Pencarian

Jala Pedang Jaring Sutra 7

Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Bagian 7


"Apakah sudah cukup bicaramu?"
Langsung dia menotok jalan darah Koan-koan
Dengan pelan Kie Lek-beng berkata:
"Koan-koan, kau salah, aku dan kau tidak sama, mungkin kita
ada miripnya, tapi aku masih bisa membedakan mana yang bau dan
mana yang tidak. Aku benci dengan bau busuk itu, tapi kau malah
menganggap bau itu adalah wangi!"
Mata Koan-koan menjadi merah seperti api, tapi dia tidak bisa
apa-apa. Kie Lek-beng berkata lagi:
"Koan-koan sekali lagi kukatakan, perjodohan kita sudah selesai
tapi aku selalu menganggapmu sebagai teman baik. aku akan
melindungimu walau nyawaku terancam. Jalan darahmu dalam 2
jam akan terbuka. Kau berbaring saja, aku akan pergi!"
Dia berkata dengan sangat tenang tapi hatinya tidak tenang,
kata-kata Bok Koan-koan tadi seperti panah beracun masuk ke
dalam hatinya. Dia lewat jalan di sisi Koan-koan, masa lalu kembali dalam
ingatannya. Dia tidak tahan dengan sikap dingin istrinya, dia semakin sering
mencari Bok Koan-koan, hal ini sudah bukan hubungan gelap lagi
melainkan sengaja diperlihatkan, dia tidak takut istrinya tahu, dia
malah sengaja membiarkan istrinya tahu, tapi istrinya tidak marah.
Baju penuh dengan gincu dan wangi, tapi istrinya tetap tidak marah.
Demi gengsi dia tidak memberitahu kepada Bok Koan-koaa
Pada suatu malam di rumah Bok Koan-koan, dia sudah mabuk.
Koan-koan tertawa dan berkata,
"Apakah kau mau menginap di rumahku" Sudah beberapa hari
kau tidak pulang. Sekarang sedang saatnya bulan madu tapi kau
malah meninggalkan istrimu, apakah kau tidak takut istrimu
marah?" ---ooo0dw0ooo--- C. Curiga Dia menahan goncangan'hatinya, dengan tertawa dia berkata,
"Kau tidak perlu khawatir, istriku sangat baik, dia tidak akan
mengekangku." Koan-koan tertawa. "Kau menertawakan apa?"
"Aku sedang berpikir."
"Apa yang sedang kau pikirkan" Ayo katakan!"
"Bila aku mengatakannya, kau jangan jadi curiga, tapi aku bukan
membicarakanmu, aku mempunyai teman perempuan, dia selalu
tidak mau tahu suaminya melakukan apa di luar. Kau tahu
mengapa" Karena dia sendiri juga punya kekasih gelap."
Kie Lek-beng membanting cangkir dan marah:
"Kau bilang istriku punya kekasih gelap" Istriku tidak seperti
dirimu, dia adalah perempuan baik-baik."
Koan-koan tertawa dingin dan berkata:
"Perempuan baik-baik juga bisa nyeleweng, tadi sudah kukatakan
ini bukan tentang dirimu, jadi kau tidak perlu curiga. Aku adalah
perempuan, biasanya perempuan lebih mengerti hati perempuan
lain. Semua perempuan pasti iri bila suami boleh nyeleweng tapi dia
tidak boleh. Bila dia tidak punya laki-laki lain mengapa dia begitu
dingin kepada suami" Istrimu adalah perempuan baik-baik dan
merupakan pengecualian, aku beri selamat kepadamu karena kau
mendapat istri yang baik"
Dia tidak mau mengakui di depan Koan-koan, sebenarnya kata-
kata Koan-koan seperti panah beracun dia tidak mengakui bahwa
istrinya mempunyai kekasih gelap. Dia hanya minum arak.
Tiba-tiba Koan-koan berkata:
"Mertuamu itu apakah dia jadi kepala pengiriman di Yang-ciu?"
"Apa hubungannya?" Tanya Kie Lek-beng.
"Tidak, aku hanya ingat di Yang-ciu ada pendekar terkenal."
"Siapa dia?" Karena dia mempunyai ayah yang terkenal di matanya semua
orang terkenal tidak perlu diketahui.
Dengan ringan Koan-koan berkata:
"Orang ini tidak setara dengan ayahmu, tapi dia masih muda,
belum berumur 30 tahun dan sudah terkenal di mana-mana."
"Siapa dia?" "Pendekar Yang-ciu bernama Coh Kim-sung."
"Sepertinya aku pernah mendengar, mengapa kau membicarakan
dia" Ada apa?" Tawa Koan-koan seperti penuh dengan rahasia dan berkata: "Aku
membicarakan dia bukan tanpa alasan."
"Alasan apa?" "Coh Kim-sung adalah putra keluarga pesilat di Yang-ciu,
mertuamu adalah ketua pengiriman barang di Yang-ciu, dia sudah
bekerja selama 10 tahun lebih. Menurutku pasti mereka sering
berhubungan. Apakah benar" Karena mereka adalah orang terkenal
di Yang-ciu maka aku menghubung-hubungkannya, tapi kau tidak
tahu dengan Coh Kim-sung, apakah mertuamu..."
"Mertuaku tidak pernah menyebut nama orang ini?"
"Ini sangat aneh."
"Apa anehnya?" "Kata orang-orang mereka sangat akrab, malah terlihat tidak
biasa." "Apanya yang tidak biasa?" Tanya Kie Lek-beng.
"Katanya mertuamu pernah membawa barang ke tempat lain, dia
hampir mengalami kecelakaan, untung dia dibantu oleh Coh Kim-
sung baru tertolong, semenjak itu dalam waktu 1 bulan, selama
setengah bulan, Coh Kim-sung berada di rumah mertuamu, mereka
sangat akrab. Mengapa mertuamu tidak pernah menyebut nama
ini?" Kie Lek-beng menunduk dan minum arak.
Koan-koan tertawa dan berkata lagi:
"Aku dengar Coh Kim-sung sangat tampan dan luwes, ilmu
silatnya juga tinggi, catur, kecapi, puisi semua dapat dia kuasai."
"Sebenarnya kau mau bilang apa?"
"Tidak ada apa-apa, karena kau tidak kenal dengan Coh Kim-
sung, aku hanya bercerita saja."
Tiba-tiba Kie Lek-beng membanting cangkir dan berkata:
"Aku juga bukan sama sekali tidak tahu dengannya, dia sudah
punya istri dijuluki Tio-hui yang cantik, aku lupa namanya, dia
adalah perempuan yang besar cemburunya dan sangat galak!"
Bok Koan-koan berkata: "Istrinya bernama Lung Kwee-eng, dijukuli Tio-hui yang cantik,
tapi kau hanya tahu sebagian saja."
"Sebagian lagi apa?" Tanya Kie Lek-beng.
"Tiga tahun yang lalu Lung Kwee-eng meninggal."
Tubuh Kie Lek-beng gemetar, dia minum arak lagi.
Tiba-tiba Koan-koan bertanya:
"Berapa umur istrimu?"
Kie Lek-beng balik bertanya:
"Mengapa kau tanyakan ini" Dia berumur 19 tahun!"
"Tidak ada apa-apa, hanya sekedar bertanya."
Dia marah dan menggebrak meja.
"Apa yang ingin kau katakan" Tidak perlu basa basi lagi!"
Koan-koan tertawa manja dan berkata:
"Kie Siauya, kenapa dengamu" Tiba-tiba marah seperti itu, mari
kita minum arak saja!"
Dengan marah Kie Lek-beng berkata:
"Aku tidak mau lihat kegeiutanmu, aku hanya ingin tahu
sebenarnya kau ingin menyampaikan apa?"
Koan-koan tidak marah hanya tertawa:
"Benar aku adalah perempuan jalang tidak seperti istrimu begitu
anggun dan baik tapi kau harus ingat kau juga seorang buaya,
bukankah kau juga menyukai perempuan seperti aku ini?"
Kata Kie Lek-beng, "Aku tidak punya waktu bermain-main dengamu, katakan saja
apa yang ingin kau sampaikan kepadaku?"
Koan-koan tertawa dan berkata:
"Kau tidak punya waktu, tapi aku ada. Kapan kau mulai suka
dengan lawan jenis?"
"Aku sudah beritahu kepadamu, aku tidak ada waktu bermain-
main denganmu!" "Aku sedang mengatakan yang sebenarnya."
Terpaksa Kie Lek-beng menjawab:
"Aku tidak tahu!"
Koan-koan tertawa kemudian berkata:
"Kau jangan menertawakan kegenitanku, aku ingat waktu itu aku
berusia antara 15 dan 16 tahun sudah mulai senang dengan laki-
laki, tapi menurutku itu bukan karena genit. Semua gadis berumur
15-16 tahun sudah mulai menyukai lawan jenis, anak gadis senang
dengan laki-laki yang lebih tua dari mereka ini yang disebut lubang
cinta mulai terbuka', apakah benar?"
Hati Kie Lek-beng bergetar, dia sudah tahu apa yang dimaksud
oleh Koan-koan, dalam hati dia berpikir, "Eng-lam berumur 19
tahun, 3 tahun lalu istri Coh Kim-sung sudah meninggal, waktu itu
istrinya baru berumur 16 tahun, benar Coh Kim-sung adalah orang
yang 'lubang cintanya baru mulai terbuka'."
Maksud dari kata-kata ini dia sudah mengerti.
"Kau tahu tentang apa lagi?" Tanya Kie Lek-beng.
"Apakah mengenai Coh Kim-sung?" tanya Koan-koan sengaja
tidak menyebut nama istrinya.
Kie Lek-beng terdiam, lama baru mengangguk
Koan-koan tertawa dan berkata:
"Kemarin aku mendengar suatu hal menyangkut Coh Kim-sung,
ada orang yang melihatnya di sekitar sini, ayahmu adalah pesilat
nomor satu, dia pasti berkunjung ke rumahmu, tapi katanya
kemarin ayahmu sudah pergi, apakah benar?"
Kie Lek-beng seperti orang mabuk, mendengar Coh Kim-sung
datang ke rumahnya, maka dia segera berlari pulang.
Setiba di rumah hampir pukul 3, istrinya belum tidur dia sedang
mengobrol dengan Ong Toanio.
Ong Toanio adalah ibu asuh Eng-lam, dari kecil Eng-lam sudah
kehilangan ibunya dan dia diasuh oleh Ong Toanio, dia selalu
menganggap Ong Toanio adalah ibu kandungnya. Ayahnya tahu
Ong Toanio tidak tega meninggalkan Eng-lam seorang diri dia juga
membutuhkan Ong Toanio. Maka setelah dia menikah dia ikut
masuk ke dalam keluarga Kie, Ong Toanio tetap menemaninya dan
berada di rumah Kie Lek-beng. Begitu Kie Lek-beng mendengar
suara istrinya, hatinya pun lega, dalam hati dia berpikir, 'Aku kira dia sedang menemui Coh Kim-sung, tapi aku kira Coh Kim-sung tidak
akan seberani itu.' Tapi dia segera berpikir lagi, 'Sebaiknya aku jangan masuk dulu,
aku ingin tahu mereka sedang membicarakan apa"'
Kata Ong Toanio: "Apakah suamimu sudah 2 hari tidak pulang?"
"Aku tidak mau tahu, mengapa kau tanyakan hal ini?"
Ong Toanio menggelengkan kepalanya dan berkata:
"Bagaimana pun kalian sudah menjadi suami istri, kau sebagai
istri jangan membiarkan suamimu begitu bebas, aku tidak berani
mengatakan kalau suamimu tidak pulang karena main perempuan di
luar, tapi kalian baru menikah bila dibiarkan, dia pasti akan semakin
berani, nanti bisa terjadi sesuatu. Lebih baik kau nasihati suamimu!"
Eng-lam tertawa dingin dan berkata:
"Dia main dengan perempuan di luar, juga punya istri simpanan,
dia adalah seorang perampok perempuan dan dia berteman dengan
penjahat-penjahat, semua ini sudah kuketahui!"
Dalam hati Kie Lek-beng berpikir, 'Aku mengira dia adalah patung
atau boneka kayu, ternyata semua ini dia simpan di dalam hatinya.
Mengenai kelakuanku sehari-hari dia pun tahu, siapa yang
memberitahu"' Ong Toanio berkata: "Bagi seorang perempuan yang paling penting adalah mendapat
suami yang baik. Nona, aku melihatmu tumbuh besar, aku tidak
akan membiarkanmu menderita, suamimu masih muda mungkin dia
salah jalan. Nona, kau harus mencegahnya, nasihati dia, atau
laporkan saja kepada Paman Ting..."
Belum habis kata-kata Ong Toanio, Eng-lam sudah berkata:
"Ong Toanio, kau tidak perlu mengurusi dia, bila dia tidak pulang, aku lebih senang!"
"Nona, kau tidak boleh bicara seperti itu, kau membiarkan dia
main gila di luar, mengapa kau, mengapa kau..."
Ong Toanio tidak menyelesaikan perkataannya, tapi Kie Lek-beng
sudah tahu apa maksud Ong Toanio, yaitu mengapa Eng-lam harus
menikah dengannya. "Hatiku sudah mati, karena aku adalah anak tunggal maka bila
aku menikah, aku harus menurut pada kemauan ayah. Ayah
menyuruhku menikah dengan siapa pun, aku harus menurut."
"Nona, ada yang kutanyakan, apakah boleh?"
"Kau adalah ibu asuhku, dari kecil aku sudah menganggapmu
sebagai ibu kandungku, kau juga menganggapku sebagai putrimu,
antara ibu dan anak apa yang tidak dapat diceritakan?"
Ong Toanio menarik nafas dan berkata:
"Terima kasih kau sudah menganggapku sebagai ibumu, aku
tidak rela melihatmu menderita. Nona, apakah kau mengerti
maksudku?" "Aku mengerti, katakanlah!" "Lupakanlah Siauya Coh Kim-sung!"
Kie Lek-beng berada di balik jendela mendengarkan percakapan
mereka, dan jendelanya tertutup.
Tapi 'Siauya Coh Kim-sung', 5 huruf ini seperti panah, memanah
ke arah hati dan jantungnya, dia merasa sakit, dalam hati dia
berpikir, 'Koan-koan tidak berbohong, istriku yang anggun dan baik,
benar-benar mempunyai kekasih gelap. Dia lebih rendah dari Koan-
koan.' Eng-lam juga seperti ditusuk oleh jarum dan berkata: "Ong
Toanio,janganbicarakandialagi!Akusudah
melupakannya!" Ong Toanio menggeleng-gelengkan kepala dan berkata: "Jangan
membohongiku, hatimu masih ada di sana, aku bisa membantumu
menutup-nutupinya tapi aku harus mengatakannya, jangan
dipendam dalam hati. Tapi bila kau mengerti, kau harus benar-
benar melupakannya."
"Baiklah, katakan saja walau sebenarnya aku tidak mau
mendengar." "Kau tidak ingin mendengar tapi aku akan tetap mengatakannya,
ada pepatah yang mengatakan: perjodohan sudah ditentukan oleh
Tuhan tidak dapat dipaksa. Kau dan Coh Siauya tidak berjodoh, ada
pepatah yang mengatakan: bila menikah dengan ayam harus kita
ikut menjadi ayam, bila menikah dengan anjing kita juga harus ikut
menjadi anjing, walaupun suamimu tidak baik, kalian sudah
melakukan upacara adat, sudah menjadi suami istri yang sah, bila
kau berlaku lembut kepada suamimu, kau pasti bisa mengalahkan si
jalang itu!" "Ong Toanio, kau sudah tahu aku tidak sudi berebut suami
dengan perempuan jalang, aku hanya pikir..."
"Kau memikirkan apa?"
Eng-lam tampak sedang berpikir dan dia tidak mendengar Ong
Toanio mengatakan apa. Tiba-tiba dengan gemetar Ong Toanio berkata:
"Nona, apakah kau mengajaknya ke sini" Kau tidak boleh seperti


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu!" Sekarang Kie Lek-beng sudah mendengar suara suling, suara ini
datang dari belakang rumah, dari hutan cemara.
Eng-lam masih terpaku, apakah dia mendengar kata-kata Ong
Toanio" Ong Toanio mendorongnya dan berkata:
"Nona, kau jangan salah jalan! Aku akan menyuruh dia pergi!"
Eng-lam seperti terbangun dari mimpi, tiba-tiba dia menarik
nafas dan berkata: "Kau salah, aku tidak berjanji dengannya dan orang itu bukan
dia!" Ong Toanio tidak percaya dan berkata:
"Aku kenal dengan suara sulingnya. Nona, mengapa kau tidak
jujur kepadaku?" "Aku lebih apal suara sulingnya dari dirimu, aku bilang bukan
pasti bukan dia, memang dia suka meniup lagu ini, tapi ini bukan
suara suling dia, bila dia meniup suling pasti di dekat sungai Yang-
ciu." "Siapakah dia, aku harus melihatnya." Kata Ong Toanio.
Ong Toanio tidak percaya, Kie Lek-beng lebih tidak percaya lagi,
dalam hati dia berpikir, 'Perempuan murahan! Kau begitu mencintai
Coh Kim-sung, bila bukan berjanji dulu, pasti mereka berjanji lewat
suling.' Api cemburu membakarnya, Ong Toanio belum keluar dia sudah
keluar dulu dan berlari ke arah suling berbunyi.
Benar saja, di hutan cemara ada seseorang yang sedang berdiri,
orang itu melihat ada yang datang, suara sulingnya langsung
berhenti dan segera lari masuk ke dalam hutan.
Kie Lek-beng berteriak: "Hei orang she Coh, aku sudah tahu itu adalah kau! Mau lari ke
mana lagi?" Orang itu menggerakan tanganmya menotok dan Kie Lek-beng
merasa lututnya kaku kesemutan dan tidak dapat mengejar lagi.
Keluarga Coh di Yang-ciu memang sangat terkenal dengan ilmu
menotok jalan darah, orang itu memakai gumpalan tanah untuk
menotok. Kie Lek-beng lebih yakin dia adalah Coh Kim-sung, dia
sangat marah dan menyesal. Menyesal karena selama ini dia tidak
benar-benar berlatih ilmu silat.
"Laki-lakinya sudah lari, tapi perempuannya belum, baiklah aku
akan membuat perhitungan dengan perempuan murahan itu!"
Dengan sangat marah dia mencoba membuka totokannya sendiri
dengan agak terpincang-pincang dia kembali ke rumah. Baru saja
keluar dari hutan cemara terdengar ada suara teriakan orang. Yang
berteriak adalah Ong Toanio, mimpi pun tidak menyangka Ong
Toanio bisa bertemu dengannya, Ong Toanio terpaku dan berkata:
"Siauya, ternyata itu adalah kau!"
Dengan tertawa dingin Kie Lek-beng berkata:
"Kau kira siapa?"
Kata-kata ini membuat Ong Toanio tidak dapat menjawab, kata
Kie Lek-beng lagi: "Kau tidak berani bicara, baiklah aku akan membantumu bicara,
kau membantu nonamu, berjanji dengan kekasih gelapnya tapi kau
terlambat menyangka..."
"Bukan, bukan seperti itu, kau jangan salahkan nona!"
Kie Lek-beng tertawa dingin:
"Apa" Jangan menyalahkan nonamu" Aku sudah lihat dengan
mata kepala sendiri, kau terlambat datang, Coh Kim-sung sudah
lari!" Ong Toanio tidak tahu apa yang sudah terjadi, dia mengira Kie
Lek-beng sudah bertemu dengan Coh Kim-sung, di antara mereka
entah sudah membicarakan apa" Dia tidak tahu dengan terkejut
Ong Toanio berkata: "Benar, tuan Coh dan nona seperti adik kakak, mereka tidak
pernah melakukan hal terlarang..."
Kie Lek-beng tertawa dingin:
"Kau kira aku tidak tahu apa-apa" Adik kakak" Adik kakak"
Ha...ha...ha...aku tahu pikiranmu nona, lupakanlah dia!"
Kie Lek-beng menirukan suara Ong Toanio.
"Aku tidak bohong kepadamu, waktu di Yang-ciu mereka seperti
adik kakak, memang nona menyukainya, tapi dia juga tidak tahu
bagaimana perasaan nona kepadanya, tapi mereka tahu mereka
tidak pantas untuk menikah, jadi mereka hanya menganggap
sebagai adik dan kakak."
Dengan dingin Kie Lek-beng berkata:
"Menurutmu mereka terpaksa menjadi sepasang adik kakak, tapi
hatinya sudah diberikan kepada Coh Kim-sung!" Ong Toanio berkata
lagi: "Tuan, bagaimana dengan dirimu" Semenjak menikah nona tidak
pernah melakukan kesalahan, tapi kau sudah bermain-main dengan
si jalang itu dan hidup serumah tanpa ikatan, tiap malam tidak
pulang. Menurutku, suami istri itu harus saling mengalah..."
Kata-kata Ong Toanio belum selesai, wajahnya sudah ditampar
oleh Kie Lek-beng. Kie Lek-beng sangat marah dan berkata:
"Nenek tua, berani kau memarahiku! Akan kubunuh dulu nonamu
setelah itu aku membuat perhitungan denganmu."
Kie Lek-beng mengerakan tangan, pukulannya sangat keras, Ong
Toanio terjatuh darah menetes ke atas rumput, dia tidak dapat
bangun lagi, sedangkan Kie Lek-beng sudah berlari pulang.
Tubuh Ong Toanio terluka, tapi hati Kie Lek-beng juga terluka,
dengan langkah berat dia pulang. Kemarahan membuatnya seperti
seekor banteng gila. "Ong Toanio, kau kenapa?"
Eng-lam mendengar suara yang berat itu, dia tidak tahu
suaminya sudah pulang. Belum habis berkata, Kie Lek-beng membuka pintu dengan
menendangnya, kemudian dengan dingin dia berkata:
"Kau sedang menunggu Ong Toanio atau sedang menunggu
kekasih gelapmu" Tidak disangka bukan bahwa yang datang adalah
aku" Apakah kau kecewa?"
Arak sudah disiram ke wajah istrinya.
Dengan dingin Eng-lam berkata:
"Kau minum terlalu banyak, jangan sembarangan bicara, aku
tidak mau berkelahi denganmu!"
Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak lalu berkata:
"Kau kira aku sudah mabuk" Aku sangat sadar, walaupun aku
terlambat mengetahuinya tapi kau tidak akan bisa membohongiku
lagi." Mata Kie Lek-beng merah, dia sangat marah, dia malah
menyanyikan lagu: Sibuk, sangat sibuk Malam-malam baru pulang ke rumah
Takut, sangat takut Takut istri tercinta kesepian di kamar
Benci, sangat benci Mengapa tidak tahu istri sudah punya kekasih lain...
Caranya bernyanyi sungguh sangat tidak sopan, seperti seekor
kucing sedang mempermainkan tikus, si kucing ingin menyiksa tikus
dulu setelah itu baru dimakan.
Eng-lam sudah tidak tahan kemudian dia berdiri dan berkata:
"Kau anggap aku ini apa" Kau sudah main gila dengan kekasih
gelapmu, pulang-pulang malah membuat keributan, aku bukan
perempuan murahan, bila kau masih mau ribut, kembali saja kepada
kekasihmu!" Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak, dia memandang istrinya
dengan sebelah mata dan berkata:
"Benar-benar perempuan terhormat, tapi sayang kau sudah
memperlihatkan sosok aslimu, kekasih gelapku adalah perempuan
murahan, tapi kau lebih murahan lagi daripada dia. Paling sedikit
Koan-koan tidak mencari kekasih lain di belakangku!"
Eng-lam marah dan berkata:
"Jangan sembarangan bicara, dimana kekasih gelapku" Ayo
katakan!" "Kekasih gelapmu baru kuusir, kau gagal bertemu dengannya,
tapi hatimu sudah pergi mengikutinya."
Eng-lam marah dan berkata:
"Keluar kau! Aku tidak mau dengar lagi!"
Karena marah Eng-lam sudah tidak dapat berkata-kata lagi.
Kie Lek-beng tertawa sinis dan berkata:
"Ini adalah rumahku, kau adalah perempuan genit, seharusnya
kau yang keluar, bukan aku! Aku tidak berkata kotor, aku
mengatakan yang sebenarnya. Jawab dengan jujur Coh Kim-sung
adalah kekasih lamamu bukan" Kau kira aku tidak tahu?"
Eng-lam dengan tenang menjawab:
"Memang benar aku hanya menuruti permintaan ayahku, baru
mau menikah denganmu, bila disuruh memilih aku pasti akan
memilih Coh Kim-sung, tapi kita tidak berjodoh..."
Teriak Kie Lek-beng: "Perempuan murahan, akhirnya kau mengaku juga!"
"Waktu aku masih kecil, aku sudah memanggilnya dengan
sebutan Coh Toako. Waktu itu aku belum mengenal dengan orang
yang bernama Kie Lek-beng. Aku mengaku bahwa aku memang
suka dengannya, tapi suka kepada seseorang bukan berarti aku
adalah perempuan murahan, Lek-beng pikirkan dengan tenang dan
dengar kata-kataku hingga habis."
Kie Lek-beng hanpir meledak.
Dengan tertawa dingin dia berkata:
"Kau adalah perempuan yang sudah bersuami, tapi hatimu masih
ada pada laki-laki lain. Apakah ini tidak disebut rendah" Kau sendiri
sudah mengakui, kita tidak perlu bicara lagi!"
Kata Eng-lam: "Kau juga kumpul kebo dengan si jalang, itu apa namanya"
Hanya saja aku tidak mau ribut denganmu..."
Kie Lek-beng berteriak dan marah: "Kau mau bicara apa lagi"!"
"Kita sudah seperti ini, sudah tidak bisa menjadi suami istri lagi, demi menjaga nama baikmu dalam waktu setengah tahun lagi aku
akan pulang ke kampung halamanku dan meninggalkan rumahmu.
Kemudian kau akan mendapat kabar kematianku, dengan begitu
kau akan dengan mudah memperistri Koan-koan."
Kie Lek-beng seperti balon yang sudah penuh dengan udara, siap
untuk meledak. Dia berteriak seperti seekor binatang, mencakar Eng-lam dan
berkata: "Kau ingin pulang dengan Coh Kim-sung" Kemudian menikah
dengannya" Malah mengatakan semua ini demi diriku, mengapa
harus menunggu setengah tahun, sekarang aku ingin kau mati!"
Eng-lam terkejut dan berteriak:
"Kau jangan sembarangan bicara!"
Dia mengerakan tangan dan menotok pada Kie Lek-beng, tapi
tenaganya tidak cukup, dia tidak bisa menutup jalan darah Kie Lek-
beng, sebaliknya Kie Lek-beng sudah mencekik lehernya! Eng-lam
memberontak, membuat Kie Lek-beng lebih marah lagi, mula-mula
dia hanya ingin menghukum istrinya karena sudah sangat marah
akhirnya dia ingin membunuhnya. Dia seperti seekor binatang buas.
Tiba-tiba Kie Lek-beng merasa disiram oleh sebaskom air dingin,
ternyata Ong Toanio sudah kembali. Air ini disediakan oleh Ong
Toanio agar Kie Lek-beng bisa mencuci muka, demi suami nonanya,
Ong Toanio mengurus Kie Lek-beng begitu telaten karena tidak tahu
Kie Lek-beng kapan akan pulang maka sebaskom air ini tiap jam
selalu digantinya. Karena setelah lewat 2 jam, air yang tadinya
panas sudah menjadi dingin.
Karena kepala Kie Lek-beng sudah basah kuyup, secara reflek dia
mundur ke belakang dan menabrak Ong Toanio. Ong Toanio
terjatuh dan muntah darah. Tapi dia masih marah,
"Ada pepatah mengatakan: harimau yang galak pun tidak akan
memakan anaknya Ternyata kau lebih kejam dari binatang!" Kie
Lek-beng marah: "Kurang ajar, kau berani memarahiku binatang, sekalian saja kau
kubunuh!" Tapi begitu dia disiram air dingin, dia mulai agak sadar, tiba-tiba
dia teringat kepada kata-kata Ong Toanio, dengan bingung dia
berkata, "Apa arti dari harimau tidak memakan anaknya?" Teriak Eng-lam:
"Ong Toanio, tidak perlu memberitahu kepadanya!"
Tapi suara Eng-lam terlalu kecil, atau Ong Toanio tidak
mendengar ucapannya, dia mengatakannya,
"Apakah kau tidak tahu" Dalam perut nona sudah ada bayimu
sekarang sudah berumur 3 bulan, bila kau membunuh nona kau
membunuh 2 nyawa." Eng-lam berteriak dan pingsan, Ong Toanio juga menahan sakit,
setelah berkata begitu dia pun pingsan.
Sekarang Kie Lek-beng sudah sadar dan mengerti, ternyata
istrinya sudah hamil 3 bulan.
"Pantas meminta setengah tahun lagi baru berpisah denganku,
perempuan jalang ini memang sangat kubenci, tapi anak yang
berada dalam kandungannya adalah anakku. Bila tahu dia sudah
hamil begitu aku tidak akan menyiksanya."
Eng-lam pingsan tergeletak di bawah, bergerak pun tidak, dia
seperti sudah meninggal. Melihat seperti itu Kie Lek-beng malah
tidak dapat melakukan apa-apa. Dia mendekatkan tangannya ke
hidung Eng-lam, ingin tahu masih bernafas atau tidak, tapi jarinya
tidak dapat teratur, dia menjadi kebingungan. Terdengar Paman
Ting memanggilnya, "Siauya, kau sedang apa?"
Kie Lek-beng terkejut dan berpikir, 'Aku sudah melakukan semua
ini, bila ayah melihatnya, dia tidak akan memaafkanku!'
Dia seperti seorang anak kecil yang nakal, tidak ada cara lain
kecuali bersembunyi, dia tidak berani bertemu dengan ayahnya, dia
kabur dari rumah. Pertama kali kabur dia berumur 19 tahun.
Umur 19 tahun yang sangat panjang, selama 19 tahun ini sudah
mengubah banyak jalan kehidupannya. Hari ini dia sudah kembali
lagi, dia seperti berada di dunia lain. Dia memegang luka di
wajahnya dan berkata pada diri sendiri, 'Kie Siauya sudah mati,
sekarang aku bukan orang yang dimaki-maki lagi di dunia
persilatan." Walaupun dia sedikit menyesal, tapi kemarahan lebih banyak
menguasai pikirannya. "Siapa yang membuatku menjadi seperti ini" Koan-koan memang
harus menanggung sebagian, aku tidak menyalahkan dia
sepenuhnya, yang menjadi biang keladi dan orang yang paling
kubenci adalah Coh Kim-sung, dia telah membuatku seperti ini!
Sekarang Eng-lam sudah mencapai keinginannya, menikah
dengan Coh Kim-sung, dan aku, aku pun kehilangan keluarga, tidak
berani bertemu dengan putriku sendiri. Coh Kim-sung sudah
merampas istriku mencelakaiku seumur hidup, dia malah disebut
Pendekar Yang-ciu, sungguh tidak adil, tidak adil! Aku harus mencari
cara yang paling kejam untuk membalas dendam, dengan begitu
kemarahanku baru bisa hilang!"
Yang membuatnya sedikit bahagia adalah dia sudah mempunyai
seorang anak perempuan. Putrinya yang hampir mati di dalam perut
ibunya, dia sekarang sudah tumbuh menjadi seorang gadis cantik.
Dia hampir berbuat salah dan dia ingin menebus kesalahannya
kepada putrinya. Dia benci kepada ibu anaknya tapi dia harus


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melindungi putrinya. Dia teringat kepada pemuda yang datang bersama dengan
putrinya, dari Ting Po dia tahu bahwa laki-laki itu bernama Coh
Thian-su dan dia adalah putra Coh Kim-sung!
Kembali dia marah: "Coh Kim-sung sudah mengambil istriku, aku tidak akan
membiarkan putranya mengambil anakku, kelihatannya Su-giok
menyukai pemuda itu."
Sekarang harus bagaimana lagi" Dia berniat untuk membunuh
lagi. "Hanya ada satu cara yaitu diam-diam membunuhnya! Kesatu,
putriku bisa mati rasa kepadanya. Kedua, bisa membuat Coh Kim-
sung sedih karena kehilangan putranya. Ha...ha...ha., ini adalah
cara yang paling ideal."
Hatinya yang gelisah sekarang sudah tenang, tiba-tiba dia
mendengar ada suara air. Tidak terasa dia sudah tiba di pinggir
sungai Huang-ho. Dia tahu sungai itu sangat dalam, dia berpikir, 'Coh adalah orang
selatan, dia bisa menjalankan perahu dan melewati bahaya di air,
aku lewat jalan darat saja sebelum pukul 3, aku pasti sudah bisa
menyusul perahu mereka."
Dia ingin cepat-cepat membunuh Coh Thian-su, juga ingin
melihat wajah putrinya, walaupun melihat secara sembunyi-
sembunyi tidak apa. Dia memakai ilmu meringankan tubuh, dan
sebelum pukul 3 sudah tiba di Huang Long.
Perahu Coh Thian-su pun sudah tiba di Huang-lung, mereka
sedang menepikan perahu, di tempat itu tidak ada angin,
gelombang air pun sangat tenang.
Tempat-tempat yang berbahaya sudah mereka lewati, Coh Thian-
su sudah merasa lelah. Hiat-kun dan Su-giok pun terlihat lebih lelah
dari Coh Thian-su. Dan Coh Thian-su segera menyuruh mereka tidur
dulu. Kie Su-giok berkata: "Kau terlalu hati-hati, apakah masih takut kedatangan Ji-pak-
siang-eng" Sudahlah tidak perlu berjaga-jaga, sebaiknya kau juga
beristirahat!" Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Kita harus sedikit waspada, bila semua tertidur, bukan hanya Ji-
pak-siang-eng melainkan Huang-ho-sam-kui juga bisa merepotkan."
Siapa yang menyangka yang akan datang bukan Ji-pak-siang-eng
dan Huang-ho-sam-kui, tapi sebenarnya yang ingin membunuh dia
adalah ayah Kie Su-giok. Kata Hiat-kun: "Toako, kau tampak lelah, tidurlah dulu!" Jawab Coh Thian-su:
"Kalian tidak perlu sungkan, kita bergantian jaga malam, bila aku sudah lelah aku akan membangunkan kalian."
Kata Kie Su-giok: "Baiklah, aku akan tidur dulu."
Begitu masuk ke dalam perahu, Kie Su-giok langsung tertidur,
tapi Hiat-kun masih bolak balik tidak dapat tidur.
Memang dia merasa sangat lelah, tapi dia masih banyak pikiran,
nasib mempermainkannya, orang yang dia suka juga dicintai oleh
teman yang baru dikenalnya. Dia sendiri harus kembali ke rumah
kakeknya. Walaupun lelah dia tidak dapat tidur.
Tiba-tiba Kie Su-giok berkata marah:
"Kurang ajar kau, Hiat-kun!"
Hiat-kun terpaku, dalam hati dia berpikir, 'Mengapa dia marah
kepadaku"' Ternyata Kie Su-giok sedang bermimpi, terdengar dia marah lagi,
"Wie Toako, kau tidak punya hati nurani, mengapa kau tidak
meninggalkan aku saja?"
"Cici Kang, mohon jangan rebut Wie Toako! Jangan!"
Walaupun itu hanya mimpi, tapi dari sana Hiat-kun sudah tahu
mengapa Kie Su-giok marah, dia pasti mimpi bahwa Hiat-kun akan
merebut Wie Toako nya. Su-giok berhenti mengigau tapi Hiat-kun masih berpikir, 'Su-giok
begitu mencintai Hoan Toako, dengan cara apa aku bisa
menghentikan prasangkanya kepadaku?"
Tiba-tiba Su-giok duduk dan memanggil:
"Cici Hiat-kun."
Kali ini dia tidak mimpi.
Hiat-kun pura-pura tertidur tidak menyahut, kemudian Su-giok
memanggilnya lagi: "Cici Hiat-kun."
Hiat-kun pura-pura baru terbangun dan berkata: "Aku sudah
lelah, kau juga harus tidur, bila ada apa-apa besok saja ceritanya."
Kata Kie Su-giok: "Tadi aku bermimpi..."
Dia melihat Hiat-kun membalikkan tubuh dan tidur lagi. Kie Su-
giok mengira Hiat-kun benar-benar sudah tertidur, dia sedikit lega
ternyata Hiat-kun tidak mendengar igauannya. Dia mempunyai
kebiasaan bicara bila sedang bermimpi, sepertinya tadi dia marah-
marah kepada Hiat-kun, untung saja Hiat-kun tidak mendengar, bila
tidak hal ini sungguh memalukan.
Tiba-tiba terdengar Coh Thian-su bernyanyi, dia menyanyikan
lagu 'Ho-sin-Iong' (memberi selamat kepada pengantin laki-laki).
Ternyata Coh Thian-su juga banyak pikiran, dia bernyanyi untuk
menghilangkan kekesalan di dalam dada.
Hiat-kun segera berpikir, 'Mengapa aku tidak memakai nama Coh
Toako untuk menghilangkan prasangka Kie Su-giok"'
Dia membalikkan tubuh pura-pura bangun karena dibangunkan
oleh nyanyian Coh Thian-su dan dia berkata:
"Sekarang aku sudah tidak bisa tidur lagi, lebih baik aku mencari Coh Toako dan mengobrol."
Di dalam mimpi cinta akan terlihat, setelah bangun menghadapi
kebingungan seorang diri.
Akan terjadi apa" ---ooo0dw0ooo--- BAB 8 Jodoh yang diimpikan Seumur hidup membuat kesalahan
Seorang diri menghadapi kesukaran
Dua generasi bermusuhan A. Pura-pura Akhirnya Benar-benar Melakukan
Hiat-kun memanggil-manggil: "Adik Giok, Adik Giok!"
Dalam hati Kie Su-giok berpikir, 'Bila dia tahu aku belum tidur,
dia akan malu keluar menemani Coh Toako.'
Akhirnya Kie Su-giok pun berpura-pura tidur, tapi Hiat-kun sudah
tahu bahwa Kie Su-giok sedang berpura-pura, dia jadi ingin tertawa,
sebenarnya Hiat-kun ingin agar Kie Su-giok mengetahui bahwa dia
keluar untuk bertemu dengan Coh Thian-su.
Coh Thian-su sedang melihat bulan dan termenung, tiba-! iba
melihat Hiat-kun berjalan ke arahnya, dia menjadi terpaku.
Baju Hiat-kun putih seperti salju, baju dihembus oleh angin
berkibaran di bawah cahaya bulan, dia terlihat sangat cantik dan
memberikan kesan sedikit misterius. Bagi Coh Thian-su, Hiat-kun
scpeili dewi suci yang datang dengan cara menginjak permukaan
air. Coh Thian-su terpaku dan berkata:
"Sumoi, kau belum tidur?"
"Aku sudah tidur tapi bangun lagi, kakak tadi aku sempal
mendengar kau sedang membaca puisi atau sedang bernyanyi"
Apakah kau teringat pada kampung halamanmu, Yang-ciu?"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Aku tidak dapat membuat puisi, yang tadi aku nyanyikan adalah
Ho-sin-long, dalam puisi itu ada kata-kata: Sepuluh tahun satu
bulan merasakan jalan di Yang-ciu dengan: Sepuluh tahun satu
bulan bermimpi di Yang-ciu tidak sama, yang satu menceritakan
tentang percintaan antara muda mudi, yang satu lagi menceritakan
tentang kerinduan pada kampung halaman."
Hiat-kun tertawa dan berkata:
"Aku tidak mengerti tentang puisi, coba Coh Toako jelaskan
kepadaku, aku hanya dengar bahwa Yang-ciu adalah suatu kota
dengan pemandangan yang sangat indah, begitu kau menyanyikan
'Yang-ciu', aku mengira kau sedang merindukan kampung halaman."
Kata Coh Thian-su: "Kau juga tidak salah memang aku sedang merindukan kampung
halaman. Adik, sesudah aku bisa bertemu denganmu, aku bisa cepat
pulang dan melaporkan hal ini kepada ayahku."
Tanya Hiat-kun: "Kau baru pergi dari rumah selama 1 bulan apakah sudah ingin
pulang?" "Kali ini aku pergi karena diperintah oleh ayah untuk mencari
tahu keberadaan Supek Kang, Supek sudah meninggal, seharusnya
aku menjemputmu dan membawamu ke Yang-ciu tapi kau sudah
mempunyai tempat lain, maka itu "
Hiat-kun mengerutkan dahi dan berkata:
"Kau mengira aku sudah mempunyai tempat untuk berteduh,
karena itu kau tidak akan peduli lagi kepadaku?"
Dengan cepat Coh Thian-su berkata:
"Sumoi, jangan berpikir seperti itu, bukan aku tidak peduli
padamu, karena aku tahu ada orang yang lebih kuat 10 kali lipat
dariku menjagamu, dia pasti mau membantumu, jadi tidak
memerlukanku lagi!" Hiat-kun tertawa dan berkata:
"Aku tahu orang yang kau maksud adalah Wie Thian-hoan,
apakah kau masih marah kepadanya?"
"Ilmu silatnya lebih baik dan ku, aku berteman denganmu pun
belum lama, aku tidak berani marah kepadanya."
Hiat-kun tertawa dan berkata:
"Masih berkata tidak marah, kau marah kepadanya juga marah
kepadaku. Toako kau sedikit pikun!"
Hati Coh Thian-su bergetar dan dia berkata :
"Aku salah apa" Mohon diberi petunjuk."
"Memang malam itu sebenarnya dia tidak boleh berlaku begitu
kepadamu, memang dia salah, tapi itu masalah kecil mengapa kau
selalu mengingat terus" Jangan hanya gara-gara dia, Toako tidak
peduli lagi kepadaku "
Kata Coh Thian-su: "Bukan aku tidak mau membantumu, aku hanya khawatir dia
tidak suka bila melihatku bersamamu."
Tanya Hiat-kun dengan tertawa:
"Apakah kau bermaksud tinggal lama di rumah Su-giok?"
Coh Thian-su terpaku dan bertanya,
"Apa maksudmu?"
"Jawab dulu pertanyaanku?"
"Sudah kukatakan, aku akan pulang setelah mengantarmu ke
rumah Su-giok, kemudian tinggal selama 2 hingga 3 hari setelah itu
aku akan pulang dan berpisah denganmu."
Kata Hiat-kun: "Kita disana juga belum tentu bisa bertemu dengan Wie Thian-
hoan, bila dia ada di rumah Kie, kita hanya akan bertamu selama 2
hingga 3 hari saja, apakah benar?"
Hiat-kun berkali-kali mengatakan 'kita', membuat Coh Thian-su
ragu dan berkata: "Bagiku memang seperti itu, tapi kau..."
Segera Hiat-kun berkata: "Bagiku juga seperti itu."
"Apakah kau sudah siap bila tidak bertemu dengan Wie Thian-
hoan kau akan langsung pergi juga?"
Kata Hiat-kun: "Benar, aku berharap bisa bertemu dengan dia lagi juga berharap
dia bisa membantuku, karena musuhku juga musuhnya tapi seumur
hidup aku tidak bisa bergantung terus padanya, dia mau
membantuku karena musuh kami sama. Bila dia tidak mau
membantuku, juga tidak apa-apa aku tidak akan marah, kau tidak
sama, aku bisa langsung meminta Toako membantuku karena kau
adalah Suhengku." Coh Thian-su berkata: "Kita adalah Suheng-Sumoi, musuhmu juga musuhku, aku dan
Wie Thian-hoan harus membantumu, tapi ada hal yang tidak
kumengerti." "Yang mana?" "Kau bilang, kita tidak perlu sungkan karena kita adalah saudara
seperguruan, apakah dalam hatimu aku lebih dekat daripada dia?"
Kata Hiat-kun: "Benar, Wie Thian-hoan adalah tetanggaku waktu aku masih
kecil, kami tumbuh bersama, tapi kau juga pasti banyak teman
masa kecil. Kau adalah Suhengku, apakah kau tidak tahu Suheng-
Sumoi hubunganya lebih dekat daripada tetangga?"
Jawaban dari Hiat-kun benar-benar di luar dugaan Coh Thian-su,
tapi Coh Thian-su tidak menjawab lagi, sementara dia hanya bisa
diam. Hiat-kun terus berkata: "Karena itu walau di rumah Kie bertemu atau tidak dengannya,
aku harus tetap harus pergi, kau juga tidak mau Sumoi mu diam
terus di rumah orang lain bukan?"
Kata Coh Thian-su: "Ini tidak bisa disebut diam di rumah orang lain.
"Aku dan keluarga Kie bukan saudara juga bukan teman baik,
memang benar aku dan Nona Kie begitu bertemu sudah merasa
cocok, tapi bila dibandingkan denganmu dia adalah orang lain."
Kata Coh Thian-su: "Aku tidak mengatakan tentang keluarga Kie, aku bilang adalah
Wie Thian-hoan, dia bukan orang lain, sekarang dia tinggal di rumah
Kie, berarti dia juga keluarga Kie, tapi suatu hari dia pasti akan
membentuk keluarga."
Kata Hiat-kun: "Aku sudah mengatakan Wie Thian-hoan bukan orang lain, dia
hanya teman baik sewaktu aku masih kecil, apakah selamanya aku
harus bergantung padanya?"
"Aku kira...kira..."
"Kau mengira apa ?"
Pikir Coh Thian-su, 'Lebih baik jujur kepadanya.' Lalu dia berkata:
"Adik, aku mempunyai ganjalan, apakah kau mau dengar?"
"Katakanlah!" "Wie Thian-hoan benar-benar mencintaimu, aku sudah bisa lihat
walaupun kau belum menikah dengan Hie Tiong-gwee tapi kalian
belum menjalankan adat pernikahan, suami istri belum resmi,
apalagi sudah terbukti bahwa Hie adalah musuh yang membunuh
ayahmu. Tidak perlu demi dirinya tidak mau menikah, bila kau
menikah dengan Wei Tian Tuan itu sangat pantas, tidak perlu
mendengar perkataan orang lain apalagi suatu hari nanti kebusukan
Hie akan terbongkar. Waktu itu kau pasti tidak akan dicemooh
orang-orang." Hiat-kun menarik nafas dan berkata:
"Kata-kata Toako masuk akal, aku sudah tidak menganggap
bahwa aku adalah istri Hie Tiong-gwee lagi. Tapi ada satu hal yang
salah." "Aku salah, di mana?"
"Aku hanya teman kecilnya, bukan kekasih lamanya."
"Aku mengira kalian saling menyukai.
"Kau salah, pada waktu kami berpisah, aku masih seorang gadis
kecil berumur 10 tahun yang belum mengerti cinta. Aku


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyukainya hanya Sebagai Seorang kakak."
Hati Coh Thian-su bergetar dan berkata: "Tapi Wie Thian-hoan
benar-benar menyukaimu!"
"Mungkin dia tidak tahu yang mana disebut suka dan yang mana
disebut cinta." Kata Hiat-kun.
"Maksudmu kalian hanya adik kakak saja karena kedua keluarga
kalian mendapat musibah. Bila mencari sebabnya mungkin dia
menganggap keluargamu hancur karena ada kaitannya dengan
keluarganya, karena itu dia merasa bersalah dan karena sudah lama
tidak bertemu, maka dia semakin sayang kepadamu."
Hiat-kun terpaku dan menarik nafas, dia berkata, "Toako, aku
pernah melihat sepasang Tui-lian (semacam spanduk panjang),
bagian atas adalah tentang semua hal di dunia seperti sebuah ilmu,
yang bawah adalah mengerti perasaan orang seperti sebuah buku.
Aku tahu kau sering membaca buku tidak disangka kau pun
mengerti perasaan orang. Hati Hiat-kun terasa sakit, dia berpikir, 'Apakah perasaan Hoan
Toako seperti yang diceritakan oleh Coh Toako"'
Coh Thian-su menatap mata Hiat-kun, dengan pelan dia berkata:
"Karena merasa bersalah menjadi menyesal, karena menyesal
menjadi sayang lama kelamaan berubah menjadi cinta."
Hiat-kun menghindari pandangan Coh Thian-su dan berkata:
"Aku pernah mengatakan walaupun aku bertemu dengan Wie Thian-
hoan di rumah Kie, aku tetap akan pergi!"
Setelah mengatakan itu Hiat-kun tertawa:
"Karena itu kau tidak perlu memperhatikan apakah
dia menyukaimu atau tidak. Saat kau pergi aku juga akan pergi."
Hiat-kun jelas-jelas mengatakan tidak mempedulikan Wie Thian-
hoan. Hati Coh Thian-su bergetar, dia hampir mendengar detak
jantungnya sendiri, dengan bercanda dia berkata,
"Apakah kau tidak keterlaluan bersikap seperti itu kepada Wie
Thian-hoan, tapi dia tetap tidak ingin kau pergi darinya."
"Kau salah lagi, apakah kau tidak tahu bahwa ada seseorang
yang mencintainya" Orang ini lebih-lebih tidak dapat dia tinggalkan,
dia tidak lagi bertemu denganku, awalnya dia akan merasa sedih
tapi bila sudah lewat waktu yang lama, dia akan baik-baik saja. Bila
dia sudah mendapat jodoh yang dia cintai, lambat laun dia akan
melupakanku." "Siapakah dia?" Tanya Coh Thian-su.
"Dia dekat denganmu."
"Apakah sekarang dia berada di dalam perahu?"
Hiat-kun tertawa dan berkata: "Benar, bila sudah tahu jangan
bertanya lagi!" "Apakah Wie Thian-hoan mencintainya?"
"Aku kira begitu, sewaktu aku bersamanya selama 2 hari, dia
selalu mengkhawatirkan Sumoinya karena saat itu dia belum
meninggalkan Lok-yang. Apakah ini bukan disebut cinta" Hanya saja
dia tidak mengatakannya kepadaku."
Kie Su-giok dalam hati sangat gembira, dia berpikir, 'Wie Toako
masih ingat kepadaku, dia tidak membohongiku.'
Kie Su-giok yang teringat lagi pada kata-kata Wie Thian-hoan
malam itu. Wie Thian-hoan ingin kembali lagi mencari Hiat-kun,
kemudian menyuruhnya pulang sendiri. Dia tidak mau dan marah
kepada Wie Thian-hoan, tidak perlu mencintai perempuan yang
sudah melupakannya, waktu itu Wie Thian-hoan tertawa kecut dan
berkata: "Adik, kau tidak mengerti, dia adalah teman waktu aku masih
kecil dulu, aku hanya tidak mau dia menikah dengan Hie Tiong-
gwee yang aku benci."
Waktu itu Wie Thian-hoan belum cukup mendapat bukti bahwa
Hie Tiong-gwee adalah pembunuh ayahnya, tapi sudah tahu bahwa
Hie Tiong-gwee adalah pendekar palsu. Dia hanya menjelaskan
alasan ingin bertemu dengan Hiat-kun.
Sekarang dia menguping pembicaraan antara Hiat-kun dengan
Coh Thian-su. Bagi gadis yang mata hatinya baru terbuka karena
cinta, dia selalu percaya bahwa Hoan Toako benar-benar mencintai
dia. Tapi dia juga masih ada sedikit keraguan, dia berpikir,
'Kelihatannya Cici Hiat-kun sudah bisa mencintai Suhengnya, bila
mereka bisa saling mencintai, itu sangat bagus!"
Terdengar Coh Thian-su berkata lagi:
"Dua hari lagi aku akan berpisah denganmu, kau juga tidak ingin
lama-lama di rumah Kie, kalau begitu mungkin kita tidak akan
berpisah secepat itu."
Sebenarnya Coh Thian-su ingin mengundang Hiat-kun ke
rumahnya, tapi takut bila berkata sembarangan malah akan
membuat Hiat-kun menjadi ketakutan, dia hanya mencoba
Kata Hiat-kun dengan tertawa:
"Apakah kau tidak takut dengan masalahku?"
"Kita adalah Suheng-Sumoi, bukan orang lain!"
"Yang aku maksud adalah apakah kau tidak takut namamu akan
tercemar?" "Apakah kau takut Hie Tiong-gwee akan menyalahkanku karena
menculik istrinya?" "Malam itu dia sudah berkata seperti itu."
"Malam itu kau ditolong oleh Wie Thian-hoan."
Kata Hiat-kun: "Aku juga tahu mereka mencurigai bahwa antara aku dan Wie
Thian-hoan ada perasaan cinta, aku tidak takut Wie Thian-hoan
tercemar namanya, karena begitu Wie Thian-hoan menikah dengan
Sumoinya, gosip ini akan mereda dengan sendirinya."
"Aku juga tidak takut."
Dengan lembut Hiat-kun bertanya.
"Di rumahmu masih ada siapa?"
"Ayah, ibu, dan adik perempuanku."
"Apakah ibumu ini adalah ibu kandung?" Tanya Hiat-kun.
"Ibuku sudah lama meninggal, tapi ibu tiriku sudah seperti ibu
kandungku " Kata Hiat-kun: "Kalau begitu, nasibmu lebih baik, apakah masih ada yang lain?"
"Kami sekeluarga hanya ada 4 orang." Kata Hiat-kun:
"Kalau begitu kau belum menikah?"
Coh Thian-su tampak malu dan berkata:
"Jangan menertawakanku, persyaratanku terlalu tinggi, banyak
yang mencomblangiku tapi sebelum berada di Lok-yang, sepertinya
tidak ada perempuan yang ada di hatiku."
Ini artinya setelah dia tiba di Lok-yang, dia sudah menemukan
perempuan yang bisa membuatnya jatuh cinta.
Sengaja Hiat-kun bertanya:
"Apakah gadis itu adalah Nona Kie?"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Jangan berkata seperti itu, bila terdengar Wie Thian-hoan, dia
akan marah." Kata Hiat-kun: "Kau belum menikah, mengapa tidak takut pada gosip yang akan
beredar" Toako, bila aku bersamamu, aku akan merusak namamu,
di kemudian hari bila kau bertemu dengan gadis yang kau cintai,
gadis itu tidak akan berani menikah denganmu."
Wajah Coh Thian-su menjadi merah, jantungnya berdebar-debar
terus, saat itu dia hampir melamar Hiat-kun tapi dia tidak berani.
Setelah lama dengan suara bergetar dia berkata:
"Kau tidak takut, aku pun seperti itu."
Suaranya bergetar, jarinya pun gemetar, sebenarnya dia ingin
memegang tangan Hiat-kun, tapi entah mengapa dia tidak bisa
menggerakkanjari-jarinya,diahanyamenungguadik
seperguruannya. Hiat-kun melihat dia, dalam hati dia ingin tertawa dan berkata
pada dirinya sendiri, "Bila sandiwara ini diteruskan, mungkin dia akan menganggapku
tidak tahu diri." Dia tidak menjawab, tiba-tiba dia mendapat ide, begitu Coh
Thian-su semakin mendekatinya, tiba-tiba Hiat-kun menjabat tangan
Coh Thian-su. Coh Thian-su sangat gembira, dia ingin mengungkapkan cintanya
kepada Hiat-kun, tiba-tiba dia merasa Hiat-kun sedang menulis
kata-kata di telapak tangannya.
Coh Thian-su menenangkan diri, mencoba menebak coretan
hurufnya. Hiat-kun mengulanginya lagi, Coh Thian-su baru mengerti
apa yang ditulis oleh Hiat-kun.
Kata-kata yang ditulis Hiat-kun adalah: di depan Nona Kie, tolong
bersikap intim denganku. Coh Thian-su bukan orang bodoh, sekarang dia baru mengerti!
Perasaannya langsung membeku.
Langit sudah tertutup oleh awan hitam, sinar bulan semakin
menghilang, suasananya gelap seperti hati Coh Thian-su.
Walaupun perasaannya beku tapi dia tetap berkata:
"Adik, kau tidak takut gosip, ini sangat baik, aku ingin..."
Kata-kata Coh Thian-su begitu sederhana, tapi dia tidak
mengatakannya dengan jelas, Hiat-kun merasa Coh Thian-su
sepertinya kecewa. Hiat-kun menarik kembali tangannya, dengan lembut dia berkata:
"Coh Toako, kau sedang memikirkan apa?"
Hati Coh Thian-su sangat sedih,
Coh Thian-su merasa kelembutan Hiat-kun hanya pura-pura.
Tapi dia mengerti maksud Hiat-kun, dalam hati dia berkata:
"Aku masih harus membantu sandiwaranya."
"Ayahku bila tahu ada gadis yang kusuka, dia pasti akan senang.
Bagaimana apa kau jadi ikut denganku pulang ke Yang-ciu?"
"Ayahmu adalah paman guruku, seharusnya aku bertemu dengan
beliau." Kata Hiat-kun.
"Bila kau mau, kau bisa menganggap rumahku adalah rumahmu
juga." Kata Hiat-kun : "Aku tidak punya rumah dan juga saudara, sekarang pun tidak
ada tempat untuk berteduh. Toako, terima kasih kau mau
menerimaku di rumahmu."
Kata-kata ini keluar dari dalam hatinya, dari suaranya terdengar
dia hampir menangis Dalam hati Coh Thian-su juga merasa sedih. Dia hanya bisa
berkata: "Sumoi, jangan begitu, sebenarnya kita adalah satu keluarga.
Apakah benar?" Tidak sengaja mereka saling berpegangan tangan, kali ini mereka
tidak berpura-pura. Mereka tidak bicara lagi, awan hitam pun masih menutupi bulan.
Kie Su-giok pura-pura tertidur, tapi semua percakapan mereka
dia sudah dengar, hatinya pun bergejolak.
Tapi dia bukan sedih, benar dia memang seperti Hiat-kun
matanya sudah penuh dengan air mata, tapi air matanya adalah air
mata gembira. "Cici Hiat adalah si Cantik dari Lok-yang, bila Coh Thian-su tahu Sumoinya mencintai dia, pantas dia sangat gembira hingga tidak
bisa bicara." Dia berpikir, 'Mengapa mereka terdiam" Apakah karena mereka
juga merasa gembira"'
Tiba-tiba dia merasa ada seseorang mendekatinya.
Dia memejamkan mata pura-pura tidur, tapi dia merasakan nafas
orang itu. Dia mengira Hiat-kun sudah kembali, dia takut ketahuan karena
itu dia pura-pura tidur. Jari orang itu dengan lembut memegang rambutnya dengan
ringan sangat sangat ringan seperti angin musim semi yang
berhembus. Tapi Kie Su-giok tahu, angin itu bukan masuk melalui
jendela, dia juga merasa jari-jari orang itu gemetar.
Dia sangat terkejut, segera dia membuka matanya, pura-pura
terbangun dan tidur, tapi tangannya sudah mencengkramnya.
Kie Su-giok mengeluarkan serangan dengan cepat, tapi orang ini
tetap tidak terkena serangannya
Dia sering berlatih senjata rahasia, asal tidak berlalu gelap paling
sedikit dia bisa tahu sosok orang itu. Tapi sekarang dia tidak bisa
melihat apa-apa. Hanya merasa ada angin lewat, orang itu sudah
menghilang. kali ini dia benar-benar terkejut.
"Cici Hiat! Cici Hiat!" dia berteriak sekencang-kencangnya
Hiat-kun menyahut dari luar.
"Adik Giok, kau sudah bangun?"
Dia mendengar Kie Su-giok berteriak, dia pun terkejut,
"Apakah tadi dia tidak tertidur" Begitu terbangun tidak melihatku kemudian sengaja berteriak?"
"Cici Hiat, kau ada di mana" Apakah tadi kau masuk ke
kamarku?" suara Kie Su-giok terdengar gemetar.
Hiat-kun terpaku dan berkata:
"Kau jangan takut, tadi aku dan Coh Toako sedang mengobrol
sebentar lagi dia akan menemuimu."
Hiat-kun mengira Kie Su-giok sedang bermimpi buruk.
Bulu kuduk Kie Su-giok merinding dan berteriak:
"Tadi di depan tempat tidurku ada seseorang."
"Apa" Ada orang" Mengapa bisa begitu?"
Belum habis kata-katanya, Coh Thian-su pun berkata:
"Aneh, tadi juga aku merasakan ada seseorang..."
Awan hitam sudah menghilang, Coh Thian-su melihat ke darat
dia seperti melihat ada bayangan orang, tapi hanya sebentar
kemudian menghilang. Tadi dia merasakan perahu sedikit
bergoyang menurut pengalamannya ini bukan karena gelombang
air. Kata Coh Thian-su, "Temanilah Nona Kie, aku akan ke darat untuk melihat."
Hiat-kun setengah percaya dan masuk ke dalam perahu. Kie Su-
giok sudah menyalakan lampu, wajahnya masih penuh tanda tanya.
Tanya Hiat-kun: "Apakah tadi kau bermimpi buruk?"
"Sejak tadi aku sudah bangun, aku tidak bermimpi. Coh Toako
pun berkata seperti itu."
Dalam keadaan seperti itu terpaksa dia mengaku, tidak menutup-
nutupi lagi bahwa dia tadi pura-pura tertidur.
Sekarang Hiat-kun percaya.
Siapa yang mempunyai ilmu silat begitu tinggi" Bisa menipu mata
Coh Thian-su dan Hiat-kun" dia bisa masuk ke dalam perahu tanpa
diketahui oleh mereka sama sekali, setelah meninggalkan perahu
mereka baru merasa curiga.
Mereka sedang mengobrol dan langit tertutup oleh awan hitam.
Tingginya ilmu silat orang itu membuat Hiat-kun sangat terkejut.
"Walaupun orang itu tidak berniat jahat, siapakah dia?" Hiat-kun jadi bingung
Tiba-tiba muncul sekelebat bayangan dalam pikirannya dan dia
menjawab sendiri, "Dia pasti Hoan Toako, dia mendengar percakapanku dan Coh
Thian-su. Dia mengira aku menyukai Coh Thian-su, dia sedih
kemudian pergi diam-diam."


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adik, kau tenang dulu, aku akan lihat siapa dia" Aku takut Coh
Toako mengalami masalah." Hiat-kun mencari alasan dan menuju
daratan. Dia bukan mau menjelaskan kepada Wie Thian-hoan, dia lebih
suka Wie Thian-hoan salah paham. Apakah dia takut Wie Thian-
hoan dan Coh Thian-su bertengkar" Ini juga bukan alasannya, dia
tahu sifat Wie Thian-hoan yang sombong, bila Wie Thian-hoan
sudah mendengar percakapan itu dia hanya akan bersedih tapi tidak
akan memukul Coh Thian-su untuk melampiaskan kemarahan.
Hiat-kun pun tidak ingin bertemu dengan Wie Thian-hoan tapi
mengapa dia menyusul Coh Thian-su" Mungkin Hiat-kun juga tidak
tahu alasannya. Hatinya sangat kacau.
Yang dipikirkan Hiat-kun juga dipikirkan oleh Kie Su-giok
Dia melihat Hiat-kun dengan cepat lari ke darat, dia pikir, itu
pasti Wie Toako! Dengan sembunyi-sembunyi dia melihatku tapi
mengapa Wie Toako tidak datang dengan terang-terangan saja"
Apakah dia takut diketahui oleh Hiat-kun" Apakah dia merasa malu"
Atau dia masih ada perselisihan dengan Coh Toako?"
Dia juga mencari alasan mengapa Wie Thian-hoan tidak datang
dengan terang-terangan" Dia berharap Wie Toako akan kembali.
"Bila Wie Thian-hoan tahu bahwa Hiat-kun menyukai Coh Toako,
dia pasti akan kembali ke sisiku, tapi aku berharap dia cepat
kembali." Gadis yang jatuh cinta selalu berpikir yang muluk-muluk tapi kali
ini dia kecewa karena Wie Toakonya tidak kembali.
Kie Su-giok dan Hiat-kun berpikir seperti itu, demikian juga
dengan Coh Thian-su, dia mengira orang itu adalah Wie Thian-hoan.
Coh Thian-su berpikir seperti Hiat-kun, dia mengira Hiat-kun
sudah jatuh cinta kepadanya kemudian Wie Thian-hoan mendengar
dan beilaii keluar. "Sekarang harus bagaimana?" biasanya Coh Thian-su sangat
tegas dalam mengambil keputusan, sekarang dia pun kebingungan.
Dia berlari di atas pohon, hanya terdengar burung yang terkejut
karena Coh Thian-su terbang, tapi bayangan orang itu tidak ada.
Di darat ada sebuah gunung Coh Thian-su tahu Wie Thian-hoan
tidak akan terkejar olehnya.
Tapi dia tetap mencoba. "Wie Toako, tunggulah sebentar, aku akan bicara denganmu!"
Dia memakai ilmu mengirim suara dari jauh untuk menyampaikan
kata-kata ini. Walaupun ilmunya tidak setinggi Wie Thian-hoan tapi bila Wie
Thian-hoan bersembunyi di balik semak-semak, dia pasti bisa
mendengarnya. Dia berharap Wie Thian-hoan belum jauh, karena dia tahu Wie
Thian-hoan sangat mencintai Hiat-kun.
"Mungkin sekarang dia sedang mengobati lukanya," pikir Coh
Thian-su. Coh Thian-su berharap bisa bertemu dengan Wie Thian-hoan,
kemudian menjelaskan semuanya.
"Harus - bagaimana menjelaskannya, Hiat-kun demi Su-giok
mengorbankan diri." Bila dia menjelaskannya kepada Wie Thian-
hoan rencana Hiat-kun akan gagal.
Bila dia tidak menjelaskannya Wie Thian-hoan akan salah paham
kepadanya. Dia disalahkan tidak apa-apa tapi Hiat-kun yang akan
menjadi korbannya. "Dia sudah begitu menderita, apakah aku akan terus
membuatnya sakit hati hingga dia tua" Aku harus menyatukan Wie
Thian-hoan dan Jian Hiat-kun. atau harus menyatukan Wie Thian-
hoan dan Kie Su-giok?"
Apakah dia harus memasuki putaran cinta ini" Ini pertanyaan
yang sulit dijawab. Dia kebingungan dan dia berharap bisa bertemu dengan Wie
Thian-hoan di gunung itu tidak ada suara apa-apa hanya terdengar
gema suaranya saja. "Wie Toako, bila kau tidak mau bertemu denganku, temuilah
Hiat-kun!" Coh Thian-su berteriak.
Tiba-tiba dia mendengar ada seseorang yang menarik nafas, Coh
Thian-su sangat gembira sekaligus terkejut, segera dia berlari ke
gunung itu. Yang menyambut dia bukanlah Wie Thian-hoan melainkan 2 butir
batu kecil. Dua butir batu kecil itu terbang dengan suara mendesing keras,
sekali mendengar sudah tahu bahwa tenaga batu itu sangat besar.
Orang yang belajar silat selalu mempunyai jurus untuk melindungi
diri. Begitu juga dengan Coh Thian-su, dalam keadaan seperti ini dia
mengeluarkan Poan-koan-pit untuk menangkis senjata rahasia itu.
Batu pertama berhasil dipukul olehnya, batu kedua hampir
mengenai jalan darah yang mematikan, dia sudah tidak dapat
mengelak lagi. Waktu itu Coh Thian-su sudah tahu bahwa Wie
Thian-hoan akan mencabut nyawanya. Dia akan mati karena
disangka 'musuh cinta', sungguh sangat tidak berharga.
Belum habis Coh Thian-su berpikir, batu itu sudah membelok dari
arah atas ke bawah, kemudian terdengar suara 'BUG', batu itu
mengenai jalan darah di lutut Coh Thian-su.
Batu terbang dengan kekuatan penuh tapi pada saat mengenai
lututnya terasa tidak begitu bertenaga. Bayangan orang itu masih
tidak terlihat, batu itu datang dari tempat jauh, tapi caranya begitu
unik. Ini saja sudah membuat Coh Thian-su terkejut.
"Tidak disangka ilmu silat Wie Thian-hoan lebih tinggi dari
perkiraanku, ilmu silat Kie Yan-gan saja aku belum pernah lihat, dari
semua pesilat yang pernah aku temui, hanya orang yang menolong
Ting Po yang bisa disetarakan dengan dia," pikir Coh Thian-su.
Dia tidak tahu bahwa orang yang misterius ini dengan orang
yang menolong Ting Po adalah orang yang sama. Ting Po pun
disentil dengan batu kecil di lutut tapi pada saat itu Coh Thian-su,
Kie Su-giok dan Hiat-kun sudah meninggalkan tempat itu. Coh
Thian-su tidak tahu siapa orang itu dan tetap menganggap dia
adalah Wie Thian-hoan. Pertama, karena orang itu tidak mau
membunuhnya, tenaga dalamnya cukup kuat, walaupun terkena
pukulan batu itu, dia hanya merasa sedikit sakit, tapi jalan darahnya
tidak tertutup, walau bagaimana pun dia tetap harus duduk
beristirahat. Batu yang dilontarkan oleh Wie Thian-hoan sudah menjadi bukti
yang jelas bahwa dia tidak ingin bertemu denganku. Dia
mengejutkanku dengan cara seperti ini, ilmu silatnya begitu tinggi,
dia sebenarnya tidak perlu memakai cara seperti ini karena aku pun
tidak akan bisa mengejarnya," pikir Coh Thian-su.
Pada saat dia sedang melonggarkan jalan darahnya, terdengar
Hiat-kun berteriak dan berlari ke arahnya.
"Toako, apakah kau terluka?"
Coh Thian-su tertawa: "Untung dia tidak mau membunuhku, dan aku juga tidak
terluka." Hiat-kun bertanya: "Siapakah dia?"
Hiat-kun berkata dia, tapi Coh Thian-su sudah tahu siapa yang
dimaksud oleh Hiat-kun. tiba-tiba Coh Thian-su bergerak dan dia
menjawab, "Aku pun tidak tahu siapa dia."
Ternyata begitu Hiat-kun bertanya, dia ingat sewaktu di rumah
Hie Tiong-gwee pada saat dia pertama kali bertemu dengan Wie
Thian-hoan, dia belum tahu siapa Coh Thian-su sebenarnya.
"Waktu itu dia mengira aku menculik adik seperguruannya,
begitu bertemu dia menyerang dengan ganas. Walaupun aku sudah
bertarung dengan Tuan Kiam-ta, aku masih dapat menahan
serangannya, walaupun akhirnya aku ditotok. Waktu itu bukan
karenaa dia mau membenciku, tapi malam ini ilmu silatnya tidak
mungkin maju begitu pesat."
"Aku belum tahu siapa dia," Coh Thian-su menjawab dengan
penuh keraguan "Mungkin dia, berarti dia tidak akan ke rumah Kie dan berkumpul
dengan kita." Kata Coh Thian-su: "Kalau begitu, lebih baik aku pulang dulu, dia tahu aku tidak
bersamamu maka dia akan menemuimu."
Dengan lembut Hiat-kun berkata: "Toako, apakah kau marah?"
"Tidak, tapi..."
"Tapi apa" Bukankah kau sudah berjanji akan tetap bersamaku,
mengapa sekarang kau mau meninggalkanku?"
Kata Coh Thian-su: "Sudah kukatakan aku berharap kalian bisa berkumpul kembali,
bila aku bersamamu, dia tidak akan mau bertemu denganmu."
"Aku juga pernah berkata, di rumah Kie bertemu atau tidak
dengan dia, itu tidak berarti apa-apa. Apakah kau sudah lupa"
Karena aku ingin melepaskan diri darinya, maka itu aku meminta
tolong kepadamu. Toako, bila kau tidak mau mengerti diriku, biarlah
aku ke ibukota seorang diri mencari musuhku dan kau mengantar
Nona Kie pulang." Tadinya Coh Thian-su tidak ingin mengantar mereka berdua, tapi
adiknya dengan lembut meminta dan dia pun sebenarnya ingin
mencari tahu hubungan antara ibu tirinya dengan keluarga Kie.
Pertanyaan ini sudah lama tersimpan di hatinya dan sangar erat
hubungan dengannya, akhirnya dia berkata,
"Baiklah, kita sama-sama mengantar Nona Kie pulang." Kata
Hiat-kun: "Kita di rumah hanya 3 hari, kau juga tidak perlu bersama-sama
denganku terus, setelah sampai di rumah Kie sebaiknya kita
berpisah, aku hanya bilang ingin ikut pulang denganmu."
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Adik, sepertinya kau sedang marah kepadaku."
"Aku mengatakan hal yang sebenarnya, aku tidak dapat
mengikutimu, aku benar-benar ingin mencari musuhku."
"Aku juga sudah mengatakan bahwa aku tidak takut dilibatkan
dengan urusanmu, ini juga suara hatiku tapi aku tidak ingin
bercerita kepada Nona Kie."
Hiat-kun menjadi terharu, dia memegang tangan Coh Thian-su
dan berkata, "Toako, aku benar-benar membuatmu tersiksa!"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Kau Yang lebih tersiksa lagi, aku tidak apa-apa."
Dua kalimat ini membuat Hiat-kun meneteskan air mata, dia
teringat dia hampir tertipu menjadi istri dari musuhnya dan dihina
oleh keluarga Hie, sekarang kata-kata Coh Thian-su membuatnya
menangis, dalam hati dia berpikir, 'Sayang kita terlambat bertemu,
hatiku sudah kuserahkan kepada Hoan Toako. Coh Toako, aku tidak
dapat menerima cintamu.' Hati Coh Thian-su juga bergetar dan dia berkata:
"Adik, apakah aku sudah salah bicara" Melihatmu..."
Masih dengan menangis Hiat-kun berkata:
"Toako, kau tidak bersalah, nasibku yang tidak baik. Toako,
maafkan aku, tapi Nona Kie juga kasihan bila tidak mendapatkan
Hoan Toako. Dia akan sangat sedih, lagi pula dia masih muda dan
polos, biarlah nasibku tidak baik, tapi aku tidak akan membuatnya
sedih. Toako, aku minta demi diriku dan demi Nona Kie, bisakah kau
bertahan dengan siksaan ini?"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Kau bilang kasihan kepadanya, tapi aku iri dengan nasib
baiknya, dia memiliki cici sebaik dirimu, mengapa dia harus sedih"
Kau membiarkan orang beruntung." tidak terasa Coh Thian-su
sudah mulai marah. Percakapan mereka belum selesai, tapi mereka sudah mengerti
hati masing-masing. Coh Thian-su sudah tahu Hiat-kun mencintai Wie Thian-hoan,
Hiat-kun juga tahu bahwa Coh Thian-su mencintainya. Tapi masih
mau bersandiwara dengan Hiat-kun agar hati Kie Su-giok menjadi
tenang. "Coh Thian-su sebenarnya adalah orang yang sombong tapi demi
diriku dia mau melakukan Segalanya, hal ini membuatnya tersiksa."
Dia sangat berterima kasih sekaligus merasa bersalah, dia
memegang tangan Coh Thian-su lebih erat lagi.
"Toako, hatimu sangat baik, kau akan bernasib baik, kelak pasti
akan ada..." Yang ingin dia katakan adalah. 'Kelak akan ada gadis haik yang
akan mencintaimu.' Tapi dia tidak mengutarakannya.
"Jangan bicara lagi, kita harus kembali lagi untuk melihat Nona
Kie yang bernasib baik," kata Coh Thian-su.
Tiba-tiba hujan gerimis, kaki Coh Thian-su masih belum bisa
berjalan dengan lancar. Jalan begitu licin, dia baru saja mau
melepaskan tangan Hiat-kun, dia sudah hampir jatuh.
Kata Hiat-kun, "Toako, kau tidak perlu berpura-pura kuat, aku akan memapahmu." Sebenarnya Coh Thian-su bisa berjalan sendiri, tapi dia tetap
membiarkan Hiat-kun menuntun jalannya. Dalam hati dia berpikir,
'Kau melakukan ini agar Kie Su-giok melihatnya, aku akan ikut
memainkan sandiwara ini.'
Dan Kie Su-giok melihat sandiwara ini.
Melihat mereka pulang sambil berpegangan tangan, hatinya
sedikit kecewa karena Wie Toako Luak ikul dengan mereka. Tapi
yaiig paluig mendominasi adalah rasa gembira, dia berpikir, "Aku
tidak salah, mereka saling mencintai, Wie Toako mungkin marah
dan tidak ingin bertemu dengan mereka lagi. Tapi dia pasti akan
kembali ke sisiku, aku takut mereka malu, aku tidak akan
membiarkan mereka tahu bahwa aku sudah melihat mereka "
---ooo0dw0ooo--- B. Sangat sayang anak Di gunung itu juga ada orang yang melihat sandiwara itu. Dia
adalah ayah Kie Su-giok. sebenarnya dia ingin membunuh Coh
Thian-su tapi sekarang dia lebih senang menonton sandiwara ini.
Dia tidak tahu bahwa semua ini hanya sandiwara, karena Coh
Thian-su dan Hiat-kun memakai ilmu mengirimkan suara dalam
bercakap-cakap maka dia hanya bisa melihat tapi tidak dapat
mendengar. Hujan kecil ini seperti hatinya, walaupun tidak deras tapi seperti
angin topan yang membawa bencana.
Dia melihat mereka kembali ke dalam perahu, dalam hati
berpikir, "Bocah ini nasibnya bagus, satu jam yang lalu bila aku tidak
melihat mereka seperti itu, aku akan membunuh bocah tengik itu
begitu juga dengan perempuannya."
Mengapa dia dengan cepat berubah pikiran" Karena dalam waktu
1 jam dia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh putrinya.
Dia seperti anak kecil yang menghisap jempolnya, karena ke 2
jarinya pernah memegang rambut putrinya.
Dia melihat putrinya tertidur dengan nyenyak juga mendengar
igauan putrinya yang memanggil-manggil 'Hoan Toako'.


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Percakapan Hiat-kun dan Coh Thian-su di perahu, dia pun sudah
mendengarnya. Sekarang dia sudah mengetahu 3 hal. Pertama, putrinya
mencintai Wie Thian-hoan. Kedua, yang dicintai oleh Wie Thian-
hoan adalah Hiat-kun. Ketiga, yang dicintai Hiat-kun adalah
Suhengnya, Coh Thian-su. Tapi dia tidak tahu bahwa ketiga hal itu ada yang benar dan ada
yang salah. Yang dia pikirkan adalah bagaimana cara agar putrinya bahagia.
"Wie Thian-hoan, sepertinya nama ini aku kenal."
Dia segera memikirkan Suhengnya, Wie Seng-kong. Sebelum dia
meninggalkan rumah, Wie Seng-kong belum meninggal, ayahnya
sering mengkhawatirkan dia dan putra Wie Seng-kong.
Tapi dia juga ingat, ada seseorang yang pernah menyebut nama
Wie Thian-hoan. "Wie Thian-hoan, namanya asing di dunia persilatan, tapi nama
Hui-thian banyak yang tahu."
"Benar. Wie Thian-hoan adalah Hui-thian-sin-liong," akhirnya dia terpikir juga ke sana.
Yang memberitahu julukan Wie Thian-hoan sebagai Hui-thian-
sin-liong adalah teman barunya yang bernama Tong Hwai-ie.
Walaupun dia baru berkenalan dengan Tong Hwai-ie tapi dia
sudah tahu nama itu sejak dulu.
Tong Hwai-ie hanya orang biasa, tapi kakaknya Ho-ie lebih
terkenal di dunia persilatan.
Kakaknya yang lain Tong Hwie-yan dengan ayah Kie Lek-beng
bersahabat. Saudara angkatnya lebih terkenal lagi, dia adalah
Pendekar Ho Cing-kim. Ho Cing-kim walaupun tidak ada hubungan dengan keluarga Kie
tapi Kie Lek-beng sebelum terkenal sudah sering mendengar nama
kedua orang itu Perasaan Kie Lek-beng terhadap ayahnya sangat rumit, dia takut
bertemu dengan ayahnya tapi juga rindu kepadanya. Dia kenal
dengan semua teman ayahnya, dia bertemu dengan teman ayahnya
yang tidak pernah bertemu dengannya, dia juga tidak akan
memberitahu bahwa dia adalah putra pesilat nomor satu di dunia
persilatan. Dia berharap bisa mendapat kabar tentang ayahnya dari
mulut Tong Hwai-ie, tapi Tong Hwai-ie sama sekali tidak
menyinggungnya. Pembicaraannya dimulai dari 'Hui-thian-sin-liong', Tong Hwai-ie
tidak tahu siapa dia, tapi dia tahu bahwa silatnya sangat tinggi.
Pernah sekali Kie Lek-beng ditanya,
"Selama 2 tahun ini di dunia persilatan muncul penjahat kelas
kakap yang dijuluki 'Hui-thian-sin-liong', apakah kau tahu?"
Kie Lek-beng menjawab, "Sepertinya aku pernah mendengar, tapi aku tidak begitu
memperhatikannya Bagaimana dengan silatnya nun aku tidak tahu
Apakah dia memang sangat jahat?"
Dari kehidupannya sendiri dia merasa kabar di dunia persilatan
kebanyakan terlalu mengada-ada.
Kata Tong Hwai-ie, "Benar, kabar di dunia persilatan kadang-kadang terlalu
mengada-ada, tapi Hui-thian-sin-liong adalah penjahat kelas kakap,
aku bisa melihat dengan jelas."
Kata Kie Lek-beng: "Coba kau ceritakan beberapa kejahatannya yang pernah kau
dengar?" Kata Tong Hwai-ie, "Apakah kau kenal dengan Ketua Lui dan Ketua Li?"
"Aku pernah mendengar nama mereka, apa hubungan mereka
dengan Hui-thian-sin-Uong?" Jawab Kie Lek-beng.
"Kepala Ketua Lui dipenggal dan mata Ketua Li ditusuk hingga
buta" Dalam hati Kie Lek-beng berkata:
"Kedua orang itu bukan benar-benar orang baik, mereka
memakai nama pendekar. Tapi kejahatan mereka lebih banyak
daripada kebaikan. Hui-thian-sin-liong memenggal dan menusuk
hingga buta, ini bukan kejahatan "
Tapi dia tidak ingin berdebat dengan Tong Hwai-ie, dia hanya
berkata: "Mereka berdua walaupun tidak nomor satu ilmu silatnya, tapi
mereka bisa digolongkan pesilat tangguh. Kalau begitu silat Hui-
thian benar-benar hebat."
Kata Tong Hwai-ie: "Dia sudah melukai 2 orang ini, Pendekar Soasay juga dirugikan
dan hal itu membuat orang menjadi marah."
Kie Lek-beng terkejut dan berkata: "Apakah dia adalah Ho Cing-
kim?" "Benar, Pendekar Ho adalah kakak angkatku, karena itu aku
harus membantu dia membala dendam."
Dalam hati Kie Lek-beng berkomentar, 'Kakak angkatmu
orangnya seperti apa" Apakah kau tahu bahwa dia juga berpura-
pura menjadi orang baik, lebih-lebih daripada Ketua Lui dan Ketua
Li" Kakak angkatmu sebenarnya juga penjahat."
Ternyata 20 tahun yang lalu sewaktu Kie Lek-beng berteman
dengan orang-orang dunia hitam, dia sudah tahu bahwa Ho Cing-
kim adalah pendekar yang menerima hasil barang kejahatan, tapi
karena Ho Cing-kim adalah orang yang bermuka dua, banyak yang
menyangka bahwa dia adalah Pemimpin wilayah Soasay.
Tanya Kie Lek-beng: "Apakah kakak angkatmu juga dirugikan?"
"Hui-thian memotong sepasang telinganya," jawab Tong Hwai-ie.
"Jurus Pendekar Ho sangat hebat, mengapa dia bisa dipotong
telinganya" Berarti julukan Hui-thian benar-benar cocok untuknya,
siapakah gurunya?" Kata Tong Hwai-ie: "Kami belum tahu identitasnya, tapi sudah diketahui siapa
namanya, dia adalah Wie Thian-hoan. Apakah kau pernah
mendengar nama ini?"
Sepertinya Kie Lek-beng pemah mendengar tapi karena dia baru
kembali lagi ke dunia persilatan, yang dipikirkannya saat itu adalah
nama dan hal-hal yang ada hubungannya dengannya. Dia tidak
peduli dengan masalah orang lain, walaupun merasa kenal tapi dia
tidak menelusuri lebih jauh lagi.
"Berapa usia Wie Thian-hoan?"
"Mungkin ada 20 tahun lebih," Jawab Tong Hwai-ie.
Kie Lek-beng menggelengkan kepala dan berkata: "Aku pasti
tidak mengenal orang itu, orang yang kukenal sudah berumur 40
tahun lebih." Kemudian dia berkata lagi:
"Dia masih begitu muda tapi sudah bisa memotong telinga
Pendekar Ho, benar-benar di luar dugaanku, bila ada waktu aku
ingin bertemu dengannya."
Tong Hwai-ie sangat senang dan berkata:
"Kakak Kie, justru aku ingin meminta bantuanmu untuk
menghadapi Hui-thian." '
"Apakah kau tahu dia berada di mana?"
"Sudah banyak orang yang mencarinya, bila kau memang
berniat, kita bisa sama-sama pergi ke rumah Hie Tiong-gwee untuk
memberi selamat atas pernikahannya. Waktunya adalah bulan
depan tanggal 15, Hie Tiong-gwee adalah pendekar ternama lebih
terkenal dari Ho Cing-kim."
"Mengapa aku bisa tidak tahu ada orang yang begitu terkenal"
Tapi apa hubungannya dengan Hui-thian?"
"Ada perselihan antara Hie Tayhiap dan Hui-thian yang sangat
dalam, sudah banyak orang yang akan datang ke rumah Hie."
Kata Kie Lek-beng: "Kalau begitu kalian belum tahu Hui-thian sekarang ada di mana"
Apakah dia akan datang ke tempat Hie?"
Kata Tong Hwai-ie: "Hie Tayhiap mempunyai pergaulan yang luas, pasti dia akan
tahu, kita bisa ke rumah Hie, bila berteman dengannya juga tidak
ada ruginya." Kie Lek-beng tertawa dan berkata:
"Rumahnya terlalu besar, aku mempunyai sifat yang aneh, aku
tidak suka berteman dengan orang terkenal, apalagi aku ingin santai
tidak suka terikat Aku ingin bertemu dengan Hui-thian tapi bukan
untuk bertarung " Dari kata-katanya dia memberitahu Tong Hwai-ie bahwa dia tidak
ingin mencari musuh. Tong Hwai-ie sangat kecewa, dalam hati berpikir, 'Jangan
salahkan dia, kami belum benar-benar akrab!'
Kemudian dia berkata: "Bila kau tidak mau membantu, tolong carikan orang yang bisa
mengalahkan Hui-thian, dia sangat sulit dikalahkan." Kata Kie Lek-beng:
"Kau bilang Hie Tayhiap pergaulannya sangat luas, kakakmu juga
ketua pengiriman barang di ibukota, pasti banyak pendekar dunia
persilatan yang kenal dengan kakakmu."
Kata Tong Hwai-ie: "Aku tidak mau berbohong, memang banyak pesilat tangguh
yang mempunyai hubungan erat dengan kakakku, tapi sayang..."
"Menurutmu, sekarang siapa pesilat nomor satu di dunia
persilatan ini" tanya Kie Lek-beng.
Dalam hati dia berpikir, "Akhirnya aku bisa memancing hal yang
ingin kuketahui.' Dia ingin tahu keadaan ayahnya dari mulut Tong Hwai-ie.
"Apakah kau tidak tahu siapa pesilat nomor satu di dunia
persilatan" Kecuali Kie Yan-gan, tidak ada yang lain. Aku bahkan
mengira kau dan dia masih bersaudara." Kata Tong Hwai-ie.
Kie Lek-beng menahan hatinya yang bergejolak, kemudian
berkata: "Memang margaku juga Kie, tapi aku tidak ada hubungan
dengannya." "Kie Toako, ilmu silatmu begitu tinggi, bila tidak ada bukti bahwa murid dan putra Kie Yan-gan sudah mati, aku curiga bahwa kau
mempunyai hubungan dengannya."
Kie Lek-beng memegang luka di wajahnya, dengan tertawa kecut
dia berkata: "Putra Kie Yan-gan sudah mau."
Kie Lek-beng bertanya lagi: "Tadi kau mengatakan tentang Kie
Yan-gan, ada apa dengannya?"
Jawab Tong Hwai-ie: "Sejak putranya mati, dia langsung menghilang dari dunia
persilatan dan tidak berhubungan dengan teman-teman di dunia
persilatan lagi" "Apakah kau juga belum pernah bertemu dengannya" Apakah dia
sudah..." Tanya Kie Lek-beng.
"Menurut cerita kakakku, dia masih hidup tapi sifatnya sangat
aneh, dia menolak berhubungan dengan teman-teman dunia
persilatan. Sekarang dia berada di mana, tidak ada yang tahu, bila
ada yang tahu tidak ada yang berani mencarinya, begitu juga
dengan kakakku." Hujan turun sangat kecil dan tidak teratur, hati Kie Lek-beng
seperti hujan itu, begitu kacau.
Dia mengingat kembali kenangan masa lalu, sekarang dia sudah
tahu bahwa Wie Thian-hoan adalah putra dari Suhengnya. Seorang
Wie itu seperti apa" Secara garis besar dia tidak tahu.
Dia tertawa terbahak-bahak, dalam hati dia berpikir, 'Bocah
tengik itu lumayan juga, masih muda sudah mempunyai nama
besar, kelakuannya sangat cocok denganku.'
Orang-orang mengatakan bahwa Wie Thian-hoan adalah
penjahat kelas berat, tapi setelah Kie Lek-beng tahu bahwa putrinya
menyukai 'penjahat kelas berat', dia malah merasa senang.
"Bila Wie Thian-hoan adalah orang yang lurus, aku malah merasa
khawatir." Dia berpikir lagi, 'Orang seperti itu pasti tidak akan mau
mengakuiku sebagai mertuanya, dia dipanggil panjahat kelas berat,
dia juga tidak akan takut mempunyai mertua seperti diriku,
mengapa dia bermusuhan dengan banyak orang persilatan" Apakah
dia bisa menghadapi mereka?"
Dia melihat perahu Coh Thian-su, Hiat-kun dan putrinya semakin
menjauh, dia berkata kepada dirinya sendiri, 'Aku belum pernah
menjadi ayah sehari pun, sekarang aku sudah tahu siapa yang
dicintai putriku, aku harus membantunya.'
Dia berpikir lagi, 'Mengapa Suhengku bisa mati" Tapi walau
bagaimana pun nasibnya masih lebih baik dariku, waktu kecil aku
sering iri kepadanya karena ayah lebih sayang kepadanya, tidak
disangka putriku pun mencintai putranya, jadi aku harus
memperhatikan putranya, tapi bocah tengik itu apakah benar-benar
mencintai putriku?" Putrinya takut Wie Thian-hoan mencintai Hiat-kun, hal ini sudah
diketahui olehnya dan Wie Thian-hoan mencintai putrinya ini sudah
diketahui dari mulut Hiat-kun, mana yang benar, dia masih belum
tahu. Karena itulah dia tidak membunuh Coh Thian-su. Perahu itu
sudah menghilang dari pandangan, tapi bayangan putrinya masih
melekat di hatinya. Hatinya terasa manis, 'Putriku sangat mirip dengan ibunya. Tidak,
dia lebih cantik dari ibunya pada waktu dia menikah denganku,
tapi...' Dia memikirkan seseorang, yaitu Hiat-kun. walaupun dia
menganggap putrinya adalah barang berharga, tapi dia mengakui
bahwa Hiat-kun lebih cantik dari putrinya.
"Bila aku lebih muda 20 tahun, begitu bertemu dengan gadis
yang begitu cantik, tentu aku akan tertarik Kepadanya. Untung dia
mencintai Coh Thian-su bukan Wie Thian-hoan."
Hujan sudah berhenti, malam sudah lewat. Kie Lek-beng turun
gunung Seperti matahari yang mengusir awan hitam, hati pun ikut
menjadi cerah. Memang dia masih dendam kepada Coh Kim-sung dan dendam
kepada orang-orang dunia persilatan yang memaksanya ke jalan
buntu. Tapi sekarang dia tahu bahwa dia mempunyai seorang putri,
putri yang sangat lucu, rasa cinta kepada putrinya melebihi rasa
bencinya kepada Coh Kim-sung.
Tadinya dia ingin membalas dendam kepada Coh Kim-sung,
sekarang dia mengubah pikirannya.
"Aku belum pernah bertanggung jawab kepada putriku, sekarang
aku akan membantu putriku mencapai keinginannya."
Sekarang dia mulai mengkhawatirkan Wie Thian-hoan. Wie
Thian-hoan membuat keributan di rumah Hie, menggegerkan dunia
persilatan, walau tidak begitu jelas tapi secara garis besar dia sudah tahu
"Sayang, aku tidak ikut Tong Hwai-ie ke rumah Hie waktu dia
menikah, bila tidak mungkin pada saat itu aku sudah berteman
dengan Wie Thian-hoan dan putriku. Sekarang aku harus mencari
mereka. Bocah tengik itu juga kedengarannya seorang pemberani.
Dan dia juga bermusuhan dengan Tuan Kiam-ta dan It Piau cinjin,
umurnya masih begitu muda, dengan ilmu silat setinggi apa pun
tidak akan bisa mengalahkan begitu banyak pesilat tangguh."
Dia tahu begitu pulang, putrinya akan dilindungi oleh kakeknya,
tapi dia lebih mengkhawatirkan Wie Thian-hoan
Kemana harus mencari Wie Thian-hoan"


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia sedang berjalan, tiba-tiba ada yang berlari ke arahnya dan
berteriak: "Kie Toako! Kie Toako!"
Dia melihat orang yang berlari ke arahnya adalah Tong Hwai-ie.
Tong Hwai-ie berlari ke hadapannya dan berkat: "Aku mengira aku
salah lihat, ternyata kau ada di sini."
Kie Lek-beng tertawa dan berkata:
"Pepatah mengatakan: jadi orang bisa bertemu di mana saja.
Bukankah kau akan ke Lok-yang untuk memberi selamat kepada Hie
Tiong-gwee, mengapa kau berada di sini?"
Jawab Tong Hwai-ie, "Karena keluarga Hie juga aku bisa datang ke sini, karena Wie
Thian-hoan membuat keributan di rumah Hie, melukai Hie Tiong-
gwee dan menculik istrinya. Dunia persilatan dibuat geger!"
"Colan istri Hie adalah si Cantik dari Lok-yang, dia adalah putri seorang guru silat, namanya adalah..."
Jawab Tong Hwai-ie: "Si Cantik ini bernama Kang Hiat-kun, kalau begitu kau sudah
tahu masalah Hie Tiong-gwee?"
Kata Kie Lek-beng: "Aku hanya mendengar sekilas, entah benar atau tidak apakah
kelakuan Wie Thian-hoan begitu gila sampai menculik istri Hie
Tayhiap?" Tapi dia berpikir lagi, 'Orang yang membuat kabar benar-benar
bertemu setan, aku baru saja bertemu dengan Hiat-kun.'
Kata Tong Hwai-ie: "Kata siapa berita itu tidak benar" Aku baru dari sana!"
"Apakah kau sendiri yang melihat Wie Thian-hoan menculik Hiat-
kun?" "Aku tidak melihat sendiri tapi murid-murid Hie yang berkata
demikian, aku kira ini bukan bohong, bila dia melukai Hie, aku
sendiri yang lihat."
Dengan aneh Tong Hwai-ie bertanya:
"Kie Toako, sepertinya kau lebih memperhatikan pengantin
perempuannya dibandingkan Hie Tayhiap?"
Kie Lek-beng tertawa dan berkata:
"Karena dia adalah gadis cantik yang membuatku penasaran,
waktu itu kau berada di sana, coba ceritakan bagaimana
kejadiannya?" Tong Hwai-ie menceritakan peristiwa hari itu. Kie Lek-beng malah
terlihat sangat senang, dalam hati dia berpikir, 'Ilmu silat Wie Thian-hoan lebih tinggi dari perkiraanku bila dia dijodohkan dengan
putriku, memang sangat pantas.'
Lalu dia bertanya: "Kau ke sini ada apa?"
"Karena silat Wie Thian-hoan terlalu kuat, maka aku ke sini
mencarimu untuk meminta bantuan, sangat memalukan tadinya aku
akan membalas dendam untuk kakakku, begitu melihat ilmu
silatnya, malah bersembunyi."
Tanya Kie Lek-beng: "Orang yang kau cari harus mempunyai ilmu silat yang tinggi dan
mempunyai keyakinan bisa mengalahkan Hui-thian."
Tong Hwai-ie tertawa kecut dan berkata,
"Asalkan orang ini mau membantu, dia tidak perlu mengeluarkan
jurus, tapi begitu Hui-thian melihatnya dia akan langsung bertekuk
lutut." Kie Lek-beng bisa menebak siapa orang itu, tapi sengaja dia
bertanya: "Orang itu begitu lihai siapakah dia?"
Tong Hwai-ie tidak menjawab, dia malah terus menatap Kie Lek-
beng, kemudian dia mengganti topik pembicaraannya dan bertanya:
"Aku belum bertanya, mengapa kau juga ada di sini?"
"Aku baru mengunjungi teman, mungkin kau juga kenal
dengannya, dia adalah Lo-toa dari Huang-ho-sam-kui bernama
Bong-piau." Tong Hwai-ie merasa aneh, dalam hati dia berpikir, 'Walaupun
dia she Kie, tapi dengan Kie Yan-gan dia sama sekali tidak ada
hubungan. Nama Huang-ho-sam-kui di dunia persilatan sangat
buruk, tapi dia langsung mengatakan kepadaku dan kelihatannya
dia tidak berbohong."
Langsung Tong Hwai-ie berkata"
"Kie Toako, kau sudah lama tidak bertemu dengan Huang-ho-
sam-kui?" "Sudah 20 tahun lebih aku tidak bertemu dengan mereka,
sebenarnya aku tidak begitu kenal dengan mereka, aku bertemu
mereka hanya sekali. Jujur saja, sekarang ini aku bukan orang dunia
hitam, tapi aku mengerti peraturan dunia hitam. Tapi sayang tidak
ada seorang pun dari Huang-ho-sam-kui yang dapat aku temui, aku
ingin meminjam uang."
Kata Tong Hwai-ie: "Ternyata kau sudah 20 tahun tidak bertemu dengan mereka, Lo-
toa dari Huang-ho-sam-kui dipukul orang hingga cacat, ini sudah
terjadi 20 tahun lalu."
Sengaja Kie Lek-beng berkata:
"Silat Lo-toa Huang-ho-sam-kui pun lumayan bagus, siapa yang
memukul dia menjadi cacat?"
Kata Tong Hwai-ie, "Menantu dari pesilat nomor satu dunia persilatan, aku tahu hal
ini, beberapa tahun kemudian matanya Lo-toa menjadi buta. Mereka
awalnya tidak tahu siapa perempuan itu, mereka ingin
mempermainkan dia, kemudian setelah tahu dia itu siapa, mereka
langsung kabur dan entah bersembunyi di mana. Bila kau mau
mencari mereka aku tidak dapat membantu, bila kau membutuhkan
uang, kau membutuhkan berapa, tapi jangan bilang kau
meminjamnya." Kie Lek-beng tahu bahwa Tong Hwai-ie tidak kenal dengan
Huang-ho-sam-kui jadi dia berani mengutarakan niatnya. Lalu Kie
Lek-beng tertawa, "Kalau begitu aku harus mengucapkan terima kasih kepadamu.
Kau tidak perlu tergesa-gesa memberi uang kepadaku. Aku mau
bertanya sebenarnya siapa yang kau cari?"
Tong Hwai-ie tertawa dan berkata:
"Aku mencari orang nomor satu di dunia persilatan, Kie Yan-gan,
tapi tertawanya tidak lepas.
Tanya Kie Lek-beng: "Apakah rumah Kie Yan-gan ada di sekitar sini" Katamu tidak ada
seorang pun yang tahu dia berada di mana, termasuk kakakmu."
"Kau salah ingat, yang kukatakan adalah setelah putra Kie Yan-
gan meninggal, dia tidak ingin berteman lagi dengan orang-orang
dunia persilatan, tidak ada yang tahu dia tinggal di mana, juga tidak
ada yang berani mencari dia. Begitu juga dengan kakakku, itu
membuktikan bahwa kakakku juga tidak berani mencarinya."
Tanya Kie Lek-beng: "Mengapa sekarang kau berani mencarinya?"
"Pertama, aku tidak mendapatkan orang yang bisa mengalahkan
Hui-thian, ini pun hanya coba-coba. Kedua, karena Tuan Kiam-ta,
Hui-thian melukai Hie Tiong-gwee, dia pun sempat bertarung
dengan Tuan Kiam-ta, menurutku mereka bentrok cukup seru. Kie
Yan-gan dan Tuan Kiam-ta adalah teman lama."
"Apakah kau memakai nama Tuan Kiam-ta, kemudian coba-coba
meminta bantuan kepadanya?" Tanya Kie Lek-beng.
"Benar, begitu aku bertemu dengan Kie Yan-gan, aku akan
menambah-nambahkan bahwa Tuan Kiam-ta kalah agar Kie Yan-
gan tahu bahwa teman lamanya sudah dirugikan, aku kira dia tidak
akan berpangku tangan begitu saja."
"Ide yang bagus, cepatlah pergi!"
Tong Hwai-ie tertawa kecut dan berkata:
"Aku sudah ke sana."
"Apakah dia berjanji?" Tanya Kie Lek-beng.
"Aku sama sekali tidak masuk ke rumahnya, bertemu dengannya
juga tidak." Tanya Kie Lek-beng: "Apakah kau takut kepada larangannya."
"Bukan." "Apakah kau tahu dia tidak ada di rumah?"
Tong Hwai-ie menggelengkan kepalanya dan berkata:
"Tidak!" Tanya Kie Lek-beng: "Sebenarnya ada apa?"
Jawab Tong Hwai-ie, "Aku bertemu dengan pelayan tuanya, Ting Po. Bila aku tidak
bertemu dengan Ting Po, beberapa kilometer lagi aku tiba di
rumahnya. Siapakah Ting Po, apakah kau kenal?"
Kie Lek-beng berlagak sedang berpikir, lalu katanya:
"Aku kenal dengan nama Ting Po, tapi sudah lupa-lupa ingat."
Kata Tong Hwai-ie, "Dua puluh tahun yang lalu ada seorang penjahat kelas berat dia
selalu merampas barang penting di ibukota. Hal ini sempat
menggegerkan, apakah kau tahu?"
Kata Kie Lek-beng: "Aku ingat, belakangan kakakmu mengambil kembali barang-
barang penting itu. Apakah penjahat besar itu adalah..."
Kata Tong Hwai-ie: "Benar, dia adalah Ting Po, semenjak itu, dia dan kakakku
menjadi teman, begitu juga denganku. Terkahir dia tidak menjadi
penjahat lagi, malah menjadi pelayan keluarga Kie, dan kami
menjadi lebih akrab lagi.
Tanya Kie Lek-beng: "Bila sudah bertemu dengan Ting Po, lalu?" Kata Tong Hwai-ie:
"Untung dia bertemu denganku, begitu dia tahu maksudku ke
sini, segera dia menasihati agar jangan mencari Kie Yan-gan "
"Mengapa?" Sebenarnya dia sudah tahu alasannya.
"Ternyata Hui-thian adalah cucu muridnya, memang Kie Yan-gan
sendiri yang mengajar silat kepadanya"
Kata Kie Lek-beng: "Kalau begitu Kie Yan-gan sangat sayang kepada cucu muridnya
ini?" Kata Tong Hwai-ie: "Itu sudah pasti dan Hui-thian juga adalah calon menantu dari
cucunya. Waktu itu dia berada di belakang Wei TianYuan memakai
baju hitam, kau tahu siapa dia?"
Kata Kie Lek-beng: "Kau bilang kau tidak tahu identitas perempuan itu, bila kau tidak tahu, mana aku bisa tahu"
"Sekarang aku katakan bahwa dia adalah cucu perempuan Kie
Yan-gan." Kata Kie Lek-beng lagi, "Untung kau tidak minta tolong kepadanya, bila tidak..." dia mana mau menghadapi cucu muridnya tersayang, apalagi calon
menantu cucunya lagi. Tong Hwai-ie tertawa kecut dan berkata:
"Bila aku bertemu dengan Kie Cianpwee, aku pasti akan diusir itu
pun masih beruntung."
Tanya Kie Lek-beng: "Sekarang kau akan melakukan apa?"
Kata Tong Hwai-ie: "Aku akan pulang dulu ke ibukota, bila bertemu dengan Tuan
Kiam-ta dan Hie Tiong-gwee, baru kami akan berunding."
Tanya Kie Lek-beng: "Apakah mereka berdua sudah berada di ibukota?"
"Benar, kelihatannya mereka menyembunyikan sesuatu.
Sebenarnya mereka ke ibukota untuk mencari kepala pasukan dan
menunggu Hui-thian masuk ke dalam perangkap mereka."
Tanya Kie Lek-beng: "Mengapa kalian bisa tahu bahwa Hui-thian akan ke ibukota?"
"Kami sangat mengangumi perhitungan Tuan Kiam-ta, sifat Wie
Thian-hoan sangat kejam, dia bermusuhan dengan Hie, dia tidak
akan menyerah begitu saja. Karena itu sengaja mereka
membocorkan kabar ini, dan membiarkan Wie Thian-hoan tahu
bahwa mereka kabur ke ibukota. Mereka mengira Wie Thian-hoan
akan menyusul ke ibukota. Perkiraan Tuan Kiam-ta ternyata benar!"
Tanya Kie Lek-beng: "Membuktikan apa?"
"Sepuluh hari yang lalu It Piau cinjin pernah bertemu dengan Wie
Thian-hoan yang sedang berangkat ke ibukota."
"Apakah kau sempat bertemu dengan It Piau cinjin?"
"Aku juga hanya mendengar berita ini tapi sangat bisa dipercaya
karena yang menyampaikan berita ini adalah murid Kun-lun, Bong
Cong-kian. Bong Cong-kian dan murid It Piau berteman baik, waktu
itu dia ikut dengan It Piau cinjin."
Kata Kie Lek-beng: "Semua pesilat tangguh berkumpul di ibukota, Tuan Kiam-ta dan
Hie Tiong-gwee pergaulannya sangat luas, para pesilat tangguh di
ibulota pasti akan membantu mereka, kau tidak perlu lagi meminta
bantuan kepada Kie Yan-gan."
Kata Tong Hwai-ie, "Seharusnya memang seperti itu, tapi ilmu silat Wie Thian-hoan
sangat tinggi, orangnya pun licik seperti seekor naga sakti terlihat
kepala tapi tidak terlihat ekornya, bila main keroyok itu tidak apa-
apa, tapi bila dia tiba-tiba menyerang, sulit bagi kami untuk
menahannya, bila ada lebih satu pesilat tangguh maka akan
bertambah satu lagi keyakinan. Di ibukota walaupun banyak pesilat
tangguh tapi yang bisa melawan Wie Thian-hoan bisa dihitung
dengan jari, itu pun hanya ada 2 orang, dan kakakku tidak termasuk
di dalamnya." Kie Lek-beng merasa aneh dan berkata,
"Kakakmu adalah Kepala pengiriman di ibukota, kau terlalu
merendahkan diri, aku ingin tahu 2 pesilat tangguh yang bisa
melawan Hui-thian itu siapa?"
Jawab Tong Hwai-ie: "Pertama, dia adalah kepala pasukan, Bok Ci-giauw, ilmu
keluarganya yaitu Kau-in-kiam-hoat (Pedang menginjak awan),
salah satu ilmu dahsyat di dunia persilatan walaupun dia tidak dapat
mengalahkan Hui-thian dia tetap tidak akan kalah."
"Dan yang satu lagi."
"Dia adalah Tuan Kiam-ta, aku tahu dia sudah 2 kali bertarungan
dengan Hui-thian dan kedudukannya seimbang." Kie Lek-beng
terkejut dan berkata: "Di jalan aku mendengar katanya Tuan Kiam-ta kalah di tangan
Hui-thian, apakah ini hanya berita burung?"
"Ini juga bukan berita burung, orang-orang hanya tahu sebagian
dari kejadian." Kata Kie Lek-beng: "Apakah Kakak Tang bisa menjelaskannya?"
"Pertama kali bertarung dengan Tuan Kiam-ta, dia kalah, karena
Tuan Kiam-ta sengaja kalah, bukan benar-benar kalah."
"Mengapa?" "Karena pada saat itu dia belum tahu bahwa Hui-thian datang ke
sana untuk membunuh Hie dan merebut istrinya, dia sebagai
saksi/juri ingin membalas dendam di antara Hie dan Wie Thian-hoan
Begitu dia dipaksa bertarung dengan Wie Thian-hoan, dia berharap
hanya bertarung secara biasa saja, tidak tahunya Wie Thian-hoan
memakai serangannya untuk membunuh."


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu bagaimana dengan kejadian kedua kalinya?"
"Kedua kali, dia melukai Hie hingga terluka parah dan pada
malam harinya masuk ke rumah Hie dan merebut istri Hie Tiong-
gwee. Dia tetap ingin membunuh Hie karena itu Tuan Kiam-ta
bertarung mati-matian melawan Wie Thian-hoan, walaupun tidak
ada yang kalah, tapi katanya posisi Tuan Kiam-ta berada di atas
angin." Kata Kie Lek-beng: "Kau tidak ada di sana dan hanya mendengar cerita dan orang-
orang saja bukan?" "Murid-murid Hie yang menyaksikannya, walau agak dibesar-
besarkan tapi paling sedikit mereka bertarung dan tidak ada yang
kalah, bila tidak Hie mana bisa lolos dari tangan Hui-thian?"
Dalam hati Kie Lek-beng berpikir, 'Dua puluh tahun yang lalu ilmu
silat Tuan Kiam-ta berada di bawahku, dulu kekuatanku seperti
kekuatan Wie Thian-hoan sekarang, bila sekarang bisa bertanding
secara seri dengan Hui-thian, selama 20 tahun ini entah Tuan Kiam-
ta telah berlatih ilmu silat apa"'
Kemudian dia berpikir lagi: 'Thian Kiam-ta ditambah dengan Bok
Ci-giauw, Wie Thian-hoan pasti tidak akan sanggup melawan
mereka, apalagi mereka sedang mencari pesilat tangguh untuk
membantu melawan Hui-thian. Sekarang Wie Thian-hoan sedang
dalam perjalanan ke ibukota, dia akan benar-benar masuk ke dalam
perangkap mereka." Sebenarnya Tong Hwai-ie juga tidak tahu bahwa yang pertama
bertarung dengan Hui-thian adalah Tuan Kiam-ta, kedua kalinya
Hui-thian bertarung dengan seseorang yang mirip Tuan Kiam-ta.
Tong Hwai-ie melihat Kie Lek-beng sedang berpikir kemudian dia
coba-coba bertanya: "Kie Toako, kau sedang memikirkan apa?"
"Aku sedang berpikir, sandiwara apa yang akan dimainkan di
ibukota" Bila bisa melihat Hui-thian bertarung dengan 2 pesilat
tangguh, itu sangat menarik!"
Tong Hwai-ie sangat senang dan berkata:
"Kie Toako, apakah kau juga akan pergi ke sana untuk
menonton?" "Memang aku bermaksud begitu."
Kata Tong Hwai-ie: "Sayang, kau tidak mau membantuku, bila tidak suasana akan
lebih ramai lagi." "Tidak, aku sudah berubah pikiran." Kata Kie Lek-beng.
Tong Hwai-ie sangat gembira dan berkata:
"Bila Kie Toako ingin membantu itu akan sangat baik, aku
berterima kasih kepadamu!"
Kie Lek-beng menggelengkan kepala dan berkata:
"Kau jangan berterima kasih kepadaku, aku tidak membantumu,
ini adalah demi diriku sendiri."
Tong Hwai-ie menjadi terkejut:
"Mengapa kau berkata seperti itu?"
"Apakah kau tahu alasannya mengapa aku berubah pikiran"
Pertama, di mana-mana orang bercerita tentang Hui-thian dan ilmu
silatnya semakin lihai. Kedua, dari dulu sudah kukatakan bila ada
kesempatan aku akan bertemu dengannya, dulu aku belum tahu dia
berada di mana. Sekarang aku sudah tahu dia berada di ibukota dan
ini adalah suatu kesempatan."
"Maksudmu, kau ingin mencoba ilmu silatnya?"
"Benar." Kata Tong Hwai-ie: "Hui-thian ke ibukota untuk mencari musuhnya, mungkin dia
tidak ada waktu berteman denganmu."
"Siapa yang ingin berteman dengannya?" Kata Tong Hwai-ie:
"Bila tidak berteman dengannya, mana bisa mencoba ilmu
silatnya, apalagi kau tidak dapat mencarinya." Kata Kie Lek-beng:
"Tadi kau mengatakan bahwa Hie dan Tuan Kiam-ta berada di
ibukota untuk memasang perangkap, kalian mempunyai banyak
mata-mata bila dia sudah tiba di ibukota pasti akan langsung tahu.
Apalagi dia datang untuk masuk ke dalam perangkap, bila aku
datang bersamamu pasti ada kesempatan untuk bertemu
dengannya." "Tapi kami bukan ingin bertanding silat dengannya, kami
berjuang untuk hidup dan mati, bila kau bersama kami..." Kata Tong kwai-ie
Kata Kie Lek-beng: "Biar aku yang pertama bertarung dengannya, aku hanya
mencoba ilmu silatnya saja."
Kata Tong Hwai-ie: "Kalau begitu, kita akan benar-benar bertarung?"
"Benar, kalau hanya mencoba tidak akan ada artinya, seumur
hidupku aku tidak mempunyai kesenangan apa-apa, kesenanganku
hanya ilmu silat. Kalian melukiskan Hui-thian begitu lihai, aku
berharap dia bisa bertarung denganku, bila aku mati di tangannya,
aku rela, sebaiknya bila aku bisa membunuh dia, aku tidak merasa
bersalah karena dia adalah penjahat f kelas kakap." [
Dalam hati Tong Hwai-ie tertawa,
"Di dunia uu ada kutu buku ada juga yang gila ilmu silat seperti
orang bodoh, tapi bila dia bertarung dengan Hui-thian, ini juga
seperti pertarungan antara hidup dan mati. Dia bilang tidak akan
membantu kami, sebenarnya bantuannya sangat besar."
Segera Tong Hwai-ie tertawa dan berkata:
"Aku akan membantumu mencapai keinginanmu, bila kepala
pasukan Bok Ci-giauw tahu dan kau akan tinggal di rumahnya, dia
pasti akan sangat senang."
Kie Lek-beng mengerutkan dahi dan berkata:
"Kakak Tong, aku sudah bilang aku tidak akan menjilat orang
yang berkuasa" Kata Tong Hwai-ie; "Ini bukan menjilat, tapi dia yang meminta kepadamu."
Kie Lek-beng menggelengkan kepala dan berkata,
"Dia minta bantuanku tapi aku tidak berani mendapat posisi
kepadanya dan aku sudah biasa hidup bebas, bila diam di rumah
jenderal, aku akan merasa terkekang."
Kata Tong Hwai-ie: "Kalau begitu kau tinggal di rumah kakakku saja Di kantor
kakakku ada berbagai macam teman, kau tidak mau identitasmu
terbongkar, bila kau senang mengoborol ya mengobrol saja, bila kau
ingin sendiri, tidak ada Oiaug yang menuangmu."
Kata Kie Lek-beng: "Baik, itu sesuai dengan keinginanku."
"Bila kau mau mencari Hui-thian untuk bertarung, harus ada
orang yang memberitahumu, tapi kau harus berteman degnan
Jenderal Bok dan Tnan Kiam-ta "
Mereka bercakap-cakap di tepi sungai, waktu itu Kie Lek-beng
tidak menjawab malah mencuci muka di sungai dan melihat
bayangannya di air, dia tertawa kecut. Dalam hati dia berpikir,
'Siapa yang bisa mengenalku sekarang, siapa yang bisa
mengenaliku sebagai Kie Siauya"'
Dua puluh tahun yang lalu dia pernah bertemu dengan Tuan
Kiam-ta dan Bok Cu-giauw, waktu itu dia adalah pemuda yang
sangat tampan, sekarang dia adalah seorang pesilat yang wajahnya
penuh bekas luka, tubuhnya kurus dan kering.
Kata Tong Hwai-ie: "Kie Toako, aku tahu kau tidak suka bergaul dengan orang-orang
terkenal, tapi bertemulah satu kali dengan mereka."
Kie Lek-beng mengangkat kepalanya dan tertawa: "Baiklah kali
ini merupakan pengecualian."
"Baiklah, mari kita pergi sekarang, ini uangmu untuk bekal dalam
perjalanan." Sesudah berkata Tong Hwai-ie mengeluarkan beberapa
keping perak. Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Pergi bersamamu tidak perlu mengkhawatirkan makan dan
minum." Dalam hati dia merasa bersalah, dia berpikir, 'Tong Hwai-ie
orangnya tidak baik juga tidak jahat, kali ini dia kira dia bisa
memperalatku, padahal sebenarnya aku yang memperalatnya, demi
putriku aku harus melindungi Wie Thian-hoan.'
---ooo0dw0ooo--- C. Dua Generasi benci dan cinta
Kie Lek-beng berharap bila sampai di ibukota, dia bisa bertemu
dengan Wie Thian-hoan. Sedang putrinya berharap ketika tiba di rumah dapat bertemu
dengan Wie Thian-hoan, apakah harapan Kie Su-giok akan terkabul,
dia sendiri belum tahu. Tapi harapan Kie Su-giok selalu kosong.
Dia, Coh Thian-su, dan Hiat-kun sudah tiba di rumah dan melihat
Paman Ting berdiri di hadapan menyambutnya, hal ini membuat dia
sedikit terkejut, dia terpaku dan berkata,
"Paman Ting, tidak disangka kau lebih cepat tiba di rumah.
Waktu itu kau mengatakan ada urusan pribadi, harus memakan
waktu 3 hingga 5 hari baru bisa pulang?"
Jawab Ting Po: "Benar, waktu itu sebenarnya aku ingin mencari seorang teman
tapi teman itu sedang tidak berada di tempat, jadi aku kembali lebih
cepat ke rumah." Kata Kie Su-giok: "Oh begitu! Mana Wie Toako?"
"Wie Siauya belum pulang."
Kie Su-giok marah dan berkata: "Tidak ada alasan dia tidak
pulang." Ting Po tertawa dan berkata: "Temuilah kakekmu!"
"Giok-ji, kau sudah pulang?"
Yang pertama adalah sapaan kakeknya, yang satu lagi adalah
sapaan dari Ong Toanio. Ong Toanio adalah pengasuh ibunya
walaupun ibu Su-giok sudah meninggalkan rumah Kie tapi Ong
Toanio masih tetap tinggal di rumah Kie.
Mereka berdua belum tampak batang hidungnya tapi suaranya
sudah terdengar lebih dahulu. Suara Ong Toanio terdengar sangat
gembira, dia tiba terlebih dahulu di mang tamu sebelum kakeknya.
Tiba-tiba dia seperti melihat monster, tawanya langsung hilang,
matanya terus menatap Coh Thian-su, dia membuka mulut seperti
ingin berteriak tapi tidak keluar suara.
Keanehan Ong Toanio sudah diperhatikan oleh Coh Thian-su, dia
sendiri juga merasa aneh.
"Mengapa Ong Toanio melihatku seperti melihat setan" Begitu
terkejut?" Belum habis berpikir, Kie Yan-gan sudah tiba di sana. Kie Su-giok
memanggil kakeknya tapi kakeknya tidak melihat dia. Kakeknya
seperti Ong Toanio. mata kakek juga tenis menatap Coh Thian-su.
Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Kakek, aku membawa tamu ke rumah, ini adalah Coh Toako,
ayahnya adalah Pendekar Yang-ciu..."
Wajah Kie Yan-gan sudah kembali normal, dengan tersenyum dia
berkata: "Kau tidak perlu memperkenalkan kedua tamu ini lagi karena
Paman Ting sudah memberitahuku. Tuan Coh, walaupun aku belum
pernah bertemu dengan ayahmu tapi dia sangat terkenal. Terima
kasih kau mau mengantar cucuku pulang."
Sikap Kie Yan-gan sangat sopan terhadap Coh Thian-su, tapi
kesopanan mi malah membuatnya tidak enak, dalam hati dia
berpikir, 'Su-giok pernah mengatakan bahwa ayah dan kakeknya
adalah teman baik, tapi sama sekali tidak terlihat seperti itu.'
Kie Su-giok sepertinya dapat menebak pikiran Coh Thian-su,
dengan cepat dia menutupi kebohongannya.
"Kakek, bukankah kau sering mengatakan tentang Coh Tayhiap
kepadaku" Kau pernah mengatakan bahwa pendekar muda nomor
satu adalah Coh Kim-sung. Apakah aku sudah salah ingat" Semua
sudah kuberitahu kepada Coh Toako, ayahnya juga sering bercerita
tentang kakek." Dengan dingin Kie Yan-gan berkata:
"Benar, benar Kalau begitu aku dan ayahmu adalah teman lama'"
Kata-kata ini ditujukan kepada Coh Thian-su.
Sebenarnya Coh Thian-su belum pernah mengatakan hal ini, dia
hanya tahu dari mulut ayahnya bahwa kakek ini adalah pesilat
nomor satu, itu pun hanya sekali.
Sekarang Coh Thian-su ingat ayahnya pernah berkata bahwa dia
harus menghindari Kie Yan-gan dan tidak boleh berhubungan
dengan keluarga Kie, mengapa Kie Su-giok harus mengada-ada"
"Kelihatannya Su-giok ingin aku berteman dengan kakeknya,
mengapa harus seperti itu" Apakah antara ayah dan keluarga Kie
ada rasa permusuhan?"
Dia sedang menebak-nebak, tapi sebenarnya Kie Yan-gan lebih
terkejut dari dia. Memang benar Kie Yang Ran pernah memuji Coh Kim-sung tapi
bukan kepada Su-giok melainkan kepada Ting Po dan itu pun sudah
10 tahun yang lalu. Waktu itu Ting Po memberitahunya bahwa
menantunya lari ke keluarga Coh di Yang-ciu, waktu itu Su-giok
baru berumur 6 hingga 7 tahun.
Dalam hati Kie Yan-gan berpikir, 'Rupanya pembicaraanku
dengan Ting Po sudah didengar oleh cucuku. Entah dia sudah
mendengar berapa banyak" Dia senang dengan Thian-hoan, apakah
sekarang dia berubah menyukai putra Coh Kim-sung, apakah dia
tahu ibunya ada di rumah Coh" Kalau tidak mengapa dia bisa dekat
dengan Coh Thian-su?"
Mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing, setelah
mengobrol beberapa kalimat, mereka berhenti berbincang.
Tiba-tiba Ong Toanio berteriak:
"Ternyata dia adalah putra Pendekar Yang-ciu, pantas..."
Ting Po langsung menyambung:
"Ong Toanio kau kenapa" Tuan besar sedang berbicara dengan
tamu, kau jangan ikut campur!"
Dengan tersenyum Coh Thian-su bertanya. "Pantas apa?"
"Pantas ilmu silatmu begitu bagus." Kata Ong Toanio.
"Mengapa kau bisa tahu ilmu silatku bagus?"
"Ting Po yang mengatakannya."
"Untung aku tidak menjelekkan Coh Siauya."
Dia marah kepada Ong Toanio supaya jangan ikut campur.
Ong Toanio tidak peduli dengan kemarahan Ting Po, dia tclap
melihat Coh Thian-su kemudian melihat Kie Su-giok.
Kenangannya kembali ke masa 20 tahun silam. Kembali ke Kang-
lam (Kang Lam) yang begitu indah, kembali ke musim semi di Yang-
ciu. Waktu itu semua orang sudah pulang hanya tertinggal sepasani;
kekasih. Ong Toanio mencuri pandang ke arah nonanya yang sedaiif
bermesraan. Laki-laki itu berasal dari keluarga silat di Yang-ciu
bernama Coh Kim-sung. Dan perempuan itu adalah nonanya
bernama Cong Eng-lam. nona yang dia susui hingga besar. Status
mereka sebagai pembantu dan majikan tapi mereka malah terlihat
seperti ibu dan anak. Perempuan itu sangat cantik dan laki-lakinya sangat tampan. Ong
Toanio juga menikmati keceriaan mereka, bisa bisa menikah dengan
orang yang dicintai alangkah baiknya.
"Ong Toanio," suara berwibawa memanggilnya, menyadarkan dia
dari lamunan panjang. Tuan besar sedang memanggilnya, Ong Toanio melihat sorot
main Kie Yan-gan seperti es. Dia langsung tersadar.


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ong Toanio, tolong siapkan sayur dan arak, ayo cepat
keluarkan, mengapa masih bengong di sini?" kata Kie Yan-gan.
One Toanio tidak menyahut, dia langsung bergegas pergi kc
dapur, dalam hati dia berpikir,
"Su-giok sangat mirip dengan ibunya, Coh Siauya seperti ayahnya
Nonaku ada di rumah Coh, apakah dia bisa hidup dengan baik"
bagaimana pun putra putri mereka tidak boleh seperti mereka,
seumur hidup membuat kesalahan cinta."
Dia keluar dari ruangan, mendengar tawa Kie Su-giok, Su-giok
menyambung kata-kata tadi:
"Kakek, aku tidak salah ingat dengan kata-katainu, sekarang
harus diubah." "Oh ya" Kalimat yang mana?" tanya Kie Yan-gan.
Su-giok tertawa dan berkata:
"Sekarang pendekar muda yang berbakat adalah Coh Toako."
Kie Yan-gan ikut tertawa dan berkata-
"Itu kata-kataku sepuluh tahun lalu, itu untuk ayahnya sebagai
pendekar Yang-ciu yang terkenal, sekarang julukan itu harus
diberikan kepada anaknya."
"Kali ini Coh Toako sangat membantuku. Kakek, jangan lihat dia
masih muda karena ilmu silatnya lebih tinggi dari diriku. Apa yang
sudah dibantunya nanti aku akan ceritakan kepada kakek"
Kie Yan-gan tertawa dan berkata:
"Ada ayah seperti itu, anaknya pun tidak beda jauh Ilmu silatnya
pasti tinggi, ini sudah sewajarnya."
Walaupun Kie Yan-gan tertawa tapi Coh Thian-su merasa
tawanya terpaksa. Coh Thian-su juga terpaksa tertawa dan berkata:
"Cianpwee terlalu memuji, ilmu silatku belum sehebat ayah masih
kalah jauh. Julukan Diauhiap, aku tidak berani menerimanya.
Menurutku Siauhiap yang berbakat hanya ada satu orang, dan dia
adalah cucu murid anda, wie Thoan-hoan.
Tanya Kie Yan-gan: "Apakah kalian pernah bertemu?"
Coh Thian-su mengangguk dan berkata:
"Ilmu silatnya jauh di atasku, cucumu juga tahu."
Yang ingin dia sampaikan adalah pujian tinggi yang diberikan Su-
giok untuknya tidak sesuai dengan kata hatinya.
"Ilmu silat Suhengku memang lumayan bagus, tapi ilmu silat
adalah hal yang kedua, yang paling penting adalah nama di dunia
persilatan, dia tidak sebanding denganmu." Kata Su-giok.
Ini adalah kenyataan, Su-giok bukan ingin merendahkan Wie
Thian-hoan melainkan menyembunyikan maksud lain. Pertama, dia
ingin kakeknya menghormati tamu yang diundangnya, sengaja dia
berbaik-baik kepada Coh Thian-su. Kedua, dia ingin memakai
kesempatan ini dia ingin menerangkan bahwa Wie Toako telah
dikambinghitamkan tapi kakeknya tidak mengerti maksudnya.
Benar juga, Kie Yan-gan menarik nafas dan berkata:
"Kata-kata Su-giok benar juga, yang disebut pendekar bila ingin
menang ilmu silatnya harus bagus, tapi ilmu silat adalah hal kedua
aku tidak tahu bagaimana keadaan Hoan di luar sana. Tapi dia
sudah mendapat julukan 'penjahat kelas berat'. Apalagi kali ini dia di Lok-yang telah melakukan keributan. Tuan Kiam-ta pun sudah
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam 4 Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo Bende Mataram 38
^