Tugas Rahasia 7
Tugas Rahasia Karya Gan K H Bagian 7
SejakLou Thing menyergip Lui Ang-ing hingga orang yang belakangan ini terluka parah, sampai dia sendiri tergetar mampus oleh tenaga dahsyat orang aneh. kejadian berlangsung teramat cepat dan singkat.
Begitu Lou Thing mampus, sebat sekali orang aneh memburu Kearah Lui Ang-ing. tampak Lui Ang-ing rebah di lantai sambil mendekap luka-lukanya, ternyata dia masih sadar, tidak jatuh pingsan, melihat orang ancn mendekatinya, bibirnya bergerak sekian lama baru kuat berbicara dengan lemah : "Aku . . . bagaimana ayahku " Kenapa terjadi peristiwa ini ?"
Mendengar pertanyaan Lui Ang-ing, seketika tenggelam perasaan orang aneh.
Bahwa didalam Kim hou-po terjadi peristiwa ini, kemungkinannya hanya satu yaitu Kim-hou pocu sudah binasa ditangan Lou Thing. Lalu Lou Thing menyamar sebagai Kim-hou Pocu, bila Lui Ang-ing berbasil dibunuhnya, maka Kim-hou-po selanjutnya akan berada ditangan kekuasaannya.
Sebetulnya muslihat jahat Lou Ih n amat sempurna dan pasti berhasil, tapi tak pernah dia duga bahwa kali ini Lui Ang-ing pulang membawa satu orang, malah kepandaian si ai orang yang saiu ini teramat tinggi, maka hanya segebrak saja ytnawanya-pun ikut amblas. Malah mati dengan cara yang mengenaskan. /
Badik masih menancap didada Lui Ang-ing sambil bicara dia berusaha mencabut badik itu, lekas orang aneh mengegah gugup : ,.Jangan kau sentuh." beruntun dua jari tangannya bekerja menutuk tujuh Hiat-to didada Lui Ang ing. darah segera berhenti mengalir, dengan penuh perhatian baru dia pegang gagang badik sementara tangan yang lain menekan dada, pelan-pelan dia mencabut badik i'u, cepat sekali tangan yang lain segera menekan luka-luka.
Waktu badik tercabut rasa sakit merangsang dada Lui Ang-ing hingga tak terasa dia merintih kesakitan, untung begitu tangan orang aneh menekan dadanya, sebu-lung hawa hangat segera merembes kedalam tubuhnya, rasa sakit mulai berkurang,dengan lunglai dia rebah sambil memejam mata sambil mengatur napasnya yang tersengal.
Tangan orang aneh masih lerns menekan dada Lui Ang ing, wajahnya yang semula pucat lambat laun tampak semua merah, merah jengah. Sebetulnya wajah Lui Ang-ing amat cantik, soalnya kulit mukanya teramat pucat sehingga orang yang melihatnya menjadi gi-ris. ditambah sikapnya yang kaku dingin, orang makin takut dan ngeri bila beradu pandang dengannya. Wajah yang semula pucat kini berobah jengah, karuan amat menggiurkan, sementara tangan orang aneh itu me nekan dada. melihat perobahan muka erang seketika dia sadar lalu menarik tangannya.
Luka-luka Lui Ang-ing amat dalam cara kerja orang aneh teramat cepat dan cekatan, begitu badik tercabut, segera dia tekan luka-lukanya riiigga darah tidak membanjir keluar kecambah tenaga dalam o ang aneh ya me rebes Setubuhnya le at telapak tangannya menolak balik darah segar yang sudah hampir mencucur keluar, serta mekuntunnya hing ga berputar ke sekujur badan Lui Ang ing maka rona muka Lui Ang-ing lekas berobah semu merah. Padahal usaha rertolorgan ini be lum selesai, tapi mendadak orang aneh menarik tangan, Lui Ang ing juga merintih, ma ka darah membanjir keluar pula, /
sudah tentu Lui Ang-ing tidak tahu kenapa orang aneh ini menarik tangannya, sepalang matanya mengerhng tajam wajahnya, sikapnya priha tin dan mohon bantuan. Melihat darah mem banjir pula dari luka-luka Lui Ang-ing, cepat orang aneh ulur tangannya hendak mene kan pula, tapi tangannya gemetar dan berhenti di tengah udara, seperti antara telapak tangan nya dengan dada Lui Ang-ing tertahan sesu atu benda yang tidak kelihatan, malah mimik wajahnya juga menampilkan mimik aneh ra sa derita dan sikap yang tertekan.
Napas Lui Ang-ing tersengal lagi, katanya lemah: ,Kau .. kenapa kau ... lepaskan?"
Seperti orang kesurupan raut muka orang aneh mendadak mengkeret dan menggigil.
Sudah tentu heran dan bingung Lui Ang-ing dibuatnya, pada hal luka lukanya amat perah, bicara denga i keras,mn tak mampu, tenggorokannya terasa anyir, darah seperti hampir tumpah dari mulutnya, sambil tersengal dia berkata: "Kau .. kalau tidak lekas . turun tangan . . . aku ". pasti mati , . . benar tidak?"
Tampak bergetar sekujur badan orang aneh. namun telapak tangannya masih Kaku diudara, sementara saking tidak kuat menahan rasa sakit, Lui Ang-ing semaput.
Para pembaca, perlu kiranya sekarang kita paparkan asal usul orang aneh ini.
Sebetulnya dia seorang padri agung dari Siau-lim-si, usia belum genap tiga puluh, tapi sudah mempunyai kedudukan tinggi di biara suci itu. Dahulu Kui bo Hun Hwi-nio pernah mengembara ke Tionggoan, entah betapa banyak jago-jago kosen Bulim yang tergila gila kepadanya, Kui bo Hun Hwi-nio memang berparas cantik jelita, berkepandaian tinggi lagi, dasar perempuan genit dia banyak menimbulkan huru hara di mana-mana, mengadu biru sesama kaum persilatan, sudah /
tentu tidak sedikit pula ilmu tunggal berbagai perguruan yang berhasil dipelajari jago-jago silat yang kepincut kepadanya, ternyata belum puas juga, akhirnya dia meluruk ke Siau-lim-si dan menemui padri agung Tay-ci Siansu yang menduduki ketua Tat-mo-wan di Siau-iim- si.
Sebagai padri agung Tay-ci Siansu ber-welas asih walau sekali pandang dia sudah tahu bahwa Hun Hwi-nia bukan perempuan baik, maka dalam sepuluh gebrak dia sudah memukul Hun Hwi-nio luka parah, namun dia tidak turun tangan secara keji, sebaliknya hati tidak tega dan berusaha menyembuhkan luka-luka Hun Hwi nio malah.
Waktu itu diapun menekan dada Hun Hwi-nio dengan sebelah telapak tangannya, sungguh tak nyana, terjadinya sentuhan kulit badan antara dua insan yang berbeda ini telah menimbulkan tragedi yang mengenas-kan wajah Hun Hwi-nio memang cantik luar biasa, genit dan jalang pula, dibawah rayuannya Tay ci Siansu tak kuasa menguasai hawa nafsunya, sehingga terjadilah peristiwa aib yang memalukan.
Selama sebulan Tay-ci Siansu dan Hun Hwi-nio bergelimang dalam kehidupan sebagaimana suami isteri didalam Siau lim-si, selama sebulan itu luka-luka Hun Hwi-nio sudah lama sembuh, malah tidak sedikit ilmu tunggal Sau-lim pay yang diperahnya.
Sayang kejadian Tay-ci Siansu menyembunyikan perempuan dalam biara serta menurunkan ilmu sakti perguruan kepada orang luar akhirnya terbongkar. Sejak Siau-lim si dibangun ratusan yang lalu, belum pernah terjadi peristiwa memalukan seperti ini. Maka seluruh padri dalam biara besar dikumpulkan, diadakan sidang kilat, semula para Tiang-lo dan padri agung seria Ciangbunjin Siau-lim pay membujuknya supaya insaf dan bertobat, namun Tay ci Siansu sudah kebacut cinta dengan Hun Hwi-nio sudah tentu dia menolak bujukan dan nasehat, sehingga terjadilah pertengkaran yang makin memuncak, ratusan padri yang /
berangasan memprotes supaya Tay ci Siansu dihukum berat atau dipecat dari jabatannya, sudah tentu Tay-ci menolak sehingga terjadilah perkelahian sengit, Tay-ci Siansu membela mati-matian keselamatan Hun Hwi-nio, tidak sedikit padri-padri Siau lim si yang jadi korban, terpaksa kedua orang ini melarikan diri, jauh meninggalkan Siau - lim - si dan menghilang jejaknya.
Peristiwa itu terjadi didalam biara Siau lim sebetulnya tidak diketahui orang luar. dirahasiakan lagi. seluruh penghuni Siau-lim si sudah berjanji dan dilarang membocorkan peristiwa memalukan ini. Tapi ada ribuan padri dalam biara agung itu, tidak semuanya dapat mematuhi aturan atau larangan, mana mungkin rahasia ini tetap dipertahankan oleh mulut-mulut yang suka usil, lambat laun rahasia irtipun mulai tersiar luas dika-langan Kangouw. Tapi bila ditanyakan langsung kepada padri Siau hm-si mereka selalu menjawab tidak tahu. maka bagaimana sebetulnya duduk persoalan, orang luar tetap tidak jelas, mereka hanya anggap Hun Hwi-nio yang cantik genit dan centil itu telah memikat seorang padri agung Siau lim si hingga padri yang satu ini melanggar tujuh pantangan perguruannya lalu diusir keluar perguruan.
Setelah meninggalkan Siau-lim-si, Tay ci Siansu lantas memelihara rambut kembali menjadi orang preman, serta menggunakan gelar Lian-hun Kisu sebagai penyataan langsung betapa besar rasa cintanya kepada Hun Hwi-nio, seumur hidup tidak akan luntur Berdasar Kungfunya yang tinggi dalam jangka setengah tahun, nama Lian hun Kisu sebetulnya dapat menjulang tinggi di Bulim. Sayang tujuan Hun Hwi nio menyelundup ke Siau lim serta memikat Tay-ci Siansu adalah untuk mencuri belajar Kungfu Siau hm si, serelah meninggalkan Siau lim st, maka kumailah sifat liarnya, dasar jalang dia tidak betah tinggal lama bersama Lian-hun Kisu, sepuluh hari setelah mereka menetap disuatu tempat yang sudah disepakati bersama untuk tempat tinggal mereka untuk selamanya, diam-diam Hun Hwi-nio minggat tanpa /
pamit. Sudah temu bukan kepalang sakit, penasaran dan sedih hati Hun lian Kisu, dipuncak Hoa-san dia menangis tujuh hari tujuh malam serta menyesali nasib dan perbuatannya, sejak kejadian itu dia tidak pernah muncul lagi didunia ramai, tiada orang tahu di mana jejaknya.
Setelah meninggalkan padri agung yang dianggapnya goblok ini. Hun Hwi nio lantas menyingkir jauh kepedalaman kearah Biau di-Tibet karena kualir jejaknya dikuntit Tay ci, syukur berbulan hingga bertahun tahun kemudian dirinya bisa hidup tentram mengikuti segala keinginannya, maka dia mendirikan Hiai-lui-kiong serta menjadi orang yang paling berkuasa dan disegani didaerah terpencil ini. Setelah puluhan tahun lamanya, baru didalam Hiat lui-kiong itulah mereka bersua kembali, tapi yang perempuan sudah menjadi nenek jelita, yang laki juga sudah berobah jadi kakek keriput dengan wajah yang selalucemberut.
Orang aneh itu gelar imannya adalah Tay ci, setelah kembali preman menggunakan gelar Lian-hun K.isu, namun orang yang selalu dikanang dan dicintainya juga tidak perlu diperhatikan atan dikenang lagi,maka dia membuang segala gelar dan nama, selanjutnya menggunakan Bu-bing sansing. Setelah Hun-Hwi nio minggat, selama hampir tiga puluh tahun dia masih hidup merana dia mereras diri. selama itu tak pernah dia bergaul dengan perempuan. Wajahnya yang penuh keriput itu ke-lihatannya seperti berusia tujuh atau delapan puluh, pada hal saat itu dia baru berusia lima puluhan. Semula dia tidak sadar waktu telapak tangan mendekap dada Lui Ang-ing, namun setelah melihat merah jengah dimuka-nya keadaan ini mirip waktu dia menolong Hun Hwi-nio diSiau-lim-si dulu. maka getaran sanubarinya saat itu sungguh takkan bisa diresapi orang lain, setelah tangannya terangkat apapun sudah dia menekannya pula, pada hal luka luka Lui Ang-ing amat parah dan jatuh semaput. /
Begitu semaput warna jengah diwajah Lai-Ang-ing seketika lenyap, wajahnya kembali pucat dengan darah yang terus mengalir dari luka luka didadanya Sambil mengawasi orang sudah tentu Bu-bing Siansing tahu, bila dirinya masih bimbang dan tidak segera memberikan pertolongan luka-luka Lui Ang-ing' pasti tidak tertolong dan jiwa bisa amblas. Tapi dia juga takut terulang lagi impian buruk yang pernah terjadi tiga puluhan tahun yang lalu.
Telapak tangannya hanya setengah kaki diatas dada Lui Ang ing, namun sukar diturunkan lagi. Keringat sudah berteiesan dari jidatnya, perasaannya seperti ditusuk-tusuk sembilu, mendadak dia mendongak sambil menggembor keras serta kesetanan. Begitu keras dan hebat gemborannya ini sehingga Lui-Ang ing yang pingsan sampai terjaga bangun.
Begitu dia membuka mata, dadanya lantas turun naik dengan cepat, matanya ' mena. tap Bu bing Siansing dencan pardangan harap-harap cemas, mulut sudah tidak manpu bersuara.
Bu-bing Siansing jug; balas menatapnya, sesaat kemudian baru dia menarik napas la'u berkata tertaha'n : ,.Aku tak bisa menolongmu, lau harus tahu . . . kalau aku me-Hviongmu, apakah yaag akan terjadi ?"
Napas Lui Ang ing makin berat, suaranya lembah dan te putus-putus : ,,Aku tak mau mati , . . aku ingin hidup. . . usiaku masih muda ...apapun aku ingin hidup mohon kan ..."
Bu bing Siansing memejam mata. keringat bertetesan dari jidatnya, mendadak dia membuka mata, sorot matanya memancar sinar terang, segera dia ulur tangan dengan ujung kukunya yang panjang dia merobek pakaian Lui Ang-ing didepan dada tanganpun lantas menekan.
Seketika Lui Ang-ing merasakan dada menjadi hangat nyaman o'eh merembesnya segulung hawa panas yang bergerak ikut mengalirnya darah, rasa sakit seketika lenyap, /
keadaannyapun makin lelap seperti pulas tapi juga setengah sadar. Entah berselang berapa lamanya, mendadak ditangkapnya bentakan suara Bu-bing yang keras : "Salurkan hawa murni.'"
Tersentak semangat Lui Ang ing, segera dia membuka mata, namun rasa kaget membuatnya dia meronta hendsk bangun, maklum gadis suci manapun disaat dalam keadaan setengah sadar, bila mendadak mendapatkan dirinya berada dalam pelukan seorang laki laki, apa lagi pakaian bagian dada terbuka lebar serta tangan lelaki menekan dada yang terbuka ini, pasti melonjak kaget dan takut.
Tapi beberapa Hiat to didada Lui Ang-ing sudah tertutuk oleh Bu-bing Siansing, badannya tak mampu bergerak, karuan saking gugup dan malu selebar mukanya be-robah merah, air matapun berlinang.
Dengan kereng Bu-bing Siansing membentak pula: "Kerahkan hawa murni, semula aku tak mau menolongmu, tapi kau sendiri yang menuntut kepadaku."
Mendengar suara orang, apa yang terjadi atas dirinya seketika disadari oleh Lui Ang-ing, jantungnya berdebar, lekas dia memejam mata serta mengerahkan hawa murni sesuai petunjuk orang. Cukup lama kemudian me dadak dia merasa tekauan didadanya me-ngendor, beberapa Hiat-to yangtertutuk juga telah terbuka lagi, lekas dia bangun berduduk, tapi kedua pundaknya ditekan Bu-bing Siansing. waktu Lui Ang ing menoleh dilihatnya pandangan Bu-bing Siansing amat aneh. mimik mukanyapun ganjil sekali
Sudah tentu mengkirik hati Lui Ang-ing, baru saja dia. hendak buka suara, mendadak Bu-bing Siansing menjentikan jari telunjuk tangan kanan, serbuk hijau dari obat mujarab buatannya seluruhnya dibubuhkan d luka luka Lui Ang-ing. Darah sudah berhenti, luka-luka itupun sudah rapat mengering, setelah dibubuhi serbuk hijau itu, seketika rasanya dingin dan lenyap rasa sakir Bu-bing Siansing bergegar /
berdiri lalu memutar tubuh, kedua tangan menekan dinding tubuhnya tampak menggigil seperti menekan gejolak perasaannya.
Lekas Lui Ang-ing duduk serta merapatkan pakaiannya menutupi dada, waktu dia mendongak, tampak cahaya kuning yang mulai redup, jelas hampir satu hari mereka berada dalam pendopo ini. Kondisinya memang tidak sekuat semula, namun untuk jalan sudah cukup kuat. bagian luka-lukanya tinggi segaris hitam yang sudah mengering. Setelah berdiri Lui Ang-ing beranjak kesebelah ping gir serta menyingkap kerai, masuk kepintu samping.
Sesaat kemudian waktu Bu-bing Siansing membalikan tubuh, kebetulan beradu pandang dengan Lui Ang-ing yang beranjak keluar, wajahnya seketika bersemu merah, sambil menunduk Lui Ang ing berkata : ,,Ayah sudah meninggal, jenazahnya ada di-dalam."
Bu-bing Siansing seperti tidak mendengar ucapannya, mendadak dia putar tubuh begitu cepat dan kuat dia berputar sehingga menimbulkan getaran angin, Lui Ang ing yang masih lemah kondisinya seketika terhuyung mundur, napas seperti tertekan oleh getaran angin itu. bila dia sudah menenangkan diri, Bu-bing Siansing sudah melesat ke dalam lorong dan tidak kelihatan bayangannya, beberapa kejap kemudian terdengar suara "Blam, blum" beberapa kali. Lui Ang-ing berdiri diam tak bergerak, kejap lain didengarnya teriakan Bu-bing Siansing : "Buka pintu, buka pintu. Biar aku keluar."
Gema suara Bu-bing Siansing sekeras guntur memekak telinga menimbulkan gelombang suara yang bertalu-talu. Lui Ang-ing maju beoerapa langkah berpegang pada meja bundar di depannya, sambil menunduk dia menghela napas, setelah menemukan jenazah ayahnya lantas dia maklum apa yang telah terjadi, bahwa Kim-hou Pocu telah mati pasti telah terjadi pemberontakan atau cup didala-n benteng harimau emas ini, salah satu dari biang keladi pemberontak ini /
menyusul kedalam pendopo ini siap membunuh dirinya pula. Bahwa usaha mereka gagal, sudah tentu komplotan pemberontak yang lain takkan mau membuka pintu melepas mereka keluar. Pintu emas ilu amat tebal, kalau sudah disumbat dari luar jelas mereka takkan bisa keluar.
Bu-bing Siansing masih terus menggem-breng pintu dan berteriak-teriak minta dibukakan pintu, setengah jam lamanya baru dia berhenti.
Lui Ang-ing masih berdiri ditempatnya, beberapa kejap kemudian, dilihatnya Bu-bing Siansing keluar dari lorong dengan langkah berat dan lemas, -sesaat dia mengawasi Lui Ang-ing, lalu katanya dengan napas memburu : ,,Lekas buka pintu, biar aku keluar."
Perlahan Lui Ang-ing menggeleng kepala, katanya : Jikalau kedua daon pintu emas
itu dlpalang dari luar, siapapun takkan bisa membukanya dari dalam."
Mendadak Bu-bing Siansing memburu maju lalu mencengkram lengan Lui Ang-ing teriaknya beringas : "Pasti ada jalan keluar lainnya di sini, lekas tunjukan biar aku membukanya, aku harus segera berpisah dengan kau."
Lui Ang-ing menghela napas lalu me-nunouk kepala.
Bergetar tubuh Bu-bing Siansing. kata nya gemetar :,.Tidak jalan keluar lainnya"''
Perlahan Lni Ang-ing mengangguk. Se-ketika Bu-bing Siansing berjingkrak mundur mendadak dia jejak kaki. tubuhnya melompat tinggi dua tombak serta mendorong kedua tangannya ke atas,,Biang, biang" dua kali dia memukul keatas kaca kristal dilangit-langit pendopo itu.
Kaca kristal itu tebalnya tiga kaki, meski kungfu Bu-bing Siansing setinggi langit juga tak mampu memukulnya pecah apa lagi hancur. Tapi pukulan dahsyat itu dilontarkan dari /
sebelah bawah, getaran pukulannya ternyata menimbul kan pergolakan dalam air diatas empang itu buih buih menyembur ke atas sahingga menyemprot tinggi keluar permukaan air.
Dipinggir empang saat mana ada beberapa orang sedang mengail, mendadak air memancur keluar dengan daya muncrat yang ke ras dari dalam air. siapapun melihat dengan jelas. Tapi orang orang yang sudah berada didalam Kim-hou-po seperti tidak ambil peduli terhadap kejadian disekelilingnya semburan air itu membasahi pakaian mereka, na mun orang-orang itu tidak bergerak di tempat duduknya, melirikpun tidak.
Setelah Bu-bing meluncur turun' Lui Ang ing tertawa getir, katanya:,,Kami takkan bisa keluar dari sini rangsum yang tersedia di-sini juga tidak banyak menurut perkiraan
aku tiada orang menolong kami keluar, pa ling lama kami bisa bertahan hidup satu bulan."
Dengan mendelong Bu-bing Siansing ma sih mengawasi Lui Ang ing, nona cantik yang pucat ini mendadak tertawa cekikikan kata nya:.,Coba kau pikir, mungkinkah ada orang menolong kami" Kalau mereka sudah bertekad merebut Kim hou-po, jelas punya tujuan tertentu, apakah kami boleh keluar?"
Perasaan Bu-bing Siansing agaknya sudah tenang, dia hanya tertawa menyengir.
Lui Ang-ing tertawa ewa, aatanya:"Seseorang bila tahu hidupnya hanya tinggal satu bulan saja, apakah yang harus dia lakukan"'*
Bu-bing Siansing masih tak bersuara, Lui Ang-ing menghentikan tawanya, lalu menghela napas, katanya:,.Sekarang hanya ada kau dan aku di sini, akupun tak bisa keluar. Siapakah kau sebetulnya sudikah kau memberi tahu kepadaku?" /
Perlahan Bu-bing Siansing menarik knrsi lain doduk. katanya setelah menarik napas : "Semula aku seorang Hwesio. aku mencukur gundul rambutku di Siau lim-si "
Lui Ang ing berjingkat kaget teriaknya : ,,He. jadi yang dipelet Hun Hwi-nio dulu . . . * sampai di sini dia berhenti, tampak Bu-bing Siansing mengangguk kepala, maka Lui Ang ing meneruskan dengan suara lirih : "MangKanya diwaktu kau menolongku tadi. kau bimbang" Kau.. " mendadak dia menggigit bibir terrtawa cekikikan, katanya menuding arah kerai bambu sana. "Didalam sana ada sumber air hidup, tadi aku sudah mencuci noda noda darah, entah obat mujarab apa yang kau gunakan mengonati lukaku, luka-lukaku tinggal segaris hijau, bisa hilang tidak."
Napas Bu-bing Siansing memburu lagi. Lui Ang-ing terus mendekatinya, katanya : "Kami takkan lama hidup, apa pula yang kau kuatirkan ?"
Bu bin Siansing membuka kedua tangannya, Lui Ang Ing makin dikat. Akhirnya Bu Ling Siansing menghela napas panjang, orang orang yang bertugas d luar pintu emas itu juga mendengar nelaan napas lega ini.
oooo)0(oooo Arus sungai bergulung-gulung, rakit kulit itu hanyut terbawa arus yang deras dan, terombang ambing- Btrdiri diatas raut selepas mata memandang Hun Lian tidak melihat ujung pangkal, gelombang air yang kuning butek seiiap saat seperti hendak menelan dirinya, tubuhnya bergoyang gontai diatas rakit, beberapa kali dia hampir terjungkal jatuh, untung Liong-bun Pangcu disebelahnva beberapa kali memapah dan memegang lengannya.
Setiap kali tangan orang menjamah tubuhnya, jantung Hun Lian lantas berdebar keras, waktu pertama kali melihat tampang Liong-bun Pangcudia anggap orang ini bukan /
manusia, tapi sebagai manluk aneh Kini selelah ditegasi, meski bola matanya biru.
rambutpun kuning emas tapi jelas bentuknya tak berada dengan manusia umumnya, cuma hidungnya lebih besar dan mancung. Manusia yang satu ini malah bersikap amat ramah dan bormat. maka rasa takumya lambat laun lenyap tak berbekas. Oleh karena itu setiap kali Liong-bun Pangcu ulur tangannya memapah tubuhnya supaya tidak kecemplung kesungai, maka jantungnya berdebar-debar.
Rakit kulit iru terus laju dengan pesat hiugga tujuh delapan li jauhnya, terdengar suitan dari arah darat, belum lenyap suitan itu bergema diudara, tampak segulung tambang besar melambung tinggi keud&ra meluncur kearah rakit dari semak rumpuk dipinggir aungai sana. Liong-bun Pangcu segera ulur tangannya mengangkap ujung tali lekas sekali tali itu ditarik sehingga rakit itnpun terseret minggir. Begitu dekat Liong bun Pangcu menoleh kearab Hun Lian, Hun Lian tahu orang ingin membantu dirinya lompat keatas darat, maka dia bersenyum dan berkata : "Tak usahlah."' dengan enteng segera dia melompat keatas tanah.
Lione bun Pangcu ikut melomnat di-belakangnya. baru saja mereka mendarat, sebuah tandu besar dipikul delapan laki-laki sudah menyongsong datang bagai terbang.
Bentuk joli ini mirip dengan yang rusak diptnggir sungai tadi, lebih aneh lagi, delapan pemikul tandu meski wajahnya berbeda, namun gerak terik mereka ternyata sama sa u dengan yang lain, tak terasa Hun Lian melirik kearah Liong-bun Pangcu. Dengan tertawa Liong-bun Pangcu berkata : ,,Tandu yang mirip ini seluruhnya aku punya tujuh buah sudah tentu ada lima puluh enam orang yang kulatih dsngan baik, kalau satu rusak bukankah aku harus membuat lagi dan melatih beberapa orang pula '
Hun Lian mengganguk, dia sendiri menjadi heran dan tidak mengerti, kenapa d ha /
riapan Liong-bun Pan;cu dia menjadi pendiam dan alim. Pada hal wataknya periang dan supel, waktu didalam Kim hou po hanya sekali dia berkenalan dengan Cia Ing-kiat. walau dia tahu Cia Ing kiat yang di kenalnya ini tidak dengan wajah aslinya, namun dia juga maklum karena diri sendiri juga berkedok untuk menyelundup kedalam Kim hou-po, bahwa orang setujuan dengan cari yang sama menyelundup kedalam Kim-hou po, naka timbullah rasa simpatik dan anggap orang sebagai teman baik sendiri.
Hun Lian meninggalkan Kim-hou-po bersama Cia Ing kiat namun Kungfu Hun Lian dibanding Cia Ing kiat jelas berbeda amat jauh. begitu meninggalkan Kim hou-po Lui Ang-mg lamas kehilangan jejaknya, malah Cia Ing kiat yang harus mengalami berbagai peristiwa yang mendebarkan, dengan susah payah baru dia berhasil melarikan diri Tapi sejauh mana secara diam-diam Hun Lian terus menguntit jejaknya tanpa disadarinya
setiba di H at lui-kiong, Hun Lian lantas ribut dengan ibunya, minta kawin dengan Cin Ing kiat..
Hun Hwi-nio serdiri dilahirkan didae-rah Biau kang anak blasteran dari ayah Ban ibu suku Btau. Hun Lian sendiri juga tidak tahu siapa ayah kandungnya, malah she juga ikut ibunya. Menurut adat suku Biau bila perempuan mulai kasmaran dan pingin kawin, selamanya tidak pernah malu-malu dan sungkan, tabiat anaknya jaga diketahui oleh Hun Hwi-nio, maka sang ibu tidak merasa heran, maka dia mengutus Thi-jan lojin bersama Gin-koh meluruk jauh ke Kim-liong ceng bicara tentang perjodohan ini. Bahwa sekarang Hun Lian kelihatan alim dan malu-malu kucing memang kelihatan janggal malah, hal ini Hun Lian sendiri juga merasakan, hatinyapun beran dan tak habis mengerti, karena keheranan tanpa merasa beberapa kali dia melirik serta memperhatikan Liong-bun Pangcu. /
Begitu joli besar itu tiba didepan mereka, Liong-bun Pangcu lantas berkata : ,,Silakan nona Hun."
Hun Lian menjadi bimbang, dia ikut Liong bun Pangcu karena orang berjanji akan membawanya menemui Cia Ing-kiat, namun dalam waktu sesingkat ini perasaannya ternyata berobah, bertemu atau tidak dengan Cia Ing-kiat hakikatnya tidak perlu lagi dengan dirinya, lebih penting dia bisa lebih lama berada disamping Liong-bun Pangcu. Pikirannya agak kalut, teringat akan per-obaban perasaannya, seketika jengah mukanya, bola mata Liong bun Pangcu yang biru sedang menatapnya, mendadak dia berkata lirih : "Nona Hun, aku sering menjelajah dunia, belum pernah kulihat nona secantik dirimu."
Makin jengah muka Hun Lian, sesaat dia melenggong tak tahu apa yang harus di ucapkan, segera Liong-bun Pangci maju selangkah membuka pintu joli menyilakan Hun naik lebih dulu baru dia ikut masuk kedalam tandu.
Lekas sekali joli udah bergerak seperti terbang, dalam joli gelap gulita, perasaan Hun Lian semakin kalut, jantung berdebar, ternyata Liong-bun Pangcu tidak bersuara, disaat dia kebingungan, didengarnya Liong-bun Pangcu berkaia: "Nona Hun, nama asliku adalah Antario Posing, selanjutnya kau boleh panggil aku Anta saja."
Terasa oleh Hun Lian, tutur kata orang cukup sopan dan lembut, enak didengar lagi, walau orang hanya memberitahu namanya, tapi seperti mengandung maksud mendalam ysng tertentu, seketika detak jantungnya makin kencang, sesaat kemudian baru tcrceius suara dari mulutnya: "An pangcu. '
Ternyata Liong-bun pangcu tidak bersuara lagi, sesaat lagi baru dia bersuara perlahan: Sudah sampai.'' suaranya lirih, namun joli segera berhenti. Lalu dia berkata pula: "Setelah turun dari tandu, boleh kau terus dan mendorong gordyn kuning, dibalik pintu itulah Cia siaucengcu sedang menunggu kau, maaf aku, masih ada urusan lain.'' /
Timbul perasaan hambar dalam benak Hun Lian. Kedatangannya ini memang ingin bertemu dengan Cia fng-kiat, tapi sekarang, dia malah ia segan dan tidak ingin bertemu dengan Cia Ing kiat lagi-
Setelah melenggong sekejap baru tersipu dia mengiakan serta berdiri, pelan-pelan dia buka pintu lalu melangkah keluar, setelah turun dari joli, masih ingin dia menoleh ke-belakang, tapi pintu joli sudah tertutup, delapan orang pemikul tandu itu sudah berderak pergi.
Hun Lian tenangkan diri, sekilas dia periksa keadaan sekitarnya, tak urung hatinya kaget. Tempat di mana Hun Lian sekarang berdiri berada di persimpangan dua lorong lorong ini terbuat dari dinding batu raksasa tingginya hampir dua tombak, langit-langit lorong ini berbentuk me'engkung setengah bundar. Diatas batu-batu dinding itu banyak diukir orang-orang yang lagi berperang, setiap gambar begitu indah dan hidup, bentuk-nyapun memper, seiiap lima tombak terdapat satu obor, api menyala terang sehingga lorong gelap ini kelihatan lurus, panjangnya mungkin ada beberapa li, kelihatannya seperti kuburan kuno yang lama terpendam didalam tanah.
Sejenak Hun Lian berdiri bimbang, sementara joli itu sudah tidak kelihatan, terpaksa Hun-lian beranjak lebih jauh kesebelah dalam, kira-kira satu li jauhnya, akhirnya dia menemukan sebuah pintu batu yang disebelah luarnya ditutup gordyn kuning, pintu batu itu seperti sudah tumbuh secara alamiah menempel gunung.
Sejak Hun Lian berdiri bimbang diluar pintu, lalu ulur tangan mendorong pintu, kelihatannya pintu batu itu tebal dan berat, tak nyana sedikit dorong sudah berderak dan membuka, begitu dia melangkah masuk lantas didengarnya suara Cia Ing-kiat membentak gusar: 'Siapa yang datang" Apa tujuan kalian mengurung aku di sini." /
Hun Lian melenggong, batinnya: "Sekali dorong pintu ini terbuka, kenapa. Cia Ing-kiat tak bisa keluar sendiri?" sekali berkelebat dia menerobos masuk, dilihatnya muka Cia Ing-kiat beringas gusar sedang angkat tangan hendak memukul, tapi sedetik itu, Cia Ing sudah melihat jelas yang menerobos masuk adalah Hud Lian, rasa gusar seketika berobah kaget dan girang, lekas dia memburu maju seraya berteriak' ' Nona Hun-?"
Begitu berhadapan dengan Cia Ing-kiat, timbul rasa sesal dalam bsnak Hun Lian, semula dia hanya tersenyum saja, lalu sapanya: "Cia siau-cen;. cu."
Sekilas Cia Ing-kia melengong lalu katanya: 'Nona Hun, kenapa kau kemari?"
Hun Lian tertunduk, sahutnya: "An pangcu jang membawaku kemari. '
Agaknya pertanyaan Cia Ing-kiat dilontarkan sambil lalu, tanpa menunggu jawabannya dia sudah maju.selanskah serta pegang tangan Hun Lian. Tubuh Hun Lian bergetar, namun dia tidak meronta atau menyingkir. Begitu memegang tangan Hun Lian, perasaan Cia Ing-kiat lantas hangat seperti melayang, napasnyapun menjadi sesak, katanya: 'Lekas kami berusaha lari, setelah berhadapan dengan ibumu, biar beliau yang memberi putusan....."
Belum habis Cia Ing-kiat bicara, tahu-tahu Hun Lian meronta mundur malah, katanya: "Waktu diruang besar Hiat-lui-kiong tempo hari, kenapa kau tidak berani menampilkan diri?"
Mendengar nada orang marah dan menyalahkan dirinya, Cia Ing-kiat jadi gugup, katanya gelisah: "Hari itu aku diapit dua orang, yaitu Sao-pocu K.im-hou-po, seorang lagi entah siapa, aku tidak tahu asa -u ulnya, Kungfunya amat tinggi...."
"Kau berani menyelundup ke Kim hou-po. apa lagi yang kau takutkan" jengek Hun-Lian. /
Bukan soal takut, soalnya Hiat-toku ter-tutuk, tak mampu bergerak, jadi bukan aku tak berani menampilkan diri."
Hun Lian menghela napas, katanya: "Jikalau kau ada maksud, waktu berangkat Hiat-lui-kiong, sebetulnya tak perlu kau menyamar. '
Cia Ing-kiat bungkam seribu basa tak mampu membela diri.
---ooo0dw0ooo-- Jilid 11 Waktu Cia Ing kiat dipaksa ikut orang aneh pergi ke Hiat-lui-kiong, hakikatnya belum pernah melihat dan tidak tahu orang macam apa sebetulnya Hun Lian calon isteri nya, apalagi gara-gara Kui-bo mengutus orang menculik dirinya untuk dikawinkan dengan putrinya sehingga ayahnya meninggal dunia, maka timbul rasa dendam dan kurang senang terhadap Kui-bo, namun sete'ah menyaksikan sendiri Hun Lian adalah gadis jelita, hatinya betul-betul kepincut dan selama inipun selalu kasmaran, kini berhadapan langsung, dia sudah anggap dirinya sebagai calon suami Hun Lian, namun walau tutur kata Hun Lian lemah lembut dan ramah, namun nadanya penuh tegoran, karuan mulutnya bungkam. Setelah melongo sekian saat baru dia berkata pula : "Kejadian . . . sudah lewat, buat apa disinggung Iagi ?"
Hun Lian angkat kepala, sepasang matanya menatap tajam wajah Cia Ing kiat, bati nya ruwet pikiran kalut, akhirnya dia ber-keputusan, katanya perlahan : "Ya, betul, bagiku persoalan ini juga sudah lalu. Tidak perlu dibicarakan lagi "
Cia Ing-kiat melonjak kaget, segera dia paham apa maksud perkataan Hun Lian, sesaat hatinya kaget dan gusar, berhadapan dengan nona secantik ini sungguh dia ingin bicara ramah dan sopan, namun sebagai seorang laki-laki Sejati, dia punya harga diri, malu untuk memohon cinta kepada seorang /
perempuan, maka dia bergelak tawa, katanya : "Syukurlah kalau begitu. Semula kau yang meminangku, kenapa sekarang berobah begini,"
Hun Lian menghela napas, katanya: "Jika kau lidak menyalahkan undakanku, aku rela melakukan sesuatu untukmu demi menebus kesalahanku."
Bukan kepalang gusar Cia Ing-kiat, katanya sambil menjura: ..Terima kasih akan kebaikanmu noua Hun. kukira tidak usahlab." perkataannya bernada menyindir, umpama orang pikun juga akan tertusuk perasaannya, seketika pucat dan hijau wajah Hun Lian, saking gregetan tak labu apa yang harus dilakukan, padahal tadi dia bicara setulushati.
Cia Ing-kiat melengos sambil mendongak lalu terkekeh dingin, sudab tentu tidakk karuan perasean Hun Lian, perlahan dia membalik badan. Cia Ing kiat tabn bahwa Hun Lian membelakangi dirinya juga, maka persoalan mereka boleh terhitung putus dan berakhir sampai di sini, tiada kompromi lagi tentang perjodohan merekr
Dalam hal ini Cia Ing-kiat dipihak yang dirugikan, hatinya amat gusar dan penasaran karena merasa dipermainkan dan dihinai hingga membaralah rasa gusar dironggadada namun dia juga tahu semua ini terjadi lantaran kungfu sendiri yang tidak becus, jikalau Ilmu silatnya tinggi, pasti tidak akan terjadi hal hal yang memalukan dan mengenaskan ini.
Disamping gusar rasa benci menjalari hatinya pula, mendadak dia membalik, dilihatnya Hun Lian sudah tiba didepan pintu kesempatan baik ini sebetulnya pantang diabaikan untuk turun tangan, namun Cia Ing-kiat juga tahu, kungfu Hun Lian jauh diatas dirinya, bila sergapannya gagal, jiwa sendiri pasti celaka.
Diambang pintu Hun Lian berhenti lalu berkata: "Bagaimana juga, bila kau ada urus an, aku pasti bantn kau menyelesaikan." /
Cia Ing-kiat hanya menyeringai dingin, nada tawanya runcing.
Seperti ngeri mendengar jengek dingin Cia Ing-kiat, lekas Hun Lian merapalkan pintu, dibalik pintu dia berdiri memejam mata sambil menahan gejolak perasaannya.
Sesaat lagi mendadak didengarnya suara gedobrakan dibalik pintu, agaknya saking malu dan gusar Cia Ing-kiat mengamuk merusak prabot, memangnya pikiran sendiri juga kalut, maka dia tidak pikirkan kenapa Cia Ing-kiat tidak memburunya keluar. Lama dia berdiri sambil menunduk, waktu kakinya bergerak sambil angkat kepala, maka dilihat nya Liong-bun Pangcu sudah ba diri tak jauh didepannya, terasa sepasang bola mata yang biru laut tengah menatap dirinya, seperti sudah meroboh isi hatinya, seketika jengan selebar mukanya, lekas dia menunduk pula.
Didengarnya Liong-bun Pangcu berkata lembut : "Jangan bersedih, putusanmn memang betul."
Bergetar badan Hun Lian. tanyanya "Kau sudah tahu"''
Liong-bun Pangcu tertawa rikuh, katanya! "Suara Cia-ciau cen Cu sekeras itu sudah tentu kudengar seluruhnya."
Hun Lian menghela napas Sambil tunduk kepala, dirasakan Liong bun Pangcu mendekati dirinya. Waktu dia angkat kepala pula Long-bun Pangcu Sudah berada didepan matanya, jantungnya berdebar lebih keras, didengarnya Liong-bun Pangcu berkata:"Kenapa kau berani ambil putusan demikian?"
Tanpa sadar Hun Lian geleng kepala, dia tidak bi8a menjawab, hatinya bingung walau dia perempuan Biau yang tidak terlalu kukuh akan adat kuno tapi sebagai seorang perempuan malu juga mengorek isi hati seri diri kepada orang luar, setelah mematung sekian saat- baru dia berkata:"Tidak, ", apa-apa tolong antara aku keluar?" /
Liong-bun Pangcu mengangguk, katanya; "Boleh saja,"
Hun Lian ingjn menyingkir dari tatapan Liong-bun Pangcu, tapi setiap dia angkat kepala bola mata biru itu selalu menatap tubuhnya sehingga jantungnya berdenyut lebih keras, terpaksa dia jalan sambil menunduk.
Liong-bun Pangcu berjalan diisisinya, lorong itu sebetulnya tidak begitu panjang, tapi Hun Lian merasa terlalu lama tak sampai di-ujungnya juga, perasaan seorang gadis amat tajam, dari sorot pandangan Liong-bun Pangcu, dia seperti sudah meraba apa yang dipikirkan dan lantaran dia sudah meraba maksud orang maka jantungnya berdetak lebih keras.
Setiba dimulut lorong baru Hun Lian berhenti, Liongbun Pan cu juga berdiri serta berhadapan, katanya: 'Nona Hun, aku datang dari laksaan li jauhnya, suksesku yang terbesar akan aku berkenalan dengan engkau."
Hun Lian makin resah tak tahu bagaimana menjawab, pada saat itulah Liongbun Pangcu ulur tangannya memegang tangan Hun Lian, seketika menggigit tubuh Hun Lian, namun Liong bu n Pangcu hanya pegang perlahan saja lalu lepas pula pegangannya, senyumannya mengandung permohonan maaf. Di-saat Hun Lian masih berdiri linglung. Liongbun Pangcu sudah melangkah lebar, terpaksa Hun Lian mengikuti dibelakang.
Cukup lama mereka berjalan pula menyusuri lorong yang lain, akhirnya Hun Lian tidak tahan kesepian, tanyanya: "Tempat apakah disini?"
Liongbun Pangcu berhenti. lalu menjelaskan: 'Konon dulu adalah kuburan seorang raja, sampai sekarang sudah ribuan tahun lamanya. Semula kuburan kuno ini ada tujuh pintu keluar masuk, enam yang lain sudah ditutup jadi tinggal satu saja, di sini banyak perangkap dan jebakan, seluruhnya dijaga dan diawasi tujuh jago kosen dari Liong bun pan kami."
"Buat apa jelaskan hal ini kepadaku?" tanya Hun Lian- /
Liong bun Pangcu tertawa, katarma: "A-ku kuatir setelah ibumu berhasil menduduki Kim hou-po, lalu meluruk kepadaku, maka ingin aku minta bantuanmu supaya menyampaikan kepada ibumu kalau dia punya maksud demikian, lebih baik batalkan saja, kalau keras kepala, dia tidak akan memperoleh hasil apa-apa."
Hambar hati Hun Lian mendengar keterangan Liong-bun Pangcu, katanya setelah ter-longong sejenak: "Jadi itulah tujuanmu kau bawa aku kemari?" Entah kenapa mendadak hatinya menjadi sedih, merasa dikibulin, hampir saja dia mencucurkan air mata, tapi sekuatnya dia tahan supaya air matanya tidak menetes keluar.
Liong-bun Pangcu melengak, lalu menghela napas, katanya: "Semula memang demikian maksudku, tapi sekarang ....... sekarang.........aku justru......"
Melonjak pula jantung Hun Lian, diam-diam dia melirik dan perhatikan sikap Liong-bun Pangcu. tampak orang menggosok kedua tetarak tangan seperti ingin melimpahkan isi hati. namun sukar bicara, akhirnya menghela napas saja.
Kecewa kembali merangsang sanubari Hun Lian, badan menjadi dingin seperti kecem p urtg jurang yang dalam, ingin dia menggapai dan menangkap .sesuatu namun tiada yang dapat ditangkapnya, begitu dia buka suara,nada-nyapun berobah ketus: "Bawa aku keluar."
Liong-bun Pangcu menatapnya lekat, bibirnya sudah bergerak namun urung bicara lagi, bukan kepalarig sedih Hun Lian, namun dia tahan titik air mata yang hampir mengalir.
Pada saat itulah tampak seorang baju hitam laksana kilat meluncur datang, begitu cepat gerak-geriknya, begitu berhenti didepan Liong-bun Pangcu lantas angkat sebelah tangannya, ternyata diatas jari telunjuk yang diangkatnya itu hinggap seekor burung kecil dengan warna yang indah segar, begitu kecil burung ini hanya sebesar ibu jari orang /
Liong-bun Pangcu lantas mencibir bibir bersiul rendah, burung kecil itu segera terbang kearah Liong bun Pangcu dan hinggap diatas tangan Liong.bun Pangcu.
Dengan tangan yang lain Liong bun Pangcu genggam burung kecil itu lalu menyingkap bulu dibawah perutnya melolos segulung kertas kecil, sekali ayun tangan, burung kecil itu terbang balik kearah sibaju hitam, orang itu menjura homat sekali kepada Liong-bun Pangcu terus putar badan berlari pergi pula. Sementara itu Liong-bun Pangcu sudah membeber gulungan kertas kecil itu.
Kertas itu tipis dan lemas besarnya hanya setengah telapak tangan, tapi kertas blanco tanpa sebuah huruf pun.
Sejak melibat bmung kecil sebesar ibu jari Hun Lian sudah keheranan, kini melihat kertas yang dibawanya itu blanco lagi, karuan dia makin bingung dan tidak habis mengerti.
Liong bun pangcu membeber kertas itu ditelapak tangannya yang gede. lalu tertawa kepadu Hun Lian, katanya: "Ada berita dari Kim-hou po. Situasi yang terjadi didalam Kim-hou-po agakrya amat menguntungkan ibumu, harap nona tunggu di sini sebentar."
Sambil omong dia ulurkan telapak tangannya kedepan, telapak tangan yang semula putih lambat laun berobah merah, jelas dia kerahkan tenaga dalamnya, maka kertas putih yang semula blanco itu mulai kelihatan ada huruf tulisannya, hanya sekejap tampak kertas kecil putih itu penuh ditulisi huruf kecil berwarna kuning gosong, namun Hun Lian tidak bisa membaca apa yang tertulis diatas keatas itu. Setelah membaca isi surat itu, rona muka
Liong-bun Pangcu tampak serius serta menghela napas panjang.
Seperti diketahui ibu Hun Lian yaitu Kwi-bo Hun Hwi mo dengan akal licik telah menanam ulat beracun tanpa nama ditubuh para jago kosen sebanyak itu. tujuannya akan /
memperalat tenaga sekianjago silat kosen itu untuk menggempur Kim nou-po. Maka waktu dia mendengar Liong bun Pangcu bilang ada berita dari Kim-hou-po dia hanya berdiri btngung dan cetengah percaya, namun dia a-mat prihatin, tanyanya "Bagaimana?"
Liong bun Pangcu angkat kepala, katanya: "Ada perobahan besar didalam Kim-hou-po, Sau-pocu dan jago kosen itu sudah kembali kedalam benteng........"
Hun Lian angkat tangannya menukas perkataannya: "Sebelum ada berita ini, kami sudah bisa menduganya."
"Betul, tapi perobahan justeru terjadi Setelah mereka kembali kedalam benteng."ujar Liong-bun Pangcu, "Sejak lama aku sudah menanam seorang agenku didalam Kim hou-po. dua hari yang lalu aku sudah mendapat kabar, bahwa ada beberapa gembong silat disana bersekongkol hendak membunuh Kim-hou pocu. gelagatnya peristiwa ini sekaiang menjadi kenyataan."
Hun Lian kaget, katanya: ' Peristiwa apakah yang terjadi setelah Lut Ang ing pulang?"
Liong bun Pangcu geleng kepala, katanya: "Aku sendiri juga tidak tahu Berita ini hunya mengatakan setelah Lui Ang-ing dan orang kosen itu pulang kedalam benteng langsung menghadap kepada Pocu. Tempat tinggal Pocu ada dibawah empang bejat..-..."
"O." Hun Hian bersuara heran dan kaget. Maklum dia pernah menyelundup keda-lam Kim-hou-po, tak pernah terbayang olehnya bahwa empang besar yang banyak dihuni ikan-ikan mas besar itu dibawahnya ternyata ada pendopo dan menjadi temppt tinggal sang Pocu, mungkin banyak orang yang setiap hari memancing ikan dipinggir empang juga jarang yang tahu akan rahasia ini.
Hai ini hanya dibatin dalam hati Hun Lian, tidak, dia nyatakan langsung kepada Liong-bun Pangcu. Tapi Liong-bun /
Pantcu seperti tahu bahwa cirinya memaklumi sesuatu, maki dia bertanya : ..Nona Hun. ksu pernah menyelundup ke Kim hou po, mungkin tidak pernab kau ketahui bahwa didasar empang itu ada dunia lain.'
Hun Lian hanya menganguk kepala.
Liong-bun Pangcu berkata pula- "Setelah kedua orang ini masuk tak pernah keluar pula, sementara dan lorong di bawah tanah didasar empang itu beberapa kali terdengar suara gaduh yang aneh. beberapa orang yang berkomplot memberontak tampak gngup dan gelisah, kelihatannya mereka berhasil mengurung ocu Sau pocu dan orang aneh itu didasar empang itu."
Hun Lian menarik napas dalam, sesaat lamanya dia tak kuasa bica a, entah hatinya kaget atau girang. Pada hal ibunya sedang mengerahkan tenaga besar hendak menyerbu dan menduduki benteng macam emas itu, bila didalam benteng teriadi perobahan berarti situasi menguntungkan ibunya. Akan tetapi Hun Lian sendiri juga tahu seluk beluk dalam Kim hou-po. harus diakui bahwa tidak sedikii jago jago kosen dunia persilatan yang berada didalam benteng itu, selama itu mereka boleh dikata sudah putus hubungan dengan dunia luar, selanjutnya pasti tidak akan membuat perkara atau onar, tapi jikalau mereka tidak dikendalikan oleh Pocu atau Sau pocu, bila dihasut dan diadu domba oleh sementara anasir, maka huru hara mungkin takkan bisa dihindari lagi.
Akan tetapi berita yang diterima oleh Liong-bun Pangcu tadi, sebenarnya juga bukan kenyataan seluruhnya.
Bagaimana duduk persoalan sebenarnya. Oran? orang yang berada didalam Kini ou-po sendiri yakin juga tiada yang tahu jelas atau menguasai situasi. Habis bicara Liong-bun Pangcu lantas me emas lembaran kertas itu, bila telapak tangannya dibentang pula. tampak gulungan kertas ditangannya sudah teremas hancur menjadi bubuk beterbangan ditiup angin, /
katanya: "Nona Hun, ibumu sudah tak jaub dari Kim-hou-po, apa perlu kuatar ku kesana?"
Hambar perasaan Hun Lian, tapi dia tahu banyak urusan yang harus dia kerjakan, sementara dia harus berpisah dulu dengan Liong bua Pangcu, maka dia berkata : "Tak perlu, cukup asal kau antar aku keluar dari sini saja.*'
Liong-bun Pangcu juga tidak banyak bicara lagi, segera dia menggerakan langkah, dengan cepat dia berlari kedepan, Gmkang-nya memang tinggi, tapi Hun Lian juga kembangkan Ginkangnya maka sementara dia masih dapat mengikuti langkah orang, setelah mengitari banyak lorong yang barlika liku, akhirnya mereka tiba depan sebuah pintu besi yang besar.
Didepan pintu berdiri dua orang batu raksasa, perawakannya gede sikapnya garang dan gagah, dandanan dan sikapnya mirip pejuang jaman kuno, Liong-bun Pangcu langsung maju medckat lalu mengayun tangan, beruntun dia memukul delapan kali dengan gerakan kilat didelapan tempat yang berbeda diatas papan pintu besi itu, lalu dia pegang gelang besi serta menariknya aengan mengerahkan tenaga.
Hun Lian tahun bahwa kungfu Liong-bun Pangcu amat tinggi, namun melihat orang waktu menarik daon pintu besi ini selebar mukanya sampai merah padam, maka dapat dibukitkan bahwa pintu besi ini disamping tebal juga amat berat.
Pintu besi hanya tertarik dua kaki lebarnya lantas Liong-bun Pangcu berhenti serta mengganti napas panjang, sekilas dia menolth serta memberi tanda, sekilas bimbang segera Hun Lian ikut menyelinap masuk.
Keluar dari pintu besi itu mereka man-jat lorong yang menjurus k atas, kedua sisi sepanjang lorong ini berderet orang-orang yang berdiri tegak, melihat orang lewat tapi mereka berdiri kaku tidak bergerak sedikitpun, bila keluar dari /
lorong yang miring ini tampak cahaya surya sudah doyong kebarat, tanah tegalan yang menguning kelihatan bertahuran cahaya emas, ditengah tegalan itulah didapatinya banyak orang-orang baiu dan kuda-kuda batu yang sudah rusak dan berserakan.
Sebelum berlalu sempat Hun Lian menoleh mengamati mulut gua di mana barusan dirinya keluar, ternyata itulah sebuah gua belukar yang amat kotor, penuh ditumbuhi semak dan rumput jalar, jikalau bukan ke luar dari sebelah dalam, dari luar orang tidak akan tahu bahwa dibalik akar-akar pohon jalar itu ada gua yang Tersembunyi, terutama kaum persilatan juga tidak akan menyangka bahwa maskar pusat Liong-bun-psng berada didalam kuburan kuno yang serba rahasia dan banyak perangkapnya.
Liong-bun Pangcu tetap berdiri didepan gua, tidak maju lebih jauh, cahaya mentari menyinari rambut kepalanya yang kuning emas hingga kelihatan mengkilap dan lebib semarak.
Hanya sekejap Hun Lian menoleh lantas mengembangkan Ginkang berlari dengan pesat, setelah dia meluncur puluhan tombak, baru dia mendengar kumandang suara Liong-bun Pangcu yang lembut ; "Nona Hun, jagalah dirimu baik-baik. Selamat jalan."
Kedengarannya suaranya dilontarkan di-belakaugnya, seperti Liong-bun Pangcu berbisik dibelakang telinganya, tapi Hun Lian tahn Liong-bun Pangcu pasti ma ih bertda didepan gua tanpa bergerak meski setspak sekalipun, namun suaranya lembut dan jelas karena orang bicara sambil mengerahkan tenaga dalamnya."
Hun Lian tidak tahu bagaimana perasaan hatinya, yang terang batinya hampa dan masgul maka dia mempercepat langkab melesat lebih kencang kedepan. Tak lama kemudian hari sudah mulai petang, bila tabir malam sudah menyelimuti jigat perasaan Hun Lian semakin bingung dan risau, kecuali berlari dan lari secepat angin seolah-olah sukar dia /
menghilangkan perasaan hambar yang masih terus menghantui sanubarinya.
Bila hari sudah betul-betul gelap, Hun Lian semakin gelisah karena dia tidak tahu dirinya sekarang berada di mana, sekeluar dari gua tadi dia langsung ayun langkab lari fnerti dikejar setan, hakikatnya tidak menentukan arah, yang jelas dia hanya ingin buru buru meninggalkan tempat itu. Tapi kenapa dia ingin buru-buru meninggalkan tempat iru, hatinya tidak bisa memberi jawaban, mungkin lantaran kecewa, tapi kenapa kecewa " Apa yang membuatnya kecewa "
Malam ini tiada bulan tak kelihatan bintang, terpaksa Hun Lian berlari naik ke gundukan tanah tinggi, sejenak dia berdiri menyeka keringat, selepas mata memandang dunia hitam pekat melulu, akhirnya di arah utara dilihatnya tujuh titik sinar lampu yang bergoniai dan bergerak menuju kearah barat, tujuh titik sinar lampu itu seperti berbaris dan bergerak secara lambat, gelagatnya ada orang yang mencentel lampu lampion dengan genter dan menempuh perjalanan, tapi sin&r lampion amat benderang, sehingga dilihat dari kejauhan tampak menyolok sekali. Melihat ketujuh titik sinar lampu itu seketika Hun Lian berjingkrak girang dan menghela napas lega, dia tahu tujuh titik sinar lampu itu adalah cahaya lampion minyak hitam bi atan Hiat-lui-kiong mereka, maka dia yakin ada orang sendiri didaerah sini.
Tanpa ayal Hun Lian kembangkan Gin-kang meluncur kearah tujuh titik sinar lampu itu. cepat sekali jarak sudah semakin dekat, dibawah cahaya benderang ketujuh lampion minyak itu. ada tujuh laki-laki perawakan besar berjalan lurus sambil memegang galah panjang mengerek ketujuh lampion merah itu, mereka memang para kacung dari Hiat-lui-kiong.
Hun Lian langsung melayang tuiun di depan mereka serta menegur ; "Apa yang kalian lakukan di sini ?" /
Begitu melihat Hun Lian, ketujuh kacung seketika keplok kegirangan, dengan berseri mereka menyapa bersama: ,,Tuan putri,sungguh susah kami mencarimu."
Berkerut alis Hun Lian, katanya: "Siapa suruh kalian mencariku?"
"Sudah tentu majikan, melihat kau tikak muncul seteiah waktu yang dijanjikan tiba, kami temukan pula jenazah Li-pi-Iik, siapa yang tidak gelisah menguatrkan dirimu?"
Hun Lian hanya tertawa nyengir saja, perjalanan kentara bersama Li-pi lik kali ini demi mencari Cia Ing kiat tapi idelah bertemu pemuda yang semula dipujanya, hatinya menjadi rawan dan masgul malah, gara-gara kasmaran sehingga Li-pi-lik berkorban percuma
Celakanya begitu bertemu denian Liong-bun pangcu dan selama dimarkas Liong-bun Pang ternyata dia melupakan cintanya terhadap Cia Ing-kiat, terbayang betapa besar perobaban hatinya, sungguh dia sendiri tidak habis mengerti. Setelah melenggong sesaat lamanya, maka dia bertanya: , Ibu di mana" '
Ketujuh orang itu berkata serempak:
"Mari ikut kami." sembari bicara masing-masing merogoh. kantong menseluarkan sebatang roket panah terus ditimpukan kendara, terdengar desir suara disertai -muncratnya lelatu api, ketujuh roket panah itu menjulang tinggi keudara lalu meledak bersama diangkasa memancarkan cahaya jambon hijau dan kuning.
Maka ketujnh kacung iiu memberi penjelasan: "Majikan amat gelisah dan kuatir akan keselamatan noia, biar beliau tahu bahwa kami sudah menemukan dirimu dengan selamat."
Hun Lian tidak memberi tanggapan, dia hanya mengangguk kepala, maka ketujuh kacung itu lantas melesat kedepan menuju ke-timur Lekas sekali mereka memasuki sebuah selat /
sempit, makin kedalam tampak bayangan orang, diatas dinding gunung atau diatas ngarai dijaga ketat, selat sempit yang diapit dinding karang yang curam begini, siapapnn jangan harap dapat menerobos masuk kedalam selat secara kekerasan.
Panjang selai sempit ini ada puluhan tombak, makin kedalam makin lebar, batu batu gunung bertahuran, api unggun berkobar dibeberapa tempat, banyak orang berkerumun disekitar api unggun. Begitu masuk kedalam selat, Hun Lian lantas melihat ibunya duduk diatas batu besar bentuk persegi, di bawah batu api unggun menyala besar, cahaya api menyinari wajahnya. Dibawan batu dan mengelilingi api ungun duduk banyak orang, mereka adaiah anak buah Hiat-lui-kiong.
Hun Lian langsung menuju ke empat duduk ibunya, setiba dia dipinggir batu suasana lembah ini sedemikian sunyi, hanya kobaran api yang menjilat kayu raja mengeluarkan suara letusan yang lirih. Sekilas Hun Lian meiirik ke kiri kanan, kearab jago j go silat Buiim itu, wajah mereka tampak- kaku dan mcmbcsi, jelas hati mereka amat berang, namun karena jiwa mereka tergengga n ditangan Kui-bo, apa boleh buat, terpaksa mereka tunduk.
Kui-bo Hun Hwi nio buka suara lebih dulu: "Ke mana saja kau ini?"
Hu Lian menunduk, katanya: "Aku diundang Liong-bun Pangcu, berkunjung ke markas mereka."
Didalam situasi yang bakal terjadi perobahan besar seperti ini, sebagai putri Kui bo yang berkuasa di Hiat-iui-kiong, bahwa dia berkunjung ke markas besar Liong-ban-pang sepantasnya merupakan kejadian yang cukup menggemparkan, mereka yang mendengar berita mengejutkan ini pantasnya kaget dan menunjukan reaksi. Tapi keayataan orang-orang yang hadir semua diam tanpa /
memberi reaksi sedikitpun. Hanya Kui bo saja yang angKat alis, katanya: "Untuk apa kau ke sana" '
"Liong bun Pangcu mengundangku untuk menengok Cia Ing-kiat. '
Kui-bo mengangguk dan menggerakan kaki, sebelum dia bicara lekas Hun Lian menambahkan: "persoalan yang lain selanjutnya tak usah kau bicarakan lagi,"
Dengan sorot pandangan heran Kui-bo menatap Hun Lian, kejap lain tiba-tiba dia tertawa, katanya: "Bukankah sejak mula sudah kuka-takan kepadamu, bocah itu apa sih baiknya, kau justru kasmaran kepadanya , ."
H?n Lian membanting kaki, katinya gemas: .Jangan bicarakan lagi . ..."
"Baiklah," ucip Kui-bo, "besok pagi pagi, kita akan menggempur Kim-hou-po."
Hun Lian melenggong, katanya- "Ma, didalam Kim-hou-po telah terjadi perobahan.'
Kui-bo Hun Hwi-nio menyeringai, katanya "Peduli terjadi perobahan apa, besok pagi, kami akan menggempur Kim-hou-po." sampai di sini dia angkat kepala serta meninggikan suara berseru: "Tan-thocu. persiapan sudah lengkap belum?"
Seorang lelaki yang berpakaian lnsuh segera berdiri dan menjawab: "Sudah siap seluruhnya."
Hun Lian ingin bicara, namun isi hatinya belum sempat dituangkan, Kui-bo sudah angkat bicara lebih dulu. Waktu dia lirik laki-laki lusuh ini, seingatnya dia pernah melihat laki-laki ini sebagai anggota Kaypang (kaum pengemis) disekitar dirinya juga banyak laki-laki yang berpakaian serupa dirinya, banyak tambalan, disebelah samping kanan bertumpuk buntalan-buntalan persegi sepanjang satu kaki, Hun Lian tidak tahu barang apa buntalan persegi itu. /
Sementara itu, Oh-sam Siansing, Pak-to Suseng dan lain-lain tampak bersikap prihatin Besok pagi-pagi akan menyerbu Kim-hou-po, Kui-bo Hun Hwi-nio sudah mengumumkan secara terbuka. Maka penyerbuan besar-besaran itu akan merupakan pertempuran darah yang bakal menjatuhkan banyak korban dikedua pihak. Sepatutnya jago-jago kosen kaum persilatan yang biasanya amat perkasa dimedan laga, bersikap tegang dan bersemangat, tapi kenyataan sikap mereka sekurang seperti tidak tahu menahu atau tidak ambil perhatian sedikitpun.
Terdengar Kui-bo Hun Hwi-nio tertawa dingin dua kali, katanya : ,,Aku tahu kalian tidak rela bertempur, namun apa boleh buat harus maju kemedan laga, maka kuanjurkan kepada kalian yang tahu diri dan pandai melihat gelagat, berjuanglah sekuat tenaga, aku yakin kalian akan terus bertahan hidup, siapa yang ingin lekas mati, coba bersuara."
Jago-jago kosen- disekitar batu batu itu tiada satupun yang bersuara. Dalam silua yang serba ganjil ini, perasaan Hun Lian amat tidak enak, setelah memberikan ancamannya Kui-bo Hun Hwi-nio lantas duduk sa-madi memejam mata tanpa bersuara sepatah katapun, agaknya dia sudah mulai menyalurkan hawa murni menghimpun tenaga dan semangat uniuk persiapan pertempuran besok pagi. Tak lama kemudian tampak segulung uap putih mulai mengepul diatas kepalanya.
Lama kelamaan Hun Lian merasa risi berdiri di situ, segera dia celingukan, tampak di pinggir api unggun sana Liong-bin Siangjin tengah menggeleng-geleng kepala, sebelah tangannya menggapai kepada dirinya.
Hun Lian bimbang dan curiga, tapi akhir nya dia beranjak kearah Liong bin Siangjin baru saja dia tiba didepan Liong-bin Siangjin tiba-tiba orang berkelebat mundur menyelinap kebelakang sebuah batu besar, ternyata Hun Lian mengikuti dengan langkah kalem, maka dilihatnya bayangan beberapa /
orang bergera , delapan jago kosen ternyata ikut menyelinap kebelakang batu raksasa itu serta mengepung Hun Lian.
Baru sekarang Hun Lian tersirap kaget, namun sekilas pikir hatinya lega dan yakin dirinya takkan di apa apakan karena merasa sudah terkena racun ulat yang semayam dalam tubuh mereka, bila mereka menunjukan gerakan yang tidak senonoh hingga mengejutkan Kui-bo atau ibunya, jiwa mereka pasti amblas seketika, maka mereka pasti takkan berani berbuat kurang ajar kepada dirinya. Maka legalah bati Hun Lian setelah berpikir demikian.
Liong-bin Siangjin segera berkata kepadanya : "Nona Hun, ada satu persoalan kami ingin mohon bantuaumu "
Otak Hun Lian encer, sebelum Liong-bin Siangjin bicara, melibat gelagat dia sudah tahu, apa maksud mereka merubung dirinya.
Sebelum menjawab Hun Lian ulur lehernya melongok kearan Kui-bo Hun Hwi-to samadi, melihat ibunya tetap tidak menun-jukan reaksi apa-apa. bara dia berkata : ..Kalian barus maklum untuk persoalan itu aku tak mampu berbuat apa-apa. Ibu pernan belajar langsung dari Sam boa Niocu. ulat racun itu memang tiada penawarnya kecuali obat buatannya sendiri, aku sendiri belum pernah diajarkan."
Liong-bin Siangjin tertawa getir, katanya : ..Nona Hun, aku tahu ulat .teracun itu tiada obat penawarnya, namun Kui-bo punya Sebumbung kumbang berbisa yang mampu merenggut jiwa kira semua, nona Hun . ," Sebelum Lion -bin Siangjin bicara habis, Hun Lian sudah goyang kedua tangan, sudah tentu Liong-bin Siangjin dan para jago kosen yang hadir saling pandang, lalu katanya pula : ..Kita pasti tidak akan minta bantuan nona Hun secara percuma, bila nona sudi membantu fkami, dengan gabungan tenaga kita beramai, yakin dapat menemukan jejak Cia-saucengcu serta menyerahkan kepada mu." /
Sedih dan pilu lati Hun Lian setelah mendengar syarat yang diajukan Liong-bin Siangjin. namun hampir saja tak kuat dia menahan rasa gelinya, lama juga dia berdiri menjublek, lalu berkata penuh penyesalan : "Tak usahlah. persoalanku dengan Cia-sau cengcu sudah tidak perlu dibicarakan lagi. di dalam markas besar Liong-bun-pang aku sudah bertemu dia dan putuskan hubungan selanjutnya."
Besar harapan para jago kosen itu atas bantuan Hun Lian yang lagi kasmaran kepada Cia sau cengcu, umumnya gadis suku Biru memang lebih tegas dalam memilih jodoh, bila dia sudah menaksir seorang laki-laki, kalau bukan laki-laki itu tidak mau menikah dengan lelaki lain, maka mereka yakin dapat membujuk Hun Lian untuk membantu bila mereka berjanji untuk bantu merangkap perjodohan mereka, sungguh tak nyana bahwa Hun Lian mengeluarkan pernyaraan yang memencilkan harapan mereka bersama, karuan mereka berdiii menjublek putus harapan, walau tiada yang menangis gerang - gerung, tapi semua bermuka pucat pasi.
Hun Lian adalah gadis yang berhati bajik dan bijaksana, jiwanya jauh berbeda dengan ibunya, melihat mereka dirunding kesedihan, hatinya tidak tega, maski jago jago kosen ini tamak sebutir biji teratai darah, sehingga mereka terjebak oleh kelicikan ibu nya, tapi kejadian gara-gara oleh Hun Lian juga, maka dia menghela napas, katanya : "Sebetulnya kejadian ini tidak akan mengancam jiwa kalian bila mau tunduk atas perintah ibu, apaiagi aku dengar d dalam Kim-hou-po juga telah terjadi pemberontakan, betapapun banyak jago mereka, kalau tanpa pimpinan tentu tidak sukar kita menggempur Kim hou-po."
Maksud Hun Lian hendak membujuk dan menentramkan hati jago-jago kosen itu, namun melihat sikap mereka, seperti tidak mendengar anjurannya, semua tunduk kepala lalu menyingkir satu persatu tanpa bersuara, hanya Liong bin Sianjing saja yang ma sih berdiri didepannya, bibirnya sudah /
bergerak hendak bicara, namun batal, akhirnya diapun menyingkir tanpa bicara lagi.
Hun Lian celingukan, ratusan jago kosen tersebar luas didalam lembah, ada yang duduk, berdiri ada juga yang sudah mendengkur, namun semua bersikap Kaku dan terlongong mengawasi api unggun, dibawah jilatan cahaya api tampang mereka tak ubahnya batu-batu gunung yang berserakan Itu.
Ingin Hun Lian membantu mereka, namun bila terbayang bila ibunya marah, betapa menakutkan mimik dari tindakannya, di sendiri juga bergidik seram, apapun dia tak berani mencuri bumbung itu dari badannya.
Api masih terus menyala dan ranting kering bertambah sehingpa api unggun berkobar makin besar, kira-kira satu jam kemudian, tampak Kui-bo Hun Hwi-nio mendadak membuka mata, sorot matanya tajam jelilat-an, tidak marah tapi menunjukkan wibawanya yang garang, siapapun tak berani beradu pandang dengan dirinya.
Begitu membuka mata Kui-bo Hun Hwi nio lantas beriak ; "Tan - thancu, dibawah pengawalan Oh sam Siansing, Pak-to Suseng dan Liong-bin Sianjing bertiga, kalian berangkat dulu dan pendam semua bahan peledak itu dikedua sisi pintu gerbang Kim-hou-po.
Laki-laki berpakaian lusuh dan banyak tambalan itu segera berdiri sambil mengia-kan. Baru sekarang Hun Lian tahu bahwa untaian segi empat itu adalah bahan peledak, agaknya Tan-thocu adalah seorang ahli membuat dinamit.
Terdengar Kui bo Hun Hwl-nio berteriak : "Lekas berangkat."
Teriakannya ini menggunakan kekuatan tenaga dalam suaranya keras menggetar lembab mengguncang bumi, menimbulkan gema uara yang mendengung diudara. Sebetulnya jago-jago kosen yang hadir dalam lembah itu, satupun tiada yang menjadi tandingan Kui-bo Hun Hwi-nio bila /
bertanding satu lawan satu, namun bukan tandingan masih bisa melarikan diri, supaya Kui-bo tidak petingkah dan bersimaharaja Tapi mereka tahu jiwa mereka tergenggam di angan Kui-bo, meski hati amat berang mendengar bentakan kasar Kui- bo Hun Hwi-nio, namun Oh-sam Siansing, Pak-to Suseng dan Liongbin Siangjin tiada yang berani membangkang, lekas mereka berdiri.
"Setelah menunaikan tugas, tunggulah aku dijalan tembus yang menuju ke Kim-hou-po," demikian seru Kui-bo Hun Hwi-nio "b la ada diluar benteng menghadapi rintangan, babat dan ganyang saja seluruhnya habis perkara."
Oh sam Siansing bertiga diam saja, Tan thocu segera masukan buntalan-buntalan di namit itu kedalam sebuah karung lalu beranjak keluar lembah.
Setelah keempat orang ini keluar dari lembab dan lewat selat sempit itu, kira-kira beberapa li kearah utara, baru Liong-bin Siangjin buka suara: "Keadaan kita sekarang apa bedanya dengan dicacah hancur oleh musuh "
Tan-thocu menyeringai getir, katanya "Memangnya apa yang bisa kita lakukan ?"
Oh-sam Siansing saling pandang sekejap dengan Pak to Suseng, Pak-io Suseng segera berkafa : "Dunia sebesar ini, namun kemana kita bisa menyembunyikan diri."
Mendadak Oh-sam Siansing menegakkan badan, seluruh tulang belulang tubuhnya mengeluarkan suara keretekan, jelas menandakan bahwa hatinya amat geram dan penasaran, sesiai apa yang dikatakan Tan-thocu barusan, memangnya mau apa meski bati amat berang "
Tan-thocu berkata : ,,Ayolah jangan membuang waktu, tidak sedikit jago jago kosen yang bertugas d luar Kim-hou-po, kita perlu membuang banyak tenaga untuk menunaikan tugas ini." /
Oh-sam Siansing bertiga mendengus bersama, segera mereka bergerak lebih cepat ke arah depan, lekas sekali dan kejauhan mereka sudah melihat tembok benteng yang bercokol tinggi diatas bukit tandus. Beberapa rumah petak tak jauh dibawab benteng kelihatan memancarkan cahaya kelap kelip, dua kepala harimau emas diatas pintu itu tampak mengilap ditingkah sinar bulan.
Tempat di mana Oh sam Siansing berempat berada sekarang, adalah tanah tegalan tak jauh di sebel ah utara Kim-hou po dimana dulu Cia Ing kiat menyembunyikan diri di-tanah galiannya selama tiga hari menyelidik keadaan Kim-hou po Sejenak mereka ber-henti, dari kejauhan mereka mendengar derap lari kuda, hanya sekejap lari kuda sudah mcacongklang makin dekat malam remang-remang, tampak seekor kuda putih berlari kencang, dipunggungnya mendekam satu orang, gelagatnya sedang memburu waktu atau ingin menyampaikan kabar penting fcmgga kuda dibedal sekencang itu.
Lekas sekali kuda dan penunggangnya sudah membedal dekat, agaknya penunggang kuda mendadak sadar bahwa d d pan ada orang mencegat segera dia menarik tali kendali menghentikan lari kuda serta berduduk menegakkan badan. Oh sam Stansmg berempat melibat jelas, penunggang kuda ini bukan lain adalah Cia Ing-kiat. Dahulu Oh sam Siansing pernah mertamu ke Kim-long-ccng dan bersahabat dengan ayahnya, sudah tentu dia j iga kenal Cia Ing-kiat. Sebagai jago silat iop anp disegani kaum persilatan umumnya, beberapa hari ini dia harus tunduk dan patun akan perintah Kui-bo Hun Hwi-nio, betapa dougkol dau penasaran hatinya sungguh tak terlampias begitu melihat Cia Ing-kiat, terbayang gara-gara pemuda ini sehingga nasibnya serba mengenaskan begini, kini jiwanya terbelanggu di tangan majikau Hiat lui kiong Saking gusar, penasaran beberapa hari ini seketika meledak sambil menghardik bagai guntur menggelegar dia angkat terus mencengkram. /
Begitu melibat ada orang mencegat, Cia Ing kiat sudah menghentikan kudanya, jaraknya dengan Oh sam Siansing ada dua tiga tombak jauhnya. Cengkraman Oh-sam Siansing sudah tentu tak bisa mencapai dirinya, apalagi orang juga tidak menubruk maju. Tapi di tengah hardikan gusarnya itu, Cia Ing kiat seperti dikemplang palu kepalanya, hatinya kaget, badan tergeliat, serumpun tenaga lunak yang kuat mendadak mendera tiba, karuan kuda putih tunggangannya berjingkrak kaget berdiri dengan kaki belakang, karena tidak bersiaga Cia Ing-kiat terperosok jatuh dari punggung kuda.
Begitu terguling beberapa kali di tanah, Oh-sam Stansing sudah menggerung geram memburu datang sambil melompat terapung, mirip seekor burung raksasa tubuhnya menukik dengan tubrukan sengit kesra b Cia Ing-kiat. Kebetulan Cia Irg kiat berhenti menggelundung dan kebetulan menegadah keatas, dilihatnya tubuh Oi-sam Stansing sudah berada diatas kepalanya, matanya mencorong murka, kedua telapak tangannya sedang bergerak menepuk kebawah, karuan serasa copot arwahnya saking takut dan ngeri, mulutnya hanya sempat menjerit: "Oh. . ."
Tapi hanya sepatah kata yang sempat keluar dari mulutnya. Ternyata O'n sam Siansing menubruk dengaa mengerahkan kekuatan hawa murninya,sekujur badannya seperti terbungkus baja yang tidak kelihatan ikut menindih turun, betapa bebat kekuatan Lwe-kangnya sehingga Cia Ing-kiat me asi berat ditindih dan dada sesak, sudah tentu dia tak kuat meneruskan perkataannya.
Dalam kesdaan gawat itulah, mendadak sempat dia mendengar dua bentakan orang, menyusul bayangan dua orang ikut melesat tiba. Rebah dia tas tanah, hakikatnya Cia Ing-kiat tidak sempat mengikuti apa yang terjadi, terasa tenaga hebat yang menindih tubuhnya itu mendadak sirna tak berbekas, tapi tubuhnya terbawa arus perpaduan dua jalur /
kekuatan hebat sehingga tubuhnya terguling lagi beberapa kaki jauhnya.
Bila dia sudah menenangkan hati, tampak Oh-sam Siansing berdiri tegak ditanah, Pak-to Suseng dan Liong- bin Siangjin berdiri agak jauh di kanan kirinya. Tak-to Suseng masih kuat menguasai keseimbangan badannya, tapi Lion bin Siangjin tampak memburu napasnya, wajahnya agak pjcit, jelas tenaga dalamnya menghadapi perlawanan yang kokoh dan tangguh sehingga napasnya sengal-sengal.
Cia Ing-kiat tidak sempat menduga apa yang telah terjadi, lekas dia melompat berdiri lalu menyurut mundur delapan langkah pula. didengarnya Pak-to Suseng berseru: "Oh-sam, ada sangkut paut apa persoalan ini dengan bocah ini?"
Masih beringas muka Oh-sam Siansing, bentaknya: "Jikalau bukan para gara permainan patgulipat bocah ini dengan cewek bangsat itu, mungkinkah Kui-bo menelorkan rencana jahat ini sehingga kita semua tertipu di Hiat-lui-kiang."
Liong-bin Siangjin menghela napas, katanya: ,,Sudahlah, jangan kau menyalahkan orang lain, kenapa tidak salahkan diri kita sendiri yang terlalu tamak,"
Pak-to Suseng ikut tertawa getir, katanya: "Ya, memang harus sudah kita duga sejak mula memangnya siapa tidak tahu pribadi Kui-bo Hun Hwi-nio yang licik dan jahatf kalau kita tidak tamak, nasib ini tidak seje lek sekarang."
Oa-sam Siansing berdiri menjublek, keringat membanjir dijidatnya, jelas hatinya amat menyesal dan malu, seperti ingin sembunyi didalam lobang bawah tanah saja.
Sudah tentu Cia Ing-kiat tidak habis herannya, sejak dia diculik Liong bun Pangcu dari Hiat lui kiong hingga dia disekap dalam markas L ong bun pan , berapa kali dia berusaha melari an diri, namun selalu he-hasil diringkus kembali oleh jago-jago Liong-bun-pang, hingga Liong-bun Pangcu me nberitahu kepadanya bahwa dia akan membawa Hun Lian kemari baru /
hatinya merasa tentram dan tidak memberontak lagi dalam sel.
Tugas Rahasia Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata Liong-bun Pangcu memang tidak menjilat ludahnya Hun Lian memang datang, tapi habis ] ertemuan itu justru amat mengecewakan hatinya, gusar, benci dan penasaran lagi. 5etelah Hun Lian pergi, segera dia menerjang keluar, diluar dugaan kali ini dia tidak mengalami halangan.
Sudah tentu sejak dia diculik dari Hiat-lui-king, apa yang terjadi selanjutnya dia tidak tahu menahu, kini mendengar percakapan ketiga jago silat top ini, baru dia menyimpulkan bahwa mereka pernah dirugikan didalam Hiat-lui-kiong, setelah tenang perasaannya, baru Ing-kiat berkata perlahan: Para Cianpwe, apa yang terjadi di Hiat-lui-kiong?"
Begitu dia ruka suara, sorot mata Oh-sam setajam kilat dingin menyapu pandang kearah dirinya, seketika Cia Ing-kiat bergidik dibuatnya. Pak-to Suseng tidak perduli akan pertanyaannya, sementara Liong - bin Siangjin mengulap tangan, ucapnya: "Enyahlah kau."
Meski heran dan curiga, namun terbayang betapa kejam tubrukan Oh-sam Sian sing tadi, mengkirik bulu kuduknya, sambil tnengiakan tersipu Cia Ing-kiat mundur ke belakang, sebelum dia memutar tubuh hendak pergi' tiba-tiba Liong bin Siangjin berteriak : "Tunggu dulu,"
Cia Ing kiat berdiri dan menoleh, dilihatnya Liong bin Siangjin mengawasi dirinya denian tersenyum getir seperti apa boleh buat, lalu katanya ;.'Biasanya perempuan suku Biau amat khusus dalam memilih jodoh-cintanya tidak gampang berobah. tapi Hun Lian bilang hubungannya dengan kau sudah putus, apakah yang terjadi coba kau jelaskan."
Seketika berkobar amarah Cia lng-kiat harga dirinya seperti direndahkan, dengan merah dia berkata "Buat apa bicara tentang perempuan seperti itu, siapa tahu kenapa dia /
memutar balik persoalan yang terang ayahku gugur lartaran perbuatannya, aku tidak akan memberi ampun kepadanya."
Sebetulnya kematian Cia Ing kiat terbunuh ditangan Lui Anging, hal ini sejauh itu tidak diketahui oleh Cia Ing-kiat, tapi-dosa kesalahan ini sekarang justeru dia jahitkan dipundak Hun Lian. maka amarahnya tidak tertahankan.
Liong bin Siangjin menghela napas gege tun. sebetulnya dia masih ingin merujukan hubungan Cia Ing-kiat dengan Hun Lian. setelah mendengar langsung pernyataan Cia-Ing-kiat dia tahu soal jodoh ini sudah tidak mungkin diharapkan lagi, terpaksa dia me-ngulap tangan.
Cia Ing-kiat menghela napas, katanya; "Siangjin, bila kau ketemu budak busuk itu, tolong sampaikan kepadanya, orang she Cia tidak sudi menerima budi kebaikan apapun band rinya Lioi g bin menggeleng kepalanya pelan-pelan bahwasanny dia tidak perhati kan apa yang diucapkan Cia Ing-kiat selanjutnya. Tapi Tan thocu yang berada dise-belahnya tergerak hatinya setelah mendengar pernyataan Cai ing kiat,segera dia mendahului maju kudepan Cia ing kiat. katanya:,,Cia sau-cengcu, bukankah soal jodoh ini diajukan oleh Kui-bo sendiri?"
Kembali mendidih amarah Cia Ing-kiat dengan geram dia mendengus saja, walau tidak memberi reaksi apa-apa lagi, namun dalam ban dia membatin, mending kalau soal jodoh ini diajukan langsung oleh Kui-bo tapi kenyataan adalah Thi jan Lojin dan Gin-koh atas perintah Kui-bo meluruk kerumahnya serta merebut dirinya dari tangan sang ayah. Agaknya peristiwa ini tidak banyak diketahui orang. Tadi kalau hal ini dibicarakan dengan orang lain sungguh memalukan juga menurunkan gengsi ayahnya almarhum, sebagai anak muda yang suka merang dan berdarah panas, namun Cia Ing-kiat masih bisa menguasai diri dan tutup mulut saja.
Segera Tan thocu berkata pula:,Jadi nona Hun bilang putus hubungan segala, artinya perjodohan itu batal?" /
Cia Ing-kiat mendongak kepala sambil menggendong kedua tangan, maksudnya tidak ingin membicarakan soal jodoh ini lebih lanjut. Tapi Tan-thocu berkata pula:"Cia-sau-cengcu tadi kau bilang tidak sudi menerima budi kebaikan nona Hun, setelah membatalkan pernikahan ini nona Hun merasa menyesal kepadamu, maka dia menyajikan suatu bantuan demi kepentinganmu?"
Mendengar pertanyaan Tan-thocu, Oh-sam Siansing, Pak-to Suseng dan Liong bin Siangjin yang sudah siap pergi serempak putar balik merubung kedepan Cia Ing-kiat, pandangan keempat gembong silat ini menatap Cia Ing-kiat.
Sebetulnya Cia Ing-kiat sudah segan membicarakan soal ini, tapi melihat sikap empat orang ini seperti ingin tahu seluk beluk persoalannya, sedikit banyak timbul rasa- takut dalam hatinya, maka dia berkata ,,Ya, benar, dia bilang merasa salah dan mungkin terhadapku maka dia bersedia melakukan sesuatu meski betapapun sulit persoalan yang kuajukan pasti takkan ditolak olehnya . . . " sampai di sini dia berhenti sejenak, dia bicara tetap mendongak sehingga tidak perhati kan sikap kegirangan keempat orang yang mendengar penjelasannya, pikirnya penjelasan ini hanya untuk menjaga gengsi sendiri, maka dia bicara lebih lanjut ", "Hm, perempuan jalang seperti dia, memangnya kapan aku pernah merindukan dia, bahwa dia sendiri yang membatalkan soal jodoh ini, kebetulan sekali malah, memangnya siapa sudi mohon bantuannya segala."
Begitu dia habis bicara, mendadak terasa pergelangan kedua tangannya dipegang kencang orang dengan berjingkat dia menoleh kiranya Pak to Suseng dan Liong bin Siang-ji-i sudah dekat di kanan kirinya, kedua orang ini yang memegang erat tangannya, karuan Cia Ing-kiat tersirap kaget, teriak-rya : "Kalian mau apa ?" /
,,Cia sau cengcu" tukas Liong- bin Siangjin ,,kami mohon bantuanmu, tolong kau menuntut nona Hun untuk menolong kita."
Karuan Cia ing-kiat berdiri bingung. Ternyata sikap Oh sam Siansing, Pak-to Suseng dan Liong-bin Siangjin berobah seratus delapan puluh derajat, kalau tadi mereka bersikap kereng dan penasaran, sekarang roman muka mereka berseri lebar dan ramah malah PaK-to Suseng berkata : "Soal ini memang perlu dijelaskan dari permulaan supaya Cia-sau-cengcu tahu duduk persoalannya."
Maka Liong bin Siangjin berkata : ..Cia-sau-cengcu, setelah kau dibawa pergi Liong-bun Pangcu . , . . " begitulah sifat manusia, bila kau ingin mohon bantuannya maka tutur katanya juga berobah ramab dan sopan, pada hal Cia Ing-kiat diculik Liong bun Pangcu, tapi Liong bin Siangjin bilang dibawa pergi. Sudah tentu Cia Ing-kiat amat senang menghadapi pembahan sikap mereka tanpa bersuara dia mendengar penjelasan Liong-bin Siangjin
Sudah tentu berdebar jantung Cia Ing-kiat meudengar cerita Liong-bin Siangjin. Tapi melibat sikap Oh-sam Siansing dan Pak-to Suseng yang serius dan prihatin, dia yakin cerita itu memang betul, peristiwa ini jelas merupakan pukulan lahir batin yang memalukan mereka, maka Ing kiat masih menelaah persoalan ini tanpa bicara. Maka Pak-to Suseng campur bicara : " ..Maksud kami ingin mohon bantuanmu supaya menuntut balas kebaikan nona Hun, mencuri bumbung kumbang milik ibunya itu."
Cia Ing-kiat menarik napas dalam, sebelum dia bicara, Oh-sam Siansing yang sejak tadi diam saja mendadak ikut bicara .Bila kau berhasil n enunaikan tugasmu ini dengan baik, berarti kau sudah menolong jiwa ratusan orang, jelasnya kita juga tidak akan membiarkan kau bekerja secara percuma, raiusan jago-jago silat itu semua memiliki kepandaian khusus perguruannya, setiap orang bila mengajar tiga jurus /
kepadamu, maka hidupmu selanjutnya tanggung tak kan kapiran."
Pernyataan Oh-sam Siansing menambah debar jantung Cia Ing kiat lebih keras. Memang, jikalau jago jago silat kosen sebanyak itu, setiap orang mengajar tiga jurus kepada nya, memang selama hidupnya ini pasti takkan kapiran. Setelah melenggong sekian lama baru Cia Ing-kiat berkata : "Tapi di sini hanya ada kalian berempat, bagaimana maksud orang lain ..."
"Orang lain aku yang tanggung, mereka pasti setuju dan patuh akan usulku." demikian tukas Oi-sam Siansing.
Mengawasi Oh-sam Siansing dan Pak-to Suseng, Cia Ing-kiat membatin, dengan gabungan kekuatan kedua orang, jago lihay mana didunia ini yang mampu menandingi mereka, maka dia yakin persoalan ini sudah pasti, katanya perlahan: ..Di mana nona Hun sekarang, biar kucoba."
Liong-bin Siangjin berkata : idalam lembah tak jauh dari sini. lebih batk kau bisa memancingnya keluar dari lembah, dan hati-hati jangan sampai diketahui Kui-bo."
,,Tidak jadi soal, aku bisa merias diri menjadi bentuk lain, Kui-bo pasti tidak akan mengenali diriku." sahut Cia Ing-kiat.
Tan-tho-cu berkata : "Urusan cukup genting, sebelum terang tanah, Kui-bo sudah akan mengerahkan seluruh kekuatan mulai menggempur Kim-hou-po, lebih baik kau bisa membereskan tugasmu sebelum fajar, bantuanmu amat besar artinya bagi kita semua."
"Baiklah," ucap Cia Ing-kiat, " segera aku pergi mencarinya." habis bicara Cia Ing-kiat berlari ke sana lalu mencempUk ke-punggung kuda serta dibedal kencang kearah selaian, di punggung kuda dia keluarkan sebuah kedok muka terus dikenakan, sementara kudanya berlari kencang menuju ke selat yang ditunjuk serta menyelinap kedalam. /
Baru beberapa langkah dia berjalan, lantas didengarnya didinding selat sebelah atas seorang menegurnya : "Siapa kau ?"
Cia Ing-kiat angkat kepala, dikeremang-an malam, dilihatnya seorang berdiri tegak mepet dinding karang, tidak kelihatan di mana kedua kakinya berpijak, mirip cicak saja orang itu mendempel ditengah dinding karang yang rata itu.
Cia Ing-kiat menghentikan langkah serta menjawab : ,,Oh sam Siansing mengutusku kemari."
Sorot mata orang ini dingin tajam, dari atas kebawah dia mengawasi Cia Ing kiat, pandangan penuh selidik ini membuat Cia Ing-kiat mengkirik merinding. Makin dipan dangsemakin risi, untunglah mendadak orang itu tertawa dingin lalu mengulap tangan, tubuh yang mendempel dinding karang itu merambat lurus keatas makin tinggi.
Cia Ing-kiat seperti masih ingat wajah orang ini pernah dilihatnya di Hiat-lui-kiong kini dia sudah tahu segala seluk beluk persoalannya, maka boleh diduga bahwa orang ini juga pasti sudah terkena niat beracun, walau tidak berani memberontak atau menentang secara terang-terangan, tapi umpama melihat ada spion musuh menyelundup kemari juga tidak akan mau bekerja sepenuh hati. Tanpa bicara segera Cia Ing-kiat melesat kedaiam selat, di dekat mulut selat dia mencari tempat gelap serta menyembunyikan diri lalu melongok kedepan.
Tampak banyak oraug didalam lembah, semua tiduran dibawah. diatas batu, sikap nya lesu dan loyo seperti tawanan yang sudah sekian lama tidak diberi makan, tiada semangat sedikitpun. puluhan api unggun menyala diberbagai tempat, tepat ditengah lembah Kui-b) duduk bersimpuh diatas batu, matanya terpejam, jelas sedang samadt. Hun Lian juga duduk dibatu tak jauh dipinggir ibunya, kepala tunduk entah soal apa yang sedang dipikirkan, sikapnya tampak memelas. /
Timbul rasa iba dalam hari Cia Ing-kiat namun bila terbayang betapa dirinya dibuat malu dan sudah banyak berkorban secara sia-sia karena cewek yang satu ini, rasa benci dan penasaran seketika merasuk sanubarinya pula, pikirannya menjadi ruwet, sesaat lamanya dia berdiri mematung ditempat nya Cukup lama dia mendekam dibelakang batu, sekian lamanya itu, orang-orang d dalam lembah itu ternyata tidak banyak yang bergerak, keadaan di sini kira-kira hampir mirip dengan apa yang pernah dia saksikan di Kim-hou-po tempo hari.
Maka Cia Ing-kiat berpikir : "Umpama aku berjalan terang-terangan masuk ke lembah pasti tiada yang memperhatikan diriku." maka dia segera maju bebeiapa langkai, dengan menegakkan badan ternyata tiada reaksi dari sekian banyak orang, nyalinya makin besar maka dia beranjak lebih lanjut, bila dia sudah berada didepan Hun Lian, baru gadis jelita ini angkat kepala mengawasinya sejenak, Cia Ing-kiat mengenakan kedok muka sudah tentu Hun Lian tidak bisa mengenalnya.
Makin dekat perasaar Cia log kiat makin gundah, dia tahu bila dia mengajukan permohonan kepada Hun Lian, berarti dia sudah menerima budi kebaikannya sesuai yang telah dijanjikan orang kepada dirinya, maka selanjutnya jangan mengharap cewek ini merujuk kembali hubungan asmara mereka, celakanya harga dirinya dalam sanubari cewek ini mungkin sudah tidak berharga sc-peserpun, orang pasti menilai dirinya sebagai manusia rendah yang tamak keuntungan melulu.
Tapi bila dia terbayang imbalan yang dijanjikan beberapa jago silat kosen kepada nya, hatinya menjadi gatal lagi, akhirnya dia kertak gigi sirta berbisik perlahan : "Nona Hun, aku ingin bicara dengan kau." /
Terbeliak bola mata Hun Lian yang jeli bundar, sebening kaca pandangannya menatap dirinya, begitu Cia Ing-kiat buka suara,
Hun Lian segera kenal suaranya, seketika badannya bergetar, namun segera dia berbangku.
Lekas Cta Ing-kiat putar bidan lalu berlalu. Hun Lian mengin.ul dibelakangnya, terus menuju keluar selat dan berhenti diba-wah dinding karang yang cnram itu. jaraknya dengan tempat duduk Kui-bo cukup jauh yakin percakapan di sini takkan terdengar olehnya, Cia Ing-kiat putar badan, sesaat dia berdiri melongo tenggorokan seperti disumbat, rangkaian kata ying sudah dipersiapkan diujung mulut kini tak kuasa diucapkan, yang menahan mulutnya melontarkan rankaian kata yang sudah dikarangnya sudah tentu adalah harga diri, didamping malu diapun merasa segan.
Hun Lian masih menatapnya, melihat mulutnyt megap-megap akhirnya dia yang buka suata lebih dulu : ,,Adakah persoalan yang ingi-i minta bantuanku?"
Cia Ing-kiat segera angkat kepala. Hun Lian menghela napas katanya perlahan : "Aku pernah janji kepadamu untuk melakukan satu pekerjaan, asal aku bisa melakukan, aku pasti menerima permintaanmu, katakan saja "
Cia Ing-kiat masih merasa berat juga mengutarakan maksudnya, maka Hun Lian berkata pula : "Setelah aku menunaikan janjiku, persoalan lama pasti takkan menjadi ganjalan sanubariku lagi."
---ooo0dw0ooo-- Jilid 12 Hun Lian berterus terang, bicara blak-blakan, mungkin karena hatinya bajik dan bersih, apa yang dipikir lantas diutarakan, namun apa yang diucapkan bagi pendengaran Cia /
Ing-kiat sudah tentu amat menusuk perasaannya, hampir saja meledak amarahnya, untung janji imbalan Oh-sam Siansing dan lain-lain lebih merangsang hatinya, tentang melampiskan rasa dongkol dan dendam kelak masih banyak kesempatan, kenapa harus dirisaukan sekarang" Maka dia telan penasaran hatinya, setelah tertawa kering, baru dia berkata: "Permintaanku gampang dilaksanakan, asal kau mau pasti dapat kau kerjakan. Ibumu memiliki bumbung bambu, bumbung, itu....."
Seketika Hun Lian menjerit tertahan, untung dia lekas mendekap mulutnya, dia sadar dalam keadaan seperti ini, suaranya pantang didengar oleh Kui-bu, lekas dia menoleh ke sana, uniung dia sempat mengerem suara dan mendekap malu t orang yang paling nekatpun tidak tertarik perhatiannya, sudah temu Kui bo yang berada lebih jauh tidak mendengar suaranya, den an mu a tegang beringas dia bertanya: "Untuk apa kau minta bumbung itu?"
Cia ingkiat hanya menarik napas panjang tanpa memberi jawaban. Hun Lian berkata pula: "Kumbang beracun dalam bumbung itu sebetulnya tidak berbahaya, orang biasa bila duengat juga takkan binasa, paling hanya membekak saja, tapi bagi yang sudah terkena ulat beracun . . ," sampai di sini Hun Lian berhenti' agaknya dalam sekejap ini dia maklum apa maksud Cia Ingkiat menuntut bumbung kumbang itu, maka dia menambahkan dengan suara lirih: "Orang lain yang suruh kau minta kepadaku?"
"Tidak, keinginanku sendiri" sahut Cia Ing-kiat.
Berkerut alis Hun Lian, perlahan dia tunduk kepala serta menepekur, beberapa kali Cia Ing-kiat tertawa dingin katanya: "Pernikahan yang kau kehendaki sendiri boleh kau batalkan sesuka udelmu sendiri, maka janjimu yang kau lontarkan didalam markas Liong-bun pang itupun boleh saja kau jilat kembali, anggap saja aku tidak pernah menuntut apa-apa /
kepada ku." habis bicara Cia Ing-kiat putar badan terus melangkah pergi.
Hun Lian segera memburu seraya berseru tertaaaa: "Tunggu sebentar."
Cia Ing kiat berhenti tanpa membalik, Hun Lian berkata gelisah: "Jangan kau kira aku ini perempuan plinplan yang suka ingkar janji "
Memangnya amarah sudah membakar hati Cia Ing-kiat, dengan kertak gigi dia mendesis: ,,Enak juga didengar."
Hun Lian menarik napas dalam, katanya: ..Baiklah, kuterima permintaanmu, tunggulah aku diluar selat, begitu berhasil segera akan kuserahkan kepadamu."
Mendengar Hun Lian menerima permintaannya dan janji akan menyerahkan kepada dirinya, hati Ing-kiat girang bukan main-Pada hal dia tahu modal Kui-bo Hun Hwi-nio untuk menggepur Kim-hou-po adalah tenaga jago jago kosen dunia persilatan itu, bumbung kumbang ditangannya itu adalah alat pemeras untuk mengancam jiwa mereka bila tidak mau bekerja sesuai perintahnya, maka bumbung berisi kumbang berbisa itu dipandangnya lebih berharga dari harta benda, untuk mencurinya, bagi Hun Lian, meski putri kandung sendiri juga bukan soal mudah Tapi Hun Lian berani berjanji bagaimana bekerja, sukses atau gagal adalah urusannya. Walau hati senang, namun lahir Cia Ing-kiat tetap dingin, katanya: Baik, akan kutunggu diluar, bila. bumbung itu sudah kau serahkan baru aku man percaya kau bukan orang yang suka menjilat ludahnya sendiri." dengan langkah lebar segera dia tinggal pergi. Hun Lian mengawasi bayangan punggungnya, hatinya hambar dan mendelu.
Semula dia merasa menyesal terhadap Cia Ing - kiat, tapi sekarang rasa sesal ini sudah lenyap, tapi berobah menjadi pandangan hina. Hal ini memang sudah dalam dugaan Cia Ing-kiat. /
Setelah menjublek beberapa saat baru perlahan Hun Lian kembali kesamping Km-bo, di saat bicara dengan Cia Ing-kiat tadi, beberapa kali dia melirik kearah Kui bo syukur ibunya tetap duduk bersimpuh tak bergerak, tapi begitu Hun Lian tiba d samping ibunya, Kui-bo lanlas membuka mata dan bertanya: "Siapa yang ajak kau bicara diluar tadi" '
Hun Lian terperanjat, jantungnya melonjak, sesaat dia gelagapan tak tahu bagaimana harus menjawab.
Untung Kui-bo t?dak mendesak lebih lanjut, malah mengajurkan : "Kulihat langkah orang itu berat gentayangan, Kungfunya rendah, selanjutnya jangan kau bergaul dengan orang seperti cia.'
Hun Lian menghela napas lega, segera dia mengiakan dengan suara rendah. Pada hal dalam hati dia tengah merancang akal, bagaimana dia harus turun tangan, sudah tentu dia tahu sampai dimana taraf kepandaian silat ibunya, bila mencurinya secara diam-diam jelas tidak mungkin, lalu bagaimana baru bisa bumbung kumbang itu berada ditangannya" Atau berusaha supaya ibunya mau serahkan bumbung itu kepada dirinya " Dasar otaknya encer segera dia berkata: "Bu, dalam penyerbuan ke Kim-hou-po besok, tentunya kau sendiri juga terjun kemedan lega bukan ?"'
"Em," Kui-bo bersuara rendah dalam tenggorokan lalu katanya : "Biar mereka menjadi pelopor barisan, bila Kim-hou-po sudah tergempur, sudah tentu aku sendirian turun tangan."
Mumpung ada kesempatan segera Hun Lian berkata : "Tidak sedikit jago jago kosen di dalam Kim hou po apa lagi oran aneh yang datang bersama Lui Ang in waktu mereka berkunjung ke Hiat lui kiong tempo hari . .
Sampai disini Hun Lian bicara, mendadak Kui bo Hun Hwi-nio menoleh dan menatapnya, soror matanya tampak /
mencorong tajam, Karuan Hun Lian mengkirik dan ber gidiK seram dan tak berani melanjutkan perkataannya.
Nsda perkataan Kui bo mengandung amarah : ..Memangnya kenapa kau kira aku tak mampu merebut Kim-hou-po '
"Bukan demikian, aku .... maksudku . . bila bertarung, bukan mustahil bisa kesalahan tangan, bumbung kumbang itu kau bawa dan disimpan dalam saku, kukira tidak leluasa." setelah mengutarakan isi hatinya Hun Lian berdebar kuatir wajahpun merah, bahwa dia bicara tidak sesuai dengan kebersihan satm-bari. sejak dibesarkan ibunya sampai sekarang baru sekali ini terjadi.
Pada hal Hun Lian juga maklum, umpama keinginan tercapai, bila peristiwa ini berakhir, perbuatannya pasti terbongkar oleh sang ibu, disaat murka, hukuman apa yang akan dijatuhkan ibunya kepada dirinya sungguh tak berani dia membayangkan. Tapi sekuatnya dia menahan diri supaya mimik wajahnya tidak memperlihatkan sikap gugup gelisah dan kuaur
"Em," Kui-bo angkat alis sambil mendehem pula dalam tenggorokan. lalu katanya : "Betul, hal ini belum pernah kupikirkan. baiknya kau saja yang menyimpan bumbung kumbang ini."
Mimpipun Hun Lian tidak pernah duga bahwa kejadian semudah i 11 tercapai, sesaat dia berdiri melongo tak mampu bicara, lidahnya seperti Kelu. tan tahu nagaimana dia arus bicara. Sudah tentu Kui bo tidak rnengira bahwa hati sang putri srdah berkiblat kepada orang, lain, maka dia tertawa riang malah, katanya: "Coba lihat, kau ketakutan begini rupa, hanya persoalan sepele, umpama ada sementara oiang tahu berusaha merebut bumbung kumbang ini, bila bumbung ini pecah jiwanya sendiri yang akan mampus lebih dulu, takut apa?" /
Seperti ditusuk sembilu sanubari Hua Lian, hampir tak tertahan dia ingin berlutut dan memeluk kedua kaki sang ibu mohon pengampunannya dan menangis sepuas hati.
Maklum tujuannya menipu sang ibu. sebaiknya sang ibu memperhatihan keselamatan dirinya betapa hatinya takkan menyesal dan bertobat "
Jikalau Kui-bo menunda beberapa kejap lain baru mengeluarkan bumbung yang disimpannya mungkin situasi bisa berobah secara drastis tapi sembari bicara Kui bo mengeluarkan bumbung itu disertai diserahkan langsung kepada Hun Lian.
Begitu memegang bumbung itu, terasa oleh Hun Lian, kumbang yang berada dida-lam bumbung seperti berontak hingga menimbulkan getaran halus dari sayapnya yang bergerak, maka dia memegang bumbung itu lebih kencang, dalam hati dia membatin : ,,Apapun yang terjadi, yang penting aku selesaikan dulu tugasku."
Begitu dia simpan bumbung itu kedalam bajunya, dilihatnya sui-bo suaah memejam mata serta mengulap tangan suruh dia menyingkir. Jantung Hun Lian berdebar keras, mundur selangkah segera dia melangkah pergi pnluhan tindak, di sini dia berdiri pula sekian lama, melihat Kui-bo tidak memberikan reaksi apa-apa baru perlahan dia putar tubuh dan mulai beranjak pergi dengan langkah perlahan, menjelang mendekati mulut selat mendadak dia menarik napas lalu menjejak kaki, beruntun beberapa kali lompatan ia sudah meluncur keluar selat.
Sekelnar dari selat sempit itu Hun Liari masih berlari kencang setengah li jauhnya keorah utara, ditempai yang gelap dibawah sebuah pohon, dilihatnya bayangan seorang, setelah lebih dekat baru jelas bahwa orang itu adalah Cia Ing-kiat /
Hun Lian tidak mau maju terlalu dekat, dalam jarak tertentu dia menghentikan langkah, suara Cia Ing-kiat yang dingin berkumandang : "Apa mungkin secepat ini kau berhasil mengambilnya?" nadanya seperti tidak percaya bahwa Hun Lian bisa mencuri bumbung itu secepat ini maka dia kira kedatangannya ini hanya untuk membatalkan janjinya saja.
Sudah tentu sikap Cia Ing-kiat justru menimbulkan kesan buruk dan memualkan bagi Hun Lian, segera dia balas bersuara dengan nada tak kalah dinginnya : ,,Ya, memang sudah berhasil."
Kelihatannya Cia Ing kiat berjingkat kagei, segera dia melompat datang, Hun Lian sudah meroboh keluar bumbung itu, langsung dilemrar kearah Cia Ing-kiat yang kebetulan melompat datang, lekas Cia Ing-kiat meraih bumbung itu lalu mendekatkan bumbung kepinggir telinganya strta mendengarkan sejenak, seketika wajahnya mengunjuk tawa senang.
Sebetulnya Hun Lian sudah ingin tinggal pergi, betapapun dia seorang gsdis yang bajik maka dia berkata : "Awas, bila tutup bumbung itu terbuka, entah berapa banyak jiwa akan menjadi korban." habis memberi pesan, hatinya dirangsang rasa sedih dan kasihan, maka cepat dia berlari pergi.
Mengawasi bayangan Hun Lian yang meluncur pergi, hati Cia Ing-kiat menjadi mendelu namun rasa senang lebih merasuk pikirannya, segera dia putar badan berlari kesetanan.
Makin lari makin kencang, makin kencang hati makin senang, tak lama kemudian, Kim-bou-po sudah kelihatan tak jauh didepan. Saat itu sudah lewat tengah malam, Cia Ing-kiat langsung meluncur kearah benteng yang tegak diaias gundukan tanah tandus itu, tampak Oh sam Siansing, Pak to Suseng, Liong-bin Siang jin dan Tan-thocu masih berada diatas ngarai, gulungan tambang panjang melilit pinggang Tan tocu tubuhnya sudah tergantung diudara dan sedang melorot /
kebawah, sementara tambang-dipinggangnya terus berputar dan mulur makin panjang.
Sebelum keempat orang ini meluncur tiba dibumi, dari kejauhan mereka sudah melihat Cia Ing-kiat yang sedang meluncur datang, tiga tombak lebih masih terapung di udara, mendadak Pak-to Suseng dan Oh-sam Siansing bersalto kebelakang, tubuhnya meluncur turun dengan menukik celeniang laksana burung, di mana kesiur angin menderu sebat dan enteng sekati kedua orang ini meluncur turun dan hinggap dikedua sisi Cia Ing-kiat.
Melihat pertunjukan Ginkang setinggi itu Cia Ing-kiat berjingkat kaget, batinnya " "Kungfu orang ini sedemikian tinggi, bila kuserahkan bumbung kumbang beracun itu kepada mereka, umpama mereka ingkar janji. Spa yang bisa dilakukan dirinya. Waktu berlari kencang tadi bahwasanya bal ini ak: pernah dia pikirkan, tujuannya banya ingin selekasnya menyerahkan bumbung itu kepada pihak yang berkepentingan, namun dalam waktu sesingkat ini timbul sifat egoisnya, terpaksa dia harus memikirkan kepentingan pribadinya juga.
Sebetulnya Cia Ing-kiat terhitung pendekar muda yang punya pambek besar dan berjiwa luhur, jadi bukan pesilat yang tidak dipercaya oleh kaum persilatan atau orang yang jiwa sempit Tapi sejak dia tidak pedulikan gengsi sendiri, lalu meugajukan permohonan bantuan kepada Hun Lian, wataknya yang agung sudah mulai luntur, maklum biasanya sukar bagi seseorang yang akan melakukan perbuatan yang dirasa memalukan namun untuk melaksanakan kedua kalinya jauh lebih mudah dan perasaanpun lak tertekan. Demikian pula perasaan Cia Ing-kiat sekarang, dia anggap apa yang dilakukan adalah logis.
Begitu hinggap ditanah Oh-sam Siansing dan Pak-to Suseng serempak bertanya: "Secepat ini kau berhasil" " /
Serta merta Cia Ing-kiat tertawa riang dan bangun, sekarang obrolan keluar dari mulutnya secara lancar, sedikitpundia tidak merasa rikuh atau kikuk- "Mana mungkin semudah itu, tapi nona Hun sudah berjanji kepadaku untuk membantu sekuat tenaga."
Ol sam Siansing dan Pak-to Suseng mengunjuk rasa kecewa, katanya: "Lalu kalau dia berjanji akan menyerahkan bumbung kumbang itu?"
"Wah, sulit dikatakan, kuharap kalian a-jak berunding orang-orang lain bila mereka sudah bersumpah berat pasti tidak akan meng ingkari janjinya kepadaku, aku akan kembali ke stia mendesaknya supaya lebih cepat bekerja'
Pak-to Suseng mengerut aJis, Oh-sam Siansing mengunjuk rasa gusar, katanya: "Kalau kami sudah berjanji kuatir bila kami akan ingkar, soalnya seluruhnya terkekang oleh muslihat Kui-bo, dalam keadaan berpencar lagi, mana mungkin mengadakan ikrar bersama, bila hari terang tanah, kita bakal dipaksa menggempur Kim-bou-po. tingkah apa pula yang a-kan kau lakukan?"
Cia Ing kiat mengkirik menghadapi a-marah Oh-sam Siansing, namun rasa jeri seketika lenyap, katanya dingin: "Setelah berhasil menggempur Kim-hou po, kesempatan pasti akan ada."
Tengah bicara Liong-bin Siargjin dan Tan-thocu juga sudah menghampiri. Melihat Oh-sam Siansing masih bersungut gusar, lekas Liong-bin Siangjin mengedip mata kepadanya, katanya: ' Arja yang diucapkan Cia-sau cengcu juga ada benarnya, kami pasti aken bekeja dan berusaha sekuat tenaga, tapi sebaliknya bila Cia sau cengcu sudah berhasil, kuharap kaupun tidak mempersulit dan mempermainkan kita."
Naga Naga Kecil 10 Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Pedang Tanpa Perasaan 12
SejakLou Thing menyergip Lui Ang-ing hingga orang yang belakangan ini terluka parah, sampai dia sendiri tergetar mampus oleh tenaga dahsyat orang aneh. kejadian berlangsung teramat cepat dan singkat.
Begitu Lou Thing mampus, sebat sekali orang aneh memburu Kearah Lui Ang-ing. tampak Lui Ang-ing rebah di lantai sambil mendekap luka-lukanya, ternyata dia masih sadar, tidak jatuh pingsan, melihat orang ancn mendekatinya, bibirnya bergerak sekian lama baru kuat berbicara dengan lemah : "Aku . . . bagaimana ayahku " Kenapa terjadi peristiwa ini ?"
Mendengar pertanyaan Lui Ang-ing, seketika tenggelam perasaan orang aneh.
Bahwa didalam Kim hou-po terjadi peristiwa ini, kemungkinannya hanya satu yaitu Kim-hou pocu sudah binasa ditangan Lou Thing. Lalu Lou Thing menyamar sebagai Kim-hou Pocu, bila Lui Ang-ing berbasil dibunuhnya, maka Kim-hou-po selanjutnya akan berada ditangan kekuasaannya.
Sebetulnya muslihat jahat Lou Ih n amat sempurna dan pasti berhasil, tapi tak pernah dia duga bahwa kali ini Lui Ang-ing pulang membawa satu orang, malah kepandaian si ai orang yang saiu ini teramat tinggi, maka hanya segebrak saja ytnawanya-pun ikut amblas. Malah mati dengan cara yang mengenaskan. /
Badik masih menancap didada Lui Ang-ing sambil bicara dia berusaha mencabut badik itu, lekas orang aneh mengegah gugup : ,.Jangan kau sentuh." beruntun dua jari tangannya bekerja menutuk tujuh Hiat-to didada Lui Ang ing. darah segera berhenti mengalir, dengan penuh perhatian baru dia pegang gagang badik sementara tangan yang lain menekan dada, pelan-pelan dia mencabut badik i'u, cepat sekali tangan yang lain segera menekan luka-luka.
Waktu badik tercabut rasa sakit merangsang dada Lui Ang-ing hingga tak terasa dia merintih kesakitan, untung begitu tangan orang aneh menekan dadanya, sebu-lung hawa hangat segera merembes kedalam tubuhnya, rasa sakit mulai berkurang,dengan lunglai dia rebah sambil memejam mata sambil mengatur napasnya yang tersengal.
Tangan orang aneh masih lerns menekan dada Lui Ang ing, wajahnya yang semula pucat lambat laun tampak semua merah, merah jengah. Sebetulnya wajah Lui Ang-ing amat cantik, soalnya kulit mukanya teramat pucat sehingga orang yang melihatnya menjadi gi-ris. ditambah sikapnya yang kaku dingin, orang makin takut dan ngeri bila beradu pandang dengannya. Wajah yang semula pucat kini berobah jengah, karuan amat menggiurkan, sementara tangan orang aneh itu me nekan dada. melihat perobahan muka erang seketika dia sadar lalu menarik tangannya.
Luka-luka Lui Ang-ing amat dalam cara kerja orang aneh teramat cepat dan cekatan, begitu badik tercabut, segera dia tekan luka-lukanya riiigga darah tidak membanjir keluar kecambah tenaga dalam o ang aneh ya me rebes Setubuhnya le at telapak tangannya menolak balik darah segar yang sudah hampir mencucur keluar, serta mekuntunnya hing ga berputar ke sekujur badan Lui Ang ing maka rona muka Lui Ang-ing lekas berobah semu merah. Padahal usaha rertolorgan ini be lum selesai, tapi mendadak orang aneh menarik tangan, Lui Ang ing juga merintih, ma ka darah membanjir keluar pula, /
sudah tentu Lui Ang-ing tidak tahu kenapa orang aneh ini menarik tangannya, sepalang matanya mengerhng tajam wajahnya, sikapnya priha tin dan mohon bantuan. Melihat darah mem banjir pula dari luka-luka Lui Ang-ing, cepat orang aneh ulur tangannya hendak mene kan pula, tapi tangannya gemetar dan berhenti di tengah udara, seperti antara telapak tangan nya dengan dada Lui Ang-ing tertahan sesu atu benda yang tidak kelihatan, malah mimik wajahnya juga menampilkan mimik aneh ra sa derita dan sikap yang tertekan.
Napas Lui Ang-ing tersengal lagi, katanya lemah: ,Kau .. kenapa kau ... lepaskan?"
Seperti orang kesurupan raut muka orang aneh mendadak mengkeret dan menggigil.
Sudah tentu heran dan bingung Lui Ang-ing dibuatnya, pada hal luka lukanya amat perah, bicara denga i keras,mn tak mampu, tenggorokannya terasa anyir, darah seperti hampir tumpah dari mulutnya, sambil tersengal dia berkata: "Kau .. kalau tidak lekas . turun tangan . . . aku ". pasti mati , . . benar tidak?"
Tampak bergetar sekujur badan orang aneh. namun telapak tangannya masih Kaku diudara, sementara saking tidak kuat menahan rasa sakit, Lui Ang-ing semaput.
Para pembaca, perlu kiranya sekarang kita paparkan asal usul orang aneh ini.
Sebetulnya dia seorang padri agung dari Siau-lim-si, usia belum genap tiga puluh, tapi sudah mempunyai kedudukan tinggi di biara suci itu. Dahulu Kui bo Hun Hwi-nio pernah mengembara ke Tionggoan, entah betapa banyak jago-jago kosen Bulim yang tergila gila kepadanya, Kui bo Hun Hwi-nio memang berparas cantik jelita, berkepandaian tinggi lagi, dasar perempuan genit dia banyak menimbulkan huru hara di mana-mana, mengadu biru sesama kaum persilatan, sudah /
tentu tidak sedikit pula ilmu tunggal berbagai perguruan yang berhasil dipelajari jago-jago silat yang kepincut kepadanya, ternyata belum puas juga, akhirnya dia meluruk ke Siau-lim-si dan menemui padri agung Tay-ci Siansu yang menduduki ketua Tat-mo-wan di Siau-iim- si.
Sebagai padri agung Tay-ci Siansu ber-welas asih walau sekali pandang dia sudah tahu bahwa Hun Hwi-nia bukan perempuan baik, maka dalam sepuluh gebrak dia sudah memukul Hun Hwi-nio luka parah, namun dia tidak turun tangan secara keji, sebaliknya hati tidak tega dan berusaha menyembuhkan luka-luka Hun Hwi nio malah.
Waktu itu diapun menekan dada Hun Hwi-nio dengan sebelah telapak tangannya, sungguh tak nyana, terjadinya sentuhan kulit badan antara dua insan yang berbeda ini telah menimbulkan tragedi yang mengenas-kan wajah Hun Hwi-nio memang cantik luar biasa, genit dan jalang pula, dibawah rayuannya Tay ci Siansu tak kuasa menguasai hawa nafsunya, sehingga terjadilah peristiwa aib yang memalukan.
Selama sebulan Tay-ci Siansu dan Hun Hwi-nio bergelimang dalam kehidupan sebagaimana suami isteri didalam Siau lim-si, selama sebulan itu luka-luka Hun Hwi-nio sudah lama sembuh, malah tidak sedikit ilmu tunggal Sau-lim pay yang diperahnya.
Sayang kejadian Tay-ci Siansu menyembunyikan perempuan dalam biara serta menurunkan ilmu sakti perguruan kepada orang luar akhirnya terbongkar. Sejak Siau-lim si dibangun ratusan yang lalu, belum pernah terjadi peristiwa memalukan seperti ini. Maka seluruh padri dalam biara besar dikumpulkan, diadakan sidang kilat, semula para Tiang-lo dan padri agung seria Ciangbunjin Siau-lim pay membujuknya supaya insaf dan bertobat, namun Tay ci Siansu sudah kebacut cinta dengan Hun Hwi-nio sudah tentu dia menolak bujukan dan nasehat, sehingga terjadilah pertengkaran yang makin memuncak, ratusan padri yang /
berangasan memprotes supaya Tay ci Siansu dihukum berat atau dipecat dari jabatannya, sudah tentu Tay-ci menolak sehingga terjadilah perkelahian sengit, Tay-ci Siansu membela mati-matian keselamatan Hun Hwi-nio, tidak sedikit padri-padri Siau lim si yang jadi korban, terpaksa kedua orang ini melarikan diri, jauh meninggalkan Siau - lim - si dan menghilang jejaknya.
Peristiwa itu terjadi didalam biara Siau lim sebetulnya tidak diketahui orang luar. dirahasiakan lagi. seluruh penghuni Siau-lim si sudah berjanji dan dilarang membocorkan peristiwa memalukan ini. Tapi ada ribuan padri dalam biara agung itu, tidak semuanya dapat mematuhi aturan atau larangan, mana mungkin rahasia ini tetap dipertahankan oleh mulut-mulut yang suka usil, lambat laun rahasia irtipun mulai tersiar luas dika-langan Kangouw. Tapi bila ditanyakan langsung kepada padri Siau hm-si mereka selalu menjawab tidak tahu. maka bagaimana sebetulnya duduk persoalan, orang luar tetap tidak jelas, mereka hanya anggap Hun Hwi-nio yang cantik genit dan centil itu telah memikat seorang padri agung Siau lim si hingga padri yang satu ini melanggar tujuh pantangan perguruannya lalu diusir keluar perguruan.
Setelah meninggalkan Siau-lim-si, Tay ci Siansu lantas memelihara rambut kembali menjadi orang preman, serta menggunakan gelar Lian-hun Kisu sebagai penyataan langsung betapa besar rasa cintanya kepada Hun Hwi-nio, seumur hidup tidak akan luntur Berdasar Kungfunya yang tinggi dalam jangka setengah tahun, nama Lian hun Kisu sebetulnya dapat menjulang tinggi di Bulim. Sayang tujuan Hun Hwi nio menyelundup ke Siau lim serta memikat Tay-ci Siansu adalah untuk mencuri belajar Kungfu Siau hm si, serelah meninggalkan Siau lim st, maka kumailah sifat liarnya, dasar jalang dia tidak betah tinggal lama bersama Lian-hun Kisu, sepuluh hari setelah mereka menetap disuatu tempat yang sudah disepakati bersama untuk tempat tinggal mereka untuk selamanya, diam-diam Hun Hwi-nio minggat tanpa /
pamit. Sudah temu bukan kepalang sakit, penasaran dan sedih hati Hun lian Kisu, dipuncak Hoa-san dia menangis tujuh hari tujuh malam serta menyesali nasib dan perbuatannya, sejak kejadian itu dia tidak pernah muncul lagi didunia ramai, tiada orang tahu di mana jejaknya.
Setelah meninggalkan padri agung yang dianggapnya goblok ini. Hun Hwi nio lantas menyingkir jauh kepedalaman kearah Biau di-Tibet karena kualir jejaknya dikuntit Tay ci, syukur berbulan hingga bertahun tahun kemudian dirinya bisa hidup tentram mengikuti segala keinginannya, maka dia mendirikan Hiai-lui-kiong serta menjadi orang yang paling berkuasa dan disegani didaerah terpencil ini. Setelah puluhan tahun lamanya, baru didalam Hiat lui-kiong itulah mereka bersua kembali, tapi yang perempuan sudah menjadi nenek jelita, yang laki juga sudah berobah jadi kakek keriput dengan wajah yang selalucemberut.
Orang aneh itu gelar imannya adalah Tay ci, setelah kembali preman menggunakan gelar Lian-hun K.isu, namun orang yang selalu dikanang dan dicintainya juga tidak perlu diperhatikan atan dikenang lagi,maka dia membuang segala gelar dan nama, selanjutnya menggunakan Bu-bing sansing. Setelah Hun-Hwi nio minggat, selama hampir tiga puluh tahun dia masih hidup merana dia mereras diri. selama itu tak pernah dia bergaul dengan perempuan. Wajahnya yang penuh keriput itu ke-lihatannya seperti berusia tujuh atau delapan puluh, pada hal saat itu dia baru berusia lima puluhan. Semula dia tidak sadar waktu telapak tangan mendekap dada Lui Ang-ing, namun setelah melihat merah jengah dimuka-nya keadaan ini mirip waktu dia menolong Hun Hwi-nio diSiau-lim-si dulu. maka getaran sanubarinya saat itu sungguh takkan bisa diresapi orang lain, setelah tangannya terangkat apapun sudah dia menekannya pula, pada hal luka luka Lui Ang-ing amat parah dan jatuh semaput. /
Begitu semaput warna jengah diwajah Lai-Ang-ing seketika lenyap, wajahnya kembali pucat dengan darah yang terus mengalir dari luka luka didadanya Sambil mengawasi orang sudah tentu Bu-bing Siansing tahu, bila dirinya masih bimbang dan tidak segera memberikan pertolongan luka-luka Lui Ang-ing' pasti tidak tertolong dan jiwa bisa amblas. Tapi dia juga takut terulang lagi impian buruk yang pernah terjadi tiga puluhan tahun yang lalu.
Telapak tangannya hanya setengah kaki diatas dada Lui Ang ing, namun sukar diturunkan lagi. Keringat sudah berteiesan dari jidatnya, perasaannya seperti ditusuk-tusuk sembilu, mendadak dia mendongak sambil menggembor keras serta kesetanan. Begitu keras dan hebat gemborannya ini sehingga Lui-Ang ing yang pingsan sampai terjaga bangun.
Begitu dia membuka mata, dadanya lantas turun naik dengan cepat, matanya ' mena. tap Bu bing Siansing dencan pardangan harap-harap cemas, mulut sudah tidak manpu bersuara.
Bu-bing Siansing jug; balas menatapnya, sesaat kemudian baru dia menarik napas la'u berkata tertaha'n : ,.Aku tak bisa menolongmu, lau harus tahu . . . kalau aku me-Hviongmu, apakah yaag akan terjadi ?"
Napas Lui Ang ing makin berat, suaranya lembah dan te putus-putus : ,,Aku tak mau mati , . . aku ingin hidup. . . usiaku masih muda ...apapun aku ingin hidup mohon kan ..."
Bu bing Siansing memejam mata. keringat bertetesan dari jidatnya, mendadak dia membuka mata, sorot matanya memancar sinar terang, segera dia ulur tangan dengan ujung kukunya yang panjang dia merobek pakaian Lui Ang-ing didepan dada tanganpun lantas menekan.
Seketika Lui Ang-ing merasakan dada menjadi hangat nyaman o'eh merembesnya segulung hawa panas yang bergerak ikut mengalirnya darah, rasa sakit seketika lenyap, /
keadaannyapun makin lelap seperti pulas tapi juga setengah sadar. Entah berselang berapa lamanya, mendadak ditangkapnya bentakan suara Bu-bing yang keras : "Salurkan hawa murni.'"
Tersentak semangat Lui Ang ing, segera dia membuka mata, namun rasa kaget membuatnya dia meronta hendsk bangun, maklum gadis suci manapun disaat dalam keadaan setengah sadar, bila mendadak mendapatkan dirinya berada dalam pelukan seorang laki laki, apa lagi pakaian bagian dada terbuka lebar serta tangan lelaki menekan dada yang terbuka ini, pasti melonjak kaget dan takut.
Tapi beberapa Hiat to didada Lui Ang-ing sudah tertutuk oleh Bu-bing Siansing, badannya tak mampu bergerak, karuan saking gugup dan malu selebar mukanya be-robah merah, air matapun berlinang.
Dengan kereng Bu-bing Siansing membentak pula: "Kerahkan hawa murni, semula aku tak mau menolongmu, tapi kau sendiri yang menuntut kepadaku."
Mendengar suara orang, apa yang terjadi atas dirinya seketika disadari oleh Lui Ang-ing, jantungnya berdebar, lekas dia memejam mata serta mengerahkan hawa murni sesuai petunjuk orang. Cukup lama kemudian me dadak dia merasa tekauan didadanya me-ngendor, beberapa Hiat-to yangtertutuk juga telah terbuka lagi, lekas dia bangun berduduk, tapi kedua pundaknya ditekan Bu-bing Siansing. waktu Lui Ang ing menoleh dilihatnya pandangan Bu-bing Siansing amat aneh. mimik mukanyapun ganjil sekali
Sudah tentu mengkirik hati Lui Ang-ing, baru saja dia. hendak buka suara, mendadak Bu-bing Siansing menjentikan jari telunjuk tangan kanan, serbuk hijau dari obat mujarab buatannya seluruhnya dibubuhkan d luka luka Lui Ang-ing. Darah sudah berhenti, luka-luka itupun sudah rapat mengering, setelah dibubuhi serbuk hijau itu, seketika rasanya dingin dan lenyap rasa sakir Bu-bing Siansing bergegar /
berdiri lalu memutar tubuh, kedua tangan menekan dinding tubuhnya tampak menggigil seperti menekan gejolak perasaannya.
Lekas Lui Ang-ing duduk serta merapatkan pakaiannya menutupi dada, waktu dia mendongak, tampak cahaya kuning yang mulai redup, jelas hampir satu hari mereka berada dalam pendopo ini. Kondisinya memang tidak sekuat semula, namun untuk jalan sudah cukup kuat. bagian luka-lukanya tinggi segaris hitam yang sudah mengering. Setelah berdiri Lui Ang-ing beranjak kesebelah ping gir serta menyingkap kerai, masuk kepintu samping.
Sesaat kemudian waktu Bu-bing Siansing membalikan tubuh, kebetulan beradu pandang dengan Lui Ang-ing yang beranjak keluar, wajahnya seketika bersemu merah, sambil menunduk Lui Ang ing berkata : ,,Ayah sudah meninggal, jenazahnya ada di-dalam."
Bu-bing Siansing seperti tidak mendengar ucapannya, mendadak dia putar tubuh begitu cepat dan kuat dia berputar sehingga menimbulkan getaran angin, Lui Ang ing yang masih lemah kondisinya seketika terhuyung mundur, napas seperti tertekan oleh getaran angin itu. bila dia sudah menenangkan diri, Bu-bing Siansing sudah melesat ke dalam lorong dan tidak kelihatan bayangannya, beberapa kejap kemudian terdengar suara "Blam, blum" beberapa kali. Lui Ang-ing berdiri diam tak bergerak, kejap lain didengarnya teriakan Bu-bing Siansing : "Buka pintu, buka pintu. Biar aku keluar."
Gema suara Bu-bing Siansing sekeras guntur memekak telinga menimbulkan gelombang suara yang bertalu-talu. Lui Ang-ing maju beoerapa langkah berpegang pada meja bundar di depannya, sambil menunduk dia menghela napas, setelah menemukan jenazah ayahnya lantas dia maklum apa yang telah terjadi, bahwa Kim-hou Pocu telah mati pasti telah terjadi pemberontakan atau cup didala-n benteng harimau emas ini, salah satu dari biang keladi pemberontak ini /
menyusul kedalam pendopo ini siap membunuh dirinya pula. Bahwa usaha mereka gagal, sudah tentu komplotan pemberontak yang lain takkan mau membuka pintu melepas mereka keluar. Pintu emas ilu amat tebal, kalau sudah disumbat dari luar jelas mereka takkan bisa keluar.
Bu-bing Siansing masih terus menggem-breng pintu dan berteriak-teriak minta dibukakan pintu, setengah jam lamanya baru dia berhenti.
Lui Ang-ing masih berdiri ditempatnya, beberapa kejap kemudian, dilihatnya Bu-bing Siansing keluar dari lorong dengan langkah berat dan lemas, -sesaat dia mengawasi Lui Ang-ing, lalu katanya dengan napas memburu : ,,Lekas buka pintu, biar aku keluar."
Perlahan Lui Ang-ing menggeleng kepala, katanya : Jikalau kedua daon pintu emas
itu dlpalang dari luar, siapapun takkan bisa membukanya dari dalam."
Mendadak Bu-bing Siansing memburu maju lalu mencengkram lengan Lui Ang-ing teriaknya beringas : "Pasti ada jalan keluar lainnya di sini, lekas tunjukan biar aku membukanya, aku harus segera berpisah dengan kau."
Lui Ang-ing menghela napas lalu me-nunouk kepala.
Bergetar tubuh Bu-bing Siansing. kata nya gemetar :,.Tidak jalan keluar lainnya"''
Perlahan Lni Ang-ing mengangguk. Se-ketika Bu-bing Siansing berjingkrak mundur mendadak dia jejak kaki. tubuhnya melompat tinggi dua tombak serta mendorong kedua tangannya ke atas,,Biang, biang" dua kali dia memukul keatas kaca kristal dilangit-langit pendopo itu.
Kaca kristal itu tebalnya tiga kaki, meski kungfu Bu-bing Siansing setinggi langit juga tak mampu memukulnya pecah apa lagi hancur. Tapi pukulan dahsyat itu dilontarkan dari /
sebelah bawah, getaran pukulannya ternyata menimbul kan pergolakan dalam air diatas empang itu buih buih menyembur ke atas sahingga menyemprot tinggi keluar permukaan air.
Dipinggir empang saat mana ada beberapa orang sedang mengail, mendadak air memancur keluar dengan daya muncrat yang ke ras dari dalam air. siapapun melihat dengan jelas. Tapi orang orang yang sudah berada didalam Kim-hou-po seperti tidak ambil peduli terhadap kejadian disekelilingnya semburan air itu membasahi pakaian mereka, na mun orang-orang itu tidak bergerak di tempat duduknya, melirikpun tidak.
Setelah Bu-bing meluncur turun' Lui Ang ing tertawa getir, katanya:,,Kami takkan bisa keluar dari sini rangsum yang tersedia di-sini juga tidak banyak menurut perkiraan
aku tiada orang menolong kami keluar, pa ling lama kami bisa bertahan hidup satu bulan."
Dengan mendelong Bu-bing Siansing ma sih mengawasi Lui Ang ing, nona cantik yang pucat ini mendadak tertawa cekikikan kata nya:.,Coba kau pikir, mungkinkah ada orang menolong kami" Kalau mereka sudah bertekad merebut Kim hou-po, jelas punya tujuan tertentu, apakah kami boleh keluar?"
Perasaan Bu-bing Siansing agaknya sudah tenang, dia hanya tertawa menyengir.
Lui Ang-ing tertawa ewa, aatanya:"Seseorang bila tahu hidupnya hanya tinggal satu bulan saja, apakah yang harus dia lakukan"'*
Bu-bing Siansing masih tak bersuara, Lui Ang-ing menghentikan tawanya, lalu menghela napas, katanya:,.Sekarang hanya ada kau dan aku di sini, akupun tak bisa keluar. Siapakah kau sebetulnya sudikah kau memberi tahu kepadaku?" /
Perlahan Bu-bing Siansing menarik knrsi lain doduk. katanya setelah menarik napas : "Semula aku seorang Hwesio. aku mencukur gundul rambutku di Siau lim-si "
Lui Ang ing berjingkat kaget teriaknya : ,,He. jadi yang dipelet Hun Hwi-nio dulu . . . * sampai di sini dia berhenti, tampak Bu-bing Siansing mengangguk kepala, maka Lui Ang ing meneruskan dengan suara lirih : "MangKanya diwaktu kau menolongku tadi. kau bimbang" Kau.. " mendadak dia menggigit bibir terrtawa cekikikan, katanya menuding arah kerai bambu sana. "Didalam sana ada sumber air hidup, tadi aku sudah mencuci noda noda darah, entah obat mujarab apa yang kau gunakan mengonati lukaku, luka-lukaku tinggal segaris hijau, bisa hilang tidak."
Napas Bu-bing Siansing memburu lagi. Lui Ang-ing terus mendekatinya, katanya : "Kami takkan lama hidup, apa pula yang kau kuatirkan ?"
Bu bin Siansing membuka kedua tangannya, Lui Ang Ing makin dikat. Akhirnya Bu Ling Siansing menghela napas panjang, orang orang yang bertugas d luar pintu emas itu juga mendengar nelaan napas lega ini.
oooo)0(oooo Arus sungai bergulung-gulung, rakit kulit itu hanyut terbawa arus yang deras dan, terombang ambing- Btrdiri diatas raut selepas mata memandang Hun Lian tidak melihat ujung pangkal, gelombang air yang kuning butek seiiap saat seperti hendak menelan dirinya, tubuhnya bergoyang gontai diatas rakit, beberapa kali dia hampir terjungkal jatuh, untung Liong-bun Pangcu disebelahnva beberapa kali memapah dan memegang lengannya.
Setiap kali tangan orang menjamah tubuhnya, jantung Hun Lian lantas berdebar keras, waktu pertama kali melihat tampang Liong-bun Pangcudia anggap orang ini bukan /
manusia, tapi sebagai manluk aneh Kini selelah ditegasi, meski bola matanya biru.
rambutpun kuning emas tapi jelas bentuknya tak berada dengan manusia umumnya, cuma hidungnya lebih besar dan mancung. Manusia yang satu ini malah bersikap amat ramah dan bormat. maka rasa takumya lambat laun lenyap tak berbekas. Oleh karena itu setiap kali Liong-bun Pangcu ulur tangannya memapah tubuhnya supaya tidak kecemplung kesungai, maka jantungnya berdebar-debar.
Rakit kulit iru terus laju dengan pesat hiugga tujuh delapan li jauhnya, terdengar suitan dari arah darat, belum lenyap suitan itu bergema diudara, tampak segulung tambang besar melambung tinggi keud&ra meluncur kearah rakit dari semak rumpuk dipinggir aungai sana. Liong-bun Pangcu segera ulur tangannya mengangkap ujung tali lekas sekali tali itu ditarik sehingga rakit itnpun terseret minggir. Begitu dekat Liong bun Pangcu menoleh kearab Hun Lian, Hun Lian tahu orang ingin membantu dirinya lompat keatas darat, maka dia bersenyum dan berkata : "Tak usahlah."' dengan enteng segera dia melompat keatas tanah.
Lione bun Pangcu ikut melomnat di-belakangnya. baru saja mereka mendarat, sebuah tandu besar dipikul delapan laki-laki sudah menyongsong datang bagai terbang.
Bentuk joli ini mirip dengan yang rusak diptnggir sungai tadi, lebih aneh lagi, delapan pemikul tandu meski wajahnya berbeda, namun gerak terik mereka ternyata sama sa u dengan yang lain, tak terasa Hun Lian melirik kearah Liong-bun Pangcu. Dengan tertawa Liong-bun Pangcu berkata : ,,Tandu yang mirip ini seluruhnya aku punya tujuh buah sudah tentu ada lima puluh enam orang yang kulatih dsngan baik, kalau satu rusak bukankah aku harus membuat lagi dan melatih beberapa orang pula '
Hun Lian mengganguk, dia sendiri menjadi heran dan tidak mengerti, kenapa d ha /
riapan Liong-bun Pan;cu dia menjadi pendiam dan alim. Pada hal wataknya periang dan supel, waktu didalam Kim hou po hanya sekali dia berkenalan dengan Cia Ing-kiat. walau dia tahu Cia Ing kiat yang di kenalnya ini tidak dengan wajah aslinya, namun dia juga maklum karena diri sendiri juga berkedok untuk menyelundup kedalam Kim hou-po, bahwa orang setujuan dengan cari yang sama menyelundup kedalam Kim-hou po, naka timbullah rasa simpatik dan anggap orang sebagai teman baik sendiri.
Hun Lian meninggalkan Kim-hou-po bersama Cia Ing kiat namun Kungfu Hun Lian dibanding Cia Ing kiat jelas berbeda amat jauh. begitu meninggalkan Kim hou-po Lui Ang-mg lamas kehilangan jejaknya, malah Cia Ing kiat yang harus mengalami berbagai peristiwa yang mendebarkan, dengan susah payah baru dia berhasil melarikan diri Tapi sejauh mana secara diam-diam Hun Lian terus menguntit jejaknya tanpa disadarinya
setiba di H at lui-kiong, Hun Lian lantas ribut dengan ibunya, minta kawin dengan Cin Ing kiat..
Hun Hwi-nio serdiri dilahirkan didae-rah Biau kang anak blasteran dari ayah Ban ibu suku Btau. Hun Lian sendiri juga tidak tahu siapa ayah kandungnya, malah she juga ikut ibunya. Menurut adat suku Biau bila perempuan mulai kasmaran dan pingin kawin, selamanya tidak pernah malu-malu dan sungkan, tabiat anaknya jaga diketahui oleh Hun Hwi-nio, maka sang ibu tidak merasa heran, maka dia mengutus Thi-jan lojin bersama Gin-koh meluruk jauh ke Kim-liong ceng bicara tentang perjodohan ini. Bahwa sekarang Hun Lian kelihatan alim dan malu-malu kucing memang kelihatan janggal malah, hal ini Hun Lian sendiri juga merasakan, hatinyapun beran dan tak habis mengerti, karena keheranan tanpa merasa beberapa kali dia melirik serta memperhatikan Liong-bun Pangcu. /
Begitu joli besar itu tiba didepan mereka, Liong-bun Pangcu lantas berkata : ,,Silakan nona Hun."
Hun Lian menjadi bimbang, dia ikut Liong bun Pangcu karena orang berjanji akan membawanya menemui Cia Ing-kiat, namun dalam waktu sesingkat ini perasaannya ternyata berobah, bertemu atau tidak dengan Cia Ing-kiat hakikatnya tidak perlu lagi dengan dirinya, lebih penting dia bisa lebih lama berada disamping Liong-bun Pangcu. Pikirannya agak kalut, teringat akan per-obaban perasaannya, seketika jengah mukanya, bola mata Liong bun Pangcu yang biru sedang menatapnya, mendadak dia berkata lirih : "Nona Hun, aku sering menjelajah dunia, belum pernah kulihat nona secantik dirimu."
Makin jengah muka Hun Lian, sesaat dia melenggong tak tahu apa yang harus di ucapkan, segera Liong-bun Pangci maju selangkah membuka pintu joli menyilakan Hun naik lebih dulu baru dia ikut masuk kedalam tandu.
Lekas sekali joli udah bergerak seperti terbang, dalam joli gelap gulita, perasaan Hun Lian semakin kalut, jantung berdebar, ternyata Liong-bun Pangcu tidak bersuara, disaat dia kebingungan, didengarnya Liong-bun Pangcu berkaia: "Nona Hun, nama asliku adalah Antario Posing, selanjutnya kau boleh panggil aku Anta saja."
Terasa oleh Hun Lian, tutur kata orang cukup sopan dan lembut, enak didengar lagi, walau orang hanya memberitahu namanya, tapi seperti mengandung maksud mendalam ysng tertentu, seketika detak jantungnya makin kencang, sesaat kemudian baru tcrceius suara dari mulutnya: "An pangcu. '
Ternyata Liong-bun pangcu tidak bersuara lagi, sesaat lagi baru dia bersuara perlahan: Sudah sampai.'' suaranya lirih, namun joli segera berhenti. Lalu dia berkata pula: "Setelah turun dari tandu, boleh kau terus dan mendorong gordyn kuning, dibalik pintu itulah Cia siaucengcu sedang menunggu kau, maaf aku, masih ada urusan lain.'' /
Timbul perasaan hambar dalam benak Hun Lian. Kedatangannya ini memang ingin bertemu dengan Cia fng-kiat, tapi sekarang, dia malah ia segan dan tidak ingin bertemu dengan Cia Ing kiat lagi-
Setelah melenggong sekejap baru tersipu dia mengiakan serta berdiri, pelan-pelan dia buka pintu lalu melangkah keluar, setelah turun dari joli, masih ingin dia menoleh ke-belakang, tapi pintu joli sudah tertutup, delapan orang pemikul tandu itu sudah berderak pergi.
Hun Lian tenangkan diri, sekilas dia periksa keadaan sekitarnya, tak urung hatinya kaget. Tempat di mana Hun Lian sekarang berdiri berada di persimpangan dua lorong lorong ini terbuat dari dinding batu raksasa tingginya hampir dua tombak, langit-langit lorong ini berbentuk me'engkung setengah bundar. Diatas batu-batu dinding itu banyak diukir orang-orang yang lagi berperang, setiap gambar begitu indah dan hidup, bentuk-nyapun memper, seiiap lima tombak terdapat satu obor, api menyala terang sehingga lorong gelap ini kelihatan lurus, panjangnya mungkin ada beberapa li, kelihatannya seperti kuburan kuno yang lama terpendam didalam tanah.
Sejenak Hun Lian berdiri bimbang, sementara joli itu sudah tidak kelihatan, terpaksa Hun-lian beranjak lebih jauh kesebelah dalam, kira-kira satu li jauhnya, akhirnya dia menemukan sebuah pintu batu yang disebelah luarnya ditutup gordyn kuning, pintu batu itu seperti sudah tumbuh secara alamiah menempel gunung.
Sejak Hun Lian berdiri bimbang diluar pintu, lalu ulur tangan mendorong pintu, kelihatannya pintu batu itu tebal dan berat, tak nyana sedikit dorong sudah berderak dan membuka, begitu dia melangkah masuk lantas didengarnya suara Cia Ing-kiat membentak gusar: 'Siapa yang datang" Apa tujuan kalian mengurung aku di sini." /
Hun Lian melenggong, batinnya: "Sekali dorong pintu ini terbuka, kenapa. Cia Ing-kiat tak bisa keluar sendiri?" sekali berkelebat dia menerobos masuk, dilihatnya muka Cia Ing-kiat beringas gusar sedang angkat tangan hendak memukul, tapi sedetik itu, Cia Ing sudah melihat jelas yang menerobos masuk adalah Hud Lian, rasa gusar seketika berobah kaget dan girang, lekas dia memburu maju seraya berteriak' ' Nona Hun-?"
Begitu berhadapan dengan Cia Ing-kiat, timbul rasa sesal dalam bsnak Hun Lian, semula dia hanya tersenyum saja, lalu sapanya: "Cia siau-cen;. cu."
Sekilas Cia Ing-kia melengong lalu katanya: 'Nona Hun, kenapa kau kemari?"
Hun Lian tertunduk, sahutnya: "An pangcu jang membawaku kemari. '
Agaknya pertanyaan Cia Ing-kiat dilontarkan sambil lalu, tanpa menunggu jawabannya dia sudah maju.selanskah serta pegang tangan Hun Lian. Tubuh Hun Lian bergetar, namun dia tidak meronta atau menyingkir. Begitu memegang tangan Hun Lian, perasaan Cia Ing-kiat lantas hangat seperti melayang, napasnyapun menjadi sesak, katanya: 'Lekas kami berusaha lari, setelah berhadapan dengan ibumu, biar beliau yang memberi putusan....."
Belum habis Cia Ing-kiat bicara, tahu-tahu Hun Lian meronta mundur malah, katanya: "Waktu diruang besar Hiat-lui-kiong tempo hari, kenapa kau tidak berani menampilkan diri?"
Mendengar nada orang marah dan menyalahkan dirinya, Cia Ing-kiat jadi gugup, katanya gelisah: "Hari itu aku diapit dua orang, yaitu Sao-pocu K.im-hou-po, seorang lagi entah siapa, aku tidak tahu asa -u ulnya, Kungfunya amat tinggi...."
"Kau berani menyelundup ke Kim hou-po. apa lagi yang kau takutkan" jengek Hun-Lian. /
Bukan soal takut, soalnya Hiat-toku ter-tutuk, tak mampu bergerak, jadi bukan aku tak berani menampilkan diri."
Hun Lian menghela napas, katanya: "Jikalau kau ada maksud, waktu berangkat Hiat-lui-kiong, sebetulnya tak perlu kau menyamar. '
Cia Ing-kiat bungkam seribu basa tak mampu membela diri.
---ooo0dw0ooo-- Jilid 11 Waktu Cia Ing kiat dipaksa ikut orang aneh pergi ke Hiat-lui-kiong, hakikatnya belum pernah melihat dan tidak tahu orang macam apa sebetulnya Hun Lian calon isteri nya, apalagi gara-gara Kui-bo mengutus orang menculik dirinya untuk dikawinkan dengan putrinya sehingga ayahnya meninggal dunia, maka timbul rasa dendam dan kurang senang terhadap Kui-bo, namun sete'ah menyaksikan sendiri Hun Lian adalah gadis jelita, hatinya betul-betul kepincut dan selama inipun selalu kasmaran, kini berhadapan langsung, dia sudah anggap dirinya sebagai calon suami Hun Lian, namun walau tutur kata Hun Lian lemah lembut dan ramah, namun nadanya penuh tegoran, karuan mulutnya bungkam. Setelah melongo sekian saat baru dia berkata pula : "Kejadian . . . sudah lewat, buat apa disinggung Iagi ?"
Hun Lian angkat kepala, sepasang matanya menatap tajam wajah Cia Ing kiat, bati nya ruwet pikiran kalut, akhirnya dia ber-keputusan, katanya perlahan : "Ya, betul, bagiku persoalan ini juga sudah lalu. Tidak perlu dibicarakan lagi "
Cia Ing-kiat melonjak kaget, segera dia paham apa maksud perkataan Hun Lian, sesaat hatinya kaget dan gusar, berhadapan dengan nona secantik ini sungguh dia ingin bicara ramah dan sopan, namun sebagai seorang laki-laki Sejati, dia punya harga diri, malu untuk memohon cinta kepada seorang /
perempuan, maka dia bergelak tawa, katanya : "Syukurlah kalau begitu. Semula kau yang meminangku, kenapa sekarang berobah begini,"
Hun Lian menghela napas, katanya: "Jika kau lidak menyalahkan undakanku, aku rela melakukan sesuatu untukmu demi menebus kesalahanku."
Bukan kepalang gusar Cia Ing-kiat, katanya sambil menjura: ..Terima kasih akan kebaikanmu noua Hun. kukira tidak usahlab." perkataannya bernada menyindir, umpama orang pikun juga akan tertusuk perasaannya, seketika pucat dan hijau wajah Hun Lian, saking gregetan tak labu apa yang harus dilakukan, padahal tadi dia bicara setulushati.
Cia Ing-kiat melengos sambil mendongak lalu terkekeh dingin, sudab tentu tidakk karuan perasean Hun Lian, perlahan dia membalik badan. Cia Ing kiat tabn bahwa Hun Lian membelakangi dirinya juga, maka persoalan mereka boleh terhitung putus dan berakhir sampai di sini, tiada kompromi lagi tentang perjodohan merekr
Dalam hal ini Cia Ing-kiat dipihak yang dirugikan, hatinya amat gusar dan penasaran karena merasa dipermainkan dan dihinai hingga membaralah rasa gusar dironggadada namun dia juga tahu semua ini terjadi lantaran kungfu sendiri yang tidak becus, jikalau Ilmu silatnya tinggi, pasti tidak akan terjadi hal hal yang memalukan dan mengenaskan ini.
Disamping gusar rasa benci menjalari hatinya pula, mendadak dia membalik, dilihatnya Hun Lian sudah tiba didepan pintu kesempatan baik ini sebetulnya pantang diabaikan untuk turun tangan, namun Cia Ing-kiat juga tahu, kungfu Hun Lian jauh diatas dirinya, bila sergapannya gagal, jiwa sendiri pasti celaka.
Diambang pintu Hun Lian berhenti lalu berkata: "Bagaimana juga, bila kau ada urus an, aku pasti bantn kau menyelesaikan." /
Cia Ing-kiat hanya menyeringai dingin, nada tawanya runcing.
Seperti ngeri mendengar jengek dingin Cia Ing-kiat, lekas Hun Lian merapalkan pintu, dibalik pintu dia berdiri memejam mata sambil menahan gejolak perasaannya.
Sesaat lagi mendadak didengarnya suara gedobrakan dibalik pintu, agaknya saking malu dan gusar Cia Ing-kiat mengamuk merusak prabot, memangnya pikiran sendiri juga kalut, maka dia tidak pikirkan kenapa Cia Ing-kiat tidak memburunya keluar. Lama dia berdiri sambil menunduk, waktu kakinya bergerak sambil angkat kepala, maka dilihat nya Liong-bun Pangcu sudah ba diri tak jauh didepannya, terasa sepasang bola mata yang biru laut tengah menatap dirinya, seperti sudah meroboh isi hatinya, seketika jengan selebar mukanya, lekas dia menunduk pula.
Didengarnya Liong-bun Pangcu berkata lembut : "Jangan bersedih, putusanmn memang betul."
Bergetar badan Hun Lian. tanyanya "Kau sudah tahu"''
Liong-bun Pangcu tertawa rikuh, katanya! "Suara Cia-ciau cen Cu sekeras itu sudah tentu kudengar seluruhnya."
Hun Lian menghela napas Sambil tunduk kepala, dirasakan Liong bun Pangcu mendekati dirinya. Waktu dia angkat kepala pula Long-bun Pangcu Sudah berada didepan matanya, jantungnya berdebar lebih keras, didengarnya Liong-bun Pangcu berkata:"Kenapa kau berani ambil putusan demikian?"
Tanpa sadar Hun Lian geleng kepala, dia tidak bi8a menjawab, hatinya bingung walau dia perempuan Biau yang tidak terlalu kukuh akan adat kuno tapi sebagai seorang perempuan malu juga mengorek isi hati seri diri kepada orang luar, setelah mematung sekian saat- baru dia berkata:"Tidak, ", apa-apa tolong antara aku keluar?" /
Liong-bun Pangcu mengangguk, katanya; "Boleh saja,"
Hun Lian ingjn menyingkir dari tatapan Liong-bun Pangcu, tapi setiap dia angkat kepala bola mata biru itu selalu menatap tubuhnya sehingga jantungnya berdenyut lebih keras, terpaksa dia jalan sambil menunduk.
Liong-bun Pangcu berjalan diisisinya, lorong itu sebetulnya tidak begitu panjang, tapi Hun Lian merasa terlalu lama tak sampai di-ujungnya juga, perasaan seorang gadis amat tajam, dari sorot pandangan Liong-bun Pangcu, dia seperti sudah meraba apa yang dipikirkan dan lantaran dia sudah meraba maksud orang maka jantungnya berdetak lebih keras.
Setiba dimulut lorong baru Hun Lian berhenti, Liongbun Pan cu juga berdiri serta berhadapan, katanya: 'Nona Hun, aku datang dari laksaan li jauhnya, suksesku yang terbesar akan aku berkenalan dengan engkau."
Hun Lian makin resah tak tahu bagaimana menjawab, pada saat itulah Liongbun Pangcu ulur tangannya memegang tangan Hun Lian, seketika menggigit tubuh Hun Lian, namun Liong bu n Pangcu hanya pegang perlahan saja lalu lepas pula pegangannya, senyumannya mengandung permohonan maaf. Di-saat Hun Lian masih berdiri linglung. Liongbun Pangcu sudah melangkah lebar, terpaksa Hun Lian mengikuti dibelakang.
Cukup lama mereka berjalan pula menyusuri lorong yang lain, akhirnya Hun Lian tidak tahan kesepian, tanyanya: "Tempat apakah disini?"
Liongbun Pangcu berhenti. lalu menjelaskan: 'Konon dulu adalah kuburan seorang raja, sampai sekarang sudah ribuan tahun lamanya. Semula kuburan kuno ini ada tujuh pintu keluar masuk, enam yang lain sudah ditutup jadi tinggal satu saja, di sini banyak perangkap dan jebakan, seluruhnya dijaga dan diawasi tujuh jago kosen dari Liong bun pan kami."
"Buat apa jelaskan hal ini kepadaku?" tanya Hun Lian- /
Liong bun Pangcu tertawa, katarma: "A-ku kuatir setelah ibumu berhasil menduduki Kim hou-po, lalu meluruk kepadaku, maka ingin aku minta bantuanmu supaya menyampaikan kepada ibumu kalau dia punya maksud demikian, lebih baik batalkan saja, kalau keras kepala, dia tidak akan memperoleh hasil apa-apa."
Hambar hati Hun Lian mendengar keterangan Liong-bun Pangcu, katanya setelah ter-longong sejenak: "Jadi itulah tujuanmu kau bawa aku kemari?" Entah kenapa mendadak hatinya menjadi sedih, merasa dikibulin, hampir saja dia mencucurkan air mata, tapi sekuatnya dia tahan supaya air matanya tidak menetes keluar.
Liong-bun Pangcu melengak, lalu menghela napas, katanya: "Semula memang demikian maksudku, tapi sekarang ....... sekarang.........aku justru......"
Melonjak pula jantung Hun Lian, diam-diam dia melirik dan perhatikan sikap Liong-bun Pangcu. tampak orang menggosok kedua tetarak tangan seperti ingin melimpahkan isi hati. namun sukar bicara, akhirnya menghela napas saja.
Kecewa kembali merangsang sanubari Hun Lian, badan menjadi dingin seperti kecem p urtg jurang yang dalam, ingin dia menggapai dan menangkap .sesuatu namun tiada yang dapat ditangkapnya, begitu dia buka suara,nada-nyapun berobah ketus: "Bawa aku keluar."
Liong-bun Pangcu menatapnya lekat, bibirnya sudah bergerak namun urung bicara lagi, bukan kepalarig sedih Hun Lian, namun dia tahan titik air mata yang hampir mengalir.
Pada saat itulah tampak seorang baju hitam laksana kilat meluncur datang, begitu cepat gerak-geriknya, begitu berhenti didepan Liong-bun Pangcu lantas angkat sebelah tangannya, ternyata diatas jari telunjuk yang diangkatnya itu hinggap seekor burung kecil dengan warna yang indah segar, begitu kecil burung ini hanya sebesar ibu jari orang /
Liong-bun Pangcu lantas mencibir bibir bersiul rendah, burung kecil itu segera terbang kearah Liong bun Pangcu dan hinggap diatas tangan Liong.bun Pangcu.
Dengan tangan yang lain Liong bun Pangcu genggam burung kecil itu lalu menyingkap bulu dibawah perutnya melolos segulung kertas kecil, sekali ayun tangan, burung kecil itu terbang balik kearah sibaju hitam, orang itu menjura homat sekali kepada Liong-bun Pangcu terus putar badan berlari pergi pula. Sementara itu Liong-bun Pangcu sudah membeber gulungan kertas kecil itu.
Kertas itu tipis dan lemas besarnya hanya setengah telapak tangan, tapi kertas blanco tanpa sebuah huruf pun.
Sejak melibat bmung kecil sebesar ibu jari Hun Lian sudah keheranan, kini melihat kertas yang dibawanya itu blanco lagi, karuan dia makin bingung dan tidak habis mengerti.
Liong bun pangcu membeber kertas itu ditelapak tangannya yang gede. lalu tertawa kepadu Hun Lian, katanya: "Ada berita dari Kim-hou po. Situasi yang terjadi didalam Kim-hou-po agakrya amat menguntungkan ibumu, harap nona tunggu di sini sebentar."
Sambil omong dia ulurkan telapak tangannya kedepan, telapak tangan yang semula putih lambat laun berobah merah, jelas dia kerahkan tenaga dalamnya, maka kertas putih yang semula blanco itu mulai kelihatan ada huruf tulisannya, hanya sekejap tampak kertas kecil putih itu penuh ditulisi huruf kecil berwarna kuning gosong, namun Hun Lian tidak bisa membaca apa yang tertulis diatas keatas itu. Setelah membaca isi surat itu, rona muka
Liong-bun Pangcu tampak serius serta menghela napas panjang.
Seperti diketahui ibu Hun Lian yaitu Kwi-bo Hun Hwi mo dengan akal licik telah menanam ulat beracun tanpa nama ditubuh para jago kosen sebanyak itu. tujuannya akan /
memperalat tenaga sekianjago silat kosen itu untuk menggempur Kim nou-po. Maka waktu dia mendengar Liong bun Pangcu bilang ada berita dari Kim-hou-po dia hanya berdiri btngung dan cetengah percaya, namun dia a-mat prihatin, tanyanya "Bagaimana?"
Liong bun Pangcu angkat kepala, katanya: "Ada perobahan besar didalam Kim-hou-po, Sau-pocu dan jago kosen itu sudah kembali kedalam benteng........"
Hun Lian angkat tangannya menukas perkataannya: "Sebelum ada berita ini, kami sudah bisa menduganya."
"Betul, tapi perobahan justeru terjadi Setelah mereka kembali kedalam benteng."ujar Liong-bun Pangcu, "Sejak lama aku sudah menanam seorang agenku didalam Kim hou-po. dua hari yang lalu aku sudah mendapat kabar, bahwa ada beberapa gembong silat disana bersekongkol hendak membunuh Kim-hou pocu. gelagatnya peristiwa ini sekaiang menjadi kenyataan."
Hun Lian kaget, katanya: ' Peristiwa apakah yang terjadi setelah Lut Ang ing pulang?"
Liong bun Pangcu geleng kepala, katanya: "Aku sendiri juga tidak tahu Berita ini hunya mengatakan setelah Lui Ang-ing dan orang kosen itu pulang kedalam benteng langsung menghadap kepada Pocu. Tempat tinggal Pocu ada dibawah empang bejat..-..."
"O." Hun Hian bersuara heran dan kaget. Maklum dia pernah menyelundup keda-lam Kim-hou-po, tak pernah terbayang olehnya bahwa empang besar yang banyak dihuni ikan-ikan mas besar itu dibawahnya ternyata ada pendopo dan menjadi temppt tinggal sang Pocu, mungkin banyak orang yang setiap hari memancing ikan dipinggir empang juga jarang yang tahu akan rahasia ini.
Hai ini hanya dibatin dalam hati Hun Lian, tidak, dia nyatakan langsung kepada Liong-bun Pangcu. Tapi Liong-bun /
Pantcu seperti tahu bahwa cirinya memaklumi sesuatu, maki dia bertanya : ..Nona Hun. ksu pernah menyelundup ke Kim hou po, mungkin tidak pernab kau ketahui bahwa didasar empang itu ada dunia lain.'
Hun Lian hanya menganguk kepala.
Liong-bun Pangcu berkata pula- "Setelah kedua orang ini masuk tak pernah keluar pula, sementara dan lorong di bawah tanah didasar empang itu beberapa kali terdengar suara gaduh yang aneh. beberapa orang yang berkomplot memberontak tampak gngup dan gelisah, kelihatannya mereka berhasil mengurung ocu Sau pocu dan orang aneh itu didasar empang itu."
Hun Lian menarik napas dalam, sesaat lamanya dia tak kuasa bica a, entah hatinya kaget atau girang. Pada hal ibunya sedang mengerahkan tenaga besar hendak menyerbu dan menduduki benteng macam emas itu, bila didalam benteng teriadi perobahan berarti situasi menguntungkan ibunya. Akan tetapi Hun Lian sendiri juga tahu seluk beluk dalam Kim hou-po. harus diakui bahwa tidak sedikii jago jago kosen dunia persilatan yang berada didalam benteng itu, selama itu mereka boleh dikata sudah putus hubungan dengan dunia luar, selanjutnya pasti tidak akan membuat perkara atau onar, tapi jikalau mereka tidak dikendalikan oleh Pocu atau Sau pocu, bila dihasut dan diadu domba oleh sementara anasir, maka huru hara mungkin takkan bisa dihindari lagi.
Akan tetapi berita yang diterima oleh Liong-bun Pangcu tadi, sebenarnya juga bukan kenyataan seluruhnya.
Bagaimana duduk persoalan sebenarnya. Oran? orang yang berada didalam Kini ou-po sendiri yakin juga tiada yang tahu jelas atau menguasai situasi. Habis bicara Liong-bun Pangcu lantas me emas lembaran kertas itu, bila telapak tangannya dibentang pula. tampak gulungan kertas ditangannya sudah teremas hancur menjadi bubuk beterbangan ditiup angin, /
katanya: "Nona Hun, ibumu sudah tak jaub dari Kim-hou-po, apa perlu kuatar ku kesana?"
Hambar perasaan Hun Lian, tapi dia tahu banyak urusan yang harus dia kerjakan, sementara dia harus berpisah dulu dengan Liong bua Pangcu, maka dia berkata : "Tak perlu, cukup asal kau antar aku keluar dari sini saja.*'
Liong-bun Pangcu juga tidak banyak bicara lagi, segera dia menggerakan langkah, dengan cepat dia berlari kedepan, Gmkang-nya memang tinggi, tapi Hun Lian juga kembangkan Ginkangnya maka sementara dia masih dapat mengikuti langkah orang, setelah mengitari banyak lorong yang barlika liku, akhirnya mereka tiba depan sebuah pintu besi yang besar.
Didepan pintu berdiri dua orang batu raksasa, perawakannya gede sikapnya garang dan gagah, dandanan dan sikapnya mirip pejuang jaman kuno, Liong-bun Pangcu langsung maju medckat lalu mengayun tangan, beruntun dia memukul delapan kali dengan gerakan kilat didelapan tempat yang berbeda diatas papan pintu besi itu, lalu dia pegang gelang besi serta menariknya aengan mengerahkan tenaga.
Hun Lian tahun bahwa kungfu Liong-bun Pangcu amat tinggi, namun melihat orang waktu menarik daon pintu besi ini selebar mukanya sampai merah padam, maka dapat dibukitkan bahwa pintu besi ini disamping tebal juga amat berat.
Pintu besi hanya tertarik dua kaki lebarnya lantas Liong-bun Pangcu berhenti serta mengganti napas panjang, sekilas dia menolth serta memberi tanda, sekilas bimbang segera Hun Lian ikut menyelinap masuk.
Keluar dari pintu besi itu mereka man-jat lorong yang menjurus k atas, kedua sisi sepanjang lorong ini berderet orang-orang yang berdiri tegak, melihat orang lewat tapi mereka berdiri kaku tidak bergerak sedikitpun, bila keluar dari /
lorong yang miring ini tampak cahaya surya sudah doyong kebarat, tanah tegalan yang menguning kelihatan bertahuran cahaya emas, ditengah tegalan itulah didapatinya banyak orang-orang baiu dan kuda-kuda batu yang sudah rusak dan berserakan.
Sebelum berlalu sempat Hun Lian menoleh mengamati mulut gua di mana barusan dirinya keluar, ternyata itulah sebuah gua belukar yang amat kotor, penuh ditumbuhi semak dan rumput jalar, jikalau bukan ke luar dari sebelah dalam, dari luar orang tidak akan tahu bahwa dibalik akar-akar pohon jalar itu ada gua yang Tersembunyi, terutama kaum persilatan juga tidak akan menyangka bahwa maskar pusat Liong-bun-psng berada didalam kuburan kuno yang serba rahasia dan banyak perangkapnya.
Liong-bun Pangcu tetap berdiri didepan gua, tidak maju lebih jauh, cahaya mentari menyinari rambut kepalanya yang kuning emas hingga kelihatan mengkilap dan lebib semarak.
Hanya sekejap Hun Lian menoleh lantas mengembangkan Ginkang berlari dengan pesat, setelah dia meluncur puluhan tombak, baru dia mendengar kumandang suara Liong-bun Pangcu yang lembut ; "Nona Hun, jagalah dirimu baik-baik. Selamat jalan."
Kedengarannya suaranya dilontarkan di-belakaugnya, seperti Liong-bun Pangcu berbisik dibelakang telinganya, tapi Hun Lian tahn Liong-bun Pangcu pasti ma ih bertda didepan gua tanpa bergerak meski setspak sekalipun, namun suaranya lembut dan jelas karena orang bicara sambil mengerahkan tenaga dalamnya."
Hun Lian tidak tahu bagaimana perasaan hatinya, yang terang batinya hampa dan masgul maka dia mempercepat langkab melesat lebih kencang kedepan. Tak lama kemudian hari sudah mulai petang, bila tabir malam sudah menyelimuti jigat perasaan Hun Lian semakin bingung dan risau, kecuali berlari dan lari secepat angin seolah-olah sukar dia /
menghilangkan perasaan hambar yang masih terus menghantui sanubarinya.
Bila hari sudah betul-betul gelap, Hun Lian semakin gelisah karena dia tidak tahu dirinya sekarang berada di mana, sekeluar dari gua tadi dia langsung ayun langkab lari fnerti dikejar setan, hakikatnya tidak menentukan arah, yang jelas dia hanya ingin buru buru meninggalkan tempat itu. Tapi kenapa dia ingin buru-buru meninggalkan tempat iru, hatinya tidak bisa memberi jawaban, mungkin lantaran kecewa, tapi kenapa kecewa " Apa yang membuatnya kecewa "
Malam ini tiada bulan tak kelihatan bintang, terpaksa Hun Lian berlari naik ke gundukan tanah tinggi, sejenak dia berdiri menyeka keringat, selepas mata memandang dunia hitam pekat melulu, akhirnya di arah utara dilihatnya tujuh titik sinar lampu yang bergoniai dan bergerak menuju kearah barat, tujuh titik sinar lampu itu seperti berbaris dan bergerak secara lambat, gelagatnya ada orang yang mencentel lampu lampion dengan genter dan menempuh perjalanan, tapi sin&r lampion amat benderang, sehingga dilihat dari kejauhan tampak menyolok sekali. Melihat ketujuh titik sinar lampu itu seketika Hun Lian berjingkrak girang dan menghela napas lega, dia tahu tujuh titik sinar lampu itu adalah cahaya lampion minyak hitam bi atan Hiat-lui-kiong mereka, maka dia yakin ada orang sendiri didaerah sini.
Tanpa ayal Hun Lian kembangkan Gin-kang meluncur kearah tujuh titik sinar lampu itu. cepat sekali jarak sudah semakin dekat, dibawah cahaya benderang ketujuh lampion minyak itu. ada tujuh laki-laki perawakan besar berjalan lurus sambil memegang galah panjang mengerek ketujuh lampion merah itu, mereka memang para kacung dari Hiat-lui-kiong.
Hun Lian langsung melayang tuiun di depan mereka serta menegur ; "Apa yang kalian lakukan di sini ?" /
Begitu melihat Hun Lian, ketujuh kacung seketika keplok kegirangan, dengan berseri mereka menyapa bersama: ,,Tuan putri,sungguh susah kami mencarimu."
Berkerut alis Hun Lian, katanya: "Siapa suruh kalian mencariku?"
"Sudah tentu majikan, melihat kau tikak muncul seteiah waktu yang dijanjikan tiba, kami temukan pula jenazah Li-pi-Iik, siapa yang tidak gelisah menguatrkan dirimu?"
Hun Lian hanya tertawa nyengir saja, perjalanan kentara bersama Li-pi lik kali ini demi mencari Cia Ing kiat tapi idelah bertemu pemuda yang semula dipujanya, hatinya menjadi rawan dan masgul malah, gara-gara kasmaran sehingga Li-pi-lik berkorban percuma
Celakanya begitu bertemu denian Liong-bun pangcu dan selama dimarkas Liong-bun Pang ternyata dia melupakan cintanya terhadap Cia Ing-kiat, terbayang betapa besar perobaban hatinya, sungguh dia sendiri tidak habis mengerti. Setelah melenggong sesaat lamanya, maka dia bertanya: , Ibu di mana" '
Ketujuh orang itu berkata serempak:
"Mari ikut kami." sembari bicara masing-masing merogoh. kantong menseluarkan sebatang roket panah terus ditimpukan kendara, terdengar desir suara disertai -muncratnya lelatu api, ketujuh roket panah itu menjulang tinggi keudara lalu meledak bersama diangkasa memancarkan cahaya jambon hijau dan kuning.
Maka ketujnh kacung iiu memberi penjelasan: "Majikan amat gelisah dan kuatir akan keselamatan noia, biar beliau tahu bahwa kami sudah menemukan dirimu dengan selamat."
Hun Lian tidak memberi tanggapan, dia hanya mengangguk kepala, maka ketujuh kacung itu lantas melesat kedepan menuju ke-timur Lekas sekali mereka memasuki sebuah selat /
sempit, makin kedalam tampak bayangan orang, diatas dinding gunung atau diatas ngarai dijaga ketat, selat sempit yang diapit dinding karang yang curam begini, siapapnn jangan harap dapat menerobos masuk kedalam selat secara kekerasan.
Panjang selai sempit ini ada puluhan tombak, makin kedalam makin lebar, batu batu gunung bertahuran, api unggun berkobar dibeberapa tempat, banyak orang berkerumun disekitar api unggun. Begitu masuk kedalam selat, Hun Lian lantas melihat ibunya duduk diatas batu besar bentuk persegi, di bawah batu api unggun menyala besar, cahaya api menyinari wajahnya. Dibawan batu dan mengelilingi api ungun duduk banyak orang, mereka adaiah anak buah Hiat-lui-kiong.
Hun Lian langsung menuju ke empat duduk ibunya, setiba dia dipinggir batu suasana lembah ini sedemikian sunyi, hanya kobaran api yang menjilat kayu raja mengeluarkan suara letusan yang lirih. Sekilas Hun Lian meiirik ke kiri kanan, kearab jago j go silat Buiim itu, wajah mereka tampak- kaku dan mcmbcsi, jelas hati mereka amat berang, namun karena jiwa mereka tergengga n ditangan Kui-bo, apa boleh buat, terpaksa mereka tunduk.
Kui-bo Hun Hwi nio buka suara lebih dulu: "Ke mana saja kau ini?"
Hu Lian menunduk, katanya: "Aku diundang Liong-bun Pangcu, berkunjung ke markas mereka."
Didalam situasi yang bakal terjadi perobahan besar seperti ini, sebagai putri Kui bo yang berkuasa di Hiat-iui-kiong, bahwa dia berkunjung ke markas besar Liong-ban-pang sepantasnya merupakan kejadian yang cukup menggemparkan, mereka yang mendengar berita mengejutkan ini pantasnya kaget dan menunjukan reaksi. Tapi keayataan orang-orang yang hadir semua diam tanpa /
memberi reaksi sedikitpun. Hanya Kui bo saja yang angKat alis, katanya: "Untuk apa kau ke sana" '
"Liong bun Pangcu mengundangku untuk menengok Cia Ing-kiat. '
Kui-bo mengangguk dan menggerakan kaki, sebelum dia bicara lekas Hun Lian menambahkan: "persoalan yang lain selanjutnya tak usah kau bicarakan lagi,"
Dengan sorot pandangan heran Kui-bo menatap Hun Lian, kejap lain tiba-tiba dia tertawa, katanya: "Bukankah sejak mula sudah kuka-takan kepadamu, bocah itu apa sih baiknya, kau justru kasmaran kepadanya , ."
H?n Lian membanting kaki, katinya gemas: .Jangan bicarakan lagi . ..."
"Baiklah," ucip Kui-bo, "besok pagi pagi, kita akan menggempur Kim-hou-po."
Hun Lian melenggong, katanya- "Ma, didalam Kim-hou-po telah terjadi perobahan.'
Kui-bo Hun Hwi-nio menyeringai, katanya "Peduli terjadi perobahan apa, besok pagi, kami akan menggempur Kim-hou-po." sampai di sini dia angkat kepala serta meninggikan suara berseru: "Tan-thocu. persiapan sudah lengkap belum?"
Seorang lelaki yang berpakaian lnsuh segera berdiri dan menjawab: "Sudah siap seluruhnya."
Hun Lian ingin bicara, namun isi hatinya belum sempat dituangkan, Kui-bo sudah angkat bicara lebih dulu. Waktu dia lirik laki-laki lusuh ini, seingatnya dia pernah melihat laki-laki ini sebagai anggota Kaypang (kaum pengemis) disekitar dirinya juga banyak laki-laki yang berpakaian serupa dirinya, banyak tambalan, disebelah samping kanan bertumpuk buntalan-buntalan persegi sepanjang satu kaki, Hun Lian tidak tahu barang apa buntalan persegi itu. /
Sementara itu, Oh-sam Siansing, Pak-to Suseng dan lain-lain tampak bersikap prihatin Besok pagi-pagi akan menyerbu Kim-hou-po, Kui-bo Hun Hwi-nio sudah mengumumkan secara terbuka. Maka penyerbuan besar-besaran itu akan merupakan pertempuran darah yang bakal menjatuhkan banyak korban dikedua pihak. Sepatutnya jago-jago kosen kaum persilatan yang biasanya amat perkasa dimedan laga, bersikap tegang dan bersemangat, tapi kenyataan sikap mereka sekurang seperti tidak tahu menahu atau tidak ambil perhatian sedikitpun.
Terdengar Kui-bo Hun Hwi-nio tertawa dingin dua kali, katanya : ,,Aku tahu kalian tidak rela bertempur, namun apa boleh buat harus maju kemedan laga, maka kuanjurkan kepada kalian yang tahu diri dan pandai melihat gelagat, berjuanglah sekuat tenaga, aku yakin kalian akan terus bertahan hidup, siapa yang ingin lekas mati, coba bersuara."
Jago-jago kosen- disekitar batu batu itu tiada satupun yang bersuara. Dalam silua yang serba ganjil ini, perasaan Hun Lian amat tidak enak, setelah memberikan ancamannya Kui-bo Hun Hwi-nio lantas duduk sa-madi memejam mata tanpa bersuara sepatah katapun, agaknya dia sudah mulai menyalurkan hawa murni menghimpun tenaga dan semangat uniuk persiapan pertempuran besok pagi. Tak lama kemudian tampak segulung uap putih mulai mengepul diatas kepalanya.
Lama kelamaan Hun Lian merasa risi berdiri di situ, segera dia celingukan, tampak di pinggir api unggun sana Liong-bin Siangjin tengah menggeleng-geleng kepala, sebelah tangannya menggapai kepada dirinya.
Hun Lian bimbang dan curiga, tapi akhir nya dia beranjak kearah Liong bin Siangjin baru saja dia tiba didepan Liong-bin Siangjin tiba-tiba orang berkelebat mundur menyelinap kebelakang sebuah batu besar, ternyata Hun Lian mengikuti dengan langkah kalem, maka dilihatnya bayangan beberapa /
orang bergera , delapan jago kosen ternyata ikut menyelinap kebelakang batu raksasa itu serta mengepung Hun Lian.
Baru sekarang Hun Lian tersirap kaget, namun sekilas pikir hatinya lega dan yakin dirinya takkan di apa apakan karena merasa sudah terkena racun ulat yang semayam dalam tubuh mereka, bila mereka menunjukan gerakan yang tidak senonoh hingga mengejutkan Kui-bo atau ibunya, jiwa mereka pasti amblas seketika, maka mereka pasti takkan berani berbuat kurang ajar kepada dirinya. Maka legalah bati Hun Lian setelah berpikir demikian.
Liong-bin Siangjin segera berkata kepadanya : "Nona Hun, ada satu persoalan kami ingin mohon bantuaumu "
Otak Hun Lian encer, sebelum Liong-bin Siangjin bicara, melibat gelagat dia sudah tahu, apa maksud mereka merubung dirinya.
Sebelum menjawab Hun Lian ulur lehernya melongok kearan Kui-bo Hun Hwi-to samadi, melihat ibunya tetap tidak menun-jukan reaksi apa-apa. bara dia berkata : ..Kalian barus maklum untuk persoalan itu aku tak mampu berbuat apa-apa. Ibu pernan belajar langsung dari Sam boa Niocu. ulat racun itu memang tiada penawarnya kecuali obat buatannya sendiri, aku sendiri belum pernah diajarkan."
Liong-bin Siangjin tertawa getir, katanya : ..Nona Hun, aku tahu ulat .teracun itu tiada obat penawarnya, namun Kui-bo punya Sebumbung kumbang berbisa yang mampu merenggut jiwa kira semua, nona Hun . ," Sebelum Lion -bin Siangjin bicara habis, Hun Lian sudah goyang kedua tangan, sudah tentu Liong-bin Siangjin dan para jago kosen yang hadir saling pandang, lalu katanya pula : ..Kita pasti tidak akan minta bantuan nona Hun secara percuma, bila nona sudi membantu fkami, dengan gabungan tenaga kita beramai, yakin dapat menemukan jejak Cia-saucengcu serta menyerahkan kepada mu." /
Sedih dan pilu lati Hun Lian setelah mendengar syarat yang diajukan Liong-bin Siangjin. namun hampir saja tak kuat dia menahan rasa gelinya, lama juga dia berdiri menjublek, lalu berkata penuh penyesalan : "Tak usahlah. persoalanku dengan Cia-sau cengcu sudah tidak perlu dibicarakan lagi. di dalam markas besar Liong-bun-pang aku sudah bertemu dia dan putuskan hubungan selanjutnya."
Besar harapan para jago kosen itu atas bantuan Hun Lian yang lagi kasmaran kepada Cia sau cengcu, umumnya gadis suku Biru memang lebih tegas dalam memilih jodoh, bila dia sudah menaksir seorang laki-laki, kalau bukan laki-laki itu tidak mau menikah dengan lelaki lain, maka mereka yakin dapat membujuk Hun Lian untuk membantu bila mereka berjanji untuk bantu merangkap perjodohan mereka, sungguh tak nyana bahwa Hun Lian mengeluarkan pernyaraan yang memencilkan harapan mereka bersama, karuan mereka berdiii menjublek putus harapan, walau tiada yang menangis gerang - gerung, tapi semua bermuka pucat pasi.
Hun Lian adalah gadis yang berhati bajik dan bijaksana, jiwanya jauh berbeda dengan ibunya, melihat mereka dirunding kesedihan, hatinya tidak tega, maski jago jago kosen ini tamak sebutir biji teratai darah, sehingga mereka terjebak oleh kelicikan ibu nya, tapi kejadian gara-gara oleh Hun Lian juga, maka dia menghela napas, katanya : "Sebetulnya kejadian ini tidak akan mengancam jiwa kalian bila mau tunduk atas perintah ibu, apaiagi aku dengar d dalam Kim-hou-po juga telah terjadi pemberontakan, betapapun banyak jago mereka, kalau tanpa pimpinan tentu tidak sukar kita menggempur Kim hou-po."
Maksud Hun Lian hendak membujuk dan menentramkan hati jago-jago kosen itu, namun melihat sikap mereka, seperti tidak mendengar anjurannya, semua tunduk kepala lalu menyingkir satu persatu tanpa bersuara, hanya Liong bin Sianjing saja yang ma sih berdiri didepannya, bibirnya sudah /
bergerak hendak bicara, namun batal, akhirnya diapun menyingkir tanpa bicara lagi.
Hun Lian celingukan, ratusan jago kosen tersebar luas didalam lembah, ada yang duduk, berdiri ada juga yang sudah mendengkur, namun semua bersikap Kaku dan terlongong mengawasi api unggun, dibawah jilatan cahaya api tampang mereka tak ubahnya batu-batu gunung yang berserakan Itu.
Ingin Hun Lian membantu mereka, namun bila terbayang bila ibunya marah, betapa menakutkan mimik dari tindakannya, di sendiri juga bergidik seram, apapun dia tak berani mencuri bumbung itu dari badannya.
Api masih terus menyala dan ranting kering bertambah sehingpa api unggun berkobar makin besar, kira-kira satu jam kemudian, tampak Kui-bo Hun Hwi-nio mendadak membuka mata, sorot matanya tajam jelilat-an, tidak marah tapi menunjukkan wibawanya yang garang, siapapun tak berani beradu pandang dengan dirinya.
Begitu membuka mata Kui-bo Hun Hwi nio lantas beriak ; "Tan - thancu, dibawah pengawalan Oh sam Siansing, Pak-to Suseng dan Liong-bin Sianjing bertiga, kalian berangkat dulu dan pendam semua bahan peledak itu dikedua sisi pintu gerbang Kim-hou-po.
Laki-laki berpakaian lusuh dan banyak tambalan itu segera berdiri sambil mengia-kan. Baru sekarang Hun Lian tahu bahwa untaian segi empat itu adalah bahan peledak, agaknya Tan-thocu adalah seorang ahli membuat dinamit.
Terdengar Kui bo Hun Hwl-nio berteriak : "Lekas berangkat."
Teriakannya ini menggunakan kekuatan tenaga dalam suaranya keras menggetar lembab mengguncang bumi, menimbulkan gema uara yang mendengung diudara. Sebetulnya jago-jago kosen yang hadir dalam lembah itu, satupun tiada yang menjadi tandingan Kui-bo Hun Hwi-nio bila /
bertanding satu lawan satu, namun bukan tandingan masih bisa melarikan diri, supaya Kui-bo tidak petingkah dan bersimaharaja Tapi mereka tahu jiwa mereka tergenggam di angan Kui-bo, meski hati amat berang mendengar bentakan kasar Kui- bo Hun Hwi-nio, namun Oh-sam Siansing, Pak-to Suseng dan Liongbin Siangjin tiada yang berani membangkang, lekas mereka berdiri.
"Setelah menunaikan tugas, tunggulah aku dijalan tembus yang menuju ke Kim-hou-po," demikian seru Kui-bo Hun Hwi-nio "b la ada diluar benteng menghadapi rintangan, babat dan ganyang saja seluruhnya habis perkara."
Oh sam Siansing bertiga diam saja, Tan thocu segera masukan buntalan-buntalan di namit itu kedalam sebuah karung lalu beranjak keluar lembah.
Setelah keempat orang ini keluar dari lembab dan lewat selat sempit itu, kira-kira beberapa li kearah utara, baru Liong-bin Siangjin buka suara: "Keadaan kita sekarang apa bedanya dengan dicacah hancur oleh musuh "
Tan-thocu menyeringai getir, katanya "Memangnya apa yang bisa kita lakukan ?"
Oh-sam Siansing saling pandang sekejap dengan Pak to Suseng, Pak-io Suseng segera berkafa : "Dunia sebesar ini, namun kemana kita bisa menyembunyikan diri."
Mendadak Oh-sam Siansing menegakkan badan, seluruh tulang belulang tubuhnya mengeluarkan suara keretekan, jelas menandakan bahwa hatinya amat geram dan penasaran, sesiai apa yang dikatakan Tan-thocu barusan, memangnya mau apa meski bati amat berang "
Tan-thocu berkata : ,,Ayolah jangan membuang waktu, tidak sedikit jago jago kosen yang bertugas d luar Kim-hou-po, kita perlu membuang banyak tenaga untuk menunaikan tugas ini." /
Oh-sam Siansing bertiga mendengus bersama, segera mereka bergerak lebih cepat ke arah depan, lekas sekali dan kejauhan mereka sudah melihat tembok benteng yang bercokol tinggi diatas bukit tandus. Beberapa rumah petak tak jauh dibawab benteng kelihatan memancarkan cahaya kelap kelip, dua kepala harimau emas diatas pintu itu tampak mengilap ditingkah sinar bulan.
Tempat di mana Oh sam Siansing berempat berada sekarang, adalah tanah tegalan tak jauh di sebel ah utara Kim-hou po dimana dulu Cia Ing kiat menyembunyikan diri di-tanah galiannya selama tiga hari menyelidik keadaan Kim-hou po Sejenak mereka ber-henti, dari kejauhan mereka mendengar derap lari kuda, hanya sekejap lari kuda sudah mcacongklang makin dekat malam remang-remang, tampak seekor kuda putih berlari kencang, dipunggungnya mendekam satu orang, gelagatnya sedang memburu waktu atau ingin menyampaikan kabar penting fcmgga kuda dibedal sekencang itu.
Lekas sekali kuda dan penunggangnya sudah membedal dekat, agaknya penunggang kuda mendadak sadar bahwa d d pan ada orang mencegat segera dia menarik tali kendali menghentikan lari kuda serta berduduk menegakkan badan. Oh sam Stansmg berempat melibat jelas, penunggang kuda ini bukan lain adalah Cia Ing-kiat. Dahulu Oh sam Siansing pernah mertamu ke Kim-long-ccng dan bersahabat dengan ayahnya, sudah tentu dia j iga kenal Cia Ing-kiat. Sebagai jago silat iop anp disegani kaum persilatan umumnya, beberapa hari ini dia harus tunduk dan patun akan perintah Kui-bo Hun Hwi-nio, betapa dougkol dau penasaran hatinya sungguh tak terlampias begitu melihat Cia Ing-kiat, terbayang gara-gara pemuda ini sehingga nasibnya serba mengenaskan begini, kini jiwanya terbelanggu di tangan majikau Hiat lui kiong Saking gusar, penasaran beberapa hari ini seketika meledak sambil menghardik bagai guntur menggelegar dia angkat terus mencengkram. /
Begitu melibat ada orang mencegat, Cia Ing kiat sudah menghentikan kudanya, jaraknya dengan Oh sam Siansing ada dua tiga tombak jauhnya. Cengkraman Oh-sam Siansing sudah tentu tak bisa mencapai dirinya, apalagi orang juga tidak menubruk maju. Tapi di tengah hardikan gusarnya itu, Cia Ing kiat seperti dikemplang palu kepalanya, hatinya kaget, badan tergeliat, serumpun tenaga lunak yang kuat mendadak mendera tiba, karuan kuda putih tunggangannya berjingkrak kaget berdiri dengan kaki belakang, karena tidak bersiaga Cia Ing-kiat terperosok jatuh dari punggung kuda.
Begitu terguling beberapa kali di tanah, Oh-sam Stansing sudah menggerung geram memburu datang sambil melompat terapung, mirip seekor burung raksasa tubuhnya menukik dengan tubrukan sengit kesra b Cia Ing-kiat. Kebetulan Cia Irg kiat berhenti menggelundung dan kebetulan menegadah keatas, dilihatnya tubuh Oi-sam Stansing sudah berada diatas kepalanya, matanya mencorong murka, kedua telapak tangannya sedang bergerak menepuk kebawah, karuan serasa copot arwahnya saking takut dan ngeri, mulutnya hanya sempat menjerit: "Oh. . ."
Tapi hanya sepatah kata yang sempat keluar dari mulutnya. Ternyata O'n sam Siansing menubruk dengaa mengerahkan kekuatan hawa murninya,sekujur badannya seperti terbungkus baja yang tidak kelihatan ikut menindih turun, betapa bebat kekuatan Lwe-kangnya sehingga Cia Ing-kiat me asi berat ditindih dan dada sesak, sudah tentu dia tak kuat meneruskan perkataannya.
Dalam kesdaan gawat itulah, mendadak sempat dia mendengar dua bentakan orang, menyusul bayangan dua orang ikut melesat tiba. Rebah dia tas tanah, hakikatnya Cia Ing-kiat tidak sempat mengikuti apa yang terjadi, terasa tenaga hebat yang menindih tubuhnya itu mendadak sirna tak berbekas, tapi tubuhnya terbawa arus perpaduan dua jalur /
kekuatan hebat sehingga tubuhnya terguling lagi beberapa kaki jauhnya.
Bila dia sudah menenangkan hati, tampak Oh-sam Siansing berdiri tegak ditanah, Pak-to Suseng dan Liong- bin Siangjin berdiri agak jauh di kanan kirinya. Tak-to Suseng masih kuat menguasai keseimbangan badannya, tapi Lion bin Siangjin tampak memburu napasnya, wajahnya agak pjcit, jelas tenaga dalamnya menghadapi perlawanan yang kokoh dan tangguh sehingga napasnya sengal-sengal.
Cia Ing-kiat tidak sempat menduga apa yang telah terjadi, lekas dia melompat berdiri lalu menyurut mundur delapan langkah pula. didengarnya Pak-to Suseng berseru: "Oh-sam, ada sangkut paut apa persoalan ini dengan bocah ini?"
Masih beringas muka Oh-sam Siansing, bentaknya: "Jikalau bukan para gara permainan patgulipat bocah ini dengan cewek bangsat itu, mungkinkah Kui-bo menelorkan rencana jahat ini sehingga kita semua tertipu di Hiat-lui-kiang."
Liong-bin Siangjin menghela napas, katanya: ,,Sudahlah, jangan kau menyalahkan orang lain, kenapa tidak salahkan diri kita sendiri yang terlalu tamak,"
Pak-to Suseng ikut tertawa getir, katanya: "Ya, memang harus sudah kita duga sejak mula memangnya siapa tidak tahu pribadi Kui-bo Hun Hwi-nio yang licik dan jahatf kalau kita tidak tamak, nasib ini tidak seje lek sekarang."
Oa-sam Siansing berdiri menjublek, keringat membanjir dijidatnya, jelas hatinya amat menyesal dan malu, seperti ingin sembunyi didalam lobang bawah tanah saja.
Sudah tentu Cia Ing-kiat tidak habis herannya, sejak dia diculik Liong bun Pangcu dari Hiat lui kiong hingga dia disekap dalam markas L ong bun pan , berapa kali dia berusaha melari an diri, namun selalu he-hasil diringkus kembali oleh jago-jago Liong-bun-pang, hingga Liong-bun Pangcu me nberitahu kepadanya bahwa dia akan membawa Hun Lian kemari baru /
hatinya merasa tentram dan tidak memberontak lagi dalam sel.
Tugas Rahasia Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata Liong-bun Pangcu memang tidak menjilat ludahnya Hun Lian memang datang, tapi habis ] ertemuan itu justru amat mengecewakan hatinya, gusar, benci dan penasaran lagi. 5etelah Hun Lian pergi, segera dia menerjang keluar, diluar dugaan kali ini dia tidak mengalami halangan.
Sudah tentu sejak dia diculik dari Hiat-lui-king, apa yang terjadi selanjutnya dia tidak tahu menahu, kini mendengar percakapan ketiga jago silat top ini, baru dia menyimpulkan bahwa mereka pernah dirugikan didalam Hiat-lui-kiong, setelah tenang perasaannya, baru Ing-kiat berkata perlahan: Para Cianpwe, apa yang terjadi di Hiat-lui-kiong?"
Begitu dia ruka suara, sorot mata Oh-sam setajam kilat dingin menyapu pandang kearah dirinya, seketika Cia Ing-kiat bergidik dibuatnya. Pak-to Suseng tidak perduli akan pertanyaannya, sementara Liong - bin Siangjin mengulap tangan, ucapnya: "Enyahlah kau."
Meski heran dan curiga, namun terbayang betapa kejam tubrukan Oh-sam Sian sing tadi, mengkirik bulu kuduknya, sambil tnengiakan tersipu Cia Ing-kiat mundur ke belakang, sebelum dia memutar tubuh hendak pergi' tiba-tiba Liong bin Siangjin berteriak : "Tunggu dulu,"
Cia Ing kiat berdiri dan menoleh, dilihatnya Liong bin Siangjin mengawasi dirinya denian tersenyum getir seperti apa boleh buat, lalu katanya ;.'Biasanya perempuan suku Biau amat khusus dalam memilih jodoh-cintanya tidak gampang berobah. tapi Hun Lian bilang hubungannya dengan kau sudah putus, apakah yang terjadi coba kau jelaskan."
Seketika berkobar amarah Cia lng-kiat harga dirinya seperti direndahkan, dengan merah dia berkata "Buat apa bicara tentang perempuan seperti itu, siapa tahu kenapa dia /
memutar balik persoalan yang terang ayahku gugur lartaran perbuatannya, aku tidak akan memberi ampun kepadanya."
Sebetulnya kematian Cia Ing kiat terbunuh ditangan Lui Anging, hal ini sejauh itu tidak diketahui oleh Cia Ing-kiat, tapi-dosa kesalahan ini sekarang justeru dia jahitkan dipundak Hun Lian. maka amarahnya tidak tertahankan.
Liong bin Siangjin menghela napas gege tun. sebetulnya dia masih ingin merujukan hubungan Cia Ing-kiat dengan Hun Lian. setelah mendengar langsung pernyataan Cia-Ing-kiat dia tahu soal jodoh ini sudah tidak mungkin diharapkan lagi, terpaksa dia me-ngulap tangan.
Cia Ing-kiat menghela napas, katanya; "Siangjin, bila kau ketemu budak busuk itu, tolong sampaikan kepadanya, orang she Cia tidak sudi menerima budi kebaikan apapun band rinya Lioi g bin menggeleng kepalanya pelan-pelan bahwasanny dia tidak perhati kan apa yang diucapkan Cia Ing-kiat selanjutnya. Tapi Tan thocu yang berada dise-belahnya tergerak hatinya setelah mendengar pernyataan Cai ing kiat,segera dia mendahului maju kudepan Cia ing kiat. katanya:,,Cia sau-cengcu, bukankah soal jodoh ini diajukan oleh Kui-bo sendiri?"
Kembali mendidih amarah Cia Ing-kiat dengan geram dia mendengus saja, walau tidak memberi reaksi apa-apa lagi, namun dalam ban dia membatin, mending kalau soal jodoh ini diajukan langsung oleh Kui-bo tapi kenyataan adalah Thi jan Lojin dan Gin-koh atas perintah Kui-bo meluruk kerumahnya serta merebut dirinya dari tangan sang ayah. Agaknya peristiwa ini tidak banyak diketahui orang. Tadi kalau hal ini dibicarakan dengan orang lain sungguh memalukan juga menurunkan gengsi ayahnya almarhum, sebagai anak muda yang suka merang dan berdarah panas, namun Cia Ing-kiat masih bisa menguasai diri dan tutup mulut saja.
Segera Tan thocu berkata pula:,Jadi nona Hun bilang putus hubungan segala, artinya perjodohan itu batal?" /
Cia Ing-kiat mendongak kepala sambil menggendong kedua tangan, maksudnya tidak ingin membicarakan soal jodoh ini lebih lanjut. Tapi Tan-thocu berkata pula:"Cia-sau-cengcu tadi kau bilang tidak sudi menerima budi kebaikan nona Hun, setelah membatalkan pernikahan ini nona Hun merasa menyesal kepadamu, maka dia menyajikan suatu bantuan demi kepentinganmu?"
Mendengar pertanyaan Tan-thocu, Oh-sam Siansing, Pak-to Suseng dan Liong bin Siangjin yang sudah siap pergi serempak putar balik merubung kedepan Cia Ing-kiat, pandangan keempat gembong silat ini menatap Cia Ing-kiat.
Sebetulnya Cia Ing-kiat sudah segan membicarakan soal ini, tapi melihat sikap empat orang ini seperti ingin tahu seluk beluk persoalannya, sedikit banyak timbul rasa- takut dalam hatinya, maka dia berkata ,,Ya, benar, dia bilang merasa salah dan mungkin terhadapku maka dia bersedia melakukan sesuatu meski betapapun sulit persoalan yang kuajukan pasti takkan ditolak olehnya . . . " sampai di sini dia berhenti sejenak, dia bicara tetap mendongak sehingga tidak perhati kan sikap kegirangan keempat orang yang mendengar penjelasannya, pikirnya penjelasan ini hanya untuk menjaga gengsi sendiri, maka dia bicara lebih lanjut ", "Hm, perempuan jalang seperti dia, memangnya kapan aku pernah merindukan dia, bahwa dia sendiri yang membatalkan soal jodoh ini, kebetulan sekali malah, memangnya siapa sudi mohon bantuannya segala."
Begitu dia habis bicara, mendadak terasa pergelangan kedua tangannya dipegang kencang orang dengan berjingkat dia menoleh kiranya Pak to Suseng dan Liong bin Siang-ji-i sudah dekat di kanan kirinya, kedua orang ini yang memegang erat tangannya, karuan Cia Ing-kiat tersirap kaget, teriak-rya : "Kalian mau apa ?" /
,,Cia sau cengcu" tukas Liong- bin Siangjin ,,kami mohon bantuanmu, tolong kau menuntut nona Hun untuk menolong kita."
Karuan Cia ing-kiat berdiri bingung. Ternyata sikap Oh sam Siansing, Pak-to Suseng dan Liong-bin Siangjin berobah seratus delapan puluh derajat, kalau tadi mereka bersikap kereng dan penasaran, sekarang roman muka mereka berseri lebar dan ramah malah PaK-to Suseng berkata : "Soal ini memang perlu dijelaskan dari permulaan supaya Cia-sau-cengcu tahu duduk persoalannya."
Maka Liong bin Siangjin berkata : ..Cia-sau-cengcu, setelah kau dibawa pergi Liong-bun Pangcu . , . . " begitulah sifat manusia, bila kau ingin mohon bantuannya maka tutur katanya juga berobah ramab dan sopan, pada hal Cia Ing-kiat diculik Liong bun Pangcu, tapi Liong bin Siangjin bilang dibawa pergi. Sudah tentu Cia Ing-kiat amat senang menghadapi pembahan sikap mereka tanpa bersuara dia mendengar penjelasan Liong-bin Siangjin
Sudah tentu berdebar jantung Cia Ing-kiat meudengar cerita Liong-bin Siangjin. Tapi melibat sikap Oh-sam Siansing dan Pak-to Suseng yang serius dan prihatin, dia yakin cerita itu memang betul, peristiwa ini jelas merupakan pukulan lahir batin yang memalukan mereka, maka Ing kiat masih menelaah persoalan ini tanpa bicara. Maka Pak-to Suseng campur bicara : " ..Maksud kami ingin mohon bantuanmu supaya menuntut balas kebaikan nona Hun, mencuri bumbung kumbang milik ibunya itu."
Cia Ing-kiat menarik napas dalam, sebelum dia bicara, Oh-sam Siansing yang sejak tadi diam saja mendadak ikut bicara .Bila kau berhasil n enunaikan tugasmu ini dengan baik, berarti kau sudah menolong jiwa ratusan orang, jelasnya kita juga tidak akan membiarkan kau bekerja secara percuma, raiusan jago-jago silat itu semua memiliki kepandaian khusus perguruannya, setiap orang bila mengajar tiga jurus /
kepadamu, maka hidupmu selanjutnya tanggung tak kan kapiran."
Pernyataan Oh-sam Siansing menambah debar jantung Cia Ing kiat lebih keras. Memang, jikalau jago jago silat kosen sebanyak itu, setiap orang mengajar tiga jurus kepada nya, memang selama hidupnya ini pasti takkan kapiran. Setelah melenggong sekian lama baru Cia Ing-kiat berkata : "Tapi di sini hanya ada kalian berempat, bagaimana maksud orang lain ..."
"Orang lain aku yang tanggung, mereka pasti setuju dan patuh akan usulku." demikian tukas Oi-sam Siansing.
Mengawasi Oh-sam Siansing dan Pak-to Suseng, Cia Ing-kiat membatin, dengan gabungan kekuatan kedua orang, jago lihay mana didunia ini yang mampu menandingi mereka, maka dia yakin persoalan ini sudah pasti, katanya perlahan: ..Di mana nona Hun sekarang, biar kucoba."
Liong-bin Siangjin berkata : idalam lembah tak jauh dari sini. lebih batk kau bisa memancingnya keluar dari lembah, dan hati-hati jangan sampai diketahui Kui-bo."
,,Tidak jadi soal, aku bisa merias diri menjadi bentuk lain, Kui-bo pasti tidak akan mengenali diriku." sahut Cia Ing-kiat.
Tan-tho-cu berkata : "Urusan cukup genting, sebelum terang tanah, Kui-bo sudah akan mengerahkan seluruh kekuatan mulai menggempur Kim-hou-po, lebih baik kau bisa membereskan tugasmu sebelum fajar, bantuanmu amat besar artinya bagi kita semua."
"Baiklah," ucap Cia Ing-kiat, " segera aku pergi mencarinya." habis bicara Cia Ing-kiat berlari ke sana lalu mencempUk ke-punggung kuda serta dibedal kencang kearah selaian, di punggung kuda dia keluarkan sebuah kedok muka terus dikenakan, sementara kudanya berlari kencang menuju ke selat yang ditunjuk serta menyelinap kedalam. /
Baru beberapa langkah dia berjalan, lantas didengarnya didinding selat sebelah atas seorang menegurnya : "Siapa kau ?"
Cia Ing-kiat angkat kepala, dikeremang-an malam, dilihatnya seorang berdiri tegak mepet dinding karang, tidak kelihatan di mana kedua kakinya berpijak, mirip cicak saja orang itu mendempel ditengah dinding karang yang rata itu.
Cia Ing-kiat menghentikan langkah serta menjawab : ,,Oh sam Siansing mengutusku kemari."
Sorot mata orang ini dingin tajam, dari atas kebawah dia mengawasi Cia Ing kiat, pandangan penuh selidik ini membuat Cia Ing-kiat mengkirik merinding. Makin dipan dangsemakin risi, untunglah mendadak orang itu tertawa dingin lalu mengulap tangan, tubuh yang mendempel dinding karang itu merambat lurus keatas makin tinggi.
Cia Ing-kiat seperti masih ingat wajah orang ini pernah dilihatnya di Hiat-lui-kiong kini dia sudah tahu segala seluk beluk persoalannya, maka boleh diduga bahwa orang ini juga pasti sudah terkena niat beracun, walau tidak berani memberontak atau menentang secara terang-terangan, tapi umpama melihat ada spion musuh menyelundup kemari juga tidak akan mau bekerja sepenuh hati. Tanpa bicara segera Cia Ing-kiat melesat kedaiam selat, di dekat mulut selat dia mencari tempat gelap serta menyembunyikan diri lalu melongok kedepan.
Tampak banyak oraug didalam lembah, semua tiduran dibawah. diatas batu, sikap nya lesu dan loyo seperti tawanan yang sudah sekian lama tidak diberi makan, tiada semangat sedikitpun. puluhan api unggun menyala diberbagai tempat, tepat ditengah lembah Kui-b) duduk bersimpuh diatas batu, matanya terpejam, jelas sedang samadt. Hun Lian juga duduk dibatu tak jauh dipinggir ibunya, kepala tunduk entah soal apa yang sedang dipikirkan, sikapnya tampak memelas. /
Timbul rasa iba dalam hari Cia Ing-kiat namun bila terbayang betapa dirinya dibuat malu dan sudah banyak berkorban secara sia-sia karena cewek yang satu ini, rasa benci dan penasaran seketika merasuk sanubarinya pula, pikirannya menjadi ruwet, sesaat lamanya dia berdiri mematung ditempat nya Cukup lama dia mendekam dibelakang batu, sekian lamanya itu, orang-orang d dalam lembah itu ternyata tidak banyak yang bergerak, keadaan di sini kira-kira hampir mirip dengan apa yang pernah dia saksikan di Kim-hou-po tempo hari.
Maka Cia Ing-kiat berpikir : "Umpama aku berjalan terang-terangan masuk ke lembah pasti tiada yang memperhatikan diriku." maka dia segera maju bebeiapa langkai, dengan menegakkan badan ternyata tiada reaksi dari sekian banyak orang, nyalinya makin besar maka dia beranjak lebih lanjut, bila dia sudah berada didepan Hun Lian, baru gadis jelita ini angkat kepala mengawasinya sejenak, Cia Ing-kiat mengenakan kedok muka sudah tentu Hun Lian tidak bisa mengenalnya.
Makin dekat perasaar Cia log kiat makin gundah, dia tahu bila dia mengajukan permohonan kepada Hun Lian, berarti dia sudah menerima budi kebaikannya sesuai yang telah dijanjikan orang kepada dirinya, maka selanjutnya jangan mengharap cewek ini merujuk kembali hubungan asmara mereka, celakanya harga dirinya dalam sanubari cewek ini mungkin sudah tidak berharga sc-peserpun, orang pasti menilai dirinya sebagai manusia rendah yang tamak keuntungan melulu.
Tapi bila dia terbayang imbalan yang dijanjikan beberapa jago silat kosen kepada nya, hatinya menjadi gatal lagi, akhirnya dia kertak gigi sirta berbisik perlahan : "Nona Hun, aku ingin bicara dengan kau." /
Terbeliak bola mata Hun Lian yang jeli bundar, sebening kaca pandangannya menatap dirinya, begitu Cia Ing-kiat buka suara,
Hun Lian segera kenal suaranya, seketika badannya bergetar, namun segera dia berbangku.
Lekas Cta Ing-kiat putar bidan lalu berlalu. Hun Lian mengin.ul dibelakangnya, terus menuju keluar selat dan berhenti diba-wah dinding karang yang cnram itu. jaraknya dengan tempat duduk Kui-bo cukup jauh yakin percakapan di sini takkan terdengar olehnya, Cia Ing-kiat putar badan, sesaat dia berdiri melongo tenggorokan seperti disumbat, rangkaian kata ying sudah dipersiapkan diujung mulut kini tak kuasa diucapkan, yang menahan mulutnya melontarkan rankaian kata yang sudah dikarangnya sudah tentu adalah harga diri, didamping malu diapun merasa segan.
Hun Lian masih menatapnya, melihat mulutnyt megap-megap akhirnya dia yang buka suata lebih dulu : ,,Adakah persoalan yang ingi-i minta bantuanku?"
Cia Ing-kiat segera angkat kepala. Hun Lian menghela napas katanya perlahan : "Aku pernah janji kepadamu untuk melakukan satu pekerjaan, asal aku bisa melakukan, aku pasti menerima permintaanmu, katakan saja "
Cia Ing-kiat masih merasa berat juga mengutarakan maksudnya, maka Hun Lian berkata pula : "Setelah aku menunaikan janjiku, persoalan lama pasti takkan menjadi ganjalan sanubariku lagi."
---ooo0dw0ooo-- Jilid 12 Hun Lian berterus terang, bicara blak-blakan, mungkin karena hatinya bajik dan bersih, apa yang dipikir lantas diutarakan, namun apa yang diucapkan bagi pendengaran Cia /
Ing-kiat sudah tentu amat menusuk perasaannya, hampir saja meledak amarahnya, untung janji imbalan Oh-sam Siansing dan lain-lain lebih merangsang hatinya, tentang melampiskan rasa dongkol dan dendam kelak masih banyak kesempatan, kenapa harus dirisaukan sekarang" Maka dia telan penasaran hatinya, setelah tertawa kering, baru dia berkata: "Permintaanku gampang dilaksanakan, asal kau mau pasti dapat kau kerjakan. Ibumu memiliki bumbung bambu, bumbung, itu....."
Seketika Hun Lian menjerit tertahan, untung dia lekas mendekap mulutnya, dia sadar dalam keadaan seperti ini, suaranya pantang didengar oleh Kui-bu, lekas dia menoleh ke sana, uniung dia sempat mengerem suara dan mendekap malu t orang yang paling nekatpun tidak tertarik perhatiannya, sudah temu Kui bo yang berada lebih jauh tidak mendengar suaranya, den an mu a tegang beringas dia bertanya: "Untuk apa kau minta bumbung itu?"
Cia ingkiat hanya menarik napas panjang tanpa memberi jawaban. Hun Lian berkata pula: "Kumbang beracun dalam bumbung itu sebetulnya tidak berbahaya, orang biasa bila duengat juga takkan binasa, paling hanya membekak saja, tapi bagi yang sudah terkena ulat beracun . . ," sampai di sini Hun Lian berhenti' agaknya dalam sekejap ini dia maklum apa maksud Cia Ingkiat menuntut bumbung kumbang itu, maka dia menambahkan dengan suara lirih: "Orang lain yang suruh kau minta kepadaku?"
"Tidak, keinginanku sendiri" sahut Cia Ing-kiat.
Berkerut alis Hun Lian, perlahan dia tunduk kepala serta menepekur, beberapa kali Cia Ing-kiat tertawa dingin katanya: "Pernikahan yang kau kehendaki sendiri boleh kau batalkan sesuka udelmu sendiri, maka janjimu yang kau lontarkan didalam markas Liong-bun pang itupun boleh saja kau jilat kembali, anggap saja aku tidak pernah menuntut apa-apa /
kepada ku." habis bicara Cia Ing-kiat putar badan terus melangkah pergi.
Hun Lian segera memburu seraya berseru tertaaaa: "Tunggu sebentar."
Cia Ing kiat berhenti tanpa membalik, Hun Lian berkata gelisah: "Jangan kau kira aku ini perempuan plinplan yang suka ingkar janji "
Memangnya amarah sudah membakar hati Cia Ing-kiat, dengan kertak gigi dia mendesis: ,,Enak juga didengar."
Hun Lian menarik napas dalam, katanya: ..Baiklah, kuterima permintaanmu, tunggulah aku diluar selat, begitu berhasil segera akan kuserahkan kepadamu."
Mendengar Hun Lian menerima permintaannya dan janji akan menyerahkan kepada dirinya, hati Ing-kiat girang bukan main-Pada hal dia tahu modal Kui-bo Hun Hwi-nio untuk menggepur Kim-hou-po adalah tenaga jago jago kosen dunia persilatan itu, bumbung kumbang ditangannya itu adalah alat pemeras untuk mengancam jiwa mereka bila tidak mau bekerja sesuai perintahnya, maka bumbung berisi kumbang berbisa itu dipandangnya lebih berharga dari harta benda, untuk mencurinya, bagi Hun Lian, meski putri kandung sendiri juga bukan soal mudah Tapi Hun Lian berani berjanji bagaimana bekerja, sukses atau gagal adalah urusannya. Walau hati senang, namun lahir Cia Ing-kiat tetap dingin, katanya: Baik, akan kutunggu diluar, bila. bumbung itu sudah kau serahkan baru aku man percaya kau bukan orang yang suka menjilat ludahnya sendiri." dengan langkah lebar segera dia tinggal pergi. Hun Lian mengawasi bayangan punggungnya, hatinya hambar dan mendelu.
Semula dia merasa menyesal terhadap Cia Ing - kiat, tapi sekarang rasa sesal ini sudah lenyap, tapi berobah menjadi pandangan hina. Hal ini memang sudah dalam dugaan Cia Ing-kiat. /
Setelah menjublek beberapa saat baru perlahan Hun Lian kembali kesamping Km-bo, di saat bicara dengan Cia Ing-kiat tadi, beberapa kali dia melirik kearah Kui bo syukur ibunya tetap duduk bersimpuh tak bergerak, tapi begitu Hun Lian tiba d samping ibunya, Kui-bo lanlas membuka mata dan bertanya: "Siapa yang ajak kau bicara diluar tadi" '
Hun Lian terperanjat, jantungnya melonjak, sesaat dia gelagapan tak tahu bagaimana harus menjawab.
Untung Kui-bo t?dak mendesak lebih lanjut, malah mengajurkan : "Kulihat langkah orang itu berat gentayangan, Kungfunya rendah, selanjutnya jangan kau bergaul dengan orang seperti cia.'
Hun Lian menghela napas lega, segera dia mengiakan dengan suara rendah. Pada hal dalam hati dia tengah merancang akal, bagaimana dia harus turun tangan, sudah tentu dia tahu sampai dimana taraf kepandaian silat ibunya, bila mencurinya secara diam-diam jelas tidak mungkin, lalu bagaimana baru bisa bumbung kumbang itu berada ditangannya" Atau berusaha supaya ibunya mau serahkan bumbung itu kepada dirinya " Dasar otaknya encer segera dia berkata: "Bu, dalam penyerbuan ke Kim-hou-po besok, tentunya kau sendiri juga terjun kemedan lega bukan ?"'
"Em," Kui-bo bersuara rendah dalam tenggorokan lalu katanya : "Biar mereka menjadi pelopor barisan, bila Kim-hou-po sudah tergempur, sudah tentu aku sendirian turun tangan."
Mumpung ada kesempatan segera Hun Lian berkata : "Tidak sedikit jago jago kosen di dalam Kim hou po apa lagi oran aneh yang datang bersama Lui Ang in waktu mereka berkunjung ke Hiat lui kiong tempo hari . .
Sampai disini Hun Lian bicara, mendadak Kui bo Hun Hwi-nio menoleh dan menatapnya, soror matanya tampak /
mencorong tajam, Karuan Hun Lian mengkirik dan ber gidiK seram dan tak berani melanjutkan perkataannya.
Nsda perkataan Kui bo mengandung amarah : ..Memangnya kenapa kau kira aku tak mampu merebut Kim-hou-po '
"Bukan demikian, aku .... maksudku . . bila bertarung, bukan mustahil bisa kesalahan tangan, bumbung kumbang itu kau bawa dan disimpan dalam saku, kukira tidak leluasa." setelah mengutarakan isi hatinya Hun Lian berdebar kuatir wajahpun merah, bahwa dia bicara tidak sesuai dengan kebersihan satm-bari. sejak dibesarkan ibunya sampai sekarang baru sekali ini terjadi.
Pada hal Hun Lian juga maklum, umpama keinginan tercapai, bila peristiwa ini berakhir, perbuatannya pasti terbongkar oleh sang ibu, disaat murka, hukuman apa yang akan dijatuhkan ibunya kepada dirinya sungguh tak berani dia membayangkan. Tapi sekuatnya dia menahan diri supaya mimik wajahnya tidak memperlihatkan sikap gugup gelisah dan kuaur
"Em," Kui-bo angkat alis sambil mendehem pula dalam tenggorokan. lalu katanya : "Betul, hal ini belum pernah kupikirkan. baiknya kau saja yang menyimpan bumbung kumbang ini."
Mimpipun Hun Lian tidak pernah duga bahwa kejadian semudah i 11 tercapai, sesaat dia berdiri melongo tak mampu bicara, lidahnya seperti Kelu. tan tahu nagaimana dia arus bicara. Sudah tentu Kui bo tidak rnengira bahwa hati sang putri srdah berkiblat kepada orang, lain, maka dia tertawa riang malah, katanya: "Coba lihat, kau ketakutan begini rupa, hanya persoalan sepele, umpama ada sementara oiang tahu berusaha merebut bumbung kumbang ini, bila bumbung ini pecah jiwanya sendiri yang akan mampus lebih dulu, takut apa?" /
Seperti ditusuk sembilu sanubari Hua Lian, hampir tak tertahan dia ingin berlutut dan memeluk kedua kaki sang ibu mohon pengampunannya dan menangis sepuas hati.
Maklum tujuannya menipu sang ibu. sebaiknya sang ibu memperhatihan keselamatan dirinya betapa hatinya takkan menyesal dan bertobat "
Jikalau Kui-bo menunda beberapa kejap lain baru mengeluarkan bumbung yang disimpannya mungkin situasi bisa berobah secara drastis tapi sembari bicara Kui bo mengeluarkan bumbung itu disertai diserahkan langsung kepada Hun Lian.
Begitu memegang bumbung itu, terasa oleh Hun Lian, kumbang yang berada dida-lam bumbung seperti berontak hingga menimbulkan getaran halus dari sayapnya yang bergerak, maka dia memegang bumbung itu lebih kencang, dalam hati dia membatin : ,,Apapun yang terjadi, yang penting aku selesaikan dulu tugasku."
Begitu dia simpan bumbung itu kedalam bajunya, dilihatnya sui-bo suaah memejam mata serta mengulap tangan suruh dia menyingkir. Jantung Hun Lian berdebar keras, mundur selangkah segera dia melangkah pergi pnluhan tindak, di sini dia berdiri pula sekian lama, melihat Kui-bo tidak memberikan reaksi apa-apa baru perlahan dia putar tubuh dan mulai beranjak pergi dengan langkah perlahan, menjelang mendekati mulut selat mendadak dia menarik napas lalu menjejak kaki, beruntun beberapa kali lompatan ia sudah meluncur keluar selat.
Sekelnar dari selat sempit itu Hun Liari masih berlari kencang setengah li jauhnya keorah utara, ditempai yang gelap dibawah sebuah pohon, dilihatnya bayangan seorang, setelah lebih dekat baru jelas bahwa orang itu adalah Cia Ing-kiat /
Hun Lian tidak mau maju terlalu dekat, dalam jarak tertentu dia menghentikan langkah, suara Cia Ing-kiat yang dingin berkumandang : "Apa mungkin secepat ini kau berhasil mengambilnya?" nadanya seperti tidak percaya bahwa Hun Lian bisa mencuri bumbung itu secepat ini maka dia kira kedatangannya ini hanya untuk membatalkan janjinya saja.
Sudah tentu sikap Cia Ing-kiat justru menimbulkan kesan buruk dan memualkan bagi Hun Lian, segera dia balas bersuara dengan nada tak kalah dinginnya : ,,Ya, memang sudah berhasil."
Kelihatannya Cia Ing kiat berjingkat kagei, segera dia melompat datang, Hun Lian sudah meroboh keluar bumbung itu, langsung dilemrar kearah Cia Ing-kiat yang kebetulan melompat datang, lekas Cia Ing-kiat meraih bumbung itu lalu mendekatkan bumbung kepinggir telinganya strta mendengarkan sejenak, seketika wajahnya mengunjuk tawa senang.
Sebetulnya Hun Lian sudah ingin tinggal pergi, betapapun dia seorang gsdis yang bajik maka dia berkata : "Awas, bila tutup bumbung itu terbuka, entah berapa banyak jiwa akan menjadi korban." habis memberi pesan, hatinya dirangsang rasa sedih dan kasihan, maka cepat dia berlari pergi.
Mengawasi bayangan Hun Lian yang meluncur pergi, hati Cia Ing-kiat menjadi mendelu namun rasa senang lebih merasuk pikirannya, segera dia putar badan berlari kesetanan.
Makin lari makin kencang, makin kencang hati makin senang, tak lama kemudian, Kim-bou-po sudah kelihatan tak jauh didepan. Saat itu sudah lewat tengah malam, Cia Ing-kiat langsung meluncur kearah benteng yang tegak diaias gundukan tanah tandus itu, tampak Oh sam Siansing, Pak to Suseng, Liong-bin Siang jin dan Tan-thocu masih berada diatas ngarai, gulungan tambang panjang melilit pinggang Tan tocu tubuhnya sudah tergantung diudara dan sedang melorot /
kebawah, sementara tambang-dipinggangnya terus berputar dan mulur makin panjang.
Sebelum keempat orang ini meluncur tiba dibumi, dari kejauhan mereka sudah melihat Cia Ing-kiat yang sedang meluncur datang, tiga tombak lebih masih terapung di udara, mendadak Pak-to Suseng dan Oh-sam Siansing bersalto kebelakang, tubuhnya meluncur turun dengan menukik celeniang laksana burung, di mana kesiur angin menderu sebat dan enteng sekati kedua orang ini meluncur turun dan hinggap dikedua sisi Cia Ing-kiat.
Melihat pertunjukan Ginkang setinggi itu Cia Ing-kiat berjingkat kaget, batinnya " "Kungfu orang ini sedemikian tinggi, bila kuserahkan bumbung kumbang beracun itu kepada mereka, umpama mereka ingkar janji. Spa yang bisa dilakukan dirinya. Waktu berlari kencang tadi bahwasanya bal ini ak: pernah dia pikirkan, tujuannya banya ingin selekasnya menyerahkan bumbung itu kepada pihak yang berkepentingan, namun dalam waktu sesingkat ini timbul sifat egoisnya, terpaksa dia harus memikirkan kepentingan pribadinya juga.
Sebetulnya Cia Ing-kiat terhitung pendekar muda yang punya pambek besar dan berjiwa luhur, jadi bukan pesilat yang tidak dipercaya oleh kaum persilatan atau orang yang jiwa sempit Tapi sejak dia tidak pedulikan gengsi sendiri, lalu meugajukan permohonan bantuan kepada Hun Lian, wataknya yang agung sudah mulai luntur, maklum biasanya sukar bagi seseorang yang akan melakukan perbuatan yang dirasa memalukan namun untuk melaksanakan kedua kalinya jauh lebih mudah dan perasaanpun lak tertekan. Demikian pula perasaan Cia Ing-kiat sekarang, dia anggap apa yang dilakukan adalah logis.
Begitu hinggap ditanah Oh-sam Siansing dan Pak-to Suseng serempak bertanya: "Secepat ini kau berhasil" " /
Serta merta Cia Ing-kiat tertawa riang dan bangun, sekarang obrolan keluar dari mulutnya secara lancar, sedikitpundia tidak merasa rikuh atau kikuk- "Mana mungkin semudah itu, tapi nona Hun sudah berjanji kepadaku untuk membantu sekuat tenaga."
Ol sam Siansing dan Pak-to Suseng mengunjuk rasa kecewa, katanya: "Lalu kalau dia berjanji akan menyerahkan bumbung kumbang itu?"
"Wah, sulit dikatakan, kuharap kalian a-jak berunding orang-orang lain bila mereka sudah bersumpah berat pasti tidak akan meng ingkari janjinya kepadaku, aku akan kembali ke stia mendesaknya supaya lebih cepat bekerja'
Pak-to Suseng mengerut aJis, Oh-sam Siansing mengunjuk rasa gusar, katanya: "Kalau kami sudah berjanji kuatir bila kami akan ingkar, soalnya seluruhnya terkekang oleh muslihat Kui-bo, dalam keadaan berpencar lagi, mana mungkin mengadakan ikrar bersama, bila hari terang tanah, kita bakal dipaksa menggempur Kim-bou-po. tingkah apa pula yang a-kan kau lakukan?"
Cia Ing kiat mengkirik menghadapi a-marah Oh-sam Siansing, namun rasa jeri seketika lenyap, katanya dingin: "Setelah berhasil menggempur Kim-hou po, kesempatan pasti akan ada."
Tengah bicara Liong-bin Siargjin dan Tan-thocu juga sudah menghampiri. Melihat Oh-sam Siansing masih bersungut gusar, lekas Liong-bin Siangjin mengedip mata kepadanya, katanya: ' Arja yang diucapkan Cia-sau cengcu juga ada benarnya, kami pasti aken bekeja dan berusaha sekuat tenaga, tapi sebaliknya bila Cia sau cengcu sudah berhasil, kuharap kaupun tidak mempersulit dan mempermainkan kita."
Naga Naga Kecil 10 Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Pedang Tanpa Perasaan 12