Pencarian

Iblis Sungai Telaga 28

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 28


"Begitulah keinginanku semula," katanya. "Mulanya telah
dijanjikan sampai pada batas saling towel saja......."
"Kemudian nyatanya mereka mengingkari janji, bukan ?"
"Entahlah, hal itu aku tidak tahu."
Gwa To Sin Mo lantas menunjuki tampang gusar.
"Nampaknya inilah gara-garamu, anak nakal !" katanya
nyaring. "Bagus benar perbuatanmu ini! Lekas kau bicara
terus terang ! Atau........"
In Go takut sekali menyaksikan gurunya itu gusar, maka itu
dengan terpaksa ia menuturkan sebab musababnya
pertempuran itu, pertandingan dengan sifat menguji
kepandaian tetapi berakhiran dengan pertempuran sungguhsungguh.
Katanya, ia baru mau menikah dengan kakak
seperguruan kalau kakak itu menang dari Tio It Hiong.....
Mendengar keterangan itu, di dalam hati, Sin Mo berduka
berbareng mau tertawa. Ia mengerti yang murid manja ini
telah terbangun hati kedewasaannya hingga ia mulai
mengenal asmara. Anehnya si murid dapat berpikir mengadu
kedua pemuda itu. Lantas Sin Mo mengusut-usut janggut kambingnya, dia
tertawa. "Jika kakakmu itu tak dapat mengalahkan lawannya,
habis bagaimana ?" tanyanya.
In Go berbangkit bangun, dengan sapu tangannya ia
menyusut air mata. "Muridmu tidak mau menikah, suhu !" sahunya. "Kakak
tidak mau menikah juga ! Kami...... kami berdua.... kami mau
mensucikan diri saja !"
Gwa To Sin Mo tertawa bergelak.
"Budak tolol !" katanya. "Pernahkah kau membayangi
bagaimana penderitaannya hidup mensucikan diri akan setiap
waktu duduk bersila saja " Itulah artinya kesepian....."
In Go membuka lebar matanya menatap gurunya itu. Ia
menggeleng kepala. "Muridmu tak memikir sampai kesitu, suhu." bilangnya.
"Asal kakak tak dapat melawan Tio It Hiong, kami tidak bakal
menikah. Demikianlah janji kami !"
Sin Mo heran hingga dia melengak. Dia menatap muridnya
itu. "Tahukah kau jelas siapa Tio It Hiong itu ?" tanyanya.
"Tahukah kau siapa gurunya dan bagaimana lihainya guru itu
" Tahukah kau bagaimana Tio It Hiong dengan sebatang
pedang Ken Hong Kiam sudah mengangkat nama dengan
menggetarkan dunia sungai telaga atau rimba persilatan ?"
Sang murid berdiam saja. "Tentang kakakmu ini," tambahnya, "dia telah mewariskan
seluruhnya ilmu Ngo Hong Ciang dari gurumu ini. Begitu pun
tenaga dalamnya serta ilmunya menggunakan senjata rahasi
beracun sudah sempurna. Walaupun demikian, dia masih ada
kekurangannya yaitu pengalaman dalam dunia sungai telaga."
"Jika demikian, suhu, kakak tentu akan berhasil
mengalahkan Tio It Hiong ?" si murid menanya menegaskan.
Sang guru bersenyum. "Kau bicara enak saja, budak !" katanya tertawa.
In Go heran. "Suhu," tanyanya "tolong suhu jelaskan bagaimanakah
kepandaiannya kakak dibanding dengan kepandaian Tio It
Hiong ?" "Ilmu silat kakakmu terang bagaikan cahaya kunangkunang
!" sahut guru itu tawar. "Dan ilmu silatnya Tio It Hiong
seperti sinarnya si puteri malam !"
In Go mengira gurunya bergurau.
"Tak kupercaya, suhu !" katanya. "Kenapakah mereka
berbeda demikian jauh " Namanya Tek Cio Siangjin serta
nama suhu dalam dunia Kang Ouw tak dapat ditetapkan siapa
lebih atas dan siapa lebih bawah. Maka itu mana mungkin
murid-murid mereka dapat dibandingkan dengan sinar
kunang-kunang dan sinar rembulan ?"
Goa To Sin Mo menghela nafas perlahan.
"Perbedaan ilmu silat mereka itu berdua bukan perbedaan
disebabkan guru mereka masing-masing." jelasnya kemudian.
"Seperti tadi aku bilang, Tio It Hiong telah dapat mengangkat
namanya itu disebabkan terutama karena peruntungannya
yang bagus sekali. Karena pengalamannya yang luar
biasa......" In Go melengak hingga ia berdiam saja.
"Tentang pengalamannya It Hiong itu, gurumu tidak tahu
jelas." Sin Mo menambahkan. "yang pasti ialah, saban suatu
penemuan, kepandaiannya lantas bertambah maju !"
In Go bertambah heran. Dia mengangkat mukanya.
"Suhu, tolong kau jelaskan lebih jauh !" pintanya. "Apakah
penemuannya Tio It Hiong yang luar biasa itu ?"
"Di masa kecilnya dia telah makan darahnya belut emas."
berkata sang guru dengan keterangannya. "Darah itu telah
menambah kekuatan darah dan tenaganya hingga dia menjadi
ulet luar biasa. Sudah begitu, selama di jurang Ay Lao San dia
telah menemui sebuah gua di dalam tanah dimana terdapat
pelajaran rahasia Gie Kiam Sut ilmu pedang terbang
melayang. Kedua penemuan itu saja sudah menjadi
penemuan-penemuan yang langka selama seratus tahun yang
paling belakangan ini !"
"Itulah baru ceritera burung, suhu. Itu tak dapat dipercaya
seluruhnya." kata In Go tertawa. "Dalam dunia Kang Ouw
biasa terjadi orang mengangkat-angkat dan lalu orang turutturutan
seperti orang latah !' Sin Mo terdiam. Kata-kata si murid memang benar.
"Kau benar juga, muridku." katanya mengangguk.
"Mendengar tak sama seperti melihat dengan mata sendiri.
Benar It Hiong menemukan pelbagai pengalaman, tetapi
semua itu pun masih membutuhkan pengalaman untuk
mencapai batas kemahirannya......."
Mendadak terbangunlah semangat harga diri Gwa To Sin
Mo hingga kepercayaannya atas kegagahannya Tio It Hiong
seperti ia sering dengar menjadi goyah. Bahkan melebih dari
pada itu, timbullah keinginannya akan mengadu Bu Pa dengan
It Hiong, guna memperoleh kepastian........
In Go mengawasi gurunya, hatinya puas. Guru itu telah
kena terpengaruhkan kata-katanya itu.
"Tetapi suhu," katanya kemudian. "Bukankah bukti telah
ada di depan mata " Bukankah kakak Bu Pa dan Tio It Hiong
sama tangguhnya ?" Dan dia menunjuk pada kedua anak
muda yang masih berduduk mengistirahatkan diri masingmasing.
Gwa To Sin Mo menggeleng kepala.
"Muridku," katanya pada muridnya itu, "apakah sampai
sekarang kau masih tetap menyangka dialah Tio It Hiong
adanya ?" Si nona merapatkan alis. "Jadi dia bukannya ?" ia balik bertanya. "Padaku ia telah
menjelaskan yang dia adalah Tio It Hiong !'
"Melihat dari jalan ilmu silatnya, dia bukanlah asal Pay In
Nia." Sin Mo berkata. "Karena itu aku percaya mungkin dia
bukanlah Tio It Hiong!"
In Go bingung. "Habis dia siapakah ?" tanyanya cepat.
Sang guru berpikir, kemudian katanya : "Barusan dia
menggunakan ilmu silat Tauwlo-ciang, karenanya dia mesti
muridnya Im Ciu It Mo. Hanya ilmu ringan tubuhnya, itulah
ilmu ringan tubuh dari si imam tua It Yap dari Heng San Pay !
Dia pula membawa-bawa pedang di punggungnya."
Tiba-tiba Sin Mo bagaikan terasadar, hingga dia membuka
lebar matanya. "Bukankah dia pernah mengatakan dia bernama Gak Hong
Kun ?" katanya kemudian. "Nah, itulah namanya murid dari It
Yap Tojin !' In Go membuka matanya lebar-lebar.
"Jika dia bukannya Tio It Hiong dari Pay In Nia," katanya,
kecele, "kakak Bu Pa telah menempur dia sekian lama,
bukankah itu sia-sia belaka ?"
Nona ini tetap masih bersangsi atau menyayangi sesuatu.
Ia masih memberati Hong Kun walaupun telah ada janjinya
dengan Bu Pa. Sedangkan gurunya tidak saja menyetujui dia
menikah dengan Bu Pa bahkan menganjurkannya. Sekarang si
guru melihat wajah murid perempuan itu, ia menerka yang
murid itu pasti menghendaki ada pertempuran yang
memutuskan kalah menang diantara Bu Pa dan Hong Kun.
Kedua anak muda itu sudah seri, tidaklah In Go merasa puas "
Akhirnya Sin Mo tertawa dan berkata : "Sekalipun benar
orang ini Gak Hong Kun adanya, ilmu silatnya sudah mahir
sekali dan menyamakan separuh dari kepandaian Tio It Hiong
! Anak Bu Pa telah bertempur seri dengannya, itulah bagus
sekali. Maka itu anak, kalau kalian kakak beradik seperguruan
menjadi sepasang suami isteri, sungguh setimpal ! Kau tidak
terhina, anak !" Tapi In Go masih bertanya : "Suhu, mana dapat Gak Hong
Kun dipadu dengan Tio It Hiong ?"
"It Yap Tojin dari Heng San menjadi salah satu dari Sam
Kie, tiga orang gagah luar biasa dari jaman ini." kata Sin Mo.
"Dalam hal ilmu pedang dan ringan tubuh, dialah terhitung
orang yang langka. Gak Hong Kun dididik oleh guru rahib itu,
ia pasti lihai. Kabarnya Hong Kun dan It Hiong pernah
bertarung di Heng San dan ketika itu mereka sama
tangguhnya......" In Go mengawasi gurunya, dia menunjuki sikap manjanya.
"Sekarang begini saja, suhu !" demikian katanya. "Sekarang
tolong suhu cari tahu, dia itu sebenarnya siapakah."
Nona ini menganggap, kalau demikian, tiga orang itu --Bu
Pa dan Hong Kun serta It Hiong -- kepandaiannya berimbang
satu dengan lain. Dengan demikian, cintanya terhadap kakak
seperguruan makin kuat. Hanya karena biasa manja, dia selalu
hendak membawa kebiasaannya itu.
Gwa To Sin Mo tahu tabiatnya si murid, maka dia kata :
"Begini ! Sekarang di depanku, kau harus berjanji yang kau
bersedia sehidup semati sampai di hari tua bersama-sama
kakakmu, Bu Pa. Tentang keinginanmu, akan aku membuat
puas kau." Walaupun dengan likat, In Go memberikan jawabannya :
"Janjiku dengan kakak Bu Pa bukan janji main-main, suhu !
Kalau suhu mengatakan demikian, baiklah aku menerima katakata
suhu !" Senang Sin Mo memperoleh jawaban muridnya, dia tertawa
bergelak. Ketika itu, sang waktu telah berjalan terus. Tanpa terasa,
sang fajar pun tiba. Justru begitu, satu bayangan orang
berkelebat mendatangi lantas tampak tibanya diantara guru
dan murid itu. "Oh, tosuhu Peng Mo !" seru Sin Mo yang segera mengenali
si nikouw setengah tua. "Selamat bertemu ! Selamat bertemu ! Aku merasa
beruntung sekali !" "Selamat berjumpa !" menjawab si pendeta wanita.
"Kiranya kau belum pulang, Toheng !"
Berkata begitu, nikouw ini melirik kelilingan.
Tak puas In Go mendengar suara orang yang ia rasa
takabur. Orang toh bicara dengan gurunya yang ia pandang
tinggi. Maka itu, ia mendahului gurunya menyahut dengan
kata-katanya ini : "Eh, nikouw, apakah kau kira kau dapat
mencampuri urusan kami disini ?"
Sepasang alisnya si pendeta wanita terbangun.
"Selagi orang tua bicara, mana ada tempatmu untuk
campur bicara, budak !" bentaknya. "Sungguh tidak tahu adat
!" Habis menegur itu, si Bajingan Es terus bertindak ke arah
Hong Kun dan Bu Pa. Melihat demikian, In Go lompat mencelat. Segera dia
menghadang. "Kau hendak berbuat apa ?" tegurnya keras.
Peng Mo tidak menjawab hanya sebelah tangannya
dikibaskan ! Nona In berlaku celi dan gesit, belum lagi tangan si
Bajingan tiba, ia sudah lompat berkelit. Hanya sembari
mengegos tubuhnya ke samping, sebelah kakinya diluncurkan
kepada penyerangnya itu !
Itulah tendangan "Kaki Di dalam Sarung".
Peng Mo terkejut. Ia pun menjadi mendongkol sekali
karena berpikir kenapa seorang nona berhati demikian kejam.
Maka itu habis berkelit, dia maju dengan pesat seraya
menjambak tangan kanannya dengan jurus "Tangan
menangkap mega" jurus "Sekalian Menuntun Kambing".
In Go sangat cerdik. Dengan cepat ia menarik pulang kaki
kanannya itu, untuk seterusnya menaruhnya ditanah. Kaki
kirinya meneruskan menendang pula. Seba ia sudah lantas
menggunakan jurus silat "Lian-hoan Wan-joh Twie" kaki
berantai Burung Mandarin yang semuanya terdiri dari delapan
belas jurus. Maka menyusuli kaki kirinya ini yang lolos, lantas
saja bergantian kedua kakinya menendang dan medepak terus
menerus ! Peng Mo menjadi repot. Dia kagum berbareng bergusar. Si
nona dianggapnya terlalu. Terpaksa dia main mundur, hingga
kesudahannya dia berkelit enam atau tujuh tindak. Beberapa
kali dia terancam kakinya nona itu.
In Go puas dapat membuat si Bajingan Es terdesak
demikian rupa. Dimata umum, dia memang menang desak.
Setelah desakannya itu, selagi lawan mundur dia berhenti
menyerang. Lalu sembari berdiri diam, dia tertawa dan
menanya separuh mengejek : "Nah, bagaimana kau lihat ilmu
kakiku " Dapatkah kau membalas mendesak aku, nikouw ?"
Hatinya Peng Mo panas bukan kepalang. Sebenarnya dia
masih memandang mata pada Gwa To Sin Mo dan selalu
mengalah, karena mana ia menjadi terdesak. Sekarang orang
mengejeknya ! "Budak, jangan takabur !" bentaknya dingin. "Aku hanya
memandang gurumu dan aku mengalah ! Hati-hatilah jika kau
masih tidak tahu selatan ! Nanti pin-ni menjadi tidak berlaku
sungkan lagi !" Berkata begitu, si Bajingan Es terus melirik Gwa To Sin Mo,
si Bajingan Sakti. In Go tak berpengalaman, dia pun sangat besar kepala dan
suka menang sendiri. Mendengar suara orang itu, dia tertawa.
"Hm !" ejeknya pula. "Sudah tidak sanggup melawan, kau
menempel emas pada mukamu ! Sungguh manis kata-katamu


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu ! Sekarang baiklah, jangan kau main berkelit dan mundur
saja. Mari rasai kakiku !"
In Go menyerang pula. Dia tak jeri emang sedikit, dia
sangat mengandali gurunya, yang masih berdiam saja.
Dalam panasnya hati, Peng Mo tetap masih memandang
Sin Mo. Maka itu, ketika ia ditendang pula itu, walaupun ia
melawan, ia tidak mau berlaku kejam. Mulanya ia menolak
dengan kedua tangannya. Ketika tendangan datang, ia lekaslekas
menarik pulang kedua tangannya itu untuk berkelit.
Karena ini, lantas juga ia terdesak pula. Si nona kembali
merangsak tak hentinya. Kedua kakinya naik dan turun
dengan cepat dan secara membahayakan lawan. Sebenarnya
ia tahu dua jurus jurus silat guna memecahkan Wan Yoh Twie
itu tetapi tak mau ia segera menggunakannya. Di lain pihak, ia
melayani dengan "Hong Pa Louw Hoa", Angin Mengombak
Bunga Gelaga. In Go mendapat hati, dia mendesak terus. Hal ini membuat
Peng Mo mendongkol sekali. Terpaksa, ia terpaksa
menggunakan dua jurus jurus silatnya itu. Mulanya dengan
tangan kanan ia menangkis dengan jurus "Sebelah Tangan
Mengalingi Langit" terus dengan tangan kirinya ia
menggunakan jurus "Sebuah Jeriji Suci". Sebenarnya dengan
tangan kiri ini ia mesti menotok sambil menekan, tetapi karena
ia ingat Sin Mo, ia tidak menotok hanya menggunakan saja
tangan terbuka akan menyentuh paha si nona, sedangkan
sasarannya totokan ialah anggota rahasia ! Maka seranganya
itu sendirinya berbalik menjadi jurus "Menyingkap Mega
Mengintai Rembulan". Serangan cuma menyentuh tidak lebih.
Baru sekarang In Go kaget sekali berbareng malu bukan
main sebab pahanya kena tersentuh walaupun penyentuhnya
bukan laki-laki hanya wanita bahkan seorang nikouw,
jantungnya jadi memukul keras dan muka dan telinganya
menjadi merah. Dengan kelabakan dia mundur dengan
lompatan mengapungi diri "Yauw Co Hoan Sin"-- Burung Eng
berjumpalitan. "Cis, tak tahu malu !" dia menegur si nikouw selekasnya dia
menaruh kaki dengan tegak di atas tanah. Jengah dan
bergusar berbareng. Matanya mendelik terhadap si lawan,
mulutnya pun berludah. Peng Mo pun rada jengah, selagi si nona berlompat ia juga
mundur. Ia tidak melayani si nona, hanya ia menoleh dengan
mata tajam terhadap Sin Mo.
Gwa To Sin Mo memperlihatkan tampang sungguh-sungguh
hingga ia nampaknya keren sekali.
"Budak tak tahu maju dan mundur !" ia membentak
muridnya. "Masih kau tidak mau menghaturkan terima kasih
kepada Peng Mo Su-thay yang berlaku murah hati terhadapmu
!" "Sudah Toheng, cukup !" kata Peng Mo pada Sin Mo.
"Sebenarnya pinni hanya ingin ketahui siapa kedua orang
yang lagi beristirahat itu."
Dan ia bertinak pula perlahan-lahan ke arah Bu Pa dan
Hong Kun. In Go masih tetap likat. Ia heran atas sikap gurunya itu. Ia
merasa ia belum roboh. Ia mundur sebab ia malu. Kenapa
gurunya justru menyuruh ia mengucap terima kasih "
Kapannya si nikouw berbuat baik terhadapnya " Walaupun
demikian, ia tidak berani meminta keterangan pada gurunya
itu. Karena gurunya diam saja, ia pun tidak dapat mencegah
Peng Mo menghampiri kedua anak muda itu.
Sin Mo dan muridnya saling mengawasi sekejap, lantas ia
batuk-batuk dan mengangkat mukanya menengadah langit.
Peng Mo mengawasi kedua anak muda. Melihat Bu Pa, ia
mengenali muridnya Sin Mo. Mengawasi Hong Kun, ia heran
sekali. Ia mengawasi dengan tajam, otaknya bekerja. Itulah si
pemuda melihat siapa hatinya goncang, semangatnya
terbang........ Selama di Ngo Tay San, Peng Mo telah melihat dua-dua It
Hiong dan Hong Kun dan mengenali mereka berdua. Hanya
melihat orang yang digilai itu, ia sampai tak dapat
membedakan It Hiong dari Hong Kun atau sebaliknya. Ia
percaya Hong Kun ini ialah It Hiong.
Kemudian Peng Mo ingat juga peristiwa di puncak Hek Sek
San. Di sana It Hiong ada bersama Kiauw In dan Ya Bie
bertiga. Dari puncak itu ia berlalu terlebih dahulu. Di sana ia
bisa lolos dari pelbagai pesawat rahasianya Im Ciu It Mo. Ia
tiba di kaki gunung dengan selamat. Hanya tiba di rimba sang
malam telah larut. Selama itu, ia mesti mencari tempat untuk
beristirahat. Apa mau, ia justru mendengar suara orang bicara
berisik dan bertempur. Ia heran, ingin ia mendapat tahu.
Dengan mengikuti suara angin, dari mana suara itu
datangnya, ia sampai tepat di saat Bu Pa dan Hong Kun
mencapai saat yang membahayakan mereka berdua. Ia pun
melihat Sin Mo dna muridnya menonton pertempuran itu.
Saking tertarik hati, Sin Mo dan In Go tidak ketahui tibanya
itu. Waktu pertempuran berhenti, Peng Mo memikir buat
melanjutkan perjalanannya atau tiba-tiba ia mendengar
pembicaraan di antara SinMo dan In Go yang menyebutnyebut
halnya It Hiong tulen dan palsu hingga ia menjadi
tertarik hati dan terus memasang telinga. Di dalam hatinya,
tak mungkin It Hiong berada di tempat itu. It Hiong ada
bersama Ya Bie dan Kiauw In, tetapi ia ingin memperoleh
kepastian. Maka diakhirnya ia muncul di depannya In Go dan
Sin Mo, hingga terjadilah ia mesti melayani nona manja dan
takabur itu. Sesudah berdiri menjublak sekian lama, Peng Mo berpikir.
Perlu ia mendapatkan Hong Kun atau It Hiong palsu ini. Hanya
di saat itu, ia masih tetap ragu-ragu.
Justru itu, Sin Mo dan In Go bertindak menghampiri buat
melihat keadaannya kedua pemuda sesudah mereka itu
beristirahat habis bertempur hebat itu.
In Go sangat prihatin terhadap kakak seperguruannya, ia
lantas meletakkan tangannya di jalan darah cie-tong dari
kakak itu untuk menyalurkan tenaga dalamnya guna
membantu si kakak pulih kesegarannya.
Gwa To Sin Mo sebaliknya kata pada Peng Mo seraya ia
menunjuk pada Hong Kun : "Kalau orang ini sahabatmu,
suthay, silahkan kau membantunya agar dia pulih
kesehatannya. Su thay bersediakah ?"
Peng Mo tertawa. Itulah pertanyaan yang dia harap-harap.
Tadinya ia masih memikir-mikir bagaimana ia harus membuka
mulutnya. "Memang pinni tengah memikir....." sahutnya.
Tiba-tiba Sin Mo ingat sesuatu.
"Su-thay," tanyanya mendadak. "Su-thay, sahabatmu ini
orang she dan nama apakah " Dan dia murid siapakah ?"
"Lain hari kau akan ketahu itu, Toheng." sahut si nikouw
sambil menekan jalan darah Hong Kun. Sebenarnya ia masih
ragu-ragu, orang itu It Hiong atau Hong Kun....
Sin Mo melihat Peng Mo menotok jalan darah hek-tiam. Ia
menerka orang bermaksud tidak baik, tetapi karena itulah
totokon minta jiwa ia berlagak tidak tahu apa-apa. Ia bahkan
tertawa dan berkata pula : "Kalau su-thay mau membawa
pulang dia untuk diobati di rumah, itulah terlebih baik lagi.
Lohu sendiri hendak lekas-lekas pulang ke Tiam Chong San !"
Kembali Peng Mo merasa girang. Tepat kata-katanya Sin
Mo untuknya. Lantas ia merapatkan kedua tangannya,
sembari memberi hormatdan bersenyum, ia mengucapkan :
"Terima kasih Toheng ! Di sini saja aku pamitan !" Dan lantas
ia mengangkat tubuhnya Hong Kun buat di bawa ke
pinggangnya guna dikempit. Setelah mana dia mengangkat
kaki memutar tubuh dan berangkat pergi !
Mendadak Sin Mo batuk-batuk seraya terus berkata : "Suthay,
tunggu !" Peng Mo mendengar, segera ia menghentikan langkahnya
dan menoleh ke belakang. Ia merasa tak tentram karena
khawatir si Bajingan Sakti nanti main gila terhadapnya.
"Ada pengajaran apa pula, Toheng ?" tanyanya ramah.
Sin Mo tertawa dan kata : "Orang itu telah terkena racun
yang masih mengeram di dalam tubuhnya hingga ingatannya
masih sedikit terganggu. Sebenarnya perbuatan siapakah itu
?" Peng Mo terkejut. Ia berkesan orang mencurigainya. Ia
pula tidak tahu pasti, si Bajingan Sakti tengah
mempermainkannya atau tidak.
"Benarkah itu ?" tanyanya sembari memaksa diri
bersenyum, supaya tampaknya dia tenang-tenang saja.
Sin Mo membuat main janggut kambingnya. Jawab dia
tenang tentram : "Orang yang menggunakan racun itu, dia
belum pandai benar. Dan racunnya juga bukan racun istimewa
! Hahaha ! Dia bertemu dengan aku si orang tua, itu artinya
dia sedang apes !' Peng Mo berpura tertawa. "Kalau begitu Toheng, kau telah mengobati membuat dia
bebas dari racun ?" katanya.
"Benar !" kata Sin Mo. "Karena itu, su-thay aku
menghendaki su-thay menyampaikan kata-kataku pada dia itu
!" Peng Mo mengawasi, ia tertawa pula.
"Bukankah Toheng ingin aku berkatai dia supaya dia
menghaturkan terima kasih kepada Toheng karena budi
Toheng menyingkirkan racun itu ?"
Sin Mo tertawa bergelak. "Jika demikian, itu berarti suthay tidak memandang mata
terhadapku ! Menyingkirkan racun adalah urusan kecil,
tentang itu tak usah dibuat pikiran lagi !'
Peng Mo heran hingga dia melengak sejenak.
"Sebenarnya Toheng, apakah maksud Toheng ?" tanyanya.
"Silahkan bicara !"
Sin Mo bersenyum. Ia dapat menerka sebabnya kenapa si
Bajingan Es mau membawa pergi pemuda itu. Ia ketahui lakon
atau kegemarannya Nikouw ini. Sebenarnya dia bahkan cabul.
Maka ia lantas menatap muka orang.
"Sebelumnya aku menyebutnya," katanya sabar, "aku suka
minta apalah su-thay memaafkan dahulu. Bicara sejujurnya
tetapi itu dapat dipandang sebagai kelakuan tidak hormat.
Itulah tidak kukehendaki. Pula bagi kaum beragama, itu hanya
mengotori saja telinga !"
Peng Mo berpaling. Likat ia akan mengadu sinar mata
dengan si Bajingan Sakti. Tapi ia menjawab.
"Jangan sungkan, Toheng ! Apakah itu " Silahkan Toheng
sebutkan !" Gwa To Sin Mo berayal sejenak, baru dia berkata :
"Pemuda itu telah terkena racun dan aku telah memberikan
dia obat guna menyembuhkannya. Walaupun demikian, di
dalam tubuhnya sisa racun masih tetap mengeram. Dari itu
dia masih memerlukan waktu tiga bulan untuk beristirahat
guna menanti sisa racun musnah seluruhnya. Di dalam tiga
bulan, pemuda itu tak dapat mendekati paras elok. Nah,
suthay. Inilah kata-kataku yang aku ingin disampaikan oleh
su-thay kepada si anak muda ! Dapatkah ?"
Sepasang alisnya si nikouw bergerak bangun, wajahnya
berubah. Toh tampak tegas bahwa dia kecele. Lantas dia
menjawab : "Itulah kata-kata kotor. Maafkan pinni, tidak
dapat pinni menyampaikannya !"
Sin Mo tidak menghiraukan keberatan orang. Ia berkata
pula sungguh-sungguh : "Inilah soal penting yang
menyangkut jiwanya si anak muda, su-thay ! Bukankah dia
pun sahabat karibmu " Kenapa su-thay tidak mau berlaku
demikian -- muris akan kata-kata hingga kau tak sudi
menyampaikannya ?" Peng Mo berpikir keras. Lantas ia dapat menerka bahwa Sin
Mo sebenarnya sedang menggoda atau mengejeknya. Maka ia
mengawasi hutan di depannya itu dengan sinar mata merah
tanda dari kegusaran. Ia pun terus berkata : ?"Toheng,
dengan kata-katamu ini maka teranglah diartikan bahwa
tempat ibadatmu telah terjadi peristiwa asmara !"
Sin Mo tertawa lebar, dia tidak menjawab.
Peng Mo jeri terhadap orang di depannya ini. Walaupun dia
mendongkol dan gusar sekali, ia masih mencoba mengekang
diri. Ketika ia bicara pula, lebih dahulu ia menyingkirkan
tampang gusarnya. Sebaliknya dia tertawa !
"To-heng, telah lama aku mendengar tentang obatmu
istimewa buat memusnahkan racun," demikian katanya. "Maka
itu dengan mengandal kulit mukaku yang tipis, ingin aku
memohon obatmu yang mustajab itu ! Dapatkah Toheng
memberikan obat guna menolong sahabat muda ini?"
Sin Mo menggeleng kepala.
"Barusan telah aku jelaskan yang pemuda ini telah makan
obatku !" sahutnya. "Yang utama penting baginya ini ialah dia
harus menantang mendekati paras elok ! Nanti, selewatnya
tiga bulan, aku si tua akan memberikannya pula obat
pemunah racun itu !"
Kembali alisnya si nikouw terbangun.
"Ini artinya, Toheng !" katanya keras. "Selewatnya waktu
tiga bulan itu maka anak muda ini harus pergi ke Tiam Chong
San kepada Toheng guna meminta obat tersebut ! Benarkah
itu ?" Sin Mo mengangguk. Katanya singkat : "Dia suka pergi
atau tidak, terserah padanya. Sekarang pun, andiakata
sahabat ini berkeinginan berplesiran, kalau dia mati
karenanya, lohu tidak dapat berbuat apa-apa !"
Lantas si Bajingan Sakti memutar tubuhnya buat berjalan
menghampiri muridnya. Tetapi ia melangkah ayal-ayalan. Baru
beberapa tindak, ia sudah menoleh pula, untuk menambahkan
kata-katanya : "Pemuda ini ada perlunya bagiku. Oleh karena
itu janganlah karena urusan dia, kita berdua menjadi bentrok
!" Kembali Peng Mo berpikir keras. Sebelumnya menjawab ia
melirik Hong Kun. Tiba-tiba, ia merasa hatinya pepat.
Mengawasi wajah si anak muda, timbul rasa penasaran dan
cintanya ! Kemudian ia melirik pada punggungnya Sin Mo,
habis mana dengan sekonyong-konyong dia lari keras keluar
rimba ! Baru lari sejauh sepuluh tombak lebih, mendadak si
Bajingan Es berhenti. Dia lantas meletakkan Hong Kun di atas
rumput, di dalam sebuah semak. Setelah itu dia lari kembali ke
rimba tadi, tentu saja secara diam-diam guna mengintai Sin
Mo. Dia ingin ketahui gerak geriknya itu guru dan muridmuridnya


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertiga. Ketika itu Bu Pa sudah mendapat pulang tenaganya. Ia
membuka matanya dan perlahan-lahan bangun berbangkit.
In Go telah menarik pulang tangannya, menghentikan
bantuan tenaga dalamnya. Bu Pa memegang tangan halus adik seperguruan itu.
"Kau baik sekali, adik," katanya perlahan. "Kau begini
menyayangi aku, tak nanti aku melupakannya !"
In Go mengawasi. "Kau tak merasa kurang apa-apa lagi, kakak ?" tanyanya.
"Tidak. Kau telah menghamburkan tenaga dalammu, adik.
Lihat bagaimana kau letih !" Dan ia mengulur tangannya, akan
menyusuti peluh di muka si nona.
"Hus !" kata In Go hampir berbisik. "Apakah kau tidak malu
" Lihat, suhu lagi mendatangi........"
Sin Mo sudah lantas tiba di belakang orang. Dia batukbatuk
perlahan. "Anak Pa, apakah kau terluka di dalam ?" tanyanya
prihatin. Bu Pa menjura. "Tidak, suhu." sahutnya. "Tenagaku sudah pulih."
Tiba-tiba In Go tertawa. "Kakak berkelahi seperti membabi buta !" katanya. "Aku
juga berkelahi serupa dengan si nikouw usilan !"
Berkata sampai disitu, si nona berhenti secara tiba-tiba dan
mukanya menjadi merah sendirinya. Itulah karena sekonyongkonyong
ia ingat yang Peng Mo telah menggunakan ilmu silat
dan pahanya telah disentuh hingga ia merasa malu sendirinya.
"Bagaimana, adik ?" Bu Pa tanya, heran. "Dengan siapakah
kau bertempur " Siapa nikouw yang kau sebut itu ?"
In Go menggigit bibirnya, ia tidak menjawab. Ia hanya
mengawasi gurunya. Sin Mo tertawa dan berkata : "Anak In telah bertempur
denan Peng Mo si nikouw, salah seorang dari Hong Gwa Sam
Mo. Hampir dia roboh karena ilmu silat Wan Yoh Twie dari
adikmu ini!" Bu Pa girang sekali mendengar itu.
"Adik telah maju pesat sekali !" pujinya. "Kelak dikemudian
hari, nama In Go pasti akan menggemparkan dunia Kang Ouw
!" In Go merasa manis sekali, ia sangat girang. Tapi ia kata
:"Sudah kakak, jangan kau memakaikan tudung padaku !"
Kemudian ia menoleh pada gurunya terus bertanya : "Suhu,
kenapa suhu ijinkan nikouw itu membawa Tio It Hiong pergi "
Menurut penglihatanku, nikouw itu bukannya manusia baikbaik........."
Ditanya muridnya itu, Sin Mo tertawa.
"Kalau Hong Gwa Sin Mo disebut orang baik-baik, maka di
dalam dunia rimba persilatan pastilah tidak ada lagi si bangsa
busuk !" demikian jawabannya.
Alisnya si nona rapat satu dengan lain.
"Tio It Hiong dilarikan olehnya, mana dia akan
selamat............" katanya.
"Di dalam waktu yang singkat, tidak." kata Sin Mo. "Peng
Mo tahu akulah ahli ilmu racun. Maka dia tentu akan percaya
perkataanku ! Telah aku bilangi dia, di dalam waktu tiba bulan
dia mesti pantang paras elok ! Pastilah dia akan berlaku hatihati
!" "Tapi Gak Hong Kun itu muridnya Im Ciu It Mo...." kata Bu
Pa. "Aku khawatir...."
"Oh !" In Go menyela kakak seperguruannya itu. "Kakak
menyebut dia Gak Hong Kun " Jadi dia benar bukannya Tio It
Hiong ?" Sin Mo segera melirik murid laki-lakinya itu.
"Kakak," si nona menambahkan, "mengenai
pertempuranmu barusan, aku suka memburaskan segala janji
kita tadi." "Dalam hal itu, adik, terserah kepada kau !" sahut Bu Pa.
"Kalau bicara dari hal cinta, itu memang tak layaknya
didapatkan dengan jalan curang !"
In Go puas. "Kau memang laki-laki sejati !" katanya. "Kakak, aku
bersedia membantu kau mencari kepastian tentang pemuda
itu !" Bu Pa lantas menoleh kepada gurunya.
"Suhu," katanya, sambil menjura dalam, "aku mohon
petunjuk suhu ! Dapatkah suhu mengijinkan aku berdua adik
In Go pergi merantau ?"
"Tentang itu, memang telah aku pikirkan," menjawab sang
guru. "Kalian memang mesti belajar kenal dunia guna
memperoleh pengalaman. Hanya dalam pada itu harus kalian
menghormati aturan perguruan guna menjaga diri, terutama
tidak dapat kalian menanam permusuhan ! Kalian boleh pergi,
anak-anak. Asal kalian ingat, sebelum tiba saatnya pertemuan
Bu Lim Cit Cun kalian mesti lekas-lekas pulang ke In Bu San
untuk menemui aku !"
Bu Pa bersama In Go lantas menekuk lutut di depan
gurunya itu. "Terima kasih, suhu !" kata mereka. "Akan aku ingat baikbaik
pesan suhu !" Lantas mereka berbangkit. "Selamat
berpisah, suhu !" Sin Mo mengangguk. Bu Pa melihat cuaca. Sang fajar baru tiba. Ia berdiam,
agaknya ia bersangsi untuk membuka langkahnya.
In Go menarik ujung baju kakak seperguruan itu. Ia pun
menatap. "Bagaimana, eh ?" tegurnya. "Mari kita berangkat !"
"Kita hendak mencari Tio It Hiong......" si kakak kata
separuh berbisik. "Kemanakah arah tujuan kita ?"
In Go pun melengak. Itu memang soal sulit. Tapi ia
membuka lebar matanya. Ia berpikir, akan akhirnya berkata :
"Mari kita susul Peng Mo si nikouw. Kita kuntit dia, pasti kita
akan berhasil....." Setelah menutup kata-katanya, tak peduli orang masih
ragu-ragu atau tidak, si nona sudah lantas menarik tangannya
kakak seperguruannya itu. Ia menuju keluar rimba, ke arah
yang tadi diambil Peng Mo.
Sin Mo mengawasi kepergiannya kedua muridnya. Ia agak
merasa berat, maka juga kemudian ia menarik nafas dalamdalam
dan lalu menghembuskannya perlahan. Akhirnya, ia pun
bersiul panjang......... Ketika itu, berbareng dengan cerahnya sang pagi, burungburung
pun berbunyi dan beterbangan........
Sin Mo masih belum berlalu dari rimba ketika ia melihat
seseorang muncul dari balik pepohonan lebat dan orang
segera berada di hadapannya.
"Selamat pagi, Toheng !" demikian orang itu, suaranya
merdu. Sin Mo melengak mengawasi
"Kau datang pula ?" tegurnya. "Kau hendak mengacau aku
?" "Hm !" bersuara orang itu yang bukan lain dari pada Peng
Mo. "Toheng, bagus perbuatanmu ! Mana kau melihat mata
padaku si nikouw !" Sin Mo mengawasi. Ia melihat tidak ada Hong Kun bersama
nikouw itu. "Bagaimana, eh ?" tanyanya. "Kau kehilangan laki-laki itu "
Apakah kau hendak meminta tanggung jawab dari aku ?"
Matanya Peng Mo mendelik, dia gusar sekali.
"Itulah urusanku !" bentaknya. "Tak perlu kau usil urusanku
itu ! Hanya, kalau kau tahu selatan, harus kau memberi
jawaban padaku ! Apakah yang kau perbuat atas dirinya anak
muda itu ?" Sin Mo tertawa lebar. "Obat beracun yang aku buat taruh kata kau beritahukan
padamu, itu pun sia-sia belaka. Cuma-cuma mencapekkan
lidah !" katanya. Kembali si nikouw menjadi gusar sekali.
"Kalau demikian !" teriaknya. "Lekas kau keluarkan kayyohnya
!" Sambil menyebut "kay-yoh" obat pemusnah racun, Peng
Mo meluncurkan tangan kanannya lurus ke depan, telapakan
tangannya dibalik ke atas ! Itulah caranya kalau dia meminta
sesuatu. Itu namanya sikap "Cian Ciu Pian, Perubahan Seribu
Tangan". Itu pula gerakan istimewa dari Hong Gwa Sam Mo
disaat mereka mengajukan permintaan.
Sin Mo mengawasi. Ia tahu tangan orang itu bukan wajar
mau menerima barang saja.
"Lohu tidak mau memberikan kay-yoh !" katanya. "Habis
kau mau apa ?" Peng Mo menjawab dingin : Di Hok Houw Gay ada dua
orang bocah yang baru muncul buat belajar merantau ! Kau
menghendaki jiwa mereka itu atau tidak ?"
Sin Mo terkejut hingga ia melengak. Dia lantas dapat
menerka. Hanya sedetik, segera dia tenang kembali. Maka dia
tertawa dingin. "Bagaikan air yang telah disiramkan atau bunga yang gugur
dari tangkainya," kata ia. "Demikian juga seorang atau muridmurid
yang baru keluar dari rumah perguruannya ! Urusan
mati hidupnya mereka tiu, ada sangkut pautnya apakah
dengan aku ?" Di dalam hati, Peng Mo terperanjat. Kiranya ancamannya
itu tidak mempan terhadap si Bajingan Sakti. Pancingan
tangannya juga telah tidak memberikan hasil. Ia sudah
mengulur tangannya itu, maka dapat ia menarik pulang
dengan begitu saja sedangkan tangan itu masih kosong
hampa " Untuk menggunakan kekerasan, ia pula bersangsi
yang ia nanti dapat menang di atas angin. Tetapi ia tidak mau
kalah gertak. Maka berulang kali terdenar suara dinginnya :
"Hm ! Hm !" Sambil menggertak gigi, dia kata pula : "Kau
majulah ! Kau lihat !" Tangannya itu masih ia tidak mau tarik
pulang ! Sin Mo melirik dengan lirikannya yang memandang hina.
"Sungguh mulut besar !" katanya dingin. "Baiklah, akan
lohu beri lihat padamu !"
Begitu berkata begitu Sin Mo mengibaskan tangan bajunya
hingga tampak tangannya --tangan kanan. Ia terus menyentil
dengan jeriji telunjuknya, atas mana tampak sesuatu mirip
asap putih keluar dari ujung jari tangannya itu, menghembus
ke dalam telapak tangannya si nikouw !
Itulah bukan asap biasa. Itulah asap yang merupakan hawa
beracun. Itu pula Tan Cie Kang-hu, ilmu pukulan sentilan jari tangan
yang sengaja si Bajingan Sakti keluarkan guna pertontonkan
kepandaiannya sebab si nikouw mau memperlihatkan
kepandaian telapan tangannya.
Peng Mo terkejut. Terpaksa, ia mesti menolak hawa jahat
itu. Maka juga selekasnya dengan tersipu-sipu ia menarik
pulang tangan kanannya itu. Lantas ia meneruskan menolak
dengan tangan kiri yang dibantu tangan kanannya itu.
Itulah penolakan kepada hawa beracun. Menolaknya ke
samping, sedangkan tubuhnya sendiri mundur dua tindak
guna menyingkir dari hawa lihai itu.
Setelah itu, Gwa To Sin Mo berkata dengan keras dengan
kata-katanya keluar sepatah demi sepatah : "Aku si orang tua
malas melibatkan diri denganmu ! Toasuhu, sampai jumpa
pula !' Sesosok tubuh yang meluncur sebagai bayangan adalah
penutup dari kata-kata tawar itu. Itulah Sin Mo yang berlalu
dengan pesat sekali, berlalu dari dalam rimba. Suaranya masih
mendengung dalam kumandang tetapi orangnya telah lenyap
seketika saking dahsyatnya ilmu ringan tubuhnya itu !
Peng Mo melongo. Ia mau minta obat, ia nampak kecewa.
Pikirannya bekerja keras sekali sebab ia tidak sanggup segera
memperoleh pemecahan. Ia pun ingat kata-katanya Sin Mo
tadi selagi ia mengintai. Sin Mo mengatakan Hong Gwa Sam
Mo, ketiga Bajingan --ialah ia dan dua saudaranya-- ada
orang-orang busuk kaum Bu Lim. Itulah ucapan hebat. Tapi ia
toh merasai kebenarannya itu. Sebab mereka bertiga memang
bukan orang kaum lurus. "Benar ! Benar !" kemudian katanya seorang diri. Tanpa
merasa ia tertawa sendirinya. Karena tertawa ini, ia jadi ingat
Hong Kun. Maka ia kata pula di dalam hatinya : "Aku mesti
mencari kepuasan. Kepuasan dari dirinya lain orang ! Aku
mesti mendapatkan kesenangan sejati ! Dalam hal itu, aku
peduli apa kalau orang mampus habis aku plesiran puaspuasan
dengannya ?" Di saat itu, hatinya si Bajingan Es mirip hati kala. Begitu ia
mendapat pikiran itu, begitu ia berlompat lari buat kembali ke
tempat dimana ia telah menyembunyikan Gak Hong Kun. Tiba
di sana, ia melengak. Di luar dugaannya, ia mendapatkan si
anak muda lagi duduk bersila, beristirahat sambil mencoba
memulihkan tenaga atau kesegarannya.
"Mungkinkah ada orang membebaskan dia dari totokanku
?" Peng Mo menerka-nerka di dalam hatinya. "Benarkah ada
orang menolong menyadarkan padanya ?"
Maka ia melihat kelilingan dengan mata dipentang lebarlebar.
Akan tetapi ia tidak melihat siapa juga. Di situ tidak ada
orang lainnya walaupun seorang saja !
"Ah, mungkin dia dapat membebaskan diri sebab dia
memang pandai...." kemudian si Bajingan Es berbalik pikir.
"Mungkin juga tadi aku menotoknya kurang keras sedangkan
dia bertenaga dalam tangguh sekali.........."
Sambil berpikir itu, Peng Mo bertindak menghampiri Hong
Kun hingga ia berada disampingnya si anak muda. Segera ia
mengawasi tajam. Bukan main hatinya tergiur. Di matanya,
anak muda itu tampan sekali. Ia lantas berduduk disisinya.
Lantas ia seperti lupa segala sesuatu yang tadi memenuhi
benak otaknya. "Saudara Tio !" katanya merdu. Ia masih mengira si anak
muda It Hiong adanya. "Kau sudah mendusin, saudara ?"
Hong Kun berpaling. Dia mengawasi nikouw itu. Sama
sekali dia tidak menjawab. Bahkan habis itu, dia memejamkan
kedua matanya. Selama itu, tenaganya telah pulih demikian
pun kesegarannya. Maka sambil meram itu dia mengingatingat
nikouw disisinya ini. Orang berwajah cantik dan
menggiurkan. Dia pula ingat yang dia rada-rada mengenalnya.
Dia pun menerka-nerka si nikouw orang dari golongan
mana......... Peng Mo tidak dapat membade apa yang di pikiri si anak
muda. Ia hanya menyangka mungkin anak muda itu masih


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menderita racun yang tentunya telah merusak tubuhnya
bagian dalam. Maka sendirinya ia merasa sayang........
Nikouw ini juga masih belum dapat membedakan Hong Kun
dari It Hiong atau sebaliknya.
Selagi mengawasi si pemuda yang masih terus
memejamkan mata, ia mengulur tangannya meraba dada
orang. Lalu sembari menatap ia tertawa dan berkata dengan
merubah panggilannya: "Oh, kiranya saudara Gak -- Gak Hong
Kun !" Si anak muda membuka matanya.
"Toasuhu, apakah gelaran sucimu ?" demikian tanyanya
sambil menatap juga. Si nikouw tertawa. "Saudara Gak sangat pelupa !" katanya. "Atau mungkin kau
tidak memandang mata pada pinni" Bukankah selama diatas
gunung Ngo Tay San kita telah mengikat persahabatan ?"
Nikouw ini mengatakan demikian sebab ia tidak tahu ketika
itu Hong Kun tengah dipengaruhi obat Tay-siang Hoan Hun
Tan hingga kesadarannya terganggu hingga urat syarafnya
sangat lemah. Dia separuh sadar separuh lupa segala apa.
"Oh !" kata si anak muda yang tak mau membuka rahasia
hal dirinya itu. "Kiranya kita pernah bertemu satu dengan lain
! Aku pelupaan, Toasuhu. Harap kau maklumi aku. Apakah
gelaran tosuhu ?" Peng Mo melirik tajam, sinar matanya galak sekali.
"Nama suci pinni sudah lama tidak pernah digunakan lagi."
sahutnya. "Sahabat-sahabat biasa memanggil pinni dengan
sebutan Peng Mo saja."
Hong Kun terkejut di dalam hati. Kiranya inilah salah
seorang anggauta dari Hong Gwa Sam Mo. Ia memang pernah
mendengar tentang ketiga Bajingan itu.
"Oh, maaf, maaf, Toasuhu !" katanya cepat-cepat. "Kiranya
Toasuhu Peng Mo !" Sementara itu Peng Mo setelah meraba dada si anak muda,
mendapat kepastian orang tidak terluka di dalam. Hanya ia
tidak tahu apa racunnya masih mengeram atau tidak di jalan
darah. Ia tertawa manis mendengar kata-kata orang.
"Saudara Gak." katanya. "Selama kau beristirahat barusan,
ada apakah yang kau rasai beda dalam tubuhmu ?" Ia
bersikap sangat prihatin.
Hong Kun menggoyangi kepala.
"Tidak !" sahutnya. "Terima kasih buat perhatian Toasuhu."
Peng Mo maju lebih dekat, terus ia menggenggam tangan
orang. "Bagus !" katanya. "Dengan sesungguhnya kakakmu
berkhawatir terhadap dirimu, saudara."
Lekas sekali si nikouw merubah sebutan dirinya dari pinni --
si rahib melarat -- menjadi kakak -- kakak wanita.
Hong Kun sebaliknya berhati-hati. Ia tahu kejahatannya
Hong Gwa Sam Mo. Maka ia tidak sudi yang dirinya nanti kena
dipengaruhi ketiga Bajingan itu atau oleh si Bajingan Es ini. Ia
pula melihat orang bagaimana centil dan ceriwis.
"Apakah katamu, kakak ?" ia tanya. Ia pun lantas merubah
panggilan dari Toasuhu menjadi kakak, akan mengikuti cara
orang. Sepasang alis lentik dari Peng Mo terbangun.
"Saudara yang baik," dia tanya. "Kau pernah makan
obatnya Gwa To Sin Mo atau tidak ?"
Obat itu dia anggap adalah soal penting.
Mendengar pertanyaan itu, Hong Kun lantas ingat
pertempuran dengan Bu Pa. Ketika itu dia merasa dadanya
bergolak hingga hampir mau copot. Setelah mana ia telah
diberi makan sebutir pil, habis mana, redalah pergolakan itu.
Terus ia merasa tenang dan nyaman sedangkan darahnya
lantas berjalan dengan lurus.
"Ya, aku telah makan obat." sahutnya. "Tetapi itu bukanlah
racun." Peng Mo tertawa manis. "Kakakmu pun menerka Sin Mo main gila !" katanya. "Dia
rupanya sengaja menggertak kakakmu ini ! Tapi bajingan itu
pernah berkatai yang kau saudara selewatnya tiga bulan, kau
bakal merasai akibatnya dari obatnya itu........"
Mau tidak mau, Hong Kun terkejut juga.
"Benarkah itu, kakak ?" tanyanya. "Habis apa maksudnya
maka si Bajingan tua itu meracuni aku ?"
"Itulah karena ilmu silatmu mengatasi banyak lain orang !"
kata Peng Mo. "Kau tahu, puterinya si bajingan tua itu
menaruh hati padamu !"
Hong Kun berpikir, terus dia menggeleng kepala.
"Tak mungkin keteranganmu ini, kakak !" katanya. "Aku
tidak percaya maksudnya si bajingan tua demikian sederhana
!" Peng Mo mendekati mukanya, akan berbisik di telinga
orang. "Benar, saudaraku. Benar si bajingan yang berkatai aku
begitu." demikian bisiknya. "Tapi dia pun memesan aku
supaya aku menyampaikan kata-katanya padau. Ialah kapan
telah cukup waktunya tiga bulan maka kau harus pergi ke
lembah Hok Houw Gay di gunung Tiam Chong San untuk
mencari dianya. Itu waktu dia nanti memberikan kau obat
pemunah racun. Oleh karena itu saudara yang baik, janganlah
kau berkhawatir." Nikouw ini tidak menyampaikan seluruh pesannya Sin Mo
ialah bagian yang Hong Kun dilarang mendekati orang
perempuan selama waktu tiga bulan itu.
Sebenarnya Hong Kun pernah makan semacam obatnya
Gwa To Sin Mo, obat Pian Sim Wan yang bekerjanya lunak.
Itulah obat "Mengubah Hati." Biar bagaimana Sin Mo toh
orang kaum sesat. Maka itu dia dapat membuat obatnya yang
lihai itu. Hanya khasiatnya obat itu bukan buat mencelakai si
anak muda. Hanya guna membikin pikirannya berubah supaya
dia nanti menurut atau mendengar kata terhadap si Bajingan
Sakti. Hong Kun memikir lain. Benar tak mau ia percaya
perkataannya Peng Mo. Tetapi ia anggap berhati-hati tidaklah
salah. Maka itu diam-diam ia lantas meluruskan tenaga
dalamnya. Ia ingin memperoleh kenyataan kesehatannya
terganggu atau tidak. Asal saja ada perasaan tidak lurus.
Kesudahannya, ia merasa tidak ada yang kurang dan
kesehatannya sempurna sekali.
Kalau toh ada yang kurang lancar itulah dua jalan darah niwan
dan cie-hu, tak lebih. Sementara itu, karena mereka berada sangat dekat satu
dengan lain, hidungnya Hong Kun selalu diserbu bau harum
dari tubuhnya si pendeta wanita. Hingga hatinya pun turut
berdenyutan saja. Sulit buat dia mencoba menenangi hatinya
itu..... Detik-detik yang lewat membuat hatinya Hong Kun makIn
Goncang. Hingga akhir-akhirnya tanpa merasa tangannya
merangkul pinggang orang yang langsing menyusul mana si
nikouw membalas merangkul tubuhnya ! Maka lupalah mereka
yang mereka berada di dalam gerombolan rumput dan
pepohonan. Cuma hati mereka yang terus memukul dan dada
mereka berombak-ombak. Kapan bakal tibanya saat yang paling genting, maka diluar
semak terdengar suara panggilan berulang-ulang : "Saudara
Tio ! Tio It Hiong ! Sadar ! Sadar !'
Itulah suara seperti suara kekanak-kanakan, tetapi bagi
sepasang "bebek mandarin" itu cukup mengejutkan hati
mereka. Suara itu mirip suara guntur yang mengagetkan.
"Ada orang !" Hong Kun berbisik seraya ia menolak
tubuhnya si nikouw. "Oh !" seru Peng Mo tertahan dan masih dia memeluki.
"Saudara Tio !" kembali terdengar suara orang memanggil.
Suara itu menandakan bahwa orang telah datang semakin
dekat dan datangnya dari sebelah kiri.
"Lepaskan tanganmu !" kata Hong Kun. "Jelek kalau orang
memergoki kita, malu !"
Peng Mo menjadi tidak puas.
"Peduli apa !" katanya mendongkol. "Cis !" Dan ia
merangkul lebih erat bahkan ia terus mencium pipi orang.
Baru setelah itu, dia melepaskan rangkulannya.
Hong Kun berlompat bangun akan mengebuti dan
merapikan pakaiannya. Lekas sekali, di depannya pemuda itu muncul seorang
bocah usia tiga atau empat belas tahun. Kepalanya besar,
mukanya lebar, besar juga mulut dan matanya. Dia
berpakaian serba kuning, kuning juga pedangnya yang di
gendol di punggungnya. "Kaukah saudara Tio It Hiong ?" tanyanya selekasnya dia
melihat Hong Kun. Hong Kun tertarik gerak gerik bocah itu, yang agaknya rada
tolol. "Siapakah kau ?" tanyanya.
"Aku Tong-hong Liang," bocah itu menjawab, "Kakakku....."
Dengan "kakakku" itu, bocah itu maksudkan cie-cie, kakak
wanita. Suaranya itu tertahan karena ia melihat Hong Kun pun
mempunyai pedang yang panjang.
"Tong-hong Liang !" kata Hong Kun keras. "Kau mencari
orang atau meau menggoda saja ?"
Alisnya bocah ini terbangun.
"Kenapa kau berlaku galak ?" tanyanya. "Kalau bukannya
kakakku menyuruh aku mencari Tio It Hiong, perlu apa aku
datang kemari !" Ia menatap tajam muka orang, setelah mana
ia menambahkan : "Kau bukannya Tio It Hiong ! Aku salah
mencari orang !" Dan terus dia memutar tubuh dan bertindak
pergi. "Tahan !" Hong Kun membentak.
"Ada apa ?" tanya bocah itu, yang berhenti bertindak dan
terus membalik tubuh. "Kau kata kau mencari Tio It Hiong !" kata Hong Kun. "Ada
urusan apakah ?" "Kau bukannya Tio It Hiong, buat apa aku
memberitahukanmu ?" sahut si bocah.
Hong Kun bercuriga karena orang hanya mencari Tio It
Hiong. Ia menjadi tertarik hati. Lalu ia tertawa. Sembari
tertawa itu, ia kata manis : "Saudara Tonghong Liang, akulah
Tio It Hiong ! Ada urusan apa kau mencari aku ?"
Kembali Tonghong Liang menatap, terus dia menggeleng
kepala. "Tak dapat kau memperdayai aku !" bilangnya.
Hong Kun tertawa bergelak.
"Saudara Tonghong Liang, siapakah mau menipumu ?"
katanya. Kacung itu lagi-lagi menatap.
"Kau tak miripnya dengan Tio It Hiong !" katanya. "Kau
memalsukan diri ! Bukankah itu berarti kau menipuku ?"
Di dalam hati, Hong Kun terkejut. Di luar dugaannya, si
bocah dapat mengatakan demikian. Rahasianya telah dibuka !
Tapi ia tak mau menyerahkan kalah dengan begitu saja.
Bahkan mendadak timbul napsunya membinasakan kacung
itu. Maka dia tertawa dan menanya : "Kau belum pernah
melihat Tio It Hiong, kenapa kau mengatakan aku bukannya
dia ?" Tonghong Liang menunjuk pedang di punggung orang.
"Dengan demikian, kau justru bukannya Tio It Hiong !"
sahutnya polos. Hong Kun melengak. Tak dapat ia menerka maksudnya
bocah itu. Maka ia memikir-mikir, dalam hal apa ia telah
membuka rahasianya sendiri.......
"Saudara Tonghong" katanya kemudian. "Kau masih
berusia sangat muda, kenapa kau bicara dengan setengahsetengah
?" "Hm !" bocah itu memperdengarkan suara tawarnya. Tibatiba
ia menjadi gusar. "Kau sudah berusia tinggi tetapi kau
pun turut bicara ngaco belo !" Ia pun berhenti sebentar akan
mengawasi tajam pedang orang, selang sedetik ia
menambahkan : "Itu pedang di punggungm ! Pedang apakah
itu ?" Baru sekarang Hong Kun sadar. Kiranya orang
mengenalinya dari pedangnya itu. Lantas dia bersenyum.
"Jadi kau maksudkan pedang dipunggungku ini ?"
tanyanya. "Ya ! Pedang apakah itu ?"
"Keng Hong Kiam !" sahut si pemuda setelah berpikir
sejenak. Mendadak Tonghong Liang tertawa nyaring.
"Pedang Keng Hong Kiam dari Tio It Hiong berada di
tangannya kakakku !" dia berkata keras. "Hahaha!"
Kembali Hong Kun melengak. Tapi sekarang ia ketahui
yang It Hiong telah kehilangan pedang mustikanya itu. Lantas
ia mendapat satu pikiran. Maka ia tertawa dan kata memuji :
"Saudara Tonghong, kau sangat cerdik ! Memang juga
pedangku ini pedang biasa saja ! Dimanakah kakakmu itu "
Bukankah dia memikir hendak mengembalikan pedangku ini "
Benarkah ?" "Tak demikian mudah !" sahut Tonghong Liang tegas.
Tampangnya sungguh-sungguh.
Gak Hong Kun tertawa. "Habis, mau apakah kau mencari aku ?" tanyanya. Tetap ia
mengaku sebagai It Hiong.
Alisnya bocah itu terbangun.
"Kakakku bilang, kalau orang dapat mengalahkan dia
diujung pedang, baru dia suka mengembalikan pedang itu !"
sahutnya polos. "Siapakah kakakmu itu ?" Hong Kun tanya. "Apakah
namanya ?" "Tonghong Kiauw Couw !" sahut si bocah, tegas dan
terang. "Sungguh sebuah nama yang bagus sekali !" Hong Kun
memuji, tertawa. "Baik, akan aku cari kakakmu itu buat kita
mengadu ilmu pedang !' Tonghong Liang mencibirkan bibirnya.
"Lebih dahulu kau mesti menempur aku !" katanya, gagah.
"Kalau kau menang dari aku, baru kau menempur kakakku !
Masih ada waktunya, belum terlambat !"
Justru itu Peng Mo muncul dari dalam ruyuk.
Melihat nikouw itu, Tonghong Liang segera berkata pula :
"Kau ada bersama seorang nikouw. Entah apa yang kamu
lakukan ! Rupanya kau bukanlah orang baik-baik !"


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mukanya si anak muda menjadi merah dan terasa panas.
Segera berpaling kepada nikouw itu dengan mata mendelik,
suatu tanda dia gusar dan menyesal orang.
Peng Mo sementara itu sedang mendongkol sekali karena
dia beranggapan Tonghong Liang, si bocah, telah
mengganggu kesenagannya. Lalu haaw amarahnya meluap
setelah mendengar si bocah mencari Tio It Hiong buat diajak
bertanding pedang dan selanjutnya mendengar Hong Kun mau
pergi mencari Tonghong Kiauw Couw, nona kakaknya si
bocah. Mendadak saja ia menjadi iri hati dan jelus. Celakanya,
Hong Kun pun pergi dengan memakai namanya It Hiong !
"Hm ! Hm !" dia memperdengarkan suaranya menyaksikan
Hong Kun mendelik terhadapnya. "Siapa yang memergoki
kami, apa kiranya dia dapat berlalu dengan hidup " Hm !
Apakah kau takut ?" "Dengan sekali mencelat, nikouw ini segera tiba di
depannya Tonghong Liang. "Hei makhluk tak tahu selatan !" bentanya. "Kau mencari
mampusmu ya ?" Menyusul bentakannya itu, tangannya si nikouw sudah
lantas melayang ke kepalanya si bocah ! Itulah hajaran yang
hebat yang dapat merampas jiwa orang !
Tonghong Liang melihat orang menyerang padanya, ia
tidak berkelit. Hanya segera ia menghunus pedangnya guna
dipakai melindungi dirinya. Dengan satu kelebatan, pedang itu
berkilau di depannya menutup dirinya, sinarnya kehijauhijauan
! Peng Mo terperanjat. Inilah dia tidak sangka. Syukur dia
lantas melihat sinar pedang itu. Di dalam kaget, dia berlompat
mundur. Dia batal melangsungkan serangannya itu atau
lengannya dapat tertebas kutung !
Si kacung berdiri tegak ditempatnya, matanya mengawasi
tajam. Melihat orang mundur teratur, dia tertawa bergelak lalu
berkata : "Kami dari keluarga Tonghong, pedang kami tak
nanti membinasakan orang yang tidak bernama atau
berjulukan !" Peng Mo mengawasi dengan melongo ! Entah kapan
disimpannya, tangannya kacung itu tidak lagi mencekal
pedangnya. Sebab pedangnya sudah dimasuki pula ke dalam
sarungnya. Baru sekarang dia terkejut dan sadar dan juga
ingat kiranya bocah itu menggunakan ilmu pedang keluarga
Tonghong yang pernah menggetarkan dunia Kang Ouw yaitu
ilmu "Hong Eng Tam Hoa -- Bayangan Pelangi Bunga Mega
Hitam". Sementara itu dia jengah, dia malu sekali sebab
sebagai salah seorang dari Hong Gwa Sam Mo dia jeri
terhadap seorang bocah ! Maka itu, tak dapat dia sembarang
mundur pula. Malah dia memikir buat membinasakan bocah
itu ! "Hm ! Hm !" dia perdengarkan suara dinginnya. "Aku Peng
Mo, aku mengalah terhadapmu. Siapa sangka kau justru
menjadi berkepala besar ! kau berani main gila terhadapku !"
Tonghong Liang pun tidak senang.
"Jika kau tak puas," katanya keras. "tidak ada halangannya
buat kau mencoba-coba pula !"
Tak puas hanya dengan kata-kata, dasar bocah cilik,
Tonghong itu membawa kedua tangannya ke depan
hidungnya guna mengejek si nikouw itu !
Lupalah Peng Mo kepada dirinya sendiri sebagai nikouw
kosen dari tingkat terlebih tinggi, dari tingkat tua. Maka
terlihatlah sifat aslinya. Dia tertawa dingin. Lalu sembari
tertawa itu dia mengerahkan tenaga dalamnya sampai
sembilan bagian sesudah mana dia berlompat maju
menghampiri si bocah terus sebelah tangannya menyerang !
Itulah semacam pembokong guna mencelakai si anak
tanggung. Tonghong Liang terkejut sekali. Tidak ia sangka orang akan
menyerangnya pula secara sedemikian licik. Syukur ia tidak
menjadi gugup. Cepat seperti pertama tadi, ia menghunus
pedangnya untuk dipakai menyambut serangan.
Kembali ia menggunakan jurus silat pedang yang tadi
"Hong Eng Tam Hoa". Hanya kali ini ia membabat sambil
berlompat mundur supaya ia tak terdesak dan dapat bebas
menggunakan pedangnya. Di lain pihak, si nikouw gagal pula dan kembali mesti
berlompat mundur juga ! Sebagai seorang yang usianya masih sangat muda,
Tonghong Liong tidak kenal takut. Ia pun tidak punya
pengalaman. Barusan itu ia tertolong ilmu pedang
keluarganya. Kalau tidak, pasti ia sudah terbinasa di
tangannya si nikouw telengas. Walaupun demikian, tak tahu ia
yang ia telah memperoleh keselamatan karena ilmu
pedangnya itu yang ia dapat wariskan dengan baik.
"Eh, nikouw, apa kau dapat bikin atas diriku ?" tanyanya
pada si penyerang. Peng Mo kaget tetapi pada parasnya ia menunjuki
senyuman. Tak sudi ia yang orang ketahui ia keteter dalam
satu gebrakan itu. Coba ia kurang cepat, tentulah tangannya
akan buntung sebelah! "Mari aku tanya kau." katanya. "Ilmu silat pedang kalian
kaum Tonghong apakah cuma yang barusan satu jurus saja ?"
Tonghong Liang menjawab dengan jumawa : "Apakah kau
hendak mencoba jurusku yang kedua " Aku khawatir darahmu
nanti muncrat berhamburan !"
Tepat bocah ini mau menghunus pedangnya atau ia
mendengar satu siulan yang rendah dan halus tetapi tajam.
Tidak ayal lagi ia berlompat pergi dan terus lari ke arah dari
mana suara itu datang hingga di lain detik ia sudah hilang dari
depannya Peng Mo. Meski juga ia mendongkol, si Bajingan Es toh senang juga
dengan kepergiannya bocah itu dengan siapa ia tidak
bermusuhan. Ia membenci cuma disebabkan orang seperti
datang menggerocoki menggodanya. Ia membiarkan orang
pergi. Bahkan itu membuat hatinya lega. Sekarang ia
mendapat pula kebebasannya akan berpelesiran dengan
pemuda yang ia gilai. "Saudaraku yang baik, mari !" ia memanggil Hing Kun
tanpa menanti sampai ia berpaling pula. "Mari, jangan kita
lewatkan kesempatan kita yang baik ini !" Baru setelah
menutup mulutnya ia menoleh. Hanya kali ini ia menjadi kaget
sekali. Hong Kun tidak ada di depannya.
"Ah !" serunya kecewa hingga ia menjublak saja. Kemudian
ia melihat ke sekitarnya. Benar-benar si anak muda tidak ada
disitu. Entah kapan dan kemana perginya dia !
"Kurang ajar !" serunya. Saking heran, ia menjadi gusar.
Maka disaat itu, lupa ia akan napsu hatinya buat berpesta
dengan Hong Kun. "Hm !" ia perdengarkan pula suara
gemasnya setelah mana ia berlompat pergi, berlari-lari menuju
ke Hek Sek San ! Kiranya Hong Kun melepaskan diri dari Peng Mo karena ia
berniat mencari Tonghong Kiauw Couw, si nona gagah seperti
keterangannya Tonghong Liang, si bocah yang polos tetapi
lihai ilmu silatnya. Selagi si Bajingan Es melayani bocah itu,
diam-diam ia mengundurkan diri untuk bersembunyi. Ia telah
pikir kalau nanti si bocah pergi, ia hendak menyusulnya
dengan menguntit supaya ia bisa mencari dan menemui
kakaknya bocah itu. Ia ingin melihat si nona, yang ia juga
mesti cantik wajahnya. Demikianlah sudah terjadi. Karena mendengar suara siulan,
Tonghong Liang kabur meninggalkan si nikouw atas mana
Hong Kun pun lantas lari menyusul padanya.
Tujuannya Tonghong Liang ialah pinggang gunung. Kesana
ia lari keras sekali. Ketika Hong Kun hampir menyandak, dia menjadi heran
sekali. Dia mendapatkan bocah itu mendadak saja berhenti
berlari lalu berdiri tegak. Kemudian ia menghunus pedangnya
guna menghadang di tengah jalan !
"Hai, kau bertindak bagaikan memedi. Apakah maksudu ?"
demikian bocah itu menegur. "Kenapa tadi kau bersembunyi
dan sekarang kau menguntit aku ?"
Hong Kun berhenti berlari. Ia tertawa.
"Adik kecil" katanya. "toh dapat aku pun mengambil jalan
disini ?" Tonghong Liang mengawasi dengan mata menjublak.
Agaknya ia dibingungkan pertanyaan itu. Di tempat umum,
memang siapa pun dapat berjalan.
Hong Kun melihat kesempatan. Dia tertawa pula.
"Sebenarnya, saudara kecil. Ingin sekali aku melihat wajah
cantik kakakmu !" kata dia terus terang. "Dan aku juga
memikir buat mencoba ilmu pedangnya ! Itulah sebabnya
kenapa sekarang aku menyusul kau ! Aku tidak berbuat salah,
bukan ?" Kata-kata itu membuat si bocah merasa akan kelirunya
menghadang orang tanpa sebab.
"Jika kau ingin mengadu silat dengan kakakku, kau mesti
dengar kata-kataku !" katanya kemudian.
Hong Kun maju satu tindak. Dia tertawa.
"Apakah syaratmu itu, adik kecil ?" tanyanya ramah.
"Silahkan kau sebutkan ! Buat aku, asal aku dapat melihat
kakakmu apa juga yang kau kehendaki, akan aku turut !"
Tonghong Liang mengibaskan pedangnya.
"Bukankah tadi telah aku jelaskan ?" katanya. "Untuk dapat
melihat kakakku, kau mesti menangkan pedangku ini !"
Hong Kun menjublak. "Senjata tajam tidak ada matanya, kau tahu !" katanya.
"Aku khawatir tangan kita tak dapat dikendalikan ! Itulah tak
baik. Itu dapat merusak persahabatan. Adik kecil, bukankah
dapat kita tak usah mengadu pedang ?"
Matanya si bocah dibuka lebar. Tampak dia tidak senang.
"Beranikah kau memandang ringan padaku ?" tegurnya.
"Kalau begitu, tidak ada halangannya buat kau menyambut
aku barang satu jurus !"
Tanpa menanti suaranya berhenti mendengung, Tonghong
Liang sudah berlompat maju dengan satu tikamannya !
Hong Kun tidak sempat menghunus pedangnya. Keduanya
berdiri terlalu dekat satu dengan lain. Tanah disitu pun tidak
rata, banyak batunya. Pula bergeraknya si bocah terlalu gesit.
Walaupun demikian, dia tak sampai menjadi korban pedang.
Dia bermata awas dan bertubuh lincah. Pengalamannya
bertempur juga banyak sekali. Maka dia lantas menjatuhkan
diri, buat seterusnya bergulingan menyingkir jauh tak peduli
tanah tak rata. Itulah jurus silat "CaCing Bergulingan di Pasir".
Selekasnya sudah terpisah cukup jauh, dia berloncat bangun
bagaikan ikan meletik buat terus mencabut pedangnya, buat
tanpa istirahat lagi dia maju kepada kacung itu !
Tonghong Liang tidak mengejar orang. Ia hanya berdiri
tegak mengawasi sambil menantikan gerak gerik si anak
muda. Pedangnya dipasang dengan sikap "It Cu Keng Thian--
Sebatang Tiang Menunjang Langit".
Dengan satu lompatan tinggi, Hong Kun mencoba
menyerang. Karean ia berlompat, ia jadi turun dari atas ke
bawah. Tonghong Liang tidak merubah sikapnya. Dengan sikapnya
itu ia menyambut lawan. Itulah bahaya buat kedua belah pihak. Siapa gagal
menyerang atau gagal menangkis, dia bakal menjadi korban
ujung pedang. Hong Kun terkejut. Kalau kedua senjata mereka beradu.....
Maka ia lantas bergerak cepat. Di samping pedangnya, ia
membarengi menggunakan kakinya, mendupat sikutnya
kacung itu ! "Mundur !" tiba-tiba terdengar satu seruan nyaring halus !
Berbareng dengan itu, tubuhnya Tonghong Liang mendak
terus berlompat mundur karena ia berkelit dengan jurus "Hie
Yauw Kim Po -- Ikan Menerjuni Gelombang Emas". Hingga ia
bebas dari tendangan dan lolos dari ujung pedang lawan.
Sebaliknya adalah dengan Gak Hong Kun. Dia bergerak
bagaikan ditengah udara. Dengan dua-dua tangan dan
kakinya mengenakan sasarannya, dia kehilangan
keseimbangan tubuhnya. Tidak ampun lagi, dia jatuh ke tanah
dimana dia mesti menggulingkan diri kalau dia tidak mau
terbanting keras. Di saat itu, telinganya pun mendengar suara
nyaring yang menyusul : "Orang she Gak, jika kau tidak puas,
kau datanglah ke Kin Kiok Hoa Kee !"
Bukan main menyesalnya murid dari It Yap Tojin ini. Ia
tidak kalah dari Tonghong Liang tetapi ia toh kecele. Karena
melayani seorang bocah, ia tidak dapat berbuat banyak.
Lekas-lekas ia berlompat bangun. Lantas ia menghadapi bocah
itu seraya berkata : "Aku terima tantangan ! Inilah kata-kata
janjiku !" Biar bagaimana juga, Hong Kun penasaran sebelum melihat
Tonghong Kiauw Couw atau bertanding dengan nona itu yang
ia percaya pasti sangat cantik. Sedangkan si nona pun
memiliki Keng Hong Kiam, pedangnya It Hiong yang lenyap
itu. "Apakah kau tak takut bakal roboh pula ?" tanya si kacung,
atas mana tanpa menanti jawaban lagi lantas dia memutar
tubuh dan ia pergi mendaki bukit !
Hong Kun mendongkol. Tajam kata-katanya si kacung yang
bernada mengejek. Ia menahan sabar tetapi matanya
mendelong mengawasi bocah nakal itu yang lekas juga
tampak mirip bayangan saja.......
"Ah," katanya sambil menyeringai. Ia jengah sendirinya.
Tengah berdiri diam itu, mendadak si anak muda kaget.
Ada tangan yang menekan bahunya. Hanya belum sempat ia
menoleh, jalan darah Yauwhiat-nya terasa tertotok. Karena
itu, tubuhnya menjadi lemas terus ia roboh tak berdaya. Di
saat lainnya, ia merasa ada orang memeluk pinggangnya buat
diangkat terus dibawa lari menaiki gunung !
Hong Kun tertotok tanpa pingsan. Maka itu walaupun ia
mati kutunya, otaknya tetap sadar. Maka ia tahu, ia telah
dikuasai Peng Mo, si Bajingan Es. Ia mendongkol tak
terkirakan. Saking tidak berdaya, ia berdiam saja.
"Saudara yang baik, jangan kau bergusar padaku."
kemudian Hong Kun mendengar suara yang manis. "Kakakmu
sangat mencintai kau, kau tahu ?"
Berbareng dengan itu, Hong Kun merasai pipinya dicium. Ia
memejamkan mata. Ia menggigit rapat giginya atas dan
bawah. Saking gusar, ia mencoba menyabarkan diri.
Sementara itu, hidungnya mencium bau yang harum sekali


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan pipinya terus merasai tekanan pipi yang halus. Dasar ialah
seorang pemogor, tanpa merasa napsu birahinya telah
terbangun. Peng Mo -- demikian orang yang menawan si anak muda--
lari terus sampai diatas gunung Hek Sek San. Disitu tanpa
memikir-mikir lagi, dia memasuii sebuah rumah batu, terus
kedalam sebuah kamar yang sunyi tetapi cukup
perlengkapannya. "Sungguh tepat !" kata si nikouw girang tak kepalang.
"Inilah waktu yang baik dan ini pula tempat yang cocok ! Ya,
inilah kamar pengantin kita !'
Segera Peng Mo menutup pintu, kemudian ia meletakkan
tubuhnya Hong Kun diatas pembaringan. Sesudah itu ia
menubruk tubuh orang, untuk dirangkul dan dipeluk terus !
Hong Kun tidak berdaya. Untuk diajak pelesiran, totokan
pada jalan darah Yauwhiat telah dibebaskan. Sebaliknya, ia
ditotok pula jalan darah bengbun. Karena itu, ia tetapi mesti
manda dipermainkan nikouw murtad itu.
Kedua orang itu lupa daratan. Maka juga mereka tidak tahu
bahwa diluar kamar ada orang yang mengintainya. Bahkan
dengan satu timpukan dua butir batu kerikil kecil, yang
mengenakan maisng-masing jalan darahnya, lantas saja
mereka rebah tanpa berkutik. Orang telah menggunakan "Bie
Liap Ta-hoat", ilmu timpukan "Sebutir beras."
Menyusul itu, dari luar kamar itu terdengar satu suara
tajam ini : "Dua orang manusia tak tahu malu ! Nah, kalian
bercinta-cintaanlah sampai tiga hari lima malam !"
Lalu terdengar suaranya seorang kacung : "Bagus kakak !
Timpukanmu jitu sekali !"
Habis itu, sunyilah rumah batu itu.
Demikianlah lakon Hong Kun bersama Peng Mo ketika
mereka dipergoki Kiauw In dan Ya Bie. Hampir saja Nona Cio
menyangka Hong Kun itu It Hiong adanya. It Hiong yang
tengah disusul si nona berdua.
Waktu Hong Kun menggunakan kesempatannya
mengangkat kaki, di luar rumah ia justru bertemu dengan Ek
Jie Biauw, nona yang kedua dari Cit Biauw Yauw Lie.
"Berhenti !" demikian si Nona Ek yang kedua membentak si
anak muda. Hong Kun kaget sekali. Ketika itu dia memang sedang
sangat bingung. Hatinya seperti runtuh. Dia mengira Kiauw In
yang menyusulnya, dengan lantas ia menghentikan
langkahnya. "Nona Cio, jangan......" katanya seraya mengawasi orang
yang menegurnya itu. Diantara sinar rembulan yang lemah, ia
mendapat kenyataan orang bukannya Kiauw In. Maka juga ia
menghentikan kata-katanya itu setengah jalan.
Ek Jie Biauw pun segera mengenali pemuda she Gak itu.
Orang yang membuat hatinya goncang. Maka itu ia sudah
lantas merubah suaranya yang bengis. Ia tertawa dan kata :
"Ah, kau! Kau kenapakah " Mengapa kau menyebut-nyebut
Nona Cio " Kau sangat prihatin terhadap nona itu ya ?"
Juga Hong Kun dengan cepat mendapat pulang
ketabahannya. Ia pula telah bebas dari Thay-saing Hoan Hun
Tan. Sebagai seorang yang berpengalaman, lekas sekali ia
dapat menggunakan otaknya. Maka ia pun tertawa.
"Oh, Nona Ek !" katanya. "Kiranya kau ! Kau membuatku
kaget !" Hong Kun tidak merasa cinta sedikit juga pada Nona Ek
tetapi si nona sebaliknya. Jie Biauw justru sangat terjatuh hati
terhadapnya ! Hanya dia pandai sekali membawa tingkahnya,
terutama terhadap seorang nona. Walaupun demikian, selama
di dalam lembah Kian Gee Kiap, semua gaya menggairahkan
dari Nona Ek, dia tidak tahu menahu karena ketika itu dia
masih terpengaruhkan Thay-siang Hoan Hun Tan. Sekarang
dia mengerti yang si nona tergila-gila padanya, lantas dia mau
membawakan lakonnya pula. Buat dia, bermain asmara ada
untungnya tak ada ruginya.
Satu hal Hong Kun tidak insaf. Selagi dia telah sembuh dari
Thaysiang Huan Hun Tan dari Im Ciu It Mo, maka sekarang
dia terpengaruhkan pil hitam dari Gwa To Sin Mo. Itulah pil
untuk menambah atau untuk membangunkan napsu birahi.
Hingga dengan demikian dia pun menjadi menampak bencana
asmaranya yang sesat ! Lantas Hong Kun bertindak mendekati Nona Ek.
"Seseorang tak dapat melakukan sesuatu yang tak benar."
kata Jie Biauw. "Kau kata barusan aku membuatmu kaget.
Kenapakah ?" Hong Kun insaf bahwa barusan ia telah keliru bicara, maka
ia harus perbaiki itu. "Nona, keangkeranmu membuatku jeri. Begitulah
mendengar bentakanmu, aku jadi kaget......." demikian ia
bermain sandiwara. Ek Jie Biauw mengawasi, bibirnya dicibirkan.
"Benarkah itu ?" tanyanya.
"Benar, nona !" sahut Hong Kun cepat. "Tidak berani aku
mendustaimu !" Sebenarnya Jie Biauw mau lantas menggunakan
kesempatannya atau rasa hormat dirinya membuat ia berpikir
harus bersabar. "Masa bodoh kau berdusta atau tidak !" katanya manja.
"Namun kau harus ketahui, aku bukanlah si tolol !"
Hong Kun tertawa. "Terhadap nona pintar sebagai kau, Nona Ek, aku mau
mendusta pun tak dapat !" katanya.
Senang Jie Biauw mendengar pujian itu. Toh ia masih
berpura bersikap tawar. "Sudah, jangan bicara saja !' katanya. "Sekarang aku mau
tanya kau ! Tadi selagi malam gelap dan sunyi, kenapa kau
kabur dengan meloncati jendela ?"
Hatinya Hong Kun bercekat. Itulah pertanyaan yang sulit
untuk dijawabnya sebab ia justru berada dalam kedudukan
seperti terdakwa yang lagi menanti hukuman. Tak sudi ia yang
rahasianya nanti terbuka. Tapi ia tidak kekurangan akal.
Setelah berdiam sejenak, ia memperlihatkan wajah lesu dan
terus ia menarik napas panjang.
Ek Jie Biauw heran. Dia menatap. Sebaliknya dari pada
bercuriga atau menanya lebih jauh, dia justru berkhawatir si
anak muda menjadi tidak senang hati. Maka dia tertawa dan
kata : "Eh, kau kenapakah " Aku paling tidak menyukai orang
yang saban-saban menarik napas panjang pendek...."
Hong Kun puas mendengar kata-kata si nona. Kembali ia
ketahui kelemahan nona itu.
"Kau tidak tahu, adik !" katanya yang terus merubah
panggilan dari nona menjadi adik. "Tadi itu aku kabur
melewati jendela sebab aku bertemu dengan musuh. Ah !" ia
berhenti sejenak, baru ia menambahkan : "Tidak kusangka di
Hek Sek San ini, suatu tempat yang tertutup, orang toh berani
mendatanginya ! Aku maksudkan musuhku !"
"Siapakah yang kau ketemukan itu ?" Jie Biauw tanya. Dia
tertarik hati. "Dialah Cio Kiauw In dari Pay In Nia." Hong Kun menjawab
terus terang. Ia mengasi lihat tampang masih jeri.....
Jie Biauw tertawa. "Ah, kenapa kau begini takuti dia ?"
Mukanya Hong Kun merah, separuh benar-benar malu,
separuh berpura. "Itulah sebab dia datang bukan sendiri saja." sahutnya.
"Dia datang entah bersama berapa banyak kawan.."
Jie Biauw mengawasi. Mau ia percaya yang pemuda ini
takut benar-benar. Karena ini, ia lantas tertawa. Ia tertawa
terpingkal-pingkal. Ia tahu halnya It Hiong berdua Ya Bie
membantu Kiauw In dan malah ia pernah menempur pemuda
itu yang tadinya ia sangka Hong Kun adanya ! Ia tertawa
sebab ia pikir inilah saatnya untuk menarik hati orang agar
orang roboh dalam rangkulannya !
Hong Kun mengawasi. Ia mau menangkap hati orang. Jie
Biauw bersungguh-sungguh atau berpura-pura. Ia bersangsi
sebab ia ingat ia sendiri paling bisa membawa lagak.
Si puteri malam terus bergesr ke arah barat. Makin laru
malam, makin bersinar cahanya yang indah. Kedua muda
mudi ini bermandikan cahayanya si puteri ini. Suasana di
sekitar mereka sangat sunyi. Itulah saat paling tepat buat
bermain asmara. Tiba-tiba Jie Biauw yang lagi tertawa, menghentikan
tawanya itu. "Siapa ?" bentaknya, matanya mengawasi ke samping
dimana terdapat sebuah pohon.
Tidak ada jawaban, hanya tampak sesosok tubuh bagaikan
bayangan berlompat turun dari atas pohon itu terus dia berdiri
sejauh dua tombak dari hadapan si muda mudi. Tetap dia
tidak bersuara. Gerakan gesitnya itu membuat Hong Kun dan
Jie Biauw heran. Hong Kun berlaku tenang mengawasi orang itu yang
mengenakan pakaian warna gelap dan potongannya singsat.
Rambutnya dikundiakan tinggi, punggungnya menggendolkan
sebatang pedang. Yang menyulitkan ialah separuh mukanya
ditutup jalan hingga tampak alis dan matanya saja. Jelas
dialah seorang wanita. Dan jelas pula, dia bermuka potongan
telur serta tubuhnya langsing, tinggi dan rendahnya sedang
sekali.... Hong Kun melengak, hingga ia hampir lupa segala apa.
Wanita itu terus mengawasi Ek Jie Biauw terus kepada si
pemuda dan dia mengawasi si anak muda sekian lama.
Sikapnya itu segera membangkitkan jelusnya Jie Biauw hingga
dia ini lantas menghunus pedangnya.
"Hei, budak hina. Darimanakah kau datang ?" demikian
tegurnya. "Lekas kau sebutkan she dan namamu ! Di Hek Sek
San ini tak dapat kau banyak tingkah !"
"Hm !" terdengar suara perlahan dari wanita itu yang terus
menengadah langit, mengawasi si puteri malam. Kemudian dia
menambahkan : "Kiranya Tio It Hiong yang namanya
menggetarkan dunia Kang Ouw toh dapat secara diam-diam
melakukan ini macam perbuatan buruk yang memalukan !"
Kata-kata itu disusul dengan gerakannya mencabut
pedangnya juga hingga pedangnya itu bergemerlapan diantara
sinar rembulan. Sebab pedang itu ialah pedang Keng Hong
Kiam kepunyaannya Tio It Hiong !
Dua-dua Ek Jie Biauw dan Gak Hong Kun mundur beberapa
tindak. Si nona mengawasi lagak orang, dia tertawa.
"Kalian takut ?" katanya. "Apa yang harus ditakuti "
Nonamu tak sudi bertempur dengan kalian!"
Suara itu terang dan jelas, polos nadanya. Habis itu, si
nona memasuki pula pedangnya ke dalam sarungnya.
Mungkin dia lupa bahwa sikapnya ini sikap yang kurang tepat.
Suatu pantangan dalam kalangan persilatan. Itulah sikap
memandang rendah ! Hong Kun dan Jie Biauw merasa tersinggung. Barusan
mereka bukannya takut hanya ragu-ragu. Sekarang mereka
bergusar. Si pemuda sudah lantas menghunus pedangnya.
"Tutup bacotmu !" bentaknya.
Si nona mengawasi pemuda itu. Ia tertawa.
"Pedangmu itu apa khasiatnya ?" tanyanya. "Bahkan
dihunusnya itu membuat orang tertawa. Memalukan saja !
Mana dapat pedangmu itu dibandingkan dengan pedangnya
nonamu ini ?" Memang nona itu ialah nona Tonghong Kiauw Couw. Dia
menghunus Keng Hong Kiam bukan untuk menantang
berkelahi. Dia sengaja memperlihatkan pedangnya itu guna
menguji si anak muda itu siapa sebenarnya. Kalau dia Tio It
Hiong, melihat pedangnya sendiri pasti Tio It Hiong tertarik
dan akan menanya atau meminta pulang pedang mustikanya
itu. Siapa tahu, Hong Kun berdiam saja mengenai pedang itu,
bahkan dalam murkanya dia menghunus pedangnya sendiri.
Di luar dugaan Nona Tonghong, kata-katanya itu membuat
muda mudi di depannya menjadi gusar sekali. Secara
mendadak, si nona maju untuk menebas pinggangnya.
Saking mendongkol, Ek Jie Biauw berniat mengutungkan
pinggang orang. Maka juga dia menyerang secara tiba-tiba itu.
Memangnya dia bersama-sama enam saudaranya tersohor
telengas. Mereka kaum sesat.
Tonghong Kiauw Couw melihat datangnya serangan.
Dengan mudah saja ia berlompat mundur. Berlompat seraya
memutar tubuh. Ia tidak menghunus pedangnya, tak mau ia
membalas menerjang. Ia malah tertawa.
"Sungguh telengas !" katanya singkat.
Belum berhenti kata-kata itu mendengung atau satu
serangan lainnya. Kali ini dari Hong Kun sudah menyusul.
Sinar pedangnya berkelebat diantara cahaya rembulan. Itulah
tikaman ke arah dada. Manis sekali Nona Tonghong berkelit pula. Ujung pedang
lewat disisi iganya. Masih ia tidak mau membuat perlawanan.
Karena gerakannya muda mudi itu, dengan sendirinya
mereka menjadi berada di depan dan belakangnya nona yang
mereka serang itu. Karena serangan mereka gagal, lantas
mereka mengulanginya. Kali ini si nona menjadi terkepung di
dua arah. Dan kali ini, bangkit jugalah hawa amarahnya. Ia
menganggap orang keterlaluan. Ia bersilat dengan ilmu silat
warisan, namanya "Loan Hoa Kong Sie -- Bunga Berserabutan,
Sutera Awut-awutan". Ia bergerak sangat gesit dan lincah.
Tubuhnya bagaikan gerakan ular diantara pelbagai tikaman.
Sementara itu, ia pun berpikir: "Kenapa pemuda ini begini
membenci aku " Apakah ini disebabkan aku telah curi
pedangnya " Ah, mungkinkah dia benar Tio It Hiong ?"
Mengingat pemuda she Tio ini, otak si nona menjadi
bekerja keras sekali. Dialah seorang nona muda belia yang
baru mulai mengenal asmara, maka dia cuma mengenal cinta,
lainnya tidak. Dia tak tahu cinta itu banyak liku-likunya, lebih
banyak duka cintanya daripada suka cintanya....
Justru karena berpikir demikian, tanpa merasa Kiauw Couw
berayal sendirinya. Dan justru begitu, pedangnya Hong Kun
meluncur hebat padanya ! Itulah ancaman maut !
Bukan main kagetnya Nona Tonghong. Syukur ia tidak
menjadi gugup. Sambil memaksa berkelit, ia membarengi
menghunus pedangnya dengan apa ia menyampok pedang
lawan hingga pedang mereka beradu keras hingga percikan
apinya beterbangan. Di lain pihak, saking kerasnya bentrokan,
mereka sama-sama terhuyung mundur setengah tindak
masing-masing !

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tonghong Kiauw Couw menjadi heran hingga ia mengawasi
pedang si anak muda. Bukankah ia menggunakan pedang
mustika Keng Hong Kiam " Kenapa pedang lawan tidak
terbabat kuntung " Maka itu, tentunya pedang lawan pun
pedang mustika. "Benarkah dia Tio It Hiong " Kalau benar, darimana ia
memperoleh lain pedang mustika pula ?" demikian si nona
berpikir. Ia ingat ketika ia mencuri pedang dengan
membiuskan It Hiong sampai It Hiong tak sadarkan diri.
Sekarang ternyata, kepandaiannya It Hiong ini pun lihai. Dia
melihat pakaian, raut muka dan potongan tubuh yang tak
berbeda.... "Aneh !" demikian pikirnya, pusing. Ia pun orang asing
untuk dunia Kang Ouw, maka ia kurang pengalamannya. Pasti
ia tidak ketahui yang pedangnya Hong Kun ialah pedang
mustika Kie Koat Kiam kepunyaannya Teng It Beng si sahabat
yang mengolah wajah orang hingga menjadi sangat sama
dengan wajahnya It Hiong. Ia boleh cerdas dan cerdik tetapi
dalam hal ini, kecerdasannya tak menolong padanya.
Selagi orang berdiam itu, Ek Jie Biauw maju menyerang.
Tonghong Kiauw Couw melihat tibanya serangan, ia
berkelit. Ia tidak memikir akan melayani nona itu. Ia hanya
ingin menempur Hong Kun guna ia mencari kepastian tentang
dirinya si anak muda. Tapi Jie Biauw mendesaknya, terpaksa
ia meladeni juga. Disamping itu, Hong Kun juga maju lagi.
Segera setelah Nona Tonghong mendongkol sekali, Jie
Biauw tidak dapat bertahan lama. Dengan satu tebasan,
pedangnya kena terbabat kuntung atau babatan lainnya
membuat ia memegangi saja gagang pedangnya ! Baru
sekarang dia kaget dan lompat mundur, keringat dingin
membasahkan tubuhnya. Sementara itu Hong Kun yang cerdik lantas dapat menerka
siapa nona ini. Ia pun mengenali pedang orang. Maka
akhirnya ia tertawa terbahak-bahak.
"Oh, nona. Adakah kau Nona Tonghong Kiauw Couw ?"
sapanya. "Maaf, nona, maaf. Aku telah berlaku kurang hormat
!" Kiauw Couw heran. Ia lantas mengawasi.
"Kau siapakah ?" tanyanya saking herannya itu.
Hong Kun tertawa. "Akulah aku, nona !" sahutnya. "Nona sudah tahu, buat apa
nona menanyakannya ?"
Ek Jie Biauw heran menyaksikan dua orang itu berbicara.
Sejak tadi dia berdiam saja sebab kutungnya pedangnya.
Sekarang dia dibingungkan gerak geriknya dua orang itu.
Mengenai Hong Kun, dia mendapat kesan kurang baik. Hong
Kun tidak membantu dia hanya Bicara sambil tertawa-tawa.
Tiba-tiba saja muncul iri hatinya.
Jilid 57 "Cis !" serunya, membentak si nona. "Budak hina dina !
Bagaimana kau berani datang ke Hek Sek San ini guna
memancing laki-laki " Sungguh perempuan lacur tidak punya
muka !" Tonghong Kiauw Couw heran, dari heran ia menjadi
mendongkol. "Kenapa kau menggunakan kata-kata kasarmu ?" tegurnya.
"Bukankah kita sama-sama wanita?"
Jie Biauw tidak mempedulikannya.
"Kalau kau bukan hendak mencuri laki, buat apa malammalam
kau datang kemari ?" dia balas bertanya.
Hatinya Nona Tonghong menjadi panas.
"Siapa kesudiaan bicara denganmu !" bentaknya. "Kau
mementang dan menutup mulut, selalu kau menyebut-nyebut
orang laki-laki ! Bagaimana hebat kau memfitnah orang !"
Jie Biauw tertawa kering berulang kali. Dia menunjuk Hong
Kun. "Kau tentunya menganggap dirimu putih bersih !" katanya.
"Tetapi kenapa kau justru hendak menculik pria ini ?"
"Maksudku tak lain tak bukan hendak aku mendapat
kepastian tentang diri dia !" sahut Nona Tonghong. "Aku ingin
ketahui, dia Tio It Hiong atau bukan !"
Segera Hong Kun mendahului Jie Biauw.
"Akulah Tio It Hiong !" katanya nyaring. "Nona Tonghong,
ada apakah petunjukmu untukku ?"
Belum lagi Tonghong Kiauw Couw memberikan jawabannya
atau mengatakan sesuatu, tiba-tiba seseorang telah
menyelanya, menyela dengan suaranya yang nyaring : "Oh,
kakak Hiong. Kiranya kau disini ! Kau membuat aku bersusah
payah mencarimu !" Dan orangnya pun segera muncul. Seorang Nona Tanggung
yang tangannya memegangi seekor ular hidup, sebab dialah
Ya Bie ! Gak Hong Kun dan Nona Tong Hong menjadi dibuat heran
karenanya. Keduanya lantas berpaling, mengawasi nona yang
baru tiba itu. Ya Bie tidak menghiraukan sikap orang, habis mengawasi
ketiga orang disitu, ia bertindak maju ke arah Jie Biauw dan
Kiauw Couw terus ia menatap mereka, untuk akhirnya berkata
: "Kiranya kamulah berdua yang selalu mengikat kakak Hiong
!" Kemudian ia bertindak ke arah Hong Kun.
Kiauw Couw heran sekali. Ia tak kenal Nona Tanggung itu
hingga ia tak tahu orang dari kalangan mana. Ia pun heran
karena melihat si nona dapat menjinakkan ular beracun. Maka
selama itu, ia mengawasi dan mendengari saja kata-kata
orang. Tidak demikian dengan Ek Jie Biauw. Tidak saja ia tahu
nona itu bahkan ia mengenalinya. Sebab selama di ruang
besar dari kamar batu di Kian Gee Kiap, berdua mereka
pernah bertempur hingga ia mengerti baik juga lihainya si ular
hijau di tangannya si nona cilik ! Walaupun demikian, hatinya
telah panas. Ketika itu saatnya ia untuk dapatkan Hong Kun
guna mempuasi hatinya. Siapa tahu sudah muncul Nona
Tonghong. Sekarang muncul juga ini bekas lawan. Ia jadinya
sangat terganggu. Sikapnya Ya Bie pula membuat
kegusarannya meluap, hingga timbullah niatnya
membinasakan nona itu. Beberapa kali ia memperdengarkan
suara tawar "Hm !" dan matanya mengawasi tajam.
Ya Bie tidak menerka apa yang orang pikir, ia maju
mendekati. Jie Kiauw menanti sampai orang sudah datang dekat sekali.
Mendadak ia mengayun sebelah tangannya, menyerang
dengan serangan tipu Tauwlo-ciang, mengarah jalan darah
sin-ciang dari si nona ! Mereka berdua berada dekat sekali satu dengan lain,
seranganpun serangan bokongan yang hebat. Bahkan Ya Bie
tidak menyangka sama sekali. Walaupun ia sangat gesit, ia tak
sempat berkelit. Maka kagetlah ia, hingga sendirinya ia
memperdengarkan jeritannya yang halus tapi tajam dan
panjang yang membuat hati orang goncang.
Itulah suara dahsyat bagaikan burung malam yang
memperdengarka suaranya selagi terbang di tengah udara.
Dengan sendirinya, jeritan itu merupakan jeritan ilmu Hoan
Kan Bie Cin dari Kip Hiat Hong Mo Touw Hwe Jie.
Tak pernah Jie Kiauw mendengar suara seperti itu, hatinya
goncang seketika. Bahkan matanya pun menjadi seperti kabur.
Ia melihat tubuhnya Ya Bie tercipta menjadi sebuah batu
besar dan serangannya mengenai batu besar itu. Ia kaget
hingga ia mengawasi dengan melengak ! Tangannya pun
sudah lantas ditarik pulang.
Ya Bie mundur tiga kaki untuk berkelit. Dengan begitu,
bebaslah ia dari serangan maut itu. Tapi itu belum semua,
jeritannya itu seperti juga ia memanggil kawannya yaitu So
Hun Cian Li, si orang utan yang besar.
Tonghong Kiauw Couw heran hingga dia mementang lebarlebar
matanya menyaksikan gerak gerak aneh dari Ya Bie....
Ek Jie Kiauw penasaran. Habis melengak ia maju pula akan
mengulangi serangannya. Maka Ya Bie melayaninya. Begitulah
mereka berdua bertempur di depannya Hong Kun. Demikian
juga Nona Tonghong jadi turut menonton.
Jie Kiauw repot juga ketika Ya Bie menggunakan ularnya
sebagai senjata. Tak berani ia menangkis dengan tangannya
sedangkan ia berkelahi tanpa genggaman. Terpaksa ia main
berlompatan ke kiri dan kanan atau mencelat mundur. Hingga
ia menjadi pihak yang terdesak.
Karena ia menang di atas angin, Ya Bie tidak mau berlaku
sungkan lagi. Ia mendesak hebat, ularnya mengangkat
kepalanya dan mengulur-ulurkan lidahnya yang tajam dan
beracun. Sedangkan matanya yang merah bersinar bengis
menakutkan ! Setiap saat lidah itu dapat memagut
sasarannya......... Oleh karena ia terus main mundur, sendirinya Jie Kiauw
mendekati Hong Kun. Ia menerka, pastilah si anak muda bakal
turun tangan membantunya. Atau sedikitnya anak muda itu
bakal menyela disama tengah, guna memisahkan mereka
berdua. Tapi Hong Kun berpikir lain. Dia justru lagi memperhatikan
Tonghong Kiauw Couw. Kecantikan nona tiu dan tubuhnya
yang ramping sangat membuatnya kesengsam. Ia pula sangat
mengagumi ilmu pedang nona itu. Mak itu, ia seperti tidak
dengar atau melihat jalannya pertempuran diantara kedua
nona itu.... Untuk selalu mundur, Jie Kiauw mundur memutarkan Hong
Kun. Ia heran bukan main mendapat kenyataan si anak muda
tidak menghiraukannya. Bahkan ia tidak menjadi puas waktu
ia mendapat kenyataan pemuda pujaannya itu justru sedang
asyik memperhatikan Nona Tonghong !
Dalam bingungnya, Jie Kiauw berpeluh pada dahinya. Ia
jadi berpikir keras sekali. Dasar ia cerdik, tiba-tiba ia ingat
sesuatu. Begitulah ketika Ya Bie menyerang pula, ia berlompat
kepada Hong Kun. Itulah loncatan "Rase Lompat dari
Sarangnya". ketika itu Hong Kun yang lagi mengawasi si nona Tonghong
sudah menurunkan pedangnya hingga ujung pedang nempel
pada tanah di kakinya. Itulah pedang yang diarah Nona Ek,
yang mau merampasnya guna membela diri, buat melawan
terus musuhnya dan kedua membikin si pemuda kehilangan
pedangnya hingga mungkin dia terkejut.
Pemuda she Gak itu kaget sekali ketika tahu-tahu
pedangnya telah kena orang rampas, karenanya ia sadar dari
lamunannya. Ia lantas mengenali Jie Biauw, siapa dengan
bersenjatakan pedang lantas tak main mundur pula, malah dia
mencoba akan balik mendesak Ya Bie.
"Tahan !" teriak si anak muda.
Jie Biauw tidak menghiraukan teriakan itu. Ia memang lagi
panas hati. Ia pula ingin membinasakan Ya Bie. Ia tidak tahu,
orang tak mungkin mendesaknya kalau tadi ia tidak
menggunakan Tauwlo-ciang guna menjatuhkan lawannya itu.
Pertempuran selanjutnya menjadi hebat sekali. Jie Biauw
penasaran dan dengan bersenjatakan pedang, dia hendak
mengumbar kemarahannya. Lantas dia mendesak.
"Tahan !" kembali Hong Kun berteriak dengan cegahannya.
Kali ini suaranya mendengung laksana genta. Sayang,
suaranya itu didengar tetapi tidak dihiraukan. Suara itu lenyap
dibawa sang angin. Justru Hong Kun berseru itu, justru dia seperti membuka
rahasianya sendiri. Kalau dia selalu memperhatikan nona
Tonghong, nona itu pun sebaliknya. Sebab si nona ingin
memperoleh kepastian, pemuda itu Hong Kun atau It Hiong.
Sekarang ia merasa si anak muda bukannya Tio It Hiong.
Maka lantas ia menghela napas. Ia menyesali dirinya yang tak
berpengalaman hingga mudah saja ia menaruh hati terhadap
seseorang yang belum dikenal. Karena ini dengan diam-diam
ia mengangkat kakinya, meninggalkan tempat pertempuran itu
serta ketiga orang muda mudi, menghilang di dalam rimba
yang gelap. Hong Kun sementara itu menjadi panas hati. Sia-sia belaka
teriakannya untuk menghentikan pertempuran. Sedangkan ia
ingin sekali mendapat pulang pedangnya. Ia berduka
menyaksikan Kiauw Ciauw meninggalkannya pergi. Nona itu
tanpa melirik pula padanya bahkan cuma menghela napas.
Untuk menyerbu merampas pulang pedangnya dari tangannya
Jie Kiauw, ia pun ragu-ragu. Dua orang itu lagi bertempur
hebat dan kepandaian mereka berdua agak berimbang.
Pemuda she Gak ini menjadi serba salah. Ingin ia menyusul
nona Tonghong tetapi ia memberati pedangnya. Senjata itu
bukan saja perlu terutama itulah pedang mustika. Kalau ia
berati senjatanya, si nona mungkin keburu lenyap hingga tak
dapat disusul lagi.... Selagi bingun dengan hatinya pun panas, tiba-tiba Hong
Kun melihat Ya Bie berhasil melibat Kie Koat Kiam, pedang
ditangannya Jie Biauw dengan ular hijaunya.
Gerakannya Ya Bie gerakan sederhana saja. Kalau toh ia
menjadi lihai, itulah sebab ia dapat mewarisi ilmu cambuk dari
Kip Hiat Hong Mo. Jie Biauw sendiri berasal murid Ceng Khia Pay. Hanya
belum sampai ia sempurna mempelajari ilmu pedang kaum
itu, ia sudah memisahkan diri. Sebabnya ialah ia lebih suka
mempelajari ilmu yang menggunakan racun. Begitulah ia pergi
pada Im Ciu It Mo dan menjadi muridnya Bajingan itu hingga
ia menjadi berkawan bersama enam saudari seperguruannya.
Ia berhasil mendapatkan dua ilmu tongkat Tauwlo Tiang dan
pukulan tangan kosong Tauwlo-ciang. Kalau ia toh dapat
menggunakan pedang, itulah karena ia sudah mempunyai
dasar dan kemudian menggunakan ilmu tongkat sebagai
gantinya. Lebih dahulu dia dan kawan-kawannya mempelajari
Barisan rahasia Cit Biauw Tin, baru ia menggunakan ilmu
tongkatnya. Sekarang ia menghadapi Ya Bie, yang
genggamannya luar biasa. Walaupun keduanya seimbang, ia
toh repot. Maka diakhirnya itu, pedangnya kena terlibat ular
hijau. Ia menjadi kaget sekali.
Senjatanya Jie Biauw adalah cambuk lunak yang berupa
ikat pinggang, namanya cambuk Kim-tay Piancu. Tapi
senjatanya itu ia tidak bawa. Kesatu disebabkan ia terlalu
mengandalkan racunnya. Kedua karena kepalanya besar, suka
menang sendiri. Ia sangat suka bertindak "semau gue". Di lain
pihak, ia sedang gila asmara. Maka juga ia gilai Hong Kun
selekasnya ia melihat anak muda itu. Dalam hal mana ia
sampai tak menghiraukan yang Hong Kun tidak
memperhatikannya, lebih-lebih disaat si anak muda masih
terpengaruhi obat Thaysiang Hoan Hun Tan. Ia suka


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluh sendirinya kapan ia ingat Hong Kun acuh tak acuh
terhadap dirinya, sedangkan ia sendiri sudah menggunakan
segala dayanya guna menarik perhatian orang hingga ia
mengeluarkan lagak centilnya.
Begitulah sekarang, ia terpaksa mesti melayani Ya Bie
sendiri saja. Bukan main kagetnya mendapati pedangnya kena
dilibat. Ia menjadi bingung sekali.
Justru orang bingung itu, justru Hong Kun maju. Baru
sekarang dia mendapatkan kesempatan akan merampas
pulang pedangnya. Dengan meluncurkan sebelah tangannya,
dia henda menyerang senjata istimewa dari Ya Bie atau dia
membatalkan serangannya itu selagi Ya Bie terperanjat.
Lantas ia bersenyum terhadap Nona Tanggung itu, seraya
berkata : "Adik Ya Bie, sudahlah ! Buat apa kau mengotot
melayani dia ?" Dengan kecerdikannya, Hong Kun membawa aksinya It
Hiong supaya Ya Bie kena diakali. Dan ia berhasil.
Ya Bie pun tertawa. "Baik, kakak Hiong. Akan aku dengar perkataanmu !"
demikian jawabnya. Lantas nona cerdik tetapi polos ini
melepaskan libatan ularnya pada pedang Kie Koat Kiam terus
ia mundur satu tindak. Hatinya Jie Biauw lega berbareng girang yang akhirakhirnya
Hong Kun toh datang sama tengah. Tapi ia terus
ingin menguji anak muda itu. Sampai di detik penghabisan ini,
ia masin belum memperoleh kepastian, It Hiong inii Hong Kun
atau Hong Kun sebenarnya It Hiong. Ia terus bersenyum
menatap anak muda itu. "Oh, kau kenal budak ini !" demikian katanya. "Kiranya
kalian ada dari satu kalangan ! Nah, lihatlah jurusku !"
Berkata begitu mendadak nona Ek menyerang si anak
muda. Ia membacok ke arah kepala. Gerakanya itu sangat
cepat tetapi ia tidak menggunakan tenaga keras......
Hong Kun berkelit ke samping, bukannya dia mundur, dia
justru maju setengah tindak. Dengan tangannya, dia pun
menyangga lengan orang yang memegang pedang, hingga di
lain detik mudah saja dia dapat merampas pulang pedangnya
itu. Sembari mengambil alih senjatanya itu, ia kata : "Oh,
adikku yang baik ! Terhadapku juga kau masih bersikap begini
telengas ?" Menutup kata-katanya itu, mendadak Hong Kun berlompat
pergi akan lari masuk ke dalam rimba buat menyusul
Tonghong Kiauw Couw ! Dua-dua Ya Bie dan Jie Biauw heran. Terutama Nona Ek,
dia bingung sekali. Kiranya dia telah kena orang permainkan !
Memang, Hong Kun bertindak secara licin sekali.
Justru itu terdengarlah suara berPekik dua kali, lantas
tampai sesosok tubuh besar dan hitam lari berlompatan ke
arah Ya Bie. Tiba di depan si nona, dengan tangannya dia
menunjuk ke arah rumah batu. Sebab dia So Hun Cian Li yang
tadi mendengar seruan si nona. Dia nampak girang sekali,
sedangkan petunjuknya itu cuma si nonalah yang mengerti.
Ketika itu, dengan berjalannya sang waktu sudah lewat jam
empat. Ketika itu pula, di dalam rumah batu sedang terjadi
pertempuran seru, umpama kata "Naga bergulat, harimau
bertarung". Im Ciu It Mo itu, diatas gunung Hek Sek San sudah
membuat rumah batunya yang istimewa itu yang dilengkapi
dengan pelbagai pesawat rahasia. Kesanalah It Hiong masuk.
Ia mendahului Kiauw In dan Ya Bie kira setengah jam. Hanya
ketika ia masuk, alat-alat rahasia sudah lantas bekerja.
Karenanya ia menjadi terpisah dari Nona Cio dan Ya Bie.
Kiauw In dan Ya Bie tidak menghadapi sesuatu rintangan.
Mereka justru mempergoki Peng Mo bersama Hong Kun !
It Hiong sebaliknya, dia menghadapi ancaman malapetaka !
Selekasnya tiba di dalam, It Hiong lantas melihat sebuah
ruang yang besar tetapi kosong tanpa perlengkapan kursi
mejanya. Ada juga perlengkapan lainnya tetapi membuat
halaman itu lebih mirip ruang piranti berlatih silat.
Di dalam ruang itu ada sebuah pembaringan model
pembaringan selir raja. Di kiri dan kanannya terdapat parapara
senjata. Lainnya tiada. Pada dinding di empat penjuru
nampak sinar hijau berkilauan, sinar itu menerangi seluruh
lantas dan lantainya licin. Sulit menaruh kaki disitu. Anehnya
pintu cuma satu dan jendela tak ada barang sebuah juga.
cahaya terangpun tak tembus dari luar. Maka ruang diterangi
hanya sinar hijau itu. Suasana ruang yang aneh itu dapat mendatangkan rasa
jeri..... Ketika It Hiong baru memasuki ruangan, pintu di
belakangnya sudah lantas tertutup sendirinya. Sedangkan di
dalam ruang terus tampak sebuah sinar hijau yang keras
sekali. Ia bernyali besar, ia tidak takut. Sebaliknya, ia terus
mengawasi tajam ke empat penjuru dinding, guna mencari
jalan keluar terutama buat mencari musuh.
Ketika kemudian matanya menuju kepada pembaringan, di
atas itu tampak rebah sesosok tubuh manusia yang tidur
miring madap ke tembok. Kepalanya tertutup dengan kopian
pelajar sebagaimana jubahnya jubah pelajar juga. Kedua
kakinya tubuh itu tertekuk sampai tubuh melengkung. Di
ujung jubah tampak dasar sepatu.
Orang itu rebah tanpa berkutik, napasnya pun tidak
terdengar. Hingga tak dapat dipastikan dialah seorang hidup
atau mayat atau dia manusia benar atau boneka saja.......
It Hiong sudah berpengalaman. Ia tidak menjadi jeri
karenanya. Hal itu justru membuatnya bertambah berhati-hati.
Ia hanya menerka disitu mesti terdapat banyak pesawat
rahasia, peranti mencelakai orang. Itulah yang mesti dijaga.
Setelah mengawasi tubuh yang rebah di atas pembaringan
itu, It Hiong bertindak perlahan mendekatinya. Ia ingin
memperoleh kepastian, orang atau mayat siapa itu adanya.
Baru beberapa tindak, ia sudah berhenti. Lantas ia merogoh
sakunya dan mengeluarkan peles hijau akan menuang enam
butir obatnya yang terus ia telan. Itulah Wan Ie Jie, pil peranti
memunahkan racun, pemberiannya pendeta dari biara Bie Lek
Sie. Setelah itu, ia maju pula.
Tiba di depan pembaringan, anak muda kita menyiapkan
tangan kirinya didadanya.
"Sahabat, bangun ! Tio It Hiong datang untuk belajar !'
Tidak ada jawaban dari orang yang lagi tidur itu, pun tidak
waktu teguran diulangi sampai beberapa kali, hingga akhirnya
anak muda kita mendongkol juga. Maka ia terus berkata
nyaring : "Sahabat, Tio It Hiong tidak mau membokong. Maka
juga lebih dahulu aku menyapamu ! Aku mau berlaku hormat
terhadapmu ! Sahabat, kau bangunlah ! Mari kita bicara.
Sahabat, jika benar-benar kau tidak tahu selatan, jangan kau
sesalkan aku !" Kata-kata itu ditutup dengan dihunusnya pedang !
Tetap saja tubuh diatas pembaringan itu tidak berkutik.
Tetapi baru lewat sedetik maka dengan sekonyong-konyong
dari bantal, kepalanya tahu-tahu menyembur asap hijau yang
makin lama makin banyak, makin tebal hingga lekas sekali
asap sudah beruap seperti awan yang bergulung-gulung
hingga di lain saat kecuali tubuh orang bahkan
pembaringannya pun tak tampak lagi sebab tertutup asap itu !
It Hiong waspada. Matanya tajam. Ia dapat lihat
mengepulnya asap. Lantas dia lompat mundur beberapa
tindak, untuk seterusnya mengawasi lebih jauh. Tengah ia
memasang mata itu tiba-tiba ia mendengar suara anginnya
senjata menyambar di belakang kepalanya. Tanpa berpaling
pula, ia berkelit ke samping guna menyelamatkan diri. Belum
lagi ia berdiri tegak, senjata sudah datang pula. Sekarang
sempat ia menangkis dengan pedangnya hingga senjata gelap
itu dapat dihalau. Anak muda kita yang telah memutar tubuh dapat melihat
penyerangnya itu. Seorang dengan tubuh besar dan kekar,
pipinya berewokan, alisnya tebal, matanya gede dan bengis
sorotnya. Dia berumur setengah tua, mulutnya lebar, kulit
mukanya hitam. Pakaiannya singsat sekali. Senjatanya ialah
siang-koay, sepasang tongkat. Dia agak melongo setelah
serangannya tidak ditangkis.
It Hiong rasa ia seperti kenal orang itu. Hanya ia lupa
dimana orang pernah diketemukan atau siapa nama atau
gelarannya. Orang itu bersikap gagah, melainkan matanya yang kurang
bercahaya. Mengawasi pemuda kita, dia memperdengarkan
suara tak jelas hingga terdengar bagaikan menggerutu.
Melihat mata orang itu, It Hiong segera insaf. Orang itu
mesti seorang jago rimba persilatan golongan lurus tetapi
karena sesuatu dia kena dipengaruhkan Im Ciu It Mo.
Rupanya dia telah diberi makan obat yang melemahkan urat
syarafnya hingga selanjutnya dia kena dipakai sebagai
perkakas hidup ! "Hai, sahabat !" ia lantas menyapa. "Sahabat, kenapa kau
membokong aku " Bukankah perbuatanmu ini perbuatan
rendah " Apakah kau tak kuatir nanti ditertawakan orang
sesama kaum Kang Ouw ?"
Ditegur begitu, orang itu nampak terkejut. Air mukanya pun
berubah. "Hm !" dia mengasi suara di hidung.
It Hiong percaya terkaannya tepat. Maka ia lantas berkata
pula : "Sahabat, apakah nama dan gelarmu " Bagaimanakah
aku harus berbahasa terhadapmu ?"
Orang itu melihat ke empat penjuru. Agaknya ia menjerikan
sesuatu. Habis itu barulah dia menjawab perlahan : "Akulah
Boan Thian Ciu Kim Tay Liang...."
It Hiong merasa gelaran dan nama itu asing baginya. Ia
tetap percaya orang bukannya kaum sesat atau dari kalangan
pancalongok. Maka ia lantas tanya pula : "Sahabat, kau asal
manakah " Apakah kau murid dari lembah Kian Gee Kiap ?"
Kim Tay Liang menggeleng kepala, terus dia menghela
napas. "Tahukah kau akan perkampungan Kim-kee-chung di kota
Haphui ?" tanyanya. Mendengar disebutnya nama Haphui itu, hati It Hiong
menggetar. Darahnya terus bergolak. Ia telah diingatkan pada
sesuatu yang sukar dilupakan. Karena urusan itu mengenai
soal minatnya menuntut balas serta jodohnya.
Ketika dahulu hari Tio It Hiong berguru pada Tek Cio Tojin,
di dalam waktu tujuh tahun ia telah berhasil memperoleh
kepandaian yang berarti. Maka guna mencari musuhnya, ia
minta ijin turun gunung. Ia menuju ke Haphui mencari Sanbu
Ong Pa guna membuat perhitungan. Karena turun gunung itu,
ia telah bertemu Nona Pek Giok Peng dari Lek Tiok Po hingga
ia disukai si nona hingga ia dibantu si nona waktu malam itu ia
menyerbu gedung musuhnya. Setelah itu, berdua mereka
melakukan perjalanan bersama sampai mereka singgah dan
bermalam di Kim kee-chung. Kebetulan sekali pemilik dari
perkampungan itu, Kim Tay Liang menjadi sahabatnya Pek Kiu
Jie dari Lek Tiok Po. Begitulah, It Hiong jadi bersahabat
bersama chungcu itu bahkan ia berdiam beberapa hari di
rumah orang she Kim itu. Sekarang secara kebetulan ia
bertemu Tay Liang didalam keadaan Tay Liang yang tak wajar
itu, maka ingatlah ia akan persahabatan mereka dahulu.
Lekas-lekas ia memberi hormat.
"Kiranya kaulah Kim Jie-ko, chungcu dari Kim kee-chung !"
katanya. "Selamat berjumpa !"
Di luar dugaan adalah penyambutannya Kim Tay Liang.
Mendadak ia tertawa dingin dan kata bengis : "Kalau kau telah
ketahui nama dari Kim Jieko mu ini, kenapakah kau tidak mau
lantas manda kasih dirimu ditelikung " Kau mau tunggu apa
lagi ?" It Hiong tercengang. Orang bicara tidak karuan.
"Benarlah dia telah terpengaruhkan obat." pikirnya
kemudian. Maka tak sudi ia melayani chungcu dari Kim keechung
itu, sebaliknya ia menjadi sangat membenci Im Ciu It
Mo ! Tay Liang melihat si anak muda berdiam, dengan keras dia
menegur : "Sebenarnya siapakah kau " Kenapa kau lancang
memasuki Kian Gee Kiap, lembah terlarang ini " Apakah kau
tidak takut nanti kehilangan nyawamu ?"
Habis berkata itu, tanpa menanti jawaban, dia tertawa
bergelak sendirinya. It Hiong tidak menjadi kurang senang. Bahkan sebaliknya ia
menjadi masgul. Ia menyesali dan mendukakan kesesatannya
chungcu itu. Maka ia memikir buat menolong mengobati. Ia
ingat obatnya yang mujarab.
Tiba-tiba saja sebelum It Hiong memberikan obatnya, dari
belakangnya ia mendengar teguran nyaring dan bengis ini :
"Manusia tak tahu mati tidak tahu hidup !"
Entahlah teguran itu ditujukan kepada Kim Tay Liang atau
terhadapnya tetapi It Hiong sudah lantas memutar tubuhnya
hingga ia mendapat lihat si penegur ialah seorang pelajar
sebagaimana terlihat dari kopiah dan jubahnya. Bahkan dialah
si pelajar yang tadi rebah tak berkutik di atas pembaringan
yang kemudian lenyap di dalam kegelapannya sang asap tebal
! Ketika itu asap sudah buyar seluruhnya dan pembaringan
pun kosong. Dengan sabar anak muda kita mengawasi si pelajar. Dia itu
dengan tenang bertindak menghampiri, kedua tangannya
digendongan di punggungnya. Nyatanya muka dia itu sudah
keriputan. Akan tetapi sepasang matanya sangat berpengaruh.
Dialah Ie Tok Sinshe, si ahli racun yang bernama Kan Tie Uh si
murid murtad dari Siauw Lim Pay telah menyerbu Siauw Lim
Sie. "Tuan, kau bergerak gerik laksana bajingan. Apakah kau
tidak takut perilakumu ini nanti menurunkan derajatmu ?"
kemudian It Hiong menegur. Suaranya keras tetapi sikapnya
tenang dan pedangnya dibawa ke depan dadanya.
Si pelajar keriputan mengangkat kepalanya memandangi
langit-langit rumah. Tanpa menoleh atau melirik si anak muda,
dia kata perlahan : "Kau telah mengenali lohu. Apakah kau
masih tidak mau tunduk untuk memohon ampun " Kalau
benar, itu artinya kau tidak tahu hidup atau mati !'
Jawaban itu sangat tak sedap untuk telinga.
Sepasang alisnya It Hiong terbangun. Dia gusar.
"Tok Mo, jangan kau bertingkah dengan usia lanjutmu !"
tegurnya. "Pendekar ini biasa dipakai menaklukan siluman dan
membela keadilan ! Yang aku hormati ialah tertua rimba


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

persilatan yang lurus dan sadar. Sebaliknya penjahat-penjahat
perusak negara, pengacau dunia Bu Lim, tak peduli dia siapa,
dengannya aku tak sudi hidup bersama di kolong langit ini !"
Begitu gagah It Hiong bicara. Si pelajar menjadi terperanjat
dan air mukanya pun berubah sejenak. Selekasnya dia sadar,
dia batuk-batuk lalu terus berseru. "Kim lo-jie, kau bekuk
bocah ini!" "Ya !" menjawab Kim Tay Lian yang lantas turut berubah
sikapnya. Dengan sepasang kaitannya segera ia menyerang
anak muda kita. Tidak ada niatnya It Hiong melukai Tay Liang. Atas
serangan itu ia berkelit dengan satu gerakan Tangga Mega.
Karena itu ia pun bepikir : "Apakah Ie Tok ini palsu atau si
tulen " Perlu aku menyelidikinya lebih dahulu agar dapat aku
mengenalinya benar-benar....."
Menurut pantasnya, tidak dapat Ie Tok Sinshe berada di
Hek Sek San untuk bekerja sama dengan Im Ciu It Mo.
Biasanya orang-orang sebangsa mereka itu -- meski samasama
kaum sesat -- tak sudi mengalah satu dari lain. Mareka
biasa berjumawa dan pikirannya cupat dan juga kejam.
Pepatah pun berkatai : "Dua jago tak dapat berdiri bersama --
Sebuah gunung sukar menempatkan dua ekor harimau." Dan
kalau benar dugaannya, orang ini adalah Tok Mo, maka ia
harus bersedia mengorbankan jiwanya guan
menyingkirkannya. Selagi It Hiong memikir, Tay Lian sudah menyerang pula
padanya. Dia jadi hebat sekali.
Tetapi si anak muda melayani dengan kelincahannya. Ia
selalu berkelit. Namun, setelah lewat sekian lama ia masih
diserang pulang pergi, mendadak ia berseru : "Tahan ! Kita
mesti bicara dahulu biar jelas !'
Kim Tay Liang telah bernapas mendesak, dahinya penuh
peluh. "Apa ?" tanyanya. Nyatanya ia masih dapat mendengar
kata-kata orang. It Hiong tidak menjawab orang she Kim itu. Ia hanya
menoleh kepada si pelajar yang lagi berjalan mundar mandir.
"Tuan !" sapanya. "Bagaimana emas murni tidak takut api,
demikian juga dengan kau ! Kalau kau menghargai derajat
kehormatanmu, maukan kau memberitahukan aku nama dan
gelaranmu?" Pelajar keriputan itu menghentikan langkahnya. Agaknya
dia berpikir. "Kau ingin ketahui nama lohu ?" sahutnya kemudian. Ia
menyebut diri lohu, si orang tua. "Apakah kau tak takut
nyalimu nanti rontok ?" Ia berhenti sejenak, baru ia
menambahkan : "Siapa yang ketahui nama lohu, dia biasanya
tak akan berjiwa pula ! Apakah kau masih memikir buat
menarik pulang perkataanmu ini " Masih ada waktunya !"
It Hiong membuka mata lebar-lebar hingga tampak
sinarnya berkelebat. "Jangan banyak tingkah, tuan !" tegurnya. "Kau cuma tahu
menggertak orang, sama sekali kau tidak berani menyebutkan
nama dan gelarmu ! Rupanya kaulah si manusia palsu yang
banyak orang nanti datang untuk membuat perhitungan
denganmu !' Si pelajar keriputan tertawa dingin. Tak sedap suara
tawanya itu, yang dapat membuat orang jeri. Habis tertawa,
dia mengawasi Kim Tay Liang, untuk membentaknya : "Kim
Lojie ! Kau perlihatkan dia benda kepercayaan lohu !"
Habis berkata, dia terus menengadah dan berjalan pula
pelan-pelan. Kim Tay Liang menyahuti, terus ia lari ke pembaringan.
Dari situ ia mengambil sehelai bendera kecil warna merah
darah untuk terus dikibarkan.
Bendera itu kecil tetapi ada empat buah hurufnya yang
bersinar hijau, bunyinya "Giok Hauw Kip Ciauw" artinya
"Panggilan kilat ke neraka".
Begitu melihat lencana itu, It Hiong mengerti. Lantas ia
ingat halnya dahulu hari di Tay Hong Poo Tian dari Siauw Lim
Sie waktu ia terkena racun hingga dia pingsan. Yang beda
ialah sekarang ini bendera kecil sedang dahulu sehelai kertas
benang sutera, sementara hurufnya sama, empat huruf serta
bersinar hijau. Lantas juga Kim Tay Liang mau menyimpan bendera itu
atau mendadak si pelajar mengulur tangannya dan
menjambretnya. It Hiong tertawa. Kata dia : "Bendera kecil itu milik siapa,
aku tidak tahu. Sebab pendengaran dan penglihatanku belum
banyak ! Sebenarnya bagaimanakah asal usulnya itu ?"
Pelajar keriputan itu menjadi gusar.
"Benar kau mau tahu juga ?" tanyanya bengis. "Nah,
serahkanlah jiwamu !"
It Hiong tak gentar akan ancaman itu. Sahut dia sabar :
"Tuan, kau sebutkan dahulu nama dan gelaranmu. Setelah itu
baru kau ambil jiwaku ! Umpama berdagang, kita harus
berlaku jujur satu pada lain. Kau toh tahu aturan itu, bukan ?"
"Hm !" si pelajar keriputan memperdengarkan ejekannya.
"Orang tak tahu mati atau hidup !" Lantas ia menyentilkan
jeriji tangannya membuat bendera kecil itu melesat ke arah
pemuda kita ! Hebat sentilan itu, sebab bendera melesat keras sekali
sampai terdengar suaranya. Tetapi kira-kira ditengah jalan,
mendadak lajunya menjadi kendor seperti ada tangan yang
menarik menahannya. It Hiong mengawasi tajam. Ia mengerti si pelajar tengah
menunjuki kepandaiannya. Maka itu diam-diam ia menyiapkan
pedangnya, bersedia buat sesuatu kejadian. Ia pun berdiri
tegak, tak berkisar dari tempatnya.
Kapan bendera itu sudah sampai di depannya It Hiong
tinggal lagi satu kaki, tiba-tiba dia mundur lagi tiga kaki. Habis
mana, terus dia maju dan mundur pula. Gerak geriknya mirip
dengan lidah ular yang dikeluar masukkan. Dan itu berjalan
Pangeran Anggadipati 5 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Darah Dan Cinta Di Kota Medang 11
^