Pencarian

Lauw Pang Vs Hang Ie 2

Lauw Pang Vs Hang Ie Kejatuhan Dinasti Cin Dan Kebangkitan Dinasti Han Bagian 2


Kemudian Cin Si Ong memberi pangkat kepada Ong Kwie memperkenankan panglima muda itu untuk bekerja sama dengan Ong Cian. Dalam suatu pesta kemenangan, Ong Kwie diperkenalkan pada panglima-panglima lain. Ong Kwie yang merasa beruntung bertemu Ong Cian, lalu mengaku terus terang.
?"Kebetulan kedua orang tua saya sudah meninggal, dan saya bertemu dengan Jenderal Ong Cian. Maka jika Jenderal tidak keberatan, saya ingin mengangkat Jenderal sebagai ayah angkat saya." kata Ong Kwie,
Mendengar ucapan itu, Ong Cian girang sekali.
"Baiklah, mulai hari ini aku mengangkat Ong Kwie sebagai anakku!" kata Ong Cian sambil bersulang.
*** Sementara itu dikisahkan anak buah Ho Kai Kie dan Ong Kwie banyak yang mati dan terluka. Sedangkan sisanya yang masih hidup sudah kabur dan kembali ke dalamkota.Paraprajurit yang kabur itu segera menemui Giam Kiat untuk melaporkan hasil pertempuran hari itu.
"Jenderal, sungguh sial. Jenderal Ho Kai Kie telah tewas dalam pertempuran; sedang Jenderal Ong Kwie telah menyerah pada Ong Cian!" kata prajurit itu.
Mendengar laporan itu, bukan main marahnya Giam Kiat.
"Dasar manusia pengecut! Bukan melawan malah takluk pada musuh!" teriak Giam Kiat dengan marah. "Aku bersumpah jika aku bisa menangkapnya, akan kucincang tubuhnya!"
Dengan amat gusar Giam Kiat minta disediakan kuda perangnya. Begitu sampai di depan pintu, dia minta dibukakan pintu.
"Sabar, Jenderal!" kata panglima penjaga pintu. "Kebetulan hari pun sudah sore, jika Jenderal memaksa sangat berbahaya. Bagaimana dalam cuaca gelap kita bisa bertarung secara maksimal?"
Giam Kiat mengangguk. Dia setuju pada pendapat anak buahnya. Lalu membatalkan niatnya berperang dan kembali ke gedungnya.
*** Esok harinya.... Giam Kiat membawa anak buahnya keluar dari pintukotaKai-pai-koan.
Sampai di depan benteng tentara Cin, Giam Kiat menantang perang.
"Hai prajurit, beritahukan pada atasanmu, aku Giam Kiat menantang perang!" kata Giam Kiat.
Prajurit itu langsung melapor pada Ciang Ham. Lalu Ciang Ham menghadap pada Cin Si Ong dan melaporkan bahwa Giam Kiat menantang perang.
"Kau boleh menghadapinya, tapi hati-hati!" kata Cin Si Ong.
"Baik, Tuanku!" kata Ciang Ham.
Tak lama Ciang Ham bersama sepuluh panglimanya maju kemedanperang. Begitu panglima tua itu muncul, maka tanpa banyak tanya lagi Giam Kiat langsung menyerangnya. Maka terjadilah pertarungan hebat.
Saat itu Cin Si Ong bertanya pada Ong Kwie, siapa sebenarnya Giam Kiat yang gagah berani tu.
"Giam Kiat putera Giam Pho. Dia panglima yang sangat setia kepada raja seperti ayahnya," kata Ong Kwie.
"Pantas dia gagah!" kata Cin Si Ong. "Mari kita lihat dia berperang melawan Ciang Ham dan kawan-kawannya."
Cin Si Ong dengan diikuti oleh para pangawalnya lalu naik ke kuda. Mereka langsung kemedanperang untuk menyaksikan peperangan itu dari dekat.
Begitu sampai dimedanperang mereka menyaksikan Ciang Ham sedang berperang mati-matian melawan Giam Kiat.
Sementara itu Yan Ek dan Sun Beng dari pihak Cin bertarung melawan Pit Eng Hu dan Lan In dari pihak Tio. Tak lama tampak Yan Ek berhasil membunuh Pit Eng Hu yang jatuh dari atas kudanya dan langsung mati. Kemudian kepala Pit Eng Hu langsung dipotong oleh Yan Ek.
Kemudian Yan Ek membantu Sun Beng berperang melawan Lan In. Karena kurang waspada Lan In pun akhirnya tewas. Maka itu Yan Ek dan Sun Beng segera memburu ke arah Giam Kiat.
Keduanya langsung terjun ke dalammedanperang untuk membantu Ciang Ham menaklukkan Giam Kiat.
Saat mereka berdua datang, Giam Kiat kaget karena dia langsung dikepung tiga orang. Karena yakin tak akan sanggup melawan tiga panglima sekaligus, Giam Kiat lalu membalikkan kudanya. Dia kabur ke arahkota. Sesudah masuk, dia segera memerintahkan pintukotaditutup kembali.
Pasukan Ciang Ham yang coba mengejar malah dihujani anak panah dan batu. Terpaksa Ciang Ham menarik mundur pasukannya.
Giam Kiat yang kalah perang langsung memerintahkan para panglimanya agar menjaga ketat benteng dankota.
Malam harinya Giam Kiat membuatsuratuntuk Raja Tio dan minta segera dikirim bantuan. Sesudahsuratselesai, dia menyuruh anak buahnya menaiki kuda Cian-li-ma yang cepat larinya.
*** Ketika Raja Tio sudah membacasuratdari Giam Kiat, malam itu juga Raja Tio memerintahkan membunyikan genderang untuk memanggil semua menteri dan panglimanya agar bersidang.
Dalam pertemuan Raja Tio mengemukakan bahwa Cin Si Ong bersama angkatan perangnya saat itu sedang memukulkotaKai-pai-koan.
"Bagaimana menurut pendapat Anda sekalian?" tanya Raja Tio.
"Sebaiknya Tuanku minta bantuan pada raja-raja muda yang lain." kata seorang menteri.
Usul itu pun akhirnya disepakati bersama.
Kemudian Raja Tio menulissuratkepadalimaraja muda lain untuk minta bantuan. Malam itu juga kurir berangkat ke berbagai tempat untuk membawasuratmeminta bala bantuan. Sungguhmalangbagi Raja Tio. Ketika utusannya kembali, mereka melaporkan bahwa kelima raja muda tak bisa membantu. Mereka pun sedang dalam kesulitan.
*** ?Dikisahkan Giam Kiat sedang menunggu bala bantuan di Kai-pai-koan....
Tapi sesudah selanglimahari bala bantuan itu belum juga datang. Giam Kiat jadi cemas dan khawatir bukan main. Sedang tentara Cin tiap hari datang menyerang; padahal persediaan batu-batu dan anak panah makin hari makin menipis. Giam Kiat dan anak buahnya siang dan malam terus berjaga sehingga mereka jadi lesu dan ngantuk sekali.
Pada suatu malam, pintu bagian selatan yang dinamakan Shee-khia berhasil dijebol oleh tentara Cin. Balatentara Cin pun masuk ke dalamkota. Pasukan Giam Kiat coba membendung mereka hingga banyak anak buah Giam Kiat yang tewas dan terluka. Selain masuk lewat pintu yang rusak, tentara Cin mereka pun memasang tangga dan naik ke tembokkota.
Ketika hal itu dilaporkan pada Giam Kiat, dia sangat kaget. Dia lalu naik ke atas kudanya sambil mengajak para panglima dan anak buahnya. Mereka membuka pintu timur dan kabur ke luarkota.
Tapimalangdi tengah jalan pasukan Giam Kiat ini bertemu dengan Ong Cian. Mereka lalu bertempur dengan hebat. Tak lama pasukan Ciang Ham pun datang dan mereka langsung mengepung pasukan Giam Kiat. Sedikit pun Giam Kiat tidak takut, dia bertarung mati-matian. Tapi karena dikepung oleh banyak musuh, pada saat ada kesempatan dia menerobos dan kabur. Ong Cian bersama anak buahnya mencoba mengejarnya.
Sesudah Kai-pai-koan jatuh, Giam Kiat jadi bingung dan ketakutan. Maka dia bertarung sehebat-hebatnya. Menyaksikan Giam kiat makin gagah saja, Kun-su Kim Chu Leng dari pihak Cin jadi kaget. Anak buah negeri Cin sudah mengepung Giam Kiat, tapi Giam Kiat belum berhasil mereka tangkap.
Kim Chu Leng ikut mengejar Giam Kiat. Melihat Kim Chu Leng ikut mengejar, Giam Kiat buru-buru melarikan kudanya. Kim Chu Leng melempar senjata rahasianya. Giam Kiat tak sempat menghindar dan terkena senjata rahasia lawan. Kim Chu Leng buru-buru menghampirinya dan memotong kepalanya. Maka tewaslah Giam Kiat.
Sesudah Giam Kiat tewas, Cin Si Ong sudah berada dikotaKai-pai-koan. Dia mengeluarkan perintah agar angkatan perangnya tidak membunuh tentara negeri Tio sembarangan. Malam harinya Cin Si Ong dan seluruh pasukannya mengadakan pesta.
*** Sesudah Kai-pai-koan jatuh terbuka bagi angkatan perang Cin jalan menuju ke berbagai negeri."Sekarang Kai-pai-koan sudah jatuh ke tangan kita, bagaimana pendapat Kun-su?" kata Cin Si Ong.
"Maju sekitar 20 li dari Kai-pai-koan, maka kita akan bertemu dengan pertigaan. Yang satu langsung menuju ke negeri Yan, yang satunya ke negeri Cee. Sedang satu lagi ke negeri Tio. Di negeri Cee keadaannya sudah parah. Rajanya pun raja baru. Di negeri Tio angkatan perangnya sudah tidak seberapa banyak lagi. Hanya negeri Yan yang perlu mendapat perhatian kita." kata Kim Chu Leng.
"Kenapa begitu?" tanya Cin Si Ong.
"Angkatan perang negeri Yan, sepengetahuan hamba berjumlah 50.000 jiwa. Jenderal mereka pun masih turunan Sun Bu Chu, panglima itu mengerti ilmu bintang dan ahli strategi. Namanya pun sangat terkenal, jika kita bisa membunuh orang she Sun itu, maka dengan mudah negeri Yan akan jatuh ke tangan kita!" kata Kim Chu Leng."Baik, sekarang kalian serang negeri Yan. Sisakan tentara untuk menjaga Kai-pai-koan!" kata Cin Si Ong.
*** Raja negeri Yan bernama Ciauw Ong. Walaupun sudah tua, tapi dia cerdik dan cekatan. Angkatan perang negeri Yan berjumlah 50.000 jiwa dan dipimpin oleh seorang Tay-touw Hwi-sui-leng-kun, Sun Co yang usianya sudah hampir 80 tahun. Dia memilki tiga orang putera. Anaknya yang pertama bernama Sun Liong, dia menjadi jenderal dan menjagakotaPian-koan, usia Sun Liong sudah 60 tahun; selain gagah juga pandai. Putera Sun Co yang kedua bernama Sun Houw. Sedangkan puteranya yang bungsu bernama Sun Pin. 1)
( 1) Tokoh inilah yang akhirnya dikenal dengan nama Sun Tzu. Riwayat hidup Sun Pin terdapat dalam kisah Sun Bang Yan Gie atau Sun Tzu (Sun Pin Versus Bang Koan) terbitan Marwin tahun 1993.)
Ketika Ciauw Ong menerimasuratdari Raja Tio yang meminta bala bantuan pada negaranya, Ciauw Ong langsung mengumpulkan menteri dan panglimanya. Dalam suatu pertemuan diputuskan negeri Yan akan membantu negeri Tio.
Raja Yan lalu memerintahkan panglimanya berpangkat "Thai-touw-hui" yaitu Sun Co agar membawa 10.000 tentara. Mereka diperintahkan segera berangkat menuju ke Kai-pai-koan untuk membantu Giam Kiat.
"Jika Kai-pai-koan belum jatuh, kau bantu Giam Kiat menghadapi tentara Cin. Sebaliknya jikakotaitu telah jatuh, kau perketat penjagaan negeri kita!" kata Raja Ciauw Ong pada Sun Co.
"Baik, Tuanku," jawab Sun Co. Maka berangkatlah Sun Co bersama angkatan perangnya menuju ke Kai-pai-koan. Tapi di tengah perjalanan Sun Co sudah mendengar kabar bahwa Kai-pai-koan sudah jatuh ke tangan tentara Cin. Bahkan Giam Kiat pun telah meninggal. Bahkan sekarang tentara Cin sedang bergerak menuju ke negeri Yan.
Mendengar kabar itu, Sun Co buru-buru membawa angkatan perangnya kembali kekota Yan-ciu-shia (kotaPian-koan).Kotaini dijaga oleh Sun Liong, putera Sun Co.
Begitu sampai Sun Co segera memerintahkan putranya agar segera berangkat ke Ibukota untuk melapor pada raja, bahwa pasukan Cin akan menyerang negerinya. Maka berangkatlah Sun Liong, putra Sun Co ke Ibukota; sesudah melapor dia akan kembali ke Yan-ciu-shia untuk membantu ayahnya berperang dengan tentara Cin.
?Dikisahkan angkatan perang Cin yang bergerak memasuki negeri Yan, sekarang sudah mendekati kotaYan-ciu-shia. Begitu sampai Cin Si Ong memerintahkan pada panglimanya agar segera mendirikan benteng.
Jenderal Ciang Ham langsung mengumpulkan panglimanya, lalu berunding. Selesai berunding dia bertanya. "Siapa di antara kalian yang siap maju?"
"Saya siap!" kata Ong Cian.
"Saya juga!" kata Ong Kwie.
"Baik, kalian berdua boleh maju. Kalian bawa 1000 tentara!" kata Ciang Ham.
Maka berangkatlah Ong Cian dan anak angkatnya Ong Kwie menuju kekotaYan-ciu-shia. Sesudah membangun benteng, Ong Kwie menantang perang.
Ketika Sun Co diberi tahu musuh telah datang dan menantang perang. Maka Sun Liong, putra Sun Co keluar akan menghadapinya.
Sun Liong keluarkotadengan mengenakan pakaian perang berwarna putih juga naik kuda berbulu putih yang diberi nama "Pe Keng Chio", ketika itu Sun Liong sudah berumur 60 tahun. Melihat panglima perang Yan berpakaian putih muncul, Ong Kwie dari pihak Cin langsung menghadapinya.
"Lauw-ciang, 3) siapa namamu dan apa pangkatmu?" bentak Ong Kwie. (3)Lauw-ciang = Panglima Tua.)
"Aku Wi-tin Yan-cio, namaku Sun Liong. Apa maksudmu membawa angkatan perang menyerang negeri kami?" kata Sun Liong.
Mendengar ucapan itu, Ong Kwie tertawa.
"Aku sudah lama mendengar kemasyuran namamu, tapi ternyata kau cuma begini saja!" kata Ong Kwie. "Aku sarankan lebih baik kau menyerah saja untuk menikmati hari tuamu daripada kau celaka di tanganku. Jika kau tak mau, kelak kalau kau menyesal pun sudah terlambat!"
Mendengar ucapan Ong Kwie yang sombong itu, bukan main gusarnya Sun Liong.
"Hai anak tikus! Kau berani buka suara di depanku, apa kau mau mati?" teriak Sun Liong.
Dengan cepat Sun Liong menikam leher Ong Kwie dengan tombaknya, melihat serangan datang Ong Kwie cepat-cepat menangkis. Pertarungan pun berlangsung dengan hebat. Mereka bertarung sampai 70 jurus lebih, tapi Ong Kwie yang muda belum mampu mengalahkan jago tua ini.
"Ah dia sangat gagah, aku kewalahan juga." pikir Ong Kwie. "Harus kugunakan akal untuk membunuhnya."
Ketika itu Ong Kwie mendadak menyerang, Sun Liong berkelit. Kesempatan ini digunakan oleh Ong Kwie untuk kabur. Melihat musuhnya kabur, Sun Liong coba mengejar sambil menyiapkan panah "Pek-pouw Coan-yang-chi". Dia pun memanah Ong Kwie.
Ong Kwie tak mengira kalau Sun Liong ahli memanah, saat itu Ong Cian melihat Ong Kwie dipanah.
"Anakku, awas musuh melepas panah!" teriak Ong Cian.
Ong Kwie kaget, mendadak dia membalikkan badannya tapi anak panah Sun Liong sudah sampai hingga Ong Kwie tak sempat berkelit lagi. Maka tak ampun lagi anak panah itu mengenai Ong Kwie. Ong Kwie menjerit dan jatuh dari kudanya.
Melihat Ong Kwie jatuh Sun Liong mengejar akan memotong kepalanya. Tapi Ong Cian segera menghalanginya.
"Hai bangsat tua, jangan bunuh anakku!" teriak Ong Cian.
"Panglima, siapa namamu?" bentak Sun Liong.
"Aku panglima Cin Si Ong, namaku Ong Cian!" jawab yang ditanya. Sesudah itu Ong Cian menyerang Sun Liong dengan tombaknya, Sun Liong segera menangkis serangan itu. Maka bertarunglah keduanya, mereka serang-menyerang sampai 140 jurus. Makin lama serangan-serangan Sun Liong semakin hebat, ini dirasakan oleh Ong Cian yang mulai agak terdesak. Dengan sekuat tenaga dan hati-hati sekali Ong Cian terus menghadapinya. Tapi lama-lama dia makin tak tahan. Maka ketika ada kesempatan, dia membalikkan kudanya lalu kabur.
Sun Liong tak mau membiarkan musuhnya lolos, dia coba mengejarnya.
"Jangan lari, ke mana pun kau lari akan kutangkap kau!" teriak Sun Long.
Ong Cian yang dikejar segera meraba pinggang akan mengambil "Tie-sian Kiam", pedang pusaka itu dilemparkan ke arah Sun Liong. Melihat musuh melempar senjata pusaka, Sun Liong mengambil busur dan anak panahnya. Tapi Sun Liong kalah cepat, pedang wasiat itu telah memenggal lehernya hingga Sun Liong pun tewas dan jatuh dari atas kudanya.
Ketika Ong Cian memburu akan mengambil mayat Sun Liong, dia kalah cepat oleh anak buah Sun Liong. Mereka merebut tubuh Sun Liong yang mereka bawa kabur kekotaYan-ciu-shia. Sesudah berhasil membunuh Sun Liong dan menyimpan pedang pusakanya, Ong Cian kembali ke bentengnya.
Ketika anak buah Sun Liong membawa mayat Sun Liong menghadap pada Sun Co, bukan main kagetnya Sun Co. Dia langsung pingsan melihat mayat putranya itu. Sun Houw putra Sun Co yang lain segera menolongnya sampai Sun Co sadar kembali.
Ketika Sun Houw menyaksikan ayahnya menangis sedih karena kakaknya, Sun Liong tewas, segera Sun Houw menghibur ayahnya.
"Ayah jangan menangis, putra keduamu siap berperang untuk membalaskan sakit hati kanda." kata Sun Houw.
Mendengar Sun Houw akan maju perang, Sun Co menasihatinya.
"Jika kau mau maju perang aku harap kau berhati-hati, nak." kata SunCo.
"Baik, Ayah!" kata Sun Houw.
Segera dia bersiap dan naik kuda. Sampai di depan pintu dia minta supaya jembatan gantung diturunkan, maka keluarlah angkatan perang Yan dipimpin oleh Sun Houw.
?Begitu keluar dia langsung menantang perang. Dari pihak Cin segera muncul Ong Cian yang langsung menghadapi Sun Houw.
"Hai bangsat Cin, kau telah membunuh kakakku dengan licik! Sekarang aku datang untuk membalaskan sakit hatinya!" kata Sun Houw.
Dia langsung menyerang Ong Cian dengan goloknya. Ong Cian buru-buru menangkis serangan itu dengan tombaknya. Serangan-serangan golok Sun Houw sangat cepat dan berbahaya, ini disadari oleh Ong Cian. Sesudah bertarung sekitar 40 jurus, Ong Cian segera mengeluarkan ilmu tombaknya yang paling hebat. Serangan Ong Cian makin lama makin hebat, saat Sun Houw agak lengah Ong Cian berhasil menikam Sun Houw. Sesudah menjerit tubuh Sun Houw pun jatuh ke tanah dan langsung tewas.
Ong Cian menyambar dan memotong kepala Sun Houw. Saat anak buah Sun Houw akan merebutnya, anak buah Ong Cian menghadang mereka hingga banyak tentara Yan yang tewas dan terluka oleh serangan tentara Cin.
Sisa tentara Yan yang masih hidup segera kabur dan masuk ke dalamkotaYan-ciu-shia. Karena kebetulan hari telah sore, Ong Cian pun menarik mundur pasukannya ke bentengnya.
*** Anak buah Sun Houw segera melapor pada Sun Co tentang kematian Sun Houw dimedanperang. Mendengar laporan tersebut, bukan main sedihnya Sun Co. Malamnya Sun Co tak bisa tidur dia tetap menangis sedih.
Esok harinya Sun Co membawa semua panglima dan anak buahnya keluar menantang perang.
Ciang Ham dari pihak Cin segera memerintahkan Ong Cian maju. Ong Cian segera bersiap dan maju akan menghadapi Sun Co. Ketika sudah berhadapan dengan Sun Co, Ong Cian mengawasi panglima tua yang dia anggap sudah terlalu tua. Ong Cian kagum lalu dia awasi orang tua itu. Kumis dan rambutnya sudah putih semua, dia menaiki kuda Pek-liong-kie, dia memegang sebuah tombak. Matanya mendelik dan geram mengawasi ke arah Ong Cian. Saat itu Ong Cian segera mengetahui pasti orang tua ini Sun Co.
Buru-buru Ong Cian memberi hormat.
"Lo-ciang-kun, maafkan aku karena tidak turun dari kuda untuk memberi hormat! Nama besar Lo-ciang-kun sangat termasyur dan sudah aku dengar. Anda sudah berumur hampir 80 tahun dan sudah terlalu tua. Apa tidak lebih baik Lo-ciang-kun memerintahkan panglima lain untuk melawanku?" kata Ong Cian.
"Hai bangsat, tutup mulutmu! Kemarin dua anakku sudah kalian bunuh. Sekarang kau berani menghinaku. Apa kau belum tahu bahwa harimau tua lebih gagah. Sekarang aku mau membunuhmu untuk membalaskan kematian kedua anakku!" kata Sun Co.
Ketika Sun Co sudah siap menikam Ong Cian dengan tombaknya, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda mendatangi.
"Lo-ciang-kun, tunggu! Lo-ciang-kun, kau mau memotong seekor anak ayam, mengapa kau harus menggunakan golok pemotong kerbau" Biar, aku Yan Eng yang menghadapinya!"kata panglima muda itu.
Yan Eng yang baru datang langsung membacok ke arah Ong Cian. Maka bertarunglah mereka dengan hebat. Sesudah bertarung lebih dari 10 jurus, muncul panglima Yan yang lain. Dia adalah Souw Goan. Karena melihat Yan Eng belum berhasil mengalahkan Ong Cian, dia datang membantu YanEng.
Tapi Ong Cian memang gagah dia mainkan tombaknya dengan cepat. Saat Souw Goan agak lengah, tombak Ong Cian berhasil menikam perut Souw Goan hingga tewas. Yan Eng kaget, dia membalikkan kudanya mau kabur, tapi Ong Cian sempat menombak bagian belakang Yan Eng hingga tewas.
Sun Co yang menyaksikan dua panglimanya dengan mudah dibunuh oleh Ong Cian marah bukan main. Lalu Sun Co maju menyerang Ong Cian. Mereka bertempur dengan hebat. Sesudah bertempur sekitar 100 jurus, kekuatan Sun Co makin menurun dan hampir habis. Ditambah malamnya Sun Co kurang tidur karena menangisi kematian kedua putranya.
Ong Cian menyadari Sun Co sudah kehabisan tenaga, maka dia mengendurkan serangannya; Sun Co mengangkat golok hendak menebas batang leher Ong Cian. Tapi dengan cepat Ong Cian menangkis serangan itu dengan gagang tombaknya. Tiba-tiba Sun Co bergerak hendak merampas tombak Ong Cian. Tapi Ong Cian lebih cekatan, saat itu tombak Ong Cian mengarah ke dada Sun Co. Maka terdengar suara jeritan Sun Co.
"Celaka aku!" teriak Sun Co.
Ong Cian sekali lagi menikam Sun Co, hingga Sun Co pun jatuh dari atas kudanya dan tewas. Buru-buru anak buah Sun Co mengambil jenazah atasannya, lalu dibawa masuk ke dalamkotaYan-ciu-shia. Setiba di dalamkota, para panglimakotaYan-ciu-shia jadi gentar karena semua atasan mereka telah tewas.
Mereka berunding lalu sepakat akan meninggalkankota. Mayat Sun Co, Sun Liong dan Sun Houw segera dimasukkan ke dalam peti mati. Mereka melarikan diri langsung ke ibukota negara Yan di Ek-ciu-shia.KotaYan-ciu-shia mereka kosongkan.
Esok harinya... Saat Ciang Ham dan anak buahnya kembali hendak menyerangkotaYan-ciu-shia, mereka kaget karenakotatelah kosong. Ternyata semalam angkatan perang Yan telah mundur ke Ibukota negara.
Rakyat berdatangan menemui angkatan perang dan mereka berlutut di depan kuda Ciang Ham untuk minta perlindungan.
"Kami rakyat biasa, mohon jangan bunuh kami!" kata mereka.
"Jangan takut," kata Ciang Ham. "Aku tidak akan mencelakakan kalian asal kalin mau takluk pada kerajaan Cin. Silakan kalian hidup seperti biasa."
?Sesudah itu Ciang Ham memerintahkan pada Ong Cian agar membawa 500 tentara masuk ke dalamkotaYan-ciu-shia untuk melakukan penyelidikan. Ciang Ham khawatir musuh menyembunyikan tentara dan menyergap mereka secara mendadak.
Tak lama Ong Cian sudah melapor kembali.
"Kotatelah mereka kosongkan! Kami tak menemukan mereka bahkan keadaankotasepi-sepi saja!" kata Ong Cian.
"Baik." kata Ciang Ham.
Sesudah itu Ciang Ham memerintahkan Yan Ek untuk mengundang Cin Si Ong memasuki kotaYan-ciu-shia yang telah mereka rebut. Begitu masuk bendera negeri Yan diturunkan dan diganti dengan bendera "Cin Tiauw".
Raja Cin dengan aman memasukikotadan tinggal disanaselama tiga hari.
Pada hari keempat Cin Si Ong memerintahkan panglima perangnya menyerang kota Po-hek-koan yang letaknya seratus li dari kota Yan-ciu-shia.
*** Ketika itu yang menjagakotaPo-hek-koan adalah adik Perdana Menteri Kut San yang bernama Kut In. Dia seorang yang pandai dan gagah berani. Dia juga merupakan salah satu andalan negeri Yan.
Suatu hari Kut In sudah mendengar kabar tentang meninggalnya Sun Co dan kedua putranya serta tentang jatuhnyakotaYan-ciu-shia ke tangan tentara Cin.
"PadahalkotaYan-ciu-shia dikelilingi tembok yang tinggi dan tebal," pikir Kut In. "Selain itu Yan-ciu-shia juga dijaga kuat oleh Sun Co dan kedua putranya. Bagaimana jika pasukan negeri Cin itu menyerangkotaPo-hek-koan yang hanya kujaga seorang diri. Selain lemah, tentaraku juga sedikit. Bagaimana aku bisa membendung serangan musuh. Lebih baik aku gunakan akal mengosongkankota."
Sesudah berpikir begitu, dia memanggil panglima-panglimanya. Lalu dia menceritakan rencananya dengan teliti.
"Kita akan menggunakan siasat mengosongkankota, dirikan benteng di luarkotadan minta rakyat pindah." kata Kut In.
Sesudah perintah dijalankan, Kut In membawa panglima dan angkatan perangnya pergi ke Ek-ciu-shia. Kemudian dia perintahkan panglimanya pergi sejauh dua li dari Ek-ciu-shia untuk bersembunyi dan menghadang kedatangan musuh. Di ataskotayang ditinggalkan telah dipasangi bendera dan orang-orangan untuk mengelabui musuh.
*** Pada suatu hari angkatan perang Cin di bawah komando Ciang Ham telah sampai ke kota Pok-hek-koan. Sesudah tinggal sekitar satu atau dua li, mereka mendirikan benteng.
Esok harinya Ong Cian dan Ong Kwie maju menantang perang. Tapi dari dalam kota tetap sunyi dan tak terdengar apa pun.
Ong Cian kembali dan melapor pada Ciang Ham.
"Tuanku, kota itu tampak sepi dan tak berpenghuni," lapor Ong Cian.
"Aneh sekali," kata Ciang Ham.
Karena penasaran dia ajak Kim Chu Leng pergi ke tempat yang tinggi. Dari sana mereka mengawasi ke dalam kota. Ternyata kota telah kosong!
"Aku tak tahu apa maksud penjaga kota ini" Dia mengosongkan kota dalam keadaan terkunci pintunya," kata Kim Chu Leng.
Ciang Ham lalu memerintahkan Ong Cian membawa 500 anak buahnya untuk memanjat kota dan memeriksa isi kota. Segera Ong Cian membawa pasukannya sambil membawa tangga, lalu memanjat tembok kota. Ternyata memang kota telah kosong.
Ong Cian dan anak buahnya membuka pintukota; lalu menurunkan bendera Yan menggantinya dengan bendera Cin. Tak lama angkatan perang Cin pun memasuki kota dengan aman tanpa berperang lagi. Sesudah mengadakan pemeriksaan dengan teliti, ternyata tak seorang pun tentara Yan ada di dalam kota itu.
"Sekalipun kita tak melihat ada musuh di dalam kota, semua tak boleh melepas pakaian perang!" kata Kim Chu Leng.
"Baik, Kun-su!" kata Ong Cian.
"Kau harus membawa 1000 anak buahmu meronda di sekitar kota; jika melihat ada musuh kau jangan mengejar mereka secara sembarangan! Kita harus bersikap hati-hati!" kata Kim Chu Leng.
"Baik," kata Ong Cian.
Segera Ong Cian membawa 1000 orang anak buahnya meronda di luarkota.
Sesudah memberi perintah Kim Chu Leng lalu berpikir.
"Aku harus memenangkan perang ini," pikirnya. Sesudah itu dia perintahkan Tio Ko membawa 500 prajurit, bersembunyi di atas kota. Kemudian dia juga memerintahkan agar bendera-bendera dipasangi lentera; jika melihat tentara Yan datang, mereka harus melepas bola api dan batu untuk menahan mereka, mereka dilarang turun dari ataskota. Sesudah mengatur anak buahnya Kim Chu Leng berunding dengan panglimanya.
"Aku duga tentara Yan bersembunyi sekitar 2-3 li dari sini," kata Kim Chu Leng. "Pasti malam ini mereka akan datang menyerang kita secara mendadak! Sekarang kita gunakan siasat "Ciang-ke Cu-kee"."
Sesudah berkata begitu dia memberi perintah.
"Pek Kie, kau bawa 1000 anak buahmu, kau pergi ke Yan-ciu-shia dan bergerak melewati jalan kecil; di tengah jalan kau sembunyikan tentaramu. Jika kau melihat ada musuh, bunuh mereka jangan sampai ada yang bisa meloloskan diri. Jika kau melanggar perintahku maka kau akan kuhukum mati!" kata Kim Chu Leng.
"Baik," kata Pek Kie yang segera berangkat.
"Perintahkan pasukan berkuda sebanyak 20 orang untuk meronda. Jika melihat musuh datang, mereka harus segera melapor!" kata Kim Chu Leng lagi.
?"Baik," kata panglima pasukan berkuda.
Mereka segera menjalankan perintah itu dengan cepat. Sesudah mengeluarkan semua perintah dan merasa sudah cukup baik, Kim Chu Leng jadi lega hatinya.
*** Ketika pasukan Yan yang dipimpin oleh Kut In bergerak mendekatikotaPo-hek-koan pada tengah malam itu, tujuannya satu mengepung dan menghancurkan tentara Cin. Kut In telah mengajak para panglima dan angkatan perangnya dibantu oleh rakyat bergerak ke kota Po-hek-koan. Tapi ketika pasukan Kut In hampir dekat; mereka kaget melihat kota Po-hek-koan terang benderang.
"Ah kiranya musuh sudah tahu siasatku, sulit bagi kita menggempur mereka." kata Kut In pada para panglimanya.
"Lalu harus bagaimana kita?" tanya panglimanya.
"Sekarang lebih baik diam-diam kita mengambil jalan kecil. Kita hadang rombongan pembawa ransum mereka! Lama-kelamaan bahan makanan mereka akan habis juga dan akhirnya mereka akan mati kehabisan makanan. Masakan dia bisa terbang?" kata Kut In..
"Baik!" kata panglimanya.
Kut In membawa panglima dan angkatan perangnya mengambil jalan kecil lalu berjalan menuju sasaran.
Baru berjalan sekitar dua li, tiba-tiba Kut In dikagetkan oleh suara ledakan dan munculnya pasukan Cin.
"Hai panglima Yan, kau mau ke mana. Aku sudah lama menunggu kalian di sini!" kata Pek Kie.
Melihat Pek Kie, panglima Cin yang gagah itu, maka Kut In pun mencambuk kudanya untuk kabur. Pek Kie tak tinggal diam, dia kejar Kut In. Karena tersusul, apa boleh buat Kut In membalikkan kudanya lalu menghadapi Pek Kie. Tapi Kut In ternyata bukan tandingan Pek Kie. Baru bertarung beberapa puluh jurus, Kut In tertombak dan tewas seketika itu juga.
Sisa pasukan dan panglima Kut In yang tidak mati dalam peperangan itu segera menyerah. Sesudah memperoleh kemenangan Pek Kie bersama pasukannya kembali lagi ke Po-hek-koan akan melapor pada Ciang Ham.
Dikisahkan di negeri Yan...
Raja negeri Yan, Ciauw Ong sedang duduk di atas singgasananya. Dia mendapat laporan bahwa Sun Co bersama dua putranya telah meninggal dan kota-kota negeri Yan berjatuhan ke tangan Cin Si Ong. Pelapor itu pun berkata, "Sekarang jenazah Sun Co dan dua putranya telah ada di luar istana."
Raja Ciauw Ong jatuh pingsan ketika mendengar berita itu. Buru-buru para thay-kam dan pembantu raja menolongnya. Ketika sadar raja langsung berkata.
"Tidak kusangka Sun Co dan kedua anak telah meninggal. Kalian adalah pembela negeri Yan yang setia!" kata Ciauw Ong. "Kalau begitu negeri ini sudah tak bisa kita pertahankan lagi!"
Sesudah itu Ciauw Ong menangis sedih, lalu dia memerintahkan agar menyediakan tiga buah peti mati. Lalu memberi kabar pada Yan Tan Kiong-cu, isteri Sun Co bahwa suaminya telah meninggal di medan perang. Mendengar kabar itu bukan main kagetnya Yan Tan Kiong-cu. Langsung dia pingsan tak sadarkan diri.
"Lo Hu-jin! Lo Hu-jin!" teriak pelayannya kaget.
Dua menantunya yaitu Kho Hu-jin dan Li Hu-jin yang mendengar teriakan pembantu rumah segera berdatangan. Melihat mertuanya pingsan, mereka kaget. Ketika mertuanya sadar dan memberitahu apa yang terjadi, kedua menantunya pun menangis sedih. Bahkan Yan Tan Kiong-cu jadi putus asa. Tapi kedua menantunya mencoba menghibur. Lalu mereka keluar menyambut peti mati Sun Co, Sun Liong dan Sun Houw.
Kemudian mereka menyembahyangi jenazah Sun Co, Sun Liong dan Sun Houw. Saat orang sedang sibuk dan menangis sedih, muncul Sun Hian, putra Sun Liong yang baru berumur 16 tahun. Sun Hian ini cakap, sepasang matanya bagaikan mata burung Hong, alisnya seperti alis naga. Sepasang tangannya panjang melewati lutut.
Ketika Sun Hian mengetahui Engkong, Ayah dan pamannya meninggal, dia gusar sekali. Dia lalu merangkul ibunya dan neneknya.
"Nek, ajak aku menemui Raja," kata Sun Hian. "Aku akan keluar berperang untuk membalaskan sakit hati kakek, ayah serta pamanku!"
"Anak kecil tak tahu diri. Apa kau tidak lihat kakek, ayah dan pamanmu yang begitu gagah pun tewas dimedanperang. Kau masih begini kecil mau berperang, apa kau juga mau mengantarkan jiwa?" kata Yan Tan Kiong-cu dengan marah.
"Nek, sungguhpun aku masih kecil, tapi aku sudah menyelesaikan pelajaran silat dan siap untuk berperang." kata Sun Hian.
"Diam kau!" bentak Yan Tan Kiong-cu. "Turunan she Sun tinggal kau seorang, sedangkan Ciauw-hu (Raja Ciauw Ong) tak punya anak untuk menyambung yang duduk di atas tahta kerajaan. Dia cuma berharap kau yang akan menggantikannya!"
"Nek, kakak Hian benar. Aku juga mau ikut dia berperang membunuh pembunuh Ayahku!" kata seorang gadis.
Yan Tan Kiong-cu menoleh. Ternyata yang bicara putri Sun Houw yang bernama Sai Hoa. Dia baru berumur 14 tahun. Bukan main marahnya Yan Tan Kiong-cu mendengar ucapan gadis itu.
"Hai, kau anak perempuan tahu apa" Kau juga masih kecil! Lekas masuk dan jangan ikut campur!" kata Yan Tan.
Mendengar omelan neneknya, gadis cilik itu membantah.
"Nenek salah. Anak perempuan yang ikut berperang sudah banyak. Contohnya dulu Ciok Tay Cin dari negeri Cee mampu mengusir para penjahat. Sehingga dia menjadi tiang negara Cee." kata Sai Hoa.
?Yan Tan tetap tak mengizinkan cucunya pergi kemedanperang.
Karena memaksa terus akhirnya, mereka diizinkan berperang. Tapi karena pasukan Cin Si Ong sangat kuat, sekalipun negara Yan berperang mati-matian akhirnya kalah juga. Sun Hian melarikan diri ke negeri Tio.
*** Sesudah mengalahkan negeri Yan, Cin Si Ong meneruskan serangannya ke negeri Couw, Han, dan Gwi juga kemudian akan menyerang negeri Tio dan Cee.
Jenderal Ciang Ham bersama angkatan perang Cin bergerak ke negeri Couw. Tapi begitu Raja Couw mendengar angkatan perang Cin Si Ong datang, dia ketakutan. Lalu menyuap Ciang Ham dan minta berdamai. Dengan demikian negeri Couw pun jatuh ke tangan Cin Si Ong.
Dikisahkan Jenderal Ong Cian diperintahkan menyerbu ke negeri Han. Begitu sampai Raja Han memerintahkan panglimanya bernama Ngo Cia berperang melawan Ong Cian. Tapi panglima Han berhasil dibunuh oleh Ong Cian dengan senjata rahasianya yang ampuh.
Raja Han menjadi ketakutan dan menutupkotatak meladeni berperang. Kim Chu Leng, penasihat perang negeri Cin dengan cerdik menyebarsuratlewat panah-panah ke dalamkota. Panah-panah itu dipungut oleh rakyat dan tentara Han. Maka karena ketakutan oleh ancaman serangan tentara Cin, rakyat membuka pintukota, hingga Ong Cian berhasil mendudukikotaitu.
Ketika Raja Han mendengar tentara Cin Si Ong sudah mendudukikotaOng-shia, karena ketakutan dia gantung diri.Paramenteri negara Han lalu menyambut Ong Cian. Maka jatuhlah Kerajaan Han.
Sekarang angkatan perang Cin Si Ong sudah bisa menaklukkan semua negeri. Maka ambisi Cin Si Ong untuk bisa menjadi Maha Raja atau Kaisar segera terwujud.
Sejak Cin Si Ong menjadi raja, rakyat sangat menderita dan hidup mereka jadi sangat sengsara. Hal ini karena Cin Si Ong menerapkan aturan yang sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan. Rakyat yang memang sudah miskin dipaksa supaya membongkar gunung atau menimbun laut. Membangun istana megah atau bangunan-bangunan lain. Rakyat diperintahkan untuk bekerja paksa tanpa mendapat upah sepeser pun.
Banyak rakyat yang geram dengan prilaku Cin Si Ong. Bahkan menteri-menteri yang ada di istana pun merasa muak dengan segala aturan yang diciptakan Cin Si Ong. Tapi sekalipun marah, orang-orang itu hanya bisa menyimpannya dalam hati. Tidak ada yang berani melawan atau membantah. Jika kedengaran ada orang yang membantah perintahnya, maka orang itu pasti dihukum mati.
Tak terasa waktu pun terus berjalan dengan cepat. Cin Si Ong sudah menjadi Kaisar selama dua puluh tujuh tahun.
Suatu hari Cin Si Ong pergi melancong ke gunung Kee Tauw San. Dia melihat panorama yang indah di sekitar gunung itu. Udara tempat itu pun sangat sejuk dan nyaman. Mega di sekitar tempat itu bercahaya gemilang.
Melihat semua itu Cin Si Ong girang bukan main. Karena kagum, Cin Si Ong lalu bertanya pada menterinya yang bernama Song Bu Ki.
"Song Bu Ki, apakah kau tahu arti pemandangan yang kita lihat saat ini?" tanya Cin Si Ong.
"Gejala alam bisa berarti banyak," kata Song Bu Ki. "Namun pemandangan yang kita lihat sekarang menandakan bahwa di kemudian hari akan muncul orang luar biasa dan bakal menjadi seorang raja yang agung. Karena pemandangan itu berasal dari barat daya, maka raja besar akan datang dari arah tersebut!"
Mendengar keterangan itu, Cin Si Ong jadi sangat ketakutan.
"Kalau begitu bahaya itu sedang mengancamku," kata Cin Si Ong. "Lalu bagaimana caranya agar hawa itu lenyap?"
"Tay Ong harus pergi ke sebelah Timur! DisanaTuanku harus menanam sebuah Po-kiam?" jawab Song Bu Ki.
Mendengar penjelasan itu, Cin Si Ong mengangguk dan merasa agak lega. Kemudian Cin Si Ong pergi ke gunung Tay Gak untuk menanam sebuah po-kiam 1) di atas gunung itu. (1) Po-kiam = sebilah pedang mustika)
Sejak peristiwa itu hati Cin Si Ong selalu merasa tidak tenteram. Dia selalu ingat masalah itu dan merasa sangat kesal. Karena dia takut di kemudian hari orang akan merebut kerajaannya.
*** Pada suatu malam, Cin Si Ong bermimpi. Dalam mimpinya, dia melihat matahari jatuh ke tanah seorang anak berpakaian serba hijau, yang mendatanginya dari arah utara. Anak berpakaian serba hijau itu, mau mengangkat matahari itu.
Tapi sebelum anak itu bisa mengangkat matahari itu, dari arah selatan sudah datang lagi seorang anak berpakaian serba merah; dia berkata pada anak berpakaian hijau, "Hai! Engkau tidak boleh mengambil matahari itu, karena akulah yang mendapat perintah dari Tuhan untuk mengambil matahari itu!"
Anak berbaju hijau tidak mau mengalah. Maka terjadilah perkelahian, si baju merah berhasil memukul si baju hijau hingga mati. Sesudah itu si baju merah mengambil matahari dan membawanya ke arah selatan.
Dalam mimpinya Cin Si Ong segera menghadang anak berbaju merah itu, lalu bertanya, "Hai! Engkau anak siapa?"
"Aku turunan Raja Giauw Sun, aku tinggal dikotaHong-pay. Karena menerima anugerah Tuhan, aku akan bertahta empat ratus tahun lamanya," jawab anak itu.
Tak lama anak berbaju merah itu lari dan menghilang. Ketika Cin Si Ong akan mengejarnya, tiba-tiba dia terbangun. Cin Si Ong sadar bahwa kejadian itu cuma mimpi.
?Sejak bermimpi itu, Cin Si Ong terus memikirkan impian itu.
"Apakah di kemudian hari kerajaanku akan dirampas orang! Ini tak boleh dibiarkan! Selama aku masih hidup, kerajaanku tak mungkin bisa direbut!" ujar Cin Si Ong dalam hati.
Esok harinya.... Cin Si Ong mengumpulkan menteri-menterinya untuk diajak berunding. Dalam persidangan, Cin Si Ong mengemukakan impiannya dan dia tidak mau kerajaannya jatuh ke tangan orang lain.
"Agar kerajaanku tak bisa dirampas orang aku harus berumur panjang!" pikir Cin Si Ong.
Cin Si Ong berpikir dengan berumur panjang dia bisa mempertahankan kerajaannya agar tidak dirampas orang.
"Bagaimana caranya supaya aku berumur panjang?" tanya Cin Si Ong kepada para menterinya.
"Tuanku harus tetap hidup sehat, kalau perlu Tuanku harus mencari obat panjang umur," jawab seorang menterinya.
"Aku memang akan menyuruh kalian mencari obat ajaib itu, sehingga kelak aku menjadi Tiang Seng Put Lo (Berumur panjang, selamanya tidak bisa tua). Aku ingin memerintah kerajaanku untuk selama-lamanya. Apakah kalian bisa mendapatkannya?"
"Di tengah lautan timur, ada sebuah pulau yang diberi nama Hong Lay To. Kabarnya di sana banyak tersedia Sian-sian.2) Di pulau itu ada semacam rumput obat yang bisa membuat orang panjang umur." kata Song Bu Ki.3) 2) Sian-sian = dewa-dewa.3) Barangkali karena Song Bu Ki takut dihukum dan dia tak mau mengecewakan Rajanya yang kejam itu, maka dia mengajukan tamunya Cie Hok untuk mencari obat "panjang umur" tersebut.
"Apa kau sudah pernah kesana?" tanya Cin Si Ong.
"Terus terang, hamba sendiri belum pernah kesana," kata Song Bu Ki. "Tapi saya kedatangan seorang tamu bernama Cie Hok. Katanya dia sudah pernah pergi ke pulau itu dan melihat Sian-sian yang sedang menaiki burung bangau."
Cin Si Ong girang mendengar keterangan itu. Dia lalu menyuruh orang memanggil Cie Hok.
"Pengawal, cepat panggil Cie Hok ke mari! Aku ingin mendengar keterangannya secara langsung!" perintah Cin Si Ong.
Kemudian beberapa orang suruhan Cin Si Ong bergegas memanggil Cie Hok. Begitu Cie Hok sampai di hadapannya, Cin Si Ong langsung mengutarakan niatnya untuk berumur panjang.
"Aku ingin mengutusmu mencari obat itu" Apakah kau bersedia?" tanya Cin Si Ong.
Mendapat perintah itu, Cie Hok diam sejenak. Tak lama dia sudah bicara lagi.
"Jika tuanku memang hendak mengutus hamba mencari obat itu, hamba bersedia. Tapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi!" tutur Cie Hok.
"Apa syarat yang kau minta?" tanya Cin Si Ong.
"Pertama, tuanku harus menyiapkan biaya perjalanan yang tak sedikit. Karena biaya perjalanan ke pulau itu sangat mahal. Kedua, tuanku harus membuatkan hamba sebuah perahu besar yang sudah diisi dengan berbagai macam keperluan anak buah kapal..." jawab Cie Hok.
"Hanya itu?" tanya Cin Si Ong lagi.
"Itu semua masih belum cukup. Tuanku juga harus menyiapkan pakaian, makanan, air minum dan berbagai keperluan selama perjalanan itu berlangsung. Selain itu hamba juga minta agar tuanku membekali hamba dengan uang agar perjalanan ini bisa berhasil," kata Cie Hok..
Cin Si Ong yang sudah lupa daratan sangat menginginkan obat "panjang umur" itu. Tanpa pikir panjang, dia langsung menyetujui semua persyaratan yang diajukan Cie Hok. Barangkali jika waktu itu Cie Hok meminta separuh dari kerajaannnya pun pasti akan diberikannya!
Cin Si Ong lantas memerintahkan orang membuat sebuah kapal besar yang lalu diisi segala barang, makanan dan uang.
Selang beberapa waktu kapal yang dibuat sudah selesai. Cin Si Ong lalu memerintahkan Cie Hok naik perahu tersebut untuk memulai pelayaran.
Cin Si Ong senang bukan main karena tak lama lagi umurnya akan bertambah panjang.
*** Lewat beberapa bulan.... Cie Hok tak juga pulang. Bahkan kabarnya pun tidak terdengar. Jangankan pulang, secarik suratnya pun tak pernah datang! Cin Si Ong yang sudah tak sabar segera memanggil menteri yang bernama Louw Seng.
"Louw Seng, sudah beberapa bulan aku mengutus Cie Hok mencari obat panjang umur. Anehnya, sampai sekarang aku belum juga mendapat kabar darinya. Sekarang aku perintahkan kau mencari Cie Hok sampai ketemu! Cari dia hidup atau mati!" perintah Cin Si Ong.


Lauw Pang Vs Hang Ie Kejatuhan Dinasti Cin Dan Kebangkitan Dinasti Han di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar perintah itu Louw Seng jadi kebingungan. Dia tidak tahu ke mana harus mencari Cie Hok. Louw Seng merasakan seluruh tubuhnya gemetar mendengar perintah itu. Tapi dia tidak berani menolak perintah Cin Si Ong. Louw Seng akhirnya menerima tugas itu.
"Ba... baik, Tuanku" ujar Louw Seng gemetar.
"Bagus!" kata Cin Si Ong. "Besok kau boleh berangkat dengan menggunakan kapal yang besar!"
Sebelum berangkat, hati Louw Seng sangat bimbang. Dia tak tahu harus mencari Cie Hok ke mana. Sebenarnya Louw Seng yakin tidak mungkin menemukan Cie Hok. Tapi dia tak berani menolak karena takut dihukum mati oleh Cin Si Ong yang kejam.
Untuk tidak mengecewakan Cin Si Ong, maka pergilah Louw Seng melaksanakan tugas tersebut. Tapi dia bukan berlayar ke tengah lautan, melainkan menuju ke suatu tempat. Dia lalu naik ke atas gunung Tay Gak. Begitu sampai di puncak gunung itu, dia melihat ada seseorang sedang tidur di atas batu.
?"Aneh, tempat ini terletak jauh dari mana-mana sehingga tak mungkin ada manusia yang mau datang ke sini. Ah, pasti orang itu seorang petapa atau malah seorang dewa," pikir Louw Seng.
Lalu Louw Seng membangunkan orang itu, buru-buru dia memberi hormat.
"Siapa Anda?" tanya orang itu.
"Nama hamba Louw Seng. Hamba diutus oleh Cin Si Ong, raja dari negeri Cin untuk mencari obat panjang umur," kata Louw Seng.
"Mencari obat panjang umur" Ha... ha... ha...." Mendengar ucapan Louw Seng, orang itu tertawa terbahak-bahak. "Ternyata Cin Si Ong sangat bodoh! Di dunia ini, mana ada obat panjang umur."
Melihat orang itu berwajah aneh, Louw Seng segera berlutut.
"Hamba mohon agar Sian-seng mau memberi petunjuk, ke mana hamba harus mencari obat itu?" kata Louw Seng.
Dari balik batu, orang itu mengambil sebuah buku. Kemudian buku itu diserahkan kepada Louw Seng sambil berkata, "Kau boleh beritahu Cin Si Ong bahwa obat macam begitu tidak ada di dunia ini. Sekarang aku berikan buku ini agar dia membacanya. Di dalam buku ini tertulis beberapa rahasia, suruh dia memperhatikan betul isinya!" kata orang itu.
Ketika Louw Seng mau menanyakan sesuatu, orang itu sudah tidur kembali. Bahkan nafasnya sudah tidak terdengar. Maka turunlah Louw Seng dari gunung Tay Gak, kemudian berjalan pulang. Sesampai di istana Kerajaan Cin, dia serahkan kitab pemberian orang aneh di gunung Tay Gak tersebut pada Cin Si Ong.
Louw Seng pun menceritakan satu persatu kejadian yang dia alami.
"Terus terang hamba tak bisa menemukan Cie Hok ataupun obat panjang umur seperti yang Tuanku inginkan. Hal ini karena hamba naik ke gunung Tay Gak. Namun di gunung itu hamba bertemu.....," cerita Louw Seng.
"Bertemu dengan siapa?" kejar Cin Si Ong penasaran.
"Hamba bertemu dengan seorang aneh. Orang itu mengatakan bahwa obat yang Tuanku cari tidak ada di dunia ini. Tapi dia memberikan sebuah kitab kepada hamba," lanjut Louw Seng.
"Sebuah kitab" Kitab apa itu?" Cin Si Ong semakin penasaran.
"Entahlah! Namun orang itu berpesan agar hamba menyerahkannya pada Tuanku. Tak cuma itu, dia juga berpesan agar Tuanku membaca kitab itu secara seksama. Karena menurutnya, ada beberapa rahasia yang perlu Tuanku ketahui melalui kitab itu!" jawab Louw Seng sambil menyerahkan kitab itu.
Begitu menerima kitab itu, Cin Si Ong lantas menyuruh Li Su untuk membuka kitab yang berisi berbagai rahasia yang akan terjadi di kemudian hari. Cin Si Ong lalu ikut membacanya. Cin Si Ong kaget melihat isi kitab tersebut.
Karena di dalam kitab itu ada tulisan yang mengatakan bahwa kelak akan ada yang merebut kerajaan Cin. Dalam kitab itu juga disebutkan bahwa orang yang bakal merebut kerajaan Cin itu adalah bangsa Ouw.
"Bangsa Ouw 4) berada di sebelah utara, kalau begitu aku harus menghadang supaya mereka jangan sampai bisa masuk ke negeri ini!" pikir Cin Si Ong. 4) Bangsa Ouw = bangsa Tartar.
Kemudian Cin Si Ong yang ketakutan negerinya dirampas oleh bangsa asing langsung memerintahkan pada seorang jendral perang bernama Bong Koat untuk menghadap.
"Jenderal Bong Koat, engkau harus mengerahkan orang untuk membangun benteng di sepanjang perbatasan. Kerahkan seluruh rakyat, tua dan muda agar bekerja keras membangun sebuah tembok besar," kata Cin Si Ong. "Di sepanjang tembok harus didirikan pos-pos penjagaan. Jangan lupa, tembok itu harus tebal dan tinggi. Tembok itu akan kuberi nama "Ban Li Tiang Shia" 5)
5) Ban-li-tiang-shia (Tembok 10.000 li) atau Tembok Besar Tiongkok ini sekarang menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.
Baik, Tuanku!" jawab Jenderal Bong Koat.
Tepat tahun 225 sebelum masehi, pembangunan Ban-li-tiang-shia dimulai. Perintah ini menimbulkan penderitaan hebat bagi rakyat negeri Cin. Karena setelah mendapat perintah dari Cin Si Ong, Jenderal Bong Koat langsung menangkap dan membawa rakyat negeri Cin ke suatu tempat. Kemudian mereka semua digiring dan dipaksa untuk bekerja dalam proyek pembangunan tembok besar tersebut.
Ribuan rakyat negeri Cin tewas dalam pembangunan tembok tersebut. Nyawa rakyat ketika itu seolah tidak berharga lagi. Kematian mereka setiap hari jumlahnya terus membesar karena mereka bekerja siang dan malam tanpa bayaran. Terkadang makan pun mereka jadi kekurangan.
Rakyat dicekam rasa ketakutan yang hebat. Bukan saja orang yang sukarela datang bekerja membangun "Tembok Besar" itu, tapi bagi mereka yang menolak atau bersembunyi. Semula peraturannya, jika ada yang punya dua orang anak, hanya salah satu yang harus bekerja paksa. Dan jika anaknya tiga, dua harus kerja paksa. Tapi lama-lama, sekalipun orang itu hanya punya seorang anak dia juga harus bekerja paksa! Tak ada jalan untuk menghindari kerja paksa ini. Banyak rakyat yang merasa tidak kerasan dan berusaha meloloskan diri ke luar dari daratan Tiongkok.
Tapi ternyata Cin Si Ong tidak puas dengan semua usahanya. Karena semua usahnya mendapat tentangan keras dari para cendikiawan dan seniman. Maka Cin Si Ong menganggap golongan ini sebagai kekuatan yang dapat membahayakan kedudukannya. Mereka yang sering menulis buku mengenai keburukan dinastinya segera ditangkap dan buku-bukunya dimusnahkan.
Maksud Cin Si Ong membuat "Ban Li Tiang Shia" itu adalah untuk menghadang atau membendung serangan musuh dari luar; tapi dia tidak mengira justru bahaya itu datang dari dalam negeri sendiri.
?Yang ada dalam benak Cin Si Ong ketika itu supaya dia menjadi raja abadi. Tidak tahunya perintahnya itu menimbulkan kisah sedih.
Salah satu dari kisah sedih tersebut adalah kisah tragedi anak manusia yang bernama Beng Ciang Nie. Kisahnya demikian:
Kisah Sedih Beng Ciang Nie
Ketika Cin Si Ong mengeluarkan perintah membangun "Ban Li Tiang Shia" untuk melindungi kerajaannya dari serangan musuh. Orang-orang di daratan Tiongkok (Negeri Tengah) sangat menderita karena mereka dipaksa supaya bekerja rodi. Mereka diperintah mengangkut batu dan tanah. Membuat batu untuk tembok. Saat bekerja pun mereka tak luput dari dera dan cambukan para pengawal. Mereka memaksa agar rakyat bekerja keras untuk memenuhi ambisi Cin Si Ong. Mereka bekerja di bagian utara di perbatasan Shan-hai-kuan. Penderitaan mereka bertambah karena bahan makanan sangat kurang, pakaian untuk menahan hawa dingin pun tak ada. Maka setiap hari tak terhitung banyaknya orang yang meninggal.
Di antara orang-orang yang bekerja rodi itu ada seorang bernama Ban Si Liang (Wan Si-liang). Dia sudah beristeri, seorang perempuan yang cantik molek dan baik budinya. Isteri pemuda itu bernama Beng Ciang Nie.
Ketika suaminya dipaksa dan diseret dari rumahnya untuk melakukan kerja paksa, dia sangat berduka. Saat sendirian di rumahnya tak putus-putusnya Beng Ciang Nie berharap agar suaminya selamat dan tak kurang suatu apa. Bukan main rindunya dia.
Ketika Beng Ciang Nie sedang memikirkan nasib suaminya pada malam-malam yang sepi, air matanya mengalir membasahi pipinya yang putih. Akhirnya dia jadi geram pada Cin Si Ong yang kejam itu.
*** Pada suatu musim semi ketika bunga-bunga bermekaran menyebar bau harum yang semerbak. Dan tumbuh-tumbuhan pun bersemi daun-daunnya hijau. Rumput-rumput dipadangpun terhampar hijau bagaikan sebah permadani dari batu jamrut. Ketika itu Beng Ciang Nie berjalan-jalan di pematang sawah yang daun padinya mulai menghijau. Demi dilihatnya ada sepasang burung layang-layang melayang sambil berbunyi merdu; makin sedihlah hati Beng Ciang Nie, lalu dia bersenandung halus.
Siang mengejar malam, malam membunttuti siang, musim gugur telah tiba, tapi belum juga ada kabar tentang Wan Si Liang.
Dari orang-orang yang bercerita pada Beng Ciang Nie, Tembok Besar itu di bangun di daerah Utara yang jauh letaknya dan sangat dingin.
Sesudah mendengar kabar itu hati Beng Ciang Nie bertambah gelisah. Diam-diam dia membuat sebuah baju dingin untuk suaminya. Juga sepasang sepatu terbuat dari kapas. Sesudah barang-barang itu jadi, Beng Ciang Nie kebingungan. Siapa yang akan mengantarkan barang-barang itu pada suaminya"
Jarak dari kampung halamannya ke Tembok Besar itu amat jauh. Sesudah siang malam berpikir, akhirnya dia memutuskan akan mengantarkan barang-barang itu sendiri.
Tatkala Beng Ciang Nie berangkat, hawa udara sudah mulai dingin. Daun-daun sudah berguguran ke tanah.Padangyang luas pun sudah mulai gundul. Pemandangan ini justru menambah kesedihan Beng Ciang Nie.
Di perjalanan yang sepi sesepi hatinya, membuat hati Beng Ciang Nie semakin pilu. Betapa tidak, seumur hidupnya Beng Ciang Nie belum pernah meninggalkan kampung halamannya. Sekarang, dia harus menempuh perjalanan yang sangat jauh dan berbahaya. Karena itu hatinya sangat gelisah, karena tak tahu dia harus bertanya-tanya di sepanjang jalan.
Pada suatu saat hari sudah mulai gelap berganti dengan malam yang semakin dingin. Dia saat itu berada jauh dari desa apalagikota. Terpaksa dia mencari-cari rumah untuk bermalam, kebetulan menemukan sebuah kuil kecil yang dikelilingi oleh pohon-pohon.
Akibat perjalanan seharian suntuk, Beng Ciang Nie merasa penat. Lalu dia membaringkan dirinya di atas sebuah meja tebuat dari batu. Kemudian tanpa terasa tertidur lelap. Dalam tidurnya dia bermimpi suaminya telah kembali. Alangkah girangnya Beng Ciang Nie. Ketika Beng Ciang Nie bertanya pada suaminya, sang suami mengaku telah meninggal dengan penuh penderitaan di perantauan tempat dia bekerja paksa!
Beng Ciang Nie terbangun kaget dan menangis tersedu-sedu. Ketika itu fajar sudah menyingsing. Beng Ciang Nie tampak bimbang dan masgul. Dalam hatinya dia mengutuk dan memaki-maki pada si raja lalim Cin Si Ong! Betapa banyak orang yang harus berpisah dengan ayah dan ibu, dengan isteri dan anak-anaknya yang masih kecil. Banyak keluarga yang harus hidup terlunta-lunta gara-gara si raja lalim itu.
Jalan dan terus berjalan. Begitu Beng Ciang Nie melakukannya.
Pada suatu hari, ia singgah di sebuah rumah penginapan yang terletak di tepi jalan raya menuju ke pegunungan. Pemilik rumah penginapan itu ternyata seorang nenek. Ketika melihat pakaian Beng Ciang Nie yang berdebu dan basah oleh keringat, si nenek bertanya pada tamunya.
"Kau mau ke mana, Nak?" kata si nenek.
"Saya mau ke Tembok Besar mencari suami saya," jawab Ciang Nie.
Mendengar jawaban itu si nenek kelihatan amat terharu.
"Oh, betapa jauhnya tempat itu, Nak. Kau harus mendaki gunung dan menyeberangi sungai-sungai.Bagaimana seorang perempuan muda sepertimu bisa menempuhnya?" katanya.
"Saya sanggup, Nek, karena saya harus menyampaikan baju dan sepatu hangat ini pada suami saya," jawab Beng Ciang Nie.
Si nenek terharu sekali juga merasa khawatir akan keselamatan Beng Ciang Nie.
?Esok harinya saat Beng Ciang Nie melanjutkan perjalanannya, si nenek mengantarkannnya sampai sejauh beberapa li.7)
Tak henti-hentinya Beng Ciang Nie berjalan dan berjalan.
Pada suatu hari dia sampai di sebuah lembah yang curam dan dalam sekali di daerah pegunungan. Awan kelabu menutupi langit, angin bertiup kencang suaranya menderu-deru amat mengerikan; hawa udara pun makin lama semakin dingin saja. Lama dia berjalan tak sebuah rumah pun ditemuinya. Di mana-mana yang tampak hanya batu-batu dan tebing serta belukar yang rimbun dan berduri, alang-alang yang tinggi.
Ketika hari mulai gelap jalan pun mulai tak kelihatan. Di kaki gunung itu mengalir sebuah sungai. Airnya tampak bening.
Di malam yang gelap itu ke mana dia akan mencari penginapan. Terpaksa malam itu Beng Ciang Nie tidur di atas rumput yang dingin.
Seharian itu belum sesuap makananpun yang masuk ke dalam mulutnya. Malam itu seluruh tubunya menggigil kedinginan.
Ketika ia ingat pada suaminya yang sedang bekerja berat di daerah yang amat dingin, dia jadi bertambah sedih.
Fajar di ufuk Timur mulai merekah. Dia bangun dengan sangat terkejut karena tubuhnya telah diselimuti oleh salju.
Hati Beng Ciang Nie bertambah duka. Bagaimana dia akan meneruskan perjalanan dalam badai salju yang dingin itu"
Tiba-tiba seekor gagak terbang di atas kepalanya sambil berbunyi.
"Koak! Kak> Kak!" begitu suara gagak itu.
Burung itu lalu terbang dan berhenti di suatu tempat yang tak jauh dari tempat Beng Ciang Nie.
"Ah barangkali gagak ini ingin menunjukan jalan bagiku?" pikir Beng Ciang Nie.
Maka bangkitlah Beng Ciang Nie, lalu berjalan mengikuti sang gagak yang terbang di depan dia. Karena dadanya agak lega dia mulai bernyanyi:
"Musim dingin alam pun berselimut salju,
Kuantar baju dingin untuk suamiku,
Gagak terbang jadi penunjuk jalan,
Ke Tembok Besar bergandeng tangan."
Jalan dan jalan terus. Mendaki gunung, menuruni lembah, menyeberangi sungai dan bersusah payah di tengah belukar penuh duri. Begitu yang dilakukan Beng Ciang Nie dengan penunjuk jalan seekor gagak.
*** Entah sudah berapa lama dia berjalan akhirnya Tembok Besar itu sudah nampak di depannya. Betapa girang hati Beng Ciang Nie saat itu. Tembok Besar tampak melingkar, mendaki, terus berbelok-belok, tampaknya bagaikan seekor ular sedang tengkurup di atas gunung.
Angin menderu-deru dinginnya terasa sampai ke tulang sumsum. Gunung-gunung telah diselimuti salju, tak tampak sebatang pohon pun ada disana. Yang tampak oleh Beng Ciang Nie hanya kerumunan orang bagaikan ana-anai sedang bekerja membangun sarangnya.
Beng Ciang Nie berjalan menyusuri Tembok Besar mencari-cari suaminya. Di tengah puluhan ribu bahkan ratusan ribu lautan manusia yang sedang bekerja paksa, apa mungkin dia bisa menemukan suaminya"
Kepada setiap orang yang ditemuinya dia bertanya menanyakan suaminya. Tapi tak seorang pun bisa memberitahu di mana suaminya berada" Beng Ciang Nie menyaksikan para pekerja yang kurus kering, tulang-tulang rusuknya tampak menonjol keluar. Betapa pendeitaan mereka itu. Tapi Beng Ciang Nie tak bisa berbuat apa-apa, selain melihatnya dengan sangat terharu. Wajahnya pucat tak ubahnya mereka itu seolah-olah mayat hidup saja.
Disanasini Beng Ciang Nie menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan dan tidak dikubur. Menggeletak bagai bangkai binatang saja.
Beng Ciang Nie terus berjalan sambil bertanya-tanya. Akhirnya Beng Ciang Nie mendapat kepastian dari seorang buruh, bahwa seperti mimpinya, suaminya telah lama meninggal. Mendengar kabar itu maka pingsanlah dia!
Paraburuh segera menolongnya. Lama sekali baru Beng Ciang Nie sadar kembali. Dia menangis dengan sangat sedih berturut-turut beberapa hari lamanya.Parapekerjapun banyak yang ikut menangis sedih. Konon menurut legenda, tangis Beng Ciang Nie ini telah merobohkan Tembok Besar sepanjang delapan ratus kilometer. Batu-batu dan pasir bergemuruh saat Tembok Besar itu roboh ke tanah!
"Tangis Beng Ciang Nie merobohkan Tembok Besar!" teriak para pekerja dengan nyaring. Semua terkejut dan kagum.
Robohnya Tembok Besar ini dilaporkan pada Kaisar Cin Si Ong. Dia kaget dan ingin tahu siapa Beng Ciang Nie itu" Maka buru-buru Cin Si Ong berangkat menuju ke Tembok Besar yang roboh itu.
Begitu Cin Si Ong sudah bertemu dengan Beng Ciang Nie yang berpakaian seadanya, tapi wajahnya secantik bidadari, Cin Si Ong terpesona! Sesudah tahu sejarah Beng Ciang Nie dia sangat kagum.
Beng Ciang Nie yang sudah ada di kemahnya, lalu dibujuk agar dia mau menjadi selir Cin Si Ong. Di dalam hati Beng Ciang Nie ada kebencian maha besar. Cin Si Ong-lah penyebab kematian suaminya. Sudah pasti dia tak mau menjadi selir raja durjana itu. Tapi sebagai wanita yang cerdas dan bijaksana dia tahu; jika dia menolak keinginan raja jahat itu, pasti dia akan mati dengan sia-sia. Maka dia lalu menjawab dengan bijaksana.
"Hamba tidak keberatan Tuanku jadikan hamba Selir Tuanku. Tapi ada tiga syarat yang harus Tuanku penuhi." kata Beng Ciang Nie.
"Apa itu?" kata Cin Si Ong.
"Yang pertama, jenazah suami hamba supaya dimasukkan ke dalam sebuah peti mati berlapis emas; yang ke-dua , semua menteri dan hulubalang Tuanku harus berkabung dan ikut serta dalam upacara pemakaman suami hamba.
?Yang ke-tiga, Tuanku juga harus ikut berkabung dan mengantar jenazah sampai ke pekuburan suami hamba." kata Beng Ciang Nie.
Sesudah berpikir sejenak dan karena Cin Si Ong amat ingin mendapatkan Beng Ciang Nie yang cantik molek itu, akhirnya dia berkata.
"Baiklah, aku setuju!" katanya.
Semua permintaan Beng Ciang Nie dipenuhi. Serta penguburan dilaksanakan, para hulubalang, menteri dan Raja Cin Si Ong sendiri ikut berkabung. Mereka mengantarkan jenazah suami Beng Ciang Nie ke pekuburan.
Cin Si Ong berjalan di belakang kereta yang mengangkut peti mati suami Beng Ciang Nie. Para menteri berjalan di belakang Cin Si Ong.
Di sepanjang jalan Beng Ciang Nie menangis sedih. Ketika penguburan sudah selesai Beng Ciang Nie berjalan ke tepi sungai melintas di depan kuburan suaminya. Tiba-tiba saja Beng Ciang Nie melompat ke dalam sungai. Bukan main kagetnya Cin Si Ong. Paras Cin Si Ong berubah pucat, lalu memerintahkan anak buahnya segera menyelamatkan Beng Ciang Nie. Tapi .....sudah terlambat. Karena konon Beng Ciang Nie sudah berubah menjadi seekor ikan yang cantik. Ikan itu berenang di dalam air yang kebiru-biruan.8)
Demikian kisah tragedi itu dan dikenang terus oleh rakyat Tiongkok sepanjang masa.*)
*** Pada masa pemerintahan Cin Si Ong terjadi tragedi yang mengenaskan. Yaitu pemusnahan kitab-kitab ilmu pengetahuan, agama, filsafat dan sebagainya. Pengetahuan manusia yang ada dalam buku-buku itu menurut jalan pikiran Cin Si Ong sangat berbahaya. Itu sebabnya harus dimusnahkan. Bukan itu saja, bahkan para sastrawan, seniman, cendekiawan yang bisa menulis buku pun dibunuhnya. Pembunuhan masal ini membuat orang amat ketakutan.
Para pelajar dicekam ketakutan yang amat sangat, karena mereka dikejar, dibunuh, bahkan sebelum dibunuh mereka disiksa dahulu. Ini semua dilakukan oleh Cin Si Ong, supaya kelak jangan timbul pemberontakan, masalah dan perebutan atas kekuasaannya sebagai Maha Raja. Pemusnahan berbagaai tulisan berlangsung lama.
Tragedi nasional Tiongkok yang diciptakan oleh Cin Si Ong ini membuat putra sulungnya yang bernama Hu Souw ikut perihatin. Lalu Hu Souw yang amat peduli itu menemui ayahnya dan mencoba memperingatkan dan menasihatinya. Tapi bukan senang Cin Si Ong murka bukan main.Kemudian memerintahkan membuang Hu Souw ke tanah Sian-kun, tidak diizinkan pulang lagi kekotaHam-yang, yaitu tempat pembuatan "Ban Li Tiang Shia". Karena .Cin Si Ong masih dicekam oleh ketakutan kehilangan kerajaannya, maka tidak berhentinya dia memerintahkan anak buahnya meronda perbatasan negaranya. Bahkan dia sendiri sering melakukan perjalanan meronda batas negaranya!
Cin Si Ong pun lalu mengeluarkan perintah kepada barang siapa yang berani menceritakan keburukannya maka orang itu akan dihukum mati, karena itu orang tidak berani bicara apa-apa.
*** 6) Harian Ceng-beng hari orang beramai-ramai ke kuburan untuk membersihkan kuburan leluhurnya. Sebenarnya perayaan Ceng-beng ini mulai dikenal luas saat Chu Goan Ciang, Raja negeri Beng berlkuasa. (1368-1644 Masehi).
7) 1 li = setengah kilometer.
8) Kisah Beng Ciang Nie ini ada beberapa versi.Adayang mengisahkan bahwa Beng Ciang Nie minta dibuatkan sebuah menara pada Cin Si Ong. Lalu dia terjun dari atas menara itu.
*)Adaversi lain selain Beng Ciang Nie minta agar jenazah suaminya dikuburkan, dia juga minta dibuatkan menara tinggi. Ketika hari perjanjian Beng Ciang Nie akan menikah, dia akan bertemu dengan Cin Si Ong di atas menara. Saat itulah Beng Ciang Nie yang telah memaki Cin Si Ong habis-habisan, lalu menerjunkan diri hingga tewas.
Dari hari ke hari kekuasaan Cin Si Ong semakin besar. Negeri Han pun akhirnya jatuh di bawah kekuasaan negeri Cin. Sejak kejatuhan kerajaan Han, rakyat negeri itu jadi semakin menderita. Namun mereka tak berani berbuat apa-apa dan hanya bisa membicarakan kekejaman Cin Si Ong secara diam-diam.
Pembicaraan mengenai kekejaman Cin Si Ong berlangsung di mana-mana. Dari desa sampaikota. Dari restoran besar sampai warung arak biasa.
Di kedai arak itu sering berkumpul puluhan orang yang asyik membicarakan kekejaman Cin Si Ong. Mereka yang berkumpul tak memandang usia. Tua muda semua bercampur jadi satu. Di antara orang-orang itu, ada seorang yang sudah tua bernama Tio Sam Kong. Dia tampak paling bersemangat dalam memperbincangkan keadaan negara dengan para sahabat dan kenalannya.
"Aku dengar pada zaman dahulu, negeri ini diperintah oleh seorang raja yang sangat adil dan bijaksana. Maka ketika itu keadaan negeri sangat aman dan rakyatnya juga sejahtera. Misalnya, saat Raja Giauw Sun atau Bun Ong memerintah negeri ini, seluruh rakyat negeri hidupnya senang. Rakyat hidup makmur dan para penjahat pun tidak ada. Konon sekalipun barang atau uang kita jatuh di jalanan, tidak ada orang yang berani memungutnya. Semua orang menjalankan adat-istiadat dengan baik. Satu sama lain menaruh hormat," kata Tio Sam Kong.
"Wah hebat sekali. Bagaimana jika dibandingkan dengan zaman sekarang?" tanya seorang tamu.
"Zaman sekarang" Kau sudah tahu sendiri, tak perlu kuceritakan lagi!" kata Tio Sam Kong.
"Tuan benar!" kata beberapa orang yang ada di situ. "Saya pun amat takut."
Ketika itu, seorang anak muda yang tampan tampak asyik mendengarkan percakapan itu. Tiba-tiba dia berkata dengan suara keras.
? ? ? ?"Sahabatku sekalian," kata anak muda itu. "Ternyata kalian tidak berani membicarakan kebiadaban Cin Si Ong. Baiklah, sekarang saya akan bercerita tentang kebiadaban raja tersebut supaya kalian semua mengetahuinya."
Semua orang kaget dan saling berpandangan. Di antara mereka ada yang merasa ngeri dan amat ketakutan. Beberapa orang bahkan berusaha menjauh dari si pemuda. Tapi pemuda itu tetap meneruskan bicaranya.
"Dengar baik-baik," kata si anak muda. "Kejahatan Cin Si Ong ini sudah di luar batas perikemanusiaan. Apa yang dia kerjakan tidak ada gunanya dan hanya menyengsarakan rakyat!"
Semua yang mendengar melotot kaget. Sebagian lagi tertunduk cemas dan bingung. Namun si anak muda tetap meneruskan bicaranya.
"Dia memaksa rakyat bekerja keras tanpa upah. Sejak zaman dahulu, rasanya baru sekarang ada raja yang sangat kejam seperti dia! Tidak heran jika seluruh rakyat negeri ini ingin memakan daging atau menghirup darahnya! Semua orang berharap supaya segera keluar dari penderitaan ini dan menemukan seorang raja yang adil untuk menggantikan Cin Si Ong!" kata anak muda itu dengan lantang.
Mendengar ucapan anak muda itu, bukan main terkejutnya orang-orang di tempat itu. Mereka semua buru-buru bubar. Rupanya mereka takut menerima akibat pembicaraan anak muda itu.
Selidik punya selidik, ternyata anak muda yang bicara keras itu orang dari negeri Han. Namanya Thio Liang alias Chu Pong. Thio Liang ini masih turunan seorang Tay-siang dari negeri Han.
Ketika Cin Si Ong menaklukkan negeri Han dan membunuh rajanya, ternyata ayah Thio Liang serta sanak-saudaranya ikut terbunuh. Maka tak heran jika dia menaruh dendam kepada Cin Si Ong. Ketika semua orang kabur karena ucapannya itu, Thio Liang malah tertawa geli. Tapi tiba-tiba dia merasa kaget karena ada seorang pemuda yang berbadan tinggi besar malah datang menemuinya.
"Siapa namamu?" tanya orang itu.
"Namaku Thio Liang! Anda sendiri?" kata Thio Liang.
"Nama saya Lee Cong Hai. Aku tinggal di tepi laut. Karena tak sanggup menerima perlakuan Cin Si Ong terhadap sanak dan keluargaku, aku kabur sampai ke tempat ini. Tadi ketika aku mendengar ucapan Heng-tiang (Anda), saya pikir ucapan itu sangat masuk akal. Cuma sayang, tidak ada jalan untuk membunuhnya?" kata Cong Hai.
Mendengar ucapan Lee Cong Hai tersebut, Thio Liang jadi girang. Diawasinya Cong Hai yang tampak gagah dan kuat, lalu Thio Liang menceritakan asal-usul dirinya.
"Aku putra Tay-siang dari negeri Han. Jika benar Heng-tiang berniat membunuh Cin Si Ong, sebenarnya tak terlalu susah. Cuma kita harus punya kekuatan dan keberanian," kata Thio Liang.
"Aku berani! Kurasa kekuatanku sudah cukup untuk itu! Senjata toya besi yang beratnya seratus dua puluh kati ini pasti sanggup memecahkan kepala raja jahanam itu," kata Lee Cong Hai geram. "Cuma...." Lee Cong Hai tak meneruskan kata-katanya.
"Cuma apa sobat?" tanya Thio Liang.
"Cuma aku tak tahu bagaimana caranya untuk mendekati raja busuk itu?"
Mendengar ucapan Lee Cong Hai, bukan main girangnya Thio Liang.
"Jika kau memang sudah siap membunuhnya, sekarang kau ikut aku dan diam di rumahku. Kita cari waktu yang tepat untuk menjalankan rencana ini. Aku dengar tak lama lagi Cin Si Ong akan lewat di tempat ini. Nanti jika saatnya tiba, kau boleh menghajar kepalanya hingga tewas!" kata Thio Liang.
Mendengar keterangan itu, Lee Cong Hai menjadi girang sekali. Thio Liang lantas mengajak Cong Hai ke rumahnya.
*** Pada suatu hari.... Thio Liang sudah mendengar kabar bahwa Cin Si Ong akan melewati di kota Bu-yang-koan. Buru-buru Thio Liang memberi tahu Lee Cong Hai agar segera bersiap dengan senjatanya.
Tak berapa lama sesudah Lee Cong Hai bersembunyi, para pengiring Cin Si Ong sudah sampai. Dari kejauhan Lee Cong Hai sudah melihat ada sebuah kereta yang diiring dan dipayungi. Kereta itu dijaga dengan sangat ketat.
Lee Cong Hai yakin kereta itulah yang dinaiki oleh Cin Si Ong. Begitu melihat kereta itu, Lee Cong Hai bersiap-siap. Saat kereta sudah dekat, Lee Cong Hai keluar dari persembunyiannya dan langsung menyerang!
"Bangsat! Mampuslah kau!" teriak Cong Hai sambil mengayunkan toyanya.
Toyanya yang berat itu menimpa kereta dengan hebat. Dan kereta itu pun hancur berantakan. Tapi betapa kagetnya, Cong Hai karena kereta itu kosong. Dia tidak menyangka bahwa kereta itu adalah kereta tiruan untuk menghindarkan Cin Si Ong dari bahaya.
Cin Si Ong yang terkenal jahat rupanya sudah mengira bahwa akan banyak orang yang mau mencelakakan dirinya. Karena itu dengan sengaja dia memerintahkan anak buahnya membuat kereta tiruan sebanyak tiga buah. Dugaan Cin Si Ong ternyata benar, kereta palsunya terhajar hancur oleh Lee Cong Hai.
Tak lama Lee Cong Hai segera ditangkap oleh anak buah Cin Si Ong. Begitu Lee Cong Hai tertangkap, dia langsung dibunuh.
Sesudah itu Cin Si Ong mengeluarkan perintah supaya menangkap orang yang menyuruh Cong Hai. Mendengar bahwa Cong Hai telah gagal dalam usahanya, Thio Liang sadar bahaya mengancam dirinya. Thio Liang buru-buru kabur kekotaHee-pi, lalu bersembunyi di rumah sahabatnya, Hang Pek.
? ? ? ?Sesudah Thio Liang bersembunyi di rumah Hang Pek beberapa hari lamanya, pada suatu hari dia pergi ke luarkota. Ketika dia duduk di atas jembatan, tiba-tiba ada seorang tua lewat dan salah sebuah kasutnya terlepas dan jatuh ke dalam lumpur.
Orang tua itu menoleh ke arah Thio Liang sambil berkata, "Nak! Tolong kau ambilkan kasutku!"
Dengan tak ragu-ragu Thio Liang mengambilkan kasut itu dan menyerahkannya dengan dua belah tangannya. Orang tua itu tidak mengucapkan terima kasih tapi langsung melanjutkan perjalanannya. Sesudah berjalan beberapa langkah jauhnya, sebelah sandal orang tua itu tertinggal lagi.
"Hai, anak muda lekas tolong ambilkan sandalku itu!" katanya.
Thio Liang segera mengambilkan kasut itu dan memberikannya dengan senang hati. Kali ini pun orang tua itu tidak mengatakan terima kasih dan lantas berjalan. Ini berlangsung beberapa kali, tapi Thio Liang tetap melayaninya.
Akhirnya orang tua itu mengawasi wajah Thio Liang dan dia tidak melihat Thio Liang marah atau jengkel sedikit pun. Orang tua itu lalu menunjuk ke arah sebatang pohon besar lalu berkata.
"Nak!Limahari lagi, pagi-pagi sekali kau tunggu aku di bawah pohon itu! Aku akan memberimu sesuatu!" kata si kakek penuh misteri.
Sesudah itu dia buru-buru pergi.
*** Limahari kemudian, pagi-pagi sekali Thio Liang sudah datang ke tempat itu. Dia lihat orang tua itu sedang duduk di bawah pohon.
Begitu Thio Liang sampai, orang tua itu lantas berkata, "Dasar anak muda, jika janji tidak pernah betul! Karena kau salah janji, sekarang engkau boleh pulang dan tunggulimahari lagi. Pagi-pagi sekali engkau datang ke tempat ini, baru kuberikan barang itu padamu," kata orang tua itu.
Sesudahnya berkata begitu, orang tua itu lantas pergi.
Limahari kemudian.... Pagi-pagi sekitar pukul empat, Thio Liang sudah berangkat. Sampai di tempat yang dijanjikan, Thio Liang melihat orang tua itu sudah ada. Dia sedang duduk di bawah pohon. Ketika dia melihat Thio Liang, dia lantas marah-marah sambil berkata, "Dasar anak muda, malasnya bukan main. Jam segini baru sampai. Kalau begitu kau boleh pulang dan tunggulimahari lagi. Awas kau jangan datang terlambat!"
Selang empat hari..... Pada malam itu, Thio Liang tidak tidur. Sejak sore dia sudah duduk di bawah pohon itu. Thio Liang takut kalau dia terlambat dan keduluan oleh orang tua itu. Kira-kira pukul satu malam orang tua itu pun datang. Waktu itu rembulan bercahaya terang seperti pada siang hari.
Thio Liang lalu bersujud di hadapan orang tua itu.
Orang tua itu kemudian menyerahkan tiga buah buku kepada Thio Liang.
"Peruntunganmu di kemudian hari sangat baik. Kau akan menjadi orang besar. Sekarang aku akan memberimu tiga buah kitab ilmu perang, kau boleh membacanya. Ilmu perang itu akan sangat berguna untuk membela raja baru yang akan segera muncul. Raja itu akan merebut tahta kerajaan Cin," kata orang tua itu.
Setelah menerima ketiga buku itu, Thio Liang kembali memberi hormat..
"Sian-seng siapa nama Anda?" tanya Thio Liang dengan hormat.
"Kau tidak perlu tahu siapa namaku. Tapi ingat tiga belas tahun lagi, dikotaTat-kok-seng, di atas sebuah kuburan raja ada satu batu kuning, itulah aku!" kata orang tua itu.
Sesudah berkata begitu, orang tua itu menghilang.
Maka sadarlah Thio Liang bahwa orang tua itu pasti seorang dewa! Thio Liang membawa pulang buku itu dan setiap hari dia baca supaya dia dapat memahami isinya.
*** Dikisahkan di daerah Pay-koan, ada seorang anak muda yang sangat gagah bernama Hang I alias Hang Cek. Sejak kecil Hang I menunjukkan kemauan dan cita-citanya yang sangat besar. Dia anak seorang pembesar berpangkat Tay-ciang 1) bernama Hang Yan dari negeri Couw. 1)TayCiang = Jenderal Besar.
Sudah lama pemuda ini merasa muak dengan tingkah laku Cin Si Ong yang kejam terhadap rakyat. Hang bertekad untuk membunuh Cin Si Ong.
Suatu hari Cin Si Ong akan melintasikotaPay-koan. Mendapat kabar itu, Hang I sangat senang. Apalagi sudah sejak lama dia ingin segera membunuh Cin Si Ong. Kemudian dia segera bersiap-siap untuk pergi menghadang Cin Si Ong. Tapi belum sempat niatnya terwujud, paman Hang I yang bernama Hang Liang sudah mencegahnya.
"Hang I, jangan lakukan itu. Jika kau mau membunuh Cin Si Ong saat ini, sama saja kau ingin mengantar nyawa padanya!" cegah Hang Liang.
"Tapi paman, orang inilah yang membuat rakyat jadi menderita!" ujar Hang I berkeras.
"Benar, tapi dia dikawal oleh pasukan yang tangguh, sementara kau hanya seorang. Apa kau akan sanggup mengatasi para pengawalnya?" tutur Hang Liang menasihati. "Sekarang waktunya belum tepat, lebih baik kita kembali ke negeri kita."
Akhirnya Hang I mau mengikuti nasihat pamannya untuk kembali ke negeri Couw meskipun di tanah airnya sendiri dia tak akan memiliki pangkat apa-apa.
*** Dikisahkan Cin Si Ong sudah sampai dikotaPay-koan. Dia memandang ke kiri dan kanan jalan. Di sepanjang perjalanan itu, Cin Si Ong mengamati jalan-jalan dengan teliti. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah pay (tugu) yang ada di pinggir jalan besar.
? Rupanya ada orang yang sengaja memasang pay bertulisan beberapa huruf besar-besar. Bunyi tulisan itu kurang lebih begini: "Jika Cin Si Ong mati, maka negaranya akan terbagi-bagi."
Melihat tulisan di pay tersebut, bukan main marahnya Cin Si Ong.
"Kurang ajar, siapa yang membuat pay ini" Pengawal, hancurkan pay ini," bentak Cin Si Ong.
Maka dikerahkan anak buahnya untuk menghancurkan pay tersebut. Belum puas menghancurkan pay tersebut, kemudian Cin Si Ong mengeluarkan perintah untuk mencari siapa yang membuat tulisan di atas pay tersebut.
"Cari dan seret orang yang membuat tulisan di atas pay ini!" ujar Cin Si Ong dengan marah.
Parapengawal Cin Si Ong segera disebar untuk mendapatkan informasi tentang pembuat tulisan itu. Namun usaha keras pasukan Cin Si Ong mencari penulis pay itu tidak berhasil.
Karena kesal dan penasaran, Cin Si Ong lalu memerintahkan untuk membunuh semua tukang-tukang ukir batu yang tinggal di daerah itu. Tak cuma itu, Cin Si Ong juga membakar rumah-rumah mereka. Pembunuhan dilakukan dengan sangat kejam tanpa memperdulikan apakah tukang batu itu bersalah atau tidak.
Sesudah itu Cin Si Ong buru-buru pulang kekotaraja. Baru saja rombongannya sampai di bilangan Yan-ciu hari sudah malam. Terpaksa rombongan ini bermalam disana. Malamnya Cin Si Ong tidur, tapi hatinya gelisah dan tidak tenang. Malam itu dia bermimpi. Dalam mimpinya dia bertarung dengan Hay Liong Ong 2). 2) Hay Liong Ong = Raja Naga.
Ternyata Hay Liong Ong sangat gagah perkasa. Dalam pertempuran itu, Cin Si Ong tidak mampu melawan raja naga itu. Ketika Cin Si Ong mau kabur, dia mengawasi keadaan sekitar. Ternyata dia berada di tengah lautan dan Hay Liong Ong akan segera menelan dirinya.
Cin Si Ong kaget bukan main, dia buru-buru bangun. Sejak saat itu dia jatuh sakit dan sakitnya semakin hari semakin parah.
*** Pada suatu hari Cin Si Ong yang merasa sakitnya tidak akan membaik, segera menyuruh pangawal untuk memanggil Li Su.
Sesudah Li Su datang, Cin Si Ong lalu berkata dengan sangat terharu, "Aku rasa penyakitku tidak akan bisa disembuhkan lagi. Aku sangat berdosa telah memerintahkan menimbun lautan. Jika aku sudah mati kau boleh pergi ke tanah Siang-bun untuk mengambil anakku Tay-cu Hu Souw. Minta dia supaya mau menggantikanku menjadi kaisar negeri Cin! Aku harap kau menjalankan pesanku ini dengan baik."
Sesudah itu Cin Si Ong menyuruh Li Su menulis Wi Ciauw (Firman Kaisar) dan mengecapnya dengan Giok Ji (cap Raja) sesuai dengan pesannya itu.
Sesudah Cin Si Ong menyampaikan pesan terakhirnya, dia meninggal dunia. Cin Si Ong berkuasa selama 37 tahun lamanya. Ketika itu usianya baru 50 tahun.
Saat Cin Si Ong meninggal tak banyak orang yang tahu. Hanya Li Su, Tio Ko, Pangeran Ho Hai dan para Tay-kam saja yang tahu. Sementara firman Cin Si Ong pun belum dilaksanakan.
Tio Ko sangat baik pada Pangeran Ho Hai, dia berrmaksud mendudukkan Ho Hai menjadi pengganti Cin Si Ong. Maka buru-buru dia membujuk Li Su.
"Li Tay-hu, mengapa tidak kau ubah saja Wi Ciauw itu! Sebaiknya kita angkat Pangeran Ho Hai menjadi kaisar, toh sama-sama putra Cin Si Ong. Bukankah Ho Hai lebih baik daripada Hu Souw?" kata Tio Ko.
"Masalah ini tidak bisa kita lakukan, sebagai menteri kita harus jujur dan setia kepadanya. Pesan terakhirnya merupakan sebuah perintah!" kata Li Su menolak ajakan Tio Ko berbuat curang.
"Aku harap LiTay-hu tidak salah mengerti," kata Tio Ko. "Ingat baik-baik, umur manusia sangat pendek. Suatu hari kita tidak bisa berkuasa lagi dan seperti ular tidak memiliki bisa, anak kecil pun boleh mempermainkannya. Ingat baik-baik, Hu Souw sangat dekat dengan Bong Koat, padahal Bong Koat tidak pernah akur dengan kita. Jika Hu Souw yang menjadi raja, pasti dia akan mengangkat Bong Koat menjadi Cay-siang 3) dan mencopot pangkat Tay-hu. Atau mungkin dia malah akan membinasakan Tay-hu. Coba Tay-hu pikirkan masalah ini baik-baik."3) Cay-siang = Menteri Utama atau Perdana Menteri.
Mendengar ucapan Tio Ko, diam-diam Li Su jadi berpikir juga. Tiba-tiba dia berkata, "Tapi sungguhpun demikian, aku tidak berani merubah pesan kaisar."
"Aku rasa pendapatmu salah!" kata Tio Ko. "Karena kau tak berani merubah wasit itu, maka suatu saat nanti itu akan membuat kita sengsara. Coba kau pikir, mana yang lebih baik, kita mengubah wasit itu dan kita bisa hidup senang atau sebaliknya?"
Karena dipengaruhi terus, lama-lama hati Li Su pun guncang juga. Kemudian dia bangun dari kursinya. Dengan tak banyak bicara lagi dia menuruti nasihat Tio Ko mengubah wasiat Cin Si Ong dan mengangkat Ho Hai menggantikan kedudukan ayahnya.
Dengan keji komplotan ini pun lalu meniru dan membuat wasit palsu. Dengan menggunakan nama Cin Si Ong, mereka menyuruh Giam Gak pergi untuk membawa wasiat tersebut kepada Hu Souw. Dalam wasiat tersebut diperintahkan agar Hu Souw segera bunuh diri.
*** Sementara itu dikisahkan Li Su bersama Tio Ko membawa jenazah Cin Si Ong pulang kekotaHam-yang. Begitu sampai, mereka lalu mengangkat Ho Hai menggantikan Cin Si Ong menjadi kaisar dengan gelar Ji Si Hong-tee.
Lalu menguburkan jenazah Cin Si Ong di kaki gunung Lee. Begitu Ho Hai naik tahta, dia lalu memerintahkan agar penghuni istana Kiong-li 4) yang tidak punya anak harus dikubur hidup-hidup di kuburan Cin Si Ong yang diberi nama Sun Cong. 4) Istana Kiong-li = tempat permaisuri dan selir raja.
? ?Ternyata sifat dan kelakuan Ji Si Hong-tee sama dengan ayahnya.
Sesudah itu Ji Si Hong-tee lalu mengangkat Li Su dan Tio Ko menjadi Tay-ciang dan menyerahkan semua urusan negara baik sipil maupun militer kepada mereka berdua. Keduanya jadi makin jahat saja.
Rakyat seluruh daratan Tiongkok jadi semakin merasa tidak senang terhadap pemerintahan dinasti Cin. Mereka merasa tak enak makan dan tidur karena hidupnya selalu dalam ketakutan! Di berbagai tempat akhirnya orang-orang membuat perkumpulan untuk membuat huru-hara di dalam negeri.
*** Dikisahkan Pangeran Hu Souw yang sebenarnya berhak atas tahta kerajaan Cin, merasa sedih ketika menerima perintah agar dia segera bunuh diri. Hu Souw menangis sedih. Lalu dia berkata pada Bong Koat, "Menurut aturan yang berlaku, jika kaisar meminta kita mati, kita harus menurut! Apalagi aku adalah anaknya. Jelas aku harus menaati perintahnya. Maka sekarang aku siap minum racun yang ayahandaku perintahkan."
"Tunggu dulu, Tian-hee jangan terburu nafsu. Memang seorang anak harus taat pada ayahnya. Tapi hamba curiga, wasiat ayah Tuanku itu palsu," kata Bong Koat bersungguh-sungguh. "Sebab mana mungkin ayah Tuanku mau menghukum mati anaknya yang tidak berdosa!
Menurut hamba, lebih baik Tian-hee pergi dulu kekotaHam-yang, temui sendiri Tay Ong! Jika benar dia mau menghukum mati Tian-hee, apa boleh buat."
Tapi Hu Souw tidak mau mendengar nasihat dari Bong Koat, malah langsung meminum racun itu hingga tewas. Melihat kejadian itu, Bong Koat menangis sedih. Akhirnya dia segera mengurus jenazah Hu Souw dan memakamkannya dengan sangat sederhana.
Sesudah Giam Gak mendengar seluruh pembicaraan Bong Koat dengan Hu Souw dan melihat Hu Souw mati, dia buru-buru pulang kekotaHam-yang. Kemudian dia melaporkan apa yang disaksikannya pada Li Su dan Tio Ko.
"Sebenarnya Jenderal Bong Koat sempat curiga dan tidak percaya dengan wasiat itu. Bahkan dia memperingatkan Pangeran Hu Souw berhati-hati dan jangan mentaati perintah itu. Tapi Pangeran Hu Souw tidak mau mendengar nasihat itu dan memilih untuk mati," kata Giam gak mengakhiri laporannya.
Mendengar laporan itu, Ji Si Hong-tee jadi khawatir sendiri. Dia takut di kemudian hari, Bong Koat akan membuat huru-hara. Apalagi jenderal itu memegang kekuasaan angkatan perang sampai tiga puluh ribu banyaknya.
Karena kebetulan banyak sanak keluarga Bong Koat yang tinggal di IbuKota, maka Ji Si Hong-tee lalu mengeluarkan perintah untuk membunuh seluruh keluarga Bong Koat.
Mendengar kabar sanak-keluarganya dihabisi oleh Ji Si Hong-tee, Bong Koat lalu minum racun hingga mati. Mendengar Bong Koat sudah mati, Li Su dan Tio Ko sangat senang sebab tidak ada lagi orang yang mereka takuti.
Semakin hari mereka jadi makin bertingkah dan membuat rakyat jadi makin sengsara. Maka tak lama di seluruh negeri terjadi berbagai huru-hara, tapi Li Su dan Tio Ko tidak melaporkan kepada Ji Si Hong-tee. Bahkan sang kaisar baru pun sama sekali tidak peduli pada masalah negara. Siang dan malam kerjanya cuma bersenang-senang di istana.
*** Dikisahkan dikotaTay-koan, hidup seorang pria bernama Lauw Tay Kong. Dia mempunyai seorang isteri yang bernama Un Siang. Sejak lama mereka memimpikan untuk mempunyai seorang anak laki-laki. Tapi entah mengapa anak yang diharapkan tak kunjung datang.
Pada suatu malam, tanpa sepengetahuan suaminya Un Siang bermalam di tepi sebuah empang besar. Malam itu Un Siang bermimpi tidur bersama dengan seorang malaikat.
Sementara itu Lauw Tay Kong sedang sibuk mencari isterinya. Apalagi waktu itu hujan turun dengan amat lebatnya. Lauw Tay Kong pun jadi sangat khawatir. Dia mencari dan terus mencari. Akhirnya dia menemui isterinya yang tengah bermalam di pinggiran empang.
Baru saja dia sampai di tepi empang itu, Lauw Tay Kong melihat seekor naga sedang melingkar di atas tubuh istrinya. Melihat hal itu, bukan main kagetnya Lauw Tay Kong. Tapi dia tak berani mendekati isterinya itu sampai sang ular naga menghilang.
Namun selang beberapa bulan sejak kejadian itu, hal aneh terjadi dalam diri Un Siang. Isteri Lauw Tay Kong ini tiba-tiba hamil. Tepat sembilan bulan, dia melahirkan seorang anak lelaki yang akhirnya diberi nama Lauw Pang alias Lauw Kui.
Tapi ada yang aneh pada bayi yang baru saja dilahirkan itu adalah terdapatnya 72 buah tahi lalat pada paha kiri Lauw Pang. Namun kedua orang tua Lauw Pang tidak mau ambil pusing dengan tanda-tanda tersebut.
*** Dalam perkembangan selanjutnya, Lauw Pang tumbuh dengan sehat. Dan ketika dia mulai menginjak dewasa, tubuhnya tampak tegap dan wajahnya pun tampan sekali. Sifat Lauw Pang juga sangat sabar dan sayang pada semua orang. Lauw Pang juga terkenal sangat bijaksana. Ketika itu dia sudah menjadi Teng-tiang (mirip mandor) dikotaSu-sui.
Namun kehidupan Lauw Pang waktu itu masih sangat susah. Tak ada orang yang mau menghargainya. Apalagi saat itu Lauw Pang suka sekali minum arak dan mabuk-mabukan dengan perempuan-perempuan nakal.
DikotaTay-koan ada seorang Sin-sheh Siang-miah 1) bernama Li Bun. Sudah lama Li Bun ini memperhatikan wajah Lauw Pang. Bahkan dia sudah mengetahui bahwa di kemudian hari Lauw Pang bakal menjadi orang terkenal. 1) Sin-sheh Siang-miah = sinshe peramal.
? ? Setelah yakin benar dengan penglihatannya, maka pulanglah Li Bun ke rumahnya. Dia segera memberitahukan apa yang dilihatnya kepada sang istri.
"Istriku, aku yakin benar kelak Lauw Pang akan menjadi orang besar!" tutur Li Bun.
"Lalu apa kepentingannya dengan kita!" jawab si istri.
"Ada, tentu ada! Aku bermaksud menikahkan putri kita dengan Lauw Pang!" tutur Li Bun lagi.
Medengar niat Li Bun, istrinya malah marah-marah. "Hai kau ini sudah gila! Anak kita itu seorang wanita yang cantik. Di samping itu dia sangat baik dan berbudi tinggi. Tapi entah setan apa yang merasukimu sehingga kau mau menyerahkan dia kepada seorang pemuda berandalan macam Lauw Pang?"
"Sabar dulu istriku! Kau jangan emosi begitu, aku lihat pemuda ini akan menjadi orang besar di kemudian hari!" bujuk Li Bun.
"Orang besar" Apa kau tak salah ucap" Pemuda itu jelas tak berguna! Tiap hari kerjanya cuma mabuk-mabukan!" bentak istri Li Bun sengit. "Apa yang akan diharapkan dari pemuda macam itu!"
"Ah! Kau ini tahu apa" Yang kutahu dia itu akan sangat berguna," kata Li Bun kesal. "Sudah kau jangan ikut campur dalam urusan ini. Biar aku saja yang menentukan masa depan anak kita!"


Lauw Pang Vs Hang Ie Kejatuhan Dinasti Cin Dan Kebangkitan Dinasti Han di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar ucapan suaminya, akhirnya sang istri menurut juga. Li Bun lalu mengundang Lauw Pang makan dan minum arak di rumahnya.
Saat makan minum itulah, Li Bun memberitahu tamunya bahwa dia bermaksud menikahkan putrinya dengan Lauw Pang.
"Kalau kau tak keberatan, aku ingin menjodohkan putriku dengan Anda, Tuan Lauw!" kata Li Bun sungguh-sungguh.
"Menjodohkan putri Tuan dengan saya" Apa saya tidak salah dengar?" tanya Lauw Pang kaget.
"Ya, dengan Anda!" lanjut Li Bun sungguh-sungguh.
"Tapi... Tuan. Ah, saya tidak berani menerima putri Tuan Sin-sheh itu. Kebaikan Sin-sheh sangat saya hargai, tapi saya punya tiga perkara yang masih mengganjal dalam diri saya," kata Lauw Pang.
"Soal apa itu?" tanya Li Bun.
"Pertama, saya tidak memiliki pendidikan tinggi. Kedua, saya tidak punya kemampuan seperti orang lain; dan yang ketiga, saya ini orang miskin dan tidak punya apa-apa. Karena itu saya tidak berani menerima kebaikan Sin-sheh. Saya khawatir kelak saya hanya akan membuat anak Sin-sheh sengsara," kata Lauw Pang jujur.
"Ah, sudahlah! Aku tak mempersoalkan hal itu. Aku harap Siang Kong jangan menolak maksud baikku ini," kata Li Bun. "Apapun yang menjadi kendala bagimu, coba kita pecahkan bersama."
Melihat kesungguhan tuan rumah yang didampingi istrinya, Lauw Pang jadi tidak punya pilihan. Maka buru-buru Lauw Pang bersujud pada Li Bun dan istrinya.
"Gak-hu dan Gak-bo, 2) terimalah hormatku," kata Lauw Pang.
2) Gak-hu (mertua lelaki), Gak-bo (mertua perempuan).
Sesudah beramah-tamah sebentar, Lauw Pang pun pamit hendak pulang. Li Bun lalu ikut bersamanya.
Ketika sampai di jalan raya, mereka bertemu dengan seseorang yang mengangkat kedua tangannya memberi hormat pada Lauw Pang.
"Sudah dua hari aku mencarimu, Lauw Kui. Susah sekali aku mencarimu." kata orang itu.
Li Bun mengawasi orang itu, dia berbadan tinggi besar, wajahnya angker dan suaranya pun nyaring. Li Bun mengetahui bahwa kelak orang itu pasti mendapat kesenangan dalam hidupnya
Li Bun mengajak orang itu bersama Lauw Pang pergi ke rumah makan untuk makan dan minum arak.
"Nama Anda siapa dan darimana asal Anda?" tanya Li Bun.
"Aku penduduk kota Pay-koan. Namaku Hoan Hwe. Pekerjaanku sehari-hari adalah jagal anjing. Sedang nama Tuan sendiri siapa" Baru hari ini kita bertemu, tapi saya sudah membuat Anda harus kehilangan banyak uang untuk meneraktir saya," kata orang itu.
"Nama saya Li Bun, berasal dari kota Tan-hu. Berapa waktu yang lalu kami pindah ke kota Pay-koan. Sebenarnya sudah lama saya mendengar nama Cong-su yang terkenal, syukur hari ini kita bisa bertemu! Sekarang saya numpang tanya, Cong-su sudah berkeluarga atau belum?" kata Li Bun.
"Saya orang miskin, sejak kecil sudah tidak punya orang tua lagi, jadi mana mampu saya beristri?" kata Hoan Hwe.
"Saya punya dua anak perempuan," kata Li Bun terus terang. "Yang besar bernama Li Gan dan akan saya nikahkan dengan Lauw Kui! Yang kedua akan saya serahkan pada Cong-su untuk dijadikan istri. Itu pun jika Cong-su tidak keberatan."
Mendengar tawaran Li Bun yang tulus, tentu saja Hoan Hwe menjadi malu.
"Ah Tuan, saya hanya seorang miskin, mana berani saya menerima tawaran itu!" tampik Hoan Hwe.
"Ah kawan, terima sajalah! Hari ini Gak-hu sudah menyerahkan kedua anak perempuannya pada kita. Mengapa kau malah menolaknya?" kata Lauw Pang pada Hoan Hwe.
"Bukan begitu, ta.. tapi....." ujar Hoan Hwe ragu.
"Gak-hu sangat paham ilmu Siang-miah, dia sudah meramalkan bahwa di kemudian hari kita akan mampu membiayai rumah tangga kita sendiri. Jadi kau tak perlu takut dan ragu menerima tawarannya," kata Lauw Pang lagi.
Hoan Hwe buru-buru bangun dari tempat duduknya dan bersoja di depan Li Bun.
? ? ? ?"Terima kasih Gak-hu, terima kasih!" Hoan Hwe mengucapkan terima kasih berulang-ulang.
Mendengar ucapan itu, Li Bun tertawa.
"Sudahlah, aku memang rela menyerahkan anak perempuan keduaku untuk dijadikan istrimu!" ujar Li Bun tulus.
Sesudah selesai makan dan minum, mereka lalu pulang ke rumah masing-masing.
*** Pada suatu hari...... Ti-koankotaPay-koan memerintahkan Lauw Pang supaya mengantarkan beberapa ratus orang pekerja. Mereka harus diantarkan untuk bekerja di gunung Lee San. Ketika rombongan yang dibawa oleh Lauw Pang baru melakukan setengah perjalanan, orang-orang itu ingin kabur. Alasan mereka karena takut pada raja negeri Cin yang kejam.
"Tunggu!" kata Lauw Pang. "Dari dulu aku pun sudah mendengar banyak orang yang kabur ke luar negeri untuk menghindari bahaya! Jika kalian pergi, aku pasti akan mendapat hukuman atas kesalahan ini. Tapi memang sebaiknya kalian pergi saja, agar kalian jangan sampai binasa di tempat pekerjaan kalian nanti."
Mendengar ucapan Lauw Pang begitu, orang-orang itu bersoja di hadapan Lauw Pang. Mereka lalu berkata, "Hukuman yang dijatuhkan oleh raja negeri Cin sangat berat, jika kami Tuan bebaskan dan bisa selamat, kami tetap tidak tega membiarkan Siang-kong dihukum berat!"
"Kalian semua boleh pergi! Jangan mencemaskan diriku. Seperginya kalian, aku pun mau melarikan diri dan bersembunyi di gunung-gunung. Aku tidak mau menaati perintah raja negeri Cin lagi!" kata Lauw Pang..
Mereka semua bersoja mengucapkan terima kasih pada Lauw Pang. Sesudah itu mereka pun terus pergi, tapi ada sekitar sepuluh orang lebih, yang tidak mau pergi.
"Mengapa kalian tak ikut dengan mereka?" tanya Lauw Pang.
"Kami ingin ikut dengan Tuan dan pergi bersama-sama," kata mereka.
Mendengar kata-kata yang tulus itu, Lauw Pang mengangguk dan kasihan pada mereka.
"Baiklah, sekarang kalian ambil jalan di depan supaya aman!" kata Lauw Pang.
Sampai di tengah jalan mereka bertemu dengan seekor ular besar yang panjangnya lebih dari sepuluh depa. Ular itu melintang di tengah-tengah jalan menghalangi rombongan orang-orang itu. Orang-orang itu, jadi ketakutan, kemudian mereka berlarian menemui Lauw Pang.
Mendengar ada ular besar yang menghadang perjalanan mereka, Lauw Pang langsung mencabut pedangnya dan berjalan menghampiri ular raksasa itu. Begitu Lauw Pang sampai di tempat ular yang melintang di tengah jalan, ular itu dia tebas dengan pedangnya hingga putus menjadi dua. Orang-orang yang melihatnya jadi keheranan, sebab mereka tahu dulu Lauw Pang ini seorang penakut, mengapa hari ini dia jadi begitu berani dan memotong ular raksasa itu dengan gagahnya.
Kemudian Lauw Pang membawa anak buahnya pergi dan berkumpul di atas gunung Bong Tong. Sejak saat itu, di tempat ini Lauw Pang menerima orang-orang untuk bergabung dengannya. Tanpa terasa semakin lama jumlah orang-orang yang bergabung dengan mereka jadi semakin banyak.
*** Pada suatu hari...... Di tempat Lauw Pang membunuh ular raksasa itu, ada seorang perempuan tua. Dia sedang menangis siang dan malam tidak ada hentinya. Dari mulutnya dia bilang ular yang dibunuh itu anaknya, yaitu Raja Tek Tee. Tapi sekarang telah terbunuh oleh Raja Cia Tee, maka itu dia menangis sedih sekali.
Orang-orang yang mendengar cerita itu semua tidak mau percaya. Bahkan mereka mengira perempuan tua itu siluman. Orang-orang itu mau memukul dan mengusir perempuan tua itu. Kemudian perempuan tua itu pun menghilang.
Melihat kejadian itu, orang-orang jadi percaya bahwa di kemudian hari Lauw Pang bakal bisa menjadi raja. Tidak berapa lama, ribuan orang berdatangan ingin bergabung dengan Lauw Pang. Mereka tinggal di atas gunung Bong-tong-san sebab mereka tidak tahan oleh kekejaman raja negeri Cin. Mereka semua siap untuk membentuk pasukan menghapus kekejaman negeri Cin itu.
*** Dikisahkan di kota Pay-koan ada dua orang pemuda. Salah seorang bernama Co Cam dan yang lain bernama Siauw Ho. Kedua orang ini bekerja di kantor Ti-koan. Ketika itu mereka mengetahui peraturan dari Raja Cin sangat tidak adil. Raja Cin memaksa rakyat bekerja paksa untuk membuat "Ban Li Tiang Shia" atau bangunan lain-lain sehingga orang-orang tidak tahan oleh kekejaman itu.
Co Cam dan Siauw Ho lalu mengangkat Ti-koan Pay-koan menjadi pemimpin mereka melawan pemerintah.
Siauw Ho dan Co Cam minta bantuan pada Hoan Hwe untuk mengundang Lauw Pang supaya datang ke kota Pay-koan. Kemudian bersama-sama melawan raja negeri Cin.
Mendapat undangan itu, Lauw Pang membawa tentaranya ke kota Pay-koan. Mereka lalu membuat tangsi-tangsi tentara di luar kota Pay-koan.
Ti-koan kota Pay-koan jadi marah-marah ketika mengetahui Siauw Ho dan Co Cam mengundang Lauw Pang datang ke kotanya. Ti-koan itu hendak membunuh Co Cam dan Siauw Ho. Tapi niat itu selalu gagal. Ketika rakyat mengetahui kebodohan Ti-koan itu, mereka menganggap Ti-koan itu harus mereka singkirkan. Akhirnya Ti-koan itu mereka bunuh.
Sesudah Ti-koan itu mati, mereka segera menyambut Lauw Pang dan meminta agar Lauw Pang masuk ke dalam kota Pay-koan. Sesudah berunding, mereka lalu mengangkat Lauw Pang menjadi kepala di kota Pay-koan dengan gelar Pay Kong.
? ?Sesudah Lauw Pang diangkat menjadi kepala dikotaPay-koan, Lauw Pang memerintahkan orang supaya membuat bendera. Sejak hari itu, Lauw Pang mengumumkan bahwa dia bersedia menerima orang-orang yang mau bergabung dengannya. Ketika orang-orang mendengar tentang Lauw Pang yang bijaksana, mereka segera menyatakan diri untuk bergabung di bawah perintah Lauw Pang. Tidak sampai satu bulan lamanya, orang-orang yang sudah terkumpul mencapai tiga ribu orang lebih.
*** Setelah kegagalan mereka dalam usaha membunuh Cin Si Ong, Hang Liang dan Hang I terpaksa pergi kekotaHwe-kee. Kemudian mereka mengambil keputusan untuk tinggal sementara dikotaitu. Tay-siu (Penguasa) dikotaHwe-kee bernama Un Tong. Sudah lama Un Tong mendengar bahwa Hang Liang dan Hang I adalah orang-orang pandai.
Suatu hari, Un Tong memanggil Hang Liang untuk datang menemuinya. Maksud Un Tong ingin mengajaknya berunding dalam menghadapi pemerintah.
"Aku sudah muak melihat kelakuan Raja Cin yang kejam. Maka aku memutuskan untuk memberontak saja," tutur Un Tong pada Hang Liang. "Aku siap membantu kalian menghimpun tentara untuk melawan dinasti Cin."
Mendengar semua ocehan tersebut, Hang Liang hanya diam. Dia merasa curiga dengan kata-kata manis Un Tong. Bagi Hang Liang, pejabat Un Tong sudah tidak asing. Dulu Un Tong pernah menjadi pejabat di bawah perintah Raja Couw, tapi setelah kerajaan Couw berhasil direbut Cin Si Ong, dia malah berbalik mendukung Cin Si Ong.
"Ah aku ragu dengan orang ini. Siapa tahu dia cuma pura-pura untuk memancing dan menangkap orang-orang yang menentang kebijakan dinasti Cin," pikir Hang Liang dalam hati. "Sebaiknya aku harus bersikap hati-hati menghadapi bandit ini!"
Setelah berpikir panjang, tiba-tiba Hang Liang menjawab, "Tampaknya ini masalah yang sangat besar. Jadi aku belum bisa memutuskan hal itu sekarang," tutur Hang Liang pada Un Tong.
Kemudian Hang Liang mohon pamit untuk kembali ke kediamannya. Sekembalinya dari pertemuan Un Tong, Hang Liang yang telah punya penilaian terhadap Un Tong segera menceritakan hal itu padaHangI.
"Kita laki-laki sejati yang selamanya tidak akan tunduk di bawah perintah orang. Ditambah lagi aku perhatikan Un Tong itu orang tidak berguna. Aku yakin ajakannya itu cuma tipuan. Dia pasti tidak bersungguh-sungguh menentang Ji Si Hong-tee. Menurutmu mana yang lebih baik, kita bunuh dia lalu merampaskotaHwe-kee atau mengajak dia bergabung?" kata Hang Liang. "Menurut pendapatku, lebih baik singkirkan saja dia!" kataHangI.
"Kalau begitu besok pagi-pagi sekali, kau sembunyikan senjata tajam. Kau ikut aku menemui Un Tong. Begitu bertemu dengannya, kau boleh segera membunuhnya!" kata Hang Liang
"Baik!" kataHangI.
*** Esok harinya, Hang I ikut dengan Hang Liang menemui Un Tong di kantornya.
Begitu sampai, mereka dipersilakan masuk ke kantor Un Tong. Kemudian mereka dipersilakan duduk. Saat Un Tong sedang berunding dengan Hang Liang mengenai rencana pemberontakan melawan Ji Si Hong-tee. Hang I langsung menyergap Un Tong.
"Memang kami hendak memberontak melawan Ji Si Hong-tee, tapi orang sepertimu tak bisa diajak bergabung. Aku yakin hatimu tidak setia pada cita-cita ini!" kataHangI.
Begitu selesai bicara Hang I segera membacok leher Un Tong hingga putus dan Un Tong pun tewas seketika. Hang I lalu mengancam anak buah Un Tong.
"Barang siapa berani melawan perintah pamanku, maka mereka akan kubunuh!" teriakHangI.
Menyaksikan kegagahan Hang I, anak buah Un Tong ketakutan dan bersedia menuruti. Lalu mereka beramai-ramai mengangkat Hang Liang menjadi penguasakotaHwe-kee.
Di bawah perintah Un Tong ada dua panglima perang yang bijaksana. Yang pertama bernama Ciong Li Bwe 1) dan yang lain bernama Kui Pouw. Ketika mereka mendengar Hang I telah membunuh Un Tong dan hendak mengangkat Hang Liang menjadi penguasa Hwe-kee yang baru, mereka sangat marah. Lalu mereka berdua datang menghadap Hang Liang..
Ciong Li Bwe dan Kui Pouw berkata pada Hang Liang.
1) Ciong Li Bwee= ada yang menulisnya dengan nama Cong Li Bie. "Bedebah, kalian berani membunuh dan merampaskotayang dijaga Un Tong! Kalian juga terlalu berani mengangkat diri menjadi pembesarkotaini untuk menggantikan kedudukan Tuan kami. Perbuatan kalian sungguh tidak pantas!" kata Ciong Li Bwe dan Kui Pouw hampir berbareng.
Hang I mengetahui bahwa kedua orang panglima itu sangat pandai dan bijaksana. Maka ketika Hang I mendengar ucapan mereka, dia langsung bicara mewakili pamannya.
"Un Tong seorang yang put-tiong 2). Dulu dia seorang panglima negeri Couw yang gagah. Tapi ketika kerajaan Couw tertimpa bencana, dia malah membelot. Maka dia harus kubunuh untuk bisa membalas sakit hati Raja Couw. Kurasa tindakanku merampaskotaHwe-kee sesuatu yang sangat pantas. Hal itu kulakukan karena aku ingin membalas jasa pada negeri Couw. Harap Ciang-kun tak perlu mempersoalkan hal itu lagi. Apakah saya salah jika ingin membela negaraku" Jika Ciang-kun mau bergabung dengan kami berperang dengan negeri Cin, suatu hari kita pasti mendapat kemenangan dan bisa menikmati kemenangan itu bersama-sama," kata Hang Ie.
? ?Mendengar ucapan Hang I, kedua panglima itu mulai berunding dan berpikir. Setelah mereka mempertimbangkan baik-baik, maka Kui Pouw dan Ciong Li Bwe bersedia bergabung bersama Hang Liang dan Hang I untuk memerangi negeri Cin.
Sesudah berhasil merebutkotaHwe-kee, Hang Liang lalu mengatur rakyat dengan baik dan adil. Begitu bupati-bupati yang kabupatennya masuk ke daerah Hwe-kee mendengar kebijaksanaan Hang Liang, mereka segera menyatakan ingin bergabung.
*** Pada suatu hari Ciong Li Bwe berkata kepada Hang Liang,
"Saat ini kita harus mencari dukungan orang-orang gagah untuk membantu, Tuanku." kata Li Bwe. "Di daerah ini ada gunung yang bernama Touw-san. Di tempat itu ada gerombolan perampok. Jumlah mereka sekitar 8000 orang lebih. Mereka dipimpin oleh dua orang. Yang satu bernama Hoan Couw dan satunya bernama I Eng. Kedua orang itu gagah perkasa. Jika Tuanku bisa menarik mereka, maka usaha Tuanku kami yakin akan berhasil." .
Mendengar keterangan itu, Hang Liang menjadi senang sekali. Dia memerintahkan Hang I dan Kui Pouw supaya pergi ke gunung Touw (Gunung Kelinci) untuk membujuk Hoan Couw dan I Eng.
"Bujuklah mereka agar mau bergabung dengan kita!" perintah Hang Liang.
Begitu menerima perintah itu, Hang I dan Kui Pouw langsung berangkat. Tidak berapa lama, mereka telah sampai di kaki gunung Touw. Tiba-tiba mereka dihadang oleh para liauw-lo.2)
2) Liauw-lo = anak buah berandal atau perampok.
"Mau apa kalian datang ke tempat kami?" tanya anak buah perampok.
"Kami ingin bertemu dengan Tay Ong kalian. Tolong sampaikan padanya. Aku Hang I ingin berjumpa!" kata Hang I.
"Baik," jawab anak buah perampok itu.
Maka liauw-lo itu segera naik ke atas gunung untuk memberitahu atasannya. Begitu bertemu dengan pemimpinnya, dia langsung melapor. "Di kaki gunung ada dua orang tidak bersenjata, mereka minta bertemu dengan Tay Ong. Mereka bilang ingin bicara."
"Suruh mereka naik!" kata Hoan Couw dan I Eng.
Sesudah mereka bertemu dan saling memberi hormat, I Eng ingin tahu maksud kedatangan Hang I menemuinya.
"Hari ini saya datang ke sini, sebab saya pikir kita sependapat bahwa raja negeri Cin sangat kejam. Tak heran kalau di seluruh tempat, para orang gagah menentangnya. Mereka membentuk perrsatuan untuk melawan kebijakan negeri Cin," kata Hang I.
"Maksud Tuan?" kata Hoan Couw.
"Kita harus menyelamatkan orang-orang dari kekejaman Ji Si Hong-tee." kata Hang I. "Kalian berdua termasuk orang-orang gagah pada zaman ini. Mengapa kalian tidak mau turut melawan kekuasaan raja Cin yang jahat itu" Kami berdua mendapat perintah dari Hang Liang untuk mengundang Anda berdua untuk diajak bergabung. Kami harap kalian bersedia membantu kami memerangi kekejaman di seluruh negeri. Jika kita mampu merobohkan kerajaan Cin, di kemudian hari kemenangan itu bisa kita nikmati bersama-sama. Bagaimana menurut kalian?"
"Raja negeri Cin memang jahat dan kejam, tapi untuk merobohkannya masih sulit. Agkatan perangnya sangat banyak dan jendralnya gagah perkasa," kata I Eng. "Jika kita belum kuat benar, tidak bisa kita melawan mereka. Sekarang Anda sendiri punya kemampuan apa, hingga Anda berani mengatakan akan merobohkan mereka?"
"Apa maksud Anda berdua?" tanya Hang I.
"Hari ini saya mau mencoba kepandaianmu! Jika kau bisa mengalahkan kami berdua, baru kami bersedia bergabung dengan kalian. Kami berdua bersedia diperintah! Jika tidak, jelas kami tak mau bergabung dengan Anda! Ada peribahasa mengatakan : Orang mau menikam harimau berubah jadi menikam seekor anjing. Itu yang saya kuatirkan" kata Hoan Couw.
"Baiklah, aku bersedia mengikuti keinginan kalian!" kata Hang I. "Kurasa aku sanggup melawan kalian!"
"Kalau begitu mari ikut kami!" kata Hang Couw dan I Eng.
Mereka kemudian mengajak kedua tamunya pergi ke tempat yang lapang di depan sebuah bio.3) Di tempat itu ada sebuah kuali besi yang beratnya ribuan kati.
3) Bio = kelenteng. "Tadi Hang Ciang-kun bilang dia sangat kuat. Sekarang silakan turunkan kuali itu, lalu taruh kembali di tempatnya semula! Kalau bisa berarti kami yakin Anda memang orang kuat!" kata Hoan Couw.
Mendengar tantangan itu Hang I tertawa sambil berkata, "Baiklah, kuturuti kemauanmu!"
Kemudian Hang I mendekati kuali besi yang tingginya tujuh kaki dengan bulatan lima kaki. Sesudah memeriksa keadaan kuali besi itu, Hang I meminta anak buah Hoan Couw untuk menurunkan kuali itu dari tempatnya. Tapi mereka tidak bisa melakukannya karena beratnya.
Kemudian Hang I menggulung kedua lengan bajunya dan mengangkat kuali besi itu dengan mudah. Kuali besi itu jadi miring, kemudian dia betulkan kembali. Terus berulang-ulang.
Semua yang menyaksikannya jadi keheranan, mereka tak mengira Hang I demikian kuat. Menyaksikan kekuatan Hang I, Hoan Couw dan I Eng jadi gembira. Tanpa terasa mereka bertepuk tangan.
"Hari ini kami baru menyaksikan kekuatan Hang Ciang-kun. Kami yakin kita punya kekuatan untuk merobohkan negeri Cin!" kata Hoan Couw dan I Eng.
? ?Hang I tertawa sambil berkata, "Tadi tidak terhitung sebagai sesuatu yang mengherankan, sekarang saya mau mengangkat kuali ini."
Sesudah berkata begitu, Hang I segera mengangkat kuali dan berjalan-jalan mengelilingi bio sampai tiga kali. Setelah melakukan itu, baru dia menaruh kuali besi itu di tempatnya. Sedikit pun Hang I tak tampak kelelahan.
"Bagaimana mengenai kekuatanku tadi?" kata Hang I sambil tersenyum.
Hoan Couw dan I Eng langsung bersujud di depanHangI.
"Hang Ciang-kun, Anda benar-benar orang hebat. Sekarang kami bersedia ikut di bawah perintah Ciang-kun!" kata mereka hampir berbareng.
Hang I senang sekali. Lalu dia mengajak mereka bersama anak buahnya ikut kekotaHwe-kee.
Sebelum meninggalkan gunung tersebut, Hoan Couw mengadakan pesta makan untuk memberi penghormatan padaHangI.
*** Esok paginya.... Mereka bersiap-siap akan berangkat dengan membawa semua anak buahnya kekotaHwe-kee. Di tengah jalan mereka bertemu dengan orang yang sedang ribut-ribut. Hang I tertarik mendenar keributan itu.
"Mengapa kalian ribut-ribut?" tanyaHangI.
"Di tempat ini telah terjadi perkara yang mengherankan. Di kaki gunung ini, sudah lama ada seekor macan kumbang yang sangat ganas. Macan kumbang itu sering membunuh binatang peliharaan milik penduduk. Tapi aneh sesudah macan kumbang itu menghilang, kini muncul seekor kuda liar dan galak sekali. Tidak seorang pun bisa menangkap kuda liar itu. Kuda ini pun sering merusak sawah dan tanaman milik penduduk. Ketika saya mendengar Ciang-kun dan anak buahmu akan lewat di tempat ini, maka saya datang untuk minta tolong pada Ciang-kun. Bunuh saja kuda itu!" kata salah seorang dari mereka.
Mendengar laporan itu, Hang I jadi tertarik. Dia mengajak Hoan Couw dan pengikutnya untuk melihat sendiri kuda liar itu. Sampai di tempat kuda liar, Hang I mengawasi kuda itu. Hang I melihat bahwa kuda itu selain liar juga kelihatan galak sekali. Kuda itu seolah ingin menerkam pada HangI.
Hang I segera menggulung kedua lengan bajunya. Kemudian dia menghampiri kuda liar itu secara perlahan-lahan.Begitu kuda liar itu melihat Hang Ie mendatanginya, dia langsung menerjang. Hang I tak tinggal diam, dia mengelak lalu menjambak bulu suri kuda liar itu dan terus menunggangi kuda itu.
Kuda itu kaget lalu mencoba menjatuhkan penunggangnya. Dengan liar dia melompat-lompat sambil meringkik. Tapi Hang I tetap berpegangan dengan kuat pada bulu suri kuda liar itu. Karena tak mampu menjatuhkan penunggangnya, kuda itu mengamuk lalu membawa lari Hang I berputar-putar mengelilingi gunung sampai beberapa kali. Tapi Hang I tetap melekat di atas punggung kuda liar itu.
Akhirnya kuda itu kelelahan sendiri. Aneh pada akhirnya dia menjadi jinak. Buru-buru Hang I memakaikan les dan kuda itu menjadi baik sendiri.
Orang-orang yang tadi membuat gaduh pun berbondong-bondong menemui Hang I untuk bersoja mengucapkan terima kasih.
"Selamat! Selamat, Ciang-kun!" kata mereka senang sekali.
Di antara rombongan orang-orang itu, ada seorang tua yang mendatangi ke arah Hang I. Dia meminta Hang I mau datang ke rumahnya. Untuk menghormati permintaan orang tua itu Hang I bersama Hoan Couw datang ke rumah orang tua itu. Begitu sampai, orang tua itu mengeluarkan makanan dan memberi hormat padaHangI.
"Ciang-jin (orang tua), hari ini kita baru bertemu. Mengapa Ciang-jin begitu hormat pada saya. Siapa nama Ciang-jin?" kataHangI.
"Namaku Gi Kong." jawab tuan rumah. "Sekarang Ciang-kun umur berapa" Apakah Ciang-kun sudah mempunyai isteri?"
Mendapat berondongan pertanyaan orang tua itu, Hang I tersenyum.
"Belum," kataHangI.
"Saya punya seorang anak perempuan," tiba-tiba orang tua itu berkata lagi. "Dia cerdas tapi sangat pendiam dan tidak gampang melihat dia tertawa. Sekalipun pada sanak famili sendiri, dia jarang mau menemuinya."
Mendengar keterangan itu Hang I heran, tapi dia diam saja karena dia ingin tahu apa maunya orang tua itu.
"Dia paham ilmu soal sastra dan mengerti segala aturan (hukum). Ketika ibunya mengandung, ibunya bermimpi melihat burung Hong berbunyi di atas rumah kami. Saya pikir kelak anak ini pasti menjadi orang besar. Sudah banyak orang yang meminta, tapi saya tidak mau menyerahkannya. Tadi saya menyaksikan kegagahan Ciang-kun, maka saya pikir saya mau menyerahkan anak perempuan saya untuk dijadikan isteri Ciang-kun. Bagaimana pendapat Ciang-kun?" tanya Gi Kong.
Sesudah itu, Gi Kong menyuruh istrinya membawa keluar anak perempuannya itu. Tidak lama kemudian anak perempuan itu keluar menemui tamunya. Sampai di depan Hang I, dia menunduk dan buru-buru masuk kembali ke dalam rumah.
Ketika melihat wajah anak perempuan itu, Hang I pun jadi girang. Karena selain cantik, anak perempuan itu tampak alim sekali..
Hang I buru-buru soja pada Gi Kong dan isterinya, lalu mengucapkan terima kasih. Kemudian Hang I melepaskan po-kiam yang disandangnya. Kemudian dia menyerahkannya pada Gi Kong sebagai tanda pertunangan mereka. Sesudah itu Hang I lalu pamit untuk kembali kekotaHwee-kee.
? ? Sesampai dikotaHwe-kee, Hang I mengajak Hoan Couw dan I Eng untuk bertemu dengan Hang Liang. Melihat kedatangan mereka berdua, Hang Liang menjadi senang sebab kedua orang itu tampak gagah. Hang Liang lalu menyuruh mereka memimpin bekas anak buahnya.
Ketika Hang Liang melihat kuda yang dituntun oleh Hang I, dia merasa kagum. "Dari mana kau peroleh kuda itu?" tanyanya.
"Aku menangkapnya. Kuda ini tingginya tujuh kaki, panjangnya sepuluh kaki dan bulunya hitam mulus. Benar-benar kuda yang bagus," kata Hang I.
"Aku beri nama kuda itu "Ouw Tui Ma", selain Hang I tidak boleh ada yang menungganginya." kata Hang Liang dengan girang.
Hang Liang merasa girang dan bangga karena Hang I begitu gagah. Karena kegagahan keponakannya, banyak orang yang kini mau berada di bawah perintahnya. Hang Liang yakin tak lama lagi mereka akan mampu menjatuhkan Kerajaan Cin. Sebelum mengadakan gerakan, Hang Liang terlebih dulu mengawinkan Hang I dengan putri Gi Kong yang bernama Gi Ki.
Gi Ki mengajak saudara cin-tongnya 1) bernama Gi Cu-ki ikut bergabung dengan tentara Hang Liang. Dengan demikian pasukan Hang Liang makin hari bertambah kuat. 1) Cin-tong = sepupu.
Tak cuma itu, banyak orang-orang gagah dari berbagai pelosok negeri berdatangan untuk bergabung dengan Hang Liang. Mereka sepakat mau merobohkan Kerajaan Cin.
Dalam tempo kurang dari tiga bulan, pasukan Hang Liang sudah mencapai 100.000 orang tentara.
Melihat perkembangan pasukannya, Hang Liang langsung mengajak beberapa orang kepercayaannya untuk berunding dan menentukan hari penyerangan ke negeri Cin.
*** Ketika angkatan perang Hang Liang akan berangkat, seluruh rakyatnya berlutut di pinggir jalan besar. Mereka mengucapkan selamat jalan dan selamat bertempur. Mereka juga amat berterima kasih karena Hang Liang melarang anak buahnya membuat rakyat menderita.
"Hari ini kami akan berangkat memerangi negeri Cin," kata Hang Liang. "Tujuan utamanya untuk menyelamatkan kalian dari penindasan Raja Cin yang kejam! Jika kami berhasil maka di kemudian hari kalian tidak akan menderita lagi. Bahkan aku berencana menghapuskan pajak bagi rakyat Hwe-kee selama sepuluh tahun. Maka berdoalah dan bekerjalah dengan tekun sesuai dengan kemampuan masing-masing!"
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 3 Sang Penerus Seri Arya Manggada 3 Karya S H Mintardja Panji Sakti 11
^