Pencarian

Memburu Iblis 1

Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Bagian 1


Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut
Karya : Sriwidjono Sumber djvu : Dimhader Ebook oleh : Hendra & Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Daftar Isi : Memburu Iblis_____________________________________ 1
Daftar Isi : ________________________________________ 2
Jilid 1 ___________________________________________ 4
Jilid 2 ___________________________________________ 36
Jilid 3 ___________________________________________ 68
Jilid 4 __________________________________________ 101
Jilid 5 __________________________________________ 134
Jilid 6 __________________________________________ 167
Jilid 7 __________________________________________ 199
Jilid 8 __________________________________________ 232
Jilid 9 __________________________________________ 265
Jilid 10 _________________________________________ 298
Jilid 11 _________________________________________ 331
Jilid 12 _________________________________________ 365
Jilid 13 _________________________________________ 398
Jilid 14 _________________________________________ 431
Jilid 15 _________________________________________ 465
Jilid 16 _________________________________________ 498
Jilid 17 _________________________________________ 532
Jilid 18 _________________________________________ 563
Jilid 19 _________________________________________ 596
Jilid 20 _________________________________________ 630
Jilid 21 _________________________________________ 664
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Jilid 22 _________________________________________ 697
Jilid 23 _________________________________________ 730
Jilid 24 _________________________________________ 763
Jilid 25 _________________________________________ 797
Jilid 26 _________________________________________ 830
Jilid 27 _________________________________________ 863
Jilid 28 _________________________________________ 897
Jilid 29 _________________________________________ 932
Jilid 30 _________________________________________ 965
Jilid 31 _________________________________________ 998
Jilid 32 ________________________________________ 1031
Jilid 33 ________________________________________ 1068
Jilid 34 ________________________________________ 1103
Jilid 35 ________________________________________ 1139
Jilid 36 ________________________________________ 1174
Jilid 37 Tamat __________________________________ 1209
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Jilid 1 Kang Lam, Di saat-saat gunung-gunungmu berselimutkan kembang,
Di kala lembah-lembahmu bertaburkan biji-biji mutiara,
Aku tak mampu berbuat apa-apa !
Rasa haru dan bangga Membuat aku hanya bisa berdiri melelehkan air-mata..
Oh, Kang Lam ! Tak terasa rambutku telah menjadi putih !
Syair di atas selalu bergema dan didendangkan orang di
daerah Kang Lam. Di mana saja orang selalu menyanyikan
lagu itu sebagai ungkapan rasa kagum serta bangga mereka
terhadap keindahan dan kemolekan tanah itu. Mereka sama
sekali tidak peduli siapa yang menggubah dan menciptakan
syair lagu itu, sebab mereka juga hanya memperolehnya dari
orang-orang tua mereka pula.
Kang Lam ! Kang Lam memang sebuah daerah yang sangat indah
mentakjubkan! T erletak di bagian selatan dari Negeri T iongkok
yang besar. Daerahnya amat luas, tanahnya subur dan
airnyapun melimpah-ruah pula. Di beberapa tempat mengalir
sungai-sungai kecil yang bening airnya. Penduduknya padat,
namun karena tanahnya amat subur maka hasil pertaniannyapun lebih dari cukup untuk menghidupi mereka.
Apalagi matahari hampir selalu bersinar di sepanjang tahun.
Kang Lam diperintah oleh seorang Kepala Daerah, yang
pada saat cerita ini terjadi, yaitu pada waktu Kaisar Han
pertama berkuasa(Kaisar Liu Pang), dijabat oleh Cui Kok Teng,
seorang bekas jendral di masa peperangan dulu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Dan dalam mengatur roda pemerintahan daerahnya, bekas
jendral yang sangat terkenal itu berkedudukan di Kota Soh-
ciu. Soh-ciu sendiri merupakan sebuah kota yang sangat besar.
Selain menjadi kota dagang yang ramai, kota Soh-ciu juga
merupakan kota impian bagi orang-orang berduit. Kota itu
menyediakan hampir segala macam sarana untuk bergembira
dan bersenang-senang. Berbagai macam hiburan dan
pertunjukan yang menarik, sampai dengan tempat-tempat
terlarang seperti tempat judi dan tempat pelesiran yang
sangat istimewapun tersedia pula di kota itu. Apalagi Soh-ciu
terkenal sebagai gudang wanita cantik di seluruh daratan
Tiongkok, sehingga tidak mengherankan pula apabila kota itu
menjadi semakin menarik saja di mata para pendatang.
Namun pada permulaan tahun ke sebelas setelah Kaisar
Han berkuasa, daerah yang sangat mempesonakan itu
mendadak berubah menjadi resah dan menakutkan. Daerah
yang semula aman dan damai itu tiba-tiba digemparkan oleh
munculnya seorang penjahat berkepandaian sangat tinggi,
yang selalu mengganggu ketenteraman penduduknya. Dengan
kesaktiannya yang seperti iblis, penjahat itu meraja-lela tanpa
lawan. Kota demi kota dalam daerah itu dirusak dan
diganggunya tanpa pandang bulu. Hampir setiap hari tentu
terdengar berita tentang keganasan iblis itu. Terutama berita
tentang kebiadabannya terhadap wanita atau gadis-gadis
cantik yang diculiknya ! Celakanya selama itu pula tak seorangpun yang bisa
mengungkapkan siapa sebenarnya iblis itu. Hal itu disebabkan
oleh karena iblis itu selain berkepandaian sangat tinggi juga
selalu membunuh mati semua korbannya. Bahkan orang-orang
yang pernah melihat atau memergoki perbuatannyapun telah
ikut dibunuhnya pula. Maka tidak mengherankan kalau hari demi hari jumlah
korban kebiadaban iblis itupun semakin menumpuk pula. Dan
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
akhirnya iblis itu berani pula memasuki kota Soh-ciu yang
terjaga kuat. Seolah-olah tidak mempunyai perasaan takut
terhadap para perajurit yang mondar-mandir di segala tempat,
iblis itu mulai menyebar maut pula di kota itu. Akibatnya
penduduk menjadi gelisah dan ketakutan. Semua orang tidak
berani keluar terlalu jauh dari rumahnya, terutama para
wanita dan gadisnya. Dan bila malam telah datang, kota itu
menjadi sepi luar biasa. Semuanya merasa takut menjadi
korban berikutnya dari Si Iblis Penyebar Maut itu!
Tentu saja berita tentang mengganasnya Si iblis Penyebar
Maut di kota itu benar-benar sangat memerahkan telinga
Kepala Daerah Gui Kok Teng! Dengan kemarahan yang
meluap-luap Kepala Daerah itu memimpin sendiri para
perajuritnya mencari penjahat yang sangat berani itu. Tapi
usahanya itu tentu saja tidak membawa hasil, sebab tak
seorangpun diantara mereka yang pernah melihat wajah
buruan itu. Mereka bagaikan berburu hantu yang belum
pernah mereka ketahui bentuk dan rupanya.
Sementara itu para pendekar persilatan di daerah itu juga
tidak mau ketinggalan pula. Dengan bekal ilmu yang mereka
miliki mereka ikut mencari iblis yang mengganggu daerah
mereka itu. Namun seluruh kepandaian mereka itu ternyata
juga tak mampu untuk menandingi kesaktian Si Iblis Penyebar
Maut. Meskipun pada suatu saat mereka mendapat
kesempatan untuk memergoki perbuatan iblis itu, tapi tak
seorangpun di antara mereka yang mampu mengikuti
bayangan iblis tersebut. Bahkan Kang Lam Koai-hiap
(Pendekar Aneh dari Kang lam), tokoh yang paling disegani di
daerah itupun tak berdaya pula menghadapi kesaktian Iblis
itu. Orang tua itu terpaksa digotong pulang tanpa mendapat
kesempatan sedikitpun untuk melihat wajah lawannya.
Demikianlah berita tentang keganasan si Iblis Penyebar
Maut itupun akhirnya tersebar ke seluruh negeri bahkan
sampai menyusup pula ke dalam tembok Istana di Kota-raja.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Malahan khabarnya Kaisar Han sendiri juga teIah mengirimkan
pula utusannya untuk membuktikan kebenaran berita itu.
Tetapi utusan yang sangat diharap-harapkan oleh penduduk
Kang Lam itu ternyata tidak pernah sampai di kota Soh-ciu.
Utusan yang membawa lima-ratus orang perajurit pilihan itu
seolah-olah telah hilang lenyap di dalam perjalanannya.
Sementara itu Si Iblis Penyebar Maut justru semakin
bertambah brutal dan meraja-lela tindakannya. Bagaikan
sesosok hantu yang tak pernah dapat dilihat oleh siapapun
juga, iblis itu selalu gentayangan setiap malam mencari
korbannya. Dan korban kebiadabannya sudah tidak dapat
dihitung lagi, sehingga kota Soh-ciu dan sekitarnya benar-
benar telah berubah menjadi neraka yang mengerikan bagi
para penghuninya. Akibatnya hampir separuh dari penduduknya, terutama para wanitanya, terpaksa mengungsi
ke tempat lain dan kota Soh ciu yang indah itu akhirnya
menjadi sepi. Keadaan itu sungguh sangat memprihatinkan dan sekaligus
juga membuat penasaran hati Gui Kok Teng. Tapi apalah
dayanya, segala macam cara juga telah dia tempuh. Namun
nyatanya ribuan orang perajuritnya itu juga tidak berdaya
menangkap iblis itu. Rasanya memang lebih mudah bagi para
perajuritnya itu untuk menghadapi ribuan musuh di medan
laga dari pada harus melawan sesosok hantu yang tidak
keruan rupa, bentuk dan tempat tinggalnya itu.
Begitulah, tampaknya keadaan itu akan terus berlarut-larut,
tanpa sebuah kekuatanpun yang mampu mencegah si Iblis
Penyebar Maut melakukan aksinya. Sampai beberapa waktu
kemudian, kira-kira pada pertengahan tahun ke sebelas itu
pula, tiba-tiba dunia persilatan digemparkan oleh sebuah
seruan atau ajakan yang ditujukan kepada para pendekar
persilatan untuk bersama-sama memburu Si Iblis Penyebar
Maut dan membinasakannya. Dan seruan atau ajakan tersebut
disampaikan secara beranting, dari mulut ke mulut, tanpa
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
seorangpun yang mengetahui dari mana asal-mula dari ajakan
atau seruan itu. Namun yang pasti, pada saat yang telah ditentukan, kota
Soh-ciu tiba-tiba dibanjiri oleh tokoh-tokoh persilatan dari
segala penjuru daratan Tiongkok! Mereka itu datang untuk
memburu dan membinasakan Si Iblis Penyebar Maut yang
telah menggegerkan negeri mereka itu!
Dan dari sinilah cerita ini bermula !
(Oo-dwkz-hen-oO) Matahari telah jauh menukik ke arah barat. Senja telah
menyelimuti kota Soh-ciu dan sekitarnya. Dan sisa-sisa sinar
matahari yang kuning keemasan itu masih menjamah padang
rumput di kaki bukit, sehingga hamparan rumput itu laksana
beludru yang terhampar di kaki langit. Indahnya bukan main.
Namun semua keindahan itu terasa dingin dan mengecutkan hati ! Suasana yang sepi dan lengang, di tempat
yang begitu luas, remang-remang pula, benar benar
menimbulkan khayalan yang bukan bukan. Apalagi bila
teringat bahwa Si Iblis Penyebar Maut itu tentu telah bersiap-
siap untuk keluar dari sarangnya. Maka sungguh amat
mengherankan sekali apabila di saat seperti itu ternyata masih
ada juga orang yang berani lewat di sana, perempuan pula
lagi ! "Ketepak! Ketipak! Ketepak! Ketipak !"
Dengan melenggut di atas punggung keledai, dua orang
wanita tampak melintasi padang rumput itu ke arah Soh-cia.
Yang seorang sudah tua, kira-kira berusia empatpuluh tahun,
berpakaian seperti pendeta, sementara yang lain masih muda-
belia dan mengenakan pakaian model terakhir. Mereka
berjalan beriringan. Perempuan tua itu berada di depan dan
gadis belia itu mengikuti di belakangnya. Meskipun cerita
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
tentang Iblis Penyebar Maut itu tidak menakutkan hati
mereka, namun wajah perempuan tua itu tampak tegang dan
pucat. Sungguh sangat berbeda dengan si Gadis yang acuh
dan santai. Gadis itu berusia sekitar tujuh belasan tahun. Tubuhnya
kecil ramping. Wajahnya sangat menarik, cerah dan penuh
kedamaian. Matanya yang bening
itu berbinar-binar mengawasi bintang-bintang yang mulai bermunculan di atas
langit, sementara bibirnya yang merah tipis itu sesekali
tampak merekah, mengagumi keindahan alam di sekitarnya.
"Tui Lan"! Cepatlah! Jangan berma las-malas begitu! Kita
sudah terlambat dua hari! Jangan-jangan para pendekar itu
sudah mendahului kita..!" perempuan berpakaian pendeta itu
menoleh seraya berteriak.
Gadis yang dipanggil dengan nama Tui Lan itu menatap
perempuan tua itu sekejab, mulutnya cemberut, lalu dengan
sikap acuh matanya kembali menatap bintang-bintang di atas
langit.

Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tui Lan!" "Aah Su-bo! Kenapa Su-bo selalu terburu-buru saja"
Lihat"! Suasana di sini demikian indahnya!" Tui Lan atau
gadis cantik itu merajuk.
'Anak bandel! Huh ! Kau tahu apa maksud kita datang
kemari ini, he?" "Ah, su-bo menyinggung perkara itu lagi. Apa sih
sebenarnya hubungan orang itu dengan Si Iblis Penyebar Maut
ini?" "Sungguh bodoh benar kau ini ! Bukankah selama ini kita
selalu mencari-cari bangsat itu" Nah, siapa tahu kalau bangsat
itu juga Si Iblis Penyebar Maut ini pula" Bukankah keduanya
memiliki ciri-ciri yang sama yaitu suka membunuh dan
menculik wanita?" Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Gadis cantik itu menghentikan keledainya. Dengan wajah
merengut ia menatap perempuan tua itu. "Setiap kali su-bo
tentu mencurigai orang, dan setiap kali pula Su-bo selalu
kesalahan tangan membunuhnya. Ahh" lalu apa bedanya
tindakan su-bo ini dengan penjahat yang kita cari-cari itu?"
Perempuan tua itu menghentikan keledainya pula lalu
berbalik dengan cepat. "Apa katamu ?" bentaknya keras.
"Su-bo ! Tee-cu sudah bosan berkelana kesana-kemari
mencari orang yang tidak tentu tempat tinggalnya. Dan tee-cu
juga sudah bosan melihat su-bo selalu kesalahan tangan
membunuh orang, hanya karena su-bo mencurigainya sebagai
penjahat yang sedang kita cari-cari itu. Su-bo ......! Marilah
kita pulang kembali ke Teluk Po-hai dan hidup tenteram
seperti semula! Su-bo mengurus kuil, tee-cu mencari ikan ke
laut bersama para nelayan.....,"
Mata perempuan tua itu tiba-tiba bergetar penuh
kemarahan. "Anak gila. Anak durhaka! Apa katamu....."
Kembali ke rumah dan melupakan semua dendam kesumat
itu, heh" Kurang ajar...!"
Wajah Tui Lan tiba-tiba menjadi pucat. Gadis itu sama
sekali tidak menyangka kalau kata-katanya akan menyinggung
perasaan gurunya. Dan gadis itu sama sekali juga tidak
mengira kalau gurunya akan menjadi marah sedemikian rupa.
Apalagi sampai memaki-makinya seperti itu.
Sebenarnya perempuan tua itu adalah bekas ketua kuil Im-
Yang-kauw cabang Teluk Po-hai yang berkedudukan di desa
Ban-cung. Tapi karena sifatnya yang keras, kejam dan suka
membunuh orang, maka perempuan tua itu lalu dipecat dari
kedudukannya sebagai ketua cabang. Namun perempuan tua
itu masih tetap menganggap dirinya sebagai pendeta Aliran
lm-Yang-kauw dan selalu berpakaian seperti pendeta pula.
Oleh karena itu di dunia kang-ouw perempuan tua itu lalu
digelari orang dengan nama Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Meskipun demikian perempuan tua itu benar-benar amat
menyayangi T ui Lan, muridnya.
"Su-bo, ma..maafkan tee-cu......!"
Tui Lan buru-buru minta maaf dengan suara gagap.
Melihat Tui Lan gemetar di atas keledainya, perempuan tua
itu lalu menghela napas panjang. Matanya yang berkilat-kilat
marah tadi lalu meredup kembali. Dan wajah yang telah mulai
berkeriput itu kelihatan menyesal karena telah membuat kaget
hati muridnya. "Sudahlah! Marilah kita berangkat .....I" desah Si Pendeta
Palsu T eluk Po-hai itu dengan suara berat.
Gadis itu mengangguk, lalu menggerakkan keledainya
kembali mengikuti perempuan tua itu. Beberapa saat lamanya
mereka berdiam diri serta tidak berbicara satu sama lain.
Sementara itu hari benar-benar telah menjadi gelap. Matahari
mulai tenggelam di balik cakrawala. Tinggal suramnya sinar
bintang yang kini menerangi padang rumput luas itu.
"Tui Lan........ ! Kau tahu mengapa aku tadi marah
kepadamu?" tiba-tiba si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu
menyingkap tabir kebisuan diantara mereka.
Tui Lan mengangguk dan berusaha menahan sedu-sedan
yang menyekak di dalam dadanya.
"Ya! Tee-cu..... tee-cu. ...telah membuat kecewa hati Su-
bo. Tapi ... tapi ........."
"Sudahlah! Sebenarnya kau ini sudah harus menyadari
keadaan kita ini sejak dahulu. Sebab apa yang telah kita
tempuh selama ini sebenarnya hanya demi kepentinganmu
belaka, dan dalam perkara ini, sebenarnya aku hanya
bertindak sebagai pembantu atau penolong dalam melaksanakan cita-citamu itu. Aku mengajarimu ilmu s ilat dan
membawamu berkelana kemana saja, agar supaya kau bisa
menemukan iblis yang membunuh ayah-ibumu dan Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
membalaskan sakit hati mereka. Tapi..... Mengapa sekarang
kau tiba-tiba menjadi kendor dan mau mengurungkan niatmu
itu?" 'Maafkan tee-cu, su-bo ......" Tui Lan tak bisa menjawab.
"Dahulu kau kutemukan di tengah-tengah hutan, di dalam
gendongan ibumu yang terluka parah. Sebelum mati ibumu
sempat bercerita bahwa seorang penjahat yang belum pernah
dikenalnya telah membunuh ayahmu, kemudian menculik
ibumu yang sedang menggendong kau dan dan ...
menganiayanya hingga terluka parah! Ibumu lalu menyerahkan dirimu kepadaku, dan titip pesan agar kelak kau
membalaskan dendam kesumat keluargamu ini.''
Diingatkan kembali pada sejarah hidupnya, T ui Lan benar-
benar tak kuasa membendung air-matanya. Gadis itu
menangis tersedu-sedu dan perempuan tua itu tersenyum di
dalam hati. Dibiarkannya saja gadis itu mengingat dendam
dan sakit-hati keluarganya.
Sementara itu padang rumput yang mereka lalui semakin
menipis. Kini tanahnya mulai keras bercampur padas, dengan
batu batu besar bertonjolan di sana-sini. Mereka telah
mencapai kaki bukit yang mengelilingi kota Soh-ciu. Bukit
yang tinggi terjal dengan jurang-jurangnya yang dalam.
"Su-bo........!" Tui Lan berkata diantara isaknya. '"Entah apa
sebabnya selama beberapa bulan ini hati tee-cu selalu resah
dan bingung bila memikirkan dendam-kesumat itu. Dahulu
tee-cu memang merasa dendam kepada penjahat itu.
Tapi....... tapi setelah tee-cu menjadi dewasa dan"dan banyak
membaca buku-buku keagamaan lm-Yang-kaw milik Su-bo,
entah"entah mengapa.. perasaan dendam itu secara
berangsur-angsur menjadi larut, sehingga ....... sehingga
akhirnya lenyap dari hati tee-cu. Ouuuugh..maafkanlah tee-cu,
su-bo ..,........uh-huuuu, .............I"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Akhirnya Tui Lan tidak bisa menahan tangisnya. Gadis itu
menangis tersedu-sedu. Perempuan tua itu tersentak kaget.
Senyum yang tadi sudah teralas di atas bibirnya hilang
seketika. Wajah perempuan tua itu kembali keras dan kaku.
Giginya terdengar gemeretak menahan geram.
"Lalu .. apa maumu sekarang ?" bentak perempuan itu
dengan suara berat. "Su-bo, ma-marilah kita"kita lupakan saja dendam
kesumat itu! Marilah kita membangun kembali kehidupan yang
tenteram dan damai di rumah kita ! Kita ....... kita........"
"Jadi" Bagaimana dengan dendam kesumat keluargamu
itu?" Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai menggeram menahan
marah. Tui Lan menunduk semakin dalam dan tubuhnya semakin
keras terguncang oleh sedu-sedannya. Namun dengan segala
kekuatan hatinya gadis itu menjawab pertanyaan gurunya.
"Bi-biarlah...kita kita serahkan saja semuanya i-itu kepada
Thian. Karena Dia-lah yang berhak mengatur seluruh
kehidupan alam-semesta ini. Ki-kita.......tak perlu dan ma lah
berdosa besar bila ....bila berani mencampuriNya. Kewajiban
kita justru men-menjaga dan melestarikan semua ciptaan-Nya,
dan ..... bukan merusak atau memusnahkannya !"
Betapa marahnya perempuan tua itu kepada Tui Lan! Rasa-
rasanya ia ingin me loncat dan menghantam remuk kepala
muridnya yang tertunduk itu! T api niat itu segera luntur begitu
menyaksikan wajah yang pucat-pasi itu seolah-olah memancarkan sinar kedamaian yang menyejukkan hati. Larut
semua kemarahannya! Dan mendadak timbul kembali rasa
sayangnya kepada gadis itu.
Namun demikian masih ada juga perasaan kecewa yang
mengganjal di hati perempuan tua itu.
"Hatimu memang terlalu lemah. Tui Lan." Si Pendeta Palsu
Dari Teluk Po-hai itu berdesah kecewa. "Dan hal itu sudah
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
kuketahui sejak dahulu. Perasaanmu demikian halusnya
sehingga menyakiti seekor semutpun kau tak tega. Tetapi aku
selalu berusaha membangkitkan semangatmu, dengan
mengajarimu ilmu silat dan memberimu contoh-contoh
kekerasan agar supaya hatimu terusik dan bisa tumbuh
menjadi seorang pendekar wanita yang gagah berani. Dan
dengan demikian cita-cita ibumu dahulu bisa terlaksana, yaitu
membalaskan dendam keluargamu!"
Tangis yang hampir mereda itu jebol kembali. Gadis itu
merasa sangat berdosa karena telah mengecewakan harapan
gurunya, dan juga harapan mendiang orang tuanya.
"Tapi" tapi entahlah, Su-bo benar-benar tidak tahu apa
yang telah terjadi pada diri tee-cu. Tee-cu" tee-cu selalu tidak
tahan melihat kekerasan berlangsung di depan mata tee-cu
oooohh"!" T ui Lab merintih dan terisak-isak.
Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu menghela napas
panjang. "Baiklah"! Baiklah"! Kau jangan menangis lagi!
Kalau engkau tak kuasa melakukannya, biarlah aku saja yang
mewakilimu membalaskan dendam itu."
"Su-bo"!" T ui Lan menjerit dengan air mata bercucuran.
"Sudahlah! Kau jangan cengeng begitu. Malu aku
melihatnya! Lihat"! Kita harus mendaki bukit terjal dengan
keledai kita! Berhati-hatilah! Kita telah mendekati kota Soh-
ciu. Siapa tahu si Iblis Penyebar Maut itu bersembunyi di bukit
ini?" Pendeta Palsu dari Teluk Po-hai itu memberi peringatan
lalu mengeprak keledainya menaiki jalan setapak yang
membubung ke atas bukit. Binatang kecil itu mengerahkan seluruh kekuatannya.
Dibawanya beban yang sangat berat itu ke atas bukit.Keempat
buah kakinya yang pendek namun sangat kokoh itu menjejaki
tanah berpadas dengan kuatnya. Peluh tampak mengucur
membasahi bulu-bulunya yang panjang dan tebal. Dan keledai
itu melaju terus menaiki jalan yang terjal itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Pendeta Palsu dari Teluk Po-hai itu tersenyum di dalam
hati. Itulah sebabnya dia memilih keledai dari pada kuda.
Meskipun kecil dan tidak bisa berlari kencang, namun keledai
lebih tahan di medan yang berat dari pada kuda. Di rawa-
rawa, di atas perbukitan atau di padang pasir, keledai lebih
dapat diandalkan daripada kuda.
Tapi begitu menoleh ke arah Tui Lan, senyum di bibir
perempuan tua itu segera hilang. Sebaliknya kerut-merut di
atas dahinya menjadi semakin banyak. "Gila benar anak itu!"
desahnya seraya memandang Tui Lan yang menuntun
keledainya sambil menjinjing perbekalannya. Keringat tampak
mengalir dari kening dan leher gadis itu.
Rasa gemas dan kesal karena menyaksikan tingkah
muridnya membuat perempuan tua itu memacu keledainya
lebih keras lagi. Dan keledai kecil ternyata juga tidak
mengecewakan tuannya. Dengan segala kekuatannya binatang kecil itu menggerakkan kakinya lebih cepat lagi
sehingga beberapa saat kemudian ia te lah mencapai bukit itu.
Tetapi............ Tiba-tiba keledai itu meringkik ketakutan dan melangkah
mundur dengan tergesa-gesa, sehingga Pendeta Palsu Dari
Teluk Po-hai itu hampir saja terjatuh ke dalam jurang. Dengan
tangkas perempuan tua itu melenting ke atas, berjumpalitan
beberapa kali di udara, lalu meluncur kembali ke atas tanah.
Seluruh gerakan itu dilakukan dengan sangat manis, enteng
dan cepat luar-biasa. Benar-benar suatu pameran gin-kang
yang hebat sekali. "Ah ... !! Ang-leng-coa (Ular Lampu Merah)!" Pendeta Palsu
Dari Teluk Po-hai itu menjerit kaget begitu melihat dua ekor
ular melintas di depan kakinya.
Kedua ekor ular berbisa itu saling berkejaran. Tubuhnya
yang hampir satu setengah meter panjangnya itu menjalar
dan meliuk-liuk kesana-kemari. Daging kecil yang tumbuh di
antara kedua matanya Itu kelihatan berpijar di dalam gelap,
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
sehingga dari kejauhan seperti lampu yang bergerak kesana-
kemari. Pantas saja mereka mengagetkan keledai Si Pendeta
Palsu Dari T eluk Po-hai!
''Tenanglah, manis.......I" perempuan tua itu membujuk
keledainya seraya mengelus-elus leher binatang itu.
Namun mata perempuan tua itu segera terbelalak ketika di
dalam keremangan malam itu tampak belasan lampu yang lain
bergerak kesana-kemari diantara semak dan batu-batuan. Dan
perempuan tua itu segera merasakan sesuatu yang tak beres


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan hadirnya ular-ular itu disana. Dan tiba-tiba saja
Pendeta Palsu dari Teluk Po-hai itu teringat pula akan sebuah
dongeng tentang ular-ular tersebut.
"Ang Leng coa ini merupakan jenis ular yang langka di
dunia. Mereka biasa hidup di gua-gua gelap atau di sungai-
sungai dibawah tanah. Selain bisanya sangat tajam, binatang
ini juga sangat kuat kulitnya, sehingga khabarnya ular ini
kebal terhadap senjata tajam. Dan menurut dongeng yang
pernah kudengar, ular-ular itu sering terlihat di Lembah Ang-
leng-kok di Pegunungan Kun-lun-san. Maka sungguh sangat
mengherankan sekali kalau binatang berbisa ini dapat sampai
di tempat ini..." Perlahan-lahan Si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu
menuntun keledainya kembali me lalui jalan semula. Sambil
berjalan mundur perempuan tua itu menoleh kembali ke
bawah atau ke belakang untuk memberi peringatan kepada
Tui Lan. Namun betapa kagetnya perempuan tua itu tatkala
Tui Lan tidak ada di sana. Gadis itu lenyap bersama binatang
tunggangannya! "Tui Laaaaaaaaaaan.. !" dengan cemas perempuan tua itu
memanggil. Tak ada jawaban. Dan perempuan tua itu semakin cemas
hatinya. Ditinggalkannya keledainya, lalu berlari-lari kesana-
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
kemari mencari murid kesayangannya itu. Tapi gadis itu
benar-benar hilang lenyap tak berbekas.
"Tui Laanaaaan .. . !"
"Tui Laaaaaaaaasaan .... !''
"Su-bo, aku di sini!" tiba-tiba terdengar jawaban dari atas
puncak. Lega benar rasanya hati perempuan tua itu ! Namun
kelegaan itu segera berubah menjadi kecemasan kembali
tatkala dilihatnya muridnya itu berada di atas puncak.
"Eh! Tui Lan ....! Hati-hati! Di situ banyak ular berbisa!"
Pendeta Palsu Dari T eluk Po-hai itu berseru.
Tapi terlambat sudah! Belum juga gaung suara perempuan
itu hilang, Tui Lan telah menjerit
kesakitan! Dan bersamaan dengan itu pula, tiba-tiba terdengar suara gemuruh disertai
suara ringkikan keledai yang
menyayat hati, ketika binatang
tunggangan gadis itu terjerumus
ke dalam jurang yang dalam!
"Tui Laaaan!" Bagaikan terbang cepatnya
perempuan tua itu meluncur ke
atas bukit! Perasaan cemas dan
khawatir akan keselamatan muridnya, membuat perempuan
tua itu mengerahkan segala kemampuannya! Wuuus .....!
Sekejap saja Si Pendeta Palsu itu telah berada di samping T ui
Lan! "Keledaiku! Keledaiku" !" gadis itu menangis sambil
mencengkeram seekor Ang-leng-coa yang masih menanamkan
taringnya di kaki gadis itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Tapi perempuan tua itu tak mempedulikan tangisan
muridnya. Dengan cepat ia menyambar ular itu dan
membantingnya ke atas batu. Blug.... ! Batu itu pecah
berantakan dan ..... ular itu tidak apa-apa. Ular itu cuma
menggeliat sebentar seperti sedang menghilangkan rasa gatal,
lalu menggeleser pergi. "Su-bo! Jangan bunuh ular itu! Dia tidak bersalah! Tee-
culah yang telah menginjaknya.....!" T ui Lan tiba-tiba menjerit
seraya memegang lengan gurunya. Gadis itu sama sekali tidak
menyadari 'keajaiban" yang baru saja terjadi di depannya.
Sementara itu Si Pendeta Palsu dari Teluk Po-hai kelihatan
termangu-mangu di tempatnya. Perempuan tua itu memandang kepergian ular itu seolah-olah tak percaya.
Kekuatan tangannya yang mampu memecahkan kepala gajah
itu ternyata tak mampu meremukkan seekor ular kecil.
Namun rasa heran itu segera tertutup oleh rasa cemas
terhadap nasib Tui Lan yang digigit oleh Ang-leng-coa itu tadi.
"Tui Lan......! Lihat kakimu. Oh Thian......!" teriaknya gugup
seraya menyingsingkan celana gadis itu.
Darah merah nampak merembes keluar dari dua buah luka
kecil di kaki gadis itu. Tapi gadis itu sendiri seperti tak
mempedulikannya. Gadis itu masih saja meratapi keledainya
yang terjatuh ke dalam jurang. Sebaliknya Si pendeta Palsu
Dari Teluk Po hai itulah yang justru kelabakan melihat luka
tersebut. Bolak-balik tangannya merogoh ke dalam saku
jubahnya, namun obat luka yang dicarinya tak kunjung
ketemu. "Ini..... eh...... anu! Wah. ! Semua obat itu ada di dalam
buntalan pakaian,.....!" serunya kesal seraya menengok ke
bawah tebing di mana keledainya tadi ia tinggalkan.
"Tui Lan! Tunggu disini ! Jangan bergerak! Aku akan
mengambil obat itu! Mengerti?"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Tanpa menunggu jawaban lagi perempuan tua itu me lesat
ke bawah, menuruni lereng untuk mencari keledainya. Tapi
meski telah berputar kesana-kemari perempuan tua itu tidak
menemukan juga binatang itu. Tampaknya binatang itu telah
pergi ketika ditinggalkan tadi. Keringat dingin membasahi
jubah perempuan tua itu. "Keledai celaka.....! Ohh ....di mana dia?" perempuan tua
itu mengumpat-umpat. Lalu dengan suara yang semakin
gugup dan cemas perempuan itu berteriak ke atas. "Tui
Lan....." Kau tidak apa-apa, bukan?" Tiada jawaban. Dan
perempuan tua itu menjadi pucat.
"Tui Laann,.. .. .?"" panggilnya cemas. Lalu dengan
tergesa-gesa perempuan tua itu "terbang" kembali ke puncak
bukit. Sementara itu tanpa mempedulikan gigitan ular di
kakinya, Tui Lan merayap turun ke dalam jurang untuk
menengok keledainya. Dengan gin-kang dan lwee-kangnya
yang cukup tinggi gadis itu menuruni tebing terjal yang sangat
dalam itu. Berkali-kali kakinya hampir terpeleset ketika
menginjak batu berlumut yang licin.
"Tuiii Laaannn"!" di atas bukit gurunya memanggil-manggil
namanya. Tapi Tui Lan tidak mengacuhkan panggilan itu.
Gadis itu lebih memikirkan keledainya yang mengalami
kecelakaan itu daripada yang lain. Sementara itu malam
semakin gelap, dan bulan yang cuma sesisir itu ternyata tak
mampu melemparkan sinarnya yang suram ke dalam jurang,
apalagi ke dasarnya. Oleh karena itu seperti orang buta Tui
Lan merayap perlahan, dari batu ke batu, dengan hanya
mengandalkan perasaannya saja. Sesekali gadis itu berhenti
sejenak untuk melihat-lihat atau mendengarkan keadaan di
sekitarnya. Demikianlah beberapa waktu kemudian gadis itu telah
menginjakkan kakinya di dasar jurang. Begitu dalamnya
jurang itu sehingga teriakan Si Pendeta Palsu dari T eluk po-hai
itu tidak terdengar sampai ke bawah.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Setelah menenangkan hati dan menata perasaannya, Tui
Lan meraba kesana-kemari mencari keledainya. Dan usahanya
itu tidak terlalu sukar dilaksanakan, karena dasar jurang itu
berbentuk seperti sungai kering. Sempit dan memanjang,
melingkari bukit, dengan dinding-dinding tebingnya yang
tinggi mencakar langit. Keledai itu terkapar mati dengan tulang berpatahan. Dan
Tui Lan segera bersimpuh meratapinya. Keledai itu tidak
hanya sebagai binatang tunggangan bagi Tui Lan, tetapi juga
sebagai sahabat yang telah mengalami suka-duka bersama.
Begitu dalam rasa kasih-sayangnya sehingga Tui Lan tidak
pernah berlaku kasar terhadap keledai itu. Seperti tadi, untuk
menaikinya ke atas bukit saja gadis itu tidak sampai hati.
Gadis itu malah mengambil semua beban, kemudian
menuntun keledai itu perlahan-lahan ke atas. Dan gadis itu
tidak mengikuti jalan terjal yang diambil gurunya, tapi
mengambil jalan melingkar yang lebih landai dan lebih mudah.
Namun takdir tampaknya telah memisahkan mereka.
Tui Lan lalu mengeluarkan sebatang lilin dan menyalakannya. Bau busuk tiba-tiba menyentuh hidungnya!
"Ah! Cepat benar membusuknya?" Gadis itu bergumam
kaget seraya memandangi bangkai keledainya. Tapi dengan
cepat pula bau itu menghilang. Tui Lan lalu mendekatkan
hidungnya. "Ehh"!"!" serunya pula ketika hidungnya
mendadak mencium bau wangi yang sangat keras.
Otomatis Tui Lan meloncat mundur. Perasaannya segera
menjadi curiga dan berdebar-debar. Ada sesuatu yang aneh
dirasakannya. Maka lilin itu lalu diangkatnya tinggi-tinggi.
Ditatapnya kepekatan malam yang melingkupi tempat itu,
dan.., tiba-tiba saja jantungnya seperti berhenti berdenyut,
sehingga lilin itu hampir saja terjatuh dari tangannya!
"Han". hantu... !?"' gadis itu menjerit.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Setombak jauhnya dari bangkai keledai itu, T ui Lan melihat
seorang laki-laki tua berbaring di atas batu besar. Lelaki itu
mempunyai kulit yang amat pucat seperti mayat, sementara
kulit mukanya tampak kaku seperti topeng dari kayu.
Tubuhnya tidak begitu tinggi dan sangat kurus kering,
sehingga sepintas lalu benar-benar seperti mayat atau hantu!
Tapi semua itu belumlah seberapa. Yang lebih mengerikan
lagi adalah matanya yang mencorong buas seperti mata
harimau di dalam kegelapan! Dan mata itu menatap Tui Lan
tanpa berkedip, seakan-akan orang itu merasa heran melihat
kedatangan Tui Lan! Maka sudah sepantasnyalah kalau Tui Lan menjadi
ketakutan dan menyangkanya sebagai hantu. Gadis itu baru
sadar kalau dirinya sedang berhadapan dengan manusia biasa
setelah beberapa saat lamanya "hantu" itu tetap saja di
tempatnya, dan tidak mau hilang dari pandangannya. Tapi
gadis itu cepat menyadari pula bahwa orang yang ada di
depannya tersebut tentu bukan orang sembarangan.
"Kau .. kau . . siapa ." tanyanya gemetar.
Orang tua itu menghela napas berat, kemudian terbatuk-
batuk. T ampak benar kalau dia sedang menderita sakit keras.
Namun demikian, nada suaranya masih terdengar garang
ketika menjawab pertanyaan Tui Lan. "K-kau sendiri siapa "
Kulihat tubuhmu kebal terhadap racun-racun berbahaya.
Apakah kau mempunyai hubungan keluarga dengan ketujuh
orang bekas muridku itu" Ataukah mungkin kau murid
mereka" Huk-huk-huk . !"
"Aku"aku". Ah, aku tidak tahu yang kaumaksudkan! Siapa
ketujuh orang bekas muridmu itu?"
Mata itu tampak berputar-putar menakutkan. "Apakah kau
belum mengenal tujuh orang ahli racun yang tinggal di Ban-
kwi-to itu?" kakek itu menggeram.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Tui Lan terkejut bukan main. Siapakah yang tidak
mengenal mendiang Tujuh Iblis dari Ban-kwi-to itu" (baca :
Pendekar Penyebar Maut). "Oh... lo-cianpwe" lo-cianpwe maksudkan mendiang Tee-
tok-ci tujuh bersaudara itu" Ahh ! Kalau begitu ..... aku.....eh,
siau-te tidak mempunyai sangkut-paut dengan mereka." Tui
Lan menjawab sambil mundur-mundur.
Mata orang itu melotot mengerikan. "Mendiang......" Siapa
bilang mereka sudah mati, hah" huk-huk-hukk..!" orang itu
terbatuk-batuk. "Me-mereka ".. mereka memang sudah mati! Kata"kata
Su-bo, mereka itu mati dalam kepungan pasukan kerajaan di
Pantai Karang!" T ui Lan menjawab ketakutan.
Perlahan-lahan orang tua itu bangun dari tidurnya, lalu
duduk di atas batu. Gerakannya persis seperti mayat yang
bangun dari kuburnya. Dan Tui Lan yang amat ketakutan itu
buru-buru melangkah mundur pula. Tapi "mayat" itu tiba-tiba
menggerakkan tangannya dan". Entah bagaimana caranya,
tiba-tiba gadis itu merasa lemas seluruh badannya! Dan
sebelum tubuh gadis itu jatuh ke tanah, orang itu
menggerakkan tangannya sekali lagi dan seperti sebuah
permainan sulap saja tubuh Tui Lan tersedot ke dalam
pangkuan orang itu! Dapat dibayangkan betapa "ngerinya" gadis itu ! Apalagi
ketika orang itu mencengkeram pergelangan tangannya.
"Aduh! Lo-cian-pwe..... lo-cianpwe"..... lepaskan! Lepaskan
?"!" Tui Lan menjerit ketakutan dan hampir menangis. T api
gadis itu tak kuasa berbuat apa-apa.
"Ha-aha-ha .... huk-huk! Tampaknya Giam-lo-ong (Dewa
Maut) masih merasa kasihan kepadaku. Buktinya di saat
kematianku tiba, beliau masih mengirimkan engkau kesini
untuk menyambung umurku, hehe-heh"..!"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Selesa i berkata orang itu menggigit urat nadi di
pergelangan tangan Tui Lan, sehingga darah gadis itu
mengalir keluar dengan derasnya. Kemudian orang itu
menggigit pula urat-nadinya sendiri dan menempelkan kedua
buah bekas gigitan itu sama lain. Sama sekali orang itu tak
mempedulikan korbannya yang hampir pingsan karena
perbuatannya. "Apa.... apa yang hendak lo-cian-pwe . , lo-cian-pwe
lakukan terhadapku?"
"Hehe"..dengarlah, kelinci malang! Dua-puluh-lima tahun
yang lalu Tee-tok-ci dan keenam saudara seperguruannya


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah bersekongkol untuk mencelakai aku, gurunya. Mereka
bermaksud untuk mengambil Im-Yang T ok-keng (Buku Racun
Im Yang) dan po-tok-cu (Pusaka Mustika Racun) kepunyaanku. Tapi mereka tidak berani berhadapan
denganku. Mereka menggunakan akal licik. Setiap Jeng-bin
Siang-kwi (Sepasang Hantu Berwajah Seribu), dua orang
murid perempuanku yang cantik itu melayani aku, diam-diam
minumanku dicampur dengan sedikit Hok-hiat-tok (Racun
Penumpas Darah), sehingga aku tak merasakannya. Aku
hanya merasakan semakin lama mukaku semakin pucat dan
tubuhku semakin hari semakin lemah. Dan akhirnya aku
menjadi kaget sekali ketika setahun kemudian aku sudah tak
kuasa lagi mengerahkan sin-kangku (tenaga saktiku). Saat itu
aku baru sadar kalau aku telah terkena Hok-hiat-tok. Namun
semuanya sudah terlambat. Racun itu telah merasuk ke dalam
darah dan telah mengisap lebih dari separuh jumlah darahku,
sehingga aku menderita penyakit kekurangan darah. Tahu
kalau siasatnya telah kuketahui, murid-murid murtad itu lalu
mengeroyokku. Untunglah aku bisa meloloskan diri. Sebagai
orang yang tak pernah menaruh percaya kepada orang lain,
aku sudah menyiapkan sebuah jalan rahasia di bawah
rumahku. Hanya celakanya, mulut jalan rahasia itu lalu ditutup
dan ditimbun batu karang oleh mereka."
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Orang tua itu berhenti bercerita, tampaknya dia baru
mengingat-ingat kejadian masa lalunya itu. Tapi tiba-tiba Tui
Lan menjadi kaget sekali ketika dari lengan orang itu keluar
daya sedot yang amat kuat, sehingga darahnya membanjir
keluar melalui luka bekas gigitan di pergelangan tangannya.
Darah itu mengalir masuk ke dalam tubuh orang itu me lalui
lukanya pula, yang disengaja ditempelkan pada luka Tui Lan
tersebut. "Lo-cian-pwe, ...... apa ....apa yang kaulakukan?"
"Diam lah, anak malang! Aku harus mengambil darahmu,
agar aku dapat hidup setahun lagi. Hehe.. ketahuilah"akibat
Hok-hiat-tok itu aku harus mengisap darah orang lain setiap
tahunnya. Hanya biasanya aku meneliti dan memeriksa lebih
dahulu darah orang itu sebelum memindahkannya ke dalam
tubuhku. Sebab orang yang hendak kuisap darahnya itu harus
dari kalangan orang berdarah-bening sendiri, dan darahnya
juga harus cocok dengan darahku pula. Tapi karena sekarang
aku tidak mempunyai waktu lagi, apalagi yang ada didepanku
hanya engkau saja, maka secara untung-untungan aku
mengambil darahmu. Sukurlah kalau cocok. Kalau tidakpun
aku juga akan sama-sama mati pula."
"Jadi"jadi?" Lo-cian-pwe hendak membunuhku?" Tui Lan
berseru putus asa. Orang itu tak mengacuhkan rintihan Tui Lan. Matanya
memandang nyala liIin yang jatuh dari tangan Tui Lan dengan
geram. "Kurang ajar! Bangsat benar murid-murid murtad itu!
Belum juga aku dapat menghukum mereka, mereka sudah
keburu mati! Huh ...!" mulutnya mengumpat-umpat kasar.
"Tahu begini aku.... tak...... adouuuuh !"
Tiba-tiba orang tua itu mengaduh menyeringai kesakitan.
Kedua tangannya cepat memeluk perut dan dadanya,
sehingga otomatis Tui Lan terbebas dari daya sedot itu.
Kemudian orang itu mencoba untuk berdiri, tapi tak berhasil.
Tubuhnya terjungkal ke depan menimpa tubuh Tui Lan!
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Brug...! Dan secara kebetulan siku tangan yang lancip dari
orang itu persis menghantam sam-ki-hiat di dada kiri Tui Lan!
Maka punahlah totokan yang membuat lemas gadis itu tadi !
Tui Lan segera mendorong tubuh yang menimpanya itu dan
bergegas berdiri. Luka di pergelangan tangannya itu cepat-
cepat dibalutnya, lalu tergesa-gesa pergi dari tempat yang
mengerikan itu. Tapi baru sepuluh langkah ia berjalan".
"Uhh!" tiba-tiba terdengar orang tua itu mengeluh.
Tui Lan menoleh. Dan betapa terkejutnya gadis itu, ketika
dilihatnya pakaian orang tua tersebut telah terbakar karena
terjilat api lilinnya! Lupa sudah api permusuhan di dada gadis itu! Lupa pula
semua perasaan takut dan ngeri yang tadi mencengkam
hatinya! Yang ada di dalam hati gadis itu kini hanya perasaan
ingin menolong seorang yang hendak terbakar tubuhnya itu
saja! Maka tanpa menghiraukan dirinya lagi Tui Lan cepat
berbalik kembali untuk memadamkan api yang telah
membakar pakaian orang tua itu.
Akhirnya api itu padam juga. Meskipun demikian karena api
itu telah membakar hampir separuh dari pakaian orang tua itu,
maka kulit di bawah pakaian tersebut sudah terlanjur melepuh
dan gosong! Orang tua itu merintih menahan sakit.
"Lo-cian-pwe, bertahanlah"! Siau-te akan berusaha
mengobatimu?" Tui Lan membesarkan hati orang tua itu.
Tui Lan lalu mengeluarkan obat luka yang selalu
dibawanya. Tapi karena luka itu tidak begitu kelihatan di
dalam gelap, maka Tui Lan lalu menyalakan empat batang lilin
lagi. Kemudian dengan pertolongan sinar lilin itu Tui Lan lalu
memoleskan obatnya. Sama sekali gadis itu sudah tidak ingat
lagi kebuasan orang yang hendak membunuhnya itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Sebaliknya, orang yang terluka itu kini tampak memandang
Tui Lan tanpa berkedip. Mata yang tadi tampak liar
menakutkan itu kini menatap termangu-mangu, seakan-akan
tak percaya bahwa di dunia ini ternyata ada juga seorang
manusia yang begitu baik, tulus dan berbudi luhur seperti
gadis itu. Padahal, sejak kedatangannya tadi, gadis itu telah
berkali-kali hendak dibunuhnya. Pertama, meskipun tidak ia
sengaja, gadis itu telah terkena gigitan Ang-leng-coa, ular
peliharaannya. Lalu yang kedua, gadis itu telah diserangnya
dengan bubuk beracun Keh-hiat-tok (Racun Pemutus Urat)
dan Chi-shui-tok (Racun Pengantar Tidur) yang berbau busuk
dan wangi itu. Dan kemudian yang terakhir, gadis itu telah ia
sedot darahnya. Meskipun yang terakhir ini juga gagal, karena
dia keburu pingsan tadi. Tapi yang terang semuanya itu telah
menunjukkan bahwa dia memang benar-benar bermaksud
membunuh gadis itu. Tetapi" apa yang dikerjakan gadis itu sekarang"
Ternyata semua itu tidak menimbulkan dendam di hati
gadis cantik itu. Di dalam situasi yang berbalik seperti
sekarang, ternyata gadis itu tidak memanfaatkannya untuk
membalas dendam. Gadis itu ternyata justru merawat dan
mengurusnya penuh perhatian. Padahal kalau mau gadis itu
bisa meninggalkannya begitu saja. Oleh karena itu, siapakah
orangnya yang tidak merasa terketuk hatinya mengalami hal
seperti itu" Biarpun orang yang terkena itu seorang penjahat
berhati kejam seperti orang tua itu"
Mata yang selama ini selalu memancarkan watak keras,
buas dan kejam itu tiba-tiba menitikkan air mata. Di saat saat
terakhir hidupnya orang itu ternyata memperoleh sinar terang
yang mampu membuka pintu batinnya.
"Anak baik......! Kau tak perlu bersusah-payah mengobati
aku lagi ! Sudah tidak ada gunanya lagi..." orang tua itu
berkata serak karena terharu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Kenapa lo-cian-pwe berkata begitu" Apakah Io-cian-pwe
berputus-asa karena gagal mengambil darahku" Ahh... lo-cian-
pwe" ! Jika lo-cian-pwe memang sangat membutuhkan
darahku, sebenarnya akupun rela pula memberikannya. Tapi
tentu saja jangan semuanya ! Yang penting kita berdua bisa
selamat. Misalnya darahku ini dibagi dua, Lo-cian-pwe separuh
aku separuh. Bagaimana.......?"
Tui Lan membuka kembali balutan lukanya. Tapi orang tua
itu cepat mencegahnya. "Jangan" !"
"Lo-cian-pwe....." Mengapa?"
"Anak baik, ketahuilah" ! Didalam darahmu memang
mengalir ciri-ciri khusus perguruanku, yaitu berdarah bening,
yang membuat kita semua kebal terhadap semua racun. Tapi
sayang darahmu itu ternyata tidak cocok bila bercampur
dengan darahku, sehingga seperti yang telah kaulihat tadi,
aku menjadi pingsan karenanya. Malahan percampuran itu
justru mempercepat saat kematianku. Oleh karena itu sebelum
mati aku akan meninggalkan pesan kepadamu."
"Lo-cian-pwe".."
"Sudahlah! Jangan banyak bicara lagi! Waktuku tinggal
beberapa saat saja. Dengarlah"!" orang tua itu memotong
perkataan Tui Lan. Kemudain sambil mengeluarkan sebuah
buku kumal dari kantong celananya, orang tua itu
melanjutkan,"inilah buku Im-Yang Tok-keng itu! Untunglah dia
tidak termakan api tadi. Sekarang kauterima lah buku ini !
Kuwariskan dia kepadamu. Rawatlah baik-baik! Jangan sampai
terlihat orang lain, karena buku ini banyak yang
mengincarnya." "Lo-cian-pwe......"
"Dan mustika ini juga kuwariskan kepadamu!" orang tua itu
meneruskan. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Kemudian orang itu menggigit benjolan daging yang
tumbuh di tengah-tengah telapak tangannya, dan dikeluarkannya sebutir mutiara putih yang berlepotan darah
dari dalamnya. "Mustika ini sengaja kutanam di dalam daging
agar tidak dapat terlepas dari tanganku. Mustika ini
dinamakan orang Po-tok-cu. Khasiatnya bisa menawarkan
segala macam racun. Betapapun hebatnya sebuah racun, dia
akan segera tawar bila tersentuh mutiara ini."
"Kalau mustika itu bisa menawarkan racun, mengapa lo-
cian-pwe masih juga terkena Hok-hiat-tok?" sela T ui Lan.
Orang tua itu menghela napas. "Aku belum memilikinya
ketika murid-muridku itu meracuni aku. Dan ketika pusaka ini
berada di tanganku, hati dan jantungku sudah terlanjur rusak
oleh Hok-hiat-tok." "Tapi.... lo-cian-pwe tadi bilang bahwa orang-orang dari
kalangan berdarah bening itu kebal terhadap racun........."
"Ya! Tapi tidak semuanya. Kita tetap tidak akan tahan
melawan racun, sejenis Hok-hiat-tok....." orang itu menerangkan seraya memberikan mustika yang dipegangnya
itu kepada Tui Lan. Tui Lan menerima mutiara itu dan
memasukkannya ke dalam saku.
"Hati-hati! Jangan sampai hilang"! Dan" eh, sepeninggalku nanti kalau ada seorang kakek berambut hitam
legam datang, kauberitahukan saja kalau aku sudah mati,
Niscaya dia takkan mengganggumu.........."
"Kakek berambut hitam" Siapakah dia ......?"
"Bangsat itu adalah guruku!" orang yang mau mati itu
menggeram penuh dendam. Tui Lan tercengang. Sungguh aneh benar orang-orang
yang ia hadapi kali ini. Guru mendiang iblis-iblis Ban-kwi-to ini
ternyata masih mempunyai guru. Dan seperti halnya iblis-iblis
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Ban-kwi-to itu pula, sang guru ini ternyata juga bermusuhan
dengan gurunya. Betapa anehnya perguruan mereka!
Orang tua itu meringis kecut. "Kau jangan heran! Guruku
itu memang tidak layak untuk dihormati. Meskipun sudah tua
bangka dia suka ma in perempuan. Sampai isteriku, isteri
muridnya sendiri dilahapnya pula tanpa malu. Gila tidak
itu"..?" "Ahh?".!" Tui Lan berdesah dengan pipi merah padam.
Tapi tiba-tiba gadis itu tersentak kaget. Guru orang tua ini
mahir menggunakan racun, berkepandaian tinggi dan senang
main perempuan pula. Mungkinkah guru orang tua ini adalah
si Iblis Penyebar Maut itu "
Tui Lan mencengkeram lengan orang. Tapi betapa
terkejutnya dia tatkala dilihatnya orang itu sudah mulai
tersengal-sengal pernapasannya. "lo-cian-pwe! Lo-cian-pwe,
tunggu.... Apakah guru lo-cian-pwe itu bergelar Si Iblis
Penyebar Maut?" teriaknya keras sambil mengguncang-
guncang lengan orang tua itu.
Orang tua yang sudah mau mati itu berusaha membuka
matanya, namun tak berhasil. Tampaknya urat-uratnya sudah
mulai kaku. "A-apa ka-katamu heh" Aku,.... a-aku t-t-t-
tidak...... mende.......... mendengarmu." Gumamnya tak jelas.
"Apakah guru lo-cian-pwe itu bergelar". bergelar Si Iblis
Penyebar Maut.......?" Tui Lan berteriak sekali lagi.
"Aaapa......." Dia....... d-dia.. Ouhhhhhh, se-se-selamat
ting-tinggal".!" Orang tua itu mencoba bertahan, tapi gagal.
Kepalanya tersentak kemudian terkulai di atas bahunya.
"Lo-cian-pwe! Lo-cian-pwe ! Aah ..."
Gadis itu menghela napas panjang. Orang tua itu telah
pergi. Dan keberangkatannya tadi tampaknya telah dilakukannya dengan penuh keikhlasan dan kedamaian hati.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Dan gadis itu juga merasa bangga pula, karena kedamaian itu
tampaknya berasal atau bersumber dari dirinya.
"Inilah yang tidak disadari oleh Su-bo atau orang-orang lain


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di dunia ini. Ketentraman dan kedamaian dunia itu sebetulnya
terletak di dalam diri pribadi masing-masing orang. Apabila
orang itu dengan tulus ikhlas dan penuh kasih sayang mau
berjalan di atas rel kebenaran, niscaya hidupnya akan selalu
damai, tentram dan sejahtera. Apa yang kualami ini tadi
merupakan bukti yang tak dapat dibantah lagi. Betapapun
buas dan kejamnya guru Tee-tok-ci ini, tapi dia tetap seorang
manusia juga. Dia bukan hewan atau binatang yang tak punya
budi dan pikiran. Kasih sayang dan ketulusan hati yang
kuperlihatkan kepadanya ternyata masih dapat dilihat pula
oleh mata batinnya," gadis itu berkata di dalam hatinya.
Iseng-iseng Tui Lan membuka
buku pemberian orang tua itu. Di
halaman pertama tertulis huruf :
IM-YANG- TO KENG. Dan dibawahnya tertera nama penulisnya atau penyusunnya,
yaitu " GIOK BIN TOK-ONG
(RAJA RACUN BERWAJAH TAMPAN). Tui Lan lalu membuka halaman selanjutnya. Di sana
tertulis segala macam hal tentang racun. Mengenai macamnya, bentuknya, rupanya, warnanya, dan lain
sebagainya. Di dalam buku itu juga diterangkan cara
bagaimana mengenalinya, memperolehnya, dan bagaimana
cara penggunaannya, serta bagaimana cara menghindari atau
mengobatinya. Di halaman terakhir diterangkan pula cara
bagaimana semua racun-racun ini dipergunakan oleh seorang
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
jago silat untuk menambah kesaktian atau kedahsyatan
ilmunya. Semakin banyak gadis itu membaca isi buku itu, semakin
bergidik dan ngeri hatinya. Di dalam buku itu banyak
disebutkan macam-macam racun yang khasiatnya benar-benar
mendirikan bulu-romanya. Akhirnya gadis itu tidak tahan
membacanya. Buku itu lekas-lekas ditutupnya dan dimasukkannya ke dalam sakunya.
Kalau menuruti kata hatinya ingln benar rasanya Tui Lan
memusnahkan buku itu. Tapi bila mengingat betapa susah-
payahnya Giok-bin Tok-ong tersebut menyusunnya, hatinya
menjadi tak tega. Untuk menyimpan atau menyembunyikannya di suatu tempat, Tui Lan juga tak berani.
Siapa tahu buku itu diketemukan atau diambil oleh orang-
orang yang tak bertanggung-jawab nanti"
"Biarlah buku ini kusimpan di dalam saku bajuku bersama-
sama dengan mutiara anti racun itu, gadis itu berkata di dalam
hatinya. Tak terasa larut malam telah lewat. Embun pagi telah mulai
turun membasahi jurang itu. Keempat lilin juga telah terbakar
sampai di pangkalnya. Tui Lan bergegas menggantinya
dengan yang baru, karena dia harus menggali tanah untuk
menguburkan mayat dan bangkai keledainya.
Karena tak ada pacul, Tui Lan terpaksa mempergunakan
pedangnya untuk menggali tanah. Celakanya, tak ada tanah
yang empuk di dasar jurang itu. Semuanya terdiri dari padas
dan karang. Oleh karena itu mayat dan bangkai keledai itu
terpaksa ditanam dalam lubang yang tak terlalu dalam. Dan
pekerjaan itupun telah menyita waktu sampai fajar
menyingsing. Tui Lan menyeka keringatnya, kemudian merebahkan diri di
atas batu besar untuk melepaskan lelah. Usapan udara pagi
yang disertai kabut dingin dari atas bukit itu akhirnya
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
membawa gadis itu terlelap ke dalam impian. Dan
mataharipun merangkak semakin tinggi ke angkasa seolah-
olah ingin segera dapat menghangati tubuh si gadis yang
lembut hati itu. Gadis itu baru terbangun ketika dirasakannya ada
seseorang di dekatnya, dan gadis itu bangkit dengan cepat,
ketika di dekat kakinya benar benar ada seorang kakek yang
sedang berdiri mengawasinya.
"Kau". kau siapa?" Tui Lan berseru tertahan.
Kakek itu tersenyum, sehingga wajahnya yang masih
tampak muda itu kelihatan segar dan tampan sekali. Alis dan
kumisnya yang panjang berjuntai kebawah berwarna putih
bersih dan diatur rapi sekali. Sementara rambut di kepalanya,
biarpun tidak lebat lagi, tapi masih berwarna hitam legam dan
digelung ke atas seperti anak muda. Matanya sangat tajam
dan kocak, sedang punggungnya sudah sedikit bongkok
karena umurnya. Namun demikian, pakaiannya sungguh amat
bagus dan rapi bukan main.
"Jangan takut, anak manis! Lo-hu (aku s i orang tua) bukan
orang jahat. Lo-hu tidak sengaja melihatmu tidur disini. Lo-hu
kesini untuk menjumpai seseorang, hi-hi-hi-hi"." Kakek
tampan itu tertawa terkekeh-kekeh dengan suara yang
mendirikan bulu-roma. "Menjumpai seseorang" Si-siapa yang hendak lo-cian-pwe
jumpai?" Tui Lan memberanikan dirinya.
"Ang-leng Kok-jin (Manusia Dari lembah Lampu Merah)!
Kau melihat dia?" 'Ang-leng Kok-jin..." Apakah yang lo-cian-pwe maksudkan
itu guru para iblis dari Ban-kwi-to itu" Orangnya sudah tua,
pucat dan kurus seperti mayat......?"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Betul! Dan biasanya kemana-mana dia selalu diiringkan
oleh ular-ularnya. Eh" jadi kau melihat dia?" kakek tampan itu
mendesak. "Ular ......?" "Ya ! Ular Ang-leng-coa". "
"Ah" Siau-te tidak melihat dia membawa ular. Tapi di atas
bukit ini memang banyak ular Ang-leng-coa berkeliaran. Siau-
te........" "Hei! Lekas katakan! Dimana orang itu?" kakek tampan itu
berseru tak sabar. "Kalau orang tua kurus dan pucat itu yang lo-cian-pwe
maksudkan, dia sudah meninggal.
Dan kini sudah kumakamkan di dekat tebing itu"..!"
Tui Lan mengacungkan jarinya ke arah makam yang telah
dibuatnya tadi. Tapi gadis itu membelalakkan matanya
serentak melihat belasan ekor Ang-leng-coa tampak
berkumpul mengitari gundukan makam Ang-leng Kok-jin itu.
Kakek tampan itu juga tidak kalah pula rasa terkejutnya.
"Hei, bocah itu sudah mati" Masakan dia" " Apakah dia tidak
memperoleh darah yang cocok untuk menyambung hidupnya?" serunya tak percaya.
Lalu tanpa dapat diketahui bagaimana cara bergeraknya,
tahu-tahu kakek itu telah berada di depan makam Ang-leng
Kok-jin. Dan kedatangannya kesana segera disambut dengan
kemarahan oleh pasukan Ang-leng-coa itu. Tapi dengan
bengis kakek tampan itu membunuh mereka. Ular-ular yang
kebal terhadap senjata tajam itu segera berkelojotan begitu
terkena taburan serbuk putih dari tangan si kakek.
"Lo-cianpwe"..!" Tui Lan menjerit melihat kekejaman
kakek itu. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Kakek itu seolah tak mendengar jeritan Tui Lan. Begitu
melihat ular-ular itu sudah mati, kakek itu langsung saja
membongkar kuburan Ang-leng Kok-jin. Kalau tadi menggunakan pedang saja Tui Lan mengalami kesukaran
dalam menggalinya, kini ternyata kakek itu enak saja
mempergunakan tangannya. Tapi perbuatan kakek itu tentu saja sangat mengejutkan
Tui Lan! "Lo-cianpwe! Mengapa lo-cian-pwe tega membongkar
makam orang?" "Hei! Siapakah yang membongkar makam orang" Katamu
orang yang tertanam di dalam ini adalah Ang-leng Kok-jin.
Lalu apa salahnya aku membongkar makam muridku sendiri?"
kakek itu menyahut tanpa menghentikan pekerjaannya.
Ketika Tui Lan hendak membantah lagi, ternyata kakek itu
telah selesa i menggali tanah itu. Dan sesaat kemudian mayat
Ang-leng Kok-jin telah disongkel keluar dari liangnya.
Kemudian dengan penuh kewaspadaan dan kecurigaan, kakek
itu berputar-putar menyelidiki mayat muridnya itu. Sekejappun
kakek itu tak berani terlalu dekat, apalagi sampai menyentuh
mayat tersebut. Baru beberapa waktu kemudian kakek itu
dengan sebatang ranting pendek berani menyingkap dan
membalikkan tubuh mayat itu. Namun tiba-tiba ".
Dhoooocooooooor.. Mayat itu meledak dengan dahsyatnya dan hancur
bertaburan ke segala penjuru. Kakek tampan yang hanya
selangkah dari mayat itu ikut terpental tinggi ke udara,
kemudian jatuh berdebam kembali ke atas tanah. Namun
anehnya, sekejap kemudian kakek itu telah bangkit pula
kembali seperti tak pernah terjadi apa-apa. Padahal bagian
depan bajunya tampak hancur tercabik-cabik akibat ledakan
itu. Dan begitu bangun kakek itu segera berkeliling mencari
sesuatu diantara sisa-sisa tubuh Ang-leng Kok-jin yang
bertebaran. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Sementara itu Tui Lan yang ikut pula terhempas ke tanah,
meskipun dia berdiri jauh dari ledakan tersebut, masih duduk
juga termangu-mangu di tempatnya. Gadis itu masih tampak
bingung dan tak habis mengerti, kenapa mayat yang sudah ia
kuburkan itu bisa meledak begitu dahsyatnya. Dan gadis itu
juga tak habis mengerti, bagaimana pula kakek itu bisa
menyelamatkan dirinya dari ledakan itu" Padahal dia yang
berdiri sejauh lima tombak saja masih merasa seperti rontok
seluruh isi dadanya" Tui Lan tergagap kaget ketika Kakek itu
datang dan menegurnya. ''Anak manis, kau tak apa-apa, bukan" Huh! Bangsat benar
bocah itu! Sudah matipun dia masih juga memasang
perangkap! Untunglah sejak dulu aku sudah mengenal sifat-
sifatnya. Coba kalau tidak".! Badanku bisa tercerai-berai pula
tadi! Hmmmh!" "Memasang perangkap" Masakan murid lo-cianpwe berani
memasang perangkap untuk mencelakakan gurunya?" Tui Lan
bertanya semakin bingung menghadapi persoalan itu.
"Kenapa tak berani" Sejak kecilpun dia sudah berani
melawan aku. Malahan semenjak kematian isterinya, dia selalu
menentang aku di tempat ini. Kedatanganku kemari
sebenarnya juga untuk mengadu ilmu dengannya," kakek itu
memberi keterangan. "Mengadu ilmu... " Kalian guru dan murid".. berkelahi
sendiri. Lalu......... lalu apa penyebabnya?"
Tui Lan yang sejak kecil selalu terdidik dengan baik itu
semakin pusing mendengar kata-kata kakek itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Jilid 2 "Haha-hihihi .. . ! Tentu saja banyak penyebabnya, Anak
manis. Dan salah satu diantaranya adalah masalah
perempuan, hihihihi... !" kakek itu menjawab tanpa malu-
malu. Matanya semakin kocak dan nakal memandang Tui Lan,
seakan-akan masalah perempuan antara ia dan muridnya itu
bukan suatu hal yang memalukan baginya.
Justru Tui Lan yang masih ingusan itulah yang menjadi
malu mendengarnya. Gadis itu menjadi merah-padam
mukanya! Sementara di dalam hatinya gadis itu tak habis
pikir, bagaimana di dunia ini ada seorang yang bejat moralnya
seperti kakek itu padahal kalau dilihat keadaan tubuhnya,
meskipun pintar bersolek, kakek itu tentu lebih dari delapan
puluh tahun umurnya. T api gaya dan sikapnya sungguh amat
genit seperti bujang sedang birahi.
Oleh sebab itu terasa berkurang juga rasa hormat T ui Lan
kepada kakek itu. "Hmmm..... Kalau begitu benar juga perkataan Ang-leng
Kok-jin tadi. Jadi Lo-cianpwe dulu pernah mengganggu isteri
Ang-leng Kok-Jin. Benarkah. .?"
Tapi kakek itu tiba-tiba memelototkan matanya. "Siapa
bilang aku mengganggu isterinya" Huh ! Kurang ajar" Justru
bocah gila itulah yang menyuruh isterinya untuk menggodaku!
Mereka bersekongkol untuk mencuri Im-Yang Tok-Keng dan
Po-tok-cu milikku........!" serunya berapi-api.


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa......" Ang-leng Kok-Jin menyuruh isterinya sendiri
untuk menggoda"eh, mencuri pusaka milik Locianpwe"
Jadi..... jadi ?" Tui Lan tak mampu melanjutkan kata-katanya. Gadis itu
benar-benar pusing memikirkan urusan orang yang selain
amat memalukan juga sangat ruwet itu. Sungguh amat sulit
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
bagi gadis itu untuk menentukan, siapa yang telah berbohong
kepadanya dalam hal ini. Ternyata kakek itu merasakan pula keragu-raguan Tui Lan
terhadapnya. Maka dengan geram dan penasaran ia berkata,
"Huh".kau tak percaya kepadaku" Kau lebih mempercayai
Ang-leng Kok-jin daripada gurunya, si Giok bin Tok Ong ini,
heh?"" Kini giliran Tui Lan yang sangat kaget mendengar nama
kakek itu! Giok Bin Tok-ong adalah nama yang tertera di
dalam buku Im-Yang Tok-keng. Benarkah kakek yang genit
dan tampak kurang ajar ini si Giok-bin T ok-ong, penyusun Im-
Yang Tok-keng itu" Ataukah kakek ini hanya membual dan
mengaku-aku saja untuk menakut-nakutinya"
Tiba-tiba Tui Lan teringat akan kecurigaannya kepada
orang tua itu. T adi malam dia telah mencoba bertanya kepada
Ang-leng Kok-jin, sebelum orang tua itu menghembuskan
napasnya yang penghabisan. Tapi Ang-leng Kok-jin tidak
sempat memberi jawaban. Kini dia ingin bertanya langsung
kepada kakek itu. "Lo-cianpwe...." Apakah lo-cianpwe ini".si Penyebar Maut
yang sangat terkenal itu?" tanyanya hati-hati.
Gadis itu sengaja membuang kata-kata "Iblis" di depan
sebutan itu, agar supaya kakek tersebut tidak tersinggung dan
menjadi marah karenanya. Tapi kakek genit itu ternyata masih
tetap marah juga. "Kurang ajar! Kau bocah kemarin sore berani menghina
aku, ya" Kau persamakan aku dengan pencuri kampungan
macam si Iblis Penyebar Maut itu, heh" Bangsat"! Cuh!" tak
disangka-sangka kakek itu mengumpat-umpat kasar dan sama
sekali tak peduli kalau yang ia hadapi itu seorang gadis.
Tui Lan sangat tersinggung dan merah padam mukanya.
Apalagi melihat kakek itu meludah seenaknya di depannya
sampai-sampai airnya memercik mengenai sepatunya. Namun
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
kemarahan itu terpaksa dipendamnya di dalam hati, karena ia
menyadari kelemahannya di hadapan kakek sakti itu.
Kakek itu hendak mengumpat lagi namun dari atas tebing
tiba-tiba terdengar suara orang memanggil. Suara wanita"!
"Tui Laaaannn"!" suara itu bergema di dalam jurang.
"Eh! Itu suara su-boku?"!" T ui Lan berseru kaget.
"Siapakah su-bomu itu, heh?" Kakek itu memotong dengan
suara geram. "Su-boku biasa disebut orang dengan gelar". Si Pendeta
Palsu dari teluk Po-hai!" T ui Lan yang sedang merasa kesal itu
menjawab ketus, membanggakan nama gurunya.
"Apa" Dia bekas pendeta Im-Yang-kauw di desa Ban-cung
di Teluk Po-hai........?" kakek yang sangat memandang remeh
Si Iblis Penyebar Maut itu tiba-tiba berseru
dan membelalakkan matanya. "Ya!" Mendadak kakek itu menjadi pucat dan tampak ketakutan.
Sikapnya sungguh bertolak-belakang dengan kegarangannya
tadi. "Wah, kalau yang satu ini, .. yang satu ini".. lebih baik
aku pergi saja!" gumamnya dengan suara gemetar, lalu
melesat pergi dengan tergesa-gesa. Sekejap saja bayangannya telah hilang dari pandangan Tui Lan.
Tentu saja Tui Lan melongo keheranan. Gadis itu tak tahu
apa yang menyebabkan Giok-bin Tok-ong yang lihai itu
menjadi ketakutan mendengar nama gurunya! Mungkinkah
kepandaian gurunya itu lebih tinggi daripada Giok-bin Tok-
ong" "Tui Laaannn!" "Su-bo, teecu disini?"" gadis itu berteriak pula menjawab
panggilan gurunya. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Gadis itu memandang keatas tebing. Dilihatnya gurunya
merayap turun dengan cepatnya. Dan sebentar kemudian
perempuan tua itu telah memeluk dirinya sambil menangis
lega. "Anak nakal".! Kemana saja kau semalaman tadi" Habis
sudah harapanku untuk bisa bertemu lagi denganmu.
Kukira".kukira kau telah berjumpa dengan Iblis itu.
Ooohhh".!" Perempuan tua itu berkata tersendat-sendat.
Diam-diam T ui Lan juga meneteskan air mata. Baru kali ini
ia me lihat gurunya yang terkenal keras dan kejam itu
menangis mengkhawatirkan dirinya. Hampir-hampir ia tak
percaya melihatnya. "Su-bo".! Teecu sehat-sehat saja. Teecu tidak sampai hati
membiarkan keledai itu jatuh ke jurang. Teecu".teecu
terpaksa turun melihatnya. Su-bo".maafkanlah teecu."
Akhirnya perempuan tua itu sadar kembali akan
keadaannya. Sambil menyeka sisa-sisa air matanya, perempuan tua itu menghela napas panjang. "Lalu".. di mana
keledai itu?" tanyanya perlahan.
"Dia"dia sudah kukuburkan disana!" Tui Lan menjawab
perlahan pula seraya menundukkan kepalanya.
"Hmm ... Lalu bagaimana dengan gigitan ular di kakimu
itu?" "Seperti yang su-bo lihat sekarang, tee-cu tidak apa-apa!
Racun ular itu tak berpengaruh apa-apa terhadap tubuh tee-
cu.......!" Tui Lan menjawab tegas.
"Heran! Sungguh mengherankan sekali! Memang sejak kecil
keadaan tubuhmu sangat berbeda sekali dengan anak-anak
yang lain, tapi aku tak menyangka kalau tubuhmu kebal
terhadap racun. Padahal ular itu adalah sejenis ular yang amat
berbahaya sekali. Akupun takkan tahan bila terkena
gigitannya." Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Kedua orang guru dan murid itu lalu berdiam diri. Masing-
masing sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Tapi perempuan
tua itu terkejut bukan main ketika melihat bekas ledakan dan
sisa-sisa tulang manusia berserakan di dekat tebing.
"Itu .. . itu .... eh, apa yang telah terjadi di sini?"
Perempuan tua itu bertanya dengan mata melotot.
Tui Lan terpaksa menceritakan semuanya. Tak satupun
yang terlewatkan kecuali tentang buku dan mustika pemberian
Ang-leng Kok-jin itu. Tui Lan ingin menepati janjinya untuk
tidak memperlihatkan benda-benda itu kepada orang lain,
biarpun kepada gurunya sekalipun. Kepada gurunya, Tui Lan
juga menuturkan kecurigaannya terhadap Giok-bin Tok-ong
yang ketakutan mendengar nama gurunya itu.
"Giok-bin Tok-ong" Dia mengaku sebagai kakek-guru para
iblis ternama dari Ban-kwi-to itu" Ah" yang benar saja!
Berapa kira-kira umurnya sekarang ".?"
"Entahlah, su-bo. Kakek itu masih suka berdandan dan
mematut-matut dirinya sehingga masih kelihatan muda. Tapi
kalau me lihat kumis dan jenggotnya yang putih, serta
punggungnya yang sudah membungkuk, dia tentu berusia
lebih dari tujuh puluh atau delapan puluh tahun."
"Delapan puluh tahunan" Ah, kalau begitu pengakuannya
itu mungkin benar juga. Mendiang Tee-tok-ci itu kira-kira
berumur empat puluh lima tahun. Jikalau Ang-leng Kok-jin itu
berusia enam puluhan tahun, maka kira-kira memang wajar
kalau Giok-bin Tok-ong berusia delapanpuluhan tahun. Di
kalangan mereka memang sudah biasa mengambil murid
selagi masih muda. T api, mengapa Giok-bin Tok-ong itu takut
kepadaku" Rasa-rasanya aku belum pernah mengenalnya.
Mendengar namanya pun baru sekali ini. Lain halnya dengan
cucu-cucu muridnya yang sangat terkenal itu?"" Pendeta
Palsu dari teluk Po-hai itu berpikir keras.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Su-bo?"kemana saja su-bo mencari teecu tadi ma lam"
Kenapa su-bo baru menuruni jurang ini sekarang?"
"Anak nakal! Su-bomu mengira kau diculik si Iblis Penyebar
Maut itu, sehingga su-bomu terpaksa mencari kau di kota Soh-
ciu dan sekitarnya. Dan ketika su-bomu sudah hampir putus
asa, barulah su-bomu teringat akan jurang yang dalam."
Demikianlah, kedua wanita itu mendaki tebing jurang itu
kembali. Berkali-kali si Pendeta Palsu dari teluk Po-hai itu
harus membantu muridnya agar mereka dapat segera berada
di atas jurang kembali. "Tadi malam aku telah menemui Kang-lam Koai-hiap yang
belum sembuh dari luka-lukanya di kota Soh-ciu. Su-bomu
terpaksa menjumpai dia dan para pendekar yang berkumpul di
rumahnya untuk meminta pertolongan mereka mencarikan
kau." perempuan tua itu berkata kepada Tui Lan setelah
mereka berada di atas jurang kembali.
"Apakah sudah banyak pendekar yang berkumpul di sana,
su-bo?" "Bukan main banyaknya. Itu saja belum termasuk dengan
para pendekar yang berkeliaran di dalam kota. Dan juga
belum termasuk para pendekar sakti yang datang secara
diam-diam, karena mereka ingin bergerak sendiri-sendiri."
"Ah"..kalau begitu sungguh kasihan sekali s i Iblis Penyebar
Maut itu," bibir Tui Lan bergumam tanpa terasa.
"Apa" Tui Lan, kau bilang apa..?" Pendeta Palsu dari teluk
Po-hai tiba-tiba membentak Tui Lan. Matanya mendelik
menahan kesal dan marah. Gadis itu cepat menundukkan mukanya dengan ketakutan.
Bibirnya yang mungil itu sampai gemetaran ketika menjawab,
"M-m-maaf su-bo". Tee-cu tidak sadar m-me- mengatakannya. T-teecu". tee-cu".."
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Anak cengeng! Lalu" apa maksudmu berkata demikian
itu" Jawab!" perempuan tua itu menghardik lagi semakin
marah. Tui Lan menatap gurunya dengan wajah pucat dan hampir
menangis. Air matanya mulai berlinang-linang. "Tee-cu"..Tee-
cu tidak bermaksud apa-apa.
Sungguh. Entah apa sebabnya".. entah apa sebabnya.... tiba-tiba saja tee-cu
teringat akan ujar atau kata-kata para arif bijaksana zaman
dulu"..yang mengatakan ?" yang mengatakan bahwa....... di
empat penjuru lautan itu semua manusia bersaudara! Dan..
dan bayi manusia yang dilahirkan di dunia itu......semua putih
bersih. Tiada cacat"celanya tanpa noda dan dosa. Kalau
toh"kalau toh akhirnya setelah bayi itu menjadi dewasa,
masing-masing mempunyai "warna hati" dan "warna kehidupan"
yang berbeda, hal itu". Hal itu bukan salah mereka. Mereka
terdidik dan terpengaruh oleh lingkungan dan keadaan di
sekitar mereka! Begitu pula halnya dengan ?".dengan si Iblis
Penyebar Maut itu! Tentu ada alasannya, kenapa dia sampai
berbuat demikian. Sebab".. sebab diapun juga seorang
manusia pula seperti kita... ," gadis itu berkata tersendat-
sendat. Dapat dibayangkan betapa kesal dan mendongkolnya
perempuan tua itu. Baru saja mereka bertemu lagi, gadis itu
sudah mulai dengan khotbahnya yang menjengkelkan.
"Kurang ajar! Kau ini anak kecil tahu apa tentang
kehidupan" Berapa usiamu sekarang" Berapa banyak
pengalaman hidup yang kau peroleh" Sungguh lancang".!
Kau ini benar-benar seekor anak ayam yang belum mengenal
kerasnya kehidupan, kejamnya dunia, tapi sudah berani
berbicara tentang kehidupan manusia! Jangan kau persamakan 'dunia Angan-angan" yang kauperoleh dari dalam
buku itu dengan 'dunia nyata" yang selalu kita hadapi setiap
hari ini !" perempuan tua itu berteriak-teriak saking marahnya.
"Tapi ......tapi....." Tui Lan masih juga mau membantah.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Diam! Jangan berbicara lagi yang bukan-bukan! Mari kita
sekarang berangkat ke kota Soh-ciu.......I"
Tui Lan tak berani menyanggah lagi. Sambil menyeka air
matanya, gadis itu melangkahkan kakinya mengikuti gurunya.
Mereka menuruni bukit itu dan menyusuri jalan besar yang
membelah dusun-dusun di bawah bukit.
Beberapa orang petani tampak sedang menggarap sawah
ladang mereka, tapi sepanjang jalan itu Tui Lan dan gurunya
tak menjumpai seorang wanita atau gadis sekalipun. Yang
mereka jumpai selalu laki-laki atau anak kecil seakan-akan
dusun-dusun yang mereka lalui itu cuma dihuni oleh laki-laki
dan anak-anak. Dan suasananyapun tampak aneh, penduduk Kang lam
yang biasa ramah itu kini tampak pendiam dan acuh. Kalau
toh mereka berpapasan, mereka tentu melengos atau pura-
pura tidak tahu. Anak-anak kecilpun akan segera lari
bersembunyi apabila mereka lewat.
"Lihatlah"..! Penduduk Kang lam yang terkenal ramah-
tamah itu kini menjadi gelisah dan ketakutan setiap dilihat
orang asing. Dan tanahnya yang subur makmur itupun kini
menjadi terbengkalai akibat ditinggalkan pemiliknya. Dusun-
dusunnya yang dulu bersih dan rapi itu kini juga menjadi rusak
dan kotor pula. Nah! Coba kaurenungkan ! Siapa yang
menyebabkan semua itu" Siapa ?"?"
"Si Iblis Penyebar Maut"." Tui Lan menjawab seret.


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah! Itulah ?".!"
"Tapi?" tapi iblis itu belum tentu orang yang telah
membunuh kedua orang tua teecu."
"Ya, benar. Tapi apa bedanya" Menjadi kewajiban kita
untuk menyingkirkan para perusuh dan penjahat yang
mengganggu rakyat. Seorang pendekar haruslah".."
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Tapi tee-cu bukanlah seorang pendekar....." Tui Lan
memotong. "Gila! Y a .. sudah! Sudah!" perempuan tua itu berseru kesal
dan jengkel, lalu melangkahkan kakinya lebih cepat lagi
sehingga gadis itu terpaksa berlari-lari kecil mengejarnya.
"Su-bo.!" Perempuan tua itu berjalan terus tanpa mempedulikan
panggilan muridnya. Tapi langkahnya mendadak terhenti
ketika dari arah depan muncul lima orang lelaki berjalan
tergesa ke arahnya. Dan perempuan tua itu segera memegang
lengan Tui Lan yang menyusul tiba.
"Hati-hati !" perempuan tua itu memperingatkan muridnya.
Kelima orang lelaki itu dengan cepat telah berada di depan
mereka. Langkah kaki kelima orang itu sungguh mantap dan
gesit, dan hampir tidak menimbulkan debu sama sekali,
sehingga sekali pandang saja setiap orang akan tahu bahwa
mereka adalah tokoh-tokoh persilatan tingkat tinggi.
''Ah, kiranya Kong-tong Ngo-hiap (Lima Pendekar Dari Kong
tong) yang datang .. !" Pendeta Palsu dari Teluk Po-hai itu
menyambut kedatangan orang-orang itu dengan gembira.
"Bagaimana khabarnya pertemuan di lembah itu tadi malam"
Apakah kita telah mendapatkan cara untuk menangkap iblis
itu?" "Hei! Rupanya lo-ni (pendeta wanita) telah menemukan
kembali anak gadis yang hilang itu!" orang tertua dari Kong-
tong Ngo-hiap itu menyapa pula dengan ramahnya. Matanya
menatap Tui Lan dari ujung kepala sampai keujung kaki,
seolah-olah ingin bertanya, kemana saja gadis itu tadi malam
sehingga gurunya sampai kebingungan setengah mati.
"Dia berada di dalam jurang dibawah bukit itu !"
perempuan tua itu cepat menerangkan.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Kong-tong Ngo-hiap itu saling berpandangan satu sama
lain, kelihatannya ada sesuatu yang mereka pikirkan. Kelima
orang itu adalah kakak beradik seperguruan dari Aliran kong
tong-pai di Kong-tong-san. Dan secara kebetulan pula mereka
berlima adalah saudara sekandung. Masing-masing berusia
antara tiga puluh lima sampai empat puluh lima tahun. Dan
mereka itu adalah putera sekaligus murid-murid utama dari
Kong-tong Cin jin atau Ketua Kong-tong-pai sekarang. "jadi
".jadi" lo-ni yang berada di jurang itu pagi tadi?"
"Eh". ataukah masih ada orang yang lain lagi di sana"
Hmm"..begini, lo-ni. Jangan kaget..! Tadi pagi salah seorang
dari para pendekar telah mendengar suara letusan di dalam
jurang itu. Ketika ia mencoba turun ke sana, dia melihat
bayangan seseorang di tempat yang gelap itu. Dia tak berani
melihat sendiri, oleh karena itu ia melaporkannya kepada Kang
Lam Koai-hiap. Kemudian Kang Lam Koai-hiap memerintahkan
ayahku untuk memeriksanya. Dan ayahpun lalu mengerahkan
kami semua". Dan itulah sebabnya kami berada disini
sekarang." Ji T ai lm, orang tertua dari Kong-tong Ngo-hiap itu
berkata lagi. "Kang Lam koai-hiap".." Dia memberi perintah kepada
Kong-tong Cin Jin".?" Si Pendeta Palsu dari Teluk po-hai
memotong tak mengerti. "Ah, maaf ... kami belum memberitahukan hasil dari
pertemuan kita tadi malam kepada lo-ni." tiba-tiba Ji T ai Jiang,
orang kedua yang bersuara lantang dan keras, menyela
percakapan tersebut. ''Sam-te (Adik ketiga), coba kauceritakan
sekali lagi kepada lo-ni tentang pertemuan kita tadi malam
agar beliau ini tidak bingung!" sambungnya lagi seraya
menoleh ke arah Ji Tai Song, pendekar yang paling pandai
dan berbakat di dalam Kong-tong Ngo-hiap.
Ji T ai Song, yang berusia empat-puluh tahun dan berbadan
tegap itu tersenyum menganggukkan kepalanya. "Lo-ni ! Di
dalam pertemuan malam tadi telah diputuskan untuk
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
mengangkat Kang Lam Koai-hiap sebagai pemimpin umum di
dalam perburuan ini. Meski Kang Lam Koai-hiap bukanlah
orang terpandai atau yang tertua diantara kita, apalagi dia
belum sembuh dari lukanya namun semua pendekar telah
satu-padu dan bersepakat untuk mengangkatnya sebagai
pemimpin. Hal itu kita lakukan demi untuk menghormatinya
dan menghargainya sebagai tuan rumah yang paling
berkepentingan di dalam urusan ini. Semula orang tua itu
memang menolaknya. Tapi kami semua segera mendaulatnya,
sehingga dengan berat hati dia terpaksa menerimanya pula,"
katanya halus dan teratur.
"Oh...... jadi itukah sebabnya dia berani memberi perintah
kepada Kong-tong Cin-jin yang berkedudukan tinggi itu?" Si
Pendeta Palsu Dari teluk Po-hai tersenyum maklum.
"Tidak cuma ayahku yang harus tunduk oleh perintahnya.
Masih ada ketua partai persilatan lagi yang bernasib sama
dengan ayahku. Namun kami semua itu memang sudah kami
kehendaki sendiri, semuanya tidak menjadi sakit hati
karenanya".." Ji T ai song tersenyum pula diikuti oleh saudara-
saudaranya. "Tiga ketua partai persilatan" Siapa sajakah mereka itu?"
Pendeta Palsu Dari T eluk po-hai menegaskan.
"Mereka itu adalah ketua-ketua partai persilatan Tai-khek-
pai, Ngo-bi-pai dan Tiam-jong-pai."
''Hei" Ketua Tiam-jong-pai .... hek-pian-hok B i bun T ing (Si
Kelelawar Hitam) itu juga datang?" Pendeta Palsu dari Teluk
Po-hai itu berseru girang.
"Benar. Beliau datang bersama-sama dengan ketua Ngo-bi-
pai, Ang-kin Siu Li (Bidadari Berselendang Merah)."
"Oh ... dia juga datang?" tiba-tiba wajah Pendeta Palsu itu
menjadi gelap kembali. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Kong-tong Ngo-hiap merasa sangat heran melihat
perubahan wajah lawannya. T api, mereka berlima tidak ingin
mencampuri urusan pribadi orang lain. Oleh karena itu mereka
berlima tidak mau menanyakan terlebih lanjut. Sebaliknya, Ji-
Tai Song malah meneruskan ceritanya.
"Lo-ni......! Oleh Kang Lam Koai Hiap kita semua dibagi
menjadi lima rombongan, agar supaya para pendekar yang
banyak jumlahnya dan belum saling mengenal itu tidak
menjadi ribut atau saling gasak sendiri di dalam menjalankan
tugasnya nanti. Dan setiap rombongan itu juga telah
memperoleh daerah-daerah sendiri dalam tugasnya. Sementara di dalam operasinya nanti, setiap rombongan itu
masih dibagi-bagi lagi menjadi beberapa kelompok, dimana
masing-masing pemimpin kelompok itu harus sudah saling
mengenal satu sama lain."
"Ah?" begitu rapinya!" si Pendeta Palsu dari teluk Po-hai
berdecak kagum. "Tentu saja, lo-ni. Selain itu setiap rombongan dan setiap
kelompok juga memiliki tanda pengenal dan kata-kata sandi
tersendiri, sehingga bentrokan dan salah tangkap diantara kita
sendiri dapat dihindari."
"Wah"..kalau begitu aku masuk rombongan yang mana?"
Si Pendeta PaIsu dari Teluk Po-hai bertanya bingung.
"Sebaiknya lo-ni menghubungi sahabatmu dari kelima
rombongan itu. Lo-ni bisa menghubungi pimpinannya.
Rombongan pertama dipimpin sendiri oleh Kang Lam Koai-
hiap. Rombongan kedua dipimpin oleh Ketua Tai-khek-pai
Ouw Yang Su. Rombongan ketiga dipimpin oleh Ketua Tiam-
jong-pai, Hek-pian hok Li Bun Ting. rombongan ke empat
dipimpin oleh Ketua Ngo-bi-pai, Ang kin Siu-li Siauw Hong Li.
Dan rombongan terakhir dipimpin oleh ayahku sendiri, Kong-
tong Cin-jin." Ji T ai Im memberikan pandangannya.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Tetapi.....yang lebih baik lo-ni menghubungi Kang Lam
Koai-hiap saja. Sebab selain dia itu menjabat sebagai
pimpinan umum, dia bisa mencarikan rombongan yang cocok
buat lo-ni nanti." Ji T ai Song yang cerdik itu menyela.
"Ya! Agaknya pendapat adikku tadi memang benar," Ji Tai
Im cepat mengiakan kata-kata adiknya.
"Dimana aku bisa menemui Kang lam Koai-hiap?"
''Dia berada di dalam kota, di rumah muridnya, yang kini
telah disulap menjadi 'markas' para pendekar...."
"Baiklah! Kalau begitu kami mohon diri untuk menemui
Kang lam Koai-hiap," Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai
memberi hormat dan menarik lengan Tui Lan untuk pergi
meninggalkan tempat itu. Demikianlah guru dan murid kembali menyusuri jalan yang
menuju ke kota Soh-ciu. Semakin dekat dengan kota. semakin
sering pula mereka berjumpa dengan para pendekar yang
mengambil bagian dalam "perburuan' itu.
"Su-bo, demikian banyaknya pendekar-pendekar persilatan
yang hadir, tapi kenapa tak satupun terdengar para pemimpin
Im-Yang-kauw kita?" Tui Lan tiba-tiba bertanya kepada
gurunya. "Bukankah dahulu su-bo pernah bercerita bahwa di
kuil Pusat kita terdapat tokoh-tokoh sakti yang mempunyai
kesaktian seperti dewa"''
"Wah, engkau ini benar-benar ceroboh sekali! Tentu saja
beliau-beliau itu tidak mempunyai minat sama sekali terhadap
urusan-urusan seperti ini. Beliau-beliau itu cuma memikirkan
masalah keagamaan saja setiap harinya. Lain tidak ".."
"Tapi su-bo pernah bercerita, bahwa beberapa orang
diantara mereka itu pernah menggegerkan persilatan
beberapa tahun yang lalu. Misalnya . " sesepuh kita yang
bergelar Lo-Jin-ong atau Toat-beng-jin (Manusia Pencabut
Nyawa) itu! kata su-bo, beliau itu bersama dengan Kauw-cu-si
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
(Pengurus Keagamaan Pusat) yang bernama Tong Ciak,
pernah malang-melintang di dunia kang-ow tanpa lawan.".."
"Ah, itu kan dulu ! beliau itu keluar kuil karena masalah
agama atau urusan kita. Beliau itu terpaksa keluar oleh karena
telah terjadi bentrokan antara pengikut aliran kita dengan para
pengikut aliran Beng kauw dan Mo-kauw!"
Tui Lan mengerutkan keningnya. "Su-bo, apakah kedua
aliran kepercayaan itu juga mempunyai tokoh-tokoh sakti pula
sehingga mereka itu berani melawan kita?"
"Kau ini bodoh benar! Tentu saja mereka itu mempunyai
tokoh-tokoh sakti pula. Kalau tidak, masakan mereka berani
bentrok dengan kita?"
"Siapa sajakah mereka itu, su-bo ?" gadis itu mendesak
dengan nada sedikit memaksa.
"Aaaah .".kau ini mau apa bertanya tentang mereka" Mau
mengajak berkelahi" Jangan mengada-ada!" Si Pendeta Palsu
Dari Teluk Po-hai itu membentak Tui Lan, namun bibirnya
tampak sedikit tersenyum.
"Bukan begitu, su-bo"." Gadis itu merajuk dengan mulut
cemberut. "Tee-cu memang tidak suka berkelahi tapi tee-cu
sangat mengagumi keperwiraan dan kesaktian seseorang,
yang digunakan untuk mencipta kebalkan dan kedamaian
dunia seperti beliau-beliau itu..........."
"Omong kosong! Siapakah yang mencipta kedamaian dan
kebaikan melalui bentrokan dan perkelahian yang membawa
korban jiwa" Siapa.......?"
"Ah ".. semua itu hanya karena salah paham saja! Tak
sebuahpun agama yang menganjurkan pertumpahan darah di
dunia ini. Apalagi beliau-beliau itu adalah penganut dan
pengurus agama yang tekun. Tak mungkin rasanya kalau
mereka itu menjadi lalai dan terhanyut ke dalam arus buruk
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
yang tak mereka kehendaki sendiri." Tui Lan cepat
menyanggah. Si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu terperangah,"Nah!
Kau sudah mulai dengan khotbahmu lagi!" hardiknya kaku.
Tui Lan menjadi kaget pula. "Oh, maafkan tee-cu, su-bo!"
pintanya cepat. Mereka lalu berdiam diri. Perempuan tua itu mempercepat
langkahnya, sehingga Tui Lan terpaksa mengikutinya pula.
Dan gadis itu sudah tidak berani pula untuk bertanya-tanya
lagi. Keinginannya untuk mengetahui tokoh-tokoh tingkat
tinggi itu dipendamnya saja didalam hati.
Beberapa waktu kemudian tembok kota Soh-ciu telah
terlihat di depan mata mereka. Bangunannya yang tinggi-
kokoh mengelilingi kota itu tampak megah dan perkasa,
meskipun dinding-dindingnya telah berwarna kehitaman
dimakan jamur. Pintu gerbangnya yang luar biasa besar itu
dicat dengan warna merah tua, meskipun di beberapa tempat
juga telah luntur dimakan usia tua pula. Parit dalam dan lebar
yang digali mengelilingi tembok itu tampak penuh dengan air,
sehingga sepintas lalu bagaikan sebuah sungai yang mengalir
mengitari kota Soh-ciu. Tui Lan dan gurunya melintasi jembatan gantung yang
melintang di atas parit itu. Banyak orang lalu-lalang melewati
jembatan itu, namun tak seorang wanitapun yang mereka lihat
selain mereka sendiri, sehingga kedatangan mereka itu benar-
benar menarik perhatian orang-orang di sekeliling mereka,
apalagi wajah Tui Lan yang cantik menarik itu benar-benar
merupakan sebuah pemandangan yang menyegarkan mata.
Pintu gerbang itu dijaga oleh enam orang perajurit
bersenjata tombak, mata mereka segera melotot begitu
melihat Tui Lan datang. Empat orang diantara mereka segera
mencegat langkah gadis itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Berhenti sebentar! Nona siapa dan datang dari mana"
Apakah nona tidak tahu kalau kota ini sedang dilanda
kerusuhan" Mengapa nona datang kemari?" salah seorang
bertanya. Wajahnya yang kasar itu tampak berkeringat,
sementara tombaknya yang panjang itu dilintangkan di depan
Tui Lan. Tui Lan berhenti dan melirik ke arah gurunya yang berdiri
tak jauh darinya. "Terima kasih! Cu-wi tak usah mengkhawatirkan nasib kami


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdua. Kedatangan kami kemari sekali ini justru hendak
menengok atau melihat-lihat kerusuhan itu. Kami berdua ingin
melihat macam apa Si Iblis Penyebar Maut yang ditakuti orang
itu. Nah .... bolehkah kami lewat sekarang?" gadis itu berkata
dengan tenang dan halus. Para penjaga itu tersentak kaget. Begitu pula dengan
orang-orang yang tanpa sengaja berhenti memperhatikan
mereka. Semua orang malah menjadi gelagapan melihat
ketenangan gadis cantik itu dan semua orang itu baru menjadi
sadar tatkala gadis dan gurunya itu tiba-tiba telah lenyap dari
tempat mereka! Para penjaga itu melongo dan membalikkan badan mereka.
Dan mereka melihat gadis cantik itu telah melangkah
memasuki kota bersama perempuan tua itu. Semuanya benar-
benar tidak tahu cara bagaimana kedua wanita itu lewat dari
depan mereka. Semuanya hanya melihat perempuan tua itu
berkelebat cepat ke depan, seperti menyambar ke arah gadis
cantik itu, dan kemudian hilang lenyap dari pandangan
mereka. "Uh! Ternyata". ternyata mereka berkepandaian tinggi!''
penjaga itu bergumam kecewa malah, karena tak bisa
menggoda gadis yang sangat menarik hatinya itu.
"Ya! Untunglah gadis itu tidak menjadi marah?"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Itulah kalau kita melupakan pesan pimpinan. Bukankah
Han Cian-bu kemarin telah memperingatkan kita semua, agar
berhati-hati menghadapi orang-orang yang berdatangan ke
kota kita" Dalam beberapa hari ini kota Soh-ciu dibanjiri para
pendekar dari seluruh negeri. Kita tidak boleh sembrono
menghadapi mereka." "Ya. Tapi siapa yang tak terpikat dengan gadis secantik
dia" Sudah beberapa hari kita cuma melihat lelaki me lulu". "
penjaga yang pertama tadi membela diri.
Sementara itu Tui Lan dan gurunya telah jauh
meninggalkan mereka. "Su-bo, kemanakah kita sekarang?" gadis itu bertanya
kepada gurunya setelah beberapa saat lamanya mereka
berjalan di dalam kota. "Kita makan dahulu. Nah, di seberang jalan itu ada
restoran! Mari kita ke sana!"
Sekali lagi kedatangan mereka didalam restoran itu telah
menarik perhatian semua orang. Selain Tui Lan itu memang
sangat cantik, di dalam ruangan yang penuh pengunjung itu
memang tiada wanita lain selain mereka berdua. Namun
demikian perempuan tua itu tenang-tenang saja ketika
mengajak Tui Lan duduk di kursi yang tersedia.
Tui Lan melirik ke sekitarnya. Dilihatnya semua mata
memandang ke arah dirinya, sehingga diam-diam ia menjadi
kikuk juga. "Su-bo, semua orang memandang ke arah kita," bisiknya
perlahan kepada gurunya. "Siapa bilang" Lihat ke belakangmu! Pemuda itu sama
sekali tak menggerakkan kepalanya meskipun kita duduk di
dekatnya." Pendeta Palsu dari teluk Po-hai itu mencibirkan
mulutnya ke arah belakang Tui Lan.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Tui Lan menoleh sekejap. T api waktu yang hanya sekejap
itu telah lebih dari cukup bagi T ui Lan untuk mengetahui s iapa
yang duduk di belakang dirinya. Seorang pemuda tinggi kurus,
sangat kurus sekali malah, tampak sedang menghadapi cawan
kecil yang penuh berisi arak hangat. Di atas mejanya terletak
dua guci arak yang kelihatannya telah habis isinya.
Sebenarnya wajah pemuda itu sangat tampan. Namun
karena terlalu kurus serta kurang terawat dengan baik, maka
wajah itu tampak pucat seperti orang yang baru menderita
penyakit berat. Apalagi kulit di sekitar matanya yang tajam
luar biasa itu tampak kehitam-hitaman, seakan-akan pemuda
itu tidak pernah tidur selama berhari-hari. Dan pemuda itu
hanya duduk sendirian di mejanya.
Pelayan rumah makan itu datang mendekati Tui Lan dan
mencatat masakan yang dipesan oleh gadis itu dan gurunya.
"Nona, rombongan pemuda yang ada di dekat pintu itu
mengundang nona untuk makan bersama kalau mau...."
pelayan itu tiba-tiba berbisik kepada Tui Lan. Jari tangannya
menunjuk ke arah pintu dimana empat orang pemuda yang
sedang memandang dan tersenyum ke arah mereka.
"Hmm, kurang ajar ".!" Si Pendeta Palsu Dari T eluk Po-hai
menggeram namun cepat-cepat ditahan oleh Tui Lan.
"Su-bo jangan lekas marah! Kita tak perlu melayani
kekurang-ajaran mereka." gadis itu membujuk gurunya seraya
tersenyum. "Tapi orang itu terlalu menghinamu! Dikiranya kau ini gadis
apa" Huh!" Si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu tetap
mengomel. "Sudahlah, Su-bo! Bersabarlah. Kita tak perlu melayani
segala macam lelaki seperti mereka! Itu hanya akan
merendahkan martabat kita sendiri nanti. Tujuan kita kemari
adalah untuk makan lalu mencari Kang Lam Koai-hiap. Yang
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
lain tak usah kita pikirkan!" Tui Lan terus saja menenangkan
hati gurunya. Gadis itu lalu berkata kepada pelayan yang masih berdiri
gemetar di dekatnya. "Nah, katakan kepada mereka bahwa
aku sedang sibuk dan tidak ada waktu untuk melayani kelakar
mereka ! Begitu! Dan". eh, ya ".kau tahu rumah Kang Lam
Koai-hiap di kota ini?"
"Ya ......... ya, saya tahu, kouw-nio (nona). Rumahnya
berada di ujung jalan ini! Apakah kouw-nio ini keluarganya?"
pelayan itu bertanya semakin ketakutan.
Tui Lan tidak mengacuhkan pertanyaan pelayan itu.
Sebaliknya gadis itu merogoh sekeping uang tembaga dari
dalam sakunya, dan memberikannya kepada pelayan itu.
"Nah, kau pergilah sekarang.... !" perintahnya halus.
"Terima kasih! Terima kasih!" pelayan itu mengucapkan
terima kasih dengan membungkukkan tubuhnya berulang-
ulang, lalu cepat-cepat pergi meninggalkan Tui Lan dan
gurunya yang galak itu. Di dekat pintu pelayan itu berhenti
lalu mengatakan pesan Tui Lan tadi kepada rombongan
pemuda yang telah menunggunya. Dan pelayan itu segera
pergi ketika tamu-tamunya itu menjadi marah.
"Siapa yang berkelakar" Kurang ajar.... !" salah seorang di
antaranya berdiri sambil menggebrak meja. "Kami mengundangnya secara baik-baik! Siapa bilang para pendekar
Tai-khek-pai suka berkelakar?" serunya penasaran.
Klinting.....! klinting".klinting ..,.... !
Selagi para tamu di dekat pintu itu menjadi ribut melihat
ulah pendekar Tai-khek-pai tersebut, tiba-tiba di luar halaman
terdengar kelintingan kuda mendatangi. Dan sebentar
kemudian seorang pemuda tampan berpakaian bagus dan
mahal memasuki restoran tersebut. Seorang bocah tanggung
berpakaian sederhana, yang agaknya adalah seorang pelayan
atau kacung, tampak membuntuti di belakangnya. Dua buah
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
tangannya menjinjing barang-barang bawaan pemuda tampan
tersebut. Pemuda itu menoleh kesana-kemari mencari tempat duduk.
Pelayan restoran cepat menyambutnya. Tapi serentak terlihat
oleh pemuda itu wajah Tui Lan yang cantik kakinya segera
melangkah mendekati. "A Cang".Beli meja ini!" pemuda itu berbisik kepada
kacungnya seraya menunjuk meja pemuda kurus tadi.
Bocah tanggung itu cepat menghubungi pelayan restoran
yang menyambutnya tadi. Dikeluarkannya uang setengah tail
perak dari kantung uang yang dibawanya.
"Nih, uang setengah tail! Terimalah,... ! Tapi tolong
kaukosongkan meja di belakang gadis cantik itu karena
majikanku hendak memakainya! Cepat!'' katanya berlagak
seperti orang besar. Tentu saja pelayan restoran itu melongo melihat uang
sebanyak itu. Uang sebanyak itu bisa untuk makan tiga atau
empat orang di restorannya. Tapi perintah itu sungguh sulit
dilaksanakan. Bagaimanapun juga tak mungkin ia mengusir
tamu yang belum selesai menikmati makanannya.
"Ini........ ini .... oh, bagaimana ini..?" pelayan itu berdesah
gugup seraya memandangi uang perak yang ada di telapak
tangannya. Kacung itu tersenyum acuh, lalu mendekati tuannya
kembali. Dan pemuda tampan itu sendiri tampak sedang
pasang aksi di belakang Tui Lan. Sambil mengipasi tubuhnya
dengan kipas sutera yang mahal, pemuda kaya itu sebentar
sebentar mematut-matut pakaian yang dikenakannya. Berkali-
kali matanya melirik kepada Tui Lan.
"Brengsek benar anak-anak muda sekarang!" Si Pendeta
Palsu Dari Teluk Po-hai ini mengomel lagi dengan kesal
melihat lagak s i kaya itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Sementara itu si pelayan restoran masih tetap salah tingkah
dan kebingungan. Sambil mendekati pemuda kurus yang
sedang menikmati araknya itu ia mengeluh panjang-pendek.
"Ini...., ini"... wah, bagaimana ini" Aku......... aku......"
Tiba-tiba si pemuda kurus itu berdiri dari kursinya. Sekilas
matanya menyambar ke arah Tui Lan dan pemuda kaya itu.
Kemudian mulutnya yang sejak tadi diam itu berkata kepada si
pelayan restoran,"Jangan bingung menerima uang sebanyak
itu! Kebetulan aku juga sudah tidak berselera lagi untuk
meneruskan minumku. Aku akan pergi. Nih, akupun dapat
memberimu uang pula! T erimalah !"
Pemuda kurus itu melangkah pergi. Tangannya melemparkan uang setengah tail pula kepada pelayan itu.
Bukan perak, tapi ".emas!
"Hah" Ini........" Tuan, ini?"?" pelayan itu terbelalak, lalu
pingsan. Tangannya masih tetap mencengkeram uang emas
itu! Uang emas yang nilainya dapat untuk membayari semua
tamu yang sedang makan-minum saat itu!
Untuk beberapa saat tempat itu menjadi ribut. Para pelayan
yang lain segera berdatangan menolong pelayan itu. Mereka
menggotongnya ke ruangan dalam, sementara para tamu
yang lain segera duduk kembali di tempat masing-masing.
Dan si pemuda kaya itu mempergunakan kesempatan tersebut
untuk mengambil alih meja si pemuda kurus tadi.
"Hei ! Hei.. . ! Enak saja duduk di tempat orang! Kami telah
menungguinya sejak tadi. Ayoh! Sllahkan mencari meja yang
lain!" mendadak para tamu itu dikejutkan lagi oleh suara
bentak orang. Semua mata tertuju ke bekas meja si kurus lagi. Di sana
terlihat si pemuda kaya itu telah dikepung oleh empat orang
Pendekar Tai-khek-pai tadi. Tapi pemuda itu sendiri masih
tampak tenang-tenang saja di kursinya.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Sungguh menyebalkan!" Si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-
hai yang menyaksikan ulah anak-anak muda di depannya itu
menggerutu kesal. Tui Lan menundukkan mukanya yang kemerah-merahan.
Namun di dalam hatinya ada juga perasaan bangga, karena
dirinya menjadi pusat perhatian orang orang itu, bahkan
secara tidak langsung menjadi rebutan malah. Mereka
berlomba-lomba mendekatinya dan berlomba-lomba menarik
perhatiannya. Sementara itu "perang dingin" yang terjadi di belakang
dirinya semakin menjadi panas juga! Rombongan pemuda
yang mengaku sebagai pendekar-pendekar dari Tai-khek-pai
itu sudah mulai membentak dan menggebrak meja lawannya!
Meskipun demikian si pemuda kaya dan kacungnya itu
ternyata masih tetap tenang-tenang saja di tempatnya.
"Anak manis! Kau jangan mentang-mentang mengandalkan
uangmu yang banyak itu untuk berbuat seenakmu di sini. Ini
bukan rumah nenekmu! Ini tempat umum, tahu?"
Si pemuda kaya itu akhirnya mengerutkan dahinya.
Lambat-laun ia menjadi risih dan marah juga. Namun
demikian tampaknya ia masih belum mau melayani para
pengganggunya. Sambil menghela napas ia menoleh kepada
kacungnya. "A Cang! Aku baru enggan berbicara dengan orang lain.
Wakililah aku melayani orang-orang dari hutan ini! Terserah
kepadamu, apa yang hendak kaulakukan terhadap mereka!
Kaulempar ke halamanpun juga boleh!"
"Baik, siauw-ya (tuan muda)... " Bisa dibayangkan,
bagaimana marahnya keempat pendekar Tai-khek-pai itu.
Mereka adalah murid-murid utama Ouw-yang Su, pendekar
kenamaan yang kini menjabat sebagai Ketua Tai-khek-pai di
Siong-san. Belum pernah mereka menerima hinaan serupa itu.
"Bangsat keparat! Kau sudah bosan hidup rupanya!"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Salah seorang dari empat pendekar Tai-khek-pai itu yang
sejak tadi selalu mengumpat-umpat dan marah-marah tiba-
tiba menendangkan kakinya ke arah meja si pemuda kaya itu!
Tapi bersamaan dengan itu si kacung juga melintangkan
kakinya di depan meja tersebut. Maka tak dapat dicegah lagi
kedua kaki mereka lantas beradu satu sama lain! Bresssss !
"Aduuuuuuuuuh!" pendekar Tai-khek pai itu berteriak
setinggi langit. Tubuhnya berputar-putar sambil terpincang-
pincang sementara kedua tangannya berusaha memegangi
kakinya yang sakit. Sebaliknya kacung yang bernama A Cang itu kelihatan
tersenyum simpul ditempatnya.
Dengan lagak yang kocak ia
membungkuk, lalu menyibakkan


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pipa celananya. Dan semua
orang segera melihat sarung
pedang yang terbuat dari besi
terselip di sana. Benda itulah
yang membikin pendekar Tai-
khek-pai tadi melolong-lolong
kesakitan. "Kurang ajar! Kau anak kecil bermain curang!" pendekar
Tai-khek-pai yang lain segera melabrak kacung itu.
"Hei! Hei! Kenapa kalian mengeroyokku" Sungguh tidak
punya malu! Kalau berani "..satu lawan satu, dong!'' kacung
itu menjerit-jerit seraya mengelak dan berputaran mengelilingi
tuannya. "Sam-wi su-heng (su-heng bertiga) lepaskan monyet itu
untukku. Biar aku saja yang meremukkan tempurung
kepalanya!" pendekar yang kesakitan kakinya tadi berteriak.
"Cap-sute(adik ke sepuluh), berhati-hatilah .. ! Bocah ini
ternyata berisi juga!" ketiga orang Tai-khek-pai yang
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
mengejar-ngejar A Cang itu berteriak pula, lalu berhenti. Dan
dibiarkannya saja kacung itu berhadapan sendiri dengan adik
seperguruan mereka. Sementara itu mereka bertiga lalu mengepung si pemuda
kaya, yang masih enak-enakan duduk di kursinya. Suasana
menjadi tegang. Para tamu yang duduk berdekatan dengan
tempat itu segera menyingkir, termasuk T ui Lan dan gurunya.
Perempuan tua itu hampir saja tidak bisa mengendalikan
kemarahannya. Untunglah Tui Lan dengan cepat bisa
mengekangnya. "Su-bo, marilah kita mencari kursi yang lain saja di pojok
sana!" Gadis itu membujuk seraya menarik lengan gurunya.
"Hitung-hitung kita menonton sebuah pertandingan silat
secara gratis........"
"Hmm.... mau menonton atau
ingin menghindari kekerasan" Kalau ingin menonton........ ya, di sini dong!
Dekat!" perempuan tua itu mengikuti langkah muridnya seraya
mengejek. "Ah, su-bo ini .......sudah tua senangnya cuma bertengkar
melulu!" T ui Lan menggerutu.
Tapi sebelum pertempuran itu benar-benar meletus, dari
ruangan dalam tiba-tiba muncul si pemilik restoran sambil
menjerit-jerit. "Tahan! Jangan berkelahi! Jangan berkelahi! Jangan
rusakkan rumah makanku! Silahkan cu-wi keluar saja kalau
ingin berkelahi".!"
Tubuh yang gemuk itu menghambur keluar dan menerjang
ke arah arena. Namun dengan sigap si pemuda kaya itu
bangkit menahannya. Kemudian pemuda itu mengeluarkan
uang satu tail emas dari sakunya.
"Sssst! Jangan ganggu permainan ini ! Aku sudah terlanjur
berminat untuk menikmatinya. Nih, uang satu tail emas! Uang
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
ini dua kali lipat pemberian si kurus yang sombong tadi bukan
" Simpanlah. Tapi biarkanlah pertunjukan ini terus
berlangsung, kukira uang itu lebih dari cukup untuk mengganti
seluruh perabotan rumah-makan ini. Bagaimana ...?"
'Oh, terima-kasih! Terima kasih.. !" pemilik rumah makan
itu tiba-tiba tertawa kemudian melangkah mundur dengan
mengangguk-angguk. "Nah, A Cang ...... teruskan permainanmu! Lemparkan
orang hutan itu keluar halaman!" si pemuda kaya itu lalu
berseru ke arah kacungnya.
"Baik, siauw-ya.......!" A Cang menjawab gembira.
"Keparat! Kubunuh kau, haram jadah !" lawan si A Cang
menggeram dan menyerang. Orang itu adalah murid termuda dari Ouw-yang Su yang
berjumlah sepuluh orang. Wataknya berangasan dan suka
berkelahi. Sebenarnya sebagal murid ketua partai persilatan
terkemuka, kepandaiannya cukup tinggi. Namun karena terlalu
sering bertindak sembrono dan kurang waspada, maka dia
sering memperoleh kesulitan apabila berhadapan dengan
musuh yang setingkat atau lebih tinggi kepandaiannya.
Begitu pula halnya dengan ketiga su-hengnya yang kini
sedang mengepung si pemuda kaya itu. Sebagai murid Ouw-
yang Su yang nomer tujuh, delapan dan sembilan, kepandaian
mereka itu juga cukup tinggi. Lebih tinggi dari pada murid
yang kesepuluh itu malah. Namun karena mereka bertiga itu
juga masih terlalu muda pula, apalagi mereka itu juga terlalu
membanggakan kesohoran guru mereka maka keadaan
mereka juga tidak berbeda dengan adik seperguruan mereka
itu. Sebaliknya, kacung itu meskipun masih sangat muda, tapi
sikap dan pembawaannya ternyata lebih tenang dan berhati-
hati dibandingkan lawannya. Oleh karena itu biarpun ilmu silat
yang dikeluarkannya itu biasa-biasa saja tapi kenyataannya
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
dia bisa melayani semua gebrakan lawannya dengan baik.
Malahan sering kali dengan ketenangannya itu dia bisa
mencuri kesempatan untuk mendahului musuhnya. Akibatnya
bisa diduga, murid ke sepuluh dari Tai-khek-pai itu sering
kecolongan sebuah pukulan atau tendangan. Memang tidak
begitu telak, namun hal itu sudah membikin pendekar Tai-
khek-pai itu semakin marah dan penasaran!
Tentu saja ketiga su-hengnya semakin terbakar melihat
keadaan itu ! "Bangsat! Siapakah sebenarnya kau ini?" murid yang ke
tujuh menggeram dan membentak ke arah lawannya, si
pemuda kaya itu. "Kulihat kau tidak mengenakan tanda-tanda
yang diberikan oleh Kang Lam Koai-hiap, Apakah engkau Si
Iblis Penyebar Maut itu hah?"
Pemuda kaya itu tiba-tiba tertawa panjang.
"Hahaha .... siasat kuno! Kau sungguh cerdik sekali! Melihat
keadaan adikmu yang tidak menguntungkan itu kau lantas
menuduh orang seenaknya untuk mencari dukungan orang
luar, haha..........!"
"Diam! Kalau kau memang bukan Si Iblis Penyebar Maut
itu, hayo..... katakan kepada kami! Siapakah kalian ini?"
"Nah , pertanyaan itu baru patut untuk dijawab. Tapi........
benahilah dulu hatimu sebelum mendengarkan jawabanku,
agar engkau tidak menjadi kaget atau ".ketakutan. Hahahaha
".!" "Bangsat sombong! Lekas katakan !"
Pemuda kaya itu tertawa lagi dengan pongahnya. Lalu
serunya kepada A Cang yang sedang bertempur melawan
musuhnya,"A Cang.......! Coba sebutkan namaku di depan
mereka!" Kacung itu juga tertawa seperti tuannya. Kemudian untuk
sesaat ia mendesak lawannya dengan pukulan dan tendangan
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
berganda, sehingga pendekar Tai khek-pai itu terpaksa
meloncat mundur menjauhi. Dan kesempatan itu dipergunakan oleh A Cang untuk melaksanakan perintah
tuannya. 'Majikanku ini putera keluarga Tiauw dari Lautan Timur!
Beliau bernama..... Kiat Su! Di dunia kang-ouw beliau digelari
orang Kim-mou-eng (Rajawali Berbulu Emas) !" teriaknya
keras sekali. Untuk beberapa saat nama itu memang sangat
mengejutkan para pengunjung rumah-makan itu, terutama
jago-jago dari Tai-khek-pai tersebut. Namun bukan nama si
pemuda itu yang mengejutkan mereka, melainkan disebutkannya nama Keluarga Tiauw dari Lautan Timur itulah
yang sangat mengagetkan mereka !
Nama Keluarga Tiauw sangat tersohor di dunia kang-ouw,
terutama di pantai laut Timur, karena nama itu adalah nama
keluarga raja perompak, yang ditakuti dan berkuasa di seluruh
Lautan Timur. Tidak seorangpun yang tidak mengenal nama
Tung-hai-tiauw (Rajawali Laut Timur) yang sangat ganas dan
kejam itu! "Kau.... kau she Tiauw" Apakah kau masih mempunyai
hubungan keluarga dengan Tung-hai-tiauw?" Salah seorang
dari pendekar Tai-Khek itu menegaskan, suaranya mulai
goyah. "Beliau adalah ayahku!" Tiauw Kiat Su menjawab dengan
suara galak. Lalu katanya lagi dengan nada mengejek, "nah
..., apa kataku! Kalian mulai ketakutan, bukan?"
"Kurang ajar! Siapa yang takut kepadamu" Sam-wi su-
heng, bunuh bocah sombong itu!" lawan A Cang berteriak
berang, kemudian menyerang kacung itu lagi.
"Bagus! Siapa takut kepada sampah masyarakat seperti
ayahmu" Lihat serangan!" pendekar ke tujuh dari T ai-khek-pai
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
membentak, lalu menyerang Tiauw Kiat Su. Otomatis kedua
adik seperguruannya ikut menyerang juga.
Demikianlah, pertempuran itupun tak dapat dielakkan lagi.
A Cang menghadapi murid termuda dari Tai-khek-pai
sementara Tiauw Kiat Su melawan keroyokan tiga orang su-
hengnya. Dalam gebrakan pertama itu masing-masing pihak
belum mempergunakan senjata mereka. Masing-masing baru
mempergunakan ilmu silat tangan kosong mereka.
Tai-khek-pai mengandalkan Tai-khek-kun mereka yang
terdiri dari tujuh puluh dua jurus. Yaitu suatu ilmu pukulan
yang didasarkan atas keuletan dan kedalaman Iwee-kang
pemiliknya. Semakin tinggi dan semakin dalam lwee-kang
pemiliknya, maka semakin dahsyat pula pengaruh ilmu itu atas
lawannya. Gerakan-gerakannya sangat halus dan selalu
diawali dengan gerakan orang bersemadi, sehingga ilmu itu
mempunyai pengaruh yang kuat dan menghanyutkan
lawannya. Sebaliknya ilmu silat Tiauw Kiat Su dan Kacungnya tampak
sangat kasar dan buas, seolah-olah semua gerakannya hanya
bertujuan membunuh atau membikin cacat lawannya. Jurus-
jurusnyapun penuh dengan jebakan atau tipuan yang
Sejengkal Tanah Sepercik Darah 5 Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bende Mataram 20
^