Pencarian

Lauw Pang Vs Hang Ie 3

Lauw Pang Vs Hang Ie Kejatuhan Dinasti Cin Dan Kebangkitan Dinasti Han Bagian 3


Sesudah berkata begitu, Hang Liang mengerahkan angkatan perangnya maju ke Selatan daerah Kian-gwa. Baru setengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang mata-mata yang melaporkan bahwa mereka telah dihadang perusuh yang hendak mencegat pasukan itu.
Mendengar laporan itu, Hang Liang langsung memerintahkan Hang I maju. Begitu Hang I bertemu dengan panglima musuh, dia merasa kagum karena panglima itu tampak gagah sekali.
"Siapa namamu dan mengapa kalian berani menghadang angkatan perang kami!" kata Hang I.
"Namaku Eng Pouw. Aku berasal dari kota Liok-an. Kami menghandangmu sebab kami ingin tahu apa maksudmu mengerahkan angkatan perang?" kata Eng Pouw.
."Aku jenderal negeri Couw, turunan Hang Yan. Namaku Hang I. Karena Ji Si Hong-tee sangat jahat, maka kami mengumpulkan pasukan dan akan menyerang negeri Cin," kata Hang I.
Saat keduanya sedang bicara, dengan gagah Hoan Couw maju ke depan. Sebelum terjadi perselisahan antara Hang I dan panglima musuh, Hoan Couw langsung berteriak.
"Eng Ciang-kun, mengapa kau tidak segera turun dari kudamu sekarang juga. Aku sahabatmu Hoan Couw sudah lama bergabung dengan pasukan Hang Liang dari Kwe-kee. Apa kau sudah lupa pada janji kita dulu?" kata Hoan Couw.
Melihat Hoan Couw muncul dari belakang angkatan perang itu, buru-buru Eng Pouw turun dari atas kudanya. Dia bersujud di hadapan Hang I.
"Kiranya kalian berdua adalah sahabat baik," kata Hang I. "Siapa Eng Ciang-kun ini sebenarnya?"
"Saudara Eng ini seorang gagah. Karena menyaksikan kekejaman Ji Si Hong-tee, dia mengumpulkan anak buah untuk melawan Raja Cin yang kejam itu. Dulu dia sudah berjanji padaku, jika kami bertemu dengan pemimpin yang bijaksana maka kami akan bergabung bersama-sama. Ketika aku baru bergabung dengan Tuan, saya ingin memberi kabar padanya. Tidak disangka kami malah bertemu di sini," kata Hoan Couw.
"Oh, begitu! Syukurlah, kalian bisa bertemu di sini!" kata Hang I gembira.
"Jika Anda hendak menyerang ke negeri Cin, aku bersedia bergabung dengan Hang Ciang-kun!" kata Eng Pouw.
Mendengar ucapan Eng Pouw, bukan main senangnya hati Hang I. Dia lalu mengajak Eng Pouw menemui Hang Liang. Hang I segera melaporkan bahwa Eng Pouw mau bergabung denghan pasukan dari Hwe-kee.
"Eng Ciangkun yang gagah ini, telah memutuskan untuk bergabung dengan kita!" tutur Hang I mengakhiri laporannya.
Mendengar laporan itu, bukan main girangnya Hang Liang.
"Ada peribahasa mengatakan, sebuah genderang perang mudah didapat, tapi seorang panglima gagah susah dicari. Sekarang Saudara Eng bersedia bergabung dengan kami. Hal ini tak ubahnya seperti aku mendapatkan sebuah kota besar. Ini jelas membuat tentara kita bertambah kuat," puji Hang Liang.
"Terima kasih, atas pujian Tuan yang terlalu berlebihan itu!" kata Eng Pouw merendah.
Kemudian mereka merayakan kegembiraan itu.
? ?Pada suatu hari.... Hang Liang berkata pada seluruh angkatan perang dan panglima-panglimanya.
"Hari ini kekuatan angkatan perang kita sudah cukup kuat untuk menjatuhkan Kerajaan Cin. Cuma kita belum punya penasihat perang yang handal. Dia harus pintar dan mengerti ilmu perang. Dengan demikian bisa membantu kita mengatur siasat perang," kata Hang Liang.
"Kalau begitu, Tuanku boleh mencarinya," kata Hoan Couw.
"Kau benar! Sudah lama aku mendengar dikotaHoa-yang, di desa Ki-cauw, ada seorang tua yang usianya sudah 70 tahun. Orang tua itu bernama Hoan Ceng. Dia sangat pandai dalam ilmu perang, jika kita bisa mendapatkannya sebagai Kun-su 2) kita, maka aku yakin tak sulit untuk merobohkan Kerajaan Cin," kata Hang Liang.2) Kun-su = penasihat perang.
"Kita harus sesegera mungkin mendapatkannya!" kataHangI.
"Memang itu maksudku. Hanya aku membutuhkan seseorang yang pandai bicara untuk membujuk dia." kata Hang Liang agak ragu.
"Aku kenal dengan orang yang bernama Hoan Ceng itu," kata Kui Pouw. "Jika Tuanku mengizinkan, sekarang juga aku akan pergi membujuknya."
Ketika Hang Liang mendengar Kui Pouw kenal dan mau pergi menemui orang tua itu, dia menjadi senang. Hang I setuju Kui Pouw pergi membujuk Hoan Ceng sambil membawa uang dan barang-barang berharga hari itu juga. Kui Pouw segera berangkat ke kampung Ki-cauw.
*** Tidak berapa lama Kui Pouw sudah sampai di kampung Ki-cauw. Karena tak tahu letak kampung Ki-cauw, terpaksa Kui Pouw bertanya-tanya pada orang yang tinggal di kampung itu.
"Di mana rumah Tuan Hoan Ceng?" tanya Kui Pouw.
"Dulu Hoan Ceng memang tinggal di kampung itu, tapi sekarang dia lebih banyak tinggal di atas gunung Ki Kouw dan tidak suka bertemu orang," kata orang itu.
"Di mana letaknya gunung itu, jika tidak keberatan saya minta untuk diantarkan menemuinya," kata Kui Pouw.
"Baiklah, saya akan mengantarkan Tuan kesana!" kata orang itu.
Maka pergilah Kui Pouw bersama orang itu ke tempat Hoan Ceng. Tidak berapa lama mereka telah sampai di depan rumah Hoan Ceng.
Pelayan Hoan Ceng segera menemui Kui Pouw.
"Tuan mencari siapa?" tanya si pelayan.
"Kami datang hendak bertemu dengan majikanmu, Tuan Hoan Ceng. Tolong sampaikan pada majikanmu, aku Kui Pouw utusan Hang Liang ingin bertemu dengannya," ujar Kui Pouw.
Pelayan itu lantas masuk akan membertahu majikannya.
Ketika Hoan Ceng mendengar ada tamu yang datang dari tempat jauh, segera Hoan Ceng menyuruh pelayannya memanggil tamu-tamu itu masuk. Tidak berapa lama Kui Pouw sudah ada di depan tuan rumah. Kui Pouw bersoja untuk memberi hormat dan Hoan Ceng membalas dengan hormat.
"Silakan duduk," kata Hoan Ceng pada tamu-tamunya.
Setelah pelayan menyediakan teh hangat dan tamunya minum, Hoan Ceng bertanya.
"Apa maksud kedatanganmu, Tuan?"
"Negara saat ini sedang kacau, di mana-mana timbul pemberontakkan. Semua rakyat tidak puas terhadap Ji Si Hong-tee. Jenderal Hang Liang yang bijaksana ingin membebaskan rakyat dari penderitaan. Namun sampai saat ini, jenderal kami itu belum juga mempunyai seorang Kun-su. Maka kedatangan saya ke sini membawa perintah dari Jenderal Hang Liang untuk mengajak Tuan bergabung." kata Kui Pouw.
"Ah, apalah yang aku miliki sehingga dia memintaku untuk bergabung!" ujar Hoan Ceng.
"Sudah lama Jenderal Hang mendengar tentang kepandaian dan kebijaksanaan Sian-seng. Maka itu Jenderal Hang Liang bermaksud meminta Sian-seng datang membantunya. Dengan demikian Sian-seng bisa menolong rakyat yang menderita. Sian-seng seorang pandai dan bijaksana, jika Sian-seng tidak mau membantu kami menumpas negeri Cin, sampai kapan penderitaan rakyat akan berakhir" Saya sangat mengharapkan kemurahan hati Sian-seng!" bujuk Kui Pouw.
Ketika Hoan Ceng mendengar seluruh ucapan Kui Pouw, dia berkata, "Baiklah, aku mau pikir-pikir dulu. Beri aku beberapa waktu lamanya."
Lalu Kui Pouw menyerahkan barang antaran yang dibawanya.
"Terimalah hadiah dari Jenderal Hang Liang," kata Kui Pouw. "Jika Sian-seng tidak bersedia membantu, maka saya akan tetap berlutut di depan Sian-seng."
"Sebaiknya Ciang-kun pulang dulu, sebab saya mau pikir-pikir dulu. Tunggu sampai besok pagi, baru saya beri kabar lagi." kata Hoan Ceng.
Kui Pouw tetap berlutut di hadapan Hoan Ceng dan tak mau bangun.
"Sesudah bertemu Sian-seng, saya seperti mendapatkan sebuah jimat yang sangat berharga. Saya harap Sian-seng mau menerima ajakan Jenderal Hang Liang. Jika tidak, maka saya tidak mau bangun, sebab besok saya khawatir Sian-seng mengubah pikiran," kata Kui Pouw.
Kui Pouw mencoba mendesak Hoan Ceng agar mau ikut menemui Hang Liang. Apa yang dilakukannya, membuat Hoan Ceng kewalahan. Akhirnya Hoan Ceng memutuskan menerima tawaran Hang Liang.
"Baiklah aku mau ikut denganmu dan bersama-sama bekerja untuk Hang Liang," kata Hoan Ceng menyerah.
Mendengar Hoan Ceng sudah bersedia ikut, bukan main girangnya Kui Pouw. Buru-buru dia bangun lalu mengucapkan terima kasih.
Malam harinya..... ? ?Hoan Ceng mencoba meramal dengan po-koa. Tiba-tiba Hoan Ceng membanting-banting kakinya dan berkata sendiri.
"Ah kiranya aku keliru menentukan sikapku. Hang Liang ternyata tidak punya peruntungan untuk menjadi raja. Tapi apa boleh buat, karena aku sudah bersedia bergabung, maka aku tidak boleh mungkir!" kata Hoan Ceng sedikit menggerutu.
Esok paginya.... Hoan Ceng ikut Kui Pouw menemui Hang Liang. Lebih dahulu Kui Pouw menyuruh orang memberitahu Hang Liang bahwa dia sudah berhasil membawa Hoan Ceng ikut bersamanya.
Mendengar kabar itu, Hang Liang segera berpakaian rapi lalu keluar dari pesanggrahannya. Tak berapa lama Kui Pouw yang mengawal Hoan Ceng telah tiba. Hang Liang sudah menemuinya. Mereka lalu duduk bersama-sama.
"Sudah lama saya mendengar nama besar Sian-seng, beruntung hari ini Sian-seng sudi datang ke mari. Saya juga gembira Sian-seng bersedia membantu dalam usaha kami menaklukkan negeri Cin. Saya harap Sian-seng mau bersungguh-sungguh membantu kami. Jika kami punya salah, kami harap Sian-seng mau menegur kesalahan kami itu hingga bisa diperbaiki dengan cepat!"
"Hamba ini orang bodoh dan tak punya banyak pengetahuan. Tapi karena Ciang-kun bersedia mempekerjakan hamba, maka hamba pasti dengan sungguh-sungguh membantu usaha Tuanku itu," kata Hoan Ceng..
Mendengar ucapan Hoan Ceng, bukan main senangnya Hang Liang. Saat itu dia pandang Hoan Ceng seperti gurunya. Siang dan malam mereka berkumpul untuk membicarakan masalah penyerangan dan membangun suatu pemerintahan yang adil dan bijaksana.
*** Pada suatu hari mata-mata Hang Liang datang melapor.
"Saat ini Tan Sin sedang berperang dengan pasukan negeri Cin. Dia sedang bertempur dengan jenderal Ciang Ham. Tapi sayang tentara Tan Sin telah mendapat kerusakan besar. Sedang Tan Sin sendiri melarikan diri kekotaJi-in. Sayang dia terbunuh oleh Cong Ke. Hal ini membuat orang-orang yang akan membantu Tan Sin, jadi putus asa dan kembali ke negerinya masing-masing," papar mata-mata itu memberi laporan.
Ketika Hang Liang mendengar laporan itu, dia jadi terkejut. Semula dia sudah berjanji dengan Tan Sin dan rekan lainnya untuk bersama-sama menyerang ke negeri Cin. Ketika Hang Liang mendengar rekan-rekannya itu berhasil dikalahkan tentara Cin, dia jadi bingung. Sampai beberapa lama, Hang Liang tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.Setelah berhasil menguasai diri, Hang Liang baru berkata, "Tidak disangka, Tan Sin telah mati sia-sia. Kalau begitu untuk sementara kita tidak boleh mengerahkan angkatan perang kita."
"Hamba tahu mengapaTan Sin mengalami kekalahan," kata Hoan Ceng.
"Apa penyebabnya?" tanya Hang Liang penasaran.
"Begini. Setahu hamba Tang Sin ini seorang yang serakah, dia berani mengangkat diri menjadi Tay Ong," kata Hoan Ceng.
"Lalu?" tanya Hang Liang.
"Tampaknya kita tidak perlu membela negerinya karena jika dibantu pasti akan menjadi besar dan berkuasa," lanjut Hoan Ceng.
"Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?" tanya Hang Liang.
"Keluarga Ciang-kun telah menjadi panglima perang negeri Couw yang setia secara turun-temurun. Hamba yakin, kesetiaan Tuanku akan mampu membangun kembali negeri Couw yang sudah hancur ini.... Tapi...."
"Tapi apa" Cepat katakan aku harus berbuat apa?" desak Hang Liang penasaran.
"Sekarang Tuanku harus mengangkat turunan Raja Couw untuk jadi raja kita. Maksudnya untuk mengambil hati rakyat agar mereka tunduk pada Tuanku! Dengan demikian akan terlihat seolah Tuanku sangat setia pada Raja Couw terdahulu. Orang tidak akan menganggap Tuanku ingin mengambil kedudukan untuk diri sendiri. Jika Tuanku mau berbuat begitu, maka hamba yakin semua orang akan setia pada Tuanku! Sekalipun Kerajaan Cin sangat kuat sepuluh kali lipat, hamba yakin bisa Tuanku kalahkan." kata Hoan Ceng.
Hang Liang girang mendengar nasihat Hoan Ceng itu.
"Sian-seng betul!" kata Hang Liang. "Kita memang harus mencari seorang raja sebagai simbol perjuangan kita."
Kemudian Hang Liang mengangkat Hoan Ceng menjadi Kun Su. Sesudah itu dia memerintahkan untuk mencari turunan Raja Couw. Tapi karena sudah lama negeri Couw diobrak-abrik oleh tentara Cin, turunan dinasti Couw sudah habis. Atau mungkin mereka melarikan diri dan bersembunyi di kampung-kampung. Karena itu, anak buah Hang Liang pun jadi kesulitan mencari mereka.
Sesudah sekian bulan lamanya mereka tidak bisa menemukan turunan Raja Couw, Hang Liang segera memerintahkan Ciong Li Bwe untuk mencari keturunan Raja Couw sampai dapat.
Ciong Li Bwe menerima perintah itu dan segera membawa pengikutnya pergi ke bekas Ibu Kota negeri Couw. Dia juga mengirim orang-orangnya ke lain tempat. Tapi usaha mereka memang tidak mudah. Tak ada tanda-tanda ada seorang turunan Raja Couw yang dapat mereka temukan. Ciong Li Bwe lalu berdamai dengan anak buahnya.
"Sekalipun mungkin turunan Couw Ong mereka masih ada, aku rasa mereka tidak akan berani tinggal di kota-kota. Pasti mereka akan tinggal di tempat yang sepi dan bertukar nama."
"Anda benar," kata rekannya.
? ? Kemudian Ciong Li Bwe memutuskan akan mencari turunan raja Couw itu di kampung-kampung. Entah sudah berapa banyak kampung dan tempat sunyi dia datangi. Tapi dia tetap tak dapat menemukan turunan Raja Couw itu. Karena itu Ciong Li Bwe jadi amat kesal dan jengkel luar biasa.
*** Selang beberapa bulan kemudian....
Ciong Li Bwe dan anak buahnya berjalan sampai di sebuah tempat yang dinamakan tanah Lam-wa-pouw. Tanah itu berupa sebuahpadangrumput yang luas. DisanaCiong melihat beberapa anak gembala sedang mengejar-ngejar seorang anak tanggung.
Anak tanggung itu diburu untuk dipukuli. Melihat kejadian itu, Ciong Li Bwe sangat tertarik. Lalu diperhatikannya anak itu. Ternyata rupa anak itu cakep dan tingkah lakunya halus sehingga berbeda dengan anak-anak lainnya.
Ketika anak itu terkejar dan dipukuli, sedikit pun dia tidak marah atau melakukan perlawanan.
Ciong Li Bwe merasa kasihan lalu mengusir anak-anak nakal yang sedang memukuli anak itu. Sesudah anak-anak nakal itu pergi semua, Ciong bertanya pada anak itu.
"Mengapa teman-temanmu memukulimu, Nak?" kata Ciong Li Bwe penuh perhatian.
"Saya menjadi kuli penggembala kambing milik Tuan Ong Sia Tiang," kata anak itu. "Anak-anak itu mau memukuliku. Lalu aku bilang kalian jangan keterlaluan, sekalipun aku seorang penggembala kambing yang hina, aku masih turunan Raja Couw Kok. Karena saya berkata begitu, mereka semakin kesal dan terus memukuliku."
"Kau bilang kau masih turunan Couw Ong. Lalu kenapa kau tinggal di sini?" kata Ciong.
"Sebetulnya aku juga tidak tahu. Aku pernah dengar ibu cerita bahwa aku adalah cucu Raja Couw Hwai Ong. Karena Raja Couw kalah dalam perang, maka terpaksa keluarga kami harus melarikan diri dan bersembunyi di sini," kata anak itu.
Mendengar keterangan itu, Ciong jadi girang bukan main. Lalu dia ajak anak itu pulang ke rumah Ong Sia Tiang. Melihat kedatangan Ciong Li Bwe bersama pernggembalanya datang ke rumahnya, Ong Sia Tiang jadi ketakutan. Dia heran mengapa penggembalanya datang bersama serombongan tentara"
Ong Sia Tiang buru-buru berlutut dan berkata, "Hamba orang gunung dan tidak berdosa. Hamba tidak tahu, apa maksud Ciang-kun datang ke tempat ini, ada perkara apa?"
"Kedatanganku bukan bermaksud jahat. Aku hanya minta agar kau membebaskan anak ini dari pekerjaannya sebagai gembala," kata Ciong Li Bwe dengan manis.
Ong Sia Tiang segera masuk untuk memanggil anak gembala itu. Tidak berapa lama, anak itu dan ibunya keluar menemui Ciong Li Bwe. Lalu Ciong menanyakan asal-usul anak itu pada ibunya.
Mula-mula ibu anak itu takut bicara. Tapi dengan sabar Ciong Li Bwe memberi penjelasan dan pengertian, barulah dia mau cerita.
"Sebenarnya anak ini cucu dari Raja Couw Hwai Ong." kata wanita itu.
Sesudah menceritakan satu persatu segala yang diketahuinya, dia lalu mengambil sebuah baju sutera putih yang dia berikan pada Ciong Li Bwe.
Melihat baju yang di bagian dalamnya terdapat tulisan yang halus sekali dan tidak begitu jelas. Ciong lalu membeberkan baju itu ke arah matahari.
Sekarang tulisan itu baru kelihatan jelas. Pada tulisan itu disebutkan nama anak itu adalah Bi Sim. Dia cucu Raja Couw Hwai Ong dan ibunya bernama Wei Si.
Sesudah melihat baju itu, Ciong Li Bwe merasa puas dan yakin bahwa Bi Sim adalah cucu Raja Couw. Lalu dia berkata pada Ong Sia Tiang.
"Sekarang suruh anak itu ganti pakaian. Kau pun boleh ikut kami untuk mengantarkan anak ini sampai ke tempat Hang Ciang-kun. Aku yakin kau pasti diberi hadiah!" kata Ciong Li Bwe.
Sesudah Bi Sim berganti pakaian, Ciong Li Bwe memintanya untuk duduk di atas sebuah kursi. Sesudah itu dia bersama anak buahnya bersujud pada Bi Sim.
"Semoga Tian-hee panjang umur!" kata mereka.
"Semoga Tian-hee panjang umur!" kata mereka.
Sesudah melakukan penghormatan, mereka segera bersiap untuk mengantarkan Bi Sim ke tempat Hang Liang di kota Hoa-say.
Selang beberapa hari, rombongan Ciong yang membawa calon pangeran negeri Couw telah sampai di kota Hoa-say.
Saat bertemu dengan Hang Liang, Panglima Ciong Li Bwe lalu menceritakan satu persatu mengenai asal-usul Bi Sim.
Mendengar laporan itu Hang Liang lalu berunding dengan Hoan Ceng. Sesudah yakin bahwa Bi Sim adalah turunan Raja Couw, maka mereka sepakat untuk mengangkat Bi Sim menjadi calon pemimpin mereka. Lalu mereka mencari hari yang baik untuk pengangkatan Bi Sim menjadi raja dan mengumumkannya pada para pembesar di kota-kota yang berdekatan.
Ketika tiba saatnya pengangkatan Bi Sim, Hang Liang mengumpulkan semua panglima dan anak buahnya. "Hari ini kita akan mengangkat Bi Sim menjadi raja dengan gelar Hwai Ong dan ibunya Wei Si menjadi Ong Tay Houw. Negeri ini tetap kita panggil dengan sebutan Couw Kok," kata Hang Liang.
Ketika diangkat menjadi raja, umur Bi Sim baru tiga belas tahun. Dia belum mengerti apa-apa dan hanya akan menjadi raja boneka. Maka segala macam perkara diurus oleh Hang Liang.
Sesudah Hwai Ong naik tahta, dia segera mengangkat Hang Liang menjadi Tay-su-ma dengan gelar Bu-sin-kun. Dia menjalankan pekerjaan sebagai Jenderal Perang.
? ?Lalu raja mengangkat Hoan Ceng menjadi Kun-su dan Kui Pouw bersama Ciong Li Bwe menjadi Piauw-ki.
Ciang-kun Eng Pouw menjadi Pian Ciang-kun. Hoan Ciong dan I Eng menjadi San-ki Ciang-kun. Hwai Ong juga menaikkan pangkat semua anak buah Hang Liang dan diberi hadiah. Ong Sia Tiang pun diberi hadiah dan segera pulang ke kampung halamannya.
Ketika negeri Couw jatuh ke tangan Cin Si Ong, ada seorang panglima perang Couw bernama Song Gi melarikan diri ke sungai Kang-he. Di sini dia mengumpulkan bekas tentaranya yang masih setia. Karena tak punya harapan untuk mempertahankan kerajaan Couw, maka dia memilih jadi perampok.
Betapa gembiranya Song Gi ketika mendengar Hang Liang mengangkat Bi Sim menjadi Raja Couw yang baru. Dia segera membawa anak buahnya untuk bergabung dengan Hang Liang.
Melihat kedatangan bekas panglima perang itu, Hang Liang langsung mengajak Song Gi menemui Couw Hwai Ong. Begitu bertemu dengan bekas panglima kakeknya, Raja Couw Hwai Ong jadi senang. Lalu dia mengangkat Song Gi menjadi Kong-cu Kouw-kun dan diperintahkan untuk memimpin anak buahnya sendiri.
Pada suatu hari..... Hoan Ceng bersama Hang Liang dan Song Gi sedang bercengkrama.
"Sekarang kerajaan Couw sudah berdiri kembali. Seluruh panglima sudah bergabung di bawah perintah Raja Couw. Tapi menurutku tempat ini tidak boleh dijadikan IbuKotanegeri Couw!" kata Hoan Ceng.
"Apa Kun-su (Penasihat) punya pilihan?" tanya Hang Liang.
"Aku rasa cumakotaHi-i yang pantas dijadikan Ibu Kota Negara Couw! Selainkotaitu baik dan kuat. Aku dengar Tan Eng bersama angkatan perangnya ada dikotaitu. Aku dengar dia juga mau bergabung dengan kita, maka lebih baik kita pindahkan pemerintahan kesana. Bagaimana pendapat kalian?" kata Hoan Ceng.
"Kalau memang Kun-su menganggap hal itu lebih baik, kita laksanakan saja!" kata Hang Liang dan Song Gi setuju.
Kemudian dalam sebuah rapat kenegaraan, mereka mengutarakan hal itu kepada Couw Hwai Ong.
"Tuanku, atas saran Tuan Hoan Ceng sebaiknya kita memindahkan IbuKotanegara ke Hi-i. Dengan pemindahan ini, Tuan Hoan berpendapat posisi kita akan semakin kuat," tutur Hang Liang.
"Benar, Tuanku! Hamba dengar penguasakotaHi-i yang bernama Tan Eng pun siap untuk bergabung dengan kita," tambah Song Gi.
"Baiklah, jika kalian sudah sepakat! Aku setuju saja. Apalagi dengan perpindahan ini negeri kita semakin maju," ujar Couw Hwai Ong. "Sekarang kalian boleh mempersiapkan rencana pemindahan itu!"
"Baik, Tuanku!" kata para menteri bersamaan.
? ? Waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa waktu yang dipilih untuk memindahkan Ibu Kota negeri Couw telah sampai. Mereka pun segera berangkat menuju kekotaHi-i.
Di tengah jalan, tepat di pinggir sungai Kang-wa, mereka bertemu dengan sepasukan tentara. Sekalipun jumlahnya tak berapa banyak, tapi sangat tertib dan teratur.
Menyaksikan barisan itu, Hoan Ceng jadi kagum dan keheranan.
"Eh, siapa panglima pasukan itu" Jika melihat bagaimana dia mengatur barisannya, jelas panglima itu punya kepandaian yang sangat luar biasa," pikir Hoan Ceng.
Karena tertarik, Hoan Ceng, Bu Sin Kun dan Hang Liang lalu maju. Ternyata pasukan itu adalah tentara Lauw Pang. Pada mulanya mereka berkumpul di atas gunung Bong-tong-san. Tapi kemudian berhasil merampaskotaPay-koan. Akhirnya mereka tinggal dikotaPay-koan. Orang-orang berdatangan bergabung dengan Lauw Pang. Bersama mereka ikut para bekas jendral perang yang gagah berani.
Ketika Lauw Pang mendengar Hang Liang telah mengangkat Bi Sim menjadi Raja Couw; dia girang sekali. Sekarang dia mendengar bahwa pusat pemerintahan negeri Couw akan dipindah kekotaHi-i. Maka Lauw Pang membawa anak buahnya untuk menyambut kedatangan Raja Couw dan rombongan. Lauw Pang berharap, dia dan pasukannya bisa bergabung untuk bersama-sama menyerang ke negeri Cin.
Tidak berapa lama Hang Liang dan Hoan Ceng sudah berhadapan dengan Lauw Pang. Hoan Ceng yang melihat Lauw Pang langsung terdiam.
"Ternyata benar aku telah salah pilih, sekarang aku ikut Hang Liang. Setelah kuperhatikan, orang ini ternyata akan lebih beruntung daripada Hang Liang! Bukan tidak mungkin dia akan menjadi seorang raja," pikir Hoan Ceng.
Masing-masing buru-buru turun dari atas kuda mereka untuk saling berkenalan. Sesudah saling berkenalan, Lauw Pang menyampaikan maksud kedatangannya. Ketika Hang Liang mendengar ucapan Lauw Pang, bukan main senangnya dia. Kemudian Lauw Pang ikut kekotaHi-I.
Mendengar rombongan Raja Couw datang bersama angkatan perang besar, Tan Eng lalu keluarkotauntuk menyambut. Tak lama, Hwai Ong dipersilakan masuk ke dalamkotaitu.
*** Dikisahkan di bilangankotaitu, ada seorang bijaksana. Cuma wajah orang itu sangat jelek. Badan orang ini kecil, dan kelihatan tidak bertenaga. Seperti kata peribahasa : Tahi ayam pun tidak punya, maka tak heran orang-orang tak memandang sebelah mata kepadanya. Orang itu bernama Han Sin. Dia sangat senang menyandang pedang di pinggangnya. Dia sadar peruntungannya belum sampai. Maka dia pun hidup sederhana.
? ?Pada suatu hari...... Han Sin pergi mengail ikan di sebuah sungai. Sesudah seharian lamanya, dia tidak mendapatkan seekor ikan pun. Perutnya jadi kelaparan bukan main. Han Sin mencoba bertahan tapi dia tak bisa menahan rasa laparnya. Untung Han Sin bertemu dengan seorang perempuan tua.
Perempuan tua itu seorang tukang perahu. Ketika melihat Han Sin sedang kelaparan, dia jadi kasihan. Perempuan tua itu lalu memberinya makanan sampai Han Sin kenyang.
"Terima kasih atas budi baik Nyonya! Di kemudian hari, kalau saya mendapat rejeki dan bisa hidup senang pasti saya akan membalas kebaikan Nyonya," kata Han Sin..
Mendengar ucapan Han Sin, perempuan tua itu malah marah-marah.
Aku memberimu makan karena aku kasihan padamu, aku tidak mengharap kau akan membalas pemberianku itu!" kata si perempuan tua itu.
"Baiklah," kata Han Sin. "Terima kasih atas budi baikmu ini!"
Demikian menderitanya Han Sin waktu itu.
Pada suatu hari Han Sin mendengar Hang Liang sudah jadi orang. Han Sin datang menemuinya untuk minta pekerjaan. Ketika melihat wajah Han Sin yang buruk, Hang Liang kurang senang dan menolak permintaan Han Sin untuk bekerja di tempatnya.
Ketika kejadian itu diketahui oleh Hoan Ceng, sang Kun-su menasihati Hang Liang.
"Hang Liang Ciang-kun, sebaiknya kau terima Han Sin bekerja padamu. Aku rasa sekalipun wajahnya jelek, tapi dia seorang yang pandai. Jika Ciang-kun tidak mau memakai dia, aku takut nanti orang lain memakai dia untuk jadi musuh kita. Harap Ciang-kun dengarkan kata-kataku ini!" kata Hoan Ceng.
Ketika Hang Liang mendengar ucapan Hoan Ceng, akhirnya dia terpaksa memakai Han Sin menjadi parajurit pembawa tombaknya. Han Sin selalu berdiri di belakang tempat duduk Hang Liang.
Han Sin sebenarnya tidak puas mendapat kedudukan seperti itu, tapi karena dia sedang susah dan tak punya pekerjaan lagi, dia menerima juga. Sekalipun demikian sebenarnya hati Han Sin sangat kesal
*** Dikisahkan angkatan perang Hang Liang semakin lama jadi semakin kuat. Kota-kota yang sudah ditaklukkan pun makin bertambah. Bagi yang tidak mau takluk, Hang Liang segera mengirim angkatan perangnya untuk merebut daerah itu sampai dapat. Bisa dikatakan hampir seluruh daerah-daerah yang pernah diduduki negeri Cin, sekarang sudah kembali ke dalam wilayah negeri Couw yang baru. Bahkan negeri lainnya takut mendengar kehebatan negeri Couw ini.
Kabar tentang berdirinya negeri Couw sudah lama sampai ke negeri Cin. Cuma waktu itu yang menjadi Cay-siang di negeri Cin yaitu seorang kan-sin 1) bernama Tio Ko. Berbagai masalah kenegaraan tidak pernah dilaporkan pada rajanya 1) Kan-sin = tukang adu domba.
Dia tidak mau rajanya mengetahui berbagai masalah negaranya. Menteri-menteri lain yang mau memberi tahu pada raja, jadi takut pada Tio Ko.
Ketika itu yang menjadi raja adalah Ji Si Hong-tee, anak Cin Si Ong yang kedua. Ji Si Hong-tee memang tidak mau tahu segala perkara di dalam negeri. Siang dan malam Raja Ji Si Hong-tee ini kerjanya cuma pelesir dan bersenang-senang. Dia tak pernah menghadiri pertemuan di istana.
Selain Tio Ko tak ada menteri lain yang bisa menemui Ji Hong-tee. Tak heran kalau masalah pemberontakan dan kekacauan di dalam negerinya, sampai saat itu belum diketahui Ji Si Hong-tee.
Pada suatu hari...... Tio Ko mendengar bahwa Hang Liang sudah mengangkat raja baru. Tak hanya itu, Hang Liang juga telah berdamai dengan Lauw Pang dan Tan Eng. Tidak lama lagi mereka akan menyerang negeri Cin. Dia juga sudah mendengar banyakkotayang sudah jatuh ke tangan negeri Couw.
Sesudah Tio Ko mendengar kabar itu, barulah dia merasa takut dan gentar. Lalu dia memanggil Jenderal Ciang Ham untuk diajak berunding mengenai masalah yang timbul di dalam negeri.
Tio Ko yang sudah mulai ketakutan lalu berbohong pada sang jenderal.
"Masalah ini sudah aku laporkan pada raja. Dia menyuruh Ciang-kun segera mengerahkan angkatan perang untuk membunuh semua pemberontak itu!" kata Tio Ko.
Ciang Ham yang menerima perintah itu langsung pamit untuk mengumpulkan semua panglima perangnya. Panglima-panglima itu antara lain Su-ma Hin, Tang I dan Li Yu. Mereka diajak mufakat tentang pemberontakan di dalam negeri.
"Aku akan mengerahkan tentara sebanyak 30.000 orang dan aku akan langsung berangkat menumpas para pemberontak!" kata Ciang Ham pada para rekannya.
"Baik, Jenderal. Kami siap ikut kemedanperang!" kata Su-ma Hin dan kawan-kawan.
Esok harinya jenderal Ciang Ham membawa angkatan perangnya berangkat ke luarkotaHan-kok-koan. Angkatan perang ini bergerak menuju ke negeri Couw. Tapi sebelum sampai ke negeri Couw, angkatan perang Cin lebih dahulu harus melintasi negeri Gwi.
Mendengar tentara pimpinan Ciang Ham akan melintas negerinya, Raja Gwi jadi gelisah bukan main. Raja Gwi sangat yakin tentara negeri Cin pasti lebih dahulu akan menyerang negaranya. Karena tak lama lagi tentara Cin akan sampai di negerinya, Raja Gui buru-buru berunding dengan para menterinya. Raja Gwi akhirnya memutuskan akan mengirim orang untuk pergi ke negeri Cee dan negeri Couw untuk meminta bantuan.
? ? Begitu menerima utusan negeri Gwi yang minta bantuan, Hang Liang kaget. Dia berjanji akan melindungi negeri Gwi dari serbuan tentara Cin.
"Tenanglah, aku akan mengirim tentara untuk membantu kalian!" ujar Hang Liang pada utusan negeri Gwi.
Kemudian Hang Liang mempersilakan utusan itu beristirahat. Tak lama Hang Liang langsung memerintahkan panglimanya untuk berkumpul.
"Saudara Hang Peng, bawa 30.000 prajurit untuk menolong negeri Gwi," kata Hang Liang memberi perintah.
"Baik, Ciang-kun!" ujar Hang Peng.
Sementara di negeri Cee....
Raja Tian Ciam pun menerimasuratdari negeri Gwi.
"Hm, rupanya negeri Cin kembali mengerahkan angkatan perangnya. Aku harus segera mengirim bantuan sebelum terlambat!" ujar Raja Tian Ciam.
Seperti juga negeri Couw, Raja Tian Ciam langsung membawa pasukannya untuk menolong negeri Gwi. Dia langsung memimpin sendiri pasukannya itu.
*** Tidak berapa lama pasukan dari negeri Couw dan Cee sudah sampai di negeri Gwi. Masing-masing membuat perkemahan mereka untuk menunggu kedatangan tentara dari negeri Cin.
Mata-mata negeri Cin melaporkan tentang datangnya bantuan ke negeri Gwi. Ketika Ciang Ham mendengar laporan dari mata-matanya dia sedikit gentar.
"Negeri Cee dan Couw sudah datang hendak menolong negeri Gw,." kata Ciang Ham pada anak buahnya.
Ciang Ham agak kecewa, tapi langsung dia perintahkan Su-ma Hin membawa tentaranya untuk bertempur menghadapi tentara negeri Cee. Perintah lain diberikan padaTangI.
"Bawa tentaramu untuk bertempur dengan tentara negeri Couw, aku akan menyusul dari belakang," kata Ciang Ham.
Su-ma Hin langsung berangkat dan menyerang perkemahan Raja Cee. Tapi serangan Su-ma Hin gagal. Bahkan sudah berkali-kali dia melakukan serangan pada pasukan Cee, tapi dia belum juga memperoleh kemenangan. Su-ma Hin lalu mengatur siasat, dia menyembunyikan tentaranya di sebelah kiri dan kanan jalan. Salah satu pasukannya kembali menyerang ke perkemahan Raja Cee. Karena diserang, Raja Cee keluar menyambut kedatangan musuh. Sesudah bertempur beberapa puluh jurus lamanya, Su-ma Hin pura-pura kalah. Dia memerintahkan tentaranya mundur.
"Mundur! Mundur!" teriak Su-ma Hin.
Raja Cee tidak mengira itu cuma sebuah tipu muslihat yang dijalankan oleh Su-ma Hin. Ketika Raja Cee melihat tentara Su-ma Hin mundur, Raja Cee memerintahkan tentaranya maju untuk memburu pasukan musuh.
Dengan bernafsu pasukan Cee mengejar mati-matian. Setelah sampai di suatu tempat, tiba-tiba terdengar suara ribut sekali. Suara tambur dan gembreng dari kanan dan kiri jalan memekakkan telinga. Dalam sekejap bermunculan pasukan Cin yang bersembunyi di kedua tepi jalan itu. Mereka langsung mengepung pasukan dari negeri Cee.
Karena serangan musuh sangat tiba-tiba dan jumlahnya besar sekali maka pasukan Raja Cee tidak tahan. Untuk terus melawan sudah tidak mungkin. Raja Cee mencoba melarikan diri, tapi tidak bisa. Dalam pertempuran yang kalut, Raja Cee terpanah oleh musuh hingga tewas. Sedang pasukannya banyak yang mati dan terluka. Yang masih hidup terpaksa takluk pada tentara Cin.
*** Diceritakan Hang Beng bersama pasukannya baru sampai dimedanpertempuran. Dia sudah mengira pasukan musuh yang dipimpin Teng I masih sangat kelelahan. Apalagi mereka baru saja melakukan perjalanan jauh. Dengan cerdik Hang Beng membarenginya.
Begitu mereka sampai, Hang Beng langsung menyerang pasukan Tang I secara tiba-tiba. Tentu saja serangan mendadak itu mengagetkan Tang I dan pasukannya. Saat itu pasukan Teng I benar-benar belum siap. Mereka juga belum mendirikan perkemahan. Jelas mereka tidak bisa menahan serangan tiba-tiba itu. Buru-buru mereka melarikan diri sampai sepuluh li jauhnya. Hang Beng memburu mereka dengan maksud tak memberi kesempatan. Kerusakan tentara Cin yang mendapat serangan itu tidak kecil.
Kabar mengenai kekalahan Tang I ini sampai ke telinga Jenderal Ciang Ham. Begitu mengetahui pasukan Tang I rusak berat, Ciang Ham memerintahkan Li Yu agar segera menghadang pasukan Hang Beng yang sedang mengejar pasukan Teng I.
"Li Yu kau pukul bagian belakang pasukan Hang Beng segera!" kata Ciang Ham.
Sedang Ciang Ham sendiri akan memukul pasukan itu dari depan. Serangan yang datang dari dua arah ini membuat Hang Beng tidak tahan. Dalam suatu pertempuran yang amat kacau, Hang Beng akhirnya tewas dibunuh oleh Ciang Ham. Sedang anak buah Hang Beng berlarian kalang kabut.
Ketika Raja Gwi melihat dua angkatan perang negeri Cee dan Couw sudah binasa, dia sadar negerinya bakal jatuh ke tangan tentara Cin. Dengan terburu-buru dia bersama para mentrinya segera meninggalkankota. Dengan demikian Ciang Ham berhasil menduduki kota itu. Kemudian Ciang Ham mengistirahatkan pasukannya untuk beberapa hari lamanya. Sesudah tentaranya segar kembali, Ciang Ham memerintahkan angkatan perangnya maju kembali.
Begitu sampai di tanah Tang-a, Ciang Ham memerintahkan angkatan perangnya berhenti dan istirahat kembali. Lalu Ciang Ham menyebarkan beberapa orang mata-mata untuk mencari tahu situasi di perkemahan musuh.
? ?Sisa pasukan Hang Beng yang tidak mati dalam pertempuran hebat itu berhasil melarikan diri. Mereka pulang ke negeri Couw. Begitu sampai mereka melaporkan apa yang terjadi pada Hang Beng dan pasukannya. Mereka juga melaporkan bahwa Raja Cee sudah mati dan negeri Gwi sudah jatuh ke tangan Ciang Ham.
"Sekarang Ciang Ham sudah mengerahkan tentaranya menuju ke negeri Couw." kata mata-mata itu. "Saat ini tentara Cin sudah ada di tanah Tang-a."
Ketika mendengar laporan itu, Hang Liang segera berunding dengan Hoan Ceng. Tak lama dia sudah melaporkan hal itu pada Raja Couw Hwai Ong.
"Tuanku, pasukan musuh sudah sangat dekat. Mereka pun telah menaklukkan beberapa negeri tetangga. Kita harus segera mempersiapkan diri untuk menghadang serangan mereka!" ujar Hang Liang mengakhiri laporannya.
Mendengar laporan itu, Raja Hwai Ong segera mengeluarkan perintah.
"Jenderal Hang Liang, Jenderal Hang I! Dengan dibantu oleh Hoan Ceng, kalian boleh membawa 20.000 prajurit pergi ke tanah Tang-a untuk memaksa musuh mundur!" kata Couw Hwai Ong. "Aku tak ingin negeri ini diduduki oleh para penjajah itu!"
"Baik, Tuanku! Kami siap melaksanakan tugas!" kata Hang Liang dan kawan-kawan.
Kemudian Hang Liang membawa tentaranya berangkat ke Tang-a. Tidak berapa lama mereka telah sampai di tanah Tang-a. Sekitar lima li jauhnya dari kota itu, mereka membuat perkemahan. Sesudah perkemahan mereka beres, Hang I maju menantang musuh.
"Ciang Ham keluar kau, aku Hang I menantangmu!" kata Hang I dengan lantang.
Dengan menunggang kuda, Ciang Ham lantas membawa anak buahnya keluar dari baraknya. Dia kini siap menyambut tantangan Hang I. Begitu mereka berhadapan, Hang I langsung menunjuk dengan cambuknya.
"Rajamu Ji Si Hong-tee sangat kejam dan jahat! Dia memakai Tio Ko menjadi Cay-siang dan sudah membuat susah rakyat. Aku umpamakan kalian sini seperti ikan di dalam kuali, jadi tinggal menunggu mati saja. Hari ini kau berani datang menyerang ke negeri kami, apa kau belum tahu kehebatan kami" Akan kami bunuh kalian semua!" kata Hang I.
"Negeri kami besar dan tentaranya sangat kuat, setiap angkatan perang kami datang menyerang, semua negeri bisa kami taklukkan. Sedang kau cuma seorang perampok, berani benar kau melawan kami!" kata Ciang Ham tak kalah gertak.
Mendengar hinaan itu, Hang I langsung mengangkat tombaknya. Dengan hebat dia terjang Ciang Ham. Dalam waktu singkat mereka telah bertarung tiga puluh jurus. Tapi Ciang Ham tidak tahan meladeni kegagahan Hang I, maka buru-buru dia kabur.
Melihat lawannya kabur, Hang I langsung mencambuk kudanya dan memburu Ciang Ham. Baru tiga li jauhnya; di tengah jalan mereka berpapasan dengan pasukan Li Yu. Melihat Ciang Ham lari mendatangi, Li Yu memberi jalan supaya Ciang Ham lewat. Kemudian dengan sengaja dia menghadang Hang I dan pasukanya.
Karena Ciang Ham lolos dari kejarannya, Hang I marah bukan main. Hang I menganggap itu semua terjadi karena ulah Li Yu. Dengan suara keras, Hang I membentak Li Yu.
"Hai bangsat, beraninya kau halangi jalanku!" bentak Hang I.
Akibat bentakan Hang I yang keras bagaikan guntur itu, kuda Li Yu kaget lalu berbalik kabur sampai 20 li jauhnya. Melihat itu Hang I langsung memburu ke arah Li Yu dan akan menombaknya dari belakang.
Tang I yang tahu bahaya sedang mengancam Li Yu, langsung dia menerjang ke arah Hang I. Tak berapa lama Tang I dan Li Yu sudah mengepung Hang I. Tapi sedikit pun Hang I tak takut pada mereka berdua. Sesudah bertarung kira-kira dua puluh jurus, kedua panglima Cin itu tetap tak tahan menghadapi Hang I yang gagah. Maka terpaksa keduanya kabur. Tapi Hang I tak membiarkannya dan mengejar sekuat tenaganya.
Pertempuran Hang I dengan dua panglima Cin dilaporkan pada Hang Liang. Mendengar laporan itu, Hang Liang kaget. Dia takut keponakannya terlalu bernapsu dan masuk ke dalam pertahanan musuh.
"Ini berbahaya bagi Hang I, apalagi jika musuh memasang perangkap keji," kata Hang Liang.
Hang Liang buru-buru memerintahkan tiga panglimanya untuk membantu Hang I.
"I Eng, Hoan Couw dan Eng Pouw, kalian bawa 5000 prajurit untuk bergerak maju membantu Hang I!" kata Hang Liang.
Bantuan Hang Liang ini sangat berarti dan membuat pasukan Cin yang dipimpin oleh Ciang Ham harus mundur sejauh dua puluh li. Pasukan Cin menderita kerusakan berat.
Jenderal Ciang Ham segera mengumpulkan seluruh anak buahnya untuk diajak berunding.
"Angkatan perang negeri Couw terlalu gagah dan kuat, tak bisa kita lawan dengan kekuatan tentara juga," kata Ciang Ham.
"Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" tanya Li Yu.
"Mereka harus kita lawan dengan akal dan siasat yang jitu. Coba kalian pikir, hanya karena Hang I seorang saja kita tidak bisa mengalahkannya," kata Ciang Ham.
"Maksud Jenderal?" tanya yang lain.
"Sekarang sebaiknya kita tak usah melawan mereka! Tunggu sampai saatnya tepat! Ketika Hang I lengah dan tak mengira kita akan menyerangnya, kita kejutkan mereka dengan serangan mendadak! Barang kali kita bisa menang melawan mereka. Sekarang buat perkemahan, biarkan anak buah kita beristirahat!" kata Ciang Ham.
? ?Sementara itu dari jauh Ciang Ham menyaksikan kemenangan besar Hang I. Ketika Hang I mau mengejar terus, Hoan Pouw dan kawannya yang membawa amanat Hang Liang mencoba mencegahnya. Terpaksa Hang I menarik mundur pasukannya.
Sesampai di markas, Hang I segera menemui Hang Liang untuk melaporkan kemenangannya.
"Ciang Ham dan pasukannya sudah rusak berat. Mereka semua harus kita kejar dan tangkap!" kata Hang I.
"Di negerinya Ciang Ham jendral perang nomor satu dan termasyur namanya. Dia gagah perkasa dan pandai. Sekarang dia sudah tua, kami kira sudah tidak berguna. Sebaiknya besok kau tangkap dia!" kata Hang Liang setuju pada usul Hang I.
*** Esok harinya..... Hang Liang memerintahkan anak buahnya memburu Ciang Ham. Sebagai panglima utama, Hang I mengambil jalan di bagian tengah. Panglima kedua Lauw Pang, mengambil jalan di bagian timur, panglima nomor tiga Eng Pouw mengambil jalan di bagian barat. Ciang Ham akan dikepung dari tiga jurusan.
Sesudah mengatur strategi, mereka langsung berangkat menangkap Ciang Ham. Mereka mendekati perkemahan Ciang Ham. Ketika tentara Cin yang ada di perkemahan mendengar tiga panglima perang negeri Couw datang, mereka ketakutan sekali.


Lauw Pang Vs Hang Ie Kejatuhan Dinasti Cin Dan Kebangkitan Dinasti Han di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semua sudah tahu siapa Hang I. Maka begitu ketiga panglima Couw yang gagah tiba, mereka semakin ketakutan. Apalagi tentara Couw langsung memburu mereka yang ada di dalam perkemahan. Serangan hebat dari tiga jurusan bagaikan angin topan yang dasyat. Tentara Cin yang mendapat hantaman, jadi kalang-kabut dan berusaha mencari selamat sendiri.
Jenderal Ciang Ham lari masuk ke dalam kota Teng-to. Su-ma Hin bersama Tang I melarikan diri ke kota Pok-yang. Li Yu lari ke kota Yong-kiu. Mereka terpecah menjadi tiga dan masing-masing membawa sisa pasukan mereka yang telah rusak berat.
Tentara Couw akhirnya harus dibagi menjadi tiga pasukan untuk memburu tentara Cin yang melarikan diri itu. Hang I bersama pasukannya memburu Li Yu yang kabur ke kota Yong-kiu. Sebelum Li Yu sempat masuk ke dalam kota, Hang I sudah berhasil mengejarnya. Dalam suatu pertarungan singkat, Hang I berhasil membunuh Li Yu.
Ketika panglima kota Yong-kiu melihat kegagahan Hang I, dia jadi amat ketakutan. Mereka terpaksa menyerah dan kota Yong-kiu berhasil direbut.
Lauw Pang bersama pasukannya memburu Tang I dan Su-ma Hin yang masuk ke kota Pok-yang. Ketika Lauw Pang sampai di suatu hutan lebat. Siauw Ho anak buah Lauw Pang menasihatinya.
"Sekalipun musuh mendapat kerusakan berat, tapi sebaiknya jangan terus diburu. Apalagi tempat ini tak kita kenal baik! Jika kita disergap, susah bagi kita untuk melarikan diri. Tempat seperti ini sungguh sangat berbahaya. Jika musuh nekat dan berbalik melawan, kita bisa celaka! Peribahasa mengatakan: Harimau terluka, jangan terus diburu."
Lauw Pang kaget mendengar nasihat itu. Tiba-tiba dia sadar dan menghentikan pengejarannya. Dia perintahkan pasukannya berhenti. Kemudian mereka membangun perkemahan di tempat itu untuk berjaga-jaga.
Dikisahkan Jenderal Ciang Ham yang kabur, terpaksa masuk ke dalam kota Teng-to. Namun pelariannya terus diburu oleh panglima Eng Pouw dari pihak Couw. Tapi Eng Pouw hanya bisa memburu sampai di luar kota karena pintu kota segera ditutup. Setiap hari Ciang Ham ditantang Eng Pouw dengan cacian kasar. Namun Ciang Ham mendiamkannya dan tak mau keluar berperang.
Ketika Eng Pouw menyerang kota itu, pertahanan kota malah diperkuat. Eng Pouw tidak bisa masuk ke dalam kota itu. Apa boleh buat Eng Pouw harus menunggu di luar kota.
Selang beberapa hari kemudian.....
Hang Liang datang menyusul. Eng Pouw keluar menyambut kedatangan Hang Liang. Kepada Hang Liang panglima Eng Pouw melapor.
"Sekalipun sudah hamba tantang dengan kata-kata pedas, Ciang Ham tidak mau keluar, Tuanku!" kata Eng Pouw.
Mendengar laporan itu, Hang Liang kurang senang.
"Kali ini Ciang Ham sudah kehabisan tenaga, dia bertahan di dalam kota. Mengapa tidak segera kau serang dia" Atau barang kali kau mau menunggu sampai balabantuan mereka datang" Ini benar-benar siasat perang yang salah!"
"Memang benar tentara Ciang Ham sudah rusak berat," kata Eng Pouw. "Tapi pasukannya masih banyak. Empat penjuru kota dijaga sangat keras. Kota itu susah untuk diserang. Saya sarankan lebih baik kita tunggu sampai ada kesempatan, baru kita serang mereka!"
Mendengar jawaban Eng Pouw, Hang Liang bertambah kesal.
"Ucapanmu itu cuma pantas diucapkan oleh seorang bodoh!" bentak Hang Liang. "Jika tidak sekarang, kau mau menunggu sampai makanan kita habis?"
Kemudian Hang Liang segera mengeluarkan perintah,
"Saat ini juga kota Teng-to harus diserang habis-habisan," kata Hang Liang. "Sekarang kita harus mengerahkan seluruh kekuatan untuk merebut kota Teng-to!" .
Hang Liang kemudian memerintahkan angkatan perangnya supaya maju dengan kekuatan penuh. Kota Teng-to pun dikepung rapat. Tentara Hang Liang berusaha menaiki kota dengan menggunakan tangga. Tapi sedikit pun Hang Liang tidak mengira bahwa kota itu dipertahankan dengan sangat kuat.
? ? Tentara Hang Liang tak bisa merapat ke tembok kota. Baru sampai ke pinggir, mereka sudah dihujani dengan anak panah, batu dan api. Jatuhnya benda-benda itu seperti hujan lebat.
Korban di pihak Hang Liang jumlahnya sangat banyak. Tentara Hang Liang banyak yang mati terpanah atau terkena batu.
Melihat hal itu, terpaksa Hang Liang memerintahkan agar pasukannya mundur. Dia segera mengatur siasat baru untuk merebut kota Teng-to. Berulang-ulang Hang Liang menyerang kota Teng-to, tapi serangannya selalu gagal. Hingga akhirnya Hang Liang jadi kehabisan akal. Bahkan tentaranya pun mulai kelelahan karena siang dan malam menggempur kota Teng-to.
Mendapat kenyataan seperti itu, Hang Liang sangat kesal.
*** Pada suatu hari.... Ketika Hang Liang sedang duduk merenung dengan wajah sangat murung dan kesal, Han Sin si pembawa tombaknya datang menghadap.
"Mau apa kau datang ke mari?" tanya Hang Liang dengan kesal.
"Menurut hamba, Ciam Ham bersama anak buahnya masih terlalu kuat! Mereka tidak mau berperang dan terus bertahan di dalam kota bukan karena takut. Mereka sedang menunggu kita lengah," kata Han Sin.
"Enak saja kau bicara, kau tahu apa?" bentak Hang Liang tambah kesal.
"Hamba sarankan Ciang-kun lebih berhati-hati! Jangan sampai terperangkap oleh tipu daya musuh! Ciang-kun harus mengantisipasi serangan malam mereka! Serangan itu sangat berbahaya!" kata Han Sin lagi.
Mendengar ucapan Han Sin, tentu saja Hang Liang jadi marah-marah. Karena Hang Liang memang kurang suka pada Han Sin, dia tidak percaya pada ucapan Han Sin.
"Aku tak takut pada Ciang Ham yang tak berguna itu! Dia seperti seekor tikus yang ketakutan! Sudah kau jangan banyak omong, biar persoalan ini kutangani sendiri!" kata Hang Liang angkuh.
Dia sangat meremehkan lawan bicaranya itu.
"Kau tak usah banyak bicara! Sejak kami menghimpun angkatan perang di kota Hwe-kee sampai sekarang, kami selalu dapat memenangkan setiap pertempuran!" bentak Hang Liang. "Apa istimewanya kota Teng-to ini" Apa yang harus aku takutkan" Aku tidak takut pada Ciang Ham. Mendengar namaku saja, nyali Ciang Ham sudah hancur! Mana berani dia melawan pasukanku" Kau orang yang tidak berguna, jangan banyak bicara di depanku!"
Sesudah itu Hang Liang membentak dan mengusir Han Sin. Song Gi yang mendengar ucapan Han Sin, berpikir ucapan Han Sin sangat beralasan. Song Gi segera memperingatkan Hang Liang agar mau memperhatikan nasihat anak buahnya itu.
"Ciang-kun, ucapan Han Sin jangan dianggap remeh! Ucapannya sangat masuk akal. Sekarang tentara kita sudah sangat kelelahan, siang dan malam mereka terus menggempur kota.
Tapi hasilnya sia-sia saja! Sebaliknya Ciang Ham sekalipun pasukannya rusak berat, tapi di dalam kota tentaranya masih banyak dan kuat. Ciang Ham seorang jenderal negeri Cin yang termasyur. Dia mampu mengendalikan tentaranya. Sekali lagi jangan Ciang-kun remehkan ucapan Han Sin itu!" kata Song Gi.
"Ah, sudahlah! Aku tak mau membicarakan masalah itu lagi!" kata Hang Liang kesal.
Hang Liang tetap tidak mau mendengarkan nasihat itu. sekalipun sudah diucapkan oleh dua orang.
*** Malam harinya.... Ciang Ham yang telah menyebar mata-mata sudah tahu persis bahwa Hang Liang sangat tidak menghargai dirinya. Di sini dia bisa menganalisa bahwa Hang Liang pasti sedang kurang waspada.
Malam itu Ciang Ham mengeluarkan perintah rahasia pada anak buahnya.
"Pada pukul tujuh malam, kalian semua harus sudah selesai masak nasi dan memberi makan kuda-kuda kita!" kata Ciang Ham. "Malam ini kalian harus makan sampai kenyang. Sesudah itu kaki kuda-kuda kita harus dipasangi peredam suara. Pada pukul sembilan, semua panglima dan prajurit harus sudah berkumpul di kantorku! Kalian harus menunggu perintahku!"
Perintah itu oleh para panglima dan prajurit dilaksanakan dengan patuh. Pukul tujuh mereka mulai masak. Sesudah makan, mereka memberi makan kuda-kuda. Baru memasang pelana dan peredam suara pada kaki kudanya. Tepat pukul sembilan, semua sudah berkumpul di depan kantor Ciang Ham.
Mereka sudah berpakaian tempur lengkap. Ciang Ham dengan hati-hati mengatur siasat. Sesudah itu dalam keadaan siap mereka menunggu perintah sampai pukul dua belas tengah malam.
Tak lama Ciang Ham muncul kembali dari kantornya. Dia duduk di kursinya. Kepada semua jenderal dan anak buahnya, Ciang Ham mulai memberikan wejangan yang terakhir sebelum pasukannya berangkat.
"Malam ini kita akan mengadakan serangan mendadak terhadap musuh," kata Ciang Ham bersungguh-sungguh. "Kalian mau mendapat kemenangan, bukan?"
"Mau, Jenderal!" jawab anak buahnya.
"Bagus! Kesempatan kita cuma malam ini! Sekali serang, kita harus menang! Kalian harus bersungguh-sungguh saat berperang. Serang perkemahan mereka secara mendadak! Ketika genderang perang berbunyi, kalian harus langsung menyerbu! Bagi yang takut dan tidak berani maju, aku membunuhnya saat ini juga! Kalian mengerti?" kata Ciang Ham bersemangat.
"Baik, Jenderal! Kami mengerti!" kata anak buahnya.
? ?Jenderal Ciang Ham memanggil para jenderal yang akan memimpin serangan. Kemudian Ciang Ham mengatur siapa-siapa yang harus memimpin serangan itu. Mereka juga ditentukan dari pintu mana mereka harus menyerang. Sesudah rencana penyerangan secara rinci disampaikan, baru Ciang Ham memerintahkan agar anak buahnya bersiap-siap.
Begitu saatnya tiba, Ciang Ham langsung memerintahkan agar pintu kota dibuka! Pertama-tama, pintu kota sebelah timur dan barat. Bagaikan air bah, dua pasukan Cin yang sudah siap tempur menyerbu.
Saat serangan tentara Cin dimulai, tentara Couw yang dipimpin oleh Hang Liang sedang tidur nyenyak. Mereka memang sudah sangat kelelahan karena siang dan malam menggempur kota. Sebaliknya dua pasukan Ciang Ham yang menyerbu mereka masih segar-segar. Mereka cukup makan dan istirahat.
Pasukan yang sudah lama terkurung di dalam kota dan tidak pernah berperang secara terbuka itu, sekarang bergerak keluar secara serentak. .
Sekitar setengah kilometer dari perkemahan tentara Hang Liang, Jenderal Ciang Ham lalu berteriak "Bunyikan genderang perang secara serempak!"
Begitu mendengar suara genderang perang, panglima tentara Ciang Ham memberi komando.
"Maju! Serang!"
Pasukan Cin berhamburan bagaikan lebah yang dipukul sarangnya. Mereka maju tanpa takut menyerbu ke perkemahan tentara Couw yang tak siaga. Mereka tampak saling berlomba ingin membunuh musuh sebanyak-banyaknya. Menghambur tanpa kendali dibarengi suara derap kaki kuda dan prajurit menerbu bagaikan gunung runtuh!
Tentara Hang Liang yang sedang tidur nyenyak, kaget begitu mendengar suara genderang. Mereka bangun dengan panik. Mereka gelagapan sambil mencari senjata dan kuda mereka. Belum sampai mereka meraih senjata, tentara Cin sudah sampai. Dengan enak tentara Cin membunuh mereka tanpa belas kasihan. Tidak adanya perlawanan, membuat mereka seperti sedang menebang pohon pisang.
Saat serangan tentara Cin datang, Hang Liang sedang tidur pulas. Semalam karena kesal, Hang Liang terlalu banyak minum arak sehingga mabuk. Dia terbangun karena kaget mendengar suara gaduh dan jeritan tentara yang dibantai. Hang Liang melihat musuh sudah sampai dan dia tidak sempat naik kuda lagi. Sampai di depan pintu kemah, dia tertombak perutnya oleh Sun Sin hingga tewas.
Banyak tentara Couw yang mati dan terluka. Mereka tak lagi sempat kabur dan terpaksa takluk pada pasukan Ciang Ham.
Sementara Song Gi dan Eng Pouw yang melihat tak ada harapan untuk melawan, segera kabur meninggalkan perkemahannya.
Ciang Ham mencoba melakukan pengejaran. Tapi kedua panglima musuh itu sudah jauh. Kali ini Ciang Ham mendapat kemenangan besar.
Mendengar Hang Liang tewas oleh serangan mendadak Ciang Ham, Lauw Pang buru-buru memberikan pertolongan. Tapi sudah terlambat! Begitu Lauw Pang sampai di tengah jalan, dia bertemu dengan Song Gi yang sedang mengumpulkan sisa pasukannya. Banyak anak buah Song Gi yang luka-luka.
Lauw Pang segera bergabung dengan mereka dan bersama-sama kembali ke kota Yong-kiu. Mereka langsung memberitahukan hal itu kepada Hang I.
Mendengar kabar pamannya tewas, Hang I kaget bukan main.
"Apa pamanku tewas dalam serangan itu?" jerit Hang I yang langsung pingsan.
Para panglima Hang I segera memberi pertolongan. Hang I pingsan cukup lama. Sesudah sadar, dia langsung menangis sedih.
"Sejak kecil saya sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuaku. Hanya paman yang memelihara dan mengajariku sampai dewasa. Sebelum aku sempat membalas budi, dia sudah meninggal. Bagaimana aku tidak berduka?"
Sesudah berkata begitu, dia menangis tak henti-hentinya. Hoan Ceng mencoba menghibur Hang I.
"Hang Ciang-kun mati karena membela negara. Jadi bisa dikatakan Hang Liang seorang yang setia. Ingat umur manusia di tangan Tuhan. Tidak ada gunanya Ciang-kun menangis lagi. Jika Ciang-kun bisa meneruskan pekerjaannya, pasti di akherat beliau akan senang. Kami tahu Ciang-kun sangat berbakti. Mengapa Ciang-kun harus menangis seperti perempuan" Itu bukan sifat seorang laki-laki sejati!" bujuk Hoan Ceng.
Mendengar nasihat dan penghiburan dari Hoan Ceng, semangat Hang I bangkit kembali.
"Terima kasih atas nasihat, Tuan! Aku bersedia menuruti nasihat Sian-seng!" ujar Hang I tegar. "Suatu saat aku pasti akan membalaskan dendam paman kepada Ciang Ham!"
Sesudah itu Hang I menguburkan jenazah Hang Liang di bilangan kota Teng-to. Selesai menguburkan jenazah pamannya, Hang I mengeluarkan perintah.
"Semua siap untuk mengejar tentara Cin yang telah membunuh Pamanku!" kata Hang I.
Tak lama pasukannya sudah bergerak melakukan pengejaran. Tapi sampai di tengah jalan, Hang I mendengar Ciang Ham dan angkatan perangnya sudah menyeberang sungai. Menurut laporan mata-mata, mereka akan menyerang negeri Tio.
*** Dikisahkan di negeri Tio....
Karena Raja Tio ketakutan, dia melarikan diri dan masuk ke dalam "Ki-lok-kiong".
Ki-lok-kiong ini sebuah benteng yang dibangun oleh Cin Bun Kong. Benteng "Ki-lok-kiong" ini dibuat untuk menjaga jika terjadi kerusuhan. Jika hal itu terjadi maka Cin Bun Kong bisa masuk ke dalam benteng itu. Sebab benteng itu sangat kuat dan susah dihancurkan.
? ? Mendengar keterangan itu, Hang I tahu bahwa angkatan perang Ciang Ham sudah kuat kembali. Jika Hang I maju terus, rasanya dia tak akan bisa mengalahkan pasukan Ciang Ham.
Kemudian Hang I berunding dengan Hoan Ceng.
"Saat ini tentara kita mendapat pukulan berat dari tentara Cin. Sedang pamanku baru saja meninggal. Aku dengar tentara Cin semakin kuat. Apa akal kita selanjutnya, Sian-seng?" tanya Hang I pada Hoan Ceng.
"Menurut hamba, saat ini Ibu Kota negeri Couw kosong tidak terjaga. Ditambah lagi musuh semakin dekat ke Ibu Kota. Lebih baik kita pulang dulu, lalu kita pindahkan Ibu Kota negeri Couw ke kota Peng-seng, agar sulit diserang musuh! Baru sesudah itu kita kembali akan mengerahkan tentara untuk menyerang musuh," kata Hoan Ceng.
Hang I setuju dengan saran Hoan Ceng. Mereka segera bersiap pulang Ibu Kota negeri Couw.
Kemudian Hang I segera melaporkan apa yang terjadi. Dia juga menyampaikan saran untuk pemindahan kota.
"Untuk menghindari serangan musuh, sebaiknya kita harus memindahkan kota, Tuanku!" ujar Hang I.
"Kalau memang demikian, aku setuju saja!" kata Raja Couw.
Hang I segera mengatur perpindahan rajanya. Tak lama semua bisa diselesaikan dengan baik. Sesudah Couw Hwai Ong tinggal di kota Peng-seng, kota itu dijadikan Ibu Kota negeri Couw.
*** Pada suatu hari...... Datang seorang utusan dari negeri Tio.
Raja Couw Hwai Ong menyilakan utusan itu dipanggil ke hadapannya.
"Apa maksud kedatanganmu ke mari?" tanya Raja Couw Hwai Ong.
"Hamba diperintah untuk mengantarkan surat pada Tuanku," kata si utusan. "Maksud Raja hamba dia ingin minta pertolongan pada Tuanku. Saat ini negeri Tio dalam bahaya dan tinggal menunggu hancurnya."
"Apa sebabnya?" tanya Couw Hwai Ong.
"Panglima Ciang Ham dari negeri Cin sudah lama mengepung benteng kota Ki-lok-kiong. Padahal di dalam kota kami sudah kekurangan makanan," kata si utusan. "Kuda-kuda milik panglima perang kami pun sudah habis disembelih dan dimakan. Itu kami lakukan karena kami kelaparan. Kami makan apa saja yang bisa kami makan. Tapi tak urung lebih dari separuh rakyat kami telah mati kelaparan! Itu sebabnya kami sangat mengharapkan bantuan Tay-ong!"
Couw Hwai Ong tertegun mendengar cerita utusan negeri Tio itu. Tapi karena Hang Liang yang jadi andalannya pun tewas di tangan Ciang Ham, Couw Hwai Ong jadi bingung sendiri. Dia hanya diam seribu bahasa.
Melihat rajanya terdiam, Hoan Ceng coba memecahkan suasana.
"Negeri Tio harus segera ditolong," kata Hoan Ceng tegas. "Sekalipun negeri Tio tidak punya hubungan dengan kita, tapi Tuanku harus ingat, jika negeri Tio jatuh ke tangan negeri Cin, berbahaya sekali!" "Maksud Kun-su?" tanya Couw Hwai Ong.
"Bahaya terhadap kita jadi bertambah besar karena negeri Cin jadi semakin kuat," kata Hoan Ceng. "Akhirnya kita akan lebih sukar mengalahkan mereka! Maka sebisanya kita harus menolong negeri Tio!"
"Baiklah, aku akan segera mengambil keputusan.
Kemudian Couw Hwai Ong mengangkat Jenderal Song Gi menjadi Toa-ciang-kun. 2) Hang I menjadi Hu-ciang-kun,3) Hoan Ceng menjadi Kun-su. Mereka berangkat dengan membawa dua puluh laksa 4) tentara untuk menolong negeri Tio.
2) Toa-ciang-kun = Jenderal besar.
3) Hu-ciang-kun = wakil jenderal besar.
4) Satu laksa = 10.000 jiwa tentara.
*** Esok paginya... Berangkatlah angkatan perang negeri Couw. Setelah sampai di daerah An-yang, Jendral Song Gi sengaja tidak langsung menyerang. Ini berlangsung sampai empat puluh enam hari. Hal ini karena Song Gi memang takut pada tentara Cin yang gagah berani. Selain itu dia tahu benar kecerdikan dan kepandaian Ciang Ham. Selain itu diam-diam dia bersekongkol dengan negeri Cee. Mereka telah mengadakan kesepakatan, akan menjadikan anaknya yang bernama Song Siang sebagai Tay-siang di negeri Cee.
Hang I heran ketika Song Gi tidak segera mengerahkan angkatan perangnya. Karena kesal, Hang I segera menanyakan masalah penyerangan itu.
"Song Ciang-kun, mengapa sampai sekarang Anda belum mengerahkan angkatan perang menghantam tentara Cin" Padahal Anda tahu saat ini negeri Tio cuma tinggal menunggu hancurnya! Bahkan mereka justru sangat mengharapkan pertolongan kita!" kata Hang I.
"Aku sedang menunggu saat yang tepat!" jawab Song Gi.
"Jika Ciang-kun tidak segera menyerang, ini sama saja dengan Ciang-kun menghambur-hambur bahan makanan dengan sia-sia!" kata Hang I agak kesal. "Jika Ciang-kun mengerahkan angkatan perang sejak lama, barangkali kita sudah berhasil menghancurkan kepungan tentara Cin?"
"Ingat tentara kita belum lama mendapat kerusakan berat, mereka masih trauma oleh kegagahan Ciang Ham," kata Song Gi. "Lebih baik kita pantau dulu kedua negara yang sedang berperang itu, sampai tentara Cin sudah kelelahan baru kita serang mereka! Barangkali kita bisa mengalahkan mereka dan mendapat kemenangan. Jika kita kurang hati-hati, jangan-jangan tentara kita malah akan rusak berat!"
? ? "Song Ciang-kun, mengapa kau begitu penakut" Sekarang negeri Tio dan pasukannya tinggal menunggu mati, bagaimana mereka bisa berperang lagi" Jika kita tak segera membantunya, mereka akan hancur!" kata Hang I dengan agak kasar.
Song Gi yang memegang kekuasaan atas angkatan perang Couw tidak mau mendengarkan nasihat Hang I, dia tetap pada pendiriannya tak mau maju perang.
Pada suatu hari..... Song Gi mengantarkan anaknya ke negeri Cee karena akan segera dijadikan Tay-siang (menteri) di negeri itu. Sesampai di kota Bu-yam dia serahkan anaknya pada Raja Cee. Sesudah urusannya selesai, Song Gi pulang ke perkemahannya di dekat An-yang. Begitu sampai dia mengadakan pesta makan dengan anak buahnya yang setia di perkemahan.
Pesta itu hanya untuk kesenangan dirinya saja. Sedikit pun dia tidak memperdulikan kesusahan anak buahnya, padahal saat itu sedang musim dingin. Tidak heran hampir seluruh bala tentara Couw menggerutu kesal. Mereka mengatakan Song Gi tidak mementingkan tugas negara, malah meyerahkan anaknya untuk menjadi Tay-siang di negeri Cee.
Malam itu..... Kebetulan Hang I sedang meronda di sekitar perkemahan tentara. Mendengar para prajurit berkata begitu dan mereka mengeluarkan semua kekesalannya pada Song Gi, Hang I kaget. Dia kesal. Saat itu juga dia ingin melabrak Song Gi.
Esok harinya... Ketika Song Gi sedang duduk di kursinya bersama panglima-panglimanya, Hang I datang menemuinya. Dengan suara keras Hang I membentak.
"Song Gi, ternyata kau berhati busuk! Di saat tugas tengah diemban, kau malah bersekongkol dengan negeri Cee. Baru-baru ini kau malah mengantarkan anakmu jadi Tay-siang di sana! Padahal Raja Couw telah mengangkatmu jadi panglima perang menolong negeri Tio! Tapi sudah sekian lama kau tidak juga mengerahkan angkatan perang! Aku kira kau ingin memberontak pada kerajaan Couw! Atas perintah Couw Ong akan kubunuh kau!"
Mendengar ucapan Hang I, bukan main kagetnya Song Gi saat itu. Dia segera memerintahkan panglimanya menangkap Hang I. Sungguh mengherankan para panglimanya tak satu pun yang mau diperintah olehnya. Melihat hal itu, Song Gi turun dari kursinya mau kabur ke luar kemah.
Hang I segera mencabut pedangnya dan memburu pada Song Gi. Tanpa perlawanan berarti, batang leher Song Gi ditebas hingga putus. Nyawa Song Gi pun melayang.
Menyaksikan kejadian itu para panglima lain segera berkata, "Yang mengangkat Couw Ong jadi raja, paman Ciang-kun. Pasti beliau senang karena Ciang-kun telah membunuh pengkhianat itu! Kami semua akan taat pada perintahmu!"
Ramai-ramai para jenderal menyatakan setia dan akan melapor pada Raja Couw supaya Hang I diangkat menjadi Tay-ciang-kun. Sesudah itu Hang I memerintahkan Hoan Couw untuk menangkap anak Song Gi yang saat itu masih ada di tapal batas negeri Cee.
Hoan Couw segera mengejar anak Song Gi, begitu berhasil menemukannya anak itu, dia langsung membunuhnya.
Setelah berbagai laporan dan usulan dari medan perang sampai ke negeri Couw, Raja Couw memerintahkan Ciong Li Bwe (Bi) untuk mengantarkan perintahnya.
"Bawa surat keputusan pengangkatan Hang I menjadi Tay-ciang-kun! Perintahkan juga agar dia segera menolong negeri Tio," kata Couw Hwai Ong.
Begitu Hang I menerima perintah langsung dari raja, dia segera mengeluarkan perintah.
"Jenderal Eng Pouw kau kuangkat jadi Sian-hong!4) Kuperintahkan kau untuk segera menyerang tentara Cin yang sedang mengepung negeri Tio," Kata Hang I.
4) Panglima Pasukan Pelopor.
Ketika itu Ciang Ham siang dan malam sedang mengepung kota Ki-lok-kiong. Tapi usahanya merebut kota itu belum juga berhasil karena kota itu dijaga sangat kuat.
Ketika Ciang Ham mendengar bahwa pasukan dari negeri Couw yang dipimpin oleh Hang I telah datang, dia segera memanggil Tang I dan Su-ma Hin.
"Kalian berdua harus segera membuat benteng pertahanan di seberang sungai. Sambut kedatangan musuh sebelum mereka menyeberang!" kata Ciang Ham.
Tidak berapa lama pasukan Jenderal Eng Pouw sudah sampai. Su-ma Hin dan Tang I dari pihak Cin segera menyambut kedatangannya. Tak lama mereka langsung berperang. Sesudah berperang beberapa puluh jurus lamanya, pasukan Cin bagian belakang berlarian kalang-kabut karena Hang I menyerang bagian belakang angkatan perang Cin dengan hebat.
Su-ma Hin dan Tang I tidak sanggup menahan serangan Hang I tersebut. Mereka segera melarikan diri kembali ke benteng mereka. Begitu sampai mereka lihat musuh pun sudah merampas benteng mereka.
Terpaksa Su-ma Hin dan Tang I kabur meninggalkan pesanggerahan mereka. Hang I telah berhasil merampas benteng maupun makanan ditambah senjata musuh. Sesudah itu langsung dia mengeluarkan perintah.
"Para panglima perangku, kalian harus langsung menyeberang sungai!" teriak Hang I.
Sambil memegang pedang terhunus, Hang I menyaksikan anak buahnya menyeberangi sungai. Hang I beradat keras dan kemauannya pun keras. Dia ingin dengan sekali memukul Ciang Ham dan angkatan perangnya. Paling tidak tentara musuh itu mundur dari Ki-lok-kiong! Ketika tentaranya sudah ada di seberang, Hang I segera mengeluarkan perintah.
? ?"Tenggelamkan perahu-perahu bekas menyeberang semuanya! Hancurkan semua periuk tempat masak!" teriak Hang I.
Maka periuk itu pun dipecahkan semuanya. Mereka hanya menyisakan makanan untuk tiga hari saja. Ini siasat Hang I yang sangat sadis. Hang I berharap supaya anak buahnya bertempur mati-matian. Karena tak punya pilihan untuk mundur lagi.
Ketika semua perahu sudah ditenggelamkan, anak buahnya bingung dan kaget.
"Para panglima dan prajuritku semuanya!" kata Hang I. "Dengarkan perintahku! Sekarang rangsum kita cuma tinggal untuk tiga hari saja! Semua perahu untuk menyeberang sudah ditenggelamkan. Karena itu kalian harus bersatu! Kalian harus bahu-membahu untuk menyerang tentara Cin. Aku harap dalam tiga hari kita bisa memenangkan peperangan ini! Jika kita berhasil maka nyawa kita bisa selamat dan tetap hidup! Tapi jika gagal niscaya kita pasti mati! Karena mau lari ke mana" Meskipun kita tidak mati dibunuh musuh, jika lari ke sungai akan mati terbenam di dalam air atau mati kelaparan karena tak punya makanan!" .
Mendengar pidato Hang I, pasukan negeri Couw terpaksa mengangguk dan bersatu hati akan bertempur mati-matian. Masing-masing mengumpamakan seolah-olah jiwa mereka sudah mati dan mereka harus bertempur secara mati-matian! Karena barang kali saja mereka bisa menang, baru mereka bisa tetap hidup. Pilihan lain dari itu tidak ada! Mereka semua bejingkrak dan bersorak semangat.
"Hari ini kami akan bertempur mati-matian bersama Ciang-kun! Kami akan mengadu jiwa sampai napas penghabisan!" kata anak buah Hang I.
Tekad mereka sudah bulat.
Malam harinya...... Hang I mengerahkan angkatan perangnya maju ke medan perang.
Sementara Hoan Ceng dan Ciong Li Bwe, masih berada di barisan belakang tentara Couw. Mereka tidak ikut bersama Hang I menyeberang sungai. Ketika mereka mendengar Hang I telah menenggelamkan perahu dan cuma menyisakan makanan untuk tiga hari saja, mereka kaget dan terharu.
"Semangat tempur Hang Ciang-kun sangat hebat! Dengan sekali berperang dia berharap bisa menghancurkan angkatan perang Cin!" kata Hoan Ceng. "Maka itu dia tenggelamkan semua perahu untuk menyeberang dan cuma menyediakan makanan untuk tiga hari saja! Dia pikir dalam tiga hari dia mau menghabisi musuhnya. Tapi jika dia kalah, pasti mereka akan jadi korban keganasan musuh. Sekarang kita harus berusaha mencegah agar jangan sampai hal itu terjadi!"
Buru-buru Hoan Ceng memerintahkan seorang panglima perangnya.
"Angkut rangsum sampai di pinggir sungai, jika dalam tiga hari Hang I dan angkatan perangnya mendapat kemenangan, kau seberangkan rangsum itu untuk Hang I dan pasukannya. Tapi jika dalam tiga hari ternyata dia kalah, dengan tanpa membawa ransum kita harus menyeberang untuk membantu pasukan Hang I," kata Hoan Ceng.
Apa yang dipikirkan oleh Hoan Ceng sungguh suatu pendapat yang bagus. Dia berpikir jauh ke depan. Peribahasa mengatakan: Sedia payung, sebelum hujan.
*** Dikisahkan di pihak Cin.....
Tang I dan Su-ma Hin hanya memiliki separuh pasukan lagi. Pasukan mereka rusak berat dan banyak yang mati atau terluka. Melihat kenyataan itu, mereka segera kembali ke markas. Ketika bertemu dengan Jenderal Ciang Ham, mereka melaporkan kekalahanya melawan Hang I.
"Sekarang Hang I bersama pasukannya telah menyeberang sungai." kata Tang I.
Ketika Tang I belum selesai, datang seorang mata-mata melapor.
"Hari ini Hang I telah menenggelamkan seluruh perahu mereka. Hamba dengar mereka hanya menyisakan makanan untuk tiga hari! Hamba rasa ini perlu Jenderal pikirkan dan antisipasi! Hamba berpendapat bukan tak mungkin Hang I mau mengadu jiwa secara nekad!" kata mata-mata itu.
Mendengar laporan itu, Ciang Ham kaget dan takut. Seperti peribahasa mengatakan : "Jika ada satu orang yang berani mati, maka yang seribu orang menjadi takut."
Ciang Ham memanggil seluruh panglimanya supaya berkumpul. Mereka terdiri dari Ong Li, Siap Kan, Souw Kak, Beng Hong, Han Ciang, Li Gi, Ciang Peng, Ciu Him dan Ong Koan. Jumlah mereka ada sembilan jenderal.
"Kalian masing-masing harus membawa bala tentara, pecah jadi sembilan pasukan!" kata Ciang Ham mengatur siasat. "Sembunyikan pasukan itu di suatu tempat. Kalian harus sabar menunggu sampai pasukan Hang I dekat sekali! Saat itu baru kalian serbu secara serempak! Ini untuk mengejutkan pasukan musuh."
Sesudah kesembilan jenderal itu menerima perintah, mereka langsung menjalankan perintah itu dengan baik. Mereka menyembunyikan pasukan mereka di suatu tempat yang sangat strategis.
Tidak berapa lama pasukan Couw di bawah komando Hang I pun tiba. Tampak pasukan ini maju dengan bersemangat. Mereka bergerak langsung ke arah benteng pertahanan Ciang Ham seolah tak kenal takut.
Tampak Hang I memimpin pasukannya di depan benteng tentara Cin. Ketika itu Jenderal Ciang Ham langsung keluar. Melihat Ciang Ham muncul Hang I marah sekali.
"Hai! Bangsat! Kau telah membinasakan Pamanku! Hari ini aku datang akan membelah tubuhmu!" bentak Hang I.
Hang I pun langsung mengangkat tombaknya. Dia menerjang Ciang Ham dengan beringas. Ciang Ham tak tinggal diam.
? ?Dia sambut serangan Hang I dengan gagah. Maka terjadilah pertarungan seru di antara mereka! Sesudah berperang kira-kira tiga puluh jurus, Ciang Ham mulai kepayahan. Dia mencoba untuk lari.
Tapi Hang I terus memburunya dari belakang. Ketika Ciang Ham hampir terkejar, Ong Li sampai. Dia langsung menghadang dan menyerang Hang I secara tiba-tiba.
Hang I tidak mengira Ciang Ham yang licik telah menyembunyikan pasukan Bay-hok. 5) Dengan tidak bertanya lagi, Hang I langsung menerjang musuh yang baru muncul itu. Ong Li tidak tahan menghadapi Hang I yang gagah dan nekad itu. Baru berperang sepuluh jurus, gerakan Ong Li sudah mulai kacau. Serangan-serangannya mulai tidak terarah.
Sementara Hang I terus mendesaknya. Akhirnya Hang I pun berhasil menangkap Ong Li hidup-hidup. Ketika Ong Li tertangkap, Hang I melemparkan Ong Li dan menyerahkan pada anak buahnya.
Melihat Ong Li sudah tertangkap oleh musuh, Ciang Ham kabur. Hang I mengejarnya dengan bernafsu.
"Hai Bangsat! Pengecut, mau lari ke mana kau" Kau pasti akan kutangkap sampai dapat," kata Hang I.
Kuda "Ouw-tui-ma" milik Hang I dipacu dengan kencang. Saat Hang I mengejar Ciang Ham, anak buah Hang I tertinggal jauh sekali. Sesudah kabur cukup jauh, Ciang Ham menoleh dan melihat Hang I mengejarnya sendiri.
Tiba-tiba kuda Ciang Ham berbalik. Dia kembali melawan Hang I. Tapi lagi-lagi Ciang Ham tak sanggup melawan Hang I. Dia cuma bisa menjaga serangan-serangan Hang I, tapi tidak bisa balas menyerang
Pada saat Jenderal Ciang Ham sedang kepayahan, tiba-tiba muncul Siap Kan bersama anak buahnya. Begitu muncul, Siap Kan langsung mengeroyok Hang I.
Tapi sedikitpun Hang I tidak gentar. Hang Ie lalu mencabut Houw-pian yang tersandang di pingangnya. Dia ayunkan senjata ruyung itu untuk menyabet punggung Siap Kan sekuat tenaga.
Tiba-tiba Siap Kan menjerit dan langsung muntah darah. Dia jatuh dari atas kudanya. Ketika Hang I hendak menombak Siap Kan, anak buah Siap Kan buru-buru merampas tubuh atasannya, lalu dibawa kabur.
Melihat anak buahnya dikalahkan oleh Hang I, Ciang Ham segera melarikan diri. Para panglima anak buah Hang I seperti Hoan Couw dan Eng Pouw bersama-sama mengobrak-abrik tentara musuh. Mereka mengejar pasukan Cin yang melarikan diri. Lebih dari separuhnya tentara Cin mati dan terluka dalam peperangan hebat itu.
Sampai sore Hang I masih mengamuk dan membantai tentara Cin. Ketika Hang I masih ingin mengejar dan menghancurka angkatan perang Cin, Hoan Ceng datang menyusul. Kun-su ini mencegah niat Hang I yang tak kenal lelah itu.
"Ciang-kun sudah lelah, musuh pun sudah mundur. Hamba khawatir musuh membuat jebakan sehingga Ciang-kun terjebak dalam bahaya!" kata Hoan Ceng.
Mula-mula Hang I tak mau menurut, tapi Hoan Ceng memberi alasan yang lebih masuk akal.
"Sekarang sudah malam, Ciang-kun! Jangan kejar mereka, sebab kita belum mengenal jalan-jalan di sini dan malam pun sangat gelap," kata Hoan Ceng. "Lebih baik kita perketat penjagaan, supaya musuh tidak bisa menyusup!"
"Ucapan Sian-seng benar juga," kata Hang I.
Akhirnya Hang I tidak melanjutkan pengejaran. Kemudian dia segera mengumpulkan seluruh panglima perangnya.
"Hoan Couw, I Eng dan Yong Ci, kalian bertiga masing-masing boleh membawa pasukan. Sembunyikan mereka di bagian kanan dan kiri jalan," kata Hang I. "Tunggu nanti malam jika kalian melihat api menyala, musuh pasti datang, masing-masing harus segera keluar dari persembunyain kalian dan langsung menyerang mereka."
Begitu menerima perintah para panglimanya itu langsung pergi bersama pasukannya masing-masing. Kemudian Hang I memanggil Eng Pouw.
"Kau boleh membawa pasukanmu untuk mencegah bala bantuan musuh, jangan beri kesempatan mereka bisa datang membantu kawan-kawannya!" kata Hang I.
"Baik Jenderal!" jawab Eng Pouw yang langsung berangkat.
Hang I juga memerintahkan anak buahnya menyusun kayu-kayu bakar dan rumput kering di belakang kemahnya. Mereka harus menunggu malam dan sampai musuhnya datang. Begitu musuh datang, mereka boleh segera membakar rumput sebagai tanda. Siasat ini untuk membingungkan musuh. Sesudah Hang I mengatur anak buahnya, sekarang mereka tinggal menunggu musuh datang dan langsung menggempur habis-habisan.
Jenderal Ciang Ham yang kalah perang kabur bersama anak buahnya. Mereka pergi ke kemah Souw Kak untuk berunding dan membuat rencana serangan selanjutnya.
"Couw Peng (tentara negeri Couw) sekalipun telah menang perang, pasti mereka saat ini sangat kelelahan. Malam jika kita serang perkemahan mereka, aku rasa mereka akan menderita rusak berat!" kata Souw Kak.
Sesudah mendengar pendapat anak buahnya, hati Ciang Ham agak senang.
"Ya, pendapatmu itu betul," kata Ciang Ham yang setuju pada saran Couw Kak tersebut.
Sesudah berunding dengan panglima lainnya, mereka setuju untuk penyerangan malam itu.
Jenderal Ciang Ham malam itu juga ingin mengadakan serangan balasan secara mendadak ke benteng musuh. Lalu dia perintahkan Souw Kak membawa pasukan yang masih segar untuk mengambil posisi di sayap kanan.
? ?Maksudnya untuk menggempur perkemahan tentara Couw.
Ciang Ham sendiri membawa satu pasukan mengambil kedudukan di sayap kiri. Sesudah mengatur seluruh pasukan yang akan mengadakan serangan mendadak, Ciang Ham lalu istirahat sejenak.
Jam satu malam, mereka bersama-sama berangkat menuju ke benteng musuh. Tidak berapa lama mereka telah sampai ke dekat perkemahan tentara Couw.
Ciang Ham menyaksikan keadaan di sekitar benteng musuh sepi-sepi saja. Hal itu membuat dia girang bukan main, karena dia mengira tentara Couw sedang tidur lelap karena kelelahan.
"Mungkin mereka tak menduga aku akan mengadakan serangan mendadak." pikir Ciang Ham.
Dengan suara nyaring Ciang Ham segera memerintahkan angkatan perangnya maju menyerang benteng tentara Couw.
"Maju! Serang!" teriak Ciang Ham.
Betapa kecewanya Ciang Ham begitu masuk ke dalam areal benteng musuh. Ternyata kemah-kemah itu kosong! Tidak seorang pun ada di situ. Ciang Ham baru sadar kalau dia telah tertipu mentah-mentah oleh siasat Hang I. Dengan sangat kaget dan kecewa Ciang Ham memberi komando dengan gugup.
"Mundur! Segera mundur! Ayo mundur! Kita terjebak!" teriak Ciang Ham dengan suara serak.
Tiba-tiba terdengar suara meriam pertanda dari pihak musuh dan api pun menyala di sekeliling kemah tentara Couw. Dalam sekejap tentara Cin sudah dikepung rapat.
Bukan main kagetnya Ciang Ham dan Souw Kak, keduanya menyelamatkan diri mereka masing-masing. Mereka berusaha keluar dari kepungan musuh. Tapi sial mereka bertemu dengan Hoan Couw, I Eng, Hee Kong, Yong Ci yang menghadangnya.
Melihat musuh menghalanginya Souw Kak merasa yakin dia tidak akan bisa melewati kepungan musuh; maka buru-buru dia membalikkan kudanya menuju jalan ke sebelah timur. Belum berapa jauh dia melarikan diri, terdengar suara genderang perang pihak Couw bertalu-talu. Suaranya sangat berisik. Tiba-tiba seorang jenderal dari tentara Couw mencegatnya.
"Hai, anjing! Apa kau tak mengenali Hang I?" kata panglima itu.
Mendengar jenderal itu mengaku bernama Hang , bukan main takutnya Souw Kak. Karena kurang waspada, sesudah bertarung sebentar Souw Kak tewas tertombak oleh Hang I.
Jenderal Ciang Ham yang membawa anak buahnya saat itu masih bertarung secara ketat agar bisa meloloskan diri dari kepungan musuh. Tapi seperti Couw Kak yang bernasib sial dia pun bertemu dengan Eng Pouw. Ciang Ham terpaksa berperang sampai beberapa puluh jurus.
Ketika Hang I sampai di situ, Hang I yang melihat Eng Pouw sedang berperang melawan Ciang Ham segera membantunya. Hang I langsung menerjang musuhnya.
Karena dikeroyok, kembali Ciang Ham tidak tahan. Buru-buru dia melarikan diri. Kebetulan dia bertemu dengan Beng Hong yang membawa pasukan untuk memberi pertolongan kepadanya.
Ternyata pasukan Beng Tong telah dihadang oleh Hoan Couw. Maka terjadilah pertarungan sengit antara Hoan Couw dan Beng Tong.
Baru beberapa jurus, Beng Tong mulai terdesak. Beberapa serangan Hoan Couw membuat gerakannya semakin lamban. Tiba-tiba ujung tombak Hoan Couw sudah menembus perutnya. Beng Hong pun tewas seketika.
Melihat Beng Hong tewas, Ciang Ham mencambuk kudanya. Dia melarikan diri ke atas gunung dan meninggalkan anak buahnya.
Melihat Ciang Ham melarikan diri, Hoan Couw berpikir. "Jika aku berhasil menangkap Ciang Ham maka aku akan sangat berjasa!"
Tanpa pikir panjang lagi, Hoan Couw mencambuk kudanya untuk memburu Ciang Ham. Waktu itu kuda yang ditunggangi oleh Ciang Ham kepayahan, ditambah lagi kuda itu belum diberi makan. Karena dilarikan sangat keras, kuda itu jatuh dan Ciang Ham pun terguling ke tanah.
Melihat Ciang Ham jatuh, cepat-cepat Hoan Couw memburu dan menombak Ciang Ham. Tapi sebelum Hoan Couw sampai ke tempat Ciang Ham jatuh, tiba-tiba muncul seorang panglima Cin bernama Ham Ciang datang menolong Ciang Ham.
Ham Ciang terpaksa bertarung mati-matian melawan Hoan Couw. Saat Ciang Ham melihat dua panglima sedang bertarung mati-matian, dia mengambil kesempatan untuk kabur menyelamatkan diri dengan meninggalkan Ham Ciang bertarung sendiri melawan Hoan Couw.
Tidak berapa lama kemudian I Eng muncul. Melihat Hoan Couw sedang bertarung; dia langsung maju mengerubuti Ham Ciang. Karena tidak tahan dikeroyok, Ham Ciang melarikan diri. Dia segera diburu oleh I Eng dan Hoan Couw.
Kali ini angkatan perang Cin mendapat kerusakan besar, untung saja datang sepuluh ribu tentara Cin yang dipimpinan Li Gi. Ciang Ham bersama Ham Ciang segera bergabung dengan pasukan di bawah komando Li Gi itu. Mereka pun langsung masuk ke benteng Li Gi.
Hoan Couw dan I Eng yang datang memburu sudah terlambat. Melihat ada benteng musuh, mereka langsung menghentikan pengejaran. Mereka tidak berani langsung menerjang benteng itu karena tampaknya sangat kokoh. Terpaksa I Eng dan Hoan Couw membangun perkemahan agak jauh dari benteng musuh.
Tidak berapa lama Hang I bersama angkatan perangnya sampai. Waktu itu matahari sudah mau tenggelam di ufuk barat lagi.
Hoan Ceng memperingatkan Hang I yang tak sabar ingin segera menghabisi musuhnya agar menunda serangannya.
"Malam ini panglima tentara Cin pasti mengira kita kembali akan menggempur mereka," kata Hoan Ceng pada Hang I.
? ?"Saat ini pasti mereka menempatkan tentara untuk menghajar angkatan perang kita. Jika benar kita menyerang mereka, saat itu pasti tentara kita akan terkepung oleh tentara Cin!"
"Aku rasa dugaan Sian-seng benar, aku pun berpikir begitu," kata Hang I. "Maka itu kita harus menggunakan akal dan siasat yang tepat untuk menghancurkan mereka!"
Hoan Ceng berkata lagi. "Jika benar dugaanku begitu, maka kita harus mengembalikan tipu muslihatnya itu," kata Hoan Ceng. "Malam ini kita perintahkan dua panglima perang membawa pasukan menunggu di kiri dan kanan jalan. Tugas mereka menghadang pasukan yang akan membokong pasukan kita. Sebelum mereka siap, seorang panglima yang lain boleh menghantam benteng musuh. Ciang-kun sendiri boleh menyerang bagian belakang benteng musuh, hamba yakin pasti Ciang-kun bisa menangkap Ciang Ham."
Hang I mengangguk setuju dengan rencana yang dibuat oleh Hoan Ceng. Sesudah paham benar apa yang harus dia lakukan, Hang I mengeluarkan perintah.
"Eng Pouw kau bawa dua ribu tentara, cegat pasukan Cin yang akan membuat perangkap di sebelah selatan!" kata Hang I.
"Baik, Jenderal!" jawab Eng Pouw.
Sesudah itu Hang I memerintah Hoan Couw untuk membawa pasukannya.


Lauw Pang Vs Hang Ie Kejatuhan Dinasti Cin Dan Kebangkitan Dinasti Han di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bawa dua ribu tentara untuk mencegat tentara Cin di sebelah utara!"
"Baik Jenderal!" kata Hoan Couw.
Hang I sendiri akan membawa selaksa (10.000) tentara mengambil posisi di bagian tengah.
Jenderal Ciang Ham kembali dikalahkan oleh pasukan Couw. Bahkan mereka sudah beberapa kali kalah besar. Sekarang dia jadi merasa malu dan berpikir keras sambil berharap dia bisa memenangkan pertempuran. Tiap malam, otaknya bekerja keras. Hatinya selalu was-was jangan-jangan malam itu musuh datang kembali memporak-porandakan bentengnya. Karena Ciang Ham yakin tentara Couw pasti kembali dan menyusup untuk menggempur bentengnya, maka dia harus waspada.
Karena selalu dihantui oleh adanya serangan mendadak dari pihak musuh, akhirnya Ciang Ham mengatur pasukannya untuk siaga penuh. Ciang Ham mengeluarkan perintah pada dua panglima perangnya.
"Kalian berdua harus segera berangkat untuk membuat perangkap bagi musuh. Aku kira malam ini musuh bakal datang kembali," kata Ciang Ham.
Pasukan yang membuat perangkap itu seperti biasa diperintahkan ditempatkan di kiri dan kanan jalan yang diduga akan dilewati oleh tentara Couw.
"Jika benar mereka datang, maka pasukan kalian boleh langsung mengepung musuh!" kata Ciang Ham lagi.
Malam itu, Hang I memerintahkan tentaranya secara diam-diam bergerak ke suatu tempat. Sesudah pasukannya berjalan satu li, Hang I memerintahkan pasukannya berhenti.
"Kita tunggu kabar apakah dua panglima kita berhasil atau tidak?" kata Hang I.
Tidak berapa lama, terdengar suara genderang perang dibunyikan. Itu sebagai tanda kedua panglimanya sudah memenangkan peperangan. Mereka sengaja memberitahu Hang I agar segera menyerang benteng tentara Cin.
Begitu Hang I mendengar suara tambur dibunyikan, dia mengeluarkan perintah.
"Maju dan hantam benteng tentara Cin yang dijaga oleh Ciang Ham!" kata Hang I.
Ketika itu Ciang Ham bersama Li Gi sedang menunggu kedatangan musuh, mereka kaget melihat anak buahnya yang "membay-hok" di kanan dan kiri jalan datang berlarian karena kalah perang.
Melihat kejadian itu, Ciang Ham tidak berani lama-lama tinggal di situ. Dia langsung mengeluarkan perintah.
"Segera bongkar benteng, cepat kabur dari tempat itu!" kata Ciang Ham.
Mendengar musuh membongkar benteng, Hang I kesal. Dia segera memburu mereka sekuat tenaga. Dengan demikian Hang I dan anak buahnya berhasil membunuh puluhan ribu anak buah Ciang Ham. Hingga mayat mereka berhamburan di tanah lapang. Bau amis darah membubung ke udara.
*** Ketika itu dikisahkan, Raja Tio sudah mendengar laporan bala-bantuan dari negeri Couw berhasil mendapatkan kemenangan. Dan ketika Raja Tio mendengar bahwa Hang I sedang memburu Ciang Ham, dia segera memerintahkan panglimanya untuk membantu.
"Tan I dan Thio Ji kalian bawa pasukan keluar kota, bantu Jenderal Hang I memukul dan menghancurkan tentara Cin," kata Raja Tio.
Ciang Ham melarikan diri bersama sepuluh anak buahnya dari pasukan berkuda, dia meninggalkan pasukan lain dan melarikan diri masuk ke dalam hutan rimba
Hoan Couw bersama Eng Pouw dari negeri Couw memburu musuhnya itu dengan bersemangat. Mereka berharap bisa menangkap Ciang Ham hidup-hidup. Ketika Ciang Ham dan kawan-kawannya sudah hampir terkejar; di tengah jalan Hoan Couw dan Eng Pouw dihadang oleh panglima Cin. Para penghadang itu mencoba menyelamatkan Ciang Ham dari kejaran mereka. Panglima Cin itu terdiri dari Ciang Peng, Ciu Him dan Ong Koan. Mereka adalah pasukan Cin yang masih segar.
Melihat ada musuh yang membantu Ciang Ham, dua panglima Couw yaitu Hoan Couw dan Eng Pouw segera menghentikan pengejaran. Karena musuh mendapat bantuan, mereka jadi ragu dan khawatir tidak akan sanggup menghadapi musuh. Terpaksa mereka pulang kembali untuk memberitahukan hal itu pada Hang I.
? ?Ketika itu Hang I sudah sampai di bawah kota milik negeri Tio. Raja Tio bersama rakyatnya sudah menyediakan arak dan makanan. Mereka menunggu di luar kota untuk menyambut. Begitu Hang I tiba mereka memberi hormat kepada Hang I. Sekaligus mereka juga hendak menjamu Hang I yang sudah masuk ke dalam kota.
"Hari ini kita boleh segera menyerbu dan masuk ke wilayah negeri Cin," kata Hang I. "Jika terlalu lama tidak kita serang, siapa tahu mereka bisa bangkit kembali. Saat itu akan susah kita masuk ke wilayah negeri Cin. Jika kita mau menghancurkan negeri Cin, harus sekarang juga! Karena inilah saatnya yang tepat!"
Ketika itu Hang I langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyeret Ong Li dan Siap Kan. Dua panglima negeri Cin yang tertangkap untuk dihadapkan kepadanya. Sesudah diadakan tanya jawab lalu Hang I memutuskan supaya algojo memancung kepala mereka berdua. Sesudah kedua panglima itu dihukum mati, Hang I mengeluarkan perintah baru.
"Kui Pouw dan Ciong Li Bwe ambil lima ribu tentara dan tetap tinggal di negeri Tio untuk membantu penjagaan kota. Aku akan membawa dua puluh laksa tentara akan masuk ke wilayah negeri Cin. Aku akan memburu Ciang Ham," kata Hang I.
Kemudian Hang I dan pasukannya berangkat menuju negeri Cin. Selang beberapa hari, pasukan Hang I telah tiba di kota-kota negeri Cin.
Saat Hang I dan angkatan perangnya tiba, panglima penjaga kota-kota itu langsung menyerah. Karena mereka gentar dan ngeri pada Hang I. Mereka pun langsung membuka pintu kota sambil memasang hio. Ini mereka lakukan sebagai tanda takluk pada Hang I.
Dalam tiga hari, Hang I bersama angkatan perangnya bergerak ke kota lain. Akhirnya mereka masuk ke dalam wilayah negeri Cin sampai sejauh dua puluh li.
Pada hari keempat, Hang I bersama angkatan perangnya telah sampai di tanah Ciang-lam (Kang-lam).
"Ciang-kun sebaiknya istirahatkan dulu angkatan perang Ciang-kun! Jangan masuk ke daerah musuh terlalu dalam. Ciang-kun harus melihat keadaan dulu, sekalipun Ciang Ham telah kalah besar, tapi di dalam negeri Cin masih banyak tentaranya!" kata Hoan Ceng.
"Hm, rasanya ucapan Sian-seng ada benar. Kita memang perlu beristirahat sambil mempelajari situasi negeri ini," kata Hang I.
Kemudian Hang I memerintahkan anak buahnya membangun perkemahan untuk beristirahat.
*** Sementara dikisahkan, Ciang Ham yang terus diburu oleh pasukan Hang I sudah berhasil mengumpulkan kembali anak buahnya. Dengan susah payah Ciang Ham mengumpulkan sepuluh laksa lebih tentaranya.
Ciang Ham mengeluarkan perintah agar pasukannya bertahan di kota Han-kok-koan. Ini kota negeri Cin yang terpenting. Itu sebabnya dengan mati-matian Ciang Ham menjaga kota itu secara disiplin. Sudah beberapa kali Ciang Ham memohon pada Ji Si Hong-tee agar segera dikirim bala tentara. Dia berharap agar bisa mempertahankan kota itu.
Tapi entah mengapa Ciang Ham tidak mendapat balasan dari rajanya. Ciang Ham jadi sangat khawatir. Dia tidak tahu mengapa rajanya tak menjawab permintaannya itu.
Ketika itu yang menjadi Tay-siang (Menteri Besar) di negeri Cin adalah Tio Ko. Sebagai menteri, Tio Ko tak ingin rajanya ikut campur dalam berbagai masalah. Itu sebabnya kabar mengenai huru-hara di dalam negeri, maupun yang terjadi di luar negeri, tidak pernah dilaporkan pada Raja Ji Si.
Waktu itu raja mengira negaranya aman-aman saja. Tio Ko tidak mau rajanya tahu atau mendengar kabar buruk tentang negerinya. Bukan itu saja, jika ada orang atau menteri yang berani banyak mulut di depan raja, Tio Ko tak segan menganiaya orang itu. Karena itu semua menteri berpangkat tinggi atau rendah tidak berani memberitahu Raja Ji Si.
Waktu itu semua kekuasaan ada di tangan Tio Ko. Bahkan jiwa menteri-menteri pun ada di tangannya. Sejak Ji Si Hong-tee menjadi raja, tidak pernah sekalipun dia mengurus negara. Semua masalah diserahkannya pada Tio Ko seorang. Kerja Ji Si Hong-te cuma bersenang-senang. Tak heran di negerinya terjadi kerusuhan dan kekacauan demikian besar pun dia tidak mengetahuinya.
Sebenarnya para panglimanya yang menjaga kota-kota perbatasan sudah banyak yang mengirim surat kepadanya. Tapi semua surat itu oleh Tio Ko ditahan. Malah banyak laporan yang dimusnahkan sebelum dibaca! Tio Ko tidak mau melaporkannya.
*** Ketika Hang I dan angkatan perangnya masih berada di daerah Kang-lam, rakyat negeri Cin sudah kegerahan. Penduduk negeri itu sudah tidak senang dan gelisah. Mereka tak enak makan dan tidur.
Kabar tentang majunya angkatan perang Hang I sudah sampai ke istana raja. Kecuali kepada Ji Si Hong-tee. Semua orang, besar dan kecil, sudah tahu apa yang sedang mengancam mereka saat itu.
Seluruh Kiong-li-Kiong-li 1) kebingungan. Tapi karena mereka takut pada Tio Ko, jadi tidak berani melapor pada Ji Si Hong-tee.
Para menteri sudah gelisah. Mereka berusaha akan menyampaikan kabar buruk itu pada raja. Mereka lalu beramai-ramai datang ke istana. Tapi pintu istana tertutup rapat. Terpaksa mereka harus menunggu di pintu istana dengan tak sabar. Hari itu mereka tak berhasil menemui raja. Hari berikutnya pun begitu. Sampai beberapa hari lamanya, mereka tidak melihat Ji Si Hong-tee duduk di atas tahtanya. Mereka tidak bisa bertemu dengan raja, kecuali Tio Ko.
? ?Tak seorang pun diidzinkan masuk ke istana raja. Tapi Tio Ko sendiri tak mau melapor apa yang sedang terjadi di negeri Cin.
*** Dikisahkan Li Su Sang sahabat baik Tio Ko, waktu itu sangat kesal pada Tio Ko. Karena kekuasaan Li Su saat itu sudah dirampas oleh Tio Ko. Sekalipun benar dia menjadi Tay-siang (Menteri Besar), tetapi Kaisar Ji Si tidak mau mendengar nasihatnya lagi. Tak heran jika Li Su merasa sakit hati. Dan sudah lama dia tidak mau ikut campur dalam urusan negara.
Ketika Tio Ko mengetahui Li Su tidak senang kepadanya, Tio Ko pun mencari akal mau menganiaya Li Su.
Pada suatu hari..... Tio Ko pergi menemui Li Su di kantornya. Tio Ko lalu berkata pada sahabatnya itu.
"Saat ini Hang I bersama angkatan perangnya ada di wilayah Kang-lam. Jenderal Ciang Ham serta angkatan perangnya mendapat kerusakan besar," kata Tio Ko. "Sudah tiga puluh laksa (300.000) tentara Cin yang binasa di tangan musuh. Kesulitan negeri kita bukan main besarnya! Sedang pembangunan Istana A Pong-kiong yang dimulai oleh Kaisar Cin Si Ong sampai saat ini belum selesai. Biaya sehari-hari yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Saat ini kita kekurangan angkatan perang dan kekurangan ransum. Mengapa Kun-houw tidak mau menasihati raja supaya beliau menghentikan dulu pembangunan istana itu. Masalah ini harus segera Kun-houw urus!"
"Bukan aku tidak mau ikut campur dalam masalah ini," kata Li Su. "Tapi Anda tahu sendiri kaisar selalu diam di dalam istana. Kapan aku bisa menemuinya?"
."Ah, itu soal mudah, Kun-houw. Silakan Anda sediakan dulu Piauw-ciang (surat untuk memohon bertemu dengan raja). Biar suatu saat jika raja sedang senang hatinya, saya akan menyerahkan surat Anda kepadanya. Hasilnya akan kuberitahu pada Kun-houw, bagaimana?" kata Tio Ko.
"Baiklah," kata Li Su.
*** Pada suatu hari..... Ketika Ji Si Hong-te sedang minum arak bersama Tio Ko di dalam istana, Tio Ko menyuruh orang memberitahu Li Su agar segera memasukan Piauw-ciangnya itu.
Li Su segera memasukkan Piauw-ciangnya dan minta bertemu dengan raja. Sesudah dilakukannya beberapa kali, tapi Ji Si Hong-tee tidak mau menemui Li Su. Dia malah memarahi Li Su.
"Kurang ajar, berani benar dia menasihatiku! Apa pun yang aku lakukan, itu urusanku!" maki sang kaisar.
Mendengar makian itu, tahulah Tio Ko bahwa kaisar Cin sangat benci pada Li Su.
"Memang Li Su ini kurang ajar sekali," kata Tio Ko menghasut. "Hamba pernah mendengar Li Su mengeluarkan ucapan yang tidak baik kepada Tuanku. Dia bilang dia sangat menyesal dulu tidak menurut pada perintah Sian Tee (almarhum Cin Si Ong). Padahal dalam Wi-ciauw (surat wasiat) Cin Si Ong, jelas dikatakan Cin Si Ong mau mengangkat Hu Souw menjadi raja."
Mendengar ucapan Tio Ko begitu, Ji Si Hong-tee semakin marah.
"Oh, rupanya dia mulai berani terhadapku! Kalau begitu Li Su pasti berniat jahat!"
"Pendapat Tuanku benar sekali," kata Tio Ko ikut memperuncing suasana. "Pi-hee juga tahu dulu anak Li Su yang paling besar bernama Li Yu menjadi Tay-siu di daerah Su-coan. Orang melaporkan dia bersekongkol dengan negeri Couw. Tapi karena masalahnya tidak jelas, akhirnya masalah itu tidak diusut lagi. Sebenarnya Li Su telah melakukan kejahatan. Jika Pi-hee tidak peduli pada masalah ini, di kemudian hari ini akan timbul bahaya besar di dalam negeri Cin."
Ji Si Hong-tee marah sekali dan berniat mencelakakan Li Su.
Ketika Li Su mengetahui Tio Ko telah menipunya bahkan mengadukan hal yang tidak benar tentang dirinya kepada raja. Li Su kembali memasukan surat pegaduan, maksudnya akan membuka rahasia dan kejahatan Tio Ko.
Saat Ji Si Hong-tee melihat surat pengaduan dari Li Su, dia bertambah kurang senang.
"Keng sangat baik, Tim tahu betul itu. Jika bukan keng, seorang siapa yang Tim andalkan untuk mengurus negeri" Sekarang Li Su tidak boleh dibiarkan hidup lagi di dunia!" kata Ji Si Hong-tee.
Begitu selesai bicara Raja Cin itu mengeluarkan perintah.
"Pengawal, segera tangkap Li Su dan sanak-keluarganya. Mereka harus dibunuh di tengah alun-alun!" kata Ji Si Hong-tee.
Penangkapan segera dilaksanakan. Satu persatu sanak-keluarga Li Su dibunuh di alun-alun. Orang yang menyaksikan sangat terharu. Ketika tinggal Li Su dan isterinya yang belum dibunuh, mereka saling berpelukan dengan anak dan isterinya di tempat pembantaian. Tak lama kepala mereka lalu ditebas! Dalam sekejap habislah seluruh keluarga Li Su.
Orang-orang yang menyaksikan pembantaian atas Li Su dan keluarganya, ada yang senang. Karena Li Su dulu banyak melakukan kejahatan. Dia membantu Cin Si Ong melakukan kekejaman terhadap rakyat. Ada juga yang kasihan karena dia yang berdosa, sanak-keluarganya ikut dibantai.
*** Dikisahkan..... Pada suatu hari Raja Ji Si sedang tidur siang. Dia mendengar gundik-gundiknya bicara sesama mereka dengan suara perlahan dan nadanya sedih. Ji Si Hong-tee jadi kaget. Dia mendengar ada seorang Kiong-li (selir) bertanya pada seorang Tay-kam.
"Tentang kabar di luaran hari ini, bagaimana Kong-kong?" tanya selir itu.
? ? "Jangan banyak tanya, tidak lama lagi kita pasti bakal menjadi setan tidak berkepala sebab kabarnya Jendral Ciang Ham sudah kalah perang. Menurut keterangan 270.000 tentaranya telah terbunuh dalam peperangan itu. Tidak lama lagi angkatan perang Hang I akan datang menyerang kota Ham-kok-koan. Dan pasti kita akan binasa semuanya!"
Begitu Raja Ji Si mendengar perkataan itu dia kaget. Dia segera memanggil orang-orang yang berkata tadi. Ji Si bertanya dengan sabar.
"Barusan kalian membicarakan soal apa?" kata Raja.
Semua selir dan thay-kam menangis. Mereka tidak berani menceritakan apa yang tadi mereka bicarakan. Mereka takut pada Tio Ko. Raja Ji Si marah dan memaksa agar mereka menceritakan apa yang mereka bicarakan tadi.. Karena takut dihukum mati oleh raja, selir dan thay-kam segera memberi keterangan.
"Sekarang keadaan negeri Cin sangat kacau," kata selir raja. " Jenderal Ciang Ham sudah kalah perang dan tentaranya mendapat kerusakan berat! Sedang 270.000 tentara Cin sudah binasa dalam peperangan. Tak lama lagi angkatan perang Hang I sudah sampai di daerah Kang-lam. Dalam waktu dekat mereka akan menyerang kota Ham-kok-koan. Jika kota Ham-kok-koan sampai jatuh ke tangan Hang I, maka negeri Cin sudah habis sama sekali! Semua orang sudah amat ketakutan pada Tio Ko, jadi tidak ada yang berani memberi tahu pada Pi-hee. Hamba harap Pi-hee segera mengirim bala tentara untuk membantu Jenderal Ciang Ham. Jika terlambat, habislah negeri Cin ini."
"Itu benar, Tuanku," kata Thay-kam ikut membenarkan.
Mendengar keterangan itu, Ji Si Hong-te seperti mendengar suara guntur di siang hari. Tubuhnya jadi gemetar.
"Segera panggil Tio Ko ke mari!" katanya dengan sengit.
Tidak berapa lama, Tio Ko pun sampai di hadapannya.
"Aku sudah memberi kau kedudukan menjadi Tay-siang. Mengapa hari ini ketika tahtaku hampir terbalik, kau tidak mau memberi tahuku bahwa bahaya besar sedang mengancam negeri ini" Tiga puluh laksa tentara sudah binasa. Hal itu tidak kau laporkan kepadaku! Menurut aturan, kau harus dihukuman mati!" kata Ji Si Hong-tee.
Mendengar ucapan Ji Si Hong-tee yang kasar, Tio Ko marah. Dia menanggalkan kopiah kebesarannya lalu bersujud sambil berkata,
"Maaf Tuanku, Tuanku telah mengangkat hamba menjadi Tay-siang. Hamba mendapat perintah untuk mengurus urusan dalam negeri. Hamba pun harus menuruti kehendak Tuanku menemani Tuanku di istana. Itu kewajiban hamba! Masalah militer bukan urusan hamba. Itu tanggung jawab Tay-ciang-kun (jendral Perang)! Jika angkatan perang kalah Tuanku boleh menegur Jenderal Ciang Ham dan Jenderal Ong Li, jangan salahkan hamba! Lagi pula kekacauan yang terjadi tidak seberapa besar. Cuma karena rakyat banyak mulut, masalah dibesar-besarkan! Hamba harap Tuanku tidak mempercayai kabar bohong itu!" kata Tio Ko.
Ji Si Hong-te memang seorang yang tidak berguna. Dia tidak mengerti apa-apa dalam soal pemerintahan. Ketika mendengar ucapan Tio Ko, dia diam lalu kembali bersenang-senang sebagaimana biasa.
Ketika Tio Ko sudah pulang ke rumah, dia berpikir dalam hatinya.
"Masalah yang dibicarakan oleh raja tadi, semua ini gara-gara Ciang Ham. Dia menyuap Thay-kam supaya melapor pada Ji Si Hong-tee. Jika bukan karena dia, mana mungkin kaisar mengetahui masalah itu?" pikir Tio Ko.
Karena itu, Tio Ko jadi sakit hati pada Ciang Ham.
*** Pada suatu hari..... Anak buah Tio Ko melapor.
"Di luar ada utusan dari Jenderal Ciang Ham yang bernama Su-ma Hin," kata anak buahnya.
"Mau apa dia?" tanya Tio Ko.
"Dia bilang kedatangannya hendak melaporkan keadaan di medan perang. Su-ma Hin ingin bertemu dengan kaisar. Tapi dia tahu harus bertemu dengan Tay-siang dulu untuk mohon bantuan mengantar dia pada kaisar," kata anak buahnya.
Mendengar laporan itu, bukan main senangnya Tio Ko.
"Hong-te telah menyalahkanku," pikir Tio Ko. "Sekarang jika dia kuizinkan bertemu kaisar, pasti aku bisa celaka! Lebih baik aku celakakan dia."
Sesudah itu Tio Ko berkata pada anak buahnya.
"Katakan pada utusan itu supaya menunggu beberapa hari lagi!" kata Tio Ko. "Akan kuatur pertemuan dia dengan raja!"
"Baik, Tuanku," jawab anak buahnya.
Orang itu keluar menemui Su-ma Hin dan memberitahu agar Su-ma Hin menunggu beberapa hari lagi.
"Apa tak bisa dipercepat?" tanya Su-ma Hin.
"Tidak! Menurut majikanku harus menunggu beberapa hari lagi," kata anak buah Tio Ko.
"Kalau begitu, baiklah," kata Su-ma Hin.
Su-ma Hin terpaksa pulang ke penginapannya. Dia bermalam di gedung yang disediakan. Tiga hari lamanya dia menunggu. Tapi Tio Ko belum juga mau menemuinya. Karena masalahnya amat penting, Su-ma Hin terpaksa menyuap anak buah Tio Ko. Dia minta agar menyampaikan pesannya pada majikannya.
Karena disuap dengan uang cukup banyak, orang itu merasa kasihan pada Jenderal Su-ma Hin. Dia kemudian berbisik memberitahu satu rahasia pada Su-ma Hin.
"Majikan hamba mau mencelakakan Tuan dan Jenderal Ciang Ham. Lebih baik Tuan segera melarikan diri saja.
? ?Jika Tuan tidak segera pergi, niscaya Tuan akan celaka." kata orang itu.
Mendengar keterangan itu Su-ma Hin kaget. Segera dia menaiki kudanya dan melarikan diri ke luar darikotaHam-yang menuju Ham-kok-koan.
*** Selang tiga hari kemudian....
Tio Ko menyuruh anak buahnya memanggil Su-ma Hin. Tapi dia mendapat laporan bahwa utusan Ciang Ham itu sudah kabur. Mengetahui Su-ma Hin sudah kabur, Tio Ko kaget. Dia segera mengeluarkan perintah pada dua orang bawahannya.
"Segera susul Su-ma Hin, tangkap dia dan bawa kembali ke mari," kata Tio Ko.
Tapi sayang kedua Ke-ciang itu tidak bisa mengejar buruannya itu karena Su-ma Hin sudah kabur jauh.
Mereka buru-buru kembali untuk melapor pada Tio Ko.
"Maaf Tuanku, Su-ma Hin sejak tiga hari yang lalu sudah keluar dari pintukotaHam-yang, karena itu dia tidak bisa dikejar," kata anak buah Tio Ko.
Mendengar laporan yang mengecewakan itu Tio Ko marah-marah. Buru-buru dia pergi ke istana. Lalu masuk ke dalam kraton untuk mengadu pada Ji Si Hong-tee.
"Tay-siang ada apa" Kenapa Tay-siang kelihatannya amat terburu-buru?" tanya Ji Si Hong-tee.
"Hamba hedak melapor Tuanku." kata Tio Ko.
"Mengenai masalah apa" tanya Ji Si Hong-tee.
"Karena kecerobohan Jenderal Ciang Ham dan para panglima perangnya, maka kita dikalahkan dalam peperangan dengan negeri Couw. Dosa Jenderal Ciang Ham dan kawan-kawannya sangat besar! Kekacauan yang ditimbulkan oleh Hang I dan angkatan perangnya, sekarang telah meluas ke mana-mana! Semua ini terjadi karena Jenderal Ciang Ham tidak becus berperang. Hamba juga mendapat informasi bahwa Ciang Ham dan para panglimanya telah bersekongkol dengan musuh. Sekarang Pi-hee harus mencopot kedudukannya dan mengganti dia dengan seorang yang gagah perkasa. Kemudian panggil Ciang Ham dan para panglimanya. Sesudah masuk ke dalamkota, mereka harus segera dibunuh! Jika tidak, negeri Cin pasti akan menghadapi bahaya besar!" kata Tio Ko.
Mendengar laporan itu, Ji Si Hong-tee menjadi marah. Dia memerintahkan pada Tio Ko supaya mengutus cucu Tio Ko yang bernama Tio Siang untuk menggantikan kedudukan Jenderal Ciang Ham. Dia juga diperintahkan memanggil Jenderal Ciang Ham dan seluruh stafnya pulang kekotaHam-yang untuk diperiksa perkaranya.
Diceritakan Su-ma Hin dengan cepat meninggalkan Kota Raja. Dia melarikan kudanya dengan kencang. Tak lama dia telah ada di luarkota. Dia terus melarikan kudanya bagaikan terbang. Maka dalam waktu singkat, dia sudah sampai dikotaHam-kok-koan.
Begitu sampai Su-ma Hin langsung menemui Ciang Ham. Satu persatu dia ceritakan pengalamannya ketika minta bertemu dengan kaisar.
"Karena tidak bisa langsung bertemu kaisar, terpaksa hamba menemui Tio Ko," ujar Su-ma Hin. "Sesudah datang ke rumah Tio Ko, ternyata dia tak mau menemui hamba dan meminta hamba menunggu beberapa hari!"
"Lalu mengapa kau tidak menunggunya?" tanya Ciang Ham.
"Hamba menunggunya sampai tiga hari! Karena tak ada kabar, hamba menyuap salah seorang pegawai Tio Ko untuk mendapat informasi. Ternyata ...." kata Su-ma Hin tak melanjutkan.
"Ternyata apa" Cepat lanjutkan!" desak Ciang Ham.
"Pegawai itu membuka rahasia majikannya pada hamba," kata Su-ma Hin.
"Menurut keterangannya, Tio Ko berniat mencelakakan kita. Sesudah mendengar keterangan anak buah Tio Ko, saya buru-buru pulang untuk melapor pada Jenderal!" kata Su-ma Hin.
Mendengar cerita yang disampaikan oleh Su-ma Hin. Jenderal Ciang Ham kaget Dia jadi takut sendiri. Sambil menarik napas panjang dia mengeluh.
"Ah! Sekarang kita tidak punya tempat hanya untuk kedua kaki kita ini! Di dalam negeri ada kan-sin (durna) yang memegang kuasa. Di luar negeri ada yang akan menghancurkan negeri. Sekarang apa yang harus kita perbuat?" kata Ciang Ham.
"Ya, benar Tuanku! Hal ini karena kaisar tidak pernah mengurus masalah negara. Kaisar terlalu mempercayai Tio Ko. Jika dipikir-pikir, usaha kita beperang membela negara ini percuma saja!" ujar Su-ma Hin.
"Sekarang kita harus segera membahas masalah ini. Pengawal, cepat kau kumpulkan panglima kita!" ujar Ciang Ham.
"Baik Jenderal!" kemudian pengawal itu langsung melaksanakan tugasnya.
Tak lama Jenderal Ciang Ham telah berhasil mengumpulkan seluruh panglima dan anak buahnya. Mereka akan diajak berunding. Ciang Ham segera membuka masalah yang mereka hadapi saat itu. Jenderal Ciang Ham menerangkan apa yang dialami oleh Su-ma Hin yang diperintah mencari bantuan ke Ibu Kota. "Bagaimana pendapat kalian semua tentang masalah ini?" kata Jenderal Ciang Ham.
Salah seorang anak buahnya yang bernama Tang Hi menghadap.
"Memang sudah lama hamba mendengar Tio Ko mau mencelakakan kita. Sekarang kita harus lebih dahulu bersiap-siap untuk menghadapi bahaya itu! Hamba harap kita jangan sampai masuk ke dalam prangkap dan tipu daya Tio Ko. Ciang-kun boleh jadikan Li Su sebagai contoh. Baru-baru ini hamba dengar dia dan keluarganya dibantai tanpa ampun.
? TAMAT ? Alap Alap Laut Kidul 7 Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Dendam Iblis Seribu Wajah 23
^