Golok Bulan Sabit 8
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung Bagian 8
pencoleng atau perampok untuk berjalan seorang dan memenuhi napsu angkara murka sendiri"
"Yaa, memang masuk diakal juga perkataan ini "
"Selamanya teori majikan memang betul", kata Ka-cu dengan sikap sangat menghormat.
Ting Peng tertawa.. "Cuma andaikata aku datang beberapa tahun lebih lambat, bukankah kalian hanya akan
memperoleh satu tahil perak saja.
(Bersambung ke Jilid 15) Jilid : 15 "BENAR, kalau kami bisa mengikuti majikan berapa tahun lagi, maka setahil perak pun tak
akan kami peroleh. tapi kami bisa melanjutkan hidup dengan penuh kebahagiaan"
"Kalau begitu kedatanganku bukankah kelewat awal?" ucap Ting Peng lagi, kali ini dia tidak
tertawa. Ka-cu segera menyahut sambil tertawa.
"Dalam anggapan kami, meski kamipun berharap bisa mengikuti majikan selama beberapa
tahun lagi, tapi kalau dipikir lebih jauh, asal kami bisa membantu majikan agar cepat-cepat
terlepas dari rintangan tersebut pun rasanya pengorbanan kami juga cukup berharga"
"Haaaahhh. . . haaaahhh . . . haaahhhh . . benar, memang berharga, memang sangat
berharga" Sekalipun balas jasa yang mereka peroleh makin lama semakin berkurang, namun keuntungan
yang berhasil mereka raih, justru tambah tahun tambah besar.
Melepaskan kedudukannya sebagai budak, malah mereka anggap sebagai suatu
pengorbanan." Setiap orang mengira mereka adalah sepasang manusia tolol, hanya mereka sendiri yang
tahu, kalau mereka bukan, tentu saja Ting Peng juga memahami akan hal ini.
Itulah sebabnya mereka baru dapat tertawa dengan begitu riang gembira.
Setelah tertawa, Ting Peng baru berkata:
"Andaikata kalian merasa uang yang di peroleh tidak cukup...."
"Ooh, tidak! tidak! Kami merasa cukup sekali" buru-buru Ka-cu berseru. "toh apa keinginan
kami sederhana sekali, dan lagi gampang mencapai kepuasan, lagi pula selama sepuluh tahun ini
kami sudah terbiasa hidup bekerja, maka setelah keluar dari sini, bukan saja seratus tahil perak itu
tak akan habis terpakai, mungkin setelah tiga lima tahun lagi, kami masih bisa untung seratus tahil
perak lebih?" Tanpa terasa Ting Peng memperlihatkan sikap kagumnya, dia cukup mengerti nilai dari orangorang
persilatan diluaran. Seorang jagoan pedang kelas lima, saat dia bersedia menjual nyawa, entah jadi pelayan atau
tukang pukul paling tidak dalam sebulan dia dapat meraih seratus tahil perak.
Sedang ke empat orang ini boleh dibilang sudah merupakan jagoan pedang kelas satu, tapi
mereka harus membutuhkan waktu selama tiga sampai lima tahun untuk menarik keuntungan
seratus tahil perak, tentu saja uang tersebut diperoleh dengan bekerja keras.
Dari sini bisa terlihat betapa tawarnya mereka terhadap kemewahan dunia ...
Tapi Ting Peng berkata lagi sambil menghela napas:
"Ka-cu, Kalian tidak ada sangkut pautnya dengan diriku, sebenarnya akupun tak usah
menguatirkan kalian, cuma aku pikir setelah ini Cia Siau hong tak akan mempunyai perhatian lagi
untuk mengurusi kalian"
"Benar majikan bilang dia hendak pergi jauh selama satu dua tahun, pergi menyambangi
beberapa orang sahabat karibnya"
"Oooh .... apakah pergi sangat jauh?"
"Ya, jauh, jauh sekali, konon akan memasuki padang pasir dan menelusuri tapal batas, hanya
ditempat-tempat semacam itulah barusan ditemukan tokoh-tokoh sakti dan hanya orang-orang
semacam itu pula baru pantas menjadi teman karibnya Cia Siau hong.
Terhadap Cia Siau hong, selain Ting Peng merasa kagum dan memuji, diapun menaruh rasa
hormat . Dia menaruh hormat kepadanya karena dia dapat melepaskan diri dari keduniawian.
Ting Peng tak dapat melakukan hal itu, dia masih mempunyai hubungan dengan dunia luas,
seperti juga dengan ke empat orang yang berada di hadapannya. sekalipun tak ada hubungan
dengan dia, namun dia toh masih tetap menaruh perasaan kuatir terhadap mereka.
Oleh karena itu dengan tulus hati katanya:
"Ka cu, dunia luar tidaklah sesederhana apa yang kau bayangkan, kecuali kalau kalian benarbenar
adalah manusia sederhana."
Tentu saja ke empat orang ini bukan, orang-orang yang berasal dari perkampungan Sin kiam
san-ceng bukan manusia sembarangan, apalagi kalau mereka berasal dari didikan Cia Siau hong
sendiri. Tidak menunggu ia menyelesaikan kata-katanya, Ka-cu telah berkata pula:
"Kami mengerti, kalau kami mempunyai persoalan yang tak terpecahkan, kami pasti akan
mencari Ting Kongcu untuk memohon bantuan!"
Memang inilah yang dinginkan Ting Peng, sekalipun tidak ia utarakan, Ka-cu telah mengatakan
sendiri. Ting Peng segera tertawa, berbicara dengan seorang yang pintar memang selalu
menyenangkan disamping irit tenaga, karena itu akhirnya dia hanya mengatakan:
"Selamat tinggal!"
Selamat tinggal, kadangkala dapat diartikan pula sebagai jangan berjumpa lagi di kemudian
hari. Sekarang dia memang mengartikan demikian, dalam hati kecilnya dia ikut berdoa semoga
mereka dapat menjadi manusia biasa dan mendapatkan tempat pemondokan yang aman dan
tentram. ooo0ooo AH KU menunggunya di depan pintu.
Orang ini selamanya setia, ia tak pandai berbicara tapi memiliki otak yang cerdas, ketika dia
tahu kalau majikannya tak bakal akan menjumpai mara bahaya didalam rumah penyimpan pedang
itu, diapun mengundurkan diri
Walaupun dia tak tahu apakah di luar pintu akan menjumpai mara bahaya atau tidak., tapi
paling tidak, tempat itu merupakan tempat yang bisa mendatangkan bahaya.
Oleh karena itu dia menunggu ke depan pintu.
Cu Siau giok sebaliknya menanti ditengah ruangan. Diapun seorang yang amat pandai.
Tatkala dia tahu kalau didalam Rumah penyimpan pedang tak mungkin akan memberikan
tempat dan kedudukan lagi baginya serta merta dia pun segera meninggalkan tempat itu.
Ia membutuhkan suatu kedudukan yang tinggi, paling tidak suatu kedudukan yang terhormat.
Oleh karena itu dia lebih suka berada di tempat yang bisa memperlihatkan kedudukan
tersebut. . Maka diapun kembali ke dalam perkampungan Sin kiam san ceng, perkampungan dimana ia
bisa berkuasa dan dihormati orang.
Sebab hanya ditempat itulah merupakan tempat wilayah kesuksesannya...
Di tempat itulah dia menantikan kedatangan Ting Peng.
Tapi apa yang hendak dia lakukan terhadap diri Ting Peng, sang pemuda yang kosen dan
berilmu tinggi itu" Apa pula yang sebenarnya tersembunyi dibalik senyuman serta suara tertawanya yang manis"
Sesungguhnya rencana apakah yang terkandung dan tersimpan didalam benaknya?" Sewaktu
Ting Peng menyaksikan suara tertawanya, dia pun tak bisa menebak maksud tujuan apakah yang
terkandung dibalik tertawa itu.
ooo0ooo KAWANAN TIKUS TING PENG berjalan di depan, Ak-Ku mengikuti di belakangnya.
Walaupun mereka rasakan suatu suasana yang sangat aneh menyelimuti perkampungan Sin
kiam san-ceng tersebut, seolah-olah di sekeliling tempat itu terdapat orang yang mengawasi
mereka dari kejauhan, namun Ting Peng acuh, AH-Ku pun acuh.
Ditinjau dari gerak-gerik mereka yang lamban, kedua orang itu tahu kalau mereka tak lebih
hanyalah kawanan kurcaci.
Terhadap kawanan pengintip yang bukan merupakan suatu ancaman serius, mereka merasa
enggan untuk mengeluarkan perhatian yang kelewat banyak.
Seperti juga terhadap kawanan tikus yang bersembunyi di belakang sudut rumah.
Hampir di setiap rumah terdapat tikus, mereka selalu bergerak ditempat kegelapan secara
diam-diam, sekalipun adakalanya celingukan sambil mengintip keluar, namun bila merasa kalau
dirinya sedang diperhatikan orang, dengan cepat mereka menyembunyikan diri lagi.
Tentu saja tikus merupakan makhluk yang menjengkelkan, mereka dapat merusak pakaian,
perabot dan mencuri makan.
Tapi tiada orang yang takut terhadap kawanan tikus, tak ada orang yang tak bisa tidur garagara
dalam rumah ada tikus. Begitu pula dengan kawanan manusia yang mengintip-intip sekarang, dalam pandangan Ting
Peng dan Ah Ku, mereka tak lebih cuma tikus sekalipun tak sampai merupakan suatu ancaman
buat keselamatan mereka toh kehadiran mereka mendatangkan pula perasaan jengkel, muak dan
sebal. Akhirnya Ting Peng tak tahan, segera ucapnya:
"Ah Ku, sudah terlalu lama orang-orang itu mengikuti kita, aku merasa tak senang!
Jika Ting-Peng sudah mengatakan tak senang, itu berarti dia harus membereskan perbuatan
yang memuakkan itu dan Ah Ku memang seorang pelayan yang setia"
Oleh karena itu sewaktu Ting Peng menyelesaikan kata-katanya, Ah-Ku sudah mulai
bertindak: Ting Peng tidak memperhatikan lagi gerakan yang dilakukan Ah Ku . ..
Dia amat merasa lega terhadap kemampuan Ah Ku, dia tahu pekerjaan tersebut tentu akan
dilaksanakan secara baik-baik, maka Ting Peng juga tidak menghentikan langkahnya, melainkan
melanjutkan perjalanan ke depan.
Telinganya dengan cepat dapat mendengar sedikit suara.
Suara, kepalan yang menghajar di tubuh orang, serta suara tulang belulang yang terhajar
patah. Suara-suara tersebut dengan cepat membuat Ting Peng merasa puas, dia tahu selanjutnya
paling tidak selama dia melangkah, keluar dari perkampungan Sin-kiam san-ceng tak akan ada
tikus yang akan membayang-bayangi lagi.
"Triing... tinggg....! Traaang... traaang..?"
Jelas suara itu adalah suara benda tajam yang saling membentur, Ting Peng segera merasa
keheranan. Suara semacam itu tidak seharusnya terdengar, masa kawanan tikuspun berani memberikan
perlawanan" Bila tikus kena didesak, memang ada kalanya akan membalas menggigit, tapi Ah Ku jelas
merupakan kucing tua yang sangat berpengalaman, tak mungkin dia akan memberi kesempatan
kepada sang tikus untuk balas menggigit.
"Triiing.. tring...traanng. .. traang...."
Suara senjata tajam yang saling membentur masih saja terdengar, hal ini membuktikan kalau
Ah Ku telah berjumpa dengan seekor tikus yang tidak gampang ditundukkan, lagi pula sudah pasti
seekor tikus besar. Akhirnya Ting Peng tak tahan dan menghentikan langkahnya, kemudian berpaling.
Dia telah melihat Cia sianseng.
Cia sianseng, congkoan dari perkampungan Sin kiam san-ceng.
Ting Peng sama sekali tidak merasa asing terhadap Cia sianseng, lagi pula hampir boleh
dibilang merupakan sahabat lama, cuma saja persahabatan tersebut tidak begitu akrab.
Pertama kali dia bertemu dengan Cia sianseng di perkampungan Siang-siong-san- ceng milik
Liu Yok siong. Hari itu, kecuali Cia sianseng, di sana pun hadir Sui-han-sam-yu yang mengangkat nama
bersama Liu Yok siong. Liu Yok siong telah mencuri Thian-gwa liu-seng miliknya dan melangsungkan suatu
pertarungan yang menggelikan serta memalukan itu, Cia sianseng lah ketika itu yang bertindak
sebagai saksi. Semenjak hari itulah, Ting Peng mulai tidak menyukai Cia sianseng.
Walaupun dalam keadaan seperti waktu itu dia tak bisa disalahkan, Liu Yok-siong telah
mengatur segala sesuatunya terlalu baik membuat Ting Peng tak mampu membantah.
Tapi Ting Peng selalu merasa bahwa Cia sianseng tidak adil dalam mengatur segala-galanya.
Sebagai congkoan dari Sin kiam san-ceng, dia adalah seseorang yang pantas dihormati, dia
seharusnya cukup memahami tentang watak Liu Yok siong.
Paling tidak ia tidak seharusnya muncul didalam perkampungan Siang-siong san-ceng dan
berkomplot dengan manusia seperti Liu Yok siong, oleh karena itu meski keputusan Cia sianseng
waktu itu cukup adil, tapi Ting Peng selalu menganggap Cia sianseng telah bersekongkol dengan
Liu Yok siong. Oleh karena itu setiap kali ia bertemu dengan Cia sianseng, sikap Ting Peng tak pernah
sopan, bahkan belum lama berselang dia malah menghadiahkan suatu kesulitan bagi Cia
sianseng di depan perkampungan Sin kiam san-ceng, tapi ia belum pernah menyaksikan Cia
sianseng menggunakan pedang.
Ilmu pedang yang dimiliki Congkoan perkampungan Sin kiam san-ceng sudah pasti melebihi
siapapun, hal ini merupakan sesuatu kenyataan yang tak mungkin bisa dirubah, tapi dalam dunia
persilatan belum pernah ada orang yang melihat Cia sianseng mempergunakan pedang.
Tapi hari ini, akhirnya Ting Peng dapat melihatnya.
Ilmu pedang dari Cia sianseng ini selain ganas matang, juga amat keji.
Ting Peng belum pernah menyaksikan jurus pedang dari keluarga Cia, tapi dia tahu ilmu
pedang Cia sianseng berasal dari perkampungan Sin kiam san-ceng.
Ilmu pedang sakti dari keluarga Cia adalah suatu kepandaian yang tiada tandingannya di
kolong langit, bukan saja keji juga teramat ganas, kalau tidak kedudukan perkam-pungan Sin kiam
san-ceng dalam dunia persilatan tak akan mencapai tingkatan yang begitu tinggi dan terhormat.
Ting Peng cukup mengetahui sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki Ah-Ku,
walaupun dia tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, tapi dalam dunia persilatan
paling banter Cuma ada lima orang yang mampu menangkannya, salah seorang diantaranya
ternyata Cia sianseng. Sepasang kepalan dari Ah-Ku merupakan sepasang senjata yang ampuh, tapi sepasang
gelang emas yang berada pada lengannya merupakan semacam alat pelindung badan yang amat
ampuh, bila pihak lawan mempergunakan senjata tajam, maka diapun akan menangkis dengan
mempergunakan gelang emas tersebut.
Tapi sekarang, Ah Ku telah mencabut keluar pisau belati yang berada dibelitan sepatu larsnya,
yang selama ini tak pernah dipergunakan.
Di atas lengannya telah muncul sebuah bekas darah yang memanjang, hal ini membuktikan
kalau gelang emas tersebut sudah tak mampu untuk melindungi keselamatan jiwanya lagi.
Sekalipun ada pisau belati ditangan, ternyata Ah Ku belum berhasil memperbaiki keadaannya
yang semakin terdesak, pedang Cia sianseng bagaikan seekor ular beracun menyelinap kesana
kemari dengan sangat gencarnya.
Orang yang bisa melukai Ah Ku jelas bukan seorang manusia sembarangan, tanpa terasa
tertarik juga hati Ting Peng, dia segera berjalan balik dan mengamati permainan pedang dari Cia
sianseng, dia berharap bisa lebih memahami tentang orang ini.
Tapi Cia sianseng benar-benar amat licik, ketika dia mengetahui kalau ada Ting Peng sedang
mengawasinya, mendadak serangan-nya melamban, bahkan diantara jurus serangannya sengaja
diperlihatkan titik-titik kelemahan.
Ah Ku adalah seorang pendekar yang berpengalaman, walaupun terluka, pikiran-nya tak
sampai kalut, dia pun tidak dikarenakan pihak lawan mengendorkan serangannya lantas
mempergunakan peluang itu untuk memanfaatkan kelemahan tersebut.
Dia malah tetap bertarung dengan taktik pertarungan semula, pisau belatinya bergerak kesana
kemari dengan gencar tapi jarang melancarkan serangan balasan, bila serangan balasan
dilepaskan niscaya merupakan suatu serangan yang dahsyat.
Terhadap titik-titik kelemahan yang diperlihatkan oleh Cia sianseng itu dia tak pernah
menggubrisnya, walaupun dia tahu seandainya pisau ditusukkan ke depan, niscaya serangan
tersebut akan menciptakan suatu luka yang mematikan di tubuh lawan.
Agaknya itulah yang diharapkan oleh Cia sianseng, penyelesaian pertarungan yang
diharapkan olehnya, tapi bukan merupakan harapan Ah Ku juga bukan harapan dari Ting Peng.
Setiap kali melancarkan serangannya, Ah Ku selalu mengarah bagian-bagian tubuh yang
mematikan di tubuh lawan, pisau belati yang amat pendek itu paling banter cuma seperempat dari
pedang lawan. Orang bilang satu inci lebih panjang, satu bagian lebih tangguh, satu bagian lebih pendek, satu
bagian lebih berbahaya. Teori ini seringkali diucapkan oleh jago-jago yang sudah berpengalaman tentang senjata yang
dipergunakan orang. Tapi pisau belati ditangan Ah Ku justru merupakan kebalikan daripada teori senjata pendek,
bahaya tentu bencana, bencana harus ditolong.
Setiap serangan yang dilancarkan olehnya sudah pasti memaksa lawan untuk menolong diri,
lagi pula harus dihadapi pula oleh suatu kepandaian yang tinggi.
Itulah sebabnya paras muka Cia sianseng makin lama semakin serius, rencananya sama
sekali tidak berhasil. Kecuali kalau dia berani menyerempet bahaya dengan membiarkan tusukan pisau Ah Ku itu
bersarang di tubuhnya. Tapi ia tak berani, bahkan tak seorang manusiapun berani mencoba, karena serangan yang
dilancarkan Ah Ku kelewat cepat dan dahsyat, sedikit terlambat saja untuk berkelit, besar
kemungkinan dadanya akan tertusuk hingga tembus.
Oleh karena itu bukan saja Cia sianseng tidak berhasil merahasiakan jurus pilihannya, malah
justru karena keraguannya itu membuat dia harus menggunakan kekuatan yang berlipat ganda
untuk membebaskan diri dari ancaman bahaya.
Tentu saja sistim pertarungan semacam ini amat payah, tak selang berapa saat kemudian Cia
sianseng telah mengucurkan keringat dengan amat derasnya, sedang tindak tanduknya pun mulai
gelisah. Sebenarnya tidak sulit baginya bila ingin mengembalikan keadaan tersebut, namun dia tak
berani berbuat demikian, karena dia tahu bila keadaan sudah berbalik, itu berarti dia harus
berhadapan dengan serangan golok Ting Peng yang mengerikan.
Ting Peng memperhatikannya sebentar, kemudian baru katanya:
"Ah Ku! Tahan....."
Cia sianseng menghembuskan napas panjang, sambil menyeka peluh yang membasahi
tubuhnya, diam-diam dia merasa lega, karena dia kira persoalan pelik telah lewat.
Sayangnya ia gembira kelewat awal.
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku akan memberi kesempatan kepadamu untuk beristirahat barang setengah jam, kemudian
aku baru akan memohon petunjukmu, aku rasa kau tentunya masih mampu bukan!"
Cia sianseng memperhatikan sekejap wajahnya yang tak berperasaan itu, dia merasa
segulung hawa dingin muncul dan menyusup ke dalam tubuhnya, hal mana membuat peluh panas
segera berubah menjadi peluh dingin.
Dia mengerti dengan mengandalkan kepandaiannya, jelas tak mungkin bisa meloloskan diri
dari serangan golok yang maha dahsyat itu.
Terutama sekali setelah menyaksikan Ting Peng dapat keluar dari Rumah penyimpan pedang
tanpa cedera, terlepas bagaimanakah penyelesaiannya dengan Cia Siau hong, tapi kalau dilihat
dari sikap Ka-cu sekalian empat orang budak pedang yang begitu menghormat kepadanya, hal itu
sudah membuktikan sesuatu yang luar biasa.
Tenggorokannya naik turun tak menentu dan ingin sekali mengucapkan sepatah dua patah
kata, tapi tak tahu bagaimana harus berkata:
ooo0ooo SAMBIL tertawa Ting Peng berkata:
"Selamat bersua! Selamat bersua! Ternyata nama besar Cia sianseng memang bukan nama
kosong belaka, kau memang tak malu menjadi congkoan dari perkampungan Sin-kiam san ceng.
Sebaliknya Cia sianseng membutuhkan tenaga yang paling besar untuk memperlihatkan
sekulum senyuman paksa di atas wajahnya, lalu ia berkata pula dengan terpaksa:
"Ting kongcu terlalu memuji, apakah kongcu telah berjumpa dengan majikan kami?"
"Yaa, sudah, belum lama kami baru berpisah!"
Cia sianseng berusaha keras untuk mengembangkan pembicaraan tersebut, kembali dia
berkata: "Tampaknya kongcu dan majikan kami seperti merasa gembira sekali dalam pertarungan
tersebut?" Ting Peng tertawa, "Lumayan, hitung-hitung tidak sia-sia belaka perjalananku kali ini. . . "
Mendengar perkataan itu, Cia sianseng menjadi sangat terkejut:
"Apakah kongcu telah melangsungkan pertarungan pedang dengan majikan kami?"
"Ilmu pedang Cia cianpwe sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, mana aku berani
bertarung melawannya!"
"Maksudku, apakah ilmu golok sakti dari kongcu telah bertarung dengan pedang milik majikan
kami ?" buru-buru Cia sianseng menerangkan.
"Boleh dibilang begitu"
"Tapi siapa yang menang dan siapa pula yang kalah?"
Persoalan ini merupakan persoalan yang diperhatikan orang dan persoalan yang ingin
diketahui setiap orang, sekalipun Cia sianseng merasa tegang toh tak tahan diajukan juga."
Ting Peng tertawa, sahutnya:
"Saudara sebagai congkoan dari Sin kiam san-ceng tidak sepantasnya mengajukan
pertanyaan ini, kau semestinya jauh lebih mengerti daripada orang lain"
"Tempat itu merupakan daerah terlarang, walaupun aku adalah congkoan dari Sin kiam
sanceng, namun tempat itupun terlarang bagiku!"
"Tapi paling tidak kau toh tahu kalau tempat itu dinamakan Rumah penyimpan pedang?"
Cia sianseng tak dapat menyangkal, walaupun dia boleh dibilang tidak tahu, tapi mimik wajah
dari Ting Peng membuatnya tak berani mengucapkan kata-kata bohong.
Maka terpaksa dia harus mengangguk.
"Yaa, aku telah mendengar hal itu dari budak-budak pedang tersebut. . . ."
"Tentunya kau juga tahu bukan kalau majikanmu tak pernah membawa pedang selama berada
dalam Rumah penyimpan pedang."
"Soal ini aku tidak tahu karena aku belum pernah masuk ke sana!"
Itupun suatu pengakuan jujur, maka Ting Peng berkata lagi.
"Kalau begitu lain kali kau boleh masuk kesana, aku telah beradu kepandaian dengan majikan
kalian, Cuma di tangannya tak berpedang, golokku pun tak pernah lolos dari sarung, maka
menang kalahnya sukar dikatakan, kalau dikatakan aku menang, diapun tak akan memprotes,
kalau dibilang dia menang, akupun tak akan mengakui!"
Tergerak hati Cia sianseng setelah mendengar perkataan itu.
"Kalau begitu, kepandaian yang kongcu miliki masih satu tingkat lebih tinggi. . . "
"Walaupun dia tak akan memprotes, tapi akupun tak ingin berkata demikian, karena dia masih
hidup dan akupun masih hidup."
Pertarungan antara jago lihay memang tak perlu ditentukan oleh mati hidup, menang kalah
hanya terlintas dalam satu titik, kecuali kedua belah pihak, bahkan penontonpun sukar untuk
melihat dengan jelas!"
Ting Peng tersenyum, katanya pula:
"Tapi aku si jago lihay justru berbeda, kemenanganku hanya bisa ditentukan apabila pihak
lawan telah roboh, karena golokku adalah golok pembunuh, sebelum pihak lawan terbunuh masih
belum bisa terhitung sebagai kemenangan."
Terpaksa Cia sianseng hanya mengiakan belaka.
Terdengar Ting Peng berkata lebih jauh:
"Di tangannya tiada pedang, golokkupun belum diloloskan, kami hanya berbincang-bincang
sebentar, dalam pembicaraan tersebut kedua belah pihak telah mendapatkan pengertian,
kesimpulannya yakni dia tak akan membunuhku, aku pun tak dapat membunuhnya maka diantara
kami berdua masih belum diketahui siapa menang siapa kalah!"
Cia sianseng merasa sedikit agak kecewa tapi di luar dia menjawab kejadian ini merupakan
suatu kejadian yang sangat baik, kongcu dan majikan kami sama-sama adalah dua jago lihay,
siapapun tidak berharap menyaksikan salah seorang diantara kalian roboh!"
Tapi aku merasa tidak puas, aku berharap bila lain kali berjumpa lagi dengannya, di tangannya
sedang membawa pedang, sehingga kami dapat benar-benar melangsungkan suatu pertarungan
untuk mengetahui siapa yang unggul."
"Pasti ada kesempatan" buru-buru Cia sianseng berkata, "seringkali majikan kami membawa
pedang!" "Kalau Cuma membawa pedang saja sama sekali tak ada gunanya, karena sebelum pedang
itu diloloskan dari sarungnya, mustahil hal mana bisa memancing hawa pembunuhan dalam
hatiku, kami tetap tak bisa melangsungkan pertarungan tersebut!"
Tanpa terasa Cia sianseng menyarungkan kembali pedangnya, cuma dia kelewat tegang
sehingga mata pedangnya tak dapat tetap masuk ke dalam sarungnya:
Melihat itu, Ting Peng segera berkata sambil tertawa:
"Buat apa kau menyarungkan kembali pedangmu" Sebentar toh mesti dicabut kembali,
apakah hal ini tidak terlalu merepotkan?"
Cia sianseng tertawa: "Aaah, Ting kongcu suka bergurau, masa aku berani mencabut pedang di hadapan kongcu?" "
"Tapi kau toh berani mencabut pedang di belakang punggungku!"
"`Hal mana kulakukan karena untuk melindungi diri, karena kalau tidak pembantumu akan
membunuhku!" "Hmmm, pembantu ku ini selalu tahu diri, tanpa sebab dia tak akan membunuh orang,
andaikata dia hendak membunuhnya maka hal ini pasti didasarkan pada suatu alasan yang kuat"
"Alasan apapun tak ada, tiba-tiba dia menyerobot kehadapan kami, lalu memukul orang, sudah
empat orang kami terbunuh, bila kongcu tidak percaya silahkan saja pergi ke ujung dinding sana,
mayat mereka masih tergelepar di situ!"
"Tak usah dilihat lagi?" kata Ting Peng sambil tertawa "aku selalu mengetahui dengan jelas
hasil pukulannya, barang siapa terkena pukulannya memang sukar untuk hidup terus!"
"Orang-orang itu toh tidak mengusik dia..?"
"Mereka telah mengganggu aku, aku paling benci kalau ada orang kasak-kusuk dan
bersembunyi-sembunyi sambil mengawasi diriku secara diam-diam, akulah yang suruh dia
membunuh mereka!" "Ting kongcu, tempat ini adalah perkampungan Sin kiam san ceng!" seru Cia sianseng sambil
menelan air liur. "Aku tahu, kau tak usah memberi keterangan lagi kepadaku"
"Mereka adalah anggota perkampungan ini, karena itu apa pun yang mereka lakukan hal ini
dilakukan didalam rumah mereka sendiri"
Ting Peng tertawa. "Tadi sewaktu aku hendak masuk ke dalam Rumah penyimpan pedang, ada beberapa orang
bersembunyi dibalik kegelapan, akhirnya mereka telah dibunuh oleh Ka-cu, kalau mereka benarbenar
adalah anggota perkampungan Sin kiam san-ceng, mengapa pula mereka terbunuh...?"
"Soal itu. . . , soal itu karena mereka berani mengintip daerah terlarang, mereka memang
pantas mati" "Mereka juga sudah melanggar pantanganku, maka mereka juga harus mati, bila kau merasa
hukumanku tak benar, silahkan saja mencari kebenaran dariku!"
Paras muka Cia sianseng berubah, tapi ia segera berusaha menahan diri, katanya kembali:
"Siapa tidak bersalah dia tidak berdosa, dulu mereka tidak tahu akan pantangan kongcu,
sekarang mereka sudah tahu, mengetahui akan hal ini dan aku percaya mereka tak akan
melakukan pelajaran lagi."
"Soal ini tak perlu lagi" ucap Ting Peng sambil tertawa, "karena bila aku dapat meloloskan diri
dari ujung pedangmu aku dapat memberitahukan kepada mereka sendiri, kalau tidak, ucapanmu
itu sudah didengar pula oleh mereka."
Dengan cepat Cia sianseng mundur. selangkah, kemudian serunya keras-keras:
"Ting kongcu apa maksudmu. . . ?"
"Aku percaya kau pasti memahaminya, aku hendak menantangmu untuk berduel!"
"Soal ini. . . . aku. . . mana aku berani..."
"Selamanya perkataanku tak pernah dirubah-rubah" kata Ting Peng dengan suara dalam, "kau
berani juga boleh, tidak berani juga boleh, pokoknya setelah hitungan ketiga aku akan turun
tangan, lebih baik himpun saja tenagamu baik-baik dan pikirlah baik-baik bagaimana caranya
merobohkan diriku pada hitungan ketiga!"
Selesai berkata, dia mulai menghitung:
"Satu !" Dengan cepat Cia sianseng mundur tiga langkah.
"Dua !" Cia sianseng sudah mundur sejauh tujuh delapan langkah, sekalipun tangannya masih
menggenggam pedangnya kencang-kencang, namun selain mundur dia sudah tak tahu harus
berbuat apa. Ting Peng tidak mengejar ke depan, bahkan sorot matanya sama sekali tidak dialihkan ke
arahnya, hanya goloknya pelan-pelan diangkat, seakan-akan tak perduli Cia sianseng hendak
kabur seberapa jauhpun, asal kata ketiga sudah diucapkan, maka tubuhnya pasti akan terbelah
menjadi dua bagian. "Tiga !" Cia sianseng roboh ke tanah, tapi tubuh Ting Peng masih belum bergerak, goloknya juga
belum diloloskan dari sarungnya, karena kata "tiga" itu bukan dia yang meneriakkan.
Tubuh Cia sinseng yang gemuk penuh daging itupun tidak sampai hancur berkeping-keping,
dia masih tetap utuh dan segar bugar seperti sedia kala.
Karena bukan golok Ting Peng yang merobohkan dia, walaupun golok iblis dari Ting Peng
mengerikan, akan tetapi golok itu tak akan mampu membunuh orang sebelum diloloskan dari
dalam sarungnya. Diapun bukan roboh karena ketakutan, sekalipun waktu itu dia merasa ketakutan setengah
mati, namun dia bukanlah manusia yang akan roboh karena ketakutan, lagi pula dia telah
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyambut serangan tersebut dengan sekuat
tenaga. Dia roboh karena seseorang telah menendangnya keras-keras sehingga terpental ke tanah.
Pinggangnya persis terkena sebuah tendangan dari sebuah kaki yang putih halus, indah dan
membuat jantung orang berdebar semakin keras.
Dalam perkampungan Sin kiam san-ceng hanya ada seseorang yang memiliki kaki seindah ini.
Tentu saja kaki tersebut adalah kakinya, Cia Siau giok.
Karena dialah yang pernah menendang Cia sianseng sampai roboh ke atas tanah.
Dia pula yang meneriakkan angka ketiga.
Kemudian dengan membawa hembusan angin harum yang memabukkan, tahu-tahu dia sudah
berdiri di hadapan Ting Peng..
ooo0ooo *************************
Halaman 33 s/d 38 hilang *************************
seorang diantaranya, baru menggigit dua gigitan sudah mulai muntah-muntah, setelah kurobek
keluar sebiji matanya yang lain baru penurut sekali untuk menghabiskan semua daging-daging
tersebut. "Yaa, daripada kehilangan daging memang lebih enakan makan daging, Cuma perbuatanmu
itupun agak kelewatan sedikit, toh bukan mereka yang pingin melihat adalah kau yang
memperlihatkan kepada mereka"
"Benar, memang aku yang mengundang mereka untuk menonton, tapi sebelum itu aku telah
berjanji lebih dulu dengan mereka, setelah selesai menikmati, mereka harus bangkit berdiri dan
menuju ke dalam sebuah kamar untuk menyampaikan perasaan kagum mereka kepadaku,
akhirnya tak seorangpun yang berani berdiri, karena didalam kamar sebelah semuanya adalah
kaum wanita, dan diantaranya terdapat pula tamu-tamu yang mempunyai kedudukan terhormat."
"Bila benar-benar ada kaum pria yang masih bisa berdiri dengan santai dan berbincangbincang
dengan orang lain secara wajar, lelaki itu pasti bukan lelaki sungguhan, kecuali dia sudah
diidapi semacam penyakit. . . ."
"Kau jangan memandang begitu tak becus setiap lelaki lain, paling tidak aku sudah menjumpai
seorang lelaki yang dapat menikmati diriku dengan sinar mata yang mengagumi tapi tidak emosi,
juga tidak menunjukkan suatu reaksi yang istimewa!"
"Waaah, lelaki itu pasti ada penyakit"
"Menurut pendapatku, lelaki itu sama sekali tak berpenyakit, bahkan sehat sekali dan diapun
pernah menaklukkan perempuan paling cabul dan jalang dikolong langit.
"Seandainya terhadap lelaki semacam ini, aku benar-benar akan turut mengaguminya,
siapakah dia" Aku ingin sekali berkenalan dengan dirinya... !" "
"Aku tahu, kau pasti akan suka sekali untuk berjumpa dengan orang ini, maka aku pun telah
mengundangnya datang, sekarang mari kutemanimu untuk pergi menjumpainya!"
?"Tunggu sebentar, sekalipun aku akan senang berjumpa dengan manusia semacam ini, tapi
tidak suka kalau aku yang pergi menjumpainya, apakah ia tak dapat kemari untuk menjumpai
diriku?" "Tentu saja dia mempunyai alasan lain sehingga tak dapat kemari"
"Bagiku, tiada sejenis alasanpun yang bisa dijadikan alasan !"
"Tapi alasannya pasti dapat membuatmu mengakuinya secara tulus dan takluk, tak ada
salahnya kau pergi untuk menengoknya, kalau alasan tidak dapat membuatmu merasa puas, kau
boleh segera turun tangan untuk membunuhnya!"
Ting Peng segera menggeleng.
Aku tak ingin membunuh orang hanya dikarenakan suatu persoalan kecil ...."
"Kalau begitu bunuhlah aku, lagi pula kau tak usah turun tangan sendiri, asal kau menganggap
alasannya tak dapat keluar bukan suatu alasan yang dapat dimaklumi, aku bersedia untuk segera
memenggal balok kepala ku sendiri!"
Ternyata gadis itu berani mempergunakan keselamatan jiwa sendiri sebagai barang taruhan,
sekalipun Ting Peng tidak menaruh perasaan yang tertarik terhadap persoalan itu, toh lambat laun
merasa tertarik juga oleh kejadian ini."
Oleh karena itu, dia membiarkan Cia Siau giok menggandeng tangannya memasuki jalan
setapak yang penuh ditumbuhi aneka bunga dan memasuki sebuah kamar yang harum baunya.
Ruangan itu merupakan sebuah ruangan yang sangat aneh, selain bunga hampir tiada perabot
lainnya, di atas dinding penuh bunga dalam pot penuh bunga, pada permadani di lantai juga penuh
dengan lukisan aneka bunga, bahkan satu-satunya meja yang terdapat di situ pun dipenuhi oleh
bunga, seakan-akan tempat itu merupakan sebuah dunia bunga.
Bukan saja terdapat bunga di atas pohon, bunga yang tumbuh di kebun bahkan terdapat pula
bunga yang tumbuh di air karena sebagian dari bangunan rumah itu dibuatkan sebuah kolam air
karena beberapa kuntum bunga putih dan merah memenuhi permukaan air kolam tersebut.
Sambil tertawa Cia Siau giok segera berkata "Disinilah letak kamar tidurku, karena aku suka
bunga, maka tempat ini menjadi acak-acakan harap Ting toako jangan mentertawakan!"
Barang siapa berada ditempat seperti ini, sedikit banyak perasaannya pasti akan terpengaruh
juga.. Sambil tertawa Ting Peng segera berkata:
"Aku pernah membaca syair orang kuno, katanya dimana ada bau bunga di situ pasti terdapat
kehangatan, karena bau bunga adalah kelembutan, tidak seperti hawa golok atau hawa pedang
yang menyayat badan, setelah aku berada dalam ruangan tidurmu sekarang, aku baru percaya
akan hal ini, ruangan yang penuh bunga kadangkala. terbawa pula hawa pembunuhan yang
tebal!" Paras muka Cia Siau-hong agak berubah, tapi dengan cepatnya dia tertawa kembali. "
"Tentu saja, aku adalah seorang pesilat perempuan, ayahku adalah jago pedang yang tiada
tandingannya dikolong langit, aku tak akan seperti perempuan lain yang mudah dipermainkan
orang!" "Aku percaya akan hal ini, siapa tahu kalau dari dalam bunga ini secara tiba-tiba dapat
meluncur keluar sebatang jarum beracun yang akan merenggut nyawaku!"
Sembari berkata dia lantas menyentil pelan sekuntum bunga mawar.
"Bunga mawar banyak berduri", hal ini diketahui hampir oleh setiap orang tapi sekalipun
tercocok paling banter hanya akan melukai tangan dan tak sampai merenggut nyawa.
Tapi bunga mawar dari Cia Siau giok itu dapat merenggut nyawa orang, bukan saja panah
baja kecil tersebut dapat melesat dengan kekuatan yang sangat kuat lagi pula berwarna biru,
warna biru berarti warna racun yang keji.
Panah itu melesat ke depan dan menancap di atas batang pohon bwee yang menghiasi
ruangan, setelah berbunyi mendenting lantas melesat sampai separuh bagian.
Tampaknya pohon bwee itu terbuat dari baja, tapi. . . mengapa pula didalam ruangan yang
penuh dengan aneka bunga ini bisa terdapat sebatang pohon besi" Apa pula gunanya pohon itu "
Agaknya Ting Peng tak pernah mempertimbangkan persoalan itu, sembari mengembalikan
bunga mawar itu ke tempat asalnya, dia berkata sambil tertawa.
"Bagus! Bagus sekali! Bunga mawar kaya akan keindahan, tapi banyak berduri, bunga bwe
bertulang besi dan berhati dingin, selain mengerti akan keindahan bunga, tampak-nya kaupun
mengerti sifat dari aneka bunga tersebut. . . "
Paras muka Cia Siau giok masih tetap seperti sedia kala, sahutnya sambil tertawa.
Dalam pandangan Ting toako hiasan-hiasan kecil semacam ini pada hakekatnya tidak
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berharga untuk ditengok."
Ting Peng duduk bersila di depan meja pendek, sambil tertawa Cia Siau giok turut pula duduk
disampingnya, kemudian berkata:
"Siaumoay mempunyai arak pek hoa jiang yang sudah berusia lama, arak itu dibuat dari madu
beratus kuntum bunga, pernahkah Ting toako mencicipinya?"
" Oooh. . . tentu saja aku bersedia untuk mencicipinya, tentu saja, ada perempuan cantik
sudah seharusnya ada arak wangi, dengan begitu baru suasana menjadi lebih semarak!"
"Sayang tiada sayur, karena arak pek hoa jiang tak boleh sampai terkena pengaruh hawa
panas, kalau tidak maka rasanya akan rusak sama sekali."
Benar berada di dalam guna nirwana semacam ini, apalagi ditemani gadis seperti bidadari, kita
memang seharusnya mencicipi minuman para malaikat, masakan barang berjiwa sudah
sepantasnya kalau dijauhkan untuk sementara waktu"
Dia seakan-akan telah berubah menjadi seseorang yang gemar berbicara, setiap patah kata
dari Cia Siau giok selalu ditanggapi dengan pujian, bahkan diberi pula keterangan-keterangan
yang diperlukan. Pembicaraan semacam ini semestinya amat luwes dan santai namun Cia Siau giok justru
makin murung dan tidak nampak gembira.
Dia berjalan ke tepi kolam, mengambil sebuah botol putih dari dalam air dan membuka
penutup botolnya yang masih bersegel, setelah itu mengambil dua cawan dan meletakkannya ke
hadapan Ting Peng. Kemudian dia baru memenuhi cawan tersebut sembari berkata:
"Arak ini hanya cocok untuk diminum dingin-dingin, oleh karena itu aku selalu merendamnya
dengan air kolam, silahkan Ting toako!-
Sambil tersenyum Ting Peng mengangkat cawan itu, ketika merasa dingin ia baru berseru.
"Oooh sungguh amat dingin"
"Benar, air ini adalah air dingin karena itu terasa dingin pula semua benda yang, terendam di
situ" "Oooh. . . aku tidak mengira kalau dalam perkampungan Sin kiam san-ceng pun terdapat
sumber air dingin, menurut apa yang kuketahui hanya di sebelah barat wilayah Seng sut hay saja
yang terdapat telaga dingin dan mengalirkan air dingin."
"Ting toako kau memang tak malu disebut seorang yang berpengetahuan luas, sampai tempat
terpencil semacam inipun kau ketahui."
"Aku hanya merasa tertarik oleh sumber air dingin tersebut" kata Ting Peng sambil tertawa.
"Padahal sumber air tersebut amat sederhana, hanya sumber air dari Bu sit hui swan sian
dicampur dengan sumber air Leng ciu Hou hau swan belaka!"
"Oooh. . . itu mah dua buah sumber mata air yang amat termasyhur di kolong langit"
Sumber air dari Hui swan cocok untuk membuat arak, sumber air dari Hou swan cocok untuk
dimasak dan digunakan, maka akupun seringkali menggunakan separuh air itu untuk minum the
dan separuh dari air yang lain untuk minum arak, tiada sesuatu yang luar biasa."
"Cuma kalau dua macam sumber air itu digabungkan menjadi satu lantas menimbulkan hawa
dingin baru pertama kali ini kudengar."
"Ting toako, kau sungguh cermat!" seru Cia Siau giok sambil tertawa lebar.
"Berada di tempat yang penuh hawa pembunuh, mau tak mau aku harus bersikap berhati-hati
sekali." "Dua macam sumber air itu tentu saja tak akan menjadi dingin, air itu menjadi begini karena air
tersebut mengalir masuk melalui puncak pohon Bwee itu dan mengalir keluar dari akar pohon
Bwee hanya begitu saja."
Yang dimaksudkan sebagai pohon Bwee tak lain adalah pohon besi tersebut.
Ting Peng memperhatikannya sekejap, kemudian berkata:
"Kalau memang begitu tak aneh lagi, sekalipun air panas yang mengalir melewati besi dingin
tersebut airnya tentu akan menjadi dingin pula, nona Cia kau benar-benar mempunyai otak yang
sangat cerdas." Besi dingin memang sifatnya dingin sekali, kendatipun di bawah terik matahari, besi itu akan
tetap dingin, Cuma besi semacam itu mahal harganya, kebanyakan digunakan orang untuk
membuat pedang mestika atau golok mestika.
Tak nyana Cia Siau giok justru menggunakannya sebagai pohon.
Tapi.... Kalau toh pohon tersebut terbuat dari besi dingin, tapi bidikan panah tadi sanggup
menembusi pohon besi tersebut, bukankah hal ini berarti kalau panah tersebut jauh lebih tajam"
Tapi Ting Peng seakan-akan tak pernah berpikir sampai ke masalah tersebut.
Bahkan senyuman dari Cia Siau giok membuatnya tidak berpikir sampai kesana, karena
senyuman Cia Siau giok pada saat ini mempunyai daya pikat yang tak terlukiskan dengan katakata.
Ternyata Ting Peng dibuat termangu-mangu olehnya.
Sepasang mata Cia Siau giok seakan-akan tertutup oleh selapis kabut tipis, membuatnya
nampak merangsang dan menawan hati.
Tapi Ting Peng telah menghela napas, menghela napas panjang.
Dalam keadaan dan suasana seperti ini ternyata dia masih dapat menghela napas panjang,
tak heran kalau sampai Cia Siau giok sendiripun merasa amat terperanjat, kemudian apa yang
dikatakan Ting Peng selanjutnya membuat gadis itu makin terkesiap.
"Aku pernah bertanya kepada ayahmu, apakah kau adalah putrinya. . . . ?"
Cia Siau giok agak tertegun sesaat, kemudian baru katanya sambil tertawa:
"Dan bagaimana jawabannya?"
"Ternyata dia tidak menyangkal!"
Kali ini suara tertawa Cia Siau giok kelihatan gembira sekali.
"Aku memang putri kesayangannya, tentu saja dia tak akan menyangkal. . . ."
"Cuma diapun merasa ada perlunya untuk mengejar pertanyaan tersebut lebih lanjut, maka dia
mendesak Ting Peng lebih jauh.
"Mengapa kau mengajukan pertanyaan semacam itu" Apakah kau mencurigai aku bukan
putrinya Cia Siau hong?"
Ting Peng manggut-manggut.
"Yaa, kau memang kelihatannya tidak mirip!"
"Mengapa tidak mirip" Apakah untuk menjadi ayah dari seorang anak gadis semacam aku
masih diperlukan syarat-syarat lain yang lebih istimewa. . . ?"
"Itu mah tidak, Cuma Cia Siau hong adalah seorang pendekar besar yang dihormati setiap
umat persilatan di dunia ini!"
"Apa sangkut pautnya antara persoalan ini dengan anak gadisnya?"
"Tiada sangkut paut yang kelewat besar, di dalam pandangan sementara orang, untuk menjadi
anak gadis Cia Siau hong, paling tidak dia seharusnya seorang pendekar wanita yang dihormati
dan disegani setiap orang!"
Cia Siau giok segera tertawa:
"Ting toako agaknya kau lupa, semasa muda dulu ayahku adalah seorang lelaki yang
romantis, dia sudah pernah membuat beberapa orang anak gadis jatuh cinta kepadanya!"
Hal itu memang benar, kisah romantis tentang ayahmu memang sama tersohornya dengan
kehebatan ilmu pedangnya!"
"Sedikit banyak yang menjadi anak gadisnya pasti akan mendapat warisan pula atas watak
dari ayahnya, kalau aku adalah putranya, maka aku pasti dapat menarik perhatian banyak sekali
anak gadis!" Ting Peng tak dapat menyangkal akan ucapan tersebut.
Sambil tertawa kembali Cia Siau giok berkata.
"Tapi aku justru adalah anak gadisnya, maka aku hanya bisa menarik perhatian kaum lelaki,
jika aku harus menurut adat kesopanan dan adat istiadat untuk menjadi seorang gadis yang halus
dan alim, maka hal tersebut malah sama sekali bukan sifat dari seorang anak gadis Cia Siau
hong" Mengenai masalah ini, Ting Peng juga tak dapat menyangkal, maka Cia Siau giok pun berkata
lebih lanjut. Sekalipun ayahku amat romantis, namun dia tak cabul, perempuan-perempuan yang menjadi
pilihannya juga merupakan perempuan-perempuan cantik, perempuan cantik yang sukar dijumpai
diantara seribu orang perempuan cantik lainnya!"
Ketajaman mata Cia sam sauya dalam memilih perempuan memang termasyhur karena
*************************
Halaman 53 s/d 58 hilang *************************
menghajar sebanyak dua puluh kali saja dan segera menghentikan perbuatannya.
Tapi Cia Siau giok sudah menangis tersedu-sedu dengan teramat sedihnya.
Dengan dingin Ting Peng mendorong tubuhnya ke tanah, kemudian sambil memandangnya
dengan dingin dia berkata:
"Andaikata kau bukan putrinya Cia Siau hong sekali bacok aku telah menghabisi nyawamu,
karena kau adalah putrinya Cia Siau hong maka aku baru mewakilinya untuk memberi pelajaran
kepadamu, kau memang membutuhkan suatu pendidikan secara baik..
Cia Siau giok berbaring di atas tanah, dia hanya bisa miringkan badan sambil memukul-mukul
tanah, makinya dengan suara lantang:
"Ting Peng kau si anak kura-kura, cucu kura-kura, kau bukan manusia, kau adalah seekor
babi, seekor anjing ...."
Tapi babi tersebut, anjing tersebut sudah tidak mendengar lagi caci maki serta sumpah
serapahnya. Ting Peng sudah beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah menyumpahi beberapa waktu Cia Siau- giok menjadi jemu sendiri, ia pun segera
menghentikan caci makinya, mula-mula masih menggertak gigi, menyusul kemudian diapun
tertawa. Siapapun tidak menyangka setelah menerima hajaran yang luar biasa, dia masih dapat
tertawa. Tapi Cia Siau-giok memang sedang tertawa, bahkan dia sedang tertawa dengan amat
gembiranya. Apakah diapun mengidap suatu penyakit suka dihajar orang?"
Pertanyaan itu segera diajukan seseorang, dia adalah seorang perempuan setengah umur,
wajahnya biasa dan paras mukanya tidak menunjukkan perubahan apa-apa, dia masuk ke dalam
dengan begitu saja, kemudian setelah mengawasi Cia Siau-giok berapa saat dia menegur:
"Siau giok apakah kau mempunyai persoalan?"
Cia Siau-giok segera berpaling dan menjawab: "Tidak, Ting Hiang, aku tidak mempunyai
persoalan!" Ternyata perempuan itu bernama Ting Hiang, melihat sikap dan panggilannya terhadap Cia
Siau giok, hal ini membuat kedudukan perempuan itu menjadi aneh, tidak seperti atasan, tidak
seperti pula orang bawahan.
Hubungannya dengan Cia Siau giok amat akrab, tapi dia memanggil Cia Siau giok langsung
dengan namanya, sedang Cia Siau giok juga langsung memanggil namanya, hal ini menunjukkan
kalau dia bukan apa-apanya Cia Siau giok, tapi siapakah perempuan itu"
Dengan suara dingin kembali Ting Hiang berkata:
?"Sebenarnya tadi kau mempunyai banyak kesempatan untuk membinasakan dirinya?"
Dengan cepat Cia Siau giok menggeleng.
"Aku sama sekali tak ada kesempatan, dia terlalu licik dan teliti, belum lagi panah terbang
bunga mawar bergerak dia sudah tahu, masih ada lagi kelambu Ting Hiang ciang milikmu, hanya
bergerak sedikit saja sudah dibabatnya sampai putus menjadi dua!"
"Tapi itu toh baru dua macam, padahal disini terdapat sembilan macam alat perangkap!"
"Aku percaya tak ada semacampun yang dapat mengelabuhi dirinya, paling banter hanya
mencari penyakit buat diri sendiri, kau toh sudah melihat sendiri, dia meneguk secawan embun
dewa Sin sian tok, alhasil dia sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa-apa, bunga-bunga
beracun dan bubuk-bubuk beracun juga telah dikeluarkan tapi tidak mendatangkan hasil apa apa
...." Ting Hiang termenung dan berpikir sesaat kemudian, baru ujarnya.
"Bocah keparat itu memang benar-benar merupakan seseorang lelaki keras yang belum
pernah kujumpai seratus tahun terakhir ini, dibandingkan dengan ayahmu semasa mudanyaa dulu
masih jauh lebih sukar dihadapi.
"Ting Hiang, bagaimana dengan ayahku semasa masih mudanya dahulu?" tanya Cia Siau giok
kemudian. "Tidak selisih jauh, cuma hatinya kelewat lembek, terutama sekali bila berhadapan dengan
perempuan, hatinya tak dapat dikeraskan kembali, tidak seperti keparat itu, ternyata dia tega untuk
menghajar pantatmu?"
Wajah Cia Siau giok nampak berseri-seri, katanya.
"Hanya lelaki semacam dialah merupakan seorang lelaki yang sejati, berani berbuat dan
berani bertanggung jawab"
"Apakah kau suka digebuki olehnya?"
Cia Siau giok menghela napas panjang.
"Aaai. . . tiada orang yang gemar digebuki, akupun tidak memiliki penyakit semacam itu, aku
tidak suka bertelanjang bulat dan membiarkan seorang lelaki menghajar pantatku!"
"Tapi tampaknya kau merasa sangat gembira, bahkan masih dapat tertawa girang"
"Yaa, aku gembira karena dia menghajarku, hal ini membuktikan kalau dia benar-benar
menyukai diriku, memperhatikan aku, karena perbuatanku memang pantas untuk dihajar."
Mendadak paras mukanya berubah menjadi pedih dan sedih kembali, dia melanjutkan:
"seandainya sejak kecil ada orang yang mendidikku dengan cara begini, memberi nasehat
kepadaku, maka aku tidak akan bersikap jalang seperti saat ini"
"Benar"` sahut Ting Hiang agak emosi, "Siau giok, hal ini harus menyalahkan ayah mu,
seandainya dia mau datang menjenguk ibumu, kaupun tak akan mengalami nasib seperti hari ini!"
Kedua orang itu terbungkam untuk beberapa saat lamanya, kemudian Ting Hiang berkata lagi
setelah menghela napas panjang:
"Cepat kenakan pakaianmu, sebentar Cia Im gak akan datang kemari. . . . !"
"Mau apa dia datang kemari" Suruh dia enyah sejauh-jauhnya dari hadapanku!" teriak Cia
Siau giok dengan perasaan muak.
(Bersambung Jilid 16) Jilid : 16 *************************
Halaman 3 - 4 hilang *************************
"Aaai, Siau-giok, mengapa kau mengucapkan perkataan semacam itu, jangan lupa tempo hari
aku sendirilah yang telah turun tangan untuk mengebiri dirinya!"
"Aku tahu" kata Cia Siau-giok sambit tertawa. "demi menunjukkan rasa baktimu kepada ibuku
kau baru melakukan tindakan seperti ini, padahal kau tak usah berbuat demikian!"
"Sudah seharusnya berbuat demikian!" karena kewibawaan Kiongcu tak boleh dinodai oleh
siapapun!" kata Ting Hiang dengan wajah bersungguh dan amat serius.
Kembali Cia Siau-giok menghela napas panjang.
"Ting Hiang, benarkah ibuku mempunyai suatu daya pengaruh iblis yang luar biasa dan tiada
orang yang dapat melawannya!"
"Tapi dia toh tidak berhasil juga menangkap ayahku, seperti juga sekarang aku gagal
mencengkeram Ting Peng, hal ini membuktikan kalau dikolong langit masih terdapat kaum lelaki
yang tak dapat di tundukkan dengan kecantikan wajah seseorang!"
"Benar" sahut Ting Hiang sambil menghela napas, "cuma lelaki semacam itu teramat sedikit
sekali, oleh karena itulah ibumu harus hidup menderita seumur hidupnya karena ayahmu,
seandainya kau ingin hidup berbahagia didalam kehidupanmu selanjutnya, lebih baik lupakan saja
lelaki yang bernama Ting Peng itu...."
"Tapi, dapatkah aku untuk melupakannya?" kata Cia Siau giok sambil menghela napas.
Kecantikan wajah seorang perempuan memang dapat membuat lelaki yang pernah
menjumpainya membayangkan selalu, tapi lelaki yang dapat menggetarkan hati perempuan justru
mendatangkan bayangan yang merasuk sampai ke tulang sumsum.
Justru karena itulah, bila lelaki tersebut menghianatinya di kemudian hari, maka pukulan batin
yang dia berikan terhadap dirinya akan terukir pula didalam hatinya sepanjang masa.
Banyak kisah kejadian yang berlangsung di dalam dunia persilatan terjadi karena keadaan
seperti ini. Seperti juga Ting pek im, oleh karena dia ditinggalkan oleh Pek Thian yu maka karena cinta
tumbuh perasaan bencinya, sehingga akhirnya dia bersekongkol dengan Be Khong kun untuk
memusnahkan segenap anggota keluarga dari Sin to bun.
Kisah cerita tersebut telah turun temurun berabad lamanya, tapi hingga kini masih tetap
populer dalam masyarakat. Seperti juga kisah cerita Cia Siau hong dengan Buyung Ciu ti dimasa
lampau. Ibu kandung Cia Siau giok adalan seorang Kiongcu dari suatu istana, tentu saja pemilik
istana tersebut bukanlah Buyung Ciu ti, tapi dia kemungkinan besar adalah Buyung Ciu ti kedua.
Untuk melampiaskan rasa dendam dan sakit hatinya, Buyung Ciu ti berusaha keras untuk
memusnahkan dan melenyapkan nyawa lelaki yang bernama Cia Siau hong.
Sebaliknya ibu kandung dari Cia Siau giok justru bertekad untuk memusnahkan perkampungan
Sin kiam san ceng milik keluarga Cia yang teramat termashur itu. Oleh sebab itulah dia baru
mengutus putrinya datang ke perkampungan Sin kiam san ceng dan menjadi pemilik dari
perkampungan Sin kiam san ceng tersebut, tapi sanggupkah dia untuk memusnahkannya"
Cia Siau hong sendiri seakan-akan acuh terhadap persoalan itu, tapi disana masih ada Ting
Peng. Sekalipun Ting Peng bukan anggota perkampungan Sin kiam san ceng, tapi selama Ting Peng
berada disana, dia tak akan membiarkan orang untuk memusnahkan perkampungan Sin kiam san
ceng tersebut. Karena Cia Siau hong selain teman yang paling dihormati olah Ting Peng, dia pun merupakan
musuh yang paling dihormati pula olehnya.
Dan hal inipun dikarenakan Ting Peng pribadi merupakan orang yang paling diperhatikan dan
mendapat sorotan dari pelbagai pihak, terutama dari pihak Cia Siau giok.
oooOooo SEGEROMBOLAN ORANG GILA EMPAT ekor kuda jempolan menghela sebuah kereta kencana yang amat indah sedang
berlarian menelusuri jalan raya, Ah Ku mengayunkan cambuknya ditengah udara dengan penuh
bersemangat. Setelah meninggalkan perkampungan Sin kiam san ceng. Ting Peng hanya mengucapkan
sepatah kata terhadap Ah Ku.
"Gunakan kecepatan yang paling tinggi untuk memasuki kota terbesar disekitar tempat ini.
Untuk berbicara dengan Ah Ku memang merupakan pekerjaan yang menghemat waktu dan
tenaga tak perlu memberikan penjelasan yang kelewat banyak, cukup kata perintah yang paling
singkat sekalipun.. Maka begitu kereta turun dari perahu, Ah Ku segera melarikan keretanya dengan kecepatan
tinggi.
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kereta tersebut sudah merupakan tanda pengenal bagi Ting Peng, perlambang bagi Ting
Peng, walaupun semua orang tidak melihat Ting Peng, tapi setiap orang tahu kalau Ting Peng
pasti berada didalam kereta tersebut.
Maka semua orang segera menyingkir, melihat Ah Ku melarikan keretanya dengan kecepatan
tinggi. Tiada orang yang bertanya bagaimana keadaan Ting Peng dalam perkampungan Sin kiam san
ceng, dan bagaimana pula hasil pertarungannya dengan Cia Siau hong.
Persoalan tersebut telah diterangkan oleh Cia Sianseng jauh sebelum pemuda itu
menampakkan diri. Hasil pertarungan antara Ting Peng melawan Cia Siau hong adalah seri, tiada yang menang
dan tiada pula yang kalah, setiap orang telah mengetahui akan hal ini, semua orang pun merasa
sangat gembira. Tapi toh ada juga yang mengikuti di belakangnya, mereka ingin mengetahui peristiwa apa lagi
yang bakal terjadi" Ting - Kongcu melakukan perjalanan dengan tergesa gesa, itu berarti ada sesuatu kejadian
penting yang akan berlangsung siapakah yang akan menyia-nyiakan keramaian semacam ini"
Sekalipun ada urusan yang lebih penting pun, mereka akan menunda persoalan tersebut untuk
menyaksikan apa yang telah terjadi, apalagi sekarang mereka tidak mempunyai persoalan yang
terlalu penting. Yang paling menyenangkan menjadi seorang anggota persilatan adalah kesantaian mereka.
Mereka tak perlu berkeluh kesah karena harus mencari uang, merekapun tak pernah
memikirkan soal kehidupan, dalam saku merekapun seakan-akan terdapat uang yang tak akan
habis digunakan, sekalipun tiada orang yang pernah menjadi kaya, tapi jarang sekali ada orang
persilatan yang mati karena kelaparan.
Siapapun tak tahu darimana mereka mendapat uang, tapi setiap orang dapat hidup dengan
gembira dan royal. Seakan-akan mereka mempunyai banyak cara yang aneh dan luar biasa untuk menghidupkan
kehidupan mereka yang serba aneh dan luar biasa, dan mereka sedikit pun direpotkan oleh
persoalan-persoalan yang serba aneh dan luar biasa pula.
Sekarang mereka sedang mengejar kereta yang ditumpangi Ting Peng, hal semacam ini pun
boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang aneh dan luar biasa.
Tentu saja mereka kenal dengan Ting Peng, tapi Ting Peng belum tentu akan kenal dengan
mereka. Ting Peng melakukan perjalanan dengan begitu tergesa-gesa, tentu saja dia tak akan berhenti
untuk menunggu mereka, sekalipun Ting Peng berhasil mereka susul, belum tentu dia akan
mengundang mereka untuk makan bersama.
Tapi mereka melakukan pengejaran dengan amat ketat, paling tidak jauh lebih kencang
daripada larinya ke empat ekor kuda jempolan yang menghela kereta tersebut.
Kuda itu lari dengan sekuat tenaga karena dikendalikan oleh ayunau cambuk dari Ah Ku.
Tiada orang yang mengayunkan cambuk terhadap mereka, tapi mereka tetap berlarian dengan
sekuat tenaga, dua kaki untuk menerjang enam belas buah kaki.
Tentu saja pekerjaan semacam ini merupakan suatu pekerjaan yang sangat payah, masih
untung kereta itu berlarian di atas jalan raya, jadi kecepatannya kadangkala harus dikurangi
sedikit, sebab yang melalui jalan raya itu toh bukan hanya mereka saja, melainkan masih banyak
yang lainnya. Tapi itupun hanya pelan sedikit saja, kereta masih tetap bergerak dengan cepat-cepat.
Mendadak seorang bocah cilik meloncat keluar dari balik persimpangan jalan dan lari ke
tengah jalan raya. Dia adalah seorang bocah cilik, berusia tujuh delapan tahun, dia lari keluar menonton
keramaian kereta, tertarik oleh debu yang mengepul memenuhi angkasa.
Hanya sayang arah yang dituju tidak benar dan secara kebetulan justru menghalangi ditengah
jalan raja. Kuda yang menghela kereta masih menerjang ke muka dengan kecepatan tinggi, siapa bisa
membuat mereka berhenti, tampaknya kereta tersebut segera akan menerjang bocah itu
Seandainya diterjang oleh sekawanan kuda jempolan dan ditindih oleh kereta yang begitu
besar niscaya bocah tersebut akan mati.
Cambuk panjang tiba-tiba menggulung ke depan, tahu-tahu bocah cilik itu sudah terbang ke
angkasa dan pelan-pelan dialihkan ke sisi jalanan, sedang kereta itu meneruskan geraknya
meluncur ke muka. "Ternyata bocah itu tidak merasakan apa-apa, dia malah masih bertepuk tangan sambil
bersorak sorai. 0rang lain mengucurkan peluh dingin karena cemas, tapi kemudian mereka pun ikut bersorak
sorai. Benar-benar ilmu mengendalikan kereta yang lihay, benar-benar ilmu cambuk yang jitu dan
sungguh sempurna tenaga dalamnya.
Bila salah satu saja dari ketiga unsur itu tidak dimiliki, jangan harap bocah tersebut dapat
diselamatkan jiwanya, tapi secara jitu dan tepat Ah Ku dapat melakukannya dengan sempurna.
ooo0ooo ORANG-ORANG yang menyusul dari belakangan semua bersorak sorai memberikan
pujiannya, tapi Ah Ku tidak mendengarnya, karena selain tuli diapun bisu.
Dia hanya mengerti orang berbicara, tapi harus dibaca dulu dari gerakan bibir orang.
Diapun dapat memperhatikan suara yang paling kecil dan gerakan yang paling mendadak
sekalipun, tapi bukan menggantungkan dari pendengaran, melainkan dari perasaan.
Cuma saja, orang-orang yang mengikuti di belakangnya merasa sangat puas, mereka telah
menyaksikan suatu keistimewaan, suatu demonstrasi kelihaian yang luar biasa, hal itu sudah
cukup untuk meraih kembali modal mereka yang mengejar dengan susah payah.
Setelah masuk ke dalam kota, kereta itu berhenti di depan sebuah rumah penginapan yang
terbesar. Orang-orang yang menyusul sampai di situ tidak melihat Ting Peng masuk ke dalam sebab
kedatangan mereka terlambat selangkah, tapi mereka menyaksikan pelayan-pelayan dari rumah
penginapan itu sudah berlarian keluar semua dan menyebar ke empat penjuru.
Mereka seakan-akan hendak melakukan suatu tugas yang sangat penting.
Walaupun kawanan jago persilatan itu tidak berani bertanya langsung kepada Ting Peng,
mereka berani menangkap pelayan untuk diminta keterangan, seorang pelayan segera
ditangkapnya beramai-ramai.
"Apakah Ting kongcu berdiam di dalam rumah penginapan kalian?"
"Benar, dia telah memborong sebuah ruangan tersendiri yang terbaik dimana terdapat kebun,
ruangan tengah serta belasan buah kamar tidur "
"Hanya seorang diri dia berdiam di situ?"
"Tidak, dua orang masih ada seorang kusirnya yang kaku seperti malaikat!"
?"Buat apa dia seorang diri menempati halaman yang begitu besar?"
"Entahlah, mungkin dia akan berpesta di situ"
"Pesta" Siapa yang akan diundang?"
"Entahlah, tapi mungkin banyak sekali dan tamunya merupakan tamu-tamu penting, karena dia
menyuruh kami untuk memesan sepuluh meja perjamuan yang paling baik di rumah makan yang
terbaik dan kemudian suruh kami mengundang semua pelacur yang paling cantik di kota ini untuk
menghadirinya, paling tidak harus lima puluhan orang"
"Berapa banyak pelacur yang cantik di kota ini?"
"Berbicara sejujurnya, kalau dihitung dengan mereka yang paling jelekpun tak sampai lima
puluh orang, tapi kongcu itu terlalu royal, setiap pelacur bersedia membayar sepuluh tahil emas,
karena itu sekalipun tidak ada juga harus dicarikan sampai dapat"
"Kemana kau hendak cari ?"
"Kalau upahnya sepuluh tahil emas, sekalipun bukan pelacur juga pasti bersedia untuk
menjual diri satu kali, aku mempunyai dua orang adik perempuan dan di tambah seorang biniku,
paling tidak kan bisa ditambah tiga orang lagi?"
"Apa kau hendak menyuruh bini dan adik perempuanmu menjadi pelacur?"
"Benar, sekali bekerja bisa meraih keuntungan sepuluh tahil emas, kesempatan semacam ini
tak akan bakal bisa dijumpai lagi, sayang putriku masih terlalu kecil, dia baru lima tahun, kalau
tidak aku pasti akan berhasil meraih keuntungan sepuluh tahil emas lagi"
Orang yang mengajukan pertanyaan itu segera menghela napas panjang, sambil melepaskan
tangannya dia berkata: ?"Kalau begitu cepatlah pergi, jangan sampai menunda kesempatanmu untuk menjadi kaya . ."
Dia benar-benar mengagumi pelayan ini, tapi justru ada dua orang yang lebih membuatnya
kagum telah munculkan diri.
Mereka adalah sepasang kakak dan adik, bahkan merupakan pendekar-pendekar perempuan
yang punya nama dalam dunia persilatan.
Sang enci bernama Tu Ling ling, sang adik bernama Tu Tin-tin, yang seorang bergelar Hek-sui
sin, sedang yang lain bernama Sui Sian
Mereka tidak terhitung amat cantik, tapi juga tak bisa terhitung terlalu jelek.
Mereka adalah piausu dari suatu perusahaan pengawalan barang yang tidak terlalu besar,
tidak pula terlalu kecil, sedang ilmu pedang yang mereka miliki tidak terhitung kelewat lihay, juga
tidak termasuk terlalu cetek.
Oleh karena itu meski mereka tidak terhitung amat ternama, namun mereka pun bukan
manusia yang tak bernama.
Usia mereka tidak terhitung terlalu besar, tapi juga tidak kecil.
Tetapi cara kerja mereka pada saat ini justru amat mengejutkan hati setiap orang.
Tu Ling-ling telah memanggil pelayan itu sembari berkata:
"Hei, untuk sesaat kau toh tak akan mendapatkan orang sebanyak itu bagaimana kalau kami
dua bersaudara pun kau masukkan dalam hitungan?"
Pelayan itu kontan saja membelalakkan matanya, dia bukan merasa heran karena sikap kedua
orang gadis itu, karena dia sama sekali tidak kenal dengan mereka dia hanya merasa berat hati
untuk membagikan harta kekayaan itu untuk mereka.
Agaknya Tu Tin tin memahami maksudnya, sambil tertawa dia lantas menyusupkan dua
keping uang perak ke tangannya sembari berkata:
?"Kami tidak menghendaki uang emas, uang emas itu boleh kau ambil bahkan kami tambah
dua puluh tahil perak tentu untukmu, Hampir saja, pelayan itu menganggap ke dua orang
perempuan itu sudah gila, tapi dia sendiri adalah seorang yang normal dan sehat, karena itu
diapun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Bukan saja dia telah mengantungi uang perak itu bahkan masih bertanya lagi:
"Nona berdua, apakah kalian masih mempunyai teman yang mau ikut pula didalam jual beli
ini?" Tak tahan Tu Ling ling segera tertawa cekikikan.
"Kau benar-benar tak tahu diri, usaha sebaik ini bukan bisa jadi dalam sehari saja"
Pelayan itu segera tertawa.
"Bulan berselang aku telah melihatkan nasibku, menurut peramal si buta Ong, dia bilang tahun
ini rejekiku sedang nomplok, paling tidak aku bakal kejatuhan rejeki tiban seratus tahil emas, pada
mulanya aku mengira dia sedang mengaco belo, siapa tahu rejeki benar-benar datang pada hari
ini di rumahku ada tiga orang, ditambah lagi kedua orang nona ini berarti sudah lima puluh tahil,
kalau toh ramalan dari si buta Ong begitu cocok, maka aku pikir pasti masih ada lima puluh tahil
emas lagi." "Betul. Ramalan dari si buta Ong memang tepat sekali, kau memang sepantasnya untuk
meramalkan lagi nasibmu!"
Sepasang mata pelayan itu terbeliak besar karena orang yang barusan berbicara adalah
seorang gadis cantik jelita bersama seorang pelayan.
Jangankan si gadis itu, dayangnya yang berbaju hijau itupun jauh lebih cantik dan menarik
daripada dua bersaudara Ti.
Hampir saja pelayan itu tertegun, untuk sesaat dia tak sampai mampu berbicara.
Terdengar gadis cantik itu berkata lagi sambil tertawa:
"Kau juga tak usah mencari bini dan adikmu lagi, sekarang juga aku dapat membayar seratus
tahil emas untukmu" Dia memberi tanda, dayang berbaju hijau yang berada di sisinya segera mengangsurkan
sebuah bungkusan, bungkusan itu amat berat, ketika dibuka ternyata isinya emas lantakan semua.
Hampir saja pelayan itu tidak percaya dengan apa yang dilihat, dia mengambil sekeping dan di
rabanya sekejap, terasa dingin, manis .... dengan cepat ia menggigitnya beberapa kati.
Emas itu memang keras dan dingin, jelas merupakan emas murni, emas asli.
Dengan mata terbelalak ia segera menggigit jari tangan sendiri, dia ingin tahu apakah dirinya
sedang bermimpi. Dengan cepat dia jumpai emas itu asli semua dan diapun bukan lagi bermimpi.
ooo0ooo CINTA RASE PERISTIWA aneh akan terjadi setiap tahun, tapi tahun ini nampaknya luar biasa banyaknya.
Karena tahun ini, didalam dunia persilatan telah muncul seorang Ting Peng.
Sejak Ting Peng melakukan suatu pemunculan yang luar biasa dalam pagoda Ang Bwee khek
di perkampungan Poan kian tong, tepi telaga See ow dalam bilangan kota Hang-ciu setiap
perbuatan yang dia lakukan merupakan suatu peristiwa yang menggemparkan masyarakat.
Tapi bila peristiwa yang menggemparkan itu digabungkan menjadi satu juga tak dapat
dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam kota kecil ini saat tersebut, sebab peristiwa itu benarbenar
membuat orang tidak percaya.
Segala meja perjamuan telah disiapkan memenuhi ruangan besar, lima puluh orang pelacur
juga sudah hadir semua dan mengambil tempat duduk pada kesepuluh buah meja perjamuan
tersebut. Tapi pada setiap meja hanya tersedia enam pasang sumpit, itu berarti setiap meja hanya ada
seorang tamu, Ting Peng sebagai tuan rumah duduk di meja sebelah tengah, disampingnya duduk
lima orang perempuan yang cantik molek.
Tu Ling ling, Tu Tin tin serta gadis yang canatik itu dibawa masuk paling belakang dan
menempati meja yang paling jauh.
Sewaktu mereka masuk Ting Peng tidak menaruh perhatian, juga tidak memandang ke arah
mereka, karena waktu itu dia sedang berbincang-bincang sambil tertawa dengan dua orang
perempuan yang berada di sisinya.
Kedua orang perempuan ini, yang seorang bernama Sian-sian, sedang yang lain bernama Bi
bi, mereka adalah dua orang pelacur paling top dari kota tersebut.
Terhadap dewa uang yang ganteng ini, tentu saja kedua orang pelacur tersebut berusaha
untuk menempel dengan sepenuh tenaga.
Sian-sian segera memenuhi cawannya dengan lemah lembut menghantarnya ke tepi bibir Ting
Peng, setelah menyuapinya, dia baru berkata sambil tertawa:
"Ting kongcu, mana tamu yang kau undang?"
"Apakah kalian bukan tamuku?" sahut Ting Peng sambil tertawa.
Bi-bi menjadi tertegun, kemudian serunya:
"Jadi tamu yang kongcu undang adalah kami?"
"Benar, seluruhnya aku telah mengundang lima puluh orang, seandainya semua datang maka
tak ada tamu yang lain lagi"
"Kongcu kau seorang diri mengundang lima puluh orang, kakak beradik untuk menemani kau
minum arak" "Yaa bukan cuma menemani minum arak saja, kalian yang bisa meniup seruling tiuplah, yang
bisa nyanyi, nyanyilah pokoknya aku mengundang kalian untuk menghadiri pesta ku ini sampai
besok malam selama masa ini kalian boleh bergembira sepuas-puasnya cuma ada satu syarat
yakni tak boleh pergi."
"Kongcu mengapa begitu?" tanya Sian-sian agak tertegun pula.
Apakah dulu belum pernah ada tamu yang menurunkan syarat semacam ini terhadap kalian?"
"Tenth saja pernah!"
"Orang lain pernah menyuruh kalian datang mereka undang"
"Tentu saja untuk melayani mereka" sambut Bi-bi.
Ting Peng segera tertawa.
"Aku dikarenakan alasan ini"
Dengan kepala tertunduk Sian-Sian berbisik:
`Kongcu, bukan cara semacam ini kami melayani orang!"
"Aku tahu, akupun bukan pertama kali bermain dalam bidang seperti ini, orang-orang lelaki
yang ke situ kalau bukan karena arak tentu karena perempuan, mereka biasanya minum arak dulu
untuk menambah semaraknya suasana, bila saatnya sudah cocok, barulah bersama-sama naik ke
atas pembaringan." "Ucapan tersebut terlalu blak-blakan, membuat sementara perempuan merasa agak menusuk
pendengaran, hati bila teringat pihak lawan adalah seorang langganan yang berani membayar
sepuluh tahil emas setiap orang, sekalipun ucapan yang lebih menyakitkan hatipun terpaksa
mereka harus menerimanya.
"Kongcu, bagaimanapun juga tentunya kau tak akan menyuruh kami lima puluhan orang
bersama-sama naik keranjang untuk melayani dirimu bukan.. ." "seru Sian-Sian.
Penampilan yang terlalu berani ini mungkin merupakan alasan mengapa dia menjadi
termasyhur di kota tersebut, tapi jawaban dari Ting Peng justru sama sekali berada di luar
dugaannya. "Benar, aku memang bermaksud demikian."
Setiap orang yang hadir di setiap meja dapat mendengar pembicaraan mereka dengan jelas,
oleh karena itu begitu Ting Peng menyelesaikan kata-katanya, suasana didalam seluruh ruangan
menjadi gaduh dan dipenuhi jeritan kaget.
Yang paling nyaring suara jeritannya adalah Tu Ling ling dan Tu Tin tin.
Mungkin saja mereka sengaja berbuat demikian untuk menarik perhatian Ting Peng atau
mungkin juga benar-benar merasa terperanjat, karena bagaimanapun juga mereka bukanlah
pelacur yang benar-benar menjual badannya.
Karena perasaan ingin tahu membuat mereka masuk ke sana untuk mengetahui apa gerangan
yang hendak dilakukan Ting Peng. tapi saatnya suruh mereka naik keranjang untuk melayani Ting
Peng, mereka harus mempertimbangkan hal itu.
Terlepas dalam hati kecil mereka setuju atau tidak, yang pasti mereka tak mau melayani Ting
Peng di atas ranjang dengan status sebagai seorang pelacur.
Dua macam jeritan lengking yang sangat istimewa itu segera berhasil mencapai pada
tujuannya, Ting Peng segera tertarik perhatiannya.
Ketika Ting Peng bangkit berdiri sambil tertawa dan mendekati meja mereka, Tu Ling-ling
segera menggertak gigi keras-keras untuk menahan diri, sedangkan Tu Tin tin merasakan
jantungnya hampir saja melompat keluar.
Cuma sayang yang menjadi sasaran Ting Peng bukan mereka, pemuda itu berjalan langsung
ke hadapan perempuan cantik tersebut dan berseru dengan wajah gembira:
"Cing-cing, kau telah datang!"
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata perempuan itu bernama Cing cing, entah berapa banyak sinar mata iri dan cemburu
yang dialihkan ke wajahnya, iri karena kecantikannya dan iri karena dia berhasil merebut perhatian
dari Ting Peng. Ting Peng memang benar-benar telah melupakan semua perempuan lainnya dan hanya
memandang wajah Cing cing dan masih mendekat sambil menggandeng tangannya, lalu sambil
tertawa dan berseru: "Aku tahu kau berada dimana-mana, cuma aku tak tahu dengan cara apakah untuk
menemukan kau, terpaksa akupun harus menggunakan cara ini untuk mencobanya"
"Caramu ini memang amat istimewa!" kata Cing cing sambil tertawa.
Ting Peng menghela napas panjang.
?"Yaa, apa boleh buat, seandainya kau tidak muncul lagi, terpaksa aku harus menggunakan
apa yang ada di depan mata, karena aku benar-benar sangat membutuhkan perempuan!" "
Ting Peng segera menggandeng tangan Cing cing menuju ke kamar belakang, tinggal si
dayang berbaju hijau masih berdiri di depan pintu itu berkata sambil tertawa.
Nyonya besar kami telah datang, maka kalian tak diperlukan lagi, bila ada yang ingin pulang
silahkan pulang, kalau tak ingin pulang boleh saja bermain-main di sini, bayaran kalian sudah
kuserahkan kepada Kasir di depan sana?"
"Apa" Nyonya besar kalian" Apakah kongcu itu sudah kawin"..
"Masa keliru" Apakah kalian tidak melihatnya tadi"
Ketika berjumpa dengan Cing cing, wajah Ting Peng memang menunjukkan perasaan amat
girang, hal inipun tak ada yang mencurigai, tapi masih ada orang yang merasa tidak puas.
Terutama sekali Hek sui sian dan Pek sui sian, pertama-tama Tu Ling ling yang berseru lebih
dulu sambil tertawa dingin:
"Seandainya dia adalah nyonya Ting kongcu, mengapa tidak datang dan masuk secara
langsung, melainkan masuk bersama-sama kami"
"Karena nyonya besar kami gemar bergurau" sahut gadis berbaju hijau itu sambil tersenyum,
lagi pula uangnya kelewat
*************************
Halaman 31 s/d 50 hilang *************************
"Siau Im, soal percaya atau tidak itu adalah urusanku, akupun tak bisa memaksa kau untuk
berbicara, bila kau enggan mengatakannya kepadaku, kau pasti akan memberitahukan kepada Ah
Ku" "Aku tak ingin membunuhmu, sejak kecil kit sudah hidup sebagai saudara sendiri, akupun
bermaksud minta kepadamu untuk mendampingi ku sepanjang hidup, tapi kau hendak mencelakai
suamiku, maka aku tak berani mempunyai pikiran seperti itu lagi, kau toh tahu bagaimanapun
akrabnya hubungan kita, tak mungkin bisa lebih baik dari pada hubunganku dengan tuan.
Siau Im termenung sampai setengah harian lamanya, kemudian baru berkata:
"Orang itu adalah majikan tua"
Hampir saja Cing-cing melompat bangun saking kagetnya.
ooo0ooo SETELAH rahasia tersebut terungkap, Siau Im pun merasa rikuh untuk mengelabuhi lebih
jauh. "Benar-benar majikan tua yang suruh, belum lama berselang dia mengutus orang datang
kemari dengan disertai sebuah lencana ular emas, dia menyuruh aku membunuh tuan"
"Kapan" Mengapa aku tidak melihat ?"
"Ketika nona masih berada dalam kamar bersama tuan"
Paras muka Cing-cing agak memerah, katanya lagi.
"Kau tidak salah melihat" Kau harus tahu lencana ular emas bukan cuma dipakai oleh majikan
tua seorang, banyak lencana tersebut yang tersebar di tempat luaran?"
"Lencana ini tak bakal salah lagi, karena dikirim sendiri oleh Sin-ek-thian-ong yang
mendampingi majikan tua"
Cing Cing terjerumus dalam lamunan yang mendalam, lama kemudian ia baru berkata.
"Mengapa yaya ingin membunuhnya?"
Siau Im agak termenung sebentar, kemudian baru sahutnya.
"Sebab menurut majikan tua, tuan sudah tak mungkin menjadi orang yang kita andalkan lagi"
"Tapi dia orang tua telah meluluskan permintaanku, bahkan tidak ingin menjadikan Ting Peng,
sebagai anggota perguruan kita, maka selama ini kamipun tak pernah memberitahukan tentang
asal usul kita kepadanya" kata Cing Cing cepat.
"Akan tetapi tuan telah berhasil mendapatkan golok bulan sabit serta jurus golok tanpa
tandingan kita". "Itu toh hasil keputusan yaya sendiri, dia bilang dengan bakat Ting Peng ilmu golok kita bisa
dikembangkan hingga mencapai puncak kesempurnaan, yaya tidak berharap ia bisa menjadi
anggota perguruan kita, yang diharapkan olehnya hanyalah mengalahkan Cia Siau hong, dan dia
telah melakukannya" "Dia belum mengalahkan Cia Siau hong"
"Mereka belum beradu secara resmi, di kemudian haripun tak mungkin untuk beradu lagi,
karena sejak kini Cia Siau hong tak bisa. mempergunakan pedang, lebih-lebih untuk memusuhi
kita. "Tuankah yang berkata demikian?"
"Benar ucapan itupun dikatakan sendiri oleh Cia Siau hong, karena itu ucapan mana
merupakan perkataan yang dapat dipercaya."
"Tapi berita yang diperoleh majikan tua tidak berkata demikian"
"Apa yang di dapat oleh yaya?" "
"Tuan telah bersahabat dengan Cia Siau-hong"
"Diapun berkata begitu kepadaku.. saling mengagumi antara sesama enghiong merupakan
sesuatu yang lumrah, apalagi hanya mereka berdua yang dapat terhitung sebagai teman"
Sekulum senyuman bangga segera menghiasi wajah Cing Cing.
Siau Im menghela napas panjang.
"Tapi majikan tua bilang, walaupun Cia Siau hong tak akan memusuhi kita, tapi kemungkinan
besar tuan akan menjadi musuh kita"
"Tidak mungkin" teriak Cing-Cing, tuan adalah seorang yang kaya akan perasaan, tak mungkin
dia akan memusuhi yaya, orang-orang dari lima partailah yang merupakan musuh kita, tuan amat
membenci orang-orang dari lima partai besar, mustahil dia akan menuntut lima partai besar untuk
membunuhi kita" "Majikan tua berkata demikian, Sin lek thian ong yang menyampaikan perkataan itu pun turut
tidak percaya, tapi majikan selalu dapat menilai segala sesuatunya dengan tepat.
"Dibalik kesemuanya ini pasti terdapat kesalah pahaman, aku akan mencari yaya untuk
menerangkan hal ini, Siau Im kenakan pakaian, mari kita pergi"
"Siocia, kau tidak membunuhku?" Siau Im merasa agak tercengang.
?"Asal kau berbicara terus terang, tentu saja aku tak akan menyalahkan dirimu"
Kemudian ujarnya kepada Ah Ku:
"Ah Ku, tolong rawat dia baik-baik, jangan biarkan orang lain mendekatinya, begitu pula
terhadap orang-orang kita sendiri, sanggupkah kau melakukan hal ini?"
Ah Ku manggut-manggut, dia menepuk dada sendiri sambil menunjukkan suatu gerakan
tangan yang aneh. "Baiklah." Kata Cing Cing kemudian sambil tertawa, "aku akan meninggalkan Siau Hiang di sini
untuk menyelesaikan segala sesuatunya, dayang itu dapat dipercaya"
ooooo0ooooo SIAU HIANG SIAU HIANG adalah seorang gadis berusia enam tujuh belas tahunan.
Rambutnya di sisir menjadi kuncir besar dan selamanya berkilat, orangnya juga berkilat, meski
wajahnya tidak terhitung cantik namun tak bisa dibilang jelek.
Dia bernama Siau Hiang, karena tubuhnya sering menyiarkan bau harum semerbak.
Meski perawakan tubuhnya kecil mungil, namun dia seratus persen berbentuk gadis, tapi tak
mirip gadis yang telah dewasa.
Tapi diakui dia adalah seorang gadis yang menarik hati.
Untuk memberikan suatu gambaran yang tegas, hal ini sulit untuk dilukiskan, sebab wataknya
maupun wajahnya selalu mendatangkan perasaan yang saling bertentangan. .
Dia adalah sejenis perempuan yang mendatangkan perasaan senang bagi setiap pria yang
melihatnya. Tapi dia adalah gadis yang bisa ditarik tangannya, bahkan merangkul ke dalam pelukannya
dan dicium pipinya, namun bukan gadis yang bisa diajak naik ke atas pembaringan.
Ting Peng sangat akrab dengan Siau Hiang, bila Cing-cing tidak berada di sisinya, sering kali
dia mengajak Siau Hiang berbincang-bincang, main catur, membuat sajak dan lain-lainnya.
Ting Peng pun pernah menggenggam tangannya, membopongnya dan didudukkan ke atas
pahanya, bahkan menciumi lehernya yang berbau harum.
Tapi Ting Peng tidak pernah mengajaknya naik ke atas ranjang.
Dia adalah seorang teman penghilang kebosanan yang sangat baik, tapi tak pernah bisa
merangsang napsu birahi kaum lelaki.
Mungkin juga hal ini dikarenakan bau harum yang terpancar keluar dari tubuhnya.
Bau harum itu merupakan semacam bau harum yang sangat istimewa, bau harum yang sudah
ada semenjak dilahirkan, cuma bau harum itu aneh, bukan bau harum bunga, juga bukan bau
harum yang bisa diperoleh dari benda lainnya.
Bau harum semacam ini hanya bisa mendatangkan semacam kesucian bagi yang
mengendusnya. Ting Peng bukan seorang yang saleh, diapun tidak pernah menganggap napsu birahi lelaki
perempuan sebagai suatu yang berdosa, sebaliknya dia masih menganggapnya sebagai
seseorang yang suci. Maka dia ditipu mentah-mentah oleh Chin Ko cing yang menggelikan, dia dapat merasa gusar,
merasa sedih, putus asa dan lain-lainnya, karena dia merupakan seorang yang masih lengkap
perasaan serta napsunya. Oleh karena itu ketika cinta kasihnya mulai tumbuh di hati Cing-cing, maka diapun amat setia
kepadanya. Buktinya bujuk rayu dan rangsangan dari Cia Siau giok pun tidak mendatangkan pengaruh
apa-apa baginya. Oleh sebab itu, meski dia sudah terpengaruh oleh arak berisi obat perangsang yang
dicampurkan dalam arak Pek hoa siang, dia masih tetap kukuh untuk melepaskan diri dari gaetan
dan pukulan Cia Siau giok.
Oleh karena itu pula dia lebih suka mengorbankan uang untuk membeli perempuan guna
membereskan pengaruh racun obat perangsang yang mencekam tubuhnya, bahkan dengan cara
itu pula dia hendak mengabarkan kepada Cing-Cing, betapa membutuhkannya dia akan
perempuan. Sewaktu Siau Im disodorkan kepadanya, ia melakukan tanpa perasaan canggung, karena Cing
Cing yang mengaturkan segala sesuatunya itu baginya...
Oleh karena itu, ketika Siau Hiang merangkak naik ke atas pembaringan dan membantunya
mengenakan celana, dia merasa terkejut bercampur keheranan.
Buru-buru tegurnya. "Siau Hiang, racunku telah punah semua"
Merah jengah selembar wajah Siau Hiang, serunya sambil mendorong tubuh pemuda itu
"Siapa sih yang mengajakmu membicarakan soal ini" aku hanya akan membantumu memakai
celana dan menyuruhmu keluar sebentar"
"Mau apa keluar?"
"Mengapa kau tidak mencoba untuk melihat langit, sekarang sudah tengah hari, kedua
perempuan-perempuan yang memperoleh penghargaan darimu sudah berdatangan untuk
mengucapkan terima kasih kepadamu, apa kau tak akan keluar menyambut mereka dalam
keadaan seperti ini bukan"
"Serahkan uang emas itu kepada mereka dan suruh mereka segera meninggalkan tempat ini,
buat apa mesti banyak ribut?"
"Tuan, kau tak boleh begitu, mereka juga manusia, setiap manusia mempunyai harga diri, kau
tak boleh bersikap begini terhadap mereka, terutama ada beberapa orang diantaranya menolak
untuk menerima uang emas tersebut"
"Mereka menolak uang emas itu" Apakah merasa kurang?" Ting Peng keheranan.
"Bukan kurang, semalam sepuluh tahil emas, nilai tersebut kelewat tinggi untuk mereka" kata
Siau Hiang tertawa, "karena berterima kasih maka mereka mengundang kongcu keluar, apalagi
tanpa mengerjakan apa-apa, begitu datang di jamu sekenyang-kenyangnya, lalu bergaul seperti
teman biasa, hal semacam ini belum pernah mereka jumpai sebelumnya, mereka terharu karena
dianggap sebagai teman, sekarang tentu saja merekapun rikuh untuk mendapat uang dari teman."
"Ehm. . . beberapa orang perempuan ini sungguh berjiwa besar dan punya kesetiaan kawan."
Siau Hiang tertawa, kembali katanya:
"Ada pula yang berkata, mereka merasa bangga karena orang yang mengundang mereka
untuk menemani minum arak adalah Ting Kongcu yang termasyhur namanya dikolong langit,
kemungkinan besar derajat mereka akan turut naik setelah kejadian ini, tentu saja merekapun tak
dapat menerima uang dari kongcu"
"Walaupun perkataan semacam itu sedikit merupakan kenyataan, tapi hal ini amat menarik
sekali, paling tidak mereka telah berbicara dengan sejujurnya."
"Apakah kongcu menganggap ucapan mereka dahulu bukan perkataan yang muncul dari hati
sanubarinya!" "Pelacur adalah manusia tak berperasaan, aku tak percaya kalau mereka memiliki perasaan
setia kawan?" "Pandangan kongcu terhadap kaum wanita kelewat sempit dan radikal ....."
"Agak tak mungkin, aku menghormati setiap wanita, tapi aku tak akan sungkan-sungkan
terhadap perempuan rendah"
"Dari mana kongcu bisa tahu kalau mereka adalah manusia tak berperasaan dan tak setia
kawan?" kata Siau Hiang tertawa, ?"darimana pula kau bisa tahu kalau perasaan terharu mereka
bukan ungkapan perasaan yang sejujurnya?"
"Itu mah gampang dibuktikan, bukankah masih ada beberapa orang yang berada diluar?" Ting
Peng tertawa pula. "Yaa, mungkin ada belasan orang di depan sana! Mereka bersikeras hendak bertemu dulu
dengan kongcu sebelum berpamitan untuk pergi meninggalkan tempat ini?"
"Waah, tampaknya aku harus pergi menjumpai mereka" kata Ting Peng sambil tertawa.
"Benar, entah perasaan yang sebenarnya atau setia kawan yang palsu, paling tidak kongcu
harus menemui mereka"
Ting Peng segera mengenakan pakaiannya, membereskan rambutnya dan berjalan keluar.
Betul juga perjamuan belum berakhir ada belasan orang pelacur, termasuk juga Hong hong
dan Sian-sian yang dijumpainya semalam masih menanti di situ.
"Aku telah membuat kalian menunggu kelewat lama" seru Ting Peng sambil tertawa cekikikan.
Suara pemberian salam yang merdu merayu segera bergema memecahkan keheningan
kemudian Hong-hong berkata:
"Aaah, Ting kongcu jangan berkata begitu, perjamuan yang begini baiknya membuat kami
merasa amat berterima kasih. . . "
"Semua orang tak usah sungkan-sungkan lagi." Kata Ting Peng tersenyum, "sebelumnya aku
harus menemani kalian untuk berpesta semalam suntuk, apa mau dikata istriku telah datang,
sedang akupun harus berbincang-bincang dengan istriku, bila aku kurang hormat harap kalian
semua sudi memaafkan."
Ucapan kongcu itu membuat kami semakin tak enak hati" kata Sian-sian cepat, walaupun kami
seringkali menemani orang minum arak, selama ini kami hanya berdiri melayani saja disamping,
sekalipun ada kalanya tamu menyuruh kami duduk, karena perbedaan tingkat kedudukan, paling
banter kami hanya memegang sumpit sebagai suatu pertanda belaka, tidak seperti kemarin kami
dapat makan minum dengan bebas merdeka."
"Itulah sebabnya kami merasa tak dapat menerima pemberian dari kongcu lagi, harap kongcu
dapat menerima kembali semua pemberian tersebut. . ." sambung Hong-hong.
(Bersambung ke Jilid 17) Jilid : 17 HAL ini mana boleh jadi" Bagaimanapun juga aku telah membuat kalian kehilangan waktu
yang berharga, untuk itu saja aku sudah merasa amat menyesal, apalagi kalian sudi memberi
muka untuk menghadiri perjamuan ini, bila tak mau menerima pemberian tersebut, hal ini
sepertinya terlalu tidak memberi muka kepada teman"
"Kongcu bersedia menganggap kami sebagai teman pun kejadian ini sudah cukup membuat
kami merasa terharu.. mana boleh kuterima pemberian dari kongcu?"
"Sebagai teman, kita berkewajiban untuk saling menolong kesulitan orang, bahkan kalian pun
dapat memikul sedikit beban penderitaanku..?" kata Ting Peng tertawa.
"Ting kongcu suka bergurau, kami belum berhak untuk turut memikul kerisauan dari kongcu"
kata Sian-sian. "Belum tentu begitu" sambung Hong Hong. "apa yang bisa kami lakukan, sudah pasti kongcu
tahu dengan jelas, asal kongcu menginginkan kami berbuat apa, katakan saja, sekalipun badan
harus hancur, kami tak akan menolak"
Ting Peng segera tertawa terbahak-bahak setelah mendengar perkataan itu.
"Haaahh. . . haaahh. . . haaahhh. . . baik, baik, cukup bersahabat, cukup bersahabat, tahukah
kalian penderitaan apakah yang merupakan penderitaan terbesar bagi diriku?"
"Soal ini . . . kami kurang begitu tahu"
"Penderitaan yang besar adalah uang emasku kelewat banyak sehingga tak tahu bagaimana
caranya untuk menggunakannya, bila kalian adalah sahabatku, sudah sepantasnya untuk
menggunakannya, sebab itu bila kalian menampik lagi, hal itu justru mencerminkan tindakan yang
kurang bersahabat" Semua orang menjadi tertegun, siapapun tidak menyangka kalau Ting Peng bakal
mengucapkan perkataan seperti itu.
Terdengar Ting Peng berkata lagi:
"Apalagi kalau dilihat dari sikap kalian yang belum pergi hingga sekarang, hal ini menunjukkan
kalau hubungan persahabatan kalian jauh lebih mendalam daripada orang lain, karena itu kalian
harus membantuku untuk meringankan sedikit penderitaanku lagi, Siau Hiang, beri tambahan
sepuluh tahil emas untuk setiap nona, utus orang untuk menghantar mereka kembali ke rumah
masing-masing" Pada mulanya pelacur-pelacur itu merasa terkejut, menyusul kemudian dengan wajah berseri
mereka memburu datang sambil mengucapkan terima kasih.
"Tahu kalau hal ini merupakan penderitaan dari Ting Kongcu, kami pasti akan membantumu
untuk meringankannya sejak dulu"
"Aku adalah seorang yang menitik beratkan hubungan pada perasaan, suruh kalian
menanggung beban yang begini beratpun sudah merasa menyesal sekali, maka aku tak berani
untuk menambah beban kalian lebih berat lagi...."
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaah, aku hanya berkata saja! akupun tahu di dunia ini tiada penderitaan semacam ini,
apalagi tiada cara untuk membagikan uang seperti ini, kalau begitu ku ucapkan banyak terima
kasih atas pemberian dari kongcu . . . "
"Cuma, Hong Hong, aku sangat berharap, bisa mendengarkan sepatah katamu yang muncul
dari hati yang jujur, benarkah kalian tidak maui emasku itu?"
Hong Hong agak termenung sebentar, kemudian baru berkata:
"Bohong, walaupun kemarin hadir lima puluhan orang nona, tapi sebagian besar mereka
sudah berstatus tamu, hanya kami beberapa oranglah baru benar-benar melakukan pekerjaan
seperti ini" "Lantas?" "Bagaimanapun juga, kami harus menampilkan suatu kelebihan yang menunjukkan kalau kami
lebih hebat. dari pada mereka, meski sepuluh tahil emas yang kami peroleh termasuk juga suatu
jumlah yang besar, tapi hal ini belum memperlihatkan profesi dan pekerjaan kami yang
sesungguhnya, karenanya bagaimana pun juga kami harus mendapatkan persen sedikit lebih
banyak dari pada mereka untuk melindungi muka kami!"
"Maka kalianpun segera melaksanakan taktik mengembalikan dulu untuk kemudian meraih
lebih banyak?" "Dengan keroyalan kongcu, rasanya untuk mendermakan dua tahil emas setiap orang lagi
tentunya tak akan keberatan bukan"
"Hebat, hebat, seandainya aku adalah seorang yang bodoh dan menganggap perkataan kalian
itu sesungguhnya, bukankah kerugian yang bakal kalian derita akan semakin besar?"
"Kami justru berharap demikian, jika Ting kongcu menganggap kami sebagai teman, maka
hasil yang kami peroleh sudah pasti akan lebih besar lagi" kata Hong-Hong.
"Oooh.... mengapa begitu?"
"Pertama, secara berterus terang dan blak blakan kami dapat berkata bahwa Ting tayhiap,
kongcu nomor satu yang paling tersohor di dunia adalah sahabat kami dengan begitu tamu yang
akan menjadi langganan kami mendatang akan bertambah banyak, bahkan harganyapun akan
lebih tinggi berapa kali lipat selain dari masyarakat, menengah kamipun dapat bergerak di
kalangan atas, penghasilan kami pasti bertambah besar"
"Sungguh mengagumkan, apakah masih ada penghasilan lainnya!"
"Ada saja, keuntungan kedua akan kami raih dari Ting kongcu sendiri, setelah kau
menganggap kami sebagai teman, seandainya suatu ketika kami menjumpai kesulitan dan minta
pertolonganmu, mungkin lima kali atau sepuluh kali lipat yang kami minta pun pasti akan kongcu
berikan" "Yaa aku memang dapat berbuat begitu, asal punya uang tentu akan membantu teman, bagi
diriku hal ini merupakan suatu pekerjaan yang terlalu gampang, Hong Hong dari sini mau tak mau
aku harus menyatakan kekagumanku kepada kalian, bagaimanapun juga cara kerja seorang ahli
memang berbeda dengan orang biasa"
Hong Hong segera tertawa.
"Tapi kongcu pun bukan seorang yang mudah dihadapi, hanya mendermakan sepuluh tahil
emas, semua kesulitan sudah dapat teratasi, untung saja sedikit banyak kami sudah mempunyai
penghasilan, terima kasih kongcu, akupun tak usah mengucapkan kata-kata seperti sampai jumpa
lain waktu atau lain sebagainya, sebab aku tahu peristiwa semacam ini tak mungkin bisa kujumpai
untuk kedua kalinya?"
Kemudian dengan penuh kegembiraan merekapun berlalu dari situ.
Sepeninggal mereka Ting Peng menghela napas panjang, kemudian tanyanya kepada Siau
Hiang sambil tertawa . "Sekarang apakah kau masih menganggap mereka berperasaan dan tahu setia kawan?"
Siau Hiang membungkam dalam seribu bahasa, tapi lama kemudian baru berkata sambil
tertawa lembut. "Lonte tetap lonte! "
"Padahal ucapanmu sekarang serta pandangan salahmu terhadap mereka tadi yang percaya
akan ucapan mereka bukanlah sesuatu yang aneh, sebab kau bukan lonte, memang betul lonte itu
tak berperasaan, tapi lontepun manusia, tak mungkin ia tak berperasaan"
"Kongcu" seru Siau Hiang tak tahan. "yang mengatakan lonte tak berperasaan adalah kau,
yang mengatakan lonte berperasaan juga kau, aku jadi bingung rasanya.
"Lonte bukannya tak berperasaan, kalau tak berperasaan mana mungkin sepanjang malam
mereka dapat membuat orang terpesona dan terbuai dalam suasana yang indah" Kalau boleh
dibilang sesungguhnya mereka sangat berperasaan" kata Ting Peng tertawa.
"Kalau amat berperasaan lantas bagaimana?"
"Bila perasaan mencapai titik jenuh, maka perasaan akan makin menipis, sekalipun amat
berperasaan akhirnya pun akan berubah menjadi makin tak berperasaan.
"Kalau begitu, apakah merek sama sekali tidak memiliki perasaan yang asli?"
"Tidak, walaupun mereka amat berperasaan atau tidak berperasaan, bukan berarti mereka
tidak berperasaan asli melainkan karena mereka kelewat banyak mendengarkan rayuan manis
dari kaum lelaki dan kelewat banyak harus berpura-pura memberikan cinta yang manis, akhirnya
perasaan yang sesungguhnya jadi terpendam di dasar hati dan tak gampang terungkapkan
keluar." Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan.
"Tapi suatu ketika, bila mereka benar-benar menaruh perasaan yang sebenarnya terhadap
seseorang, maka mereka akan mencintai orang itu dengan setulus hati, mati hidupnya tak akan
dipikirkan dan mereka pun bersedia untuk mengorbankan segala sesuatunya, itulah sebabnya
banyak sekali cerita yang tragis dan mengharukan banyak terjadi dalam rumah pelacuran ."
"Kongcu, tampaknya pengertianmu terhadap kaum pelacur mendalam sekali ...." ujar Siau
Hiang sambil tertawa. Ting Peng turut tertawa. "Mendalam sih tidak, cuma aku tahu mustahil aku bisa memperoleh cinta dan perasaan yang
sejati dari mereka . . . dalam keadaan seperti kemarin itu, karena sepuluh tahil emas murni masih
belum dapat memberi perasaan yang asli dari kawanan lonte itu."
"Paling tidak Kongcu toh seringkali bergaul dengan mereka?"
Kembali Ting Peng menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Kalau dibicarakan, mungkin kau tidak percaya, kemarin baru pertama kali aku mengundang
pelacur untuk minum arak, selama hidup akupun belum pernah memasuki sarang pelacur walau
hanya satu kalipun, maka dari itu aku baru melakukannya dalam rumah penginapan dan menyuruh
Tong Gi untuk mengundang semuanya itu, coba kalau aku sendiri yang bertemu dengan suasana
seperti ini, mungkin banyak lelucon yang bakal terjadi, sedang di luar rumah penginapan masih
banyak orang yang menantikan leluconku itu . . . ."
"Kongcu, di luar rumah penginapan sudah tiada orang lagi." Ucap Siau Hiang sambil tertawa.
Ting Peng agak terkejut setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat:
"Sudah tak ada orang lagi" Kemana larinya kawanan manusia yang menjemukan itu" Mereka
sudah pada bubar?" ?"Benar, sewaktu nona dan Siau Im masuk, budak menanti di luar, tapi selewatnya tengah
malam mereka telah membubarkan diri, pergi sehingga seorangpun tak ada yang ketinggalan."
Ting Peng merasa amat terkejut, dia memang tak senang diikuti orang banyak, bahkan merasa
benci dan muak karena dikuntil orang terus menerus.
Tapi, setelah mengetahui kalau orang-orang itu lenyap tak berbekas secara tiba-tiba, timbul
perasaan tidak tenang di dalam hati kecilnya.
Biasanya, suatu peristiwa yang berlangsungnya sangat mendadak dan di luar dugaan,
kejadian mana pasti akan membuat orang merasa terkejut bercampur tercengang.
Persoalan yang membuat orang bingung dan tidak habis mengerti, biasanya juga akan
menimbulkan perasaan tak tenang, tak tentram bagi si orang yang menghadapinya.
Lantas, kemanakah perginya orang-orang itu ?"
Mengapa mereka membubarkan diri secara tiba-tiba dan pergi meninggalkan tempat itu"
ooo0ooo PERISTIWA TAK TERDUGA KEMANAKAH orang orang itu telah pergi"
Ting Peng bertanya kepada Ah Ku, pertanyaan itu seakan-akan suatu pertanyaan yang sia-sia
belaka, sebab sekalipun Ah Ku tahu, dia juga tak dapat menjawab.
Dia tak dapat berbicara. Tapi bisu pun mempunyai cara untuk mengemukakan maksud hatinya, namun Ah Ku cuma
menggeleng, ini pertanda, kalau dia benar-benar tidak tahu.
"Kemanakah orang-orang itu telah pergi?" Ting Peng bertanya kepada Siau Hiang sewaktu
berada dalam kereta. Siau Hiang menggelengkan kepalanya.
"Budakpun tak tahu, budak hanya menyaksikan mereka pergi meninggalkan tempat itu satu
persatu dan amat tergesa-gesa, seperti telah terjadi suatu peristiwa besar yang amat serius, tapi
budak bertugas menjaga rumah penginapan, sehingga tak mungkin budak bisa pergi mengikuti
mereka dan menyelidiki apa gerangan yang telah terjadi."
"Bukan itu yang kutanyakan" kembali Ting Peng menggeleng, "persoalan ini sudah kutanyakan
sekali dan kaupun telah menjawab, sekalipun ditanyakan sekali lagi tak mungkin bisa muncul
jawaban yang baru." "Lantas apa yang kongcu tanyakan?" tanya Siau Hiang dengan wajah tertegun.
"Yang kutanyakan adalah Cing-cing dan Siau Im?"
"Mereka telah pergi!"
"Akupun tahu kalau mereka telah pergi, yang kutanyakan sekarang kemanakah mereka pergi"
Dan apa yang mereka lakukan?"
"Budakpun tidak tahu, ketika fajar menyingsing tadi, nona memanggil budak untuk masuk,
setelah berpesan kepada budak untuk melayani keperluan Kongcu diapun mengajak Siau Im
berlalu dari situ" "Apakah tidak mengatakan hendak ke mana dan tidak mengatakan pula karena apa ?"
"Tidak, budk tidak pantas untuk menanyakan hal ini, dan lagi tak dapat bertanya."
"Aku adalah suaminya, paling tidak dia harus memberitahukan hal ini kepadaku"
Siau Hiang tertawa: "Kongcu, cinta nona kepadamu lebih dalam daripada samudra, dia tak nanti akan melakukan
perbuatan yang akan membahayakan keselamatan jiwamu, apalagi melakukan suatu perbuatan
yang akan menyakitkan hati. . . "
"Aku percaya akan hal ini, tapi sebagai seorang istri, dia seharusnya menemani suaminya"
"Nona berbeda dengan istri-istri yang lain, dia bukan manusia, dia adalah rase"
"Kalau rase lantas kenapa?"
"Rase mempunyai kehidupan ala rase, kehidupannya tidak terdapat dalam alam semesta ini,
kehidupan rase berada di tengah gunung yang terpencil, di dalam kuil yang terbengkalai atau di
tempat-tempat yang tak ada manusianya?"
"Kalau memang begitu, mengapa semalam dia datang ke kota yang amat ramai ?"
"Kalau datang untuk sementara waktu sih boleh, tapi kalau kelamaan bisa merusak
kepandaian yang sedang dilatihnya"
"Tapi dia toh meninggalkan kau di sini untuk melayani aku?"
Agak memerah paras muka Siau Hiang, ujarnya kemudian:
"Budak bukan rase, aku adalah manusia biasa, karena itu hal semacam itu tidak berlaku
bagiku" Ting Peng segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . tak heran kalau aku tak berhasil menemukan ekor di
belakang pantatmu" Paras muka Siau Hiang berubah semakin merah lagi, bisiknya dengan suara lirih:
"Kongcu, apakah berhasil menemukan ekor di belakang tubuh nona dan Siau Im?"
"Soal ini mah rasanya belum berhasil kutemukan."
Siau Hiang segera tertawa.
"Bila rase ketahuan ekornya, dia tak. berhak untuk mendatangi alam semesta ini, dia lebih
pantas menjadi rase saja?"
Sekarang lagi-lagi Ting peng tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh. . . haahhh. . . haaahhhh. . . setelah mendengar ucapanmu itu, aku jadi
kebingungan sendiri untuk membedakan kau adalah manusia rase"
ooo0ooo SIAU HIANG bukan rase, karena dia sama sekali tidak menunjukkan hawa seekor rase.
Rase tidak bisa hidup dalam kesepian, tapi Siau Hiang dapat di hidup ditengah kesepian.
Rase mempunyai kemampuan yang hebat dengan akal muslihat yang hebat pula, tapi Siau
Hiang amat sederhana, dia pandai ilmu silat, tapi tak pandai segala macam ilmu sesat ..
Rase membutuhkan teman, entah rase langit juga butuh, rase yang berjiwa juga boleh, rase
liar pun boleh juga, ke tiga jenis rase tersebut semuanya membutuhkan teman.
*************************
Halaman 19 - 20 hilang *************************
Karena perempuan pertama yang dijumpainya adalah perempuan dari jenis yang merangsang
dan jalang, perbuatan perempuan itu telah melukai hatinya. oleh karena itu dia paling memandang
rendah perempuan yang dengan mudah mempersembahkan tubuhnya kepada kaum pria.
Sekalipun dia bukan seorang yang suci, tapi cintanya adalah cinta yang suci, meski Cia Siau
giok telah merayunya dengan ilmu merayu yang hebat, alhasil dia malah kena dihajar keras-keras.
Berada bersama perempuan seperti Siau Hiang merupakan kehidupan yang paling
digemarinya, mereka tanpa tujuan, tak ada urusan penting, maka keretapun bergerak sangat
lambat.. mengelilingi tempat-tempat yang berpemandangan alam indah.
Ting Peng adalah seorang pemuda yang cerdas, tapi tak banyak buku yang dibaca. Sewaktu
masih muda, dia hanya berpikir untuk mencari nama lewat ilmu silat sehingga sebagian besar
waktunya dikorbankan untuk melatih ilmu pedang, seandainya dia tak bersua dengan Liu Yok
siong, mungkin dia akan menjadi seorang jago pedang muda yang ternama, tapi tak akan bisa
mencapai seperti Ting Peng sekarang.
Karena itu perjalanan ini adalah suatu perjalanan pulang, dia ingin kembali ke perkampungan
Siang siong san ceng yang berhasil direbutnya dari Liu Yok siong serta perkampungan megah
yang dibangunnya di hadapan perkampungan Siaang siong san-ceng ketika dia hendak memberi
pukulan batin terhadap Liu Yok siong.
Tempat itu bukan desa kelahirannya tapi disitulah terletak rumahnya, apalagi di rumahnya
masih terdapat istrinya Cing Cing sedang menunggu.....
Walaupun Cing Cing tak pernah memberitahukan kepadanya kemana dia telah pergi, tapi dia
pasti akan pulang ke rumahnya.
ooo0ooo KERETA mereka sudah hampir mendekati kota Hang ciu.
Ah Ku duduk di depan menjadi kusir kereta, sedang Siau Hiang duduk di sisinya dengan bau
harum semerbak tersiar keluar dari tubuhnya.
Satu-satunya yang berbeda adalah di belakang kereta sudah tidak nampak lagi kawanan jago
silat yang mengikutinya. Bahkan yang membuat Ting Peng merasa keheranan adalah selama beberapa hari ini,
suasana sepanjang jalan yang dilaluinya amat sepi dan hening.
Bila berada di dalam kota yang ramai, tentu saja tidak bisa menghindari orang lain. Tapi orangorang
itu selalu berusaha untuk menghindari dirinya.
Bila dia sampai dirumah penginapan, maka seisi penginapan akan melayani keperluannya
dengan sikap yang luar biasa, kemudian bila keesokan harinya dia berangkat meninggalkan
penginapan tersebut, tentu ia akan menjumpai penginapan yang besar tersebut hanya didiami
mereka bertiga, sementara lainnya secara diam-diam telah pindah dari situ.
Kemudian bila dia memasuki rumah makan, rumah makan yang semula ramai dan penuh akan
berubah menjadi hening dan serius, kemudian bila ia meninggalkan tempat itu akan dijumpai
dalam ruangan rumah makan yang begitu luas tinggal mereka semeja.
Sepanjang jalan, tak seorang manusiapun yang berani memandang sekejappun ke arahnya.
Bila berada dijalan raya, kereta mereka dapat berjalan dengan leluasa dan bebas tak usah
kuatir menumbuk orang, karena di sekelilingnya tak pernah ada orang.
Seakan-akan kemunculannya membawa sesuatu penyakit menular yang berbahaya.
Ting Peng merasa amat keheranan, dia menanyakan persoalan ini kepada Siau Hiang.
Sambil tertawa Siau Hiang menjawab:
"Kongcu adalah seorang jago lihay nomor wahid dikolong langit, tentu saja mereka tak berani
datang mengusik" "Apakah setiap orang yang berhasil mencapai tingkat kedudukan yang tertinggi melulu akan
mengalami suasana seperti ini"
?"Mungkin saja begitu! Cia Siau hong pernah mengalami suasana seperti ini, itulah sebabnya
ada sementara waktu dia meninggalkan pedangnya, meninggalkan nama besarnya sebagai Sam
sauya untuk menyembunyikan diri dalam sebuah rumah penginapan kecil dan hidup sebagai
seorang kacung kuda?"
Tapi, Cia Siau hong tak mungkin seperti keadaanku sekarang bukan...
?"Benar, kongcu lebih beruntung nasibnya dari pada dia, kau pun lebih gagah, ilmu pedangnya
memang tiada bandingannya, tapi mempunyai banyak musuh, banyak pula orang yang merasa tak
puas dan datang mencarinya untuk beradu pedang, ingin membunuhnya, ia tak berteman, yang
ada hanya sekelompok musuh besar, sebab itu dia tak pernah mempunyai waktu senggang untuk
hidup bersantai, dia harus menghadapi sergapan dan serangan yang datangnya bertubi-tubi"
"Aku pun telah mengikat tali permusuhan dengan banyak orang"
Siau Hiang tertawa. "Tapi golok sakti yang kongcu miliki sekarang jauh lebih hebat dari pada ilmu pedang keluarga
Cia waktu itu. sehingga dengan begitu musuh besarmu tak ada yang berani datang untuk mencari
gara-gara dengan kau"
Dengan cepat Ting Peng menggelengkan kepalanya berulang kali.
Aku rasa persoalannya bukan sesederhana itu.
"Kalau memang demikian, sudah pasti ada suatu rencana besar yang sedang dijalankan, siap
untuk menghadapi kongcu, dan saat-saat seperti sekarang adalah saat tenang sebelum tibanya
hujan badai yang maha dahsyat?"
"Yaa, mungkin saja memang demikian" Ting peng tertawa "aku berharap mereka bisa datang
secepatnya, daripada aku harus merasa murung bercampur kesal"
"Tapi hingga kini kongcu belum tahu siapakah musuh kita itu" seru Siau Hiang dengan wajah
murung, "biasanya musuh yang bersembunyi dibalik kegelapan merupakan musuh yang paling
menakutkan". Mendadak ia berhenti dan tidak berbicara lagi, sebab ia melihat Ting Peng berkerut kening
sambil menutupi hidungnya dengan tenang.
Hanya sewaktu mengendus bau busuk yang menusuk hidung saja, orang akan menutupi
hidungnya dengan tangan. Siau Hiang adalah gadis yang berbau harum, tentu saja bau busuk tersebut bukan muncul dari
tubuhnya, bau busuk tersebut berasal dari dalam hutan di tepi jalan.
Ting Peng segera menitahkan kepada Ah Ku untuk menghentikan keretanya dan masuk ke
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hutan untuk memeriksa keadaan di situ, akhirnya mereka berhasil menemukan sumber dari bau
busuk tersebut. . . bau bangkai manusia.
"Yaa, bau busuk yang keluar dari mayat-mayat sekawanan manusia yang telah hancur dan
mulai membusuk." Tentu saja bau bangkai tiada yang harum, semakin busuk dan rusak keadaan mayat tersebut
baunya semakin menjadi. . . .
Siapa orang yang tewas di situ dan dibiarkan membusuk di dalam hutan di tepi jalan"
ooo0ooo BANJIR DARAH DIMANA-MANA BAU mayat merupakan sejenis bau busuk yang paling sukar ditahan baunya.
Bau adalah sejenis udara busuk tapi selamanya bukan suatu yang memuakkan.
Misalnya bau busuk yang keluar dari durian, semakin baunya tajam, semakin menggairahkan
orang yang hendak memakannya.
Ada orang yang ingin membuka kakinya yang telah bersepatu berhari-hari, mencampuri
keringat kaki dengan lumpur lalu membuatnya suatu bulatan, konon bila endus didekat lubang
hidung, bau tersebut merupakan suatu kenikmatan yang tak terkirakan.
Ada pula orang yang suka makan telur asin yang bau, ikan bau, daging bau atau sayur asin
bau. Bahwa ada pula yang suka mengendus bau kentut sendiri, sudah tahu kalau kentut itu bau,
tapi bila ia berkentut hidungnya selalu mengendus bau kentut dengan penuh kenikmatan.
Anjing suka makan najis. Bara Naga 15 Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Bentrok Para Pendekar 8
pencoleng atau perampok untuk berjalan seorang dan memenuhi napsu angkara murka sendiri"
"Yaa, memang masuk diakal juga perkataan ini "
"Selamanya teori majikan memang betul", kata Ka-cu dengan sikap sangat menghormat.
Ting Peng tertawa.. "Cuma andaikata aku datang beberapa tahun lebih lambat, bukankah kalian hanya akan
memperoleh satu tahil perak saja.
(Bersambung ke Jilid 15) Jilid : 15 "BENAR, kalau kami bisa mengikuti majikan berapa tahun lagi, maka setahil perak pun tak
akan kami peroleh. tapi kami bisa melanjutkan hidup dengan penuh kebahagiaan"
"Kalau begitu kedatanganku bukankah kelewat awal?" ucap Ting Peng lagi, kali ini dia tidak
tertawa. Ka-cu segera menyahut sambil tertawa.
"Dalam anggapan kami, meski kamipun berharap bisa mengikuti majikan selama beberapa
tahun lagi, tapi kalau dipikir lebih jauh, asal kami bisa membantu majikan agar cepat-cepat
terlepas dari rintangan tersebut pun rasanya pengorbanan kami juga cukup berharga"
"Haaaahhh. . . haaaahhh . . . haaahhhh . . benar, memang berharga, memang sangat
berharga" Sekalipun balas jasa yang mereka peroleh makin lama semakin berkurang, namun keuntungan
yang berhasil mereka raih, justru tambah tahun tambah besar.
Melepaskan kedudukannya sebagai budak, malah mereka anggap sebagai suatu
pengorbanan." Setiap orang mengira mereka adalah sepasang manusia tolol, hanya mereka sendiri yang
tahu, kalau mereka bukan, tentu saja Ting Peng juga memahami akan hal ini.
Itulah sebabnya mereka baru dapat tertawa dengan begitu riang gembira.
Setelah tertawa, Ting Peng baru berkata:
"Andaikata kalian merasa uang yang di peroleh tidak cukup...."
"Ooh, tidak! tidak! Kami merasa cukup sekali" buru-buru Ka-cu berseru. "toh apa keinginan
kami sederhana sekali, dan lagi gampang mencapai kepuasan, lagi pula selama sepuluh tahun ini
kami sudah terbiasa hidup bekerja, maka setelah keluar dari sini, bukan saja seratus tahil perak itu
tak akan habis terpakai, mungkin setelah tiga lima tahun lagi, kami masih bisa untung seratus tahil
perak lebih?" Tanpa terasa Ting Peng memperlihatkan sikap kagumnya, dia cukup mengerti nilai dari orangorang
persilatan diluaran. Seorang jagoan pedang kelas lima, saat dia bersedia menjual nyawa, entah jadi pelayan atau
tukang pukul paling tidak dalam sebulan dia dapat meraih seratus tahil perak.
Sedang ke empat orang ini boleh dibilang sudah merupakan jagoan pedang kelas satu, tapi
mereka harus membutuhkan waktu selama tiga sampai lima tahun untuk menarik keuntungan
seratus tahil perak, tentu saja uang tersebut diperoleh dengan bekerja keras.
Dari sini bisa terlihat betapa tawarnya mereka terhadap kemewahan dunia ...
Tapi Ting Peng berkata lagi sambil menghela napas:
"Ka-cu, Kalian tidak ada sangkut pautnya dengan diriku, sebenarnya akupun tak usah
menguatirkan kalian, cuma aku pikir setelah ini Cia Siau hong tak akan mempunyai perhatian lagi
untuk mengurusi kalian"
"Benar majikan bilang dia hendak pergi jauh selama satu dua tahun, pergi menyambangi
beberapa orang sahabat karibnya"
"Oooh .... apakah pergi sangat jauh?"
"Ya, jauh, jauh sekali, konon akan memasuki padang pasir dan menelusuri tapal batas, hanya
ditempat-tempat semacam itulah barusan ditemukan tokoh-tokoh sakti dan hanya orang-orang
semacam itu pula baru pantas menjadi teman karibnya Cia Siau hong.
Terhadap Cia Siau hong, selain Ting Peng merasa kagum dan memuji, diapun menaruh rasa
hormat . Dia menaruh hormat kepadanya karena dia dapat melepaskan diri dari keduniawian.
Ting Peng tak dapat melakukan hal itu, dia masih mempunyai hubungan dengan dunia luas,
seperti juga dengan ke empat orang yang berada di hadapannya. sekalipun tak ada hubungan
dengan dia, namun dia toh masih tetap menaruh perasaan kuatir terhadap mereka.
Oleh karena itu dengan tulus hati katanya:
"Ka cu, dunia luar tidaklah sesederhana apa yang kau bayangkan, kecuali kalau kalian benarbenar
adalah manusia sederhana."
Tentu saja ke empat orang ini bukan, orang-orang yang berasal dari perkampungan Sin kiam
san-ceng bukan manusia sembarangan, apalagi kalau mereka berasal dari didikan Cia Siau hong
sendiri. Tidak menunggu ia menyelesaikan kata-katanya, Ka-cu telah berkata pula:
"Kami mengerti, kalau kami mempunyai persoalan yang tak terpecahkan, kami pasti akan
mencari Ting Kongcu untuk memohon bantuan!"
Memang inilah yang dinginkan Ting Peng, sekalipun tidak ia utarakan, Ka-cu telah mengatakan
sendiri. Ting Peng segera tertawa, berbicara dengan seorang yang pintar memang selalu
menyenangkan disamping irit tenaga, karena itu akhirnya dia hanya mengatakan:
"Selamat tinggal!"
Selamat tinggal, kadangkala dapat diartikan pula sebagai jangan berjumpa lagi di kemudian
hari. Sekarang dia memang mengartikan demikian, dalam hati kecilnya dia ikut berdoa semoga
mereka dapat menjadi manusia biasa dan mendapatkan tempat pemondokan yang aman dan
tentram. ooo0ooo AH KU menunggunya di depan pintu.
Orang ini selamanya setia, ia tak pandai berbicara tapi memiliki otak yang cerdas, ketika dia
tahu kalau majikannya tak bakal akan menjumpai mara bahaya didalam rumah penyimpan pedang
itu, diapun mengundurkan diri
Walaupun dia tak tahu apakah di luar pintu akan menjumpai mara bahaya atau tidak., tapi
paling tidak, tempat itu merupakan tempat yang bisa mendatangkan bahaya.
Oleh karena itu dia menunggu ke depan pintu.
Cu Siau giok sebaliknya menanti ditengah ruangan. Diapun seorang yang amat pandai.
Tatkala dia tahu kalau didalam Rumah penyimpan pedang tak mungkin akan memberikan
tempat dan kedudukan lagi baginya serta merta dia pun segera meninggalkan tempat itu.
Ia membutuhkan suatu kedudukan yang tinggi, paling tidak suatu kedudukan yang terhormat.
Oleh karena itu dia lebih suka berada di tempat yang bisa memperlihatkan kedudukan
tersebut. . Maka diapun kembali ke dalam perkampungan Sin kiam san ceng, perkampungan dimana ia
bisa berkuasa dan dihormati orang.
Sebab hanya ditempat itulah merupakan tempat wilayah kesuksesannya...
Di tempat itulah dia menantikan kedatangan Ting Peng.
Tapi apa yang hendak dia lakukan terhadap diri Ting Peng, sang pemuda yang kosen dan
berilmu tinggi itu" Apa pula yang sebenarnya tersembunyi dibalik senyuman serta suara tertawanya yang manis"
Sesungguhnya rencana apakah yang terkandung dan tersimpan didalam benaknya?" Sewaktu
Ting Peng menyaksikan suara tertawanya, dia pun tak bisa menebak maksud tujuan apakah yang
terkandung dibalik tertawa itu.
ooo0ooo KAWANAN TIKUS TING PENG berjalan di depan, Ak-Ku mengikuti di belakangnya.
Walaupun mereka rasakan suatu suasana yang sangat aneh menyelimuti perkampungan Sin
kiam san-ceng tersebut, seolah-olah di sekeliling tempat itu terdapat orang yang mengawasi
mereka dari kejauhan, namun Ting Peng acuh, AH-Ku pun acuh.
Ditinjau dari gerak-gerik mereka yang lamban, kedua orang itu tahu kalau mereka tak lebih
hanyalah kawanan kurcaci.
Terhadap kawanan pengintip yang bukan merupakan suatu ancaman serius, mereka merasa
enggan untuk mengeluarkan perhatian yang kelewat banyak.
Seperti juga terhadap kawanan tikus yang bersembunyi di belakang sudut rumah.
Hampir di setiap rumah terdapat tikus, mereka selalu bergerak ditempat kegelapan secara
diam-diam, sekalipun adakalanya celingukan sambil mengintip keluar, namun bila merasa kalau
dirinya sedang diperhatikan orang, dengan cepat mereka menyembunyikan diri lagi.
Tentu saja tikus merupakan makhluk yang menjengkelkan, mereka dapat merusak pakaian,
perabot dan mencuri makan.
Tapi tiada orang yang takut terhadap kawanan tikus, tak ada orang yang tak bisa tidur garagara
dalam rumah ada tikus. Begitu pula dengan kawanan manusia yang mengintip-intip sekarang, dalam pandangan Ting
Peng dan Ah Ku, mereka tak lebih cuma tikus sekalipun tak sampai merupakan suatu ancaman
buat keselamatan mereka toh kehadiran mereka mendatangkan pula perasaan jengkel, muak dan
sebal. Akhirnya Ting Peng tak tahan, segera ucapnya:
"Ah Ku, sudah terlalu lama orang-orang itu mengikuti kita, aku merasa tak senang!
Jika Ting-Peng sudah mengatakan tak senang, itu berarti dia harus membereskan perbuatan
yang memuakkan itu dan Ah Ku memang seorang pelayan yang setia"
Oleh karena itu sewaktu Ting Peng menyelesaikan kata-katanya, Ah-Ku sudah mulai
bertindak: Ting Peng tidak memperhatikan lagi gerakan yang dilakukan Ah Ku . ..
Dia amat merasa lega terhadap kemampuan Ah Ku, dia tahu pekerjaan tersebut tentu akan
dilaksanakan secara baik-baik, maka Ting Peng juga tidak menghentikan langkahnya, melainkan
melanjutkan perjalanan ke depan.
Telinganya dengan cepat dapat mendengar sedikit suara.
Suara, kepalan yang menghajar di tubuh orang, serta suara tulang belulang yang terhajar
patah. Suara-suara tersebut dengan cepat membuat Ting Peng merasa puas, dia tahu selanjutnya
paling tidak selama dia melangkah, keluar dari perkampungan Sin-kiam san-ceng tak akan ada
tikus yang akan membayang-bayangi lagi.
"Triing... tinggg....! Traaang... traaang..?"
Jelas suara itu adalah suara benda tajam yang saling membentur, Ting Peng segera merasa
keheranan. Suara semacam itu tidak seharusnya terdengar, masa kawanan tikuspun berani memberikan
perlawanan" Bila tikus kena didesak, memang ada kalanya akan membalas menggigit, tapi Ah Ku jelas
merupakan kucing tua yang sangat berpengalaman, tak mungkin dia akan memberi kesempatan
kepada sang tikus untuk balas menggigit.
"Triiing.. tring...traanng. .. traang...."
Suara senjata tajam yang saling membentur masih saja terdengar, hal ini membuktikan kalau
Ah Ku telah berjumpa dengan seekor tikus yang tidak gampang ditundukkan, lagi pula sudah pasti
seekor tikus besar. Akhirnya Ting Peng tak tahan dan menghentikan langkahnya, kemudian berpaling.
Dia telah melihat Cia sianseng.
Cia sianseng, congkoan dari perkampungan Sin kiam san-ceng.
Ting Peng sama sekali tidak merasa asing terhadap Cia sianseng, lagi pula hampir boleh
dibilang merupakan sahabat lama, cuma saja persahabatan tersebut tidak begitu akrab.
Pertama kali dia bertemu dengan Cia sianseng di perkampungan Siang-siong-san- ceng milik
Liu Yok siong. Hari itu, kecuali Cia sianseng, di sana pun hadir Sui-han-sam-yu yang mengangkat nama
bersama Liu Yok siong. Liu Yok siong telah mencuri Thian-gwa liu-seng miliknya dan melangsungkan suatu
pertarungan yang menggelikan serta memalukan itu, Cia sianseng lah ketika itu yang bertindak
sebagai saksi. Semenjak hari itulah, Ting Peng mulai tidak menyukai Cia sianseng.
Walaupun dalam keadaan seperti waktu itu dia tak bisa disalahkan, Liu Yok-siong telah
mengatur segala sesuatunya terlalu baik membuat Ting Peng tak mampu membantah.
Tapi Ting Peng selalu merasa bahwa Cia sianseng tidak adil dalam mengatur segala-galanya.
Sebagai congkoan dari Sin kiam san-ceng, dia adalah seseorang yang pantas dihormati, dia
seharusnya cukup memahami tentang watak Liu Yok siong.
Paling tidak ia tidak seharusnya muncul didalam perkampungan Siang-siong san-ceng dan
berkomplot dengan manusia seperti Liu Yok siong, oleh karena itu meski keputusan Cia sianseng
waktu itu cukup adil, tapi Ting Peng selalu menganggap Cia sianseng telah bersekongkol dengan
Liu Yok siong. Oleh karena itu setiap kali ia bertemu dengan Cia sianseng, sikap Ting Peng tak pernah
sopan, bahkan belum lama berselang dia malah menghadiahkan suatu kesulitan bagi Cia
sianseng di depan perkampungan Sin kiam san-ceng, tapi ia belum pernah menyaksikan Cia
sianseng menggunakan pedang.
Ilmu pedang yang dimiliki Congkoan perkampungan Sin kiam san-ceng sudah pasti melebihi
siapapun, hal ini merupakan sesuatu kenyataan yang tak mungkin bisa dirubah, tapi dalam dunia
persilatan belum pernah ada orang yang melihat Cia sianseng mempergunakan pedang.
Tapi hari ini, akhirnya Ting Peng dapat melihatnya.
Ilmu pedang dari Cia sianseng ini selain ganas matang, juga amat keji.
Ting Peng belum pernah menyaksikan jurus pedang dari keluarga Cia, tapi dia tahu ilmu
pedang Cia sianseng berasal dari perkampungan Sin kiam san-ceng.
Ilmu pedang sakti dari keluarga Cia adalah suatu kepandaian yang tiada tandingannya di
kolong langit, bukan saja keji juga teramat ganas, kalau tidak kedudukan perkam-pungan Sin kiam
san-ceng dalam dunia persilatan tak akan mencapai tingkatan yang begitu tinggi dan terhormat.
Ting Peng cukup mengetahui sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki Ah-Ku,
walaupun dia tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, tapi dalam dunia persilatan
paling banter Cuma ada lima orang yang mampu menangkannya, salah seorang diantaranya
ternyata Cia sianseng. Sepasang kepalan dari Ah-Ku merupakan sepasang senjata yang ampuh, tapi sepasang
gelang emas yang berada pada lengannya merupakan semacam alat pelindung badan yang amat
ampuh, bila pihak lawan mempergunakan senjata tajam, maka diapun akan menangkis dengan
mempergunakan gelang emas tersebut.
Tapi sekarang, Ah Ku telah mencabut keluar pisau belati yang berada dibelitan sepatu larsnya,
yang selama ini tak pernah dipergunakan.
Di atas lengannya telah muncul sebuah bekas darah yang memanjang, hal ini membuktikan
kalau gelang emas tersebut sudah tak mampu untuk melindungi keselamatan jiwanya lagi.
Sekalipun ada pisau belati ditangan, ternyata Ah Ku belum berhasil memperbaiki keadaannya
yang semakin terdesak, pedang Cia sianseng bagaikan seekor ular beracun menyelinap kesana
kemari dengan sangat gencarnya.
Orang yang bisa melukai Ah Ku jelas bukan seorang manusia sembarangan, tanpa terasa
tertarik juga hati Ting Peng, dia segera berjalan balik dan mengamati permainan pedang dari Cia
sianseng, dia berharap bisa lebih memahami tentang orang ini.
Tapi Cia sianseng benar-benar amat licik, ketika dia mengetahui kalau ada Ting Peng sedang
mengawasinya, mendadak serangan-nya melamban, bahkan diantara jurus serangannya sengaja
diperlihatkan titik-titik kelemahan.
Ah Ku adalah seorang pendekar yang berpengalaman, walaupun terluka, pikiran-nya tak
sampai kalut, dia pun tidak dikarenakan pihak lawan mengendorkan serangannya lantas
mempergunakan peluang itu untuk memanfaatkan kelemahan tersebut.
Dia malah tetap bertarung dengan taktik pertarungan semula, pisau belatinya bergerak kesana
kemari dengan gencar tapi jarang melancarkan serangan balasan, bila serangan balasan
dilepaskan niscaya merupakan suatu serangan yang dahsyat.
Terhadap titik-titik kelemahan yang diperlihatkan oleh Cia sianseng itu dia tak pernah
menggubrisnya, walaupun dia tahu seandainya pisau ditusukkan ke depan, niscaya serangan
tersebut akan menciptakan suatu luka yang mematikan di tubuh lawan.
Agaknya itulah yang diharapkan oleh Cia sianseng, penyelesaian pertarungan yang
diharapkan olehnya, tapi bukan merupakan harapan Ah Ku juga bukan harapan dari Ting Peng.
Setiap kali melancarkan serangannya, Ah Ku selalu mengarah bagian-bagian tubuh yang
mematikan di tubuh lawan, pisau belati yang amat pendek itu paling banter cuma seperempat dari
pedang lawan. Orang bilang satu inci lebih panjang, satu bagian lebih tangguh, satu bagian lebih pendek, satu
bagian lebih berbahaya. Teori ini seringkali diucapkan oleh jago-jago yang sudah berpengalaman tentang senjata yang
dipergunakan orang. Tapi pisau belati ditangan Ah Ku justru merupakan kebalikan daripada teori senjata pendek,
bahaya tentu bencana, bencana harus ditolong.
Setiap serangan yang dilancarkan olehnya sudah pasti memaksa lawan untuk menolong diri,
lagi pula harus dihadapi pula oleh suatu kepandaian yang tinggi.
Itulah sebabnya paras muka Cia sianseng makin lama semakin serius, rencananya sama
sekali tidak berhasil. Kecuali kalau dia berani menyerempet bahaya dengan membiarkan tusukan pisau Ah Ku itu
bersarang di tubuhnya. Tapi ia tak berani, bahkan tak seorang manusiapun berani mencoba, karena serangan yang
dilancarkan Ah Ku kelewat cepat dan dahsyat, sedikit terlambat saja untuk berkelit, besar
kemungkinan dadanya akan tertusuk hingga tembus.
Oleh karena itu bukan saja Cia sianseng tidak berhasil merahasiakan jurus pilihannya, malah
justru karena keraguannya itu membuat dia harus menggunakan kekuatan yang berlipat ganda
untuk membebaskan diri dari ancaman bahaya.
Tentu saja sistim pertarungan semacam ini amat payah, tak selang berapa saat kemudian Cia
sianseng telah mengucurkan keringat dengan amat derasnya, sedang tindak tanduknya pun mulai
gelisah. Sebenarnya tidak sulit baginya bila ingin mengembalikan keadaan tersebut, namun dia tak
berani berbuat demikian, karena dia tahu bila keadaan sudah berbalik, itu berarti dia harus
berhadapan dengan serangan golok Ting Peng yang mengerikan.
Ting Peng memperhatikannya sebentar, kemudian baru katanya:
"Ah Ku! Tahan....."
Cia sianseng menghembuskan napas panjang, sambil menyeka peluh yang membasahi
tubuhnya, diam-diam dia merasa lega, karena dia kira persoalan pelik telah lewat.
Sayangnya ia gembira kelewat awal.
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku akan memberi kesempatan kepadamu untuk beristirahat barang setengah jam, kemudian
aku baru akan memohon petunjukmu, aku rasa kau tentunya masih mampu bukan!"
Cia sianseng memperhatikan sekejap wajahnya yang tak berperasaan itu, dia merasa
segulung hawa dingin muncul dan menyusup ke dalam tubuhnya, hal mana membuat peluh panas
segera berubah menjadi peluh dingin.
Dia mengerti dengan mengandalkan kepandaiannya, jelas tak mungkin bisa meloloskan diri
dari serangan golok yang maha dahsyat itu.
Terutama sekali setelah menyaksikan Ting Peng dapat keluar dari Rumah penyimpan pedang
tanpa cedera, terlepas bagaimanakah penyelesaiannya dengan Cia Siau hong, tapi kalau dilihat
dari sikap Ka-cu sekalian empat orang budak pedang yang begitu menghormat kepadanya, hal itu
sudah membuktikan sesuatu yang luar biasa.
Tenggorokannya naik turun tak menentu dan ingin sekali mengucapkan sepatah dua patah
kata, tapi tak tahu bagaimana harus berkata:
ooo0ooo SAMBIL tertawa Ting Peng berkata:
"Selamat bersua! Selamat bersua! Ternyata nama besar Cia sianseng memang bukan nama
kosong belaka, kau memang tak malu menjadi congkoan dari perkampungan Sin-kiam san ceng.
Sebaliknya Cia sianseng membutuhkan tenaga yang paling besar untuk memperlihatkan
sekulum senyuman paksa di atas wajahnya, lalu ia berkata pula dengan terpaksa:
"Ting kongcu terlalu memuji, apakah kongcu telah berjumpa dengan majikan kami?"
"Yaa, sudah, belum lama kami baru berpisah!"
Cia sianseng berusaha keras untuk mengembangkan pembicaraan tersebut, kembali dia
berkata: "Tampaknya kongcu dan majikan kami seperti merasa gembira sekali dalam pertarungan
tersebut?" Ting Peng tertawa, "Lumayan, hitung-hitung tidak sia-sia belaka perjalananku kali ini. . . "
Mendengar perkataan itu, Cia sianseng menjadi sangat terkejut:
"Apakah kongcu telah melangsungkan pertarungan pedang dengan majikan kami?"
"Ilmu pedang Cia cianpwe sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, mana aku berani
bertarung melawannya!"
"Maksudku, apakah ilmu golok sakti dari kongcu telah bertarung dengan pedang milik majikan
kami ?" buru-buru Cia sianseng menerangkan.
"Boleh dibilang begitu"
"Tapi siapa yang menang dan siapa pula yang kalah?"
Persoalan ini merupakan persoalan yang diperhatikan orang dan persoalan yang ingin
diketahui setiap orang, sekalipun Cia sianseng merasa tegang toh tak tahan diajukan juga."
Ting Peng tertawa, sahutnya:
"Saudara sebagai congkoan dari Sin kiam san-ceng tidak sepantasnya mengajukan
pertanyaan ini, kau semestinya jauh lebih mengerti daripada orang lain"
"Tempat itu merupakan daerah terlarang, walaupun aku adalah congkoan dari Sin kiam
sanceng, namun tempat itupun terlarang bagiku!"
"Tapi paling tidak kau toh tahu kalau tempat itu dinamakan Rumah penyimpan pedang?"
Cia sianseng tak dapat menyangkal, walaupun dia boleh dibilang tidak tahu, tapi mimik wajah
dari Ting Peng membuatnya tak berani mengucapkan kata-kata bohong.
Maka terpaksa dia harus mengangguk.
"Yaa, aku telah mendengar hal itu dari budak-budak pedang tersebut. . . ."
"Tentunya kau juga tahu bukan kalau majikanmu tak pernah membawa pedang selama berada
dalam Rumah penyimpan pedang."
"Soal ini aku tidak tahu karena aku belum pernah masuk ke sana!"
Itupun suatu pengakuan jujur, maka Ting Peng berkata lagi.
"Kalau begitu lain kali kau boleh masuk kesana, aku telah beradu kepandaian dengan majikan
kalian, Cuma di tangannya tak berpedang, golokku pun tak pernah lolos dari sarung, maka
menang kalahnya sukar dikatakan, kalau dikatakan aku menang, diapun tak akan memprotes,
kalau dibilang dia menang, akupun tak akan mengakui!"
Tergerak hati Cia sianseng setelah mendengar perkataan itu.
"Kalau begitu, kepandaian yang kongcu miliki masih satu tingkat lebih tinggi. . . "
"Walaupun dia tak akan memprotes, tapi akupun tak ingin berkata demikian, karena dia masih
hidup dan akupun masih hidup."
Pertarungan antara jago lihay memang tak perlu ditentukan oleh mati hidup, menang kalah
hanya terlintas dalam satu titik, kecuali kedua belah pihak, bahkan penontonpun sukar untuk
melihat dengan jelas!"
Ting Peng tersenyum, katanya pula:
"Tapi aku si jago lihay justru berbeda, kemenanganku hanya bisa ditentukan apabila pihak
lawan telah roboh, karena golokku adalah golok pembunuh, sebelum pihak lawan terbunuh masih
belum bisa terhitung sebagai kemenangan."
Terpaksa Cia sianseng hanya mengiakan belaka.
Terdengar Ting Peng berkata lebih jauh:
"Di tangannya tiada pedang, golokkupun belum diloloskan, kami hanya berbincang-bincang
sebentar, dalam pembicaraan tersebut kedua belah pihak telah mendapatkan pengertian,
kesimpulannya yakni dia tak akan membunuhku, aku pun tak dapat membunuhnya maka diantara
kami berdua masih belum diketahui siapa menang siapa kalah!"
Cia sianseng merasa sedikit agak kecewa tapi di luar dia menjawab kejadian ini merupakan
suatu kejadian yang sangat baik, kongcu dan majikan kami sama-sama adalah dua jago lihay,
siapapun tidak berharap menyaksikan salah seorang diantara kalian roboh!"
Tapi aku merasa tidak puas, aku berharap bila lain kali berjumpa lagi dengannya, di tangannya
sedang membawa pedang, sehingga kami dapat benar-benar melangsungkan suatu pertarungan
untuk mengetahui siapa yang unggul."
"Pasti ada kesempatan" buru-buru Cia sianseng berkata, "seringkali majikan kami membawa
pedang!" "Kalau Cuma membawa pedang saja sama sekali tak ada gunanya, karena sebelum pedang
itu diloloskan dari sarungnya, mustahil hal mana bisa memancing hawa pembunuhan dalam
hatiku, kami tetap tak bisa melangsungkan pertarungan tersebut!"
Tanpa terasa Cia sianseng menyarungkan kembali pedangnya, cuma dia kelewat tegang
sehingga mata pedangnya tak dapat tetap masuk ke dalam sarungnya:
Melihat itu, Ting Peng segera berkata sambil tertawa:
"Buat apa kau menyarungkan kembali pedangmu" Sebentar toh mesti dicabut kembali,
apakah hal ini tidak terlalu merepotkan?"
Cia sianseng tertawa: "Aaah, Ting kongcu suka bergurau, masa aku berani mencabut pedang di hadapan kongcu?" "
"Tapi kau toh berani mencabut pedang di belakang punggungku!"
"`Hal mana kulakukan karena untuk melindungi diri, karena kalau tidak pembantumu akan
membunuhku!" "Hmmm, pembantu ku ini selalu tahu diri, tanpa sebab dia tak akan membunuh orang,
andaikata dia hendak membunuhnya maka hal ini pasti didasarkan pada suatu alasan yang kuat"
"Alasan apapun tak ada, tiba-tiba dia menyerobot kehadapan kami, lalu memukul orang, sudah
empat orang kami terbunuh, bila kongcu tidak percaya silahkan saja pergi ke ujung dinding sana,
mayat mereka masih tergelepar di situ!"
"Tak usah dilihat lagi?" kata Ting Peng sambil tertawa "aku selalu mengetahui dengan jelas
hasil pukulannya, barang siapa terkena pukulannya memang sukar untuk hidup terus!"
"Orang-orang itu toh tidak mengusik dia..?"
"Mereka telah mengganggu aku, aku paling benci kalau ada orang kasak-kusuk dan
bersembunyi-sembunyi sambil mengawasi diriku secara diam-diam, akulah yang suruh dia
membunuh mereka!" "Ting kongcu, tempat ini adalah perkampungan Sin kiam san ceng!" seru Cia sianseng sambil
menelan air liur. "Aku tahu, kau tak usah memberi keterangan lagi kepadaku"
"Mereka adalah anggota perkampungan ini, karena itu apa pun yang mereka lakukan hal ini
dilakukan didalam rumah mereka sendiri"
Ting Peng tertawa. "Tadi sewaktu aku hendak masuk ke dalam Rumah penyimpan pedang, ada beberapa orang
bersembunyi dibalik kegelapan, akhirnya mereka telah dibunuh oleh Ka-cu, kalau mereka benarbenar
adalah anggota perkampungan Sin kiam san-ceng, mengapa pula mereka terbunuh...?"
"Soal itu. . . , soal itu karena mereka berani mengintip daerah terlarang, mereka memang
pantas mati" "Mereka juga sudah melanggar pantanganku, maka mereka juga harus mati, bila kau merasa
hukumanku tak benar, silahkan saja mencari kebenaran dariku!"
Paras muka Cia sianseng berubah, tapi ia segera berusaha menahan diri, katanya kembali:
"Siapa tidak bersalah dia tidak berdosa, dulu mereka tidak tahu akan pantangan kongcu,
sekarang mereka sudah tahu, mengetahui akan hal ini dan aku percaya mereka tak akan
melakukan pelajaran lagi."
"Soal ini tak perlu lagi" ucap Ting Peng sambil tertawa, "karena bila aku dapat meloloskan diri
dari ujung pedangmu aku dapat memberitahukan kepada mereka sendiri, kalau tidak, ucapanmu
itu sudah didengar pula oleh mereka."
Dengan cepat Cia sianseng mundur. selangkah, kemudian serunya keras-keras:
"Ting kongcu apa maksudmu. . . ?"
"Aku percaya kau pasti memahaminya, aku hendak menantangmu untuk berduel!"
"Soal ini. . . . aku. . . mana aku berani..."
"Selamanya perkataanku tak pernah dirubah-rubah" kata Ting Peng dengan suara dalam, "kau
berani juga boleh, tidak berani juga boleh, pokoknya setelah hitungan ketiga aku akan turun
tangan, lebih baik himpun saja tenagamu baik-baik dan pikirlah baik-baik bagaimana caranya
merobohkan diriku pada hitungan ketiga!"
Selesai berkata, dia mulai menghitung:
"Satu !" Dengan cepat Cia sianseng mundur tiga langkah.
"Dua !" Cia sianseng sudah mundur sejauh tujuh delapan langkah, sekalipun tangannya masih
menggenggam pedangnya kencang-kencang, namun selain mundur dia sudah tak tahu harus
berbuat apa. Ting Peng tidak mengejar ke depan, bahkan sorot matanya sama sekali tidak dialihkan ke
arahnya, hanya goloknya pelan-pelan diangkat, seakan-akan tak perduli Cia sianseng hendak
kabur seberapa jauhpun, asal kata ketiga sudah diucapkan, maka tubuhnya pasti akan terbelah
menjadi dua bagian. "Tiga !" Cia sianseng roboh ke tanah, tapi tubuh Ting Peng masih belum bergerak, goloknya juga
belum diloloskan dari sarungnya, karena kata "tiga" itu bukan dia yang meneriakkan.
Tubuh Cia sinseng yang gemuk penuh daging itupun tidak sampai hancur berkeping-keping,
dia masih tetap utuh dan segar bugar seperti sedia kala.
Karena bukan golok Ting Peng yang merobohkan dia, walaupun golok iblis dari Ting Peng
mengerikan, akan tetapi golok itu tak akan mampu membunuh orang sebelum diloloskan dari
dalam sarungnya. Diapun bukan roboh karena ketakutan, sekalipun waktu itu dia merasa ketakutan setengah
mati, namun dia bukanlah manusia yang akan roboh karena ketakutan, lagi pula dia telah
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyambut serangan tersebut dengan sekuat
tenaga. Dia roboh karena seseorang telah menendangnya keras-keras sehingga terpental ke tanah.
Pinggangnya persis terkena sebuah tendangan dari sebuah kaki yang putih halus, indah dan
membuat jantung orang berdebar semakin keras.
Dalam perkampungan Sin kiam san-ceng hanya ada seseorang yang memiliki kaki seindah ini.
Tentu saja kaki tersebut adalah kakinya, Cia Siau giok.
Karena dialah yang pernah menendang Cia sianseng sampai roboh ke atas tanah.
Dia pula yang meneriakkan angka ketiga.
Kemudian dengan membawa hembusan angin harum yang memabukkan, tahu-tahu dia sudah
berdiri di hadapan Ting Peng..
ooo0ooo *************************
Halaman 33 s/d 38 hilang *************************
seorang diantaranya, baru menggigit dua gigitan sudah mulai muntah-muntah, setelah kurobek
keluar sebiji matanya yang lain baru penurut sekali untuk menghabiskan semua daging-daging
tersebut. "Yaa, daripada kehilangan daging memang lebih enakan makan daging, Cuma perbuatanmu
itupun agak kelewatan sedikit, toh bukan mereka yang pingin melihat adalah kau yang
memperlihatkan kepada mereka"
"Benar, memang aku yang mengundang mereka untuk menonton, tapi sebelum itu aku telah
berjanji lebih dulu dengan mereka, setelah selesai menikmati, mereka harus bangkit berdiri dan
menuju ke dalam sebuah kamar untuk menyampaikan perasaan kagum mereka kepadaku,
akhirnya tak seorangpun yang berani berdiri, karena didalam kamar sebelah semuanya adalah
kaum wanita, dan diantaranya terdapat pula tamu-tamu yang mempunyai kedudukan terhormat."
"Bila benar-benar ada kaum pria yang masih bisa berdiri dengan santai dan berbincangbincang
dengan orang lain secara wajar, lelaki itu pasti bukan lelaki sungguhan, kecuali dia sudah
diidapi semacam penyakit. . . ."
"Kau jangan memandang begitu tak becus setiap lelaki lain, paling tidak aku sudah menjumpai
seorang lelaki yang dapat menikmati diriku dengan sinar mata yang mengagumi tapi tidak emosi,
juga tidak menunjukkan suatu reaksi yang istimewa!"
"Waaah, lelaki itu pasti ada penyakit"
"Menurut pendapatku, lelaki itu sama sekali tak berpenyakit, bahkan sehat sekali dan diapun
pernah menaklukkan perempuan paling cabul dan jalang dikolong langit.
"Seandainya terhadap lelaki semacam ini, aku benar-benar akan turut mengaguminya,
siapakah dia" Aku ingin sekali berkenalan dengan dirinya... !" "
"Aku tahu, kau pasti akan suka sekali untuk berjumpa dengan orang ini, maka aku pun telah
mengundangnya datang, sekarang mari kutemanimu untuk pergi menjumpainya!"
?"Tunggu sebentar, sekalipun aku akan senang berjumpa dengan manusia semacam ini, tapi
tidak suka kalau aku yang pergi menjumpainya, apakah ia tak dapat kemari untuk menjumpai
diriku?" "Tentu saja dia mempunyai alasan lain sehingga tak dapat kemari"
"Bagiku, tiada sejenis alasanpun yang bisa dijadikan alasan !"
"Tapi alasannya pasti dapat membuatmu mengakuinya secara tulus dan takluk, tak ada
salahnya kau pergi untuk menengoknya, kalau alasan tidak dapat membuatmu merasa puas, kau
boleh segera turun tangan untuk membunuhnya!"
Ting Peng segera menggeleng.
Aku tak ingin membunuh orang hanya dikarenakan suatu persoalan kecil ...."
"Kalau begitu bunuhlah aku, lagi pula kau tak usah turun tangan sendiri, asal kau menganggap
alasannya tak dapat keluar bukan suatu alasan yang dapat dimaklumi, aku bersedia untuk segera
memenggal balok kepala ku sendiri!"
Ternyata gadis itu berani mempergunakan keselamatan jiwa sendiri sebagai barang taruhan,
sekalipun Ting Peng tidak menaruh perasaan yang tertarik terhadap persoalan itu, toh lambat laun
merasa tertarik juga oleh kejadian ini."
Oleh karena itu, dia membiarkan Cia Siau giok menggandeng tangannya memasuki jalan
setapak yang penuh ditumbuhi aneka bunga dan memasuki sebuah kamar yang harum baunya.
Ruangan itu merupakan sebuah ruangan yang sangat aneh, selain bunga hampir tiada perabot
lainnya, di atas dinding penuh bunga dalam pot penuh bunga, pada permadani di lantai juga penuh
dengan lukisan aneka bunga, bahkan satu-satunya meja yang terdapat di situ pun dipenuhi oleh
bunga, seakan-akan tempat itu merupakan sebuah dunia bunga.
Bukan saja terdapat bunga di atas pohon, bunga yang tumbuh di kebun bahkan terdapat pula
bunga yang tumbuh di air karena sebagian dari bangunan rumah itu dibuatkan sebuah kolam air
karena beberapa kuntum bunga putih dan merah memenuhi permukaan air kolam tersebut.
Sambil tertawa Cia Siau giok segera berkata "Disinilah letak kamar tidurku, karena aku suka
bunga, maka tempat ini menjadi acak-acakan harap Ting toako jangan mentertawakan!"
Barang siapa berada ditempat seperti ini, sedikit banyak perasaannya pasti akan terpengaruh
juga.. Sambil tertawa Ting Peng segera berkata:
"Aku pernah membaca syair orang kuno, katanya dimana ada bau bunga di situ pasti terdapat
kehangatan, karena bau bunga adalah kelembutan, tidak seperti hawa golok atau hawa pedang
yang menyayat badan, setelah aku berada dalam ruangan tidurmu sekarang, aku baru percaya
akan hal ini, ruangan yang penuh bunga kadangkala. terbawa pula hawa pembunuhan yang
tebal!" Paras muka Cia Siau-hong agak berubah, tapi dengan cepatnya dia tertawa kembali. "
"Tentu saja, aku adalah seorang pesilat perempuan, ayahku adalah jago pedang yang tiada
tandingannya dikolong langit, aku tak akan seperti perempuan lain yang mudah dipermainkan
orang!" "Aku percaya akan hal ini, siapa tahu kalau dari dalam bunga ini secara tiba-tiba dapat
meluncur keluar sebatang jarum beracun yang akan merenggut nyawaku!"
Sembari berkata dia lantas menyentil pelan sekuntum bunga mawar.
"Bunga mawar banyak berduri", hal ini diketahui hampir oleh setiap orang tapi sekalipun
tercocok paling banter hanya akan melukai tangan dan tak sampai merenggut nyawa.
Tapi bunga mawar dari Cia Siau giok itu dapat merenggut nyawa orang, bukan saja panah
baja kecil tersebut dapat melesat dengan kekuatan yang sangat kuat lagi pula berwarna biru,
warna biru berarti warna racun yang keji.
Panah itu melesat ke depan dan menancap di atas batang pohon bwee yang menghiasi
ruangan, setelah berbunyi mendenting lantas melesat sampai separuh bagian.
Tampaknya pohon bwee itu terbuat dari baja, tapi. . . mengapa pula didalam ruangan yang
penuh dengan aneka bunga ini bisa terdapat sebatang pohon besi" Apa pula gunanya pohon itu "
Agaknya Ting Peng tak pernah mempertimbangkan persoalan itu, sembari mengembalikan
bunga mawar itu ke tempat asalnya, dia berkata sambil tertawa.
"Bagus! Bagus sekali! Bunga mawar kaya akan keindahan, tapi banyak berduri, bunga bwe
bertulang besi dan berhati dingin, selain mengerti akan keindahan bunga, tampak-nya kaupun
mengerti sifat dari aneka bunga tersebut. . . "
Paras muka Cia Siau giok masih tetap seperti sedia kala, sahutnya sambil tertawa.
Dalam pandangan Ting toako hiasan-hiasan kecil semacam ini pada hakekatnya tidak
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berharga untuk ditengok."
Ting Peng duduk bersila di depan meja pendek, sambil tertawa Cia Siau giok turut pula duduk
disampingnya, kemudian berkata:
"Siaumoay mempunyai arak pek hoa jiang yang sudah berusia lama, arak itu dibuat dari madu
beratus kuntum bunga, pernahkah Ting toako mencicipinya?"
" Oooh. . . tentu saja aku bersedia untuk mencicipinya, tentu saja, ada perempuan cantik
sudah seharusnya ada arak wangi, dengan begitu baru suasana menjadi lebih semarak!"
"Sayang tiada sayur, karena arak pek hoa jiang tak boleh sampai terkena pengaruh hawa
panas, kalau tidak maka rasanya akan rusak sama sekali."
Benar berada di dalam guna nirwana semacam ini, apalagi ditemani gadis seperti bidadari, kita
memang seharusnya mencicipi minuman para malaikat, masakan barang berjiwa sudah
sepantasnya kalau dijauhkan untuk sementara waktu"
Dia seakan-akan telah berubah menjadi seseorang yang gemar berbicara, setiap patah kata
dari Cia Siau giok selalu ditanggapi dengan pujian, bahkan diberi pula keterangan-keterangan
yang diperlukan. Pembicaraan semacam ini semestinya amat luwes dan santai namun Cia Siau giok justru
makin murung dan tidak nampak gembira.
Dia berjalan ke tepi kolam, mengambil sebuah botol putih dari dalam air dan membuka
penutup botolnya yang masih bersegel, setelah itu mengambil dua cawan dan meletakkannya ke
hadapan Ting Peng. Kemudian dia baru memenuhi cawan tersebut sembari berkata:
"Arak ini hanya cocok untuk diminum dingin-dingin, oleh karena itu aku selalu merendamnya
dengan air kolam, silahkan Ting toako!-
Sambil tersenyum Ting Peng mengangkat cawan itu, ketika merasa dingin ia baru berseru.
"Oooh sungguh amat dingin"
"Benar, air ini adalah air dingin karena itu terasa dingin pula semua benda yang, terendam di
situ" "Oooh. . . aku tidak mengira kalau dalam perkampungan Sin kiam san-ceng pun terdapat
sumber air dingin, menurut apa yang kuketahui hanya di sebelah barat wilayah Seng sut hay saja
yang terdapat telaga dingin dan mengalirkan air dingin."
"Ting toako kau memang tak malu disebut seorang yang berpengetahuan luas, sampai tempat
terpencil semacam inipun kau ketahui."
"Aku hanya merasa tertarik oleh sumber air dingin tersebut" kata Ting Peng sambil tertawa.
"Padahal sumber air tersebut amat sederhana, hanya sumber air dari Bu sit hui swan sian
dicampur dengan sumber air Leng ciu Hou hau swan belaka!"
"Oooh. . . itu mah dua buah sumber mata air yang amat termasyhur di kolong langit"
Sumber air dari Hui swan cocok untuk membuat arak, sumber air dari Hou swan cocok untuk
dimasak dan digunakan, maka akupun seringkali menggunakan separuh air itu untuk minum the
dan separuh dari air yang lain untuk minum arak, tiada sesuatu yang luar biasa."
"Cuma kalau dua macam sumber air itu digabungkan menjadi satu lantas menimbulkan hawa
dingin baru pertama kali ini kudengar."
"Ting toako, kau sungguh cermat!" seru Cia Siau giok sambil tertawa lebar.
"Berada di tempat yang penuh hawa pembunuh, mau tak mau aku harus bersikap berhati-hati
sekali." "Dua macam sumber air itu tentu saja tak akan menjadi dingin, air itu menjadi begini karena air
tersebut mengalir masuk melalui puncak pohon Bwee itu dan mengalir keluar dari akar pohon
Bwee hanya begitu saja."
Yang dimaksudkan sebagai pohon Bwee tak lain adalah pohon besi tersebut.
Ting Peng memperhatikannya sekejap, kemudian berkata:
"Kalau memang begitu tak aneh lagi, sekalipun air panas yang mengalir melewati besi dingin
tersebut airnya tentu akan menjadi dingin pula, nona Cia kau benar-benar mempunyai otak yang
sangat cerdas." Besi dingin memang sifatnya dingin sekali, kendatipun di bawah terik matahari, besi itu akan
tetap dingin, Cuma besi semacam itu mahal harganya, kebanyakan digunakan orang untuk
membuat pedang mestika atau golok mestika.
Tak nyana Cia Siau giok justru menggunakannya sebagai pohon.
Tapi.... Kalau toh pohon tersebut terbuat dari besi dingin, tapi bidikan panah tadi sanggup
menembusi pohon besi tersebut, bukankah hal ini berarti kalau panah tersebut jauh lebih tajam"
Tapi Ting Peng seakan-akan tak pernah berpikir sampai ke masalah tersebut.
Bahkan senyuman dari Cia Siau giok membuatnya tidak berpikir sampai kesana, karena
senyuman Cia Siau giok pada saat ini mempunyai daya pikat yang tak terlukiskan dengan katakata.
Ternyata Ting Peng dibuat termangu-mangu olehnya.
Sepasang mata Cia Siau giok seakan-akan tertutup oleh selapis kabut tipis, membuatnya
nampak merangsang dan menawan hati.
Tapi Ting Peng telah menghela napas, menghela napas panjang.
Dalam keadaan dan suasana seperti ini ternyata dia masih dapat menghela napas panjang,
tak heran kalau sampai Cia Siau giok sendiripun merasa amat terperanjat, kemudian apa yang
dikatakan Ting Peng selanjutnya membuat gadis itu makin terkesiap.
"Aku pernah bertanya kepada ayahmu, apakah kau adalah putrinya. . . . ?"
Cia Siau giok agak tertegun sesaat, kemudian baru katanya sambil tertawa:
"Dan bagaimana jawabannya?"
"Ternyata dia tidak menyangkal!"
Kali ini suara tertawa Cia Siau giok kelihatan gembira sekali.
"Aku memang putri kesayangannya, tentu saja dia tak akan menyangkal. . . ."
"Cuma diapun merasa ada perlunya untuk mengejar pertanyaan tersebut lebih lanjut, maka dia
mendesak Ting Peng lebih jauh.
"Mengapa kau mengajukan pertanyaan semacam itu" Apakah kau mencurigai aku bukan
putrinya Cia Siau hong?"
Ting Peng manggut-manggut.
"Yaa, kau memang kelihatannya tidak mirip!"
"Mengapa tidak mirip" Apakah untuk menjadi ayah dari seorang anak gadis semacam aku
masih diperlukan syarat-syarat lain yang lebih istimewa. . . ?"
"Itu mah tidak, Cuma Cia Siau hong adalah seorang pendekar besar yang dihormati setiap
umat persilatan di dunia ini!"
"Apa sangkut pautnya antara persoalan ini dengan anak gadisnya?"
"Tiada sangkut paut yang kelewat besar, di dalam pandangan sementara orang, untuk menjadi
anak gadis Cia Siau hong, paling tidak dia seharusnya seorang pendekar wanita yang dihormati
dan disegani setiap orang!"
Cia Siau giok segera tertawa:
"Ting toako agaknya kau lupa, semasa muda dulu ayahku adalah seorang lelaki yang
romantis, dia sudah pernah membuat beberapa orang anak gadis jatuh cinta kepadanya!"
Hal itu memang benar, kisah romantis tentang ayahmu memang sama tersohornya dengan
kehebatan ilmu pedangnya!"
"Sedikit banyak yang menjadi anak gadisnya pasti akan mendapat warisan pula atas watak
dari ayahnya, kalau aku adalah putranya, maka aku pasti dapat menarik perhatian banyak sekali
anak gadis!" Ting Peng tak dapat menyangkal akan ucapan tersebut.
Sambil tertawa kembali Cia Siau giok berkata.
"Tapi aku justru adalah anak gadisnya, maka aku hanya bisa menarik perhatian kaum lelaki,
jika aku harus menurut adat kesopanan dan adat istiadat untuk menjadi seorang gadis yang halus
dan alim, maka hal tersebut malah sama sekali bukan sifat dari seorang anak gadis Cia Siau
hong" Mengenai masalah ini, Ting Peng juga tak dapat menyangkal, maka Cia Siau giok pun berkata
lebih lanjut. Sekalipun ayahku amat romantis, namun dia tak cabul, perempuan-perempuan yang menjadi
pilihannya juga merupakan perempuan-perempuan cantik, perempuan cantik yang sukar dijumpai
diantara seribu orang perempuan cantik lainnya!"
Ketajaman mata Cia sam sauya dalam memilih perempuan memang termasyhur karena
*************************
Halaman 53 s/d 58 hilang *************************
menghajar sebanyak dua puluh kali saja dan segera menghentikan perbuatannya.
Tapi Cia Siau giok sudah menangis tersedu-sedu dengan teramat sedihnya.
Dengan dingin Ting Peng mendorong tubuhnya ke tanah, kemudian sambil memandangnya
dengan dingin dia berkata:
"Andaikata kau bukan putrinya Cia Siau hong sekali bacok aku telah menghabisi nyawamu,
karena kau adalah putrinya Cia Siau hong maka aku baru mewakilinya untuk memberi pelajaran
kepadamu, kau memang membutuhkan suatu pendidikan secara baik..
Cia Siau giok berbaring di atas tanah, dia hanya bisa miringkan badan sambil memukul-mukul
tanah, makinya dengan suara lantang:
"Ting Peng kau si anak kura-kura, cucu kura-kura, kau bukan manusia, kau adalah seekor
babi, seekor anjing ...."
Tapi babi tersebut, anjing tersebut sudah tidak mendengar lagi caci maki serta sumpah
serapahnya. Ting Peng sudah beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah menyumpahi beberapa waktu Cia Siau- giok menjadi jemu sendiri, ia pun segera
menghentikan caci makinya, mula-mula masih menggertak gigi, menyusul kemudian diapun
tertawa. Siapapun tidak menyangka setelah menerima hajaran yang luar biasa, dia masih dapat
tertawa. Tapi Cia Siau-giok memang sedang tertawa, bahkan dia sedang tertawa dengan amat
gembiranya. Apakah diapun mengidap suatu penyakit suka dihajar orang?"
Pertanyaan itu segera diajukan seseorang, dia adalah seorang perempuan setengah umur,
wajahnya biasa dan paras mukanya tidak menunjukkan perubahan apa-apa, dia masuk ke dalam
dengan begitu saja, kemudian setelah mengawasi Cia Siau-giok berapa saat dia menegur:
"Siau giok apakah kau mempunyai persoalan?"
Cia Siau-giok segera berpaling dan menjawab: "Tidak, Ting Hiang, aku tidak mempunyai
persoalan!" Ternyata perempuan itu bernama Ting Hiang, melihat sikap dan panggilannya terhadap Cia
Siau giok, hal ini membuat kedudukan perempuan itu menjadi aneh, tidak seperti atasan, tidak
seperti pula orang bawahan.
Hubungannya dengan Cia Siau giok amat akrab, tapi dia memanggil Cia Siau giok langsung
dengan namanya, sedang Cia Siau giok juga langsung memanggil namanya, hal ini menunjukkan
kalau dia bukan apa-apanya Cia Siau giok, tapi siapakah perempuan itu"
Dengan suara dingin kembali Ting Hiang berkata:
?"Sebenarnya tadi kau mempunyai banyak kesempatan untuk membinasakan dirinya?"
Dengan cepat Cia Siau giok menggeleng.
"Aku sama sekali tak ada kesempatan, dia terlalu licik dan teliti, belum lagi panah terbang
bunga mawar bergerak dia sudah tahu, masih ada lagi kelambu Ting Hiang ciang milikmu, hanya
bergerak sedikit saja sudah dibabatnya sampai putus menjadi dua!"
"Tapi itu toh baru dua macam, padahal disini terdapat sembilan macam alat perangkap!"
"Aku percaya tak ada semacampun yang dapat mengelabuhi dirinya, paling banter hanya
mencari penyakit buat diri sendiri, kau toh sudah melihat sendiri, dia meneguk secawan embun
dewa Sin sian tok, alhasil dia sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa-apa, bunga-bunga
beracun dan bubuk-bubuk beracun juga telah dikeluarkan tapi tidak mendatangkan hasil apa apa
...." Ting Hiang termenung dan berpikir sesaat kemudian, baru ujarnya.
"Bocah keparat itu memang benar-benar merupakan seseorang lelaki keras yang belum
pernah kujumpai seratus tahun terakhir ini, dibandingkan dengan ayahmu semasa mudanyaa dulu
masih jauh lebih sukar dihadapi.
"Ting Hiang, bagaimana dengan ayahku semasa masih mudanya dahulu?" tanya Cia Siau giok
kemudian. "Tidak selisih jauh, cuma hatinya kelewat lembek, terutama sekali bila berhadapan dengan
perempuan, hatinya tak dapat dikeraskan kembali, tidak seperti keparat itu, ternyata dia tega untuk
menghajar pantatmu?"
Wajah Cia Siau giok nampak berseri-seri, katanya.
"Hanya lelaki semacam dialah merupakan seorang lelaki yang sejati, berani berbuat dan
berani bertanggung jawab"
"Apakah kau suka digebuki olehnya?"
Cia Siau giok menghela napas panjang.
"Aaai. . . tiada orang yang gemar digebuki, akupun tidak memiliki penyakit semacam itu, aku
tidak suka bertelanjang bulat dan membiarkan seorang lelaki menghajar pantatku!"
"Tapi tampaknya kau merasa sangat gembira, bahkan masih dapat tertawa girang"
"Yaa, aku gembira karena dia menghajarku, hal ini membuktikan kalau dia benar-benar
menyukai diriku, memperhatikan aku, karena perbuatanku memang pantas untuk dihajar."
Mendadak paras mukanya berubah menjadi pedih dan sedih kembali, dia melanjutkan:
"seandainya sejak kecil ada orang yang mendidikku dengan cara begini, memberi nasehat
kepadaku, maka aku tidak akan bersikap jalang seperti saat ini"
"Benar"` sahut Ting Hiang agak emosi, "Siau giok, hal ini harus menyalahkan ayah mu,
seandainya dia mau datang menjenguk ibumu, kaupun tak akan mengalami nasib seperti hari ini!"
Kedua orang itu terbungkam untuk beberapa saat lamanya, kemudian Ting Hiang berkata lagi
setelah menghela napas panjang:
"Cepat kenakan pakaianmu, sebentar Cia Im gak akan datang kemari. . . . !"
"Mau apa dia datang kemari" Suruh dia enyah sejauh-jauhnya dari hadapanku!" teriak Cia
Siau giok dengan perasaan muak.
(Bersambung Jilid 16) Jilid : 16 *************************
Halaman 3 - 4 hilang *************************
"Aaai, Siau-giok, mengapa kau mengucapkan perkataan semacam itu, jangan lupa tempo hari
aku sendirilah yang telah turun tangan untuk mengebiri dirinya!"
"Aku tahu" kata Cia Siau-giok sambit tertawa. "demi menunjukkan rasa baktimu kepada ibuku
kau baru melakukan tindakan seperti ini, padahal kau tak usah berbuat demikian!"
"Sudah seharusnya berbuat demikian!" karena kewibawaan Kiongcu tak boleh dinodai oleh
siapapun!" kata Ting Hiang dengan wajah bersungguh dan amat serius.
Kembali Cia Siau-giok menghela napas panjang.
"Ting Hiang, benarkah ibuku mempunyai suatu daya pengaruh iblis yang luar biasa dan tiada
orang yang dapat melawannya!"
"Tapi dia toh tidak berhasil juga menangkap ayahku, seperti juga sekarang aku gagal
mencengkeram Ting Peng, hal ini membuktikan kalau dikolong langit masih terdapat kaum lelaki
yang tak dapat di tundukkan dengan kecantikan wajah seseorang!"
"Benar" sahut Ting Hiang sambil menghela napas, "cuma lelaki semacam itu teramat sedikit
sekali, oleh karena itulah ibumu harus hidup menderita seumur hidupnya karena ayahmu,
seandainya kau ingin hidup berbahagia didalam kehidupanmu selanjutnya, lebih baik lupakan saja
lelaki yang bernama Ting Peng itu...."
"Tapi, dapatkah aku untuk melupakannya?" kata Cia Siau giok sambil menghela napas.
Kecantikan wajah seorang perempuan memang dapat membuat lelaki yang pernah
menjumpainya membayangkan selalu, tapi lelaki yang dapat menggetarkan hati perempuan justru
mendatangkan bayangan yang merasuk sampai ke tulang sumsum.
Justru karena itulah, bila lelaki tersebut menghianatinya di kemudian hari, maka pukulan batin
yang dia berikan terhadap dirinya akan terukir pula didalam hatinya sepanjang masa.
Banyak kisah kejadian yang berlangsung di dalam dunia persilatan terjadi karena keadaan
seperti ini. Seperti juga Ting pek im, oleh karena dia ditinggalkan oleh Pek Thian yu maka karena cinta
tumbuh perasaan bencinya, sehingga akhirnya dia bersekongkol dengan Be Khong kun untuk
memusnahkan segenap anggota keluarga dari Sin to bun.
Kisah cerita tersebut telah turun temurun berabad lamanya, tapi hingga kini masih tetap
populer dalam masyarakat. Seperti juga kisah cerita Cia Siau hong dengan Buyung Ciu ti dimasa
lampau. Ibu kandung Cia Siau giok adalan seorang Kiongcu dari suatu istana, tentu saja pemilik
istana tersebut bukanlah Buyung Ciu ti, tapi dia kemungkinan besar adalah Buyung Ciu ti kedua.
Untuk melampiaskan rasa dendam dan sakit hatinya, Buyung Ciu ti berusaha keras untuk
memusnahkan dan melenyapkan nyawa lelaki yang bernama Cia Siau hong.
Sebaliknya ibu kandung dari Cia Siau giok justru bertekad untuk memusnahkan perkampungan
Sin kiam san ceng milik keluarga Cia yang teramat termashur itu. Oleh sebab itulah dia baru
mengutus putrinya datang ke perkampungan Sin kiam san ceng dan menjadi pemilik dari
perkampungan Sin kiam san ceng tersebut, tapi sanggupkah dia untuk memusnahkannya"
Cia Siau hong sendiri seakan-akan acuh terhadap persoalan itu, tapi disana masih ada Ting
Peng. Sekalipun Ting Peng bukan anggota perkampungan Sin kiam san ceng, tapi selama Ting Peng
berada disana, dia tak akan membiarkan orang untuk memusnahkan perkampungan Sin kiam san
ceng tersebut. Karena Cia Siau hong selain teman yang paling dihormati olah Ting Peng, dia pun merupakan
musuh yang paling dihormati pula olehnya.
Dan hal inipun dikarenakan Ting Peng pribadi merupakan orang yang paling diperhatikan dan
mendapat sorotan dari pelbagai pihak, terutama dari pihak Cia Siau giok.
oooOooo SEGEROMBOLAN ORANG GILA EMPAT ekor kuda jempolan menghela sebuah kereta kencana yang amat indah sedang
berlarian menelusuri jalan raya, Ah Ku mengayunkan cambuknya ditengah udara dengan penuh
bersemangat. Setelah meninggalkan perkampungan Sin kiam san ceng. Ting Peng hanya mengucapkan
sepatah kata terhadap Ah Ku.
"Gunakan kecepatan yang paling tinggi untuk memasuki kota terbesar disekitar tempat ini.
Untuk berbicara dengan Ah Ku memang merupakan pekerjaan yang menghemat waktu dan
tenaga tak perlu memberikan penjelasan yang kelewat banyak, cukup kata perintah yang paling
singkat sekalipun.. Maka begitu kereta turun dari perahu, Ah Ku segera melarikan keretanya dengan kecepatan
tinggi.
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kereta tersebut sudah merupakan tanda pengenal bagi Ting Peng, perlambang bagi Ting
Peng, walaupun semua orang tidak melihat Ting Peng, tapi setiap orang tahu kalau Ting Peng
pasti berada didalam kereta tersebut.
Maka semua orang segera menyingkir, melihat Ah Ku melarikan keretanya dengan kecepatan
tinggi. Tiada orang yang bertanya bagaimana keadaan Ting Peng dalam perkampungan Sin kiam san
ceng, dan bagaimana pula hasil pertarungannya dengan Cia Siau hong.
Persoalan tersebut telah diterangkan oleh Cia Sianseng jauh sebelum pemuda itu
menampakkan diri. Hasil pertarungan antara Ting Peng melawan Cia Siau hong adalah seri, tiada yang menang
dan tiada pula yang kalah, setiap orang telah mengetahui akan hal ini, semua orang pun merasa
sangat gembira. Tapi toh ada juga yang mengikuti di belakangnya, mereka ingin mengetahui peristiwa apa lagi
yang bakal terjadi" Ting - Kongcu melakukan perjalanan dengan tergesa gesa, itu berarti ada sesuatu kejadian
penting yang akan berlangsung siapakah yang akan menyia-nyiakan keramaian semacam ini"
Sekalipun ada urusan yang lebih penting pun, mereka akan menunda persoalan tersebut untuk
menyaksikan apa yang telah terjadi, apalagi sekarang mereka tidak mempunyai persoalan yang
terlalu penting. Yang paling menyenangkan menjadi seorang anggota persilatan adalah kesantaian mereka.
Mereka tak perlu berkeluh kesah karena harus mencari uang, merekapun tak pernah
memikirkan soal kehidupan, dalam saku merekapun seakan-akan terdapat uang yang tak akan
habis digunakan, sekalipun tiada orang yang pernah menjadi kaya, tapi jarang sekali ada orang
persilatan yang mati karena kelaparan.
Siapapun tak tahu darimana mereka mendapat uang, tapi setiap orang dapat hidup dengan
gembira dan royal. Seakan-akan mereka mempunyai banyak cara yang aneh dan luar biasa untuk menghidupkan
kehidupan mereka yang serba aneh dan luar biasa, dan mereka sedikit pun direpotkan oleh
persoalan-persoalan yang serba aneh dan luar biasa pula.
Sekarang mereka sedang mengejar kereta yang ditumpangi Ting Peng, hal semacam ini pun
boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang aneh dan luar biasa.
Tentu saja mereka kenal dengan Ting Peng, tapi Ting Peng belum tentu akan kenal dengan
mereka. Ting Peng melakukan perjalanan dengan begitu tergesa-gesa, tentu saja dia tak akan berhenti
untuk menunggu mereka, sekalipun Ting Peng berhasil mereka susul, belum tentu dia akan
mengundang mereka untuk makan bersama.
Tapi mereka melakukan pengejaran dengan amat ketat, paling tidak jauh lebih kencang
daripada larinya ke empat ekor kuda jempolan yang menghela kereta tersebut.
Kuda itu lari dengan sekuat tenaga karena dikendalikan oleh ayunau cambuk dari Ah Ku.
Tiada orang yang mengayunkan cambuk terhadap mereka, tapi mereka tetap berlarian dengan
sekuat tenaga, dua kaki untuk menerjang enam belas buah kaki.
Tentu saja pekerjaan semacam ini merupakan suatu pekerjaan yang sangat payah, masih
untung kereta itu berlarian di atas jalan raya, jadi kecepatannya kadangkala harus dikurangi
sedikit, sebab yang melalui jalan raya itu toh bukan hanya mereka saja, melainkan masih banyak
yang lainnya. Tapi itupun hanya pelan sedikit saja, kereta masih tetap bergerak dengan cepat-cepat.
Mendadak seorang bocah cilik meloncat keluar dari balik persimpangan jalan dan lari ke
tengah jalan raya. Dia adalah seorang bocah cilik, berusia tujuh delapan tahun, dia lari keluar menonton
keramaian kereta, tertarik oleh debu yang mengepul memenuhi angkasa.
Hanya sayang arah yang dituju tidak benar dan secara kebetulan justru menghalangi ditengah
jalan raja. Kuda yang menghela kereta masih menerjang ke muka dengan kecepatan tinggi, siapa bisa
membuat mereka berhenti, tampaknya kereta tersebut segera akan menerjang bocah itu
Seandainya diterjang oleh sekawanan kuda jempolan dan ditindih oleh kereta yang begitu
besar niscaya bocah tersebut akan mati.
Cambuk panjang tiba-tiba menggulung ke depan, tahu-tahu bocah cilik itu sudah terbang ke
angkasa dan pelan-pelan dialihkan ke sisi jalanan, sedang kereta itu meneruskan geraknya
meluncur ke muka. "Ternyata bocah itu tidak merasakan apa-apa, dia malah masih bertepuk tangan sambil
bersorak sorai. 0rang lain mengucurkan peluh dingin karena cemas, tapi kemudian mereka pun ikut bersorak
sorai. Benar-benar ilmu mengendalikan kereta yang lihay, benar-benar ilmu cambuk yang jitu dan
sungguh sempurna tenaga dalamnya.
Bila salah satu saja dari ketiga unsur itu tidak dimiliki, jangan harap bocah tersebut dapat
diselamatkan jiwanya, tapi secara jitu dan tepat Ah Ku dapat melakukannya dengan sempurna.
ooo0ooo ORANG-ORANG yang menyusul dari belakangan semua bersorak sorai memberikan
pujiannya, tapi Ah Ku tidak mendengarnya, karena selain tuli diapun bisu.
Dia hanya mengerti orang berbicara, tapi harus dibaca dulu dari gerakan bibir orang.
Diapun dapat memperhatikan suara yang paling kecil dan gerakan yang paling mendadak
sekalipun, tapi bukan menggantungkan dari pendengaran, melainkan dari perasaan.
Cuma saja, orang-orang yang mengikuti di belakangnya merasa sangat puas, mereka telah
menyaksikan suatu keistimewaan, suatu demonstrasi kelihaian yang luar biasa, hal itu sudah
cukup untuk meraih kembali modal mereka yang mengejar dengan susah payah.
Setelah masuk ke dalam kota, kereta itu berhenti di depan sebuah rumah penginapan yang
terbesar. Orang-orang yang menyusul sampai di situ tidak melihat Ting Peng masuk ke dalam sebab
kedatangan mereka terlambat selangkah, tapi mereka menyaksikan pelayan-pelayan dari rumah
penginapan itu sudah berlarian keluar semua dan menyebar ke empat penjuru.
Mereka seakan-akan hendak melakukan suatu tugas yang sangat penting.
Walaupun kawanan jago persilatan itu tidak berani bertanya langsung kepada Ting Peng,
mereka berani menangkap pelayan untuk diminta keterangan, seorang pelayan segera
ditangkapnya beramai-ramai.
"Apakah Ting kongcu berdiam di dalam rumah penginapan kalian?"
"Benar, dia telah memborong sebuah ruangan tersendiri yang terbaik dimana terdapat kebun,
ruangan tengah serta belasan buah kamar tidur "
"Hanya seorang diri dia berdiam di situ?"
"Tidak, dua orang masih ada seorang kusirnya yang kaku seperti malaikat!"
?"Buat apa dia seorang diri menempati halaman yang begitu besar?"
"Entahlah, mungkin dia akan berpesta di situ"
"Pesta" Siapa yang akan diundang?"
"Entahlah, tapi mungkin banyak sekali dan tamunya merupakan tamu-tamu penting, karena dia
menyuruh kami untuk memesan sepuluh meja perjamuan yang paling baik di rumah makan yang
terbaik dan kemudian suruh kami mengundang semua pelacur yang paling cantik di kota ini untuk
menghadirinya, paling tidak harus lima puluhan orang"
"Berapa banyak pelacur yang cantik di kota ini?"
"Berbicara sejujurnya, kalau dihitung dengan mereka yang paling jelekpun tak sampai lima
puluh orang, tapi kongcu itu terlalu royal, setiap pelacur bersedia membayar sepuluh tahil emas,
karena itu sekalipun tidak ada juga harus dicarikan sampai dapat"
"Kemana kau hendak cari ?"
"Kalau upahnya sepuluh tahil emas, sekalipun bukan pelacur juga pasti bersedia untuk
menjual diri satu kali, aku mempunyai dua orang adik perempuan dan di tambah seorang biniku,
paling tidak kan bisa ditambah tiga orang lagi?"
"Apa kau hendak menyuruh bini dan adik perempuanmu menjadi pelacur?"
"Benar, sekali bekerja bisa meraih keuntungan sepuluh tahil emas, kesempatan semacam ini
tak akan bakal bisa dijumpai lagi, sayang putriku masih terlalu kecil, dia baru lima tahun, kalau
tidak aku pasti akan berhasil meraih keuntungan sepuluh tahil emas lagi"
Orang yang mengajukan pertanyaan itu segera menghela napas panjang, sambil melepaskan
tangannya dia berkata: ?"Kalau begitu cepatlah pergi, jangan sampai menunda kesempatanmu untuk menjadi kaya . ."
Dia benar-benar mengagumi pelayan ini, tapi justru ada dua orang yang lebih membuatnya
kagum telah munculkan diri.
Mereka adalah sepasang kakak dan adik, bahkan merupakan pendekar-pendekar perempuan
yang punya nama dalam dunia persilatan.
Sang enci bernama Tu Ling ling, sang adik bernama Tu Tin-tin, yang seorang bergelar Hek-sui
sin, sedang yang lain bernama Sui Sian
Mereka tidak terhitung amat cantik, tapi juga tak bisa terhitung terlalu jelek.
Mereka adalah piausu dari suatu perusahaan pengawalan barang yang tidak terlalu besar,
tidak pula terlalu kecil, sedang ilmu pedang yang mereka miliki tidak terhitung kelewat lihay, juga
tidak termasuk terlalu cetek.
Oleh karena itu meski mereka tidak terhitung amat ternama, namun mereka pun bukan
manusia yang tak bernama.
Usia mereka tidak terhitung terlalu besar, tapi juga tidak kecil.
Tetapi cara kerja mereka pada saat ini justru amat mengejutkan hati setiap orang.
Tu Ling-ling telah memanggil pelayan itu sembari berkata:
"Hei, untuk sesaat kau toh tak akan mendapatkan orang sebanyak itu bagaimana kalau kami
dua bersaudara pun kau masukkan dalam hitungan?"
Pelayan itu kontan saja membelalakkan matanya, dia bukan merasa heran karena sikap kedua
orang gadis itu, karena dia sama sekali tidak kenal dengan mereka dia hanya merasa berat hati
untuk membagikan harta kekayaan itu untuk mereka.
Agaknya Tu Tin tin memahami maksudnya, sambil tertawa dia lantas menyusupkan dua
keping uang perak ke tangannya sembari berkata:
?"Kami tidak menghendaki uang emas, uang emas itu boleh kau ambil bahkan kami tambah
dua puluh tahil perak tentu untukmu, Hampir saja, pelayan itu menganggap ke dua orang
perempuan itu sudah gila, tapi dia sendiri adalah seorang yang normal dan sehat, karena itu
diapun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Bukan saja dia telah mengantungi uang perak itu bahkan masih bertanya lagi:
"Nona berdua, apakah kalian masih mempunyai teman yang mau ikut pula didalam jual beli
ini?" Tak tahan Tu Ling ling segera tertawa cekikikan.
"Kau benar-benar tak tahu diri, usaha sebaik ini bukan bisa jadi dalam sehari saja"
Pelayan itu segera tertawa.
"Bulan berselang aku telah melihatkan nasibku, menurut peramal si buta Ong, dia bilang tahun
ini rejekiku sedang nomplok, paling tidak aku bakal kejatuhan rejeki tiban seratus tahil emas, pada
mulanya aku mengira dia sedang mengaco belo, siapa tahu rejeki benar-benar datang pada hari
ini di rumahku ada tiga orang, ditambah lagi kedua orang nona ini berarti sudah lima puluh tahil,
kalau toh ramalan dari si buta Ong begitu cocok, maka aku pikir pasti masih ada lima puluh tahil
emas lagi." "Betul. Ramalan dari si buta Ong memang tepat sekali, kau memang sepantasnya untuk
meramalkan lagi nasibmu!"
Sepasang mata pelayan itu terbeliak besar karena orang yang barusan berbicara adalah
seorang gadis cantik jelita bersama seorang pelayan.
Jangankan si gadis itu, dayangnya yang berbaju hijau itupun jauh lebih cantik dan menarik
daripada dua bersaudara Ti.
Hampir saja pelayan itu tertegun, untuk sesaat dia tak sampai mampu berbicara.
Terdengar gadis cantik itu berkata lagi sambil tertawa:
"Kau juga tak usah mencari bini dan adikmu lagi, sekarang juga aku dapat membayar seratus
tahil emas untukmu" Dia memberi tanda, dayang berbaju hijau yang berada di sisinya segera mengangsurkan
sebuah bungkusan, bungkusan itu amat berat, ketika dibuka ternyata isinya emas lantakan semua.
Hampir saja pelayan itu tidak percaya dengan apa yang dilihat, dia mengambil sekeping dan di
rabanya sekejap, terasa dingin, manis .... dengan cepat ia menggigitnya beberapa kati.
Emas itu memang keras dan dingin, jelas merupakan emas murni, emas asli.
Dengan mata terbelalak ia segera menggigit jari tangan sendiri, dia ingin tahu apakah dirinya
sedang bermimpi. Dengan cepat dia jumpai emas itu asli semua dan diapun bukan lagi bermimpi.
ooo0ooo CINTA RASE PERISTIWA aneh akan terjadi setiap tahun, tapi tahun ini nampaknya luar biasa banyaknya.
Karena tahun ini, didalam dunia persilatan telah muncul seorang Ting Peng.
Sejak Ting Peng melakukan suatu pemunculan yang luar biasa dalam pagoda Ang Bwee khek
di perkampungan Poan kian tong, tepi telaga See ow dalam bilangan kota Hang-ciu setiap
perbuatan yang dia lakukan merupakan suatu peristiwa yang menggemparkan masyarakat.
Tapi bila peristiwa yang menggemparkan itu digabungkan menjadi satu juga tak dapat
dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam kota kecil ini saat tersebut, sebab peristiwa itu benarbenar
membuat orang tidak percaya.
Segala meja perjamuan telah disiapkan memenuhi ruangan besar, lima puluh orang pelacur
juga sudah hadir semua dan mengambil tempat duduk pada kesepuluh buah meja perjamuan
tersebut. Tapi pada setiap meja hanya tersedia enam pasang sumpit, itu berarti setiap meja hanya ada
seorang tamu, Ting Peng sebagai tuan rumah duduk di meja sebelah tengah, disampingnya duduk
lima orang perempuan yang cantik molek.
Tu Ling ling, Tu Tin tin serta gadis yang canatik itu dibawa masuk paling belakang dan
menempati meja yang paling jauh.
Sewaktu mereka masuk Ting Peng tidak menaruh perhatian, juga tidak memandang ke arah
mereka, karena waktu itu dia sedang berbincang-bincang sambil tertawa dengan dua orang
perempuan yang berada di sisinya.
Kedua orang perempuan ini, yang seorang bernama Sian-sian, sedang yang lain bernama Bi
bi, mereka adalah dua orang pelacur paling top dari kota tersebut.
Terhadap dewa uang yang ganteng ini, tentu saja kedua orang pelacur tersebut berusaha
untuk menempel dengan sepenuh tenaga.
Sian-sian segera memenuhi cawannya dengan lemah lembut menghantarnya ke tepi bibir Ting
Peng, setelah menyuapinya, dia baru berkata sambil tertawa:
"Ting kongcu, mana tamu yang kau undang?"
"Apakah kalian bukan tamuku?" sahut Ting Peng sambil tertawa.
Bi-bi menjadi tertegun, kemudian serunya:
"Jadi tamu yang kongcu undang adalah kami?"
"Benar, seluruhnya aku telah mengundang lima puluh orang, seandainya semua datang maka
tak ada tamu yang lain lagi"
"Kongcu kau seorang diri mengundang lima puluh orang, kakak beradik untuk menemani kau
minum arak" "Yaa bukan cuma menemani minum arak saja, kalian yang bisa meniup seruling tiuplah, yang
bisa nyanyi, nyanyilah pokoknya aku mengundang kalian untuk menghadiri pesta ku ini sampai
besok malam selama masa ini kalian boleh bergembira sepuas-puasnya cuma ada satu syarat
yakni tak boleh pergi."
"Kongcu mengapa begitu?" tanya Sian-sian agak tertegun pula.
Apakah dulu belum pernah ada tamu yang menurunkan syarat semacam ini terhadap kalian?"
"Tenth saja pernah!"
"Orang lain pernah menyuruh kalian datang mereka undang"
"Tentu saja untuk melayani mereka" sambut Bi-bi.
Ting Peng segera tertawa.
"Aku dikarenakan alasan ini"
Dengan kepala tertunduk Sian-Sian berbisik:
`Kongcu, bukan cara semacam ini kami melayani orang!"
"Aku tahu, akupun bukan pertama kali bermain dalam bidang seperti ini, orang-orang lelaki
yang ke situ kalau bukan karena arak tentu karena perempuan, mereka biasanya minum arak dulu
untuk menambah semaraknya suasana, bila saatnya sudah cocok, barulah bersama-sama naik ke
atas pembaringan." "Ucapan tersebut terlalu blak-blakan, membuat sementara perempuan merasa agak menusuk
pendengaran, hati bila teringat pihak lawan adalah seorang langganan yang berani membayar
sepuluh tahil emas setiap orang, sekalipun ucapan yang lebih menyakitkan hatipun terpaksa
mereka harus menerimanya.
"Kongcu, bagaimanapun juga tentunya kau tak akan menyuruh kami lima puluhan orang
bersama-sama naik keranjang untuk melayani dirimu bukan.. ." "seru Sian-Sian.
Penampilan yang terlalu berani ini mungkin merupakan alasan mengapa dia menjadi
termasyhur di kota tersebut, tapi jawaban dari Ting Peng justru sama sekali berada di luar
dugaannya. "Benar, aku memang bermaksud demikian."
Setiap orang yang hadir di setiap meja dapat mendengar pembicaraan mereka dengan jelas,
oleh karena itu begitu Ting Peng menyelesaikan kata-katanya, suasana didalam seluruh ruangan
menjadi gaduh dan dipenuhi jeritan kaget.
Yang paling nyaring suara jeritannya adalah Tu Ling ling dan Tu Tin tin.
Mungkin saja mereka sengaja berbuat demikian untuk menarik perhatian Ting Peng atau
mungkin juga benar-benar merasa terperanjat, karena bagaimanapun juga mereka bukanlah
pelacur yang benar-benar menjual badannya.
Karena perasaan ingin tahu membuat mereka masuk ke sana untuk mengetahui apa gerangan
yang hendak dilakukan Ting Peng. tapi saatnya suruh mereka naik keranjang untuk melayani Ting
Peng, mereka harus mempertimbangkan hal itu.
Terlepas dalam hati kecil mereka setuju atau tidak, yang pasti mereka tak mau melayani Ting
Peng di atas ranjang dengan status sebagai seorang pelacur.
Dua macam jeritan lengking yang sangat istimewa itu segera berhasil mencapai pada
tujuannya, Ting Peng segera tertarik perhatiannya.
Ketika Ting Peng bangkit berdiri sambil tertawa dan mendekati meja mereka, Tu Ling-ling
segera menggertak gigi keras-keras untuk menahan diri, sedangkan Tu Tin tin merasakan
jantungnya hampir saja melompat keluar.
Cuma sayang yang menjadi sasaran Ting Peng bukan mereka, pemuda itu berjalan langsung
ke hadapan perempuan cantik tersebut dan berseru dengan wajah gembira:
"Cing-cing, kau telah datang!"
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata perempuan itu bernama Cing cing, entah berapa banyak sinar mata iri dan cemburu
yang dialihkan ke wajahnya, iri karena kecantikannya dan iri karena dia berhasil merebut perhatian
dari Ting Peng. Ting Peng memang benar-benar telah melupakan semua perempuan lainnya dan hanya
memandang wajah Cing cing dan masih mendekat sambil menggandeng tangannya, lalu sambil
tertawa dan berseru: "Aku tahu kau berada dimana-mana, cuma aku tak tahu dengan cara apakah untuk
menemukan kau, terpaksa akupun harus menggunakan cara ini untuk mencobanya"
"Caramu ini memang amat istimewa!" kata Cing cing sambil tertawa.
Ting Peng menghela napas panjang.
?"Yaa, apa boleh buat, seandainya kau tidak muncul lagi, terpaksa aku harus menggunakan
apa yang ada di depan mata, karena aku benar-benar sangat membutuhkan perempuan!" "
Ting Peng segera menggandeng tangan Cing cing menuju ke kamar belakang, tinggal si
dayang berbaju hijau masih berdiri di depan pintu itu berkata sambil tertawa.
Nyonya besar kami telah datang, maka kalian tak diperlukan lagi, bila ada yang ingin pulang
silahkan pulang, kalau tak ingin pulang boleh saja bermain-main di sini, bayaran kalian sudah
kuserahkan kepada Kasir di depan sana?"
"Apa" Nyonya besar kalian" Apakah kongcu itu sudah kawin"..
"Masa keliru" Apakah kalian tidak melihatnya tadi"
Ketika berjumpa dengan Cing cing, wajah Ting Peng memang menunjukkan perasaan amat
girang, hal inipun tak ada yang mencurigai, tapi masih ada orang yang merasa tidak puas.
Terutama sekali Hek sui sian dan Pek sui sian, pertama-tama Tu Ling ling yang berseru lebih
dulu sambil tertawa dingin:
"Seandainya dia adalah nyonya Ting kongcu, mengapa tidak datang dan masuk secara
langsung, melainkan masuk bersama-sama kami"
"Karena nyonya besar kami gemar bergurau" sahut gadis berbaju hijau itu sambil tersenyum,
lagi pula uangnya kelewat
*************************
Halaman 31 s/d 50 hilang *************************
"Siau Im, soal percaya atau tidak itu adalah urusanku, akupun tak bisa memaksa kau untuk
berbicara, bila kau enggan mengatakannya kepadaku, kau pasti akan memberitahukan kepada Ah
Ku" "Aku tak ingin membunuhmu, sejak kecil kit sudah hidup sebagai saudara sendiri, akupun
bermaksud minta kepadamu untuk mendampingi ku sepanjang hidup, tapi kau hendak mencelakai
suamiku, maka aku tak berani mempunyai pikiran seperti itu lagi, kau toh tahu bagaimanapun
akrabnya hubungan kita, tak mungkin bisa lebih baik dari pada hubunganku dengan tuan.
Siau Im termenung sampai setengah harian lamanya, kemudian baru berkata:
"Orang itu adalah majikan tua"
Hampir saja Cing-cing melompat bangun saking kagetnya.
ooo0ooo SETELAH rahasia tersebut terungkap, Siau Im pun merasa rikuh untuk mengelabuhi lebih
jauh. "Benar-benar majikan tua yang suruh, belum lama berselang dia mengutus orang datang
kemari dengan disertai sebuah lencana ular emas, dia menyuruh aku membunuh tuan"
"Kapan" Mengapa aku tidak melihat ?"
"Ketika nona masih berada dalam kamar bersama tuan"
Paras muka Cing-cing agak memerah, katanya lagi.
"Kau tidak salah melihat" Kau harus tahu lencana ular emas bukan cuma dipakai oleh majikan
tua seorang, banyak lencana tersebut yang tersebar di tempat luaran?"
"Lencana ini tak bakal salah lagi, karena dikirim sendiri oleh Sin-ek-thian-ong yang
mendampingi majikan tua"
Cing Cing terjerumus dalam lamunan yang mendalam, lama kemudian ia baru berkata.
"Mengapa yaya ingin membunuhnya?"
Siau Im agak termenung sebentar, kemudian baru sahutnya.
"Sebab menurut majikan tua, tuan sudah tak mungkin menjadi orang yang kita andalkan lagi"
"Tapi dia orang tua telah meluluskan permintaanku, bahkan tidak ingin menjadikan Ting Peng,
sebagai anggota perguruan kita, maka selama ini kamipun tak pernah memberitahukan tentang
asal usul kita kepadanya" kata Cing Cing cepat.
"Akan tetapi tuan telah berhasil mendapatkan golok bulan sabit serta jurus golok tanpa
tandingan kita". "Itu toh hasil keputusan yaya sendiri, dia bilang dengan bakat Ting Peng ilmu golok kita bisa
dikembangkan hingga mencapai puncak kesempurnaan, yaya tidak berharap ia bisa menjadi
anggota perguruan kita, yang diharapkan olehnya hanyalah mengalahkan Cia Siau hong, dan dia
telah melakukannya" "Dia belum mengalahkan Cia Siau hong"
"Mereka belum beradu secara resmi, di kemudian haripun tak mungkin untuk beradu lagi,
karena sejak kini Cia Siau hong tak bisa. mempergunakan pedang, lebih-lebih untuk memusuhi
kita. "Tuankah yang berkata demikian?"
"Benar ucapan itupun dikatakan sendiri oleh Cia Siau hong, karena itu ucapan mana
merupakan perkataan yang dapat dipercaya."
"Tapi berita yang diperoleh majikan tua tidak berkata demikian"
"Apa yang di dapat oleh yaya?" "
"Tuan telah bersahabat dengan Cia Siau-hong"
"Diapun berkata begitu kepadaku.. saling mengagumi antara sesama enghiong merupakan
sesuatu yang lumrah, apalagi hanya mereka berdua yang dapat terhitung sebagai teman"
Sekulum senyuman bangga segera menghiasi wajah Cing Cing.
Siau Im menghela napas panjang.
"Tapi majikan tua bilang, walaupun Cia Siau hong tak akan memusuhi kita, tapi kemungkinan
besar tuan akan menjadi musuh kita"
"Tidak mungkin" teriak Cing-Cing, tuan adalah seorang yang kaya akan perasaan, tak mungkin
dia akan memusuhi yaya, orang-orang dari lima partailah yang merupakan musuh kita, tuan amat
membenci orang-orang dari lima partai besar, mustahil dia akan menuntut lima partai besar untuk
membunuhi kita" "Majikan tua berkata demikian, Sin lek thian ong yang menyampaikan perkataan itu pun turut
tidak percaya, tapi majikan selalu dapat menilai segala sesuatunya dengan tepat.
"Dibalik kesemuanya ini pasti terdapat kesalah pahaman, aku akan mencari yaya untuk
menerangkan hal ini, Siau Im kenakan pakaian, mari kita pergi"
"Siocia, kau tidak membunuhku?" Siau Im merasa agak tercengang.
?"Asal kau berbicara terus terang, tentu saja aku tak akan menyalahkan dirimu"
Kemudian ujarnya kepada Ah Ku:
"Ah Ku, tolong rawat dia baik-baik, jangan biarkan orang lain mendekatinya, begitu pula
terhadap orang-orang kita sendiri, sanggupkah kau melakukan hal ini?"
Ah Ku manggut-manggut, dia menepuk dada sendiri sambil menunjukkan suatu gerakan
tangan yang aneh. "Baiklah." Kata Cing Cing kemudian sambil tertawa, "aku akan meninggalkan Siau Hiang di sini
untuk menyelesaikan segala sesuatunya, dayang itu dapat dipercaya"
ooooo0ooooo SIAU HIANG SIAU HIANG adalah seorang gadis berusia enam tujuh belas tahunan.
Rambutnya di sisir menjadi kuncir besar dan selamanya berkilat, orangnya juga berkilat, meski
wajahnya tidak terhitung cantik namun tak bisa dibilang jelek.
Dia bernama Siau Hiang, karena tubuhnya sering menyiarkan bau harum semerbak.
Meski perawakan tubuhnya kecil mungil, namun dia seratus persen berbentuk gadis, tapi tak
mirip gadis yang telah dewasa.
Tapi diakui dia adalah seorang gadis yang menarik hati.
Untuk memberikan suatu gambaran yang tegas, hal ini sulit untuk dilukiskan, sebab wataknya
maupun wajahnya selalu mendatangkan perasaan yang saling bertentangan. .
Dia adalah sejenis perempuan yang mendatangkan perasaan senang bagi setiap pria yang
melihatnya. Tapi dia adalah gadis yang bisa ditarik tangannya, bahkan merangkul ke dalam pelukannya
dan dicium pipinya, namun bukan gadis yang bisa diajak naik ke atas pembaringan.
Ting Peng sangat akrab dengan Siau Hiang, bila Cing-cing tidak berada di sisinya, sering kali
dia mengajak Siau Hiang berbincang-bincang, main catur, membuat sajak dan lain-lainnya.
Ting Peng pun pernah menggenggam tangannya, membopongnya dan didudukkan ke atas
pahanya, bahkan menciumi lehernya yang berbau harum.
Tapi Ting Peng tidak pernah mengajaknya naik ke atas ranjang.
Dia adalah seorang teman penghilang kebosanan yang sangat baik, tapi tak pernah bisa
merangsang napsu birahi kaum lelaki.
Mungkin juga hal ini dikarenakan bau harum yang terpancar keluar dari tubuhnya.
Bau harum itu merupakan semacam bau harum yang sangat istimewa, bau harum yang sudah
ada semenjak dilahirkan, cuma bau harum itu aneh, bukan bau harum bunga, juga bukan bau
harum yang bisa diperoleh dari benda lainnya.
Bau harum semacam ini hanya bisa mendatangkan semacam kesucian bagi yang
mengendusnya. Ting Peng bukan seorang yang saleh, diapun tidak pernah menganggap napsu birahi lelaki
perempuan sebagai suatu yang berdosa, sebaliknya dia masih menganggapnya sebagai
seseorang yang suci. Maka dia ditipu mentah-mentah oleh Chin Ko cing yang menggelikan, dia dapat merasa gusar,
merasa sedih, putus asa dan lain-lainnya, karena dia merupakan seorang yang masih lengkap
perasaan serta napsunya. Oleh karena itu ketika cinta kasihnya mulai tumbuh di hati Cing-cing, maka diapun amat setia
kepadanya. Buktinya bujuk rayu dan rangsangan dari Cia Siau giok pun tidak mendatangkan pengaruh
apa-apa baginya. Oleh sebab itu, meski dia sudah terpengaruh oleh arak berisi obat perangsang yang
dicampurkan dalam arak Pek hoa siang, dia masih tetap kukuh untuk melepaskan diri dari gaetan
dan pukulan Cia Siau giok.
Oleh karena itu pula dia lebih suka mengorbankan uang untuk membeli perempuan guna
membereskan pengaruh racun obat perangsang yang mencekam tubuhnya, bahkan dengan cara
itu pula dia hendak mengabarkan kepada Cing-Cing, betapa membutuhkannya dia akan
perempuan. Sewaktu Siau Im disodorkan kepadanya, ia melakukan tanpa perasaan canggung, karena Cing
Cing yang mengaturkan segala sesuatunya itu baginya...
Oleh karena itu, ketika Siau Hiang merangkak naik ke atas pembaringan dan membantunya
mengenakan celana, dia merasa terkejut bercampur keheranan.
Buru-buru tegurnya. "Siau Hiang, racunku telah punah semua"
Merah jengah selembar wajah Siau Hiang, serunya sambil mendorong tubuh pemuda itu
"Siapa sih yang mengajakmu membicarakan soal ini" aku hanya akan membantumu memakai
celana dan menyuruhmu keluar sebentar"
"Mau apa keluar?"
"Mengapa kau tidak mencoba untuk melihat langit, sekarang sudah tengah hari, kedua
perempuan-perempuan yang memperoleh penghargaan darimu sudah berdatangan untuk
mengucapkan terima kasih kepadamu, apa kau tak akan keluar menyambut mereka dalam
keadaan seperti ini bukan"
"Serahkan uang emas itu kepada mereka dan suruh mereka segera meninggalkan tempat ini,
buat apa mesti banyak ribut?"
"Tuan, kau tak boleh begitu, mereka juga manusia, setiap manusia mempunyai harga diri, kau
tak boleh bersikap begini terhadap mereka, terutama ada beberapa orang diantaranya menolak
untuk menerima uang emas tersebut"
"Mereka menolak uang emas itu" Apakah merasa kurang?" Ting Peng keheranan.
"Bukan kurang, semalam sepuluh tahil emas, nilai tersebut kelewat tinggi untuk mereka" kata
Siau Hiang tertawa, "karena berterima kasih maka mereka mengundang kongcu keluar, apalagi
tanpa mengerjakan apa-apa, begitu datang di jamu sekenyang-kenyangnya, lalu bergaul seperti
teman biasa, hal semacam ini belum pernah mereka jumpai sebelumnya, mereka terharu karena
dianggap sebagai teman, sekarang tentu saja merekapun rikuh untuk mendapat uang dari teman."
"Ehm. . . beberapa orang perempuan ini sungguh berjiwa besar dan punya kesetiaan kawan."
Siau Hiang tertawa, kembali katanya:
"Ada pula yang berkata, mereka merasa bangga karena orang yang mengundang mereka
untuk menemani minum arak adalah Ting Kongcu yang termasyhur namanya dikolong langit,
kemungkinan besar derajat mereka akan turut naik setelah kejadian ini, tentu saja merekapun tak
dapat menerima uang dari kongcu"
"Walaupun perkataan semacam itu sedikit merupakan kenyataan, tapi hal ini amat menarik
sekali, paling tidak mereka telah berbicara dengan sejujurnya."
"Apakah kongcu menganggap ucapan mereka dahulu bukan perkataan yang muncul dari hati
sanubarinya!" "Pelacur adalah manusia tak berperasaan, aku tak percaya kalau mereka memiliki perasaan
setia kawan?" "Pandangan kongcu terhadap kaum wanita kelewat sempit dan radikal ....."
"Agak tak mungkin, aku menghormati setiap wanita, tapi aku tak akan sungkan-sungkan
terhadap perempuan rendah"
"Dari mana kongcu bisa tahu kalau mereka adalah manusia tak berperasaan dan tak setia
kawan?" kata Siau Hiang tertawa, ?"darimana pula kau bisa tahu kalau perasaan terharu mereka
bukan ungkapan perasaan yang sejujurnya?"
"Itu mah gampang dibuktikan, bukankah masih ada beberapa orang yang berada diluar?" Ting
Peng tertawa pula. "Yaa, mungkin ada belasan orang di depan sana! Mereka bersikeras hendak bertemu dulu
dengan kongcu sebelum berpamitan untuk pergi meninggalkan tempat ini?"
"Waah, tampaknya aku harus pergi menjumpai mereka" kata Ting Peng sambil tertawa.
"Benar, entah perasaan yang sebenarnya atau setia kawan yang palsu, paling tidak kongcu
harus menemui mereka"
Ting Peng segera mengenakan pakaiannya, membereskan rambutnya dan berjalan keluar.
Betul juga perjamuan belum berakhir ada belasan orang pelacur, termasuk juga Hong hong
dan Sian-sian yang dijumpainya semalam masih menanti di situ.
"Aku telah membuat kalian menunggu kelewat lama" seru Ting Peng sambil tertawa cekikikan.
Suara pemberian salam yang merdu merayu segera bergema memecahkan keheningan
kemudian Hong-hong berkata:
"Aaah, Ting kongcu jangan berkata begitu, perjamuan yang begini baiknya membuat kami
merasa amat berterima kasih. . . "
"Semua orang tak usah sungkan-sungkan lagi." Kata Ting Peng tersenyum, "sebelumnya aku
harus menemani kalian untuk berpesta semalam suntuk, apa mau dikata istriku telah datang,
sedang akupun harus berbincang-bincang dengan istriku, bila aku kurang hormat harap kalian
semua sudi memaafkan."
Ucapan kongcu itu membuat kami semakin tak enak hati" kata Sian-sian cepat, walaupun kami
seringkali menemani orang minum arak, selama ini kami hanya berdiri melayani saja disamping,
sekalipun ada kalanya tamu menyuruh kami duduk, karena perbedaan tingkat kedudukan, paling
banter kami hanya memegang sumpit sebagai suatu pertanda belaka, tidak seperti kemarin kami
dapat makan minum dengan bebas merdeka."
"Itulah sebabnya kami merasa tak dapat menerima pemberian dari kongcu lagi, harap kongcu
dapat menerima kembali semua pemberian tersebut. . ." sambung Hong-hong.
(Bersambung ke Jilid 17) Jilid : 17 HAL ini mana boleh jadi" Bagaimanapun juga aku telah membuat kalian kehilangan waktu
yang berharga, untuk itu saja aku sudah merasa amat menyesal, apalagi kalian sudi memberi
muka untuk menghadiri perjamuan ini, bila tak mau menerima pemberian tersebut, hal ini
sepertinya terlalu tidak memberi muka kepada teman"
"Kongcu bersedia menganggap kami sebagai teman pun kejadian ini sudah cukup membuat
kami merasa terharu.. mana boleh kuterima pemberian dari kongcu?"
"Sebagai teman, kita berkewajiban untuk saling menolong kesulitan orang, bahkan kalian pun
dapat memikul sedikit beban penderitaanku..?" kata Ting Peng tertawa.
"Ting kongcu suka bergurau, kami belum berhak untuk turut memikul kerisauan dari kongcu"
kata Sian-sian. "Belum tentu begitu" sambung Hong Hong. "apa yang bisa kami lakukan, sudah pasti kongcu
tahu dengan jelas, asal kongcu menginginkan kami berbuat apa, katakan saja, sekalipun badan
harus hancur, kami tak akan menolak"
Ting Peng segera tertawa terbahak-bahak setelah mendengar perkataan itu.
"Haaahh. . . haaahh. . . haaahhh. . . baik, baik, cukup bersahabat, cukup bersahabat, tahukah
kalian penderitaan apakah yang merupakan penderitaan terbesar bagi diriku?"
"Soal ini . . . kami kurang begitu tahu"
"Penderitaan yang besar adalah uang emasku kelewat banyak sehingga tak tahu bagaimana
caranya untuk menggunakannya, bila kalian adalah sahabatku, sudah sepantasnya untuk
menggunakannya, sebab itu bila kalian menampik lagi, hal itu justru mencerminkan tindakan yang
kurang bersahabat" Semua orang menjadi tertegun, siapapun tidak menyangka kalau Ting Peng bakal
mengucapkan perkataan seperti itu.
Terdengar Ting Peng berkata lagi:
"Apalagi kalau dilihat dari sikap kalian yang belum pergi hingga sekarang, hal ini menunjukkan
kalau hubungan persahabatan kalian jauh lebih mendalam daripada orang lain, karena itu kalian
harus membantuku untuk meringankan sedikit penderitaanku lagi, Siau Hiang, beri tambahan
sepuluh tahil emas untuk setiap nona, utus orang untuk menghantar mereka kembali ke rumah
masing-masing" Pada mulanya pelacur-pelacur itu merasa terkejut, menyusul kemudian dengan wajah berseri
mereka memburu datang sambil mengucapkan terima kasih.
"Tahu kalau hal ini merupakan penderitaan dari Ting Kongcu, kami pasti akan membantumu
untuk meringankannya sejak dulu"
"Aku adalah seorang yang menitik beratkan hubungan pada perasaan, suruh kalian
menanggung beban yang begini beratpun sudah merasa menyesal sekali, maka aku tak berani
untuk menambah beban kalian lebih berat lagi...."
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaah, aku hanya berkata saja! akupun tahu di dunia ini tiada penderitaan semacam ini,
apalagi tiada cara untuk membagikan uang seperti ini, kalau begitu ku ucapkan banyak terima
kasih atas pemberian dari kongcu . . . "
"Cuma, Hong Hong, aku sangat berharap, bisa mendengarkan sepatah katamu yang muncul
dari hati yang jujur, benarkah kalian tidak maui emasku itu?"
Hong Hong agak termenung sebentar, kemudian baru berkata:
"Bohong, walaupun kemarin hadir lima puluhan orang nona, tapi sebagian besar mereka
sudah berstatus tamu, hanya kami beberapa oranglah baru benar-benar melakukan pekerjaan
seperti ini" "Lantas?" "Bagaimanapun juga, kami harus menampilkan suatu kelebihan yang menunjukkan kalau kami
lebih hebat. dari pada mereka, meski sepuluh tahil emas yang kami peroleh termasuk juga suatu
jumlah yang besar, tapi hal ini belum memperlihatkan profesi dan pekerjaan kami yang
sesungguhnya, karenanya bagaimana pun juga kami harus mendapatkan persen sedikit lebih
banyak dari pada mereka untuk melindungi muka kami!"
"Maka kalianpun segera melaksanakan taktik mengembalikan dulu untuk kemudian meraih
lebih banyak?" "Dengan keroyalan kongcu, rasanya untuk mendermakan dua tahil emas setiap orang lagi
tentunya tak akan keberatan bukan"
"Hebat, hebat, seandainya aku adalah seorang yang bodoh dan menganggap perkataan kalian
itu sesungguhnya, bukankah kerugian yang bakal kalian derita akan semakin besar?"
"Kami justru berharap demikian, jika Ting kongcu menganggap kami sebagai teman, maka
hasil yang kami peroleh sudah pasti akan lebih besar lagi" kata Hong-Hong.
"Oooh.... mengapa begitu?"
"Pertama, secara berterus terang dan blak blakan kami dapat berkata bahwa Ting tayhiap,
kongcu nomor satu yang paling tersohor di dunia adalah sahabat kami dengan begitu tamu yang
akan menjadi langganan kami mendatang akan bertambah banyak, bahkan harganyapun akan
lebih tinggi berapa kali lipat selain dari masyarakat, menengah kamipun dapat bergerak di
kalangan atas, penghasilan kami pasti bertambah besar"
"Sungguh mengagumkan, apakah masih ada penghasilan lainnya!"
"Ada saja, keuntungan kedua akan kami raih dari Ting kongcu sendiri, setelah kau
menganggap kami sebagai teman, seandainya suatu ketika kami menjumpai kesulitan dan minta
pertolonganmu, mungkin lima kali atau sepuluh kali lipat yang kami minta pun pasti akan kongcu
berikan" "Yaa aku memang dapat berbuat begitu, asal punya uang tentu akan membantu teman, bagi
diriku hal ini merupakan suatu pekerjaan yang terlalu gampang, Hong Hong dari sini mau tak mau
aku harus menyatakan kekagumanku kepada kalian, bagaimanapun juga cara kerja seorang ahli
memang berbeda dengan orang biasa"
Hong Hong segera tertawa.
"Tapi kongcu pun bukan seorang yang mudah dihadapi, hanya mendermakan sepuluh tahil
emas, semua kesulitan sudah dapat teratasi, untung saja sedikit banyak kami sudah mempunyai
penghasilan, terima kasih kongcu, akupun tak usah mengucapkan kata-kata seperti sampai jumpa
lain waktu atau lain sebagainya, sebab aku tahu peristiwa semacam ini tak mungkin bisa kujumpai
untuk kedua kalinya?"
Kemudian dengan penuh kegembiraan merekapun berlalu dari situ.
Sepeninggal mereka Ting Peng menghela napas panjang, kemudian tanyanya kepada Siau
Hiang sambil tertawa . "Sekarang apakah kau masih menganggap mereka berperasaan dan tahu setia kawan?"
Siau Hiang membungkam dalam seribu bahasa, tapi lama kemudian baru berkata sambil
tertawa lembut. "Lonte tetap lonte! "
"Padahal ucapanmu sekarang serta pandangan salahmu terhadap mereka tadi yang percaya
akan ucapan mereka bukanlah sesuatu yang aneh, sebab kau bukan lonte, memang betul lonte itu
tak berperasaan, tapi lontepun manusia, tak mungkin ia tak berperasaan"
"Kongcu" seru Siau Hiang tak tahan. "yang mengatakan lonte tak berperasaan adalah kau,
yang mengatakan lonte berperasaan juga kau, aku jadi bingung rasanya.
"Lonte bukannya tak berperasaan, kalau tak berperasaan mana mungkin sepanjang malam
mereka dapat membuat orang terpesona dan terbuai dalam suasana yang indah" Kalau boleh
dibilang sesungguhnya mereka sangat berperasaan" kata Ting Peng tertawa.
"Kalau amat berperasaan lantas bagaimana?"
"Bila perasaan mencapai titik jenuh, maka perasaan akan makin menipis, sekalipun amat
berperasaan akhirnya pun akan berubah menjadi makin tak berperasaan.
"Kalau begitu, apakah merek sama sekali tidak memiliki perasaan yang asli?"
"Tidak, walaupun mereka amat berperasaan atau tidak berperasaan, bukan berarti mereka
tidak berperasaan asli melainkan karena mereka kelewat banyak mendengarkan rayuan manis
dari kaum lelaki dan kelewat banyak harus berpura-pura memberikan cinta yang manis, akhirnya
perasaan yang sesungguhnya jadi terpendam di dasar hati dan tak gampang terungkapkan
keluar." Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan.
"Tapi suatu ketika, bila mereka benar-benar menaruh perasaan yang sebenarnya terhadap
seseorang, maka mereka akan mencintai orang itu dengan setulus hati, mati hidupnya tak akan
dipikirkan dan mereka pun bersedia untuk mengorbankan segala sesuatunya, itulah sebabnya
banyak sekali cerita yang tragis dan mengharukan banyak terjadi dalam rumah pelacuran ."
"Kongcu, tampaknya pengertianmu terhadap kaum pelacur mendalam sekali ...." ujar Siau
Hiang sambil tertawa. Ting Peng turut tertawa. "Mendalam sih tidak, cuma aku tahu mustahil aku bisa memperoleh cinta dan perasaan yang
sejati dari mereka . . . dalam keadaan seperti kemarin itu, karena sepuluh tahil emas murni masih
belum dapat memberi perasaan yang asli dari kawanan lonte itu."
"Paling tidak Kongcu toh seringkali bergaul dengan mereka?"
Kembali Ting Peng menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Kalau dibicarakan, mungkin kau tidak percaya, kemarin baru pertama kali aku mengundang
pelacur untuk minum arak, selama hidup akupun belum pernah memasuki sarang pelacur walau
hanya satu kalipun, maka dari itu aku baru melakukannya dalam rumah penginapan dan menyuruh
Tong Gi untuk mengundang semuanya itu, coba kalau aku sendiri yang bertemu dengan suasana
seperti ini, mungkin banyak lelucon yang bakal terjadi, sedang di luar rumah penginapan masih
banyak orang yang menantikan leluconku itu . . . ."
"Kongcu, di luar rumah penginapan sudah tiada orang lagi." Ucap Siau Hiang sambil tertawa.
Ting Peng agak terkejut setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat:
"Sudah tak ada orang lagi" Kemana larinya kawanan manusia yang menjemukan itu" Mereka
sudah pada bubar?" ?"Benar, sewaktu nona dan Siau Im masuk, budak menanti di luar, tapi selewatnya tengah
malam mereka telah membubarkan diri, pergi sehingga seorangpun tak ada yang ketinggalan."
Ting Peng merasa amat terkejut, dia memang tak senang diikuti orang banyak, bahkan merasa
benci dan muak karena dikuntil orang terus menerus.
Tapi, setelah mengetahui kalau orang-orang itu lenyap tak berbekas secara tiba-tiba, timbul
perasaan tidak tenang di dalam hati kecilnya.
Biasanya, suatu peristiwa yang berlangsungnya sangat mendadak dan di luar dugaan,
kejadian mana pasti akan membuat orang merasa terkejut bercampur tercengang.
Persoalan yang membuat orang bingung dan tidak habis mengerti, biasanya juga akan
menimbulkan perasaan tak tenang, tak tentram bagi si orang yang menghadapinya.
Lantas, kemanakah perginya orang-orang itu ?"
Mengapa mereka membubarkan diri secara tiba-tiba dan pergi meninggalkan tempat itu"
ooo0ooo PERISTIWA TAK TERDUGA KEMANAKAH orang orang itu telah pergi"
Ting Peng bertanya kepada Ah Ku, pertanyaan itu seakan-akan suatu pertanyaan yang sia-sia
belaka, sebab sekalipun Ah Ku tahu, dia juga tak dapat menjawab.
Dia tak dapat berbicara. Tapi bisu pun mempunyai cara untuk mengemukakan maksud hatinya, namun Ah Ku cuma
menggeleng, ini pertanda, kalau dia benar-benar tidak tahu.
"Kemanakah orang-orang itu telah pergi?" Ting Peng bertanya kepada Siau Hiang sewaktu
berada dalam kereta. Siau Hiang menggelengkan kepalanya.
"Budakpun tak tahu, budak hanya menyaksikan mereka pergi meninggalkan tempat itu satu
persatu dan amat tergesa-gesa, seperti telah terjadi suatu peristiwa besar yang amat serius, tapi
budak bertugas menjaga rumah penginapan, sehingga tak mungkin budak bisa pergi mengikuti
mereka dan menyelidiki apa gerangan yang telah terjadi."
"Bukan itu yang kutanyakan" kembali Ting Peng menggeleng, "persoalan ini sudah kutanyakan
sekali dan kaupun telah menjawab, sekalipun ditanyakan sekali lagi tak mungkin bisa muncul
jawaban yang baru." "Lantas apa yang kongcu tanyakan?" tanya Siau Hiang dengan wajah tertegun.
"Yang kutanyakan adalah Cing-cing dan Siau Im?"
"Mereka telah pergi!"
"Akupun tahu kalau mereka telah pergi, yang kutanyakan sekarang kemanakah mereka pergi"
Dan apa yang mereka lakukan?"
"Budakpun tidak tahu, ketika fajar menyingsing tadi, nona memanggil budak untuk masuk,
setelah berpesan kepada budak untuk melayani keperluan Kongcu diapun mengajak Siau Im
berlalu dari situ" "Apakah tidak mengatakan hendak ke mana dan tidak mengatakan pula karena apa ?"
"Tidak, budk tidak pantas untuk menanyakan hal ini, dan lagi tak dapat bertanya."
"Aku adalah suaminya, paling tidak dia harus memberitahukan hal ini kepadaku"
Siau Hiang tertawa: "Kongcu, cinta nona kepadamu lebih dalam daripada samudra, dia tak nanti akan melakukan
perbuatan yang akan membahayakan keselamatan jiwamu, apalagi melakukan suatu perbuatan
yang akan menyakitkan hati. . . "
"Aku percaya akan hal ini, tapi sebagai seorang istri, dia seharusnya menemani suaminya"
"Nona berbeda dengan istri-istri yang lain, dia bukan manusia, dia adalah rase"
"Kalau rase lantas kenapa?"
"Rase mempunyai kehidupan ala rase, kehidupannya tidak terdapat dalam alam semesta ini,
kehidupan rase berada di tengah gunung yang terpencil, di dalam kuil yang terbengkalai atau di
tempat-tempat yang tak ada manusianya?"
"Kalau memang begitu, mengapa semalam dia datang ke kota yang amat ramai ?"
"Kalau datang untuk sementara waktu sih boleh, tapi kalau kelamaan bisa merusak
kepandaian yang sedang dilatihnya"
"Tapi dia toh meninggalkan kau di sini untuk melayani aku?"
Agak memerah paras muka Siau Hiang, ujarnya kemudian:
"Budak bukan rase, aku adalah manusia biasa, karena itu hal semacam itu tidak berlaku
bagiku" Ting Peng segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . tak heran kalau aku tak berhasil menemukan ekor di
belakang pantatmu" Paras muka Siau Hiang berubah semakin merah lagi, bisiknya dengan suara lirih:
"Kongcu, apakah berhasil menemukan ekor di belakang tubuh nona dan Siau Im?"
"Soal ini mah rasanya belum berhasil kutemukan."
Siau Hiang segera tertawa.
"Bila rase ketahuan ekornya, dia tak. berhak untuk mendatangi alam semesta ini, dia lebih
pantas menjadi rase saja?"
Sekarang lagi-lagi Ting peng tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh. . . haahhh. . . haaahhhh. . . setelah mendengar ucapanmu itu, aku jadi
kebingungan sendiri untuk membedakan kau adalah manusia rase"
ooo0ooo SIAU HIANG bukan rase, karena dia sama sekali tidak menunjukkan hawa seekor rase.
Rase tidak bisa hidup dalam kesepian, tapi Siau Hiang dapat di hidup ditengah kesepian.
Rase mempunyai kemampuan yang hebat dengan akal muslihat yang hebat pula, tapi Siau
Hiang amat sederhana, dia pandai ilmu silat, tapi tak pandai segala macam ilmu sesat ..
Rase membutuhkan teman, entah rase langit juga butuh, rase yang berjiwa juga boleh, rase
liar pun boleh juga, ke tiga jenis rase tersebut semuanya membutuhkan teman.
*************************
Halaman 19 - 20 hilang *************************
Karena perempuan pertama yang dijumpainya adalah perempuan dari jenis yang merangsang
dan jalang, perbuatan perempuan itu telah melukai hatinya. oleh karena itu dia paling memandang
rendah perempuan yang dengan mudah mempersembahkan tubuhnya kepada kaum pria.
Sekalipun dia bukan seorang yang suci, tapi cintanya adalah cinta yang suci, meski Cia Siau
giok telah merayunya dengan ilmu merayu yang hebat, alhasil dia malah kena dihajar keras-keras.
Berada bersama perempuan seperti Siau Hiang merupakan kehidupan yang paling
digemarinya, mereka tanpa tujuan, tak ada urusan penting, maka keretapun bergerak sangat
lambat.. mengelilingi tempat-tempat yang berpemandangan alam indah.
Ting Peng adalah seorang pemuda yang cerdas, tapi tak banyak buku yang dibaca. Sewaktu
masih muda, dia hanya berpikir untuk mencari nama lewat ilmu silat sehingga sebagian besar
waktunya dikorbankan untuk melatih ilmu pedang, seandainya dia tak bersua dengan Liu Yok
siong, mungkin dia akan menjadi seorang jago pedang muda yang ternama, tapi tak akan bisa
mencapai seperti Ting Peng sekarang.
Karena itu perjalanan ini adalah suatu perjalanan pulang, dia ingin kembali ke perkampungan
Siang siong san ceng yang berhasil direbutnya dari Liu Yok siong serta perkampungan megah
yang dibangunnya di hadapan perkampungan Siaang siong san-ceng ketika dia hendak memberi
pukulan batin terhadap Liu Yok siong.
Tempat itu bukan desa kelahirannya tapi disitulah terletak rumahnya, apalagi di rumahnya
masih terdapat istrinya Cing Cing sedang menunggu.....
Walaupun Cing Cing tak pernah memberitahukan kepadanya kemana dia telah pergi, tapi dia
pasti akan pulang ke rumahnya.
ooo0ooo KERETA mereka sudah hampir mendekati kota Hang ciu.
Ah Ku duduk di depan menjadi kusir kereta, sedang Siau Hiang duduk di sisinya dengan bau
harum semerbak tersiar keluar dari tubuhnya.
Satu-satunya yang berbeda adalah di belakang kereta sudah tidak nampak lagi kawanan jago
silat yang mengikutinya. Bahkan yang membuat Ting Peng merasa keheranan adalah selama beberapa hari ini,
suasana sepanjang jalan yang dilaluinya amat sepi dan hening.
Bila berada di dalam kota yang ramai, tentu saja tidak bisa menghindari orang lain. Tapi orangorang
itu selalu berusaha untuk menghindari dirinya.
Bila dia sampai dirumah penginapan, maka seisi penginapan akan melayani keperluannya
dengan sikap yang luar biasa, kemudian bila keesokan harinya dia berangkat meninggalkan
penginapan tersebut, tentu ia akan menjumpai penginapan yang besar tersebut hanya didiami
mereka bertiga, sementara lainnya secara diam-diam telah pindah dari situ.
Kemudian bila dia memasuki rumah makan, rumah makan yang semula ramai dan penuh akan
berubah menjadi hening dan serius, kemudian bila ia meninggalkan tempat itu akan dijumpai
dalam ruangan rumah makan yang begitu luas tinggal mereka semeja.
Sepanjang jalan, tak seorang manusiapun yang berani memandang sekejappun ke arahnya.
Bila berada dijalan raya, kereta mereka dapat berjalan dengan leluasa dan bebas tak usah
kuatir menumbuk orang, karena di sekelilingnya tak pernah ada orang.
Seakan-akan kemunculannya membawa sesuatu penyakit menular yang berbahaya.
Ting Peng merasa amat keheranan, dia menanyakan persoalan ini kepada Siau Hiang.
Sambil tertawa Siau Hiang menjawab:
"Kongcu adalah seorang jago lihay nomor wahid dikolong langit, tentu saja mereka tak berani
datang mengusik" "Apakah setiap orang yang berhasil mencapai tingkat kedudukan yang tertinggi melulu akan
mengalami suasana seperti ini"
?"Mungkin saja begitu! Cia Siau hong pernah mengalami suasana seperti ini, itulah sebabnya
ada sementara waktu dia meninggalkan pedangnya, meninggalkan nama besarnya sebagai Sam
sauya untuk menyembunyikan diri dalam sebuah rumah penginapan kecil dan hidup sebagai
seorang kacung kuda?"
Tapi, Cia Siau hong tak mungkin seperti keadaanku sekarang bukan...
?"Benar, kongcu lebih beruntung nasibnya dari pada dia, kau pun lebih gagah, ilmu pedangnya
memang tiada bandingannya, tapi mempunyai banyak musuh, banyak pula orang yang merasa tak
puas dan datang mencarinya untuk beradu pedang, ingin membunuhnya, ia tak berteman, yang
ada hanya sekelompok musuh besar, sebab itu dia tak pernah mempunyai waktu senggang untuk
hidup bersantai, dia harus menghadapi sergapan dan serangan yang datangnya bertubi-tubi"
"Aku pun telah mengikat tali permusuhan dengan banyak orang"
Siau Hiang tertawa. "Tapi golok sakti yang kongcu miliki sekarang jauh lebih hebat dari pada ilmu pedang keluarga
Cia waktu itu. sehingga dengan begitu musuh besarmu tak ada yang berani datang untuk mencari
gara-gara dengan kau"
Dengan cepat Ting Peng menggelengkan kepalanya berulang kali.
Aku rasa persoalannya bukan sesederhana itu.
"Kalau memang demikian, sudah pasti ada suatu rencana besar yang sedang dijalankan, siap
untuk menghadapi kongcu, dan saat-saat seperti sekarang adalah saat tenang sebelum tibanya
hujan badai yang maha dahsyat?"
"Yaa, mungkin saja memang demikian" Ting peng tertawa "aku berharap mereka bisa datang
secepatnya, daripada aku harus merasa murung bercampur kesal"
"Tapi hingga kini kongcu belum tahu siapakah musuh kita itu" seru Siau Hiang dengan wajah
murung, "biasanya musuh yang bersembunyi dibalik kegelapan merupakan musuh yang paling
menakutkan". Mendadak ia berhenti dan tidak berbicara lagi, sebab ia melihat Ting Peng berkerut kening
sambil menutupi hidungnya dengan tenang.
Hanya sewaktu mengendus bau busuk yang menusuk hidung saja, orang akan menutupi
hidungnya dengan tangan. Siau Hiang adalah gadis yang berbau harum, tentu saja bau busuk tersebut bukan muncul dari
tubuhnya, bau busuk tersebut berasal dari dalam hutan di tepi jalan.
Ting Peng segera menitahkan kepada Ah Ku untuk menghentikan keretanya dan masuk ke
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hutan untuk memeriksa keadaan di situ, akhirnya mereka berhasil menemukan sumber dari bau
busuk tersebut. . . bau bangkai manusia.
"Yaa, bau busuk yang keluar dari mayat-mayat sekawanan manusia yang telah hancur dan
mulai membusuk." Tentu saja bau bangkai tiada yang harum, semakin busuk dan rusak keadaan mayat tersebut
baunya semakin menjadi. . . .
Siapa orang yang tewas di situ dan dibiarkan membusuk di dalam hutan di tepi jalan"
ooo0ooo BANJIR DARAH DIMANA-MANA BAU mayat merupakan sejenis bau busuk yang paling sukar ditahan baunya.
Bau adalah sejenis udara busuk tapi selamanya bukan suatu yang memuakkan.
Misalnya bau busuk yang keluar dari durian, semakin baunya tajam, semakin menggairahkan
orang yang hendak memakannya.
Ada orang yang ingin membuka kakinya yang telah bersepatu berhari-hari, mencampuri
keringat kaki dengan lumpur lalu membuatnya suatu bulatan, konon bila endus didekat lubang
hidung, bau tersebut merupakan suatu kenikmatan yang tak terkirakan.
Ada pula orang yang suka makan telur asin yang bau, ikan bau, daging bau atau sayur asin
bau. Bahwa ada pula yang suka mengendus bau kentut sendiri, sudah tahu kalau kentut itu bau,
tapi bila ia berkentut hidungnya selalu mengendus bau kentut dengan penuh kenikmatan.
Anjing suka makan najis. Bara Naga 15 Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Bentrok Para Pendekar 8