Pencarian

Memburu Iblis 6

Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Bagian 6


yang lain tidak ada!"
"Ko-ko..............?"
"Maka setelah kupikirkan masak-masak, tiada jalan lain
bagi kita untuk keluar dari tempat ini selain.....mati bersama di
pusaran air itu!" Liu Yang Kun berkata tegas.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Ko-ko.......?" Tui Lan berdesah sambil membelalakkan
matanya. Takut dan ngeri.
Namun Liu Y ang Kun tetap pada pendiriannya. "Bagaimana
pendapatmu" Kita tetap bersatu atau........?" desaknya.
Wanita itu semakin terpaku di tempatnya. Perlahan-lahan
mata itu mengucurkan air. "Ko-ko, impian itu...," katanya
mulai menangis. "Jangan kaupikirkan impian itu. Pikirkanlah nasib anak kita
kelak. Nah, bagaimana keputusanmu?"
"Ko-kooo........!"
Tui Lan mengeluh dan memeluk suam inya semakin erat
lagi. Dan tangisnya tak bisa dibendung pula. Dia menangis
sedih seakan-akan memang hendak berpisah dengan
suaminya itu. Sesungguhnyalah bahwa hatinya merasa sangat
takut melihat pusaran air tersebut, apalagi kalau ia harus
terjun pula ke dalamnya, namun demikian ia juga akan
merasa lebih takut lagi bila harus berpisah dengan suaminya.
Maka ketika suaminya itu terus saja mendesaknya, ia terpaksa
memilih untuk ikut terjun saja dari pada harus tinggal
sendirian di tempat itu. "Bagus! Kau bersiaplah sekarang ! Kita berangkat ......" Liu
Yang Kun berkata sambil tersenyum, lalu bangkit untuk
menyiapkan segala sesuatunya, termasuk tali dan kantong
udara itu. "Sekarang". ?" Tui Lan tersentak memandang suaminya.
Kulit mukanya pucat tak berdarah.
"Mengapa" Menunda-nunda waktu tak baik buatmu. Selain
perutmu sudah semakin besar, kejemuan dan penderitaan
akan semakin meruntuhkan semangat jiwamu. oleh karena itu
kita harus lekas-lekas pergi dari neraka ini. Hidup atau mati!"
Liu Yang Kun berkata tegas.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Tui Lan tak menjawab. Bagaikan manusia yang tak memiliki
semangat wanita itu bersiap-siap menuruti perintah suaminya.
Karena tak ada barang yang harus ia persiapkan, maka ia
hanya bersiap diri menyiagakan tubuh untuk menghadapi
keganasan pusaran itu. Ia mengerahkan tenaga sakti Pat-
hong-sin-kang sepenuhnya, seolah-olah hendak bertarung
mati-matian melawan musuhnya.
Meskipun demikian ketika ia tak berada di tepi telaga
bersama suaminya, tak urung matanya kembali berkaca-kaca.
Bayangan impiannya itu seolah-olah berkelebat lagi di depan
matanya. Untunglah Liu Yang Kun segera tanggap akan
keadaannya, sehingga lelaki dicintainya itu segera merangkul
membesarkan hatinya kembali. "Kuatkanlah hatimu, isteriku. Ingatlah semua kata-kata yang pernah kuberikan kepadamu. Marilah....,!" Liu Yang Kun mengikatkan tali ke badan isterinya, kemudian ke badannya sendiri pula. Setelah itu
ia mempersiapkan kantong udara sebagai cadangan untuk bernapas di dalam air nanti. Sebelum terjun ke dalam air Tui Lan memeluk suaminya
kembali. Diciumnya lelaki itu seakan-akan ia takkan pernah
bertemu kembali. Sebaliknya Liu Yang Kun juga merangkulnya
dengan erat. Lelaki itu berbisik di telinganya agar ia kuat
melawan cobaan itu demi anak mereka.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Dengan cepat arus air telaga itu menyeret mereka ke
tengah. Mereka berpelukan erat. Dan sekejap kemudian tubuh
mereka telah ikut berputar di dalam arus air yang melingkar-
lingkar itu. Semakin lama semakin cepat. Dan akhirnya ketika
telah sampai di pusat lingkaran, tubuh mereka lalu tersedot ke
bawah bagai gasing yang terbenam ke dalam air.
Ternyata lobang air di dasar telaga itu cukup besar untuk
mereka berdua. Tapi karena mereka lewat dengan tubuh
berputar, maka batu-batu di dinding lobang itu menggores
juga di badan mereka. Beruntunglah mereka mengenakan
kulit ular yang kuat itu, sehingga cuma kaki dan tangan
mereka saja yang terluka. Itupun juga hanya gores-goresan
yang tidak berarti, karena dengan Iwee-kang mereka yang
tinggi batu-batu tajam itu tak mampu menembus kulit daging
mereka. Arus pusaran yang kuat itu menyeret tubuh mereka ke
dalam saluran sempit yang panjang dan berbelok-belok,
sehingga tubuh mereka bagaikan diputar dan dikocok dengan
hebatnya. Namun demikian mereka tetap berpelukan dengan
kokohnya, sementara kantong udara itu tetap mereka gigit
dengan kuatnya. Keduanya tidak tahu lagi, berapa lamanya
mereka dikocok dan digulung oleh putaran arus yang ganas
itu. Tetapi yang terang kini mereka mulai megap-megap
kehabisan napas dan kepayahan. Pelukan mereka mulai
kendor karena salah satu dari tangan mereka harus
memegangi kantong udara mereka. Tubuh terasa lelah dan
sakit semua, sehingga daya tahan merekapun juga semakin
turun pula. Celakanya tali pengikat tubuh merekapun juga semakin
kendor, karena benturan dan hempasan yang mereka terima
membuat tali itu menjadi rusak berpatahan pintalannya. Maka
tidak mengherankan bila hempasan-hempasan selanjutnya
membuat mereka semakin putus asa. Di dalam hati mereka
telah membayangkan kematian. Apalagi pada benturan
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
berikutnya, kantong udara itu lepas dan hanyut mendahului
mereka. "Haep! Gluk.......! Haaaep!"
Keduanya mulai tersedak dan minum air. Dan ketika
keduanya terbanting lagi di dalam sebuah tikungan tajam,
tiba-tiba dari tanah lain menggempur pula sebuah arus yang
lain. Arus tersebut terasa lebih kuat dari pada yang sedang
menggulung mereka, sehingga tubuh mereka bagai
dilemparkan ke dinding saluran itu.
Breeeessh! Tali pengikat mereka putus, pelukan merekapun lantas
terlepas. Dan keduanyapun segera hanyut secara berpisah.
Tui Lan di depan, sedangkan Liu Yang Kun di belakang.
Celakanya di dalam saluran itu sekarang seperti ada dua buah
kekuatan arus yang sama-sama kuat. Dan lebih celaka lagi
mereka berada pada arus yang berbeda. Tui Lan di sebelah
kiri, Liu Yang Kun di sebelah kanan.
Dan beberapa tombak kemudian saluran air itu terpecah
menjadi dua bagian. Arus yang pertama, yang membawa
tubuh Tui Lan berbelok ke kiri. Sedangkan arus yang kedua,
yang membawa Liu Yang Kun, melaju terus ke depan, ke
lorong saluran yang lebih lebar dan luas.
Di dalam keputus asaan mereka itu Tui Lan masih melihat
berkelebatnya tubuh suaminya, yang terbawa arus ke arah
saluran yang berbeda. Mulutnya sudah mau berteriak, tapi
airpun segera banjir ke dalam perutnya. Detik-detik
selanjutnya Tui Lan sudah tidak dapat memikirkan yang lain-
lain lagi, karena ia harus bergulat dengan arus ganas yang
menggulungnya. Tui Lan sudah tidak merasa kalau tubuhnya terangkat naik,
karena lobang saluran itu berbelok ke atas. Malah beberapa
saat kemudian tubuhnya seperti dimuntahkan keluar dari
suatu lobang kepundan gunung berapi.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Tui Lan merasakan tubuhnya melayang ke atas dengan
cepat sekali, terlepas dari libatan arus air yang ganas itu.
Namun demikian wanita muda itu masih merasakan tubuhnya
berada dalam kubangan air yang dalam.
Dugg......! Tiba-tiba Tui Lan merasakan tubuhnya
membentur papan yang keras, sehingga papan kayu tersebut
sampai bergoyang-goyang karenanya. Dan di lain saat
tubuhnya telah timbul di permukaan air! Namun bersamaan
dengan waktu itu pula kesadarannya jadi hilang dan tak ingat
apa-apa lagi! "Kurang ajar.....! Ada orang hendak menggulingkan
sampan kita," mendadak terdengar suara parau berteriak. Dan
di lain saat punggung Tui Lan telah dicengkeram orang dan
ditarik ke atas perahu kecil.
Brug! Kepala T ui Lan membentur papan perahu, sementara
kedua kakinya masih tergantung di pagar perahu, sehingga
tanpa dapat dicegah lagi semua air yang berada di dalam
perutnya tertumpah keluar.
"Bangsat! Dia........" Hei! Twa-ko! Dia seorang wanita!"
suara parau itu kembali berteriak keras.
"Hah" Eh, benar......! Dia seorang wanita! Dari mana dia"
Mengapa pakaiannya aneh benar?" sahut suara yang lain,
yang tidak kalah kasarnya dari suara pertama.
"Dan......... cantik pula! Cantik bukan ma in! Huh.......
jangan-jangan, eh ..... jangan-jangan dia adalah Hantu
Penjaga Tai Ouw (T elaga Agung) ini ....." suara parau yang
pertama tadi tiba-tiba berubah menjadi gemetar.
"Maksudmu dia itu Ouw Sian-li (Dewi Telaga). Pemilik
Ceng-liong-ong yang sekarang sedang kita tunggu-tunggu
kemunculannya itu?" suara yang kedua menegaskan. Nadanya
juga ikut ragu ragu. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Ya! Kaulihatlah pakaiannya itu! Bukankah itu kulit ular
raksasa" Siapa lagi di dunia ini yang mengenakan kulit ular
bersisik besar-besar itu selain Ouw Sian-li?"
Hening sejenak. Suasana menjadi tegang. Sementara kabut
malam mulai turun menutupi cerahnya sinar bulan purnama di
atas telaga luas itu. Udarapun lalu berubah menjadi semakin
dingin pula. "Bagaimana, twa-ko........?" mendadak kedua buah suara
itu meminta pendapat orang yang ketiga secara berbareng.
Terdengar orang menghela napas. "Aku tak pernah percaya
pada segala dongeng tentang hantu atau setan di telaga Tai
Ouw ini. Aku hanya percaya pada cerita tentang naga raksasa
atau Ceng liong ong yang hidup di dalam telaga ini, yang
menurut penuturan guruku selalu keluar setiap limapuluh
tahun sekali, yaitu pada saat bulan penuh di permulaan musim
semi seperti sekarang ini. Tapi bila kulihat keadaan wanita
aneh yang muncul secara tiba-tiba ini, hatiku rasanya......menjadi ragu dan berdebar-debar pula! Pikiranku
menjadi goyah pula!"
Sementara itu pikiran Tui Lan telah mulai jernih kembali.
Pelan-pelan wanita muda itu membuka matanya. Dan......tiba-
tiba ia harus menutup matanya kembali! Sinar bulan yang
telah meredup karena kabut itu ternyata masih terlalu tajam
untuk matanya yang sudah terbiasa di dalam kegelapan.
Namun demikian pikirannya yang sudah sadar kembali itu
segera teringat akan kejadian yang baru saja dia alami
bersama suaminya. "Ko-ko.....!" rintihnya perlahan seraya mengelus-elus anak
yang ada di dalam perutnya.
"Twa-ko, dia bergerak.......!" Orang yang bersuara parau itu
kembali berseru dengan nada gemetar. Dan sampan kecil itu
sedikit oleng ketika ia melompat mundur.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Orang yang dipanggil "twa-ko' itu melangkah maju
mendekati Tui Lan. Kebetulan segumpal awan tebal melintas
menutupi bulan. Dan berbareng dengan itu Tui Lan pun juga
telah membuka mata kembali. Kalau orang-orang di dalam
sampan kecil tersebut agak terhalang dengan kegelapan yang
mendadak ternyata tidak demikian halnya dengan Tui Lan.
Wanita muda itu justru bisa me lihat dengan jelas keadaan di
sekitarnya. Mula-mula yang tampak adalah sampan kecil dimana ia
berbaring. Setelah itu orang-orang yang sedang mengelilinginya, yaitu tiga orang lelaki kasar yang tadi telah
terdengar suaranya. Mereka adalah orang-orang kang ouw
berusia antara tigapuluh sampai empatpuluh tahun. Wajah
mereka kelihatan beringas dan kejam, sementara di pinggang
masing-masing tampak tergantung senjata golok yang besar-
besar mengkilap. Sekejap Tui Lan menjadi beringas pula. Matanya nyalang
mencari suaminya. Tapi sesaat kemudian ia menjadi sadar
pula bahwa suaminya tidak ada di tempat itu. Y ang ada hanya
tiga orang kasar yang tidak dikenalnya itu. Dan ketika ia
mencoba mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, ia
menjadi terkejut sekali.

Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di sekelilingnya terbentang sebuah telaga yang amat luas
dan indah sekali! Pohon-pohon bunga yang beraneka-warna
tampak penuh sesak memenuhi tepiannya. Sementara di atas
telaga itu sendiri kelihatan berpuluh-puluh perahu, besar
maupun kecil, hilir-mudik tersebar di segala tempat. Beberapa
buah diantaranya, terutama yang besar-besar, tampak
memasang lampu teng yang berwarna-warni pula.
"Oh....... aku tidak bermimpi sekarang! Ini betul-betul
sebuah kenyataan! Aku telah terbebas dari kurungan gua-gua
itu! Tapi......... ah, apa gunanya kebebasan ini tanpa adanya
Liu Yang Kun di sisiku?" Tui Lan yang melihat keindahan di
sekitarnya itu tiba-tiba justru merintih di dalam hatinya.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Twa-ko, awas........dia bergerak lagi! Sebaiknya kita ikat
saja kaki dan tangannya agar tidak bisa kembali ke dasar
telaga. Siapa tahu dia benar-benar Ouw Sian-li, sehingga kita
bisa mempergunakannya sebagai perisai kalau Ceng-liong-ong
itu benar-benar muncul nanti?" orang yang bersuara parau itu
memperingatkan kakaknya. "Hmm........kau benar! Marilah kita ikat dia!"
Sebentar kemudian ketiga orang kasar itu telah
mengeluarkan sebuah rantai besi yang tampaknya memang
telah mereka persiapkan untuk mengikat Ceng-liong-ong
nanti. Rantai besi itu kemudian mereka pergunakan untuk
mengikat Tui Lan. Tapi orang yang mereka sangka Dewi
Penunggu Telaga itu tiba-tiba meronta dan bangkit berdiri,
sehingga rantai itu terlepas kembali.
Tui Lan menatap ketiga orang kasar itu dengan marah.
Mata yang telah terisi Pat-hong-sin-kang itu tampak
mencorong di dalam kegelapan, seperti mata naga yang
sedang mereka tunggu-tunggu itu.
"Nah......apa kataku" Dia.....dia memang Ouw Sian-li itu!
Lihatlah kedua buah matanya! Itu...... Itu bukan mata orang
biasa!" orang yang bersuara parau itu tergagap-gagap
ketakutan. Tubuhnya mundur-mundur terus sehingga hampir
saja ia terjengkang keluar perahu.
"Huh, pengecut! Mengapa takut! Bukankah kita ke sini
untuk menangkap Ceng-liong-ong itu" Mengapa kita mesti
takut kepada pemiliknya kalau kita ingin menangkap binatang
piaraannya. Ayoh, serbu dia ...!" orang yang dipanggil dengan
sebutan twa-ko itu menggeram marah. Lalu dia mendahului
menyerang Tui Lan. "Twa-ko benar! Ini justru kesempatan yang baik buat kita.
Kita tangkap dulu pemiliknya baru Ceng-liong-ong belakangan.
Marilah ji-ko sebelum orang lain mengetahuinya........!" orang
ketiga mendukung ucapan twa-konya.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Ah eh.......ka-kalian memang benar!" akhirnya orang yang
bersuara parau itu mendadak sadar kembali pada tujuannya
ke tempat itu. Sambil mencabut goloknya ia ikut menerjang
Tui Lan. Demikianlah, belum juga kekuatan Tui Lan pulih
sepenuhnya, ia sudah diharuskan melayani keroyokan tiga
orang kasar itu. Celakanya, ketiga orang itu ternyata memiliki
kepandaian yang hebat juga. Namun demikian masih
beruntung juga bagi Tui Lan, karena perahu tersebut terlalu
kecil dan sempit untuk berkelahi mereka berempat, sehingga
ketiga orang lawannya itu harus hati-hati dan tak bisa
bergerak bebas. Sebaliknya, dengan Bu-eng Hwe-teng yang
hebat itu Tui Lan mampu melenting kesana-kemari dengan
lincahnya. Seperti seekor capung yang sedang bermain main
di atas permukaan air, tubuhnya berkelebatan diantara
lawannya. Malahan bila tubuhnya melayang terlalu jauh keluar
perahu, dia lalu memperlihatkan ilmu Berjalan di Atas Airnya
yang tiada tara itu. Sekali menepuk permukaan air tubuhnya
akan segera terlontar kembali ke dalam perahu.
Tentu saja pameran gin-kang yang mentakjubkan itu
benar-benar membuat giris lawan-lawannya. Selama hidup
mereka belum pernah menyaksikan ilmu meringankan tubuh
yang sedemikian tingginya. Ketiganya menjadi semakin yakin
bahwa mereka memang sedang berhadapan dengan Ouw
Sian-li, Dewi Penunggu Telaga Agung itu. Dan dugaan mereka
itu menjadi semakin tebal pula ketika beberapa kali golok
mereka tak mampu menembus baju kulit ular yang dikenakan
oleh wanita cantik tersebut.
Sementara itu perahu-perahu lain yang berada di sekitar
mereka akhirnya mengetahui pula keributan itu. Mereka
menjadi curiga dan berbondong-bondong mendekati. Karena
cuaca masih gelap tertutup awan, maka mereka tidak segera
tahu apa yang terjadi di atas perahu kecil tersebut.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Hei! Apa yang terjadi di situ!" seorang lelaki brewok yang
berdiri di sebuah sampan kecil berteriak lantang. Kemudian,
sekali dayungnya yang besar itu menghantam air, maka
perahunya yang kecil itu melesat ke depan dengan cepatnya.
Tenaga gwa-kangnya sungguh besar sekali, sungguh sesuai
dengan bentuk badannya yang tinggi kekar.
"Twa-ko, lihat! Ouw Tiat Gu si Lintah Darat itu datang
kemari !" lawan Tui Lan yang bersuara parau itu
memperingatkan twa-konya.
"Kurang ajar! Lintah Darat memang serakah sekali! Tapi
sungguh kebetulan malah! Biarlah dia merampas lawan kita
ini, agar tahu rasa.....!" orang yang sudah merasa sangat
kewalahan melawan Tui Lan itu menjawab ucapan adiknya.
Antara ketiga orang kasar itu dengan si Brewok yang baru
datang tersebut memang tidak pernah akur. Mereka sama-
sama bertempat tinggal di tepian telaga itu. Dan mereka juga
sama-sama jago kepruk yang suka memeras para nelayan di
telaga Tai-Ouw itu. Tapi mereka selalu bertengkar dan
berkelahi bila saling berjumpa. Celakanya, biarpun bertiga,
ketiga orang kasar itu tak pernah menang menghadapi Ouw
Tiat Gu. Demikianlah, ketika Ouw T iat Gu datang, ketiga orang
kasar itupun berlompatan ke dalam air meninggalkan T ui Lan.
Sementara Tui Lan sendiri yang sejak semula memang tak
berhasrat melayani mereka, membiarkan saja ketiga lawannya
itu melarikan diri. "Hahaha........ ternyata ada bidadari cantik di tempat ini.
Makanya ketiga tikus air itu asyik benar sejak tadi.
Hahaha.......! Malam bulan purnama di atas telaga, wanita
cantik, suasana gelap pula.. oh, asyiknya!" begitu berhadapan
dengan Tui Lan, si Brewok itu membuka mulut seenaknya.
"Tutup mulutmu! Jangan seenaknya menghina orang!" Tui
Lan marah dan membentak. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Eh" Ouh, hahaha...... galak benar!" Ouw T iat Gu tersentak
kaget. Namun sebentar kemudian telah tertawa kembali. "Ho-
ho-ho, aneh benar pakaianmu! tampaknya kau tadi baru saja
dicopot dari panggung sandiwara, hehehe.!"
"Kurang ajar.....! Kutampar mulutmu!"
Ouw Tiat Gu yang sangat membanggakan kekuatan
tubuhnya itu benar-benar tak memandang sebelah mata
kepada wanita cantik seperti Tui Lan itu. Lelaki kasar seperti
dia sudah biasa dikerubut orang setiap harinya. Dan dia selalu
tampil sebagai pemenangnya. Maka kalau cuma seorang
wanita lemah macam Tui Lan itu, apa pula yang harus ia
takutkan" Oleh sebab itu dengan congkaknya ia membiarkan
saja Tui Lan menamparnya.
Plaaaaaaaaak! "Hwadouuuuuuuuh.......!" tiba-tiba Ouw Tiat Gu berteriak
setinggi langit. Tubuh yang sungguh-sungguh besar seperti kerbau itu
mendadak terlempar keluar perahu. Sekilas tampak beberapa
buah giginya mencelat keluar, disertai semprotan darah dari
mulutnya. Air muncrat tinggi ke udara, sehingga membasahi
badan Tui Lan pula. Menyaksikan lawannya terlempar kesakitan ke dalam air
Tui Lan merasa menyesal juga. Wanita muda itu merasa
terlalu keras memberi hajaran kepada orang yang belum
dikenalnya itu. "Meskipun dia te lah menghina aku, tapi tak seharusnya aku
membalas sedemikian kerasnya," gumamnya sambil menundukkan mukanya. Tapi ketika menengadahkan kepalanya kembali Tui Lan
menjadi kaget sekali. Perahu kecilnya telah terkepung oleh
belasan perahu lain, sehingga ia tak mungkin bisa
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
mengeluarkan perahunya itu dari sana. Malah dari jauh masih
banyak lagi perahu-perahu besar yang berdatangan pula.
Wajah-wajah keras tampak menatap ke arah perahunya.
Mereka berusaha menembus kegelapan malam yang tertutup
awan itu. Rata-rata mereka berwajah keras dan beringas.
Wajah-wajah orang persilatan yang telah terbiasa menghadapi
kekerasan dengan kekuatan.
"Ceng-liong-ong.........! Awas ...Ceng-liong-ong!" tiba-tiba
keheningan yang hanya sesaat itu dikejutkan oleh teriakan
ketiga orang kasar yang tadi terjun ke dalam air. Ketiga orang
itu muncul di dekat perahu-perahu yang mengepung T ui Lan.
Begitu muncul di atas permukaan air mereka berteriak-teriak
seraya menunjuk ke arah Tui Lan. Suaranya gagap dan kurang
jelas. Tapi orang-orang kang-ouw yang sudah sejak sore tadi
menunggu keluarnya Ceng-liong-ong, segera menjadi beringas
begitu mendengar teriakan mereka. Semuanya menyangka
bahwa naga dari T elaga T ai Ouw yang mereka tunggu-tunggu
itu benar-benar sudah keluar. Malahan sudah melukai tiga
orang itu pula sekarang. Dan dugaan mereka semua semakin menjadi-jadi ketika
tiba-tiba muncul pula wajah Ouw Tiat Gu yang berlumuran
darah dari dalam air. "Bangsat! Ular betina itu telah melukai aku! Kurang.......haep.....!" teriak si brewok itu melengking
lengking. Maka sekejap kemudian, belasan atau bahkan puluhan
sampan-sampan kecil itupun lalu berlomba-lomba berebut
dulu untuk menyerbu ke depan. Mereka tak ingin didahului
oleh lawannya. Sehingga sesaat kemudian perahu-perahu
itupun lalu saling bertabrakan dengan gaduhnya. Dan
bersamaan dengan waktu itu pula para penumpangnya
berloncatan keluar bagai kawanan lebah yang sedang marah.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Sehingga di lain saat tempat itupun lalu menjadi hiruk-pikuk
bukan buatan! Mereka adalah orang-orang kang ouw yang datang dari
seluruh pelosok negeri. Dan mereka itu adalah orang-orang
yang percaya pada dongeng tentang Ceng-liong-ong itu. Y aitu
dongeng yang menceritakan bahwa darah naga itu mampu
membuat mereka menjadi orang yang tak terkalahkan,
kulitnya yang tak mempan senjata, dan mutiara racunnya
yang bisa menawarkan segala macam racun di dunia.
Maka tidaklah mengherankan kalau mereka saling berlomba
lebih dulu untuk mendapatkan benda-benda langka tersebut.
Mereka tidak lagi menghormati aturan dan sopan-santun.
Yang ada di dalam benak dan hati mereka hanyalah merebut
dan memiliki benda-benda itu, apapun caranya. Sehingga
hukum rimbapun lalu berjalan di tempat itu. Siapa kuat, dialah
yang menang. Oleh karena itu siapapun yang menghalangi
jalan, merekapun tak segan-segan untuk membunuh dan
menyingkirkannya. Suara teriakan, jeritan, dan juga suara dentang senjata,
terdengar menggema memenuhi tempat itu. Belum juga
mereka tiba di tempat Tui Lan berada, mereka sudah saling
berhantam dan saling menyerang dengan brutalnya. Maka
korbanpun segera berjatuhan. Darah muncrat dan memercik
kemana-mana, membasahi perahu dan sampan mereka.
Beberapa orang diantara mereka dapat juga lolos dari
keributan tersebut. Mereka berloncatan dengan garang ke
perahu T ui Lan. Melihat kilatan bayang-bayang kulit ular yang
dikenakan oleh Tui Lan, mereka segera menerjangnya dengan
segala kemampuan mereka masing-masing. Kegelapan di
tempat itu membuat mereka tidak dapat melihat jelas sasaran
mereka. Mereka hanya melihat gemerlapannya sisik ular yang
dikenakan T ui Lan. Sementara itu Tui Lan yang menjadi bingung dan heran
menyaksikan ulah orang-orang di sekelilingnya, terpaksa
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
berloncatan menghindari para penyerangnya itu. Karena
mereka berjumlah banyak, maka dia terpaksa melenting
kesana-kemari meninggalkan perahunya. Dengan Bu-eng
Hwe-tengnya yang hebat ia berloncatan diantara sampan dan
perahu yang berserakan di tempat itu. Dan sambil berloncatan
dia membagi pukulan dan totokan diantara lawan-lawannya
itu, sehingga satu persatu mereka roboh berjatuhan di atas
perahu tempat mereka berpijak.
Namun lawan yang datang kemudian seperti tiada habis-
habisnya, karena perahu-perahu yang datang dari tempat
lainpun juga semakin banyak pula. Sementara keributan
diantara merekapun juga berlangsung semakin dahsyat pula.
Tokoh-tokoh yang baru tiba, yang kemudian melihat
berkelebatnya bayangan Tui Lan di antara kerusuhan tersebut,
segera melibatkan diri juga.
Darah semakin banyak yang menetes dan mengalir
membasahi permukaan air telaga itu. Sepintas lalu air tampak
menjadi kemerah-merahan, sementara udarapun menjadi
berbau amis pula. Pecahan pecahan perahu tampak
mengambang berserakan memenuhi tempat pertempuran
tersebut. Namun demikian pertempuran brutal itu tidak
menjadi reda juga. Semakin lama tampaknya justru menjadi
semakin dahsyat malah. Sedangkan Tui Lan yang sebenarnya lagi sedih dan pepat
pikirannya itu terpaksa harus melayani orang-orang gila yang


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa sebab telah mengeroyoknya itu. Namun karena
pikirannya sedang kusut, sedih dan bingung memikirkan
suaminya, maka perlawanannyapun juga hanya setengah-
setengah pula. Wanita muda itu lebih banyak melihat-lihat
kesana-kemari untuk mencari Liu Yang Kun dari pada harus
melayani para pengeroyoknya. Meskipun demikian karena
ilmunya sudah amat tinggi, maka tak seorangpun dari mereka
yang bisa menyentuh badannya.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Meskipun di dalam saluran air tadi Tui Lan masih sempat
melihat suaminya dibawa arus ke lorong saluran yang lain,
tapi dia masih berharap bahwa suaminya itu juga telah
dimuntahkan keluar oleh arus yang menghanyutkannya itu
melalui lobang sumber air di dasar telaga ini. Oleh sebab itu
Tui Lan tak segera pergi meninggalkan tempat kerusuhan
tersebut. Dia justru melenting kesana kemari mencari wajah
suaminya. "Ko-ko........?" sebentar-sebentar ia berdesah pilu.
Tetapi setelah berulang kali menyusup kesana kemari tetap
tidak menemukan wajah suaminya, Tui Lan lantas menjadi
sadar bahwa usahanya akan sia-sia. Saluran air yang
membawa suaminya kelihatannya tidak bermuara di dasar
telaga ini pula. Tampaknya saluran air itu menuju ke tempat
lain, atau bahkan terus langsung ke Laut Timur.
"Oh, Thian.......! Ternyata mimpi yang Kauberikan
kepadaku itu benar-benar menjadi kenyataan. Dia telah pergi
........" ratapnya di dalam hati.
Tui Lan benar-benar menjadi putus asa sekarang.
Keinginannya untuk hidup telah hilang. Dia ingin mati saja
menyusul suaminya. Tapi mendadak berkelebat di dalam pikiran Tui Lan sebuah
kemungkinan yang lain. Benarkah suaminya itu sudah
meninggal dunia" Bagaimana kalau dia dapat meloloskan diri
dari arus pusaran air itu" Dan bagaimana seandainya
suaminya kelak mencari dia dan anaknya"
"Ah, aku tidak boleh mati sebelum yakin bahwa dia juga
telah meninggalkan aku........"
Sementara terjadi pergolakan batin di dada Tui Lan, maka
pertempuran brutal di tengah-tengah kegelapan telaga itupun
juga semakin menjadi-jadi pula. Semuanya menyangka bahwa
Ceng-llong-ong itu benar-benar telah keluar dari dasar telaga.
Oleh karena itu, setiap perahu yang datang, maka
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
penumpangnyapun segera berebut dahulu ke depan, ke
tempat pertempuran yang telah penuh sesak dengan perahu
dan sampan itu. Mereka berlarian di atas perahu yang
berhimpitan itu sambil menyebar kematian. Tak perduli kenal
atau belum, asal ada orang yang menghalangi jalannya,
langsung mereka babat tanpa bertanya lagi.
Dan salah seorang dari mereka yang baru datang itu,
tampaklah seorang lelaki tua kurus berpakaian mewah,
menerobos keributan tersebut dengan tangan kosong.
Meskipun demikian, setiap kedatangannya selalu membuat
kocar-kacir orang di sekelilingnya. Beberapa jago silat
berusaha melawannya, namun tanpa kesulitan lelaki kurus itu
menghajar mereka. "Tung-hai Nung-jin.........!" salah seorang dari pengeroyoknya berseru begitu bisa melihat jelas wajahnya.
"Benar, akulah yang datang. Oleh karena itu menyingkirlah!
Biarkanlah aku melihat keadaan di depan itu......" orang tua
itu menjawab angkuh. Benar juga. Mendengar nama besar orang itu, yang lainpun
segera menyingkir. Tapi baru beberapa langkah orang tua itu
berloncatan, di depannya telah banyak orang yang
menghalangi jalannya lagi. Ma lah salah seorang di antaranya
terpaksa beradu pukulan dengan dia karena nyaris
bertabrakan. Plak ! Plak ! Masing-masing terpental hampir jatuh. Keduanya saling
melirik dengan hati berdebar kaget.
"Uh! Siapakah kau" Oooh..........Tiat-tung Lo-kai (Pengemis
Tua Bertongkat Besi) rupanya!" Tung-hai Nung-jin menggeram. Tiat-tung Lo-kai adalah ketua Tiat-tung Kai-pang Daerah
Utara. Namanya juga sangat terkenal sejak masih
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
pemerintahan Kaisar Chin Si yang jatuh itu. Lebih terkenal dari
pada nama suhengnya, Tiat-tung Hong-kai (Pengemis Gila
Bertongkat Besi), yang menjadi ketua daerah Selatan.
Walaupun demikian, melihat Tung-hai Nung-jin, ketua
perkumpulan pengemis daerah utara itu ternyata merasa
segan juga. "Tung-hai Nung-jin! Hmm...... tak kusangka kau bisa
berkeliaran di daratan juga. Sayang kita tak mempunyai
banyak waktu untuk menyambutmu. Maafkanlah...............!"
Tiat-tung Lo-kai menggeram pula, kemudian melompat pergi
meninggalkan tempat itu. "Kita.......?" Tung-hai Nung-jin berbisik kaget sambil melirik
ke kanan dan ke kiri. "Apakah dia datang bersama kawan-
kawannya" Mengapa aku tak melihat mereka itu?"
Diam-diam Tung-hai Nung-jin merasa gentar juga hatinya.
Dia tahu Tiat-tung Lo-kai mempunyai banyak teman di dunia
kang-ouw, termasuk di antaranya yang sangat ia segani
adalah Keh-sim Siau-hiap (Pendekar Muda Patah Hati), pemilik
Pulau Meng-to yang sangat tersohor itu. Jikalau benar apa
yang dikatakan oleh Tiat-tung Lo-kai itu, maka dia memang
harus berhati-hati. "Siapapun ingin meminum darah Ceng liong-ong dan
mengambil mutiara racunnya, maka aku tak perlu heran kalau
semua tokoh-tokoh persilatan berkumpul di sini sekarang.
Mungkin tokoh-tokoh sakti seperti Hong-gi-hiap Souw Thian
Hai, Hong-lui-kun Yap Kiong Lee, ataupun pemimpin-
pemimpin aliran ternama seperti Beng-kauw, Mo-kauw dan
Im-Yang kauw itupun ada di sini pula saat ini...."
Ternyata betul juga dugaan Tung-hai Nung-jin itu. Belum
juga dia beringsut dari tempatnya, mendadak dari arah barat
terdengar umpatan dan caci-maki yang amat dikenalnya.
Siapa lagi di dunia ini yang gemar mengumpat dan memaki
seenaknya sendiri selain Put-ceng-li Lo-jin (Orang Tua Yang
Tak Tahu Aturan) Ketua Bing-kauw"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Bangsat kurang ajar.......! Monyet busuk semuanya! Ceng-
liong-ong sudah keluar aku tidak diberi tahu! Babi Anjing!
Ayoh...... semua menyingkir!"
"Habis su-siok baru berak, sih! Masakan Si Monyet Busuk
disuruh mendekati" Bukankah bisa kelenger nanti" Mendingan
kita menjauh. Bukankah begitu, su-te?"
"Betul, su-heng..... Apalagi 'anunya' su-hu baunya bukan
main....!" "Anunya.... apa. heh?" terdengar bentakan Put-ceng-li Lo-
jin lagi. "Kotorannya!" suara yang terakhir tadi menjawab cepat
sambil tertawa tergelak-gelak.
"Bangsat! Hahahaha, anak konyol ! Kutempeleng kau.......!"
Lalu tampak tiga buah bayangan berkelebat mendahului
Tung-hai Nung-jin. Dan ketika tokoh bajak laut itu mencoba
melongok dan memperhatikan mereka, kepalanya segera
mengangguk-angguk. "Nah, apa kataku tadi. Bangsat tua dari Aliran Bing-kauw
itu benar-benar datang kemari bersama muridnya dan murid
su-hengnya yang konyol itu. Aku takkan lupa pada murid su-
hengnya yang sinting itu....." katanya seraya menarik napas
panjang. Pada waktu itu di daerah Tiong-goan berkembang banyak
aliran kepercayaan. Tapi yang sudah amat terkenal dan
banyak pengikutnya hanya tiga buah saja, yaitu aliran Bing-
kauw, Mo-kauw dan Im-yang-kauw. Selain memiliki pengikut
yang banyak, ketiga macam aliran tersebut juga memiliki
banyak tokoh-tokoh sakti pula. Salah satu di antaranya adalah
Put-ceng-li Lo-jin tersebut.
Put-ceng-li Lo-jin adalah Ketua Aliran Bing-kauw. Dia
menggantikan su-hengnya yang mengundurkan diri duapuluh
tahun yang lalu. Dia mempunyai empat orang murid, tiga laki-
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
laki dan satu perempuan. Mereka bernama Put-sim-sian
(Dewa Tak berperasaan), Put-swi-kui (Hantu Tak Berdosa),
Put-ming-mo (Setan Tak Bernyawa) dan Put-sia Nio-cu
(Perawan Tak Tahu Adat). Sedangkan su-hengnya yang telah
mengundurkan diri itu bergelar Put-chien-kang Cin-jin
(Pendeta Tak Waras). Dan su-hengnya itu meninggalkan
seorang murid, bernama Put-pai-siu Hong-jin (Si Gila Tak
Tahu Malu). Dan yang datang bersama Put-ceng-li Lo-jin tadi adalah
Put-ming-mo dan Put-pai-siu Hong-jin. Kali ini Put-ceng-li Lo-
jin memang sengaja mengajak murid su-hengnya yang agak
sinting itu, karena ia membutuhkan pembantu yang lihai.
Sebab biarpun sangat kurang ajar dan ugal-ugalan, tapi murid
suhengnya itu sangat lihai. Lebih lihai dari pada keempat
muridnya sendiri malah. Tapi membawa Put-pai-siu Hong-jin memang harus sabar.
Selain sangat urakan orang itu juga sering membawa adatnya
sendiri. Untunglah, meskipun mempunyai kelakuan yang aneh-
aneh, dia masih mau mendengarkan perkataan Put-ceng-li Lo-
jin. Sementara itu di ma lam yang amat gelap tersebut T ui Lan
masih diincar dan dikejar-kejar oleh orang-orang yang
mengira dirinya adalah Si Naga Raksasa Ceng-liong-ong.
Beberapa orang yang berhasil mendekati Tui Lan memang
menjadi heran melihat buruannya itu bukanlah seekor naga
seperti yang diteriakkan orang, namun karena mereka sendiri
juga belum pernah menyaksikan binatang langka itu, maka
mereka juga menjadi ragu untuk menghentikan serangannya.
Alhasil merekapun masih tetap menyerang dan mengejar-
ngejar Tui Lan juga. Namun Tui Lan sudah tak berminat lagi tinggal di situ.
Setelah dia yakin bahwa suaminya tidak muncul di tempat itu,
maka dia lalu berusaha keluar dari kepungan orang-orang gila
yang tak dimengertinya itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Begitu kakinya menjejak perahu yang ditumpanginya,
tubuh T ui Lan membubung tinggi ke udara melewati beberapa
buah perahu yang berdesakan di sekitarnya. Kulit ular yang
membungkus tubuhnya itu melambai-lambai ditiup angin.
Warnanya mengkilap gemerlapan, sehingga sepintas lalu
memang seperti ekor naga yang sedang meliuk-liuk di
angkasa. Dan sebelum tubuhnya meliuk turun ke bawah, Tui Lan
telah menekuk kedua buah kakinya, dan berjumpalitan di
udara. Sambil berjumpalitan, beberapa kali telapak tangannya
menghantam ke bawah, menangkis serangan orang-orang
yang berusaha mencegatnya. Tapi dengan demikian ia justru
dapat meminjam tenaga mereka untuk melenting ke atas
kembali, sehingga semakin lama tubuhnya melenting semakin
tinggi seperti burung yang terbang mengepakkan sayapnya.
Namun ketika hendak hinggap di atas atap sebuah perahu
besar, tiba-tiba dari arah samping kiri tampak berkelebat
sesosok bayangan memotong jalannya. Gerakannya tidak
begitu cepat, tapi karena posisi dan waktunya sangat tepat
maka ia tidak bisa menghindar lagi. Terpaksa dia
mengerahkan tenaganya untuk menangkis.
Plak...........Plak ! Ayunan kaki Tui Lan terpaksa sedikit tertahan, sehingga
tidak bisa menginjak atap perahu itu. Dengan enteng kakinya
mendarat di geladak perahu tersebut. Tapi sebaliknya
lawannya tampaknya terpelanting di atas geladak itu pula.
Sementara itu dari bawah perahu tiba-tiba melesat pula
sesosok bayangan lain mengejar mereka.
"Kau tidak apa-apa, Lam-suheng ?" orang yang baru
datang itu bertanya kepada lawan Tui Lan yang terpelanting
itu. "Tidak! Tapi hati-hatilah......! Binatang ini........ eh?" orang
yang terpelanting itu menjawab sambil bangkit berdiri. Tapi
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
mendadak orang itu membelalakkan matanya. Begitu pula
orang yang baru datang itu.
Kedua orang yang berpakaian penuh tambalan, yang tidak
lain adalah Tiat tung Lo-kai dan su-hengnya Tiat-tung Hong-
kai itu menatap Tui Lan tanpa berkedip. Mereka menjadi
heran, mengapa Ceng-liong-ong yang dikabarkan telah
muncul keluar itu berubah menjadi seorang wanita di hadapan
mereka. Sementara itu tiupan angin malam telah mulai menggeser
awan tebal yang menutupi bulan. Suasana di atas telaga itu
juga mulai jelas pula sekarang. Orang-orangpun menjadi
gembira dan mempertajam penglihatan mereka.
Tapi sinar terang yang mulai menyibakkan kegelapan itu
ternyata sangat menyilaukan mata Tui Lan malah! Kalau
orang-orang itu mulai bisa memperhatikan keadaan di
sekeliling mereka dengan jelas, sebaliknya tidak demikian
halnya dengan Tui Lan. Wanita muda itu malah melindungi
matanya yang tiba-tiba menjadi kabur.
"Ah! Karena terlalu lama di dalam gua yang gelap, kini
mataku tak tahan melihat sinar terang. Hmm...... aku harus
lekas-lekas meninggalkan tempat ini, sebelum orang-orang
gila ini membunuhku." Tui Lan berkata di dalam hatinya.
Tui Lan lalu mempersiapkan dirinya kembali. Matanya ia
pejamkan, meskipun tidak terlalu rapat. Tapi ia menjadi kaget
ketika melirik ke arah pintu perahu. Di sana dilihatnya
sepasang lelaki-perempuan berdiri berjajar mengawasi dirinya.
Kedua orang yang kelihatannya adalah suami-isteri itu
memandang dengan heran pula kepadanya. Yang lelaki


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertubuh jangkung dan tampak berwibawa, sementara yang
perempuan juga kelihatan anggun dan cantik.
Namun bukan kecantikan atau ketampanan laki-wanita itu
yang membikin kaget Tui Lan. Yang mengejutkan Tui Lan
adalah sikap kedua pengemis yang berada di hadapannya itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Pengemis-pengemis tersebut kelihatan sangat segan dan
menghormat sekali kepada mereka.
"Hong-kai! Lo-kai! Siapakah wanita muda ini" Kenapa kalian
mengejar-ngejar dia" Apakah kalian bermusuhan?" terdengar
lelaki berwibawa itu bersuara.
"Ah, To-cu (Majikan Pulau)......! Ternyata To-cu telah tiba
pula......" kedua pengemis itu menjawab berbareng. Lalu T iat-
tung Hong-kai melanjutkan lagi, "Begini, To-cu.....Kami
berduapun juga baru datang pula. Namun kedatangan kami
ternyata sudah terlambat. Orang-orang di s ini sudah berteriak-
teriak mengatakan bahwa Ceng-liong-ong sudah keluar dari
sarangnya. Maka kami pun lantas ikut-ikutan memburunya
pula. Tapi setelah kami memegangnya, eh ........ tiba-tiba
binatang itu berubah menjadi wanita muda ini! Tentu saja
kami berdua menjadi bingung sekali....."
"Jadi wa........." lelaki tampan yang ternyata adalah Keh-sim
Siau-hiap dari Pulau Meng-to itu hendak berkata lagi, tapi
segera terputus dengan tiba tiba karena dari bawah perahu
berkelebat pula bayangan Put-ceng-li Lo-jin dan kawan-
kawannya ke atas perahu. "Hei......?"?"" begitu sampai di depan Tui Lan, ketua Bing-
kauw itu memekik kaget pula. "Apa-apaan ini" Bangsat......! Di
manakah Ceng-liong-ong tadi?"
Mendengar pembicaraan orang-orang itu tahulah Tui Lan
sekarang bahwa mereka semua telah salah sangka terhadap
dirinya. Tampaknya orang-orang yang berada di telaga malam
ini sedang menunggu munculnya Ceng-liong-ong. Maka dari
itu begitu melihat dirinya yang berpakaian kulit ular itu muncul
di atas permukaan air, mereka lantas menyangkanya Ceng-
liong-ong. "Tapi dugaan mereka itu sebetulnya juga ada sedikit
kebenarannya pula. Sebab kulit yang kupakai sekarang ini
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
memang kulit Ceng-liong-ong juga." T ui Lan membatin seraya
bersiap-siap untuk meloncat pergi dari tempat itu.
Sementara itu melihat kedatangan Put-ceng-li Lo-jin di
perahunya, Keh-sim Siau-hiap segera menyambutnya. Mereka
lalu saling memberi hormat dan berbasa-basi menanyakan
keselamatan mereka masing-masing. Dan kesempatan
tersebut segera digunakan oleh Tui Lan untuk melesat pergi
meninggalkan tempat itu. "Tungguuuu......!" semuanya berteriak dan berusaha
menghalang-halangi. Namun sudah terlambat. Tubuh Tui Lan sudah terlanjur
melesat bagai peluru meninggalkan mereka. Semuanya
hampir tidak menyangka bahwa wanita muda itu mampu
bergerak sedemikian cepatnya. Keh-sim Siau-hiap yang
disohorkan orang sebagai jago sin-kang nomer wahid di dunia
itupun juga tidak menyangka pula sebelumnya, sehingga dia
menjadi terlambat pula menyadarinya. Tahu-tahu wanita
muda itu telah melayang keluar dari perahunya.
Tui Lan benar-benar mengerahkan seluruh gin-kangnya.
Tiga atau empat loncatan saja dia telah keluar dari kerumunan
perahu tersebut. Tapi berbareng dengan itu awan gelap yang
menutupi rembulan benar-benar telah bergeser pergi
meninggalkan tempatnya, sehingga bulan itupun lalu bersinar
kembali dengan cerahnya. Seketika pandangan Tui Lan menjadi silau bukan main.
Rasa-rasanya apa yang dilihatnya menjadi putih cemerlang
semuanya. Akibatnya ia tak bisa melihat apa-apa lagi,
sehingga pada loncatan yang terakhir kakinya terperosok ke
dalam air. Lebih celaka pula, pada saat yang bersamaan dua buah
senjata gelap berbentuk bintang yang dilepaskan oleh Tung-
hai Nung-jin mengenai leher dan pundaknya. Kedatangan
bajak laut dari Laut Timur itu benar-benar tepat di saat
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
pandangan Tui Lan menjadi kabur dan terperosok ke dalam air
telaga. Maka tidaklah mengherankan bila Tui Lan tidak
berkesempatan untuk mengelaknya sama sekali. Namun
demikian masih untung juga bagi Tui Lan karena dia
mengenakan kulit ular yang kebal senjata itu. sehingga cuma
sebuah dari am-gi itu saja yang menembus kulit lehernya. Am-
gi yang lain segera runtuh begitu mengenai pundaknya yang
terlindung oleh baju kulit ular itu.
Jilid 11 "Kena.......!" Tung-hai Nung-jin bersorak gembira, kemudian ikut terjun ke dalam telaga untuk mengejar
buruannya itu. Sambil terus menyelam Tui Lan menyeringai kesakitan.
Senjata rahasia itu ternyata cukup dalam menembus daging
lehernya, sehingga ia tak bisa segera mencabutnya.
"Aku harus lekas-lekas pergi dari sini. Biarlah am-gi ini
kucabut belakangan......" geramnya menahan sakit, kemudian
bergegas berenang menjauhi tempat itu begitu mendengar
suara orang mengejarnya. Ternyata tidak hanya Tung-hai Nung jin yang berusaha
mengejar Tui Lan. Beberapa jago silat yang merasa mahir
berenang ternyata ikut pula terjun ke dalam air. Sedangkan
yang lain hanya mengikut saja di atas permukaan air dengan
perahunya. Semuanya berusaha melacak kemanapun Tui Lan
pergi. "Gila.....! Semua orang itu sudah gila....... ough!"
Tiba-tiba Tui Lan berhenti berenang dan memegangi
perutnya yang besar. Mendadak saja anak yang berada di
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
dalam kandungannya itu bergerak-gerak, seolah-olah hendak
keluar membantu ibunya. "Diam lah, anak manis! Diamlah...! Sebentar juga kita akan
selamat." Tui Lan menghibur diri sambil mengelus-elus
perutnya. Benar juga. Anak itu berhenti bergerak, sehingga
ibunyapun segera menyelam kembali untuk meloloskan diri
dari tempat itu. Dan di dalam air yang dalam itu sinar
rembulan tidak begitu tajam, sehingga Tui Lan bisa membuka
matanya lebar-lebar. Tapi beberapa puluh tombak kemudian perutnya terasa
sakit lagi. Malah rasa sakit di perutnya itu lalu diikuti pula oleh
luka di lehernya. Otomatis dia tak bisa berenang pula. Padahal
Tung-hai Nung-jin dan yang lain-lain tampak semakin dekat
juga dengan dirinya. Celakanya, rasa sakit itu semakin lama tidak semakin
berkurang, tapi justru semakin bertambah malah! Dan rasa
sakit yang tak tertahankan itu membuat Tui Lan hampir
berputus-asa. Mungkin kalau ia berada di daratan, rasa sakit
itu bisa dia tahan dengan sekuat tenaganya. Tapi di dalam air
seperti sekarang" Bagaimana mungkin ia bisa bertahan agar
tidak tenggelam" "Thian...... lindungilah aku dan anakku......." rintihnya
sambil menahan sakit. Dan.......permohonan Tui Lan yang hampir berputus-asa itu
seolah-olah dijawab oleh kedatangan sebuah perahu besar,
yang melintas mendekati dirinya. Seorang lelaki gagah yang
berdiri di pagar perahu tampak mengejap-ngejapkan matanya,
seakan-akan ingin meyakinkan apa yang dilihatnya. Sementara
di belakangnya tampak seorang wanita yang luar biasa
cantiknya sedang menggendong anaknya.
"Hong-moi......! Kau lihat di depan itu" Rasa-rasanya aku
benar-benar melihat sisik ular. Benarkah" Eh...... Lihat di sana!
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Tampaknya orang-orang itu sedang mengejarnya......" lelaki
gagah itu berkata kepada wanita ayu tersebut.
Wanita ayu yang menggendong anak perempuan berusia
dua tahun itu melebarkan matanya. Wajahnya juga
menampilkan perasaan ingin tahunya yang amat sangat.
"Tapi..... itu bukan ular, Hai-ko. Dia seorang wanita!
Kaulihat rambutnya yang panjang itu?" serunya kemudian
kepada lelaki itu. "Ya! Y a, aku melihatnya.........Tapi, kenapa orang-orang itu
mengejarnya" Jangan-jangan mereka itu juga salah lihat
seperti aku tadi?" "Mungkin juga, Hai-ko. Eh, kalau begitu...... tolonglah dia!
Agaknya dia telah kehabisan napas," wanita ayu itu berseru
tegang dan gelisah. "Baik!" lelaki gagah itu mengia-kan, kemudian meminta
para pendayung perahunya agar mempercepat kayuh mereka.
Dan perahu besar itu kemudian meluncur dengan cepat,
memotong di belakang tubuh Tui Lan, sehingga para
pengejarnya menjadi terhalang. Kemudian kesempatan yang
sangat menguntungkan ini dipergunakan oleh lelaki gagah
tersebut untuk menolong Tui Lan. Sebuah tangkai dayung
dilemparkan ke bawah, ke dekat Tui Lan. Lalu dengan cepat
dan tangkas luar biasa lelaki gagah tersebut meloncat turun.
Ujung sepatunya menginjak tangkai dayung itu, kemudian
tangannya menyambar tubuh Tui Lan dan selanjutnya
membawanya 'terbang" kembali ke atas perahu. Dan
semuanya itu hanya dilakukan tidak lebih dari sekejap saja,
sehingga para pendayung perahu itu sampai melongo
dibuatnya! "Hong-moi, rawatlah wanita ini! Biarlah aku menemui
orang-orang yang mengejarnya itu!" setiba di atas perahu
lelaki gagah itu menyerahkan Tui Lan kepada wanita ayu
tersebut. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Wanita ayu itu mengangguk, kemudian membawa Tui Lan
ke dalam bilik perahunya. Sedangkan lelaki gagah tersebut
lalu bergegas ke geladak kembali. Tapi baru beberapa langkah
ia berjalan, terdengar suara berderak keras membuat perahu
besarnya menjadi oleng. Beberapa buah peralatan dan
perabot perahu berjatuhan dari tempatnya.
Ternyata perahu-perahu kecil yang mengejar Tui Lan itu
tak bisa menghentikan laju perahu mereka sehingga
menabrak perahu besar tersebut. Beberapa orang penumpangnya tampak ikut berjatuhan ke dalam air.
Sementara beberapa orang yang mempunyai gin-kang tinggi
cepat menyelamatkan diri dengan terbang ke atas perahu
besar itu. Terdengar sumpah serapah mereka terhadap perahu itu.
Beberapa orang di antara mereka segera berlari ke sisi perahu
yang lain untuk melihat buruan mereka. Namun mereka
segera kembali lagi begitu me lihat buruan mereka telah
lenyap. Di antara orang-orang itu tampak Tung-hai Nung-jin.
Dengan pakaiannya yang basah kuyup bajak laut itu
mengumpat-ngumpat tiada habisnya.
"Setaaan! Perahu celaka! Huh! Siapa yang mengemudikan
perahu ini, he?" pekiknya penasaran.
"Benar! Siapakah yang empunya perahu kurang ajar ini"
Kurang ajar, sampanku sampai pecah dan tenggelam....!"
yang lain memaki pula. "Tenggelamkan juga perahu ini ! Habis perkara!" teriak
yang lainnya lagi. Beberapa orang yang baru datang segera naik pula ke atas
perahu besar itu, sehingga geladaknya menjadi penuh sesak
sekarang. Begitu datang mereka-pun lalu ikut-ikutan
mengumpat dan berteriak-teriak pula. Akibatnya para tukang
dayung yang berada di papan bawah menjadi ketakutan.
Sebagian dari mereka cepat-cepat terjun ke dalam air
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
menyelamatkan diri, sementara yang lain justru tidak berani
bergerak saking takutnya.
"Hei! Siapakah yang empunya perahu ini" Hayo, keluar.....!
Atau kami bakar saja perahu ini?" sekali lagi terdengar
teriakan Tung-hai Nung-jin. Nadanya persis bila ia memimpin
anak buahnya di tengah-tengah lautan.
Tiba-tiba lelaki gagah tadi melangkah keluar dari bilik
perahu. Empat langkah dari pintu ia berhenti. Matanya
menatap orang-orang yang berada di atas geladak perahunya
itu dengan tenang. Mantel hitamnya yang mengkilat seperti
sutera itu tampak menutupi sekujur tubuhnya yang tinggi
tegap, sehingga kedua buah lengan bajunya tersembunyi di
dalamnya. "Akulah yang menyewa perahu ini, Nung-jin," jawah lelaki
gagah itu singkat. Tapi orang-orang yang sudah mengenal kegarangan Tung-
hai Nung-jin di lautan itu menjadi heran sekali. Tiba-tiba saja
bajak laut yang kejam dan garang itu tampak kaget dan pucat
wajahnya. Apalagi ketika terdengar suaranya yang gemetar
dan gelisah. "Ah........Souw T ai-hiap kiranya. Tak kusangka Tai-hiap ikut
tertarik pula ke tempat ini ?" sapanya kepada lelaki gagah itu
dengan nada segan dan hormat.
Seketika orang-orang yang berada di sekitar Tung-hai
Nung-jin mengerutkan kening mereka. Dengan pandang mata
tak percaya mereka mengawasi lelaki gagah yang dipanggil
dengan sebutan Souw Tai-hiap itu. Lelaki gagah itu tampak
tidak terlalu istimewa menurut ukuran mereka. Wajahnya
tampak biasa-biasa saja. Sikapnyapun juga tidak garang atau
menakutkan seperti tokoh-tokoh terkenal lainnya. Terlalu
halus malah. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Benar...... eh , benarkah dia Hong-gi-hiap Souw T hian Hai
yang tersohor itu?" akhirnya satu atau dua orang mulai saling
berbisik. "Huh! T ung-hai Nung-jin itu cuma mau menakut-nakuti kita
semua, supaya kita lari meninggalkan tempat ini.,."


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar juga katamu. Kalau kita semua pergi, bukankah
tinggal dia sendiri yang menangkap Ceng-liong-ong itu?"
"Bangsat! Kita keroyok saja bajak laut itu! Huh! Akal busuk!
Paling-paling orang itu juga bajak laut yang dibawanya dari
Laut Timur sana!" "Betul! Marilah......! Serbuuu..!" tiba-tiba salah seorang
memberi aba-aba. Begitulah, secara mendadak orang-orang itu menyerang
Tung-hai Nung-jin dan Souw Thian Hai. Sebagian menyerang
dan mengeroyok Tung-hai Nung-jin, sedangkan yang sebagian
lagi langsung menyerbu ke arah Hong-gi-hiap Souw T hian Hai.
"Setan busuk! Kalian apakah sudah gila, he" Kenapa
mengeroyok aku malah?" Tung-hai Nung-jin menjerit-jerit
marah. "Persetan dengan mulutmu yang busuk! Kaulah yang
hendak memperbodoh kami! Bajak laut kotor......!" orang-
orang itu balas memaki. "Bangsat.....! Kubunuh kalian semua !"
"Huh! Engkaulah yang hendak kami bunuh!"
Maka pertarungan yang serupun tidak bisa dihindarkan lagi.
Tung-hai Nung-jin yang sangat marah itu mengamuk dengan
hebatnya. Untuk sesaat lawan-lawannya menjadi kocar-kacir.
Tak seorangpun yang mampu menahan pukulannya yang
ampuh itu. Semuanya tercerai-berai menghadapi Ban-seng-
kun (Pukulan Selaksa Bintang), ilmu-silat andalannya selama
ini. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Sementara itu di arena yang lain ternyata pertempuran
belum dimulai juga. Pada gebrakan pertama tadi ternyata
Souw Thian Hai telah menunjukkan kesaktiannya yang
menggiriskan hati, sehingga para penyerbunya menjadi ngeri
dan ketakutan untuk menyerang lagi. Semuanya terpaku diam
dengan wajah pucat di tempat masing-masing. Di dalam hati
mereka kini mulai percaya kalau lelaki gagah Itu memang
benar-benar Hong-gi-hiap yang tersohor itu.
Ternyata ketika orang-orang itu tadi berloncatan menyerbu
dengan senjata mereka, sama sekali Souw Thian Hai tidak
bergerak untuk menghindarinya. Dibiarkannya saja senjata-
senjata lawannya itu menghantami tubuhnya. Dia hanya
menggerakkan tangannya untuk menangkis bila ada senjata
yang tertuju ke arah kepalanya.
Satu atau dua kali orang-orang itu tetap belum yakin kalau
Hong-gi-hiap kebal terhadap senjata mereka. Namun setelah
berulang kali senjata mereka selalu terpental bila mengenal
tubuh Hong-gi-hiap, maka merekapun lalu menjadi percaya.
Mereka cepat-cepat mundur dengan hati ketakutan. Sehingga
seperti yang tampak di situ, mereka hanya terpaku diam
dengan wajah pucat. "Nah! Apakah kalian tidak mau pergi
juga dari Perahuku ini" Ataukah kalian ingin menunggu
pukulan tanganku?" Souw T hai Hai menggertak.
Benar juga. Jago-jago silat itu lalu membalikkan tubuh
mereka dan berloncatan turun meninggalkan perahu itu. Dan
langkah mereka itu ternyata ikuti pula oleh para pengeroyok
Tung hai Nung-jin. Orang-orang
itu juga berlarian menyelamatkan diri mereka. Sehingga akhirnya hanya tinggal
Tung-hai Nung-jln dan Hong-gi-hiap saja yang tinggal di atas
geladak tersebut. "Hei, kenapa mereka itu" Kenapa mereka tiba-tiba berlarian
meninggalkan perahu ini?" Tung-hai Nung-jin bergumam
bingung. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Bajak laut itu cepat melongok ke bawah. Tapi mendadak ia
mundur kembali. Dari bawah tampak melayang tiga sosok
bayangan, naik ke geladak perahu itu sehingga mereka hampir
saja menabrak. "Naga Iblis! Naga Setan Naga.... Busuk! Heh, siapa bilang
perempuan muda itu menjadi Ceng-liong-ong" Huh! Bangsat
keparat...... orang tak tahu diuntung! Membuka mulut
seenaknya saja ..... eh, Saudara Souw" Kaukah itu" Kapan kau
datang" Mana isteri dan anakmu?"
Orang yang baru datang itu, yang tidak lain adalah Put-
ceng-li Lo-jin, mengomel dan mengumpat. Tapi begitu
berhadapan dengan Souw Thian Hai, sumpah-serapahnya itu
kontan berhenti. Matanya mendelik. Mulutnya ternganga
kaget. Namun sekejap kemudian wajah itu berubah menjadi
girang bukan main. Seperti dua sahabat lama yang jarang
sekali bertemu ia menyambar tangan Souw Thian Hai dan
mengguncangnya kuat-kuat. "Gila kau! Hahahaha .....! Mereka
adalah teman-teman seperjalanan yang sangat lucu dan
menggembirakan. Yang pendek dan masih muda ini adalah
muridku sendiri. Namanya Put-ming-mo.."
"Selamat bertemu, Souw Tai-hiap," Put-ming-mo yang
diperkenalkan oleh gurunya itu memberi hormat.
"Dan ....... yang kurus kering berambut jarang itu adalah
Put-pai-siu Hong-jin, murid su-hengku yang telah mengasingkan diri. Tapi jangan kaget. Meskipun namanya
Hong-jin (Orang Gila) tapi dia tidak gila sungguhan. Hanya
saja kelakuan dan sifatnya memang sangat konyol. Paling
konyol di antara kami semua. Hahahaha . Betul tidak, Hong-
jin?" "Orang bilang memang begitu. T api sesungguhnya itu tidak
benar, Heh-heh-he.. Su-sioklah sebenarnya orang yang paling
konyol dan paling gila di dunia ini!" Put-pai-siu Hong-jin
menjawab seenaknya dengan hidung cengar-cengir.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Hei! Mengapa begitu?" Put-ceng-li Lo-jin membentak.
"Habis, sudah tua begitu su-siok masih punyak anak juga.
Apa itu tidak lebih konyol dari pada aku?"
"Monyet! Siapa bilang aku punya anak" Mana anakku, hei?"
Put-ceng-li Lo-jin berteriak semakin marah.
Tapi Put-pai-siu Hong-jin masih tetap pringas-pringis
seenaknya. Sedikitpun tidak ambil pusing terhadap kemarahan
su-sioknya. Sehingga Souw T hian Hai yang merasa tidak enak
hati itu terpaksa melerainya.
"Sudahlah, Bing Kau-cu. Isteriku ada di dalam. Marilah kita
masuk menemuinya," pendekar itu berkata halus.
Tiba-tiba Put-ceng-li Lo-jin itu tertawa gelak gelak.
"Bangsat! Monyet gila keparat! Bisa juga anak sinting itu
membakar hatiku! Hong-jin, awas kau .....!" gertaknya.
"Huh! Su-siokpun juga harus awas terhadapku......!" Put-
pai-siu Hong-jin mengancam pula dengan nada menggoda.
"Kurang ajar! Apa lagi! Apanya yang awas.......?"
"Wah, susiok ini goblok benar! Tentu saja matanya yang
awas. Kalau su-siok tidak awas, masakan bisa sampai kemari"
Heh-heh-heh........." jawab si Kurus Kering yang kepalanya
hampir botak itu semakin kurang ajar.
Tak sampai hati juga Souw Thian Hai menyaksikan Ketua
Bing-kauw itu dikeroyok terus-menerus oleh keponakan
muridnya. Disambarnya lengan orang tua itu dan dibawanya
masuk ke dalam bilik perahu.
"Eh, Souw-heng...... kami pun ingin datang bertamu pula!"
tiba-tiba terdengar pula suara seorang di luar perahu mereka.
Ketika semuanya menoleh, mereka melihat sebuah perahu
besar yang lain datang merapat ke perahu mereka. Keh-sim
Siau-hiap bersama isterinya tampak di atas geladak sambil
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
tersenyum. Dan beberapa saat kemudian mereka telah
melompat pula ke dalam perahu itu.
"Ah, Saudara Kwee rupanya........Marilah! Marilah kalian
masuk sekalian! Kita duduk-duduk di dalam." Souw Thian Hai
menyambut mereka. Lalu seperti diingatkan oleh sesuatu hal
pendekar sakti itu menoleh ke tempat Tung-hai Nung-jin
berdiri. "Eh, maaf. Aku sampai lupa mempersilakan Nung-jin
pula. Nung-jin, marilah masuk!"
"Terima kasih. Tapi aku sedang mencari jejak Ceng-liong-
ong." Tung-hai Nung-jin menolak dengan halus.
Souw Thian Hai tersenyum. "Ceng-liong-ong belum keluar
dari sarangnya," katanya mantap.
"Tapi aku telah mengejar-ngejarnya tadi........."
"Hmm, kalau itu yang kaumaksud dia berada di dalam. Tapi
dia bukan Ceng-liong-ong........"
"Benarkah?" Tung-hai Nung-jin menegaskan.
"Aku berkata sebenarnya. Marilah kau lihat di dalam.........!"
"Baik." Karena ingin mengetahui kebenaran ucapan Souw Thian
Hai, maka Tung-hai Nung-jin lalu ikut masuk pula ke dalam
bilik perahu. Bilik itu memang amat luas, sehingga bisa
memuat belasan orang di dalamnya.
"Hong-moi, lihatlah siapa yang datang mengunjungi kita
ini...........!" begitu berada di dalam Souw Thian Hai berseru
kepada isterinya. Wanita ayu yang baru saja menyelesaikan perawatannya
kepada Tui Lan itu segera menoleh. Mula-mula yang tampak
olehnya adalah Put-ceng-li Lo-jin. orang yang selama ini
sangat ia hormati. Baru kemudian tampak Keh-sim Siau-hiap
dan isterinya, kawan akrabnya selama ini.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Wanita ayu itu segera menyapa Keh sim Siau-hiap dan
isterinya kemudian bergegas berlari mendekati Put-ceng-li Lo-
jin. T anpa mempedulikan yang lain-lainnya lagi wanita ayu itu
bersimpuh di depan Put-ceng-li Lo-jin. Suaranya gemetar
penuh haru ketika menyapa orang tua itu. Matanya berlinang-
linang. "Lo-jin....... .. "
Tiba-tiba saja orang tua itu menitikkan air mata pula,
sehingga orang-orang menjadi heran melihatnya.
"Huh! Bangsat keparat! Mengapa pula dengan biji mataku
ini" Semakin tua semakin sukar diurus! Oooh......hmm!" orang
tua itu mengumpati dirinya sendiri. Kemudian sambil menarik
napas panjang orang tua itu menyentuh pundak Chu Bwee
Hong, isteri Souw Thian Hai tersebut. Ucapannya penuh haru
pula, "Sudahlah! Sudahlah! Jangan menangis lagi, anakku......!
Kita justru harus berterima kasih karena kita berjumpa dalam
keadaan sehat dan berbahagia."
"Heh-heh-heh...... su-siok ini ada-ada saja. Kau sendiri
yang mengeluarkan air mata, tapi malah menuduh orang lain
menangis. Sungguh konyol!" tiba-tiba Put-pai-siu Hong-jin
membuka mulutnya. "Ah, su-heng ini juga cerewet benar. Su-hu itu
mengeluarkan air mata bukan karena menangis, tapi karena
matanya kemasukan debu." Put-ming-mo berusaha menolong
muka gurunya dengan nada bergurau.
"kaulah yang cerewet dan goblok! Mana ada debu di atas
air telaga ini, heh?" Put-pai-siu Hong-jin membentak dengan
mata mendelik. Keh-sim Siauw-hiap dan yang lain-lain terpaksa menahan
senyum juga melihat adegan konyol itu. Untunglah mereka
sudah mengenal adat kebiasaan para anggota alirang Bing-
kau yang urakan dan kurang mengindahkan tata cara itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Dan kali ini tampaknya Put-ceng-li Lo-jin tidak punya nafsu
untuk me layani kata-kata keponakan muridnya itu. Sungguh
berbeda dengan adapt kebiasaannya setiap hari ia berbicara
dengan suara halus dan urut di depan Chu Bwee Hong. Ia
membawa wanita ayu itu ke kursi dan menyuruhnya duduk.
Beberapa kali ia mengelus-elus pundak wanita itu seperti
seorang ayah menghibur hati anaknya.
Memang hubungan mereka berdua tidak hanya sekedar
kenalan atau persaudaraan biasa. Apalagi bagi Chu Bwee
Hong. Wanita ayu itu tidak mungkin akan bisa melupakan
kebaikan budi dan jasa Ketua Bing-kauw itu selama hidupnya.
Bagi dia orang tua itu benar-benar sudah ia anggap sebagai
pengganti orang tuanya. Sebab orang tua itu pernah
mengangkatnya dari jurang kehinaan dan keputus-asaan.
Karena orang tua itu pulalah ia mempunyai semangat hidup
kembali, sehingga bisa bertemu dengan kekasihnya, Souw
Thian Hai itu. Pada waktu masih gadis Chu Bwee Hong pernah diperkosa
orang hingga hamil. Karena malu dan putus asa Chu Bwee
Hong bermaksud bunuh diri. Untunglah Put-ceng-li Lo-jin
datang menolong. Tanpa memperdulikan pendapat orang
tentang dirinya, orang tua itu berpura-pura mengawininya.
Sampai anak haram yang dikandungnya itu lahir, Put-ceng-li
Lo-jin selalu menghiburnya menuntun batinnya, sehingga
akhirnya timbul pula semangat hidupnya. (baca: Pendekar
Penyebar Maut). Jadi seloroh tentang anak Put-ceng-li Lo-jin
yang dilontarkan oleh Put-pai-siu Hong-jin tadi memang ada
benarnya juga, sebab anak haram itu memang dipelihara oleh
Put-ceng-li Lo-jin sekarang.
Setelah keharuan mereka mereda, maka Souw Thian Hai
pun lalu mempersilakan tamu-tamunya untuk duduk. Dan
pendekar itu sendiri lalu duduk pula di dekat isterinya. Mereka
lalu berbincang-bincang dengan ramainya. Terutama antara
Chu Bwee Hong dan Ho Pek Lian, isteri Keh-sim Siau-hiap.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Kedua wanita itu memang merupakan sahabat erat sejak
masih gadis. Rupanya Tung-hai Nung-jin tidak sabar menunggu
percakapan mereka itu. Tiba-tiba ia berdiri dan menjura
kepada Souw T hian Hai. "Maaf, Souw Tai-hiap. Terus terang saja saya ingin
meminta keterangan tentang Ceng-liong-ong itu sekarang.
Tai-hiap tadi bilang bahwa binatang langka itu telah berada di
sini. Tapi mengapa aku belum melihatnya juga" Apakah Souw
Tai-hiap menyimpannya di tempat lain?"
Souw Thian Hai pun buru-buru berdiri pula. Setelah dia
juga meminta maaf atas kelalaiannya, ia lalu menoleh ke arah
isterinya. "Bagaimana dengan perempuan muda itu" Apakah
dia baik-baik saja?" bisiknya kepada wanita ayu itu.
Chu Bwee Hong agak gugup juga menerima pertanyaan
yang sangat mendadak itu. Sambil melirik ke bangku di pojok
ruangan ia berbisik tegang,"Hai-ko, sungguh aneh benar
wanita muda itu. Dia.......dia ternyata sedang hamil tua.
Mungkin sudah tujuh atau delapan bulan umur kandungannya.


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan dia tidak ..... eh, tidak mengenakan apa-apa lagi selain
kulit ular itu. Untunglah aku mempunyai persediaan
pakaian......" "Hamil tua,....." Lalu bagaimana dia sekarang?" Souw T hian
Hai tersentak kaget pula.
"Aku telah mengobati luka di lehernya. Senjata rahasia
berbentuk bintang telah kukeluarkan dari dalam dagingnya.
Sekarang dia sedang memulihkan tenaganya. Lihatlah!
Mungkin sebentar juga dia akan selesa i. Tapi hati-hati,
tampaknya wanita muda itu bukan orang sembarangan.
Kulihat Iwee-kang-nya sangat tinggi. Agaknya lebih tinggi dari
pada Iwee-kangku........"
"Begitukah..........?"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Sekali lagi Souw T hian Hai menjura kepada T ung-hai Nung-
jin. "Maaf, sebelum menjawab pertanyaan Nung-jin aku akan
melihat orang yang dirawat oleh isteriku dahulu. Maaf."
pintanya. Kemudian pendekar itu bergegas menuju ke bangku
di pojok ruangan itu, di mana Tui Lan sedang menggeletak
memulihkan tenaganya. Tapi kedatangannya segera disambut oleh Tui Lan. Wanita
muda itu segera bangkit begitu mendengar langkah kaki Souw
Thian Hai yang mendekatinya. Wanita muda itu cepat
memberi hormat kepada pendekar sakti itu.
"Terima kasih atas pertolongan Souw Tai-hiap kepadaku,"
katanya pendek, lalu mengawasi orang-orang yang berada di
dalam ruangan tersebut satu-persatu.
Dan ketika terpandang olehnya wajah Tung-hai Nung-jin di
antara mereka, tiba-tiba wajah Tui Lan menjadi merah.
Perlahan-lahan dia melangkah mendekati tokoh bajak laut dari
Laut Timur itu. "Kaukah yang tadi me lukai aku dengan senjata rahasia
terbentuk bintang itu?" geramnya.
Sementara itu Tung-hai Nung-jin sendiri juga sangat
terkejut melihat pakaian dari kulit yang dipakai Tui Lan itu.
Rasa-rasanya seperti itulah benda yang dikejar-kejarnya tadi.
Dan rasa-rasanya juga seperti itu pulalah benda yang dia
serang dengan am-gi, yang kemudian timbul tengelam di
dalam air tadi. Tapi ia menjadi heran, mengapa tiba-tiba ada
seorang wanita muda mengenakan kulit bersisik itu" Apakah
dia tadi telah salah lihat"
"Eh......." Apa-apaan ini" Dimanakah Ceng-liong-ong itu"
Souw Tai-hiap, di mana.........?" tanpa mengacuhkan
pertanyaan Tui Lan, bajak laut itu mendesak kepada Souw
Thian Hai. Di pihak lain ternyata Keh-sim Siau-hiap dan Put-ceng-li Lo-
jin menjadi kaget pula melihat Tui Lan. Kedua tokoh itu telah
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
melihat Tui Lan di perahu Keh-sim Siauw-hiap tadi. Tadi kedua
tokoh tersebut memang merasa curiga me lihat keadaan
wanita muda itu. Apalagi ketika jago-jago silat yang
berkumpul di telaga itu memburu dan mengejar-ngejarnya.
Dan karena kecurigaan mereka itu pulalah mereka sekarang
berada di tempat itu. Jadi bukan karena mereka juga ingin
memburu Tui Lan seperti yang lain pula. Mereka hanya ingin
tahu, apa sebenarnya yang telah terjadi, sehingga jago-jago
silat yang berada di atas telaga Tai Ouw itu menjadi gaduh
dan memburu-buru wanita muda berpakaian kulit ular
tersebut. Souw Thian Hai cepat melesat ke depan dan berdiri di
antara Tung-hai Nung-jin dan T ui Lan. Dengan kata-kata halus
pendekar sakti itu menyabarkan hati kedua orang itu, lalu
mempersilakan mereka untuk duduk pula. Dari ucapan-
ucapannya kepada Tui Lan dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendekar sakti itu sudah lupa kepada Tui Lan. Memang
pertemuan mereka di palung jurang di Luar kota Soh-siu, satu
setengah tahun yang lalu, cuma sekejap mata saja. Tak heran
kalau pendekar itu tidak mengenalnya lagi. Apalagi dengan
kehamilan Tui Lan tersebut membuat wanita itu agak sedikit
berubah pula. T api Tui Lan justru amat bersyukur karenanya.
Wanita muda itu tak ingin mendapat pertanyaan tentang
suaminya. Sementara itu setelah mempersilakan semua tamunya
untuk duduk kembali, Souw Thian Hai lalu menerangkan
duduk persoalannya. Apa yang dilihatnya di atas telaga itu dan
bagaimana ia menolong wanita muda yang terluka itu ke atas
perahunya. "Jadi.....dia bukan Ceng-liong-ong" Tapi....... tapi mengapa
dia mengenakan baju kulit ular di tubuhnya " Dan kulit ular itu
terang bukan kulit ular biasa. Tidak ada kulit ular selebar dan
sebesar itu sisik-sisiknya selain naga raksasa seperti Ceng-
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
liong-ong." Tung-hai Nung-jin mencoba menutupi kekeliruannya. Diam-diam semua orang memang sependapat dengan
ucapan T ung-hai Nung-jin. Kulit ular yang dikenakan oleh Tui
Lan itu memang sangat mencurigakan.
Oleh karena itu tak seorangpun berusaha membantah atau
menengahi pertanyaan bajak laut dari Laut Timur itu.
Semuanya justru menunggu dan mengawasi Tui Lan, seolah-
olah mereka juga menantikan jawaban dari mulut wanita
muda itu. "Bagaimana, nyonya......?" akhirnya Souw Thian Hai
mempersilakan pula kepada Tui Lan untuk menjawab sendiri
pertanyaan itu. "Ini memang kulit ".. Ceng-liong-ong!" tiba-tiba Tui Lan
menjawab tegas. "He"..?" "Ah?"?" "Hei?" Seketika ruangan itu menjadi tegang luar biasa. Semua
mata tertuju ke baju kulit ular yang dikenakan oleh Tui Lan.
Tak seorangpun yang bersuara ataupun bergerak dari
tempatnya. Semuanya berada di dalam keterpakuan antara
perasaan percaya dan tidak percaya.
"Benarkah apa yang telah kaukatakan itu, nyonya?"
akhirnya Souw Thian Hai membuka mulut untuk mencairkan
kebekuan tersebut. "Aku tidak bohong, T ai-hiap. Kulit yang kupakai ini memang
benar-benar kulit Ceng-liong-ong. Hmm, mengapa semuanya
kelihatan kaget, Tai-hiap" Apakah aku tidak boleh
mengenakan baju kulit ular seperti ini?"
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Souw Thian Hai tersenyum sambil memandang kearah
tamu-tamunya. Diam-diam hatinya menjadi curiga juga
terhadap wanita muda itu. Kelihatannya wanita muda itu
tampaknya juga tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada
di antara orang-orang yang ingin memburu binatang langka,
yang kulitnya kini ia pakai itu. Dan tampaknya wanita muda itu
juga tidak mengerti sama sekali, kenapa ia sampai dikejar dan
diburu oleh orang-orang yang berada di atas telaga itu.
"Nyonya, ketahuilah...! Malam ini adalah malam istimewa,
karena Ceng-liong-ong atau Raja Naga Hijau yang keluar
setiap limapuluh tahun sekali itu, malam ini akan keluar dari
liangnya di dasar danau ini. Dan sudah menjadi rahasia umum
bahwa darah yang terkumpul di atas kepala ular naga itu
merupakan obat mujijat, yang selain dapat menguatkan tubuh
juga bisa melipatgandakan tenaga sakti peminumnya. Selain
daripada itu, diatas kepala ular naga tersebut juga terdapat
mustika racun, yang khasiatnya bisa menawarkan segala
macam racun di dunia ini," ujar Souw T hian Hai perlahan.
"Begitukah...?" Tui Lan tersentak kaget. Otomatis wanita
muda itu teringat akan ular raksasa yang dibunuh suaminya di
dalam gua dibawah tanah itu. Kalau ular raksasa itu memang
betul-betul Ceng-liong-ong seperti yang mereka duga selama
ini, maka suaminya itu benar-benar amat beruntung sebab
selain mendapatkan mustika racun itu, suaminya juga telah
meminum darah diatas kepala ular raksasa tersebut.
Cuma sedihnya sekarang, apakah suaminya itu masih hidup
dan dapat menyelamatkan diri dari gua dibawah tanah itu.
"malahan kalau mau, orang dapat mengambil kulit ular
naga itu sebagai penutup tubuh mereka. Sebab khabarnya
kulit ular naga tersebut juga tidak mempan segala macam
senjata tajam pula. Maka..... nyonya bisa menduga sendiri,
mengapa tiba-tiba orang-orang itu mengejar-ngejar dan
mengeroyok nyonya, begitu di dalam kegelapan itu nyonya
muncul di permukaan air danau." Souw T hian Hai melanjutkan
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
keterangannya seraya menudingi baju kulit ular yang
dikenakan oleh Tui Lan. "Oooohh.....!" Tui Lan berdesah mengerti. Otomatis
matanya tertunduk mengawasi baju kulit ularnya.
"Nyonya....!" akhirnya Souw Thian Hai menghela napas
panjang. "Siapakah sebenarnya kau ini" Mengapa kau tiba-tiba
muncul dengan baju kulit ular itu disini" Katakanlah agar
semua kesalah-pahaman ini menjadi jelas dan terang!"
Tui Lan menundukkan mukanya. Sekejap terjadi perang
batin di dalam pikirannya. Kalau ia bercerita tentang hal yang
sebenarnya, itu berarti bahwa ia harus bercerita tentang
suaminya. Dan tak luput pula ia harus bercerita tentang buku-
buku silat milik Bit-bo-ong itu. Tapi kalau ia tak menceritakan
hal itu bagaimana dia harus bercerita tentang baju kulit ular
itu" "Bagaimana, nyonya?" Souw T hian Hai mendesak.
"Ini .... ini...... ah, aku belum bisa menceritakannya
sekarang." di dalam kebingungannya akhirnya Tui Lan
menjawab sekenanya. "Kau harus menceritakannya sekarang juga!" tiba-tiba
Tung-hai Nung-jin membentak sambil bangkit berdiri.
"Paling tidak kau harus mengatakan dari mana kau
memperoleh kulit ular itu. Dan betulkah itu kulit Ceng-liong-
ong seperti katamu tadi?"
Tui Lan cepat berdiri pula dari kursinya. Matanya berkilat-
kilat marah. Hatinya tersinggung dibentak-bentak begitu rupa
oleh Tung-hai Nung-jin. "Hmmh..... bagaimana kalau aku tak mau menceritakannya
juga" Adalah hakku untuk menjawab atau tidak menjawab
pertanyaanmu itu!" T ui Lan menjawab dengan keras pula.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Kurang ajar! Aku akan memaksamu! Dan aku juga ingin
membuktikan kebenaran kulit ularmu itu!" Tung-hai Nung-jin
berteriak lagi dan mencabut senjatanya yang terkenal, sebuah
pacul kecil yang tangkainya bisa diperpendek maupun
diperpanjang. Souw Thian Hai berdiri dengan cepat pula dan berusaha
melerai mereka. "Nung-jin, tahan"..! Jangan berkelahi! Dia". dia".. anu"..
perutnya?"..ah!"
Tapi Tung-hai Nung-jin tak mau mundur juga. "Jangan
khawatir, Souw Tai-hiap! Aku hanya ingin mencoba
keampuhan baju kulit ularnya itu. Lain tidak!" katanya
meremehkan. Souw Thian Hai tak bisa menahan mereka lagi. Apalagi
dilihatnya tamu-tamunya yang lain juga mendiamkan saja hal
itu. Tampaknya mereka malah menyetujui tindakan Tung-hai
Nung-jin tersebut. Agaknya diam-diam mereka juga ingin
membuktikan kebenaran kulit ular yang dikenakan oleh wanita
muda itu. "Sudahlah. Asal tidak membahayakan jiwa wanita muda itu,
biarlah Tung-hai Nung-jin membuktikan keinginannya.
Malahan dengan demikian akupun bisa lihat ilmu silat wanita
muda itu. Siapa tahu aku bisa menebak asal-usulnya," Souw
Thian Hai berkata di dalam hatinya.
"Hai-ko......?" Chu Bwee Hong berbisik khawatir di telinga
suaminya itu. "Biarlah mereka saling bergebrak sebentar. Nanti aku yang
akan melerainya, bila serangan-serangan Tung-hai Nung-jin
terlalu membahayakan wanita muda itu," suaminya menghibur. Ruangan itu memang besar, tapi tidak cukup untuk
berkelahi. Oleh karena itu selesa i menantang, Tung-hai Nung-
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
jin segera melompat keluar. Tui Lan yang kini menjadi
gampang marah dan tersinggung itu segera mengejarnya.
Namun langkahnya segera terhenti di depan pintu. Lagi-lagi
sinar bulan yang jatuh di atas geladak itu sangat menyilaukan
matanya. "Ohh!" Tui Lan berdesah sambil menutupi kedua buah
matanya. Chu Bwee Hong cepat mendatangi. "Ada apa...........?"
serunya khawatir. Tui Lan menggelengkan kepalanya. "Aku.....aku tidak tahan
melihat sinar rembulan. A..Apakah Souw Hu-jin (nyonya
Souw) .... mempunyai saputangan hitam" Bolehkah aku
meminjamnya?" "Saputangan hitam" Wah, mana ada saputangan hitam di
dunia ini" Bagaimana kalau yang biru?" Chu Bwee Hong
menawarkan saputangan birunya dengan wajah heran.
"Ah, terima kasih. Biru juga tidak apa-apa. Cuma untuk
menahan cerahnya sinar rembulan itu." Tui Lan menerima
saputangan itu sambil mengucapkan terima kasihnya.
Kemudian mengikatkan saputangan tersebut di kepalanya,
sehingga kedua buah matanya menjadi tertutup sekarang.
Ternyata tidak hanya Chu Bwee Hong yang merasa heran
melihat keadaan Tui Lan itu. Put-ceng-li Lo-jin dan Keh-sim
Siau-hiap pun menjadi heran pula melihatnya. Keduanya
saling memandang dengan mengangkat bahu tanda heran dan
tak mengerti. Begitu pula halnya dengan Tung-hai Nung-jin
yang telah bersiap-siap di luar bilik itu. Di dalam
keheranannya, tokoh bajak laut yang disegani dan ditakuti
orang itu juga merasa terhina karenanya.


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurang ajar. Kau budak kecil ini sungguh sangat menghina
aku!" pekiknya marah seraya menyerang Tui Lan yang belum
selesai mengikatkan saputangan itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Ah.......!" semuanya berdesah kaget melihat kecurangan
Tung-hai Nung-jin itu. Namun kekagetan mereka itu segera berubah menjadi
keheranan dan juga ketakjuban yang luar biasa! T ui Lan yang
tak bersenjata dan belum selesai mengikatkan saputangannya
itu bisa mengelak dengan manisnya. Hanya dengan
mendengarkan angin serangan lawannya wanita muda itu
sudah dapat menentukan arah pacul tersebut. Dengan
melangkah dua tindak ke kiri, lalu mendoyongkan tubuhnya ke
belakang, wanita muda itu melompat berjumpalitan me lewati
kepala Tung-hai Nung-jin. Dan semuanya itu dilakukan sambil
menyelesaikan ikatan saputangannya.
Dan kaki yang mungil dan tak bersepatu itu mendarat di
atas papan geladak tanpa menimbulkan suara sedikit pun!
Kemudian dengan cepat tubuh yang agak gemuk karena hamil
itu berbalik menghadapi Tung-hai Nung-jin yang terlongong-
longong di tempatnya. Sepasang matanya telah tertutup oleh
saputangan pemberian Chu Bwee Hong tadi.
"Aaaah......!" semua orang yang ada di atas perahu itu
tertegun menyaksikan ilmu mengentengkan tubuh yang amat
tinggi. Tidak terkecuali Keh-sim Siau-hiap, tokoh yang pada
saat itu diagung-agungkan orang karena kehebatan gin-
kangnya. "Kau benar, isteriku......Seperti katamu tadi, perempuan
muda ini memang bukan orang sembarangan. Gin-kang yang
baru saja dia perlihatkan itu tadi hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang setingkat Put-ceng-li Lo-jin dan aku. Hm........
tapi rasa-rasanya aku pernah melihat gerakan seperti itu.
Eee......dimana ya?" Souw Thian Hai berkata pula kepada
isterinya seraya mengetuk-ngetuk dahinya.
Di pihak lain, Keh-sim Siauw-hiap dan Put-ceng-li Lo-jin
semakin menjadi bergairah untuk mengetahui asal-usul Tui
Lan yang sangat mengejutkan hati mereka itu. Kecurigaan
mereka semakin menjadi-jadi. Rasanya gatal pula tangan
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
mereka untuk menjajal sendiri kepandaian perempuan muda
itu. Sementara itu dengan saputangan sebagai penutup
matanya, pandangan Tui Lan tidak menjadi silau lagi.
Meskipun dengan demikian pandangannya menjadi terhalang
oleh kain biru tipis itu, namun hal itu sudah lebih baik
daripada tidak dapat melihat sama sekali. Sekarang dengan
jelas ia bisa melihat bentuk tubuh Tung-hai Nung-jin, biarpun
ia tidak dapat melihat jelas wajahnya.
"Hei! Mengapa kau tidak lekas-lekas mencabut senjatamu?"
Tung-hai Nung-jin membentak untuk menutupi kekagetannya.
Bajak laut itu menjadi kaget karena lawannya mampu
mengelak meskipun matanya tertutup rapat.
Tui Lan yang belum yakin benar akan kemampuan ilmu-
ilmu barunya itu segera mencabut pedang pendeknya.
Menghadapi jago silat tinggi semacam Tung-hai Nung-jin dia
tak berani berlaku sembrono. Dahulu saja gurunya selalu
menghindar bila berjumpa dengan bajak laut itu. Dia harus
melawannya dengan hati-hati. Sehingga kalau terdesak, dia
masih bisa meloloskan diri mengandalkan gin-kangnya.
Melihat lawannya sudah bersiap diri, tokoh dari Lautan
Timur itupun lalu membuka serangan. Pacul yang gagangnya
belum diperpanjang itu ia ayunkan dari bawah ke atas,
mengarah ke dagu Tui Lan. Gerakan itu tampaknya sangat
sederhana, tapi sebenarnya menyimpan tipuan dan jebakan.
Sedikit saja Tui Lan salah langkah, maka gerakan selanjutnya
akan membuat wanita muda itu terjerumus ke dalam
kesulitan. Untunglah sejak semula Tui Lan telah memutuskan untuk
bertindak hati-hati. Ia tidak mau gegabah menangkis atau
mengelakkan serangan itu. Hal itu hanya berarti memberi
kesempatan pada lawannya untuk mengembangkan permainannya. Karena lawannya tentu telah menyiapkan pula
kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Dari pada menangkis atau mengelak dengan kemungkinan
dicecar lagi oleh serangan-serangan berikutnya, maka Tui Lan
memilih menghadapi serangan lawannya itu dengan serangan
pula. Jadi, sama-sama repotnya.
Begitulah, melihat berkelebatnya mata pacul ke arah
dagunya, Tui Lan tidak berusaha mengelak atau menangkis.
Wanita muda itu justru mengayunkan pedang pendeknya ke
lengan lawan yang memegang pacul, sehingga kalau serangan
pacul tersebut diteruskan, maka lawan pun akan segera
kehilangan lengannya pula.
Tung-hai Nung-jin kaget juga menyaksikan cara lawannya
untuk mematahkan serangannya. Dan nyatanya ia memang
tak berani mengambil resiko kehilangan lengannya. Cepat-
cepat ia menarik tangkai paculnya, untuk kemudian ia
pergunakan menangkis ayunan pedang wanita muda itu.
Thaaaak ! Kedua senjata mereka saling beradu dan terpental,
sehingga masing-masing harus mempererat pegangannya
agar tidak terlepas dari tangannya. Namun dengan
kecepatannya yang sangat mengagumkan Tui Lan segera
mendahului menyerang Tung-hai Nung-jin. Pedang pendeknya
yang terpental itu lalu meliuk ke atas, membabat kearah leher
Tung-hai Nung-jin. Dan serangan itu ia barengi dengan
tendangan kaki ke arah tangkai pacul lawannya.
Tung-hai Nung-jin yang tak menduga demikian tangkas dan
gesitnya segera menjadi kelabakan.
"Setan laut........!" umpatnya kotor sambil menjatuhkan diri
dan berguling-guling di atas geladak perahu.
Namun dengan demikian kemarahannya menjadi semakin
melonjak. Sambil menggeretakkan giginya bajak laut yang
garang itu menyerbu Tui Lan. Paculnya berdesing-desing
terayun kesana-kemari seakan-akan hendak memotong atau
mencacah-cacah tubuh lawannya. Lebih mengerikan lagi
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
ketika gagang pacul itu bisa memanjang atau memendek
sesuka hatinya, sehingga arena pertempuran yang tak begitu
luas itu seolah-olah dipenuhi dengan ribuan pacul yang
menyambar-nyambar kian kemari.
Souw T hian Hai dan para penonton lainnya mulai berdebar-
debar juga melihat kehebatan iblis dari Lautan Timur itu.
Memang nama Tung-hai Nung-jin bukan nama kosong belaka.
Sudah selayaknya kalau iblis itu bisa malang-melintang di
lautan bebas. Kepandaiannya memang hebat bukan main.
Meskipun demikian, Souw Thian Hai dan tamu-tamunya tak
urung menjadi heran juga. Walaupun diburu dan didesak
terus-menerus oleh pacul lawannya, namun sama sekali wanita muda itu tidak tampak kerepotan atau jatuh di bawah angin.
Dengan sangat lincahnya wanita yang baru hamil itu
'beterbangan" kesana- kemari menghindari terjangan pacul lawannya.
Tubuhnya seolah-olah menjadi seenteng kapas, sehingga kena tiupan angin sedikit saja telah melayang menjauhi lawannya. "Bangsat buruk! Siapa
sebenarnya perempuan muda itu" Huh, hebat benar ilmu mengentengkan
tubuhnya".!" tak terasa Put-ceng-li Lo-jin mengumpat dan
memuji kehebatan gin-kang T ui Lan.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Ya! Gin-kangnya memang luar biasa. Tapi kurasa".. ilmu
silatnya pun juga tidak kalah hebatnya. Coba Kauw-cu lihat
jurus-jurusnya itu!" Keh-sim Siau-hiap menyahut pula.
"Hmmh"..! Padahal matanya tertutup saputangan. Ah,
rasa-rasanya tulang-tulangku yang tua ini takkan mampu pula
mengalahkannya." Put-ceng-li Lo-jin mengiyakan.
Kalau semuanya itu menonton pertempuran tersebut
dengan tegang dan bersungguh-sungguh, tapi tidak demikian
halnya dengan Put-pai-siu Hong-jin. Keponakan murid Put-
ceng-li Lo-jin yang kocak dan konyol itu selalu mondar-mandir
sambil terus mengomel tidak keruan di sekitar arena
pertempuran. Kalau tidak ditahan dan dicegah oleh Put-ming-
mo, mungkin dia sudah 'merusakkan" pertempuran itu dengan
kekonyolannya. Sedangkan Souw Thian Hai yang berdiri di dekat isterinya,
semakin lama kelihatan semakin gelisah juga. Pendekar sakti
itu rasa-rasanya semakin mengenal ilmu silat Tui Lan yang
hebat itu. Namun demikian ia tak kunjung bisa mengingatnya
juga. "Hai-ko........" Ada apa" Mengapa kau kelihatan gelisah
sekali?" Chu Bwee Hong bertanya.
"Hong-moi, rasa-rasanya aku pernah melihat ilmu silat
wanita muda itu," jawab suaminya.
"Ah........dari tadi kau juga mengatakannya," Chu Bwee
Hong memotong. Demikianlah, pertempuran itu kian lama kian seru juga.
Masing-masing semakin meningkatkan ilmunya, sehingga
akhirnya Tung-hai Nung-jin telah mengeluarkan segala
kemampuannya. Sementara Tui Lan yang berperut besar itu
ternyata tidak mau kalah pula. Meskipun sedang hamil
ternyata hal itu tidak menghalangi kelincahannya. Begitu
hebat gin-kangnya sehingga lambat namun pasti ia mulai
mengurung lawannya. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Budak busuk! Budak gila...... !" bajak laut itu memaki-
maki. "Jangan hanya memaki-maki saja ! Ayoh, lekaslah
tundukkan aku! Bukankah kau tadi hendak memaksa aku?" Tui
Lan mengejek. "Kurang ajar! Budak busuk! Kubunuh kau.......!" Tung-hai
Nung-jin berteriak marah.
Tiba-tiba paculnya menghujam kebawah, menuju ke
tengkuk Tui Lan. Dan kali ini tampaknya Tung-hai Nung-jin
benar-benar mengerahkan semua kekuatannya, sehingga
ayunan pacul itu mengeluarkan suara mengaung saking
kencangnya. Malah berbareng dengan itu Tung-hai Nung-jin
juga menghamburkan belasan biji senjata-senjatanya yang
berbentuk bintang ke seluruh tubuh lawannya.
Tui Lan menjadi kaget juga. Namun bukan pacul itu yang
menggetarkan hatinya, melainkan senjata rahasia yang
melesat ke segala arah itu. Dan kiranya tak mungkin ia bisa
menangkis atau mengelakkan semuanya. Tampaknya lawannya telah menjadi gelap pikiran sekarang.
Ternyata serangan maut yang dilakukan oleh Tung-hai
Nung-jin tersebut juga mengejutkan Souw T hian Hai dan Keh-
sim Siau-hiap pula. Keduanya benar benar tidak menduga
kalau Tung-hai Nung-jin akan melakukan serangan keji itu
didepan mereka. Keduanya terlalu percaya bahwa bajak laut
dari Lautan Timur itu hanya akan membuktikan keampuhan
baju kulit ular yang dikenakan oleh wanita muda itu saja.
Mereka berdua benar-benar tidak memperhitungkan, karena
marah dan malu tidak bisa membuktikan ucapannya, bajak
laut tua dari Lautan Timur itu bisa berubah menjadi mata
gelap dan mau membunuh wanita muda tersebut.
Seperti mendapatkan aba-aba kedua pendekar sakti itu
melompat ke arena secara berbareng. Gerakan tubuh mereka
hampir tidak dapat dilihat karena cepatnya. Sepintas lalu
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
orang hanya melihat bayangan hitam yang melesat ke dalam
arena bagai peluru. Dan kedua sosok bayangan itu menerjang
tepat ditengah-tengah antara Tui Lan dan Tung-hai Nung-jin.
Bug ! Bug ! T raang ! Traang !
Terdengar suara berdebuk dan berdencing beberapa kali,
kemudian semuanya berhenti. Empat orang berdiri tegak di
tengah-tengah arena. Tung-hai Nung-jin berdiri berhadapan
dalam jarak lima langkah dengan Tui Lan, sementara Souw
Thian Hai dan Keh-sim Siau-hiap berdiri beradu punggung di
tengah-tengahnya. Sesaat masih terlihat oleh semua
penonton, belasan biji senjata rahasia berbentuk bintang
berjatuhan dari mantel pusaka yang dikenakan oleh Hong-gi-
hiap Souw Thian Hai. Sementara Tung-hai Nung-jin juga
masih meneliti pinggiran paculnya yang somplak (rusak)
karena beradu dengan pedang Keh-sim Siau-hiap tadi.
"Bagaimana, nyonya......" Apakah kau terluka?" Souw T hian
Hai yang merasakan kedatangannya agak sedikit terlambat,
bertanya kepada Tui Lan. "Terima kasih, Souw Tai-hiap. Aku tidak apa-apa,." Tui Lan
menjawab sambil mengambil dua buah senjata rahasia yang
menempel pada baju kulit ularnya. Senjata rahasia yang
dilontarkan oleh Tung-hai Nung-jin tersebut ternyata tidak
mampu menembus baju kulit ularnya itu.
"Syukurlah......" Souw Thian Hai dan Keh-sim Siau-hiap
berdesah hampir berbareng.
"Bukan main! Ternyata baju kulit itu benar-benar asli. Kulit


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu sungguh sungguh kulit Ceng-liong-ong yang kebal
terhadap senjata," tiba-tiba Put-ceng-li Lo-jin berseru sambil
bertepuk tangan. "Bagus! Bagus......! Wah, asyik juga kalau aku bisa
mendapatkan baju seperti ini, heh-heh-heh........! Su-siok pun
takkan menang melawan aku! Bukankah begitu, su-siok?" Put-
pai-siu Hong-jin yang sinting itupun ikut-ikutan bersorak pula,
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
lalu meloncat ke dekat T ui Lan dan meraba-raba baju tersebut
dengan amat gembira. Put-ceng-li Lo-jin diam saja tak menjawab. Justru put-ming-
mo-lah yang menyahut ucapan suhengnya itu. "Siapa bilang
su-hu tak bisa mengalahkanmu" Bukankah baju kulit itu hanya
khusus menutupi badan saja" Bagaimana kalau suhu
menyerang kepala dan kakimu terus terusan" Masakan
akhirnya tidak kena juga" Maukah su-heng menjadi manusia
tanpa kepala dan kaki?"
Put-pai-siu Hong-jin mengerutkan dahinya yang luar biasa
lebar itu. Beberapa saat lamanya ia mengejap-ngejapkan
matanya, seolah-olah memang sedang memikirkan bantahan
su-tenya itu. "Tanpa kepala dan kaki.........." Hmmmm...... kalau tanpa
kaki itu sih belum apa-apa. Su-huku Put-chien-kang Cin-jin,
meski lumpuh juga bisa ke mana-mana. Tapi....... tanpa
kepala" Wah..... inilah yang repot! Bagaimana aku harus
menyuapkan nasi nanti! Ah, su-te....... kau benar! Kalau
begitu tak ada gunanya memakai baju kulit itu, hehehe.......!"
akhirnya manusia sinting itu menjawab perkataan Put-ming-
mo. Sementara itu Tung-hai Nung-jin yang terganggu
maksudnya itu terdengar menggeram menahan marah.
"Souw Tai-hiap.....! Mengapa kau mengganggu pertempuranku?" "Bersabarlah, Nung-jin! Bukankah engkau tadi cuma ingin
menguji kebenaran baju kulit ular itu" Mengapa engkau lantas
hendak membunuhnya?"
"Habis dengan paculku saja aku merasa tak mampu
mengatasinya. Maka aku terpaksa mempergunakan juga
senjata rahasiaku," Tung-hai Nung-jin mengaku.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Ya, tapi kurasa kau tak perlu menghamburkan senjata
rahasia itu sedemikian banyaknya, bukan?"
"Hmm..... ini.....ini....." Tung-hai Nung-jin tergagap tak bisa
menjawab. "Sudahlah! Sekarangpun
kau juga sudah melihat keasliannya, bukan" Kulit itu memang benar-benar kulit Ceng
liong-ong." "Tapi dia belum mengatakan.....dimana dia memperoleh
kulit ular yang kita damba-dambakan itu!" bajak laut yang
keras kepala itu masih merasa penasaran.
"Baiklah! Kalau hanya itu yang kauinginkan, kita tak perlu
bersikeras mengadu tenaga. Kita bisa menanyakan hal itu
dengan baik-baik kepadanya."
"Kalau dia tak mau menjawab juga?"
"Yaah......... apa boleh buat, itu memang haknya, kita tak
boleh memaksanya," Souw Thian Hai menjawab tenang sambil
mengangkat pundaknya. "Huh! Itulah yang tidak aku sukai. Bagaimanapun juga dia
harus mengatakannya. Kalau dia tetap membungkam kita
harus memaksanya......"
"Begitukah" Apakah Nung-jin merasa mampu memaksanya?" akhirnya habis juga kesabaran Souw T hian Hai
melihat kebandelan bajak laut tua itu.
"Bukankah Tai-hiap tadi sudah menyaksikannya" Kalau
engkau dan Keh-sim siau-hiap tadi tidak datang membantu.,
hmm, budak perempuan itu tentu sudah menggeletak mati di
atas perahu ini!" Tiba-tiba Keh-sim Siau-hiap yang sejak tadi hanya berdiam
diri itu mendengus keras. Matanya yang mencorong berkilat-
kilat itu menatap wajah Tung-hai Nung-jin dengan sangat
kesal. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Kau ini benar-benar orang tua yang tidak tahu diri !
Kedatangan kami di arena ini tadi cuma untuk mencegah
timbulnya kurban di antara kalian berdua. Yang Kami
khawatirkan tadi sebenarnya bukan nasib wanita muda ini,
tapi ... kau! Kalau kami tidak segera datang melerai kalian
tadi, maka bukan wanita muda itu yang menggeletak mati di
perahu ini, melainkan.........kau! Apakah kau belum juga sadar
akan hal itu?" pendekar Pulau Meng-to itu membuka
mulutnya. "Apa......." Aku yang kalah" Mana bisa begitu" Apakah kau
tadi tak melihat, betapa pucatnya dia karena tak mampu
mengelakkan senjata rahasiaku!" Tung-hai Nung-jin berteriak
marah. "Tentu saja aku melihat semuanya dengan jelas sekali.
Kalau tidak, masakan aku dan Souw T ai-hiap bergegas datang
menolongmu?" Keh-sim Siau-hiap menjawab seenaknya. Lalu,
"Dengarlah, kau tadi merasa yakin dapat membunuh wanita
muda itu dengan sebaran senjata rahasiamu. Begitu, bukan?"
"Tentu saja!" Tung-hai Nung-jin menjawab mantap.
Keh-sim Siau-hiap menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tapi......kau lupa memperhitungkan baju kulit ular yang kebal
itu!" pendekar itu mengingatkan lawannya.
"Lalu.......?" tiba-tiba tergetar juga hati bajak laut tua itu
mendengar peringatan Keh-sim Siau-hiap.
Pendekar dari Pulau Meng-to itu tersenyum dingin.
"Lalu....... yah, seharusnya kau sendiri juga bisa menerkanya
pula. Apa yang mesti dilakukan oleh wanita muda itu bila
dirinya telah terpojok dan tak bisa menghindar lagi" Tak lain
yang dilakukannya tentu...... mengadu jiwa! Meskipun
demikian wanita muda itu tentu akan memperhitungkan baju
kulit ularnya pula. Jadi dalam detik-detik mengadu jiwa itu dia
akan tetap memikirkan keselamatan jiwanya. Nah, sekarang
cobalah kaupikirkan ...! Misalkan wanita muda itu nekad
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
mengadu jiwa, dengan membiarkan satu atau dua buah
senjata rahasiamu mengenai tangan atau kakinya yang tak
terlindung baju kulit ular itu. lalu membarengi seranganmu
dengan serangan pedang pendeknya pula, apa yang akan
terjadi padamu?" "Tidak bisa! Dia tak mungkin bisa berbuat demikian!
Paculku akan lebih dulu mengenai tengkuknya." Tung-hai
Nung-jin membantah keras.
Keh-sim Siau-hiap sekali lagi menggelengkan kepalanya.
"Kau salah perhitungan lagi. Dengan membarengi seranganmu
dengan serangan pedang pendeknya, otomatis tubuhnya akan
membungkuk ke depan. Nah, bukankah dengan demikian
mata paculmu akan mengenai punggungnya yang terlindung
kulit ular itu" Lalu bagaimana dengan ulu hati atau
tenggorokanmu yang tertusuk pedang pendek itu" Apakah
kiranya kau masih bisa hidup?" pendekar itu menerangkan.
Tiba-tiba peluh dingin mengucur dari setiap pori-pori tubuh
Tung-hai Nung-jin. Apa yang dikatakan oleh pendekar dari
Pulau Meng-to itu memang benar sekali. Mendadak ulu hati
dan tenggorokannya seperti merasa nyeri dan dingin.
"Ya...... itu.....ini...... eh ! Ya.......kalau dia berpikir seperti
yang kaupikirkan itu......" bajak laut tua itu masih juga
membela dirinya. Keh-sim Siau-hiap dan Souw Thian Hai tertawa bersama-
sama. "Ah, Nung-jin.......! Kau ini seperti anak kemarin sore saja.
Orang seperti dia, yang bisa membuat dirimu kewalahan,
masa kauanggap enteng begitu rupa" Bagaimana pula kau
ini...?" tegur Hong-gi-hiap Souw T hian Hai sedikit keras.
Tung-hai Nung-jin terdiam dan tak bisa berdalih lagi.
Wajahnya menjadi pucat karena malu. Maka tanpa
mengucapkan permisi lagi ia bermaksud meloncat meninggalkan tempat itu. Namun begitu kakinya mau
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
bergerak, tiba-tiba dari bawah me lompat sesosok bayangan
menghadangnya. "Paman, jangan pergi dulu! Aku yang akan membantumu."
bayangan itu berseru nyaring.
Tiba-tiba saja di samping bajak laut dari Lautan Timur itu
telah berdiri seorang gadis cantik berpakaian bagus
gemerlapan. Sikapnya lincah gembira dan agak genit. Begitu
datang gadis itu lantas tersenyum kepada Tung-hai Nung-jin.
"Hei, paman.....! Kenapa kau diam saja" Apa yang
kaulihat?" serunya genit. Tak lupa tangannya menarik dan
menampar lengan bajak laut tua itu.
Tung-hai Nung-jin tergagap seperti orang bangun tidur.
"Eh! Kau .. ." Bukankah kau ini......Tiauw Li Ing itu" Benar,
bukan?" "Ah! Masakan paman sudah lupa kepadaku" Aku memang
Tiauw Li Ing, keponakanmu dulu. Lalu ".. kenapa paman
sampai datang kemari" Apakah paman sudah bosan berada di
lautan?" gadis lincah itu menyahut riang.
Tiba-tiba wajah Tung-hai Nung-jin tampak gembira sekali.
Tapi hanya sesaat, karena sekejap kemudian suaranya
menjadi murung kembali. "Tentu saja aku hampir tak mengenalmu lagi. Habis hampir
empat tahun kau pergi dari Hai-ong-hu (Istana Raja Laut).
Dan karena kepergianmu itu pulalah yang menyebabkan aku
dan kakakmu Tiauw Kiat Su berkelana di daratan Tiong-kok
ini. Hmmm, apakah kau sudah berjumpa dengan kakakmu
itu?" Tiauw Li Ing mengangguk sambil tertawa lebar. Matanya
yang kocak itu seolah-olah ikut pula mentertawakan
pamannya yang tampak lusuh dan loyo itu.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Sudah. Mungkin sebentar lagi dia juga akan tiba disini. Dia
marah-marah kepadaku, sehingga kami berdua terpaksa
berkelahi, hi-hi-hi........"
Tung-hai Nung-jin menarik napas kesal. "Kau dan kakakmu
memang sama saja. Sama-sama senang membawa adatnya
sendiri, sehingga orang tua menjadi repot mengurusnya. Dari
Hai-ong-hu aku dan kakakmu berangkat bersama-sama. T api
setelah sampai di daratan dia segera menghilang mencari
jalannya sendiri, tahun lalu aku menjumpai dia di kota Soh-ciu.
Tapi hanya beberapa hari dia sudah menghilang lagi entah
kemana. kalau tak ingat pada ayahmu..... sudah kuhajar anak
itu!" "Hi-hi-ha-ha....... !" gadis itu tertawa lepas. Sama sekali tak
memperdulikan pandangan orang yang terheran-heran
menyaksikan kelakuannya itu. "Awas paman! Jangan sekali-
sekali kaulaksanakan niatmu itu! Kau bisa mendapat malu
nanti! Hi-hi-ha-ha........!"
"Memangnya kenapa, heh?" bajak laut tua itu bertanya
penasaran. "Sebab........kepandaiannya sekarang jauh lebih tinggi dari
pada kepandaian paman. Bahkan ayahpun bisa kalah
olehnya." "Omong kosong!"
Mendadak gadis itu menghentikan tawanya. "Terserah
kalau paman tidak percaya. Pokoknya aku sudah mengatakannya kepada paman," katanya kemudian dengan
bersungguh-sungguh. Namun Tung-hai Nung-jin yang mengira sedang digoda
oleh keponakan sendiri itu justru tertawa malah. "Mengapa
tidak kaukatakan sekalian, bahwa kepandaianmu sekarang
juga sudah lebih tinggi daripada kepandaian pamanmu,"
oloknya. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Tak terduga gadia cantik itu menganggukkan kepalanya.
Wajahnya masih tetap bersungguh-sungguh ketika menjawab
ucapan pamannya itu. "Terus terang kepandaian silatku memang lebih tinggi dari
paman sekarang. Cuma aku tak sampai hati mengatakannya
sendiri?" ujarnya tenang.
"Apaa......?"?" Tung-hai Nung-jin berteriak seperti orang
kebakaran kumis. Matanya yang kecil sipit itu me lotot sejadi-
jadinya. Tapi yang dipelototi tetap tenang-tenang saja. "Sudahlah,
paman. Akupun sudah menyaksikan pertempuran paman
dengan wanita itu sejak tadi. Seperti halnya Hong-gi-hiap dan
Keh-sim Siau-hiap tadi, akupun hampir meloncat kesini untuk
menolong paman pula. Sayang sekali tempatku terlalu jauh,
sehingga Hong-gi-hiap dan Keh-sim Siau-hiap lebih dulu
datang daripada aku." Katanya pelan seakan-akan tak
menyadari kalau ucapannya itu sangat menyakitkan hati
pamannya. "Ling Ing, kau......kau.........?" T ung-hai Nung-jin justru tak
bisa berkata-kata saking kesalnya.
"Sudahlah! Paman tak perlu marah-marah lagi! Aku akan
membantumu memaksa perempuan itu untuk berbicara
tentang Ceng-liong-ong......." kata gadis cantik itu dingin.
Souw Thian Hai dan Keh-sim Siau-hiap saling memandang
dengan kening berkerut. Sekali lagi mereka berdua merasa


Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjumpai seorang wanita muda yang aneh, misterius, cantik,
namun juga sangat berbahaya. Tampaknya gadis yang baru
datang ini juga sangat lihai dan sangat percaya kepada
kemampuan dirinya sendiri. Buktinya, meskipun di atas perahu
itu berkumpul tokoh-tokoh sakti, dia tak menjadi takut atau
segan melihatnya. Enak saja dia berbicara dan menyombongkan dirinya. Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
Jilid 12 "Aku seperti mendapat firasat bahwa perahumu ini akan
menjadi ajang pertempuran dahsyat nanti, Saudara Souw,"
Keh-sim Siau-hiap berbisik kepada Souw T hian Hai.
"Ya, akupun merasakannya juga. Tampaknya gadis ini tidak
akan datang sendirian saja di sini. Melihat sikapnya yang
tenang dan tanpa gentar sedikitpun terhadap kita itu,
menandakan bahwa ia mempunyai andalan untuk menundukkan kita semua."
"Benar. Aku juga sependapat denganmu, Saudara Souw.
Tak mungkin gadis semuda itu berani meremehkan Jago Silat
Nomer Lima di dunia, kalau tak yakin bisa menghadapinya."
Keh-sim Siau-hiap berbisik lagi sambil tersenyum.
"Hei......?" Souw Thian Hai tersentak kaget. "Kau juga
percaya pada 'Buku Rahasia' yang sedang ramai dibicarakan
orang itu?" Sekali lagi Keh-sim Siau-hiap tersenyum. "Mengapa tidak?"
ujarnya. "Ah, kau.....!" Souw T hian Hai menggerutu kesal.
Ternyata bukan hanya mereka berdua yang merasa risih
melihat kesombongan gadis itu. Put-pai-siu Hong-jin yang
konyol dan kocak itupun menjadi gatal pula tangannya untuk
mencoba kecongkakan gadis tersebut. Sudah sejak tadi ia
berpikir keras mencari alasan untuk mengganggunya.
Meskipun kelihatan sinting dan konyol, tapi di dalam aliran
Bing-kauw Put-pai-siu Hong-jin menduduki tempat ketiga
setelah Put-chien-kang Cin-jin dan Put-ceng-li Lo-jin. Maka
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
sebenarnyalah kalau kepandaiannya sangat hebat, mungkin
tidak berselisih banyak dengan ketua Bing-kauw itu sendiri.
Apalagi dalam ilmu Chuo-mo-ciang (Tangan Menangkap
Setan) andalan para pimpinan B ing-kauw itu!
Dan kesintingan atau kekonyolan Put-pai-siu Hong-jin itu
sebenarnya sebagian besar juga disebabkan oleh kelatahannya dalam mempelajari ilmu Chuo-mo-ciang itu pula.
Karena di dalam melakukan gerakan ilmu Chuo-mo-ciang
tersebut, setiap pelakunya diwajibkan untuk bergaya dan
mengumbar mulut sesuka hatinya, seperti layaknya adat kuno
di dalam upacara 'mengusir setan" itu.
Demikianlah ketika Tiauw Li Ing me langkah mendekati Tui
Lan, tiba-tiba Put-pai-siu Hong-jin menjegal Put-ming mo serta
mendorong punggungnya ke depan, sehingga tubuh su-tenya
itu terhuyung ke arah Tiauw Li Ing, seakan-akan
menyongsong kedatangan gadis tersebut.
"Su-heng, kenapa kau....... oh!"
Put-ming-mo yang sangat terkejut itu berteriak gusar.
Namun mulutnya segera tertutup karena ia harus cepat-cepat
mengelak, agar tidak menubruk Tiauw Li Ing.
Tapi gadis yang merasa akan mendapat gangguan itu
sudah terlanjur menyambut kedatangannya dengan pukulan
dan tendangan, sehingga Setan Tak Bernyawa itu terpaksa
mengerahkan tenaga untuk menangkisnya.
Plak ! Plak ! Duk ! "Aaah!" Put-ming-mo mengeluh ketika sedikit tubuhnya
terjengkang ke belakang akibat menahan tendangan gadis itu.
Tapi dengan cepat murid Put ceng-li Lo-jin itu melenting
berdiri kembali. Wajahnya kelihatan geram karena penasaran.
Tapi bukan disebabkan karena kalah tenaga melawan gadis
itu, sebab ia memang tidak bersiap-siap sebelumnya.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Su-heng! Mengapa kau tiba-tiba mendorong aku?"
teriaknya berang. "Hei! Bukankah kau tadi mengatakan bahwa kau ingin
mencium gadis itu?" enak saja Put-pai-siu Hong-jin menjawab.
"Heh....." Bangsat keparat ! Monyet tua tak punya bulu!
Siapa bilang aku ingin ......... ingin men-men-men-cium.........
pedagang keliling itu?"
"Pedagang keliling?" Put-pai-siu Hong-jin bertanya bingung.
Namun begitu menyaksikan pakaian Tiauw Li Ing yang
gemerlapan penuh hiasan itu, ia menjadi maklum apa yang
dimaksudkan sutenya. "Ya! Ya! Ya, hahaha.......! Kau sungguh
pintar memberi julukan kepada calon pacarmu, hehehe-
hahaha........!" "Kurang ajar......!" Tiauw Li Ing menjadi marah diolok-olok
begitu rupa. T angannya segera menampar ke arah mulut Put-
ming-mo. Tapi Put-ming-mo yang sudah bersiap-siap itu cepat
meloncat menghindarinya. Dan murid ketua Bing-kauw itu
sengaja mendekati su-hengnya, Put-pai-siu Hong-jin. Tiba-tiba
kaki kanannya meluncur ke arah punggung manusia sinting
itu. wuuuut! "Hei! Hei" Mengapa kau malah menjadi marah kepadaku?"
Put-pai-siu Hong jin pura-pura marah pula. Badannya
membungkuk untuk menghindari tendangan sutenya itu.
"Habis mulutmu kotor benar! Orang tidak apa-apa dibilang
mau menciumi" "Ahh........yang benar saja! Mengapa mesti malu-malu
segala" Bukankah kau tadi berbisik kepadaku" Kaukatakan
bahwa gadis itu luar biasa cantiknya. Kulitnya putih, bibirnya
merah, tubuhnya......yahud! Dan....... eh, kau malah bilang
juga kalau sekali waktu..... kau kepingin mengintipnya bila
sedang mandi!" Put-pai-siu membakar lagi.
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
"Apaaaa.......?" Put-ming-mo menjerit marah.
Tapi Si Setan Tak Bernyawa itu tak bisa melanjutkan
kemarahannya, karena Tiauw Li Ing yang telah naik pitam
kembali itu telah menyerangnya lagi. Malahan di dalam tangan
gadis itu tergenggam senjata andalannya, yaitu sebuah kipas
yang daun-daunnya dibuat dari lempengan-lempengan baja
tipis. Dan kipas yang sangat tajam itu menyodok ke arah
perutnya. Sepintas lalu serangan kipas itu seperti tidak bersungguh-
sungguh, karena pada mulanya gerakannya sangat lambat
dan amat mudah diikuti oleh mata. Namun setelah mendekati
sasarannya, tiba-tiba kipas itu terbuka lembarannya dan
melesat ke atas dengan cepatnya. Tujuannya berubah ke arah
tenggorokan. Begitu cepatnya sehingga Put-ming-mo menjadi
kelabakan dibuatnya. Setan Tak Bernyawa itu mengumpat kasar dan membanting
tubuhnya ke belakang. Karena terlalu mendadak dan terburu-
buru, maka dia tidak berkesempatan lagi untuk melihat bahwa
sebenarnya dia telah berada di bibir perahu. Oleh karenanya,
begitu ia membanting tubuhnya ke belakang, otomatis
kepalanya menukik ke dalam air danau yang kelam itu.
Whuuuuuuss ! Kipas itu gagal menyambar tenggorokan
Put-ming-mo. Dan Tiauw Li Ing segera menutupnya dan
menariknya kembali ke s isi tubuhnya. Setelah itu dia bergegas
melongok ke luar perahu untuk menyerang kembali kalau
lawannya berusaha naik lagi ke atas perahu.
Namun hampir saja ia bertubrukan dengan tubuh Put-ming-
mo, yang tiba-tiba muncul kembali dari bawah perahu!
"Eiitt.......!" gadis itu memekik kaget seraya menangkis
golok kecil yang tiba-tiba juga telah dipegang oleh Put-ming-
mo. Traaaaaang! Tiauw Li Ing tergetar mundur tiga langkah, sementara Put-
ming-mo tampak berdiri bergoyang-goyang hampir terjatuh
Tiraikasih Website http ://ka ngzusi.com/
kembali ke dalam air. Mereka berdua lalu berhadapan kembali
dengan kemarahan yang meluap-luap. Cuma sekarang Tiauw
Li Ing tampak semakin berhati-hati setelah menyaksikan
kelihaian lawannya yang kurus kecil itu.
Put-pai-siu Hong-jin bertepuk tangan melihat ketangkasan
su-tenya itu. "Bagus! Bagus! Gerakanmu sungguh hebat sekali, su-te!
Kau benar-benar sudah mulai menghayati ilmu Chuo-mo-ciang
kita! hehehehe-hahaha.........!"
"Monyet tua! Monyet busuk! Monyet botak tak berbulu, he-
he-he-he.......! Aku tahu siasatmu sekarang, kau ingin
mengadu aku dengan Pedagang keliling itu, bukan! He-he-he!
Monyet Gila.... Monyet sinting, maukah kau bertaruh
denganku?" Put-ming-mo yang sudah bersiap dengan ilmu
Chuo-mo-ciang itu mulai berceloteh.
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 18 Pedang Medali Naga Karya Batara Dewi Ular 5
^