Pencarian

Rahasia Kunci Wasiat 12

Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Bagian 12


orang-orang itu, penyakitnya menjadi kambuh kembali, sedang lukisan rembulan dan
bintang itu sudah terpental keluar ruangan tertiup oleh angin kencang. Sekalipun dia ada
maksud mengejar tapi kekuatan tak memadai menurut berita yang tersiar sewaktu
badannya baru melangkah keluar ajalnya sudah tiba. Sewaktu mati sepasang kakinya
masih tertinggal didalam pintu."
"Semisalnya ia benar-benar ada maksud untuk memusnahkan seluruh hasil karyanya,
kenapa hanya tertinggal sebuah lukisan Giok Sian Cu saja yang tidak mau dibakar?"
"Lukisan Giok Sian Cu merupakan satu-satunya hasil karya yang paling indah diantara
lukisan lain. Sekalipun ia tidak rela lukisan tadi tertinggal dikolong langit iapun tidak tega
untuk memusnahkannya."
"Menurut apa yang siauwte ketahui" tiba-tiba Ih Boen Han To menyambung. "Lukisan
Giok Sian Cu tersebut agaknya mengandung percintaan perempuan yang dilukis dalam
lukisannya benar-benar ada orangnya."
Im Yang Cu yang kuatir akan keselamatan ciangbun suhengnya lama kelamaan tidak
dapat menahan sabar lagi akhirnya ia berseru, "Pendapat kalian berdua walaupun pinto
perhatikan sungguh-sungguh tapi nyawa suheng pinto berada dalam keadaan kritis
banyak mendengarkanpun tak ada gunanya bagaimana kalau kedua benda berharga itu
pinto tukar dengan obat pemusnah racun tersebut" harap Jen Toa Cungcu suka cepat
mengambil keputusan dengan demikian agar pinto bisa berlega hati."
Jan Bok Hong mendongak dan memandang sekejap Kiem Hoa Hujien.
"Menurut pendapat cayhe, kitab pusaka Sam Khie Cin Hok serta lukisan Giok Sian Cu
sudah cukup untuk ditukar dengan keselamatan Boe Wie Tootiang entah bagaimana
pendapat Hujien?" Kiem Hoa Hujien termenung berpikir sejenak kemudian sahutnya. "Aku punya suatu
permintaan yang tak pantas entah maukah Cungcu mengabulkan?"
"Hujien silahkan mengutarakan persoalan tersebut asal cayhe bisa melakukan tentu tak
kutolak." Kiem Hoa Hujien tersenyum. "Sebetulnya aku tidak membutuhkan apapun untuk
memberikan obat pemusnah tersebut kepada mereka. Asalkan kalian setuju tentu
kuserahkan obat tersebut hanya saja sehabis mendengar pembicaraan kalian berdua
tentang lukisan Giok Sian Cu yang dikatakan tak ada duanya dikolong langit, dari dasar
hatiku timbul rasa ingin tahu."
Jan Bok Hong sebagai seorang cilik yang sudah diketahui gembira sedih marah
senangnya tak urung berubah juga air mukanya setelah mendengar perkataan itu.
"Apakah Hujien ada maksud menginginkan lukisan Giok Sian ku itu?"
"Sedikitpun tidak salah entah sukakah Cungcu mengabulkan permintaanku ini."
Suasana dalam ruangan mendadak menjadi sunyi senyap tak terdengar sedikit
suarapun saking sunyinya sehingga detakan jantung setiap orang dapat terdengar jelas.
Melihat suasana berubah jadi sunyi tiba-tiba Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh-kekeh.
Sembari memandang Siauw Ling serunya, "Saudara cilik pernahkah kau menonton
kedahsyatan dari Pak Sian jie ku ini?"
Walau dihati Siauw Ling merasa muak dan benci terhadap perempuan ini tak urung
rasa ingin tahu yang muncul didasar hatinya susah ditahan.
"Apa yang dimaksudkan dengan Pak Sian jie?" tanyanya. Dari dalam sakunya Kiem Hoa
Hujien mengeluarkan sebuah kotak kumala sepanjang beberapa depa dengan lebar
setengah coen. "Saudara cilik kau sudah melihat jelas?" serunya sembari tertawa. Tangannya
digetarkan cepat serentetan cahaya putih meluncur keluar dari balik kotak kumala tersebut
kemudian sesudah berputar kencang ditengah udara jatuh diatas meja perjamuan.
Setelah Siauw Ling memperhatikan lebih cermat ia temukan benda itu berwarna putih
badan bagian bawah melingkar membentuk sebuah lingkaran kecil sedang kepalanya
mendongak keatas lidah berwarna merah menjulur tiada hentinya sepasang mata melotot
keempat penjuru. Dibawah sorotan yang menggidikkan hati para jago merasakan bulu roma bangun
berdiri tapi untuk menjadi kehormatan sendiri mereka berusaha menenangkan hatinya.
Dari sakunya kembali Kiem Hoa Hujien mengeluarkan sebuah kotak berwarna hijau
muda setelah dibuka penutupnya segera dilemparkan ke sisi sarang laba-laba tersebut dan
mulutnya memperdengarkan suara aneh yang rendah lagi berat.
Delapan ekor laba-laba hitam yang baru saja mengisap kering kutungan lengan itu
setelah mendengar suitan aneh tersebut mendadak menerobos masuk kedalam kotak satu
persatu. Kini tinggal seekor laba-laba yang belum masuk kedalam kotak, tiba-tiba suitan Kiem
Hoa Hujien berubah nada. Si laba-laba hitam yang belum sempat masuki kotak tersebut mendadak berhenti
bergerak dan tak berkutik ditempat semula.
Tampak cahaya putih berkelebat lewat, ular Pek Sian jie yang berada diatas meja
perjamuan mendadak laksana sambaran kilat menubruk kearah sarang laba-laba tersebut.
Laba-laba hitam yang belum sempat masuk kedalam kotak sebenarnya sedang
pentangkan kakinya yang panjang sehingga kelihatan sikap ganas dan gagah perkasa.
Tapi begitu berjumpa dengan ular putih itu. Mendadak dengan tanpa sadar telah
menarik kembali kakinya dan sembunyikan kepala ke belakang, sebentar saja badannya
sudah menyusut kecil sekali.
Lidah merah ular itu segera meluncur keluar menjilat badan laba-laba hitam itu dan
menggulungnya masuk kedalam mulut sekali telah musnahlah binatang beracun itu.
Melihat peristiwa pembunuhan yang dilakukan antara ular putih dengan laba-laba
hitam, air muka para jago sama-sama berubah menghebat.
Sekonyong-konyong Kiem Hoa Hujien meninggalkan tempat duduknya melangkah
kedepan, setelah menutup kotak besi berwarna hijau itu ia simpan ketujuh ekor laba-laba
hitam itu kedalam saku. Sejak ular putih tadi menelan seekor laba-laba hitam mendadak kegagahannya makin
memuncak, dengan diiringi suara kokokan yang nyaring sisik putih diseluruh badannya
bermunculan memenuhi badan.
Kembali Kiem Hoa Hujien ulapkan tangannya keatas ular kecil warna putih itu
menyahut dan meloncat balik keatas meja perjamuan, sinar matanya berkeliaran keempat
penjuru. Lidah menjulur keluar masuk tiada hentinya siap menerjang mangsa selanjutnya.
Melihat semua peristiwa itu Siauw Ling merasa terperanjat, diam-diam pikirnya dihati,
"Kecepatan gerak dari ular kecil berwarna putih ini benar-benar luar biasa sekali sungguh
membuat orang susah menjaga diri."
Sinar mata Jan Bok Hong menyapu sekejap wajah Kiem Hoa Hujien akhirnya ia
mengangguk. "Cayhe menyetujui permintaan Hujien."
"Hiii hiii Toa Cungcu sungguh amat sosial lain kesempatan nanti aku pasti akan
membalas budi kebaikan ini" Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh-kekeh.
Kotak pualamnya kembali diangkat seraya memperdengarkan suitan yang maha aneh,
ular kecil yang berwarna putih itu meluncur balik kedalam kotak.
Diatas selembar wajah Jan Bok Hong yang sesungging kembali satu senyuman.
"Im Yang Tooheng, kita tentukan saja pertukaran ini entah dimanakah kitab pusaka
Sam Kie Cien Boh serta lukisan Giok Sian Cu tersebut?"
"Pada saat ini benda-benda tersebut tidak berada di saku pinto" Jan Bok Hong tertawa
hambar. "soal ini sih aku orang she Jan sudah menduga sebelumnya. Silahkan Tootiang ajukan
syarat pertukaran dan kita lakukan suatu jual beli yang adil."
"Bilamana dalam dua belas kemudian suhengmu tidak diberi minum obat pemusnah"
sambungnya Kiem Hoa Hujien dengan cepat. "Maka racun keji ular emas itu akan
bersarang diseluruh perutnya sekalipun mendapat obat pemusnah juga percuma saja,
karena hal ini tak akan berguna untuk menolong jiwanya."
"Jam berapakah saat ini?" tanya Im Yang Cu kemudian sambil alihkan sinar matanya
menyapu sekejap seluruh jago yang ada dalam ruangan itu.
"Kentongan keempat lewat sedikit, kentongan kelima belum sampai.
"Siang ini pinto akan menunggang sebuah sampan kecil menanti kedatangan saudara
sekalian didepan teluk Sam Liuw Wan ditengah sungai, masing-masing pihak tak boleh
terlalu banyak membawa orang dan masing-masing pihak dengan menunggang sebuah
sampan kecil saling bertukar syarat ditengah sungai."
"Bagus, bagus sekali, entah berapa banyak orang yang boleh dibawa masing-masing
pihak?" kata Jan Bok Hong sembari tertawa.
"Paling banyak empat orang, lebih tak jadi."
"Baiklah kita menurut saja dengan maksud hati Tootiang."
Im Yang Tootiang angkat telapak tangannya keatas, lalu memandang sekejap diri Ih
Boen Han To dengan pandangan yang sangat dingin.
"Sikap suheng kami terhadap Ih Boen sianseng sangat ramah dan penuh kesopanan
tidak sangka ternyata Ih Boen sianseng begitu tidak tega untuk membokong dirinya."
Ih Boen Han To tertawa serak. "Bertanding kecerdasan bertanding kekuatan sudah
lama terjadi dalam dunia kangouw masing-masing pihak harus mengandalkan kepintaran
dan kemampuan sendiri-sendiri. Walaupun suheng kalian bersikap amat baik kepadaku
itupun tidak bermaksud yang lebih mendalam jadi sikap suhengmu tak bisa dikatakan
bersahabat." "Hee, hee jika suheng kami terjadi sesuatu hal yang tidak beres maka Ih Boen
siansenglah pertama-tama yang harus menanggung seluruh dosa ini!" seru Im Yang
Tootiang sembari tertawa dingin.
"Aakh Tooheng terlalu memuji."
Sinar mata Im Yang Tootiang perlahan-lahan dialihkan ke wajah Jan Bok Hong. "Pinto
berpamit dulu dan kita berjumpa nanti siang."
Jan Bok Hong tidak menjawab sinar matanya dialihkan kearah Ciu Cau Liong.
"Harap Jie te suka mewakili aku mengantar Im Yang Tootiang keluar dari sini."
Ciu Cau Liong mengiakan tangannya lantas merangkap memberi hormat. "Tootiang
silahkan." Im Yang Cu tidak banyak bicara lagi ia putar badan dan berlalu mengikuti dibelakang
Jie Cungcu. "Tunggu sebentar" tiba-tiba Kiem Hoa Hujien membentak keras seraya bangkit berdiri.
"Racun yang berada diatas jaring laba-laba itu sangat ganas bila kalian berdua sampai
terbentur dengan racun itu kemungkinan besar sebelum Boe Wie Tootiang kalian sudah
mati terlebih dahulu."
"Jikalau demikian harap Hujien suka menghantar mereka turun loteng" seru Jan Bok
Hong cepat. Kiranya didepan pintu loteng masih banyak melingkar laba-laba yang menutup jalan
keluar mereka. Kiem Hoa Hujien tertawa katanya, "Toa Cungcu kedudukanmu sangat terhormat bila
ada sarang laba-laba yang menutup pintu masuk bukankah memberi tambahan sebuah
jebakan bahaya untuk dirimu" mengapa harus dimusnahkan" bukankah terlalu sayang?"
Jan Bok Hong kerutkan alisnya lama sekali akhirnya ia tertawa.
"Perkampungan Pek Hoa Sanceng walaupun tidak terhitung sebuah benteng terdiri dari
tembok tembaga dinding baja tapi persiapan untuk menahan serangan musuh masih
cukup kuat maksud baik hujien biarlah cayhe terima dihati."
"Jikalau demikian adanya akupun lebih baik terima perintah dan mewakili Toa Cungcu
untuk melenyapkan jaring laba-laba ini."
Dengan langkah menggiurkan Kiem Hoa Hujien berjalan mendekati jaring laba-laba
tersebut. Seluruh perhatian para jago yang hadir dalam ruangan tanpa disadari lagi bersamasama
dialihkan kesatu arah yang sama yaitu melihat dengan cara apa perempuan itu
hendak melenyapkan jaring laba-labanya.
Jan Bok Hong sebagai seorang manusia cilik berakal banyak tujuannya yang paling
terutama adalah melihat secara bagaimana perempuan itu melenyapkan jaring laba-laba
beracun itu sehingga dikemudian hari mendapat cara untuk memecahkannya.
Tampak Kiem Hoa Hujien memasukkan tangannya kedalam saku dan mengambil keluar
sebilah pedang pendek warna emas yang panjangnya tidak sampai satu depa dimana
tangannya menyambar serentetan cahaya biru berkelebat lewat menghajar sarang labalaba
tersebut. Sreeet diiringi desiran tajam sarang tadi lenyap tak berbekas. Agaknya ia tidak ingin
para jago yang ada dalam ruangan melihat jelas senjata apa yang ia pergunakan dengan
kecepatan yang susah diikuti dengan pandangan mata pedang emas tadi dimakan kembali
kedalam sakunya lalu menoleh dan tertawa.
"Sekarang kalian berdua boleh berlalu."
"Cayhe bawakan jalan buat Tootiang" Ciu Cau Liong berebut jalan selangkah terlebih
dahulu. Dengan kencang Im Yang Cu mengikuti dari belakang Ciu Cau Liong berlalu dari loteng
dengan langkah lebar. Sepeninggalan toosu tua dari Bu-tong pay perlahan-lahan Kiem Hoe Hujien balik
kembali kekursinya lalu tertawa.
"Kali ini apakah Toa Cungcu bersungguh-sungguh hendak tukar obat pemusnah
tersebut dengan benda pusaka yang mereka ajukan?" tanyanya perlahan.
"Sedikitpun tidak salah walaupun dalam dunia kangouw penuh diliputi kelicikan serta
akal busuk tapi janji yang telah kita setujui tak boleh dilanggar bila Im Yang Tootiang
benar-benar hendak gunakan kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu
untuk ditukar dengan obat pemusnah kitab, sudah seharusnya kita tak boleh mengingkari
janji." "Jika aku gunakan obat lain untuk ditukar dengan benda itu?" Jan Bok Hong segera
tersenyum. "Bu-tong pay bisa tancap kaki selama ratusan tahun. Dalam dunia kangouw sudah jelas
kekuatan mereka tidak lemah, apa kau kira mudah sekali buat kita untuk menghadapinya"
Hujien setelah mendengar segala sesuatu yang diatur Im Yang Tootiang dengan minta
sebuah sampan kecil dan pertukaran itu dilakukan ditengah telaga apakah masih belum
mengerti apa maksudnya yang benar?"
"Jikalau secara sembarangan aku mengambil keluar semacam obat dan kukatakan
inilah obat pemusnah dari ular emas itu. aku rasa Toa Cungcu sendiripun belum tentu bisa
membedakan!" Pada mulanya Jan Bok Hong tertegun, akhirnya ia tertawa hambar.
"Hujien, kau terlalu pandang enteng jago-jago Bulim didaratan Tionggoan dan terlalu
pandang enteng bakat-bakat bagus dari Bu-tong-pay" tegurnya dingin.
Karena takut antara mereka berdua timbul cekcok, buru-buru Ih Boen Han To
menimbrung. "Jan heng sudah memimpin kalangan Liok Lim didaratan Tionggoan sejak sepuluh
tahun berselang sedang Hujien merupakan pimpinan tertinggi sekitar daerah Biauw Ciang
masing-masing pihak mempunyai kekuasaan tersendiri."
Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa sambungnya, "Tapi keadaan pada saat
ini sangat berlainan kita butuh kerja sama yang erat dan sebenarnya masing-masing pihak
coba saling mengalah apalagi keadaan kita saat ini bagaikan menunggang diatas
punggung harimau, mau turunpun susah?"
Ia merandek sejenak dan menghela napas panjang, setelah memandang wajah Kiem
Hoa Hujien sekejap sambungnya lagi, "Dihadapan Im Yang Tootiang tadi Hujien sudah
mengaku kitalah yang membokong Boe Wie Tootiang tidak bisa diragukan lagi keadan kita
sudah berdiri pada posisi berlawan dengan pihak Bu-tong pay kau harus tahu Hujien,
pengaruh Bu-tong pay amat luas dan lebar bahkan dengan pihk Siauw Lim Go bie serta
Cing shia pun mengadakan saling tukar kabar berita dan mari kita saling membantu pihak
yang lain." "Bila peristiwa ini berekor makin membesar dan mulai tersebar dalam Bulim maka dari
pihak Siauw Lim pay, Go bie pay serta Cing Shia pay akan datang memberi bantuan
kepada mereka, jika Hujien dan Toa Cungcu tak dapat mulai bersatu sejak kini maka
kesempatan baik ini akan digunakan oleh pihak lawan untuk menggempur kita!"
"Pendapat Ih Boen heng sedikitpun tidak salah" Jan Bok Hong tertawa dan
mengangguk. "Siauwte betul-betul kagum."
Sedangkan Kiem Hoa Hujien termenung berpikir sebentar setelah itu baru tertawa.
"Perkataanmu belum selesai diucapkan mengapa secara tiba-tiba membungkam
kembali?" "Hujien benar-benar manusia yang sangat berbakat" seru Ih Boen Han To diiringi
deheman perlahan. "Maksud Siauwte dari antara Hujien dan Jen heng harus cari seorang
yang pegang tampuk pimpinan tertinggi dalam melaksanakan rencana sebesar ini
sehingga semua urusan bisa terpimpin."
"Hujien datang dari ribuan lie jauhnya kau lebih patut untuk duduk sebagai pimpinan
kita" usul Jan Bok Hong cepat.
Lama sekali Kiem Hoa Hujien memperhatikan wajah Toa Cungcu dari perkampungan
Pek Hoa Sanceng ini, kemudian ia menyahut, "Toa Cungcu tidak usah sungkan lagi, tamu
tidak boleh bersikap menyolok dihadapan tuan rumah lebih baik Toa Cungcu saja yang
duduk sebagai pucuk pimpinan!"
Ketika itulah Ih Boen Han To tertawa dan mengemukakan pendapatnya, "Bila
dibicarakan dari kecerdasan, bakat serta kepandaiannya silat masing-masing pihak kalian
berdua sama-sama pantas duduk sebagai puncak pimpinan. Cuma menurut pendapat
siauwte lebih baik Jen heng saja yang duduk sebagai pimpinan! Walaupun kepandaian silat
hujien luar biasa kecerdasannya melebihi orang tapi berhubung sudah lama berdiam
didaerah Biauw Ciang rasanya bagimu kurang paham terhadap situasi didataran Tinggoan
jika dibandingkan dengan kemampuan Jen heng, Ehmm! benar akupun punya pandangan
demikian Jan Toa Cungcu kau tidak usah menampik lagi."
"Jikalau kau berdua sama-sama berkata demikian siauwtepun menurut perintah saja
tapi ada satu persoalan harus siauwte utarakan terlebih dahulu, asalkan kalian berdua
suka mengabulkan siauwte baru berani menerimanya."
Kiem Hoa Hujien berpaling dan memandang sekejap kearah Ih Boen Han To sedang
mulutnya tetap membungkam. "Jen heng punya pendapat tinggi apakah" Silahkan
diutarakan keluar." "Menguasai keadaan lapangan pertarungan melebihi menang seribu kali, didalam
melakukan komando tertinggi bakat siauwte terbatas dan susah mengambil keputusan


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri oleh sebab itu menghadapi setiap persoalan yang maha besar masih
mengharapkan kalian berdua suka bersama-sama melakukan perundingan."
"Sudah seharusnya demikian" sahut Kiem Hoa Hujien cepat. Jan Bok Hong tertawa
hambar. "Jikalau urusan sudah kita tentukan ini berarti tiada bantahan dari masing-masing pihak
lagi untuk suksesnya tujuan kita aku usulkan kita membentuk satu persekutuan dan
membuat sebuah panji persekutuan dimana panji tadi tiba setiap orang tak boleh
membantah." "Tapi rasanya soal lukisan Giok San Cu tidak termasuk dalam persekutuan ini bukan"
sindir Kiem Hoa Hujien sambil tertawa.
"Hujien suka bergurau setelah cayhe menyetujui untuk hadiahkan lukisan Giok San Cu
buat Hujien sudah tentu benda itu akan menjadi milikmu. Apakah kau bisa merasa
menyesal kembali?" "Ucapan Jen heng sedikitpun tidak salah" seru Ih Boen Han To memberikan
tanggapannya. "Soal pembuatan panji persekutuan serahkan saja kepada siauwte untuk
membuatnya." "Baik siauwte segera kirim orang untuk mengundang beberapa orang sahabat lama
serta beberapa orang jagoan yang memiliki nama terkenal dalam dunia persilatan untuk
melangsungkan suatu pertemuan para enghiong hohan dan meminjam kesempatan ini
ajak pula mereka untuk bersama-sama menjadi anggota persekutuan."
"Munculnya kembali Jan heng dalam dunia kangouw sudah cukup menggemparkan
seluruh dunia persilatan pertemuan enghiong hohan ini pasti akan memancing perhatian
partai-partai besar lainnya" seru Ih Boen Han To seraya tertawa.
"Ih Boen heng terlalu memuji. Pertemuan para enghiong hohan masih agak lama
jaraknya dari ini hari dan kita masih punya banyak waktu sama-sama merundingkannya"
sambung Kiem Hoa Hujien. "Dan kini didepan mata kita masih ada satu persoalan yang
belum mendapatkan keputusan dari Jan Toa Cungcu."
"Apakah soal pertemuan nanti sore dengan Im Yang Cu?"
"Benar hidung kerbau itu hanya membatasi dengan sebuah sampan kecil dan empat
orang apakah Cungcu sudah pergi berpikir siapakah keempat orang yang hendak kita
kirim?" "Bagaimana kalau Hujien ikut pergi didampingi oleh Ih Boen heng?"
Agaknya Ih Boen Han To diluar dugaan dengan perkataan dari Toa Cungcu
perkampungan Pek Hoa Sanceng ini.
"Apakah Jan heng sendiri tidak ikut pergi?"
"Siauwte tidak ikut pergi biarlah Jie te serta Sam te pergi mewakili diriku."
"Rahasia perkampungan Pek Hoa Sanceng sudah bocor, setiap saat kemungkinan besar
perkampungan bisa kedatangan musuh tangguh. Toa Cungcu tetap berada dalam
perkampungan memang merupakan suatu keputusan yang amat tepat" puji Kiem Hoa
Hujien sambil tertawa. "Kecerdikan serta bakat Hujien melebihi orang perjalanan kita kali ini pasti akan peroleh
hasil yang diharapkan cayhe akan hormati dulu Hujien dengan secawan arak."
Seraya mengangkat cawan sendiri, sekali teguk ia habiskan isi araknya.
Kiem Hoa Hujien pun mengangkat cawan didepannya dan meneguk habis isi cawannya
lalu sembari tertawa ujarnya, "Moga-moga saja tidak mengecewakan harapan Cungcu!"
Sinar mata Jan Bok Hong berputar menyapu sekejap wajah Ciu Cau Liong serta Siauw
Ling lalu ujarnya, "Jie te, Sam te kalian boleh turun loteng untuk beristirahat nanti sore
kalian dengan mengikuti Hujien pergi kesungai untuk hadir dalam pertemuan."
Siauw Ling bangun bendiri menjura lalu pertama-tama turun dulu dari atas loteng.
Berada dalam loteng Wang Hoa Loo setengah harian membuat pandangannya mulai
terbuka dan mebuat ia mulai merasa dirinya telah terjerumus kedalam satu jebakan yang
sangat keji. Dengan membawa perasaan murung, kesal sedih ia balik kebangunan mungil Lan Hoa
Cing Si. Kiem Lan serta Giok Lan dengan wajah penuh senyuman telah menanti kedatangannya
diluar bangunan Lan Hoa Cing Si tapi melihat kemurungan wajah pemuda tersebut
senyuman merekapun punah dengan mengintil dibelakang Siauw Ling bersama-sama
masuk kedalam. Giok Lan ambilkan secawan teh perlahan-lahan mendekati diri Siauw Ling.
"Sam ya, apakah kau sedang marah dengan budak-budakmu?" tegurnya lirih.
Siauw Ling menggeleng dan hela napas panjang.
"Persoalan ini tiada hubungannya dengan kalian. Kamu berdua boleh undurkan diri, aku
mau duduk semedi sebentar."
Kedua orang itu tahu bagaimanakah watak Sam ya nya mereka tak berani berdiam
disana lagi diam-diam merapatkan pintu dan mengundurkan diri.
Sepeninggalnya kedua orang dayang itu Siauw Ling padamkan lampu, lepas pakaian
dan berbaring tapi pikirannya amat kacau walaupun sudah bolak balik belum juga bisa
pejamkan mata. Tiba-tiba serentetan suara teguran yang serak-serak basah bergema datang.
"Samte kau sudah tidur?"
Nada suara orang ini sangat dikenal sekali olehnya, mendengar teguran ini Siauw Ling
segera mengenali dia bukan lain adalah Jan Bok Hong.
"Ooouw Toako!" serunya sambil meloncat bangun.
Terdengar pintu didosong cahaya lampu menyorot masuk. Kiem Lan dengan membawa
lentera berjalan masuk kedalam membuka jalan. Jan Bok Hong sambil menggendong
tangan mengikuti dari belakang perlahan-lahan masuk kedalam ruangan.
"Sore ini Kiem Hoa Hujien akan bertindak sebagai pemimpin. Samte, kau harus
mendengarkan semua perintahnya!" ujarnya seraya tertawa.
"Soal ini siauwte tahu" Siauw Ling segera menjura.
"Lukisan Giok Sian Cu merupakan hasil kerja terkenal dari seorang ahli lukis Thian To
pada beratus-ratus tahun berselang, benda itu sangat berharga sekali dan apabila
dihitung-hitung harganya ada diatas kitab pusaka Sam Khie Cin Boh bila terjatuh ketangan
Kiem Hoa Hujien bukankah terlalu sayang?"
"Toako bukankah kau sudah menyetujui untuk berikan lukisan Giok Sian Cu buat Kiem
Hoa Hujien?"" tanya Siauw Ling kebingungan sepasang matanya memandang Jan Bok
Hong tajam-tajam. Perlahan-lahan Jen Toa Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini mengangguk.
"Tidak salah walaupun aku sudah setuju untuk berikan kepadanya, tapi kau belum
menyetujuinya." "Apakah Toako berharap Siauwte suka rebut kembali lukisan tersebut?""
"Dalam keadaan seperti ini kita sedang membutuhkan orang kepandaian silat Kiem Hoa
Hujien amat lihay terutama sekali binatang-binatang beracunnya dalam kolong langit
rasanya susah untuk temukan orang kedua macam dirinya. Ia benar-benar merupakan
seorang pembantu yang bagus untuk kita"!"
Mendengar perkataan itu Siauw Ling lantas kerutkan alisnya.
"Toako bilamana kau ada maksud mendapatkan lukisan Giok Sian Cu itu, kenapa tidak
biarkan Siauwte merebutnya dari tangan Kiem Hoa Hujien Toako! kau benar-benar
membuat Siauwte jadi kebingungan sendiri."
Jan Bok Hong tersenyum. "Kita tak boleh kehilangan lukisan Giok sian Cu itu tidak dapat pula merebutnya dari
tangan mendapatkan benda Kiem Hoa Hujien, apakah kau tak dapat mendapatkan benda
tersebut dengan menipu diri Kiem Hoa Hujien."
"Menipu?" Siauw Ling agak tertegun.
"Setiap benda yang ada dalam kolong langit tentu ada lawannya. Kiem Hoa Hujien
terkenal sebagai seorang jagoan yang ahli dalam penggunaan berbagai macam racun,
memelihara binatang berbisa kecuali Samte seorang rasanya dikolong langit tak ada orang
kedua yang bisa menaklukan dirinya."
"Toako kau jangan menggoda diri Siauwte lagi! Baik kecerdasan bakat perngetahuan
maupun pengalaman siauwte tidak bisa memadai Kiem Hoa Hujien, mana mungkin aku
bisa menipu lukisan-lukisannya?"
"Justru karena Samte tiada pengalaman Bulim, tidak membawa kelicikan merupakan
senjata yang paling mudah untuk mencundangi perempuan ini."
Ia merandek sejenak lalu sambungnya, "Selama sejarah Bulim banyak muncul jagojago
perempuan yang memiliki kecantikan wajah yang luar biasa ketengasan serta
kekejaman diluar batas, kepandaian silat kecerdasan tidak berada dibawah kaum lelaki,
tapi coba kau lihat kebanyakan para enghiong yang berhasil menguasai Bulim mempunyai
satu kekurangan yang paling menyolok yaitu perempuan paling mudah terangsang oleh
rasa cinta kendati lelaki yang mereka mainkan sudah banyak tapi akhirnya ada satu kala
mereka akan terjirat sendiri oleh kobaran api yang mereka mulai dulu."
Mendadak air mukanya berubah jadi amat serius setelah merandek sejenak
sambungnya, "Perempuan Siauw paling mudah jatuh cinta api asmara mereka jauh lebih
kuat dari bangsa Han asalkan Samte bisa mengobarkan kembali rasa cinta asmara
dihatinya tidak mudah bagimu untuk dapatkan kembali lukisan Giok San Cu tersebut."
"Soal ini siauwte tidak becus?""
Jan Bok Hong mendehem perlahan memotong ucapan Siauw Ling yang belum selesai
diutarakan. "Samte masih ingatkah kau orang sumpah yang kita ucapkan bersama-sama?"
"Siauwte masih ingat."
"Ehmm bagus sekali perintah berat bagaikan gunung Thaysan sekalipun mati tak akan
menampik apalagi Kiem Hoa Hujien bukan manusia baik-baik. Aku mohon diri dulu."
"Siauwte mengiringi Toako" baru pemuda she Siauw menjura.
Jan Bok Hong tertawa ia tepuk-tepuk pundak Siauw Ling seraya ujarnya. "Harapanku
terhadap kesuksesanku dikemudian hari sangat besar kaulah satu-satunya yang kujagakan
bisa meneruskan kedudukanku."
Perlahan-lahan ia putar badan dan melangkah pergi dari sana. Dengan termangumangu
Siauw Ling memandang bayangan Jan Bok Hong yang jauh berlalu. Dalam
benaknya kembali bertambah dengan suatu persoalan yang memurungkan hatinya.
Sang surya telah berada diawang-awang seluruh bangunan mungil Lan Hoa Cing Si
penuh bermandikan cahaya keemas-emasan.
Dengan hati kesal, murung dan mangkel Siauw Ling berjalan-jalan ditengah tumbuhan
beraneka warna. Dari tempat kejauhan Kiem Lan serta Giok Lan memandangi diri Siauw ling yang
sedang berjalan bolak balik diantara kerumunan bunga diam-diam mereka ikut merasa
kuatir dalam keselamatan dirinya.
Kedua orang dayang ini sejak kecil dibesarkan dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng
terhadap segala kekejaman, kekejian, ketelengasan dan kebuasan yang sering dilakukan
dalam perkampungan tersebut sudah sangat dipahami dalam hati mereka. Justru sikap
Siauw Ling yang memperlihatkan wajah murung menanamkan bibit bencana kematian
buat diri sendiri. Walaupun kedua orang dayang ini sama-sama dibesarkan dalam perkampungan
tersebut, hubungan mereka erat bagaikan kakak beradik, tapi dalam dasar hati mereka
masih saling curiga mencurigai, dalam keadaan seperti inipun mereka tidak berani
mengemukakan kekuatiran mereka terhadap diri Siauw Ling ini.
Akhirnya Kiem Lan menghela napas panjang.
"Samya agaknya kau sedang dimurungkan oleh suatu kejadian yang memberatkan hati"
tegurnya. "Benar" sambung Giok Lan, mendadak mereka membungkam kembali dalam seribu
bahasa. Tampak Ciu Cau Liong dengan memakai pakaian ringkas yang perlente berjalan datang
dengan langkah terburu-buru.
"Samte kau sudah bangun?" teriaknya lantang.
"Ehmm sudah bangun" Siauw Ling putar badan dan menjura. "Kiem Hoa Hujien serta Ih
Boen Sianseng telah siap menunggu kita didalam ruangan tengah Samte cepat bebenah
sebentar kita harus segera berangkat."
"Tidak perlu mari kita pergi" ketika kedua orang itu melangkah masuk kedalam ruangan
Kiem Hoa Hujien serta Ih Boen Han To telah menanti disana.
Ih Boen Han To segera bangun berdiri seraya menjura, "Harus merepotkan Jie Cungcu
serta Sam Cungcu." "Aaakh kita sudah menjadi orang sendiri Ih Boen heng terlalu sungkan" seru Ciu Cau
Liong tersenyum. Kali ini Kiem Hoa Hujien memakai pakaian ringkas berwarna putih bersih gaun putih.
Ikat kepala warna putih pula, dua kuntum emas bersulamkan didepan dada.
Walaupun usianya sudah mencapai empat puluhan, tapi dengan kesempurnaan ilmu
kweekangnya serta keahlian dalam merawat wajah, sekali pandang mirip seorang gadis
berusia dua pulun tahun. Alisnya yang tipis melentik dengan pipi yang halus, hidung mancung bibir kecil
merekah, biji matanya menggiurkan boleh dihitung perempuan ini merupakan seorang
perempuan berwajah amat cantik.
Sekalipun didaratan Tionggoan sendiri belum tentu bisa temukan perempuan seayu ini.
Walaupun dalam hati Siauw Ling tidak sudi merayu perempuan ini untuk menipu lukisan
Giok Sian Cu nya tapi pesan terakhir dari Jan Bok Hong selalu mendengung dihatinya. Tak
kuasa lagi ia maju menjura kearah Kiem Hoa Hujien.
Sepasang biji mata Kiem Hoa Hujien berputar-putar dengan rata cara bangsa Han ia
balas memberi hormat kepada Siauw Ling lalu dengan genit tertawa cekikikan.
"Saudara cilik kau terlalu banyak adat kau suruh aku yang menjadi enci merasa malu."
"Hmm, siapa yang kesudian menjadi adikmu, sungguh tidak tahu malu" maki pemuda
ini dalam hati. Diluaran ia tersenyum ramah mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Karena dirinya sudah terikat dalam persaudaraan dan perintah dari angkatan yang lebih
tua susah dibantah, tidak kuasa lagi ia bertindak sesuai dengan perintah Jan Bok Hong.
Ciu Cau Liong yang ada disamping segera tersenyum.
"Diluar telah tersedia kuda, silahkan Hujien dan Ih Boen heng segera berangkat."
Keempat orang itu dengan jalan beriring keluar dari ruangan, empat orang lelaki kekar
telah siap berdiri didepan pintu dengan masing-masing orang mencekal seekor kuda.
Ciu Cau Liong meloncat terlebih dulu keatas pelana kuda, kemudian serunya, "Cayhe
akan membukakan jalan buat Hujien serta Ih Boen heng."
Sembari menyentak tali les kuda, ia berangkat terlebih dulu menuju teluk Sam Liuw
Wan. Kiem Hoa Hujien melarikan kudanya sejajar dengan juda Siauw Ling sepasang matanya
yang bulat besar tiada hentinya memperhatikan wajah maupun perawakan pemuda
tersebut. Dibawah sorotan sinar sang surya tampaklah alisnya melentik dengan mata yang besar,
pipi semu merah, punggung dan badannya kekar diatas wajahnya yang tampan secara
samar-samar memperlihatkan sedikit rasa malu. Hal ini menambah mempesonakan
perempuan tersebut. Tak terasa lagi pikirnya diam-diam, "Dikolong langit saat ini mungkin sulit untuk
temukan pemuda segagah ini."
Empat ekor kuda berlari kencang diatas jalan raya kurang lebih sepuluh lie kemudian
mereka mulai mendengar suara deruan ombak menepi, kiranya keempat orang itu sudah
tiba ditepi sungai. Ciu Cau Liong menarik tali les luda dan berhenti lalu sambil menuding bayangan pohon
ditempat kejauhan ujarnya sembari tertawa, "Tempat inilah yang dinamakan teluk Sam
Liuw Wan, dari sini kita naik sampan ikuti aliran sungai tidak selang sepertanak nasi sudah
tiba ditempat tujuan."
Kiem Hoa Hujien melayang turun dari atas kuda dimana sinar mata berputar ia
temukan ditepi sungai tersedia sebuah sampan kecil dua orang lelaki kekar berdandankan
nelayan datang menyambut kepada Ciu Cau Liong sembari menjura ujarnya, "Sampan
telah tersedia apakah Jie Cungcu masih ada perintah yang lain?" "Kalian pergilah tak usah
menunggu lagi disini" Ciu Cau Liong ulapkan tangannya.
Kedua orang nelayan tersebut segera menjura lalu meloncat naik keatas perahu
nelayannya dan berlalu dari sana. Kiem Hoa Hujien menoleh dan memandang sekejap
kearah Siauw Ling kemudian tertawa.
"Saudara cilik perkampungan Pek Hoa Sanceng kalian benar-benar banyak tersebar
mata-mata ditempat luaran."
"Terus terang hujien sekitar seratus lie dikeresidenan Koei Cho berada dalam
kekuasaan kami dimanapun banyak tersebar mata-mata dan pos-pos penjagaan pihak
perkampungan Pek Hoa Sanceng" buru-buru Ciu Cau Liong menyahut.
Kiem Hoa Hujien tertawa tawar badannya melengkung mendadak ia mencelat ketengah
udara dan melayang turun diatas sampan kecil itu.
Melihat kelihayan perempuan Biauw itu diam-diam Ciu Cau Liong merasa terperanjat
pikirnya, "Iblis perempuan ini sungguh amat susah diganggu gugat bukan saja ia pandai
dalam menggunakan beratus-ratus macam racun kepandaian silatpun sangat luar biasa
ditinjau dari geraknya yang sama sekali tidak menggunakan tenaga sewaktu melayang
keatas sampan cukup membuktikan ilmu meringankan tubuhnya telah mencapai puncak
kesempurnaan." Dimana sampan kecil itu berhenti masih terpaut beberapa tombak dari daratan
melayang keatas sampan walaupun bukan suatu pekerjaan yang tersulit justru yang sukar
adalah gerakan meloncat tanpa menekukkan kaki.
Bila seseorang tidak memiliki tenaga kweekang yang sempurna serta ilmu meringankan
tubuh yang istimewa susah untuk melakukannya.
diam-diam Siauw Ling salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh mendadak
badannya berputar lalu mencelat ketengah udara dan bagaikan daun kering badannya
melayang turun keatas sampan.
"Saudara cilik, amat bagus ilmu meringankan tubuhmu" Tak kuasa lagi Kiem Hoa Hujien
berseru memuji. "Membuat sampan, didepan seorang ahli masih mengharapkan petunjuk yang berharga
dari hujien." Pada waktu itu Ih Boen Han To serta Ciu Cau Liong pun sama-sama telah melayang
naik kesampan. "Samte kau pegang kemudi biar aku yang mendayung!" seru Ciu Cau Liong kemudian
sembari memandang sekejap pemuda itu.


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Ling menyahut dan berjalan ke buritan.
Sinar mata Kiem Hoa Hujien selama ini bergeser mengikuti gerakan badan Siauw Ling
melihat cara pemuda itu memegang kemudi tidak terasa lagi ia tertawa cekikikan.
"Saudara cilik, kau pernah pegang kemudi?"
"Belum." Pundak Kiem Hoa Hujien sedikit bergerak dengan menyiarkan bau harum dari badannya
ia telah melayang turun disisi Siauw Ling, ujarnya sambil tertawa, "Bagaimana kalau aku
yang jadi enci membantu dirimu?""
Walaupun dalam hati Siauw Ling merasa benci terhadap perempuan ini tapi pesan Jan
Bok Hong mendatangkan yang luar biasa besarnya dalam lubuk hatinya tanpa disadari lagi
ia mengangguk. "Kalau begitu aku harus ucapkan banyak terima kasih kepada hujien."
Kiem Hoa Hujien keluarkan tangannya yang halus dan ganti mencekal kemudian.
"Saudara cilik, kau tak usah sungkan-sungkan dikemudian hari banyak persoalan yang
membutuhkan kerja sama diantara kita asalkan saudara cilik tidak terlalu meremehkan aku
yang jadi enci, dikemudian hari tentu akan kuturunkan semua segala permainan yang
kudapatkan dari daerah Biauw."
"Hmm! sungguh tidak tahu malu" maki pemuda she Siauw itu dalam hati. "Siapa yang
kemudian mempelajari permainan ularmu?"
Diluar ia tersenyum-senyum jawabnya, "Cayhe takut bakatku tidak becus sehingga
menyia-nyiakan harapan hujien."
"Selamanya pandangan mata encimu tak bakal salah, asalkan kau berniat sungguhsungguh
untuk mempelajari permainan ini."
"Tidak sampai tiga tahun encimu bakal kehabisan bahan untuk memberi pelajaran
kepadamu." Dibawah dayungan Ciu Cau Liong, sampan kecil itu dengan cepat meluncur tinggalkan
tepian. Kiem Hoa Hujien segera putar kemudi sampan kecil itu dengan mengikuti aliran air
sungai perlahan-lahan bergerak kemuka.
Memandang gulungan ombak ditengah sungai Siauw Ling mengenang kembali
pengalamannya sewaktu lima tahun berselang terjatuh kedalam sungai, harinya merasa
terharu bercampur murung.
Sang surya memancarkan sinarnya memenuhi seluruh jagad, siang haripun telah
menjelang datang. Perlahan-lahan Ciu Cau Liong menggerakkan dayung sampan kecil dengan tenang
meluncur diatas permukaan sungai teluk Sam Liuw Wan.
Kiem Hoa Hujien yang harus lama menunggu, lama kelamaan mulai tidak sabar lagi
teriaknya tiba-tiba, "Hidung kerbau ini sungguh kurang ajar berani benar mereka menghiur
waktu selama lamanya dan suruh kita menanti banyak waktu diatas permukaan sungai.
Nanti kita harus beri sedikit hajaran buat dirinya."
"Hujien tak usah gelisah" hibur Ih Boen Han To sambil tertawa. "Urusan ini menyangkut
mati hidup Boe Wie Tootiang sihidung kerbau itu aku duga mereka tak akan mengingkari
janji, sekarang siang haripun belum sampai."
Ucapan mendadak terputus oleh datangnya suara deburan ombak memecah tepian
disusul munculnya setitik sampan kecil dari tempat kejauhan.
Kedatangan sampan kecil itu sungguh cepat sekali dalam beberapa saat mereka telah
berada sangat dekat dengan pihak Pek Hoa Sanceng.
Diatas ujung perahu berdiri seorang tootiang berusia pertengahan yang menggembol
pedang pada punggungnya dia bukan lain adalah Im Yang Tootiang.
"Cepat sambut kedatangannya" perintah Kiem Hoa Hujien dingin seraya memutar
kemudi. Ciu Cau Liong menyahut, sepasang tangannya diperkuat untuk mendayung sampan
kecil tadi bagaikan anak panah segera meluncur keluar menyambut kedatangan sampan
lawan. Dua sosok sampan kecil, satu mendatang yang lain menyambut dengan cepatnya
segera berjumpa ditengah titik persimpangan.
Kiem Hoa Hujien segera putar kemudi dan sampan saling menyambar lewat kemudian
putar kalangan dan perlambat gerakannya.
Jilid 24 Im Yang Cu mendongak dan memeriksa sebentar keadaan cuaca, lalu ujarnya, "Maaf,
Cu wi harus menunggu beberapa waktu!"
karena melihat cuaca tepat siang hari sesuai yang dijanjikan, maka toosu ini hanya
mengucapkan kata-kata kesopanan belaka.
Kiem Hoa Hujien tertawa dingin.
"Heee" heee" heee" mau datang lebih pagian atau datang terlambat itu urusanmu
sendiri. Satu detik kalian datang terlambat berarti kematian ciangbunjien kalian satu
bagian lebih mendekat!"
Waktu itu sampan kecil masing-masing pihak hanya terpaut tiga depa saja, apalagi
tiada penutup disekitar sampan seluruh pemandangan dapat terlihat sangat jelas.
Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap seluruh pemandangan di atas
sampan lawan. Di atas sampan itupun duduk empat orang kecuali Im Yang Tootiang berdiri diujung
perahu masih ada seorang pemuda berpakaian singsat yang berusia dua puluh tujuh
tahun, wajahnya ganteng dengan perawakan yang kekar di atas pinggangnya terikat
sebuah sabuk putih dengan tersoren tujuh bilah pedang kecil, pada punggungnya
menyoren sebilah pedang panjang dengan jambul merah pada ujung gagang pedang
setelah diperhatikan beberapa saat Siauw Ling mulai teringat kembali pemuda ini bukan
lain adalah Can Jap Cing yang pernah ditemuinya lima tahun berselang diruangan Bu Wie
Tootiang. Kecuali dua orang ini, di belakang burian duduk pula dua orang satu di depan yang lain
dibelakang. Orang yang ada di depan berambut dan bercabang pendek, kaku matanya bulat besar
dengan wajah persegi, wajahnya amat keren. Saat ini ia memakai pakaian ringkas warna
abu-abu tua. Sedang orang yang ada di belakang berambut putih sepanjang dada pakaian warna
biru dandanan siucay, wajah putih bersih kelihatannya sangat lemah lembut tak
bertenaga. Ih Bun Han To kerutkan alisnya disusul tertawa terbahak-bahak.
"Haaa" haaa" haaa" selamat berjumpa selamat berjumpa tidak nyana Tiong Lam Jie
Hiap pun punya minat untuk ikut menghadiri pertemuan ini."
Watak orang ini benar-benar licik dan berbahaya ia menduga Kiem Hoa Hujien serta Ciu
Cau Liong tidak kenal dengan Tiong Lam Jie hiap maka terlebih dulu ia sebut nama kedua
orang pendekar itu sehingga dengan demikian memberi kesempatan buat Kiem Hoa
Hujien serta Ciu Cau Liong untuk mengetahui sudah kedatangan musuh tangguh dan
mulai melakukan persiapan.
Sikakek tua berjubah warna biru dengan gerak-gerik lemah lembut bagaikan siucay itu
tertawa hambar. "Antara siauwte dengan Bu Wie Tootiang sudah mempunyai hubungan akrab selama
puluhan tahun lamanya. Hubungan kami erat susah dipisahkan, sudah tentu cayhepun tak
akan berpeluk tangan melihat kawan karib menderita siksaan."
Sedangkan si lelaki kekar bercambang itu tertawa dingin tiada hentinya seraya
menyegir sindirnya, "Ih Bun Han To sikap Bu Wie Tootiang terhadap dirimu sangat hormat
dan penuh kesopanan tidak disangka kau adalah manusia berhati binatang, secara diamdiam
malah melepaskan binatang beracun untuk melukai dirinya."
Di atas wajah Ih Bun Han To timbul perasaan malu perlahan-lahan ia menunduk
rendah. "Eeei pertemuan kita siang ini bermaksud untuk saling tukar syarat ataukah hendak
pinjam kesempatan ini untuk mengadu kepandaian?" tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menegur
dengan suara dingin. "Heeee" heeee". kedua-duanya sama saja kami tunggu keputusan." sahut Can Jap
Cing cepat. "Sute jangan banyak bicara," Im Yang Tootiang segera membentak lirih perlahan-lahan
ia berpaling dan merangkap tangannya di depan dada.
"Pertemuan siang ini sudah tentu bermaksud untuk saling tukar syarat dengan Hujien."
Waktu itu Kiem Hoa Hujien telah melepaskan kembali dan berjalan keujung sampan.
"Tootiang kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu apakah sudah
dibawa serta?" "Kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu harus tootiang serahkan
dulu kepada kami, agar bisa kami periksa sungguh atau palsunya setelah itu obat
pemusnah baru bisa kami serahkan."
Im Yang Tootiang termenung berpikir sebentar kemudian tanyanya dengan wajah
sungguh-sungguh, "Hujien apakah kau tidak merasa tindakkanmu ini kurang adil?"
"Heee" heee" jikalau kalian tidak ingin saling menukar barang. Sudahlah tak perlu
banyak bicara!" teriak Kiem Hoa Hujien sambil tertawa dingin ia berpaling lalu ulapkan
tangannya. "Kita pergi?" "Hmm! tahan?" tiba-tiba Can Jap Cing mendengus dingin. Pedangnya segera dicabut
keluar dari dalam sarung.
"Apa yang hendak kau lakukan?" bentak Kiem Hoa Hujien seraya berpaling.
"Jika tak ingin tinggalkan obat pemusnah tinggalkan nyawamu pun sama saja!"
Dengan sepasang mata yang tajam Kiem Hoa Hujien perhatikan sekejap wajah Can Jap
Cing dari atas hingga ke bawah pedang dalam hati diam-diam pujinya, "Tidak nyana dalam
Bulim didaratan Tionggoan betul-betul banyak terdapat pemuda tampan."
Tapi hatinya sudah kecantol kegantengan Siauw Ling, terhadap Can Jap Cingpun
perhatiannya sudah banyak berkurang.
Mendengar perkataan pemuda jadi amat ketus air mukanya kontan berubah hebat.
"Hmmm! hanya mengandalkan beberapa jurus seranganmu itu?" jengeknya dingin.
Selagi Can Jap Cing siap membantah kembali keburu dicegah oleh Im Yang Tootiang.
"Jikalau Hujien ingin melihat dulu keaslian dari lukisan Giok Sian Cu serta kitab pusaka
Sam Khie Cin Boh sebetulnya bukan suatu urusan yang terlalu sulit."
Dari dalam sakunya ia mengambil keluar sebuah gulungan kain putih lalu
membentangkannya lebar dan diangkat ke tengah udara.
"Hujien silahkan kau nikmati kecantikan dari lukisan Giok Sian Cu."
Di bawah sorotan sinar sang surya seluruh pandangan dialihkan ke arah lukisan itu.
Tampaklah seorang gadis cantik yang luar biasa ayunya dengan wajah penuh senyuman
terbentang di depan mata.
Lukisan tersebut sungguh hidup, bahkan perempuan yang dilukiskan bagaikan manusia
sungguh-sungguh. Diam-diam Kiem Hoa Hujien menunjuk memperhatikan bayangan wajah sendiri yang
tertera di atas permukaan air lalu dibandingkan dengan wajah perempuan dalam lukisan
itu, seketika timbullah rasa malu dan kecewa yang bukan kepalang.
Pada hari biasa ia mengagumi akan kencatikan sendiri yang tiada tandingan. Tapi bila
wajahnya dibandingkan dengan kecantikan perempuan tersebut, maka perbandingannya
sangat jauh sekali bagaikan langit dan bumi.
Ih Bun Han To serta Ciu Cau Liong yang melihat keayuan wajah perempuan dalam
lukisan tersebut pada berdiri melongo-longo dengan sepasang mata terbelalak lebar-lebar
bahkan Siauw Ling pun merasa kagum sekali sehingga dalam hatinya berseru tiada
hentinya. "Enci bidadari enci bedadari?"
Can Jap Cing berpaling, sinar matanya tidak berani ditunjukkan ke arah lukisan Giok
Sian Cu tersebut. Sedang Im Yang Cu yang mengangkat lukisan itu tinggi-tinggi berdiri dengan wajah
serius, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat.
Sejenak kemudian sikakek tua yang duduk dipaling ujung belakang mendehem berat.
"Sudah cukup, simpanlah kembali."
Dengan cepat Im Yang Tootiang menyimpan kembali lukisan tadi lalu dimasukkan ke
dalam sakunya. "Rasanya Cuwi sekalian melihat jelas bukan?" serunya.
"Nama besar sidewa melukis si Thian To benar-benar bukan nama kosong belaka.
Lukisan Giok Sian Cu sungguh boleh dihitung sebagai pusaka aneh nomor wahid dikolong
langit." "Kecantikan wajahnya susah mendapat tanding sejak kuno sebuah lukisan dibuat
kesemsem. Lukisan ini tentu membuat perempuan cantik diseluruh kolong langit jadi
menyesali wajah sendiri?" sambung Ciu Cau Liong.
Tiba-tiba Kiem Hoa Hujien mendengus dingin.
"Perduli kecantikan wajahnya sangat menggiurkan ataupun membuat kesemsem ia
tetap hanya sebuah lukisan mana bisa dibandingkan dengan manusia benar-benar!"
Kesadaran Ciu Cau Liong yang hampir punah segera dibikin terang kembali.
"Aaaakh! perkataan hujien sedikitpun tidak salah!"
Dari dalam sakunya Im Yang Cu mengeluarkan kembali sejilid kitab lalu diangkat pula
tinggi-tinggi. "Kitab ini adalah kitab pusaka Sam Khie Cin Boh, rasanya kalian berempat tak akan
merasa kecewa bukan?"
Dia membalik kulit kitab terdepan yang berwarna kuning, kemudian diangkat lagi
keatas. Ketajaman mata Kiem Hoa Hujien sekalipun telah mencapai kesempurnaan sekalipun di
tengah malampun bisa melihat jelas seluruh benda apalagi tulisan itu tidak terlalu kecil
dan disiang hari bolong pula beberapa orang itu dapat melihat tulisan di atas kitab tadi
dengan amat jelas. Beberapa orang itu punya dasar kepandaian silat yang tinggi, sehabis melihat beberapa
baris kata yang tercantum dalam kitab tadi mereka segera merasakan bila kepandaian silat
itu benar-benar suatu kepandaian yang tinggi dan telengas.
Wajah Kiem Hoa Hujien bergetar, agaknya ia ada maksud meloncat kesampan lawan
dan turun tangan merebut pusaka tersebut tapi tindakannya ini keburu dicegah oleh Ih
Bun Han To dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.
"Hujien, jangan bertindak gegabah. Tiong Lam Jie Hiap mempunyai nama yang sangat
terkenal dalam Bulim. Mereka berdua merupakan jago yang susah dilawan apalagi bila
mereka turun tangan bersama-sama sekalipun belum tentu kita kalah mungkin susah
untuk merebut pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu tersebut mengapa
tidak hujien tipu dengan gunakan obat palsu saja?""
Tampak Im Yang Tootiang menyimpan kitab tadi ke dalam saku, kemudian ujarnya,
"Cuwi telah memeriksa kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu tersebut
rasanya bisa mempercayai bukan bila perkataan pinto bukan kosong belaka?"
Dari dalam sakunya Kiem Hoa Hujien pun segera mengambil keluar botol porselen.
"Dalam botol ini berisikan tiga butir pil pemusnah racun ular emas setiap dua jam
ditelan sebutir setelah ketiga butir pil tadi habis maka racunpun bakal punah sendiri
sekarang boleh lemparkan kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu
tersebut kemari, kita saling tukar barang dengan kontan."
Im Yang Cu tertawa hambar. "Bukankah jual beli ini kurang adil?"
"Kau serahkan kitab serta lukisan sedang aku serahkan obat pemusnah apanya yang
tidak adil lagi?" "Kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu sudah Hujien periksa
keaslian benda tersebut dan sama sekali tidak palsu tapi obat pemusnah dari Hujien harus
pinto buktikan secara bagaimana untuk diketahui asli atau tidaknya?"
"Secara bagaimana kau baru suka mempercayainya?""
"Suheng pinto pada saat ini berada dalam sebuah rumah gubuk lima li dari sini harap
hujien suka mengikuti kami berangkat kesana. Asalkan obat pemusnah itu berhasil
menolong jiwa suheng pinto ini, maka pinto segera akan serahkan kitab serta lukisan itu."
Ih Bun Han To segera tertawa tergelak tiba-tiba potongnya, "Haaa" haaa" haaa"
perkataan tooheng ini apakah tidak sedikit keterlaluan" Syarat kita bertemu di tengah
sungai untuk saling tukar kitab, lukisan dengan obat pemusnah serta masing-masing pihak
hanya membawa empat orangpun tooheng sendiri yang putuskan sekarang bukan saja
kau ingin kami menepi bahkan harus menunggu sampai suhengmu sadar dulu bari bisa
terhitung. Tooheng! Apakah kau tidak merasa ucapanmu yang plin plan ini akan
mempengaruhi nama besarmu di dalam dunia kangouw kemudian hari?""
"Asalkan Ih Bun Sianseng bisa mencarikan satu akal untuk membuktikan obat
pemusnah yang ada di dalam botol Kiem Hoa Hujien adalah obat pemusnah asli untuk
memusnahkan racun ular emas pinto segera akan serahkan kitab serta lukisan ini!"
"Soal ini?"." Ih Bun Han To dibikin bungkam seribu bahasa dan berdiri melengak.
Can Jap yang ada di samping segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee" hee" heee" bila suhengku terjadi sesuatu yang tiada menguntungkan maka
Ih Bun sianseng adalah orang pertama yang harus bertanggung jawab!"
"Haa" haa" haa" Bu-tong pay bisa memandang tinggi aku Ih Bun Han To kejadian ini
sungguh merupakan suatu keberuntungan buat cayhe selama hidup."
Agaknya Im Yang Tootiang sudah dapat menangkap diantara keempat orang itu adalah
Kiem Hoa Hujien yang duduk sebagai pimpinan seraya merangkap tangannya di depan
dada ia menjura. "Setelah pinto ada maksud menggunakan kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan
Giok Sian Cu untuk ditukar dengan obat pemusnah kalian dengan mengandalkan
kepercayaan serta kecemerlangan nama Bu-tong pay selama ratusan-ratusan tahun tak
bakalan menggunakan siasat bukan untuk menjebak Hujien sekalian masuk perangkap."
"Hmm sekalipun ada jebakan aku juga tidak takut" seru Kiem Hoa Hujien dingin.
Tiba-tiba Siauw Ling menyela dari samping. "Perkataan dari tootiang ini memang
sangat adil, kita harus berbuat demikian."
"Saudara cilik apa yang kau katakan?" seru Kiem Hoa Hujien dengan alis melirik.
"Kita masing-masing pihak berdiri sebagai musuhan, tidak bisa disalahkan orang lain
tidak suka mempercayai kita."
"Maksud saudara cilik kita seharusnya sungguh-sungguh menolong hidup Bu Wie
Tootiang. Hal itu sudah tentu perkataan yang sudah diutarakan susah ditarik kembali apa
lagi menggunakan akal busuk untuk menipu orang."


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh sehabis mendengar ucapan pemuda tersebut.
"Baiklah kita ikuti saja pendapat dari saudara cilik."
Tangannya lantas diulapkan.
"Harap Tootiang suka membawa jalan."
Dengan pandangan penuh berterima kasih Im Yang Tootiang melirik sekejap ke arah
Siauw Ling kemudian putar sampan dan bergerak ketepi sungai. Ciu Cau Liong terpaksa
mendayung sampan yang ditumpangi Im Yang Tootiang sembari mendayung diam-diam
bisik ke arah Siauw Ling, "Samte kedatangan kita kemari hanya mendengar perintah dari
Hujien seorang kau jangan mengambil usul sendiri."
Siauw Ling ada maksud membantah tapi ucapan yang sudah meluncur keluar
mendadak ditelan kembali.
"Teguran Jieko sangat tepat lain kali siauwte tak akan banyak bicara."
"Tidak mengapa, tidak mengapa," tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menoleh lagi seraya
tertawa."Perduli ada perkataan apa utarakan saja keluar sekalipun juga tak mengapa."
Dua sosok sampan dengan cepatnya bergerak mengikuti gulungan air sungai yang
deras tidak selang beberapa saat mereka sudah menepi. Setelah meloncat naik ketepi Im
Yang Tootiang putar badan lalu menjura dengan penuh keseriusan.
"Harap Hujien suka mengikuti kami."
"Sekalipun Bu Wie Tootiang beristirahat disarang naga gua macan akupun sama berani
mendatangi." "Hmm sungguh besar amat lagaknya," dengan tidak puas Can Jap Cing mendengus.
Sepasang biji mata Kiem Hoa Hujien yang jadi segera berputar.
"Bila kau tidak percaya bagaimana kalau kita coba. Sute jangan banyak bicara?"
bentak Im Yang Tootiang keras-keras.
Dengan wajah minta maaf ia menoleh kembali ke arah Kiem Hoa Hujien lalu diiringi
helaan napas katanya, "Hujien suka bergurau?"
Sijagoan lihay dari Bu-tong pay ini rela menelan semua sindiran yang pedas demi
keselamatan Ciangbun suhengnya yang berada dalam keadaan kritis.
Selama ini Tiong Lam Jie Hiap terus menerus membungkam mereka jarang buka suara.
Dimana rombongan itu mendarat merupakan sebuah daratan yang sunyi gersang dan
tak kelihatan sebuah rumah nelayanpun ada disana.
Dengan dipimpin oleh Im Yang Tootiang di depan mereka melewati sebuah hutan yang
lewat dan akhirnya tiba di depan sebuah gubuk terbuat dari bahan rumput serta alangalang.
Tiba-tiba Im Yang Cu berhenti.
"Suheng kami beristirahat dalam gubuk ini. Silahkan Hujien masuk" serunya
mempersilahkan. Ia sendiri segera berkelebat menyingkir kesamping.
Kiem Hoa Hujien tidak sungkan-sungkan lagi, seraya menunduk ia berjalan masuk
terlebih dulu ke dalam gubuk tersebut.
Im Yang Cu segera melangkah terlebih dahulu melewati Ih Bun Han To dan mengikuti
dari belakang Kiem Hoa Hujien.
Gubuk tersebut didirikan disebuah pegunungan yang sunyi, diluar ruangan penuh
tumbuh alang-alang setinggi dada tapi ruangan dalam disapu amat bersih sebuah
pembaringan terbuat dari bambu membujur dalam ruangan tadi diatasnya berbaringlah
seorang Tootiang berjubah hitam yang pejamkan matanya rapat-rapat agaknya ia sudah
tertidur pulas. Dua orang toosu cilik dengan menggembol pedang berdiri dikedua belah sisi
pembaringan wajah mereka kelihatan sangat berduka.
Memandang Bu Wie Tootiang yang berada dalam keadaan kritis Siauw Ling teringat
kembali peristiwa lima tahun berselang waktu itu jikalau bukannya Bu Wie Tootiang
melindungi dirinya dengan sepenuh tenaga mungkin ia sudah terjatuh Ih Bun Han To atau
Kanglam kongcu sekalian. "Budi pertolongan berat bagaikan gunung Thaysan seorang lelaki sejati harusnya
membalas budi tersebut Siauw Ling yang melihat Bu Wie Tootiang tuan penolongnya
berada dalam keadaan bahaya mana suka berpeluk tangan belaka?"
Pikiran tersebut setelah berkelebat dalam benaknya dalam hati ia bulatkan tekad
kendati apapun yang terjadi ia harus menolong Bu Wie Tootiang hingga lolos dari mara
bahaya. Walaupun ia baru beberapa bulan terjunkan diri dalam dunia kangouw tapi selama ini
orang yang ditemui dan digauli kebanyakan adalah iblis-iblis sakti yang paling menakutkan
dari Bulim melihat kelicikan kebusukan tak terasa pengetahuan serta pengalamannyapun
makin bertambah. Walaupun beberapa bulan saja pengalaman pemuda she Siauw saat ini sudah melebihi
seorang jagoan yang berkelana puluhan tahun dalam dunia kangouw walaupun dihati
punya rencana tapi diluaran ia tetap bersikap tenang.
"Inilah ciangbun suheng dari pinto," kata Im Yang Cu sambil menghadap di depan
pembaringan bambu. "Beliau sudah dua hari jatuh tidak sadarkan diri untuk
menyembuhkannya kami harus mengandalkan kemujaraban dari pil pemberian Hujien."
Kiem Hoa Hujien tidak menunjukkan reaksi apapun. Perlahan-lahan dari sakunya ia
ambil keluar sebuah botol porselen dan mengeluarkan pil warna putih kemudian
diangsurkan ke depan. "Nih! coba kau suruh dia telan dulu butiran pil ini!" katanya singkat.
Dengan amat cermat Im Yang Cu memperhatikan gerak-gerik lawannya selama
mengambil keluaran butiran obat tersebut ia temukan warna dari botol porselen yang
berada ditangannya saat ini berbeda dengan warna botol yang diberikan sewaktu yang
berada disungai tadi diam-diam ia pertingkat kewaspadaannya.
"Kiem Hoa Hujien adalah seorang jago Biauw Ciang yang berhati keji licik bagaikan ular
berbisa," pikirnya dihati, "Entah benar atau tidak obat pemusnah yang berada di dalam
botol porselen ini?"
Tapi dengan hati ragu-ragu diterima juga angsuran tersebut.
"Hujien! Apakah kau tidak salah ambil obat ini?"
"Hmm, jadi kau tidak percaya?" bagus" kalau begitu jangan berikan obat itu kepada
suhengmu." Mendengar ucapan yang demikian ketusnya Im Yang Cu hanya tertawa hambar ia
harus mengalah dan bersabar dalam keadaan seperti ini.
"Hujien, pinto ada beberapa ucapan rasanya bila tak diutarakan seraya mengganjel
dalam tenggorokan, sungguh tidak leluasa rasanya?"
"Katakanlah?" "Hujien kau harus ingat pil pemusnah racun ini sama sekali bukan pemberianmu kepada
kami secara cuma-cuma pil ini kami tukar dengan dua macam benda mustika yang nilainya
melampaui satu kota yaitu kitab pusaka serta lukisan kenamaan."
"Tentang hal ini aku sudah tahu."
"Tadi berada di tengah sungai. Hujien pernah mengeluarkan sebuah botol porselen
yang warnanya sama sekali berlawanan dengan warna botol ini mana yang benar pinto
tidak tahu hal ini bagaimana tidak memberikan rasa curiga dalam hati kecilku?""
Mendengar ketelitian sitootiang dari Bu-tong pay ini diam-diam Siauw Ling memuji ia
tidak menyangka Im Yang Cu yang terkenal diseluruh kolong langit ternyata bukan nama
kosong belaka. Bukan saja dalam ilmu silat berhasil memperoleh hasil yang luar biasa
bahkan dalam kecermatanpun sangat hebat.
Sebaliknya Ciu Cau Liong memaki kalang kabut di dalam hatinya.
"Keparat, sitoosu hidung kerbau ini sulit benar ditipu."
Perlahan-lahan dari dalam sakunya Kiem Hoa Hujien mengambil keluar lagi dua botol
porselen yang sama bentuknya tapi lain warna lalu bersama-sama diletakkan di atas meja
kayu dihadapannya. "Toosu hidung kerbau!" serunya dingin. "Walaupun punya kepandaian untuk melukai
orang dengan menggunakan beratus-ratus macam racun tetapi obat pemusnah untuk
racun tersebut hanya ada tiga macam ini saja sudah tentu diantara ketiga botol ini salah
satu diantaranya merupakan obat pemusnah racun ular emas tersebut. Sekarang bila kau
tidak mau mempercayai perkataanku nah pilihlah sendiri."
Im Yang Cu melirik sekejap ke arah ketiga botol porselen tersebut kemudian
tersenyum. "Bila pintopun mempersiapkan sejilid kitab pusaka Sam Khie Cin Boh yang palsu serta
lukisan Giok Sian Cu yang palsu agar Hujien mengadu rejeki sendiri entah bagaimana
pendapat dari Hujien?"
"Hmm kurang ajar sekali toosu tua hidung kerbau ini, ia mau gertak aku dengan
gunakan cara lain baik biar aku paksa ia untuk keluarkan kedua macam pusaka tersebut"
pikir Kiem Hoa Hujien dalam hati. Segera ujarnya lantang, "Bila Tootiang sungguhsungguh
telah mempersiapkan benda-benda itu, aku kepingin sekali menambah
pengetahuan coba keluarkan barang-barangmu itu."
"Siasat licik malu main bokong hanya bisa digunakan satu kali, pinto tak berani
bertindak ceroboh lagi!" seru Im Yang Cu seraya melirik sekejap ke arah Ih Bun Han To.
Dari sakunya toosu ini mengambil keluar dua jilid kitab terbungkus kain kuning yang
besar maupun tebalnya sama kemudian mengeluarkan pula dua buah lukisan kulit
kambing yang berbentuk sama pula sambung, "Hujien apakah kau sungguh-sungguh ingin
mengadu untung dengan mendapatkan salah satu diantara barang-barang yang palsu dan
asli?"" Dengan pandangan tajam Kiem Hoa Hujien perhatikan kedua jilid kitab dengan lukisan
tersebut, ia merasa bentuk maupun keadaan benda tersebut satu sama lain persis tak ada
bedanya dan sulit sekali baginya untuk membedakan mana yang palsu dan yang asli.
Seketika itu juga ia dibikin bungkam dalam seribu bahasa.
Mendadak Siauw Ling gerakan badannya dengan langkah lebar berjalan maju ke depan.
Can Jap Cing yang melihat gerakan pemuda tersebut dalam hatinya salah menganggap
ia mau turun tangan merampas pundaknya sedikit bergerak sang tubuhpun ikut bergerak
menghadang di depan kitab serta lukisan tersebut.
Tetapi Siauw Ling tidak menuju ke arah mana ia berbelok dan mendekati ketiga botol
porselen tersebut. "Hujien tolong tanya diantara ketiga buah botol porselen putih adalah obat yang asli
tapi mereka tidak mau percaya perkataanku hal ini membuat akupun tak dapat berbuat
apa-apa lagi." Sekali sambar Siauw Ling ambil botol porselen warna putih dan dicekalnya ditangan.
"Hujien apakah obat ini tidak salah?" sekali lagi pemuda ini bertanya.
Air muka Kiem Hoa Hujien kontan berubah hebat.
"Saudara cilik apa yang hendak kau lakukan?"
"Tujuan kedatangan kita kemari adalah ingin saling tukar menukar antara obat
pemusnah dengan kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok San Cu tersebut
jikalau masing-masing pihak selalu saja bertempur saling tipu menipu siasat dilawan siasat
sampai kapankah urusan ini baru bisa diselesaikan" Oleh sebab itu aku minta masingmasing
pihak suka berlaku terus terang dan kini cayhe ingin agar Hujien suka
menghadiahkan dahulu obat pemusnah dari racun ular emas tersebut kepada pihak
lawan." "Bagus, bagus sekali," Kiem Hoa Hujien tertawa senang. "Saudara cilik aku sebagai
encimu akan bantu untuk mendapatkan nama yang harum dan gagah bagimu dan
ambillah obat pemusnah yang berada dalam botol hijau disebelah kiri."
"Aakh perempuan ini benar-benar kejinya luar biasa kurang sedikit saja pihak Bu-tong
pay kena tertipu," pikir Siauw Ling di dalam hati.
Ia segera menukar obat pemusnah tadi dengan botol porselen disebelah kiri kemudian
diangsurkan ketangan Im Yang Cu.
"Tooheng tolong kau keluarkan sebutir pil dari botol ini kemudian berikan kepada
Ciangbunjien kalian."
Karena dalam hatinya ia tidak percaya seratus persen terhadap ucapan dari Kiem Hoa
Hujien maka dalam perkataanpun ia tidak ingin menunjukkan keyakinannya.
Im Yang Cu sendiripun tahu bila urusan berlarut-larut terus bukankah suatu tindakan
yang menguntungkan seraya menerima angsuran botol porselen itu ia berkata, "Nama
besar Siauw Thayjien sudah tersohor dikolong langit. Pinto percaya atas ucapanmu."
Dibalik ucapan tersebut ia mengartikan tanggung jawab yang berat mulai detik ini telah
dialihkan kepundak Siauw Ling.
Siauw Ling yang mendengar ucapan itupun hatinya terasa bergeser keras pikirnya,
"Karena mempercayai diriku Im Yang Cu suka memberikan obat pemusnah tersebut buat
Bu Wie Tootiang jikalau obat pemusnah inipun merupakan racun" bukankah Bu Wie
Tootiang bakal mati dalam sepatah kataku ini?"
Makin dipikir hatinya semakin tegang, tanpa terasa ia menoleh dan memandang
sekejap wajah Kiem Hoa Hujien.
Di atas selembar wajah Kiem Hoa Hujien yang cantik tersungging satu senyuman
manis. "Saudara cilik. Apa yang kau lihat?" tegurnya. "Apakah kaupun tidak mempercayai
encimu?" "Hmmm! kau sudah terbiasa melakukan kejahatan dan akal licikmu banyak bagaikan
gunung, siapa yang berani mempercayai ucapanmu?" Damprat pemuda she Siauw dalam
hatinya. Kendati dalam hati berpikir begitu diluaran buru-buru serunya berulang kali, "Mana"
mana" mana?" Ketika itulah Im Yang Tootiang membuka penutup botol, mengeluarkan sebutir pil
warna hijau dan dimasukkan ke dalam mulut Ciangbun suhengnya Bu Wie Tootiang.
Ciu Cau Liong yang diam-diam mendongkol karena Siauw Ling kembali turut campur di
dalam persoalan tersebut pada saat ini tak bisa berkutik karena berada dihadapan umum
ia merasa tidak enak untuk menegur pemuda tersebut secara terang-terangan. Oleh
karenanya terpaksa ia simpan saja rasa mangkel tadi di dalam hatinya.
Can Jap Cing, Tiong Lam Jiehiap serta Im Yang Cu empat orang delapan mata
bersama-sama dialihkan keatas tubuh Bu Wie Tootiang dengan hati berdebar mereka
menantikan reaksi selanjutnya sehabis menelan pil pemusnah tadi.
Suasana di dalam gubuk reyot tadi seketika itu juga diliputi kesunyian yang
mengandung ketegangan. Tiong Lam Jiehiap, Im Yang Cu, Can Jap Cing, Ih Bun Han To serta Ciu Cau Liong diamdiam
salurkan hawa sinkangnya melakukan persiapan asalkan reaksi yang ditunjukkan Bu
Wie Tootiang setelah menelan obat pemusnah tersebut tidak beres maka suatu
pertarungan yang maha sengit dan maha seru segera akan berlangsung.
Kiem Hoa Hujien dengan otak yang tajam watak yang licik serta wajah yang cantik
jelita mendatangkan rasa ragu-ragu dihati masing-masing orang siapapun tidak mengerti
apa yang sedang ia pikir dalam hatinya saat ini semakin susah lagi bagi mereka untuk
menebak apa yang hendak ia lakukan.
Kurang lebih seperminum teh kemudian mendadak Bu Wie Tootiang menggerakkan
sepasang lengannya dan menghembuskan napas panjang.
Melihat gerakan yang ditujukan toosu tua itu diam-diam Siauw Ling merasa berlega hati
pikirnya, "Aaaakh! kiranya Kiem Hoa Hujien bukan sedang menipu aku. Obat pemusnah
tersebut adalah yang murni."
"Saudara cilik!" ketika itulah mendadak terdengar suara yang halus tapi lembut
bagaikan suara bisikan semut berkumandang masuk ke dalam telinganya. "Berikan kedua
butir pil lainnya yang masih ada di dalam botol porselen itu untuk toosu tua hidung kerbau
dalam setengah jam kemudian ia akan sadar dengan sendirinya."
Mendengar bisikan itu dengan sepasang mata yang tajam Siauw Ling berpaling dan
memeriksa keadaan diseluruh ruangan gubuk tersebut tapi apapun tidak ditemukan ia
lantas menyadari ucapan tadi tentulah disampaikan Kiem Hoa Hujien kepadanya melalui
ilmu menyampaikan suara. "Cepat berikan sekalian kedua butir pil yang masih tersisa di dalam botol porselen itu?"
Tapi setelah ucapan itu meluncur keluar hatinya baru tersadar kembali, pikirnya,
"Benarkah ucapan dari Kiem Hoa Hujien itu?" kenapa aku begitu ceroboh" Sebelum
mengetahui benar tidaknya perkataan itu sudah kuutarakan."
Tetapi ucapan sudah terlanjur diutarakan untuk ditarik kembalipun rasanya tak
gampang. Im Yang Cu yang mendengar ucapan itu segera menengok sekejap Siauw Ling,
akhirnya ia mengeluarkan kedua butir pil sisanya dan dimasukkan semua ke dalam mulut
Bu Wie Tootiang. Can Jap Cing yang berdiri di samping suhengnya kontan mengerutkan keningnya ketika
melihat tindakan Im Yang Cu yang begitu percaya atas ucapan Siauw Ling hatinya merasa
tidak puas cuma ketidak puasan ini tak sampai diutarakan keluar.
Suasana kembali jadi sunyi hening, tak kedengaran sedikit suarapun masing-masing
orang kembali burahkan seluruh perhatiannya keatas tubuh Bu Wie Tootiang si
Ciangbunjien dari Bu-tong pay ini.
Ketika itulah di tengah kesunyian mendadak terdengar suara derapan kaki kuda
berkumandang datang dari tempat kejauhan dan makin lama suara itu semakin mendekati
rumah gubuk tersebut. Tiong Lam Siang hiap yang berdiri bersandar disisi pintu buru-buru menutup pintu
gubuk yang reyot setelah mendengar suara derapan kuda tadi.
Tetapi suara derapan kuda itu makin lama semakin mendekat agaknya kuda tersebut
sudah tiba diluar rumah gubuk dimana para jago sedang berkumpul.
Tempat itu adalah sebuah tanah pegunungan yang sunyi, jauh dari rumah penduduk
dan gubuk ini banyak tahun tak pernah digunakan. Pertama tidak dekat jalan raya dan
kedua dipegunungan terpencil, secara mendadak bisa muncul kuda yang dilarikan kencang
sudah tentu bukan suatu peristiwa yang biasa.
Tetapi para jago yang ada di dalam gubuk itu pada berdiri tegak tidak berkutik. Kecuali
Tiong Lam Jie Hiap yang berdiri bersandar di samping pintu.
"Kiam Tong!" terdengar orang yang ada diluar gubuk berseru dengan nada yang dingin.
"Coba kau masuk ke dalam rumah gubuk ini dan periksa apa isinya."
Mendengar disebutnya nama orang itu Siauw Ling merasakan hatinya bergerak
pikirnya, "Apakah orang yang datang adalah Lan Giok Tong sipemuda baju biru yang
menyaru namaku" Akh! Agaknya kali ini Siauw Ling palsu serta Siauw Ling asli harus saling
berhadapan." Tampak bibir Can Jap Cing bergerak tiada hentinya, sedangkan Tiong Lam Toahiap
yang berjubah biru dan berjenggot putih mengangguk, hanya sapa tak terdengar sedikit
suarapun jelas mereka berdua sedang bercakap-cakap dengan menggunakan ilmu


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyampaikan suara. Terdengar suara bentrokan keras bergema memenuhi angkasa, pintu reyot tertendang
buka dan muncullah seorang bocah cilik berbaju hijau yang berusia empat lima belas
tahunan melangkah masuk dengan mencekal sebilah pedang bocah itu sama sekali tak
menduga bila di dalam gubuk berkumpul begitu banyak orang agaknya terperanjat
menemui pandangan tersebut.
Para jago yang ada di dalam ruangan tersebut berdiri tak bergerak tak seorangpun
yang menggubris atas munculnya bocah itu.
Agaknya sibocah itu Kiem Tong inipun seorang yang berpengalaman luas dalam sekali
pandangan ia dapat menangkap bila jago lihay yang memiliki tenaga kweekang amat
sempurna dan hal yang paling membuat dia jadi tak paham adalah sikap semua jago yang
berdiri keadaan bersiap-siap.
Suatu ruang gubuk reyot yang hanya sebesar beberapa jengkal berisikan beberapa
orang jagi yang berdiri saling bersiap sedia. pemandangan yang sangat luar biasa.
Ketika itu kembali dari luar berkumandang datang suara teguran yang nyaring tapi
dingin ketus. "Kiem Tong, apakah di dalam ruang ada orang?"
Kiem Tong mundur selangkah ke belakang dengan pedang melindungi badan ia
menyahut penuh kecemasan.
"Lapor siangkong di dalam gubuk ini penuh berisikan manusia, ruangan sesak dengan
manusia!" Saking gugupnya, susunan katapun jadi kacau balau tidak karuan.
"Hmm! Siapa saja mereka itu?" dengus orang yang ada diluar ruangan dingin.
"Aku tak kenal" aakh! benar, orang yang kita temui itu ditepi sungai kemarin hari
Siauw?" Mendadak bocah tersebut teringat kembali apabila majikannya pun sedang menyaru
sebagai Siauw Ling maka buru-buru nada suaranya berganti.
"Orang yang merebut Leng pay kita kemarin haripun ikut hadir disini."
"Eeei kenapa kau ini hari" kenapa hanya berbicara pun jadi gugup tidak karuan!" tegur
orang diluar ruangan semakin dingin.
Baru saja ucapan itu meluncur keluar muncullah seorang pemuda tampan berjubah biru
menggembol pedang dipunggung berjalan mendekat dengan langkah lebar.
Tiong Lam siang hiap serta Ih Bun Han To sekalian yang berada dalam ruang gubuk
agaknya tak ada yang ingin bentrok terlebih dahulu dengan orang ini tak seorangpun
diantara mereka yang turun tangan menghadang.
Siauw Lingpun alihkan sinar matanya ke arah orang itu. Ia tak mengenali kembali
sipemuda berbaju biru tersebut sedikitpun tak bersalah Lan Giok Tong yang menyaru
sebagai dirinya. Agaknya Lan Giok Tong sendiripun tidak menyangka di dalam sebuah ruangan gubuk
yang sunyi di tengah pegunungan terpencil bisa muncul sebegitu banyak orang ia agak
tertegun dibuatnya. Sinar mata yang tajam kembali menyapu seluruh ruangan. Setelah menemukan jagojago
yang hadir disana rata-rata merupakan jago Bulim kelas wahid, hatinya semakin
tergetar lagi dibuatnya. Kiem Hoa Hujien perlahan-lahan membereskan rambutnya yang kacau kemudian
berpaling sekejap ke arah Lan Giok Tong sedang hatinya sedikit bergerak juga setelah
melihat ketampanan pemuda itu.
"Sungguh tak nyana dalam daratan Tionggoan banyak terdapat pemuda-pemuda
setampan ini," pikirnya.
Dengan nada merdu segera teguran, "Kelihatannya kalian tanpa sengaja sudah
memasuki tempat ini" Ada yang kau inginkan?"
Golakan dihati Lan Giok Tong perlahan-lahan saat mereka kembali jawabnya dingin,
"Jika kedatanganku adalah sengaja kau mau apa?"
"Kurang ajar, sungguh sombong benar keparat ini," batin Ih Bun Han To dalam hati.
"Jika bukan ada musuh tangguh di depan mata sukup mengandalkan ucapan ketus ini
sudah seharusnya aku turun tangan untuk kasih sedikit peringatan kepadanya."
Terdengar Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh-kekeh.
"Heee" heee" heee" sungguh besar lagakmu, aku rasa kau tentu seorang yang
punya asal usul tersohor, siapakah namamu?"
"Siauw Ling" jawab Lan Giok Tong seraya menyapu para jago dengan cahaya mata
tajam. Ucapan tersebut mendatangkan rasa tertegun bagi smeua jago yang hadir di dalam
ruangan gubuk itu, beberapa pasang mata bersama-sama dialihkan keatas tubuh si orang
berbaju biru. "Heee" heee namamu Siauw Ling! lucu sekali!" seru Kiem Hoa Hujien sambil tertawa
terkekeh-kekeh makin keras, "Sesungguhnya didaratan Tionggoan ada berapa orang yang
bernama Siauw Ling."
"Keparat apa yang kau tertawakan?" teriak Lan Giok Tong naik pitam.
Tubuhnya bergerak langsung menerjang tubuh Kiem Hoa Hujien.
Melihat yang begitu sembrono Ih Bun Han To segera menggerakkan tangan kanannya
dengan jurus Thian Way Lay Im atau luar langit muncul mega menyambut kedatangan
tubuh lawan. "Hmm bocah masih ingusan juga berani main terjang mengikuti emosi!" bentaknya
dingin. "Braaak?" suara bentrokan keras bergema memenuhi angkasa Lan Giok Tong telah
menyambut datangnya serangan Ih Bun Han To dengan keras lawan keras.
Bentrokan ini mendatangkan getaran keras bagi seluruh jago yang ada dalam ruangan.
Kiranya Ih Bun Han To yang melancarkan serangan walaupun berhasil menahan
terjangan dari Lan Giok Tong. Tapi kuda-kuda manusia she Ih Bun inipun tergempur
sehingga badannya mundur dua langkah ke belakang.
Kecepatan Lan Giok Tong turun tangan serta kedahsyatan tenaga dalamnya bukan saja
membuat Ih Bun Han To merasakan hatinya tergetar keras sekalipun beberapa orang jago
yang berdiri di samping kalanganpun ikut merasa terperanjat.
Lan Giok Tong setelah menerima datangnya serangan lawan tubuhnya agak merandek
sejenak kemudian disusul kaki kiri menyambar kemuka dengan kecepatan luar biasa.
Pada dasarnya ruangan di dalam gubuk itu memang sempit sebuah meja serta sebuah
pembaringan bambu sudah makan tempat yang tidak sedikit ditambah pula ada beberapa
orang berdiri disana ini berarti ruangan kosong boleh dikata sangat minim sekali.
Ketika Lan Giok Tong melancarkan serangan ini maka tak kuasa lagi tubuhpun
menerjang ke arah mana Siauw Ling berdiri.
Semisalnya Siauw Ling tidak ingin menghindar atau berkelit maka tubuh kedua orang
itu akan saling bertumbukan tetapi semisalnya ia berkelit dan membuka sebuah jalan
keluar dagi Lan Giok Tong untuk taruh kaki posisinya akan berada sangat dekat sekali
dengan meja kayu tersebut ini berarti dalam sekali sambar saja ia akan berhasil meraup
kedua jilid kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu.
Dalam waktu sangat singkat berbagai ingatan berkecamuk dalam benak Siauw Ling,
akhirnya ia ambil keputusan untuk menghadang dulu jalan pergi Lan Giok Tong sehingga
tidak memberi kesempatan baginya untuk merebut kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta
lukisan Giok Sian Cu tersebut, di samping jangan sampai mengejutkan Bu Wie Tootiang
yang masih berbaring. Tenaga singkangnya disalurkan memenuhi seluruh tubuh badannya nyingkir kesamping
kemudian menerjang tubuh Lan Giok Tong.
Melihat dirinya ditubruk Lan Giok Tong tertawa dingin tiada hentinya kaki yang msih
berada di tengah udara tetap tak berubah dari posisi sedang tangan kanannya laksana
kilat menotok pundak kiri Siauw Ling.
Sejak semula pemuda she Siauw ini sudah bikin persiapan tubuhnya menyingkir
kesamping untuk meloloskan diri dari serangan lawan selagi ia melancarkan serangan
balasan mendadak tampak Kiem Hoa Hujien yang berdiri di samping menggerakkan badan
tangannya yang halus menyambar lewat kelima jari tangannya yang runcing membabat
urat nadi Lan Giok Tong. Bagai seorang jago lihay cukup dalam sekali gerakan saja. Walaupun beberapa orang
yang melancarkan hanya jurus serangan yang sangat enteng sama sekali tidak
mendatangkan deruan angin serta tidak nampak keanehan dari jurus-jurus serangannya,
tapi melihat kecepatan gerakan masing-masing pihak sudah dapat diukur sampai seberapa
jauh dari kepandaian lawan.
Kaki kanan Lan Giok Tong yang diangkat keatas medadak menendang ke belakang
mengancam Ciu Cau Liong. Tindakan ini datangnya sangat mendadak. Kaki kanan yang semula dipersiapkan untuk
menerjang kemuka tiba-tiba berubah posisi dengan menerjang ke belakang. Hal ini
mendatangkan kegugupan bagi Ciu Cau Liong, seketika itu juga ia kena terdesak untuk
menyingkir selangkah kesamping.
Kiranya dalam waktu yang amat singkat itulah Lan Giok Tong sudah menemukan
pertahanan yang sangat kuat diposisi Siauw Ling. Ia yakin untuk menjebolkan pertahanan
tersebut bukan suatu pekerjaan gampang.
Bahkan dari balik pertahanan pemuda she Siauw ia pun menemukan adanya
sekumpulan tenaga serangan yang luar biasa dahsyatnya.
Oleh karena itu ia menerima datangnya kebutan Kiem Hoa Hujien yang disusul dengan
serangan berantai di belakang pemuda she Lan ini segera menyadari posisinya yang
sangat berbahaya. Untuk menghindarkan diri dari segala kemungkinan, terpaksa pemuda ini ambil
keputusan posisi yang menguntungkan setelah itu baru melancarkan serangan kembali ke
arah pihak lawan yang merupakan musuh paling tangguh selama hidupnya ini.
Berdasarkan prinsip inilah secara mendadak ia berubah posisi dan melancarkan
serangan ke arah Ciu Cau Liong.
Setelah Ciu Cau Liong menyingkir selangkah kesamping, kaki kanan Lan Giok Tong
buru-buru turun keatas tanah, tangan kanan dengan menggunakan jurus Ciauw Kouw Lian
Huan atau cekalan indah berantai mengunci datangnya serangan dari Kiem Hoa Hujien
kepala tanpa berputar tangan kirinya pada saat yang bersamaan menyerang pula ke
belakang mengunci tubuh bagian belakang dengan jurus Im Hong Wu Suo atau naga
menutup awan mengunci. Sedikitpun tidak salah, Ciu Cau Liong merasa tidak terima karena dirinya didesak pada
saat tubuhnya bergeser tangan kanannya laksana sambaran kilat mengirim sebuah
serangan dengan jurus Lang Cong Ciauw Yen atau obat menumbuk batu karang.
Braaak terdengar suara bentrokan yang nyaring dari sepasang telapak tersebut tubuh
Ciu Cau Liong sekali lagi tergetar mundur dua langkah ke belakang.
Sedang tubuh Lan Giok Tong sendiri tergetar keras tapi ia masih berhasil
mempertahankan diri. Jelas di dalam bentrokan kali ini masing-masing pihak telah menggunakan tenaga
singkangnya sehingga mencapai enam tujuh bagian.
"Heee" heee" heeee sungguh dahsyat sekali kepandaian silatnya!" seru Kiem Hoa
Hujien sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Pinggangnya yang ramping membengkok tangan kirinya kembali menyambdar kemuka.
Lan Giok Tong menggirimkan kening melihat datanganya serangan tersebut mendadak
sepasang tangannya dirangkap di depan dada.
Melihat posisi lawan serangan yang Kiem Hoa Hujien lancarkan serangan dahsyat
bagaikan kilat ditarik kembali ke belakang secepat yang menghiasi wajahnya kontan
lenyap tak berbekas dan berubah jadi tegang penuh keseriusan.
Ciu Cau Liong yang dua kali menderita kerugian besar dihadapan mata umum, rasa
malu yang muncul dalam hatinya susah dipertahankan lagi, tangan kanannya berbalik
segera mengeluarkan senjata Pek Giok Cinya.
Agaknya Ih Bun Han To pun dapat menduga sipemuda she Ciu ini tentu dari malu
menjadi gusar badannya buru-buru berputar menghadang di depan Ciu Cau Liong
kemudian dengan ilmu menyampaikan suara bisikannya, "Ciu heng jangan dikarenakan
urusan kecil mengacaukan urusan besar kepandaian silat yang dimiliki orang ini sangat
luar biasa bahkan diluar ruangan masih ada beberapa orang pembantunya jikalau kita adu
kekuatan dengan mereka bukankah hari ini akan mendatangkan keberuntungan bagi pihak
Bu-tong pay yang tindakannya menarik hati sebagai nelayan mujur?"
"Perkataan dari Ih Bun heng sedikitpun tidak salah biarlah kita lewatkan ini hari dan
mencari balas kembali dikemudian hari."
Sebaliknya bagi Lan Giok Tong itu sendiri setelah mencoba beberapa jurus serangan
dari beberapa orang itu hatinya semakin terperanjat lagi dibuatnya ia tahu semua jago
yang hadir di dalam ruangan itu tak seorangpun merupakan lawan lemah.
Setelah menimbang-nimbang sejenak suasana di sekeliling tempat itu ia mulai merasa
agaknya masing-masing pihak lawan sedang berdiri dalam keadaan bermusuhan daripada
bergebrak pada saat ini ia memilih jauh lebih baik menanti berubah selanjutnya dengan
berdiri tenang. Oleh sebab itu setelah Kiem Hoa Hujien menarik kembali serangannya iapun berdiri tak
berkutik. Untuk sementara waktu suasana di dalam ruangan penuh diliputi kesunyian tetapi
dengan munculnya Lan Giok Tong disana maka suasana yang semula penuh dengan
ketegangan kini jadi kacau balau tak karuan.
Pada saat itulah dengan ilmu menyampaikan suara diam-diam Kiem Hoa Hujien
berbicara dengan diri Siauw Ling.
"Saudara cilik kepandaian silat yang dimiliki orang ini sangat luar biasa asalkan ia tidak
mengacau lagi untuk sementara waktu kita jangan mencari satroni."
Kembali waktu berlalu dengan cepatnya kurang lebih seperempat jam kemudian
mendadak terdengar suara helaan napas panjang dari Bu Wie Tootiang yang berbaring di
atas pembaringan bambu sepasang matanya perlahan-lahan membuka kembali.
Can Jap Cing yang paling tidak tahan menahan golakan dalam hatinya tidak sabaran
lagi segera serunya tertahan, "Toa suheng?"
Tapi Im Yang Cu buru-buru kedipan tangannya mencegah Can Jap Cing berbicara lebih
lanjut. Sepasang mata Bu Wie Tootiang yang masih sayu perlahan-lahan menyapu sekejap
diseluruh ruangan, akhirnya dipejamkan kembali.
"Eeeei" toosu hidung kerbau!" seru Kiem Hoa Hujien kemudian setelah melihat Bu Wie
Tootiang telah sadar. "Kini suheng kalian sudah sadar kembali kitapun tidak usah menanti
lebih lama." Tangan kanannya segera menyambar siap mengambil kitab pusaka Sam Khie Cin Boh
serta lukisan Giok Sian Cu yang diletakkan di atas meja.
Dengan jurus So Hwee Ngo Sian atau sapuan tangan lima busur, Can Jap Cing tiba-tiba
melancarkan serangan ke depan.
"Eeeei kenapa kau begitu gelisah" Apakah tak bisa menunggu sebentar lagi?" tegurnya.
Tangan kanan Kiem Hoa Hujien yang menyambar kemuka tetapi tak berubah posisi,
hanya secara mendadak kelima jarinya menekuk ke bawah kemudian laksana kilat
menyentil keluar. Sentilan yang dipancarkan dari gerakan bertahan menjadi gerakan menyerang ini
dengan menimbulkan desiran angin tajam menyambar jalan darah Can Jap Cing.
Buru-buru Can Jap Cing tekan pergelangan tangan kanannya ke bawah, sentilan jari
serta desiran angin pukulan menyambut lewat dari sisinya sedangkan tangan kanan yang
menyapu keluar tidak ditarik kembali dengan jurus Ing Im Pang Jiem atau menyambut
mega menyanjung matahari diteruskan mencengkeram pergelangan tangan Kiem Hoa
Hujien. Kedua orang itu sama-sama tidak mengubah posisinya tetapi sentilan jari sambaran
angin pukulan telah berubah berulang kali untuk berusaha merebut posisi yang lebih
menguntungkan. Tiba-tiba Kiem Hoa Hujien membalikkan telapak tangannya ke bawah jari tangan
separuh ditekuk menyentil menghajar pihak lawan.
Untuk kali ini masing-masing pihak tak berhasil berubah jurus serangan lagi mau tak
mau serangan ini harus bentrok satu sama lain dengan kekerasan.
Mendadak cahaya tajam menyambar lewat diiringi desiran angin pedang yang
menggidikkan hati pedang panjang Im Yang Cu tahu-tahu sudah menyapu lewat sesaat
tangan kedua belah pihak akan saling berbentrokan satu sama lainnya.
Setelah berhasil memaksa kedua orang itu membatalkan niatnya untuk mengadu
kekerasan ujarnya, "Hujien untuk sementara waktu bersabarlah sejenak ucapan yang telah
pinto utarakan selamanya tak pernah ditarik kembali lukisan Giok Sian Cu serta kitab Sam
Khie Cin Boh telah menjadi milik Hujien buat apa kau merasa begitu tidak kuatir?"
Perlahan-lahan nafsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajah Kiem Hoa Hujien
sambil tertawa dingin tiada hentinya ia membungkam.
Jelas ia sudah naik pitam tetapi tidak ingin mencari banyak urusan pada saat ini
karenanya dengan paksaan diri menahan golakan dalam hatinya.
"Aaaakh lukisan Giok Sian Cu terdengar" Lam Giok Tong bergumam seorang diri.
Sepasang matanya mendadak memancarkan cahaya dingin yang tajam kemudian
dialihkan keatas kitab serta lukisan yang terletak di atas meja.
Kiem Hoa Hujien serta Im Yang Cu sekalian sama-sama melirik sekejap ke arah Lam
Giok Tong tapi siapapun tak ada yang ambil perduli terhadap dirinya.
Mendadak Bu Wie Tootiang yang menggeletak di atas pembaringan bambu
memperdengarkan suara rintihan yang lirih seluruh tubuhnya mulai gemetar sangat keras.
Air muka Can Jap Cing berubah hebat tangan kanannya membalik mencabut keluar
pedang yang tersoren di atas punggung.
Siauw Ling yang melihat kejadian ini pun mengerutkan keningnya.
"Aduuh celaka!" teriaknya di dalam hati. "Jikalau yang diberikan Kiem Hoa Hujien
adalah obat racun, bukankah dengan adanya peristiwa ini maka seluruh anggota partai
Bu-tong pay akan membenci diriku hingga merusak ke dalam tulang sumsum" Sebetulnya
aku hanya ingin membantu Bu Wie Tootiang secara diam-diam siapa sangka malah
mencelakai jiwanya iblis perempuan ini betul-betul beracun."
Sewaktu dia berpikir keras, mendadak tampak Bu Wie Tootiang bangun berdiri dan
perlahan-lahan turun dari atas pembaringan.
Im Yang Cu sebagai seorang toosu yang beriman kuatpun pada detik ini susah
menehan golakan di dalam hatinya, dengan suara berat segera tanyanya, "Suheng
lukamu?"

Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jauh lebih baik" potong Bu Wie Tootiang dengan cepat. Sepasang matanya dengan
tajam dialihkan keatas wajah Ih Bun Han To lalu sambungnya, "Ih Bun heng, sejak
perpisahan apakah kau sehat walapiat?"
"Asalkan siauwte belum mati saja, setiap saat akan kunantikan petunjuk dari tootiang"
sahut Ih Bun Han To seraya tertawa hambar. Setelah melihat suhengnya sehat kembali Im
Yang Cu sebagai seorang toosu Bu-tong pay yang mempunyai nama besar dalam Bulim
tidak ingin mungkiri janjinya lagi dari dalam saku ia mengambil keluar sejilid kitab serta
segulung lukisan kemudian diangsurkan ketangan Kiem Hoa Hujien.
"Kedua jilid kitab serta lukisan yang terletak di atas meja kesemuanya adalah barang
palsu sekalipun tadi Hujien merampasnya juga percuma barang yang asli masih berada
ditanganku. Nah silahkan Hujien suka menerimanya."
"Tootiang sungguh cerdik otakmu membuat aku merasa sangat kagum" tak kuasa lagi
Kiem Hoa Hujien berseru memuji seraya menerima angsuran kitab serta lukisan mustika
itu. "Urusan terjadi karena terpaksa mau tak mau pintopun harus bersiap sedia dan sedikit
menggunakan akal licik."
"Secara bagaimana pula kau hendak membuktikan bila lukisan serta kitab inipun bukan
barang palsu?" kini balik Kiem Hoa Hujien yang bertanya.
"Jikalau hujien masih belum percaya, silahkan kau periksa sekarang juga."
Kiem Hoa Hujien berpaling dan memandang sejenak wajah Ih Bun Han To akhirnya ia
membentangkan lukisan tersebut untuk diperiksa setelah digulung kembali ia periksa pula
kitab pusaka Sam Khie Cin Boh tersebut setelah ditemukan memang barang-barang itu
adalah barang-barang asli ia baru masukan benda-benda itu ke dalam saku.
Selama ini Lam Giok Tong yang menyaru sebagai Siauw Ling sedang memandang kitab
pusaka serta lukisan yang berada di tangan Kiem Hoa Hujien dengan terpesona menanti
perempuan itu tengah menyimpan kembali barang-barang itu ke dalam saku ia baru
tertawa dingin tiada hentinya.
"Eeeeeiii! Apakah lukisan Giok Sian Cu itu hendak kau jual?"?" tegurnya dingin.
Kiem Hoa Hujien yang telah menyimpan kitab Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian
Cu hatinya jadi lebih lega mendengar teguran tersebut ia hanya tertawa hambar.
"Kau anggap dengan tampangmu macam itupun punya kekuatan untuk membelinya."
"Kau boleh buka harga."
Mendengar pemuda she Lan itu berani menantang untuk buka harga Kiem Hoa Hujien
agak tertegun, akhirnya ia tertawa sinis.
"Aku menginginkan sepasang mata anjingmu agar kau tidak dapat melihat isi kitab Sam
Khie Cin Boh sekalipun buka serta lukisan ini berhasil kau dapatkan."
"Hmm, sungguh besar bacotmu, jikalau kau tidak suka menjual, maka jangan salahkan
cayhe hendak turun tangan merampas."
"Kalau begitu silahkan kau coba untuk merampasnya."
"Hmm kau kira sungguh takut, ayo kita buktikan diluaran," tanpa banyak cingcong lagi
pemuda ini putar badan dan berjalan keluar dari dalam ruangan.
Kiem Hoa Hujien sendiripun kuatir apabila dia sampai bentrok dnega orang ini maka
memberikan kesempatan yang sangat baik bagi pihak Bu-tong pay untuk turun tangan
terhadap dirinya karena itu dalam keadaan seperti ini dia tidak ingin cari urusan.
Kepada Ih Bun Han To serta Siauw Ling segera serunya.
Tidak menunggu lebih lama lagi ia melangkah keluar dari ruangan gubuk reyot tadi.
Sinar mata Siauw Ling menyapu sekejap keatas wajah Im Yang Cu serta Bu Wie
Tootiang bibirnya tampak bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya ia
batalkan niatnya tersebut dan buru-buru mengikuti dari belakang Ciu Cau Liong.
"Ih Bun Han To, kau berhenti!" mendadak Can Jap Cing membentak keras.
Mendengar bentakan tersebut Ih Bun Han To berhenti dan putar badan.
"Can heng kau masih ada petunjuk apa lagi?"
"Kau masih ingin pergi?"
"Jikalau Can heng masih ingin memberi petunjuk beberapa jurus ilmu silat Bu-tong pay
sudah tentu siauwte akan mengiringinya."
Pundak Can Jap Cing sedikit bergerak tahu-tahu ia sudah menerjang tiga depa ke
depan seraya melintangkan pedangnya di depan dada teriaknya sambil tertawa dingin,
"Ruangan ini terlalu sempit mari kita coba kepandaian diluar gubuk."
"Bagus sekali!" seru Ih Bun Han To terima tantangan tersebut seraya mengacungkan
pati emas yang dijinjing di tangan kirinya biarlah siauwte gunakan peti ini untuk menjajal
kedahsyatan dari ilmu silat Bu-tong pay."
Dengan langkah lebar ia melangkah keluar.
"Sute kau kembali!" belum sempat Can Jap Cing bertindak Im Yang Cu sudah
menghardik. Terpaksa Can Jap Cing berhenti.
"Suheng ada perintah apa?""
"Biarlah orang lain yang tidak pegang janji kita sebagai anggota Bu-tong pay tak boleh
mengingkari janji sendiri maksud kita adalah saling barter tukar barang dan bukan untuk
bergebrak." Jilid 25 sinar matanya dialihkan keatas tubuh Ih Bun Han To lalu tambahnya, "Ih Bun heng
silahkan berlalu selewatnya ini hari tiap kali kita berjumpa akan kutuntut kembali hutang
piutang ini." "Haaa" haaa" bagus, bagus sekali siauwte setiap saat menanti petunjuk dari kalian!"
seru Ih Bun Han To sambil tertawa tergelak.
Dengan mengikuti dari belakang Kiem Hoa Hujien ia berjalan keluar dari gubuk itu
dengan langkah lebar. Setibanya di tempat luaran Ciu Cau Liong baru maju beberapa langkah lebih cepat
sembari berbisik lirih, "Saat ini kita sedang menggembol barang mustika yang tak ternilai
harganya. Tidak menguntungkan untuk mencari satroni dengan orang lain. Bagaimana
menurut pandangan Hujien serta Ih Bun heng apabila kita cepat-cepat kembali
keperkampungan Pek Hoa Sanceng?"
"Bagaimana?" seru Kiem Hoa Hujien sambil tertawa terkekeh sangat kerasnya, "Kau
takut aku membawa pulang kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu ini
kembali kedaerah Biauw Ciang?""
Mendengar ucapan itu Ciu Cau Liong merasakan hatinya tergetar keras, pikirnya,
"Perempuan ini betul-betul sangat licik, dan berbahaya. Urusan apapun bisa ia lakukan aku
harus lebih berhati-hati."
Dihati berpikir demikian diluar ia tersenyum ramah.
"Aaaakh Hujien suka bergurau."
"Kedatanganku kali ini kedaerah Tionggoan yang pertama ingin berpesiar mengunjungi
tempat-tempat kenamaan serta daerah berpemandangan indah dan kedua ingin mencoba
sampai dimanakah dahsyatan dari ilmu silat jago-jago dunia kangouw saudara Ciu Cau
Liong kau tidak usah kuatir. Sekalipun kau paksa aku kembali kedaerah Biauw Ciang pada
saat ini pun belum tentu aku mau, harap kau boleh berlega hati!" seru Kiem Hoa Hujien itu
kembali. Walaupun ucapan tersebut diutarakan sangat halus dan penuh nada merdu padahal
artinya sangat menusuk perasaan Ciu Cau Liong sehingga hal ini mendatangkan rasa
mendongkol dihati Jie Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini.
"Sungguh keparat perempuan ini awas kau pada suatu saat kaupun bakal merasakan
kelihayanku," makinya dihati.
Tetapi diluaran ia masih tersenyum paksa.
"Hujien adalah seorang pahlawan perempuan yang semangat gagah sudah tentu Hujien
tak akan kembali sebelum mencoba kepandaian para jago-jago di dunia kangouw aku
tanggung dengan kepandaian yang dimiliki Hujien saat ini untuk angkat nama bukanlah
suatu pekerjaan yang terlalu sulit."
Semua manusia dikolong langit tak ada yang tidak suka mendapat pujian tindakan Ciu
Cau Liong dengan memakai topi di atas kepalanya ini seketika membuat wajah Kiem Hoa
Hujien penuh dihiasi dengan senyuman manis.
"Ciu Je Cungcu kau terlalu memuji!" serunya merdu. "Aku dengar kecuali Jen Hoa
Cungcu telah menarik aku serta Ih Bun sianseng untuk menggabungkan diri dengan pihak
kalian diluar perbatasanmu kalian mengundang datang seorang jago lihay entah siapakah
orang itu?" "Soal ini siauwte agak kurang jelas lagi sekembalinya ke dalam perkampungan kau
boleh langsung tanyakan persoalan ini dengan Toa Cungcu sendiri."
Kiem Hoa Hujien tersenyum.
"Ciu Cien Cungcu, aku lihat kau dengan Jen Bok Hong diluaran saling menyebut sebagai
saudara padahal dalam kenyataan kau menghormati dirinya melebihi hormat seorang
murid terhadap gurunya, bukankah begitu?" mendengar ucapan ini Ciu Cau Liong merasa
sangat terperanjat, makinya dihati, "Sungguh cerewet benar perempuan ini. Keparat."
Diluaran ia tersenyum ramah.
"Kami sebagai jago yang lahir didaratan Tionggoan, selamanya menganggap yang tua
lebih terhormat dari yang muda aku rasa sikap seorang adik terhadap kakaknya memang
sepatutnya sangat menghormat dan inipun tak bisa dibicarakan dengan kata-kata jeri atau
takut." "Saudara cilik?" mendadak Kiem Hoa Hujien berpaling ke arah Siauw Ling yang berada
disisinya. "Apakah kaupun takut sekali dengan Jen Bok Hong?"
"Sopan dan budi yang luhur diutamakan yang tua patut dihormati," jawab pemuda she
Siauw dengan alis meletik.
"Bagus, bagus" situa memang patut dihormati?" seru Kiem Hoa Hujien sambil
tertawa. Mendadak ia berhenti berjalan, mulutpun membungkam dalam seribu bahasa. Ketika
semua orang mendongak, maka tampaklah sipemuda berbaju biru yang tadi menerobos
masuk ke dalam gubuk kini berdiri menghadang di tengah jalan sepasang matanya
memang keangkasa sikapnya amat jumawa.
Dikedua belah sisinya masing-masing berdiri seorang lelaki berbaju hijau yang berusia
empat belas tahunan yang dikiri mencekal pedang dan yang ada dikanan membawa
Khiem. "Hujien kau jangan bertindak gegabah" seru Ih Bun Han To dengan cepat. "Orang ini
bukan lain adalah Siauw Ling yang selama beberapa tahun ini menggemparkan seluruh
Bulim." Mendengar orang itupun bernama Siauw Ling, Kiem Hoa Hujien segera berpaling ke
arah Siauw Ling. "Mengapa begitu banyak orang yang bernama Siauw Ling."
"Dikolong langit banyak orang yang mempunyai she serta nama yang sama apa yang
perlu diherankan tentang soal ini?""
Bagaikan kena ditusuk jarum mendadak tubuh pemuda berbaju biru itu tergetar keras,
sinar mata yang semula memandang angkasa kini dialihkan keatas wajah Siauw Ling.
"Apa" kaupun bernama Siauw Ling?""
"Tak salah siauwte adalah Siauw Ling yang asli barang tulen."
Diluar ia bicara begitu sedang di dalam hati pemuda ini merasa kegelian pikirnya,
"Kemarin malam kau masih berlutut di depan meja sembahyang agar sukmaku suka bantu
pekerjaan baikmu, dan sekarang kau sudah bertemu dengan orangnya yang asli tetapi
sikapmu masih begitu sok?""
Karena terbayang hal-hal yang menggelikan tak terasa senyuman menghiasi seluruh
wajahnya. "Apa yang kau tertawakan?" teriak pemuda berbaju biru itu sangat gusar.
"Aduh apa tertawapun tidak boleh?"
"Tidak boleh, jika kau sungguh-sungguh bernama Siauw Ling, maka ini hari salah satu
diantara kita harus mati."
"Wooouw mau ajak adu jiwa" kita kan tak terikat dendam sakit hati kenapa harus adu
jiwa?" "Siapa yang suruh kau meniru nama besar kongcu kami?" sela sibocah yang ada
disebelah kiri tiba-tiba. "Hmm kematian sudah sepatutnya kau terima."
"Bocah ini sungguh kurang ajar dan tidak kenal aturan," batin Siauw Ling dalam hati.
"Yang ada kongcu mereka yang menyaru namaku sekarang malah mereka yang menuduh
aku menyaru nama kongcunya sungguh kurang ajar."
Hawa amarahpun tak tertahan bergelora dalam dadanya seraya tertawa dingin segera
serunya, "Saat ini siapa yang bakal menderita kalah masih diduga buat apa kalian pentang
bacot sebesar-besarnya."
Dengan langkah lebar ia berjalan maju ke depan.
Tapi belum sampai pemuda itu tiba dihadapan pemuda berbaju biru itu mendadak Ciu
Cau Liong sudah melayang ke depan menghadang di depan Siauw Ling bisiknya lirih,
"Samte harap bersabar."
Ia berpaling ke arah sipemuda berbaju biru itu lalu menjura.
"Aku sudah tahu kau adalah Jie Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng" potong
pemuda itu dengan nada yang dingin. "Beberapa orang saudara dari perkampungan kalian
telah terluka di bawah sambaran pedang siauwte, jika kau ingin membalaskan dendam
bagi mereka sekarang tiada halangannya kau boleh turun tangan bersama-sama Siauw
Ling." Melihat keputusan pihak lawan kening Ciu Cau Liong segera berkerut, pikirnya, "Orangorang
kangouw mengatakan ia adalah seorang manusia berwajah dingin berhati telengas,
kelihatannya cerita tersebut tidak salah?"
Sebagai seorang yang berhati licik ia tak ingin Siauw Ling palsu dan asli ini saling
bergebrak satu sama lainnya sambil menahan rasa gusar yang bergelora dalam dada ia
tertawa. "Siauw Thayhiap terlalu sungkan?"
Mendadak suara derapan kuda yang santar berkumandang datang memotong
perkataannya yang belum selesai, seekor kuda laksana sambaran kilat menerjang datang.
Orang yang berada di atas kuda itu mencekal sebuah panji berukir bunga emas yang
diacungkan tinggi-tinggi.
"Toa Cungcu menurunkan perintah Kiem Hoa Leng untuk mengundang Cuwi cepatcepat
kembali ke dalam perkampungan!" seru orang itu keras-keras.
Di tengah suara teriakan keras kuda tersebut dengan cepatnya sudah menerjang
sampai di belakang punggung sang pemuda berbaju biru itu.
Anak buah perkampungan Pek Hoa Sanceng sudah terbiasa berbuat semau gue
walaupun mereka lihat di tengah jalan ada orang sedang berdiri tali lesnya tidak juga mau
ditahan bahkan membiarkan tunggangannya menerjang diri pemuda berbaju biru itu
keras-keras. Selagi Ciu Cau Liong siap membentak waktu sudah terlambat.
Tampak pemuda berbaju biru itu putar tubuhnya ke belakang, tangan kanan diangkat
keatas disusul berkelebatnya cahaya tajam memenuhi angkasa.
Suara jeritan ngeri bercampur ringkikan panjang berkumandang memekikan telinga si
lelaki yang berada di atas kuda sama-sama binatang tunggangannya tahu-tahu sudah
terbabat putus jadi dua bagian dan roboh binasa ditepi jalan darah segar muncrat
membasahi seluruh permukaan.
Ketika menoleh ke arah sang pemuda berbaju biru itu lagi ia sudah bergendong tangan
seraya memandang keangkasa padanya telah tersoren kembali di dalam sarungnya
sedang air muka dingin kaku sama sekali tak kelihatan perubahan apapun.
Kecepatan orang itu mencabut pedang sungguh luar biasa dahsyatnya bukan saja Ciu
Cau Liong dibikin sangat terperanjat sekalipun Kiem Hoa Hujien, Ih Bun Han To serta
Siauw Lingpun dibikin terpesona oleh permainan serta kecepatan pihak lawannya.
Setelah waktu lewat beberapa saat Kiem Hoa Hujien baru berpaling ke arah Ih Bun Han
To. "Berasal dari manakah ilmu pedang ini?"
"Sungguh aneh sekali cayhe belum pernah menjumpai ilmu pedang sedahsyat ini entah
ilmu tunggal dari perguruan mana?"
Siauw Ling tiba-tiba terdengar sipemuda berbaju biru itu berseru kembali. "Ayo keluar
apa kau takut" hmm sungguh mirip cucu kura-kura."
Mendapat penghinaan yang demikian beratnya Siauw Ling tak dapat menahan diri.
"Jieko cepat menyingkir" serunya.
Sang tubuh bagaikan kilat berkelebat keluar setelah berputar setengah lingkaran di
tengah lingkaran di tengah udara ia meloncat keluar dari sisi tubuh Ciu Cau Liong.
Melihat pemuda itu hendak terjunkan diri ke dalam kalangan Ciu Cau Liong segera
menggerakkan tangannya menyambar tapi ia tidak berhasil menemui sasarannya.
"Ilmu gerakkan apakah ini?" teriaknya terperanjat kecepatannya laksana kilat
perubahan gerakannya susah diduga sungguh luar biasa.
Melihat hal tersebut Kiem Hoa Hujienpun kerutkan alisnya kepada Ih Bun Han To diamdiam
bisiknya lirih, "Kepandaian ilmu silat yang dimiliki Siauw Ling sangat dahsyat sekali
aku rasa Ciu Cau Liong bukan apa-apanya cukup ditinjau dari gerakan perputaran yang
cepat laksana kilat sudah membuktikan apabila tenaga sinkangnya telah mencapai taraf
kesempurnaan." Ih Bun Han To tersenyum. "Agaknya Siauw Ling ini merupakan orang kesayangan dari Jen Bok Hong apabila ia
sampai terluka di bawah serangan pedang si Siauw Ling itu, aku terka Jen Bok Hong pasti
tak akan berpeluk tangan."
"Sedikitpun tidak salah" sambung Kiem Hoa Hujien dengan cepat.
Mendadak pinggangnya bergoyang dengan jurus Hay Yen Lieh Poh atau burung walet
menerobos ombak yang melewati dari atas kepala Ciu Cau Liong dan melayang turun lima
empat depa di belakang Siauw Ling.
"Saudara cilik!" serunya cepat. "Kau boleh turun tangan dengan hati tega, encimu akan
menjaga bokongan dari manusia kurcaci."
Siauw Lingpun telah dapat melihat kelihayan dari sipemuda berbaju biru itupun kini dia
pusatkan seluruh perhatiannya untuk menghadapi musuh.
Perlahan-lahan pedangnya dicabut keluar dari sarung kemudian disilangkan di depan
dada siap menerima serangan lawan, sekalipun ia dengar ucapan itu Kiem Hoa Hujien tapi
pemuda ini tak berani pecahkan perhatian untuk menjawab.
Sang pemuda berbaju biru itupun mulai menggerak kakinya, sedang sepasang matanya
dengan memancarkan cahaya tajam dan menggidikkan melototi diri Siauw Ling tak
berkedip selapispun hawa nafsu membunuh mulai meliputi seluruh wajahnya.
Lama sekali masing-masing pihak berdiri saling menanti, tetapi pemuda berbaju biru itu


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih belum juga mencabut keluar pedangnya.
Lama kelamaan Siauw Ling tak dapat menahan sabar lagi tiba-tiba serunya, "Mengapa
saudara belum juga mencabut pedang untuk melancarkan serangan?""
Sang pemuda berbaju biru itu tidak memperdulikan ucapan dari Siauw Ling, sepasang
matanya tetap melototi pihak lawan tajam-tajam.
Agaknya ia ingin mencari titik kelemahan dari pertahanan pedang Siauw Ling kemudian
sekali serang mencabut nyawa pemuda ini.
Siauw Ling yang tidak memperoleh jawaban hawa singkangnya kembali disalurkan
mengelilingi seluruh badan hingga akhirnya mencapai pada titik puncaknya tetapi
sipemuda berbaju biru itu masih belum juga mencabut keluar pedangnya untuk
melancarkan serangan. Hanya saja air mukanya makin lama berubah makin menghebat, nafsu membunuhpun
makin hebat. Agaknya Kiem Hoa Hujien sudah dapat melihat bila masing-masing pihak telah
menyalurkan hawa murninya hingga mencapai sepuluh bagian masing-masing pihak
sedang berusaha untuk mendapatkan titik kelemahan pihak lawan untuk kemudian sekali
serang mencapai hasil yang mutlak.
Tak terasa lagi perempuan ini merasa sangat terperanjat pikirnya, "Kiranya kedua orang
Siauw Ling ini sama-sama memiliki kepandaian silat yang luar biasa dahsyatnya sungguh
tidak kusangka. Bagaimanapun juga pengalaman Siauw Ling di dalam menghadapi musuh masih sangat
berkurang apalagi menghadapi musuh tangguh ia masih belum mengerti bagaimana
mempertahankan diri sendiri setelah hawa murninya beberapa kali mengelilingi seluruh
badan masih juga melihat pihak lawannya turun tangan, lama kelamaan ia mulai ambil
keputusan untuk melancarkan serangan terlebih dahulu dengan menempuh bahaya.
Ia tahu semisalnya hawa murni yang dikumpulkan telah mencapai pada puncaknya dan
tidak segera disalurkan keluar maka ia sendirilah yang bakal menderita luka dalam.
Waktu berlalu dengan cepatnya di tengah kesunyian serta keheningan yang mencekam
rasa tegang menyelimuti hati semua orang sedang nafsu membunuhpun memenuhi
seluruh angkasa. Masing-masing kembali bertahan selama seperminum teh lamanya mendadak seluruh
tubuh Siauw Ling gemetar sangat keras, wajahnya berubah jadi merah bagaikan kepiting
rebus. Sedangkan air muka sipemuda berbaju biru itu sendiri makin lama berubah makin berat
dan semakin serius. Agaknya kedua orang bocah pembawa Khiem serta pedang sudah dapat meninjau
keadaan yang tidak beres perlahan-lahan mereka mengundurkan dirinya ke belakang.
Hingga saat ini sekalipun Siauw Ling masih belum berhasil menemukan juga titik
kelemahan di dalam pertahanan sipemuda berbaju biru itu, tetapi dia tak dapat menahan
sabarnya lagi. Mendadak pedangnya digetarkan dengan menimbulkan bunga-bunga api
yang menyilaukan mata bersama-sama tubuhnya menerjang maju ke depan.
Tampak pemuda berbaju biru itu angkat lengannya keatas. Sekejap kilat dia cabut
keluar pedangnya dari dalam sarung.
Cahaya tajam saling menyambar hawa pedang berdesir memenuhi angkasa di tengah
berkelebatnya bayangan manusia suara bentrokan keras bergema memenuhi angkasa
diiringi percikan bunga-bunga api.
Bentrokan yang terjadi barusan dilakuakn dengan kecepatan laksana sambaran kilat
saking cepatnya sampai Ciu Cau Liong serta Ih Bun Han To sekalian susah mengikuti
dengan jelas. Ketika mereka mengalihkan kembali sinar matanya ke tengah kalangan, tampaklah
kedua orang pemuda itu berdiri saling berhadap-hadapan dengan terpaut jarak sejauh
tujuh delapan depa. Wajah Siauw Ling yang merah padam sekarang telah luntur dan berganti air muka yang
agak pucat, ditangannya mencekal sebuah kutungan pedang.
Sedangkan dipihak sipemuda berbaju biru itu pedang yang dicekal ditanganpun tinggal
sepotong hawa nafsu yang menyelimuti wajahnya lenyap tak berbekas sebagai gantinya
secara lapat-lapat kelihatan air mukanya diliputi keletihan.
Kiranya dalam bentrokan yang terjadi secara kilat itu masing-masing pihak telah
Tusuk Kondai Pusaka 2 Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung Peristiwa Bulu Merak 7
^