Pencarian

Kitab Mudjidjad 9

Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 9


Wajahnya barseri-seri, tangannya tiba-tiba menepuk
tubuh disabelahnya sambil berkata: "Toako, kau masih
keenakan tidur?" Ia tidak mendengar jawaban, juga ia heran tangannya
tadi bukan menyentuh tubuh manusia, tangannya.
seperti menyantuh satu tubuh yang licin bersisik. Ia
segera menoleh dan astaga. .. itu bukan si pemuda
cakap yang tidur, hanya seekor ular raksasa yang
kulitnya bewarna kehitam-hitaman tengah melingkarkan
badannya. Siu Lian manjerit kacet, semangatnya terbang jauh,
jauh disana sebab tubuhnya lantas terkulai dan ia roboh
pingsan dengan pakaian yang masih belum dirapikan
betul. Siu Lin adiknya, yang telah kehilangan jejak encinya,
menjadi ketakutan melihat cuaca sudah mulai sore belum
juga menemukan encinya. Dalam kebingungannya ia terus saja pulang dengan
pengharapan kalau-kalau encinya sudah ada. Tapi.
alangkah terkejutnya si dara jenaka, sebab sang enci
masih belum pulang dan kedua orang tuanya sedang
menantikan mereka pulang.
Siu Lin melapor apa yang telah terjadi dalam
perburuannya hari itu. Bukan main kagetnya Yap Su Kim dengan isterinya.
Segera Yap-chungcu telah menyiapkan orang-orangnya
untuk mencari jejak Siu Lian yang hilang dipegunungan.
Tapi mereka melakukan tugasnya tidak dengan sungguhsungguh,
oleh karena hari sudah malam dan mereka
takut dengan beburonan hutan buas yang berkeliaran di
waktu malam hari. Dengan begitu, maka tugas mencari jejak Siu Lian
telah diteruskan oleh mereka.
Diwaktu siang mereka dapat melakukan kewajibannya
dengan baik, apalagi dalam pekerjaannya itu dijanjikan
hadiah oleh Yap-chungcu, yalah bagi siapa yang dapat
menemukan Siu Lian dalam keadaan hidup, kalau yang
menemukan adalah seorang muda. akan dipungut mantu
sebalikraya kalau orang tua yang menemukan akan
dijamin penghidupannya seumur hidupnya. Apabila Siu
Lian diketemukan dalam keadaan tidak berjiwa, yang
menemukannya akan diberi hadiah uang secukupnya.
Hadiah itu sangat menarik perhatian, maka bukan saja
orang-orang dari Coa-ke-khung, tapi juga penduduk
biasa dari anak-anak sampai orang tua dan dari pemburu
sampai petani pada lakukan penyelidikan halnya Siu Lian.
Namun, sudah dua minggu berselang tidak ada kabar
tentang diketemukan jejaknya si gadis jelita, hingga
kedua orang tuanya sangat khawatir. Mulai sejak itu, Siu
Lin dilarang keluar memburu kelinci pula, meskipun si
dara berandalan memaksa dan minta diantar oleh
beberapa orangnya. Ia berkata, siapa tahu nanti di
pegunungan dapat menemukan encinya dengan tidak
diduga-duga. Meskipun demikian ternyata Yap chungcu
berkeras dan tidak mengijinkan si nona keluar memburu.
Sejak tidak dikasi kebebasan pula orang tuanya, Sin
Lin menjadi jengkel. Berhubung dengan itu, maka Yap-khuncu telah
berdamai dengan isterinya.
"Anak Lin biasanya riang gembira, dulu ada encinya
yang temani dan bebas ia melakukan pemburuan, tapi
sekarang ia dikeram dan tidak punya kawan untuk diajak
bercanda, terang ia merasa kesepian dan kesal," sang
isteri mengutarakan pikirannya, separuh menyesalkan
atas keputusan sang suami yang mengeram anaknya.
"Aku bukan tidak mencintai anak, makanya aku tidak
memberi kebebasan padanya bukan kejam, aku sayang
dan aku ketakutan kalau kita nanti kehilangan juga anak
kita yang tinggal satu ini. Namun, rupanya tindakan itu
dianggap salah oleh anak Lin."
"Sekarang kira harus mencarikan orang untuk
temannya." "Kau boleh memilih wanita yang sebaya dengan
usianya dan dijadikan temannya."
"Bukan itu yang aku maksudkan, kau salah artikan
perkataanku." "Kau maksudkan apa, Niocu," tanya Yap-chungcu
kepingin tahu. "Aku maksudkan kau carikan pasangan untuk teman
hidupnya anak Lin." "Ah, ia masih terlalu muda untuk dinikahkan."
"Kau bisa kata anak Lin masih terlalu :muda, waktu
kau melamar aku, apa kau ada pikir bahwa aku masih
terlalu muda?" Yap-chungcu ketawa menyringai.
"Kau masih ingat umur berapa aku waktu itu?" tanya
sang isteri ketawa. "Waktu itu kau baru saja merayakan ulang tahunmu
yang ke enam-belas."
"Nah, bila dibanding dengan anak Lin, siapa lebih tua,
anak Lin atau aku?" Kembali Yap. chungcu ketawa menyeringai.
Ia membayangkan waktu ketemu dengan isterinya
yang cantik itu, waktu mana sang isteri baru saja
merayakan hari ulang tahunnya yang ke-enambelas. Ia
cantik dan menarik, mereka saling mencinta melalui adu
pedang diwaktu Yap-chungcu masih jadi Piauwsu. Ia
sangat terpesona oleh kecantikannya sang isteri, maka ia
lantas memajukan lamaran dan mendesak keras,
sekalipun orang tuanya sang isteri keberatan lantaran
anaknya masih belum berumur dewasa. ia merasa takut
ada orang.. ketiga menyelak, maka akhirnya mereka
dikawinkan juga dan menjadi suami yang beruntung
sampai mempunyai dua puteri.
Untuk mendapatkan menantu yang cocok, Yapchungcu
tidak mau sembarangan. Ia harus memilih
pemuda yang bisa silat dan parasnya juga cakap,
Guna memenuhi usulnya sang isteri, Yap chungcu
telah mendirikan panggung jodoh, yalah sebuah
panggung untuk mencari menantu yang berkepandaian
silat tinggi. Ia telah menetapkan syarat-syaratnya. yalah:
Pertama, kalau ada yang dapat mengalahkan anaknya,
kalau orang muda bakal diangkat jadi menantunya, kalau
orang tua diangkat menjadi ayah angkat si nona.
Kedua, pertandingan harus sportief, tidak boleh
menggunakan kekejaman, sehingga melukai si nona,
kalau sudah kalah, harus mengaku kalah, jangan pakai
penasaran. Ketiga, panggung jodoh itu hanya diadakan untuk
seminggu lamanya, kalau tidak ada yang dapat
mengatalahkan si nona, artinya si nona gagal
mendapatkan jodohnya. Tiga syarat tersebut telah menjadi buah bibir
dikalangan persilatan bukan dalam kampung Coa-kekhung
saja, tapi tersiar jauh keluar kampung. Hingga
pada waktunya hari memilih jodoh itu diadakan, banyak
orang-orang gagah yang datang meninjau dan
kebanyakan yang ingin coba-coba peruntungannya
kalau-kalau dapat mengalahkan si gadis.
Yap Siu Lin muncul dengan baju serba biru dan kepala
diikat kain warna kuning, dua warna itu cocok- betul
dengan kulitnya putih dan halus. Banyak jago-jago silat
terpesona oleh kecantikannya si nona dan pada naik
panggung coba-coba peruntungannya.
Ternyata dari hari kesatu sampai hari kelima tidak
seorangpun yang dapat mengalahkan si nona, mungkin
mereka yang naik panggung itu jago-jago kampungan
saja, maka dengan mudahnya telah dijatuhkan oleh si
nona. Sudah hari kelima tidak ada yang dapat menjatuhkan
Siu Lin, maka hatinya Yap-chungcu dan isteri menjadi
kesal. Sang isteri malah menyesalkan suaminya, katanya:
"Dasar kau yang banyak pernik, pakai mengadakan
panggung jodoh segala, sehingga membikin jodohnya si
Lin menjadi kapiran saja."
"Habis bagaimana kehendakmu?" tanya sang suami.
"Kau cari saja pemuda yang kiranya setimpal menjadi
suaminya anak kita, itu kan sudah lebih dari cukup?"
"Mana bisa begitu, apa kau lupa dengan syaratmu
dulu bahwa kau hanya mau menikah dengan pemuda
yang dapat menandingi ilmu silatmu?"
Sekarang gilirannya sang isteri yang_ ketawa
menyeringai. Ia ingat akan syaratnya yang mutlak itu, bahwa hanya
pemuda yang dapat menandingi dengannya secara. serie
dapat menjadi suaminya. Ia ketemu dengan Yap-piauwsu
itu waktu dan mereka bertanding seru. Sebetulnya Yappiauwsu
masih kalah seketik olehnya, namun,
disebabkan Yap-piauwsu cakap parasnya ia mengalah
dan akhirnya mereka terangkap jodoh menjadi suamiisteri.
"Kau jangan lupa," kata Yap-chungcu. "Kalau jodohnya
anak Lin pemuda yang begitu begitu saja, aku khawatir
hari kemudiannya mereka tidak bisa hidup beruntung.
Kau tahu sendiri adatnya anak Lin yang suka unggul saja,
kalau ia mempunyai suami yang ilmu silatnya lebih
rendah, pasti ia tidak senang dan memandang rendah."
Sang isteri tidak menjawab, sebab juga membetulkan
apa yang dikatakan oleh suaminya itu. Tapi ia berkata
lagi: "Sekarang sudah lima hari panggung jodoh berjalan,
kalau umpamanya pada hari ke-enam tidak ada yang
dapat menjatuhkan si Lin, bagaimana kau akan
mengambil tindakan". Kita toh tidak bisa diamkan saja
hal jodohnya anak kita itu. Seperti yang kukatakan, ia
bisa jadi gila karena tidak punya teman diajak bercanda
seperti tempo hari masih ada encinya."
Yap-chungcu tidak menjawab. Ia termangu-mangu
seperti sedang memikirkan.
"Ya, kita nanti lipat saja," akhirnya kata Yap-chungcu.
"Kalau umpamanya besok gagal lagi anak Lin mendapat
jodohnya, biar kita pikir lain jalan. Kalau sampai kepepet,
apa boleh buat aku menyerah dengan pikiranmu yang
mencarikan si Lin jodohnya yang dikira setimpal saja."
Sang isteri ketawakan suaminya yang keputusan akal.
Iseng-iseng nyonya Yap menanyakan pikirannya sang
anak sendiri, setelah ia habis berdamai dengan
suaminya. Sin Lin menyatakan: "Aku ingin mendapat
jodoh yang kepandaiannya setimpal denganku, ibu. Kalau
kepandainnya dibawah aku, mana aku bisa puas"
Pemuda begitu nantinya akan mengalami hinaan saja
dariku." Nyonya Yap mendengar perkataan anaknya, jadi ingat
pada dirinya sendiri yang dulu juga pernah mengucapkan
kata-kata demikian dihadapan dua orang tuanya.
Dilihat adatnya sang anak yang keras, nyonya Yap
rada putus asa juga untuk mencari jodohnya sang puteri.
la masih mengharap pada hari ke enam besok, diamdiam
ia berdoa agar anaknya mendapat jodohnya yang
setimpal. Demikian, pada keesokan harinya, yalah hari yang keenam,
tampak penonton sangat sedikit, jauh bedanya
bila dibanding dengan hari-hari yang sudah-sudah.
Rupanya orang yang masih kepingin tahu saja
penghabisannya hati ke -enam itu, telah memerlukan
datang menyaksikan. Beberapa pemuda dan orang tua yang naik keatas
panggung jodoh ternyata telah dikalahkan dengan
mutlak oleh si gadis. Sin Lin tidak tahu, ia harus berbuat
bagaimana dalam memilih jodohnya itu, sebab semua
yang naik, parasnya tidak menarik hatinya. Makanya ia
sudah jatuh-jatuhkan semuanya tanpa ampun.
Demikian, lama tidak ada yang naik panggung, si nona
waktu itu sudah hendak masuk kebelakang panggung,
tiba tiba ia kaget dan merandek melihat ada seorang
muda yang lompat diatas panggung dengan ginkang
yang hebat sekali. Si nona terpesona oleh kejadian itu, apalagi melihat
parasnya orang yang baru naik panggung itu demikian
cakap. Pemuda itu mengangkat tangannya bersoja, ia
berkata: "Nona, mungkin aku yang penghabisan yang
dapat melayani kau, aku harap kau suka mengalah?"
Siu Lin tidak menyahut, ia masih terpesona oleh
kecakapan paras si pemuda.
Pemuda itu ketawa kearahnya, hingga dadauya si
nona berombak. Ia tidak takut kenapa dengan tiba-tiba
saja hatinya bergejolak melihat senyumannya si anak
muda. "Nona, bagaimana, apa kau suka mengasi kelonggaran
padaku?" tanya pula pemuda itu.
"Mana bisa, mana bisa. . , ," sahut si nona agak
gugup. "Pasti aku akan perlakukan kau juga seperti
mereka yang telah naik panggung."
"Kau berlaku kejam nona," kata si pemuda, seraya
gulung tangan bajunya dan pasang kuda-kuda. "Mari,
marilah kita mulai!" tantangnya kemudian.
Yap-chungcu melihat naiknya si pemuda cakap,
hatinya sangat setuju sekali. Diam-diam ia mengharap
anaknya nanti berlaku murah terhadap pemuda itu dan
terangkaplah jodohnya yang setimpal. Si nona cantik dan
si pemuda cakap, sungguh cocok sekali kalau mereka
menjadi suami isteri. Pertandingan sementara itu sudah di-mulai.
Ternyata pemuda itu selainnya berparas cakap, juga
kepandaianti ya tidak rendah.
Yap Siu Lin telah mengeluarkan jurus-jarusaya yang
hebat, tapi semua telah dielakkan oleh si pemuda, malah
sering - sering ia berlaku gugup untuk mengelakkan


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangan membalas dari si pemuda yang dilakukan
dengan sekonyong-konyong. Si nona berkeringat
melayani pemuda cakap itu, wajahnya merah kemalumaluan,
tapi tidak mengurangi serangannya yang hebat.
Wajahnya si nona kelihatan bertambah cantik lantaran
perubahan itu. "Kau sudah cape, apa kau tidak mau kasi kelonggaran
untukku menjadi suamimu?" si pemuda berkata dengan
agak ceriwis. Siu Lin jengah mendengar perkataan si pemuda, tapi
ia tidak marah, malah ia bersenyum manis dan memikat.
"Kau lihat saja............ ," sahut si gadis, suaranya
perlahan. Si pemuda kegirangan mendengar perkataan si gadis,
sebab itu merupakan janji si gadis, bakaI mengalah
padanya. Memang juga itu suatu janji, sebab si nona
tampak perlawanannya seperti kewalahan dan akhirnya
ia kena digaet kakinya dan tengkurap. Segera juga
terdengar sorak ramai riuh rendah. Penonton tidak tahu
kalau si nona sudah mengalah, mereka hanya
menganggap bahvva si nona sudah kena batunya dan
dirobohkan si pemuda yang setimpal betul bakal menjadi
suaminya. Kesudahn itu bukan saja menggirangkan Siu Lin
sendiri, tapi juga ibu dan ayahnya menjadi sangat puas.
Ketika pemuda itu diajak bercakap-cakap telah mengaku
she Coa nama satu huruf Ong.
Coa Ong sangat ramah dan bisa membawa diri, hingga
bakal mertuanya menjadi sangat senang dan puas
terhadapnya. Perjodohan itu tidak menunggu lama. Dua hari sejak
panggung jodoh dibubarkan, dirumahnya Yap-chungcu
telah diadakan pesta pernikahan antara si gadis dan si
pemuda cakap. Mereka merupakan sepasang mempelai
yang setimpal betul, hingga rata-rata hadirin memujinya,
hal mana membikin Yap-chungcu menjadi girang dan
bangga. Ketika sepasang nengantin masuk, kamar, tamu-tamu
juga mulai bubaran, dan pesta menjadi sepi. Menurut
mestinya, malam itu kedua pengantin memadu kasih
yang meluap-luap, namun kelihatan mereka pada
membisu. Siu Lin rebah dengan kepala pusing, sehabis
barusan muntah-muntah dan Coa Ong tidur
dIsebelahnya dengan hanya tangannya saja memeluki
Siu Lin, karena si gadis menolak malam itu melakukan
kewajiban suami isteri, ia takut oleh karenanya
penyakitnya bisa kepanjangan. Ia minta supaya Coa Ong
bersabar, ia toh sudah menjadi isterinya, masih ada
malam lain untuk menunaikan kewajiban suami isteri.
Coa Ong dapat dibikin mengerti, karena ia lantas tidur
disebelahnya si gadis. Pada tengah malam Siu Lin mendusin kepingin
muntah, tiba-tiba ia dibikin terbelalak matanya karena
yang tidur disebelahnya bukannya pemuda cakap, tapi
seekor ular besar sekali dengan kulitnya bersisik kehitamhitaman.
Kepingin muntahnya seketika telah lenyap dan ia jatuh
pingsan, setelah mengeluarkan jeritan ketakutan. Coa
Ong atau si Raja Ular telah menjilati pipinya sang isteri,
yang pasti akan membuat Siu Lin pingsan kedua kalinya,
apabila ia melihat itu. Jeritan terdengar oleh Yap-chungcu yang belum tidur.
la kaget dan lantas turun dari ranjang, tapi ditarik oleh
isterinya yang berkata: "Kau ini seperti yang belum
pernah mengalami malam kemantin saja, buat apa kau
pergi kesana?" Yang-chungcu menyeringai mendengar isterinya
mengingatkan kepada malam pengantinnya. Ia ingat
isterinya yang masih muda belia itu ketika diserbu
olehnya telah mengeluarkan jeritan tertahan sambil
merangkul erat padanya. Ia ingat isterinya telah
memejamkan matanya setelah menikmati kehidupan
suami isteri untuk yang pertama kali.
Mengingat-ingat itu semua, Yap chungcu telah
merangkul isterinya yang masih tetap cantik dan si isteri
sudah ready untuk mengulangi malam kemantinnya. tapi
tiba-tiba Yap chungcu melepaskan rangkulannya dan
berkata. "Niocu. hatiku sangat tidak enak, biarlah aku
melihat kamar si Lin dahulu
Sang isteri menghela napas dan lepaskan suaminya
berlalu. Ia sendiri turun dari ranjang dan membereskan
pakaiannya, maksudnya untuk menyusul suaminya. Tibatiba
ia dibikin kaget oleh teriakan Yap chung-cu, hingga
si nyonya muda jadi gugup dan cepat ia mencabut
pedangnya yang tergantung ditembok. la menduga
kedatangannya orang jahat kedalam rumahnya.
Ketika ia sampai di kamarnya Sin Lin, tidak ada orang
jahat yang diduganya. Ia hanya dapatkan Yap-chungcu
menggeletak pingsan. sedang anaknya pingsan di-atas
tempat tidur dengan sprei yang basah, rupanya bekas si
ular siluman tadi tidur. Masih ada tanda-tanda lendir,
entah dari badannya atau dari mulutnya si ular raksasa.
Raja Ular yang telah mengganggu si jelita Siu Lian,
ternyata tidak puas kalau tidak dapatkan juga adiknya,
Sin Lin. Maka, menggunakan kesempatan diadakannya
'Panggung jodoh ia muncul dan bertempur dengan Siu
Lin. Memang dalam merubah dirinya menjadi manusia
Coa-ong parasnya cakap luar biasa dan menarik
perhatiannya wanita mana juga, apa lagi Sin Lin yang
kebetulan sedang berniat mencari jodoh.
Sebenarnya Coa-ong menghendaki Siu Lin dapat
diperoleh seperti encinya tempo hari, namun, setelah
terjadi peristiwa dengan Siu Lian, si jelita nakal tidak
diperbolehkan pula keluar memburu, maka Coa-ong jadi
putus asa untuk mendapatkan si dara jelita yang kedua.
Dengan cara kebetulan ia mendapat tahu Yap-chungcu
telah mengadakan sayembara mencari mantu, maka ia
munculkan diri dan berhasil.
Gara-gara kepala pusing dan muntah-muntah Sin Lin
menolak malam itu Coa-ong mengajak ia bersetubuh. Si
Raja Ular pan maklum bahwa isterinya sakit, maka ia
mengalah dan tidur disebelah isterinya. Ia lupa bahwa
dalam tidur, dirinya bisa berubah menunjukkan
keadaannya yang asli, sehingga dapat dilihat oleh Siu Lin
dan jadi sangat ketakutan, ia menjerit dan jatuh pingsan.
Lidahnya yang besar dan dijulurkan untuk menjilat-jilat
pipinya sang isteri, maksud Coa-ong untuk menyadarkan
isterinya, tapi apa mau justeru datang masuk Yapkhungcu
setelah manggedor pintu beberapa kali tidak
ada reaksi apa-apa dari sabelah dalam.
Coa-ong tidak mempunyai kesempatan untuk merubah
dirinya pula menjadi seorang pemuda cakap, maka
terlihatlah keadaannya yang asli, seekor ular besar luar
biasa tengah manjilati pipinya Siu Lin. Saking kagetnya
Yip-chungcu telah jatuh pingsan.
Khawatir akan masuknya banyak orang pula kedalam
kamarnya. maka Coa-ong sudah melarikan diri melalui
pintu yang terbuka, melupakan Siu Lin yang telah
menjadi isterinya yang dalam pingsan,
Ia baru menyesal tidak sekalian membawa Siu Lin
setelah ia berada dalam perjalanan pulang ke goanya.
Yap chungcu siuman lebih dahulu dari puterinya, lalu
disusul oleh Siu Lin pelan-pelan.
Nyonya Yap segera minta keterangan pada suaminya,
apa yang telah terjadi sehingga membuat ayah dan anak
itu menjadi pingsan. Yap-chungcu setelah dipimpin bangun dan didudukan
diatas kursi, lalu menceritakan kepada isterinya apa yang
ia lihat diatas ranjangnya Siu Lin dan sang puteri juga
telah menutur ia pingsan karena melihat ada seekor ular
besar luar biasa tidur disampingnyi. Keterangan mana
telah membuat nyonya Yap menghela napas berulang
kali. "Dilihat begitu," kata nyoaya Yap berduka, "anak
muda cakap itu bukannya manusia, namun siluman ular
itu. Sungguh sial nasibnya anak Lin............ . ."
Sin Lin sementara itu duduk menangis sesenggukan
memikirkan nasibnya. Yap chungcu tidak berkata apa-apa, ia juga duduk
termangu-mangu. "Sebenarnya, aku tidak percaya didunia ini adanya
siluman jadi-jadian." akhirnya ia berkata pada isterinya.
"Tapi, setelah menyaksikan ular besar yang tidur
disebelahnya anak Lin, aku jadi percaya akan ceritera
omong.kosong itu." Nyonya Yap manggut-manggut. "Sekaramg kejadian
sudah begini," kata sang isteri. "Sekarang harus kita jaga
apa yang dapat terjadi kemudian. Pasti ular itu
penasaran dan mau juga mengambil isterinya."
Siu Lin terkejut mendengar perkataan ibunya. Ia pun
percaya 'suaminya' itu tentu tidak mau mengerti sebelum
dapatkan dirinya yang telah menjadi isterinya dengan
disaksikan oleh umum. Mengingat ini, maka menangisnya
Sin Lin makin menjadi. Kedua orang tuanya bergiliran telah memberi hiburan
kepada puterinya itu. "Eh, omong-omong tentang ular raksasa itu, apakah
tidak bisa jadi kalau anak Lian juga telah menjadi
korbannya?" menanya nyonya Yap dengan hati curiga.
"Bisa jadi," sahut sang suami. "Ular itu kalau merubah
dirinya jadi manusia memang sangat cakap, mungkin
anak, Lian juga telah kepincuk dengan bujuk rayunya
dan akhirnya telah menjadi korbannya. Aku percaya anak
Lian masih hidup, hanya kita tidak tahu ia disimpan
dimana oleh siluman ular itu?"
-oo0dw0oo- Jilid-12 Bab 34 SIU LIN menggigil tubuhnya mendengar dua orang
tuanya menduga-duga tentang hilangnya sang enci, ia
pun diam-diam menduga bahwa encinya telah menjadi
korbannya Ular siluman itu, yang telah menjadi
suaminya. Sejak itulah pikiran Siu Lin sering ngelamun.
Pelan-pelan pipinya yang dijilati sang ular pada
kehitam-hitaman dan keluar bendil-bendil kemudian
pecah, seperti sakit cacar, Seluruh wajahnya telah
dirusak oleh penyakit apa tahu itu, tapi yang terang
wajahnya Siu Lin yang cantik jelila berubah menjadi
gadis yang berwajah buruk. Tiada seorang pemuda pun
yang akan menghiraukan dirinya pula.
Diam-diam Siu Lin menjadi kesal akan nasibnya yang
malang. Belakangan ia mendengar tentang mengganasnya
seekor Ular Raksasa. yang saban-saban meminta sajian
binatang ayam, kambing, sampai-sampai pada kerbau.
Siu Lin merasakan akan kesulitan penduduk yang harus
menderita gangguan itu. Maka. setelah berbulan-bulan
penduduk menderita gangguan itu, Siu Lin menawarkan
diriya pada ayahnya supaya dirinya saja dikorbankan
dengan alasan siapa tahu kalau ular yang mengganas itu
adalah coa-ong. suaminya. Kalau benar ianya, ikan minta
supaya ular itu menghentikan keganasannya, hingga
penduduk bebas dari ganguaanya lebih jauh.
Itu memang pikiran baik, hanya Yap-cungcu dan isteri
sangat sayang pada puterinya, tidak tega mereka
melepaakan puterinya sekalipun sang puteri sekarang
sudah cacad dan tidak laku untuk diperisterikan orang.
"Wajah anak sudah cacad," Sin Liu memberi alasan.
"Tiada menusia didunia ini yang sudi mendekati, kecuali
ibu dan ayah. Maka, apa halangannya kalau anak
berkorban untuk kebaikannya penduduk kampung. Siapa
tahu ular itu adalah coa-ong. suamiku, anak akan minta
ia jangan mengganas terus-terusan dan anak ;aan minta
supaya wajah anak disembuhkan sehingga kembali pada
wajah anak yang asli . . Yap-chungcu mendengar alasan sang anak masuk akal
juga. maka mereka telah berdamai. Akhirnya diambil
keputusan untuk menuruti usul anaknya. Mereka tahu.
kalau mereka tidak meluluskan kemauannya sang anak,
akan memuiat puterinya berduka bisa-bisa mati royan,
maka meski pun dengan sangat tidak tega, mereka telah
melepaskan juga anaknya untuk dijadikan korban sajian
si Raja Ular. Demikian, telah terjadi malam itu disaksikan oleh
Kwee In, coa-ong telah menemukan isterinya pula.
Mula-mula memang Siu Lin berteriak ketakutan
dihampiri oleh ular yang luar biasa besar dan menakuti,
namun setelah ia dililit dan digulung oleh sang ular, ia
merasa kehangatan seperti dipeluk kekasihnya.
jeritannya belakangen perlahan, samar-samar terbawa
oleh angin gunung yang sepoi-sepoi. Ia ingat bahwa
dirinya dalam pelukan suaminya, ia rela memenuhi tugas
sebagai suami isteri yang terhalang pada malam
kemantin. napasnya mendengus dan menggeliat-geliat,
seperti apa yang Kwee In dengar dan saksikan...
Kwee In setelah berpisah dengan Sucienya, ular
raksasa penghuni goa. ia telah melakukan penyelidikan
gadis siapa yang dikorbankan malam itu"
Ia mendengar orang cerita bahwa gadis itu adalah
gadisnya Yap-chungcu yang kenamaan dalam kampung
coa-ke-chung. jago kita merasa heran, kenapa Yapchungcu
rela mengorbankan puterinya, maka ia datangi
rumahnya pemimpin kampung itu.
Rumahnya Yap-kechung. kecuali seputarnya dipagar
tembok tinggi, juga dijaga keras oleh beberapa orangnya
yang pandai silat. Tidak seorangpun yang gampang
masuk, sebelum ditanyai pergi datang oleh orang-orang
yang jaga rumah itu. ialah tentang maksud
kedatangannya, mau apa bertemu dengan Yap-chungcu


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan lain-lain pula yang memusingkan kepala-
Demikian telah terjadi dengan Kwee In ketika ia minta
ketemu dengan Yap- chungcu,
Kwee In paling jengkel kalau orang banyak pernik,
pada saat itulah suka timbul adatnya yang nakal dan jail.
"Aku mau ketemu dengan Yap-chungcu tentu ada
urusan hendak dibicarakan, kenapa kau banyak tanya"
Aku tidak ada urusan dengan kalian, aku mau bicara
dengan chungcu, lekas kasi tahu, katakan aku tamu yang
ingin ketemu dengannya!" berkata Kwee In yang sangat
jengkel ditanya pergi datang oleh penjaga pintu gerbang.
"Anak muda," sahut satu diantaranya penjaga pintu
itu, yang terdiri dari lima orang semuanya. "Aku sudah
katakan, kalau kau tidak mau menerangkan maksud
kedatanganmu, lebih baik kau enyah dari sini, jangan
menunggu sampai kami marah dan memukuli kau
setengah mati. Lekas pergi, jangan sampai kami turun
tanganl" "Bagus, kau menghina orang muda!" kata Kwee In
pula. "Tidak perduli orang muda atau tua, disini tidak ada
kecualian. Asal berani membangkang perintah kami, tahu
sendiri. Kami tidak segan-segan untuk turun tangan dan
kalau perlu kami akan pindahkan jiwa orang tanpa ada
perkaranya?" Kwee In ketawa mendengar orang demikian sombong.
"Sahabat, kau siapa" Kelihatannya kau jumawa
benar?" tanya Kwee In.
"Aku Yap Kun, pemimpin penjaga pintu gerbang
disini!" sahut orang itu bangga.
"Pantasan kau jumawa, mentang-mentang satu she
dengan chungcu," "Binatang, kau jangan banyak omOng disini! Lekas
enyah, jangan menantang Yap-toaya turun tangan. Lekas
pergi!" Kwee In bukannya takut dinsir pergi datang,
sebaliknya ia ketawa geli dan ngeledek si orang she Yap,
hingga mendelu hatinya. "Saudara-saudara, lekas tangkap anak kurang ajar
ini!" ia memerintah pada kawan-kawannya.
"Hehe!" Kwee In ketawa. "Apa kau kira mudah
menangkap Siauwya?" 'Toaya' sama dengan tuan besar dan 'Siauwya' sama
dengan tuan kecil (muda).
"Bocah, kau berani buka mulut besar" Hayo, kalian
lekas tangkap dan kita hadapkan dengan chungcu!"
teriak Yap Kun bengis. Empat kawannya dengan serentak mengurung Kwee
In. "Bagus!" mendengus Kwee In. "Empat orang masih
belum cukup, kau turun sekalian!" tantang Kwee In
kepada Yap Kun yang sedang bertolak pinggang.
Melengak heran Yap Kun ditantang Kwee In.
Orang didepannya ada seorang muda. paling-paling
juga umurnya delapan belasan tahun, ada mempunyai
kepandaian apa sampai begitu galak dan menantang
dikeroyok lima orang"
Dalam panas hatinya, Yap Kun tidak banyak cingcong
dan ikut mengurung. Kwee In tampak ditengah-tengah
mereka sambil ketawa-ketawa.
Lima orang dengan beringas telah menyergap Kwee
In. Mana dapat jago kita disergap oleh jago-jago
kampungan, sedang tokoh silat kelas wahid dengan
jumlah lebin banyak tak dapat menyergapnya.
Kwee In senang mempermainkan orang. Begitu
disergap ia lantas menghilang. entah basaimana ia
bergerak, sebab tahu-tahu ia sudah berada diluar
kurungan lima orang itu. Yap Kun sangat kaget. Pikirnya anak muda ini ada
punya ilmu siluman sampai begitu kosen dan lincah
sekali. Setelah disergap pergi datang tidak juga menemui
sasarannya, lima orang itu telah mengeluarkan banyak
keringat dan napasnya ngos-ngosan.
Kwee In ketawa terbahak-bahak melihat keadaan
mereka. "Bocah!" bentak Yap Kim. "Kau siluman dari mana
mengacau disini?" "Aku manusia biasa, bagaimana kau katakan siluman?"
jawab Kwee In. "Kalau bukan siluman, kenapa kau menghilang?"
"Seharusnya aku bagaimana?"
"Seharusnya kau sudah kena kami sergap kalau bukan
siluman?" "Untuk menangkap aku. sebenarnya ada lebih susah
orang naik kelangit!"
Kwee In sengaja berlaku temberang. hingga Yap Kim
mau meledak perutnya saking menahan gusar.
Ia membentak: "Bocah sombong" Apa kau kira mudah
menyingkir dari serbuan kami kalau kau tidak menghilang
macam siluman " Hm! coba kau berani menahan pukulan
pukulan kami, jangan dikatakan kami adalah benggolan
dari coa-ke-chung!" "Oo, kalau begitu kalian adalah benggolan (jagoan)
dari coa-kecung" Pantasan untuk menangkap seerang
bocah saja tidak becus!" menyindir Kwee In ketawa.
Meluap amarahnya Yap Kun. "Bocah, kurang ajar!"
teriaknya. "Kau kira dengan kepandaianmu itu kau dapat
mengangkat nama" Mari, mari kau tempur aku satu
dengan satu, akan kubikin remuk tubuhmu!"
Kwee In ketawa gelak-gelak mendengar perkataan
Yap Kun. "Kau ketawakan apa, bocah kurang ajar?" bentak si
orang she Yap. "Kau demikian sombong menantang satu lawan satu,
tentu kau mempunyai kepandaian simpanan, bukankah
begitu?" tanya Kwee In.
"Kau tak usah tanya kepandaian, lihat saja nanti!"
"Baiklah, kau boleh mulai menyerang!"'
Yap Kun suruh orang-orangnya berdiri jauh-jauh
dipinggiran menonton ia akan berkelahi dengan Kwee In.
Meskipun meragukan kepandaiannya Yap Kun, empat
orang kawannya itu apa boleh buat dan menurut disuruh
nongkrong menonton. "Sekarang begini saja," kata Kwee In. "Kita tak usah
bertempur, aku akan berdiri diam didepanmu, kau boleh
melancarkan pukulan sampai tiga kali pada badanku, asal
aku mengisar dari berdiriku tandanya aku kalah,
sebaliknya kalau tidak berkisar tandanya kau yang kalah,
pikiranmu?" Yap Kun girang bukan main mendapat tawaran itu.
Kepalannya sangat keras, sebab ia belajar Gwa-kang
(tenaga luar). Pernah sekali ia coba tenaganya dapat
menghancurkan batu besar yang sebesar pelukan orang.
Pikirnya: "Hei, anak muda, kau berani menantang dipukul
tiga kali. apa memangnya kau mencari mampus" Hm!
Kau tidak tahu tenaga raksasa dari Yap- toaya . ."
Tampak tersenyum-senyum wajahnya.
"jangan ketawa dulu, masih ada syaratnya," kata
Kwee In melihat orang kegirangan.
"Syaratnya apa?" tanya Yap Kun kepingin tahu.
"Syaratnya, kalau aku kalah. aku akan angkat kaki dan
sini, tidak jadi menemui Yap chungcu, tapi sebaliknya
kalau kau kalah bagaimana . . ?"
Yap Kun termanggu-manggu sebentar. kemudian
berkata: "Kalau aku kalah, aku bersedia berlutut
didepanmu dan kemudian melaporkan kedatanganmu
pada chungcu kami." "Bagus, bagus," kata Kwee In ketawa. "Marilah kita
mulai!" Yap Kun kegirangan bukan main Pikirnya, satu kali
pukul pasti isi perutnia si anak muda akan tergoncang.
dua kali pukul kalau tidak ambrol isi perutnya pasti ia
akan luka parah, kalau tiga kali pukul terang si anak
muda mesti mati konyol! Ia ketawa terbahak-bahak dalam hatinya, mengingat
Kwee In telah menawarkan dirinya dipukul tiga kali, si
bocah tidak tahu kalau ia punya pukulan geledek!
Kwee In membuat lingkaran kecil. ditengah-tengahnya
ia berdiri seenaknya saja.
Kembali Yap Kun nampak keuntungan. Kwee In berdiri
dalam lingkaran kecil dan tidak memasang kuda-kuda
segala. Terang. sekali pukul anak muda itu akan
terpental keluar dari lingkaran kecil tadi. pikir Yap Kun
kegirangan. Ketika Kwee In meneriaki Yap Kun boleh mulai, si
orang she Yap dengan tidak ragu-ragu lagi telah
melancarkan serangannya dengan tenaga enam bagian.
Buukk! terdengar suara keras dari telaknya tinju Yap
Kun mengenakan tubuhnya Kwee In, hingga empat
penonton menjadi terkesiap hatinya dan sangat ngeri
melihat tubuhnya Kwee In terpental jauh dan orangnya
jatuh pingsan. Namun, untuk kekagetannya, mereka lihat bukannya
tubuh Kwee In yang terpental, sebaliknya tubuh Yap Kun
yang terpental sampai satu tombak lebih dan badannya
sempoyongan seperti mau jatuh.
Yap Kun terbelalak matanya saking heran. Ia berdiri
bengong mengawasi Kwee In yang ketawa ketawa
kearahnya, tidak apa-apa si anak muda dan ia tetap
berdiri dalam lingkaran. Penontonnya merasa amat heran dan mengagumi
tenaga Kwee In yang hebat.
Tadinya mereka meramalkan Kwee In akan mati
konyol menawarkan dirinya minta digebuk tiga kali, satu
tawaran yang bukan-bukan terhadap Yap Kun yang
mempunyai ilmu Gwakang. Kesudahannya seperti yang mereka lihat, benar benar
mereka tidak habis mengerti.
"Masih ada dua kali lagi Yap toako, kau boleh mulai
yang kedua!" kata Kwee In.
Yap Kun menghampiri si anak muda pula.
Ia penasaran, lalu melancarkan pula pukulannya yang
kedua. Kali ini ia gunakan tenaganya delapan bagian, ia
masih simpan dua bagian tenaga untuk pakulannya yang
ketiga. Ia mengharap pukulannya dengan tenaga delapan
bagian ini akan berhasil membikin pemuda itu terpental
dari lingkarannya. Suara buk! terdengar pula seperti tadi,
Kwee In tidak bergeming sedang Yap Kun juga tidak
terpental, hanya tinjunya si orang she Yap melekat pada
dada Kwee In. Ia rasakan tinjunya seperti melekat dalam dada si
anak muda dan sukar ditarik pulang, sementara
tenaganya juga seakan-akan telah disedot lawan
rasanya, hingga Yap Kun menjadi ketakutan. Mukanya
pucat pasi. dengan sorot mata yang minta dikasihani. ia
menatap pada wajah Kwee In. yang bersenyum
kearahnya. Entah dengan ilmu apa Kwee In kasi hajaran pada si
orang she Yap. hanya kelihatan Yap Kun gemetaran dan
merasakan seluruh badannya lemas, tenaganya seperti
diperas habis oleh Kwee In.
Pelan pelan air matanya berkaca-kaca dan mengucur,
ia menangis ketakutan tinjunya tak dapat ditarik pulang
dari dadanya Kwee In. Kwee In merasa kasihan. "Baiklah, kau pergilah!"
terdengar Kwee In berkata berbareng tinjunya terlepas
dari badannya si orang she Yap terpental jatuh sampai
dua tombak. Kali ini ia tidak bisa mempertahankan dirinya. tampak
ia roboh mendeprok dengan tidak bertenaga dan
matanya menatap Kwee In dengan perasaan takluk
betul. Kwee In tidak gunakan lwekangnya untuk mengambil
jiwanya, kalau tidak, begitu ia terpental dan roboh,
jiwanya juga kontan melayang. Ia hanya roboh dengan
kehabisan tenaga dan sukar untuk bangun pula. Kepaksa
ia memanggil teman-temannya untuk menolong ia
bangun. Ia dibimbing teman temannya menghampiri Kwee In.
Didepannya, Yap Kun menatap lebih tegas paras sang
lawan, tiba-tiba ia unjuk paras kaget. badannya
bergemetaran. "Kau, kau . .. datang lagi., .?" katanya
dengan suara tak lampias dan gerakannya seperti
hendak lari, cuma saja ia tidak kuat karena kedua
lututnya lemas dan tidak bertenaga.
"Kau kenapa?" tanya Kwee In heran. "Apa kau mau
mungkir, dari janjimu?"
Kawan kawannya Yap Kun melihat sang pemimpin
ketakutan melihat Kwee In, mereka juga telah gunakan
matanya menegasi parasnya Kwee In.
Tiba-tiba saja mereka keluarkan jeritan ketakutan dan
melepaskan pegangan pada tubuhnya Yap Kun dan pada
lari tunggang langgang. Makin heran hatinya Kwee In.
Yap Kun yang kehilangan pegangan telah terkulai dan
mendeprok ditanah. "Yap toako, kau kenapa" Kenapa mereka pada lari
melihat wajahku?" tanya Kwee In.
Yap Kun tidak menjawab, ia tundukkan kepala. Pelanpelan
ia merangkak dan berlutut dihadapannya Kwee In
sambil berkata: "coa-ong, aku takluk kepadamu, namun
aku harap kau jangan mengganas dalam kampung ini.
Bukankah chungcu sudah antarkan anaknya tadi malam
padamu" Oh, harap kau jangan bikin ketakutan kami
orang. ." Kwee In makin tidak mengerti. Ia menanya lagi: "Yap
toako, memangnya kau sudah kenal denganku" Kenapa


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau memanggil aku coa-ong?"
Belum Kwee In mendapat jawab. jawaban dari Yap
Kun, tiba-tiba ia mendengar suara tindakan orang ramai
mendatangi dari sebelah dalam dikepalai oleh seorang
dengan janggut panjang dan muka klimis bersih.
Pemimpin itu tidak lain adalah Yap-chungcu.
"Nah. itu ianya, chungcu!" Kwee In dengar orang
berteriaK. "jangan kasi lolos siluman itu, hayo! mari kita ramai
ramai kepung padanya!" jawab sang pemimpin, Yapchungcu.
Orang-orang yang barusan datang itu dikira berjumlah
tidak kurang dari dua puluh orang, semuanya pada
membawa macam-macam genggaman-
Kwee In semakin heran. Siapa yang dikatakan siluman
oleh Yap-chungcu" Apakah dirinya" Ah, mustahil, sebab
ia dengan Yap-chungcu tidak kenal dan juga belum
pernah berurusan. Tapi waktu mereka sudah datang
dekat, Kwee In dapat meraba akan duduknya perkara
ketika Yap-chungcu dengan muka penuh kegusaran
berkata: "Siluman, kau sudah merampas dua puteriku, apakah
masih belum puas" Kau datang pula hendak membikm
huru-hara disini" Hm! Kau jangan terlalu menghina, aku
seorang she Yap yang akan menangkap kau dan
membunuhnya. Lekas kau kembalikan dua gadisku,
murnkin aku masih bisa kasi kelonggaran padamu. . ."
Kwee In ketawa gelak-gelak dirinya dimaki siluman
dan perampa sdua gadisnya.
Sekarang ia mulai mengerti, bahwa ia dituduh ular
yang semalam ia jumpai telah mempermainkan seorang
gadis. Namun, ia dalam wajah manusia, kenapa Yap
chungcu mengenali ia adalah siluman ular yang datang"
"Kalian! Kalian jangan gerakkan tangan dulu. ini ada
terselip salah pengertiannya." berkata Kwee In sambil
angkat tangannya digoyang-goyangkan.
"Siluman, kau mau omong apa lagi?" bentak Yapchungcu.
"chungcu, aku bukannya siluman. aku orang biasa,
kau jangan sembarang tuduh. Lantaran salah mengerti
kau bisa susah sendiri!" berkata Kwee In.
"Memangnya mataku sudah lamur" Aku tidak keliru
mengenali, kau adalah si orang muda yang sebenarnya
adalah siluman ular!" sahut Yap-chungcu.
"Kau tidak keliru lihat dan salah mengenali orang?"
"Siluman, kau jangan banyak rewel. Memang kau
adalah siluman ular!"
Kwee In tidak senang dirinya dituduh siluman ular.
Ketika ia hendak membuka mulut menjawab, tiba-tiba
terdengar teriakan seorang wanita yang lari mendatangi.
"Tunggu, tunguu, jangan bergerak dulu!" seru si
wanita yang lari mendatangi.
Kapan wanita itu sudah datang dekat, Kwee In lihat ia
adalah wanita yang berusia empat puluhan, yang masih
tetap cantik parasnya. "Niocu. coba kau kenali, apakah ia pemuda siluman
ular bukan?" kata Yap chungcu.
Wanita itu, adalah nyonya Yap, telah mengamat-amati
wajah Kwee In. "Hei, memang benar ia adalah si Siluman ular . . ,"
kata nyonya Yap dengan suara kaget.
"Nah, apa memang mataku sudah lamur" Isteriku juga
kenali kau adalah orang muda siluman yang telah
merampas dua gadisku !" kata Yap-chungcu pada Kwee
In. "Mungkin parasku mirip dengan pemuda yang kau
maksudkan, tapi benar aku bukannya siluman ular, kau
jangan sembarangan menuduh orang!" sahut Kwee In.
"jangan banyak cakap. kau memang siluman ular!"
bentak Yap-chungcu. "Anak muda, asal kau kembalikan dua gadis kami,
urusan dapat dihabiskan sampai disini. Lekas kau bawa
gadisku pulang?" menyelak nyonya Yap.
Kwee In jadi bingung. Ia bingung bukan karena
menghadapi banyak lawan, ia bingung dengan cara
bagaimana ia dapat mengasi pengertian kepada suamiisteri
itu" "Kalau aku benar siluman ular, kalian mau apa ?"
akhirnya Kwee In kehabisan akal.
"Nah, dari tadi saja mengaku! Kami akan membunuh
dirimu !" sahut Yap-chungcu.
"Bagus, kau boleh bunuh aku si siluman!" sahut Kwee
In, nakalnya timbul sekarang.
Yap-chungcu teriaki orang-orangnya untuk meluruk
dan menangkap Kwee In. Dengan sungguh-sungguh mereka telah keluarkan
kepandaiannya untuk menangkap
Kwee In, akan tetapi semua usahanya gagal. Kwee In
hanya layani dengan ginkangnya saja.
"Kalian mana dapat tangkap aku si siluman?" ngeledek
Kwee In. ketika ia muncul pula dibelakang mereka yang
menyergap dengan bernapsu.
"Lekas keluarkan senjata masing-masing dan bunuh
mati binatang jahat ini!" seru Yap-chungcu. "Niocu, lekas
ambil pedangmu dan bantu mengepung!" ia teruskan
perkataannya kepada isterinya.
Nyonya Yap putar tubuhnya dan lari pulang
mengambil pedangnya. Sementara itu 'trang treng trong' terdengar benturan
senjata satu dengan lain, kiranya senjata dari banyak
orang itu yang saling bentur. sedangkan Kwee In yang
diarah saban kali menghilang dan bagaikan bayangan
saja berkelebatan. Yap-chungcu yang tidak turut mengepung, tampak
berdiri dengan perasaan kagum melihat kegesitan Kwee
In dikeroyok oleh dua puluh orang bersenjata.
"Kurang ajar, aku harus turun tangan juga!" ia
menggumam. berbareng ia mencabut pedangnya hendak
menceburkan diri diantara kawannya.
Baru saja ia bertindak dua langkah, tiba-tiba ia
rasakan sikut kanannya kesemutan dan pedangnia tahutahu
sudab pindah ditangannya Kwee In.
Yap-chungcu berdiri melongo bagai patung.
Segera terdengar suara ramai dari beradunya senjata,
lalu terlihat banyak senjata tajam terbang saling susul
dan suara jeritan mengaduh berulang-ulang terdengar,
sementara orang-orangnya Yap chungcu juga susul
menyusul pada rebah malang melintang.
Sebentar saja dua puluh orang sudah pada rebah tidak
berkutik, sidang Yap-chungcu berdiri bagai patung
dengan mata melotot penasaran pada Kwee In.
Hanya Yap Kun yang tidak turut mengeroyok dapat
bergerak bebas, hanya tidak bisa bangun berdiri, kedua
lututnya lemas dan kehabisan tenaga.
"Yap-toako, siluman apa yang dimaksudkan, yang
kepandaiannya seperti aku sekarang?" tanya Kwee In
kepada Yap Kun. "Kepandaiannya biasa saja, mungkin kau bukannya
siluman yang diduga kami orang," jawab Yap Kun dan
matanya mengawasi parasnya Kwee In.
Ia ragu-ragu dengan perkataannya yang barusan
dikeluarkan, karena ia lihat tegas romannya Kwee In
persis seperti si siluman ular. cakap sukar bandingannya.
Ketika Kwte In hendak menanya pula, tiba-tiba nyonya
Yap sudah datang. Ia kaget melihat suaminya berdiri bagaikan patung
kena ditotok dan orang-orangnya semua pada roboh
lalang melintang. Kwee In hanya mengawasi saja si nyonya yang
keheranan. "Apakah kau yang bikin ini semua?" tanya nyonya Yap
pada Kwee In. "Habis siapa lagi kalau bukan si siluman?" menyindir
Kwee In ketawa. "Kau, kau berani menghina orang-orang kami, akan
aku adu jiwa denganmu!" teriak nyonya Yap kalap dan
segera menerjang Kwee In yang masih mencekal
pedang. Serangan-serangan si nyonya memang hebat dan
mematikan. sayang ia melawan Kwee In yang sangat
tangguh untuknya. Maka serangannya menemukan
sasaran kosong. Saking bernapsu si nyonya tidak menghiraukan dirinya
pula, ia menyerang dengan nekad, ia puas rasanya kalau
mereka roboh bersama. Kwee In lihat kenekadan nyonya Yap. Ia melayani
dengan tenang, hingga nyonya Yap tidak menemukan
lowongan untuk menjatuhkan lawannya.
Kesal nyonya Yap, sedang keringat mulai membasahi
tubnhnya. Terlalu banyak ia mengeluarkan tenaga untuk
merobohkan lawannya. "Binatang, kalau nyonyamu luput membunuh kau
siluman, benar-benar Thian tidak adil . . ." berkata
nyonya Yap dalam murkanya, seraya menyerang terus
mati-matian. "Siluman bisa menghilang. mana dapat dibunuh, Popo
. . ." menggoda Kwee In.
Menggerang nyonya Yap diledek oleh Kwee In.
Tidak senang ia dipanggil Popo (nenek) oleh Kwee In.
usianya masih belum sampai untuk mendapat sebutan
nenek oleh seorang muda seperti Kwee In. Memang juga
bukan maksud Kwee In memanggil ia nenek, Kwee In
hanya hendak membuat si nyonya lebih meluap
amarahnya, maka ia menggodai dengan panggilan itu.
Sampai peluh mengucur diwajahnya yang cantik. nona
Yap belum dapat menyentuh. meskipun ujung bajunya
Kwee In. Ia sangat penasaran, sebab ilmu pedangnya
ada diatas dari suaminya, masa menghadapi seorang
bocah saja seperti Kwee In ia harus terjungkal" Itulah
kelewatan sekaii. Kwee In melayani si nyonya hanya main main saja.
Melihat si nyonya sudah sangat lelah dan mungkin ia
mati lantaran kecapean, Kwee In lalu gunakan jurus yang
indah sekali untuk menakluki si nyonya. ialah yang
dinamai 'ceng-sui-bong-goat' atau 'Melihat rembulan diair
jernih' Pedangnya meluncur mengarah tenggorokan,
ketika pedang si nyonya di palangi menangkis, tiba-tiba
pedang berputar menyontek terbang pedang si nyonya.
sehingga orangnya melongo dibuatnya.
Nyonya Yap merasa ia mencekal kencang pedangnya,
tapi heran demikian mudahnya lawan telah menyontek
terbang pedangnya. Sementara ia berdiri bengong, Kwee
In enjot tubuhnya melambung tinggi menyentil
pedangnya si nyonya yang terbang. Ia menjambret dan
turun didepannya nyonya Yap. Dengan hormat ia
menyerahkan pedang kembali pada pemiliknya Sambil
berkata: "Nyonya, terimalah pedangmu kembali. Aku bukannya
siluman. percayalah padaku, aku nanti kasi keterangan
penting sampai kau percaya padaku. .."
Nyonya Yap menyambuti pedangnya dengan hati
ragu-ragu atas perkataannya si pemuda.
"Terima kasih. aku harap kau betul-betul bukannya
siluman jahat itu!" sahut nyonya seraya menyambuti
pedangnya, sedang napasnya masih memburu-buru
saking lelahnya barusan ia menggempur si anak muda
yang sangat kosen dan baru ditemui dalam sejarah
hidupnya. Kwee In ketawa manis pada si nyonya, melihat si
nyonya menyambuti pedangnya.
Kemudian ia putar tubuhnya dan memimpin Yip
chungcu, sekali tangannya menepuk pundaknya si orang
sha Yap, lantas saja ia dapat kembali kebebasannya.
Yap-chungcu tidak berani sembarangan menyerang si
anak muda lagi mendengar perkataannya Kwee In tadi
kepada isterinya. Kwee In sementara itu telah membebaskan pula
orang-orangnya Yap-chungcu dengan menggunakan
kebasan tangan bajunya, sehingga Yap chungcu dengan
isteri yang menyaksikan kepandaian si anak muda yang
langka, pada melongo dan terkagum-kagum.
Yap Kun juga tidak dilupakan oleh Kwee In. Ia
mendekati si kepala jaga pintu gerbang itu, tangannya
ditempelkan dipunggungnya. Segera aliran hangat
dirasakan menyelusup menjelajahi seluruh tubuhnya dan
Yap Kun dilain saat sudah dapat menggerakkan
badannya untuk bangkit dari menggeproknya. Ia telah
diberi tenaga kekuatan oleh Kwee In dan ia sangat
berterima kasih sekali kepada si pemuda, itu dibuktikan
olehnya, dengan tidak ragu-ragu lagi ia berlutut
mengucapkan terima kasihnya kepada jago kita.
Kwee In ketawa gelak-gelak setelah ia mengembalikan
kebebasan semua lawannya,
Pandangannya Yap-chungcu dan nyonya sekarang
menjadi lain terhadap Kwee In.
"Siauhiap. mari datang digubuk kami untuk
mengobrol." mengundang Yap~chungcu.
"Memang maksudku untuk menemui chungcu, cuma
saja aku digembrengi oleh orang-orang chungcu,
sehingga terjadi latihan seperti tadi," sahut Kwee In
jenaka. Yap-chungcu dan nyonya merasa disindir, namun
mereka senang dengan tingkah laku Kwee In dan beda
jauh dengan pemuda diluman ular tempo hari. Makin
besar saja kepercayaan mereka bahwa Kwee In benarbenar
bukan siluman, setelah mereka dapat
membedakan gerak-gerik dan ucap kata Kwee In yang
jenaka. Ketika Kwee In dijamu dalam rumahnya, nyonya Yap
telah berkata: "Siauwhiap. harap memaafkan atas
perbuatan kami barusan. Kami mengeroyok Siauwhiap
bukannya tidak beralasan, karena wajah dan potongan


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

badan Siauwhiap persis seperti pemuda siluman yang
telah mencelakakan keluarga kami, Dua anak gadis kami
telah digondol olehnya, sampai hari ini belum kelihatan
mereka kembali kerumah."
"Aku bisa mengerti akan kemarahan chungcu dan
Hujin (nyonya), aku juga tidak ambil dihati. kalau
barusan aku sebut-sebut aku adalah siluman, hanya
untuk main-main saja. Aku seorang she Kwee. nama In,
puteranya Kwee cu Gie, kalian tentu sudah dengar
tentang namanya ayahku itu yang lama telah
berkecimpung dalam dunia Kang-ouw."
Yap-chungcu dan isteri terbelalak matanya mendengar
keterangan Kwee In- "Kwee cu Gie adalah satu pendekar besar. mana kami
tidak mengetahuinya. Pantasan Siauwhiap sangat lihay
lantaran putranya Kwee-tayhiap," berkata Yap-chungcu.
"Lagi sekali kami minta ma'af untuk kelakuan kami
barusan, Siauwhiap !" menimpaii nyonya rumah atas
perkataan suaminya tadi. Kwee In merendahkan diri atas segala pujian untuk
ayah dan dirinya. Omong omong selanjutnya, Kwee In baru dapat tahu
kalau Yap-chungcu telah kehilangan dua gadisnya.
Gadisnya yang tuaan, Yap Siu Lian, telah hilang beberapa
bulan yang lalu, sedang adiknya, Siu Lin, baru semalam
dikorbankan kepada coa-ong.
Kwee In juga menuturkan pengalamannya semalam,
ia menyaksikan Siu Lin telah bertemu dengan coa-ong,
yang kemudian menghilang ketika ular raksasa dari
dalam goa keluar. rupanya coa-ong ketakutan melihat
kedatangan Sucienya itu. "Oo jadi Siauwhiap dengan ular penjaga goa itu ada
seperguruan?" tanya Yap chungcu dengan heran.
"Ia, Kong In Sianjin penghuni dari goa ular itu adalah
guru kami," sahut Kwee In.
"Kalau begitu," menyelak nyonya Yap. "Siauwhiap
yang dikenal dengan julukan Hek-bin Sin-tong" Oh, kami
punya mata tidak ada minyaknya. harap Siauwhiap tidak
kecil hati atas penyambutan kami yang kurang hormat."
Kwee In ketawa. "Setelah berkumpul sebentaran saja,
aku merasa kita seperti orang sendiri, maka aku harap
Hujin jangan terlalu merendah. sebab oleh karenanya
membuat aku jadi merasa kikuk!" berkata Kwee In
ketawa menyeringai. Hek-bin Sin-tong ada sangat kesohor karena ia telah
memasuki goa ular dan diduga oleh tokon tokoh silat ia
telah menggondol kitab mujijad It-sin-keng dan masa itu
sedang diarah oleh mereka.
"Hek-bin Sin-tong wajahnya hitam. kenapa Siauwhiap
putih?" tanya nyonya Yap berkelakar sambil ketawa-
"Memang mukaku dulu hitam," sahut Kwee In
bersenyum. "Hanya sekarang sudah berubah kembali
pada wajah asliku diobati oleh ibuku."
Kwee In lantas menuturkan dengan ringkas hal
dirinya, hingga Yap chungcu suami isteri menjadi
terkagum kagum. Lalu suami isteri itu minta Kwee In untuk menolongi
kedua gadisnya. Ia menyanggupi, maka pada malam itu
ia menginap dirumahnya Yap-chungcu.
Pada malamnya ia membikin penyelidikan tapi hasilnya
nihil. Begitu juga dengan malam-malam berikutnya,
sampai sudah hampir dua minggu, ular raksasa yang
kehitam-hitaman itu tidak juga diketemukan, apa pula
goanya. Kwee In putus asa, ia berkata pada tuan rumah:
"Harap chungcu dan Hujin tidak berkecil hati, bukannya
aku tidak mau menolongi kedua puteri kalian, tapi
selama hampir dua minggu ini, ternyata pengusutanku
nihil terus. Aku masih mempunyai tugas lain, maka
biarlah kutunda dulu penyelidikanku ini sampai aku akan
kembali kesini untuk melanjutkan penyelidikan menolong
kedua Siocia." Yap-chungcu dan nyonya memang sudah tahu Kwee
In selama itu telah bekerja keras. maka mereka pun
merasa malu hati kalau menahan si anak muda untuk
kebaikannya, Sementara itu, urusan si anak muda
menjadi terlantar, maka Yap-chungcu berkata:
"Siauwhiap, Lohu sangat berterima kasih atas
bantuanmu. Kami pun tak berani menahan Siauwhiap
yang hendak membereskan urusan Siauwhiap sendiri.
hanya kami harap, apabila Siauwhiap sudah
menyelesaikan urusan sendiri, harap Siauwhiap juga
jangan lupa mampir lagi disini untuk membantu kami."
Kwee In menyanggupi. Dengan begitu, pada keesokan
harinya, Kwee In telah melanjutkan perjalanannya
kembali ke goa engkongnya untuk memberikan
laporannya. o o OdwO o o Bab-35 BWEE HIANG. . . Nona jagoan kita, Liu Bwee Hiang, berada dalam
kekuasaan Hwe-liong coan-in Gan Lok, si Naga Api, dari
telaga Tong-teng, kepala bajak laut yang kenamaan.
Setelah menguasai Bwee Hiang yang dibawa kedalam
goa, tempat dahulu gurunya bertapa, kelihatannya Gan
Lok tidak memikirkan kepada nasib lima muridnya lagi. Ia
menduga lima murid itu, ialah Tong-teng Ngo-eng telah
mati semua di lembah Tong-hong-gay.
Ia ingin membawa Bwee Hiang buru-buru ke Tong
teng-ouw, kepulaunya, ialah ceng To dimana ia sudah
lama mengasingkan diri. Dulunya ketika ia masih
mengepalai pembajakan, sampai enam bininya, ia sangat
gentar pelesiran dengan wanita dan sangat kuat sekali.
Wanita-wanita korbannya jarang yang tahan melayani
ia, makanya juga si Naga Api tidak hanya memelihara
dua bini saja. tapi sekaligus ia memelihara enam orang
bini. Dengan begitu boleh dikatakan berimbang, pihak
wanita tidak kepayahan melayani napsunya yang sangat
kuat, karena mereka bisa bergiliran melayaninya.
Belakangan, ketika ia mengasingkan diri, ia sudah
padam napsunya pelesiran dengan wanita. Ia tidak
ijinkan isteri isterinya ikut ia mengasingkan diri di cengto.
ia hanya dilayani oleh seorang kacung untuk
keperluannya. Di Tieng-to ia meyakinkan lwekangnya
lebih dalam dan memelibhra dirinya yang sudah lanjut
usia. Oleh karenanya, maka badannya tetap kuat dan
gesit, meskipun sudah lanjut usia, Hanya sewaktu-waktu
saja manakala keliwat perlu berdamai, Go Tat suka
datang minta nasehat dari jago tua itu.
Gan Lok bisa keluar dari pulaunya. bukan apa-apa, ia
ketarik dengan It-sin?king, sebuah kitab mujidiat
karangan tokoh terkenal dari Siauw-lim-sie yang hebat
isinya. Ia yakin. kalau ia memiliki kitab itu ibarat macan
yang tumbuh sayap dan kepandaiannya susah diukur.
Dengan kepandaian itu, ia bermaksud hendak
menurunkan kepada murid2nya.
Sebagai jago kawakan. ia melihat bahayanya menemui
Hek-bin Sin-tong, maka setelah ia dapatkan dirinya Bwee
Hiang, sudah lantas kabur keluar dari lembah Tonghong-
gay. Jago betina kita selain wajahnya cantik, tubuhnya
yang serba padat selalu menggiurkan hatinya si Naga Api
yang sudah lama memadamkan napsu sexnya. Ia yang
rakus dalam masalah hubungan sex. siang-siang
sebenarnya sudah dapat menerkam Bwee Hiang, cuma
saja terhalang oieh pantangannya, yaitu ia tak boleh
menyentuh wanita yang sedang haid.
Waktu itu Bwee Hiang sedang haid harus menanti lima
hari sampai berhenti dan ditambah pula sepuluh hari
setelah haid, barulah si Naga Api dapat mengganggu
dirinya Bwee Hiang. Nona jagoan itu masih mengira dirinya dapat
meloloskan diri dalam jangka waktu lima belas hari itu. Ia
dalam keadaan tertotok separuh badannya, sebatas
pinggang kebawah lumpuh, tidak bisa ia melarikan diri.
Ia tidur diatas dipan batu beralaskan rumput kering,
sedang si Naga Api menemani ia tidur dibawahnya tidak
berjauhan. Seperti dikatakan diatas. malam kesatu dan kedua, si
Naga Api tidak mengganggu dirinya si gadis, hingga
Bwee Hiang kegirangan dan mengharap selanjutnya si
Naga Api akan memperlakukan ia dengan sopan Setiap
hari ia gunakan mulutnya mengobrol untuk mengalihkan
perhatian si Naga Api kepada hubungan sex.
Sampai malam ke-empat. Bwee Hiang berhasil
menjinakkan si Naga Api. Pada malam ke-lima, justeru haidnya. barusan stop,
pikiran Bwee Hiang agak gelisah. khawatir si Naga Api
kesetanan dan mengganggu dirinya. Malam itu ia tidak
bisa pulas. dadanya berdebaran meragukan si Naga Api
tetap lunak. Perapian dalam goa sudah mulai padam. Perapian itu
selain untuk penerangan, diwaktu malam diadakan untuk
mengusir nyamuk. Biasanya, kalau perapian mulai
memadam, si Naga Api suka bangun dari tidurnya, dan
menambah kayu untuk menyalakan pula, namun
sekarang kelihatannya diam-diam saja.
Bwee Hiang mencuri lihat kebawah. ia lihat si Naga Api
sedang rebah celentang dengan mata dipejamkan. Ia
menduga si Naga Api masih belum pulas.
"Toako, api perapian sudah padam, kau tambahkan
kayunya lagi!" berkata Bwee Hiang.
Si Naga Api diam saja. Apa ia sudah tidur atau purapura
tidak dengar. "Toako, apa kau tidak dengar aku barusan berkata?"
kata Bwee Hiang pula. Si Naga Api menggeliat dan tidur miring sambil
berkata: "Biarlah malam ini kita tidur gelap-gelapan. . ."
Bwee Hiang terkejut. Pikirnia: "Apa maksudmu tidur
gelap-gelapan?" Sejenak ia tidak menyahut. tapi kemudian ia berkata
lagi: "Toako, aku tidak bisa pulas kalau tidur dalam
keadaan gelap. Apa kau tidak bisa tolong menambahkan
kayu pada perapian, supaya goa ini tetap terang?"
Si Naga Api tidak menyahut, malah terdengar ia
menggeros seperti sedang tidur nyenyak. Hatinya si nona
menjadi jengkel, penerangan dari perapianpun sudah
remang-remang gelap. Angin pegunungan rupanya malam itu meniup keras,
sedang Bwee Hiang mendengar menderunya lewat goa
dan malah masuk kedalam, hingga menimbulkan rasa
dingin. Bwee Hiang jadi gelisah dibuatnya.
Selama hari-hari ia pasang omong dengan si Naga Api,
kelihatannya kepala bajak itu berlaku sopan. Dalam usia
lanjut, selain tanda tanda bekas senjata tajam, wajahnya
si Naga Api masih memancarkan cahaya bahwa diwaktu
mudanya ia ada sangat cakap.
Tidak terdengar si Naga Api memberikan
penyahutannya, malah terdengar ia menggeros seperti
sedang pulas, Bwee Hiang juga tidak ambil perhatian lagi
dengan penerangan yang mulai remang-remang gelap.
Pikirannya jadi melayang pada perjalanannya yang
lampau, berkali-kali ia menemukan bahaya
kehormatannya ternoda, tapi ia telah dapat meloloskan
diri. Yang paling ngeri adalah waktu ia kena perangkap di
ceng-liong-pang, tubuhnya yang sudah setengah
telanjang dan tinggal enaknya saja orang kerjai, ia masih
dapat terluput dari bahaya lantaran pertolongannya Kim
Liong. anaknya Pangcu. Entah dimana anak kedua dari
Pangcu ceng-lionn-pang itu sekararg berada.
Kim Liong cakap dan sopan santun kelakuannya, Bwee
Hiang setuju pada anak muda itu, hanya sayang hatinya
sudah kecantol oleh adik kecilnya yang ia tidak bisa
lupakan. Paling akhir ia menemui bahaya waktu campur
urusannya Swat Lan. hampir-hampir ia menjadi
korbannya Peng-jiya dengan 'Thay-lek-eng-jiauw-kang'-
nya, yang membuat ia tidak berkutik, kalau tidak dengan
cara kebetulan ditolong oleh ketukan pintu. Pada saat
itulah ia sudah merasa dirinya sudah tak ketolongan lagi
dan pasti akan menjadi korban napsu birahinya Peng-jiya
yang sudah meluap-luap. Ia lolos dari Peng-jiya, sekarang kembali ia
menghadapi bahaya, bahaya ditangannya seorang bajak
laut yang berkepandaian tinggi. Tiada seorang yang
dapat merobohkan si Naga Api kecuaii adik kecilnya
Kwee In. Apakah nasibnya sudah ditentukan bakal
menjadi korbannya si bajak laut" Dimana sekarang Kwee
In" Kenapa ia tidak datang menolong dirinya di ambang
kehancuran" Mengingat itu semua, Bwee Hiang matanya berkacakaca
menangis. Barusan saja ia menyeka air matanya dengan tangan
bajunya, tiba-tiba ia kaget tubuhnya diraih oleh sepasang
tangan yang kuat. Ia tidak bisa berontak dengan bebas, karena bagian
bawah tubuhnya lumpuh. "Toako, kau mau apa ?" tanya Bwee Hiang dengan
hati berdebaran, ketika ia diletakkan dibawah dipan batu,
tempat tidurnya si Naga Api.
Si Naga Api tidak menyahut, sebaliknya tangannya
merayapi dadanya si nona yang sedang bergerak naik
turun menekan debaran hatinya.
Bwee Hiang biugung, tangannya repot menyingkirkan
tangan nakal si Naga Api, tapi ia kalah tenaga. Waktu
merasa alat pentingnya dijamah, Bwee Hiang gemetar
dan berkata: "jangan, jangan Toako, aku masih belum berhenti
haid...."

Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si Naga Api tidak memperdulikan ratapannya si nona.
Bwee Hiang bingung benar-benar, tapi ia masih bisa
berkata-kata: "Toako.apa kau lupa sama pantanganmu"
Kau melanggar pan. . .."
Si nona belum sempat mengucapkan habis 'pan.
..tangan!" tiba-tiba ia rasakan urat dibawah dadanya
diremas, ia kaget, menyusul entah dari mana datang
perasaan aneh yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Entah menggunakan ilmu apa si Naga Api, setelah
meremas urat dibawah dadanya. sekonyong-konyong
saja Bwee Hiang timbul berahinya, napasnya memburu
dan dadanya naik turun bergerak lebib cepat.
"Nona Bwee, akhirnya kau jadi milikku. . ." bisik si
Naga Api ketika melihat si nona tampak beringas dan
balas memeluk dengan eratnya.
Bwee Hiang diam saja dilucuti pakaiannya, malah
ketawa cekikikan. Itulah kepandaiannya si Naga Api, dengan ilmu
memijitnya yang mendatangkan rangsangan napsu,
membuat si nona seperti tidak tahu malu, Bwee Hiang
kelihatan lebih galak dari si Naga Api sendiri, ketika
mereka bergulat. Dalam goa yang sunyi senyap itu. hanya terdengar
dengusan napas saling sahutan dari dua insan. seakanakan
dua-duanya yang sedang berlarung mati-matian.
Api perapian sebentar lagi tampak padam betul-betul,
ruangan goa telah berubah menjadi sangat gelap,
berbareng dengan padamnya perapian, padam juga
napsunya si nona yang barusan meluap-luap tak
tertahankan. Ia rebah disampingnya si Naya Api dengan
perasaan tidak keruan dan penuh penyesalan, seluruh
tubuhnya sangat lemas. Sekarang ia baru sadar bahwa
dirinya telah menjadi korban napsu birahinya yang tidak
wajar. Ia benci sama si Naga Api, sangat benci, namun apa
daya" Ibarat beras sudah menjadi bubur, mau dijadikan
beras lagi juga tidak mungkin.
Bwee Hiang menangis sesenggukan. "Toako, kau
sudah bikin aku celaka, apa kau juga mengharap selamat
setelah kau melanggar pantanganmu?" kata si nona
dengan masih menangis sesenggukan terus.
"Nona Bwee, urusan sudah terjadi, untuk apa
diungkap segala pantangan lagi?"
"Seharusnya kau bisa bersabar sampai lewat waktu
pantanganmu." "Siapa suruh kau mempunyai tubuh serba padat yang
menggiurkan, hingga aku jadi gelap mata dan kewalahan
menahan napsuku." Bwee Hiang terdiam. Ia sesalkan tubuhnya yang
menggairahkan. hingga membuat ia mengalami kehinaan
malam itu. Tapi, kapan ia ingat lagi kepada nasib dimana
manusia tidak dapat mengelakkannya, ia jadi menghela
napas. "Kenapa kau harus bersusah hati?" tegur si kepala
bajak, mendengar si nona menghela napas.
"Aku bersusah hati karena memikirkan diriku sudah
tidak berharga lagi."
Si Naga Api ketawa terkekeh-kekeh.
Bwee Hiang gemas sekali mendengar si Naga Api
ketawa- "Enak kau tertawakan diriku, ya!" bentaknya bengis.
"Aku bukannya tertawakan kau, nona Bwee," sahut si
Naga Api. "Habis, kalau kau bukan tertawakan aku, tertawakan
siapa?" "Aku tertawa karena kau berpikiran picik. "Siapa bilang
kau tidak berharga" Sejak malam ini kau menjadi
orangku, akan kuhargai seumur hidupku, kau akan
disanjung puja oleh orang- orangku di telaga Tong-teng.
Kau akan hidup berkelimpahan, nona Bwee."
Bwee Hiang terdiam. Ia memikirkan juga akan katakata
si kepala bajak. Namun, bagaimana ia harus
bertanggung jawabkan kejadian malam itu kepada Kwee
In. adik kecilnya" Apa Kwe In dapat dibikin mengerti"
Tidakkah si jago cilik itu akan menyesali dirinya yang
tidak bisa mempertahankan kehormatannya"
Tengah ia melamun, tiba-tiba ia rasakan si kepala
bajak tangannya kembali nakal.
Bwee Hiang ketakutan, ia membayangkan apa yang
dikatakan ayahnya tempo dulu tentang Gan Lok, si
kepala bajak, yang tidak puas dengan sekali dua kali
mempermainkan korbannya. Namun, sebelum ia sempat
membuka mulut, tubuhnya telah diterkam pula oleh si
Naga Api. Kasihan Bwee Hiang. setelah beberapa kali luput dari
bencana, akhirnya telah menyerah ditangannya kepala
bajak dari telaga Tong-teng, yang sangat tinggi
kepandaian ilmu silatnya. Untung badannya Bwee Hiang
kokoh kuat, tidak sampai pingsan dipermainkan oleh si
Naga Api Gan Lok yang tersohor ganas.
Kalau mula-mula Bwee Hiang merancangkan lolos dari
cengkeramannya si Naga Api, sekarang, setelah dirinya
dirusak, ia merancangkan kesempatan untuk membunuh
si kepala bajak. Diam- diam ia sangat benci pada si Naga
Api, oleh karena perbuatannya itu, membuat niatnya
akan menyerahkan diri pada adik kecilnya sebagai
pembalasan budi, menjadi gagal. Pikirnya, untuk
melampiaskan penasarannya, tidak ada lain jalan dari
pada membunuh si kepala bajak.
Cuma saja ia tak diberi kesempatan, masih tetap
lumpuh sebatas pinggangnia kebawah, Gan Lok rupanya
masih mencurigai Bwee Hiang masih belum rela
menyerahkan dirinya, maka ia harus waspada terhadap
pembalasan dari si nona. "Nona Bwee, mari kita pulang ke ceng-to !" mengajak
si Naga Api pada suatu hari.
"Tidak, belum lima belas hari kita disini, aku tidak mau
ke ceng-to," jawab si nona.
"Perlu apa kita lama-lama disini. kau toh sudah jadi
istriku," kata si Naga Api sambil ketawa nyengir.
Untuk membuat si Naga Api tidak bercuriga, maka
Bwee Hiang juga ketawa. Ia berkata: "Kau sudah janji kita mengasoh disini lima
belas hari lamanya, kenapa kita harus buru-buru pulang
ke ceng-to, apa kau takut sama Hek-bin Sin-tong?"
"Hek-bin Sin-tong..." Gan Lok mengulang pelahan.
"Anak kecil mana dapat mengalahkan aku si orang tua
yang sudah kawakan dalam pertempuran?"
"Aku mau lihat, kau dapat mengalahkan Hek-bin Sintong
atau tidak, kalau nantinya ia datang kemari."
Panas hatinya si kepala bajak. "Baiklah, aku tunggu.
Kalau sampai lima belas hari ia belum juga muncul, kau
tidak boleh banyak pernik lagi mengulur tempo. Kau
harus ikut aku ke ceng-to, nona Bwee!"
"Siapa yang mengulur tempo, kita mengasoh disini
lima belas hari keluar dan mulutmu sendiri, kenapa kau
jadi menuduh aku mengulur tempo?"
Si Naga Api ketawa menyeringai.
Memang Bwee Hiang sebenarnya mengulur tempo. Ia
tidak ingin lekas-lekas dibawa oleh si kepala bajak, ia
masih mengharap kedatangannya Kwee In. Kalau Kwee
In tidak datang, ia masih hendak mencari akal untuk
lolos dari kekuasaannya Gan Lok. Pikirnya. kalau ia sudah
di ceng-to, tidak punya kesempatan lagi untuk
menjauhkan diri dari si kepala bajak yang besar
napsunya. Bwee Hiang bukan saja jago ilmu pedangnya dan
nyalinya besar, juga ia jago dalam pertahanan, empat
hari empat malam dipermainkan terus-terusan oleh si
kepala bajak, tidak kelihatan ia kewalahan, inilah yang
membuat si Naga Api tak dapat melupakan si nona,
seingatnya ia baru menemukan tandingan yang demikian
ulet. Si nona juga merasa heran, saban kali si Naga Api
meremas urat dibawah dadanya, ia tidak dapat
menguasai napsunya, Entahlah, si Naga Api telah
merggunakan ilmu apa"
Hanya wajahnya saja si nona tampak pucat lesu,
tenaganya dikuras oleh si Naga Api yang napsunya
seperti api membara. Pada suatu hari, si Naga Api keluar goa untuk membeli
makanan kering. Diwaktu pulangnya, tiba-tiba ia melihat ada sesosok
bayangan yang larinya cepat luar biasa mendatangi
kearahnya. Dari jauh ia lihat yang datang itu adalah satu
pemuda cakap, tidak bersenjata apa-apa. Hanya yang
mengagumkan caranya ia menggunakan ginkang,
membuat si Naga Api geleng kepala. Ia hampir tidak
percaya ada seorang yang ilmu meringankan tubuhnya
ada demikian rupa. ia merasa dirinya kalah jauh.
Tiba-tiba pikirannya ingat kepada Hek-bin Sin-tong.
apakah ini pemudanya yang dinamakan si Bocah Sakti
Muka Hitam" cuma pemuda ini parasnya tidak hitam,
cakap, apakah bisa jadi pemuda ini adalah bocah sakti
yang dimaksudkan oleh tokoh-tokoh persilatan" Napsu
serakah untuk ia miliki kitab mujijad berkecamuk
diotaknya. Maka dengan tidak ragu-ragu lagi, ketika orang muda
itu sampai dibawah pohon, dibelakang mana ia barusan
menyelinap sembunyi. tiba-tiba ia membentak
"Berhenti!" Seperti yang di-rem, anak muda itu hentikan larinya
dan berdiri menanti. Si Naga Api keluar dari balik pohon dan menghampiri
si anak muda. Setelah berhadapan ia berkata: "Anak
muda. apa kau Hek-bin Sin-tong?"
"Bukan aku hanya kacungnya," jawab si anak muda
itu, yang tidak lain adalah Kwee In adanya, sedang
dalam perjalanan pulang kelembah Tong-hong-gay
hendak memberi laporan kepada engkongnya perihal
tugasnya membereskan ular yang mengganas.
"Kacungnya?" mengulang Gan Lok perlahan. "Dimana
majikanmu sekarang?"
"Ia ada dilembah Tong-hong-gay," sahut Kwee In
tenang-tenang saja. "Kalau begitu apa kau suka mengantarkan aku
kesana?" "Antar kau kesana sih boleh saja, cuma maksudnya
untuk apa ketemu majikanku?"
"Kau hanya kacungnya, untuk apa mau tahu
urusannya?" "Hehe!" tertawa Kwee In. "Meskipun aku hanya
kacungnya, tapi berkuasa besar untuk mendapat tahu
lebih dahulu maksud orang yang hendak ketemu
majikanku." Gan Lok tidak tenang. Ia mengawasi anak muda itu
dari atas kebawah dan sebaliknya, tidak ada apa-apanya
yang dibuat takut, maka ia membentak: "Anak kecil, kau
mau antarkan tidak kakekmu!"
Kwee In ketawa gelak-gelak dibentak si Naga Api.
Gusar hatinya si Naga Api diledek oleh anak muda
didepannya. "Kalau kau tidak mau mampus muda-muda, lekas
turut perintahku!" bentaknya.
"Kau mau perintah apa padaku?"
"Aku perintahkan supaya kau antarkan aku pada Hekbin
Sin-tong!" "Oo, begitu" Mana ada tempo aku antarkan kau orang
tua, sedang kau belum memberi penjelasan padaku
maksud kau menemui majikanku."
Gemas sekali Gan Lok dipermainkan Kwee In. maka ia
lantas saja mengirim serangan dengan tinjunya yang
besar kemukanya Kwee In. "Bagus.' orang tidak mau antar, jadi marah-marah?"
mengejek Kwee In. seraya mengegos dari tinjunya si
kepala bajak yang lewat satu dim dari hidungnya.
Melihat serangannya gagal, Gan Lok tarik pulang
tangannya. Kembali ia menyerang dengan jurus Hekliong-
tam-jiauw atau 'Macan hitam mengulur kukunya'
serangan diarahkan keperut kalau kena sasarannya pasti
ambrol perutnya Kwee in. Tapi Kwee In hanya ketawa, sambil gerakkan sedikit
badannya dan perutnya untuk menyelamatkan diri dari
serangan si kepala bajak yang bengis.
Ketika si Naga Api hendak mengulangi serangannya,
Kwee In berkata: "Nanti dulu, aku mau tahu namamu
dulu, siapa kau?" "Kau buka kupingmu lebar-lebar. aku adalah Gan Lok,
kepala bajak dari telaga Tong-teng yang bergelar si Naga
Api menembus mega!" menerangkan Gan Lok sengit.
"Oo. jadi kau ini adalah gurunya Tong-teng Ngo-eng?"
"Ya, betul, kalau sudah tahu, kenapa kau tidak lantas
berlutut minta maaf?"
"Kentut busuk!" jawab Kwee In menggodai. "Lima
muridmu mati dilembah. kau tidak bisa menolongi, mau
memmbuka mulut besar lagi didepan seorang muda!"
Panas Gan Lok rasakan pipinya saking jengah
mendengar diungkapkan kematian Tong-teng Ngo-eng
yang ia lupakan, karena sudah mendapat Bwee Hiang, si
cantik. "Perlu apa kau mau tahu urusan kami, guru dan
murid, aku mau menemui Hek-bin Sin-tong. kau mau
antarkan atau tidak?"
"Aku tahu, kau mencari Hek-bin Sin-tong, tentu buat
urusan It-sin-keng, bukan?"
Si Naga Api melengak heran.
"Dari mana kau tahu aku mencari It-sin-keng?"
Tanyanya kemudian, "Aku lihat dari parasmu, kakek tua!"
Mendongkol hatinya Gan Lok dikatakan kakek tua.


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau benar aku mau mencari It-sin-keng, kau mau
apa?" "Aku tidak mau apa-apa, cuma saja aku diharuskan
mengusir orang yang hendak serakahi kitab mujijad itu."
"Bagus, kau ada punya kepandaian apa?" bentak si
Naga Api marah. "Kepandaian orang susah diukur, maka kalau kau mau
main-main tidak ada halangannya."
Kembali si Naga Api menyerang. mengerahkan tenaga
lwekangnya, sampai kedengaran suara wus! ketika
tinjunya lewat didepan dadanya Kwee In.
"Lo-cianpwee, kau harus belajar lagi sepuluh tahun,
baru dapat mengimbangi kepandnianku!" mengejek
Kwee In sambil berkelit. Itu adalah ejekan yang membikin gusar si Naga Api
jadi meluap. Masa orang sudah tua. enam puluh tahun
lebih. disuruh belajar lagi sepuluh tahun, bisa-bisa
keburu mati sebelum dapat mengulangy menggempur
musuh. Dalam marahnya, ia menggunakan jurus 'Kong-ciokkay-
pin" atau "Burung merak membuka sayapnya',
tangan kirinya pura-pura menyerang kemuka orang,
sedang tangan kanannya menghajar rusuk.
Hebat serangan itu kalau mengenakan sasarannya,
tulang-lulang rusuk bisa patah berantakan dihajar tinju.
Namun dengan tenang Kwee In egoskan mukanya,
sedang tangan kirinya menabas kebawah setelah
menggeser sedikit badannya. Si Naga Api tahu bahaya,
cepat ia tarik pulang serangannya kerusuk, telat sedikit
saja, tangannya bisa patah dihajar oleh tangan kiri Kwee
In yang menabas kebawah bagai golok. Kwee In
menggunakan gerak tipu yang dinamai "Sin-to-sat-liong'
(Golok sakti membunuh naga).
Gan Lok diam-diam merasa heran lawan demikian
muda, tapi kepandaiannya sangat hebat.
Sebagai jago kawakan, ia tidak mau sudah, ia
menyerang terus, hingga kedua lawan itu saling serang
hebat sekali. Kwee In hanya kepingin tahu ilmu silatnya
lawan sampai dimana. maka ia melayani beberapa jurus.
Setelah meraba kelemahan lawan, dengan lantas
kelihatan keunggulan Kwee In.
Pada saat itu Gan Lok menghantam dada Kwee In
dengan tenaga ribuan kati. Pikirnya lawan muda itu akan
berantakan dadanya melihat Kwee In tidak berkelit. Apa
mau, ketika tinju hampir sampai pada sasarannya, tibatiba
disambut oleh satu tangan yang kuat, berbareng
mendorong. kontan tubuh Gan Lok kehilangan imbangan
dan mental jauh sempoyongan seraya memegangi
dadanya dan telah memuntahkan darah segar.
Kwee In ketawa gelak-gelak melihat lawannya sudah
mendeprok ditanah dengan muka pucat.
"Orang she Gan, selamat sampai kita jumpa pula
dilembah Tong-hong-gay. . .!" kata Kwee In, menyusul
tubuhnya melesat tinggi kebelakang dan pok-say
(berjumpalitan) diudara beberapa kali, sebelum kakinya
menyentuh tanah. Dilain saat orangnya sudah tidak
kelihatan ditelan oleh banyak pohon-pohon yang tumbuh
disekitarnya. Si Naga Api belum pernah merasa jerih menghadapi
musuh yang mana juga, namun kali ini ketemu Kwee In,
benar-benar ia harus akui kepandaian lawan yang sangat
tinggi. Pikirnya, kacungnya saja demikian hebat
kepandaiannya, apalagi majikannya Hek-bin Sin-tong,
sudah pasti lebih hebat pula, maka pikiran untuk
mendapatkan It-sin-keng seketika itu menjadi buyar dari
otaknya. o o OdwO o o Bab-36 ANGIN pegunungan meniup santer meresap ketulangtulang.
Dengan lesu si Naga Api pelan-pelan bangkit dari
deprokannya. Dadanya dirasakan masih sakit entah
dengan ilmu apa Kwee In telah merobohkan si Naga Api,
ia hanya merasakan tinjunya dipegang dan didorong, tapi
berbareng ia rasakan dadanya sesak, kemudian mual dan
kepingin muntah, ketika dimuntahkan keluar, itu adalah
darah segar. Terang ia mendapat luka disebelah dalam
oleh tenaga pukulannya sendiri yang membalik.
Ternyata disitu bukan hanya mereka berdua, sebab
masih ada orang ketiga yang menonton, ialah Kim Liong
si Tangan tunggal. Dengan cara kebetulan dalam perjalanannya, Kim
Liong telah menyaksikan pertempuran antara si bajak
laut dan si bocah sakti. Ia memang belum puas
mengagumi kepandaiannya Kwee In yang tempo hari
membikin ia terjungkal, kebetulan ia sekarang dapat
menyaksikan pertampuran jago dari Telaga Tong-teng
dengan Kwee In, ia jadi kegirangan.
Ia tadinya menduga si Naga Api akan memberi
perlawanan hebat dan memusingkan musuhnya, melihat
caranya bersilat yang cepat dan gagah sekali, tapi tidak
diduga seperti juga dirinya tempo hari. si Naga Api hanya
dipermainkan saja oleh Kwee In.
Kim Liong barusan saja sampai ketika Gan Lok
melangkahkan kakinya. "Lopek, apa aku dapat menolong kau?" tanya Kim
Liong ramah. Memang maksudnya memunculkan dirinya
hendak membantu Gan Lok yang sukar jalan.
"Tolong apa" Seingatku belum pernah aku mendapat
pertolongan dan minta pertolongan!" jawab Gan Lok
kasar. Matanya si Naga Api mengawasi kepada orang yang
menawarkan pertolongannya.
Ia lihat Kim Liong perawakannya cukup tegap, hanya
wajahnya jelek karena dirusak oleh senjata tajam,
sedang tangan kirinya buntung-
Kim Liong belum membuka suara lagi, Gan Lok sudah
mendahului berkata: "Tanganmu buntung sebelah, mana
dapat menolong orang?"
Anak muda kita tidak senang mendengar perkataan
Gan Lok yang menghina. "Aku telah menawarkan pertolonganku dengan suka
rela, kau terima atau tidak, itu adalah urusanmu! Tapi,
kau jangan menghina orang dengan mengatakan
tanganku buntung, apa tanganmu yang lengkap dapat
digunakan untuk melawan si buntung?"
Si Naga Api ketawa gelak-gelak. "Sahabat. benar besar
nyalimu. Kau belum kenal kelihayan si Naga Api dari
telaga Tong-teng. memang wajar sebab kau belum
merasakan, tapi sekarang, mari, mari aku kasi lihat.
kelihayanku!" Si Naga Api berkata sambil meloloskan goloknya yang
tajam. Kim Liong tidak takut. Ia pun ketawa gelak-gelak
sebelum meloloskan pedangnya.
"Aku lihat kepandaianmu tidak seberapa ketika kau
melawan lawanmu barusan, maka aku usulkan kau
jangan jual lagak didepan tuan mudamu, kau boleh
meneruskan perjalanan tanpa aku ganggu," berkata Kim
Liong, memandang rendah pada lawannya.
Sebetulnya. kalau si Naga Api mau mengalah dan
tinggalkan Kim Liong pergi. ia selamat dan dapat
membawa Bwee Hiang pulang ke ceng-to. Tapi dasar
nasibnya rupanya kebetulan sial atau memang ia kualat
dengan pantangannya yang dilanggar, maka ia menuruti
napsu hatinya hendak mengalahkan Kim Liong.
Pertempuran melawan Kim Liong memang ramai
sekali, Boleh dibilang mereka setandingan. Si Naga Api
telah mainkan Hwe-liong To-hoat (ilmu golok Naga Api)
dan Kim Liong dilain pihak mainkan ilmu pedangnya
Tangan Kiri atau co-ciang Kiam-hoat.
Gan Lok tidak menduga si tangan buntung punya
kepandaian mengimbangi ilmu goloknya yang sangat
diandalkan. Si Naga Api tidak mau mengerti ilmu
goloknya dapat diatasi, maka ia menyerang bertubi-tubi
dengan jurus-juiusnya yang mematikan.
Kim Liong melayani dengan tenang- tenang saja.
Dalam gusarnya. si Naga Api telah mengeluarkan
jurusnya yang sangat ampuh, ialah Hwe-liong-seng-thian
atau 'Napa Api Naik ke Langit' goloknya menangkis dari
bawah keatas, berputar sebentar, tahu-tahu pundak
kanannya Kim Liong kena kepapas sedikit hingga si anak
muda lompat mundur dan borboran darah dari
pundaknya yang terluka. Kim Liong sengit! Sedang si Naga Api tertawa
terbahak-bahak, ia menyerang dengan jurus 'Sin-kiamcoan-
tah' atau 'Pedang Sakti Menembusi Pagoda', cepat
luar biasa serangan ini, hampir tenggorokannya si Naga
Api tersate oleh pedang kalau tidak dengan segera ia
buang diri kekiri. pundak kanannya tidak luput tertusuk
dalam, hingga ia menjerit dan lompat mundur.
Goloknya kontan terlepas. Ia menjejakkan kakinya
melambung tinggi menjauhi Kim Liong yang lenyap
dengan serangan susulan. Begitu kakinya menyentuh tanah, si Naga Api
menjejakkan pula dan begitu seterusnya. hingga lenyap
dari pandangan Kim Liong yang telah menyusulnya.
Ketika si Naga Api sampai dalam goanya,
pandangannya sudah kabur dan ia jatuh ambruk disisinya
Bwee Hiang, hingga si nona sangat kaget.
"Toako, kau kenapa?" tanyanya, matanya terbelalak
melihat darah merembes keluar dari pundaknya si Naga
Api, sedang orangnya separuh pingsan. Ia memuntahkan
darah segar kembali di depan Bwe Hiang, yang tak dapat
memberikan pertolongan karena badannya dari pinggang
ke bawah ditotok lumpuh oleh si Naga Api.
Sebentar lagi si Naga Api syuman ia menatap wajah
Bwee Hiang yang sedang kebingungan. ia kemudian
berkata: "Nona Bwee. aku menyesal harus berpisah
dengan kau setengah jalan. Tadinya aku mau bawa kau
dan menjadikan ratu di ceng-to, aku ingin membuat kau
beruntung dengan segala kemewahan. .."
Bwee Hiang terharu juga mendengar perkataan si
kepala bajak, yang ternyata sangat mencintai dirinya.
Kebenciannya mendadak saja jadi lumer dan matanya
berkaca-kaca menangis. Sebelum ia membuka suara, si
kepala bajak telah berkata pula, setelah mengeluarkan
semacam barang dari sakunya:
"Nona Bwee, kau tolong simpankan ini. Orang yang
membawa barang ini ke telaga Tong-teng akan
dipandang seperti juga melihat diriku, pasti akan
disambut dengan segala kehormatan. Tidak halangan
kau sendiri pergi kesana membawa barangku ini. Tapi
dengan sangat aku minta kau luluskan satu
permintaanku. sukakah kau meluluskannya?"
Bwee Hiang menyambuti barang yang diserahkan oleh
si kepala bajak. Itu ternyata merupakan sebuah gandulan kecil bentuk
tengkorak diantara dua tulang yang menyilang!
Bahannya dari batu Giok kumala kehitam-hitaman,
buatannya bagus dan bentuknya mungil sekali, berikut
rantainya sekali diserahkan kepada Bwee Hiang.
"Kau mau minta apa dari aku, Toako?" berkata Bwee
Hiang. "Aku tahu kau masih membenci aku," sahut si Naga
Api, "Meskipun kau membenci sangat padaku, aku minta
kau suka meluluskan satu permintaanku ini. Untuk mana
aku mati juga puas dan memejamkan mata, ditempat
baka aku akan mengucapkan terima kasih atas
kebaikanmu...." "Toako. kau mau minta apa supaya aku luluskan"
Katakanlah. aku akan luluskan, aku sekarang sudah tidak
membenci lagi padamu . .." sahut Bwee Hiang, lembut
suaranya. "Bagus, terima kasih nona Bwee," kata si Naga Api.
"Memang aku tahu kau ada satu nona yang bijaksana
dan pasti akan meluluskan permintaanku."
"ya, aku sudah katakan aku meluluskan
permintaanmu, kau katakan saja!" desak si nona.
kelihatannya ia merasa kasihan kepada si Naga Api yang
hendak melepaskan napasnya yang penghabisan.
"Ma'af nona Bwee .. ." si Naga Api berkata dengan
rada-rada kikuk tampaknya.
"Kau jangan pakai minta ma'af, katakan saja kau
minta apa, aku akan luluskan!" janji Bwee Hiang dengan
tegas dan ia sudah ambil keputusan akan meluluskan
permintaannya si Naga Api, meskipun tadinya ia sangat
membenci. Bwee Hiang ingat kebaikannia si Naga Api dalam
beberapa hari ia dalam kekuasaan si kepala bajak,
ternyata si Naga Api telah merawat ia dengan penuh
kasih sayang. meskipun belakangan si Naga Api telah
mengganggu dirinya. Ia anggap itulah sudah takdir yang
tidak bisa dielakkan, mengingat akan bahaya demikian
yang banyak kali ia alami selalu lolos saja.
"Aku agak ragu-ragu untuk mengatakannya, nona
Bwee. Aku harap kau jangan marah." berkata pula si
Naga Api dengan suara lembut dan matanya berkacakaca
menangis. Tergetar hatinya Bwee Hiang melihat si Naga Api
menangis. Si Naga Api tidak pernah mengedip membunuh orang,
tidak pernah jerih, tidak pernah berduka, kenapa saat ini
ia menangis untuk mengucapkan permintaannya"
Permintaan apa itu yang membuat hatinya diadi terharu
dan menangis" Bwee Hiang makin kepingin tahu, maka ia berkata
pula, "Toako, aku sudah katakan, aku sudah tidak benci
lagi padamu, lekas katakan permintaanmu, apa yang kau
inginkan dari aku" Pasti aku akan meluluskan dengan


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senang hati." Si Naga Api ketawa, meskipun matanya masih
berkaca-kaca. "Nona Bwee, apa bila Thian (Tuhan) memberi berkah,
bibit yang kutanam dibadanmu itu pasti jadi. Kalau sudah
jadi, tolonglah rawat ia baik-baik dan dididik ia dalam
ilmu silat yang tinggi untuk menuntut balas atas
kematian ayahnya. . ."
Bwee Hiang melongo mendengar kata-kata si Naga
Api yang sama sekali tidak pernah dipikirkan dalam
otaknya. Ia termanggu-manggu tak dapat mengatakan
apa-apa. "Kau meluluakan. bukan?" tanya si Naga Api, melihat
Bwee Hiang diam termangu-mangu.
Bwee Hiang teringat caranya si Naga Api menanam
bibit ditubuhnya, ia harus akui si Naga Api memang
pandai menguasai keinginan wanita. Bwee Hiang
merasakan kepuasan yang belum pernah ia alami.
meskipun ia membenci si Naga Api.
Apakah mungkin hanya beberapa kali saja
berhubungan, bibit si Naga Api jadi"
Ia tidak percaya akan kemungkinan itu, maka untuk
membikin si Naga Api senang hatinya sebelum menarik
napasnya yang penghabisan, ia berkata: "Toako, aku
berjanji akan memperhatikan permohonanmu.
Legakanlah hatimu. . ."
Bwee Hiang berkata seraya menyimpan gandulan
bentuk tengkorak dalam sakunya.
Si Naga Api tampak bersenyum puas.
Keadaannya jago dari telaga Tong-teng itu makin
payah, tarikan napasnya seperti tinggal menanti waktu
saja. Meskipun tadinya membenci. mengingat si Naga Api
telah perlakukan dirinya sangat baik dalam beberapa hari
ia berada dalam kekuasaannya, Bwee Hiang terharu juga
melihat keadaannya kepala bajak laut itu.
Matanya dengan tidak terasa telah berkaca-kaca.
Meskipun perhubungannya dengan si Naga Api tidak
wajar. bukan kerelaannya sendiri, namun sudah menjadi
kenyataan bahwa dalam beberapa hari ini ia sudah
menjadi suami isteri, si Naga Api telah menjadi
suaminya. "Toako, apakah kau tak bisa membebaskan aku dari
totokan, agar aku dapat menolong kau?" berkata Bwee
Hiang. Si Nnga Api kerahkan tenaganya untuk merangkak
mendekati si nona. tapi tenaganya habis setelah datang
dekat, ia ambruk dan matanya menatap wajah Bwee
Hiang yang masih berkaca-kaca matanya
"Nona Bwee. aku menyesal tak dapai membebaskan
toiokanmu. . . oh, terima kasih, nona Bwee, jangan kau
sia-siakan janjimu dan menjaganya baik-baik. . ."
Setelah berkata demikian, si Naga Api telah menarik
napasnya yang penghabisan. Gan Lok, si Naga Api
menembus mega, sekarang tinggal namanya saja.
Bwee Hiang menangis. Tiba-tiba ia kaget, karena
badannya si Naga Api tiba-tiba saja bergerak lagi dan
membuka matanya, dengan suara terputus-putus ia
berkata: "Nona Bwee, orang yang mencelakakan aku
adalah kacungnya Hek-bin Sin-tong dan si Tangan
buntung, wajahnya buruk penuh goresan senjata tajam.
.." Sekali ini si Naga Api kembali memejamkan matanya,
memejamkan untuk selama-lamanya . . .ia pergi
meninggalkan kenang-kenangan yang tak terlupakan
oleh Bwee Hiang seumur indupnya.
Si nona coba gerakkan badannya, tetapi bagian
bawahnya lumpuh, hingga ia menyesal tak dapat
menyentuh badannya si Naga Api untuk penghabisan
kalinya. Berbareng hatinya jadi kebingungan. Dengan matinya
si Naga Api, bagaimana dengan dirinya" Ia tak dapat
bergerak karena ditotok lumpuh bagian bawahnya,
apakah ia harus menantikan kematian begitu saja dalam
goa yang terpentiil itu"
Bwee Hiang jadi menangis mengingat nasibnya yang
malang. Apa ia bisa bikin. badannya lumpuh tak berdaya. ia
akan menunggui mayatnya si Naga Api sampai ia pun
turut mati lantaran kelaparan, pikir Bwee Hiang.
Tidak satu manusia yang mengetahui persembunyian
mereka dalam goa itu. Dalam kedukaannya yang sangat,
tiba-tiba Bwee Hiang mendengar suara langkah orang.
Ia hentikan menangisnya dan matanya mengawasi
kearah jalan masuk. Tiba-tiba ia melihat sesosok
bayangan berkelebat masuk dan berdiri didepannya-
Orang itu mengayunkan pedangnya hendak menabas
lehernya si Naga Api yang sudah jadi mayat.
"jangan, kau jangan bunuh dia....!" Bwee Hiang
berseru. Orang itu menarik pulang pedangnya dan mengawasi
pada nona yang tengah duduk diatas dipan batu dengan
rambut yang kusut terurai. seakan-akan menutupi
mukanya. Dibalik rambut yang menutup muka itu.
memancar sinar mata yang halus tajam menatap wajah
orang yang barusan muncul.
Bwee Hiang perhatikan, orang itu berwajah buruk
karena banyak goresan, sedang lengannya yang kanan
buntung. Pikir Bwee Hiang orang inilah yang dikatakan
musuhnya si Naga Api tentu.
Hatinya si nona bergoncang, ingin ia membalaskan
sakit hatinya si Naga Api. akan tetapi mengingat
kebenciannya pada si Naga Api yang telah merusak
kehormatannya, ia harus membilang terima kasih kepala
orang yang telah membunuhnya.
Bwee Hiang gelisah hatinia. ia harus menuntut balas
atau membiarkan perkara pembunuhan atas dirinya si
Naga Api" Ia ingat si Naga Api hanya mengatakan
supaya anaknya yang menuntut balas. bukan memohon
ia yang lakukan pembalasan, maka hatinya si nona
menjadi tenang pula. "Ia sudah mati, untuk apa kau mengambil kepalanya
pula?" berkata Bwee Hiang kemudian,
"Hah. apa ia sudah mati?" orang itu berkata seperti
kaget. Kemudian ia berjongkok dan memeriksa keadaannya si
Naga Api, memang juga kepala bajak laut telah mati dan
badannya sudah mulai dingin dan kaku.
Kemudian orang itu, yang bukan lain Kim Liong
adanya, telah bangkit berdiri pula dan keluarkan elahan
napasnya. "Kau siapa" Apakah kau yang membunuhnya?" Bwee
Hiang menanya. "Aku hanya pembunuh tidak langsung," sahut Kim
Liong, "Kau maksudkan bagaimana dengan perkataan
pembunuh tidak langsung?"
"Lebih dahulu orang ini berkelahi dengan kacungnya
Hek-bin Sin-tong, ia mendapat luka didalam sangat parah
rupanya. karena beberapa kali ia muntahkan darah,
kemudian ketika aku mau memberikan pertolongan
kepadanya, ia telah menolak dan malah telah
menghinaku yang bertangan buntung, akhirnya kami
berkelahi dan aku telah melukai pundaknya dengan
pedangku. Ia lari dengan menggunakan ginkangnya. ia
tidak mengira aku telah menguntitnya dan dapatkan ia
sembunyi dalam goa ini..."
Bwee Hiang tergetar hatinya, karena suara itu seperti
ia kenali, hanya lupa dimana ia telah mendengar
suaranya Kim Liong. "Kau siapa, orang gagah?" tanyanya kemudian.
"Aku Tan Kim Liong . . ." sahut si anak muda dengan
tidak ragu-ragu. "Kau, kau. . ." kata Bwee Hiang kaget. seraya
menyingkapkan rambutnya yang terurai menutupi
mukanya yang cantik. "Kau, kau . . .!" kali ini Kim Liong yang kaget, ketika ia
kenali itu adalah wajahnya gadis pujaannya, yang siang
dan malam ia impikan. "ya, aku Bwee Hiang. engko Liong." sahut si gadis,
seraya menunyukkan kepalanya.
"Adik Hiang. kenapa kau bisa ada disini dan bersamasama
dengan si Naga Api?"
"Panjang untuk diceritakan, engko Liong," sahut Bwee
Hiang. "Aku girang kau datang, apa kau suka menolong
aku." "Tentu saja, aku harus menolong?" jawab si anak
muda cepat. "Badanku separuh kebawah lumpuh. karena ditotok si
Naga Api, apa kau bisa tolong bebaskan" Oh,
menjemukan sekali si Naga Api telah menyiksaku seperti
ini." Kim Liong tidak lantas menjawab. ia termenung
sejenak. Pikirnya, kalau ia membebaskan totokan, tidak bisa
tidak ia harus menguruti badannya si gadis, apakah
kelakuan itu dapat dibenarkan oleh Bwee Hiang"
Si nona sementara itu tahu apa yang dipikirkan si anak
muda, maka dengan bersenyum manis ia berkata:
"Engko Liong, diwaktu yang seperti ini, untuk apa kau
memikirkan tanganmu menyentuh badanku" Lekas kau
kerjakan!" Kim Liong seperti baru tersadar dari mimpinya, maka
sambil ketawa ia mendekati si nona, ia kerjakan
tangannya beberapa kali untuk membebaskan totokan.
Untuk keheranannya, si nona masih belum dapat
dibebaskan- Beberapa kali tangannya menyentuh tubuh yang halus
dan lunak dari si nona. membikin tergetar hatinya Kim
Liong. ingin tangannya lama-lama melekat ditubuhnya
Bwee Hiang, si cantik yang menjadi impiannya itu, tapi ia
tidak berani berlaku kurang sopan.
Bwee Hiang ketawa melihat percobaannya si anak
muda gagal. "Sayang tangan kananku buntung, kalau masih ada,
rasanya tidak sukar untuk membebaskan totokanmu,
adik Hiang. Tangan kiriku rupanya tidak ada gunanya
sama sekali," Kim Liong menyesalkan dirinya melihat
percobaannya gagal. "Soalnya bukan begitu," sahut Bwee Hiang. "Meskipun
tangan kananmu masih ada, juga tidak ada gunanya
untuk membebaskan totokan si Naga Api, sebab
totokannya istimewa, mungkin hanya Hek-bin Sin-tong
yang dapat membukanya."
"Habis, sekarang bagaimana" Hek-bin Sin-tong tidak
ada disini, bagaimana aku dapat menolongmu, adik
Hiang?" kata Kim Liong agak gugup ia kelihatannya.
"Aku tidak mengharapkan pertolongan Hek-bin Sintong,
tapi aku mengharap pertolonganmu, engko Liong,"
sahut si nona dengan roman sungguh-sungguh,
Kim Liong heran. Ia menanya: "Aku sudah berikan
pertolongan, tapi tidak berhasil, bagaimana aku harus
menolongnya supaya berhasil?"
Bwee Hiang ketawa, meskipun romannya ada
kemerah-merahan jengah. Ia menyahut: "Engko Liong.
totokan si Naga Api istimewa. Kau harus menotok tiga
kali pada jalan darah penting untuk membebaskan
totokan dibagian punggungku lalu kau mengurut-urut
dari atas kebawah sampai dibawah pinggang tiga kali
dan sebaliknya dari bawah keatas juga tiga kali, barulah
aku akan bebas dari totokan yang istimewa. . . ."
Kim Liong melongo mendengar perkataan si gadis.
"Kau dapat tahu caranya begitu dari mana?" tanya Kim
Liong kemudian. "Itulah si Naga Api yang mengatakan padaku," sahut
si nona. Kim Liong ragu-ragu untuk melakukan itu.
Kaget Kim Liong ketika si nona telah membukai
pakaian sebelah atas. Saat itu ia sedang berdiri
dibelakangnya Bwee Hiang, Ia nampak tubuh yang mulus
lunak dari si nona yang telanjang bagian atasnya.
Tiba-tiba sinona putar badannya, hingga tampak nyata
buah dadanya yang padat kencang, ia berkata: "Engko
Liong. kau mau tunggu apa lagi, lekas kerjakan apa yang
kukatakan!" Terpaksa Kim Liong melakukan apa yang dikatakan si
nona. Tangannya gemetaran ketika menyentuh kulit
halus bagai sutera dari Bwee Hiang. ia paksa dan tekan
getaran hatinya untuk melakukan pekerjaannya. Ia
mengurut pergi datang dibelakang si nona.
Bergejolak hatinya pemuda kita, kapan saban-saban ia
menyentuh bagian bawah pinggangnya si nona, itulah
pinggul si gadis yang padat kencang, apa lagi si nona
dalam posisi duduk sangat menggairahkan dipegangnya.
Kim Liong saban-saban memejamkan matanya untuk
menekan hatinya yang berdebaran keras, meski pun
demikian bayangan tubuh yang halus lunak dari Bwee
Hiang tidak bisa lenyap dari kelopak matanya. Ia coba
mengusirnya, sia-sia saja.
Bwee Hiang merasakan tangannya si anak muda yang
gemetar kapan meraba pinggulnya.
Ia dapat memahami bergejolaknya hati seorang muda,
apalagi Kim Liong yang menginginkan dirinya untuk
menjadi isterinya. "Kenapa tanganmu gemetar, engko Liong?" menggoda
si gadis. "Oh, tidak, tidak..." sahut Kim Liong dengan suara
tidak lampias. Bwee Hiang nyekikik ketawa, hingga badannya
bergerak-gerak, membuat Kim Liong kewalahan
mengendalikan debaran hatinya. Ia bingung, tidak tahu


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa yang harus ia buat menghadapi tubuh yang
menggairahkan itu" Sementara itu. perlahan-lahan Bwee Hiang dapat
menggerakkan bagian yang lumpuh. Ia girang, nyata si
Naga Api tidak bohong petunjuknya untuk
membebaskaM totokannya dengan jalan mangurut pergi
datang dibelakang tubuhnya. cuma saja dengan begitu ia
harus berkorban tubuhnya dijamah-jamah oleh lelaki
asing. Untung Tan Kim Liong yang melakukan itu, kalau yang
lain, ia tidak bisa tanggung kalau tidak terjadi drama
percintaan, terulang lagi adegan si Naga Api yang
menerkam dirinya dengan napsu berahinya yang meluapluap.
Kapan Kim Liong sudah menyelesaikan kewajibannya,
ia rasakan seperti terbebas dari hukuman, ia bernapas
lega, ia berterima kasih pada Thian (Tuhan) telah
menguatkan imamnya tidak sampai gugur dan menuruti
bujukannya setan. Beberapa kali napasnya mendengus dengan perasaan
lega. "Kau kenapa, engko Liong?" tanya Bwee Hiang, seraya
mengenakan pula pakaiannya.
"Aku seperti terbebas dari hukuman, setelah aku
menunaikan tugasku, adik Hiang." sahut si anak muda
dengan jujur. Bwee Hiang ketawa ngikik.
"Kau anak baik, engko Liong, makanya juga aku
percaya padamu untuk membebaskan totokan dengan
jalan yang berliku-liku demikian," Bwee Hiang memuji.
"Terima kasih, adik Hiang. Asal pekerjaan itu tidak
terulang lagi, hatiku sudah merasa lega. Maklumlah anak
muda . , ." "Maklumlah anak muda bagaimana?" tanya Bwee
Hiang kepingin tahu. "Ah, sudahlah . . ." sahut Kim Liong seraya alihkan
pandangannya kelain jurusan.
"Engko Liong, aku menghargai kau, tapi kalau kau
membuang muka begitu, sebaliknya dari menjawab
pertanyaanku. itu berarti kau menghina aku."
"Tidak, tidak, mana berani aku menghina adik Hiang,"
sahut Kim Liong, seraya pandangannya sekarang
ditujukan kepada wajahnya si cantik.
Tampak Bwee Hiang bersenyum memikat dan senang
kelihatannya Kim Liong telah perhatikan omongannya
tadi. "Engko Liong, kau jawab pertanyaanku tadi,
maklumlah anak muda bagaimana?"
Kim Liong ragu-ragu, tapi ketika melihat Bwee Hiang
seperti kurang senang, ia menjawab blak-blakan:
"Maklumlah anak muda, melihat tubuhmu yang demikian
menggairahkan, siapa bisa tanggung napsunya yang
berkobar-kobar dengan tiba-tiba ..."
Bwee Hiang terbelalak matanya. Wajahnya kemerahmerahan
jengah, ia tidak mengira si anak muda akan
menjawab dengan blak-blakan begitu, baru sekarang ia
menyesal sudah mendesak Kim Liong tadi untuk
menjawab pertanyaannya. Tapi si nona dapat menekan perasaan malunya. Ia
berkata: "Engko Liong. bagaimana kalau isterimu yang
dijamah barusan?" "Kau bukan isteriku, adik Hiang'." sahutnya lesu dan
tundukkan kepalanya. -oo0de0oo0 JILID 13 Bab 37 BWEE HIANG dapat menyelami perasaan cemas dari si
anak muda. "Siapa tahu kalau sudah berjodoh..?" kata Bwee Hiang
tanpa disadari. Kim Liong angkat kepalanya dan menatap wajah Bwee
Hiang yang cantik tengah bersenyum kearahnya,
berdebar hatinya mendengar kata-kata si nona tadi. Ia
berdiri seperti terpaku dengan tidak mengatakan apa-apa
dari mulutnya. Bwee Hiang kasihan meithat anak muda itu dalam
keadaan tergugu. "Kau kenapa, engko Liong?" tanyanya dengan suara
lembut. "Apa kau bersedia untuk menjadi isteriku, adik Hiang?"
Si nona bersenyum. "Sekarang belum dapat
dikatakan," jawabnya ketawa.
Kim Liong hampir-hampir merangkul dan mencium
Bwee Hiang, saking mendengar jawaban si nona, kalau ia
tidak takut si nona marah dan mengatakan ia pemuda
rendah dan tidak sopan. Maka ia hanya ketawa dan
berkata, "Harap saja adik Hiang, pengharapanku tidak
sia-sia..." Bwee Hiang tidak menyahut. hanya tersenyum lembut
menawan, kemudian ia turun dari perbaringan batunya.
Kini ia sudah dapat menggerakkan bagian yang
lumpuhnya berkat pertolongannya Kim Liong yang
membebaskan ia dari totokan istimewa si Naga Api.
"Nah, kau sudah bisa jalan, adik Hiang," kata Kim
Liong kegirangan. Bwee Hiang tidak menjawab, ia menghampiri
mayatnya si Naga Api, jongkok dan memeriksanya,
badan si Naga Apt yang sudah menjadi dingin.
"Engko Liong. apa kau dapat menolong aku lagi?" kata
si nona tiba-tiba, seraya kepalanya diangkat mengawasi
si anak muda. "Kau sudah sembuh dari totokan, mau ditolong apa
lagi?" tanya Kim Liong heran.
"Tolong kau kuburkan ia," sahut Bwee Hiang seraya
menunjuk mayatnya si Naga Api.
Kim Liong heran, ia tidak mengira nona akan minta
tolong demikian. Tapi ia sangat mencintai Bwee Hiang.
segala kemauannya ia ingin penuhkan, supaya si nona
merasa senang hatinya. Maka ia lantas mengiakan, lalu
mengangkat tubuhnya si Naga Api dibawa keluar goa.
Tidak jauh, ia telah menggali lubang dan mengubur
mayat si Naga Api dengan rapi sekali.
Bwee Hiang sudah berada disitu. la berdiri didepan
kuburan si Naga Api, mulutnya kemak-kemik, seperti
mengucapkaa apa-apa, yang tidak kedengaran oleh Kim
Liong yang berada tidak jauh daripadanya.
Kemudian Bwee Hiang ajak Kim Liong duduk diatas
batu, tidak jauh dari kuburan si Naga Api. Disitu sangat
teduh, lantaran panasnya matahari dialingi oleh banyak
cabang pohon yang daunnya rindang.
Kim Liong senang duduk berdampingan dengan nona
pujaannya. Sesaat mereka tidak berkata-kata, sampai Bwee Hiang
yang membuka suara lebih dulu: "Engko Liong, kenapa
tanganmu buntung dan wajahmu berubah jelek"
"Panjang untuk diceritakan!" sahut Kim Liong lesu.
"Engko Liong, aku sangat berterima kasih atas
pertolonganmu tempo hari."
"Ah, itu bukannya pertolongan, wajar saja kalau aku
mengembalikan kemerdekaanmu."
"Sejak itu, kau ke mana saja" Kau bilang kan mau
merantau!" "Ya. Aku merasa untuk mendapatkan adik Hiang, aku
harus belajar silat tinggi. Tanpa kepandaian yng tinggi,
mana ada harganya aku disampingnya adik Hiang"'
..Ah, bukannya begitu engko Liong.. Waktu itu aku
telah katakan, bukannya tidak setuju untuk menjadi
isterimu, karena aku sudah ada yang punya."
"Maskipun kau kata demikian, aku masih belum putus
asa untuk mendapatkan adik Hiang, maka aku sudah
mencari kepandaian. Kan adalah gadis pertama yang
menempati hatiku, maka tanpa kau, adik Hiang, mana
aku dapat hidup di dunia ini?"
Bwee Hiang terkejut. Ia menatap wajah Kim Liong
yang tengah menundukkan kepalanya, setelah
menuangkan luapan cintanya kepada Bwee Hiang.
"Begitu besar cintamu padaku, engko Liong?" kata si
gadis, lembut suaranya. "Cintaku yang murni dan tulus terhadapmu, hanya
kematian yang dapat memadamkannya. meskipun kau
sudah dimiliki orang lain, adik Hiang!"
Bwee Hiang terharu mendengar pengakuannya si anak
muda. Terbayang wajah Kim Liong yang tampan dan sopan
santun pada waktu pertemuannya yang paling belakang,
ia tidak mengira Tan Kim Liong sekarang berubah buruk
wajahnya dan malah tangannya yang satu buntung lagi.
"Kenapa tanganmu buntung dan wajahmu dari
tampan berubah menjadi begini?" kata Bwee Hiang
dengan suara menyesalkan.
"Itulah adik Hiang, lantaran cintaku yang besar
terhadapmu, aku harus mambayar mahal dengan
tanganku dan wajahku. Aku telah mencari kepandaian,
aku dapatkan itu, tapi aku harus kehilangan tangan dan
wajahku yang tampan."
"Engko Liong, sungguh besar cintamu padaku, aku
menyesal telah mensia-siakannya."
"Entahlab, apa kau masih memandang aku yang
buntung dan berwajah buruk?"
"Engko Liong . . . ?" kata si nona, suaranya gemetar.
"Pandanganku tetap seperti dulu, aku tidak memandang
tanganmu buntung dan wajahmu yang buruk, aku
memandang hatimu yang baik dan kelakuanmu yang
sopan santun. Kau satu pemuda yang baik, yang pernah
menarik hatiku, saking waktu itu aku masih terikat oleh
janjiku untuk menjadi isterinya orang yang pernah
melepas budi besar terhadapku."
Kim Liong senang atas jawaban si gadis. Ia memang
tahu si nona pun mencintai dirinya, kalau tidak terikat
oleh janji yang disebutkan si nona tadi.
"Terima kasih, adik Hiang," sahut Kim Liong. "Memarg
aku sudah duga kau adalah gadis yang bijaksana. Tidak
percuma aku mimpikan kau tiap malam dan
memujanya...." Bwee Hiang terkejut. Betul-betul anak muda ini
tergila-gila kepadanya, sampai ia diimpikan setiap malam
dan dipujanya. Dipikir sebaliknya, tidak heran, sebab ia
sendiri juga sering teringat akan pemuda yang ganteng
dan sopan santun itu. Bwee Hiang minta Kim Liong menuturkan
perjalanannya sejak ia angkat kaki dari rumahnya, untuk
mana Kim Liong tidak merasa keberatan. Maka ia mulai
menuturkan perjalanannya telah bertemu dengan Tok-
Gan Hek-Liong, gurunya yang pertama. Kepada siapa ia
belajar ilmu silat, lalu bertemu Tui-hun Lolo yang telah
merayu dirinya, hampir ia jadi korban rayuannya Siang
Niang Niang. Kalau tidak keburu datang Sim Liang dan
Sim Leng. Lantaran camburu, Sim Leng telah menabas
lengannya dan mencacah wajahnya, lalu dilemparkan
kebawah jurang. Syukur ia dapat ditolong orang
kampung dan membawanya pada Oey Pek, si Baju Hijau,
yang ternyata adalah musuhmya Tok-gan Hek Liong. Ia
belajar Co-ciang-kiam hoat pada Oey Pek, kemudian ia
melakukan perjalanan merantau. Ia menolong penduduk
dusun dari gangguan harimau. Pertemuan dengan Lin Lin
juga ia ceritakan, hanya bagian ia bersetubuh dengan si
gadis (Lin Lin) ia umpatkan, takut Bwee Hiang merasa
jengah oleh karenanya. Kemudian ia membongkar
rahasia pembunuhan Lin Lin dan mengambil kepalanya
pembunuh Lin Lin untuk disembahyangi depan kuburan
si gadis. Panjang lebar ia bercerita dengan Bwee Hiang, yang
tidak memotong sekalipun, sehingga si anak muda dapat
menuturkan dengan lancar perjalanannya. Pertempuran
dengan Kwee In juga ia ceritakan, tapi ia tidak bisa
menyebutkan siapa dirinya Kwee In, yang telah
menolongi Cui Gin. Sampai pada babak pertempuran
dengan si Naga Api dan kemudian barjumpa dengan
Bwee Hiang dalam goa, Kim Liong telah menutur habis.
Bwee Hiang hanya saban-saban mengerutkan alisnya
yang lentik mendengar penuturannya Kim Liong. Ia
menduga Kwee In, adik kecilnya, yang telah menolong
Cui Gin dari tangan Kim Liong dan si kacung Hek-bin Sintong
yang bukan lain Kwee In adanya.
Bwee Hiang menyesalkan Kwee In yang begitu
sembrono menolongi perempuan cabul seperti Cui Gin. Ia
merasa cemburu juga pada Cui Gin yang hampir dapat
mempermainkan perjakanya Kwee In kalau tidak keburu
Kim Liong datang mengacau. Entahlah Kwee In sekarang
berada dimana, apakah ia ada di Tong-hong-gay
bersama dengan Eng Lian"
Apakah Kwee In narti kata, kalau mereka sudah
berjumpa pula, dirinya (Bwee Hiang) sekarang sudah
ternoda" Ia malu menemui si adik kecil, kepadanya
sebenarnya ia sudah bejanji akan menyerahkan dirinya
sebegitu lekas urusannya Su-coan Sam-sat beres.
Sekarang ia sudah ternoda, apakah Kwee In masih
bersedia untuk membantunya membasmi musuh
buyutannya Su-coan Sam-sat " Inilah Bwee Hiang
sangsikan. Ia sendiri juga sekarang merasa malu bergaul
dengan Kwee In dan Eng Lian setelah dirinya ternoda.
Ia adalah satu manusia biasa, suatu waktu dapat
berbuat kesalahan, maka perbuatannya dengan si Naga
Api itu apa dapat dimaafkan oleh Kwee In"
Ia percaya Kwee In dapat memaafkan, mengingat
adatnya Kwee In yang angin-anginan, tidak suka
memikirkan hal-hal yang sudah lewat, namun apa
pandangan Eng Lian terhadap dirinya"
Hatinya ragu-ragu untuk bergaul pula dengan Kwee In
dan Eng Lian. Melihat Bwee Hiang termangu-mangu, Kim Liong


Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menegur: "Adik Hiang, apakah penuturanku ada yang
tidak menyenangkan hatimu?"
Bwee Hiang seperti mendusin, ia gugup
menjawabnya: "Oh, tidak, tidak, tidak. Semua baik,
hanya satu bagian, kau hampir kena dirayu oleh Siang
Niang Niang?"" "Adik Hiang, aku manusia biasa. daIam keadaan
terpengaruh oleh bergeloranya darah muda, apa aku bisa
bikin" Aku kewalahan"."
Bwee Hiang tersenyum. "Jawabanmu memang tak
dapat dibantah. . . ," sahut si nona.
"Sekarang kita sudah berkumpul pula, aku harap kau
suka menjadi temanku untuk selamanya, adik Hiang,"
Kim Liong memohon dengan penuh rasa cinta.
"Apa aka masih ada harganya untuk dicintai olehmu,
engko Liong?" tanya Bwee Hiang.
"Kenapa tidak" Apa juga yang telah terjadi dengan
kau, tetap aku mencintai kau."
"Betul" Ah....engko Liong, kalau kau sudah tahu
pengalamanku, pasti kau akan menjauhkan diri dariku
dan tidak akan menengoknya pula"."
Kim Liong tersenyum. "Adik. Hiang, cintaku sebesar
lautan, seperti kukatakan tadi, apa juga yang terjadi
dengan dirimu. aku bersedia menerimamu dan
menjadikan kau sebagai isteriku yang tercinta seumur
hidupku," Kim Liong menyatakan isi hatinya.
Bwee Hiang terharu mendengar perkataan si anak
muda. Matanya tiba-tiba saja berkaca-kaca menangis,
"Eagko Liong . . . ." kata si nona dengan suara hampir
tidak kedengaran. "Kau terlambat, ?", diriku sekarang
sudah tidak berharga lagi".."
Kim Liong kaget melihat Bwee Hiang menangis. Pelanpelan
ia menggeser dan duduknya lebih dekat dengan si
nona, "Apa maksudmu dengan kata-kata dirimu sudah
tidak berharga lagi?" tanya Kim Liong kepingin tahu.
"Engko Liong .. . ." sahut si gadis, sesenggukkan ia
menangis. "Kehormatanku sudah dirusak oleh si Naga
Api ".. makanya kukatakan aku sudah tidak berharga
pula .. ." Kim Liong terkejut. Sedikitpun tidak mengira gadis
jagoan itu telah menjadi korban kepala bajak laut dari
telaga Tong-teng. Ia mengerti. Bwee Hiang telah menyerahkan
Pedang Golok Yang Menggetarkan 15 Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Pendekar Pedang Sakti 3
^