Pencarian

Kitab Mudjidjad 8

Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 8


Kim Liong menurut. "Nah, apa sekarang katamu perempuan hina?" bentak
Cia Tikwan gemas. Cui Gin malu melihat keadaan dirinya yang tak
berpakaian, maka ia sembat selimut tadi dan
dibungkuskan pada tubuhnya. Ia melirik pada Kim Liong,
yang ternyata sedang palingkan mukanya kelain arah,
rupanya ia tidak ingin menyaksikan tubuh yang kecil
montok menggiurkan dari Cui Gin itu.
Cui Gin kemudian merangkak dan memeluk kakinya
Cia Tikwan, katanya : "Loya, mohon Loya punya
kemurahan hati, ampunkan A Gin yang meracuni anak
Lin lantaran bujukannya si Goan Kie. Ia sangat jahat! A
Gin menyerahkan diri karena diancam olehnya, ia
mengancam akan membunuh A Gin kalau A Gin tidak
mau menuruti kemauannya. A Gin seorang perempuan
lemah, takut mati, maka akhirnya menyerah dibuat
permainan orang busuk itu. Maka, mohon Loya punya
murah hati supaya mengampuni A Gin."
"Hehe, perempuan busuk!" tertawa Cia Tikwan.
"Kenapa kau mau meracuni aku?"
"Itu adalah rencana dari si Goan Kie, Loya..."
"Bagus! Terang-terangan kau yang menelorkan
rencana pembunuhan atas diri-ku, sekarang kau
timpahkan kesalahan atas dirinya Goan Kie! Bagus,
bagus, perempuan cabul!"
menyusul kakinya Cia Tikwan bergerak dan Cui Gin
terlempar tiga meter bergulingan, hingga tubuhnya yang
kecil montok keluar dari bungkusan selimutnya.
Kembali Kim Liong telah pelengoskan mukanya kelain
arah melihat pemandangan itu.
Dengan menangis terisak isak dan gaya yang
mengasihani, Cui Gin merangkak dan menghampiri pula
Cia Tikwan. Kali ini tidak ia gunakan selimut menutupi
tubuhnya, ia bermaksud dengan tubuhnya yang montok
kecil itu coba ,eredakan amaarahnya sang suami yang
dikhinatinya. Hatinya Cia Tikwan memang tergetar
melihat pemandangan didepannya, berbayang saat-saat
pertama ia mencaplok perawannya si pelayan cilik, ia
menggeliat-geliat buah dadanya yang masih pentil
dihisap, gemetar dijamah bagiannya yang paling rahasia,
merintih rintih sewaktu pintu gerbang sedang ditembusi.
Bayangan semua membuat hatinya Cia Tikwan menjadi
lembek, kepalanya menunduk tatkala Cui Gin memeluk
kakinya minta ampun dan tersedu-sedu menangis.
Cia Tikwan jadi menghela nanas.
"Tan-enghiong." akhirnya ia berkata. "Apa kau dapat
menolongku?" "Menolong apa, Tayjin?" lanjut Kim Liong.
"Tolong bawakan dua manusia hina ini kedalam
tahanan?" sahut Cia Tikwan.
Kim Liong mengiyakan. Ia kira mereka bakal
dijebloskan kedalam tahanan biasa, tidak tahunya Cia
Tikwan mempunyai tempat tahanan spesial untuk
menghukum orang orangnya sendiri yang bersalah.
Letaknya jauh dibelakang dari rumah besarnya.
Ketika mereka sudah rapi menjebloskan dua manusia
binatang itu kedalam tahanan, mereka kembali kedalam
rumah dan dalam kamar kerjanya Cia Tikwan.
Kim Liong telah diminta menutur halnya ia kenal
dengan Lin Lin. Kim Liong tidak keberatan. Sambil menghirup teh
hangat yang disuguhi padanya, anak muda kita
menuturkan pertemuannya dengan Lin Lin dalam dunia
khayal. Bagaimana ia dan Lin Lin mainkan tabuhan kim
dan seruling dipulau pulauan rumahnya Lin Lin,
menyanyikan lagu "Bertemunya muda mudi" bergiliran,
kemudian minum arak dengan gembira sampai duaduanya
mabuk. Namun tentang kejadian ia mabuk dan
perutnya seperti dibakar panas dan kemudian diobati
oleh Lin Lin dengan jalan bersetubuh dengan si gadis,
Kim Liong tidak ceritakan. Ia khawatir hal itu
menyinggung perasaan orang tua yang mencintai anak
tunggalnya itu. Cia tikwan mendengarkan cerita Kim liong dengan
tidak memotong pembicaraan orang, maka si anak muda
dapat menuturkan pengalamannya dengan lancar.
Setelah habis menutur, tampak Cia Tikwan duduk
dengan termangu-mangu. "Itu suatu kejadian yang hanya terjadi dalam
dongengannya..." berkata Cia tikwan sambil menarik
napas panjang. "Itulah, aku juga pikir demikian. Namun memang aku
telah alami sendiri dan aku merasakan kefaedahannya
arak Thay Lek seng Ciu yang ku minum itu telah
membuat tenagaku luar biasa, jauh bedanya pada
sebelumnya aku minum arak mujijad itu." menerangkan
Kim liong.. Cia tikwan geleng-geleng kepala dan masih
meragukan keterangannya Kim Liong.
"Oleh karena pertemuan dengan adik Lin itu."
menyambung Kim liong, "aku meragukan kematiannya
itu terjadi dengan wajar, maka aku telah melakukan
penyelidikan dan akhirnya aku dapat menangkap orangorang
yang bersalah dalam kematian adik Lin..."
Keragu-raguan Cia Tikwan lenyap ketiak mendengar
perkataan Kim Liong belakangan ini.
"Ya, anak Lin tentu tidak rela mati.." Cia Tekwan kata
sambil menghela napas. "Ia meminjam tenaganya Tan enghiong untuk
menunjukkan padaku orang yang telah meracuni dirinya.
Sungguh aku harus membilang terima kasih atas
pertolongan Tan enghing yang telah membkin terang
duduknya perkara. Aku harap Tan enghiong suka
berdiam dalam rumahku beberapa hari, menunggu aku
nanti melakukan pemeriksaan dan memberi hukuman
kepada dua orang yang meracuni anakku itu."
"Aku sebenarnya dalam perjalanan merantu, aku ingin
meneruskan perjalananku setelah membereskan
urusannya adik Lin. tapi tidak apa, aku akan menantikan
keputusan pengadilan beberapa hari ini atas diri dua
penjahat itu. tapi aku tidak mau membikin susah Tayjin,
aku akan tetap menginap dalam rumah penginap yang
sekarang aku sewa, harap Tayjin tidak kecil hati,"
demikian kata Kim Liong merendah-
Cia Tikwan memaksa. tapi Kim Liong tetap tidak mau
tinggal dalam rumah si pembesar, sebab ia merasa kikuk
gerak geriknya tinggal disitu.
ooOdwOoo BAB-29 TAN-CIANG TAN KIM LIONG..
Hati pemuda tangan tunggal itu merasa lega telah
menangkap dua pembunuh dan Lin Lin, nona yang telah
menjadi 'isterinya' dalam dunia khayal, ia yakin arwahnya
si jelita dialam baka merasa senang dan berterima kasih
atas pekerjaannya itu. Ia kembali kerumah
penginapannya dan dapat tidur nyenyak...
Pada keesokan harinya. ia mendapat undangan dari
Cia Tikwan. Sampai dirumah pembesar distrik itu, ia sudah
disediakan sebuah meja panjang yang penuh dengan
makanan lezat dan sudah ada banyak orang yang duduk
bercakap-cakap. Mereka itu adalah sanak familie dari Cia Tikwan dan
beberapa sahabat kenalannya yang paling akrab dengan
pembesar itu. Kim Liong telah disambut dengan sangat hormat oleh
Cia Tikwan dan sanak familie-nya yang telah mendapat
kabar terlebih dahulu. bagaimana liehaynya si anak muda
yang telah menerangkan duduknya perkara pembunuhan
atas dirinya Lin Lin. Perjamuan itu diadakan khusus untuk menghormat
Kim Liong, hingga si anak muda rada-rada kikuk
dibuatnya. Tapi kemudian ia sudah lincah lagi dan dapat
bercakap-cakap dengan beberapa orang yang ingin
berkenalan dengannya. Sebelum perjamuan dimulai, Cia Tikwan telah angkat
bicara, menerangkan maksud diadakannya perjamuan
itu, ialah khusus untuk menghormat Kim Liong yang
telah berhasil membongkar rahasia pembunuhan atas diri
puterinya. Dikisahkan dengan singkat hal pertemuannya Kim
Liong dengan Lin Lin dalam dunia khayal, yang
menyebabkan Kim Liong telah melakukan pengusutan hal
kematiannya Lin Lin. Pada akhirnya Cia Tikwan berkata:
"Tan enghiong, terimalah sedikit perjamuan ini sebagai
tanda terima kasih dari keluarga Cia atas bantuanmu
yang telah membongkar penasaran dari puteriku.
Semoga, selanjutnya kau diberkah selamat dan berhasil
dengan cita-citamu dalam perantauan..."
Kim Liong dengan singkat menyamhut pidato tuan
rumah, ia menghaturkan terima kasih atas doa restu dari
kepala distrik itu, Iapun mengucapknn selamat panjang
umur kepada Cia Tikwan dan halnya ia dipuji mulukmuluk
membongkar rahasia pembunuhan Lin Lin, ia
merendahkan diri, sehingga para hadirin senang
terkadap pemuda yang berkepandaian tmggi namun
tidak sombong. Menurut keputusan, Cui Gin dan Goan Kie akan diadili
besok pagi. Kim Liong senang hatinya, kalau perkaranya dua
jahanam itu diadili besok pagi. artinya ia tidak
membuang banyak tempo lagi untuk meneruskan
perjalanannya. Namun, jalannya urusan tidak semudah yang
dipikirkan Kim Liong. Pada esok paginya Kim Liong diminta datang
kerumahnya Cia Tikwan untuk melihat kejadian ngeri
disana. hatinya Kim Liong tidak enak. Ketika ia sampai
dirumah Cia Tikwan ia mendengar banyak orang yang
menangis. "Ada apa" Kiranya Cia tikwan pagi itu kedapatan telah
menjadimayat diatas ranjangnya. Ia dibunuh orang jahat
yang masuk diam-diam kedalam kamar pembesar distrik
itu. Kim Liong menyaksikan maytnya Cia Tikwan dengan
terharu. Ia sangat menyayangkan atas kematian
pembesar yang adil ini, ayahnya Lin Lin.
Tiba tiba Kim Liong ingat akan Cui Gin dan Goan Kie,
maka ia minta orangnya Cia Tikwan antar ia ketempat
tahanan. celaka, disana Kim Liong dibikin melongo, dua
orang busuk itu sudah tidak ada ditempatnya. Entah
sejak kapan mereka sudah kabur. Pasti mereka sudah
ditolong oleh penjahat yang telah membunuh mati Cia
Tikwan, pikir Kim Liong. Ia menyesal dua orang itu ia
tidak ia bunuh dengan tangannya sendiri saja. tak usah
Cia Tikwan campur tangan. Mungkin kalau kejadian
demikian, Cia Tikwan tidak sampai kerembet dan jiwanya
melayang dengan sia-sia. Namun, kejadian sudah menjadi kenyataan. bagi Kim
Liong tidak ada lain jalan, ia harus mengusut kemana
kaburnya dua orang jahat itu dan membunuhnya. Lebih
baik pula kalau ia bisa ketemu dengan penjahat yang
telah membunuh mati Cia Tikwan. sekalian ia dapat
tolong balaskan sakit hatinya si pembesar distrik-
Pembunuhan atas dirinya Cia Tikwan telah
menggemparkan distrik Hongkoan.
Di mana mana kedapatan orang berkumpul pada
kasak-kusuk membicarakan halnya Cia Tikwan, ada yang
senang dan ada juga yang merasa sedih atas
kematiannya pembesar itu.
Kim Liong tidak mengacuhkan komentar orang,
hatinya memikirkan mencari cari Gin dan Goan Kie. ia
belum merasa puas kalau belum dapat membereskan
jiwanya dua orang itu, karena ia merasa seperti masih
hutang kepada Lin Lin. Sudah setengah bulan lamanya ia lakakan
pengusutan, masih juga ia belum menemukan jejaknya
Tan Cin Gin dan Cia Goan Kie, apalagi pembunuhnya Cia
Tikwan. pada suatu hari ia jalan kemalaman, ketambahan
ketimpah hujan, maka ia mampir dan minta meneduh
pada sebuah kuil yang letaknya diluar distrik Hongkoan.
Kuil itu rupanya jarang dikunjungi tamu, agak mesum
keadaannya, tapi penghuninya kawanan imam ada
banyak. Kim Liong merasa herran dengan keganjilan itu,
akan tetapi ia tidak mencari keterangan, ia pura pura
tolol dan mohon meneduh semalaman dalam kuil itu
karena ia kehujanan dan tak mungkin meneruskan
perjalanannya dengan hujan-hujanan.
Kim Liong dapat lihat merk kuil itu "Tong hong koan'
atau 'Kuil angin timur'. Ada berapa imam muda yang menyambutnya, mereka
menolak permohonan Kim Liong numpang meneduh
dalam kuil itu, tapi belakangan ada imam setengah tua
dengan ramah menanya: "Sicu datang dari mana sampai
kemalaman diperjalanan?"
"Siaute dalam perjalanan palang sehabis menjenguk
familie jatuh sakit. tapi diperjalanan banyak sahabat yang
minta Siauwte mampir, jadi kemalaman dalam
perjalanan. "Dimana rumah Sicu?" tanya si imam pula.
"Rumah Siauwte kira-kira dua puluh li jaraknya sampai
didistrik Hongkoan."
"Menurut peraturan. tidak biasa kami menerima
menginap tamu bukannya imam."
"Siauwte mohon Totiang adakan pengecualian
untukku." "Baiklah, pinto terima Sicu menginap, tapi kuil Pinto


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak dapat menyediakan makanan untuk Sicu," berkata
pula si imam, setelah ia mengerutkan keningnya.
"Tidak apa, Siauwte juga tak mengharap makanan
disini, Siauwte ada membekal sendiri makanan kering,"
sahut Kim Liong. "Asal Siauwte diterima meneduh
semalaman disini, buat Siauwte sudah merasakan sangat
berterima kasih " "Sicu boleh ikut dengannya." kata imam itu, seraya
menunjuk pada seorang imam muda.
"Tolong tanya nama Totiang yang terhormat," kata
Kim Liong sebelum berlalu.
Imam itu ketawa. "Namaku ceng ceng, kepala kuil
Tong hong-Koan ini," sahutnya.
"Terima kasih ceng ceng Totiang," kata Kim Liong,
seraya bertindak mengikuti imam muda tadi yang
mengajak ia keruangan belakang.
Kim Liong Iihat kamar untuknya serba sempit dan
kotor, tapi ia rela menempatinya saking terpaksa. Imam
muda itu meninggalkan lilin yang dibawanya untuk
penerangan kamar yang serba sempit itu.
"Kau pakai lilin ini sebagai penerangan dalam kamar
ini," kata si imam, ketika ia mau memninggalkan kamar,
seraya letakkan lilin tersebut diatas sebuah meja kecil.
Kim Liong menghiturkan terima kasih, lalu menutup
pintu. Ia duduk diatas dipan sambil keluarkan ransum
kering untuk dimakan, karena perutnya sudah lapar
sekali. Setelah menangsel perutnya. ia merasa haus. Ia
membuka pintu dan mencari salah satu imam untuk
minta air teh menghilangkan rasa hausnya.
Ternyata pada malam hari begini tidak mudah
menemui salah satu imam, karena masing masing sudah
pada memernahkan dirinya ditempat tidur. Ia jalan sanasini
dan kebetulan disatu ruangan ia mendapatkan poci
air teh. Ia goyang-goyang dan nyatanya masih ada
isinya. ia menuangnya kecangkir dan diirupnya kering-
Segar rasanya ia setelah menghirup air teh, meskipun air
teh itu sudah agak dingin.
Ia lalu putar tubuhnya hendak berlalu, tiba tiba
matanya yang lihay melihat seperti ada bayangan dua
orang bukan imam mendatangi. cepat-cepat ia
menyelingkar menyembunyikan diri. Ia ingin tahu. siapa
dua orang bukan imam itu"
Kapan mereka sudah datang mendekat, hatinya Kim
Liong terkejut. karena mereka itu bukan lain ialah Goan
Kie dan Cui Gin. tampak Cui Gin rambutnya riap-riap
knsut dan wajahnya pucat, jalan separuh dipelak oleh
Goan Kie. Mereka jalan dengan tidak berkata-kata.
Kim Liong mengikuti dengan cermat, Setelah beberapa
kali menikung, mereka masuk kedalam sebuah kamar.
cepat-cepat Kim Liong mencari jalan untuk mengintip
dan mencuri dengar apa yang di-percakapkan oleh
mereka. Kebetulan jendela kamar agak terbuka. ia mengintip
dari renggangan itu! Ia 11hat Cui Gin duduk diatas dipan
sambil merapikan rambutnya yang kusut, didekatnya
duduk kekasihnya yang bantu membereskan rambut Cui
Gin. "Engko Kie," tiba-tiba Kim Liong dengar si nyonya
muda berkala: "Kita beruntung ditolongi oleh Tat Leng
Tojin, gurumu, cuma saja kita jadi terlunta-lunta seperti
diuber macan, mesti numpang sana-sini untuk umpatkan
diri..." "Sabar. adik Gin," terdengar Gian Kie menghibur
"Nasib kita masih baik, coba kalau tidak guruku campur
tangan, apa kita masih bernapas sekarang" itu si kolot
akan tumplekan kemarahannya pada kita dan
menghukum potong kepala."
"Gurumu memang baik, menolong kita, cuma saja ia
menagih upahnya" "Menagih upahnya bagaimana?"
"Ia menagih jasanya padaku, bukannya padamu.
jangan kau berlagak pilon."
Terdengar Goan Kie ketawa
"Itu sudah jamak, ia memang tabiatnya begitu, kau
jangan kaget." "Tentu saja aku kaget, karena baru menemui orang
sekasar gurumu, sampai aku kepingin nangis oleh
perbuatannya itu" "Sampai begitu" Ah, masa aampai begitu adik Gin."
"Kau tidak tahu, setelah kau jebluskan aku
kekamarnya, tanpa menanya lagi ia merangkul aku dan
diduduki dipangkuan-nya, Ia meremas-remas dadaku
sampai sakit setengah mati, ia menelanjangi dan
tangannya yang kasar berbuat bermain-main
diselangkanganku. Aku berontak-rontak kesakitan, tapi ia
tidak ambil perduli malah ketawa gelak-gelak. Aku
kepingin nangis waktu ia paksa senjatanya yang istimewa
memasuki pintu gerbangku. Ia sangat kasar, beberapa
hari aku berada ruangannya rasanya seluruh tenagaku
diperas habis. Aku sangat lelah, apakah kau tidak kasihan
kepadaku, engko Kie?"
Goan Kie tidak menjawab, terdengar ia menghela
napas. "Aku sudah turut perintahmu untuk melayani gurumu,
sekarang kau suruh aku harus melayani lagi Ceng Ceng
Tojin, betul-betul kau satu lelaki kejam! kau tidak punya
rasa kasihan padaku, sunggu aku menyesal telah
mempunyai kau!" Cui Gin berkata sambil sesunggukan
menangis. "Adik Gin, aku tidak berdaya!" sahut Goan Kie " kita
menumpang dikuilnya, ia minta dirimu untuk malam ini
menyenangkan hatinya, aku tidak dapat menolak kalau
menolak mau menemukan kesulitan ditangannya, Kau
sabar saja, aku diam-diam lagi mencari daya untuk kita
meloloskan diri dari cengkraman mereka dan hidup
beruntung lain ditempat.."
Cui Gin hentikan menangisnya, rupanya ia terhibur
akan kata-kata sang kekasih.
"Tapi, Engko Kie, aku tidka mau ia sekasar gurumu
dan juga kau lihat sendiri aku sudah sangat lelah.." Cui
Gin memohon. "Adik Gin, jangan kepalang sabar. kau layani saja
malam ini, besok kita kabur dari sini kelain tempat dan
mencari penghidupan yang bebas.."
"Kau kejam, engko Kie..."
Tok! Fok! Tok! tiba-tiba pintu di-ketuk.
Cui Gin yang wajahnya pucat makin pucat, ia
menduga akan kedatangannya ceng ceng Tojin yang ia
harus layani malam itu. Ia sudah kelewat lelah,
tenaganya telah diperas habis habisan oleh Tiat Leng
Tojin, gurunya Goan Kie. Sementara itu Goan Kie sudah bangkit dari duduknya
dan membukai pintu. Benar saja, yang masuk adalah ceng ceng Tojin
dengan muka berseri-seri.
Cui Gin ketakutan, badannya menggeletar seperti
melihat momok. Pikirnya: "Aku bisa mati, lantaran
melayani orang-orang kuat terus terusan. Oh, aku
menyesal atas tindakanku yang salah, hingga mesti
bercerai dengan Cia Tikwan, orang yang menyayangi
diriku dengan setulus hatinya. Aku sudah kesalahan
memilih engko Kie yang parasnya cakap, tapi hatinya
pengecut dan kejam. Kejam, karena ia korbankan diriku
tanpa mendengar keluhanku" Oh, Cia Tikwan sekarang
tentu sudah menunggu aku dialam baka... Kasihan
pembesar yang tidak berdosa itu, semua gara-garaku
yang hina dina. Oh...,"
Cui Gin matanya berkaca-kaca menangis, ia menyeka
beberapa kali dengan tangan bajunya, tapi air matanya
tak mau berhenti. Ia mendengar Goan Kie diusir keluar oleh ceng ceng
Tojin, kemudian si imam menghampirinya dengan cengar
cengir seperti monyet kena terasi.
Goan Kie telah meninggalkan kamar itu dengan wajah
berseri-seri. Benar-benar lelaki itu sangat pengecut dan tidak tahu
malu, kejam lagi. Ia takut kepada gurunya, ia telah
korbankan Cui Gin. Sekarang ia takut kepada ceng ceng
Tojin, kembali ia korbankan Cui Gin, semua itu hanya
untuk keselamatannya. Apakah orang seperti Goan Kie kelakuannya dapat
hidup senang" Sungguh tidak adil kalau sepak terjangnya itu tidak
mendapat hukuman. Itu lantas berbukti, ketika ia sedang enak jalan, tibatiba
ia dicegat oleh Kim Liong.
"Sahabat, jangan terburu-buru jalan!" berkata Kim
Liong Goan Kie bukan main kagetnya ketemu Kim Liong, ia
seperti melihat malaikat elmaut didepannya. Tubuhnya
menggigil tiba tiba, lantas menekuk lututnya minta
ampun. "Enghiong, ampunkan aku si orang berdosa" ratapnya
mengasihankan. "Ampuni jiwamu perkara gampang, dimana sekarang
gurumu?" tanya Kim Liong.
"Guruku baru kemarin meninggalkan kuil melanjutkan
perjalanannya." "Kemana perginya?" Kim Liong menanya pula.
"Aku mana tahu. Ia orang tua kalau bepergian tidak
suka kasih tahu pada murid-nya,"
"Goan Kie. kau sangat jahat!" bentak Kim Liong.
"Hanya kematian saja yang dapat mengentengi dosamu.
Kau lolos dari hukuman negeri, namun kau tak dapat
lolos dari hukumanku. Akan kukirim jiwamu kerakherat
untuk kau disana berurusan dengan Cia Tikwan dan Lin
Lin untuk mempertanggungkan kesalahanmu.."
Berbareng Kim Liong mencabut pedangnya.
Goan Kie tidak ada harapan hidup, tapi ia masih mau
hidup, maka ia lalu berteriak keras minta tolong. Pikirnya,
dalam kuil itu banyak imam pardai silat, pasti mereka
akan mendengar teriakannya dan pasti datang kesitu
menangkap Kim Liong. jiwanya ada harapan ketolongan
oleh karenanya. Benar saja banyak imam keluar dengan masingmasing
membawa genggaman, mendengar teriakannya.
Kim liong melihat bahaya, ia tidak kasi kesempatan
pada Goan Kie yang seketika itu coba bangun dari
berlututnya. sebelum si jahat berdiri tegak. kepalanya ia
disuruh menggelinding, begitu lekas pedangnya Kim
Liong berkelibat. Kim Liong memungut kepalanya Goan Kie,dengan
menggunakan rambutnya kepala Goan Kie diikat kencang
dipinggangnya Kim Liong. Sementara itu kawanan imam sudah datang memburu
kepadanya. "Hei, kau mau mengacau disini!" bentak salah satu
imam yang mengenali Kim Liong, tetamunya yang
numpang menginap tadi sore.
"Aku bukannya sengaja mengacau, aku hanya minta
kepalanya dua orang jahat!" sahut Kim Liong. "Harap
kalian jangan salah menerka."
Mana dapat kawanan imam itu dikasi mengerti dengan
perkataan Kim Liong itu, mereka anggap Kim Liong
memang dengan sengaja mau mencari ribut dalam kuil
itu. Mereka dengan serentak menyerbu pada si pemuda.
Karena orang sukar dikasi mengerti, kepaksa Kim
Liong melayani. Co-Ciang-kiam hoat si Tangan Tunggal hebat,
ditambah dengan tenaga raksasa pecgaruhnya 'Thay lek
seng-Ciu' dari Lin Lin, membuat Kim Liong waktu itu
mengamuk seperti singa kelaparan. Dimana pedangnya
berkelebat tentu disusul dengan jeritan dan robohnya
seorang imam. Dalam sedikit tempo saja Kim Liong
sudah bikin mayat kawanan imam malang melintang dan
sebagiAn kecil pada lari terbirit-birit ketakutan.
Kim Liong ketawa gelak-gelak, kemudian seka bersih
pedangnya dengan baju imam imam yang menjadi
korbannya itu, "Sahabat, kau benar tamu yang tidak tahu terima
kasih!" tiba-tiba Kim Liong mendengar suara orang
dibelakangnya menjengeki padanya.
Kim Liong menoleh kebelakang, kira-nya orang tadi
adalah Koancu, pengurus kuil, ceng ceng Tojin.
Kepala kuil itu dengar ribut-ribut diluar seperti sedang
bertempur, telah urungkan niatnya bersenang-senang
dengan Cui Gin yang saat itu mereka sudah mulai
bergumul sengit. Cui Gin merasa kecewa dan dadanya naik turun
menekan rangsangan napsu yang terhenti setengah
jalan, ketika ceng ceng Tojin berpakaian dan
meninggalkannya keluar. Pelan pelan dia menarik selimut
untuk menutupi tubuhnya. "Aha. ceng ceng Totiang, selamat malam!" sambut
Kim Liong ketawa. "Tidak salah dari dugaan, memang kedatanganmu
kemari membawa malapetaka!" teriak ceng ceng Tojin
mengguntur. "Malapetaka karena orang-orangmu yang tidak mau
dikasi mengerti!" jawab Kim Liong.
"Manusia cacad!" bentak ceng ceng Tojin pula.
Pantasan tanganmu buntung sebelah, rupanya lantaran
perbuatanmu yang jahat!"
"Mungkin kau yang jahat!" balas Kim Liong. "Kuilmu
mesum, tepat benar dengan kelakuanmu yang mesum.
Kuil yang suci ini kau kotori dengan perbuatan-perbuatan


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tidak dibenarkan oleh rimba persilatan."
"Makhluk buntung, kau jangan banyak bacot!
Terimalah kematianmu!" berkata ceng ceng Tojin. seraya
msnggerakkan pedangnya dengan jurus 'Ciauw hu-bun-
Iouw' (Tukang kayu menanyakan jalanan ), ia mengarah
dadanya musuh. Namun, dengan gesit Kim Liong berkelit
dan membalas serangan dengan jurus 'Gin-liong-kianbwe'
(Naga perak menyabetkan ekornya), pedangnya
menggetar dan sekonyong-konyong menusuk pundak.
Ceng ceng Tojin pun bukan jago sembarangan, ia
sudah kenyang makan garam dalam dunia Kang-ouw.
Melihat serangan musuh berbahaya, cepat ia berjongkok,
lalu membarengi pedangnya menyerang pergelangan
lawan dengan gerak tipu 'Lo-wan-tek'-ko, atau 'Lutung
tua memetik buah'. Hebat kedua jago pedang itu bertempur.
Pedang mereka telah mengeluarkan suara wat wut
dan mengaung saking kencangnya diputar untuk
merobohkan lawan. Makin lama, makin seru mereka
bertempur. Ceng ceng mengagumi kepandaian lawan, sebab tidak
pernah sebelumnya ia menemukan musuh seperti Kim
Liong yang gesit luar biasa dan ilmu pedangnya tinggi.
Sebaliknya Kim Liong juga diam-diam memuji lawan
sangat baik-ilmu pedangnya dan tidak mudah dijatuhkan
dalam tempo pendek. Pikirnya, bukankah tadi si imam masuk kamar dan
bersenang-senang dengan Cui Gin" Kenapa sekarang ia
bisa begitu cepat berada disini"
Ia tidak sampai memikirkan soal itu, karena seranganserangan
ceng ceng makin hebat saja. Kim Liong tidak
takut, dengan tenang ia memberikan perlawanan.
Melihat lawan demikian tangguh, Kin Liong mainkan
co-Ciang-kiam-hoat atau ilmu pedang tangan kiri,
hasilnya hebat sekali. ceng ceng kena didesak dan
bingung menangkis serangan Kim Liong yang mendadak
berubah menjadi demikian anehnya.
Ketika ujung pedang Kim Liong nyelonong hendak
menotok 'tee-hiat', jalan darah dibawah tetek, ceng ceng
gunakan jurus 'Koan Peng hian-in' (Koan Peng
persembahkan cap), pedangnya dipalangkan didada
melindungi bahaya. Kim Liong tidak berhenti sampai di-situ, setelah
pedangnya ditarik pulang ia putar sebentar sampai
bersuara mengaung, tiga kali ia kelebatkan sating susul
depan mukanya musuh, kemudian menyusul tusukan
kearah pundak kanan lawan, ceng ceng dengan sebat
menjaga dengan pedangnya, tapi tusukan pedang Kim
Liong setelah mendekati pundak telah berubah arah dan
nyelonong kedada. cep! saja nancep! pedangnya Kim
Liong didadanya ceng ceng yang tidak keburu ditangkis.
Kim Liong berhasil merobohkan ceng ceng, lawan alot,
dengan salah satu jurus dari ilmu pedang tangan kiri
yang dinamakan 'Liu-Sui-pian-louw' (Air mengalir
berubah arah). Ketika pedang dicabut dari dadanya ceng
ceng, segera juga darah menyembur keluar srpefti air
mancur dan seketika badannya ceng ceng Tojin roboh
ditanah dengan tidak bisa bangun lagi, jiwanya telah
melayang. Belasan imam telah muncul dan mengeroyok Kim
Liong, namun mereka hanya 'gentong gentong nasi'
semua, tidak ada gunanya. Dengan beberapa sabatan
pedang saja mereka telah dibikin roboh malang
melintang menjadi mayat. Sebahagian kecil pada
melarikan diri dengan ketakutan. Kim Liong untuk
pertama kalinya dalam sejarah hidupnya membuat banjir
darah. Ia tidak menyesal. karena pikirnya ia membasmi
penjahat. Tiba-tiba ia ingat akan Cui Gin, dengan beberapa kali
lompaian saja ia sudah sampai dikamar Cui Gin tadi
dikeram. Ia membuka pintu dan menerobos kedalam.
Dan.,,." Apa yang Kim Liong lihat.."
Hanya selimut yang tampak diatas pembaringan.
sedang Cui Gin tidak kelihatan mata hidungnya. Kemana
perginya perempuan cabul itu"
Kim Liong lain memeriksa dikolong pembaringan, lalu
disekitarnya kamar yang ada bertirai, tapi luput Cui Gin
dapat diketemukan. la hilang, lenyap entah kemana"
Anak muda kita cemas hatinya. kepalanya Cui Gin
tidak sckalian ia bawa dengan kepalanya Goan Kie untuk
sembahyangi didepan kuburannya Lin Lin.
Ia masjh penasaran dan mencari cari dari satu kesatu
kamar, tidak kedapatan barang satu imam yang ia ingin
tanyakan kalau-kalau dalam kamar itu ada lubuug
rahasia untuk orang melarikan diri.
Dengan kesal ia duduk dikamar, tidak lama ia bangkit
pula dan keluar dan kuil itu. Dengan menggunakan
ginkangnya yang hebat dalam sedikit waktu saja ia sudah
mencapai kuburannya Lin Lin, didepan nisan si jelita ia
letakkan kepalanya Goan Kie. Ia sembahyang
mempersembahkan kepala Goan Kie kepada Lin Lin.
Tampak Kim Liong kemak kemik bicara, dalam hatinya
ia berkata: "Adik Lin, menyesal aku hanya dapat
menyajikan kepalanya saja, kepala Cui Gin masih belum
aku dapat persembahkan kepadamu. Tapi jangan
khawatir, aku berjanji akan mencari perempuan cabul itu.
dan akan kubawa kemari untuk membikin rohmu senang
ditempat baka ..." ooOdwOoo BAB-30 TAN CUI GIN... Kemana perempuan cabul itu telah pergi"
Kecewa hatinya Cui Gin sewaktu sedang sengitnya
dihentikan setengah jalan oleh ceng ceng Tojin.
kemudian ia ditinggalkan sendirian dalam kamar. Sambil
menutupi tubuhnya dengan selimut. pikirannya melayang
layang. ia memikirkan kemana perginya ceng ceng
demikian kesusunya" Ia menduga tentu ada musuh
datang. makanya ceng ceng telah meninggalkan
kesenangan yang tengah mencapai babak terakhir. Ia
mengharap akan kedatangannya imam itu lagi, yang
yang memperlakukan dirinya jauh lebih sopan daripada
gurunya Goan Kie. ialah Tian Leng Tojin yang kasar.
Dalam permainan juga ceng ceng tidak mengecewakan,
pandai mendatangkan napsu berahi.
Tengah cui Gin membayangkan pergulatannya
barusan dengan ceng ceng Tojin, tiba tiba pintu kamar
terbuka dan masuk kedalam seorang imam tinggi besar.
Cui Gin girang, meuduga akan si imam pergurus kuil
yang datang lagi, tapi kapan ia menegasi. hatinya
bergoncang keras dan ketakutan, sebab itu adalah Tian
Leng Tojin, imam yang berat dilayaninya dan membikin
tenaganya seperti diperas.
Haha hehe Tiat Leng menghampiri Cui Gin yang telah
selimuti rapat-rapat tubuhnya, ia sampai dikepalanya
saking ngeri berhadapan dengan imam kasar itu.
Sesaat Cui Gin menanti, ia tidak merasa dirinya
dijamah oleh Tiat Leng Tojin.
Pelan-pelan ia mengintip dari balik selimut apa yang
dikerjakan oleh si imam, astaga... gemetar Cui Gin
karena si imam keadaannya sudah seperti tubuhnya
dalam selimut. Sebelumnya tahu apa-apa, si imam sudah
masuk dalam selimut dan mengajak ia bergulat. kepaksa
Cui Gin melayaninnya, tak dapat ia membilang tidak
mau. Setelah selesai, Cui Gin rasakan seluruh badannya
lemas dan ngilu, tenaganya habis dan seperti orang
pingsan saja keadaannya ketika Tin Leng memeluk
dirinya dengan selimut dan dibawa berlalu dari kamar itu.
Maka, ketika Kim Liong masuk dalam kamar itu, Cui
Gin sudah dibawa pergi oleh Tiat Leng Tojin dan Kim
Liong kecele hendak memotong lehernya Cui Gin.
Si Tangan Tunggal Kim Liong tidak putus harapan
untuk mendapatknn kepalanya Cui Gin, guna
dipersembahkan depan kuburannya Lin Lin, maka siang
malam ia telah melakukan pengusutan tidak hentinya.
Ia rupanya belum puas kapan ia masih belum
mendapatkan kepalanya si pelayan cilik yang sekarang
menjadi ular yang cantik.
Pengusutannya diwaktu malam ia pusatkan ke Tonghong-
koan, ia masih meragukan kalau Cui Gin sudah
dibawa berlalu dari kuil itu. yang ia heran. saban kali ia
masuk dalam kuil tersebut selalu ia tidak menemukan
barang satu imam, seakan akan kuil itu sudah tidak ada
penghuninya. Ia tidak mau mengganggu Tong-tiong-koan. ia ingin
menemui salah satu imam disitu yang ia hendak
tanyakan tentang kamar rahasianya, ia masih percaya
bahwa dalam kuil itu masih ada tinggal beberapa imam,
sisanya yang ia sudah basmi.
akhir akhirnya ia pergoki juga satu imam keluar dari
kuil itu pada suatu malam.
Imam itu tinggi besar, dibebokongnya membawa
bungkusan besar, entah apa isinya"
cepat selali gerakannya si imam, rupanya ia
menguasai ilmu entengi tubuh yang hebat. Meskipun Kim
Liong mengerahkan kepandaiannya mengentengi tubuh,
nyata ia tidak dapat menyusul pada si imam. tetapi ia
ketinggalan jauh. Kecewa hatinya Kim Liong. Pikirnya.iman itu pasti ada
Tiat Leng Tojin dan bungkusan besar yang ada
dibebokong tidak lain tentu si cui Gin.
Ia sangat menyesalkan ginkangnya tak bisa mengatasi
kepandaian entengi tubuh lawan dan ia harus kehilangan
pula jejak Cui Gin. Ia tadinya merasa girang, bahwa ia
akan memperoleh kepalanya Tiat Leng Tojin disamping
kepalanya Cui Gin. Ia akan buat semabhyang kepalanya
tiat Leng tojin didepan kuburannya Cia tikwan.
Sekarang melihat ia kalah jauh ginkangnya,
keinginannya menjadi buyar sendirinya. Meskipun
demikian, ia masih ngotot menyusul biar sudah beberapa
kali ia kehilangan bayangannya si imam, yang betul-betul
adalah Tiat Leng tojin. Tiba-tiba Kim Liong merandek, ia girang melihat Tiat
Leng didepan telah dicegat oleh seorang muda dan lagi
bertengkar. Ia cepatkan larinya, kemudian ia naik diatas
pohon untuk mendengarkan pertengkaran mereka.
"Aku tidak kenal dengan kau, ketemu juga baru
sekarang, untuk apa kau mencegat perjalananku" Lekas
enyah, kalau kau tidak mau mati konyol!"
Kim Liong dengar Tiat Leng Tojin berkata dengan
bengis. Orang muda itu ketawa haha hihi. Ia menyahut:
"Totiang, aku hanya lman melihat bungkusan yang
menggemblok di-belakangmu itu, lain tidak. Kalau
memangnya itu barang biasa, kau boleh jalan terus!"
"Aku Tiat Leng Tojin belum pernah dihina orang.
apalagi oleh bocah semacam kau ini. Tidak perlu aku
memperlihatkan bungkusanku, kau mau apa?"
"Aku tidak apa-apa, cuma kalau kau belum
memperlihatkan bungkusanmu, kau jangan harap bisa
lewat dari depanku!"
"Hm!" mendengus si imam. "Kau ada punya
kepandaian apa mau mencegat Toya?"
"Kepandaiau apa-apa sih tidak, nah, coba-coba saja
kau lewat!" Tiat Leng Tojin menggeram. Ia gusar sekaii
perjalanannya dihalang-halangi oleh seorang muda yang
baru saja muncul dalam dunia Kang-ouw.
Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya
yang hebat. ia mencelat dan coba meninggalkan si anak
muda, tapi ketika ia hentikan larinya, si anak muda sudah
berada didepannya. entah sedari kapan ia sudah
mendahuluinya. Kim Liong yang juga menguntit mereka, merasa
kagum akan ginkangnya si anak muda, ternyata lebih
hebat dari si imam yang ia katakan sudah sangat hebat.
"Anak muda, kau berani mempermainkan Toaya?"
tegur Tiat Leng Tojin cemas.
"Kenapa tidak berani?" sahut anak muda itu tenangtenang
saja. Melihat ginkangnya kalah, Tiat Leng pikir tidak ada lain
ialah untuk membereskan si anak muda, ia harap
memberi hajaran dengan tinjunya. la sebenarnya tidak
iagin meletakkan bungkusannya. tapi kalau ia berkelahi
dengan membawa beban adalah tidak leluasa. apalagi
lawan yang dihadapinya meskipun muda kelihatanya alot.
Terpaksa ia meletakkan bungkusan besarnya ditanah.
la menghampiri si anak muda dan berkata: "Anak bau,
kau maju! Lihat Toya akan bikin kau tahu rasa dan
pulang kerumah mencari ibumu menangis minta tete..."
Itulah kata-kata berkelebihan, menghina orang sampai
begitu rupa, tapi anak muda itu tidak marah, tenangtenang
saja ia menghadapi si imam yang berwajah
bengis. Kim Liong yang menyaksikan dari jauh merasa kagum
akan ketabahan si anak muda.
Tiat Leng Tojin berkata dibuktikan dengan
serangannya yang ganas, tinjunya beberapa kali
menyambar muka dan dada lawan bagaikan kilat
cepatnya. namun oleh anak muda itu tidak ditangkis,
hanya dikelit dengan lincahnya dan serangan si imam
selalu mendapat sasaran kosong.
"Sungguh hebat kepandaiannya."memuji Kim Liong
diam-diam ditempat senbunyinya.
Tiat Leng merasa dirinya seperti berlatih, karena
pukulan pukulannya selalu mendapat sasaran kosong. Ia
tidak mengerti ada orang begitu lincah dan gesit sekali.
tidak pernah ia menemukan sebelumnya. banyak


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawannya tidak tahan karena ginkangnya yang hebat dan
serangannya yang mematikan, akan tetapi menghadapi
anak muda didepannya. semua kepandaiannya ini seperti
amblas tidak ada artinya Ia lalu robah ilmu silatnya dari memainkan tinjunya,
sekarang mainkan pukulan dengan telapak tangan yang
mengeluarkan angin menderu saking hebat Iwekangnya
si imam. Dengan berubahnya permainan silat lawan, anak
muda itu gerakannya berubah juga makin gesit dau
lincah sekali. Beberapa pukulan Tiat Leng Tojin yang kehilangan
sasaran anginnya menyambar pohon dan roboh. Hal
mana membuat Kim Liong terbelalak matanya saking
kagum melihat tenaga dalamnya si imam demikian
dahsyat. Diam-diam ia menyangsikan kalau dirinya sendiri
menggempur si imam, apakah bisa menang"
Hatinya Kim Liong tegang, melihat si imam
mengeluarkan jurus 'Thay hong-sauw kok' atau Angin
besar menyapu lembah', serangkum angin keras
menggempur si anak ronda. Gesit sekali si anak muda
menjejakkan kakinya dan tubuhnya mencelat keatas.
Inilah gerakan yang dinamai 'Yan-cu-teng-kong' atau
'Burung Walet mumbul diudara', dengan mana si anak
muda menyelamatkan dirinya dari gempuran angin keras.
Tiat Leng tidak kasi hati lawannya, cepat ia susulkan
serangan dengan 'Kim-kong-Ciang' (Pukulan udara
kosong). Tampak tubuh si anak muda yang sedang
melorot turun telah dibikin terbang lagi oleh Pukulan
Udara Kosongnya Tiat Leng Tojin. Berkali-kali Tiat Leng
Tojin menggunakan 'Kim-kong-Ciang', hingga si anak
muda susah turun untuk menancap kakinya, saban saban
ia harus mumbul lagi diserang angin pukulan si imam.
Lucu dan menarik kelihatan adegan itu, hingga Kim
Liong diam-diam ketawa geli saban kali melesat turun, si
anak muda dikirim pulang keudara. Herannya pukulanpukulan
hebat dari Tiat Leng Tojin itu tidak bisa berbuat
apa-apa terhadap si anak muda. Dalam posisi terapungapung
tampaknya anak muda itu seperti ngeledek pada
lawannya. Sebaliknya dengan Tiat Leng Tojin, ia sudah mandi
keringat. Kim kong-Ciang yang dilancarkan berulangulang
itu memeras tenaganya bukan main, sampai
akhirnya ia tidak dapat mengirimkan pukulannya lagi dan
duduk mendeprok kecapean.
Anak muda itu turun dengan tenangnya dari udara
dan tancap kaki tidak jauh dari tempat si imam
meninggalkan bungkusan besarnya. cepat anak muda itu
membuka bungkusan tadi, ia kaget dan lompat mundur,
sebab bungkusan itu terisi satu nona cantik.
Anak mnaa itu menghampiri si imam, yang sekarang
sudah dapat berdiri lagi dan memandang dengan bengis
kepada lawannya. Ia marah-marah karena bungkusannya barusan
dibuka. "Anak bau, kau usilan sekali berani-berani membuka
bungkusan orang?" bentaknya sengit.
"Aku sudah lihat," sahut si anak muda ketawa nyengir.
"kau tentu bukan imam baik baik, mana ada imam
malam-malam membawa anak gadis orang dibungkus?"
"Kurang ajar. itu adikku sendiri, kenapa kau usilan?"
"Mana bisa adikmu, nona dalam bungkusan itu sangat
cantik sedang romanmu macam tepekong dapur,
hahaha...!" "Anak bau, kau berani menghina Toya?" bentak Tiat
Leng Tojin gemas. "Kalau tidak berani, buat apa aku cegat kau disini,
imam bau!" balas anak muda itu.
Kegusarannya Tiat Leng Tojin sampai dirambut
kepalanya. Tidak pernah sebehmnya ia mendapat hinaan
seperti itu, tidak heran kalau ia menggerang. katanya:
"Anak bau, aku akan hancurkan kepalamu...!"
"Kepalaku terlalu keras untuk kau hancurkan:"
ngeledek anak muda itu. Sret! terdengar pedang dicabut dari sarungnya. Itulah
akibat bila Tiat Leng Tojin yang sudah sangat gusar
kepada lawannya. "Anak bau. kau Iihat, pedangku akan menghancurkan
kepalamu, kau tidak bisa menete lagi kepada ibumu..."
"Oho, kau mau main pedang?" mengejek si anak
muda. Kim Liong melihat Tiat Leng Tojin menghunus
pedangnya menjadi kaget, ia khawatirkan dirinya si anak
muda yang bertangan kosong. Ingin ia munculkan dirinya
dan meminjamkan pedangnya kepada anak muda itu,
tapi mengingat kepandaiannya si anak muda yang sangat
mengagumkannya, ia urungkan niatnya, ia mau lihat si
anak muda akan membikin perlawanan dengan apa,
kalau lawannya menggunakan pedang"
"Anak muda, sebutkan namamu dulu, agar aku tahu
malam ini siapa yang aku kirim keakhirat menemukan
Giam-lo-ong!" berkata Tiat Leng Tejin ketawa seram.
"Itu baik juga, jangan sampai kau penasaran mati
tidak mendapat tahu siapa yang mengirim kau
keakherat," sahut anak muda itu ketawa.
Hampir meledak rasanya perutnya Tiat Leng Tojin
mendengar kata-kata anak muda itu, yang benar telah
memandang rendah kepadanya.
"Lekas sebutkan namamu!" bentaknya bengis.
"Aku she Kwee nama satu huruf, In," sahut anak
muda itu, yang memang Kwee In adanya.
Tiat Leng terdiam. Ia seperti menginngat-ingat akan
nama Kwee In, tapi ia belum pernah mendengarnya
dikalangan Kaug ouw ada muncul anak muda dengan
nama itu. Tapi ia harus mengagumi kepandaian lawan
mudanya itu jauh lebih tinggi darinya. Diam-diam ia jeri,
namun, mengingat ilmu pedangnya belum pernah
menemukan tandingan, hatinya menjadi besar dan
menantang Kwee In untuk bertempur.
"Aku sudah siap dengan pedangku, mana senjatamu"
Lekas keluarkan!" bentaknya.
"Baik!" sahut Kwee In, berbareng ia menghampiri
pohon dan memotes sebatang ranting yang panjang dua
kaki, kemudian ia balik dan menghadapi Tiat Leng.
katanya: "Mari kita mulai!"
Melengak Tiat Leng melihat lawannya dengan ranting
mau melayani pedangnya. "Anak sinting!" tegurnya. "Kau mau main-main, apa
memangnya ingin lekas mampus disabat pedangku,
makanya kau menggunakan ranting kering itu untuk
melayani aku?" "Hehe, ranting ini lebih tajam dari pedangmu,
sahabat!" sahut Kwee In gembira.
Kim Liong dilain pihak menyaksikan itu juga
beranggapan Kwee In sudah gila, masa senjata pedang
mau dilayani dengan ranting kering demikian. Sekali
tabas saja ranting itu berantakau tak berbekas, pikirnya.
Kalau ia dalam ragu-ragu, disana Tiat Leng Tojin
sudah bersebrak dengan Kwee In.
Tiat Leng Tojin telah mengeluarkan kepandaiannya
untuk menabas kutung kalau tidak sampai berantakan
ranting kering ditangannya Kwee In itu, namun, ranting
kering itu ditangan Kwee In ternyata lihay sekali. jangan
pula ia dapat menabasnya, menyentuh sedikit saja
pedangnya tidak bisa. Ia bingung Kwee In telah
menggunakan ilmu apa sampai begitu lihay" Ia terus
mendesak, mencecar musuhnya, namun Kwee In beri
perlawanan dengan tenang dan rantingnya saban-saban
membuat Tiat Leng Tojin gugup untuk mengelakannya.
Baru partama kali ini Tiat Leng merasakan ia gugup
mengelakkan serangan musuh, sekalipun hanya
menggunakan ranting pohon saja.
Dilain pihak Kim Liong termanggu-manggu
ditempatnya, begitu lihay Kwee In telah mainkan
rantingnya untuk melayani serangan pedangnya Tiat
Leng yang ganas. "Imam jahat!" kata Kwee In tiba-tiba. "Ilmu pedangmu
masih mentah, mana dapat digunakan untuk bertempur!"
Benar-benar perkataan Kwee In ada satu hinaan yang
tidak bisa diterima oleh Tiat Leng Tojin. Sambil
menggerang ia putar pedangnya, ia merangsek dan kirim
tusukan dan babatan bertubi-tubi, tapi Kwee In dengan
mudahnya mengelakkan serangan itu semua.
Pelan-pelan Tiat Leng rasakan rangsekannya diambil
alih oleh Kwee In, beberapa kali rantingnya telah
menusuk pundak, pipi, lengan dan lainnya hingga
mengeluarkan banyak darah.
Tiat Leng heran, sebab keluarnya darah belas tusukan
itu hanya dapat dilakukan oleh tusukan pedang, tapi ini
hanya dengan ranting kering saja, Kwee In dapat
melukai tubuhnya seperti tertusuk oleh ujung pedang
yang tajam. Sebenarnya Tiat Leng sudah kalah, harus mengaku
kalah, karena itu beberapa luka ditubuhnya sebagai
peringatan, namun ia orangnya licik dan penasaran
dijatuhkan oleh bocah yang hanya menggunakan
sepotong ranting pohon. Ia melancarkan serangan
membalas yang hebat rekali, tapi sia sia saja, ia terus
dibawa angin. "Imam bau!" bentak Kwee In. "Masih belum mau
menyerah" Baik, lihat jurusku kali ini. Kalau kau dapat
menangkis atau mengelakkan benar-benar kau jago dan
aku mengaku kalah. Kau lihat!"
"Kau boleh keluarkan kepandaianmu yang istimewa!"
sahui si imam ketawa gelak-gelak.
Belum habis ketawanya, tiba-tiba 'cros!' saja
tenggorokannya ditembusi ranting Kwee In, hingga si
imam gelagapan dan bingung.
Ketika ranting ditarik pulang, tenggorokan Tiat Leng
Tojin memancurkan darah segar seperti ketusuk pedang,
tak ubahnya. Pelan-pelan tubuhnya Tiat Leng Tojin terkulai dan
roboh. Kwee In telah menggunakan rantingnya dengan jurus
'Liu-seng bu-im' atau 'Bintang meluncur tanpa suara',
jurus ketiga can Hian-thian-kiam-hoat (ilmu pedang
maha sakti) yang Kwee In yakinkan dari It-sin-keng
(Kitab Mujijad) yang diperebutkan-
Kwee In tidak mengira demikian hebatnya jurus 'Liuseng-
bu-im' itu, sehingga membuat melayang jiwanya
Tiat Leng Tojin, cepat ia menghampiri si imam dan
jongkok memeriksa, ternyata si imam sudah meninggal
dunia. Ia tertegun dengan kesudahan itu. Tadinya ia tidak
berniat membunuh Tiat Leng Tojin, hanya main main
saja dan kalau si imam sudah mengaku kalah, ia juga
tidak mau mengganggu lebih jauh, asal si imam suka
melepaskan gadis yang diculiknya.
Tengah ia jongkok termanggu-manggu, kupingnya
yang tajam mendengar orang berkata: "Tayhiap, aku
tidak berbuat dosa kepadamu, mengapa kau mau ambil
jiwaku...?" cepat ia menoleh kebelakang, ia lihat wanita yang
dibungkus tadi sedang berlutut didepannya seorang laki
laki yang sudah menghunus pedangnya.
Orang laki laki itu tidak menyawab , pedangnya
diayun... tring! pedangnya tiba-tiba terpental dari
tangannya, sebaliknya dari kepala wanita tadi yang
terpisah dari lehernya. Orang itu kaget bukan main, ia putar tubuhnya dan...
didepannya sudah berdiri Kwee In, yang membuat ia
sangat kaget, sebab barusan ia lihat Kwee In jauh disana
sedang jongkok memeriksa dirinya Tiat Leng Tojin.
"Kau mau menjadi jago, jangan berhadapan dengan
wanita, mari...mari ke sini kita main, main beberapa
jurus! " menantang Kwee In seraya melompat ke-tempat
yang lebar, Orang itu sesaat tidak bergerak, tapi kemudian ia juga
lompat menyusul. "Kau tentu adalah orang jahat, temannya Tiat Leng
Tojin. makanya mau membuat celaka kepada orang
perempuan!"' Kwee In menuduh dan tidak mengasi
kesempatan Orang bicara. "Aku, aku.." sahut orang itu gugup.
"Aku, aku apa" Kau memang orang jahat!" Kwee In
membentak, tangannya melayang menampar orang ini,
hingga terputar dan jatuh duduk.
Kwee In melihat orang itu berwajah banyak goresan
bekas senjata tajam, hingga lebih mantap dugaannya,
bahwa orang iru adalah orang jahat, temannya Tiat Leng
Tojin. Tan Kim Liong, orang itu, untuk bebarapa lama
menenangkan kepalanya yang pusing kleyengan kena
ditampar oleh Kwee In- Ketika ia sudah kembali ingatannya, cepat ia bangkit
dan menghadapi Kwee In pula seraya berkata: "Kau
berani melindungi perempuan jahat?"
"Hehe! kau putar duduknya urusan," sahut Kwee In.
"Gadis iiu cantik dan macamnya orang baik-baik, mana
bisa kau katakan jahat" Lebih pantas kau yang jahat
dilihat dari wajahmu yang panuh dengan goresan senjata
tajam!" Kim Liong menjadi marah. "Kau mau andalkan
kepandaianmu barusan mengalahkan Tiat Leng Toojin"
Hm! Menghadapi aku, kau belum tentu!"
Kwee In yang jenaka dan tukang mengocok orang.
lantas saja keluar kenakalannya dan berkata: "Kau punya
kepandaian apa, lekas keluarkan?"
"Tentu, aku akan hajar kau sampai sungsang sumbel!"


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata Kim Liong gemas "jagoannya hanya terhadap wanita saja, mana kau
ada kepandaian untuk membuat aku singsang sumbel.
Barusan. baru aku towel sedikit saja pipimu kau sudah
jatuh semaput. Ha ha ha...!" menggoda Kwee In
gembira. Kim Liong marah sekali dihina oleh Kwee In.
"Kau bisanya hanya membokong. coba kalau kau tidak
membokong, mana pipiku dapat ditampar olehmu" Hm!
Dasar orang pengecut!"
"Seharusnya aku bagaimana supaya kau tidak
pandang pengecut!" "Kau dengan terang-terangan berhadapan denganku
dan kau boleh pukul aku dan aku boleh pukul kau, itu
tandanya bukan orang pengecut!",
"Oo, begitu, Maaf kalau barusan aku membuat kau
tidak senang." "Sudah menampar orang, baru minta maaf apa
perlunya?" Kwee In ketawa geli melihat Kim Liong marah-marah.
"Sekarang begini saja." kata Kwee In. "Aku barusan
sudah menampar kau, kau mengatakan aku membokong.
Sekarang aku kasi kesempatan kau menampar pipi-ku
terang terangan, supaya kau jangan penasaran,
bagaimana pikiranmu?"
"Sok jagoan kau." kata Kim Liong masih merengut
mukanya. "Masa kuat kau menerima tamparanku?"
"Kuat atau tidak, itu urusanku, kenapa kau banyak
rewel?" Kim Liong yang penasaran kena ditampar, dikasi
ketika untuk membalas, diam-diam hatinya merasa
girang Pikirnya: "Tenagaku sudah hebat karena Thay lek-seng-Ciu,
apakah kau tahan tamparanku" Baiklah, aku tak usah
menggunakan tenaga maximum. Aku akan gunakan
tenagaku lima bagian saja. aku mau lihat apa kau
tahan?" Kim Liong lalu menghampiri Kwee In. Ia berkaia:
"Hayo, pasang pipimu!"
Kwee In tidak diminta dua kali, ia Iantas pasang
pipinya untuk ditampar. "Plak...!" terdengar suara keras. tangan Kim Liong
berkenalan dengan pipi Kwee In.
Untuk kekagetannya Kim Liong. ia lihat Kwee In hanya
nyergir ketawa, ia tidak apa-apa meringispun tidak,
apalagi terputar badannya seperti tadi ia sendiri.
Barusan ia telah mengerahkan tenaganya lima bagian,
hebatnya bukan main kalau mengenakan sasarannya,
tapi waktu menyentuh pipi Kwee In tenaganya itu seperti
tersedot amblas dan tidak ada pengaruhnya sama sekali.
Kim Liong penasaran. Ia berkata: "Mari aku pegang
tanganmu!" "Boleh saja..." sahut Kwee In ketawa seraya sodorkan
tangannya. Kim Liong memegang dan memencet, tapi tangan
Kwee In seperti kapas lunak-nya.
Si Tangan Tunggal menjadi heran. Tempo hari. sekali
pencet tinjunya Seng Kiu, kepala opas dari Cia Tikwan,
menjadi hancur. sekarang memencet tangan Kwee In
tidak apa-apa, apakah boleh jadi tidak ada khasiatnya
arak mujijad pengasih Lin Lin itu?" Demikian Kim Liong
menanya pada dirinya sendiri.
Sebenarnya bukan demikian. Tenaga Kim Liong
memang iuar biasa, pengaruhnya dahsyat kalau
digunakan terhadap lawan, tapi bukan lawan seperti
Kwee In yang memiliki segala galanya. Dalam raguragunya
Kim Liong masih mengharapkan ilmu pedangnya
co Ciang kiam-hoat (Ilmu pedang tangan kiri), warisan
dari ceng le Sianseng. Ia terus menantang Kwee In: "Saudara. apakah kau
berani adu pedang?" "Main pedang memang kesukaanku, cuma aku tidak
ada tempo sekarang!" kata Kwee In.
"Hm! Dasar kau takut, makanya bilang tidak ada
tempo." "Belum pernah aku takuti siapa juga."
"Kalau kau tidak takut,kenapa menolak adu pedang
denganku?" "Memangnya kau punya kepandaian apa?"
"Hanya. co Ciang kiam-hoat kau nanti buktikan
kelihayannya.'" Kwee In melengak. Ia memandang Kim Liong,
ternyata pemuda itu tangannya memang buntung.
pantasan belajar ilmu pedang tangan kiri.
Kwee In memang suka ingin tahu kepandaian
kepandaian baru, maka ia berkata: "Baiklah!"
Kim Liong girang melihat Kwee In suka melayaninya.
Ia segera siapkan pedangnya. Ia berkata: "Kau
gunakan pedangnya Tiat Leng Tojin untuk melayani
padaku." "Tanganku lebih tajam dari pedang. kalau tidak
percaya. cobalah!" Kim Liong merasa dihinakan. Ia masukkan pula
pedangnya, katanya: "Aku tidak mau main main
denganmu manakala kau tidak menggunakan pedang!."'
Kwee In kerutkan alisnya. Ia sebenarnya tidak mau
menggunakan pedang untuk melayani lawan didepannya,
ia sudah taksir seratus persen dengan tangan kosong, ia
dapat melayani Kim Liong dan menang, tapi Kim Liong
mendesak dan tidak mau bertempur manakala ia tidak
menggunakan pedang. Kwee In boleh tak usah meladeni Kim Liong dan
tinggal pergi saja, cuma saja si bocah kepingin tahu 'Co-
Ciang kiam-hoat' dari lawan, yang kelihatannya sangat
dibuat bangga. Ia kepingin tahu bagaimana macamnya
ilmu pedang tangan kiri. "Baiklah, akan kulayani kau sahabat" kata Kwee In, ia
menghampiri mayatnya Tiat Leng dan memungut
pedangnya. Kim Liong girang orang memenuhi keinginannya. Ia
juga lantas menghunus pula pedangnya dan pasang
kuda-kuda, siap untuk menyambut serangan lawan.
"Kau boleh mulai menyerang, sahabat!" tantang Kim
Liong. "Baiklah!" jawab Kwee In yang tidak mau tawar
menawar. menyusul serangannya kearah tenggorokan
dengan jurus 'Pek-wan tek-tho' atau (Lutung Putih
memetik buah tho). Dengan gesit sekali. Kim Liong mengelakkan serangan
Kwee In. kemudian ia balas menyerang dengan jurus
'Hek-coa-touw-sui' (Ular hitam muntahkan bisanya)
Pedang datangnya menyilang hendak menggores maka
orang. Namun, jago kita mana mau kasikan mukanya
yang tampan kena digores pedang. Ia gunakan 'Poat-inkian-
jit' atau 'Membalik awan untuk melihat matahari'
untuk berkelit dari serangan dan balas menyerang lawan
yang sangat gesit dengan ilmu pedang tangan kirinya.
Serang menyerang dilanjutkan dengan seru.
Kwee In melayani Kim Liong dengan main-main saja,
ia mengorek keluar semua tipu-tipu silat pedang tangan
kiri Kim Liong, tanpa disadari oleh jago baru itu, melihat
caranya Kwee In menggempur atau melayani dirinya
sungguh-sungguh. Kapan Kwee In merasa sudah cukup mengorek rahasia
ilmu pedang tangan kiri Kim Liong, maKa ia berseru:
"Sahabat, cukup sampai disini ! "
ooOdwOoo JILID 11 Bab 31 SERUAN KWEE IN disusul dengan suara trang!
melengking keras dan pedangnya Kim Liong telah
meluncur terbang keangkasa. Kim Liong berdiri
mematung melihat kejadian itu.
Pada saat itu ia sedang asyiknya melayani Kwee In.
tiba tiba ia mendengar seruan si bocah, entah bagaimana
Kwee In bergerak tahu-tahu pedangnya kena disontek
dan terbang keangkasa. Hanya sejenak ia berdiri
mematung, tubuhnya segera mencolot menyusul
pedangnya sebelum senjata itu jatuh ditanah.
Kapan ia menancap kaki pula ditanah, ternyata Kwee
In sudah tidak ada ditempatnya. Sejak kapan anak muda
itu telah pergi, Kim Liong tidak tahu.
Ia celingukan mencarinya, ternyata Kwee In tidak
kelihatan bayangannya, malah Tan Cui Gin juga sudah
tidak ada ditempatnya tadi.
Kim Liong menghela napas. Ia menyesal mesti
kehilangan jejak Cui Gin. wanita yang ia inginkan
kepalanya untuk disembahyangi depan kuburan Lin Lin.
Apakah Cui Gin dibawa oleh pemuda yang
berkepandaian hebat itu" Kalau benar, sungguh tidak
mudah ia nanti merebutnya. Anak muda cakap itu sangat
tinggi kepandaiannya. ia tidak sanggup merebut Cui Gin
dari tangannya. Kepaksa Kim Liong hanya kuntungi kepalanya Tiat
Leng Tojin untuk dipakai sembahyang didepan
kuburannya Cia Tikwan... Cara bagaimana si bocah bisa ada di-situ dan
memegat perjalanannya Tiat Leng Tojin" Kwee In
sebenarnya barusan saja keluar dari goa dibalik tirai air
terjun untuk menunaikan tugas yang dibebankan oleh
Yayanya. Luka paralmya Kwee In sudah sembul seluruhnya dan
ia dapat bergerak bebas pula sebagaimana biasa. Ia
dalam perjalanan ke goa ular raksasa, untuk
menaklukkan ular raksasa itu yang menurut kata
Yayanya ular itu belakangan ini telah banyak keluar dari
goanya dan mengganas disekitar tempat itu. sehingga
banyak binatang-binatang piaraan penduduk yang telah
ditelannya dan juga ada beberapa penduduk yang hilang
dan mungkin sekali telah ditelan juga oleh ular raksasa
itu. Menurut Yayanya, hanya ia yang dapat menaklukkan
ular itu dan mengembalikan kegoanya pula, jangan
membuat susah penduduk kampung, sekitarnya.
Dalam perjalanan itu justeru malam itu ia bertemu
dengan Tiat Leng Tojin yang sedang membawa Cui Gin
keluar dari Tong- hong- koan.
Kee In menduga imam jahat itu tengah menggondol
sesuatu yang tidak wajar, maka ia sudah tidak
perkenankan orang berlalu dengan begintu saja. hingga
terjadilah pertempuran dan berkesudahan Tiat Leng Tojin
mati koyol oleh tusukan ranting pohon.
Kwee In melihat barang yang dibawa oleh si imam
adalah seorang gadis, hatinya yang lemah merasa
kasihan. Ia tidak tahu kalau gadis yang dibawa Tiat Leng
itu bukannya perawan, hanya wanita cabul yang sangat
lihay. Kalau Kwee In mau sabar sedikit bicara dengan
Kim Liong pasti ia tidak akan kejeblos menolongi orang.
Memang benar Cui Gin telah ditoloag oleh Kwee In!
Ia dipondong dan dibawa terbang dengan ginkangnya
yang luar biasa, yang tidak mudah dapat dilihat oleh Kim
Liong, Cui Gin pingsan dalam pondongannya anak muda.
Ketika ia siuman ia dapatkan dirinya dibawah pohon
sedang diuruti jalan darahnya strpaya ia sadar dari
pingsannya. Cui Gin badannya memang sudah lemah, beberapa
malam ia telah melayani Tiat Leng Tojin dalam kamar
rahasia dari kuil Tong-hong-koan, boleh dikatakan
tenaganya sudah habis-habisan diperas. Ia sudah sangat
lemah, untuk bicara saja rasanya susah.
Cui Gin parasnya memang cantik. Usianya pun baru
meningkat 19 tahun, boleh dikata sebaya dengan Eng
Lian, maka Kwee In pandang ia sebagai gadis yang
hampir menjadi korbannya orang jahat, Ia diam-diam
bersyukur sudah dapat menyelamatkan si gadis dari
bahaya diganggu kehormatannya oleh si imam busuk. Itu
adalah pikiran dari hati kecilnya Kwee In yang masih
cetek pengalamannya soal wanila.
Kwee In telah keluarkan obat pilnya yang mustajab
dan diberikan pada Cui Gin untuk menelannya. Cui Gin
terima itu dengan perasaan terima kasih, namun ia tidak
mampu mengeluarkan perkataannya.
Hanya matanya saja yang menatap wajah Kwee In
yang cakap, dengan sorot yang sangat bersyukur sekali.
"Enci, hampir saja kau celaka ditangannya si imam
busuk, kalau tidak keburu aku datang. Juga si tangan
buntung itu pasti bukan orang baik-baik dan hendak
mencelakakaimu. Dengan berada disampingku, kau
jangan takut, tidak seorang yang berani mengganggu
selembar rambutmu!" Cui Gin bersenyum manis, hingga Kwee In yang
melihatnya nyengir ketawa,
"Ketawanya mirip-mirip enci Lian".." Kwee In
menggumam dalam hatinya. Cui Gin meskipun usianya belum masuk 20 tahun ia
sudah matang betul, ia menduga kini ia berhadapan
dengan pemuda masih tolol, pikirnya ia akan
mempengaruhinya dan bikin si pemuda percaya bahwa
dirinya masih suci. Tidak lama, setelah Cui Gin menelan pilnya Kwee in
yang mujarab, ia rasakan perlahan-lahan kembali
tenaganya meskipun tidak seanteroya. Ia dapat
membuka suara dan menanya: "Adik, kau siapa begitu
baik telah menolong aku?"
..Aku she Kwee nama Ia, aku sedang menjalankan
perintah Yayaku." "Malam buta seperti sekarang ini, apa kita tak takut
berduaan dipegunungan ini?"
"Apa yang ditakuti?" sahut Kwee In. "Kau kelihatannya


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih lemah, tidurlah enci!"
"Aku dingin, adik In," sahut Cui Gin, tubuhnya
menyusul menggigil. Kwee In kasihan. Lalu ia membuka jubahnya dan
dipakaikan pada tubuh Cui Gin, setelah mana dengan
perlahan lahan la rebahkan si nona diatas rumput dan
disuruh tidur. Ia sendiri telah memanjat pohou dan tidur
diatasnya. Malam itu mana Cui Gin bisa tidur. Selain ia merasa
kedinginan tidur malam dipegunungan yang baru pernah
ia alami, ia juga merenungkan akan nasibnya di-hari
kemudian bagaimana " Goan Kie sudah tidak kelihatan
mata hidungnya, sedang pemuda itu justeru yang ia
harapkan bakal menjadi pelindungnya sampai tua.
Cia Tikwan sudah mati, orang. yang pernah
menyayangi dan mencintainya. Ia menyesal sudah
melakukan perbuatan yang nyeleweng, kalau tidak ia
masih menjadi nyonya Tikwan yang hidup senang tidak
kekurangan apa-apa. Tapi, beras sudah menjadi babur,
hendak menyesal pun tidak berguna. Sekarang yang ia
harus pikirkan adalah nasibnya sekarang dan kemudian.
Dimana ia dapat melindungi dirinya"
Satu-satunya jalan ia pulang kerumah orang tuanya,
disana ia masih dapat tinggal dirumah mewah pangasih
Cia Tikwan, namun bagaimana ia membiayai rumah
tangganya" Dalam merenungkan nasibnya, tiba-tiba ia diserang
ngantuk juga dan tahu-tahu ia sudah pulas. Baru ia
mendusin diwaktu Kwee In menggoyang-goyang
tubuhnya dan ia cepat bangkit duduk, ia lihat hari sudah
terang dan sebentar lagi matahari juga akan mancul
dibalik ganung. Cui Gin rasakan keadaan dipegunungan
seperti itu sangat nyaman dan menyegarkan badannya
yang baberana hari belakangan sangat lesu dan pada
ngilu. Itulah berkat obat pilnya Kwee In yang mujarab.
Ia melirik pada Kwee In yang sedang mengunyah
buah. "Kan makan sendiri saja, engko In?" tegur Cui Gin
sambil liriki matanya. Kwee In terkejut. Itulah untuk pertama kali gadis
memanggil ia 'engko' (kakak.).
Wajahnya yang tampan ketawa nyengir.
Mempesonakan hatinya Cui Gin ketawanya Kwee In.
"Anak ini cakap betul, sungguh aku merasa hidup disorga
kalau dapat teman hidup seperti dirinya . ." ia berkata
dalam hatinya sendiri, seraya matanya menatap pada
Kwee In. "Enci, kau umur berapa sekarang?" Kwee In menanya
tiba-tiba. "Tahun ini aku berumur sembilan-be!as tahun dan kau
engko?" balik menanya Cui Gin.
"Mungkin aku tua beberapa bulan saja." Kwee In
membohong. Kwee In membohong bukannya apa-apa, ia memang
merindukan panggilan 'engko.' Kalau ia bicara terus
terang. bahwa usianya delapanbelas tahun, pasti si nona
akan memanggil ia 'adik In' lagi. Ia senang dengan
panggilan 'engko In', terpaksa ia membohong.
"Kalau begitu tepat panggilanku engko," kata Cui Gin
ketawa mesem. Kwee In ketawa, tapi ia merasa jengah telah
membohongi wanita didepannya, tidak heran kalau
wajahnya agak kemerahan lantaran jengah.
Sebelum si bocah membuka mulut, Cui Gin sudah
berkata pula: "Aku Cui Gin she Tan, harap engko In
panggil namaku saja Cui Gim untuk memudahkan kita
bercakap cakap." "Baiklah adik Gin, nah ini makan-lah . . ." kata si
bocah, seraya mengangsurkan tiga biji buah, yang ia
petik tadi pagi. "Terima kasih," sahut Cui Gin, seraya menyambuti dan
dimakannya. Ia asakan buah itu sangat lezat dan manis,
maka Cui Gin sudah sikat habis tiga buah itu.
Kwee In melihat Cui Gin lahap benar makan buahnya,
maka ia menawarkan pula. Cui Gin mengucapkan terima kasih, sambil menjumput
dua buah lagi dan dengan perlahan sekarang
dimakannya. Tiba-tiba Cui Gin hentikan mengunyah buahnya dan
bengong sejenak. "Kau kenapa, adik Gin?" tanya Kwee In.
"Aku kepingin mandi, cuma kakiku rasanya lemas
sekali," jawab Cui Gin.
"Apa kau tidak bisa jalan?" Kwee In menanya heran.
"Jalan bisa, cuma sekarang rasanya lemas untuk jalan
mencari sungai mandi."
Kwee In kerutkan alisnya, seperti berpikir.
"Apa kau tidak keberatan kalau aku minta tolong kau,
engko In?" Kwee In tidak mcnyahut, ia hanya menatap wajah si
nona. "Minta tolong kau pondong aku mencari sungai,
setelah aku mandi pasti badanku segar dan bisa jalan.
Tidak lagi aku menyusahkan kau . . ."
"Oh, boleh, boleh, itu perkara kecil. . . ." sahut Kwee
In akhirnya. Cui Gin girang hatinya dapat mangelabui Kwee In.
Sebentar lagi Cui Gin sudah berada dalam
pondongannya Kwee In mencari sungai kecil untuk si
nona mandi. Cui Gin merasa hangat dalam
pondongannya Kwee In, diam diam ia mengharap supaya
sungai yang dicarinya itu jauh letaknya, supaya ia dapat
lama-lama dalam pondongannya si pemuda cakap.
Tapi in kecele, sebab tidak lama kemudian Kwee In
sudah meletakkan tubuhnya tidak jauh dari sungai yang
dicarinya. "Itulah sungai, dimana kau dapat mandi," kata Kwee
In, seraya tangannya menunjuk pada sungai yang airnya
mengalir jernih. "Terima kasih, engko In," kata Cui Gin. "Apa kau juga
tidak mau turut mandi?"
"Ah, aku tidak biasa mandi pagi-pagi," sahut Kwee In
ketawa. Cai Gin tidak berkata apa-apa, hanya kerutkan alisnya
yang lentik. "Aku juga sebenarnya tidak biasa mandi pagi, aku
hanya ingin cuci muka dan cuci sedikit badanku, apa kau
suka bawa aku ketepi sungai, engko In?" kata Cui Gin.
Kwee In heran. Kalau mau dipondong dari jauh
mencari sungai itu tidak-lah mengherankan, tapi
sekarang, sungai sudah didepan mata, mengapa si nona
masih mau diraih dan dirangkul olehnya untuk dibawa
ketepi sungai" Tapi Kwee In mengira memang Cui Gin terlalu lemas
kakinya, maka ia tidak kata apa-apa, ia lantas meraih
tubuhnya si nona. ..Aduh, kau bikin aku kaget!" seru Cui Gin, seperti
kaget diraih Kwee In, sementara wajahnya sengaja
diangkat dan hampir mencium hidung Kwee In. Bau
wangi menyambar dari wajah si nona, hingga Kwee In
berdebaran hatinya. Tapi, dengan sopan ia membawa Cui Gin ketepi
sungai. Kemudian Kwee In menanti tidak jauh dari si nona,
sambil duduk. Ia mengenangkan akan dirinya Eng Lian
dan Bwee Hiang dan tugasnya hendak menakluki ular
raksasa, sekarang ia justeru kecantol oleh Cui Gin,
bagaimana ia tega meninggalkannya nona yang begitu
cantik untuk pulang sendirian kerumahnya"
..Engko In, engko In, kau kemari!" tiba-tiba Kwee In
mendengar dirinya dipanggil.
Kwee In kaget, ia berpaling ke arahnya Cui Gin.
Astaga. " , Kwee In hampir memejamkan matanya,
jengah ia melihatnya. Kiranya Cui Gin sudah meloloskan pakaian atasnya
dan sedang asyik menyeka badannya hingga tampak
tegas kulitnya yang putih meletak, dadanya yang berisi
tampak bergerak-gerak setiap kali ia menyeka badannya.
Kwee In akhirnya memejamkan juga matanya, namun,
pemandangan yang dilihataya barusan tidak mau pergi
dari kelopak matanya. Ia bingung, tengah ia menguasai
bergejolaknya sang hati, ia mendengar pula Cui Gin
memanggil;........... . "Engko In, aduh, aduh, aku kena digigit entah
binatang apa, tolong ............ ! Tolong . . . !"
Kwee In dikejutkan oleh suara minta tolong si nona,
maka tanpa pikir banyak, tabuhnya melompat jauh dan
segera sudah berada didekatnya Cui Gin.
Kali ini Kwee In melihat si nona sedang menyeka
kedua betis kakinya yang putih halus, tangannya yang
satu, yang kanan, tiba-tiba menggerepe-gerepe
kepahanya sambil wajahnya meringis-ringis seperti
kesakitan. Nampak si pemuda sudah ada didekatnya, Cui Gin
berkata: "Adik In, kau tidak bisa jongkok" Mari lihat dan
bantu adikmu .." Kwee In jongkok dan menanya : "Adik Gin, kau
kenapa?" "Engko kalau kau tidak menolong, pasti aku mati disini
disengat serangga yang berbisa... aduh! Aduh, adik In
lekas kau tolong!" seru Cui Gin.
"Aku harus menolong bagaimana ?" tanya Kwee In
kebingungan. "Ini disini serangganya . .. ah, engko In . . ." kata Cui
Gin seperti putus asa, tangannya sementara itu
menekan-nekan pahanya, seakan-akan menunjukkan
bahwa disitulah serangga berbisa sedang mainkan
peranannya! Kwee In masih tidak berani turun tangan dan
mengawasi kelakuan Cui Gin.
"Engko In, kau kejam melihat saja adikmu digigit
serangga. . . ." tegur si nona.
Kwee In baru sadar si nona minta bantuannya, maka
ia ulur tangannya kepaha si nona yang agak dipengkang.
Ia tekan debaran hatinya, karena hendak menolong Cui
Gin. Tangannya merayapi kesana sini mencari serangga
jahat, tidak serangga kedapatan disitu, malah tangannya
merayapi sampai lebih jauh. sia-sia Kwee In
mendapatkan binatang berbisa seperti dikatakan oleh Cai
Gin, Si ular cantik sementara itu merasa senang tubuhnya
dirayapi oleh tangan pemuda cakap itu. Ingin ia
merangkul Kwee In tapi ia takut pemuda yang ketololtololan
itu marah. Ia melihat Kwee In sangat sopan, maka ia tidak berani
berlaku melebihi dari pancingannya supaya anak muda
itu memulainya sendiri lantaran tidak tahan dengan
rangsangan napsunya. "Mungkin disini, engko . ." kata
Cui Gin, seraya angkat naik buah dadanya yang padat
dan periksa dibawahnya. Ia minta Kwee In meraba-raba mencari serangga jahat
tadi, namun, anak muda kita merasa sadar bahwa dirinya
sudah kena ditipu si nona. Tidak sopan, yang barusan
merayapi paha orang, sekarang ia disuruh menjamahjamah
bagian dadanya si nona, ia mundur teratur, serta
katanya: "Adik Gin, mungkin hanya perasaanmu saja ada
serangga jahat, sebenarnya tidak ada apa-apa . . ."
Cui Gin memberengut. "Memangnya aku jual murah
badanku dirayapi tangan orang" Aku telah minta
pertolongan dengan wajar, tapi kelihatanuya kau salah
mengerti!" katanya. Kwee In tidak enak hatinya melihat si nona marah.
Cui Gin sementara itu sudah bangkit berdiri dan
merapikan pakaiannya lagi. Ia jalan ngeloyor tanpa
memperdulikan Kwee In yang berdiri bengong melihat
kelakuannya. Kwee In heran sekarang si nona bisa jalan dengan
baik, tidak lagi minta pertolongannya untuk dipondong.
Ia lalu menyusul Cui Gin dan menanya: "Adik Gin, apa
kau marah padaku" Aku minta ma'af kalau perkataanku
barusan menyinggung hatimu."
Cui Gin tidak menyahut, ia masih cemberut jalan
terus. Kwee In masih mengintil dibelakangnya.
Tiba-tiba Cui Gin berbalik, Ia berkata: "Untuk apa kau
mengikuti aku?" "Aku ingin mengantarmu pulang."
"Pulang kemana?"
"Pulang kerumahmu tentu."
"Kenapa kau mau mengantar aku pulang?"
"Aku tidak bermaksud apa-apa, hanya aku ingin
melindungimu." Cui Gin putar lagi tubuhnya dan meneruskan
perjalanannya. Diam-diam dalam hatinya ia merasa syukur atas
kebaikan pemuda itu, yang mau membuang temponya
untuk mengantar ia pulang. Cuma sayang, hatinya si
pemuda rupanya keras seperti besi, tak dapat
digoyahkan dalam asmara. Seperti barusan, ia sudah
kasikan tubuhnya dirayapi tangannya, tidak menunjuk
tanda-tanda bahwa si pemuda tertarik oleh tnbuhnya
yang serba padat dan menggiurkan. Kalau lain pemuda,
pasti sudah jatuh dalam rangkulannya dan memintanya
dengan bernapsu. Tiba-tiba Cui Gin menghentikan jalannya dan meneduh
dekat pohon, dimana ada batu besar dan ia duduk
diatasnya. Kwee In sementara itu masih berada tidak
jauh daripadanya.

Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anak muda itu bukannya ketarik oleh kecantikannya si
nona, ia hanya merasa kasihan kalau ia tinggalkan Cui
Gin dalam hutan belukar yang demikian luas. Kalau nanti
ia tidak dimakan binatang buas, paling sedikit Cui Gin
akan menjadi mangsanya orang jahat. Pikirnya, ia
hendak mengantarkan Cui Gin sampai dirumahnya, maka
selesailah kewajibannya melindungi si nona.
Tapi, pikiran yang suci murni itu dianggap salah oleh
Cui Gin. Si nona manganggap bahwa si pemuda sudah
mulai tergila-gila kepadanya dan ia harus pasang
parangkap lebih jauh, supaya si pemuda cakap jatuh
dalam pengaruhnya. Ketika melihat Cui Gin duduk. Kwee In juga turut
duduk disampingnya. Tiba-tiba Cui Gin berkaca-kaca matanya menangis,
entah apa yang disedihkan olehnya"
"Adik Gin, kenapa kau menangis," tegur Kwee In
heran. Cui Gin tidak menjawab. Sampai kemudian Kwee In
menegur pula ia baru menyahut: "Aku menangisi
nasibku, engko In ..... "
"Kenapa nasibmu, adik Gin?" tanya si pemuda
kepingin tahu. "Ibuku telah meninggal belum lama. lantas ayahku
punya isteri baru. Tahu sendiri kalau ibu tiri, galaknya
bukan main, biarpun aku sudah mengalah banyak selalu
ia mau mencari-cari saja kesalasan untuk diadukan pada
ayahku." "0o, kau jadi panya ibu tiri dirumah?"
Cui Gin anggukkan kepala . "Pada malam itu aku
keluar rumah, ingin menggantung diri. supaya aku bebas
dari penderitaan hidup, tapi apa mau aku ketemu si
imam tinggi besar itu, yang talah menabas kutung tali
yang sudah mengikat ieherku. ia lalu membawa diriku
dalam pingsan. Baru aku siuman, tiba-tiba si orang
buntung datang menghampiri dan man ambil kepalaku.
Ia rupanya salah melihat orang, maka datang datang
hendak menabas kepalaku. Untung aku mengelak,
hingga jiwaku tidak sampai melayang dengan membawa
penasaran ?".."
Kwee In terharu mendengar penuturan si ular cantik.
"Nasibmu memang sangat buruk mendengar
penuturanmu," Kwee In kata dengan suara menghibur.
"Tapi, kau jangan putus asa, mari aku antarkan kau
pulang dan akan kubikin kau akur dengan ibu tiri dan
ayahmu." "Terima kasih, kau baik sekali, engko In ............ ."
"Kau senang bukan kalau aku antarkan kamu pulang
dan akurkan dengan ibu tirimu?"
Cui Gin geleng-geleng kepala. "Aku tidak mau pulang,"
sahutnya tegas. "Kenapa" Habis, kau mau pergi ke. mana?"
"Aku mau kemana saja mengikuti kaki membawa
diriku." Kwee In melengak heran. "Mana boleh begitu!" katanya. "Kau masih gadis, kalau
dalam perjalanan diganggu oleh orang jahat bukankah
sia-sia saja kau hidup?"
Cui Gin girang dianggap dirinya masih gadis. Dalam
hatinya berpikir: "Dasar anak tolol, masih hijau. Kau tidak
tahu adikmu sudah merasai banyak macam urusan lakilaki.
Kalau kau tahu, niscaya akan berdiri bulu kudukmu.
Hihi-hi............."
"Itulah yang aku pikirkan, engko In!" sahut Cui Gin.
"Apa kau tidaK mau melindungi diriku" Misalnya untuk
seterusnya kau berada disampingku?"
Kwee In ketawa. "Itu tidak mungkin, adik Gin. Aku
banyak urusan yang diselesaikan, mana bisa aku terus
mendampingimu," kata si anak muda.
Cui Gin unjuk paras duka.
"Mari aku antarkan, kemana kau hendak pergi?"
mengajak Kwee In melihat si nona duduk termangumangu
dengan unjuk paras berduka.
"Pergi kemana, aku tidak punya tujuan?" sahutnya
kemudian. Kwee In terdiam. Ia tidak tahu harus berbuat
bagaimana untuk keselamatan si nona, sedang ia harus
buru-buru menyelesaikan tugasnya. Setelah beres
mengurus si ular raksasa, ia ingin lekas-lekas pulang
kelembah Tong-hong-gay untuk ketemu dengan enci
Liannya. Sementara itu, angin pegunungan meniup sepoi-sepoi
adem. Ketika menyusul datangnya angin agak keras, tampak
rambutnya si nona berkibar-kibar kusut dan saban kali
harus dibereskan oleh tangannya yang halus mungil.
Kwee In nampak itu, hatinya terkenang kepada enci
Liannya. Wajahnya Eng Lian berbayang, terkenang pada saat
demikian enci Liannya suka menyandarkan badannya
didadanya yang bidang kekar, ia mengelus-elus
rambutnya yang halus tertiup angin, sungguh bahagia
rasakan pada saat-saat demikian dilalui.
Semangatnya telah terbawa jauh, jauh kelembah
Tong-hong-gay, hingga tidak merasa ia kalau diam-diam
Cui Gin telah menyandarkan badannya dan menaruh
kepalanya didadanya si anak muda. la mengelus-elus Cui
Gin hingga Cui Gin kegirangan.
Pikirnya: "Nah, kena dah sekarang. Masa kemana
kalau tidak jatuh dalam pengaruhku, anak hijau" Hm!
Lihat, kau sudah mengelus-elus rambutku, tandanya kau
sudah kepincuk oleh kecantikanku... ah, kau "....."
Sambil berpikir demikian, Cui Gin pegang tangannya si
anak muda yang satu dan ditaruh diatas dadanya yang
sedang naik turun menekan perasaan hatinya yang
berdebaran. Hatinya melonjak kegirangan, apabila Kwee
In tangannya tiba-tiba meremas-remas buah dadanya
dan ia membiarkan untuk menjadi permainannya tangan
nakal. Napasnya Cui Gin memburu lebih cepat, ia kewalahan
rupanya menekan napsunya, sebab lantas ia mengangkat
mukanya dan menatap wajah Kwee In yang sedang
kehilangan semangat. la berkata dengan suara parau:
"Engko In, oh, kau, engko In ..." seraya memegang
tangannya si anak muda yang masih meremas-remas
dadanya. Pada saat itulah Kwee In tersadar. Ia mendengar
suara yang memanggil engko In, bukannya adik In, ia
dikejutkan oleh panggilan itu. Ia lihat orang yang dieluselus
rambutnya dan digerayangi dadanya bukanlah dara
pujaannya, ia Cui Gin, gadis yang masih asing dan baru
pernah ketemu sekali disitu.
Lekas juga ia .mendorong tubuhnya Cui Gin, agak
keras, sebab si nona sampai jatuh dari duduknya dan
marah-matah. Kiranya Kwee In tidak sadar akan dirinya, ketika ia
melamun jauh ke lembah Tong-hong-gay, seningga si
ular cantik dapat menyelinap dan sesapkan kepalanya di
dadanya si anak muda yang bidang.
Setelah mengetahui bahwa wanita yang ia peluki
bukannya wanita yang menjadi buah hatinya, Kwee In
merasa tidak enak hatinya dan berkata: "Adik Gin,
maafkan kelakuanku barusan yang tidak sopan. Aku tidak
sadar telah melakukan perbuatanku itu, karena aku
sedang memikirkan seseorang yang aku tak dapat
melupakannya ............ ."
"Bagus," kata Cui Gin dengan suara mengejek. "Aku
dapat memaafkan kau, tapi tidak tanganmu yang nakal
itu. Kedua dadaku sampai sakit kau buat main, apa dapat
dima'afkan dengan begitu saja" Hm . . ! "
Kwee In jengah sendirinya".......... "Adik Gin, sungguh
aku tidak menyadari perbuatanku barusan makanya aku
meminta maaf padamu. Harap kau suka mema'afkan,"
katanya. "Aku dapat mema'afkan kau, apabila kau suka
berterus terang." "Berterus terang bagaimana?"
"Kau sedang memikirkan apa, makanya kau tidak
sadar kalau kau telah merayapi dadaku barusan" Nah, ini
jawablah dengan terus terang."
"Aku sedang memikirkan seseorang yang bakal
menjadi teman hidupku."
"Bagus, kau sudah punya teman untuk kawan
hidupmu." "Itulah, makanya perbuatanku tak kusadari saking
asyiknya aku melamun."
"Kenapa kau tidak memikirkan juga hidupku
dikemudian hari?" Kwee In melengak beran. "Kau maksudkan apa?"
tanyanya kepingin tahu. "Kau sudah menyentuh tubuhku, apa boleh dengan
begitu saja kau melupakan diriku!"
Kwee In jadi kebingungan. Pikirnya: "Bwee Hiang dan
Eng Lian masih belum ketentuan, sekarang ada lagi
seorang gadis yang mengadu biru ingin dipertanggung
jawabkan hidupnya dikemudian hari. Mana aku bisa
terima?" Kwee In jadi termangu-mangu duduk diatas batu.
Diam-diam Cui Gin sudah duduk pula disampingnya
dan mengawasi si anak muda yang sedang kebingungan
mencari jawaban. "Engko In, seharusaya kau memikirkan juga
penghidupanku yang hampa..." kata Cui Gin pelan,
seraya tangannya memegang tangan Kwee In.
"Adik Gin, bukannya aku tidak mau menerima kau,"
kata Kwee In bingung, sekenanya saja ia rupanya
memberi jawaban. "Sebabnya kenapa" Sebabnya kenapa, engko In?" Cui
Gin mendesak. "Sebabnya, aku sudah punya dua calon isteriku . . , "
sahut Kwee In seraya menundukkan kepalanya.
Cui Gin pelan-pelan merapatkan badannya. Dengan
suara berbisik ia berkata: "Adik In, apa halangannya
kalau aku menjadi calon yang ke-tiga" Engko In, apa kau
tidak kasihan pada adikmu yang sudah disia-siakan orang
tua?" Cui Gin berbisik dengan lagaknya yang manja dan
kembali ia menyandarkan badannya kepada Kwee In
yang dalam keadaan linglung.
Senyumannya, kerlingan matanya dan bibirnya yang
basah menantang, membuat Kwee In tak bisa melupakan
kecantikannya Cui Gin. Terbayang saat itu kecantikannya Lie Sian Tin,
isterinya The Koan Beng, didusun Hoahiang, yang telah
memikat dirinya dan hampir-hampir Kwee In kena
terpikat oleh kecantikan dan tubuhnya yang
mengairahkan. Ia akui Sian Tin cantik dan menggiurkan, namun, ia
masih dapat mempertahankan diri dari godaannya.
Sekarang, menghadapi Cui Gin, apakah ia harus
menyerah pada si ular cantik yang mempesonakan"
Badannya Sian Tin agak tinggi dan gemuk,
menggiurkan. Sebaliknya, Cui Gin badannya kecil langsing dan
lincah, mempesonakan. Kwee In agak gemetar merasakan tangannya Cui Gin
nakal dan merayapi bagian-bagian tertentu dari
tubuhnya, yang tidak pernah dilakukan oleh Bwee Hiang,
Eng Lian maupun Sian Tin si cantik dari Hoakiang.
Ingin Kwee In melarang tangan Cui Gin yang nakal,
namun mulutnya tak dapat mengeluarkan apa-apa. Cui
Gin yang lihay telah memegang bagian penting yang
menimbulkan perasaan aneh dalam hatinya Kwee In
yang masih perjaka. Tiba-tiba Cui Gin dongakkan mukanya berkata: "Engko
In, kau tega tidak mencium adikmu yang menunggu
sedari tadi?" Si ular cantik merasa benda yang dipegangnya
meronta-ronta, hatinya berdebaran keras, tahu-tahu
dirinya telah dirargkul Kwee In dan diciumi seluruh
wajahnya. Celaka Kwee In jatuh dalam pengaruhnya si ular
cantik, apakah ia bakal menjadi mangsanya Cui Gin"
Kasihan Bocah Sakti kita kalau sampai kena dikuras
perjakanya oleh si wanita cabul yang tidak ada
kenyangnya. Napsunya Cui Gin bergelora naik dikepala, tangannya
gemetaran waktu menyentuh tali kolor celananya Kwew
In yang ia hendak loloskan. ada saat itulah, tiba-tiba . . .
"Mati aku . . . !" si ular cantik menjerit dan badannya
terkulai dalam pelukan Kwee In, yang menjadi sangat
kaget melihat Cui Gin dengan tiba-tiba saja menjerit.
Cepat ia rebahkan si cantik diatas batu, darah tampak
mengalir dari bebokongnya tanpa dapat dibendung.
Matanya yang layu tampak terbuka, ia masih dapat
berkata: "Engko In, kita tidak berjodoh, biarlah dilain
penitisan kita kete........" berbareng jiwanya si ular cantik
melayang, tanpa dapat meneruskan kata-katanya.
Kwee In jadi bengong nampak kematian si ular cantik.
Ia menghela napas. Pikirnya: "Adik Gia begitu cantik
dan mempersonakan, sungguh sayang kematiannya itu
?"" Berbareng timbul kegusarannya. Ia melihat Cui Gin
sudah mati, bebokongnya kena dihajar Hui to (pisau
terbang) yang mengandung racun.
Siapa yang membokongnya membuat ia penasaran,
matanya celingukan mencari orang jahatnya. Ia melihat
jauh darinya ada gerombolan alang-alang yang
bergoyang-goyang, ia menduga orang belum lari jauh,
maka ia melesat kesana. Terus ia mengejar sampai jauh,


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan tetapi orang itu tidak dapat dicandak.
Ia kembali dengan pikiran menanya-nanya atas
kematiannya Cui Gin. Kenapa orang mengarah dirinya si
nona, bukannya ia yang diarah" Kalau saja pada saat itu
dirinya yang diara h, pasti ia menemukan kematian yang
konyol. Ia pada saat itu sudah tidak memperhatikan
keadaan disekitarnya, terpengaruh oleh rayuan dan
kelakuannya Cui Gin yang tak dapat dielakkan, maka
dalam lengah demikian mudah sekali si Bocah Sakti di
bunuh orang. Namun nasib malang bukan menimpa
dirinya, tapi si ular yang cantik.
Kenapa Cui Gin yang diarah" Kenapa Cui Gin dibunuh"
Pasti dibalik kematian Cui Gin ada apa-apa yang
terahasia. Ketika Kwee In sampai pula ditempatnya Cui Gin,
kegusarannya telah meluap seketika melihat si cantik
sekarang sudah tidak punya kepala lagi. Kepalanya entah
sejak kapan sudah diambil orang?"
Kwee In mangepalkan tinjunya erat-erat, sangat
marah ia, diam-diam ia berjanji akan mencari orang yang
telah membunuh Cui Gin. Ketika ia berjongkok, memeriksa lehernya si cantik
yang sudah tidak mengucurkan darah lagi. ia melihat ada
secarik kertas didekatnya. Ia pungut secarik kertas itu
dan dibacanya, berbunyi: "WANITA JAHAT DAN CABUL, KEPALANYA BOLEH
AMBIL DIKUBURANNYA CIA LIN LIN, PUTERI TUNGGAL
CIA TIKWAN, YANG MATI DIRACUNI OLEHNYA."
Setelah membaca bunyinya surat, pandangannya
Kwee In terhadap Cui Gin menjadi lain. Sama sekali
diluar dugaannya, kalau Cui Gin adalah satu wanita jahat
dan cabul, ia bukannya gadis terhormat, tapi wanita
muda restan orang banyak.
Diam-diam ia merasa bersyukur dirinya tidak sampai
jatuh dilumpur. Namun, biar bagaimana ia kasihan juga kepada Cui
Gain, maka mayatnya tanpa kepala ia telah kebumikan
dengan baik, kemudian ia berlalu meninggalkan tempat
itu. Kwee In tidak meneruskan perjalanannya, tapi ia
masih mau tahu lebih jauh duduknya urusan, maka
setelah ia tanya-tanya. akhirnya sampai juga
kekuburannya Li Lin, dimana benar saja ia telah
menemukan kepalanya Cui Gin yang sudah tidak keruan.
Hatinya terharu juga nampak kepala si cantik dalam
keadaan demikian rupa. Kwee In mcmeriksa beberapa kuburan, selainnya
kuburan Lin Lin dimana terdapat kepalanya Cui Gin, juga
ia dapatkan kepalanya Tiat Leng Tojin didepan kuburan
Cia Tikwan. Ia menghela napas. Ia menduga bahwa perbuatan
semua itu dilakukan oleh si tangan satu. Entah namanya
si buntung itu, siapa" Ia menyesal waktu bertempur
kelupaan menanyakan namanya, untuk memudahkan ia
mencarinya dan menanyakan lebih jauh halnya Cui Gin
dan Tiat Leng Tojin, sehingga kepalanya dijadikan
barang sembahyang dikuburannya Lin Lin dan Cia
Tikwan. Tapi Kwee In tak usah mencari Kim Liong, sebab
segera ia mendapat tahu lebih jauh duduknya perkara,
ketika dia mau melangkah pergi, tiba-tiba dicegat oleh
seorang kacung yang menyerahkan sepucuk surat
kepadanya. Ia menanyakan surat itu dari siapa, tapi si kacung tak
dapat menerangkan dari siapa, hanya ia melukiskan
orangnya dan tangannya satu buntung.
Kwee In angguk-anggukkan kepalanya dan lalu
merobek amplop dan membaca isinya surat:
Sahabat baik. Aku menyesal, ketika kita bertemu, kau tidak memberi
ketika sama sekali untuk aku menerangkan siapa Cui Gi
wanita cabul itu. Ia mula-mula adalah peIayan nyonya
Tikwan; kemudian ia bergendak dengan Tikwan dan
mengandung. la diusir oleh nyonya Tikwan, tapi Tikwan
masih piara terus, hingga nyonya Tikwan kemudian mati
kejengkelan. Cui Gin dijadikan gantinya nyonya Tikwan,
ia tidak puas dan bergedak dengan Cia Goan Kie. Merasa
kurang merdeka, Cui Gin telah meracuni puterinya
Tikwan, yalah Lin Lin. Belakangan Tikwan dapat tahu perbuatan mereka, lalu
menangkapnya dan ditahan. Mereka ditolong oleh Tiat
Leng yang menjadi garunya Gon Kie. Untuk balas jasa.
Goan Kie pinjamkan Cui Gin untuk kesenangannya Tiat
Leng Tojin, kemudian dipinjamkan pada Ceng Ceng
Tojin, kepala dari kuil Tong-hong-koan. Cui Gin adalah
wanita sangat cabul, apakah ia ada harganya umtuk kau
lindungi, sahahat" Cobalah kau renungkan.
Didepan kau ia berlagak seperti wanita masih gadis,
hingga kau terpincuk. Untung keburu aku datang, tidak
sampai kau ikut-ikutan kena lumpur.
Aku mengambil kepalanya adalah untuk
disembahyangi depan kuburan Lin Lin yang telah ia
racuni sehingga mati. Tiat Leng adalah pembunuh Cia Tikwan, maka juga
kepalanya aku sembahyangi didepan kuburannya Tikwan.
Ini adalah penjelasanku. Terserah padamu. Kau bikin
habis urusan Cui Gin atau kau mau mencari balas
untuknya, aku bersedia untuk melayanimu lagi.
Tan Kim Liong Membaca suratnya Kim Liong, Kwee In merasa muak
terhadap Cui Gin, si cantik yang hampir-hampir
menjerumuskan ia kedalam lumpur. Ia percaya Kim Liong
telah menulis dengan sejujurnya, maka ia tidak perlu
mencari tahu banyak halnya Cui Gin.
Kwee In sama sekali tidak memikirkan menuntut balas
untuk si wanita cabul. Ia terus melanjutkan
perjalanannya kegoa ular untuk memenuhkan perintah
dari gurunya. ==oo0dw0oo== Bab 32 SIN-COA-TONG . . . Goa ular sakti atau Sin-coa-tong letaknya dilembah
Sian-jin-gay (jurang dewa), sebenarnya terletak jauh dari
kampung-kampung disekitarnya, namun masih juga
penduduk sekitarnya telah mendapat gangguan dari ular
raksasa itu. Rupanya ular raksasa itu, yang besarnya
seperti gulungan kasur dan matanya seperti lampu
battery, usianya sudah lebih dari duaratus tahun dan
sudah jadi setengah siluman kalau belum jadi siluman
aseli. Cayaranya ular raksasa itu mengganas, bukannya
masuk dari satu kelain kampung, ia telah memunculkan
dirinya dalam impian dari kepala kampung, ia minta
sajikan beberapa ekor binatang seperti ayam, kambing
sampai pada sampi dan kerbau.
Kwee In heran ketika mendapat keterangan halnya
ular raksasa itu, sebab menurut anggapannya ular itu
sedang bertapa dan tidak memakan barang berjiwa, ia
hanya setempo keliwat lapar, suka makan bebuahan
saja. Dalam ragu-ragu Kwee In melakukan penyelidikan.
Binatang-binatang sajian orang letakkan diluar
Iingkaran dua tombak. Orang takut datang dekat
disebabkan hawa racun yang meminta jiwa.
Dalam penyelidikannya Kwee In dapatkan bekas-bekas
korban ular raksasa itu, yalah tulang- tulang sampi dan
karbau yang disajikannya. Melihat itu, Kvvee In
menghela napas, keragu-raguannya menjadi buyar dan
menduga bahwa si ular raksasa itu benar telah berubah
sifatnya dan suka makan barang berjiwa.
Pada waktu malam gelap, Kwee In telah bersembunyi
tidak jauh dari goa sang ular.
Ia lakukan pengintipan dan pasang mata betul-betul
kearah mulut goa yang ketutupan oleh batang pohon
yang melintang tubuhnya menghalangi mulut goa.
Sampai jauh malam Kwee In tidak melihat gerakan
apa-apa. Tiba-tiba ia mendengar suara mendesis keras,
dibarengi dengan suara berkesekan, ia menduga akan
munculnya si ular raksasa. Ternyata ular itu tidak muncul
dari mulut goa, tapi dari sebelah kirinya goa. Kwee In
heran, kenapa ular raksasa itu datang-datang sudah ada
dibawah, bukan dari goanya yang tinggi dua tombak dari
bawah. Apa ular itu berkeluyuran sejak siang dan baru
sekarang pulang" Kapan ular itu muncul, Kwee In melihat ular itu tidak
mendekati goanya, sebaliknya ia jalan mengitar
menghampiri barang sajiannya. Kwee In kira kambing
yang disediakan di situ, tapi ia terkejut kapan mendengar
teriakan ketakutan dari sang korban, itulah teriakan dari
anak manusia. Ular basiar itu tidak lantas menceplok korbannya,
hanya melibat badannya sang korban begitu rupa dan
dilihat keadaannya demikian, sang korban pasti remuk
tulang-tulangnya dan seketika itu ia berhenti jadi
manusia. Tapi, untuk keheranannya Kwee In, yang saat
itu sudah berdiri dan hendak menolongi sang korban, ia
mendengar korban itu berkata: "Kau adalah ular jahat!
Kau telah mengganas dan membuat susah penduduk
sekitar kampung ini, pasti satu waktu kau mendapat
hukuman dan mati dibunuh. Kau sekarang boleh
menelan aku bulat-bulat, aku tidak takut."
Kwee In melengak heran mendengar perkataan sang
korban. Ular itu melilit-lilit, sang korban dipermainkan pergi
datang, tapi ia tidak membunuh dan mencaplok sang
korban, hanya kedengaran suara mendesisnya yang aneh
dan sang korban kembali menjerit ketakutan, hanya
jeritan kali ini perlahan, disusul oleh suara merintih
samar-samar terbawa oleh angin malam yang meniup
sepoi-sepoi masuk ketelinganya Kwee In yang saat itu
sudah siap menjejakkan kakinya akan menolong si
korban ular. Namun, ia batalkan niatnya, kapan tiba-tiba ia
mendengar sang korban berkata lagi:
"Coa-ong, kau malam ini telah memaksa aku menjadi
isterimu, aku harap selanjutnya kau tidak membuat
susah lagi kepada penduduk sekitar kampung ini?"."
Itulah suara halus dari seorang wanita, hingga Kwee
In dibuat melengak keheranan.
Kiranya malam itu yang dibuat sajian ular adalah
seorang gadis. Pantesan ular besar itu telah melilit dan menggulung si
gadis sedemikian rupa, yang menurut mestinya sudah
remuk tulang-tulangnya, ternyata tidak apa apa, kalau
begitu sang ular sedang mempermainkan korbannya.
Gadis itu telah keluarkan jeritan pelahan, disusul oleh
rintihannya dan desisan aneh dari sang ular, kiranya
mereka sedang bergulat sengit untuk menyampaikan
kenikmatan yang alam berikan.
Sekarang Kwee In baru sadar bahwa si nona barusan
telah diperkosa oleh sang ular raksasa. Dari ucap katanya
si nona juga rela menjadi isterinya sang ular, maka bagi
Kwee In tidak ada alasan untuk memisahkan mereka
satu dengan lain. Ia menghela napas setelah menyaksikan adegan hebat
itu. Tampak si gadis masih dalam lilitan sang ular...
la pikir, sekarang sudah tidak ada kepentingan pula
baginya, karena sang ular sudah dibikin jinak oleh si
gadis dan untuk selanjutnya pasti si ular akan menurut
perintahnya, tidak lagi mengganas disekitar kampung itu.
Baru saja ia hendak bertindak meninggalkan tempat
itu, tiba- tiba ia melihat dari jurusan mulut goa ada
kelihatan sorot terang. Ia terkejut, itulah mata ular
raksasa dari dalam goa. Tapi kenapa ada ular yang
hampir serupa dengannya dan barusan telah
memperkosa seorang gadis manusia"
Matanya Kwee In diarahkan kepada ular yang sedang
melilit si gadis, ia lihat ternyata ular itu kulitnya kehitamhitaman
dan tidak mempunyai sisik indah dan sirip
seperti dipunyai oleh ular raksasa penghuni goa.
Kemudian pandangannya diarahkan pala kepada ular
yarg keluar dari mulut goa, yang telah menjatuhkan
dirinya dari atas kebawah dengan tidak mengeluarkan
suara sedikitpun, ternyata ular itu pandai ilmu
mengentengi tubuh. Kalau tidak mempunyai ginkang
yang tinggi, menjatuhkan diri dari atas dua tombak itu
pasti tubuhnya yang disamhut oleh tanah bakal
mengeluarkan suara buk! yang keras.
Sebentar lagi ular itu menghampiri pada ular yang
dinamakan Coa-ong (Raja ular) oleh si gadis. Cepat Kwee
In merubah pandangannya kearah si Raja Ular, tapi
alangkah kagetnya, sebab Raja ular itu ternyata sudah
tidak ada ditempatnya berikut si gadis.
Ia heran, entah sejak kapan ular itu telah melarikan
diri melihat kedatatagannya ular raksasa dari dalam goa.
Tampak ular itu seperti marah-marah melihat lawannya
sudah kabur, itu kelihatan dari ekornya yang disabatkan
pergi datang dan mendesis keras luar biasa. Desisan
hebat itu seakan-akan menantang untuk ular yang
membawa si gadis itu keluar bertempur dengannya.
Lama ular itu dalam keadaan marah-marah dan
melampiaskan kegusarannya dengan menyabatkan
ekornya ketanah atau kepohon, sehingga menjadi
tumbang karenanya. Kwee In diam-diam memuji tenaga sang ular yang
hebat, dengan sekali sebat telah menumbangkan
sebatang pohon yang ukuran tengahnya besar juga.
Membedakan suara desisan ular lelaki tadi dan yang


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barusan keluar dari goa, Kwee In mendapat kenyataan
bahwa ular penghuni goa itu adalah ular perempuan,
maka panggilannya Suheng (kakak laki-laki
seperguruan), menjadi Sucie atau kakak perempuan
dalam seperguruan. Diluar tahunya sang Sucie, Kwee In
sudah mencelat jauh dan tahu-tahu sudah ada dimulut
goa, menyusul terdengar suara seruling menggema
dimalam sunyi. Ular raksasa itu terkejut dan matanya celingukan
mencari orang yang meniup seruling, ia kenali siapa yang
datang, maka romannya seperti kegirangan. Hilang
amarahnya seketika, sebagai gantinya ia berjoget
mengikuti irama seruling yang ditiup oleh Kwee In.
Begitu suara seruling berhenti, tubuhnya ular yang besar
itu melesat seperti terbang dan tahu-tahu sudah berada
dimulut goa. Hebat entengi tubuh ular besar itu. Cepat ia
menggelesar masuk kedalam goa, dimana ia lihat Kwee
In sedang berlutut didepan kuburan Suhunya, Kong In
Sianjin. "Suhu, Tecu datang menjenguk Suhu, harap Suhu
dialam baka melihat kedatangan Tecu dan memberi
banyak berkah dalam perjalanan Tecu selanjutnya . . "
demikian Kwee In berkata-kata didepan kuburan
Suhunya. Tiba-tiba Kwee In hatinya kaget, merasakan dengusan
hangat, kemudian pipinya dijilati oleh lidahnya ular
raksasa. Kwee In tidak bergerak, ia biarkan sang Sucie
melepaskan rindunya dengan menjilati pipinya. Sebentar
lagi Kwee In rasakan badannya sukar bergerak, kiranya
ia dengan tidak merasa, datang-datang sudah dalam
lilitan ular raksasa itu, yang menggulung ia demikian
rupa. Keduanya bergulingan dan sang ular keluarkan
desisan-desisan seperti kegirangan. Kwee In kenali
kelakuan sang ular yang kegirangan, karena ia tiga bulan
telah galang-gulung dengan sang ular dalam goa itu
ketika ia meyakinkan Kitab Mujijad (It-sin-keng).
Ia tahu sang Sucie telah melepaskan rindunya, maka
ia biarkan saja dirinya dibuat main dililit pergi datang
oleh sang ular raksasa. Setelah lama sang Sucie menyatakan rindunya, ia
telah melepaskan lilitannya dan kembali lidahnya
menjilati pipinya Kwee In.
"Sucie, aku tahu kau merindukan kedatanganku, maka
sudahlah, jamgan terus-terusan bikin pipiku basah oleh
lidahmu ?"." kata Kwee In seperti bicara pada manusia.
Ular itu ternyata mengerti akan omongan orang,
sebab lantas tidak menjilati pula.
Meskipun demikian, ia tidak mau jauh dari Kwee In
dan mengikuti terus kemana Kwee In jalan. Diam-diam
hatinya si Bocah Sakti geli ketawa melihat kelakuannya
sang ular. Ketika ia duduk ditempat semedinya dahulu, sang ular
tinggal melingkar didekatnya dengan kepala dengan
kepala diangkat tinggi-tinggi dan lidahnya saban-saban
dijulurkan. Kalau bukan Kwee In yang menjadi saudara
sepeguruannya, pasti akan ketakutan setengah mati
nampak kelakuannya sang ular yang manyeramkan.
Kwee In menanya: "Sucie, apakah Coa-ong adalah
kawan Sucie ?" Ular itu menggelengkan kepalanya.
"Apakah Coa-ong sudah lama ada disini?" tanya Kwee
In lagi. Ular itu kembali gelengkan kepalanya.
"Apakah Coa-ong suka datang menggoda Sucie?"
Sang War diam sejenak. kemudian anggukkan
kepalanya. "Sucie suka kepadanya?"
Dengan cepat sang Sucie gelengkan kepalanya.
"Apa Coa-ong jahat dan suka mengganas disekitar
tempat ini?" Sang ular mengangguk, romannya seperti gemas dan
mengeluarkan desisan aneh.
Kwee In mengerti Sucienya sangat marah.
"Kalau Sutemu membunuh Coa-ong, apa kau setuju?"
Ular itu diam saja, tidak menggeleng maupun
manggut. Kwee In paham bahwa sang Sucie tidak setuju kalau
ia membunuh Coa-ong. Entah apa sebabnya, ia tidak
tahu. Ia menduga Sucinya ada hubungan dengan Coaong,
maka ia menanya pula: "Apa Sucie pernah ada
hubungan dengannya?"
Ular besar ini segera menggelengkan kepalanya
beberapa kali. Kwee In paham bahwa Sucienya, meskipun benci pada
Coa-ong. la tidak ingin sang Sute membunuhnya Jago
kita mengambil keputusan akan tidak membunuh Raja
Ular itu, apabila benar ia tidak mengganas pula dalam
kampung itu. la sekarang tahu, bahwa yang mengganas itu bukan
ular yang menjadi Sucienya, tapi Coa-ong, ular lainnya.
Jadi tidak benar apa yang di katakan oleh Yayanya,
bahwa penghuni goa ular saban-saban keluar dari
sarangnya untuk mengganggu ketentraman penduduk
sekitarnya dan harus ditakuti olehnya.
Kwee In ingin tahu, gadis siapakah yang dikorbankan
malam itu" Ia berkata pada sang Sucie: "Sucie, menurut cerita,
kau telah keluar goa dan membikin susah penduduk, tapi
sekarang aku tahu yang melakukan itu bukannya kau.
Aku sangat girang kau masih tetap Sucieku yang baik
dan setia menjaga goa dan kuburan Suhu. Aku masih
ada urusan lain yang perlu dibereskan, maka aku tidak
bisa lama-lama menemani Sucie, biarlah lain kali aku
datang dapat lama-lamaan bersama Sucie disini, harap
Sucie tidak menjadi kecil hati."
Ular itu tidak manggut atau menggelengkan kepala,
hanya mendesis perlahan dan tundukkan kepala. Ketika
ia mengangkat pula kepalanya dan menatap wajahnya
Kwee In, tampak matanya berkaca-kaca menangis.
Kwea In sangat kasihan pada sang Sucie, yang masih
rindu untuk berkumpul lama-lamaan, sekarang harus ia
tinggalkan pula, tidak heran kalau sang Sucie sedih dan
menangis, maka ia juga tak dapat menahan harunya
sang hati, iapun berkaca-kaca matanya dan beberapa kali
ia menyeka dengan tangan bajunya.
"Sucie, kau jangan bersedih, perpisahan kita bukannya
untuk selamanya, apabila urusan-urusan yang harus
kubereskan sudah selesai, pasti aku akan menjenguk kau
pula. Kau diam-diam saja disini menjaga kuburan Suhu,
ada satu waktu aku mesti kembali untuk berkumpul
lama-lama dengan kau . . "
Inilah janji Kwee In hanya sekenanya saja, tapi
barangkali janji itu benar-benar telah ditepati olehnya
tanpa disadari. Ini adalah cerita belakangan.
Demikian, pada esok harinya Kwee In telah
meninggalkan goa ular setelah mohon diri dari gurunya
yang berupa kuburan dan dari sang Sucie, dengan siapa
ia tidak segan-segan berpelukan sebagai tanda mesra
kakak beradik dari satu perguruan.
==oo0dw0oo== Bab 33 WILAYAH yang mencakup Sin-coa-tong adalah Coake-
cung, kampung ular, sebab dahulunya kampung itu
sebelum ditempati oleh banyak penduduk, banyak sekali
terdapat ular jahat. Sampai sekarang sebenarnya masih
terdapat banyak ular, tapi sudah terdesak masuk
kepegunungan. Yang menjadi Chungcu (Kepala perkampungan)
seorang she Yap bernama Su Kim, yang mendapat
simpati dari penduduk kampung disebabkan, disamping
adatnya yang ramah tamah, ia juga terkenal dermawan.
Yap Su Kim gemar dengan ilmu silat sebab ia bekas
Piauwsu (pengawal barang antaran) dari salah satu
Piauw-kiok yang kenamaan dikota. Sebagai seorang yang
gemar dengan ilmu silat, maka dua anak perempuannya
juga dididik olehnya belajar kepandaian itu dan boleh
dikatakan sudah mahir dan sejajar dengan
kepandaiannya sang ayah, hingga membuat kedua orang
tuanya sangat girang. Dua gadis itu diberi nama Siu Lian dan Siu Lin,
keduanya sangat cantik parasnya.
Yang besaran usianya sudah delapanbelas tahun dan
kecilan, Siu Lin, baru masuk tujuhbelas tahun. Kecantikan
mereka boleh dikatakan sama, hanya tabiatnya tidak
sama! Kalau sang enci pendiam, sang adik sebaliknya
rada berandalan dan jenaka:
Mereka berdua sering berburu binatang kelinci
dipegunungan. Dua gadis jelita itu diwaktu pulang membawa hasilnya
dengan riang gembira dan ketawa-ketawa, dirumah
disambut oleh kedua orang tuanya dengan girang dan
mendapat pujian. Pada suatu hari, ketika dua jelita itu sedang
melakukan perburuan, mereka telah disesatkan oleh
seekor kelinci dan jadi berpisahan.
Siu Lian sang enci telah memburu dengan bernapsu
pada mangsanya yang seperti ngeledek, sampai tiba-tiba
ia kehilangan jejak sang kelinci, sebagai gantinya ia
meliliat ada orang laki-laki yang sedang duduk diatas
akar pohon besar menonjol seperti bangku. Ia
menghampiri orang itu yang duduk membelakangi
padanya, lalu menanya: "Saudara, numpang tanya,
apakah kau melihat ada binatang kelinci yang lari kesini?"
Orang itu yang menundukkan kepalanya tidak
menyahut Siu Lian gadis berkepandaian silat, tidak malu- malu ia
menghadapi laki-laki, maka sambil tolak pinggang
didepan orang tadi ia menegur pula: "Saudara, apa kau
tidak dengar pertanyaanku barusan " Aku tanya, apakah
kau tidak melihat binatang kelinci lewat disini?"
Orang itu masih menundukkan kepalanya tidak
menyahut. hingga Siu Lian menjadi jengkel, dengan
suara yang tidak senang menegur pula: "Hei, apa kau tuli
?" Orang itu baharu mengangkat kepalanya dan
mengawasi kepada anak dara jelita itu.
Mereka beradu pandangan, dengan mendadak Siu
Lian rasakan dadanya berdebaran.
Ia lihat orang itu adalah seorang muda berparas
cakap, dengan dandanannya sebagai pemburu
kelihatannya ia tambah ganteng dan menarik perhatian si
nona. "Toako, aku menanyakau apa kau lihat ada binatang
kelinci lewat sini?" berkata pula Siu Lian yang
mengalihkan rasa kikuknya, ia menundukkan kepala
deagia pipi ke merah-merahan.
"Nona, asal kau tidak mau melihat wajahku, aku tidak
mau menjawab pertanyaanmu," sahut laki-laki itu
dengan suara halus yang sopan.
Sin Lian melengak heran atas perkataan orang, tapi
toh ia mengangkat matanya dan mengawasi pada si
pemuda cakap. Si nona hampir-hampir menundukkan lagi kepalanya.
Saking jengah, melihat si pemuda tertawa kearahnya,
kalau tidak pemuda itu berkata: "Nona, kau menanyakan
sang kelinci, memang benar ia ada lewat kesini, tapi
entahlah ia sudah mengumpet dimana?"
"Toako, kau jangan mendustai aku, pasti binatang itu
sudah kau tangkap dan diumpetkan," menuduh si nona
melihat orang ketawa-ketawa saja bicaranya.
"Nanti aku lihat," jawab anak muda itu. seraya ia
memutar tubuh dan dari dekat akar pohon itu keluarkan
seekor kelinci berbulu putih dengan kedua kupingnya
kehitain-hitaman. Sambil mengangkat binatang itu si
pemuda meneruskan kata-katanya: "Apakah kelinci ini
yang kau maksudkan, nona?"
"Ya, benar, aku sudah duga kau yang umpetkan!" kata
si nona ketawa ngikik. "Aku tidak merampas kelinci nona, ini adalah kelinci
yang sudah lama kupiara, tegasnya adalah piaraanku,"
kata pemuda cakap itu. "Toako, kau jangan godai aku." sahut si nona masih
ketawa. "Kelinci itu aku sudah uber-uber dari tempat
jauh sampai kesini, kalau kan mau serakahi orang punya,
betul-batul bikin aku sangat penasaran . . ."
Pemuda cakap itu ketawa. "Kau akan penasaran,
sebab kelinci ini tidak akan kukasihkan padamu. Kau
mungkin salah lihat, nona!"
Terhenti ketawanya Siu Lian, sebaliknya ia mulai
jengkel. "Kau mau serakahi orang panya" Hm! Aku tidak akan
keliru lihat, sebab kelinci itu aku tahu betul kedua
kupingnya ada kehitam-hitaman." Sin Lian berkata
jengke1. "Kalau kau paksa juga mau mengakui, terserah, tapi
aku tak akan serahkan padamu kecuali kau menyebutkan
namamu dan..." "Aku Yap Sin Lian, dan, dan apa lagi "..?" desak Sin
Lian. Pemuda ita kembali ketawa. "Dan.... kau menjadi
teman ngobrolku disini ".."
Siu Lian melengak. Ia tidak mengira anak muda itu
dapat mengatakan isi hatinya blak-blakan. Orang itu
ingin mengetahui namanya, sudah ia sebutkan, lalu
sekarang kepingin ditemani kongkouw lagi oleh seorang
gadis yang baru saja dikenalinya.
Pikir si gadis: "Apa-apaan kau mau ditemani
kongkouw, sedang aku baru saja kenal denganmu.. Bisa
bisa runyam kalau orang lihat aku duduk berduaan


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kau orang asing."
Meskipun begitu, in menyahut: "Toako, aku tidak ada
tempo temani kau. Lekas kau serahkan kelinci itu
padaku, aku sudah mau pulang mencari adikku.........."
Pemuda itu bukannya menyerahkan sang kelinci,
sebaliknya ia masukkan lagi binatang itu kedalam lubang
dari mana ia barusan tarik keluar.
"Kurang ajar. kau mau main gila dergan nonamu
bentaknya kesal, melihat sang kelinci dimasukkan pula
kedalam lubang. "Ini adalah kelinciku, bagaimana kau bisa mengatakan
aku main gila?" sahutnya..
Makin jengkel hatinya si gadis. Sambil banting-banting
kaki ia berkata lagi dengan aseran: "Kau mau serahkan
tidak binatang itu padaku, kalau tidak, jangan sesalkan
akan kuambil dengan kekerasan!"
"Ambillah, kalau kau bisa ambil !" tantang st pemuda
cakap ketawa. Siu Lian wajahnya memberengut jengkel. Sebagai
gadis yang pandai silat tidak maun ia dihina orang, maka
seketika itu ia menghampiri lebih dekat pada si pemuda
yang tinggal tenang-tenang saja duduk diatas akar
pohon. Sekonyong-konyong saja tangan Siu Lian diulur,
maksudnya hendak menjambret baju dibagian pundak
pemuda itu dan ditarik dari duduknya, kemudian
dilemparkan, sedang dengan kesebatannya, ia dapat
mengambil sang kelinci tadi dalam lubang. la sudah
menghitung pasti dengan gerakan ini yang dinamai
'Khay-bun-na-to' atau 'Membuka pintu mengambil golok'
ia akan berhasil memuaskan.
Siapa tahu, begitu tangannya yang lunak halus di
ulurkan, telah disambut dengan sebat sekali oleh si
pemuda dan tahu-tahu si nona sudah jatuh dalam
pelukannya. Siu Lian gelagapan dan meronta-ronta melepaskan diri
dari si pemuda cakap. Sama sekali ia tidak menduga kalau usahanya dengan
tipu 'Khay-bun-na-to' telah dimusnahkan dengan gerak
tipu 'Kie-eng-lia-kee' (elang lapar menyambar anak
ayam). Satu gerakan yang bagus sekali dan tidak didugaduga
oleh Siu Lian. "Orang kurang ajar, kau masih belum mau
melepaskan nonamu?" bentak si nona, seraya merontaronta
keras untuk melepaskan diri dari pelukan si
pemuda tampan. Dari mau melepaskan. malah pelukannya makin erat
dan Siu Lian menjadi ketakutan ketika si pemuda
cenderungkan kepalanya, hidungnya menekan hidungnya
yang bangir dan bibirnya yang mungil telah dikecup
berulang-ulang. Perasaan aneh telah membuat dadanya
si nona berdebaran, merontanya makin lama makin
perlahan dan . . . berubah jinak, tak berkutik ia dalam
pelukan si pemuda cakap. Si nona kemudian dipondong oleh pemuda cakap itu
dan direbahkan diatas rumput yang empuk. Perasaan
kedewasaan telah berontak dalam hatinya Sin Lian, ia
gelisah, kewalahan menekan rangsangan napsu berahi,
ia membiarkan apa yang diperbuat atas dirinya oleh si
pemuda cakap. Ia menggeliat-geliat menahan geli, tapi
akhirnya ia mendapat kenikmatan yang tidak pernah ia
alami sebelumnya. Ia merasakan badannya sangat lelah, matanya
dirasakan sangat ngantuk, ia jadi ketiduran disampingnya
si pemuda cakap yang tidak mengeluarkan suara pula
setelah barusan memberi kenikmatan kepada si gadis.
Entah berapa lama Sin Lian telah tidur, waktu ia
mendusin, cuaca sudah temang-remang gelap. Tampak
wajahnya saugat lesu ketika ia merapikan pakaian yang
aduk-adukan. Ia membayangkan apa yang belum lama ia alami.
Pendekar Muka Buruk 12 Sarang Perjudian Karya Gu Long Kemelut Kerajaan Mancu 5
^