Pencarian

Kitab Mudjidjad 4

Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 4


Ang Hoa Lobo gedrukkan tongkatnya. "Anak setan,
kau sambut tongkatnya ini!"
"Tongkatmu cepat patah, makanya aku kasihan
menyambut." "Kau kira tongkatku terbikin dari tanah lempung" "
"Tidak percaya, nah, kau boleh serang aku, nanti aku
sambuti tongkatmu!" Ang Hoa Lobo habis sabar kena diledek oleh Kwee In.
"Anak setan, lihat tongkat.'" bentaknya, berbareng ia
kemplang Kwee In sekerasnya.
Kali ini Kwee In tidak menghilang, sebaliknya ia
menangkis dengan tangan kiri, kemplangan si nenek.
Tak! Terdengar suara, tongkatnya si nenek patah dua
potong. Ang Hoa Lobo kesima, ia berdiri seperti terpaku
melihat tongkatnya patah dua ditangkis oleh lengannya
Kwee In. "Nah, aku sudah bilang. tongkatmu cepat patah,
makanya aku tidak berani menyambuti," Kwee In
menggodai si nenek. "Sekarang bagaimana" Kau
buktikan sendiri, bukan?"
-oo0dw0oo- BAB-12 MATANYA ANG HOA LOBO mendelik dengan penuh
penasaran. Kedua tangannya dipentang, dengan tipu
'Elang lapar menyambar kelinci' ia kerahkan seluruh
tenaganya, menghajar Kwee In yang sedang berdiri
tenang-tenang saja. Barangkali lebih baik kalau ia tidak
mengerahkan Iwekangnya, ia masih tak begitu malu,
justeru lantaran ia mengerahkan seluruh tenaga
dalamnya, tenaganya jadi sangat dahsyat dan ketika
menyentuh dada Kwee In tenaga dahsyat itu membalik
memukul dadanya sendiri, hingga si nenek terpelanting
dua tombak jauhnya, Ia rasakan dadanya sesak
bernapas, kepalanya pusing tujuh keliling.
Ssbenarnya ia mau muntahkan darah saat itu, tapi ia
malu, telah telen masuk lagi darah yang hendak keluar-
Ia duduk mendeprok memperbaiki jalan napasnya.
Kwee In sudah tahu hebatnya ia punya ilmu untuk
memukul balik lawan dengan tenaganya sendiri, maka ia
hanya kerahkan tiga bagian ilmu saktinya. Kalau ia
keluarkan lima bagian, Ia kuatir si nenek tidak tahan dan
mati konyol seperti Siauw Cu Leng tempo hari.
Itulah kemarahan dari Kwee In, kalau tidak Ang Hoa
Lobo pada saat itu hanya tinggal namanya saja.
Sementara ia duduk memulihkan tenaganya, Ang Hoa
Lobo diam diam sudah ambil putusan, begitu tenaganya
sudah kembali ia akan lari ngacir, ia sekarang takut
benar-benar kepada si anak mudah yang kepandaiannya
sangat sakti itu. Lema juga ia dalam keadaan demikian, kapan ia
membuka matanya pula, ia lihat didepannya Kwee In
terdapat Bwee Hiang dan Eng Lian sedang mengawasi
dengan senyum dikulum. Ang Hoa Lobo pura-pura tidak
tahu, ia pejamkan pula matanya. Dilain detik dengan
kecepatan kilat tubuhnya melejit hendak meninggalkan
mereka. "Haha, nenek tua, kau mau lari!" Kwee In berkata,
seraya kebutkan lengan bajunya kearah si nenek, kontan
tubuhnya Ang Hoa Lobo berubah telanjang kecuali celana
pendeknya yang nempel. Angin kebasan lengan baju
Kwee In sangat dahsyat, hingga pakaian Ang Hoa Lobo
tidak tahan dan pada copot seketika.
Semangatnya si nenek seperti hilang saat itu. melihat
kembali Kwee In unjuk ilmu saktinya. Ia lari tunggang
langgang dengan hanya celana pendek yang nempel
dibadannya. diketawakan oleh suara ketawa ngikik dari
Bwee Hiang dan Eng Lian. Ang Hoa Lobo tidak mendengar suara ketawa Kwee
In, ia menduga si anak muda sedang mengejar dirinya,
maka ia kencangkan larinya tanpa menoleh kebelakanglagi.
Tidak tahunya, Kwee In sudah ajak kedua gadisnya
untuk kembali, setelah si nenek lenyap dari
pemandangan mereka... Kim popo... Nenek bandel ini paling takut sama Liok Sinshe.
Sejak ia ketemu Kwee In di Suyang-tin dan buku ilmu
totoknya (tiam-luat) dirampas kembali oleh Kwee In,
telah menyekap dirinya dalam sebuah goa, tidak jauh
dari Siauw-san. Siauw-san (gunung kecil) adalah markasnya Ngo ok
(lima si jahat), yang sekarang tinggal dua si jahat, ialah
Toa-ok dan Sie-ok (si nomor satu dan empat), yang
seperti dalam cerita bocah Sakti tiga di-antara lima jahat
itu telah mati ditangannya Liok Sinshe.
Mereka itu adalah anak-anak angkatnya dari Kim
Popo. Tahu ibu angkatnya sedang menyekap diri dalam goa,
anak anak angkat si nenek tak membiarkan ibu
angkatnya dan sering-sering mereka mengirimkan
makanan. hingga Kim Popo tak usah mesti keluar goa
mencari makanan. Kim Popo ada pantaran Ang Hoa Lobo usianya, duadua
mempunyai kepandaian tinggi dan justeru mereka
musuh besar satu dengan lain karena berebutan lelaki.
Bedanya, kalau Ang Hoa Lobo masih haus dengan soal
sex, Kim Popo sebaliknya ia memelihara badannya untuk
kesehatan. Makanya, kalau dibanding dengan Ang Hoa
Lobo, boleh dikata Kim Popo badannya lebih segar dan
berisi. Sayang mukanya rusak karena hawa racun, kalau
tidak, dalam kondisi badan yang terpelihara baik, Kim
Popo masih menguasai kecantikan tak kalah dengan
wanita usia tiga puluhan.
Kim Popo menyekap diri dalam goa bukan tak ada
maksudnya, disamping memelihara badannya ia
meyakinkan lebih dalam kepandaian silatnya. Ia berjagajaga
suatu waktu bertemu dengan Liok Sinshe, ia dapat
melayaninya. Ia takut pada Liok Sinshe karena ia pernah
membokong Liok Sinshe dengan jarum mautnya, ialah
'Touw-kut-tok-ciam' (jarum beracun menembus tulang),
sehingga Liok Sinshe jatuh dari Tong-hong-gay.
Kim Popo ada mempunyai kecerdasan yang khas. itu
dinyatakan setelah ia yakinkan kepandaiannya, ia telah
menjatuhkan Kim Wan Thamo, musuhnya yang telah
merampas Tiam hiat Pit koat dan menjemur dirinya
sampai dua jam dipanasnya matahari.
Setelah ia menyekap diri dalam gua uniuk sekian
lamanya. Kim Popo merasa dirinya sudah 'boleh' untuk
menghadap Liok Sinshe, maka ia keluar goa
mengembara. Dalam perjaianan ia mendengar orang
cerita tentang It sin keng, kitab mukjijad yang membikin
orang yang memilikinya menjadi jago tanpa tanding
dalam rimba persilatan. Ia jadi sangat tertarik dengan kabar itu.
Kim Popo pernah melakukan penyelidikan ke goa Ular,
disana ia dapai keterangan bahwa It-sin-keng sudah
didapatkan oleh seorang bocah muka hitam yang
berjuluk Hek-bin Sin-tong. Kim Popo lantas teringat akan
wajahnya Kwee In. yang paling belakang ia temukan di
Suyangtin. Tujuannya lalu dialihkan kepada mencari Kwee In.
Ia merasa pasti dirinya dapat mengalahkan Kwee In.
karena sekarang kepandaiannya sudah meningkat jauh
dari dulu waktu ketemu si bocah.
Ketika Kim Popo jalan sampai disebuah dusun, ia
memasuki sebuah rumah makan merk An Hok. Rupanya
rumah makan itu terkenal dalam dusun tersebut. Karena
ada banyak orang yang duduk makan, lantarannya Kim
Popo lihat ada lima orang lengan wajah bengis sedang
makan dengan roman uring-uringan.
Kim Popo heran melihat sikap mereka, maka ia duduk
mendekati mereka dan pesan makanan pada pelayan.
Sebentar lagi makanan yang dipesan sudah dibawakan
oleh pelayan, si nenek merasa senang servise rumah
makan itu demikian baik. ia diam diam mendengarkan
lima orang itu yang bicaranya dengan marah-marah.
Ia mendengar seorang diantaranya berkata: "Toako,
bagaimana kita akan berbuat selanjutanya" Kalau dapat
didengar orang tentang kehancuran kita dilembah Tonghong-
gay. benar-benar memalukan kita muncul pula di
dunia Kang-ouw!" Kiranya mereka itu ada Houw-san Ngo Kiam pikir Kim
Popo, yang menjadi terkejut hatinya mendengar kelima
jago pedang itu dihancurkan dilembah Tong-hong-gay,
lembah yang justeru ia akan bikin kunjungan.
Ia mendengarkan terus orang bicara.
"Kau jangan putus asa, jite," menghibur The Go.
"Selekasnya kita dapat meyakinkan Ngo kiam-tin dengan
tangan kiri, kita akan satroni pula lembah Tong-hong
gay, Aku masih penasaran kalau belum ketemu dengan
Hek-bin Sin-tong sendiri."
"Toako," menyelak The Stong. "Entah berapa
tingginya kepandaian Hek bin Sin-tong, sebab
menghadapi pelayan wanitanya saja kita sudah keok.
Entah si kacung itu, bagaimana kepandaiannya. Ia masih
belum turun tangan ketika kita bergerak."
"Tentu kepandaiannya melebihi dari si budak wanita
itu," nyeletuk The Beng. yang masih mendonhkol sekali
kepada Eng Lian. "Paling menyebalkan itu kawanan
gorilla, dengan seenaknya saja telah meremukkau
pundak kita dalam keadaan kita tidak berdaya. Coba
kalau kita dalam keadaan biasa, aku mau lihat kawanan
monyet besar itu dapat tidak meraba pundak kita."
Berdebar hatinya Kim Popo mendengar mereka
bercakap cakap. Pikirnya, kalau begitu Hek-bin Sintong
punya pelayan pelayan yang berkepandaian tinggi" Itu
berbahaya sekali untuk datang kesana! Namun, dasar
nenek kita bandel, ia hanya sebentar saja jerih lantas
timbul pula ketabahannya untuk mendapatkan It-sinkeng
di Tong-hong-gay. Ia ingin mendapat keterangan lebih jaub, maka
setelah ia sikat makanannya, lantas menghampiri Houwsan
Ngo-kiam, didepan mereka ia mengangkat tangan
bersoja dan minta belajar kenal dengan lima jago
pedang. Houw-san Ngo-kiam heran melihat ada seorang wanita
wajah buruk dengan dandanan nenek-nenek muncul
didepannya minta belajar kenal.
Dengan ramah mereka menyambut hormatnya Kim
Popo dan menyilahkan si nenek ambil tempat duduk.
Setelah mana Kim Popo berkata: "Mohon kalian jangan
salah mengerti dengan kehadiran aku diantara kalian
lima bersaudara, aku dengar tentang lembah Tong-honggay
yang berbahaya itu, apa kalian suka mengasih
keterangan lebih jauh padaku?"
The Go melirik kepada kawan-kawannya, sebelum
menjawab perkataan Kim Popo.
The Beng yang berangasan telah membentak: "Wanita
usilan,kau mencuri dengar percakapan kami barusan"
Em! Betul betul sangat kurang ajar!"
Kim Popo melengak didamprat dengan tiba-tiba. Ia
naik darah, bentaknya: "Manusia gila, apa kau kira aku
Kim Popo boleh dihina" Mari kita bergebrak!"
Si nenek yang aneh adatnya dapat lunak kalau diajak
bicara halus, tapi ia lantas kasar adatnya kalau melihat
orang galak-galak terhadapnya.
"Ngote, kau jangan sembarangan menuduh orang,"
melerai The Go, ketika melihat dua orang itu hendak
bergebrak. Ia masih memikir panjang, keadaan mereka
ada kipa (cacad pundaknya), kalau wanita didepannya itu
kepandaiannya hanya pasaran saja dapat diatasi,
sebaliknya kalau lawan alot kembali mereka akan
mendapat malu disitu. Oleh sebab memikir demikian The Go dapat berlaku
kalem dan menyesalkan kelakuan sang adik kelima yang
sembarangan menuduh orang.
"Toaso, kau ada urusan apa menanyakan soal Tong
hong-gay?" tanya The Go kemudian kepada Kim Popo
dengan suara lunak dan ramah.
"Aku ada urusan sendiri, makanya juga aku mau minta
keterangan dari kalian," sahut Kim Popo dengan uringuringan.
"Sabar, kau jangan marah-marah," menghibur The Go.
"Mari kita bicara dengan baik, ada urusan apa
sebenarnya kau menanyakan urusan Tong-hong-gay?"
Kim Popo deliki matanya kearah The Go.
"Itu urusanku pribadi, untuk apa orang lain mau
tahu?" sahutnya ketus.
The Go kewalahan menampak adatnya si wanita
wajah buruk yang angin-anginan itu.
Sebaliknya The Siong juga yang adatnya ada sedikit
berangasan, tidak bisa tahan mendelunya sang hati
melihat lagaknya si nenek. Maka ia menyelak: "Wanita ini
hendak tahu rahasia kehancuran Ngo-kiam, makanya ia
tidak mau mengatakan apa-apa urusannya!"
"Tutup mulutmu binatang!" bentak Kim Popo gusar.
"Memangnya aku punya kelebihan tempo untuk
mengurus perkara orang lain" Hm! Kau jangan pandang
rendali pada aku Kim Popo...!" berbareng si nenek sudah
bangkit dari duduknya dan mau mengeloyor pergi
"Eh, nanti dulu, Toako" mencegah The Go, hingga Kim
Popo duduk pula. "Kau mau apa lagi" Sudah tidak ada urusan dengan
kalian untuk apa kau nongkrong diantara orang orang
tidak keruan!" Marah The Seng dan saudara-saudaranya mendengar
mereka dikatakan orang-orang tidak keruan.
"Memangnya macam kau saja yang menjadi orang
benar" Nenek gila, kau enyah sana!" berkata The Kiang


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sengit mendongkol kepada Kim Popo.
Si nenek bandel mendelik kearah The Kiang,
"Memangnya aku sudi lama-lama diantara kalian, kalau
tidak saudara tuamu barusan yang mencegah aku pergi,
aku sudah lama tidak mau melihat cecongor kalian!" Kim
Popo nyerocos tanpa di-rem.
The Go juga jadi tidak senang melihat wanita
berwajah buruk itu unjuk lagak yang tengik dan ia
berkata: "Toako, memangnya kau mau mencari ribut
dengan kami orang?" "cari kebaikan mau, cari ribut juga aku mau, kenapa
kau mesti menanya?" sahut Kim Popo ketus suaranya
dan tidak memandang mata pada Ngo-kiam.
The Beng yang sudah tidak tahan sabar, sudah lantas
ulur tangannya hendak menampar Kim Popo, namum,
dengan sekali jambret dan menggentak perlahan, The
Beng tertarik dari duduknya dan nyelonong kedepan
menubruk meja orang yang sedang makan. Kepalanya
benjol, karena disambut oleh pinggiran meja.
Kawan-kawannya menjadi marah. Dengan serentak
mereka menyerang Kim Popo, sayang mereka hanya
dapat menyerang dengan tangan kiri, tangan kanan
mereka sudah tidak bisa digunakan, karena pundaknya
dibikin remuk oleh gorillanya Kwee In.
Meskipun demikian serangan-serangan mereka
mengeluarkan angin menderu, itu di-karenakan Iwekang
mereka yang tinggi. Kim Popo tahu itu, namun, ia tidak
keder. Malah dengan beberapa kali tendangan meja kursi
serabutan terbang dan terdapatlah di-situ suatu tempat
yang lowong untuk mereka bertanding.
Tamu-tamu pada lari serabutan takut kebawa-bawa
urusan. Pemilik rumah makan berteriak-teriak minta
mereka jangan berkelahi dalam rumah makan itu, tapi
teriakannya tidak digubris oleh Ngo-kiam dan Kim Popo.
Mereka terus bertempur dengan sengitnya.
"Bagus, lima lelaki mengeroyok satu wanita!"
menyindir si nenek bandel. "Apa kalian sudah yakin bakal
menang" Hmm! Lihat Popo akan bikin kalian sungsang
sumbel!" Kim Popo ternyata tidak bohong kata-katanya, karena
dilain saat The Go dan saudara saudaranya dibikin roboh
satu demi satu. Mereka pada merintih kesakitan. The
Beng dan The Siong berlumuran darah mulutnya kena
ditojos kepalanya Kim Popo sementara The Seng
muntahkan darah hidup karena dadanya kena dijotos,
sedang The Go merintih keras karena pundak lengan
kirinya kena diremas oleh nenek jagoan itu.
"Hehe, inilah Houw-san Ngo-kiam?" jengek Kim Popo
tatkala melihat lawannya semua pada mendeprok dilantai
dengan tidak berdaya. "Mana Ngo-kiam-tin, boleh
keluarkan!" mencemooh si nenek lebih jauh.
Sakit hatinya Ngo-kiam mendapat hinaan itu, namun,
apa daya" Mereka tak dapat melampiaskan sakit hatinya,
karena tidak berdaya. Untuk kedua kalinya dalam sejarah
mereka Ngo kiam telah dihancurkan orang.
The Go memikir kesitu sampai berkaca-kaca matanya
menangis. Pemilik rumah makan dengan tubuh gemetaran
menghampiri Kim Popo dan berkata: "Liehiap, mohon
kau jangan bikin onar lebih jauh. Aku menanggung
banyak kerugian karena gara-garamu membuat onar...."
Pemilik rumah makan itu belum putus dengan
bicaranya, ia rasakan badannya tiba-tiba terputar kena
ditampar oleh Kim Popo yang sedang marah. Ia juga
jatuh duduk dilantai menemani Houw-san Ngo-kiam.
"Polisi, polisi datang!" seru orang yang menonton
perkelahian itu- Sebentar lagi masuk tiga orang polisi. rupanya mereka
datang mendapat laporan dari salah seorang pelayan dari
rumah makan itu bahwa di rumah makannya ada
seorang nenek yang sedang ngamuk memecahkan
barang-barang. Pemimpin dari tiga orang polisi itu berkumis
melintang, wajahnya bengis, memelihara jenggot
pendek. Gagah sekali tampaknya, dengan cepat ia
menghampiri Kim Popo, katanya: "Nenek, apa-apaan kau
mengamuk disini" Mari, ikut aku ke kantor polisi untuk
pertanggung jawabkan perbuatanmu yang tidak benar!"
Kepala polisi itu berkata sambil menjambret lengan
Kim Popo, maksudnya mau ditarik dari situ. Apa mau
jambretannya hanya menjambret angin, lengan Kim Popo
entah bagaimana digerakkannya, luput menjadi sasaran
si Kepala Polisi. "Kau mau melawau sama yang berwajib?" bentak si
kepala polisi marah. "Kentut busuk!" bentak Kim Popo marah. "Kau mau
bawa aku ke kantor polisi, ini rasakan dulu!?" menyusul
kepalannya menjotos, hingga si kepala polisi yang tidak
menyangka orang berani memukul sudah tidak keburu
berkelit. Hidungnya kena ditojos dan kontan keluar
kecap, sedang badannya berdiri limbung.
Dua kawannya melihat kepalanya diserang, lalu maju
dan menyergap Kim Popo. Sayang mereka tidak tahu siapa wanita berwajah
buruk itu, kalau tahu, mungkin pikir-pikir dulu untuk
mengunjuk kegalakannya, sebab begitu mereka
menyerbu kontan kaki Kim Popo bekerja dan dua polisi
itu dua-duanya jatuh meloso dilantai.
"Pemberontak, pemberontak! Lekas panggil komandan
datang!" teriak orang-orang polisi yang sudah dihajar
jatuh sungsang sumbel. Mengetahui bahwa urusan bisa runyam kalau turun
tangannya pasukan polisi, maka Kim Popo sudah lantas
menjejakkan kakinya. tubuhnya melesat jauh ke pintu
keluar. Sekejapan saja ia sudah menghilang.
Si kepala polisi dan dua pembantunya dengan susah
payah telah bangkit berdiri.
Kim Popo sudah tidak ada, maka untuk menunjukkan
keangkuhan, polisi itu telah bawa Ngo-kiam bersamasama
ke kantor polisi untuk diperiksa.
Hal itu sebenarnya tak akan terjadi, manakala Ngokiam
(lima pedang) dalam keadaan segar bugar. justeru
mereka dalam keadaan payah, maka dengan terpaksa
mereka mengikuti digiring ke kantor polisi.
Kita menyusul Kim Popo yang melenyapkan diri.
Si nenek dengan bersenyum-senyum telah
meneruskan perjalanannya.
Ia puas telah menghajar Houw san Ngo-kiam yang
namanya terkenal dalam kalangan Kang-ouw. ia mengira
sudah menjatuhkan mereka dengan mutlak. sebaliknya
tidak memikirkan kalau Ngo-kiam dapat di jatuhkan
olehnya demikian mudah lantaran terluka parah pada
pundak kanannya. coba Ngo kiam dalam keadaan segar
bugar, jangan harap si nenek bisa banyak lagak
didepannya mereka yang terkenal telengas juga.
Sedang Kim Popo enak berlari-lari, tiba-tiba ia
dihadang oleh dua petani.
"Orang tua. kau mau kemana?" satu diantaranya
menanya. Kim Popo merandek dan deliki matanya.
"Urusanku, kalian mau tahu untuk apa?" sahut Kim
Popo kasar, hingga dua orang tadi melengak heran.
"Bukan apa-apa, aku menanya untuk kebaikanmu,
orang tua!" kata orang tadi pula.
Kim Popo yang sekarang merasa heran. Ia menanya:
"Memangnya ada urusan apa?"
"Kira-kira tiga lie dari sini, ada sebuah bukit bernama
Hoan-ma (bukit angin). Disana ada sarangnya orang jahat yang mengacau
keamana sekitar tempat disini." menerangkan orang tadi.
"Memangnya ada sangkutan apa orang-orang jahat itu
dengan aku, aku hanya menyimpang lewat, tidak akan
mengganggu mereka," berkata Kim Popo.
"Ada lebih baik kalau kau orarg tua jalan mengitar,
jangan lewat disim. kami khawatir kau kena jebakan dan
dipersulit oleh mereka."
"Ada berapa banyak orang jahat itu?"
"kira kira ada tiga puluh orang di-pimpin oleh seorang
yang menamai dirinya Hong jiam Khu Lang. Sangat
telengas si Jenggot merah (Hong jiam). aku khawatir kau
orang tua dapat susah dari mereka. Dari itu. lebih baik
kau jalan mengitar saja. jauh sedikit tidak apa, asal
selamat, bukan?" "Sudah berapa lama mereka bikin susah sekitar
kampung ini?" "Kira-kira sudah setengah tahun ini."
"Kenapa yang berwajib tidak ambil tindakan
menumpas mereka?" -oo0dw0oo- JILID 5 BAB-13 ORANG ITU ketawa mendengar Kim Popo
menyebutkan yang berwajib.
"Kenapa kau ketawa?" tanya Kim Popo heran.
"Bicara tentang yang berwajib, aku jadi ketawa, sebab
mereka tidak ada gunanya menghadapi kawanan si
jenggot merah. jangankan menumpas, mendengar
namanya saja si jenggot merah, mereka ketakutan
sendiri. "Celaka, mana bisa begitu" Penjaga keamanan mesti
tahu kewajibannya, kalau hanya menghadapi segala
begal kecil tidak berani menumpasnya bagaimana kalau
menghadapi begal besar. Ini memang juga
mentertawakan orang."
Dua petani itu tak menjawab, mereka berdiam
menunggu reaksi lebih jauh dari Kim Popo yang
tampaknya sedang berpikir.
"Kalau begitu, biarlah aku mewakili yang berwajib
menumpas mereka," tiba tiba Kim Popo berkata, hingga
kedua petani itu menjadi terbelalak matanya saking
heran. "Mana bisa, kau orang tua kesana hanya
mengantarkan jiwa saja," sahut orang tadi.
"Hehe, kau tidak percaya pada nenek-my, ya! Nah,
kau lihat!!" kata Kim Popo, berbareng tangannya
dipukulkan kepada sebatang pohon yang cukup besar
ukuran tengahnya, kontan pohon itu tumbang setelah
mengeluarkan suara berkeresek keras, Tercabut dengan
akar-akarnya, rwbah melintang dijalanan.
Dua orang itu terbelalak matanya saking kagum.
"Orang tua," katanya. "Sungguh rejeki besar bagi
kampung kita, kau seperti juga malaikat yang diturunkan
untuk menumpas kejahatan. Kami tidak ragu-ragu lagi
sekarang." "Selamat sampai jumpa pula..." kata Kim Popo,
orangnya sementara itu sudah melesat jauh, hingga dua
petani itu sangat kagum melihat kepandaiannya si nenek.
Sudah mengetahui jalanan ada bahaya, maka Kim
Popo telah berlaku hati-hati.
Ketika sedang enaknya jalan, tiba-tiba menyambar
didepan hidungnya dua batang anak panah, itulah
pertanda datangnya kawanan brandal.
Kim Popo pura-pura tak tahu. Ketika kembali
melayang anak panah, dengan gapah sekali ia sambar
dengan tangannya, lain anak panah yang menyambar
kemukanya ia sambut dengan gigitan dimulutnya.
"Terimalah kembali!" seru Kim Popo, berbareng ia
meniup anak panah dari mulutnya, barang itu melesat
kencang sekali ditiup oleh Kim Popo yang menggunakan
lweekang. Segera juga terdengar jeritan,disusul oleh jeritan lain
waktu Kim Popo melemparkan anak panah yang ada
ditangannya. Menyusul muncul kira-kira sepuluh orang dari
gerombolau alang-alang. Satu diantaranya yang
hidungnya seperti burung elang maju kedepan. Ia
membentak: "Nenek tua, kau seenaknya saja jalan disini
apa tidak takut orang jahat?"
"justeru nenekmu mau mencari orang jahat!" jawab
Kim Popo. "Hm! Mari ikut aku ke markas!" kata orang itu, seraya
tangannya diulur mau memegang lengan Kim Popo.
"Tanganmu kotor, bagaimana mau pegang lengan
nenekmu!" kata Kim Popo seraya berkelit dari
pegangannya orang tadi. Melihat pegangannya gagal, orang itu marah.
Bentaknya: "Nenek sinting, kau berani main gila dengan
Khu Samya?" "Aku mau main gila dengan kau orang jabat!" sahut
Kim Popo blak-blakan. Gerombolau jenggot merah itu dikepalakan oleh tiga
orang, jalah Khu Liang, Khu Bin dan Khu Sun. Mereka
bertiga bersaudara. Orang-orangnya memanggil mereka
Toaya, jiya dsn Samya, yang berarti tuan kesatu, kedua
dan ketiga. Sudah setengah tahun mereka beroperasi disekitar
Hong-nia, mereka berbesar hati karena- tidak
menemukan halangan apa-apa. Dalam usahanya
membikin susah orang telah berjalan lancar, pengikutnya
juga makin hari makin banyak saja .
Khu Sun alias Khu Samya yang mencegat Kim Popo
pertama kali telah ketemu batunya.
Ia gusar melihat si nenek membangkang dibawa
kemarkas. "Nenek sinting!" bentak Khu Samya. "Kau benar-benar
membandel dibawa ke markas?"
"Siapa yang mau dibawa ketempat kotor!" sahutnya
msngejek. Khu Samya kewalahan. Tiba-tiba ia menyerang,
namun dengan sekali egoskan badan dan berbareng


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya diulur Khu Samya kena dicekuk batang
lehernya. Ia berkaok-kaok minta kawan kawannya
menolongi. Segera juga kawanan orang itu menyerbu
dan mengeroyok Kim Popo yang tidak mau lepaskan
tangannya jang mencekuk leher Khu Samya.
Khu Samya barangkali terus terusan akan berada
dibawah pengaruhnya si nenek, kalau saja orangorangnya
tidak menghunus senjata, hingga kepaksa Kim
Popo melepaskannya dan kasi kerja tongkatnya yang
berat untuk melabrak orang orang jahat itu.
Suara bentrokan senjata terdengar nyaring sekali.
Tampak beberapa senjata gerombolan itu pada terbang
ditangkis oleh tongkatnya Kim Popo, jeritan terdengar
saling susul karena tangannya mereka kesakitan, tergetar
oleh bentrokan senjata. Malah ada yang jatuh semaput,
tapi buru-buru bangkit lagi untuk lantas angkat kaki lari.
Sebentar saja Kim Popo ditinggal sendirian disitu.
"Hehe. segala anak bawang berani mencegat
nenek.....?" Kim Popo ketawa terkekeh kekeh.
"Nenek tua. kalau berani kau kemari!" tiba tiba ada
orang berteriak sejarak dua tombak dari balik pohon,
sambil ngeledek si nenek yang bertugas dengan tiba tiba.
"Kurang ajar, kau berani godai nenekmu!" seru Kim
Popo, berbareng tubuhnya meluncur kearahnya orang
itu. Tapi orang itu ternyata sangat gesit, sebab begitu
Kim Popo sampai, orang itu sudah berada lagi dua
tombak daripadanya. Diam-diam Kim Popo mengagumi ginkang orang itu.
Dalam penasarannya Kim Popo menguber sambil
mulutnya tidak hentinya memaki kalang-kabut. tapi
orang itu tidak melayani. hanya lari terus. Belakangan ia
nerobos diantara pepohonan yang lebat, hingga Kim
Popo kehilangan jejaknya.
Ia celingukan mencari orang tadi, tapi untuk bsherapa
lama orang tidak munculkan diri, hingga Kim Popo uringuringan.
"Nenek tua, jangan marah-marah, aku ada disini!"
orang itu ngeledek dalam jarak belum ada dua tombak
dihadapannya. "Kau mau lari?" bentak Kim Popo, berbareng tubuhnya
mencelat gesit sekali mehilang kearah orang ladi.
Plung...! Kim Popo ketika tancap kaki terperosok dan
masuk dalam lubang jebakan.
Kaget bukan main si nenek bandel, tapi sudah
terlambat, ia menyesal menuruti napsu hatinya. Kim
Popo sudah terjaring oleh jala yang kuat dan bikin ia
tidak berdaya ketika diangkat naik.
Kim Popo hanya bisa memaki kalang-kabut, sedang
untuk memerdekakan dirinya dari ringkusan jala. ia
kewalahan karena jala terlalu kuat. Tampak badannya
jadi satu dengan tongkatnya. Ia coba kerahkan
Iwekangnya, namun sia sia saja, tetap ia tak berkutik
didalam sijala kuat itu yang biasa dipakai menangkap
harimau galak. Tidak lama kelihatan Khu Samya datang, Ia
mentertawakan Kim Popo, enak sekali ia ketawa, hingga
mengeluarkan air mata. "Manusia hina, kalau berani kau lepaskan nenekmu
dan bertempur untuk tiga ratus jurus!" kata Kim Popo
sangat mendongkol. "jangan banyak mulut nenek bawel!" sahut Khu
Samya, seraya tangannya diulur mengusap wajahnya
Kim Popo, hingga si nenek gelagapan. Tak dapat ia
mengegos dan kepaksa membiarkan wajahnya diraba
pergi datang oleh Khu Samya.
"Masih belum berapa tua, kenapa wajahmu jelek
amat?" kata Khu Samya setelah puas meraba orang
punya wajah. "Kau kira aku sudah tua" Hanya wajahku yang buruk,
tapi badanku masih kencang!" kata Kim Popo sambil
mendengus. Entah apa yang dimaksudkan oleh kata-kata Kim
Popo, tapi terang membuat Khu Samya jadi bingung.
"Apanya yang kencang?" Khu Samya ngeledek si
nenek. "Tutup bacotmu!" bentak Kim Popo mendongkol.
Khu Samya ketawa nyengir. Kim Popo pelengoskan
mukanya, sayang gagal. karena terhalang oleh jaring
yang melekat pada pipinya.
Kim Popo sebenarnya belum psrnah merasa cemas,
tapi kali itu hatinya bimbang dan ragu-ragu apa ia dapat
meloloskan diri dari kawanan garong itu" Siksaan apa
yang nanti ia bakal dapat dari gerombolan orang jahat
itu" Untuk sementara ia melihat gelagat.
"Bawa nenek tua ini ke markas!" memerintah Khu
Samya pada orang-orangnya.
Di markas gerombolan, Kim Popo dihadapkan depan
Khu Liang dan Khu Bin. Khu Liang, si jenggol merah, wajahnya merah
menyeramkan. Sebaliknya Khu Bin berwajah halus
kelimis, boleh dikatakan cakap.
Dengan suara nyaring keras Khu Liang membentak:
"Nenek tua, kau mau apa masuk dalam daerah kami?"
"Sejak kapan kau punya daerah sendiri?" Kim Popo
balas menanya, "Hong nia dan sekitarnya ada daerah kami, apa kau
tidak tahu?" "Hm! Daerah pemerintah kau mau akui daerah
sendiri" Tidak tahu malu!"
"Hei, kau sudah gila?" bentak Khu Liang marah.
"Kau yang gila, bukannya aku, manusia jahat!"
Melengak heran Khu Liang mendengar jawaban Kim
Popo. "Toako, ia kata hanya wajahnya saja yang buruk,
sedang lainnya masih kencang"!" menyelak Khu Sun
seraya ketawa terbahak-bahak.
Khu Liang tersenyum. Ia bangkit dari duduknya dan
menghampiri Kim Popo yang tidak dapat berkutik dalam
jaring. Hatinya panas mendengar si hidung macam elang
mengolok-olok padanya, sayang ia tidak merdeka, kalau
tidak, sudah sejak tadi ia hajar Khu Sun dengan
tongkatnya yang berat puluhan kati.
Setelah memeriksa Kim Popo, Khu Liang mesem.
"Apanya yang kencang!" kata-nya, berbareng ia
menendang pinggulnya si nenek, hingga berdengit
kesakitan. "Manusia hina!" bentaknya. "Kalau kau laki-laki,
merdekakan aku, mari kita bertempur tiga ratus jurus.
Kalau tidak berani, kalian bertiga boleh mengerubuti aku
sendiri!" "Sombong benar, nenek ini!" kata Khu Liang, kembali
ia menendang pantat orang, hingga si nenek berkaokkaok
memaki kalang kabut. Tapi makiannya hanya makian saja, ia tidak berdaya.
Ia harus terima hinaan orang, karena dirinya kurang hatihati,
sehingga kejeblos dalam lubang jebakan.
Pada saat itu ia baru menyesal ia tidak mendengar
nasehatnya dua petani yang ia temukan dijalanan, kalau
tidak ia sudah jalan jauh dengan tidak menemukan
rintangan. Namun, apa mau dikata. Ibarat nasi sudah jadi bubur,
ia tinggal menanti bagaimana nasibnya kcmudian
ditangan gerombolan jahat itu.
"Bawa nenek tua ini dalam tahanan !" memerintah
Khu Liang. "Besok pagi baru kita periksa lagi, apa ia
mata-mata yang nyelusup kedalam daerah kita!"
"Kau maksudkan aku mata-mata pemerintah?" tanya
Kim Popo. "Ya. betul!" jawab Khu Liang singkat.
"Pemerintah mana mau ambil pusing urusanmu,
mereka semuanya takut padamu!"
"Bagaimana kau tahu pemerintah takut pada kami
orang?" "Bukannya pemerintah, aku maksudkan mereka yang
jaga keamanan disekitar sini."
Khu Liang ketawa mendengar perkataan si nenek.
"Dari mana kau tahu, mereka takut pada kami?"
tanyanya. "Aku sudah tahu, lantaran ada orang kasi tahu
padaku." "Bagus. bagus...!" sahut Khu Liang. "Lekas masukkan
ia dalam tahanan!" "Hei, mana boleh begitu?" kata Kim Popo. "Kita tidak
bermusuhan, lebih baik kau lepaskan aku, maka aku juga
tak akau mengganggu kalian pula."
"Enak saja kau ngomong!" sahut Khu Liang ketawa.
"Perkaramu besok pagi kami periksa, hari ini tidak ada
tempo. Kami ada urusan lain!"
"jangan begitu kalau kau mau mengikat tali
persahabatan denganku," kata Kim Popo.
"Siapa yang mau mengikat tali persahabatan dengan
kau nenek tua! jalanmu saja sudah susah. bagaimana
kau mau menjadi komplotan kami" Hahaha....!"
Kim Popo putus asa. Ia masih berkata pula: "Kau
hanya lihat sepintas lalu, kau tidak lihat aku menghajar
Khu Samya dan orang-orangmu lebih sepuluh orang.
Hanya mukaku yang buruk, badanku sendiri masih
kencang!" Omongnya Kim Popo yang dianggnp sedikit melantnr,
membuat orang-orang yang ada disitu pada ketawa
terbahak-bahak, se-hingga Kim Popo menjadi heran.
"Apa yang kalian ketawakan?" ia menanya heran.
"Kau kata masih kencang, apanya yang kencang,
nenek tua!" berkata Khu Bin, yang dari tadi tinggal diam
saja. jiko dari kawan jenggot merah itu parasnya cakap,
tampak ketawa kearahnya, membuat Kim Popo jengah
sendirinya. Ia merasa perkataannya tadi tentu keliru,
makanya juga ditertawakan orang banyak. Ia pikir-pikir
lagi, ia merasa malu, kapan ia ingat perkataanya salah,
mesti ia kata badannya masih 'sehat', bukannya kencang.
Melihat tertawanya Khu Bin yang manis, pikiran Kim
Popo melayang ketika ia berkasih kasihan dengan Siauw
Cu Leng yang saat itu parasnya sangat cakap seperti Khu
Bin. Melamun pada jaman yang lampau, tak terasa ia
bersenyum kearah Khu Bin. Tentu saja Kim Bin kaget
nampak si nenek bersenyum kearahnya, itulah senyuman
yang menyeramkan. Cepat-cepat ia pelengoskan
mukanya, ia anggap Kim Popo pikirannya tidak sehat.
coba Khu Bin menghadapi senyuman Kong Kim Nio, si
jelita, sebelum ia jadi Kim Popo, pasti senyuman Kim
Popo akan disambut dengan mesia. Kim Popo lupa
bahwa wajahnya buruk, senyumannya menakutkan, tadi
ia bersenyum kearahnya Khu Bin.
Sebentar lagi Kim Popo digotong masuk kedalam
ruangan tahanan. Ruangan tahanan itu terdiri dari beberapa kamar yang
merupakan kerangkeng besi- Hanya dindingnya teraling
tembok. depannya dipagar besi. Diantara tawanan tak
dapat berbicara satu dengan lain lantaran teraling
dinding tembok, tapi dengan sipir (penjaga tahanan)
sang tawanan dapat bicara leluasa karena depannya
pagar besi. Kim Popo lihat ada tiga orang tahanan disitu, dua
diantaranya ia lihat seperti orang perempuan, rambutnya
terurai dan mulutnya ngomel panjang pendek. yang
satunya ia kurang terang wanita atau pria, sebab ia lagi
tidur. Kim Popo mendapat kamar tahanan paling dalam.
Penerangan dalam kamar tahanan itu hanya dari
jeruji-jeruji jendela, kalau umpamanya jendela itu
ditutup, pasti penerangan menjadi gelap petang. Entah
kalau diwaktu malam, apakah digunakan lilin atau lampu
sebagai penerangan" Kim Popo dijebloskan dalam tahanan dan masih
teringkus dalam jaring, hanya saja ikatannya sudah
dibuka, maka ketika Kim Popo bergulingnn beberapa kali
jaring itu mengendur dan ia dapat gerakkan tangannya
untuk membuka lebih jauh ikatan jaring.
Dilain saat Kim Poo sudah merdeka pula, cuma
merdeka badannya, sebab ia masih tetap dalam kamar
tahanan yang buruk. Ia lihat sang sipir seorang yang perawakan tinggi
besar, mukanya jelek hitam dan sudah keriputan.
Meskipun demikian, matanya sangat tajam dan
berwibawa, rupanya peajaga tahanan itu mempunyai
tenaga dalam yang lumayan. Dilihat badannya yang
masih kokoh-kuat, usianya dikira diantara lima puluh dan
enam puluh tahun. Kim Popo senang sekali ia masuk tahanan bersama
tongkatnya, ia sangat butuhkan manakala ada jalan
untuk meloloskan diri. Sementara dalam tahanan, Kim Popo jadi alim.
Mulutnya tidak memaki kalang kabut lagi seperti mulamula
ia dimasukkan kesitu. Ia duduk termanggumanggu,
seperti memikirkan jalan menyelamatkan
dirinya. Kim Popo sebal melihat sang penjaga tahanan (sipir)
sering mengawasinya. "Orang jelek begitu, mana pantas terus-terusan
mengawasi padaku?" pikir Kim Popo dalam hatinya, ia
tidak pikir kalau wajahnya sendiri buruk. Mungkin ada -
lebih jelek dari sang sipir yang suka mengawasi
kepadanya. Diwaktu sore, ketika sang sipir menyodorkan ransum
untuk Kim Popo makan sore, ia menegur pada sang sipir:
"Aku lihat kau sering mengawasi aku saja, apa
maksudmu?" Sang sipir menjadi heran ditegur demikian oleh


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang tawanan. Ia tidak menyahut, sebaliknya ia ngeloyor
meninggalkan Kim Popo. "Hei, jangan pergi dulu!" teriak Kim Popo. Tapi sang
sipir tidak meladeni dan terus ketempatnya sendiri,
hingga Kim Popo sangat mendongkol.
Tatkala itu kalau menuruti napsu hatinya, ia sudah
ingin mencaci maki pada si sipir, tapi tiba-tiba ada pikiran
baik berkelebat dalam benaknya.ia batal menyemburkan
makiannya, malah berubah wajahnya jadi sabar.
Ketika dilain saat sang sipir mau mengambil tempat
makanan pulang. Kim Popo dengan suara merendah dan
halus berkata: "Toako, kau barusan marah padaku" Oh,
jangan marah, hatiku menjadi sangat tidak enak...."
Sang sipir menatap wajah Kim popo sejenak, lalu
alihkan pandangannya kepada tubuhnya si nenek yang
serba padat. Kim Popo tidak menghiraukan. Ia berkata pula:
"Toako, siapa namamu yang mulia?"
Orang itu tak menjawab, hanya tangannya digerakgerakkan
seperti menulis huruf. Kim Popo peihatikan, ia ternyata bernama Beng Sin
she Khu juga. Sekarang Kim Popo bant tahu kalau sipir itu gagu. Ia
menanya: "Toako, kau sejak kecil memangnya sudah
gagu?" Beng Sin geleng-gdeng kepala, lain ia buka mulutnya,
ternyata lidahnya pendek sekali, rupanya telah dipotong
orang. Kim Popo yang biasanya belum pernah kasihan orang,
kali ini menatap wajah Beng Sin dengan penuh haru. Ia
bayangkan, kekejaman orang yang telah memotong
lidahnya Beng Sin. "Sungguh kejam orang yang memotong lidahmu,
Toako," berkata Kim Popo. "Kenapa kau tak melawan
ketika lidahmu kutungi?"
Beng Sin geleng-geleng kepalanya, sementara ia tanya
terus menatap pada bagian dada dan seluruh tubuh Kim
Popo. Diam-diam Kim Popo merasa heran melihat
kelakuannya orang itu. Ia tadi dapat pikiran baik untuk meloloskan diri.
melihat kelakuannya si sipir, makin teguh
kepercayaannya kalau ia akan berhasil menjalankan
rencabanya. Kim Popo sebagai wanita yang sudah pengalaman,
mengerti bahwa Beng Sin mengagumi tubuhnya yang
serba padat menggairahkan. Diam-diam ia merasa
bersyukur dalam usia mendekat setengah abad badannya
ada demikian menggiurkan berkat terpelihara baik.
Tergetar juga Kim Popo hatinya. tatkala Beng Sin
termangu-mangu memandang bagian dadanya, dimana
ada mengumpat sepasang buah dadanya yang padat dan
berisi. Tanpa merasa ia meraba buah dadanya dan berkna
perlahan: "Toako, kau mengagumi ini?" seraya meremasremas
hingga benda itu bermain.
Beng Sin terbelalak matanya dan mulutnya beerseyum
dengan tiba-tiba. Kim Popo girang. ia mengharap rencananya akan
berhasil. Tiba tiba ia bangkit dari duduknya, berpose didepan
Beng Sin, membanggakan bentuk ttibuhnya. Beng Sin
manggut-manggut girang, ia ketawa, tapi tidak keluar
suaranya. Perlahan lahan Kim Popo melolos bajunya bagian atas,
dengan tidak malu-malu ia memamerkan sepasang buah dadanya yang serba
padat didepan Beng Sin, hingga matanya si sipir terbuka
lebar penuh rasa kagum. Kemudian Kim Popo berjongkok dan mendekati pagar
besi, dimana Beng Sin berdiri.
Kulit dadanya yang halus putih dimana sepasang bukit
ada menantang dipegang, membuat Beng Sin
bergemetaran, tak tahu bagaimana ia harus berbuat
pada saat itu. Tiba tiba Kim Popo dadanya merapat dengan pagar,
bergejolak hatinya Beng Sin dan dengan cepat
tangannya diulur untuk meraba benda halus itu. Ia
mengelus-elus dengan napas mendengus. Kim Popo
biarkan orang mengelus elus sepasang buah dadanya
yang hebat itu, ia berkorban untuk menyelamatkan
dirinya. Tangannya menggapai supaya sang sipir datang
dekat, tanpa disadari Beng Sin mendekat. Kim Popo
berbisik perlahan dikuping orang: "Toako, kau sudah
rasakan halusnya kedua bendaku, aku akan antar kau
melayang layang ke sorga kalau kau suka masuk
kedalam sini!." jeruji-jeruji besi kamar tahanan terlalu kerap untuk
orang mengulurkan tangannya keluar, hingga terpaksa
Kim Popo memancing Beng Sin masuk kedalam
kerangkeng. Ia berkorban kedua benda kesayangannya diusapusap
Beng Sin, untuk menarik perhatiannya si sipir, yang
ia hendak kerjakan, Sayang jeruji-jeruji kamar tahanan
terlalu kerap, kalau tidak, Kim Popo dapat menjulurkan
tangannya dan menotok si sipir untuk mencambil kunci
kamar tahanan. Mendengar bisikan Kim Popo, hatinya Beng Sin
berdebaran, tapi rasa takut lebih menguasai dirinya,
sebab kelihatan ia lompat seperti dipagut ular menjauhi
Kim Popo, kemudian dengan tidak menoleh lagi ia
meninggalkan si nenek. Ia menghela napas melihat orang meninggalkannya.
Akan tetapi ia masih belum putus asa, ia percaya
pancingannya bakal memakan korbannya. Ia yakin benar
Beng Sin telah tergila-gila oleh bentuk badannya dan
mustahil Beng Sin tidak tergetar hatinya kapan sebentar
ia ingat telah mengelus elus buah dadanya yang serba
padat dan merangsang napsu.
Kim Popo masih belum mau pakai pakaiannya, ia tetap
telanjang bagian atasnya dan berdiri memandang kearah
Beng Sin yang sedang duduk dengan tundukkan kepala.
Dalam benaknya Beng Sin berkecamuk pikiran antara
tugas dan bisikan Kim Popo tadi.
Ia curiga Kim Popo memancing dirinya masuk. Kalau
sampai tahanan kabur dari jagaannya, pasti kepalanya
bakal menggelundung ditabas oleh algojo dari
gerombolan jenggot merah, inilah yang mengerikan
hatinya. Sebaliknya, kapan mengingat ia tadi merasakan
halusnya kulit Kim Popo dan padatnya isi sepasang bukit
si nenek, hatinya bergejolak seperti memenangkan tugas
kewajibannya. Bimbang hatinya Beng Sin, beberapa kali ia menghela
napas, seperti juga dengan Kim Popo yang makin keras
perdengarkan elahan napasnya, seperti tengah menekan
napsu. "Hustt....hustt...! Beng Sin..." dengar Kun Popo
memanggil Dengan perlahan-lahan ia angkat kepalanya dan
memandang kejurusan Kim Popo.
Aduh, maak... Terbelalak matanya Beng Sin, melihat
Kim Popo saat itu juga sudah meloloskan pakaian
bawahnya, hingga tampak nyata kedua pahanya yang
montok putih. cuma sayang Kim Popo masih
mengenakan celana pendek. justeru karena ada
halangan ini, yang membuat Beng Sin tiba tiba bergelora
tak tertahankan. Dalam posisi yang menggairahkan itu, Kim Popo telah
memenangkan pilihanan antara tngas dan bisikannya
tadi, karena dengan perlahan-lahan Beng Sin jalan
mendatangi ketika Kim Popo menggapai padanya,
Dengan gerakan tangan Kim Popo minta supaya Beng
Sin kembali pasang kupingnya untuk ia berbisik. ia
menurut, Kim Popo kata: "Orang tolol, kesempatan baik
kau mau lewatkan" Lekas datang masuk! Besok-bessok
jangan harap kau dapatkan diriku, sebab aku tentu
sudah dimerdekakan oleh majikanmu, Aku kasi
kesempatan padamu, lantaran aku mencintaimu, Toako...
Lekas kau masuk..!" Beng Sin berdiri tanpa bergerak. Ia masih sangsi akan
kata-katanya Kim Popo yang merayu.
"Kau tidak akan dapat menemui orang yang tubuhnya
seperti aku, tolol.. !" kata pula Kim Popo perlahan.
Beng Sin diam saja. tidak mengunjuk gerakan bahwa
ia ketarik dengan bujukannya Kim Popo. Si nenek
jengkel, ia unjuk gerakan seperti yang ngambek dan
menjauhkan diri dari Beng Sin, Tapi hanya sebentaran,
sebab kemudian ia mendekati Beng Sin pula dan kembali
berbisik: "Toako, aku sudah bersedia tapi kau masih
sangsi-sangsi, inilah tandanya kau tidak menyinta aku
dan bukannya jodoh. Biarlah nanti dilain penitisan kita
jumpa pula. Sekarang pergilah kau ketempatmu,
khawatir kalau dipergoki kau mendekati aku, kepalamu
bisa-bisa dipenggal! Nah, pergilah sudah..."
Kim Popo menutup kata-kataaja sambil menjauhkan
diri dari Beng Sin. Sang sipir dengan pikiran linglung telah gerakan
kakinya dan kembali ketempatnya.
"celaka!" pikir Kim Popo. "Aku sudah memamerkan
tubuhku seperti orang gila, tapi hasilnya nihil, betul-betul
hatiku sangat penasaran! Sialan...!"
Kim Popo mulai memungut pakaiannya, dan dikenakan
pula, kemudian ia merebahkan dirinya dengan pikiran
melayang jauh. Ia melamun mendapatan It sin-keng dan
menjagoi dalma kalangan persilatan, kemudian bersama
The Sam, orang yang menjadi pujaannya diwaktu ia
masih perawan, dengannya kemudian ia berumah
tangga. Sang malampun sudha tiba, keadaan menjadi sunyi
senyap dalam ruangan itu yang hanya diterangi oleh
sebatang lilin, Tidak cukup sebatang liling menerang
seluruh ruangan yang luas itu yang terdiri dari beberapa
kamar tahanan. Kim popo sudah tidak memikiran pula tentang dirinya
dapat meloloskan diri karena usahanya gagal untuk
memancing si penjaga tahanan yang gagu. Ia malah
menyesal barusan ia seperti orang gila tela meloliskan
pakaiannya dan kasihkan buah dadanya dielus-elus oleh
Beng Sin. "Sialan... " ia menggugam.
Dalam merenungkan nasibnya tiba-tba ia mendengar
suara tangisan dari orang perempuan, itulah tahanan
yang disebelahnya. Tangisannya mengalun makin lama
makin sedih kedengarannya, hingga haitnya Kim popo
tergerak. ingin ia datang menghiburnya namun dirinya
juga mengalami nasib serupa.
Kemudian terdengar suara makian dari tahanan
lainnya, juga suaranya perempuan.
Untuk sementara keadaan ruangan yang tadi sepi
menjadi ramai oleh suara tangisan dan makian mereka.
Kim Popo dapat menyelami kemarahan mereka, entah
sudah berapa lama mereka telah ditahan disitu" Apakah
ia juga akan ditahan seterusnya disitu. masih dalam
pertanyaan, tergantung dari pemeriksaan Hong-jiam Khu
Liang besok pagi atas dirinya.
Betul-betul penasaran ia kalau dirinya harus tertahan,
cita-citanya untuk mendapat It-sin-keng hanya impian
belaka. Ia belum pernah merasa cemas menghadapi
sesuatu, tapi kali ini mengingat akan nasib-nya nanti
membuat ia bimbang. -ooOdwOoo- BAB-14 IA MENHIBUR DIRINYA dengan melamun pada masa
lampau, masa masih perawan, pada malam yang sunyi
itu ia gemetar ketika ditindihi Siauw Cu Leng, ia berontak
tetapi tidak berdaya dan kemudian menikmati kejadian
yang seumur hidupnya tak terlupakan olehnya. Melamun
kesitu. Kim Popo menarik napas beberapa kali dengan
sangat lesu. Tiba-tiba dalam asyiknya ia melamun, ia kaget
kupingnya mendengar suara seperti orang yang
membuka kunci kamar tahanannya. Hatinya berdebaran,
ia menduga pasti akan kedatangannya Beng Sin. Ia
belagak tidak tahu atas kedatangannya, ia mendekur
seperti enak tidur. Segera juga ia merasakan tubuhnya
dirayapi oleh tangan nakal. Kim Popo girang bercampur
geli, karena tangan nakal itu merayapi tubuhnya yang
serba padat. Girang Kim Popo karena ia berhasil dalam usahanya
menjebak si sipir tahanan, geli karena orang itu benarbenar
sangat bernapsu, tangannya menjelajahi tubuhnya
dengan agak kasar." "Toako, untuk apa kau datang...?" Kim Popo berkata
perlahan. Orang itu, yang bukan lain Beng Sin adanya,
mendengus dan tangannya dengan sebat membukai
pakaiannya Kim Popo. Ketika ia menindihi si nenek, pada
saat itulah Kim Popo tidak sia siakan ketika, ia menotok
jalan darah di iga kanannya Beng Sin, yang ketika ilu
juga roboh di-sampingnya Kim Popo.
"Hehehe... !" Kim Popo tertawa seram. "Akhirnya kau
masuk perangkap juga."
Kim Popo bangkit sambil membereskan pakaiannya
yang barusan dibukai Beng Sin. Ia ambil tongkatnya,
sebelum keluar ia persen tendangan pada tubuhnya Beng
Sin hingga si sipir tahanan mencelat tubuhnya dan
terbuka totokannya. Kim Popo lupa bahwa dengan tendangannya itu dapat
membuka totokannya, maka ia jadi kaget ketika Beng Sin
bangun dan menyerang dirinya. Tapi kekagetannya
hanya sejenak. Ia mengegos dari serangan si gagu,


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kakinya terangkat dan menghantam selangkangan orang,
persis mengenakan 'bola', hingga Beng Sin pingsan
seketika itu. "Kau berani main gila pada Popo" Hm!" berkata Kim
Popo. seraya ia kuncikan kamar tahanan dan sekarang
berbalik Beng Sin yang menggantikan Kim Popo-
Pertama-tama ia tolong keluarkan orang-orang
perempuan yang ditahan. Mereka kegirangan, akan tetapi sejenak berubah
ketakutan lagi. Wanita yang menangis tadi ternyata
wanita berparas lumayan, demikian yang lain-lainnya,
semuanya ada tiga wanita yang ditahan. Mereka telah
menolak dipermainkan oleh Khu Liang dan adik-adiknya,
makanya mereka ditahan, di-suruh memikirkan nasibnya.
Katanya, kalau dalam tiga hari mereka masih tidak mau
dengan suka rela menyerahkan dirinya akan diperkosa
secara paksa. Kim Popo mendengar laporan itu bukan main
marahnya. "Kalian jangan takut," ia menghibur. "Aku akan basmi
gerombolan jahat itu!"
Melihat si nenek sangat kosen dengan membawa
tongkat demikian berat, mereka percaya bahwa Kim
Popo ada satu jagoan, maka perasaan takut tadi telah
lenyap. Korban pertama dari tongkatuja Kim Popo adalah
temannya Beng Sin, yang mendengar suara ribut-ribut
sudah masuk kedalam kamar tahanan untuk
menanyakan ada apa" Ia segera berhadapan dengan Kim
popo. Kawan Beng Sin itu kebingungan ketika melihat orangorang
tahanan sudha pada keluar dari kamarnya. Ia
mencari Beng Sin, ternyata kawan itu tidak ada
ditempatnya. Ketika ia menghadang didepan Kim popo
tidak banyak mong lagi.Kim popo kerjakan tongkatnya
yang berat. hingga kepalanya orang itu hancur seketika.
Mendengar ribut-ribut, beberapa penjaga lainnya
sudah datang kekamar tahanan, tapi mereka disapu
tanpa ampun lagi oleh si nenek jagoan. Salah satu dari
mereka dicekuk batang lehernya oleh Kim popo, yang
menanyakan dimana tempatnya Khu Liang dan saudarasaudaranya.
Orang itu mula-mula tidak mau kasih tahu, tapi
setelah Kim Popo mengancam dengan tongkatnya, ia
tidka berani banyak lagak dan menunjukkan tempatnya
sang pemimpin. Mula mula kamarnya Khu Liang, dimana orang she
Khu itu sedang enak tidur dengan isterinya. Pintu
ditendang terbuka oleh Kim Popo. Bukan main kagetnya
Khu Liang. Ia cepat bangun dan sembat senjatanya
sebatang tumbak. "Hehe, Khu Liang, kau mau periksa Popo besok,
sekarang Popo akan kirim dirimu ke akhirat!" bentaknya
seraya kerjakan tongkatnya. Khu Liang menangkis
dengan tombaknya mengemplang dari atas kebawah.
Khu Liang coba mengegos, tapi kurang cepat. Pundaknya
dirasakan amat ngilu kena kehajar tongkat.
cepat Khu Liang pindahkan tombaknya ke tangan kiri.
Dengan tangan kanan ia tak dapat melayani si nenek,
apalagi menggunakan tangan kiri, enak saja Kim Popo
merangsek dan menghantam lagi pundak kirinya Khu
Liang, hingga remuk tulangnya.
senjata tombaknya juga kontan jatuh, Khu Liang
masih sempat angkat kaki, tapi belum berapa langkah
sudah kesusul. Tongkat Kim Popo bekerja, kepalanya
Khu Liang seketika itu juga pecah berantakan.
"Wanita jelek, kau bikin ribut dan berani melakukan
pembunuhan ditempat kami?"
Kim Popo mendengar orang membentak. Ia menoleh,
kiranya itu adalah Khu Sun.
"Hehe! Selamat ketemu dengan orang jelek!" Kim
Popo balas memaki, berbareng ia menerjang, ia
menyodokkan tongkatnya kearah dada. cepat Khu Sun
mengegos, hanya sayang egosannya kurang gesit,
tongkat masih melanggar juga bagian atas iganya, Ia
berjengit kesakitan, sebelum ia dapat menggerakkan
goloknya buat menangkis tongkat Kim Popo yang
menyusul menyodok perutnya, tahu-tahu perutnya sudah
ambrol dimakan tongkat. Ia menjerit dan roboh pingsan dengan mandi darah.
Kim Popo gembira, melihat dengan beberapa sodokan
tongkatnya saja sudah meminta dua korban kepala
gerombolan Jenggot Merah. Beberapa orangnya Khu
Liang dengna nekad mengeroyok Kim Popo. namun siasia
saja usaha mereka. Terdengar jeritan saling susul,
ada yang kepalanya pecah, tulang pundaknya remuk,
kakinya patah keserampang tongkat dan lain-lain.
Hingga sebentar saja kawanan penjahat itu pecah
nyalinya untuk hadapi si nenek yang sudah jadi kalap.
Setelah tidak menemukan lawan lagi, Kim Popo lari
keluar. Diluar rumah ia kesamplok dengan Khu Bin yang
pulaug meronda, ia dikawal oleh sepuluh orangnya,
semuanya membawa senjata.
Khu Bin seenarnya belum waktunya pulang meronda,
tapi mengapa" laporan dar orangnya bahwa dalam
markas nenek yang siang ditangkap itu terlepas dari
tahanan dan mengamuk, maka cepat-cepat ia puiang.
Ia terkejut nampak tongkatnya Kim popo berlumuran
darah. "Orang tua, kau benar hendak meugacau markas
kami!'" kata Khu Bin.
"Memang aku hendak mengacau, malah hendak
membasminya!" sahut Kim Popo
"Kalau kau tidak dikasi rasa, memang juga tidak tahu
kelihayan dari kami orang," barkata Khu Bin, yang
mengira Kim Popo hanya nenek biasa saja
kepandaiannya. "Kau boleh unjuk kelihayanmu!" mengejek Kim Popo.
"Kalau kalian iihay maka Toaya dan Samyamu tidak jadi
korban tongkatku ini!"
Khu Bin kaget mendengar dua saudaranya telah
menjadi korban tongkat si nenek. Ia membentak: "Kau
sudah membunuh kedua saudaraku?"
"Kalau benar kau mau apa?" sahut Kim Popo tenangtenang
saja. "Terimalah pembalasanku!" teriak Khu Bin kalap.
Berbareng ia gerakan pedangnya menusuk si nenek
kosen. Trang!! Suara senjata beradu, itulah tangkisan Kim
Popo dengan tongkatnya. Khu Bin rasakan tangannya kesemutan mencekali
pedangnya yang mau terbang di-bentur oleh tongkat Kim
Popo. Ia tidak nyana si nenek mempunyai tenaga
demikian besar. "Bagus!" mengejek Kim Popo. "Kau masih boleh
menggempur aku beberapa jurus!"
Kim Popo memandang Khu Bin cukup tangguh, karena
pedangnya tidak sampai terlepas oleh benturan
tongkatnya tadi, Namun, ia tidak mengira kalau Khu Bin
sedang gelisah untuk menghadapi si nenek yang kosen.
Khu Bin tidak mau mengadukan pedangnya lagi
dengan tongkat si nenek, ia bertempur mengandalkan
ginkangnya. Repot juga Kim Popo menghadapinya.
Ternyata Khu Bin jauh lebih tinggi kepandaiannya
dibanding dengan dua saudaranya yang telah menjadi
korban tongkatnya. Untuk melayani Khu Bin kepaksa Kim
Popo keluarkan jurus jurus ilmu tongkatnya yang
mematikan. Untuk semeutara Khu Bin masih bisa bertahan, tapi
perlahan-lahan ia keteter. Ia serukan pada sepuluh orang
kawannya untuk turun tangan.
"Hehe, sudah tak tahan, minta bantuan" Hm! Boleh
saksikan, Popo nanti bikin kalian lari tunggang-langgang
tidak ada lobang untuk sembunyikan diri!" berkata Kim
Popo, seraya gerakkan tongkatnya lebih gesit lagi.
Omongan Kim Popo memang bukannya temberang,
sebab lantas berbukti, beberapa orang sudah terkulai
roboh dengan menjerit kesakitan. cepat sekali Kim Popo
mainkan tongkatnya, kemana tongkatnya berkelebat
pasti disusul dengan jeritan lawannya.
"Sungguh liehay!" pikir Khu Bin. Ia juga dengan
sungguh-sungguh mainkan pedangnya.
Kim Popo tak mau buang tempo, ia gerakkan
tongkatnya lebih cepat lagi. Khu Bin kewalahan sewaktu
ia lengah, tongkat si nenek mampir dirusuknya hingga ia
menjerit dan roboh mendeprok ditanah. yang lain lainnya
sudah tidak punya nyali untuk bertempur, mereka sudah
lari berserabutan. Akan tetapi Kim Popo tidak kasi hati,
msreka belum jauh angkat kaki, tongkatnya Kim Popo
telah membikin remuk kepala mereka.
Melihat kemenangannya yang mutlak, Kim Popo
ketawa terkekeh kekeh. Ia menghampiri Khu Bin yang ketakutan setengah
mati jiwanya dicabut. "Kau sudah menang, apa kau masih mau membunuh
orang lagi?" tegur Khu Bin, matanya menatap wajah Kim
Popo yang bengis. Melihat wajahnya Khu Bin yang cakap, Kim Popo
lemas hatinya. "Wajahmu begini cakap, aku menyayangi wajah orang
yang cakap," berkata Kim Popo. "Aku bebaskan kau dari
hukuman mati, biarlah aku hukum begini saja..."
Tongkatnya menyusul berkelebat, kedua dengkulnya
Khu Bin dipukul hancur, Khu Bin tak tahan sakitnya yang
diderita oleh karenanya, maka setelah menjerit ia jatuh
pingsan. Kim Popo tidak menghiraukan pula, ia masuk
pula kedalam msrkas dan menggeledah.
Ia keluarkan wanita yang terpaksa menjadi gulagulanya
tiga pemimpin gorombolan jenggot Merah dan ia
usir pergi. Sementara itu ia kumpulkan bahan bahan yang
gampang menyala, dilain saat markas gerombolan
jenggot Merah itu yang menimbulkan malapetaka untuk
penduduk sekitarnya telah menjadi lautan api.
Kim Popo telah meninggalkan tempat itu dengan
ketawa terkekeh kekeh... Lembah Tong-Hong-Gay... Ang Hoa Lobo masih belum keluar dari lembah Tenghong
gay. Dalam keadaan tidak berpakaian ia lari terbiritbirit
dibuntuti oleh The Sam. Setelah merasa sudah aman
Ang Hoa Lobo hentikan larinya dan duduk mengasoh
dibawahnya sebuah pohon. The Sam duduk disebelahnya. "Adik Goat,
kelihatannya kau lucu tanpa rambut..." menggoda The
Sam. Ia kira Ang Hoa Lobo bakal ketawa dengan digodai
demikian, tidak tahunya si Nenek Kembang Merah sangat
gusar kepada partnernya itu.
Plak! Plok! Pipinya The Sam kena ditampar Ang Hoa
Lobo. "Kau berani menghina aku" Kurang ajar kau
sembarangan berkata!" semprot Ang Hoa Lobo dalam
gusarnya. Sambil meringis-ringis kesakitan, The Sam menyahut:
"Adik Goat, aku toh hanya omong main-main kenapa kau
menampar pipiku begitu keras?"
Ang Hoa Lobo tidak menyahut. ia kelihatan menyesal
menuruti napsu hatinya, terdengar ia menghela napas.
"The Sam, bukan maksudku menyakitimu, barusan hanya
menuruti hatiku yang sedang gusar, sehingga telah
menamparmu. Harap kau tidak jadi marah..."
The Sam ketawa nyengir melihat 'pacarnya' menyesal.
Melihat Ang Hoa Lobo dalam keadaan yang tidak
genah dilihat untuk orang sopan, maka The Sam telah
menawarkan jubahnya untuk dipakai menutupi
badaanya. Ang Hoa Cobo menyambuti dan mengucapkan terima
kasih. "The Sam, tidak jauh dari sini aku lihat ada orangorang
tani tinggal, coba kau pergi kesana minta baju
tukaran untukku, kau bayar berapa saja mereka minta.
Sekalian kau beli makanan untuk kita makan," berkata
Ang Hoa Lobo kepada kawannya.
"Baiklah," menyahut The Sam. "Kau tunggu disini,
jangan kemana mana!"
"Kemana mana, kemana memangnya, apa aku leluasa
berjalan dalam keadaan begini?" kata Ang Hoa Lobo
tersenyum genit. The Sam ketawa. Ia pun lantas meninggalkan si Nenek
Kembang Merah. Setelah The Sam berlalu, Ang Hoa Lobo duduk
termanggu-manggu memikirkan nasibnya. Ia tidak
mengira bahwa ia dibikin malu dilembah Tong hong-gay
oleh si bocah yang dulu ia permainkan wajahnya dipoles
hitam legam. "Bocah itu sangat sakti kepandaiannya, mana aku ada
harapan untuk membalas sakit hatiku...?" ia berkata-kata
sendirian, wajahnya jadi sangat lesu.
Seketika terbayang wajahnya Kwee Cu Gie yang
cakap. Ia menghela napas. Pikirnya; "bocah itu sangat
cakap seperti ayahnya, namun kepandaiannya jauh iebih
atas dari Kwee Cu Gie, Untung ia tidak membalas
dendam untuk satu gebukan tempo hari, Kalau tidak,
wah celakalah aku! Bagaimana juga si bocah ternyata
lebih luhur pribadinya dibandingkan dengan ayahnya
yang sangat kasar menampar pipiku, hingga beberapa
gigiku menjadi ompong.."
Kapan ia mengingat pada saat ia ditampar Kwee Cu
Gie. hatinya mengerodok panas bukan main dan ingin
membalas menampar orang she Kwee itu. sebalik ia,
manakala ia ingat wajahnya Kwee Cu Gie yang cakap
hatinya menjadi lemas lagi.


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kita tinggalkan Ang Hoa Lobo sebentar dan mari kita
lihat The Sam yang hendak membeli pakaian. ia masuk
ke perkampungan petani dan menanyakan kalau-kalau
diantara mereka ada yang hendak menjual pakaiannya.
akan tetapi tidak satupun yang mau melepaskan
pakaiannya di jual. The Sam jadi sangat mendongkol. Menuruti hatinya, ia
mau bikin onar dan merampas terang-terangan, namun
ia pikir perbuatan itu sangat gegabah. Kalau sampai
ketahuan Kwee In ia bisa dapat susah oleh perbuatannya
yang tidak benar. Pikir punya pikir, akhirnya ia mengambil putusan untuk
mencuri saja. Kebetulan ada pakaian perempuan yang
sedang dijemur, ia sudah sikat diluar tahunya yang
punya. Ia kira perbuatannya itu tidak ada yang lihat, ia
lantas lari pulang untuk menemui Ang Hoa Lobo.
Dugaannya tidak ada yang melihat perbuatannya
ternyata tidak benar, sebab ia lari kelihatan dikuntit oleh
sesosok tubuh yang gesit sekali. Dari sedikit agak jauh
orang itu menyaksikan The Sam menyerahkan pakaian
curiannya kepada Ang Hoa Lobo.
"Kiranya untuk ia yang telanjang.." menggugam orang
itu, ketika melihat Ang Hoa Lobo membuka jubah The
Sam dan tubuhnya yang telanjang dilihat tegas olehnya.
Dengan menggunakan kesempatan Ang Hoa Lobo
perhatiannya ditumplek mengenakan pakaiannya, orang
itu gunakan ginkangnya datang mendekati dan sembunyi
dibalik pohon. "Aha, pas juga pakaian ini. coba kau lihat!" berkata
Ang Hoa Lobo, seraya berpose didepannya The Sam,
yang ketawa gelak-gelak melihat barang rampasannya
pas benar dipakai oleh Ang Hoa Lobo.
"Pakaian sudah dapat," kata The Sam. "Sekarang
tinggal kita cari ikat kepala, untuk menutupi kepalamu
yang gundul, adik Goat!"
Orang yang sembunyi dibalik pchon, terkejut
mendengar suara The Sam dan disebutnya 'adik Goat'
lebihan pula bikin wajahnya pucat.
Orang itu bukan lain adalah Kim Popo, yang sudah
datang kelembah Tong hong-gay.
Ia kenali suara The Sam, bekas pacarnya, dan Ang
Hoa Lobo yang dulunya bernama Teng Goat Go. Ia heran
mereka bisa berkumpul bersama sama. Apa mereka
sudah jadi laki bini seperti Siauw Cu Leng tempo hari"
Tanya Kim Popo dalam hati kecilnya.
Ia tidak lantas unjukkan diri, ia mau tahu apa mereka
akan berbuat lebih jauh. Tampak dua orang itu duduk berdekatan. "The Sam,
apa kau bawa juga makanan untukku?" terdengar Ang
Hoa Lobo berkata pada kawannya.
"Ada, ada, ini kau boleh makan..," sahut The Sam
seraya keluarkan makanan kering dari sakunya
diserahkan kepada Ang Hoa Lobo.
Si Nenek Kembang Merah bersenyum genit pada The
Sam. "Kau memang ada sangat perhatikan diriku, lebih
baik dari Siauw Cu Leng tempo hari..."
Ang Hoa Lobo berkata sambil makan kuwe kering-
Tergetar hatinya Kim Popo. Sekarang ia dapat
kepastian The Sam benar telah menjadi kawan akrabnya
si Nenek Kembang Merah. Kemana Siauw Cu Leng
perginjya" Ia menanya pada dirinya sendiri. Ia heran,
kenapa kepalanya Ang Hoa Lobo gundul kelimis, seperti
seorang nikouw" Ia masih mau dengar lebih jauh apa
yang dibicarakan oleh mereka, maka Kim Popo masih
belum mau munculkan diri.
"The Sam, sakit hati ini rasanya sukar dibalas. bocah
itu sangat hebat kepandaiannya, sampai kepalaku ia
bikin licin kelimis tanpa disadari olehku..." terdengar Ang
Hoa Lobo menyatakan pikirnya-
"Memang, aku pikir juga demikian, adik Goat. cuma
saja ia tidak mau berlaku kejam kepadaku, ia hanya
menyontek tali celanaku hingga kedodoran, kalau mau, ia
sudah siang siang mengirim jiwaku ke lain dunia..."
Kim Popo dengar The Sam menjawab.
"bocah" Siapa bocah yang dimaksudkan oleh mereka
yang kepandaiannya sangat hebat?" Kim Popo bertanya
tanya dalam hati kecilnya.
Kim Popo tidak sempat memikirnya, karena ia sudah
dengar pula Ang Hoa Lobo berkata: "Sebenaruja aku tak
usah merasa penasaran dan sakit hati kepadanya, ia
sudah membikin aku malu, karena aku masih hutang
satu gebukan padanya dan tempo dulu aku sudah poles
mukanya menjadi hitam legam. Ia bermurah hati, tidak
sampai membunuh aku ..."
"Dipoles hitam legam?" memotong The Sam. "Adik
Goat, apa ia bukannya Hek bin Sin-tong yang namanya
termasyhur dikalangan Kang ouw?"
"Mungkin dianya, The Sam! Memangnya kenapa?"
tanya Ang Hoa Lobo. Ang Hoa Lobo hanya menyekap diri saja di Coa-kok,
nama Hek-bin Sin-tong ia hanya samar-samar saja
mendengarnya, tidak demikian dengan The Sam yang
berkecimpung dalam rimba persilatan, banyak dengar
cerita orang. Hek-bin Sin-tong namanya mumbul ketika
mengalahkan Su-coan Sam sat, lebih berkumandang lagi
dan menjadi bnuah bibir dalam rimba persilatan, si bocah
telah berhasil memasuki goa ular dan meyakinkan Kitab
Mukjijad (It sin-keng), malah kata orang, It-sin-keng ada
sama si bocah. Hek-bin Sin-tong pada waktu itu menjadi
incaran dari orang-orang Kang-ouw kenamaan untuk
merampas Kitab Mujijadnya.
Maka ketika mendengar jawaban Ang Hoa Lobo,
mendadak saja The Sam menggigil tubuhnya, hingga si
Nenek Kembang Merah menjadi heran dan menanya.
"The Sam, kau kenapa seperti yang sakit panas dingin?"
"Adik Goat, kau jangan berurusan dengan bocah sakti
itu," sahut The Sam ketakutan. "jangankan kita berdua
yang kepandaiannya terbatas, taruh kata ia menghadapi
seratus orang kuat dari berbagai partai, belum tentu
dapat menyentuh ujung bajunya saja. Hek-bin Sin-tong
sangat tersohor namanya dalam kalangan Kang-ouw!"
"The Sam, apa kau bicara betul ?" tanya Ang Hoa
Lobo, ikut-ikutan ketakutan,
"Untuk apa aku manakut-nakuti adik Goat," sahut The
Sam. Lalu The Sam menceritakan apa yang dapat ia dengar,
bagaimana Hek bin Sin-tong dikepung oleh banyak orang
kuat dari Rimba Persilatan ketika ia barusan saja kelnar
dari goa ular. Semua telah menjadi pecundangnya,
jangan pula dapat menangkap Hek-bin Sin tong, sedang
ujung bajunya orang tak bisa menyentuhnya.
"Sungguh hebat bocah itu...." memuji Ang Hoa Lobo.
"Dari itu, adik Goat, mari kita cari tempat lain saja,"
sahut The Sam. Ang Hoa Lobo anggukkan kepala. Ia setuju dengan
pikiran The Sam, ia berkata: "Baiklah, kalau kita sudah
mendapat tempat yang baik, tidak jahatnya kalau kita
meyakinkan kepandaian lebih dalam, meskipun itu tidak
ditujukan untuk melayani Hek bin Sin-tong, bukan" The
Sam, kau sungguh membikin hatiku selalu senang..."
Ang Hoa Lobo berkata, seraya ulur tangannya menarik
The Sam datang lebih dekat. Kemudian ia merangkul dan
menciumi pacarnya. "Manusia manusia hina, tengah hari bolong main cinta,
sungguh membikin orang sopan sangat muak
melihatnya!" tiba-iiba terdengar orang berkata, hingga
Ang Hoa Lobo dan The Sam yang sedang berpelukan
menjadi lompat berpisahan.
Ang Hoa Lobo mengira tadi Eng Lian, atau Bwee Hiang
yang menegur, hatinya berdebar-debar takut, tapi ketika
ia awasi orang yang menegur wajahnya buruk, lantas
saja ia tertawa terkekeh-kekeh. "Aku kira siapa, tidak
tahunya yang datang adik Kim-nya si orang she The?"
Ang Hoa Lobo menyindir. The Sun sementara itu menjadi tertegun. mengawasi
kepada orang yang muncul tiba tiba itu, yang ia kenali
adalah bekas pacarnya dulu, iatah Kong Kim Nio alias
Kim Popo. Ia tidak menduga disitu bakal ketemu Kim
Popo, yang lama ia cari-cari tidak ketemu,
"Adik Kim, kau dari mana?" The Sam menanya mesra,
Pikirnya ia hendak membikin reda amarahnya Kim Popo
yang tampak beringas menakuti.
"Untuk apa tanya, ia tentu sedang mencari kau si
orang she The!" menyindir Ang Hoa Lobo lagi. "Lekas
kau peluk adik Kim-mu yang manis itu'"
"Tutup bacotmu perempuan hina!" bentak Kim Popo
yang kewalahan menahan sabarnya, hingga gemetaran
badannya. "Kau berani menyebut aku perempunn hina"
Memangnya kau perempuan terhormat" Hm! Kalau
perempuan terhormat juga tidak nanti menguber-uber
lelaki'" "Kau yang menguber-uber lelaki," bantah Kim Popo
sengit. "Sudah Siauw Cu Leng kau rebut dari tanganku,
sekarang The Sam kau jadikan gendakmu. Hm! Dasar
perempuan tidak tahu malu"
Dua musuh itu lama tidak ketemu. sekarang mereka
berjumpa dilembah Tong hong-gay, sungguh kebetulan
sekali. Tadinya Kim Popo tidak kenali The Sam yang berubah
buruk rupanya. setelah mengetahui ia galang-gulung
dengan Ang Hoa Lobo ia lantas tahu bahwa buruknya
wajah The Sam itu karena dirusak oleh si Nenek
Kembang Merah seperti ia telah berbuat dulu terhadap
Siauw Cu Leng. "Kau yang tidak tahu malu mencuber-uber The Sam!"
menyindir Ang hoa Lobo. "Dari dulu memang kau tidak
tahu malu. Siauw Cu Leng sudah tidak mau padamu,
masih kau ngotot untuk mempertahankan orang yang
sudah bosan. Sungguh tidak tahu malu!"
Dari dulu, memang Kim Popo kalah kalau adu mulut,
maka sekarang juga Kim Popo harus akui keunggulan
lawan, yang membuat hatinya panas seperti dibakar.
Ia tadinya mau memaki pula lebih banyak, tapi
pikirnya lagi, ia adu mulut juga tak ada gunanya, maka
sebagai gantinya tongkatnya dikasi bekerja menyerang
Ang Hoa Lobo, yang tatkala itu memang siap dengan
tongkatnya juga. Kedua musuh berat itu lantas saja bertempur seru.
"Kau mau melawanku" Hm! Kim Nio, jangan mimpi
kau bakal manang!" jengek Ang Hoa Lobo.
"Kau kira kepandaianmu dapat mengalahkan aku" Kau
jangan mimpi!" "Hehe. mari kita berhantam sampai seribu jurus!"
"Asal kau dapat bertahan dari tongkatku.?"
Ang Hoa Lobo memandang enteng pada Kim Popo. Ia
pikir Kim Popo kepandaiannya tak seberapa, masa dapat
menang padanya?" Namun, ketika melihat makin lama Kim Popo
memainkan ilmu tongkatnya sangat hebat, Ang Hoa Lobo
jadi keder juga. Ia terus berikan perlawanan seru, ia
gunakan tongkatnya mengarah bagian-bagian yang
mematikan. Sayang, semua itu dapat ditangkis oleh Kim
Popo yang lincah sekali gerakannya.
"Hei, kepandaian kau tambah juga?" tiba-tiba Ang Hoa
Lobo berkata. "Memangnya hanya kau saja yang tambah
kepandaian?" jengek Kim Popo.
Dua macan betina itu bertarung sangat hebat! Suara
wat wut wat wut dari bekerjanya tongkat berulang kali
terdengar. Tongkat kedua pihak perdengarkan suara
menderu deru saking hebatnya mereka main-kan. Mulamula
The Sam masih dapat bedakan yang mana Kim
Popo dan yang mana Ang Hoa Lobo, tapi makin lama
mereka bertarung makin cepat, hingga tampak dua
bayangan saja yang berkelebatan.
-ooOdwOoo- BAB-15 ANGIN pukulan tongkat mencapai jarak dua tombak,
hingga The Sam tidak berani datang dekat dekat.
Hatinya saja yang merasa sangat cemas, ia tidak berdaya
untuk melerai dua jago betina itu.
Kepandaiannya dibawah dari mereka, cara bagaimana
ia dapat melerainya"
The Sam berdiri bengong terlongong-longong
menyaksikan dua betina itu bertempur mati-matian. The
Sam mengira mereka bertarung karena gara gara dirinya
(The Sam), ia tak tahu mereka bertempur karena
dendaman lama. Mereka telah keluarkan jurus simpanan
yang hebat, namun keduanya sama tandingan, belum
kelihatan ada yang keteter.
Masing-masing mengagumi kepandaian lawan, namun
making masing tidak mau mengalah, mereka sudah
berkeputusan nekad, bahwa kematian saja yang
menentukan nasib mereka. Pada saat itulah, tiba-tiba....
Dari kejauhan tampak setitik hitam itu membesar,
itulah si burung raksasa yang terbang mendatangi. Si
Rajawali emas dengan garangnya terbang kearah tempat
pertarungan. The Sam ketakutan setengah mati dan lari
mengumpat mendekati pohon. Ketika sudah datang
dekat, si burung raksasa mengebut dengan sayapnya
yang luar biasa kearah Kim Popo dan Ang Hoa Lobo yang
sedang ngotot bertempur. Kebasan sayap si Rajawali
Emas akibatnya hebat, karena kedua jago betina itu
dapat dipisahkan dan terlempar beberapa meter jauhnya.
Keduanya masih penasaran dan hendak bertempur
pula, tapi kembali si burung raksasa mengebaskan
sayapnya dan dua jago betina itu terlempar jauh sekali.
Keduanya bergulingan untuk beberapa lamanya.


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka dengan gesit sudah melejit berdiri pula. Kali ini
mereka tidak bertempur, hanya mendongak mengawasi
si burung Rajawali yang melayang-layang diatasnya
dengan sangat gnsar, Keduanya pada mengacung
acungkan tongkatnya, seakan-akan menentang kepada si
Rajawali, mulutnya mencaci maki dengan penuh
penasaran. "Burung sinting, kau kemari kalau berani." tantang
Kim popo. "Memang itu burung celaka, mari kau datang dekat,
akan kukempalng pecah kepalamu!" teriak Ang Hoa Lobo
yang tak kurang gusarnya.
Sayup-sayup terdengar orang cekikikan ketawa. Kapan
dua jago betina itu mengawasi lebih tegas, ternyata
dipunggung si burung raksasa ada dua gadis jelita yang
sedang duduk dengan ketawa cekikikan.
Dua nenek itu makin marah. Sekarang marahnya
ditumplek pada Bwee Hiang dan Eng Lian. mereka
mencaci maki habis-habisan. Rupanya suara mereka
kedengaran oleh dua jelita itu. SEbab kedengaran Eng
Lian balas memaki2: "Hei nenek-nenek sedeng(sinting)!
Kalian bukan mengucap terima kasih kami pisahkan
kalian berkelahi. ini malah memaki orang, apa macam
jadi orang tua bertempur begitu.hiihihi...!"
"Budak hina!" teriak Kim popo gemas "Kau datang
kemari, rasakan tongkat nenekmu!"
Ang Ho. Lobo juga tak mau ketinggalan unjuk
kegalakannya. ia acungkan tongkatnya dan menantang
kedua jelita kita untuk bertarung
Tiba-tibaa terdengar si burung Raksasa perdengarkan
suaranya yang meringkik menakutkan, hingga kedua
nenek itu menjadi terkejut dan keder juga.
Tiba-tiba burung itu menukik tajam, Kim Popo dan
Ang Hoa Lobo memejamkan matanya terima binasa.
sebab untuk lari sudah tidak keburu. Untuk kekagetannya
tangannya dirasakan enteng. Kiranya tongkat Kim Popo
dan Ang Hoa Lobo dalam cengkeramannya si burung
Rajawali dan sedang dibawa terbang naik keangkasa.
Hati kedua nenek itu lega, hanya tongkatnya yang
hilang, bukannya jiwanya.
Mereka jadi saling pandang dengan hidung
mendengus. "Dasar kau perempuan sialan tongkatku jadi dibawa si
burung bangsat!" Kim Popo menyalahkan Ang Hoa Lobo.
Tentu saja si Nenek Kembang Merah tidak mengerti
dirinya dikatakan sialan. Ia menyahut: "Kau yang sialan.
makanya tongkatku di sambar burung sinting itu!."
"Kau memang perempuan jalang. makanya juga
burung membenci padamu"
"Kuu perempuan jalang! kalau tidak menguber-uber
lelaki" Rupanya dendaman lama tidak mudah dilenyapkan,
maka kedua musuh itu sudah bertengkar lagi. The Sam
menjadi cemas. ia berkata: "Adik Kim dan Goat, aku
mohon kalian jangan bertengkar lagi. Mari kita lekas
pergi dari sini, kuatir nanti Hek bin Sin-tong datang.
Kalian lihat, Rajawalinya sudah datang, pasti Hek-bin Sintong
sudah tidak jauh lagi dari sini. Mari kita pergi"
mengajak The Sam! "Perduli apa dengan hek, pek atau Cek bin Sin-tong,
aku tidak takut!" kata Kim Popo dengan suara tenang. Ia
mau pertunjukkan kepada Ang Hoa Lobo dan The Sam
bahwa ia tidak takuti siapa juga.
Sebaliknya dengan si Nenek Kembang Merah,
mendengar The Sam menyebutkan namanya Hek-bin
Sin-tong hatinya sudah keder dan ingin berlalu dari situ,
cuma saja si musuh terus mengejeknya, hingga ia jadi
panas dan hampiri Kim Popo.
"Memangnya kau mau jadi jagoan" Kau kira aku
takut" Mari, mari kita bergebrak lagi!" tantang Ang Hoa
Lobo yang jadi gemas dengan mulutnya Kim Popo yang
terus-terusan menyindiri dirinya.
"Siapa yang takuti kau, perempuan liar! Mari sini, aku
akan bikin mukamu babak belur!" Kim Popo balas
menantang, seraya gulung lengan bajunya.
Ang Hoa Lobo di lain pihak juga sudah menggulung
lengan bajunya. The Sam menjerit-jerit melerai, akan tetapi kedua
musuh buyutan itu tidak mau mengerti dan mereka
kembali bertempur seru. Keduanya masih penasaran,
mereka tidak ingat kepada burung raksasa tadi yang
memisahkan mereka, tanpa turun tangannya si burung
Rajawali yang melerai, rasanya diantara dua jago betina
itu sudah ada salah satu yang menggeletak mati.
Sedang sengitnya mereka bertarung, tiba-tiba
terdengar suara ketawa melengking tajam.
Itulah ketawa dari seseorang yang lwekangnya susah
diukur tingginya, sebab meskipun Kim Popo dan Ang Hoa
Lobo yang mempunyai lwekang tinggi, tidak urung
hatinya tergetar dan suara ketawa itu menusuk tajam
kedalam telinga. Mereka hentikan bertempurnya dan masing-masing
celingukan mencari dari mana datangnya suara ketawa
tadi. Kapan mereka mendongak dan mengawasi keatas
pohon, disana ada orang muda berwajah cakap tengah
uncang uncang kaki ketawa nyengir kearahnya.
Mereka lantas saja meuduga bahwa suara ketawa tadi
adalah keluar dari mulutnya anak muda diatas pohon itu.
The Sam tampak menggigil badannya, sedang Ang
Hoa Lobo yang kenali siapa pemuda itu diam diam sudah
menarik The Sam untuk angkat kaki. Mereka sudah tobat
untuk berhadapan dengan si bocah Sakti.
Sebaliknya dengan Kim Popo. Ia biarkan Ang Hoa
Lobo dan The Sam berlalu, tapi ia menggapai pada si
anak muda dan berkata: "Mari sini, kau belum kenal
dengan kepalan nenekmu, makanya kau usilan! Lekas
turun!" "Aku sudah turun, kau mau apa nenek tua?" Kwee In
tiba-tiba saja sudah berada didepan Kim Popo yang
barusan menantangnya hingga si nenek menjadi terkejut
akan kecepatannya orang bergerak menggunakan
ginkang. Kim Popo terkejut kapan nampak wajahnya Kwee In
yang sangat cakap. "Kau..." katanya dengan suara tertahan.
"Ya, aku anaknya Liok Sinshe!" sahut Kwee In ketawa.
Kim Popo berdebaran hatinya. Ia lihat parasnya Kwee
In memang sama dengan Liok Sinshe, makanya juga ia
kata dengan ragu-ragu tadi.
Biasanya, kalau mendengar disebut namanya Liok
Sinshe Kim Popo lari terbirit-birit. Tapi sekarang ia
ketawa nyengir, ia tidak takut, karena ia sudah
bertambah kepandaiannya, tidak takut ia menghadapi
Liok Sinshe yang dulu sebagai momok untuknya.
"Aha," kata si nenek. "Tempo hart kau ketemu aku
mukamu hitam macam pantat kuali, sekarang berubah
cakap seperti bapaknya, kau toh Hek-bin Sin tong,
bukan?" "Aku bukan Hek-bin Sin-tong lagi, sudah berubah
menjadi Giok bin Long-kun!" menggoda Kwee In jenaka.
"Hehe, memang pantas kau pakai nama baru itu," Kim
Popo tertawa. "Aku tak perduli kau Hek-bin Sin-tong atau
Giok bin Long-kun, yang penting kau harus tahu
dataiignya aku kemari dengan mempunyai maksud
tertentu." "Kau bermaksud apa datang kemari?" tanya Kwee In
heran. "Kau jangan berlagak pilon," kata Kim Popo. "Tempo
hari kau sudah rampas pulang Tiam-hiat Pit-koat, aku tak
akan tarik panjang, asal kau sekarang suka menyerahkan
It-sin-keng kepadaku."
"Oo, jadi Popo datang jauh-jauh untuk It-sin keng?"
menyindir Kwee In. "Ya, lekas kau keluarkan dan serahkan pada
nenekmu," kata Kim Popo seenaknya saja.
"Kalau Popo punya kepandaian, boleh masuk dalam
goa ular, sebab It-sin-keng ada disana, mengapa kau
minta padaku?" "Kau mau membohongi Popo-mu?" Aku tahu It-sinkeng
sudah ditanganmu, makanya juga aku datang
kemari. Lekas, jangan main-main, aku tak ada tempo!"
Kwee In ketawa gelak-gelak mendengar Kim Popo
nyerocos seenaknya saja. "Apa yang kau ketawakan anak kecil?" bentak Kim
Popo "Aku ketawakan lagakmu. Popo. Kau datang buat
minta It-sin-keng, sedang aku tidak punya kitab mujijad
itu, cara bagaimana aku dapat kasikan kepadamu?"
"Kau jangan bikin Popomu marah. Lekas kasi kitab itu
padaku, urusan selesai sampai disini sudah. Popo tidak
ada tempo lama-lama bicara dengan kau!"
"Itu nenek telah gila, untuk apa adik In layani?" tibatiba
Eng Lian nyeletuk. Kiranya dengan diam-diam Eng Lian dan Bwee Hiang
sudah datang kesitu, untuk melihat keramaian Kim Popo
akan dikocok oleh adik In-nya.
"Anak kecil, kau jangan campur urusan orang tua!"
bentak Kim Popo nyaring, "Orang tua justeru jangan campur urusan anak kecil,
lekas kau enyah cari sini!" Eng Lian mengusir.
"Kau berani usir aku?" bentak Kim Popo marah.
"Kenapa tidak berani" Awas asal kau omong tentang
It-sin-keng lagi, nonamu tidak segan-segan akan
mengunci mulutmu!" Eng Lian jawab dengan berani.
Kim Popo marah "Kau anak kecil berani amat?"
bentaknya. "Kau orang tua berani amat?" Bwee Hiang menyelak,
sebelum Eng Lian menyahut
"Hehe!" Kim Popo tertawa. "Mari, dua-duanya maju,
Popo nanti kasi les bagaimana rasanya kalau pantatmu
dihajar" Bwee Hiang dan Eng Lian ketawa cekikikan
mendengar perkataan Kim Popo. Mereka anggap si
nenek amat lucu. "Hei, kau bcrurusan sama itu anak-anak kecil, atau
sama aku si orang tua?" menggoda Kwee In seraya
mengawasi wajahnya si nenek.
Kim Popo deliki matanya! "Kalian mau permainkan
Popomu?" bentaknya. "Siapa sudi punya Popo setengah sinting!" berkata Eng
Lian. "Kurang-ajar!" bentaknya. "jangan berdua, hayo kalian
bertiga maju semua, Popomu tidak tinggal lari!"
"Betul?" menegasi Bwee Hiang ketawa.
"Kenapa tidak betul?" Kim Popo panas hatinya.
jagoan benar Kim Popo itu, berani menantang Kwee In
bertiga maju sekaligus. Kim Popo hanya mengukur kepandaiannya sangat
tinggi, tidak mengukur berapa kepandaiannya tiga bocah
itu yang menggodai kepadanya.
It-sin-keng untuk sementara terlupakan oleh Kim Popo
saking panas hatinya. "Hayo, mari kita kerubuti nenek jagoan ini!" mengajak
Bwee Hiang pada Kwee In dan Eng Lian. Mereka
memang sudah sepakat akan mempermainkan Kim Popo.
"Maju, majulah, jangan takut Popo tak akan
menurunkan tangan jahat!" kata Kim Popa seraya
tertawa terkekeh kekeh. Belum habis ketawanya, ia rasakan kupingnya ada
yagg jewer. Itulah Eng Lian yang menyerang dengan
tiba-tiba. hingga si nenek kaget kupingnya kena dijiwir
anak kecil, Ia memburu pada Eng Lian dan mengirim serangan
dengan tangan terbuka, namun sebelum ia mengerahkan
lwekangnya, Bwee Hiang menyambar dan menjiwir
kuping yang satunya lagi, hingga si nenek berkaok-kaok
marah. Belum ia menutup rapat mulutnya, tiba-tiba selembar
daun kecil masuk kemulutnya dan nyelip
ditenggorokkannya, hingga ia kuwak-kuwek untuk
mengeluarkannya. Itulah Kwee In yang meniup daun dari
telapakan tangannya dan masuk persis dalam mulutnya
Kim Popo. Sedang batuk batuk dan kuwak-kuwek mengeluarkan
daun yang nyelip ditenggorokannya, tiba-tiba kakinya
yang kiri ditarik Eng Lian, kemudian yang kanan oleh
Bwee Hiang. hingga ia sangat marah. Ia gunakan 'Tjian
kin-tui', membikin berat-badannya ribuan kati, supaya
jangan terangkat oleh dua dara jelita itu. Ia sebenarnya
berhasil menggunakan ilmunya itu kalau saja Kwee In
tidak jail campur tangan. Si bocah nakal dekati si nenek
dan menepuk kibulnya, hingga tenaga yang telah
terpusatkan tadi menjadi buyar dan dengan entengnya
Bwee Hiang dan Eng lian menggusur si nenek beberapa
meter jauhnya, kemudian dilemparkan setelah diayun
ambingkan dulu. Bluk! terdengar suara tubuh terbanting. Itulah Kim
Popo yang jadi sangat penasaran dipermainkan oleh tiga
anak kecil. "Bagus...bagus. kalian menghina satu nenek. Kalian
mengeroyok, keroyoklah dan mampusi sekali, nenekmu
tidak takut!" berkata Kim Popo ketika melihat ia sedang
ditertawakan oleh Kwee In dan dua gadisnya.
"Kapan tadi minta di keroyok?" tanya Bwee Hiang
keheranan mendengar perkataan si nenek yang dibalikbalik.
"Makanya, aku sudah bilang ia nenek sinting!
Seenaknya saja menjilat kata-katanya" menyelak Eng
Lian sebelumnya Kwee In. "Jadi bagaimana kemauanmu?" tanya Kwee In.
"Kau jangan ikut-ikutan... biar kedua anak kecil ini


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeroyok aku!" sahut Kim Popo.
KWee In ketawa geli sambil mengedipi dua gadisnya.
"Jadi kami berdua yang melawan nenek?" kata Eng
Lian jenak. Kim popo tersenyum, pikirnya :"Nah, kena juga aku
tipu, kau berdua bisa apa tanpa bantuan bocah?"
Hatinya kegirangan ia bakal permainkan Bwee Hiang
dan Eng Lian. "Mari, mari maju!" tangannya sambil pasang kudakuda.
"Enci Hiang, kau dari belakang, aku dari depan, bisa
apa sih nenek tua itu terhadap kita?" kata Eng Lian
seraya ketawa cekikikan. Bwee Hiang yang juga ketawa-ketawa telah
mengiakan. Diserang dari belakang dan depan si nenek pasang
mata benar-benar. "Awas! Serangan datang!" teriak Eng Lian, menyusul
tangannya bergerak dan kepalanya menjotos kearah
dada si nenek. cepat serangan itu, diluar dugaan Kim Popo, maka
dengan gunakan gerakan 'Ular kaget lompat setindak
kebelakang baru ia dapat menghindarkan serangan si
dara nakal. Apa mau dari belakang sudah ada Bwee
Hiang yang menyambut dengan serangan kearah
punggung. Si nenek kaget mengetahui datangnya
serangan dari belakang, buru-buru ia buang dirinya
kesamping. Ia cepat melejit bangun lagi, sial, Eng Lian
sudah siap dengan pukulan menyilang, hingga Kim Popo
terjepit dari depan belakang.
Namun dua gadis kita hanya main-main saja, mereka
tidak teruskan pukulannya, hingga si nenek bernapas
lagi. Sebenarnya ia harus tahu bahwa itu hanya
kemurahan hati dari kedua jelita itu, tapi si nenek
memang bandel belum kapok kalau belum dikasi rasa,
maka ia sudah menyerang pada Eng Lian yang sedang
cekikikan ketawa. Ini boleh dikatakan serangan
membokong. Namun Eng Lian tidak gugup, ia buang
dirinya kesamping, berbareng kakinya menggaet,
sehingga si nenek jatuh terpelanting. Gesit gerakannya
Kim Popo, begitu jatuh ia melejit bangun lagi. cuma
sayang didului oleh Bwee Hiang, sebelum ia tahu apaapa
ia rasakan pipinya ditampar dua kali, hingga mau
semaput rasanya. Ia balas dengan pukulan maut, tapi
Bwee Hiang sudah tidak ada didekatnya. Mulutnya sudah
dibuka hendak memaki, tahu-tahu diremas oleh Eng Lian
hingga si nenek berkaok-kaok kesakitan dan hampir
mewek digocek oleh dua jelita kita.
Kwee In yang menyaksikan itu seraua telah tertawa
gelak gelak. Kim Popo berdiri dengan muka bengis penuh
penasaran. "bocah, kau tertawakan apa?" bentaknya kemudian.
"Bagaimana, apa kau menyerah?" Kwee In balik
menanya. Dasar nenek bandel, ia belum menyerah rupanya. Ia
berkata: "Aku kalah karena dikeroyok dua orang,
sekarang kau boleh maju satu demi satu, nenekmu
belum tentu kalah. cobalah, nanti baru ketahuan
kelihayan nenekmu!" lucu sebenarnya segala omongan Kim Popo, tadi ia
minta dikeroyok dua, lantas menantang satu sama satu,
ia tidak rela dikalahkan oleh dua orang.
Bwee Hiang dan Eng Lian ketawa ngikik. Mereka tahu
memang Kim Popo orangnya bandel, omongannya suka
diputar balik, ini mereka dengar dari Kwee In yang telah
memberitahukan dua gadisnya sebelum mempermainkan
si nenek. Kwee In dan dua gadisnya sudah berkumpul pula.
"Untuk bikin kau merasa puas, maka kau boleh pilih
diantara kami siapa yang kau ingin ajak berkelahi dulu,"
berkata Kwee In kepada Kim Popo.
Si nenek membuka lebar matanya.
Ia tahu Kwee In tentu paling kuat, dengan
menundukkan si bocah rasanya tidak sukar untuk ia
dapatkan It-sin-keng. Maka ia lain berkata: "bocah, aku
mau bertempur dengan kau. Tapi dengan syarat, kalau
kau kalah dua budak itu jangan penasaran dan nanti
mengeroyok pula aku. Ini aku tidak mau. Dan lagi..."
"Dan lagi, apa?" tanya Kwee In kepingin tahu.
"Dan lagi, kalau syarat yang aku katakan tadi
terpenuhi, kau harus menyerahkan padaku It-sin-keng!"
jawab Kim Popo sambil ketawa.
"It sin keng..." mengagumam Kwee In.
"Untuk memenuhi syaratmu tanpa It-sin-keng
mungkin aku bisa luluskan, kalau Kitab Mujijad itu
dibawa-bawa aku tidak bisa terima karena kitab itu tidak
ada sama aku." "Hm!" mendengus Kim Popo. "Kau bukan laki-laki,
tidak berani menerima syaratku!"
"Baik begini saja," kata Kwee In. "Kalau aku kalah
daiam tiga jurns, aku dengan dua Enciku akan tekuk lutut
didepanmu mengaku kalah dan angkat kau sebagai guru
kami, tapi kalau kau yang kalah bagaimana?"
"syarat demikian tidak jelek," sahut Kim Popo
kegirangan. "Kalau aku kalah, aku akan pergi
meninggalkan lembah dan berjanji tidak akan
mengganggu kalian lagi."
"Itu sih keenakan untukmu, nenek tua!" menyelak Eng
Lian. "Habis, bagaimana mestinya?" tanya Kim Popo, sambil
deliki matanya. "Asal kau kalah, tak usah kau berlutut, tapi kasikan
tanganmu untuk aku pelintir seperti dulu kau pilintir
tangannya adik In, maukah?"
Kim Popo terkejut Eng Lian mengungkap kejadian
dulu-dulu, terbayang olehnya bagaimana ia pelintir si
bocah hingga berketel-ketel keringatnya mengucur
saking menahan sakit. Ia lakukan itu untuk mendapatkan
kitab ilmu menotok jalan darah dari Kwee In. Mengingat
bagaimana sengsaranya tangan dipelintir demikian, ia
ragu ragu untuk menerima syarat yang diajukan si gadis
nakal. "Bagaimana, kau bersedia?" desak Eng Lian ketika
melihat si nenek diam saja.
"Mana ia berani, adik Lian. Nenek ita orangnya licik,
mana ia mau terima," kata Bwee Hiang pada Eng Lian.
"Nyalinya kecil, kau lihat saja romannya!"
Kim Popo nasping (panas- kuping) dihina Bwee Hiang.
tanpa menghiraukan akibat2nya pula ia berkata: "BaikIah
aku terima syarat yang dimajukan nona kecil tadi."
"Enci, kau keliru, nyalinya besar bukan?" memnji Eng
Lian segera mengedipi matanya kepada Bwee Hiang.
Kwee In ketawa saja melihat dua gadisnya mengotcok
si nenek. "Bagaimana caranya sekarang kita bertempur?" tanya
Kim Popo. "Sukanya. kau boleh pilih sendiri," sahut Kwee In.
Kim Popo tidak mau makan tempo, ia mau dalam
segebrakan saja Kwee In sudah dijatuhkan, maka ia
telah memilih jalan licik. Ia berkata: "Begini saja, kita adu
Iwekang. Kau berdiri dalam jarak tiga langkah, aku
memukulmu. Asal kau tahan pukulanku tidak bergeming,
artinya kau menang. Tak usah kita bicarakan tiga jurus
segala." "Enak saja kau ngomong," nyeletuk Eng Lian. "Mana
bisa begitu, itu tandanya kau sangat licik nenek tua!
Bagaimana kalau dibalik?"
"Tidak apa, biarkan ia puas!" kata Kwee In.
Kim Popo sebenarnya tidak menjawab perkataan Eng
Lian, sebab memang terang-terangan ia berlaku licik. Ia
merasa syukur Kwee In menyelak dan menerima
usulnya. "Dasar anak tolol," Ia mengatakan Kwee In dalam
hatinya. "Kau masa tahan pukulan nenekmu yang
digerakkan dengan tenaga penuh" Aii, dasar aku bakal
punya tiga murid, ada ada saja, tawaran yang tidak
lumrah main terima saja..."
Eng Lian tidak kata apa-apa lagi, ketika Kwee In
menyelak. Ia berkata tadi hanya untuk bikin si nenek
kegirangan saja dan bernapsu kumpulkan tenaganya
memukul Kwee In, sebab ia tahu benar Kwee In pasti
bikin si nenek malu. "Mari kita mulai!" kata Kim Popo.
"Baiklah." sahut Kwee In dan berdiri didepan Kim Popo
dalam jarak setombak. "Kenapa kau tidak pasang bhesi (kuda-kuda)?" tegur
Kim Popo melihat Kwee In berdiri biasa saja untuk
kasikan dirinya di serang.
"Aku tak biasa pasang bhesi," jawab-nya tenang.
"Hm!" mendengus Kim Popo. Ia merasa dihina si
bocah. Diam-diam ia berkata;
"Lihat aku nanti bikin malu kau, bocah!"
"Siap!" seru Kim Popo nyaring. Ia kumpulkan tenaga
dalamnya, kemudian ia menyerang dengan hebat sekali.
Hebat karena ia menggunakan tenaga maximum untuk
membuat terpental tubuhnya Kwee In.
Angin pukulan yang keras melanda Kwee In, akan
tetapi si bocah tinggal tidak bergeming, malah angin
pukulan itu tertolak balik dan menyambar dirinya Kim
Popo yang sedang ketawa riang. Seketika itu juga tidak
ampun lagi Kim Popo jatuh terpelanting beberapa meter,
kemudian duduk semedhi untuk mengusir rasa sesak
didadanya. Setelah rasa sesak mulai reda, ia membuka matanya
dan dapatkan dirinya sedang diawasi oleh Kwee In dan
dua gadisnya. Bimbang pikirannya, apakah ia harus
menyerah" Kalau menyerah, bagaimana sakit nanti
tangan dipelintir Eng Lian. Sebaliknya, kalau ia tak
menyerah, apakah ia dapat melarikan diri dari si bocah
dan dua gadisnya yang kelihatan mempunyai ginkang
yang hebat" Ia mengambil putusan dari pada terhina lebih baik ia
melarikan diri. Demikian, ketika Kwee In dan dua gadisnya sedang
kasak-kusuk, ia gunakan ketika itu untuk melejit lari.
"Kau mau lari?" terdengar Kwee In membentak.
menyusul terdengar siulan nyaring, tahu-tahu sang
Rajawali sudah melayang-layang diatas kepalanya Kim
Popo. Tampak ia menukik dan melayang rendah, satu
kebasan dari sayapnya cukup membikin Kim Popo
terpelanting bergulingan ditanah.
Kim Popo masih dapat melejit bangun dengan
menggunakan ilmu 'Le-hi-ta-teng' (ikan gabus meletik),
ia coba melarikan diri lagi sambil tidak hentinya mulutnya
memaki-maki si burung raksasa yang membuat ia
sungsang sumbel. Belum berapa jauh lari, kembali ia
dikebut oleh sayapnya si burung raksasa, kembali Kim
Popo bergulingan hingga kondenya (gelung) tak keruan
dan rambutnya beriap-riap seperti orang gila.
Kim Popo kelihatan tidak takut oleh sang Rajawali, ia
tampak berdiri lagi. Sambil tangan kirinya bertolak
pinggang, tangan kanannya dikepalkan dan diacungacungkan
keatas seperti menantang si burung raksasa
berkelahi. Memang juga ia menantang, sebab terdengar
ia membentak-bentak: "Burung setan, kalau kau berani
turun sini! Akan kumampusi, kau berani main gila dengan
nenekmu! Hayo, mari turun!"
Si Rajawali Emas melayang layang diatasnya seperti
ngeledek si nenek. Pakaiannya sudah kusut dan robek sana-sini,
rambutnya riap-riapan, benar-benar keadaan Kim Popo
saat itu seperti orang gila. Tengah ia memaki-maki, tiba
tiba si burung raksasa menukik dan menyambar Kim
Popo. Dengan enteng sekali kelihatannya Kim Popo
sudah berada dalam Cengkeraman kakinya yang runcing.
Kim Popo berteriak-teriak ketakutan berontak-berontak
percuma saja ia dibawa melayang-layang diangkasa.
Si burung raksasa rupanya tidak berniat mengganggu
jiwanya si nenek, sebab sebentar lagi ia melayang
rendah dan dalam keadaan setengah pingsan Kim Popo
telah dilemparkan ketanah.
Kim Popo masih ingat dirinya, sebab begitu
menyentuh tanah ia sudah bangun lagi dan lari kearah
yang banyak pepohonan. Pikirnya, dengan dirintangi oleh
banyak pohon-pohon sang Rajawali tidak bisa
mengganggu padanya pula, karena banyak cabang yang
merintangi untuk si burung raksasa terbang. pasti
sayapnya yang besar lsbar itu akan kesangkut oleh
cabang-cabang pohon. Benar saja Kim-tiauw tidak berani mendekatinya.
Hatinya merasa lega, tapi tetap mulutnya memaki-maki
dan menjual-pahit si burung raksasa lekas mampus.
Baru saja ia merapihkan pakaian dan rambutnya
hendak melangkah pergi, tiba-tiha ia mendengar suara
ber!! ber!! menyeramkam dari balik pohon. Lekas juga
dua orang utan muncul didepannya. Kiranya Toa-hek dan
ji-hek yang muncul, sedang Siauw-hek muncul
belakangan. Badannya Siauw hek lebih besar dari kedua
orang tuanya, menyeramkan sikapnya. Kim Popo
dikurung oleh tiga gorilla bukan main ia ketakutan.
Pikirnya: "Celaka nasibku ini, terlepas dari si bocah
dan dua gadisnya, lantas ketemu si burung sialan,
sekarang jumpa dengan ini tiga orang hutan yang
menakutkan, benar aku menemukan kekalahan total di
lembah Tong hong gay ini..."
Kalau Kim Popo masih punya tongkat ditangan,
mungkin ia dapat memberikan perlawanan, tapi
genggamannya tidak ada, maka meskipun ilmu silatnya
tinggi juga tak dapat ia mengelakkan keroyokan dari tiga
gorilla yang tinggi besar itu.


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia coba tabahkan hatinya. Pikirnya, dengan
menggunakan ilmu silatnya mungkin ia dapat
merobohkan satu-dua gorilla yang mengepungnya itu.
maka seketika itu ia telah keluarkan kepandaiannya
ketika ia hendak disergap mereka
Untuk kekagetannya, ia dapat kenyataan kawanan
gorilla itu juga mempunyai kepandaian silat, sebab
beberapa serangannya telah dikelit dengan bagus,
Kim Popo menjadi putus asa menghadapi itu.
Dalam lengahnya ia kena dirangkul Siauw-hek dari
belakang. Ia meronta-ronta keras, untuk akhirnya
menjadi lemas. Seram rasanya tangan yang halus kena
dipegang oleh tangan gorilla yang banyak bulunya,
tubuhnya Kim Popo yang masih serba padat seperti
lenyap dalam dekapannya si gorilla perjaka.
lucu si Siauw-hek itu, bukan saja ia mendekap Kim
Popo, ia menciumi leher dan pipinya si nenek, hingga
Kim Popo pucat dan ketakutan. ..Pikirnya: "Habislah
badanku diganyang kawanan gorilla genit! Bagaimana
aku dapat mempertahankan diri, sedang kedua lututku
sudah lemas" Sungguh nasibku sialan, tahu begini aku
tidak berani datang mencari si bocah.....Apa itu It-sinkeng"
Kitab yang hanya membawa celaka.. !"
Sekonyong konyong ia kaget merasakaa kakinya ada
yang angkat, itulah ji-hek yang memegangi kedua
kakinya. Badannya si nenek merosot dan kedua
tangannya di-pegangi Siauw-hek, hingga ia dalam posisi
bergelantungan saat itu. Kim Popo ketakutan ketika ia diayun ambingkan oleh
dua gorilla itu. Ia sudah tidak berdaya, matanya dipejamkan
menerima nasib yang akan menimpa padanya. Ia tidak
menanti lama, begitu badannya diayun keras, tibatiba........
pung! saja tubuhnya melambung tinggi dilemparkan
keangkasa oleh dua gorilla tadi.
Terdengar mulutnya ketiga gorilla itu ramai, rupanya
mereka sedang mentertawakan tubuhnya si nenek yang
ngapung dan melambung tinggi.
Dalam keadaan lemas Kim Popo tak dapat
mengeluarkan kepandaiannya untuk menahan jatuh
tubuhnya. Maka... buk huk buk buk saja terdengar suara keras
barang jatuh dan itulah badannya Kim Popo yang
disambut oleh tanah. Seketika itu juga si nenek jatuh pingsan dengan badan
dirasakan remuk. Kasihan juga Kim Popo digojlok habis-habisan,
memang hukuman untuk nenek bandel seperti Kim Popo
mesti begitu, kalau tidak, ia akan tetap bandel dan
kembali nanti bikin kacau dilembah Tong-hong gay.
Sametntara itu Kwee In dan dua gadisnya ketawa
terpingkal-pingkal, sejak Kim Popo dipermainkan oleh si
Rajawali Emas. Kwee In sebenarnya kasihan melihat Kim
Popo dipermainkan kawan-kawan gorillanya. hanya saja
ia keraskan hatinya, sebab si nenek sangat bandel, kalau
tidak dikasi rasa hajaran hebat ia belum kapok.
Ia juga tidak khawatir bahwa si nenek mati karena
dipermainkan gorillanya, sebab ia sudah pesan jangan
sampai membuat jiwa orang melayang.
Kapan Kim Popo tidak lama kemudian siuman dari
pingsannya. ia tengah berada dilapangan terbuka, tidak
kelihatan melayangnya si burung raksasa, juga
bayangannya tiga gorilla yang menyiksa dirinya tadi.
Untuk kegirangannya ia dapatkan tongkatnya ada
disampingnya. Pikirnya, itulah si bocah Kwee In yang menaruh
kasihan kepadanya untuk mengembalikan tongkatnya
yang telah dirampas oleh si burung Rajawali-
Perlahan-lahan ia bangkit berdiri. Ia rasakan sekujur
badannya pada sakit... -oo0dw0oo- JILID 6 BAB 16 TAN KIM LIONG . . . Mari kita melihat perjalanannya Kim Liong, putera
kedua dari Pangcu Ceng-liong-pang, yang gagal untuk
dapatkan Bwee Hiang sebagai isterinya.
Kini Liong, di samping wajahnya yang cakap, dan
wataknya yang halus sopan santun, adatnya keras. Ia
ingin dapatkan Bwee Hiang secara wajar. Maka ketika
orang tuanya menyediakan Bwee Hiang yang sudah tidak
berdaya dan tinggal ia menodai saja kehormatannya si
gadis, bukannya ia menurut, malah memerdekakan si
nona. Dalam keadaan pingsan dan keadaaa separuh telanjang,
sebenarnya Kim Liong mesti tertarik oleh
keindahan tubuh si nona. Semestinya ketarik dan
mengganggu si nona, malah pemuda itu merasa
menyesal atas perbuatan orang tuanya.
Ia lalu mengambil kain selimut untuk menutupi bagian
tubuh Bwee Hiang yang menantang, kemudian ia
pondong si nona, dibawa kesuatu tegalan di mana ia rasa
cukup aman untuk meninggalkan si nona sampai siuman
sendiri nanti. Disamping Bwee Hiang ia tinggalkan
seperangkat pakaian ibunya untuk si nona nanti ganti
pakaiannya yang sudah tidak keruan, dalam mana ia
selipkan sepotong surat agar Bwee Hiang tidak menaruh
dendam kepada kedua orang tuanya yang sudah
perlakukan dianya. tidak baik. Juga anak muda itu tidak
lupa untuk sekalian letakkan pedangnya Bwee Hiang.
Seperti diceritakan dialas, si nona aangat berterima
kasih sekali atas pertolongannya si pemuda yang baik
hati itu dan ia perhatikan pesannya tidak menarikpanjang
urusanya dengan kedua orang tuanya Kira
Liong. Setelah menolong Bwee Hiang, untuk jangan sampai
bertengkar dengan kedua orang tuanya karena ia sudah
melepuska Bwee Hiang, Kim Liong telah meninggalkan
rumahnya. Ia merasa bahwa kepandaiannya terlalu rendah, maka
ia ingin beikciaua untuk mencari guru yang pandai. la
telah meninggalkan surat kepada orang tuanya, supaya
mereka tidak khawatirkan dirinya. karena kepergiannya
bukan untuk tidak ketemu lagi, satu waktu kapan ia
sudah peroleh kepandaian ia akan balik kembali.
Kedua orang tuanya tahu adat anaknya yang keras,
maka mereka tidak bisa berbuat lain dari pada
mengucapkan doa restunya akan anaknya itu.
Kim Liong tahu, kalau mau mendapatkan guru yang
pandai harus ia menjela-jahi pegunungan, maka
perjalalan itu ia tempuh dengan hati tabah- Ia membekal
ransum kering, dikuatirkan suatu waktu ransum itu
dibutuhkan. Sudali berapa lama entah ia ubek-ubekan
dipeguuungan, belum juga ia mendapat guru yang
cocok. Ada juga guru-guru silat kampungan, ia sudah
bergebrak dengan mereka dan semuanya dijatuhkan,
paling-paling juga guru-guru silat itu seri melawan ia.
Kim Liong kesal hatinya. Pada suatu hari selagi ia
duduk mengaso ditepinya sebuah sungai kecil, tiba tiba
ia kaget ada yang menegur: "Anak muda kau melamun
sendirian disini ada apa yang dipikirkan?"
Kim Liong cepat menoleh. Kiranya yang menegur
dirinya itu seorang tinggi besar perawakannya, usianya
dikira enam-puluhan, tapi kuat sekali badannya dan
matanya hanya satu yang sebelah kanan, yang sebelah
kiri picak. Kim Liong cepat bangkit dan menyoja. Ia berkata:
"Siauwte sedang memikirkan perjalanan Siauwte yang
mencari guru, sampai sekarang belum menjumpai orang
yang disetuju. Mohon tanya Lo-cianpwee mau pergi
kemana?" Orang bermata satu itu ketawa. Ja-wabnya: "Memang
untuk mencari guru yang cocok tidak gampang,
kebanyakan orang hanya sok-sokan saja jagoan, tapi
kepandaiannya masih mentah matang. Aku sedang
mencari daun-daunan obat."
Kim Liong ketarik dengan ucap kata orang itu.
"Apa Lo cianpwee mempunyai temanyang dapat
Siauwte jadikan guru"'" tanya Kim Liong dengan penuh
pengharapan. "Teman banyak, namunjauh dari sini. Aku tinggal
disekitar sini sendirian," sahut orang bermata satu itu.
"Kau mencari guru yang bagaimana dapat mencocokkau
seleramu, anak muda" Bagaimana kau pikir kalau aku
menjadi gurumu?" Kim Liong tidak lantas menyahat? hanya mengawasi
pada wajah orang. Ia melihat orang tidak bengis, ucap ka-tanya juga
boleh, maka ia menjawab: "Siauwte senang kalau Locianpwee
suka menerima Siauwte menjadi murid, asal
saja Siauwte sudah mendapat kepastian."
"Kau maksudkan kypastian apa, anak muda?" tanya
orang itu. "Kepastian bahwa guru Siauwte ada banyak lebih
unggildari kepandaian Siauwte sendiri," jawab Kini
Liong ketawa. "Hahaha. -.!" tertawa orang itu- "Itu wajar, maka
marilah kita coba-coba kepandaian kita!" mengajak si
mata satu. Kim Liong tidak ragu-iagu, ia lantas pasang kuda-kuda
yang kuat. "Silahkan Lo-cianpwee menyerang!" tantangnya.
Si mata satu ketawa melihat lagaknya Kim Liong. Ia
menyahut: "Kau boleh menyerang lebih dahulu, aku nanti
kasi petunjuk petunjuk cara bagaimana orang menyerang
dengan berhasil menemukan sasarannya."
Kim Liong anggap orang memandang terlalu rendah
padanya, kepandaiaannya pasti tidak lebih tinggi dari
kepandaiannya jago jago silat kampunganyang ia jumpai,
maka ia lantas menyerang dengan tipu 'Hek-liong tam
jiauw' atau 'Naga hitam ulur kukunya', satu gerak tipu
yang hebat juga kedua tangannya Kini Liong datang
menceng-keram dada. Tapi orang itu gesit sekali, dengan mudah serangan si
anak muda dapat dielak-kan.
Kini Liong penasaran. Kembali ia menyerang, kali ini ia
menyerang bergantian tangan kiri menyolok mata
sedang tangan kanannya menyambar iga lawan.
Serangaa dilakukan dengan cepat dan gerak tipu ini
dinamai 'Dibawah daun mentcari buah'. Si anak muda
ketawa girang, mengira bahwa serangannya berhasil
melihat lawan gugup tampaknya.
Cepat luar biasa orang itu, kepalanya mengegoskan
serangan kearah mata, sedang tangan kirinya menekan
tangan Kim Liong yang menyambar iganya. Tekanan itu
dirasakan berat sekali, hingga Kim Liong kaget. Sebelum
ia dapat melepaskan ta-ngannya dari tekanan berat itu,
tiba tiba ia terpelanting jatuh kakinya disapu oleh kaki
lawanyang sangat kuat. Orang itu menggunakan tipu "Angin musim rontok
menyapu dedaunan", satu serangan membalas yang tak
terduga-duga oleh si anak muda. Mengingat bahwa ia
bukan tandingan si mata satu, maka setelah merangkak
mendekati ia berlutut dan mengangkat guru kepada
lawannya, yang saat itu ketawa gelak-gelak.
"Siauwte dengan rela mengangkat locianpwee menjadi
guru . . ." kata Kim Liong.
"Anak muda," sahut orang itu. "Aku Tok-gan Hek-liong
tak gampang gampang mengangkat orang jadi muridnya.
manakala orang itu tak berbakat. Aku ketarik dengan
bakatmu yang hebat, maka juga aku mau menjadi
gurumu. Hahaha...!" Tok-gan Hek-liong artinya si Naga Hitam bermata
satu. Si Naga Hitam nama betulnya adalah Lauw Kin. Pada
sepuluh tahun berselang ini terkenal sebagai begal
tunggal yang sangat ditakuti. Entah ia sudah cuci tangan
dari usaha jahatnya. entah bagaimana, sebab paling
belakang itu hidup menyendiri dalam sebuah gubuk di
Toat beng-nia (Bukit pencabut nyawa).
Kepandaiannya Lauw Kin memang tinggi, maka Kim
Liong mana bisa menandingi si Naga Hitam. Hanya dua
gebrakan saja ia sudah dipercundangi.
Kim Liong diam-diam sebenarnya tidak begitu rela
mengangkat si Naga Hitam menjadi gurunya, meskipun
kepandaiannya jauh dari padanya. Ia melihat si Naga
Hitam banyak cacat diwajahnya dan matanya tinggal
satu. pikirnya. pasti orang ita bukan orang baik-baik
dalam dunia persilatan. Tapi, lantaran ia sudah lepas
kata angkat guru kalau ia dapat dijatuhkan, maka
dengan terpaksa ia penuhkan janji-nya.
Anak muda itu menang berbakat. sayang ia belum
menemui orang pandai yang dapat mendidik dirinya.
Sekarang dididik oleh si Naga Hitam, dalam tempo
pendek saja ia sudah dapat meyakinkan kepandaianyang
berarti. Malah lwekangnya meningkat banyak.
Si Naga Hitam senang kepada Kim Liong yang cerdik
otaknya, ia telah menurunkan kepandaiannya dengan
sungguh-sungguh, hingga Kim Liong sangat berterima
kasih oleh karenanya. Perlahan-lahan kecurigaan Kim Liong bahwa gurunya
ada orang jahat telah lumer, ketika nampak si Naga
Hitam saban hari menutup diri memperdalam
lwekangnnya. Pada suatu hari Kim Liong menerima dua tamu,
mereda itu dua kakek yang memperkenalkan dirinya
bernama Sim Liang dan Sim Leng.
Mereka mendesak mau ketemu dengan si Naga Hitam,
yang justeru waktu itu sedang menutup dirinya dalam
kamar meya-kinkan lweekang.


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suhu sedang meyakinkan ilmunya, aku harap Kedua
Lo cianpwee tidak kecil hati ia tak dapat melayaninya,
kalau ada urusan apa apa baik diberitahukan padaku
saja, nanti aku akan sampaikan kepada suhu," kata Kim
Liong, ketika dua kakek itu mendesak terus mau ketemu
dengan si Naga Hitam ..Kentut!" bentak Sim Leng. "Kau anak haram berani
mencegah kami?" Kim Liong melengak heran dirinya dicaci anak haram
Ia masih dapat menekan marahnya, ia berkata: "Lo
cianpwee kau jangan keterlaluan maki anak haram
segala. memang aku dilahirkan oleh kedua orang tuaku
yang berhubungan haram?"
"Memang kau anak haram, untuk apa kau mencegah
maksud kami menemui Suhumu." kata Sim Leng nyaring
dengan sikap mau memukul si anak muda.
Kim Liong tertawa. Hatinya menjadi nekad, ia kata:
"Aku masih pandang kedudukanmu sama dengan
kedudukan guruku, tidak tahunya kau hanya kakek liar,
apa kau kira aku takut padamu" Untuk coba beberapa
jurus kepandaian, aku juga tidak keberatan!"
"Sudahlah, sute," melerai saudara tuanya. "Kenapa
kau jadi bertengkar dengan anak muda" Tak usah
banyak omong, kita terjang masuk saja untuk keluarkan
si orang she Lauw dari kamarnya, apa ia bisa bikin
terhadap kita?" Sim Leng matanya mendelik kearah Kim Liong.
Terdengar Kim Liong tertawa tawar. "Kalian mau
mengacau dalam rumah ini" Bagus, mari kalian robohkan
dulu murid-nya!" Kim Liong menantang, ketika ia lihat
dua kakek itu mau menerjang masuk kedalam kamar
gurunya. Sim Liang tidak senang melihat Kim Liong banyak
lagak. "Sute kau hajar anak liar itu!" seru-nya pada adiknya.
Sim Leng memang sedang mendongkol kepada Kim
Liong, makanya sekarang ia dianjurkan menghajar si
anak muda tentu saja ia lantas menerjang dengan
bengis. Ia mengira dengan segebrakan Kim Liong dapat
dirobohkan, ternyata ia kecele. karena dengan gesit si
anak muda beberapa kali menghindarkan diri dari
serangan Sim Leng. malah telah balas menyerang hingga
si kakek menjadi gugup. Sim Liang nampak adiknya keteter menjadi heran.
Muridnya saja demikian tangkas, bagaimana dengan
gurunya" Demikian ia menanya dalam hati kecilnya.
Ia tidak bisa tinggal diam. Ketika ia mau membantu
Bende Mataram 40 Legenda Kematian Karya Gu Long Tusuk Kondai Pusaka 5
^