Pencarian

Raden Banyak Sumba 5

Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Bagian 5


pertandingan itu, kita tidak akan saling membenci, kita akan tetap bersaudara sebagai kesatria Pajajaran."
Banyak Sumba menarik napas panjang, lalu berkata, "Kalau begitu, kalau kita akan tetap bersaudara, saya bersedia
bertanding dengan Saudara, walaupun hati saya sangat
sedih." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu, mereka berjalan bersama ke arah sebuah
lapangan kecil yang ada di dalam hutan. Tak lama kemudian,
mereka bersiap-siap. "Marilah, kita mulai," kata kesatria itu, dan Banyak Sumba mulai menghadapi kesatria Girilaya dengan hati-hati. Seraya bersiap-siap itu, ia mencamkan dalam hatinya bahwa ia harus menghindarkan bersentuhan tubuh dengan pemuda itu karena
ilmu yang berkembang di Kutabarang sangat mengandalkan
kekuatan tenaga. Kalau berdekatan, mungkin sekali dengan
mudah ia akan ditangkap dan dibanting oleh kesatria itu.
Itulah sebabnya, ia mengatur siasat untuk selalu menjauhi
lawan dan menyerang lawan dengan kecepatan dan
kelincahan. Setelah keduanya siap, untuk beberapa lama tidak ada
yang bergerak. Banyak Sumba tahu bahwa siasat lawan lebih
banyak menunggu dan menyerang kalau Banyak Sumba
mendekat. Itulah sebabnya Banyak Sumba bergerak ke
samping. Ketika lawan bergerak untuk menyesuaikan
pasangannya dengan kedudukan baru Banyak Sumba, secepat
kilat kaki Banyak Sumba menghantam tubuh lawan.
Tendangan yang kuat mengenai sasarannya. Tetapi, karena
lawan bertubuh kekar, tendangan itu tidak seberapa hasilnya.
Banyak Sumba dengan suatu gerakan umpan, maju. Tiba-
tiba, tinju lawan dengan cepat berdesing ke arah mukanya.
Untung Banyak Sumba sempat mempergunakan tangannya
menepuk tinju itu ke kiri. Akan tetapi, lawan tidak memberi kesempatan. Tangan kirinya dengan cepat menangkap jari-jari tangan Banyak Sumba dan dengan kuat mematahkannya.
Rasa sakit menusuk seluruh tangan dan belikat Banyak
Sumba. Tetapi, dengan naluriah, Banyak Sumba sempat
menghantamkan kaki kirinya ke ulu hati lawannya. Lawan
menunduk seraya matanya terpejam. Banyak Sumba hendak
menghantamnya kembali, tetapi ia menahan dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lawan berjalan ke pinggir, duduk sambil memegang ulu
hatinya. Banyak Sumba mendekat, lalu memegang pundak
Girilaya. "Saudara lebih baik, karena itu lebih berhak menjadi guru putra-putra bangsawan di Puri Purbawisesa," kata kesatria itu.
Banyak Sumba terharu mendengar perkataan itu. Ia
memegang pundak lawannya dengan jari-jari tangan kanan
yang mulai bengkak. "Saya menyesal peristiwa ini harus terjadi."
"Sang Hiang Tunggal menghendaki, marilah kita pergi,
barangkali Saudara ada keperluan lain. Maaf, saya sudah
mengganggu," kata kesatria itu. Ia pun melangkah ke arah kudanya dan setelah memberi hormat, bersiap menaiki
kudanya. Banyak Sumba mengejarnya, "Ke manakah Saudara akan
pergi?" "Ke Pakuan Pajajaran. Saya akan mencari kerja lain di
sana," jawabnya. "Saya harap, kita akan bertemu di sana."
"Senang sekali kalau kita dapat bertemu di sana," ujar pemuda itu sambil tersenyum untuk pertama kali.
Banyak Sumba terharu melihat senyum yang tulus dari
pemuda itu. Di hadapan senyum yang tidak dibuat-buat itu,
tiba-tiba ia menyadari betapa kecil dan kerdil dirinya
dibandingkan dengan kebesaran pribadi pemuda itu. Ketika
pemuda itu melepaskan tambang yang mengikat kudanya
pada sebatang pohon, Banyak Sumba tidak dapat berkata-
kata lagi. Perasaan mendesak ke arah tenggorokannya dan
menghalangi kata-kata yang hendak diucapkannya. Banyak
sekali kata yang ingin diucapkannya kepada pemuda yang
budiman itu, tetapi satu pun tak hendak keluar. Ketika
pemuda itu telah menaiki kudanya dan melambai kepadanya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Sumba tidak dapat bergerak. Ia seolah-olah terpaku di atas tanah. Baru setelah pemuda itu lenyap dari
pandangannya, ia dapat melangkah meninggalkan lapangan
kecil itu. Sepanjang perjalanan pulang, hatinya tercekam oleh
peristiwa yang baru dialaminya. Baginya, pribadi pemuda itu merupakan contoh terbaik dari kesatria Pajajaran. Sebagai
seorang kesatria Pajajaran, setiap orang harus menempatkan
diri sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya. Kalau ia
seorang kesatria, ia akan menjadi abdi raja atau seorang
perwira. Banyak Sumba seorang kesatria, tapi apakah ia telah
menemukan dan menduduki tempat yang tepat" Apakah
segala perbuatan yang telah dilakukan dan peristiwa yang
telah dialaminya telah mempersiapkan dirinya dalam usahanya menjadi kesatria Pajajaran yang baik" Semua yang
dilakukannya, walaupun dalam keadaan terpaksa, seolah-olah
tidak ada hubungannya dengan usaha membina diri menjadi
kesatria Pajajaran yang baik. Ia teringat bagaimana ia pernah mengacaukan orang yang kenduri. Ia teringat pula bahwa
berulang-ulang ia harus berkelahi dan menyakiti orang lain, dan itu bukan untuk kesatriaan.
Sebaliknya, kesatria Girilaya yang baru dikalahkannya, dan
dengan sukarela telah menyerahkan kedudukan kepadanya.
Kalau ia Girilaya, apa yang akan dilakukannya" Apa ia dengan sukarela menyerahkan kedudukan dan pekerjaan bagi orang
yang lebih baik" Banyak Sumba ragu-ragu akan dirinya karena yang dilakukannya selama ini bukanlah demi kepentingan
kebenaran, keadilan, dan kesatriaan; akan tetapi bagi dirinya sendiri, yang dengan sekuat tenaga mempersiapkan diri untuk tugas pembalasan dendam.
Apakah yang akan dilakukan Girilaya kalau ia mempunyai
kakak yang terbunuh, ayah yang direbut kedudukannya, serta
keluarga yang terpaksa melarikan diri dan hidup di dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hutan" Banyak Sumba tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
Ia hanya termenung dan termenung sambil berjalan. Ia sadar
sekarang bahwa yang harus dicarinya bukan hanya guru
keperwiraan yang tangguh, tetapi juga guru keruhanian yang
bijaksana. Hanya dengan mendapat penjelasan mengenai
itulah, ia akan mendapatkan ketenteraman hati. Maka,
ditekadkanlah dalam hatinya untuk mencari seorang pertapa
yang akan membimbingnya dalam menjawab persoalan-
persoalan yang sering muncul dan tidak dapat dijawabnya.
Baru setelah tekad itu timbul, hatinya mulai berangsur
tenang kembali. Walaupun begitu, ia tetap murung karena
merasa walaupun lebih baik daripada Girilaya, sebagai seorang manusia ia sangat kerdil. Ia sedih karena tidak pantas seorang anggota wangsa Banyak Citra berjiwa kerdil.
BEBERAPA hari setelah peristiwa itu, Saltiwin datang ke
tempat Banyak Sumba menginap. Begitu ia duduk di serambi,
Saltiwin dengan muka cerah dan suara gembira berkata, "Den Sumba, kesempatan yang baik telah dijatuhkan Sang Hiang
Tunggal di pangkuan Raden. Raden Girilaya, ipar Pangeran
Purbawisesa, bermaksud meninggalkan puri dan mengembara.
Den Girilaya mengusulkan agar Den Sumba menjadi
penggantinya sebagai pengajar ilmu keperwiraan. Raden,
apakah Raden sudah lama berkenalan dengan Raden
Girilaya?" Kabar itu tidaklah menyebabkan Banyak Sumba gembira. Ia
menunduk merenungi tikar di hadapannya. Rasa kerdil dan
kesedihannya kembali menyesakkan dada. Kemuliaan Raden
Girilaya pada satu pihak menyebabkan kekaguman dan rasa
syukur bahwa di dunia ini ia dipertemukan dengan pribadi
yang budiman itu. Akan tetapi, di lain pihak ia menyadari,
betapa berat usaha yang harus dilakukannya hingga ia
menjadi kesatria sejati seperti Raden Girilaya. Melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemurungan itu, heranlah Saltiwin. Ia bertanya, "Raden, mengapa Raden bersedih?"
Untuk beberapa lama, Banyak Sumba tidak menjawab, ia
tetap menunduk. Akhirnya, karena Saltiwin memandangnya
dengan keheranan, berkatalah Banyak Sumba, "Paman,
sebenarnya tidaklah tepat saya menjadi pengganti Raden
Girilaya. Ia kesatria yang budiman. Saya bukan apa-apa
dibandingkan dengan dia. Mungkin gerakan-gerakan saya
lebih baik, lebih ampuh dalam berkelahi. Akan tetapi, seorang guru tidak cukup dengan itu. Ia harus berjiwa besar seperti Raden Girilaya. Sungguh, saya terlalu kecil untuk menjadi
pengajar putra-putra bangsawan di dalam puri," ujar Banyak Sumba.
"Raden! Tapi Raden Girilaya sangat kagum kepada Raden.
Di samping memuji-muji ketangkasan Raden, ia pun memuji
kehalusan tingkah laku dan tutur kata Raden. Paman heran
kalau Raden bersedih. Ini kesempatan yang sebaik-baiknya."
"Paman, tahukah Paman kapan Raden Girilaya akan
berangkat?" tanya Banyak Sumba seraya dalam hati
merencanakan akan menemuinya untuk berunding
"Sudah berangkat kemarin pagi, Raden. Jadi, Raden tinggal pindah dari rumah ini ke rumah Paman, dan besok pagi mulai
mengajari anak-anak," ujar Paman Saltiwin dengan gembira.
Banyak Sumba menarik napas panjang, lalu berkata, "Baiklah, Paman. Biarlah, saya akan mencari Raden Girilaya."
"Ia pergi tidak tahu tujuannya, Raden. Ia akan
mengembara seperti Raden mengembara. Katanya, ia akan
mempelajari ilmu kenegaraan, lalu mengikuti Pangeran
Purbawisesa ke Pakuan Pajajaran."
Banyak Sumba tidak berkata apa-apa lagi. Ia sadar bahwa
ia tidak akan dapat menerangkan persoalan-persoalan yang
ada dalam hatinya kepada orang seperti Saltiwin. Maka,
disanggupinya apa yang diminta Saltiwin dan keesokan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harinya, Banyak Sumba pindah ke rumah Saltiwin di dalam
puri. Setelah dibawa menghadap Raden Girijaya, pamanda
Raden Girilaya yang mewakili Pangeran Purbawisesa,
ditetapkanlah ia menjadi pengajar keperwiraan di dalam puri.
"Anak Muda," kata Raden Girijaya, "anakku Girilaya sangat memuji kepandaianmu dan tingkah laku serta tutur katamu.
Saya pun melihat bahwa engkau bangsawan sejati," katanya.
Banyak Sumba menundukkan kepala memberi hormat sambil
menyembunyikan air mukanya yang sedih.
KEESOKAN harinya, Banyak Sumba mulai mengajar.
Muridnya ada empat puluh dua orang. Anak-anak ponggawa
yang pernah diajarnya, atas izin Raden Girijaya, sekarang
dibolehkan ikut belajar dengan putra-putra bangsawan tinggi penghuni puri. Pelajaran itu pagi hari dilaksanakan di luar puri.
Sore hari dan kalau hari hujan, disediakan ruangan khusus,
yaitu ruangan yang berhubungan dengan gudang senjata.
Dalam pelajaran-pelajaran utama, Banyak Sumba
menjelaskan bahwa tenaga atau kekuatan bukanlah syarat
mutlak bagi ketangguhan seorang prajurit. Syarat lain adalah ketangkasan. Bukan pukulan yang keras, pegangan yang
sukar dibuka, cekikan yang menutup lubang napas dengan
sempurna, atau kuncian yang ketat saja yang harus dikuasai; tetapi seluruh anggota tubuh harus tunduk kepada kehendak
kita. Seluruh anggota tubuh harus dapat diperintah untuk
melakukan apa-apa yang kita ingini. Kelincahan bukan saja
menyarankan adanya kemampuan pikiran memerintah
anggota badan, tetapi menyarankan pula adanya kecerdasan.
Bagaimanapun, kemampuan untuk mempergunakan segala
kemungkinan gerak anggota tubuh bukanlah tujuan terakhir.
Tujuan terakhir latihan kelincahan adalah kemampuan
memerintah anggota tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan
yang sesuai dengan kebutuhan setempat dan sewaktu dalam
suatu perkelahian. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Itulah yang diterangkan Banyak Sumba pada hari pertama
kepada murid-murid barunya.
Setiap selesai memberikan latihan, Banyak Sumba pulang
ke rumah Saltiwin. Di sana, ia terus-menerus menunggu
kedatangan Jasik atau Arsim yang dimintanya untuk terus
berusaha mencari guru yang baik. Ia hampir tidak sabar lagi, bahkan kadang-kadang bertekad untuk berangkat kembali
mengembara seandainya tidak ada yang menahannya.
Pertama, perbekalan yang dikumpulkan belum mencukupi;
kedua, ia tidak mau meninggalkan murid-muridnya begitu saja sebelum mereka mendapat ilmu yang cukup; ketiga, Nyai
Emas Purbamanik yang berada di dalam puri.
Pada suatu malam, datanglah Asih, anak Saltiwin yang
bekerja di kaputren. Ketika itu, Banyak Sumba sedang
berbaring di dalam ruangannya dan terdengar Asih berkata
kepada ayahnya di ruangan tengah, "Bapak, pemimpin
gulang-gulang sedang sakit dan ada keperluan mendesak.
Beliau bermaksud pergi ke Kutabarang untuk membeli
sesuatu. Beliau bertanya kepada saya, apakah pengajar ilmu
keperwiraan itu dapat menggantikan pemimpin gulang-gulang
untuk sementara?" Mendengar itu, berdebarlah jantung Banyak Sumba,
gembira bercampur cemas. Banyak Sumba berdoa, mudah-
mudahan Paman Saltiwin menyetujui usul yang disimpulkan
dalam pertanyaan itu. Ditunggunya jawaban Saltiwin dengan
melekatkan telinga ke dinding, "Asih, Raden Sumba ini bukan orang sembarangan. Ia seorang bangsawan, kau bisa
melihatnya sendiri dari rupa, sikap, dan tutur katanya. Bapak sendiri yakin, Raden Sumba seorang bangsawan tinggi yang
sedang mencari ilmu dengan menyamar. Itulah sebabnya, kita
tidak dapat meminta sembarangan bantuan kepadanya.
Misalnya, mengawal Tuan Putri ke Kutabarang yang hanya
merupakan tugas seorang ponggawa biasa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya juga sudah mengemukakan hal itu kepada Tuan
Putri, dan memang Tuan Putri pun menduga demikian. Akan
tetapi, menurut pendapat Tuan Putri, tidak ada salahnya kalau kita minta pertolongan kepadanya karena orang yang sedang
menyamar akan senang sekali diperlakukan seolah-olah dia
tidak sedang menyamar," kata Asih kepada ayahnya.
"Kalau demikian pertimbangan Tuan Putri, baiklah. Akan tetapi, berat bagiku untuk menyampaikannya kepada Raden
Sumba. Segan aku untuk meneruskan permintaan itu,
jangan-jangan hal itu dianggap kelancangan olehnya."
"Bagaimana kalau Tuan Putri memerintahkan hal itu kepada Bapak?"
"Kalau demikian, lain soalnya. Aku hanya orang yang
menyampaikan dan karena itu tidak dapat dianggap lancang,"
ujar Paman Saltiwin. "Kalau begitu, saya akan menyampaikannya kepada Tuan
Putri." "Ya. Jelaskan kepada beliau bahwa aku menyangka Raden
Sumba ini bangsawan tinggi yang di masa depan akan
memangku jabatan kenegaraan yang penting. Oleh karena itu,
ia harus mencari pengalaman dengan jalan berprihatin dan
menyamar seperti yang dilakukan sekarang."
"Tuan Putri pun menyangka demikian. Beliau sering
membincangkannya dengan saya."
"Syukurlah kalau begitu, jadi aku tidak usah
mengemukakan alasan-alasan tentang kesegananku untuk
meminta sesuatu kepada Raden Sumba, walaupun sekarang
Raden Sumba sudah dapat dianggap pegawai di dalam puri
ini." Keesokan harinya, sebelum Banyak Sumba siap untuk
mengajar, datang rombongan Nyai Emas Purbamanik. Dengan
hati berdebar-debar, Banyak Sumba duduk di samping Paman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saltiwin yang mempersilakan Tuan Putri di serambi rumahnya
yang luas dan bersih itu.
"Ponggawa," ujar Tuan Putri setelah beberapa lama ruangan hening, "saya memerlukan bantuanmu."
Sebutan ponggawa sangat berkesan dalam hati Banyak
Sumba. Bagaimanapun, kalau tidak menduga penyamarannya,
Tuan Putri tidak akan menyebutnya ponggawa.
"Hamba mohon diberi tahu, apa kehendak Tuan Putri," ujar Banyak Sumba.
"Kepala gulang-gulang kami jatuh dari kuda dan terkilir kakinya. Untuk beberapa lama, ia tidak akan dapat melakukan kewajibannya. Saya perlu pergi ke Kutabarang untuk
mengunjungi sanak keluarga di sana dan membeli beberapa
barang keperluan. Itulah sebabnya, saya minta bantuanmu
untuk memimpin para pengawal," kata Tuan Putri dengan


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara seorang majikan yang memerintah kepada
panakawannya. Sikap dan cara bicara Tuan Putri kepadanya
menyenangkan Banyak Sumba. Rupanya, Tuan Putri benar
hendak memainkan suatu peran dalam sandiwara yang
diciptakannya. "Tentu saja hamba harus mematuhi perintah Tuan Putri,
seandainya Tuan Putri beranggapan bahwa hamba cocok
untuk tugas itu." "Para pembantuku menyatakan bahwa engkau seorang
ponggawa dan prajurit yang baik. Saya percaya kepada
mereka," ujar Tuan Putri pula, nada bicaranya lebih angkuh daripada seharusnya. Ini pun menyenangkan hati Banyak
Sumba yang menyadari bahwa Nyai Emas Purbamanik
mengetahui keadaan dirinya dengan baik pula.
Tak lama kemudian, Tuan Putri memerintahkan agar para
pengawalnya bersiap kembali ke dalam Istana Pangeran
Purbawisesa. Sebelum pergi, Tuan Putri memerintah dengan
tegas dan angkuh bahwa pagi-pagi benar, ketika matahari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbit, Banyak Sumba harus sudah siap di gerbang puri dan
mengurus segala-galanya dengan para gulang-gulang yang
akan dipimpinnya. Setelah itu, putri yang cantik jelita tersebut meninggalkan rumah Paman Saltiwin.
Banyak Sumba manarik napas panjang, lalu berpaling
kepada Paman Saltiwin yang ada di sampingnya. Ia terkejut
ketika melihat Paman Saltwin bersedih hati.
"Apakah yang terjadi, Paman?" tanya Banyak Sumba
keheranan dan cemas. "Tidak, Raden."
"Katakanlah Paman, barangkali saya akan dapat membantu mengatasi kesusahan Paman."
"Tidak, Raden, Paman tidak mendapat kesusahan."
"Tapi, Paman bersedih hati. Katakanlah kepada saya,
mengapa" Barangkali saya dapat membantu Paman."
"Raden, tidak pada tempatnya sebenarnya Paman
mengatakan hal ini. Bagaimanapun, Tuan Putri adalah majikan Paman. Akan tetapi, sikapnya terhadap Raden sekali-kali tidak Paman setujui. Paman sungguh-sungguh sedih melihat hal itu.
Biasanya Tuan Putri begitu halus, begitu lemah lembut, dan
rendah hati walaupun beliau seorang bangsawan tinggi. Baru
terhadap Raden, beliau bertindak ... ya ... kasar dan angkuh, bertindak sebagai seorang majikan terhadap panakawannya.
Padahal... sebelumnya Tuan Putri tidak pernah membedakan
antara orang biasa dan bangsawan, ponggawa rendahan dan
ponggawa tinggi. Baru sekarang tindakannya tidak sesuai
dengan wataknya, dan hal itu terhadap Raden pula
ditunjukkannya." Banyak Sumba tersenyum dalam hati. Akan tetapi, ia
bersungguh-sungguh ketika bicara kepada Paman Saltiwin. Ia
berkata, "Paman, hak Tuan Putri untuk memperlakukan saya sekehendak beliau. Saya berlindung dan hidup karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemurahan keluarga beliau. Bayangkanlah kalau saya tidak
diterima tinggal oleh Paman, yang merupakan bagian dari
keluarga beliau. Tentu saja, saya akan hidup tidak menentu, terlunta-lunta, dan siapa tahu akan mendapat malapetaka di
tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia."
"Tidak, Raden. Bagaimanapun, Sang Hiang Tunggal
memerintahkan kita harus memperlakukan sesama manusia
sesuai dengan kedudukannya dalam kasih beliau. Manusia
sama-sama dicintai oleh Hyang Maha Wedi-Asih. Mengapa
manusia harus saling menghinakan dan saling merendahkan
satu sama lain" Benar, selama ini Raden telah hidup di bawah lindungan dan kasih sayang keluarga Purbawisesa. Tapi
alangkah anehnya, ya alangkah anehnya, Tuan Putri telah
memperlakukan Raden begitu rendah. Paman sungguh-
sungguh tidak mengerti. Belum pernah kepada siapa pun Tuan
Putri bersikap dan bertindak demikian. Untuk pertama kali
inilah, dan terhadap Raden pula. Paman panakawan Tuan
Putri, tetapi Paman tidak dapat dicegah untuk berkata, bahkan Tuan Putri tidak adil terhadap Raden."
"Paman, bukankah saya tidak bersedih oleh perlakuan Tuan Putri itu"Jadi, mengapa pula Paman harus bersedih untuk
saya?" Paman Saltiwin heran dan memandang kepada Banyak
Sumba. Ia sungguh-sungguh heran ketika Banyak Sumba
tersenyum cerah kepadanya. Kemudian, dalam kebingungan ia
berkata, "Syukurlah kalau Raden tidak merasa terhina... akan tetapi ... saya tidak setuju Tuan Putri bertindak demikian....
Saya lega Raden tidak bersedih, tetapi saya sedih mengapa
Tuan Putri bersikap begitu kasar terhadap Raden."
Banyak Sumba memegang pundak orang tua itu, lalu
mengajaknya berjalan memasuki rumah. Selagi berjalan,
berkatalah ia, "Paman, bergembiralah. Saya akan mendapat upah sebagai pengawal Tuan Putri itu. Itu berarti, saya akan segera melepaskan diri dari kemelaratan saya. Saya akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera dapat pulang ke tempat kelahiran saya. Saya akan
terbebas dari penghinaan atau perlakuan yang tidak tepat.
Bukankah hal itu akan menyenangkan hati Paman?"
"Ya, Raden. Tapi, saya tetap bersedih karena Tuan Putri telah bersikap dan bertindak tidak pada tempatnya. Mudah-mudahan, hanya sekali inilah beliau khilaf," sambut Paman Saltiwin, wajahnya masih tetap memperlihatkan kesedihan
hatinya. Banyak Sumba tidak berkata apa-apa lagi. Ia mengerti
kesedihan Paman Saltiwin yang makin menyayanginya. Di
samping itu, ia pun menyadari bahwa dalam keadaan biasa, ia akan marah terhadap periakuan Putri Purbamanik.
KEESOKAN harinya, pagi-pagi benar Banyak Sumba sudah
bersiap di lapangan kecil yang terbuka di dekat gerbang puri.
Ketika ia datang ke sana, belum ada seorang pun gulang-
gulang yang akan dipimpinnya hadir. Ia datang terlalu cepat karena semalaman tidak dapat tidur nyenyak. Semua yang
direncanakan pada hari sebelumnya terlalu mendebarkan
seluruh jiwanya untuk dapat tidur nyenyak. Oleh karena itu, ketika ayam berkokok, ia membersihkan diri, berdandan, dan
berangkat ke tempat yang ditentukan.
Sebagai seorang pengawal, ia berpakaian gulang-gulang
biasa. Rambutnya disanggul di atas kepala, agak ke belakang.
Ia berpakaian hitam yang tidak bertangan dan tidak
berkancing di depannya. Celana yang dipakainya adalah
celana son-tog, panjangnya hingga pertengahan betis. Sebuah kain sarung warna nila muda dikenakannya dan digulung
setengahnya. Pada pinggang, sebagai peneguh kain dipakainya ikat
pinggang lebar yang menjadi tempat lima belati kecil
bergagang gading yang pernah dibelinya dari Kutabarang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada ikat pinggang besar ini disisipkan pula badik panjang
yang tidak tampak dari luar karena tertutup oleh bajunya.
Pada pergelangan kiri dan kanan, dikenakannya gelang
lebar dari kulit. Gelang-gelang kulit ini selain berguna bagi para gulang-gulang dalam perkelahian dari tangan ke tangan, dianggap pula sebagai perhiasan yang mengesankan
kegagahan laki-laki Pajajaran. Banyak Sumba mengenakan
perhiasan itu bukan saja untuk menyesuaikan diri dengan para calon anak buahnya, tetapi untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan yang dihadapinya. Tuan Putri bermain sandiwara dan
ia pun akan melaksanakan perannya dalam sandiwara itu
sebaik-baiknya. Terompah yang dikenakannya dari kulit tebal yang tidak
disamak dan kasar buatannya. Biasanya, ia. tidak pernah
mempergunakan kulit demikian, tetapi sengaja ia
meninggalkan terompah sehari-harinya yang terbuat dari kulit halus yang disamak dan dihiasi. Hal itu pun dilakukannya
untuk menyesuaikan diri dengan permainan Nyai Emas
Purbamanik. Untuk lebih baik memerankan permainan itu, dibawa pula
sebatang tombak, walaupun sebagai kepala gulang-gulang
yang akan mengawal, sebenarnya ia tidak diharuskan
membawa tombak. Akan tetapi, ia sengaja membawanya
karena dengan pakaian dan senjata tombak itu, lengkaplah ia berperan sebagai gulang-gulang. Paman Saltiwin yang sangat
bersedih melihat Banyak Sumba berpakaian demikian dan
membawa tombak, menegurnya sebelum ia berangkat,
"Raden, mengapa Raden harus merendah diri dengan
membawa senjata prajurit itu?"
"Paman, Tuan Putri memperlakukan saya sebagai gulang-
gulang biasa. Untuk menyenangkan hati beliau, saya akan
berpakaian dan bertindak sebagai gulang-gulang biasa di
hadapan beliau." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paman Saltiwin tidak berkata apa-apa lagi dan mereka pun
berpisah. Lama sekali Banyak Sumba menunggu di dekat gerbang.
Setelah dengan gelisah ia berjalan-jalan di lapangan kecil itu, muncullah dari salah sebuah lorong beberapa orang gulang-gulang mendorong kereta. Banyak Sumba segera mendekati
mereka dan bertanya, apakah mereka termasuk anggota
rombongan yang akan mengawal Tuan Putri ke Kutabarang
Mereka mengiyakan dan memberi hormat kepada Banyak
Sumba sebagai pemimpin mereka. Banyak Sumba pun segera
bekerja memimpin pemasangan kuda pada kereta itu. Setelah
pemasangan kuda selesai, diperiksanya pula perlengkapan
lain-lain yang ada di dalam kereta dan di bagian belakangnya.
Setelah itu, Banyak Sumba pergi ke tempat senjata dengan
beberapa orang gulang-gulang. Panji-panji diambilnya dari
kamar senjata, lalu diperiksa dan dibersihkan oleh dua orang gulang-gulang. Tukang kuda dipanggil dan diperintahkan
untuk memeriksa ladam serta memberi makan kuda itu.
Pekerjaan itu dilakukan dengan cepat karena selagi ia kecil di Kota Medang, ia biasa mengikuti persiapan rombongan yang
hendak bepergian. Setelah segalanya siap, diperintahkan agar kereta
diletakkan di tengah-tengah menghadap ke gerbang puri. Di
depan dan di belakang, dibariskan kuda yang siap
ditunggangi. Banyak Sumba sendiri menyiapkan kuda di
samping kanan kereta karena sebagai pemimpin pengawal, ia
harus siap selalu di dekat Tuan Putri untuk sewaktu-waktu
menerima perintah. Ketika langit menjadi merah di sebelah timur dan ketika
penghuni mulai bermunculan dari rumah mereka, datanglah
rombongan Tuan Putri. Dua orang gulang-gulang yang biasa
menjaga kaputren, mengantar Tuan Putri. Sementara itu,
empat orang emban disertai emban gemuk yang dipanggil
Nyimas Teteh itu, berjalan di belakangnya. Ketika para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gulang-gulang memberi hormat, Tuan Putri tertegun melihat
Banyak Sumba yang berpakaian gulang-gulang biasa. Banyak
Sumba tidak dapat membaca apa yang terlintas dalam hati
Tuan Putri. Akan tetapi, hal itu tidak menjadi renungannya. Ia segera mempersilakan Tuan Putri untuk memasuki kereta
yang sudah disiapkannya. Tak lama kemudian, gerbang puri
pun dibuka oleh para penjaga. Diiringi bunyi genta kuda yang meriah, rombongan berangkat ke timur menuju Kutabarang.
Sepanjang hari, rombongan bergerak perlahan-lahan
karena Kutabarang tidak akan dicapai hari itu juga.
Rombongan akan berhenti di sebuah puri bangsawan yang
terletak antara Kutabarang dengan Puri Purbawisesa. Baru
keesokan harinya, perjalanan akan dilanjutkan. Dengan
demikian, perjalanan ke Kutabarang yang biasanya dapat
dicapai dalam waktu satu setengah hari, akan dicapai dalam
dua hari satu malam. Dengan demikian, perjalanan pun tidak
perlu dilakukan dengan tergesa-gesa. Rombongan dapat
menikmatinya sebagai perjalanan pesiar, Tuan Putri dapat
melihat-lihat pemandangan dengan leluasa sepanjang jalan.
Segala rencana perjalanan itu telah dibuat oleh Tuan Putri.
Rencana itu menyenangkan hati Banyak Sumba.
Perjalanan lama akan memberikan kesempatan kepadanya
untuk berdekatan dengan Tuan Putri yang sering menjadi
penghuni hatinya. Ia mengharapkan dalam kesempatan itu
dapat mengenal lebih banyak sifat-sifat Tuan Putri. Kalau
mungkin, ia ingin mengajuk perasaan Tuan Putri kepadanya.
Dengan harapan-harapan dan angan-angan yang indah dalam
hatinya, Banyak Sumba mengendarai kuda di sebelah kanan
kereta Tuan Putri. Hari masih pagi, bahkan embun masih bergayutan di
semak-semak di kiri-kanan jalan. Jalan pun belum berdebu
karena belum lama embun bangkit. Angin bertiup lembut,
membawa harum bunga-bungaan dan sayup-sayup suara
burung dari arah-hutan-hutan yang abu-abu sejauh mata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang. Suara burung itu kadang-kadang diseling suara
percakapan dari dalam kereta, yang sayup-sayup saja
terdengar karena Banyak Sumba tidak berani berjalan dekat-
dekat padanya. Keseganan itu bukan saja karena ia hendak
memerankan seorang gulang-gulang sebaik-baiknya, tetapi
juga karena ia tahu bahwa Nyimas Teteh akan mengucapkan
sindiran-sindiran yang menyebabkan merah daun telinganya.
Bagaimanapun, sindiran-sindiran itu menyenangkannya. Akan
tetapi, ia kikuk sekali menerima kegembiraan itu. Pengalaman baru ini, yaitu pertemuan dengan Nyai Emas Purbamanik serta dengan kejadian-kejadian yang selanjutnya menyebabkan
terjadinya pergolakan perasaan yang sukar dikendalikannya.
Kegembiraan, kecemasan, ketakutan, harapan, kesayuan
bergalau dalam dadanya, hingga ia ragu-ragu dalam
bertindak. Segala tindakan yang dilakukan di hadapan Tuan
Putri sering menjadi bahan renungannya. Bersamaan itu,
sering sekali ia menyalahkan dirinya, mengapa telah bertindak demikian. Mungkinkah Tuan Putri akan marah kepadanya"
Keragu-raguan itu, ditambah dengan sindiran-sindiran Nyimas Teteh, menyebabkan ia kebingungan dan gugup menghadapi
Tuan Putri. Sekarang, ia berpakaian gulang-gulang. Ia bermain
sandiwara karena Tuan Putri memberinya pekerjaan sebagai
seorang ponggawa. Apakah tindakan itu benar" Pertama kali
Tuan Putri melihatnya berpakaian dan bersenjata sebagai
prajurit biasa, Tuan Putri terkejut. Mungkinkah Tuan Putri
akan merasa disindir" Mungkinkah Tuan Putri menganggapnya
terlalu berani" Banyak Sumba terus termenung sambil
mengekang kendali kudanya yang gelisah karena tidak biasa
berjalan lambat. Tiba-tiba, dari arah depan tampaklah serombongan pedati
kerbau yang mengangkut berbagai macam barang. Rupanya,
rombongan itu datang dari Kutabarang menuju kampung-
kampung di sebelah barat untuk menjual barang-barang itu
kepada para petani. Melihat rombongan itu, lupalah Banyak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumba pada renungan-renungannya. Ia berseru kepada
rombongannya sendiri agar melambatkan jalan kuda,
kemudian memacu kudanya sendiri ke depan. Pertama
diperiksanya rombongan yang datang itu dengan bertanya
kepada penunggang kuda yang menjadi pencalang
rombongan. Ternyata, rombongan itu bukan rombongan
negara. Ia pun menerangkan bahwa Nyai Emas Purbamanik,
putri Pangeran Purbawisesa, sedang dalam perjalanan. Oleh
karena itu, Banyak Sumba minta diberi jalan. Pencalang itu
memberi hormat kepada Banyak Sumba, lalu berkata,
"Dengan senang hati, Juragan Ponggawa. Saya sendiri bekas pamagersari pada Pangeran Purbawisesa, hanya nasib yang
membawa saya jauh mengembara. Salam-sembah kepada
Tuan Putri." "Terima kasih, Pencalang, saya akan menyampaikannya
kepada Tuan Putri," ujar Banyak Sumba seraya membalikkan kudanya, lalu memacunya ke arah rombongannya sendiri. Ia
memberi aba-aba agar rombongannya berjalan secepat-
cepatnya. Sementara itu, ia pun melihat rombongan pedati
kerbau meminggir dan berhenti di atas rumputan di pinggir
jalan. Waktu rombongan berpapasan, pencalang
menghaturkan sembah kepada Tuan Putri yang menjenguk
dari balik tabir. Banyak Sumba melambaikan tangan kepada
pencalang yang menganggukkan kepalanya. Kedua
rombongan itu pun berpapasan dengan lancar, walaupun di
tempat itu jalan sangat sempit.
Pada saat berpapasan itu, kuda Banyak Sumba terpaksa
berdekatan sekali dengan kereta Nyai Emas Purbamanik.
Terdengarlah Nyimas Teteh berseru sambil tertawa, "Gulang-gulang, mudah-mudahan kita sering berpapasan dengan


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rombongan saudagar!"
"Teteh, lebih dari itu tidak akan saya ampuni lagi." Tiba-tiba terdengar Tuan Putri berkata. Dari nada suaranya
terdengar kemarahan, walaupun masih terkendalikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semenjak itu, Nyimas Teteh tidak banyak terdengar tertawa
ataupun menyindir-nyindir. Hal itu menyenangkan hati Banyak Sumba karena sindiran-sindiran Nyimas Teteh, walaupun
isinya menyenangkan, selalu menyebabkan mukanya merah.
Setelah Nyimas Teteh ketakutan, Tuan Putri menjadi berani
dan percaya kepada dirinya sendiri. Walaupun dengan nada
suara yang masih gemetar, pada suatu tempat, dipanggilnya
Banyak Sumba, "Sumba!"
Sebutan namanya yang diucapkan Tuan Putri menyentuh
pendengarannya, kemudian menggetarkan hatinya. Ia
mengekang kudanya, lalu mendekat ke arah kereta. Karena
dipanggil, ia berpaling dan memandang ke arah Tuan Putri,
walaupun tidak menatap wajahnya. Ia menjalankan kudanya
di samping kereta dengan khidmat, tetapi untuk beberapa
lama Tuan Putri tidak berkata apa-apa. Dengan tidak sengaja
dan karena hatinya diliputi pertanyaan, ia mengangkat
mukanya memandang ke wajah Tuan Putri. Tampak olehnya
Tuan Putri kebingungan, tidak tahu apa yang hendak
diperbuatnya. Sementara itu, wajahnya berubah-ubah warna,
kadang-kadang pucat, kadang-kadang kemerah-merahan.
Banyak Sumba tiba-tiba lupa bahwa ia sedang bermain
sandiwara dan memainkan peran gulang-gulang. Ketika itu, ia hanya menyadari bahwa seorang putri yang sangat cantik
duduk malu-malu di hadapannya, dan sikap serta kecantikan
putri itu menimbulkan keberaniannya.
"Katakanlah kepada hamba apa yang Tuan Putri
kehendaki?" ujar Banyak Sumba dengan lancar dan teguh
suaranya. Rupanya, teguran Banyak Sumba itu membantu
melepaskan Tuan Putri dari kegugupannya. Ia hendak
berkata, tetapi sebelum itu ia berpaling kepada Nyimas Teteh yang mulai bergerak hendak bersuara. Tuan Putri memandang
dengan tajam kepada emban gemuk itu, lalu berkata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepadanya, "Teteh, carikan selendangku dalam jinjingan rotan itu, cepat!" Nyimas Teteh mengerut mendengar bentakan itu dan dengan patuh melaksanakan perintah tuannya.
"Sumba," kata Tuan Putri dengan suara yang masih
gemetar, "rupanya kau kenal dengan pencalang rombongan itu. Biasanya, rombongan-rombongan tidak mau mengalah
dan tak memberi jalan hingga perjalanan tidak lancar."
"Tidak, Tuan Putri, tetapi pencalang itu kenal dengan Tuan Putri. Ia anak salah seorang pamagersari di puri."
"Oh," kata Tuan Putri, lalu hening untuk beberapa lama.
Tuan Putri mulai kebingungan lagi mencari kata-kata, kadangkadang ia menunduk, kadang-kadang tengadah memandang
ke arah padang-padang, huma, serta hutan yang membentang
di kiri dan kanan jalan. Kebingungan Tuan Putri menyebabkan ketegangan dalam hati Banyak Sumba. Sebagai seorang laki-laki yang halus perasaannya, ia menyadari betapa gemetarnya hati Tuan Putri yang telah memberanikan diri mengatasi rasa malu serta gangguan-gangguan dari Nyimas Teteh. Banyak'
Sumba merasa terdorong untuk membantu Tuan Putri
melepaskan diri dari suasana yang tidak menyenangkan itu. Ia segera berkata, "Pemandangan di sini sangat indah, Tuan Putri."
"Ya ... Sumba, saya senang sekali ... melihatnya," ujar Tuan Putri terputus-putus. Setelah berkata demikian, Tuan
Putri mengerling ke arah Nyimas Teteh. Nyimas Teteh tidak
berani memandang wajah Tuan Putri. Melihat putri yang
masih ragu-ragu itu, Banyak Sumba bertekad untuk
memperlancar percakapan dan membangkitkan keberanian
gadis yang masih muda itu.
"Sebagian dari bukit-bukit dan padang-padang di sini'
pernah hamba jalani, Tuan Putri. Semak-semak itu penuh
bunga-bungaan dan di sana, di tepi hutan itu, hamba melihat anak rusa yang manis-manis sekali. Mereka tidak takut kepada manusia, malah beberapa ekor berjalan mengikuti hamba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Burung di hutan itu indah-indah bulu dan suaranya, hamba
belum pernah melihat burung indah sebanyak di hutan itu,"
kata Banyak Sumba sambil mengenang kembali perjalanannya
setelah perpisahan dengan si Colat.
"Oh, memang hutan itu indah sekali tampaknya dari sini."
"Hamba menganggapnya bukan hutan, Tuan Putri. Hamba
menganggap sebuah taman," ujar Banyak Sumba. Hatinya
lega karena Nyai Emas Purbamanik sudah dapat mengatasi
kebimbangan serta rasa malunya.
"Seringkah ... kau pergi ke sana?" tanya Tuan Putri.
"Baru sekali, Tuan Putri. Itu pun tidak sengaja. Hamba terpaksa melompati pagar huma dan parit-parit, kemudian
tersesat di hutan itu. Mula-mula hamba ketakutan, kemudian
hamba terpesona dan bersyukur telah tersesat ke dalam hutan yang indah itu."
"Oh, ingin sekali saya pergi ke sana!" kata Tuan Putri dengan mata yang bersinar-sinar.
Banyak Sumba memandangi wajah Tuan Putri dengan tidak
dapat mengejapkan kelopak matanya sendiri.
"Bagaimana ... kau sampai tersesat dalam hutan itu?"
"Hamba pengembara yang terlunta-lunta, Tuan Putri," ujar Banyak Sumba. Perkataannya itu rupanya menyadarkan Tuan
Putri bahwa mereka sedang bermain sandiwara bahwa ia
seorang putri yang berhadapan dengan gulang-gulangnya.
Selama ini, percakapan seolah-olah dilakukan oleh seorang
kesatria dengan seorang putri. Kini, Tuan Putri mulai
mengubah sikapnya dan berkata, "Gu ... gu ... lang-gulang, senang sekali saya mendengar cerita tentang hutan yang
indah itu. Apakah hutan itu termasuk wilayah kekuasaan
Ayahanda?" "Hamba kurang mengetahuinya, Tuan Putri. Hamba akan
menanyakannya kepada Paman Saltiwin," jawab Banyak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumba, kemudian memberi hormat kepada Tuan Putri karena
ia harus meninggalkan kereta, berhubung dari arah depan
datang serombongan penunggang kuda.
Banyak Sumba menegur pemimpin rombongan dan
menerangkan rombongan mereka. Para penunggang kuda itu
rombongan pedagang yang sedang mencari tempat para
petani yang sedang memanen buah-buahan. Mereka para
pedagang dari Kutabarang yang berjalan lebih dahulu
mendahului rombongan pedati kerbau mereka. Setelah
mereka tahu bahwa rombongan yang ada di hadapan mereka
adalah rombongan bangsawan, mereka pun memberi hormat
dan meminggir. Setelah mereka berpapasan, Banyak Sumba kembali ke
samping kanan kereta. Beberapa kali percakapan tentang
berbagai hal terjadi, tetapi ketika hari mulai panas dan jalan mulai berdebu, dengan segan Tuan Putri menutup tabir tipis
penutup tingkap kereta. Banyak Sumba tetap melarikan
kudanya di samping kereta. Ia sadar bahwa Tuan Putri terus
memerhatikannya, dan ia merasa berbahagia sekali menyadari
hal itu. Senja itu, rombongan tiba di puri seorang bangsawan
antara Puri Purbawisesa dan Kutabarang. Rombongan
menginap di sana sesuai dengan rencana. Sebelum waktu
istirahat tiba, Banyak Sumba sibuk memimpin para gulang-
gulang yang sepuluh orang banyaknya memeriksa semua
kuda, tali-tali perlengkapan, dan kereta. Hal itu perlu
dilakukan karena bukan saja ketelitian dibutuhkan setiap
waktu, tetapi perjalanan hari pertama yang panjang mungkin
sekali banyak menyebabkan perubahan pada perlengkapan.
Semua ladam kuda diperiksa, semua kuda diberi makan dan
minum secukupnya. Roda kereta diperiksa, sedangkan kereta dibersihkan dari
debu. Mengurus kereta dipimpin Banyak Sumba. Hal itu bukan
saja karena kereta harus berada dalam keadaan baik, tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam mengurusnya, Banyak Sumba mendapat kepuasan
tertentu. Ia menyadari bahwa ia sedang mengurus sesuatu
yang sangat berdekatan dengan Tuan Putri. Ia menyadari pula bahwa dengan mengurus kereta, memperbaiki, dan
membersihkannya, ia sedang memberikan pelayanan kepada
Tuan Putri dengan sebaik-baiknya. Hal itu sangat
menyenangkan hatinya. Akan tetapi, sebelum ia selesai
menunaikan pekerjaannya, seorang penghuni puri datang
kepadanya membawa berita bahwa Tuan Putri memanggilnya.
Banyak Sumba membersihkan dirinya. Setelah berpakaian
rapi, ia berjalan mengikuti pelayan yang menjemputnya
melalui lorong-lorong dari puri kecil itu. Setelah beberapa lama berjalan, ia dibawa masuk ke suatu ruangan yang besar.
Ketika masuk, terpukaulah ia akan segala yang dilihatnya.
Tuan Putri dengan pakaian kebesarannya duduk di atas
bangku pendek yang ditilami kasur tipis dari sutra. Tangan
kanan Tuan Putri bertelekan pada sebuah bantal guling kecil yang sama-sama berwarna hijau muda dengan kasurnya.
Sementara itu, kakinya sebelah menjulur menyentuh lantai
yang dialasi permadani. Banyak Sumba yang terpukau berdiri
saja di ambang pintu. Mula-mula matanya tertarik oleh
sanggul Tuan Putri yang bergulung besar dihiasi mutiara,
kemudian oleh leher dan pundak Tuan Putri yang jenjang,
membayang di balik sutra tipis dari Katai warna emas, yang
juga setengah menyembunyikan pinggang Tuan Putri yang
ramping. Banyak Sumba tidak berani memandang wajah Tuan
Putri, ia takut mabuk oleh kecantikannya.
Di samping kiri-kanan Tuan Putri, duduk dua orang emban
yang dibawanya dari Puri Purbawisesa. Tapi, di antara yang
dua orang itu tidak tampak Nyimas Teteh. Ini melegakan hati Banyak Sumba karena hubungan mereka tidak akan
terganggu. Ketika ia masih tertegun demikian, terdengarlah
Tuan Putri berkata, "Sumba, duduklah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar namanya dipanggil dan menyadari bahwa Tuan
Putri tidak memanggilnya dengan sebutan gulang-gulang,
bergetarlah hati Banyak Sumba. Tuan Putri tidak bermain
sandiwara lagi dalam ruangan itu. Hal itu mendebarkan hati
Banyak Sumba karena ia menyadari bahwa hubungan-hubungan
yang wajar dan jujur akan dapat dilakukan dengan Tuan Putri.
Seraya menghaturkan hormat dengan menundukkan kepala,
Banyak Sumba duduk di atas permadani. Ia tidak menyembah
untuk menyatakan kepada Tuan Putri bahwa ia pun tidak
berhak bermain sandiwara lagi dan tidak akan
menyembunyikan kesamaannya. Oleh karena itu, tidak pada
tempatnya menyembah seorang putri yang lebih muda.
"Saya memanggil karena ada perundingan yang harus kita bicarakan sore ini juga," lanjut Tuan Putri, kebimbangan dan keragu-raguan dari kata-katanya sudah berkurang setelah
percakapan sebelumnya. "Katakanlah masalahnya, Tuan Putri."
"Ada. dua jalan dari tempat ini ke Kurabarang Saya dengar yang satu lebih jauh daripada yang lain. Akan tetapi, yang
agak jauh ini melalui hutan-hutan dan lembah-lembah yang
indah pemandangannya. Kesempatan yang sangat baik bagi
saya untuk menikmati alam, apalagi didampingi oleh orang
yang sudah banyak mengembara dan juga mempunyai rasa
keindahan." Suatu pujian terhadap dirinya diterima dari putri yang
memesona seluruh jiwanya. Pujian itu menggetarkan hati
Banyak Sumba, tetapi ia tidak mabuk kepayang. Pikirannya
mulai menghadapi usul Tuan Putri yang ingin memilih jalan
yang lebih jauh. Ia mengerti bahwa dengan memilih jalan
yang lebih jauh, mereka akan lebih lama berdekatan. Itu akan sangat menyenangkan karena akan lebih mendekatkan dan
mengeratkan hubungan mereka. Akan tetapi, satu hal tidak
dilupakan oleh Banyak Sumba yaitu jalan yang agak jauh ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan menyebabkan rombongan berjalan malam. Beberapa
kali, terdengar berita ada beberapa pedati kerbau yang
dirampas muatannya, mungkin oleh anak buah si Colat yang
butuh perbekalan atau oleh gerombolan lain. Dengan
kesadaran akan hal-hal itu, terpecahlah pikirannya. Pada satu pihak ingin sekali ia berdekatan dengan Tuan Putri lebih lama lagi, di lain pihak ia pun perlu menghindarkan Tuan Putri dari malapetaka.
Dengan sepuluh orang gulang-gulang, sebenarnya ia tidak
perlu takut melalui jalan itu. Akan tetapi, alangkah bodohnya kalau ia mengambil risiko hanya untuk bersama-sama
beberapa saat dengan Tuan Putri. Akhirnya, pikiran sehatnya menang dan ia pun berkata kepada Tuan Putri, lembut tapi
tegas, "Tuan Putri, jalan yang satu ini benar-benar
menyenangkan karena pemandangannya indah. Di samping
itu, Tuan Putri akan dapat melihat binatang hutan, yang buas atau yang tidak buas, berkeliaran di padang-padang di kanan-kiri jalan. Akan tetapi, kalau jalan itu yang diambil, rombongan akan tiba di Kutabarang sebelum tengah malam. Jalan itu
biasa pula dipergunakan oleh perampok untuk mengambil
perbekalan mereka. Para jagabaya yang sedikit jumlahnya dan agak jauh asramanya dari tempat itu, sukar sekali mengejar
mereka. Itulah sebabnya hamba usulkan agar kita mengambil
jalan yang satu lagi sesuai dengan rencana."
Tampaknya, Tuan Putri kecewa mendengar keterangan itu.
Setelah termenung dan menunduk sebentar, ia berkata,
"Bukankah sepuluh orang gulang-gulang merupakan pasukan yang sangat besar dan perampok biasanya tidak lebih dari
sepuluh orang?" "Ya, Tuan Putri. Akan tetapi, dengan mudah mereka akan dapat mengumpulkan kawan-kawannya yang lain seandainya
mereka melihat rombongan besar. Di samping itu,...." Banyak Sumba ragu-ragu sebentar sebelum mengucapkan kata-katanya, tetapi sebagai laki-laki ia harus teguh dan berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menentang keinginannya sendiri kalau keinginan itu tidak baik dan berbahaya. Setelah menelan liurnya, ia melanjutkan, "...
Di samping itu, pemandangan-pemandangan yang indah akan
kita lihat pula dijalan yang direncanakan semula."
Setelah berkata demikian, ia mengangkat mukanya
memandang Tuan Putri karena ia ingin tahu bagaimana sikap
Tuan Putri terhadap penolakan itu. Ternyata, Tuan Putri pun memandangnya seolah-olah menyelidiki, apakah penolakan itu
dikemukakan secara jujur atau dibuat-buat. Bagaimanapun,
Tuan Putri rupanya sudah menduga bahwa sebenarnya
Banyak Sumba pun ingin lebih lama berdekatan dengannya.
Dan hal itu hanya dapat dilakukan di jalan yang satu itu. Akan tetapi, Banyak Sumba dapat mengatasi kecenderungan
hatinya yang berbahaya itu.
Mereka berpandangan untuk beberapa lama. Secara
bersamaan, Tuan Putri tersenyum, lalu menunduk. Setelah itu, dengan cepat ia mengangkat mukanya kembali dan berkata
dengan teguh, "Bukankah... kau suka sekali pada
pemandangan yang indah" Dari percakapan sore tadi, saya
mengambil kesimpulan bahwa perasaanmu sangat peka akan
keindahan, Sumba." "Benar, Tuan Putri. Keinginan untuk melalui jalan yang jauh itu keras sekali dalam hati hamba, hampir saja pikiran hamba dan rasa tanggung jawab hamba dikalahkannya.
Bagaimanapun, hamba dapat menikmati perjalanan ini lebih
lama kalau kita mengambil jalan yang panjang itu. Akan
tetapi, hamba bertanggung jawab akan keselamatan Tuan
Putri." Tuan Putri termenung sebentar, lalu tersenyum terang-
terangan dan tanpa malu-malu berkata, "Perasaan perempuan yang meluap-luap sewaktu-waktu harus diimbangi oleh pikiran sehat seorang pria. Saya berterima kasih kepadamu, Sumba,
karena telah mengalihkan perhatian saya dari godaan
perasaan yang bukan-bukan itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sama sekali tidak mengherankan perasaan itu, Tuan Putri.
Hamba sendiri ingin sekali melalui jalan itu. Seandainya kita akan pergi lagi ke Kutabarang di masa-masa yang akan
datang, jalan itu dapat diambil, asalkan kita menetapkan
waktu secara lain. Sama sekali hamba tidak menganggap
perasaan Tuan Putri itu merupakan hal yang bukan-bukan,
bahkan hamba menganggapnya sebagai sesuatu perasaan
wajar, yang timbul dari hati yang mencintai keindahan."
"Rupanya engkau benar-benar mencintai keindahan,
Sumba?" "Saya berterima kasih kepada Tuan Putri karena dengan
tugas pengawalan ini, hamba mabuk kepayang oleh
keindahan." Tuan Putri tertegun sejenak, kemudian wajahnya
kemerahan dalam cahaya lampu yang sangat terang itu.
Banyak Sumba terkejut dan menyesal telah mengucapkan
perkataan yang secara langsung mengemukakan isi hati yang
sebenarnya. Akan tetapi, kata-katanya sudah terlontar dan
menyebabkan tercipta suasana yang kaku. Betapapun, Tuan
Putri masih sangat muda. Oleh karena itu, ia masih pemalu.
Itulah sebabnya, dalam keheningan itu, Banyak Sumba
mencoba mencari kata-kata untuk mengubah suasana.


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akhirnya, terpikir olehnya bahwa saatnya sudah tiba untuk
mohon diri karena sudah lama sekali ia berada dalam ruangan itu. Akan tetapi, perkataannya tidak mau keluar juga. Berat baginya untuk meninggalkan kehadiran Tuan Putri, sedangkan
kesempatan semacam itu mungkin tidak mudah untuk
didapatnya kembali. Akan tetapi, suasana yang menekan itu
pun harus dihindarikan demi Tuan Putri sendiri. Akhirnya,
sebagai kesatria yang tidak boleh mementingkan dirinya
sendiri, ia berkata, "Tuan Putri, seandainya tidak ada lagi yang akan dirundingkan, perkenankan hamba mohon diri."
"Nanti dulu, Sumba," kata Tuan Putri. Kata-katanya terlontar begitu saja, seolah-olah tidak terkendali. Mendengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, Banyak Sumba terkejut bercampur senang. Rupanya Tuan
Putri pun terkejut oleh perkataannya sendiri. Ia menundukkan kepala dan sanggulnya yang indah berhias mutiara itu
bergerak perlahan-lahan. Sementara itu, jari-jari tangannya yang tirus mempermainkan kalung. Sekarang, Banyak Sumba
mencari kembali kata-kata untuk menghilangkan suasana
kaku. Tuan Putri mengangkat kepala, lalu bertanya, "Sumba, ceritakanlah kepadaku asal usulmu."
Mendengar permintaan itu, tertegunlah Banyak Sumba. Ia
menunduk memandangi lukisan-lukisan indah pada permadani
yang didudukinya. Lama sekali ia tidak dapat berkata,
kenangannya kembali pada nasibnya, pada segala
pengalaman yang telah dilaluinya, pada tugas yang diemban
tetapi belum ditunaikannya. Kesedihannya tiba-tiba
menyesakkan dadanya, berbaur dengan kerinduan akan
tempat kelahiran dan keluarganya.
Rupanya,' Tuan Putri menyadari bahwa Banyak Sumba
menjadi sedih mendengar pertanyaan itu. Tuan Putri segera
berkata dengan lemah lembut, "Sumba, maafkan saya.
Seandainya asal usulmu merupakan rahasia dan seandainya
menceritakan hal itu dapat menyedihkanmu, janganlah kau
menceritakannya. Saya tidak berhak meminta hal-hal yang
tidak mungkin dipenuhi. Maafkanlah."
Banyak Sumba demikian terharu akan kehalusan perasaan
Tuan Putri dan begitu besar perasaan terima kasihnya karena Tuan Putri telah menarik kembali permohonannya, hingga ia
lupa bahwa ia tidak diharuskan menyembah kepadanya.
Sambil menyembah, Banyak Sumba memohon diri untuk
kedua kali. Sekali lagi, Tuan Putri dengan cepat mencegahnya dan berkata, "Saya ada rencana, Sumba."
Banyak Sumba diam untuk beberapa lama, menanti
penjelasan Tuan Putri. Akan tetapi, penjelasan itu tidak
diucapkan juga. Baru ketika ia mengangkat mukanya, Tuan
Putri berkata, "Saya kira, kau sudah banyak mengembara dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh karena itu tahu bagian-bagian kerajaan yang memiliki
pemandangan yang indah, puri-puri yang megah, dan kota-
kota yang ramai. Saya ada rencana untuk berkunjung ke
Pakuan Pajajaran. Sudah lama saya tidak berjumpa dengan
Ayahanda. Saya akan meminta izin kepada Pamanda Girijaya.
Kalau permohonan itu dikabulkan, saya akan meminta kau
memimpin kembali para pengawal."
Rencana itu sangat menyenangkan Banyak Sumba. Ia
segera berkata, "Hamba menyokong rencana Tuan Putri
karena hamba pun ingin sekali mengunjungi Pakuan
Pajajaran. Mudah-mudahan, pamanda Tuan Putri berkenan."
"Sumba, kalau begitu, saya akan memohon izin segera
setelah kita kembali dari Kutabarang. Sebaiknya kita tidak
terlalu lama di Kutabarang karena perjalanan ke Pakuan
Pajajaran lebih jauh dan lebih lama, bukan?"
"Ya, Tuan Putri," ujar Banyak Sumba. Lalu, Tuan Putri bertanya tentang itu dan ini, membicarakan segala rencana itu dengan Banyak Sumba. Larut malam, baru Banyak Sumba
diizinkan meninggalkan ruangan itu. Setiba di tempatnya
menginap dalam puri, Banyak Sumba tidak segera tidur.
Pengalaman yang baru dilaluinya begitu menggetarkan
hatinya. Dan ketika ia tidur, mimpi-mimpi yang indah
memenuhi khayalnya. KEESOKAN harinya, pagi-pagi rombongan telah keluar dari
gerbang puri kecil itu dan bergerak ke timur, ke Kutabarang.
Hari itu, Tuan Putri makin akrab dan makin berani berbincang-bincang dengan Banyak Sumba. Nyimas Teteh rupanya
mendapat murka Tuan Putri. Ia menjauh dan tidak berani
menyindir-nyindir dan bermain-main lagi.
Setiba di Kutabarang, Nyai" Emas Purbamanik langsung
mengunjungi rumah besar tempat tinggal bangsawan yang
masih ada hubungan darah dengan keluarganya. Banyak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumba dengan rombongan ditempatkan di suatu
pesanggrahan yang berada di luar benteng. Akan tetapi,
keesokan harinya pagi-pagi benar, panggilan tiba kepada
Banyak Sumba yang segera berangkat memasuki Kutabarang.
Ternyata, Tuan Putri meminta pengawalannya di dalam kota.
Tugas ini sangat menggembirakan Banyak Sumba.
Banyak Sumba mengiringkan Tuan Putri-yang ditemani
seorang emban keluar masuk lorong-lorong tempat para
saudagar menebarkan dagangan mereka. Bermacam-macam
cita dari negeri Katai, ratna mutu manikam dari negeri
Bagdad, dan seribu satu macam barang-barang yang indah
ada di pasar Kutabarang. Barang-barang buatan anak negeri
sendiri tidak kalah banyaknya di pasar itu. Gading gajah, cula badak yang berukir, perhiasan-perhiasan dari tanduk yang
disaputi emas dan ditatah dengan permata tidak kurang pula.
Di samping itu, ada pula pakaian laki-laki yang terbuat dari kain ataupun kulit yang disamak, serta senjata hiasan yang
indah-indah buatannya. Akan tetapi, segala benda itu kurang menarik perhatian Banyak Sumba ketika itu. Tuan Putri yang
ada di dekatnya merebut seluruh perhatiannya.
Tuan Putri memilih beberapa perhiasan yang indah-indah
dan berulang-ulang bertanya kepada Banyak Sumba, "Sumba, bagaimana pendapatmu tentang kalung ini?"
Banyak Sumba yang banyak tahu tentang aneka macam
perhiasan dan mutu pembuatannya membantu Tuan Putri
memilihkan barang-barang itu dengan pendapat-pendapatnya.
"Rupanya engkau ahli dalam soal perhiasan, Sumba."
"Di kota tempat kelahiran hamba ... rumah hamba
berdekatan dengan pandai emas, Tuan Putri," ujar Banyak Sumba.
"Oh." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada suatu tempat, Nyai Emas Purbamanik sangat tertarik
oleh sebuah sisir hiasan sanggul yang terbuat dari gading dan berselaput emas serta bertakhtakan intan permata.
"Dua keping emas, Tuan Putri," kata pedagang itu dengan hormat.
"Oh, terlalu mahal, saya sudah terlalu banyak
mengeluarkan uang," kata Tuan Putri sambil menjauh, tetapi matanya masih tertambat kepada benda yang indah itu.
Banyak Sumba tertegun sebentar, kemudian berjalan
mengiringkan Tuan Putri dalam kesibukan orang-orang yang
sedang berjual beli itu. Setelah ia mengantar kembali Tuan Putri ke rumah
bangsawan tempatnya menginap, Banyak Sumba tidak segera
kembali ke pesanggrahan di luar benteng. Ia berjalan ke arah lapangan tempat pasar berada, lalu dibelinya sisir hiasan yang terbuat dari gading itu.
"Saya telah menduga bahwa akhirnya Tuan Putri akan
menyuruhmu membeli perhiasan ini. Beliau sangat berkenan
tadi." "... Ya, Paman," ujar Banyak Sumba sambil melangkah meninggalkan tempat itu menuju ke gerbang, kemudian
berjalan ke tempat ia menambatkan kuda.
Perjalanan pulang dari Kutabarang tidak kurang
membahagiakannya bagi Banyak Sumba. Nyai Emas
Purbamanik sudah tidak malu-malu atau ragu-ragu lagi
berbincang-bincang dengannya. Dan dalam perjalanan pulang
itu, rencana untuk pergi ke Pakuan Pajajaran dimatangkan.
"Oh, saya berdoa mudah-mudahan Pamanda Girijaya
mengizinkan." "Hamba pun berdoa, Tuan Putri," ujar Banyak Sumba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begitu sampai puri, saya akan menyampaikan rencana itu, Sumba."
"Hamba akan menunggu berita dari Tuan Putri," sahut Banyak Sumba, "hamba pun tidak sabar menunggu berita itu, Tuan Putri," ia melanjutkan perkataannya dengan berani, lupa bahwa ia sedang bermain sandiwara sebagai gulang-gulang.
Kemudian, Tuan Putri bercerita tentang pengalamannya di
masa kecil ketika ia bersama Ayahanda dan Ibunda yang telah tiada, tinggal di ibu kota Pakuan Pajajaran. Diceritakannya tentang pintu gerbang kota yang sangat besar, tentang
menara-menara yang terbuat dari kayu menjulang di atas
benteng, tentang rumah-rumah yang indah-indah, taman-
taman luas yang ditanami beribu macam bunga dan
sebagainya. "Kita akan menyewa sebuah kereta kecil dan engkau akan saya bawa berkeliling kota," ujar Tuan Putri, lupa bahwa yang diajaknya bicara seorang pemimpin pengawal dan bukan
orang yang pantas diajak berbicara demikian. Rupanya,
setelah perkataannya itu diucapkan, baru Nyai Emas
Purbamanik sadar akan kekhilafannya. Ia segera menyusul
kalimatnya, "Maksud saya, engkau mengawalku mengelilingi kota."
Banyak Sumba tidak berkata apa-apa karena apa pun yang
dikatakan Tuan Putri, semuanya menyenangkannya belaka,
membawa perasaannya terbang ke langit kebahagiaan.
Kemudian, Nyai Emas Purbamanik berseru karena di tepi
jalan dilihatnya lapangan kecil yang ditumbuhi bunga-bungaan yang indah-indah warnanya.
Rombongan pun berhenti sebentar dan Banyak Sumba
mengiringkan Tuan Putri melihat-lihat bunga dan memetik
beberapa kuntum. Perjalanan diteruskan kembali dan setelah
menginap semalam di puri yang pernah disinggahi rombongan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam perjalanan menuju Kutabarang, keesokan harinya"
pada senja hari"tibalah rombongan di Puri Purbawisesa.
Malam itu, ketika Banyak Sumba sedang bercakap-cakap
dengan Paman Saltiwin, datanglah seorang emban diiringkan
seorang gulang-gulang. Ternyata, kedua orang pendatang itu
utusan Tuan Putri yang membawa berita buat Banyak Sumba.
Dengan tangan gemetar dan hati tidak sabar, Banyak Sumba
membuka kotak lontar kecil yang indah, lalu mengambil lontar yang putih bersih dan membaca tulisan yang ada di dalamnya, Sumba, Pamanda memberikan izin itu. Datanglah besok
pagi-pagi, kita membuat rencana bersama-sama "
Purbamanik. Berulang-ulang Banyak Sumba mengucapkan terima kasih
kepada gulang-gulang dan emban yang mengantar surat itu,
hingga kedua orang itu keheranan oleh kelakuannya.
Demikian juga Paman Saltiwin yang melihat perubahan pada
tingkah laku Banyak Sumba ketika itu. Malam itu, Banyak
S.umba sendiri tidak dapat tidur nyenyak. Segala harapannya untuk bertemu dan bercakap-cakap dengan Nyai Emas
Purbamanik menjadi mimpi yang menghiasi tidurnya.
Keesokan harinya, pagi-pagi Banyak Sumba mengatur
latihan murid-muridnya, lalu berangkat ke kaputren.
"Engkau terlambat, Sumba."
"Maafkan hamba, Tuan Putri, hamba harus mengurus dulu
murid-murid hamba," jawab Banyak Sumba. Sekarang, Nyai Emas Purbamanik yang tampak merasa bersalah, "Sayalah
yang harus dimaafkan, mengundangmu tidak
memperhitungkan waktu," katanya. Banyak Sumba tidak
terlalu mendengarkan permintaan maaf itu. Yang
menyenangkannya justru teguran Tuan Putri yang pertama.
Karena dengan adanya teguran itu, ia tahu bahwa Tuan Putri
telah lama menunggu dan mengharap-harapkan
kedatangannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perundingan pun dimulailah, tetapi tidak segera
menghasilkan keputusan karena Tuan Putri sering sekali
mengalihkan percakapan. Akhirnya, keputusan itu pun
ditentukan, yaitu mereka akan berangkat ke ibu kota Pakuan
Pajajaran dalam waktu lima hari sejak hari itu.
"Kita akan berhenti dua kali, pertama, di puri Pamanda Girang Pinji, kedua, di puri Pamanda Banga. Kalau perlu, kita dapat menginap di kampung, tentu saja kampung yang besar
dan diperkuat dengan pagar tinggi," kata Tuan Putri.
"Baik, Tuan Putri," kata Banyak Sumba.
"Kebetulan bulan purnama, sehari sebelum kita sampai ke Pakuan itu, Sumba," sambung Tuan Putri. Mereka
berpandangan sekejap, kemudian mengalihkan tatapan
masing-masing. Hari-hari sebelum keberangkatan itu pun dipergunakan
Banyak Sumba untuk menyiapkan segala hal yang diperlukan.
Walaupun secara resmi para pengawal belum diperintah untuk
bersiap-siap, Banyak Sumba sudah menghubungi mereka dan
memberi tahu adanya rencana tersebut. Semua kuda tidak
boleh dipergunakan untuk perjalanan yang terlalu melelahkan, demikian permintaan Banyak Sumba kepada mereka itu.
Mereka juga senang mendengar rencana itu, bukan saja
karena mereka ingin tahu dan membuktikan sendiri tentang
keramaian ibu kota Pakuan, tetapi mereka pun merasa bahwa
Banyak Sumba lebih mengerti dan menenggang kepentingan-
kepentingan mereka daripada pemimpin mereka yang sedang
sakit. Itulah yang didengar Banyak Sumba secara tidak
langsung dari percakapan-percakapan mereka.
Akan tetapi, dua hari sebelum rencana keberangkatan tiba,
datanglah Jasik dan Arsim dari Kutabarang.
"Raden, Sunan Ambu telah menganugerahkan kesempatan
baik kepada kita untuk dapat menemukan guru itu!" kata Jasik sambil menghaturkan sembah kepada Banyak Sumba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita pasti mendapat guru itu, Den Sumba!" Arsim menyela dengan penuh semangat.
"Ceritakan kepadaku, apa yang terjadi," ujar Banyak Sumba.
"Begini, Raden," lanjut Jasik, "seminggu berselang, dalam suatu keramaian terjadi perkelahian antara dua kelompok
murid dari dua perguruan. Para jagabaya terlambat datang
hingga sudah jatuh beberapa orang korban. Tidak ada korban
_ jiwa, tetapi kedua pihak tidak dapat melewatkan peristiwa itu tanpa dendam. Kebetulan, kami mendengar bahwa setelah
itu, terjadi perkelahian-perkelahian di huma-huma dan di
padang-padang sekitar Kutabarang. Akhirnya, kami
mendengar bahwa pada bulan purnama ini akan diadakan
perkelahian besar-besaran dan kedua pihak yang terlibat akan berkelahi sampai titik darah penghabisan."
Mendengar itu, dan terutama mendengar perkataan "bulan purnama", bimbanglah Banyak Sumba. Ia sudah berjanji
dengan gadis yang makin lama makin erat mengikat batinnya,
tetapi ia pun menyadari bahwa mencari guru adalah tugasnya
yang utama. Yang lain-lain harus dikesampingkan. Ia
sungguh-sungguh bingung, lalu berkata kepada kedua orang
panaka-wannya, "Pastikah kalian bahwa kita akan menemukan guru yang baik?"
Mendengar pertanyaan itu, heranlah Jasik dan Arsim. Jasik
dengan mata yang tidak berkedip memandang ke arah Banyak
Sumba sambil berkata, "Raden, kita harus mencoba
menemukannya di sana. Ini kesempatan yang luar biasa
baiknya. Dalam perkelahian mati-matian ini akan dikeluarkan seluruh ilmu mereka yang terlibat. Di sanalah kita akan
menemukan guru atau sekurang-kurangnya Raden dapat
mencoba kepandaian pemenangnya nanti."
"Tapi, Sik.." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebelum Banyak Sumba mengucapkan kalimatnya, Arsim
yang juga keheranan oleh sikap Banyak Sumba menyela,
"Raden, sebenarnya saya harus melaporkan rencana
perkelahian itu kepada para jagabaya. Bagaimanapun,
Perguruan Gan Tunjung adalah perguruan terhormat dan
tunduk kepada perintah-perintah kerajaan. Oleh karena itu,
seharusnya saya mencegah rencana itu. Saya sengaja tidak
mencegah rencana yang mungkin menimbulkan banyak
kematian itu. Hal itu hanya demi Raden, demi kepentingan
Raden." Mendengar penjelasan itu, tertegunlah Banyak Sumba.
Setelah beberapa saat terdiam, berkatalah dia, "Baiklah, Kawan-kawan. Akan tetapi, berilah saya waktu untuk berpikir barang satu malam. Bukankah kita tidak perlu berangkat
sekarang juga?" "Dua hari akan kita gunakan untuk perjalanan dari sini.
Kalau memacu kuda satu hari dan tengah malam, kita tiba di
Kutabarang," kata Jasik sambil menghitung-hitung dengan jarinya.
"Dalam empat hari ini, bulan mulai purnama," sela Arsim.
"Mungkin ada waktu," kata Banyak Sumba, "mungkin saya tidak perlu mempertimbangkan dalam satu malam."
"Baiklah, kalau begitu, Raden. Tidak ada salahnya kita beristirahat sejenak dalam puri bagus ini, Sik," ujar Arsim sambil melihat-lihat ke arah lapangan dari serambi rumah
Paman Saltiwin. Malam itu, Banyak Sumba hampir tak dapat tidur.
Sekarang, sadarlah ia bahwa sebagai putra tertua wangsa


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Banyak Citra yang sedang prihatin, ia tidak boleh punya
harapan dan keinginan-keinginan yang wajar sebagai seorang
putra bangsawan. Semua kegembiraan dan pengembaraan
yang menyenangkan, kasih asmara yang indah, bukanlah
bagiannya. Ia kesatria yang hidup untuk menegakkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kehormatan keluarga, dan kalau perlu harus bersedia
melepaskan nyawanya sendiri untuk kehormatan itu.
Di samping itu, ia pun menyadari bahwa selama ini ia telah
melalaikan tugas utamanya. Bahkan, hampir melupakannya.
Ia telah tergoda oleh kecantikan Putri Emas Purbamanik.
Karenanya ia hampir menolak ketika panakawan-panakawan-
nya mengajak dia pergi untuk menunaikan tugas. Ia telah
menghamburkan perbekalannya, di antaranya untuk membeli
sisir gading berhias itu, yang dalam hati kecilnya hendak
dihadiahkannya kepada Putri Purbamanik.
Kedua kesadarannya itu menyebabkan kemarahan dalam
hatinya, marah dan kebencian pada dirinya. Ia bangkit dari
alas tidurnya, lalu berjalan ke arah kotak tempat menyimpan alat-alat tulisnya. Ditulisnya surat singkat kepada Nyai Emas Purbamanik:
Tuan Putri, suatu hal yang sangat mendesak menyebabkan
hamba tidak dapat menunaikan tugas yang telah dibebankan
oleh Tuan Putri. Hamba tidak dapat mengawal perjalanan
Tuan Putri ke ibu kota Pakuan Pajajaran, bahkan tak mungkin lebih lama lagi tinggal dalam Puri Purbawisesa " Salam
hormat hamba, Banyak Sumba.
Surat itu diberikan kepada pesuruh malam itu juga.
Seorang anak yang kebetulan belum tidur. Setelah melepas
pesuruh itu, Banyak Sumba mengetuk pintu bilik tempat Jasik dan Arsim menginap, "Kita'pergi besok, pagi-pagi benar, setelah saya menyampaikan berita kepada Aria Girijaya
tentang kepergian saya. Jadi, siap-siaplah."
Setelah itu, masuklah Banyak Sumba ke ruangannya. Akan
tetapi, baru saja kesadarannya memudar dan kantuknya
memberat, datanglah seorang gulang-gulang mengetuk rumah
Paman Saltiwin. "Surat bagi Raden dari Tuan Putri," kata gulang-gulang itu singkat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Sumba membuka kotak lontar yang indah yang
telah dikenalnya, lalu membaca tulisan yang terukir pada
sehelai lontar putih bersih,
Janganlah meninggalkan puri dahulu, sebelum memberi
penjelasan kepada saya. Datanglah besok pagi-pagi "
Purbamanik. Banyak Sumba bimbang. Ia khawatir, kalau sudah
berhadapan dengan Nyai Emas Purbamanik, ia akan lemah
kembali. Akan tetapi, hati kecilnya berkata bahwa ia harus
bertemu barang sekali lagi dengan Tuan Putri sebelum ia
meninggalkan puri itu. Perasaan sayu menggenangi hatinya
ketika ia menyadari bahwa kepergiannya mungkin akan
merupakan awal perpisahan untuk selama-lamapya. Maka
gemetarlah hatinya, antara menuruti dan menolak panggilan
Tuan Putri. Pada satu pihak, ia ingin membebaskan diri dari pengaruh Tuan Putri yang dianggapnya hampir
membelokkannya dari tugas yang diembannya. Di lain pihak,
ia merindukan Nyai Emas Purbamanik dan berhasrat untuk
bertemu walaupun hanya sekejap.
"Raden, Tuan Putri mengharapkan balasan sekarang juga."
"Baiklah, Paman," ujar Banyak Sumba sambil melangkah ke arah kotak surat, lalu menulis,
Hamba datang, Tan Putri, di saat matahari terbit - Salam
hormat hamba, Banyak Sumba.
Setelah menyerahkan surat itu kepada gulang-gulang,
Banyak Sumba sekali lagi mengetuk pintu ruangan
panakawan-panakawannya, lalu memberitahukan bahwa
keberangkatan mereka ditangguhkan jadi siang hari. Kedua
orang panaka-wannya sambil mengisik mata mereka hanya
mengatakan, "Ya", lalu berbaring kembali. Tinggal Banyak Sumba yang tidak dapat tidur, berjalan mondar-mandir di
serambi rumah Paman Saltiwin yang luas itu. Ketika bulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
timbul, makin sadarlah ia akan keadaannya, makin terharu
birulah perasaannya. Setelah malam bertambah larut dan laju dini hari, mungkin
karena kurang tidur dan penuh dengan pertentangan
perasaan, timbullah pikiran-pikiran yang liar dalam kepalanya.
Bagaimana kalau ia memasuki kaputren dan melihat Tuan
Putri barang sekejap, kemudian pagi-pagi benar melarikan diri dari puri itu" Bukankah itu cara yang baik sekali untuk
melepaskan diri dari ikatan halus yang mengeratkan
perasaannya terhadap Tuan Putri" Banyak Sumba mondar-
mandir beberapa lama, kemudian pikirannya yang liar itu
menjadi tekad. Ia berjalan meninggalkan rumah Paman Saltiwin menuju
kaputren. Malam sudah sunyi sekali, tak seorang pun tampak
di luar rumah dalam puri itu, kecuali gulang-gulang yang
samar-samar bergerak bagai bayang-bayang di lorong-lorong
yang diterangi lampu. Hanya di depan gerbang kaputren dua
orang gulang-gulang mondar-mandir untuk menghilangkan
kantuk mereka. Melihat dua orang itu, Banyak Sumba
berpaling dan tertegun dalam gelap. Ia berpikir, mencari jalan agar dia dapat memasuki kaputren tanpa diketahui orang.
Akhirnya, diputuskannya untuk memanjat dinding di bagian
samping benteng kaputren. Ia pun mengendap-endap menuju
ke sana. Di sana, dinding tidaklah begitu tinggi. Di samping itu, akar pohon-pohonan yang tumbuh di atas benteng dapat
dipergunakannya untuk pegangan. Akan tetapi, hal itu tidak
berarti tanpa risiko. Pohon-pohon yang tumbuh di atas
benteng tidaklah besar, dan akar-akarnya pun mungkin rapuh.
Akan tetapi, kekacauan pikiran Banyak Sumba tidak
memperhitungkan hal-hal seperti itu.
Setelah melihat ke kanan dan ke kiri, serta yakin tidak ada seorang pun bergerak di bawah bayang-bayang dinding dan,
di lorong-lorong dalam bagian puri itu, mulailah ia meraba-
raba dinding benteng. Ditancapkannya ujung jarinya di sela-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sela batu pada tanah yang mengeras. Dipegangnya akar-akar
kecil sebagai pegangan. Perlahan-lahan, ia memanjati benteng kaputren yang tingginya paling sedikit dua kali tinggi manusia.
Karena kemauan dan kenekatan saja, tidak berapa lama
kemudian dia dapat berpegang pada akar agak besar yang
menjulur dari suatu perdu yang tumbuh di atas benteng itu.
Tak lama kemudian, ia sudah duduk di atas benteng, melihat
ke arah bangunan kaputren.
Dengan heran tapi gembira; ia melihat bahwa jendela
kaputren masih terbuka, walaupun hari sudah menuju subuh.
Lampu minyak yang terang benderang menyala di ruang Nyai
Emas Purbamanik. Dan seorang wanita yang duduk di atas
tilam serta berkerudung adalah Nyai Emas Purbamanik. Tuan
Putri menunduk seraya tubuhnya berguncang-guncang
perlahan-lahan, sementara itu berulang-ulang tangan
kanannya menutup mukanya dengan saputangan yang tidak
lepas-lepas dipegangnya. Walaupun Banyak Sumba berada di
tempat yang berjauhan dari Tuan Putri, ia dapat memastikan
bahwa Tuan Putri sedang bersedih hati dan menangisi
sesuatu. Entah berapa lama Banyak Sumba duduk di atas dinding
benteng dan memandang ke dalam kaputren itu. Pada suatu
saat, tampaklah olehnya Nyimas Teteh berjalan, lalu duduk di belakang Tuan Putri. Terdengar ia berkata, walaupun sayup-sayup, "Sudahlah, marilah kita tidur, nanti Nyai sakit," kata Nyimas Teteh. Putri Purbamanik tidak menjawab, tubuhnya
makin kuat berguncang. 'Janganlah kaitkan hatimu kepada orang yang tak tentu
asal usulnya. Ia orang asing, dan siapa tahu orang jahat yang dicari-cari negerinya. Bukankah telah Nyai katakan bahwa dia merahasiakan asal usulnya" Sekarang, marilah kita tidur.
Esok-lusa, Nyai pasti melupakannya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Putri Purbamanik mengangkat kepalanya dan memandang
ke arah Nyimas Teteh. Wajahnya yang cantik jelita tampak
jelas dari benteng itu. Banyak Sumba memutuskan, ia tidak akan melarikan diri
malam itu juga. Ia akan menghadapi Putri Purbamanik
keesokan harinya, sesuai dengan janji yang telah ditulisnya.
Ia tidak tidur malam itu. Ketika ayam jantan berkokok
keesokan harinya, ia bangkit dari alas tidurnya, lalu
membersihkan diri. Dikenakan pakaiannya yang terbaik,
pakaian seorang kesatria karena ia tak hendak lagi
menyembunyikan diri dan merahasiakan siapa sebenarnya dia.
Ia meninggalkan rumah Saltiwin dan berjalan lambat-lambat
ke arah kaputren karena matahari belum terbit.
Ia sampai di kaputren pagi sekali, ketika ayam masih
berkokok bersahutan dan matahari diselaputi embun di
sebelah timur. Namun, begitu dilewatinya gerbang kaputren,
ternyata ruangan-ruangan sudah dibuka. Para emban seolah-
olah sudah menunggu kedatangannya. Ia dipersilakan masuk
ke ruangan Nyai Emas Purbamanik. Ia berjalan dengan
menunduk, tidak menyangka bahwa Nyai Emas Purbamanik
sudah siap menunggunya. Begitu tabir dibuka, ia berhadapan
dengan putri yang muda remaja itu, duduk menghadapinya.
Melihat Banyak Sumba yang berpakaian kesatriaan itu,
mula-mula Putri Purbamanik tertegun, kemudian menunduk,
berkata perlahan-lahan, "Silakan duduk."
"Hamba akan memberikan penjelasan itu, seusai berita
yang disampaikan dalam surat hamba malam tadi," kata
Banyak Sumba. Matanya tak hendak lepas memandangi Putri
Purbamanik yang duduk tertunduk di hadapannya. Ia
menyadari bahwa pertemuan itu mungkin untuk yang terakhir
kali. Oleh karena itu, ia bermaksud meresapkan kecantikan
gadis itu sepuas-puasnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Janganlah berhamba kepada hamba karena ... Kakanda
bukanlah ponggawa di puri ini. Segalanya sudah menjadi jelas kepada Adinda," kata Nyai Emas Purbamanik.
"Apakah yang menjadi jelas?" Banyak Sumba terheran-heran dan mulai curiga, kalau-kalau dirinya dan tugas
rahasianya telah diketahui orang hingga ke Puri Purbawisesa.
Akan tetapi, putri itu melanjutkan perkataannya, "Bahwa Kakanda kesatria yang sedang mencari pengalaman, dan
Adinda hanyalah suatu kisah kecil yang kemudian akan
dilupakan karena tidak ada artinya."
Mendengar perkataan itu, perasaan Banyak Sumba
mendesak ke kerongkongannya. Ia segera berkata, "Marilah Kakanda jelaskan, apa yang sesungguhnya terjadi. Setelah
penjelasan itu, Adinda akan mengerti dan memaafkan serta
mengampuni Kakanda."
"Apakah Adinda berhak mendengar penjelasan yang
bersifat rahasia itu" Apakah Adinda cukup penting untuk
mengetahui rahasia itu?" tanya Tuan Putri.
"Adinda, ingatkah Adinda ketika kita untuk pertama kalinya bertemu di benteng sebelah barat" Sejak itu, Adinda telah ikut menentukan jalan hidup Kakanda. Kakanda berusaha mencari
pekerjaan di sini, walaupun ditentang oleh para pana-kawan
Kakanda. Dan itu karena Adinda juga. Oleh karena itu,
janganlah menganggap diri Adinda tidak penting. Kita sudah
sama-sama menyadari bahwa... sesuatu menghubungkan
kita," kata Banyak Sumba setelah ragu-ragu sejenak.
Nyai Emas Purbamanik mengangkat wajahnya, memandang
Banyak Sumba, ketika itu air mukanya agak cerah. 'Jadi,
mengapa Kakanda harus pergi setelah memberikan harapan
dan impian kegembiraan kepada Adinda?" tanyanya merajuk.
"Adinda, marilah Kakanda terangkan alasannya. Pertama, ketahuilah bahwa Kakanda orang yang sangat tidak
berbahagia. Saudara sekandung Kakanda yang lebih tua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dibunuh orang dengan keji. Belum lagi pembunuhan itu
terbalas dan belum lagi sukma saudara Kakanda dapat tidur
nyenyak di Buana Padang, Ayahanda dengan tipu muslihat
dijatuhkan dari jabatan dan kedudukannya yang mulia.
Kakanda anak laki-laki terbesar. Apakah Adinda menghormati
Kakanda sebagai kesatria kalau Kakanda tinggal diam dan
bersenang-senang menikmati masa remaja Kakanda?"
Banyak Sumba berhenti berkata-kata dan Nyai Emas
Purbamanik mengangkat kepalanya perlahan-lahan, lalu
memandang Banyak Sumba, menatap wajahnya seolah-olah
mereka baru bertemu. "Apakah Kakanda Raden Banyak Sumba, putra wangsa
Banyak Citra yang termasyhur dan penguasa Kota Medang
itu?" tanyanya sambil matanya agak terbelalak. Sekarang, giliran Banyak Sumba-lah yang keheranan.
"Oh, Adinda pernah mendengar para bangsawan
mempercakapkan keluarga Kakanda dengan Ayahanda. Apa
yang menjadi isi percakapan Adinda kurang memerhatikannya.
Akan tetapi, Adinda yakin, keluarga Kakandalah yang menjadi buah percakapan itu. Dan... seandainya Ayahanda ada di sini, mungkin beliau akan sangat bersenang hati dapat bertemu
dengan Kakanda." Mendengar ucapan terakhir itu, meremanglah bulu roma
Banyak Sumba. Sementara itu, makin sedih pula hatinya. Ia
beranggapan bahwa selama ini ia berada di sarang harimau
karena siapa tahu Pengeran Purbawisesa akan menangkap
dan menyerahkannya kepada para penguasa kerajaan. Yang
menyedihkannya adalah justru Nyai Emas Purbamanik, putri
yang telah mengikat hatinya, berada di dalam puri itu. Ia
termenung dengan hati terharu. Kemudian, dengan perkataan
yang terputus-putus dan suara serak, ia berkata, "Syukurlah kalau Adinda mengerti. Oleh karena itu, Adinda akan
memaafkan seandainya Kakanda tidak dapat menepati janji,
janji yang sangat indah bagi Kakanda."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ke manakah Kakanda akan pergi" Kapankah kita akan
dapat berjumpa kembali?"
Pernyataan ini telah mengganggu dan menyiksa hati
Banyak Sumba semenjak kedua orang panakawannya datang
ke puri. Ia ingin menghindarkan pertanyaan itu. Ia takut
menjawabnya karena memang jawabannya akan menyedihkan
dirinya, akan menusuk hatinya bagai tusukan pisau berbisa.
Akan tetapi, sekarang sudah telanjur ditanyakan dan ia tidak mau menyembunyikan apa-apa lagi kepada Putri Purbamanik,
"Kakanda tidak dapat memastikan, apakah kita akan bertemu lagi," katanya dengan sedih.
Mendengar itu, terpukaulah Putri Purbamanik. Ia
memandang Banyak Sumba tanpa mengedipkan mata untuk
beberapa lama. Kemudian, dengan tersendat-sendat bertanya,
"Mengapa?" katanya agak keras.
Banyak Sumba tidak dapat menjawab dengan segera. Akan
tetapi, dipaksakannya menyusun kata-kata yang akan
menyakiti hati Tuan Putri. Ia berkata, "Adinda, sebagai anak laki-laki terbesar dari keluarga yang diperlakukan tidak adil, Kakanda harus menuntut balas. Alangkah hinanya kalau
Kakanda menghindarkan diri dari tugas mulia itu. Kakanda
harus menegakkan kehormatan keluarga sebagai kesatria, dan
untuk kehormatan keluarga itu, Kakanda harus berani
membayar semahal-mahalnya...."
Belum selesai Banyak Sumba berkata, Putri Purbamanik
dengan wajah yang memperlihatkan kengerian mengangkat
tangannya, lalu menutup wajahnya dengan kedua belah
tangan dan menangis tersedu-sedu.
Banyak Sumba kebingungan, ia tidak tahu apa yang harus
dilakukannya. Ia duduk kaku, memandangi putri yang
menangis di hadapannya. Akan tetapi, ketika sedu sedan gadis itu menggelora, suatu kekuatan yang tidak disadarinya
mendorong dia untuk merangkul gadis itu dan menghiburnya
dengan kata-kata yang begitu saja keluar dari antara bibirnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang melekat di rambut gadis yang tebal dan ikal mayang itu,
"Kakanda akan kembali kepadamu, Kakanda akan kembali
kepadamu. Kakanda akan hidup karena engkaulah Kakanda
akan hidup." Ia merasa gadis itu menyandarkan dirinya ke dadanya.
Sikap gadis itu sangat mengharukannya dan perasaan bahagia
serta dukacitayang bergalau hampir tidak tertahan dalam


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatinya. Untuk mencurahkan perasaannya yang tidak tertahan
itu, ia mengusap-usap rambut gadis itu sambil membisikkan
kata-kata yang tidak direka sebelumnya, kata-kata yang keluar dari hatinya yang jujur dan polos, "Engkau lebih kuat dan lebih perkasa dari maut; kecantikan dan kelemahlembutanmu lebih
kuat daripada penderitaan Kngkiiiihli \auy .il.iu nn
nyelamatkan Kakanda dari nasib buruk ykiig selama ini nn
rundung Kakanda. Engkau akan menyelamatkan Kakanda dan
meraih Kakanda ke dalam kasih sayangmu. Kasih sayangmu
lebih perkasa daripada malakal maut. Janganlah takut,
Kakanda akan kembali kepadamu."
Gadis itu makin menyurukkan wajahnya ke dada Banyak
Sumba yang bidang. Banyak Sumba mengangkat muka gadis
itu, kemudian terasa olehnya dua tangan yang halus
melingkari lehernya. "Kembalilah segera, Adinda akan selalu menunggu,"
bisiknya di sela-sela sedu sedannya. Banyak Sumba teringat
akan sisir gading indah yang dibelinya di Kutabarang. Ia
mengambil sisir yang indah dan diinginkan Putri Purbamanik
itu dari balik pakaiannya, lalu menyisipkannya di dekat sanggul gadis itu sambil berkata, "Adinda, kausuka sisir ini, Kakanda membelinya untukmu. Pakailah sebagai kenang-kenangan dan
wakil Kakanda di sini," katanya.
Putri Purbamanik memegang pergelangan tangan Banyak
Sumba, mengambil sisir itu, lalu menciumnya. Ketika itulah, ia tersenyum dari balik wajahnya yang basah oleh air mata.
Kemudian, dieratkannya rangkulannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara langkah terdengar dan Banyak Sumba perlahan-
lahan melepaskan gadis itu dari rangkulannya, "Saatnya sudah tiba bagi kita untuk berpisah sementara. Kita akan berjumpa kembali, apa pun yang terjadi. Kita akan berjumpa kembali,"
kata Banyak Sumba. "Adinda akan menunggu Kakanda untuk selama-lamanya."
"Kita akan berjumpa kembali," kata Banyak Sumba seolah-olah meyakinkan dirinya serta memperteguh niatnya. Ketika
itu, masuklah Nyimas Teteh membawa sebokor air mawar.
Melihat kedua muda remaja itu berhadap-hadapan, Nyimas
Teteh segera mengundurkan diri kembali. Begitu Nyimas
Teteh lenyap, menghamburlah kedua muda remaja itu dan
kembali berpelukan. Banyak Sumba akhirnya dapat mengendalikan
perasaannya. Tanggungjawab akhirnya menundukkan
hasratnya untuk tinggal dengan Nyai Emas Purbamanik. Ia
mengundurkan diri sambil berkata, seperti berdoa, "Kita akan berjumpa kembali, kita akan berjumpa kembali." Nyai Emas Purbamanik mengikutinya sampai pintu depan kaputren, lalu
melambai dengan selendang yang juga dipergunakan untuk
mengusap air matanya. Tak lama kemudian, Banyak Sumba
pun sudah berada di perjalanan, di atas pelana kuda, diiringi kedua orang panakawannya. Mereka menuju suatu wilayah di
selatan benteng Kutabarang, tempat pertempuran yang
direncanakan akan dilaksanakan oleh para anggota dua
perguruan. -ooo0do0ow0ooo- Bab 6 Si Gojin Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari menuju subuh, dan selagi udara dingin, ketiga orang
kawan seperjalanan itu melarikan kuda dengan cepat. Mereka
mengharapkan dapat menempuh perjalanan yang cukup
panjang selagi kuda mereka masih segar dan sebelum udara
menjadi panas. Karena cepatnya perjalanan itu, mereka tidak dapat bercakap-cakap. Dan kebisuan itu mendorong Banyak
Sumba untuk mengembalikan kenangannya kepada Nyai Emas
Purbamanik di Puri Purbawisesa.
Apa yang dialami di puri itu seperti mimpi belaka baginya,
sebuah mimpi yang indah dan memabukkan. Dalam
perjalanan itu, tiba-tiba ia menyadari bahwa barangkali satu-satunya kesempatan untuk berbahagia dalam kehidupannya
^elah lepas darinya. Mengapa ia tidak mengambil kesempatan
itu" Mengapa ia tidak bertahan tinggal di Puri Purbawisesa dan melupakan dendam keluarganya terhadap Puragabaya Anggadipati, Pembayun Jakasunu, dan Tumenggung Wiratanu"
Ya, bukankah sifat mengampuni itu terpuji, dan bukankah
sifat sabar itu dititahkan oleh Sunan Ambu kepada seluruh
manusia" Dan bukankah sia-sia kalau hidup ini dijadikan
tempat saling membalas dendam dan saling menyakiti"
Demikianlah renungan-renungan timbul dalam pikiran Banyak
Sumba, sementara dalam khayalannya terbayang-bayang Putri
Purbamanik yang cantik jelita itu. Bersamaan dengan
bayangan-bayangan itu, mendesaklah rasa rindu dan
hasratnya untuk kembali ke Puri Purbawisesa dan
menggagalkan niatnya mencari guru. Berulang-ulang ia
berpaling ke belakang dan hampir saja ia berseru kepada
kedua orang temannya yang berkuda di belakangnya untuk
berhenti. Akan tetapi, lidahnya tidak dapat bergerak untuk
menyampaikan perintah itu dan rombongan pun makin jauh
juga dari Puri Purbawisesa.
Ia pun berdiam diri kembali sambil memandang ke depan.
Kesunyian subuh dan suara kedepuk kaki-kaki kuda juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membangkitkan renungannya yang lain. Bagi seorang kesatria
dan"terutama"anak laki-laki tertua dari keluarga kesatria,
bukanlah kehormatan keluarga itu di atas segala-galanya" Dan bukankah keluarga Banyak Citra merupakan salah satu
wangsa tertua dan terhormat di seluruh Pajajaran" Oleh
karena itu, mengapa ia harus ragu-ragu" Mungkinkah ia lemah dan menjadi layu karena kecantikan seorang putri, sehingga
melupakan kewajiban seorang kesatria" Mungkinkah ia
sebenarnya orang yang tidak pantas menjadi keturunan
wangsa Banyak Citra"
Banyak Sumba mulai membenci dan mengutuk dirinya,
sementara kudanya menderu ke timur. Ia menyadari berapa
banyak biaya serta waktu yang telah dibuangnya dan betapa
banyak perbuatan sia-sia yang telah dilakukannya. Seharusnya ia sudah menunaikan sedikitnya sebagian tugas keluarga yang dibebankan kepadanya. Dua tahun telah berlalu sejak ia
meninggalkan keluarganya, tetapi satu pun belum
dikerjakannya. Ia harus membalas dendam kepada keluarga
Wiratanu yang memancing Kakanda Jante ke dalam huru-
hara, tapi yang dikerjakannya hanyalah keluyuran di Kota
Kutabarang yang penuh dengan keramaian dan kegembiraan.
Ia harus membalas dendam kepada keluarga Pembayun
Jakasunu, tetapi yang dikerjakannya hanyalah berkelahi di
tempat orang kenduri. Ia harus membawa abu jenazah
Kakanda Jante Jaluwuyung, tetapi yang dikerjakannya tidak
lain kecuali berkelahi dengan Raden Girilaya, seorang kesatria budiman, dan merebut pekerjaannya. Seharusnya ia
memenggal kepala Anggadipati, pembunuh Kakanda Jante,
tetapi yang dilakukannya tidak lain daripada bercumbuan
dengan Putri Purbamanik. Ia berteriak dan memecut kudanya
keras-keras hingga kudanya melonjak dan lari seperti gila.
Kedua panakawannya keheranan, lalu menyusul memacu kuda
masing-masing. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
HARI MULAI fajar ketika rombongan tiba di pertigaan, yang
satu langsung menuju Kutabarang, yang lain menuju
perbukitan sebelah selatan, tempat yang akan dijadikan
medan pertempuran. Banyak Sumba melambatkan kudanya
dan memberi aba-aba kepada panakawannya supaya berhenti.
Di pertigaan itu, orang-orang mulai sibuk karena kampung
yang ada di sekitar jalan itu cukup banyak dan padat pula
penghuninya. Di sanalah Banyak Sumba merencanakan
berhenti sebentar untuk memberi makan dan minum kuda,
serta memeriksa kaki binatang itu karena perjalanan masih
jauh. Begitu Banyak Sumba turun dari kudanya, seorang tampak
berlari ke arah Jasik. Banyak Sumba memerhatikan orang itu.
'Jasik, kebetulan kita bertemu, ada berita penting bagimu."
"Oh, Ajum, ada apa kau di sini?"
"Sik, ke Perguruan Gan Tunjung datang empat orang tamu.
Mereka mencarimu dan tuanmu," kata orang yang disebut
Ajum itu. Banyak Sumba berjalan mendekati Jasik yang
sedang berhadapan dengan pendatang itu.
"Mereka dari mana?" tanya Jasik sambil- berpaling ke arah Banyak Sumba.
"Mereka datang dari Kota Medang. Mereka mencari Raden
Banyak Sumba dan kau, Sik," kata Ajum. Untuk sementara, tak ada yang berkata-kata. Jasik berulang-ulang berpaling
kepada Banyak Sumba yang tetap membisu. Kemudian,
Banyak Sumba membuka pembicaraan, "Apakah mereka
ponggawa atau kesatria, atau panakawan?"
"Yang seorang tampaknya ponggawa tinggi, yang tiga
orang lagi panakawan dan prajurit."
"Apakah mereka bersenjata?" tanya Jasik.
"Bersenjata, sejauh yang diperbolehkan di daerah
kerajaan," jawab Ajum pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jasik memandang Banyak Sumba.
"Maksud saya, apakah mereka bersenjata hiasan atau
senjata yang sungguh-sungguh," tanya Jasik pula. Ajum
tampak kebingungan dan tidak mengerti apa yang dimaksud
Jasik. Jasik terpaksa menjelaskan pertanyaannya, "Kautahu bahwa warga kerajaan hanya dibolehkan membawa senjata
pendek, itu pun kebanyakan hanya sebagai hiasan atau pisau
untuk keperluan sehari-hari dan bukan untuk keperluan
perkelahian. Tentu saja kau dapat membedakan, apakah
senjata yang mereka bawa itu senjata untuk perkelahian atau alat-alat sehari-hari. Misalnya, adakah mereka membawa
trisula, yang sebenarnya tidak ada gunanya untuk kesibukan
sehari-hari?" Ajum tampak termenung, kemudian berkain, "Saya tidak
memerhatikan sejauh itu, Sik. Saya hanya melihat mereka
datang kepada Gan Tunjung dan mendengar percakapan
mereka sebelum saya berangkat kemarin."
Jasik memandang Banyak Sumba. Banyak Sumba berkata
kepada Ajum, "Terima kasih atas berita itu, Jum."
"Kembali, Raden. Kebetulan saja kita bertemu di sini, jadi saya dapat menyampaikannya dan kalau para tamu itu
penting, Raden dapat segera pulang ke Kutabarang sebelum
tamu-tamu itu melanjutkan perjalanan. Saya mendengar
bahwa mereka akan mencari Raden ke Kota Kutabarang, ke
tempat Raden menginap."
Sekali lagi, Banyak Sumba dan Jasik berpandangan.
Kemudian Jasik bertanya, "Sudahkah mereka berangkat ketika kau pergi?"
"Belum," ujar Ajum.
"Baiklah, terima kasih atas beritamu yang sangat penting itu, Jum," kata Banyak Sumba, kata-katanya terputus-putus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kembali, Raden, dan selamat berpisah. Saya harus
menggabungkan diri dengan rombongan pedati kerbau,"
seraya berkata demikian, Ajum menundukkan kepalanya
kepada Banyak Sumba. Setelah memberi salam kepada Jasik
dan Arsim, Ajum pun bergegas pergi ke arah rombongan
orang-orang yang sibuk. Tinggal tiga sekawan termenung. Untuk beberapa lama,
tidak ada yang memulai percakapan. Baru setelah beberapa
lama, Banyak Sumba berkata kepada kedua orang panaka-
wannya, "Mereka telah menemukan jejak kita, Sik. Kita harus meninggalkan Kutabarang secepatnya." Jasik tidak menjawab, ia hanya menunduk.
"Untung kau sedang tidak ada di tempat, Sik," tiba-tiba Arsim berkata.
"Kalaupun saya berada di perguruan, mereka tidak akan
berani mengganggu saya," ujar Jasik.
"Ya, tentu saja, dan mereka boleh coba," kata Arsim pula.
Kemudian ia tertawa, lalu melanjutkan, "Dan anak-anak dapat berlatih dengan keempat orang itu, hahaha ...."
Kegembiraan Arsim itu tidak memengaruhi kedua orang
lainnya yang tetap termenung, hingga Arsim kemudian
berhenti tertawa dan memandang kedua orang temannya
dengan agak keheranan. Setelah beberapa lama sunyi,
berkatalah Banyak Sumba, "Kuda kita sudah minum, hari
berangsur siang. Kita harus segera meninggalkan tempat ini, siapa tahu mereka menuju ke sini. Kalau bertemu dengan
mereka, mungkin kita menghadapi kesulitan yang tidak perlu,"
kata Banyak Sumba. "Empat orang tidak terlalu banyak bagi kita, Den," kata Arsim.
"Benar, Kang Arsim, tetapi tugas saya sementara bukan
untuk melayani mereka. Saya harus mencari guru terlebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dahulu. Akan tiba saatnya mereka kita hadapi, tapi sekarang, marilah kita pergi dari sini," kata Banyak Sumba.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata, kedua orang pana-
kawan itu berjalan menuju kuda masing-masing. Tak lama
kemudian, mereka sudah berada di perjalanan, menuju daerah
di selatan benteng Kutabarang. Ketika itu, matahari mulai
bersinar, cahayanya yang merah mewarnai pipi sebelah kiri
Banyak Sumba. SEPANJANG pagi, mereka melarikan kudanya, beriring-
iringan menyusuri jalan kerajaan yang berliku-liku di kaki
bukit-bukit, atau lurus melintasi padang-padang perhumaan.
Kadang-kadang jalan itu menurun, melintasi lembah, kadang-
kadang menclaki menyusur lereng gunung. Beberapa buah
jembatan telah mereka lalui ketika mereka melihat
sekelompok rumah petani di bawah kelompok pohon-pohonan
di tengah padang perhumaan.
"Kita makan di kampung itu, Sik," kata Banyak Sumba.
Kedua orang panakawannya serempak menyetujuinya karena
matahari sudah menempuh seperempat perjalanannya dan
mereka belum menyentuh sesuap nasi pun pagi itu. Di
kampung itu mereka menerima sajian dari penduduk
setempat, yang di samping memberikan sarapan juga
memberikan buah-buahan kepada mereka. Setelah mereka
sarapan, Banyak Sumba dengan kedua orang panakawannya
tidak segera pergi. Mereka memberi kesempatan kepada kuda
masing-masing untuk beristirahat. Di samping itu, mereka
perlu berbincang-bincang dengan penduduk kampung kecil
yang baik hati dan ramah tamah itu.
"Bagaimana keamanan daerah ini, Paman?" tanya Banyak Sumba kepada tuan rumah.
"Baik, Raden." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya dengar, di selatan Kutabarang kurang baik
keamanannya, tapi rupanya berita itu tidak benar," lanjut Banyak Sumba.
"Berita itu benar, Raden," tukas tuan rumah dengan tidak disangka-sangka.
Banyak Sumba mengerutkan keningnya, tidak mengerti.
Tuan rumah melanjutkan keterangannya, "Kampung-kampung selatan sering didatangi gerombolan si Colat. Mereka tidak
pernah mengganggu, tetapi meminta sumbangan yang
kadang-kadang jumlahnya terlalu besar bagi para petani
setempat." "Si Colat?" seru Banyak Sumba penasaran.
"Ya, saya sendiri tahu bangsawan itu ketika masih kecil.
Sebenarnya, ia dapat menjadi kesatria yang baik. Akan tetapi, entah bagaimana sebabnya, sekarang ia menjadi buruan
kerajaan." Banyak Sumba semakin penasaran mendengar berita itu.
Harapannya timbul untuk bertemu dengan si Colat, tetapi ia
penasaran pula akan hal-hal yang tidak diketahuinya
belakangan ini. "Tadi, Paman mengatakan bahwa si Colat buruan kerajaan.
Saya dulu mendengar bahwa memang ada bangsawan yang
menyediakan hadiah bagi yang berhasil menangkap si Colat.
Baru sekarang saya mendengar bahwa kerajaan turun
tangan." "Baru beberapa waktu yang lalu saja kerajaan turun
tangan, Raden, yaitu setelah satu keluarga hampir punah
dibunuhnya. Peristiwa yang mengerikan itu terjadi setelah
putranya yang bernama Raden Jimat diculik oleh suatu
keluarga bangsawan. Keluarga itulah yang kemudian satu
demi satu dibunuh si Colat. Kepada rakyat biasa, si Colat tidak pernah mengganggu. Apalagi kepada penduduk kampung
kami. Ia pernah berkata di sini bahwa kampung ini tidak akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diganggu karena ia ingat di waktu kecil sering berhenti di sini dan disambut dengan ramah oleh orang kampung ini.
Kampung-kampung lain, terutama yang kaya dan dipimpin
bangsawan-bangsawan tertentu, setiap waktu dikunjungi
untuk dipungut sumbangan berupa perbekalan dan kadang-
kadang barang emas."
Mendengar kisah itu, termenunglah Banyak Sumba.
Kemudian, timbullah pikirannya untuk mengubah rencana. Ia
bertanya, "Di manakah kira-kiranya saya dapat bertemu
dengan si Colat, Paman?"
Tuan rumah memlalakan matanya dengan curiga lalu
tunduk dan membisu seribu bahasa. Banyak Sumba mengerti
bahwa orang itu ketakutan untuk mengatakan sesuatu tentang
si Colat. Banyak Sumba melepaskan harapannya untuk dapat
bertemu dengan si Colat. Ia berkata, "Oh, tentu saja tidak pada tempatnya saya bertanya tentang hal itu kepada Paman.
Bagaimanapun, soal ini berbahaya dan saya sendiri
sebenarnya tidak berkepentingan dengan si Colat, sekurang-
kurangnya sekarang ini."
Setelah itu, percakapan berbelok ke hal-hal lain. Tak lama
kemudian, rombongan pun pamit dan meneruskan perjalanan.
Kira-kira tengah hari, Arsim memberi aba-aba supaya
rombongan berhenti. Ia turun dari kudanya, lalu berjalan ke arah Banyak Sumba: "Raden, di sebelah kiri jalan kecil ini ada kampung. Kita harus menitipkan kuda kita di kampung itu.
Tidak ada kampung lagi di dekat lapangan itu dan kalau kita bawa, risikonya terlalu besar. Padang-padang ini penuh
serigala dan macan tutul. Jadi, saya usulkan kita titipkan kuda di kampung dan berjalan kaki untuk beberapa lama."
"Baiklah," kata Banyak Sumba, lalu rombongan pun
membelok, menitipkan kuda.
Setelah itu, mereka berjalan. Mula-mula menyusur jalan
kerajaan yang makin mengecil, kemudian masuk semak-
semak dan huma. Beberapa kali, mereka bertemu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerombolan babi hutan dan berulang-ulang pula mereka
mengejutkan kawanan menjangan. Burung-burung
beterbangan di atas kepala mereka dan berbunyi ramai sekali.
Pepohonan makin lama makin lebat juga, dan semak-semak
berubah menjadi hutan. Tiba-tiba, hutan terbuka. Tampaklah oleh Banyak Sumba
suatu lembah berbentuk lonjong. Di dasarnya terdapat tanah
yang rata dan berumput. Sebelum Arsim mengatakan apa-
apa, Banyak Sumba sudah menduga bahwa tempat itulah
yang akan dijadikan medan perkelahian pada malam yang
akan datang. "Kita datang cepat, Raden," kata Arsim.
"Lebih baik, Kang Arsim, kita dapat beristirahat," sambut Banyak Sumba dan mereka pun segera mencari tempat
berlindung dari panas matahari sore. Mereka berbaring-baring di bawah daun-daunan semak. Sambil beristirahat, mereka
pun berusaha agar tidak mudah dilihat orang. Mereka tidak
ingin menimbulkan kecurigaan dan menghalangi lancarnya
perkelahian yang akan berlangsung. Karena itulah, mereka
bersembunyi. Hari makin sore juga. Awan di sebelah barat berubah
warna dari perak menjadi emas, dari emas menjadi tembaga.
Akhirnya, malam tiba, berbarengan dengan munculnya bulan
yang besar dari bukit-bukit di timur. Ketika itulah, Banyak Sumba mendengar suara berbisik di semak-semak tidak jauh
dari tempat mereka bersembunyi.
"Mereka datang!" Arsim berbisik. Banyak Sumba berpaling dan tampaklah olehnya iringan laki-laki berpakaian hitam dan berikat pinggang putih. Suatu hal mengejutkan Banyak
Sumba, yaitu rombongan itu membawa banyak sekali keranda.
"Kang Arsim, mereka membawa keranda?" tanya Banyak Sumba, berbisik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Raden, diadatkan di daerah Kutabarang ini, kalau berniat bertempur habis-habisan, mereka membawa keranda-keranda
itu. Istilahnya di sini"didongdangkeun. Artinya, mereka hanya akan keluar dari tempat bertarung dengan keranda itu. Itu
tantangan pula terhadap lawan mereka.
"Lihat, pihak yang lain telah datang. Mereka pun membawa keranda yang banyak. Lihat!" seru Jasik dalam kesunyian hutan di malam hari, ketika bulan rendah dan besar bagai
perisai yang terbuat dari emas.
Banyak Sumba melihat ke arah lain dan tampak olehnya
betapa pasukan yang tidak kalah banyak anggotanya keluar
dari semak-semak, memasuki lapangan itu. Rombongan baru
ini pun berpakaian hitam, tetapi ikat pinggangnya bukan putih, melainkan berwarna emas. Pendatang-pendatang baru ini
segera membentuk barisan memanjang di timur lapangan,
menghadap kepada lawannya yang juga sedang mengatur diri
di sebelah barat. Walaupun mereka sangat sibuk, tak satu
suara pun kedengaran dari arah mereka. Segalanya dilakukan
dengan cepat, tapi tidak bersuara. Kcranda-keranda diletakkan di belakang barisan secara teratur, orang-orang mencari
tempat masing-masing di antara teman-temannya.
"Mari, kita maju lebih dekat lagi, Sik," bisik Banyak Sumba sambil bergerak merunduk-runduk menuruni tebing ke arah
kelompok semak-semak lain di tepi lapangan itu. Kedua orang panakawannya mengikuti dari belakang sambil mengendap-endap. Di suatu tempat yang terlindung oleh semak-semak,
mereka duduk sambil menahan napas karena di hadapan
mereka sedang berlangsung adegan yang mendebarkan hati.
Kedua rombongan yang berlawanan sama-sama
menyalakan dupa yang mereka bawa dari tempat mereka
masing-masing, kemudian upacara sembahyang dilakukan
bersama-sama. Setelah upacara selesai, seorang dari
rombongan yang berikat pinggang emas maju. Dari lawannya
maju pula seorang. Di ruangan antara kedua rombongan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka berunding, tak lama kemudian kembali ke rombongan
masing-masing. Terdengar seruan yang samar-samar,
kemudian tampak kedua rombongan duduk berhadapan, di
ruangan yang luas di hadapan mereka.
"Raden, yang pendek besar itulah pemimpin Perguruan
Pager Rante," bisik Arsim sambil mendekat, "perhatikanlah cara dia berkelahi. Saya pernah melihat dia melatih ketika Gan Tunjung membawa saya berkunjung ke Perguruan Pager
Rante. Saya tidak banyak tahu tentang Perguruan Akar Jati,
tapi ada beberapa orang kenalan saya menjadi anggota di
sana," sambung Arsim.
Banyak Sumba melayangkan pandangannya ke rombongan
Pager Rante yang berikat pinggang keemasan dan melihat
orang kekar pendek yang duduk di tengah-tengah barisan.
Sementara mencoba matanya melihat lebih baik, tiba-tiba
dirasakannya tangan Arsim menyentuhnya. "Raden, lihat di sebelah barat. Ada kecurangan!" tiba-tiba Arsim berkata.
"Kecurangan?" tanya Banyak Sumba.
"Ya, rombongan Akar Jati menyewa bajingan, lihat!"
"Bajingan?" tanya Banyak Sumba.
"Lihat orang yang duduk di samping pemimpin rombongan
barat! Nah, ada orang yang tinggi besar duduk di sampingnya yang agak kecil. Yang kecil pemimpin Perguruan Akar Jati,
yang besar itu bajingan, si Gojin."
"Siapa si Gojin itu, apakah dia pencuri atau rampok?"
"Bukan, pemalas, hidupnya tidak keruan, tapi judinya
melebihi saudagar. Dia biasa disewa untuk memukul orang,
bahkan mungkin membunuh. Para jagabaya selalu
membayang-bayanginya dan menunggu kesempatan untuk
menangkap dan membuangnya. Bajingan!"
"Kau kenal dia, Kang Arsim?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia pernah datang ke Bangunan Gan Tunjung pinjam uang kepada saya, tidak pernah mengembalikannya. Saya tidak
berdaya. Ilmunya tinggi dan Gan Tunjung tidak mau bersusah-
susah mencari dia. Padahal, siswa-siswa perguruan bersedia
membantu saya mencarinya."
"Lihat!" seru Jasik. Banyak Sumba melihat ke lapangan dan tampaklah olehnya seseorang dari ujung barisan barat berdiri diikuti oleh seseorang lain dari barisan timur. Banyak Sumba menajamkan pandangannya karena cahaya bulan samar-samar saja menerangi lapangan itu, sedangkan ujung barisan
itu jauh dari tempat mereka mengintai.
"Mereka mulai," kata Jasik yang terus-menerus
memusatkan perhatiannya ke lapangan.
Rupanya, yang maju lebih dahulu dua orang siswa termuda
di perguruan. Mereka berjalan ke tengah-tengah ruangan
antara kedua barisan yang duduk berjajar. Mereka memberi
hormat kepada perguruan masing-masing, lalu berhadapan.
Kemudian, terjadilah baku hantam yang buruk tapi buas.
Begitu cepat dan kacaunya perkelahian itu. Karena malam
samar-samar, Banyak Sumba tidak dapat memerhatikannya
lebih baik. Terutama setelah kedua lawan berguling-guling di rumput, Banyak Sumba kehilangan perhatiannya. Ia tidak
akan mengambil pelajaran dari perkelahian siswa-siswa itu.
Oleh karena itu, ia lebih memusatkan perhatiannya pada yang akan dilakukan oleh kedua barisan itu kemudian. Akan tetapi, ketika ia melihat ke arah tengah-tengah barisan, sesuatu
terjadi di ujung barisan. Kedua lawan yang berkelahi
bergelundung ke ujung barisan, kemudian siswa-siswa dari
Pager Rante yang duduk di ujung berdiri. Siswa-siswa dari
Akar Jati pun berdiri. Yang sedang berkelahi dapat
memisahkan diri dan menjauhkan diri dari lawan. Tiba-tiba
seorang, entah dari pihak mana, menyerang dengan kaki ke
arah dada lawannya. Lawannya yang belum siap, terjatuh ke
belakang, tidak bangkit lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemenang mundur diiringi dengan gumam dari pihaknya.
Akan tetapi, tak lama ia berdiri di lapangan karena dua orang pasangan baru berdiri dan mulai berhadapan. Banyak Sumba
mulai tertarik lagi perhatiannya.
Kedua orang lawan tidak segera menyerang, mereka saling
mengintai. Kemudian, dalam waktu yang bertepatan,
keduanya menghambur menyerang. Baku hantam yang kacau
terjadi, kemudian kedua orang lawan menjauh sambil
terengah-engah memasang kuda-kudanya kembali. Mereka
maju perlahan-lahan. Lalu yang seorang menangkap tangan
yang lain dan mencoba mematahkannya, tetapi lawannya
Kisah Sepasang Rajawali 19 Sarang Perjudian Karya Gu Long Suling Emas Dan Naga Siluman 10
^