Pencarian

Imbauan Pendekar 11

Imbauan Pendekar Karya Khu Lung Bagian 11


pertahankan buku ini, supaya tidak mendatangkan kesukaran yang tidak kau harapkan."
Pwe-giok tersenyum, jawabnya, "Dalam hal ini jalan pikiranku justru berlawanan dengan
pendapat Samko. Sebab bila orang lain mengetahui buku Giam-ong-ceh ini berada padaku,
biarpun buku ini kumusnahkan juga tetap sukar menghindari gangguan serta kesukaran yang
akan timbul. " "Memangnya kenapa ?" tanya Hong Sam dengan heran.
"Sebab pasti tidak ada orang mau percaya buku ini telah kumusnahkan dengan begitu saja,"
jawab Pwe-giok. "Jadi kesukaran yang akan timbul tetap sukar dihindari, malahan aku sendiri
berharap semoga gelombang perkara ini bisa lekas timbul."
Tangkwik-siansing menyabetkan jenggotnya yang panjang itu dan menyela, "He, anak muda,
dari nada ucapanmu ini agaknya kau sangat menghendaki kekacauan di dunia ini , begitu
bukan?" Pwe-giok mengangguk, jawabnya, "Betul, karena itulah besok juga ku siarkan berita tentang
Giam-ong-ceh, tentang macam-macam perbuatan jahat tokoh-tokoh kangouw itu. Tujuan
daripada tindakanku ini bukan saja hendak menuntut balas bagi kematian ayahku, bahkan
lebih dari itu, ingin kubersihkan dunia kangouw, hendak ku perbaharui dunia persilatan, tata
tertib dunia kangouw harus dipulihkan, tidak boleh lagi dikotori oleh sekelompok manusia
munafik yang bermantelkan bulu domba, tapi berhati serigala, setiap perbuatan yang
mengelabui mata umum dan merugikan harus disikat bersih secara tuntas."
Ucapan Pwe-giok ini membuat semua orang yang berada di dalam ruangan ini sama
terbelalak dan juga merasa kagum dan memuji.
Tangkwik-siansing mengelus jenggotnya yang panjang itu sambil terus menerus mengangguk,
akhirnya iapun berkata dengan air muka kereng, "Anak muda, sungguh besar cita-citamu,
sungguh gagah pendirianmu. Tapi tekadmu yang terpuji itu perlu juga disertai tindakan yang
416 berencana. Jika sekarang juga secara gegabah kau bongkar apa yang tercatat dalam buku
Giam-ong-ceh itu, maka dapat kuberikan suatu tamsil padamu......"
"Tamsil bagaimana ?" tanya Pwe-giok dengan mengulum senyum.
"Dapat ditamsilkan seperti orang tidak sakit tapi minum obat, mencari penyakit sendiri,
barangkali sudah bosan hidup," ujar si kakek.
"Oo, apakah maksud Cianpwe hendak bilang kungfuku sekarang ini belum cukup mampu
untuk menghadapi tokoh-tokoh Kangouw, belum kuat dikerubut oleh gembong-gembong
dunia persilatan. Begitu?" jawab Pwe-giok.
"Betul," Tangkwik-siansing mengangguk. "Pintar juga kau, memang tepat tebakanmu."
"Site, hal ini memang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan," sela Hong sam. "Meski citacitamu
setinggi langit, segala sesuatu juga harus dilakukan sesuai kemampuanmu. Jangan
sampai terjadi napsu besar tapi tenaga kurang."
Dengan tertawa Pwe-giok menjawab, "Ya, ucapan Samko memang betul, dengan sendirinya
ada keyakinanku, ada sesuatu peganganku, makanya berani kukemukakan jalan pikiran yang
latah ini, dan bukan omong kosong belaka."
Semua orang menjadi saling pandang dengan melongo, mereka tidak percaya anak muda itu
mempunyai sesuatu andalan yang bisa membantunya melaksanakan cita-citanya itu.
Dengan terbelalak Hong Sam lantas bertanya, "Memangnya apa peganganmu" Memangnya
berdasarkan apa kau berani bicara sebesar itu" Coba jelaskan, supaya kamipun
mengetahuinya." Segera Pwe-giok mengeluarkan potongan bambu kecil itu dan diacungkan ke atas, katanya,
"Inilah Po-in-pay (tanda balas budi) Tangkwik-siansing, dengan pegangan benda ini, tidak
perlu lagi kukuatirkan apapun."
Tangkwik-siansing melonjak kaget, serunya , "He, anak muda, kenapa Po-in-pay itu juga
berada padamu: Keji amat kau, masakah kakek hendak kau seret ke medan jurang yang
mungkin akan banjir darah itu?"
"Janganlah Lo-cian-pwe salah paham," kata Pwe-giok dengan khidmat. "Bukan maksudku
dengan menonjolkan Po-in-pay untuk memaksa Locianpwe tampil ke depan untuk mengadu
jiwa dengan mereka, tapi tujuanku hanya memohon agar Cianpwe suka mengajarkan Busiang-
sin-kang padaku agar dengan ilmu sakti ini dapat kubersihkan kaum munafik dan
menegakkan orde baru di dunia persilatan."
Kembali Tangkwik-siansing melengak, tanyanya, "Darimana kau tahu aku memilik ilmu sakti
Bu-siang-sin-kang?" "Bak-giok Hujin Ki Pi-ceng sendiri yang memberitahukan hal ini kepadaku," jawab Pwegiok.
"Menurut keterangannya, hanya Bu-siang-sin-kang inilah ilmu sakti yang dapat
mengatasi kungfu andalannya, yaitu Sian-thian-ceng-gi."
417 "Makanya akulah yang menjadi sasaranmu, dengan Po-in-pay hendak kau peras diriku?" kata
Tangkwik-siansing. Dengan hormat Pwe-giok mengangsurkan Po-in-pay dengan kedua tangannya, ucapnya,
"Harap Cianpwe jangan marah, sungguh Wanpwe tidak ada niat hendak memeras orang
dengan barang yang ku pegang ini. Yang kuharapkan adalah sudilah cianpwe mengingat
keselamatan dunia Kangouw umumnya di kemudian hari dan bantulah terlaksananya cita-cita
Wanpwe ini." Tangkwik-siansing mendengus, mendadak ia merampas Po-in-pau itu, menyusul sebelah
tangannya terus menyodok ke dada Pwe-giok.
Keruan Hong sam dan Tangkwik Ko berseru kaget.
Tapi sayang, sudah terlambat, ketika mereka mengetahui yang digunakan Tangkwik-siansing
adalah tenaga Bu-siang-sin-kang, terdengar Pwe-giok telah menjerit ngeri, tubuhnya terus
mencelat dan melayang jauh ke sana seperti layangan yang putus benangnya, seperti dibawa
angin lesus tubuh Pwe-giok menerobos rumah gubuk dan melayang ke tepi sungai.
Hong Sam melenggong, teriaknya kuatir, "Tangkwik-siansing tua bangka, kenapa kau turun
tangan sekeji itu kepadanya?"
Tapi kakek itu tertawa sehingga matanya menyipit, ucapnya, "Haha, jangan-jangan karena
kau terlalu lama berbaring di tempat tidur sehingga matamu sudah rabun!"
Hanya mengucapkan kata-kata yang tidak keruan juntrungannya itu, lalu dia melayang pergi
secepat terbang. Waktu Hong Sam memburu keluar, dilihatnya Tangkwik-siansing dan Pwe-giok sudah lenyap
dari pandangan, hanya di kejauhan kelihatan sesosok bayangan kelabu berlari ke depan
secepat terbang, hanya sekejap saja lantas menghilang.
Tentu saja Hong Sam kelabakan, segera ia bermaksud memburu kesana.
Pada saat itulah terdengar suara Tangkwik Ko bicara di belakangnya, "Jangan kau kuatir dan
tidak perlu mengejarnya, dengan kecepatan lari kita jelas tidak dapat menyusulnya. Ku tahu
tempat sembunyinya, nanti kalau kesehatanmu sudah pulih seluruhnya, akan kubawa kau
kesana." Mendadak Hong Sam membalik tubuh dan menegas, "Harus menunggu sampai kesehatanku
pulih sama sekali ... tatkala mana Site sudah ...."
"Jangan kuatir," cepat Tangkwik Ko memberi tanda agar Hong Sam tidak melanjutkan
ucapannya. "Kukira tidak perlu kau cemas baginya, Ji Pwe-giok bukanlah anak muda yang
berpotongan cekak umur, dia takkan mati."
Tapi Hong Sam masih tetap sangsi, ia pandang kawannya dengan perasaan bimbang ...
418 Sang surya sudah mulai terbit, cahayanya yang gemilang menyinari sawah ladang sehingga
alam ini kelihatan kuning emas. Di bawah cahaya subuh itulah Hong Sam seperti menyadari
sesuatu, air mukanya berubah cerah.
***** Pada suatu tempat lain saat itu keadaannya hanya kegelapan belaka, kegelapan yang sunyi
dengan angin dingin menyeramkan dan bau apek yang menusuk hidung.
Jalan lorong di bawah tanah yang panjang itu masih tetap sama seperti waktu datangnya, tetap
sangat panjang seolah-olah tidak berujung.
Tiga sosok bayangan sedang merayap ke depan di dalam lorong panjang dan gelap itu.
Mereka ialah Cu Lui-ji, Thi-hoa-nio dan Hay Tong-jing.
Sesuai perintah gurunya, yaitu yang kini telah diketahui sebagai Bak-giok Hujin alias Ki Piceng,
adik perempuan merangkap isteri Ki go-ceng, Hay tong-jing hendak membawa Cu Luiji
dan Thi-hoa-nio pulang ke gunung.
Ketiga orang itu terus merayap ke depan dalam kegelapan tanpa bicara Cu Lui-ji memegang
Hay Tong-jing, dengan beriring-iring demikianlah mereka terus menggeremet ke depan, hati
mereka terasa berat, seperti tertekan oleh batu yang berat.
Kini ketiga orang itu sama merasakan seolah-olah baru hidup kembali dari malapetaka, ketika
di dalam gua tadi, pada detik terakhir yang berbahaya itu, kalau Bak-giok Hujin alias Ki Piceng
tidak muncul tepat pada waktunya, tentu mereka bertiga sekarang sudah mati tersiram
lilin panas dan telah dijadikan patung penghias kamar batu yang penuh patung lilin itu.
Keadaan mereka sekarang tidak banyak berbeda daripada waktu masuknya tadi, tapi lantaran
kekurangan seorang, yaitu Ji Pwe-giok, hal ini jelas lebih menekan perasaan Cu Lui-ji,
baginya, kehilangan Ji Pwe-giok sama halnya kehilangan pelita, membuatnya merasa lorong
di bawah tanah itu lebih gelap daripada semula, juga membuatnya bingung dan waswas.
Jarak mereka sekarang dengan ke-39 buah lentera itu masih sangat jauh.
Agaknya Hay Tong-jing tidak mau kesepian, dia yang membuka mulut terlebih dulu dan
bertanya, "Kalau tidak salah ingat, pernah ada orang bilang, "tidak bicara lebih susah daripada
mati". Tapi pada saat diperlukan orang bicara seperti sekarang, ternyata tenggorokannya
seperti keluar bisul dan tidak mau bersuara. Coba aneh tidak?"
Mendadak Lui-ji berhenti berjalan, katanya. "Ucapanmu ini kau tujukan kepadaku, bukan?"
"Tertuju siapa ucapanku ini kukira kita sama-sama tahu, masa perlu kujelaskan lagi?" jawab
Hay Tong-jing. "Hatiku lagi kesal, cara bicaramu hendaknya jangan berduri dan menusuk perasaan." kata
Lui-ji. 419 "Hatimu kesal" Memangnya kenapa merasa kesal?" tanya Hay Tong-jing dengan
melenggong. Karena pertanyaan ini, seketika Lui-ji juga melengak dan tak dapat menjawab.
Thi-hoa-nio lantas menimbrung, "Masakah perlu kau tanya lagi" Lantaran harus berpisah
dengan Ji Pwe-giok, tentu hati nona Cu merasa kesal dan seperti kehilangan sukma, perasaan
demikian tentu saja sukar dipahami oleh kaum lelaki seperti dirimu ini."
Muka Lui-ji menjadi merah karena isi hatinya dengan tepat dibongkar oleh Thi-hoa-nio,
untung di tengah lorong bawah tanah itu gelap gulita sehingga rasa likatnya itu tidak dilihat
orang. "Betapapun kesalnya kan juga tidak perlu murung begini," ujar Hay Tong-jing, "perpisahan
ini kan cuma untuk sementara waktu saja, bahkan guruku ada maksud menerima nona Cu
sebagai murid, ini kan rejeki besar dan menggembirakan, kalau aku tentu sudah berjingkrak
kegirangan sejak tadi."
"Itukan jalan pikiranmu, tentu berlainan dengan jalan pikiran nona Cu," kata Thi-hoa-nio.
"Memangnya kau tahu apa yang sedang dipikirkan dia?"
Hay Tong-jing menjadi bungkam dan tak dapat menjawabnya.
Mereka terus merambat ke depan dengan diam, sungguh mereka ingin cepat-cepat
meninggalkan tempat yang serupa neraka ini.
engah berjalan, mendadak Lui-ji berhenti, desisnya dengan perasaan tegang, "Ssst, coba
dengarkan .... suara apakah ini?"
Di lorong bawah tanah ini tidak cuma gelap gulita, bahkan juga sunyi senyap dan
menyesakkan napas. Tapi di tengah keheningan yang amat luar biasa itu, sayup-sayup
terdengar suara "srak-srek" yang berkumandang dari kejauhan.
Suara ini dapat diketahui sebagai suara berkibarnya kain baju ketika orang melompat tinggi
atau melayang jauh, atau bisa jadi suara langkah orang yang sedang berjalan, tapi lantaran
daya kumandang di lorong ini terlalu keras sehingga sukar dibedakan dengan jelas.
Suara "srak-srek" itu sangat lirih, seperti terjadi di tempat yang sangat jauh, yang didengar
mereka adalah gema suaranya saja, kalau tidak, tentu merekapun takkan mengetahui apa-apa.
Cuma ada satu hal dapat dipastikan, yakni di lorong bawah tanah ini telah muncul orang lain
lagi, dan orang ini sedang melayang ke arah sini.
Cu Lui-ji terlebih cermat daripada orang lain, cepat ia menarik Thi-hoa-nio dan Hay Tongjing
agar berjongkok di kaki dinding, mereka mendengarkan dengan menahan napas untuk
menunggu kejadian selanjutnya.
Benarlah, pada saat lain, sesosok bayangan hitam secepat terbang melayang tiba.
Sungguh cepat luar biasa, seperti angin lalu saja cepatnya.
420 Cuma sayang, mereka bertiga tidak ada yang dapat membedakan potongan tubuh bayangan
itu, bayangan itu seperti seekor burung raksasa dan juga seperti seekor kelelawar besar.
Setelah bayangan itu berkelebat dan menghilang, mereka bertiga masih terus berjongkok di
situ hingga sekian lama lagi.
Selang sejenak pula, mendadak Lui-ji berucap dengan suara tertahan, "Aneh! Sungguh
aneh!?" Pelahan Thi-hoa-nio menarik lengan baju si nona dan bertanya, urusan apa yang membikin
kau terheran-heran" Jangan-jangan ada kau temukan lagi sesuatu yang mencurigakan?"
"Aku tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan," jawab Lui-ji. "aku cuma merasakan
bayangan yang lewat tadi seperti Ji Hong-ho, Bu-lim-bengcu sekarang. Mungkin inilah yang
dikatakan orang sebagai perasaan ke enam."
"Ji Hong-ho katamu" Memangnya untuk apa dia datang ke sini?" ujar Thi hoa-nio.
"Sudah tentu tidak ada yang tahu, kecuali sekarang juga kita putar balik kesana dan mengintai
secara diam-diam," kata Lui-ji.
"Aku tidak berminat untuk merayap kian kemari di dalam lorong yang gelap dan pengap ini"
ujar Thi hoa-nio. "Tapi aku mendukung usul nona Cu ini," tukas Hay Tong-jing. "Bukankah makhluk aneh
yang suka menyiram manusia hidup dengan lilin panas itu sudah dibinasakan oleh ilmu sakti
guruku, di sana tentu takkan timbul lagi adegan yang menakutkan seperti tadi, apalagi yang
perlu kita takuti?" Lui-ji juga berkeras pada sarannya, ucapnya, "Jika secara diam-diam Ji Hong-ho menyusup ke
sini, bisa jadi sangat besar sangkut-pautnya dengan urusan Ji Pwe-giok, apapun juga aku
harus kembali kesana untuk mengintipnya, inilah kesempatan baik yang sukar dicari."
Karena dua suara melawan satu suara, terpaksa Thi hoa-nio tunduk kepada suara yang lebih
banyak, akhirnya iapun setuju dan ikut putar balik ke arah datangnya tadi.
***** Di dinding ruangan gua sana menyala beberapa pelita minyak, di bawah cahaya yang redup,
ada sebuah kursi batu kelihatan berduduk seorang perempuan berbaju hitam mulus, dan dia
inilah Bak-giok Hujin Ki Pi-ceng.
Di ruangan gua batu itu sunyi senyap, tiada terdengar suara apapun. Ki Pi-ceng juga duduk
tepekur di situ seperti menanggung tekanan batin yang amat berat.
Watak Bak-giok Hujin suka unggul, berkukuh kepada pendiriannya sendiri. Tapi setelah
diberitahu dan diingatkan oleh Ki Go-ceng, akhirnya ia merasa caranya terhadap Ji Pwe-giok
memang rada-rada kurang aman.
421 Namun sesuai wataknya yang kepala batu, ia suka meneruskan kesalahannya itu daripada
mengaku salah di depan orang lain.
Dinding batu ruangan itu sangat dingin, tapi raut muka Bak-giok Hujin tampak lebih dingin,
lantaran dalam hati merasa tidak aman, tanpa terasa tercetus pada mulutnya, "Masakah aku
salah"... Masakah aku keliru...."
Ia menyangka di dalam gua rahasia ini, bahkan di seluruh lorong bawah tanah itu tiada
terdapat orang lagi, biarpun dia berteriak mengutarakan segenap isi hatinya juga takkan dilihat
dan didengar orang. Tapi pikirannya ternyata keliru!
Justru pada saat suara ucapannya hampir lenyap, tiba-tiba dari luar pintu ruangan itu
berkumandang suara seorang, "Kau memang keliru, bahkan keliru besar, tidak kepalang
tanggung kesalahanmu!"
"Siapa?" bentak Ki Pi-ceng terkejut.
"Masakah suaraku saja tidak kau kenal lagi?" ucap suara di luar pintu itu. "Wah, tampaknya
pikiranmu saat ini benar-benar sangat kusut."
Berbareng dengan lenyapnya suara itu, serentak melayang tiba sesosok bayangan orang,
kiranya Ki Go-ceng adanya.
Ki Pi-ceng memandang dengan dingin, lalu bertanya, "Kenapa kau kembali secepat ini?"
Air muka Ki Go-ceng kelihatan juga masam, jawabnya, "Pertanyaanmu ini salah alamat,
seharusnya kau tanya kepada bocah itu kenapa dia mengambil keputusan secepat itu."
"Kau maksudkan Ji Pwe-giok?" tanya Ki Pi-ceng dengan heran.
"Siapa lagi kalau bukan dia" Bocah ini benar-benar sukar dilawan."
"Memangnya keputusan apa yang telah diambilnya?" tanya Ki Go-ceng tak sabar.
"Urusah yang paling kita takuti," tutur Ki Go-ceng. "Ia telah menyiarkan secara terbuka ke
dunia Kangouw segenap apa yang tercatat dalam Giam-ong-ceh."
Tergetar hebat hati Ki Pi-ceng, serentak ia melonjak bangun dan berteriak, "Apa katamu"
Coba ulangi lagi sekali?"
Ki Go-ceng menyengir, ucapnya, "Ulangi lagi sekali atau seratus kali juga tetap begitu.
Diantara catatan Giam-ong-ceh itu tidak cuma meliputi rahasia hubungan kita, bahkan juga
mengenai hubungan gelap orang kita dan Ji Tok-ho."
Tubuh Ki Pi-ceng tampak rada gemetar, gumannya, "Harus kubunuh dia... Akan kubinasakan
dia secara mengerikan..."
422 "Baru sekarang teringat olehmu harus membinasakan dia, kukira sudah agak terlambat," ucap
Ki Go-ceng. "Sebab berita dalam Giam-ong-ceh sudah terlanjur tersiar, siapapun tak dapat
menariknya kembali dan menghapusnya."
"Dan kalau urusan sudah kadung begini, masakah kau malah menyesali diriku?" teriak Ki Piceng
dengan gusar. Ki Go-ceng menggeleng, ucapnya dengan menghela napas, "Bukannya aku menyesali dirimu,
tapi kenyataannya memang demikian. Malahan bocah she Ji itu sangat licik dan licin, saat ini
dia telah menghilang, entah sembunyi dimana, sudah beberapa tempat kucari dan tetap tak
dapat menemukan dia."
"Ah, itu hanya soal waktu saja," ujar Ki Pi-ceng dengan suara gemas, "Aku pasti akan
membinasakan dia dengan tanganku sendiri, bahkan harus kubunuh dia dengan cara yang
paling kejam dan paling mengerikan."
"Tapi berbareng itu kita masih perlu juga membinasakan seorang lagi," tukas Ki Go-ceng.


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebab orang ini jauh lebih menggemaskan daripada bocah itu."
"Memangnya siapa yang kau maksudkan?" tanya Ki Pi-ceng dengan melengak.
"Ialah musuh bebuyutan kita, si tua bangka Tangkwik-siansing," tutur Ki Go-ceng.
"Hah, dia" Masakah urusan inipun ada sangkut-pautnya dengan dia?" tanya Ki Pi-ceng
dengan heran. Sinar mata Ki Go-ceng seperti mengeluarkan api, katanya dengan gregetan, "Justru setan tua
itulah yang menjadi tulang punggung anak muda itu sehingga dia berani menantang kita. Ku
tahu maksud tujuanmu semula adalah hendak memperalat Po-in-pay yang berada pada bocah
itu untuk memeras dan mengancam setan tua Tangkwik itu, siapa tahu sekarang malah senjata
makan tuan, kita yang menerima akibatnya. Siapa pun tidak menyangka urusan ini akan
berubah menjadi begini buruk."
"Kembali kau menyesali diriku lagi?" tanya Ki Pi-ceng dengan melotot.
"Apa gunanya sekarang kita bicara tentang kesalahan siapa, toh tak dapat menyelesaikan
persoalan pokoknya," ujar Ki Go-ceng. "Yang penting sekarang harus kita pikirkan akal yang
baik untuk menghadapi mereka."
"Kuyakin persoalan Ji Pwe-giok mudah dibereskan, yang sulit ialah si setan tua Tangkwik
itu," kata Ki Pi-ceng.
"Jika begitu, terpaksa kita harus membuka kartu terakhir," kata Ki Go-ceng sambil
menyengir. "Terpaksa kita tonjolkan Ji Hong-ho gadungan hasil karya bedah kita. Biarkan dia
melaksanakan tugasnya selaku Bu-lim-bengcu yang berkuasa, biarkan dia mengumumkan
kedua orang, yang satu tua dan yang lain muda itu sebagai musuh bersama dunia persilatan.
Dengan begitu kita lantas tidak perlu kuatir lagi dan juga tidak perlu turun tangan sendiri."
423 Ki Pi-ceng mendengus, katanya, "Tapi jangan kau lupa bahwa aslinya dia adalah bandit di
daerah gurun yang terkenal dengan julukan It-koh-yan. Pada saat yang belum cukup masak,
masakah dia mau diperalat oleh kita semudah itu?"
"Kukira tidak ada soal, "ujar Ki Go-ceng. "Sebab jelek-jelek dia kan sudah berbau anggota
keluarga kita, Kalau bicara tentang untung rugi pribadinya, tentu juga dia tak bisa tinggal
diam, sebab di dalam Giam-ong-ceh itu juga tidak terlepas dari hutangnya yang masih wajib
dibayar." Ki Pi-ceng tidak bersuara, dia seperti sedang merenungkan gagasan Ki Go-ceng itu.
Pada saat itulah, mendadak sinar mata Ki Go-ceng memancar tajam seperti sinar kilat yang
menyorot ke arah pintu, dengan suara bengis ia menegur, "Siapa itu yang berada di luar"!"
Segera di luar pintu berkumandang suara ketus seseorang, "Kawan atau lawan, selanjutnya
terserah kepada pilihanmu!"
Suara itu sudah sangat dikenal oleh Ki Go-ceng maupun Ki Pi-ceng, segera pula pembicara
itu menyelinap masuk. Siapa lagi dia kalau bukan Ji Hong-ho tiruan, Bu-lim-bengcu
gadungan, Ji Tok-ho tulen.
Melihat kedatangan Ji Tok-ho, kedua orang she Ki itu menjadi rada kikuk malah.
Sikap Ji Tok-ho ternyata sekarang tidak sungkan-sungkan lagi terhadap mereka, ia hanya
melirik sekejap kepada mereka, lalu berkata, "Hah, lakon sandiwara yang kalian sutradarai
selama ini sungguh amat bagus dan menarik, baru sekarang ku tahu jelas wajah asli kalian."
Ki Go-ceng mendelik, ucapnya, "Jika demikian, jadi maksudmu kau telah dirugikan, begitu?"
"Antara kita sebenarnya tidak perlu bicara tentang untung dan rugi, "jengek Ji Tok-ho. "Sebab
kalau mau menyusun neraca, biarpun seratus tahun juga sukar dihitung."
"Jika begitu, baik neraca untung maupun rugi boleh kita kesampingkan," kata Ki Go-ceng.
"Cuma, sudah sekian tahun keluarga Ki kami telah kau nodai, masakah kau malah menyesal
kepada kami?" "Kentut anjing! Hal-hal ini masakah pantas kau kemukakan?" damprat Ji Tok-ho dengan
gusar. "Keluarga Ki sekarang sudah tercemar dan berantakan, untuk apalagi ku tinggal di sini!"
teriak Ki Go-ceng dengan gusar, mendadak ia melayang keluar dengan cepat.
Setelah terdiam sejenak, kemudian Ki Pi-ceng berkata, "Sepantasnya tidak boleh kau datang
ke sini, sehingga membikin urusan tambah runyam."
"Pergolakan sudah timbul di dunia kangouw, dan itu memerlukan tindakanku, masa aku tidak
perlu berunding dengan kau?" kata Ji Tok-ho.
424 "Apakah kau maksudkan pergolakan yang timbul akibat tersiarnya Giam-ong-ceh?" tanya Ki
Pi-ceng. "Betul," Ji Tok-ho mengangguk. "Tak terduga berita yang kau terima ternyata tidak lebih
lambat daripadaku. Sekarang urusan lain tidak perlu kita persoalkan, marilah kita mendahului
turun tangan, mungkin segala sesuatu masih dapat kita pertahankan."
"Kukira sukar untuk dipertahankan, hanya setan tua dan bocah keparat itu harus kita tumpas
untuk melampiaskan dendam kita."
"Kukira masih belum terlambat, asalkan kita turun tangan selekasnya, bisa jadi segala sesuatu
masih dapat berubah," ujar Ji Tok-ho.
"Kan Giam-ong-ceh sudah disebar-luaskan di dunia Kangouw, masakah pamor kita masih
dapat dipertahankan?" tanya Ki Pi-ceng dengan heran.
"Betul, sebab sampai saat ini, berita yang tersiar itu hanya terbatas pada percakapan orang di
tepi jalan saja dan belum ada orang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri catatan
dalam buku Giam-ong-ceh itu, jadi pada umumnya orang Kangouw masih diliputi kesangsian,
setengah percaya setengah ragu."
"Jika menurut penuturanmu, jadi masih ada setitik harapan, "kata Ki Pi-ceng. "Apa
maksudmu hendak mengajak aku berangkat bersama sekarang juga?"
"Betul, "jawab Ji Tok-ho. "Ku tahu tempat sembunyi si tua bangka Tangkwik Ko, bila
beruntung, bisa jadi kita akan menemukan mereka di sana."
Biji mata Ki Pi-ceng berputar, katanya tiba-tiba: "Tidak, aku perlu pulang dulu ke gunung"
"Pulang ke gunung?" Ji Tok-ho menegas dengan heran. "Ada urusan apa yang bisa lebih
penting daripada pergolakan yang ditimbulkan oleh berita Giam-ong-ceh itu?"
"Akan ku kurung dulu Cu Lui-ji di sana, sebab anak dara itu telah dibawa pulang ke gunung
oleh Hay Tong-jing atas perintahku" tutur Ki Pi-ceng. "Jika anak dara itu tetap dalam
genggaman kita, tentu akan besar manfaatnya untuk kita gunakan sebagai alat pemeras
terhadap Ji Pwe-giok"
"Jika demikian boleh kutemani kau pulang ke gunung dulu, habis itu barulah kita bersatu
untuk membikin perhitungan dengan mereka" kata Ji Tok-ho.
Ki Pi-ceng mengangguk setuju, segera mereka meninggalkan gua di bawah tanah itu.
***** Mungkin disebabkan pikiran yang sedang resah dan hati gelisah, maka ketika Ki Pi-ceng dan
Ji Tok-ho meninggalkan ruangan gua itu dan masuk ke lorong, mereka ternyata tidak
memergoki Cu Lui-ji bertiga yang bersembunyi di sekitar situ.
Lui-ji bertiga segera menyusul ke situ setelah Ji Tok-ho masuk ke lorong itu tidak lama
kemudian, sebab itulah semua percakapan antara Ki Pi-ceng dan Ji Tok-ho dapat didengar
425 oleh mereka, mereka mendekam di tempat sembunyinya dan tidak berani bergerak sedikitpun,
bahkan bernapas tidak berani keras-keras.
Sekarang, setelah bayangan Ji Tok-ho dan Ki Pi-ceng menghilang di ujung lorong sana, demi
menjaga segala kemungkinan, mereka bertiga masih terus mendekam sekian lamanya di
tempat sembunyi itu, setelah semuanya terasa aman barulah pelahan mereka berdiri.
Hay Tong-jin menghentakkan kaki ke tanah dan berucap dengan menyesal: "Sungguh aku
menyesal! Aku menyesal mengapa aku mempunyai guru sekotor ini" Aku menyesal mengapa
tidak sejak dulu kuketahui rahasia mereka"
"Kita boleh dikatakan sangat mujur" kata Lui-ji. "Untung mendadak timbul semacam
firasatku dan tidak langsung ikut kau ke gunung, tapi memutar balik ke sini. Kalau tidak,
tentu sampai saat ini kita masih tidak tahu apa-apa, jelas akupun akan dijadikan sandera oleh
mereka" "Sudahlah, sekarang bukan waktunya untuk mengobrol, kita harus lekas-lekas meninggalkan
lorong ini," kata Thi-hoa-nio. "Apapun juga kita harus berdaya untuk mengadakan kontak
dengan Ji-kongcu." "Tapi siapakah yang tahu dimana jejak mereka sekarang?" ujar Lui-ji dengan sedih, hampir
saja mengucurkan air mata.
"Bukankah tadi Ji Hong-ho gadungan itu mengatakan Ji-kongcu sangat besar kemungkinan
berada di tempat kakek Ko?" tukas Thi-hoa-nio. "Maka bolehlah kita mengusut dan
mencarinya melalui garis petunjuk ini."
"Tapi siapa pula yang tahu letak tempat kediaman kakek Ko?" sela Hay Tong-jing. "Mencari
sesuatu yang tidak jelas kan sama saja seperti omong kosong?"
Seketika semangat Lui ji terbangkit, katanya, "Mari, kita keluar dulu dari lorong pengap ini,
apapun juga kita harus berusaha mendahului menemukan Toako, kalau tidak, tentu dia akan
terjebak oleh kelicikan musuh."
Segera mereka mempercepat langkah menuju ke lubang keluar lorong itu. Mereka sudah tidak
menghiraukan lagi bahaya apa yang mungkin timbul.
***** Kabut telah menyelimuti lereng-lereng gunung yang terjal dan berderet-deret. Indah sekali
pemandangan alam ini. Tidak lama kemudian kabut pagi itupun buyar, sang surya sudah terbit, di bawah cahayanya
yang gilang gemilang tertampak puncak gunung menjulang tinggi menghijau segar,
pepohonan lebat masih basah oleh embun dilingkupi awan tipis laksana kepulan asap...
Sungguh pemandangan permai seperti tempat kediaman malaikat dewata dalam dongeng.
Terdengar suara gemuruh air terjun, di pinggang gunung sana yang berkumandang hingga
jauh, selain itu lereng gunung ini boleh dikatakan sunyi senyap.
426 Pada saat itulah, di tengah semak pepohonan yang rindang di kaki gunung sana muncul dua
sosok bayangan kelabu, kedua orang itu sama memiliki Ginkang kelas satu, mereka terus
berlari, dengan cepat sepanjang jalan melayang dan meloncat dengan enteng sekali, melintasi
gunung dan memanjat puncak, menyeberangi sungai dan menyusuri kali, hanya sebentar saja
mereka sudah melayang tiba di tempat air terjun yang gemerojok dengan kerasnya!.
Pemandangan di sekitar air terjun terlebih permai, batu karang yang beraneka ragamnya,
tebing yang curam dengan dinding yang berlumut dan air pun berhamburan dari atas sana.
Kedua sosok bayangan orang itupun turun dari puncak sana dan berhenti tidak jauh di depan
air terjun. Kedua orang ini bukan lain daripada Tangkwik Ko dan Hong Sam.
Setelah memandang sekitarnya sejenak, lalu Tangkwik Ko berkata, "Ya, betul, inilah
tempatnya. Pasti di sini, tidak nanti dia bersembunyi di tempat lain."
Hong Sam kelihatan sangat kagum, katanya, "Sungguh suatu tempat yang indah, bilakah dia
menemukan tempat tirakat sebagus ini?"
"Belum lama berselang, tanpa sengaja dia bercerita tentang tempat baik ini," tutur kakek Ko
dengan tertawa "Kecuali diriku, di dunia ini mungkin tidak ada orang lain lagi yang tahu akan
tempat ini." Hong Sam lantas memandang sekitarnya dengan cermat, katanya kemudian, "Lantas
dimanakah dia" Mengapa tidak kelihatan?"
Pada saat itulah, ditengah gemuruh suara air terjun itu mendadak berkumandang suara orang
tua berteriak, "Hai, mengapa kalian seperti setan gentayangan saja, kemana pun ku pergi
selalu kalian kuntit. Tempat sembunyiku yang terpencil ini akhirnya dapat kalian temukan
juga." Suara itu timbul dari balik gerombol pohon cemara yang lebat sana.
Dari suaranya segera Hong Sam berdua dapat mengenalinya sebagai suara Tangkwiksiansing.
segera mereka berlari kesana mengikuti arah suara itu.
Setiba di tempat, hanya sekilas pandang saja mereka lantas melihat Tangkwik-siansing lagi
bersantai di atas pohon. Cara bersantai kakek kurus kecil itu sangat istimewa, kedua kakinya yang kecil itu
menggantol pada dahan pohon, kepalanya menjungkir ke bawah sehingga wajahnya tertutup
seluruhnya oleh jenggotnya yang panjang, apabila orang melihatnya secara mendadak,
mustahil kalau tidak menyangka ketemu siluman.
"Eh, semangat kau orang tua benar-benar harus dipuji, tampaknya dari tua telah kembali
muda sehingga berhasrat main ayun-ayunan di tempat tersembunyi ini," dengan tertawa Hong
Sam berseloroh. 427 "Kalau berminat, boleh juga kaupun naik kemari untuk mencobanya," jawab Tangkwiksiansing.
"Aku berani menjamin, inilah cara bersantai yang paling menyenangkan apabila kau
habis berlatih kungfu."
Sungguh Hong Sam ingin tertawa, sedangkan kakek Ko hanya berdiri disamping sambil
menggeleng-geleng kepala.
Mendadak Tangkwik-siansing mengayun tubuhnya, sekali melejit, seperti putaran roda saja,
belum lagi orang sempat melihatnya bagian mana kepalanya dan bagaimana kakinya, tahutahu
ia sudah melayang turun dan berdiri tegak di depan Hong Sam.
"He, dimanakah saudaraku?" seru Hong Sam dengan tak sabar lagi.
"Untuk apa kau tegang begini" ujar Tangkwik-sian-sing, "Memangnya kalian kuatir kubunuh
dia dan kurampas harta bendanya?"
"Sekalipun kami berpendapat begitu juga tidak keterlaluan," ujar Hong Sam. "Coba jawab apa
maksudmu merampas Po-in-pay, lalu menghantam bocah itu hingga mencelat, memangnya
semua itu bermaksud baik" Dapatkah kau sangkal semua fakta ini?"
"Justru itulah peraturanku yang khas dan sudah berlaku sejak dulu," teriak Tangkwiksiansing.
"Barang siapa ingin belajar kungfuku, maka dia harus kucoba dengan Bu-siang-sikang,
supaya ku tahu sampai dimana tingkat kekuatannya menahan pukulanku?"
"Busyet!" seru Hong Sam. "Masakah pakai dicoba dengan pukulan segala"... Sungguh aneh
dan ajaib, di dunia ini ternyata ada cara menerima murid dengan syarat selucu ini."
"Apanya yang aneh" Apanya yang lucu" Kau sendiri yang sedikit pengalaman dan dangkal
pengetahuan, maka segalanya kau rasa aneh," omel Tangkwik-siansing dengan mencibir.
"Padahal waktu kucoba dia hanya kugunakan tiga bagian tenaga ku saja, apabila dia tidak
cukup memenuhi syarat, tentu kontan dia akan mati ku pukul. Tapi bocah itu memang lain
daripada yang lain, sekumur darah saja tidak tumpah."
"Sudahlah, tidak perlu banyak membual lagi," si kakek Ko menyeletuk: "Yang penting
sekarang, Ji-kongcu berada di mana?"
Tangkwik-siansing menuding ke arah air terjun dan berkata: "Di balik air terjun itu ada
sebuah panggung batu alam, di sanalah dia berduduk untuk berlatih"
Hong Sam merasa heran, tanyanya: "Air terjun sekeras itu dengan suara gemuruh terus
menerus tanpa berhenti, suaranya memekak telinga, masakah kau biarkan dia berduduk dan
berlatih di sana" "Tampaknya kau memang dangkal pengetahuan, makanya segala apa membuat kau heran"
kata Tangkwik-siansing. "Ketahuilah, di sinilah terletak perbedaan Bu-siang-sing-kang
dengan kungfu lain" "Baiklah, anggaplah memang dangkal pengetahuanku, maka sekarang kuminta penjelasanmu
supaya ku tahu rahasia apa di balik cara berlatih yang luar biasa ini?" kata Hong Sam.
428 Tangkwik-siansing mengelus jenggotnya yang panjang, tuturnya kemudian: "Bu-siang-sinkang
dapat diyakinkan atau tidak bergantung kepada kekuatan batin dan kecerdasan otaknya.
Apabila kekuatan batinnya sudah terpupuk dengan baik, biarpun gunung ambruk di
hadapannya juga takkan membuatnya terkejut, apalagi cuma air terjun dan suaranya yang
gemuruh. Jika yang berlatih tidak tahan oleh suara gemuruh yang berlangsung terus menerus,
maka hal ini berarti kekuatan batinnya belum cukup, kalau kekuatan batin tidak kuat, berarti
sukar membangkitkan kecerdasannya, ini berarti tidak memenuhi syarat untuk berlatih Busiang-
sin-kang, sebab itulah bocah itu harus lulus dulu dari ujianku ini, habis itu baru dapat ku
tentukan dia dapat berlatih Bu-siang-sing-kang atau tidak"
"Dan sekarang apakah dia sudah memberi reaksi akan kekuatan batinnya atau belum?" tanya
Hong Sam. "Dia memang hebat" kata Tangkwik-siansing dengan tertawa. "Bahkan sama sekali di luar
dugaanku. Kuberani bertaruh dengan siapapun, sebelum lewat tujuh hari dia pasti akan
berhasil meyakinkan Bu-siang-sin-kangku"
"Masa begitu pesat kemajuannya?" Hong Sam menegas dengan melongo.
"Ya, kalau orang lain, tidak mungkin berhasil secepat ini" ujar Tangkwik-siansing.
"Pembawaan bocah ini memang lain daripada yang lain, ditambah lagi kegiatan berlatih
secara pondasi yang telah dimilikinya sebelum ini, maka dia memang pemuda yang sukar
dicari bandingannya. Cuma dalam waktu tujuh hari, siapa pun tidak boleh mengejutkan dia,
kalau tidak, bukan saja Bu-siang-sin-kang akan gagal dilatihnya, akibatnya akan membuatnya
mengalami kelumpuhan dan tamatlah segalanya."
"Masa kami memandangnya dari jauh juga tidak boleh?" tanya Hong Sam.
Untuk sejenak Tangkwik-siansing melenggong, katanya kemudian, "Baiklah, kalau tidak
kululuskan permintaanmu, bisa jadi kau masih mencurigai diriku telah membunuh dan
merampas harta bendanya."
Jilid 15________ Di belakang air terjun yang airnya berhamburan dengan derasnya itu memang ada sebuah
tebing miring, di situ mencuat sepotong batu karang yang rata sehingga mirip sebuah
panggung alam terapung. Batu itu seluas meja, karena teraling-aling oleh air terjun, maka
tidak kelihatan bila dipandang dari depan. Untuk bisa melihat dengan jelas orang harus
mengitar dari sisi kanan atau kiri air terjun.
Hong Sam dan Tangkwik Ko ikut di belakang Tangkwik-siansing, di bawah hamburan air
terjun, akhirnya mereka dapat menerobos ke sisi kiri dan menemukan panggung alam yang
mencuat di dinding tebing secara aneh itu.
Itulah dia, Ji Pwe-giok lagi duduk bersila di atas panggung.
Gaya duduknya adalah semedi agama Buddha, sikapnya khidmat, wajahnya tenang, kelopak
matanya setengah tertutup, keadaannya seperti sudah melupakan segalanya.
429 Kalau tidak mengalami sendiri memang sulit dibayangkan. Tokoh yang bertenaga dalam kuat
seperti Hong Sam dan kakek Ko saja merasakan hati berdebar menghadapi suara gemuruh air
terjun laksana gelegar guntur itu. Tapi Ji Pwe-giok sedikitpun tidak terpengaruh, bahkan tetap
bersemedi dengan tenangnya, sungguh suatu keajaiban.
Ketiga orang itu berdiri di situ sampai sekian lamanya tanpa bersuara, lalu Tangkwik-siansing
mengajak mereka mundur kembali ke bawah pohon raksasa tadi.
Tiba-tiba Hong Sam ingat sesuatu, katanya, "Setelah kau lukai dia dengan Bu-siang-sin-kang,
lantas kau bawa dia langsung ke sini?"
"Ya, memangnya ku gendong dia pelesir kemana-mana, kemudian datang ke sini?" sahut


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tangkwik-siansing. "Di tengah jalan dia terus berada dalam keadaan tidak sadar dan tidak pernah kontak dengan
siapa pun?" tanya pula Hong Sam.
"Apa maksudmu tanya hal-hal ini?" Tangkwik-siansing merasa heran.
Tiba-tiba Tangkwik Ko menimbrung, "Waktu kami memburu ke sini, kami mendengar Giamong-
ceh sudah tersiar luas di dunia Kangouw, entah betul tidak hal ini?"
Tangkwik-siansing tertawa lebar, katanya, "Masa tidak betul, meski bocah ini dalam keadaan
tak sadar, apakah tidak dapat ku bekerja bakti baginya?"
"Wah, celaka!" seru Hong Sam dengan gegetun. "Tindakanmu ini hakekatnya ingin
berjangkitnya kekacauan dunia."
"Memangnya ada kejadian apa sehingga membikin tegang padamu?" tanya Tangkwiksiansing.
"Sedikitnya tujuh hari lagi barulah ilmu sakti Pwe-giok berhasil diyakinkan, tapi dalam duatiga
hari ini dunia kangouw pasti akan bergolak, mengapa buru-buru kau siarkan Giam-ongceh
kepada umum?" Melengak juga Tangkwik-siansing, "Ah, rupanya karena terdorong oleh hasratku akan
membikin gempar sehingga tidak kupikirkan hal-hal ini. Wah, kan bisa celaka!"
Dengan prihatin kakek Ko ikut bicara, "Harapan kita sekarang, mudah-mudahan tempat ini
tidak diketahui orang."
"Biasanya tempat rahasia begini tentu sukar ditemukan orang," kata Hong Sam. "Tapi setelah
suasana bergolak akibat tersiarnya Giam-ong-ceh keadaan tentu saja berubah, tentu tokohtokoh
yang merasa dirugikan oleh berita Giam-ong-ceh itu akan mencari kemana pun, dan
tiada yang berani menjamin bahwa tempat ini takkan ditemukan oleh mereka."
Tangkwik-siansing sampai garuk-garuk kepala saking kelabakan, katanya, "Apa mau
dikatakan lagi, Giam-ong-ceh sudah terlanjur tersiar dan sukar ditarik kembali, kukira boleh
kau...." 430 Sampai di sini mendadak ia merandek sambil melirik air muka kedua rekannya.
"Katakan terus, "Ujar Hong Sam. "Yang penting kita harus menjaga keselamatan Pwe-giok
agar tidak terganggu, untuk ini sekalipun jiwaku harus melayang juga takkan kusesalkan."
"Bagus!" Tangkwik-siansing berkeplok gembira, "memangnya sedang kutunggu ucapanmu
ini. Sekarang kita tidak perlu banyak omong. pokoknya beberapa kerat tulang rapuh kita
bertiga sudah siap berserakan di sini."
"Berserakan di sini tidak menjadi soal, tapi perlu juga kita memperkirakan kemungkinan apa
yang akan terjadi," sela kakek Ko. "Coba pikirkan, siapa-siapa di antara orang-orang itu yang
mungkin akan mengadu jiwa ke sini?"
"Wah, tentu saja banyak," kata Tangkwik-siansing, "Kecuali Ji Hong-ho gadungan itu, tentu
masih ada Ki Go-ceng dan Ki Pi-ceng, lalu si Hu-patya yang celaka itu, Lo-cinjin dan...
pendek kata, setiap orang kangouw yang menonjol pasti tersangkut, bahkan kau Hong Sam
sendiri juga tidak terkecuali."
"Aku?" teriak Hong Sam dengan kaget sambil menuding hidung sendiri. "Masakah dalam
Giam-ong-ceh itu juga menyebut diriku" Memangnya perbuatanku mana yang memalukan?"
"Kalau tidak ditunjukkan, mungkin kau sendiri sudah lupa," ujar Tangkwik-siansing. "Tapi
dalam Giam-ong-ceh tercatat dengan gamblang, aku sendiri sudah membacanya, tidak
mungkin keliru." "Coba kulihat," pinta Hong Sam sambil mengulurkan tangannya, "kalau tidak ada bukti, akan
kutangkap kau sengaja memfitnah."
"Buku itu sudah ku masukkan lagi ke saku bocah itu," kata Tangkwik-siansing. "Jika kau
ingin tahu, bolehkah kukatakan terus terang?"
"Baik, coba katakan." Hong Sam memandangnya dengan terbelalak.
Tangkwik-siansing tertawa lebar, katanya, "Ingat tidak sepuluh tahun yang lalu kau tergilagila
pada seorang pesinden, namanya si Mirah, akhirnya dompetmu kempes dan didepak
orang, betul tidak?"
"Omong kosong, masakah aku didepak orang." cepat Hong Sam membantah. "Soalnya aku
sudah bosan dan kutinggalkan dia."
"Pokoknya pernah terjadi hal begitu, soal didepak orang adalah sengaja kubumbui untuk
memancing pengakuanmu," kata Tangkwik-siansing dengan tertawa.
Seketika muka Hong Sam menjadi merah.
Cepat Tangkwik-siansing menyambung lagi, "Tidak perlu malu, urusan begituan adalah
jamak bagi kaum lelaki. Malahan namaku sendiri pun tercatat di dalam Giam-ong-ceh, kalau
kuceritakan persoalannya tidak banyak berbeda dengan perbuatanmu."
"Masa waktu muda kaupun suka main perempuan," tanya Hong Sam.
431 Tangkwik-siansing menggeleng kepala, jawabnya, "Aku tidak sembarangan main perempuan,
soalnya secara diam-diam kucintai seorang nikoh jelita, tapi sayang, aku hanya bertepuk
sebelah tangan, cintaku tidak mendapat sambutan yang memuaskan, akhirnya aku hampir saja
membunuh diri." Hong Sam dan Tangkwik Ko saling pandang sekejap, lalu ketiga orang sama bergelak
tertawa..... ***** Sang surya sudah hampir tenggelam di ufuk barat, di bawah cahaya senja yang keemasan itu
sesosok bayangan orang tampak berjalan di antara pematang sawah menuju ke sebuah sungai
kecil di depan sana. Bayangan kecil itu adalah Cu Lui-ji, setelah keluar dari lorong bawah tanah itu ia lantas
berpisah dengan Thi-hoa-nio dan Hay Tong-jing, tujuannya mencari Pwe-giok.
Akan tetapi dunia seluas ini, kemanakah perginya Ji Pwe-giok"
Namun Lui-ji tidak perduli, setiap tempat yang mungkin disinggahi Pwe-giok pasti berusaha
dicarinya. Demi Pwe-giok dia tidak menghiraukan capek lelah segala.
Bicara sesungguhnya, selama dua hari ini dia benar-benar susah payah dan kehabisan tenaga,
namun jejak Pwe-giok tetap tidak diketahui.
Bahkan gerak-geriknya sekarang perlu hati-hati, dia sudah tahu Ki Pi-ceng bermaksud
menawannya untuk dijadikan sandera. Sekarang rahasia keluarga abnormal itu sudah
terbongkar, sepanjang jalan ia harus waspada agar tidak tersusul oleh Ki Pi-ceng.
Selama dua hari ini iapun mendengar berita Giam-ong-ceh yang ramai dibicarakan orang
kang-ouw itu, ini membuktikan bahwa percakapan antara "Ji Hong-ho" dan Ki Pi-ceng di gua
bawah tanah itu memang tidak salah, iapun tahu dunia kang-ouw sudah mulai bergolak
sehingga dia tambah kuatir akan keselamatan Pwe-giok.
Terutama pada siang hari ini, dilihatnya berturut-turut rombongan orang Kang-ouw yang
berlalu-lalang di jalan raya, dari suara yang didengarnya tanpa sengaja, diketahuinya bahwa
tujuan orang-orang itu adalah hendak mencari Ji Pwe-giok.
Dari kenyataan ini, dia tidak berani lagi berspekulasi, ia harus berusaha menemukan Pwe-giok
selekasnya untuk menyampaikan segala rahasia yang didengarnya di gua rahasia itu serta
kejadian yang dilihatnya sepanjang jalan.
Semua ini jelas ada hubungan erat dengan Ji Pwe-giok, kalau tidak disingkapnya, tentu Pwegiok
akan mudah tersesat ke arah yang tidak tepat.
Padahal persoalan yang paling penting adalah kematian Ki Go-ceng yang palsu itu, kalau hal
ini tidak dibongkar, tentu Pwe-giok sukar membedakan "Bak-giok Hujin" Ki Pi-ceng itu
sesungguhnya kawan atau lawan.
432 Pada saat Lui-ji sudah putus asa untuk menemukan Pwe-giok itulah, tiba-tiba teringat olehnya
cerita Hong Sam yang pernah menyebut tempat tinggal kakek Ko, kalau tidak salah rasanya
seperti terletak di sekitar tempat ini, hanya letaknya yang persis belum diketahui. Sebab itulah
terpaksa ia mencari sedapatnya secara untung-untungan.
Sekarang Lui-ji benar-benar sangat payah, terasa punggung pegal dan kaki linu, kalau tidak
mendapatkan makanan dan istirahat yang cukup, sungguh dia tidak tahan lagi.
Ditengah remang senja itulah dia masih terus mencari ke depan...
Dengan langkah lemah ia masuk ke pintu pagar bambu itu dan berseru, "Sepada?"
Namun tidak terdengar jawaban, suasana sunyi senyap. Sampai beberapa kali Lui ji berteriak
dan tetap tiada suara lain. Sialan, rupanya rumah ini kosong.
"Perduli amat, masuk saja, syukur bila dapat menemukan sedikit makanan, makan kenyang
dulu dan perkara urusan belakangan," karena pikiran inilah Lui-ji mendorong pintu rumah itu.
Pintu terbuka, "Ngeongng", mendadak sesosok bayangan meloncat ke pangkuannya.
Lui-ji terkejut. Akan tetapi rasa kaget itu segera lenyap dalam sekejap. sebab diketahuinya
yang melompat ke pangkuannya itu seekor kucing hitam.
Pelahan Lui-ji membelai bulu kucing yang halus itu dan berucap, "O, kucing sayang,
dimanakah majikanmu?"
"Meong, meong!" kucing hitam itu memandang si nona dengan matanya yang mengkilap.
Lui-ji seperti lupa bahwa kucing itu tak dapat bicara, seperti menimang anak kecil ia berkata
pula, "Ah, tentunya kau lapar, kucarikan sedikit makanan bagimu."
Segera ia mengetik api dan menyalakan lentera minyak di atas meja.
Mendadak perhatian Lui-ji tertarik oleh sepotong baju di amben sana, itulah baju yang dijahit
untuk Hong Sam, jelas, tidak mungkin keliru.
jangan-jangan disinilah tempat kediaman kakek Ko" Sungguh sangat kebetulan!
Tapi kemana perginya Hong-sacek dan kakek Ko"
Saking girangnya sampai Lui-ji lupa lapar dan lelah. pada saat itulah kucing hitam dalam
pangkuannya itu mendadak melompat keluar dan berlari ke arah sawah sana.
Kepergian kucing itu seperti mengandung maksud tujuan tertentu, Lui-ji menjadi curiga,
segera ia membuntuti kucing itu.
Sementara itu kelam malam sudah meliputi bumi, di ujung langit timur sana mulai menongol
sang dewi malam. Kucing hitam tadi masih terus berlari ke depan, terkadang menoleh dan memandang Lui-ji
seakan-akan kuatir Lui-ji tidak dapat menyusulnya, maka sengaja menunggunya.
433 Heran sekali Lui-ji, dia lebih-lebih yakin bahwa lari si kucing hitam ini pasti mempunyai
tempat tujuan. Seketika semangatnya terbangkit, cepat ia mengejar dengan kencang, ia ingin
tahu selekasnya ke mana kucing hitam itu hendak membawanya.
Di bawah sinar bulan yang mulai terang, dapatlah Lui-ji mengikuti kucing itu melintas sungai
kecil dan menyusuri hutan, mendaki lereng bukit, dan kucing hitam itu masih terus berlari ke
depan. Sekonyong-konyong Cu Lui-ji merasa ada sesuatu di belakangnya, waktu ia berpaling,
ternyata tiada sesuatu yang dilihatnya.
Ia tidak menaruh perhatian dan tetap berlari ke depan agar tidak kehilangan jejak si kucing
hitam. Setelah berlangsung dua-tiga jam, tertampaklah lereng gunung terjal menghadang di depan.
Kucing itu menoleh dan bersuara "meong-meong" dua kali, habis itu mendadak mempercepat
larinya ke atas gunung. Lui-ji sendiri sudah kepayahan, sesungguhnya ia tidak sanggup lagi mengejar kucing itu, tapi
sekuatnya ia tetap memanjat ke atas.
Tapi sebelum tiba di pinggang gunung, hanya sekejap saja kucing hitam itu sudah menghilang
entah kemana, lalu didengarnya suara gemuruh air terjun.
Ditengah gunung seluas ini dan suara gemuruh air terjun yang menggelegar menimbulkan
kumandang suara yang tiada hentinya itu, Lui-ji menjadi bingung dan tak dapat membedakan
arah letak air terjun. Dalam keadaan demikian, Lui-ji merasakan dirinya benar-benar sangat kecil di alam ini,
memanggil langit tidak terjawab, menyebut bumi tidak digubris.
Tapi dia tidak menyesal sedikitpun. Baginya, asalkan dia sudah dekat dengan Ji Pwe-giok
yang dicarinya itu, sedikit capek lelah ini sama sekali tidak ada artinya.
Begitulah ia membangkitkan semangat dan bertekad terus mendaki ke atas, paling tidak
kucing hitam tadi harus ditemukan.
Pada saat itulah baru saja dia hendak melangkah pula, tiba-tiba dari belakang terjulur tiba
sebuah tangan yang indah, seketika pergelangan tangan Lui-ji terpegang.
Ditengah malam sunyi, di pegunungan sepi, kejadian ini sungguh sangat mengejutkan.
Tentu saja Lui-ji merinding, tanpa kuasa tubuhnya terus ditarik memutar balik oleh tangan
yang indah itu. Sekilas pikir Lui-ji mengira dirinya bertemu dengan hantu. Tapi baru saja pikiran demikian
terlintas dalam benaknya, apa yang dilihatnya segera ternyata seorang perempuan yang amat
cantik dengan gayanya yang anggun.
434 "Haya!" Lui-ji berteriak kaget.
Sungguh tak terduga, setelah melihat jelas orang yang memegang tangannya adalah seorang
perempuan cantik berbaju hitam, sungguh kagetnya melebihi melihat setan iblis, saking
kagetnya, dan juga lantaran lelahnya, ia jatuh terduduk.
"kau..." terbelalak mata Lui-ji dan tidak sanggup bersuara lagi.
"Betul, aku. Tak kau duga bukan"!" kata perempuan cantik itu, siapa lagi dia kalau bukan Ki
Pi-ceng. Lui-ji gelagapan dan tidak tahu apa yang harus diucapkan.
Ki Pi-ceng lantas berkata pula, "Pernah ku puji kau ini anak perempuan yang baik, mengapa
mendadak kau tidak penurut lagi?"
Setelah berhenti sejenak, lalu ia menyambung, "Tadinya kukira kau ikut Hay Tong jing
pulang ke gunung, siapa tahu kau kabur ditengah jalan sehingga aku kecelik."
Mendadak Lui-ji meronta bangun dan berteriak. "Mengapa aku harus tunduk kepada
kehendakmu?" Suara cukup keras dan sikapnya tegas, mendadak ia menjadi tabah.
"Sebab orang yang tunduk kepadaku tentu takkan susah, tapi kau ternyata tidak mau
menurut." Kata Ki pi-ceng.
Lui-ji tambah berani, ia bertolak pinggang dan mendengus, "Hm, sekarang juga aku tidak
merasa susah, bahkan pasti tidak akan tunduk kepada perintahmu, selamanya jua aku tidak
pernah susah." "Itu kan belum kau rasakan," ujar Ki Pi-ceng dengan tertawa. "Apabila kau mulai merasa
susah, tentu kau akan menyesal."
Lui-ji melengak, katanya, "Aku tidak mengerti apa arti ucapanmu ini?"
"Masa perlu kujelaskan?" kata Ki Pi-ceng. "Baiklah, biar kau tambah pengalaman."
Mendadak Lui-ji merinding, lamat-lamat ia merasakan gelagat tidak enak.
Terdengar Ki Pi-ceng menyambung lagi. "Petang tadi jejakmu sudah ku ikuti, bahkan
mengikut pula banyak kawanku"
"Apa" kawanmu" Siapa" Di mana?" Teriak Lui-ji dengan gugup.
Ki Pi-ceng tertawa, katanya, "Wah, banyak sekali jumlah mereka. ada diantaranya Ji Hongho,
Ki Go-ceng, Lo-cinjin, Hu-patya dan lain-lain lagi, sukar dihitung satu persatu. Mereka
sudah menuju ke air terjun sana. Tahukah kau untuk apa mereka pergi ke sana?"
Lui-ji tidak menjawab, tapi mukanya menjadi pucat.
435 Ki Pi-ceng berkata pula, "Kepergian mereka ke sana adalah untuk menjenguk seorang tamu
terhormat, sedangkan tamu terhormat itu adalah orang yang sedang kau cari dengan segala
daya upaya, tanpa petunjukmu tentu sukar bagi kami untuk menemukan dia. Coba bayangkan,
bukankah yang rugi dan bakal susah ialah dirimu?"
Seketika kepala Lui-ji seperti dikemplang satu kali, ia berdiri mematung dan tak sanggup
bersuara. "Nah, ucapanku tidak salah bukan?" kata Ki Pi-ceng pula. "Anak perempuan yang tidak
menurut tentu akan susah sendiri, semoga kejadian seperti ini jangan terulang pula."
Lui-ji tidak menghiraukan ejekan orang, mendadak ia berpaling ke sana dan berteriak sekeraskerasnya,
"Ji-Kongcu, akulah yang membikin susah padamu!"
Menyusul ia terus melompat ke sana. Tapi peristiwa aneh segera terjadi.
Baru saja ia berlari dua-tiga langkah, dari belakang tiba-tiba timbul semacam daya isap yang
sangat kuat, kontan dia tertarik balik mentah-mentah.
Jelas itulah perbuatan Ki Pi ceng.
Air mata Lui-ji bercucuran, ucapnya, "Cianpwe, akulah yang menyiarkan Giam-ong-ceh, jika
mau membunuh boleh bunuhlah diriku, tapi jangan membikin susah Ji-kongcu."
Ki Pi-ceng menggeleng, katanya, "Tampaknya kekuatan cinta memang maha besar, bahkan
orang rela mati baginya."
"Memang, ku rela mati asalkan tidak membikin susah dia," seru Lui-ji dengan menangis.
"Biarlah aku mati seratus kali... seribu kali... ku rela..."
Mendadak nada ucapan Ki Pi-ceng berubah menjadi ketus "Hm, urusan di dunia ini memang
serba aneh, orang yang pantas mati biarpun ingin lari juga tidak bisa lolos, orang yang tidak
harus mati, ingin matipun sukar."
Lui-ji melengak pula, tanyanya, "Cianpwe, kau bilang siapa tidak pantas mati?"
"Kau anak perempuan yang pintar, tentunya dapat kau bedakan," kata Ki Pi-ceng.
Seketika Lui-ji seperti terperosot ke jurang, ia menyadari tiada gunanya memohon belas
kasihan orang, ia menangis keras-keras, mendadak ia berlari pula ke pinggang gunung.
"Blang", tahu-tahu ia menyeruduk sesuatu, kontan ia terpental balik.
Rupanya dia terlalu gugup dan tergesa-gesa, yang dipikir hanya lari secepat-cepatnya
sehingga entah apa yang ditubruknya, tapi begitu ia menengadah dan melihat jelas, seketika ia
menjerit tertahan. Hah, Leng-kui adanya! 436 Betul, inilah Leng-kui yang ajaib dan tidak pernah mati itu, senyumannya yang seram,
pakaian hitam yang ketat, ikat pinggangnya yang merah dan sebilah golok melengkung
terselip di ikat pinggangnya...
Saking kagetnya Lui-ji mendekap mukanya dan tidak berani memandang pula.
"Bawalah dia pulang ke gunung," demikian pesan Ki Pi-ceng kepada Leng-kui.
Baru lenyap suaranya, serentak Ki Pi-ceng melayang ke atas, gerakannya jauh lebih cepat dari
pada Leng-kui, dalam sekejap saja sudah menghilang.
Segera Leng-kui mencengkeram Lui-ji. Kalau Leng-kui ibaratnya elang, maka Lui-ji tepat
seperti anak ayam. Mendingan jatuh dalam cengkeraman orang lain, tapi Lui-ji jatuh dalam cengkeraman
makhluk aneh ini, keruan ia ketakutan setengah mati.
Leng-kui menyeringai sehingga kelihatan barisan giginya yang putih, katanya, "Anak
perempuan harus menurut, marilah kita pulang ke gunung."
Saking seramnya, pikiran Lui-ji menjadi jernih malah, ia sempat melolos belati terus
menikam tubuh Leng-kui. "Crat", darah muncrat, dada Leng-kui berlubang.
Akan tetapi Leng-kui tetap menyeringai seram, ucapnya, "Eh, kenapa kau lupa lagi,


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selamanya Leng-kui takkan mati."
Hampir saja Lui-ji semaput saking ngerinya.
Pada saat itulah, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang berteriak, "Lui-ji! Lui-ji!..."
Lamat-lamat Lui-ji merasa suara itu seperti suara Hong-saceknya, hati tergetar, serentak ia
siuman kembali. Cepat iapun berteriak, "Sacek... Sacek..."
Baru berteriak dua-tiga kali, tahu-tahu ia merasa dirinya sudah berubah seperti sehelai kertas
yang tertiup angin dan melayang di udara.
Iapun melihat sesosok bayangan kelabu secepat terbang lagi melayang ke arah sini, lamatlamat
dapat dikenalnya pendatang ini ialah Hong-saceknya.
Dengan Ginkang secepat terbang memang betul Hong Sam sedang memburu ke sini, tapi dia
hanya sempat melihat Lui-ji dipanggul oleh sesosok bayangan hitam, lalu seperti asap buyar
tertiup angin, dalam sekejap saja sudah menghilang.
Keruan Hong Sam terkesiap, sungguh ia tidak tahu Ginkang apakah bisa secepat itu"
437 Tak terpikir oleh Hong Sam bahwa yang membawa lari Lui-ji itu ialah Leng-kui, tapi ia
merasa bingung untuk mengejarnya.
Pada saat itulah, terdengar angin berkesiur, beberapa bayangan orang melayang keluar dari
kaki gunung dang menuju ke air terjun.
Hong Sam tahu gelagat tidak enak, tidak sempat lagi memikirkan Lui-ji, sekali lompat,
secepat terbang ia menuju ke tempat Pwe-giok berlatih kungfu itu.
Sesudah dekat, dilihatnya beberapa tombak di luar air terjun sana berdiri tiga orang, Ki Piceng
berdiri ditengah diapit oleh Ki Go-ceng dan Ji Hong-ho. Dengan tiga pasang mata yang
jelalatan mereka sedang mencari orang yang membentak agar mereka jangan maju lebih jauh
lagi. Sedetik, dua detik, tiga detik... Sungguh aneh, dengan ketajaman mata mereka, jangankan
malam ini di cakrawala dihiasi sang dewi malam, sekalipun tanpa sinar bulan, seekor tikus
ditengah semak pohon saja dapat mereka temukan dengan cepat. Tapi sekarang sinar mata
mereka telah menjelajahi segenap pelosok air terjun itu dan tetap tidak melihat sesuatu.
Ki Go-ceng tidak tahan, dengan gusar ia berteriaknya, "Siapa itu yang bicara tadi" kalau tidak
perlihatkan dirimu segera akan kumaki kau!"
Mendadak seorang dengan suara melengking berteriak, "Orang tua berada tidak jauh di depan
kalian, apakah mata kalian sudah buta semua, masakah tiada seorangpun melihat diriku?"
Sekali ini ketiga orang itu dapat mendengar dengan jelas, suara itu bergema dari onggokan
batu yang terletak beberapa tombak di depan mereka sana.
Dengan pandangan setajamnya mereka mencari pula, tapi tetap tidak menemukan orang
bersembunyi didalam onggokan batu itu, hanya tertampak sepotong batu raksasa seperti
sedang bergerak-gerak. "Huh, kiranya dia!" jengek Ki Pi-ceng.
"Siapa?" tanya Ki Go-ceng dengan heran.
"Coba kau perhatikan batu yang bergerak itu, apakah betul-betul batu?" ujar Ki Pi-ceng.
Waktu Ki Go-ceng memandang secermatnya, lalu berkata, "Ya, batu itu lebih mirip sebuah
karung warna kelabu."
"Betul, warnanya serupa batu, kalau tidak bergerak, hakekatnya tak ketahuan bahwa benda itu
adalah sebuah karung yang ada isinya," kata Ki Pi-ceng. "Kecuali orang goblok yang melebihi
babi, kalau tidak tentu dapat kau pikirkan siapa yang kita hadapi ini."
Setelah termenung sejenak, akhirnya Ki Go-ceng menepuk dahi sendiri dan berteriak, "Ah,
betul, rupanya kita sedang berhadapan dengan Po-te Siansing."
"Hahaha, kawan kerdil, hanya separuh tepat terkaanmu!" mendadak seorang bergelak tertawa
di sana. "Awas, tangkap!"
438 Baru lenyap suaranya, isi karung itu menggelinding keluar dengan cepat luar biasa, secara
tepat benda itu lantas berhenti setelah menggelinding sampai di depan ketiga orang.
Hah, karung itu terikat erat mulutnya, isinya pasti manusia, hal ini terbukti karena dapat
bergerak-gerak. Ki Go-ceng yakin isi karung itu pasti si tua bangka Tangkwik, memang cara beginilah
biasanya Tangkwik-siansing main sembunyi dan menggoda orang. Tanpa pikir segera ia
hantam karung itu, "blang-blang", kontan terdengar suara jeritan di dalam karung. Mulut
karung yang terikat juga pecah dan meluncur keluar satu orang dengan mulut tumpah darah.
Seketika air muka Ki Go-ceng berubah, sikapnya menjadi serba susah seperti kera makan
terasi. Ki Pi-ceng dan Ji Hong-ho terkejut.
Isi karung itu memang benar-benar sangat mengejutkan dan di luar dugaan siapapun. Yang
menggelinding keluar ini bukanlah Po-te Siansing alias Tangkwik-siansing melainkan Thiansip-
sing, si tukang gegares, yang kini terluka parah karena pukulan Ki Go-ceng.
Ki Pi-ceng bertiga bukan cuma terkejut saja, bahkan melongo tak mengerti. Sebab Thian-sipsing
adalah komplotan mereka yang datang bersama untuk membikin perhitungan dengan Ji
Pwe-giok, beberapa saat yang lalu bahkan masih bersembunyi bersama kawan yang lain,
siapa tahu sekarang telah ditawan oleh Tangkwik-siansing dan dimasukkan ke dalam karung,
malahan dengan meminjam tangan Ki Go-ceng si tukang gegares ini dihantamnya hingga
terluka parah. Maka terdengar gelak tertawa pula dibalik onggokan batu, waktu semua orang memandang
kesana, tertampaklah Tangkwik-siansing lagi nongkrong di atas batu dan sedang tertawa
terkial-kial. Ukuran jenggot Tangkwik-siansing yang luar biasa memang tidak sebanding dengan
tubuhnya yang kecil, sekarang menongkrong di atas batu dan terkial-kial sehingga
kelihatannya menjadi sangat lucu.
Tapi ketiga orang di hadapannya ini tiada satupun dapat tertawa, sebaliknya mereka melotot
gusar ke arah Tangkwik-siansing.
Tapi dengan santai Tangkwik-siansing lagi membetulkan jenggotnya yang panjang itu,
katanya: "Eh, tumben kalian bertiga pesiar bersama, mengapa kalian suami istri bertiga tidak
mengeram di dalam kamar, tapi jauh-jauh datang ke pegunungan sepi ini untuk mencari
diriku" Memangnya kalian ingin cari lawan berkelahi?"
Sindiran Tangkwik-siansing itu benar-benar sangat menusuk perasaan Ki Pi-ceng. Muka Ki
Go-ceng dan Ji Hong-ho juga merasa panas, sungguh kalau bisa mereka ingin membinasakan
Tangkwik-siansing dengan sekali hantam.
439 Sejenak kemudian, setelah menenangkan diri, Ki Pi-ceng berkata: "Tangkwik-siansing adalah
tokoh terkemuka dan terhormat, apabila kutanya sesuatu padamu, tentunya engkau akan
bicara terus terang dan takkan berdusta"
"Hah, betapapun Bak-giok Hujin memang lihay, dengan satu kata saja aku lantas terikat untuk
tidak berdusta" ujar Tangkwik-siansing.
"Sekarang ingin kutanya, apakah Ji Kongcu berada di tempatmu ini?"
"Jika kalian mencari ke sini, apakah aku dapat menyangkal lagi?"
"Bagus jika kau sudah mengaku" kata Ki Pi-ceng. "Sekarang ingin ku bicara beberapa kata
langsung dengan dia"
Tangkwik-siansing tampak melengak, katanya: "Eh, jangan-jangan kau suruh dia
membunuhku lagi?" Ki Pi-ceng tampak kikuk, katanya kemudian: "Hal ini adalah kesalahan siasatku, seharusnya
kubunuh dia, dengan memegang Giam-ong-ceh dan Po-in-pai, maka seluruh dunia persilatan
akan berada dalam genggamanku"
"Wah, sungguh aku sangat beruntung, untuk pertama kalinya selama hidupmu kau mau
mengaku salah di depan orang"
Ki Pi-ceng tersenyum kecut, ucapnya: "Tapi sudah terlambat, segalanya sudah terlambat.
Hanya ada sesuatu persoalan yang belum lagi terlambat."
"Oo, persoalan apa?" tanya Tangkwik-siansing.
"Bunuh dia!" ucap Ki Pi-ceng dengan penuh dendam.
Keras dan tegas ucapannya ini, jelas tidak kepalang bencinya terhadap Ji Pwe-giok.
"Jika demikian, tentu kau akan menyesal satu kali lagi," kata Tangkwik-siansing.
"Memangnya kenapa?" tanya Ki Pi-ceng.
"Sebabnya akulah yang menyiarkan Gian-ong-cek ke dunia Kangouw."
"Apakah betul?" Ki Pi-Ceng menegas dengan melengak.
"Tindakan ini kan tidak mendatangkan hadiah, untuk apa kau mencari muka?" jawab
Tangkwik-siansing. "Jika demikian, paling-paling kaupun cuma perantara saja, yang ingin kucari adalah biang
keladinya." "Jadi sudah pasti kau tuduh bocah itu?"
"Ya, tidak ada kekuatan apa pun di dunia ini yang dapat mengubah penderitaanku."
440 "Jika kupaksakan diri memikul tanggung jawab ini?" tanya Tangkwik-siansing.
Semoga ucapan ini karena Tangkwik-siansing salah omong atau aku salah dengar, kalau
tidak, silahkan kau tarik kembali ucapanmu."
"Maaf kalau boleh kusitir ucapanmu, tidak ada kekuatan apa pun di dunia ini dapat mengubah
penderitaanku." kata Tangkwik-siansing.
"Jika demikian, urusan menjadi rada ruwet," kata Ki Pi-ceng dengan menyesal.
"Persoalan ini juga tidak sederhana," ujar Tangkwik-siansing. "Sekalipun kau mau menyudahi
urusan ini juga tidak dapat lagi."
Ki Pi-ceng melengak, tanya, "Agaknya ada maksud tertentu ucapanmu ini, dapatkah kau
bicara dengan lebih jelas?"
"Kukira ada baiknya kau linglung untuk sementara, selekasnya tentu kau paham
persoalannya." Jika tidak mau kau lakukan, aku pun tidak perlu mendesak lagi. Mengingat sesama orang
persilatan, biarlah kugariskan dua jalan bagimu dan silahkan Tangkwik-siansing
memilihnya." "Coba katakan," jawab Tangkwik-siansing.
Mendadak suara Ki Pi-ceng berubah kereng, katanya, "Pertama, serahkan Ji-kongcu dengan
segera, persoalannya akan diputuskan oleh sidang umum dunia persilatan."
"Bandit besar dari gurun utara It-koh-yan, dengar tidak kau?" teriak Tangkwik-siansing
mendadak. Ji Hong-ho kelihatan melengak, tanyanya, Siapa yang kau maksudkan?"
"Yang kumaksudkan ialah Ji Hong-ho gadungan alias Ji Tok-ho, Anda sendiri!" seru
Tangkwik-siansing. "Hm, tampaknya Anda sudah linglung sehingga tidak kenal orang lagi?" jengek Ji Tok-ho.
"Ji Tok-ho," kata Tangkwik-siansing, "di dalam Giam-ong-ceh, seluk beluk dirimu tercatat
dengan jelas, kukira tidak perlu lagi kau berlagak pilon, kalau terus berlagak lagi bisa segera
kujadikan kau asap buyar benar-benar."
Air muka Ji Tok-ho tampak merah padam dan tidak dapat bersuara lagi.
"Apa yang dikatakan Ki-hujin tadi sudah kaudengar tidak?" tanya Tangkwik-siansing.
"Tentu, itulah usul yang tepat dan pantas," kata Ji Tok-ho.
441 "Tapi usulnya dapat kuberi tamsil mengadukan perampok di sarang bandit," kata Tangkwiksiansing.
"Maka jalan ini tidak kutempuh, coba saja jalan kedua?"
"Nah, Ki-hujin, sekarang boleh kau sebutkan jalan kedua," ujar Ji Tok-ho.
"Mati!" hanya satu kata saja diucapkan Ki Pi-ceng.
Tangkwik-siansing bergelak tertawa sambil mengelus jenggotnya yang panjang, ucapnya,
"Usul ini lebih lebih tidak dapat kuterima. Setua ini belum pernah kunikah, kalau harus mati
sekarang, cara bagaimana aku akan bertanggung jawab terhadap Giam-lo-ong" Kedua jalan
yang digariskan Ki-hujin jelas tak dapat kuterima. Bagaimana kalau kita bicara saja tentang
jalan ketiga." "Jalan ketiga apa?" Ki Pi-ceng melengak.
"Setiap suka duka, setiap dendam dan benci orang Kangouw memang perlu diselesaikan
secara tuntas," kata Tangkwik-siansing. "Maka berikan waktu tujuh hari padaku, sesudah itu,
andaikan kalian tidak mencari bocah itu, tentu juga dia akan mencari kalian, tatkala mana
segalanya tentu dapat dibereskan seluruhnya."
Mendadak Ki Go-ceng meraung, "Setan tua Tangkwik, jangan kau main siasat ulur waktu?"
"Eh, yang bicara apakah sahabat kerdil" Kenapa baru sekarang kau bicara?" ejek Tangkwiksiansing.
Mendadak sesosok bayangan menubruk tiba, menerjang Tangkwik-siansing. Siapa lagi dia
kalau bukan Ki Go-ceng yang murka itu.
Daya tubruknya sungguh sangat dahsyat, tertampak Tangkwik-siansing mengebutkan
jenggotnya yang panjang, menyusul tubuhnya lantas mengapung ke atas. "Blang" ia sambut
pukulan lawan dengan tepat.
Angin keras berjangkit, adu pukulan itu dilakukan kedua orang dengan sama terapung di
udara, seketika timbul damparan angin keras, waktu turun ke bawah tubuh Tangkwik-siansing
terhuyung mundur dua tiga tindak, sebaliknya Ki Go-ceng tergulung oleh angin dahsyat itu
dan berputar-putar beberapa kali di udara dan "brak", ia terbanting jatuh di tempat semula.
Wajah Ki Go-ceng pucat seperti mayat, ujung mulut juga berdarah, seketika tidak sanggup
merangkak bangun. "Hm, hebat benar Bu-siang-sin-kang Tangkwik-siansing kita," jengek Ki Pi-ceng. "Tapi perlu
kuperingatkan padamu, malam ini selain hadir kami bertiga, di sekitar sini sedikitnya
bersembunyi belasan tokoh kelas tinggi, mungkin tidak mudah kau bereskan sebagaimana kau
duga." Sinar mata Tangkwik-siansing gemerdep dan menyapu pandang sekelilingnya.
Memang betul, bayangan orang bergerak di sana-sini, belasan tokoh Bu-lim serentak muncul
dari tempat gelap seperti badan halus saja.
442 "Masih ada tidak" Biarlah kubereskan saja sekalian supaya anak itu tidak perlu repot lagi,"
kata Tangkwik-siansing. "Jika demikian, tampaknya kalau belum sampai di tepi jurang, Tangkwik-siansing belum juga
putus asa?" ujar Ki Pi-ceng.
"Anggaplah kau bicara bagiku, sebelum tahu bagaimana lihainya Bu-siang-sin-kang, agaknya
kalian pun tidak mau pergi," jawab Tangkwik-siansing dengan sama tajamnya.
Dalam pada itu belasan bayangan orang ini sudah semakin dekat, semuanya berdiri di
belakang Ki Pi-ceng. Sungguh luar biasa, hampir segenap tokoh ternama telah hadir.
Ki Pi-ceng tertawa, katanya, "Tangkwik-siansing tampaknya yakin benar akan kelihaian
sendiri, mungkin kau kira kami tak dapat menemukan Ji-kongcu, jika demikian halnya, maka
salahlah kau." Tangkwik-siansing melengak, sorot matanya yang tajam menatap wajah Ki Pi-ceng.
Segera Ki Pi-ceng menyambung, "Biarlah kita buka kartu saja secara terus terang, supaya
urusan bisa lekas diselesaikan. Memangnya kau kira kami tidak tahu Ji-kongcu bersembunyi
di belakang air terjun sana?"
Kembali Tangkwik-siansing melengak, mau tak-mau ia merasa kagum terhadap ketajaman
mata lawan. "Tangkwik-siansing," kata Ki Pi-ceng pula. "Sekarang kuberi lagi suatu kesempatan padamu,
bermusuhan dengan setiap tokoh Bu-lim bukanlah sesuatu yang menguntungkan."
Waktu Tangkwik-siansing menoleh, dilihatnya Hong-sam dan Tangkwik-ko sudah berjaga di
samping air terjun itu, maka hatinya tambah tabah.
Dengan tiga orang harus menghadapi tokoh Bu-lim sebanyak ini, jelas kekuatan mereka terasa
sangat tipis, tapi keadaan sudah kadung begini, tiada pilihan lain baginya.
Tangkwik-siansing menjadi nekat, teriaknya, "Ayolah maju! Boleh kalian bertiga maju
sekaligus! Tapi ingin kuperingatkan lebih dulu, jangan lupa julukanku yang sebuah karung
dapat mengisi seluruh jagat ini, jika cuma kalian bertiga saja tentu belum dapat memenuhi
karungku." Jangan dikira kata-kata Tangkwik-siansing ini seperti banyolan belaka, secara tidak kelihatan
justru menimbulkan pengaruh psikologis terhadap kawanan tokoh Bu-im itu.
Seperti diketahui, dalam perjamuan ulang tahun Hu-patya tempo hari, ketika mendengar
munculnya "si tuan karung", seketika semua orang lari terbirit-birit, apalagi sekarang
berhadapan langsung dengan orangnya.
Walaupun keadaan sekarang belum sampai terjadi seperti tempo hari, tapi sudah ada sebagian
hadirin itu merasa ngeri dan diam-diam sudah ambil keputusan akan putar haluan apabila
keadaan berbahaya. 443 Sampai di sini, pertempuran tidak mungkin bisa dihindarkan lagi.
Mendadak Ji Tok-ho berteriak, "Lo-cinjin, bawalah beberapa kawan dan menghadapi
Tangkwik-ko." kini Ji Tok-ho telah memperlihatkan wibawanya selaku Bu-lim-bengcu, ketua perserikatan
dunia persilatan yang berkuasa.
Lo-cinjin mengiakan, segera ia berlari pergi membawa beberapa orang temannya.
Lalu Ji Tok-ho berpaling dan berteriak pula, "Hi Soan!"
"Siap!" seru Hi-soan.
"Bawalah beberapa kawan dan hadapi Hong Sam, Ji Pwe-giok harus ditawan hidup-hidup
untuk diadili atas segala perbuatannya selama ini," kata Ji Tok-ho.
Hi Soan juga mengiakan dan berlari pergi dengan beberapa kawannya.
Sekarang di tengah kalangan hanya tersisa dua setengan orang, kecuali Ki Pi-ceng dan Ji Tokho,
Ki Go-ceng sudah terluka, maka dia hanya dapat dihitung setengah orang.
Dengan sorot mata membara Ji Tok-ho melototi Tangkwik-siansing, katanya, "Asalkan
karungmu cukup longgar, malam ini kurela terisap ke dalam karungmu, pendek kata, antara
kita harus ada penyelesaian yang tuntas."
Belum lenyap suaranya, serentak ia mengapung ke atas terus menubruk maju, "Brak-brekbrak"
kontan dia menghantam tiga kali.
Tapi dia sangat licin, waktu Tangkwik-siansing balas menyerangnya, cepat ia melompat
mundur lagi. Jelas kelihatan ia sangat jeri terhadap kelihaian Bu-siang-sin-kang, sebab itulah dia tidak
berani menangkisnya dengan keras lawan keras.
Pukulan Tangkwik-siansing memang sangat mengejutkan, angin mendampar sekeliling
kalangan, debu pasir beterbangan, seketika di sekitar orang tua ini seakan-akan terbentuk
selapis dinding hawa yang sukar ditembus.
Diam-diam Ki Pi-ceng terkejut, mau tak-mau ia harus mengakui kelihaian setan tua tangkwiksiansing,
jelas orang sudah nekat dan siap mengadu jiwa.
Di tengah deru angin yang keras, "brek-brek", terjadi beberap kali gebrakan, tapi Ji Tok-ho
tidak mampu menangkis, untung dia mengutamakan berkelit dan menghindar, kalau tidak


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu dia sudah roboh terluka oleh Bu-siang-sin-kang.
Pada saat itulah, tiba-tiba sesosok bayangan orang menerjang ke tengah medan pertempuran.
Itulah Bak-giok hujin Ki Pi-ceng.
444 Begitu kedua tangannya ditarik ke depan dada, menyusul lantas ditolak ke depan. "Blang",
terdengar suara benturan keras, terjadi kontak langsung antara kedua tokoh utama itu.
Ki Pi-ceng telah mengeluarkan kungfu andalannya "Sian-thian-ceng-gi" beradu dengan Busiang-
sin-kang. Dua bayangan segera terpencar lagi, berturut-turut Ki Pi-ceng menyurut mundur, sedangkan
Tangkwik-siansing juga bergeliat, jenggotnya yang panjang bergoyang terdampar angin
pukulan sehingga mirip boneka si kakek di toko mainan anak-anak.
Dengan pandangan tercengang Ki Pi-ceng menatap orang tua itu.
Sebaliknya Tangkwik-siansing juga sedang melotot dengan matanya yang kecil itu.
Pada saat itulah, sekonyong-konyong serangkum angin pukulan dahsyat menyambar tiba dari
belakang Tangkwik-siansing.
Tapi mendadak orang tua itu membentak, "Huh, terhitung Bu-lim-bengcu macam ini"
Pandainya cuma main sergap dari belakang"!"
Berbareng dengan ucapannya itu, serentak ia berputar, Bu-siang-sin-kang bekerja cepat, suatu
pukulan dahsyat dilontarkan ke belakang.
"Brak", berjangkit suara orang jatuh.
Rupanya Ji Tok-ho tidak sempat menarik kembali serangannya sehingga tepat kena ditolak
oleh Bu-siang-sin-kang, kontan ia terpental dan jatuh tersungkur.
Untung baginya, hanya terluka ringan saja dan tidak sampai mati.
Selagi Tangkwik-siansing hendak menambah sekali pukulan lagi, pukulan Sian-thian-ceng-gi
Ki Pi-ceng keburu menyambar tiba pula.
Dan begitulah, dengan satu lawan dua, Tangkwik-siansing menghadapi kerubutan Ki Pi-ceng
dan Ji Tok-ho tanpa gentar.
Sembari bertempur, Ki Pi-ceng sembat memberi pesan kepada Ji Tok-ho, "Ji-bengcu, tempur
dia dengan gerak cepat, sedapatnya menguras tenaganya."
Sungguh celaka! Justru inilah yang dikuatirkan Tangkwik-siansing.
Maklumlah, Bu-siang-sin-kang paling banyak makan tenaga, sedangkan lawannya adalah
tokoh besar kelas wahid, tanpa menggunakan Bu-siang-sin-kang jeas tidak mampu
menandinginya. Pada suatu kesempatan Tangkwik siansing coba mamandang ke sana......
Ternyata di samping kanan-kiri air terjun sana juga mulai terjadi pertempuran. Tangkwik-ko
dan Hong Sam masing-masing menghadapi kerubutan beberapa tokoh bu-lim, berbareng itu
445 mereka harus menjaga Ji Pwe-giok yang asyik berlatih Bu-siang-sin-kang, tentu saja mereka
agak kerepotan dan berulang-ulang terancam bahaya.
Biji mata Tangkwik-siansing berputar, sedapatnya ia mencari akal.
Mendadak ia menghimpun tenaga murni pada kedua tangannya, sekonyong-konyong ia
mendorong pada gundukan tanah yang terletak tidak jauh di sebelahnya.
"Blang", terjadi guncangan keras seperti gempa bumi.
Karena getaran keras itu, mendadak gundukan tanah itu muncrat ke udara sehingga berubah
menjadi segulung kabut tebal, mirip angin badai yang berjangkit di gurun pasir.
Ki Pi-ceng dan Ji Tok-ho sama terkejut.
Kesempatan itu segera digunakan oleh Tangkwik-siansing untuk lolos dari kabut tanah itu,
secepat terbang ia memburu ke arah air terjun.
Selagi orangnya melayang tiba, segera terdengar suara bentakannya yang menggelegar, "Ini
dia Po-te Siansing, yang takut mati lekas lari, yang tidak takut mati boleh pergi menghadapi
Giam-lo-ong!" Baru lenyap suaranya; segera orangnyapun tiba di tempat itu, seperti burung elang
menyambar anak ayam, lebih dulu ia menerjang Hi Soan.
Saat itu Hong Sam sedang menghadapi keroyokan rombongan Hi Soan, karena bentakan
Tangkwik-siansing yang keras itu, ia menjadi bingung malah.
Bentakan Tangkwik-siansing itu tiada ubahnya sengaja memeberitahukan kepada musuh agar
lekas lari. Padahal memang inilah maksud tujuan Tangkwik-siansing.
Nama "Po-te Siansing" yang gilang gemilang dan dapat membikin gentar atau merontokkan
nyali setiap jago persilatan, sudah tentu tidak kecil efeknya bilaman nama itu ditonjolkan.
Padahal rombongan Hi Soan yang mengerubuti Hong Sam itu cukup kuat, tampaknya mereka
sudah berada di atas angin. Tapi karena bentakan Tangkwik-siansing itu, seketika kuncup
nyali mereka seperti tikus ketemu kucing, sekali berteriak, kontan mereka lari tunggang
langgang. Malahan tidak terbatas pada rombongan Hong Sam saja, bahkan rombongan Lo-cinjin juga
terpengaruh dan sama lari ketakutan.
Hanya Lo-cinjin dan Hi Soan yang masih tertinggal disitu. Sebagai kepala rombongan,
dengan nama mereka yang menonjol, kalau merekapun lari terbirit-birit oleh gertakan Tang
Kwik- sian sing itu, kan bisa ditertawakan orang.
Dalam pada itu, seperti burung saja Tang Kwik- sian sing telah menubruk dari udara, belum
lagi orangnya turun, lebih dulu tenaga Bu-siang-sin-kang sudah mendampar tiba.
446 Hi Soan yang menghadapi terjangan Tang Kwik- sian sing itu, terpaksa mengerahkan tenaga
untuk menyambut pukulan lawan.
"Bluk," terjadi benturan keras tenaga pukulan kedua orang itu, Hi Soan terpental dan jatuh
terguling beberapa tombak jauhnya dan tidak dapat bangun lagi.
Dengan demikian tekanan terhadap Hong Sam menjadi longgar. Sedangkan di pihak Tang
Kwik Ko sana, karena yang dihadapapinya sekarang juga tinggal Lo-cinjin saja, ia pun merasa
ringan. "Lihat pukulan, setan tua Tang Kwik!" mendadak bergema suara bentakan dari atas.
Suaranya berasal dari satu orang, tapi yang melayang tiba ada dua orang. Yang sebelah kiri
adalah Ki Pi-ceng dan yang kanan Ji Hong-ho gadungan alias Ji Tok-ho.
Dengan sepenuh tenaga kedua orang menghantam, apalagi dari atas menghantam ke bawah,
tentu saja luar biasa dasyatnya.
Agaknya mereka pun sudah mempertaruhkan segalanya, hidup atau mati bergantung pada
serangan ini. Tang Kwik- sian sing prihatin, iapun mengerahkan segenap tenaganya dan memapak serangan
lawan. Waktu tenaga pukulan kedua pihat kebentur lagi, kembali terbit suara keras dan damparan
hawa yang dahsyat laksana badai mengamuk di tengah debu pasir yang berhamburan
kelihatan bayangan orang berseliweran.
Sungguh luar biasa! Tang Kwik- sian sing tergetar mundur tiga empat tindak, setelah berdiri
tegak, darah terasa bergolak dalam rongga dada, air muka pun sebentar merah dan sebentar
pucat. Ki Pi-ceng dan Ji Tok-ho menyerang dari atas, jelas posisi mereka lebih menguntungkan,
walaupun begitu, menghadapi Bu-siang-sin-kang yang maha sakti itu merekapun tidak banyak
menarik keuntungan, merekapun tergetar mundur beberapa tindak.
Sementara Hi Soan belum lagi merangkak bangun, ia berduduk di tanah dengan wajah pucat
seperti mayat, jelas terluka parah.
Dengan murka Ji Tok-ho hendak menubruk maju lagi, tapi mendadak Ki Pi-ceng berteriak
mencegahnya. Dengan sorot mata tajam ia tatap Tangkwik-siansing, katanya: "Selama 40 tahun ini belum
pernah ada orang berani main gila padaku"
"Dan orang tua ini harus dikecualikan bukan?" ujar Tangkwik-siansing.
"Permusuhan kita jelas sudah terikat erat", kata Ki Pi-ceng. "Tapi tidak ingin kubereskan
sekarang ini" 447 Tangkwik-siansing tertawa lebar, ucapnya: "Haha, kukira bukannya tak ingin, soalnya hasrat
besar tenaga kurang, kenapa tidak kau katakan terus terang bahwa keadaanmu malam ini
sudah tamat segalanya?"
"Terserah cara bagaimana akan kau katakan" kata Ki Pi-Ceng, "Hanya kau katakan kepada Jikongcu
agar dalam waktu tiga hari dia datang ke tempatku untuk membereskan segala
urusannya" "Kalau dia tidak memenuhi waktu yang kau tentukan, lalu bagaimana?" tanya si kakek.
"Jika dia tidak datang menurut waktu yang kutentukan, terpaksa kami yang akan mencarinya
lagi, dan untuk itu mungkin dia harus mengorbankan suatu nyawa lain yang perlu
disayangkan" kata Ki Pi-ceng.
Tangkwik-siansing melengak, tanyanya: "Apa artinya ucapanmu ini?"
"Harus kau pikirkan sebaik-baiknya bahwa saat ini Lui-ji berada dalam cengkeramanku"
jawab Ki Pi-ceng. "He, telah kau apakan anak dara itu?" teriak Hong Sam dengan kuatir.
"Jangan cemas" ujar Ki Pi-ceng dengan tak acuh, "Sekarang dia berada dalam pengawasan
Lengkui, dalam waktu tiga hari dia tidak akan diganggu, selewatnya tiga hari tentu tidak
kujamin lagi keselamatannya"
Berkata sampai di sini, ia lantas memberi tanda kepada Ji Tok-ho. Segera Ji Tok-ho
memanggul Hi Soan dan dibawa pergi dengan cepat.
Selagi Ki Pi-ceng hendak pergi juga, sekonyong-konyong angin pukulan dahsyat menyambar
tiba. Tanpa pikir tenaga Sian-thian-ceng-gi lantas dikeluarkan untuk menangkis, kontan
Hong-sam yang menyerang itu tergetar mundur dus-tiga tindak.
"Hm, kau juga ingin bergebrak denganku?" jengek Ki Pi-ceng.
Hong Sam mendelik, "Pendek kata, kalau Lui-ji tidak kau serahkan, jangan harap bisa
meninggalkan tempat ini."
"Huh, memangnya kau mampu menahanku disini?" jengek Ki Pi-ceng. "Sudah tentu, jika kau
minta bantuan Tangkwik-siansing tentu adalah soal lain. Cuma perlu kuperingatkan kau lebih
dulu sebelum kau bertindak sesuatu."
"Peringatan pa?" tanya Hong Sam.
"Jangan lupa, Lengkui adalah ciptaanku, aku lah yangmengemudkikan dia, antara dia dan aku
ada kontak batin (semacam telepati), asalkan timbul sesuatu pikiran ku, seketika Leng-kui
akan membinasakan Cu Lui-ji."
"Kau berani"!" teriak Hong sam dengan murka.
448 "Memangnya aku tidak berani?" jengek Ki Pi-ceng. "Berani atau tidak, jika perlu boleh kau
coba serang lagi diriku."
Serentak Hong Sam angkat tangannya dan siap menyerang pula.
Tapi pada saat terakhir, mendadak ia urungkan maksudnya, sorot matanya yang membara itu
seakan-akan ingin membakar musuhnya, ia pandang Ki Pi-ceng dengan murka.
Ki Pi-ceng tertawa senang, tertawa kemengangan, ia tahu lawan benar-benar mati kutu oleh
ancamannya. Dengan mengejek Ki Pi-ceng berkata pula, "Wah, sungguh bijaksana dan harus dipuji bawa
Hong-siansing dapat mengendalikan diri pada detik terakhir menghadapi maut. Baiklah,
hendaknya jangan kau lupa menyampaikan pesanku kepada Ji-kongcu tentang batas waktu
tiga hari, pada saatnya nanti akan kusambut dengan hormat kedatangannya."
Habis berkata, dengan gemulai ia memutar tubuh dan menghilang dalam kegelapan.
Dalam pada itu Lo-cinjin dan Tangkwik Ko masih saling labrak dengan sengit.
Tidak kepalang dahsyat pukulan Lo-cinjin, berbareng mulutnya juga berteriak dan
membentak terus-menerus. Sekonyong-konyong dilihatnya di belakang terlah bertambah dua orang, mereka ialah Hong
Sam dan Tangkwik-siansing.
Lo-cinjin terkejut dan berhenti menyerang sambil melompat mundur.
"He, hidung kerbau, apakah benar-benar hendak kau jual nyawa bagi Ki Pi-ceng?" tanya
Tangkwik-siansing dengan tertawa.
"Siapa bilang kubela dia" Aku kan tidak menaksir dia," jawab Lo-cinjin dengan mendelik.
"Jika begitu, jadi kau berjuang membela Bilim-bengcu?" tanya pula si kakek.
Tambah besar mata Lo-cinjin mendelik, ucapnya, "Huh, lelbih-lebih tidak bisa jadi,
memangnya kau kira Lo-cinjin orang yang suka menjilat dan mengekor?"
"Jika demikian, aku menjadi bingung, memangnya untuk apa kau tinggal disini dan mengadu
jiwa ?" "Hm, kenapa kau perlu bertanya lagi?" jengek Lo-cinjin. "Soalnya, mengapa bocah she Ji itu
membeberkan urusanku yang memalukan di masa lampau, itu yang tercatat dalam buku
Giam-ong-ceh?" Biji mata Tangkwik-siansing yang kecil itu berputar, katanya, "Oya, rasanya aku juga
membaca catatan mengenai dirimu di dalam Giam-ong-ceh itu, kalau tidak salah, konon kau
pernah berlutut di hadapan Siau-hun-kiongcu, bukan kau minta ampun padanya, tapi kau
ingin melamarnya sebagai isterimu."
449 "Betul," kata Lo-cinjin.
"Huh, masakah untuk persoalan sekecil ini pantas bagimu untuk mengadu jiwa?" jengek
Tangkwik-siansing. "Bagiku, kejadian itu adalah noda besar dan memalukan," kata Lo-cinjin. "Kau tahu, nama
atau kehormatan adalah jiwaku yang kedua."
"Kukira urusan ini tidak perlu dipersoalkan lebih lanjut." kata Tangkwik-siansing. "Kau tahu,
aku pun pernah jatuh cinta kepada seorang nikoh jelita, lelaki cinta kepada perempuan, ialah
kodrat, kenapa mesti malu."
"Sungguh tidak kusangka kau bisa bicara blak-blakan begini," ujar Lo-cinjin dengan heran.
"Biarlah kukatakan lagi terus terang, sesungguhnya akulah yang mewakili Ji-kongcu
menyiarkan catatan dalam buku Giam-ong-ceh itu," tutur Tangkwik-siansing.
"Jika betul demikian, aku menjadi lebih tidak mengerti apa maksud tujuanmu?" tanya Locinjin.
"Masakah kaupun tidak segan-segan menyiarkan perbuatanmu sendiri yang kurang
terpuji itu?" "Hal ini sangat sederhana jika kujelaskan, " kata Tangkwik-siansing. "Segala sesuatu ini
adalah demi pembaharuan Bu-lim secara tuntas."
"Demi pembaharuan dunia persilatan masakah termasuk urusan tetek bengek yang brengsek
ini" " kata Lo-cinjin.
"Betul, untuk pembaharuan seluruh Bu-lim secara tuntas harus dimulai dengan memperbaiki
karakter, moral dan tindak-tanduk setiap orang Bu-lim, "tutur Tangkwik-siansing, " Dengan
menyebar-luaskan isi Giam-ong-ceh itu, diharapkan selanjutnya akan memaksa para anggota
Bu-lim supaya mengoreksi tindak-tanduk sendiri di masa lampau. Dengan demikian tentu
akan besar efeknya bagi ketentraman dunia persilatan. Tidak terlalu lama lagi seluruh dunia
persilatan pasti akan lebih segar dan teratur dengan baik, selamanya takkan terjadi lagi bunuhmembunuh
tanpa bermoral. " "Akan tetapi kerugian nama baikku?" Lo-cinjin masih juga kurang mantap.
"Apa artinya kejadian itu?" ujar Tangkwik-siansing, "Pada waktu muda, siapa yang tidak
pernah berfoya-foya?"
Lo-cinjin menunduk, ia bergumam, "Ehm, kedengarannya perkataanmu cukup beralasan."
"Tapi pembaharuan Bu-lim secara tuntas sekali ini, sudah barang tentu ada sementara orang
yang tidak terlepas dari pembersihan, dosa mereka tidak dapat diampuni sehingga mereka
harus mendapat ganjaran yang setimpal," demikian Tangkwik-siansing menambahkan.
"Siapa-siapa saja yang kau maksudkan?" tanya Lo-cinjin.
"Apakah kau tahu persoalan Bu-lim bengcu sekarang, si Ji Hong-ho?" tanya Tangkwiksiansing.
450 "Tentu saja tahu, kan cukup jelas catatan dalam Giam-ong-ceh yang sudah tersiar itu?" jawab
Lo-cinjin. "Bagus, tapi sekarang kuharap dengan mulutmu sendiri dapat kau sebutkan bagaimana duduk
perkaranya mengenai orang she Ji itu?"
"Aslinya dia adalah bandit gurun pasir yang berjuluk It-koh-yan, nama aslinya Ji Tok-ho,
sudah banyak perbuatan terkutuk yang dilakukannya, lebih-lebih setelah dipermak oleh Ki Piceng,
sehingga wajahnya telah berubah dan dipalsu menjadi Ji Hong-ho, dia rela menjadi
boneka Ki Pi-ceng." "Bagus, jika kau tahu semua ini, urusan tentu akan lebih mudah diselesaikan," ujar Tangkwiksiansing.
"Orang semacam Ki Pi-ceng dan Ki Go-ceng yang serba aneh dengan jiwa yang
tidak normal, bilamana mereka berhasil menguasai dunia persilatan ini, coba , dapatkah kau
bayangkan bagaimana akibatnya nanti?"
Lo-cinjin menggeleng kepala, katanya, "Ya, memang sangat menakutkan dan mengerikan."
"Sebab itulah penyiaran catatan dalam Giam-ong-ceh itu, sasaran yang sesungguhnya adalah
sekelompok manusia abnormal seperti mereka itu," kata Tangkwik-siansing. "Sedangkan kau,
hanya disebabkan sedikit urusan tetek-bengek yang tidak berarti, tanpa sadar kau ikut terlibat
oleh persoalan ini dan tanpa sadar telah diperalat oleh mereka. Coba pikirkan, apakah kau
tidak merasa malu diri?"
Seketika Lo-cinjin tak dapat bersuara, ia menunduk kikuk.
Tangkwik-siansing lantas berkata pula, "Persoalannya sudah kubeberkan dengan gamblang,
bagaimana sikap dan pendirianmu selanjutnya, boleh terserah kepada keputusanmu sendiri.
Yang pasti, malam ini takkan ku persulit dirimu, biarlah kita berjumpa lagi kelak."
Muka Lo-cinjin merah jengah, cepat ia berputar tubuh dan berlari pergi.
Begitulah kegemparan tadi telah dapat diselesaikan, tapi lantaran Cu Lui-ji berada dalam
cengkeraman Ki Pi-ceng, hati Hong Sam merasa tidak tenteram.
"Sementara ini tidak perlu kau kuatir," kata Tangkwik-siansing. "Dalam waktu tiga hari ini
jelas anak dara itu takkan berbahaya, kuberani menjamin dengan jiwaku yang sudah lapuk
ini." "Tapi jangan lupa, dia berada dalam cengkeraman Leng-kui, setelah lewat tiga hari, dengan
cara bagaimana akan kita hadapi makhluk yang tidak dapat dibunuh mati itu?" jawab Hong
Sam. "Alam menciptakan berjuta jenis makhluk, satu dan lain saling anti dan saling mengatasi, jika
ada Leng-kui, tentu ada cara menghancurkan dia, biarlah perlahan kita mencari jalan untuk
menghadapinya," sela Tangkwik Ko tiba-tiba.
"Tapi jangan lupa, dia bukan manusia, juga bukan makhluk, tapi Leng-kui, setan, hantu yang
tidak pernah ada sebelum ini," tukas Hong Sam.
451 "Itupun tidak terkecuali," ujar Tangkwik Ko. "Jangankan dia cuma semacam makhluk aneh
yang dikendalikan oleh Ki Pi-ceng, sekalipun setan sungguhan juga ada cara untuk
menghadapinya." "Ucapan adik memang tepat," kata Tangkwik-siansing. "Biarlah urusan ini sementara kita


Imbauan Pendekar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesampingkan dulu, yang paling penting tidak boleh kita abaikan keadaan di sini, harus kita
jaga ketat, hati-hati terhadap kemungkinan serbuan Ki Pi-ceng secara pengecut."
Hong Sam dan Tangkwik Ko setuju atas jalan pikiran Tangkwik-siansing, maka mereka
bertiga tetap berjaga di situ, tiada seorangpun berani meninggalkan air terjun.
Semalam berlalu dengan aman, fajar sudah menyingsing, cahaya sang surya yang keemasan
menyinari bumi raya yang luas ini.
Baru tiga hari Ji Pwe-giok bersemedi mendalami Bu-siang-sin-kang.
Menurut perkiraan Tangkwik-siansing, perlu tujuh hari barulah Pwe-giok mampu menguasai
Bu-siang-sin-kang dengan baik, kini baru tiga hari, jadi masih perlu empat hari lagi.
Sedangkan batas waktu tiga hari yang diberikan Ki Pi-ceng kini sudah lewat satu hari, jadi
masih ada waktu dua hari saja.
Jika menurut perhitungan tersebut, jelas Pwe-giok tidak keburu memenuhi batas waktu Ki Piceng,
bila dia harus pula menamatkan pelajarannya, sebab itulah semua orang sangat prihatin
terhadap soal ini. Sudah barang tentu, yang paling gelisah ialah Hong Sam. Sebab Ji Pwe-giok bukan saja
saudara angkatnya, dapat tidak anak muda itu memenuhi batas waktu yang diberikan Ki Piceng
itu juga menyangkut mati-hidup Cu Lui-ji.
Dengan air muka prihatin, ia pandang Tangkwik-siansing, katanya, "Bagaimana, menurut
pandanganmu, dapatkah Pwe-giok menyelesaikan pelajaran Bu-siang-sin-kang lebih cepat
daripada perkiraan semula" Mungkinkah?"
"Sulit, sangat sulit," jawab Tangkwik-siansing. "Ya, kecuali terjadi keajaiban."
"Apa yang kau maksudkan dengan "keajaiban" dan cara bagaimana mendapatkannya?" tanya
Hong Sam. Tangkwik-siansing jadi melenggong, jawabnya, "Wah, pertanyaanmu ini membikin bungkam
lagi padaku. Soalnya keajaiban hanya dapat dialami secara kebetulan dan tidak mungkin
dicari." Keterangan ini membuat perasaan Hong Sam tambah tertekan. Betapapun ia sangat
menguatirkan keselamatan Lui-ji.
Tak lama, mereka coba mengitari air terjun dan menuju ke depan panggung alam itu. Tampak
Pwe-giok masih asyik duduk bersila di atas sana, sikapnya tenang seperti orang yang sudah
melupakan segalanya, alam dianggapnya kosong belaka.
452 Keadaan anak muda itu hanya ada setitik perbedaan yang menyolok dibandingkan kemarin,
yaitu air mukanya yang bercahaya, bersemu merah mengkilap.
"Aha, aneh" ajaib"." teriak Tangkwik-siansing mendadak.
"He, ada apa, kenapa terkejut dan gembar-gembor?" tanya Hong Sam cepat.
Mendadak Tangkwik-siansing menarik lengan baju Hong Sam dan mendesis, "Ssst, jangan
kita ganggu dia, marilah kita pergi, bicaralah di luar sana."
Segera ia mengajak kedua rekannya kembali ke tempat tadi, yaitu di tengah onggokan batu
karang yang berserakan di luar air terjun sana.
Setelah masing-masing mengambil tempat duduk di atas batu, berkatalah Tangkwik Ko, "Tadi
toako menyebut aneh dan ajaib, apakah karena engkau melihat perubahan cahaya muka Jikongcu
yang berbeda dengan kemarin itu?"
Tangkwik-siansing mengangguk, jawabnya, "Betul, inilah tanda yang luar biasa dan tak
terduga." "Tanda baik atau buruk?" cepat Hong Sam ikut bertanya.
"Dengan sendirinya baik," tutur Tangkwik-siansing. "Itulah pertanda pelajaran Bu-siang-sinkang
hampir diselesaikan, nyata dia dapat menyelesaikan pelajarannya tiga hari lebih cepat
daripada perkiraanku semula."
"Hah, tiga hari lebih cepat katamu?" seru Hong Sam kejut dan girang, "jika begitu, artinya
hari ini juga ilmu sakti itu dapat diselesaikan olehnya?"
"Betul," kata Tangkwik-siansing. "Sekarang sudah mendapatkan jawabannya, dan inilah
keajaiban yang kukatakan itu. Cuma seketika akupun tidak tahu sebab musabab terjadinya
keajaiban ini." "Ku tahu," tukas Tangkwik Ko, "Pasti disebabkan Ji-kongcu sudah memiliki ilmu sakti
keluarganya, yaitu Lwekang bu-khek-bun yang hebat, maka untuk meyakinkan lagi Bu-siangsin-
kang menajdi lebih mudah daripada orang lain dan lebih pesat kemajuan yang
dicapainya." "Aha, ucapan Jite memang betul," seru Tangkwik-siansing dengan gembira, "Sungguh aku
malah tidak pernah berpikir sampai ke situ."
Lalu ia berpaling dan berkata kepada Hong Sam, "Sekarang tentu kau tidak perlu kuatir lagi,
paling tidak, kita dapat maju satu hari untuk memenuhi janji pertemuan dengan Ki Pi-ceng."
Seketika air muka Hong Sam yang muram itu tersapu bersih, katanya, "Agaknya jiwa Lui-ji
ditakdirkan belum tiba ajalnya, akan tetapi ......"
"Akan tetapi entah cara bagaimana harus menghadapi Leng-kui pula, begitu maksudmu
bukan?" tukas Tangkwik Ko.
453 "Ya," Hong Sam mengangguk.
"Jangan kuatir." kata Tangkwik Ko dengan penuh keyakinan. "Sekarang sudah kutemukan
cara bagus untuk menghadapi Leng-kui, kuyakin segalanya takkan menjadi soal dan tidak
perlu diragukan lagi."
"Bagaimana caranya" Coba lekas katakan," pinta Hong Sam dengan cemas-cemas girang.
"Untuk menghadapi Leng-kui, kuncinya terletak pada Ki Pi-ceng," tutur Tangkwik Ko. "Coba
kau pikir, segala sesuatu Leng-kui itu berada di bawah kemudi Ki Pi-ceng, atau dengan kata
lain, jiwa Ki Pi-ceng seolah-olah melengket pada tubuh Leng-kui dan dapat melakukan segela
kehendak hatinya. Maka sekarang asalkan kita dapat menaklukan Ki Pi-ceng, dengan
sendirinya pula Leng-kui akan kehilangan daya gunanya, akan kehilangan kemampuannya."
"Tepat!" seru Tangkwik-siansing sambil berkeplok. "ya, pasti begitulah halnya. Agar Lui-ji
tidak mengalami sesuatu cedera, kita harus menundukkan Ki Pi-ceng lebih dulu."
"Jika betul demikian, aku ingin pergi dulu dari sini," kata Hong sam tiba-tiba.
"Hendak kemana kau?" tanya Tangkwik-siansing dengan heran.
"Harus kuawasi gerak-gerik Ki Pi-ceng, perlu dijaga kemungkinan dia akan kabur," tutur
hong sam. "Hanya perlu menunggu satu hari lagi, masakah tidak dapat kau tunggu disini?" ujar
Tangkwik-siansing. "Sebelum magrib latihan nanti, latihan Bu-sian-sin-kang bocah itu tentu
dapat selesai, kenapa kita tidak menunggu, lalu pergi bersama, bukanlah jauh lebih kuat."
"Akan tetapi, dalam satu hari segala kemungkinan dapat terjadi." Hong Sam. "Bukan mustahil
akan terjadi perubahan besar di sana, sebab itulah aku sangat gelisah, betapapun aku harus
berangkat lebih dulu."
"Baiklah," kata Tangkwik Ko, "boleh kau berangkat lebih dulu, cuma harus hati-hati, tidak
obleh kau berindak sendiri-sendiri. Jika secara gegabah kau bertindak, bisa jadi takkan
mendatangkan manfaat bagi pekerjaan kita, sebaliknya akan membahayakan keselamatan Luiji."
"Ya, kutahu, akan kutunggu kalian disana," kata Hong Sam.
Selesai berkata segera ia melayang ke sana, hanya beberapa kali naik turun saja bayangannya
lantas menghilang di balik lereng sana.
***** Sehari berlalu dengan cepat, selama sehari ini, dirasakan jauh lebih panjang daripada biasanya
oleh kedua saudara Tangkwik itu. Begitu panjang sehingga rasanya seperti setahun lamanya.
Syukurlah sehari itu tidak terjadi ganguan apa pun, hal ini membuktikan bahwa sebelum lewat
batas waktu yang diberikan, Ki Pi-ceng tidak lagi merencanakan penyergapan dan sebagainya.
454 Tangkwik-siansing berduduk di tepi sumber air sana, sambil menikmati pemandangan alam
menjelang senja itu, mereka pun mengobrol ke barat dan ke timur.
Kalau menuruti apa yang terlihat pagi tadi, latihan Bu-siang-sin-kang paling lambat besok
pagi pasti dapat diselesaikan oleh Pwe-giok, bahkan ada kemungkinan akan lebih cepat
daripada perkiraan itu. Oleh karena itu, kedua kakek tidak berani meninggalkan tempat ini untuk menjaga segala
kemungkinan atau kejadian yang tak terduga.
Mendadak terdengar suara "bar .. ber..bar..ber" suara gemuruh yang aneh.
Tentu saja kedua kakek ini terkejut, mereka coba mendengarkan dengan lebih cermat, suara
gemuruh air terjun. Tentu saja kedua Tangkwik bersaudara terkejut dan heran, mereka memandang ke arah
datangnya suara. Busyet! Sungguh luar biasa!
Air terjun yang dituangkan dari ketinggian ribuan tombak itu kini terputus di bagian tengah,
bagian yang bawah bahkan terus muncrat balik ke atas sehingga berbentuk tiang air yang
menjulang tinggi ke langit.
Sungguh pemandangan yang ajaib, pemandangan yang indah dan megah!
Saking kegirangan Tangkwik-siansing sampai berjingkrak, teriaknya, "Aha! Sungguh luar
biasa. Sungguh hebat! Inilah hasil permainan anak itu!"
Segera Tangkwik Ko juga paham duduknya perkara, iapun tertawa gembira.
Kiranya apa yang terjadi itu adalah pertanda Bu-siang-sin-kang yang diyakinkan Ji Pwe-giok
sudah selesai, air terjun yang mucrat balik ke atas itu adalah akibat tolakan tenaga dalam Pwegiok,
dimana air terjun itu dijadikannya sebagai sasaran percobaan ilmu saktinya.
Air terjun itu mengguyur dari ketinggian ribuan tombak, sahsyatnya dapat dibayang kan. Tapi
tenaga pukulan Pwe-giok ternyata mampu menolak guyuran air terjun itu hingga muncrat
balik ke atas, maka kekuatannya sungguh sangat mengejutkan.
Mendadak terdengar suara siulan nyaring terseling di tengah gemuruh air terjun, begitu
nyaring suara itu laksana guntur menggelegar. Menyusul sesosok bayangan putih mengapung
ke udara. Sungguh indah sekali gaya melayang itu, cepatnya juga luar biasa.
Pada ketinggian tertentu, bayangan itu lantas berjumpalitan terus menukik ke bawah laksana
orang mendadak terjerumus ke dalam jurang, seperti batu meteor jatuh, tahu-tahu bayangan
orang itu hinggap di depan kedua kakaek.
Siapa lagi dia kalau bukan Ji Pwe-giok!
455 Dengan enteng ia turun di permukaan tanah, tenang dan ringan, seperti gerakan mengapung
tadi, sedikitpun tidak memakan tenaga.
Tidak kepalang senang Tangkwik-siansing, ia tertawa lebar sehingga hampir saja mulutnya
tidak dapat terkatup kembali. Jenggotnya yang panjang itu ikut tergoyang-goyang dan
berucap, "Terima kasih atas bantuan Cianpwe yang tak ternilai ini."
Tangkwik-siansing menariknya bangun, lenyap tertawanya, sebaliknya berkata dengan
kereng. "Eh, sejak kapan kau belajar menyembah begini?"
Dengan tulus Pwe-giok berkata: "Cianpwe telah mengajarkan Bu-siang-sin-kang padaku,
sepantasnya Wanpwe memberi sembah hormat ini"
Dengan muka kecut Tangkwik-siansing berkata pula: "Eh, tidak perlu kau bicara tentang
terima kasih segala padaku, kuajarkan Bu-siang-sin-kang padamu karena kau pegang Po-inpay,
jadi Bu-siang-sin-kang kutukarkan dengan Po-in-pay, selanjutnya lunas, kedua belah
pihak tidak ada yang utang, hakikatnya tidak perlu kau terima kasih padaku"
"Meskipun demikian, namun....."
"Namun apa" Sudahlah, tidak perlu banyak cingcong, kau asyik belajar ilmu sakti selama
empat hari, apakah kau tahu selama empat hari ini telah terjadi peristiwa yang mengejutkan?"
Pwe-giok garuk-garuk kepala, jawabnya: "Ya, wanpwe memang tidak tahu"
"Nah, jika kukatakan, tentu akan kau sangka aku sengaja menonjolkan jasaku, biarlah kau
tanyakan kepada saudaraku saja" kata Tangkwik-siansing.
Tanpa menunggu perintah lagi atau diminta oleh Pwe-giok, segera Tangkwik Ko
menguraikan apa yang terjadi selama beberapa hari ini.
Tentu saja Pwe-giok merasa sangat berterimakasih, selain itu dia sangat menguatirkan
keselamatan Lui-ji yang berada dalam cengkeraman Ki Pi-ceng dan dijadikan sandera itu.
Apalagi anak dara itu diawasi oleh Leng-kui, sungguh sukar dibayangkan keadaannya
sekarang. "Biar sekarang juga kupergi membikin perhitungan dengan Ki Pi-ceng" teriak Pwe-giok
dengan tak sabar. "Untuk apa tergesa-gesa?" ujar Tangkwik-siansing. "Berangkat saja besok dan tepat menurut
waktu yang dijanjikan Ki Pi-ceng. Sekarang Bu-kang-siang-sin-kang baru saja selesai kau
latih, kukira paling tidak kau perlu istirahat satu hari"
Pwe-giok berkerut kening dan merasa serba susah, ucapnya: "Akan tetapi...."
"Yang pasti, sebelum lewat batas waktu yang diberikan Ki Pi-ceng, Lui-ji pasti takkan
mengalami gangguan apapun" sela Tangkwik Ko. "Ucapan toako memang betul, setelah
digembleng lahir batin selama beberapa hari, kau perlu istirahat dulu"
456 Meski dalam hati seperti dibakar dan tidak sabar lagi, terpaksa Pwe-giok harus menurut
nasihat kedua kakek itu. "Meong", mendadak sesosok bayangan hitam melayang ke pangkuan Tangkwik Ko.
Kiranya si kucing hitam yang memancing Lui-ji ke arah air terjun itu.
Pelahan Tangkwik Ko membelai bulu kucing yang hitam mulus itu. Ucapnya dengan
tersenyum "Kucingku sayang, kemana kau sembunyi semalam?"
"Meong, meong!" kucing itu bersuara pula beberapa kali sambil memandang sang majikan
dengan matanya yang kecil gilap, seperti anak yang manja dan mendekap dalam pangkuan
sang ibu. ***** Awan mendung memenuhi angkasa, malam kelam, angin kencang. Lereng gunung yang
memang sunyi itu bertambah suram oleh gumpalan awan tebal yang menyelimuti seluruh
lereng gunung, di tengah kesuraman tersebar pula semacam suasana yang seram.
Angin menderu-deru dengan keras menambah ngerinya suasana yang mencekam.
Di pinggang gunung sana ada sepotong batu besar yang rata permukaannya, di bawah batu itu
adalah sebuah liang di bawah tanah, mulut liang itu tertutup rapat oleh batu besar itu sehingga
tidak kelihatan apapun dari luar.
Di dalam gua bawah tanah itu menyala lampu minyak yang hijau suram.
Sungguh aneh sekali, mungkin di dunia ini hanya lampu minyak ini saja yang mengeluarkan
sinarnya yang kehijau-hijauan.
Pada ujung dinding gua sana ada sebuah dipan batu, di bawah cahaya lampu yang suram itu
kelihatan seorang anak dara terlentang di situ.
Siapa lagi dia kalau bukan Cu Lui-ji.
Sejak kemarin malam Lui-ji sudah dikurung di dalam gua ini.
Hanya satu hari yang singkat saja, keadaan Lui-ji sudah banyak lebih kurus, pukulan batin
yang dirasakannya paling berat ialah dia merasa dirinya terjatuh dalam cengkeraman Lengkui,
makhluk aneh yang tak dapat dibinasakan itu.
Bila Lui-ji terkenang kepada wajah yang senantiasa mengulum senyum kaku itu, segera pula
anak dara itu akan merinding, berdiri bulu romanya.
Mendingan, sejak Leng-kui mengurungnya di dalam gua ini, lalu Leng-kui sendiri tinggal
pergi. Hal ini jauh mengurangi rasa seram yang mencekam hati Lui-ji.
457 Pernah juga anak dara itu memikirkan agar melarikan diri dari gua ini, tapi sampai sekarang
belum lagi ditemukan peluang itu, maklumlah, tipis sekali kemungkinan itu. Oleh karenanya,
tiba-tiba timbul keinginannya untuk mati.
Manusia yang menghadapi keputus-asaan dan tidak tahan menghadapi pukulan batin yang
dahsyat, seringkali mencari pelepasan melalui jalan ini.
Lebih-lebih keadaan Cu Lui-ji sekarang, selagi pikirannya merasa kusut dengan penyesalan
yang tak terperikan, sebab ia merasa tindak-tanduk sendiri terlalu gegabah, kurang hati-hati,
sepanjang jalan di ikuti Ki Pi-ceng ternyata tidak tahu sama sekali, ini sama artinya dia yang
memberi petunjuk jalan bagi musuh untuk membikin celaka Ji Pwe-giok.
Lantas bagaimanakah keadaan Ji pwe-giok sekarang"
Inilah tanda tanya besar yang ingin diketahuinya, dia menduga keadaan Pwe-giok besar
kemungkinan lebih banyak celaka daripada selamatnya.
Maklumlah, lawannya adalah tokoh-tokoh besar seperti Ki Pi-ceng, Ki Go-ceng, Ji Tok-ho
dan sebagainya, semuanya maha sakti dan sukar diukur kepandaiannya, apalagi ditambah
tokoh Bu-lim kosen yang lain seperti Thian-sip-sing dan sebagainya.
Bila terpikir semua ini, Lui-ji lantas merasa sedih, hati serasa disayat-sayat, ia menyesal dan
merasa berdosa, sebab ia tidak sempat membantu apapun bagi Pwe-giok, sebaliknya malah
mendatangkan petaka baginya.
Lui-ji sangat menyesal karena kecerobohannya, sehingga akibatnya terjadi keadaan yang
celaka ini. Akan tetapi apa gunanya kalau cuma menyesal saja"
Banyak persoalan di dunia ini mestinya dapat dicegah atau dihindarkan sebelum terjadi. Kalau
menyesal setelah terjadi, jelas takkan menyelesaikan persoalan apapun dan juga takkan
menarik kembali apa yang sudah kadung terjadi.
"Mati! Kau harus segera mati! Sekalipun nanti Ji Pwe-giok ternyata selamat tanpa kurang
sesuatu apapun rasanya kaupun malu untuk bertemu lagi dengan dia."
Beginilah Lui-ji terus berpikir dan menyesali dirinya sendiri, bahkan keberanian untuk hidup
lebih lama lagipun tidak sanggup.
Makin dipikir makin sedih, makin sakit hatinya.
Pusaka Negeri Tayli 15 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Jodoh Si Mata Keranjang 10
^