Pencarian

Mencari Bende Mataram 10

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 10


menarik" Hanya saja....." sahut Kilatsih
berbimbang-bimbang, la mengerling kepada Sekar
Kuspaneti yang tetap menundukkan kepalanya. Pikirnya
678 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lantas menjadi sibuk tak keruan. Terhadap Raja Muda
Dwijendra ia menaruh hormat. Karena kedudukan raja
muda bukan main tingginya. Selain itu"tak patut ia
mempermainkan. Kalau di kemudian hari sampai
terbongkar, akan besar akibatnya. Maka ia hendak
membuka kedoknya. Tetapi di depan umum"alangkah
tak mungkin! Besar sekali kemungkinannya akan
membahayakan dirinya. Kalau Dwijendra sampai
tersinggung kehormatannya"dia bisa lupa daratan"
akibatnya ia bakal..... "Tapi.... Tapi... dapatkah aku memenuhi harapan
tuanku di kemudian hari?" ujarnya tersekat-sekat.
"Mengapa?" sepasang alis Dwijendra terbangun.
Kilatsih tergugu. Tiba-tiba ia melihat kedua mata Sekar
Kuspaneti basah. Setitik air mata menetes di bajunya. Ia
jadi iba hati. Sebagai seorang gadis ia dapat merasakan
penderitaannya dan perasaannya. Alangkah sakit
hatinya"bahwa dirinya ditolak seorang pemuda"di
depan umum. Seketika itu juga terbangunlah rasa
nalurinya. Pikirnya, "baiklah"demi untukmu dan untuk
kehormatan ayahmu"aku akan menerima tanda mata
pengikat ini. Sedikit demi sedikit aku akan berusaha
melepaskan diri. Bukankah tidak perlu tergesa-gesa"
Memperoleh keputusan demikian, ia lantas tersenyum
seraya maju selangkah. "Sebenarnya"aku mempunyai seorang kakak laki-laki
dan seorang kakak perempuan"yang kuanggap sebagai
orang tuaku sendiri. Betapa aku bisa menerima ikatan
perjodohan ini sebelum memperoleh izin mereka.
Bukankah aku menjadi seorang pemuda yang tercela?"
679 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dimanakah kakakmu berdua sekarang?" Dwijendra
agak mempunyai harapan. Kilatsih berbimbang-bimbang lagi. Mau ia menyebut
nama Sangaji dan Titisari. Mereka berdua berkedudukan
sebagai pemimpin Raja Muda Dwijendra sendiri. Tetapi
suatu pertimbangan lain menyekat maksud itu. Maka
segera ia menjawab: "Aku berpisah dengan orang tuaku
semenjak kanak-kanak. Dimana mereka kini berada"tak
tahulah aku." Kilatsih tidak terlalu membohong. Kedua orang tuanya
Suhanda dan Rostika" meninggal sewaktu dia masih
kanak-kanak. Dwijendra mengerutkan keningnya. Menegas.
"Lantas dimana dan kepada siapa lagi" aku hendak
memberi khabar tentang ikatan perjodohan ini?"
"Biarlah kuterangkan dengan jelas" Orangtuaku
sendiri sudah meninggal. Tinggal kedua kakakku. Tapi
dimana mereka kini berada, tak tahulah aku." Ia berhenti
mengesankan. Memang ia tak tahu dimana Sangaji dan
Titisari kini berada. Lalu meneruskan, "Aku masih
mempunyai seorang kakek" berbareng guruku. Maka
aku sendiri yang akan datang menghadap Beliau untuk
mengabarkan peristiwa ikatan perjodohan ini."
"Siapakah nama kakekmu itu?"
"Tak dapat aku menyebutnya di sini. Dia seorang
kenamaan," jawab Kilatsih.
Dwijendra tercengang sejenak. Kemudian tertawa
gelak. 680 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau dia seorang kenamaan"pastilah dia
mengetahui siapa aku. Atau setidak-tidaknya kenal
namaku. Baiklah"tentang permohonan izinmu"tak usah
kau berce-mas hati. Aku sendiri nanti bersedia
membicarakan." Tak dapat lagi Kilatsih menghindari. Ia benar-benar
terdesak. Maka tiada jalan lain, kecuali cepat-cepat
berlutut dan menyebut Dwijendra sebagai bakal mertua.
Sorak-sorai bergemuruh seumpama hendak meruntuhkan
langit. Dwijendra puas luar biasa. Wajahnya nampak
cemerlang. Dengan kedua tangannya ia mengalungkan
tasbeh berlian itu ke leher Kilatsih.
"Semenjak kini"kau menyebut aku sebagai ayah atau
paman. Dan kepada Sekar Kuspaneti"kau panggilah
namanya saja atau adik. Terserah kepadamu. Dia kini
sudah menjadi setengah milikmu."
Sesudah berkata demikian, ia menggandeng tangan
Kilatsih. Kemudian diajaknya berdiri tegak menghadap
hadirin di atas panggung. Katanya nyaring: "Saudara-
saudaraku "ini adalah bakal menantuku. Karena dia
bakal menjadi bagian dari tubuhku" maka mulai saat ini
dia sudah menjadi setengah anakku sendiri. Karena itu
kupinta bantuan saudara-saudara sekalian. Apabila dia
lagi melakukan perjalanan"tolong saudara-saudara
membantu memberinya petunjuk-petunjuk yang
dibutuhkan atas namaku."
Hadirin menyambut dengan tepuk tangan dan suara
meriuh. Disamping itu banyak pula yang menyerukan
ucapan selamat dan syukur, Dwijendra menunggu
keredaan mereka. Kemudian berkata lagi: "Aku sudah
681 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berusia lanjut. Karena itu"baiklah kami umumkan"
bahwa pesta perjamuan ini, kami rubah menjadi pesta
perjamuan pernikahan. Dengan begitu"di kemudian"
kami tidak akan menyusahkan saudara-saudara untuk
menghadiri hari pernikahan mereka."
Mereka bersorak-sorai. Beberapa pendekar melompat
ke atas penggung dan menjabat tangan Kilatsih dengan
mengucapkan selamat, Kilatsih menjadi bingung. Katanya
dengan suara menggeletar: "Tapi... tapi... usiaku masih
terlalu muda... Pernikahan ini, baiklah ditunda dahulu!"
"Anakku:"ayahmu ini sudah terlalu tua," sahut
Dwijendra dengan bernafsu. "Belum tentu ayahmu
mampu mengumpulkan kehadiran sahabat-sahabat
ayahmu. Karena itu lebih baik pernikahan ini kita rayakan
pada saat ini pula. Apalagi yang kau tunggu-tunggu"
Bukankah ayahmu mendirikan sebuah panggung arena
untuk memilih calon menantu" Kau masuki penggung
ayahmu ini. Artinya"siang-siang sudah ada keputusan di
dalam hatimu"bahwa engkau sudah merencanakan
membentuk mahligai rumah tangga. Bukankah begitu"
Kalau belum mempunyai cita-cita hendak menikah,
mustahil engkau membiarkan dirimu berada di atas
panggung arena pemilihan calon menantuku."
Hadirin tertawa. Mereka tahu belaka" bahwa Raja
Muda Dwijendra"mau menang sendiri. Sebenarnya
Kilatsih tadi melesat naik ke atas panggung untuk
memenuhi tantangannya. Tetapi sebaliknya"apabila
ditimbang-timbang"nasib Kilatsih yang bagus.
Seumpama Raja Muda Dwijendra tidak berkenan melihat
dirinya"seumpama Raja Muda Dwijendra bukan
berkepentingan mencari seorang calon menantu"sikap
Kilatsih yang menantang kedua tetamunya mempunyai
682 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akibat sendiri. Dia tidak bakal bisa keluar dari rumah
pekarangannya dengan selamat. Kecuali itu"puteri Raja
Muda Dwijendra"bukan momok yang menakutkan.
Puterinya sangat cantik melebihi anak jin atau anak
setan. Dwijendra sendiri adalah seorang raja muda.
Meskipun main paksa"tapi tidak tercela. Siapa saja akan
merasa bahagia menjadi menantunya. Hari depannya
bakal terjamin. Puterinya cantik jelita pula.
Sebaliknya"mereka semua"tak tahu, siapakah
Kilatsih sebenarnya yang mengenakan pakaian pria. Pada
saat itu, Kilatsih gelisah bukan main. la mengeluh di
dalam hati. Tak dapat ia meloloskan diri"seolah-olah ia
berada di tengah-tengah dinding batu yang tebal dan
tinggi. Tatkala digandeng para hadirin beramai-ramai
untuk diajak turun dari panggung, ia tak sanggup
menolak. Tiba-tiba suatu pikiran menusuk benaknya. Dia
lantas main sandiwara. Dengan gembira ia ikut minum
arak. Sebentar saja hampir menghabiskan satu botol
penuh. Tiba-tiba ia limbung. Dengan mengerahkan
tenaga saktinya, ia memuntahkan araknya kembali.
Hadirin lantas berseru-seru: "Tuanku Guntur mabuk...
Tuanku Guntur mabuk...."
KILATSIH MEMANG TAK biasa minum minuman keras,
meskipun dia seorang gadis yang dilahirkan di bumi
Priangan yang dingin"kemudian dibesarkan di tengah
pulau Karimun Jawa yang banyak anginnya. Kecuali itu
hatinya gelisah tak keruan. Inilah yang dinamakan main-
main menjadi sungguh-sungguh. Maka tak
mengherankan"begitu menghabiskan minuman keras
hampir satu botol penuh"ia lantas menjadi limbung.
Dasar cerdik"maka sasaran robohnya"berada dalam
pelukan Sekar Kuspaneti. Sebab kalau sampai kena
683 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
periksa para ahli minum, pastilah sandiwaranya bakal
ketahuan. Sebaliknya dalam pelukan Sekar Kuspaneti, ia
aman tenteram. Pastilah tiada seorang pun yang berani
mendekati calon mempelai perempuan.
Dwijendra sendiri kala itu terlalu gembira. Melihat
calon menantunya menjatuhkan diri dalam pelukan
gadisnya, ia tertawa berka-kakkan. Teringatlah dia pada
masa mudanya sendiri yang seringkali bermanja-manja
terhadap kekasih hati. Dengan demikian ia kena
dikelabuhi khayalnya sendiri.
"Eh, anak-anak muda memang belum tahan minum-
minuman keras," katanya dengan tertawa berkakakkan.
"Kuspaneti, bawalah calon suamimu ke dalam kamar
temanten. Hihaha..." Lalu berteriak girang kepada para
hadirin. "Anak menantuku belum-belum sudah mau
rukun. Silakan kalian minum sepuas-puas hati!"
Para hadirin bersorak dan tertawa bergegaran. Kilatsih
tak berani mendengarkan semua olok-olok mereka.
Memandang pun tak berani pula. Ia memejamkan kedua
matanya rapat-rapat dan meletakkan kepalanya di atas
pundak Sekar Kuspaneti. Dan tatkala para pelayan
datang memayangnya, ia tak membantah. Hanya dengan
diam-diam ia melindungi dadanya, lantaran takut kena
intip. Ia direbahkan di atas pembaringan yang lunak harum.
Tanpa menanggalkan pakaian, ia terus melakukan peran
sandiwaranya. Ia berpura-pura mabuk terus. Tetapi
karena memang tak biasa minum, lambat-laun kepalanya
terasa pusing juga dan ia tertidur dengan tak setahunya
sendiri. 684 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tatkala menyenakkan mata"kamar tidurnya sudah
terang benderang. Ia melihat cahaya lampu berkelap-
kelip dan Sekar Kuspaneti duduk di tepi pembaringan.
Gadis itu pun belum menanggalkan pakaiannya. Rupanya
dia berniat menemaninya. Dengan memejamkan mata lagi, ia mulai mengingat-
ingat semua peristiwa yang dialami. Pertandingan
memilih calon menantu tadi dimulai tatkala matahari
condong ke barat dan ia berhasil memenangkan
pertandingan hampir memasuki petang hari. Sekarang ia
melihat lampu kamar berkelap-kelip dan suasananya
sunyi hening. Apakah sudah jauh malam" Sekonyong-
konyong ia mendengar ayam berkokok. Kemudian dingin
hawa merayapi seluruh tubuhya. Maka tahulah dia"
bahwa hari sudah mendekati pagi hari.
Sekar Kuspaneti ternyata tidak pernah melepaskan
pandangnya dari wajah calon suaminya yang cakap luar
biasa. Begitu melihat Kilatsih menyenakkan matanya
sebentar tadi dan kemudian memejam kembali, segera ia
berkata dengan tertawa girang.
"Akang mabuk tadi. Iddiii.....salahnya sendiri, kenapa
minum berlebih-lebihan. Akang, kau minumlah teh
keluaran Majalengka. Pastilah rasa mabukmu akan sirna.
Biarlah aku meminumkan!"
Kilatsih menurut, la hanya mengangkat kepalanya
sedikit dan Sekar Kuspaneti menyangga punggungnya.
Kemudian membawa secawan air teh pahit ke mulutnya.
Kilatsih menurut. Ia hanya mengangkat kepalanya
sedikit dan Sekar Kuspaneti menyangga punggungnya.
Kemudian membawa secawan air teh pahit ke mulutnya.
685 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan begitu Kilatsih meneguknya, rasa segar
menyelimuti dirinya. Teh itu ternyata masih hangat dan
harum. Sekarang pandang matanya dapat menangkap
sekalian perabot kamar temanten.
Kamar itu ternyata terbuat dari dinding batu dan
bertiang kokoh dari kayu jati. Hiasannya sangat
cemerlang. Di depannya terpaku lima piring besar
terbuat dari emas murni. Di tengahnya diteretes permata
ratna mutu manikam. Itulah sebabnya hiasan tersebut
mampu memantulkan cahaya kemilau begitu kena sinar
pelita. Di pojok sebelah barat berdiri sebuah almari kecil yang
terbuka. Di dalamnya tergantung sebatang pedang
bersarung emas dan berteretes berlian pula. Kemudian
penutup pembaringan dihiasi dengan mutiara-mutiara
yang mahal harganya. Kilatsih tahu"Dwijendra"salah seorang Raja Muda


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Himpunan Sangkuriang. Ia seorang pendekar yang gagah
perkasa. Ternyata ia kaya raya pula. Tak mengherankan
Kilatsih tercengang melihat hiasan kamar yang serba
berlebihan. Dan melihat rasa tercengangnya, Sekar
Kuspaneti tertawa lembut.
"Akang! Apakah yang membuat hatimu heran" Apakah
segala perhiasan ini"
Sebenarnya bosan aku melihatnya. Sudah semenjak
kanak-kanak aku melihat hiasan semuanya ini. Katanya"
kamar ini disebut kamar temanten. Mengapa hiasannya
hanya itu-itu saja?"
Heran Kilatsih mendengar ujar Sekar Kuspaneti.
Barang-barang-hiasan yang dilihatnya itu, harganya
686 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mahal luar biasa. Memang"tadinya ia mengira"hiasan
kamar ini merupakan pepajangan kamar temanten. Tak
tahunya hiasan semuanya itu rupanya merupakan hiasan
dinding belaka yang sudah ada semenjak Kuspaneti
masih kanak-kanak. Maka bisa dibayangkan betapa kaya
Raja Muda Dwijendra. Pantaslah dia sanggup membiayai
pasukannya yang jumlahnya lebih dari sepuluh ribu
orang. "Paman Dwijendra adalah bawahan Kang-mas Sangaji.
la kaya raya begini. Kalau begitu"sungguh
mengherankan"apa sebab Kakak Manik Angkeran
menjual Gedung Paguyuban Sunda" Walaupun Kang-mas
Sangaji seorang pendekar sejati, akan tetapi
bawahannya pastilah tidak rela apabila dia sampai
menjual rumah," pikir Kilatsih di dalam hati.
Tatkala itu, mendadak Sekar Kuspaneti berkata
mengalihkan perhatiannya.
"Akang! Sebenarnya Akang putera siapa?"
Kilatsih terkejut. Inilah pertanyaan tak terduga
sehingga terasa sulit. Terhadap orang lain, ia bisa
menolak pertanyaan itu dengan leluasa. Akan tetapi
terhadap Sekar Kuspaneti"bakal isterinya"tidaklah
mungkin. Maka terasalah di dalam hati, makin lama ia
bakal terancam pertanyaan-pertanyaan yang tidak
mudah untuk dijawab. "Untuk apa kau menanyakan ayah bundaku?"
Sepasang alis Sekar Kuspaneti terbangun. Menyahut
dengan suara agak heran :
"Bukankah Beliau berdua bakal ayah-bun-daku pula"
Lagipula, aku wajib mengenal siapakah suamiku."
687 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih memanggut. Dalam hati terasa pahit. Lalu
menjawab sekenanya saja. "Ayah-Bunda telah lama
wafat tatkala aku masih kanak-kanak. Kata orang, Ayah
seorang pembesar negeri."
Sebenarnya keterangannya bukan sekenanya saja.
Memang orang tua Kilatsih tewas, tatkala dia masih
kanak-kanak. Hanya ia menjawab dengan sikap acuh tak
acuh sehingga berkesan sangat tawar. Itulah sebabnya
Sekar Kuspaneti menjadi tak' senang hati. Setelah
menatap wajahnya, dia minta ketegasan. ,
"Akang, katakan terus terang"sebenarnya Akang bisa
mencintai aku atau tidak?"
"Kau cantik sekali!" jawab Kilatsih gugup. "Pandang
matamu lembut. Kukira tidak hanya aku belaka yang
menaruh perhatian. Pemuda-pemuda lain pun akan cepat
jatuh cinta." "Tidak! Aku hanya untukmu," tungkas Sekar
Kuspaneti. "Aku ingin minta ketegasan hatimu. Aku
menunggu pengucapan perasaanmu dan bukan perasaan
orang lain. Apa peduliku?"
"Ah benar, adikku," kata Kilatsih dengan suara
setengah berbisik. "Seumpama kakakku...."
"Kakak" Kau berkata apa?" potong Sekar Kuspaneti
dengan wajah berubah. "Aku mempunyai kakak. Baik kepandaian maupun
roman wajahnya melebihi diriku. Hanya sayang, aku
berpisah semenjak 'belum pandai beringus."
Sekar Kuspaneti tercengang. Ia merasakan sesuatu
yang tak wajar. Pikirnya di dalam hati, "Berpisah
688 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semenjak belum pandai beringus. Akan tetapi bisa
meyakinkan kepadaku, bahwa baik kepandaian maupun
roman wajahnya"melebihi dirinya. Sebenarnya apakah
maksudnya?" Setelah berpikir demikian, dengan alis
terbangun Sekar Kuspaneti berkata, "Akang! Dia
kakakmu atau bukan"sama sekali tiada hubungannya
dengan diriku. Sebenarnya apakah maksud Akang" Ah,
mengertilah aku sekarang. Sebenarnya Akang menolak
diriku. Pantaslah semenjak bertemu pandang, Akang
selalu bersikap menolak. Bukankah Akang enggan
menerima hadiah tasbeh mustika ayahku?"
Ditegur demikian, hati Kilatsih benar-benar gugup.
Hatinya berdebar-debar. Dia sendiri seorang perempuan.
Secara wajar bisa merasakan keadaan hati Sekar
Kuspaneti. Maka cepat-cepat berkata mayakinkan.
"Bukan begitu. Bukan begitu. Siapa bilang, aku
menolak dirimu" Maksudku..... Cobalah dengar dahulu!"
Malu, mendongkol, gusar dan rasa sesal berkecamuk
di dalam hati Sekar Kuspaneti sehingga dengan tiba-tiba
ia menangis sedih. "Aku ingin mendengar kata hatimu dan bukan orang
lain. Sekali lagi Akang menyinggung-nyinggung diri
kakakmu lagi, aku akan membunuh diri di hadapanmu.
Katakanlah dengan terus terang, apabila Akang tak
senang padaku! Mengapa Akang mesti melalui jalan yang
berputar-putar," gerendeng Sekar Kuspaneti.
"Nanti dahulu! Dengarkan aku! Dengarkan aku!"
potong Kilatsih. "Memang aku anak seorang pemberontak! Anak
seorang berandal. Anak seorang yang melawan undang-
689 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
undang negeri. Sebaliknya engkau putera seorang
Pembesar Negeri. Pastilah ayahmu anak emas majikan-
majikan besar di Jakarta."
"Nanti dahulu!" Kilatsih kuwalahan. Akhirnya ia
tersenyum dan membiarkan Serkar Kuspaneti
mengirimkan rasa gusar dan mendongkolnya. Setelah
agak reda, dia mencoba. "Ayahmu seorang pendekar yang sangat kukagumi.
Dia seorang kusuma bangsa yang hidup bukan semata-
mata untuk diri sendiri. Tetapi andaikata ayahmu
seorang penjahat besar pun, aku tidak peduli..."
Sekar Kuspaneti membuang pandang. Hatinya
mendongkol amat. Dengan pandang cemberut, ia
menggerendeng lagi. "Kau selalu menyebut-nyebut kakakmu. Sebenarnya
apakah sih maksud Akang?"
Kilatsih mengawasi wajahnya. Tahulah dia, Sekar
Kuspaneti panas hatinya. Memang wajar dan tak dapat
dipersalahkan. Masakan pada malam temanten membicarakan
seorang pemuda lain" Oleh pertimbangan itu, tak terasa
ia menarik napas. Lalu berkata di dalam hati.
"Khabarnya Kangmas Manik Angkeran masih hidup
menyendiri. Kalau Sekar Kuspaneti ini kujodohkan
dengan dia, alangkah pantas. Akan tetapi aku tak boleh
terburu nafsu. Menyambar ikan jangan sampai keruh
airnya." 690 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berpikir demikian, perlahan-lahan ia berkata
mengalihkan pembicaraan. "Kuspaneti! Eh, bukan begitu namamu?"
Sekar Kuspaneti mengangguk. Hatinya sedikit lega,
karena calon suaminya sudah sudi memanggil namanya,
la mendengarkan kata-kata calon suaminya sambil
mengusap air matanya perlahan-lahan.
"Sekarang ini umurmu sudah berapa?" Kilatsih minta
keterangan. "Duapuluh tahun lebih sedikit. Bagaimana" Apakah
sudah terlalu tua bagimu?" Sekar Kuspaneti kembali akan
menjadi salah paham. "O, tidak tidak," kata Kilatsih cepat. "Suamimu
bukankah wajib mengerti berapa tahun usia isterinya?"
Kembali lagi hati Sekar Kuspaneti tenteram lega.
Kilatsih sudah sudi menyebut dirinya seorang suami dan
dia pun sudah disebut isterinya. Alangkah terasa nikmat.
Lantas saja ia berpaling dan minta keterangan.
"Dan Akang sudah berumur berapa?"
"Aku sudah tua," jawab Kilatsih dengan tertawa.
"Gmurku sudah dua puluh dua. Eh malahan hampir
mencapai dua puluh tiga." Tetapi di dalam hati, ia
berkata: "Aku baru berumur sembilan belas tahun. Dia
sudah berumur duapuluh atau duapuluh satu.
Benar:benar pantas apabila kuperjodohkan dengan
Kangmas Manik Angkeran."
"Akang dua puluh tiga dan aku dua puluh. Bukankah
pantas dan seimbang?" ujar Sekar Kuspaneti.
691 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar. Hanya saja engkau belum kenal aku," kata
Kilatsih. "Semenjak aku lagi belajar berjalan, ayah
bundaku tiada di sampingku lagi. Beliau berdua telah
wafat karena mengalami bencana. Kemudian aku
dipungut seorang tua yang kelak menjadi guruku.
Namanya Sorohpati. Aku bersama dia sampai berumur
empat belas tahun. Dia mati kena fitnah. Aku lantas
pindah rumah lagi. Aku dibawa ke sebuah pulau dan
hidup dengan kakek berbareng guruku. Kakakku ka-
dangkala menjenguk diriku. Tetapi jarang sekali. Pendek
kata aku ini seorang... seorang pemuda yang tak
mempunyai harta dan kepandaian. Apakah engkau tidak
menyesal mempunyai seorang suami seperti aku?"
"Akang pun belum mengenal diriku," Sekar Kuspaneti
menimpali. "Semenjak kanak-kanak aku mengikuti ayah
menjelajah pegunungan, hutan dan jurang. Setelah
dewasa entah sudah berapa banyak orang yang melamar
diriku. Tetapi aku tak sudi menikah dengan siapa pun,
kecuali manakala hatiku berkenan. Seumpama seorang
yang berkenan di hatiku kemudian dia menolak diriku,
aku bersumpah hendak membunuh diri di hadapannya.
Dialah engkau, Akang. Aku telah menyerahkan hatiku
kepadamu. Tadi di atas panggung pertandingan, engkau
memeluk aku. Kau letakkan kepalamu di atas pundakku,
ih hampir-hampir saja menyentuh dadaku. Tetapi
sekarang di dalam kamar ini, engkau membicarakan
seorang pemuda lain. Apakah engkau bermaksud hendak
menghina diriku semata untuk kesenanganmu belaka?"
Kilatsih tercengang. Sama sekali tak terduga, bahwa
Sekar Kuspaneti seorang gadis yang keras hati.
Mengingat ayahnya seorang Raja Muda yang keras hati
692 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula, ia jadi mulai mengerti. Katanya di dalam hati, "Aku
sendiri belum pernah melihat Kangmas Manik Angkeran
dan aku dengan sembrono hampir menyerahkannya
kepadanya dengan terus terang. Apakah hati seseorang
bisa dipaksa-paksa" Perkawinan merupakan tangga
hidup yang paling penting di dalam hidup ini. Sekali
menjatuhkan pilihannya, dia akan memikul akibatnya
untuk selama hidup. Ah, kalau begitu tak boleh aku
menimbulkan masalah Kangmas Manik Angkeran di
hadapannya. Seumpama kelak dia sudi menjadi isterinya
lantaran permintaanku lalu menyesal di dalam hati
karena pekerti kangmas Manik Angkeran yang buruk
dapatkah aku mengembalikan kegadisannya" Malaikat
sendiri barangkali tak dapat menolongnya."
"Katakanlah dengan terus terang!" kata Sekar
Kuspaneti mendesak lagi. "Akang sudi menerima diriku
sebagai isterimu atau tidak?"
Kilatsih benar-benar menjadi bingung. Tak dapat ia
mengambil keputusan dengan segera. Tadinya dia
merasa bisa menjawab dengan tegas bahwa ia sudi
memperisteri dirinya karena kelak akan diperjodohkan
dengan Manik Angkeran. Akan tetapi setelah menimbang
bahwa soal perkawinan adalah suatu soal yang gawat tak
berani dia main gegabah. Itulah sebabnya, ia tergugu.
Mulutnya membungkam dan pandang matanya gelisah.
Dan melihat hal itu, Sekar Kuspaneti salah tafsir lagi. Ia
mengira, Kilatsih menolak cinta kasihnya. Maka ia lantas
menangis sedih, pilu, malu dan gusar.
"Kuspaneti!" akhirnya ia membujuk. "Siapa kata aku
tak sudi memperisterimu" Coba"kau menghendaki apa"
Atau"aku harus berbuat bagaimana agar engkau tidak
menangis lagi!" 693 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar bujukan Kilatsih, tangis Sekar Kuspaneti
berhenti dengan mendadak. Mulutnya bergerak hendak
menyatakan sesuatu, akan tetapi batal. Wajahnya
nampak bersemu merah, ia malu untuk memohon
penyerahan cinta kasih suaminya pada malam-malam
temanten. Kilatsih masih berhati polos. Tak dapat ia
menggerayangi keadaan hati seorang gadis seusia Sekar
Kuspaneti. Melihat dia membungkam, ia meraih
tangannya. "O, ya"kau tadi berumur berapa?"
"Dua puluh tahun," sahut Sekar Kuspaneti pendek
sambil mengusap air matanya.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau begitu aku harus memanggilmu kakak," kata
Kilatsih. Sebenarnya itulah pernyataan hatinya yang
jujur. Sebab umurnya sendiri belum mencapai sembilan
belas tahun penuh-penuh. Sebaliknya, Sekar Kuspaneti
tercengang. Mendadak ia tertawa di antara sedannya.
"Ah, kutahu sekarang"mabukmu belum hilang!"
Hati Kilatsih tercekat. Segera ia sadar ucapannya tadi.
Maka cepat-cepat ia membenarkan sambil menggolekkan
badannya. "Benar... apakah aku masih mabuk" Baiklah aku tak
berbicara lagi. Jam berapa sekarang?"
Sekar Kuspaneti kena dikelabui. Gadis itu tertawa
bersyukur. "Benar-benar kau masih mabuk. Mulutmu masih
meruapkan bau minuman. Kalau memang tak tahan
minum, janganlah minum terlalu banyak. Kau tidurlah
694 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi. Tanggalkan pakaianmu dahulu. Lihat! Selimut kasur
jadi begini kotor kena kakimu...."
Cepat sekali hati Sekar Kuspaneti bisa menyesuaikan
diri. Tadi dia merasa berkecil hati dan segan-segan
terhadap calon suaminya. Tetapi setelah tahu, bahwa
calon suaminya masih dalam keadaan mabuk"ia jadi
bisa memaafkan semua kata-katanya yang menyakitkan
hati. Sikapnya lantas menjadi berani dan wajar. Berkata
setengah menegur. "Hai! Kenapa tak cepat-cepat ganti pakaian" Apakah...
apakah harus aku pula yang menanggalkan pakaianmu?"
"Berkata demikian, wajahnya merah muda. la merasa
kelepasan kata. Gntunglah" Kilatsih seolah-olah tidak
menghiraukan. Dia memejamkan mata dan berpura-pura
berusaha mengusir rasa mabuknya.
"Baiklah"kau boleh tidur tanpa membuka pakaian.
Sebentar kalau mabukmu benar-benar sudah hilang, aku
akan menjengukmu," kata Sekar Kuspaneti sambil
menyelimuti. Kemudian dengan tertawa perlahan ia
keluar kamar dan menutup pintunya.
Kilatsih tetap memejamkan matanya. Sesudah berada
dalam kamar seorang diri, pikirannya sibuk lagi. Memang
pengaruh minuman keras sebenarnya belum lenyap
seluruhnya. Setelah bergulak-gulik beberapa saat
lamanya, ia benar-benar tertidur.
Entah berapa jam, ia tidur di dalam selimut yang
hangat. Tatkala menyenakkan mata, matahari telah
melampaui titik tengah. Ia terperanjat tatkala melihat
sinar cerah menembus dinding kamar. Selama hidupnya
belum pernah ia tidur begitu lama.
695 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar-benar hebat arti minuman itu. Akan tetapi
dalam dirinya kini terasa suatu kesegaran luar biasa.
Serentak ia bangun sambil mengucak-ucak matanya. Dan
pada saat itu, ia mendengar suara Sekar Kuspaneti
berkata kepada pelayannya.
"Kau ganti selimut kasurnya!"
Sekar Kuspaneti mendahului masuk kamar. Begitu
melihat Kilatsih, ia tertawa manis.
"Bagaimana Kangmas"5) Apakah rasa mabukmu kini
benar-benar telah lenyap?"
Geli hati Kilatsih dipanggil dengan kangmas. Akan
tetapi kali ini, ia dapat lebih bersikap tenang dan wajar
daripada semalam. Maka ia membalas suatu senyum
pula. Dalam pada itu seorang pelayan perempuan segera
menarik seprei kasur. Melihat tapak-tapak bekas kaki
Kilatsih, ia mengira yang bukan-bukan. Dengan
mendekap mulut ia bergegas keluar kamar.
Kilatsih yang masih muda belia tentu saja tak mengerti
arti tertawanya si pelayan. Malahan Sekar Kuspaneti
sendiri yang pandai merajuk, tidak menaruh perhatian
khusus. .Mereka berdua mengira, bahwa pelayan itu
tertawa geli menyaksikan cara pergaulannya yang sudah
berkesan rukun. Dengan berjalan berendeng, Sekar Kuspaneti
mengantarkan Kilatsih ke kamar mandi. Selama Kilatsih
mandi, gadis itu tetap menunggu dengan duduk di atas
batu. 696 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kangmas! Kalau sudah siap, Kangmas dipanggil Ayah.
Ayah menunggumu di atas."
"Di atas bagaimana?" Kilatsih menyahut dari dalam
kamar mandi. "Di kamar loteng."
"Eh, apakah rumahmu bertingkat?"
"Kau lihat saja nanti," ujar Sekar Kuspaneti dengan
tertawa geli. Kilatsih tak menyahut lagi. Untuk berdandan ia
membutuhkan waktu yang lama.
Maklumlah, dia harus pandai mengatur rambut dan
dadanya agar tak nampak menyolok. Kepandaian
menyamar diperolehnya dari Sirtupelaheli tatkala nenek
itu berada di tengah kepulauan Karimun Jawa. Karena
dia berperawakan singsat dan padat, maka
penyamarannya boleh dikatakan sempurna.
Demikianlah setelah makan siang ia diajak keluar
Sekar Kuspaneti menghadap ayahnya. Dengan cermat,
Kilatsih melayangkan pandangnya. Mula-mula ia
melewati beberapa ruang besar. Kemudian
menyeberangi petak rumput yang teratur rapih. Itulah
sebuah taman khusus untuk kamar-kamar tamu. Tatkala
lewat beberapa tetamu yang menginap memberi hormat
dan ucapan selamat. Ia membalas dengan ramah pula.
Agar tak terlibat suatu pembicaraan, cepat-cepat ia
meraih lengan Sekar Kuspaneti untuk dibawanya
berjalan. Justru demikian, para tetamu tertawa lebar.
697 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selamat! Selamat! Moga-moga tahun depan Raja
Muda Dwijendra dianugerahi dua cucu sekaligus," kata
mereka. "Iddih dua cucu?" gerendeng Kilatsih di dalam hati.
Betapapun juga ia seorang gadis. Mendengar olok-olok
itu, wajahnya cepat sekali bersemu merah. Maka ia
mempercepat langkahnya, sehingga ia menginjak jari-jari
isterinya. Dan orang-orang bertambah tertawa berani.
Setelah menyeberangi petak taman itu, nampaklah
sebuah gedung tinggi bertingkat dua. Sekar Kuspaneti
membawanya naik melalui tangga. Dan ruang tingkat
dua ternyata hanya merupakan sebuah kamar yang
sangat sederhana. Di pojok sebelah timur berdiri sebuah
almari terbuat dari besi.
Perabot lainnya tiada, kecuali sebuah meja tulis dan
empat kursi tetamu. Di dinding tergantung sebuah
lukisan Cisadane yang menggambarkan suatu
pertempuran seru di seberang menyeberang sungai itu.
Tiada keistimewaannya kecuali kesan kunonya.6)
Raja Muda Dwijendra telah menunggunya di belakang
meja tulis. Begitu melihat menantunya memasuki kamar
kerjnya, ia lantas berdiri dengan tertawa menyambut.
Katanya penuh syukur, "Anakku Guntur dan kau Sekar
Kuspaneti. Ayahmu mengucapkan selamat. Cobalah lihat
apa yang berada di atas meja itu."
Kilatsih memalingkan kepala. Di atas meja nampaklah
puluhan butir permata dan seonggok emas dan benda-
benda kuno yang mahal harganya. Pikirnya, "Benar-
benar kaya raya dia. Apakah maksudnya ia
memperlihatkan harta bendanya kepadaku" Apakah dia
698 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak menghadiahkan semuanya kepadaku sebagai
bekal hidup?" "Kau berdua sudah menjadi setengah suami isteri.
Hatiku sangat bersyukur. Kamu berdua boleh memilih
yang paling baik. Masing-masing sebuah saja. Sebab
lainnya bakal untuk sahabat-sahabat kita yang datang
dari jauh." Kilatsih heran. Tak dapat ia membuka mulutnya. Sekar
Kuspaneti rupanya tahu keadaan hatinya. Cepat-cepat ia
menerangkan maksud ayahnya.
"Inilah kebiasaan Ayah. Kau pilihlah sebuah benda
yang kau senangi!" Kilatsih menurut. Ia memilih sebatang cundrik7) yang
berteretes berlian. Sarungnya terbuat dari emas murni.
Barang demikian tidak ternilai harganya. Sedangkan
Sekar Kuspaneti memilih sebatang tusuk-konde emas
bermata berlian pula. Sesudah menggenggam benda pilihannya, Kilatsih
melayangkan pandangnya kepada* lukisan yang
tergantung pada tembok itu. Ia merenungi pertempuran
seru yang berlangsung di seberang sungai yang agung
airnya. Karena tertarik kepada lukisan itu, alisnya
terbangun. "Apakah engkau menaruh perhatian kepada lukisan
kuno itu?" kata Raja Muda Dwijendra dengan tertawa
penuh pengertian. "Besok aku akan mengisahkan isi
lukisan itu. Walaupun nampaknya sederhana akan tetapi
inilah lukisan yang mempunyai harga sejarah. Baiklah
sekarang kamu berdua boleh kembali ke kamar. Atau,
699 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
eh, Kuspaneti kau bawalah suamimu berjalan-jalan
menjenguk pertamanan."
Sekar Kuspaneti memanggut dan segera membawa
Kilatsih menuruni rumah tingkat. Begitu sampai di
tangga, tiba-tiba Kilatsih yang bertelinga tajam
mendengar salah seorang tetamu berkata kepada
temannya. "Katanya tuanku Dwijendra, kali ini merupakan
hubungan dagang kita yang terakhir....."
"Apakah tuanku hendak pindah tempat?"
"Bagaimana aku tahu" Kabarnya gedung Paguyuban
Sunda pun telah ada yang membelinya."
Kilatsih terkejut. Ingin ia mendengarkan pembicaraan
itu lebih lanjut. Akan tetapi Sekar Kuspaneti sudah
menarik tangannya untuk diajak menuruni tangga rumah
tingkat. Sampai petang hari Kilatsih diajak berkuda
mengelilingi perkampungan dan pegunungan yang
merupakan pagar alam istana Raja Muda Dwijendra.
Tatkala tiba kembali di rumah, hari sudah malam.
Seprei sudah diganti, sehingga pembaringan itu
nampak lebih indah dan menarik.
Bau harum semerbak memenuhi kamar te-manten.
Pada saat itu, terdengarlah kentong sembilan kali.
"Hai! Hampir satu hari penuh kita berkuda!" kata
Sekar Kuspaneti. "Kau capai tidak?"
"Malam ini tidak ingin aku tidur mendengkur seperti
kemarin malam," sahut Kilatsih. "Sekarang ceriterakan
700 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa arti perdagangan ayahmu tadi siang. Apakah
ayahmu seorang pedagang?"
"Seorang pedagang?" Sekar Kuspaneti tertawa.
"Bukankah sudah kuterangkan, bahwa ayahku seorang
penjahat besar yang memerintah hampir separo bumi
Priangan?" "Baiklah"kalau begitu, aku pun menantu seorang
penjahat besar. Karena itu, aku ingin pula menjadi
seorang penjahat gede," ujar Kilatsih mengambil hati.
Pada malam hari kedua itu, Sekar Kuspaneti sudah
berani bermanja-manja. Mendengar kata-kata suaminya,
lantas saja ia merebahkan diri pada pundaknya. Cepat-
cepat Kilatsih menyambut dengan lengannya dan
dipeluknya untuk menghindarkan dadanya. Bujuknya,
"Hayo ceriterakan! Kalau tidak" aku akan mencari kabar
sendiri." "ldih!" Sekar Kuspaneti memberengut sambil
menegakkan badan. "Kukira
Kangmas seorang alim. Alihkan tak sabar-an...."
"Benarkah begitu!" Kilatsih tersenyum lebar.
"Ayahku seorang penjahat besar, kataku tadi," Sekar
Kuspaneti mulai. "Seumpama bukan, rasanya samalah
saja. Sebab ia mengangkat senjata melawan
pemeritahan Belanda. Laskar Ayah sebanyak duapuluh
ribu orang lebih. Tersebar mulai dari pantai barat
Banten"dan batas Cirebon. Untuk membiayai laskar
sebanyak itu, ayah perlu merampok atau membegal
saudagar-sauda-gar yang datang dan pergi ke Jakarta.
Kadang-kadang mencegat laskar Kompeni Belanda
701 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apabila mereka membawa belanja dan barang rampasan
itu, lantas dijualnya. "Kemana?" potong Kilatsih tertarik.
"Tak perlu Ayah berkisar dari tempat, Ayah sudah
mempunyai empat orang tukang tadah. Merekalah tadi
yang berbicara di bawah tangga," jawab Sekar Kusaneti.
"Kemana barang rampasan itu hendak dijualnya,
terserah kepandaian mereka. Kabarnya mereka
membawa barang dagangannya ke Jawa Tengah dan
Jawa Timur." Kilatsih membiarkan Sekar Kuspaneti bercerita
berkepanjangan sampai tiga jam lebih. Dia sendiri
berbaring di atas kasur menikmati pikirannya sendiri.
Gcapan pedagang-pedagang tadi yang menyinggung
tentang gedung Paguyuban Sunda menarik perhatiannya.
Tetapi untuk bisa memperoleh keterangan dari mulut
Sekar Kuspaneti ia harus berani bersabar hati.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demikianlah"manakala suara Sekar Kuspaneti sudah
terdengar reda"ia mencoba.
"Orang-orang tadi berkata"bahwa kali ini merupakan
perdagangan yang terakhir. Apakah maksud mereka?"
"Apakah kau menghendaki aku berbicara sepanjang
malam?" Sekar Kuspaneti mem-berengut.
"Hayooo! Sekarang engkaulah yang ternyata tidak
sabaran," Kilatsih ganti berolok-olok.
Wajah Sekar Kuspaneti bersemu dadu.
"Baiklah"tentang hal itu, belum dapat aku memberi
keterangan." 702 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kata mereka"mungkin ayahmu hendak berpindah
tempat." "Berpindah tempat bagi keluarga kami merupakan soal
biasa. Kalau tidak, Kompeni bisa sampai disini."
"Lantas rumah ini?"
"Ayah tak pernah mau menderita kerugian. Rumah ini
pastilah sudah dijualnya sebelum mengangkat kaki,"
jawab Sekar Kuspaneti. Kilatsih heran berbareng kagum. Katanya perlahan,
"Pantaslah"ayahmu termasyur sebagai seorang
pemimpin perjuangan yang pandai dan bijaksana."
Sekar Kuspaneti tersenyum puas mendengar suaminya
memuji ayahnya. Dan pada saat itu, kentong dua kali
terdengar di kejauhan. Gadis itu lantas nampak berge-
lisah. Kilatsih tahu arti kegelisahan itu. Lalu berkata
lembut, "Kau tidurlah di sampingku. Tetapi aku masih
ingin minta keterangan dua hal lagi."
Wajah Sekar Kuspaneti merah jambu begitu
mendengar suaminya mempersilakan berbaring di
sampingnya. Tatkala ia beragu, Kilatsih menarik
lengannya. Dan ia tak membantah. Demikianlah"maka
ia berbaring di samping suaminya dengan jantung
berdeburan. "Kau ingin menanyakan apa lagi?" ia bertanya untuk
menenteramkan diri. Akan tetapi suaranya
bergemetaran. "Yang pertama, tahukah engkau tentang gedung
Paguyuban Sunda yang tadi disinggung-singgung
703 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka?" sahut Kilatsih dengan suara bersungguh-
sungguh. Karena heran berbareng terkejut, degup jantung Sekar
Kuspaneti hilang dari perhatian dirinya. Dengan suara
tinggi ia membalas bertanya, "Apakah hubungannya
dengan dirimu" Eh, sebenarnya Kangmas siapa?"
Kilatsih segera sadar akan kekeliruannya. Cepat-cepat
ia memeluk isterinya sambil berbicara setengah berbisik.
"Beberapa hari yang lalu"aku lewat di depan gedung
itu. Begitu melihat gedung tersebut"timbullah
keinginanku hendak membelinya. Kalau aku bisa membeli
gedung tersebut, bukankah aku.... pendek kata aku akan
menjadi orang bahagia."
"Untuk apa?" Sekar Kuspaneti heran.
"Untuk... untuk... Ah, buat apa membicarakan lagi.
Bukankah sudah jatuh pada orang lain?"
"Belum tentu! Kalau Kangmas senang, biarlah nanti
aku membicarakannya dengan Ayah."
"Eh, mana bisa begitu. Aku melihat sendiri"gedung
itu sudah kena dibeli seorang Tionghoa."
"Itulah perkara gampang," tungkas Sekar Kuspaneti.
"Ayah mempunyai perantara banyak sekali."
Mendengar ucapan Sekar Kuspaneti, terbukalah hati
Kilatsih. "Apakah gedung tersebut tadinya dijual lewat
perantara"eh, tengkulak-tengkulak" seperti mereka?"
"Demikianlah cara teman-teman Ayah menjual semua
hartanya." 704 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang mengertilah Kilatsih apa sebab gedung
Paguyuban Sunda bisa jatuh ke tangan seorang Tionghoa
yang hendak membuka sarang perjudian. Bagi seorang
tengkulak"siapa calon pembelinya"bukan merupakan
soal utama. Pokoknya asal untung besar.
"Baiklah"sekarang tinggal satu pertanyaan lagi," kata
Kilatsih, "Lukisan yang berada pada dinding kamar atas,
rupanya sudah tergantung semenjak lama sekali. Apakah
kau mengerti kisah lukisan tersebut?"
"Aku tak tahu. Tentang itu, belum pernah Ayah
menceritakan kepadaku," jawab Sekar Kuspaneti. la
berpikir sejenak. Kemudian bangkit dari tidurnya. Berkata
lagi seperti kepada dirinya sendiri. "Benar..... aku pun
merasa aneh pula, selamanya"Ayah selalu
menceritakan segalanya"kecuali gambar itu. Apakah
engkau melihat sesuatu yang aneh?"
Kilatsih tertawa sambil menggeleng. Tatkala hendak
membuka mulut, kentongan terdengar lagi.
"Hai! Hampir jam tiga!" seru Sekar Kuspaneti. "Kau
hendak bertanya apa lagi?"
Kilatsih memutar otaknya. Tiada lagi ia menemukan
alasan untuk memperlambat waktu. Tanpa alasan lain"
sebagai calon suami"ia harus memenuhi syarat rukun.
Bagaimana mungkin" Dan ia jadi sibuk sendirinya.
"Kangmas!" Sejenak kemudian Sekar Kuspaneti
membuka suaranya dengan perlahan, "Benarkah engkau
tidak mencela padaku?"
705 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak! Untuk selamanya engkau adalah kakakku,"
sahut Kilatsih dengan tertawa.
"Ah"lagi-lagi engkau berlagak mabuk," damprat Sekar
Kuspaneti. "Baiklah"kalau engkau senang memanggil
aku kakak. Aku pun akan memanggilmu adik yang manis.
Bagaimana?" "Baik, baik...," sahut Kilatsih dengan tertawa.
Sekar Kuspaneti jadi gregetan. Ia mencubit sekuat-
kuatnya sambil berdiri. Katanya setengah berputus asa.
"Baiklah"kalau malam ini engkau belum
menghendaki. Kau perlu istirahat."
Kilatsih meraba kancing bajunya sambil menjawab,
"Benar"aku perlu beristirahat dahulu."
Akan tetapi ia hanya meraba kancing baju. Tidak
berani ia membuka baju luarnya di depan Sekar
Kuspaneti. Itulah berarti akan bunuh diri saja. Justru
pada saat itu, tiba-tiba ia mendengar suara ribut.
Beberapa orang berteriak bersambung-sambung.
"Ada penjahat! Tangkap! Tangkap!"
Heran Kilatsih mendengar bunyi teriakan. Benarkah
istana Raja Muda Dwijendra sampai kena dimasuki
seorang penjahat" Itulah mustahil dan lucu sekali.
Ia mendengar suatu kesibukan para tetamu yang pada
lari berserabutan keluar kamar. Dan teriakan lantas saja
jadi bersambung-sambung. Kilatsih tertawa.
"Kuspaneti! Benar-benar kita tak diperkenankan tidur*
malam! Penjahat itu sampai berani mengadu jiwa karena
ayahmu mempunyai harta luar biasa banyaknya. Mari!"
706 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar Kuspaneti mendahului keluar kamar, Kilatsih
melompat pula sambil menyambar pedangnya. Tatkala
sampai di luar ambang pintu, ia melihat Sekar Kuspaneti
lari mengarah ke kamar loteng, tempat penyimpan harta
benda. Kilatsih sempurna ilmu larinya. Dengan beberapa kali
lompatan, ia sudah mendahului para tamu dan bujang-
bujang rumah tangga. Malahan ia meninggalkan Sekar
Kuspaneti pula. Dan melihat hal itu, sekar Kuspaneti
mendongkol, berbareng bersyukur. Ia bergirang hati
karena suaminya ternyata seorang pendekar yang tinggi
ilmu kepandaiannya dan nampaknya benar-benar hendak
membela keluarganya. Sebaliknya ia mendongkol, karena
Kilatsih tidak menggubris panggilannya. Bahkan larinya
kian cepat dan cepat. CJntuk mencapai kamar loteng penyimpan harta
benda, seorang harus melintasi petak pertamanan
dahulu. Akan tetapi Kilatsih dapat mencapai kamar
bertingkat itu dengan sekejap mata saja. la menoleh dan
melihat Sekar Kuspaneti sedang berlari-larian
menyeberangi petak rumput. Tak mau ia menunggu,
lantaran khawatir penjahat itu telah merajalela di atas
sana. Dengan menjejakkan kaki, ia melesat mencapai
atap. Begitu tiba di atas atap, ia melompat lagi.
Segera ia mendarat di ruang tingkat dua. Telinganya
yang tajam mendengar suatu suara meringkik. Hatinya
tercekat. "Penjahat dari mana sampai berani mencoba-coba
mengadu jiwa di sini?" bentaknya di dalam hati.
Karena loteng sangat gelap, ia perlu menyalakan
sumbu lentera yang berada di pojok kamar. Kemudian
707 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil menenteng lentera itu, ia memasuki kamar
dengan menghunus pedangnya. Dan begitu masuk, ia
melihat empat orang berperawakan tinggi besar
menghadang di depannya. Tetapi anehnya"mereka tak
berkutik sama sekali. Melihat letak kakinya, mereka
bergerak hendak lari menuruni tangga. Wajahnya
berkerut-kerut seperti lagi menanggung sakit. Dan
melihat mereka, Kilatsih hendak menyambarkan
pedangnya. Tiba-tiba suatu ingatan menusuk benaknya.
"Nampaknya mereka tidak wajar, seperti kena gendam
ilmu sakti," pikirnya di dalam hati. Dan memperoleh
pikiran demikian, hati-hati ia menghampiri. Benar saja"
mere^ ka berempat tak berkutik sama sekali. Mulutnya
pun bungkam seperti gagu. Meskipun demikian, Kilatsih
tak berani sembrono. Ia mengamati-amati sekian lamanya. Dan ia menjadi
kagum. Pikirnya di dalam hati, "Luar biasa hebat ilmu
yang digunakan orang yang menghantam mereka.
Mereka seperti mati saja. Ilmu gendam apakah yang
dipergunakan memukul mereka ini?"
Kilatsih adalah murid Adipati Surengpati" seorang
pendekar yang berpengetahuan luas. Banyak ia
mengenal beragam ilmu sakti dan ilmu mantram. Hanya
saja dia belum mempunyai pengalaman. Itulah
sebabnya, tak dapat ia memunahkan dengan segera.
Sesudah mengadakan percobaan empat kali, baru salah
seorangnya bisa menggerakkan tangannya. Dan begitu
tangannya bergerak, terdengarlah suara berisik. Batu-
batu permata rontok beran-takan di atas lantai. Itulah
harta benda yang berharga puluhan ribu ringgit.
708 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih tercengang. Jelaslah"bahwa orang yang
menghantam mereka bukan bermaksud untuk merampas
harta benda. Seumpama demikian, harta benda itu
sangat berharga untuk diangkut.
"Apakah penyerang kalian sudah kabur?" Kilatsih
minta keterangan. Sambil menekap dada mereka masing-masing, salah
seorang menuding ke arah timur. Mereka belum dapat
berbicara atau bebas dari rasa sakitnya. Suatu tanda
bahwa ilmu gendam penyerang mereka sangat hebat.
Dengan berani Kilatsih melompat keluar lewat jendela.
Ternyata di sebelah timur kamar tingkat dua, terdapat
sebuah jembatan penghubung yang sampai pada suatu
loteng bertingkat empat. Dari sana, Kilatsih mendengar
suara Dwijendra. "Kami sudah menunggu sampai dua keturunan. Tahun
depan sudah mencapai tujuhpuluh dua tahun. Apakah
benar engkau tak sudi memperlihatkan wajahmu
kepadaku?" Mendengar suara Dwijendra, Kilatsih melesat
memburu. Pada saat itu, ia mendengar suara jawaban.
"Baik"mari!"
Kilatsih kaget. Serasa ia pernah mendengar dan
mengenal suara itu. Hanya kapan dan dimana, ia tak
dapat mengingat-ingat dengan segera.
Oleh sinar lampu, Kilatsih melihat Dwijendra
mengambil gambar yang terletak di atas meja. Itulah
gambar yang dilihatnya tadi siang di kamar tingkat dua.
Dan dengan kedua belah tangan, gambar itu diserahkan
709 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada orang yang berdiri di depannya. Dan orang itu
menerima dengan sebelah tangan. Sedang tangan yang
lain dipergunakan untuk menepuk-nepuk pundak
Dwijendra seperti lagak seorang pembesar negeri merasa
puas terhadap bawahannya.
Mendadak saja"Kilatsih merasa tersinggung
kehormatannya. Terus saja ia membentak. Tetapi
berbareng dengan bentakannya, ia kena serang senjata
bidik. Cepat ia menyampok dengan pedangnya. Di luar
dugaan, tenaga lemparannya sangat kuat. Benar"peluru
bidikan itu hancur kena sabetan pedangnya"akan tetapi
ia tak dapat mempertahankan diri kena dorongan tenaga
lemparan. Tubuhnya lantas terhuyung mundur. Hampir
saja ia jatuh terlempar dari jembatan penghubung.
Gntung dia gesit. Selagi badannya berada di udara,
tangan kirinya menjambret papan jembatan dan dengan
sekali mengayunkan badan, ia berhasil mendarat di
jembatan dengan tak kurang suatu apa.
Malam itu sangat gelap. Walaupun mata Kilatsih
sangat tajam, namun tak dapat menembus bentuk
tangannya sendiri. Apalagi untuk bisa menangkap


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bayangan seseorang. Tatkala baru saja hendak menenteramkan napas,
kembali lagi terdengar kesiur angin tajam. Itulah senjata
bidik lagi yang dilemparkan dengan tenaga dahsyat.
Dengan pedangnya, Kilatsih dapat menangkis lagi.
Benturan itu menerbitkan letikan api dan senjata bidik itu
jatuh di atas alas jembatan. Segera ia memungut dan
merabanya. Ternyata hanya sebutir batu. Maka dapat
dibayangkan betapa hebat tenaga sambitan itu, sehingga
bisa melawan tajamnya pedang.
710 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu itu, Dwijendra melongokkan kepalanya.
Menegur, "Siapa?"
Belum lagi Kilatsih menyahut, suara teguran Dwijendra
berubah dengan suara terkejut. "Apakah anakku Guntur"
Kau kembalilah ke kamarmu! Ini bukan perkaramu,"
serunya gugup. Kilatsih heran mendengar seruannya. Sudah terang"
penjahat itu datang untuk merampas harta miliknya. Apa
sebab mertua justru membantu perampasnya" la
menyambit dirinya dengan dua butir batu. Terang sekali
maksudnya. Ia mencegah kedatangannya.
Pada saat itu"di bawah jembatan penghubung"
datanglah beberapa tetamu untuk memberi bantuan
kepadanya. Dwijendra melihat kedatangan mereka.
Tanpa menunggu reaksi Kilatsih, ia melompat keluar dan
berkata dengan suara nyaring.
"Saudara-saudara"silakan kembali tidur dengan
nyenyak. Aku telah berhasil mengusir penjahat itu."
Tetapi Kilatsih bermata jeli. la melihat si pencuri
melesat keluar jendela belakang. Gesit gerakannya.
Tanpa berpikir panjang lagi, ia melompat pula untuk
mencegatnya. Dengan sebat, penjahat itu sudah berhasil
mencapai tembok pekarangan. Kilatsih tak sudi
mengalah. Ia segera memperlihatkan kesehatannya pula.
Aneh penjahat itu. Sesudah berada di atas tembok,
mendadak ia menoleh dan melambaikan tangannya.
Mukanya bertopeng, namun pandang matanya sangat
tajam seolah-olah bisa menembus kegelapan malam.
Kilatsih tidak memedulikan lambaian tangannya, la
mengejar terus. 711 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di luar tembok pekarangan terdapat beberapa deret
belukar lebat yang teratur rapi. Belukar lebat itu
merupakan hiasan pekarangan istana. Di balik belukar
itu, Kilatsih mendengar suara ringkik kuda. Tepat pada
saat itu, bulan sipit muncul dari balik awan. Kilatsih
melemparkan pandangnya. Ia kaget dan heran setengah
mati. Kuda yang meringik itu berwarna hitam. Itulah
kuda yang dikenalnya. Kuda milik pemuda berbaju biru
muda yang membuat hatinya jengkel.
712 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
12 GURU SANGAJI DAN SANJAYA MELIHAT KUDA ITU" Kilatsih berdiri tertegun, la
mengucak-ucak kedua matanya hendak meyakinkan
dirinya sendiri. Benarkah kuda itu milik pemuda sinting
berbaju biru muda" Bukankah pemuda itu sama sekali
tak mempunyai kepandaian" Kenapa dia datang kemari
sebagai pencuri" . Kilatsih jadi berbimbang-bimbang. Maklumlah, dia
sudah menguji pemuda itu dan sama sekali tidak
mengerti ilmu berkelahi. Maka ia tidak yakin bahwa
713 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang bertopeng itu, si pemuda berbaju biru muda.
Tetapi ftalau bukan dia, bagaimana jawabannya tentang
kuda hitam yang meringik di belakang belukar" Dia
datang kemari pasti bukan untuk mencuri. Kalau benar-
benar bermaksud mencuri, apa sebab tidak mengangkat
harta benda empat tengkulak tadi yang harganya
puluhan ribu ringgit"
Sebaliknya dia hanya minta lukisan kuno dari tangan
tuan rumah sendiri. Memang lukisan itu mempunyai
harganya sendiri. Tetapi kalau dibandingkan dengan
harta empat tengkulak tadi, rasanya masih sangat jauh
selisihnya. "Dia baru bermur duapuluh tahun lebih," kata Kilatsih
di dalam hati. "Dan paman Dwijendra telah
menunggunya selama tujuh-puluh tahun. Ah, kalau
begitu terang sekali bukan dia. Lantas siapa?"
Masih saja Kilatsih terlongong-longong seorang diri,
kalau saja tidak diganggu suara berisik yang mendatangi.
Tatkala menoleh, ia mendengar suara Dwijendra berseru
nyaring. "Anakku! Kau baliklah kemari!"
Mendengar seruannya, Kilatsih kian tercengang. Aneh
dan mengherankan bunyi seruan itu. Artinya, mertuanya
berusaha melindungi orang bertopeng tadi. Memikir
demikian, ia malah tak menggubris seruannya. Lantas
saja ia melesat keluar tembok. Dengan sekali meloncat ia
tiba di belukar. Begitu menjenguk belukar, ia heran
setengah mati karena terjadi suatu peristiwa ajaib lagi. la
mendengar suara terantuknya kaki kuda. Setelah diamat-
amati ternyata, kudanya sendiri, si Megananda!
714 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sewaktu datang ke rumah Dwijendra, Kilatsih
menitipkan kudanya di kampung. Dia sendiri yang
menambatkan pada tiang kandang. Apa sebab tiba-tiba
kini tertambat pada sebatang pohon belukar"
Tatkala itu orang bertopeng yang dikejarnya sudah
berada di atas kudanya. Ia lari selintasan, kemudian
berhenti dengan mendadak. Ia menoleh dan
melambaikan tangannya. Sekarang Kilatsih hilang keragu-raguan-nya. Dia
benar-benar anak muda sinting yang pernah dikenalnya.
Tiba-tiba saja ia mempunyai perasaan tak senang
padanya. "Hai, anak edan! Apa sebab kau mempermainkan aku
berulang kali?" serunya gemas. Terus ^ija ia melompat
ke atas kudanya dan lari mengejarnya. Megananda
segera mementangkan kakinya.
la baru melintasi petak hutan yang berada di sebelah
barat bukit, tatkala mendengar suara derap beberapa
kuda di belakangnya. Tahulah dia, bahwa Dwijendra
sedang mengejarnya beramai-ramai. Akan tetapi kuda
mereka tak dapat dibandingkan dengan Megananda.
Sebentar saja mereka ketinggalan makin jauh.
Megananda kabur makin cepat mengejar kuda hitam si
pemuda. Jarak pengejaran tetap tak berubah, walaupun
Megananda sudah berusaha lari secepat-cepatnya.
Sebentar saja mereka telah meninggalkan kota
Sumedang. Tak lama kemudian pemuda bertopeng itu
mengendorkan lari kudanya, la nampak menoleh sambil
melambaikan tangannya. Kilatsih jadi mendongkol.
715 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan penasaran ia mengeprak Megananda dan melihat
Kilatsih menghentakkan kudanya, pemuda itu pun segera
melarikan kudanya cepat-cepat pula.
Malam itu"mereka terus berkejar-kejaran"di bawah
sinar bulan sipit. Tak terasa fajar hari telah
menyongsongnya. D^ depan sana tergelar sepetak rimba
lebat dan begitu memasuki rimba, pemuda itu menoleh
dan berseru nyaring. "Saudara! Tak dapat lagi aku menemanimu. Sampai
bertemu!" "Eh"kau hendak lari kemana?" damprat Kilatsih
dengan hati panas. "Walaupun kau lari ke ujung dunia,
masakan aku tak dapat mengejarmu?"
Pemuda itu tertawa meriah tatkala ia mendengar
dampratan Kilatsih. Tetapi ia benar-benar dapat
membuktikan ucapannya. Sekali mengedut kendali,
kudanya melesat bagaikan terbang melintasi pagar
pepohonan. Dan ia lenyap dari penglihatan seperti
dilindungi iblis. Kilatsih berbimbang-bimbang. Teringatlah dia
peringatan gurunya, bahwa mengejar orang yang
memasuki hutan"sangatlah besar bahayanya. Sebab dia
bisa menikam dari belakang. Memperoleh ingatan
demikian, segera ia berwaspada seraya melambatkan
kudanya. Benar saja"sekonyong-konyong kuda hitam
milik pemuda itu"lari keluar hutan tanpa
penunggangnya. Kilatsih segera menahan kudanya.
Ia lantas meraba pedangnya, la tahu" orang
bertopeng itu"tinggi kepandaiannya. Apakah dia hendak
menikam dari belakang" Selagi berpikir demikian,
716 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengarlah teriakan-teriakan saling susul dari dalam
hutan. Sedetik Kilatsih menimbang-nimbang. Kemudian
turun melompat dan melesat ke atas dahan.
Tepat pada saat itu"beberapa orang berlari-larian
saling berlomba sambil berseru kecewa.
"Larinya ke timur. Kuda hitam itu mahal harganya.
Hayo, kau ke sana! Hai, di sini ada kuda putih. Sayang,
binatang itu pun lari ke timur pula. Hayo kejar!"
Kilatsih tak khawatir kudanya kena tangkap.
Seumpama terpaksa lari jauh lantaran diubar-ubar, dia
pun bisa memanggilnya dengan bersiul. Karena itu, ia
segera mengayunkan tubuhnya dan melompat dari
dahan ke dahan. Dalam waktu sebentar saja, sampailah
dia ke dalm rimba raya. Segera ia mendengar suara
berbisik. Dengan hati-hati Kilatsih turun ke tanah. Kemudian
maju dengan berindap-indap. Di depannya terjadi suatu
peristiwa yang mengherankan"yang memberi
penjelasan kepadanya. Di atas sebuah batu besar, duduklah si pemuda
berbaju biru muda. Topengnya sudah dibuangnya.
Karena waktu itu pagi hari telah tiba, maka Kilatsih dapat
melihat mukanya dengan jelas.
la dikepung delapan orang masing-masing bersenjata
tajam. Kilatsih segera mengenal beberapa orang di
antara mereka. Sastradirja, Andi Basanta, Podang
Winangsi, Sukra Sakurungan dan empat orang lainnya.
Dua orang di antara mereka sangat menyo-lok. Mereka
berperawakan kasar, berambut panjang dan
menyandang seperti haji. 717 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih tak khawatir kudanya kena tangkap.
Seumpama terpaksa lari jauh lantaran diubar-ubar, dia
pun bisa memanggilnya dengan bersiul. Karena itu, ia
segera mengayunkan tubuhnya dan melompat dari
dahan ke dahan. Mereka berdua bersenjata sepasang kapak pada
tangannya masing-masing. Terdengarlah suara Sastradirja setengah menggeram.
"Walaupun kau sangat licin" jangan harap bisa lolos dari
mata kami. Bagaimana" Kau masih senang pada jiwamu
atau tidak?" Pemuda itu lantas menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jangan bilang begitu! Jangan bilang begitu! Kau pun
tahu sendiri, sedang semut pun masih sayang jiwanya.
Apalagi manusia. Kenapa sih kata-katamu begitu
sembrono?" "Kalau begitu nah serahkan semift bekalmu dan
panggil kudamu tadi! Hayo cepat!" hardik Sastradirja
galak. Pemuda itu tetap saja bergeleng kepala.
"Ini kan uang-uangku sendiri. Ini kan harta bendaku
sendiri. Mengapa harus kuserahkan kepadamu" Kuda itu,
kudaku sendiri pula. Dia mempunyai empat kaki. Larinya
cepat pula. Bagaimana aku bisa memanggilnya.
Seumpama suaraku senyaring guntur pun, dia juga tak
mengerti...." Mendongkol hati Sastradirja mendengar jawaban
pemuda itu. Saking mendongkolnya, ia lantas tertawa.
Katanya memberi peringatan.
718 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ingatlah! Kau di sini seorang diri saja. Pengawalmu
telah menjadi tamu Agung Istana Bintang Nusantara.
Malahan dia telah menjadi anak kesayangan Raja Muda
Dwijendra. Siapakah yang akan menolongmu lagi?"
Pemuda itu tiba-tiba berputar tubuh sambil menunjuk
ke arah gerombolan belukar tempat Kilatsih
bersembunyi. "Siapa bilang"pengawalku menjadi anak kesayangan
Raja Muda Dwijendra. Dia berada di sini. Lihat di situ!"
Kemudian dia berseru nyaring.
"Hai, pengawal pribadiku! Kau tolonglah aku!"
Kilatsih mendongkol bukan main di sebut sebagai
pengawal pribadinya. Sama sekali tak diduganya, bahwa
pemuda sinting itu ternyata tahu dimana dia sedang
bersembunyi. Mau tak mau terpaksalah dia muncul dari
belukar. Salah seorang pengepung pemuda itu, kaget. Sekali
berputar lantas melepaskan tiga butir senjata bidik.
Kilatsih terperanjat. Sama sekali tak diduganya, bahwa
dia bakal diserang demikian selagi tak berjaga-jaga. Ia
belum menghunus pedangnya, sehingga tiada alat
untuk bisa dipergunakan menangkis. Satu-satunya
jalan, ia melesat tinggi. Tetapi berbareng dengan


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerakannya, kembali lagi ia diserang tiga butir peluru
tajam. Inilah bahaya! Ia berada di udara. Untuk
mengelak tidak mungkin lagi.
Justru pada saat itu terdengar suara nyaring dan
ketiga peluru itu runtuh di atas tanah melanggar batu.
Orang yang memiliki senjata peluru itu, terkejut. Cepat ia
719 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengambil senjata bidiknya lagi. Tetapi Sastradirja tiba-
tiba berseru mencegah: "Tunggu dulu! Meskipun bocah bagus itu mempunyai
sayap, dia takkan bisa kabur. Daripada membuang-
buang peluru, mari kita kepung berbareng pengawal
bayarannya!" Mendengar perintah itu"kedelapan temannya"lantas
saja mengepung Kilatsih. Andi Basanta merah matanya
begitu melihat munculnya Kilatsih. Ia cemburu karena
Sekar Kuspaneti berada di tangannya. Maka dengan
tertawa aneh ia membentak.
"Binatang! Bukankah engkau menjadi tamu agung
tuanku Dwijendra" Apa perlu kau keluyuran sampai di
sini" Aku tahu" tangan tuanku Dwijendra memang
panjang jangkauannya"akan tetapi jangan harap dia
bisa memberi pertolongan kepadamu."
Setelah membentak demikian, ia mengangkat
goloknya dan menerjang dengan tangan kiri. Akan tetapi
Sastradirja buru-buru mencegah. Katanya menegas
kepada Kilatsih. "Apakah tuanku Dwijendra yang memberi perintah
kepadamu datang kemari?"
la berlaku sabar, karena sesungguhnya dia takut
terhadap Raja Muda Dwijendra. Siapa tahu"raja muda
itu"berada di belakangnya. Karena itu perlu ia mencari
keterangan terlebih dahulu.
Sebelum Kilatsih sempat membuka mulutnya, pemuda
sinting berteriak nyaring.
720 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai, pengawal! Kenapa kau tak mengindahkan
perintahku" Hai, orang-orang biadab! Bukankah kamu
tadi telah mendengar, bahwa kedatangannya justru
karena kupanggil" Dialah pengawal pribadiku. Melihat
aku hendak kalian rampok, sudah sewajarnya dia datang.
Karena minum dan makannya, aku yang membayar dan
aku yang mengatur. Hai pengawal, kenapa kau tidak
cepat-cepat datang kemari" Kenapa kau tak
mengindahkan perintahku" Lekas" kau bereskan mereka
semua!" "Apakah benar-benar kamu berdua tidak mempunyai
hubungan sesuatu dengan tuanku Dwijendra!" sekali lagi Sastradirja menegas
dengan hati-hati. Kilatsih mendongkol bukan main. Bukan terhadap
perkataan Sastradirja, akan tetapi terhadap ucapan
pemuda sinting itu yang mengatakan dirinya sebagai
pengawal bayaran. Walaupun demikian"melihat pemuda sinting itu di
dalam bahaya"tak dapat ia bersikap masa bodoh. Ia
dahulu sudah terlanjur melindungi sehingga
menanamkan bibit permusuhan terhadap Sastradirja dan
kawan-kawannya. Maka ia menghunus pedangnya sambil
membentak. "Apa perlu kau menyebut-nyebut nama tuanku
Dwijendra" Yang kuandalkan hanya pedangku ini.
Dengan pedang ini aku bisa datang dan pergi sesuka
hati. Dengan pedang ini aku akan mengatasi semua
kesukaranku sendiri dan tidak main perintah kepada
orang lain agar melindungi kepentingan diri sendiri."
721 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan ucapan itu, Kilatsih hendak menyindir pemuda
sinting itu dan pemuda itu agaknya mengerti kena sindir,
la tidak merasa tersinggung. Malahan tertavja terbahak-
bahak seperti orang gendeng.
"Ha, benar-benar! Hai, kalian tahu" Dialah pengawalku
yang membuat hatiku tak kecewa. Benar-benar dia
seorang pengawal laki-laki jempolan!"
Kedua orang yang berpakaian pendeta segera ikut
mengepung dan menyerang dengan sepasang
kampaknya. Kilatsih tak gentar. Dengan sekali menyabet,
pedangnya menikam tiga orang sekaligus. Kemudian
dengan sekonyong-konyong pula menikam pundak
Sastradirja. Sastradirja menangkis sambil melompat mundur satu
langkah. Kemudian ia membenturkan goloknya. Trang!
Dan begitu berbenturan, ia terperanjat. Hebat benturan
itu. Tangannya terasa panas. Kilatsih pun demikian pula.
Tangannya tergetar sehingga ujung pedangnya melesat
dari bidikan. Justru pada saat itu, kampak si pendeta
menghantam. Buru-buru ia memutar tubuh. Tak urung
lengan bajunya kena terobek. Brebet! Hatinya jadi panas.
Pedangnya berkelebat membalas menyerang dan kapak
pendeta itu rompal sebagian. Dia jadi kaget. Buru-buru
dia melompat mundur sambil berseru, "Awas! Pedangnya
senjata mustika!" Sesudah berseru demikian, pendeta itu maju lagi.
Sama sekali ia tak takut menghadapi pedang mustika
Kilatsih. la malahan tertawa besar, pendeta satunya
berteriak keras. "Bagus"jika ia bersenjata pedang
mustika. Kudanya binatang jempolan pula. Ini
722 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namanya"rezeki tak dicari datang sendiri." Terus saja ia
merangsak dengan penuh semangat.
Kilatsih menangkis. Tapi pendeta itu licin. Tahu
pedangnya lawan pedang mustika, tak sudi ia mengadu
senjatanya, la membiarkan pedang Kilatsih ditangkis
golok Sastradirja. Kapaknya sendiri lantas menyambar
sambil berteriak nyaring.
"Mampus kau!" Kilatsih sama sekali tak terkejut atau gentar. Melihat
pendeta itu gesit, ia pun se?era memperlihatkan
kegesitannya pula. Sesudah pedangnya kena tangkis, ia
melesat dan menikam. "Hati-hati!" Kaget pendeta itu. la sedang menyerang, tetapi
sasarannya melesat. Sehingga tubuhnya agak
mendoyong ke depan. Justru pada saat itu, pedang
Kilatsih berkelebat sangat cepatnya. Buru-buru ia
melintangkan kapaknya yang lain. Prak! Dan tangkainya
tertabas putung. Kilatsih kecewa, karena serangan balasannya gagal.
Apalagi dia harus menangkis golok Sastradirja dan
sepasang kapak pendeta lainnya. Sedetik itu, ia
memiringkan tubuhnya dan membabatkan pedangnya.
Terhadap sepasang kapak si Pendeta, ia berani
membenturkan pedangnya. Syukur" meskipun bengis"
pendeta itu tahu ketajaman pedang lawan. Cepat-cepat
ia menarik sepasang kapak dan disodorkan berbareng
mengarah dada. 723 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu terdengar Andi Basanta berteriak.
"Paman! Jika tak dapat ditangkap hidup hidup, mati pun
boleh! Hayo, semuanya maju berbareng!"
Inilah suatu aba-aba serbuan berbareng dan Kilatsih
benar-benar kena kepung rapat.
Sastradirja dan Andi Basanta merupakan lawan yang
tangguh. Sedangkan kedua kapak pendeta itu, bukan
main dahsyatnya. Podang Winangsi dan Sukra
Sakurungan bukan pula musuh enteng. Apalagi mereka
ikut penasaran, karena Sekar Kuspaneti gagal dalam
tangannya. Maka Kilatsih harus mengandalkan
kegesitannya. Pedangnya menyambar-nyambar tiada
hentinya. Tatkala itu"Andi Basanta yang menaruh cemburu
kepada calon menantu Raja Muda
Dwijendra"maju memagaskan goloknya. Inilah
keadaan yang sangat berbahaya bagi Kilatsih. Sebab ia
sedang membela diri terhadap serbuan tujuh orang
pengeroyoknya. Tapi tatkala Andi Basanta sedang
mengayunkan tangan, mendadak sikutnya terasa sakit
luar biasa. Goloknya pun runtuh bergelontangan di atas
tanah dan ia menjerit kaget.
Kilatsih terperanjat melihat berkelebatnya golok
menyambar padanya. Dengan sebat ia berkelit. Dan pada
saat itu seorang lawan yang bersenjata tombak menjerit
pula seperti Andi Basanta. Malah dia roboh dan tak
berkutik lagi. Itulah disebabkan, ia kena hantam senjata
kawannya sendiri yang tak? dapat dielakkan.
"Bagus! Bagus!" pemuda sinting memuji-muji di atas
batu. Masih saja ia bercokol di atas batu dengan tertawa
724 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gelak, la gembira bukan main, menyaksikan betapa
tangguh pengawal pribadinya dan bisa pula meloloskan
diri dari bahaya. Serunya, "Hai, pengawalku yang setia!
Senjata bidikmu bagus sekali!"
Mendengar seruan itu, Kilatsih mendadak tersadar.
Pikirnya di dalam hati, "Benar! Aku kena keroyok
begini banyak. Untuk melawan mereka tiada jalan lain
lagi" kecuali senjata biji sawoku."
Memperoleh pikiran demikian, tangan kirinya lantas
merogoh saku. Lalu menyerang dengan mendadak.
Hebat kesudahannya. Kilatsih memperoleh pelajaran
menembakkan biji sawo dari Titisari dan dengan
mengandalkan kepandaiannya menembakkan senjata
jauh itu, ia disegani lawan dalam waktu singkat saja.
Mundingsari pernah terkejut pula. Maka tak
mengherankan, sekali menyerang empat pengeroyoknya
lantas saja roboh terguling. Yang selamat hanya tiga
orang"Sastradirja dan kedua pendeta. Mereka bertiga
memang gesit gerak-geriknya. Dengan senjatanya
masing-masing mereka berhasil menangkis sambaran biji
sawo Kilatsih. Dua orang yang menyandang pendeta itu bernama
Dengkek dan Dempil. Mereka dua saudara kembar dan
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Untuk bisa menangkap
pemuda sinting itu, Sastradirja meminta bantuan mereka.
Sebagai upahnya, Sastradirja menjanjikan kuda dan
pedang milik perguruannya.
Demikianlah"Dengkek dan Dempil heran menyaksikan
bentuk senjata Kilatsih. Bentuknya jauh berbeda dengan senjata bidik yang
mengenai Andi Basanta dan seorang temannya yang
725 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersenjata tombak. Apakah senjata bidik Kilatsih
memang dua macam. Hal itu tidak mustahil. Hanya yang
tidak nalar, bagaimana Kilatsih bisa melepaskan senjata
bidiknya kepada Andi Basanta selagi dia sibuk membela
diri" Sebaliknya apabila bukan dia, lantas siapa yang
melepaskan senjata bidik" Apakah di belakang belukar
bersembunyi seseorang yang berkepandaian tinggi"
Jangan-jangan Raja Muda Dwijendra.
Karena tak bisa menjawab teka-teki, Dempil berteriak.
"Dengkek! Kau tahan dia dan libatlah!? Tuanku
Sastradirja"kau rampaslah pedangnya"mewakili aku.
Aku hendak memeriksa belukar dan gerombolan daun
itu...." Selagi berteriak demikian, tiba-tiba terdengarlah suara
menyambarnya benda halus dan lengan Dempil kena
tusuk sehingga berkaing-kaing berjingkrakan.
Dengkek^sebaliknya"bermata tajam. Memang dialah
yang berkepandaian paling tinggi di antara ketiga lawan
Kilatsih. Semenjak menyaksikan dua pembantunya
roboh, diam-diam ia memasang mata. Itulah sebabnya,
begitu Kilatsih menebarkan biji sawonya"ia dapat
menangkis dengan baik dan tepat. Kemudian ia melirik
kepada si Pemuda sinting yang bercokol di atas batu. la
melihat tubuh pemuda sinting bergerak. Lantas saja ia
berseru, "Dempil! Ternyata dialah yang bermain gila!"
Segera ia melompati Kilatsih dan menerjang si Pemuda
sinting. Melihat bahaya mengancam dirinya, pemuda itu
bergemetaran dan terus berteriak bercatukan.
"Toto... tolong!"
726 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengkek sebenarnya seorang ahli pedang. Dia
membawa-bawa sepasang kapak sebenarnya untuk
merigelabuhi orang. Begitu melompat menerjang, kapak
yang berada di sebelah tangan kanannya dilemparkan.
Tahu-tahu ia telah membawa pedang. Dapat
dibayangkan betapa dahsyat sambitannya dan berbareng
dengan sambit-annya, ia menikam pula. Akan tetapi
sungguh heran, baik kapak maupun pedangnya tak
memperoleh sasaran. Kedua senjatanya menikam udara
kosong. Ia kaget dan cepat-cepat mengulangi
serangannya sampai empat kali beruntun. Tetapi tetap
saja ti-kamannya luput. Sebaliknya"pemuda sinting itu"nampak sibuk bukan
main. Ia berteriak-teriak ketakutan dan bingung. Dia
berlompatan dan bergerak asal bergerak saja untuk
mengelakkan setiap tikaman Dengkek. Anehnya, semua
tikaman pendeta gadungan itu tak pernah menyentuh
dirinya. Kilatsih kaget mendengar jerit pemuda sinting itu. Ia
agak ringan, setelah Dengkek meninggalkannya.
Walaupun demikian" menghadapi golok Sastradirja dan


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kapak Dempil"ia harus berkelahi dengan sungguh-
sungguh. Sekarang dengan sekali-sekali mengerling, ia
melihat pemuda sinting itu berlari-larian seakan-akan
sedang bermain kejar-kejaran. Tangan dan kakinya
berserabutan dan semua tikaman Dengkek dapat
dielakkan dengan mudah. "Ah"apakah mataku sudah lamur sehingga keliru
melihat seseorang?" Kilatsih diam-diam terkejut.
"Benarkah dia tak mengerti ilmu silat" Benarkah dia tak
pandai berkelahi" Jangan-jangan..."
727 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena pikirannya sibuk, hampir saja ia kena bacok8)
golok Sastradirja. Ia lantas jadi uring-uringan pada
pemuda sinting itu yang membuat dirinya hampir celaka.
Makinya di dalam hati, "Anak menjemukan! Sekian
lamanya aku menolongnya, sebaliknya dia mempermain-
mainkan aku. Sekarang"biar dicacah bagaikan daging
kerbau"apa peduliku?"
Kilatsih mendongkol terhadap pemuda sinting itu.
Sebaliknya Dengkek pun" demikian pula. Sekian
lamanya ia meni-kamkan pedangnya, namun tak pernah
berhasil. Ia jadi kalap. Yang memanaskan hati, pemuda
itu selalu saja berteriak-teriak ketakutan.
"Tolong! Tolong!"
Tetapi sekonyong-konyong dia tertawa terbahak-
bahak seakan-akan berubah ingatannya. Setiap kali
ditikam, ia menghitung sambil mengelak.
"Eh, bagus ya! Kau main gila. Satu! Dua! Tiga!"
Begitulah sampai ia menghitung dua-puluh kali. Pada
saat itu, Andi Basanta yang kena bidikan jarumnya sudah
dapat merangkak bangun. Diam-diam ia memungut
goloknya. Kemudian dengan mengin-dap-indap ia
menghampiri pemuda itu. Pemuda itu sendiri sibuk menghitung jumlah tikaman
Dengkek. Itulah sebabnya Andi Basanta dapat
menghampiri dengan leluasa. Begitu pemuda itu berkelit
mengelakkan tikaman pedang Dengkek, ia terus me-
nyambarkan goloknya. Tetapi tangan pemuda itu
ternyata dapat mendahului gerakan golok Andi Basanta.
Tangannya berserabut ke belakang dan tepat menyodok
hidung Andi Basanta, Duk!"maki pemuda itu. "Telah
kutolongi jiwamu dari pagasan pedang pengawalku".
728 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mengapa engkau membalas kebaikan dengan begini"
Apakah pamanmu Sastradirja yang mengajari?"
Andi Basanta kelabakan karena hidungnya sakit bukan
main. Dia gagal menyam-barkan goloknya. Akan tetapi
kata-kata pemuda tadi, menyadarkan Sastradirja, dirinya
dan Kilatsih. Teringatlah Andi Basanta tatkala ia? bersama
pamannya hendak mencuri permata pemuda itu.
Mestinya, dadanya bakal kena tikam pedang Kilatsih.
Akan tetapi suatu pertolongan datang di luar dugaan.
Tangan Kilatsih terhajar sehingga gagal menikam
dadanya. Kejadian itu dibicarakan kepada pamannya. Lolosnya
dari bahaya adalah lantaran memperoleh pertolongan
entah dari siapa. Sama sekali tak terduga, bahwa justru
pemuda itulah yang menolongnya. Itulah sebabnya, ia
jadi tercengang. Sastradirja yang mendengar Ucapan pemuda itu,
tercengang pula sehingga tertegun. Tetapi justru pada
saat itu, pedang Kilatsih menyambar dan rambut
depannya terpapas rata. la kaget setengah mati. Namun
masih ia sibuk menimbang-nimbang.
"Aku hendak merampas harta dan kudanya. Tak
tahunya, dialah yang malah menolong aku. Tidakkah ini
suatu kejadian yang aneh?"
Sebaliknya Dempil tidak mengetahui persoalannya.
Melihat dia hampir kena pedang Kilatsih, dengan panas
hati ia menghantam muka Kilatsih. Belasan tahun
lamanya, ia dan kakaknya merupakan sepasang
pendekar kembar yang disegani orang. Ilmu sakti
729 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gabungan mereka tak pernah terkalahkan. Kini, ia hampir
roboh di tangan Kilatsih. Keruan ia memutuskan hendak
merobohkan Kilatsih dahulu. Sesudah itu membantu
kakaknya meruntuhkan pemuda itu.
Repotlah Kilatsih kena desakan sepasang kapak
Dempil yang hebat luar biasa. Tak sempat lagi ia
memperhatikan gerak-gerik pemuda yang mendengkikan
dan aneh itu. Justru pada saat itu, mendadak Dempil
menjerit tinggi. Kedua kapaknya terlontar ke udara
dengan meletikkan api. Kemudian terdengarlah teriakan
pemuda itu. "Hai, pendeta gadungan! Aku paling jemu melihat
monyongmu. Karena itu engkau harus diberi hajaran
dahulu." Habislah keberanian Dempil. Setelah bergulingan di
atas tanah, ia terus kabur dengan diikuti Sastradirja.
Inilah akibat kesehatan pemuda itu. Dengan mendadak
saja, pemuda itu dapat merampas pedang Dengkek. Lalu
melompat ke arah Dempil. Sepasang kapaknya kena
ditabas kutung. Hebat tenaga tabasannya. Selama
hidupnya baru kali ini Dempil mengalami peristiwa
demikian. Sepasang kapaknya kena terlem- # par ke
udara. Hatinya lantas saja meringkas. Berbareng dengan
kaburnya semangat tempurnya, ia lari terbirit-birit
dengan diikuti Sastradirja.
Pemuda itu lantas tertawa berkakakkan. Kemudian
sambil melemparkan pedang rampasannya kepada
pemiliknya ia berkata menasehati.
"Menipu dan merampas itulah perbuatan melanggar
undang-undang kemanusiaan. Apalagi kalau sampai
merampas jiwa. Kau ternyata tak dapat mengukur
730 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga kemampuanmu sendiri. Alangkah tolol! Manusia
tak berperikemanusiaan dan tolol goblok, benar-benar
akan menjadi manusia yang selalu membuat huru-hara di
kemudian hari. Ini! Kukembalikan pedangmu, agar kau
bisa belajar sepuluh tahun lagi..."
Meskipun gaya bahasa pemuda itu mirip kata-kata
seorang murid yang menghafal sejarah di depan kelas
namun Dengkek menjadi lesu kuyu. Habislah sudah
kegarangannya. Lalu berkata pelahan sambil memungut
pedangnya. "Baiklah, tolong saja sebutkan namamu!"
Pemuda itu tertawa. Menegas, "Apakah kau berniat
hendak menuntut balas kepadaku di kemudian hari?"
"Tidak." "Jikalau tidak, apa perlu menanyakan namaku?" tegur
pemuda itu. "Tak berani aku bermusuhan dengan
engkau. Aku pun tak ingin pula bersahabat denganmu.
Nah, apa perlu kita saling mengenal" Bukankah kita tidak
bermusuhan atau pun tidak bersahabat?"
Dengkek membungkam. Hatinya mendongkol,
sehingga menarik napas panjang. Pedang di tangannya
kemudian dipatahkan. Lalu berjalan dengan kepala
kosong. Ia bersumpah seorang diri bahwa semenjak itu
tak sudi lagi ia menggunakan pedang.
Sesudah mengikuti kepergian Dengkek dengan
pandang matanya, kembali lagi pemuda itu tertawa
terbahak-bahak. Ia menghampiri Andi Basanta, Sukra
Saku-rungan dan pamannya. Dengan mendepaki mereka,
ia berkata memerintah. 731 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu pun pergilah dengan damai!"
Mereka yang kena serangan biji sawo tadi, roboh
terkulai. Akan tetapi begitu kena depak pemuda itu
mereka bangun seperti seseorang tersentak dari
tidurnya. Tanpa berkata sepatah pun, mereka segera
memanjangkan kakinya. Heran Kilatsih menyaksikan cara pemuda itu menolong
mereka memperoleh kesadarannya sendiri. Padahal ilmu
bidiknya diperolehnya dari Titisari. Memang ilmu bidik
Titisari bukan mempunyai sasaran mengambil jiwa
seseorang. Walaupun demikian tidak gampang-gampang
seseorang bisa menolong menyadarkan. Sebab ilmu bidik
itu adalah warisan pendekar sakti Gagak Seta.
Pemuda itu agaknya bisa menebak rasa heran Kilatsih.
Segera berkata di antara tertawanya.
"Mengapa engkau mesti heran" Semalam engkau pun
bisa menyadarkan empat saudagar yang kena ilmu
gendamku. Nah bukankah kepandaian kita setali tiga
uang." Kedengarannya seperti sama kuat. Akan tetapi Kilatsih
tetap heran. Sebab ilmu pamudaran9) Kilatsih belum
berhasil mengatasi ilmu gendam pemuda itu dengan
sekali jadi. Keempat saudagar memang sudah bisa
menggerakkan lengan, akan tetapi mulutnya masih tetap
terkunci. Andi Basanta yang terluka hebat oleh senjata sesama
rekannya, belum berjalan terlalu jauh. la dapat
menyaksikan sepak-terjang pemuda itu. Mendadak saja
ia berbalik. Dan seperti tidak menghiraukan lukanya, ia
menghampiri pemuda itu dan membungkuk hormat.
732 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan telah menolong jiwaku. Akan tetapi karena
Tuan pula, aku sampai menderita luka begini. Karena
itu"di kemudian hari" aku akan mengampuni jiwamu
satu kali berbareng menghajar Tuan satu kali juga.
Bukankah adil?" Pemuda itu tercengang mendengar ucapan Andi
Basanta. Kemudian tertawa geli.
"Aku menolong jiwamu karena mengingat nama
pamanmu yang besar. Itulah Raja Muda Otong
Surawijaya. Karena itu"tak usahlah engkau
membicarakan perkara hutang budi atau utang-piutang.
Kau hendak memberi ampun jiwaku satu jail"hal itu tak
usahlah kita bicarakan. Tapi bahwasanya kau hendak
membayar sebelah tanganmu yang dahulu hampir
terkutung"ha"itulah yang kutunggu. Kau kalah jauh
daripada dua pendeta palsu tadi. Karena itu, engkau
harus belajar duapuluh atau tigapuluh tahun lagi sebelum
bertemu dengan aku. Nah" enyahlah! Cepat!"
Andi Basanta seorang pemuda yang cupat pikir. Itulah
sebabnya, ia mendongkol terhadap sikap pemuda itu
yang memandang rendah dirinya. Dengan gundu mata
hampir copot dari kelopaknya, ia melototi Kilatsih dan
pemuda itu. Kemudian berputar tubuh dan ngeloyor10)
tanpa berbicara lagi. Pemuda itu menarik napas dengan menggelengkan
kepalanya. Katanya seperti kepada dirinya sendiri,
"Otong Surawijaya adalah seorang Raja Muda yang
tangguh dan berani. Akan tetapi kemenakannya ini sama
sekali tiada artinya. Benar-benar tak pernah kusangka
demikian..." 733 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, ia nampak kecewa dan
prihatin dan diam-diam Kilatsih heran di dalam hati
mendengar dan melihat kesan wajah pemuda itu.
Sebenarnya hendak ia meninggalkan tempat itu akan
tetapi hatinya jadi tertarik. Katanya di dalam hati: "anak
ini besar kepalanya"sampai berani menghina
kemenakan Raja Muda Otong Surawijaya. Apakah dia tak
memikirkan akibatnya?"
Memikir demikian, Kilatsih mencoba. "Bagaimana
menurut pendapatmu tentang Manik Angkeran" Apakah
dia seorang pendekar yang pantas menjadi tauladan
anak-keturunan bangsa di kemudian hari?"
Mendengar pertanyaan Kilatsih, wajah pemuda itu
berubah. Akan tetapi hanya sebentar saja. Setelah itu, ia
menggoyangkan kepalanya sambil menjawab: "Manik
Angkeran memang seorang pendekar yang mempunyai
kepandaian sendiri. Akan tetapi kalau dia dikatakan
seorang pendekar gagah yang pantas menjadi tauladan"
rasanya belum dapat. Dia justru manusia yang hanya
memikirkan diri sendiri."
Mendengar jawaban pemuda itu, hati Kilatsih
mendongkol. "Benar"rupanya di kolong langit ini" hanya
engkaulah pendekar yang gagah."
Sesudah berkata demikian, ia memutar tubuh dan
berjalan memasuki rimba. Mendadak suatu bayangan
berkelebat menghadang di depannya.
"Adik! Sabar dahulu," kata pemuda itu. "Menurut
pendapatku, engkaulah seorang gagah yang pantas
menjadi tauladan anak-cucu kita."
734 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa" Anak cucu kita?" semprot Kilatsih dengan muka
merah. "Eh"maksudku"untuk anak cucu bangsa kita,"
pemuda itu memperbaiki kata-katanya.
Kilatsih tertegun sejenak. Akan tetapi segera ia
melangkahkan kakinya. Sebaliknya si pemuda tak mau
sudah. Kilatsih berjalan ke kiri, pemuda itu menghadang
ke kiri pula. Apabila Kilatsih membelok ke kanan, pemuda
itu pun segera menghadang di depannya. Kilatsih
mendongkol. Sekarang ia bergerak dengan gesit. Akan
tetapi pemuda itu tetap saja bisa membayangi seolah-
olah bayangannya sendiri.
"Kenapa sih kau selalu mencegat aku?" bentak Kilatsih


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan hati dengki. Berbareng dengan pertanyaannya, ia
melesat tinggi. Pemuda itu mengulurkan tangannya ke
arah dada. Maksudnya hendak mencegah. Tentu saja
Kilatsih tak sudi membiarkan tangan pemuda itu
menyentuh dadanya. Cepat sekali ia menyilangkan
tangannya. "Bedebah! Kau berani meraba dadaku!" bentaknya.
Gntunglah, bentakan itu hanya berhenti di dalam
dadanya. Sebagai gantinya ia menghunus pedangnya
dan menikam. Pemuda itu kaget bukan main. Cepat ia
menjejak tanah cfan melesat mundur.
Kilatsih telah mengumbar rasa bencinya, la menikam
dengan seluruh tenaganya. Maklumlah"ia mengira"
pemuda itu sangat kurangajar sehingga sampai berani
bermaksud meraba dadanya. Tetapi begitu tikaman-nya
tidak mengenai sasaran, ia menerima akibatnya.
Lengannya sampai terasa copot. Tak dikehendaki sendiri,
ia merintih kesakitan. 735 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itu bermata tajam. Dengan sekali pandang
tahulah dia, apa sebab Kilatsih sampai merintih. Segera
ia menghampiri hendak menolong menyambungkan urat
nadi yang tergeser dari tempatnya itu. Akan tetapi
dengan mata merah, Kilatsih membentak.
"Jangan pedulikan aku. Pergi!"
Dengan mengeratkan gigi, ia memegang tangan
kanannya dengan tangan kiri. Kemudian didorongkan ke
atas dengan suatu hentakan. Dengan gerakan itu,
pulihlah urat nadinya yang tergeser. Kemudian ia
menyingsingkan lengannya untuk mem-borehi dengan
obat luar. Setelah itu, ia menggerakkan kakinya hendak
pergi meninggalkan pemuda itu secepat-cepatnya.
Sekonyong-konyong ia merasakan sekujur badannya
lemas lunglai. Sekarang sadarlah dia, bahwa ia telah
mengeluarkan tenaga berlebih-lebihan semenjak
semalam. Sekarang terasalah akibatnya.
Hati-hati pemuda itu mendekat. Katanya pelahan,
"Adik, perkenankan aku memohon maaf. Sama sekali tak
pernah kuduga, bahwa hatimu sangat polos dan mulia.
Kau bertempur dan berkelahi untuk menolong
sesamamu. Karena itu, ingin aku bersahabat denganmu.
Sekian lamanya aku hidup dan baru untuk pertama kali
ini aku bertemu dengan seorang yang berpribadi seperti
dirimu. Memang aku seorang yang beradat sangat tinggi
dan andaikata sepak terjang dan kata-kataku
menyinggung perasaanmu sudilah engkau memaafkan."
Dengan pandang mata jernih bening, pemuda itu
menatap wajah Kilatsih. Dan kena pandang itu entah apa
sebabnya tiba-tiba wajah Kilatsih terasa panas. Di luar
kehendaknya sendiri, mukanya lantas menjadi merah
736 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda. Ia kini berkesan lain terhadap pemuda itu.
Ternyata dia seorang yang berbudi pekerti luhur dan
agung. Sepak terjangnya sangat mengagumkan. Maka ia
menegas dengan kepala menunduk.
"Apa sebab engkau mencela Manik Angkeran?"
Mendengar pertanyaan itu, si pemuda tertawa
pelahan. "Adik! Belum tentu seseorang yang kau kagumi, mesti
kukagumi juga. Apa sebab engkau memaksa aku untuk
mengagumi pahlawanmu" Lagipula, aku tadi sama sekali
tidak memakinya atau mengutuki. Aku hanya
mengemukakan pendapatku. Mungkin bagimu ada hal-
hal yang patut kau kagumi. Akan tetapi, aku pun
mungkin sekali ada hal-hal yang membuat aku
mempunyai pendapat sendiri. Ah, sudahlah apa perlu
membicarakan perkara dia" Apa sih keuntungannya" "
Tergerak hati Kilatsih. Kata-kata pemuda itu
beralasan. Kalau dipikir memang salahnya sendiri. Dia
terlalu membawa perasaannya sendiri, sehingga lupa
mempertimbangkan keadaan hati orang lain.
"Apakah engkau kenal dia?"
Tiba-tiba saja, pemuda itu berubah wajahnya. Lalu
bersenandung. "Pohon rindang di tebing arus sungai. Suatu kali
mahkota daunnya rontok berguguran dan terhanyut
lenyap. Ah, apa guna mencari rerontokan yang terbawa
arus sungai. Bukankah di tebing masih ada sebatang
pohonnya yang tengah berkembang?"
737 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aneh suara senandungnya bernada pedih. Kilatsih
adalah seorang yang keras hati, tetapi sesungguhnya
halus perasaannya: Begitu mendengar suara senandung
itu; tergeraklah hatinya. Katanya di dalam hati, "Pemuda
ini mungkin sekali mempunyai riwayat hidup yang sedih.
Sesedih riwayat hidupku. Aku tak sudi seseorang
mengenal diriku, kecuali orang-orang tertentu. Apa sebab
aku memaksa dia untuk memberi jawaban semua
pertanyaanku?" Oleh pertimbangan itu, hatinya lantas tertarik
terhadapnya. Katanya memperbaiki diri,
"Baiklah aku tidak akan mengganggumu lagi. Kita
berpisah sampai disini saja..."
Pemuda itu mengawasinya dengan pandang
tercengang. Kemudian tertawa penuh pengertian.
"Adik! Hari ini engkau telah menjadi pe-ngawalku.
Sudah selayaknya aku harus mengundangmu makan
minum sebagai pernyataan rasa terima kasihku. Kecuali
itu"atas jasamu"aku pun wajib memberi upah jasa. Aku
berjanji pula, tidak* akan memperkatakan dirimu sebagai
seorang pemuda penganglap."
Kali ini Kilatsih seperti mengenal tabiat pemuda itu. Ia
tidak merasa tersinggung. Malahan ia bisa menganggap
kata-katanya seperti seseorang lagi bersendau gurau, la
lantas menebarkan pandangnya.
"Di tengah rimba raya begini, dimanakah engkau
memperoleh makanan dan minuman?"
Mendengar pertanyaan Kilatsih"pemuda itu lantas
bersiul melengking. Dan tak lama kemudian datanglah
738 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua ekor kuda berderap. Kuda putih dan kuda hitam.
Dan melihat dua ekor kuda itu, si pemuda tertawa gelak.
"Lihatlah! Mereka telah mendahului bersahabat."
Kuda hitam menghampiri majikannya. Pemuda itu
lantas menggerayangi pelananya. Dan ia membawa
keluar bungkusan makanan dan sebotol minuman keras.
"Kau sangat lelah, adik. Kaulah yang meneguk
dahulu," ujarnya ramah.
Kilatsih menerima botol itu. Sekali pandang, ia melihat
tanda pengenal minuman keras itu yang melekat pada
botolnya. "Benarlah dugaanku. Dia pasti berasal dari Banten.
Inilah minuman keras buatan bangsa seberang lautan."
Kilatsih mengenal merk minuman keras itu. Titisari
sering membawa beberapa botol minuman keras untuk
ayahnya. Sangaji sendiri, sering pula membawa beberapa
botol untuk gurunya, la tidak begitu gemar. Akan tetapi
teringat betapa gurunya"Gagak Seta"gemar minum
minuman keras maka setiap kali pulang ke Karimun Jawa
mengikuti isterinya selalu membawa beberapa botol
untuk oleh-oleh. "Apakah kau mengenal merk minuman itu?" si pemuda
bertanya. "Kau begini lemah lembut. Pastilah engkau
tidak gemar minuman keras. Akan tetapi kau nampaknya
tidak asing. Apakah keluargamu berasal dari pantai
utara?" Kilatsih tersenyum. Senang ia mendengar pujian
pemuda itu. Sewaktu hendak membuka mulut, tiba-tiba
pemuda itu seperti tersadar.
739 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sendiri tak sudi memperkenalkan diri. Apa sebab
aku menanyakan asal-usulmu. Maaf"maaf, maaf....."
Makin tertarik hati Kilatsih, menyaksikan lagak lagu
pemuda itu. Tak terasa ia bertanya, "Pada malam itu,
engkau menolong membebaskan Andi Basanta dari
tikamanku. Agaknya dia...."
Pemuda itu enggan menjawab. Ia mengeluarkan
sebotol arak dan diteguknya. Dan Kilatsih tak berani
mendesak dan bergumam. "Kompeni Belanda dan Kerajaan Banten kini nampak
menjadi retak, akibat perbuatan Gubernur Raffles serta
Daendels. Rupanya keluargamu kena desak. Kau lantas
melarikan diri sesudah menjual semua harta bendamu.
Bukankah begitu?" Lagi-lagi pemuda itu meneguk botol araknya. Ia tak
sudi menjawab. Ia seperti membiarkan Kilatsih menebak-
nebak tentang dirinya. "Sewaktu menginap di rumah terpencil dahulu, empat
orang datang hendak merampas uang bekalmu yang dua
aku kau bantu membunuhnya. Tetapi engkau menolong
yang dua. Apa sebab begitu?" kata Kilatsih lagi.
Pemuda itu tertawa sambil meneguk botol araknya.
"Adik! Rupanya engkau mempunyai kegemaran
menghujani seseorang dengan pertanyaan. Tahukah
engkau, siapakah yang kutolong?"
"Mereka anak buah Otong Surawijaya. Sedang yang
kau biarkan mati di tanganku adalah orang dari banten,"
jawab Kilatsih dengan bernafsu.
740 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar jawaban Kilatsih, pemuda itu tercengang
sejenak. Kedua matanya bersinar tajam. Lalu meneguk
araknya beberapa kali. Terang sekali, ia mencoba
menghindari pertanyaan Kilatsih.
"Hai! Arakku tinggal separuh!" serunya dengan
kecewa. Heran Kilatsih mendengar bunyi seruannya. Ia
merasakan hadirnya pemuda itu sangat aneh. Akan
tetapi tak mau ia mendesak. Bukankah dia sendiri
enggan menjawab beberapa pertanyaannya. Maka ia
mengalihkan pembicaraan dengan tertawa perlahan.
"Apa sih enaknya minum arak?"
"Inilah arak dari pelabuhan Banten!" jawab pemuda
itu. "Dimana-mana engkau bisa membeli arak. Apakah ada
bedanya?" "Tentu"tentu saja!" sahut pemuda itu dengan cepat.
"Lagipula arak ini membuat aku terkenang kepada
kampung halaman dan keluarga. Memang beberapa
orang menganggap enteng perpisahan itu"akan tetapi
bagiku sangat mahal harganya....".
Sesudah berkata demikian, ia nampak berduka. Ia
mencium-cium mulut botolnya dengan memejamkan
kedua matanya. Melihat perbuatan pemuda itu, Kilatsih
mendadak teringat kepada ayah angkatnya, Sorohpati.
Ayah angkatnya itu seorang pendekar yang tangguh.
Pada suatu kali seorang pedagang ikan dari Pekalongan
memasuki perkampungan. Segera ia datang
menghampiri. Bukan untuk membeli ikannya"akan tetapi
untuk mencium airnya. Itulah air laut yang dikenangkan,
741 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
katanya. Yang dikenalnya dan yang meresap di dalam
perbendaharaan hatinya. Setelah ayah angkatnya tewas,
barulah dia tahu"bahwa Sorohpati pada masa
mudanya"pernah mengabdi kepada Adipati Surengpati
yang bermukim di tengah pulau Karimun Jawa.
Teringat hal itu, Kilatsih bertanya dengan tiba-tiba.
"Apakah engkau berasal dari Banten?"
Pemuda itu kaget, la menyenakkan mata dan menatap
wajah Kilatsih, katanya "Apakah tampangku mirip orang
Banten?" Oleh perkataan Itu"dengan tak sadar" Kilatsaih
menatap wajah pemuda di depan-nya. Cakap, agung dan
berwibawa. Beberapa bulan Kilatsih pernah merantau
memasuki dusun dan kota. Tetapi pemuda secakap dia"
belum pernah dijumpainya. Oleh karena itu, wajahnya
sendiri lantas saja terasa menjadi panas.
"Meskipun engkau mengenakan topeng" meskipun
badanmu hancur bagaikan abu" engkau adalah seorang
ksatria yang dilahirkan dan dibesarkan di bumi Jawa,"
kata Kilatsih mengatasi perasaannya.
Pemuda itu tercengang sejenak. Kemudian menyahut
dengan gembira. "Ah, benar! Meskipun mengenakan topeng meskipun
badan hancur bagaikan abu memang aku dilahirkan di
bumi Jawa. Bagus! Mari, mari kita minum!"
Sesudah berkata demikian, ia meneguk botolnya
beberapa kali. Kilatsih tertawa geli.
742 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau minum tak ubah kerbau edan. Tentu saja arakmu
cepat habis. Kau begitu sayang kepada arakmu.
Mengapa tak berhemat?"
Senang hati pemuda itu mendengar teguran Kilatsih.
Ia seperti merasakan suatu kemanisan. Setelah tertawa
gelak, ia menjawab. "Pada hari ini, hatiku sangat gembira. Maka aku ingin
minum sepuas-puasnya."
"Apakah yang membuat hatimu senang?"
"Pertama-tama, aku berkenalan dengan seorang
sahabat seperti dirimu. Kedua, hari ini aku memperoleh
suatu mustika dunia," sahut pemuda itu dengan mata
memancar. "Karena itu"adik"mari, kau temani aku
minum sepuas-puasnya. Lebih sedap lagi, kalau kita


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minum sambil menikmati indahnya sebuah lukisan."
Berkata demikian, ia mengeluarkan segu-lung kulit
halus. Segera ia membeber di antara tiupan angin. Lalu
digantungkan pada sebatang dahan. Katanya penuh
semangat, "Lihatlah! Bukankah gambar itu suatu mustika
dunia yang jarang sekali kita jumpai?"
Semenjak berumur empatbelas tahun, Kilatsih berada
di bawah asuhan Adipati Surengpati yang
berpengetahuan luas. Kecuali ilmu sakti, Kilatsih belajar
pula membaca, menulis dan menggambar. Ia sendiri
belum boleh disebut pandai melukis. Akan tetapi, ia
paham dan mengenal arti lukisan.
Tatkala berada di kamar Raja Muda Dwijendra, ia
melihat lukisan itu hanya selin-tasan saja. Kini, ia bisa
melihatnya dengan sepuas hati. Memang bagus gambar
743 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Akan tetapi kalau dikatakan sebagai barang mustika,
belumlah kena. Lukisan itu menggambarkan suatu pertempuran
dahsyat di tepi Sungai Cisadane. Air sungai nampak
merah kena percikan darah. Arusnya bergolak, karena
ledakan meriam Kompeni Belanda. Lukisan pertempuran
demikian, apakah eloknya" Kecuali hanya mempunyai
harga sejarah belaka. Maka ia tertawa di dalam hati.
"Pemuda ini ternyata masih kurang, dalam hal seni
lukis," pikirnya. Pemuda itu seperti dapat membaca pikiran Kilatsih.
Setelah meneguk araknya, ia berkata: "Bagaimana"
Apakah engkau belum menemukan letak keindahannya?"
Kilatsih hendak menyatakan pendapatnya tapi pemuda
itu sekonyong-konyong berdiri dan menghampiri lukisan.
Dengan penuh sayang, ia mengusap corat-coretnya agar
nampak lebih jelas. Lalu bersenandung: sesungguhnya
diri hamba"tuan berasal dari gunung rumah hamba pertapaan Argapura
Rengganis nama hamba, puteri seorang
pendeta Samar-samar Kilatsih pernah mendengar nama
Rengganis. Itulah nama seorang puteri yang
digambarkan sejarah sebagai seorang dewi dan pada
suatu kali, puteri itu datang menemui Arya Wira Tanu
Datar yang sedang bertapa di atas gunung. Konon
dikhabarkan, ia memberi suatu mustika kepada Arya
Wira Tanu Datar. 744 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang pemuda itu bersenandung mengenai hal itu.
Apakah hubungannya dengan gambar di depannya" Dan
suaranya makin lama makin terdengar terharu.
Sekonyong-konyong menangis sedih sekali.
Kilatsih menjadi bingung. Tak tahu ia" apa sebab
pemuda itu mendadak menangis. Memang pernah ia
mendengar suatu tutur kata yang berbunyi begini: "Kalau
kau lagi sedih, menyanyilah! Dan kesedihanmu akan larut
terbawa keindahan suaramu sendiri. Akan tetapi
manakala engkau bernyanyi terlalu berlarat, engkau akan
kembali bersedih. Sebab suara nyanyianmu akan
berubah menjadi pekik tangis...".
Ternyata tutur kata itu tepat sekali. Tangis pemuda itu
makin lama makin keras. Kilatsih bertambah tak mengerti
dan kian menjadi bingung. Apa yang harus dilakukan"
Dengan pemuda itu, ia baru berkenalan sepintas saja.
Apabila dia mendekat untuk menghibur, rasanya kurang
pantas. Bukankah dia sebenarnya seorang gadis"
Sebaliknya"apabila ditinggal pergi dengan begitu saja"
akan tercela juga. Oleh pertimbangan yang menentu itu,
ia jadi tertegun-tegun. Dalam pada itu tangis si pemuda terdengar merintih
menyayatkan hati. Tak dikehendaki sendiri, Kilatsih ikut
mengucurkan air mata dan melihat Kilatsih menangis,
mendadak ia menyeka air matanya. Kemudian berhenti
menangis dengan mendadak. Sebentar lagi, ia
mendongak merenungi mahkota pepohonan dan
sekonyong-konyong tertawa terbahak-bahak.
"Eh, apakah kau mabuk?" Kilatsih mem-berengut.
"Kau menangis dan tertawa tak keruan juntrungnya. Apa
sebab begitu?" 745 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perlahan-lahan pemuda itu meruntuhkan pandang
kepada Kilatsih. "Kalau aku mabuk, engkau pun mabuk juga. Bukankah
engkau menangis tak keruan juntrungnya pula?"
Kilatsih memeriksa dadanya. Bagian itu basah bekas
tetesan air mata. Jadinya"ia tadi ikut menangis pula.
Kalau dipikir memang ia menangis tanpa alasan. Ini
namanya kena penyakit menular yang berjangkit dengan
tiba-tiba. Teringat hal itu, ia malu sendiri. Tetapi ia
segera tertawa dan pemuda itu ikut tertawa pula.
"Kita menangis dan tertawa. Apa perlu malu" Manusia
di dunia ini, siapakah yang tidak pernah menangis dan
tertawa" Yang sukar adalah ini, kalau ingin menangis
menangislah sepuas hati. Kalau ingin tertawa, tertawalah
sepuas-puasnya. Adik, ternyata engkau segolongan
dengan diriku." Setelah berkata demikian, ia menggulung gambarnya
dengan cermat dan hati-hati. Kembali ia bersenandung.
"Sungai Cisa-dane, Pajajaran dan Pakuan telah lama
runtuh. Namun airmu tetap mengalir seperti dahulu kala.
Bila aku melihat gambarmu... teringatlah aku masa
tujuhpuluh tahun yang lalu. Kau megah, gagah, perkasa
dan indah. Tetapi ingatan itu membuat hatiku berduka..."
Tergerak hati Kilatsih mendengar kata-kata tujuhpuluh
tahun. Pikirnya di dalam hati, "Tujuhpuluh tahun!
Semalam tatkala dia berada di kamar atas, Paman
Dwijendra menyebut-nyebut pula"tujuhpuluh tahun. Dia
sudah menunggu selama dua keturunan. Apakah artinya"
Pemuda itu paling tinggi baru berumur duapuluh empat
tahun. Sedang Paman Dwijendra mungkin berusia
746 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
enampuluh tahun. Pastilah kata-kata tujuhpuluh tahun
itu mempunyai arti sandi atau teka-teki tertentu....."
la mencoba menebak dan menduga-duga. Tapi tetap
saja ia gagal, tatkala itu, ia mendengar si pemuda
berkata pelahan seperti kepada dirinya sendiri.
"Hari ini puaslah hatiku. Aku kenyang menangis dan
tertawa. Sayang, arak sudah habis."
Pemuda itu agaknya sangat kecewa dan menyesal.
Tiab-tiba ia membanting botol minuman dan pecah
berantakan. Dan Kilatsih merasakan sesuatu yang
menarik dan aneh. Waktu itu, matahari sudah melewati titik tengah.
Kilatsih segera mengalihkan perhatian.
"Saudara! Kukira sudah tiba waktunya kita berpisah."
Wajar ucapan Kilatsih"akan tetapi hatinya
sesungguhnya merasa berat untuk berpisahan. Entah apa
sebabnya. "Sebenarnya kau hendak kemana?" Pemuda itu minta
keterangan. Mendengar pertanyaan itu, Kilatsih seperti tersadar
dari tidur nyenyak. "Benar," katanya di dalam hati.
"Sebenarnya kemana tujuanku" Tadinya aku bermaksud
mendaki Gunung Cibugis untuk bertemu dengan
Kangmas Sangaji. Tetapi aku balik di tengah jalan..."
Karena belum memperoleh kepu-tusan, ia menjawab
mengelakkan. "Aku pergi kemana saja mengikuti kata hatiku. Kau tak
perlu mengetahui." Pemuda itu tertawa. 747 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah engkau hendak balik kembali ke rumah
Paman Dwijendra" Apa yang kau lakukan semalam dalam
kamar temanten, kuketahui dengan jelas."
Mendengar kata-kata pemuda itu, muka Kilatsih terasa
panas. Teringatlah dia kepada pengalamannya semalam
dengan Sekar Kuspaneti. Hendak ia membuka mulutnya,
tiba-tiba pemuda itu mendahului.
"Puteri Paman Dwijendra cantik luar biasa. Benar-
benar di luar dugaanku. Nampaknya ia bisa berkelahi
pula. Adik"mengapa kau menolak kawin dengan dia?"
"Aku sudi mengawini atau tidak, apa sih
kepentinganmu?" potong Kilatsih garang.
Lagi-lagi pemuda itu tertawa melalui -hidungnya.
"Seumpama semalam aku tidak mengacau di dalam
rumah itu, pastilah engkau takkan bisa bebas lagi seperti
sekarang. Kenapa kau tak berterima kasih kepadaku"'
Mau tak mau, Kilatsih tersenyum. Dalam hatinya ia
tertawa geli dan gemas mendengar ujar pemuda itu.
"Tapi sikapmu itu memang bagus sekali. Kita termasuk
golongan manusia gagah dan manusia gagah tidak boleh
terjeblos dalam jebakan radang cinta asmara. Benar-
benar aku kagum kepada imanmu yang teguh. Benar-
benar kau adikku yang manis."
Merah dan terasa panas wajah Kilatsih, mendengar
pemuda itu menyebut dirinya sebagai adiknya yang
manis. Sebenarnya wajar kata-katanya seumpama dia
seorang laki-laki. Akan tetapi justru dia merasa diri
seorang gadis, ia merasa pemuda itu seperti mengetahui
siapa dirinya sebenarnya, la jadi takut untuk berbicara
748 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkepanjangan lagi dengan dia. Jangan-jangan dia
keseleo lidah"sehingga rahasianya terbuka. Oleh
pertimbangan itu, lantas saja ia melompat ke atas
kudanya dan dikaburkan sejadi-jadinya.
Tetapi baru saja keluar dari petak hutan, pemuda itu
sudah menyusul di belakangnya. Teringatlah dia, bahwa
kuda hitam pemuda itu kencang larinya. Seumpama ia
mendadak mengaburkan Megananda, rasanya tiada
guna. Maka ia berpaling sambil menahan kendalinya..
"Adik! Aku ingin berbicara denganmu!" seru pemuda
itu setelah melihat ia menoleh.
Kilatsih benar-benar menahan kudanya.
"Kau ingin berbicara perkara apa lagi?"
Pemuda itu mengeprak kudanya dan menjajari
Megananda. Sambil mengedut kendali kudanya.
"Di Jawa Barat bagian timur dan selatan, Paman
Dwijendra sangat besar pengaruhnya. Disamping dia
masih ada lagi seorang raja muda. Dialah Otong
Surawijaya. Kau telah menanam bibit permusuhan
dengan anak buah Otong Surawijaya. Kecuali itu, engkau
pun menolak maksud baik Paman Dwijendra. Maka
dirimu kini terjepit antara Raja Muda Otong Surawijaya
dan Raja Muda Dwijendra yang mempunyai dendam
penasarannya masing-masing. Karena itu"lebih baik"
kita berjalan bersama. Sekarang aku bersedia menjadi
pengawal pribadimu sebagai pembalas jasamu.
Bagaimana" Kau bisa menerima pengabdianku atau
tidak" Biarlah kau tak usah membayar gaji...."
749 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lucu cara pemuda itu mengucapkan kata-katanya,
sehingga Kilatsih merasa tak berkeberatan. Sebelum ia
menjawab, pemuda itu mengulangi pertanyaannya.
"Sebenarnya kau hendak kemana?"
"Ke Jawa Tengah," jawab Kilatsih seke-nanya saja.
"Sungguh kebetulan!" seru pemuda itu bergembira
dengan bertepuk tangan. "Aku pun hendak ke sana pula.
Ah, kalau kita sudah melewati Cirebon kedua raja muda
itu habis pengaruhnya. Kau benar-benar cerdik dan
pandai mengambil suatu keputusan
cepat....." Ia berhenti menimbang-nimbang.
"Kita berdua merupakan kakak-adik saja. Aku tetap
memanggilmu adik dan kau memanggilku kakak.
Bagaimana pendapat-mu?"
Kilatsih tertawa geli. Ia menganggap lucu kata-kata
pemuda itu. "Aku belum mengenal namamu, engkau pun belum
mengenal namaku pula. Masakan kita selalu memanggil
kakak dan adik terus-terusan?"
Pemuda itu menepuk pahanya sambil berseru girang.
"Ah benar! Aku bernama Sasi Kirana. Anak
Gatotkaca11). Entah apa maksud orang tuaku -memberi
nama begitu kepadaku. Padahal baik ayah maupun ibu
tak pandai terbang."
Kilatsih tertawa geli. "Sasi Kirana! Alangkah bagus nama itu."
"Lengkapnya Widiana Sasi Kirana," pemuda itu
mendahului. 750 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu lebih bagus lagi. Widiana Sasi Kirana," kata
Kilatsih. "Widi! Artinya satu atau luhur atau asal mula.
Sasi Kirana kalau tak salah artinya bulan bercahaya^
cemerlang. Alangkah elok namamu."
"Dan kau siapa namamu, adik?" potong Sasi Kirana.
"Aku ...aku .... Eh, nanti dulu. Bagaimana aku harus
memanggilmu?" "Kau boleh memanggilku Sasi atau Kirana," sahut
pemuda itu. "Tetapi aku sendiri senang dipanggil Kiki.
Seperti nama anjing, bukan" Kebetulan sekali, mulai hari
ini aku menjadi pengawalmu. Bukankah aku lantas
menjadi anjingmu?" 1 Gatotkaca : tokoh sakti dalam Mahabharata. Anak
Bhima. Dia bisa Lucu kata-kata pemuda itu. Makin lama hati Kilatsih


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makin tergerak. Sekarang ia menghadapi suatu
kesukaran. Mau ia mengarang nama, tetapi rasanya
kurang enak. Sebaliknya kalau memperkenalkan
namanya yang benar, ia khawatir rahasianya akan
terbuka. Tetapi dasar cerdas, ia lantas mengarang kata
pembukaan. "Namamu Kirana bukan?"
Pemuda itu mengangguk. "Pernahkah engkau mendengar seorang puteri Daha
bernama Candrakirana" Dia seorang puteri cantik jelita
isteri Panji Asmarabangun atau yang terkenal dalam
sejarah Panji jnu Kertapati..."
"Ah! Apakah namaku mirip seorang puteri?" Sasi
Kirana menegas dengan tertawa.
751 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan begitu. Namaku sendiri kedengarannya mirip
seorang puteri pula," kata Kilatsih.
"Ah, masa begitu?"
"Benar. Konon khabarnya Ayah sangat mengagumi
seorang pahlawan puteri pada zaman Sultan Agung
memerintah Negeri Mataram. Nama pahlawan puteri itu
Kilatsih." "Apakah namamu Kilatsih?"
"Benar," Kilatsih mengangguk.
Pemuda itu menggaruk-garuk kepalanya.
"Benar kedengarannya mirip nama seorang
perempuan. Seperti namaku, Kirana dan aku harus
memanggilmu bagaimana?"
Anaknya bernama Sasi Kirana.
"Kau pun boleh memanggilku Kiki. Ha, bukankah sama
pula?" "Eh, ya. Bagaimana bisa kebetulan begini?" Sasi Kirana
tertawa terbahak-bahak sambil menggaruk-garuk
kepalanya. "Lantas bagaimana baiknya" Masakan kita
memanggil nama kita masing-masing: Kiki?"
"Kilatsih tertawa geli.
"Panggillah aku Kilat saja."
"Kilat, Kilat! Ah hebat nama itu. Selain indah kesannya
menakutkan pula," kata Sasi Kirana dengan perlahan.
"Tetapi panggilan Kilat, rasanya kurang sedap.
Bagaimana kalau aku memanggilmu adik saja dan kau
memanggil aku Kiki?"
752 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih memiringkan kepalanya, la menimbang-
nimbang. Sewaktu hendak menyatakan pendapatnya,
Sasi Kirana berkata lagi: "Tetapi kalau seseorang tiba-
tiba memanggil Kiki kepadaku, kita berdua maju
berbareng. Sekiranya dia musuh, ha boleh dia berhadap-
hadapan dengan Kiki Besar dan Kiki Kecil sekaligus."
"Menarik cara pemuda itu mengemukakan pendapat
dan jalan pikirannya, sehingga Kilatsih tersenyum geli.
Gadis itu lantas saja menyatakan persetujuannya.
Selanjutnya pembicaraan mereka jadi lancar. Kilatsih
lantas mengetahui, bahwa Sasi Kirana seorang pemuda
yang luas pengetahuannya, la sendiri murid Adipati
Surengpati yang berpengetahuan luas, maka dapatlah ia
menerima pembicaraan mengenai ilmu alam, ukur pasti,
ilmu bumi, ilmu ketabiban, ilmu tata-negara dan
kesusasteraan. Karena asyiknya tiba-tiba sore hari
datang dengan tak terasa.
"Sebentar lagi kita memasuki Cirebon. Nanti malam
kita menginap di losmen saja," ujar Sasi Kirana. Setelah
berkata demikian, ia mencambuk kudanya dan Kilatsih
segera melarikan kudanya pula. Setelah saling berkejar-
kejaran sampailah mereka di Cirebon menjelang malam
hari. Dengan menahan kendali kudanya, mereka memasuki
Kota Cirebon dengan perlahan-lahan. Dua kali Kilatsih
melintasi Cirebon, akan Jetapi kali ini kesannya
menyenangkan dan manis sekali. Setelah berputar-putar
memasuki jalan-jalan kota mereka memperoleh sebuah
penginapan yang cukup besar.
753 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Berikan kami sebuah kamar besar menghadap ke
selatan," Sasi Kirana minta kepada penguasa rumah
penginapan. "Dua kamar," Kilatsih menyambung.
Kuasa rumah penginapan itu jadi berbimbang-
bimbang. "Yang betul bagaimana" Satu atau dua kamar?"
"Dua kamar!" sahut Kilatsih cepat dengan suara tegas.
"Dua kamar!" Ia mengulangi.
Kuasa rumah penginapan itu melemparkan pandang
kepada Sasi Kirana,"minta keputusan. Sesudah melihat
Sasi Kirana bersikap mengalah, ia tertawa.
"Jadi.... dua kamar" Apakah tuan-tuan hanya berdua
saja?" katanya. "Benar," Sasi Kirana menyahut.
"Mestinya lebih baik satu kamar. Bukankah lebih.....".
"Dua kamar!" potong Kilatsih dengan suara keras.
Kuasa penginapan itu tercengang. Akan tetapi ia tak
membuka mulut lagi. Bukankah dua kamar lebih baik
baginya daripada satu kamar" Segera ia berdiri dari
kursinya dan mempersilakan kedua tetamunya
menentukan kamar pilihannya masing-masing. Lalu ia
memerintahkan pelayan-pelayannya menyediakan makan
malam. Dua kamar penginapan itu berdekatan. Sasi Kirana lalu
berseru keras dari dalam kamarnya.
"Adik! Sebenarnya aku mempunyai bekal cukup untuk
menyewa dua atau sepuluh kamar. Akan tetapi
754 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebenarnya, kita lebih senang tidur bersama dalam satu
kamar. Kita bisa beromong-omong dengan cukup
berbisik-bisik. Tidak seperti sekarang ini. Aku harus
berteriak seperti orang lagi bertengkar. Kau pindah saja
kemari, adik!" "Kau jangan cerewet tak keruan!" bentak Kilatsih di
dalam hati. "Kiki"kau tahu sebabnya aku tak mau tidur
di kamarmu" Selamanya, aku paling takut tidur bersama-
sama orang lain." Mendengar jawaban Kilatsih, Widiana Sasi Kirana
tertawa. "Pantas! Kau tak mau tidur satu ambin dengan Sekar
Kuspaneti." Pendekar Cacad 4 Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Kisah Si Rase Terbang 3
^