Pencarian

Kitab Mudjidjad 5

Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 5


adiknya, Kim Liong tampak sudah lompat keluar rumah
dan disana ia menantang kedua kakek itu.
Sim Leng panas bukan main hatinya, ia pua lompat
mengejar dan mereka kembali bertempur ramai. Sun
Liang yang mengikuti belakangan, setelah menonton
sebantaran merasa bahwa ia tidak bisa tinggal antapkan
adiknya yang keteter, maka ia sudah menyerbu
membantu adiknya menyerang Kim Liong.
,,Bagus, bagus!" mengejek Kim Liong. ,,Dua kakek
mengembut seorang bocah. Sungguh tidak tahu malu!"
Kim Liong mula-mula tidak perhatikan kedua kakek itu,
sekarang ia kenali Sim Liang dan Sim Leng ada dua
pecundangnya Bwee Hiang tempo hari dimarkas Ngotok-
kauw. Oleh karenanya ia makin bernapsu buat menjatuhkan
kedua kakek itu. Kalau ia tidak bernapsu, mungkin ia dapat mengatasi
dikeroyok oleh dua kakek itu, justeru karena ia bernapsu,
maka ia jadi lengah dan satu kali pundaknya yang kiri
kena digempur Sim Leng hingga badan-nya terputar
seperti gasing dan jatuh duduk meringis-ringis kesakitan.
Ia rasakan gempuran Sim Liang tadi sangat hebat,
tulang pundaknya mungkin patah.
Matanya mendelik kearah Sim Leng yang
mentertawakannya. "Kali ini aku kalah, tunggu lain kali kita bikin
perhitungan pula!" berkata Kim Liong kepada Sim Leng.
"Toako, anak ini sangat kurang ajar, biarlah aku
mampusi saja!" kata Sim Leng pada engkonya,
berbareng ia menghampiri Kim Liong yang tak berdaya.
"Kau berani buka mulut besar lagi ?" bentaknya,
seraya mengancam dengan pedangnya yang seketika itu
sudah dihunus. "Apa kau kira aku takut lantaran kau mencabut
pedang?" menyindir Kim Liong. "Kau mau bunuh boleh
bunuh, memangnya aku akan berkedip mata karena
pedangmu?" Sungguh berani sekali Kim Liong, sekalipun dirinya tak
berdaya dan segera ke-palanya akan berpisah dengan
tubuhnya. Sim Leng sangat gemas. Ia tak dapat kendalikan
marahnya, maka seketika itu juga ia ayunkan pedangnya.
Tring! tiba-tiba saja pedang Sim Leng nyeleweng dari
sasarannya, hingga kepala Kim Liong tidak jadi
menggelundung ditanah. Kiranya pedang Sim Leng telah dibentur oleh batu
kecil. Kim Liong kegirangan, karena yang menolong itu
bukan lain dari gurunya sen-diri.
Tampak si Naga Hitam sudah berdiri berhadapan
dengan Sim Liang. Kim Liong dengar gurunya ketawa gelak-gelak dan
kemudian berkata. "Mana Siauw-sumoay kalian" Kenapa
tidak turut datang" Sungguh sayang rinduku terhadapnya
belum terlaksana. Satu waktu pasti akan kubawa ia
kemari dan kuajak ia bersenang-senang. . ."
"Tutup mulut kotormu, bangsat!" bentak Sim Liang
bengis. "Kalian datang kemari maksudnya mau apa" Bukan
suruhan dari Siauw-sumoay untuk menanyakan
keselamatan diriku" Ha haha. . .!"
Siauw-sumoay artinya Adik kecil wanita dalam
perguruan. "Hm" mendengus Sim Liang. "Kau Kira Siauw-sumoay
sudi denganmu" Siauw-sumoay benci dan akan
membunuhmu. Ia kirim kami dulu untuk
membereskannya, ia akan datang belakangan untuk
mengambil kepalamu!"
Si Naga Hitam terbahak bahak ketawa.
"Aku dengar Siang Niang Niang sekarang ganti
namanya 'Tui-hun Lolo'," berkata si Naga Hitam. "Nama
baru itu tidak bagus, labih baik kau usulkan pada Siauwsumoay
pakai nama 'Tui lauw Giok-lie' saja. Hahaha . .
." Tui-lauw Giok-lie artinya Bidadari mengejar si orang
she Lauw. Lauw Kin alias si Naga Hitam sengaja mengolok olok
kedua kakek she Sim itu supaya kegusarannya tambah
meluap-luap dan ini juga memang ada satu kenyataan,
tampak Sim Leng tak tahan dengan amarahnya. Ia
seketika itu menerjang si Naga Hitam setelah berkata:
"Bagus, inilah bagianmu?"
"Dengan muridnya saja sudah kalah, mau
menggempur gurunya lagi!" menyindir si Naga Hitam
seraya menangkis serangan Sim Leng.
Sim Leng rasakan tangannya kesemutan ketika beradu
dengan tangan si Naga Hitam.
"Sute, kau sabar dulu!" membujuk Sim Leng pada
adiknya "Untuk apa kita bersabar lama lama" Makin dibiarkan
orang kurang-ajar ini, makin ngelunjak kepada kita!"
sang ad'k masih penasaran.
Sim Liang tidak ladeni adiknya ia berkata pada si Naga
Hitam: "Lauw Kin, lebih baik kau kembalikan tusuk konde
dari Siauw sumoay, kami akan bikin habis urusan dan
kesananya kau boleh tinggal tenteram. Sudah dua puluh
tahun kami mencari cari kau, baru sekarang kami jumpai
kau disini. Kalau Siauw-sumoy tahu. pasti ia akan datang
untuk mengambil kepalamu atas perbuatanmu yang
sudah mengambil tusuk kondenya . . ."
"Hahaha . . . hahaha . . .!" si Naga Hitam ketawa
memotong perkataan Sim Liang. "Sudah dua puluh tahun
kita berpisah, pasti Sianw sumoay kalian tambah umur
tambah cantik. Sayang waktu itu kalian menggerecok.
hingga kami urung bersenang-senang, Siauw-sumoay
kalian hanya memberi tanda mata tusuk konde saja
kepadaku. Kalian tidak berhak meminta kembali tusuk
kondenya. kecuali Siauw-sumoymu datang padaku.
Panggil ia datang kemari, ia pasti datang untuk melepas
rindu diantara kita, bukannya mau mengambil kepalaku,
kalian mengerti!'' Sim Liang merah padam wijahnya saking menahan
amarahnya. "Bangsat kurang ajar, kau berani menghina kami
punya Siauw-sumoay?" bentak Sim Liang beringas.
"Kalau tidak dikasi hajaran, memang kau tidak tahu
kelihayanku!" "Kau boleh liehay, tapi itu pada jaman duapuluh
tahunyang lalu, sekarang kau datang hanya buat mencari
malu saja, ha ha ha...!'" tertawa si Naga Hitam.
Memang pada duapuluh tahunyang lalu Sim Liang dan
adiknya kepandaiannya lebih unggul dari si Naga Hitam
Mata Satu. Tapi selama sang tempo berjalan, si Naga
Hitam telah meyakinkan ilmu silatnya lebih jauh dan
sekarang sudah tinggi dan bukan tandingannya Sim Leng
dan Sim Liang yang duapuluh tahunyang lalu telah
menghinanya! Sim Liang dan adiknya tak tahan menghadapi
lagaknya si Naga Hitam yang congkak, maka dengan
berbareng mereka sudah menyerang.
Sim Liang dan Sim Leng benci pada si Naga Hitam
yang telah merayu adik kecilnya dan hampir-hampir
Siang Niang Niang (Tui hun Lolo sekarang) di 'makan' si
Naga Hitam, kalau tidak dua saudara itu menyelak dan
mengacaukan mereka yang sedang bermain cinta. Sim
Liang dan adiknya tahu Siauw-sumoaynya telah
memberikan tusuk konde sebagai tanda mata pada si
Naga Hitam dan mereka mau mengambil tusuk konde
itu. Mereka sudah mencari cari si Naga Hitam duapuluh
tahun lamanya, baru sekarang mereka ketemukan si
Naga Hitam telah menyembunyikan dirinya di Toat-bengn
nia. Mereka datangi si Naga Hitam diluar tahunya Tui hun
Lolo. maksudnya adalah membinasakan si Naga Hitam
supaya jangan menggoda Siauw-sumoaynya lagi yang
sekarang dimonopoli oleh mereka berduu.
Sayang maksud mereka itu banyak menemui
pertanyaan. ialah apakah mereka dapat membunuh si
Naga Hitam yang sekarang kepandaiannya jauh lebih
tinggi dari mereka" Tapi Sim Liang dan Sim Leng masih mau ngotot
dergan ajukan Siauw sumoynya sebagai macan macanan
untuk menggertak si Naga Hitam.
Memang Siang Niang Niang alias Tui-hui Lolo
kepandaiannya jauh lebih tinggi dari Sim Liang dan Sim
Leng yang menjadi Suheng dan Jie suhengnya.
Pertarungan berjalan seru antara si Naga Hitam
dikeroyok dua lawannya. Masingmasing telah mengeluarkan kepandaiannya
untuk merobohkan lawan. Ternyata dua kakek she Sim
itu kalau maju berdua lebih berbahaya seranganserangannya.
dari pada maju sendiri-sendiri. Mereka bisa
menciptakan serangan kombinasi yang tak diduga lawan.
Tapi si Naga Hitam kepandaiannya sudah lain dari
dahulu, maka mereka bertarung dengan berimbang
kelihatannya. Kim Liong yang menyaksikan itu dengan hati
berdebaran. Ia perhatikan benar benar jurus jurus atau
tipu-tipu pukulan dari mereka yang aneh-aneh dan
dicatat diotaknya. Sungguh menguntungkan bagi Si
pemuda yang sedang keranjingan ilmu silat.
Diam-diam ia merasa aneh dengan percakapan
mereka tadi. Bagaimana Suhunya mendapatkan tusuk
konde dari Siang Niang Niang" Apakah mencuri atau
hadiah" Ia bingung dengan duduknya perkara, pikirnya,
kalau sebentar Suhunya sudah membereskan lawannya.
ia ingin minta keterangan dari gurunya itu
Sekarang ia tidak ada tempo untuk memikirkan hal itu,
sebab matanya terus mengikuti jalannya
pertandinganyang sangat seru.
"Rebahlah kalian!" tiba tiba si Naga Hitam membentak.
Ia keluarkan bentakan, berbareng kakinya menjejak
paha Sim Leng dan tinju kanannya telah menggempur
dadanya Sim Liang. Dua sasaranyang telak betul
kenanya, hingga dua kakek she Sim itu benar-benar
rebah menggeletak. Itulah serangan berantai dari si Naga Hitam yang
dinamai 'Siang-liong-jip hay" atau 'Dua naga masuk
dalam laut', yang Kim Liong yakinkan masih belum
paham betul. Melihat keindahannya gerak tipu 'Siangliong
jip-hay' itu diperlihatkan oleh guru nya, bukan main
girangnya Kim Liong. Si Naga Hitam melihat dua lawannya rebah
menggeletak, ia ketawa mengejek, kemudian
menghampiri Kim Liong yana, masih duduk mendeprok
sambil memegangi pundaknya.
"Liong-jie (anak Liong), bagaimana dengan luka
dipundakmu?" tanya sang guru.
Kim Liong ketawa menyaringai- "Sakit suhu, kakek itu
kejam betul! Mungkin tulang pundak Tecu (murid) patah,
Tecu harap suhu suka mengobati nya."
"Kau jangan khawatir, Suhumu dapat mengobatinya,"
menghibur sang guru. "Mari ikut aku kedalam!" ia mengajak muridnya,
seraya membanguni muridnya dan dipimpin jalannya.
Si Naga Hitam ternyata mengerti pengobatan dan hal
tulang patah, maka ia dapat menolong muridnya. Kim
Liong bersyukur pada gurunnya dan mengharap dalam
beberapa hari luka pada puudaknya itu sudah sembuh.
"Suhu, bagaimana dengan dua kakek itu diluar?" tanya
Kim Liong, ketika pundaknya habis diperban oleh
gurunya. "Mereka sudah pergi, untuk apa menghiraukan orang
begituan," sahut sang guru ketawa. Kim Liong heran, lalu
ia melongok keluar, betul saja mereka susah tidak ada
dipekarangan depan rumah yang tadi pada
menggeletak rebah. Kim Liong menghampiri pula gurunya.
Ia menanya: "Suhu sebelumnya Suhu bertanding tadi
banyak yang dipercakapkan, urusan apa sih?"
Si Naga Hitam ketawa. Ia orangnya sok unggul, maka
lalu menceritakan riwayat dirinya kepada sang murid
seperti berikut. Batara surya mulai doyong ke Barat. .
Tampak Lauw Kin, si pemburu binatang buas, pulang
dengan oleh olehnya beberapa ayam hutan dan kelinci
dipanggul dipundaknya. Rupanya Lauw Kin pada hari itu tidak menemukan
binatang buas, maka, jangan sampai pulang kosong ia
bawa juga ayam hutan dan kelinci sebagai oleh-olehnya.
Ia bersiul siul berjalan pulang, ketika ia membelok pada
suatu jalananyang pinggirannya banyak gerombolan
rumput alang-alang ia merandek melihat didepannya
rumput alang-alang bergoyang-goyang seperti ada
binatang babi yang sedang mencari korban. Ia berindapindap
mendekati, ia merandek dan kemudian ketawa geli
sendiri sebab dalam gerombolan itu bukannya binatang
yang sembunyi, hanya ada dua manusia yang sedang
bercakap-cakap. Ia sebenarnya sudah lantas hendak meninggalkan
tempat itu, apabila tidak mendengar suara seorang
wanita yang menarik hatinya untuk mendengarkan lebih
jauh. Ia malah datang lebih dekat, supaya dapat
mendengar lebih jauh. Ia sembunyi jangan sampai
kepergok nanti oleh mereka.
"Suhu, apa betul kau mau turunkan semua
kepandaianmu?" terdengar suara seorang wanita bicara
sambil ketawa ngikik genit.
"Akan kuturunkan semua, kau akan lebih atas
kepandaiannya dibanding dengan Suheng dan Jisuhengmu,


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Niang Niang... Asal kau turut keinginanku . .
." "Kau ingin apa Suhu, supaya aku turut?"
"Oh, Niang Niang . . . , kau masih berlagak pilon . . .
?" "Aduh, aduh! Sakit, jangan remas teteku . . . ."
Kedengaran suara ketawa cekikikan si wanita tadi.
"Jangan, jangan pegang itu. Suhu ..... Aku masih
gadis, aku takut . . . "
"Niang Niang, kau jangan takut . .."
Terdengar suara berkeresekan dan rumput alangalang
yang lebat bergoyang keras. Rupanya si pria
sedang memaksa si wanita meloloskan pakaiannya,
karena Lauw Kin mendengar pula si wanita berkata
dengan napas memburu: "Suhu, suhu jangan . . . ah.
Suhu nakal . . . Aku takut, takut. . . aku masih gadis .
. ." "Niang-N;ang, kau jangan takut..." si pria kata
dengan napas mendengus. "Aduh, berat badanmu, Suhu . . ." masih terdengar si
wanita ngikik ketawa. Sejenak keadaan sunyi dan Lauw Kin bernapas lega
setelah barusan ditahan terus-terusan ketarik oleh
percakapan mereka. Tiba-tiba napas Lauw Kin tertahan lagi,, mendengar
suara rintihan si wanita.
"Suhu, sakit . . . , sakit ..."
Namun rintihan si gadis rupanya tidak dihiraukan oleh
Suhunya yang sudah berubah sebagai binatang buas,
hingga hatinya Lauw Kin merasa kasihan dan ingin ia
unjukkan diri mengacau, cuma saja ia tidak punya
kepandaian silat tinggi. Ia khawatir kepalanya bisa
dikeprak remuk oleh Suhunya si gadis.
-ooOdwOoo- Bab 17 Lelaki yang mengorbankan muridnya itu, pasti
kepandaiannya sangat tinggi, makanya si gadis mau
berkorban mengasikan kehormatannya untuk
mendapatkan ilmu yang tinggi dari Suhunya. Lauw Kin
terus bersembunyi, mau lihat bagaimana wajahnya dari
dua manusia yang main cinta didalam gerombolan alangalang
itu. Lama juga Lauw Kin menunggu habisnya
pertempuran. "Suhu, kau bikin aku sakit setengah mati . ..." Lauw
Kin mulai mendengar lagi si wanita bicara dengan suara
manja. "Itu lantaran kau masih gadis, nanti kalau Suhumu
ulangi juga sudah tidak sakit lagi, Niang Niang yang
manis . . . ." "Suhu, kau mau ulangi lagi?" si gadis menanya
ketakutan. "Tentu, kenapa tidak?"
"Sekarang?" Sang Suhu ketawa gelak gelak. "Itu pada lain
kesempatan..." katanya.
"Suhu, kau nakal... mari kita pulang!" mengajak si
gadis. Sebentar lagi tampak dua kepala muncul diantara
rumput alang-alang. Kiranya itu ada seorang gadis jelita
dari usia dua puluh tahun, sedang si pria adalah kakek
dari usia enam puluhan. Sungguh janggal si gadis mengorbankan
kehormatannya buat mendapat kepandaian pada seorang
laki-laki yang pantas menjadi engkongnya.
Gadis itu cantik, tapi agak genit, la menarik Suhunya
dari gerombolan alang-alang diajak berlari-larian. Lauw
Kin menghela napas, dalam hatinya pikir: "Kenapa ia
barusan merintih kesakitan, kini dapat berlari-larian"
Dasar gadis Kang-ouw . . ."
Sementara itu, Lauw Kin juga meneruskan
perjalanannya pulang membawa kenangan-kenangan
tadi yang tak dapat ia lupakan dalam sejarah hidupnya.
Sepuluh tahun kemudian dengan cara kebetulan,
diwaktu ia mau menjual kulit macan, ia datang
kerumahnya Siang Niang Niang yang membutuhkan
barang tersebut. Kapan Lauw Kin berhadapan dengan wanita yang tak
bisa dilupakan wajahnya itu, si pemuda berdiri bengong,
ia melantur jawabannya ketika diajak bicara oleh Niang
Niang, sehingga membikin orang curiga.
Lauw Kin lalu diundang kedalam rumah, ia
dipersilahkan duduk oleh Niang Niang disuguhi air teh.
Lauw Kin tidak menampik dan irup air teh yang
disodorkan padanya, sementara itu matanya menatap
terus pada wajah Niang Niang.
Si nona ketawa. Tidak marah ia di awasi orang, ia
menanya: "Toako, kau mengawasi sariya padaku, apa
kau merasa kenal, dimana?"
"Oh, oh, itu. . ." Lauw Kin menjawab gugup
"Itu dimana?" bentak Niang Niang dengan muka
bengis. "Kau bicara terus terang aku tidak jadi marah,
sebaliknya kalau kau plintat-plintut, jangan sesalkan akan
kutahan kau dihukum rangket saban hari tiga puluh
rotan." Lauw Kin menggigil tubuhnya mendengar perkataan
Niang Niang. Ia pencaya si nona akan buktikan
perkataannya dan menyiksa dirinya.
"Lekas kau katakan! Mau tunggu kapan lagi?"
mendesak Niang Niang tidak kurang bengisnya.
Lauw Kin tundukkan kepala. Ia tidak menunjukkan
kelemahan, pikirnya bagaimana nanti saja kalau ia
memang akan dihukum, ia menjawab: "Nona, kau jangan
gusar aku bicara terus terang-"
"Ya, itulah yang aku harap," sahut Niang Niang
bersenyum manis ia sekarang.
"Nona, kau sekarang ada gemukan badannya dan
lebih botoh, dulu ketika aku pertama kali ketemu kau
badanmu kurus dan gesit," Lauw Kin cerita, hingga si
nona heran. "Dimana kau ketemu aku pertama kali?"' tanya Niang
Niang. "Aku ketemukan kau bersama Suhu..." sahut Lauw
Kin, agak takut ia. Niang Niang kerutkan alisnya yang lentik. Ia
mengingat-ingat apa yang dikatakan oleh Lauw Kin. Tibatiba
selebar wajahnya menjadi merah jengah
"Kau, kau . . . !" kata si nona seraya menatap wajah
Lauw Kin. "Ya, waktu itu aku menyaksikan sendiri," sahut Lauw
Kin ketawa. Niang Niang ingat akan saat itu, sepuluh tahunyang
lampau dirinya telah diperkosa oleh gurunya, suhunya
yang sekarang sudah tiada dalam dunia. Ia merasa
jengah oleh Lauw Kinyang mengatakan ia menyaksikan
pada waktu itu. ..Menurut aturan kau harus dibunuh, Toako," berkata
Niang Niang dengan muka kemerah-merahan. "Tapi
melihat kau ada seorang jujur, aku boleh melanggar
aturan itu! Cuma aku harap kau jangan uarkan rahasiaku
itu, kalau aku dengar rahasia ini bocor, jangan sesalkan
kepalamu akan kuambil, Toako!"
Lauw Kin menggigil juga mendengar perkataan si
nona. Tapi ia sudah berkeputusan tetap tidak mau unjuk
kelemahan, maka ia lalu berkata lagi: "Nona Niang
Niang, kau boleh penyaya pada mulutku. Asal kau suka
memberi tanda kenangan padaku, setiap saat aku lihat
barangmu aku ingat pada dirimu dan mulutku tidak
sampai bocor. Bukan itu baik, nona?"
Niang Niang ketawa. "Baiklah," katanya, seraya
mencabut tusuk kondenya. "Inilah barangnya yang akan
membuat kau tutup mulut selamanya."
Niang Niang berkata seraya serahkan tusuk kondenya
kepada Lauw Kin. Itu adalah tusuk konde kemala, tidak ada
perhiasanyang menaburnya, tapi merupakan barang
kesayangannya si nona. Kalau ia sudah berikan kepada
Lauw Kin itu sebagai terima kasihnya yang besar atas
janji Lauw Kinyang hendak menutup mulut untuk rahasia
diri dan gurunya bermain cinta.
"Tusuk konde itu," berkata Niang Niang setelah
mendengar Lauw Kin meugucapkan terima kasihnya.
"Besar faedahnya, asal siapa saja yang membawa itu
kepadaku dan mengajukan suatu permintaan padaku
akan aku penuhi permintaannya."
Lauw Kin mengucapkan terima kasih. Setelah mereka
beromong pula sebentar, Lauw Kin lalu minta diri dan
diantar oleh Niang Niang keluar dengan mengucapkan
pesan supaya Lauw Kin berhati-hati menjaga tusuk
konde yang ia berikan itu.
Lauw Kin berjanji akan perhatikan pesan si nona.
Mereka lalu berpisahan. Tiga hari kemudian Lauw Kin datang lagi menemui si
jelita. "Toako, kau datang lagi ada urusan apa?" tanya Niang
Niang ketawa manis. Lauw Kin adalah satu pemuda gagah, wajahnya
bundar dan cakap. Pengawakannya kekar dan tinggi
besar. Dalam pakaian sebagai pemburu tampak Lauw Kin
keren sekali. Diam-diam si nona perhatikan dirinya si anak muda
gagah itu. "Aku datang untuk urusan tusuk konde itu, nona Niang
Niang," sahut Lauw Kin.
"Hei, urusan tusuk konde, memangnya kenapa?" tanya
si nona. "Kau mengatakan, siapa yang bawa tusuk konde itu
boleh memajukan suatu permintaan dan kau akan penuhi
permintaan itu, bukan?"
,,Tidak keliru, memang aku mengatakan itu."
"Sekarang aku hendak memajukan suatu permintaan
padamu," sahut Lauw Kin.
"Mana tusuk kondenya?" tanya Niang Niang.
Lauw Kin merogoh sakunya dan keluarkan barang
yang berharga itu. "Barangnya ini, aku akan kembalikan
padamu, manakala kau sudah meluluskan
permintaanku," kata Lauw Kin seraya memasukkan pula
tusuk konde itu kedalam sakunya.
Si nona tertegun melihat tusuk konde dimasukkan pula
dalam saku Lauw Kin. "Kau mau mengajukan permintaan apa" Apa kau
mendapat kesulitan uang" Diancam musuh" Minta
rumah, minta kekayaan dan sebagainya?" Niang Niang
nyerocos. "Bukan, bukan, aku minta sesuatu yang menjadi
kenanganku sejak pertama kali aku melihat wajahmu
nona yang gagah," sahut Lauw Kin.
"Oh, aku tahu sekarang. Kau tentu hendak minta aku
ajarkan ilmu silat, bukan?"
Lauw Kin geleng kepala. Ia ketawa-ketawa urung.
Niang Niang bingung, Lauw Kin hendak minta apa
darinya" Semua yang ia sebutkan bukan, sebenarnya ia
mau minta apa" "Toako, sebenarnya kau mau minta apa dari aku" Aku
bersedia untuk memenahunyal" berkata si nona dengan
suara ramah. "Aku tidak meminta banyak-banyak, nona Niang
Niang," sahut Lauw Kin.
"Ya minta apa" Lekas sebutkan!" kata Niang Niang
mulai jengkel ia. "Aku minta kau tidur semalaman denganku." jawab
Liuw Kin agak malu-malu. Niang Niang terkejut, tapi ia tidak kemarahan
diwajahnya. Ia tidak boleh gusar, meskipun itu adalah
permintaanyang kurang ajar, sebab dalam janjinya orang
boleh memajukan suatu permintaan dan Niang Niang
akan rneluluskannya Si nona menatap wajah Lauw Kinyang tampan,
hatinya berdebaran. Pikirnya: "Tidak apa ia layan
semalaman, aku pun akan merasa bahagia disamping ia
merasa puas dapatkan diriku. Ia tampan dan kuat, pasti
ia memberi banyak kesenangan."
Si nona bsrsenyum manis, hingga si pemburu
bergejolak hatinya saking girang.
"Nona. kau meluluskan permintaanku?" tanyanya
cepat. "Sabar . .." sahut si nona. "Aku mau menanya, dari
mana kau punya ingatan untuk mengajukan permintaan
tidur semalaman denganku, Toako?"
"Aku terkenang pada saat itu, nona Niang Niang."
"Pada saat apa kau terkenang, Toako?"
"Pada saat kau merintih, merintih kesakitan dan ....
itulah yang mendorong aku ingin tidur semalaman
dengan kau, aku ingin menikmati api yang dirasakan
Suhumu saat itu." Tergetar hatinya Niang Niang. Seketika berbayang
depan kelopak matanya perbuatanyang tidak bagus
dengan Suhunya. Ia ingat Suhunya begitu sengit
mendayung dan tidak perhatikan rintihannya yang
kesakitan. Ia tidak menyesal, karena untuk pertama
kalinya ia mendapat kenikmatan dari sang Suhu yang
ternyata pandai untuk membikin lawan merasa puas. Kini
orang yang menyaksikan perbuatannya itu menagih,
ingin tidur semalaman dengannya, apakah ia dapat
menolaknya, sedang ia sudah janji akan memenuhkan
setiap permintaanyang diajukan karena tusuk kondenya"
Ia tidak menyesal, karena orang yang memintanya itu
adalah seorang tampan dan kuat, yang pasti akan


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberi kesenangan lebih dari Suhunya tempo hari.
Maka ia ketawa manis dan berkata: "Baiklah, Toako kita
jumpa sebentar malam . . ,"
Lauw Kin kegirangan. Ia cepat meraih tangan si nona
dan diciumnya berkali-kali, hingga Niang Niang ketawa
geli dalam hatinya melihat kelakuan tersebut
Lauw Kin mohon diri dan berjanji akan kembali pada
malam harinya. Pada malamnya, benar saja Lauw Kin telah kembali. Ia
melihat Niang Niang sudah menanti diruang tengah,
ruangan siang tadi mereka bertemu. Si nona dalam
pakaianyang menggairahkan, serba tipis menyolok,
hingga tubuhnya seperti tercetak.
Niang Niang dengan tidak malu-malu bangkit dari
duduknya dan merangkul Lauw Kin, yang menjadi
menggigil tiba tiba, karena baru pertama kali itu ia
dirangkul oleh seorang wanita. Sampai sebegitu jauh
Lauw Kin masih single, pikiran untuk mempunyai isteri
telah lenyap dari otaknya sejak ia ketemu Niang Niang
pertama kali. Selama sepuluh tahun itu ia selalu mengenangkan
Niang Niang dan mengharap dapat dipertemukan
kembali dengan wanita yang telah menarik hatinya itu.
Apa mau dengan cara kebetulan ia telah dipertemukan
dengan wanita kenangannya itu.
"Toako, kenapa kau gemetaran?" tanya si nona,
sambil mencium pipi orang. ,.Mari masuk kamarku!"
mengajak Niang Niang, seraya menarik tangan Lauw Kin.
Pemuda itu ketakutan. Boleh dikata separuh diseret,
barulah ia dapat masuk dalam kamarnya Niang Niang
yang serba harum. Mengendus hawa harum Lauw Kin bersemangat dan
membalas rangkulan dan ciuman
Niang Niang. Lauw Kin didorong duduk ditepi
pembaringan dan Niang Niang dengan manja telah
menjatuhkan diri duduk dipangkuannya si pemuda.
Mereka bercumbu cumbuan dengan penuh kasih.
Pada saat itulah tiba-tiba pintu terbuka dan dua sosok
tubuh lompat masuk kedalam.
Dengan tidak banyak bicara lagi dua orang itu telah
menggusur Lauw Kin keluar, hingga Niang Niang yang
sudah rebah terlebih dulu menjadi gelagapan melihat
Lauw Kin direngut orang. Ia tak dapat lompat mencegah,
karena waktu itu ia dalam keadaan tidak berpakaian.
Cepat ia mengenakan pakaiannya, kemudian ia
sembat pedangnya dan memburu keluar.
Namun sudah terlambat, karena ia tak melihat
bayangan seorang pun di luar rumahnya. Entah Lauw
Kin itu telah dibawa kemana olsh dua orang tadi"
Sejak itulah Niang Niang suka uring-uringan dan
terkenang kepada Lauw Kin.
Kemana sebenarnya Lauw Kin telah dibawa"
'Ia temyata dibawa jauh dari rumahnya si nona,
pantesan Niang Niang menyusul dengan sia-sia, Lauw
Kin tetap tidak diketemukan.
Lauw Kin dibawa kesebuah kuil tua, dimana ia dihajar
babak-belur oleh dua penculiknya, ternyata adalah Sim
Liang dan Sim Leng, dua saudara perguruan dari si nona
Siang Niang Niang. Mereka melakukan perampasannya mengenakan
kedok dan juga dilakukan dengan cepat sekali, hingga
Niang Niang tidak mengenali pada dua saudara
seperguruan-nya itu. Dalam keadaan sadar dan tidak Lauw Kin sayup sayup
mendengar Sim Liang berkata: "Manusia hina, kau berani
mengganggu Siauw sumoay kami" Benar-benar nyalimu
besar sekali!" Plak! Plak! Lauw Kin jatuh pingsan, karena barusan
sudah dihajar Sim Liang terlebih dahulu.
"Ambil air sute!" suruh Sim Leng pada adiknya.
Sim Leng mengiyakan dan pergi. Tidak lama ia datang
kembali dengan seember air dan disiramkan kemukanya
Lauw Kin, sebentar lagi pemuda yang mengenangkan
malam bahagia itu tersadar dari pingsannya.
Ia awasi wajahnya Sim Liang dan Sim Leng, Ia
menanya: "Kalian menganiaya aku apa sebabnya" Aku
dengan kalian tidak ada permusuhan apa-apa, cara
bagaimana kalian begitu kejam menganiaya aku Lauw
Kin?" ,.Hahaha . . . ! " tertawa Sim Liang. "Tidak ada
permusuhan" Kenapa kau berani mengganggu Siauwsumoayku"
Hm! Nyalimu besar sekali!" menyusul suara
plak plok lagi dan Lauw Kin meringis-ringis kesakitan.
Ia ingin memberi perlawanan, namun, ia tidak
berdaya, Apalagi ia rasakan seluruh badannya lemas
bekas dipukuli oleh dua orang kejam itu.
"Tcako, sebaiknya kita kirim saja jiwanya manusia
pengacau ini kelain dunia!" usul Sim Leng, ketika melihat
sauda-ranya hendak menampar pula Lauw Kin.
"Pikiranmu baik juga!" sahut sang kakak. Menyusul
pedangnya dicabut dan diayunkan kebatang leher Lauw
Kinyang s ada h pejainkan matanya terima binasa.
Tring! terdengar suara batu kerikil membentur pedang
dan pedangnya Sim Liang telah terlepas dari cekalannya.
"Hahaha ...!'' menyusul orang ketawa, hingga Sim Liang
dan adiknya menjadi sangat kaget.
Ketika Sim Liang hendak membuka mulut menanya,
orang yang menyelaruatkan Lauw Kin tadi sudah berada
dihadapan mereka. Sambil ketawa-ketawa orang itu berkata: ,,Kalian
orang orang apa" Orangn-orang jahat atau orang orang
baik, mau membunuh orang yag tidak berdaya?"
Sim Leng mengawasi wajah dan dananan orang
sebelum memberi jawaban. Orang itu ada lab seorang dari usia empat puluhan,
dandananya macam dandanan sastrawan berwarna
hijau. Wajahnya orang itu tidak tampan, tapi cukup
menarik. "Kau siapa hendak campur campur urusan kami?""
tanya Sim Liang ,.Aku she Oey nama Pek," sahutnya.
"Sudah me?jadi kegemaran untuk campur urusan
tidak adil." Sim Liang kaget. Ya ingat akan namanya Ceng Ie
Sianseng (Tuan berbaju Hijau) yang namanya mulai
terkenal dalam dunia Kangouw. Memang kegemarannya
Ceng le Sianseng suka campur urusan orang untuk
membela keadilan. Ia percaya bahwa orang muda yang
mulai terkenal namanya itu tentu orang muda yang
berada di-depannya. "Oh, kau tentu adalah Ceng Ie Sian-seng, bukan?"
tanya Sim Liang kemudian.
"Itulah gelaranyang orang berikan padaku," sahut Oey
Pek. Sim Liang dengar tertang kelihayannya. Ceng le
Sianseng. tapi ia belum pernah merghadapinya sendiri.
Pikirnya, kalau ia bisa menjaiuhkan si baju hijau,
namanya pasti akan harum dalam rimba persilitan, maka
ia membentak: "Sahabat, lebih baik kauu jangan ikut
urutan kami. Kita tidak kenal satu sama lain, maka untuk
apa menimbulkan permusuhan diantara kita?"
"Hahaha . . .!" tertawa Ceng Ie Sianseng.
"Permusuhan bisa berubah persahabatan, asal kau dapat
menceritakan duduknya perkara hendak menganiaya
saudara ini, pasti aku tak akan campur lagi bila kau
berlaku adil." "Urusan kami, orang luar tidak perlu tahu!" menyelak
Sim Leng yang berangasan.
"Baiklah," sahutuya. "Aku tak akan campur tangan,
asal kalian menyerahkan orang ini kepadaku! Kasihan,
aku akan beri obat kepadanya . . .!"
"Kentut busuk!" bentak Sim Leng. "Kau orang apa
berani berurusan dengan kami dua saudara" Memang
kalau tidak dikasi hajaran kau tentu belum tahu kelihayan
kami!" Ceng Ie Sianseng ketawa. "Cobalah unjukkan
kepandaian kalian!" tantangnya.
Sim Leng menghunus pedangnya, ia menyerang
dengan telengas. Sim Liang yang sudah memungut pula
pedangnya, juga menyerang membantui adiknya.
Ceng Ie Sianseng dikeroyok berdua, namun, tidak
kecewa bila namanya mulai terkenal di Sungai Telaga
(Kang ouw) karena permainan pedangnya sangat cepat
dau gesit sekali, hingga dua lawannya menjadi
kewalahan. Tidak lama, segera terdengar jeritan saling susul. Itu
karena Sim Leng dan Sim Leng yang kena ketusuk
pedang pada pundak kirinya. Ceng le Sianseng rupanya
tidak mau menanam bibit permusahan dan ia hanya
melukai sedikit saja pada mansing masing lawannya,
meskipun demikian sakitnya bukan mai bekas tusukan
pedang tadi. Dua lawan itu lompat mundur. Ceng le Sianseng hanya
ketawa gel?k gelak, ia tidak merangsek lawannya yang
mundur. "Bagaimana, masih mau diteruskan?" tegurnya, ketika
melihat Sim Liang dan adiknya berdiri bengong
mengawasinya. "Baiklah, kami mengaku kalah sekarang tapi ada satu
waktu kita akan jumpa pula untuk menetapkan pula
siapa unggul'" jawab Sim Liang, yang segera ajak
adiknya berlalu dari ruangan kuil itu meninggalkan Lauw
Kinyang menggeletak tak sadarkan diri.
Setelah dua orang she Sim itu berlalu, Ceng le
Sianseng memeriksa keadaan Lauw Kin. la geleng geleng
kepala. Keadaan Lauw Kiu sangat parah lukanya, selain
pada beberapa bagian tubuhnya malang biru bekas
digebuki, kedua matanya Lauw Kin tertutup.
Ceng le Sianseng merasa kasihan kepada sang korban,
ia memberi makan tiga pil sekaligus untuk menyadarkan
Lauw Kin. Perlahan-lahan si orang she Lauw siuman
juga, hingga Ceng le Sianseng menjadi girang.
Ternyata Lauw Kin hanya dapat membuka matanya
yang kanan, sedang matanya yang kiri telah menjadi
rusak akibat aniayaan Sim Liang dan Sim Leng. Sungguh
kejam dua orang she Sim itu, mereka telah melakukan
penganiayaan ganas itu disebabkan wanita, ialah Siauwsumoaynya
yang mereka sayangi dan cintai.
Siang Niang Niang sejak gurunya menutup mata telah
membuat perhubungan gelap dengan Sim Liang,
kemudian Sim Leng juga menjadi kawan tidurnya si
wanita genit. Dua saudara she Sim itu tidak saling
berebutan, karena mereka takut Siang Niang Niang yang
berkepandaian lihay. Mereka antri, masing-masing dikasi
ketika mendapat giliran tidur dengan Siauw-sumoaynya
yang montok molek dan menggiurkan.
Makanya dalam percintaan segi tiga itu ada orang keempat
mau nimbrung, terang dua saudara she Sim itu
tak mengijinkan. Lauw Kin dianiaya diluar tahunya Siang
Niang Niang. Lauw Kin selanjuinya menjadi cacad,
matanya picak sebelah. Makan tempo beberapa hari dalam kuil tua itu Ceng Ie
Sianseng menolong diri nya
Lauw Kin, sampai si orang she Lauw kuat lagi
tubuhnyu, hanya matanya meram sebelah Si pemburu
she Lauw sangat berterima kasih kepada Ceng Ie
Sianseng yang telah membuang tempo menolong dirinya.
Atas persetujuan kedua pihak mereka angkat saudara.
Ternyata Lauw Kin ada Lebih muda dua tahun dan ia
menjadi Sute (adik). Selanjutnya dua orang itu bergaul
rapat sekali, Lauw Kin diberi pelajaran kepandaian silat
yang tinggi. Pada suatu hari Ceng le Sianseng telah meninggalkan
saudara angkatnya itu untuk pulang ke kampung
halamannya karena kematian ayahnya. Sejak itu mereka
belum pernah ketemu lagi.
Lauw Kinyang telah mempunyai kepandaian tinggi,
telah mencari Sim Liang dan Sim Leng untuk menuntut
balas, akan tetapi mereka itu luput diketemukan.
Belakangan ia mendirikan gubuk di Toat beng-nia untuk
memperdalam lwekangnya, sampai akhirnya ketemu
dengan Kim Liong dan mengangkat Kim Liong menjadi
muridnya. Kim Liong adalah pemuda yang polos dan sopan, ia
tidak berkata apa-apa setelah mendengar gurunya
menuturkan riwayatnya. Ia hanya menanya: "Suhu, tadi
Suhu ketemu dua orang yang menganiaya Suhu itu,
kenapa tidak lakukan pembalasan?"
"Oh, itu ada sebabnya," sahut Tok-gan Hek-liong Lauw
Kin. "Aku tidak ingin membikin hatinya Siang Niang Niang
kecewa Kalau aku menuruti napsu dan melukai berat
kepada salah satu orang she Sim itu, pasti Siang Niang
Niang tidaK mengerti. Ia kepandaiannya sangat tinggi,
belum tentu aku mampu mengalahkannya."
Kim Liong anggukkan kepala, tidak berkata apa-apa,
hanya dalam hatinya berkata: "Hml Dasar saja kau masih
mengharap Niang Niang, maka kau tidak berani berlaku
kejam kepada musuh yang pernah membikin cacad
matamu. Orang apa kau ini?"
Anak muda kita cerdik, ia tidak percaya seluruhnya
penuturan sang guru, ia lebih percaya kalau gurunya ada
mengumpatkan apa apa dalam penuturannya itu.
Tiga hari kemudian sejak sang guru menuturkan
riwayatnya, pada suatu malam Kim Liong mendusin dari
tidurnya mendengar suara senjata beradu didepan
rumah, la menduga gurunya yang bertarung, maka ia
lompat dari tempat tidurnya dan lari dengan maksud
membantu gurunya bilamana diperlukan.
Belum sampai ia melangkah keluar, kakinya berhenti
bertindak ketika mendengar suara gurunya berkata:


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Niang Niang, kau sungguh kejam menyerang aku matimatian,
memangnya kau mau membunuh aku?"
"Kau telah melukai dua Suhengku, berarti kau tidak
memandang padaku, maka mana aku mau kasi ampun
padamu?" Kim Liong dengar ada wanita yang menjawab,
suaranya empuk. Kim Liong tidak jadi melangkah keluar, hanya
mengintip dari jendela, Jalannya pertempuran memang seru, gurunya tampak
keteter oleh lawan nya seorang wanita dari usia
limapuluhan. yang montok badannya, tapi gesit luar
biasa mendesak gurunya yang bersilat dengan sungguhsungguh.
Masih ada tanda tanda bekas kecantikan
diwajahnya wanita yang menjadi lawan Sang guru. Kim
Liong tidak senang wanita itu kelihatannya genit, sembari
menyerang gurunya, ia bersenyum ketawa ketawa
cekikikan nampak gurunya gelabakan menangkis
serangannya. Kim Liong tidak jadi membantui gurunya melihat
Iawannya kelihatan demikian genit dan menduga pasti
tidak akan melukai gurunya. Ia diam-diam menyaksikan
pertempuran mereka lebih jauh. Perhatiannya lebin
dipusafkan kepada serangan-serangan si wanita lawan
gurunya, yang ia belum tahu atau belum melihatnya,
diam-diam ia catat dikepalanya dan itu kembali
menambah kepandaiannya dalam belajar silat.
Banyak ia mendapat jurus jurus yang baru dari kedua
kakek She Sim dan sekarang dari si wanita she Siang,
meskipun genit, memang, Siang Niang Niang ada sangat
lihay. Kalau dua kakek she Sim belum lama berselang tidak
dipandang mata oleh Tokpan Hek-Iiong, ternyata
menghadapi Siang Niang Niang ia harus peras keringat
untuk melayaninya, sebab salah-salah ia nanti dilukai
oleh senjata tongkatnya si wanita genit yang hebat ilmu
silatnya. "Niang Niang, apa kau tidak mau kasi
kesempatan untuk aku membela diri dari fitnahan kedua
Suhengmu?" si Naga Hitam kembali berkata, ketika untuk
kesekian kalinya ia kena didesak lawannya.
"Lauw Kin, kau keluarkan kepandaianmu semua, baru
aku nanti pertimbangan!" sahut Siang Niang Niang,
seraya mendesak terus lawannya dengan ilmu
tongkatnya yang hebat. "Niang Niang," kembali si Naga Hitam meratap. "Kau
benci padaku, tapi kau tidak lupa dengan tusuk
kondemu, kau belum memenuhi permintaanku . - ."
Kontan Siang Niang Niang berhenti menyerangnya,
tatkala ia dengar disebutnya tusuk konde. Girang hatinya
si Naga Hitam nampak perubahan itu. Matanya menatap
wajah wanita didepannya, yang dalam pandangannya
tetap cantik seperti dulu, duapuluh tahun yang lampau.
"Niang Niang, aku girang kau masih belum melupakan
urusan kita duapuluh tahun yang lalu, wajahmu tidak
berubah kau masih tetap cantik seperti dulu . . ."
Siang Niang Niang senang mendengar pnjian itu. Ia
ketawa genit. "Toako, kau masih ingat saja urusan dulu,
kau masih tetap menagih" Hihihi..."
Si Naga Hitam datang menghampiri dan mencekal
lengannya Siang Niang Niang; Lunak dan halus lengan
itu dicekalnya, hingga bergejolak hatinya si Naga Hitam.
"Toako, kau masih menagih hutangku dulu?" Siang
Niang Niang menanya dengan kelakuan genit dan coba
melepaskan lengannya dari cekalannya si Naga Hitam'
"Niang Niang, sampai saat ini tidak kulupakan janjimu
yang belum dipenuhi.." jawab si Naga Hitam. Ia tidak
mau melepaskan cekalannya, walaupun Siang Niang
Niang coba merontak, malah ia maju makin mendekat
dan ... tiba-tiba saja wanita itu dipeluknya dengan erat,
kemudian dengan enteng dipondong oleh si Naga Hitam
dibawa masuk kedalam rumahnya. Kim Liong sementara
itu siang-siang sudah menyembunyikan dirinya.
Anak muda itu kaget, nampak Suhunya membawa
masuk wanita genit itu kedalam kamar semedhinya.
Pikirnya, apa yang hendak diperbuat oleh gurunya" Ia
memang menyangsikan kelakuan baik gurunya itu, maka
dalam persembunyiannya ia mengikuti terus gerak-gerik
sang guru yang telah memondong masuk si genit ke
kamar semedhinya. Ia mendengar Siung N'ang Niana berkata: "Toako. kau
mau apakan diriku..?"
"Niang Niang. disinilahh kau harus memenuhi
janjimu....,'" sahut sang guru, Kim Liong mendengar
suara dipan berkere-yot, rupanya Siang Niang Niang
direbahkan oieh gurunya disitu. Menyusul Kim Liong
dengar wanita genit itu ketawa cekikikan.
"Aduh, Toako, kau kasar amat, belum apa apanya
sudah main buka saja...."
"Niang Niang, dua puluh tahun lebih aku memendam
rinduku padamu ..." Berdebar hatinya Kim Liong mendengar percakapan
disebelah dalam. "Toako, berat amat badanmu .."
"Niang Niang kau boleh merintih kesakitan seperti
tempo hari dengan Suhumu."
Wanita genit itu ketawa cekikikan, tapi benar benar
terdengar ia merintih-rintih.
Apa benar ia merintih kesakitan atau memang hanya
beraksi saja, hanya Siang Niang Niang yang tahu,
namun, rintihan demikianlah yang menyebabkan si Naga
Hitam minta tidur semalaman dengan Siang Naing Niang.
dan akibatnya si Naga Hitam kehilangan sebelah
matanya dan badannya matang biru dihajar oleh dua
saudara she Sim. Kim Liong tidak puas melihat kelakuan gurunya itu.
Meskipun suara dipan berkereyot beberapa kali seperti
yang keberatan, yang semesti nya menarik perhatian
untuk mendengarnya, Kim Liong tampak kerutkan alisnya
dan meludah. Diam-diam ia benci pada gurunya yang
kotor perbuatannya. Ia segera angkat kaki berlalu dari situ, masuk pula
kedalam karnarnya dengan pikiran tidak tenang. Ia
rebahkan badannya, tidak mau pulas, pikirannya
melayang-layang untuk menentukan nasibnya kemudian.
Perasaan ingin kabur meninggalkan gurunya telah
mendesak dengan tiba-tiba. Pikirnya, siang-siang ia
meninggalkan gurunya yang tidak benar kelakuannya itu
ada lebih baik, daripada lama-lama ia menungkul
gurunya dan bisa bisa tabiat gurunya bisa menular
kepada dirinya. Demikian ia telah mengambil keputusan, tapi ia masih
berat mengingat sang guru terhadapnya sangat baik.
Keesokan harinya, pagi pagi sekali Kim Liong sudah
siapkan makanan untuk gurunya bersantap, inilah
kebiasaan yang si anak muda lakukan setiap hari.
Sampai siang ternyata si Naga Hitam masih belum
keluar dari karnarnya. Kim Liong ingin mengetuk pintu kamar tak berani,
maka sementara menanti sang guru bangun dari tidurnya
ia gunakan kesempatan itu untuk berlatih silat. Ia
praktekkan apa yang ia semalam ia lihat gerak tipu
pukulannya Siang Niang Niang.
Benar-benar otaknya Kim Liong cerdik, sebab pukulanpukulan
semalam yang ia perhatikan dapat dimainkan
dengan bagus sekali' Sedang asyiknya ia memainkan tipu pukulan yang ia
boleh curi, ia dibikin kaget oleh suara cekikikan ketawa.
"Anak muda, kau telah mencuri tipu pukulanku ..." Kim
Liong mendengar orang berkata, yang tiada lain adalah
Siang Niang Niang, entah sejak kapan wanita genit itu
berdiri tidak jauh daripadanya.
Kim Liong hentikan bersilatnya dan berpaling kearah
Siang Niang Niang. -oo0dw0oo- Bab 18 WANITA GENIT bersernyum dikulum sambil balas
menatap. Tampak wajahnya lesu, sepasang matanya
yang bagus redup-redup seperti yang masih kepingin
tidur. Dalam pakaian bukannya pakaian nenek-nenek,
tampak bekas-bekas kecantikan Tui-hun Lolo alias Siang
Niang Niang diwaktu mudanya. la masih tetap cantik
meskipun usianya mendekati setengah abad, rupanya
Tui-hun Lolo dapat merawat diri-nya dengan Iwekangnya
yang sangat tinggi, badannya tetap kencang dan kuat.
Rupanya tenaga nya semalam dipakai habis-habisan
untuk melayani si Naga Hitam, maka wajahnya tampak
lesu dan matanya redup-redup seperti masih ingin tidur.
"Cianpwee, aku mohon Cianpwee tidak jadi gusar,"
kata Kim Liong terus terang.
"Memang benar semalam aku melihat tipu pukulan
Cianpwee yang hebat, aku ketarik dan coba-coba
sekarang memprak-tekkannya- Dengan memandang
mukanya suhu, aku harap Cianpwee tidak menghukum
aku yang telah mencuri lihat kepandaian Cianpwee ..."
"Hahaha...!" tiba-tiba terdengar suara dibelakangnya
Kim Liong, hingga si anak muda terhenti bicaranya dan
menoleh, kiranya yang ketawa itu tiada lain adalah
gurunya sendiri, Tok-gan Hek-Liong. "Liong-jie, kau
jangan sungkan-sungkan terhadap Niang Niang, panggil
saja ia subo, mulai semalam ia berjanji akan menjadi
isteriku. Hahaha..."
Kim Liong melengak mendengar perkataan gurunya.
"Lekas kau kasi hormat pada Subo-mu, Liong-jie!"
menyuruh sang guru. Kim Liong menghampiri Siang Niang Niang dan
menekuk lututnya memberi hormat, seraya berkata:
"Subo, terimalah hormatnya Tecu..."
Subo, sama dengan guru dan Tecu sama dengan
murid. Siang Niang Niang suruh Kim Liong bangun. "Liong-jie,
jangan pakai banyak peradatan, kau bangunlah. Aku lihat
kau anak berbakat, selanjutnya akan kudidik kau menjadi
murid jagoan, maukah kau?"
Kim Liong tidak herani menatap wajahnya sang Subo,
ia menundukkan kepala dan mengangguk ketika
mendengar sang Subo mau memberikan petunjukpetunjuk
lebih jauh kepadanya. Si Naga Hitam rupanya ada punya kepandaian
'istimewa' untuk menyenangkan wanita maka juga Siang
Niang Niang kecantol dan rela untuk menjadi isterinya. ia
melupakan kepada Suheng dan Ji-su-hengnya . . .
-oo0dw0oo- Kitab mujijad . . . It-sin-keng atau 'Kitab Mujijad' tak terlupakan oleh
dunia persilatan, lebih-lebih oleh orang orang yang
pernah mengun-jungi goa ular atau Ketua ketua partai
yang pernah mengirimkan orangnya kesana, tidak
kembali lagi menjadi korbannya hawa racun ular.
Goa ular itu sepi belakangan ini. setelah dunia
persilatan mengetahui sudah ada orang yang masuk dan
keluar lagi dari situ, ialah Hek bin Sin tong, si bocah sakti
Lo In yang sekarang namanya menjadi Kwee In.
Diantara tokoh-tokoh kuat dalam rimba persilatan itu.
Tong-teng Ngo-eng (Lima jagoan dari telaga Tongteng)
yang masih penasaran terhadap Kwee In, yang telah
pecundangi mereka demikian mudah di luar goa ular.
Sejak mereka pulang ke sarangnya, Lima Jagoan itu
telah belajar kepandaian pula kepada gurunya Gan Lok
yang bergelar Hwe-liong Coan-in atau si 'Naga Api
menembus mega'. Gan Lok atau si Naga Api Menembus Mega sudah
berumur enampuluh tahun, tapi ia masih gagah dan
hebat kepandaian?ya. Ia dulunya ada kepala bajak di
telaga Tong Teng, belakangan kepingin hidup tenteram,
ia serahkan pimpinan pekerjaan membajak kepada Tongteng
Ngo-eng, yang menjadi anak muridnya.
Ia diam mengasingkan diri dalam satu pulau kecil
disekitar telaga Tongteng yang dinamai Ceng-to atau
pulau Tenang. Ketika Tong-teng Ngo eng gagal mendapatkan lt
sinkeng, mereka lantas pulang menemui gurunya di
Pulau Tenang. Di-sana ia berunding dengan gurunya hal
It-sin-keng. Biasanya Gan Lok tidak acuhkan soal apa juga yang
diajukan anak muridnya, tapi kali ini ia mendengar
tentang Kitab Mujijad karangannya Kong In Sianjin dari
Siauw Lim-sie hatinya sangat tertarik dan dengan serius
berunding dengan anak muridnya.
"Sepanjang penuturan kalian," menyatakan Gan Lok.
"Hek bin Sin-tong itu tentu sudah meyakinkan lt-sin-keng
makanya ia ada demikian lihay telah menjatahkan tokoh
tokoh kuat seperti Tek Hie Tojin dari Bu-tong-pay, Hui
Hong dan dan Hui Kong kedua Taysu dari Siauw-limpay,
Carania menjatuhkan lawan juga demikian
mempersonakan, mungkin aku juga bukan tandingannya
. . ." "Tecu rasa tidak sampai begitu," bantah Go Tat, murid
yang paling tua. "Benar Hek-bin Sin tong dapat
merobohkan kami, itulah lantaran kelemahan kami saja.
tapi apabila Suhu mendidik pula kepada kami, untuk
memperdalam kepandaian, pasti dengan bantuan Suhu
dapat kami layani si Bo-cah Sakti itu dan kita rampas Itsin-
keng dari tangannya!"
Gan Lok tertarik hatinya. "Kalau demikian, baik kalian
belajar lagi dengan sungguh-sungguh supaya dalam satu
dua tahun ini kepandaian kalian meningkat dan kiia
sama-sama mencari Hek-bin Sin-tong. Kalau lebih lama
dari dua tahun, alu kha-watir Kitab Mujijad itu jatuh
ditangan orang lain, sungguh sayang sekali . . ."
demikian sang Suhu menyalakan pikirannya.


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejak itulah Tong-teng Ngo-eng telah dididik lebih
jauh oleh Gan Lok. Memang hebat kepandaian kepala bajak tua itu. Ia
melepas anak muridnya menja-goi ditelaga Tongteng
tempo hari kepandai-annya baru tujuh bagian sudah
sangat li-hay, sekarang lima orang she Go itu diberikan
pendidikan pula dua bagian, menjadi sembilan bagian
kepandaiannya Gan Lok yang diturunkan, tentu saja
bukan main lihaynya. Diantaranya yang sangat lihay adalah Go Tat dan Go
Ciat (loako dan Jiko dari Lima jagoan dari telaga
Tongteng), lantaran kecerdasan mereka lebih menonjol
dari tiga saudaranya yang lain.
Semakin kepala besar Tong-teng Ngo-eng mendapat
tambahan kepandaian dari gurunya, mereka yakin bahwa
dengan kepandaian mereka sekarang dapat
mengalahkan Kwee ln, apalagi kalau mereka dibantu oleh
gurunya yang berjanji akan turut pergi mencari si bocah.
Demikian, sebelum berangkat mereka telah menyebar
orang untuk menyelidiki dimana berdiamnya Kwee ln itu.
Lama mereka menanti kabar dari orang- orangnya yang
disebar luas, akhirnya salah satu orangnya ada yang
pulang dan memberi laporan bahwa Kwee ln sekarang
ada di lembah Tong hoag-gay.
"Menurut kabar," Go Liang, si pemberi kabar cerita.
"Kwee ln si Bocah Sakti ada anaknya Kwee Cu Gie
Tayhtap dan Lamhay Mo Lie . . ."'
"Apa kau kata?" memotong Go Tat tiba-tiia.
,,Si bccah ada anaknya Kwee Cu Gie dan Lamhay Mo
Lie," sahut Go Liang.
Go Tat kerutkan alisnya. Ia mendengar Kwee Cu Gie
ada satu Tayhiap dan Lamhay Mo Lie ada pendekar
wanita yang sukar dilayani kepandaiannya. Kalau mereka
turun tangan membantu Kwee In, terang pengharapan
Tong-teng Ngo-eng sia-sia saja.
Go Tat menanya: "Apa Kwee Cu Gie dan Lamhay Mo
Lie juga ada dilembah Tong hong-gay" Dan berapa
banyak Kwee In pembantunya disana?"
"Kwee Cu Gie dan Lamhay Mo Lie tidak bersama Kwee
In," sahut Go Liang. "Ia di sana hanya ditemani oleh dua
gadis jelita yang kalau salah mereka itu bernama Bwee
Hiang dan Eng Lian."
"Kwee Cu Gie dan Lamhay Mo Lie sendiri ada
dimana?" tanya Go Tat.
"Aku dengar mereka ada di Coa-kok mengepalai Anghoa
pay." "Bagus, kalau begitu kita boleh pergi ke sana
berurusan dengan Kwee In."
Empat saudaranya Go Tat menyetujui pikiran sang
Toako; "Mari kita kabarkan kepada Suhu, bagaimana ia punya
pikiran tentang laporan yang kita terima dari Go Liang,"
mangajak Go Tat kepada empat saudaranya
Mereka dengan menggunakan perahu cepat telah
pergi menemui gurunya di Cengto.
Ketika mereka berunding, Gan Lok me-nyatakan
pikirannya: "Kwee Cu Gie sudah terkenal kepandaiannya,
sedang Lamhay Mo Lie orang bilang ada sangat sukar
dilayani karenakepandaiannya susah diukur. Memang
juga, kalau mereka berdua turun tangan membantu
anaknya, kita bisaberabe. Bukan saja It-sin-keng kita
tidak dapat, maiah bukanuya mustahil kita menemui
halanganyang tidak diingini."
"Habis, sekarang bagaimana pikiran Suhu?" tanya Go
Tat bingung. "Jalan terus!" jawab sang guru. ..Kita serbu lembah
Tong-hong-gay dan paksa Kwee In menyerahkan Kirab
Mujijad, urusan dengan Kwee Cu Gie dan "Lamhay Mo
Lie kita boleh pikirkan belakangan!"
Go Tat bertepuk tangan. "Bagus!" katanya, "itu
memang adalah pikiran Tecu."
Demikian mereka telah membuat perjalanan kelembah
Tong-hong gay. Si Naga Api Menembas Mega Go Lok jalan sendiri,
sedang lima muridnya jalan berkelompok. Sudah
dijanjikan, kalau ada kesulitan diperjalanan, mereka
saling tolong. Perjalanan kali ini Tong teng Ngo-eng gembira sekali
lantaran diantar oleh gurunya.
Mereka percaya penuh mereka akan berhasil,
manakala tidak ada orang dului merampas It-sin-keng
dari langaniiya si bocah sakti.
Dalam perjalanan itu, sering mereka berjumpa dengan
beberapa tokoh persilatanyang menanyakan soal Kitab
Mujijad, namun, mereka berlagak pilon dengan kitab itu.
Meralo mengatakan bahwa mereka sudah tid.rk
ketarik dengan kitab sakti itu, lantaran tidak ada harapan
untuk memili-kinya, orang orang dapat dibikin mengerti
dengan alasan dari Tong-teng Ngo-eng yang
membohong itu. Pada suatu hari mereka sampai disebuah dusun,
mereka rasakan perutnya sudah lapar lalu memasuki
sebuah rumah makan, di mana sudah banyak orang
berkumpul makan. Mereka bicara kasak kusuk dan pasang kuping, kalaukalau.
juga diantara tamu-tamu yang makan itu ada juga
mereka yang hendak ke Tong-hong-gay.
Ternyata tidak ada orang yang bicarakan soal lembah
Tong-hong-gay, maka kasak kusuknya ada sedikit
kerasan. Pikirnya, taruh kata ada orang yang dengar juga
tidak jadi apa, mereka hanya bicara tentang lembah
Tong-hong-gay, bukannya kitab mujijad. Dsmikian,
mereka asyik sekali berunding.
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh orang yang menarik
napas, mereka berpaling kiranya yang menarik napas itu
ada satu wanita yang berwajah buruk. Mereka tidak
ambil perhatian, pikirnya, wanita itu tentu ada
menemukan kesulitan makanya telah menghela napas
tadi sampai beberapa kali.
"Hmm . .! ke Tong-hong gay. . ."tiba tiba terdengar
wanita itu berkata, hingga Go Tat dan empat saudaranya
menjadi terkejut dan mereka semua mengawasi kepada
wanita berwajah buruk itu, tapi wanita itu sama sekali
tidak mengacuhkan reaksi mereka.
Wanita itu minta pelayan tambah arak lagi.
Go Tat dan kawan-kawannya saling pandang.
"Ke Tong-hong-gay . . ," terdengar kembali wanita itu
nyeletuk, setelah menghirup arak yang barusan ditambah
oleh si pelayan. "Ke Tong-hong-gay orang hanya untuk
terima malu daripada berhasil mendapat apa-apa yang
diingin . . ." Go Tat tidak bisa tinggal diam mendengar itu.
Ia lalu bangkit dari duduknya dan menghampiri si
wanita tua itu, yang tiada lain adalah nenek bandel kita,
ialah Kim Popo. "Toaso, apakah kau mendengarkan pembicaraan kami
barusan?" tanya Go Tat pada Kim Popo, seraya ambil
tempat duduk didepan si nenek.
"Aku memang dengar pembicaraan kalian, habis mau
apa?" tanyanya ketus.
"kau kata kalau pergi ke Tong-hong-gay orang hanya
terima malu, apa artinya?" kata Kim Popo terkekeh-kekeh
ketawa. "Terang, orang kesana hanya untuk terima malu,
jangan harap dapat apa-apa dari sana," Kim Popo kata,
dengan masih ketawa ngekeh.
Go Ciat dan tiga Sandaranya pun pada bangkit berdiri
dan menghimpiri meja Kim Popo, di mana mereka duduk
mengurung si wanita buruk wajahnya.
"Toako, ia bilang apa barusan'.'" lanyu Go Tiat.
,,Aku masih mau menanya, biarkan ia ketawa puas
dulu." sahut Go Tat. rupanya ia lebih sabar dari kawan
kawannya dan ia juga tahu bahwa wanita didepannya ini
beradat aneh, bisa dilihat dari kelakuannya yang angin
anginan dan jawabannya yang ketus.
Sebentar lagi, kapan Kim Popo sudah tenang, Go Tat
menanya pula: "Toa so, apa kau suka jelaskan dengan
peikatanmu barusan itu?"
"Untuk apa aku menjelaskan, kalian coba pergi saja
kesana dan nanti tahu sendiri apa artinya perkataanku
orang kesana hanya untuk terima malu saja."
Go Tat masih dapat menekan perasaan, tidak
senangnya dengan jawaban Kim Popo, tapi si nomor lima
(Go Hiat) tidak tahan, ia mendelu melihat sikapnya si
nenek, la membentak: ,,Apa kau tidak tahu kau bicara
dengan siapa" Hm! Apa kepalamu memang sekeras ini?"
Kreekk! Kreekk! menyusul suara dari patahnya
pinggiran meja makan yang tebal.
Itulah Go Hiat yang unjuk tenaga Iwekangnya bikin
meja orang sempowak. "Hehe, permainan anak kecil kau unjukkan depan
Popo?" Kim Popo tertawa.
Krek! Krek! Krek! menyusul tiga kayi suara somplaknya
pinggiran meja, hingga Tong-teng Ngo-eng menjadi
melongo melihat kepandaiannya Kim Popo ada lebih
unggul dari sandaranya yang ke lima. Kalau Go Hiat
membuat dua kali pinggiran media somplak tidak rata,
sebaliknya Kim Popo rata dan sama patahan pinggiran
meja yang dipotesnya. maka tidak heran kalau Tongteng
Ngo eng menjadi heran. Go Hiat sebaliknya menjadi pucat mukanya.
"Masih ada lagi yang aneh?" Kim Popo menyindir pada
Go Hiat- Go Hiat mendelik matanya. Ia kumpulkan tenaga
dalamnya, diam-diam ia salurkan melalui meja dan
menyerang Kim Popo. Kim Popo tahu dirinya diserang, ia juga lantas
kerahkan Iwekangnya dan memukul balik tenaga
dalamnya Go Hiat. Terdengar suara menjerit, itulah Go Hiat yang
terpental dengan tiba-tiba dari duduknya. Ia duduk lagi
setelah sempo-yongan sebentaran.
Semakin kagumlah Tong-teng Ngo-eng terhadap
lwekang Kim Popo yang hebat.
Tamu-tamu yang lain tidak tahu duduknya perkara,
kecuali Tong-teng Ngo-eng dan Kim Popo, mereka
mengira bahwa Go Hiat tadi terpental dari duduknia
lantaran kesalahan berduduk. Mereka geli tertawa.
Sebaliknya Go Hiat makin pucat mukanya, saking
menahan amarahnya tak terlampiaskan.
"Toaso, aku . . ." kata Go Tat, bakal meneruskan
perkataanya, karena Kini Popo memotong, katanya:
"Jangan panggil aku Toaso, panggil saja Popo!"
Go Tat tertawa. Dalam hatinya geli, kenapa wanita
didepannya lebih suka dipanggil Popo (nenek) dari pada
Toaso, melihat umurnya hampir bersamaan dengannya"
Mengetahui bahwa Kim Popo kelihatan adatnya angin
anginan, Go Tat tidak banyak cingcong, ia memanggil
Popo. Katanya: "Popo, sukalah kau memberi tahukan
keadaan dilembah Tong hong gay, apakah kau pernah
kesana?" "Nah, ini baru aku senang, kau panggil Popo, rasanya
hubungan kita lebih akrab. . , Hehehe . . ." kata Kim
Popo, lucu lagaknya si nenek.
Go Tat dan kawan kawannya saling memandang.
Toako dari Tong teng Ngo-eng itu mengedipkan
matanya, seperti melarang untuk diantara mereka bicara
dengan Kim Popo dan kasikan ia sendiri yang berurusan.
Saudara sandaranya paham dengan kedipan sang
Toako, maka mereka pada membisu.
"Popo. coba ceritakan keadaan disana!" berkata Go
Tat dengan manis budi. Kim Popo menyengir. "Kau sebenarnya siapa?" tanya
Kim Popo, "Aku si orang she Go nama Tat. kepala rombongan
dari Tong- teng Ngo eng."
"Bagus! Kalian enak-enak di telaga Tongteng, untuk
apa pergi kelembah Tong-hongtay yang sangat
berbahaya itu?" "Itu ada urusan kami pribadi, ingin bertemu seseorang
disana." ..Aku tahu, kau tentu ingin ketemu dengan Hek-bin
Sin-tong." Go Tat melengak heran la menanya: "Dari mana Popo
tahu?" "I ulah tak usah kau kata juga sudah aku tahu dari
gerakan kalian. Kalian memasuki lembah Tong-hong gay
mau mencari si bocah sakti. Itu baik, kalau kalian
berhasil dengan maksud kalian, tapi aku kuatir kalian
kesana hanya untuk mencari malu saja. Si bocah dibantu
dengan dua budak liar itu tak dapat diatasi
kepandaiannya. Apalagi mereka dibantu oleh kawankawannya
yang berupa binatang goriila. kawanan
monyet kecil dan ... ah, aku jadi ngeri oleh itu binatang."
"Ngeri oleh binatang apa, Popo?" tanya Go Tat
kepingin tahu. "Oh. itu burung raksasa yang membikin aku setengah
mampus dipermainkan . . ."
Go Tat saling lihat dengan saudara-saudaranya.
"Toako dari Tong-teng Ngo-eng itu sangat pandai
mengorek rahasia, la sudah capat menyelami adatnya si
nenek, maka ia minta pelayan tambah arak wangi lagi. Ia
loloh Kim Popo dan benar saja si nenek dapat menutur
panjarg lebar pengalamannya dilembahTong hong gay.
Satu penuturan yang membikin mereka ragu ragu untuk
pergi kesana. Selagi Go Tat kasak kusuk dengan saudara
sandaranya. tiba tiba masuk tiga imam dari Ceng-shiapay.
Mereka kelihatan sangat jumawa lagak nya.
Duduk mereka tidak jauh dari Go Tat dan kawan


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kawannya termasuk Kim Popo.
Tidak heran kalau pembicaraan mereka yang agak
keras dapat didengar oleh Go Tat dan yang lain lainnya.
Go Tat dengar salah satu imam itu berkata: "Kita dari
Ceng-shia dengan Kian-san Sam sian ada hubungan baik,
sebab mereka juga ada bekas murid dari Ceng shia.
Meskipun ada beberapa perbuatannya yang tak dapat
dibenarkan, mereka adalah orang kita juga, maka kalau
kita mendengar kematiannya itu sangat mengerikan di
lembah Tong-hong-gay, apakah kita bisa tinggal diam"
Hm! Kita harus menuntut balas, aku tidak perduli bocah
itu ada sangat sakti atau tidak?"
"Suko, kau jangan terlalu menuruti napsu hatimu,"
terdengar kawannya meayelak
"Aku dengar Giam Pek cerita, mereka mati bukan
ditangannya si bocah sakti, tapi di-tangannya kawanan
gorilla piaraannya. Kita menuntut balas pada kawanan
gorilla sudah cukup, untuk apa kita bikin onar menantang
Hek-bin Sin-tong segala."
"Kau memangnya takut?" bentak sang Sufi o kasar.
"Aku bukannya takut, menurut kabar Hek-bin Sintong,
sangat hebat kepandaian-nya, aku sangsi kalau kita
bertiga bisa menempurya "
"Hm!" mendengar sang Suko, tapi ia tidak kata apaapa.
Go Tat mendengar itu semua percakapan. Ketika ia
hendak buka mulut bicara, terdengar Kim popo
menyindir; "Kalian hanya tiga gelintir, pergi kesana
hanya menjadi permainannya kawanan gorilla saja. Apa
sih kebecusan kalian, berani ke Tong-hong-gay?"
Tiga imam Ceng shia-pay itu bernama Tong Leng,
Tong Seng, dan Tong Keng. Mereka mencilak matanya
mendengar jengekan Kim Popo.
"Perempuan wajah buruk, kau mengomel?" bentak
Tong Leng bengis. "Aku mengomeli kalian yang tidak tahu diri!" jawab
Kim Popo kontan. "Kau berani menghina pada orang Ceug-shia-pay?"
bentak Tong Leng. "Jangan lagi macam Ceng shia meskipun Bu tong aku
berani maki kalau hatiku tidak senang dengan
kelakuannya orang yang membikin sebal hatiku!"
"Kau berani omong besar" Apa sih kepandaianmu?"
menyelak Tong Keng. "Tak usah kalian ke Tong hong-gay, dengan nenekmu
saja di sini bertempur, tanggung kalian tidak punya jalan
buat lari menyembanyikan ekormu!"
Panas hatinya Tong Leng. Ia melupakan makanan
yang sudah dipesan, lantas saja ia melompat keluar dan
menantang Kim Popo untuk bergebrak diluar rumah
makan. "Apa kau kira nenekmu takut" Hm" menggerang Kim
Popo, tubuhnya menyusul mencelat keluar enteng sekali
gerakannya. Go Tat dan saudara-sandaranya menyusul keluar
hendak mengamati. Disana Kim Popo sudah bergebrak dengan Teng Leng.
Hebat pedangnya Teng Leng menyerang lawannya. tapi
lebih hebat tongkatnya Kim Popo seperti yang menarinari
diatas kepalanya lawan. Kagum Go Tat dan kawan
kawan melihat kepandaiannya Kim Popo.
Kim Popo gesit sekali, sebentar saja ia dapat
mendesak lawannya dan kewalahan.
Melihat saudara tuanya didesak musuh, Tong Seng
dan Tong Keng tak dapat tinggal peluk tangan. Mereka
dengan serentak menyerbu dan mengeroyok Kim Popo.
Go Tat melihat itu tidak senang, ia sudah mau
anjurkan saudara-saudaranya turut nyerbu berdiri
dipihaknya si nenek, akan tetapi batal, karena ia ingin
lihat dulu bagaimana perlawanannya si nenek di keroyok
tiga orang. Untuk keterkejutannya, Go Tat melihat tiga lawannya
tidak dapat menyulitkan si nenek, yang mainkan
tongkatnya dengan tenang saja.
"Awas!" tiba tiba si nenek berseru lantas disusul
dengan suara 'trang' trang! tiang!' tiga kali, menyusul
pedangnya Tong Leng dan dua saudaranya pada terbang
dibentur oleh tongkatnya Kim Popo yang berat.
Tiga imam itu kuncup nyalinya melihat kelihayan
musuh. Dengan tangan masih kesemutan mereka memungut
kembali pedangnya masing-masing.
"Masih mau bertempur?" mengejek Kim Popo, ketika
melihat lawannya sudah pada memegangi senjatanya
pula. Tong Leng hanya gergetan dalam hati, tapi tidak
berani banyak omong. Ia nge-loyor diikuti oleh dua
saudaranya. Mereka tidak jadi makan, sebab tidak masuk
pula kedalam rumah makan, banya jalan melewati pintu
rumah makan itu untuk pergi kelahi rumah makan
rupanya. Go Tat ingin cari keterangan tentang Tong Leng dan
kawan-kawan, maka seketika itu ia suruh adiknya yang
ketiga, ialah Go Hiap, untuk membereskan rekening
makanan, sedang ia sendiri diikuti oleh tiga saudaranya
menyusul Tong Leng dan dua saudaranya yang benar
saja telah mencari rumah makan lain.
Sementara itu Kim Popo tidak lama sudah masuk
kembali. Ketika ia mau tanya rekening makanan, ditolak
oleh kasir, karena harga makanan dari Kim Popo sudah
dibayari oleh Go Kiap. Kim Popo ketawa urung
mendengar uang makannya dibayari orang. la hanya
mengasih persen kepada jongos yang melayaninya tadi.
setelah mana ia juga ngeloyor pergi meninggalkan rumah
makan itu. Mari kita melihat Go Tat yang menyusul Toug Leng
dan kawan kawan. Ia dan saudara-saudaranya duduk tidak jauh dari
mereka, memesan makanan tidak banyak, sebab barusan
mereka sudah manangsel perutnya
"Nenek wajah buruk itu benar benat hebat, kita
bertiga tak dapat menang," memuji Tong Keng, ketika
mereka mulai menyicipi makananyang sudah disiapkan
oleh pelayan. "Memang tinggi kepandaiannya, tapi tunggu, asal aku
sudah dapat beberapa tipu seranganyang baru dari
Susiok, dan kita cari ia untuk menentukan siapa unggul!'
sahut Tong Leng, yang masih penasaran kepada Kim
Popo. Selagi mereka membicarakan Kim Popo, Go Tat
gunakan kesempatan itu untuk menimbrung. Ia datang
ke mejanya Tong Lerg dan kawan-kawan, dimana ia
duduk memperkenalkan diri nya, hingga Tong Leng dan
kawan kawan menjadi kaget.
Mereka memang sudah mendengar tentang Tong-teng
Ngo eng, tapi belum pernah ketemu muka orangnya,
sekarang mereka dapat kesempatan berkenalan, terang
mereka sangat senang hatinya dan mengundang juga
saudara-saudaranya Go Tat untuk duduk bersama sama
satu meja mencicipi hidangan.
Sebentar lagi mereka sudah berkumpul.
Go Tat sangat pandai mengambil hati, dalam
pembicaraannya itu tentu saja ia berpihak pada Tong
Leng dan kawan kawan, dan ajak menjeleki Kim Popo
yang adatnya aneh. Mereka senang Go Tat dan kawan-kawan berpihak
pada mereka. Omong-omong tentang lembah Tong-hong-gay. Go
Tat dapat keterangan lebih jelas. perihal kebinasaannya
Kian-san Sam-sian dan dua orang dari Hok pak Sam
niauw yang telah pergi kesana. Diam diam Go Tat
membenarkan perihal berbahayanya orang yang pergi
menyatroni lembah Tong-hong-gay. Ia menanya: ,.Tong
Leng Toriang bagaimana pikir tentang lembah berbahaya
itu, apakah juga mau paksa menyatroni kesana?"
Tong Leng Tojin tak menjawab, hanya matanya
mengawasi kepada Go Tat. Setelah sejenak berlalu, Tong Leng balik menanya:
"Go-heng sendiri bagaimana?"
"Kami mau kesana, apapun yang akan terjadi dengan
kami," sahut Go Tat.
"Bagaimana kalau kami turut meramaikan?" tanya
Tong Leng Tojin. "Bagus, itulah harapan yang aku ingini. Kalau Totiang
bersedia untuk jalan sama-sama kita kesana itu ada lebih
baik, kita banyak kawan ada lebih baik. Disana kita dapat
membagi tenaga, manakala menghadapi lawan banyak."
Senang hatinya Tong Leng Tojin, ma-tanya mengedip
pada dua kawan nya. Go Tat sebenarnya keberatan dengan turut nya tiga
imam itu, sebab akan menjadi berabe manakala It-ginkeng
dapat dimiliki, ketiga imam itu mana mau mengerti"
Tapi, melihat kepandaiannya barusan mereka tidak
seberapa, Go Tat ada mempunyai rencan tertentu, ialah
ia bawa tiga imam itu kesana untuk bantu melawan Hekbin
Sin-tong, kalau sampai berhasil mendapatkan Kitab
Mujijad ia dengan empat saudaranya akan membunuh
tiga imam ini manakala mereka mencari musuh.
Sementara Teng Leng dilain pihakk juga mencari
keuntungan pergi nya mereka kesana, mereka mau
mengandalkan bantuan dari Tong teng Ngo eng,
manakala mereka berhasil mendapatkan It sin keng akan
membunuh satu persatu lima jagoan dari telaga Tongleng
itu. Jadi masing masing telah mempunyai rencana sendirisendiri,
namun tertutup, masing masing tidak
mengakuinya. Dasar orang jahat, selalu rakus dan ingin
memiliki sesuatu untuk sendiri saja.
Demikian mereka telah jalan sama-sama.
-oo0dw0oo- JILID 7 BAB-19 TIAP KALI ketemu kawan-kawan di-perjalanan mereka
tidak mengaku hendak kelembah Tong-hong gay, mereka
membohong, katanya dalam perjalanan untuk pesiar
saja. Masing-masing melamunkan Kitab Mujijad dapat
dimilikinya. Seperti dikatakan disebelah atas, pinggiran pinggiran
sebelah depan lembah sudah banyak petani yang
bercocok tanam. Go Tat dan kawan-kawan telah mencari
keterangan dari mereka tentang tempatnya Hek-bin Sintong,
namun mereka tidak ada yang tahu.
Mereka mengira orang tidak mau memberi tahu, tapi
sebenarnya mereka memang tidak tahu kalau
dipedalaman lembah ada penghuninya. seorang bocah
luar biasa kepandaiannya.
Go Tat dan kawan-kawannya meneruskan perjalanan
masuk kepedalaman. Memasuki lembah Tong-hong-gay sebenarnya ada
sangat menyenangkan, banyak pemandangan yang
dapat dilihat. Burung-burung ramai berkicau, kawanan
monyet banyak sekali dari satu cabang kelain cabang
berlompatan. Kawanan monyet itu sangatlah jail, sebab saban-saban
mereka telah ditimpuki oleh bebuahan dari sebelah atas.
Datangnya timpukan ada sangat santer, kurang cepat
berkelit pasti akan menjadi korban dan kepala benjut.
Demikian telah terjadi dengan Go Hiat yang
meremehkan timpukan sang kawanan kera, ia kena
timpukan jitu belakang kepalanya dan kontan tambah
daging. Bukan main marahnya Go Hiat, ia mengambil batu dan
balas menimpuknya. Barangkali lebih baik Go Hiat tidak balas menimpuk,
sebab lantaran ia menimpuk, membuat kawanan kera itu
menjadi murka dan buah-buahan pating seliwaran
ditimpukkan dengan gencar sekali, hingga Go Hiat dan
kawan-kawan kewalahan dan pada lari kelapangan
terbuka. Sedang enak-enak mereka jalan, tiba-tiba mendengar
suara meringkik tajam, itulah suara si Burung Rajawali
yang mendatangi. Mereka sedang melihat datangnya
burung raksasa itu. Tidak lari, mereka menanti
sampainya si Rajawali Emas yang luar biasa besarnya.
Dari kejauhan mereka lihat diatas punggungnya si
Rajawali seperti ada dua orang yang menungganginya.
"Mereka mengira itulah Hek-bin Sin-tong, maka
dengan hati berdebaran mereka menanti tibanya si
burung Rajawali. Masing-masing siap dengan senjata
rahasianya masing masing, untuk digunakan dimana
perlu apabila nanti berhadapan dengan Hek bin Sin tong.
Baru saja mereka siap, serangkum angin menyambar
keras dan membuat mereka terpelanting beberapa meter
jauhnya dari tempat berdirinya tadi. Itulah kebasan
sayap si burung raksasa. Dengan susah payah mereka
bangun lagi, belum juga membereskan pakaiannya yang
kusut, kembali angin keras menyambar tiba dan lagi-lagi
mereka terlempar dan bergulingan diatas rumput
beberapa meter jauhnya. Kiranya si Rajawali yang sudah lewat telah balik lagi
dan mengebaskan sayapnya, mempermainkan Go Tat
dan kawan-kawan. Bukan main marah mereka
dipermainkan si burung raksasa.
Tiba tiba mereka mendengar suara cekikikan, itulah
suara ketawanya Bwee Hiang dan Eng Lian diatas
punggung si burung raksasa. Mereka mentertawakan Go
Tat dan kawan-kawan yang bergulingan disambar angin
kebasan sayapnya si Rajawali Emas.
Tampak burung raksasa itu belum mau pergi dan
masih melayang-layang diatas kepala mereka, hingga Go


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tat dan kawan-kawan menjadi jerih. Lama mereka tidak
berani bangun, karena khawatir dikebas oleh sayap si
Rajawali Emas, sambil mencari akal kemana mereka
harus berlindung untuk menghindarkan serangan si
burung raksasa. Tidak jauh, disebelah kanan mereka, ada terbentang
jalanan yang banyak pepohonan bercabang. Mereka
pikir, dengan lari kesana, pasti si burung raksasa tak
dapat menyusulnya karena sayapnya terhalang oleh
banyak cabang pohon. Setelah mendapat pikiran itu, Go Tat mengajak
kawan-kawannya kesana. Benar saja Kim-tiauw tak berdaya menghadapi
pepohonan yang banyak cabangnya.
Go Tat memperhatikan si burung raksasa menukik
turun dengan cepat sekali. Tahu-tahu ia sudah
mendekam ditanah, untuk menurunkan muatannya, ialah
dua dara jelita. Bwee Hiang dan Eng Lian turun dari punggungnya si
Rajawali dengan gayanya yang lemah lunglai sambil
cekikikan ketawa. "Sungguh cantik dua dara itu...." terdengar Tong Leng
Tojin memuji. Tong Leng Tojin memang ada imam yang tidak teguh
imannya dan suka main perempuan.
Melihat wajahnya Bwee Hiang dan Eng Lian sangat
cantik, tentu saja ia tak dapat menutup mulut untuk tidak
mengeluarkan pujiannya. Diam-diam yang lain juga memuji kecantikannya dua
dara itu. Mereka tidak berani keluar, melihat si Rajawali
mendekam dengan kerennya.
Tong Leng Tojin girang melihat Bwee Hiang dan Eng
Lian jalan mendatangi. "Nona nona, selamat ketemu!" ia menyapa, keiika dua
dara itu sudah datang dekat.
"Hidung kerbau kau mau apn datang kemari?" Eng
Lian menanya. Hidung kerbau, adalah perkataan olok-olok untuk
imam ( tosu ). Tong Leng Tojin tidak senang diolok-olok oleh Eag
Lian dengan kata kata hidung kerbau.
"Nona, kau menghiba dengan mengucapkan kata-kata
itu!" tegurnya pada si dara.
"Memangnya kau mau apa?" sahut Eng Lian berani.
"Kau anak perempuan kecil tidak tahu urusan, lekas
kau pangggil Hek-bin Sin-tong datang kemari untuk
bertemu dengan Toaya!" Tong Leng Tojin kata dengan
sombong. "Hek bin Sin tong?" Eng Lian mengulangi. "Aku tidak
kenal dengan Hek-bin Sin-tong."
"Hahaha..." tertawa Tong Leng Tojin. "jangan
bergurau, lekas panggil ia untuk ketemu Toaya, nona
kecil. Kau manis be.., Aduhh...!"
Itulah Bwee Hiang yang menyentilkan sepotong
ranting kecil menghajar mulutnya si imam yang ngacobelo.
Eng Lian melihat encinya menghajar si imam telah
ketawa cekikikan, sedang Tong Leng Tojin yang tak
dapat meneruskan bicara meringis-ringis memegangi
mulutnya yang kesakitan. "Kau main gila sama Toaya!" bentak Tong Leng Tojin
sengit. "Totiang, harap sabar dahulu, aku mau bicara,"
menyelak Go Tat, yang lain maju mendekati Bwee Hiang
yang baru saja berhenti ketawa.
"Maaf nona," kata Go Tat ramah. "Memang
kedatangan kami adalah urusan dengan Hek-bin Sintong,
maka tolonglah nona beritahukan dimana kami
dapat menemuinya?" "Ada urusan apa kau hendak menemui Hek-bin Sintong?"
balik menanya Bwee Hiang.
"Kami ada urusan pribadi dengannya," sahut Go Tat.
"Kalian ini siapa?" menyelak Eng Lian.
"Kami berlima ada Tong-teng Ngo-eng, sedang ini tiga
Totiang ada dari ceng-shia-pay."
"Wah, di telaga Tongteng tentu banyak pemandangan
yang indah indah," nyeletuk Eng Lian bersenyum manis,
matanya melirik pada Bwee Hiang.
"Sudah tentu," sahut Go Tat. "Kalau urusan kami
dengan Hek-bin Sin-tong disini sudah selesai. dengan
hormat kami undang nona nona jalan-jalan kesana untuk
melihat-lihat pemandangan indah-indah. Sekarang, harap
nona tolong kasi tahu dimana kami dapat bertemu
dengan Hek bin Sin-tong?"
"enci Hiang, kasi tahu sudah..." Eng Lian kata pada
Bwee Hiang. Bwee Hiang anggukkan kepala. Ia berkata: "Kalau kau
jalan terus dari sini, setelah menemukan dua tikungan.
ketemu tikungan yang ketiga kau boleh membelok ke
kiri, disanalah ada Hek-bin Sin-tong."
"Terima kasih, nona." kata Go Tat, seraya angkat
tangannya bersoja. Bwee Hiang membalas sebagaimana mestinya.
Go Tat adak kawan kawannya berlalu. Belum berapa
langkah, Tong Leng yang dari tadi merengut wajahnya
dan mengomel, berkata pada Go Fat. "Go-heng, kita
disini masih asing, apa tidak lebih baik minta dua nona
itu mengantarkan kita?"
Go Tat anggap pikiran itu baik. maka ia pun memutar
tubuhnya dan balik lagi kepada Bwee Hiang, yang masih
berdiri belum berlalu. Ia berkata dengan hormat:
"Nona, kalau kau tidak keberatan, apakah suka
mengantarkan kami kesana?"
"Kau dengan kawan-kawan bukan anak kecil. takut
apa" Kenapa mesti diantar segala?" kata Eng Lian,
wajahnya yang cantik mengulum senyuman.
"Bukan demikian, nona," sahut Go Tat, yang tetap
sabar. "Kami adalah orang-orang dari luar, asing dengan
keadaan jalanan disini, maka ada baik sekali kalau ada
pengantarnya, agar lebih mudah menemukan orang yang
dicari." "Mari kita antar mereka, adik Lian!" mengajak Bwee
Hiang. seraya kakinya bergerak jalan, diikuti oleh Eng
Lian. Senang Go Tat melihat dua dara itu suka
mengantarkan mereka. Tone Leng Tojin ketawa disana. Ia bukan lantaran
kepingin diantar, maksnd sebenarnya adalah ia tidak mau
berpisahan dengan dua dara jelita itu, yang menarik
hatinya. Pikirnya, kalau ia bisa dapat salah satu saja
untuk dijadikan permainannya, ia rela umurnya dikurangi
sepuluh tahun! Dalam perjalanan untuk menemui Hek-bin Sin-tong-.
Tong Leng Tojin banyak buka suara besar dan memuji
dirinya sendiri yang berilmu silat tinggi dan banyak orang
yang mengagumi, malah diantaranya banyak pendekarpendekar
wanita memuji dirinya. Eng Lian dan Bwee Hiang saling pandang mendengar
nyerocosnya si imam memuji dirinya sendiri, diam diam
mereka merasa sebal disamping merasa geli ingin ketawa
nampak lagaknya si imam yang sok aksi.
Tidak lama, mereka sudah sampai di-tempat tujuan.
"Paman," kata Bwee Hiang pada Go Tat. "Sekarang
sudah sampai ditempat tujuan, maka silahkan kalian
jalan terus. Disana nanti ketemu dengan sebuah gubuk,
dalam gubuk itulah Hek-bin Sin-tong. sedang
beristirahat." Go Tat kegirangan. Sambil manggut-manggut ia
mengucapkan terima kasih, kemudian ajak kawankawannya
meneruskan perjalanan. Tong Leng Tojin
ketinggalan dibelakang, karena ia masih berat untuk
berpisahan dengan dua dara cantik itu.
"Kenapa kau tidak ikut kawan-kawanmu?" tegur Eng
Lian ketawa. "Aku masih berat untuk berpisahan dengan kalian,"
jawab Tong Leng juga ketawa.
Bwee Hiang kerutkan alisnya. Pikirnya: "Imam busuk,
kau benar benar tidak tahu diri. Sudah kuberi sedikit
hajaran masih belum kapok!"
Tong Leng nampak Bwee Hiang kerutkan alisnya
menduga bahwa si nona juga merasa berat berpisahan
dengannya, imam muda cakap yang berkepandaian
tinggi, maka ia semakin berani. Ia berkata pula. "Nonaiiona.
kalian tinggal dalam lembah snnyi ini. paling baik
kalau kalian ikut aku saja dan tinggal dikota untuk
bersenang-senang.." "Enci Hiang. mulutnya imam bau ini kurang ajar
benar!" kata Eng Lian.
"Adik Lian, kau selot mulutnya," sahut Bwee Hiang.
Eng Lian ketawa mendengar encinya menganjurkan ia
menghajar si imam. Ia membentak: "Imam bau. kau
berani kurang ajar pada nonamu" Hm! Ini kau rasakan !"
Seiring dengan kata katanya tubuhnya Eng Lian
berkelebat dan tahu tahu plak! plok! kontan Tong Leng
Tojin terhuyung-huyung dan jatuh mendeprok.
merasakan kesakitan ditampar oleh Eng Lian. Ia heran
tamparan demikian keras mulutnya tidak borboran darah.
tapi untuk kekagetannya ia rasakan tubuhnya tidak
bertenaga dan sukar bangun seperti kena ditotok.
Mukanya jadi picat dan ketakutan.
barusan Eng Lian telah gunakan salah satu jurus dari
Lamhay-ciang-hoat (ilmu pukulan dari Lautan Kidul).
yang dinamai 'Lam-hay liu-sui' atau 'Air mengalir dari
Laut Kidul' yang dulu ia pernah gunakan terhadap Lie
Kiang. Dua kali tamparan itu keras sekali. tapi gigi tidak copot
dan mengeluarkan darah mulutnya, sebaliknya, tubuh
tidak bertenaga seperti yang tertotok. gerak tipu 'Lamhay
liu-sui' demikian liehay ciptaannya Lamhay Mo Lie,
ibunya Kwee In. Bwee Hiang dan Eng Lian mentertawakan Tong Leng
Toojin yang tidak berkutik duduk ditanah, Eng Lian
menggodai: "Mana kepandaianmu yang barusan kau
banggakan" Hm! Hanya punya sedikit kepandaian untuk
mengusir anjing saja sudah lantas tepuk dada sebagai
Taihiap. Untung aku masih mau mengampuni, kalau
tidak, sekarang kau sudah mampus, imam bau!"
Tong Leng Tojin malu bukan main. Ia masih tebalkan
muka berkata: "Kali ini aku kalah, tapi masih ada lain
waktu kita bersua kembali, nona kecil. Aku mulai Iihat,
apa pada waktu itu kau masih banyak lagak terhadap
aku..." Bwee Hiang dan Eng Lian ketawa terkekeh kekeh.
"Imam bau," kata Bwee Hiang: "jangan kau mengimpi
ketemu adikku lain kali, sekarang saja kau masih belum
tentu dapat keluar dari lembah!"
Tong Leng Tojin terkejut. Tapi ia tidak mau unjuk
kelemahan, ia menyahut: "Nona manis, kau juga nanti
aku tangkap hidup-hidup untuk melampiaskan
penasaranku?" "Imam tidak tahu diri!" bentak Bwee Hiang marah,
menyusul kakinya bergerak menendang, hingga tubuh si
imam mencelat keatas dan terbanting jatuh lagi kira-kira
dua tombak jauhnya dari tempat ia duduk mendeprok.
Terang tendangan Bwee Hiang keras, sebab si imam
tampak tak sadarkan diri.
"Adik Lian, mari kita pergi!" mengajak Bwee Hiang,
setelah melampiaskan marahnya kepada imam yang
mulutnya kotor itu. Eng Lian ketawa cekikikan nampak encinya marah,
tapi segera ia mengikuti dibelakang Bwee Hiang berlalu
dari situ. Hek-bin Sin-tong... Mengikuti petunjuk Bwee Hiang, benar saja Go Tat
dan kawan-kawannya menemukan sebuah gubuk dalam
rimba kecil. Girang mereka melihat Bwee Hiang tidak
mendustai mereka. Dengan pikiran tegang perlahanlahan
mereka menghampiri gubuk tersebut, yang
besarnya lumayan juga dapat dimasuki beberapa orang.
"Mana Tong Leng Totiang?" tanya Go Tat pada Teng
Seng. "Sebentar lagi ia akan menyusul," sahut Tong Seng,
yang tahu bahwa kakak seperguruannya itu paling gemar
pipi licin dan tentu ketinggalan, lagi pasang omong
dengan dua jelita tadi. Go Tat tidak mengacuhkan ketidak hadiran Tong Leng,
ia terus saja mengajak kawan-kawannya mendekati
gubuk tadi. Perlahan-lahan ia mengetuk pintunya.
"Hek-bin Sin-tong, kami Tong-teng Ngo-eng dan
kawan-kawan dari ceng shia datang berkunjung, harap
kau terima dengan baik...!" berkata Go Tat.
Tapi tidak ada reaksi dari sebelah dalam.
Lama ditunggu masih juga belum kedengaran apaapa.
Go Tat ulangi perkataannya tadi. Setelah beberapa
saat ditunggu tidak ada reaksi apa-apa, Go Hiat yang
berangasan telah menyeletuk: "Toako, untuk apa pakai
seji-seji, dobrak saja pintunya dan kita semua masuk,
kita lihat apa ia bisa bikin terhadap kita beramai!"
"Itu baik pikiran baik!" Tong Keng menyetujui.
Adatnya Go Hiat dan Tong Keng memang hampir
sama, tidak sabatan dan berangasan.
Go Tat yang pikirannya panjang. tidak mau
sembarangan merusak rumah orang. ia masih mau
menunggu setelah untuk ketiga kalinya ia ulangi
perkataannya. Setelah mana, Go Tat juga tidak punya pilihan lain dari
pada dengan paksa membuka pintu itu. Tapi pintu
seperti dipalang dari sebelah dalam, hingga agak sukar
mereka membukanya. "Hek-bin Sin-tong, pengecut, kau tidak berani keluar"


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bentak Go Hiat, menyusul gempuran keras pada pintu
gubuk. Ia sendiri barangkali tidak berhasil menggempur
pintu gubuk, tapi oleh karena dibantu oleh kawankawannya,
maka pintu itu dapat dibuka dengan paksa.
Mereka pada menerobos masuk kedalam.
Tapi, aduh..., mak..., hampir mereka berlompatan
keluar lagi kalau tidak merasa sudah keterlanjur masuk,
Kiranya mereka disambut oleh tiga gorilla, bukannya Hek
bin Sin-tong seperti dikatakan Bwee Hiang.
Go Liat, Go Hiat, dan Tong Keng yang nyalinya kecil,
menggigil berhadapan dengan tiga gorilla yang
dengarkan suara har! hor! yang menyeramkan dan bikin
mengkirik bulu tengkuk melihat giginya ketika
menyeringai besar-besar seperti bercaling.
"Kurang ajar budak liar itu telah menipu kua!" berkata
Go Liat, yang jadi panas hatinya telah kena ketipu oleh
Bwee Hiang. Go Tat tidak bisa kata apa-apa, hanya ia siapkan
senjata pedangnya. Melihat Go Tat mencabut pedang, Siauw-hek
menubruk dan merampas dengan seenaknya saja dan
pedang itu kontan di-patahkan.
Kaget Go Tat melihat gorilla bisa silat.
juga Tong Seng dan Go Kiat pedangnya sudah kena
dirampas dan dipatahkan oleh Toa-hek dan ji-hek. Buas
tampaknya suami isteri gorilla ini, sebab mereka bukan
hanya mematahkan senjata orang saja, tapi sudah
menyerang dengan kedua tangannya yang kasar pada
Tong Seng dan Go Kiat. Dalam gugup Go Kiat tak dapat mengelakkan diri,
tangannya kena dipegang oleh ji hek. Ngek! ia dibanting
keras dan pingsanlah orang ketiga dari Tong-teng Ngoeng.
Tong Seng berontak-rontak dipegang lengannya oleh
Toa-hek, belum tahu apa apa, ia rasakan tangannya
berbunyi keretakan, itulah tulang tulang lengannya yang
patah diremas oleh Toa-hek yang tangannya sangat
kuat. Tong Seng jatuh pingsan.
Tong Keng sampai terkencing kencing bersama Go
Hiat nampak keganasannya kawanan gorila itu. Mereka
hendak angkat kaki lari keluar tidak bisa, karena kakinya
mendadak menjadi lemas. Tidak demikian dengan Go Tat
dan Go ciat, mereka masih dapat lompat keluar, cuma
saja sebelum lari jauh sudah kena dicandak dan
badannya Go Tat diangkat tinggi-tinggi oleh Toa-hek,
kemudian dibanting. Sekali bersuara ,ngek! napasnya
dirasakan macet dan ia pingsan.
Dilain pihak Go ciat juga mengalami nasib serupa dari
Siauw-hek, malah ia lebih menyedihkan. Setelah dipuntir
dulu tangan kanannya sampai patah, baru badannya
diangkat dan dibanting keras, kontan napasnya juga
berhenti! Kasihan. gara-gara mau serakahi Kitab Mnjijad,
Go ciat harus mengalami kematian konyol dalam lembah
Tong-hong-gay. Tampak Siauw-hek masuk lagi kedalam
gubuk dan menyeret Tong Keng keluar.
Setelah perdengarkan suara har ! hor ! seperti
membentak-bentak, Siauw hek menggempur dada Tong
Keng dengan tinjunya, kontan seketika itu si imam roboh
memuntahkan darah segar. Siauw-hek diliat korbannya
nasih belum mati. ia lantas mengangkat tubuh Tong
Keng tinggi-tinggi, lalu dibanting keras. Ngek! dan
jiwanya Tong Keng melayang.
Paling belakang tampak ji-hek keluar dengan
menenteng Go Hiat. Go Hiat ketakutan setengah mati, ia menjerit-jerit
minta tolong. Ia mau minta tolong kepada siapa"
Nasibnya tentu tidak lebih beruntung dari kawankawannya
yang lain. Dengan perdengarkan suaranya yang aneh, ji-hek
mengangkat tubuhnya Go Hiat dan hendak dibantingnya,
hingga Go Hiat semangatnya sudah terbang lebih dahulu.
Pada saat itulah... Tiba-tiba ji-hek menjerit dan roboh terkulai, hingga
membikin Siauw hek dan Toa-hek sangat kaget. Mereka
perdengarkan suara cecowetan dan datang memeriksa ji
hek yang matanya mendelik dati mulutnya berbusa.
Toa-hek dan Siauw hek menjadi kebingungan.
Tiba-tiba Toa hek menjerit dan ia juga jatuh
tersungkur, keadaannya tidak berbeda seperti isterinya
tadi, matanya mendelik dan mulutnya berbusa.
Siauw hek berkaok-Kaok minta tolong. Tring! Tring!
terdengar suara terbawa oleh angin pegunungan.
Tampak jatuh dua buah senjata rahasia yang berupa
bor. "Manusia hina, kau berani ganggu kawanku!"
menyusul terdengar bentakan empuk.
Itulah suaranya Bwee Hiang.
Kiranya ji hek dan toa hek telah dibokong orang
dengan senjata rahasia bor beracun. Dan Siauw-hek juga
hampir menjadi korbannya, kalau tidak keburu Bwee
Hiang dan Eng Lian sampai.
Bwee Hiang awas matanya. Begitu mendengar jeritan
Toa hek ia lantas pasang mata dan melihat ada sesosok
bayangan yang sembunyi digerombolan alang-alang.
Orang itu ketika menerbangkan pula senjata
rahasianya, Bwee Hiang sudah siap dengan batu kecil
untuk memukul jatuh. Demikian telah terdengar suara
tring! tring' saling susul, itulah suara benturan senjata
rahasia bor yang dipukul jatuh oleh batu kerikil yang
disentilkan Bwee Hiang. ternyata jago betina kita sudah pandai caranya
menyentilkan batu kerikil, buktinya ia dapat membikin
jatuh senjata rahasia orang itu yang telah menerbangkan
senjata gelapnya dengan diberikutkan tenaga dalam.
Orang itu keluar dari gerombolan tatkala mendengar
bentakan Bwee Hiang. Eng Lian sementara itu telah memburu kepada Toahek
dan ji hek yang memerlukan pertolongan. cepatcepat
ia keluarkan pil mujarab dari sakunya ke-mulut dua
gorilla korban bor beracun itu tadi.
Eng Lian agak bingung juga kelihatannya. Matanya
celingukan dan mengharap munculnya Kwee In untuk
menolong dua gorillanya. Dilain pihak ia lihat enci
Hiangnya sudah berhadapan dengan si pembokong,
seorang kakek dari usia enam-puluh lebih, tapi gesit dan
kuat, badannya agak gemuk-gemukan.
Ia ternyata tiada lain adalah Hwe liong coan-in, si
Naga Api Menembus Mega. Si Naga Api Gan Lok seperti dikatakan diatas, ia jalan
berpisah dengan lima muridnya memasuki lembah Tonghong-
gay. Ia datang agak terlambat, sampai empat
muridnya kena dipersulit oleh kawanan gorilla. Ketika ia
melihat murid bontot-nya, Go Hiat ditenteng keluar oleh
ji-hek. Ia sangat kasihan murid bontotnya berkaok-kaok
minta tolong, hatinya terkesiap tatkala menyaksikan jihek
mengangkat tubuhnya Go Hiat dan hendak
dibanting. Pada saat itulah ia menimpuk dsngan senjata
rahasia bornya, hingga ji hek roboh setelah
mengeluarkan jeritan. Melihat murid muridnya telah menjadi korban dari
kawanan gorilla itu, hatinya Gan Lok menjadi gusar,
maka setelah ia menghajar ji hek, bornya lalu meminta
korhan Toa hek. Syukur, ketika ia hendak mengambil
korban Siauw-hek perbuatannya keburu ketahuan oleh
Bwee Hiang yang telah memukul jatuh bornya.
Sungguh terkejut si Naga Api nampak senjata
rahasianya dapat dipukul jatuh oleh si jelita. maka ketika
ia berhadapan dengan Bwee Hiang ia telah berkata:
"Nona, hebat kepandaianmu! Sayang nona secantik kau
keluyuran dilembah yang sunyi ini."
"Aku keluyuran dilembah sunyi, ada hubungan apakah
dengan kau ?" bentak Bwee Hiang.
Si Naga Api ketawa menyeringai, tampak tegas banyak
cacat pada wajahnya, bekas senjata tajam mampir
rupanya. Matanya yang tajam berwibawa membuat nona kita
agak terkejut, karena orang ini Iweekangnya sangat
hebat. "Hubungan mnla-muia memang tidak ada," sahut si
Naga Api. "Tapi, mulai hari ini kita ada hubungan. nona
manis. Hahaha...!" Bwee Hiang gusar melihat orang ketawa dan sikapnya
kurang ajar. "Siapa kau?" tanya Bwee Hiang, ia menekan
kegusarannya. "Aku adalah Hwe-liong coan-in dari telaga Tongteng,"
sahut si Naga Api. Terkejut hatinya si nona. Ia pernah dengar ayahnya
(Liu Wangwee) dulu cerita. bahwa di telaga Tangteng
ada seorang bajak laut bernama Gin Lok bergelar Hwee
liong coun-in, disamping tersohor keganasannya juga
tersohor kelakuannya yang gemar paras elok. Kalau satu
waktu Bwee Hiang berhadapan dengan bajak laut itu, ia
harus hati hati jangan sampai ke ia ditangkap, sekali
jatuh dibawah pengaruhnya ludaslah pengharapan untuk
menjadi nyonya rumah yang baik, sebab bajak laut itu
akan mempermainkan korbannya sesuka hatinya sampai
sang korban kewalahan dan habis tenaganya.
Mengingat akan cerita sang ayah, Bwee Hiang jadi
keder juga menghadapi bajak laut yang sekarang berdiri
didepannya. Meskipun demikian, ia percaya akan
kepandaiannya sendiri ajaran adik kecilnya. Diam-diam ia
berdoa supaya buru buru muncul Kwee In, yang akan
melindungi dirinya dari keganasannya si bajak laut
Melihat Bwee Hiang seperti tak takut mendengar
namanya, Gin Lok si Naga Api ketawa menyeringai, ia
berkata: "Nona, aku tadi kata, mula mula kita tidak ada
hubungan, tapi sekarang ada, lantaran mulai hari ini kau
menjadi orangku..." "Tutup mulutmu yang kotor!" bentak Bwee Hiang.
"Adub galak betul..." si Naga Api ngeledek. "Kau tidak
akan segalak ini, kalau nanti sudah rasakan main-main
dengan si Naga Api. Hahaha..."
Bwee Hiang merah selebar mukanya mendengar
perkataan-perkataan tidak genah dari Gan Lok.
Untuk tidak mendengar ucapan-ucapan yang tidak
enak untuk telinganya lebih jauh, si nona sudah cabut
pedangnya dan menyerang si Naga Api.
Gan Lok juga mencabut goloknya dan menangkis.
"Kau mau main-main" Bagus, kau lihat kepandaian
bakal pacarmu!" Gan Lok menggodai.
Wajah Bwee Hiang cemberut penuh kebencian. ingin
ia sekali tusuk dengan pedangnya si Naga Api dadanya
tembus dan mampus seketika, cuma keinginannya sukar
dilaksanakan, Gan Lok lebih kuat Iwekang-nya dari si
nona. Pertempuran memang hebat, Bwee Hiang telah
keluarkan seluruh kepandaiannya. Ia sangat gesit dan
lincah, berputaran ia bagai bayangan diseputar dirinya
Gan Lok. Pedang menari-nari mengarah bagian-bagian yang
mematikan ditubuh Gan Lok, akan tetapi si Naga Api
memberikan perlawanan dengan tenang. Bagaimana
gesit dan lincahnya si nona, kewalahan juga menghadapi
musuh yang melayaninya dengai tenang dan lwekangnya
lebih tinggi darinya. Perlahan lahan Bwee Hiang mandi
keringat juga. Pikirnya: "Kurang ajar, kenapa kau alot amat"
Sungguh menyebalkan lama lama kau melayani nonamu!
Oh, kemana si bocah" Kenapa belum muncul" Oh, kalau
aku sampai terjungkal oleh si Naga Api, habislah
pengharapanku untuk membalas budinya adik In. Aku
tidak bisa menang, hanya adik In yang dapat
mengalahkannya..." Meskipun sudah keder, nona jagoan kita masih dapat
melayani si Naga Api dengan baik. Sayang, nyatanya ia
yang keteter, agak gugup ia ayunkan pedangnya yang
lincah tadi. Si Naga Api tahu Bwee Hiang kedesak, sambil ketawa
haha hehe, ia merangsak rapat hingga Bwee Hiang
benar-benar gugup. 'Trang!' terdengar suara beradu
senjata dan pedang Bwee Hiang jatuh ditanah.
Si nona jagoan berdiri bengong bagai terpaku.
Sampai begitu jauh ia menghadapi musuh, belum
pernah menemukan musuh yang kosen seperti si Naga
Api. jadi Bwee Hiang baru ketemu batunya.
Melihat Bwee Hiang berdiri bengong, si Naga Api tidak
mau lewatkan kesempatan. Ia dekati Bwee Hiang dan
tiba-tiba merangkul, hingga si nona sangat kaget. Ia
merontak-rontak untuk kemudian ia rasakan seluruh
badannya lemas kena ditotok oleh Gan Lok.
Bwee Hiang tak berdaya ketika si Naga Api dengan
bernapsu menciumi wajahnya.
Si nona hanya bercucuran air mata. ia tidak bisa bela
dirinya lagi, karena tidak bertenaga, badannya lemas dan
kasikan dirinya dipondoug pergi oleh si Naga Api. Eng
Lian sementara itu tidak perhatikan Bwee Hiang dalam
bahaya, karena ia sedang repot dengan ji-hek dan Toahek
yang keadaannya sangat menguatirkan.
Ia percaya enci Hiangnya dapat mengatasi lawannya
yang hanya satu orang, ia tidak begitu perhatikan.
Namun alangkah kagetnya tatkala pandangannya
diarahkan kepada Bwee Hiang yang sedang bertempur,
ia nampak enci Hiangnya tidak ada berikut juga
lawannya. Ia menduga Bwee Hiang menguber
musuhnya, maka ia tingpal tidak bergerak dan terus
repot menolongi dua gorillanya yang masih belum mau
sadar dari pingsannya. Kesal hatinya si dara nakal,
melihat Kwee In sampai saat itu masih belum kelihatan
muncul. Pikirnya: "Kemana adik In pergi" Ah, bocah itu
enak-enakan saja, sedang aku gelabakan menghadapi


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Toa-hek dan ji-hek dalam keadaan pingsan. Kemana enci
Hiang" juga enci Hiaug keterlaluan, untuk apa menguber
musuh Sedang aku dalam keadaan kebingungan begini?"
Eng Lian main sesalkan sana-sini.
Tiba-tiba ia mendengar siulan, itulah siulan Kwee In.
Wajah Eng Lian berseri-seri, ia juga lantas perdengarkan
siulannya sebagai sambutan bahwa ia ada disitu.
Tidak lama Kwee In sudah sampai.
Kaget si bocah nampak keadaan Toa-hek dan ji-hek
yang napasnya sudah empas empis tinggal menantikan
waktu. "Adik In, kau kemana saja" Kau bikin encimu
kebingungan.....," Eng Lian omeli Kwee In, yang tidak
meladeni si dara, sebaliknya si bocah dengan sungguh
sungguh telah menggunakan kepandaiannya mengurut
dan menggunakan Iweekangnya untuk merebut jiwanya
Toa hek dan ji hek dari bahaya maut.
Ternyata ji-hek dapat Kwee In tolong, dengan
mengeluarkan racun dari lukanya. ji-hek rupanya tidak
begitu parah kena bor beracun si Naga Api, sebaliknya
dengan Toa-hek jiwanya tak tertolong, dan ia mati tidak
lama kemudian. Kwee In sudah keluarkan juga racun
bor, namun, karena racun dalam tubuhnya Toa-hek
sudah tercampur dengan darah, dan telah beredar begitu
rupa dalam tubuhnya, maka si orang hutan tua telah
melayang jiwanya. Kwee In menangis melihat Toa-hek mati, begitu juga
Eng Lian tampak berkaca-kaca matanya menangis
kehilangan teman yang setia. Sementara Sauw-bek
berkaok-kaok seperti kalap melihat ayahnya meninggal
dunia. ji-hek sementara itu masih belum siuman betul,
tidak tahu ia kalau suaminya sudah tiada.
Dengan sangat berduka, Kwee In dan Eng Lian telah
mengubur jenasahnya Toa-hek.
Setelah itu Kwee In baru ingat keadaan disekitarnya
dan melihat mayat-mayat pada malang-melintang. Go
Tat dan empat saudaranya sudah jadi mayat, sedang
Tong Seng dan Tong Keng Tojin juga jiwanya telah
melayang. Kwee In ingat pada Bwee Hiang, ia menanya pada Eng
Lian: "Enci Lian, enci Hiang kemana tidak kelihatan?"
-ooOdwOoo- BAB-20 ENG LIAN ceritakan Bwee Hiang setelah bertempur
dengan orang yang melepaskan senjata rahasia bor, ia
sangat repot menolong Toa-hek dan ji-hek dan
melupakan enci Hiangnya. Ia menduga Bwee Hiang
menguber musuhnya. Kwee In Ialu bicara dalam bahasa monyet pada
Siauw-hek untuk membawa ibunya masuk kedalam
gubuk, tempat mereka tinggal. Siauw-hek lantas jalankan
perintah Kwee In, ia pondong ji-hek dibawa masuk
kedalam gubuknya. Setelah Kwee In memberikan pula pil mujarabnya
untuk ji-hek makan, si bocah lantas tarik tangan Eng Lian
diajak keluar gubuk. "Mari kita cari enci Hiang!" katanya.
Mereka mencari Bwee Hiang dengan terpencar, ialah
Eng Lian naik Si Rajawali sedangkan Kwee In
menggunakan ginkangnya. Mereka berjanji, siapa yang
lebih dulu menemui Bwee Hiang mengasi tanda dengan
siulan. Sampai hari sudah menjadi remang-remang gelap,
Kwee In dan Eng Lian bertemu lagi, Bwee Hiang tidak
kedapatan dicari. Dua anak muda itu menjadi gelisah.
Kemana Bwee Hiang sudah pergi" Mereka serentak
meragukan kemenangan Bwee Hiang atas musuhnya,
sebab kalau si nona unggul, pasti ia sudah balik mencari
kawan-kawannya. Mungkin juga Bwee Hiang sudah kena
kejebak tipu muslihat musuh dan kena ditawan.
Demikian dugaan-dugaan yang berkecamuk dalam
benaknya dua muda mudi itu.
Kemana sebenarnya Kwee In pada waktu itu".
Kwee In melihat datangnya banyak musuh kuat, ia
bagi tenaga dengan Bwee Hiang dan Eng Lian. Dua
gadisnya ia suruh memancing Go Tat dan kawan-kawan
datang ke gubuknya Toa-hek, sedang ia sendiri
mencegat enam orang imam dari Kong-tong-pay. Orangorang
Kong-tong-pay ini yang datang ini bukannya
angkatan muda, mereka dari angkatan tua semuanya.
Sengaja menyatroni lembah Tong-hong gay hendak
meminta It sin keng dari Kwee In .
Seperti yang lain-lain, mereka juga tidak kenali Kwee
In, sebab Kwee In atau Hek-bin Sin tong mukanya hitam
legam. Ketika menanya pada Kwee In halnya Hek-bin Sintong,
Kwee In memberikan jawaban seperti yang sudah
sudah, yaitu ia adalah kacungnya Hek bin Sin-tong dan
kalau ada apa-apa keperluan harap disampaikan
kepadanya untuk diteruskan kepada-Hek bin Sin-tong.
Mereka tidak nyana kalali Hek-bin Sin tong adalah
pemuda yang dihadapi saat itu-
Enam imam dari angkatan tua itu semuanya galakgalak
dan merasa dirinya jago, maka ucap katanya
kepada Kwee In sangat kasar dan menjengkelkan.
Kwee In timbul kenakalannya dan mengolok-olok
enam imam itu, hingga kesudahannya mereka sangat
marah dan bertempur dengan Kwee In.
Tadinya Kwee In hanya bermaksud mempermainkan
enam orang imam itu dengan kepandaian ilmu
meringankan tubuhnya, tapi ternyata mereka adalah
lawan lawan alot dan tidak mudah dipermainkan si
bocah. Serangan serangan yang dilakukan mereka
sangat ganas, membuat Kwee In jadi kurang senang,
maka ia gunakan jurus istimewa yang ia dapat dari It-sinkeng
ialah Thay-hong sen sio atau 'Badai menimbulkan
ombak'. Tangannya berkelebatan menyambar dan
kakinya menyapu dengan hebat, hingga jeritan saling
susul terdengar. Enam imam itu semuanya telah
dijatuhkan oleh Kwee In. Sungguh hebat gerak tipu Thay-hong-seng po, tak
tegas terlihat oleh enam imam itu bagaimana Kwee In
bergerak, sebab tahu-tahu mereka saling susul roboh
setelah mengeluarkan jeritan kesakitan.
Beberapa orang patah tangan, ada yang kakinya,
hingga tatkala Kwee In meninggalkan mereka, semuanya
masih duduk mendeprok dengan merintih-rintih.
Kwee In khawatirkan enci Hiang dan enci Liannya,
maka tidak ada tempo ia mengurusi enam imam
pecundang itu. Ia segera enjot tubuhnya melesat dan
mencari dua gadisnya. Kebetulan diperjalanan ia
kesamplokan dengan Tong Leng Tojin-
Ia dicegat dan ditanyakan perihal Hek-bin Sin-tong
dimana tempatnya. Dalam mendongkolnya, Kwee In sudah menggaplok
Tong Leng sampai ia jatuh pingsan.
Mungkin Tong Leng mati, karena gaplokan Kwee In
keras dengan menggunakan Iwekang.
Ia sampai ketempat Eng Lian sudah terlambat. Toahek
tidak ketolongan. sedang enci Hiangnya diculik oang
entah kemana" Seperti dikatakan, Kwee In dan Eig Lian wataknya
aneh, tidak suka memikirkan sesuatu urusan lama-lama,
mereka gampang melupakannya. Demikian dengan
hilangnya Bwee Hiang, hanya satu dua malam mereka
memikirkannya, setelah itu lantas mereka melupakannya.
Watak yang aneh dari kedua majikannya, menular
kepada Siauw-hek dan ji hek rupanya. Kematian Toa-hek
lewat dua-tiga hari sudah tidak dipikirkan oleh mereka,
itu ternyata dari kegembiraan mereka dalam bercanda.
Siauw-hek yang badannya lebih besar dari Toa-hek
rupanya lebih disenangi oleh ji-hiek, sering kelihatan ibu
dan anak itu duduk merapat dan bercanda meliwati
batas. Dilihat dari gerakan mereka, ji-hek, menjadi genit
setelah lenyapnya Toa-hek, dan Siauw-hek kelihatan
sudah 'matang' untuk main cinta. Sering Eng Lian pergoki
dua binatang itu berpeluk-pelukan dengan mesra, apa
yang mereka pikirkan si nona tidak tahu, tapi yang nyata
dara cilik kita melihat pada suatu hari ji-hek duduk
dipangkuannya Siauw-hek, matanya si gorilla betina
memancarkan cahaja aneh dan saban-saban mengedip
seperti merasakan nikmat, pinggulnya bergerak-gerak
seperti gelisah duduk dipangkuan anaknya.
Eng Lian geli ketawa melihat ji-hek dalam pangkuan
Siauw-hek demikian rupa, kapan ia melihat kearah Siauw
hek, anak gorilla ini kedua tangannya sedang menekannekankan
paha ibunya dan pinggulnya ji-hek bergerakgerak
entah kenapa. Eng Lian ketawa cekikikan melihat gerak-gerik dua
orang hutan itu seperti serius menggerakkan bagian
tubuhnya. Sebentar lagi Eng Lian terbelalak matanya
melihat ji-hek dengan tiba-tiba melepaskan diri dari
pangkuan Siauw-hek dan lari, diuber oleh Siauw hek
yang 'perkakasnja' berdiri tegak.
ji-hek kena dicandak dan dipaksa oleh Siauw-hek
untuk mengulangi adegan tadi, sang ibu mula-mula
berontak-rontak dan perdengarkan suara aneh, tapi
lama-lama menyerah dan duduk terpaku dipangkuan
sang anak dengan mata kedap-kedip ke jurusan Eng Lian
yang menonton adegan itu.
Lama ji-hek mainkan pantatnya yang dipeluk erat oleh
Siauw-hek. Ketika sang anak melepaskan pelukannya, jihek
tidak lari, sebaliknya telah mengusap-usap kepalanya
Siauw hek yang telah bangun berdiri. tapi sekarang Eng
Lian tidak nampak barang yang berdiri tegak keras tadi
dari anak gorilla itu. Hati dara nakal itu berdebaran, mengerti ia sekarang
apa yang dilakukan oleh ibu dan anak gorilla itu.
Membayangkan ji-hek memejamkan matanya seperti
merasakan nikmat diatas pangkuannya Siauw-hek tibatiba
saja Eng Lian menjadi gelisah. Wajahnya dara cilik
kita yang cantik jelita mendadak menjadi merah jengah.
Pada saat iuilah Kwee In muncul. Si nakal tidak tahu
apa yang sedang dipikirkan oleh enci Liannya, tiba-tiba
saja telah merangkul dan mencium pipi orang.
"Adik In, kau suka nakal begini." kata Eng Lian seraya
berontak melepaskan diri dari pelukan si bocah, sedang
wajahnya makin jengah saja dan hatinya berdebaran.
Eng Lian menundukkan kepala. Tidak biasanya ia
berlaku demikian, maka Kwee In menanya: "enci Lian,
kau kenapa?" "Tidak, oh tidak..," sahut Eng Lian seraya angkat
kepalanya dan coba ketawa. "Aku memikirkan enci
Hiang, entahlah ia sekarang ada dimana?"
Dengan tiba-tiba saja soal Bwee Hiang meluncur dari
mulutnya Eng Lian, yang sebenarnya sudah dilupakan.
Saking kedesak mencari alasan, maka sekenanya saja
Eng Lian berkata. justeru lantaran alasan itu, membikin
Kwee In jadi teringat akan dirinya Bwee Hiang. Ia
mengkerutkan keningnya, kemudian berkata: "Enci Lian,
entah siapa lawannya itu tempo hari" Aku tidak kenal
senjata rahasia beracun itu, ini musti kutanyakan kepada
ayah, baru bisa tahu."
Eng Lian tidak menyahut, sebab bukan urusan Bwee
Hiang yang ia pikirkan. Ia sedang memikirkan urusan jihek
dan Siauw-hek tadi yang membikin ia gelisah. Ibu
dan anak itu tidak segan-segan melampiaskan napsu
berahinya. yang bagi manusia adalah pantangan besar,
anak dan ibu melakukan hubungan sex.
Ketika Eng Lian dapat menenangkan debaran hatinya
pula, ia menyahut: "Adik In, rasanya tak usah kita
tanyakan pada ayah-mu, kita berdua dengan perlahanlahan
saja mencarinya pasti akan kita dapatkan lawan
enci Hiang itu. Dan juga enci Hiang kepandaiannya
sangat tinggi, aku tidak khawatir ia kena dipersulit
lawannya." Kwee In terhibur hatinya.
"Mari kita pesiar dengan Kim-tiauw!" mengajak Kwee
In, seraya tangannya diulur menarik tangan Eng Lian.
Eng Lian terkejut. Ia membayangkan kalau ia duduk
diatas punggung si Rajawal1 bersama-sama Kwee In
pada saat itu, mungkin hatinya yang gelisah tak
tertahankan dan mencurigakan adik Innya. Ia tidak mau
adik in-nya 'main gila' terlalu siang terhadap dirinya,
seberapa bisa ia akan mempertahankan diri dari godaan
setan "Adik In, kepalaku rada pusing, maka kau sendiri yang
pergi pesiar..." kata si gadis seraya menarik tangannya
pulang dari cekalan Kwee In.
"Apa enci sakit?" tanya Kwee In, seraya mengulur
tangannya dan memegang dahinya si nona, yang diam
diam hatinya dak dik duk khawatir adik Innya tahu ia
bohong. Tetapi ia menjadi girang, ketika ia dengar Kwee In
berkata: "enci Lian benar agak panas dahimu, maka kau
jangan turut pesiar, biarlah aku yang pergi."
Setelah mengecup pipinya si dara nakal, Kwee In
lantas meninggalkan enci Lian-nya dan terbang dengan si
burung Rajawali entah kemana"
Eng Lian tinggal sendirian. Matanya memandang
kearah dahan dari pohon dimana ji-hek dan Siauw-hek
memperlihatkan adegan yang membuat hatinya
berdebaran dan gelisah, hatinya kecewa karena dua
monyet besar itu sudah tidak ada lagi disana.
Biasanya pada saat saat seperti itu, Eng Lian dan
Bwee Hiang bersenda-gurau seraya merapikan rumah
dan memasak hidangan untuk sebentar makan malam.
Namun, sekarang Bwee Hiang tidak ada, ia tinggal
sendirian, Eng Lian menjadi kesepian. Seharusnya


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barusan ia turut saja dengan Kwee In dan pulang baru
memasak nasi atau tidak sama sekali, mereka cukup
kenyang dengan makan buah-buahan saja. Gara-gara
dua binatang gorilla iiu membuat Eng Lian segan turut
pada Kwee In pesiar dengan kapal terbangnya. Apa
kelakuannya itu benar atau tidak ia tidak tahu, namun
hatinya tetap galisah sampai pada waktu itu, meskipun ia
mencoba menghiburnya dengan merapihkan keadaan
rumah dari barang barang yang berserakkan. Itulah
pekerjaannya Kwee In kalau bocah itu ada dirumah. apa
saja ia pegang dan menaruhnya kembali sembarangan.
Eng Lian duduk diserambi belakang menantikan
baliknya Kwee In. Ia membayangkan pada kejadian-kejadian yang
lampau, sejak ia diculik Ang Hoa Lobo dan kemudian
dijadikan Kim coa Siancu- Ia ingat akan kebaikannya
Lamhay Mo Lie, yang memandang dirinya sebagai
anaknya sendiri. Ia mendapat didikan dan kepandaian
tinggi dari Lamhay Mo Lie, yang belakangan ternyata
wanita cantik itu adalah ibu kandungnya Kwee In,
pemuda yang menjadi pujaannya.
Bagaimana senangnya ia membayangkan saat-saat
bahagia disisinya Kwee In, sebaliknya tiba-tiba saja
badannya menggigil kapan ia membayangkan saat-saat
ia berada dalam cengkeramannya Tiat cie Hweshio. Ia
dikasi makan obat perangsang, hingga napsu berahinya
bergelora tak terlahankan dan hampir ia menjadi
korbannya si Hweshio jari Besi manakala tidak ada Bwee
Hiang yang kebetulan menyatroni kuil Thiau-ong-bio dan
menolong dirinya dari bahaya perkosaan.
Ia sangat berterima kasih kepada enci Hiangnya itu.
Entahlah Bwee Hiang sekarang ada dimana" Ia tiba tiba
ketawa geli kapan mengingat waktu itu ia digodai enci
Hiangnya, yang menyamar sebagai lelaki. Bagaimana
Bwee Hiang telah meremas-remas tetenya dan kemudian
ia membalas perbuatan Bwee Hiang itu dikala sang enci
kena dibius. Tiba tiba lamunannya terhenti tatkala ia mendengar
suara pekikan si burung Rajawali.
"Adik In datang!" kata Eng Lian seraya bangkit dari
duduknya dan memburu keluar.
Namun, alangkah kecewanya diluar ia hanya dapatkan
si burung raksasa yang sedang mendekam, sedang si
bocah Sakti tidak kelihatan mata hidungnya.
Bingung Eng Lian. Ia menghampiri si Rajawali dan
mengelus-elus kepalanya. Ia berkata: "Tiauw heng,
kemana adik In" Kenapa kau pulang sendirian" Lekas
Kisah Bangsa Petualang 2 Kait Perpisahan Serial 7 Senjata Karya Gu Long Patung Emas Kaki Tunggal 6
^