Pencarian

Rahasia Kunci Wasiat 11

Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Bagian 11


Siauw-cha." "Ia berada dimana, cepat bawa aku pergi temui dirinya!" potong Siauw Ling cemas.
Perlahan-lahan Sang Pat menggeleng.
"Ruang rahasia yang kami gunakan untuk sekejap nona Gak sudah tersedia bahan
makanan untuk setengah tahun lamanya. Kami kakak beradik tidak berhasil menemukan
Siauw Siangkong dan walaupun tidak punya muka untuk menemui dirinya lagi tapi kami
tak membiarkan dia mati. Karena lima bulan setelah Siauw heng terjatuh ke dalam sungai
kami kakak beradik dengan menyaru secara diam-diam telah pergi kesana untuk mengirim
bahan makanan." "Hmm! ternyata kalian berdua masih berperikemanusiaan juga," Si Siepoa emas Sang
Pat mendehem ringan, sambungnya, "Tapi sewaktu kami kakak beradik tiba diruangan
rahasia tersebut, ternyata nona Gak sudah memutuskan terali besi dan meloloskan diri dari
sana jejaknya tidak ketahuan kami kakak beradik sudah banyak tahun berkelana diseluruh
penjuru dunia tapi tidak berhasil juga menemukan kabar beritanya."
"Heee" heeee" sebelum berhasil menemukan kabar berita mengenai enci Gak,
tanggung jawab kalian berdua belum selesai!" seru Siauw Ling tertawa dingin. "Lebih baik
kalian berdua iktui diriku saja."
"Kemana?" "Perkampungan Pek Hoa Sanceng, kita berjanji dengan batas waktu tiga tahun jikalau
dalam tiga tahun ini aku berhasil menemukan enci Gak sudah tentu kalian berdua akan
kami lepaskan." "Apa" perkampungan Pek Hoa Sanceng?" mendadak Tu Kiu berteriak kaget. Sepasang
matanya terbelalak lebar-lebar.
"Tidak salah dan inipun tidak berharga untuk dibuat kaget" ia merandek, lalu
tambahnya, "Jikalau dalam batas waktu tiga tahun kabar berita enci Gak belum juga
didapatkan maka kalina berdua akan kubunuh."
Tenaga kweekang yang dimiliki Tu Kiu amat sempurna apalagi memperoleh bantuan
obat mujarab setelah beristirahat sebentar kekuatannya sudah pulih kembali seperti sedia
kala. Sembari meloncat bangun serunya, "Tadi salah cayhe sendiri terlalu pandang rendah
pihak lawan sehingga kena kau pukul luka tapi aku masih belum puas dan takluk benarbenar."
"Jadi kau pingin coba-coba lagi" Sudah tentu."
Sinar mata Siauw Ling berputar mengamati sebentar ruangan di dalam rumah itu
kemudian menggeleng. "Ruangan ini terlalu sempit dan kecil mau bertanding ada baiknya kita coba di tempat
luaran saja." Tunggu sebentar tiba-tiba Sang Pat menyambar lengan kirinya dan mencegah Tu Kiu
meloncat keluar dari ruangan, "Sekalipun mau gebrak ada baiknya kita bicarakan dulu ini
hingga jelas. Ada perkataan apa cepat diutarakan."
"Kau kenal dengan sibayangan berdarah Jen Bok Hong."
"Dia adalah Toako ku," sahut Siauw Ling setelah termenung sebentar, "Mengapa ia
tidak menerima kau sebagai muridnya?"
"Soal ini kau tidak usah ikut campur" teriak sang pemuda gusar.
"Kau belajar ilmu silat dari bayangan berdarah Jen Bok Hong sudah tentu kepandaian
silatnya luar biasa waktu lima tahun tidak terhitung panjang jikalau memperoleh didikan
yang cermat rasanya dengan kecerdikan yang kau miliki bisa peroleh seluruh ahli
warisnya, tapi di dalam hal tenaga kweekang belum tentu bisa hebat melebihi kami kakak
beradik, jikalau satu lawan satu ada kemungkinan kau bisa mencuri andaikan kelincahan.
Apalagi jurus-jurus serangan dari sibayangan berdarah banyak yang aneh dan lihay,
mungkin juga kita bertarung seimbang dan keadaan setali tiga uang alias sama saja, tapi
jikalau kami kakak beradik bekerja sama maka kau pasti akan menderita kalah. Sekalipun
sibayangan berdarah Jen Bok Hong datang sendiripun belum tentu bisa menangkan kami
Tiong Cho Siang-ku dalam jurus" sambung pula si pit berwajah dingin Tu Kiu.
Mendengar ucapan tersebut diam-diam Siauw Ling merasakan hatinya rada bergerak,
pikirnya, "Jika didengar dari nada ucapan kedua orang itu agaknya terhadap Toako
angkatku Jen Bok Hong menaruh rasa jeri. Kelihatannya nama besar Toako benar-benar
sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan sungguh luar biasa?"
Tidak menanti Siauw ling berbicara, si Kiem Siepoa Sang Pat kembali berebut bicara,
katanya, "Coba kau tinjau dulu situasi pada saat ini apa yang cayhe ucapkan setiap patah
kata sejujurnya." "Dari siapa aku belajar ilmu silat rasanya kalian berdua tidak perlu mencari tahu jikalau
aku punya maksud mencelakai kalian berdua, tadi sewaktu berada ditepi sungai Tiang
Kang, Tu Kiu sudah menggeletak mati dengan darah berceceran."
Walaupun diluaran Tu Kiu tidak buka suara tapi diam-diam pikirnya:
"Perkataan ini sedikitpun tidak salah, jikalau tadi ia melancarkan beberapa jurus
serangan dalam keadaan terluka parah aku pasti tak akan tahan dan kemungkinan besar
akan menggeletak ditepi sungai."
"Ada orang datang" tiba-tiba Sang Pat berseru.
Tangannya langsung diayun memadamkan lampu lentera membuat suasana di dalam
ruang gubuk itu jadi gelap gulita susah melihat lima jari tangan sendiri.
Diam-diam Siauw Lingpun salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh siap
menghadapi serangan bokongan dari Tiong Cho Siang-ku, sepasang matanya yang tajam
menyapu tiada hentinya di sekeliling ruangan.
Tampak Sang Pat mengunci kembali pintu besar dan melalui celah kayu ia mengintip
keluar. Tu Kiu dengan punggung menempel ditembok besar badannya mendempet terus di
atas satu-satunya lembaran jendela.
Terdengar suara langkah kaki berkumandang datang dari kejauhan semakin lama
berjalan semakin mendekat lalu menjauh dan akhirnya lenyap dari pandangan.
Menanti orang itu sudah berlalu sambil putar badan Sang Pat menghembuskan napas
panjang. "Siapa yang datang?" tak tertahan lagi Siauw Ling bertanya.
"Pay cu dari Sin Hong Pay secara mendadak muncul disini, entah apa sebabnya?" jawab
Tu Kiu. "Mungkin sedang mengejar Siauw Ling" sambung Sang Pat.
"Mengejar aku."
"Dalam persoalan ini sih bukan kau yang dimaksudkan yang ia kejar adalah Siauw Ling
palsu itu," sambung Tu Kiu cepat.
Sang Pat mendehem berat. "Siauw Ling palsu itu bisa menipu kami dua bersaudara, rasanya orang yang tak bisa ia
tipupun hanya beberapa selintir saja."
"Orang-orang itu pada mengejar Siauw Ling palsu, apakah tujuan merekapun
disebabkan kunci istana rahasia?"?"
"Sehari istana rahasia tidak terbuka maka sehari pula Siauw Ling tak bisa hidup
tenteram. Sejak Gak Siauw-cha lenyap dari pendegaran maka seharusnya Siauw ling
adalah satu-satunya jalan untuk mengejar kunci istana rahasia tersebut."
Pemuda she Siauw itu tertawa dingin tiada hentinya mendengar perkataan tersebut.
"Tetapi justru cayhe sekarang yang sedang memaksa kalian dua bersaudara untuk
menunjukkan tempat persembunyian enci Gak ku."
"Sungguh sayang kami berdua tidak tahu," kata Tu Kiu dingin.
"Bagaimanapun pokoknya cayhe minta pertanggung jawab kalian berdua dalam soal ini
jikalau kalian tidak suka memberitahukan jejak enci Gak ku maka terpaksa kamu semua
harus ikut aku pergi keperkampungan Pek Hoa Sanceng."
"Jika kami berdua tidak mau ikut?" tantang Sang Pat tiba-tiba.
"Kalian berdua tidak berhak untuk menentukan persoalan ini."
"Ooow sungguh besar lagakmu!" Sang Pat tertawa geli. "Kami Tiong Cho Siang-ku
sudah ada puluhan tahun berdagang dan tidak mudah untuk menciptakan merek nama
emas sekali hancur membuat kami harus bergelandangan selama lima tahun di dalam
Bulim dengan keadaan menyaru jual beli ini benar-benar sangat merugikan sekali dan kini
kau masih ingin menagih uang muka."
"Baik uang pokok maupun uang bunga aku tetap ingin menagihnya kembali pokoknya
tidak berhasil menemukan enci Gak berarti dua lembar nyawa kalian harus kurenggut
untuk mengganti selembar nyawanya."
"Orang berdagang kebanyakan tergantung modal bocah cilik apa yang kau andalkan?"
"Aku andalkan sepasang telapak tanganku itu."
"Bagus sekali kalau begitu siauwte berduapun harus melayani permintaanmu itu."
"Ruangan ini terlalu sempit dan kecil, rasanya tidak leluasa jika harus bergebrak disini."
"Tiga empat li disebelah utara ada sebuah kuil bobrok yang terpencil bagaimana kalau
kita disana saja. Urusan tak boleh diundur-undur lagi, sekarang juga kita pergi."
"Baik, biar siauwte tunjuk jalan," Sang Pat segera melompat keluar dari ruangan gubuk
tersebut. Tiga sosok bayangan manusia dengan amat cepat berkelebat menuju ke arah utara dari
gubuk tadi. Sedikitpun tidak salah setelah berjalan kurang lebih empat li tibalah mereka disebuah
kuil besar yang susah bobrok dan tidak terpakai lagi.
Di bawah pimpinan Sang Pat mereka meloncat masuk ke dalam kuil melewati ruang
besar dan tiba disebuah pekarangan yang besar tapi menyeramkan.
Luas halaman belakang kuil itu ada dua hektar lebih. Alang-alang tumbuh setinggi lutut,
empat penjuru penuh ditumbuhi pepohonan waru yang tinggi besar, hanya di tengah
pekarangan seluas tiga empat kaki saja merupakan sebidang tanah yang bersih dari
gangguan alang-alang. sembari menuding ke arah deretan barak sebelah timur tiba-tiba
Sang Pat berkata, "Di dalam deretan barak itu terdapat dua buah peti mati kosong jika tak
beruntung kami dua bersaudara terluka dan mati ditanganmu, harap kau suka sedikit
repot memasukkan mayat kami berdua ke dalam peti mati itu kemudian dikubur di tengah
lapangan ini." Siauw Ling tertegun, tetapi sebentar kemudian ia berkata "Jikalau siaiwte yang tidak
beruntung mati, berharap kalian berdua suka sedikit repot menyelesaikan layonku."
"Asalkan kami bisa lakukan tentu akan dilaksanakan tanpa membantah."
"Dikemudian hari jika kalian beruda berjumpa kembali dengan enci Gak maka tolong
jangan kalian katakan kalau aku mati karena pertarungan disini."
"Tidak bisa jadi!" potong Tu Kiu tiba-tiba. "Tiong Cho Siang-ku tidak pernah bicara
bohong." Di dalam hati Siauw Ling mengerti bila kepandaian silat yang dimiliki Tiong Cho Siangku
amat lihay. Jikalau mereka berdua turun tangan bersama-sama maka baginya memang kurang
punya pegangan untuk merebut kemenangan ia tertawa hambar.
"Setelah aku titipkan pesan terakhirku sudah tentu ucapan kalian bukan omongan
bohong." "Baiklah" kata Sang Pat kemudian manggut. "Kita tetapkan saja demikian."
"Kalian hendak turun tangan bersama-sama" Ataukah seorang demi seorang?"
"Biar cayhe menghadapi dirimu seorang diri terlebih dulu," sahut Sang Pat setelah
memandang sekejap ke arah Tu Kiu. "Jikalau kau benar-benar bisa mengalahkan diriku
nanti kami berdua baru turun tangan berbareng bagaimana?"
"Jika aku Siauw Ling takut kalian Tiong Cho Siang-ku turun tangan berbareng, saat
inipun tidak akan berani datang kemari untuk melayani tantangan kalian."
"Kalau begitu silahkan kau turun tangan jumlah kami lebih banyak maka ada baiknya
mengalah tiga jurus dulu buatmu."
"Tunggu sebentar ada satu persoalan, aku barus membicarakan agar jelas."
"Cayhe tentu pentang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan perkataanmu itu."
"Karena kalian berdua ingin mempertahankan nama baik kalian dalam dunia kangouw
maka sekarang telah bulatkan tekad hendak melakukan suatu pertempuran adu jiwa, tapi
siauwte benar-benar tiada maksud untuk membinasakan kalian berdua jikalau aku
beruntung berhasil menangkan kalian berdua aku harap kalian bantu aku pergi mencari
jejak enci Gak." "Ha haa" kelihatannya keinginan Siauw heng untuk menangkan kami berdua begitu
kukuh dan kuat" Sang Pat tertawa terbahak-bahak habis mendengar ucapan pemuda
tersebut ia merandek sejenak lalu sambungnya serius, "Jika kami dua saudara sama-sama
menderita kalah ditanganmu maka selama hidup akan mendengarkan perintahmu tapi
jikalau beruntung kami dua bersaudara yang menang" kaupun harus menyetujui satu
permintaanku urusan apa?"
"Setelah bertemu dengan enci Gak mu kau harus bantu kami mintakan kunci istana
terlarang untuk kami."
"Baiklah, sekarang kalian harus berhati-hati."
"Sreeet" telapak tangannya mendadak dibabat keluar keras-keras.
Sang Pat menyingkir kesamping dengan gerakan Huan Bauw Lan Wie atau berganti
jubah menyingkir tempat loloskan dari datangnya serangan tersebut.
Terasa angin pukulan yang tajam dan kuat melayang lewat dari sisi tubuhnya membuat
jubah yang dikenakan berkibar keras tak terasa lagi ia merasa sangat terperanjat.
"Bangsat cilik! Sungguh dahsyat sekali ilmu pukulannya," diam-diam ia berpikir di dalam
hati. Siauw Ling yang melihat serangannya tak mencapai sasaran, sang badanpun
mendesak maju ke depan, sepasang telapak dirapatkan jadi satu lalu dihantam kemuka.
Serangan ini datangnya meninggalkan sedikit suarapun, kekuatanpun tidak memancar
keluar dari ujung telapak.
Sang Pat dengan gerakan tubuh Ih Si Huan Wie atau bergoyang badan berpindah
tempat badannya berputar satu lingkaran besar meloloskan diri dari datangnya serangan
tersebut. Terasa bayangan manusia berkelebat lewat, telapak Siauw Ling bagaikan bayangan
mengajar terus dari belakang, kali ini pemuda she Siauw tersebut telah menggunakan ilmu
menangkap yang jitu kelima jari tangannya mengancam pergelangan kanan Sang Pat.
Diam-diam Sang Pat merasa terperanjat pikirnya, "Amat cepat gerakan tangannya
hampir saja aku terhajar oleh serangannya."
Buru-buru dengan menggunakan jurus Hong Hwie Yi Liuw atau angin menyambar
pohon Liuw ujung kakinya sedikit ditekan badanpun melayang lewat meloloskan diri dari
datangnya serangan tersebut.
Walaupun ia berhasil menghindarkan diri dari ketiga buah serangan lawan, tapi
tubuhnya sudah kena terdesak satu tombak dari tempat semula.
"Kali ini seharusnya kau balas melancarkan serangan kepadaku!" seru pemuda she
siauw itu sambil berhenti menyerang.
"Soal ini kau tidak kuatir."
Tubuhnya menerjang maju ke depan, telapak kanan dihantam meyongsong dadanya
dan sewaktu serangannya hampir mendekati tubuh lawan mendadak kelima jarinya
dipentangkan mencengkeram pundak pemuda itu dengan jurus Sin Liong Tan Cau atau
naga sakti pentangkan cakar.
Siauw Ling buang pundak kesamping, dan tetap berdiri di tempat semula sedangkan
telapak kanan tiba-tiba membalik jari tengah jari telunjuk digurat ke tengah udara
membabat urat nadi pihak lawan.
************http://ecersildejavu.wordpress.com/***************
Dengan ketakutan Sang Pat mengundurkan diri ke belakang.
"Aaaakh"! ilmu menotok jalan darah Lan Hoa Hu Hiat So!" teriaknya tertahan.
"Sedikitpun tidak salah! Tidak kusangka pengetahuanmu betul-betul sangat luas."
Telapak kiri mencowok ke depan lima jari setengah ditekuk setengah ditonjolkan
membabat pundak lawan. Sang Pat sudah tentu tidak berani berlalu gegabah tangan kanannya dengan jurus Cing
To Lie An atau ombak besar menghajar pantai melancarkan satu babatan gencar ke arah
luar. Saat ini Siauw Ling sudah kerajingan untuk bergebrak tangan kanannya menyambut
datangnya serangan lawan dengan keras lawan keras sedang tangan kiri dengan jari
tengah serta jari telunjuk menyentil perlahan ke tengah udara mengancam jalan darah Cit
Ing Im Bun serta Tiong Hu tiga buah jalan darah penting.
Jurus Lan Siang Su Sih atau harum bunga memancar empat penjuru ini merupakan
sebuah jurus yang sangat lihay diantara kedua belas jurus ilmu menotok Lan Hoa Hu Hiat
So. Walaupun Sang Pat sudah mempunyai pengalaman yang sangat luas dalam
menghadapi musuh tangguh tak urung dibuat kelabakan juga menghadapi perubahanperubahan
jurus pihak lawan apalagi telapak tangannya sedang beradu tenaga dengan
telapak Siauw Ling baginya untuk meloloskan diri tidak mungkin lagi.
Dalam keadaan terburu-buru ia tarik napas panjang-panjang pundak kiri ditekan ke
bawah secara mendadak menekuk lima coen lebih ke bawah.
Walaupun perubahan yang dilakukan cukup cepat, tapi tak urung terlambat juga satu
tindak jalan darah Tiong Hu nya kena tersentil oleh jari tangan Siauw Ling.
Tu Kiu yang melihat saudaranya Sang Pat menderita kerugian dan di dalam dua tiga
jurus saja sudah menderita kalah ia tidak sempat turun tangan menolong lagi.
"Terimalah satu seranganku!" mendadak bentaknya dingin.
Padahal bentakan tersebut sudah terlambat diucapkan, belum sampai kata-kata itu
meluncur keluar serangannya sudah menyambar datang.
Siauw Ling membentak keras semangat berkobar-kobar sepasang telapaknya berturutturut
dilancarkan ke depan dengan serangan berantai, dalam sekejap mata ia sudah
melangsungkan suatu pertandingan sengit melawan sepasang Tiong Cho Siang-ku.
Tiong Cho Siang-ku yang harus bergabung dalam menghadapi Siauw Ling makin
bertempur hati mereka semakin terkejut tampak jurus serangan yang dilancarkan Siauw
Ling mempunyai perubahan yang sangat cepat dan kebanyakan merupakan gerakangerakan
yang belum selesai ditemui selama ini.
Satu jurus belum selesai digunakan jurus kedua sudah menyambung datang, kejadian
ini membuat pandangan setiap orang terasa berkunang-kunang dan susah melayani.
Kiranya rangkaian ilmu pukulan yang digunakan Siauw Ling ini adalah ilmu Lian Huan
Sun Tien Cieng Hoat atau ilmu pukulan berantai kilat menyambar andalan ayah angkatnya
Lam Ih Kong sewaktu angkat nama di dalam Bulim dalam jurus serangan terdapat jurus,
dalam pukulan terdapat pukulan perubahan lama belum selesai timbul perubahan baru,
bahkan saja membuat orang susah melayani bahkan perhatian yang terpusatpun kadangkadang


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibikin kacau sehingga membuat gerakan sendiri jadi kacau balau.
Setelah bergebrak sebanyak tiga puluh jurus, Tiong Cho Siang-ku mulai terdesak di
bawah angin oleh desakan angin pukulan yang dilancarkan pemuda itu mereka hanya bisa
menangkis dan memperhatikan diri belaka tanpa berhasil mendapatkan kesempatan untuk
balas menyerang serangan.
Sebaliknya Siauw Ling makin bertempur semakin gembira, ternyata ia mencampur
adukan ilmu menotok Cap Jie Hoa Hu Hiat So nya ke dalam gerakan-gerakan ilmu pukulan
kilat menyambar. Keadaan Tiong Cho Siang-ku kebalikan dari diri Siauw Ling, makin bergebrak mereka
semakin terkejut pertama-tama Tu Kiu yang terpengaruh terlebih dulu oleh kecepatan
gerak ilmu telapak Siauw Ling tiba-tiba tangan kanannya didorong ke depan mengunci
datangnya serangan lawan dengan jurus Pit Bun Tui Gwat atau tutup pintu mendorong
rembulan. Siapa nyana tangan kiri pemuda she Siauw ini mendadak meyelonong masuk dari sisi
tangannya langsung menghantam dada.
Pintu pertahanan Tu Kiu kena terbohol satu lubang. Kelihatan telapak lawan bakal
mampir di depan dada, terburu-buru ia mengundurkan diri ke arah belakang.
Siapa nyana telapak tangan Siauw Ling yang ditabok ke arah dada itu mendadak ditarik
kembali, telapak dibalik dengan ilmu menotok Lan Hoa Hu Hiat So, ia menyambar lengan
kanan lawannya. Tu Kiu segera merasakan jalan darah Pit Nau Siau Lok, dua buah jalan
darah penting jadi kaku sebuah lengan kanannya kontan kaku dan mati tak bisa digunakan
lagi. Dalam keadaan terperanjat tiba-tiba Sang Pat maju ke depan melancarkan serangan
dengan jurus Pek Nio Cau Hong atau ratusan burung menyembah burung Hong, telapak
tangannya berubah jadi berpuluh-puluh bayangan serangan bersama-sama mengurung
seluruh kepala pemuda tersebut.
Siauw Ling sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam menghadapi musuh, melihat
telapak tangan lawan mengurung seluruh badannya ia jadi gugup, tubuh diputar siap
untuk menghindar, sedang tangan kanannya dengan menggunakan jurus Man Thian Seng
To atau seluruh jagat penuh bintang menangkis datangnya serangan tersebut.
Sedikit ragu-ragu itulah gerakannya rada terlambat angin pukulan Sang Pat sudah
bersarang di atas pundak kanannya.
Dari Cung San Pek pemuda she Siauw ini pernah memperoleh pelajaran ilmu kweekang
Kan Cing Khie kang yang khusus berguna untuk melindungi badan, dan sekarangpun
sudah ada hasilnya. Serangan Sang Pat yang tepat menghajar di atas pundaknya segera terpental balik
keatas hal ini membuat sigemuk she Seng ini menjadi terkejut bercampur ngeri.
"Aaah! ilmu khie kang pelindung badan!" jeritnya tak tertahan lagi. Dalam keadaan
terhajar oleh serangan pihak lawan kembali Siauw Ling sentil tangan kirinya ke depan
dengan ilmu jari Siauw Lo Sin Cie angin tajam mendesir keluar jalan darah paling penting
Thian Tie pada Hu buin Sang Pat sudah kena terhajar.
Kontan seluruh tubuh Sang Pat bergoyang dan mundur dengan sempoyongan
kemudian roboh terjengkang keatas tanah.
Melihat saudaranya roboh, Tu Kiu merasa sangat terkejut.
"Toako," teriaknya cemas sang tubuh dengan cepat menubruk ke depan.
Tangan kanannya sudah terluka susah digerakkan terpaksa dengan tangan kiri ia
sambar badan Sang Pat. "Pundak kanan Siauw Ling yang terhajar oleh pukulan Sang Pat tadipun telah
menimbulkan rasa sakit seperti diiris-iris walaupun ia memiliki ilmu khie kang berlindung
badan tapi kekuatan tiga bagian hawa khie kangnya mana mungkin bisa menahan hajaran
Sang Pat yang kuat dan menggunakan tenaga besar itu.
Dalam pertarungan ini mereka bertiga sama-sama menderita luka. Hanya saja soal
Siauw Ling pun ikut terluka Tiong Cho Siang-ku sama sekali tidak tahu.
Haruslah diketahui ilmu Sian Bun Khie kang merupakan ilmu sakti yang tertinggi dalam
hal ilmu silat di dalam pandangan Tiong Cho Siang-ku setelah Siauw Ling berbhasil
memiliki ilmu khie kang pelindung badan sudah tentu ia tak bakal terluka oleh pukulan
apapun. Diam-diam Siauw ling gertak gigi menahan rasa sakit ditulang bentaknya berat, "Jangan
goyangkan dirinya ia sudah terhajar oleh ilmu jari Siuw Loo Sin Ci. Jika tidak tahu cara
menolongnya bukan saja membantu bahkan akan mencelakai selembar jiwanya."
"Apa" ilmu jari Siauw Loo Sin Ci?" seru Tu Kiu dengan air muka berubah hebat.
Buru-buru ia letakkan badan Sang Pat keatas tanah kemudian mengundurkan diri
kesamping. Siauw Lingpun segera salurkan hawa murninya menahan rasa sakit dibadan, di samping
itu iapun menggunakan ilmu membebaskan jalan darah menunggal yang dipelajari dari
Sang Pat dari totokan jalan darah.
Walaupun akhirnya ia berhasil membebaskan diri Sang Pat dari pengaruh totokan tapi
ia sendiripun saking sakitnya keringat mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Tu Kiu yang menonton dari samping dalam hati masih mengira pemuda itu kelelahan
sehingga mengucurkan keringat karena harus menyembuhkan Sang Pat dari pengaruh
totokan, diam-diam dalam hatinya merasa sangat berterima kasih sekali.
Setelah Sang Pat merasakan jalan darahnya bebas, ia segera loncat bangun dan
memandang Siauw Ling dengan mata terbelalak lama sekali ia baru menghela napas
panjang. "Heee"! kepandaian silat yang dimiliki Siauw heng benar-benar luar biasa hebatnya.
Selama hidup aku Sang Pat baru kali ini benar-benar terbuka sepasang matanya."
Ia merandek, setelah menghela napas panjang lagi sambungnya, Selama hidup bukan
satu kali saja menderita kalah dalam adu kepandaian kali ini benar-benar sangat
mengenaskan. Ia lantas menoleh dan memandang sekejap ke arah Tu Kiu.
"Bagaimana dengan dirimu?" tanyanya lirih.
"Urusan apa?" untuk beberapa waktu Tu Kiu masih belum mengerti apa yang
dimaksudkan saudaranya. Sang Pat mendehem perlahan. "Aku sudah menyanggupi jikalau sampai menderita
kalah di tangan Siauw Ling maka selama hidup harus mendengarkan seluruh perintahnya
tapi urusan ini jauh lebih berat dari kematian seseorang walaupun sudah aku sanggupi
tapi aku tidak ingin memaksa kaupun mengikuti tindakanku ini."
Tu Kiu termenung tidak bicara tapi dari perubahan matanya menunjukkan bila dihatinya
sedang bergolak sangat keras, lama sekali ia baru menyahut, "Bagaimana menurut
pendapat Toako, apakah kau sungguh-sungguh hendak mengikuti dirinya dan selama
hidup mendengarkan perintahnya?""
"Perkataan yang sudah kuucapkan kapankah pernah diingkari kembali" tapi kau tidak
pernah menyetujui dengan mulut sendiri karena itu kau tak terhitung dalam perjanjian ini,
rasanya saat inilah merupakan satu-satunya jalan bagimu untuk melepaskan diri dari
belenggu." Di dalam hati Siauw Ling mengerti tindakan yang diambil kedua orang ini merupakan
keputusan terakhir yang mempengaruhi penghidupan seumur hidupnya, maka dari itu ia
tidak ikut menimbrung dalam perundingan tersebut.
Tu Kiu kelihatan sangat bersedih hati setelah berjalan bolak balik mengelilingi dua
lingkaran, akhirnya ia bertanya, "Apakah caramu itu?"
"Jikalau pada saat ini juga kau putuskan hubungan dengan diriku, mengurat tanah
memisahkan dunia dan sejak kini tidak saling mengurusi satu sama lain maka kau tidak
usah terikat lagi dengan perjanjian ini."
Tampak Tu Kiu menegakkan kepala menghembuskan napas panjang, akhirnya ia
salurkan hawa murni mengelilingi seluruh tubuh dan berkelebat pergi dari tempat itu.
Gerakannya cepat laksana sambaran petir di dalam sekejap mata sudah lenyap dari
pendangan. Perlahan-lahan Siauw Ling menghembuskan napas panjang.
"Perjanjian sepatah kata saja bisa mempengaruhi penghidupan seumur hidup, tidak
aneh kalau ia jauh-jauh meninggalkan dirimu," katanya perlahan.
"Adik angkatku tak bakal jadi seorang manusia segoblok itu," Sang Pat menggeleng
berulang kali. "Jikalau ia mau pergi maka ia bisa pergi dengan blak-blakan, dan tak
mungkin berlalu dengan menyeret lumpur membawa air. Tapi urusan ini meyangkut suatu
kejadian yang besar, untuk beberapa waktu, ia merasa susah untuk ambil keputusan."
Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya, "Cayhe ada satu urusan ingin mohon
bantuan dari Siauw heng!"
"Asalkan aku bisa laksanakan sudah tentu tak bakal kutolak."
"Jikalau adikku ambil keputusan untuk putuskan hubungan dan memisahkan diriu
dengan diriku aku berharap Siauw heng dengan memandang di atas wajahku suka
melepaskan dirinya pergi tanpa diganggu."
Tampak sesosok bayangan manusia laksana sambaran kilat meluncur datang, setelah
mengitari kedua orang itu dua kali kemudian berkelebat lagi dari tempat itu.
Siauw Ling dapat melihat jelas kalau orang itu bukan lain adalah Tu Kiu, sambil
busungkan dada segera menyahut, "Sang heng tidak usah terlalu bersedih hati , orangorang
Bulim memandang janji lebih berat daripada mati, tapi jika Sang heng ada sedikit
menyesal terhadap janji kita ini, sekarang juga kau berlalu dari sini."
dari sepasang matanya tiba-tiba Sang Pat memancarkan cahaya yang bukan alang
kepalang tapi sebentar kemudian sudah lenyap tak berbekas ia menghela napas panjang
lagi. "Selama hidup aku Sang Pat belum pernah mengingkari janji yang telah aku ucapkan
kawan-kawan Bulim bisa pandang tinggi Tiong Cho Siang-ku justru dikarenakan persoalan
ini dan aku orang she Sang pun mengandalkan hal ini merantau dalam dunia persilatan.
Semboyanku seumur hidup adalah kepala boleh putus darah boleh mengalir tapi
kepercayaan tak boleh dinodai."
Tiba-tiba terdengar suara langkah manusia berkumandang datang. Tu Kiu muncul
kembali disana dan langsung berhenti dihadapan orang itu.
"Toako," katanya lambat. "Siauwte telah lama berpikir dan akhirnya berhasil mengambil
keputusan." "Haaa haaa" aku sudah membicarakan persoalan ini dengan diri Siauw heng" potong
Sang Pat tertawa tergelak. "Ia berjanji tak akan menghalangi kepergianmu. Harta karun
yang kita berdua kumpulkan hampir separoh hiduppun mulai sekarang boleh dihitung
milikmu seorang." "Setelah siauwte pikir pulang balik akhirnya aku merasa jauh lebih baik mengikuti diri
Toako saja," sambung Tu Kiu lebih lanjut. "Perduli pergi keujung langit atau sudut
samudra naik gunung golok hutan pedang selama hidup tak akan berpisah dengan
dirimu." "Kau tak pernah menyanggupi persoalan ini dengan mulutmu sendiri, dan kau masih
berhak untuk tinggalkan tempat ini, buat apa kau mencari susah dengan mendengarkan
perintah orang selama hidup" kau?" teriak Sang Pat dengan alis berkerut.
"Aku tahu tentang soal ini, tetapi setelah Toako menyanggupi bukankah sama halnya
pula dengan siauwte yang menyanggupi sendiri?"
Ucapan yang begitu bersahabat walaupun membawa hawa hangat bagi yang
mendengar, tapi kedengarannya tetap dingin pula yang meluncur keluar dari mulutnya.
Akhirnya Sang Pat menghela napas panjang.
"Kalau begitu akulah yang telah mencelakai dirimu?"
"Kalian berdua suka membantu aku mencari enci Gak, hatiku sudah merasa sangat
berterima kasih" tiba-tiba Siauw ling merangkap tangannya seraya menjura. "sejak ini ada
baiknya kita sebut masing-masing pihak sebagai saudara tak ada urutan kedudukan dan
tak perlu bicarakan soal turut perintah sepanjang hidup yang tak sedap didengar."
Sang Pat mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haa haaa" usia Siauw heng tidak besar tapi kelapangan dadamu melebihi orang lain,
jikalau demikian adanya kami berduapun tidak akan menampik lagi, sejak detik ini Siauw
heng adalah Liong Tauw Toako kami."
"Usia Siauwte masih sangat muda, mana boleh menjadi Liong Tauw Toako kalian."
"Dalam kalangan Bulim siapa yang kuat dialah di atas tidak pernah urutan ditentukan
menurut usia. Toako terimalah satu penghormatan kami?" seru simanusia gemuk she Sang
inicepat. Diikuti Tu Kiu mereka berdua jatuhkan diri berlutut dan menjalankan penghormatan
besar. Buru-buru Siauw Ling balas memberi hormat dengan berlutut pula, dengan demikian
mereka berada saling berhadap-hadapan.
"Siauw Toako!" tiba-tiba Tu Kiu berseru. "Kami sebagai saudaramu ada beberapa patah
kata yang rasanya tidak sesuai diutarakan, entah bolehkah kuucapkan keluar?"
"Dalam soal pengalaman dunia kangouw diriku tak dapat menandingi kalian berdua,
dalam persoalan ini justru aku ingin mendapat banyak petunjuk dari kalian."
"Toako terlalu memuji."
Perlahan-lahan Tu Kiu mendongak memperhatikan bintang yang bertaburan diangkasa,
mendehem beberapa kali sambungnya, "Janji kita malam ini akan berlaku selama hidup
oleh sebab itu ada baiknya Siauwte bicara blak-blakan dulu sejak kini kami akan dengar
perintah Toako. Mengenai orang lain perduli ia mempunyai hubungan atau kedudukan
apapun dengan diri Siauw Toako kami tak suka jual muka buat mereka."
"Ehmm, soal ini sih terserah kemauan kalian berdua," kata Siauw Ling sesudh
termenung sejenak. "Siauwtepun ada beberapa patah kata rasanya tidak enak bila tidak kuutarakan keluar"
sela Sang Pat pula dari samping. "Kepandaian silat yang Toako miliki saat ini apakah hasil
pelajaran dari sibayangan berdarah Jen Bok Hong?"
"Bukan! ketiga orang cianpwee yang memberi pelajaran silat kepadaku sudah lama
mengundurkan diri dari dunia persilatan kendati kuberitahukan belum tentu kalian berdua
tahu." Usia masih muda bila dibandingkan dua orang lelaki dihadapannya boleh dikata terpaut
berpuluh-puluh tahun lamanya. Ia merasa canggung untuk menyebut mereka dengan
sebutan adik. "Haaa" haaa jika Toako punya kesulitan untuk memberitahukan soal ini kepada kami
biarlah kita sudahi saja omongan kita sampai disini, dan apabila tiada halangan bagaimana
kalau diberitahukan kepada Siauwte berdua?" Sang Pat tertawa terbahak-bahak.
Terhadap keberhasilan Sian Siauw memiliki ilmu silat yang maha dahsyat dalam lima
tahun saja hati mereka benar-benar tidak paham. Otak penuh dengan hal yang
mencurigakan hatinya. "Setelah menjadi saudara berarti kita telah menjadi orang sendiri memberitahukan
selain kepada kalian berdua sudah tentu tiada halangan cuma kamu berduapun harus
berjanji tidak akan menceritakan persoalan ini kepada siapapun juga."
"Toako boleh berlega hati!" seru Tu Kiu dengan cepat. "Siauwte berdua tak akan
sembarangan menceritakan asal usul Toako kepada siapapun juga."
Nada suara orang ini selalu membawa rasa dingin dan ketus yang tidak sedap didengar
kendati ia sudah berusaha menghaluskan dan melemahkan suaranya tetap saja ucapannya
memberikan perasaan bergidik bagi siapapun juga.
"Seluruh kepandaian ilmu silatku ini kudapatkan dari tiga orang jagoan maha sakti
mereka adalah Giehu ku Lam Ih Kong, suhuku Cung San Pek serta nona Liuw Sian Ci."
"Apa" mereka bertiga masih hidup dikolong langit?" teriak Sang Pat dengan mata
terbelalak. "Benar mereka tinggal dilembah Sam Sin Kok" Teringat sewaktu perpisahannya dengan
ketiga orang tua itu Siauw Ling merasa hatinya kecut air mata hampir saja jatuh berlinang.
"Pengalaman aneh yang Toako temui benar-benar luar biasa berhasil mendapat
bimbingan serta didikan dari ketiga orang Locianpwee ini tidak aneh kalau dibandingkan
yang Toako miliki jauh melampaui aturan Bulim yang berlaku hingga sekarang."
"Kejahatan-kejahatan yang dilakukan sibayangan berdarah Jen Bok Hong sudah
menggemparkan seluruh dunia kangouw pada sepuluh tahun berselang," sambung Tu Kiu
pula. "Setelah Toako berhubungan dengan dirinya harap kau suka banyak berhati-hati."
Jilid 22 "Benar Siauw Toako Jan Bok Hong Ciu Cau Liong merupakan manusia-manusia cilik
yang berhati keji telengas dan banyak akal mereka paling suka melakukan serangan
bokongan terhadap jago-jago golongan Pekto dan melakukan perbuatan-perbuatan
pengecut mereka suka bersahabat dan mengikat tali persaudaraan dengan Toako aku rasa
dibalik kesemuanya ini masih tersembunyi maksud-maksud lain. Aaai sebenarnya Toako
tak boleh siauwte ikut campur tapi persoalan ini menyangkutnya keselamatan Toako harap
Toako banyak berhati-hati."
"Lebih baik Toako jangan ceritakan peristiwa yang terjadi malam ini kepada mereka
berdua, sehingga tidak sampai menimbulkan rasa curiga mereka terhadap dirimu,"
sambung Tu Kiu. Belum sempat Siauw Ling membuka suara, Sang Pat sudah berebut bicara lagi.
"Agaknya pada beberapa hari ini dalam dunia kangouw sedang terjadi gelombang besar
hanya saja disebabkan perhatian Siauwte tercurahkan semua untuk menguntit dan
menyelidiki Lan Giok Tong dengan harapan bisa mendapatkan jejak nona Gak maka
terhadap persoalan lain tidak begitu kami perhatikan! Sekarang juga kami akan pergi
melakukan penyelidikan setelah ada kabar baru datang kembali untuk kasih kabar kepada
Toako." "Bagaimana?" Apakah antara Lan Giok Tong dengan enci Gak ku tersangkut suatu
hubungan tertentu?" sela Siauw Ling dengan hati cemas.
"Hingga detik ini belum berhasil kami dapatkan tanda-tanda, maka siauwte berdua tidak
berani berbicara sembarangan," jawab Tu Kiu dengan serius. "Harap Toako suka bersabar
beberapa hari. Sesudah ada kabar tentu kami laporkan kepada Toako."
Ia merandek sejenak untuk tukar napas setelah itu sambungnya lebih lanjut, "Lan Giok
Tong menyaru dengan menggunakan nama besar Toako baru berjalan satu tahunan
lamanya, tapi sudah cukup menggemparkan seluruh dunia persilatan. Asal usul ornag ini
masih penuh diliputi kemisteriusan, masih merupakan tanda tanya besar buat kita. Dalam
soal jurus pedangnya betul-betul keji, telengas dan dahsyat. Selama beberapa waktu ini
Siauwte belum pernah melihat dia orang bergebrak melawan musuhnya melampaui dua
jurus, begitu cabut pedang menyerang pihak lawan apabila bukan mati tentu terluka
parah. Toako dilain waktu apabila berjumpa dengan nona ditepi sungai sebelah sana, maaf
tak cepat lama menemani Toako serta Jie ko juga."
Tubuhnya berputar lalu meloncat satu tombak kemuka kemudian dalam dua tiga kali


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

loncatan saja telah lenyap dibalik kegelapan.
"Sebelum berjumpa dengan Toako siauwte sekalian hanya pusatkan semua perhatian
untuk menyelidiki dan mencari tahu jejak nona Gak" kata Sang Pat sambil tertawa. "Tapi
mulai saat ini, siauwtepun harus ikut memperhatikan juga semua gerak-gerik serta situasi
dalam dunia persilatan kini Toako bergaul dengan manusia-manusia ganas, harap dalam
setiap gerakan suka berhati-hati, siauwtepun mohon diri terlebih dulu."
"Eeei" tunggu sebentar dikemudian hari secara bagaimana kita saling berjumpa lagi?"
"Bila kami ada urusan penting sudah tentu bisa datang mencari Toako sendiri untuk
sampaikan berita sedangkan bila Toako yang ada urusan kau boleh tinggalkan kode
rahasia untuk memberi petunjuk kepada kami."
Si Siepoa emas inipun lantas memberitahukan kode rahasia mereka kepada diri Siauw
Ling. Orang ini benar-benar sangat teliti habis memberitahukan kode rahasia ia masih belum
juga merasa berlega hati sembari berpaling menuding ruangan sebelah timur
sambungnya, "Setelah dalam dunia persilatan terjadi suatu perubahan besar kemungkinan
besar kita bersaudara susah untuk mengadakan hubungan atau mungkin karena sulitnya
persoalan siauwte tak ada kesempatan untuk menemui Toako maka Toako boleh mencari
laporan siauwte sekalian dari dalam sebuah peti mati yang ada di dalam ruanga ersebut
menghadap ke arah selatan tapi Toakopun harus tahu cara hubungan macam begini
merupakan suatu tindakan yang sangat berbahaya pada hari-hari biasa jangan sekali-kali
digunakan Toako baik-baiklah kau berjaga diri."
Sesudah menjura ia putar badan dan berlalu. Sembari memandang lenyapnya
bayangan Sang Pat dalam hatinya Siauw Ling merasa yang dilontarkan kedua orang itu
berulang kali kepada Siauw Ling mulai merasakan hatinya bimbang dan ragu.
Teringat situasi waktu tempo dulu Ciu Cau Liong sekalian memaksa ia angkat
bersaudara dirasakan situasinya kurang beres apalagi setelah terjebak dalam lingkaran
setan mereka. "Tapi kini nasi sudah menjadi bubur menyesalpun telah terlambat asalkan mulai saat ini
bertindak lebih hati-hati mungkin keadaannya akan jauh lebih baikan."
Setelah pikiran itu berkelebat lewat ia mulai merasa pengetahuannya agak mendadak
kemajuan ia mendongak dan menghembuskan napas panjang lalu berjalan meninggalkan
kuil bobrok itu kembali keperkampungan Pek Hoa Sanceng.
Malam semakin kelam angin dingin berhembus sepoi-sepoi selama perjalanan Siauw
Ling berlari cepat, menanti hampir tiba diperkampungan Pek Hoa Sanceng ia baru
perlambat langkah kakinya.
Mendadak tampak sesosok bayangan hitam laksana sambaran kilat berkelebat lenyap
dibalik kegelapan. Melihat munculnya sesosok bayangan manusia disekitar tempat tersebut, Siauw Ling
merasakan hatinya rada bergerak.
"Siapakah orang itu?" pikirnya. "Di tengah malam buta melakukan perjalanan dengan
gugup bahkan tidak memilih jalan besar. Arah tujuanpun agaknya perkampungan Pek Hoa
Sanceng. Aku harus cegah dan awasi perbuatannya."
Bayangan hitam yang muncul secara mendadak tadi kini telah berada kurang lebih lima
kaki di depan Siauw Ling bahkan gerakan tubuhnya sebat dan lincah, dalam sekali
kelebatan telah lenyap di tempat kegelapan.
Hatinya jadi ragu-ragu. Mendadak dari belakang tubuhnya kembali berkumandang
suara derapan kuda yang memecahkan kesunyian di tengah malam buta.
Ia menoleh sesosok bayangan kuda bagaikan sambaran kilat menerjang datang!
"Ooouw" sungguh cepat larinya kuda ini," diam-diam pemuda she Siauw memuji.
Pikiran tadi baru saja berkelebat lewat kuda jempolan tadi sudah berada di depan mata.
Seorang lelaki berpakaian singsat warna hitam duduk di atas pelana dengan tegap dan
angkernya. Belum sempat Siauw Ling melihat jelas siapakah orang itu, orang yang ada di atas kuda
telah keburu membentak terlebih dahulu.
"Siapa?" Sreet! Sebuah serangan cambuk yang keras meluncur datang dengan dahsyatnya.
Melihat dirinya diserang Siauw Ling jadi naik pitam, pikirnya, "Kurang ajar! orang ini
benar-benar sangat gegabah sebelum tahu pihak lawan musuh atau kawan langsung
melancarkan serangan cambuk sedahsyatnya" aku harus kasih sedikit ajaran kepadanya."
Tangan kiri diayun kesamping balas mencengkeram datangnya serangan cambuk dari
orang itu. Kepandaian silat yang dimiliki simanusia berbaju hitam ternyata lumayan juga,
pergelangan tangan kanannya disendat cambuk tadi secara tiba-tiba ditarik kembali.
Larinya kuda jempolan tersebut sungguh mengejutkan sekali ketika orang tadi menarik
kembali serangan cambuknya kuda tunggangannya itu sudah lari dua tombak
menggagalkan Siauw Ling dibelakang.
Pemuda she Siauw yang tidak ada angin tiada hujan kena diserang orang hawa gusar
segera memuncak, hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh siap menggunakan
ilmu meringankan tubuhnya melakkan pengejaran. Siapa nyana mendadak kuda tersebut
berputar kalangan kemudian meluncur datang lagi dengan tidak kalah cepatnya, cambuk
panjang sekali lagi menyambar datang.
Kali ini Siauw Ling sudah bikin persiapan, tidak memberi kesempatan orang itu menarik
kembali cambuknya tangan kanan dibalik keluar, dengan jurus Poh Im Ci Seng atau
memecah awan memetik bintang kelima jarinya merapat dan tahu-tahu cambuk tersebut
sudah kena dicekal olehnya.
Gerakan Siauw King yang cepat dan tepat pada sasarannya ini membuat si orang
berbaju hitam yang ada di atas pelana kuda merasa terperanjat ia mendengus dingin.
"Lepas tangan!"
Cahaya hitam berkilat dengan membawa desiran tajam membabat pergelangan kanan
Siauw Ling. "Serangan yang dilancarkan orang ini amat cepat babatan pedangnya!" teriak Siauw
Ling dalam hati dengan perasaan terperanjat.
Tangan kanan menyentak ke bawah menarik cambuk tersebut makin mengencang,
tangan kiri dengan jurus Lan Siang An Song atau harum semerbak sebar meluas, kelima
jarinya separuh menekuk separuh menyentil membabat urat nadi orang itu.
Agaknya si orang berbaju hitam yang ada di atas kuda tahu dia lihay, walaupun tidak
sampai menjerit tertahan "Ilmu golok jalan darah Lan Hoa Hu Hiat" tangannya sudah
melepaskan sang cambuk diikuti badannya meloncat turun dari pelana.
Kaki kanan Siauw Ling diangkat merebut posisi Tiong Kong menerjang terus kemuka,
tangan kiri laksana sambaran petir membabatkan empat buah serangan ke arah seluruh
tubuh pihak lawan. Ilmu pukulan kita "Lian Huan San Tien Ciang Hoat" dari Lam Ih Kong merupakan ilmu
silat terdahsyat dalam Bulim, kecepatan menyerang, keruwetan perubahan susah diikuti
dengan pandangan mata. Keempat buah serangan itu memaksa si orang berbaju hitam kena terdesak dan
beruntun mundur empat depa ke belakang.
Sewaktu orang berbaju hitam itu meloncat turun dari punggung kudanya pedang
panjang sudah disilangkan di depan dada siap melancarkan serangan.
Siapa nyana gerakan Siauw Ling jauh lebih cepat sekali meloncat empat buah serangan
sudah meluncur keluar merebut posisi di atas angin si orang berbaju hitam itu kontan saja
kena terdesak bukan saja tiada bertenaga untuk melancarkan serangan balasan bahkan
untuk menangkispun tidak sanggup. Tapi bagaimanapun ilmu silat yang dimiliki tidak
lemah. Menanti keempat buah serangan Siauw Ling sudah lewat dan situasi ia mengendor
ia segera melancarkan serangan balasan.
Pedang panjang bergerak gencar cahaya tajam menyebar keempat penjuru teteran
pedang menciptakan bunga-bunga pedang mengurung seluruh tubuh pemuda itu
memaksa Siauw Ling terdesak mundur dua langkah ke belakang. Hawa gusar dalam dada
Siauw Ling makin memuncak.
"Kurang ajar!" pikirnya dihati. "Aku tidak saling mengenal dengan orang itu, tiada pula
dendam sakit hati tapi serangannya sangat keji dan ganas aku harus kasih sedikit ajaran
kepadanya." Ketika ia siap melancarkan serangan gencar, mendadak suara bentakan yang sangat
dikenal berkumandang datang, "Heei, kalian cepat berhenti! kalian berhenti, orang sendiri"
kita semua orang sendiri!"
Sesosok bayangan manusia dengan cepatnya berlari mendekat.
Pertama-tama si orang berbaju hitam itu meloncat mundur dulu ke belakang seraya
tarik kembali pedangnya dan berdiri serius.
"Tidak mengetahui kehadiran paman kedua, siauwtit mohon maas sebesar-besarnya."
Sembari menjura penuh rasa hormat.
Siauw Lingpun berpaling, dilihatnya orang itu memakai baju perlente, sikapnya jumawa
sekali. Orang itu bukan lain adalah Jie Cungcu dari perkampungan Pek Hoa SancengCiu Cau
Liong adanya. Kelihatan Ciu Cau Liong sembari ulapkan tangannya ia tersenyum.
"Saudara ini adalah Siauw Sam siok mu, cepat beri hormat kepadanya."
Dengan termangu-mangu si orang berbaju hitam itu memandang Siauw Ling lama
sekali ia baru menjura. "Siauw tit Tan Siong Cang menghunjuk untuk paman Siauw sam siok."
Dengan tajam diperhatikannya orang itu Siauw Ling temukan Tang siong Cang berusia
dua puluh empat lima tahunan, wajahnya hitam pekat bagaikan pantat kuali tapi
memancarkan sinar cemerlang. Matanya bulat besar dengan mulut yang lebar, sepasang
alisnya hitam lagi tebal, tampangnya benar keren.
Usia orang ini lebih besar beberapa tahun dari usia Siauw Ling kini ia memberi hormat
kepadanya dengan begitu hormat bahkan memanggil dirinya dengan sebutan paman
Siauw sam siok dalam hati Siauw Ling merasa sangat tidak enak.
Buru-buru ia memberi hormat. "Tidak" tidak berani Tan heng."
"Tua muda ada urutannya tingkatan kedudukan ini tidak boleh dikacau balaukan samte
kau tidak usah sungkan-sungkan lagi!" teriak Ciu Cau Liong cepat.
Tan Siong Cang dengan membelalakkan sepasang matanya yang bulat besar
memperhatikan Siauw Ling terus menerus tidak berkedip.
Akhirnya Siauw Ling mendehem pelan.
"Tan Hian tit tidak perlu banyak hormat lagi!" serunya.
Ciu Cau Liongpun tersenyum.
"Tan Hian tit adalah murid kesayangan Toako yang dikirim keluar perbatasan pada dua
tahun berselang malam ini baru untuk pertama kali balik keperkampungan tidak aneh
kalau ia tahu akan diri Samte yang sudah angkat saudara dengan kita semua kesalahankesalahan
ini mohon Samte jangan pikirkan dalam hati."
"Tindak tanduk Siauwte sendiri yang kasar dan berangasan hal ini tak dapat
menyalahkan Tan Hian tit."
"Siauw tit tidak mengenal paman Sam siok semua dosa siauw tit rela menerima
hukaman kembali," Tan Siong Cang menjura.
Merah padam selelmbar pipi Siauw Ling.
"Sudah, sudahlah, kesalahan terletak dikedua belah pihak, tidak usah kita ungkap lagi
persoalan ini." "Pepatah ada mengatakan siapa yang tidak tahu ia tidak salah, Hian titpun tidak perlu
menyesal lagi," sambung Ciu Cau Liong dengan cepat seraya tertawa. "Kepandaian silat
paman Siauw Sam siok mu luar biasa sekali. Dikemudian hari kau harus banyak minta
petunjuk darinya." "Jie ko! kau tidak usah meninggi-ninggikan siauwte lagi, kepandaian silat yang dimiliki
Tan Hian tit tidak berada di bawah kepandaian siauwte."
"Semuanya adalah orang sendiri, Samte tak usah terlalu merendahkan diri lagi."
Sinar matanya perlahan-lahan dialihkan kepada Tan Siong Cang kemudian tambahnya.
"Setelah Hian tit memperoleh penghargaan dari suhumu perjalananmu keluar
perbatasan tentu berhasil peroleh hasil yang gilang gemilang bukan?"
"Soal ini sih bisa dikatakan, beruntung tidak kehilangan nyawa."
Ia merandek sejenak, lalu ujarnya lagi, "Bagaimana dengan keadaan luka suhuku?"
"Hian tit tak usah kuatir keadaan gurumu lagi," kata Ciu Cau Liong sambil tertawa.
"Bukan saja luka suhumu telah sembuh bahkan ilmu sakti Hiat Im Sin kang yang belum
juga berhasil dilatih setelah berjuang mati-matian selama puluhan tahun. Mengambil
kesempatan ini telah berhasil mencapai puncak kesempurnaan bahkan beberapa macam
ilmu silat yang maha lihaypun berhasil disempurnakan semua ditambah lagi adanya paman
Siauw Sam siokmu yang menggabungkan ciri serta keberhasilan Tan Hian tit dengan
tugasmu diluar perbatasan tanda perintah Kiem Hoa Ling dari perkampungan Pek Hoa
Sanceng kita segera akan merajai seluruh Bulim."
"Sejak suhu menutup diri untuk menyembuhkan lukanya, maka dari itu semua urusan
dalam perkampungan dipikul paman Jie siok seorang, selama beberapa tahun ini paman
tentu amat menderita sekali bukan?"
"Aaah boleh dihitung semuanya aman tentram tak pernah terjadi suatu peristiwa
apapun." Tan Siong Cang mendongak dan perhatikan sejenak keadaan cuaca lalu ujarnya,
"Siauwte harus kembali keperkampungan terlebih dulu untuk melaporkan hasil tugasku
selama perjalanannya keluar perbatasan. Paman berdua silahkan berangkat ke belakang.
Maaf Siauw tit harus berlalu dulu."
"Gurumu sedang menjamu tamu terhormat di atas loteng Wang Hoa Loo, karena tidak
berhasil menemukan Samte dimana-mana. Dari kampung telah dikirim delapan belas
orang jagoan dengan memencarkan diri untuk mencari jejaknya, tidak disangka ternyata
kalian paman dan keponakan sedang bergerak sendiri disini."
Ia merandek sejenak lalu tertawa tergelak dan sambungnya, "Samte! karena Toako
tidak berhasil temukan dirimu dan tidak ingin pula menyalahi dirimu dan tidak pula
menyalahi tamu terhormat. Sekarang perjamuan sudah dimulai mari kita cepat-cepat
pulang." Dengan membawa Siauw Ling mereka lari balik ke dalam perkampungan.
"Jago-jago darimana yang telah datang?" bisik pemuda she Siauw lirih. "Tidak disangka
mereka dapat perlakuan baik dari Toako dan dijamu di atas loteng Wang Hoa Loo."
"Sampai waktunya Toako akan perkenalkan tamu-tamunya kepada diri Samte apa
gunanya kau gelisah tidak karuan ayo! kita percepat dikit larinya."
Tiga sosok bayangan manusia bagaikan kilat menyambar meluncur di tengah jalan raya
yang lurus dan lebar. Walaupun Tan Siong Cang telah bergebrak beberapa jurus dengan Siauw Ling dan
merasakan kepandaiannya tidak lemah, tapi melihat usianya yang amat muda dalam hati
merasa rada tidak puas. Diam-diam pikirnya dihati, "Suhu memang rada keterlaluan bila ingin mengundang
orang untuk menggabungkan diri seharusnya mencari seseorang yang berusia rada lanjut,
orang ini berusia sangat muda bila suruh aku menghormati dirinya sebagai seorang
angkatan tua dan melayani dirinya, sebagai paman benar-benar hatiku tidak puas."
Karena mangkelnya menumpuk dalam dada dan susah disalurkan keluar ia ada maksud
mengalahkan Siauw Ling dalam hal ilmu meringankan tubuh sehingga rada mangkel tadi
bisa agak berkurang. Ia lantas meninggalkan kudanya berlari kencang dalam sekejap mata ia sudah
melampaui Ciu Cau Liong serta Siauw Ling.
Ciu Cau Liong adalah seorang manusia sudah tentu iapun tahu maksud hati Tan Siong
Cang segera dilepasnya cekalan tangan Siauw Ling seraya berseru lirih, "Samte mari kita
berjalan lebih cepat", dengan sekuat ia meluncur ke depan cepat bagaikan tiupan angin
taupan. Ilmu meringankan tubuh Siauw Ling memperoleh didikan langsung dari Liuw Sian Ci
dan si Liuw Sia Ci ini merupakan jago Bulim nomor wahid tiada duanya dalam soal ilmu
meringankan tubuh. Kendati begitu Siauw Ling tidak ingin terlalu menonjolkan diri ia selalu
mengejar dari belakang Ciu Cau Liong.
Demikianlah masing-masing pihak dengan tetap menjaga posisi satu depa di belakang
pihak lain laksana sambaran kilat meluncur ke arah perkampungan Pek Hoa Sanceng.
Perjalanan ini tidak lebih dari lima lie melakukan dengan kecepatan tinggi tidak selang
beberapa waktu mereka bertiga telah tiba diperkampungan tersebut.
Mendadak Tan Siong Cang menarik kembali hawa murninya dan berhenti diam-diam ia
atur pernapasan lalu berpaling ke belakang.
Dilihatnya Ciu Cau Liong dan Siauw Ling berdiri sejajar dengan jarak tidak lebih dari
dua depa dibelakangnya. Air muka Ciu Cau Liong merah padam bagaikan kebanyakan minum air kata-kata
bahkan secara lapat-lapat kedengaran napasnya memburu.
Sebaliknya Siauw Ling tetap tenang seperti belum pernah terjadi sesuatu peristiwa
apapun, hatinya merasa sangat terperanjat.
"Kelihatannya aku dengan paman Ciu Jie siok walaupun sudah berlari dengan sepenuh
tenaga paman Siauw Sam siok cuma mengejar seenaknya saja," pikirnya dihati. "Untung
sekali perjalanan ini amat pendek dan susah ditentukan siapa menang siapa kalah bila
perjalanan yang harus dilalui sangat jauh bukankah melukis harimau jadinya anjing dan
mencari malu sendiri?""
Tidak terasa lagi rasa kagumnya terhadap Siauw Ling bertambahmenebal Ciu Cau Liong
yang sudah bagaimana dahsyatnya kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling sudah
pikirkan hal ini dalam hati, ia tersenyum.
"Perjalanan hian tit selama dua tahun keluar perbatasan membuat iolmu meringankan
tubuhmu memperoleh kemajuan yang pesat selamat."
"Karena Siauw tit ada maksud buru-buru menghadap suhu guna menceritakan kisahku
selama bertugas diluar perbatasan maka siauwte harus berlari duluan harapan paman
berdua jangan menyalahkan diriku."
"Haaa" haaa" melihat kepandaian silat hian tit memperoleh kemajuan pesat kami
sebagai pamannya untuk bergirang hatipun tidak sempat mana mungkin menyalahkan
dirimu lagi." Pertama-tama si Cungcu keluar dari perkampungan pek Hoa Sanceng melangkah dulu
keatas loteng Wang Hoa Loo.
Puncak teratas dari loteng Wang Hoa loo terang benderang oleh cahaya lampu secara
lapat-lapat kedengaran juga suaragelak tertawa yang riang gembira.


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciu Cau Liong memasuki pintu loteng dipaling depan disusul Siauw Ling sedang Tan
Hong Cang mengalah dengan berjalan paling akhir.
Suasana dalam pintu loteng amat angker para penjaga keamanan dengan senjata
terhunus berdiri dan berjaga-jaga di sekeliling tempat itu, penjagaan sangat ketat sekali.
Melihat hal ini diam-diam Siauw Ling berpikir "Kelihatannya tamu yang berkunjung
datang mempunyai asal usul yang tidak rendah."
Mereka bertiga langsung naik keloteng tingkat ketiga belas, waktu itu perjamuan sudah
dimulai empat orang dayang cantik berdiri dua dikanan dan dua dikir di tengah meja
perjamuan duduk seorang perempuan cantik berbaju putih bersih dengan ukiran bunga
emas di depan dadanya. Orang kedua berusia empat puluh tahunan dengan jubah biru langit serta jenggot
hitam terurai sepanjang perut wajahnya merah padam bagaikan bocah.
Siauw Ling merasa wajah orang ini sangat dikenal olehnya seperti disuatu tempat ia
pernah berjumpa dengan dirinya.
Sinar mata berputar tiba-tiba ia temukan sebuah peti emas yang luasnya ada dua depa
tinggi tiga depa terletak disisi kakinya suatu ingatan dengan cepat berkelebat lewat.
"Aaaaakh! benar, bukankah orang ini adalah Ih Bun Han To simajikan rumah
pesanggrahan Siang Yang Peng yang berkedudukan dikeresidenan Ci Pak?"
Orang yang duduk dikursi paling tengah adalah Jan Bok Hong.
Buru-buru Ciu Cau Liong maju dua langkah kemuka, seraya menjura serunya, "Toako
siauwte telah berhasil menemukan Samte?"
Perlahan-lahan Jan Bok Hong berpaling memandang sekejap ke arah Siauw Ling
kemudian sembari menepuk kursi disisinya ia manggut.
"Mari, kau kemarilah duduk disini."
Nada maupun peri kelakuannya menunjukkan kesriusan serta penuh kewaibawaan tidak
terasa lagi Siauw Ling maju mendekat dan duduk disisinya.
Ciu Cau Liong sendiri kebagian duduk dikursi yang terbawah.
"Tecu menghunjuk hormat buat suhu!" ketika itulah Tan Hong Cang berlutut memberi
hormat. "Ooouw kau sudah pulang, bagaimana hasil perjalananmu keluar perbatasan itu?"
"Beruntung tidak sampai memalukan nama besar suhu dan kacaukan urusan."
"Hmmm! Aku sudah tahu, sekarang kau boleh turun dari loteng dan beristirahat."
Dengan penuh rasa hormat Tan Hong Cang mengundurkan diri hingga mencapai mulut
loteng kemudian menjura. "Tecu mohon diri!"
Putar badan, lantas turun loteng.
Setelah lelaki tadi berlalu, Jan Bok Hong baru menuding siperempuan cantik berbaju
putih dan bersulamkan sekuntum bunga emas didadanya itu.
"Dialah Kiem Hoa Hujien yang datang jauh dari daerah Siauw Ciang, Samte cepat
hormati secawan arak kepadanya."
Siauw Ling segera angkat cawan araknya.
"Siauwte Siauw Ling, mohon banyak petunjuk dari hujien!" sekali teguk ia habiskan isi
cawan. Wajah Kiem Hoa Hujien penuh dihiasi dnegan senyuman manis.
"Telah lama kudengar didaratan Tiong goan banyak terdapat pemuda-pemuda ganteng
setelah perjumpaanku dengan kau malam ini aku berani percaya bila berita tersebut
ternyata benar-benar terbukti."
Pergelangannya berputar menerima cawan arak yang ada dihadapannya lalu sekali
teguk menghabiskan isinya.
"Saudara cayhe yang paling kecil walaupun dalam hal ilmu silat berhasil memperoleh
kemajuan yang sangat pesat, tetapi pengalamannya masih cetek dikemudian hari masih
mengharapkan Hujien suka banyak memberi petunjuk tentang kepandaian daerah Biauw
Ciang kepadanya!" seru Jan Bok Hong menimbrung.
Sepasang bija mata Kiem Hoa Hujien berkedip-kedip dengan gerak-gerik penuh
kegenitan dan tertawa. "Bila adikmu ini punya minat sudah tentu aku suka menurunkan ilmu silatku
kepadanya." Walaupun ucapan tersebut ditujukan kepada Jan Bok Hong tapi sepasang matanya
memperhatikan terus seluruh tubuh Siauw Ling.
"Ooouw sungguh besar benar lagaknya," diam-diam pikir pemuda she Siauw dalam
hatinya, "Ucapan tadipun tidak lebih hanya kata-kata sopan belaka, apa kau kira aku
Siauw Ling benar-benar suka belajar ilmu silat darimu?"
"Aaakh kalau begitu cayhe harus mewakili Samte untuk mengucapkan terima kasih
kepada Hujien!" seru Jan Bok Hong kembali, sinar matanya perlahan-lahan dialihkan ke
arah Ih Bun Han To lanjutnya "Saudara ini adalah majikan rumah pesanggrahan Ih Bun
Han To sianseng." Sekali lagi Siauw Ling berdiri sembari menjura.
"Telah lama kukagumi nama besar sianseng ini hari kita bisa berjumpa sungguh
merupakan rejeki buat diriku."
Ih Bun Han To angkat cawannya lantas tertawa.
"Siauw Ling terjunkan diri dalam Bulim tidak sampai setahun lamanya tapi nama
besarmu sudah menggeserkan seluruh dunia persilatan. setelah perjumpaan kita malam ini
akupun benar-benar merasa kagum."
Walaupun sewaktu berada digunung Butong tempo dulu ia pernah berjumpa dengan
Siauw Ling, tapi Siauw Ling yang dulu hanya merupakan seorang bocah cilik penuh
penyakitan, lain dan jauh berbeda dengan Siauw Ling sekarang tidak aneh hanya
bayangan maupun dalam benaknya.
"Aaah! Ih Bun heng," untuk membantah ucapannya.
Sedang pemuda she Siauw sendiripun tahu persoalan yang sudah dijelaskan ini kendati
dibantahpun percuma saja, oleh sebab itu setelah mendengar Jan Bok Hong mewakili dia
untuk menjawab ia sendiripun membungkam dalam seribu bahasa.
Perlahan-lahan Ih Bun Hant To meletakkan kembali cawan araknya di atas meja.
"Kepandaian silat Jen heng telah mencapai kesempurnaan," katanya lambat-lambat.
"Kiem Hoa Hujien pun jauh-jauh dari daerah Biauw Ciang telah datang kemari, ini berarti
waktu yang dinantikan telah matang. Entah apa rencana selanjutnya dari Jen heng?"
"Walaupun siauwte telah memperoleh beberapa macam cara, tapi hingga kini belum
berani kulaksanakan, kedatangan kalian berdua sangat kebetulan sekali, siauwte justru
kepingin mendengarkan pendapat kalian yang tinggi."
"Aku tinggal jauh di daerah Siauw Cang" kata Kiem Hoa Hujien perlahan. "Terhadap
situasi dalam Bulim terutama daratan Tionggoan tidak begitu paham, biarlah kudengarkan
saja pendapat kalian berdua."
"Beberapa waktu ini Ih Bun heng telah menjelajahi pegunungan maupun daerah utara
serta selatan. Secara diam-diam beberapa kali menyelidiki situasi Bulim aku rasa tentunya
dihatimu sudah punya perhitungan yang masak bukan?"
"Ehmmm! dari semua partai maupun perguruan besar yang ada diBulim saat ini kecuali
Bu Wie Tootiang dari Butong pay, lainnya masih berada dalam dunia impian."
"Beberapa kali Ih Bun sianseng mengunjugi Bu-tong-pay san, apakah kau belum
berhasil menaklukkan Bu Wie Tootiang agar suka berpaling kepada kita?" timbrung Kiem
Hoa Hujien. "Kendati sihidung kerbau tua itu ada beberapa kali bicara dengan diriku, tapi selama ini
masih belum ada minat untuk berpaling dan bekerja sama dnegan kita. Setiap kali aku
bicarakan soal sesungguhnya ia pura-pura yang lain, siauwte tidak ingin maksud
pembicaraanku terlalu banyak yang diketahui olehnya maka dari itu walaupun beberapa
kali kita jumpa urusan belum juga berhasil."
"Si Bu Wie hidung kerbau itu menganggap dirinya sebagai jago nomor wahid dari
perguruan golongan lurus, sudah tentu ia tak bakal suka bekerja sama dengan kita." seru
Jan Bok Hong menyela. Ih Bun Han To tersenyum. "Tentang soal ini Jen hong harap berlega hati di dalam satu bulan mendatang aku duga
ia pasti akan datang keperkampungan Pek Hoa Sanceng kita untuk mohon bantuan."
"Mohon bantuan?" teriak Jan Bok Hong tercengang.
"Sedikitpun tidak salah mohon bantuan sewaktu beberapa hari berselang ketika siauwte
berjumpa kembali dnegan Bow Wie Tootiang, secara diam-diam aku telah melepaskan
hadiah dari Kien Hoa Hujien. Racun ganas itu walaupun bekerja sangat lambat tapi
lihaynya luar biasa kecuali obat pemusnah menunggal dari Hujien sendiri tak bakal ada
obat lain yang bisa memusnahkan. Oleh sebab itu berani juga di dalam satu bulan
mendatang ia pasti datang untuk minta bantuan," Jan Bok Hong tertawa hambar.
"Selama hidup Bu Wie terlalu memandang tinggi diri sendiri aku rasa ia jauh lebih suka
mati keracunan daripada datang minta bantuan dari kita orang perkampungan Pek Hoa
Sanceng", tiba-tiba Kiem Hoa hujien menimbrung dari samping.
"Kecuali seluruh tubuh Bu Wie Tootiang terbuat dari besi baja yang tidak takut
menderita siksaan serta sakit yang luar biasa bila ia masih terdiri dari darah dan daging
maka ia pasti tak akan kuat nahan siksaan dari gigitan ular emas."
Wajahnya masih penuh dihiasi senyuman hanya saja sikapnya jauh lebih dingin dan
menyeramkan sepasang matanya yang genit penuh daya rangsang melototi Ih Bun Han
To tak berkedip. "Ih Bun heng apakah Bu Wie Tootiang sudah tahu bila ingin minta bantuan cukup
datang keperkampungan Pek Hoa Sanceng?"
"Soal ini hujien boleh berlega hati sebelum cayhe meninggalkan gunung Butong san,
secara diam-diam sudah kuberi bisikan kepada Bu Wie Tootiang."
"Apakah kau kasih disikat bahwa secara diam-diam kau telah melepaskan ular
emasKu?" potong Kiem Hoa hujien tiba-tiba Ih Bun Han To tersenyum.
"Sekalipun cayhe bodoh juga tak berani ambil tindakan sebodoh ini aku hanya berkata
cuaca serta hawa udara beberapa hari ini kurang bagus kemungkinan besar badan bisa
terserang penyakit aneh, sekarnag untuk sementara cayhe berdiam diperkampungan Pek
Hoa Sanceng bila Too heng merasa kurang enak tiada halangan boleh kirim orang untuk
mendatangi perkampungan Pek Hoa Sanceng."
"Mungkin waktu itu sihidung kerbau sudah merasakan atau mungkin ia benar-benar
masih belum tahu sewaktu aku berpamit mohon diri ia masih menghantar aku keluar dari
kamarnya tapi tidak mengucapkan sesuatu."
Kiem Hoa Hujien termenung dan berpikir sejenak kemudian iapun ikut bertanya, "sejak
kau lepaskan ular emas untuk membokong Bu Wie Tootiang hingga ini hari sudah ada
berapa lama?" "Bila ini haripun ikut dihitung maka sudah ada tujuh hari lamanya entah ular emasmu
itu kapan baru mulai bekerja" Bila dihitung seharusnya sudah mulai bekerja," jawab Kiem
Hoa Hujien setelah berpikir sejenak.
"Sekalipun tenaga kweekang yang ia miliki sangat lihay dan dua hari sebelumnya masih
bisa bertahan tapi kemaren dulu seharusnya ia sudah roboh dan bila urusan ini cepat
diketahui ini hari sudah ada orang yang datang kemari."
Ia merandek dan tiba-tiba tertawa tambahnya "Jika tiga hari kemudian belum ada juga
orang yang datang kemari, maka terpaksa kita harus urungkan niat untuk bekerja sama
dengan pihak Butong pay."
"Maksud Hujien?" seru Jan Bok Hong, "Waktu itu partai Butong pay sedang sibuk
membereskan jenasah dari ciangbunjien mereka sudah tentu tiada niat sama sekali untuk
mencampuri urusan Bulim."
Diam-diam Jan Bok Hong merasa sangat terperanjat, pikirnya "Sebelum persoalan ini
dilaksanakan jikalau harus mengorbankan dulu nyawa Bu Wie Tootiang kemungkinan
besar akan membangkitkan rasa gusar dari anak murid Butong pay dan merusak semua
rencana yang telah disusun?"
Dalam hati ia berpikir demikian, mulutnya tetap tersenyum ramah.
"Walaupun sudah lama cayhe mendengar akan kelihayan ilmu kepandaian daerah
Biauw Ciang, tapi belum jelas kuketahui sampai dimanakah kelihayan tersebut."
Kiem Hoan Hujien sama sekali tidak kelihatan marah atau mengambek. Sinar matanya
berputar lalu tertawa terbahak-bahak.
Setelah seseorang memiliki kepandaian silat yang tinggi, kadang kala sifat ingin
menang susah dilepaskan dalam hati nalurinyja padahal jika harus mencari kemenangan
dengan andalkan ilmu silat yang sungguh-sungguh sering harus membuang banyak
tenaga dan waktu. Bukankah hal ini terlalu tidak berharga"
"Ia ngomong kekanan ngomong kekiri, yang dibicarakan cuma kata-kata kosong entah
apa maksudnya?" diam-diam pikir Siauw Ling dalam hati.
Ia mulai menaruh curiga terhadap mereka, karena secara lapat-lapat didengarnya
beberapa orang itu sedang membicarakan dan merundingkan sesuatu persoalan besar dan
Bu Wie Tootiang sebagai tokoh pembicaraan menanti didengarnya orang-orang itu hendak
mencelakai sitoosu tua ini ia baru terperanjat.
Mendadak terdengar suara bentakan keras segera lapat-lapat berkumandang datang
agaknya di atas loteng tingkat ketiga telah terjadi suatu peristiwa besar.
Mendadak Jan Bok Hong angkat cawan dan tertawa.
"Pendapat yang tinggi dari Hujien benar-benar sangat mengagumkan Samte tidak lama
berkelana dalam Bulim pengetahuannya masih sangat cetek, harap Hujien suka banyak
memberi petunjuk kepadanya, karena ini sangat menguntungkan baginya."
Kiem Hoa Hujien tersenyum, ia menggerakkan pergelangan mengangkat cawan arak
lalu diangsurkan kehadapan Siauw Ling.
Mendapat penghormatan terpaksa Siauw Ling angkat cawan juga demikianlah mereka
bertiga saling mengeringkan secawan arak.
Beberapa orang ini pada bergurau dan minum arak dengan sikap yang tenang,
terhadap bentakan-bentakan keras yang bergema datang secara lapat-lapat sama sekali
tidak ambil perduli. Kembali beberapa waktu lewat sudah mendadak Ih Bun Han To berkata, "Jan heng!
orang itu sudah berhasil menerobos keatas loteng tingkat ketujuh! ini berarti dia bukan
manusia sembarangan."
Jan Bok Hong manggut lantas berpaling.
"Jie te" coba kau turun menengok bila yang datang utusan dari Butong pay ajaklah ia
kemari!" Ciu Cau Liong segera letakkan cawan kemeja dan berlalu turun dari loteng, tidak selang
beberapa sat kemudian ia sudah balik kembali keruangan teratas dengan memimpin
seorang toosu gagah dan keren.
Jan Bok Hong berpaling ia segera mengenali kembali siapakah orang itu kendati orang
tadi sudah banyak berubah dan jenggot hitam panjang terurai mencapai dada.
Kiranya ia bukan lain adalah Im Yang Cu anak murid Butong pay yang sudah terkenal
diseluruh dunia persilatan.
Im Yang Cu adalah seorang jago Bulim yang amat terkenal sekali. Jan Bok Hong tidak
ingin kehilangan pamannya buru-buru ia bangun meninggalkan tempat duduknya.
"Aaakh aku kira siapa yang datang kiranya Im Yang Tooheng, maaf karena tidak tahu
akan kedatanganmu sehingga cayhe tidak jauh-jauh menyambut."
Jan Bok Hong bangun menyahut Siauw Ling sebagai majikanpun ikut bangun berdiri
dan mengikuti dari belakang.
Sedang Ih Bun Han To yang memang sudah kenal lama dengan Im Yang Cu tidak ingin
memperlihatkan sikapnya, karena itu ia bangun menyambut. Kini hanya Kiem Hoa Hujien
seorang yang tetap tinggal dikursinya. Ia pura-pura tidak melihat.
Tampak Im Yang Cu maju dua langkah kemuka lalu menjura kepada Jan Bok Hong,
"Sejenak perpisahan sepuluh tahun sudah lewat dengan cepatnya kegagahan Jan Cungcu
masih tetap utuh seperti sedia kala kiong hie" kiong hie?"
Melihat wajahnya keren wajah tenang sedikitpun tidak menunjukkan perubahan apapun
kendati baru saja mengalami pertarungan sengit, di dalam hati Jan Bok Hong merasa
sangat kagum. Mendengar perkataan itu ia tertawa tergelak.
"Saudara ini adalah Im Yang Tooheng dari Butong pay yang nama besarnya telah
terkenal diseluruh jagat Samte cepat maju menghunjuk hormat" buru-buru Siauw Ling
maju ke depan memberi hormat.
"Cayhe Siauw Ling menghunjuk hormat buat Tootiang, harap tootiang suka banyak
memberi petunjuk." Pada mulanya Im Yang Cu agak tertegun kemudian dengan cepat balas menjura.
"Oooow, kiranya Siauw Kongcu pun ada disini. Hampir-hampir pinto tidak mengenali
kembali." Mendadak ia berpaling dan ulurkan tangannya kemuka, serunya sambil tersenyum, "Ih
Bun sicu benar-benar ada disini, kalau begitu ciangbun suheng pinto ada ketolongan."
Sembari berbicara ia keluarkan tangannya kemuka, menurut dunia kangouw maka ini
berarti ia ada maksud mengadu tenaga kweekang.
Ih Bun Han To merasa sedikit ada diluar dugaan melihat sikap toosu tersebut pikirnya,
"Apakah sihidung kerbau tua ini sedikit sinting sehingga mau cari gara-gara."
Sudah tentu ia tak bakal jeri untuk menyambut tantangan tersebut, tangannya kontan
diulur menyambut angsuran tangan lawan.
"Sewaktu tempo dulu aku mengunjungi gunung Bu tong kalian. Kebetulan Tootiang
sedang pesiar keluar" katanya seraya tertawa tergelak. "Di tengah pembicaraan itu telapak
tangan kedua belah pihak sudah saling mencekal dengan eratnya, telapak tangan Im Yang
Cu panas bagaikan bara, tenaga kweekangnya benar-benar sangat luar biasa.
Meskipun begitu Ih Bun Han To masih bisa mempertahankan diri.
Agaknya Im Yang Cu merasa sudah cukup sampai disini ia tarik kembali tenaga
kweekang dan tepuk-tepuk pundak orang she Ih Boe tadi.
"Ciangbun suheng pinto merasa amat kagum terhadap sicu ia berpesan kepada pinto
agar secara baik-baik minta petunjuk dari sicu," Jan Bok Hong mempersilahkan tamunya
sambil duduk sedang pikirannya diam-diam berputar.
Sungguh aneh sekali, baik nada ucapan maupun tindak tanduk sitoosu tua ini sangat
bertentangan dengan keadaan biasanya apakah ia sedang menggunakan akal licik"
Setelah semua orang ambil tempat duduk sikongcu dari perkampungan Pek Hoa
Sanceng baru menuding ke arah Kiem Hoa Hujien. "Saudara ini adalah seorang jago aneh
dari daerah Biauw Ciang. Kiem Hoa Hujien entah kenalkan tootiang dengan dirinya."
Im Yang Cu silahkan tangannya di depan dada untuk memberi hormat seraya
jawabnya, "Tempo dulu pinti tiada berjodoh untuk berjumpa, tapi nama besar Hujien
sudah lama pinto dengar."


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiem Hoa Hujien tertawa hambar. "Bila didengar ucapan tootiang semula, apakah
kesehatan ciangbunjien kalian rada terganggu?"
"Dugaan Hujien sedikitpun tidak salah secara mendadak ciangbunjienkami telah
terserang oleh semacam penyakit aneh, berbagai macam obat susah menyembuhkan.
Karena teringat Ih Bun sian seng pernah berkata bila ada urusan suruh datang
keperkampungan Pek Hoa Sanceng untuk mohon bantuan dan kesehatan ciangbunjien
pinto sangat kritis, maka dengan memberanikan diri pinto datang mengganggu."
"Haaa haaa haaa walaupun cayhe pandai melihat hawa udara dan mengetahui sedikit
banyak tentang nasib manusia, sungguh sayang tak kupunyai kepandaian untuk
menyembuhkan penyakit apalagi soal tusuk jarum ataupun obat-obatan!" seru Ih Bun Han
To seraya tertawa tergelak. "Cuma Tootiang boleh berlega hati, dalam perkampungan Pek
Hoa Sanceng dari Jen Cungcu ini sering kali dikunjungi jago lihay kesehatan Bu Wie
Tootiang tanggungkan saja di tangan aku Ih Bun Han To."
Mendengar perkataan tersebut Im Yang Cu segera menjura.
"Ih Bun sicu suka turun tangan membantu pinto merasa sangat berterima kasih sekali."
"Tootiang!" tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menyela diiringi suara tertawa dinginnya yang
menusuk telinga. "Kedatanganmu kemari kecuali mohon bantuan obat, apakah tidak ada
urusan lainnya lagi?"
"Sebelum kedatangan pinto kemari memang pernah pinto tanyakan soal ini kepada
ciangbun suheng kami."
"Dan apa pesan suhengmu itu?" tanya Ih Bun Han Ti cepat.
Im Yang Cu termenung sejenak, lalu menggeleng.
"Tidak ada! Suheng hanya berkata bila obat yang dimana diberi, sudah tentu amat
bagus sekali, bila tidak berhasil mendapatkan obat tersebut?"
Semua orang melihat ia ragu-ragu untuk berbicara, kontan dibuat melengak semua.
"Hmmm! bila obat tersebut tidak berhasil didapatkan!" jengek Kiem Hoa Hujien
mendengus. "Bila obat tersebut tidak berhasil kuperoleh dengan cuma-cuma, maka terpaksa kita
harus gunakan sistem saling tukar menukar."
"Oouw" dari partai Butong pay kalian masih punya barang pusaka apa sehingga bisa
digunakan untuk menukar nyawa seseorang" air muka Im Yang Cu berubah sangat serius.
Ia melirik dulu Jan Bok Hong lantas Ih Bun Han To dan akhirnya Kiem Hoa Hujien. "Sudah
tentu benda itu merupakan benda yang nilainya melebihi satu kota, tapi pinto harus
mendapat keterangan secara bagaimana menolong ciangbunjien kami lolos dari
kematian." Kiem Hoa Hujien tertawa dingin tiada hentinya.
"Asalkan pusaka tersebut bernilai melebihi sebuah kota, dan benar-benar cukup untuk
ditukar dengan demikian Bu Wie Tootiang sudah tentu kami bisa kasih obat untuk
menyembuhkan luka ciangbunjienmu, tapi bila barang pusaka itu tak bernilai, terpaksa
hanya dua jalan untuk kau pilih sendiri."
"Apa saja caramu itu!"
"Pertama, perguruanmu harus digabungkan dengan perkampungan Pek Hoa Sanceng
kami lalu semua orang harus tunduk di bawah komando Jen Cungcu, dan cara kedua, kau
segera kembali ke gunung Butong san untuk mempersiapkan urusan terakhir dari
ciangbunjien kalian."
Air muka Im Yang Cu berubah hebat, agaknya ia siap mengumbar hawa amarahnya.
Tapi dengan cepat golakan tersebut berhasil ditindak.
"Apakah tidak ada jalan yang ketiga!" tanyanya hambar.
"Tooheng kau tidak usah gelisah dulu berundinglah secara perlahan-lahan akhirnya kau
bakal peroleh jalan keluar yang paling bagus!" hibur Ih Bun Han To perlahan.
Kiem Hoa Hujien tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee hee heee, heee kau tanyakan jalan ketiga" Ada akan kutengok dulu berapakah
nilainya barang berharga yang tootiang bawa itu."
Mendadak ia menyingkap pakaiannya, merogoh ke dalam saku dan mengambil keluar
sebuah kotak berwarna kuning tawar lalu tangan diayun melemparkan kotak tadi ke depan
pintu sehingga hancur berantakan.
Tindakannya ini berada diluar dugaan semua orang bukan saja Im Yang Cu jadi
kebingungan dibuatnya bahkan Jen Bok Hong serta Ih Bun Han To pun pada dibuat
kebingungan setengah mati. Mereka cuma bisa duduk saling bertukar pandangan.
Ketika sinar mata semua orang dialihkan ke arah mana jatuhnya kotak tadi tiba-tiba air
mukanya pada berubah hatinya merasa amat bergetar.
Kiranya dari pecahan kotak warna kuning tadi muncul delapan ekor laba-laba warna
hitam pekat dan berlari menyebar keempat penjuru, dalam sekejap mata seluruh pintu
masuk yang ada hanya satu-satunya itu sudah dipenuhi dengan sarang laba-laba yang
tebal dan besar. Di bawah sorotan cahaya lampu, tampak oleh semua orang dari atas jaring laba-laba
tersebut memancarkan cahaya kehijau-hijauan yang sangat menyeramkan.
Delapan ekor laba-laba dengan berdiri disekitar sarang tersebut siap berjaga-jaga diri.
Kiem Hoa Hujien angkat tangannya yang putih halus bagaikan salju untuk
membereskan rambutnya yang terurai ke bawah.
Setelah mengenali laba-laba hitam ini adalah binatang beracun yang sangat
menakutkan seharusnya tahu juga bukan cahaya hijau yang dipancarkan dari jaring labalaba
tersebut bukan barang sembarangan jangan dikata tergigit oleh binatang tersebut.
Cukup tertempel oleh jaringan laba-laba itupun sudah bisa menyebabkan kematian yang
sangat mengerikan. Dengan penuh kebanggaan ia tertawa cekikikan setelah merandek beberapa waktu
sambungnya, "Jago-jago Bulim dideretan Tionggoan kebanyakan mengetahui perempuanperempuan
dari daerah Biauw Ciang paling pandai melepaskan racun keji tapi mereka
tidak tahu kecuali melepaskan racun keji kami masih bisa pula menggunakan beratus-ratus
macam racun lainnya."
"Sekalipun jaringan laba-laba itu sangat beracun, aku rasa belum tentu bisa melukai
orang!" tiba-tiba Siauw ling menyela dari samping.
Bila ucapan tersebut diutarakan orang lain Kiem Hoa Hujien pasti naik pitam dan
mencak. Tapi lain halnya bila perkataan itu diucapkan ileh Siauw Ling.
Bukan saja Kiem Hoa Hujien tidak menjadi gusar bahkan ia perlihatkan satu senyuman
penuh kegenitan, "Siauw hengte berbicara begitu tentu ada pendapat lain entah apakah
pendapatmu yang tinggi itu."
Sebetulnya Jan Bok Hong ada maksud menegur Siauw Ling jangan banyak bicara tapi
setelah melihat Kiem Hoa Hujien sama sekali tidak menunjukkan maksud untuk marah
iapun tidak mencegah lagi.
"Sekalipun laba-laba itu sangat beracun tapi gerak-gerik mereka amat lamban mana
mungkin bisa pergi mengejar manusia?" kata Siauw Ling penuh keseriusan, "Sedangkan
mengenai sarang laba-laba itu semakin tidak berbahaya lagi beberapa helai surat lendir
yang menciptakan sebuah jaring lemas cukup terkena angin atau hujanpun sudah hancur,
mana mungkin bisa menahan sebuah serangan kweekang seorang jagoan?"
Kiem Hoa Hujien tak dapat menahan rasa geli dihatinya lagi ia tertawa cekikikan.
"Sungguh bagus pertanyaanmu ini. Tidak malu kau bisa berpikir sedemikian cermatnya,
cuma sayang laba-laba beracun yang dihasilkan di daerah Biauw Ciang ini bukan saja amat
beracun bahkan daya hidupnya sangat luar biasa, sekalipun gerak-geriknya lamban sedikit
tapi setelah mereka berhasil membentuk sarang laba-labanya, maka keadaannya lain lagi,
jikalau saudara cilik tidak percaya bagaimana kalau kau coba mengirim satu pukulan
menghajar jaringan tersebut?""
"Tempo dulu Im Yang Cu pernah melepaskan budi menolong jiwaku, dan bila kutinjau
situasi ini hari, agaknya ia sudah terjerumus ke dalam keadaan yang sangat berbahaya
dan kepepet," pikir Siauw Ling di dalam hati. "Jika aku tidak berusaha untuk menolong
dirinya lolos dari kepungan ini mungkin sulit baginya untuk meninggalkan loteng Wang
Hoa Loo dalam keadaan selamat."
Terdengar waktu itu Jan Bok Hong sedang berseru minta maaf ujarnya, "Samteku
masih muda tak tahu urusan. Bila terlalu banyak menyinggung perasaan Hujien masih
mengharapkan kau suka memaafkan, sedang mengenai persoalan tersebut, lebih baik
hujien lakukan sendiri saja."
Kiranya watak Jan Bok Hong amat licik dan banyak akal, walaupun ia berhasil
mengetahui sarang laba-laba itu sangat berlainan dengan sarang laba-laba biasa, tapi
teringat kesempurnaan tenaga kweekang yang dimiliki Siauw Ling dan karena takut
hantaman pemuda itu hancurkan sarang laba-laba tersebut atau melukai laba-laba hitam
sehingga Kiem Hoa Hujien kehilangan muka dan dari malu menjadi gusar, maka ia coba
alihkan tugas tersebut kepada orang lain.
Ia tahu kendati Kiem Hoa Hujien berusaha untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup
bangsa Han tapi ia tetap merupakan seorang kelahiran bangsa Biauw yang terkenal
kelewat keji sudah tentu bagaimanapun ia mungkin dapat menyamai semua sifat bangsa
Han. Terutama sekali laba-laba hitam itu merupakan binatang aneh jika kena dilukai oleh
Siauw Ling bukankah urusan jadi serba tidak enak, siapa nyana Kiem Hoa Hujien cuma
tertawa hambar. "Kalau begitu silahkan Jan Toa kungcu turun tangan untuk mencoba sendiri
bagaimana?" Jan Bok Hong tertegun mendengar kata itu, tapi reaksinyapun sangat cepat ia segera
berpaling ke arah Im Yang Cu.
"Kita semua adalah kawan searah setujuan bila dalam sekali hantam sarang laba-laba
itu tidak hancur kemungkinan besar Im Yang Tootiang merasa tidak puas," katanya
sembari tertawa. "Menurut pendapat cayhe lebih baik percobaan ini diserahkan kepada Im
Yang Tootiang saja sekalipun bagaimana akhirnya semua orang rasanya bisa dibikin puas."
Orang ini benar-benar berbahaya dan keji ia tidak ingin turun tangan mencoba sendiri
sebaliknya ingin mencelakai Im Yang Cu, sepasang biji mata Kiem Hoa Hujien mengerling
tajam, iapun ikut tertawa.
"Sedikitpun tidak salah biar sitoosu tua hidung kerbau ini yang mencoba agar iapun bisa
melek matanya." Teringat kesehatan ciangbun suhengnya mau tak mau Im Yang Tootiang harus
menahan rasa dongkol dalam hatinya ia mendongak dan melirik sekejap ke arah sarang
laba-laba itu kemudian perlahan-lahan mengangkat telapak tangannya keatas.
"Jikalau memang demikian adanya, terpaksa pinto ikuti saja permintaan kalian tanpa
membantah." Dengan kerahkan tenaga kweekang mencapai empat bagian telapak tangannya
perlahan-lahan diayunkan kemuka segulung hawa serangan yang maha dahsyat segera
meluncur keluar menghajar sarang laba-laba tadi.
Jangan dikata Im Yang Tootiang sekalipun semua orang yang ada dala ruanganpun
mempunyai pendapat yang sama yaitu sarang tersebut mana mungkin bisa pertahankan
kehancurannya terhadap hantaman angin pukulan sedemikian dahsyat" Siapa nyana
peristiwa terjadi diluar dugaan semua orang, sewaktu angin pukulan yang dilancarkan Im
Yang Tootiang menghajar di atas sarang laba-laba hitam yang menyear di sekeliling
sarangnya mendadak memencar keempat penjuru diikuti dari mulutnya menyemburkan
serat beracun yang langsung melayang ke tengah udara dan mengikuti arah datangnya
angin pukulan tadi menubruk ke arah Im Yang Tootiang.
Sedangkan sarang laba-laba itu sendiri di bawah hantaman angin pukulan yang sangat
keras hanya naik turun tiada hentinya sama sekali tidak mengalami kerusakan barang
sedikitpun. Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini bukan saja membuat Im Yang Tootiang
merasa amat terperanjat, bahkan air muka Jen Bok Hong pun berubah sangat hebat.
Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh.
"Tootiang kau harus hati-hati jangan sampai tertempel oleh serat beracun atau tergigit
oleh laba-laba itu. Kalau tidak maka keadaan lukamu itu akan jauh lebih parah daripada
luka suhengmu?" Sewaktu ia mengucapkan kata-kata itu kedelapan laba-laba hitam tersebut sudah makin
memperbesar sarang laba-labanya sehingga memenuhi keempat dinding dan mencapai
atap ruangan. Gerak-gerik laba-laba hitam tersebut kelihatannya amat lamban, tapi bergerak di atas
serat laba-laba tersebut benar-benar luar biasa cepatnya hingga susah diikuti dengan
pandangan mata. Tampak serat beracun itu makin lama semakin memanjang dan akhirnya semakin
mendekati tubuh Im Yang Cu.
Dengan hati kebat kebit Im Yang Tootiang segera membalik pergelangan tangan
kanannya mencabut keluar pedang yang tersoren pada punggungnya.
"Jika Hujien tidak berusaha menguasai barang-barang beracun ini lagi, maka pinto
takut harus turun tangan melukai mereka."
"Heee" heee" bila Tootiang percaya punya kesanggupan untuk melukai mereka.
Silahkan turun tangan sepuas hati," sahut Kiem Hoa Hujien tertawa hambar.
"Kalau begitu terpaksa pinto harus mencoba!"
Melihat seekor laba-laba meluncur datang pergelangan kanannya kontan digetarkan,
pedang panjang meluncur keluar membabat tubuh binatang berbisa tersebut.
Mendadak Jan Bok Hong mengangkat tangan kanannya keatas segulung hawa pukulan
yang maha dahsyat meluncur keluar menotok ujung pedang dari toosu Butong pay ini.
Ujung pedang Im Yang Tootiang yang hampir mengenai sasarannya mendadak kena
diserang hatinya jadi bergetar keras tak kuasa lagi senjata yang ada di tangan kena
terhajar turun ke bawah bahkan hampir-hampir terlepas dari genggaman.
Terdengar suara Jan Bok Hong yang amat dingin berkumandang datang.
"Kedatangan Tootiang keperkampungan kami adalah bertujuan menolong jiwa
suhengmu ataukah ingin memamerkan kepandaian silatmu?"
Kena ditegur oleh sang Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini Im Yang
Tootiang mulai berpikir, "Sudah lama dalam dunia persilatan tersiar kabar yang
mengatakan kepandaian silat sibayangan berdarah Jan Bok Hong sangat mengejutkan
sekali, kelihatannya dugaan itu sedikitpun tidak salah cukup ditinjau dari hawa sentilan tak
bersuara tak berwujud yang baru saja ia perlihatkan sudah luar biasa sekali."
Sekalipun dalam hati ia berpikir demikian diluaran ia menyahut dengan nada dingin.
"Sentilan Jan Toa Cungcu yang baru saja dipertontonkan benar-benar luar biasa."
Jan Bok Hong tidak menggubris omongan itu, sinar matanya dialihkan ke arah sarang
laba-laba yang makin lama semakin melebar dan meluas sehingga mencapai atap ruangan
perjamuan tersebut, lama kelamaan ia tidak tahan juga.
"Hujien! cepat kau berusaha untuk menguasai binatang-binatang beracun ini. Jangan
sampai membiarkan mereka menodai seluruh ruangan ini dengan jaringan beracun."
Mendengar sang Cungcu dari perkampungan Pek hoa Sanceng meminta bantuannya
Kiem Hoa Hujien tersenyum penuh kemenangan.
"Walaupun laba-laba ini merupakan binatang yang sangat beracun tapi mereka tetap
bukan manusia," katanya perlahan. "Asalkan Tootiang itu mundur dua langkah ke
belakang dan laba-laba tadi tidak berhasil temukan sasarannya ia bakal berhenti sendiri
dan tidak akan memperluas serangannya lagi."
Ih Bun Han To pun pada waktu itu tertawa terbahak-bahak.
"Tootiang! bagaimana kalau kaupun menurut mundur dua langkah ke belakang! urusan
mati hidup seseorang jauh lebih besar. Apa gunanya mencari satroni dengan beberapa
gelintir laba-laba?"
Teringat masih suhengnya dalam keadaan kritis, dan kedatangannya kesana hendak
minta obat. Im Yang Tootiang tidak ingin karena urusan kecil berakibat besar dengan
menahan diri terhadap sindiran Ih Bun Han To ia mundur juga dua langkah ke belakang.
Waktu itu semua perhatian orang-orang yang hadir dalam ruangan rata-rata dipusatkan
keatas laba-laba hitam itu, sedikitpun tidak salah. Setelah Im Yang Tootiang mundur dan
laba-laba hitam tadi tak berhasil menemukan sasarannya mereka mulai berhenti
mengembangkan serat-seratnya guna pembentukan sarang mereka semakin besar.
"Hujien!" seru Jan Bok Hong setelah suasana menjadi tenang kembali. "Laba-laba
beracunmu ini betul-betul membuat kami terbuka matanya, dan membuat kami tahu bila
beracun merupakan senjata yang paling dahsyat cuma dalam perjamuan harus dikotori
dengan hadirnya beberapa ekor laba-laba beracun rasanya kurang sedap dipandang
bagaimana kalau hujien menariknya kembali."
"Hii hii" penglihatan Toa Cungcu ternyata jauh lebih tinggi setingkat dari semua orang"
puji Kiem Hoa Hujien tertawa.
"Beberapa ekor laba-laba ini bukan saja racunnya ganas bahkan mereka amat pandai
jikalau ingin menghancurkan mereka bukanlah terlalu sayang."
Mendengar perkataan itu seluruh tubuh Jan Bok Hong tergetar sangat keras, pikirnya
diam-diam, "Waahh celaka jaring beracun sudah merembet hampir menutupi seluruh
ruangan serta pintu loteng bila tidak dapat ditarik kembali bukankah ini berarti semua
bakal terkurung di atas loteng, hati perempuan paling keji kemungkinan besar
menggunakan kesempatan ini ia hendak membokong diriku."
Sebagai seorang yang cerdik licik dan banyak akal kendati dalam hatinya sudah timbul
rasa curiga tapi air mukanya sama sekali tidak menunjukkan sikap tersebut ia tersenyum.
"Bagaimana" Apakah laba-laba beracunmu susah ditarik kembali" caranya sih ada dua
macam cuma aku bingung enaknya menggunakan cara apa yang paling tepat?"
"Silahkan hujien mengutarakan kedua cara tersebut agar akupun bisa ikut mengetahui
dan menambah pengetahuanku."
"Cara pertama adalah menyuruh Pek Sian jienku menyikat mereka sampai habis tapi
bila berbuat demikian ini berarti sudah menyia-nyiakan jeri payahku selama hampir
sepuluh tahun untuk memusnahkan laba-laba beracun yang demikian bagus dan lihaynya
bukankah amat sayang sekali?"
"Apa yang kau maksud sebagai Pek sian jie?" seru Siauw Ling dengan penuh
keheranan, Kiem Hoa Hujien tertawa cekikikan.
"Apakah Siauw hengte ingin menambah pengetahuanmu!" serunya, dari dalam saku ia
mengambil sebuah kotak pualam yang panjanganya ada satu depa dengan lebar setengah
depa lantas sambungnya, "Nih benda tersebut ada disini!" Siauw Ling ulur tangannya
menerima kotak itu tapi dengan cepat Kiem Hoa Hujien sudah menarik kembali tangannya
dan menyimpan kembali kotak pualan tersebut.
"Bukannya aku tidak ingin kasih lihat kepadamu justru karena watak Pek Sian jie terlalu
berangasan jikalau sampai kau menderita luka bukankah berabe?"
"Apakah caramu yang kedua?" potong Jan Bok Hong cepat. "Untuk melepaskan genta


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih membutuhkan orang bekerja setelah tootiang ini menggusarkan mereka maka lebih
baik tootiang ini suka menghadiahkan beberapa macam benda untuk memberi makan
kepada mereka, barang apa itu?"
Kiem Hoa Hujien tersenyum.
"Lebih baik sebuah lengan atau bila tootiang ini tidak rela sedikit-dikitnya harus potong
ketiga jari tangannya, hmm bila pinto tidak mengabulkan permintaanmu itu?" dengus Im
Yang Tootiang dingin. "Terpaksa aku harus menggunakan jantung atau isi perutmu untuk memberi makan
kepada mereka?" Nada ucapan perempuan yang bernama Kiem Hoa Hujien ini tajam keji, buas dan
sangat mengerikan walaupun bagitu kata-kata tadi diutarakan dengan wajah yang masih
dihiasi penuh senyuman bagaikan belum terjadi sesuatu apapun.
Jan Bok Hong melirik sekejap ke arah Im Yang Tootiang. "Jauh kemari sebagai tamu.
Aku Jan Bok Hong sebagai tuan rumah tidak seharusnya bersikap begitu terhadap
tetamunya, biarlah tentang soal ini cayhe selesaikan sendiri!"
Habis berkata ia lantas bertepuk tangan beberapa kali.
Jilid 23 Seorang dayang cantik berbaju hijau mengiakan dan berjalan datang menghampiri
Cungcunya. "Siapakah namamu?" tanya Jan Bok Hong.
"Budak bernama Hoo Hoa!"
"Aku orang ingin pinjam semacam barang entah sukakah kau mengabulkan?"
"Perintah Cungcu, budak tak berani menolak."
"Bagus, bagus sekali sekarang kutungi lengan kirimu."
Mendengar perintah tersebut Hoo Hoa rada melengak dan berdiri mematung.
"Sejak budak menerima perintah untuk datang keloteng Wang Hoa Loo rasanya belum
pernah melakukan sedikit kesalahanpun."
"Soal ini sih aku tahu" sinar matanya perlahan dialihkan kearah Ciu Cau Liong. "Jie te!
kau membawa pisau belati?"
Buru-buru Ciu Cau Liong bangun berdiri lantas menjura dari dalam saku ambil keluar
sebilah pisau belati dan diangsurkan ketangan Toakonya dengan penuh rasa hormat.
Setelah menerima pisau belati itu Jan Bok Hong letakkan senjata tadi keatas meja.
"Sekarang turun tanganlah sendiri."
Melihat seluruh kejadian yang berlangsung didepan mata lama kelamaan Siauw Ling
tidak tahan juga. Darah panas bergolak dalam dadanya dengan penuh rasa terharu
serunya, "Toako tanpa sebab mengapa kau suruh gadis ini mencacati badan sendiri?"
Jan Bok Hong keluarkan tangan kirinya untuk tepuk beberapa kali pundak pemuda she
Siauw ini kemudian jawabnya, "Soal ini Samte tidak usah ikut campur apakah kau benarbenar
ingin melihat Im Yang Tootiang mengutungi lengan sendiri?"
Agaknya Hoo Hoa mengerti bencana tak bakal terhindar dari dirinya, sembari
menggertak gigi ia terima pisau belati itu dari atas meja.
"Perintah cungcu budak tak berani membangkang" ujarnya penuh kesedihan.
"Nona tunggu sebentar, pinto ada beberapa patah kata hendak diucapkan!" tiba-tiba Im
Yang Cu menggetarkan pedangnya menghadang maksud dayang itu untuk memungut
pisau belati tadi dari atas meja.
"Tootiang perkataan apalagi yang hendak kau utarakan! sekarang silahkan
disampaikan" kata Jan Bok Hong.
"Setelah pinto yang ditimbulkan peristiwa ini, mana boleh dosa tersebut dipukul oleh
seorang gadis yang tidak tahu akan separuh jalannya peristiwa ini. Untuk mengurangi
sebuah lengan pinto sebetulnya bukan suatu pekerjaan yang terlalu susah dilaksanakan
asal Cungcu suka memberi obat pemusnah buat suheng kami."
Kiem Hoa Hujien yang mendengar perkataan itu segera tertawa.
"Sekalipun obat pemusnah itu ada, cuma sayang tidak berada ditangan Cungcu!"
"Kalau begitu berada di Hujien?"
"Ehhmm! kecuali aku, rasanya dikolong langit tak ada manusia yang kedua lagi?"
"Bila ditinjau situasinya penyakit yang diderita ciangbun suheng tentu terkena oleh
racun yang kau lepaskan!"
"Oooouw, bila kau ingin tahu, akupun tiada halangan beritahukan semua kejadian ini
kepadamu." "Pinto akan pentang lebar-lebar telinga untuk mendengarkan!"
"Racun itu sih kepunyaan aku, cuma yang melepaskan benda itu adalah Ih Boen heng
sewaktu berkunjung kegunung Bu-tong san."
Air muka Im Yang Tootiang dalam sekejap itu pula beruntun terjadi beberapa kali
perubahan, akhirnya dengan berusaha keras mempertahankan ketenangan hatinya ia
berkata, "Hujien! Bila kau suka menghadiahkan obat pemusnah buat ciangbun suhengku,
pinto rela menguntungi sebuah lenganku!"
"Urusan ini tiada sangkut pautnya dengan urusan lain, kau tak boleh mencampur
baurkan kedua urusan ini menjadi satu."
"Craaaat" tiba-tiba darah panas muncrat membasahi empat penjuru, butiran darah
memancar menodai pakaian semua orang dan bersamaan itu pula sebuah lengan kiri Hoo
Hoa sudah terkutung dan jatuh keatas lantai.
Kiranya menggunakan kesempatan sewaktu Im Yang Tootiang bercakap-cakap dengan
Kiem Hoa Hujien sidayang cantik Hoo Hoa mendadak merebut pisau belati itu dari atas
meja lalu mengutungi lengan kirinya sendiri.
Sepasang mata Siauw ling dengan memancarkan cahaya tajam yang penuh hawa
bergidik memperhatikan wajah Kiem Hoa Hujien tajam-tajam lalu sindirnya, "Hmmm
selama hidup belum pernah kutenui ada laba-laba yang mendahar lengan manusia aku
takut hanya ada manusia yang sedang main gila?"
Tangan kanannya laksana kilat menyambar lewat menotokkan jalan darah disebelah kiri
Hoo Hoa untuk bantu ia menghentikan aliran darah yang mengucur keluar sangat deras.
Sedang Jan Bok Hong pungut kutungan lengan tadi lalu diserahkan ketangan Kiem Hoa
Hujien. "Lengan ini entah dapatkah digunakan?"
"Ooouw sudah tentu bisa digunakan" sahut Kiem Hoa Hujien seraya menerima
angsuran kutungan lengan tersebut kemudian sinar matanya dialihkan kearah Siauw Ling.
"Saudara cilik bukankah kau ingin menambah pengetahuanmu" nah sekarang
perhatikanlah baik-baik."
Tangan kanan diayun ia melemparkan kutungan lengan tadi kesarang laba-laba
beracun itu. Kutungan lengan tersebut setelah membentur sarang laba-laba dengan berakibatkan
getaran keras segera berhenti dan tertempel erat-erat.
Delapan ekor laba-laba hitam laksana kilat berpaling kemudian sama-sama meluncur
kearah kutungan lengan tadi gerakan mereka cepatnya luar biasa didalam sekejap mata
kedelapan ekor laba-laba tadi sudah menempel diatas kutungan lengan itu.
Tampaknya lengan yang putih bersih bagaikan salju tadi perlahan-lahan ditarik
kebawah sedang darah yang tersisa diatas kutungan lengan tersebut hanya dala sedetik
saja telah dihisap kering oleh kedelapan ekor laba-laba hitam tersebut.
Air muka Siauw Ling berubah hebat sehabis melihat pertunjukkan tersebut, ia menghela
napas. "Aakh! kiranya laba-laba penghisap darah!"
Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh-kekeh.
"Heee, heee, heee, tidak salah, memang laba-laba penghisap darah! inilah laba-laba
aneh yang susah ditemukan dalam kolong langit, saudara cilik! ini hari boleh dikata
otakmu betul-betul terbuka oleh suatu pertunjukkan yang sangat menarik hati."
Walaupun didalam hati Siauw Ling merasa terperanjat bercampur ngeri tapi dihati
kecilpun timbul perasaan membenci terhadap Kiem Hoa Hujien ini diam-diam pikirnya,
"Watak perempuan ini benar-benar keji dan beracun bagaikan kantupan lebah atau
pagutan kalajengking". Jan Bok Hong sebagai seorang jago yang susah diketahui
perubahan wajahnya baik gembira, gusar, murung maupun sedih sehabis melihat
pertunjukkan ini berubah juga air mukanya ia menghela napas panjang.
"sudah lama Siauwte mendengar kehebatan Kiem Hoa Hujien sebagai seirang jagoan
dalam menghadapi ratusan macam binatang beracun dari daerah Biauw Ciang ini hari
boleh dikata benar-benar terburu sepasang mataku."
"Aakh, mana-mana Jen Toa Cungcu terlalu memuji" seru Kiem Hoa Hujien sembari
membereskan rambutnya yang terurai dan tertawa manis, "Walaupun aku jauh
mengasingkan diri diluar daratan tapi sering sekali berhubungan dengan jago-jago dari
daratan Tionggoan sudah lama dengar akan kelihayan ilmu silat yang dimiliki Jen Toa
Cungcu entah maukah" kaupun pertunjukkan beberapa macam kepandaian agar akupun
sedikit terbuka pengetahuanku yang picik!"
Walaupun dia suka Biauw tapi nada maupun bahasanya tidak kalah dari keluwesan
gadis Tionggoan. o0o Diam-diam Jan Bok Hong mulai berpikir "Ia paksa aku untuk pertunjukkan ilmu silat,
entah apa maksud sebenarnya" perempuan ini berwajah cabul sangat mempesonakan hati
semua orang apalagi seluruh badannya menggembol berbagai macam binatang beracun
yang aneh-aneh, sekalipun aku masih belum tahu seberapa hebatnya ilmu silat yang ia
miliki tapi ketajaman pikiran serta kecerdikan mencari akal jelas melebihi semua orang aku
harus berjaga-jaga maksudnya berbuat demikian."
Setelah timbul perasaan dalam hatinya tetapi diluaran masih tetap tersenyum.
"Sedikit kepandaian siauwte yang becus kemungkinan besar hanya akan mengotori
pandangan mata Hujien. Dikemudian hari waktu masih banyak aku rasa pada suatu ketika
Hujien tentu akan melihat sendiri bagaimanakah kejelekan ilmu silatku, sekarang kita
sedang kedatangan tamu terhormat, mana boleh siauwte pamerkan kepandaian
dihadapan orang banyak."
"Perkataan Jen Toa Cungcu sedikitpun tidak salah. Mari kita bicarakan persoalan yang
penting" Kiem Hoa Hujien tertawa hambar.
Ketika itu sekalipun Siauw Ling telah menotok jalan darah Hoo Hoa dan menghentikan
aliran darahnya tetapi rasa sakit sewaktu lengannya terbabat putus tadi susah dilupakan
dari lubuk hatinya air muka berubah pucat pasi bagaikan mayat, sedang keringat dingin
mengucur tak henti-hentinya.
Ia tahu bagaimana ketatnya peraturan dari perkampungan Pek Hoa Sanceng, sekalipun
kesakitan terpaksa ia harus gertak gigi sambil berdiri tenang tidak bergerak maupun
memperdengarkan sedikit suarapun.
Akhirnya Jan Bok Hong berpaling.
"Hoo Hoa kau boleh mengundurkan diri untuk beristirahat."
Pada saat itu Hoo Hoa baru berani berbongkok menjura.
"Terima kasih atas kebaikan Cungcu."
Setelah putar badan ia berlalu dari sana lambat-lambat.
Walaupun ia berusaha keras untuk mempertahankan ketenangannya dan berjalan
dengan langkah normal. Tak urung saking sakit hatinya seluruh tubuh gemetar keras
badan gontai tak menentu.
Melihat langkahnya yang gontai Im Yang Tootiang merasakan darah panas dalam
rongga dadanya bergolak keras, rasa duka menyelimuti hatinya.
Kedelapan ekor laba-laba beracun setelah menghisap habis darah dari kutungan lengan
itupun tak menunjukkan reaksi lagi mereka berdiam dan tak berkutik.
Perlahan-lahan Jan Bok Hong berpaling dan memandang sekejap kearah Im Yang Cu.
"Kedudukan partai Bu-tong dalam dunia kangouw sangat tinggi sekali dan kedudukan
Tootiang didalam perguruan Bu-tong-pay pun sedikit dibawah Boe Wie Tooheng tidak
datang sendiri kaupun bisa ambil keputusan bukan?" serunya sembari tertawa.
"Pinto memperoleh perintah dari Ciangbunjien untuk datang kemari membicarakan soal
tukar menukar obat pemusnah urusan lain pinto tak berani ambil keputusan sendiri."
"Ehmm semisalnya tidak beruntung suhengmu menemui ajalnya bukankah dengan
sendirinya kedudukan ciangbunjien dari Bu-tong-pay akan terjatuh ditangan Tootiang?"
"Setiap perguruan mempunyai peraturan perguruan sendiri kedudukan ciangbunjien
hendak diwariskan kepada siapa pinto rasa soal ini tiada sangkut pautnya dengan orang
lain." Jan Bok Hong tertawa hambar.
"Semisalnya cayhe bantu Tooheng untuk mendapatkan kedudukan ciangbunjien dari
Bu-tong-pay itu entah bagaimana maksud Tooheng?"
Agaknya Sang Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini mulai memasang
jebakannya. "Dalam perguruan kami banyak terdapat manusia-manusia berbakat" kata Im Yang Cu
dengan wajah serius, "Sekaliun ciangbun suheng menemui ajalnya akibat keracunan
belum tentu kedudukan ciangbunjien tersebut terjatuh ke tangan pinto soal ini tak perlu
kalian repot-repot ikut memikirkannya."
Melihat berbagai pancingan serta jebakan sudah menarik Im Yang Tootiang memihak
perkampungan Pek Hoa Sanceng air muka Jan Bok Hong segera berubah hebat.
"Baiklah!" akhirnya ia berseru. "Sekarang kita bicarakan dulu soal mati hidup
suhengmu." "Nah inilah tujuan yang terutama dari kedatangan pinto kemari dan hanya persoalan ini
saja yang berhak pinto bicarakan."
Jan Bok Hong melirik sekejap kearah Kiem Hoa Hujien tiba-tiba dia berseru, "Tooheng
ini berwatak sombong, angkuh suka memandang tinggi diri sendiri ia tidak sesuai untuk
diajak berunding. Hujien" lebih baik kau sendiri yang menudingkan soal obat pemusnah ini
dengan dirinya." Kiem Hoa Hujien tertawa. "Segala sesuatu biarlah Jan Toa Cungcu yang putuskan sendiri. Aku akan menurut
saja." "Hujien terlalu memuji" sinar matanya perlahan dialihkan kembali keatas tubuh Im
Yang Cu. "Entah Tootiang hendak menggunakan benda apa ditukarkan dengan nyawa
suhengmu?" "Pinto rasa bila benda itu hanya barang biasa saja, Cungcu tentu tak akan menyetujui!"
"Haaa" haaa" haaa?" tak kuasa Jan Bok Hong tertawa terbahak-bahak.
"Boe Wie Tootiang adalah ciangbunjien partai Bu-tong sudah tentu tak bakalan bisa
ditukar dengan barang-barang biasa."
"Bagaimana kalau kita hargai dengan sejilid kitab pusaka Sam Khie Cin Boh?"
"Apa" kitab pusaka Sam Khie Cin Boh berada ditangan Bu-tong-pay?" seru Jan Bok
Hong rada tertegun. "Walaupun benda tersebut berada ditangan pihak Bu-tong pay kami tapi menurut
suheng kami ilmu silat yang termuat dalam kitab tersebut tiada berkecocokan dengan ilmu
silat perguruan kami, keanehannya terlalu luar biasa oleh sebab itu tak seorangpun dari
anggota perguruan kami yang mempelajari isi kitab tersebut" kata Im Yang Cu penuh
keseriusan. "Watak Boe Wie Tooheng keras kepala dan terlalu percaya dengan ilmu silat perguruan
sendiri, peraturan guru-gurunya tidak ingin mencampurkan ilmu silat lain kedalam ilmu
silat perguruan aku rasa tindakannya ini memang tidak salah."
"Pinto hanya bertanya bagaimana nilai benda tersebut" desak Im Yang Cu kembali.
"Kitab pusaka Sam Khie Cin Boh sekalipun termasuk pusaka Bulim tapi bila digunakan
untuk menukar jiwa ciangbunjien kalian rasanya masih kurang cukup."
Im Yang Cu termenung lama sekali akhirnya ia berkata lagi. "Jikalau ditambah dengan
sebuah lukisan Giok Sian Cu" Apa kau kata?" tiba-tiba Jan Bok Hong membelalakkan
sepasang matanya. Dengan ketajaman pendengarannya ditambah pula suara Im Yang Cu cukup keras
orang lain bisa mendengar sangat jelas tidak mungkin kalau Jan Bok Hong tidak
mendengar. Kendati begitu tak tertahan ia menjerit tertahan juga. "Lukisan Giok Sian Cu."
Perlahan-lahan Jan Bok Hong menggeserkan sedikit badannya. "Entah aslikah barang
itu?" tanyanya lirih.
"Lukisan Giok Sian Cu hanya ada sebuah diseluruh kolong langit sudah tentu tak bakal
salah lagi." "Macam apakah Giok Sian cu itu?" tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menimbrung dari samping.
"Mengapa hanya sebuah lukisan begitu berharga?"
"Hujien kau tidak tahu, lukisan Gio Sian cu ini merupakan salah satu benda pusaka
yang paling berharga dalam dunia Bulim menurut kabar yang pernah tersiar katanya
lukisan ini dibuat oleh dewa lukisan Thian To pada seratus tahun berselang lukisan orang
ini bukan saja luar biasa bahkan hidup sebagai kenyataan, hanya saja watak Thian To
amat kukoay. Ia tidak ingin tinggalkan seluruh lukisan yang berharganya dikolong langit.
Pada saat menjelang kematiannya ia telah membakar seluruh lukisan-lukisan berharganya
dan kini hanya tertinggal cuma separuh dikolong langit."
Siauw Ling yang mendengar dengan terpesona mendadak menyela dari samping.
"Mengapa lukisan itu tinggal separuh?""
Jan Bok Hong tertawa. "Karena sewaktu Thian To membakar lukisan-lukisannya hanya tertinggal separuh
lukisan Giok Sian Cu yang belum sempat terbakar musnah, inilah satu-satunya lukisan
yang masih ada dikolong langit. Sedang mengenai mengapa lukisan itu bisa selamat
beritanya adalah begitu."
"Ketika lukisan tadi terbakar hingga tinggal separuh para jago Bulim yang bersembunyi
disekitar kediamannya segera turun tangan melancarkan satu pukulan dahsyat kearah
kobaran api itu sehingga lukisan tadi mencelat keluar rumah."
"Tapi Thian To yang terkenal akan keindahan lukisannya merupakan seorang jago
berkepandaian tinggi pula dalam kalangan Bulim waktu itu sulit sekali baginya untuk temui
tandingan. Ketika Thian To melihat lukisannya yang belum habis terbakar mencelat keluar
rumah ia jadi gusar sekali dengan kumpulkan seluruh tenaga kweekang yang dimiliki ia
binasakan seluruh kawan Bulim yang tersembunyi disekeliling tempat itu."
"Oooouw" sungguh aneh sekali watak orang ini" kembali Siauw Ling memotong
sembari menghela napas panjang" "Kenapa ia tidak suka tinggalkan hasil karyanya untuk
keturunan selanjutnya?"
Tak tahan lagi Jan Bok Hong mendongak tertawa terbahak-bahak.
"Haaa" haaa" haaa bila dikolong langit pada saat ini banyak lukisan hasil karya Thian


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

To lukisannya tak mungkin bisa dianggap sebagai benda yang sangat berharga."
"Perkataan itu sedikitpun tidak salah" sambung Ih Boen Han To dari samping. "Tapi
menurut apa yang siauwte ketahui Thian To selama hidup menderita penyakit yang parah,
lukisan yang berhasil dibuatpun tidak lebih hanya sepuluh buah lukisan sekalipun
ditinggalkan dalam kolong langit semuapun tidak bisa terhitung banyak."
"Haaa" haaaa?" kembali Jan Bok Hong tertawa tergelak. "Ih Boen heng tinggal di
pesanggerahan Sian Kie Su Lu membaca berjuta-juta jilid kitab dan mengarungi berlaksalaksa
lie perjalanannya, pengetahuannya sudah tentu jauh lebih dari Siauwte entah
lukisann apa yang ditinggalkan Thian To dalam keadaan tidak utuh ini?"
"Menurut apa yang siauwte ketahui, lukisan itu adalah sebuah lukisan yang melukiskan
sebuah rembulan dikerumuni bintang-bintang disekitarnya cuma sayang lukisan rembulan
yang paling membutuhkan banyak keringat dan tenaga dari Thian To telah terbakar
musnah kini hanya tersisa dua belas bintang!"
"Oooow pengetahuan Ih Boen heng betul-betul luar biasa, lukisan yang masih
tertinggal dikolong langit memang benar-benar lukisan rembulan dan bintang hanya yang
tidak cocok adalah bintang tersisa bukan dua belas tapi hanya sebelas butir setengah."
"Waktu itu sesudah Thian To turun tangan membinasakan orang yang melancarkan
serangan dari tempat persembunyian kenapa tidak mau memungut juga separuh lukisan
tadi dari luar rumah?" tanya Siauw Ling kembali.
"Waktu itu Thian To sedang menderita penyakit yang amat parah. Napasnya sudah
sendat tunggu putusnya. Apalagi dalam keadaan gusar harus bergebrak pula melawan
Pedang Ular Mas 1 Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 9
^