, ia
merasa alas sepatunya telah terpapas sebagian, ia benarbenar
nyaris terhajar serangan gelap itu.
Kilatan petir dan gelegar guntur masih bersahutan di luar
sana, di tengah derai hujan yang deras tiba-tiba terdengar
seorang berseru dengan nada dingin, "Keluar kau!"
Pengejar nyawa segera menotok jalan darah Ki-hay-hiat di
tubuh Thio Si-au, karena masih kuatir, dia totok pula jalan
darah lemasnya, setelah itu baru melangkah keluar dari
ruangan. Di luar kedai terlihat ada tujuh delapan orang tergeletak di
atas tanah, ternyata mereka tak lain adalah para tamu,
Ciangkwe serta pelayan kedai itu.
Orang-orang itu tergeletak di atas tanah berlumpur, luka
yang mencabut nyawa mereka berada di tenggorokan, kalau
dilihat dari luka yang tertinggal, tampaknya orang-orang itu
mati tersayat sabetan golok lengkung yang sangat cepat,
sedemikian tajam dan cepatnya sayatan itu hingga yang


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

752 tersisa hanya lapisan kulitnya saja, mati tanpa sempat
mengeluarkan sedikitpun suara.
Di tengah kilat yang menyambar dan hujan yang turun
sangat lebat, tampak seseorang berdiri sepuluh kaki di
hadapannya, orang itu mengenakan topi lebar dan
mengenakan jas hujan hingga tak nampak jelas raut
wajahnya, ia berdiri di situ bagaikan sebuah bukit berwarna
hitam, sebilah golok lengkung yang memancarkan sinar
berkilat tersoren di pinggangnya.
Sebilah golok lengkung yang tak mungkin dijumpai di
daratan Tionggoan.
Di ujung golok lengkung itu masih terlihat sisa darah,
butiran darah berwarna merah.
Tiba-tiba si Pengejar nyawa teringat kembali dengan
petunjuk yang dikemukakan Cukat-sianseng kepadanya,
kesepuluh jari tangan si petugas kentongan yang ada di depan
istana Jian-liok-ong terpa pas kutung oleh sebilah golok
lengkung pengejar nyawa yang dapat melayang balik.
Maka dengan kening berkerut dia pun menegur, "Kau
datang dari wilayah Biau?"
Orang itu manggut-manggut tanpa menjawab.
Sekali lagi suara guntur menggelegar membelah bumi,
suara geledek yang menyambar persis seperti suara
genderang perang yang dibunyikan bertalu-talu.
Kembali Pengejar nyawa menegur, "Kau adalah si Dewa
mati dari Jit-ci Ho Thong atau Si golok tanpa darah Ho Lui"
Atau It-to-jian-li (golok sakti seribu li)' Mo-sam Ha-ha" Atau
ma-lah si golok tanpa tanding Leng Liu-peng?"
Orang itu tidak langsung menjawab, sampai lama kemudian
baru ujarnya, "Orang yang akan membunuhmu adalah Mosam
Ha-ha!" Pengejar nyawa tahu jika dia langsung mengajukan perta- j
nyaan siapakah dia, belum tentu orang itu akan memberikan
jawaban, oleh sebab itulah secara sengaja dia menyebutkan
nama empat jagoan golok yang paling dicurigai selama ini,
keempat jagoan golok itu semuanya berasal dari wilayah Biau,
753 dan menjadi kebiasaan orang persilatan, mereka enggan kalau
salah disangka sebagai jagoan lain, maka biasanya mereka
akan segera mengakui siapa dirinya.
Begitu tahu orang ini adalah Mo-sam Ha-ha, diam-diam si
Pengejar nyawa merasa bergidik, sebab di antara empat orang
jagoan golok yang dia sebut, kecuali si Golok tanpa tanding
Leng Liu-peng, kepandaian silat si Golok sakti seribu li Mo-sam
Ha-ha terhitung paling lihai.
"Jadi kau yang telah membantai orang-orang itu?" tiba-tiba
si Pengejar nyawa menegur sambil tertawa.
Mo-sam Ha-ha tidak menjawab.
"Aku adalah seorang opas!" kembali si Pengejar nyawa j
memperkenalkan diri.
Sekali lagi suara guntur menggelegar di angkasa, hujan tu-
] run semakin deras.
Dengan nada suara yang sama sekali tidak berubah, datar,!
dingin dan kaku, Mo-sam Ha-ha menjawab, "Kau masih ingin
menangkapku?"
Pengejar nyawa mengangguk.
"Tentu saja, siapa membunuh orang dia harus dihukum.
Kau akan kutangkap agar bisa diadili secara hukum."
"Kalau begitu kau harus mampus!" seru Mo-sam Ha-ha.
Begitu selesai berkata, tiba-tiba golok lengkung yang tersoren
di pinggangnya telah berputar di udara dan "Wes!",
langsung membacok ke tubuh lawan.
Pengejar nyawa membentak nyaring, dia tangkis serangan
itu dengan lengannya, tapi golok lengkung itu seakan
bernyawa, baru tiba di tengah jalan mendadak dia berubah
arah, kali ini belakang kepala yang diancam.
Pengejar nyawa segera membungkukkan badan
membiarkan golok lengkung itu menyambar lewat persis di
atas rambutnya, gagal mengenai sasaran, golok lengkung itu
melayang balik ke tangan Mo-sam Ha-ha.
Di tengah kegelapan malam, golok lengkung itu
memancarkan cahaya bagaikan segumpal kobaran api.
754 Pengejar nyawa tahu dia tak boleh berdiam diri menunggu
lawan melancarkan serangan lagi, bagaikan seekor singa lapar
dia menubruk ke depan.
Tapi baru menubruk sampai tengah jalan, lagi-lagi cahaya
golok berkelebat dari balik tangan Mo-sam Ha-ha, sebuah
serangan yang luar biasa!
Pengejar nyawa membentak marah, sembari membalikkan
badan ia lepaskan tendangan berantai, tendangan itu
langsung menghajar di atas gagang golok membuat senjata
itu mencelat ke udara, namun setelah berputar tiga kali tibatiba
"Wes!", sekali lagi menggorok leher Pengejar nyawa.
Golok lengkung itu memang nyata ampuhnya, pada
hakikatnya mirip sebilah golok bernyawa!
Dalam keadaan begini, tak ada jalan lain bagi si Pengejar
nyawa kecuali cepat mundur ke belakang.
"Sret!", kembali golok lengkung itu melayang balik ke
tangan Mo-sam Ha-ha.
Hujan turun semakin deras, sekeliling tempat itu telah
berubah bagai kubangan air yang besar.
Mo-sam Ha-ha tetap berdiri sepuluh langkah di hadapan
lawannya, si Pengejar nyawa sama sekali tak mampu
menghampirinya, terpaksa menjadi sasaran penyerangan
lawan. Pengejar nyawa mulai merasa telapak tangannya jadi
dingin, dingin karena terkejut bercampur ngeri.
Tatkala Mo-sam Ha-ha sedang menarik balik golok
lengkungnya tadi, sebenarnya dia punya kesempatan untuk
menerjang ke depan sekali lagi, sebab pada saat itulah
perhatian lawan sedikit agak mengendor, biar serangannya
belum tentu mengenai sasaran, paling tidak dia bisa
merangsek lebih ke depan.
Selama ini dia memang pandai memanfaatkan peluang
semacam ini. Tapi sayang ketika badannya hendak maju ke depan, tibatiba
dadanya terasa amat sakit, rasa sakit yang luar biasa
membuat hawa murninya buyar.
755 Rasa sakit yang luar biasa ini berasal dari bekas pukulan
Toa-jiu-eng yang dilancarkan Kwan Hay-beng tadi.
Pada saat yang amat kritis tadi dia memang berhasil
menghindarkan diri dari sodokan Bu Seng-tang yang
mengarah jalan darah Siang-tiong-hiat di tengah dada, namun
pukulan Kwan Hay-beng bersarang telak di punggungnya.
Justru karena terluka dia tak bisa bertarung kelewat lama,
maka dia gunakan akal dan siasat untuk membekuk Thio Siau.
Tiba-tiba satu pikiran aneh melintas dalam benaknya, kalau
si Tanpa perasaan hadir di situ, urusan pasti segera akan
beres, karena golok lengkung yang seakan bernyawa itu
mungkin hanya bisa dikendalikan oleh senjata rahasia si Tanpa
perasaan. Sekali lagi kilatan halilintar membelah bumi, menerangi
seluruh jagad. Di antara kilatan cahaya yang amat terang itu, dia
menyaksikan golok lengkung di tangan Mo-sam Ha-ha ikut
berkilat tajam.
Betapapun terangnya cahaya itu, si Pengejar nyawa tak
sempat menyaksikan apapun, dia pun tidak mendengar suara
desingan golok, karena saat itu hujan turun semakin deras.
Tapi dia yakin, saat itu pihak lawan pasti sudah melepaskan
lagi golok lengkungnya.
Sekuat tenaga dia berusaha melambung ke udara, tiba-tiba
pinggangnya terasa panas bercampur pedas, di antara kilatan
cahaya halilintar, sorot mata si Pengejar nyawa segera
berbinar, dia telah menyaksikan sesuatu benda dengan jelas.
Golok lengkung itu telah melayang balik ke tangan Mo-sam
Ha-ha. Pengejar nyawa merasa pinggangnya sakit. Setelah
melambung di udara, cepat dia berbalik menerobos masuk ke
dalam kedai. Dia tak boleh bertarung terlalu lama di tempat terbuka
melawan Mo-sam Ha-ha, dia tak boleh menunggu datangnya
kilatan halilintar lagi, sebab dia tidak yakin mampu
756 menghindar dan lolos dari babatan golok lengkung yang
dilancarkan lawan.
Seandainya dia tidak terluka, bisa saja dia bertarung terus
dengan mempertaruhkan nyawa sendiri, tapi sekarang dia
dalam keadaan terluka, bertarung sama artinya mencari
mampus! Dalam keadaan begini, dia harus menangkan pertarungan
ini dengan mengandalkan kecerdasan otak, bukan bertarung
dengan otot. Ketika tiba kembali dalam ruang kedai, dari tiga lentera
yang tersisa kini tinggal sebuah yang masih menyala.
Air hujan diikuti hembusan angin kencang membasahi
ruang kedai, dengan meminjam sisa cahaya yang memancar
dari lentera terakhir, dia dapat menyaksikan warna merah
yang membasahi pakaian bagian pinggangnya.
Pada saat itulah ... "Wes!", golok lengkung menerobos
masuk ke dalam ruang kedai melalui pintu yang terbuka.
Lekas si Pengejar nyawa mendekam di lantai, bersembunyi
di belakang sebuah meja besar, meja itu langsung terpapas
hancur jadi tujuh delapan bagian dan golok itupun melayang
keluar pintu dan lenyap di balik kegelapan malam.
Ruang kedai itu dipenuhi berbagai macam barang, bukan
satu pekerjaan mudah bagi golok lengkung itu untuk
mencabut nyawa si Pengejar nyawa dalam suasana seperti ini.
Sementara orang itu telah menghentikan serangannya, dia
masih berdiri di luar pintu kedai, sepuluh langkah jauhnya.
Mengawasi meja yang hancur serta pintu kedai yang
terpentang lebar, tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak
Pengejar nyawa.
Pada saat itulah cahaya golok kembali berkelebat, golok
lengkung itu kembali mengejar datang melancarkan babatan.
Pengejar nyawa segera menyelinap mundur ke belakang.
Ternyata pusingan golok lengkung kali ini bukan mengarah
ke tubuhnya tapi meluncur ke arah Thio Si-au, gagang golok
lengkung itu menumbuk secara telak jalan darah Ki-hay-hiat di
tubuh Thio Si-au yang tertotok.
757 Pengejar nyawa terkesiap, tapi dengan cepat hatinya
menjadi tenang, sebab masih ada jalan darah lemas di tubuh
Thio Si-au yang belum dibebaskan.
Lagi-lagi golok lengkung itu meluncur masuk!
Pengejar nyawa bersiap, dia tak akan membiarkan gagang
golok itu menumbuk jalan darah lemas di tubuh Thio Si-au
dan membebaskannya, siapa tahu serangannya kali ini
langsung tertuju ke tubuhnya, terpaksa Pengejar nyawa
menyelinap mundur lagi ke belakang.
"Krak!", tiang penyangga ruang terpapas kutung jadi dua.
Pengejar nyawa terkesiap, cepat dia menyelinap lagi ke
belakang sebatang kayu penyangga yang lain, golok lengkung
itu berputar dan "Wes!", kembali tiang penyangga itu terbabat
kutung sebelum senjata itu melayang balik keluar ruangan.
Sungguh dahsyat serangan golok lengkung itu, setelah
membabat kutung dua tiang penyangga masih juga punya
tenaga untuk melayang balik ke tangan pemiliknya,
kedahsyatan serangan itu sungguh menggidikkan hati.
Mo-sam Ha-ha memang tak malu disebut pembunuh nomor
wahid dari wilayah Biau, sekalipun golok lengkungnya tidak
benar-benar mampu membunuh orang dari jarak ribuan li,
namun bukan pekerjaan yang terlalu sulit untuk mencabut
nyawa seseorang dari jarak seratus langkah.
Tapi si Pengejar nyawa yakin, bila bicara soal kepandaian
ilmu pukulan, belum tentu pihak lawan sanggup menangkan
dirinya, apalagi kalau bicara ilmu tendangan, Mo-sam Ha-ha
masih jauh ketinggalan dibanding kemampuannya.
Hanya sayang dia tak mampu menerjang keluar, tak
sanggup mendekati lawan.
"Wes!", kembali golok lengkung pencabut nyawa itu
meluncur masuk ke dalam ruangan.
Pengejar nyawa segera bersembunyi di belakang tiang
penyangga yang lain, "Brak!", tiang itu kembali terpapas
kutung. Pengejar nyawa segera sadar akan datangnya bahaya, dari
empat buah tiang penyangga yang menahan bangunan kedai
758 itu, sudah tiga di antaranya terpapas kutung, sebentar lagi
ruang kedai itu pasti akan roboh.
Jika tiang penyangga keempat ikut terpapas kutung dan
ruang kedai itu ambruk, keselamatan jiwanya pasti akan
terancam. Belum habis ingatan itu melintas, golok lengkung itu sudah
berpusing masuk ke dalam ruang kedai dan membabat tiang
penyangga keempat.
Pengejar nyawa segera menerjang keluar dari pintu kedai
dengan sekuat tenaga.
Waktu itu golok andalan Mo-sam Ha-ha sedang meluncur
masuk ke dalam kedai, berarti dalam genggamannya tak ada
senjata, inilah kesempatan emas baginya untuk melancarkan
serangan balasan.
Tapi sayang golok lengkung itu seakan bernyawa, tiba-tiba
senjata itu berputar balik di tengah jalan, kali ini mengancam
punggung si Pengejar nyawa.
Untungnya sejak awal si Pengejar nyawa sudah
memperhitungkan, mendadak ia berjongkok menghindari
babatan itu, kakinya segera menyapu ke kiri kanan sejajar
tanah, pintu kedai segera tersapu hingga tertutup rapat.
Gagal dengan serangannya, golok lengkung itu semestinya
melayang balik keluar pintu, tapi ketika pintu kedai mendadak
tertutup rapat, golok itu tentu saja bukan manusia yang
berakal, tenaga yang mengendalikan senjata pun terputus di
tengah jalan, akibatnya bukan saja senjata itu tak bisa
melayang balik ke tangan sang pemilik, sebaliknya malah
menerjang ke atas pintu kayu.
Begitu ujung golok menghajar pintu, pintu kayu itu pun


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hancur berantakan.
Kali ini Mo-sam Ha-ha yang terperanjat, lekas dia melejit ke
udara sambil menyalurkan tenaganya menggiring balik senjata
andalannya itu, golok lengkung itupun menjebol pintu
kayu dan meluncur keluar.
759 Golok lengkung itu benar-benar sebilah golok yang kuat
dan luar biasa, sebuah ilmu pengendalian senjata yang luar
biasa hebatnya!
Ketika golok lengkung itu terhalang oleh pintu kayu,
Pengejar nyawa segera memanfaatkan peluang itu untuk
menerjang keluar melalui jendela.
Cahaya kilat kembali menyambar, karena golok andalannya
belum meluncur balik ke tangannya, paras muka Mo-sam Haha
nampak terkejut bercampur gugup.
Ketika golok itu baru berputar dan meluncur balik, Pengejar
nyawa telah merangsek maju dan tiba di hadapannya.
Tanpa membuang waktu lagi si Pengejar nyawa
melancarkan serangkaian tendangan berantai, sasaran yang
dituju adalah jalan darah Tay-yang-hiat di kening kiri kanan
Mo-sam Ha-ha. Serangan ini dilancarkan tepat pada saatnya, sementara
Mo-sam Ha-ha masih gugup bercampur kaget, tampaknya sulit
bagi pembunuh nomor wahid dari wilayah Biau ini untuk
menghindar. Pengejar nyawa memang bertekad menghabisi nyawa Mosam
Ha-ha terlebih dulu sebelum menghadapi serangan golok
yang muncul dari belakang.
Tampaknya semua rencananya berjalan lancar, sayang si
Pengejar nyawa salah memperhitungkan sesuatu.
Mendadak terdengar deruan angin tajam membelah
angkasa, tahu-tahu sebuah payung baja telah dibentangkan
dan menangkis datangnya dua tendangan maut itu.
"Duk, duk!", sedemikian dahsyat dua tendangan maut itu,
payung besi itu seketika jebol dan muncul dua lubang besar,
tapi sayang tendangan yang tertuju ke tubuh Mo-sam Ha-ha
pun mengenai tempat kosong.
Lekas Mo-sam Ha-ha menggerakkan tangan, ketika si
Pengejar nyawa baru saja mencabut kakinya dari balik
payung, tiba-tiba cahaya tajam berkelebat dan "Crit!", tangan
kanannya terasa sakit, ternyata golok lengkung itu sudah
menusuk tulang bahu di sisi tangan kanannya.
760 Rasa sakit terasa menusuk hingga ke tulang sumsum,
dengan sempoyongan Pengejar nyawa mundur ke belakang,
melihat golok lengkung itu kembali berputar, lekas dia
kerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk
menjepit golok lengkung itu agar tetap menancap di bahunya.
Walaupun putaran golok seketika terhenti, namun
tubuhnya terdiri dari darah dan daging, tak urung gerak
perputaran senjata tajam itu melukai juga tubuhnya, tampak
darah dan daging berhamburan.
Pengejar nyawa terluka sangat parah, luka yang demikian
berat membuat dia tak sanggup menahan diri.
Sekalipun dia terluka parah, namun Mo-sam Ha-ha juga
kehilangan golok lengkung andalannya.
Dengan sempoyongan Pengejar nyawa mundur ke
belakang, dia berniat melarikan diri dari situ, namun Mo-sam
Ha-ha segera menghadang jalan perginya, pelan-pelan dia
melepas topi lebar yang dikenakannya.
Ketika cahaya petir kembali menyambar, terlihat orang itu
memiliki sepasang mata yang berwarna merah darah,
wajahnya bengis, buas dan kejam, topi lebar yang berada
dalam genggamannya tampak dipenuhi pisau tajam pada
sekeliling tepinya.
Pengejar nyawa mundur terus ke belakang, mendadak
terdengar suara tertawa dingin, Thio Si-au dengan kaki
terpincang-pincang dan menggenggam payung besinya telah
menghadang jalan perginya.
Pengejar nyawa diam-diam bergidik, tapi segera serunya,
"Aku sungguh menyesal, tahu begini, kenapa tidak sekalian
kuhancurkan kakimu yang lain."
Sebetulnya dua tendangan maut yang dilancarkannya tadi
akan membuahkan hasil, dia tak menyangka di tengah jalan
akan muncul seorang "Thia Kau-kim", sehingga usahanya
gagal, tubuhnya malah terluka parah.
Walaupun tenaga serangan dari golok lengkung itu
melemah terlebih dulu lantaran harus membabat kayu
penyangga ruangan dan menjebol pintu kayu, meski menusuk
761 bahu si Pengejar nyawa dan membuat Mo-sam Ha-ha
kehilangan golok andalannya, namun luka itu sudah cukup
membuatnya kehilangan hampir sebagian besar
kemampuannya untuk bertarung.
Dia menyesal kenapa kelewat gegabah, seharusnya dia
membayangkan setelah jalan darah Ki-hay-hiat di tubuh Thio
Si-au ditumbuk bebas oleh gagang golok lengkung itu, dengan
mengandalkan tenaga dalam yang dimiliki orang she Thio itu,
bukan pekerjaan yang terlalu sulit untuk menjebol totokan
jalan darah lemas di tubuhnya.
Dan sekarang di saat yang paling menentukan, Thio Si-au
justru berhasil menjebol totokan jalan darahnya dan
melakukan serangan mematikan.
Sambil tertawa seram terdengar si Siucay berpayung besi
Thio Si-au berseru, "Kau telah membuat kakiku pincang,
membuat payung besiku jebol, sudah sepantasnya kalau aku
membuat perhitungan denganmu?"
Sementara itu sambil mempermainkan topi lebarnya yang
bergigi pisau, selangkah demi selangkah Mo-sam Ha-ha
berjalan mendekat, serunya nyaring, "Kembalikan golokku!"
Pengejar nyawa tertawa getir, dengan kemampuannya saat
ini jangan kan bertarung melawan Mo-sam Ha-ha,
menghadapi Thio Si-au yang sudah terluka pun sulitnya
setengah mati. "Baiklah," ujar Pengejar nyawa kemudian sambil tertawa
sedih, "akan kuserahkan kepadamu."
Sambil membungkukkan badan dia mencabut keluar golok
itu, lalu dengan membentuk bianglala emas dia lontarkan
senjata itu ke arah Mo-sam Ha-ha.
Begitu golok dicabut keluar dari bahunya, semburan darah
segera mengucur deras, tergopoh-gopoh si Pengejar nyawa
kabur ke dalam bangunan kedai.
Sebetulnya Mo-sam Ha-ha bisa saja berkelit dengan mudah
atas lemparan golok lengkung itu dan kemudian melakukan
pengejaran dan membunuh si Pengejar nyawa, tapi ia tidak
berbuat demikian, golok itu merupakan benda mestika yang
762 paling disayang Mo-sam Ha-ha, bahkan jauh lebih disayang
ketimbang nyawa sendiri, tentu saja dia tak mau membiarkan
senjata itu terbuang, maka dengan mementangkan tangan ia
sambar senjata itu.
Karena harus mengurus goloknya. Pengejar nyawa pun
memanfaatkan kesempatan itu untuk menerjang masuk ke
dalam kedai. Jalan pikiran Mo-sam Ha-ha adalah sambut dulu golok
lengkungnya, kemudian baru mengejar Pengejar nyawa dan
berusaha membunuhnya.
Thio Si-au sangat membenci pemuda itu karena telah
membuatnya cacad, tentu saja tidak membiarkan lawannya
kabur, dengan menggunakan payungnya sebagai toya, dia
sapu pinggang lawan.
Sejak awal si Pengejar nyawa sudah bersiap, dia ayunkan
tangannya ke depan, buli-buli yang tergantung di pinggangnya
segera terbang meluncur ke depan.
Ketika Thio Si-au harus menangkis serangan yang datang
dengan payung, si Pengejar nyawa segera kabur ke dalam
ruangan kedai. Tidak terima musuhnya kabur, kembali Thio Si-au menusuk
ke depan dengan ujung payungnya.
Baru"saja Thio Si-au menyusup ke dalam ruangan,
mendadak terlihat si Pengejar nyawa melepaskan satu
tendangan keras ke atas tiang penyangga ruangan.
Untuk sesaat jagoan she Thio ini tertegun, dia tak tahu apa
yang sedang dilakukan lawannya, belum habis ingatan itu
melintas, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat
keras menggelegar membelah angkasa, tahu-tahu seluruh
bangunan kedai itu ambruk ke bawah.
Sekarang Thio Si-au baru sadar apa yang terjadi, lekas dia
mundur ke belakang bersiap kabur dari situ, sayang kakinya
yang terluka terbentur kayu, tak ampun tubuhnya segera
roboh terjerembab, hancuran genting, kayu dan batu bata pun
berhamburan menindih di atas tubuhnya.
763 Sementara itu Mo-sam Ha-ha sudah berhasil menangkap
kembali golok lengkungnya, sebetulnya dia siap menyerbu ke
dalam kedai untuk melancarkan serangan, namun ingatan lain
segera melintas, dia tahu golok lengkungnya tidak cocok
digunakan dalam ruangan yang sempit, apalagi si Pengejar
nyawa banyak akal dan tipu muslihatnya, sementara dia masih
sangsi, pada saat itulah seluruh bangunan kedai itu roboh ke
tanah. Mo-sam Ha-ha segera mengalihkan seluruh perhatiannya
ke balik reruntuhan itu, dia mengawasi setiap benda bergerak
yang muncul dari balik hancuran genting, kayu dan bebatuan.
Benar saja, tak lama kemudian tampak ada sebuah benda
yang bergerak dari balik reruntuhan, perlahan-lahan benda itu
bergerak keluar kemudian bangkit berdiri.
Mo-sam Ha-ha mendengus dingin, tanpa mengucapkan
sepatah kata pun dia mengayunkan tangannya ke depan,
"Wes!", golok lengkungnya segera melesat ke muka
menyambar benda yang sedang bergerak itu.
Golok itu langsung menghajar sasarannya secara telak,
jeritan ngeri segera bergema memecah keheningan, tiba-tiba
Mo-sam Ha-ha terkesiap, lekas dia menarik balik golok
lengkungnya, kemudian maju menghampiri sang korban.
Ternyata orang yang sedang mengaduh sambil bergulingan
kesakitan di tanah tak lain adalah Thio Si-au.
"Aduh ... aduh ... kau telah melukai aku! Kau telah melukai
aku!" terdengar si Siucay payung besi Thio Si-au berteriak
kesakitan. Ternyata sewaktu bangunan kedai itu roboh, Thio Si-au
tidak sempat melarikan diri, untung dia pandai dan panjang
akal, lekas payung besinya dipentang lebar dan
menyembunyikan tubuh di bawahnya, bebatuan besar dan
batu bata memang tak sampai menghantam badannya, tapi
hancuran batu dan genting cukup mendatangkan rasa sakit di
seluruh badannya, walaupun begitu, dia tetap memusatkan
seluruh perhatiannya untuk mengejar si Pengejar nyawa.
764 Ketika ia jumpai si Pengejar nyawa melompat keluar lewat
daun jendela yang lain sebelum bangunan kedai iru roboh, ia
jadi panik, sekuat tenaga ia berusaha bangkit berdiri dan
melakukan pengejaran.
Siapa tahu pada saat itulah kilatan cahaya putih
menyambar, lekas dia pentang payung besinya untuk
melindungi diri, golok lengkung itu memang tak berhasil
membacok masuk, sayang permukaan payung sudah terdapat
dua lubang besar karena tendangan si Pengejar nyawa tadi,
ujung golok itu segera menyusup masuk melalui lubang tadi
dan mencongkel biji mata kanannya.
Darah segera menyembur keluar melalui luka itu, saking
kesakitannya dia pun menjerit-jerit macam orang gila.
Melihat serangannya salah sasaran, timbul juga rasa
penyesalan dalam hati Mo-sam Ha-ha, namun sebagai orang
yang berhati kejam, dia pun segera berpikir, "Ah, peduli amat
salah sasaran, siapa suruh kau bersembunyi di situ macam
kura-kura dan tidak berilmu tinggi
Maka dengan suara lantang dia pun menegur, "Kemana
kaburnya si Pengejar nyawa?"
Sambil mengaduh Thio Si-au menuding ke arah sana,
kemudian teriaknya, "Cepat bantu aku menghentikan
pendarahan, cepat hentikan pendarahanku."
"Hm, itu kan urusanmu sendiri!" jengek Mo-sam Ha-ha
sambil tertawa dingin, ia berkelebat ke muka dan lekas
mengejar ke arah yang ditunjuk, sementara di hati kecilnya
kembali berpikir, "Pengejar nyawa sudah menderita luka
parah, tak nanti dia mampu kabur dalam cuaca hujan badai
seperti ini, kalau aku mesti jalan beriring dengan Thio Si-au
yang cacad kakinya, bisa jadi urusanku malah terbengkalai
Di tengah hujan badai yang masih turun dengan hebatnya,
terlihat Siucay berpayung besi Thio Si-au tergeletak di atas
tanah berlumpur sambil mengerang kesakitan, sementara
Pengejar nyawa dengan membawa luka parah melarikan diri,
sedang Mo-sam Ha-ha dengan sepenuh tenaga melakukan
pengejaran. 765 Air hujan membuat langit seolah terselubung selapis jaring
berwarna putih, Pengejar nyawa menghentikan sejenak
larinya, dia saksikan bekas telapak kakinya telah ternoda oleh
warna merah darah.
Sejak terjun ke dunia persilatan, tiap kali dialah yang selalu
mengejar orang, tapi kali ini justru orang yang mengejar
dirinya. Dia sadar dirinya tak mungkin bisa berlari terus di tengah
hujan badai yang demikian lebat, padahal dalam radius lima li,
tak sebuah bangunan rumah pun yang nampak, dia pun tak
mungkin bisa menumpang di rumah penduduk, karena
perbuatannya bisa mendatangkan bencana maut bagi seluruh
penghuni rumah itu.
Untung dia masih ingat di dekat situ terdapat sebuah
gedung milik keluarga persilatan, perkampungan itu bernama
Sebun-san-ceng (perkampungan Sebun), semenjak pemilik
lama perkampungan itu tewas dibantai orang dengan pukulan
tenaga dalam yang dahsyat, Sebun-kongcu mewarisi
semuanya, sepak terjang orang ini di antara lurus dan sesat,
dengan sepasang kaitan emasnya dia pernah menjagoi dunia
persilatan. Pengejar nyawa segera mengambil keputusan untuk kabur
ke perkampungan Sebun-san-ceng dan minta bantuan ke
sana.

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika tiba di depan pintu gerbang perkampungan, hujan
sudah mulai reda, tapi dia dapat merasakan musuh yang
sedang mengejarnya semakin dekat.
Bila mengandalkan ilmu meringankan tubuh pada saat
normal, tak nanti Mo-sam Ha-ha mampu menyusulnya, tapi
setelah menderita dua luka bacokan ditambah sebuah luka
pukulan, kungfunya sudah mengalami pukulan yang berat.
Dengan sepenuh tenaga dia mengetuk pintu gerbang,
bersyukur air hujan telah membawa pergi noda darah yang
bercucuran dari tubuhnya.
Dalam pikirannya, seaneh dan seeksentrik apapun Sebunkongcu
tak nanti menampik kehadirannya, apalagi sebagai
766 sesama umat persilatan dan anak didik Cukat-sianseng yang
termas-hur, dia percaya pihak tuan rumah pasti akan
menerima kedatangannya dengan baik.
Sampai lama sekali baru nampak seorang membukakan
pintu, seorang pelayan dengan tangan sebelah memegang
payung, tangan lain membara lentera, begitu membukakan
pintu gerbang langsung menegur, "Siapa kau" Kenapa di
tengah malam buta
Namun begitu melihat darah yang membasahi seluruh
tubuh si Pengejar nyawa, untuk sesaat dia tak mampu
melanjutkan kata-katanya.
Dari dalam sakunya, si Pengejar nyawa mengeluarkan
sebutir pil dan segera ditelan, kemudian baru ujarnya lirih,
"Tolong sampaikan kepada Siau-cengcu kalian bahwa murid
Cukat-sianseng dari kotaraja datang mengganggu."
Begitu mendengar nama "Cukat-sianseng", pelayan itu
segera menyahut dan berlari masuk ke dalam untuk memberi
laporan, sementara seorang pelayan lain segera menegur
dengan penuh perhatian, "Parahkah lukamu?"
"Tidak apa-apa," sahut Pengejar nyawa setelah menarik
napas panjang dan tertawa getir, "apakah kau punya obat
luka luar" Tolong ambilkan sedikit untukku."
Tak selang berapa saat pelayan tadi sudah muncul kembali
diiringi seorang Kongcu berbaju perlente.
Pemuda perlente itu berjalan dengan tenang di bawah
curah hujan tanpa membawa payung, tapi anehnya air hujan
segera menepis sendiri, tak setetes pun yang membasahi
bajunya, ini menunjukkan betapa tinggi dan sempurnanya
tenaga dalam yang dia miliki.
"Sebun-kongcu?" Pengejar nyawa segera menyapa. "Siapa
anda?" tanya Kongcu perlente itu sembari bantu membimbing
tubuhnya. "Murid ketiga Cukat-sianseng, si Pengejar nyawa." "Ah,
rupanya kau!" agak terkejut Sebun-kongcu berseru, "A Siu,
cepat siapkan obat luka luar dan kain perban bersih. A Hok,
segera terima tamu di ruang Pit-bwe-siang!"
767 Ruangan Pit-bwe-siang tak lebih hanya sebuah ruangan
yang terbuat dari batu, tiga sisi berupa dinding batu dengan
pintu di sisi lain, pintu itu dalam keadaan terbuka lebar,
Sebun-kongcu dengan senyuman menghias wajahnya berdiri
menanti di situ.
Memandang sekejap luka yang telah diperban rapi,
Pengejar nyawa berseru, "Sebun-kongcu, terima kasih banyak
atas bantuanmu."
"Bantuan apa" Bila saudara Pengejar nyawa tak keberatan,
tolong beritahu padaku siapa yang telah melukaimu"
Sepasang kaitan Cayhe pasti tak akan melepaskan orang itu
begitu saja."
Pengejar nyawa tertawa getir.
"Ah, sudahlah, luka ini kuperoleh karena sebuah
perkelahian, aku tak berani menyusahkan Kongcu."
Tiba-tiba Sebun-kongcu berkata, "Jika ditinjau dari luka
yang saudara derita, tampaknya luka itu disebabkan bacokan
sebangsa golok, mungkin golok lengkung dari wilayah Biau
atau golok tipis dari Inlam. Sementara bekas telapak tangan
hitam di belakang punggung mirip pukulan Toa-jiu-eng dari
Shantong, bukankah begitu?"
"Sungguh tajam pandangan mata Kongcu," ujar si Pengejar
nyawa sambil tertawa hambar, sementara di hati kecilnya dia
merasa amat kagum.
Pada saat itulah tiba-tiba A Siu muncul dan membisikkan
sesuatu ke sisi telinga Sebun-kongcu, menyusul tampak paras
muka Sebun-kongcu berubah hebat, tapi kemudian ujarnya
sambil tersenyum, "Hari ini benar-benar merupakan hari
langka, ternyata ada begitu banyak tamu yang datang
berkunjung."
Tergerak perasaan si Pengejar nyawa sesudah mendengar
perkataan itu, serunya, "Kongcu
"Tak usah dibicarakan lagi," tukas Sebun-kongcu sambil
menggoyang tangan dan tertawa, "bila si pendatang khusus
kemari untuk melacak jejakmu, tentu aku bisa beralasan
dengan mengatakan tidak tahu."
768 "Kalau begitu terima kasih banyak atas pertolongan
saudara Sebun."
"Ah, mana, mana, aku tak berani menerimanya," kata
Sebun-kongcu sambil tertawa, kemudian ia mengundurkan diri
dari situ. Sepeninggal orang itu, si Pengejar nyawa mulai
memejamkan mata sambil mengatur pernapasan, rasa sakit di
dadanya sudah jauh berkurang, sementara dua luka bacokan
juga sudah tidak mengeluarkan darah, luka di pinggang hanya
lecet di kulit, justru yang paling parah adalah luka di bahu,
sedikit saja bergerak sudah menimbulkan rasa sakit yang luar
biasa. Tak lama kemudian Sebun-kongcu muncul kembali dengan
senyum di kulum, ujarnya, "Wah, galak benar malaikat iblis
yang muncul barusan, beruntung aku berhasil menyuruhnya
pergi dari sini."
"Terima kasih banyak atas bantuan saudara Sebun," kata si
Pengejar nyawa dengan perasaan lega.
"Saudara Pengejar nyawa, setelah terkena dua bacokan
golok dan satu pukulan dahsyat, kau masih sanggup kabur ke
dalam perkampungan kami, bahkan tidak sampai setengah
jam kondisimu sudah jauh membaik, tampaknya
kemampuanmu memang luar biasa."
Pengejar nyawa hanya tertawa hambar dan tidak
menanggapi. Sementara itu A Hok sudah muncul dengan membawa satu
stel pakaian, berjalan menuju ke belakang si Pengejar nyawa
katanya, "Toaya, bagaimana kalau berganti dengan pakaian
ini" Daripada kau masuk angin."
"Tidak usah," jawab Pengejar nyawa sambil membalikkan
badan dan tertawa, "aku sudah terbiasa mengenakan pakaian
begini." "Tapi bajumu itu sudah basah kuyup.."
Baru saja si Pengejar nyawa akan menerima tawaran itu,
mendadak ia saksikan perubahan mimik muka yang sangat
aneh di wajah A Hok, tanpa terasa ia perhatikan berulang kali,
769 tiba-tiba biji mata A Hok memantulkan bayangan di belakang
tubuhnya, ia saksikan Sebun-kongcu dengan menggenggam
sepasang kaitannya kuning keemasan sedang berjalan
menghampirinya.
Kemudian sepasang kaitan itu berkelebat dan dibacokkan
ke punggungnya.
Dalam gugupnya si Pengejar nyawa menarik tubuh A Hok,
kemudian dilontarkan ke belakang, sementara dia sendiri
beringsut maju beberapa langkah, tapi rasa sakit dari luka di
bahunya membuat ia terhuyung, lekas dia berpegangan pada
dinding batu. Sungguh dahsyat bacokan sepasang kaitan Sebun-kongcu,
kelihatannya begitu dilancarkan harus ada korban yang jatuh,
tak ampun sepasang senjata itu langsung menghujam di dada
A Hok. Terdengar A Hok menjerit kesakitan lalu roboh terkapar ke
tanah. Sebaliknya si Pengejar nyawa tak sanggup melancarkan
serangan balasan karena tubuhnya terasa sangat lemah,
serunya dengan napas tersengal, "Kau ... kau..."
Gagal dengan serangan bokongan, Sebun-kongcu
menghela napas panjang, keluhnya, "Ternyata kau memang
cekatan dan selalu waspada! Tak heran serangan gabungan
Kwan-loyacu, Bu-lotoa dan Thio-siucay gagal menghadapi
dirimu!" Dalam waktu singkat si Pengejar nyawa berhasil
memulihkan kembali ketenangannya, setelah tertawa dingin ia
menegur, "Jadi kau pun termasuk tiga belas pembunuh?"
Mendengar pertanyaan itu, Sebun-kongcu tertawa lebar.
"Tentu saja, akulah yang bertugas sebagai penghubung
wilayah selatan, si Pentolan iblis Si, Kwan-loyacu, Mo tua dari
wilayah Biau, Thio-siucay serta dua bersaudara Bu harus
berhubungan terus dengan aku."
"Bagus... bagus"
"Lebih baik kuperkenalkan seorang sahabat lama'
untukmu," kembali Sebun-kongcu berkata, baru selesai
770 ucapan itu, seseorang sudah berjalan masuk bagaikan sukma
gentayangan, orang itu mengenakan topi lebar terbuat dari
bambu. Begitu melihat siapa yang datang, perasaan si Pengejar
nyawa segera menjadi dingin separoh.
"Barusan ada seorang tamu jauh yang kebingungan
mencarimu ke sana kemari," ujar Sebun-kongcu lagi, "maka
aku jawab, tak usah mencari kemana-mana lagi, sebab dia
sedang berada dalam ruang baruku, maka dia pun ikut datang
kemari menengokmu."
Pengejar nyawa menghela napas panjang, sambil
menyandarkan diri ke dinding ruangan katanya, "Kelihatannya
aku telah salah memilih tempat pemondokan!"
"Hahaha Sebun-kongcu tertawa tergelak, "kau anggap
perkampungan Sebun-san-ceng di selatan dan Lembah
Auyang di Utara adalah tempat yang bisa seenaknya kau
datangi?" Mendadak terlihat A Siu berlari%masuk dengan tergopohgopoh
lalu membisikkan sesuatu ke sisi telinga Sebun-kongcu,
kemudian tampak paras mukanya berubah hebat, kepada Mosam
Ha-ha serunya, "Thio-siucay juga ikut kemari, bukankah
kau bilang dia sudah mampus?"
Mo-sam Ha-ha tertawa dingin.
"Hm, memangnya dia masih mampu berjalan pulang?" jengeknya.
"Tidak," jawab A Siu penuh hormat, "ada dua orang
pemuda yang mengantarnya kemari."
"Hm!" kembali Mo-sam Ha-ha mendengus dingin.
Dengan wajah dingin membesi Sebun-kongcu berkata,
"Memang paling baik bila Thio-siucay bisa pulang, suruh dia
segera kemari, katakan kalau orang yang melukainya berada
di sini. Kemudian bunuh dua orang pemuda yang
mengantarnya pulang."
"Baik!" sahut A Siu terus beranjak pergi.
771 Sepeninggal anak buahnya, Sebun-kongcu kembali
berpaling ke arah Pengejar nyawa sambil berkata,
"Tampaknya kau kedatangan lagi seorang sahabat lamamu."
Pengejar nyawa tertawa getir.
"Seorang sahabat lama saja sudah lebih dari cukup, tak
kusangka malam ini aku kedatangan tiga orang sahabat lama
sekaligus."
"Hahaha ... orang bilang empat opas memiliki kecerdasan
dan kecekatan luar biasa, tapi kalau dilihat keadaanmu hari
ini, biar Cukat-sianseng datang sendiri pun belum tentu bisa
kabur dengan gampang."
"Ya, siapa suruh aku salah masuk kedai hitam, aku
memang tak bisa menyalahkan siapa pun."
Sekali lagi Sebun-kongcu tertawa tergelak, "Hahaha ... selewatnya
malam ini, empat opas besar dunia persilatan akan
tersisa tiga orang."
"Tiga besar?" Mo-sam Ha-ha mendengus dingin, "aku lihat
usia mereka pun tak bakal lama."
Sementara itu dari belakang punggung Sebun-kongcu
kembali muncul seseorang, orang itu berjalan masuk dengan
langkah sempoyongan, begitu bertemu si Pengejar nyawa dia
segera tertawa keras saking gusarnya.
"Bagus, bagus sekali! Biarpun kau sudah mengobrak-abrik
langit dan bumi, pada akhirnya tidak berhasil juga lolos dari
cengkeraman kami!"
Orang itu tak lain adalah si Siucay berpayung besi Thio Siau,
sekujur tubuhnya tampak basah kuyup, matanya buta
sebelah, kakinya pincang, keadaannya benar-benar
mengenaskan. Begitu berjumpa Mo-sam Ha-ha, dengan penuh amarah dia
pun mengumpat, "Kau memang bajingan tua! Sudah tahu aku
terluka parah, kau menggubris pun tidak, coba kalau bukan
ada dua orang pemuda pemberani yang mau memayangku
sampai ke sini, mungkin aku benar-benar sudah mati
kesakitan di tempat itu!"
Mo-sam Ha-ha mendengus dingin tanpa menjawab.
772 Kelihatannya Thio Si-au sendiri pun menaruh perasaan
segan bercampur ngeri terhadap Mo-sam Ha-ha, dia tak
berani berjalan kelewat dekat.
"Sudah, sudahlah" Sebun-kongcu segera melerai, "kalau
bukan berkat Mo tua yang telah menggiring musuh besarmu
hingga terjebak di sini, mungkin kau tak akan punya
kesempatan membalas dendam."
"Tapi goloknya telah melukai mata kananku!" teriak Thio Siau
penuh amarah. Tiba-tiba Sebun-kongcu merendahkan suaranya dan
berbisik kepada Thio Si-au, "Kau jangan lupa, sekalipun
badanmu tidak menderita luka parah pun belum tentu kau
mampu menandingi kelihaiannya! Kenapa tidak kita bereskan
dulu sang opas, kemudian baru bersama-sama mengadukan
persoalan ini kepada sang kepala!"
Thio Si-au berpikir sejenak, merasa ucapan itu ada
benarnya juga, terpaksa dia harus menahan semua gejolak
emosinya.

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali Sebun-kongcu berkata, "Sudah kusuruh A Siu
untuk membereskan kedua orang yang memayangmu
kemari." "Memang paling bagus dibunuh sampai tuntas," kata Thio
Si-au tanpa berubah wajah, "daripada membiarkan mereka
bertanya ini itu terus, bikin sebal saja!"
Sebun-kongcu tertawa, perlahan-lahan dia berpaling ke
arah si Pengejar nyawa lalu katanya, "Sekarang sudah saatnya
untuk menjagal dirimu!"
Pengejar nyawa menyapu pandang sekejap sekeliling
tempat itu, ketika melihat pintu ruangan sudah dijaga ketat
sementara di sekitar sana tak ada jalan lain lagi, tak tahan dia
pun menghela napas panjang, dalam keadaan begini, satusatunya
jalan baginya hanya bertarung hingga titik darah
penghabisan. "Sekarang kau bisa menuntutkan balas bagi kematian dua
bersaudara Bu dan Kwan-loyacu," kembali Sebun-kongcu
berkata dingin.
773 "Bukan dia yang membunuh mereka," Thio Si-au segera
menyela, "ternyata Bu-loji bukan mati di tangan bajingan ini,
Bu-lotoa yang telah melakukan pembunuhan itu. Kemudian
tatkala kami tahu duduk persoalan yang sebenarnya, aku dan
Kwan-loyacu pun berusaha membekuk Bu-lotoa, tapi dengan
akal licik Bu-lotoa berhasil meracuni Kwan-loyacu hingga mati,
pukulan terakhir yang dilancarkan Kwan-loyacu berhasil pula
membunuh Bu-lotoa. Sementara aku sendiri karena bertindak
kurang hati-hati, akhirnya malah dipecundangi bajingan ini,
ketika aku terdesak muncul Mo tua ... jadi yang benar dia tak
pernah membunuh orang-orang kita."
"Semula kukira dengan kemampuanmu, kemampuan
Bulotoa dan Kwan-loyacu sudah lebih dari cukup untuk
menghadapi opas ini, namun ketika melihat kalian belum juga
kembali, aku jadi kuatir, maka kuminta Mo tua untuk pergi
menengok, jadi kalau mau jujur, Mo tua justru merupakan
tuan penolongmu. Aku sendiri juga heran, masakah dengan
kerja sama kalian bertiga pun tak berhasil menandingi
kemampuannya ... eh, ternyata kalian malah saling gontok."
"Biarpun mereka bukan tewas di tangan bajingan itu, tapi
kakiku pincang gara gara ditumbuk dia, aku tetap akan
menuntut balas sakit hati ini."
Dalam pada itu Mo-sam Ha-ha sudah melolos golok
lengkungnya, kepada si Pengejar nyawa ejeknya sambil
tertawa dingin, "Akan kulihat apa kau masih mampu
menghindari bacokan golokku!"
Begitu selesai berkata, golok lengkungnya segera melayang
ke depan. Tiba-tiba terdengar seorang mendengus dingin, menyusul
tampak sesosok bayangan manusia berkelebat, ayunan golok
terbang itu langsung menghajar tubuh bayangan itu.
"Blam!" diiringi suara keras, bayangan tubuh orang itu
roboh terjungkal ke tanah, sementara golok lengkung itu
menancap di atas dadanya, tanpa sempat menimbulkan
sedikitpun suara tewaslah dia.
774 Ternyata orang itu tak lain adalah A Siu. Seharusnya golok
lengkung itu terbang balik ke tangan Mo-sam Ha-ha setelah
menghujam dada A Siu, namun sebelum hal itu terjadi, tibatiba
terlihat sesosok bayangan melayang turun dari udara,
tangannya langsung menekan di atas gagang golok itu
sehingga tenaga memantul yang muncul di tubuh golok tadi
menjadi punah, akibatnya golok itu tetap tertinggal dalam
tubuh ASiu. Tampaknya jago yang melakukan perbuatan itu merupakan
jago yang sangat ahli dalam ilmu senjata rahasia, kalau bukan
begitu, tak mungkin dia bisa memperhitungkan saat yang
tepat untuk menjebol rahasia Hui-hun-tui-gwat-to (golok
pengejar rembulan pembalik sukma).
Ternyata orang itu hanyalah seorang pemuda berwajah
tampan, bermata tajam dan cacad sepasang kakinya.
Tak terlukiskan kaget Mo-sam Ha-ha melihat goloknya
punah begitu saja.
Melihat pemuda yang baru hadir, dengan luapan rasa
gembira si Pengejar nyawa segera berseru, "Toa-suheng!"
"Sam-sute, maaf kalau kedatangan kami agak terlambat
sehingga membuat kau menderita luka," kata pemuda itu
penuh perhatian.
Orang ini tak lain adalah pemimpin dari empat opas, si
Tanpa perasaan.
"Hm, ternyata hanya seorang manusia cacad!" teriak Mosam
Ha-ha penuh gusar.
"Hehehe ... sayang orang yang kau hadapi sekarang adalah
seorang ahli senjata rahasia yang sesungguhnya," ejek
Pengejar nyawa sambil tertawa dingin.
Sebun-kongcu ikut tertawa seram, teriaknya, "Kau kira
hanya mengandalkan kemampuanmu seorang dapat
menyelamatkan jiwanya?"
"Tidak, masih ada aku!" terdengar seorang menyambung
perkataan itu dari luar, menyusul ucapan yang dingin itu
terlihat seorang pemuda berwajah dingin dan bermata tajam
telah berdiri di depan pintu.
775 "Su-sute!" teriak Pengejar nyawa kegirangan.
"Sam-suheng, maaf kedatangan kami agak terlambat!"
ucap si Darah dingin dengan perasaan kuatir.
Dalam pada itu Thio Si-au sudah berdiri tergagap dengan
mata terbelalak dan mulut melongo, sesaat dia hanya bisa
mengeluh, "Jadi kalian ... ternyata kalian adalah
Bukan secara kebetulan si Tanpa perasaan dan Darah
dingin tiba tepat pada waktunya, sejak berpisah dengan
Cukat-sianseng, mereka segera berangkat meninggalkan
kotaraja dan berusaha mencari kabar tentang si Pengejar
nyawa. Berdasarkan tanda rahasia yang ditinggalkan si Pengejar
nyawa, sepanjang jalan mereka mengejar hingga tiba di
rumah kedai itu. Tapi kemudian setelah terluka dan melarikan
diri, ia tak sempat lagi meninggalkan tanda rahasia, akibatnya
pengejaran pun terhenti karena kehilangan jejak.
Pepatah kuno bilang: Berbuat kebaikan atau berbuat jahat,
akhirnya akan tiba juga saat perhitungan.
Thio Si-au yang terluka oleh serangan Mo-sam Ha-ha, garagara
ingin membunuh si Pengejar nyawa akhirnya tertinggal di
tempat itu, ia ditinggal sendirian karena Mo-sam Ha-ha
enggan mempedulikan keselamatan jiwanya, saat itulah
secara kebetulan dia bersua dengan si Tanpa perasaan dan si
Darah dingin. Sekilas pandang saja mereka berdua dapat melihat buli-buli
yang tertinggal di tanah, mereka tahu benda itu adalah milik si
Pengejar nyawa, karena rdia memang gila minum arak, kalau
sampai benda kesayangannya saja tertinggal, menandakan
keselamatan jiwanya sedang terancam, maka dengan tipu
muslihat mereka pun menjebak Thio Si-au.
Diumpak dengan kata-kata manis, akhirnya Thio Si-au pun
banyak bicara, bahkan dia minta mereka berdua mau
mengantar pulang ke perkampungan Sebun-san-ceng, tentu
saja kedua orang itu setuju, mereka gunakan kesempatan ini
untuk menyusup masuk dan mencari tahu ada rahasia apa di
balik semua ini.
776 Siapa tahu setibanya di perkampungan, Thio Si-au masuk
seorang diri, sementara seorang centeng berusaha membunuh
mereka, dengan kepandaian seorang centeng, mana mungkin
dia berhasil membunuh kedua orang opas kenamaan ini"
Dalam satu gebrakan saja mereka berhasil membekuknya,
setelah dikompas akhirnya centeng itu mengakui segalanya,
maka mereka pun segera menyusul ke ruang batu dan
ternyata tiba tepat pada saatnya, mereka berhasil
menyelamatkan jiwa si Pengejar nyawa.
Sambil tertawa dingin si Tanpa perasaan menjengek,
"Kami"
Bukankah kami adalah petugas yang akan mengatur
jembatan bagi kalian untuk menyeberang ke akhirat?"
Sementara Thio Si-au masih melengak, Sebun-kongcu
sudah tertawa seram sambil berkata, "Percuma saja
kedatangan kalian berdua, paling juga hanya mengantar
kematian!"
Tiba-tiba sepasang kaitannya dikembangkan dan langsung
membabat tubuh si Pengejar nyawa.
Saat itulah tampak bayangan manusia berkelebat,
sementara pandangan matanya terasa kabur, sesosok
bayangan manusia tegak lurus bagaikan sebatang tombak
tahu-tahu sudah berdiri di hadapannya/ dia tak lain adalah si
Darah dingin. Sebun-kongcu membalik kaitannya dan langsung
membabat tubuh lawan.
Tiba-tiba Darah dingin menggetarkan badannya, sebuah
serangan pedang telah dilancarkan secara mendadak.
Pedang itu bagaikan seekor ular berbisa langsung
menembus dinding pertahanan yang terbentuk dari sepasang
kaitan itu dan langsung menusuk ke tenggorokan lawan.
Berubah hebat paras muka Sebun-kongcu, ia berjumpalitan
satu kali, mundur sejauh beberapa kaki dan meloloskan diri
dari tusukan maut itu.
Darah dingin tak tinggal diam, kembali dia merangsek ke
hadapannya dan "Sret!", kembali sebuah tusukan dilontarkan.
777 Ketika Sebun-kongcu menangkis dengan kaitannya, sekali
lagi si Darah dingin melepaskan sebuah tusukan, tapi lagi-lagi
Sebun-kongcu menangkis datangnya tusukan itu.
Semakin cepat serangan tusukan dilancarkan, semakin
cepat pula Sebun-kongcu menangkis datangnya ancaman, di
satu pihak menyerang tiada hentinya sementara di pihak lain
berusaha mempertahankan diri, suara dentingan nyaring
segera bergema menghiasi seluruh ruangan.
Darah dingin membungkus seluruh tubuhnya di balik
cahaya pedang yang tebal, sedangkan Sebun-kongcu
mengubah dirinya bagaikan selapis bayangan kaitan,
pertarungan berlangsung makin lama semakin seru.
Begitu Sebun-kongcu mulai turun tangan, Mo-sam Ha-ha
ikut bergerak juga, rencananya dia hendak menerjang ke
muka dan menghampiri jenazah A Siu.
Golok lengkung andalannya masih tertinggal di tubuh A Siu,
karenanya dia harus berusaha mendapatkan kembali senjata
mestikanya itu secepat mungkin.
Baru saja dia bergerak, si Tanpa perasaan sudah
mendongakkan kepala, sinar mata yang amat tajam seketika
membuat Mo-sam Ha-ha bergidik dan berdiri bulu kuduknya.
Dia nyaris dapat merasakan, asal tubuhnya berani bergerak
maju selangkah saja, niscaya yang bakal mati adalah dirinya.
Oleh sebab itulah dia menunda gerakan tubuhnya, setelah
berhasil menenangkan kembali perasaannya, perlahan-lahan
dia melepaskan topi bambunya yang lebar.
Tiga puluh tahun lalu, sebelum dia bergabung dalam
kelompok tiga belas orang pembunuh, waktu itu dia belum
memperoleh ilmu Hwe-hun-tui-gwat-to (ilmu golok pengejar
rembulan pembalik sukma) dan belum memakai golok
lengkung sebagai senjata, namun nama besarnya telah
menggetarkan wilayah Biau, keberhasilannya waktu itu tak
lain karena mengandalkan kehebatan topi bambu bergigi itu.
Tanpa perasaan memandang dingin gerak-geriknya, kini
seluruh badannya sudah dibiarkan mengendor, sepuluh jari
tangannya mulai dilemaskan, ibarat anak panah yang sudah
778 terpasang pada busurnya, setiap saat sebuah serangan
mematikan bakal dilontarkan.
Dalam pada itu si Siucay berpayung besi juga mulai
bergerak, dengan mengandalkan payung besinya tiba-tiba ia
tusuk punggung si Darah dingin.
Mendadak terdengar seorang tertawa dingin, "Sobat, akan
kulayani permainanmu itu!"
Baru saja ucapan itu berkumandang, sebuah tendangan
telah menyambar lewat.
Tak sempat menghindarkan diri, Thio Si-au menyongsong
datangnya ancaman itu dengan payung besinya, "Duk!"
benturan keras terjadi, akibatnya kedua belah pihak tergetar
mundur sejauh dua langkah.
Si Pengejar nyawa segera merasakan luka di bahunya
kembali merekah, sakitnya bukan kepalang, sementara
sepasang mata Thio Si-au terbelalak merah membara.
Terdengar Pengejar nyawa berseru dengan lantang, "Toasuheng,
Su-sute, Mo-sam Ha-ha itu manusia eksentrik,
sementara Sebun-kongcu licik dan berbahaya, kalau mau saksi
hidup lebih baik Thio Si-au saja yang dipilih."
Maksud perkataan itu sangat jelas, dia suruh si Tanpa
perasaan dan Darah dingin tak usah menguatirkan
keselamatannya dan lebih baik berkonsentrasi melenyapkan
kedua orang lawannya itu dari muka bumi.
Sudah berhari-hari lamanya dia menguntit di belakang Bu
Seng-tang, dia cukup mengerti kehebatan ilmu silat yang
dimiliki kawanan manusia itu, kalau ingin menangkapnya
hidup-hidup, jelas hal ini sangat sulit.
Thio Si-au nampak sangat gusar, apalagi setelah
mendengar seruan itu, dengan hawa amarah yang meluap
teriaknya, "Kau jangan sombong dulu, masih kelewat awal
untuk mengetahui siapa yang bakal mampus dan siapa yang
bakal hidup saat ini
Menyusul teriakan itu, dengan jurus Hoa-yu-boan-hui
(bunga hujan terbang menggulung) dia merangsek maju.
779 Dalam waktu singkat keenam jagoan itu terbagi dalam tiga
kelompok, terlibat dalam pertempuran yang amat sengit.
Tapi dari ketiga kelompok itu, ada satu kelompok yang
sampai sekarang belum terjadi bentrokan, belum terjadi
pertarungan secara fisik.
Tapi justru kelompok yang nampak paling tenang inilah
situasinya jauh lebih berbahaya dan mematikan ketimbang
kelompok lain. Mo-sam Ha-ha masih berdiri berhadapan dengan si Tanp.
perasaan, namun tak berani bergerak secara gegabah, dia
bersi kukuh mempertahankan posisinya karena sedang


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menunggu kesempatan baik, menunggu kesempatan untuk
melancarkan serangan mematikan, menunggu lawannya
lengah. Begitu musuh menunjukkan gejala lengah, dia akan
menyerang dengan menggunakan seluruh senjata rahasia
yang dimilikinya sekarang, dia harus mencabut nyawa musuh
dalam sekali gebrakan.
Mo-sam Ha-ha sudah terlalu sering membantai musuhnya,
dia mempunyai nama yang amat termashur di Seantero
wilayah Biau, setiap kali ingin membunuh, dia selalu
menikmati dulu perasaan takut, ngeri, seram dan rengekan
minta ampun dari korbannya, walau akhirnya tak seorang pun
berhasil lolos dari cengkeraman mautnya.
Tapi pemuda yang berada di hadapannya sekarang sangat
berbeda, tampaknya orang itu jauh lebih tenang, dingin dan
pandai mengendalikan diri ketimbang dirinya.
Sebenarnya dia ingin menunggu lebih jauh, namun dari dua
kelompok pertarungan, salah satu di antaranya sudah
ketahuan siapa menang siapa kalah.
Sebuah tendangan maut yang dilancarkan si Pengejar
nyawa telah berhasil menendang payung besi milik si Siucay
berpayung besi hingga mencelat ke udara.
Kungfu yang dimiliki si Pengejar nyawa memang jauh di
atas kemampuan Bu Seng-tang, padahal kungfu yang dimiliki
Bu Seng-tang masih berada di atas kemampuan Thio Si-au,
780 sekalipun si Pengejar nyawa sudah menderita satu pukulan
ditambah dua bacokan golok, namun Thio Si-au sendiri pun
berada dalam kondisi yang tak jauh berbeda, kakinya pincang,
matanya terluka kena golok.
Luka di bahu si Pengejar nyawa memang parah, namun
luka di mata Thio Si-au jauh lebih parah, meski secara
keseluruhan keadaan si Pengejar nyawa cukup runyam,
sayang Thio Si-au sendiri pun tak mampu bergerak lincah lantaran
kakinya pincang.
Seandainya lawan yang dihadapinya saat itu adalah Bu
Seng-tang, mungkin keadaan masih sedikit berimbang, tapi
bila Thio Si-au yang harus berhadapan dengannya, jelas dia
masih ketinggalan jauh.
Oleh sebab itu tiga puluh gebrakan kemudian, sebuah
tendangan yang dilancarkan si Pengejar nyawa berhasil
membuat payung besi lawan terlempar ke udara.
Dalam waktu singkat posisi Thio Si-au terdesak hebat, dia
dipaksa berada di bawah angin.
Melihat keadaan itu, Mo-sam Ha-ha segera sadar bila dia
tidak juga turun tangan maka seandainya si Pengejar nyawa
berhasil membantai Thio Si-au lalu datang membantu si Tanpa
perasaan, maka dengan posisi dua melawan satu, akan
semakin sulit baginya untuk menghadapinya.
Oleh sebab itulah dia segera turun tangan, topi bambu
bergiginya meluncur ke udara, berputar kencang bagaikan
gang-singan dan menyambar ke tubuh lawan.
Begitu ia turun tangan, s.i Tanpa perasaan ikut pula turun
tangan, dia memang memegang prinsip: Musuh tak bergerak,
aku tak bergerak. Musuh bergerak, aku bergerak duluan.
Mereka berdua memang merupakan jago yang ahli dalam
ilmu senjata rahasia.
Bersamaan waktunya topi bambu bergigi itu meluncur ke
udara, si Tanpa perasaan menggetarkan pula tangannya,
tujuh bilah pisau terbang Liu-yap-to segera menghajar topi
bambu bergigi itu.
781 Tujuh bilah pisau terbang mencelat lalu jatuh ke tanah, tapi
topi bambu itu masih tetap meluncur ke depan mengancam
tubuh lawan. Padahal si Tanpa perasaan tak pandai ilmu silat, bagaimana
dia akan menghindarkan diri dari pusingan topi bambu" Tanpa
perasaan tidak berkelit, kembali tangannya digetarkan, lima
biji teratai besi segera melesat ke udara dan kembali
menghajar topi bambu itu.
Terhajar kelima biji senjata rahasia itu, topi bambu itu
nampak bergetar, tapi sekali lagi tenaga pusingan yang kuat
menghantam kelima biji teratai besi itu hingga mencelat ke
empat penjuru, sementara topi itu masih meneruskan
gerakannya menyambar ke depan.
Paras muka si Tanpa perasaan sama sekali tidak berubah,
kembali dua butir peluru besi menghajar topi bambu.
Saat itu senjata topi bambu itu sudah berada tak jauh dari
tubuh si Tanpa perasaan, ketika terhantam dua butir peluru
baja, topi bambu itu nampak sedikit tersendat gerakannya.
Sekarang paras muka si Tanpa perasaan baru agak
berubah, secara beruntun dia lepaskan lagi sepuluh batang
duri besi. Saat itu topi bambu itu sudah berada sangat dekat dengan
tubuh si Tanpa perasaan, ketika kesepuluh batang duri besi itu
menghantam topi bambu itu, lagi-lagi semua senjata rahasia
itu dihajar hingga mencelat.
Namun tenaga berpusing yang terpancar dari topi bambu
itu ikut melemah juga, bahkan setelah menghajar kelima
batang duri besi itu, kekuatannya lenyap.
Kini giliran Mo-sam Ha-ha yang berubah hebat paras
mukanya, lekas dia menggerakkan tangannya dan berusaha
menarik balik senjata topi bambunya itu.
Gagal pada serangan pertama, terpaksa dia
mempersiapkan serangan kedua.
Diam-diam si Tanpa perasaan pun merasa terkesiap, dia
harus empat kali melancarkan dua puluh empat macam
782 senjata rahasia sebelum berhasil menghentikan gerakan
berpusing topi bambu itu.
Maka ketika topi itu baru saja akan bergerak kembali ke
udara, si Tanpa perasaan segera melancarkan serangan, dia
tak boleh membiarkan topi bambu itu balik kembali ke tangan
Mo-sam Ha-ha. Tiga batang senjata cakar ayam baja meluncur ke udara,
menghantam topi bambu itu.
Tampak topi itu sedikit bergetar namun tidak melenyapkan
tenaga pusingannya, benda itu masih tetap melayang di udara
dan meluncur ke tangan Mo-sam Ha-ha.
Sekali lagi si Tanpa perasaan mengayunkan tangannya, dua
batang piau emas mendesing di udara dan segera
menghamtam topi bambu itu dengan keras.
Benturan keras yang kemudian terjadi menyebabkan topi
bambu dan piau emas itu mencelat ke samping arena.
Berubah hebat paras muka Mo-sam Ha-ha, cepat dia
melejit ke udara dan berusaha mengejar topi bambunya.
Baru tubuhnya melambung ke udara, si Tanpa perasaan
sudah mengimbangi gerakan itu dengan melemparkan sebilah
pisau terbang ke tubuhnya.
Diiringi desingan angin tajam, pisau terbang itu melesat ke
udara dan meluncur ke tubuh lawan dengan kecepatan luar
biasa, belum lagi ujung tangan Mo-sam Ha-ha menyentuh topi
bambunya, pisau terbang itu sudah menghujam ke dalam
perutnya dan terbenam hingga tinggal gagangnya.
Mo-sam Ha-ha berjumpalitan satu kali di tengah udara
kemudian rontok ke tanah, dia ingin sekali melemparkan topi
bambunya untuk melancarkan serangan balasan, tapi sayang
dia sudah kehilangan seluruh kekuatannya.
Sebilah pisau terbang sudah terbenam dalam perutnya,
menimbulkan luka yang teramat parah.
Mo-sam Ha-ha memang pada akhirnya berhasil menangkap
kembali topi bambunya, tapi keberhasilan itu sama sekali tak
ada gunanya. 783 Sebelum dia sempat melakukan serangan balasan,
nyawanya sudah keburu melayang meninggalkan raganya.
Perlahan-lahan tubuhnya roboh terkapar ke tanah,
sepasang biji matanya melotot keluar persis seperti mata ikan
mati, melotot ke arah si Tanpa perasaan.
Sudah amat sering si Tanpa perasaan melihat raut muka
orang yang sekarat, tapi amat jarang menemukan raut muka
yang lebih jelek dan lebih menyeramkan daripada wajah Mosam
Ha-ha saat ini.
Mereka berdua sama-sama merupakan jagoan kelas wahid
dalam penggunaan senjata rahasia, dan sudah menjadi
rahasia umum bahwa orang yang pandai menggunakan
senjata rahasia biasanya mempunyai cara membunuh yang
sangat telengas dan kejam, sebisa mungkin dalam
serangannya yang pertama sudah dapat merenggut nyawa
lawan. Oleh karena itu jika manusia macam begini saling
menyerang dan saling bertarung, maka kendatipun kungfu
masing-masing pihak hanya selisih sedikit, biasanya menang
kalah segera akan ditentukan dalam waktu singkat.
Siapa menang dia tetap hidup, siapa kalah dia harus mati.
Mo-sam Ha-ha dan si Tanpa perasaan masing-masing telah
melepaskan satu serangan, maka hanya satu orang yang tetap
bisa hidup, sementara yang lain membujur kaku tak bernyawa
lagi. Dalam pada itu si Darah dingin sudah melancarkan seratus
delapan tusukan pedang dalam waktu singkat, Sebun-kongcu
harus mengayunkan kaitannya kian kemari berusaha
membendung seluruh ancaman yang tiba.
Dalam waktu singkat Darah dingin berhasil menduduki
posisi di atas angin, sebab jurus pedang yang ia gunakan
memang aneh, cepat dan telengas, sebaliknya sejak awal
Sebun-kongcu sudah dibuat gelagapan dan kalang kabut,
karena itu dia hanya bisa menangkis sambil berusaha
mempertahankan diri.
784 Tapi setelah pertarungan berlangsung lama, lambat-laun
Sebun-kongcu mulai dapat meraba jalannya jurus pedang si
Darah dingin. Nama besar perkampungan keluarga Sebun memang tidak
setenar dan seheboh empat keluarga besar dunia persilatan
yaitu Tang-po benteng timur, Lam-ce benteng selatan, Se-tin
kota barat dan Pak-shia kota utara, namun sebagai pemilik
perkampungan, Sebun-kongcu terhitung seorang jago
persilatan berbakat alam, bukan saja kepandaian silatnya
tangguh, hatinya pun kejam dan telengas.
Ketika dia mulai dapat meraba jalannya gerak serangan si
Darah dingin, saat itu jurus yang kedua ratus empat puluh
satu baru saja berlalu.
Maka ketika Darah dingin menusuk untuk kedua ratus
empat puluh dua kalinya, tiba-tiba sepasang kaitan milik
Sebun-kongcu berhasil menggaet pedang si Darah dingin
hingga terkunci.
Selama pertarungan berlangsung dua ratus gebrakan,
mereka berdua tak sempat menarik napas, maka begitu
serangan terhenti, kedua orang jago itu memanfaatkan
peluang itu untuk berganti napas.
Begitu mereka berdua selesai menarik napas, si Darah
dingin segera membetot pedangnya kuat-kuat, sementara
Sebun-kongcu semakin getol mempertahankan sepasang
kaitannya yang berhasil mengunci senjata lawan.
Darah dingin mencoba membetotnya beberapa kali, tapi
usaha itu selalu mengalami kegagalan.
Ternyata kemampuan mengunci senjata lawan yang
digunakan Sebun-kongcu saat ini merupakan ilmu rahasia
yang berhasil dia warisi dari sang pentolan tiga belas
pembunuh, bisa dibayangkan betapa hebatnya gerak serangan
ini. Melihat Darah dingin gagal membetot kembali senjatanya,
Sebun-kongcu segera mengerahkan tenaga dalamnya
melakukan satu hentakan keras, "krak!", pedang tipis si Darah
dingin seketika patah.
785 Tapi perbuatannya itu salah besar, Sebun-kongcu telah
melakukan sebuah kesalahan yang berakibat fatal!
23. Menjebak malah terjebak.
Sebun-kongcu telah melakukan sebuah kesalahan besar
yang tak mungkin bisa terobati lagi.
Dia boleh saja mengunci pedang si Darah dingin hingga tak
mampu dibetot kembali, tapi tidak seharusnya dia
mematahkan pedang itu hingga putus jadi dua.
Dengan mematahkan pedang lawan, dia telah melepaskan
kunciannya terhadap pedang itu.
Begitu patahan pedang itu terlepas dari gerakan mengunci,
bagaikan seekor ular berbisa yang mematuk korbannya, si
Darah dingin segera menerobos maju ke depan dan langsung
menusuk tenggorokan lawan.
Berubah hebat paras muka Sebun-kongcu, lekas dia dorong
sepasang kaitannya ke depan membacok tubuh lawan.
Darah dingin ingin membunuhnya maka dia pun akan
membunuh si Darah dingin!
Cara pertarungan yang ia gunakan sekarang adalah
pertarungan adu nyawa, dia yakin bila Darah dingin tak ingin
mati, dia pasti akan mengurungkan ancaman itu dan berusaha
menyelamatkan jiwa sendiri terlebih dulu.
Sayang, lagi-lagi dia telah melanggar satu kesalahan besar
yang tak bisa diampuni.
Dia dipaksa oleh keadaan sehingga mau tak mau harus
mengadu jiwa, sebaliknya Darah dingin memang jagonya
menggunakan jurus nekad.
Sejak awal dia sudah memperhitungkan waktu, tenaga dan
setiap perubahan dengan teliti dan seksama, setiap tindakan,
setiap gerakannya sudah diatur sedemikian rupa hingga tak
mungkin melakukan kesalahan sekecil apapun.
Ketika kaitan itu tiba di atas tengkuk si Darah dingin,
tenaga serangannya mendadak hilang lenyap tak berbekas.
786 Sebab pada saat itulah kutungan pedang si Darah dingin
sudah menancap di tenggorokan Sebun-kongcu, tembus
hingga ke belakang tengkuknya.
Ketika pedang menembus tenggorokannya, Sebun-kongcu
seketika jadi lemas, dia tak mampu lagi menggunakan
kekuatannya. Biarpun kaitan itu sudah terangkat ke atas dan siap dibabatkan,
sayang kekuatannya sudah tak cukup untuk melukai
Darah dingin.

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil tertawa dingin si Darah dingin mencabut keluar
kutungan pedangnya, darah segar segera menyembur keluar
dari lukanya, "Trang!", sepasang kaitan itu terjatuh ke tanah
sementara sambil memegangi tenggorokannya yang robek
besar seru Sebun-kongcu, "Kau ... kau
"Karena kau mengutungi pedangku, maka aku pun
membunuh dirimu!" kembali si Darah dingin berkata ketus.
Akhirnya Sebun-kongcu tak sanggup mengucapkan sepatah
kata pun, tubuhnya roboh terkapar ke tanah dan tidak
bergerak lagi. Senjata rahasia si Tanpa perasaan memang keji, namun
pedang milik si Darah dingin jauh lebih telengas.
Sepasang kaki milik si Pengejar nyawa sebetulnya terhitung
ganas juga, orang yang biasa menyerang dengan kaki
seringkah memang jauh lebih keji ketimbang mereka yang
menggunakan tangan, sebab kekuatan yang ditimbulkan kaki
selalu lebih kuat dan ganas ketimbang kekuatan tangan.
Tapi dalam kondisi terluka apalagi berniat menangkap
musuh dalam keadaan hidup, serangan yang dilancarkan si
Pengejar nyawa jauh berkurang kehebatannya, dia paling
hanya bisa mengurung Thio Si-au hingga tak mampu
melarikan diri.
Beberapa kali Thio Si-au berusaha menerjang ke kiri
menumbuk ke kanan, tapi tak pernah berhasil lolos dari
kepungan bayangan kaki lawan, saat itulah tiba-tiba ia
saksikan Mo-sam Ha-ha menemui ajalnya.
787 Kejadian itu seketika membuat dia ketakutan setengah
mati, sukmanya serasa sudah melayang meninggalkan raga.
Dia paksakan diri untuk menyambut sebuah tendangan maut
si Pengejar nyawa dengan bahu kirinya, kemudian meminjam
kesempatan itu dia melayang ke arah pintu dan berusaha
melarikan diri.
Baru saja tubuhnya melambung ke udara, dua batang
jarum perak sudah meluncur ke arah tubuhnya. Tanpa
perasaan telah melancarkan serangan. Thio Si-au benar-benar
pecah nyali, terkejut bercampur ngeri dia paksakan diri untuk
menarik napas panjang kemudian tubuhnya melambung lagi
tiga depa ke atas.'
Serangan jarum perak pertama berhasil dihindari, tapi
kemudian Thio Si~au merasa kaki kirinya teramat sakit,
demikian sakitnya hingga membuat badannya merosot ke
bawah. Ketika tubuhnya baru merosot setengah depa, serangan
kedua kembali meluncur tiba, enam batang jarum perak
seluruhnya menancap telak di otot dan tulang kaki kanannya.
Thio Si-au menjerit kesakitan, rasa sakit yang menembus
hingga ke tulang sumsum tak tertahankan lagi, badannya
langsung roboh terjerembab, bukan saja sekujur badannya
terasa sakit linu, pandangan matanya ikut berkunang-kunang.
Menanti dia membuka matanya kembali, tampak sebilah
kutungan pedang sudah menempel di atas tenggorokannya.
Bercak darah masih menempel di ujung pedang itu, tak
usah ditanya pun dia sudah tahu kalau darah itu adalah darah
Sebun-kongcu. "Kalau mencoba kabur lagi, akan kucabut nyawa
anjingmu!" terdengar si Darah dingin mengancam sambil
mengawasinya dengan pandangan ketus.
Thio Si-au tak berani berkutik lagi, hawa dingin tiba-tiba
muncul dari telapak kakinya dan menjalar hingga ke ujung
rambut. Ketika luka pada lutut kirinya, luka enam batang jarum di
kaki kanannya, luka bacokan di mata kanan dan luka
788 tendangan di bahu kirim a meradang bersama, dia merintih
keras lantaran rasa sakit yang luar biasa.
Saat ini keadaan luka yang diderita si Siucay berpayung
besi Thio Si-au jauh lebih parah ketimbang luka yang diderita
Pengejar nyawa.
Dengan pandangan ketus si Darah dingin mengawasinya,
begitu tajam tatapan itu seakan menembus lubuk hatinya, jengeknya
dingin, "Biar lebih sakit pun kau tetap harus
menjawab semua pertanyaanku!"
"Tanya saja..."bisik Thio Si-au sambil merintih. "Siapa
pentolan kalian" Siapa pula keenam pembunuh lainnya?"
Tiba-tiba Thio Si-au memejamkan matanya sambil
membungkam, dia berlagak seolah sama sekali tidak
mendengar pertanyaan itu.
"Jangan paksa aku menggunakan alat siksaan," ancam
Darah dingin lagi.
Thio Si-au tetap memejamkan matanya rapat-rapat, namun
sekujur badannya mulai gemetar, gemetar keras menahan
rasa takut, ngeri dan seram yang luar biasa.
Si Pengejar nyawa yang duduk bersandar pada dinding
ruangan tiba-tiba tertawa, ujarnya, "Siapa yang
memerintahkan kau datang kemari" Siapa saja rekanrekanmu"
Apa sasaran kalian selanjutnya" Hm, sudah
terperosok dalam keadaan seperti inipun masih bersikeras
enggan menjawab, kelihatannya kau memang sangat menarik
Bicara sampai di situ dia tertawa hambar, lanjutnya setelah
menarik napas, "Apakah kau sudah lupa dengan perlakuan
rekan-rekanmu terhadap kau" Kalian datang mengejar dan
berusaha membunuhku lantaran mau diperalat Bu Seng-tang,
kenyataan Kwan-loyacu pun sudah dia bunuh, coba kalau
bukan pada saat terakhir Kwan Hay-beng juga mencabut
nyawanya, mungkin kau pun ikut dibantai untuk
menghilangkan jejak!"
Beberapa patah kata itu seketika membuat Thio Si-au
terbelalak dengan wajah tertegun, dia membuka lebar
matanya dan untuk sesaat tak mampu berkata-kata.
789 Terdengar si Pengejar nyawa berkata lebih jauh, "Coba
bayangkan kejadian terakhir, sewaktu aku bertarung sengit
melawan Mo-sam Ha-ha, kaulah yang menggunakan payung
besimu menangkis dua tendangan mematikan yang
kulancarkan terhadapnya, tapi apa balasannya" Dia justru
melukai mata kananmu hingga buta, dia tak sudi
menggubrismu, meninggalkan dirimu begitu saja di tengah
jalan, coba kalau bukan kedua orang Suheng-te yang
membawamu kemari, memangnya kau bisa bertahan hidup
seorang diri di tengah jalan" Kemudian apakah Sebun-kongcu
berniat membalaskan sakit hatimu itu?"
Thio Si-au menggetarkan bibirnya seperti hendak
mengatakan sesuatu, tapi niat itu kembali diurungkan.
Kembali Pengejar nyawa berkata, "Di antara sekian banyak
luka yang kau derita, bukankah luka di mata kananmu yang
paling parah" Siapa yang mengakibatkan hal ini" Musuh" Atau
justru rekanmu sendiri" Seandainya kau tidak menderita luka
separah itu, belum tentu aku mampu mengurungmu di sini,
tapi sekarang kau sudah terkapar dalam kondisi parah, lukamu
membuat kau bertambah lemah, dengan keadaan seperti ini
mungkinkah bagimu untuk bisa kabur dari cengkeraman kami
bertiga?" Lama sekali Thio Si-au termenung sambil berpikir, akhirnya
sesudah menghela napas panjang katanya, "Seandainya aku
bersedia menjawab, apa keuntunganku?"
Pengejar nyawa segera berpaling ke arah Tanpa perasaan,
si Tanpa perasaan segera manggut-manggut seraya
menjawab, "Kalau kau berterus terang, aku pun segera akan
membebaskan dirimu. Asal di kemudian hari kau tidak
melakukan kejahatan lagi, kami pun tak bakal membekukmu.
Aku percaya luka yang kau derita hari ini cukup mengingatkan
dirimu." Thio Si-au tahu semua perkataan empat opas selama ini
bisa dipercaya, maka lekas serunya, "Setelah mengucapkan
janji, ribuan kuda pun tak dapat menariknya kembali "Tentu
saja," Tanpa perasaan mengangguk. "Nah, katakan saja
790 secara sukarela," sela si Darah dingin, "sebab memaksa kami
menggunakan cara siksaan pun pada akhirnya kau akan
menjawab juga."
Thio Si-au merasakan rasa sakit yang luar biasa muncul
dari setiap luka di tubuhnya. Tanpa ragu lagi dia pun berkata,
"Baik ... baik ... akan kukatakan.."
"Krak!", mendadak terdengar suara gemerutuk dari luar
jendela, seakan ada sesuatu benda yang dilemparkan dekat
jendela dan hancur berantakan.
"Hati-hati!" dengan wajah berubah hebat si Tanpa
perasaan berseru, dua buah batu kerikil segera disambitkan
keluar. Belum selesai dia berseru, sebuah desingan angin tajam
telah meluncur masuk ke dalam ruangan dan langsung
mengancam tenggorokan si Darah dingin.
Serangan itu muncul secara mendadak, membuat Darah
dingin tak sempat lagi menghindarkan diri, dalam keadaan
kritis, mendadak persendian kakinya terasa kaku dan amat
sakit, lekas dia menjatuhkan diri bertiarap, desingan angin
tajam itupun menyambar lewat persis di atas kepalanya
Rupanya sambitan batu kerikil dari Tanpa perasaan telah
menghantam tulang lutut di kaki kiri dan kanannya, membuat
ia kehilangan tenaga sehingga badannya roboh tertelungkup.
Baru saja si Darah dingin lolos dari ancaman maut,
mendadak terdengar suara gemerutuk bergema dari arah
tulang tenggorokan Thio Si-au, tampak orang itu dengan
wajah ngeri bercampur ketakutan sedang memegangi
tenggorokan sendiri sembari berseru, "Suma
Darah tiba-tiba menyembur keluar dari mulutnya, darah
bercampur hancuran tulang leher, tak sempat menyelesaikan
perkataannya ia sudah roboh tewas di tanah.
Darah dingin segera melejit ke udara dan melesat keluar
ruangan dengan menjebol daun jendela.
"Sam-tiang-leng-gong-soh-ho-ci (ilmu jari tiga kaki
menembus angkasa mengunci tenggorokan)?" pekik si
Pengejar nyawa terkesiap.
791 "Benar!" Tanpa perasaan mengangguk.
Pengejar nyawa kembali menghela napas panjang, ujarnya,
"Cukat-sianseng pernah berkata, di antara ketiga belas orang
pembunuh itu ada seorang di antaranya pernah
menghancurkan biji tenggorokan si petugas kentongan
dengan ilmu jari tiga kaki menembus angkasa mengunci
tenggorokan, waktu itu aku pun lantas berpikir, dalam dunia
persilatan hanya ada tiga orang yang menguasai kepandaian
itu, tapi rasanya dari ketiga orang itu tak nanti mereka sudi
melakukan perbuatan sebejad ini... ai, tak tahunya ternyata
Suma Huang-bong dari Cap-ji-lian-huan-wu belum mampus."
"Ya, seandainya Thio Si-au menjelang ajalnya tidak
meneriakkan kata 'Suma', mungkin hingga kinipun tak ada
yang bisa menebak siapa gerangan orang yang dimaksud,"
Tanpa perasaan menambahkan.
"Berarti tinggal enam orang pembunuh?" kata si Pengejar
nyawa. "Benar."
"Mungkinkah salah seorang di antaranya adalah Suma
Huang-bong?"
"Benar!"
"Bagaimana kepandaian silat yang dimiliki Suma Huangbong
dibandingkan Mo-sam Ha-ha?" "Hampir seimbang."
Pengejar nyawa kembali menghela napas panjang.
"Hai ... kalau begitu, kenapa kau masih tidak membantu
Su-sute melakukan pengejaran" Buat apa kau mengurusi aku"
Apalagi masih ada lima orang pembunuh yang belum jelas
identitasnya, jangan sampai lantaran aku, jejak ini kembali
terputus!"
"Tidak usah kuatir, aku tahu dimana letak sarang mereka."
"Sebelah selatan perkampungan Sebun berbinar sepasang
mata si Pengejar nyawa.
"Sebelah utara lembah Auyang," sambung si Tanpa
perasaan cepat.
"Benar. Bukankah sewaktu sesumbar tadi secara tidak
sengaja Sebun-kongcu telah menyinggung soal lembah
792 Auyang" Bahkan secara terang-terangan mengakui kalau dia
adalah pos penghubung selatan."
"Oleh sebab itu aku mesti berangkat dulu ke Lembah
Auyang untuk melihat keadaan!"
Pengejar nyawa tertawa getir.
"Kalau sampai Auyang Toa yang sangat tersohor namanya
di kolong langit pun sudah menjadi seorang pembunuh,
kenapa kau masih belum juga berangkat ke sana?" katanya.
"Justru lantaran jagoan tangguh seperti Auyang Toa pun
sudah terjun ke air keruh, maka aku semakin tak boleh
meninggalkan dirimu seorang diri. Sekarang kau berada dalam
kondisi luka parah, bila mereka gunakan kesempatan ini untuk
menganiayamu, mungkin sulit bagimu untuk lolos dari maut."
"Lantas kau harus menunggu sampai kapan?" tanya si
Pengejar nyawa dengan nada terharu.
"Bila empat bocah pedang sudah tiba di sini, akan kusuruh
mereka mengantarmu pulang dulu ke istana Cukat-sianseng.
Dengan kemampuan mereka ditambah kau, biar Auyang Toa
turun tangan sendiri pun aku yakin kalian masih bisa
membendung serangan mautnya."
"Jadi kau benar-benar menginginkan aku pulang duluan?"
tanya Pengejar nyawa sambil tertawa getir.
"Luka yang kau derita saat ini cukup parah," ujar Tanpa
perasaan dengan wajah serius, "kalau tidak pulang duluan,
bagaimana mungkin kami bisa bekerja dengan perasaan
tenang?" Kemudian setelah menarik napas panjang, pintanya, "Bila
kau masih menaruh sedikit saja perasaan percaya kepada
Toasuhengmu ini, berilah muka kepadaku, pulanglah duluan."
Didesak cara begitu, mau tak mau terpaksa Pengejar
nyawa menghela napas panjang.
"Kalau begitu, baiklah!"
"Sebentar lagi empat bocah pedang akan tiba di sini," hibur
Tanpa perasaan lebih jauh, "bila di tengah jalan nanti kau
bertemu dengan Ji-sute, suruh dia langsung berangkat ke
lembah Auyang untuk melakukan pengintaian."
793 "Baik!" sahut Pengejar nyawa sambil menghela napas,


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"semoga Toa-suheng baik-baik menjaga diri."
Ketika Darah dingin menerjang keluar ruangan, bayangan
manusia di luar jendela itu segera berkelebat pergi
meninggalkan tempat itu.
Melihat orang itu melarikan diri, Darah dingin pun segera
mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya untuk
melakukan pengejaran.
Yang satu kabur yang lain mengejar, kejar kejaran pun
berlangsung hingga belasan li jauhnya.
Ternyata ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu
hampir berimbang dengan Ginkang yang dimiliki Darah dingin,
semakin mengejar Darah dingin semakin bersemangat,
akhirnya dia pun berlari semakin cepat dan gencar.
Lambat-laun orang itu mulai kelelahan, dengus napasnya
yang agak terengah mulai terdengar dari kejauhan.
"Suma Huang-bong, kau tak bakal lolos dari kejaranku!"
Darah dingin mulai berteriak keras.
Waktu itu rembulan yang melengkung bagai sabit sudah
condong ke langit barat, di antara kabut tebal yang
menyelimuti permukaan tanah, terlihat bentangan tanah di
hadapan mereka adalah sebuah tanah kuburan yang luas.
Tanah kuburan itu sangat kacau dan sama sekali tidak
terawat, tampak bayangan manusia berkelebat, tahu-tahu
Suma Huang-bong sudah menyelinap masuk ke balik sebuah
batu nisan yang besar.
Darah dingin segera menghentikan langkahnya, setelah
menyapu pandang sekejap batu nisan yang amat besar itu,
ujarnya, "Suma Huang-bong, apakah kemampuanmu cuma
bisa membokong orang" Kemana kau kubur semua
keberanianmu untuk membunuh orang di hadapan umum?"
Suara tertawa seram berkumandang dari balik kuburan,
kemudian terdengar orang itu mengejek dengan suara tajam,
"Jadi kau sudah tahu namaku?"
794 Waktu itu kabut tebal masih menyelimuti permukaan tanah,
sesaat menjelang datangnya fajar biasanya merupakan saat
yang paling gelap.
"Tentu saja, kau bernama Suma Huang-bong!" sahut si
Darah dingin. "Betul. Huang-bong ... kuburan terbengkalai ... hahaha ...
barang siapa berani memasuki kuburan yang terbengkalai,
biar mati pun tak perlu tempat kubur ..."
Mendadak dia muncul dari balik kuburan.
Biarpun si Darah dingin bernyali besar pun tak urung dibuat
terperanjat juga oleh ulah orang itu.
Di bawah sinar rembulan yang redup, tampak lelaki yang
bernama Suma Huang-bong itu berambut panjang tak
terawat, berwajah penuh codet bekas bacokan dengan panca
indera yang aneh dan luar biasa besarnya, kulit mukanya
penuh lipatan dan kerutan hingga kalau dipandang dari
kejauhan persis seperti daging mayat yang mulai membusuk,
sungguh menakutkan.
Terdengar Suma Huang-bong tertawa seram sembari berpekik,
"Kabut telah datang ... kabut telah datang ... tangis
setan di balik kabut, hujan turun menambah kepedihan
Waktu itu kabut memang sangat tebal, sedemikian tebalnya
hingga jarak pandang satu kaki pun tidak terlihat, bukan
hanya benda di sekeliling jadi buram, bayangan hitam Suma
Huangbong pun tak nampak jelas, dari kejauhan hanya
terlihat bayangan tipis yang bergerak, persis seperti setan iblis
yang sedang bergentayangan.
"Lihat pedang!" mendadak si Darah dingin membentak
nyaring. Kutungan pedangnya langsung menusuk ke balik kabut
tebal, membelah lapisan kabut dan menusuk ke pusat lapisan
kabut tebal itu.
Tiba-tiba berkilauan dua titik cahava kuning dari balik kabut
tebal, Suma Huang-bong dengan masing-masing tangan
menggenggam sebuah sekop tembaga melancarkan bacokan
secepat kilat, "Cring!", bacokan itu langsung menjepit
795 kutungan pedang si Darah dingin yang sedang menusuk
datang. Tidak banyak jagoan di kolong langit yang mampu menjepit
kilatan pedang si Darah dingin, bahkan jagoan tangguh
macam Sebun-kongcu pun membutuhkan dua ratus empat
puluh dua jurus sebelum berhasil menjepit pedang jagoan ini.
Sambil mengerahkan tenaga dalamnya si Darah dingin
menggerakkan badan pedang, ketika kutungan pedang saling
bergesek dengan sekop tembaga itu, segera berkumandanglah
suara gemerutuk yang sangat menusuk pendengaran.
Diam-diam ia merasa terkejut juga, namun rasa kagetnya
tidak membuat dia salah tingkah atau gelagapan, sebab
serangannya yang paling diandalkan belum lagi dilancarkan.
Serangan andalannya itu sangat dahsyat, jangankan musuh
yang berada di hadapannya sekarang, musuh tangguh yang
tiga kali lipat lebih hebat dari orang inipun pernah tewas
termakan serangan itu. .
Belum habis ingatan itu melintas, mendadak tanah dimana
kakinya berpijak merekah ke samping dan muncul sebuah
liang besar, dari balik liang itulah muncul sepasang tangan
yang pucat pasi tanpa warna darah, secepat sambaran petir
mencengkeram sepasang tumitnya.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring bergema dari
balik kabut di tempat kejauhan sana, sebilah pedang dengan
ronce warna merah tahu-tahu menusuk tiba dan langsung
membelah pekatnya sang kabut.
Beberapa kejadian itu berlangsung hampir bersamaan
waktunya, karena sepasang kakinya tergenggam, sulit bagi si
Darah dingin untuk menghindarkan diri, satu-satunya cara
hanyalah membuang pedangnya dan menyambut tibanya
serangan tombak itu dengan tangan telanjang.
Baru saja si Darah dingin mengendorkan tangannya, tibatiba
Suma Huang-bong merentangkan pula sepasang
sekopnya, lalu secepat sambaran petir menggapit sepasang
bahu Darah dingin dari kiri dan kanan.
796 Seketika juga si Darah dingin merasakan tenaga tekanan
yang sangat kuat bagai tindihan sebuah bukit karang dan
gulungan ombak di tengah topan menghimpit tubuhnya,
karena sepasang tangannya tak mungkin lagi bisa digerakkan,
lekas dia mengerahkan tenaga dalam untuk melawan,
Saat itulah tusukan tombak panjang itu telah tiba di depan
mata, langsung menyapu wajahnya.
Tombak ini bukan saja amat panjang, juga besar sekali,
andaikata sampai tertusuk wajahnya, aneh kalau raut muka
itu tidak porak poranda seperti disapu angin topan.
Dalam keadaan sepasang tangan terhimpit, sepasang kaki
dicengkeram orang, terpaksa Darah dingin pentang mulutnya
dan menggigit ujung tombak yang menusuk tiba, ternyata
tombak itu tak mampu lagi melanjutkan tusukannya.
Walau begitu seluruh tubuh si Darah dingin pun ikut tak
mampu bergerak lagi, dia sudah kehilangan peluang untuk
menggeserkan badannya.
Tombak itu panjang, ujung lain tombak masih berada di
balik kabut tebal, begitu juga si pemegang tombak itu,
tubuhnya masih terbungkus di balik kabut, hanya terdengar
suaranya yang nyaring bagai gembreng tembaga berseru
lantang, "Bagus, bagus sekali! Ternyata kau sanggup
menerima tusukan tombakku ini!"
"Tapi sayangnya saat ini kau ibarat orang yang sudah ke
hilangan tangan, kehilangan kaki dan kehilangan mulut
sambung orang di balik tanah kuburan itu sambil tertawa
serani Sembari berkata, sepasang tangannya segera menotok
jalan darah di kaki si Darah dingin, lalu setelah melompat
keluar dari dalam liang tanah, katanya lagi diiringi tertawanya
vang menyeramkan, "Sekarang, apapun yang ingin kami
perbuat, mau tak mau kau harus mentaatinya."
"Entah bagaimana keadaan si Darah dingin sekarang?"
dengan perasaan kuatir si Pengejar nyawa berpikir, tandu
bergerak sangat cepat bagaikan terbang, keempat bocah
797 pedang yang menggotong tandu itu memang memiliki tenaga
dalam yang tangguh.
Matahari di musim panas memang sangat -menyengat, si
l'engejar nyawa sudah bermandikan keringat lantaran
kepanasan, air keringat yang meleleh membasahi tubuhnya
mendatangkan rasa sakit yang luar biasa ketika membasahi
luka di bahunya
Pada saat itulah tiba-tiba ia mendengar suara pekikan
nyaring yang amat keras.
Begitu suara pekikan itu berkumandang, tandu itupun
berhenti seketika.
Begitu lembutnya tandu itu berhenti hingga sama sekali
tidak menimbulkan getaran apapun dalam tandu.
Baru saja tandu itu berhenti bergerak, suara pekikan
nyaring berkumandang lagi untuk kedua kalinya.
Suara pekikan itu berkumandang dari suatu tempat yang
lauh tetapi lebih dekat daripada tempat asal suara pekikan
pertama Tatkala si Pengejar nyawa menyingkap tirai tandu,
tampaklah lima-enam sosok bayangan sedang melompat
keluar dari tepi jalan.
Si Pengejar nyawa terkesiap, ia jumpai kelima-enam orang
itu muncul dengan wajah gugup bercampur ketakutan,
terdengar salah seorang di antaranya berseru, "Celaka, kita
sudah dikejar hingga tersudut dan tak ada jalan keluar lagi,
terserah apa akibatnya, terpaksa kita harus bertempur habishabisan!"
Tapi seorang rekannya yang lain segera berkata dengan
wajah murung, "Kita Kui-hu-jit-gi (tujuh orang gagah lencana
setan) yang mengerubutnya harus kehilangan Lo-ngo yang
kena dibantai, apalagi sisa kita berenam, apa mungkin kita
bisa menghadapinya?"
Seorang yang lain berkata pula, "Tapi kita sudah kabur
sejauh dua ratusan li, akhirnya masih tetap terkejar, daripada
lari terus mending kita mengadu jiwa saja."
798 Salah seorang di antara kawanan manusia itu segera
melompat naik ke tempat ketinggian dan melongok sekejap
sekeliling tempat itu, mendadak serunya agak panik, "Dia
sudah datang, dia sudah datang, bajingan tengik itu telah
menyusul datang."
Orang yang tampaknya pemimpin kawanan manusia itu
segera menghardik nyaring, "Bagaimanapun juga mari kita
bersembunyi dulu, nanti kita bokong dia beramai-ramai."
Begitu selesai bicara, keenam orang itu segera
menyebarkan diri mencari tempat persembunyian, gerakgeriknya
cepat, gerakan tubuhnya aneh tapi ampuh.
Melihat dan mendengar apa yang berlangsung di hadapan
mereka, seorang bocah berpedang emas segera berbisik,
"Tampaknya kehadiran mereka bukan untuk memusuhi kita."
"Ya, kelihatannya mereka sedang membuat jebakan di sini
untuk membokong orang yang mengejar mereka."
"Aku dengar mereka menyebut diri sebagai si Lencana
setan, entah organisasi atau perkumpulan apa itu?"
"Itu kan harus ditanyakan kepada Sam-susiok."
Mendengar itu, si Pengejar nyawa pun menerangkan,
"Yang dimaksud lencana setan atau kui-hu adalah sebuah
perguruan yang disebut Kui-hu-bun, mereka terdiri dari tujuh
setan setan harta, setan perempuan, setan pembunuh, setan
penipu setan perampok, setan pengkhianat dan setan
perdagangan m.i-nusia. Ketika mereka bertujuh digabung jadi
satu, maka hampir semua perbuatan amoral dan maksiat
mereka lakukan. Sang Lotoa bernama Oh Hui, pandai
menggunakan golok besar, dia selalu mencabut nyawa orang
pada bacokan pertama dan jarang menggunakan bacokan
kedua. Sang Loji bernama Khu Tok, pandai menggunakan
golok tipis, setiap kali membunuh, dia selalu membiarkan
korbannya tewas karena kehabisan darah. Losam bernama
Kwe Pin, penampilannya seperti seorang kuncu, padahal
hatinya busuk dan keji, dia ahli melukai orang dengan senjata
rahasia beracunnya, Losi si nomor empat bernama Kim Hua,
senjata yang digunakan adalah sepasang Boan-koan-pit
799 beracun, barang siapa terkena racunnya, tubuhnya akan
membusuk dan hancur dalam tujuh hari. Sang Longo bernama
Ting Hay, sewaktu membantai korbannya, dia paling suka
membuat cacad lawannya dan mengutungi keempat anggota
tubuhnya. Loliok si nomor enam bernama Gui Kian, senjata
andalannya adalah pukulan langsung ke tenggorokan. Lojit
bernama Phang Hi, dia gemar menyiksa dan mengompas
korbannya secara sadis. Konon suatu kali dia pernah
mengompas seseorang sampai empat puluh sembilan kali,
pada hakikatnya orang yang disiksa sudah tak berwujud
manusia lagi."
Ketika mendengar penuturan itu, tanpa terasa keempat
orang bocah pedang itu menggenggam gagang pedang
masing-masing dengan erat, tampaknya emosi mereka
meluap. Melihat itu si Pengejar nyawa segera berkata sambil
tertawa, "Tak usah emosi, hari ini mereka bertemu dengan
aku, anggap saja hari naas mereka telah tiba, tapi sebelum
bertindak ada baiknya kita lihat dulu siapa yang sedang
mereka incar, apalagi mereka bertujuh sementara lawannya
cuma satu orang, tapi kenyataannya Ting Hay berhasil
dibantai, hal ini menunjukkan kungfu orang itu pasti hebat
sekali." Sementara itu keenam setan itu sudah menyembunyikan
diri hingga sama sekali tak terlihat dari tepi jalan.
Waktu itulah tampak seorang berjalan mendekat dengan
langkah lebar, baru saja tiba di dekat tempat persembunyian
keenam orang setan itu, si Pengejar nyawa segera dapat
mengenali siapa gerangan orang tadi, tak tahan sapanya, "Jisuheng!"
Orang itu kelihatan agak kaget, dengan sinar mata yang
tajam ia berpaling, tapi segera serunya pula kegirangan,
"Sam-sute!"
"Ji-susiok!" empat bocah pedang berseru pula menyapa.
800 Pengejar nyawa segera menyingkap tirai tandu sambil


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melesat keluar, sementara si Tangan besi dengan langkah
lebar memburu mendekat.
Tiba-tiba, "Sret, sret!", desingan angin tajam muncul dari
arah belakang, langsung mengancam punggung si Tangan
besi. Diikuti cahaya tajam berkilauan dari arah depan, serangan
itu langsung mengancam ke arah tenggorokan.
"Sarn-sute, kenapa kau bisa terluka?" tegur si Tangan besi
kaget, biarpun matanya tertuju ke tubuh si Pengejar nyawa,
namun tangan kirinya bekerja meraup berulang kali ke
belakang, tahu-tahu seluruh senjata rahasia yang mengancam
datang sudah tertangkap olehnya.
Kemudian kepalan kanannya meninju ke muka,
menghantam persis di atas cahaya berkilauan itu, ujung
pedang Gui Kian yang menusuk tiba seketika hancur
berkeping-keping, bahkan ada beberapa bilah kepingan yang
menancap di kaki Gui Kian.
Jerit kesakitan segera bergema memecah keheningan, tak
ampun tubuh Gui Kian roboh terjungkal ke tanah.
"Aku tidak apa-apa," jawab Pengejar nyawa sambil tertawa,
"justru keadaan Toa-suheng dan Su-sute yang sedikit rada
gawat." Baru selesai ia berkata, sebilah golok tipis telah membabat
ke arah sepasang kakinya, sementara sepasang Boan-koan-pit
muncul dari arah lain menotok jalan darah Tay-yang-hiat di
kening kiri kanannya, masih belum cukup, sebilah kapak baja
diayunkan pula membabat tubuh si Tangan besi.
Dengan kaki sebelah, si Pengejar nyawa menginjak golok
tipis itu, baru saja akan menendang dengan kaki yang lain,
tiba-tiba lukanya terasa sakit sekali. Menggunakan
kesempatan itu golok tipis tadi segera ditarik balik kemudian
dibacokkan ke tubuh Pengejar nyawa.
Terpaksa secara beruntun si Pengejar nyawa melancarkan
tujuh jurus serangan dengan empat puluh sembilan
perubahan, dia paksa Khu Tok untuk mempertahankan diri.
801 Di pihak lain si Tangan besi telah menggetarkan kapak baja
Phang Hi hingga patah, kemudian menangkap pula senjata
Boan-koan-pit yang mengancam keningnya.
Tiba-tiba terdengar suara pekikan nyaring berkumandang
memecahkan keheningan, empat setan yang tersisa segera
ambil langkah seribu dan kabur terbirit-birit meninggalkan
arena pertarungan.
Ternyata orang yang berpekik nyaring tadi tak lain adalah
OhHui. "Apakah Toa-suheng dan Su-sute telah berjumpa dengan
pentolan ketiga belas orang pembunuh?" tanya si Tangan besi
sambil mengurung Kim Hua.
Walaupun sudah berusaha menerjang ke sana kemari, Kim
Hua tak pernah berhasil menjebol kepungan si Tangan besi,
dalam keadaan begini terpaksa dia harus melakukan
perlawanan dengan sepenuh tenaga.
Phang Hi menggunakan peluang itu untuk melarikan diri.
Pengejar nyawa yang melihat itu segera meluncur ke udara
sambil melayangkan sebuah tendangan maut, arah yang
dihajar adalah dagu lawan.
"Duk!", tubuh Phang Hi mencelat ke udara lalu roboh
terkapar ke tanah dengan batok kepala hancur, hancur seperti
mangkuk tembikar yang dibanting ke tanah.
Sambil tertawa dingin Pengejar nyawa berkata, "Coba kalau
kau tidak kelewat kejam sewaktu mengompas orang, belum
tentu kubantai dirimu hari ini
Lantaran harus melayang sambil melancarkan tendangan,
hawa murninya jadi bergolak dan lukanya pun jadi kesakitan.
Melihat si Pengejar nyawa terpecah perhatiannya, Khu Tok
melancarkan dua serangan ganas secara berbareng kemudian
membalikkan badan dan kabur.
Belum beberapa langkah dia lari, bayangan hijau kembali
berkelebat, tahu-tahu empat bocah berbaju hijau dengan
pedang terhunus telah mengurungnya.
Khu Tok adalah seorang gembong iblis yang membunuh
orang tanpa berkedip, dia paling suka mencincang tubuh
802 korbannya hingga hancur, sudah tentu dia tak pandang
sebelah mata terhadap keempat orang bocah cilik itu.
Siapa sangka tiga puluh gebrakan kemudian, bukan saja ia
tak berhasil menguasai keadaan, bahkan serangan keempat
lawannya itu makin lama semakin gencar dan rapat, bukan
saja kerja samanya terjalin sangat ketat, serangannya pun
makin lama semakin telengas.
Dengan perasaan terkejut Khu Tok segera menegur,
"Kalian adalah keempat bocah pedang si Tanpa perasaan?"
Empat bocah pedang itu kembali merubah jurus
serangannya, tiba-tiba empat bilah pedang pendek melesat ke
udara dengan kecepatan tinggi kemudian menusuk ke
sepasang lengan dan kaki lawannya.
Khu Tok tak sanggup menghindarkan diri, tubuhnya
langsung roboh terkapar ke tanah dengan darah bercucuran,
golok tipisnya ikut mencelat hingga terlepas dari tangan.
Dalam pada itu si Tangan besi telah menghancurkan Boankoan-
pit Kim iiua hingga patah jadi beberapa bagian,
kemudian setelah menghajar tulang kaki lawannya hingga
hancur, ia berkata, "Lebih baik kalian berdua menyerah saja,
pulang ke kota-raja bersamaku untuk mempertanggung
jawabkan perbuatan kalian secara hukum."
Kim Hua masih mencoba untuk kabur, tapi sebuah jotosan
si Tangan besi memaksa orang itu harus berjongkok di
samping Kho Tok dan Gui Kian sambil merintih kesakitan.
Oh Hui sang lotoa dan losam Kwee Pin segera
memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri, kemudian
bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan.
Sepeninggal kedua setan itu, si Pengejar nyawa memanggutkan
kepala, empat bocah pedang segera menanggapi kode
itu dengan mengikat tubuh Kho Tok dan Kim Hua.
Menggunakan peluang ini, si Tangan besi datang
menghampiri, setelah memeriksa sekejap luka di tubuh si
Pengejar nyawa, tegurnya, "Terluka oleh golok lengkung
orang Biau dan pukulan Tay-jiu-eng keluarga Kwan di
Shantong?"
803 "Benar," sahut Pengejar nyawa sambil menghela napas, "Jisuheng,
mungkin saat ini Toa-suheng dan Su-sute sudah
bertemu dengan mereka, nanti saja baru kuceritakan kisah itu
kepadamu."
Kurang lebih delapan puluh tujuh li dari Lembah Auvang
terdapat sebuah tempat yang disebut Sam-sek-kiok (Tiga
tempat pelepas lelah).
Tempat ini dinamakan Sam-sek-kiok karena di situ memang
terdapat tiga buah tempat yang bisa digunakan para
pelancong untuk melepaskan lelah.
Tempat pertama adalah Sui-tau-hu (tahu air), konon
kembang tahu buatan tempat ini amat tersohor hingga
terkenal sampai dimana-mana.
Apalagi di musim panas seperti sekarang ini, dimana orang
gampang dahaga, kembang tahu memang cocok untuk
dinikmati, ditambah lagi si penjual tahu adalah seorang nona
vang sangat ramah dalam melayani tetamunya, siapa
orangnya yang tak ingin mencicipi 'tahu'nya"
Apa mau dikata, hari ini kedai kembang tahu ternyata tidak
buka dasaran. Si Tanpa perasaan yang merasa sangat dahaga
terpaksa harus beralih tujuan, ia mendekati tempat kedua,
sebuah kedai yang berada di bawah sebuah pohon besar yang
Sarang Perjudian 1 Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Iblis Dan Bidadari 3
^