Pencarian

Jala Pedang Jaring Sutra 8

Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Bagian 8


dilukai olehnya." Kata Su-giok:
"Aku tidak merasa kelakuan Wie Toako di Lok-yang keterlaluan,
dia melukai Tuan Kiam-ta tapi itu bukan kesalahannya, siapa
sebenarnya Tuan Kiam-ta" Kakek tentu tahu bukan?"
Kata Kie Yan-gan: "Aku berteman dengannya sudah puluhan tahun, aku tahu
bagaimana orangnya, menurutmu apakah dia orang jahat?" Kata
Su-giok: "Dia sangat jahat dan di depan orang-orang berpura-pura baik
bila kakek tidak percaya, tanyakanlah kepada Cici Kang." Kata Kie Yan-gan:
"Dari tadi aku mengobrol denganmu hingga lupa menyapa gadis
ini. Nona Kang, hal yang dialami oleh keluargamu aku tahu dari
Thian-hoan, aku tahu keluargamu telah dicelakai oleh musuh hingga
berantakan, apakah Tuan Kiam-ta ada hubungan dengan peristiwa
itu?" Jawab Hiat-kun: "Apakah dia ada hubungannya dengan peristiwa malam itu, aku
tidak tahu. Yang aku tahu dia yang membunuh ibuku, ibuku baru
dibunuh di Lok-yang."
Kie Yan-gan terkejut dan berkata:
"Mengapa Tuan Kiam-ta melakukan hal yang begitu memalukan?" "Bila Cianpwee tidak percaya, aku dengan
senang hati menceritakannya, tapi cerita ini sangat panjang..."
Tepat pada saat itu Ong Toanio membawa sayur dan arak. Kata
Kie Yan-gan: "Kalau ceritanya sangat panjang, besok saja kau ceritakan, hari
ini adalah hari yang menggembirakan, aku tidak ingin mendengar
cerita sedih." Masakan Ong Toanio sangat lezat bila dia mau beralih profesi dia
bisa menjadi koki yang ternama.
Hiat-kun mengerti perasaan Kie Yan-gan, dalam hati dia berpikir,
'Berteman sudah sekian lama dengan Tuan Kiam-ta, bila langsung
membuka topengnya, dia akan merasa sangat sedih, aku maklum
bila dia tidak ingin mendengarnya, cara Tuan Kiam-ta berbohong
sangat lihai bahkan pesilat nomor satu pun sudah dia tipu."
Tapi Ong Toanio terlihat paling gembira, dia berkata:
"Tuan Coh adalah orang Yang-ciu, tuan besar memujiku bisa
memasak sayur Yang-ciu."
Dalam hati Ong Toanio berkata:
"Apalah Coh Siauya akan curiga kepadaku" Tapi kertas tidak
dapat membungkus api, aku tidak akan membiarkan Su-giok
mengalami cinta seperti ayah dan ibunya Walaupun dia tahu
identitasku, itu tidak apa-apa. Meski dia tidak bertanya kepadaku,
tetap aku harus memberitahu semua ini kepada Su-giok."
Ong Toanio sangat mengkhawatirkan Su-giok. Ting Po khawatir
Ong Toanio akan menceritakan sesuatu yang seharusnya tidak
boleh dikatakan, Ting Po berkata:
"Ong Toanio, kau di sini sudah tidak ada yang harus dilakukan,
lebih baik kau kembali ke dapur atau makanlah"
Kie Yan-gan mengangkat cangkir araknya dan berkata: "Dua
orang tamu datang berkunjung, kalian jangan memandang umurku,
mari kita bersulang!"
"Maaf Cianpwee, aku tidak bisa minum."
Kata Hiat-kun. "Kalau begitu, kau minum semampumu saja "
Kata Kie Yan-gan lagi: "Kau adalah orang persilatan pergaulan ayahmu sangat luas, kau
pasti pandai minum, mari temani aku minum!"
Kata Coh Thian-su: "Hari ini semua orang merasa gembira, mari kita minum!"
Kie Yan-gan minum hingga 6 hingga 7 gelas sekaligus. Coh
Thian-su menghabiskan 3 cangkir, Kie Yan-gan tidak bicara Coh
Thian-su juga tidak berani bicara, katanya hari ini adalah hari yang
menggembirakan dan minum-minum sepuasnya tapi masing-masing
minum dan tidak berkata-kata
Tiba-tiba Su-giok berkata: "Kakek, kau jangan terus minum!"
Kie Yan-gan baru sadar dan berkata:
"Benar, semenjak pulang kau marah-marah terus, tadi kau
mengatakan tidak ada alasan, apa yang kau maksud?"
"Yang aku maksud bukan Orang." Kata Su-siok.
"Hal apa yang membuatmu begitu tegang?"
"Kakek sudah tahu, tapi masih bertanya."
"Kau menganggap Hoan Toako belum pulang, itu tidak masuk
akal?" Kata Kie Yan-gan. "Dia pulang duku, seharusnya dia sudah tiha'"
Sepertinya Kie Yan-gan terkejut, segera dia berhenti tertawa dia
meletakkan cangkirnya dan berkata:
"Apa artinya ini" Bukankah kalian berpisah di Lok-yang" Jadi dia
yang menyuruhmu pulang dulu" Mengapa kau tahu dia tidak berada
di Lok-yang?" "Karena kemarin malam aku bertemu dengannya."
Kie Yan-gan menjadi aneh: "Mengapa kau tidak bersama
dengannya?" "Waktu itu aku tidur belum sempat membuka mata, dia sudah
pergi!" Kata Kie Su-giok.
Kie Yan-gan tertawa dan berkata: "Berarti kau belum bertemu
dengannya" "Tapi aku tahu pasti orang itu pasti dia, bila tidak dia tidak akan bersikap lembut seperti itu, bila orang itu berniat jahat, aku pasti
sudah dibunuhnya." Kata Kie Yan-gan: "Coba jelaskan sudah terjadi apa?"
Su-giok bercerita tentang kejadian semalam, setelah habis
ceritanya, Kie Yan-gan bertanya:
"Apakah kau merasa dia benar-benar membelai rambutmu?"
Wajah Su-giok menjadi merah dan berkata:
"Aku mendengar nafasnya, karena wajahnya hampir menempel
di wajahku." Wajah Kie Yan-gan langsung menjadi pucat, tangan yang
memegang cangkir tampak bergetar, seperti yang ketakutan tapi
juga seperti yang tidak dapat menahan kegembiraan hatinya, dia
sudah tahu apa yang telah terjadi.
Su-giok merasa aneh dan bertanya:
"Apakah kakek mengira dia bukan Hoan Toako" Apakah dia
adalah musuh?" "Orang itu tidak akan melukaimu, apakah dia itu Thian-hoan, aku
tidak tahu!" Kie Yan-gan seperti tahu siapa orang itu, tapi dia tidak dapat
memberitahukan ini kepada cucunya.
"Kakek, kau membuatku kebingungan. Orang itu tidak akan
melukaiku tapi dia juga bukan Hoan Toako, siapakah dia?"
"Aku juga tidak tahu, mungkin aku sudah pikun."
Dia minum lagi, Su-giok merasa kata-kata kakeknya tidak masuk
akal, dia mengira kakeknya terlalu banyak minum sehingga salah
dalam berkata-kata. Coh Thian-su meletakkan cangkir dan berkata,
"Maaf, aku sudah tidak dapat menemani Cianpwee minum."
Kie Yan-gan tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Aku sedikit pikun, tentunya kau sudah lelah, beristirahatlah!" Kie Yan-gan berkata lagi, 'Lo Ting, tolong antar dia ke kamar untuk
beristirahat. Apakah kamarnya sudah disiapkan?"
"Sudah, Nona Kang..." Jawab Ting Po.
Kata Su-giok lagi, "Cici Kang sekamar denganku, tidak perlu tambahkan kamar
lagi." "Mari Coh Siauya, ikut denganku!" kata Ting Po.
Kata Kie Yan-gan: "Lo Ting, nanti temani aku minum, aku belum puas minum."
Ting Po menjawab, "Ya!" dalam hati dia mengerti bahwa ada
yang ingin Kie Yan-gan sampaikan kepadanya.
Coh Thian-su walaupun minum banyak, tapi kesadarannya belum
hilang. Dia berbaring di tempat tidur, tapi tidak bisa tidur, dia adalah
orang yang sangat pintar kecuali Kie Su-giok, semua orang bersikap
aneh kepadanya. Dia pun merasa bahwa sebenarnya Kie Yan-gan tidak suka
dengan kedatangan Coh Thian-su ke rmnahnya tapi dia tidak
memusuhi Coh Thian-su. Ayah dan Kie Yan-gan belum pernah bertemu, mereka pasti tidak
mempunyai perselisihan apapun. Tapi kehidupan dunia persilatan
begitu rumit sulit untuk diperkirakaa
"Bila tahu akan jadi hegini lebih baik aku tidak datang "
Dia sedang berpikir, tiba-tiba dia merasa ada seseorang di luar
jendela dan berusaha mendorong jendela itu.
Coh Thian-su sangat terkejut, dalam hati berpikir, 'Di rumah
pesilat nomor satu, masih ada orang yang berani masuk ke
rumahnya Apakah yang datang adalah dia" Tengah malam begini
ada apa"' Bagaimana pun juga Coh Thian-su merasa khawatir, keringat
dingin mulai bercucuran. Bila yang datang adalah musuh Coh Thian-su, walaupun dia itu
Ting Po dia tetap akan kalah. Apalagi bila yang datang adalah Kie
Yan-gan. Dia tahu ilmu silatnya masih kalah jauh dibandingkan mereka, dia
hanya bisa memejamkan matanya pura-pura tidur. Dia sudah tidak
peduli apa yang akan terjadi.
Jendela dibuka orang itu masuk, kakinya melangkah dengan
ringan seperti seekor kucing. Ilmu meringankan tubuh orang itu
sangat tinggi. Tapi Cou Thiaii-su tahu, orang itu bukan Kie Yau-gan, ilmu
meringankan tubuh Kie Yan-gan lebih tinggi dari orang itu, Coh
Thian-su mengira orang itu adalah Ting Po.
Coh Thian-su sudah mengeluarkan keringat dingin, orang itu
berjalan ke arah tempat tidurnya dia mendengar seperti ada suara
orang yang menggoreng kacang.
Suara ini bila didengar oleh orang biasa tidak akan terasa aneh
tapi setelah didengar oleh Coh Thian-su, dia malah merinding.
Orang itu adalah seorang pesilat, sekali mendengar sudah tahu
bagaimana cara dia mengepalkan tangan hingga terdengar bunyi
derak tulang-tulangnya. Ini adalah gerakan siap menyerang. Orang itu berdiri di depan
tempat tidur dengan kepalan tangan yang siap menyerang. Tapi
untuk apa orang itu melakukannya" Dia datang untuk mencabut
nyawa Coh Thian-su Melawan orang itu atau tunggu mati" Di rumah pesilat nomor
satu di dunia persilatan, orang ini berani datang untuk
membunuhnya, dia pasti diperintah oleh Kie Yan-gan. Keadaan mi
membuatnya tersiksa karena ilmu silat yang begitu tinggi membuat
lawan, mati tidak bisa hidup pun tidak bisa
Apakah Coh Thian-su harus menunggu kematiannya"
Coh Thian-su belum mengambil keputusan, tiba-tiba
dia mendengar orang itu menarik nafas dan berkata: "Jangan!"
Suaranya serak dan tua, siapakah dia" Coh Thian-su belum bisa
menebaknya. Tapi Coh Thian-su mengerti maksud orang itu, kalimat itu
sebenarnya adalah, "Jangan membunuh dia!"
Saat itu Coh Thian-su merasa ada cahaya yang menyilaukan,
orang itu sudah memasang lampu.
Di luar dugaan Coh Thian-su, orang itu bukan Ting Po, tapi Ong
Toanio. Ong Toanio duduk, wajahnya menghadap ke tempat tidur
tiba-tiba dia mengayunkan tangannya.
Coh Thian-su hampir loncat karena dia mengira Ong Toanio akan
melemparkan senjata rahasia.
Tidak ada senjata rahasia, tapi tempat tidurnya bergoyang.
Ternyata Ong Toanio mengeluarkan serangan dan gerakan itu
membuat Coh Thian-su 'bangun'.
"Coh Siauya, bangunlah!" kata Ong Toanio.
Coh Thian-su pura-pura terkejut dan turun dari tempat tidur
sepasang matanya terus melihat Ong Toanio.
Dengan dingin Ong Toanio berkata,
"Coh Siauya, jangan takut! Aku hanya ingin bertanya satu hal!"
"Silahkan!" "Apakah kau menyukai nonaku?"
"Tengah malam begini, kau ke kamarku, apa hanya ingin
menanyakan hal itu?" jawab Coh Thian-su.
Ong Toanio berkata: "Benar, aku ingin kau berkata jujur, jawablah pertanyaanku, aku
tidak main-main!" Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Seharusnya kau tidak perlu bertanya, bila aku membenci
nonamu, aku tidak akan menerima undangannya dan bertamu di
sini." "Yang aku maksud bukan ini."
"Maksudmu apa?"
Ong Toanio tampak marah dan berkata:
"Kau jangan berpura-pura tidak mengerti maksudku, apakah kau
akan menikah dengannya?"
Coh Thian-su tertawa terbahak-bahak:
"Kau terlalu jauh berpikir. Apakah kau tidak tahu bahwa nonamu
menyukai Wie Siauya?"
Wajah Ong Toanio tampak serius dan berkata:
"Jangan tertawa! Aku mengatakan yang sebenarnya, nona dan
Wie Siauya tumbuh bersama, sekarang Siauya dituduh menjadi
penjahat kelas berat, tapi namamu di dunia persilatan sangat
terkenal. Bila kau mau merayunya dia bisa berubah pikiran, karena
itu aku tanya kepadamu, apakah kau punya pikiran seperti itu?"
Kata Coh Thian-su: "Baiklah, aku akan menjawab yang sebenarnya, aku sama sekali
tidak pernah berpikir akan menikah denpannya"
"Apakah kau sudah mempunyai kekasih?"
Coh Thian-su menjawab: "Kau bertanya terlalu banyak, ini adalah masalah pribadi,
sepertinya aku tidak perlu menjawab."
"Aku hanya ingin tahu, bila kau belum mempunyai kekasih,
apakah kau menganggap nona sebagai teman biasa?"
"Bila kau bertanya seperti itu, aku pun akan menjawab seperti
tadi" "Apakah benar?"
Coh Thian-su menjadi marah dan berkata:
"Mengapa kau cunga bahwa aku senang pada nonamu?"
Kata Ong Toanio, "Nonaku tidak secantik Nona Kang, tapi kakek dari nonaku adalah


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pesilat nomor satu di dunia persilatan."
Dengan dingin Coh Thian-su berkata:
"Temyata kau mengira aku menginginkan kedudukan di keluarga
Kie" Kau menghina diriku, besok aku akan pergi supaya kau merasa
tenang!" Mendengar kata-kata Coh Thian-su, Ong Toanio merasa senang
dan berkata: "Coh Siauya. bukan aku menciirigaimu aku hanya takut kalian
akan melakukan hal yang tidak boleh dilakukan. Sebenarnya aku
akan memberitahu sesuatu kepadamu."
"Bila aku menikah dengan nonamu, apakah itu tidak boleh
dilakukan?" Kata Coh Thian-su.
"Benar." "Mengapa" Kau tidak perlu curiga aku punya niat ini, aku hanya
ingin tahu alasannya."
"Aku hanya bisa memberitahumu bila kau tidak menikah dengan
nonaku, sekeluargamu akan mendapat musibah."
Coh Thian-su terkejut dan bertanya:
"Mengapa?" Jawab Ong Toanio dengan dingin:
"Kau bertanya terlalu banyak, bila kau memang tidak berniat
menikah dengan nona, kau tidak perlu banyak bertanya, hanya ada
1 kalimat yang harus kau ingat!"
"Apakah itu?" "Besok kau harus pergi dari sini!" Coh Thian-su sangat marah dan berkata:
"Aku tidak akan diam terus di rumah Kie, sekarang pun aku bisa
pergi!" Ong Toanio tertawa dan berkata: "Jangan tergesa-gesa!"
"Terima kasih kau tidak mengusirku sekarang. Baiklah, sekarang
tinggalkan aku, aku mau tidur, besok perjalananku jauh." Tapi Ong Toanio tidak mau pergi. Dia ragu tapi akhirnya bertanya juga:
"Coh Siauya, aku ingin bertanya tentang seseorang baru aku
akan meninggalkan tempat ini."
"Siapakah dia?"
"Ibu kandungmu sudah meninggal lama bukan" Dan ibumu yang
sekarang adalah ibu tiri?"
"Benar, apakah yang hendak kau tanyakan adalah tentang ibu
tiriku?" Ong Toanio tidak menjawab tapi kepalanya mengangguk Tanya
Coh Thian-su: "Hal apa yang ingin kau tahu tentang ibu tiriku?"
"Apakah dia hidup bahagia?"
Tanya Coh Thian-su: "Mengapa kau bertanya seperti itu?"
"Coh Siauya, jangan salahkan aku karena tidak sopan, aku benar-
benar memperhatikan dia, ingin tahu apakah dia lebih senang atau
malah lebih banyak bersedih?"
Kata Coh Thian-su: "Apakah hidupnya senang" Aku tidak dapat mewakili dia
menjawabnya, aku hanya tahu ayahku dan dia tidak pernah
bertengkar, aku juga menganggapnya seperti ibu kandungku
sendiri." Wajah Ong Toanio tertawa dan berkata:
"Kalau begitu dia hidup dengan bahagia, apakah dia sudah punya
anak?" Kata Coh Thian-su. "Adik tiriku sudah berusia 14 tahun."
"Apakah dia masih senang menyulam?"
"Bajuku dan baju adikku semua dibuat olehnya. Adikku paling
senang dengan baju yang disulam oleh ibu."
Tanya Ong Toanio: "Apakah kau tidak suka?"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Aku adalah laki-laki, aku tidak berani mengenakan baju yang
disulam." Ong Toanio bertanya lagi:
"Apakah dia masih senang main kecapi?"
"Kelihatannya kau sangat mengenal ibuku."
"Dua puluh tahun lalu aku pernah menjadi pelayannya."
Coh Thian-su terkejut dan bertanya:
"Waktu itu" Berarti waktu itu dia tinggal di keluarga Kie?"
Ong Toanio tidak tahu Coh Thian-su sudah tahu sebanyak apa,
dalam hati dia berpikir, 'Sepertinya Coh Thian-su belum tahu
hubungan antara ibu tiriuya dan keluarga Kie.'
Ong Toanio tidak berani mengatakan yang sebenarnya, dia
terdiam sebentar kemudian berkata:
"Aku tidak berbohong, aku adalah ibu asuh dari ibu tirimu, sejak
dia dilahirkan, aku sudah mengurusnya, aku bisa berada di keluarga
Kie, ada ceritanya "
Kata Coh Thian-su: "Tolong beritahu kepadaku, ayah dan ibu tiriku, apakah mereka
kenal dengan majikanmu?"
"Coh Siauya, aku minta satu hal padamu." Kata Ong Toanio.
"Baiklah, katakan saja, bila aku mampu aku pasti akan
melakukannya." "Sampaikan salamku untuk nona. Kau jangan bengong, nona
adalah ibu tirimu, dari kecil aku memanggilnya begitu, putrinya pun
aku panggil nona." Coh Thian-su terpaku dan bertanya:
"Putrinya?" Ong Toanio terkejut dan Coh Thian-su sudah mengerti, dengan
cepat dia berkata: "Kau juga punya adik perempuan, bila kelak bertemu aku juga
akan memanggilnya nona."
Penjelasan ini terdengar masuk akal, tapi Coh Thian-su curiga,
dia tidak bertanya lagi. Kata Ong Toanio: "Tolong beritahu kepada ibu tirimu, aku sangat merindukannya.
Mungkin aku tidak dapat bertemu dengannya lagi, kotak ini tolong
berikan kepadanya " Kata Coh Thian-su: "Di dalam kotak itu ada apa" Ong Toanio, kau jangan marah, tapi
aku harus tahu..." "Kau selalu berkelana di dunia persilatan, membawa barang
titipan memang harus hati-hati, aku tidak menyalahkanmu, baiklah
aku akan membukanya. Ini adalah contoh gambar sulam yang
sudah kusimpan sejak dulu, apakah dia memiliki yang lain di
rumahmu" Bila kau mau tolong kembalikan barang miliknya, dengan
begitu keinginanku sudah terlaksana."
Perasaan ini sudah bukan antara majikan dan pelayan lagi. Coh
Thian-su sangat terharu dan berkata:
"Baik, aku akan memberikan barang mi kepadanya. Sekarang
tolong beritahu hal yang tadi aku tanyakan."
"Tentang apa?" "Antara ibu tiriku dan ayah Su-giok, apakah dua keluarga ini
masih ada ikatan keluarga?"
"Aku tidak tahu."
"Tidak mungkin kau tidak tahu, kau..."
Tiba-tiba Ong Toanio meloncat dan keluar lewat jendela, ada
suara yang masuk, "Coh Siauya, kau jangan banyak tanya, besok segera pergi!"
Coh Thian-su tidak dapat tidur, dia duduk sambil menatap lampu,
menunggu hari terang. Hatinya tidak dapat tenang, hatinya serasa ada gelombang
sedikit demi sedikit dia sudah dapat menebak, keluarganya dan
keluarga Kie mempunyai hubungan aneh.
Yang menjadi sumber rasa anehnya adalah ibu tirinya. Dia
sedang berpikir tiba-tiba mendengar di atas atap ada orang lewat
secepat angin. Coh Thian-su sambil terkejut, dia berpikir, 'Apakah Ong Toanio
kembali lagi" Mungkin Ong Toanio beruban pikiran dan
memberitahu hal yang sebenarnya.'
"Ong Toanio!" Coh Thian-su memanggilnya, Ong Toanio tidak
masuk. Anign yang dibawa orang itu semakin menjauh.
"Dia bukan Ong Toanio, apakah dia Hiat-kun?"
Mengingat apa yang sudah dia alami, begitu juga dengan Hiat-
kun. "Apakah Hiat-kun diusir juga oleh Ong Toanio, dia ingin bercerita denganku, tapi malu untuk masuk ke dalam kamarku."
Bermacam-macam pikiran berkelebat di dalam otaknya membuat
orang pintar terlihat bodoh. Coh Thian-su tidak ingat bahwa Hiat-
kun sekamar dengan Su-giok, bila Ong Toanio ingin mengusir Hiat-
kun tidak mungkin dilakukan di depan Su-giok.
Coh Thian-su tidak berpikir panjang lagi, dia langsung lari keluar.
Di bawah sinar bulan yang terang, pohon-pohon waktu tidak ada
angin tapi terus bergoyang.
Dia masuk ke dalam semak-semak, dia mengira Hiat-kun
bersembuyi di dalam. Tiba-tiba terdengar suara yang berkata:
"Coh Siauya, sudah malam begini kau masih menikmati
keindahan bunga dan belum tidur?"
Coh Thian-su membalikkan tubuh dan di hadapannya adalah Ting
Po. Wajah Coh Thian-su menjadi merah dan berkata,
"Aku tidak dapat tidur karena itu aku keluar untuk berjalan-
jalan." Dengan pelan Ting Po berkata:
"Apa yang menjadi pikiranmu?"
"Tidak ada. Paman Ting mengapa kau bertanya seperti itu?" Dia mengira Ting Po datang untuk mengawasinya, dia balik bertanya
kepada Ting Po. Ting Po tertawa dan berkata:
"Tidak apa-apa, tapi ada satu hal yang ingin kutanyakan."
"Katakanlah!" kata Coh Thian-su. Dengan pelan Ting Po berkata:
"Coh Siauya, kali ini kau mengantar nona pulang tuan besar
sangat berterima kasih kepadamu. Tapi tuan, apakah kau sudah
lama meninggalkan rumah?"
"Hampir 2 bulan." Jawab Coh Thian-su.
"Kalau begitu, cepatlah pulang!"
Coh Thian-su merasa sangat kesal dan berkata:
"Apakah kau mewakili tuanmu mengusirku?"
"Coh Siauya, jangan salah paham, aku sendiri yang berkata
seperti itu, aku adalah seorang pelayan tidak dapat berbasa basi
tapi ini pun demi kebaikanmu supaya kau cepat pulang!"
Kekesalan Coh Thian-su agak mereda dan berkata:
"Paman Ting, kau berkata seperti itu sepertinya sangat berat
bagiku, aku tahu kau adalah teman ayahku, kau menyunihku pulang
pasti ada sebabnya, tapi aku harap kau jujur kepadaku!"
Kata Ting Po: "Kau adalah tamu dari nona, aku adalah pelayan keluarga Kie,
kau bertamu ke sini, berarti kau adalah majikanku, apakah aku
menjilat kepadamu?" "Paman Ting, bila kau berkata seperti itu, aku harus berlutut
kepadamu. "Setelah berkata itu Chu Tian hu benar-benar berlutut
Dengan ringan Ting Po mengangkat tubuh Coh Thian-su. Kata
Ting Po: "Terima kasih kau tidak menganggapku sebagai pelayan, baiklah
jujur aku akan mengatakan bahwa ayahmu menunggu
kepulanganmu." Tanya Coh Thian-su dengan aneh: "Mengapa kau bisa tahu?"
"Aku menebak dia akan pergi ke tempat jauh."
Coh Thian-su merasa lebih aneh tapi dan bertanya:
"Apakah ini hanya tebakanmu?"
Jawab Ting Po: "Benar, sudah 10 tahun lebih aku tidak bertemu dengan ayahmu,
tentunya bukan dia yang bilang."
"Apakah tebakanmu ada buktinya?" Tanya Coh Thian-su.
"Aku tidak mempunyai bukti, tapi aku juga tidak asal menebak."
"Apakah kau menganggap dirimu adalah Cukat Liang?"
Kata-kata ini sangat menusuk hati Ting Po, Coh Thian-su hanya
berharap Ting Po mengatakan alasan yang sebenarnya.
"Kau pulang dan beritahu ayahmu bahwa akulah yang
menyuruhmu pulang, dan tanyakan kepadanya apakah tebakanku
benar. Aku hanya mengatakan itu saja. Jangan salahkan aku,
walaupun ini bukan rahasia tapi aku tidak dapat memberitahumu."
"Aku harus bertanya kepada siapa?" Tanya Coh Thian-su.
"Tanyakanlah kepada ayahmu, tapi ayahmu akan memberi tahu
atau tidak, itu adalah urusannya."
Kata Coh Thian-su: "Paman Ting, kau membuatku penasaran, belum tiba di rumah
aku bisa mati penasaran."
"Bila kau memaksa ingin tahu, baik aku akan memberitahu bila
kau terus tinggal di sini kau akan mendapat musibah, dan musibah
ini akan berhubungan dengan ayahmu."
'Mendapat musibah', Ong Toanio juga berkata seperti itu
Tapi kata-kata Ong Toanio tidak separah Ting Po, ada
sangkutpautnya dengan ayahnya.
Musibah tidak dapat dicegah, menasihati tuan. Agar cepat pulang
ke rumah sendiri. Apakah yang akan terjadi"
---ooo0dw0ooo-- BAB 9 Laki-laki yang hidupnya tidak tenang
Selalu khawatir dan bersembunyi
Siluman rase sudah terlihat
Sekali salah sulit diperbaiki
A. Gin-ho (Rase Perak) dan Kim-ho (Rase Emas)
Ting Po mengatakannya dengan begitu yakin, keyakinannya
seperti mengatakan bahwa matahari terbit di sebelah timur dan
terbenam di sebelah barat, bukan seperti menebak"bila dia tidak
mendengar nasihat Ting Po untuk cepat pulang, mereka ayah dan
anak akan mendapat musibah.
Mendengar ini Coh Thian-su sangat terkejut, tapi dia juga
percaya. Dengan dingin dia bertanya:
"Paman Ting, aku ingin tanya, apakah bila aku pulang dan
memberitahu kepada ayah apa yang kau katakan, ayahku akan
pergi jauh untuk menghindari musibah ini?"
Kata Ting Po: "Kau jangan terlalu banyak bertanya, asal kau pulang, kau akan
mengerti, bila ayahmu ingin menceritakannya dia pasti akan
mengatakannya." Ting Po tidak menjawab pertanyaan Coh Thian-su, tapi dia sudah
mengakuinya. Dengan tertawa dingin Coh Thian-su berkata:
"Ayahku sangat ramah terhadap orang lain, tapi dia juga tidak
dapat diancam oleh orang lain, jika mau membunuhku mungkin
mudah tapi mengancam ayahku, sepertinya tidak akan begitu
mudah." Ayahnya yaitu Coh Kim-sung sudah lama menjadi seorang pesilat
tangguh. Orang yang bisa mengalahkannya bisa dihitung dengan
jari. Dalam hati Coh Thian-su berpikir, 'Guru Siauw-lim dan Ketua
Bu-tong juga belum tentu mempunyai keyakinan ayah bisa
mendapat musibah, kalau pun bisa ayahku juga tidak akan bisa
diancam oleh mereka."


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ting Po tidak mempeduhkan tawa dingin Coh Thian-su, dia
berkata: "Coh Siauya, apakah kau sengaja ingin tinggal lama di sini" Aku
harap kau jangan bertindak gegabah."
"Baiklah, aku sudah mengerti, aku memang tidak akan tinggal
lama di sini." Ting Po terpaku: "Apa kau sudah mengerti semuanya?" Jawab Coh Thian-su:
"Aku sudah tahu siapa dia, benar, ayahku tidak takut dengan
siapa pun, hanya takut kepadanya."
"Siapa yang kau maksud?" Tanya Ting Po.
Kali ini giliran Coh Thian-su yang tidak menjawab.
Yang dimaksud dengan Coh Thian-su adalah Kie Yan-gan,
ayahnya benar-benar takut kepada Kie Yan-gan. Sewaktu Coh
Thian-su masih kecil, dia pernah mencuri dengar percakapan antara
ayahnya dan ibu tirinya, waktu itu dia sudah takut bahwa ayahnya
hanya takut kepada pak tua Kie.
"Pantas Paman Ting bicaranya tidak jelas, ternyata dia mewakili
majikannya memberi peringatan, dia pun tidak akan menyebut
nama majikannya," pikir Coh Thian-su.
Kecurigaan yang lain sudah terlihat jawabannya, menurutnya,
'Teman laki-laki dari cucu perempuannya, tidak akan dianggap
sebagai tamu karena dia ingin menjodohkan cucunya dengan cucu
murid yang dilatihnya sendiri, dia tidak mengijinkan laki-laki
manapun yang mungkin bisa dicintai oleh cucunya untuk tinggal di
rumahnya. Ini sudah pasti!'
Coh Thian-su berpikir lagi, 'Walaupun aku tidak tahu antara ayah
dan Kie Yan-gan ada dendam seperti apa, tapi ayah pernah
menyuruhku agar menghindari bertemu dengan keluarga Kie, dari
sini saja sudah ada perkiraan walaupun bukan dendam yang dalam
tapi juga ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Dia adalah
pesilat nomor satu, bila tidak ada sesuatu apa pun dia tidak akan
bermasalah dengan orang yang lebih muda. Tapi bila dia ingin
memaksaku melakukan hal yang tidak aku suka, itu tidak sama.
Yang dia khawatirkan adalah dia takut aku mencintai cucunya.
Dari kata-kata Paman Ting sudah terlihat dengan jelas, bila aku
memaksa tinggal di sini, pak tua itu tidak akan berlaku baik
kepadaku karena pak tua Kie mempunyai sifat yang aneh dan sudah
terkenal di dunia persilatan. Paman Ting memperingatiku, bahwa
akan terjadi bencana kepada ayahku, sepertinya kata-kata ini bukan
untuk mengagetkanku. Baiklah. Biar saja aku dianggap terkejut oleh
dia' Berpikir sampai di sini, Coh Thian-su sudah sangat marah, dia
langsung membalikkan tubuh dan pergi.
Ting Po mengejarnya dan berkata:
"Coh Siauya, kau jangan berpikir macam-macam!"
"Aku sudah mengerti, kau beritahu kepada majikanmu, besok
aku akan pergi!" "Coh Siauya, kau belum mengerti, kau..."
Suaranya tiba-tiba berhenti.
Coh Thian-su merasa ada angin kecil yang lewat dan seperti ada
senjata tajam yang menghalanginya, dia merasa dadanya menjadi
kesemutan, dia juga seperti mendengar Ting Po berteriak, tapi Coh
Thian-su sudah pingsan. Entah berapa lama, Coh Thian-su mulai sadar, tapi matanya
terasa berat dan tidak dapat dibuka.
Coh Thian-su merasa ada yang aneh, seperti ada hawa panas
yang mengalir melalui punggungnya dan masuk ke seluruh
tubuhnya. Dia belum pernah merasakan hal seperti ini, tapi dia adalah
seorang pesilat, begitu dia tersadar, segera tahu ada orang yang
sedang mengalirkan hawa murni ke dalam tubuhnya, sedikit demi
sedikit dia teringat kejadian sebelum dia pingsan. Dan teringat dia
sudah terkena serangan senjata rahasia.
Senjata rahasia itu sudah direndam oleh racun yang keras, tidak
disangka pesilat nomor satu memakai cara yang keji untuk
membunuhnya, tapi siapa yang menolongnya"
Belum habis berpikir, tiba-tiba ada yang bicara:
"Tuan besar beristirahatlah! Meski sudah setengah batang dupa
terbakar tapi tuan besar sudah menghabiskan tenaga latihan selama
3 tahun." Ini adalah suara Ting Po.
Coh Thian-su terkejut dan berpikir, 'Ting Po memanggilnya tuan
besar, apakah dewa penolongku adalah Kie Yan-gan"'
Benar saja terdengar Kie Yan-gan berkata:
"Habis tenaga sedikit tidak apa-apa, asal bisa menolong
nyawanya walaupun harus ditukar oleh nyawaku juga tidak
masalah." Keadaan sebenarnya dan perkiraan manusia kadang-kadang
tidak sama, pembunuh yang keji yang dianggap sebagai musuhnya
malah menjadi dewa penolong dan siap mengorbankan nyawanya.
Coh Thian-su sangat terkejut, dari kata-kata Kie Yan-gan, dia
sudah tahu siapa pelakunya. Dan orang ini ada hubungan erat
dengannya. "Kemungkinan yang lain adalah cucunya, karena keluarganya
yang ada hanya Su giok, tapi mengapa Su-giok ingin melukaiku?"
Persoalan ini membuat Coh Thian-su pusing tujuh keliling
Begitu Su-giok masuk dia langsung berteriak:
"Kakek, bagaimana keadaan Coh Toako" Tolonglah dia kek, kau
harus menolongnya!" Dengan suara kecil Ting Po berkata:
"Nona, kau jangan berteriak, jangan kacaukan suasana hati
kakekmu, apakah kau tahu begitu terjadi musibah ini, kakekmu
sudah sehari semalam tidak tidur, dalam waktu sehari semalam dia
berusaha mengeluarkan racun dari tubuh Coh Thian-su."
Waktu itu Kie Yan-gan pun sudah selesai dan dia mulai
beristirahat, dia seperti agak lelah dan berkata:
"Sudah Selesai!"
"Apa yang sudah selesai?" Tanya Su-giok.
"Apa yang kau harapkan itu sudah selesai kulakukan."
"Apakah Coh Toako sudah membaik?"
"Walaupun tidak dapat segera sembuh seluruhnya, tapi aku
jamin dia sudah terlepas dari bahaya," Kie Yan-gan menjawab
dengan nafsa agak sesak. Sekarang Su-giok sudah agak tenang, dia mendekati kakeknya
dan berkata: "Kakek, kakek sangat baik! kakek yang baik, aku masih
mempunyai satu permintaan."
"Begitu kau memujiku, kakek sudah tahu pasti ada yang kau
minta. Baiklah, apa yang kau minta?" tanya Kie Yan-gan.
"Ini bukan untukku, tapi demi nama baik kakek."
"Begitukah?" "Kakek, semua orang tahu bahwa kakek adalah orang nomor
satu di dunia persilatan, tapi di rumah kakek ada yang berani
berbuat kejahatan, bila kakek tidak menangkap pelakunya, nama
baik kakek akan terancam."
"Aku adalah orang tua yang tidak lama lagi akan masuk ke dalam
peti mati, tidak butuh nama baik lagi."
Su-giok marah dan berkata:
"Kakek, aku tidak akan mengijinkan kakek berkata seperti itu.
Kakek belum tua, tahun ini baru berumur 70 tahun, kau akan hidup
30 tahun lagi" Kata Kie Yan-gan: "Kalau begitu, aku akan menjadi siluman tua?"
"Kakek, aku tidak main-main, kau tidak peduli lagi dengan nama
baik tapi aku masih peduli, bagaimana aku bisa mengangkat kepala
di depan Coh Toako dan Cici Kang bila kabar ini tersebar, aku akan
lebih malu lagi di depan orang lain."
Kie Yan-gan baru berkata:
"Sebenarnya kakek hanya bercanda denganmu, kau adalah cucu
kesayanganku, kau menyuruh kakek melakukan apa pun, kakek
pasti akan menepatinya, tapi aku hanya bisa berusaha, tidak dapat
menjamin bisa menangkapnya."
"Kakek, asal kau mau, tidak perlu kakek yang turun tangan,
pesilat tangguh lain pun pasti akan mau membantumu dengan
begitu aku akan tenang karena kakek pasti bisa menangkap
penyerang gelap ini."
Kata Kie Yan-gan: "Bila kau sudah tenang, cepatlah beritahu Cici Kang bahwa Coh
Toako keadaannya sudah tidak berbahaya lagi. Supaya Cici Kang
jadi bisa tenang." "Benar, Cici Kang sudah 2 hari tidak makan, tadi aku lihat dia
sedang menangis." Kata Su-giok.
"Apakah benar?"
"Benar, kakek apakah kau tidak tahu bahwa mereka adalah
sepasang kekasih?" "Kalau begitu aku akan tenang."
Kie Su-giok tahu jawaban kakeknya mengandung makna lain dan
dia bertanya: "Kakek, apa maksudmu?" Kata Kie Yan-gan:
"Aku merasa tenang karena cucuku tidak direbut oleh orang lain.
Sudah sana pergi! Cici Kang sudah menunggumu."
Coh Thian-su mendengar percakapan mereka, dia
pun mempunyai pertanyaan yang sama, siapakah penyerangnya"
Kie Yan-gan melihat Su-giok masuk ke dalam dan dia menarik
nafas: "Ayahnya sewaktu kecil diajar dengan ketat olehku tapi entah
mengapa dia bisa menjadi anak durhaka, karena itulah aku
mendidik Su-yiok dan juga memanjakannya. Untung saja dia tidak
menjadi orang jahat karena terlalu kumanja."
Ting Po berdiri di sisinya, tiba-tiba mendengar Kie Yan-gan
menceritakan tentang anaknya. Ting Po hanya terdiam.
Tiba-tiba Kie Yan-gan berkata:
"Lo Ting, apa kau lihat siapa penyerang gelap itu" Sekarang, kau
harus mengatakannya kepadaku."
Ting Po terkejut dan berkata: "Aku tidak tahu."
"Kau tidak tahu atau tidak berani mengatakannya?"
"Aku benar-benar tidak tahu, karena orang itu larinya sangat
ccpiii aku tidak sempat melihat."
Kata Kie Yan-gan: "Mungkin kau tidak bisa mengejar karena kau tidak bermaksud
untuk mengejarnya, kau tidak berani mengejarnya karena kau
takut." "Apa yang harus kutakuti?"
Coh Thian-su juga merasa aneh dengan kata-kata Kie Yan-gan,
dalam hati dia berpikir, 'Ting Po adalah penjahat kelas kakap yang
membunuh orang tanpa memejamkan mata, sudah banyak
melewati berbagai halangan, mana mungkin dia takut dengan
penjahat kecil"' Kata Kie Yan-gan: "Benar, aku bilang kau takut karena orang itu bukan musuhmu
tapi adalah orang yang sangat kau sayangi!"
Dengan gemetar Ting Po berkata:
"Tuan besar, apakah kau kira aku sengaja melepaskannya" Aku
benar-benar tidak tahu siapa dia."
"Aku tidak berkata seperti itu, hanya berkata bahwa hatimu
takut, apakah kau mengakuinya?"
Ting Po tidak menjawab, sepertinya dia sudah mengakuinya.
Kie Yan-gan terus berkata:
"Aku percaya kau tidak sempat melihat wajahnya, karena kau
takut jadi kau tidak berani mengejar, tapi walaupun kau tidak
sempat melihat dia, tapi hatimu sudah tahu siapa dia."
Ting Po tetap terdiam, Kie Yan-gan melanjutkan:
"Kau takut mengenali dia jadi kau berpura-pura tidak melihatnya
atau kau yang membuatnya menjadi tidak tahu."
Kie Yan-gan menarik nafas dan berkata:
"Lo Ting, jangan menutupi kejahatan binatang itu lagi! Aku sudah
tahu siapa dia!" Coh Thian-su terkejut, yang dimaksud binatang oleh Kie Yan-gan
itu siapa" Kecurigaan baru keluar tapi jawaban sudah keluar dari mulut
Ting Po. "Tuan besar, waktu itu aku takut orang itu adalah Siauya.
Sekarang aku yakin orang itu bukan Siauya."
Sebenarnya Coh Thian-su sudah bisa membuka matanya tapi dia
tidak berani, karena sekarang dia sudah tahu orang itu adalah putra
Kie Yan-gan. Begitu mendengar jawaban itu, mata Coh Thian-su seperti
melihat kabut, dia tidak mengerti, 'Ayah Su-giok sudah mati, dia
tidak mempunyai paman, dari mana datangnya putra Kie Yan-gan
ini"' Coh Thian-su baru mengerti, 'Pantas Kie Cianpwee tadi
mengatakan bahwa dia akan menolongku karena ingin menebus
dosa!' Terdengar Kie Yan-gan bertanya kepada Ting Po:
"Kau mengandalkan bukti apa bahwa bukan binatang ini yang
melakukannya!" "Pertama, Siauya tidak biasa memakai senjata rahasia yang
penuh dengan racun. Kedua, Siauya tidak akan melakukan hal sekeji
itu." Kie Yan-gan marah dan berkata:
"Kau masih mau membelanya" Apakah tidak cukup banyak
kejahatan yang telah dia lakukan" Dulu dia juga berani membunuh
4 murid Bu-tong." Ting Po tidak takut dimarahi oleh majikannya, kemudian dia
berkata: "Sifat Siauya tidak begitu jahat, hanya saja waktu itu dia sudah
salah jalan karena salah berteman, beberapa hari yang lalu hamba
bertemu dengannya, walaupun dia tidak berani pulang, tapi hamba
merasa dia sudah mulai menyesal."
Kata Kie Yan-gan: "Itu hanya tebakanmu, tidak ada bukti yang kuat."
"Senjata rahasia itu bukan milik Siauya."
"Baik, keluarkan jarum itu, aku ingin lihat."
Jarum beracun itu ditarik oleh batu magnet dari luka Coh Thian-
su dan masih ada bekas darah. Ting Po memakai sarung tangan dan
dengan teliti membersihkannya, kemudian dibawanya ke hadapan
Kie Yan-gan. Jarum itu buatannya sangat bagus, ditengah jarum
adalah lubang, jarum itu dibagi menjadi 3 bagian, karena sudah
direndam oleh 3 macam jenis racun, warna jarum itu pun terbagi
menjadi 3 warna. Kata Kie Yan-gan: "Lo Ting, kau lebih berpengalaman, jarum kecil ini berasal dari
keluarga mana?" "Ini adalah jarum Ting-seng dari Suchuan dari keluarga Tong."
"Senjata ini berasal dari keluarga Tong, tapi ini bukan milik
keluarga Tong." Kata Kie Yan-gan.
"Kalau begitu ini milik keluarga mana?" Tanya Ting Po.
"Propinsi Soasay dari keluarga Bok." Jawab Kie Yan-gan.
"Aku hanya tahu keluarga yang memiliki senjata rahasia nomor


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu di dunia persilatan ini adalah keluarga Tong, tidak pernah
mendengar ada senjata rahasia keluarga Bok."
Kata Kie Yan-gan: "Ini adalah rahasia dunia persilatan, keluarga Tong tidak ingin hal itu digembar gemborkan, waktu itu kau berada di Liauw-tong,
pantas bila kau tidak tahu."
"Apakah tuan besar bisa menjelaskannya?"
Kata Kie Yan-gan: "Kepada orang lain mungkin aku tidak dapat menjelaskannya,
tapi kau adalah pengecualian..."
"Kau tidak perlu bertanya kapan hal ini terjadi, juga tidak perlu tahu nama-nama mereka, peran utamanya adalah laki-laki dari
keluarga Tong, kita sebut saja dia sebagai Tuan Tong. Katanya
senjata rahasia keluarga Tong ada 33 jenis dan memiliki- beribu-ribu
macam cara menggunakannya, senjata ini sangat sulit dikuasai oleh
anak-anak keluarga Tong. Dari kecil harus berlatih dengan berat dan
berlatih selama puluhan tahun itu pun hanya bisa mencapai
beberapa persen saja. Tuan Tong ini sangat pintar, belum mencapai
usia 20 tahun dia sudah bisa menguasai 18 macam senjata tajam
dan di dalam keluarga Tong belum pernah ada yang bisa seperti dia,
pada umur 20 tahun dia sudah menikah. Istrinya berasal dari
keluarga pesilat yang terkenal. Mereka benar-benar sangat serasi,
semua orang iri kepada suami istri ini, tapi tidak ada yang tahu
sebenarnya mereka sering bertengkar."
"Bertengkar karena apa?" Tanya Ting Po.
"Karena Tuan Tong ini rajin berlatih ilmu silat dan dia tidak
memperhatikan istrinya. Ada sebab lain yang tidak diketahui oleh
orang lain, katanya dia mempunyai kekurangan di tubuhnya."
"Kalau begitu Nyonya Tong ini pasti tidak kerasan tinggal di
rumah." Kata Ting Po
"Nyonya Tong ini berasal dari keluarga terkenal dan dia
bersekolah sangat tinggi, juga sangat baik terhadap mertuanya,
mengurus suami dan anak-anaknya dengan telaten, sebelum dia
meninggal semua keluarganya memuji dia sebagai istri yang baik."
"Setelah mati, apakah semuanya berubah?" Tanya Ting Po.
"Jangan terburu-buru akan kuceritakan semuanya."
"Setelah menikah selama 3 tahun, Nyonya Tong melahirkan
seorang putra. Putranya lebih pintar dari ayahnya. Umur 16 tahun
dia sudah dapat menguasai sebanyak 20 macam ilmu senjata tajam.
Tuan Tong sangat suka kepada ilmu silat karena itu dia sangat
sayang kepada anak ini."
"Walaupun sayang kepada anak ini, tapi dengan kelahiran anak
ini membawa duri ke dalam hatinya, anak ini tumbuh besar tapi
tidak mirip dengan dia, semakin besar semakin tidak mirip."
Kata Ting Po: "Bila anak mirip dengan ibunya tapi tidak mirip dengan ayahnya,
itu bukan hal yang aneh."
Kata Kie Yan-gan: "Benar, di antara keluarga Tong tidak ada yang berani
berkomentar, di dalam hati Tuan Tong dia mulai curiga, keluarganya
tidak berkometar karena Nyonya Tong ini sangat bisa menempatkan
diri di keluarganya, tapi di luaran sudah banyak beredar kabar
burung dan ini juga terdengar oleh Tuan Tong."
"Karena Tuan Tong curiga, lalu dia mencari teman baiknya yang
pernah menjadi tabib istana dan memeriksanya, hasilnya
membuktikan bahwa dia sama sekali tidak bisa mempunyai anak
(mandul)." Kata Ting Po: "Keluarga Tang terkenal di dunia persilatan, bila terjadi hal
seperti ini, bagaimana cara membereskannya?" Kata Kie Yan-gan:
"Tuan Tong pulang dan marah-marah kepada istrinya, karena
istrinya tahu akan terjadi hal seperti ini dan dia pun dengan jujur
menceritakannya. Anak ini adalah hasil hubungan gelap dengan
teman baik Tuan Tong, yang bermarga Bok'."
"Nyonya Tong begitu jujur, apakah dia tahu bahwa suaminya
akan memaafkannya?" Tanya Ting Po
"Tidak, dia tidak meminta suaminya memaafkannya, karena
sebelumnya dia sudah minum arak yang beracun."
"Racun itu berasal dari racun senjata rahasia, bila terlambat
nyawa tidak akan tertolong lagi, sebelum suaminya marah besar,
istrinya sudah meninggal, suaminya teringat kepada kebaikan
istrinya kemarahannya pun reda, dia berkata 'hal ini bukan
semuanya salahmu, mengapa kau harus melakukan ini"'."
Kata Nyonya Tong: "Aku bersalah kepadamu, aku harap kau bisa melepaskan
anakku, tolong biarkan dia terus hidup."
"Apakah suaminya mengabulkannya?"
"Bagaimana menurutmu?"
"Bila dia ingin istrinya pergi dengan tenang, tentu dia akan
setuju." "Sebelum istrinya meninggal tentu dia akan begitu, tapi bila
suaminya jujur, sangat sulit berjanji di depannya. Pertama, aturan
keluarga Tong sangat ketat, senjata rahasia tidak dapat dan tidak
boleh dipelajari oleh keluarga lain. Kertas tidak dapat membungkus
api, begitu Nyonya Tong bunuh diri, ketenangannya akan terusik,
walaupun Tuan Tong tidak membunuh anak ini, keluarga Tong pun
tidak akan melepaskan anak ini. Kedua, teman baiknya berselingkuh
dengan istrinya, siapa pun tidak dapat menahan diri, Tuan Tong
ingin membunuh kekasih gelap istrinya, tapi dia takut anak ini akan
balas dendam kepadanya."
"Orang seperti Tuan Tong harus bisa memegang janjinya, apakah
Tuan Tong tega membohongi istrinya?"
"Benar, pikiran Tuan Tong memang seperti dirimu, karena itu dia
tidak segera menjawab permintaan istrinya sepertinya Nyonya Tong
tahu pikiran suaminya, tapi kondisi dia sudah sangat lemah, terakhir
dia hanya mengatakan 2 kalimat.
Dia mengatakan: "Aku benci temanmu tapi kau tidak perlu membunuhnya..." kata-kata lain sudah tidak terdengar.
"Apakah Nyonya Tang sudah membunuh kekasih gelapnya?"
"Kali ini kau salah, Tuan Tong sedang memikirkan kata-kata
istrinya tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dan memanggil ayah. Dia
buru-buru menutup mayat istrinya dengan selimut. Itu anaknya,
tidak, tidak, hanya namanya saja masuk ke keluarga Tong dan dia
berkata, "Ibumu baru tidur, kau jangan ribut, ada apa mencariku?"
"Aku baru pulang dari rumah paman Bok." Jawab anak itu.
Keluarga Tong dan keluarga Bok adalah 2 keluarga yang
berteman baik, bila anaknya biasa bermain ke rumah Bok, itu tidak
aneh, tapi hari itu tidak sama, dia teringat pada kata-kata istrinya
sebelum meninggal, segera dia menjadi curiga dan bertanya:
"Kenapa pulang-pulang langsung mencariku?"
Anak itu menjawab: "Paman Bok memberikan hadiah
untuk ayah." Anak itu memberikan tas kulit kepada ayahnya.
"Hadiah apa ini?"
"Aku tidak tahu, Paman Bok menyuruh orang rumahnya
memberikan ini kepadaku. Paman Bok sendiri tidak mengatakan
apa-apa karena itu aku juga tidak dapat memberitahu apa-apa."
Tuan Tong merasa ada sesuatu yang tidak beres, dia bertanya
lagi, "Apakah paman Bok sendiri yang memberikannya?"
"Paman Bok sudah masuk dan tidak keluar lagi, mengapa ayah
menanyakan hal ini?"
"Tidak apa-apa, kau pergilah dulu."
Anak itu sebenarnya ingin tahu hadiah apa yang berada di dalam
tas itu, tapi karena ayahnya sudah menyuruh dia keluar, terpaksa
dia menurut. Tas itu dibuka oleh Tuan Tang, isinya adalah kepala
orang! Ting Po terkejut dan berkata:
"Itu kepala siapa?"
Kie Yan-gan menarik nafas dan berkata:
"Kepala orang she Bok, dia memenggal kepalanya sendiri dan
memberikannya kepada Tuan Tong dan di dalam tas itu ada
sepucuk surat. Kata-kata di dalam surat seperti kata-kata istrinya
sebelum meninggal. Pertama, dia meminta maaf. Kedua, dia minta
agar Tuan Tong mau melepaskan anaknya supaya hidup terus."
"Terakhir bagaimana?" Kata Ting Po.
"Tuan Tong menulis sepucuk surat, dia memanggil anaknya dan
berkata, 'kau sudah berusia 16 tahun, sudah bisa berkelana di dunia
persilatan, sekalian membantuku membereskan beberapa persoalan,
tapi persoalan ini dapat ditunda, kau pergi dulu ke Suchuan, sebulan
sesudah itu baru kau buka surat ini dan kau akan tahu, tapi ingat
bila belum waktunya kau jangan buka!'."
Anak ini sangat menurut kepada ayahnya. Walaupun merasa
aneh, tapi ayahnya berkata seperti itu pasti ada sebabnya dan dia
menurut, tapi belum genap 1 bulan sudah terjadi hal yang aneh
pada tubuhnya. Dia merasa ilmu silatnya semakin hari semakin menghilang.
Sebulan kemudian semua tenaga dalamnya hilang, dia masih tetap
seperti orang biasa mempunyai tenaga, tapi tidak mempunyai ilmu
tenaga dalam. Anak ini tetap menuruti perintah ayahnya, mimpi pun tidak
disangka bahwa ayahnya sudah memusnahkan tenaga dalamnya
tapi dia tidak curiga. Hanya merasa takut dan aneh, dia malah
merasa curiga kalau dia mendapat penyakit aneh sehingga
membuatnya kehilangan tenaga dalam. Kalau begitu bagaimana dia
dapat membereskan urusan yang dipesan oleh ayahnya.
Sebulan kemudian, dia membuka surat itu, dia terkejut dan
sepertinya nyawanya tidak bersatu lagi dengan tubuhnya.
"Surat itu pasti berisi tentang identitasnya." Kata Ting Po.
"Benar, surat itu berisi: Anakku, kau jangan salahkan aku,
apakah kau ingat sebelum kau pergi, aku memberimu segelas arak.
Arak itu kucampur dengan obat yang dapat memusnahkan ilmu
silat, aku memusnahkan ilmumu, karena kau bukan bermarga Tong,
aku melakukan semua ini demi kebaikanmu, kau di rumah Tong
sudah 16 tahun. Aturan keluarga Tong sudah tahu dengan jelas.
Tentunya kau mengerti caraku."
Kata Ting Po: "Biasanya cara memusnahkan ilmu silat seseorang adalah dengan
mematahkan tulang pundaknya. Hanya keluarga Tong yang
memakai obat ini. Tuan Tong memakai cara ini benar-benar sudah
memberi kelonggaran untuk anak ini."
Di dalam surat masih terdapat 3 larangan. Pertama, tidak
diijinkan memakai senjata rahasia keluarga Tong. Kedua, tidak
mengijinkan dia mengajar ilmu silat keluarga Tong kepada orang
lain. Ketiga, bila Tuan Tong masih hidup, anak itu tidak diijinkan
masuk ke wilayah Suchuan."
"Ilmu silat anak itu sebenarnya sudah musnah dan menurut
kebiasaan, dia tidak akan berani memakai senjata rahasia melukai
orang. Bila lawannya bisa sedikit silat sebelum racun menyebar
sudah dapat membunuh anak itu dulu. Tapi bila tidak boleh
mengajarkan kepada orang lain, larangan ini pasti tidak akan
dituruti." "Tuan Tang pun memikirkan hal ini tapi dia berpikir lagi,
walaupun anak ini sangat berbakat di dunia persilatan, tapi dia
belum bisa menguasai dengan sempurna senjata rahasia keluarga
Tong. Apalagi begitu mengeluarkan ilmu silat Tong di luar keluarga
Tong, orang itu akan mendapat musibah atau bahkan dibunuh!"
"Tuan besar, apakah kau pernah membaca surat itu" Mengapa
kau bisa berkata begitu jelas?" Tanya Ting Po.
Kie Yan-gan tertawa dan berkata:
"Aku hanya bercerita dengan ditambah sedikit bumbu-bumbu,
agar cerita itu bertambah menarik."
Tapi Ting Po sudah tahu dari sorot mata Kie Yan-gan terlihat
begitu berbeda seperti menyimpan banyak rahasia. Dia sudah lama
mengikuti Kie Yan-gan, dia tahu masih banyak yang belum
diceritakan olehnya. Kie Yan-gan dan tokoh utama cerita ini pasti
ada hubungannya. Kata Kie Yan-gan: "Tebakanmu pun tidak salah, anak itu tetap mengajarkan ilmu
silat keluarga Tong kepada turunannya. Senjata rahasia keluarga
Tong diganti namanya menjadi keluarga Bok, khasiatnya lebih
kejam dan lebih beracun dibandingkan dengan racun keluarga Tong.
Jarum beracun ini adalah salah satu contohnya."
Tiba-tiba Kie Yan-gan membesarkan suaranya.
"Lo Ting, sebenarnya keluarga Bok di propinsi Saosay kau tidak
tahu, tapi ada sepasang adik kakak, yaitu sang kakak bernama Bok
Hoo-hoo dan Bok Koan-koan, dijuluki Kim-ho dan Gin-ho, apakah
kau pernah mendengarnya" Dua puluh tahun yang lalu mereka
sudah cukup terkenal."
"Aku pernah mendengar." Jawab Ting Po.
Walaupun wajahnya biasa tapi hatinya sangat terkejut.
Kie Yan-gan melihatnya dan bertanya:
"Siapa yang bercerita kepadamu?"
"Dua puluh tahun yang lalu aku masih melakukan usaha yang
tidak memerlukan modal, aku dengar dari teman-temanku di dunia
hitam, aku tidak ingat siapa namanya, mereka mengatakan Kim-ho
dan Gin-ho adalah adik kakak penjahat. ilmu meringankan tubuh
mereka sangat tinggi tapi mereka tidak berkata bahwa kakak
beradik itu memiliki senjata rahasia yang mematikan."
Kata Kie Yan-gan: "Keluarga Bok, yaitu Kim-ho dan Gin-ho adalah dua bersaudara,
mereka adalah anak-anak dari anak haram itu, tapi mereka memang
tidak sembarangan mengeluarkan senjata rahasia."
Ting Po tampak sedang berpikir, sebenarnya Kie Yan-gan pun
tahu sampai seberapa banyak" Kemudian dia coba-coba bertanya:
"Tuan besar yang melukai Coh Siauya adalah senjata rahasia
beracun dari Shan Xi yaitu dari keluarga Mu, apakah tuan besar
curiga dengan 2 bersaudara Bok itu" Kalau begitu tidak ada
hubungannya dengan Siauya,"
Tiba-tiba Kie Yan-gan berubah menjadi dingin:
"Mengenai 2 bersaudara Bok ini, apa kau hanya tahu sedikit?"
"Ya, aku memang hanya tahu sedikit."
"Gin-ho yaitu Bok Koan-koan pernah menjual obat dan terakhir
pernah tinggal di kota ini selama setengah tahun. Apakah kau juga
tidak tahu?" Dengan gemetar Ting Po berkata: "Apa yang kau ketahui, tuan
besar?" "Aku tahu binatang itu kumpul kebo dengan Gin-ho, aku juga
tahu kau selalu menutupi kesalahan dari binatang itu." Ting Po
menarik nafas dan berkata:
"Tuan besar, aku yang bersalah, aku tidak tahu semuanya akan
menjadi seperti ini, aku hanya mengira karena dia masih muda
hatinya masih bergejolak, mungkin hanya sekedar iseng. Bila sudah
menikah, dia akan berubah menjadi baik, siapa yang tahu...siapa
yang tahu bakal seperti ini. Ini salahku, terlalu menyayangi Siauya.
Tuan besar, hukumlah aku!"
Kata Kie Yan-gan: "Kau terlalu menyayanginya, tapi ini bukan kesalahanmu, yang
salah adalah aku. Aku hanya tahu bahwa mendidik anak itu harus


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketat, tapi tidak benar-benar memperhatikannya. Hanya berada di
depanku dia jadi penurut, tidak pernah melihat dia berbuat nakal.
Begitu tahu dia berbuat kesalahan di luar, semua itu sudah
terlambat." Ting Po tidak berani bicara, Kie Yan-gan melanjutkan lagi:
"Binatang ini kumpul kebo dengan Gin-ho, senjata rahasia Bok
sudah dipelajari olehnya, binatang itu durhaka tapi dia sangat
berbakat belajar ilmu silat pun bahkan bisa melampaui aku."
Ting Po setengah percaya dan berkata:
"Aku tidak jelas melihat si penyerang gelap, laki-laki atau
perempuan aku tidak tahu. Jarum beracun ini adalah milik keluarga
Bok, yang menyerang Coh Siauya mungkin saja Bok Koan-koan."
Kata Kie Yan-gan: "Bok Koan-koan tidak akan seberani itu, tapi binatang ini
berdasarkan ceritamu, diam-diam sudah bisa memukul Ji-pak-siang-
eng, sepertinya ilmu silatnya sudah lebih tinggi dari aku."
Walaupun Kie Yan-gan berkata seperti itu, tapi di dunia ini
kadang-kadang banyak orang yang salah tebak. Yang diam-diam
menyerang Coh Thian-su bukan Gin-ho, Bok Koan-koan, juga bukan
Kie Lek-beng. Coh Thian-su sudah sadar, dia sudah mulai bisa bicara tapi dia
masih berpura-pura pingsan.
Dia sudah dapat menebak, mengapa putra Kie Yan-gan mau
membunuhnya secara diam-diam, terdengar Kie Yan-gan berkata
lagi, kata-katanya membuat Coh Thian-su lebih terkejut lagi.
Kie Yan-gan menarik nafas dan berkata:
"Kita tidak perlu mengkhawatirkan jiwa Coh Thian-su, yang aku
khawatirkan adalah keselamatan nyawa ayahnya."
Ting Po dengan suara gemetar berkata: "Kau bilang Siauya, dia,
dia bisa..." "Kau masih memanggilnya Siauya" Aku khawatir binatang itu
masih mau membunuh Coh Kim-sung!"
'Tapi kejadian itu sudah 20 tahun yang lalu." Kata Ting Po.
"Ada pepatah yang mengatakan: yang tahu anak pastilah
ayahnya. Binatang ini dari kecil bila sudah melakukan kesalahan
tidak pernah menyesalinya, tapi bila orang lain bersalah kepadanya
dia tidak akan memaafkan orang itu. Waktu itu dia hampir mencekik
mati istrinya. Hal ini pun kau sudah lihat. Apakah kau sudah lupa"
Binatang itu lebih-lebih tidak dapat melupakannya, sekarang ilmu
silatnya sudah maju pesat, dia akan mencari Coh Kim-sung untuk
balas dendam" "Mungkin dia belum tahu..." Kata Ting Po.
"Kau saja sudah tahu bahwa Cong Eng-lam menikah dengan Coh
Kim-sung, hidupnya hanya untuk membalas dendam. Apakah kau
tidak tahu itu" Kalau begitu apa tujuannya membunuh Coh Thian-
su, apakah bukan karena dia adalah putra Coh Kim-sung" Dalam
pikirannya dia masih menganggap dia yang benar, harus membalas
kepada orang yang merebut istrinya!"
Ting Po tidak yakin bahwa pembunuh itu adalah Siauyanya tapi
dia juga tidak berani membantah, Coh Thian-su benar-benar
terkejut. Ibu tirinya bernama Cong Eng-lam, dia tahu itu, ternyata ibu
tirinya adalah menantu keluarga Kie dan suaminya belum
meninggal, tapi dia sudah menikah dengan ayahnya. Mengapa
ayahnya melakukan hal ini"
Belum habis pikirannya, terdengar Ting Po menarik nafas:
"Sebenarnya tidak boleh menyalahkan Siauya, juga tidak dapat
menyalahkan Coh Kim-sung, hanya saja tidak ada orang yang bisa
menasihati Siauya." "Binatang ini tidak dapat berpikir bahwa dia hampir mencekik
mati istrinya, Cong Eng-lam, kemudian menerima kabar bahwa dia
sudah mati di bawah pedang 5 Bu-tong Tianglo, semua orang
meyakinkanku, mana bisa menyalahkan Eng-lam. Bila dia tidak
pergi, aku pun pasti akan menyuruhnya menikah lagi. Lo Ting, bila
kau sempat bertemu dengannya, tolong nasihati dia, di dunia ini
hanya kau yang bisa menasihatinya."
Ting Po tertawa kecut dan berkata:
"Tuan besar terlalu memuji, apakah aku harus mencarinya?"
"Benar, aku mau kau segera berangkat ke rumah Coh Kim-sung,
suruh mereka ke kuil Siauw-lim untuk bersembunyi, aku takut kau
tidak dapat mencarinya, walaupun kau bisa menemukannya, aku
takut dia tidak mau mendengar nasihatmu."
"Siauya belum tentu akan membunuh Coh Kim-sung, tapi kita
tetap harus waspada. Hamba akan segera pergi ke Yang-ciu."
Sekarang Coh Thian-su baru mengerti:
"Pantas malam itu Ting Po menasihatiku agar aku segera pulang,
menyuruh ayahku meninggalkan rumah dan pergi jauh. Ternyata dia
sudah tahu dari awal. Yang tahu anak hanya ayahnya. Keputusan
Kie Cianpwee benar!"
Dia mengira yang bisa membunuh ayahnya bisa dihitung jari.
Orang-orang ini adalah orang-orang dari perkumpulan garis putih.
"Mereka tidak akan membunuh ayah."
Sekarang dia tahu bahwa yang ingin membunuh ayahnya adalah
anak Kie Yan-gan. Hatinya sangat gelisah, tapi kemudian hatinya
pun mulai tenang. Kie Yan-gan menarik nafas dan berkata:
"Binatang itu dan anak yang berada dalam cerita itu, dia lebih
pintar dari ayahnya, ilmu silatnya pun lebih berbakat dari ayahnya.
Hanya saja binatang ini adalah putra kandungku bukan anak haram,
sekarang dia bertambah kuat, aku pun tidak dapat memusnahkan
ilmu silatnya, tapi tolong beritahu dia bila dia tidak mau mendengar
nasihatku dan membunuh Coh Kim-sung, aku pasti akan
membunuhnya, bila aku tidak bisa membunuhnya, biar dia yang
membunuhku!" "Tuan besar jangan terlalu menuduh Siauya. Dia bukan orang
seperti itu, dia juga bukan anak durhaka. Jaga dirimu tuan besar,
aku akan segera pulang."
Mendengar langkah Ting Po yang menjauh, Coh Thian-su baru
pura-pura tersadar. Kata Kie Yan-gan: "Coh Siauya kau sudah sadar" Su-giok, cepat panggil Nona Kang
kemari." Dia bicara dengan mengirimkan suara dari jauh, tidak berapa
lama kemudian Su-giok, Hiat-kun dan Ong Toanio sudah datang.
Ong Toanio membawa semangkuk kuah ginseng, dia tampak
sedikit malu, kuah ginseng itu dia berikan kepada Su-giok dan
berkata: "Suapilah dia!"
Dia takut kata-kata semalam yang dia ucapkan bisa keluar.
Kata Su-giok: "Kau harus memberikannya pada Nona Kang." Dan dia berkata
kepada Hiat-kun, "Cici Kang, tolong suapi dia!"
Hiat-kun ingin Su-giok menyangka dia kekasih Coh Thian-su,
kemudian dia mulai menyuapi Coh Thian-su, Coh Thian-su yang
pura-pura baru sadar berkata:
"Kie Cianpwee, terima kasih kau telah menolongku, hanya tidak
tahu itu..." dia pura-pura tidak ada tenaga untuk bicara.
Kata Kie Yan-gan: "Kau jangan banyak bicara dulu, aku tahu kau pasti akan merasa
aneh, mengapa ada yang menyerangmu diam-diam. Aku sangat
malu, siapa orang itu, aku belum tahu."
Dia berbohong karena ada cucunya, tidak mungkin dia berkata
bahwa pembunuh itu adalah putranya sendiri.
"Ke mana Paman Ting?" Kata Su-giok. Kata Kie Yan-gan:
"Bukankah kau mau mencari pembunuhnya" Aku menyuruh linu
Po mencarinya." Su-giok sangat senang, dia berkata kepada Coh Thian-su,
"Orang-orang dunia persilatan tahu hubungan antara kakek dim
Paman Ting, dia keluar mewakili kakekku untuk meminta bantuan,
dia li-lnh banyak mengenal orang-orang dunia persilatan dibanding
kakek. Coli Toako, kau bisa dengan tenang beristirahat, ada Paman
Ting yang mcntmi tahu, pembunuh itu pasti akan tertangkap."
Su-giok tidak tahu bahwa Coh Thian-su sudah tahu sinpn
penyerangnya, dia juga tahu Ting Po pergi ke mana. Hanya saja dia
tidak dapat bercerita Dia juga tidak bisa dengan tenang beristirahat, selama 2 malmu
berturut-turut dia mimpi buruk, mimpi ayahnya dipukul oleh putra
Kie Yan-gan hingga terluka parah. Pada hari ketiga ilmu silatnya
sudah pulih sebanyak 30 % dan dia pamit pulang.
Kata Su-giok: "Lukamu belum sembuh, mengapa terburu-buru pergi?" Kie Yan-
gan tertawa dan berkata: "Dia sudah bertemu dengan Sumoinya, dan ingin pulang lebih
cepat, kita jangan menghalanginya."
"Benar, ayah dan Supek Kang sudah kehilangan komunikasi
selama 20 tahun lebih, kali ini aku ke Lok-yang mengikuti perintah
ayah mencari keberadaan Supek dan Sumoi. Supek sudah
meninggal, aku harus pulang lebih cepat bersama dengan adik,
supaya ayah tidak khawatir."
Dengan cepat Su-giok berkata:
"Coh Toako, kau ingin cepat-cepat melamar Cici Kang. Bila
ayahmu mengijinkan baru kau bisa tenang, sebenarnya hanya butuh
beberapa hari beristirahat tapi kau terlihat sudah tidak sabar."
Hiat-kun menundukkan kepalanya, pura-pura malu, dia berkata:
"Adik, kau berani datang ke Lok-yang seorang diri mencari
Suhengmu, ilmu silatku tidak begitu tinggi, aku ikut Suhengku
pulang, keadaan ini tidak berbahaya dari dirimu."
Kie Yan-gan tertawa dan berkata:
"Anak bodoh, apakah kau sudah mengerti" Tidak perlu
mengkhawatirkan Coh Toako lagi!" Kie Su-giok berkata:
"Baiklah, aku terlalu banyak mengurusi Cici Kang, ada kau yang
menjaga Coh Toako, aku tidak perlu khawatir lagi, kalian ingin
cepat-cepat pulang, aku tidak akan menahan kalian, baiklah, kalian
boleh pergi!" Sengaja dia seperti marah, sebenarnya harinya sangat senang,
karena dia menganggap mereka sebagai sepasang kekasih.
Kata Hiat-kun: "Adik, jangan begitu, kami sangat berterima kasih atas
kebaikanmu," sengaja dia membawa-bawa nama Coh Thian-su Tiba-
tiba Kie Yan-gan berkata: "Jangan pergi dulu!" Tanya Coh Thian-su:
"Cianpwee ada pesan apa?" Kata Kie Yan-gan:
"Aku sangat menyesal kau mendapat bencana di rumahku, aku
akan memberikan hadiah untukmu. Pertama, aku ingin meminta
maaf kepadamu. Kedua, anggaplah hadiah ini sebagai pertemuan
pertama kita " Setelah itu dia mengeluarkan sebuah benda yang dibungkus oleh
kain merah Bungkusan itu tipis seperti buku.
Kata Coh Thian-su: "Cianpwee sudah menolongku dan aku belum sempat membalas
budi, Cianpwee jangan sungkan." Kata Kie Yan-gan:
"Ini hanya hadiah kecil, barang ini tidak berharga tapi bila kau
membawanya di sisimu, mungkin nanti akan ada gunanya.
Terimalah!" Setelah mendengar kata-kata Kie Yan-gan, hati Coh Thian-su pun
tergerak. "Dia sudah berkali-kali minta maaf, kemudian memberikan hadiah
ini, ini pasti ada alasannya." Lalu dia berkata:
"Terima kasih untuk perhatian dari Cianpwee. Kalau begitu aku
akan menerimanya." ---ooo0dw0ooo--- B. Hadiah Yang Aneh Coh Thian-su dan Jian Hiat-kun meninggalkan kediaman Kie,
berjalan menuju kaki gunung. Tanya Hiat-kun:
"Apakah yang diberikan oleh Kie Cianpwee" Apa aku boleh
melihatnya?" Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Aku juga ingin tahu benda apa itu" Dia memberikan ini di
depanmu, pasti kita boleh sama-sama melihatnya." Mereka mulai
membuka bungkusan itu "Aku menebak ini pasti buku rahasia ilmu
silat" Kata-kata Hiat-kun belum habis, mereka sudah mendapat
jawabannya. "Ini adalah buku Biauw-ang."
Hiat-kun membukanya dan melihat, dia terkejut buku Biauw-ang
ini diperuntukkan bagi anak kecil belajar menulis sama sekali tidak
ada hubungannya dengan ilmu silat.
Biauw-ang adalah buku jaman dulu yang diperuntukkan bagi
anak kecil untuk belajar menulis. Guru memberi contoh huruf
menggunakan tinta merah. Setelah itu anak-anak mengikuti urutan
penulisan huruf tersebut. Buku ini disebut Biauw-ang.
Kang Hiat-kun membukanya, dia terkejut dan berkata:
"Yang ditulus di sini adalah huruf biasa, guru-guru biasanya
menulis huruf-huruf ini untuk dijadikan contoh bagi muridnya."
Mengapa orang nomor satu dunia persilatan menganggap hadiah
ini adalah hadiah mahal dan memberikannya kepada Coh Thian-su"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Mungkin dia menganggap aku "kurang pandai maka dia
menyuruhku belajar dari awal."
Hiat-kun tertawa dan berkata:
"Kau jangan bercanda, dari buku ini kita bisa melihat satu hal."
"Hal apa?" Tanya Coh Thian-su.
"Anak itu pintar tapi malas." Kata Hiat-kun.
"Dari mana kau tahu?"
"Kau lihat urutan penulisannya, sangat teratur dan sangat indah,
tapi dia hanya menulis setengahnya dan ada beberapa coretan
masih ada yang kurang. Dari sana kita tahu dia tidak teliti."
Hati Coh Thian-su tergerak dan berkata:
"Kau bisa menebak siapa anak ini?"
"Aku tidak tahu, apakah itu cucunya?"
"Mengapa kau menebak Kie Su-giok?"
"Mungkin dia mau menjodohkan cucunya denganmu, jadi buku
ini adalah hadiah istimewa."
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Kau bilang aku bercanda, kau jangan bercanda, kau tinggal
beberapa hari di rumah mereka, apakah kau tahu bahwa mereka
sekeluarga termasuk Ong Toanio dan Paman Ting sudah
menganggap Wie Thian-hoan sebagai calon menantu cucu Kie Yan-
gan." Hiat-kun tertawa dan berkata:
"Aku hanya bercanda, mengapa kau begitu serius" Tapi jujur
bicara Kie Cianpwee hanya memberi hadiah ini, apa gunanya?"
Jawab Coh Thian-su: "Kie Cianpwee susah ditebak perilakunya, ada hal yang ingin
kukatakan kepdamu, aku mau minta maaf."
Kang Hiat-kun terpaku dan berkata: "Mengapa kau harus minta
maaf?" "Kata-kataku kepada Kie Yan-gan, apakah kau tidak marah" Aku
hanya ingin cepat pulang, tapi menggunakan namamu menjadi
alasan." Wajah Hiat-kun menjadi merah dan berkata:
"Jujur aku ingin Su-giok salah paham dengan keadaan kita, dari
awal sudah kuceritakan kepadamu, mana mungkin aku


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyalahkanmu, ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu."
"Coba katakan!"
"Aku hanya membuat keluarga Kie salah sangka, tapi kau
jangan...aku tidak bisa denganmu. Tolong beritahu kepadaku, ilmu
silatmu sudah pulih berapa persen?"
"Tidak perlu mengkhawatirkanku, jalan darah-jalan darahku
sudah dibuka oleh Kie Cianpwee walaupun sekarang sudah pulih 30
% dalam 2 hingga 3 hari akan pulih seluruhnya. Tapi dengan kondisi
seperti sekarang untuk menjaga keselamatan sendiri masih bisa,
tapi bila bertemu dengan pesilat tangguh seperti Kiam-ta, ilmu
silatku ditambah dengan ilmu silatmu belum tentu dapat
melawannya. Aku ingin tahu kau akan pergi ke mana?"
"Aku akan pergi ke ibukota."
Coh Thian-su terkejut dan bertanya:
"Kau pergi seorang diri ke ibukota untuk apa?"
"Aku mendapat kabar yang bisa dipercaya bahwa Hie Tiong-gwee
dan Tuan Kiam-ta sudah pergi ke ibukota."
Kata Coh Thian-su: "Apakah kau sendiri ingin membalas dendam?"
"Mungkin di ibukota ada yang membantuku untuk membalas
dendam. Kau tenang saja, aku akan hati-hati dan tahu diri."
"Aku juga dengar dari Paman Ting bahwa Wie Thian-hoan juga
pergi ke ibukota." Kata Coh Thian-su Lagi: "Bila kau dibantu oleh Wie Thian-hoan aku bisa tenang tapi aku
takut di tengah perjalanan kau akan dikenali oleh orang-orang."
"Aku bisa sedikit ilmu mengubah wajah." Kata Hiat-kun.
Sebenarnya Coh Thian-su tidak tenang bila Hiat-kun pergi
seorang diri, tapi bila dia pulang bersama Hiat-kun, kemudian
bertemu dengan pembunuh yang ingin membunuh ayahnya, Hiat-
kun akan terbawa-bawa lagi.
Padahal maksud dari Hiat-kun adalah hanya ingin bertemu
dengan Wie Thian-hoan, tapi Coh Thian-su tidak menaruh curiga
walaupun dia terus mengatakan ingin menjodohkan Wie Thian-hoan
dengan Su-giok. Tapi dia tetap tidak dapat melupakan Wie Thian-
hoan, hanya dia tidak dapat mengeluarkan kata-kata itu dari
mulutnya. Coh Thian-su menarik nafas dan berkata:
"Kita adalah Suheng, Sumoi, seharusnya aku membantumu untuk
membalas dendam, tapi aku tahu kau takut dicurigai, aku pun ada
urusan penting dan harus pulang. Sementara kita berpisah di sini
saja." Wajah Hiat-kun menjadi merah dan bertanya:
"Ada masalah apakah kau harus cepat-cepat pulang" Sebenarnya
aku tidak takut dicurigai oleh orang-orang."
Coh Thian-su tidak ingin menceritakan persoalan yang terjadi di
dalam keluarganya, walaupun yang bersalah bukan ayahnya,
kesalahan ibu tirinya pun dapat dimaafkan. Tapi bila didengar oleh
orang lain masalah ini akan sangat merepotkan.
Dia berkata: "Aku hanya berjanji kepada ayahku dalam waktu sebulan ini
harus pulang dan sekarang waktunya sudah tiba."
Walaupun Hiat-kun tidak bisa ikut Coh Thian-su, tapi mendengar
Coh Thian-su berkata seperti itu, seperti ada sesuatu yang dia
sedihkan. Dalam hati dia berpikir, 'Ternyata posisiku di hatinya tidak seperti yang dia katakan, tapi dengan begitu lebih baik karena aku
tidak perlu memikirkan perasaannya terus.'
Hiat-kun berkata: "Kalau kau sudah janji kepada ayahmu sebaiknya cepat pulang!"
Mereka masing-masing mempunyai pikiran yang tidak sama
kemudian mereka pun berpisah.
Coh Thian-su melihat sosok Hiat-kun yang semakin menghilang,
dia merasa kehilangan sekali.
'Dia sudah ada yang memiliki, aku tidak boleh mempunyai pikiran
yang macam-macam,' Setelah berpikir demikian, hatinya menjadi
tenang. Dia berjalan sendiri, setelah tiba di sisi Huang-ho, di seberangnya
adalah Holam. Hari sudah malam, air Huang-ho sedang pasang, tidak ada orang
yang menyebrang malam-malam, terpaksa Coh Thian-su harus
bermalam, dia mencari penginapan untuk beristirahat.
Setelah masuk ke dalam kamar dan mencuci muka, terdengar
ada yang mengetuk pintu. Coh Thian-su tidak menyangka di tempat
seperti itu ada seorang teman yang mencarinya, sebelum membuka
pintu dia bertanya: "Siapa?" "Apakah kau tidak kenal dengan suaraku?"
Orang itu dikenalnya, dia yang mengajak Coh Thian-su ke Lok-
yang dan dia adalah Sin Kong-ta. Sin Kong-ta adalah si wartawan
berjalan, dia senang berada di antara anak-anak muda, karena
merasa menjadi yang tertua.
Coh Thian-su tidak menyukai orang ini, tapi dengan terpaksa dia
membiarkan orang itu masuk ke dalam kamarnya.
"Mengapa kau tahu aku berada di sini?" Sin Kong-ta menutup
pintu dan berkata: "Aku juga menginap di penginapan ini, aku tiba 1 jam lebih awal,
tadi kau baru tiba sengaja tidak aku menyapamu karena di luar sulit
untuk bicara." Tanya Coh Thian-su: "Apakah kau mempunyai rahasia lagi yang ingin kau sampaikan?"
"Benar, rahasia ini berhubungan denganmu, ada pepatah yang
mengatakan: meskipun sampai sepatu besi sobek pun tidak dapat
ditemukan, tapi sekarang tidak butuh waktu lama bisa
menemukannya. Aku khawatir tidak dapat bertemu denganmu lagi,
ternyata sekarang tiba-tiba bertemu di sini!"
Coh Thian-su berkata: "Sepertinya kau sengaja mencariku. Ada apa" Hayo cepat
katakan!" "Jangan terburu-buru, aku pasti akan mengatakannya padamu,
tapi aku mau bertanya dulu, kau mau ke mana?"
"Aku akan pulang."
"Untuk apa pulang?"
"Pertanyaanmu sangat aneh, tentu saja pulang untuk berkumpul
dengan keluarga." Sin Kong-ta tertawa dan berkata:
"Untung aku bertemu denganmu di sini, bila tidak kau akan sia-
sia berjalan." "Apa arti dari kata-katamu?"
"Ayahmu menyuruhmu agar kau jangan pulang!"
"Mengapa?" "Keluargamu telah pergi ke Peking dan ayahmu menitipkan kabar
ini kepadaku agar menyuruhmu pergi ke ibukota dan berkumpul
dengannya di sana." Kata Coh Thian-su: "Ayahku sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan, untuk
apa dia pergi ke ibukota?"
Dengan suara kecil Sin Kong-ta berkata:
"Ini adalah sebuah rahasia besar, jangan beritahu kepada orang
lain. Hui-thian membuat keributan di rumah Hie, kau sudah
menyaksikannya sendiri, ayahmu pergi ke ibukota karena hal ini
juga." Kata Coh Thian-su: "Ayahku dan Hie Tiong-gwee tidak pernah berteman, apalagi
dengan Hui-thian, mengapa ada hubungannya dengan kejadian ini?"
"Kau hanya tahu sebagian kecil ceritanya. Memang benar,
ayahmu dan Hie Tayhiap tidak berteman, tapi dia berteman baik
dengan Tuan Kiam-ta."
"Memangnya kenapa?"
"Tuan Kiam-ta dan Hie Tayhiap, demi menyelamatkan diri dari
kejaran Hui-thian, mereka pergi ke ibukota, tapi Hui-thian tetap
tidak mau melepaskan mereka, sekarang Hui-thian ke ibukota untuk
membunuh mereka." Dalam hati Coh Thian-su berkata:
"Dijuluki sebagai wartawan berjalan memang tidak ada salahnya,
berita yang didapatnya sangat cepat dan tepat."
"Tuan Kiam-ta berpikir, kalau seumur hidup bersembunyi dari
kejaran Hui-thian juga bukan cara yang baik, karena itu dia, Hie
Tayhiap, dan kepala kantor pengiriman, Tong Hwie-yan memberi
undangan kepada para pahlawan dan teman-teman mereka untuk
datang ke ibukota dengan tujuan menangkap Hui-thian-sin-liong.
Tapi yang pantas diundang oleh mereka juga tidak banyak,
jumlahnya hanya ada 10 orang lebih. Di antaranya adalah ayahmu,
ini adalah kehormatan untuk ayahmu karena dia berteman baik
dengan Tuan Kiam-ta maka ayahmu terpaksa harus pergi." Coh
Thian-su hanya percaya setengah dan berkata: "Bila ayahku hanya
pergi sendiri itu tidak aneh, tapi mengapa semua keluargaku
dibawa?" "Ibu tirimu juga seorang pesilat, dia dan ayahmu adalah
pasangan suami istri yang saling mencintai, dia mendengar Tuan
Kiam-ta takut kepada Hui-thiaa Dia pasti ingin ikut ayahmu untuk
membantunya, karena kau belum pulang maka adikmu juga dibawa
karena tidak ada yang mengawasinya."
Kata-katanya sangat masuk akal dan ada bukti yang kuat
membuat Coh Thian-su percaya. Tidak terasa wajahnya juga
berubah. Sin Kong-ta tahu bahwa Coh Thian-su merasa cemas, dia malah
menasihatinya dan berkata:
"Walaupun Hui-thian sangat lihai, tapi ilmu pena besi ayahmu
juga tinggi, ayahmu tidak akan kalah, apalagi banyak pesilat
tangguh juga yang datang ke ibukota"
Coh Thian-su bertanya: "Bagaimana pesan ayahku kepadamu" Apakah kau bisa dengan
jelas mengatakannya?"
"Aku pulang ke Yang-ciu dan berkunjung ke rumah ayahmu,
begitu bertemu dengannya dia langsung bertanya, 'mengapa kau
pulang seorang diri" Mana putraku" Karena kau yang memberi
undangan, dan karena melihat wajahmu juga maka aku memberi
ijin untuk pergi. Sekarang di rumah keluarga Hie telah terjadi
keributan, aku menjadi sangat khawatir!'."
"Ayahmu menanyakan kau pergi ke mana" Tapi aku tidak bisa
menjawab, aku hanya bisa bertanya kepadamu!"
"Aku hanya jalan-jalan mengunjungi beberapa tempat yang
indah." Jawab Coh Thian-su.
Sin Kong-ta menggelengkan kepala dan berkata:
"Kau benar-benar tidak punya pikiran, kau berjanji dengan
ayahmu dalam waktu 1 bulan kau akan pulang, kau malah
berkunjung ke beberapa tempat, apa kau lupa dengan janjimu
kepada ayahmu?" Dia sedang menebak kata-kata Sin Kong-ta yang mana yang
benar dan yang mana yang bohong. Sin Kong-ta mulai bertanya
lagi: "Sudah tahu salah, anak muda biasanya senang bermain. Aku
bertanya kepadamu, apakah kau pernah pergi ke Ong-bu-san?"
Hati Coh Thian-su sedikit bergetar:
"Benar-benar wartawan berjalan,
apakah dia mengetahui sesuatu?" Coh Thian-su menjawab:
"Aku hanya lewat di kaki gunungnya, tidak naik ke atas gunung."
"Gunung Ong-bu adalah gunung yang terkenal, mengapa kau
tidak ke sana untuk mencari tahu?"
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Sin Toako, hal ini pun kulakukan demi dirimu!"
"Apakah karena takut aku marah maka kau berkata seperti itu?"
"Aku tidak berbohong kepadamu, aku tidak lupa dengan janjiku
kepada ayah. Waktu itu karena aku ketakutan cepat-cepat
meninggalkan Lok-yang, tapi aku tetap teringat kepadamu, ada
yang bilang kau dipukul oleh Hui-thian, aku hanya setengah percaya
pada berita ini. Aku pikir begitu meninggalkan Lok-yang 5-6 hari
kemudian setelah tahu keadaan Hie, aku kembali ke Lok-yang
mencarimu. Waktu aku ke gunung Ong-bu, itu sudah 10 hari
semenjak aku meninggalkan Lok-yang, bila naik lagi ke atas gunung
akan menghabiskan banyak waktu."
Kata-kata Coh Thian-su membuat Sin Kong-ta sangat senang, dia
tertawa dan berkata: "Kalau begitu kau masih perhatian kepadaku."
"Aku tidak mengerti mengapa kau mengatakan tentang Gunung
Ong-bu?" Tanya Coh Thian-su.
Suara Sin Kong-ta dikecilkan dan menjawab:
"Ini adalah rahasia, aku hanya mengatakannya padamu tolong
jangan bocorkan!" Kata Coh Thian-su: "Bila tidak percaya kepadaku, jangan bilang saja." Dia tahu sifat Sin Kong-ta, bila disuruh jangan bercerita dia pasti akan bercerita.
"Apakah kau tahu siapa pesilat nomor satu di dunia persilatan?"
"Aku pernah mendengar dari ayah bahwa 30 tahun yang lalu,
pesilat nomor satu adalah Kie Yan-gan. Sekarang ini siapa" Aku
tidak tahu." Dengan suara kecil Sin Kong-ta menjawab:
"Banyak orang mengira Kie Yan-gan sudah meninggal, tapi aku
tahu dia belum meninggal. Pesilat nomor satu di dunia persilatan
masih dia Aku tahu dimana dia tinggal, dia bersembunyi di gunung
Ong-bu." Coh Thian-su pura-pura terkejut dan berkata:
"Sin Toako, kabar yang didapat ini sangat cepat, kalau begitu kau pikir..."
"Aku ingin mencari Kie Yan-gan." Kata Sin Kong-ta. "Ternyata kau juga berteman dengan Kie Cianpwee, mengapa sebelumnya
tidak pernah bilang kepadaku?"
Dengan senang Sin Kong-ta berkata:
"Walau aku tidak suka menyombongkan diri tapi aku memang
berteman baik dengan Kie Yan-gan, tapi karena dia juga adalah
persilat nomor satu, aku tidak enak menggembur gemborkannya,
dia sudah pensiun dari dunia persilatan. Bila bukan aku yang
mengundang dia turun dan gunung, dia pasti tidak akan mau. Demi
membantu teman, aku harus pergi seorang diri."
"Ternyata kau ingin mengundang dia membantu Tuan Kiam-ta
dalam menghadapi Hui-thian." Kata Coh Thian-su.
"Benar, walaupun Tuan Kiam-ta sudah mengundang banyak
teman untuk membantunya, tapi lebih baik lagi mengundang Kie
Yan Ran, begitu dia muncul walaupun Hui-thian bisa terbang
kelangit, tetap tidak dapat lolos dari tangannya."
Dalam hati Coh Thian-su tertawa tapi dia juga tidak ingin
membocorkan hubungan antara Hui-thian dengan Kie Yan-gan, Coh
Thian-su mencoba menasihatinya:
"Dia adalah pesilat nomor satu, sudah lama tidak keluar di dunia
persilatan, tidak mudah mengundangnya, aku pernah dengar dari
ayah bahwa silat Kie Cianpwee sangat aneh, orang yang tidak
disukai mengunjunginya akan disiksa oleh dia. Sin Toako, kau harus
berpikir dulu sebanyak 3 kali."
Sin Kong-ta tidak senang dan berkata:
"Anak kecil kau tahu apa" Karena orang lain tidak dapat
mengundangnya maka Tuan Kiam-ta menyuruhku mengundangnya
karena aku dan dia adalah sahabat karib, dia pasti akan menyambut


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan senang hati, mana mungkin dia menutup pintu."
Coh Thian-su menatap Sin Kong-ta, semakin lama
kebohongannya semakin besar, dalam hati dia berpikir, 'Sepertinya
Kie Cianpwee tidak akan membunuhnya, biar saja dia pergi ke
rumah Kie Yan-gan, supaya dia dihajar oleh Kie Cianpwee."
Waktu itu terdengar bunyi derap kuda, setelah tiba di pintu
penginapan, suara itu berhenti, kata Sin Kong-ta:
"Malam begini masih ada orang yang datang, kuda itu sepertinya
kuda yang sering menempuh perjalanan jauh. Jalannya begitu
terburu-buru yang datang pasti bukan orang biasa."
Silat Sin Kong-ta tidak tinggi tapi pengalamannya sangat banyak.
Kata-katanya belum selesai, orang itu sudah masuk ke dalam
penginapan, terdengar dia berkata kepada pelayan,
"Maaf, aku sudah membangunkanmu, tolong jangan narah. Aku
hanya menginap satu malam, ambilah uang ini, tidak perlu kembali."
Ternyata dia memberikan uang perak sebesar 10 tail. Pelayan
penginapan yang tadinya tidak senang begitu melihat uang yang
banyak langsung tertawa dan mengucapkah terima kasih.
Sin Kong-ta sedang mendengar, wajahnya langung terkejut
sekaligus senang dan dia berkata,
"Sepertinya orang itu adalah teman lamaku."
Begitu orang itu bicara, Coh Thian-su sudah tahu siapa dia,
sengaja dia bertanya kepada Sin Kong-ta:
"Sin Toako, teman lamamu pastilah orang yang sangat kuat!"
"Apakah kau tahu di dunia persilatan ada yang bernama Ting
Po?" Tamu yang datang begitu malam tidak lain adalah Ting Po.
Kata Coh Thian-su: "Orang yang begitu terkenal, masa aku bisa tidak tahu" Katanya
20 tahun yang lalu dia adalah penjahat kelas berat di Liauw-tong,
tapi entah mengapa tiba-tiba menghilang dari dunia persilatan. Sin
Toako, kau adalah temannya, kau pasti tahu dia ke mana."
Chu Tian Shu ingin tahu seberapa banyak informasi tentang Ting
Po yang diketahui oleh Sin Kong-ta.
Sin Kong-ta berbisik di telingannya dan berkata:
"Berita ini akan membuat Ting Po malu, kau orang yang tahu
tidak banyak. Aku akan menceritakannya kepadamu, tapi jangan
ceritakan kepada orang lain, ada suatu kali dia mencuri benda antik
labu giok milik salah satu adik raja. Barang itu adalah pemberian
raja. Labu giok itu sebesar mulut mangkuk, akhirnya adik raja itu
menyuruh 8 pengawal istana menghadapinya, tapi kedelapan
pengawal itu mati di tangannya, sedangkan dia juga terluka parah.
Musuhnya begitu banyak karena itu dia bersembunyi di suatu pulau
untuk mengobati lukanya. Sekarang dia kembali lagi mungkin ilmu
silatnya sudah pulih seperti semula."
Coh Thian-su mendengar Sin Kong-ta hanya sembarangan bicara,
dia menahan tawanya. Tanya Sin Kong-ta: "Mengapa kau terlihat begitu aneh" Wajahmu seperti ingin
tertawa atau malah ingin menangis?"
Setelah lama Coh Thian-su baru bisa menghentikan tawanya.
"Sin Toako, apakah kau akan mencarinya?"
"Aku dan dia sudah 20 tahun tidak bertemu, teman lama sulit
untuk bertemu, aku pasti akan menemuinya, kau juga ikut aku ke
sana untuk mengunjunginya, ambil kesempatan ini untuk
mengenalnya." Dalam hati Coh Thian-su berpikir, "Rahasiaku dan keluarga Kie
tidak boleh diketahui oleh wartawan berjalan ini."
Cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya, seperti Sin Kong-ta
dia pun berbisik di telinganya dan berkata:
"Jangan beritahu dia bahwa aku ada di sini!"
Sin Kong-ta tampak terkejut:
"Mengapa?" "Ini adalah rahasia besar, aku hanya akan mengatakannya
padamu, jangan sebarkan ke luar. Ayahku dan dia ada sedikit selisih
paham, walaupun bukan musuh besar tapi sudah melukainya,
mereka pernah bertarung secara bersahabat Kau adalah teman
ayah, apakah ayah tidak pernah bercerita kepadamu..."
Sin Kong-ta buru-buru menjawab:
"Benar, aku ingat sekarang, waktu itu dia bertarung dengan Ting
Po, dia kalah 1 jurus. Dua puluh tahun yang lalu ayahmu pernah
memberitahuku, karena sudah terlalu lama aku hampir lupa. Kalau
begitu kau jangan temui dia!"
Kata Coh Thian-su: "Ting Po orangnya mementingkan harga diri, bila bertemu
dengannya, jangan tanyakan hal ini!"
Sin Kong-ta baru mengerti, dalam hati dia berpikir, "Pantas
wajahnya begitu lesu." Lalu dia tertawa dan berkata:
"Aku belum tua, aku sudah mengerti. Baiklah aku akan
mencarinya, besok kau tidak perlu menungguku, kita masing unitmu
berpisah." Hati Coh Thian-su terasa geli, begitu dia pergi dia langsung
berkonsentrasi ingin mendengarkan pembicaraan mereka.
Kamar yang dihuni oleh Ting Po adalah kamar yang paling bagus.
di depan adalah ruangan tidak tertutup, di belakangnya adalah
kebun sayur tidak ada kamar yang bersebelahan dengan kamar itu.
Jarak satu ruang kosong saja sebenarnya sulit mendungku
percakapan orang di kamar dengan suara kecil. Tapi bagi Coh
Thian-su. ini bukan hal yang sulit, dari kecil dia sudah berlatih silat dan pendengarannya lebih tajam dari orang lain. Dia tengkurap di
bawah dan mendengar satu kata pun tidak terlewatkan.
Ting Po melihat ada orang yang tidak dia kenal mengunjunginya
dia merasa aneh, dengan dingin dia berkata:
"Siapa kau?" Sin Kong-ta segera berkata:
"Ting Lo-toa, apakah kau sudah melupakanku" Kita pernah
bertemu di kantor pengiriman barang."
Ting Po terpaku dan bertanya: "Kapan" Di mana?"
"Sudah 20 tahun lebih, di kantor Piau-ang-ta."
Ting Po baru ingat, waktu itu dia merampok barang yang dibawa
oleh Piau-ang-ta, terakhir setelah melalui perundingan dua belah
pihak Ting Po mengembalikan barang yang sudah dirampok, karena
itu kepala kantor Piau-ang-ta membuat pesta besar-besaran sebagai
ucapan terima kasih kepada Ting Po. Waktu itu orang yang datang
ke pesta lebih dari 30 orang. mungkin Sin Kong-ta adalah salah satu
dari tamu-tamu itu Walaupun Ting Po tidak kenal dengannya, waktu itu Sin Kong ta
mendengar Ting Po berbicara dengan orang orang. Sin Kong ta
mendengarnya dengan teliti, si wartawan berjalan ini walau ilmu
silatnya tidak begitu tinggi tapi dia mempunyai keahlian istimewa,
bila dia sudah mendengar suara orang itu. Walaupun sudah lewat
beberapa tahun, hanya mendengar suaranya tanpa melihat orang,
dia masih bisa mengenali orang itu. Tapi keahlian ini hanya bisa dia
terapkan pada orang-orang terkenal saja.
Kemudian Sin Kong-ta memperkenalkan diri.
Mendengar nama ini Ting Po sudah tidak asing dan dia langcung
tertawa. "Ternyata kau adalah si wartawan berjalan, sepertinya sudah 20
tahun berlalu, kau belum punya julukan lain." Kata Sin Kong-ta:
"Jangan terlalu keras suaramu!"
Sebenarnya dia takut Coh Thian-su akan mendengar percakapan
mereka dan tahu bahwa dia sudah berbohong. Ting Po tertawa dan
berkata: "Di kiri dan kanan kamar ini tidak ada kamar lain tidak perlu takut ada yang mendengar, atau mungkin kau sudah tahu bahwa di
penginapan ini ada orang jahat?"
"Tidak ada orang jahat, tapi mungkin ada orang persilatan,
karena identitas Toako..."
"Kau tahu aku sekarang bekerja di mana?" Tanya Ting Po.
"Sudah 20 tahun tidak bertemu, Toako pasti masih berdagang
yang tidak memerlukan modal."
"Untuk apa kau tanyakan hal ini?"
Dia mulai bersikap tidak bersahabat.
Sin Kong-ta terkejut dalam hati dia berpikir, 'Mengapa aku lupa
larangan orang dunia hitam"' Segera dia berkata:
"Tidak apa-apa. Aku hanya merasa aneh, aku senang berteman,
bila Ting Toako membutuhkanku, aku pasti..."
Ting Po memotong kata-katanya dan berkata:
"Baiklah, bila aku butuh bantuanmu aku pasti akan mencarimu."
Ini adalah kata-kata agar Sin Kong-ta segera pergi.
Untung Ting Po tidak marah, dalam hati dia berkata, "Ting Lo-
toa, akhirnya kau tahu siapa aku. Kelak dia akan butuh orang
sepertiku." Segera dia berdiri dan pamit kembali ke kamarnya dan dia
berkata: "Ting Toako, kau mau beristirahat, aku akan kembali ke
kamarku." Ting Po seperti sedang memikirkan sesuatu, tiba-tiba dia berkata,
"Tunggu sebentar!"
Sin Kong-ta terkejut, dia tahu bahwa orang yang berada di
hadapannya adalah seorang perampok yang membunuh orang
tanpa memandang bulu. "Apakah dia tidak ingin orang lain tahu bahwa dia ada di sini, dan membunuhku untuk tutup mulut?"
"Ada apa Ting Toako?" suara Sin Kong-ta terdengar bergetar.
Wajah Ting Po tidak terlihat marah, dengan sopan dia
mempersilakan Sin Kong-ta agar duduk kembali, dengan pelan dia
berkata: "Sin Toako, ada satu hal yang ingin kutanyakan."
Sin Kong-ta sangat terkejut dan berkata:
"Ting Toako ingin menanyakan
apa" Aku pasti akan menjawabnya dengan jelas."
"Apakah kau orang Yang-ciu?"
Karena 20 tahun yang lalu Sin Kong-ta belum terkenal seperti
sekarang, dan Ting Po baru kembali dari Yang-ciu maka dia tahu
ada orang terkenal seperti Sin Kong-ta.
Sin Kong-ta baru tenang dan berkata: "Kampung halamanku ada
di Yang-ciu." "Kau adalah orang terkenal di Yang-ciu, aku dengar orang-orang
berkata seperti itu."
Sin Kong-ta terkejut dan bertanya: "Apakah kau baru dari Yang-
ciu?" "Aku baru dari sana, apakah kau tahu orang terkenal di Yang-
ciu?" "Apakah yang kau maksud Coh Tayhiap?"
"Harus mengatakan Pendekar Yang-ciu, Coh Kim-sung karena dia
adalah benar-benar seorang pendekar, apakah kau tidak tahu?"
Sin Kong-ta tidak bisa menebak maksud Ting Po, dia hanya
berkata: "Benar, benar, terima kasih Ting Toako sudah memuji orang
Yang-ciu, aku turut merasa bangga." Tanya Ting Po:
"Apakah kau dan Coh Kim-sung berteman baik" yang ingin aku
tanyakan adalah mengenai Coh Tayhiap."
Menurut kebiasaan Sin Kong-ta, bila dia mempunyai sangkut paut
dengan orang itu, dia pasti akan mengatakan dia adalah teman
orang itu, tapi sekarang dia tidak berani berbohong dia takut Ting
Po salah paham bahwa dia dan Coh Kim-sung adalah teman baik.
Kata Sin Kong-ta: "Ting toako, kau salah paham, aku dan Coh Kim-sung hanya
teman biasa saja." Ting Po mengerutkan dahi dan berkata:
"Pergaulan Sin Toako sangat luas, terkenal di mana-mana. Coh
Tayhiap satu tempat tinggal denganmu, mana mungkin hanya kenal
begitu saja." "Aku sering berkelana, waktuku di kampung halaman hanya
sebentar saja, kadang-kadang dalam 1 tahun tidak bertemu satu
kali." "Dua bulan yang lalu kau dan putra Coh Kim-sung, pergi ke Lok-
yang untuk memberi selamat kepada Hie Tiong-gwee."
Sin Kong-ta terkejut dan berpikir, 'Beritanya beredar sangat
cepat.' Segera dia berkata: "Benar, karena kami sekampung dan aku lebih tua dari dia jadi
kami pergi sama-sama, kami tidak ada hubungan apa-apa."
Tanya Ting Po: "Belakangan ini apakah kau sering pulang kampung?"
"Benar, tapi aku tidak bersama dengan putra Coh Kim-sung."
"Ya aku tahu, yang ingin aku tanyakan adalah apakah kau tahu
keadaannya sekarang?"
Dia merasa aneh tapi Ting Po menatapnya dengan sorot mata
dingin seperti es dan sangat tajam seperti pisau.
Sin Kong-ta berpikir, 'Kelihatannya dia mulai curiga kepadaku,
aku harus meladeninya.' Sin Kong-ta bertanya, "Apa yang Ting Toako ingin ketahui?"
"Aku ingin tahu ke mana perginya Coh Tayhiap, aku ke rumahnya
tapi tidak ada orangnya, aku tahu dia sudah meninggalkan Yang-ciu,
orang-orang persilatan tahu bahwa berita yang didapat darimu
sangat cepat, apakah kau tidak mau mengatakan padaku?"
"Jujur bicara, aku juga tidak tahu tapi..."
"Tapi apa?" Jawab Sin Kong-ta: "Tapi aku tidak tahu apakah ini benar?"
"Benar atau salah, katakan saja!"
"Ini adalah rahasia besar, asalnya dari mana jangan kau
tanyakan." "Bila kau mau bercerita, ceritakan saja, bila tidak mau tidak perlu bercerita, terserah, aku tidak akan memaksa."
Sin Kong-ta berkata: "Terima kasih kau mau mengerti, aku dengar Coh Kim-sung
sekarang ini berada di rumah Kie Yan-gan."
Ting Po terpaku dan berkata:
"Apakah Kie Yan-gan yang kau maksud adalah pesilat nomor satu
di dunia persilatan?"
Kata Sin Kong-ta: "Benar, katanya Kie Cianpwee sekarang tinggal di gunung Ong-
bu, yang tahu hanya sedikit, tapi Coh Kim-sung juga tahu."
"Apakah istri dan anaknya juga dibawa?" Tanya Ting Po.
"Benar, dia membawa istrinya bertamu ke rumah Kie tapi
putranya tidak ikut."
Ting Po tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Benar-benar hal yang aneh, Coh Kim-sung bisa membawa
istrinya ke rumah Kie."
"Ting Toako, tolong kecilkan suaramu, karena Coh Tayhiap dan
Kie Cianpwee tidak ingin ada orang yang tahu."
Ting Po menahan tawanya dan berkata:
"Benar, aku lupa. Ini adalah rahasia besar, kau tahu mengapa
aku merasa aneh?" "Aku tidak tahu."
"Kie Yan-gan sudah 20 tahun menghilang dari dunia persilatan.


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apakah itu benar?" "Benar." "Bila menghitung waktunya, saat Kie Yan-gan pensiun dari dunia
persilatan dan Coh Kim-sung baru masuk dunia persilatan, mengapa
dia bisa berteman baik dengan Kie Cianpwee?"
Dalam hati dia tertawa, 'Dia benar-benar pembohong.'
Sin Kong-ta tidak tahu bahwa Ting Po adalah pelayan keluarga
Kie dan selama 20 tahun tinggal di rumah Kie. Dia sudah tahu mana
yang benar dan mana yang bohong.
"Ting Toako, berita yang kau dapat cepat juga, tapi kau hanya
tahu sebagian, nanti akan kuceritakan semua dan kau tidak akan
merasa aneh lagi." "
"Kalau begitu, cepat ceritakan kepadaku!"
"Istri Coh Kim-sung adalah anak angkat dari Kie Yan-gan. Coh
Kim-sung dan Kie Yan-gan adalah teman baik, orang ini sangat
terkenal di dunia persilatan, bulan kemarin dia menjadi saksi
pernikahan Hie Tiong-gwee."
"Apakah dia adalah Tuan Kiam-ta?"
"Benar, diam-diam kali ini Coh Kim-sung pergi untuk menemui
Kie Yan-gan, juga ada hubungannya dengan Tuan Kiam-ta. Dia
sendiri masih mempunyai hubungan keluarga dengan keluarga Kie.
Coh Kim-sung membawa istri dan anaknya ke rumah Kie, apakah itu
aneh?" "Sin Toako, pergaulanmu benar-benar luas, hubungan orang lain
apakah masih ada hubungan keluarga atau teman, kau tahu dengan
jelas." Sin Kong-ta tidak tahu bahwa yang dikatakan Ting Po adalah
sindiran, malah dia sangat senang dan berkata:
"Kau terlalu memuji."
Ting Po berkata: "Menurutmu sebenarnya Coh Kim-sung adalah menantu Kie Yan-
gan, dia pergi ke rumah Kie itu wajar, kenapa ada hubungannya
dengan Tuan Kiam-ta?"
Kata Sin Kong-ta: "Itu hal lain lagi."
"Hal apa lagi?" Dalam hati Ting Po berpikir, 'Aku ingin tahu dia berbohong apa lagi"'
Jawab Sin Kong-ta: "Bulan kemarin Hui-thian membuat keributan di rumah Hie,
apakah kau tahu?" "Aku hanya mendengar sekilas."
"Pada hari pernikahan Hie, dia melukai Hie dan merebut istrinya."
"Sungguh keterlaluan Hui-thian itu! Lalu apa hubungannya
dengan Coh Kim-sung yang berkunjung ke rumah Kie?"
Tapi dalam hati dia sangat geli, 'Pengantin perempuannya karena
mencari Wie Siauya maka dia ke rumah Kie, kau berbohong terlalu
banyak.' Sin Kong-ta masih berkata:
"Apakah Ting Toako sudah lupa, tadi sudah kukatakan Tuan
Kiam-ta adalah saksi pernikahan Hie Tiong-gwee."
"Lalu kenapa?" "Hui-thian menghina Hie Tiong-gwee, Tuan Kiam-ta harus
berlaku adil tapi demi melindungi Hie yang terluka, dia tidak dapat
meninggalkan Hie begitu saja karena itu Coh Kim-sung mewakilinya
mengundang Kie Cianpwee untuk keluar lagi ke dunia persilatan.
Coh Tayhiap juga ingin mencari putranya karena ada yang
mengatakan Hui-thian sudah membunuh Coh Thian-su, dia juga
meminta bantuan Kie Cianpwee membantunya mencari putranya,
kali ini dia ke rumah Kie demi kepentingan teman juga demi dirinya
sendiri." Ting Po bersikap seperti baru mengerti dan berkata: "Ternyata
begitu, untung aku bertemu dengan orang yang tahu berita, kalau
tidak aku harus jauh-jauh mencari Coh Tayhiap!"
Kata Sin Kong-ta: "Gunung Ong-bu tidak jauh dari sini, bila Ting Toako ingin
mencari Coh Kim-sung, biar aku yang menemanimu."
"Aku tidak berani menjilat pesilat nomor satu Kie Yan-gan, aku
terima kebaikanmu, urusan mencari Coh Tayhiap labih baik nanti
saja." Sin Kong-ta sangat senang dan berpikir, 'Benar-benar sesuai
perkiraanku.' Dia berbohong karena dia sendiri pun mempunyai maksud lain,
dia mengira antara Coh Kim-sung dan Ting Po memang ada
permusuhan. Dia memang senang berbohong tapi kepada teman
baik dia tetap memperhatikan. Dia berpikir, 'Dua ekor macan
berkelahi, pasti ada salah satu yang terluka, bila yang terluka adalah Ting Po, itu tidak apa-apa tapi bila yang terluka adalah Coh Kim-sung, aku akan merasa sangat menyesal karena sudah mengetahui
masalah yang sebenarnya dan tidak memberitahu kepada Coh Kim-
sung.' Karena itu dia membuat berita burung bahwa Coh Kim-sung
adalah menantu Kie Yan-gan dan sekarang berada di rumah Kie.
Ting Po pasti tidak akan berani mencari Coh Kim-sung ke rumah Kie
Yan-gan. Coh Thian-su mencuri dengar percakapan mereka, hatinya
menjadi geli sendiri tapi juga khawatir. Yang membuatnya geli
adalah Sin Kong-ta membuat berita bohong di depan orang yang
sudah tahu, yang membuatnya khawatir adalah khawatir Ting Po
akan menghukumnya. Dari percakapan mereka, Coh Thian-su bisa mengambil
kesimpulan bahwa ayahnya sudah meninggalkan Yang-ciu karena
Ting Po tidak bertemu dengan ayannya.
Dalam hati Coh Thian-su berpikir, 'Walaupun Sin Kong-ta selalu
membuat gosip tapi dia masih memperhatikan ayah dan aku, bila
hukuman dari Ting Po terlalu berat, aku akan menolongnya.'
Belum habis pikirannya, terdengar suara Ting Po yang tertawa.
"Kau berbicara seperti itu pasti berteman baik dengan Kie
Cianpwee?" Kata Sin Kong-ta: "Bukan teman baik tapi dia masih menganggapku teman,
sekarang aku akan ke gunung Ong-bu untuk mencari mereka."
"Apakah Coh Kim-sung sendiri pun tidak dapat mengundang Kie
Cianpwee?" Tanya Ting Po.
"Sebenarnya kami tidak perlu tegang hanya saja Hui-thian itu
terlalu kuat, Tuan Kiam-ta takut kie Cianpwee tidak tahu keadaan ini
karena itu Tuan Kiam-ta menyuruhku untuk menyampaikan semua
ini kepada Kie Cianpwee."
Ting Po tertawa dan berkata:
"Kau sangat pintar bicara, juga tahu hal yang sebenarnya, kau
pasti bisa mengajak Kie Cianpwee turun gunung." Sin Kong-ta
berkata: "Aku harap begitu, sayang Ting Toako tidak bisa sama-sama
denganku pergi ke rumah Kie untuk melihat keramaian ini."
"Bila kau ke rumah Kie, keramaian pasti akan terjadi hanya saja
aku tidak tega melihatnya."
Sin Kong-ta terpaku dan bertanya:
"Apa maksud Ting Toako?"
"Aku yang harus ke rumah Kie, tapi kau tidak boleh!"
"Mengapa..." Kata-katanya belum selesai tapi dia sudah roboh di bawah.
Coh Thian-su terkejut dan ingin melihatnya, terdengar Ting Po
berkata: "Aku menotok jalan darahmu untuk menolongmu, apakah kau
mengerti" Seumur hidup aku sudah bertemu dengan Enghiong-
enghiong dunia persilatan, tapi caramu berbohong memang nomor
satu. Bila kau hanya berbohong itu tidak apa-apa tapi bila benar-
benar mengundang Kie Yan-gan turun gunung, meski kau tidak
mati, setidaknya ilmu silatmu akan dimusnahkan. Walau aku benci
padamu, tapi dunia persilatan bila kekurangan orang sepertimu
akan terlalu sepi karena itu aku tidak akan memusnahkan ilmu
silatmu, biar kau masih bisa berkelana di dunia persilatan, aku
sudah menotok jalan darahmu, 12 jam kemudian akan terbuka,
tidak membuatmu terluka tapi dalam waktu 3-5 hari tidak akan pulih
secara sempurna, jadi kau jangan terkejut."
Sekarang Coh Thian-su baru merasa tenang, dalam hati dia
berpikir, 'Bila aku jadi Ting Po, aku pun akan berbuat seperti itu. Bila Sin Kong-ta pergi ke rumah Kie Yan-gan, Kie Cianpwee pasti akan
memerintahkan Ting Po menghadapi dia, bila Ting Po tidak
membunuhnya, ilmu silatnya pasti akan dimusnahkan."
Belum habis pikirannya, terdengar Ting Po berkata lagi:
"Kau menganggapku teman tapi aku harus menasihatimu
bergosip boleh-boleh saja tapi jangan menjadi penjudi. Aku tahu
kau sama sekali tidak mengenal Kie Yan-gan, kau hanya menjilat
Tuan Kiam-ta dan Hie Tiong-gwee dan kau mencari tempat tinggal
Kie Yan-gan kau mengira jadi atau tidak jadi tidak akan jadi
masalah, kau tidak tahu ini adalah taruhan yang berbahaya, bila
kalah kau akan kehilangan nyawamu. Sekarang kau tidak mengerti,
kelak pasti akan tahu."
Kemudian Ting Po membuka pintu kamar dan terdengar suara
angin yang dibawa oleh kibasan baju. Coh Thian-su adalah seorang
pesilat, sekali mendengar sudah tahu bahwa Ting Po menggendong
Sin Kong-ta kembali ke kamarnya.
Waktu Sin Kong-ta keluar dari kamar, dia hanya menutup dari
luar tapi tidak dikunci, hanya mendorong sudah tahu bahwa itu
adalah kamar Sin Kong-ta. Ting Po adalah seorang pesilat
berpengalaman, sewaktu Sin Kong-ta mendekatinya, dia sudah tahu
Sin Kong-ta datang dari arah mana.
Tidak lama kemudian Ting Po kembali ke kamarnya. Sekarang
sudah pukul 4 dini hari. Coh Thian-su berpikir, "Ayah diundang oleh Tuan Kiam-ta ke
ibukota, sepertinya ini bukan bohong, aku harus pergi ke ibukota,
supaya ayah tidak masuk ke dalam perangkap mereka. Yang harus
aku tahu sudah terjawab semua, aku juga tidak perlu bertemu
dengan Ting Po.' Uang sewa kamar sudah dilunasi, dia mengambil keputusan
diam-diam meninggalkan penginapan itu.
---ooo0dw0ooo--- C. Tidak sengaja ke Hoa-san
Ada seekor kuda yang melintasi kaki Hoa-san, yang menunggang
kuda itu adalah seorang pemuda berumur 20 tahun lebih. Dia
melihat kemegahan Hoa-san, hatinya pun ikut merasa gembira.
Walaupun dia terlihat gagah tapi sorot matanya terlihat khawatir.
Pemuda itu adalah Coh Thian-su yang akan pergi ke ibukota
untuk mencari ayahnya. Cang Long terkenal sebagai tempat berbahaya, ada sebuah jalan,
jalan keluar dari sana berada punggung gunung, jalan itu panjang
dan sempit. Dari jauh terlihat seperti seutas tali turun dari langit
sekarang Coh Thian-su berada di bawah Tiang-lung.
Dari atas Hoa-san bisa terlihat Huang-ho, sekarang Coh Thian-su
berada di kaki Hoa-san, dia hanya bisa melihat puncak gunung yang
tajam. "Sayang aku ada keperluan lain, bila tidak aku bisa menikmati
dulu keindahan Hoa-san kemudian mendaki ke puncaknya. Aku
harap setelah pulang dari ibukota aku bisa pulang bersama-sama
dengan ayah dan menikmati keindahan alam disini."
Mengingat keadaan ayahnya, hatinya menjadi agak gelisah
tadinya dia berjalan dengan lambat kemudian dia mempercepat lagi.
Yang paling dia khawatirkan adalah keadaan ayahnya. Ada satu
orang lagi yang dia khawatirkan, kadang-kadang dia lebih banyak
mengkhawatirkan dia daripada ayahnya.
Sekarang dia memikirkan Hiat-kun lagi.
"Apakah Hiat-kun sudah sampai di ibukota" Dia ke ibukota untuk
mencari Hui-thian agar dapat membantunya membalas dendam.
Ayahku diundang oleh Tuan Kiam-ta untuk menghadapi Hui-thian,
mereka belum tentu bisa bertemu. Walau bertemu pun belum tentu
saling kenal, mungkin akan menganggap kawan adalah musuh."
Mengingat salah paham yang akan terjadi, dia berjalan terus.
Begitu kudanya mulai berlari dengan cepat, tiba-tiba terdengar
orang berteriak minta tolong!
Yang meminta tolong adalah suara perempuan. Walaupun saat
itu Coh Thian-su sudah berjalan dengan begitu cepat, begitu dia
mendengar ada yang meminta tolong, dia segera menghentukan
kudanya. Dia melihat seorang perempuan jatuh terguling-guling dari atas
gunung. Perempuan itu berada dalam bahaya, di belakangnya ada orang
yang mengejarnya Laki-laki itu berwajah seram, dia seperti terbang berlari mengejar
dia, melihat perempuan itu terjatuh, dia tidak menolong, malah
dengan dingin berkata, "Apakah kau masih bisa lolos dari tanganku?"
Selesai berkata seperti itu, tangannya sudah melempar 3 buah
senjata paku. Perempuan itu jatuh dari atas gunung, walau dia tidak
mati tapi tubuhnya pasti akan terluka, orang itu tidak perlu
mengeluarkan senjata rahaisa, tapi begitu dia melempar 3 buah
paku seperti ingin cepat-cepat mencabut nyawanya.
Coh Thian-su menunggang kuda dari kaki gunung dan memanjat
naik ke atas. Orang itu berlari dengan cepat dari atas gunung ke
bawah, perempuan itu sudah terguling hingga ke tengah gunung,
berarti jarak mereka sama jauhnya. Tapi senjata rahasia itu akan
lebih cepat sampai daripada kuda Coh Thian-su.
Senjata paku datang dengan cepat, hampir mengenai tubuh
perempuan itu. Coh Thian-su tidak mempunyai waktu untuk berpikir
lagi, segera dia melempar 3 keping uang logam.
Terdengar 3 kali suara beradu, 3 keping uang dan 3 buah paku
saling beradu, kemudian berbarengan terjatuh.
Orang itu marah dan berkata,
"Siapa kau berani menghalangiku?"
Coh Thian-su juga marah dan berkata,
"Orang sudah jatuh ke dalam sumur kau masih menjatuhkan
batu ke atasnya, ini bukan hal baik yang dilakukan oleh tuan!"
Coh Thian-su turun dari kuda ingin memapah perempuan itu, tapi
begitu mendekat, perempuan itu tiba-tiba melompat dan terdengar
bunyi ledakan, di sekitar sana langsung penuh dengan asap.
Asap dengan cepat mengeklingi Coh Thian-su, semua tampak
gelap, dalam 5 langkah tidak terlihat apa pun. Hati Coh Thian-su
menjadi dingin, pasti laki-laki dan perempuan tadi bersekongkol
menyerangnya. Untung tenaga dalam Coh Thian-su cukup kuat, dengan gerakan
cepat dia menahan nafas, dia mengeluarkan keahliannya dan
meloncat keluar dari gumpalan asap itu.
Pada waktu yang sama, laki-laki itu mengeluarkan serangan,
tenaga dalam orang itu berada di atas Coh Thian-su. Hanya sekejap
gumpalan asap sudah menghilang, sekarang dia dapat melihat
sekelilingnya dengan jelas.
Waktu itu perempuan tadi sudah menghilang tidak meninggalkan
jejak. Coh Thian-su mendengar ada suara derap kuda yang berlari,
sekali melihat, perempuan itu sudah naik ke atas kudanya dan
langsung turun gunung, dengan cepat hilang dari pandangannya.
Perubahan ini di luar dugaan Coh Thian-su, tapi dari kejadian ini
dapat diketahui bahwa perempuan dan laki-laki itu tidak berkomplot.
Dalam hati Coh Thian-su berpikir, 'Laki-laki ini sangat galak dan
perempuan itu pasti takut aku tidak bisa menolongnya, jadi dia


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengambil kesempatan ini mencuri kudaku dan melarikan diri,
walaupun dia mencuri kudaku tapi ini juga tidak bisa disalahkan.'
Belum habis berpikir, laki-laki itu sudah berdiri di hadapannya.
Dengan dingin orang itu berkata:
"Penjahat kecil, siluman tadi siapamu" Cepat katakan!" suaranya seperti wajahnya, dinginnya tidak dapat dilukiskan, sekarang
mereka saling pandang, Coh Thian-su merasa orang itu sangat
menakutkan. Wajah orang itu tidak seperti wajah seram milik orang lain
sebaliknya malah tidak ada ekspresi sedikit pun. Sangat pucat dan
tidak berwarna. Dilihat dari penampilannya seperti seorang pelajar
yang tidak pernah melihat sinar matahari, tapi Coh Thian-su merasa
orang yang berdiri di hadapannya seperti baru keluar dari liang
kubur. Pikir Coh Thian-su, Aku tidak boleh takut dengan orang seperti
monster ini!' Dia langsung berkata: "Mengapa begitu bertemu sudah langsung marah-marah kepadaku"' Orang itu tertawa dingin dan menjawab:
"Ya, aku memang marah. Kau penjahat kecil seharusnya
disamakan dengan siluman itu!'
Coh Thian-su marah dan berkata"
"Sekali bicara sudah melukai orang, aku dan orang tadi sama
sekali tidak kenal. Dan aku juga tidak tahu siapa kau!"
Orang itu berkata lagi: "Kalau tidak kenal mengapa membantunya melarikan diri?"
"Aku tidak kenal denganmu juga tidak kenal dengan dia, aku
tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah, aku hanya tidak
tega melihat perempuan lemah itu mati di sini." Kata Coh Thian-su.
Wajah orang itu sama sekali tidak ada ekspresi, tapi kata-katanya
semakin beringas. "Seorang perempuan seperti siluman tadi masih ada yang bilang
dia adalah perempuan yang lemah, ini adalah kata-kata yang aneh,
apakah kau menganggapku orang jahat?"
Jawab Coh Thian-su: "Kau dan dia, siapa yang baik atau jahat aku tidak tahu, mungkin
aku telah melakukan kesalahan dalam menolong orang, baiklah asal
kau bisa memberikan alasan membunuh dia, aku akan minta maaf!"
Orang itu tertawa dingin dan berkata:
"Siapa dirimu" Apakah aku mengundangmu menjadi hakim"
Dengan enaknya minta maaf!"
"Kau ingin aku bagaimana?"
Kata orang itu: "Aku ingin kau bunuh diri di hadapanku!" Coh Thian-su sangat marah dan berkata:
"Aku belum pernah melihat orang seperti dirimu. Maaf bila kau
tidak bisa menjelaskannya, aku tidak mau bicara denganmu lagi!"
Orang itu berteriak: "Berhenti!"
Dia menghalangi langkah Coh Thian-su.
"Kau tidak dapat menjelaskan alasannya, apakah kau mau
bertarung" Baiklah, aku akan meladenimu!" kata Coh Thian-su.
Orang itu sangat marah dengan perkataan Coh Thian-su, dia juga
berkata: "Apakah kau tahu siapa siluman perempuan itu" Kau harus tahu
kau sekarang ada di mana?"
Kata Coh Thian-su: "Semua orang pun tahu ini adalah Hoa-san, apakah ini bisa
dijadikan alasan?" "Apakah kau tahu perguruan Hoa-san adalah perguruan lurus"
Kelihatannya silatmu sangat tinggi, kau pasti tahu ilmu silat siluman
perempuan itu adalah ilmu sesat, dia pasti bukan murid Hoa-san.
Bila kau bukan komplotannya, kau seharusnya tahu siapa yang
benar dan siapa yang salah, mengapa harus membelanya?"
Pendekar Buta 6 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Perjodohan Busur Kumala 11
^