Kedele Maut 2
Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 2
tanah. Dg napas terengah-engah, kakek itu segera berseru :
"Aku sudah dicelakai orang, cepat".cepat katakanlah, dia
sia".siapakah kau?"
Sekali lagi Kho Beng dibuat tertegun, sebetulnya saat itu
merupakan kesempatan yg terbaik aginya untuk melarikan diri,
namun perasaan heran dan ingin tahunya membuat pemuda itu
melupakan ancaman bahaya atas keselamatannya.
Dg perasaan keheranan, ia segera bertanya:
"Lotiang, bukankah kau berada dalam keadaan sehat wal afiat"
Siapa yg telah mencelakaimu?"
"Aku sudah terkena jarum penembus tulang pembeku darah"."
Kata kakek berambut putih itu dg napas terengah-engah.
"Kau"kemarilah".mengingat aku sudah hampir mati, beritahulah
padaku, siapakah kau" Dan siapa yg menyuruhmu datang kemari?"
Diam-diam Kho Beng merasa terkejut sekali, pikirnya:
"Padahal kepandaian silatnya sangat hebat, tapi kenyataannya
dia telah dicelakai orang tanpa menimbulkan sedikit suarapun,
aaah"! Jarum penembus tulang pembeku darah yg dimaksudkan
pastilah sejenis senjata yg amat jahat."
Ia merasa tak pernah mempunyai dendam sakit hati dg siapapun,
sekarang ia Cuma terlibat dalam peristiwa tersebut secara kebetulan
saja, apalagi setelah melihat kakek itu berusaha untuk mengetahui
identitasnya menjelang saat kematiannya, tanpa terasa timbul rasa
kasihan dalam hati kecilnya.
Setelah tertawa getir, diapun menjawab:
"Sesungguhnya aku sendiripun tak tahu mengapa aku Kho Beng
disuruh datang kemari, seseorang yg tidak kukenal telah
meninggalkan sepucuk surat kepadaku untuk datang kemari dan aku
pun segera berangkat kesini. Nah, silahkan lotiang memeriksa surat
ini seusai membaca isinya kau pasti akan mengerti dg sendirinya."
Sambil berkata, dia mengeluarkan selembar surat dan mendekati
kakek tersebut. "Aku sudah tak dapat melihat lagi, tolong bacakan isi surat
tersebut"." Kata kakek berambut putih itu dg nada lemah.
Dg cepat Kho Beng membaca isi surat tersebut.
"Aku tak dapat menunggu karena ada urusan penting, datanglah
keperkampungan Hui im ceng dikota Hang ciu seusai membaca
tulisan ini, sepuluh tahil perak kuhadiahkan sebagai ongkos jalan,
dinding naga merupakan warisan leluhur, jangan diperlihatkan
kepada siapapun. Nah, surat tersebut tanpa tanda tangan"."
Sekujur badan sikakek nampak bergetar keras selesai mendengar
isi surat itu, dg nafas tersengal dia berusaha meronta bangun, lalu
serunya sambil mengawasi wajah Kho Beng lekat-lekat:
"Dinding naga" Apakah dinding naga itu?"
Dg perasaan terkejut Kho Beng mundur selangkah, dia kuatir
kakek itu akan menyerangnya secara tiba-tiba kemudian baru
sahutnya: "Benda itu tak lain adalah sebuah lencana batu kumala hijau yg
kukenakan sedari kecil dulu"."
Belum selesai perkataan tersebut, dua rentetan sinar aneh telah
memancar keluar dari balik mata kakek tersebut, serunya lagi dg
gelisah: "Cepat"..cepat keluarkan dan tunjukkan kepadaku".aku"..aku
sudah hampir tak sanggup bertahan lebih lama lagi"."
Kalau dilihat dari sikapnya yg begitu gelisah, seakan-akan dia
merasa bakal mati tak tentram apabila tak sempat melihat lencana
naga itu menjelang ajalnya.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Kho Beng, pikirnya:
"Jangan-jangan kakek ini mengetahui lencana kumala yg
kukenakan ini...?" Berpikir begitu, cepat-cepat dia mengeluarkan lencana naga
tersebut dan ditunjukkan kepada kakek tersebut sambil katanya :
"Lotiang, silahkan kau periksa dg seksama!"
Waktu itu rembulan sudah condong kelangit arat, sinar yg
berwarna keperak perakan menyoroti lencana kumala tersebut dan
memantulkan selapis cahaya hijau yg berkilauan.
Biarpun Kho Beng tidak melepaskan lencana tersebut dari
gantungannya, akan tetapi kakek itu dapat menyaksikan dengan
sangat jelas. Dg tubuh gemetar keras karena pergolakan emosi, ia segera
berseru: "Aaah...ternyata benar-benar lencana naga kumala hijau..!
Ternyata benar-benar lencana naga kumala hijau"Oooh Thian! Kau
telah melindungi kami sehingga memberi petunjuk kepada Lie sam
untuk menemukan kau kembali".rasanya tak sia-sia aku menunggu
hampir belasan tahun lamanya dg penuh penderitaan!"
Mungkin saking emosinya, belum lagi perkataan tersebut selesai
diutarakan, tubuhnya sudah roboh terjengkang keatas tanah.
Timbul kecurigaan dalam hati Kho Beng setelah mendengar
ucapan tersebut, cepat-cepat dia memburu maju kedepan dan
berseru: "Lotiang, siapa sih Lie Sam yg kau maksudkan" Siapa pula kau"
Kenapa kau bisa mengenali lencana naga kumala hijau milikku ini?""
Secara beruntun dia telah mengajukan beberapa pertanyaan
sekaligus. Namun keadaan kakek tersebut amat lemah, napasnya amat lirih
dan bibirnya yg mengering nampak bergetar lemah, mengucapkan
serentetan perkataan yg hampir saja susah terdengar.
"Hamba".hamba tak tahan untuk ba"banyak berbicara
lagi"ce"cepat kau ambil sesuatu dalam sakuku dan pergi ketebing
Siong hun gan dibukit Hong san"tee"temuilah Bu Wi
lojin"ingat"kau adalah maa"majikan muda..da".dari Hui im
"ceng"cepat tinggalkan tempat yg berbahaya ini?"
Ketika berbicara sampai disitu, ia sudah tak sanggup lagi untuk
menahan diri, kepalanya segera terkulai kesamping dan
menghembuskan napas yg penghabisan.
Kho Beng enjadi amat tertegun, cepat-cepat dia menggoyangkan
tubuh kakek tersebut sambil serunya:
"Lotiang, mana mungkin ak adalah majikan muda dari
perkampungan Hui im ceng" Katakanlah lebih jelas!"
Tapi sayang kakek yg tergeletak diatas tanah itu sudah tak
mampu menjawab lagi. Sinar rembulan yg menyoroti mayatnya
memantulkan cahaya pucat yg mengenaskan hati.
Dg perasaan hati yg berdebar, Kho Beng segera mendekati kakek
itu serta menyingkap rambut yg menutupi wajahnya.
Sekarang ia baru dapat melihat wajah kakek tersebut secara
jelas, kerutan yg dalam menghiasi hampir seluruh wajahnya, tapi
dibalik mukanya yg kurus kering justru memancarkan sifat
keteguhan yg kuat, wajah semacam ini sedikitpun tidak mirip dg
wajah seorang manusia licik yg berhati keji.
"Benarkah aku adalah majikan muda Hui im ceng?" dengan wajah
termangu-mangu Kho Beng berpiki, "Tapi bukankah pelayan rumah
makan dikota Hang ciu telah menerangkan tadi bahwa semua
penghuni perkampungan Hui im ceng telah ditumpas orang
semenjak delapan belas tahun berselang" Jika aku adalah keturunan
dari Hui im ceng, bagaimana mungkin bisa hisup sampai sekarang
dan dipelihara oleh perguruan Sam goan bun?"
Sementara pelbagai pikiran masih berkecamuk dalam benaknya,
tiba-tiba terdengar seseorang menjerit kaget dari luar loteng.
"Aaah! Khu losam telah mampus!"
"Benar-benar amat keji," sambung yang lain, "Coba lihat,
mukanya hancur tak karuan, hantaman toya tersebut paling tidak
mencapai lima ratusan kati."
Orang yg berbicara pertama kali tadi segera tertawa dingin:
"Nyatanya dugaanku tidak keliru, heboh setan yg telah
berlangsung empat lima tahun di Hui im ceng ternyata Cuma ulah
dari si toya baja pedang sakti Kho Po koan seorang budak yg
berhasil lolos dari musibah lalu."
"Yaa benar! Toya besi itu memang merupakan senjata andalan
Kho Po koan dimaa lalu, saudara Lu! Mari kita selidiki keatas , baik
buruk persoalan ini harus kita selidiki sampai tuntas hari ini."
Sekali lagi Kho Beng merasa tertegun setelah mendengar
perkataan itu, pikirnya: "Aaah...rupanya kakek yg tewas ini dari marga Kho, kalau begitu
pemilik perkampungan Hui im ceng dimasa lalu pun berasal dari
marga Kho?" Teringat dg pesan kakek tersebut menjelang ajalnya, cepat-cepat
ia merogoh kedalam saku kakek tersebut, berusaha untuk
memeriksa benda apakah yg diserahkan sikakek menjelang ajalnya
tadi" Sayang sekali hal ini sudah terlambat selangkah, tampaklah dua
sosok bayangan manusia menerobos masuk kedalam ruangan dg
kecepatan tinggi. Dg perasaan terkejut Kho Beng segera menarik kembali
tangannya sambil mundur kebelakang, ternyata pendatang tersebut
terdiri dari dua orang. Yang satu adalah seorang kakek berbaju abu-abu yg membawa
pedang berjenggot hitam, bermata tajam dan bersikap keren serta
penuh wibawa. Sedangkan orang kedua adalah seorang sastrawan berbaju putih
yg membawa kipas kumala. Walaupun gerak geriknya sangat lemah
lembut dan penuh sopan santun, namun tidak menutupi hawa sesat
dan kelicikan yg memancar keluar dari wajanya.
Kedua orang itu nampak tertegun setibanya diatas loteng,
kemudian kakek berpedang itu mmeriksa sekejap jenazah kakek
berambut putih, lalu katanya pada sastrawan berbaju putih:
"Ternyata orang ini benar-benar adalah Kho Po koan!"
Lalu sambil mengalihkan pandangan matanya ke wajah Kho
Beng, kembali bentaknya: "Siapa kau?" Belum selesai bentakan itu berkumandang, mendadak terdengar
sastrawan berbaju putih itu menjerit kaget:
"Liu toako, coba lihat tempat ini benar-benar ada setannya!"
Sambil berkata ia lantas menunding kedepan.
Mngikuti arah yg ditunuk, kakek berambut hitam itu segera
berpaling, tapi apa yg kemudian terlihat membuat paras mukanya
segera berubah hebat. Sambil membentak keras pedangnya langsung disambit kedepan.
Kho Beng pun turut terperanjat dan segera berpaling kearah
mana semua orang tertuju.
Ternyata yg dimaksudkan sastrawan berbaju putih itu adalah
tengkorak putih yg dijumpainya tadi.
Sementara itu cahaya pedang telah berkelebat lewat dan?"Criit"
langsung menembusi tengkorak tersebut dn menancap diatas pintu,
gagang pedang bergetar tak hentinya, tapi tenggorokan itu Cuma
bergerak terombang ambing kesamping lain, berdiri kembali
ditempat semula. Saat itupun mereka bertiga baru dapat melihat dg jelas, ternyata
tengkorak tersebut tak lain hanya selembar tirai pintu yang
diatasnya dilukis sebuah gambaran tengkorak dg kapur putih, oleh
sebab dilihat dari kegelapan maka seolah olah gambaran tersebut
merupakan tengkorak sungguhan.
Begitu rahasianya terbongkar, maka permainan yg terasa ngeri
dan menyeramkan tadipun sekarang menjadi sama sekali tak
berharga. Kho Beng segera menghembuskan napas panjang, kemudian
serunya sambil menjura. "Tak nyana kalau Cuma selembar kain hitam, hampir saja aku
dibuat mati saking kaget dan takutnya, tapi aku percaya selanjutnya
dalam perkampungan ini tak bakal ada setan yg menggoda orang
lagi." Sesudah menyaksikan semua yg terjadi dan mendengar
perkataan tersebut, sikap sikakek berjenggot hitam dan sastrawan
berbaju putih pun turut berubah menjadi lebih lembut.
Kakek itu segera menjura seraya menyapa:
"Siapakah nama siauhiap"Ada urusan apa datang kemari?"
"Aku yg muda Kho Beng, kebetulan saja lewat dikota Hang ciu,
berhubung kudengar digedung ini ada hantunya, maka dg perasaan
ingin tahu aku datang kemari untuk melakukan penyelidikan."
Sastrawan berbaju putih itu segera tertawa terbahak-bahak,
katanya pula: "Ha"ha".ha".ternyata Kho siauhiap! Maaf"maaf"siauhiap
memang sangat hebat, bukan saja berani melakukan penyelidikan
seorang diri digedung hantu ini, bahkan mampu membinasakan
sitoya besi pedang baja Kho Po koan yg sudah termashur namanya
dalam dunia persilatan. Bila berita ini sampai tersiar keluar, bukan
saja keberanianmu akan dikagumi orang banyak, kehebatan ilmu
silatmu tentu akan menggemparkan seluruh sungai telaga. Aku
sastrawan berkipas kemala Beng Yu percaya, tak sampai tiga hari,
nama besar siauhiap tentu sudah termashur diseluruh dunia
persilatan!" Merasa tidak memiliki kemampuan tersebut, pujian itu justru
membuat Kho Beng tersipu-sipu, dg cepat dia menggoyangkan
tangannya berulang kali seraya berseru:
"Harap kalian berdua jangan salah paham, aku yg muda Cuma
seorang manusia yg baru terjun kedunia persilatan, kepandaianku
tak seberapa, sesungguhnya?"
Kakek berjenggot hitam itu tertawa terbahak-bahak, tukasnya:
"Buat apa saudara cilik merendahkan diri" Kau tahu betapa
hebatnya rekanku si jarum emas pencabut nyawa yg datang
bersamaku tadi" Tapi kenyataannya dia toh mempus juga oleh toya
besi budak tua ini, bila kau masih mencoba bersungkan terus, ini
namanya menganggap asing kami berdua."
Sastrawan berbaju putih itu segera menyambung pula sambil
tertawa: "Saudara memang mengagumkan sekali, biar berilmu tinggi tapi
tak sombong, sikap semacam inilah merupakan watak sejati seorang
pendekar, bisa kuduga gurumu pasti seorang tokoh yg luar biasa
sekali?" Dari nada pembicaraa mereka, Kho Beng dapat menyimpulkan
kalau sang korban adalah musuh besar kedua orang ini, sebagai
orang luar yg belum mengetahui duduknya persoalan secara jelas,
dia tak ingin melibatkan diri dalam pertikaian itu.
Karena diapun tidak mencoba untuk memberi penjelasan lagi,
cepat-cepat katanya: "Aku belum pernah mengangkat guru tapi pernah belajar berapa
jurus silat dari seorang Bu lim cianpwee!"
"Ooooh?" kakek berjenggot itu manggut-manggut, "Boleh kah
kami tahu nama besar dari locianpwee yg telah mengajarkan silat
kepadamu itu?" "Cianpwee itu adalah siunta sakti berpungung baja!"
Paras muka kakek berjangggut hitam itu segera berubah hebat,
setelah berseru tertahan, katanya:
"Ooooh".rupanya Thio Kok tayhiap salah seorang diantara
sepasang unta utara selatan yg termashur namanya pada dua puluh
tahun berselang, tapi aku pernah dengar Thio kok telah tewas
dicelakai orang pada dua puluh tahun berselang?"
Sesungguhnya Kho Beng sama sekali tidak mengetahui soal masa
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lalu Thio bungkuk, bahkan nama dan kedudukannya dalam dunia
persilatan pun tidak diketahuinya, karena nya dia berusaha
menghindari hal-hal yg tak jelas baginya setelah mendengar
perkataan tersebut. "Aku yg muda baru beberapa bulan berpisah dg Thio
locianpwee." Katanya, "Menurut apa yg kuketahui, dia orang tua
masih tetap berada dalam keadaan sehat walafiat."
Kakek berjenggot hitam itu tertawa tergelak.
"ha".ha"..ha"..semasa masih muda dulu, aku pernah berjumpa
sekali dg Thio tayhiap, bila lain waktu kau bertemu lagi dengannya,
katakan saja sipedang tanpa bayangan Lu seng sin dan adik
angkatnya sastrawan berkipas kemala, Beng Yu titip salam untukdia
orang tua." Mengetahui kalau kedua orang ini pernah bersua dg Thio
bungkuk, sikap Kho Beng pun turut berbah menghormat, segera
sahutnya: "Aku pasti akan menyampaikan salam anda berdua kepada
beliau." Kemudian dg memanfatkan kesempatan tersebut, ia bertanya
kembali: "Lotiang, tolong tanya siapakah sipedang baja toya besi Kho Po
koan ini?" "Budak tua ini adalah seorang budak dari perkampungan Hui im
ceng dimasa lalu," Sastrawan berkipas kumala Beng Yu
menerangkan, "Tatkala tujuh partai besar menyerbu kemari,
rupanya dia berhasil lolos, bisa jadi si kedele maut yg misterius dan
belakangan ini banyak melakukan huru hara merupakan hasil
perbuatannya." "Aku baru pertama kali ini terjun ke dunia persilatan, banyak
persoalan yg tak kupahami, bolehkah aku tahu siapa pula pemilik
perkampungan Hui im ceng ini?"
Dg wajah serius sipedang tanpa bayangan Lu Seng im berkata:
"Pemilik Hui im ceng, dimasa lampau berasal satu marga dg lote,
ia bernama Kho Bun sin dan merupakan seorang jagoan persilatan
yg berilmu tinggi, sayang aku sendiripun kurang begitu mengerti
tentang peristiwa yg terjadi delapan belas tahun berselang, tapi
kuanjurkan kepada lote sebagai orang luar lebi baik jangan banyak
pencarian urusan ini."
Berbagai kecurigaan segera melintas benak Kho Beng, ia tak
mengira kalau Hui im ceng berasal dari marga Kho, benarkah ia
mempunyai hubungan dg dirinya?"
Tapi kalau dilihat dari cara sipedang tanpa bayangan Lu Seng im
sewaktu bicara , sudah jelas masih ada banyak masalah yg enggan
dibicarakan olehnya, karena itu diapun tidak bertanya lebih jauh."
Setelah menjura, diapun mohon diri.
Kini duduk persoalannya sekitar gedung hantu telah jelas, sedang
akupun masih ada urusan lain dan tak bisa berdiam lebih lama lagi
disini, biarlah aku mohon diri lebih dulu!"
Sesungguhnya si pedang tanpa bayangan dan sastrawan kipas
kumala memang sedang menunggu-nunggu perkataan Kho Beng itu
dg cepat, merekapun menjura seraya berkata:
"Kalau memang lote masih ada urusan, kamipun tak akan
menahanmu lebih lama lagi, sampai jumpa lain kesempatan."
Mereka menunggu sampai bayangan Kho Beng lenyap dibalik
kegelapan, kemudian si pedang tanpa bayangan baru bergumam:
"Andaikata aku tidak menyaksikan dg mata kepala sendiri
bagaimana putra Hui im cengcu tewas diujung panah pengejar
sukma, aku pasti akan mencurigai orang itu sebagai keturunan Kho
Bun sin!" Sastrawan kipas kemala Beng yu, tertawa tergelak:
"Kalau toh toako telah menyaksikan dg mata kepala sendiri, buat
apa mesti menaruh curiga lagi" Aku dengar, biarpun sancu(dewi)
berhasil memusnahkan Hui im ceng dg susah payah, namun tak
berhasil mendapatkan kitab pusaka Khian hoan bu boh, sekarang
Koh Po koan telah tewas, mengapa kita tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk melakukan pemeriksaan, sehingga kita dapat
memberi laporan sekembalinya dari sini nanti?"
Si pedang tanpa bayangan segera manggut-manggut, maka
kedua orang itupun menyulut lentera dan mulai menggeledah
seluruh bagian ruangan tersebut.
Setengah kentongan telah lewat, hampir setiap bagian ruangan
itu sudah mereka geledah, namun tiada sesuatu yg diperoleh tanpa
terasa mereka menjadi kecewa.
Tiba-tiba Sastrawan berkipas kemala berkata kepada si pedang
tanpa bayangan: "Lotoa, mungkinkah sibocah muda itu datang dg suatu tujuan
serta betndak mendahului kita?"
Berubah hebat paras muka si pedang tanpa bayangan.
"Yaa, hal ini memang bisa jadi, aduh celaka".mengapa tidak
terpikirkan sejak tadi?"
"Siapa yg menyangka kalau bocah itu mampu bersikap acuh tak
acuh meski memiliki kepandaian silat yg hebat?" seru Sastawan
berkipas kemala sambil menghentak hentakkan kakinya dg
mendongkol. "Aaai"kta benar-benar telah dipecundangi olehnya, toako,
rasanya belum terlambat bila kita kejar sekarang juga."
Sipedang tanpa bayangan manggut-manggut, baru saja dia akan
melompat pergi, mendadak pandangan matanya tertumpuk dg
jenazah Kho Po koan, dg cepat ia berseru kepada rekannya:
"Tunggu sebentar loji!"
"Ada apa?" tanya sastrawan berkipas kemala tertegun.
Sambil menunding jenazah diatas tanah, pedang tanpa bayangan
segera berkata: "Seluruh ruang telah kita periksa, tapi mayat budak tua ini belum
kita sentuh, apa salahnya kalau kta periksa dulu sebelum pergi dari
sini?" Cepat-cepat sastrawan berkipas kemala mendekati jenazah
tersebut dan merobek pakaian yg dikenakan, pada pinggang mayat
itu mereka temukan sebuah bungkusan kecil, ketika bungkusan itu
dibuka maka isinya adalah sebuah lencana kemala sebesar lima inci.
Pada lencana tersebut terlihat gambar sederet pohon siong,
diatas pohon siong terdapat dua tiga buah gumpalan awan.
Melihat bentuk lencana tersebut, sastrawan berkipas kemala
segera berseru keheranan:
"Toako, cepat lihat!"
Pedang tanpa bayangan segera mendekati dan memeriksa
lencana tersebut, apa yg kemudian terlihat membuat keningnya
berkerut kencang, katanya kemudian:
"Sungguh aneh, mengapa lencana kemala Siong hun giok leng yg
menjadi benda pengenal dari Bu wi lojin yg sudah dua puluh tahun
lenyap dari dunia persilatan, bisa berada dalam saku budak tua
ini?"" Sastrawan berkipas kemala termenung sejenak, lalu katanya:
"Mula-mula muncul seorang Kho Beng yg tak dikenal, lalu muncul
lagi lencana kemala Siong hun giok leng, hey lotoa, aku lihat apa yg
kita jumpai hari ini bukan suatu kejadian yg kebetulan."
Pedang tanpa bayangan manggut-manggut.
"Yaa, persoalan ini menyangkut suatu masalah besar, kita tak
boleh menyimpulkan sendiri secara gegabah, hayo berangkat, kita
berbicara ditengah jalan nanti!"
Dg cepat kedua orang itu melompat keluar lewat jendela, lalu
membopong sesosok mayat yg berlepotan darah dari pelataran
kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Tak lama mereka pergi, tampak sesosok bayangan manusia
melayang masuk lewat jendela, ternyata orang itu adalah Kho Beng
yg telah pergi dan kini balik kembali.
Rupanya setelah meninggalkan perkampungan hui im ceng tadi,
sepanjang jalan dia memutar otak terus membayangkan kembali
serangkaian kejadian yg dialaminya selama ini.
Menjelang memasuki kota Hang ciu, tiba-tiba ia teringat kembali
dg pesan terakhir Kho Po koan menjelang ajalnya, maka tergesagesa
dia balik kembali kesitu.
Ia tidak mengetahui benda apakah yg akan diserahkan kakek itu
padanya, tapi bila ditinjau dari sikap dan nada pembicaraannya,
sudah jelas benda itu mempunyai hubungan yg erat sekali dg Bu wi
lojin. Ia baru tertegun setelah menyaksikan pakaian yg dikenakan
jenazah tersebut telah hancur tak keruan lagi bentuknya. Dari
kejadian tersebut jelaslah sudah bahwa benda tersebut telah diambil
oleh sipedang tanpa bayangan serta sastrawan berkipas kemala.
Sekalipun Kho Beng amat kecewa bercampur menyesal, tapi
karena nasi sudah menjadi bubur, menyesalpun tak ada gunanya
lagi. Ia teringat kembali janji tiga tahunnya dg Thio bungkuk,
sekalipun ia tak dapat melaksanakan harapan kakek yang tewas ini,
namun ia bertekad akan mendatangi tebing Siong hun gay dibukit
hong san untuk menyelidiki persoalan ini.
Sebab masalah tersebut bukan saja menyangkut sikakek yang
telah tewas, siapa tahu dari situ dia akan berhasil mengetahui asal
usul yg menyelimuti dirinya selama ini.
Maka menempuh kegelapan malam yg mencekam seluruh jagat,
dg langkah tergesa-gesa, Kho Beng berlalu dari situ, setelah
menguburkan jenazah Kho Po koan, lalu tanpa berhenti langsung
berangkat ketebing Siong hun gay di Hong san.
Dalam waktu singkat, bulan dua belas telah menjelang tiba.
Angin dan salju telah berhenti, puncak bukit Hong san dilapisi
warna putih sampai diuung langit, pemandangan alam ketika itu
benar-benar indah dan menawan hati.
Ketika Kho Beng tiba dibukit Hong san, waktu sudah
menunjukkan tengah hari lewat, karena ia tak tahu dimanakah letak
tebing Siong hun gay, terpaksa sambil berjalan ia mencoba untuk
melakukan pemeriksaan. Tiba-tiba ia menyaksikan sebuah bukit yg menonjol tinggi
menjulang ke angkasa, aneka pohon siong tumbuh disekitarnya,
awan putih menyelimuti sampai punggung bukit, bentuk maupun
panoramanya jauh berbeda dg keadaan disekitarnya, tanpa terasa
diapun berpikir : "Konon tempat yg berpanorama indah sering digunakan para
tokoh dan pertapa untuk mengasingkan diri, jangan-jangan tempat
itu adalah tebing Siong hun gay yg sedang kucari " "
Berpikir begitu, dia segera menghimpun tenaga dalamnya dan
meluncur naik keatas puncak itu.
Tebing itu curam dan amat berbahaya, apalagi dilapisi salju yg
tebal membuat keadaan menjadi lebih licin dan susah dilalui.
Kho Beng dg tenaga dalam yg tidak begitu sempurna harus
mengerahkan seluruh kekuatan yg dimiliki untuk mencapai puncak
tebing itu, tak heran kalau keringat berkucuran dg derasnya dan
napasnya tersengal sengal seperti napas kerbau.
Akan tetapi setibanya dipuncak bukit itu dan menyaksikan apa yg
terbentang didepan mata, seketika itu juga semangatnya menjadi
berkobar kembali, ia saksikan sebuah tempat yg berpanorama begitu
indah tak ubahnya seperti surga loka.
Ditengah rimbunnya pohon siong terlihat sebuah bangunan
rumah yg mungil tapi indah, seorang kakek berbaju putih sedang
berdiri memandang angkasa sambil menggendong tangannya.
Sikap maupun perawakan tubuhnya tak jauh berbeda dg bentuk
dewa yg sering didengar Kho Beng dalam dongeng.
Sementara Kho Beng masih terengah-engah dan tak mampu
berbicara, tiba-tiba terdengar kakek itu menegur dg suara nyaring:
"Hey bocah, ada urusan apa kau bersusah payah mendaki bukit
berkunjung kemari?" Kakek itu tetap berdiri sambil menggendong tangan, meski tidak
membalikkan badan dan berjarak dua puluhan kaki, namun suara
pembicaraannya amat jelas dan terang, malah dari dengusan napas
Kho Beng, ia dapat menduga usia bocah tersebut bagaikan melihat
dg mata kepala sendiri, tak heran kalau kejadian ini amat
mengejutkan anak muda tersebut.
Dg perasaan gugup, ia segera berseru:
"Lotiang, bolehkah aku tahu, apakah tempat ini bernama bukit
Siong hun gay?" Sementara berbicara, dg beberapa kali lompatan dia mendekati
sikakek berbaju putih itu.
"Benar!" sahut si kakek tanpa bergerak, "Kau datang dari mana
nak...?" Dg wajah berseri cepat-cepat Kho Beng memberi hormat seraya
berseru: "Kalau begitu cianpwee adalah Bu wi lojin, boanpwee Kho Beng
datang dari Hui im ceng?""
Belum selesai perkataan itu diucapkan, Bu wi lojin telah berseru
kaget sambil membalikkan badan, lalu dg pandangan mata yg tajam
diawasinya seluruh wajah Kho Beng lekat-lekat, wajahnya
menunjukkan perasaan tercengang dan keheranan.
Baru sekarang Kho Beng sempat melihat jelas paras muka kakek
itu, jenggotnya yg putih, wajahnya yg anggun membuat kakek itu
nampak sangat agung dan berwibawa.
Cepat-cepat dia memberi hormat seraya berkata:
"Boanpwee menjumpai locianpwee!"
Jilid 04 Bu wi lojin tertawa bergelak, sambil mengebaskan tangannya dia
berkata: "Silahkan bangun nak, kehadiranmu yg tiba-tiba sungguh
membuat aku merasa keheranan!"
Dari nada pembicaraannya, seolah-olah mereka telah berkenalan
cukup lama. Kho Beng menjadi tertegun, serunya kemudian dg wajah
tercengang: "Boanpwee berkunjung kemari karena mengagumi nama besar
cianpwee, apa yg cianpwee herankan?"
"Mengagumi nama" Ha....ha.....ha.....perkataanmu kelewat
sungkan," kata Bu wi lojin sambil tertawa, "Sudah sembilan belas
tahun lamanya aku hidup mengasingkan diri ditebing Siong hun gay
dan belum pernah ada teman yg berkunjung kemari, tapi hari ini
telah datang tamu agung secara beruntun, lagipula semuanya
mengaku datang dari Hui im ceng, apakah kejadian tersebut tidak
mengherankan...?" Kho Beng semakin keheranan lagi sehabis mendengar perkataan
ini, tapi sebelum ia sempat berbicara, Bu wi lojin telah berkata lebih
lanjut: "Yang kuherankan lagi adalah penguasa perkampungan kalian
baru saja berlalu dari sini, tapi keponakan telah datang berkunjung,
apakah telah terjadi suatu peristiwa di perkampungan Hui im ceng?"
Kho Beng semakin termangu, tanyanya keheranan:
"Locianpwee maksudkan Hui im ceng?"
"Hey keponakan Kho, bukankah aku telah menerangkan
sejelasnya, aku sedang bertanya tentang keadaan Hui im ceng
kalian?" seru Bu wi lojin dg kening berkerut.
Kho Beng semakin tidak mengerti, katanya kemudian:
"Maafkan aku cianpwee, boanpwee benar-benar dibuat
kebingungan setengah mati."
"Kebingungan"Ha"ha"ha"setiap orang tentu akan
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebingungan." Bu wi lojin tertawa bergelak,"Keponakanku, mungkin
tenaga dalammu yg kurang sempurna membuat kau letih karena
mendaki tebing tadi, mengapa tidak beristirahat dulu didalam
ruangan, kemudian baru pelan-pelan berbicara?"
Sambil berkata, dia segera menyingkir kesamping
mempersilahkan pemuda itu masuk kedalam.
Buru-buru Kho Beng berseru:
"Boanpwee bukan maksudkan begitu, tapi hendak menjelaskan
bahwa Hui im ceng sudah hampir dua puluh tahun lamanya
terbengkalai, malah belakangan ini telah berubah menjadi gedung
hantu, lalu darimana munculnya seorang pengurus gedung?"
Bu wi lojin menjadi tertegun.
"Jadi ayahmu telah meninggalkan Hui im ceng kemana dia telah
pergi?"" Kho Beng semakin melongo, sahutnya tergagap:
"Cianpwee bertanya soal ayahku" Apakah kau mengetahui
siapakah ayahku?" Sekali lagi Bu wi lojin terperangah, lalu gelengkan kepalanya
berulang kali: "Aaaai"aku menjadi tak habis mengerti, sebetulnya kau yg pikun
ataukah aku yg sudah pikun, masa kau tidak kenal dg ayahmu
sendiri, kepala perkampungan Hui im ceng Kho Bun sin?"
Dg hati berdebar Kho Beng berseru keheranan:
"Boanpwee belum pernah menyebutkan asal usulku, darimana
cianpwee bisa tahu kalau boanpwee adalah putra Hui im cengcu?"
Bu wi lojin tertawa terbahak-bahak:
"Ha".ha".ha".biarpun sewaktu kujumpai dirimu dulu kau masih
berusia satu bulan, namun hingga kini wajahmu tak jauh berubah,
lagipula tampangmu kini tidak jauh berbeda dengan Hui im cengcu
Kho Bun sin pada sembilas tahun berselang, kalau bukan putranya
mengapa kalian begitu mirip?"
Kho Beng betul-betul tertegun saking tercengangnya oleh ucapan
tersebut, orang ini adalah orang keempat yg menganggap dia
sebagai keturunan Hui im cengcu.
Biarpun banyak kejadian yg kebetulan didunia ini, tak mungkin
begitu banyak orang menaruh salah paham kepadanya, lamat-lamat
pemuda itu mulai merasa bahwa identitasnya sebagai putra cengcu
dari Hui im ceng tak mungkin diragukan lagi.
Tapi kalau hanya dianggap orang saja belum menjadi bukti yg
bisa dipertanggungjawabkan, apalagi masih banyak pertentangan yg
terdapat didalamnya, karena itulah beberapa saat pemuda itu
menjadi tertegun dan sangat kebingungan.
Sementara itu Bu wi lojin telah berkata lagi:
"Sudah sekian lama kita berbincang, namun kau belum menjawab
pertanyaanku tadi, sebetulnya kemana ayahmu telah pergi. Mengapa
dia harus membengkalaikan hasil karyanya yg dibangun dg susah
payah itu?" Kho Beng menghela napas panjang.
"Locianpwee, terus terang saja asal usulku hingga kini masih
merupakan sebuah teka teki besar, aku tidak tahu siapakah orang
tuaku, bahkan akupun tidak tahu siapakah manusia yg disebut Hui
im cengcu dan bernama Kho Bun sin itu..."
Bu wi lojin menjadi tertegun dan mengawasi Kho Beng dg
termangu-mangu, untuk beberapa saat lamanya dia sampai tak
mampu mengucapkan sepatah katapun.
Kho Beng berkata lebih jauh.
"Tapi sedikit banyak boanpwee pernah mendengar persoalan yg
menyangkut Hui im ceng, konon semua penghuni Hui im ceng telah
dibantai orang sampai ludes pada delapan belas tahun berselang."
"Sungguhkah perkataan itu?" berubah hebat paras muka Bu wi
lojin. "Benar atau tidak boanpwee tak berani memastikan, namun bila
ditinjau dari pengalaman yg boanpwee alami, rasanya berita itu tak
meleset dari kebenaran!"
Berbicara sampai disini, secara ringkas diapun mengisahkan
kembali semua pengalamannya selama berada didalam
perkampungan Hui im ceng, akhirnya dia menambahkan:
"Oleh sebab itulah boanpwee menjadi bingung dan curiga setelah
cianpwee mengatakan bahwa Hui im ceng mempunyai saorang
pengurus rumah tangga, tapi aku yakin orang yg menyaru sebagai
pengurus tersebut kalau bukan sipedang tanpa bayangan tentu si
sastrawan berkipas kemala!"
Dg wajah serius dan berat Bu wi lojin termenung, lalu katanya
sambil menggeleng: "Orang itu bukan seorang pria."
"Maksud cianpwee, orang yg menjadi pengurus gadungan dari
Hui im ceng adalah seorang wanita?" seru Kho Beng tercengang.
Bu wi lojin manggut-manggut, katanya sambil menghela napas
panjang: "Lai-laki atau perempuan sudah tak penting lagi artinya, tapi aku
benar-benar penasaran karena setelah hidup mengasingkan diri
hampir dua puluh tahun dari keramaian dunia, hari ini mesti ditipu
orang mentah-mentah, selain itu akupun menyesal dan malu karena
tak dapat menjaga titipan Hui im cengcu dimasa lalu secara baikbaik."
"Sebenarnya benda apasih yg telah ditipu perempuan itu?"
"Kitab pusaka Thian goan bu boh!"
"Sejilid kitab pusaka?"
"Ehmm, bukan saja sejilid kitab pusaka, bahkan merupakan
pusaka yg diimpi impikan dan diharapkan setiap umat persilatan
didunia ini, sebab barang siapa berhasil menguasai serta melatih
isinya dia akan menjadi perkasa dan tiada tandingannya dikolong
langit1" Kho Beng menjadi terperanjat sekali, buru-buru serunya:
"Cianpwee, bagaimana ceritanya sampai kitab pusaka itu tertipu
olehnya?" "Sebab dia mempunyai tanda pengenal milikku, aaai...mungkin
benda yg dipesan oleh orang tua menjelang ajalnya untuk kau ambil
adalah lencana kemala Siong giok leng tersebut?"
Sekarang Kho Beng baru mengerti, tak heran kalau Kho Po koan
meninggalkan pesan tersebut kepadanya, ternyata benda yg berada
dalam sakunya dapat ditukar dg sejilid kitab pusaka.
Berpikir sampai disitu, ia segera berkata dg serius:
"Bolehkah boanpwee mengajukan pertanyaan, bagaimanakah
tabiat Hui im cengcu dimasa lampau?"
Bu wi lojin menghela napas panjang.
"Dia adalah seorang pendekar sejati, bertenaga dalam sempurna
dan betul-betul merupakan seorang gagah yg hebat."
"Andaikata kitab pusaka Thian goan bu boh sampai terjatuh
ketangan manusia bangsa kurcaci, bukankah hal ini dapat
menimbulkan bencana besar?"
"Bukan hanya bencana, pada hakekatnya seluruh dunia akan
kalut dan kehidupan manusia dilanda penderitaan besar."
"Sesungguhnya maksud kedatanganku kemari adalah untuk
mencari guru pandai serta mempelajari ilmu silat, sungguh tak
disangka aku telah mendapatkan titik sedikit terang mengenai asal
usulku, biarpun hingga kini belum ada kepastian, namun bila
cianpwee mengijinkan, boanpwee ingin mengetahui lebih banyak
lagi!" Bu wi lojin termenung beberapa saat, lalu mengangguk.
"Mari kita bebicara didalam rumah saja."
Sambil membalikkan badan, ia masuk lebih dulu kedalam rumah.
Dg wajah serius Kho Beng mengikuti dibelakangnya, ia saksikan
ruangan tersebut teratur sangat rapi dan bersih, kursi meja dan rak
buku semuanya terbuat dari bambu.
Bu wi lojin menuang dua cawan teh, lalu duduh dihadapan
tamunya, setelah mempersilahkan pemuda itu meneguk air teh, ia
baru berkata: "Kalau dilihat dari sikap pelayan tua keluarga Kho yg
mengenalimu sebagai sau cengcu Hui im ceng dari lencana yg kau
kenakan, ditambah pula pengamatanku lewat paras mukamu yg
mirip dg Hui im cengcu, aku rasa identitasmu sebagai keturunan Kho
tak jauh dari kebenaran. Tapi sudah hampir dua puluh tahun aku
hidup mengasingkan diri dari keramaian dunia, oleh sebab itu
akupun tidak tahu menahu tentang semua peristiwa yg terjadi di Hui
im ceng selama ini, jadi apa yg bisa kuungkap tak lebih hanya
hubunganku dg Kho cengcu."
"Akan boanpwee dengarkan dg seksama."
Bu wi lojin termenung sebentar, seakan-akan sedang
mengumpulkan kembali kenangan lamanya, lalu setelah menghela
napas ringan, dia berkata:
"Bila diceritakan rasanya memang susah diperaya, sesungguhnya
hubunganku dg Kho cengcu hanya didaari perjumpaan satu kali dan
berkumpul setengah hari lamanya. Biar begitu, dalam perjumpaan
yg hanya sekali, aku telah menjadi sahabat karib Kho tayhiap, lalu
dalam masa berkumpul selama setengah hari, kami menjadi sahabat
sehidup semati".aaai"sungguh tak nyana saat perpisahan waktu itu
ternyata merupakan perpisahan untuk selamanya".bila diingat
kembali sekarang, sungguh membuat hatiku pedih.
"Aaaai, sembilan belas tahun sudah lewat, kejadian ini harus
dikisahkan kembali sejak sembilan belas tahun berselang.
Waktu itu untuk membasmi manusia sesat dari golongan hitam,
aku telah mengembara sampai diwilayah Lam huang, meski
musuhku berhasil kutumpas, namun aku sendiri terkena serangan
beracun yg amat hebat sehingga jika tidak diobati dg segera, niscaya
jiwaku akan melayang. Dg mengandalkan tenaga dalamku yg sempurna untuk
mengekang daya kerja racun tersebut, aku berusaha lari pulang dan
dalam tiga hari saja aku telah menempuh perjalanan sejauh ribuan
li. Tapi akhirnya sewaktu lewat di Hang ciu meski racun belum
bekerja, aku justru sudah roboh tak sadarkan diri ditepi jalan.
Waktu itu secara kebetulan Kho tayhiap lewat disitu serta
menolongku, untung dia mempunyai obat mujarab yg habis
memunahkan racun, cukup menelan obatnya satu , tengah hari
kemudian lukaku telah sembuh sama sekali.
Setelah peristiwa itu, tiba-tiba dia mengeluarkan kitab pusaka
Thian goan bu boh dan mohon kepadaku untuk menyimpannya. Dia
bilang rahasia kitab tersebut sudah bocor sehingga banyak jago silat
yg sedang mengincarnya. Aku yg selama hidup baru pertama kali ini memperoleh budi
orang tentu saja tidak mnyia-nyiakan kesempatan tersebut. Aku
segera menawarkan diri untuk membantunya menghadapi serbuan
jago-jago silat tersebut, namun tawaranku ini segera ditolaknya.
Padahal dg julukan Kiu hui sin kiam atau pedang sakti sembilan
terbang yg dimiliki Kho tayhiap waktu itu cukup disegani banyak
orang dan banyak jago lihay yg keok ditangannya.
Karenanya sewaktu melihat kekerasan kepalanya, akupun sadar
bahwa tindakannya itu pasti ada sebab musababnya, maka akupun
menerima permohonannya dg meninggalkan tanda pengenalku serta
memberikan alamat dimana aku berdiam, kami berjanji bila kitab
tersebut hendak diambil maka orang tersebut harus membawa tanda
pengenal itu. Aaaai"sungguh tak disangka sejak berpisah, aku telah
menunggu sampai belasan tahun lamanya.
Pagi tadi tiba-tiba muncul seorang perempuan cantik yg mengaku
sebagai pengurus rumah tangga Hui im ceng, dia mohon bertemu
aku dan memperlihatkan lencana tersebut.
Karena tanda pengenal yg dibawa memang tak salah, maka
tanpa sangsi akupun menyerahkan kitab pusaka Thian goan bu boh
tersebut kepadanya,aaai"tak nyana rupanya aku sudah tertipu,
kejadian ini benar-benar membuat aku malu dg Kho cengcu
almarhum?" Sekarang Kho Beng baru mengerti bahwa pesan yg ditinggalkan
pelayan tua itu menjelang ajalnya ternyata mempunyai pengaruh yg
besar terhadap masalah tersebut, dia menjadi amat menyesal karena
tidak melaksanakan pesa pelayan tua itu seketika itu juga.
"Apakah cianpwee kena dg perempuan itu?" tanyanya kemudian.
"Tidak! Aku tidak kenal." Bu wi lojin menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Kalau begitu locianpwee telah bertindak kelewat gegabah,"
keluh Kho Beng sambil menghela napas.
Tapi setelah perkataan itu diutarakan, dia baru sadar kalau sudah
salah bicara, bagaimanapun tidak pantas dia menegur seorang
cianpwee dg ucapan sekasar itu.
Baru saja hendak memberi penjelasan sambil meminta maaf,
ternyata Bu wi lojin sama sekali tidak menjadi marah karena teguran
tersebut, malah ujarnya kemudian sambil menghela napas panjang:
"Padahal selamanya aku bekerja sangat teliti, karenanya
tertipuku pagi tadi, pertama dikarenakan sudah lama putus
hubungan dg dunia luar sehingga tidak mengetahui duduk persoalan
yg sebenarnya, kedua saat itu aku telah memutuskan akan hidup
mengasingkan diri untuk selamanya ditebing Siong hun gay ini dan
Cuma Kho tayhiap seorang yg tahu akan alamat ku ini. Itulah
sebabnya aku sama sekali tidak curiga kepadanya ketika perempuan
itu muncul dg membawa tanda pengenalku."
Cepat-cepat Kho Beng mengangguk, dia menduga benda yg
disimpan disaku pelayan tua keluarga Kho itu pastilah tanda
pengenal Siong hun giok leng dan orang yg mengambil lencana
tersebut tak lain adalah si pedang tanpa bayangan serta sastrawan
berkipas kemala, tapi mengapa akhirnya bisa muncul seorang
perempuan" Persoalan inilah yg membuatnya tak habis mengerti.
Sementara itu Bu wi lojin telah berkata lagi setelah menghela
napas sedih: "Lenyapnya kitab pusaka itu membuat aku malu dg Kho Tayhiap
almarhum, apalagi kalau kejadian tersebut mengakibatkan dunia
persilatan dilanda bencana, aku benar-benar akan menyesal
sepanjang masa." "Kejadian ini toh berlangsung diluar dugaan, locianpwee tak perlu
kelewat menyalahkan diri sendiri." Cepat-cepat Kho Beng
menghibur, "Berbicara sesungguhnya, akulah yg sudah teledor
waktu itu sehingga mengakibatkan terjadinya semua peristiwa ini."
Bu wi lojin menggelengkan kepalanya, dg suara dalam dia
berkata: "Satu-satunya jalan yg bisa kita lakukan sekarang adalah mencari
upaya untuk menanggulangi persoalan tersebut!"
Setelah mengangkat kepalanya dan menatap Kho Beng lekatlekat,
dia berkata lebih jauh: "Aku pernah mempelajati isi kitab pusaka Thian goan bu boh
tersebut dan memberikan hasil yg lumayan, tapi bagaimanapun juga
usiaku sudah delapan puluh tahun lebih sehingga usiaku yg lanjut
membuat tenagaku bertambah lemah hingga tak mungkin bisa
memberikan hasil yg nyata, aku pikir satu-satunya jalan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah mewariskan kepandaian itu
kepadamu!" "Sungguh?" seru Kho Beng dg perasaan terkejut dan girang,
"Terima kasih banyak atas kesediaan cianpwee!"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, Bu wi lojin telah
mengulapkan tangannya seraya berkata lagi:
"Kau jangan keburu bergirang hati dulu, ada sepatah kata hendak
kutanyakan lebih dulu, kalau toh kau tidak mengetahui siapa orang
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tuamu, siapa yg telah memeliharamu sejak kecil hingga dewasa?"
Kho Beng menjadi termangu seketika itu juga, teringat olehnya
dg sumpah yg pernah diucapkan di Sam goan bun tempo hari.
Maka dg suara tergagap katanya:
"Harap cianpwee sudi memaafkan, boanpwee telah diusir dari
suatu perguruan karena mencuri belajar ilmu silat, waktu itu aku
telah bersumpah tak akan mengatakan kepada siapa saja orang yg
telah memelihara boanpwee selama ini."
Dg perasaan tercengang Bu wi lojin berseru perlahan, kemudian
sesudah dipikirkan sejenak:
"Kalau memang kau punya janji demikian dimasa lalu, memang
paling baik kalau ditaati hingga kini, aku memang menduga kau
sebagai keturunan Hui im cengcu, namun sebelum memperoleh
bukti yg jelas, aku tak bisa tidak harus merubah niatku semula,
baiklah soal ilmu silat yg tercantum dalam kitab pusaka Thian goan
bu boh kuurungkan dulu sementara waktu."
Sementara Kho Beng masih tertegun, Bu wi lojin telah berkata
lebih jauh: "Kau tak usah kecewa, biarpun aku menunda saat mewariskan
ilmu silat Thian goan bu boh kepadamu, namun dg segenap
kemampuan yg kumiliki aku hendak menjadikan dirimu sebagai
seorang jago yg tangguh hanya dalam tujuh hari saja, aku berharap
dg modal kepandaian itu maka kau bisa turut terjun kedunia
persilatan serta menyelidiki teka teki sekitar asal usulmu.
Marilah"..!" Selesai berkata diapun beranjak masuk kedalam rumah.
Cepat-cepat Kho Beng mengikuti dari belakang.
Ruangan belakang ruang utama ternyata merupakan dapur.
Waktu itu Bu wi lojin sedang mendekati sebuah gentong air dan
memandang sebuah batu tonjolan disisi gentong air tersebut...
"Bluummmm......!"
Diiringi suara gemuruh yg keras, tiba-tiba gentong air itu
bergeser kesamping dan muncullah sebuah lorong bawah tanah
undak-undakan batu yg membentang kebawah menghubungkan
tempat tersebut dg sebuah ruang batu.
Setelah kedua orang itu berjalan turun kebawah, gentong air
diatas permukaan tanahpun bergeser kembali keposisi semula, dg
demikian rumah diatas sana pun menjadi kosong tanpa penghuni.
Begitulah, waktu pelan-pelan berlalu, sehari.....dua hari....tiga
hari.... Menjelang tengah hari ketiga, Bu wi lojin muncul secara tiba-tiba
dirumahnya dg wajah penuh keringat dan cahaya muka yg lebih
redup, sikapnya berbeda sekali dg tiga hari berselang.
Menyusul kemudian hari keempat.....kelima.....keenam pun lewat
begitu saja. Menjelang hari ketujuh siang, pintu ruang bawah tanah terbuka
dan muncullah Kho Beng. Pakaian yg dikenakan meski tak berbeda dg tujuh hari berselang,
namun semangat maupun kekuatannya sudah berbeda jauh
bagaikan langit dan bumi.
Sewaktu tiba diruang utama, ia tidak menemukan Bu wi lojin, tapi
diatas meja ditemukan secarik kertas yg isinya berbunyi begini:
"Aku telah turun gunung sehari lebih cepat, aku belum tahu
sampai kapan baru kembali kesini, bila kau sudah melewati tujuh
hari latihan, tentukan sendiri langkah berikutnya dan tak usah
menunggu kehadiranku lagi.
Betul, diantara kita tak mempunyai ikatan hubungan sebagai guru
dan murid, namun dalam kenyataan aku pernah mewariskan ilmu
silat kepadamu, karenanya kuharap kaupun tidak melanggar tata
krama kehidupan manusia pada umumnya.
"Ingat !Apa yg diperbuat orang lain belum tentu harus dituruti diri
sendiri dan apa yg harus dilakukan mesti dipilih dulu persoalan
apakah itu, dg begitu kau tak akan sampai terjerumus kedalam
pergaulan yg keliru. Diatas dinding ada pedang, dalam almari ada uang, ambillah
menurut kebutuhan dan tak usah berdiam lebih lama lagi disini."
Ketika selesai membaca tulisan tersebut, Kho Beng merasa air
matanya jatuh berlinang karena terharu, dg sangat hormat dia
menyembah tiga kali kearah pintu ruangan, kemudian mengambil
pedang dan uang dan menuruni tebing Siong hun gay tersebut.
Setelah menuruni bukit Hong San, suatu hari tibalah Kho Beng
dikota Tong sia. Waktu itu adalah hari tahun baru, salju yg tebal menyelimuti
seluruh permukaan tanah, namun anehnya justru pada masa
gembira seperti ini, ia lihat banyak jago persilatan yg bersenjata
lengkap berlalu lalang disekitar sana.
Kho Beng menjadi amat tercengang setelah menyaksikan
kesemuanya ini segera berpikir:
"Jangan-jangan sudah terjadi suatu peristiwa dikota Tong sia
ini...?" Sementara dia masih menempuh perjalanan sambil melamun,
tiba-tiba seekor kuda berjalan melintas disisinya, penunggangnya
asalah seorang lelaki berpakaian sastrawan yg memakai baju putih
dan membawa kipas kemala.
Dilihat dari bayangan punggungnya, orang itu mirip sekali dg
sastrawan berkipas kemala yg pernah dijumpainya tempo hari.
Teringat dg peristiwa yg menimpa Bu wi lojin, cepat-cepat
pemuda itu berteriak keras:
"Beng jihiap....Beng jihiap...."
Waktu itu tenaga dalam yg dimilikinya sudah amat sempurna,
teriakan tersebut segera bergema sampai puluhan li jauhnya.
Betul juga, penunggang kuda itu segera menghentikan lari
kudanya setelah mendengar teriakan tersebut kemudian berpaling,
dia tak lain adalah Sastrawan berkipas kemala, Beng yu.
Agaknya ditengah debu yg beterbangan menyelimuti angkasa, ia
tak sempat melihat wajah Kho Beng secara jelas, dg secara lantang
dia berseru pula: "Siapa yg sedang memanggil aku Beng Yu?"
Baru saja dia berkata, sesosok bayangan hijau telah berkelebat
lewat dan tahu-tahu Kho Beng sudah berdiri dihadapannya dan
menegur seraya menjura: "Beng jihiap, baru berpisah beberapa bulan, masa sudah tak
kenal lagi dg Kho Beng?"
"Ooohh....rupanya Kho siauhiap!"
Gerakan tubuh Kho Beng yg cepat dan gesit membuat sastrawan
berkipas kemala ini merasa terkejut bercampur keheranan sehingga
setelah tertegun sejenak, cepat-cepat dia menjura seraya bertanya
lagi: "Siauhiap hendak kemana?"
"Aku sedang menempuh perjalanan jauh sambil melewati hari
tahun baru ini, tapi....mengapa jihiap pun tidak melewati tahun baru
dirumah, sebaliknya melarikan kuda begitu tergesa-gesa ditempat
ini" Apakah sudah terjadi suatu peristiwa dikota Tong sia ini?"
Sastrawan berkipas kemala segera menghela napas panjang,
katanya dg suara berat: "Siauhiap terus terang kukatakan, jejak iblis telah muncul dikota
tong sia, dan sekarang aku sedang mewakili kakak angkatku untuk
mengumpulkan para jago yg berada disekitar sini untuk bersamasama
menghadapi gembong iblis tersebut.."
"Siapa sih gembong iblis yg jihiap maksudkan?" tanya Kho Beng
keheranan. "Dia tak lain adalah Kedele Maut yg membunuh orang tak
berkedip dan jejaknya amat rahasia itu..."
"Ooohh....jadi kedele maut telah mencari gara-gara pula dg kakak
angkatmu Lu tayhiap?"
"Begitulah kejadiannya." Sastrawan berkipas kemala
mengangguk, "Jika siauhiap tak keberatan, Beng yu mewakili kakak
angkatku mohon bantuan anda, setelah berhasil memukul mundur
iblis tersebut, nanti kami baru berterima kasih kepadamu."
Dari nada pembicaraan tersebut, jelas sudah bahwa dia
mengharapkan bantuan dari pemuda tersebut.
Kho Beng segera teringat kembali dg peristiwa dirumah makan
kota Kwan tong tin tempo hari, lelaki berdandan saudagar yg
membawa sekarung kedele itu pernah menanyakan nama serta asal
usulnya, bukankah orang itu justru merupakan orang pertama yg
menganggap dia sebagai sau cengcu dari Hui im ceng"
Seandainya orang itu benar-benar adalah penyaruan dari kedele
maut, bukankah saat ini merupakan kesempatan yg terbaik baginya
untuk menanyakan hubungannya dg Hui im ceng"
Lagipula kesempatan tersebut merupakan peluang yg sangat baik
baginya untuk menyelidiki jejak kitab pusaka yg hilang itu,
disamping menambah pengetahuan serta pengalamannya.
Mengenai asal usulnya dia tak merasa ragu, bagaimanapun juga
thio bungkuk telah berjanji akan membeberkan soal itu tiga tahun
mendatang, sementara Bu wi lojin telah mewariskan sebagian besar
dari tenaga dalam kepadanya, yg membuat kepandaian yg
dimilikinya sekarang bertambah tangguh, mengapa ia tidak
membuat kejutan sekarang dg mengandalkan kemampuan tersebut"
Pelbagai persoalan berkelebat lewat dalam waktu singkat
dibenaknya, Kho Beng segera memutuskan untuk menerima
undangan tersebut. Maka sambil tertawa nyaring, diapun menjawab:
"Membasmi kaum iblis sudah menjadi kewajiban setiap umat
persilatan, biar kemampuanku masih rendah, namun aku tak ingin
ketinggalan dari yg lain. Beng jihiap! Silahkan kau berangkat duluan,
tinggalkan saja alamatnya, sampai waktunya aku pasti akan
menyusul kesana." Dg perasaan gembira sastrawan berwajah kemala segera
menjura berulang kali, katanya:
"Terima kasih banyak atas kesedian siauhiap, sekarang aku
belum bisa kembali kekota Tong sia, karenanya harap siauhiap
masuk kota sendiri, setelah melewati pintu gerbang, tanyakan
kepada orang gedung keluarga Lu, setiap penduduk kota
mengetahui letaknya dan pasti menunjukkan kepadamu. Setelah
senja nanti aku pasti akan bertemu lagi dg siauhiap. Nah, maaf kalau
aku tak bisa menemani lebih lama lagi."
Selesai menjura ia segera melarikan kuda kembali meninggalkan
tempat itu, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan mata. Sepeninggal Beng Yu dg langkah santai Kho Beng meneruskan
perjalanannya lagi memasuki kota.
Tak usah bersusah payah mencari, dg cepat ia telah tiba didepan
pintu gerbang gedung keluarga Lu.
Gedung tersebut sangat megah, pintu gerbang terbuka lebar dan
sepasang patung singa yg besar berdiri dikedua sisi pintu. Dua deret
centeng berbaju hijau dg mata yg tajam dan kesiap siagaan penuh
menjaga sekeliling gedung, semuanya ini memberi kesan bahwa si
pedang tanpa bayangan Lu seng sim pasti mempunyai kedudukan
dan nama yg tinggi dimata masyarakat.
Setelah membereskan pakaiannya dan membersihkan debu dari
pakaian, pemuda itu melangkah kedepan pintu dan menegur sambil
menjura: "Aku Kho Beng atas undangan dari Beng jihiap sengaja datang
kemari, harap kalian suka memberi kabar kepada Lu tayhiap."
Seorang centeng segera tampil kemuka dan menyahut sambil
menjura pula: --------missing page 36-41 ----------
".acuh tak acuh, malah ujarnya sambil tertawa nyaring:
"Kuakui perkataan lote memang merupakan nasehat yg sangat
berharga semua, seandainya aku tak punya keyakinan tak nanti
sikapku begini santai dan percaya dg kemampuan
sendiri"..ha".ha".ha".nantikanlah hingga Beng loji pulang senja
nanti, lote pasti tahu apa sebabny sikapku begini santai dan percaya
dg kemampuan sendiri!"
Selesai berkata, kembali ia tertawa terbahak-bahak.
Kho Beng menjadi geli sendiri setelah mendengar perkataan itu,
pikirnya: "Kalau toh sudah mempunyai keyakinan untuk menghadapi
serbuan iblis tersebut, buat apa kau menyuruh adik angkatmu
mencari bantuan dimana-mana" Ehmm....sikapnya benar-benar
bertentangan sekali dg kenyataan....."
Tapi Kho Beng pun mengerti, si pedang tanpa bayangan bisa
bersikap begini bisa jadi karena dia menganggap kepandaian silat yg
dimilikinya cukup tangguh untuk menghadapi serangan lawan, atau
mungkin juga ia telah mendapat janji bantuan dari seseorang yg
tangguh dan mampu menghadapi ancaman si kedele maut.
Tapi kalau dilihat dari sikapnya yg menyuruh semua orang
menunggu sampai kembalinya Beng loji, besar kemungkinan dia
memang mengandalkan bala bantuan dari luar.
Tapi siapakah tokoh persilatan yg bersedia melindungi di pedang
tanpa bayangan" Kalau memang orang itu memiliki kepandaian yg
sanggup menandingi di kedele maut, mengapa umat persilatan tidak
meminta bantuannya untuk menumpas iblis tersebut, sebaliknya
membiarkan si kedele maut malang melintang hingga sekarang.
Kecurigaan tersebut melintas lewat didalam benak Kho Beng, tapi
berhubung senja sudah menjelang dan jawabanpun akan diperoleh
maka pemuda itu tidak berpikir lebih jauh.
Apalagi maksud kedatangannya yg terutama adalah mencari
kesempatan untuk menyelidiki soal kitab pusaka yg ditipu orang, ia
merasa tak berkepentingan untuk merisaukan kesulitan orang lain.
Oleh sebab itu, diapun tidak banyak berbicara lagi.
Agaknya sipedang tanpa bayangan sadar kalau ucapannya
kelewat memandang enteng bantuan orang lain sehingga
menyebabkan jago-jago yg telah hadir merasa sungkan untuk
berbicara. Melihat suasana dalam ruangan berubah menjadi
mengesalkan, cepat-cepat ia perintahkan orang untuk
mempersiapkan meja perjamuan.
Akhirnya senja pun menjelang tiba, sinar sang surya yg lemah
menyinari pelataran luar ruangan sementara angin malam yg dingin
terasa berhembus makin kencang dan tebal.
Perjamuan didalam ruangan telah selesai disiapkan, baru saja
tuan rumah dan tamu mengambil tempat duduk masing-masing,
tiba-tiba dari luar ruangan berkumandang datang suara langkah kaki
manusia yg terburu-buru menyusul kemudian terlihat seseorang
centeng berlari masuk kedalam ruangan sambil memberi laporan:
"Beng jiya telah kembali!"
Dg tak sabar lagi se pedang tanpa bayangan segera melompat
bangun dari tempat duduknya.
Ia saksikan sastrawan berkipas kemala dg wajah mandi keringat
berlari masuk kedalam ruangan, wajahnya merah padam tetapi
kelihatan amat serius. "Loji bagaimana dg persoalan kita?" cepat-cepat si pedang tanpa
bayangan bertanya. Sastrawan berkipas kemala menggelengkan kepalanya berulang
kali dan menghembuskan napas panjang yg amat berat.
Sikap yg diperlihatkan sastrawan berkipas kemala ini bukan saja
membuat paras muka sipedang tanpa bayangan berubah hebat,
bahkan eempat jago lainpun turut berubah muka.
Kho Beng menyaksikan kejadian tersebut segera berpikir dalam
hatinya:
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ternyata apa yg kuduga semula memang tidak meleset!"
Tampak sipedang tanpa bayangan dg wajah hijau membesi
bertanya lagi: "Apakah dia akan berpeluk tangan embiarkan aku orang she Ku
menjadi korban iblis tersebut?"
"Itupun tidak!" kembali Sastrawan berkipas kemala
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Pedang tanpa bayangan menjadi tertegun.
"Ini bukan, itupun bukan, lalu apa yg sebenarnya terjadi?"
"Sebetulnya dia akan datang atau tidak?"
Sastrawan berkipas kemala menghela napas panjang.
"Tidak! Kedatanganku sungguh tidak kebetulan, baru saja
siancu(dewi) menutup diri untuk bersemedi, jelas keadaa begitu ia
tak bisa meninggalkan tempat karenanya berpesan agar kau
mengurungkan niatmu untuk melakukan perlawanan dan sementara
waktu pergi menyingkir dari sini?"
Hijau membesi selembar wajah si pedang tanpa bayangan
setelah mendengar ucapan tersebut, jenggotnya yg hitam kelihatan
bergetar keras, sesudah termangu-mangu berapa saat, ia segera
menggebrak meja dan berseru dg marah:
"Hmmm, perkataan macam apa itu" Aku manusia she Lu bukan
manusia yg tak bernama, kalau mesti kabur sebelum melangsungkan
pertempuran, bagaimana pertanggungjawabku nanti kepada
sahabat-sahabat dan sanak keluarga yg telah membantuku
sekarang" Beng loji, selain pesan itu apakah dia tidak
menyampaikan pesan yg lain lagi?"
Sastrawan berkipas kemala menghela napas panjang:
"Ada, siancu berpesan bila toako tetap berkeras akan memberi
perlawanan demi nama kosong, maka beliau pun tak bisa berbuat yg
lain kecuali mengijinkan toako bertindak sekehendak hati."
"Hmmm, benar-benar ngaco belo belaka." Teriak si pedang tanpa
bayangan penuh amarah, "Selama dua puluh tahunan hidup
bergelimpangan diujung senjata, beratus-ratus kali pertarungan
besar kecil telah kualami sebelumnya, akhirnya berhasil meraih
sedikit nama, kau anggap aku mesti melepas jerih payahku itu dg
begitu saja?" "Toako, siapa tahu siancu mempunyai perhitungan lain." Buruburu
sastrawan berkipas kemala menyela, "Kalau tidak diapun tak
akan mengutus keenam belas jago pedang berbaju kuning untuk
diserahkan penggunaannya kepadamu."
"Hmmm, perhitungan kentut anjing!" Pedang tanpa bayangan
berteriak penuh kegusaran, "Setiap korban yg tewas ditangan kedele
maut rata-rata adalah jago yg bernama besar dan memiliki
kepandaian silat yg hebat, apa artinya keenam belas jago pedang
berbaju kuning itu" Hmmm....sungguh tak disangka meski aku telah
berjuang mempertaruhkan jiwa raga demi kepentingannya dimasa
lalu, kini habis manis sepah dibuang, ia sama sekali tidak
memperdulikan keselamatan jiwaku lagi...."
Tampaknya sastrawan berkipas kemala sudah tak mampu
mendengarkan perkataan itu lebih jauh, dg suara berat ia segera
menyela: "Toako, kau kelewat emosi, jangan lupa dg peraturan yg telah
ditetapkan siancu dimasa lampau!"
Walaupu perkataan tersebut diucapkan dg nada yg lembut da
mendatar, namun bagi pendengaran si pedang tanpa bayangan, tak
ubanya seperti guntur yg membelah bumi disiang hari bolong.
Paras mukanya segera berubah menjadi pucat ke abu-abuan, ia
duduk kembali keatas kursi dan menghembuskan napas panjang.
Sikap santai dan acuh tak acuh yg diperlihatkan siang tadi, kini
sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya dia nampak begitu
lemah dan ketakutan menghadapi kematian.
Dari pembicaraan yg barusan berlangsung serta perubahan mimik
muka si pedang tanpa bayangan, tanpa dijelaskan pun para jago
lainnya sudah mengerti apa gerangan yg telah terjadi. Jelaslah
sudah si pedang tanpa bayangan telah kehilangan pendukungnya yg
paling diharapkan sehingga keselamatan jiwanya kini sudah erada
diujung tanduk... Si ruyung dan toya sakti Siau bin yg duduk disisi arena pertamatama
yg tak sanggup menahan diri lebih dulu, mendadak ia berkata:
"Saudara Lu, Beng jihiap, sebetulnya siapa sih siancu yg kalian
sebut-sebut tadi?" Sastrawan berkipas kemala Cuma tertawa getir, gelengkan kepala
dan tidak menjawab. Pedang tanpa bayangan yg duduk lemas dikursinya mendadak
melompat bangun, lalu sambil menjura kepada semua orang ia
berseru: "Lu Seng sim mengucapkan banyak terima kasih kepada kalian
atas kesediannya datang membantuku, tapi sekarang ancaman
bahaya besar telah berada didepan mata, aku tak ingin melibatkan
kalian semua sehingga menjadi korban yg tak ada artinya. Oleh
sebab itu mumpung waktunya masih pagi, silahkan kalian beranjak
pergi lebih dulu dari tempat berbahaya ini. Tolong sekalian beritakan
kepada rekan-rekan diluar agar mereka yg ingin pergi silahkan pergi,
yg ingin tinggal silahkan tinggal. Pokokny aku tak akan mendendam
kepada siapa pun yg meninggalkan tempat ini, jika nyawaku berhasil
lolos malam ini, dikemudian hari aku tentu akan berkunjung lagi
kerumah kalian sambil menyampaikan terima kasihku."
Si kakek sakti berambut putih, Ciu Cu in memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian menghela napas:
"Aaai...kalau toh Lu tayhiap berkata begitu, biar aku she Ciu
mohon diri lebih dulu."
Disusul kemudian toya dan ruyung sakti Siau Bin, Piau sakti tujuh
bintang Kuang beng, Su beng kongcu Yu Bu secara beruntun mohon
diri pula dari situ. Jelas mereka merasa tak puas karena si pedang tanpa bayangan
enggan menerangkan siapa gerangan "siancu" yg gagal diundang
itu, disamping mereka pun mengerti kalau kepandaian yg dimilikinya
belum mampu untuk menghadapi si kedele maut.
Tentu saja mereka tak ingin mengorbankan jiwa sendiri demi
keselamatan orang lain. Kho Beng yg menyaksikan kejadian tersebut tanpa terasa timbul
perasaan simpatiknya kepada si pedang tanpa bayangan, sebab dia
menganggap orang ini masih belum kehilangan semangat jantannya
sebagai seorang laki-laki sejati.
"Biar kulepaskan budi lebih dulu kepadanya, bukankah diapun
akan menerangkan pula soal kitab pusaka tersebut kepadaku?"
demikian pikirnya dalam hati.
Sementara itu si pedang tanpa bayangan telah mengalihkan
pandangannya kewajah Kho Beng, setelah menyaksikan kepergian
rekan-rekan lainnya, kemudian menegur:
"Lote, mengapa kau belum pergi?"
Tatapan matanya penuh mengandung keresahan dan putus asa.
Rasa ingin tahu, iba ditambah semangat mudanya sebagai
seorang jago yg baru selesai belajar silat, apalagi diapun mempunyai
tujuan lain membuat Kho Beng segera tertawa nyaring:
"Lu tua, kau anggap aku yg muda adalah manusia kurcaci yg
mundur bila menemui kesulitan?"
Pedang tanpa bayangan segera menghela napas panjang,
katanya dg wajah bersungguh-sungguh:
"Lote masih muda, kesepatan hidup dikemudian hari [un masih
panjang, apa gunanya kau mesti menyerempet bahaya demi
kepentinganku?" "Setelah mendengar ucapanmu itu, aku makin berkeras akan
tetap tinggal disini, kau tak usah kuatir, Kho Beng adalah seorang
manusia sebatang kara yg tanpa sanak saudara tanpa rumah
tinggal. Selama ini dunia persilatan sudah cukup dihebohkan oleh
ulah sikedele maut, namun hingga kini belum ada yg tahu siapakah
orang tersebut. Oleh sebab itu selain hendak berusaha melenyapkan
iblis tersebut dari muka bumi, akupun hendak menyingkap tabir
kerahasiaan dari iblis tersebut, agar umat persilatan bisa mempunyai
patokan yg tertentu didalam usaha pemburuannya tidak lagi asal
tubruk secara membabi buta seperti sekrang ini."
Perkataan yg diucapkan dg bersungguh-sungguh dan penuh
semangat ini segera membuat perasaan si pedang tanpa bayangan
serta sastrawan berkipas kemala agak tergerak.
Cepat-cepat si pedang tanpa bayangan menjura dalam-dalam
seraya berkata: "Siauhiap benar-benar perkasa dan berhati mulia, bila aku
beruntung dapat lolos dari musibah ini, biar jadi kuda atau anjing
pun aku rela!" Cepat-cepat Kho Beng menukas:
"Kau jangan berbicara seperti itu dan lagi masih terlalu awal
untuk menjanjikan sesuatu, oh ya".jihiap apakah kau tahu si kedele
maut telah berjanji akan muncul pada pukul berapa?"
"Tengah malam nanti," sahut si pedang tanpa bayangan.
"Darimana Lu tayhiap bisa tahu kalau dia bakal datang tengah
malam nanti?" Pedang tanpa bayangan menghela napas panjang, dari sakunya
dia mengeluarkan selembar kertas surat berwarna merah dan
diserahkan kepada Kho Beng sambil katanya:
"Silahkan lote memeriksa isi surat ini, kau akan mengerti sendiri !
? Kho Beng menerima surat tersebut dan diperiksa isinya, pada
sampul muka tertera nama si pedang tanpa bayangan, sedangkan
ditengah sampul tertera dua butir kedele berwarna hitam.
Disamping itu dalam sampul terdapat selembar kertas yg
bertuliskan begini : "Nantikanlah kedatanganku pada tengah malam nanti, siapkan
batok kepalamu, bila mencoba kabur atau melawan seluruh
keluargamu akan kutumpas semua."
Dibawahnya tertera tanda tangannya : Si Kedele Maut.
Dg kening berkerut, Kho Beng segera merobek-robek surat ini
menjadi beberapa bagian, lalu serunya sambil tertawa dingin:
"Hmm, ingin kulihat bagaimanakan tampang muka sigembong
iblis tersebut".enak benar kalau bicara, seluruh keluarga akan
ditumpas habis".emangnya dia anggap perintahnya adalah firman
dari sribaginda?" Kemudian setelah memeriksa keadaan cuaca, ia berkata lebih
jauh: "Malam baru menjelang, berarti kita masih mempunyai waktu yg
cukup lama, kurasa lebih baik kalian berdua kembali dulu kekamar
untuk beristirahat sambil menghimpun kekuatan, disamping itu
kumohon saudara Lu menyiapkan pula sebuah kamar untuk diriku,
akupun ingin beristirahat sebentar."
Tuk, tuk, tuk, traaang, traang, traaang"..
Dari arah jalan raya sana berkumandang tiga kali kentongan yag
amat nyaring, mendadak kentongan ketiga telah menjelang tiba.
Cahaya lentera yg menerangi gedung keluarga Lu waktu itu
sudah amat redup, suasana amat hening tak ubahnya seperti sebuah
kota mati. Kho Beng dg semangat menyala-nyala memakai jubah panjang
dg pedang tersoren dipunggung beranjak keluar dari kamarnya
menuju keruang tengah. Disitu ia saksikan hanya si pedang tanpa bayangan seorang
duduk termenung ditengah ruangan dg pedang tergenggam
ditangan, wajahnya termangu-mangu dan pandangan kaku.
Suasana yg suram ini membuat Kho Beng menjadi tertegun,
segera tegurnya keheranan:
"Mana Beng jihiap?"
Dg sedih si pedang tanpa bayangan menggelengkan kepalanya
menghela napas tetap membungkam, mukanya kusut sementara
dua titik airmata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Dari sikap sedih yg terpancar keluar ari wajah si pedang tanpa
bayangan ini, Kho Beng segera dapat menduga, Sastrawan berkipas
kemala tentu sudah kabur menyelamatkan diri tanpa mempedulikan
keselamatan kakak angkatnya lagi.
Keadaan tersebut segera membuat Kho Beng semakin simpatik,
buru-buru ia menghibur: "Ketika membuyarkan rekan-rekan lain disenja tadi, sikapmu
begitu terbuka dan gagah, mengapa pula kau risau karena seorang
Beng Yu" Ha".ha".ha".biarpun kepandaianku amat rendah, jelekjelek
begini aku akan tetap mendampingimu untuk menghadapi
segala kemungkinan yg terjadi."
Dg perasaan amat terharu dan berterima kasih, si pedang tanpa
bayangan segera berseru: "Aku tak menyangka meski kita hanya berpisah satu kali, namun
kesetiaan kawanmu sangat mengagumkan, aaai"tapi berapa
banyakkah manusia dalam dunia saat ini yg memiliki sifat mulia
seperti lote".?"
Cepat-cepat Kho Beng menukas:
"Kalau toh kta sudah berniat sehidup semati, apa gunanya kau
mesti mengutarakan kata-kata sungkan seperti itu" Cuma ada satu
hal yg masih menjadi beban pikiranku selama ini, apakah kau
bersedia untuk memberitahu?"
"Katakan saja lote, asal aku tahu pasti akan kujawab."
"Siapa sih siancu yg telah disinggung Beng jihiap senja tadi" Dan
apa pula hubungan dg dirimu?"
Pedang tanpa bayangan termenung beberapa saat lamanya
setelah mendengar perkataan tersebut, sesaat kemudian dia baru
menghela napas panjang dan berkata:
"Dia adalah seorang perempuan berusia tiga puluhan yg
berwajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, orang itu
bernama In in dan tidak diketahui asal usulnya, namun memiliki
kecerdasan yg hebat dan tenaga dalam yg mengerikan. Oleh karena
dia jarang berkelana didalam dunia persilatan maka sedikit sekali
umat persilatan yg mengetahui kalau didunia ini terdapat perempuan
semacam itu"..aaai".dulu aku pernah menjual nyawa baginya"."
Baru berbicara sampai disitu, tiba-tiba perkataan tersebut terhenti
oleh jeritan ngeri yg menyayat hati.
Jerit kesakitan tersebut berkumandang datang dari luar ruangan
dan bergema amat panjang, kalau didengar ditengah kegelapan dan
keheningan seperti ini suaranya terasa sangat mengerikan dan
mendirikan bulu kuduk siapapun.
Berubah hebat paras muka si pedang tanpa bayangan saking
terperanjatnya, pembicaraanpun segera terputus ditengah jalan, dg
pedang terhunus dia melompat bangun namun tubuhnya kelihatan
genetar sangat keras. "Bisa jadi sikedele maut telah tiba!" bisiknya dg perasan ngeri.
"Siapa saja yg berada digedung ini?" tanya Kho Beng sambil
melompat bangun pula. "Kecuali enam belas jago pedang, tiada orang lain yg berada
digedung ini." "Hayo berangkat! Mri kita pergi memeriksa keadaan yg
sebenarnya..." seru Kho Beng kemudian .
Dg suatu gerakan yg cepat dia segera melesat keluar dari
ruangan langsung menerjang kepintu gerbang.
Dg ketat si pedang tanpa bayangan mengintil dibelakangnya, tapi
karena dia bergerak sedikit lamban maka tubuhnya tertinggal sejauh
tiga kaki lebih dibelakang.
Tiba didepan pintu gerbang, mereka saksikan diantara dua deret
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pohon siong telah tergeletak sesosok mayat berbaju kining, ubunubunnya
telah hancur berantakan, isi benaknya berserakan dimanamana
dan mendatangkan suasana yg mengerikan sekali bagi yg
melihat. Namun kelima belas jago pedang yg lainnya sama sekali tak
nampak batang hidungnya. Dengan kening berkerut Kho Beng
memperhatikan sekeliling tempat itu, lalu tanyanya dg kening
berkerut: Jilid 05 "Lu tua! Kemana perginya jago-jago pedang lainnya"
Dg perasaan tegang si pedang tanpa bayangan menjawab:
"Aku telah menempatkan mereka didepan dan dibelakang gedung
ini, maksudku dg menyebarkan mereka disetiap sudut gedung yg
strategis, maka kedatangan si kedele maut akan segera ketahuan."
Kho Beng segera menghela napas panjang:
"aaai...tindakan saudara Lu dg menyebarkan mereka disetiap
sudut gedung merupakan suatu tindakan yg keliru besar, untuk
menghadapi ancaman musuh yg sangat tangguh, kita wajib
menghimpun segenap kekuatan yg ada untuk menghadapi secara
bersama-sama" Tampaknya waktu itu si pedang tanpa bayangan sudah
kehilangan pendirian saking gugup dan paniknya, mendengar
perkataan tersebut buru-buru katanya:
"Bagaimana kalau kukumpulkan mereka sekarang juga?"
Dg cepat Kho Beng menggeleng.
"Sekarang sudah terlambat, daripada bergerak lebih baik kita pilih
gerakan menanti saja, coba kita saksikan dulu tindakan apa yg
hendak dilakukan lawan."
Kedua orang itupun segera berdiri penuh kewaspadaan sambil
mengawasi sekeliling arena dg pandangan tajam, mereka ingin tahu
dari arah manakah si kedele maut akan munculkan diri.
Namun suasana betul-betul mencekam hati, keheningan terasa
mencekam sekeliling tempat itu, bukan saja tidak dijumpai jejak
musuh, setitik gerakan pun tak nampak.
Dg sikap yg tegang Kho Beng bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan yg tak diinginkan, sementara benaknya terlintas
kembali dg peristiwa yg dialami dirumah makan Kwan tong tin
tempo hari. Ia masih ingat, kedele maut yg dikirimkan kepada si pedang
tanpa bayangan sebagai ancaman, betul-betul tak berbeda dg keele
maut yg berada dalam karung yg dibawa saudagar tersebut,
mungkinkah iblis misterius yg disebut kedele maut adalah orang itu"
Sementara dia masih termenung dg penuh perasaan keheranan,
pedang tanpa bayangan yg berada disisinya juga mulai tak tenang,
wajahnya makin lama semakin tegang.
Menanti saat kematian memang merupakan saat penantian yg
paling menyiksa batin, sekalipun suasana disekeliling tempat itu
sangat hening sehingga tak kedengaran sedikitpun suara, namun
keheningan tersebut justru menambah suasana menyeramkan yg
mencekam tempat tersebut.
Terutama sekali bagi pedang tanpa bayangan, dia merasa
seakan-akan dari empat penjuru telah muncul cengkeraman iblis yg
siap menerkam serta merenggut nyawanya.
Ditengah keheningan yg mencekam seluruh jagad inilah,
mendadak dari arah ruang tengah berkumandang datang suara
langkah kaki manusia yg sangat lirih.
Kho Beng dan pedang tanpa bayangan dapat mendengar suara
tersebut dg jelas sekali, serentak mereka berpaling dg hati berdebar
dan perasaan terperanjat.
Dari kejauhan sana terlihatlah sesosok bayangan putih
munculkan diri dg langkah yg lembut, ternyata dia adalah seorang
nona berusia tujuh delapan belas tahun, wajahnya halus dan bersih,
rambutnya dikepang menjadi dua.
Betul-betul suatu peristiwa yg mencengangkan hati! Bukankah
dalam gedung tersebut selain lima belas jago pedang sama sekali
tiada orang lain" Mengapa dalam keadaan begini bisa muncul
seorang nona yg berdandan sebagai dayang"
Kho Beng segera membentak nyaring:
"Siapa kau?" Dg suatu gerakan yg sangat ringan, nona berbaju putih itu
mendekati mereka berdua, kemudian setelah memandang sekejap
kearah Kho Beng, ujarnya kepada si pedang tanpa bayangan:
"Budah Bwee hiang mendapat perintah dari nona untuk
mengundang kehadiran Lu tayhiap kehalaman belakang."
Sementara Kho Beng masih tertegun, pedang tanpa bayangan
telah membentak keras: "Siapakah nona yg kau maksudkan" Darimana bisa muncul
disini".?" Dg cepat paras muka nona berbaju putih itu berubah menjadi
dingin bagaikan es, kembali ujarnya:
"Seharusnya Lu tayhiap memahami persoalan ini dg sejelasjelasnya,
buat apa mesti banyak bicara lagi" Nona kami paling segan
untuk membuang waktu, katakan saja Lu tayhiap, kau bersedia
kebelakang atau tidak?"
Satu ingatan cepat melintas dalam benak Kho Beng, kepada si
pedang tanpa bayangan segera serunya:
"Jangan-jangan dia adalah".."
Sebelum perkataan itu selesai diutarakan, si pedang tanpa
bayangan sudah menyadari pula akan sesuatu, dia berseru tertahan
dan segera tanyakan kepada nona berbaju putih itu sambil menjura:
"Jangan-jangan siancu telah tiba?"
"Lu tayhiap kalau toh sudah tahu, mengapa tidak segera
mengikuti budak untuk masuk kedalam?"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi
dari situ. Pedan tanpa bayangan cukup tahu bahwa gerak gerik siancu
memang selalu diliputi rahasia, lagipula bila bukan dia yg datang,
apa sebab jago pedang berbaju kuning yg ditempatkannya digedung
belakang sama sekali tidak menyiarkan tanda bahaya"
Merasa si dewi itu ternyata belum melupakan dirinya bahkan
telah hadir sendiri saat terakhir, semua perasaa kesal dan dendam
disenja tadi kini tersapu lenyap semua, dg semangat berkobar dan
sedikitpun tak sangsi, ia segera mengikuti dibelakangnya.
Otomatis Kho Beng mengikuti pula dibelakangnya, dia memang
ingin melihat manusia macam apakah siancu tersebut"
Siapa tahu baru saja kakinya maju selangkah, Bwee hiang telah
menghentikan langkahnya sambil membalikkan badan, kepada
pemuda tersebut tegurnya:
"Harap anda menghentikan langkah disitu!"
"Kenapa?" tanya Kho Beng tertegun.
"Nona kami tidak memberi perintah untuk mengajak serta dirimu,
karenanya budakpun tak ingin mengajak serta dirimu!"
Kho Beng segera berkerut kening, hatinya sangat gusar sehingga
tanpa terasa mendengus dingin.
Baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, si pedang tanpa
bayangan yg cukup mengetahui tabiat In in siancu, segera berpaling
dan katanya pula seraya menjura:
"Perkataan nona ini memang benar, harap siauhiap sudi memberi
muka kepadaku dg menanti sejenak diruang depan, sebentar saja
aku tentu akan balik lagi."
Oleh karena tuan rumah telah berkata begitu, yg menjadi tamu
pun tak dapat berkata apa-apa lagi, betul Kho Beng merasa tidak
puas, tapi diapun Cuma bisa kembali keruang tengah dan
menyaksikan si pedang tanpa bayangan berangkat kehalaman
belakang mengikuti dibelakang Bwee hiang.
Kini Kho Beng berada dalam ruang tengah seorang diri, terasa
olehnya bukan saja si iblis kedele maut saja yg amat misterius gerak
geriknya, bahkan pedang tanpa bayangan dan In in siancu pun
dirasakan sangat misterius dan sukar diraba jalan pikirannya.
Mengapa si pedang tanpa bayangan menaruh rasa takut, ngeri
dan menurut perintah perempuan tersebut" Sudah pasti hubungan
mereka tidak sesederhana apa yg pernah diterangkan kepadanya.
Dg pikiran segala pertanyaan yg penuh tanda tanya, Kho Beng
berdiri termangu-mangu dg mulut membungkam, tapi pedang tanpa
bayangan yg sudah sekian lama masuk kehalaman belakang belum
juga ada kabar beritanya.
Menanti adalah pekerjaan yg paling membosankan, apalagi dalam
situasi yg amat kritis seperti saat ini, rasa gelisah dan cemas timbul
dalam hatinya betul-betul tak terlukiskan dg kata-kata".
Lama kelamaan Kho beng mulai tak sabar, apalagi
ketidakmunculan si kedele maut hingga kini membuatnya makin
keheranan, akhirnya tak bisa ditahan lagi, ia mulai beranjak
meninggalkan ruangan dan lari kehalaman belakang.
Pada saat itulah, ditengah kegelapan malam, terdengar jeritan
ngeri yg memilukan hati berkumandang datang dari gedung sebelah
belakang. Bukan begitu saja, dari suara jeritan tersebut Kho Beng segera
mengenali sebagai jeritan si pedang tanpa bayangan.
Kho beng jadi tertegun, ia sadar keadaan tidak beres, dalam
terkejutnya dg cepat hawa murninya dihimpun, lalu seperti seekor
burung rajawali, tubuhnya melambung ditengah udara dan melesat
kedepan dg kecepatan tinggi.
Siapa tahu baru saja ia tiba diatas atap rumah, tiga titik cahaya
putih telah melintas datang dari hadapannya dg kecepatan bagaikan
sambaran petir. Berhubung kedua belah pihak sama bergerak dg kecepatan
tinggi, sehingga nyaris mereka saling bertumbukan.
Jeritan kaget segera bergema memecahkan keheningan,
bagaikan hembusan angin lembut, ketiga sosok bayangan manusia
itu segera melayang turun keatas tanah"
Ternyata mereka adalah tiga orang nona cantik.
Sementara itu Kho Beng telah berjumpalitan pula ditengah udara
serta melompat mundur sejauh tiga depa lebih, begitu berdiri tegak
segera ia meloloskan pedangnya dan berdiri dg mata bersinar tajam.
Dg cepat ia melihat bahwa lebih kurang enam depa
dihadapannya telah berdiri tiga orang nona muda.
Kedua orang nona yg berada dikiri kanan berusia tujuh belas
tahunan serta memakai baju putih, seorang diantaranya tak lain
adalah Bwee hiang yg telah munculkan diri dan mengajak pedang
tanpa bayangan masuk kehalaman belakang.
Sedangkan nona yg berada ditengah berusia lebih tua dua tiga
tahun, ia mengenakan baju yg berwarna keperak-perakan, sekuntum
bunga putih menghias sanggulnya yg tinggi, sementara ditangannya
memegang payung bulat berwarna perak, bentuk maupun potongan
badannya mirip dg bidadari yg baru turun dari kahyangan.
Setelah melihat jelas keadaan tersebut, Kho Beng semakin
terkejut bercampur keheranan, pertama ia segera yakin kalau pihak
lawan bukan In in siancu yg dimaksud pedang tanpa bayangan,
sebab pedang tanpa bayangan pernah berkata, "In in siancu telah
berusia tiga puluhan tahun."
Sebaliknya nona berpayung bulat warna keperak-perakan ini baru
berusia dua puluh tahunan, berwajah cantik namun sinar matanya
tajam menggidikkan hati. Kedua secara lamat-lamat diapun telah merasa bahwa si pedang
tanpa bayangan bisa jadi telah dibunuh oleh dayang yg bernama
Bwee hiang tersebut. Karenanya begitu ingatan tersebut melintas dibenaknya, dg suara
menggeledek ia segera membentak keras:
"Siapa kau?" Dg wajah sedingin salju nona berpakaian perak itu berpaling
kearah Bwee hiang, kemudian tanyanya:
"Apakah Kho Beng yg dikatakan tua bangka she Lu tadi adalah
orang ini?" Bwee hiang segera manggut-manggut.
Nona berpayung perak itu segera berpaling kearah Kho Beng, lalu
ucapnya dg suara dingin: "Lebih baik kau jangan bertanya macam-macam, memandang
kau sebagai orang diluar garis, lagipula nona telah menyanggupi
permintaan tua bangka Lu untuk mengampuni selembar jiwamu,
lebih baik manfaatkanlah kesempatan ini untuk pergi dari sini,
mumpung aku belum berubah pikran"."
Dg kening berkerut Kho Beng segera tertawa nyaring:
"Selamanya aku percaya bahwa perkembangan suatu masalah
merupakan akibat dari perbuatan manusia, sedang nasib seseorang
ditentukan takdir, oleh sebab itu mati hidupku bukan kau yg
menentukan, tapi jika kalian bertiga ingin berlalu dari sini, beberapa
buah pertanyaanku harus kalian jawab dulu!"
"Kalau aku bersikeras menolak untuk menyebutkan identitasku?"
jengek nona berpakaian perak itu ketus.
"Kalau begitu bertanyalah dulu kepada pedangku ini, apakah dia
bersedia memberi jalan lewat untuk kalian bertiga."
Tiba-tiba Bwee hiang menyela sambil mengumpat dg penuh
marah: "Bocah muda! Kau benar-benar tekebur, memangnya kau sudah
bosan hidup didunia ini" Nona, budak rasa kalau kita tidak memberi
sedikit kelihaian kepadanya, dia masih belum mau tahu tingginya
langit dan tebalnya bumi."
Nona berpayung perak itu segera mengulapkan tangannya,
kemudian tanya lagi dingin:
"Tunggu sebentar, Kho Beng kau berasal dari perguruan mana?"
"Aku tak punya perguruan".."
"Kho Beng, aku dengar kau bermaksud akan menggabungkan diri
dg komplotannya tua bangka she Lu ini?"
"Siapa bilang berkomplot" Aku hanya merasa tak puas dg cara
kerja kaum iblis sehingga berniat membantunya."
"Hmmm"." Nona berpayung perak itu tertawa dingin "Indah
betul perkataanmu itu, tapi apa pula yg dapat kau lakukan?"
Dg perasaan tergetar keras Kho Beng segera membentak:
"Aku memang ingin bertanya kepadamu, dimanakah Lu tayhiap
sekarang".?" "Bila ingin mencari si pedang tanpa bayangan, terpaksa kau
harus pergi ke akhirat untuk menemaninya."
Kho Beng tertegun, tapi dg cepat hatinya tergetar keras, serunya
kemudian tertahan: "Oooh".rupanya kau adalah si kedele maut!"
Perasaan hatinya sekarang disamping keheranan, diapun merasa
peristiwa ini sama sekali diluar dugaannya.
Selama in dia selalu mengira manusia yg bernama "Kedele Maut"
adalah lelaki berpotongan saudagar yg membawa kantung berisi
kedele dan biasanya pembunuh semacam ini pasti seorang lelaki.
Siapa tahu apa yg dijumpai sekarang ternyata sama sekali
bertolak belakang, ternyata kedele maut yg ditakuti sekian banyak
jago tak lain adalah seorang perempuan, lagipula seorang nona
berusia dua puluh tahunan yg berparas cantik.
Dg usia semuda itu, ternyata dia mampu membunuh ratusan
orang jago lihay, apabila kabar ini sampai tersiar keluar, bukan saja
seluruh dunia persilatan akan jadi gempar, bahkan orang lainpun
belum tentu mau percaya. Sementara Kho Beng masih mengawasi nona itu dg wajah
tertegun, paras muka nona berpayung perak itu telah berubah makin
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dingin dan menyeramkan. Tiba-tiba ia berkata: "Tak aneh bila kau tercengang dan keheranan, dalam kenyataan
memang tak seorang manusia pun didunia ini yg bisa hidup terus
setelah bertemu dgku, kau adalah satu-satunya pengecualian, tapi
kalau melihat keadaanmu sekarang tampaknya akupun tak bisa
melepaskan dirimu dg begitu saja"."
Kho Beng segea tersadar kembali dari lamunannya, dia menjadi
sangat gusar dan geram setelah mendengar penjelasan tersebut.
Ia sedih karena gagal melindungi keselamatan jiwa si pedang
tanpa bayangan, dia membenci lawannya karena telah membunuh
pedang tanpa bayangan sehingga ia kehilangan sasaran yg utama
dalam usahanya menyelidiki soal kitab pusaka milik Bu wi lojin yg
tertipu. Kerenanya setelah tertawa panjang dg penuh kegusaran, ia
segera membentak nyaring:
"Baik! Bagaimanapun juga kalau bukan aku yg berhasil
melenyapkan iblis dari muka bumi malam ini, akulah yg akan tewas
diujung tanganmu. Rasanya tiada masalah serius lain yg bisa
dibicarakan lagi, mari kalian ingin maju satu persatu ataukah akan
maju segera bersama-sama?"
Nona berpayung perak itu segera tertawa dingin:
"He".he"he".kau masih belum berhak untuk bertarung
melawanku. Sin Hong, Bwee hiang kalian segera bekuk bajingan cilik
ini!" Kedua orang dayang baju putih itu segera mengiakan dan
serentak maju kedepan. Kho Beng tak dapat menahan diri lagi, dia segera membentak
marah, tubuhnya menerjang kemuka dg kecepatan tinggi.
Pedangnya dg memancarkan cahaya bianglala berwarna merah
yg kemudian membentuk berpuluh-puluh bintang perak, segera
menyerang tubuh gadis berpayung perak itu dg jurus "Bunga
terbang memenuhi jambangan."
Jurus pedang yg dipergunakan ini tidak lain merupakan salah
satu jurus pedang Lui sui jit kiam hoat yg telah diwariskan Bu wi
lojin kepadanya dalam tujuh hari berselang.
Selain itu, tokoh sakti tersebut telah menghadiahkan pula sepuluh
dari tenaga dalamnya kepada pemuda itu dg ilmu Kun goan kuan
teng, hal ini menyebabkan dia memiliki tenaga serangan yg benarbenar
amat tangguh. Bagi seorang ahli silat, dalam sekilas pandang saja dapat
mengetahui apakah musuhnya berilmu atau tidak.
Begitu Kho Beng melancarkan serangannya, berkilat sinar aneh
dari balik mata nona berpayung perak tersebut, tanpa sengaja ia
berseru tertahan. Hampir pada saat yg bersamaan, kedua orang dayang itu telah
mendesak kedepan. Terlihatlah dua buah cahaya putih yg".
-------missing page 24 " 31 ----------
Sia Hong dan Bwee hiang melanjutkan serangannya, kemudian
sambil mengawasi Kho Beng lekat-lekat, serunya dg suara dingin:
"Tampaknya kau seperti tak takut menghadapi kematian?"
Kho Beng tertawa terbahak-bahak :
"Ha"..ha?"ha"..manusia manakah yg tak takut mati, tapi Kho
Beng adalah seorang lelaki yg tak sudi tunduk kepada siapapun juga,
kalau toh sudah kuketahui takut mati tak ada gunanya, toh lebih
baik mencaci maki dirimu sepuasnya lebih dulu sebelum mampus,
paling tidak semua rasa mangkel dan mendongkolku dapat
terlampiaskan"."
Nona berpayung perak itu segera melotot besar penuh amarah,
serunya dingin: "Terhadap orang yg tidak takut mati, aku mempunyai cara yg
paling bagus, apakah kau ingin merasakannya?"
"Tidak menjadi masalah, aku memang ingin tahu sampai
dimanakah kehebatan dari cara yg kau miliki itu, saksikan saja
apakah aku sanggup untuk menahan diri atau tidak. Terus terang
saja kukatakan, bila aku sampai mengerang kesakitan mulai hari ini
namaku akan kubuat secara terbalik."
"Bersemangat1" jengek nona berpayung perak itu sambil tertawa
dingin. Sementara berbicara, mendadak jari tangannya berkelebat dan
segulung desingan angin tajam pun meluncur kedepan dg kecepatan
tinggi".. Dalam hati kecilnya diam-diam Kho Beng menghela napas, dia
sadar sejarah hidupnya sudah hampir berakhir, bahkan dia harus
mati secara tak jelas dan menahan rasa penasaran.
Siapa tahu begitu desingan angin tajam itu menyentuh tubuhnya,
ia segera merasakan peredaran darahnya menjadi lancar kembali,
dalam tertegunnya dg cepat dia melompat bangun dan mundur
sejauh satu kaki lebih dari posisinya.
Terdengar nona berpayung perak itu berkata lagi dg suara
sedingin salju: "Memandang kau sebagai lelaki sejati, nona tak ingin
menyusahkan dirimu, ketahuilah meski korban yg tewas oleh kedele
pencabut nyawaku berjumlah sangat banyak, namun mereka semua
adalah manusia-manusia yg pantas untuk dibunuh?"
"Mengapa kau tidak membunuhku sekarang?" tanya Kho Beng dg
wajah tertegun. Nona berpayung perak itu mendengus dingin:
"Karena kau belum berhak untuk dibunuh, tapi nona peringatkan
kepadamu, jika kau berani mencampuri urusanku lagi serta
membocorkan rahasia identitasku kepada orang lain,
hmmm"hmmmm"..bila kita bersua lagi untuk kedua kalinya, saat
itulah merupakan saat ajalmu!"
Seusai berkata dia segera mengulapkan tangannya kepada kedua
orang dayangnya seraya berseru:
"Mari kita pergi!"
Dg suatu gerakan yg amat cepat dia melesat ketengah udara dan
meluncur pergi dari situ, dalam waktu singkat ketiga sosok bayangan
manusia itu telah berada sejauh sepuluh kaki lebih dan lenyap
dibalik kegelapan malam. Dalam malu dan mendendamnya, Kho Beng menggertak giginya
kencang-kencang menahan emosi, teriaknya lantang:
"Hey iblis perempuan! Kho Beng tak takut dg ancamanmu, cepat
atau lambat aku pasti akan menuntut balas sakit hati yg kuterima
hari ini." "Hmmm....hmmmm...kalau kau sanggup berusia panjang,
silahkan saja untuk mencariku."
Jawaban yg dingin kaku dan bernada lembut ini bergema
ditengah kegelapan malam, tapi bayangan manusianya sudah lenyap
tak berbekas. Dg termangu-mangu, Kho Beng berdiri membungkam ditempat.
Ia sadar dalam keadaan bertangan kosong, sekalipun dilakukan
pengejaran pun tak ada gunanya, apalagi dia baru terjun kedalam
dunia persilatan untuk pertama kalinya setelah belajar silat,
kekalahan yg diderita membuatnya masgul dan amat sedih.
Dg perasaan gemas dia melompat naik keatap rumah, memungut
kembali pedangnya yg terlepas dari genggamannya, kemudian
melakukan penggeledahan kedalam halaman belakang.
Gedung tempat kediaman si pedang tanpa bayangan memang
sangat luas, Kho Beng hanya memeriksa sampai kehalaman lapis
keempat setelah berhasil menemukan jenasah dari sipedang tanpa
bayangan yg roboh terkapar diberanda sebelah kanan.
Darah segar nampak bercucuran keluar dari matanya, seakanakan
sedang melelehkan air mata darah, sementara dua biji kedele
berwarna hitam telah menebusi kelopak matanya, persis seperti biji
mata yg telah memudar cahayanya.
Sampai disini, dia belum juga menemukan kelima belas orang
jago pedang berbaju kuning lainnya.
Kali ini merupakan saat pertama kali dia melihat jago persilatan
tewas secara mengerikan oleh kedele maut, hawa amarah yg
membara dalam dadanya segera meledak dan tak dapat terbendung
lagi. Dalam sekejap itulah rasa bencinya terhadap kekejian si kedele
maut telah merasuk ketulang sum sum.
Terutama sekali kematian dair si pedang tanpa bayangan berarti
memutuskan titik terang menuju ditemukannya kembali kitab
pusaka, rasa jengkel Kho Beng semakin menjadi-jadi.
Dg penuh rasa iba Kho Beng mengubur jenasah si pedang tanpa
bayangan, dia telah memutuskan untuk secepatnya berangkat ke cui
wi san, dia berharap bisa mengetahui asal usulnya secepat mungkin,
ia ingin tahu apakah dia benar-benar adalah keturunan dari Kho
Beng sia, ketua perkampungan Hui im ceng"
Disamping itu, dia pun telah memutuskan untuk mengungkapkan
wajah asli dari si kedele maut kepada umat persilatan melalui mulut
orang-orang Sam goan bun, agar seluruh umat persilatan tahu dan
mereka mempunyai sasaran yg jelas tentang iblis yg harus diburu.
Ia sadar hal tersebut bukan saja akan memberikan manfaat yg
besar bagi usaha menangkap iblis, juga hal inipun merupakan suatu
tantangan yg jelas terhadap si kedele maut.
Ditengah keheningan malam yg mencekam, buru-buru Kho Beng
berangkat meninggalkan kota Tong sia menuju keperguruan Sam
goan bun. Sepanjang perjalanan dia membayangkan terus, betapa
gembiranya ketua Sam goan bun setelah memperoleh kabar
tersebut. Sudah hampir setahun lamanya tujuh partai besar dan para
gembong iblis dari kaum sesat berusaha menyelidiki jejak si kedele
maut, namun usaha mereka selama ini tak pernah mendatangkan
hasil, bahkan tak ada yg tahu siapa gerangan orang itu.
Andaikata pihak Sam goan bun mengumumkan soal bentuk asli
dari si kedele maut itu, niscaya seluruh dunia persilatan akan merasa
kagum dan terkejut pada mereka.
Pemuda itu beranggapan bahwa inilah kesempatan baik baginya
untuk membalas budi kebaikan dari Sam goan bun yg telah
memelihara selama delapan belas tahun dan merupakan semacam
pembalasan pula kepada ketua Sam goan bun yg telah mengusirnya.
Dalam situasi dan perasaan inilah Kho Beng mencapai bukit Cui
wi san dalam sepuluh hari.
Waktu itu musim gugur telah lewat, pepohonan yg semula gugur
kini sudah mulai tumbuh pucuk baru, melihat kesegaran alam yg
mulai nampak, tanpa terasa pemuda itu pun merasakan
semangatnya berkobar kembali.
Tiba dipunggung bukit gedung perguruan Sam goan bun telah
muncul didepan mata, perpisahan selama setengah tahun, ternyata
perkampungan Cui wi san ceng masih utuh seperti sedia kala.
Waktu itu sudah menjelang senja, pintu perkampungan tertutup
rapat, Kho Beng segera mendekati pintu gerbang, membenahi
pakaiannya yg kusut kemudian mengetuk pintu.
"Toook...toook...!"
Baru dua kali ketukan, pintu gerbang telah terbuka lebar, yg
membukakan pintu adalah seorang pemuda berusia dua puluh
tahunan. Dalam sekilas pandangan saja Kho Beng telah mengenali orang
ini sebagai murid keempat belas dari ketua Sam goan bun yg
bernama Lu Bun hoan. Cepat-cepat dia menjura seraya menegur:
"Saudara Lu, selamat bersua kembali!"
Mengetahui yg datang adalah Kho Beng, dg wajah tercengang Lu
Bun hoan segera menegur: "Saudara Kho! Kenapa kau balik kembali?"
Kho Beng tersenyum. "Aku ingin bertemu dg suhu bungkuk disamping itu......"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, paras muka Lu Bun hoan
telah berubah hebat, bisiknya pelan:
"Saudara Kho, mengingat hubungan kita dulu, kuanjurkan
kepadamu tinggalkan saja tempat ini secepatnya, tak usah pulang
lagi untuk mencari penyakit."
Selesai berkata, cepat-cepat dia menutup pintu gerbang kembali
tanpa menggubris kehadiran Kho Beng lagi.
Kho Beng menjadi tertegun, dia tak mengira akan memperoleh
perlakuan demikian, padahal dia cuma ingin ketemu dg ciangbunkin
saja. Dalam marahnya tanpa berpikir panjang lagi, ia segera
menggedor lagi keras-keras.
Kali ini dia menggedor dg sekuat tenaga sehingga suaranya
menggetar sampai kedalam.
Tak selang berapa saat kemudian pintu gerbang dibuka kembali,
yg muncul kali ini ternyata adalah ketua Sam goan bun, Sun Thian
hong sendiri. Hawa amarah tanpak menyelimuti seluruh wajahnya, sambil
menatap wajah Kho Beng lekat-lekat, dia membentak:
"Hey! Mau apa kau datang kemari?"
Sambil menahan hawa amarahnya, Kho Beng menjura dalamdalam,
setelah itu ujarnya : " Boanpwee khusus datang untuk menemui caingbunjin sekalian
menyampaikan salam. "
Pepatah kuno bilang : Jangan memukul orang berwajah senyum.
Meskipun ketua dari sam goan bun ini memperlihatkan sikap yg
gusar dan keras, namun setelah melihat sikap menghormat Kho
Beng, tak urung dia menjadi rikuh sendiri.
Karenanya sambil mengulapkan tangan dia berkata :
"Tak usah banyak adat, ada urusan apa kau datang kemari " "
Sambil manggut-manggut pemuda itu berkata :
"Boanpwee khusus datang kemari untuk memberi kabar kepada
cianpwee tentang masalah kedele maut. "
Paras muka ketua Sam goan bun ini kelihatan berubah hebat,
serunya cepat : "Lanjutkan perkataanmu ! "
"Jangan disini ! " tukas Kho Beng sambil menggeleng,
"Berhubung masalah ini menyangkut keadaan yg luar biasa,
dapatkah cianpwee mengajak boanpwee untuk bicara didalam saja"
" Ketua Sam goan bun kelihatan termenung sebentar, nampaknya
dia tertarik dg persoalan ini, akhirnya sambil miringkan badannya,
dia berkata : "Silahkan masuk ! "
Sambil tersenyum Kho Beng segera melangkah masuk kedalam,
sementara dalam hati kecilnya berpikir :
"Ternyata perhitunganku tidak meleset, coba kalau tidak
memakai alasan tersebut belum tentu aku bisa memasuki pintu
gerbang ini serta bertemu dg Thio bungkuk. "
Setibanya diruang tengah, ketua Sam goan bun baru menegur :
"Kho Beng, sebenarnya kabar apa yg hendak kau sampaikan " "
Dg wajah serius Kho Begn segera berkata :
"Boanpwee telah bertemu dg kedele maut ketika berada dikota
tong sia, ternyata gembong iblis tersebut adalah seorang nona
berusia dua puluh tahunan yg didampingi dua orang dayangnya,
seorang bernama Sin hong yg lain bernama Bwee hiang. "
Ketua Sam goan bun ini nampak semakin kaget bercampur
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tercengang, serunya : "Kedele maut adalah seorang nona muda " Tahukah kau identitas
serta asal usulnya " "
Kho Beng menggeleng, secara ringkas dia menceritakan apa yg
dialaminya, kemudian menambahkan :
"jurus serangan yg dipergunakan gombong iblis wanita itu dangat
aneh, senjata yg digunakan juga luar biasa, bentuknya tak berbeda
dg sebuah payung yg bulat berwarna perak, sedang senjata yg
dugunakan dayangnya berbentuk dua buah ikat pinggang, mungkin
cianpwee bisa menemukan sedikit titik terang dari benda "benda yg
mereka andalkan itu. "
Dg kening berkerut, ketua sam goan bun termenung sambil
berpikir seenak, mendadak dg wajah berubah hebat ia menjerit
kaget : "Sungguh aneh, rasanya payung perak itu mirip sekali dg payung
Thian li san milik Gin San siancu (Dewi payung perak), sedang ikat
pinggang yg kau maksud adalah tali pengikat dewa, jangan-jangan
kedele maut adalah murid Dewi payung perak " "
Dg perasaan terkejut Kho Beng turut berpikir :
"Thio bungkuk pernah menerangkan, Dewi payung perak
menempati kedudukan satu diantara tiga manusia aneh, tapi masa
dia mempunyai murid seperti ini."
Sementara dia masih tercengang, ketua Sam goan bun telah
berkata lebih jauh dg suara dingin:
"Penemuan yg berhasil kau peroleh ini benar-benar luar biasa,
baiklah partai kami akan mewakilimu untuk menyampaikan berita
tersebut kepada seluruh partai lain agar kau memperoleh
penghargaan pula dari semua orang."
Buru-buru Kho Beng menyela:
"Boanpwee sama sekali tidak berniat mencari nama dg berita
tersebut, disamping itu boanpwee pun tidak mempunyai ambisi apaapa,
oleh sebab itu bila cianpwee menyampaikan kabar tadi kepada
umat persilatan, jangan sekali-kali singgung nama boanpwee."
"Lalu mengapa kau beritahukan soal ini kepadaku?" tanya ketua
sam goan bun dg wajah tertegun.
"Boanpwee tak lain hanya bermaksud membalas budi kebaikan
cianpwee yg telah memeliharaku selama delapan belas tahun."
Untuk beberapa saat lamanya ketua Sam goan bun tertegun, tapi
segera ujarnya dg suara dingin:
"Apa yg kau sampaikan kepadaku pasti akan kukabarkan kepada
segenap umat persilatan, tapi iktikad baikmu itu biar kuterima dalam
hati saja, aku tak ingin merebut jasamu, nah sekarang kau boleh
turun gunung, biar kuhantar kau sampai dikaki bukit sana."
"Tidak, boanpwee masih ada satu persoalan lagi." Buru-buru Kho
Beng berseru. "Persoalan apa?"
"Boanpwee ingin bersua dg Thio suhu yg bertugas didapur."
"Sayang kedatanganmu terlambat selangkah...." ujar ketua Sam
goa bun dingin. "Apakah Thio suhu telah pergi?" tanya Kho Beng tertegun.
"Tidak, Thio bungkuk telah berpulang kealam baka bulan
berselang." Jawaban itu seperti guntur yg membelah bumi disiang hari
bolong, hampir saja membuat pemuda itu jatuh pingsan....
Thio bungkuk telah mati" Baru berpisah setengah tahun ternyata
telah terjadi perubahan yg begitu besar dan hebat, hampir saja Kho
Beng tak sanggup menahan pukulan batin itu, dia terkejut
bercampur sedih. Dg termangu-mangu diawasinya ketua sam goan bun itu tanpa
berkedip, dia tak tahu apaka ucapan tersebut benar-benar telah
terjadi" Ataukah ketua Sam goan bun itu mempunyai maksud serta
tujuan lain. Namun paras muka ketua sam goan bun ini dingin kaku sama
sekali tak berperasaan. Dari sikap tersebut Kho Beng segera mengerti, walaupun dia
datang dg maksud membalas budi serta mengutarakan seluruh isi
hatinya secara tulus, namun sikap mana bukan saja tidak membuat
ketua tersebut terharu bahkan kehadirannya jelas tidak pernah
disambut. Dalam sekejap mata itu pula pelbagai peristiwa lama melintas
kembali dalam benaknya, pelbagai kecurigaan pun satu demi satu
muncul kembali. Kho Beng mulai membayangkan kembali kehidupan
Thio bungkuk selama belasan tahun terakhir ini yg selalu sehat dan
tak pernah sakit, mengapa dia bisa mati secara tiba-tiba "
Apakah dia telah menemui suatu musibah yg tak terduga" Kalau
kematiannya benar-benar tertimpa musibah, apakah hal ini ada
sangkut pautnya dg teka teki sekitar asal usulnya "
Makin berpikir Kho Beng merasa makin curiga, sehingga tak
tahan lagi ia bertanya : "Dapatkah cianpwee jelaskan sebab-sebab kematian dari suhu
bungkuk?"" "Dia mati karena terserang penyakit gawat." Jawab ketua Sam
goan bun dg suara dingin dan hambar.
"Aku tidak percaya1" seru Kho Beng tanpa sadar.
Ciangbunjin dari Sam goan bun itu segera mendengus, katanya
lagi dg suara dalam: "Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, yg jelas antara
diriku dg sibungkuk mempunyai tali persahabatan selama dua puluh
tahun lebih, masa aku bakal membunuhnya secara licik?"
Pertanyaan yg diungkapkan ini segera membuat Kho Beng
menjadi tertegun dan seketika membungkam ribuan bahasa, oleh
karena apa yg ingin diutarakan sudah didahului lawan. Maka
walaupun dihati kecilnya dia menaruh curiga namun tak berani
diungkapkan sebab tanpa bukti yg jelas tak mungkin baginya untuk
menuduh orang secara sembarangan.
Dalam keadaan begini diapun sadar, bila ketua sam goan bun ini
ditegur secara langsung, maka bukan saja tak akan mendatangkan
hasil apa-apa malah sebaliknya justru akan menimbulkan bentrokan
secara langsung. Oleh sebab itu berganti nada pembicaraan, dia berkata:
"Maafkan kehilapan boanpwee yg telah berbicara tanpa sadar,
maklumlah pikiran dan perasaan boanpwee saat ini amat kalut,
tapi......bolehkah cianpwee menunjukkan dimanakah jenasah Thio
suhu dimakamkan, agar boanpwee pun dapat berziarah didepan
pusaranya sebagai rasa duka citaku kepadanya?"
Dg suara hambar, ketua Sam goan bun berkata:
"Hmmm...coba kalau aku tidak memahami perasaan hatimu
sekarang, masa akan kubiarkan kau bertindak seenaknya seperti ini"
Pusara si bungkuk berada dibalik huta siong ditebing bukit sana,
pergilah seorang diri, tapi aku perlu memperingatkan kepadamu,
selanjutnya lebi baik tak usah berkunjung lagi kebukit Cui wi san ini
ketimbang mendatangkan rasa muak dan sebal bagiku!"
Sambil berusaha keras mengendalikan kobaran hawa amarah
didalam dadanya, cepat-cepat Kho Beng membalikkan badan dan
mengundurkan diri dari pintu gerbang, pikirnya dalam hati:
"Hmmmm, coba kalau aku tidak teringat dg budi pemeliharaan
selama delapan belas tahun...hari ini juga aku Kho Beng akan
membuat kau benar-benar muak dan sebal..."
"Blaaaammm...!"
Terdengar pntu gerbang dibanting keras-keras sehingga tertutup
kembali rapat-rapat. Untuk beberapa waktu lamanya Kho Beng Cuma bisa berdiri
termangu-mangu didepan pintu sambil mengawasi papan nama
"Sam goan bun" yg terpancang didepan pintu itu tanpa berkedip,
rasa jengkel, marah, sedih dan benci terus bercampur aduk menjadi
satu, sampai-sampai dia sendiripun tak bisa membedakan
bagaimanakah perasaan hatinya waktu itu.
Dalam perasaan yg serba kalut dan kacau tak keruan itulah, dia
mengitari dinding pekarangan menuju kebelakang perkampungan.
Dibalik perkampungan, terdapat sebuah hutan siong yg rindang
serta sinar senja yg semakin redup menciptakan suasana suram
disekitar situ. Sepanjang perjalanan menelusuri hutan, Kho Beng menyaksikan
pemandangan alam disana masih seperti semula, padahal apa yg
telah dialaminya kini telah berbeda seratus delapan puluh derajat.
Setelah menembusi hutan, terlihatlah sebuah kuburan batu
berdiri tegak didepan mata, batu nisan yg berdiri didepan pusara
tersebut terteralah beberapa huruf besar yg berbunyi demikian:
"Disinilah diunta sakti berpunggung baja Thio Cio lan
beremayam." Teringat kembali pergaulannya selama delapan belas tahun
terakhir serta budi kebaikan yg telah mewariskan ilmu silat
kepadanya, Kho Beng tak dapat menahan asa sedihnya lagi, ia
segera berlutut didepan pusara dan menangis tersedu-sedu.
Isak tangis yg memedihkan hati bergema diseluruh angkasa,
menambah seramnya suasana disitu, sampai lama sekali Kho Beng
menangis,, setelah semua rasa kesal dan sedihny terlampiaskan
keluar, pelan-pelan kesaarannya baru pulih kembali seperti sedia
kala, sekarang dia mulai berpikir bagaimana caranya untuk bertindak
menyelidiki sebab-sebab kematian dari thio bungkuk...
Dalam keadaan inilah, mendadak telinganya menangkap suatu
suara yg aneh sekali.... Kho Beng sekarang sudah bukan Kho Beng yg dulu, begitu suara
aneh tersebut terdengar olenya, dia segera mengerti kalau ada
orang sedang mengintip dan mengawasi gerak geriknya.
Waktu itu langit sudah gelap, namun sinar rembulan belum
muncul, dalam keadaa terkejut bercampur curiga, Kho Beng segera
meningkatkankewaspadaannya untuk menghadapi segala
kemungkinan yg tidak diinginkan....
Setelah menyeka air mata yg bercucuran dipipinya, dia
membalikkan badan lalu mengangkat kepala seraya membentak:
"Hey, sobat darimana yg sedang mengawasi diriku" Jika kau tidak
segera munculkan diri, jangan salahkan Kho Beng menaruh kesalah
pahaman kepadamu!" Benar juga, begitu perkataan tersebut selesai diutarakan, sesosok
bayangan manusia segera melayang turun dari atas pohon dg
kecepatan tinggi, setelah tiba didepan mata pemuda itu segera
mengenalinya sebagai anggota sam goan bun, Nyoo To li
Dg perasaan tertegun Kho Beng segera menegur:
"Oooooh..rupanya Nyoo toako"."
Sambil tersenyun Nyoo To li segera menjura, serunya berkata:
"Saudara Kho, baru setengah tahun tak bersua, sungguh tak
disangka ketajaman pendengaranmu sudah begitu luar biasa,
nampaknya tenaga dalam yg kau miliki telah memperoleh kemajuan
yg amat pesat." "Nyoo toako terlalu memuji," cepat-cepat Kho Beng balas
memberi hormat, kini hari sudah gelap, ada urusan apa Nyoo toako
bersembunyi diatas pohon?"
Merah jengah selembar wajah Nyoo to li, dia menghela napas
panjang: "Aaaaai...sesungguhnya aku hanya melaksanakan perintah
ciangbun suhu untuk melihat, apakah kau sudah pergi atau
belum...." Mendengar keterangan tersebut, Kho Beng segera mengerutkan
dahinya rapat-rapat, kemudian tertawa dingin:
"Ooooh...rupanya saudara Nyooo sedang melaksanakan perintah
untuk mengawasiku secara diam-diam.."
"Saudara Kho, kau jangan kelewat menaruh salah paham
terhadap ciangbun suhu," buru-buru Nyoo To li berseru, "Sejak
kepergianmu suhu tak pernah teringat akan dirimu....."
Sambil tertawa dingin kembali Kho Beng menukas:
"Saudara Nyoo, apa gunanya kau membelai suhu" Dari dulu
hingga sekarang bukti dan kenyataan telah terpapar didepan mata,
apa gunanya kau berusaha membelai serta menutupinya?"
"Aku berani bersumpah dihadapan Thian, semua perkataanku
kuucapkan dg kata yg sejujur-jujurnya." Seru Nyoo To li dg wajah
amat serius. "Kalau toh saudara Nyoo bersikap begitu jujur kepada siaute,
bersediakah kau untuk menjelaskan juga sebab kematian dari suhu
bungkuk...!" jengek Kho Beng dingin.
Sekali lagi Nyoo To li menghela napas panjang:
"Kisah kematian Thio bungkuk karena sakit tidak begitu kupahami
secara jelas, tapi aku dapat memberitahukan kepadamu, lebih
setengah bulan berselang, Bok sian tianglo ketua Tat mo wan dari
Siau lim si telah datang menyambangi suhu, bahkan telah terjadi
keributan dantara dia dg Thio bungkuk..."
Tergerak hati Kho Beng setelah mendengar keterangan itu, buruburu
ia bertanya: "Karena persoalan apakah sehingga terjadi keributan diantara
mereka...?" "Waktu itu, kecuali suhu, Bok sian tanglo dan sibungkuk sendiri,
dalam kamar Thio bungkuk tiada orang keempat, lagi pula pintu
jendela tertutup rapat, maka dari itu selain kadangkala terdengar
suara bentakan marah dari sibungkuk, persoalan lain tak pernah
diketahui orang luar"."
"Berapa lamakah selisih waktu antara kejadian tersebut dg saat
kematian Thio bungkuk?" tanya Kho Beng sesudah berpikir sejenak.
"Sejak sore itu Thio bungkuk pantang makan minum, setiap
orang dilarang memasuki kamarnya, kemudian setelah suhu
melakukan pemeriksaan sendiri, barulah diumumkan bahwa Thio
Seruling Gading 7 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Pedang Tanpa Perasaan 12
tanah. Dg napas terengah-engah, kakek itu segera berseru :
"Aku sudah dicelakai orang, cepat".cepat katakanlah, dia
sia".siapakah kau?"
Sekali lagi Kho Beng dibuat tertegun, sebetulnya saat itu
merupakan kesempatan yg terbaik aginya untuk melarikan diri,
namun perasaan heran dan ingin tahunya membuat pemuda itu
melupakan ancaman bahaya atas keselamatannya.
Dg perasaan keheranan, ia segera bertanya:
"Lotiang, bukankah kau berada dalam keadaan sehat wal afiat"
Siapa yg telah mencelakaimu?"
"Aku sudah terkena jarum penembus tulang pembeku darah"."
Kata kakek berambut putih itu dg napas terengah-engah.
"Kau"kemarilah".mengingat aku sudah hampir mati, beritahulah
padaku, siapakah kau" Dan siapa yg menyuruhmu datang kemari?"
Diam-diam Kho Beng merasa terkejut sekali, pikirnya:
"Padahal kepandaian silatnya sangat hebat, tapi kenyataannya
dia telah dicelakai orang tanpa menimbulkan sedikit suarapun,
aaah"! Jarum penembus tulang pembeku darah yg dimaksudkan
pastilah sejenis senjata yg amat jahat."
Ia merasa tak pernah mempunyai dendam sakit hati dg siapapun,
sekarang ia Cuma terlibat dalam peristiwa tersebut secara kebetulan
saja, apalagi setelah melihat kakek itu berusaha untuk mengetahui
identitasnya menjelang saat kematiannya, tanpa terasa timbul rasa
kasihan dalam hati kecilnya.
Setelah tertawa getir, diapun menjawab:
"Sesungguhnya aku sendiripun tak tahu mengapa aku Kho Beng
disuruh datang kemari, seseorang yg tidak kukenal telah
meninggalkan sepucuk surat kepadaku untuk datang kemari dan aku
pun segera berangkat kesini. Nah, silahkan lotiang memeriksa surat
ini seusai membaca isinya kau pasti akan mengerti dg sendirinya."
Sambil berkata, dia mengeluarkan selembar surat dan mendekati
kakek tersebut. "Aku sudah tak dapat melihat lagi, tolong bacakan isi surat
tersebut"." Kata kakek berambut putih itu dg nada lemah.
Dg cepat Kho Beng membaca isi surat tersebut.
"Aku tak dapat menunggu karena ada urusan penting, datanglah
keperkampungan Hui im ceng dikota Hang ciu seusai membaca
tulisan ini, sepuluh tahil perak kuhadiahkan sebagai ongkos jalan,
dinding naga merupakan warisan leluhur, jangan diperlihatkan
kepada siapapun. Nah, surat tersebut tanpa tanda tangan"."
Sekujur badan sikakek nampak bergetar keras selesai mendengar
isi surat itu, dg nafas tersengal dia berusaha meronta bangun, lalu
serunya sambil mengawasi wajah Kho Beng lekat-lekat:
"Dinding naga" Apakah dinding naga itu?"
Dg perasaan terkejut Kho Beng mundur selangkah, dia kuatir
kakek itu akan menyerangnya secara tiba-tiba kemudian baru
sahutnya: "Benda itu tak lain adalah sebuah lencana batu kumala hijau yg
kukenakan sedari kecil dulu"."
Belum selesai perkataan tersebut, dua rentetan sinar aneh telah
memancar keluar dari balik mata kakek tersebut, serunya lagi dg
gelisah: "Cepat"..cepat keluarkan dan tunjukkan kepadaku".aku"..aku
sudah hampir tak sanggup bertahan lebih lama lagi"."
Kalau dilihat dari sikapnya yg begitu gelisah, seakan-akan dia
merasa bakal mati tak tentram apabila tak sempat melihat lencana
naga itu menjelang ajalnya.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Kho Beng, pikirnya:
"Jangan-jangan kakek ini mengetahui lencana kumala yg
kukenakan ini...?" Berpikir begitu, cepat-cepat dia mengeluarkan lencana naga
tersebut dan ditunjukkan kepada kakek tersebut sambil katanya :
"Lotiang, silahkan kau periksa dg seksama!"
Waktu itu rembulan sudah condong kelangit arat, sinar yg
berwarna keperak perakan menyoroti lencana kumala tersebut dan
memantulkan selapis cahaya hijau yg berkilauan.
Biarpun Kho Beng tidak melepaskan lencana tersebut dari
gantungannya, akan tetapi kakek itu dapat menyaksikan dengan
sangat jelas. Dg tubuh gemetar keras karena pergolakan emosi, ia segera
berseru: "Aaah...ternyata benar-benar lencana naga kumala hijau..!
Ternyata benar-benar lencana naga kumala hijau"Oooh Thian! Kau
telah melindungi kami sehingga memberi petunjuk kepada Lie sam
untuk menemukan kau kembali".rasanya tak sia-sia aku menunggu
hampir belasan tahun lamanya dg penuh penderitaan!"
Mungkin saking emosinya, belum lagi perkataan tersebut selesai
diutarakan, tubuhnya sudah roboh terjengkang keatas tanah.
Timbul kecurigaan dalam hati Kho Beng setelah mendengar
ucapan tersebut, cepat-cepat dia memburu maju kedepan dan
berseru: "Lotiang, siapa sih Lie Sam yg kau maksudkan" Siapa pula kau"
Kenapa kau bisa mengenali lencana naga kumala hijau milikku ini?""
Secara beruntun dia telah mengajukan beberapa pertanyaan
sekaligus. Namun keadaan kakek tersebut amat lemah, napasnya amat lirih
dan bibirnya yg mengering nampak bergetar lemah, mengucapkan
serentetan perkataan yg hampir saja susah terdengar.
"Hamba".hamba tak tahan untuk ba"banyak berbicara
lagi"ce"cepat kau ambil sesuatu dalam sakuku dan pergi ketebing
Siong hun gan dibukit Hong san"tee"temuilah Bu Wi
lojin"ingat"kau adalah maa"majikan muda..da".dari Hui im
"ceng"cepat tinggalkan tempat yg berbahaya ini?"
Ketika berbicara sampai disitu, ia sudah tak sanggup lagi untuk
menahan diri, kepalanya segera terkulai kesamping dan
menghembuskan napas yg penghabisan.
Kho Beng enjadi amat tertegun, cepat-cepat dia menggoyangkan
tubuh kakek tersebut sambil serunya:
"Lotiang, mana mungkin ak adalah majikan muda dari
perkampungan Hui im ceng" Katakanlah lebih jelas!"
Tapi sayang kakek yg tergeletak diatas tanah itu sudah tak
mampu menjawab lagi. Sinar rembulan yg menyoroti mayatnya
memantulkan cahaya pucat yg mengenaskan hati.
Dg perasaan hati yg berdebar, Kho Beng segera mendekati kakek
itu serta menyingkap rambut yg menutupi wajahnya.
Sekarang ia baru dapat melihat wajah kakek tersebut secara
jelas, kerutan yg dalam menghiasi hampir seluruh wajahnya, tapi
dibalik mukanya yg kurus kering justru memancarkan sifat
keteguhan yg kuat, wajah semacam ini sedikitpun tidak mirip dg
wajah seorang manusia licik yg berhati keji.
"Benarkah aku adalah majikan muda Hui im ceng?" dengan wajah
termangu-mangu Kho Beng berpiki, "Tapi bukankah pelayan rumah
makan dikota Hang ciu telah menerangkan tadi bahwa semua
penghuni perkampungan Hui im ceng telah ditumpas orang
semenjak delapan belas tahun berselang" Jika aku adalah keturunan
dari Hui im ceng, bagaimana mungkin bisa hisup sampai sekarang
dan dipelihara oleh perguruan Sam goan bun?"
Sementara pelbagai pikiran masih berkecamuk dalam benaknya,
tiba-tiba terdengar seseorang menjerit kaget dari luar loteng.
"Aaah! Khu losam telah mampus!"
"Benar-benar amat keji," sambung yang lain, "Coba lihat,
mukanya hancur tak karuan, hantaman toya tersebut paling tidak
mencapai lima ratusan kati."
Orang yg berbicara pertama kali tadi segera tertawa dingin:
"Nyatanya dugaanku tidak keliru, heboh setan yg telah
berlangsung empat lima tahun di Hui im ceng ternyata Cuma ulah
dari si toya baja pedang sakti Kho Po koan seorang budak yg
berhasil lolos dari musibah lalu."
"Yaa benar! Toya besi itu memang merupakan senjata andalan
Kho Po koan dimaa lalu, saudara Lu! Mari kita selidiki keatas , baik
buruk persoalan ini harus kita selidiki sampai tuntas hari ini."
Sekali lagi Kho Beng merasa tertegun setelah mendengar
perkataan itu, pikirnya: "Aaah...rupanya kakek yg tewas ini dari marga Kho, kalau begitu
pemilik perkampungan Hui im ceng dimasa lalu pun berasal dari
marga Kho?" Teringat dg pesan kakek tersebut menjelang ajalnya, cepat-cepat
ia merogoh kedalam saku kakek tersebut, berusaha untuk
memeriksa benda apakah yg diserahkan sikakek menjelang ajalnya
tadi" Sayang sekali hal ini sudah terlambat selangkah, tampaklah dua
sosok bayangan manusia menerobos masuk kedalam ruangan dg
kecepatan tinggi. Dg perasaan terkejut Kho Beng segera menarik kembali
tangannya sambil mundur kebelakang, ternyata pendatang tersebut
terdiri dari dua orang. Yang satu adalah seorang kakek berbaju abu-abu yg membawa
pedang berjenggot hitam, bermata tajam dan bersikap keren serta
penuh wibawa. Sedangkan orang kedua adalah seorang sastrawan berbaju putih
yg membawa kipas kumala. Walaupun gerak geriknya sangat lemah
lembut dan penuh sopan santun, namun tidak menutupi hawa sesat
dan kelicikan yg memancar keluar dari wajanya.
Kedua orang itu nampak tertegun setibanya diatas loteng,
kemudian kakek berpedang itu mmeriksa sekejap jenazah kakek
berambut putih, lalu katanya pada sastrawan berbaju putih:
"Ternyata orang ini benar-benar adalah Kho Po koan!"
Lalu sambil mengalihkan pandangan matanya ke wajah Kho
Beng, kembali bentaknya: "Siapa kau?" Belum selesai bentakan itu berkumandang, mendadak terdengar
sastrawan berbaju putih itu menjerit kaget:
"Liu toako, coba lihat tempat ini benar-benar ada setannya!"
Sambil berkata ia lantas menunding kedepan.
Mngikuti arah yg ditunuk, kakek berambut hitam itu segera
berpaling, tapi apa yg kemudian terlihat membuat paras mukanya
segera berubah hebat. Sambil membentak keras pedangnya langsung disambit kedepan.
Kho Beng pun turut terperanjat dan segera berpaling kearah
mana semua orang tertuju.
Ternyata yg dimaksudkan sastrawan berbaju putih itu adalah
tengkorak putih yg dijumpainya tadi.
Sementara itu cahaya pedang telah berkelebat lewat dan?"Criit"
langsung menembusi tengkorak tersebut dn menancap diatas pintu,
gagang pedang bergetar tak hentinya, tapi tenggorokan itu Cuma
bergerak terombang ambing kesamping lain, berdiri kembali
ditempat semula. Saat itupun mereka bertiga baru dapat melihat dg jelas, ternyata
tengkorak tersebut tak lain hanya selembar tirai pintu yang
diatasnya dilukis sebuah gambaran tengkorak dg kapur putih, oleh
sebab dilihat dari kegelapan maka seolah olah gambaran tersebut
merupakan tengkorak sungguhan.
Begitu rahasianya terbongkar, maka permainan yg terasa ngeri
dan menyeramkan tadipun sekarang menjadi sama sekali tak
berharga. Kho Beng segera menghembuskan napas panjang, kemudian
serunya sambil menjura. "Tak nyana kalau Cuma selembar kain hitam, hampir saja aku
dibuat mati saking kaget dan takutnya, tapi aku percaya selanjutnya
dalam perkampungan ini tak bakal ada setan yg menggoda orang
lagi." Sesudah menyaksikan semua yg terjadi dan mendengar
perkataan tersebut, sikap sikakek berjenggot hitam dan sastrawan
berbaju putih pun turut berubah menjadi lebih lembut.
Kakek itu segera menjura seraya menyapa:
"Siapakah nama siauhiap"Ada urusan apa datang kemari?"
"Aku yg muda Kho Beng, kebetulan saja lewat dikota Hang ciu,
berhubung kudengar digedung ini ada hantunya, maka dg perasaan
ingin tahu aku datang kemari untuk melakukan penyelidikan."
Sastrawan berbaju putih itu segera tertawa terbahak-bahak,
katanya pula: "Ha"ha".ha".ternyata Kho siauhiap! Maaf"maaf"siauhiap
memang sangat hebat, bukan saja berani melakukan penyelidikan
seorang diri digedung hantu ini, bahkan mampu membinasakan
sitoya besi pedang baja Kho Po koan yg sudah termashur namanya
dalam dunia persilatan. Bila berita ini sampai tersiar keluar, bukan
saja keberanianmu akan dikagumi orang banyak, kehebatan ilmu
silatmu tentu akan menggemparkan seluruh sungai telaga. Aku
sastrawan berkipas kemala Beng Yu percaya, tak sampai tiga hari,
nama besar siauhiap tentu sudah termashur diseluruh dunia
persilatan!" Merasa tidak memiliki kemampuan tersebut, pujian itu justru
membuat Kho Beng tersipu-sipu, dg cepat dia menggoyangkan
tangannya berulang kali seraya berseru:
"Harap kalian berdua jangan salah paham, aku yg muda Cuma
seorang manusia yg baru terjun kedunia persilatan, kepandaianku
tak seberapa, sesungguhnya?"
Kakek berjenggot hitam itu tertawa terbahak-bahak, tukasnya:
"Buat apa saudara cilik merendahkan diri" Kau tahu betapa
hebatnya rekanku si jarum emas pencabut nyawa yg datang
bersamaku tadi" Tapi kenyataannya dia toh mempus juga oleh toya
besi budak tua ini, bila kau masih mencoba bersungkan terus, ini
namanya menganggap asing kami berdua."
Sastrawan berbaju putih itu segera menyambung pula sambil
tertawa: "Saudara memang mengagumkan sekali, biar berilmu tinggi tapi
tak sombong, sikap semacam inilah merupakan watak sejati seorang
pendekar, bisa kuduga gurumu pasti seorang tokoh yg luar biasa
sekali?" Dari nada pembicaraa mereka, Kho Beng dapat menyimpulkan
kalau sang korban adalah musuh besar kedua orang ini, sebagai
orang luar yg belum mengetahui duduknya persoalan secara jelas,
dia tak ingin melibatkan diri dalam pertikaian itu.
Karena diapun tidak mencoba untuk memberi penjelasan lagi,
cepat-cepat katanya: "Aku belum pernah mengangkat guru tapi pernah belajar berapa
jurus silat dari seorang Bu lim cianpwee!"
"Ooooh?" kakek berjenggot itu manggut-manggut, "Boleh kah
kami tahu nama besar dari locianpwee yg telah mengajarkan silat
kepadamu itu?" "Cianpwee itu adalah siunta sakti berpungung baja!"
Paras muka kakek berjangggut hitam itu segera berubah hebat,
setelah berseru tertahan, katanya:
"Ooooh".rupanya Thio Kok tayhiap salah seorang diantara
sepasang unta utara selatan yg termashur namanya pada dua puluh
tahun berselang, tapi aku pernah dengar Thio kok telah tewas
dicelakai orang pada dua puluh tahun berselang?"
Sesungguhnya Kho Beng sama sekali tidak mengetahui soal masa
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lalu Thio bungkuk, bahkan nama dan kedudukannya dalam dunia
persilatan pun tidak diketahuinya, karena nya dia berusaha
menghindari hal-hal yg tak jelas baginya setelah mendengar
perkataan tersebut. "Aku yg muda baru beberapa bulan berpisah dg Thio
locianpwee." Katanya, "Menurut apa yg kuketahui, dia orang tua
masih tetap berada dalam keadaan sehat walafiat."
Kakek berjenggot hitam itu tertawa tergelak.
"ha".ha"..ha"..semasa masih muda dulu, aku pernah berjumpa
sekali dg Thio tayhiap, bila lain waktu kau bertemu lagi dengannya,
katakan saja sipedang tanpa bayangan Lu seng sin dan adik
angkatnya sastrawan berkipas kemala, Beng Yu titip salam untukdia
orang tua." Mengetahui kalau kedua orang ini pernah bersua dg Thio
bungkuk, sikap Kho Beng pun turut berbah menghormat, segera
sahutnya: "Aku pasti akan menyampaikan salam anda berdua kepada
beliau." Kemudian dg memanfatkan kesempatan tersebut, ia bertanya
kembali: "Lotiang, tolong tanya siapakah sipedang baja toya besi Kho Po
koan ini?" "Budak tua ini adalah seorang budak dari perkampungan Hui im
ceng dimasa lalu," Sastrawan berkipas kumala Beng Yu
menerangkan, "Tatkala tujuh partai besar menyerbu kemari,
rupanya dia berhasil lolos, bisa jadi si kedele maut yg misterius dan
belakangan ini banyak melakukan huru hara merupakan hasil
perbuatannya." "Aku baru pertama kali ini terjun ke dunia persilatan, banyak
persoalan yg tak kupahami, bolehkah aku tahu siapa pula pemilik
perkampungan Hui im ceng ini?"
Dg wajah serius sipedang tanpa bayangan Lu Seng im berkata:
"Pemilik Hui im ceng, dimasa lampau berasal satu marga dg lote,
ia bernama Kho Bun sin dan merupakan seorang jagoan persilatan
yg berilmu tinggi, sayang aku sendiripun kurang begitu mengerti
tentang peristiwa yg terjadi delapan belas tahun berselang, tapi
kuanjurkan kepada lote sebagai orang luar lebi baik jangan banyak
pencarian urusan ini."
Berbagai kecurigaan segera melintas benak Kho Beng, ia tak
mengira kalau Hui im ceng berasal dari marga Kho, benarkah ia
mempunyai hubungan dg dirinya?"
Tapi kalau dilihat dari cara sipedang tanpa bayangan Lu Seng im
sewaktu bicara , sudah jelas masih ada banyak masalah yg enggan
dibicarakan olehnya, karena itu diapun tidak bertanya lebih jauh."
Setelah menjura, diapun mohon diri.
Kini duduk persoalannya sekitar gedung hantu telah jelas, sedang
akupun masih ada urusan lain dan tak bisa berdiam lebih lama lagi
disini, biarlah aku mohon diri lebih dulu!"
Sesungguhnya si pedang tanpa bayangan dan sastrawan kipas
kumala memang sedang menunggu-nunggu perkataan Kho Beng itu
dg cepat, merekapun menjura seraya berkata:
"Kalau memang lote masih ada urusan, kamipun tak akan
menahanmu lebih lama lagi, sampai jumpa lain kesempatan."
Mereka menunggu sampai bayangan Kho Beng lenyap dibalik
kegelapan, kemudian si pedang tanpa bayangan baru bergumam:
"Andaikata aku tidak menyaksikan dg mata kepala sendiri
bagaimana putra Hui im cengcu tewas diujung panah pengejar
sukma, aku pasti akan mencurigai orang itu sebagai keturunan Kho
Bun sin!" Sastrawan kipas kemala Beng yu, tertawa tergelak:
"Kalau toh toako telah menyaksikan dg mata kepala sendiri, buat
apa mesti menaruh curiga lagi" Aku dengar, biarpun sancu(dewi)
berhasil memusnahkan Hui im ceng dg susah payah, namun tak
berhasil mendapatkan kitab pusaka Khian hoan bu boh, sekarang
Koh Po koan telah tewas, mengapa kita tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk melakukan pemeriksaan, sehingga kita dapat
memberi laporan sekembalinya dari sini nanti?"
Si pedang tanpa bayangan segera manggut-manggut, maka
kedua orang itupun menyulut lentera dan mulai menggeledah
seluruh bagian ruangan tersebut.
Setengah kentongan telah lewat, hampir setiap bagian ruangan
itu sudah mereka geledah, namun tiada sesuatu yg diperoleh tanpa
terasa mereka menjadi kecewa.
Tiba-tiba Sastrawan berkipas kemala berkata kepada si pedang
tanpa bayangan: "Lotoa, mungkinkah sibocah muda itu datang dg suatu tujuan
serta betndak mendahului kita?"
Berubah hebat paras muka si pedang tanpa bayangan.
"Yaa, hal ini memang bisa jadi, aduh celaka".mengapa tidak
terpikirkan sejak tadi?"
"Siapa yg menyangka kalau bocah itu mampu bersikap acuh tak
acuh meski memiliki kepandaian silat yg hebat?" seru Sastawan
berkipas kemala sambil menghentak hentakkan kakinya dg
mendongkol. "Aaai"kta benar-benar telah dipecundangi olehnya, toako,
rasanya belum terlambat bila kita kejar sekarang juga."
Sipedang tanpa bayangan manggut-manggut, baru saja dia akan
melompat pergi, mendadak pandangan matanya tertumpuk dg
jenazah Kho Po koan, dg cepat ia berseru kepada rekannya:
"Tunggu sebentar loji!"
"Ada apa?" tanya sastrawan berkipas kemala tertegun.
Sambil menunding jenazah diatas tanah, pedang tanpa bayangan
segera berkata: "Seluruh ruang telah kita periksa, tapi mayat budak tua ini belum
kita sentuh, apa salahnya kalau kta periksa dulu sebelum pergi dari
sini?" Cepat-cepat sastrawan berkipas kemala mendekati jenazah
tersebut dan merobek pakaian yg dikenakan, pada pinggang mayat
itu mereka temukan sebuah bungkusan kecil, ketika bungkusan itu
dibuka maka isinya adalah sebuah lencana kemala sebesar lima inci.
Pada lencana tersebut terlihat gambar sederet pohon siong,
diatas pohon siong terdapat dua tiga buah gumpalan awan.
Melihat bentuk lencana tersebut, sastrawan berkipas kemala
segera berseru keheranan:
"Toako, cepat lihat!"
Pedang tanpa bayangan segera mendekati dan memeriksa
lencana tersebut, apa yg kemudian terlihat membuat keningnya
berkerut kencang, katanya kemudian:
"Sungguh aneh, mengapa lencana kemala Siong hun giok leng yg
menjadi benda pengenal dari Bu wi lojin yg sudah dua puluh tahun
lenyap dari dunia persilatan, bisa berada dalam saku budak tua
ini?"" Sastrawan berkipas kemala termenung sejenak, lalu katanya:
"Mula-mula muncul seorang Kho Beng yg tak dikenal, lalu muncul
lagi lencana kemala Siong hun giok leng, hey lotoa, aku lihat apa yg
kita jumpai hari ini bukan suatu kejadian yg kebetulan."
Pedang tanpa bayangan manggut-manggut.
"Yaa, persoalan ini menyangkut suatu masalah besar, kita tak
boleh menyimpulkan sendiri secara gegabah, hayo berangkat, kita
berbicara ditengah jalan nanti!"
Dg cepat kedua orang itu melompat keluar lewat jendela, lalu
membopong sesosok mayat yg berlepotan darah dari pelataran
kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Tak lama mereka pergi, tampak sesosok bayangan manusia
melayang masuk lewat jendela, ternyata orang itu adalah Kho Beng
yg telah pergi dan kini balik kembali.
Rupanya setelah meninggalkan perkampungan hui im ceng tadi,
sepanjang jalan dia memutar otak terus membayangkan kembali
serangkaian kejadian yg dialaminya selama ini.
Menjelang memasuki kota Hang ciu, tiba-tiba ia teringat kembali
dg pesan terakhir Kho Po koan menjelang ajalnya, maka tergesagesa
dia balik kembali kesitu.
Ia tidak mengetahui benda apakah yg akan diserahkan kakek itu
padanya, tapi bila ditinjau dari sikap dan nada pembicaraannya,
sudah jelas benda itu mempunyai hubungan yg erat sekali dg Bu wi
lojin. Ia baru tertegun setelah menyaksikan pakaian yg dikenakan
jenazah tersebut telah hancur tak keruan lagi bentuknya. Dari
kejadian tersebut jelaslah sudah bahwa benda tersebut telah diambil
oleh sipedang tanpa bayangan serta sastrawan berkipas kemala.
Sekalipun Kho Beng amat kecewa bercampur menyesal, tapi
karena nasi sudah menjadi bubur, menyesalpun tak ada gunanya
lagi. Ia teringat kembali janji tiga tahunnya dg Thio bungkuk,
sekalipun ia tak dapat melaksanakan harapan kakek yang tewas ini,
namun ia bertekad akan mendatangi tebing Siong hun gay dibukit
hong san untuk menyelidiki persoalan ini.
Sebab masalah tersebut bukan saja menyangkut sikakek yang
telah tewas, siapa tahu dari situ dia akan berhasil mengetahui asal
usul yg menyelimuti dirinya selama ini.
Maka menempuh kegelapan malam yg mencekam seluruh jagat,
dg langkah tergesa-gesa, Kho Beng berlalu dari situ, setelah
menguburkan jenazah Kho Po koan, lalu tanpa berhenti langsung
berangkat ketebing Siong hun gay di Hong san.
Dalam waktu singkat, bulan dua belas telah menjelang tiba.
Angin dan salju telah berhenti, puncak bukit Hong san dilapisi
warna putih sampai diuung langit, pemandangan alam ketika itu
benar-benar indah dan menawan hati.
Ketika Kho Beng tiba dibukit Hong san, waktu sudah
menunjukkan tengah hari lewat, karena ia tak tahu dimanakah letak
tebing Siong hun gay, terpaksa sambil berjalan ia mencoba untuk
melakukan pemeriksaan. Tiba-tiba ia menyaksikan sebuah bukit yg menonjol tinggi
menjulang ke angkasa, aneka pohon siong tumbuh disekitarnya,
awan putih menyelimuti sampai punggung bukit, bentuk maupun
panoramanya jauh berbeda dg keadaan disekitarnya, tanpa terasa
diapun berpikir : "Konon tempat yg berpanorama indah sering digunakan para
tokoh dan pertapa untuk mengasingkan diri, jangan-jangan tempat
itu adalah tebing Siong hun gay yg sedang kucari " "
Berpikir begitu, dia segera menghimpun tenaga dalamnya dan
meluncur naik keatas puncak itu.
Tebing itu curam dan amat berbahaya, apalagi dilapisi salju yg
tebal membuat keadaan menjadi lebih licin dan susah dilalui.
Kho Beng dg tenaga dalam yg tidak begitu sempurna harus
mengerahkan seluruh kekuatan yg dimiliki untuk mencapai puncak
tebing itu, tak heran kalau keringat berkucuran dg derasnya dan
napasnya tersengal sengal seperti napas kerbau.
Akan tetapi setibanya dipuncak bukit itu dan menyaksikan apa yg
terbentang didepan mata, seketika itu juga semangatnya menjadi
berkobar kembali, ia saksikan sebuah tempat yg berpanorama begitu
indah tak ubahnya seperti surga loka.
Ditengah rimbunnya pohon siong terlihat sebuah bangunan
rumah yg mungil tapi indah, seorang kakek berbaju putih sedang
berdiri memandang angkasa sambil menggendong tangannya.
Sikap maupun perawakan tubuhnya tak jauh berbeda dg bentuk
dewa yg sering didengar Kho Beng dalam dongeng.
Sementara Kho Beng masih terengah-engah dan tak mampu
berbicara, tiba-tiba terdengar kakek itu menegur dg suara nyaring:
"Hey bocah, ada urusan apa kau bersusah payah mendaki bukit
berkunjung kemari?" Kakek itu tetap berdiri sambil menggendong tangan, meski tidak
membalikkan badan dan berjarak dua puluhan kaki, namun suara
pembicaraannya amat jelas dan terang, malah dari dengusan napas
Kho Beng, ia dapat menduga usia bocah tersebut bagaikan melihat
dg mata kepala sendiri, tak heran kalau kejadian ini amat
mengejutkan anak muda tersebut.
Dg perasaan gugup, ia segera berseru:
"Lotiang, bolehkah aku tahu, apakah tempat ini bernama bukit
Siong hun gay?" Sementara berbicara, dg beberapa kali lompatan dia mendekati
sikakek berbaju putih itu.
"Benar!" sahut si kakek tanpa bergerak, "Kau datang dari mana
nak...?" Dg wajah berseri cepat-cepat Kho Beng memberi hormat seraya
berseru: "Kalau begitu cianpwee adalah Bu wi lojin, boanpwee Kho Beng
datang dari Hui im ceng?""
Belum selesai perkataan itu diucapkan, Bu wi lojin telah berseru
kaget sambil membalikkan badan, lalu dg pandangan mata yg tajam
diawasinya seluruh wajah Kho Beng lekat-lekat, wajahnya
menunjukkan perasaan tercengang dan keheranan.
Baru sekarang Kho Beng sempat melihat jelas paras muka kakek
itu, jenggotnya yg putih, wajahnya yg anggun membuat kakek itu
nampak sangat agung dan berwibawa.
Cepat-cepat dia memberi hormat seraya berkata:
"Boanpwee menjumpai locianpwee!"
Jilid 04 Bu wi lojin tertawa bergelak, sambil mengebaskan tangannya dia
berkata: "Silahkan bangun nak, kehadiranmu yg tiba-tiba sungguh
membuat aku merasa keheranan!"
Dari nada pembicaraannya, seolah-olah mereka telah berkenalan
cukup lama. Kho Beng menjadi tertegun, serunya kemudian dg wajah
tercengang: "Boanpwee berkunjung kemari karena mengagumi nama besar
cianpwee, apa yg cianpwee herankan?"
"Mengagumi nama" Ha....ha.....ha.....perkataanmu kelewat
sungkan," kata Bu wi lojin sambil tertawa, "Sudah sembilan belas
tahun lamanya aku hidup mengasingkan diri ditebing Siong hun gay
dan belum pernah ada teman yg berkunjung kemari, tapi hari ini
telah datang tamu agung secara beruntun, lagipula semuanya
mengaku datang dari Hui im ceng, apakah kejadian tersebut tidak
mengherankan...?" Kho Beng semakin keheranan lagi sehabis mendengar perkataan
ini, tapi sebelum ia sempat berbicara, Bu wi lojin telah berkata lebih
lanjut: "Yang kuherankan lagi adalah penguasa perkampungan kalian
baru saja berlalu dari sini, tapi keponakan telah datang berkunjung,
apakah telah terjadi suatu peristiwa di perkampungan Hui im ceng?"
Kho Beng semakin termangu, tanyanya keheranan:
"Locianpwee maksudkan Hui im ceng?"
"Hey keponakan Kho, bukankah aku telah menerangkan
sejelasnya, aku sedang bertanya tentang keadaan Hui im ceng
kalian?" seru Bu wi lojin dg kening berkerut.
Kho Beng semakin tidak mengerti, katanya kemudian:
"Maafkan aku cianpwee, boanpwee benar-benar dibuat
kebingungan setengah mati."
"Kebingungan"Ha"ha"ha"setiap orang tentu akan
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebingungan." Bu wi lojin tertawa bergelak,"Keponakanku, mungkin
tenaga dalammu yg kurang sempurna membuat kau letih karena
mendaki tebing tadi, mengapa tidak beristirahat dulu didalam
ruangan, kemudian baru pelan-pelan berbicara?"
Sambil berkata, dia segera menyingkir kesamping
mempersilahkan pemuda itu masuk kedalam.
Buru-buru Kho Beng berseru:
"Boanpwee bukan maksudkan begitu, tapi hendak menjelaskan
bahwa Hui im ceng sudah hampir dua puluh tahun lamanya
terbengkalai, malah belakangan ini telah berubah menjadi gedung
hantu, lalu darimana munculnya seorang pengurus gedung?"
Bu wi lojin menjadi tertegun.
"Jadi ayahmu telah meninggalkan Hui im ceng kemana dia telah
pergi?"" Kho Beng semakin melongo, sahutnya tergagap:
"Cianpwee bertanya soal ayahku" Apakah kau mengetahui
siapakah ayahku?" Sekali lagi Bu wi lojin terperangah, lalu gelengkan kepalanya
berulang kali: "Aaaai"aku menjadi tak habis mengerti, sebetulnya kau yg pikun
ataukah aku yg sudah pikun, masa kau tidak kenal dg ayahmu
sendiri, kepala perkampungan Hui im ceng Kho Bun sin?"
Dg hati berdebar Kho Beng berseru keheranan:
"Boanpwee belum pernah menyebutkan asal usulku, darimana
cianpwee bisa tahu kalau boanpwee adalah putra Hui im cengcu?"
Bu wi lojin tertawa terbahak-bahak:
"Ha".ha".ha".biarpun sewaktu kujumpai dirimu dulu kau masih
berusia satu bulan, namun hingga kini wajahmu tak jauh berubah,
lagipula tampangmu kini tidak jauh berbeda dengan Hui im cengcu
Kho Bun sin pada sembilas tahun berselang, kalau bukan putranya
mengapa kalian begitu mirip?"
Kho Beng betul-betul tertegun saking tercengangnya oleh ucapan
tersebut, orang ini adalah orang keempat yg menganggap dia
sebagai keturunan Hui im cengcu.
Biarpun banyak kejadian yg kebetulan didunia ini, tak mungkin
begitu banyak orang menaruh salah paham kepadanya, lamat-lamat
pemuda itu mulai merasa bahwa identitasnya sebagai putra cengcu
dari Hui im ceng tak mungkin diragukan lagi.
Tapi kalau hanya dianggap orang saja belum menjadi bukti yg
bisa dipertanggungjawabkan, apalagi masih banyak pertentangan yg
terdapat didalamnya, karena itulah beberapa saat pemuda itu
menjadi tertegun dan sangat kebingungan.
Sementara itu Bu wi lojin telah berkata lagi:
"Sudah sekian lama kita berbincang, namun kau belum menjawab
pertanyaanku tadi, sebetulnya kemana ayahmu telah pergi. Mengapa
dia harus membengkalaikan hasil karyanya yg dibangun dg susah
payah itu?" Kho Beng menghela napas panjang.
"Locianpwee, terus terang saja asal usulku hingga kini masih
merupakan sebuah teka teki besar, aku tidak tahu siapakah orang
tuaku, bahkan akupun tidak tahu siapakah manusia yg disebut Hui
im cengcu dan bernama Kho Bun sin itu..."
Bu wi lojin menjadi tertegun dan mengawasi Kho Beng dg
termangu-mangu, untuk beberapa saat lamanya dia sampai tak
mampu mengucapkan sepatah katapun.
Kho Beng berkata lebih jauh.
"Tapi sedikit banyak boanpwee pernah mendengar persoalan yg
menyangkut Hui im ceng, konon semua penghuni Hui im ceng telah
dibantai orang sampai ludes pada delapan belas tahun berselang."
"Sungguhkah perkataan itu?" berubah hebat paras muka Bu wi
lojin. "Benar atau tidak boanpwee tak berani memastikan, namun bila
ditinjau dari pengalaman yg boanpwee alami, rasanya berita itu tak
meleset dari kebenaran!"
Berbicara sampai disini, secara ringkas diapun mengisahkan
kembali semua pengalamannya selama berada didalam
perkampungan Hui im ceng, akhirnya dia menambahkan:
"Oleh sebab itulah boanpwee menjadi bingung dan curiga setelah
cianpwee mengatakan bahwa Hui im ceng mempunyai saorang
pengurus rumah tangga, tapi aku yakin orang yg menyaru sebagai
pengurus tersebut kalau bukan sipedang tanpa bayangan tentu si
sastrawan berkipas kemala!"
Dg wajah serius dan berat Bu wi lojin termenung, lalu katanya
sambil menggeleng: "Orang itu bukan seorang pria."
"Maksud cianpwee, orang yg menjadi pengurus gadungan dari
Hui im ceng adalah seorang wanita?" seru Kho Beng tercengang.
Bu wi lojin manggut-manggut, katanya sambil menghela napas
panjang: "Lai-laki atau perempuan sudah tak penting lagi artinya, tapi aku
benar-benar penasaran karena setelah hidup mengasingkan diri
hampir dua puluh tahun dari keramaian dunia, hari ini mesti ditipu
orang mentah-mentah, selain itu akupun menyesal dan malu karena
tak dapat menjaga titipan Hui im cengcu dimasa lalu secara baikbaik."
"Sebenarnya benda apasih yg telah ditipu perempuan itu?"
"Kitab pusaka Thian goan bu boh!"
"Sejilid kitab pusaka?"
"Ehmm, bukan saja sejilid kitab pusaka, bahkan merupakan
pusaka yg diimpi impikan dan diharapkan setiap umat persilatan
didunia ini, sebab barang siapa berhasil menguasai serta melatih
isinya dia akan menjadi perkasa dan tiada tandingannya dikolong
langit1" Kho Beng menjadi terperanjat sekali, buru-buru serunya:
"Cianpwee, bagaimana ceritanya sampai kitab pusaka itu tertipu
olehnya?" "Sebab dia mempunyai tanda pengenal milikku, aaai...mungkin
benda yg dipesan oleh orang tua menjelang ajalnya untuk kau ambil
adalah lencana kemala Siong giok leng tersebut?"
Sekarang Kho Beng baru mengerti, tak heran kalau Kho Po koan
meninggalkan pesan tersebut kepadanya, ternyata benda yg berada
dalam sakunya dapat ditukar dg sejilid kitab pusaka.
Berpikir sampai disitu, ia segera berkata dg serius:
"Bolehkah boanpwee mengajukan pertanyaan, bagaimanakah
tabiat Hui im cengcu dimasa lampau?"
Bu wi lojin menghela napas panjang.
"Dia adalah seorang pendekar sejati, bertenaga dalam sempurna
dan betul-betul merupakan seorang gagah yg hebat."
"Andaikata kitab pusaka Thian goan bu boh sampai terjatuh
ketangan manusia bangsa kurcaci, bukankah hal ini dapat
menimbulkan bencana besar?"
"Bukan hanya bencana, pada hakekatnya seluruh dunia akan
kalut dan kehidupan manusia dilanda penderitaan besar."
"Sesungguhnya maksud kedatanganku kemari adalah untuk
mencari guru pandai serta mempelajari ilmu silat, sungguh tak
disangka aku telah mendapatkan titik sedikit terang mengenai asal
usulku, biarpun hingga kini belum ada kepastian, namun bila
cianpwee mengijinkan, boanpwee ingin mengetahui lebih banyak
lagi!" Bu wi lojin termenung beberapa saat, lalu mengangguk.
"Mari kita bebicara didalam rumah saja."
Sambil membalikkan badan, ia masuk lebih dulu kedalam rumah.
Dg wajah serius Kho Beng mengikuti dibelakangnya, ia saksikan
ruangan tersebut teratur sangat rapi dan bersih, kursi meja dan rak
buku semuanya terbuat dari bambu.
Bu wi lojin menuang dua cawan teh, lalu duduh dihadapan
tamunya, setelah mempersilahkan pemuda itu meneguk air teh, ia
baru berkata: "Kalau dilihat dari sikap pelayan tua keluarga Kho yg
mengenalimu sebagai sau cengcu Hui im ceng dari lencana yg kau
kenakan, ditambah pula pengamatanku lewat paras mukamu yg
mirip dg Hui im cengcu, aku rasa identitasmu sebagai keturunan Kho
tak jauh dari kebenaran. Tapi sudah hampir dua puluh tahun aku
hidup mengasingkan diri dari keramaian dunia, oleh sebab itu
akupun tidak tahu menahu tentang semua peristiwa yg terjadi di Hui
im ceng selama ini, jadi apa yg bisa kuungkap tak lebih hanya
hubunganku dg Kho cengcu."
"Akan boanpwee dengarkan dg seksama."
Bu wi lojin termenung sebentar, seakan-akan sedang
mengumpulkan kembali kenangan lamanya, lalu setelah menghela
napas ringan, dia berkata:
"Bila diceritakan rasanya memang susah diperaya, sesungguhnya
hubunganku dg Kho cengcu hanya didaari perjumpaan satu kali dan
berkumpul setengah hari lamanya. Biar begitu, dalam perjumpaan
yg hanya sekali, aku telah menjadi sahabat karib Kho tayhiap, lalu
dalam masa berkumpul selama setengah hari, kami menjadi sahabat
sehidup semati".aaai"sungguh tak nyana saat perpisahan waktu itu
ternyata merupakan perpisahan untuk selamanya".bila diingat
kembali sekarang, sungguh membuat hatiku pedih.
"Aaaai, sembilan belas tahun sudah lewat, kejadian ini harus
dikisahkan kembali sejak sembilan belas tahun berselang.
Waktu itu untuk membasmi manusia sesat dari golongan hitam,
aku telah mengembara sampai diwilayah Lam huang, meski
musuhku berhasil kutumpas, namun aku sendiri terkena serangan
beracun yg amat hebat sehingga jika tidak diobati dg segera, niscaya
jiwaku akan melayang. Dg mengandalkan tenaga dalamku yg sempurna untuk
mengekang daya kerja racun tersebut, aku berusaha lari pulang dan
dalam tiga hari saja aku telah menempuh perjalanan sejauh ribuan
li. Tapi akhirnya sewaktu lewat di Hang ciu meski racun belum
bekerja, aku justru sudah roboh tak sadarkan diri ditepi jalan.
Waktu itu secara kebetulan Kho tayhiap lewat disitu serta
menolongku, untung dia mempunyai obat mujarab yg habis
memunahkan racun, cukup menelan obatnya satu , tengah hari
kemudian lukaku telah sembuh sama sekali.
Setelah peristiwa itu, tiba-tiba dia mengeluarkan kitab pusaka
Thian goan bu boh dan mohon kepadaku untuk menyimpannya. Dia
bilang rahasia kitab tersebut sudah bocor sehingga banyak jago silat
yg sedang mengincarnya. Aku yg selama hidup baru pertama kali ini memperoleh budi
orang tentu saja tidak mnyia-nyiakan kesempatan tersebut. Aku
segera menawarkan diri untuk membantunya menghadapi serbuan
jago-jago silat tersebut, namun tawaranku ini segera ditolaknya.
Padahal dg julukan Kiu hui sin kiam atau pedang sakti sembilan
terbang yg dimiliki Kho tayhiap waktu itu cukup disegani banyak
orang dan banyak jago lihay yg keok ditangannya.
Karenanya sewaktu melihat kekerasan kepalanya, akupun sadar
bahwa tindakannya itu pasti ada sebab musababnya, maka akupun
menerima permohonannya dg meninggalkan tanda pengenalku serta
memberikan alamat dimana aku berdiam, kami berjanji bila kitab
tersebut hendak diambil maka orang tersebut harus membawa tanda
pengenal itu. Aaaai"sungguh tak disangka sejak berpisah, aku telah
menunggu sampai belasan tahun lamanya.
Pagi tadi tiba-tiba muncul seorang perempuan cantik yg mengaku
sebagai pengurus rumah tangga Hui im ceng, dia mohon bertemu
aku dan memperlihatkan lencana tersebut.
Karena tanda pengenal yg dibawa memang tak salah, maka
tanpa sangsi akupun menyerahkan kitab pusaka Thian goan bu boh
tersebut kepadanya,aaai"tak nyana rupanya aku sudah tertipu,
kejadian ini benar-benar membuat aku malu dg Kho cengcu
almarhum?" Sekarang Kho Beng baru mengerti bahwa pesan yg ditinggalkan
pelayan tua itu menjelang ajalnya ternyata mempunyai pengaruh yg
besar terhadap masalah tersebut, dia menjadi amat menyesal karena
tidak melaksanakan pesa pelayan tua itu seketika itu juga.
"Apakah cianpwee kena dg perempuan itu?" tanyanya kemudian.
"Tidak! Aku tidak kenal." Bu wi lojin menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Kalau begitu locianpwee telah bertindak kelewat gegabah,"
keluh Kho Beng sambil menghela napas.
Tapi setelah perkataan itu diutarakan, dia baru sadar kalau sudah
salah bicara, bagaimanapun tidak pantas dia menegur seorang
cianpwee dg ucapan sekasar itu.
Baru saja hendak memberi penjelasan sambil meminta maaf,
ternyata Bu wi lojin sama sekali tidak menjadi marah karena teguran
tersebut, malah ujarnya kemudian sambil menghela napas panjang:
"Padahal selamanya aku bekerja sangat teliti, karenanya
tertipuku pagi tadi, pertama dikarenakan sudah lama putus
hubungan dg dunia luar sehingga tidak mengetahui duduk persoalan
yg sebenarnya, kedua saat itu aku telah memutuskan akan hidup
mengasingkan diri untuk selamanya ditebing Siong hun gay ini dan
Cuma Kho tayhiap seorang yg tahu akan alamat ku ini. Itulah
sebabnya aku sama sekali tidak curiga kepadanya ketika perempuan
itu muncul dg membawa tanda pengenalku."
Cepat-cepat Kho Beng mengangguk, dia menduga benda yg
disimpan disaku pelayan tua keluarga Kho itu pastilah tanda
pengenal Siong hun giok leng dan orang yg mengambil lencana
tersebut tak lain adalah si pedang tanpa bayangan serta sastrawan
berkipas kemala, tapi mengapa akhirnya bisa muncul seorang
perempuan" Persoalan inilah yg membuatnya tak habis mengerti.
Sementara itu Bu wi lojin telah berkata lagi setelah menghela
napas sedih: "Lenyapnya kitab pusaka itu membuat aku malu dg Kho Tayhiap
almarhum, apalagi kalau kejadian tersebut mengakibatkan dunia
persilatan dilanda bencana, aku benar-benar akan menyesal
sepanjang masa." "Kejadian ini toh berlangsung diluar dugaan, locianpwee tak perlu
kelewat menyalahkan diri sendiri." Cepat-cepat Kho Beng
menghibur, "Berbicara sesungguhnya, akulah yg sudah teledor
waktu itu sehingga mengakibatkan terjadinya semua peristiwa ini."
Bu wi lojin menggelengkan kepalanya, dg suara dalam dia
berkata: "Satu-satunya jalan yg bisa kita lakukan sekarang adalah mencari
upaya untuk menanggulangi persoalan tersebut!"
Setelah mengangkat kepalanya dan menatap Kho Beng lekatlekat,
dia berkata lebih jauh: "Aku pernah mempelajati isi kitab pusaka Thian goan bu boh
tersebut dan memberikan hasil yg lumayan, tapi bagaimanapun juga
usiaku sudah delapan puluh tahun lebih sehingga usiaku yg lanjut
membuat tenagaku bertambah lemah hingga tak mungkin bisa
memberikan hasil yg nyata, aku pikir satu-satunya jalan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah mewariskan kepandaian itu
kepadamu!" "Sungguh?" seru Kho Beng dg perasaan terkejut dan girang,
"Terima kasih banyak atas kesediaan cianpwee!"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, Bu wi lojin telah
mengulapkan tangannya seraya berkata lagi:
"Kau jangan keburu bergirang hati dulu, ada sepatah kata hendak
kutanyakan lebih dulu, kalau toh kau tidak mengetahui siapa orang
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tuamu, siapa yg telah memeliharamu sejak kecil hingga dewasa?"
Kho Beng menjadi termangu seketika itu juga, teringat olehnya
dg sumpah yg pernah diucapkan di Sam goan bun tempo hari.
Maka dg suara tergagap katanya:
"Harap cianpwee sudi memaafkan, boanpwee telah diusir dari
suatu perguruan karena mencuri belajar ilmu silat, waktu itu aku
telah bersumpah tak akan mengatakan kepada siapa saja orang yg
telah memelihara boanpwee selama ini."
Dg perasaan tercengang Bu wi lojin berseru perlahan, kemudian
sesudah dipikirkan sejenak:
"Kalau memang kau punya janji demikian dimasa lalu, memang
paling baik kalau ditaati hingga kini, aku memang menduga kau
sebagai keturunan Hui im cengcu, namun sebelum memperoleh
bukti yg jelas, aku tak bisa tidak harus merubah niatku semula,
baiklah soal ilmu silat yg tercantum dalam kitab pusaka Thian goan
bu boh kuurungkan dulu sementara waktu."
Sementara Kho Beng masih tertegun, Bu wi lojin telah berkata
lebih jauh: "Kau tak usah kecewa, biarpun aku menunda saat mewariskan
ilmu silat Thian goan bu boh kepadamu, namun dg segenap
kemampuan yg kumiliki aku hendak menjadikan dirimu sebagai
seorang jago yg tangguh hanya dalam tujuh hari saja, aku berharap
dg modal kepandaian itu maka kau bisa turut terjun kedunia
persilatan serta menyelidiki teka teki sekitar asal usulmu.
Marilah"..!" Selesai berkata diapun beranjak masuk kedalam rumah.
Cepat-cepat Kho Beng mengikuti dari belakang.
Ruangan belakang ruang utama ternyata merupakan dapur.
Waktu itu Bu wi lojin sedang mendekati sebuah gentong air dan
memandang sebuah batu tonjolan disisi gentong air tersebut...
"Bluummmm......!"
Diiringi suara gemuruh yg keras, tiba-tiba gentong air itu
bergeser kesamping dan muncullah sebuah lorong bawah tanah
undak-undakan batu yg membentang kebawah menghubungkan
tempat tersebut dg sebuah ruang batu.
Setelah kedua orang itu berjalan turun kebawah, gentong air
diatas permukaan tanahpun bergeser kembali keposisi semula, dg
demikian rumah diatas sana pun menjadi kosong tanpa penghuni.
Begitulah, waktu pelan-pelan berlalu, sehari.....dua hari....tiga
hari.... Menjelang tengah hari ketiga, Bu wi lojin muncul secara tiba-tiba
dirumahnya dg wajah penuh keringat dan cahaya muka yg lebih
redup, sikapnya berbeda sekali dg tiga hari berselang.
Menyusul kemudian hari keempat.....kelima.....keenam pun lewat
begitu saja. Menjelang hari ketujuh siang, pintu ruang bawah tanah terbuka
dan muncullah Kho Beng. Pakaian yg dikenakan meski tak berbeda dg tujuh hari berselang,
namun semangat maupun kekuatannya sudah berbeda jauh
bagaikan langit dan bumi.
Sewaktu tiba diruang utama, ia tidak menemukan Bu wi lojin, tapi
diatas meja ditemukan secarik kertas yg isinya berbunyi begini:
"Aku telah turun gunung sehari lebih cepat, aku belum tahu
sampai kapan baru kembali kesini, bila kau sudah melewati tujuh
hari latihan, tentukan sendiri langkah berikutnya dan tak usah
menunggu kehadiranku lagi.
Betul, diantara kita tak mempunyai ikatan hubungan sebagai guru
dan murid, namun dalam kenyataan aku pernah mewariskan ilmu
silat kepadamu, karenanya kuharap kaupun tidak melanggar tata
krama kehidupan manusia pada umumnya.
"Ingat !Apa yg diperbuat orang lain belum tentu harus dituruti diri
sendiri dan apa yg harus dilakukan mesti dipilih dulu persoalan
apakah itu, dg begitu kau tak akan sampai terjerumus kedalam
pergaulan yg keliru. Diatas dinding ada pedang, dalam almari ada uang, ambillah
menurut kebutuhan dan tak usah berdiam lebih lama lagi disini."
Ketika selesai membaca tulisan tersebut, Kho Beng merasa air
matanya jatuh berlinang karena terharu, dg sangat hormat dia
menyembah tiga kali kearah pintu ruangan, kemudian mengambil
pedang dan uang dan menuruni tebing Siong hun gay tersebut.
Setelah menuruni bukit Hong San, suatu hari tibalah Kho Beng
dikota Tong sia. Waktu itu adalah hari tahun baru, salju yg tebal menyelimuti
seluruh permukaan tanah, namun anehnya justru pada masa
gembira seperti ini, ia lihat banyak jago persilatan yg bersenjata
lengkap berlalu lalang disekitar sana.
Kho Beng menjadi amat tercengang setelah menyaksikan
kesemuanya ini segera berpikir:
"Jangan-jangan sudah terjadi suatu peristiwa dikota Tong sia
ini...?" Sementara dia masih menempuh perjalanan sambil melamun,
tiba-tiba seekor kuda berjalan melintas disisinya, penunggangnya
asalah seorang lelaki berpakaian sastrawan yg memakai baju putih
dan membawa kipas kemala.
Dilihat dari bayangan punggungnya, orang itu mirip sekali dg
sastrawan berkipas kemala yg pernah dijumpainya tempo hari.
Teringat dg peristiwa yg menimpa Bu wi lojin, cepat-cepat
pemuda itu berteriak keras:
"Beng jihiap....Beng jihiap...."
Waktu itu tenaga dalam yg dimilikinya sudah amat sempurna,
teriakan tersebut segera bergema sampai puluhan li jauhnya.
Betul juga, penunggang kuda itu segera menghentikan lari
kudanya setelah mendengar teriakan tersebut kemudian berpaling,
dia tak lain adalah Sastrawan berkipas kemala, Beng yu.
Agaknya ditengah debu yg beterbangan menyelimuti angkasa, ia
tak sempat melihat wajah Kho Beng secara jelas, dg secara lantang
dia berseru pula: "Siapa yg sedang memanggil aku Beng Yu?"
Baru saja dia berkata, sesosok bayangan hijau telah berkelebat
lewat dan tahu-tahu Kho Beng sudah berdiri dihadapannya dan
menegur seraya menjura: "Beng jihiap, baru berpisah beberapa bulan, masa sudah tak
kenal lagi dg Kho Beng?"
"Ooohh....rupanya Kho siauhiap!"
Gerakan tubuh Kho Beng yg cepat dan gesit membuat sastrawan
berkipas kemala ini merasa terkejut bercampur keheranan sehingga
setelah tertegun sejenak, cepat-cepat dia menjura seraya bertanya
lagi: "Siauhiap hendak kemana?"
"Aku sedang menempuh perjalanan jauh sambil melewati hari
tahun baru ini, tapi....mengapa jihiap pun tidak melewati tahun baru
dirumah, sebaliknya melarikan kuda begitu tergesa-gesa ditempat
ini" Apakah sudah terjadi suatu peristiwa dikota Tong sia ini?"
Sastrawan berkipas kemala segera menghela napas panjang,
katanya dg suara berat: "Siauhiap terus terang kukatakan, jejak iblis telah muncul dikota
tong sia, dan sekarang aku sedang mewakili kakak angkatku untuk
mengumpulkan para jago yg berada disekitar sini untuk bersamasama
menghadapi gembong iblis tersebut.."
"Siapa sih gembong iblis yg jihiap maksudkan?" tanya Kho Beng
keheranan. "Dia tak lain adalah Kedele Maut yg membunuh orang tak
berkedip dan jejaknya amat rahasia itu..."
"Ooohh....jadi kedele maut telah mencari gara-gara pula dg kakak
angkatmu Lu tayhiap?"
"Begitulah kejadiannya." Sastrawan berkipas kemala
mengangguk, "Jika siauhiap tak keberatan, Beng yu mewakili kakak
angkatku mohon bantuan anda, setelah berhasil memukul mundur
iblis tersebut, nanti kami baru berterima kasih kepadamu."
Dari nada pembicaraan tersebut, jelas sudah bahwa dia
mengharapkan bantuan dari pemuda tersebut.
Kho Beng segera teringat kembali dg peristiwa dirumah makan
kota Kwan tong tin tempo hari, lelaki berdandan saudagar yg
membawa sekarung kedele itu pernah menanyakan nama serta asal
usulnya, bukankah orang itu justru merupakan orang pertama yg
menganggap dia sebagai sau cengcu dari Hui im ceng"
Seandainya orang itu benar-benar adalah penyaruan dari kedele
maut, bukankah saat ini merupakan kesempatan yg terbaik baginya
untuk menanyakan hubungannya dg Hui im ceng"
Lagipula kesempatan tersebut merupakan peluang yg sangat baik
baginya untuk menyelidiki jejak kitab pusaka yg hilang itu,
disamping menambah pengetahuan serta pengalamannya.
Mengenai asal usulnya dia tak merasa ragu, bagaimanapun juga
thio bungkuk telah berjanji akan membeberkan soal itu tiga tahun
mendatang, sementara Bu wi lojin telah mewariskan sebagian besar
dari tenaga dalam kepadanya, yg membuat kepandaian yg
dimilikinya sekarang bertambah tangguh, mengapa ia tidak
membuat kejutan sekarang dg mengandalkan kemampuan tersebut"
Pelbagai persoalan berkelebat lewat dalam waktu singkat
dibenaknya, Kho Beng segera memutuskan untuk menerima
undangan tersebut. Maka sambil tertawa nyaring, diapun menjawab:
"Membasmi kaum iblis sudah menjadi kewajiban setiap umat
persilatan, biar kemampuanku masih rendah, namun aku tak ingin
ketinggalan dari yg lain. Beng jihiap! Silahkan kau berangkat duluan,
tinggalkan saja alamatnya, sampai waktunya aku pasti akan
menyusul kesana." Dg perasaan gembira sastrawan berwajah kemala segera
menjura berulang kali, katanya:
"Terima kasih banyak atas kesedian siauhiap, sekarang aku
belum bisa kembali kekota Tong sia, karenanya harap siauhiap
masuk kota sendiri, setelah melewati pintu gerbang, tanyakan
kepada orang gedung keluarga Lu, setiap penduduk kota
mengetahui letaknya dan pasti menunjukkan kepadamu. Setelah
senja nanti aku pasti akan bertemu lagi dg siauhiap. Nah, maaf kalau
aku tak bisa menemani lebih lama lagi."
Selesai menjura ia segera melarikan kuda kembali meninggalkan
tempat itu, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan mata. Sepeninggal Beng Yu dg langkah santai Kho Beng meneruskan
perjalanannya lagi memasuki kota.
Tak usah bersusah payah mencari, dg cepat ia telah tiba didepan
pintu gerbang gedung keluarga Lu.
Gedung tersebut sangat megah, pintu gerbang terbuka lebar dan
sepasang patung singa yg besar berdiri dikedua sisi pintu. Dua deret
centeng berbaju hijau dg mata yg tajam dan kesiap siagaan penuh
menjaga sekeliling gedung, semuanya ini memberi kesan bahwa si
pedang tanpa bayangan Lu seng sim pasti mempunyai kedudukan
dan nama yg tinggi dimata masyarakat.
Setelah membereskan pakaiannya dan membersihkan debu dari
pakaian, pemuda itu melangkah kedepan pintu dan menegur sambil
menjura: "Aku Kho Beng atas undangan dari Beng jihiap sengaja datang
kemari, harap kalian suka memberi kabar kepada Lu tayhiap."
Seorang centeng segera tampil kemuka dan menyahut sambil
menjura pula: --------missing page 36-41 ----------
".acuh tak acuh, malah ujarnya sambil tertawa nyaring:
"Kuakui perkataan lote memang merupakan nasehat yg sangat
berharga semua, seandainya aku tak punya keyakinan tak nanti
sikapku begini santai dan percaya dg kemampuan
sendiri"..ha".ha".ha".nantikanlah hingga Beng loji pulang senja
nanti, lote pasti tahu apa sebabny sikapku begini santai dan percaya
dg kemampuan sendiri!"
Selesai berkata, kembali ia tertawa terbahak-bahak.
Kho Beng menjadi geli sendiri setelah mendengar perkataan itu,
pikirnya: "Kalau toh sudah mempunyai keyakinan untuk menghadapi
serbuan iblis tersebut, buat apa kau menyuruh adik angkatmu
mencari bantuan dimana-mana" Ehmm....sikapnya benar-benar
bertentangan sekali dg kenyataan....."
Tapi Kho Beng pun mengerti, si pedang tanpa bayangan bisa
bersikap begini bisa jadi karena dia menganggap kepandaian silat yg
dimilikinya cukup tangguh untuk menghadapi serangan lawan, atau
mungkin juga ia telah mendapat janji bantuan dari seseorang yg
tangguh dan mampu menghadapi ancaman si kedele maut.
Tapi kalau dilihat dari sikapnya yg menyuruh semua orang
menunggu sampai kembalinya Beng loji, besar kemungkinan dia
memang mengandalkan bala bantuan dari luar.
Tapi siapakah tokoh persilatan yg bersedia melindungi di pedang
tanpa bayangan" Kalau memang orang itu memiliki kepandaian yg
sanggup menandingi di kedele maut, mengapa umat persilatan tidak
meminta bantuannya untuk menumpas iblis tersebut, sebaliknya
membiarkan si kedele maut malang melintang hingga sekarang.
Kecurigaan tersebut melintas lewat didalam benak Kho Beng, tapi
berhubung senja sudah menjelang dan jawabanpun akan diperoleh
maka pemuda itu tidak berpikir lebih jauh.
Apalagi maksud kedatangannya yg terutama adalah mencari
kesempatan untuk menyelidiki soal kitab pusaka yg ditipu orang, ia
merasa tak berkepentingan untuk merisaukan kesulitan orang lain.
Oleh sebab itu, diapun tidak banyak berbicara lagi.
Agaknya sipedang tanpa bayangan sadar kalau ucapannya
kelewat memandang enteng bantuan orang lain sehingga
menyebabkan jago-jago yg telah hadir merasa sungkan untuk
berbicara. Melihat suasana dalam ruangan berubah menjadi
mengesalkan, cepat-cepat ia perintahkan orang untuk
mempersiapkan meja perjamuan.
Akhirnya senja pun menjelang tiba, sinar sang surya yg lemah
menyinari pelataran luar ruangan sementara angin malam yg dingin
terasa berhembus makin kencang dan tebal.
Perjamuan didalam ruangan telah selesai disiapkan, baru saja
tuan rumah dan tamu mengambil tempat duduk masing-masing,
tiba-tiba dari luar ruangan berkumandang datang suara langkah kaki
manusia yg terburu-buru menyusul kemudian terlihat seseorang
centeng berlari masuk kedalam ruangan sambil memberi laporan:
"Beng jiya telah kembali!"
Dg tak sabar lagi se pedang tanpa bayangan segera melompat
bangun dari tempat duduknya.
Ia saksikan sastrawan berkipas kemala dg wajah mandi keringat
berlari masuk kedalam ruangan, wajahnya merah padam tetapi
kelihatan amat serius. "Loji bagaimana dg persoalan kita?" cepat-cepat si pedang tanpa
bayangan bertanya. Sastrawan berkipas kemala menggelengkan kepalanya berulang
kali dan menghembuskan napas panjang yg amat berat.
Sikap yg diperlihatkan sastrawan berkipas kemala ini bukan saja
membuat paras muka sipedang tanpa bayangan berubah hebat,
bahkan eempat jago lainpun turut berubah muka.
Kho Beng menyaksikan kejadian tersebut segera berpikir dalam
hatinya:
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ternyata apa yg kuduga semula memang tidak meleset!"
Tampak sipedang tanpa bayangan dg wajah hijau membesi
bertanya lagi: "Apakah dia akan berpeluk tangan embiarkan aku orang she Ku
menjadi korban iblis tersebut?"
"Itupun tidak!" kembali Sastrawan berkipas kemala
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Pedang tanpa bayangan menjadi tertegun.
"Ini bukan, itupun bukan, lalu apa yg sebenarnya terjadi?"
"Sebetulnya dia akan datang atau tidak?"
Sastrawan berkipas kemala menghela napas panjang.
"Tidak! Kedatanganku sungguh tidak kebetulan, baru saja
siancu(dewi) menutup diri untuk bersemedi, jelas keadaa begitu ia
tak bisa meninggalkan tempat karenanya berpesan agar kau
mengurungkan niatmu untuk melakukan perlawanan dan sementara
waktu pergi menyingkir dari sini?"
Hijau membesi selembar wajah si pedang tanpa bayangan
setelah mendengar ucapan tersebut, jenggotnya yg hitam kelihatan
bergetar keras, sesudah termangu-mangu berapa saat, ia segera
menggebrak meja dan berseru dg marah:
"Hmmm, perkataan macam apa itu" Aku manusia she Lu bukan
manusia yg tak bernama, kalau mesti kabur sebelum melangsungkan
pertempuran, bagaimana pertanggungjawabku nanti kepada
sahabat-sahabat dan sanak keluarga yg telah membantuku
sekarang" Beng loji, selain pesan itu apakah dia tidak
menyampaikan pesan yg lain lagi?"
Sastrawan berkipas kemala menghela napas panjang:
"Ada, siancu berpesan bila toako tetap berkeras akan memberi
perlawanan demi nama kosong, maka beliau pun tak bisa berbuat yg
lain kecuali mengijinkan toako bertindak sekehendak hati."
"Hmmm, benar-benar ngaco belo belaka." Teriak si pedang tanpa
bayangan penuh amarah, "Selama dua puluh tahunan hidup
bergelimpangan diujung senjata, beratus-ratus kali pertarungan
besar kecil telah kualami sebelumnya, akhirnya berhasil meraih
sedikit nama, kau anggap aku mesti melepas jerih payahku itu dg
begitu saja?" "Toako, siapa tahu siancu mempunyai perhitungan lain." Buruburu
sastrawan berkipas kemala menyela, "Kalau tidak diapun tak
akan mengutus keenam belas jago pedang berbaju kuning untuk
diserahkan penggunaannya kepadamu."
"Hmmm, perhitungan kentut anjing!" Pedang tanpa bayangan
berteriak penuh kegusaran, "Setiap korban yg tewas ditangan kedele
maut rata-rata adalah jago yg bernama besar dan memiliki
kepandaian silat yg hebat, apa artinya keenam belas jago pedang
berbaju kuning itu" Hmmm....sungguh tak disangka meski aku telah
berjuang mempertaruhkan jiwa raga demi kepentingannya dimasa
lalu, kini habis manis sepah dibuang, ia sama sekali tidak
memperdulikan keselamatan jiwaku lagi...."
Tampaknya sastrawan berkipas kemala sudah tak mampu
mendengarkan perkataan itu lebih jauh, dg suara berat ia segera
menyela: "Toako, kau kelewat emosi, jangan lupa dg peraturan yg telah
ditetapkan siancu dimasa lampau!"
Walaupu perkataan tersebut diucapkan dg nada yg lembut da
mendatar, namun bagi pendengaran si pedang tanpa bayangan, tak
ubanya seperti guntur yg membelah bumi disiang hari bolong.
Paras mukanya segera berubah menjadi pucat ke abu-abuan, ia
duduk kembali keatas kursi dan menghembuskan napas panjang.
Sikap santai dan acuh tak acuh yg diperlihatkan siang tadi, kini
sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya dia nampak begitu
lemah dan ketakutan menghadapi kematian.
Dari pembicaraan yg barusan berlangsung serta perubahan mimik
muka si pedang tanpa bayangan, tanpa dijelaskan pun para jago
lainnya sudah mengerti apa gerangan yg telah terjadi. Jelaslah
sudah si pedang tanpa bayangan telah kehilangan pendukungnya yg
paling diharapkan sehingga keselamatan jiwanya kini sudah erada
diujung tanduk... Si ruyung dan toya sakti Siau bin yg duduk disisi arena pertamatama
yg tak sanggup menahan diri lebih dulu, mendadak ia berkata:
"Saudara Lu, Beng jihiap, sebetulnya siapa sih siancu yg kalian
sebut-sebut tadi?" Sastrawan berkipas kemala Cuma tertawa getir, gelengkan kepala
dan tidak menjawab. Pedang tanpa bayangan yg duduk lemas dikursinya mendadak
melompat bangun, lalu sambil menjura kepada semua orang ia
berseru: "Lu Seng sim mengucapkan banyak terima kasih kepada kalian
atas kesediannya datang membantuku, tapi sekarang ancaman
bahaya besar telah berada didepan mata, aku tak ingin melibatkan
kalian semua sehingga menjadi korban yg tak ada artinya. Oleh
sebab itu mumpung waktunya masih pagi, silahkan kalian beranjak
pergi lebih dulu dari tempat berbahaya ini. Tolong sekalian beritakan
kepada rekan-rekan diluar agar mereka yg ingin pergi silahkan pergi,
yg ingin tinggal silahkan tinggal. Pokokny aku tak akan mendendam
kepada siapa pun yg meninggalkan tempat ini, jika nyawaku berhasil
lolos malam ini, dikemudian hari aku tentu akan berkunjung lagi
kerumah kalian sambil menyampaikan terima kasihku."
Si kakek sakti berambut putih, Ciu Cu in memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian menghela napas:
"Aaai...kalau toh Lu tayhiap berkata begitu, biar aku she Ciu
mohon diri lebih dulu."
Disusul kemudian toya dan ruyung sakti Siau Bin, Piau sakti tujuh
bintang Kuang beng, Su beng kongcu Yu Bu secara beruntun mohon
diri pula dari situ. Jelas mereka merasa tak puas karena si pedang tanpa bayangan
enggan menerangkan siapa gerangan "siancu" yg gagal diundang
itu, disamping mereka pun mengerti kalau kepandaian yg dimilikinya
belum mampu untuk menghadapi si kedele maut.
Tentu saja mereka tak ingin mengorbankan jiwa sendiri demi
keselamatan orang lain. Kho Beng yg menyaksikan kejadian tersebut tanpa terasa timbul
perasaan simpatiknya kepada si pedang tanpa bayangan, sebab dia
menganggap orang ini masih belum kehilangan semangat jantannya
sebagai seorang laki-laki sejati.
"Biar kulepaskan budi lebih dulu kepadanya, bukankah diapun
akan menerangkan pula soal kitab pusaka tersebut kepadaku?"
demikian pikirnya dalam hati.
Sementara itu si pedang tanpa bayangan telah mengalihkan
pandangannya kewajah Kho Beng, setelah menyaksikan kepergian
rekan-rekan lainnya, kemudian menegur:
"Lote, mengapa kau belum pergi?"
Tatapan matanya penuh mengandung keresahan dan putus asa.
Rasa ingin tahu, iba ditambah semangat mudanya sebagai
seorang jago yg baru selesai belajar silat, apalagi diapun mempunyai
tujuan lain membuat Kho Beng segera tertawa nyaring:
"Lu tua, kau anggap aku yg muda adalah manusia kurcaci yg
mundur bila menemui kesulitan?"
Pedang tanpa bayangan segera menghela napas panjang,
katanya dg wajah bersungguh-sungguh:
"Lote masih muda, kesepatan hidup dikemudian hari [un masih
panjang, apa gunanya kau mesti menyerempet bahaya demi
kepentinganku?" "Setelah mendengar ucapanmu itu, aku makin berkeras akan
tetap tinggal disini, kau tak usah kuatir, Kho Beng adalah seorang
manusia sebatang kara yg tanpa sanak saudara tanpa rumah
tinggal. Selama ini dunia persilatan sudah cukup dihebohkan oleh
ulah sikedele maut, namun hingga kini belum ada yg tahu siapakah
orang tersebut. Oleh sebab itu selain hendak berusaha melenyapkan
iblis tersebut dari muka bumi, akupun hendak menyingkap tabir
kerahasiaan dari iblis tersebut, agar umat persilatan bisa mempunyai
patokan yg tertentu didalam usaha pemburuannya tidak lagi asal
tubruk secara membabi buta seperti sekrang ini."
Perkataan yg diucapkan dg bersungguh-sungguh dan penuh
semangat ini segera membuat perasaan si pedang tanpa bayangan
serta sastrawan berkipas kemala agak tergerak.
Cepat-cepat si pedang tanpa bayangan menjura dalam-dalam
seraya berkata: "Siauhiap benar-benar perkasa dan berhati mulia, bila aku
beruntung dapat lolos dari musibah ini, biar jadi kuda atau anjing
pun aku rela!" Cepat-cepat Kho Beng menukas:
"Kau jangan berbicara seperti itu dan lagi masih terlalu awal
untuk menjanjikan sesuatu, oh ya".jihiap apakah kau tahu si kedele
maut telah berjanji akan muncul pada pukul berapa?"
"Tengah malam nanti," sahut si pedang tanpa bayangan.
"Darimana Lu tayhiap bisa tahu kalau dia bakal datang tengah
malam nanti?" Pedang tanpa bayangan menghela napas panjang, dari sakunya
dia mengeluarkan selembar kertas surat berwarna merah dan
diserahkan kepada Kho Beng sambil katanya:
"Silahkan lote memeriksa isi surat ini, kau akan mengerti sendiri !
? Kho Beng menerima surat tersebut dan diperiksa isinya, pada
sampul muka tertera nama si pedang tanpa bayangan, sedangkan
ditengah sampul tertera dua butir kedele berwarna hitam.
Disamping itu dalam sampul terdapat selembar kertas yg
bertuliskan begini : "Nantikanlah kedatanganku pada tengah malam nanti, siapkan
batok kepalamu, bila mencoba kabur atau melawan seluruh
keluargamu akan kutumpas semua."
Dibawahnya tertera tanda tangannya : Si Kedele Maut.
Dg kening berkerut, Kho Beng segera merobek-robek surat ini
menjadi beberapa bagian, lalu serunya sambil tertawa dingin:
"Hmm, ingin kulihat bagaimanakan tampang muka sigembong
iblis tersebut".enak benar kalau bicara, seluruh keluarga akan
ditumpas habis".emangnya dia anggap perintahnya adalah firman
dari sribaginda?" Kemudian setelah memeriksa keadaan cuaca, ia berkata lebih
jauh: "Malam baru menjelang, berarti kita masih mempunyai waktu yg
cukup lama, kurasa lebih baik kalian berdua kembali dulu kekamar
untuk beristirahat sambil menghimpun kekuatan, disamping itu
kumohon saudara Lu menyiapkan pula sebuah kamar untuk diriku,
akupun ingin beristirahat sebentar."
Tuk, tuk, tuk, traaang, traang, traaang"..
Dari arah jalan raya sana berkumandang tiga kali kentongan yag
amat nyaring, mendadak kentongan ketiga telah menjelang tiba.
Cahaya lentera yg menerangi gedung keluarga Lu waktu itu
sudah amat redup, suasana amat hening tak ubahnya seperti sebuah
kota mati. Kho Beng dg semangat menyala-nyala memakai jubah panjang
dg pedang tersoren dipunggung beranjak keluar dari kamarnya
menuju keruang tengah. Disitu ia saksikan hanya si pedang tanpa bayangan seorang
duduk termenung ditengah ruangan dg pedang tergenggam
ditangan, wajahnya termangu-mangu dan pandangan kaku.
Suasana yg suram ini membuat Kho Beng menjadi tertegun,
segera tegurnya keheranan:
"Mana Beng jihiap?"
Dg sedih si pedang tanpa bayangan menggelengkan kepalanya
menghela napas tetap membungkam, mukanya kusut sementara
dua titik airmata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Dari sikap sedih yg terpancar keluar ari wajah si pedang tanpa
bayangan ini, Kho Beng segera dapat menduga, Sastrawan berkipas
kemala tentu sudah kabur menyelamatkan diri tanpa mempedulikan
keselamatan kakak angkatnya lagi.
Keadaan tersebut segera membuat Kho Beng semakin simpatik,
buru-buru ia menghibur: "Ketika membuyarkan rekan-rekan lain disenja tadi, sikapmu
begitu terbuka dan gagah, mengapa pula kau risau karena seorang
Beng Yu" Ha".ha".ha".biarpun kepandaianku amat rendah, jelekjelek
begini aku akan tetap mendampingimu untuk menghadapi
segala kemungkinan yg terjadi."
Dg perasaan amat terharu dan berterima kasih, si pedang tanpa
bayangan segera berseru: "Aku tak menyangka meski kita hanya berpisah satu kali, namun
kesetiaan kawanmu sangat mengagumkan, aaai"tapi berapa
banyakkah manusia dalam dunia saat ini yg memiliki sifat mulia
seperti lote".?"
Cepat-cepat Kho Beng menukas:
"Kalau toh kta sudah berniat sehidup semati, apa gunanya kau
mesti mengutarakan kata-kata sungkan seperti itu" Cuma ada satu
hal yg masih menjadi beban pikiranku selama ini, apakah kau
bersedia untuk memberitahu?"
"Katakan saja lote, asal aku tahu pasti akan kujawab."
"Siapa sih siancu yg telah disinggung Beng jihiap senja tadi" Dan
apa pula hubungan dg dirimu?"
Pedang tanpa bayangan termenung beberapa saat lamanya
setelah mendengar perkataan tersebut, sesaat kemudian dia baru
menghela napas panjang dan berkata:
"Dia adalah seorang perempuan berusia tiga puluhan yg
berwajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, orang itu
bernama In in dan tidak diketahui asal usulnya, namun memiliki
kecerdasan yg hebat dan tenaga dalam yg mengerikan. Oleh karena
dia jarang berkelana didalam dunia persilatan maka sedikit sekali
umat persilatan yg mengetahui kalau didunia ini terdapat perempuan
semacam itu"..aaai".dulu aku pernah menjual nyawa baginya"."
Baru berbicara sampai disitu, tiba-tiba perkataan tersebut terhenti
oleh jeritan ngeri yg menyayat hati.
Jerit kesakitan tersebut berkumandang datang dari luar ruangan
dan bergema amat panjang, kalau didengar ditengah kegelapan dan
keheningan seperti ini suaranya terasa sangat mengerikan dan
mendirikan bulu kuduk siapapun.
Berubah hebat paras muka si pedang tanpa bayangan saking
terperanjatnya, pembicaraanpun segera terputus ditengah jalan, dg
pedang terhunus dia melompat bangun namun tubuhnya kelihatan
genetar sangat keras. "Bisa jadi sikedele maut telah tiba!" bisiknya dg perasan ngeri.
"Siapa saja yg berada digedung ini?" tanya Kho Beng sambil
melompat bangun pula. "Kecuali enam belas jago pedang, tiada orang lain yg berada
digedung ini." "Hayo berangkat! Mri kita pergi memeriksa keadaan yg
sebenarnya..." seru Kho Beng kemudian .
Dg suatu gerakan yg cepat dia segera melesat keluar dari
ruangan langsung menerjang kepintu gerbang.
Dg ketat si pedang tanpa bayangan mengintil dibelakangnya, tapi
karena dia bergerak sedikit lamban maka tubuhnya tertinggal sejauh
tiga kaki lebih dibelakang.
Tiba didepan pintu gerbang, mereka saksikan diantara dua deret
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pohon siong telah tergeletak sesosok mayat berbaju kining, ubunubunnya
telah hancur berantakan, isi benaknya berserakan dimanamana
dan mendatangkan suasana yg mengerikan sekali bagi yg
melihat. Namun kelima belas jago pedang yg lainnya sama sekali tak
nampak batang hidungnya. Dengan kening berkerut Kho Beng
memperhatikan sekeliling tempat itu, lalu tanyanya dg kening
berkerut: Jilid 05 "Lu tua! Kemana perginya jago-jago pedang lainnya"
Dg perasaan tegang si pedang tanpa bayangan menjawab:
"Aku telah menempatkan mereka didepan dan dibelakang gedung
ini, maksudku dg menyebarkan mereka disetiap sudut gedung yg
strategis, maka kedatangan si kedele maut akan segera ketahuan."
Kho Beng segera menghela napas panjang:
"aaai...tindakan saudara Lu dg menyebarkan mereka disetiap
sudut gedung merupakan suatu tindakan yg keliru besar, untuk
menghadapi ancaman musuh yg sangat tangguh, kita wajib
menghimpun segenap kekuatan yg ada untuk menghadapi secara
bersama-sama" Tampaknya waktu itu si pedang tanpa bayangan sudah
kehilangan pendirian saking gugup dan paniknya, mendengar
perkataan tersebut buru-buru katanya:
"Bagaimana kalau kukumpulkan mereka sekarang juga?"
Dg cepat Kho Beng menggeleng.
"Sekarang sudah terlambat, daripada bergerak lebih baik kita pilih
gerakan menanti saja, coba kita saksikan dulu tindakan apa yg
hendak dilakukan lawan."
Kedua orang itupun segera berdiri penuh kewaspadaan sambil
mengawasi sekeliling arena dg pandangan tajam, mereka ingin tahu
dari arah manakah si kedele maut akan munculkan diri.
Namun suasana betul-betul mencekam hati, keheningan terasa
mencekam sekeliling tempat itu, bukan saja tidak dijumpai jejak
musuh, setitik gerakan pun tak nampak.
Dg sikap yg tegang Kho Beng bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan yg tak diinginkan, sementara benaknya terlintas
kembali dg peristiwa yg dialami dirumah makan Kwan tong tin
tempo hari. Ia masih ingat, kedele maut yg dikirimkan kepada si pedang
tanpa bayangan sebagai ancaman, betul-betul tak berbeda dg keele
maut yg berada dalam karung yg dibawa saudagar tersebut,
mungkinkah iblis misterius yg disebut kedele maut adalah orang itu"
Sementara dia masih termenung dg penuh perasaan keheranan,
pedang tanpa bayangan yg berada disisinya juga mulai tak tenang,
wajahnya makin lama semakin tegang.
Menanti saat kematian memang merupakan saat penantian yg
paling menyiksa batin, sekalipun suasana disekeliling tempat itu
sangat hening sehingga tak kedengaran sedikitpun suara, namun
keheningan tersebut justru menambah suasana menyeramkan yg
mencekam tempat tersebut.
Terutama sekali bagi pedang tanpa bayangan, dia merasa
seakan-akan dari empat penjuru telah muncul cengkeraman iblis yg
siap menerkam serta merenggut nyawanya.
Ditengah keheningan yg mencekam seluruh jagad inilah,
mendadak dari arah ruang tengah berkumandang datang suara
langkah kaki manusia yg sangat lirih.
Kho Beng dan pedang tanpa bayangan dapat mendengar suara
tersebut dg jelas sekali, serentak mereka berpaling dg hati berdebar
dan perasaan terperanjat.
Dari kejauhan sana terlihatlah sesosok bayangan putih
munculkan diri dg langkah yg lembut, ternyata dia adalah seorang
nona berusia tujuh delapan belas tahun, wajahnya halus dan bersih,
rambutnya dikepang menjadi dua.
Betul-betul suatu peristiwa yg mencengangkan hati! Bukankah
dalam gedung tersebut selain lima belas jago pedang sama sekali
tiada orang lain" Mengapa dalam keadaan begini bisa muncul
seorang nona yg berdandan sebagai dayang"
Kho Beng segera membentak nyaring:
"Siapa kau?" Dg suatu gerakan yg sangat ringan, nona berbaju putih itu
mendekati mereka berdua, kemudian setelah memandang sekejap
kearah Kho Beng, ujarnya kepada si pedang tanpa bayangan:
"Budah Bwee hiang mendapat perintah dari nona untuk
mengundang kehadiran Lu tayhiap kehalaman belakang."
Sementara Kho Beng masih tertegun, pedang tanpa bayangan
telah membentak keras: "Siapakah nona yg kau maksudkan" Darimana bisa muncul
disini".?" Dg cepat paras muka nona berbaju putih itu berubah menjadi
dingin bagaikan es, kembali ujarnya:
"Seharusnya Lu tayhiap memahami persoalan ini dg sejelasjelasnya,
buat apa mesti banyak bicara lagi" Nona kami paling segan
untuk membuang waktu, katakan saja Lu tayhiap, kau bersedia
kebelakang atau tidak?"
Satu ingatan cepat melintas dalam benak Kho Beng, kepada si
pedang tanpa bayangan segera serunya:
"Jangan-jangan dia adalah".."
Sebelum perkataan itu selesai diutarakan, si pedang tanpa
bayangan sudah menyadari pula akan sesuatu, dia berseru tertahan
dan segera tanyakan kepada nona berbaju putih itu sambil menjura:
"Jangan-jangan siancu telah tiba?"
"Lu tayhiap kalau toh sudah tahu, mengapa tidak segera
mengikuti budak untuk masuk kedalam?"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi
dari situ. Pedan tanpa bayangan cukup tahu bahwa gerak gerik siancu
memang selalu diliputi rahasia, lagipula bila bukan dia yg datang,
apa sebab jago pedang berbaju kuning yg ditempatkannya digedung
belakang sama sekali tidak menyiarkan tanda bahaya"
Merasa si dewi itu ternyata belum melupakan dirinya bahkan
telah hadir sendiri saat terakhir, semua perasaa kesal dan dendam
disenja tadi kini tersapu lenyap semua, dg semangat berkobar dan
sedikitpun tak sangsi, ia segera mengikuti dibelakangnya.
Otomatis Kho Beng mengikuti pula dibelakangnya, dia memang
ingin melihat manusia macam apakah siancu tersebut"
Siapa tahu baru saja kakinya maju selangkah, Bwee hiang telah
menghentikan langkahnya sambil membalikkan badan, kepada
pemuda tersebut tegurnya:
"Harap anda menghentikan langkah disitu!"
"Kenapa?" tanya Kho Beng tertegun.
"Nona kami tidak memberi perintah untuk mengajak serta dirimu,
karenanya budakpun tak ingin mengajak serta dirimu!"
Kho Beng segera berkerut kening, hatinya sangat gusar sehingga
tanpa terasa mendengus dingin.
Baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, si pedang tanpa
bayangan yg cukup mengetahui tabiat In in siancu, segera berpaling
dan katanya pula seraya menjura:
"Perkataan nona ini memang benar, harap siauhiap sudi memberi
muka kepadaku dg menanti sejenak diruang depan, sebentar saja
aku tentu akan balik lagi."
Oleh karena tuan rumah telah berkata begitu, yg menjadi tamu
pun tak dapat berkata apa-apa lagi, betul Kho Beng merasa tidak
puas, tapi diapun Cuma bisa kembali keruang tengah dan
menyaksikan si pedang tanpa bayangan berangkat kehalaman
belakang mengikuti dibelakang Bwee hiang.
Kini Kho Beng berada dalam ruang tengah seorang diri, terasa
olehnya bukan saja si iblis kedele maut saja yg amat misterius gerak
geriknya, bahkan pedang tanpa bayangan dan In in siancu pun
dirasakan sangat misterius dan sukar diraba jalan pikirannya.
Mengapa si pedang tanpa bayangan menaruh rasa takut, ngeri
dan menurut perintah perempuan tersebut" Sudah pasti hubungan
mereka tidak sesederhana apa yg pernah diterangkan kepadanya.
Dg pikiran segala pertanyaan yg penuh tanda tanya, Kho Beng
berdiri termangu-mangu dg mulut membungkam, tapi pedang tanpa
bayangan yg sudah sekian lama masuk kehalaman belakang belum
juga ada kabar beritanya.
Menanti adalah pekerjaan yg paling membosankan, apalagi dalam
situasi yg amat kritis seperti saat ini, rasa gelisah dan cemas timbul
dalam hatinya betul-betul tak terlukiskan dg kata-kata".
Lama kelamaan Kho beng mulai tak sabar, apalagi
ketidakmunculan si kedele maut hingga kini membuatnya makin
keheranan, akhirnya tak bisa ditahan lagi, ia mulai beranjak
meninggalkan ruangan dan lari kehalaman belakang.
Pada saat itulah, ditengah kegelapan malam, terdengar jeritan
ngeri yg memilukan hati berkumandang datang dari gedung sebelah
belakang. Bukan begitu saja, dari suara jeritan tersebut Kho Beng segera
mengenali sebagai jeritan si pedang tanpa bayangan.
Kho beng jadi tertegun, ia sadar keadaan tidak beres, dalam
terkejutnya dg cepat hawa murninya dihimpun, lalu seperti seekor
burung rajawali, tubuhnya melambung ditengah udara dan melesat
kedepan dg kecepatan tinggi.
Siapa tahu baru saja ia tiba diatas atap rumah, tiga titik cahaya
putih telah melintas datang dari hadapannya dg kecepatan bagaikan
sambaran petir. Berhubung kedua belah pihak sama bergerak dg kecepatan
tinggi, sehingga nyaris mereka saling bertumbukan.
Jeritan kaget segera bergema memecahkan keheningan,
bagaikan hembusan angin lembut, ketiga sosok bayangan manusia
itu segera melayang turun keatas tanah"
Ternyata mereka adalah tiga orang nona cantik.
Sementara itu Kho Beng telah berjumpalitan pula ditengah udara
serta melompat mundur sejauh tiga depa lebih, begitu berdiri tegak
segera ia meloloskan pedangnya dan berdiri dg mata bersinar tajam.
Dg cepat ia melihat bahwa lebih kurang enam depa
dihadapannya telah berdiri tiga orang nona muda.
Kedua orang nona yg berada dikiri kanan berusia tujuh belas
tahunan serta memakai baju putih, seorang diantaranya tak lain
adalah Bwee hiang yg telah munculkan diri dan mengajak pedang
tanpa bayangan masuk kehalaman belakang.
Sedangkan nona yg berada ditengah berusia lebih tua dua tiga
tahun, ia mengenakan baju yg berwarna keperak-perakan, sekuntum
bunga putih menghias sanggulnya yg tinggi, sementara ditangannya
memegang payung bulat berwarna perak, bentuk maupun potongan
badannya mirip dg bidadari yg baru turun dari kahyangan.
Setelah melihat jelas keadaan tersebut, Kho Beng semakin
terkejut bercampur keheranan, pertama ia segera yakin kalau pihak
lawan bukan In in siancu yg dimaksud pedang tanpa bayangan,
sebab pedang tanpa bayangan pernah berkata, "In in siancu telah
berusia tiga puluhan tahun."
Sebaliknya nona berpayung bulat warna keperak-perakan ini baru
berusia dua puluh tahunan, berwajah cantik namun sinar matanya
tajam menggidikkan hati. Kedua secara lamat-lamat diapun telah merasa bahwa si pedang
tanpa bayangan bisa jadi telah dibunuh oleh dayang yg bernama
Bwee hiang tersebut. Karenanya begitu ingatan tersebut melintas dibenaknya, dg suara
menggeledek ia segera membentak keras:
"Siapa kau?" Dg wajah sedingin salju nona berpakaian perak itu berpaling
kearah Bwee hiang, kemudian tanyanya:
"Apakah Kho Beng yg dikatakan tua bangka she Lu tadi adalah
orang ini?" Bwee hiang segera manggut-manggut.
Nona berpayung perak itu segera berpaling kearah Kho Beng, lalu
ucapnya dg suara dingin: "Lebih baik kau jangan bertanya macam-macam, memandang
kau sebagai orang diluar garis, lagipula nona telah menyanggupi
permintaan tua bangka Lu untuk mengampuni selembar jiwamu,
lebih baik manfaatkanlah kesempatan ini untuk pergi dari sini,
mumpung aku belum berubah pikran"."
Dg kening berkerut Kho Beng segera tertawa nyaring:
"Selamanya aku percaya bahwa perkembangan suatu masalah
merupakan akibat dari perbuatan manusia, sedang nasib seseorang
ditentukan takdir, oleh sebab itu mati hidupku bukan kau yg
menentukan, tapi jika kalian bertiga ingin berlalu dari sini, beberapa
buah pertanyaanku harus kalian jawab dulu!"
"Kalau aku bersikeras menolak untuk menyebutkan identitasku?"
jengek nona berpakaian perak itu ketus.
"Kalau begitu bertanyalah dulu kepada pedangku ini, apakah dia
bersedia memberi jalan lewat untuk kalian bertiga."
Tiba-tiba Bwee hiang menyela sambil mengumpat dg penuh
marah: "Bocah muda! Kau benar-benar tekebur, memangnya kau sudah
bosan hidup didunia ini" Nona, budak rasa kalau kita tidak memberi
sedikit kelihaian kepadanya, dia masih belum mau tahu tingginya
langit dan tebalnya bumi."
Nona berpayung perak itu segera mengulapkan tangannya,
kemudian tanya lagi dingin:
"Tunggu sebentar, Kho Beng kau berasal dari perguruan mana?"
"Aku tak punya perguruan".."
"Kho Beng, aku dengar kau bermaksud akan menggabungkan diri
dg komplotannya tua bangka she Lu ini?"
"Siapa bilang berkomplot" Aku hanya merasa tak puas dg cara
kerja kaum iblis sehingga berniat membantunya."
"Hmmm"." Nona berpayung perak itu tertawa dingin "Indah
betul perkataanmu itu, tapi apa pula yg dapat kau lakukan?"
Dg perasaan tergetar keras Kho Beng segera membentak:
"Aku memang ingin bertanya kepadamu, dimanakah Lu tayhiap
sekarang".?" "Bila ingin mencari si pedang tanpa bayangan, terpaksa kau
harus pergi ke akhirat untuk menemaninya."
Kho Beng tertegun, tapi dg cepat hatinya tergetar keras, serunya
kemudian tertahan: "Oooh".rupanya kau adalah si kedele maut!"
Perasaan hatinya sekarang disamping keheranan, diapun merasa
peristiwa ini sama sekali diluar dugaannya.
Selama in dia selalu mengira manusia yg bernama "Kedele Maut"
adalah lelaki berpotongan saudagar yg membawa kantung berisi
kedele dan biasanya pembunuh semacam ini pasti seorang lelaki.
Siapa tahu apa yg dijumpai sekarang ternyata sama sekali
bertolak belakang, ternyata kedele maut yg ditakuti sekian banyak
jago tak lain adalah seorang perempuan, lagipula seorang nona
berusia dua puluh tahunan yg berparas cantik.
Dg usia semuda itu, ternyata dia mampu membunuh ratusan
orang jago lihay, apabila kabar ini sampai tersiar keluar, bukan saja
seluruh dunia persilatan akan jadi gempar, bahkan orang lainpun
belum tentu mau percaya. Sementara Kho Beng masih mengawasi nona itu dg wajah
tertegun, paras muka nona berpayung perak itu telah berubah makin
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dingin dan menyeramkan. Tiba-tiba ia berkata: "Tak aneh bila kau tercengang dan keheranan, dalam kenyataan
memang tak seorang manusia pun didunia ini yg bisa hidup terus
setelah bertemu dgku, kau adalah satu-satunya pengecualian, tapi
kalau melihat keadaanmu sekarang tampaknya akupun tak bisa
melepaskan dirimu dg begitu saja"."
Kho Beng segea tersadar kembali dari lamunannya, dia menjadi
sangat gusar dan geram setelah mendengar penjelasan tersebut.
Ia sedih karena gagal melindungi keselamatan jiwa si pedang
tanpa bayangan, dia membenci lawannya karena telah membunuh
pedang tanpa bayangan sehingga ia kehilangan sasaran yg utama
dalam usahanya menyelidiki soal kitab pusaka milik Bu wi lojin yg
tertipu. Kerenanya setelah tertawa panjang dg penuh kegusaran, ia
segera membentak nyaring:
"Baik! Bagaimanapun juga kalau bukan aku yg berhasil
melenyapkan iblis dari muka bumi malam ini, akulah yg akan tewas
diujung tanganmu. Rasanya tiada masalah serius lain yg bisa
dibicarakan lagi, mari kalian ingin maju satu persatu ataukah akan
maju segera bersama-sama?"
Nona berpayung perak itu segera tertawa dingin:
"He".he"he".kau masih belum berhak untuk bertarung
melawanku. Sin Hong, Bwee hiang kalian segera bekuk bajingan cilik
ini!" Kedua orang dayang baju putih itu segera mengiakan dan
serentak maju kedepan. Kho Beng tak dapat menahan diri lagi, dia segera membentak
marah, tubuhnya menerjang kemuka dg kecepatan tinggi.
Pedangnya dg memancarkan cahaya bianglala berwarna merah
yg kemudian membentuk berpuluh-puluh bintang perak, segera
menyerang tubuh gadis berpayung perak itu dg jurus "Bunga
terbang memenuhi jambangan."
Jurus pedang yg dipergunakan ini tidak lain merupakan salah
satu jurus pedang Lui sui jit kiam hoat yg telah diwariskan Bu wi
lojin kepadanya dalam tujuh hari berselang.
Selain itu, tokoh sakti tersebut telah menghadiahkan pula sepuluh
dari tenaga dalamnya kepada pemuda itu dg ilmu Kun goan kuan
teng, hal ini menyebabkan dia memiliki tenaga serangan yg benarbenar
amat tangguh. Bagi seorang ahli silat, dalam sekilas pandang saja dapat
mengetahui apakah musuhnya berilmu atau tidak.
Begitu Kho Beng melancarkan serangannya, berkilat sinar aneh
dari balik mata nona berpayung perak tersebut, tanpa sengaja ia
berseru tertahan. Hampir pada saat yg bersamaan, kedua orang dayang itu telah
mendesak kedepan. Terlihatlah dua buah cahaya putih yg".
-------missing page 24 " 31 ----------
Sia Hong dan Bwee hiang melanjutkan serangannya, kemudian
sambil mengawasi Kho Beng lekat-lekat, serunya dg suara dingin:
"Tampaknya kau seperti tak takut menghadapi kematian?"
Kho Beng tertawa terbahak-bahak :
"Ha"..ha?"ha"..manusia manakah yg tak takut mati, tapi Kho
Beng adalah seorang lelaki yg tak sudi tunduk kepada siapapun juga,
kalau toh sudah kuketahui takut mati tak ada gunanya, toh lebih
baik mencaci maki dirimu sepuasnya lebih dulu sebelum mampus,
paling tidak semua rasa mangkel dan mendongkolku dapat
terlampiaskan"."
Nona berpayung perak itu segera melotot besar penuh amarah,
serunya dingin: "Terhadap orang yg tidak takut mati, aku mempunyai cara yg
paling bagus, apakah kau ingin merasakannya?"
"Tidak menjadi masalah, aku memang ingin tahu sampai
dimanakah kehebatan dari cara yg kau miliki itu, saksikan saja
apakah aku sanggup untuk menahan diri atau tidak. Terus terang
saja kukatakan, bila aku sampai mengerang kesakitan mulai hari ini
namaku akan kubuat secara terbalik."
"Bersemangat1" jengek nona berpayung perak itu sambil tertawa
dingin. Sementara berbicara, mendadak jari tangannya berkelebat dan
segulung desingan angin tajam pun meluncur kedepan dg kecepatan
tinggi".. Dalam hati kecilnya diam-diam Kho Beng menghela napas, dia
sadar sejarah hidupnya sudah hampir berakhir, bahkan dia harus
mati secara tak jelas dan menahan rasa penasaran.
Siapa tahu begitu desingan angin tajam itu menyentuh tubuhnya,
ia segera merasakan peredaran darahnya menjadi lancar kembali,
dalam tertegunnya dg cepat dia melompat bangun dan mundur
sejauh satu kaki lebih dari posisinya.
Terdengar nona berpayung perak itu berkata lagi dg suara
sedingin salju: "Memandang kau sebagai lelaki sejati, nona tak ingin
menyusahkan dirimu, ketahuilah meski korban yg tewas oleh kedele
pencabut nyawaku berjumlah sangat banyak, namun mereka semua
adalah manusia-manusia yg pantas untuk dibunuh?"
"Mengapa kau tidak membunuhku sekarang?" tanya Kho Beng dg
wajah tertegun. Nona berpayung perak itu mendengus dingin:
"Karena kau belum berhak untuk dibunuh, tapi nona peringatkan
kepadamu, jika kau berani mencampuri urusanku lagi serta
membocorkan rahasia identitasku kepada orang lain,
hmmm"hmmmm"..bila kita bersua lagi untuk kedua kalinya, saat
itulah merupakan saat ajalmu!"
Seusai berkata dia segera mengulapkan tangannya kepada kedua
orang dayangnya seraya berseru:
"Mari kita pergi!"
Dg suatu gerakan yg amat cepat dia melesat ketengah udara dan
meluncur pergi dari situ, dalam waktu singkat ketiga sosok bayangan
manusia itu telah berada sejauh sepuluh kaki lebih dan lenyap
dibalik kegelapan malam. Dalam malu dan mendendamnya, Kho Beng menggertak giginya
kencang-kencang menahan emosi, teriaknya lantang:
"Hey iblis perempuan! Kho Beng tak takut dg ancamanmu, cepat
atau lambat aku pasti akan menuntut balas sakit hati yg kuterima
hari ini." "Hmmm....hmmmm...kalau kau sanggup berusia panjang,
silahkan saja untuk mencariku."
Jawaban yg dingin kaku dan bernada lembut ini bergema
ditengah kegelapan malam, tapi bayangan manusianya sudah lenyap
tak berbekas. Dg termangu-mangu, Kho Beng berdiri membungkam ditempat.
Ia sadar dalam keadaan bertangan kosong, sekalipun dilakukan
pengejaran pun tak ada gunanya, apalagi dia baru terjun kedalam
dunia persilatan untuk pertama kalinya setelah belajar silat,
kekalahan yg diderita membuatnya masgul dan amat sedih.
Dg perasaan gemas dia melompat naik keatap rumah, memungut
kembali pedangnya yg terlepas dari genggamannya, kemudian
melakukan penggeledahan kedalam halaman belakang.
Gedung tempat kediaman si pedang tanpa bayangan memang
sangat luas, Kho Beng hanya memeriksa sampai kehalaman lapis
keempat setelah berhasil menemukan jenasah dari sipedang tanpa
bayangan yg roboh terkapar diberanda sebelah kanan.
Darah segar nampak bercucuran keluar dari matanya, seakanakan
sedang melelehkan air mata darah, sementara dua biji kedele
berwarna hitam telah menebusi kelopak matanya, persis seperti biji
mata yg telah memudar cahayanya.
Sampai disini, dia belum juga menemukan kelima belas orang
jago pedang berbaju kuning lainnya.
Kali ini merupakan saat pertama kali dia melihat jago persilatan
tewas secara mengerikan oleh kedele maut, hawa amarah yg
membara dalam dadanya segera meledak dan tak dapat terbendung
lagi. Dalam sekejap itulah rasa bencinya terhadap kekejian si kedele
maut telah merasuk ketulang sum sum.
Terutama sekali kematian dair si pedang tanpa bayangan berarti
memutuskan titik terang menuju ditemukannya kembali kitab
pusaka, rasa jengkel Kho Beng semakin menjadi-jadi.
Dg penuh rasa iba Kho Beng mengubur jenasah si pedang tanpa
bayangan, dia telah memutuskan untuk secepatnya berangkat ke cui
wi san, dia berharap bisa mengetahui asal usulnya secepat mungkin,
ia ingin tahu apakah dia benar-benar adalah keturunan dari Kho
Beng sia, ketua perkampungan Hui im ceng"
Disamping itu, dia pun telah memutuskan untuk mengungkapkan
wajah asli dari si kedele maut kepada umat persilatan melalui mulut
orang-orang Sam goan bun, agar seluruh umat persilatan tahu dan
mereka mempunyai sasaran yg jelas tentang iblis yg harus diburu.
Ia sadar hal tersebut bukan saja akan memberikan manfaat yg
besar bagi usaha menangkap iblis, juga hal inipun merupakan suatu
tantangan yg jelas terhadap si kedele maut.
Ditengah keheningan malam yg mencekam, buru-buru Kho Beng
berangkat meninggalkan kota Tong sia menuju keperguruan Sam
goan bun. Sepanjang perjalanan dia membayangkan terus, betapa
gembiranya ketua Sam goan bun setelah memperoleh kabar
tersebut. Sudah hampir setahun lamanya tujuh partai besar dan para
gembong iblis dari kaum sesat berusaha menyelidiki jejak si kedele
maut, namun usaha mereka selama ini tak pernah mendatangkan
hasil, bahkan tak ada yg tahu siapa gerangan orang itu.
Andaikata pihak Sam goan bun mengumumkan soal bentuk asli
dari si kedele maut itu, niscaya seluruh dunia persilatan akan merasa
kagum dan terkejut pada mereka.
Pemuda itu beranggapan bahwa inilah kesempatan baik baginya
untuk membalas budi kebaikan dari Sam goan bun yg telah
memelihara selama delapan belas tahun dan merupakan semacam
pembalasan pula kepada ketua Sam goan bun yg telah mengusirnya.
Dalam situasi dan perasaan inilah Kho Beng mencapai bukit Cui
wi san dalam sepuluh hari.
Waktu itu musim gugur telah lewat, pepohonan yg semula gugur
kini sudah mulai tumbuh pucuk baru, melihat kesegaran alam yg
mulai nampak, tanpa terasa pemuda itu pun merasakan
semangatnya berkobar kembali.
Tiba dipunggung bukit gedung perguruan Sam goan bun telah
muncul didepan mata, perpisahan selama setengah tahun, ternyata
perkampungan Cui wi san ceng masih utuh seperti sedia kala.
Waktu itu sudah menjelang senja, pintu perkampungan tertutup
rapat, Kho Beng segera mendekati pintu gerbang, membenahi
pakaiannya yg kusut kemudian mengetuk pintu.
"Toook...toook...!"
Baru dua kali ketukan, pintu gerbang telah terbuka lebar, yg
membukakan pintu adalah seorang pemuda berusia dua puluh
tahunan. Dalam sekilas pandangan saja Kho Beng telah mengenali orang
ini sebagai murid keempat belas dari ketua Sam goan bun yg
bernama Lu Bun hoan. Cepat-cepat dia menjura seraya menegur:
"Saudara Lu, selamat bersua kembali!"
Mengetahui yg datang adalah Kho Beng, dg wajah tercengang Lu
Bun hoan segera menegur: "Saudara Kho! Kenapa kau balik kembali?"
Kho Beng tersenyum. "Aku ingin bertemu dg suhu bungkuk disamping itu......"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, paras muka Lu Bun hoan
telah berubah hebat, bisiknya pelan:
"Saudara Kho, mengingat hubungan kita dulu, kuanjurkan
kepadamu tinggalkan saja tempat ini secepatnya, tak usah pulang
lagi untuk mencari penyakit."
Selesai berkata, cepat-cepat dia menutup pintu gerbang kembali
tanpa menggubris kehadiran Kho Beng lagi.
Kho Beng menjadi tertegun, dia tak mengira akan memperoleh
perlakuan demikian, padahal dia cuma ingin ketemu dg ciangbunkin
saja. Dalam marahnya tanpa berpikir panjang lagi, ia segera
menggedor lagi keras-keras.
Kali ini dia menggedor dg sekuat tenaga sehingga suaranya
menggetar sampai kedalam.
Tak selang berapa saat kemudian pintu gerbang dibuka kembali,
yg muncul kali ini ternyata adalah ketua Sam goan bun, Sun Thian
hong sendiri. Hawa amarah tanpak menyelimuti seluruh wajahnya, sambil
menatap wajah Kho Beng lekat-lekat, dia membentak:
"Hey! Mau apa kau datang kemari?"
Sambil menahan hawa amarahnya, Kho Beng menjura dalamdalam,
setelah itu ujarnya : " Boanpwee khusus datang untuk menemui caingbunjin sekalian
menyampaikan salam. "
Pepatah kuno bilang : Jangan memukul orang berwajah senyum.
Meskipun ketua dari sam goan bun ini memperlihatkan sikap yg
gusar dan keras, namun setelah melihat sikap menghormat Kho
Beng, tak urung dia menjadi rikuh sendiri.
Karenanya sambil mengulapkan tangan dia berkata :
"Tak usah banyak adat, ada urusan apa kau datang kemari " "
Sambil manggut-manggut pemuda itu berkata :
"Boanpwee khusus datang kemari untuk memberi kabar kepada
cianpwee tentang masalah kedele maut. "
Paras muka ketua Sam goan bun ini kelihatan berubah hebat,
serunya cepat : "Lanjutkan perkataanmu ! "
"Jangan disini ! " tukas Kho Beng sambil menggeleng,
"Berhubung masalah ini menyangkut keadaan yg luar biasa,
dapatkah cianpwee mengajak boanpwee untuk bicara didalam saja"
" Ketua Sam goan bun kelihatan termenung sebentar, nampaknya
dia tertarik dg persoalan ini, akhirnya sambil miringkan badannya,
dia berkata : "Silahkan masuk ! "
Sambil tersenyum Kho Beng segera melangkah masuk kedalam,
sementara dalam hati kecilnya berpikir :
"Ternyata perhitunganku tidak meleset, coba kalau tidak
memakai alasan tersebut belum tentu aku bisa memasuki pintu
gerbang ini serta bertemu dg Thio bungkuk. "
Setibanya diruang tengah, ketua Sam goan bun baru menegur :
"Kho Beng, sebenarnya kabar apa yg hendak kau sampaikan " "
Dg wajah serius Kho Begn segera berkata :
"Boanpwee telah bertemu dg kedele maut ketika berada dikota
tong sia, ternyata gembong iblis tersebut adalah seorang nona
berusia dua puluh tahunan yg didampingi dua orang dayangnya,
seorang bernama Sin hong yg lain bernama Bwee hiang. "
Ketua Sam goan bun ini nampak semakin kaget bercampur
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tercengang, serunya : "Kedele maut adalah seorang nona muda " Tahukah kau identitas
serta asal usulnya " "
Kho Beng menggeleng, secara ringkas dia menceritakan apa yg
dialaminya, kemudian menambahkan :
"jurus serangan yg dipergunakan gombong iblis wanita itu dangat
aneh, senjata yg digunakan juga luar biasa, bentuknya tak berbeda
dg sebuah payung yg bulat berwarna perak, sedang senjata yg
dugunakan dayangnya berbentuk dua buah ikat pinggang, mungkin
cianpwee bisa menemukan sedikit titik terang dari benda "benda yg
mereka andalkan itu. "
Dg kening berkerut, ketua sam goan bun termenung sambil
berpikir seenak, mendadak dg wajah berubah hebat ia menjerit
kaget : "Sungguh aneh, rasanya payung perak itu mirip sekali dg payung
Thian li san milik Gin San siancu (Dewi payung perak), sedang ikat
pinggang yg kau maksud adalah tali pengikat dewa, jangan-jangan
kedele maut adalah murid Dewi payung perak " "
Dg perasaan terkejut Kho Beng turut berpikir :
"Thio bungkuk pernah menerangkan, Dewi payung perak
menempati kedudukan satu diantara tiga manusia aneh, tapi masa
dia mempunyai murid seperti ini."
Sementara dia masih tercengang, ketua Sam goan bun telah
berkata lebih jauh dg suara dingin:
"Penemuan yg berhasil kau peroleh ini benar-benar luar biasa,
baiklah partai kami akan mewakilimu untuk menyampaikan berita
tersebut kepada seluruh partai lain agar kau memperoleh
penghargaan pula dari semua orang."
Buru-buru Kho Beng menyela:
"Boanpwee sama sekali tidak berniat mencari nama dg berita
tersebut, disamping itu boanpwee pun tidak mempunyai ambisi apaapa,
oleh sebab itu bila cianpwee menyampaikan kabar tadi kepada
umat persilatan, jangan sekali-kali singgung nama boanpwee."
"Lalu mengapa kau beritahukan soal ini kepadaku?" tanya ketua
sam goan bun dg wajah tertegun.
"Boanpwee tak lain hanya bermaksud membalas budi kebaikan
cianpwee yg telah memeliharaku selama delapan belas tahun."
Untuk beberapa saat lamanya ketua Sam goan bun tertegun, tapi
segera ujarnya dg suara dingin:
"Apa yg kau sampaikan kepadaku pasti akan kukabarkan kepada
segenap umat persilatan, tapi iktikad baikmu itu biar kuterima dalam
hati saja, aku tak ingin merebut jasamu, nah sekarang kau boleh
turun gunung, biar kuhantar kau sampai dikaki bukit sana."
"Tidak, boanpwee masih ada satu persoalan lagi." Buru-buru Kho
Beng berseru. "Persoalan apa?"
"Boanpwee ingin bersua dg Thio suhu yg bertugas didapur."
"Sayang kedatanganmu terlambat selangkah...." ujar ketua Sam
goa bun dingin. "Apakah Thio suhu telah pergi?" tanya Kho Beng tertegun.
"Tidak, Thio bungkuk telah berpulang kealam baka bulan
berselang." Jawaban itu seperti guntur yg membelah bumi disiang hari
bolong, hampir saja membuat pemuda itu jatuh pingsan....
Thio bungkuk telah mati" Baru berpisah setengah tahun ternyata
telah terjadi perubahan yg begitu besar dan hebat, hampir saja Kho
Beng tak sanggup menahan pukulan batin itu, dia terkejut
bercampur sedih. Dg termangu-mangu diawasinya ketua sam goan bun itu tanpa
berkedip, dia tak tahu apaka ucapan tersebut benar-benar telah
terjadi" Ataukah ketua Sam goan bun itu mempunyai maksud serta
tujuan lain. Namun paras muka ketua sam goan bun ini dingin kaku sama
sekali tak berperasaan. Dari sikap tersebut Kho Beng segera mengerti, walaupun dia
datang dg maksud membalas budi serta mengutarakan seluruh isi
hatinya secara tulus, namun sikap mana bukan saja tidak membuat
ketua tersebut terharu bahkan kehadirannya jelas tidak pernah
disambut. Dalam sekejap mata itu pula pelbagai peristiwa lama melintas
kembali dalam benaknya, pelbagai kecurigaan pun satu demi satu
muncul kembali. Kho Beng mulai membayangkan kembali kehidupan
Thio bungkuk selama belasan tahun terakhir ini yg selalu sehat dan
tak pernah sakit, mengapa dia bisa mati secara tiba-tiba "
Apakah dia telah menemui suatu musibah yg tak terduga" Kalau
kematiannya benar-benar tertimpa musibah, apakah hal ini ada
sangkut pautnya dg teka teki sekitar asal usulnya "
Makin berpikir Kho Beng merasa makin curiga, sehingga tak
tahan lagi ia bertanya : "Dapatkah cianpwee jelaskan sebab-sebab kematian dari suhu
bungkuk?"" "Dia mati karena terserang penyakit gawat." Jawab ketua Sam
goan bun dg suara dingin dan hambar.
"Aku tidak percaya1" seru Kho Beng tanpa sadar.
Ciangbunjin dari Sam goan bun itu segera mendengus, katanya
lagi dg suara dalam: "Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, yg jelas antara
diriku dg sibungkuk mempunyai tali persahabatan selama dua puluh
tahun lebih, masa aku bakal membunuhnya secara licik?"
Pertanyaan yg diungkapkan ini segera membuat Kho Beng
menjadi tertegun dan seketika membungkam ribuan bahasa, oleh
karena apa yg ingin diutarakan sudah didahului lawan. Maka
walaupun dihati kecilnya dia menaruh curiga namun tak berani
diungkapkan sebab tanpa bukti yg jelas tak mungkin baginya untuk
menuduh orang secara sembarangan.
Dalam keadaan begini diapun sadar, bila ketua sam goan bun ini
ditegur secara langsung, maka bukan saja tak akan mendatangkan
hasil apa-apa malah sebaliknya justru akan menimbulkan bentrokan
secara langsung. Oleh sebab itu berganti nada pembicaraan, dia berkata:
"Maafkan kehilapan boanpwee yg telah berbicara tanpa sadar,
maklumlah pikiran dan perasaan boanpwee saat ini amat kalut,
tapi......bolehkah cianpwee menunjukkan dimanakah jenasah Thio
suhu dimakamkan, agar boanpwee pun dapat berziarah didepan
pusaranya sebagai rasa duka citaku kepadanya?"
Dg suara hambar, ketua Sam goan bun berkata:
"Hmmm...coba kalau aku tidak memahami perasaan hatimu
sekarang, masa akan kubiarkan kau bertindak seenaknya seperti ini"
Pusara si bungkuk berada dibalik huta siong ditebing bukit sana,
pergilah seorang diri, tapi aku perlu memperingatkan kepadamu,
selanjutnya lebi baik tak usah berkunjung lagi kebukit Cui wi san ini
ketimbang mendatangkan rasa muak dan sebal bagiku!"
Sambil berusaha keras mengendalikan kobaran hawa amarah
didalam dadanya, cepat-cepat Kho Beng membalikkan badan dan
mengundurkan diri dari pintu gerbang, pikirnya dalam hati:
"Hmmmm, coba kalau aku tidak teringat dg budi pemeliharaan
selama delapan belas tahun...hari ini juga aku Kho Beng akan
membuat kau benar-benar muak dan sebal..."
"Blaaaammm...!"
Terdengar pntu gerbang dibanting keras-keras sehingga tertutup
kembali rapat-rapat. Untuk beberapa waktu lamanya Kho Beng Cuma bisa berdiri
termangu-mangu didepan pintu sambil mengawasi papan nama
"Sam goan bun" yg terpancang didepan pintu itu tanpa berkedip,
rasa jengkel, marah, sedih dan benci terus bercampur aduk menjadi
satu, sampai-sampai dia sendiripun tak bisa membedakan
bagaimanakah perasaan hatinya waktu itu.
Dalam perasaan yg serba kalut dan kacau tak keruan itulah, dia
mengitari dinding pekarangan menuju kebelakang perkampungan.
Dibalik perkampungan, terdapat sebuah hutan siong yg rindang
serta sinar senja yg semakin redup menciptakan suasana suram
disekitar situ. Sepanjang perjalanan menelusuri hutan, Kho Beng menyaksikan
pemandangan alam disana masih seperti semula, padahal apa yg
telah dialaminya kini telah berbeda seratus delapan puluh derajat.
Setelah menembusi hutan, terlihatlah sebuah kuburan batu
berdiri tegak didepan mata, batu nisan yg berdiri didepan pusara
tersebut terteralah beberapa huruf besar yg berbunyi demikian:
"Disinilah diunta sakti berpunggung baja Thio Cio lan
beremayam." Teringat kembali pergaulannya selama delapan belas tahun
terakhir serta budi kebaikan yg telah mewariskan ilmu silat
kepadanya, Kho Beng tak dapat menahan asa sedihnya lagi, ia
segera berlutut didepan pusara dan menangis tersedu-sedu.
Isak tangis yg memedihkan hati bergema diseluruh angkasa,
menambah seramnya suasana disitu, sampai lama sekali Kho Beng
menangis,, setelah semua rasa kesal dan sedihny terlampiaskan
keluar, pelan-pelan kesaarannya baru pulih kembali seperti sedia
kala, sekarang dia mulai berpikir bagaimana caranya untuk bertindak
menyelidiki sebab-sebab kematian dari thio bungkuk...
Dalam keadaan inilah, mendadak telinganya menangkap suatu
suara yg aneh sekali.... Kho Beng sekarang sudah bukan Kho Beng yg dulu, begitu suara
aneh tersebut terdengar olenya, dia segera mengerti kalau ada
orang sedang mengintip dan mengawasi gerak geriknya.
Waktu itu langit sudah gelap, namun sinar rembulan belum
muncul, dalam keadaa terkejut bercampur curiga, Kho Beng segera
meningkatkankewaspadaannya untuk menghadapi segala
kemungkinan yg tidak diinginkan....
Setelah menyeka air mata yg bercucuran dipipinya, dia
membalikkan badan lalu mengangkat kepala seraya membentak:
"Hey, sobat darimana yg sedang mengawasi diriku" Jika kau tidak
segera munculkan diri, jangan salahkan Kho Beng menaruh kesalah
pahaman kepadamu!" Benar juga, begitu perkataan tersebut selesai diutarakan, sesosok
bayangan manusia segera melayang turun dari atas pohon dg
kecepatan tinggi, setelah tiba didepan mata pemuda itu segera
mengenalinya sebagai anggota sam goan bun, Nyoo To li
Dg perasaan tertegun Kho Beng segera menegur:
"Oooooh..rupanya Nyoo toako"."
Sambil tersenyun Nyoo To li segera menjura, serunya berkata:
"Saudara Kho, baru setengah tahun tak bersua, sungguh tak
disangka ketajaman pendengaranmu sudah begitu luar biasa,
nampaknya tenaga dalam yg kau miliki telah memperoleh kemajuan
yg amat pesat." "Nyoo toako terlalu memuji," cepat-cepat Kho Beng balas
memberi hormat, kini hari sudah gelap, ada urusan apa Nyoo toako
bersembunyi diatas pohon?"
Merah jengah selembar wajah Nyoo to li, dia menghela napas
panjang: "Aaaaai...sesungguhnya aku hanya melaksanakan perintah
ciangbun suhu untuk melihat, apakah kau sudah pergi atau
belum...." Mendengar keterangan tersebut, Kho Beng segera mengerutkan
dahinya rapat-rapat, kemudian tertawa dingin:
"Ooooh...rupanya saudara Nyooo sedang melaksanakan perintah
untuk mengawasiku secara diam-diam.."
"Saudara Kho, kau jangan kelewat menaruh salah paham
terhadap ciangbun suhu," buru-buru Nyoo To li berseru, "Sejak
kepergianmu suhu tak pernah teringat akan dirimu....."
Sambil tertawa dingin kembali Kho Beng menukas:
"Saudara Nyoo, apa gunanya kau membelai suhu" Dari dulu
hingga sekarang bukti dan kenyataan telah terpapar didepan mata,
apa gunanya kau berusaha membelai serta menutupinya?"
"Aku berani bersumpah dihadapan Thian, semua perkataanku
kuucapkan dg kata yg sejujur-jujurnya." Seru Nyoo To li dg wajah
amat serius. "Kalau toh saudara Nyoo bersikap begitu jujur kepada siaute,
bersediakah kau untuk menjelaskan juga sebab kematian dari suhu
bungkuk...!" jengek Kho Beng dingin.
Sekali lagi Nyoo To li menghela napas panjang:
"Kisah kematian Thio bungkuk karena sakit tidak begitu kupahami
secara jelas, tapi aku dapat memberitahukan kepadamu, lebih
setengah bulan berselang, Bok sian tianglo ketua Tat mo wan dari
Siau lim si telah datang menyambangi suhu, bahkan telah terjadi
keributan dantara dia dg Thio bungkuk..."
Tergerak hati Kho Beng setelah mendengar keterangan itu, buruburu
ia bertanya: "Karena persoalan apakah sehingga terjadi keributan diantara
mereka...?" "Waktu itu, kecuali suhu, Bok sian tanglo dan sibungkuk sendiri,
dalam kamar Thio bungkuk tiada orang keempat, lagi pula pintu
jendela tertutup rapat, maka dari itu selain kadangkala terdengar
suara bentakan marah dari sibungkuk, persoalan lain tak pernah
diketahui orang luar"."
"Berapa lamakah selisih waktu antara kejadian tersebut dg saat
kematian Thio bungkuk?" tanya Kho Beng sesudah berpikir sejenak.
"Sejak sore itu Thio bungkuk pantang makan minum, setiap
orang dilarang memasuki kamarnya, kemudian setelah suhu
melakukan pemeriksaan sendiri, barulah diumumkan bahwa Thio
Seruling Gading 7 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Pedang Tanpa Perasaan 12