Pencarian

Pertemuan Di Kotaraja 8

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Bagian 8


semangat tinggi kawanan jago itu berkumpul lagi di sebuah
kamar kecil untuk merundingkan rencana lebih jauh.
Saat itulah keempat prajurit yang diutus memata-matai
telah pulang memberikan laporannya.
403 Ternyata dugaan mereka benar, rombongan itu berjumlah
dua belas orang dan opas Sim yang mereka kenal pun berada
dalam rombongan itu, tapi mereka tidak melakukan sesuatu
gerakan, delapan manusia cacad juga kelihatan tinggal dalam
kamar, si Raja pemusnah Coh Siang-giok menempati sebuah
kamar seorang diri, sementara dua manusia bengis dari Lenglam
dan Sim In-san menempati kamar paling belakang.
Selesai mendengar laporan, kawanan jago itupun mulai
berunding, ujar Ciu Pek-ih, "Sepanjang perjalanan hingga tiba
di sini, Coh Siang-giok dan rombongan tentu sudah
meningkatkan kewaspadaan untuk berjaga-jaga atas segala
kemungkinan, betul jumlah kita lebih banyak ketimbang
mereka, namun bila tidak menggunakan siasat sulit rasanya
untuk membekuk mereka semua."
"Konon delapan manusia cacad adalah kawanan jago cacad
badan yang memiliki ilmu silat sangat aneh," kata Ngo Kongtiong
pula, "Selain telengas, kepandaian mereka
menggunakan racun juga sangat hebat, aku dengar kedelapan
orang itu merupakan sekawanan jago yang paling
memusingkan kepala dari perkumpulan Thian-jan-pang, lebih
baik kita hati-hati sewaktu menghadapi mereka."
"Menurut pendapatku, justru orang yang paling sukar
dihadapi adalah Sepasang manusia jahat dari Leng-lam, Si
Ceng-jong dan Si Ceng-hong. Ketika berusaha menangkap
kedua orang ini, dua orang saudara seperguruanku telah
kehilangan nyawa, kalau bukan di saat terakhir adik
keempatku menjebol pedang langitnya dengan ilmu pedang
andalannya, dan adik ketiga tidak menjebol ilmu golok mereka
dengan ilmu tendangannya, mungkin tak gampang untuk
membekuk kedua orang ini
"Dua iblis jahat ini memang bedebah!" umpat Si Ceng-tang
tiba-tiba sambil menggebrak meja.
Semua orang tidak mengerti apa sebabnya panglima
perang ini marah, setelah tertegun sejenak mendadak si
Tangan besi berkata, "Si-ciangkun, boleh aku mengajukan
satu pertanyaan?"
404 Biarpun belum reda amarahnya, Si Ceng-tang tak berani
kurang hormat terhadap si Tangan besi, segera sahutnya,
"Soal apa" Katakan saja saudara Thi, asal tahu pasti akan
kujawab." "Bila nanti menyinggung soal rahasia pribadi Ciangkun, aku
mohon Ciangkun sudi memaafkan," kata Tangan besi lagi
sambil tertawa.
"Katakan saja saudara Thi."
"Dua puluh tahun berselang, di keluarga Si terdapat tiga
bersaudara yang disebut orang Leng-lam-sam-hiap (tiga
pendekar dari Leng-lam), cara kerja mereka lurus, jujur,
menegakkan kebenaran dan keadilan. Tapi lama kelamaan
Toako dari ketiga orang itu mulai tidak puas dengan sepak
terjang saudara kedua dan ketiganya, karena bukan saja ilmu
silat mereka berdua semakin bergeser ke aliran sesat, tindaktanduk
dan sepak-terjang mereka pun makin bengis, buas dan
telengas, ketika mereka berdua ditegur orang tuanya, ternyata
mereka malah membunuh orang tua sendiri. Gurunya pun
dicekoki obat pemabuk kemudian dibunuh mereka berdua."
"Dalam gusarnya Toako mereka pun bentrok dengan kedua
orang saudaranya, tapi pertarungan satu lawan dua berakhir
tragis, bahkan nyaris sang Toako tewas di tangan dua orang
saudaranya."
"Setelah peristiwa itu, sang Toako pun pergi ke kota Ciangciu
dan sejak itu tak pernah muncul lagi dalam dunia
persilatan, mungkin dia kecewa dan putus asa. Toakonya ini
konon bernama. Si Ceng-tong, kepandaian yang diandalkan
adalah Tombak sakti."
Ketika berbicara sampai di sini, si Tangan besi berhenti
sejenak sambil mengawasi wajah Si Ceng-tang, kemudian
terusnya, "Sebagai seorang opas, aku tahu persis dan hapal
sekali dengan asal-usul setiap buronan maupun narapidana"
"Jadi kau sudah tahu semuanya ... jadi kau sudah tahu
semuanya....." gumam Si Ceng-tang sambil duduk termangu.
"Bukannya sudah tahu, aku hanya menduga saja menurut
analisaku, bila salah mohon Ciangkun sudi memaafkan."
405 Lama sekali Si Ceng-tang duduk termangu, akhirnya
setelah berhasil menenangkan hati dia berkata, "Dugaanmu
memang benar, akulah Si Ceng-tang!"
Kembali semua orang terperanjat, siapa pun tak
menyangka kalau perburuan yang dilakukan Si Ceng-tang kali
ini tak lain adalah untuk menangkap kedua adik kandungnya
sendiri, untuk sesaat semua orang jadi bingung dan tak tahu
apa yang mesti dilakukan.
Terdengar Si Ceng-tang bergumam lagi, "Justru karena
mereka berdua adalah adik kandungku, semakin tak mungkin
bagiku untuk berpeluk tangan membiarkan mereka berbuat
semau sendiri, oleh sebab itu aku mohon kalian semua sudi
memberi muka kepadaku ketika berupaya menangkap
buronan itu, syukur bisa ditawan hidup-hidup, kalau tak bisa,
lebih baik bunuh saja daripada membuat malu nama keluarga
saja." "Itulah tujuanku mengungkit masalah ini," ujar Tangan besi
dengan muka serius. "Sebab dalam pertarungan nanti, ujung
senjata tak bermata"
"Jangan sekali-kali pilih kasih sewaktu mengemban tugas
negara," tukas Si Ceng-tang dengan wajah serius. "Kalau aku
sebagai pejabat pemerintah pilih kasih, siapa lagi yang mai
tunduk kepadaku" Aku mengerti, bukankah saudara Thi ingin
mencari tahu aliran ilmu silat yang dimiliki kedua adikku itu"
Bersemu merah paras muka Tangan besi karena jengah,
segera katanya, "Mencari tahu sih tidak berani, hanya saja..."
Si Ceng-tong tertawa tergelak. "Dua puluh tahun berselang,
tombakku gagal membendung serangan mereka berdua
hingga kedua orang tuaku jadi korban keganasan mereka, tapi
dua puluh tahun kemudian aku telah berhasil menciptakan
kepandaian khusus untuk menjebol ilmu pedang langit dan
golok ganas mereka, biar aku saja yang menghadapi mereka
berdua ... tolong Cuwi bersedia memberi muka kepadaku
untuk menyelesaikan masalah pribadi ini"
"Ciangkun jangan berkata begitu," sela Ngo Kong-tiong
terharu, "sudah menjadi kewajiban setiap warga negara untuk
406 menyumbangkan tenaga dan pikiran demi keamanan negara,
apalagi kami adalah anggota dunia persilatan yang selalu
berusaha untuk menjunjung tinggi kebenaran."
"Benar," sambung Ciu Pek-ih, "kami semua sangat
mengagumi Ciangkun, mesti korbankan nyawa, kami siap
untuk berjuang, Ciangkun tak usah kuatir."
Pek Huan-ji ikut berkata, "Aku rasa tujuan saudara Thi
adalah untuk memilah mana yang benar dan mana yang
salah, tak mungkin dia salah mengartikan niat Ciangkun."
Si Ceng-tang segera berbangkit, digenggamnya tangan si
Tangan besi erat-erat, katanya, "Saudara Thi, maaf bila telah
menaruh salah paham kepadamu, rupanya selama ini aku
telah menilai kebesaran jiwamu dari pandanganku yang
sempit" Tangan besi balas menggenggam tangannya, rasa terharu
bercampur kagum membuatnya tak mampu berkata untuk
beberapa saat lamanya.
Ngo Kong-tiong segera tertawa tergelak, "Hahaha ... kalau
memang begitu, mari kita lanjutkan perundingan bagaimana
cara membekuk Coh Siang-giok."
"Benar," kata Ciu Pek-ih setelah berpikir sejenak,
"kepandaian silat yang dimiliki si Raja pemusnah sangat hebat,
ambisinya besar, pergaulannya luas, kecerdasan otaknya tiada
duanya, bisa jadi Cing Sau-song sengaja memberi kesempatan
kepada kita untuk melanjutkan perburuan, karena dia anggap
kemampuan yang kita miliki sekarang masih bukan tandingan
rombongan itu."
"Sampai dimana kehebatan ilmu silat yang dimiliki Coh
Siang-giok?" tak tahan Thian Toa-ciok bertanya.
"Aku sendiri pun kurang tahu," Ciu Pek-ih menghela napas
panjang, "tapi aku dengar Bu-tek Kongcu yang di masa lalu
pernah membikin pusing banyak orang, telah dibikin keok
olehnya hanya dalam pertarungan dua ratus jurus, padahal
jika aku yang mesti berduel melawan Bu-tek Kongcu, mungkin
belum sampai tiga gebrakan sudah keok."
407 Ciu Pek-ih memang pernah bertarung melawan Bu-tek
Kongcu, termasuk juga Pek Huan-ji. Pertempuran waktu itu
boleh dibilang paling sengit dan tak akan pernah terlupakan,
kawanan jago yang ikut dalam pertarungan waktu itu hampir
semuanya mati mengenaskan, bahkan mereka berdua pun
nyaris jadi korban.
Dalam kejadian itu, si Pengejar nyawa dari empat opas pun
mesti berjuang mati-matian sebelum akhirnya berhasil
membunuh Bu-tek Kongcu.
Padahal kepandaian silat yang dimiliki Coat-miat-ong (si
Raja pemusnah) masih jauh di atas kemampuan Bu-tek
Kongcu. Setiap orang tahu kalau Raja pemusnah memiliki
kepandaian yang menakutkan, tapi anehnya, kenapa Ciu Pekih
masih bersedia menampilkan diri untuk turut serta dalam
perburuan terhadap Coh Siang-giok, sebenarnya ada apa di
balik kesemuanya itu"
Apa mungkin karena naluri kependekarannya"
Berbeda dengan Tangan besi, dia adalah seorang opas,
menangkap kembali buronan yang kabur merupakan salah
satu tugas hariannya, jadi keterlibatan orang ini masih bisa
diterima dengan akal sehat.
Terdengar Tangan besi berkata lagi, "Si-ciangkun dan Ciuciangkun
adalah panglima perang di garis depan, opas Thian
dan opas Liu adalah jago unggulan dalam ketentaraan, Ngolosianseng
adalah pemimpin sekumpulan benteng, sementara
Ciu-heng dan Pek-lihiap adalah pimpinan Pak-shia, jadi kalau
bicara soal memburu buronan, semestinya akulah yang paling
sesuai." "Kami siap mendengar petunjuk saudara Thi," kata Si Cengtang
kemudian Sambil tertawa.
"Menurut pendapatku, daripada menyerang secara fisik
lebih baik menyerang secara emosi, sebelum menguasai
musuh kita, mesti menguasai dulu setiap peluang dan
kemungkinan."
408 Jilid 2 DAFTAR ISI: Bab III: TANGAN BERACUN
14. Penyergapan
15. Matinya Sang Harimau di Ladang Salju
Bab IV: TANGAN KEMALA
Perbincangan di bawah cahaya lilin
16. Bertarung Melawan Malaikat Iblis
17. Membunuh Dewa Iblis
18. Menggempur Pentolan Iblis
19. Bertempur Melawan Sepasang Iblis
Bab V: PERTEMUAN DI KOTARAJA
20. Gugurnya Bibi Iblis
21. Menangkap Malah Ditangkap
22. Disandera Malah Menyandera
23. Menjebak Malah Terjebak
24. Hutang Budi Harus Dibayar
25. Opas Kenamaan Jadi Manusia Berdarah
Bab III. TANGAN BERACUN.
14. Penyergapan.
Tauke pemilik losmen 'Ko-seng' secara tiba-tiba ditangkap
dua orang tamu yang menginap dalam losmen miliknya dan
diseret keluar melalui beberapa jalan raya, ketika tiba di
sebuah rumah, kedua orang itu segera membuka pintu dan
menyeretnya masuk.
Dalam ruangan telah berkumpul dua tiga puluhan orang
berpakaian ringkas, ada yang berdandan sebagai petugas
pengadilan, ada pula yang memakai baju perang berlapis baja.
Dengan ketakutan tauke losmen segera berlutut sambil
memohon ampun, "Tayjin ampun ... hamba Sun Thian-hong
tidak bersalah"
"Tutup mulutmu!"
409 Ketika tauke losmen melihat bupati pun ikut hadir di sana,
dia semakin ketakutan hingga tak berani mengangkat wajah.
"Jangan berteriak!" tegur sang bupati, "kalau sampai
terdengar orang, terlepas kau salah atau tidak, yang pasti
losmenmu sudah dicurigai terlibat dalam kejahatan"
Pucat pias wajah tauke losmen itu, dengan agak tergagap
ia berbisik, "Ham ... hamba benar-benar tak tahu duduk
persoalan yang sebenarnya, mohon Toa-loya memberi
keadilan" Bicara sampai di situ, sekujur badannya mulai gemetar
keras. Bupati itu baru berusia empat puluhan tahun, mukanya
merah dengan jenggot panjang berwarna hitam, wajahnya
angker lagi berwibawa, tak dipungkiri keberhasilannya
memangku jabatan sebagai Bupati di tempat ini tak lain
adalah berkat promosi Si Ceng-tang, memang dia terhitung
salah seorang murid andalan Si Ceng-tang, lihai dalam
mengumpulkan informasi dan terhitung seorang mata-mata
unggulan, orang memanggilnya Say Hong-ki.
Kemarin, secara tiba-tiba Si Ceng-tang mengirim surat
rahasia dan minta Say Hong-ki segera menyusul ke rumah
penginapan malam itu juga untuk bertemu, setelah
mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan
merundingkan cara yang tepat untuk menangkap lawan, dia
pun mengutus orang untuk mengundang datang Sunciangkwe,
tauke pemilik losmen Ko-seng, sebab Si Ceng-tang
tahu, urusan dengan rakyat bawah paling tepat bila
diselesaikan sendiri oleh Bupatinya, karena jauh lebih


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gampang dan leluasa.
Begitulah, dengan suara serius sang bupati Say Hong-ki
segera menghardik, "Di tempat ini tak ada urusannya dengan
kau pribadi! Kami sedang memburu buronan kelas kakap
sehingga mau tak mau kami terpaksa harus membakar rumah
penginapanmu. Tiga hari kemudian, kau boleh datang ke
kantor bupati untuk mengambil uang ganti rugi sebesar dua
ratus tahil perak, anggap saja sebagai ganti rugi terbakarnya
410 penginapan ini, dengan uang sejumlah itu, kau bisa
mendirikan lagi penginapan yang baru"
"Terserah kemauan Tayjin," buru-buru Sun-ciangkwe
menanggapi, "bagaimana pun penginapan bobrokku memang
merugi, dibakar malah kebetulan."
Say Hong-ki segera berpaling memandang Si Ceng-tang,
ketika panglima perang itu mengangguk, dia pun berkata lebih
lanjut, "Sun Thian-hong, aku sengaja memberitahu rahasia ini
kepadamu tak lain karena bermaksud agar kau bisa memberi
kisikan kepada para pelayan, keluarga dan tamu-tamu
tertentu, agar segera membenahi barang berharga dan diamdiam
menyingkir dari sini, sementara tugas pelayan biar
sementara kami tangani. Tapi ingat baik-baik dan peringatkan
juga kepada yang lain, jangan gugup, jangan panik, kalau
sampai kedua belas buronan itu mendapat kabar angin, hm!
Kau mesti bertanggung jawab!"
Bentakan Say Hong-ki itu seketika membuat Sun-tauke
makin ketakutan, dia menyembah berulang kali sambil berbisik
dengan suara gemetar, "Ba ... baik ... baik ... hamba pasti
akan sangat hati-hati ... sangat hati-hati, tidak sampai
ketahuan para ... para buronan"
Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji saling bertukar pandang
sekejap, lalu tersenyum penuh arti. Tampaknya kedudukan
seorang Bupati di mata rakyat rendah memang amat
menakutkan dan berwibawa, sementara Say Hong-ki sendiri
pun tahu kalau rakyatnya jeri terhadapnya, tak heran bila
bertemu pejabat korup, rakyat kecillah yang hidup sengsara
dan menderita. Melihat Si Ceng-tang sudah mengeringkan arak dalam
cawan, Say Hong-ki segera berkata, "Baiklah, segera
laksanakan perintahku, sebelum kentongan pertama, kalian
semua harus sudah mundur dari rumah penginapan dan
jangan membuat kegaduhan."
Setelah menyembah lagi beberapa kali, dengan tergopohgopoh
Sun-tauke mengundurkan diri dari situ.
411 Sebelum orang itu berlalu, tiba-tiba Say Hong-ki
menghardik lagi, "Kedua belas orang buronan itu tinggal
dalam tiga bilik kamar kelas satu, dua belas orang masuk
bersama, delapan orang cacad, dua orang berwajah kembar
dan dua yang lain selalu jalan bersanding. Asal kau
menjumpai mereka berdua belas, tak salah lagi, merekalah
sasarannya!"
Begitu dibentak Say Hong-ki, kembali Sun-tauke
menjatuhkan diri berlutut sambil menyembah berulang kali.
"Akan hamba ingat terus, akan hamba ingat terus,"
sahutnya gugup, "kedua belas orang itu bertampang bengis
dan buas, sekilas pandang saja hamba sudah tahu kalau
mereka bukan orang baik-baik"
Dengan perasaan tak sabar Say Hong-ki mengulap tangan,
petugas di kiri dan kanannya segera menyeret tubuh Suntauke
dan menariknya keluar dari ruangan.
Sepeninggal pemilik losmen itu, Say Hong-ki baru berkata
lagi pada Si Ceng-tang dengan sikap menghormat, "Siciangkun,
di bawah komando hamba tersedia ratusan orang
opas yang bisa digunakan tenaganya, perlukah diundang
datang semua guna membantu Ciangkun?"
"Tidak usah," tampik Si Ceng-tang sambil menepuk bahu
anak buahnya, "terlalu banyak orang malah merepotkan,
cukup pilih tujuh puluh orang di antaranya yang paling handal
dan tangguh. Oya, Hong-ki, aku merasa sangat tak enak
karena tanpa pemberitahuan lebih dulu, kami sudah datang
kemari bahkan membuat kau bertambah sibuk ... aku tak
mengira kalau akan menjumpai peristiwa semacam ini."
Say Hong-ki tertawa. "Nyawaku adalah pemberian
Ciangkun, jabatanku juga merupakan jaminan Ciangkun, bila
malam ini aku bisa menyumbangkan sedikit pikiran dan
tenaga, hal ini merupakan satu kebanggaan yang luar biasa.
Aku siap memimpin sendiri pasukan pengepungan dan siap
mati demi Ciangkun."
"Adik Ki jangan berkata begitu," Si Ceng-tang ikut tertawa,
"kau sudah berulang kali membuat jasa, sepantasnya kalau
412 dihadiahkan pangkat dan kedudukan, andaikata kau tak becus
dan tak punya kemampuan apapun, mana bisa aku
membantumu" Adik Ki, dulu kau tersohor sebagai Tui-hongkiam
(pedang pengejar angin) dalam dunia persilatan, bila kau
bersedia turun tangan sendiri, tentu saja aku pun ikut merasa
lega." "Baik, kalau begitu aku segera menyiapkan pasukan,
menyiapkan anak panah serta bahan peledak!"
"Bagus!"
"Sebentar Say-sianseng," tiba-tiba si Tangan besi menyela.
Say Hong-ki sudah diperkenalkan oleh Si Ceng-tang dan
tahu akan nama besar si Tangan besi, buru-buru ia bersoja
sambil bertanya, "Ada apa Tiat-sianseng?"
"Siapa nama asli Sun-tauke" Apakah dia penduduk pribumi
di sini?" "Agaknya dia baru pindah kemari tiga bulan berselang,
konon berasal dari kotaraja, tak ada sanak tak punya
keluarga, beberapa orang pelayan itupun aku dengar masih
familinya, dia bernama Sun Thian-hong."
Say Hong-ki memang tak malu menjadi murid andalan Sin
Ceng-tang, bahkan urusan yang menyangkut seorang
Ciangkwe losmen kecil pun dia berhasil menyelidiki dan
mengumpulkan datanya secara lengkap.
"Sun Thian-hong?" Tangan besi termenung sejenak,
"apakah dia mempunyai tempat usaha lain?"
"Rasanya tidak ada. Tempat usahanya hanya ada satu
yakni losmen itu."
"Ooh "Say-lote," tiba-tiba Ciu Leng-liong menyela, "bila pasukan
berkudamu sudah tiba nanti, harap semua pasukan
mengenakan ikatan tali merah di tangannya, agar dalam
pertempuran nanti tidak menjadi korban salah sasaran."
"Untung Ciu-ciangkun mengingatkan," seru Say Hong-ki
sembari mengangguk, "bila Tiat-sianseng tidak mengajak
bicara tadi, hamba memang sudah melaksanakan tugas itu."
413 "Ooh, kalau begitu silakan Sianseng melaksanakan tugas,
maaf telah mengganggu," ujar Tangan besi sambil tertawa.
Say Hong-ki segera menjura kepada semua jago yang
hadir, kemudian buru-buru beranjak pergi dari situ,
sedemikian cepatnya dia berlalu membuat cahaya lilin
bergoyang tiada hentinya.
"Aku lihat kita harus merubah semua rencana," tiba-tiba Ciu
Pek-ih berkata dengan suara dalam.
"Pendapat saudara Ciu memang tepat," seru Tangan besi
sambil mengangguk, "kelihatannya tanpa janji kita punya
pemikiran yang sama."
"Jadi bagaimana menurut pendapat saudara Tiat?"
"Kita gunakan tombak untuk meyerang tameng!"
Kentongan pertama telah berlalu, petugas kentongan
dengan langkah gontai telah lenyap di ujung tikungan sana.
Si tukang kentongan sudah bertahun-tahun hidup sebagai
penabuh kentongan, tiap bulan tiap hari tiap malam selalu
bekerja tanpa jemu, setiap sudut jalan, setiap lorong ditelusuri
hingga biarpun harus berjalan dengan mata terpejam pun
tetap bisa menelusuri setiap tempat dengan tepat, oleh karena
itu dia tak pernah celingukan kian kemari karena tahu di
sepanjang jalanan itu tak ada sesuatu yang menarik untuk
diperhatikan. Tentu saja dia tidak mengira kalau malam ini, di kedua sisi
jalanan itu telah bersembunyi lima puluhan opas yang terlatih.
Begitu si tukang kentongan pergi jauh, Say Hong-ki segera
melompat keluar dari tempat persembunyiannya, selembar
kain berwarna merah darah terselempang di atas bahu
kanannya, ketika pedang diayunkan ke udara, kelima puluhan
orang opas itu serentak melompat keluar dari balik kegelapan,
di bahu kanan mereka semua terikat secarik kain merah.
Begitu keluar dari kegelapan, kawanan jago itu serentak
menyebar ke delapan penjuru dan mengepung rumah
penginapan itu rapat-rapat.
Lamat-lamat Say Hong-ki dapat melihat suasana di dalam
rumah penginapan itu sunyi senyap tak nampak sesosok
414 bayangan manusia pun, mungkin seluruh penghuninya sudah
melarikan diri, namun suasana di dalam ketiga bilik kamar di
atas loteng masih terang benderang bermandikan cahaya.
Di dalam kamar pertama terdapat delapan orang, mereka
duduk berkumpul mengelilingi sebuah meja, di atas meja tertaruh
sebuah lentera kecil yang redup sinarnya, mereka duduk
dengan mulut membungkam dan sama sekali tidak melakukan
gerakan apapun.
Suasana dalam kamar kedua jauh lebih terang, namun tak
nampak ada penghuninya.
Di dalam kamar ketiga duduk dua orang, mereka sedang
duduk bersila sambil mengatur pernapasan, yang seorang
menggembol golok panjang yang amat tajam, dialah Sim Insan
salah seorang di antara dua belas komandan penjaga
Penjara besar besi berdarah di kota Ciang-ciu.
Say Hong-ki termasuk seorang panglima perang yang
sudah banyak pengalaman dalam pertempuran, tapi entah
mengapa, saat inipun dia merasakan peluh dingin membasahi
telapak tangannya.
Semua orang mulai tiarap, tutup mulut dan tak bersuara.
Perlahan-lahan Say Hong-ki mencabut keluar pedangnya,
cahaya tajam yang menggidikkan membias keluar dari badan
pedang di tengah kegelapan malam.
Lima belas orang opas sudah memasang panah-panah
berapi pada busurnya, lima belas opas lainnya menggembol
karung yang penuh berisi obat mesiu, sementara dua puluh
orang opas yang lain bersiap di setiap jalan keluar yang ada di
sekeliling tempat itu dengan senjata terhunus, mereka
menanti kehadiran musuh dengan suasana hening.
Asal panah berapi mulai dilepas hingga losmen itu terbakar
hebat, semua penghuni penginapan pasti akan berusaha
melarikan diri, maka mereka akan melumpuhkan semua orang
yang muncul dari losmen itu dengan hujan panah, asal sudah
terkena panah hingga tubuh jadi kesemutan, mereka akan
menyergap dan membelenggunya.
415 Seandainya ada yang berhasil lolos dari serangan panah,
kawanan petugas yang bersembunyi di sepanjang jalan
serentak akan menyergap dan menghajarnya habis-habisan.
Mereka semua tahu si Raja pemusnah Coh Siang-giok
bukan jagoan yang gampang dihadapi, sepasang manusia
bengis dari Leng-lam pun bukan orang yang gampang
dihadapi, sedang kedelapan manusia cacad itu, cukup melihat
dari tampang dan sepak terjang mereka pun sudah membikin
pecah nyali siapa pun, apalagi di sana masih ada si Golok
panjang Sim Insan yang tersohor di kota Ciang-ciu.
Strategi perang kali ini ibarat musuh di tempat terang dan
kekuatan sendiri di tempat gelap, jelas pada posisi di atas
angin, tentang hal ini Say Hong-ki mengetahui sangat jelas.
Walau begitu, dalam operasinya kali ini dia hanya boleh
berhasil dan tak boleh gagal, sebab sekali menemui
kegagalan maka kesempatan baik semacam ini akan sulit
diperoleh kembali. Apalagi siapa pun jagoan dalam dunia
persilatan, boleh dibilang merasa jeri dan ngeri berhadapan
dengan si Raja pemusnah.
"Begitu kentongan kedua berbunyi, segera lancarkan
serangan!" demikian perintah Si Ceng-tang.
Kentongan kedua telah tiba!
Tak ada yang bisa membayangkan, rumah penginapan
yang nampak hening dan tenang itu sebentar saja telah
berubah menjadi lautan api.
Kecuali suara api yang berkobar menjilat benda apa saja
yang ada dalam rumah penginapan itu, hanya suara desingan
anak panah yang terdengar. Tapi anehnya, tiga buah lentera
yang ada di atas loteng masih tetap bersinar terang, kawanan
manusia yang berada dalam kamar seakan tidak tahu telah
terjadi kebakaran.
Say Hong-ki makin terkesiap. Padahal jilatan api sudah
semakin mendekati loteng, anak tangga malah sudah terbakar
habis, tapi kenapa tak ada reaksi dari ketiga belas orang itu"
Kenapa mereka tidak berusaha menerjang lautan api untuk
menyelamatkan diri" Jangan lagi orang yang berilmu silat
416 tinggi, orang biasa saja pasti telah mendusin dan berusaha
meloloskan diri.
Khususnya lagi dengan si Raja pemusnah, masakah
seorang jagoan tangguh macam dia bisa ketiduran macam
babi dungu"
Jelek-jelek Say Hong-ki masih terhitung jagoan tangguh
kalangan Hek-to maupun Pek-to, begitu merasa gelagat tidak
beres, buru-buru dia memberi tanda dan kemudian melompat
duluan menerjang masuk melalui daun jendela.
Ternyata kedelapan orang yang duduk mengelilingi meja itu
sudah mampus semua, bukan cuma itu saja, bahkan mereka
semua adalah kawanan opas yang diperintahkan berjaga di
sepanjang jalan, delapan orang di antara dua puluhan jago
opas yang siap menyergap si Raja pemusnah bila berusaha
menerjang keluar kepungan.
Setelah terbunuh mati, kedelapan orang opas itu telah
ditukar pakaiannya dengan pakaian bekas delapan manusia
cacad, Thian-jan-pat-hui, kemudian diatur seakan duduk
mengelilingi meja, delapan butir batok kepala yang terpenggal
berserakan di lantai.
Melihat keadaan ini, Say Hong-ki berani bertaruh, keadaan
di kamar si Raja pemusnah maupun kedua kamar yang dihuni


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sim In-san pasti keadaannya sama dengan tempat ini.
Bila ditambah lagi dengan empat orang itu, jumlahnya
persis dua puluh orang, berarti dari kedua puluhan jago opas
yang dipersiapkan, tak seorang pun lolos dalam keadaan
hidup. Say Hong-ki mulai merasakan tangannya dingin bagaikan
es, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi
jidatnya, baru saja dia akan menerjang keluar ruangan, tibatiba
terdengar beberapa kali jeritan ngeri bergema memecah
keheningan, beberapa orang opas yang melepaskan panah
berapi terlempar masuk ke dalam kobaran api dan berteriak
minta tolong. 417 "Sret, sret, sret", beruntun Say Hong-ki melancarkan
beberapa bunga pedang untuk melindungi sekeliling tubuhnya,
lalu bentaknya nyaring, "Hati-hati sergapan musuh!"
Mendadak bergema suara tertawa seseorang yang amat
menyeramkan, dari balik kobaran api muncul sesosok
bayangan manusia, dia adalah seorang lelaki buruk rupa yang
kehilangan sebuah kaki kirinya dan dalam genggaman
membawa sekor ular berwarna hitam besi, Tiat-sian-coa.
Orang dengan kaki tinggal satu sanggup bergerak secepat
itu, bisa dibayangkan bagaimana kalau sepasang kakinya
masih utuh, mungkin ilmu meringankan tubuhnya paling top di
kolong langit. Say Hong-ki sadar saat ini bukan waktu yang tepat untuk
bicara tapi saatnya menggunakan pedang. Sebuah tusukan
kilat langsung dilontarkan ke depan, tusukan ini menyertai
segenap tenaga yang dimilikinya, baru terdengar suara
desiran tajam, tahu-tahu ujung pedang telah tiba di hadapan
lawan, tak heran ia mendapat julukan Tui-hong-kiam, si
pedang pengejar angin.
Orang itu sama sekali tidak menghindar, meski mau berkelit
pun belum tentu gerakan tubuhnya bisa melebihi kecepatan
tusukan pedang si pedang pengejar angin.
Tampak si kaki tunggal menggeser tubuh sedikit ke
samping, lalu menyodokkan senjata ular bajanya ke depan
sambil menggulung pedang lawan, kemudian dengan
menggunakan kepala sang ular dia berusaha mematuk
pergelangan tangan lawan yang menggenggam pedang.
Say Hong-ki tahu bahaya dan tak berani ayal, buru-buru dia
batalkan serangan sambil mengegos ke samping.
Ketika ular itu gagal mematuk tangannya, Say Hong-ki
segera memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya, dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dia sentil tubuh bagian
tiga inci di belakang kepala ular itu.
Ular itu segera menarik mundur badannya sambil
melepaskan lilitan pada tubuh pedang, begitu senjata itu
terjatuh ke tanah, Say Hong-ki segera menyambar kembali
418 senjatanya dan menggunakan ilmu pedang pengejar angin
untuk melindungi diri sendiri.
Pertarungan ini berlangsung hanya dalam waktu singkat,
sejak muncul, menusuk, menggulung, mematuk, melepaskan
lilitan, menyentil jari tangan, menyambar balik senjatanya
sambil melancarkan jurus serangan perlindungan, hampir
semuanya dilakukan secara beruntun, si manusia aneh berkaki
tunggal itu sama sekali tidak menyangka gerak tubuh Say
Hong-ki begitu cepat, sebaliknya Say Hong-ki juga tidak
menyangka manusia aneh itu berusaha merebut senjatanya
dalam gebrakan pertama.
Selain itu, manusia aneh berkaki tunggal itupun tidak
menyangka kalau senjata lawan yang telah berhasil dirampas
dapat direbut kembali oleh lawan, sementara Say Hong-ki
sendiri pun tidak menyangka sentilan jarinya untuk
menyingkirkan tubuh sang ular tidak membuat binatang itu
mati, bahkan lamat-lamat dia merasa jari tangannya amat
sakit. "Siapa kau?" tanpa terasa Say Hong-ki menegur.
"Ular besi bergaris (Tiat-sian-coa)!"
Mendadak dari balik asap tebal muncul seorang lelaki buruk
rupa yang kehilangan kaki kanannya, dalam genggamannya
terdapat sekor ular berwarna hijau.
Sembari menampakkan diri, serunya pula sambil tertawa
seram, "Masih ada pula aku, si Ular bambu hijau (Cing-tiokcoa)!"
Sementara Say Hong-ki masih terperanjat atas kemunculan
dua manusia cacad itu, terdengar jerit kesakitan telah
bergema silih berganti, kembali ada beberapa orang opas
yang terlempar masuk ke dalam kobaran api. Dari kawanan
petugas yang melolong minta tolong itu, kalau bukan pada
pergelangan tangannya terdapat dua bekas pagutan hitam
berdarah, tentu di atas tengkuk, kaki atau badannya
ditemukan bekas pagutan ular beracun, bahkan kondisi
kematian delapan orang petugas yang' duduk berkerumun pun
tak jauh berbeda.
419 "Delapan manusia cacad?" teriaknya tanpa sadar.
"Tepat sekali," sahut seorang sambil tertawa seram, "aku
adalah si Ular berkaki empat."
Tampak seorang manusia aneh yang kehilangan mata
kirinya muncul dari balik kobaran api, dalam genggamannya
terlihat seekor ular berkaki empat yang besar sekali badannya.
Jeritan ngeri kembali berkumandang susul menyusul, lagilagi
beberapa orang opas terlempar ke dalam kobaran api,
tampaknya jalan mundur di empat penjuru sudah tertutup
semua. Say Hong-ki coba membesut jidatnya, air keringat segera
membasahi tangannya, entah disebabkan udara di sekitar
sana kelewat panas atau karena hal lain" Tapi ada satu yang
jelas, sekarang ia sudah bukan pemburu lagi melainkan
sasaran perburuan.
Pelan-pelan Say Hong-ki coba bergeser mundur, mendadak
seorang menegur dari arah belakang dengan suara dingin,
"Percuma kau berpaling, aku si Ular garis merah sudah lama
menantimu di belakang."
Secepat kilat Say Hong-ki berpaling, tampak seorang
manusia aneh yang kehilangan mata kanannya sedang
memegang sekor ular bergaris merah darah sedang
menunggunya sambil mengobat-abitkan binatang andalannya.
Jeritan ngeri kembali bergema silih berganti, kembali
beberapa orang opas kehilangan nyawa.
Dalam pada itu bala bantuan dari pihak musuh makin lama
berkumpul semakin banyak, padahal Say Hong-ki sadar,
siapapun dari kedelapan manusia cacad itu sudah cukup
memaksanya untuk bertarung imbang, apalagi bila pihak
lawan mengerubutnya berempat, jelas ajalnya tinggal
menunggu waktu.
Ternyata yang muncul bukan hanya berempat, tiba-tiba
terdengar lagi suara aneh seorang berseru, "Akulah Kim-coacu
si Ular emas, pemimpin manusia cacad!"
420 Say Hong-ki sama sekali tidak berpaling, tiba-tiba saja
badannya melejit ke udara langsung menjebol atap ruangan,
maksudnya akan kabur dari situ.
Siapa tahu baru saja dia menggerakkan badannya, empat
orang manusia aneh itu sudah merangsek maju bersama dari
depan, belakang, kiri dan kanan, empat ekor ular beracun
langsung menutup jalan keluarnya.
Tentu saja Say Hong-ki tak ingin terpagut ular-ular jahat
itu, "sret, sret, sret, sret", empat sapuan pedang berantai
dilontarkan, langsung menusuk pinggang empat manusia
cacad yang mengepungnya.
Serangan ini cepat dan di luar dugaan siapa pun, sebab
sudah ia perhitungkan secara matang, bila keempat manusia
cacad itu menghadang jalan perginya, otomatis pinggang
mereka dalam keadaan terbuka, itulah titik kelemahan yang
harus dijadikan sasaran serangannya.
Benar saja dugaannya, keempat manusia cacad itu segera
dipaksa melayang turun lagi ke bawah.
Kelihatannya Say Hong-ki segera akan berhasil menjebol
atap bangunan dan kabur dari kurungan, mendadak
tangannya terasa mengencang lalu terseret sebuah tenaga
yang amat besar ke bawah, ternyata tangannya sudah dililit
sekor ular emas, ular emas itu berada di tangan seorang
manusia aneh yang kehilangan lengan kirinya, waktu itu si
manusia aneh itu sedang tertawa menyeringai sambil
memandang wajahnya.
Lagi-lagi jeritan ngeri bergema dari mulut beberapa orang
opas. Terdengar seorang berseru lagi dengan suara keras, "Aku
adalah si Ular sanca, mau coba kehebatanku?"
Say Hong-ki merasa pandangan matanya jadi gelap dan
otaknya serasa mau meledak, pekiknya dalam hati, "Habis
sudah riwayatku kali ini!"
Tiba-tiba suara pertempuran di luar ruangan terhenti,
kecuali suara api yang sedang membakar bangunan, yang
tersisa hanya semacam suara pertarungan yang khas, deru
421 angin pukulan yang kencang melawan desing angin yang
berasal dari tubuh ular yang sedang meliuk-liuk.
Si Ular emas yang kehilangan lengan kirinya segera berseru
tertahan. "Hehehe ... kelihatannya kita sudah kedatangan seorang
lawan tangguh," ujar si Ular sanca yang kehilangan lengan
kanan pula dengan suara seram.
"Lebih baik kita habisi dulu monyet muda ini sebelum
membereskan yang lain," seru ular kaki empat yang
kehilangan mata kirinya.
"Benar," si Ular bambu hijau yang kehilangan kaki kanan
menimpali, "cukong butuh bantuan, kita harus menghabisi
monyet ini secepatnya."
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, lima ekor ular
beracun serentak menyerang Say Hong-ki secara bersamasama.
Waktu itu pedang Say Hong-ki sudah terlilit oleh ular emas
hingga sama sekali tak mampu bergerak, padahal dia harus
membendung datangnya ancaman yang datang bersamaan
itu, sadar tak mungkin lolos dari ancaman, terpaksa sambil
memejamkan mata dia siap menanti datangnya kematian.
"Wes, wes!", mendadak terdengar suara desingan tajam
berkelebat, dua sosok bayangan manusia menerobos masuk
ke dalam ruangan sambil melepaskan pukulan dahsyat,
menyusul deru angin mendesing, seorang manusia berbaju
besi bagaikan seekor burung rajawali telah menerjang datang,
gerakan tubuhnya cepat bagaikan kilat, dalam waktu singkat
dia telah melepaskan tiga buah pukulan telapak tangan dan
dua sodokan tinju.
Say Hong-ki hanya merasakan bau amis, tahu-tahu
orangnya telah lenyap dari hadapannya disusul terdengar ada
orang menjerit kaget, ketika dia membuka kembali matanya,
terlihat seorang jagoan muda telah berdiri persis di
hadapannya, siapa lagi kalau bukan si Tangan besi, salah
seorang dari empat opas kenamaan.
422 Sementara itu di atas loteng telah bertambah lagi dengan
dua orang manusia, yang satu berwajah penuh codet bekas
bacokan, sedang yang lain kehilangan sepasang telinganya.
Yang depan membawa ular perak sementara yang belakang
membawa ular kembang, dengan napas tersengal-sengal
mereka sedang mengawasi si Tangan besi dengan mata
penuh kegusaran, jelas sedang keteter hebat oleh serangan
lawan, mereka dipaksa Tangan besi untuk mundur ke atas
loteng itu. Ketika memeriksa pula keenam orang lainnya yang
mengembut dirinya tadi, tampak olehnya selain ular emas
yang masih melilit di atas pedangnya, kepala ular bambu hijau
dan ular bergaris merah sudah kena dihajar oleh tinju maut si
Tangan besi hingga gepeng, walaupun ekornya masih bisa
bergerak namun jelas kedua binatang itu tinggal menunggu
saat mampusnya. Sementara ular bergaris besi, ular berkaki
empat dan ular sanca sudah terpental jauh oleh pukulan
lawan. Say Hong-ki nyaris tidak percaya dengan pandangan mata
sendiri, dia yang menusuk ular lawan dengan pedang pun tak
berhasil melukai binatang itu, kenapa si Tangan besi yang
bertangan kosong justru berhasil membuat mampus binatang
melata itu" Memangnya tangan besi miliknya jauh lebih tajam
dari pedang atau lebih keras dari baja"
Gara-gara pikirannya bercabang, lilitan ular emas seketika
berhasil memaksa pedangnya terlepas dari genggaman dan
jatuh ke tanah.
"Kau si Tangan besi?" tegur si Ular emas dingin.
"Benar!" sahut Tangan besi sambil tertawa dingin, "rupanya
ada orang yang telah membocorkan rahasia operasi ini hingga
kalian sempat mengganti orangmu dengan orang lain, lalu
membokong kami secara diam-diam. Hm! Kalian anggap
dengan cara begini maka ada kesempatan bagi si Raja
pemusnah untuk melarikan diri" Sayang rencana busuk kalian
telah terbongkar, kami sudah mengetahui dengan jelas semua
akal busukmu itu."
423 Si Ular emas menarik kembali sorot matanya, lalu tertawa
dingin, "Baiklah, kalau memahg begitu, lebih baik kami habisi
dulu dirimu kemudian baru membereskan yang lain."
"Wus!", cahaya emas berkelebat, ular emas dibabatkan ke
arah wajah lawan.
Ular emas ini memiliki kecepatan gerak di atas kecepatan
ular lainnya, sayang gerak serangan si Tangan besi jauh lebih
cepat lagi, dia sambut datangnya babatan itu dengan sebuah
sodokan tinju, langsung menghajar tubuh bagian tiga inci di
belakang kepala sang ular.
"Wes!", ular emas itu melejit keluar kemudian melejit lagi
ke dalam, dengan mulut terpentang lebar, binatang melata itu
siap mematuk musuh.
Ternyata jotosan maut yang dilancarkan si Tangan besi
gagal membinasakannya.
Diam-diam si Tangan besi ikut terperanjat, sebelum ingatan
kedua melintas, tubuh sang ular kembali membelit lengannya,
sambil mengangkat kepala siap menggigit.
Waktu itu si Tangan besi telah berhasil mencengkeram
kepala ular bagian mematikan itu, ketika sang ular siap


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mematuk, cepat dia kerahkan tenaga untuk meremas, namun
ular emas itu meronta sekuat tenaga, membuat remasan si
Tangan besi gagal menghancurkan badannya.
Pada saat itulah ular sanca, ular bergaris besi dan ular
berkaki empat menyambar bersama.
Si Tangan besi meraung nyaring, begitu dia kendorkan
cengkeramannya, ular emas itu cepat mengeluyur pergi,
sementara sepasang tangan si Tangan besi berganti
menyambar ular sanca dan ular bergaris besi.
Say Hong-ki tidak tinggal diam, menggunakan kesempatan
itu dia tepis serangan yang dilancarkan ular berkaki empat.
Berhasil dengan cengkeramannya, si Tangan besi segera
meremas tubuh ular bergaris besi hingga gepeng, siapa tahu
meski badannya sudah gepeng bukan berarti ular itu mati,
tiba-tiba binatang melata itu membalikkan kepala sambil
mematuk. 424 Si Ular sanca yang digencet kuat seketika hancur diikuti
semburan darah segar, namun daya hidup ular jenis ini
memang kuat sekali, biarpun badan sudah hancur namun
tubuhnya yang besar dan kuat tetap melilit tubuh si Tangan
besi. Berbareng dengan lilitan itu, ular perak dan ular kembang
bersama-sama merangsek sambil memagut.
Waktu itu seluruh badan si Tangan besi sudah terlilit hingga
tak sanggup bergerak, beruntun dia lancarkan dua tendangan
kilat menghajar tubuh ular perak dan ular kembang. Kemudian
sambil menarik napas, dia meronta sekuat tenaga ....
"Plok!", tubuh ular sanca yang melilit badannya seketika
hancur berkeping-keping dan mencelat ke empat penjuru.
Begitu berhasil menghancurkan ulat sanca, sepasang
tangan Tangan besi kembali membetot ke kiri kanan dengan
sepenuh tenaga, akhirnya setelah bersusah-payah ia berhasil
juga membetot tubuh ular bergaris besi itu hingga putus jadi
dua. Mendadak cahaya emas kembali berkelebat, ular emas lagilagi
menyambar ke wajahnya sambil menggigit, ketika Tangan
besi mengayunkan tangannya menyambar, dengan cekatan
ular emas berkelit ke samping, tampaknya dia amat takut
menghadapi Tangan besi hingga berusaha menghindarkan
diri. Sejak terjun ke dunia persilatan, delapan manusia cacad
sudah banyak mengandalkan kedelapan ekor ular berbisanya
untuk malang melintang di sungai telaga, bukan saja sudah
banyak enghiong hohan yang tewas di tangan mereka, jagoan
ahli racun pun banyak yang keok di tangan mereka, hal ini
disebabkan kedelapan ekor ular berbisa andalan mereka
memiliki tubuh yang kebal terhadap berbagai senjata, selain
pintar dan gesit, bisa mereka pun sangat mematikan, siapa
pun akan tewas seketika bila terpagut.
Namun si Tangan besi memiliki tenaga dalam yang amat
sempurna, sepasang tinju miliknya pun jauh lebih keras
ketimbang tangan orang kebanyakan, bukan saja sulit digigit
425 oleh sang ular, sebaliknya secara beruntun malah berhasil
membunuh ular garis merah, ular sanca, ular bambu hijau dan
ular garis besi, tak heran kalau kedelapan manusia cacad itu
menjadi gusar, sedih bercampur kaget.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah ular emas, milik
pemimpin delapan manusia cacad, tampaknya binatang
melata inipun jeri menghadapi si Tangan besi, suatu kejadian
yang belum pernah dialami sebelumnya.
Ular emas itu berasal dari negeri Thian-tok (India),
binatang melata yang amat langka dan merupakan ular paling
berbisa yang memiliki kemampuan hidup luar biasa pula, pada
hari biasa bukan saja badannya tidak gepeng walau dihajar
dengan batu cadas, dihantam dengan martil besar pun tak
bakal hancur, namun hari ini, ternyata ular itu begitu
ketakutan sewaktu berhadapan dengan sepasang tangan milik
si Tangan besi.
Ketika ular emas itu menghindar, ular kembang dan ular
perak kembali menyerang tiba, kali ini ketiga ekor ular
beracun itu bergerak lebih hati-hati dan penuh waspada,
mereka tidak berani lagi menyerang secara sembarangan.
Tangan besi sendiri pun untuk kedua kalinya gagal
menangkap ular berbisa itu.
Say Hong-ki yang berada di lain arena juga mulai keteter
hebat, karena tanpa senjata sementara ular berkaki empat
menyerang dengan keempat kakinya ditambah gigitan mulut,
ini sama artinya ada lima jenis senjata yang mengancam
tubuhnya, tak heran sebentar kemudian ia sudah keteter dan
terjerumus dalam posisi yang amat berbahaya.
Kobaran api yang membakar bangunan losmen telah
menghancurkan seluruh bangunan, bahkan memutus jalan
mundur menuju ke pintu ruangan, namun kesepuluh orang
jagoan itu masih terlibat dalam pertempuran yang amat seru.
Sementara itu ada dua orang opas telah memburu tiba,
yang seorang langsung mengayunkan golok membabat tubuh
ular berkaki empat, sementara yang lain buru-buru
menyodorkan sebilah pedang ke tangan Say Hong-ki.
426 Saat itulah si opas yang menggunakan golok gagal
membabat tubuh ular berkaki empat, sementara dia masih
tertegun, manusia aneh bermata tunggal itu telah merangsek
maju sambil mengayunkan ular berkaki empatnya.
Buru-buru petugas itu berkelit ke samping, pagutan sang
ular berhasil dihindari, siapa tahu ular itu mendadak
membalikkan badan mencakar dengan keempat kakinya.
Seketika petugas itu tercakar telak, begitu tersambar cakar,
racun ganas segera menyerang ke otaknya, tak selang lama
kemudian orang itu sudah roboh tewas seketika.
Kembali ular berkaki empat itu menggigit petugas opas lain,
merasa tidak bersenjata dengan tergopoh-gopoh opas itu
berkelit ke samping, baru selangkah dia berkelit tiba-tiba
pandangan matanya menjadi kabur, sekilas benda besar telah
menyapu ke wajahnya.
Opas itu kaget, buru-buru mundur sambil pasang mata,
ternyata ekor ular berkaki empat itu yang mengancam tiba.
Sedikit saja perhatiannya pecah, ular berkaki empat itu
segera memanfaatkan peluang dengan menggigit tengkuk
jagoan itu, diiringi jeritan ngeri yang menyayat hati, petugas
itu roboh terkapar ke tanah.
Pada saat yang bersamaan terlihat cahaya pedang
berkelebat cepat langsung menghantam tubuh ular berkaki
empat, manusia aneh bermata tunggal merasa tangannya
bergetar keras, karena ularnya sedang menyerang musuh
maka gempuran keras ini membuat genggamannya pada
tubuh binatang melata itu mengendor.
Tak ampun ular berikut pedang terlempar masuk ke tengah
kobaran api, terdengar ular berkaki empat berpekik berulang
kali, namun tak selang berapa lama kemudian suasana
kembali dalam keheningan.
Rupanya Say Hong-ki yang sadar pedangnya tidak mempan
melukai kulit tubuh ular itu, segera mengambil keputusan
untuk menyambit tubuh ular berkaki empat berikut pedangnya
ke dalam kobaran api, dengan demikian matilah binatang
melata yang sangat hebat itu.
427 Dengan tangan kosong kembali ia menerjang manusia aneh
bermata satu itu, karena sudah kehilangan senjata andalan,
serta merta kekuatan serangannya menjadi lemah, tak lama
kemudian ia mulai keteter hebat dan terdesak di bawah angin.
Untuk ketiga kalinya si Tangan besi melancarkan serangan
kembali. Kali ini sepasang tangannya mencengkeram tubuh ular
kembang, ternyata ular itu tidak berusaha menghindari
datangnya ancaman, malah dengan satu gigitan maut ia
berusaha mematuk lengan lawan, sebuah serangan kilat untuk
menyelamatkan diri sendiri.
Tangan besi mendengus dingin, dia lebih suka lengannya
digigit ular itu ketimbang kehilangan peluangnya untuk
menjepit remuk kepala ular kembang itu. Dalam sekejap ular
kembang itu telah menggigit di atas lengannya, sayang
gigitannya tak mempan melukai kulit tubuh lawan,
memanfaatkan kesempatan ini si Tangan besi kembali
menggencet tubuh ular perak.
Kini ular bambu hijau, ular garis merah, ular garis besi, ular
sanca, ular kembang, ular perak serta ular berkaki empat
sudah mampus semua, melihat itu ular emas buru-buru
menyusup ke belakang dan ingin menyembunyikan diri di balik
baju longgar yang dikenakan manusia aneh berlengan kanan.
Walaupun geraknya cepat, si Tangan besi jauh lebih cepat,
ia tangkap ular emas itu dengan kedua tangannya, kali ini dia
tidak mencoba menggencet, meremas atau menghantam
dengan tenaga penuh, tapi memelintir badannya kuat-kuat.
Tak ampun tubuh ular emas itu seketika terpelintir hingga
hancur, apalagi si Tangan besi menggencet kepala ular itu
kuat-kuat, membuat binatang melata itu nyaris tak berkutik
lagi. Menyaksikan semua ini, delapan manusia cacad sangat
terperanjat, sambil berpekik nyaring serentak mereka mundur
ke belakang, maksudnya mau kabur dari arena, sayang
kobaran api yang membara telah menyumbat jalan mundur,
428 hal ini membuat mereka jadi panik, terlihat peluh sebesar
kacang kedelai jatuh bercucuran.
Sekarang jalan mundur tinggal satu, yaitu melalui daun
jendela yang masih terbuka lebar, hanya sayangnya justru si
Tangan besi telah siap berdiri tegak di depan jendela.
Sadar keadaan bertambah gawat dan lagi memang tak
punya pilihan lain, kedelapan manusia cacad itu serentak
membentak sambil bergerak maju, tanpa mempedulikan
segala resiko lagi, mereka menerkam ke depan dan berusaha
kabur melalui jendela.
Kehebatan yang selama ini diandalkan delapan manusia
cacad adalah kemampuan delapan ekor ular berbisa
peliharaan mereka, begitu senjata andalannya musnah,
habislah seluruh kemampuan yang mereka miliki, apalagi
dalam keadaan begini mereka sudah panik dan kalut, nyaris
setiap orang hanya berpikir untuk keselamatan jiwa sendiri,
tentu saja serangan mereka jadi lemah dan kedodoran.
Sambil memutar sepasang tinjunya, si Tangan besi
menyongsong kedatangan mereka, hardiknya, "Kalianlah yang
harus bertanggung jawab atas kematian kelima puluh orang
opas yang diutus keresidenan Hau-wi-sian! Sekarang,
serahkan nyawa anjing kalian sebelum pergi dari sini."
Di tengah deru angin pukulan, manusia aneh yang cacad
kaki kirinya muntah darah dan roboh terkapar di tanah,
manusia aneh bermata kanan terjungkal ke dalam lautan api,
manusia cacad telinga kiri dihajar Say Hong-ki hingga terbakar
jadi abu, sementara manusia aneh penuh codet di wajah yang
dihajar Tangan besi hingga terguling ke bawah loteng segera
dicincang oleh kedua puluh orang opas yang menanti di
bawah dengan penuh kemarahan hingga hancur.
Dalam waktu singkat, sisa empat manusia cacad itu terlibat
dalam pertempuran sengit melawan si Tangan besi.
Api yang membara masih berkobar dengan hebat,
membakar semua bahan bangunan yang tersisa hingga
hancur luluh. 429 Di tengah kobaran api yang membumbung tinggi hingga ke
angkasa itulah tampak Sun-tauke yang berada dalam sebuah
hutan, tak jauh dari tempat kejadian sedang tertawa
terbahak-bahak, tiga orang pelayannya ikut tertawa pula
dengan penuh gembira.
"Coba kalian lihat ujar Sun-tauke sambil tertawa terpingkal,
"kawanan manusia dungu itu berniat membakar rumah, siapa
tahu awak sendiri yang terbakar"
"Sayangnya, mereka tak bakal mati terbakar, justru kau
yang bakal mampus dalam waktu singkat," mendadak
terdengar seorang menimpali dengan suara dingin.
Sun-tauke tertegun seketika, perkataan itu datang dari
belakang mereka, sementara ketiga orang anak buahnya
sedang tertawa, jelas ucapan itu bukan berasal dari mereka
bertiga, lalu siapa yang bicara"
Tenaga dalam yang dimiliki Sun-tauke terhitung cukup
tangguh, namun kali ini ternyata dia sendiri pun tidak tahu
berasal darimana datangnya suara itu.
Terdengar suara seorang wanita yang lembut merdu
kembali berkata, "Sun Teng-hong, kau bukan Sun Teng-hong,
Sun-tauke, kau adalah Sun Teng-hong seorang pembunuh
kenamaan dari Pakkhia, aku yakin ketiga orang pelayanmu itu
tentu anak muridmu bukan, Coat-to-sam-hau, tiga harimau
golok sakti?"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, dua sosok
bayangan melayang turun dari atas pohon, seorang pemuda
berjubah panjang warna putih dan seorang nona berpakaian
ringkas warna putih pula.
Senyuman yang menghiasi wajah Sun Teng-hong dan
ketiga orang anak buahnya berubah jadi kaku seketika, lama
sekali mereka tertegun, kemudian Sun Teng-hong baru
menegur, "Kalian adalah Pak-shia Shiacu dan Sian-cu Lihiap?"
"Betul, aku adalah Ciu Pek-ih," jawab pemuda berbaju
putih. "Dan aku, Pek Huan-ji," sambung si nona.
430 Kembali Sun Teng-hong terbungkam beberapa saat
lamanya, kemudian baru berkata lagi, "Darimana ... darimana
kalian tahu ...?"
"Ada dua hal yang sangat mencurigakan," ujar Ciu Pek-ih
dengan wajah serius, "pertama, ketika mendengar kami akan
membakar rumah penginapan Ko-seng, kau justru tampak
sangat gembira, tak ada perasaan sedih barang sedikitpun,
seorang tauke pemilik losmen mustahil akan menampilkan
sikap seperti ini. Kemudian kau bilang sudah membuka usaha
cukup lama di sini, tapi kenyataan kau baru datang beberapa
bulan berselang. Kau bilang usaha di sini kurang menarik,
losmenmu tidak ramai dan tidak menguntungkan, tapi
kenyataan yang berhasil kami selidiki justru bertolak belakang.
Aneh, benar-benar sangat aneh, ketika mendengar ada orang
mau membakar tempat usahanya, bukan sedih malah gembira
setengah mati, terus terang, kalau bukan opas si Tangan besi
yang menemukan kejanggalan ini, siapa pun tak akan


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menduga sampai ke situ."
Sun Teng-hong menghela napas panjang, pelan-pelan dia
melolos golok dari pinggangnya.
Terdengar Ciu Pek-ih berkata lebih jauh, "Selain itu, tanpa
bertanya secara jelas siapa buronan kelas kakap yang sedang
kami buru, kau langsung menyetujui permintaan kami dan
membubarkan semua tamu yang sedang menginap, tindakan
macam begini jelas bukan langkah yang biasa diambil seorang
pedagang. Sebaliknya justru lebih mirip tindakan seorang
jagoan Lak-san-bun yang tegas mengambil keputusan. Sunsianseng,
hawa pembunuhan dari kota Pakkhia yang kau bawa
sama sekali tak berhasil menyembunyikan identitasmu, itulah
sebabnya sepak terjangmu segera berhasil cayhe ketahui."
"Ciu-shiacu ...!" tiba-tiba Sun Teng-hong berbisik lagi.
"Ya, ada apa?"
"Bersediakah kau membuka satu peluang untukku" Selama
hidup, aku Sun Teng-hong pasti tak akan melupakan budi
kebaikan ini."
"Baik!" jawab Ciu Pek-ih cepat.
431 Sun Teng-hong melengak, dia tak menyangka secepat itu
permintaannya dikabulkan.
Belum sempat mengucapkan sesuatu, Ciu Pek-ih telah
melanjutkan kembali kata-katanya, "Tentu saja aku tak akan
membunuhmu sekarang, cuma kau harus ikut aku menghadap
Si-ciangkun"
"Itu kan sama artinya mengantar kematianku, bagaimana
kalau aku dilepas saja"
"Kau telah membantu buronan kelas kakap, mencelakai
pasukan kerajaan, dosa dan kesalahanmu sangat besar, mana
boleh kuampuni dosa dan kesalahanmu itu" Lebih baik
serahkan dirimu agar diselesaikan secara hukum."
"Secara hukum" Hukum apa?" Sun Teng-hong tertawa
dingin. Ciu Pek-ih menghela napas panjang, "Mustahil bagiku untuk
membebaskan kau..."
Mendadak mencorong sinar buas dari balik mata Sun Tenghong,
teriaknya tiba-tiba, "Bunuh!"
Sejak tadi tiga harimau golok sakti memang sudah muak
melihat tingkah laku Ciu Pek-ih, begitu mendapat perintah,
mereka segera mencabut golok dan menerjang ke depan.
Begitu menurunkan perintah untuk melancarkan serangan,
Sun Teng-hong bukannya maju membantu, sebaliknya malah
melesat mundur dari arena pertarungan, bagaikan burung
walet terbang di angkasa, dalam waktu singkat dia sudah
melampaui dua-tiga puluh batang pohon, gerak tubuhnya
cepat luar biasa.
Biasanya para pembunuh bayaran dari kota Pakkhja
memang mahir berjalan cepat dan merayap di dinding, apalagi
Sun Teng-hong termasuk seorang pembunuh bayaran yang
amat termashur.
Namun dengan cepat ia jumpai ada sesosok bayangan
menempel ketat di belakangnya, gerak tubuh orang itu sama
sekali tidak menimbulkan suara, tapi kecepatan dan
kelincahannya luar biasa, ternyata dia tak lain adalah Pek
Huan-ji. 432 Kecepatan golok ketiga harimau golok sakti sudah cukup
lama menggetarkan sungai telaga, hampir setiap orang di
kota-raja mengetahui kehebatannya, namun kini setelah
bertemu Ciu Pek-ih, mereka baru sadar apa arti kecepatan
yang sebenarnya.
Belum sempat tiga harimau golok sakti melolos senjatanya,
di antara kilatan cahaya pedang, salah seorang di antara
mereka sudah roboh terkapar. Kemudian ketika golok baru
saja dilolos dari sarungnya, kembali seorang di antara mereka
roboh terjengkang tersambar kilatan cahaya pedang.
Sementara sisa yang terakhir, baru saja berniat mengayunkan
senjatanya, dia pun ikut roboh terjengkang, malah kali ini
tubuhnya terjengkang duluan sebelum cahaya pedang
menyambar. Hanya dalam waktu singkat, tiga harimau golok sakti sudah
roboh tak berkutik di tanah karena tertusuk jalan darahnya,
kini mereka baru sadar, biar berlatih tiga puluh tahun lebih
lama pun belum tentu mereka sanggup melebihi setengah dari
kecepatan pedang petir Ciu Pek-ih.
Dalam pada itu Sun Teng-hong telah membentak, sambil
membalik badan dia melancarkan sebuah bacokan maut,
bacokan ini bukan hanya cepat, tenaga bacokan pun luar
biasa hebatnya, dibandingkan kemampuan golok tiga harimau,
jelas kemampuannya ibarat pohon berbanding rumput ilalang.
Serangan bacokannya kali ini diarahkan ke pinggang Pek
Huan-ji, seakan dia yakin pasti akan berhasil merobohkan
gadis itu. Begitu ayunan golok menyambar tiba, Pek Huan-ji segera
menggetarkan pedangnya untuk menangkis.
Serangan Pek Huan-ji ini dilancarkan tanpa menimbulkan
suara, cukup ditinjau dari kemampuannya ini, dapat diketahui
bahwa kecepatan serangannya sedikitpun tidak berada di
bawah kemampuan lawan.
Kalau seorang nona kemampuannya sudah begitu ampuh,
bisa diduga seberapa hebatnya kepandaian yang dimiliki Ciu
Pek-ih, karena berpikir demikian, Sun Teng-hong memutuskan
433 untuk menghabisi dulu nyawa Pek Huan-ji kemudian baru
sepenuh tenaga menghadapi Ciu Pek-ih.
Siapa tahu bacokan goloknya yang dilancarkan dengan
kekuatan bagaikan geledek, ternyata tak sanggup
mematahkan pedang Pek Huan-ji yang menangkis serangan
secara lemah gemulai, malah sebaliknya ancaman yang
datang berhasil dibuang ke samping tanpa terjadi benturan
keras. Tak terlukiskan rasa kaget Sun Teng-hong menghadapi
kejadian ini, bisiknya tanpa sadar, "Siok-li-kiam-hoat, pedang
gadis perawan?"
Pek Huan-ji tidak menjawab, ia memberi tanggapan dengan
sebuah serangan pedang. Hawa pedang yang lembut dingin
seketika mengurung seluruh badan Sun Teng-hong.
Menghadapi ancaman yang begitu hebat, Sun Teng-hong
membentak keras, tubuhnya segera menyatu dengan golok,
lalu dengan menciptakan selapis cahaya golok, ia menerjang
jaring pedang lawan dan berusaha menjebolnya.
Yang ada di dalam dunia persilatan selama ini adalah 'ilmu
mengendalikan pedang', belum pernah ada 'Ilmu
mengendalikan golok', meski serangan golok Sun Teng-hong
kali ini belum mencapai taraf sempurna, namun daya kekuatan
yang terpancar telah mencapai tingkat yang mengerikan.
Pek Huan-ji menjerit kaget, kecuali melancarkan serangan
mematikan, dia terpaksa harus membiarkan musuhnya lolos
dari kepungan, sementara hatinya sedang bimbang, jaring
pedangnya seketika saja gagal mengurung tubuh lawan.
Cepat Sun Teng-hong memanfaatkan kesempatan itu untuk
menerjang keluar dari kepungan, baru saja dia menutul
kakinya untuk kabur ke dalam hutan, tiba-tiba sekilas cahaya
pedang kembali menyambar lewat, tampak sekilas cahaya
putih mengancam datang dengan kecepatan mengerikan, ilmu
mengendalikan pedang!
Tak berhasil meloloskan diri, terpaksa Sun Teng-hong
keraskan kepala menyongsong datangnya serangan pedang
itu dengari goloknya.
434 "Tring!", benturan nyaring bergema memecah keheningan.
Sun Teng-hong segera memutar badan sambil melancarkan
bacokan, sayang tusukan pedang Ciu Pek-ih jauh lebih cepat,
tahu-tahu desingan angin tajam menembus lewat bawah
ketiak, sebuah tusukan maut langsung menghujam ke dada
jagoan she Sun itu.
Tiada jerit kesakitan yang keluar dari mulut Sun Tenghong,
tahu-tahu jari tangannya tak bertenaga, golok dalam
genggamannya segera terjatuh ke tanah, belum sempat dia
melancarkan bacokan, nyawanya sudah keburu mencelat
keluar dari badan kasarnya.
Pelan-pelan Ciu Pek-ih mencabut keluar pedangnya, ketika
mayat Sun Teng-hong roboh terjungkal ke tanah, ia baru
menyarungkan kembali pedangnya sembari berkata,
"Sebetulnya dia tak bakal mati, sebab aku hanya menjebol
ilmu mengendalikan goloknya dengan ilmu pedangku, kalau
mau aku bisa menusuk mati dia sejak awal, ai ... siapa suruh
dia berniat membacok mati aku, kecuali menusuk mati dirinya,
aku memang tak punya pilihan lain lagi."
Pek Huan-ji ikut menghela napas panjang, "Padahal ilmu
silatnya bagus, tidak seharusnya dia melakukan perbuatan
seperti ini, sungguh tak kusangka ada begitu banyak jago
tangguh dari dunia persilatan yang rela menjual nyawa demi si
Raja pemusnah."
"Entah bagaimana nasib Si-ciangkun dan Ngo-cecu
sekalian" Berhasilkah mereka menghadang jalan lari Coh
Siang-giok?" gumam Ciu Pek-ih.
Kobaran api masih nampak membumbung tinggi ke
angkasa, cahaya kemerahan yang menyelimuti angkasa
seterang cahaya sang surya yang terang menderang, namun
ketika memantul di atas permukaan salju, terbias cahaya
merah seperti ceceran darah.
Bunga salju menyelimuti seluruh permukaan bumi, di atas
sebuah jalan setapak yang kecil dan sulit dikenali, terlihat
empat sosok manusia berjalan mendekat dengan langkah
amat ringan. 435 Biarpun sedang menempuh perjalanan di tengah lapisan
salju yang tebal, namun keempat orang itu dapat berjalan
tanpa menimbulkan suara sedikit pun, mereka menelusuri
jalan setapak itu dengan sangat ringan dan amat mudah,
seakan hawa dingin yang merasuk tulang sama sekali tidak
mereka rasakan.
Orang yang berjalan paling depan adalah seorang lelaki
berwajah bersih bagai pualam, tenaga dalamnya sudah
mencapai puncak kesempurnaan, di sampingnya mengikut
seorang lelaki berperawakan tinggi kurus dengan sebilah golok
lengkung panjang tersoren di pinggangnya, golok itu tanpa
sarung. Dua orang yang mengikut di belakangnya mempunyai raut
wajah sangat mirip, hanya saja yang seorang tinggi kurus
sedang yang lain gemuk pendek, hawa sesat menyelimuti
wajahnya, walaupun perawakannya rada aneh namun tidak
menutupi auranya sebagai seorang jagoan tangguh.
Orang pertama adalah si Raja pemusnah Coh Siang-giok, ia
mengenakan jubah besar berwarna hitam, namun wajahnya
bersih dan cerah bagai pualam.
Orang kedua adalah opas yang mengkhianati penjara besar
besi berdarah, si golok panjang Sim In-san, orang ketiga
adalah Si Ceng-jong dan orang keempat adalah Si Ceng-hong.
Gabungan kedua orang ini disebut Si-ke-siang-ok, sepasang
manusia buas dari keluarga Si, mereka disebut juga sebagai
Si-toa-ok (manusia buas besar) dan Si-siau-ok (manusia buas
kecil), orang menyebut juga Leng-lam-siang-ok, sepasang
manusia bengis dari Leng-lam yang bergelar Thian-kiam-coatto
(pedang langit golok sakti).
Ketika empat orang ini berjalan bersama, mungkin tak ada
orang di dunia persilatan yang sanggup menghadapi mereka.
Dari keempat orang ini, tentu saja Sim In-san yang
memiliki ilmu silat paling lemah, namun ia nampak sangat
gembira, sambil tertawa ringan ujarnya, "Cukong, kali ini kita
pasti berhasil kabur dari sergapan Si Ceng-tang. Selewatnya
lima puluh li, bekas anak buahmu akan datang menjemput,
436 saat itulah kau bisa mulai menghimpun kekuatan dengan
menaklukkan tiga perkumpulan enam partai dua belas cabang,
lalu mengirim pasukan untuk menyerbu kotaraja. Aku Sim In -
san tak mau ketinggalan, aku pasti akan membantu usaha
cukong hingga berhasil."
Tentu saja apa yang diucapkan Sim In-san tidak didengar
Si Ceng-tang, karena selisih jaraknya dengan mereka
berempat sangat jauh.
Sepanjang mata memandang, hanya tumpukan salju yang
terhampar di sepanjang jalan, tapi di balik setiap tumpukan
salju yang menebal itu ternyata bersembunyi sekawanan jago
tangguh, setiap jago membawa sebuah gendawa dengan tiga
batang anak panah yang siap dibidikkan, pada ujung anak
panah itu hampir semuanya dilumuri obat pemabuk yang
sangat ganas. Obat pemabuk itu dibuat oleh Manusia beracun kedua,
Thian-he-te-ji-tok, jangan kata manusia biasa, orang dengan
ilmu silat tangguh pun asal aliran darahnya kemasukan setetes
obat pemabuk ini, sekujur badannya pasti akan kaku dan mati
rasa sampai setengah harian lamanya.
Sedangkan kedua puluh enam orang ini adalah sisa dari
keempat puluh laskar yang dibawa Si Ceng-tang dari kota
Ciang-ciu. Kawanan jago ini sesungguhnya bukan manusia
sembarangan, setiap orang memiliki keberanian dan
kemampuan bertempur yang hebat, ilmu silatnya juga
tangguh, baru pertama kali ini mereka mengintai empat orang
manusia dengan cara seperti ini.
Bukan hanya para prajurit yang berpendapat demikian,
bahkan Ngo Kong-tiong pun mempunyai perasaan yang sama,
mengintai orang dengan cara begini membuat perasaan
hatinya sangat tak tenang, sampai Si Ceng-tang sendiri pun
ikut merasakan hal ini.
Tampaknya Ciu Leng-liong dapat merasakan jalan pikiran
orang, sebagai orang yang jauh lebih licik ketimbang Ngo
Kong-tiong, lebih cerdas daripada Si Ceng-tang, maka setelah
437 menyapu sekejap pada rekan-rekannya, dia pun berbisik,
"Ciangkun, Ngo-cecu, saudara Tangan besi minta kita
menyergap si Raja pemusnah, mungkin hal ini dilakukan
karena keadaan terpaksa, bagaimanapun juga dia adalah
seorang opas, dia tentu lebih tahu bagaimana cara membekuk
seseorang. Apalagi ilmu silat yang dimiliki Raja pemusnah
sangat tangguh, bila dirobohkan dengan panah pemabuk,
mungkin korban yang berjatuhan bisa ditekan serendah


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin." "Benar," sambung Liu Ing-peng pula, "apalagi saudara
Tangan besi hanya minta kita membidik si Raja pemusnah
seorang dengan panah pemabuk itu, dia tidak menyuruh kita
membidik yang lain, jadi aku rasa tak bakalan salah
membunuh tiga orang yang lain."
Liu Ing-peng memang seorang yang cekatan, pintar dan
tahu melihat gelagat, melihat kemurungan yang menyelimuti
wajah Si Ceng-tang, dia mengira panglima perang itu kuatir
bidikan panahnya salah sasaran hingga melukai kedua orang
saudaranya, oleh sebab itu dia sengaja berkata demikian.
Si Ceng-tang menghela napas panjang. "Hai, sebenarnya
bukan masalah ini yang kurisaukan, aku hanya merasa main
membokong dengan cara begini tidak mencerminkan
perbuatan seorang lelaki sejati, tapi ... semua orang juga tahu
kalau ilmu silat si Raja pemusnah sangat lihai, sementara
saudara Tangan besi, nona Pek serta Ciu-lote belum kembali,
rasanya kita terpaksa harus menggunakan cara ini untuk
menghadapi mereka."
Ngo Kong-tiong mendengus dingin. "Hm, arahkan semua
panah ke tubuh si Raja pemusnah, apa bukan begitu yang
dimaksud si Tangan besi" Cuma ... kita memang harus
mengakui, kungfu si Raja pemusnah memang luar biasa,
serangan yang seluruhnya ditujukan padanya belum tentu bisa
merobohkan dia, apalagi kalau serangan panah terpecah
dalam empat sasaran berbeda, aku rasa usaha kita bisa gagal,
kalau dibilang ada hasil, paling banyak kita hanya bisa melukai
atau membunuh Sim In-san, urusan jadi tidak bagus. Aku
438 pikir, lebih baik kita tetap pusatkan seluruh pikiran dan
kekuatan untuk merobohkan Coh Siang-giok. Ai ... sayang aku
tak punya kesempatan untuk mengajak si Raja pemusnah ini
berduel, padahal kepandaian silatnya sangat hebat."
"Ssttt ...!" tiba-tiba Si Ceng-tang mendesis lirih, "mereka
semakin mendekat, siapkan senjata rahasia."
Ngo Kong-tiong, Ciu Leng-liong, Goan Kun-thian, Liu Ingpeng
serta Thian Toa-ciok segera menggenggam senjata
rahasia dan bersiap melancarkan sergapan.
Semua orang bertiarap di atas lapisan salju, dengus napas
yang panas membuat bunga salju mencair, biarpun salju
masih melayang di angkasa, namun saat ini semua orang
hanya merasakan hawa yang panas, sama sekali tidak merasa
dingin. Tak selang berapa saat, Coh Siang-giok, Sim ln-san dan
dua bersaudara Si sudah berjalan semakin dekat.
Terdengar Coh Siang-giok dengan suara rendah, berat dan
serius sedang berkata, "Jangan kelewat memandang rendah
kemampuan Si Ceng-tang Ciangkun, aku yakin api yang
membakar losmen itu akan mendatangkan kerugian yang fatal
bagi delapan manusia cacad, Cuma ... aaai, hawa napsu
membunuh kedelapan orang itu memang kelewat berat, ada
baiknya juga bila tertumpas dari muka bumi ... ada baiknya
kita bertindak lebih hati-hati!"
Dalam keheningan yang mencekam seluruh jagad, tiba-tiba
terdengar seseorang membentak nyaring, "Serang!"
Dalam waktu singkat berbagai senjata rahasia dan anak
panah berhamburan di angkasa, sedemikian rapatnya
serangan itu hingga sepuluh kali lipat lebih rapat daripada
bunga salju yang sedang berguguran.
Ada senjata rahasia yang membawa desingan suara yang
amat nyaring ada yang menggelegar seperti suara geledek,
yang datang sambil berputar kencang, ada pula yang sama
sekali tak bersuara, yang paling lihai adalah deretan anak
panah yang meluncur datang begitu rapat bagaikan terpaan
air hujan. 439 Ketika Coh Siang-giok mendongakkan kepala dan melihat
dari angkasa seolah muncul hujan deras yang luar biasa, paras
mukanya seketika berubah hebat, dengan satu gerakan cepat
dia lepaskan jubah merahnya hingga tampak pakaian
ringkasnya yang berwarna merah pula.
Serangan Am-gi itu datang bagaikan hujan lebat,
jangankan manusia dengan dua lengan, biarpun punya
delapan tangan juga belum tentu bisa menghadapi ancaman
seperti ini. Bagi Coh Siang-giok sendiri-sebenarnya dia bisa
mengandalkan tenaga dalam untuk merontokkan senjata
rahasia yang mendekati tiga depa dari tubuhnya, namun
berhubung senjata yang mengancam tiba beragam
banyaknya, lagi pula dilancarkan bersamaan waktunya, maka
sulitlah bagi si Raja pemusnah untuk menghimpun tenaga
dalam, apalagi para pemanah adalah jago-jago yang memiliki
tenaga dalam amat sempurna.
Sim In-san ikut tertegun, ia sadar, bila anak panah itu
seluruhnya menghujam ke tubuhnya, maka dia sudah berubah
jadi sekor landak.
"Bruk!", sebuah piau bersisik hijau menyambar ke depan
dada Coh Siang-giok, lekas Raja pemusnah memiringkan
badan ke samping untuk mengegos, senjata rahasia itu
langsung menghajar bahu kirinya.
Ternyata senjata rahasia sisik hijau ini dilancarkan oleh Ciu
Leng-liong. Setelah dihajar dua batang senjata rahasia, tiada senjata
rahasia ketiga yang sanggup menghantam tubuh Coh Sianggiok
lagi. "Cret!", tiba-tiba berkelebat cahaya emas, sebilah golok
emas tahu-tahu sudah menghujam kaki kanan Raja
pemusnah, ternyata hui-to (pisau terbang) itu dilancarkan oleh
Si Ceng-tang. Dengan satu lompatan kilat Coh Siang-giok segera
melambung ke udara, sekujur badannya berubah seakan
selapis awan hitam gelap.
440 Kini dia telah melepas jubah hitamnya, dengan benda itu
dia ciptakan selapis awan hitam untuk melindungi terjangan
senjata rahasia lawan. "Trak, trak, trak", sebagian besar Am-gi
menghantam jubah hitam itu seakan menghantam selembar
lempengan baja, hampir semuanya mencelat balik ke
belakang. Kecuali hui-to Si Ceng-tang dan piau sisik hijau Ciu Lengliong
yang berhasil menghajar telak tubuh Raja pemusnah,
semua senjata rahasia lainnya berhasil digulung dengan jubah
hitamnya sebelum sempat mendekat.
Baru saja gelombang pertama senjata rahasia itu
dilancarkan, gelombang kedua kembali siap dilontarkan ke
udara. Tapi kali ini si Raja pemusnah sudah bersiap, ia tidak
memberi kesempatan kepada lawan untuk melepaskan senjata
rahasia gelombang kedua.
Tubuhnya bagaikan selapis awan hitam menerjang masuk
ke balik tumpukan salju di sisi jalan, bersamaan dengan
terjangan itu, jeritan ngeri bergema silih berganti, mayat
empat orang prajurit melayang ke udara dan terkapar di atas
permukaan salju, ceceran darah segar berhamburan kemanamana.
Bersamaan waktunya Si Ceng-jong dan Si Ceng-hong ikut
menerjang pula ke arah rombongan yang dipimpin Ngo Kongtiong,
sedemikian cepat gerak tubuh mereka membuat Monyet
sakti bertangan tiga Ciu Leng-liong pun tak sempat lagi
melepaskan senjata rahasia.
Empat orang prajurit maju serentak dan menghadang jalan
pergi mereka berdua, namun hanya sekejap saja tinggal dua
orang yang masih hidup.
Kini dalam genggaman Si Ceng-hong sudah bertambah
dengan sebilah pedang, tetesan darah masih menodai ujung
pedangnya, sementara dalam genggaman Si Ceng-jong telah
bertambah sebilah golok, mata golok pun basah berlumuran
darah. 441 Dua orang prajurit yang berhasil melarikan diri adalah Leng
Ki-cong dan Pok Lu-ci, coba kalau bukan ilmu silat mereka
sedikit lebih tangguh dibanding dua rekannya, mungkin
mereka pun sudah ikut tewas sejak tadi.
Untuk sesaat lamanya mereka berdua hanya bisa berdiri
tertegun, sebab kecepatan serangan pedang dan golok yang
dilancarkan Si Ceng-jong dan Si Ceng-hong benar-benar telah
membuat nyali mereka pecah.
Sementara mereka belum sempat melakukan sesuatu, Si
Ceng-jong dan Si Ceng-hong kembali menerjang ke balik
gundukan salju, tampaknya nyawa kedua orang itu tak bisa
diselamatkan lagi.
Pada saat itulah mendadak terdengar Si Ceng-tang berseru
dengan suara berat tapi penuh tenaga, "Cepat bekuk Coh
Siang-giok! Ngo-cecu, Toa-ciok, mari kita bersama-sama
menghadapi mereka bertiga."
Begitu ucapan Si Ceng-tang berkumandang, semua orang
merasa kaget dan bergetar hatinya, mereka tahu Coh Sianggiok
sudah terkena senjata rahasia pemabuk, berarti saat
inilah kesempatan yang terbaik bagi mereka untuk
membekuknya, kalau sampai diganggu oleh Pedang langit
golok sakti hingga urusan terbengkalai, itu baru runyam
namanya. Bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari
busurnya, Ngo Kong-tiong meluncur maju, pedang peraknya
dengan jurus Sian-jin-ci-lok (dewa sakti menunjuk jalan)
diiringi kekuatan yang luar biasa langsung menusuk tubuh Si
Ceng-hong. Si Ceng-tang sendiri langsung memutar tombak seberat
empat puluh delapan katinya begitu selesai bicara tadi, "wes!",
setelah membuat tiga guratan garis melingkar di atas tanah,
dengan jurus Thian-hwe-sam-hui (api langit bercahaya tiga) ia
menerjang Si Ceng-jong.
Thian Toa-ciok meraung keras, sepasang telapak
tangannya direntangkan ke kiri kanan, dengan jurus Sui-siTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
442 ban-toan (melumat mayat selaksa keping) ia menerkam Sim
In-san. Si Ceng-hong berteriak nyaring, goloknya diputar sambil
membabat ke depan, dengan jurus serangan yang cepat, aneh
dan di luar dugaan, dia mengancam tubuh Ngo Kong-tiong.
Si Ceng-jong memutar pedangnya menusuk miring dari
samping, ia balas menusuk ke tubuh Si Ceng-tang,
serangannya dahsyat dan mematikan. Begitu dua bersaudara
ini saling bertemu, masing-masing pihak berusaha menghabisi
nyawa lawan. Di pihak lain, Sim In-san sudah dibuat keder karena
datangnya ancaman, melihat sepasang tangan Thian Toa-ciok
mengancam badannya, "cring", buru-buru Sim In-san melolos
golok panjangnya, kemudian membabat pinggang lawan
dengan jurus Heng-sau-jian-cin (menyapu rata selaksa
prajurit). Dalam waktu singkat keenam orang itu terbagi dalam tiga
kelompok dan saling menyerang dengan hebatnya.
Mendadak Ciu Leng-liong teringat kembali tujuan utama
kedatangan mereka, buru-buru ia berpaling, ternyata Coh
Siang-giok telah hilang tak berbekas.
Rupanya dalam suasana kalut tadi Coh Siang-giok
menerjang masuk ke tengah arena dan kemudian telah
membunuh empat orang prajurit, setelah itu secara tiba-tiba
bayangannya hilang lenyap begitu saja, seolah menguap.
Padahal dia tidak menerjang keluar dari tumpukan salju,
juga tak ada jalan mundur, bahkan tak lagi membunuh orang,
tapi mengapa tiba-tiba hilang begitu saja"
Ciu Leng-liong tahu, mereka harus segera menemukan Coh
Siang-giok yang masih lemas karena kehilangan tenaga, sebab
kalau tidak, begitu pengaruh obat pemabuk hilang atau
berhasil didesak keluar dari tubuhnya, maka tak akan ada
jagoan lagi yang sanggup menaklukkan si Raja pemusnah ini.
Berpikir sampai di sini, Ciu Leng-liong merasa tubuhnya jadi
panas dingin, jantungnya berdebar keras dan perasaan
hatinya tak tenang, entah karena panik atau tegang"
443 Lekas dia bertepuk tangan dua kali. Dua puluh orang
prajurit yang bersembunyi di balik gundukan salju serentak
melompat bangun.
Sebetulnya mereka membawa dua puluh enam orang
prajurit, tapi lantaran ada empat orang telah tewas dibantai
Coh Siang-giok dan dua orang lagi tewas dirajam sepasang
manusia bengis dari Leng-lam, maka kini tinggal tersisa dua
puluh orang. "Kalian melihat Coh Siang-giok kabur kemana?" tegur Ciu
Leng-liong kemudian.
"Aku melihat dia menerobos masuk ke balik gundukan
salju." "Dia telah membantai Che Si-yong."
"Ya, tadi dia melintas lewat di hadapanku, tubuhnya
bergerak cepat seperti hembusan angin."
"Kami gagal membendung serbuannya, Kim Si-wi ikut
tewas di tangannya."
"Kami lihat dia sudah terluka, banyak darah bercucuran dari
tubuhnya!"
"Bukan, bukan darah, dia mengenakan baju ketat berwarna
merah." "Tapi sekarang dia lenyap"
"Coba lihat, jubah hitamnya tertinggal di situ."
Ciu Leng-liong sangat kalut pikirannya, begitu juga dengan
kawanan prajurit itu, ketika ia berusaha maju menghampiri,
terlihat jubah hitam milik Coh Siang-giok tergeletak di atas
permukaan salju bagaikan seekor kelelawar, jubah itu penuh
tertancap berbagai macam senjata rahasia, selain itu terdapat
pula dua bercak darah yang sangat kental, kelihatannya si
Raja pemusnah memang sudah terluka, malah tidak enteng
luka yang dideritanya.
Tapi kemana orangnya pergi" Dia bersembunyi dimana"
Mau kabur dari sana atau bersembunyi di sekeliling tempat
itu, semestinya emat puluh pasang mata melihat dengan jelas
semua gerak-gerik dan sepak terjangnya.
444 Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Ciu Leng-liong,
seratus li di sekeliling tempat itu berupa batu karang yang


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dilapisi salju tebal, jangan-jangan seperti juga kawanan
prajurit itu, Coh Siang-giok juga bersembunyi di balik
gundukan salju"
Selewat gundukan salju itu terdapat tanah dasar yang
sangat luas, semisal Coh Siang-giok benar-benar sudah kabur,
tak ada alasan kalau bayangan tubuhnya tidak kelihatan,
apalagi pakaian yang dikenakan berwarna merah cerah yang
sangat mencolok, ditambah lagi ia sudah terluka dan kena
obat pemabuk, jelas langkah dan gerak-geriknya sangat tidak
leluasa Coh Siang-giok pasti belum kabur dari situ, dia pasti sedang
merawat lukanya sambil bersembunyi di balik gundukan salju,
siapa tahu ia sedang berusaha untuk memaksa keluar
pengaruh obat pemabuk dari tubuhnya"
Seperti juga sekor singa, si raja hutan, bila sedang terluka,
dia pun akan mencari sebuah gua untuk merawat lukanya.
Ciu Leng-liong sudah lama mengikuti Si Ceng-tang, sikap
tegas dan berani mengambil keputusan terpelihara sejak lama
dalam dirinya, maka dengan suara dalam serunya, "Dia sudah
terkena obat pemabuk, pasti bersembunyi di sekitar sini,
periksa semua gundukan salju, teliti semua tempat yang
mungkin bisa digunakan untuk bersembunyi, semuanya,
periksa!" Begitu perintah diturunkan, Liu Ing-peng mengajak lima
orang mulai menggeledah di sebelah timur, Goan Kun-thian
juga membawa lima orang memeriksa arah selatan, Si Cong-ji
dengan membawa lima orang memeriksa ke arah barat,
sementara sisanya yang lima orang mengikut di belakang Ciu
Leng-liong menggeledah arah utara.
Sistim penggeledahan yang mereka lakukan merupakan
sistim karpet, artinya setiap jengkal tanah tak terlewatkan
untuk diperiksa dengan teliti, dalam keadaan begini, biar
bersembunyi di tempat yang betapa rahasia pun, akhirnya
jejaknya pasti akan ketahuan, atau paling tidak, pada akhirnya
445 akan terdesak ke bagian tengah dan terkepung dari empat
penjuru. Seluruh anggota pasukan di bawah pimpinan Si Ceng-tang
memang sudah mendapat pendidikan serta latihan yang
sangat ketat, sementara dua orang jagoan tangguh dari
benteng Lam-ce pun bukan orang sembarangan.
Penggeledahan yang mereka lakukan selain teliti, rapat, boleh
dibilang hampir setiap jengkal salju ditusuk dengan pedang
atau diobrak-abrik hingga sebagian terbongkar.
Dengan cara semacam ini, berapa banyak orang yang
bersembunyi di balik gundukan salju, pada akhirnya pasti akan
ketahuan juga. Di atas permukaan salju hanya didapati empat sosok
jenazah prajurit yang tewas bersimbah darah, seandainya
mereka masih hidup, mungkinkah orang-orang itu bisa
menunjukkan dimana Coh Siang-giok menyembunyikan diri"
Setiap jengkal tanah, setiap inci barang sudah mereka
periksa dan geledah dengan seksama, namun bayangan Coh
Siang-giok masih tetap menjadi tanda tanya besar.
Raja pemusnah seakan benar-benar sudah menguap ke
udara, seolah betul-betul sudah lenyap tak berbekas.
0oo0 Pedang langit golok sakti bukan nama dua jenis senjata,
tapi nama sejenis ilmu barisan yang mengutamakan serangan
dengan menggunakan pedang dan golok.
Ketika melancarkan serbuannya tadi, Si Ceng-jong serta Si
Ceng-hong telah mengandalkan ilmu barisan itu untuk
mendobrak musuh.
Namun Si Ceng-tang seakan sudah memperhitungkan
semua gerakan mereka dengan cermat, bersama Ngo Kongtiong
dia memotong jalan pergi Si Ceng-hong, sementara
tombak panjangnya langsung disodokkan ke samping
mencegat gerakan Si Ceng-jong, dengan demikian dia telah
berhasil menjebol kerja sama kedua orang itu.
446 Serangan golok yang dilancarkan Si Ceng-hong benarbenar
amat ganas dan aneh gerakannya, serangan golok yang
belum pernah dijumpai Ngo Kong-tiong selama hidup.
Sebaliknya kecepatan serangan pedang Ngo Kong-tiong
begitu cepat, begitu dahsyat bagai sambaran halilintar, juga
belum pernah dijumpai Si Ceng-hong sebelumnya.
Begitu mereka berdua bertarung, berkobarlah suatu
pertempuran yang amat sengit dan luar biasa.
Begitu menerjang maju ke muka, secara beruntun Si Cenghong
menggunakan jurus-jurus serangan Jong-kui-cau-kui
(Dewa Jong-kui menangkap setan), Cui-kay-ta-lou (pengemis
mabuk memukul gembrengan), To-pit-hoa-san (membelah
bukit Hoa-san) dan Kay-san-sui-sik (membelah gunung
menghancur batu) untuk mencecar musuh.
Menghadapi desakan lawan, Ngo Kong-tiong sama sekali
tidak menghindar, sebaliknya dia malah mendesak maju ke
depan, dengan jurus serangan Tiang-coa-ji-tong (ular panjang
masuk gua), Ci-to-ui-liong (menerjang langsung naga kuning),
Tiang-gong-ban-li (angkasa tuas laksaan li) dan Bi-lok-ang-kin
(hijau rontok di ujung merah), dia balas menusuk tubuh
lawan. Pertarungan pun berlangsung makin sengit, kedua belah
pihak sama-sama tidak mundur, semua berusaha mendesak
maju, dalam sekejap mata pertarungan jarak dekat pun
berlangsung hebat, karena senjata tak dapat menjangkau
tubuh lawan, kedua belah pihak menggunakan pukulan tangan
kosong untuk saling menghantam.
Sebetulnya ilmu golok milik Si Ceng-hong ganas dan
telengas, siapa tahu si kakek lawannya justru tangguh, garang
dan kuat, selama pertarungan berlangsung lebih banyak
melancarkan serangan daripada bertahan, dalam keadan
begini, mau tak mau terpaksa dia harus menggunakan ilmu
pukulan Kay-pi-ciang (ilmu pukulan pembelah batu) yang
dilatihnya puluhan tahun untuk merobohkan lawannya.
Begitu pertempuran berkobar, Si Ceng-hong segera merasa
bukan saja orang tua itu tidak lemah meski usianya sudah
447 lanjut, bahkan tenaga pukulannya dahsyat, tenaga dalamnya
sempurna, bagaimana pun dia berusaha mencecar dan
merangsek dengan mengandalkan ilmu pukulan Kay-pi-ciang,
semua serangannya selalu mengalami kegagalan.
Dalam terkejut bercampur ngerinya, lekas ia gunakan jurus
Pek-hok-jiong-thian (bangau putih menembus langit) untuk
menerobos naik ke udara.
Dengan jurus Kam-te-pat-jong (mencabut jahe di tanah
kering), tiba-tiba dia ikut melambung ke udara, lalu "Wes!",
kembali Ngo Kong-tiong melancarkan sebuah pukulan.
Biarpun Si Ceng-hong melambung duluan sedang Ngo
Kong-tiong menyusul belakangan, ternyata yang menyusul
belakangan justru sampai duluan, bahkan sedikitpun tidak
ketinggalan, melihat hal ini tak terlukiskan rasa kaget Si Cenghong,
satu ingatan segera melintas.
Menurut berita yang tersebar dalam dunia persilatan, konon
benteng selatan Lam-ce dipimpin seorang kakek yang telah
berusia di atas tujuh puluh tahun, namun tenaga dalam, ilmu
meringankan tubuh serta ilmu pedangnya tiada tandingan di
kolong langit, jangan-jangan kakek bermuka merah ini adalah
Cecu dari Lam-ce"
Si Ceng-hong sadar ilmu goloknya sama sekali tidak berada
di bawah kemampuan ilmu pedang Ngo Kong-tiong, namun
bicara soal tenaga dalam, dia masih ketinggalan satu tingkat,
dalam soal ilmu meringankan tubuh pun ketinggalan satu
langkah, karenanya meski tahu serangan lawan yang
mengancam tiba sangat dahsyat, mau tak mau terpaksa dia
tetap harus keraskan kepala untuk menerimanya juga.
Dalam arena lain, Si Ceng-tang dengan mengandalkan
tombak panjangnya sedang bertarung sengit melawan pedang
baja Si Ceng-jong.
Baik tombak panjang maupun pedang baja semuanya
termasuk senjata berat dan besar, namun di tangan Si Cengtang,
tombak panjang itu dapat dimainkan sedemikian ringan
dan lincahnya seperti seekor naga sakti yang sedang meliuk di
angkasa. 448 Sebaliknya pedang baja yang dimainkan Si Ceng-jong pun
sangat lincah dan cekatan, biarpun senjata itu berat, namun
seakan sangat ringan dalam genggamannya, sebentar ia
gunakan untuk menyerang ke kiri, sebentar ke kanan,
sebentar keras, sebentar lunak, sebuah kombinasi serangan
yang luar biasa.
"Sret, sret, sret", secara beruntun Si Ceng-tang
melancarkan tiga tusukan maut dengan jurus Sam-jin-tonghang
(tiga orang jalan bersama), jurus serangan ini pernah
digunakan Tangan besi ketika bertarung melawan Cing Sausong
tempo hari, namun ketika digunakan dengan tombak,
kehebatan jurus serangannya justru makin kentara.
Jurus serangan ini memang sarat dengan perubahan yang
tidak terduga, di antara tiga buah tusukan tombak itu, hanya
satu tusukan yang merupakan serangan sesungguhnya, setiap
gerakan setiap perubahan seakan serangan nyata tapi seperti
juga serangan tipuan, membuat pihak lawan sukar meraba,
entah berapa banyak panglima kenamaan yang telah tewas
oleh jurus serangan Si Ceng-tang ini.
Berubah hebat paras muka Si Ceng-jong, cepat ia menarik
napas sambil melancarkan sebuah tusukan pedang dengan
sepenuh tenaga.
"Cring!", pedang dan tombak saling membentur hingga
menimbulkan suara benturan yang amat nyaring.
Dengan begitu, serangan Si Ceng-tang pun segera
terbendung. Sebagaimana diketahui, Si Ceng-tang, Si Ceng-jong dan Si
Ceng-hong sebenarnya adalah tiga bersaudara kandung, ilmu
silat yang mereka andalkan disebut "tombak sakti, pedang
langit, golok sakti", boleh dibilang mereka bertiga hapal dan
menguasai jurus serangan lainnya.
Sejak tiga bersaudara bentrok dan bermusuhan, masingmasing
pihak selalu berusaha untuk menciptakan jurus
serangan baru guna menjebol serangan lawan, seperti apa
yang dilakukan Si Ceng-jong barusan, jurus Pit-yu-wa-say
(pasti ada guru sendiri) yang dia ciptakan memang khusus
449 ditujukan untuk membendung serangan tombak Si Ceng-tang
yang mematikan.
Benturan yang barusan terjadi membuat lengan mereka
berdua jadi kaku dan kesemutan, hal ini menunjukkan bahwa
tenaga dalam yang mereka miliki seimbang.
Dengan suara nyaring Si Ceng-tang segera membentak,
"Buang pedangmu dan menyerah saja!"
"Menyerah?" sahut Si Ceng-jong sambil tertawa dingin,
"lebih baik kau saja yang membuang tombakmu untuk
menyerah, hari ini aku tak bakal melepaskan dirimu."
"Kau ... berani amat kau bicara begitu terhadap kakak
sendiri?" teriak Si Ceng-tang gusar.
Si Ceng-jong tertawa seram, suaranya tinggi melengking
bagai teriakan kuntilanak, jengeknya sinis, "Kenapa tidak
berani" Bapak ibuku saja berani kubunuh, apalagi kau!"
Sembari berkata, kembali ia melancarkan serangan, bahkan
serangannya sangat mematikan dan sama sekali tak kenal
belas kasihan. "Kau memang bedebah yang tak bisa ditolong lagi, baik,
hari ini akan kumusnahkan dirimu, agar arwah ayah dan ibu di
alam baka bisa memperoleh ketenangan!"
Kembali Si Ceng-jong tertawa keras. "Hahaha ... mau
bunuh, bunuhlah! Hari ini bila kau tak sanggup membunuhku,
suatu hari nanti aku dan Ceng-hong pasti akan menyerbu ke
kota Ciang-ciu dan membantai seluruh keluargamu."
"Bangsat, kau memang serigala tak berperasaan!" bentak
Si Ceng-tang amat gusar.
Mendadak tombaknya direntangkan ke depan, lalu didorong
kuat-kuat. Untuk sesaat Si Ceng-jong tertegun, sejak kecil dia sudah
hapal di luar kepala semua jurus serangan yang dimiliki Si
Ceng-tang, setelah saling bermusuhan, beberapa kali mereka
sempat terlibat dalam pertarungan sengit.
Pada pertarungan pertama kali, Si Ceng-tang berhasil
mengalahkan dirinya namun tak tega mencabut nyawanya,
waktu itu dia diminta menyesali perbuatannya dan hidup
450 sebagai manusia baru, selesai memberi nasehat, dia pergi
dengan sedih meninggalkan dirinya.
Pada pertarungan yang kedua, waktu itu Si Ceng-tang baru
saja pulang dari pertempuran berdarah di medan laga, tahu
kondisi badannya sedang letih dan kehabisan tenaga, ia
manfaatkan peluang itu dengan melancarkan serangan
bokongan, tapi pertarungan ini berakhir dengan seri, karena
masing-masing pulang dalam kondisi terluka parah.
Pada pertarungan yang ketiga, Si Ceng-jong dan Si Ceng
hong turun tangan bersama, waktu itu gabungan mereka
berdua berhasil melukai Si Ceng-tang hingga terluka parah,
tapi beruntung Si Ceng-tang berhasil diselamatkan jiwanya
oleh para anak buahnya.
Sejak pertarungan yang ketiga, Si Ceng-jong belum pernah
bertemu lagi dengan Si Ceng-tang, dan sekarang jurus
serangan yang digunakan untuk menyerang dirinya juga
belum pernah dilihat sebelumnya, jangan-jangan dia telah
menciptakan jurus baru yang khusus untuk menjebol pedang
langitnya" Demikian ia berpikir.
Dengan perasaan tercekat bercampur ngeri, lekas Si Cengjong
melompat mundur dari arena pertarungan.
Jurus serangan Heng-ciong (tombak melintang) dari Si
Ceng-tang memang khusus diciptakan untuk menjebol jurus
pedang langit, tapi Si Ceng-jong tidak melayani pertarungan
bahkan mundur berulang kali, hal ini menyebabkan kehebatan
jurus Heng-ciong tak sanggup digunakan semaksimal
mungkin. Rasa benci dan sakit hati yang membara dalam hati Si
Ceng-tang membuat ia semakin bernapsu untuk menghabisi
lawannya, sambil memegang tombaknya kuat-kuat, "plak!",
mendadak gagang tombaknya patah jadi dua bagian, saat
itulah tiba-tiba Si Ceng-jong menerjang maju ke muka.


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perubahan ini terjadi sangat mendadak, tak ada yang bisa
melukiskan betapa cepatnya gerak tubuhnya.
Dengan cepat Si Ceng-jong tahu kalau tombak andalan Si
Ceng-tang patah jadi dua.
451 "Ah, inilah kesempatan langka yang tak boleh kulepaskan
begitu saja...." pikirnya dalam hati.
Tombak sakti andalan Si Ceng-tang patah jadi dua, hal ini
sama artinya panglima perang itu sudah kehilangan senjata
andalannya, siapa pun tentu tak ingin melepaskan peluang
baik itu begitu saja.
Dengan satu gerakan yang luar biasa dia hentikan gerak
tubuhnya yang sedang menyurut mundur, kemudian sambil
berbalik badan, dari mundur dia berubah jadi maju, langsung
menerjang ke muka.
Menyusul gerakan merangseknya, sekilas cahaya pedang
berkelebat, langsung menusuk dada Si Ceng-tang!
Tapi dalam waktu singkat Si Ceng-jong sadar kalau dia
sudah masuk perangkap.
Ternyata tombak sakti Si Ceng-tang yang patah jadi dua,
kini telah berubah jadi sebuah toya dan sebuah tombak, toya
digunakan untuk menangkis tusukan pedang, sementara
tombaknya bagai seekor ular kobra langsung menusuk
tenggorokan Si Ceng-jong.
Jurus serangan inilah yang sesungguhnya merupakan jurus
yang sengaja diciptakan untuk mematahkan serangan pedang
langit. Si Ceng-tang sudah menduga, begitu melihat ada
kelemahan di tubuhnya, dia pasti akan memanfaatkan peluang
itu dengan melancarkan serangan mematikan, serangan yang
dilancarkan dengan mengerahkan seluruh kekuatannya,
mustahil orang macam dia bersedia memberi jalan mundur
bagi orang lain.
Tiada jalan mundur, seringkali merupakan sebuah jalan
buntu. Kalau sudah muncul jalan buntu berarti kalau bukan kau
yang mati, pasti akulah yang mampus!
Kini Si Ceng-jong belum sampai mampus lantaran Si Cengtang
memang tak tega turun tangan keji terhadap dirinya.
Biarpun begitu, akhirnya dia memahami juga satu hal,
tombak sakti tidak jauh berbeda dengan pedang langit,
452 keduanya sama-sama merupakan senjata luar biasa, namun
bila tombak sakti tiba-tiba berubah jadi dua senjata, satu
untuk menangkis pedang langitnya, maka yang lain bisa
digunakan untuk membunuh orang yang membawa pedang
langit itu. Sementara Si Ceng-jong masih berdiri terbelalak, mendadak
tampak sesosok bayangan berkelebat dan langsung
menerjang punggung Si Ceng-tang.
Orang itu tak lain adalah Si Ceng-hong.
Rupanya waktu itu untuk kedua kalinya telapak tangan Si
Ceng-hong telah saling beradu dengan telapak tangan Ngo
Kong-tiong, padahal mereka berdua sama-sama menggunakan
segenap kekuatan yang dimilikinya, karena berada di tengah
udara, tubuh Ngo Kong-tiong terpental sejauh tujuh depa
lebih, sedangkan tubuh Si Ceng-hong mencelat sampai
beberapa kaki jauhnya.
Karena mencelat ke belakang, kebetulan badan Si Cenghong
menumbuk persis di punggung Si Ceng-tang.
Dalam keadaan begini hanya ada dua pilihan yang bisa
ditempuh Si Ceng-tang, menghindarkan diri atau meminjam
tenaga tumbukan itu untuk menerjang maju ke muka, dengan
begitu ia bisa melenyapkan sebagian besar kekuatan yang
menghimpitnya. Bila ia tidak berbuat demikian, maka paling tidak ada empat
puluh persen tenaga pukulan yang dilancarkan Ngo Kongtiong
akan menghantam tubuhnya.
Namun Si Ceng-tang tidak memilih jalan yang manapun,
dia tak ingin berkelit agar tubuh Si Ceng-hong persis
menerjang ujung pedang Si Ceng-jong, sebaliknya dia pun tak
tega membiarkan ujung tombaknya langsung menusuk
tenggorokan Si Ceng-jong.
Oleh sebab itu sambil keraskan kepala dia terima saja
gempuran itu, karena dia pun tak tega mengerahkan tenaga
dalamnya guna melukai Si Ceng-hong.
Sekalipun mereka saling bermusuhan, namun
bagaimanapun juga mereka bertiga tetap saudara sekandung.
453 "Blam!", benturan itu membuat Si Ceng-tang muntah
darah, tapi dengan cepat tombak di tangan kirinya berbalik
sambil me lancarkan serangan, dia totok jalan darah lemas di
kedua lutut Si Ceng-hong.
Begitu tertotok, sepasang kaki Si Ceng-hong jadi lemas
hingga ia jatuh berlutut di tanah, namun ia pantang
menyerah, tubuhnya segera berputar, baru saja goloknya
diangkat siap melancarkan serangan, tahu-tahu ujung tombak
Si Ceng-tang sudah menempel di atas ubun-ubunnya.
Dalam keadaan begini, asal Si Ceng-hong berani bergerak
sedikit saja, maka dia segera akan menghajar mati dirinya.
Dalam pada itu ekor tombaknya yang berada di tangan
kanan masih tetap menempel di atas tenggorokan Si Cengjong
tanpa bergerak sedikitpun.
Pucat pias wajah Si Ceng-jong, dia ketakutan setengah
mati, sebab asal tombak itu disodokkan setengah inci ke
depan, niscaya jiwanya akan melayang.
Sebenarnya waktu itu Ngo Kong-tiong sangat terperanjat
ketika melihat tubuh Si Ceng-hong menumbuk ke arah Si
Ceng-tang, tapi begitu melihat Si Ceng-tang dengan
mengandalkan sepasang tombaknya berhasil menaklukkan
sepasang manusia bengis itu, diam-diam ia merasa kagum
sekali dengan kehebatan kungfunya.
Sambil berjalan mendekat, segera tegurnya, "Ciangkun..."
Belum selesai ia bicara, Si Ceng-jong sambil tertawa pedih
telah berseru, "Sudahlah, toako, aku memang bukan
tandinganmu, lebih baik aku mati saja."
Sambil berkata, ia mengangkat kepalanya sambil
memejamkan mata, kemudian menumbukkan diri ke ujung
tombak di tangan Si Ceng-tang.
Kejadian ini sama sekali di luar dugaan siapapun, Si Cengtang
tidak menyangka adiknya yang kejam bisa bersikap
begitu berani, dia pun tidak mengira saudaranya yang telah
bermusuhan selama dua puluhan tahun akan memanggilnya
toako, seketika hawa darah dalam dadanya bergolak keras,
454 tak kuasa lagi dia muntahkan darah segar, otomatis
tombaknya ikut melenceng sedikit ke samping.
"Sret!", ujung tombak itu menyambar lewat sisi leher Si
Ceng-jong hingga meninggalkan sebuah garis luka berdarah
yang memanjang.
Bersamaan waktunya itulah mendadak Si Ceng-jong
mendorong pedangnya ke depan, "Buk!" pedang itu langsung
menusuk ke dalam perut Si Ceng-tang hingga tembus ke
punggung. Tak terlukiskan rasa kaget Ngo Kong-tiong menyaksikan
kejadian itu, melihat pedang di tangan Si Ceng-jong telah
menembus punggung Si Ceng-tang hingga darah bercucuran
keluar, sambil meraung gusar ia segera menerjang ke muka
bagaikan seekor burung rajawali.
Sayang keadaan sudah terlambat.
Si Ceng-tang sendiri pun tidak menyangka kalau
saudaranya, Si Ceng-jong, begitu tega turun tangan keji
terhadapnya, tertusuk perutnya ditambah rasa sakit yang luar
biasa membuat ujung tombaknya yang sudah terangkat di
udara segera dihujamkan ke bawah dengan sepenuh tenaga.
Waktu itu Si Ceng-jong tak sempat lagi mencabut keluar
pedangnya, ujung tombak seketika menghujam persis di atas
otaknya, tahu-tahu pandangan matanya jadi gelap, tangannya
mengendor, sambil meninggalkan pedangnya di lambung Si
Ceng-tang, tubuhnya roboh terkapar ke tanah.
Si Ceng-hong yang masih berlutut lemas di tanah tiba-tiba
memanfaatkan peluang itu dengan mencengkeram gagang
tombak, lalu goloknya langsung dibacokkan ke depan
menghajar punggung Si Ceng-tang, bacokan itu keras dan
mengerikan, nyaris membelah punggung saudaranya jadi dua
bagian. Saat itulah Ngo Kong-tiong telah menyusul tiba, dengan
jurus Hiat-cay-hiat-siang (hutang darah bayar darah) secepat
kilat pedangnya menusuk ke depan.
Ketika mendengar desingan angin tajam menyambar ke
tubuhnya, tergopoh-gopoh Si Ceng-hong berusaha
455 menghindarkan diri, sayang kakinya masih lemas, tak ampun
dadanya tertusuk hingga tembus ke punggung, tewaslah
manusia bengis itu tanpa sempat mengeluarkan sedikit suara
pun. Lekas Ngo Kong-tiong berusaha membangunkan Si Cengtang,
tapi sayang sorot mata panglima perang itu sudah mulai
memudar, dengan tubuh berlepotan darah ia berusaha
meronta bangun, lalu bisiknya terbata-bata, "Ka ... kalian ...
ha ... harus ber... berhasil me ... menangkap Coh...."
Melihat Ngo Kong-tiong manggut-manggut, Si Ceng-tang
tidak melanjutkan kembali kata-katanya, setelah mengatur
napasnya yang tersengal dan menyapu sekejap mayat kedua
orang saudaranya, kembali ia berbisik, "To ... tolong kuburkan
kami ber ... bertiga dalam sa ... satu liang, biar semasa hidup
ka ... kami tidak rukun, biarlah ... biarlah setelah mati ... kami
ber ... bersatu ... ba ... bagaimanapun ... ka ... kami adalah
saudara..."
Tiba-tiba suaranya jadi parau dan semakin lirih, akhirnya
dia pun menghembuskan napasnya yang terakhir.
Pelan-pelan Ngo Kong-tiong membaringkan jenazah Si
Ceng-tang ke atas tanah, mengawasi tangannya yang penuh
berlepotan darah, untuk sesaat dia hanya berdiri termangu.
Tadi Si Ceng-tang sengaja mengutus Thian Toa-ciok untuk
bertarung melawan Sim In-san karena meski dalam suasana
kalut, jalan pikiran panglima perang ini sama sekali tak ikut
kalut. Dia mengetahui cukup jelas kemampuan silat yang dimiliki
keempat komandan anak buahnya, dia tahu kepandaian silat
Thian Toa-ciok paling tangguh disusul Seng It-piau, Sim Insan
menempati posisi ketiga dan Liu Ing-peng berada di posisi
keempat, jadi mengirim Thian Toa-ciok untuk bertarung
melawan Sim In-san boleh dibilang tujuh puluh persen
kemenangan berada di pihaknya.
Dan kini kemungkinan menang yang tujuh puluh persen
telah meningkat menjadi seratus persen.
456 Biarpun golok panjang Sim In-san menyambar kian kemari
meninggalkan cahaya tajam, menerbangkan bunga salju yang
berada satu kaki di sekeliling tempat itu, namun senjatanya
tak pernah berhasil menyentuh baju emas Thian Toa-ciok.
Ketika pertarungan mulai memasuki jurus keseratus empat
puluh dua, Thian Toa-ciok mulai melakukan satu tindakan,
selangkah demi selangkah dia semakin mendekati Sim In-san.
Tiap kali Thian Toa-ciok melangkah maju satu tindak, daya
pengaruh yang terpancar keluar dari golok panjang Sim In-san
berkurang pula sepuluh bagian.
Biarpun di hari biasa Thian Toa-ciok gegabah, berangasan
dan tidak sabaran, tapi begitu mulai bertarung melawan Sim
Insan, bukan hanya garang, dia pun lebih mantap, tenang dan
pandai menahan diri.
Semenjak dia berkenalan dengan Sim In-san, sudah tujuh
kali mereka terlibat dalam pertarungan yang amat seru, dalam
tujuh kali pertarungan itu, Thian Toa-ciok menang empat kali,
seri satu kali dan kalah dua kali, dua kali dia menderita kalah
lantaran saat itu dia tak sabaran dan ingin mencari
kemenangan cepat, tindakan yang terburu napsu berakibat ia
dikalahkan secara tragis.
Dengan pengalaman tujuh kali pertarungan, tentu saja
Thian Toa-ciok jadi semakin mantap dan percaya diri dalam
pertarungannya kali ini, biarpun Sim In-san telah
mengeluarkan ilmu golok andalannya, Tiang-to-hwe-thiancian-
te-si-cap-kau-si (empat puluh sembilan jurus golok
panjang pembalik langit penggulung bumi), kenyataan semua
serangannya tak pernah mendatangkan hasil.
Waktu itu Thian Toa-ciok sudah merangsek makin dekat,
kini golok panjang yang diandalkan Sim In-san hakekatnya
sudah tak sanggup digunakan lagi.
Menghadapi tekanan lawan yang begitu gencar, mau tak
mau terpaksa Sim In-san mundur berulang kali.
Ketika Thian Toa-ciok merangsek maju lebih ke depan,
lekas Sim In-san mengegos ke sisi kiri, ketika Thian Toa-ciok
mendesak ke kiri, cepat dia berkelit ke kanan, tapi kembali
457 Thian Toa-ciok menghadangnya di kanan, hal ini membuat
Sim In-san nyaris tak pernah lolos dari ilmu Hun-kim-jiu
(tangan sakti pembelah emas) yang dilancarkan Thian Toaciok.
Tahu keadaannya bertambah gawat, Sim In-san mulai
bermandikan peluh dingin, dia mulai panik dan ketakutan.
Sementara itu Ciu Leng-liong dan Liu Ing-peng telah
menyusul tiba, setelah menggeledah hampir setiap jengkal
tempat itu dan ternyata gagal menemukan lawan, sebenarnya
mereka datang untuk memberi laporan kepada Si Ceng-tang,
tapi begitu tahu panglima perang itu sudah tewas, suasana
pun seketika berubah jadi amat berduka dan murung.
Dalam pada itu Thian Toa-ciok sudah mulai balas
melancarkan serangan dengan sekuat tenaga, kini tubuhnya
nyaris menempel badan Sim In-san, dalam posisi seperti ini
dia sudah tak perlu menguatirkan golok panjang lawan.
Di antara berkelebatnya bayangan manusia dari balik salju
tebal, tampak dua orang manusia berbaju putih telah muncul
di tengah arena, tapi begitu melihat mayat Si Ceng-tang yang
membujur kaku di atas tanah, seketika mereka jadi tertegun
dan berdiri melongo.
Kedua orang ini tak lain adalah Pek Huan-ji dan Ciu Pek-ih.
Dalam arena pertarungan, Thian Toa-ciok dengan jurus
Hau-jiau-kim-hong (cakar harimau tajam mengkilap) telah
berhasil mencengkeram golok panjang lawan, Sim In-san
segera memutar badan sambil menyikut dengan tangan kiri,


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Duk!", siku itu bersarang telak di hulu hati lawan.
Namun sebelum Sim In-san sempat menarik kembali
sikunya, Thian Toa-ciok dengan ilmu kim-na-jiu telah berhasil
menangkap tangannya dan "Krak ...!", tulang lengan kiri Sim
Insan patah seketika, sedang Thian Toa-ciok memuntahkan
darah segar. Kembali terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang tiba, Say Hong-ki dengan membawa kedua
puluh orang jagoannya telah menyusul tiba di situ, sedang
Tangan Besi mengikut paling belakang.
458 Tampak paras muka Tangan Besi amat murung dan serius,
sebab hari ini dia paling banyak membunuh orang, padahal
biasanya dia hanya tahu membekuk buronan atau tersangka,
amat jarang melakukan pembantaian secara besar-besaran
seperti apa yang dilakukannya hari ini.
Namun sekarang, secara beruntun dia telah membunuh
enam orang, enam orang manusia cacad.
Selain itu masih ada dua orang lagi, meski bukan tewas di
tangannya namun kedua orang itu mati di tangan Say Hong-ki
dan dua puluh orang jagoan adalah gara-gara dirinya.
Sementara itu Thian Toa-ciok makin bertarung semakin
bertambah garang, dengan ilmu kim-na-jiu-hoat, untuk kedua
kalinya dia menangkap golok panjang milik Sim In-san, ketika
si golok panjang berusaha meronta sekuat tenaga, namun
gagal melepaskan diri dari cengkeraman lawan, apalagi waktu
itu Sim In-san hanya tersisa sebuah tangan.
Tiba-tiba dia mengayunkan kaki melancarkan satu
tendangan kilat ke jalan darah Sut-si-hiat di punggung Thian
Toa-ciok. Kali ini Thian Toa-ciok sudah bersiap, sepasang lututnya
segera dijepit kencang dan "Krak!", telapak kaki Sim In-san
seketika terjepit hingga hancur.
Sim In-san menjerit kesakitan, peluh sebesar kacang
kedelai bercucuran.
Thian Toa-ciok tidak tinggal diam, kembali dia babat ketiak
kanan Sim In-san dengan telapak tangan kiri, sementara
tangan kanannya membetot ke belakang sekuat tenaga, tak
ampun lagi tulang tangan kanan Sim In-san terlepas dari
engselnya hingga golok panjang itu terjatuh ke tanah.
Dalam keadaan begini, hilang sudah semangat tempur Sim
In-san, apalagi rasa sakit yang luar biasa serasa mencekam
sekujur badannya, membuat dia terjongkok ke tanah sambil
merintih tiada hentinya, otot hijau di wajahnya menonjol
keluar saking menahan sakit yang luar biasa.
Selama pertarungannya melawan Sim In-san sebanyak
tujuh kali, baru kali ini Thian Toa-ciok berhasil meraih
459 kemenangan secara gemilang, dengan mata melotot besar
menahan amarah, teriaknya keras-keras, "Kau anjing sialan,
pagar makan tanaman, kalau bukan gara-gara kau berkhianat,
tak nanti Ciang-kun meninggal dunia, kau..."
Kembali dia mengepal tinjunya dan siap dihantamkan ke
kepala lawan. Tiba-tiba sebuah tangan menangkap kepalannya,
cengkeraman ini sangat kuat bagaikan sebuah japitan dari
baja. Tentu saja orang yang menangkap kepalannya tak lain
adalah si Tangan besi.
"Jangan bunuh dia," ujar Tangan besi kemudian, "kita
harus mengadili dia sesuai dengan hukum yang ada."
Pelan-pelan Thian Toa-ciok menurunkan kembali tinjunya,
sementara Ciu Leng-liong manggut-manggut tanda setuju.
Sim In-san yang tergeletak di tanah tiba-tiba menjerit
keras, teriaknya, "Kalau kalian punya nyali, ayo cepat bunuh
aku! Aku tak ingin kembali ke penjara besar, Coh Siang-giok
pasti akan membalaskan dendam sakit hatiku, kalian pasti
akan dibantai satu per satu ... dibunuh sampai habis"
Sim In-san pernah bertugas sebagai komandan di penjara
besar besi berdarah, dengan mata kepala sendiri dia pun
pernah menyaksikan keadaan serta suasana di penjara itu,
karenanya dia lebih suka mati ketimbang dijebloskan ke dalam
penjara besar, apalagi setelah terjadinya peristiwa ini, dia
tahu, siapa lagi yang bakal mampu membongkar penjara
besar untuk menyelamatkan para narapidana"
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 16 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Pengemis Tua Aneh 1
^