Pencarian

Jala Pedang Jaring Sutra 6

Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Bagian 6


kuceritakan dalam beberapa hari aku sudah melakukan apa, tidak
perlu lapor kepadamu!"
Hui-thian tertawa dingin:
"Apakah kau tidak berani mengatakannya?"
Tuan Kiam-ta marah dan berkata:
"Apa pun boleh diketahui oleh orang lain, mengapa aku tidak
berani mengatakannya" Tapi aku kira semua ini tidak ada
hubungannya denganmu! Tidak perlu aku membuang-buang
waktu!" Kata It Piau cinjin: "Menurut aturan, Tuan Kiam-ta sudah menyelesaikan ceritanya
sekarang giliran Hui-thian yang bicara!"
Mata Hui-thian melotot dan berkata:
"Bila dia tidak berani mengatakannya, aku bantu dia untuk
bicara, setelah malam itu, pada malam kedua, Kiam-ta, kau sudah
melakukan hal apa?" "Tadi kau yang mengatakan akan mewakiliku untuk bicara,
mengapa sekarang bertanya lagi kepadaku?" jawab Tuan Kiam-ta.
"Mendengar kata-katamu, sepertinya kau curiga malam itu dia
sudah melakukan suatu kejahatan?" tanya It Piau.
"Benar." Kata Hui-thian.
"Baiklah, coba kau ceritakan malam itu dia sudah melakukan
kejahatan apa?" "Dia membunuh orang!" teriak Hui-thian.
"Dia membunuh siapa?" Tanya It Piau merasa aneh.
"Dia membunuh ibu Hiat-kun dan pamannya, paman Hiat-kun
adalah anjing peliharaan Hie Tiong-gwee, dibunuh pun tidak apa-
apa, tapi ibu Hiat-kun, mengapa kau harus membunuhnya?"
Tuan Kiam-ta jadi bingung dan berkata:
"Mengapa aku harus membunuh ibunya" bagaimana ceritanya?"
"Bukankah ibu Hiat-kuh setengah tahun lalu membawa mayat
suaminya pulang ke kampung halamannya" Mengapa Tuan Kiam-ta
harus pembunuh dia di Lok-yang" Apalagi kau bilang Tuan Kiam-ta
dan Hie Tiong-gwee bersekongkol" Mengapa dia membunuh ibu
mertuanya dan paman Hiat-kun?" Kata It Piau.
"Sekarang Hiat-kun bukan Nyonya Hie lagi, harap kalian jangan
menyebut seperti itu!" Kata Hui-thian.
"Apakah Hie Tiong-gwee sudah membunuh dia?"
"Bukan Hie yang harus menceraikan Hiat-kun, tapi Hiat-kun tidak
mau menikah dengan musuhnya, dan satu lagi mereka belum
sembahyang." "Mengapa Hie Tiong-gwee menjadi musuh istrinya?"
"Ceritanya sangat panjang."
Kata It Piau: "Bila ceritanya panjang, kau ceritakan saja kejadian yang
hubungannya dengan kejadian hari ini. Mengapa ibu Hiat-kun bisa
dibunuh oleh Tuan Kiam-ta di Lok-yang?"
"Karena ibu Hiat-kun tahu bahwa suaminya mati dengan tidak
wajar, orang yang dia curigai adalah Hie Tiong-gwee maka dia
kembali lagi ke Lok-yang, melarang Hiat-kun menikah dengan Hie
Tiong-gwee. Tapi Kiam-ta malah membunuhnya pada malam dia
baru tiba di Lok-yang supaya dia tetap bungkam, karena ibu Hiat-
kun ada di rumah pamannya, maka dia pun ikut dibunuh."
"Apakah kau berbohong mengenai ibu Hiat-kun" bila dia dibunuh,
pasti bukan Tuan Kiam-ta yang membunuhnya!" kata It Piau.
"Mengapa kau bisa tahu?" Tanya Hui-thian dengan dingin.
"Beritahu Tuan Kiam-ta, malam itu kau dengan siapa?"
"Malam itu, aku bersama dengan hweesio Siauw-lim, Ko Tan, di
rumah Hie bermain catur. Pukul 4 dini hari, aku baru tidur."
Tanya It Piau: "Pukul berapa Nyonya Kang dibunuh pada malam hari itu?"
---oo0dw0oo--- C. Salah paham "Kira-kira jam 3 dini hari..." Jawab Hui-thian.
It Piau tidak menunggu Hui-thian habis kata-katanya, sudah
marah: "Jam 4 dia masih main catur, mengapa kau bilang dia adalah
pembunuh" Apakah kau juga curiga Hweesio Siauw-lim
membantunya berbohong?"
"Aku tidak berani, aku hanya melihat sosoknya dari belakang, bila aku salah, melihat ilmu silatnya Tuan Kiam-ta, aku yakin dia
orangnya." "Apa arti dari kata-katamu?" Tanya It Piau.
"Setelah 2 hari dari kejadian itu, kembali dia bertarung
denganku, kali ini dia memakai ilmu silat yang sebenarnya, ilmu
silatnya itu yang membunuh ibu Hiat-kun dan pamannya."
"Aku memakai ilmu silat apa?" Tanya Tuan Kiam-ta.
"Ta-sik-pek-jiu dan Bian-ciang yang digabung menjadi satu."
"Kau bilang 2 hari kemudian, apakah itu dihitung waktu dari hari
kau menotoknya?" kata It Piau.
"Benar," jawab Hui-thian.
"Dan itu kemarin malam," kata It Piau.
"Benar." "Aku beritahu kepadamu, 3 hari yang lalu, siang hari, aku
bertemu dengan Tuan Kiam-ta, jaraknya 70 kilometer dari kota Lok-
yang. Dalam waktu 3 hari ini aku selalu bersamanya, kemarin
malam aKo Tan dia minum arak di rumah teman, banyak orang bisa
menjadi saksi." Setelah mendengar kata It Piau cinjin, Hui-thian jadi bengong.
"Aku beritahu kepadamu, karena kau membuat kekacauan di
Lok-yang dan melukai Hie Tiong-gwee, maka aku segera datang
untuk menolong Hie Tiong-gwee, aku bertemu dengan Tuan Kiam-
ta dan tahu bahwa Ko Tan Taysu sudah ada di rumah Hie. Aku
mengira kau sudah dapat diatasi oleh Ko Tan Taysu, karena Tuan
Kiam-ta sudah dihina olehmu, dia menjadi tidak enak hati dan tidak
ingin kembali ke Lok-yang lagi karena itu aku menemaninya
bermain, tidak disangka hari ini kita bisa bertemu."
Hui-thian seperti masuk ke dalam kabut yang tebal, kata-kata It
Piau seperti tidak terdengar, dan dia bertanya kepada Tuan Kiam-ta,
"Apakah benar 3 hari yang lalu kau sudah meninggalkan rumah
Hie?" Tuan Kiam-ta juga seperti sedang berpikir, kepalanya tidak
diangkat. Yu Yong marah dan berkata:
"Dia keluar dari Lok-yang pun karena dipaksa olehmu. Kami
bertiga menemaninya pergi, apakah kau mengira kami juga
bersekongkol untuk menipumu?"
Sekarang Tuan Kiam-ta mengangkat kepadanya dengan pelan
berkata, "Kau bilang kemarin malam kau bertarung denganku, aku
memakai ilmu Ta-sik-pek-jiu dan Bian-ciang yang digabung menjadi
satu. Di mana dan siapa yang bisa menjadi saksi?"
Dengan dingin Hui-thian berkata,
"Pastinya di rumah Hie dan Ko Tan Taysu ada di sana!"
It Piau terkejut dan bertanya:
"Benarkah Ko Tan Taysu ada di sana?"
"Apakah aku bisa sembarangan bicara" Bila guru tidak percaya
kita bisa ke Siauw-lim dan bertanya kepada Ko Tan Taysu."
Giok-yan terus menerus kalah di tangan Wie Thian-hoan, dia
masih marah, dengan dingin dia berkata:
"Hui-thian, kau terus berbohong, sudah 3 hari kami terus
bersama Tuan Kiam-ta."
Dia sengaja meninggikan suara dan berkata:
"Guru, Anda sudah tahu dia terus berbohong, mengapa masih
terus mendengar kata-katanya" Dia hanya mencari kesempatan
untuk kabur. Berharap bisa lolos dari hukuman Anda. Guru, kau ada
bukti kuat, bisa membuktikan bahwa Tuan Kiam-ta sudah diancam,
apakah Anda tidak percaya dirinya" Malah harus ke kuil Siauw-lim
untuk bertanya kepada Ko Tan Taysu."
Dengan tegas Hui-thian berkata:
"Aku mengatakan sebenarnya, mau percaya atau tidak, terserah!" Walaupun Giok-yan terus protes tapi It Piau seperti sedang
berpikir. Tiba-tiba Tuan Kiam-ta berkata:
"Sekarang aku sudah mengerti." Tuan Kiam-ta melanjutkan kata-katanya, "Aku bukan pembunuh seperti yang dituduhkan oleh Hui-
thian, kemarin malam yang bertarung dengan Hui-thian di rumah
Hie pun bukan aku, tapi aku percaya dengan kata-katanya."
"Ada apa ini?" Kata Hui-thian terkejut.
Tuan Kiam-ta tidak menjawab, Hui-thian bertanya lagi:
"Siapa dia?" Tuan Kiam-ta tetap tidak menjawab. Dengan suara besar Hui-
thian bertanya: "It Piau cinjin, Anda adalah seorang saksi, siapa benar siapa yang salah, kau harus tahu!"
"Kau tidak salah, dia juga tidak salah, menurutku ada yang
menyamar menjadi Tuan Kiam-ta..."
Kelihatannya dia sudah tahu siapa pelakunya, karena belum ingin
diungkapkan oleh Tuan Kiam-ta maka dia tidak berani
mengemukakannya, sambil bicara dia terus menatap Tuan Kiam-ta.
Kata Tuan Kiam-ta: "Baiklah, Hui-thian, aku janji akan mencari tahu siapa pelakunya." It Piau cinjin juga mengangguk dan berkata:
"Adik Wie, aku minta maaf karena aku sudah menyalahkanmu
walaupun aku sudah mengira-ngira siapa pelakunya, tapi semua ini
belum dapat dibuktikan, aku berjanji siapa pun dia aku tidak akan
memihak kepadanya. Maaf, aku tidak dapat menerangkan lebih detil
lagi. Silahkan kau pergi!"
Habis kata-katanya dia langsung pergi dengan Tuan Kiam-ta.
Giok-yan mengejar dan berkata:
"Guru, aku masih ada yang ingin aku bicarakan!"
"Bicaralah!" "Kau jadi saksi/juri seperti kurang berpikiran jauh."
Bong Cong-kian marah dan berkata:
"Adik, kau sedang bicara dengan Cianpwee, sopanlah sedikit!"
"Bila ada yang memalsukan Tuan Kiam-ta, itu juga tidak bisa jadi
bukti bahwa Hui-thian tidak bohong, siapa pembunuhnya saja, kita
belum tahu. Apa benar?"
"Benar, karena itu kami harus kembali ke Lok-yang untuk
mencari tahu." Kata It Piau.
Giok-yan merasa dirinya berhak bicara, kemudian dia berkata:
"Tidak dapat membuktikan bahwa Hui-thian adalah penjahat, tapi
dia tidak boleh merebut istri Hie."
"Aku juga tidak memihak kepada Hui-thian" Kata It Piau.
"Tadi Anda mengatakan bahwa ini adalah salah paham, kau
sudah menganggap dia orang baik dan Hie Tiong-gwee adalah
orang jahat." "Aku tidak bermaksud seperti itu, kami hanya ingin membuktikan
masalah." Kata Tuan Kiam-ta: "Hui-thian merebut istri orang lain, apakah dia mempunyai alasan
yang tidak kita ketahui. Tapi bila dia menyukai kecantikan Hiat-kun,
itu urusan moralnya. Bila dibandingkan dengan orang yang
memalsukan diriku, walaupun belum tahu apakah benar dia adalah
pembunuhnya, dosanya lebih besar dari Hui-thian."
Walaupun mereka sudah meninggalkan tempat itu sejauh satu li,
tapi percakapan mereka masih bisa didengar oleh Hui-thian.
Pikir Hui-thian, 'Walaupun Kiam-ta belum menjelaskan semua ini,
tapi dia berpendapat seperti itu, ini membuktikan bahwa seorang
Kiam-ta benar-benar adil, sepertinya aku salah melihat orang.'
Belum habis berpikir, terdengar It Piau cinjin berkata:
"Kakak Kiam, aku kagum kau begitu lurus, bila orang itu benar-
benar dia, aku harus bagaimana?"
"Melihat kejahatan yang dia lakukan, bila memang fatal tidak
dapat diampuni lagi..."
"Bagaimana caranya?"
"Bantu aku memusnahkan ilmu silatnya dan bantu aku untuk
meminta kepada Ko Tan Taysu mencukur rambutnya dan menjadi
seorang hweesio. Biar dia tinggal di Kao-san selama 10 tahun untuk
merenungi kesalahannya."
Mendengar sampai sana, Hui-thian berpikir, 'Sepertinya ada
orang yang memalsukan dia dan masih keluarganya.'
"Guru, kalian mau ke mana?" Tanya Yu Yong.
"Ke rumah Hie."
"Hie Tayhiap pernah berkata, demi menghindari kejaran Hui-
thian, dia akan meninggalkan Lok-yang."
"Dia meninggalkan Lok-yang tapi nyonya barunya masih ada di
rumahnya." "Nyonya Hie sudah keluar dengan Hui-thian."
"Menurut Hui-thian, kemarin malam dia direbut kembali oleh Hie
Tiong-gwee." "Kata-kata Hui-thian belum tentu benar."
Tuan Kiam-ta berkata: "Aku percaya kepada kata-katanya, bila Nyonya Hie tidak ada di
rumah Hie, Hui-thian pasti bersamanya." Tanya Giok-yan:
"Bila Hiat-kun ada di rumah Hie, memangnya mengapa?" Kata It Piau:
"Aku bisa bertanya lebih banyak kepadanya, misalkan, apakah
dia terpaksa menikah dengan Hie Tiong-gwee" Apakah Hie adalah
musuhnya" Dan lain lain."
"Perempuan itu tidak setia kepada suaminya, kata-katanya tidak
dapat dipercaya." Dengan tegas Tuan Kiam-ta berkata:
"Nona Giok-yan, sebelum jelas masalahnya, lebih baik kau jangan
banyak komentar." Giok-yan terdiam tidak bicara lagi.
"Yu Yong, kau juga tidak perlu ikut aku ke Lok-yang, kau antar
mereka pulang saja."
Tanya Giok-yan: "Apakah Anda tidak ingin kami ikut menyaksikannya?"
It Piau tertawa dan berkata:
"Anak kecil jangan ikut campur terlalu banyak!"
"Kami dan Hui-thian ada masalah."
It Piau tertawa dan berkata:
"Kau takut bila tidak ikut denganku, Hui-thian akan mencari ribut denganmu. Menurutku, walaupun dia bukan pendekar yang
mempunyai hati untuk menolong orang, tapi dia tidak sejahat
seperti yang kalian sangka, asal kalian tidak mencari gara-gara, dia
tidak akan membuat kalian susah."
Giok-yan agak marah dan berkata:


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Guru, mengapa kau begitu percaya kepadanya?"
"Paling sedikit dia tidak akan membuat ribut dengan gadis kecil
sepertimu." Hui-thian sudah tidak dapat mendengar suara mereka, dia juga
tidak melihat Yu Yong dan Giok-yan kembali lagi, mungkin mereka
lewat jalan yang lain. Hui-thian masih berdiri di pinggir sungai, dia tidak tahu harus
melakukan apa. Masalah ini di luar dugaannya, seperti apa orang yang
memalsukan Kiam-ta" Tiba-tiba dia teringat pada cerita tentang
'Kiam-ta' dan 'Ih-san'. Kiam-ta adalah kakak dan Ih-san adalah adiknya. Adik kakak ini
sifatnya tidak sama. Sang kakak berkelana di dunia persilatan,
membantu orang-orang membereskan masalah, adik berada di
rumah jarang keluar, apalagi dalam waktu 10 tahun ini tidak ada
yang pernah bertemu dengannya.
Kiam-ta sangat berwibawa dan disegani oleh orang-orang dunia
persilatan, ilmu silatnya termasuk tangguh, tapi ilmu silat Ih-san
katanya lebih tinggi. Setinggi apa, tidak ada yang tahu, orang-orang
mengatakan 'tidak terukur' dalam melukiskan ilmu silatnya. Tapi
berita mengenai Kiam-ta tidak seperti Ih-san.
Kata-kata orang biasanya sering dibesar-besarkan, seperti ada
yang berkata, 'Tuan Kiam-ta bertarung dengan Ko Tan, akhirnya
adalah seri.' Sebenarnya mereka sedang berlatih ilmu silat dan Ko Tan Taysu
memberitahu kelemahan ilmu silat Tuan Kiam-ta, berlatih seperti ini
tidak ada yang menang atau kalah, karena ilmu silat mereka
perbandingannya sangat jauh.
Walaupun ilmu silat Kiam-ta tidak setinggi Ko Tan, tapi Kiam-ta
termasuk pesilat tangguh. Bila berita mengenai Kiam-ta tidak seperti
Ih-san, artinya orang yang memalsukan Kiam-ta dan Jian Ih-san
hampir sama. "Apakah yang memalsukan Tuan Kiam-ta adalah Ih-san?" pikir
Hui-thian. Adik kakak pasti ada miripnya, Hui-thian berpikir seperti itu satu
lagi kenyataan yang membuatnya curiga.
Kenyataan ini kecuali keluarga Kiam yang tahu, kakek gurunya
Kie Yan-gan pasti tahu juga.
Kiam Ih-san selama puluhan tahun tidak keluar, bukan karena
sifatnya yang penyendiri, melainkan karena berlatih ilmu Han-goan.
Tapikarenaterlaluterburu-buruhampirmembuatnya
lumpuh/tersesat. Kie Yan-gan, ilmu silatnya tinggi dan juga sangat ahli mengobati
orang, karena Kiam Ih-san sakit maka Kie Yan-gan yang
menolongnya. Tapi Kie Yan-gan tidak dapat menyembunyikan berita
tentang Ih-san, Kie Yan-gan juga tidak menyebarkan rahasia ini
kepada orang lain, kecuali kepada cucu muridnya.
Kie Yan-gan pernah bercerita kepadanya mengenai jalan hidup
Ihsan walaupun Kie Yan-gan bukan sahabat karibnya, tapi mereka
pernah bertemu selama 3 hingga 4 kali, mereka merasa cocok, bila
tidak Kie Yan-gan tidak akan mau mengobatinya.
Hui-thian pernah bertanya kepada kakek gurunya mengenai
ketidakmiripan antara Kian-yan dan Ih-san. Kakek gurunya juga
tidak bisa menjawab, karena Kie Yan-gan hanya mengobati
penyakitnya tidak bisa melihat ilmu silatnya, tapi menurut
sepengetahuan Kie Yan-gan, Ih-san mempunyai tenaga dalamnya
susah diukur. Karena tenaga dalam yang kuat, dia tergesa-gesa
inginmenguasaiilmuHan-goanhinggamembuatnya
lumpuh/tersesat. Kalau tenaga dalamnya semakin dalam kemungkinan untuk
sernbuhpun semakin tipis, menurut Kie Yan-gan, Ih-san seumur
hidupnya akan lumpuh. Tapi dari kata-kata yang didengar dari Kiam-ta, Hui-thian curiga
bahwa adiknya memalsukan dia.
Tapi menurut kata-kata kakek gurunya, dia tidak mungkin Kiam
Ih-san. "Bila Kiam Ih-san bisa bertemu dengan tabib yang baik dan
sembuh tapi sifatnya tidak akan berubah drastis seperti itu."
Ada pepatah yang mengatakan, gunung bisa diubah tapi sifat
orang tidak dapat diubah. Mungkin sembuh dari penyakit tapi
sifatnya tidak akan berubah.
Dalam hati Hui-thian berpikir lagi, 'Dapat berteman dengan kakek
guru, pasti mereka cocok satu sama lain.'
Hui-thian sangat menghormati kakek gurunya dan dia tidak boleh
mencurigai teman kakek gurunya.
Pada saat dia sedang berpikir, cuaca udara tiba-tiba berubah.
Hujan telah turun sangat deras, suara petir membangunkan dia
dari pikiran yang ruwet. Hujan deras memaksanya harus
meninggalkan tempat itu. Siapa pun yang memalsukan Tuan Kiam-ta, asal Tuan Kiam-ta
yang berlaku adil, suatu hari semuanya akan jelas. Bila Hiat-kun
masih berada di rumah Hie, keadaan Hiat-kun yang sekarang
menjadi pikirannya. Walaupun masih belum selesai urusannya, tapi
sudah mengurangi bebannya. Dia mengambil keputusan semula,
kembali lagi ke kota mengambil kuda, dan langsung ke ibukota.
Tidak jauh dari sungai ada sebuah gunung, dia mendaki gunung
itu untuk menghindari hujan yang semakin besar.
Tidak sengaja dia melihat sebuah perahu di tengah sungai. Dia
melihat ada 2 orang sedang menurunkan layar, pada saat dia
memperhatikan lebih teliti lagi, membuatnya menjadi bengong.
Angin berhembus sangat kencang, hujan semakin deras, perahu
berada di tengah-tengah sungai, jaraknya juga jauh, tapi begitu dia
melihat bayangan itu dia kenal dengan bayangan itu. Karena di
antaranya ada seseorang yang dia rindukan.
Dia adalah Kang Hiat-kun, Hui-thian ingin melihat lebih jelas lagi
tapi perempuan itu sudah membalikkan tubuh dan masuk ke dalam
perahu. Perempuan yang satu lagi, melambaikan tangan kepada
seorang laki-laki, perahu berjalan seperti ditarik seekor kuda. Dalam
sekejap perahu sudah tidak tampak dan hilang dalam rintik hujan.
Perempuan yang melambaikan tangan adalah Sumoinya. Hujan
lebat angin berhembus kencang, gelombang air pun semakin tinggi.
Perahu sudah menjauh, panggilannya tertiup oleh suara angin dan
hujan. Dia menenangkan diri, dalam hati berpikir, 'Apakah aku salah
lihat, ah... tidak mungkin dua-duanya begitu mirip, yang satu mirip
Hiat-kun, yang satu mirip Kie Su-giok'
Pertama kali melihat sosok Hiat-kun dia masih tidak percaya,
begitu melihat Kie Su-giok dia menjadi yakin bahwa itu memang
mereka. Tapi mengapa mereka bisa bersamaan"
Dia lupa hujan masih deras, seperti orang gila dia memanggil-
manggil, "Adik Hiat, Adik Hiat!"
Suara guntur terus berbunyi, perahu tidak meninggalkan jejak.
Hui-thian basah kuyup, tubuhnya terasa dingin, tapi ini malah
membuatnya sadar, dalam hati dia berpikir,
"Bila dia benar-benar Hiat-kun, artinya dia sudah selamat, aku
tidak perlu khawatir lagi!"
Kemudian dia berpikir lagi, 'Laki-laki itu siapa" Sepertinya aku
pernah bertemu dengannya"'
Sekarang baru terpikir olehnya, pertama kali masuk ke rumah
Hie, laki-laki ini sedang bersama Hiat-kun.
"Benar, aku pernah menotoknya. Laki-laki itu adalah Coh Thian-
su, dia adalah Suheng Hiat-kun."
Hui-thian masih ragu, dalam hati dia berpikir, 'Walaupun orang
yang she Coh ilmu silatnya lumayan, tapi dia bukan Tuan Kiam-ta
yang palsu, aneh, bagaimana dia bisa menolong Hiat-kun. walaupun
dia bergabung dengan Kie Su-giok juga tidak mungkin."
Tapi di depan mata yang dia lihat adalah benar mereka bertiga.
"Apakah aku salah melihat orang" tapi kalau salah lihat pasti satu orang saja, tidak mungkin sampai ketiga-tiganya."
Dia teringat malam itu dia tidak sopan kepada Coh Thian-su,
wajahnya menjadi panas, hatinya pun tidak enak Hiat-kun bisa lolos
dan bahaya, dia harus senang, mengapa dia merasa tidak tenang"
Dia sendiri pun merasa aneh.
Dalam hati dia iri kepada Coh Thian-su yang bisa bersama-sama
dengan Hiat-kun, tapi bagaimana pun keadaan ini lebih baik
daripada Hiat-kun jatuh ke tangan Hie Tiong-gwee, dia juga berpikir
ke mana Hiat-kun akan pergi" Dia mempunyai 2 jawaban, pertama,
dia ikut Kie Su-giok pulang. Kedua, dia ikut Coh Thian-su pulang ke
Yang-ciu bertemu dengan paman guru Hiat-kun. Dia ingin tahu
jelasnya baru bisa menyusul.
Tapi dia masih mempunyai tugas yang lebih penting, waktu tidak
mengijinkannya tidak berpikir, dia harus mengejar musuh, karena
dia sudah tahu bahwa Hie Tiong-gwee sudah pergi ke ibukota
mencari Jenderal Bok Apakah dia akan membiarkan musuh
mencapai keinginannya"
Tapi dia juga takut setelah bertemu dengan Kie Su-giok, Kie Su-
giok akan membuatnya tidak dapat bekerja dan dia juga tahu
mungkin orang-orang yang tadi dilihatnya bukan mereka dan itu
akan membuat pekerjaannya tertunda.
Hujan deras terus mengguyur, Hui-thian terus memandang ke
arah sungai, tiba-tiba di depan mata cuaca menjadi terang, kabut
mulai menghilang, dan hujan pun berhenti.
Hui-thian seperti terbangun dari mimpi, hatinya pun seperti cuaca
sehabis hujan, dalam hati dia berpikir,
"Laki-laki harus berpikir panjang, bila Hiat-kun sudah lepas dari bahaya, aku harus lebih tenang pergi ke ibukota, apa lagi yang
kutunggu?" Dia melepaskan keinginan untuk mengejar
Hiat-kun dan melangkah dengan mantap ke jalan besar.
Hujan dan angin sudah berlalu, perahu kecil itu pun sudah
melewati tempat yang berbahaya.
Hui-thian tidak salah lihat, orang yang berada di dalam perahu
adalah Coh Thian-su, Hiat-kun dan Kie Su-giok.
Dengan tertawa Kie Su-giok berkata:
"Coh Toako, tidak disangka kau pandai mengemudikan perahu,
tadi aku benar-benar sangat takut." Kata Coh Thian-su:
"Aku adalah orang selatan, di daerah selatan banyak air,
kemana-mana kami selalu menggunakan perahu, seperti kalian
orang-orang utara kemana pun pergi selalu menunggang kuda."
"Kau juga pandai menunggang kuda."
Kata Coh Thian-su: "Orang utara pandai menunggang kuda, orang selatan pandai
mengemudikan perahu, tapi ada juga pengecualian, teknikku
menunggang kuda sangat pas-pasan."
Kie Su-giok mengangguk dan berkata:
"Benar juga." "Apakah di antara orang-orang yang kau kenal ada yang mahir
mengemudikan perahu?"
"Ada." "Siapa?" "Kau pasti sudah tahu, aku tidak akan memberitahumu."
Coh Thian-su merasa aneh dan berkata:
"Aku hanya bertanya, tidak perlu marah."
Kie Su-giok juga tahu dia sudah salah dan berkata:
"Aku tidak marah, hanya sedang tidak ingin bergurau."
Coh Thian-su melihat Hiat-kun, wajahnya juga berubah.
Coh Thian-su berkata: "Kau tidak mau memberi tahu, aku pun sudah tahu."
"Siapa?" "Dia adalah Wie Thian-hoan Toako."
"Kau mengira dia orangnya?"
"Dia dijuluki Hui-thian-sin-liong, artinya dia sangat mahir dengan keterampilan di air."
Kie Su-giok teringat pada ibunya yang menghilang, sejak kecil dia
juga suka bermain air, pernah suatu kali dia bermain di sungai kecil,
hampir terendam air hingga mati, untung ibu asuhnya menolong
dengan segera, ibu asuhnya marah dan berkata:
"Mengapa kau seperti ibumu?"
"Apakah ibu juga senang bermain air?" Tanyanya.
Ibu asuhnya menjawab: "Kepintaran ibumu di air lebih hebat daripada di darat."
Dia sangat senang dan bertanya:
"Bagaimana kepintarannya" Ceritakan kepadaku?"
Waktu itu Paman Ting datang dan memarahi ibu asuhnya,
"Tuan Besar sudah berpesan tidak boleh membicarakan ibunya
kepada anak ini." Karena ibu asuhnya takut kepada Paman Ting, dia pun demikian,
akhirnya dia tidak berani bertanya lagi, dan melupakannya.
Tapi sekarang mengapa tiba-tiba dia teringat kepada masa lalu
dan juga ibunya" Dia hanya tahu sedikit tentang ibunya.
"Sekarang aku sudah dewasa, aku akan bertanya kepada ibu
asuhku, apakah ibuku orang utara atau selatan?"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Cerita mengenai Hui-thian, aku akan memberitahu kepada
kalian, kejadian aneh seperti tadi."
Hiat-kun langsung bertanya:
"Memangnya tadi mengapa?"
"Sepertinya tadi aku mendengar teriakan Hui-thian."
Kie Su-giok juga meloncat dan berkata:
"Aku pun mendengar ada yang memanggil, tapi aku tidak yakin
itu suara gelombang atau suara angin. Apakah kau benar-benar
mendengar bahwa itu suara Wie Toako?"
Kata Coh Thian-su dengan tertawa:
"Aku curiga itu suaranya, nanti kau akan marah lagi kepadaku."
Kie Su-giok malu dan berkata:
"Coh Toako, maafkan aku, apakah tadi itu benar suara Wie
Toako" Dia bilang apa?"
"Dia memanggil namamu."
Kie Su-giok sangat senang dan berkata:
"Apakah benar?"
"Benar, dia memanggil 'Adik Giok' dalam perahu ini siapa yang
bernama Adik Giok." Kie Su-giok hanya percaya sedikit dan berkata:
"Mungkin tidak benar, karena tadi aku tidak berada di bagian
depan perahu, bila dia melihat ada orang di perahu, yang
dipanggilnya pasti bukan aku, dia pasti melihat Hiat-kun."
Tiba-tiba Hiat-kun tertawa kecil dan berkata:
"Adik Giok, Coh Toako hanya bergurau denganmu, bila benar ada
yang memanggil, mengapa aku tidak mendengar?"
Sebenarnya Hiat-kun juga mendengar hanya dia takut Coh Thian-
su akan memberitahu kepada Kie Su-giok bahwa yang dipanggil
oleh Hoan Toako bukan dia, dan ini akan membuat Kie Su-giok iri.
Yang paling penting dia tidak mau bertemu dengan Wie Thian-hoan
untuk sekarang ini. gukan tidak mau bertemu tapi dia takut Wie
Thian-hoan masih memiliki perasaan yang masih dalam kepadanya
dan itu akan membuat Kie Su-giok iri. Dia tidak ingin menjadi
penghalang bagi mereka berdua.
Hiat-kun berpikir, 'Berdiam ditempai Kie Su-giok juga tidak bisa
lama-lama, aku harus mempunyai rencana lain. Bila tidak bergabung
dengan Hoan Toako dendam orang tua tidak akan bisa dibalas.


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walau Coh Toako adalah Sumoi ku, tapi kami belum kenal lama.'
Hatinya kacau seperti perahu ini yang berada di sebuah sungai
besar. Entah akan berhenti di mana"
Kie Su-giok tidak tahu pikiran Hiat-kun begitu ruwet, dia tidak
percaya bahwa di dalam hujan yang begitu deras dan langit yang
begitu gelap, Wie Toako yang jauh di tepi sungai bisa melihat
mereka. Dan Coh Thian-su malah bisa mendengar suara orang
berteriak, dia percaya kepada kata-kata Hiat-kun. dia memukul Coh
Thian-su dan berkata: "Kau jahat, aku menganggapmu sebagai Toako, tapi kau malah
main-main denganku!"
Sambil tertawa Coh Thian-su menghindari pukulan itu:
"Kau marah-marah terus jadi aku sengaja bergurau denganmu,
kau juga tidak rugi apa-apa."
Coh Thian-su adalah orang yang sangat pintar, begitu melihat
Hiat-kun tidak mengaku, dia langsung menutupi dengan kata-kata
tadi. Kata Kie Su-giok: "Baiklah, bila kita sudah sampai di rumah, Wie Toako pasti sudah
pulang, aku berharap dia menyusul kita pulang."
Hiat-kun melihat Kie Su-giok begitu mencintai Hoan Toako,
hatinya semakin sedih, tapi Hiat-kun dan Kie Su-giok tidak tahu
bahwa Wie Thian-hoan sudah masuk ke ibukota.
Perahu kecil mengikuti arus air, belum sore sudah tiba di luar
kota Lok-yang, sekitar 50 hingga 60 kilometer.
Daerah ini adalah daerah Huang-ho, sungai sangat lebar, tenang
seperti kaca, ada perahu layar mendatangi mereka Perahu itu lebih
besar dari perahu mereka.
Perahu kecil mereka mengikuti aliran air tapi perahu besar itu
berjalan melawan arus, kecepatan perahu besar itu sama dengan
perahu kecil mereka. Coh Thian-su melihat perahu itu, dalam hati
dia berpikir, "Orang yang membawa perahu itu bukan sembarang orang, cara
mengemudinya sangat baik, tenaga dalamnya pun begitu."
Dua orang itu, yang satu mendayung dan yang satu lagi
memegang kemudi. Tubuh mereka sangat tegap, umur mereka
kurang lebih 50 tahun. Kedua orang itu pun tahu bahwa Coh Thian-su sedang
memperhatikan mereka. Mereka pun melihat Coh Thian-su pada
saat perahu mereka berpapasan.
Kie Su-giok dan Coh Thian-su sedang melihat pemandangan di
bagian depan perahu. Pada saat perahu itu sudah lewat, Kie Su-giok
berkata, "Coh Toako, tadi kau perhatikan tidak sorot mata mereka begitu
galak. Aku merasa mereka sedang melihat aku."
"Mereka juga sedang melihatku, karena tahu aku memperhatikan
mereka." Kata Coh Thian-su.
Kata Kie Su-giok, "Aku merasa mereka lebih banyak melihat aku dan sorot mata
yang galak seperti itu sepertinya dia ada permusuhan denganku."
Gadis cantik biasanya senang orang lain memperhatikan dia. Coh
Thian-su mengira Kie Su-giok juga seperti itu. Dalam hati dia ingin
tertawa, terdengar dalam suara angin, mereka sedang bercakap-
cakap dan kali ini dugaan Kie Su-giok benar.
Perahu layar yang ada di belakang mereka, kira-kira beberapa
puluh meter dari mereka. Coh Thian-su dan Kie Su-giok memiliki
pendengaran lebih tajam dari orang lain. Mereka bisa mendengar
dengan jelas. Kata salah satu orang dari mereka:
"Lo-sam kau lihat tadi, apakah perempuan itu sudah pulang?"
Jawab yang sarunya sambil tertawa:
"Lo-ji pantas dari tadi kau marah-marah, kau salah melihat
orang." Kata yang satu:
"Aku tidak akan salah melihat orang, walaupun sudah lewat 20
tahun, aku masih ingat sosoknya." Lo-sam tertawa:
"Apakah setelah 20 tahun perempuan itu masih tetap muda" Aku
lihat gadis tadi belum berusia 20 tahun." Lo-ji jadi tertawa:
"Tapi mereka sangat mirip, bukankah kau juga tadi hampir
marah?" "Kita adalah 'Huang-ho-sam-ciaf, dulu pernah kalah di tangan
perempuan itu, kakak tertua dipotong lututnya hingga cacat, tapi
katanya perempuan itu sudah mendapat karma, hutang ini tidak
perlu dibayar lagi."
"Yang kau sebut karma, apakah dia sudah menjadi janda" Tapi
bila dia masih hidup kita tetap harus balas..."
"Katanya dia menghilang, mengikuti kekasih lamanya kawin lari.
"Aku tahu tentang hilangnya perempuan itu, tapi siapakah
kekasih lamanya" Sudah lama aku tidak keluar tapi kau lebih sering
berkelana di dunia persilatan, apakah kau tahu?"
"Aku tidak tahu, katanya dia keluarga pesilat dari Kang-lam."
"Keluarga pesilat Kang-lam tidak begitu banyak, paling-paling
hanya ada 10 keluarga."
"Apakah kita akan mencari tahu satu per satu" Sepertinya bukan
"al yang mudah."
"Aku juga tidak tahu kekasih lamanya, tapi aku pikir.. .pikir."
"Kau pikir apa?"
Jawab Lo-ji dengan pelan:
"Aku pikir ada satu cara untuk balas dendam, apakah kau
mempunyai keberanian?"
"Coba ceritakan!"
"Tiap keluarga pesilat pasti mempunyai ilmu silat keluarga
mereka, tapi walaupun keluarga mana pun tidak akan sesulit pak
tua Kie." "Memangnya seperti apa?"
"Bila perempuan itu masih ada di keluarga Kie, kita tidak dapat
berbuat apa-apa, bila dia ada di keluarga pesilat yang lain kita bisa
coba-coba mengganggunya."
"Kita tidak tahu dia ada di keluarga mana, bagaimana bisa
mencari dia?" "Kita cari gadis kecil yang tadi, di dunia ini mana ada orang yang begitu mirip" Pasti gadis tadi adalah anaknya."
"Kalau begitu kita balik lagi untuk mengejarnya!"
"Tidak perlu terburu-buru, dalam perahu itu ada 3 orang, belum
tentu kita bisa mengalahkan mereka, lebih baik kita lapor dulu
kepada kakak tertua..."
Perahu besar dan perahu kecil sudah berjarak setengah
kilometer, Coh Thian-su dan Kie Su-giok pun sudah tidak dapat
mendengar percakapan mereka lagi.
Kie Su-giok dan Coh Thian-su mendengar kata-kata mereka,
hatinya pun menjadi bergelombang
"Yang mereka sebut 'perempuan itu', apakah dia ibuku" Ibu
menghilang karena ikut dengan laki-laki lain, pantas kakek tidak
mengijinkan orang di rumah membicarakan ibu."
Dia berharap mereka hanya bergosip, Kie Su-giok sedang
berpikir, wajahnya menjadi merah, tepat dia mengangkat kepala
tepat dia melihat sorot mata Coh Thian-su.
Hati Coh Thian-su juga sangat kacau tapi dari wajahnya tidak
terlihat, dia sengaja bertanya:
"Apakah kau tahu kedua orang itu sedang membicarakan apa?"
Wajah Kie Su-giok memerah dan berkata:
"Aku tidak jelas mendengarnya, tadi kau mendengar apa?"
"Aku hanya mendengar beberapa kata, mereka menjuluki mereka
sendiri 'Huang-ho-sam-ciat' (3 jago Huang-ho). Tapi kakak tertua
mereka sudah cacat dilukai orang, siapakah sebenarnya Huang-ho-
sam-ciat itu" Bila Lo-toanya sudah cacat, mereka pasti bukan orang
baik-baik." Tanya Kie Su-giok: "Kau masih mendengar apa lagi?"
"Aku hanya mendengar sepatah-sepatah, tidak tahu apa maksud
mereka, karena itulah aku bertanya kepadamu."
Sebenarnya Coh Thian-su mendengar semua percakapan mereka
bila dia mengatakan tidak terdengar, dia tidak akan bisa menipu Kie
Su-giok, karena itu dia berkata hanya mendengar beberapa patah
kata saja. Kata Kie Su-giok: "Aku juga tidak mendengar begitu jelas tapi aku pernah
mendengar Paman Ting bercerita tentang Huang-ho-sam-kui."
"Mengapa bukan Huang-ho-sam-ciat?" Kie Su-giok tertawa:
"Mereka menjuluki sendiri Huang-ho-sam-ciat, kata Paman Ting
walaupun ilmu silat mereka biasa-biasa saja, tapi silat mereka di air
jangan dianggap biasa. Mereka paling ahli melubangi perahu
dagang yang lewat kemudian mereka dikalahkan oleh seorang
pendekar yang lebih hebat. Karena mereka selalu melakukan
kejahatan maka semua pun menjuluki mereka Huang-ho-sam-kui."
Ini adalah cerita tentang Huang-ho-sam-kui yang didengar Kie
Su-giok dari Paman Ting, tapi semua itu masih sedikit, semua sudah
diceritakannya, hanya dia menutupi nama yang mengalahkan
Huang-ho-sam-kui. Sebenarnya orang itu adalah pahlawan
perempuan. Paman Ting sangat hafal dengan cerita itu, maka Kie Su-giok
sering meminta agar Paman Ting menceritakannya. Ada suatu hari
dia meminta Paman Ting menceritakan tentang Huang-ho-sam-kui
tapi Paman Ting seperti tidak ingin menceritakannya, akhirnya
Paman Ting hanya bercerita sedikit. Tapi nama pendekar
perempuan itu tidak disebutkan olehnya.
Dia sudah lupa cerita tentang Huang-ho-sam-kui, tidak disangka
hari ini dia bertemu dengan dua orang diantara Huang-ho-sam-kui.
Sekarang dia teringat kembali cerita Paman Ting sewaktu dia
masih kecil. "Apakah pendekar perempuan itu adalah ibuku" Karena ibu asuh
penah mengatakan bahwa ibuku sangat mahir di atas air."
Gabungan kedua cerita ini membuat hari Kie Su-giok bergetar.
Coh Thian-su pun seperti Kie Su-giok, dalam hati dia punya
banyak pertanyaan. Paman Ting pernah datang ke rumah Coh, dia adalah pelayan
keluarga Kie, segera Coh Thian-su teringat ke masa lalu.
Paman Ting bernama Ting Po, dia adalah penjahat kelas kakap
dan bersahabat dengan ayahnya.
Dari pembicaraan antara ayahnya dan ibu tirinya, dia tahu antara
ibu tirinya dengan keluarga Kie mempunyai suatu hubungan.
Hubungan seperti apa" Coh Thian-su tidak tahu, dia hanya tahu ibu
tirinya tidak ingin bertemu dengan Ting Po.
Dia menghubungkan beberapa hal, ibu tirinya sangat mahir di air,
dia bisa mengemudikan perahu itu juga belajar dari ibunya. Ayahnya
tidak jjgngijinkan dia berhubungan dengan keluarga Kie. Waktu kecil
ayah sering bercerita tentang orang-orang persilatan tapi jarang
bercerita tentang Kie yan-gan.
Sekarang dia tahu satu hal; ibu Kie Su-giok karena suaminya
meninggal kawin lari dengan kekasih lamanya. Tapi dia tidak berani
terus berpikir. "Mengapa semua begitu tepat" Tapi setelah dipikir-pikir orang
tua laini juga tidak salah. Katanya pak tua Kie sifatnya aneh, apakah
cara berpikirku dengan dia sama?"
Mereka berdua banyak pertanyaan tapi tidak berani saling
membuktikan. Hiat-kun juga penuh dengan pikiran karena itu dia
tidak merasa tiba-tiba semua menjadi terdiam.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara siulan yang panjang,
suara itu mengejutkan mereka.
Kie Su-giok langsung meloncat dan berkata:
"Kali ini apakah aku salah dengar lagi" Ini adalah..."
Dia sangat senang sekaligus terkejut.
Coh Thian-su juga terkejut dan berkata:
"Aku dengar... tapi."
Yang lain belum sempat dia katakan, suaranya terpotong. Yang
hendak dia katakan adalah: mengapa itu seperti siulan Hui-thian"
Dia takut Kie Su-giok bertanya terus, untung dia tidak
meneruskan pertanyaannya, karena dia mendengar suara siulan itu
tapi suaranya lebih kecil dari yang tadi.
Kang Hiat-kun juga keluar mendengar siulan itu, Coh Thian-su
melihat dia seperti kebingungan, mereka beradu pandang, Hiat-kun
menggelengkan kepalanya, Hiat-kun tahu Coh Thian-su ingin
bertanya siapa yang bersiul. Dan Coh Thian-su tahu bahwa Hiat-kun
juga tidak tahu siapa orangnya. Tapi ini bukan siulan Hui-thian
karena tenaga dalam Hui-thian lebih kuat, orang yang bersiul
umurnya pasti lebih tua dari Hui-thian.
"Di dunia persilatan banyak orang aneh, bila kita punya waktu
kita bisa berkenalan dengan mereka, tapi kita harus segera pulang,
jangan hiraukan suara ini!" Kata Coh Thian-su.
"Aku harus lihat siapa yang bersiul, kali ini aku tidak akan salah.
Aku sudah tahu siapa yang bersiul." Kata Kie Su-giok.
Kata Hiat-kun tertawa: "Adik Giok, mungkin kau merindukan seseorang dan menyangka
siara ini adalah suara dia, aku dengar sepertinya bukan." Tanya Kie Su-giok:
"Kau mengira aku menyangka itu siapa?"
"Kau menyangka itu Hoan Toako." Jawab Coh Thian-su.
"Siapa bilang itu siulan dia?"
Coh Thian-su terkejut dan bertanya:
"Dia itu siapa?"
"Itu adalah siulan Paman Ting."
"Apakah benar?" tanya Coh Thian-su.
"Coh Toako, ilmu silatmu lebih tinggi, pengalamanmu di dunia
persilatan lebih banyak, apakah Paman Ting bertemu dengan musuh
yang kuat?" "Tapi siulan itu tidak terdengar lagi tapi..."
"Tapi siulan itu semakin lemah kita bisa mendengar lagi, apakah
benar?" Kata Kie Su-giok.
Coh Thian-su sudah tahu apa yang dipikirkan oleh Kie Su-giok.
Kalau tidak bertemu dengan musuh yang kuat, mengapa siulan
Paman Ting begitu lemah, pasti dia sedang bertarung dan
tenaganya sudah habis. Kie Su-giok langsung berkata:
"Cepat, cepat ke pinggir, aku harus mencari Paman Ting!" Benar-benar.
Dalam hati penuh pertanyaan.
Tiba-tiba mendengar siulan aneh yang membuat orang was-was.
Ingin tahu apa yang terjadi"
---ooo0w0ooo--- Bab 7 Kecelakaan Hidup atau mati Kembali lagi ke semula Kebencian dan kebaikan bagai asap
A. Bertemu dengan orang yang sudah mati
Kata Coh Thian-su: "Bila dia adalah Paman Ting, kita harus menolongnya!"
Suara siulan datang dari gunung sebelah selatan, hari sudah
mulai gelap, bulan sabit sudah muncul. Jarak antara gunung dan
sungai sekitar 1 hingga 2 kilometer lagi, sudah tidak terdengar
siulan lagi. Coh Thian-su sangat terkejut dalam hati dia berpikir, 'Ting Po
adalah penjahat kelas kakap. Dari siulannya jelas dapat diketahui
tenaga dalamnya sangat kuat. Sekarang tidak terdengar lagi suara


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siulannya, apakah dia sudah mengalahkan musuh" Atau malah
terluka berat" Sehingga tidak bisa membuatnya bersiul. Kalau begitu
lawannya pasti orang kuat" Siapakah dia"'
Mereka berlarian di tengah gunung, sampai di depan ada jurang
menghalangi jalan mereka, walaupun jurang sangat dalam tapi tidak
menjadi masalah untuk mereka. Coh Thian-su memiliki ilmu silat
paling tinggi dan pengalamannya sudah banyak. Dia berlari ke
depan melihat sekelilingnya dan mendengarkan suara.
Di dekat jurang adalah pohon-pohon cemara, dekat dinding
jurang ada sebuah cemara tua, di dalamnya banyak rotan liar,
merambat ke arah pepohonan, terlihat di bawah cahaya bulan yang
tidak begitu terang. Coh Thian-su melihat pohon-pohon bergoyang
tapi tidak ada angin, bila rotan yang merambat bergoyang itu tidak
aneh tapi bila pohon tidak ada angin bergoyang itu baru aneh. Dia
mendengar ada suara dari hutan.
"Hati-hati!" Kata Coh Thian-su.
Segera dua telapaknya berputar, dia menggunakan ilmunya
untuk melindungi diri dan berlari masuk ke dalam hutan.
Di dunia persilatan ada pantangan: bertemu hutan jangan
masuk. Tapi karena mereka ingin menolong Paman Ting, mereka
melupakan pantangan ini. Hiat-kun dan Kie Su-giok sudah mencabut
pedang untuk melindungi diri, mereka mengikuti Coh Thian-su
masuk ke dalam hutan. Di dalam hutan tidak ada apa-apa hanya ada beberapa ekor
burung yang terkejut dan mereka terbang dari sarang mereka.
Kata Kie Su-giok: "Coh Toako, mengapa tidak ada bayangan seorang pun?" Coh
Thian-su juga terkejut dalam hati dia berpikir, 'Pohon bergoyang
tapi tidak ada angin, apa aku salah lihat atau apakah ada tupai
yang melompat membuat pohon bergoyang" Aku berharap tadi
adalah tupai, bila dia manusia ilmu meringankan tubuhnya tentu
sangat tinggi sekali' Belum habis berpikir mereka sudah keluar dari hutan pohon
cemara. Di depan terbentang tanah datar dan luas. Mereka
mendengar ada suara lagi tapi seperti suara angin, Coh Thian-su
mempercepat langkah kakinya. Berdiri di tempat tinggi dan
berteriak: "Di sana ada orang bertarung! Nona Kie, cepat!"
Kie Su-giok ikut naik ke atas batu dan dia melihat sesuatu, dia
berteriak: "Betul, itu Paman Ting, paman kau jangan takut, kami akan
segera membantumu!" Di bawah gunung ada seorang pak tua yang sedang bertarung
dengan 2 orang yang tinggi dan besar, walaupun hanya bertemu
satu kali pada waktu kecil, tapi Coh Thian-su tahu bahwa dia adalah
Ting Po. Ting Po yang pernah menggemparkan dunia persilatan.
Yang bertarung dengan Ting Po seperti dua orang kakak beradik.
Coh Thian-su sudah melihat beberapa jurus, dia terkejut.
Jurus mereka kadang seperti elang yang sedang berputar-putar
di langit, kadang seperti seekor harimau sedang tiarap. Tiap jurus
sangat ganas, dalam lingkaran puluhan meter angin berhembus
sangat kencang. Batu pun ada yang beterbangan, suaranya seperti
angin ribut. Kelihatan Ting Po berada di bawah tekanan mereka.
Sekarang Coh Thian-su baru tahu mengapa tidak terdengar suara
siulannya lagi, karena dia diserang terus oleh musuh maka dia tidak
mempunyai waktu untuk bersiul. Dalam hati Coh Thian-su berpikir,
'Benar, dia adalah penjahat kelas berat yang menggemparkan dunia
persilatan. Mungkin bila aku yang bertarung, dalam 10 jurus pasti
sudah kalah.' Walaupun mereka bertiga sama-sama turun tangan belum tentu
bisa membantu Ting Po tapi dalam keadaan seperti itu, tidak ada
orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Mereka dengan cepat
berlari ke arah Ting Po. Di antara mereka ada yang berkata
"Ting Po, kau adalah teman kami meski tidak dekat, sekarang
yang datang menolongmu hanyalah 3 orang anak kecil. Mari ke sini
untuk sekalian menjemput kematian kalian!"
Yang berlari terdepan adalah Coh Thian-su, Kie Su-giok juga ikut
di belakangnya, hatinya berdebar-debar, dia takut tidak sempat
menolong Paman Ting. Ting Po lebih takut lagi dan berkata:
"Nona, cepat lari! Jangan hiraukan aku!"
Kata-katanya belum selesai, di antara mereka ada salah satu
yang sudah melompat tinggi dan menyerang Ting Po. Ting Po
merendahkan tubuhnya dan memiringkannya. Kie Su-giok tidak jelas
melihat hanya mendengar ada suara. Kepalan tangan orang itu
mengenai pohon cemara dan pohon itu patah menjadi dua.
Kie Su-giok masih tidak bisa melihat dengan jelas, dia mengira
paman Ting yang menghindar, tapi Ting Po sangat terkejut dan
berkata' "Aneh, mengapa menjadi menyimpang?"
Sebenarnya Ting Po ingin mengelak dari pukulan orang iiu
walaupun tubuhnya miring ke pinggir, tapi dia tetap harus
menyambut pukulan satu orang lagi. Apakah dia kuat menyambut
pukulan itu" Dia tidak begitu yakin, tapi pukulan itu ternyata
meleset. Mereka berdua adalah saudara kembar, cara berpikir mereka
samn dan mereka sangat kompak, tapi kali ini perkiraan mereka
meleset, pukulan Sang kakak pun meleset ini membuat Ting Po
mempunyai kesempatan untuk membalas. Ting Po membalikkan
tangan tepat menyambut serangan adik dari belakang.
Dua pasang tangan beradu, orang itu terguncang hingga mundui
beberapa langkah dan hampir jatuh.
Ini pun di luar dugaan Ting Po, walaupun satu lawan satu Ting
Po tetap berada di atas angin, tapi tidak mungkin tergetar sampai
mundur bagitu jauh. Padahal tenaga Ting Po sudah terkuras habis.
Hal ini tidak disangka oleh Ting Po juga dua bersaudara kembar
ini. Mereka saling pandang, matanya bersorot aneh.
Karena mereka kembar, pikiran mereka sama. Sang kakak
mengangguk sang adik menggelengkan kepala, walaupun yang satu
menggeleng yang satu mengangguk tapi pikiran mereka sama,
secara bersamaan mereka berkata,
"Orang she Ting, kau punya andalan di belakangmu, kami
mengaku kalah. Semoga andalanmu panjang umur dan kau bisa
menjadi pelayannya seumur hidup."
Setelah mengatakan ini mereka kabur. Sebenarnya Ting Po dapat
membuat mereka betambah marah tapi dia tidak berani bertindak
berlebihan. Kejadian sebenarnya adalah ketika sang kakak mengayunkan
tangannya, tiba-tiba kakinya seperti ditusuk jarum, tubuhnya tidak
seimbang dan dia terdorong ke depan, dan akhirnya pukulan
tangannya nyelonong mengenai pohon cemara. Sedangkan yang
menjadi adik begitu mengerahkan tenaga dalam memukul, dia
merasa jalan darahnya seperti digigit oleh semut. Tenaganya
langsung menjadi berkurang setengah. Mereka ternyata telah
terkena Bwee-hoa-ciam dan mungkin terkena lemparan senjata
rahasia. Tapi mereka masih belum tahu.
Tadinya mereka memandang sebelah mata kepada Coh Thian-su,
Kie Su-giok dan Hiat-kun, tapi bila dipikir lagi Kie Su-giok adalah
cucu dari Kie Yan-gan, bila ada cucunya di sini, mungkin sang kakek
juga akan ke sini. Kecuali Kie Yan-gan tidak ada yang sanggup
menyerang mereka dengan diam-diam dan membuat mereka tidak
merasakan kehadirannya. Saudara kembar ini berpikir Kie Yan-gan sudah datang, mereka
harus mengaku kalah dan memutuskan tidak akan bertarung lagi.
Ting Po tidak tahu mereka sedang memikirkan apa, tapi dia
sudah menebak, mereka terkena serangan diam-diam, dan tahu
mereka mereka bisa menebak siapa pelakunya.
Kie Su-giok terkejut dan berlari ke arah Ting Po, kemudian
berkata, "Paman Ting, kau punya musuh yang begitu kuat dari mana?"
"Mereka adalah Ji-pak-siang-eng (sepasang elang dari utara), she
Sa, 20 tahun lalu sewaktu aku masih menjadi penjahat, pernah
berselisih dengan mereka. Tidak kusangka hari ini aku bertemu
kembali dengan mereka."
Ji-pak-siang-eng, sang kakak bernama Sa Touw-tie, sang adik
bernama Sa Touw-la. Kie Su-giok pernah mendengar kakeknya
menceritakan tentang mereka, katanya mereka lahir di pulau Mao-
eng (burung hantu). Tapi Mao-eng ini lain daripada yang lain,
mereka lebih besar dari burung hantu biasa dan sifatnya pun lebih
ganas, karena burung ini langka dan hanya ada di pulau itu, pulau
itu dekat dengan sebuah pulau yang bernama Coa-to (pulau ular).
Di pulau itu banyak ular beracun, burung hantu itu senang sekali
makan daging ular. Si kembar ini sering memperhatikan gerakan
burung itu menangkap ular. Lama-lama mereka berlatih silat
mencangkok sendiri gerakan menyerang seperti burung hantu itu.
Selama 20 tahun ini si kembar mempunyai predikat yang buruk,
Kie Yan-gan ingin membasmi mereka tapi tidak ada kesempatan.
Kata Kie Su-giok: "Ji-pak-siang-eng begitu lihai, tapi mereka takut dan kabur oleh
kedatangan kami." Ting Po masih heran dan bertanya-tanya, dia kemudian berkata:
"Siapa orang ini?"
"Ting Cianpwee, kita pernah sekali bertemu, apakah kau tidak
ingat?" Kata Coh Thian-su.
Ting Po bengong dan berkata:
"Maaf, umurku sudah tua dan tidak ingat lagi, dimana kita pernah
bertemu?" Kata Kie Su-giok: "Dia adalah putra Coh Kim-sung dari Yang-ciu, kau kan pernah
berkata kepadaku bahwa kau pernah ke rumahnya."
"Aku ingat, waktu itu kau masih ingusan."
"Kau salah, aku adalah orang yang suka kebersihan, tidak
mungkin aku beringus pada saat bertemu dengan tamu."
Mereka sedang bergurau dan ketika Hiat-kun datang, Kie Su-gie
berkata: "Cici Hiat-kun adalah orang yang sering diceritakan oleh Wie
Toako." Kata Ting Po: "Apakah ayahmu adalah Kang Cu-goan" Kemudian berubah nama
menjadi Kang Guan-yang?"
"Benar, tapi ayahku sudah meninggal setengah tahun yang lalu."
Bila dalam keadaan biasa Ting Po bertemu dengan Coh Thian-su
dan Hiat-kun dia pasti senang dan sekaligus terkejut, masih banyak
yang ingin dia tanyakan, tapi karena sekarang ada urusan yang
lebih penting lagi, dia tidak mempunyai waktu untuk bertanya.
Hati Ting Po bertanya-tanya, 'Putra Coh Kim-sung dan putri Kang
Cu-goan memang ilmu silatnya lumayan, apakah mereka yang
menyerang si kembar dengan sembunyi-sembunyi"'
Dia melihat Coh Thian-su kemudian Hiat-kun, dia penasaran
kemudian bertanya, "Kecuali kalian, siapa lagi yang datang bersama kalian?"
Jawab Kie Su-giok: "Hanya ada mereka berdua tidak ada orang lain lagi, aku ingin
mengajak mereka ke rumah, jadi kita ada tamu. Apakah aku harus
aku menjelaskan bagaimana bisa bertemu dengan mereka?"
Kata Ting Po, "Ya, aku ingin mendengar ceritamu tapi ada urusan lain yang
lebih penting yang ingin aku tanyakan kepadamu."
"Mengenai apa?" Tanya Kie Su-giok.
"Apakah sewaktu kalian naik gunung apa bertemu dengan
seseorang?" Tanya Ting-po.
"Tidak ada, mengapa kau bertanya seperti itu?"
Kie Su-giok melihat Paman Ting dengan aneh, seperti sedang
memikirkan sesuatu, sehingga dia tidak menjawab pertanyaan Kie
Su-giok. Dan Kie Su-giok bertanya kembali:
"Memangnya kau berharap aku bertemu dengan siapa?"
Ting Po ingin menjawab, "Orang ini paling dekat denganmu tapi
kau tidak kenal dengannya." Tapi Ting Po merasa saatnya belum
tiba jadi sulit untuk menerangkan kepada Kie Su-giok.
Kie Su-giok sangat pintar, segera dia tertawa dan berkata:
"Paman Ting, apakah kau mengira kakek mengikutiku" Dan
penjahat itu kabur karena nama besar kakek?"
Kata Ting Po: "Aku kira kakekmu tidak akan kemari, tapi..."
"Tapi apa?" "Tidak apa-apa, sepertinya 2 penjahat itu berlalu bukan karena
ketakutan." Kata Kie Su-giok: "Kalau begitu ada seseorang dengan ilmu yang tinggi telah
membantu kita" Kalau benar, orang itu pasti kakek."
Tapi dia tidak tahu, yang sedang dipikirkan oleh Ting Po bukan
kakeknya tapi orang lain. Jawab Ting Po:
"Aku tidak tahu, hanya merasa mereka kabur setelah merasakan
ada sesuatu yang aneh."
"Mereka sudah kabur, kita tidak perlu mencari tahu siapa orang
itu, aku ingin bertanya satu persoalan." Kata Kie Su-giok.
"Silahkan, Nona!"
"Mengapa kau bisa berada di sini?"
"Karena Nona sudah lama tidak pulang, Tuan Besar jadi khawatir,
maka menyuruhku ke Lok-yang untuk mencarimu, aku sedang
dalam perjalanan ke Lok-yang."
Kie Su-giok tertawa: "Aku juga tahu kakek mengkhawatirkan Toako."
"Benar, di perjalanan aku mendengar dia membuat keributan di
rumah Hie, apakah benar?"
"Benar, kau tidak bertemu dengannya?" Ting Po tertawa dan
berkata: "Bila bertemu dengannya, aku tidak akan bertanya kepadamu "
Kata Kie Su-giok dengan tertawa: "Aku mengira dia sudah berada di rumah." Kie Su-giok menceritakan kejadian yang dia alami di Lok-yang secara singkat kepada Ting Po.
Ting Po sangat terkejut dan berkata:
"Tidak kusangka Hie Tiong-gwee orang macam itu, tapi bila Tuan
Kiam-ta bersekongkol dengannya, aku tidak percaya." Kata Kie Su-
giok: "Nama Kiam-ta lebih terkenal daripada Hie Tiong-gwee, aku
sendiri melihat dia membantu Hie Tiong-gwee untuk berhadapan
dengan Wie Toako, dan dia adalah pembunuh ibu Hiat-kun, ini
sudah menjadi bukti nyata."
Kata Ting Po: "Aku tidak mengatakan tidak mungkin tapi mengenai Tuan Kiam-
ta, aku lebih kenal orangnya, tidak mungkin dia bersekongkol
dengan Hie Tiong-gwee."
"Di dunia, yang kita perkirakan tidak akan terjadi, ternyata sudah terjadi." Kata Kie Su-giok.
Ting Po tertawa dan berkata:
"Nona, sekarang kau sudah bertambah dewasa."
Kie Su-giok sangat senang dan menjawab:
"Kau kira aku tidak akan bertambah dewasa?"
"Benar-benar sudah menjadi gadis dewasa, mengenai Kiam-ta
kau harus bertanya dulu kepada kakek, jangan sembarangan
membalas dendam kepadanya. Masalah Kiam bersaudara, kakekmu
lebih tahu."

Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Kie Su-giok: "Aku tidak akan membalas dendam sendiri, kali ini aku pulang
untuk berkumpul kembali dengan Wie Toako dan bersama-sama
dengan Cici Hiat untuk pergi mencari kedua penjahat itu, bila Wie Toako
sudah pulang ke rumah, pasti sudah bicara dengan kakek."
Ting Po terdiam, dalam hati dia berpikir, 'Mungkin Siauya Hoan
tidak pulang ke rumah.' Tapi kecurigaan ini tidak dia kemukakan.
"Mari kita pulang, mungkin Wie Toako sudah menunggu kita
pulang." Kata Kie Su-giok.
"Benar, cepatlah pulang! Kakek sedang menunggumu. Tolong
beritahu Tuan Besar..." Kata Ting Po.
"Paman Ting, kau tidak ingin pulang?"
"Aku masih ada urusan, bila sudah selesai, aku akan segera
pulang, paling-paling 2 hingga 3 hari." Kie Su-giok bertanya:
"Kau akan ke Lok-yang untuk menjemputku, mengapa masih ada
utusan lain" "Benar, hari ini aku baru mengetahui kau sudah akan pulang.
Tapi Aku masih mempunyai urusan pribadi. Tolong bantu aku untuk
meminta ijin kepada Tuan Besar."
"Masalah apa?" Tanya Kie Su-giok.
"Hanya bertemu dengan teman lama yang sudah lama tidak
bertemu. Kami ingin minum-minum beberapa gelas arak."
"Apakah temanmu yang dulu termasuk dalam golongan hitam?"
"Nona, kau sudah besar, sekarang kau yang jadi banyak bertanya
kepadaku." "Baiklah, bila tidak ingin memberitahu, kami akan segera pergi."
"Maaf Nona, aku tidak bisa mengantarmu pulang."
"Aku bukan penakut, tapi kau pun harus turun gunung, apakah
kalian memang sudah berjanji?"
"Aku tidak punya teman segila itu, tapi memang aku harus
memulihkan tenaga dulu baru bisa turun gunung dan mencarinya."
Kie Su-giok terkejut dan berkata:
"Aku lupa kau sudah bertarung dan sudah lelah, apakah kau
perlu jatuan kami untuk menjagamu?"
"Tidak perlu harus sampai seperti itu, 2 penjahat itu tidak akan
rembali Nona, kau pulang saja dulu!" Kata Ting Po.
Sehabis bicara dia langsung duduk bersila.
Kie Su-giok pun ingin cepat-cepat pulang,
"Asalkan tenaga dalam Paman Ting kembali separahnya, tidak
ada eorang pun yang dapat melukainya."
Sesudah berpikir seperti itu, dia langsung turun gunung.
Perahu mereka masih berada di pinggir sungai, mereka tidak
lenginap lagi di penginapan, mereka membiarkan perahu itu
berjalan lengikuti aliran sungai. Dua hari kemudian mereka akan
tiba di rumah Setelah naik perahu, Coh Thian-su masih terdiam, tanya Kie Su-
giok, "Coh Toako, kau sedang memikirkan apa" Kau tidak bertarung
dengan 2 penjahat itu tentunya kau tidak lelah seperti Paman Ting
bukan?" Kie Su-giok mencari teman mengobrol. Jawab Coh Thian-
su: "Aku sedang memikirkan Paman Ting, menurutku Paman Ting
tidak lelah seperti yang kau kira."
"Dia sendiri yang mengatakannya, apakah kau menyangka dia
berbohong?" "Mungkin dia sengaja merendah, tapi ada satu hal yang janggal.
Tapi aku segan mengatakannya, nanti kau anggap aku terlalu
banyak curiga..." "Katakan saja!" Kata Kie Su-giok.
"Apakah kau tidak memperhatikan" Begitu kau bertanya kepada
dia, apakah sudah berjanji dengan teman minum arak di gunung,
walaupun dia mengatakan tidak, tapi tawanya menyimpan sesuatu."
"Aku tidak memperhatikannya, menurutmu apakah Paman Ting
membohongiku?" Kata Coh Thian-su: "Mungkin Paman Ting tidak ingin kau tahu keadaannya saat itu."
"Apakah menurutmu dia sudah berjanji dengan temannya, untuk
minum arak di gunung itu?"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Mungkin tidak minum arak, tapi berjanji dengan teman mungkin
saja, sebenarnya dia harus menjemputmu di Lok-yang, mengapa
tidak melalui jalan besar melainkan lewat pegunungan?"
"Karena dia sudah berjanji dengan Ji-pak-siang-eng (sepasang
elang dari utara ), bukankah kita tidak salah lihat?"
Kata Coh Thian-su, "Kita tadi hanya melihat mereka bertarung, tapi tidak tahu
apakah mereka sudah berjanji bertarung di sini" Paman Ting
pengalamannya sangat banyak dan pintar, dia tahu satu lawan dua,
dia tidak akan bisa menang, apakah hanya dia sendiri yang akan
bertarung untuk menepati janji?"
"Kalau kau mengira dia sebenarnya berjanji dengan teman, tapi
yang datang malah musuh"
"Aku kira, temannya sudah datang."
"Mengapa kau bisa menduga seperti itu?" Tanya Kie Su-giok.
"Karena pada saat bertarung, dia masih bisa beberapa kali bersiul dengan panjang, apakah kau merasa tidak aneh?"
Walaupun pengalaman Kie Su-giok di dunia persilatan masih
sedikit, tapi dia sangat cerdik dan cekatan, begitu diingatkan oleh
Coh Thian-su, dia langsung sadar dan berkata:
"Kau curiga siulan itu adalah siulan minta tolong?"
"Benar, bersiul itu harus memakai banyak tenaga, bila bukan
minta tolong, mengapa dia harus menghabiskan banyak tenaga"
Pegunungan itu jauh ke mana-mana, mengapa dia tahu akan ada
yang bisa menolongnya?"
Tidak dipungkiri lagi, Ting Po sudah berjanji dengan seseorang
yang iln>u silatnya lebih tinggi dari dia. Kata Kie Su-giok:
"Mari kita kembali lagi untuk melihat siapa orangnya." "Mereka tidak ingin bertemu dengan kita, bila kau kembali pun tidak akan
bisa bertemu dengan mereka."
Kie Su-giok masih ragu dan berkata:
"Apakah benar-benar kaburnya Ji-pak-siang-eng, sepertinya
mereka diserang secara sembunyi-sembunyi oleh seorang pesilat
tangguh, kecuali kakek siapa yang mempunyai ilmu silat yang begitu
tinggi?" "Aku tidak dapat menebak." Dalam hati Coh Thian-su berpikir, Apakah dia Hui-thian?"
Tapi walaupun Hui-thian ilmu silatnya lebih tinggi dari Ting Po
tetap dia tidak akan mampu mengejutkan mereka hingga kabur."
Kata Coh Thian-su: "Sudahlah tidak perlu memikirkan hal ini terus, karena orang itu
adalah teman bukan musuh."
Kie Su-giok pun berpikir seperti itu dan berkata:
"Di dunia ini yang mempunyai ilmu silat yang begitu tinggi dapat
dihitung dengan jari, nanti akan kutanyakan kepada kakek."
Perahu terus berjalan mengikuti arus air.
Sinar bulan menyinari hutan pohon cemara, air mengalir, bulan
menyinari pegunungan, terlihat begitu sedih, tapi memancarkan
keadaan yang berbeda. Tebakan Coh Thian-su sedikitpun tidak meleset, setelah
bertarung dengan Ji-pak-siang-eng, Ting Po memang merasa lelah,
tadi tidak selelah seperti yang dia katakan, sekarang dia sudah pulih
kembali kondisinya. Dia tidak dapat menikmati keindahan alam sekitarnya, dia masih
duduk bersila, tapi pikirannya terombang-ambing.
Dia melihat bulan yang sudah berada di sebelah timur,
menandakan malam sudah mendekati pukul 3 subuh.
Dia berjanji dengan orang itu pukul 2 subuh, tapi sekarang sudah
pukul 3 subuh, dan orang itu belum sampai.
Bagaimana dengan janji ini"
Hari itu sebelum matahari terbenam, dia sudah tiba di kota kecil
itu, dalam perjalanan dia sudah tahu keadaan Wie Thian-hoan dan
Kie Su-giok dan sudah tahu mereka telah membuat keributan di
rumah Hie dan mereka lari bersama-sama keluar dari rumah Hie.
Mereka tidak mengalami bahaya, dan karena sudah tahu mereka
baik-baik saja maka dia mencari penginapan untuk bermalam.
Begitu dia masuk ke kamar dan ingin mencuci muka, pelayan
penginapan bertanya: "Apakah tuan yang she ting?"
Dia terdiam kemudian berkata: "Benar, mengapa kau bisa tahu?"
Karena ini adalah kota kecil, tamu-tamu biasanya tidak perlu
mendaftar di depan. Kata pelayan penginapan itu:
"Ada yang mengirim surat kepadamu, sebenarnya aku tidak
mengijinkan dia masuk, tapi karena dia menjelaskan wajah tuan
dengan tepat karena itu akau masuk dulu untuk menanyakannya,
apakah kau mau menerima suratnya?"
"Siapa yang mengantarkan surat ini?" Tanya Ting Po.
"Dia adalah seorang pengemis kecil."
Ting Po baru mengerti mengapa dia tidak diijinkan masuk
"Tolong panggilkan pengemis kecil itu masuk."
Pengemis itu masuk, dia berumur 12-13 tahun, dengan tangan
kotor dia memberikan sepucuk surat untuk Ting Po. Di atas amplop
tertulis 'Harus diterima oleh Paman Ting". Ting Po hafal dengan
tulisan ini. Di dunia persilatan siapa lagi yang memanggilnya dengan
sebutan Paman Ting kecuali dia. Jantung Ting Po berdetak lebih
kencang. "Tidak mungkin dia! Tidak mungkin!"
"Aku akan bicara berdua dengan pengemis ini, silahkan
tinggalkan kami." Kata Ting Po kepada pelayan itu.
Surat itu dibukanya, dia hanya melihat sebentar, kemudian
wajahnya menjadi pucat, tangannya pun gemetaran.
"Paman Ting, kau tidak apa-apa?" Tanya pengemis itu.
"Orang yang memberikan surat ini seperti apa?"
"Dia memakai topi kulit yang lebar dan memakai jubah, wajahnya
tidak terlihat, aku juga belum pernah melihat orang ini."
"Kalau begitu mengapa kau mau mengantarkan surat ini?"
"Karena dia memberiku uang, setelah mendapat uang aku harus
melakukan pekerjaan itu, ayahku yang mengajarkan hal ini. Apakah
orang ini jahat?" dengan gemetar pengemis itu bertanya.
"Kau jangan takut, aku tidak marah kepadamu, apakah orang ini
jahat atau tidak, tidak ada hubungannya denganmu, aku hanya
ingin tahu kapan dia memberikannya kepadamu" Dan apa
pesannya?" "Kira-kira 1 jam yang lalu, dia berkata bila nanti bertemu dengan orang dengan ciri-ciri sepertimu yang akan menginap, aku disuruh
masuk ke penginapan tersebut dan langsung memberikan surat ini
kepadamu. Aku terus menunggu di jalan ini, karena semua
penginapan hanya ada di jalan ini." Kata pengemis kecil itu.
Ting Po bertanya lagi: "Kau tidak bisa melihat wajahnya, apakah kau bisa melihat ada
bekas luka di belakang telapak tangannya?"
"Benar, kalau begitu dia adalah temanmu?"
"Dia adalah kenalanku, ambil uang ini untuk membeli makanan."
Dengan senang pengemis itu meninggalkan penginapan.
Sebenarnya dia tidak perlu bertanya lagi karena dia sudah tahu
siapa yang menulis surat itu Hanya dia sedikit ragu-ragu karena
orang ini sudah dianggap 'mati'. Surat ini hanya menuliskan tempat
yang dijanjikan untuk bertemu dengan Ting Po pada pukul 2 dini
hari. Huruf ini adalah ditulis oleh orang yang dia panggil dengan
sebutan 'Siauya', dan itu hanya ada 1 orang, dia adalah putra Kie
Yan-gan, ternama Kie Lek-beng. Dulu dia sering menemani
Siauyanya menulis walaupun sudah 10 tahun lebih dia masih bisa
mengenali tulisan Siauyanya.
Tapi Kie Lek-beng sudah lama meninggal.
Dia sendiri yang mencari tahu kebenaran berita itu
20 tahun sudah berlalu, waktu itu Siauyanya baru menikah,
pengantin perempuannya juga berasal dari keluarga pesilat. Gadis
itu cantik jan sangat pintar. Semua orang memuji mereka adalah
pasangan yang serasi- Tapi pada saat masih bulan madu, Siauya tiba-tiba menghilang.
Putranya menghilang dan sang ayah, Kie Yan-gan sangat gelisah,
ilmunya memang nomor satu di dunia persilatan tapi dia mempunyai
sifat yang aneh. Temannya di dunia persilatan tidak begitu banyak,
dia sudah mencari putranya kemana-mana tapi tetap tidak ada
kabar berita. Setelah 1 tahun lewat baru ada yang memberitahu, berita ini
membuat Kie Yan-gan marah sekaligus sedih. Tadinya dia tidak
percaya. Berita ini mengatakan bahwa Kie Lek-beng berteman dengan
orang jahat dan sudah banyak pendekar yang terluka di tangannya.
Ada juga yang datang ke rumah Kie Yan-gan menanyakan
pembunuhan yang dilakukan oleh putranya.
Keadaan Kie Lek-beng tidak menentu, beberapa kali ada yang
memberitahu kepada Kie Yan-gan bahwa putranya berada di suatu
tempat, lapi begitu Kie Yan-gan ke sana, bayangannya pun tidak
tampak. Kelakuan Kie Lek-beng semakin menggila, Pendekar See-ouw
yang bernama Coh Liang Ji juga dibunuh, dan ada juga yang
kehilangan anak perempuannya. Walaupun tidak ada yang melihat
tapi semua orang tahu bahwa pelakunya adalah Kie Lek-beng.
Kie Yan-gan sangat marah hingga dia jatuh sakit, terpaksa dia
menyuruh Ting Po mencarinya sebab Ting Po lebih banyak kenalan
di dunia persilatan. Kabar kematian Kie Lek-beng yang didapat oleh Ting Po,
?ataupun dia tidak melihat mayat Siauyanya tapi Ting Po percaya
kepada cabar itu, karena teman Ting Po sendiri yang menyaksikan
Siauya diserang ileh 5 Bu-tong Ciampwee. Luka Siauya paling sedikit
ada di 20-30 tempat, 'ertarungan mereka di gunung di dekat sebuah
sungai. Dia dipaksa meloncat " sungai, kemudian mayatnya diambil
dan wajahnya sudah hancur karena limakan oleh ikan tapi luka di
tubuhnya masih bisa terlihat. Luka itu karena 'iserang oleh senjata
Bu-tong. Begitu Bu-tong Cianpwee melihat mayat itu aro mereka
meninggalkan tempat itu. Semenjak kematian Kie Lek-beng, dalam waktu 20 tahun ini dia
benar belum pernah keluar ke dunia persilatan. Ini membuktikan
bahwa Siauya memang sudah meninggal.
Tidak disangka, setelah 20 tahun ini dia menerima surat dari
'orang mati' ini. Ting Po adalah orang yang melihat Kie Lek-beng tumbuh besar
walau bagaimana pun dia sangat menyayangi Kie Lek-beng.
Sekarang dia sudah melihat tulisan Siauyanya, matanya sudah
penuh dengan air mata. Bekas luka di telapak tangan yang ditusuk oleh pedang, ini sudah
diketahui dari mulai si pengemis kecil itu.
"Apakah Siauya belum mati" Apakah yang dilihat oleh temanku
itu benar atau tidak" Tapi huruf di surat ini tidak palsu, tadinya dia tidak percaya tapi sekarang harus percaya."
Masih dengan perasaan aneh, dia tiba lebih awal di tempat itu.
Siauya belum muncul, yang muncul malah Ji-pak-siang-eng.
Pertarungan sangat seru, membuat dia tidak dapat berpikir tapi dia
masih beruntung. Dia sudah banyak mendengar kabar tentang Kie Lek-beng,


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya dia berteman baik dengan orang-orang jahat yang namanya
busuk di dunia persilatan termasuk Ji-pak-siang-eng.
Begitu melihat Ji-pak-siang-eng muncul di hadapannya dia masih
ragu, apakah Siauya diperalat untuk menipu Ting Po datang ke
tempat itu" Begitu dia bersiul untuk minta tolong, dia ingin tahu
apakah Siauya akan keluar" Dan dia akan berpihak kepada siapa"
Walaupun Ting Po tahu resiko dari taruhan ini.
"Aku tidak boleh mencurigai Siauya, bila dia jahat seperti yang
disangka oleh orang lain, tetap dia pasti tidak akan
mencclakakanku." Tapi dia masih ada sedikit keraguan, apakah benar Siauya yang
membantunya mengalahkan Ji-pak-siang-eng" Apakah Siauya
memiliki ilmu silat yang begitu hebat"
Sekarang sudah jam 3 subuh, tapi Ting Po belum bertemu
dengan Siauya nya. Dia menarik nafas dan sedang memakai ilmu tenaga dalam untuk
mengeluarkan suara. Tiba-tiba dia merasa ada angin yang lewat,
suara yang dikenalnya berkata:
"Paman Ting, maaf kau menunggu lama. Apakah kau tidak apa-
apa?" Orang yang berada di hadapannya, wajahnya ada bekas luka.
Tapi bentuk wajahnya tidak berubah, apakah ini adalah Siauyanya"
Kie Lek-beng takut Ting Po akan terganggu karena sedang
mengatur nafas, setelah lama dia baru keluar dari semak-semak.
---ooo0dw0ooo--- B. Hidup Kembali Karena senang Ting Po meloncat dan berteriak: "Siauya, apakah
benar kau Siauya" Kau belum..."
Dengan tersenyum Kie Lek-beng berkata:
"Aku belum mati, benar aku memang terpukul oleh Bu-tong
Canpwee tapi mayat yang mereka temukan di sungai bukan
mayatku." Sekarang Siauya berdiri di hadapannya, walaupun dia
mempunyai banyak pertanyaam, tapi dia mempunyai waktu dan
tidak perlu terburu-buru bertanya kepada Siauyanya.
"Siauya, kau sudah pulang. Terima kasih kau masih tertolong..."
Belum habis kata-katanya, Kie Lek-beng sudah memotong dan
berkata: "Terima kasih, Paman Ting masih mau bertemu denganku."
"Kalau aku tahu Siauya masih hidup, aku akan mencari ke mana
pan, Siauya percaya kepadaku, mengapa aku tidak mau bertemu
dengan Siauya, waktu itu tuan besar menyuruhku mencari..."
Kie Lek-beng tertawa kecut dan berkata:
"Aku tahu, ayah sudah tidak menganggapku sebagai anaknya."
"Tuan besar percaya kepada isu isu itu, asal Siauya bisa
menjelaskannya,akupercayatuanbesarpastiakan
memaafkanmu." Kata Kie Lek-beng: "Menjelaskan apa" Di dunia persilatan sudah banyak berita jelek
tentang diriku, hanya ada sedikit yang salah tapi hampir semua
adalah kenyataan yang sebenarnya."
Ting Po terkejut, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Paman Ting, aku adalah orang yang sudah mati tidak pantas lagi
menjadi Siauyamu, setelah aku pergi, kau boleh menganggapku
sudah mati. Nanti kalau bertemu dengan ayah pun tidak perlu
mengatakan apa-apa."
Kata Ting Po, "Tidak, walaupun kau telah melakukan kesalahan apa pun,
bagiku kau adalah Siauyaku Dulu aku adalah penjahat yang sudah
banyak melakukan kejahatan, di dunia ini siapa yang tidak punya
kesalahan, bila sudah tahu salah, bisa sadar itulah sangat bagus,
ikutlah aku pulang, Siauya!"
Kie Lek-beng berkata: "Sekarang menyesal pun sudah terlambat apalagi aku tidak
menyesalinya. Paman Ting, jangan nasihati lagi aku!"
Ting Po tidak berbicara apa-apa lagi, dalam hati dia berpikir,
'Mengapa Siauya jadi begini"'
Tanya Kie Lek-beng: "Apakah kau merasa aku telah berubah drastis?" "Tidak,
walaupun kau terus mempersalahkan dirimu sendiri tapi iku tetap
tidak percaya." Kata Kie Lek-beng: "Aku sudah bukan Siauyamu yang
penurut, sebelum meninggalkan rumah juga sudah bukan."
Ting Po berpikir lagi, 'Kau mengira aku tidak tahu hal
sebenarnya" Aku selalu menutupinya, di depan tuan besar, kau
pura-pura menjadi penurut, di belakangnya kau minum-minum
hingga mabuk dan mencuri uang orang lain untuk berfoya-foya
dengan pelacur. Yang salah adalah aku, aku terlalu sayang
kepadamu takut kau akan dipukul oleh tuan besar, selalu menutup-
nutupi kelakuanmu. Bila tahu kau akan sejahat ini, seharusnya dulu-
dulu aku memberi tahu kepada tuan besar."
Peraturan di rumah Kie Yan-gan sangat ketat bila putranya
melakuan sedikit kesalahan selalu dihukum berat oleh Kie Yan-gan.
Ting Po yang hanya melihat saja sudah merasa sakit makanya
walaupun dia melihat Siauyanya melakukan kesalahan, dia tidak
ingin memberitahukan ini kepada tuan besar.
Pada waktu Kie Lek-beng masih muda dia sudah melakukan hal
yang jahat. Ting Po menganggap remeh karena dia sendiri dulu
adalah penjahat besar, dia sudah banyak melakukan kesalahan
besar. Mabuk dan main pelacur adalah hal kecil. Kadang dia juga
kasihan kepada Siauyanya.
"Siauya yang malang, dari kecil sudah dikekang, begitu ada
kesempatan dia pasti akan berbuat sesuka hati dan itu tidak aneh.
Waktu aku masih muda juga seperti itu. Bila Siauya sudah
berkeluarga, dia pasti akan berubah."
Tapi begitu Siauyanya berkeluarga, hanya bisa berdiam beberapa
bulan, kelakuannya malah lebih gila lagi. Akhirnya dia meninggalkan
rumah dan menjadi penjahat yang dibcnci dan disegani oleh orang-
orang. Walau bagaimana pun sampai sekarang dia tetap tidak percaya
kelakuan Siauyanya seperti itu. Walaupun dirinya sendiri yang
mengakui, dia tetap tidak percaya karena dia sendiri yang melihat
Siauya tumbuh besar, dia tahu kekurangan Siauyanya, dari kecil dia
sering berbohong dan tidak teguh dalam mengerjakan sesuatu. Di
depan ayahnya dia akan menjadi anak penurut tapi dia tahu
Siauyanya sangat baik kadang-kadang bila dia marah dia tidak bisa
menguasai diri. Mereka sebenarnya adalah majikan dan pelayan tapi
kenyataannya tidak seperti itu malah seperti ayah berhadapan
dengan orang yang sudah tahu kesalahannya (sebenarnya tidak),
dia menatap wajah Siauyanya yang banyak bekas luka, hatinya
menjadi sedih. "Siauya, melihatmu masih hidup, buatku sangat senang. Siauya,
20 tahun ini kau dian di mana?"
Dengan dingin Kie Lek-beng berkata:
"Di gunung yang lebat dan berteman dengan binatang, lebih
tepatnya di rumah batu yang tidak ada matahari, 10 tahun
bermeditasi baru aku bisa jalan lagi."
Ting Po sangat sedih dan berkata:
"Siauya, kau sangat menderita, tapi aku harus memberi selamat
kepadamu." "Untuk apa?" Tanya Kie Lek-beng.
"Ilmu silatmu maju pesat. Ji-pak-siang-eng juga kalah olehmu,
caramu memukul mereka begitu hebat, aku pun tidak dapat
melihatnya Dmu silatmu sudah lebih hebat dari tuan besar
sekarang, bagaimana caramu berlatih?"
Dengan dingin Kie Lek-beng berkata:
"Sudah 20 tahun ini kecuali berlatih silat aku tidak pernah
nielakukan hal lain. Sepuluh tahun lebih aku diam di rumah batu
untuk bermeditasi. Aku juga tidak tahu aku sudah berlatih silat
sampai di mana. Tapi untuk mengalahkan Ji-pak-siang-eng masih
terlalu mudah untukku."
Ting Po sangat terkejut, dalam hati dia berpikir, 'Melihat cara
Siauya bercerita, sepertinya dia ingin mengalahkan 5 orang Bu-tong
' flanpwee, baru akan merasa puas. Memang 5 Cianpwee itu masih
hidup, lapi yang paling muda pun sekarang sudah berumur 70 tahun
lebih, kelihatannya ilmu silat Siauya kalau hanya untuk membunuh 5
Bu-tong Tianglo yang sudah tua bukan hal yang sulit, bila dia
berbuat seperti itu dunia persilatan akan geger lagi. Murid-murid Bu-
tong generasi kedua akan bergabung dengan perkumpulan lain,
saat itu biar bagaimanapun Siauya tidak akan bisa mengalahkan
begitu banyak orang, tuan besar pun akan terbawa-bawa dalam
masalah ini." Kata Kie Lek-beng:
"Aku sendiri menganggap aku sudah mati, tapi aku tidak mau
menjadi hweesio, aku pun tidak seperamu, bisa mencari majikan
yang Kgitu baik," Dia menertawai kata-katanya.
Ting Po tidak mengerti apa yang dimaksud olehnya tapi Ting Po
nerasa dendam Siauyanya masih begitu dalam, dia tidak tahu harus
berkata palagi. Kata Kie Lek-beng: "Paman Ting, aku datang bukan untuk mencari tahu tentang
masa laluku, juga bukan mendengarkan nasihatmu, aku hanya ingin
tahu satu hal." "Hal apa?" "Siapa perempuan yang memanggilmu Paman Ting?"
"Dia adalah putrimu, namanya Su-giok, dia lahir setelah kau
ninggalkan rumah 3 bulan kemudian. Apakah kau tidak mendengar
dia gin cepat-cepat pulang untuk bertemu dengan kakeknya?"
Dengan dingin Kie Lek-beng berkata:
"Aku tahu dia adalah cucu dari ayahku, mana tahu dia adalah
anakku?" "Siauya jangan berkata sembarangan, nyonya sangat baik,
sewaktu ia masih di rumah sama sekali tidak pernah membuat
kesalahan." Masih dengan dingin Kie Lek-beng berkata:
"Benarkah dia perempuan baik-baik" Mengapa ketika aku sudah
mati dia tidak ada di rumah untuk menjaga diri?"
"Waktu itu semua orang mengira kau sudah mati, nyonya ingin
kembali ke rumah orang tuanya, dia tidak boleh disalahkan."
Dengan dingin Kie Lek-beng bertanya:
"Apakah dia benar-benar pulang ke rumah orang tuanya" Kau
jangan mengira selama 20 tahun ini aku bertapa di gunung jadi
tidak tahu apa-apa?"
Kata Ting Po, "Apakah nyonya kembali ke rumah orang tuanya, aku tidak tahu,
yang aku tahu dalam waktu setengah tahun nyonya diam di rumah
kita, dia tidak pernah melakukan kesalahan, tapi Siauya, kau..."
"Benar, sebelum menikah aku sering mencari pelacur, aku
bersalah kepadanya, tapi dia juga bersalah kepadaku, tapi aku tidak
akan menceritakannya kepadamu."
Ting Po menarik nafas dan berkata:
"Siauya, ada pepatah yang mengatakan: pejabat yang baik pun
tidak dapat membereskan masalah keluarga, siapa pun yang salah,
sekarang 20 tahun sudah berlalu, tapi yang salah pertama kali
adalah Siauya." "Bila aku sudah mati kemudian dia menikah lagi, aku tidak
marah, tapi dia tidak boleh meninggalkan putrinya dan menikah
dengan laki-laki lain."
Ting Po sangat terkejut dalam hati dia berpikir, 'Kelihatannya dia
tahu lebih banyak mengenai nyonya daripada aku'
"Aku tidak berani menutup-nutupinya, nyonya tiba-tiba
menghilang tapi bukan kawin lari dengan laki-laki lain. Aku berada di
rumahmu melihat dia pada saat kau meninggalkan rumah, nyonya
tidak keluar dari kamar, juga tidak ada laki-laki asing yang bertemu
dengannya dan tiba-tiba dia menghilang. Tuan besar
mengkhawatirkan dia dibawa kabur oleh musuh," jelas Ting Po.
Kata Kie Lek-beng: "Kau bercerita bahwa dia adalah orang baik, aku bertanya bila
dia tidak keluar rumah, dari mana dia bisa punya musuh?"
"Kata tuan besar..."
"Apa kata ayah" Mengapa kau tidak cerita?"
"Kata tuan besar, kemungkinan kaulah yang mempersulit dia, kau
terlalu banyak musuh di luar dan mereka ingin membalas dendam
kepada istrimu." "Aku adalah anak durhaka, selalu membuat hal yang
memalukannya, ayah pasti berpihak kepadanya." Tanya Ting Po:
"Sebenarnya ada apa di balik bilangnya nyonya" Sampai
sekarang aku belum tahu sebab-sebabnya, tapi Siauya juga jangan
terlalu curiga. Su-giok adalah putri kandungmu, dia sangat mirip
denganmu, apakah kau tidak bisa melihatnya?"
Kie Lek-beng tersenyum dan berkata:
"Aku kira dia lebih mirip ibunya."
Ting Po tertawa dan berkata:
"Siauya, paling sedikit kau sudah mengakui dia adalah putrimu
karena dia mirip denganmu, mengapa kau masih curiga bahwa dia
bukan putri kandungmu?"
Jawab Kie Lek-beng: "Bila aku tidak melihat bocah ini tidak mirip denganku, Paman
Ting aku sudah membunuhmu."
Ting Po merasa aneh dan berkata: "Siauya, aku tidak mengerti
maksudmu." Dalam hati dia berpikir, 'Bila putrimu tidak mirip denganmu, apa
hubungannya denganku?"
Kata Kie Lek-beng, "Jujur saja, di gunung selama 20 tahun aku berlatih silat berlatih hingga di mana, aku tidak tahu. Kelihaian Ji-pak-siang-eng dari kecil
aku sudah tahu dari ayah. Tadi aku bersembunyi tidak berani
mengeluarkan serangan, begitu gadis itu datang, dia langsung
menolongmu, aku tidak akan membiarkan dia terluka, bila benar dia
adalah putriku, aku tidak akan membiarkan dia mati di tangan Ji-
pak-siang-eng." "Memang dia adalah putrimu, aku jamin 100%."
"Paman Ting, aku sudah jujur kepadamu, aku bukan mau
nenolongmu tapi aku mau menolong putriku karena itu kau jangan
jerterima kasih kepadaku. Dari kejadian ini kau bisa melihat aku
sangat ahat, kau tidak takut degan omongan orang-orang dan mau
bertemu lenganku, aku tidak peduli apakah kau dalam bahaya atau
tidak." Kie Lek-beng sedang marah kepada dirinya sendiri, tapi mata
Ting Po semakin bercahaya.
"Siauya, apakah kau tahu aku sedang memikirkan apa?" Tanya
Ting Po sambil tertawa, kemudian Ting Po malah menjawabnya
sendiri, "Bila seseorang tahu bahwa dia jahat, sebenarnya dia bukan
orang jahat." "Karena kau terlalu sayang kepadaku, waktu kecil bila aku
melakukan kesalahan kau juga yang membelaku," kata Kie Lek-


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beng. "Siauya, bila kau tahu salah, syukurlah! Pulanglah, aku akan
jamin dengan nyawaku..."
Kie Lek-beng memotong kata-katanya dan berkata:
"Jangan mengatakan pulang lagi kepadaku, ayah tidak
leoganggapku anaknya, istri tidak menganggap aku suaminya, aku
pulang juga untuk apa" Paman Ting, aku minta jangan beritahu
ayah bahwa kau sudah bertemu denganku!"
"Kau tidak ingin bertemu dengan tuan besar, apakah tidak ingin
bertemu dengan putrimu?"
Tanya Kie Lek-beng: "Siapa laki-laki yang bersama Su-giok?"
"Dia adalah pendekar muda yang bernama Coh Thian-su."
"She nya Coh, apakah dia tinggal di Yang-ciu?"
"Benar, dia adalah putra Coh Kim-sung."
"Dia putra Coh Kim-sung?"
Suara bergetar, dia bisa merasakan jantungnya berdetak lebih
kencang. "Perempuan yang satu lagi bernama Kang Hiat-kun, ayahnya
bernama Kang Cu-ki, dia teman baik Suheng Wie mu. Sepuluh
tahun yang lalu Wie Toako dibunuh oleh seseorang, dia itu adalah
putrinya..." Kie Lek-beng tidak ingin mendengar kelanjutannya dan bertanya:
"Aku tidak kenal dengan yang she Kang. Karena aku bukan putra
Kie Yan-gan, siapa Wie Toako, aku tidak kenal, tapi kau bilang Coh
Kim-sung, aku akan bertanya satu hal."
Dia dapat merasakan kegelisahan Kie Lek-beng, Ting Po merasa
jantungnya berdetak lebih cepat, dia bertanya:
"Siauya, kau ingin tahu tentang apa?"
"Paman Ting, ada yang mengatakan bahwa kau dan Coh Kim-
sung adalah sahabat, ada yang bilang kau bersaudara angkat
dengannya, apakah benar?"
Ting Po berusaha menutupi kegelisahannya dan berkata:
"Ini terlalu baik untukku, aku adalah penjahat kelas berat, dia
adalah Pendekar Yang-ciu, bagaimana bisa menjadi saudara angkat"
Aku hanya bertemu beberapa kali dengannya, dibilang teman pun
boleh." "Apakah kau pernah ke rumahnya?"
"Pernah satu kali, itu pun sudah 10 tahun yang lalu."
Tanya Kie Lek-beng, "Katanya istri Coh Kim-sung yang sekarang adalah istri kedua,
pada saat kau ke sana., .apakah kau pernah bertemu dengan istri
barunya?" "Hari itu, Nyonya Coh sedang sakit, jadi aku tidak bertemu
dengannya." Dalam hati Kie Lek-beng tertawa dingin:
"Dia bukan sakit, melainkan tidak ingin bertemu denganmu."
Mengenai hal ini Ting Po pun sudah curiga sejak semula, dalam
hati dia berpikir, 'Apalagi yang Siauya ingin ketahui" Dari kata-
katanya sepertinya dia tahu lebih banyak dariku.'
"Coh Kim-sung masih muda tapi jarang berkelana di dunia
persilatan dihitung-hitung mungkin ada 10 tahun lebih, tapi
putranya Coh Thian-su sangat terkenal di dunia persilatan, dia dan
nona baru berkenalan di kota Lok-yang. Kata nona, Coh Thian-su
pernah membantunya. Siauya, kau kenapa?"
Kie Lek-beng sedang mengepalkan tangan dan wajahnya pucat.
Dia tidak bicara, dia membalikkan tubuh dan pergi. Ting Po
berteriak, karena dia merasa akan terjadi sesuatu. "Siauya, kau mau ke mana?" "Ini masalahku, kau jangan ikut campur!" "Pulanglah, Siauya. Kau dan putrimu belum pernah bertemu muka, paling sedikit
kau harus tahu putrimu," dia mengejar Kie Lek-beng.
Kie Lek-beng membalikkan tangan dan dihentakkan, dia berkata:
"Aku menyuruhmu jangan ikut campur, maafkan aku. Paman
Ting, berbaringlah di sini!"
Ting Po merasa lututnya mati rasa. Sebab Kie Lek-beng telah
nenotok jalan darah di lututnya dengan gumpalan tanah. Begitu Kie
Lekang mengatakan "berbaringlah', Ting Po sudah roboh di tanah.
Tenaga dalam Ting Po sangat kuat, gumpalan tanah kecil itu
tidak lapat membuatnya sama sekali tidak dapat bergerak, tapi
begitu dia lerusaha bangun, Kie Lek-beng sudah hilang entah ke
mana. Kie Lek-beng.meninggalkan Ting Po, tapi kegelisahan hatinya
lelum hilang, sebaliknya malah seperti dibungkus dengan api
amarah. Tiba-tiba dia mendengar ada suara air mengalir, air yang
mengalir li gunung terhambat oleh sebongkah batu dan air sungai
mengalir makin sncang, batu besar yang berada di tengah masih
dengan kokoh bercokol di ana, tapi permukaannya sudah kasar dan
berlubang-lubang, batu-batu yang erada di pinggirnya juga didorong
oleh air hingga bergerak gerak.
Kie Lek-beng mempunyai pikiran aneh, dia merasa dirinya seperti
ir sungai ini, bila dia tidak dikekang dia akan tenang seperti air
mengalir ipi karena dihambat oleh batu, arus yang mengalir dengan
tenang akan lembuat air sungai mengalir dengan kencang dan kotor
karena tanah. Hal u karena sungai ini menentang kepada batu besar
itu, seperti dia sendiri, ba-tiba menjadi anak durhaka.
Air sungai mengalir dengan kencang, seperti menggulung dia
lengenang masa lalu. Ayahnya sangat ketat mendidik, tapi kadang-kadang dia juga
tidak rjaga ketat yaitu pada saat ayahnya berlatih tenaga dalam
tingkat tinggi, Ja melakukan latihan dia harus melakukan Pi-koan
selama 3 hingga 5 hari, mg disebut Pi-koan adalah duduk di
ruangan yang sepi dan melakukan editasi, harus berlatih hingga
selesai dan dia baru akan keluar dari ruangan i. Pada waktu
melakukan Pi-koan dia mempunyai mata tapi tidak melihat, m
mempunyai telinga tapi tidak mendengar, pada saat itu dia juga
tidak ipat mengawasi putranya.
Pada waktu Pi-koan, Paman Ting harus menjaga ayahnya
alaupun bukan sama sekali tidak boleh meninggalkan dia tapi harus
lebih ring mengurusnya. Awalnya dia hanya ke kota kecil dekat dengan rumahnya untuk
rmain dan mencari makan, tcrakhir-akhir dia baru berani pergi ke
bupaten lain untuk membuat keributan.
Di kota Ki-goan, ada saudara sepupunya, ayah Kie Lek-beng alah
pesilat nomor satu di dunia persilatan tapi ibu dari sepupunya dan
luarganya tidak bisa silat. Umur sepupunya lebih tua dari dia.
Rumahnya alah sebuah sekolah, mereka mengajar untuk mencari
makan. Kie Lek-ng takut ayahnya tahu dia ke kota kecil dan sering
membuat keributan ika dia sering ke rumah sepupunya, bila
ayahnya bertanya, dia akan mgatakan bahwa dia ke sana untuk
belajar, tapi bila dia sudah tiba di Kigoan dia hanya belajar satu
hingga dua hari, sisa waktu yang lainnya dihabiskan untuk bermain.
Bila ayahnya bertanya kakak sepupunya akan membuktikan bahwa
dia memang sedang belajar, sebelum ayannya selesai melakukan Pi-
koan dia sudah berada di rumah dan Paman Ting akan
membantunya menutupi kesalahan yang dia lakukan. Itu adalah
kejadian sebelum dia berusia 20 tahun, setelah berusia 20 tahun,
dia selalu menurut dan ayahnya percaya kepadanya hingga dia bisa
lebih bebas lagi. Kota Ki-goan adalah sebuah kabupaten besar, di kota itu ada
bermacam-macam orang, karena Kie Lek-beng sering ke kota itu dia
jadi berteman dengan orang yang tidak benar, dia juga berteman
dengan orang-orang dari golongan hitam. Mereka makan, minum,
main pelacur, semua dibawa oleh teman-teman dari golongan
hitam. Dia mulai belajar mencuri uang, karenanya uang bisa didapat
dengan mudah maka dia semakin terjerumus.
Dia semakin tersesat dari hari ke hari lebih jahat dari pada
bermain pelacur. Bayangan seorang perempuan genit seperti timbul di atas
gelombang air. Dia seperti sedang tertawa genit kepadanya, dia
melihat anyang mengalir. Dalam hati dia berpikir, 'Paman Ting
hanya tahu aku main pelacur, bila dia tahu sebelum berusia 20
tahun ada seorang perempuan jahat dan sadis dan terkenal karena
kegenitannya kemudian menjadi kekasihku dia akan bertambah
terkejut." Perempuan ini adalah perampok yang bermain sirkus untuk
menutupi identitasnya, mereka berkenalan karena di kenalkan
temannya yang dari golongan hitam, kemudian mereka hidup
bersama. Setelah lama kenal dia baru tahu identitas aslinya.
Mereka dua bersaudara, si kakak bernama Bok Hoo-hoo dijuluki
Kim-ho (Rase emas), si adik bernama Bok Koan-koan dijuluki Gin-ho
(Rase perak). Kim-ho sudah menikah dengan perampok sedangkan
adiknya Gin-ho belum menikah, di kota Ki-goan yang menjadi
kekasihnya Kie Lek-beng adalah Gin-ho, Bok Koan-koan.
Awalnya dia hanya iseng, tidak disangka akhirnya dia tidak dapat
melepaskan diri. Bok Koan-koan sangat genit dan cantik, begitu berkenalan
dengan Kie Lek-beng, dia sudah membuat Kie Lek-beng mabuk
kepayang. Tapi bila ada yang bertanya, "Apakah kau pernah mencintai Bok
Koan-koan?" Dia akan sulit untuk menjawabnya.
Waktu itu dia hanya senang dengan kecantikannya, bila pada
saat itu ada yang bertanya seperti itu, dia akan jawab,
"Mana mungkin aku bisa mencintai seorang perempuan jalang"'
Walau dia tidak tahu latar belakang Bok Koan-koan, paling sedikit
dia tahu bahwa Bok Koan-koan bukan perempuan baik-baik.
Walaupun kadang-kadang dia bertindak gila-gilaan dia seperti
anak kecil yang sedang bermain api. Sebagian anak bersifat
pemberontak dan ingin tahu kalau dilarang oleh orang tuanya malah
dengan sengaja mencoba. Setelah terbakar dia baru menyesal,
begitu juga dengan Kie Lck-beog-
Dia bisa bergaul dengan orang-orang yang berada di golongan
hitam hingga gila-gilaan tapi di lubuk hatinya yang paling dalam, dia
tetap penjaga jarak, walaupun dia tidak suka dengan kekangan
ayahnya tapi dia tidak lupa bahwa dia adalah putra seorang pesilat
nomor satu di dunia persilatan dan orang-orang itu tidak pantas
berteman dengannya. Dalam hatinya sosok Bok Koan-koan bukan seperti pelacur biasa,
dia hanya senang kepada Koan-koan, kadang-kadang malah
menganggap dia adalah sahabatnya, tapi dia tidak pernah punya
keinginan menikah dengan Koan-koan, terhadap Koan-koan dia
tidak memiliki rasa cinta.
Istri yang dia idamkan adalah seorang gadis cantik dan berbakat
juga serasi dengannya. Istri yang dia idam-idamkan, akhirnya ditemukan juga oleh
ayahnya. Teman baik ayahnya bernama Cong Song-kwang, mereka
pun seperti keluarga Kie, yaitu keluarga pesilat. Hingga tiba pada
generasi Cong Song-kwang kondisi ekonomi mereka menurun
drastis, karena itu dia pergi ke Yang-ciu untuk bekerja di
'perusahaan pengawalan barang'. Itu kejadian sepuluh tahun yang
lalu, putri kecilnya ikut dengannya.
Waktu itu dia sedang panas-panasnya bermain api dengan Koan-
koan, Cong Song-kwang sudah pensiun dan pulang kembali ke
kampung halaman, sengaja dia mampir ke rumah Kie dan bertemu
dengan dengan teman baiknya, Kie Yan-gan.
Putri Cong Song-kwang bernama Eng-lam, waktu kecil mereka
juga sudah kenal, Eng-lam masih sangat kecil, tidak disangka 10
tahun kemudian si anak kecil berubah menjadi gadis yang sangat
cantik Ayahnya sangat suka sekali kepada Eng-lam, segera ayahnya
melamar Eng-lam dan Cong Song-kwang pun setuju.
Keluarga Cong bertempat tinggal di propinsi Soasay, dari sana
letaknya masih sangat jauh demi mempersingkat waktu, mereka
dengan cepat menentukan hari pernikahan putra dan putri mereka,
kalau Eng-lam indah menikah, Cong Song-kwang baru akan pulang
ke kampung halamannya. Walaupun mereka dijodohkan oleh orang tua, tapi dia pun setuju
lengan pernikahan ini. Sebelum dia bertunangan, Paman Ting sudah menasihatinya:
"Anak muda bila sekali-kali tidak dikekang tidak apa-apa, tapi
larus tahu batas-batasnya."
Begitu dia bertunangan, dia pernah bersumpah dia akan setia
nencintai istrinya, walaupun dia tidak dapat melupakan kegenitan
Koan-can. Tapi hal yang terjadi malah sebaliknya, begitu dia sudah menikah
ia baru tahu kehidupan rumah tangganya tidak seperti yang dia
harapkan. Benar, istrinya memang sangat cantik tapi dia adalah "boneka
cantik dari kayu'. Kalau suaminya membantu dia berdandan istrinya
mengatakan dia genit. Dia mengatakan kata-kata yang indah untuk
memuji istrinya, tapi istrinya hanya diam, ada yang lebih parah lagi,
dia tidak menikmati kesenangan bulan madu, selalu cemberut dan
mengerutkan dahi, dia juga berlaku dingin kepada suaminya.
Bulan madu yang ditunggu-tunggu hanya lewat begitu saja. Dia
sangat marah kemudian keluar mencari Bok Koan-koan, awalnya
masih secara sembunyi-sembunyi, akhirnya dia sudah tidak tahan
karena istrinya semakin dingin terhadapnya. Belakangan dia sengaja
membiarkan istrinya tahu tentang tingkah lakunya.
Dia sengaja masih memakai baju yang masih penuh dengan
gincu pulang ke rumah, dia juga sengaja membawa saputangan
Koan-koan pulang, kadang-kadang dia pura-pura bermimpi dan
memanggil-manggil nama perempuan lain, tidak hanya nama Bok
Koan-koan. Tapi istrinya seperti tidak -melihat juga tidak mendengar, bila
istrinya marah atau bahkan memukul, itu lebih baik tapi ternyata
istrinya tetap tidak peduli. Ini membuatnya hampir gila.
Sekarang sudah 20 tahun berlalu, bila memikirkan kembali dia
masih sangat marah. "Aku sangat bodoh!" dia memukul kepalanya sendiri, dalam hati dia berpikir,
"Dia memperlakukanku seperti itu, seharusnya aku harus
langsung tahu dia sudah mencintai orang lain, tidak perlu diberitahu
oleh Koan-koan." Waktu itu dia mendengar suara tawa yang penuh godaan, suara
itu sangat dikenalnya, itu adalah suara Bok Koan-koan.
Dia pernah tergoda oleh suara ini, tapi saat ini dia lebih suka
dengan suara srigala yang lapar, atau suara lain yang tidak enak
didengar, yang penting tidak mendengar suara Bok Koan-koan.
Perempuan ini telah mengubah nasibnya seumur hidup, begitu
mengenalnya, dia menjadi kehilangan latar belakang hidupnya
(karena dari putra pesilat nomor satu menjadi seorang penjahat),
juga kehilangan kehormatan (tidak ada yang menghormatinya,
kecuali membencinya). Kemudian dia kehilangan keluarga,
kehilangan kasih sayang orang tua. Ayah tidak menganggapnya
anak lagi, istrinya tidak menganggap dia sebagai suami lagi, putri
kandungnya pun tidak tahu siapa ayahnya. Sudah 20 tahun ini dia
terus dihina dan disiksa, semua ini memang bukan salah Bok Koan-
koan, semua adalah salahnya!
Tapi Bok Koan-koan tetap bersikap baik kepadanya, sebenarnya
dia adalah orang yang senang keramaian, tapi demi dia, Koan-koan
rela menemani dia selama beberapa tahun, di pegunungan


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

walaupun Koan-koan sudah menghancurkan masa depannya, tapi
Koan-koan juga pernah menolong nyawanya.
Bagi Koan-koan, dia bersedia mengorbankan segala-galanya
untuk Kie Lek-beng, apakah kelakuannya itu tidak baik" Apakah ini
disebut cinta jtau kasihan" Dia sendiri sudah tidak bisa
membedakan, perhitungannya sudah kacau.
Kie Lek-beng tidak menghitung lagi, yang dia pikirkan sekarang
adalah bagaimana cara berpisah dengan Koan-koan dan
membuatnya tidak merasa sakit hati karena Koan-koan baru
membuat kesalahan dia merasa tidak enak di hati, dia bolak balik
memikirkan masalah itu, Kie Lek-beng jngin berpisah dengan Koan-
koan. Suara tawa sudah berhenti, Bok Koan-koan sudah ada di
hadapannya. Kata Koan-koan: "Tidak kusangka, aku bisa mencarimu."
"Mengapa kau mencariku?" Kie Lek-beng sama sekali tidak mau
melihatnya. "Kau telah melakukan pekerjaan apa sehingga tidak memberitahu
kepadaku. Mengapa kau memperlakukanku seperti itu?" tawa genit
berubah mejadi tawa dingin, sikap dingin Kie Lek-beng membuatnya
marah. Kie Lek-beng lebih marah lagi kepadanya, seperti batu api yang
ligesekkan dan tiba-tiba meledak.
"Aku belum mengatakannya, tapi kau yang bilang dulu, mengapa
kau menipuku?" "Kapan aku pernah menipumu?"
"Kau menipuku membantu Ji-pak-siang-eng untuk mencelakakan
paman Ting! Kau tahu Ji-pak-siang-eng adalah musuh Paman Ting,
kau mengatakan mereka adalah temannya!"
Bok Koan-koan malah balik marah,
"Kau jangan berbohong kepadaku, kau bilang mau menemaniku
hingga pukul 3 tapi baru pukul 2 kau sudah pergi dan menotokku,
membuatku tidak bisa memberitahu temanku."
Dengan dingin Kie Lek-beng berkata,
"Bila aku mendengar kata-katamu, pergi pukul 3, setiba di sana
ku hanya membereskan mayat Paman Ting!"
Kali ini pertemuan Kie Lek-beng dan Paman Ting memang diatur
oleh Koan-koan. Sebenarnya kali ini Kie Lek-beng ke situ hanya seorang diri tidak
bersama Koan-koan. Lima tahun lalu walau lukanya belum sembuh tapi dia sudah bisa
mengurus dirinya sendiri, dia menyuruh Koan-koan meninggalkan
dia, waktu itu sebenarnya Kie Lek-beng bukan ingin lepas dari Koan-
koan. Kie Lek-beng hanya merasa tidak enak karena Koan-koan
harus menemaninya di pegunungan yang sepi, mula-mula Koan-
koan tidak mau meninggalkan dia, akhirnya dia sering turun
gunung, tapi tidak bermaksud untuk berpisah degan Kie Lek-beng.
Walaupun sering pergi dia pasti akan kembali.
Kie Lek-beng menyembuhkan lukanya di gunung ini, dia juga
berlatih silat selama bertahun-tahun, kali ini dia ingin sebelum Koan-
koan kembali ke gunung, dia sendiri yang akan turun. Dia tidak
berani bertemu dengan ayahnya juga tidak berani bertemu dengan
orang yang ada di kampung halamannya, dia hanya ingin secara
sembunyi-sembunyi pulang ke kampung halamannya, melihat ayah
dan Paman Ting. Entah sengaja atau tidak, kemarin mereka malah bertemu di kota
kecil ini. Walaupun dia tidak ingin hidup bersama dengan Koan-koan tapi
pada saat bertemu dengan Koan-koan, dia masih senang dengan
tertawa dia bertanya, "Kabar sampai dengan begitu cepat hingga kita bisa bertemu,
sepertinya bukan suatu kebetulan?"
Koan-koan tidak menutupi bahwa dia sengaja mencari Kie Lek-
beng. Koan-koan berkata: "Aku masih mempunyai kabar gembira."
"Aku adalah orang yang baru hidup kembali, tidak mungkin ada
kabar gembira untukku."
"Aku sudah mencari tahu bahwa 2 jam lagi Ting Po akan lewat
dan menginap di sini!"
Kie Lek-beng sangat senang hingga meloncat dia berkata:
"Apakah Paman Ting akan ke sini" Aku takut dia tidak mau
menemuiku, walaupun dia mau, aku yang merasa malu."
Kata Koan-koan: "Bila kau ingin bertemu dengannya, aku mempunyai cara yang
tepat, suruh seseorang mengantar surat kepadanya, dia sudah hafal
dengan tulisanmu dan kalian akan bisa bertemu di suatu tempat."
Kie Lek-beng mengangguk, Koan-koan berkata lagi,
"Apakah dia mau menemuiku atau tidak, biar dia sendiri yang
memutuskan, bila dia tidak ingin bertemu denganmu, setidaknya
kau sudah berusaha."
Kata Kie Lek-beng: "Cara ini sangat baik, aku pun tidak ingin bertemu dengannya di
tempat ramai, siapa yang akan mengantarkan suratnya?"
"Tugasmu hanya menulis surat, lainnya aku yang atur tapi aku
mempunyai sebuah permintaan."
"Aku sudah berhutang banyak kepadamu, kau mau menyuruhku
melakukan apa" Bicaralah!"
Koan-koan setengah bercanda dan berkata:
"Mari kita bertoast tangan dengan lawan." Kata Koan-koan lagi,
"Aku mempunyai 2 orang teman baik, mereka juga teman Ting
Po dulu mereka juga golongan hitam, mereka seperti dirimu ingin
bertemu dengan Ting Po, mereka juga takut Ting Po tidak mau
bertemu dengan mereka. Karena itu tolong bantulah mereka, kau
ajak Ting Po bertemu jam 2 tapi kau pergi jam 3."
Kata Kie Lek-beng: "Jadi membiarkan mereka mengobrol selama 1 jam?"
"Benar, mereka berjanji sebelum jam 3, setelah selesai
mengobrol baru kau yang menemui Ting Po, jangan takut mereka
tidak akan mendengar percakapan kau dengan Ting Po."
Kie Lek-beng tertawa dan berkata:
"Mereka menyuruhku datang jam 3 juga takut mendengar
pembicaraan mereka, apakah mereka akan mengajak Paman Ting
menjadi perampok lagi?"
"Aku tidak tahu, aku kira mereka tidak akan berani karena orang-
orang dunia persilatan sudah tahu semenjak dia jadi pelayan
keluarga kalian, ayahmu sudah melarang keras orang-orang garis
hitam mencari dia. Karena itu mereka meminjam nama Bo-tan
mengajak Ting Po untuk bertemu."
Kata-kata Koan-koan sangat masuk akal. Kie Lek-beng percaya
suratnya dititipi kepada orang lain.
Tapi Kie Lek-beng juga bukan orang bodoh, sampai malam tiba
dia mulai curiga. Koan-koan ingin Kie Lek-beng menemaninya minum-minum, dia
tahu Kie Lek-beng tidak suka dengan arak keras, tapi Koan-koan
sengaja memilih arak keras dan memaksanya minum dan terlihat
dia sangat cemas ditanya oleh Kie Lek-beng siapa yang mengajak
Ting Po untuk bertemu, dia jun tidak memberi tahu.
Sebenarnya Kie Lek-beng sudah berjanji, Koan-koan mempunyai
hak untuk tidak memberitahu nama temannya, tapi Kie Lek-beng
masih curiga, "Paman Ting sudah 20 tahun tidak melakukan kejahatan, bila
teman dulu yang bertemu dia pasti akan memberi kesempatan
kepada mereka untuk bertobat, bila mereka adalah teman yang
jahat, mereka harus tahu hubungan antara Paman Ting dan ayah,
tahu bahwa Paman Ting tidak akan kembali lagi ke dunia hitam.
Paman Ting dulu punya banyak musuh di garis hitam. Mereka
berdua begitu misterius, pasti mereka adalah musuh paman Ting
dan mereka sudah menunggu di sana!"
Berpikir sampai di sini, bila dia salah tebak dia akan ditertawakan
Koan-koan tapi yang penting Paman Ting tidak berada dalam
bahaya. Dia mengatur nafas, arak keras yang tadi diminum diuapkan
lenjadi keringat, tapi dia berpura-pura mabuk dan berbaring di
tempat tidur, kemudian berkata,
"Aku sudah mabuk, kau pergilah, aku tidak akan pergi."
Ada pepatah yang mengatakan: orang mabuk masih 30 % tetap
alam keadaan sadar, apalagi dalam keadaan waspada dia hanya
pura-pura mabuk. Dengan ringan Koan-koan menciumnya, dengan tawa manja dia
berkata: "Kauberbaringsaja,setelahpukul3akuakan
membangunkanmu, tak perlu khawatir," dia tetap tidak tenang
kemudian Koan-koan menyanyikan lagu nina bobo.
Kie Lek-beng memejamkan mata, tapi dia juga mengintip bahwa
tawa senang dan licik dari Koan-koan begitu jelas terdengar,
kemudian Koan-koan berkata:
"Kau tidak mau pergi itu lebih baik, biar aku saja yang pergi!"
Kie Lek-beng sudah tahu kejahatan Koan-koan, walaupun tidak
tahu persis seperti apa, tapi dia dapat menebak bahwa kedua orang
itu sangat berbahaya, langsung dia meloncat bangun dan Koan-
koan ditotoknya. Untung dia cepat tanggap dan tidak masuk ke dalam perangkap
Koan-koan dan masih sempat menolong Paman Ting bahkan
bertemu dengan putrinya. Dia tahu Koan-koan sering membohonginya, tapi kali ini kelakuan
Koan-koan membuatnya marah besar.
Koan-koan tidak menyangka Kie Lek-beng marah sebesar itu,
dengan tawa dingin dia berkata,
"Kau berjanji mau membantuku dan tidak ingin tahu apa yang
kulakukan, aku juga tidak membohongimu, mereka benar-benar
teman-teman Ting Po di golongan hitam"
Dengan marah Kie Lek-beng berkata,
"Teman apa" Mereka datang untuk membunuh Ting Po."
Koan-koan melihat Kie Lek-beng benar-benar marah, dia pun
tidak berani bicara apa-apa lagi, dia berkata,
"Ting Po tidak mati, kau tidak perlu begitu tegang."
Dengan berat Kie Lek-beng berkata,
"Apakah kau tahu Paman Ting itu siapanya aku" Di matamu dia
adalah seorang pelayan, tapi aku menganggap dia adalah
keluargaku, di dunia ini dialah yang paling sayang kepadaku, aku
berhutang budi kepadanya!"
Kata Koan-koan: "Dia adalah orang yang paling kau sayang lalu aku berada di
posisi mana" Kau berhutang budi kepadanya, apakah kau tidak
merasa berhutang budi kepadaku" Waktu itu bila tidak ada aku, kau
sudah tenggelam ke dasar sungai, apakah kau masih bisa hidup
sampai sekarang" Bila tidak menuruti rencanaku, mana bisa kau
lolos dari kejaran 5 Bu-tong Tianglo" Setelah kau terluka beberapa
tahun tidak bisa bergerak, siapa yang mengurusmu" Jujur katakan
saja, kau berhutang budi lebih banyak kepadaku atau kepada
Paman Ting?" Semua yang dikatakan Koan-koan adalah benar, Kie Lek-beng
tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Dia berkata dalam hati, 'Memang benar kau pernah menolongku
sekaligus sudah mencelakaiku. Hutangku kepada Paman Dung
memang tidak sebesar hutangku kepadamu, tapi Paman Ting tidak
pernah mencelakaiku.' Kie Lek-beng bertekad untuk berpisah dengan Koan-koan,
pepatah mengatakan: tuan memutuskan hubungan tidak akan
mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Walaupun Kie Lek-beng
bukan seorang tuan tapi dia tidak akan lupa diri, walaupun Koan-
koan sering merugikannya tapi budinya membuatnya selalu ingat.
Pada saat perpisahan dia tidak akan menyakiti batinya jadi dia
hanya diam saja. Koan-koan mengira Kie Lek-beng sudah tahu kesalahannya, dia
terus mencecar dan berkata,
"Walaupun kau dan aku belum menjalankan adat pernikahan tapi
lata adalah suami istri, mengapa aku tidak bisa sejajar dengan
pelayanmu" Katakanlah, kau mau Paman Tingmu atau aku" Bila kau
menginginkan aku, kau tidak boleh membantu Paman Ting lagi!"
"Koan-koan, kebaikanmu selamanya tidak akan kulupakan, begitu
juga dengan kebaikan Paman Ting."
Koan-koan jadi bengong kemudian dengan marah dia berkata:
"Dari tadi kau selalu menganggapku sejajar dengan Ting Po!"
"Sebenarnya tidak sama, tapi bila kau sendiri yang hilang sama
juga tidak apa-apa karena memang ada kesamaannya."
"Yang mana?" "Sampai sekarang Paman Ting tetap menganggap aku adalah
Siauyanya. Walau perjodohanku dengan keluarga Kie sudah putus."
"Bagaimana denganku?"
Dengan pelan Kie Lek-beng berkata:
"Budimu akan selalu kuingat dan aku selalu merasa berterima
kasih, tapi perjodohan kita pun sudah selesai!"
Koan-koan sangat terkejut dan marah:
" Kie Lek-beng, kau mau meninggalkanku?"
"Koan-koan kau jangan begitu, walau perjodohan kita sudah
selesai tapi bila ada yang melukaimu bila aku tahu aku akan segera
melindungimu, walaupun nyawaku terancam, seperti perlakuanku
terhadap Paman Ting, aku tidak akan membiarkanmu terluka!"
Cara keras sudah tidak mempan maka Koan-koan memakai cara
yang lembut, dia menarik nafas dan berkata:
"Aku tahu aku tidak sepadan denganmu, dalam hatimu aku tidak
sepenting pelayanmu, walaupun kau meninggalkan aku tapi aku
tetap akan memperhatikanmu, sekarang kau mau ke mana?"
"Ini urusanku, kau tidak usah peduli lagi kepadaku!"
"Kau ingin pulang bukan" Kau jangan bohong!"
Kie Lek-beng terdiam berarti dia memang ingin pulang.
Dengan dingin Koan-koan berkata:
"Kau kira kau bisa mencari istrimu lagi" Istrimu sekarang sudah
menjadi istri Coh Kim-sung, apakah kau tidak tahu?"
Mata Kie Lek-beng menjadi merah, dengan galak dia berkata:
"Tidak perlu kau beritahu aku!" Koan-koan tertawa terbahak-bahak:
"Benar, 20 tahun yang lalu kau tahu istrimu lahir dari keluarga
terhormat tidak pernah menganggapmu sebagai suaminya, pada
saat menjalankan upacara pernikahan, hatinya masih teringat
kepada laki-laki lain."
Kie Lek-beng berteriak: "Aku tidak mau mendengar, tutup mulutmu!"
Dengan dingin Koan-koan berkata:
"Kau tidak mau dengar, tapi aku ingin mengatakannya, istrimu
menghinamu, hari pertama saja sudah menghinamu, untung aku
adalah tukang pungut. Aku memungutmu dari tempat sampah dan
aku menganggapmu sebagai benda kesayangan, apa bisa menjadi
jodoh serasi" Di depan istrimu, kau sama sekali tidak serasi
dengannya. Hanya kita berdua yang ditakdirkan jadi pasangan."
Rahasia 180 Patung Mas 7 Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan Kisah Si Rase Terbang 4
^