Pencarian

Imbauan Pendekar 12

Imbauan Pendekar Karya Khu Lung Bagian 12


Ia berbaring sendirian di dipan batu ini dan mulai menangis, dan tentu saja, melulu menangis
pun takkan memecahkan persoalan.
Selang sejenak, mendadak ia berhenti menangis dan melompat bangun.
Sinar matanya tampak buram, mukanya kurus pucat, dia seperti habis jatuh sakit keras.
Akhirnya dia mengambil keputusan, ia bertekad akan mati.
458 Mendadak ia menundukkan kepala dan menyeruduk dinding gua sekuatnya.
Dinding gua itu tidak mengalami perataan oleh tenaga manusia sehingga menonjol dan
mendekuk tidak rata, yang menonjol jelas sangat tajam mirip gigi binatang.
Jika diseruduk secara keras seperti Lui-ji sekarang, jelas kepalanya pasti akan pecah dan jiwa
melayang. Di luar dugaan, terjadilah keajaiban!
"Bluk!" Dengan tepat kepala Lui-ji menumbuk dinding, tapi bukan dinding batu melainkan dinding
sesuatu yang terasa halus dingin, juga tidak terlalu keras, rasanya seperti menumbuk lapisan
es yang tipis. Tentu saja Lui-ji terkejut, pelahan ia angkat kepalanya.
Sialan! Kembali ia melihat lagi seraut wajah kaku pucat dan senyuman abadi itu. Nyata tadi
serudukannya ini tepat menyeruduk pada perut Leng-kui.
Leng-kui masih tetap dengan dandanannya yang khas itu, baju hitam ketat, ikat pinggang
merah darah, golok melengkung terselip pada ikat pinggangnya, sekujur badan seolah-olah
memancarkan semacam hawa seram, di bawah cahaya lampu yang hijau redup tampaknya
menjadi lebih mengerikan.
Jilid 16________ Sekilas melihat Lengkui, sukma Cu Lui-ji seakan-akan terbang meninggalkan raganya, ia
menjerit ngeri dan takut, cepat ia memutar balik dan menjatuhkan diri di atas dipan batu.
Ia mendekap mukanya dan tidak berani memandang lagi, tapi suasana di dalam gua sunyi
senyap, tiada suara apa pun.
Lama-lama ia merasa heran, perlahan ia merenggangkan jarinya dan coba mengintip ke sana
melalui sela-sela jari...ia merasa pandangannya tidak terhalang oleh barang apapun, apalagi
makhluk aneh yang menakutkan itu.
Mau tak mau ia menjadi ragu dan menyaksikan apa yang dilihatnya tadi hanya khayalan
belaka. Padahal ia sudah bertekad akan mati untuk menebus kesalahannya.
Maka untuk kedua kalinya ia berbangkit, dengan nekat ia menerjang lagi ke dinding sana.
Akan tetapi, sama juga seperti tadi, yang tertumbuk olehnya tetap benda dingin serupa es tipis
itu, waktu ia menengadah, kembali dilihatnya wajah seram Lengkui sedang menyeringai
padanya. 459 Bedanya sekali ini adalah Lengkui itu telah buka suara, "Lengkui paling takut mati, sebab
itulah iapun tidak menghendaki orang lain mati, lebih-lebih anak perempuan cantik semacam
kau ini." Sedapatnya Lui-ji menabahkan hati, ia mendongak dan berkata, "Tadi jelas-jelas kau tidak
berada dalam goa, mengapa sekarang kau berada di sini" Darimana kau muncul secara
mendadak begini?" Lengkui tertawa, katanya, "Rupanya kau lupa siapa diriku, aku ini Lengkui, setan ajaib, kalau
mau datang segera bisa datang, jika mau pergi seketika dapat pergi. Kalau tidak percaya,
boleh coba kau lihat lagi, sekarang."
Habis berkata, benarlah, mendadak ia menghilang tanpa bekas, seperti telah berubah menjadi
kabut asap yang sukar diraba dan dilihat.
Tapi hanya sekejap kemudian, tahu-tahu Lengkui sudah muncul kembali di bawah remang
cahaya lampu yang seram itu, berdiri di situ dengan tertawanya yang mengerikan itu.
"Jangan tertawa, jangan tertawa" jerit Lui-ji terkejut. "Aku paling takut melihat tertawamu
itu." "Tapi Lengkui hanya bisa tertawa, kalau menangis tambah menakutkan," kata Lengkui tetap
dengan menyeringai. "Jika begitu, lekas pergi kau, lekas enyah!" teriak Lui-ji sambil mengucurkan airmata. "Ku
jemu melihat mukamu, muak melihat cecongormu!".
"Apakah kau tetap ingin mati?" tanya Lengkui.
"Itu urusanku, perduli apa dengan kau" Lekas enyah!" teriak Lui-ji.
"Tapi Lengkui harus perduli, kalau tidak bila kepalamu hancur menumbuk dinding, kan
segalanya bisa runyam?"
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara "grat-gret" di atas gua, suara batu besar digeser.
"Siapa itu di luar?" bentak Lengkui sambil mendongak.
Akan tetapi suasana lantas sunyi senyap, tiada suara jawaban apapun.
Lengkui berpaling dan memandang Lui-ji sekejap, dilihatnya anak dara itu juga lagi pasang
telinga dan mendengarkan dengan cermat, tampaknya juga heran dan terkejut.
Cepat Lengkui melompat keluar gua untuk memeriksa apa yang terjadi. Tapi secara cerdik
mendadak ia mendongak dan menjengek, "Aha, sahabat jangan kau main licik, kau kira
dengan akalmu memancing harimau meninggalkan sarangnya, lalu dengan leluasa akan kau
tolong anak dara ini dan dibawa lari. Tapi nyatalah salah besar perhitunganmu, kaupun salah
sasaran, sebab selamanya Lengkui tidak dapat ditipu."
460 "Bagus, jika begitu, biarlah ku turun ke situ dan coba-coba menempur kau," mendadak
seseorang menanggapi dengan suara ketus dibagian atas sana.
Tidak kepalang girang Lui-ji, sebab segera dikenalnya suara itu, jelas itu suara Hong Sam,
Hong saceknya. Pada saat itulah sekonyong-konyong menyambar tiba angin kencang, pelita minyak yang
guram itu hampir saja padam, lalu terang lagi. Habis itu didalam gua tahu-tahu sudah
bertambah satu orang lagi.
Memang betul, Hong Sam telah muncul di situ.
"Sacek!....." teriak Lui-ji dengan kegirangan meski air mata pun bercucuran.
Segera ia bermaksud menubruk ke pelukan Hong Sam, akan tetapi Lengkui telah
merintanginya sambil menyeringai.
"Creng", Hong Sam melolos pedangnya.
"Lekas kau lepaskan dia dan akan kubawa pergi dia, kalau tidak, kau yang akan kubinasakan."
bentak Hong Sam sambil menuding Lengkui.
"Hahaha, rupanya kau hendak menipu diri sendiri," jengek Lengkui, bukankah kau tahu
dengan jelas, Lengkui tidak mungkin mati, selamanya Lengkui tak dapat dibunuh mati."
Lui-ji sangat cemas dan gelisah, iapun lupa akan rasa takut, "bret", mendadak ia merangkul
Lengkui dari belakang sambil berteriak, "Lekas, Sacek, lekas turun tangan, tabas kepalanya."
Tanpa ayal Hong Sam angkat pedangnya dan menabas.
"Crat!" pedang Hong Sam bekerja secepat kilat, dan kepala Lengkui lantas menggelinding ke
tanah di bawah berkelebatnya sinar pedang.
Tapi aneh benar, meski kepala sudah jatuh di tanah, senyuman pada wajahnya itu tetap tidak
berubah, masih menyeringai terhadap Cu Lui-ji.
Tidak kepalang takut Lui-ji, ia menjerit dan menubruk ke dalam rangkulan Hong Sam.
Sambil menepuk bahu anak dara itu, Hong Sam berkata, "Lekas, kita harus cepat
meninggalkan tempat ini."
Lui-ji mengangguk dengan rada gemetar, nyata rasa takutnya belum lagi hilang.
Segera Hong Sam menarik Lui-ji dan melompat keluar gua, di luar dugaan, mendadak
sesosok bayangan hitam sudah menghadang lagi dimulut gua.
Kaget mereka tidak terperikan ketika bentuk penghadang jalan itu dapat dilihat jelas oleh
mereka. 461 Bajunya yang ringkas ketat berwarna hitam dengan ikat pinggang berwarna merah darah,
terutama wajahnya yang seram dan selalu menyeringai itu.
Siapa lagi dia kalau bukan Lengkui" Padahal jelas-jelas kepala Lengkui tadi sudah tertabas
putus. Hong Sam menyurut mundur dua-tiga tindak, ia tuding Lengkui dan membentak, "Kepalamu
tadi....." "Kepalaku berada di sini!" jawab Lengkui sambil menuding kepala sendiri dan menyeringai
sehingga kelihatan baris giginya yang putih, "Kepala Lengkui selalu tumbuh di atas lehernya,
memangnya kau kira kepala Lengkui mudah dipenggal" Haha, apa yang kau lihat tadi tidak
lebih hanya khayalan belaka."
Mau-tak-mau Hong Sam jadi melengak, menghadapi makhluk yang tak dapat dibunuh mati
selama ini, sungguh ia kehabisan akal dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya lagi.
Hong Sam coba membawa lari Lui-ji dengan Gingkangnya yang tinggi, tapi usahanya tetap
gagal, Lengkui tetap masih membayanginya dari belakang, tetap sukar melepaskan diri dari
kejarannya. Dalam keadaan demikian, meski menyadari ilmu pedangnya juga tiada gunanya menghadapi
makhluk yang serba aneh ini, terpaksa Hong Sam melakukan segala apa yang dapat
dilakukannya dengan harapan akan timbul keajaiban dan akhirnya dapat melepaskan diri dari
penguntitan lawan. Ilmu pedang Hong Sam sekarang sudah mencapai tingkatan yang paling sempurna,
tertampaklah sinar pedang gemerlapan berkelebat ke sana sini, hanya sekejap saja Lengkui
sudah terkurung rapat di bawah sinar pedangnya.
Akan tetapi Lengkui tetap melayani ilmu pedangnya dengan cekatan, iapun memutar
goloknya dengan sama kencangnya. Bahkan jika kewalahan, iapun tidak segan-segan
menerima tusukan dan tebasan pedang Hong Sam.
Melihat pertarungan yang berlangsung dengan sengit itu, Lui-ji juga cukup cerdik, pada
waktu Lengkui harus melayani serangan Hong Sam, diam-diam ia menggeser ke samping,
lalu kabur ke bawah gunung secepat terbang.
Tapi meski sedang bertempur sengit, Lengkui tetap sempat berkata, "Hah, kau ingin lari di
depan hidung Lengkui" Hm, sungguh kau terlalu meremehkan Lengkui."
Baru habis ucapannya, seketika bayangan Lengkui lantas lenyap di bawah kurungan sinar
pedang Hong Sam, tahu-tahu Lengkui sudah menghadang pula di depan Lui-ji.
Dalam keadaan demikian, ngeri juga Hong Sam, makin lama bertempur makin seram rasanya.
Sekarang timbul semacam pikirannya yang melemahkan semangat, jelas Lengkui tidak dapat
ditumpas, dalam hal ini berarti pula selamanya Lui-ji tak bisa ditolong, biarpun Tangkwiksiansing
datang sendiri juga tak berdaya.
462 Lalu dengan cara bagaimana agar Lengkui dapat dibasmi" Apakah tidak ada jalan lain lagi"
Betapapun Hong Sam juga tahu untuk menumpas Lengkui, yang utama harus menundukkan
dulu Ki Pi-ceng yang mengendalikan Lengkui ini.
Akan tetapi ia menyadari kekuatan sendiri hanya dengan ilmu pedangnya jelas bukan
tandingan Ki Pi-ceng alias Bak-giok Hujin.
Mendadak didengarnya Lui-ji menjerit, "Tolong... Sa ... Sacek ... tolong!..."
Kiranya waktu itu Lui-ji lagi berusaha lari, tapi telah kena dibekuk oleh Lengkui dengan cara
seperti elang mencengkeram anak ayam. Bahkan dengan kecepatan luar biasa anak dara itu
terus dibawa lari ke atas gunung.
Keruan Hong Sam terkejut, sekuatnya ia mengerahkan Ginkangnya dan menguber kesana.
Akan tetapi sayang Hong Sam memang cepat. Lengkui ternyata terlebih cepat, seperti angin
puyuh saja, hanya dalam sekejap bayangannya sudah hilang tanpa bekas.
Kembali Hong Sam melengak.
Sayup-sayup ia mendengar suara tangisan Lui-ji dari kejauhan suaranya sangat kecil, baru
terdengar segera hilang pula terbawa angin sehingga sukar baginya untuk menemukan
arahnya yang pasti. Dengan cemas Hong Sam memandang sekelilingnya sambil berlari.
Angin meniup kencang, malam tambah kelam tiada terlihat sesuatu yang mencurigakan, juga
tidak mendengar sesuatu suara apa pun.
Semakin gelisah hati Hong Sam, perasaannya tertekan dan mirip terjerumus ke dalam jurang
yang tak terhitung dalamnya.
Pada saat itulah, ditengah tiupan angin terdengar suara Ki Pi-ceng, "Hong-sam siansing,
apakah tidak kau rasakan agak kurang sopan main seruduk dan terjang tanpa aturan di
tempatku ini?" Hanya terdengar suaranya, tapi tidak kelihatan orangnya.
"Ki-hujin," seru Hong Sam dengan suara lantang. "Kuharap kau perlihatkan dirimu dan bicara
berhadapan denganku."
"Hm, apakah kau kira hal ini perlu?" jawab Ki Pi-ceng sambil mendengus.
"Sudah tentu perlu," kata Hong Sam, "Kuharap kau mau menjelaskan apa alasanmu menahan
Lui-ji?". "Alasannya sangat sederhana," kata Ki-Pi-ceng, "Karena ku kuatir Ji-kongcu tidak menepati
janji menurut waktu yang telah ditentukan"
463 Hong Sam menjengek, "Hm, dengan nama kebesaran Ki-hujin di dunia persilatan sekarang,
tapi perlu menahan seorang anak perempuan sebagai sandera, apakah tindakanmu ini takkan
ditertawakan orang Kangouw?"
"Inipun perlu melihat keadaan dan persoalannya," jawab Ki Pi-ceng. "Sekarang kuperlakukan
Cu Lui-ji sebagai tamu, sama sekali tidak kuperlakukan dia dengan kasar dan juga tidak
mengganggu seujung rambutnya, kenapa mesti takut ditertawakan orang lain" Apalagi ...."
"Apalagi segala perbuatanmu yang busuk sudah diketahui umum," tukas Hong Sam. "Apa
artinya jika sekarang kau lakukan lagi beberapa perbuatan busuk lainnya. Begitu bukan?"
Ki Pi-ceng tertawa, katanya, "Baiklah, anggaplah kau benar. Dan kalau kau tahu
persoalannya, sekarang lekas kau pergi saja. Asalkan Ji-kongcu sudah menepati janji, tentu
anak dara itu takkan kuganggu."
"Baiklah," teriak Hong Sam dengan gemas, semoga ucapanmu dapat dipercaya, kuberani
menjamin Ji Pwe-giok pasti akan menepati janji pada waktunya nanti."
Habis berkata, sekali melayang pergi, maka sekejap saja sudah menghilang.
***** Tepat lohor, sang surya memancarkan cahayanya yang panas.
Di atas puncak gunung muncul sesosok bayangan putih melayang kian kemari melintasi
lereng dan menyusuri selat, setelah melayang sekian lamanya, akhirnya bayangan putih itu
hinggap di sebuah tanah yang datar dipinggang gunung.
Itulah seorang pemuda berbaju putih, siapa lagi kalau bukan Ji Pwe-giok.
Dia berdiri tegak di tanah datar itu dan memandang sekelilingnya dengan sinar mata yang
tajam. Sunyi senyap suasana di sekitarnya.
Pegunungan ini tandus, gundul, tiada tetumbuhan apapun, yang terlihat hanya batu padas
belaka, di sana sini di kaki bukit sana berserakan gundukan pekuburan.
Sampai sekian lama Ji Pwe-giok memandang sekitarnya dengan cermat, tapi tiada
menemukan sesuatu yang mencurigakan, musuh ternyata tidak memasang perangkap apapun.
Hal ini rada di luar dugaan Pwe-giok, bahwa Ki Pi-ceng telah berjanji padanya akan
menyelesaikan segala persoalan pada lohor ini, adalah aneh kalau tidak melakukan persiapan
dan penjagaan seperlunya.
Pada saat Ji Pwe-giok merasa sangsi itulah, dari kaki gunung kembali muncul tiga sosok
bayangan kelabu, semuanya menggunakan Ginkang yang tinggi, secepat terbang mereka
berlari, hanya sekejap saja mereka sudah mendekati Ji Pwe-giok dan berdiri tegak
disampingnya. 464 Ketiga orang ini adalah kedua Tangkwik bersaudara dan Hong-samsiansing.
Tangkwik Ko tidak lupa membawa kucing hitam kesayangannya, binatang itu dipondongnya
dan dibelai bulunya. "Anak muda," tegur Tangkwik-siansing kepada Pwe-giok, "Apakah kau periksa dengan teliti
keadaan di sekeliling sini?"
"Sudah, sudah ku periksa," jawab Pwe-giok, "tapi tidak kutemukan sesuatu yang
mencurigakan" Tangkwik siansing berkerut kening, katanya, "Wah, kalau begitu kita harus tambah hati-hati,
bisa jadi mereka bertiga sedang main gila dan mengatur sesuatu."
Pwe-giok mengangguk, lalu ia berseru dengan suara lantang ke atas puncak, "Ji Pwe-giok
telah datang menurut waktunya, silahkan kalian keluar saja."
Baru senyap suaranya, segera sesosok bayangan orang muncul di puncak gunung, itulah dia Ji
Hong-ho gadungan alias Ji Tok-ho.
Menyusul dari balik batu karang sana melayang keluar pula Ki Go-ceng dan Ki Pi-ceng,
keduanya melayang secepat terbang menuju ke sini.
Dengan suara tertahan Tangkwik-siansing mendesis, "Kau tahu, di atas gunung ini tidak
sedikit liang tikus, dari liang tikus itulah mereka muncul."
Tidak lama, Ki Go-ceng dan Ku Pi-ceng telah melayang tiba di hadapan mereka.
Dengan sorot mata tajam Ki Pi-ceng memandang Ji Pwe-giok, ucapnya, "Apakah masih ingat
apa yang kukatakan padamu, di lorong bawah tanah sana ?"
"Maksudmu tentang perintahmu agar kubunuh Tangkwik-siansing?" tanya Pwe-giok.
"Ya, kecuali itukan masih ada urusan lain lagi," kata Ki Pi-Ceng.
"Tentu saja kuingat dengan baik," ujar Pwe-giok, "kalau saja permainan sandiwara suamimu
yang pura-pura sudah mati itu tidak terbongkar dan juga catatan dalam buku Giam-ong ceh
yang cukup terang dan gamblang itu, mungkin sampai saat ini aku tetap tidak dapat
membedakan siapa kawan dan siapa lawan.
"Hm," dengus Ki Pi-ceng, "kau masih muda belia, apakah urusan Giam ong ceh itu tidak kau
rasakan sebagai tindakan yang keterlaluan?"
"Tapi kalau dibandingkan dengan cara kalian mengerjai ayahku yang kini sudah almarhum,
kukira masih selisih sangat jauh," jawab Pwe-giok dengan ketus.
"Juga tidak kau pikirkan bahwa perbuatanmu itu akan menimbulkan rasa gusar setiap orang
bulim yang bersangkutan?" jengek pula Ki Pi-ceng.
465 "Sudah barang tentu telah kupikirkan," kata Pwe-giok, "demi kebenaran dan keadilan,
hakekatnya tidak pernah kupikirkan apa akibatnya."
"Ya, apapun juga, lebih dulu harus kukagumi kegagahanmu dan keberanianmu," kata Ki Piceng.
"Tapi, sekarang dosamu sudah tak terampunkan, hari ini juga tidak dapat kau lolos dari
peradilan umum." "Justru kuharap akan mendapatkan peradilan umum," ujar Pwe-giok dengan tersenyum,


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"cuma, segala urusan kalau sudah ada prasangka, tentu juga perlu dipikirkan kemungkinan
yang paling buruk. Untuk itu kukira Ki-hujin sudah memahami maksudku."
"Maksudmu, apa bila hari ini kami tidak dapat mengalahkan kau, lalu apa yang harus kami
lakukan, begitu?" tanya Ki Pi-ceng.
"Betul," jawab Pwe-giok.
Ki Pi-ceng mendengus, "Hm, itu kan urusan kami dan tidak perlu kau kuatir."
Sampai di sini ia lantas berpaling ke arah Tangkwik siansing dan berkata padanya, "Pokoknya
urusan hari ini adalah perkara yang harus diselesaikan secara tuntas, betul tidak, Tangkwiksiansing?"
"Tentu saja," jawab Tangkwik-siansing, "memangnya kau kira aku sudah pikun sehingga
tidak dapat melihat keadaan?"
"Sebab itulah pada saat terakhir masih ingin ku peringatkan padamu, mudah-mudahan kau
tidak terlibat dalam perkara yang tidak enak ini, hendaklah camkan dengan baik," kata Ki Piceng.
"Aku tidak perlu pikir, juga tidak perlu mencamkan apa pun," jawab Tangkwik-siansing,
"pendek kata, urusan ini sudah pasti aku akan ikut campur."
"Baiklah jika begitu," kata Ki Pi-ceng, "Yang pasti hari ini tiada satupun diantara kalian yang
dapat lolos." Tangkwik-siansing tertawa lebar, katanya "Orang tua semacam diriku ini masakan dapat
digertak, kau kira ucapan Ki-hujin barusan ini agak terlalu berlebihan."
Ki-Pi-ceng mendengus dan tidak menghiraukannya lagi. Ia berpaling dan memberi isyarat
tangan kepada Ji Hong-ho gadungan yang berdiri diatas puncak sana.
Seketika Ji Hong-ho gadungan alias Ji Tok-ho mengibarkan sebuah panji dan diayun tekanan
dan ke kiri. Itulah panji kebesaran Bu lim-bengcu, ketua perserikatan dunia persilatan, panji kebesaran
hanya digunakan pada waktu perlu memberi perintah kepada para jago dunia persilatan. Panji
ini mewakili kekuasaan Bu-lim-bengcu, pada waktu panji itu berkibar dan digoyangkan,
setiap jago silat harus tunduk dan menurut perintah, disuruh matipun tidak boleh menolak.
466 Dalam sekejap itu, berbareng dengan berkibarnya panji kebesaran itu, serentak terompetpun
berbunyi sahut menyahut di sana sini, suasana pegunungan yang tadinya sunyi serentak
bergemuruh dengan munculnya jago silat yang tak terhitung banyaknya, mereka muncul
secara aneh seperti badan halus saja, entah muncul dari mana, jumlahnya tampaknya tidak
kurang daripada tiga-empat ratus orang.
Jago silat yang muncul ini sangat lengkap, meliputi para ketua dari ke-13 aliran besar dunia
persilatan yang dahulu ikut hadir dalam pertemuan besar Wi-ti-tayhwe, inilah adegan paling
ramai semenjak pertemuan Wi-ti dahulu.
Air muka Ki-Pi-ceng menampilkan perasaan senang dan bangga, katanya, "Nah sudah kau
lihat sendiri bukan, Tangkwik-siansing" Dalam keadaan demikian, bagaimana akibatnya nanti
tentu dapat kalian bayangkan sendiri."
Tangkwik-siansing mengelus jenggotnya yang lebat itu, katanya seperti berguman, "Wah,
tampaknya pengaruh kalian masih cukup besar juga, sungguh sangat mengejutkan."
"Bisa jadi kau akan menyesal nanti," ujar Ki Pi-ceng, "tapi akupun merasa menyesal bagimu,
sebab sekarang pun sudah terlambat"
Habis berkata, panji kebesaran Bu-lim tadi diayun pula berapa kali.
Inilah tanda memberi perintah agar para jago Bu-lim siap bergerak, atau dengan perkataan
lain perintah melancarkan serangan, hanya boleh maju dan tidak boleh mundur.
Diam-diam pihak Ji Pwe-giok sendiri sama terkejut. Apabila kawanan jago Bu-lim itu
bergerak serentak dan membanjir tiba, sungguh sukar dibayangkan entah betapa akan terjadi
banjir darah. Akan tetapi, kejadian di luar dugaan telah timbul.
Jago silat yang muncul membanjiri lereng pegunungan itu ternyata tidak memperdulikan
tanda kibaran panji kebesaran itu, semuanya anggap sepi saja, seperti kedatangan mereka
hanya untuk menonton keramaian saja dan tiada sangkut paut apapun dengan keadaan ini,
Dengan kuat Ji Tok-ho telah mengayun panjinya lagi dengan lebih keras sehingga
menimbulkan suara menderu.
Akan tetapi, biarpun Ji Tok-ho telah mengerahkan segenap tenaga dalamnya sehingga panji
itu hampir saja tergetar patah, namun para jago silat yang muncul itu tetap tidak
menggubrisnya. Mendadak Ji Tok-ho menggulung panjinya dan meraung gusar, "Kurang ajar! Kalian berani
membangkang terhadap perintah Bu-lim-bengcu dan meremehkan panji kebesaran ini?"
Keras suaranya dan mendengung-dengung sampai sekian lama diangkasa pegunungan, tentu
saja dapat didengar oleh setiap orang.
Namun semua orang tetap tidak menghiraukan teriakan Ji Tok-ho itu, sejenak kemudian
bahkan seorang menanggapi dengan suara lantang ditengah orang banyak itu.
467 "Tapi sayang, kau bukan Hong-ho Lojin yang tulen melainkan Ji Tok-ho, adiknya yang sudah
diusir dan terkenal sebagai bandit It-ko-yan di gurun pasir, malahan kau rela menjadi boneka
Ki Go-ceng dan Ki Pi-ceng suami-istri. Setelah kami tahu duduknya perkara dan dapat
membongkar rahasia dirimu yang sebenarnya, memangnya kau kira kami masih dapat kau
perintah dan kau peralat sesukamu?"
Seketika Ji Tok-ho melenggong dan tidak sanggup bersuara.
Ki Pi-ceng dan Ki Go-ceng juga melengak dengan air muka pucat, entah kejut entah gusar,
yang jelas tubuh mereka agak gemetar.
Semua ini menandakan bahwa segala urusan Kangouw yang misterius dan serba rahasia,
namun kebenaran dan keadilan selalu hidup dengan abadi, pada detik yang paling gawat
kebenaran dan keadilan pasti akan muncul.
Tidak kepalang terharu Ji Pwe-giok, emosinya bergolak, air matanya bercucuran, sudah cukup
lama ia menderita, sudah kenyang ia tersiksa lahir dan batin, dan baru sekarang semua siksa
derita itu mendapatkan keadilan.
Tangkwik-siansing mengelus jenggotnya, sambil bergelak tertawa, katanya, "Nah, Ki-hujin,
perubahan yang luar biasa ini bukan saja bagiku, bahkan juga sangat diluar dugaanmu
bukan?" Ki Pi-ceng mendengus, katanya "Hm, kaupun tidak perlu bergembira dulu, kecuali darah Bakgiok
Hujin berhamburan di sini, berapapun utang-piutang ini tetap harus ku tuntut dan perlu
diselesaikan secara tuntas."
Mendadak Ki Go-ceng meraung murka, ia menubruk maju terus menghantam Tangkwiksiansing
sepenuh tenaga. Tangkwik-siansing tidak menangkis juga tidak balas menyerang, ia melayang mundur cukup
jauh, matanya yang kecil bulat itu mendelik, ejeknya "Eh, anak kecil, utang piutang ada yang
bertanggung jawab, kalau sekarang anak muda ini sudah tampil sendiri, mengapa diriku yang
kau jadikan sebagai sasarannya?"
Ucapan Tangkwik-siansing ini membikin Ki Go-ceng melengak dan serba salah.
Pwe-giok lantas melangkah maju dan berkata, "Ucapan Tangkwik-locianpwe memang betul,
yang bertanggung-jawab dalam urusan ini ialah diriku, silahkan kau serang saja padaku."
Ki Go-ceng menyeringai, ucapnya, "Baik, tidak nanti kumampuskan kau sekarang juga, pasti
akan kubawa kau kembali ke gua dan akan ku kerjai kau di sana, tempo hari aku telah satu
kali kehilangan kesempatan, sekali ini tidak nanti kusia-siakan lagi."
Habis berkata, mendadak kedua tangannya menolak ke depan, begitu keras tenaga pukulannya
sehingga menimbulkan deru angin yang dahsyat, kontan ia hantam lawan tanpa kenal ampun
lagi. 468 Akan tetapi Pwe-giok sudah siap, segera ia sambut pukulan orang, kedua telapak tangannya
juga mendorong ke depan. "Blang!" Dua tenaga tak kelihatan beradu dan menimbulkan getaran dahsyat......
Apa yang itu hanya berlangsung dalam sekejap saja, terdengar jerit ngeri Ki Go-ceng seperti
layangan yang putus benangnya, tubuhnya mencelat ke sana dan jatuh terjungkal beberapa
meter jauhnya dengan tumpah darah dan binasa.
Pada waktu putus napasnya dia masih juga mendelik, seakan-akan merasa penasaran mati
terkena pukulan Ji Pwe-giok itu.
Seketika Ki Pi-ceng berdiri melenggong, terkesima seperti mendengar bunyi geledek disiang
bolong. Meski resminya dia dan Ki Go-ceng adalah saudara sekandung, tapi juga ada hubungan erat
sebagai suami-istri, tentunya pedih hatinya menyaksikan kematian Ki Go-ceng yang
mengerikan itu. Tapi ketenangannya sungguh luar biasa dan mengherankan, kecuali kelihatan pundaknya
gemetar sejenak, sama sekali tidak ada pergolakan perasaan lagi.
Dia pandang Ji Pwe-giok dengan penuh rasa benci dan dendam, ucapnya, "Baru berpisah
beberapa hari, ternyata kau sudah lain daripada dulu agaknya Bu-siang-sin-kang sudah
berhasil kau kuasai."
Betul, semua ini berkat bantuan Tangkwik-lociapwe," jawab Pwe-giok.
"Wah, anak muda," teriak Tangkwik-siansing "masa sengaja kau alihkan urusanmu kepadaku,
kalau dia marah padaku dan mendadak melancarkan serangan dengan ilmu kebanggaannya
Sian-thian-ceng-gi, sekali pukul aku bisa dibuatnya mencelat."
Pwe-giok dapat menangkap maksud ucapan si kakek, yaitu sama dengan memperingatkan dia
agar waspada terhadap serangan mendadak Ki Pi-ceng.
Benar juga, seperti apa yang diduga Tangkwik-siansing, pada saat itu Ki Pi-ceng telah
mengerahkan tenaga dalam Sian-thian-ceng-gi, dengan dahsyat ia hantam Pwe-giok.
Akan tetapi karena lebih dulu sudah diperingatkan oleh Tangkwik-siansing, diam-diam Pwegiok
sudah siap, segera ia sambut serangan lawan.
"Blang", terjadi benturan keras antara dua tenaga yang maha dahsyat, suara yang menggelegar
memekak telinga. Adu kekuatan ini jelas tidak sama dengan serangan Ki Go-ceng tadi.
Sian-thian-ceng-gi dan Bu-siang-sin-kang adalah tenaga dalam yang sama-sama maha
dahsyat, kekuatan benturan itu sungguh luar biasa seakan-akan menggoncang bumi, getaran
469 yang timbul juga sangat hebat dengan arusnya yang menyerupai angin lesus, debu pasir
bertebaran meliputi belasan meter di sekitar situ.
Perlahan kabut debu mulai buyar, di tengah kabut yang mulai menipis itu kelihatan dua sosok
bayangan yang sama bergoyang-goyang berdiri Pwe-giok tampak kurang mantap, sebaliknya
Ki Pi-ceng merasa darah dalam rongga dadanya bergolak dan seakan-akan menumpah keluar.
Tangkwik-siansing menyaksikan itu dengan tertawa lebar.
Meski sedapatnya Ki Pi-ceng bersikap tenang dan berlagak seperti tidak terjadi apapun, tapi
tidak urung sorot matanya menampilkan juga rasa kejut luar biasa.
Sungguh sukar untuk dipercaya bahwa yang dihadapinya adalah Ji Pwe-giok yang dilihatnya
beberapa hari yang lalu. Tidaklah mengherankan jika dalam waktu yang sesingkat ini Pwegiok
berhasil meyakinkan Bu-siang-sin-kang, yang sukar dimengerti adalah dalam waktu
sesingkat ini dia sudah memiliki kekuatan sehebat ini, bagi orang lain hal ini tidak mungkin
terjadi tanpa melalui latihan selama berpuluh tahun lamanya.
Sian-thian-ceng-gi, ilmu kebanggaan Ki Pi-ceng sebelum ini boleh dikatakan jarang ada
tandingannya di dunia persilatan kecuali seorang dua orang saja diantaranya Tangkwiksiansing
yang dapat melawannya, tapi sekarang dia benar-benar ketemu lagi seorang lawan.
Pada saat itulah, sekonyong-konyong terdengar suara orang membentak murka dari kejauhan,
sesosok bayangan kelabu melayang tiba dari puncak gunung, hanya sekejap saja bayangan itu
sudah hinggap di depan Ki Pi-ceng.
Nyata pendatang ini bukan lain daripada Ji Tok-ho adanya.
Dia telah kehilangan wibawa sebagai Bu-lim-bengcu, perintahnya tidak diturut lagi oleh jago
persilatan, tentu saja ia menjadi kalap, matanya merah membara, dengan sorot mata beringas
ia mendelik Ji Pwe-giok. "Eh, tidak perlu kau bersikap sebuas itu," ejek Tangkwik-siansing dengan tertawa. "Jelekjelek
anak muda itu sudah banyak membantu padamu, selayaknya kau berterima kasih
padanya." Mendadak Ji Tok-ho berpaling dan mendamprat, "Tua bangka, apa maksud ucapanmu ini?"
Tangkwik-siansing menuding mayat Ki Go-ceng, lalu berkata pula, "Anak muda itu telah
membinasakan sainganmu, selanjutnya kau dapat menggantikannya sebagai anggota keluarga
Ki, hubunganmu dengan Ki-hujin tidak perlu lagi dilakukan secara gelap-gelapan."
Rupanya perkataan Tangkwik-siansing itu terlalu menyinggung perasaan, Ki Pi-ceng tidak
tahan lagi dia lantas menyerang.
Karena Tangkwik-siansing dan Ki Pi-ceng telah bergebrak, "creng", segera Ji Tok-ho juga
melolos pedangnya. "Sret-sret-sret", kontan pedangnya berputar dan melancarkan beberapa kali tebasan ke arah
Pwe-giok. 470 Sekarang dia telah kembali lagi kepada kebuasannya sebagai bandit "It-ko-yan" digurun pasir,
dia menyerang dengan kalap seakan-akan Ji Pwe-giok hendak diganyangnya mentah-mentah
kalau bisa. Sampai belasan kali Pwe-giok harus berkelit kesana dan mengegos ke sini, lalu sempat
meloloskan pedangnya. Serentak ia putar pedangnya, dengan jurus "Boan-thian-sing-tau" atau bintang bertaburan
memenuhi langit, tertampak cahaya pedang gemerlapan memburu ke arah musuh.
Seketika bergemuruhlah suara sorakan orang banyak. Beratus pasang mata sama tertarik oleh
pertarungan sengit yang mendebarkan hati ini, semuanya mengikuti pertempuran maut itu
dengan menahan napas, suasana sunyi senyap sehingga deru angin yang ditimbulkan oleh
sambaran pedang terdengar dengan jelas.
"Sret-sret, sret-sret-sret" sinar pedang sambar-menyambar.
Lambat-laun dua gulung cahaya pedang seolah-olah terbaur menjadi satu dan terbentuk sinar
tirai pedang yang tebal. Ditengah tirai sinar pedang itu samar-samar hanya kelihatan dua
sosok bayangan yang bergeser kian kemari dan sukar lagi dibedakan mana bayangan Ji Tokho
dan Ji Pwe-giok. Sekonyong-konyong ditengah tabir sinar pedang itu terdengar suara nyaring.
Suaranya melengking seperti bunyi ular naga, tertampak sejalur sinar putih menjulang tinggi
ke angkasa, bayangan orang dibalik tabir cahaya pedang lantas terpencar. Pedang yang
dipegang Ji Tok-ho ternyata sudah terkutung, hanya tinggal tangkainya saja yang terpegang,
ia berdiri melenggong dengan mandi keringat.
Rupanya dalam sekejab tadi Ji Pwe-giok telah menggunakan tenaga sakti Bu-siang-sin-kang,
kalau tidak, sukar untuk menggetar patah pedang Ji Tok-ho yang juga tidak kurang lihainya
itu. Agaknya tenaga dalam antara Siau-thian-ceng-gi Ki Pi-ceng dan Bu-siang-sin-kang
Tangkwik-siansing sukar ditentukan unggul dan asor, maka pertarungan kedua orang itu
sudah berhenti dan sedang mengawasi hasil pertarungan sebelah sini.
Saat itu tiada seorangpun yang bersuara, semuanya terkesima sehingga suasana sunyi senyap.
"Tangkap pedang ini," tiba-tiba Pwe-giok melemparkan pedangnya ke depan Ji Tok-ho.
Lalu dengan penuh rasa pedih dan gemas anak muda itu berkata pula, "Kutahu engkau adalah
pamanku, tapi tindak-tandukmu, perbuatanmu, telah merusak nama baik keluarga Ji yang
sudah turun temurun."
Kedua mata Ji Tok-ho tampak merah, seperti orang kalap, ia hanya mendelik dan tidak
bersuara. 471 Pwe-giok lantas berkata pula, "Mengingat leluhur keluarga Ji, baik atau jelek kau adalah
keturunan orang she Ji dan masih terhitung pamanku, maka aku tidak dapat turun tangan
membunuhmu, sekarang kuberikan pedangku, dan boleh kau bereskan dirimu sendiri."
Air muka Ji Tok-ho tampak berubah, sebentar merah, sebentar pucat dan saat lain menjadi
hijau, siapapun tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya dan apa yang hendak dilakukannya.
Suasana menjadi hening, tiada seorangpun bersuara, semuanya menahan napas dan ingin tahu
apa kelanjutan daripada pertunjukan ini dan bagaimana pula akhirnya.
Akhirnya Ji Tok-ho menjemput pedang di depannya dengan perlahan.
Sekonyong-konyong pada saat Ji Pwe-giok tidak berjaga-jaga, mendadak ia menubruk maju,
secepat kilat pedangnya menusuk.
Serentak bergema teriakan kaget orang banyak, suasana rada gempar.
Serangan yang dilakukan Ji Tok-ho sangat cepat, yang digunakan juga jurus maut yang sukar
diduga. Ji Pwe-giok sendiri tidak siap siaga, maka banyak yang menduga anak muda itu pasti
akan termakan tusukan Ji Tok-ho, semuanya berkuatir baginya.
Di bawah berkelebatnya sinar pedang, terdengar Pwe-giok mendengus tertahan. Berbareng itu
semua orang merasakan serangkum angin maha dahsyat menumbuk ke bahu kanan Ji Tok-ho,
apa yang terjadi ini hanya berlangsung dalam sekejap saja, sedetik kemudian lantas berakhir.
Rupanya ada orang yang ikut turun tangan, ialah Tangkwik-siansing.
Ia merasa Ji Pwe-giok takkan sempat menghindarkan serangan licik Ji Tok-ho itu, mau tak
mau ia harus turun tangan menolongnya, maka cepat ia melancarkan pukulan Bu-siang-sinkang.
Tenaga Bu-siang-sin-kang tak terperikan hebatnya, Ji Tok-ho tergetar hingga terhuyunghuyung
ke belakang, dan karena itu pula Ji Pwe-giok hanya terluka ringan oleh sergapan Ji
Tok-ho itu, hanya lengannya luka tertusuk.
Mata Tangkwik-siansing yang kecil bulat itu melototi Ji Tok-ho dengan sorot mata tajam,
bentaknya: "Ji Tok-ho, sungguh bagus seranganmu ini, jika kau berani mengaku sebagai
seorang ksatria, maka selayaknya lekas kau bunuh diri sekarang juga"
Kedua mata Ji Tok-ho merah seakan-akan menyemburkan api, katanya sambil menyeringai:
"Hmm, kau kira aku akan mati begitu saja menurut kehendakmu" Andaikan mati, perlu juga
kucari dua orang pengganjal punggungku, dan orang pertama yang ku penujui ialah dirimu
ini." "Haha, bagus, bagus sekali!" seru Tangkwik-siansing sambil bergerak: "memangnya akupun
ingin memberi bantuan kepada anak muda ini, sekarang kau yang minta aku turun tangan,
biarlah kuwakilkan dia memberantas manusia tidak tahu malu dan sampah dunia kangouw
macam kau ini" 472 Ji Tok-ho tertawa latah, teriaknya: "Hehe, baik juga, akan kukabulkan kehendakmu supaya
lekas kau naik surga"
Baru habis ucapannya, kembali ia berputar, sekaligus pedangnya ikut bekerja terus menabas
ke atas kepala Tangkwik-siansing.
Kakek kecil itu melayani musuh dengan bertangan kosong, tapi sedikitpun dia tidak berani
gegabah. "Sret-sret-sret", Ji Tok-ho melancarkan beberapa kali serangan maut, ia tahu pertarungan ini
menentukan mati dan hidupnya, sebab itulah segenap kepandaiannya telah dikeluarkannya.


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam sekejap itu sinar pedang berhamburan, angin pukulan menderu, kedua orang samasama
melancarkan serangan mematikan.
Terdengar pula gemuruh orang menjerit kaget.
"Ciatt", .... "Blang" dan "Bluk"
Seketika terdengar pula suara ramai di sana sini, suara yang berbeda.
Inilah hasil serangan maut kedua orang yang dilontarkan, akibatnya jubah kelabu Tangkwiksiansing
tertabas robek lengan bajunya, tapi tidak terluka, sebaliknya Ji Tok-ho dengan telak
terkena pukulan si kakek, tenaga pukulan Bu-siang-sin-kang yang dahsyat itu telah membikin
Ji Tok-ho mencelat jauh ke sana, darah segar tersembur dari mulutnya, belum lagi terbanting
jatuh ke tanah sudah mati lebih dulu dengan isi perut hancur lebur.
Serentak terdengar suara sorak-sorai gemuruh di lereng pegunungan itu.
Ji Pwe-giok berdiri tegak dengan melenggong, tak keruan perasaannya dan sukar untuk
dijelaskan. Pada saat itulah, sekonyong-konyong Ki Pi-ceng melayang pergi, dengan gerakan It-ho ciongthian
atau burung bangau terbang ke langit, ia melayang tinggi ke depan sana untuk kemudian
terus meluncur ke bawah gunung.
Cepat Tangkwik-siansing berteriak dengan kuatir: "Jite, hendaklah kau temani anak muda ini
pergi mencari Lengkui, anak dara she Cu itu masih berada dalam cengkeramannya dan
mungkin jiwanya terancam bahaya"
Ji Pwe-giok dan Tangkwik Ko mengiakan bersama, segera mereka berlari pergi ke arah gua di
bawah tanah sana. Sedangkan Tangkwik-siansing dan Hong Sam juga lantas melayang secepat terbang ke sana,
mereka mengejar ke arah larinya Ki Pi-ceng. Betapapun mereka tidak dapat membiarkan Ki
Pi-ceng lolos begitu saja.
Para jago Bu-lim yang ikut menyaksikan pertarungan sengit itu kini secara otomatis telah
terpecah menjadi dua kelompok, yang satu kelompok ikut pergi bersama Ji Pwe-giok,
473 sedangkan kelompok lain ikut Tangkwik-siansing, semuanya ingin menyaksikan pula
bagaimana akhir dari permainan yang belum tamat ini.
***** Batu besar yang menutup mulut gua di bawah tanah itu sangat menyolok sehingga dengan
mudah dapat ditemukan oleh Ji Pwe-giok.
Disekitar mulut gua itu berserakan batu padas yang aneh ragamnya, suasana sepi dan sunyi.
Pwe-giok sangat menguatirkan keselamatan Cu Lui-ji, ia tak sabar lagi, tanpa pikir ia hantam
sekuatnya. "Blang", suara gemuruh menggetar lembah gunung, batu padas yang menutup mulut gua itu
hancur berkeping dan berserakan.
Di dalam gua sangat gelap, meski mereka coba mengamati dengan segenap ketajaman mata
mereka tetap tidak melihat keadaan didalam.
Sekonyong-konyong dari dalam gua berkumandang suara seorang yang dingin dan kaku,
"Siapa itu yang berada di luar, berani kau datang cari perkara kepada Lengkui?"
"Lekas lepaskan Cu Lui-ji, kalau tidak, gua setan ini akan kuruntuhkan," ancam Pwe-giok
dengan gemas. "Hah, memangnya kau kira Lengkui dapat kau gertak?" jengek Lengkui di dalam gua, "Jika
kau tidak takut anak dara yang cantik ini akan ikut terkubur hidup-hidup disini, boleh saja kau
coba runtuhkan gua ini, tapi apapun juga sebentar tetap aku akan keluar untuk belajar kenal
denganmu." "Sicek..." terdengar teriakan Lui-ji dengan suara tersendat, mungkin menangis saking
girangnya. Mendadak dari dalam gua mengepulkan asap hijau tebal, cepat Pwe-giok melompat mundur.
Sejenak kemudian setelah asap hijau itu buyar, tahu-tahu Lengkui sudah berdiri di depan
Pwe-giok. Cu Lui-ji tampak berada di samping Lengkui, tapi urat nadi pergelangannya
terpencet olehnya sehingga tak dapat berkutik.
Di bawah terik matahari Lengkui tetap kelihatan seram menakutkan, lebih-lebih mukanya
yang pucat seperti mayat itu, tetap menampilkan senyuman yang kaku atau lebih tepat
dikatakan menyeringai, "Lepaskan dia!" bentak Pwe-giok sambil menuding lawan.
"Haha, lepaskan dia, kau kira harus ku turut perintahmu?" ejek Lengkui. "Apakah kau tahu
bahwa semalam Hong Sam telah datang dan pulang dengan tangan hampa, sekarang kaupun
coba-coba datang kemari?"
474 "Pendek kata, sekarang juga harus kau lepaskan dia atau kubinasakan kau!" ancam pula Pwegiok
dengan beringas. "Hmm. boleh saja kau coba," jawab Lengkui, untuk membebaskan anak dara ini lebih dulu
harus kau bunuh Lengkui, tapi hendaklah kau ketahui, selamanya Lengkui tak dapat mati
terbunuh." Betapapun Pwe-giok menyadari sukar menghadapi makhluk yang serba aneh ini, akan tetapi
apa pun juga dia ingin mencoba Bu-siang-sin-kang terhadap makhluk aneh yang tidak takut
terhadap senjata tajam ini, Namun karena Lengkui memegangi Lui-ji dengan erat, iapun
kuatir kalau-kalau Bu-siang-sin-kang akan mencelakai anak dara itu.
Lui-ji sendiri kelihatan kuatir dan takut, tampak sangat kasihan, nyata, baru berpisah beberapa
hari, anak dara itu sudah jauh lebih kurus.
Dalam keadaan demikian Pwe-giok benar-benar mati kutu dan tak berdaya, sebab itulah iapun
sengaja main ulur waktu untuk mencari kesempatan.
Pada saat itulah, tiba-tiba kucing hitam yang selalu dibawa Tangkwik Ko itu bersuara
"meong-meong" beberapa kali terhadap Cu Lui-ji, agaknya binatang kecil ini sudah kenal
baik dengan anak dara itu.
Mendengar suara kucing hitam itu, Lengkui kelihatan melengak.
Pwe-giok merasa ada kesempatan baik, tanpa ayal lagi segera ia turun tangan.
Tenaga pukulannya menggoncang bumi, sinar pedangnya mengejutkan setan.
Walaupun menyadari pedangnya mungkin tak dapat melukai Lengkui, tapi dia tetap
menggunakan pukulan dan senjata sekaligus, sebab selain ini dia tidak mempunyai akal lain
lagi. Serangan hebat dan cepat ini menimbulkan ancaman besar juga terhadap Lengkui, mau tak
mau membuatnya rada kelabakan.
Tapi Lengkui tetap Lengkui, dengan gerakannya yang lincah dan cepat, terkadang menghilang
dan lain saat muncul, kalau terpaksa tidak dapat menghindar lagi, dengan tabah ia biarkan
dirinya dilukai oleh pedang Pwe-giok, bahkan ia terima serangan lawan dengan tertawa.
Sungguh ngeri Pwe-giok menghadapi lawan yang tidak kenal mati ini, sedangkan Cu Lui-ji
ketakutan hingga menjerit-jerit.
Dalam sekejap saja ratusan jurus sudah berlangsung dan Ji Pwe-giok tetap tidak dapat
mengalahkan lawan. Sungguh celaka, kalau keadaan demikian berlangsung terus, biarpun seribu jurus juga tetap
begini, biarpun sehari semalam juga tiada gunanya, sebaliknya tenaga Pwe-giok pasti akan
terkuras habis. 475 Wajah Lui-ji menampilkan rasa putus asa, ia berteriak, "Sudahlah, lekas kau lari saja dan
jangan... jangan menghiraukan diriku lagi... kalian... kalian bisa kehabisan tenaga dan roboh
sendiri jika harus bertempur cara demikian."
Tangkwik Ko tampaknya sangat prihatin, kucing hitam dalam pangkuannya tampak gelisah
juga dan berulang bersuara "meong-meong" terhadap Cu Lui-ji bahkan berlagak seperti
hendak menubruk ke arah Lengkui.
"Jangan kuatir, Lui-ji!" seru Pwe-giok sambil bertempur, "tenanglah kau, apa pun juga pasti
akan kuselamatkan kau dari cengkeraman siluman ini."
"Oo...!" tidak kepalang terharu Lui-ji, air matanya bercucuran seperti hujan.
Tangkwik Ko masih berdiri termenung di tempat semula, melihat gelagatnya, agaknya dia
juga memikirkan akal agar dapat melayani Lengkui dengan tepat.
Sekonyong-konyong terjadi sesuatu yang tidak terduga...
Lengkui kelihatan berdiri diam di tempatnya, mulutnya tampak komat-kamit, entah lagi bicara
dengan siapa, sebaliknya tidak menghiraukan terhadap ancaman pedang Ji Pwe-giok.
Tentu saja Ji Pwe-giok jadi melengak malah, segera iapun berhenti menyerang dan ingin tahu
permainan apa yang hendak dilakukan lawan.
Selang sejenak, setelah berkomat-kamit pula dan termenung sejenak, lalu pandangan Lengkui
perlahan beralih ke arah Ji Pwe-giok, katanya, "Ji-kongcu, ingin kuberitahukan sesuatu kabar
buruk padamu." "Kabar buruk apa?" tanya Pwe-giok. "Persetan dengan kabar burukmu"!"
"Tadi Lengkui sedang mendengarkan perintah dari Ki-hujin" tutur Lengkui. "Apakah kau tahu
perintah apa yang diberikannya kepadaku?"
"Huh, omongan setan yang hanya dapat kau pahami sendiri, siapa perduli?" damprat Pwegiok
Lengkui menuding Lui-ji yang masih dipegangnya dan berkata: "Ki-hujin bilang anak dara ini
sudah kehilangan daya gunanya, maka tidak perlu dipikirkan lagi, Lengkui diperintahkan
segera membunuhnya" Pwe-giok terkejut sehingga menyurut mundur, ancamnya: "Kau berani"!"
"Hah, kenapa aku tidak berani, memangnya ku takut padamu?" ucap Lengkui dengan tertawa,
"yang benar, aku rada tidak tega, tidak sampai hati membunuh seorang nona secantik ini,
sungguh kasihan." Sembari bicara ia terus melolos golok melengkung yang terselip pada ikat pinggangnya
sehingga menimbulkan cahaya gemerlapan.
476 "Tapi apa dayaku?" ucap Lengkui pula sembari mengacungkan goloknya: "Lengkui harus
melaksanakan tugas, harus taat kepada perintah sang majikan"
Cara bicara makhluk aneh ini masih tetap dingin dan kaku, di tengah bicara inilah, mendadak
goloknya membacok ke kuduk Cu Lui-ji.
Untunglah, pada detik berbahaya itu, setitik sinar perak mendadak menyambar tiba secepat
kilat. Itulah pedang Ji Pwe-giok, dengan kecepatan luar biasa, tepat pada waktunya ia tangkis golok
melengkung Lengkui. "Creng", terjadi benturan dan menimbulkan suara nyaring.
Seketika tangan Lengkui bergetar kesemutan, dia tergetar oleh tenaga dalam Ji Pwe-giok yang
tersalur ke batang pedang dan mundur terhuyung-huyung.
Kejadian ini memberi kesempatan kepada Cu Lui-ji untuk meloloskan diri. Pada saat Lengkui
lagi sempoyongan, sekonyong-konyong ia meronta sekuatnya dan melepaskan diri dari
pegangan Lengkui, segera ia membalik tubuh dan berlari ke arah Pwe-giok.
Tapi dengan segera Lengkui sudah berdiri tegak lagi. Ia mendengus: "Hm, masakah ingin
lari" Tidak ada orang yang mampu lolos dari cengkeraman Lengkui!"
Berbareng itu, dengan gerakan enteng dan cepat, seperti badan halus saja dia lantas melayang
ke depan, selagi Cu Lui-ji masih berjarak sekian jauhnya dengan Ji Pwe-giok, tahu-tahu
Lengkui sudah menyusul tiba.
Di tengah berkibarnya ikat pinggang yang merah itu, sinar perak juga lantas berkelebat dan
menyambar. Sungguh cepatnya sukar dilukiskan, sampai-sampai Pwe-giok juga tidak berdaya dan tidak
sempat menolongnya. Syukurlah, pada detik yang gawat itu, pada saat golok melengkung Lengkui menyambar tiba
dan Lui-ji akan tertabas.... "Siut", mendadak sesosok bayangan hitam kecil menubruk ke arah
Lengkui secepat anak panah.
Hah, kiranya si kucing hitam yang selalu berada dalam pondongan Tangkwik Ko itu.
Saat itu golok Lengkui sedang menabas ke bawah, tapi kucing hitam itupun tepat menubruk
tiba, kontak kedua belah pihak itu terjadi dalam sedetik saja.
"Crat, meong!" Kucing hitam bersuara ngeri dan jatuh terbanting!
Sungguh luar biasa, di tengah berhamburnya darah, kepala kucing itu terbelah dan cakarnya
juga putus tertabas, dalam keadaan tidak terduga-duga, seluruh wajah Lengkui penuh
berlepotan darah kucing hitam yang muncrat itu.
477 Lui-ji sempat merangkul badan binatang kecil itu, tapi binatang itu sudah tidak bergerak lagi.
Tak terduga, dalam sekejap itu telah terjadi keajaiban.
Mendadak Lengkui menjerit ngeri dan jatuh terguling-guling di tanah, tampaknya sangat
tersiksa. Kejadian ini membikin Lui-ji dan Pwe-giok heran. Ketika mereka memandang Tangkwik Ko,
orang tua itu kelihatan berdiri tenang di sana dengan mengulum senyum dan berucap:
"Omitohud! Siancai...siancai...."
Hanya dalam sekejap itu, di tengah kalangan telah terjadi pula perubahan yang lebih besar dan
sama sekali tak terduga. Mendadak Lengkui menghilang, telah luluh menjadi darah kental di atas tanah.
Pwe-giok memandang kian kemari, ia coba periksa sekitarnya.
Maklumlah, menghilangnya Lengkui itu adalah permainan yang biasa dilakukannya. Setelah
menghilang mendadak, tahu-tahu muncul lagi di tempat lain dalam waktu singkat.
Dalam pada itu Tangkwik Ko telah mendekati Pwe-giok dan berkata padanya: "Jangan kuatir
lagi, Ji-kongcu, selamanya Lengkui akan hilang dan takkan muncul kembali."
Pwe-giok dan Lui-ji sama melenggong, mereka memandang orang tua itu dengan bingung.
Sambil membelai badan kucing hitam, Tangkwik Ko berkata: "Apa yang terjadi ini sungguh
tak terduga oleh siapapun. Lengkui ternyata musnah oleh kucing hitam ini, darah kucing
hitam inilah yang memusnahkan Lengkui secara tuntas"
Rupanya kepala kucing hitam yang terluka itu tidak sampai pecah melainkan cuma kulit
kepalanya yang terkelupas, lukanya yang cukup parah adalah cakarnya yang tertabas buntung.
"Konon darah anjing hitam dapat melawan ilmu hitam, apakah darah kucing hitam juga dapat
memunahkan ilmu sihir?" tanya Pwe-giok dengan heran.
"Tentu saja dapat, apa yang terjadi barusan bukankah suatu bukti nyata?" ujar Tangkwik Ko.
Dalam pada itu kelihatan Lui-ji lagi menggendong si kucing hitam dan berulang menciumnya
dengan penuh kasih sayang, gumamnya: "O, kucing sayang, demi membela diriku, akhirnya
kau menjadi korban dan cacat selama hidup"
"Meong, meong!" kucing itu bersuara jinak seperti mengerti ada orang sedang menyatakan
kasih sayang padanya. Pwe-giok memandang keadaan sekeliling, lalu bersama Tangkwik Ko dan Cu Lui-ji berlari ke
puncak gunung. 478 Sembari berlari Lui-ji mengeluarkan obat luka untuk mengobati cakar kucing hitam yang
buntung itu. Setiba di atas gunung, cakar si kucing sudah dibalut dengan baik.
Dari kejauhan Pwe-giok dapat melihat bayangan Tangkwik-siansing dan Hong Sam sedang
berputar di lereng gunung sana dengan ginkang mereka yang tinggi. Segera Pwe-giok bertiga
memburu ke sana. Sesudah berhadapan, kejut dan girang Hong Sam tak terkatakan demi melihat Lui-ji telah
tertolong tanpa kurang suatu apapun. Setelah diberitahu kejadian musnahnya Lengkui secara
ajaib, mau tak mau Hong Sam dan Tangkwik-siansing sama melongo heran.
"Di manakah Ki Pi-ceng sekarang?" tanya Pwe-giok kemudian.
"Waktu kami menyusul sampai di sini, mendadak kehilangan jejaknya, bayangannya lenyap
di sekitar sini, dapat dipastikan dia telah sembunyi lagi ke dalam liangnya" tutur Tangkwiksiansing.
"Ayolah lekas kita mencarinya, supaya tidak ada tempat yang terlampaui, marilah kita
membagi diri menjadi beberapa arah untuk mencarinya, kalau terlambat mungkin akan terjadi
hal lain yang tak terduga" kata Tangkwik Ko.
Serentak semua orang menyatakan setuju dan segera mereka terpencar sendiri-sendiri untuk
mencari jejak Ki Pi-ceng, hanya Lui-ji saja yang mendampingi Pwe-giok.
***** Di tepi puncak gunung itu adalah jurang yang tak terkirakan dalamnya, sangat curam dengan
macam-macam batu karang yang aneh.
Melihat keadaan setempat, dapat dipastikan puncak gunung ini hampir tidak pernah didatangi
manusia, juga bersih dari jejak burung dan binatang buas.
Dengan susah payah mereka terus mencari, menyusur semak belukar....
Sekonyong-konyong terdengar suara teriakan kaget Tangkwik-siansing: "Hai, lekas kalian
kemari, Ki Pi-ceng ternyata bersembunyi di sini"
Mendengar suara itu, cepat semua orang memburu ke arahnya.
Setelah berkumpul di situ, tertampaklah ada sebuah gua yang tertutup oleh semak rumput
yang lebat, betapa dalamnya gua itu sukar diduga.
"Ya, apa yang dikatakan Tangkwik-locianpwe memang tidak salah, melihat semak rumput
yang acak-acakan ini, jelas di sini pernah dilalui orang" kata Pwe-giok.
"Kalau sudah tahu, ayolah ikut kakek masuk ke sana untuk mencari pengalaman" ujar
Tangkwik-siansing dengan tertawa.
Dengan hati-hati dan sambil menahan napas, semua orang ikut Tangkwik-siansing menerobos
ke dalam gua. 479 Gua itu sangat gelap, seram lagi, tercium bau lembab yang menusuk hidung.
Mereka menyalakan obor, setelah membelok suatu tikungan di dalam goa, tiba-tiba tertampak
Bak giok hujin alias Ki Pi-ceng yang mereka cari.
Memang benar, nyonya cantik dan juga keji ini memang bersembunyi di sini.
Anehnya Ki Pi-ceng tidak menghiraukan kedatangan mereka, ia duduk bersila di atas
sepotong batu hijau, mata terpejam dan tanpa bergerak, sikapnya itu mengingatkan orang
kepada kaum paderi yang sedang meditasi atau semedi.
Semua orang merasa curiga, merekapun siap siaga terhadap segala kemungkinan.
Jarak mereka dengan tempat duduk Bak giok hujin semakin dekat, dan nyonya cantik itu tetap
diam saja tanpa memberi reaksi apa pun.
Setelah melenggong sejenak, tiba-tiba Tangkwik-sianseng menghela napas panjang, katanya
dengan menyesal sambil menggeleng kepala: "Ai, tak tersangka dia telah membunuh diri."
Semua orang sama melengak, cepat mereka memburu maju dan memeriksanya dengan teliti.
Benarlah, Ki Pi-ceng atau Bak-giok hujin sudah kaku walaupun masih tetap kelihatan sangat
cantik, anggun, serupa pada waktu masih hidup.
Semua orang sama menghela napas menyesal, tak terduga perempuan cantik dan juga berhati
keji itu mengakhiri hidupnya dengan jalan pendek demikian.
Dengan berbagai macam perasaan mereka lantas meninggalkan gua itu.
Setiba di mulut gua, tertampak kawanan jago persilatan beramai-ramai muncul pula
memenuhi lereng gunung sana.


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu mereka sampai di atas puncak gunung, serentak terdengar gemuruh sorak-sorai orang
banyak, sorak gembira yang gegap gempita.
"Hidup Ji Pwe-giok, Ji-kongcu!"
"Selamat Ji-kongcu!"
"Diharap Ji kongcu tampil sebagai Bu-lim bengcu yang baru! Kami siap tunduk di bawah
perintahnya!" "Hidup Bu-lim Bengcu baru!"
"Ji-kongcu harus meneruskan cita-cita Hong-ho Lojin dan menuntun dunia persilatan ke tertib
baru!" "Kami bersatu padu mendukungnya demi mengembangkan semangat dunia persilatan yang
baru!" 480 "Hidup Bu-lim-bengcu!"
Demikian sorak sorai dan teriakan dukungan orang banyak itu terhadap Ji Pwe-giok terus
berlangsung hingga sekian lamanya.
Tangkwik-siansing tersenyum gembira sambil mengelus jenggotnya yang panjang.
Akhirnya berlalu juga badai dunia persilatan yang cukup banyak menimbulkan korban itu.
Lalu bagaimana dengan dunia persilatan yang akan datang"
Siapapun tidak dapat memberi jawaban, manusia berusaha, Tuhan yang menentukan.
Hati manusia sukar diduga dan dapat berubah setiap saat, segala sesuatu bergantung pada
kondisi dan keadaan. Kini sakit hati kematian ayah Ji Pwe-giok sudah terbalas, biang keladi dari petaka ini sudah
menerima ganjarannya yang setimpal.
Legalah hati Pwe-giok di samping timbul pula berbagai macam perasaan.
Teringat olehnya akan Lim Tay-ih.
Teringat pula masa depan dunia persilatan yang masih harus dibinanya.
Juga teringat olehnya tugasnya yang berat selanjutnya.
Dia terus melangkah ke depan, tidak jauh di belakangnya mengikut seorang nona dengan
menggendong seekor kucing hitam, dia Cu Lui-ji yang baru saja lolos dari renggutan elmaut.
Entah bagaimana perasaan nona itu sekarang, akan tetapi satu hal yang pasti, yaitu, kemana
pun Ji Pwe-giok pergi, kesana pula dia akan ikut, biarlah laut akan kering dan gunung akan
runtuh, biarlah langit bertambah tua dan bumi bertambah gersang, biarlah segala apa di dunia
ini akan berubah, akan tetapi hati Lui-ji, cintanya terhadap Ji Pwe-giok akan tetap abadi,
takkan berubah selamanya.
T A M A T Epilog_______________ Ketika Ji Pwe-giok berjalan dia melihat 2 orang lari ke arahnya. Mereka adalah dua orang
wanita muda cantik yang menatap Ji Pwe-giok dengan kebahagiaan, kegembiraan tetapi juga
kesedihan, mereka adalah: Lim Tay-ih dan Kim Yan-cu. Ji Pwe-giok terkejut, gembira dan
juga sedih melihat keduanya terutama Lim Tay-ih, dia kelihatan pucat dan lebih lemah
dibandingkan dengan saat terakhir dia melihatnya.
Ada air mata kebahagiaan dan kesedihan di matanya, Ji Pwe-giok tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Dalam sekejap kedua gadis itu telah berdiri di hadapan Ji Pwe-giok.
481 Lim Tay-ih berkata dengan lembut: "Kau...."
Pada saat yang sama Ji Pwe-giok juga berkata: "Kau...."
Keduanya berhenti dan saling memandang dengan kikuk, sampai kemudian Kim Yan-cu yang
memecahkan keheningan dan berkata: "Ini tentu adalah Cu siocia yang terkenal itu, Lim cici
dan aku telah sering mendengar banyak hal mengenai dirinya. Ji kongcu, Lim cici dan aku
sekarang telah menjadi saudara angkat"
Lim Tay-ih diam-diam melihat ke arah gadis yang berdiri di belakang Ji Pwe-giok dan
terpesona terhadap kecantikannya, Cu Lui-ji juga mengamati Lim Tay-ih dengan cermat dan
memujinya dalam hati. Cu Lui-ji berkata dengan lembut: "Aku....aku akan pergi dengan sa-cek (paman ketiga)
sekarang", matanya terlihat merah dan dia kelihatan sedih sekali.
Ji Pwe-giok berkata terbata-bata: "Lui-ji, aku....."
Dia tidak tahu lagi apa yang harus dikatakannya, untung Kim Yan-cu kemudian menarik
tangan Cu Lui-ji dan berkata: "Siau-moay (adik kecil), mari kita berikan waktu untuk Ji
kongcu dan Lim siocia untuk berbincang-bincang, sementara itu aku juga ingin mengenalmu
lebih jauh." Selang beberapa lama, Ji Pwe-giok berkata: "Emmm.... maaf sekali, seharusnya aku harus
lebih memperhatikan dirimu..."
Lim Tay-ih menjawab dengan air mata berlinang: "Tidak, engkau tidak perlu minta maaf.
Aku mengerti engkau tidak bermaksud membiarkanku dalam bahaya. Tapi...tapi..., apakah
kau tahu bahwa aku akan mati bila terjadi sesuatu padamu?"
Ji Pwe-giok mengeluh: "Aku juga tidak sanggup hidup lagi bila sesuatu terjadi padamu"
Lim Tay-ih melihat ke arah mata Ji Pwe-giok dalam-dalam dan berpikir: "Tidak percuma
semua penderitaan yang telah ku alami, hanya dengan mendengar perkataannya ini semua
yang telah kulalui tidak sia-sia".
Lim Tay-ih kemudian memeluk Ji Pwe-giok dan seketika semua kekuatiran dan kesedihannya
hilang musnah, yang tertinggal hanyalah cinta dan kasih sayang.
Ji Pwe-giok bukan laki-laki yang pandai mengutarakan perasaannya, dia menatap mata Lim
Tay-ih dan mencium bibirnya. Itulah caranya mengutarakan perasaannya, tidak dengan katakata
namun dengan tindakan. Seketika suasana dipenuhi dengan rasa cinta.
Ji Pwe-giok duduk di atas batu sambil memegang tangan Lim Tay-ih, mereka baru saja
menikmati kebersamaan mereka. Tetapi Ji Pwe-giok tetap sedikit bingung dan bertanya:
"Bagaimana kau bisa sampai di sini" Dan mengapa ke 13 pangcu tiba-tiba berbalik arah?"
482 Lim Tay-ih tersenyum: "Ketika Hayhong-hujin menerima perintah dari Ji Tok-ho untuk
memimpin Pek-hoa-pang untuk melawanmu, aku sangat terkejut. Kim Yan-cu dan aku
berpikir bahwa kami harus menemukan sesuatu cara untuk mencegah semua ini terjadi. Pada
beberapa bulan terakhir ini Kim Yan-cu dan aku telah menyelidiki orang yang memalsukan
ayahku dan juga pemalsu-pemalsu lainnya. Setelah membuntuti mereka selama beberapa
waktu, pada akhirnya kita berhasil menemukan kantor pusat dari Ji Tok-ho"
Ji Pwe-giok berkata: "Dimanakah kantor pusat mereka?"
Lim Tay-ih berkata: "Mereka sangat licin. Mereka membeli sebuah gedung besar di kota
Chengdu dan membohongi orang-orang di sekitarnya seolah-olah gedung itu adalah tempat
tinggal seorang pensiunan pejabat pemerintah. Setelah kami menemukan tempat itu, kami
memberitahu Ang-lian pangcu dari Kay-pang untuk mengintai gedung tersebut.
Beberapa hari yang lalu, beberapa murid Kay-pang melaporkan ada kegiatan-kegiatan
misterius di sekitar gedung itu, pelayan-pelayan di gedung itu kelihatan tegang dan ketakutan.
Kami juga mendengar bahwa rahasia isi buku Giam-oh-ceng telah dibeberkan dan Ji Tok-ho
telah memerintahkan pengiriman pasukan untuk membunuhmu.
Hayhong hujin sama sekali tidak mempunyai niat untuk membantu mereka, tapi mereka tidak
bisa apa-apa karena dia harus mematuhi perintah Bulim Bengcu, kecuali ada bukti nyata
bahwa dia bukan Ji Hong-ho yang sebenarnya. Hayhong hujin mengatakan kalau ada
seseorang yang dapat memberikan bukti nyata, segala sesuatu akan menjadi berubah.
Dari perkataannya kami mengambil kesimpulan bahwa dia menawarkan bantuannya untuk
mencari bukti-bukti itu. Kami menarik kesimpulan bahwa kantor pusat Ji Tok-ho tidak akan
dijaga ketat saat ini dan Kim Yan-cu berpikir adalah baik untuk juga menghubungi Anglian
pangcu mengenai hal ini. Singkat kata, dengan gabungan kekuatan Pek-hoa-pang dan Kay-pang kamu menyerbu kantor
pusat Ji Tok-ho dan menawan beberapa pimpinan organisasi Ji Tok-ho seperti Sebun Hong,
tapi Lim..... Lim gadungan itu berhasil lolos. Dengan Sebun Hong dan yang lainnya sebagai
saksi kami membujuk aliran-aliran lain untuk menghentikan permusuhan mereka
terhadapmu" Ji Pwe-giok mulai mengerti dan sangat tersentuh atas usaha Lim Tay-ih, Kim yan-cu, Ang
Lian-hoa dan Hayhong hujin.
Ji Pwe-giok tiba-tiba bertanya: "Bagaimana ceritanya pertama kali kau bertemu Kim Yancu?"
Lim Tay-ih menjawab: "Ang-lian pangcu menulis surat kepada Hayhong hujin meminta kami
untuk melindungi Kim Yan-cu, dia terlibat dalam perkara kejadian di perkampungan Tong
beberapa bulan yang lalu. Meskipun dia luput dari tuduhan, Anglian pangcu kuatir beberapa
murid keluarga Tong akan mencari gara-gara kepadanya, maka Anglian pangcu meminta
pertolongan kepada kami untuk melindungi Kim Yan-cu"
Ji Pwe-giok tahu bahwa kejadian itu disebabkan oleh ulah Gin Hoa-nio yang menyusup ke
Tong-keh-ceng demi ambisinya sendiri. Mengingat Gin Hoa-nio dia mengeluh dalam hati.
483 Memikirkan Gin Hoa-nio membuat Ji Pwe-giok teringat pada Cu Lui-ji, apa yang harus
dilakukannya pada Lui-ji" Beberapa bulan terakhir ini dia makin sayang kepada Lui-ji, dan
tanpa disadarinya benih-benih cinta telah bersemi dihatinya pula.
Hatinya menjadi pedih dan dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menjelaskan hal ini
kepada Lim Tay-ih, dia menjadi bingung dan putus asa. Dia menyalahkan dirinya sendiri
mengapa sampai terjebak dalam situasi yang sangat tidak mengenakkan ini.
Dia merasa harus mengatakan kepada Lim Tay-ih apa yang telah terjadi, dan dia mulai
berkata: "Tay-ih, aku....aku.... Ada sesuatu hal yang sangat penting yang harus kubicarakan
denganmu... aku tidak....."
Lim Tay-ih tersenyum manis: "Ini mengenai Cu siocia bukan?"
Ji Pwe-giok tersipu-sipu.
Lim Tay-ih berkata dengan lembut: "Aku telah mendengar apa yang terjadi antara kau dan
dirinya..... Dia adalah seorang gadis yang harus dikasihani juga. Aku iri terhadap dirinya
karena dialah yang mendampingi dan menunjangmu selama beberapa bulan terakhir ini. Dan
aku juga telah melihat di matamu bahwa engkau juga mempunyai perasaan mendalam
terhadapnya juga. Cu siocia, Kim moay dan aku semuanya mempunyai perasaan mendalam
terhadapmu, kami semua tidak dapat menanggung beban berpisah denganmu lagi. Aku ingin
kau tahu bahwa aku tidak cemburu dan aku akan belajar menyayangi pula Cu siocia seperti
halnya aku menjadi saudara angkat dengan Kim Yan-cu"
Ji Pwe-giok tersipu-sipu dan berkata dengan lembut: "Aku....aku sangat malu... aku tak tahu
harus berkata apa, tetapi terima kasih banyak atas pengertianmu"
Lim Tay-ih tersenyum nakal sekarang: "Sebenarnya, aku juga tahu teman-teman
perempuanmu yang lain seperti Tong Lin dan Gin Hoa-nio dan Thi Hoa-nio bersaudara..."
Ji Pwe-giok menjadi semakin malu dan cepat-cepat berkata: "Aku.... tidak ada apa-apa di
antara aku dan nona Tong... Jujur!.... Aku harus menjelaskan hal ini kepada anak murid
keluarga Tong.... Dan Thi-hoa-nio sekarang telah menjadi istri Yang Cu-kang.... aku....."
Lim Tay-ih menyelanya dengan tersenyum: "Aku hanya bergurau."
Dengan mengeluh ia menambahkan: "Apakah kau tahu kalau nona Tong sekarang telah
menjadi nikou?" Ji Pwe-giok berseru dengan terkejut: "Apa?"
Lim Tay-ih mengeluh: "Aku dengar setelah engkau menghilang dari perkampungan keluarga
Tong, Tong Lin jadi tidak disukai dan dijauhi oleh keluarganya. Pada suatu malam dia
menyelinap keluar dari perkampungan keluarga Tong dan bermaksud bunuh diri. Untung dia
akhirnya diselamatkan oleh Ji-sim suthay, pemimpin Gobi-pay. Nona Tong memohon kepada
Ji-sim suthay untuk menerimanya menjadi murid. Melihat keteguhan hatinya, Jisim suthay
menyetujuinya. Sebelum orang-orang dari ke tiga-belas aliran pergi ke sini, Thian-in taysu
dari Siau lim-pay mengadakan pertemuan untuk membahas apa yang harus dilakukan"
484 Ji Pwe-giok mengernyitkan muka dan mendengarkan dengan seksama.
Lim Tay-ih melanjutkan: "Ketiga belas aliran terbelah menjadi dua, satu kelompok tidak ingin
turut campur dalam urusan ini dan kelompok yang lain ingin menangkapmu. Orang-orang
Kun-lun-pay dan Tiam-jong-pay ingin menangkapmu karena mereka berpendapat bahwa
engkau bertanggung jawab atas kematian pemimpin mereka"
Ji Pwe-giok menjadi sedih mengenang bagaimana gurunya, Thian-kang totiang, mati dengan
mengenaskan dalam rencana keji Ki Go-ceng, Ki Pi-ceng dan Ji Tok-ho.
Lim Tay-ih tahu Ji Pwe-giok bersedih atas kehilangan gurunya. Lim Tay-ih memegang tangan
Ji Pwe-giok erat-erat untuk menguatkan hatinya.
Dia menambahkan: "Pemimpin Kun-lun-pay, Shi-kang Totiang dan Bwe Jing-hoa dari Tiamjong-
pay menghendaki menuntut balas kepadamu atas kematian Thian-kang totiang dan Cia
Thian-pi. Shi-kang totiang adalah sute dari gurumu sedangkan Bwe Jing-hoa adalah paman
guru dari Cia-thian-pi. Anglian pangcu berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan mereka
agar bersabar menunggu sampai hal-hal ini dapat diselidiki dengan jelas, tetapi keluarga Tong
juga ingin memburumu atas kematian Tong Bu-siang"
Ji Pwe-giok menghela napas dalam-dalam ketika mendengar hal ini dan berkata dengan sedih:
"Kau tidak bisa menyalahkan mereka, akupun mungkin akan berlaku sama kalau berada
dalam posisi mereka"
Lim Tay-ih juga menghela napas tapi dia juga bahagia melihat Ji Pwe-giok sebijaksana itu.
Dia berkata: "Para pemimpin dari 13 aliran berdebat dengan sengit, Ji-sim suthay sangat
mendukung pendapat Anglian Pangcu. Aku pikir, nona Tong pasti mempunyai peran dalam
hal ini. Untungnya, kebanyakan pemimpin bersikap netral seperti: Jut Tun totiang dari Butong
dan Thian-in taysu dari Siau-lim, akan tetapi di tengah-tengah perdebatan seorang murid
Siau-lim dan seorang murid Bu-tong menghampiri ketua mereka masing-masing dan
membisikkan sesuatu di telinga ketua mereka. Setelah itu, Thian-in taysu dan Jut Tun totiang
meninggalkan pembicaraan dan ketika dua jam kemudian mereka kembali mereka berkata
bahwa mereka tidak akan ambil bagian dalam rencana menghukummu"
Ji Pwe-giok sangat terkejut dan berkata: "Mengapa kedua locianpwe ini tiba-tiba bersikap
tegas?" Lim Tay-ih menggelengkan kepalanya dan berkata: "Aku juga tidak tahu, tetapi mendengar
bahwa ketua dari dua aliran terbesar tidak mematuhi perintah Bulim Bengcu lagi, pihak-pihak
yang lain juga menolak untuk mengikuti perintah Ji Tok-ho. Hanya Tiam-jong, Kunlun dan
pihak keluarga Tong yang berkukuh pada pendapat mereka untuk menangkapmu. Untung
akhirnya Lo Cinjin tiba, dia dengan marah mengomeli dan memaki Shikang, Bwe Jing-hoa
dan yang lain untuk tidak ikut-ikut dalam hal ini"
Ji Pwe-giok tersenyum ketika mendengar hal ini dan Lim Tay-ih juga tertawa geli mengingat
bagaimana Lo Cinjin mengkuliahi orang-orang itu.
Lim Tay-ih menambahkan dengan tersenyum: "Begitulah, akhirnya para pemimpin sepakat
untuk tidak mengikuti perintah Ji Tok-ho lagi. Semua begundal Ji Tok-ho ditahan untuk
485 diinterogasi nantinya. Sekarang mereka ditahan oleh murid-murid Kay-pang dan Bwe Subong
cianpwe diberi tugas untuk menjaga mereka"
Ji Pwe-giok bangun dan menghela napas dalam-dalam, kini semua pertanyaannya telah
terjawab. Dia memandang ke depan dan melihat Kim Yan-cu dan Cu Lui-ji sedang berbicara, Lim Tayih
berkata: "Mari kita kesana"
Ketika dia berjalan menghampiri, Cu Lui-ji tersipu-sipu dan tidak tahu mau berkata apa, dia
hanya mengelus-elus kucingnya dan menghindari matanya bentrok dengan mata Ji Pwe-giok.
Kim yan-cu tentunya telah mengatakan kepadanya bahwa Lim Tay-ih tidak keberatan
terhadap dirinya dan mengerti posisinya.
Kim Yan-cu tertawa terhadap Ji Pwe-giok: "Jangan kau lupakan aku! Ingat kau telah
mengatakan di gua pada waktu itu bahwa engkau juga menyukaiku, aku akan lengket
terhadapmu seperti lem"
Tiba-tiba sebuah suara memanggil: "Ji kongcu... Ji kongcu...", ternyata itu adalah Tangkwik
Ko yang memanggilnya, Lim Tay-ih berkata: "Pergilah, aku mau bercakap-cakap dengan
nona Cu di sini" Ji Pwe-giok tersentuh hatinya dan berkata: "Terima kasih"
Dia berjalan ke arah Tangkwik Ko dan terkejut melihat Hai Tong-jin, Yang Cu-kang dan Thi
Hoa-nio berdiri saling berdampingan.
Ji Pwe-giok sangat terkejut dan bertanya: "Saudara Yang, apakah engkau baik-baik?"
Yang Cu-kiang tertawa: "Ah, cuma sedikit setan-setan tidak akan membahayakan diriku,
biarpun aku tidak bisa mengalahkan mereka aku masih bisa lolos dari mereka. Aku masih
belum ingin mati, aku belum punya anak sekarang"
Thi Hoa-nio menjadi tersipu malu mendengarnya.
Yang Cu-kiang berkata dengan serius: "Mempunyai anak adalah hal yang normal, mengapa
harus malu?" Ji Pwe-giok berkata: "Hai-heng dan Yang-heng, guru kalian Bak-giok-hujin adalah...."
Hai Tong-jin menghela napas dalam-dalam: "Ya, kami tahu. Tangkwik siansing telah
memberitahu kami..... meskipun dia adalah....., betapapun dia telah membesarkan kami dan
mengajari kami ilmu silat dan jika kau tidak keberatan, kami ingin menguburkan jenasahnya
dengan selayaknya" Setelah mengatakan hal ini, air matanya bercucuran, bahkan Yang Cu-kangpun kelihatan
sedih. Betapapun juga, Ki Pi-ceng adalah guru dan orang tua mereka.
Ji Pwe-giok berkata: "Tentu saja, tapi apa yang hendak kalian berdua lakukan sesudahnya?"
486 Yang Cu-kiang berkata: "Tentu saja mempunyai anak! Omong-omong kakak Hai dan aku
telah menjelaskan bahwa kematian Tong Bu-siang tidak ada hubungannya dengan dirimu.
Tong Ki siocia juga telah menjelaskan posisimu. Dia berkata bahwa dia dan Tong Lin tahu
bahwa Tong Bu-siang yang itu adalah gadungan dan itulah sebabnya dia dan nona Tong Lin
membunuhnya. Karena dia ingin menyelidiki siapa dalang di balik semua ini dia harus
menyalahkan seseorang. Selain itu, Hong Sam cianpwe, Tangkwik siansing juga berkata
bahwa engkau tidak terlibat dalam hal ini."
Para anak murid keluarga Tong merasa malu.
Ji Pwe-giok berpikir bahwa sampai saat ini Tong-Ki masih merahasiakan bahwa sebenarnya
ayahnya telah meninggal lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Hai Tong-jin berkata: "Aku punya banyak waktu sekarang, aku pikir aku akan berkelana dan
menikmati hidup" Ji Pwe-giok tersenyum: "Aku harap kita tetap menjadi sahabat baik"
Yang Cu-kang dan Hai Tong-jing tersenyum dengan tulus: "Tentu!"
Yang Cu-kang tiba-tiba berkata sambil tersenyum nakal: "Baiklah.., aku harus pergi sekarang.
Aku masih harus menemui ayah mertua nih"
Thi-hoa-nio mencibir dan berkata dengan geregetan: "Kau ini memang....."
Ji Pwe-giok dan Hai Tong-jin tertawa.
Tangkwik siansing, Hong Sam, Tangkwik Ko sedang berbicara dengan Thian-in taysu dan Jut


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tun Totiang, Tangkwik siansing melambaikan tangannya: "Anak muda, kemarilah...."
Ji Pwe-giok berjalan menghampiri mereka.
Thian-in taysu kemudian berkata: "Ji kongcu, terima kasih telah membeberkan rahasia kitab
Giam-ong-ceh, karena dengan ini Siau-lim berhasil menemukan seorang pengkhianat yang
telah kami cari lebih dari 40 tahun lamanya. Siau-lim-si berhutang budi pada kongcu"
Ji Pwe-giok berkata merendah: "Thian in taysu, anda terlalu sungkan"
Thian-in taysu menghela napas: "Hu Pat-ya itu sebenarnya adalah suhengku. Dia sangat
berbakat dalam ilmu silat tapi sayang hatinya tidak setia kepada ajaran Budha. Setelah guruku
wafat, dia melarikan diri keluar dari Siau-lim sambil membawa kitab jurus 100 langkah tinju
sakti" Hong sam berkata: "Pendeta, dalam pohon yang baikpun pasti ada beberapa buah apel yang
busuk. Anda tidak perlu terlalu memikirkan hal ini"
Thian-in taysu menghela napas: "Betapapun juga dia menggunakan ilmu Siau-lim untuk
melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap banyak tokoh Bu-lim"
487 Ji Pwe-giok tidak dapat menahan rasa ingin tahunya dan bertanya: "Bolehkah saya bertanya,
apa....." Jut Tun totiang memotong dengan tersenyum: "Ji kongcu, aku tahu apa yang ingin kau
tanyakan. Kau ingin tahu apa yang membuat kami berubah pikiran?"
Ji Pwe-giok berkata dengan hormat: "Benar, totiang"
Tangkwik siansing mengelus-elus jenggot panjangnya dan tertawa: "Itu semua adalah garagara
seorang teman lamaku..... engkau juga kenal padanya, Pwe-giok"
Ji Pwe-giok kebingungan. Tangkwik Ko tersenyum: "Meskipun engkau pernah bertemu dengannya, tapi engkau belum
pernah melihatnya" Ji Pwe-giok tiba-tiba teringat pada seseorang dan berkata: "Hwe sing-diong!"
Tangkwik siansing tertawa: "Ya, si tua itu telah pindah ke sebuah lembah dan menamai
lembah itu sebagai lembah gema. Sedikitnya sudah 20 tahun terakhir aku bertemu dengannya.
Ji Pwe-giok berkata: "Aku ingin berterima kasih kepada cianpwe itu atas bantuanbantuannya"
Tangkwik siansing berkata: "Si tua bangka itu selalu berpergian semaunya sendiri dan tidak
ada seorangpun yang tahu dimana letak lembah gema. Kalau dia ingin bertemu denganmu, dia
akan pergi mencari dirimu. Dia itu seorang tua bangka yang aneh, tapi bagaimanapun juga dia
adalah seorang yang berhati lurus."
Jut-tun totiang berkata: "Beberapa tahun yang lalu cianpwe ini memberi pertolongan kepada
kami ketika Siau-lim dan Bu-tong menghadapi suatu masalah yang sulit. Maka ketika
cianpwe ini meminta kami untuk tidak turut campur pada urusan ini, Thian-in taysu dan pinto
mematuhinya". Setelah itu Jisim suthay berjalan menghampiri dan memberi salam kepada tokoh-tokoh yang
hadir sebelum menoleh kepada Ji Pwe-giok: "Omitohud, Ji siauhiap, muridku Konghuan
mendoakan keselamatanmu dan berharap engkau dapat menegakkan kebenaran dan keadilan
di Bu-lim. Nama lama dari Konghuan adalah Tong Lin. Omitohud, pin-ni harus pergi
sekarang. Semoga kalian semua diberkati. Sampai jumpa lagi"
Jisim suthay adalah seorang nikou yang berumur lebih dari 60 tahun, wajahnya nampak
agung, dia adalah seorang locianpwe yang sangat dihormati di dunia persilatan.
Ji Pwe-giok tidak tahu harus memikir apa ketika dia mendengar bahwa Tong Lin telah
menjadi seorang nikou. Ang Lian-hoa menghampiri Ji Pwe-giok dan tersenyum: "Saudara Ji, sudah lama sekali"
Ji Pwe-giok merasa terakhir kali dia berbicara dengan Ang Lian-hoa seolah-olah pada
kehidupannya yang lain. 488 Ang Lian-hoa menepuk bahunya dan berkata: "Aku selalu percaya engkau akan dapat
menghadapi semua masalah. Engkau benar-benar seorang yang mengagumkan!"
Ji Pwe-giok bercucuran air mata kegembiraan: "Saudara Ang Lian-hoa, aku.... jika bukan
karena bantuanmu aku tidak mungkin dapat berada di sini saat ini"
Ang Lian-hoa berkata: "Mimpi buruk akhirnya telah berlalu, tapi kewajiban baru sekarang
ada di tanganmu" Pada saat ini, semua tokoh Bu-lim telah berkumpul, Lim Tay-ih, Cu Lui-ji dan Kim Yan-cu
berdiri dekat Ji Pwe-giok sebagai tanda dukungan mereka terhadap Ji Pwe-giok.
Thian-in taysu berkata: "Ang-lian pangcu benar, aku merasa Ji Tayhiap harus memimpin Bulim
sekarang" Bwe Ceng-hoa dari Tiam-jong berkata dengan dingin: "Baik, mungkin semua pendekar
menerima Ji kongcu, tapi... Tiam-jong tidak setuju. Ji kongcu, bagaimana engkau menjelaskan
kematian ketua kami Cia Thian-pi?"
Yang Cu-kiang bertanya kepada Hai Tong-jin: "Kakak Hai, sejak kapan Ji kongcu menjadi
murid Tiam-jong?" Hai Tong-jin menyahut: "Sepengetahuanku Ji kongcu tidak mempunyai hubungan apapun
dengan Tiam-jong-pay"
Yang Cu-kiang berkata: "Oh... Bwe siansing, kalau begitu mengapa Ji kongcu harus
membantumu menyelidiki kematian ketuamu" Apakah Ji kongcu seorang polisi?"
Bwe Ceng-hoa berkata dengan marah: "Yang Cu-kiang dan Hai Tong-jin, kalian berdua
adalah murid Ki Pi-ceng! Jangan-jangan kalian sedang merencanakan sesuatu rencana busuk"
Tiam-jong-pai tidak takut pada bajingan-bajingan seperti kalian"
Yang Cu-kiang berkata: "Baik, mari kita lihat kehebatan Tiam-jong-pai...."
Ji Pwe-giok tahu bahwa Bwe Ceng-hoa bukan tandingan Yang Cu-kiang dan cepat-cepat
menengahi: "Bwe siansing, saya benar-benar tidak bertanggung jawab atas kematian Cia
pangcu. Saya berani bersumpah mengenai hal ini...."
Ang Lian-hoa berkata: "Saudara Cia tidak dibunuh Ji kongcu"
Shikang totiang berkata dengan keras: "Bagaimana dengan kakak seperguruanku" Ji Pwegiok,
engkau adalah seorang murid Kun-lun! Katakan padaku apa yang telah terjadi"
Shikang totiang mengemukakan fakta bahwa dia dapat memerintah Ji Pwe-giok karena tidak
saja dia adalah susiok dari Ji Pwe-giok tapi dia juga saat ini adalah ketua Kun-lun-pai.
Tiba-tiba sebuah suara jernih terdengar : "Berhenti bertengkar!"
489 Suara itu terdengar jernih, mendayu-dayu tetapi dingin. Yang berbicara adalah seorang gadis
muda, Ji Pwe-giok mengenalinya. Dia adalah saudara sepupunya Ki Leng-yan. Dua orang
lelaki tampak berjalan mengikuti di belakangnya.
Tiba-tiba Bwe Ceng-hoa berkata dengan terkejut: "Thian-pi, engkaukah itu?"
Salah seorang dari dua lelaki itu memang adalah Cia Thian-pi, dia nampak sangat kurus,
pucat dan sakit. Tapi ketika dia melihat Bwe Ceng-hoa dia kelihatan gembira dan berkata:
"Bwe susiok, ya ini aku. Ji kongcu telah membunuh orang yang memalsu sebagai diriku....
kita tidak boleh salah menuduhnya"
Bwe Ceng-hoa tampak bingung dan tidak tahu mana yang harus dipercaya.
Ki Leng-yan berkata dengan dingin: "Aku tahu, Cia Thian-pi seorang tidak cukup untuk
meyakinkanmu, tapi ada seseorang lagi yang dapat bersaksi bahwa Ji Pwe-giok tidak berdosa"
Dia menunjuk ke lelaki yang lain, semua orang ini melihat bahwa orang ini adalah Lim Sohkoan
atau lebih tepatnya Lim Soh-koan palsu, Lim Tay-ih sangat marah dan sedih.
Ki Leng-yan berkata dengan dingin: "Aku menahan orang ini ketika dia berusaha meloloskan
diri keluar propinsi. Katakan kepada semua orang, siapa engkau sebenarnya!"
Lim Soh-kuan berkata: "Namaku yang sebenarnya adalah Siahou Kosing"
Tiba-tiba beberapa orang berseru dengan terkejut: "Si pedang seribu ular!"
Si Pedang Seribu Ular Siahou Kosing adalah seorang tokoh jahat yang berkeliaran di daerah
utara dan kabarnya merupakan seorang teman karib dari Ji Tok-ho. Kadang-kadang mereka
melakukan kejahatan dan pembunuhan bersama-sama, merampok rombongan piaukiok.
Berkat ilmu silatnya yang tinggi dia dapat lolos dari kejaran musuh-musuhnya, tapi sepuluh
tahun yang lalu tiba-tiba tidak terdengar kabar apapun mengenai dia. Orang-orang
menganggapnya telah mati, padahal kenyataannya dia bersekongkol dengan Ki Pi-ceng, Ki
Go-ceng dan Ji Tok-ho. Siahou Ko-sing berkata: "Ya, aku memang si Pedang seribu ular. Kakak Ji memerintahkan
Cia Thian-pi palsu untuk membokong pendeta Thiankang dari Kun-lun-pai, sesudah itu Cia
Thian-pi palsu itu turut menghilang. Kami beranggapan bahwa dia telah dibunuh Ji Pwe-giok
dan Ang Lian-hoa. Rencana kami untuk menguasai dunia persilatan sudah gagal, tidak ada
satu katapun yang dapat kukatakan sekarang. Jika kalian mau, bunuh saja aku, aku tidak
keberatan, toh aku sudah hidup cukup lama"
Dia memandang Lim Tay-ih dan tertawa dingin: "Sebenarnya, aku membunuh ayahmu, aku
memimpin kelompok yang membantai keluargamu!"
Lim Tay-ih menjerit: "Engkau bajingan!" dia menghunus pedangnya dan menikam jantung
Siahou Kosing. Semua orang bersorak: "Bagus, nona Lim!"
490 Dia lalu menangis terisak-isak, akhirnya dia berhasil membalaskan dendam ayahnya. Ji Pwegiok
meraih tangannya dengan lembut, Kim Yan-cu dan Cu Lui-ji berdua berkata: "Jangan
sedih, kakak Tay-ih"
Bwe Ceng-hoa dan Shikang totiang menghampiri dan membungkuk ke hadapan Ji Pwe-giok:
"Mohon maafkan kami orang tua yang keras kepala dan tolol ini"
Cia Thian-pi menambahkan: "Tiam-jong-pai tidak mempunyai keberatan sama sekali
terhadap Ji Kongcu sebagai Bulim-bengcu yang baru"
Ji Pwe-giok berkata dengan sopan: "Bwe locianpwe, tidak usah dipikirkan. Dan terima kasih
kepada Cia pangcu tapi aku takut aku tidak mempunyai kemampuan untuk menjadi Bengcu"
Shikang Totiang berkata: "Ji kongcu, mohon maafkan ketidaksopanan pinto. Tapi pinto rasa
engkau harus menjadi Bulim Bengcu yang baru. Sebagai susiokmu, aku merasa engkau sesuai
untuk memimpin dunia persilatan ke era baru. Engkau bukan saja akan mengembalikan nama
baik keluargamu tapi juga almarhum gurumu. Suheng Thian-kang tentu juga akan ikut
berbahagia" Ji Pwe-giok berkata dengan hormat: "Susiok Shikang, aku...."
Ji Siok-cin dari Hoa-san juga berkata: "Aku setuju dengan Shikang totiang"
Thian-in taysu berkata: "Jut Tun totiang dan pinceng mendukung usulan Ji tayhiap untuk
menjadi Bulim Bengcu yang baru"
Ji Pwe-giok berkata terbata-bata: "Tapi....tapi.... banyak orang lain yang lebih cocok
daripadaku... Tangkwik siansing dan....."
Tangkwik siansing memotong: "Jangan engkau paksa aku, aku tidak punya cukup kesabaran
untuk memerintah dunia persilatan.... bocah, jangan kau limpahkan permasalahanmu pada
diriku" Ji Pwe-giok menatap pada Hong Sam dan Tangkwik Ko.
Hong Sam berkata: "Adik, aku sudah tua, di samping itu aku sudah lama ingin mengembara
di lautan lepas. Akhirnya, kini aku punya waktu untuk mewujudkannya"
Tangkwik Ko berkata: "Ji kongcu, kau pasti sanggup. Aku sudah tua dan tidak ingin terseret
urusan dunia persilatan lagi".
Ji Pwe-giok berkata: "Baiklah, karena seluruh cianpwe begitu mempercayaiku, aku bersedia
menjadi Bengcu sampai aku menemukan orang lain yang lebih cocok untuk menggantikanku.
Dan aku juga punya satu syarat.... Aku ingin saudara Ang-lian-hoa untuk menjadi
penasehatku" Setiap orang setuju dengan usulan ini, Ang-lian-hoa adalah seorang yang pandai dan cerdas
dan mempunyai watak yang baik. Dia pasti bisa membantu Ji Pwe-giok dalam melaksanakan
tugasnya. 491 Aliran-aliran lain seperti Kong-tong-pay dan Thian-lam-pai tidak keberatan, terutama
disebabkan dengan tarap kemampuan ilmu silat Jue Qinzi dan Hi Soan mereka sama sekali
tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi Bengcu. Di samping itu, Hi Soan menyadari
bahwa Ji Pwe-giok adalah seorang yang pandai dan mempunyai ilmu silat yang tinggi, dia
benar-benar menghargai Ji Pwe-giok dan sangat mendukung usulan itu.
Maka Bulim bengcu baru telah dinobatkan: Ji Pwe-giok.
Musim semi tiba dan musim semi berlalu, musim dingin tiba dan musim dingin berlalu.
Waktu berlalu dengan cepat.
Banyak hal terjadi di dunia persilatan setelah Ji Pwe-giok menjadi bengcu, pertama-tama
semua orang munafik dan orang-orang busuk di kitab Giam-ong-ceh diadili dan dihukum.
Sebagai contoh: Hu Pat-ya dan Hu Pat-naynay dibawa kembali ke biara Siau-lim, ilmu silat
mereka dimusnahkan dan mereka ditawan di dalam sebuah gua di gunung Siong-san.
Ji Pwe-giok juga memohonkan ampun untuk Ciong Cing dan Kwe Pian-sian kepada Hayhong
hujin, Ang Lian-hoa dan Ji Siok-cin. Rupanya Ki Leng-yan melepaskan mereka setelah
dia lolos dari ruangan batu. Ang Lian-hoa, Ji Siok-cin dan Hay-hong hujin setuju untuk
mengampuni Kwe Pian Sian dan Ciong-cing sepanjang mereka bertobat dan tidak membuat
masalah baru di dunia persilatan, kalau tidak mereka tidak akan lolos dari hukuman. Ji Pwegiok
setuju dengan syarat-syarat ini.
Sedangkan mengenai Ki Leng-hong, setelah usahanya untuk menguasai dunia persilatan
gagal, dia tidak mempunyai ambisi lagi untuk menguasai dunia persilatan. Dia mengurus
adiknya yang mempunyai kelainan jiwa dan ibunya yang sakit-sakitan. Mereka meninggalkan
Sat-jin-keh dan tinggal di tempat terpencil. Rupanya ketika Ki Song-hoa mendengar bahwa
ayah dan ibunya, Ki Go-ceng dan Ki Pi-ceng mati, Ki Song-hoa menjadi gila dan berlari ke
komplek pekuburan keluarga mereka dan membakarnya, dia sendiri mati terbakar.
Tangkwik Siansing memberi hadiah sekarung penuh harta yang diambil dari perkampungan
Hu. Hadiah itu digeletakkan di depan pintu rumah Ji Pwe-giok bersama sebuah surat yang
menyatakan hadiah itu adalah hadiah perkawinan. Dia sendiri akan mencari tempat baru untuk
bertapa karena tempat yang lama sudah diketahui orang banyak.
Hong Sam membeli sebuah kapal dan berpetualang dengan kapalnya. Dia tidak lagi
mempunyai beban. Cu Lui-ji sudha selamat dan bahagia. Akhirnya dia dapat melakukan apa
yang telah diinginkannya sejak lama. Hai Tong-jin menemaninya dalam berpetualang.
Tangkwik Ko pindah ke sebuah rumah dekat Ki Leng-hong, dia menjadi gurunya dan mulai
mengajarinya ilmu silat. Dia lebih bahagia sekarang dan kadang-kadang sambil bergurau
mengatakan bahwa sedikit banyak cita-citanya telah tercapai karena sepupunya menjadi
Bulim Bengcu. Thian-can-kau hidup damai berdampingan dengan ke tiga belas aliran. Yang Cu-kiang dan
Thi-hoa-nio mengundurkan diri dari dunia persilatan. Kadang-kadang orang mendengar kabar
tentang seorang aneh yang lucu melakukan perbuatan-perbuatan baik tapi tidak pernah
mengatakan namanya. Seorang wanita cantik selalu berada di sisinya sambil tersenyum dan
menggeleng-gelengkan kepala.
492 Setahun kemudian, rumah Ji Pwe-giok kosong. Bendera Bengcu diletakkan di sebuah kotak di
atas meja, Jut Tun totiang dan Thian-in taysu kedua-duanya menerima surat dari Ji Pwe-giok.
Dalam surat itu, dia menyatakan bahwa Ang Lian-hoa adalah orang yang lebih cocok untuk
menjadi Bengcu, Ang Lian-hoa juga menerima sepucuk surat dari Ji Pwe-giok yang
mengatakan Ji Pwe-giok tidak mempunyai cukup kemampuan untuk memimpin dunia
persilatan dan lebih baik menghabiskan waktunya bersama istri-istrinya.
Maka Ang Lian-hoa menjadi Bengcu yang baru dan Cia Thian-pi menjadi penasehatnya.
Kedua-duanya adalah orang-orang muda yang pandai dan bijaksana. Dengan mereka sebagai
pemimpin, dunia persilatan menjadi aman.
Beberapa tahun kemudian, dunia persilatan menjadi damai. Orang-orang yang tinggal di kota
Kunming sering melihat seorang muda yang tampan dengan tiga orang wanita cantik berjalanjalan
sambil tersenyum di sepanjang danau Thian-ci.
Seorang lelaki mempunyai tiga orang istri cantik sungguh sangat luar biasa, tidak banyak
orang yang beruntung sekalipun hanya untuk mendapatkan seorang istri cantik. Tapi orangorang
juga menyadari betapa banyak air mata, keringat dan darah yang mengalir sebelum
impian indah itu terwujud.
Tetapi, sesuatu yang lebih indah bahkan terjadi, yaitu masing-masing istri menggendong bayi
yang lucu dan saling bergurau dengan gembira.
Tentu saja mereka adalah Ji Pwe-giok, Lim Tay-ih, Kim Yan-cu dan Cu Lui-ji.
S E L E S A I?"?"?"..
Pendekar Bunga Merah 5 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Pendekar Latah 11
^