Pencarian

Mencari Bende Mataram 11

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 11


Merah wajah Kilatsih digoda demikian. Segera ia
mengalihkan pembicaraan. "Kiki! Kau lapar, tidak"';
Widiana Sasi Kirana tahu perasaannya. Tak mau ia
minta keterangan lagi apa sebab temannya itu tak mau
tidur bersama di dalam satu kamar. Ia lantas menyahut.
"Benar! Perutku lapar pula."
Malam itu mereka makan malam dalam kamarnya
masing-masing. Karena lelah" setelah makan"mereka
tidur pula. Tetapi sebelum tidur, Kilatsih perlu berjaga-
jaga. Ia memalang pintu kamar dan jendelanya. Lalu
merebahkan diri di atas tempat tidur tanpa membuka
pakaian. Meskipun terasa sangat lelah, tak dapat ia
segera tertidur. Sepak terjang dan lagak-lagu Widiana
Sasi Kirana selalu saja merumun dalam otaknya"
755 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga kedua matanya tak dapat dipejamkan rapat-
rapat. Tak lama kemudian ia mendengar kentung tiga kali.
Kamarnya tetap aman sen-tausa. Hatinya lantas menjadi
tenteram. Katanya di dalam hati, "Bocah itu walaupun
berandalan, nampaknya bukan seorang pemuda kasar.
Ah, aku terlalu curiga kepadanya." Ia lantas tertawa geli
sendiri. Lantaran hatinya tenteram, ia tertidur pulas dengan
tak disadarinya sendiri. Entah berapa jam ia tertidur
pulas, tiba-tiba rasa sadarnya membangunkannya.
Widiana Sasi Kirana serasa menghampiri dengan
bersenyum dan membungkukkan badan. Ia kaget dan
gusar. Serentak ia menghunus pedangnya dan menikam.
Pemuda itu menjerit tinggi. Dadanya lantas berlumuran
darah. Kilatsih kaget bukan main"sehingga mulutnya
berteriak. Tepat pada saat itu, ia mendengar suatu
ketukan di jendela. "Adik! Lekas keluar!" terdengar seruan Widiana Sasi
Kirana. Kilatsih berbangkit sambil mengucak-ucak matanya.
Insyaflah dia, bahwa tadi ia bermimpi. Hanya saja"apa
sebab"justru pemuda itu berada di luar jendela. Jangan-
jangan, ia tadi benar-benar menikam dan pemuda itu
berhasil melompat keluar jendela. Dalam kesangsiannya,
ia berpaling mencari pedangnya. Ternyata pedangnya
masih di dalam sarung. "Adik! Cepat!" terdengar suara Widiana Sasi Kirana
agak gugup. Kali ini, Kilatsih mendengar ringikan kuda.
756 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar suara ringikan kuda itu, Kilatsih terbangun.
Itulah suara kudanya yang meringik sedih. Mengapa"
Bergegas ia melompat dari pembaringannya. Untung"
dia tadi tak menanggalkan pakaiannya. Maka dengan
cepat, ia dapat membuka pintu kamar dan terus lari ke
pendapa. Dari atas rumah, terdengarlah Widiana Sasi Kirana
berseru nyaring kepadanya.
"Adik! Kuda kita kena tercuri. Mari kita kejar!"
Kuda hitam dan Megananda adalah kuda-kuda pilihan.
Selain jempolan, galak terhadap seorang asing. Tidak
sembarang orang dapat mendekati, kecuali majikannya
masing-masing. Seumpama seseorang memiliki kekuatan
untuk menaklukkan" akan tetapi setelah ditunggangi"
tidak mungkin sudi takluk lagi. Mereka akan
membangkang. Berputar-putar, berjingkrakan dan
berusaha melemparkan penunggangnya. Itulah sebab
baik Widiana Sasi Kirana maupun Kilatsih percaya benar
kepada kudanya masing-masing. Walaupun diumbar12)
di tengah lapangan, tidak bakal ada seseorang yang bisa
mengusiknya. Di luar dugaan"kedua kuda itu"ternyata bisa dicuri
orang. Pastilah pencurinya bukan sembarang orang.
Selain cerdik, mungkin pula seorang ahli. Memperoleh
kesimpulan demikian"Widiana sasi Kirana yang biasanya
dapat berlaku berandalan"kali ini hatinya gentar juga.
Dalam pada itu Kilatsih telah berada di atas genting
pula. Minta pertimbangan.
"Dapatkah kita menyusul pencurinya?"
757 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kuda kita tidak gampang-gampang takluk kepada
orang lain." Widiana Sasi Kiraha yakin. "Karena itu"ada
harapan untuk menyusul."
Sesudah berkata demikian, ia melemparkan sebuah
mata uang emas. Berkata kepada penguasa penginapan
yang ikut terbangun oleh kesibukan mereka berdua.
"Sisanya boleh kau ambil."
Ia mendahului melompat turun dan lari kencang
bagaikan bayangan. Kilatsih segera mengikuti. Dalam hal
kegesitan dan kecepatan bergerak, Kilatsih tak usah
takut merasa kalah. Sebentar saja ia dapat menjajari.
Tak jauh di depan mereka, terdengar ringikan
Megananda dan kuda hitam. Mendengar ringikan
kudanya, Widiana Sasi Kirana lantas berseru.
"Panut! Panut! "Jangan takut."
Kuda Widiana Sasi Kirana bernama Panut. Mendengar
seruan majikannya, ia berbenger keras. Akan tetapi
binatang itu tak dapat membangkang kemauan
penunggangnya. Di bawah penerangan cahaya bulan" Panut nampak
berada di depan. Sedang Megananda di belakang. Baik
Panut maupun Megananda lari berjingkrakan dengan
kepala mendongak. Jelaslah, bahwa kedua binatang itu
tak sudi tunduk kepada penunggangnya. Mereka
berusaha berontak, akan tetapi sekian lamanya berdaya-
upaya tetap saja penunggangnya dapat menguasainya.
Kedua pencuri yang berada di atas punggung Panut
dan Megananda nampak jelas pula. Yang satu
758 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenakan pakaian hitam. Yang lain putih. Kedua-
duanya mengenakan topeng.
Pada tangannya masing-masing, nampak obor
menyala. Setiap kali Panut atau Megananda berjingkrak
hendak berontak, obor itu lantas diselomotkan sehingga
meringik kesakitan. Kecuali disakiti demikian, perut kedua
binatang itu dijepit kencang-kencang. Mau tak mau
Panut dan Megananda terpaksa lari juga. Akan tetapi
karena sering berjingkrak atau berputar-putar, lari
mereka tidak sepesat biasanya. Widiana Sasi Kirana dan
Kilatsh dapat menyusul. Sakit hati Widiana Sasi Kirana mendengar ringik
kudanya. Kilatsih tak terkecuali. Baik Widiana Sasi Kirana
maupun Kilatsih, tak pernah menyakiti kudanya.
Membentak dengan kata-kata keras, jarang sekali terjadi.
Itulah sebabnya, mereka lantas saja mempercepat
larinya sambil memanggil-manggil.
Panut mendengar panggilan majikannya. Terus saja ia
meringkik sambil berjingkrak berputaran. Lagi-lagi ia
kena selomot. Tak dapat lagi Widiana Sasi Kirana
menguasai diri. Dengan seruan nyaring, ia melepaskan
senjata bidiknya yang berbentuk jarum. Kemarin sewaktu
Kilatsih bertempur melawan keroyokan delapan orang,
dengan tertawa saja Widiana Sasi Kirana dapat
menjatuhkan mereka dengan sambitan jarumnya.
Apalagi, kini dia sedang marah dan sakit hati.
Sambitan jarumnya keras dan mematikan. Akan tetapi
diluar dugaan, kedua pencuri itu seakan-akan '
mempunyai mata pada punggungnya. Begitu mendengar
sambaran angin, mereka lantas saja membungkuk dan
bersembunyi dengan menjatuhkan diri kke samping.
759 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan demikian, mereka menggunakan perut kuda
sebagai tameng13). Tak dapat Widiana Sasi Kirana mengumbar rasa sakit
hatinya dengan menyerang perut kudanya. Itulah
sebabnya, semua jarumnya gagal mengenai sasaran.
Celakanya"sambil berlindung"kedua pencuri itu terus
menyelomoti. Panut-dan Megananda kaget hingga
meringkik keras. Lalu kabur memasuki petak hutan yang
berada di pinggang sebuah bukit.
Widiana Sasi Kirana dan Kilatsih mengejar terus
sampai tiba-tiba mereka mendengar tertawa pencuri
kudanya. Aneh nada suara tertawanya. Terdengarnya
seperti bunyi tawa wanita. Mereka berdua terperanjat
dan heran. Di atas tanjakan segera nampak cahaya api
berkeredepan bagaikan kunang-kunang hinggap di atas
rerumputan. Suasananya sunyi sepi menyeramkan
perasaan. Tak dikehendaki sendiri bulu roma Kilatsih ber-
geridik Sekonyong-konyong Widiana Sasi Kirana tertawa
nyaring. Katanya dengan suara garang, "Benarkah
seorang wanita cantik jelita menjadi pencuri kuda"
Apakah kalian sudah pada tempatnya bergaul dengan
iblis" Kembalikan kudaku! Tak sudi aku bertempur
melawan wanita." Setelah berkata demikian, ia melompat menghampiri
tanjakan. Kilatsih yang berada di belakangnya melompat
pula bersiaga. Lalu terdengarlah seorang wanita berkata
cukup terang. "Berani juga hati si pencuri mustika Dwijendra ini....."
760 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapan itu mengenai dua sasaran. Widiana Sasi Kirana
memperoleh lukisan Sungai Cisadane dan Kilatsih
merampas Sekar Kuspaneti. Hanya yang menyakitkan
hati"mereka disebut sebagai pencuri.
Kilatsih lantas menebarkan penglihatannya.
Megananda dan Panut berada di bawah tanjakan. Kedua
binatang itu seperti lagi berdiri tegak. Anehnya tidak
bergerak sama sekali. Di bawah penerangan bulan cerah,
kesannya menyeramkan. Tak terasa Kilatsih memekik
tertahan. Sebaliknya Widiana Sasi Kirana
memperdengarkan suara tertawa.
"Ooo... jadi kamulah yang main gila?"
Kilatsih tak mengerti apa maksud pemuda itu. Segera
ia. menajamkan matanya dan pada saat itu, ia melihat
empat orang laki-laki berdiri berjajar. Kaki mereka
terangkat sebelah seperti seseorang yang hendak
menuruni tangga. Juga mereka tidak bergerak sama
sekali bagaikan patung. Mereka berempat itulah para
saudagar pengunjung rumah Raja Muda Dwijendra.
Mengapa mereka diam tak berkutik" Apakah mereka
kena ilmu gendam lagi" Siapakah yang memiliki ilmu
gendam hebat pula" Diam-diam Kilatsih menarik napas, la kagum terhadap
seorang yang membuat mereka berempat tak dapat
berkutik sama sekali. Kilatsih tidak takut menghadapi
segala kemungkinan, la mengira, mereka berempat itulah
biang keladi pencuri kudanya. Tapi mendadak kena totok
seorang yang bersembunyi di dalam hutan itu. Maka ia
menghampiri mereka terus menegur.
761 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu berempat pernah kutolong. Kenapa sekarang
kalian mencuri kudaku" Pernahkah aku salah terhadap
kalian?" Mereka tak menjawab. Juga sama sekali tak berkutik.
Pada saat itu mendadak terdengarlah suara seserang dari
balik hutan. "Kalau para tetamu sudah tiba, bawalah mereka
masuk!" Kilatsih terkejut. Suara itu terang sekali datang dari
balik hutan. Akan tetapi terdengar memantul dari dinding
bukit, sehingga seolah-olah keluar dari dalam bumi.
Suaranya kuat perkasa dan lunak. Itulah suatu bukti,
bahwa pemilik suara itu memiliki ilmu sakti yang tinggi.
Maka insyaflah Kilatsih, bahwa ia tengah menghadapi
lawan yang berat. Sesudah suara itu lenyap, muncullah dua bayangan
yang gesit sekali gerakannya.
Mereka mengenakan topeng sehingga mukanya tak
nampak jelas. Akan tetapi pandang mata mereka
bersinar tak ubah bara api. Dan orang-orang yang
berada di tanjakan lantas saja membungkuk hormat.
"Bawalah mereka masuk!" perintah salah seorang dari
mereka kepada yang sedang membungkuk hormat.
Dengan sekali menjejakkan kaki, bayangan mereka
berkelebat memasuki hutan. Sama sekali tak mirip
seorang wanita. Seorang lantas datang menghadap Widiana Sasi
Kirana dengan membungkuk hormat.
"Silakan masuk, Tuan."
762 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau lepaskan dahulu kuda kami. Baru kami bersedia
berbicara," ujar Widiana Sasi Kirana.
"Hal itu tak usahlah Tuan berkecil hati. Majikan kami
tidak bermaksud jahat. Kalau tidak diambil tindakan
demikian, mustahil Tuan sudi mengunjungi gubuk
majikan kami." "Siapakah majikanmu?" Kilatsih menimbrung.
Orang itu tertawa perlahan sambil berpaling kepada
temannya. "Ah! Sampai lupa. Tapi pastilah- Tuan muda sudah
mengenal. Coba berikan tanda panji-panji kita!"
Dari belakang belukar muncullah dua orang membawa


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dua helai panji kebesaran. i
Lalu berkatalah orang pertama, "Beliau berdua adalah
majikan-majikan dari laskar panji-panji ini."
Melihat gambar panji-panji itu, Widiana Sasi Kirana
berubah wajahnya. Kilatsih terperanjat pula, akan tetapi
dia dapat menguasai diri. Itulah panji-panji Obor Menyala
dan Kuda Semberani. "Kalau begitu Raja Muda Otong Surawijaya dan Raja
Muda Dadang Wiranata," kata Kilatsih di dalam hati.
"Menurut khabar almarhum ayahku adalah salah seorang
laskar Beliau. Pantaslah Megananda dan Panut dapat
dikuasainya." "Biarlah aku memberi hormat dahulu," ujar Widiana
Sasi Kirana. Dan ia benar-benar membungkuk. Setelah
mengangkat kepalanya, dahinya nampak berkerinyut.
Jelaslah, dia baru sibuk memecahkan teka-teki apa sebab
763 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua raja muda Himpunan Sangkuriang sampai mencuri
kudanya. "Mari!' kata penerima tamu. Orang ini lantas
mendahului berjalan memasuki hutan lebat yang berada
di balik bukit. Widiana Sasi Kirana mendekati Kilatsih. Lalu berbisik
dengan suara cemas. "Adik! Kaburlah kau cepat-cepat. Kukira yang diincar
mereka adalah engkau. Karena engkau melukai atau
mengalahkan kemenakan mereka dalam arena
pertandingan. Kau tahu siapa mereka berdua?"
"Raja Muda Otong Surawijaya dan Raja Muda Dadang
Wiranata," jawab Kilatsih.
Widiana Sasi Kirana tercengang. Bagaimana dia bisa
kenal nama kedua raja muda itu" pikirnya di dalam hati.
Otong Surawijaya adalah seorang Raja Muda bawahan
Sangaji yang kejam dan tak pernah memberi ampun
kepada lawan, la sakti dan besar pengaruhnya. Gerak
geriknya liar dan sukar diduga-duga. Sedang Raja Muda
Dadang Wiranata memiliki suatu ilmu sakti yang disegani
rekan dan lawan. Dahulu saja tatkala mengadu kesaktian
melawan para penyerbu, diam-diam Sangaji pernah
mengagumi14). Maka tidak mengherankan, apa sebab
Widiana Sasi Kirana berkecil hati begitu mengetahui
siapakah yang mencuri kudanya.
Tetapi Kilatsih mempunyai pikirannya sendiri. Sama
sekali ia tidak mundur. Malahan ia nampak tersenyum.
"Bukankah semenjak kita berkenalan, aku menjadi
pengawalmu" Nah, kini pun aku bersedia menjadi
pengawalmu." 764 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam hati Widiana Sasi Kirana mengeluh. Tahulah
dia, bahwa Kilatsih belum mengenal kesaktian Otong
Surawijaya dan Dadang Wiranata. Segera ia hendak
memberi penjelasan, siapakah mereka berdua.
Akan tetapi waktu tidak memungkinkan lagi. Sebab"
untuk memberi keterangan yang jelas tentang dua raja
muda itu harus membutuhkan waktu lama. Sedangkan
para penyambut tetamu kedua raja muda itu, kerap kali
berpaling ke arahnya dengan pandang menyelidiki.
Menghadapi kesulitan demikian, Widiana Sasi Kirana
benar-benar mengeluh. Katanya di dalam hati,
"Maksudnya memang baik. Tetapi pastilah dia belum
pernah mendengar betapa tinggi kesaktian dua raja
muda itu, bagaimana baiknya?"
Widiana Sasi Kirana sebenarnya salah duga, bahwa
Kilatsih tidak sadar akan bahaya yang mengancam. Kalau
dia tak mau kabur, semata-mata karena ingin
mendampingi justru dalam keadaan demikian. Inilah
pengucapan seorang wanita, manakala sudah terbintik
rasa cinta dalam dirinya.
Penyambut tetamu kedua raja muda itu terdiri dari
empat orang. Dua pria dan dua wanita. Secara
bergantian, mereka selalu berpaling sambil berjalan
mendahului. Hutan yang dimasuki sangat padat. Penuh
semak belukar, penjalin dan duri. Tanahnya terdiri dari
batu-batu pula. Pastilah sengaja ditaburi batu-batu
demikian rupa, sehingga menyulitkan orang-orang yang
berani menginjakkan kaki, untuk yang pertama kalinya.
Tidak lama kemudian nampaklah sebuah gedung batu
yang berdiri di antara lebatnya pepohonan. Gedung itu
765 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serba gelap. Sama sekali tiada penerangan. Begitu
mereka mendekat, terdengarlah suara bergelora.
"Apakah yang datang dua bocah ingusan itu?"
Para penyambut tetamu tertawa menyambut. Salah
seorang menyahut. "Benar. Tetapi kedua bocah ini mempunyai keberanian
melebihi bocah lumrah."
"Baik. Nah, bawalah mereka masuk!"
Orang yang berada paling depan, maju mendekati
pintu batu. la mendorong dan dengan suara berisik,
terbukalah pintu batu itu. Samar-samar nampaklah suatu
penerangan jauh di dalam. Justru pada saat itu, Widiana
Sasi Kirana melesat maju dan menghantam daun pintu
itu. Brak! Daun pintu itu roboh dengan suara
gemeretakan. Berbareng dengan robohnya daun pintu,
Widiana Sasi Kirana tertawa berkakakan.
"Di hadapanku, tak usah kalian berlagak mengundang
tetamu. Aku bisa datang sendiri."
Tuan rumah ternyata tidak menyahut. Sebagai
gantinya, muncullah dua puluh empat lilin besar dari
pintu-pintu samping. Kena sinar nyala lilin, ruang itu
menjadi terang benderang.
Gedung batu itu ternyata mempunyai pendapa yang
luas mirip sebuah istana. Perabotnya sangat indah.
Hampir semua hiasannya terbuat dari emas dan permata.
Hawanya segar dan lapang. Baunya harum pula.
Kilatsih menebarkan penglihatannya. Di tengah ruang
itu nampak sebuah meja besar dan panjang. Di belakang
meja duduklah dua bayangan. Bayangan itu sama sekali
766 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak bergerak. Mirip dua buah patung yang menakutkan.
Setelah diamat-amati ternyata dua orang hidup yang
mengenakan topeng. Hebat perbawa dua orang itu. Rambutnya tebal dan
terurai panjang. Perawakan mereka gagah perkasa. Yang
duduk di sebelah kiri, berkulit kekuning-kuningan. Dialah
Raja Muda Otong Surawijaya dan kulit Raja Muda
Dadang Wiranata hitam. Hidungnya agak bengkung,
matanya tajam luar biasa. Sehingga perbedaan antara
kedua orang raja muda itu nampak jelas dan tegas.
Di sisi mereka, berdiri empat orang yang mengenakan
pakaian jubah putih dengan memegang dua panji-panji
bergambar Obor Menyala dan Kuda Semberani. Dan yang
berada di dekat dinding, empat orang saudagar
tengkulak yang datang mengunjungi Raja Muda
Dwijendra. Melihat mereka berempat timbullah gagasan
Kilatsih. "Ah, rupanya empat orang saudagar itu dijadikan saksi
mereka untuk menuntut aku dan Sasi Kirana."
Dugaan Kilatsih ternyata tepat sekali. Pada saat itu,
terdengar suara Otong Surawijaya kepada empar
Saudagar. "Apakah mereka berdua inilah yang mencuri permata
dunia?" Salah seorang dari mereka menyahut dengan suara
bergemetaran. "Yang usianya lebih tua itu, tuanku. Yang berusia
muda adalah calon menantu tuanku Raja Muda
Dwijendra. Sama sekali ia tidak ikut mencuri. Malahan
767 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dialah yang menolong kami bebas dari ilmu gendam
pemuda itu." Otong Surawijaya memanggut. Lalu menuding kepada
Kilatsih dengan dibarengi suara perintahnya yang
menggelegar. "Kau minggir! Berdiri di sana!"
Tetapi Kilatsih membangkang.
"Kami datang bersama-sama. Kenapa aku harus
berdiri berpisah?" Dadang Wiranata yang sejak tadi berdiam diri,
mengerutkan alisnya. Membentak, "Kau bocah cilik"
dengarkan perintah kami. Kami tidak bisa menghukum
orang yang tidak bersalah."
Lalu menuding Widiana Sasi Kirana.
"Hai, bocah gede! Benar-benar besar keberanianmu.
Kenapa kau berani memasuki istana Raja Muda
Dwijendra untuk mencuri sebuah mustika dunia" Kenapa
kau pun berani menghajar pintuku sampai roboh"
Apakah kau anggap kami ini barang permainanmu?"
Widiana Sasi Kirana tidak menjawab, la malahan
membalas dengan pertanyaan.
"Sudah berapa tahun kamu berada di sini?"
"Eh, binatang! Apa maksudmu?" bentak
Otong Surawijaya. Otong Surawijaya adalah seorang
raja muda yang berangasan dan jahil mulutnya.
Mendengar sikap Widiana Sasi Kirana yang angkuh,
hatinya lantas saja terbakar. Akan tetapi Widiana Sasi
Kirana tidak menggubris. 768 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau kamu ingin memperoleh keterangan yang
benar, apa sebab tidak minta penjelasan kepada
Dwijendra" Taruh kata aku memang mencuri barang
mustikanya apa hubungannya dengan kamu berdua"
Kukira, Paman Dwijendra pun tidak akan membiarkan
kalian ikut usilan dalam perkara ini."
Mendengar perkataan Widiana Sasi Kirana, Otong
Surawijaya dan Dadang Wiranata menggerung dahsyat.
Kehormatan mereka tersinggung. Akan tetapi Widiana
Sasi Kirana benar-benar tidak gentar.
"Siapakah yang tidak tahu, bahwa Otong adalah
seorang pemimpin laskar perjuangan yang ringan tangan
dan bermulut jahil" Dalam hal ini, kamulah yang
memutar balikkan suatu kenyataan. Kamulah yang
mencuri kuda kami. Sekarang kami menghajar daun
pintu kamu sampai roboh. Siapakah yang memulai
terlebih dahulu" Bukankah kamu" Lagipula, istana ini
bukan milik kamu berdua! Mengapa kalian berlagak
seperti majikan!" "Bagus! Kau pun pandai menggoyangkan lidah,"
bentak Otong Surawijaya. "Kau bilang, istana ini bukan
istana kami. Lantas istananya siapa?"
"Inilah istana perjuangan Ratu Bagus Boang pada
zaman tujuh puluh tahun yang lalu. Benar tidak?"*5)
Mendengar jawaban Widiana Sasi Kirana, mereka
berdua nampak tercengang sehingga tergugu sejenak.
Namun dalam hal mengadu ketajaman lidah, tak sudi
Otong Surawijaya mengalah.
"Apakah kamu bermaksud hendak menguasai kami?"
769 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kalian kira"di dunia ini"hanya kalian yang
boleh menguasai jiwa orang lain?" balas Widiana Sasi
Kirana dengan cepat. Pemuda itu lalu tertawa. "Lebih
baik kamu berdua bermukim saja di atas pegunungan!"
"Binatang! Kau bilang apa?"
"Ini adalah istana Ratu Bagus Boang pu-tera Pangeran
Purbaya, putera mahkota Kerajaan Banten."
15) Bacalah Bunga Ceplok Ungu dari Banten.
"Kami pun dua Raja Muda Himpunan Sangkuriang.
Kau mau apa?" bentak Otong Surawijaya.
"Kalian mengangkat diri menjadi pemimpin laskar
perjuangan. Kalau kerja kalian hanya duduk seperti
seorang raja di istana ini, apakah harganya" Lihatlah"
laskar bertebaran di seluruh penjuru bumi Priangan"
tanpa pimpinan dan tanpa pengendalian. Sehingga
mereka merampok, merusak, memperkosa dan membuat
gelisah penduduk. Apakah artinya kalian menjadi dua
raja muda laskar yang sudah bejad akal budinya?"
Gusar bukan main Otong Surawijaya dan Dadang
Wiranata, dikatakan sebagai dua raja muda laskar yang
sudah bejad akal-budinya. Tanpa terlihat gerakannya"
tahu-tahu mereka telah mencelat dari kursinya. Lalu
dengan berbareng mereka berdua menggempur kepala
Widiana Sasi Kirana. "Binatang tak tahu diri!" bentak mereka berbareng
pula. Bersambung ismcryo12 GURU SANGAJI DAN SANJAYA 770 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
MELIHAT KUDA ITU" Kilatsih berdiri tertegun, la
mengucak-ucak kedua matanya hendak meyakinkan
dirinya sendiri. Benarkah kuda itu milik pemuda sinting
berbaju biru muda" Bukankah pemuda itu sama sekali
tak mempunyai kepandaian" Kenapa dia datang kemari
sebagai pencuri" . Kilatsih jadi berbimbang-bimbang. Maklumlah, dia
sudah menguji pemuda itu dan sama sekali tidak
mengerti ilmu berkelahi. Maka ia tidak yakin bahwa
orang yang bertopeng itu, si pemuda berbaju biru muda.
Tetapi ftalau bukan dia, bagaimana jawabannya tentang
kuda hitam yang meringik di belakang belukar" Dia
datang kemari pasti bukan untuk mencuri. Kalau benar-
benar bermaksud mencuri, apa sebab tidak mengangkat
harta benda empat tengkulak tadi yang harganya


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puluhan ribu ringgit"
Sebaliknya dia hanya minta lukisan kuno dari tangan
tuan rumah sendiri. Memang lukisan itu mempunyai
harganya sendiri. Tetapi kalau dibandingkan dengan
harta empat tengkulak tadi, rasanya masih sangat jauh
selisihnya. "Dia baru bermur duapuluh tahun lebih," kata Kilatsih
di dalam hati. "Dan paman Dwijendra telah
menunggunya selama tujuh-puluh tahun. Ah, kalau
begitu terang sekali bukan dia. Lantas siapa?"
Masih saja Kilatsih terlongong-longong seorang diri,
kalau saja tidak diganggu suara berisik yang mendatangi.
Tatkala menoleh, ia mendengar suara Dwijendra berseru
nyaring. "Anakku! Kau baliklah kemari!"
771 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar seruannya, Kilatsih kian tercengang. Aneh
dan mengherankan bunyi seruan itu. Artinya, mertuanya
berusaha melindungi orang bertopeng tadi. Memikir
demikian, ia malah tak menggubris seruannya. Lantas
saja ia melesat keluar tembok. Dengan sekali meloncat ia
tiba di belukar. Begitu menjenguk belukar, ia heran
setengah mati karena terjadi suatu peristiwa ajaib lagi. la
mendengar suara terantuknya kaki kuda. Setelah diamat-
amati ternyata, kudanya sendiri, si Megananda!
Sewaktu datang ke rumah Dwijendra, Kilatsih
menitipkan kudanya di kampung. Dia sendiri yang
menambatkan pada tiang kandang. Apa sebab tiba-tiba
kini tertambat pada sebatang pohon belukar"
Tatkala itu orang bertopeng yang dikejarnya sudah
berada di atas kudanya. Ia lari selintasan, kemudian
berhenti dengan mendadak. Ia menoleh dan
melambaikan tangannya. Sekarang Kilatsih hilang keragu-raguan-nya. Dia
benar-benar anak muda sinting yang pernah dikenalnya.
Tiba-tiba saja ia mempunyai perasaan tak senang
padanya. "Hai, anak edan! Apa sebab kau mempermainkan aku
berulang kali?" serunya gemas. Terus ^ija ia melompat
ke atas kudanya dan lari mengejarnya. Megananda
segera mementangkan kakinya.
la baru melintasi petak hutan yang berada di sebelah
barat bukit, tatkala mendengar suara derap beberapa
kuda di belakangnya. Tahulah dia, bahwa Dwijendra
sedang mengejarnya beramai-ramai. Akan tetapi kuda
mereka tak dapat dibandingkan dengan Megananda.
Sebentar saja mereka ketinggalan makin jauh.
772 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Megananda kabur makin cepat mengejar kuda hitam si
pemuda. Jarak pengejaran tetap tak berubah, walaupun
Megananda sudah berusaha lari secepat-cepatnya.
Sebentar saja mereka telah meninggalkan kota
Sumedang. Tak lama kemudian pemuda bertopeng itu
mengendorkan lari kudanya, la nampak menoleh sambil
melambaikan tangannya. Kilatsih jadi mendongkol.
Dengan penasaran ia mengeprak Megananda dan melihat
Kilatsih menghentakkan kudanya, pemuda itu pun segera
melarikan kudanya cepat-cepat pula.
Malam itu"mereka terus berkejar-kejaran"di bawah
sinar bulan sipit. Tak terasa fajar hari telah
menyongsongnya. D^ depan sana tergelar sepetak rimba
lebat dan begitu memasuki rimba, pemuda itu menoleh
dan berseru nyaring. "Saudara! Tak dapat lagi aku menemanimu. Sampai
bertemu!" "Eh"kau hendak lari kemana?" damprat Kilatsih
dengan hati panas. "Walaupun kau lari ke ujung dunia,
masakan aku tak dapat mengejarmu?"
Pemuda itu tertawa meriah tatkala ia mendengar
dampratan Kilatsih. Tetapi ia benar-benar dapat
membuktikan ucapannya. Sekali mengedut kendali,
kudanya melesat bagaikan terbang melintasi pagar
pepohonan. Dan ia lenyap dari penglihatan seperti
dilindungi iblis. Kilatsih berbimbang-bimbang. Teringatlah dia
peringatan gurunya, bahwa mengejar orang yang
memasuki hutan"sangatlah besar bahayanya. Sebab dia
773 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa menikam dari belakang. Memperoleh ingatan
demikian, segera ia berwaspada seraya melambatkan
kudanya. Benar saja"sekonyong-konyong kuda hitam
milik pemuda itu"lari keluar hutan tanpa
penunggangnya. Kilatsih segera menahan kudanya.
Ia lantas meraba pedangnya, la tahu" orang
bertopeng itu"tinggi kepandaiannya. Apakah dia hendak
menikam dari belakang" Selagi berpikir demikian,
terdengarlah teriakan-teriakan saling susul dari dalam
hutan. Sedetik Kilatsih menimbang-nimbang. Kemudian
turun melompat dan melesat ke atas dahan.
Tepat pada saat itu"beberapa orang berlari-larian
saling berlomba sambil berseru kecewa.
"Larinya ke timur. Kuda hitam itu mahal harganya.
Hayo, kau ke sana! Hai, di sini ada kuda putih. Sayang,
binatang itu pun lari ke timur pula. Hayo kejar!"
Kilatsih tak khawatir kudanya kena tangkap.
Seumpama terpaksa lari jauh lantaran diubar-ubar, dia
pun bisa memanggilnya dengan bersiul. Karena itu, ia
segera mengayunkan tubuhnya dan melompat dari
dahan ke dahan. Dalam waktu sebentar saja, sampailah
dia ke dalm rimba raya. Segera ia mendengar suara
berbisik. Dengan hati-hati Kilatsih turun ke tanah. Kemudian
maju dengan berindap-indap. Di depannya terjadi suatu
peristiwa yang mengherankan"yang memberi
penjelasan kepadanya. Di atas sebuah batu besar, duduklah si pemuda
berbaju biru muda. Topengnya sudah dibuangnya.
774 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena waktu itu pagi hari telah tiba, maka Kilatsih dapat
melihat mukanya dengan jelas.
la dikepung delapan orang masing-masing bersenjata
tajam. Kilatsih segera mengenal beberapa orang di
antara mereka. Sastradirja, Andi Basanta, Podang
Winangsi, Sukra Sakurungan dan empat orang lainnya.
Dua orang di antara mereka sangat menyo-lok. Mereka
berperawakan kasar, berambut panjang dan
menyandang seperti haji. Kilatsih tak khawatir kudanya kena tangkap.
Seumpama terpaksa lari jauh lantaran diubar-ubar, dia
pun bisa memanggilnya dengan bersiul. Karena itu, ia
segera mengayunkan tubuhnya dan melompat dari
dahan ke dahan. Mereka berdua bersenjata sepasang kapak pada
tangannya masing-masing. Terdengarlah suara Sastradirja setengah menggeram.
"Walaupun kau sangat licin" jangan harap bisa lolos dari
mata kami. Bagaimana" Kau masih senang pada jiwamu
atau tidak?" Pemuda itu lantas menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jangan bilang begitu! Jangan bilang begitu! Kau pun
tahu sendiri, sedang semut pun masih sayang jiwanya.
Apalagi manusia. Kenapa sih kata-katamu begitu
sembrono?" "Kalau begitu nah serahkan semift bekalmu dan
panggil kudamu tadi! Hayo cepat!" hardik Sastradirja
galak. Pemuda itu tetap saja bergeleng kepala.
775 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini kan uang-uangku sendiri. Ini kan harta bendaku
sendiri. Mengapa harus kuserahkan kepadamu" Kuda itu,
kudaku sendiri pula. Dia mempunyai empat kaki. Larinya
cepat pula. Bagaimana aku bisa memanggilnya.
Seumpama suaraku senyaring guntur pun, dia juga tak
mengerti...." Mendongkol hati Sastradirja mendengar jawaban
pemuda itu. Saking mendongkolnya, ia lantas tertawa.
Katanya memberi peringatan.
"Ingatlah! Kau di sini seorang diri saja. Pengawalmu
telah menjadi tamu Agung Istana Bintang Nusantara.
Malahan dia telah menjadi anak kesayangan Raja Muda
Dwijendra. Siapakah yang akan menolongmu lagi?"
Pemuda itu tiba-tiba berputar tubuh sambil menunjuk
ke arah gerombolan belukar tempat Kilatsih
bersembunyi. "Siapa bilang"pengawalku menjadi anak kesayangan
Raja Muda Dwijendra. Dia berada di sini. Lihat di situ!"
Kemudian dia berseru nyaring.
"Hai, pengawal pribadiku! Kau tolonglah aku!"
Kilatsih mendongkol bukan main di sebut sebagai
pengawal pribadinya. Sama sekali tak diduganya, bahwa
pemuda sinting itu ternyata tahu dimana dia sedang
bersembunyi. Mau tak mau terpaksalah dia muncul dari
belukar. Salah seorang pengepung pemuda itu, kaget. Sekali
berputar lantas melepaskan tiga butir senjata bidik.
Kilatsih terperanjat. Sama sekali tak diduganya, bahwa
dia bakal diserang demikian selagi tak berjaga-jaga. Ia
belum menghunus pedangnya, sehingga tiada alat
776 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk bisa dipergunakan menangkis. Satu-satunya
jalan, ia melesat tinggi. Tetapi berbareng dengan
gerakannya, kembali lagi ia diserang tiga butir peluru
tajam. Inilah bahaya! Ia berada di udara. Untuk
mengelak tidak mungkin lagi.
Justru pada saat itu terdengar suara nyaring dan
ketiga peluru itu runtuh di atas tanah melanggar batu.
Orang yang memiliki senjata peluru itu, terkejut. Cepat ia
mengambil senjata bidiknya lagi. Tetapi Sastradirja tiba-
tiba berseru mencegah: "Tunggu dulu! Meskipun bocah bagus itu mempunyai
sayap, dia takkan bisa kabur. Daripada membuang-
buang peluru, mari kita kepung berbareng pengawal
bayarannya!" Mendengar perintah itu"kedelapan temannya"lantas
saja mengepung Kilatsih. Andi Basanta merah matanya
begitu melihat munculnya Kilatsih. Ia cemburu karena
Sekar Kuspaneti berada di tangannya. Maka dengan
tertawa aneh ia membentak.
"Binatang! Bukankah engkau menjadi tamu agung
tuanku Dwijendra" Apa perlu kau keluyuran sampai di
sini" Aku tahu" tangan tuanku Dwijendra memang
panjang jangkauannya"akan tetapi jangan harap dia
bisa memberi pertolongan kepadamu."
Setelah membentak demikian, ia mengangkat
goloknya dan menerjang dengan tangan kiri. Akan tetapi
Sastradirja buru-buru mencegah. Katanya menegas
kepada Kilatsih. "Apakah tuanku Dwijendra yang memberi perintah
kepadamu datang kemari?"
777 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
la berlaku sabar, karena sesungguhnya dia takut
terhadap Raja Muda Dwijendra. Siapa tahu"raja muda
itu"berada di belakangnya. Karena itu perlu ia mencari
keterangan terlebih dahulu.
Sebelum Kilatsih sempat membuka mulutnya, pemuda
sinting berteriak nyaring.
"Hai, pengawal! Kenapa kau tak mengindahkan
perintahku" Hai, orang-orang biadab! Bukankah kamu
tadi telah mendengar, bahwa kedatangannya justru
karena kupanggil" Dialah pengawal pribadiku. Melihat
aku hendak kalian rampok, sudah sewajarnya dia datang.
Karena minum dan makannya, aku yang membayar dan
aku yang mengatur. Hai pengawal, kenapa kau tidak
cepat-cepat datang kemari" Kenapa kau tak
mengindahkan perintahku" Lekas" kau bereskan mereka
semua!" "Apakah benar-benar kamu berdua tidak mempunyai
hubungan sesuatu dengan tuanku Dwijendra!" sekali lagi Sastradirja menegas
dengan hati-hati. Kilatsih mendongkol bukan main. Bukan terhadap
perkataan Sastradirja, akan tetapi terhadap ucapan
pemuda sinting itu yang mengatakan dirinya sebagai
pengawal bayaran. Walaupun demikian"melihat pemuda sinting itu di
dalam bahaya"tak dapat ia bersikap masa bodoh. Ia
dahulu sudah terlanjur melindungi sehingga
menanamkan bibit permusuhan terhadap Sastradirja dan
kawan-kawannya. Maka ia menghunus pedangnya sambil
778 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membentak. "Apa perlu kau menyebut-nyebut nama tuanku
Dwijendra" Yang kuandalkan hanya pedangku ini.
Dengan pedang ini aku bisa datang dan pergi sesuka
hati. Dengan pedang ini aku akan mengatasi semua
kesukaranku sendiri dan tidak main perintah kepada
orang lain agar melindungi kepentingan diri sendiri."
Dengan ucapan itu, Kilatsih hendak menyindir pemuda
sinting itu dan pemuda itu agaknya mengerti kena sindir,
la tidak merasa tersinggung. Malahan tertavja terbahak-
bahak seperti orang gendeng.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha, benar-benar! Hai, kalian tahu" Dialah pengawalku
yang membuat hatiku tak kecewa. Benar-benar dia
seorang pengawal laki-laki jempolan!"
Kedua orang yang berpakaian pendeta segera ikut
mengepung dan menyerang dengan sepasang
kampaknya. Kilatsih tak gentar. Dengan sekali menyabet,
pedangnya menikam tiga orang sekaligus. Kemudian
dengan sekonyong-konyong pula menikam pundak
Sastradirja. Sastradirja menangkis sambil melompat mundur satu
langkah. Kemudian ia membenturkan goloknya. Trang!
Dan begitu berbenturan, ia terperanjat. Hebat benturan
itu. Tangannya terasa panas. Kilatsih pun demikian pula.
Tangannya tergetar sehingga ujung pedangnya melesat
dari bidikan. Justru pada saat itu, kampak si pendeta
menghantam. Buru-buru ia memutar tubuh. Tak urung
lengan bajunya kena terobek. Brebet! Hatinya jadi panas.
Pedangnya berkelebat membalas menyerang dan kapak
pendeta itu rompal sebagian. Dia jadi kaget. Buru-buru
779 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia melompat mundur sambil berseru, "Awas! Pedangnya
senjata mustika!" Sesudah berseru demikian, pendeta itu maju lagi.
Sama sekali ia tak takut menghadapi pedang mustika
Kilatsih. la malahan tertawa besar, pendeta satunya
berteriak keras. "Bagus"jika ia bersenjata pedang
mustika. Kudanya binatang jempolan pula. Ini
namanya"rezeki tak dicari datang sendiri." Terus saja ia
merangsak dengan penuh semangat.
Kilatsih menangkis. Tapi pendeta itu licin. Tahu
pedangnya lawan pedang mustika, tak sudi ia mengadu
senjatanya, la membiarkan pedang Kilatsih ditangkis
golok Sastradirja. Kapaknya sendiri lantas menyambar
sambil berteriak nyaring.
"Mampus kau!" Kilatsih sama sekali tak terkejut atau gentar. Melihat
pendeta itu gesit, ia pun se?era memperlihatkan
kegesitannya pula. Sesudah pedangnya kena tangkis, ia
melesat dan menikam. "Hati-hati!" Kaget pendeta itu. la sedang menyerang, tetapi
sasarannya melesat. Sehingga tubuhnya agak
mendoyong ke depan. Justru pada saat itu, pedang
Kilatsih berkelebat sangat cepatnya. Buru-buru ia
melintangkan kapaknya yang lain. Prak! Dan tangkainya
tertabas putung. Kilatsih kecewa, karena serangan balasannya gagal.
Apalagi dia harus menangkis golok Sastradirja dan
sepasang kapak pendeta lainnya. Sedetik itu, ia
memiringkan tubuhnya dan membabatkan pedangnya.
780 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terhadap sepasang kapak si Pendeta, ia berani
membenturkan pedangnya. Syukur" meskipun bengis"
pendeta itu tahu ketajaman pedang lawan. Cepat-cepat
ia menarik sepasang kapak dan disodorkan berbareng
mengarah dada. Pada saat itu terdengar Andi Basanta berteriak.
"Paman! Jika tak dapat ditangkap hidup hidup, mati pun
boleh! Hayo, semuanya maju berbareng!"
Inilah suatu aba-aba serbuan berbareng dan Kilatsih
benar-benar kena kepung rapat.
Sastradirja dan Andi Basanta merupakan lawan yang
tangguh. Sedangkan kedua kapak pendeta itu, bukan
main dahsyatnya. Podang Winangsi dan Sukra
Sakurungan bukan pula musuh enteng. Apalagi mereka
ikut penasaran, karena Sekar Kuspaneti gagal dalam
tangannya. Maka Kilatsih harus mengandalkan
kegesitannya. Pedangnya menyambar-nyambar tiada
hentinya. Tatkala itu"Andi Basanta yang menaruh cemburu
kepada calon menantu Raja Muda
Dwijendra"maju memagaskan goloknya. Inilah
keadaan yang sangat berbahaya bagi Kilatsih. Sebab ia
sedang membela diri terhadap serbuan tujuh orang
pengeroyoknya. Tapi tatkala Andi Basanta sedang
mengayunkan tangan, mendadak sikutnya terasa sakit
luar biasa. Goloknya pun runtuh bergelontangan di atas
tanah dan ia menjerit kaget.
Kilatsih terperanjat melihat berkelebatnya golok
menyambar padanya. Dengan sebat ia berkelit. Dan pada
saat itu seorang lawan yang bersenjata tombak menjerit
781 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula seperti Andi Basanta. Malah dia roboh dan tak
berkutik lagi. Itulah disebabkan, ia kena hantam senjata
kawannya sendiri yang tak? dapat dielakkan.
"Bagus! Bagus!" pemuda sinting memuji-muji di atas
batu. Masih saja ia bercokol di atas batu dengan tertawa
gelak, la gembira bukan main, menyaksikan betapa
tangguh pengawal pribadinya dan bisa pula meloloskan
diri dari bahaya. Serunya, "Hai, pengawalku yang setia!
Senjata bidikmu bagus sekali!"
Mendengar seruan itu, Kilatsih mendadak tersadar.
Pikirnya di dalam hati, "Benar! Aku kena keroyok
begini banyak. Untuk melawan mereka tiada jalan lain
lagi" kecuali senjata biji sawoku."
Memperoleh pikiran demikian, tangan kirinya lantas
merogoh saku. Lalu menyerang dengan mendadak.
Hebat kesudahannya. Kilatsih memperoleh pelajaran
menembakkan biji sawo dari Titisari dan dengan
mengandalkan kepandaiannya menembakkan senjata
jauh itu, ia disegani lawan dalam waktu singkat saja.
Mundingsari pernah terkejut pula. Maka tak
mengherankan, sekali menyerang empat pengeroyoknya
lantas saja roboh terguling. Yang selamat hanya tiga
orang"Sastradirja dan kedua pendeta. Mereka bertiga
memang gesit gerak-geriknya. Dengan senjatanya
masing-masing mereka berhasil menangkis sambaran biji
sawo Kilatsih. Dua orang yang menyandang pendeta itu bernama
Dengkek dan Dempil. Mereka dua saudara kembar dan
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Untuk bisa menangkap
pemuda sinting itu, Sastradirja meminta bantuan mereka.
782 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebagai upahnya, Sastradirja menjanjikan kuda dan
pedang milik perguruannya.
Demikianlah"Dengkek dan Dempil heran menyaksikan
bentuk senjata Kilatsih. Bentuknya jauh berbeda dengan senjata bidik yang
mengenai Andi Basanta dan seorang temannya yang
bersenjata tombak. Apakah senjata bidik Kilatsih
memang dua macam. Hal itu tidak mustahil. Hanya yang
tidak nalar, bagaimana Kilatsih bisa melepaskan senjata
bidiknya kepada Andi Basanta selagi dia sibuk membela
diri" Sebaliknya apabila bukan dia, lantas siapa yang
melepaskan senjata bidik" Apakah di belakang belukar
bersembunyi seseorang yang berkepandaian tinggi"
Jangan-jangan Raja Muda Dwijendra.
Karena tak bisa menjawab teka-teki, Dempil berteriak.
"Dengkek! Kau tahan dia dan libatlah!? Tuanku
Sastradirja"kau rampaslah pedangnya"mewakili aku.
Aku hendak memeriksa belukar dan gerombolan daun
itu...." Selagi berteriak demikian, tiba-tiba terdengarlah suara
menyambarnya benda halus dan lengan Dempil kena
tusuk sehingga berkaing-kaing berjingkrakan.
Dengkek^sebaliknya"bermata tajam. Memang dialah
yang berkepandaian paling tinggi di antara ketiga lawan
Kilatsih. Semenjak menyaksikan dua pembantunya
roboh, diam-diam ia memasang mata. Itulah sebabnya,
begitu Kilatsih menebarkan biji sawonya"ia dapat
menangkis dengan baik dan tepat. Kemudian ia melirik
kepada si Pemuda sinting yang bercokol di atas batu. la
melihat tubuh pemuda sinting bergerak. Lantas saja ia
783 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berseru, "Dempil! Ternyata dialah yang bermain gila!"
Segera ia melompati Kilatsih dan menerjang si Pemuda
sinting. Melihat bahaya mengancam dirinya, pemuda itu
bergemetaran dan terus berteriak bercatukan.
"Toto... tolong!"
Dengkek sebenarnya seorang ahli pedang. Dia
membawa-bawa sepasang kapak sebenarnya untuk
merigelabuhi orang. Begitu melompat menerjang, kapak
yang berada di sebelah tangan kanannya dilemparkan.
Tahu-tahu ia telah membawa pedang. Dapat
dibayangkan betapa dahsyat sambitannya dan berbareng
dengan sambit-annya, ia menikam pula. Akan tetapi
sungguh heran, baik kapak maupun pedangnya tak
memperoleh sasaran. Kedua senjatanya menikam udara
kosong. Ia kaget dan cepat-cepat mengulangi
serangannya sampai empat kali beruntun. Tetapi tetap
saja ti-kamannya luput. Sebaliknya"pemuda sinting itu"nampak sibuk bukan
main. Ia berteriak-teriak ketakutan dan bingung. Dia
berlompatan dan bergerak asal bergerak saja untuk
mengelakkan setiap tikaman Dengkek. Anehnya, semua
tikaman pendeta gadungan itu tak pernah menyentuh
dirinya. Kilatsih kaget mendengar jerit pemuda sinting itu. Ia
agak ringan, setelah Dengkek meninggalkannya.
Walaupun demikian" menghadapi golok Sastradirja dan
kapak Dempil"ia harus berkelahi dengan sungguh-
sungguh. Sekarang dengan sekali-sekali mengerling, ia
melihat pemuda sinting itu berlari-larian seakan-akan
sedang bermain kejar-kejaran. Tangan dan kakinya
784 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berserabutan dan semua tikaman Dengkek dapat
dielakkan dengan mudah. "Ah"apakah mataku sudah lamur sehingga keliru
melihat seseorang?" Kilatsih diam-diam terkejut.
"Benarkah dia tak mengerti ilmu silat" Benarkah dia tak
pandai berkelahi" Jangan-jangan..."
Karena pikirannya sibuk, hampir saja ia kena bacok8)
golok Sastradirja. Ia lantas jadi uring-uringan pada
pemuda sinting itu yang membuat dirinya hampir celaka.
Makinya di dalam hati, "Anak menjemukan! Sekian
lamanya aku menolongnya, sebaliknya dia mempermain-
mainkan aku. Sekarang"biar dicacah bagaikan daging
kerbau"apa peduliku?"
Kilatsih mendongkol terhadap pemuda sinting itu.
Sebaliknya Dengkek pun" demikian pula. Sekian
lamanya ia meni-kamkan pedangnya, namun tak pernah
berhasil. Ia jadi kalap. Yang memanaskan hati, pemuda
itu selalu saja berteriak-teriak ketakutan.
"Tolong! Tolong!"
Tetapi sekonyong-konyong dia tertawa terbahak-
bahak seakan-akan berubah ingatannya. Setiap kali
ditikam, ia menghitung sambil mengelak.
"Eh, bagus ya! Kau main gila. Satu! Dua! Tiga!"
Begitulah sampai ia menghitung dua-puluh kali. Pada
saat itu, Andi Basanta yang kena bidikan jarumnya sudah
dapat merangkak bangun. Diam-diam ia memungut
goloknya. Kemudian dengan mengin-dap-indap ia
menghampiri pemuda itu. Pemuda itu sendiri sibuk menghitung jumlah tikaman
Dengkek. Itulah sebabnya Andi Basanta dapat
785 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghampiri dengan leluasa. Begitu pemuda itu berkelit
mengelakkan tikaman pedang Dengkek, ia terus me-
nyambarkan goloknya. Tetapi tangan pemuda itu
ternyata dapat mendahului gerakan golok Andi Basanta.
Tangannya berserabut ke belakang dan tepat menyodok
hidung Andi Basanta, Duk!"maki pemuda itu. "Telah
kutolongi jiwamu dari pagasan pedang pengawalku".
Mengapa engkau membalas kebaikan dengan begini"
Apakah pamanmu Sastradirja yang mengajari?"
Andi Basanta kelabakan karena hidungnya sakit bukan
main. Dia gagal menyam-barkan goloknya. Akan tetapi
kata-kata pemuda tadi, menyadarkan Sastradirja, dirinya
dan Kilatsih. Teringatlah Andi Basanta tatkala ia? bersama
pamannya hendak mencuri permata pemuda itu.
Mestinya, dadanya bakal kena tikam pedang Kilatsih.
Akan tetapi suatu pertolongan datang di luar dugaan.
Tangan Kilatsih terhajar sehingga gagal menikam
dadanya. Kejadian itu dibicarakan kepada pamannya. Lolosnya
dari bahaya adalah lantaran memperoleh pertolongan
entah dari siapa. Sama sekali tak terduga, bahwa justru
pemuda itulah yang menolongnya. Itulah sebabnya, ia
jadi tercengang. Sastradirja yang mendengar Ucapan pemuda itu,
tercengang pula sehingga tertegun. Tetapi justru pada
saat itu, pedang Kilatsih menyambar dan rambut
depannya terpapas rata. la kaget setengah mati. Namun
masih ia sibuk menimbang-nimbang.
786 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku hendak merampas harta dan kudanya. Tak
tahunya, dialah yang malah menolong aku. Tidakkah ini
suatu kejadian yang aneh?"
Sebaliknya Dempil tidak mengetahui persoalannya.
Melihat dia hampir kena pedang Kilatsih, dengan panas


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hati ia menghantam muka Kilatsih. Belasan tahun
lamanya, ia dan kakaknya merupakan sepasang
pendekar kembar yang disegani orang. Ilmu sakti
gabungan mereka tak pernah terkalahkan. Kini, ia hampir
roboh di tangan Kilatsih. Keruan ia memutuskan hendak
merobohkan Kilatsih dahulu. Sesudah itu membantu
kakaknya meruntuhkan pemuda itu.
Repotlah Kilatsih kena desakan sepasang kapak
Dempil yang hebat luar biasa. Tak sempat lagi ia
memperhatikan gerak-gerik pemuda yang mendengkikan
dan aneh itu. Justru pada saat itu, mendadak Dempil
menjerit tinggi. Kedua kapaknya terlontar ke udara
dengan meletikkan api. Kemudian terdengarlah teriakan
pemuda itu. "Hai, pendeta gadungan! Aku paling jemu melihat
monyongmu. Karena itu engkau harus diberi hajaran
dahulu." Habislah keberanian Dempil. Setelah bergulingan di
atas tanah, ia terus kabur dengan diikuti Sastradirja.
Inilah akibat kesehatan pemuda itu. Dengan mendadak
saja, pemuda itu dapat merampas pedang Dengkek. Lalu
melompat ke arah Dempil. Sepasang kapaknya kena
ditabas kutung. Hebat tenaga tabasannya. Selama
hidupnya baru kali ini Dempil mengalami peristiwa
demikian. Sepasang kapaknya kena terlem- # par ke
udara. Hatinya lantas saja meringkas. Berbareng dengan
787 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kaburnya semangat tempurnya, ia lari terbirit-birit
dengan diikuti Sastradirja.
Pemuda itu lantas tertawa berkakakkan. Kemudian
sambil melemparkan pedang rampasannya kepada
pemiliknya ia berkata menasehati.
"Menipu dan merampas itulah perbuatan melanggar
undang-undang kemanusiaan. Apalagi kalau sampai
merampas jiwa. Kau ternyata tak dapat mengukur
tenaga kemampuanmu sendiri. Alangkah tolol! Manusia
tak berperikemanusiaan dan tolol goblok, benar-benar
akan menjadi manusia yang selalu membuat huru-hara di
kemudian hari. Ini! Kukembalikan pedangmu, agar kau
bisa belajar sepuluh tahun lagi..."
Meskipun gaya bahasa pemuda itu mirip kata-kata
seorang murid yang menghafal sejarah di depan kelas
namun Dengkek menjadi lesu kuyu. Habislah sudah
kegarangannya. Lalu berkata pelahan sambil memungut
pedangnya. "Baiklah, tolong saja sebutkan namamu!"
Pemuda itu tertawa. Menegas, "Apakah kau berniat
hendak menuntut balas kepadaku di kemudian hari?"
"Tidak." "Jikalau tidak, apa perlu menanyakan namaku?" tegur
pemuda itu. "Tak berani aku bermusuhan dengan
engkau. Aku pun tak ingin pula bersahabat denganmu.
Nah, apa perlu kita saling mengenal" Bukankah kita tidak
bermusuhan atau pun tidak bersahabat?"
Dengkek membungkam. Hatinya mendongkol,
sehingga menarik napas panjang. Pedang di tangannya
788 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian dipatahkan. Lalu berjalan dengan kepala
kosong. Ia bersumpah seorang diri bahwa semenjak itu
tak sudi lagi ia menggunakan pedang.
Sesudah mengikuti kepergian Dengkek dengan
pandang matanya, kembali lagi pemuda itu tertawa
terbahak-bahak. Ia menghampiri Andi Basanta, Sukra
Saku-rungan dan pamannya. Dengan mendepaki mereka,
ia berkata memerintah. "Kamu pun pergilah dengan damai!"
Mereka yang kena serangan biji sawo tadi, roboh
terkulai. Akan tetapi begitu kena depak pemuda itu
mereka bangun seperti seseorang tersentak dari
tidurnya. Tanpa berkata sepatah pun, mereka segera
memanjangkan kakinya. Heran Kilatsih menyaksikan cara pemuda itu menolong
mereka memperoleh kesadarannya sendiri. Padahal ilmu
bidiknya diperolehnya dari Titisari. Memang ilmu bidik
Titisari bukan mempunyai sasaran mengambil jiwa
seseorang. Walaupun demikian tidak gampang-gampang
seseorang bisa menolong menyadarkan. Sebab ilmu bidik
itu adalah warisan pendekar sakti Gagak Seta.
Pemuda itu agaknya bisa menebak rasa heran Kilatsih.
Segera berkata di antara tertawanya.
"Mengapa engkau mesti heran" Semalam engkau pun
bisa menyadarkan empat saudagar yang kena ilmu
gendamku. Nah bukankah kepandaian kita setali tiga
uang." Kedengarannya seperti sama kuat. Akan tetapi Kilatsih
tetap heran. Sebab ilmu pamudaran9) Kilatsih belum
berhasil mengatasi ilmu gendam pemuda itu dengan
789 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali jadi. Keempat saudagar memang sudah bisa
menggerakkan lengan, akan tetapi mulutnya masih tetap
terkunci. Andi Basanta yang terluka hebat oleh senjata sesama
rekannya, belum berjalan terlalu jauh. la dapat
menyaksikan sepak-terjang pemuda itu. Mendadak saja
ia berbalik. Dan seperti tidak menghiraukan lukanya, ia
menghampiri pemuda itu dan membungkuk hormat.
"Tuan telah menolong jiwaku. Akan tetapi karena
Tuan pula, aku sampai menderita luka begini. Karena
itu"di kemudian hari" aku akan mengampuni jiwamu
satu kali berbareng menghajar Tuan satu kali juga.
Bukankah adil?" Pemuda itu tercengang mendengar ucapan Andi
Basanta. Kemudian tertawa geli.
"Aku menolong jiwamu karena mengingat nama
pamanmu yang besar. Itulah Raja Muda Otong
Surawijaya. Karena itu"tak usahlah engkau
membicarakan perkara hutang budi atau utang-piutang.
Kau hendak memberi ampun jiwaku satu jail"hal itu tak
usahlah kita bicarakan. Tapi bahwasanya kau hendak
membayar sebelah tanganmu yang dahulu hampir
terkutung"ha"itulah yang kutunggu. Kau kalah jauh
daripada dua pendeta palsu tadi. Karena itu, engkau
harus belajar duapuluh atau tigapuluh tahun lagi sebelum
bertemu dengan aku. Nah" enyahlah! Cepat!"
Andi Basanta seorang pemuda yang cupat pikir. Itulah
sebabnya, ia mendongkol terhadap sikap pemuda itu
yang memandang rendah dirinya. Dengan gundu mata
hampir copot dari kelopaknya, ia melototi Kilatsih dan
790 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda itu. Kemudian berputar tubuh dan ngeloyor10)
tanpa berbicara lagi. Pemuda itu menarik napas dengan menggelengkan
kepalanya. Katanya seperti kepada dirinya sendiri,
"Otong Surawijaya adalah seorang Raja Muda yang
tangguh dan berani. Akan tetapi kemenakannya ini sama
sekali tiada artinya. Benar-benar tak pernah kusangka
demikian..." Setelah berkata demikian, ia nampak kecewa dan
prihatin dan diam-diam Kilatsih heran di dalam hati
mendengar dan melihat kesan wajah pemuda itu.
Sebenarnya hendak ia meninggalkan tempat itu akan
tetapi hatinya jadi tertarik. Katanya di dalam hati: "anak
ini besar kepalanya"sampai berani menghina
kemenakan Raja Muda Otong Surawijaya. Apakah dia tak
memikirkan akibatnya?"
Memikir demikian, Kilatsih mencoba. "Bagaimana
menurut pendapatmu tentang Manik Angkeran" Apakah
dia seorang pendekar yang pantas menjadi tauladan
anak-keturunan bangsa di kemudian hari?"
Mendengar pertanyaan Kilatsih, wajah pemuda itu
berubah. Akan tetapi hanya sebentar saja. Setelah itu, ia
menggoyangkan kepalanya sambil menjawab: "Manik
Angkeran memang seorang pendekar yang mempunyai
kepandaian sendiri. Akan tetapi kalau dia dikatakan
seorang pendekar gagah yang pantas menjadi tauladan"
rasanya belum dapat. Dia justru manusia yang hanya
memikirkan diri sendiri."
Mendengar jawaban pemuda itu, hati Kilatsih
mendongkol. 791 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar"rupanya di kolong langit ini" hanya
engkaulah pendekar yang gagah."
Sesudah berkata demikian, ia memutar tubuh dan
berjalan memasuki rimba. Mendadak suatu bayangan
berkelebat menghadang di depannya.
"Adik! Sabar dahulu," kata pemuda itu. "Menurut
pendapatku, engkaulah seorang gagah yang pantas
menjadi tauladan anak-cucu kita."
"Apa" Anak cucu kita?" semprot Kilatsih dengan muka
merah. "Eh"maksudku"untuk anak cucu bangsa kita,"
pemuda itu memperbaiki kata-katanya.
Kilatsih tertegun sejenak. Akan tetapi segera ia
melangkahkan kakinya. Sebaliknya si pemuda tak mau
sudah. Kilatsih berjalan ke kiri, pemuda itu menghadang
ke kiri pula. Apabila Kilatsih membelok ke kanan, pemuda
itu pun segera menghadang di depannya. Kilatsih
mendongkol. Sekarang ia bergerak dengan gesit. Akan
tetapi pemuda itu tetap saja bisa membayangi seolah-
olah bayangannya sendiri.
"Kenapa sih kau selalu mencegat aku?" bentak Kilatsih
dengan hati dengki. Berbareng dengan pertanyaannya, ia
melesat tinggi. Pemuda itu mengulurkan tangannya ke
arah dada. Maksudnya hendak mencegah. Tentu saja
Kilatsih tak sudi membiarkan tangan pemuda itu
menyentuh dadanya. Cepat sekali ia menyilangkan
tangannya. "Bedebah! Kau berani meraba dadaku!" bentaknya.
Gntunglah, bentakan itu hanya berhenti di dalam
dadanya. Sebagai gantinya ia menghunus pedangnya
792 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan menikam. Pemuda itu kaget bukan main. Cepat ia
menjejak tanah cfan melesat mundur.
Kilatsih telah mengumbar rasa bencinya, la menikam
dengan seluruh tenaganya. Maklumlah"ia mengira"
pemuda itu sangat kurangajar sehingga sampai berani
bermaksud meraba dadanya. Tetapi begitu tikaman-nya
tidak mengenai sasaran, ia menerima akibatnya.
Lengannya sampai terasa copot. Tak dikehendaki sendiri,
ia merintih kesakitan. Pemuda itu bermata tajam. Dengan sekali pandang
tahulah dia, apa sebab Kilatsih sampai merintih. Segera
ia menghampiri hendak menolong menyambungkan urat
nadi yang tergeser dari tempatnya itu. Akan tetapi
dengan mata merah, Kilatsih membentak.
"Jangan pedulikan aku. Pergi!"
Dengan mengeratkan gigi, ia memegang tangan
kanannya dengan tangan kiri. Kemudian didorongkan ke
atas dengan suatu hentakan. Dengan gerakan itu,
pulihlah urat nadinya yang tergeser. Kemudian ia
menyingsingkan lengannya untuk mem-borehi dengan
obat luar. Setelah itu, ia menggerakkan kakinya hendak
pergi meninggalkan pemuda itu secepat-cepatnya.
Sekonyong-konyong ia merasakan sekujur badannya
lemas lunglai. Sekarang sadarlah dia, bahwa ia telah
mengeluarkan tenaga berlebih-lebihan semenjak
semalam. Sekarang terasalah akibatnya.
Hati-hati pemuda itu mendekat. Katanya pelahan,
"Adik, perkenankan aku memohon maaf. Sama sekali tak
pernah kuduga, bahwa hatimu sangat polos dan mulia.
Kau bertempur dan berkelahi untuk menolong
sesamamu. Karena itu, ingin aku bersahabat denganmu.
793 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekian lamanya aku hidup dan baru untuk pertama kali
ini aku bertemu dengan seorang yang berpribadi seperti
dirimu. Memang aku seorang yang beradat sangat tinggi
dan andaikata sepak terjang dan kata-kataku
menyinggung perasaanmu sudilah engkau memaafkan."
Dengan pandang mata jernih bening, pemuda itu
menatap wajah Kilatsih. Dan kena pandang itu entah apa
sebabnya tiba-tiba wajah Kilatsih terasa panas. Di luar
kehendaknya sendiri, mukanya lantas menjadi merah
muda. Ia kini berkesan lain terhadap pemuda itu.
Ternyata dia seorang yang berbudi pekerti luhur dan
agung. Sepak terjangnya sangat mengagumkan. Maka ia
menegas dengan kepala menunduk.
"Apa sebab engkau mencela Manik Angkeran?"
Mendengar pertanyaan itu, si pemuda tertawa
pelahan. "Adik! Belum tentu seseorang yang kau kagumi, mesti
kukagumi juga. Apa sebab engkau memaksa aku untuk
mengagumi pahlawanmu" Lagipula, aku tadi sama sekali
tidak memakinya atau mengutuki. Aku hanya
mengemukakan pendapatku. Mungkin bagimu ada hal-
hal yang patut kau kagumi. Akan tetapi, aku pun
mungkin sekali ada hal-hal yang membuat aku
mempunyai pendapat sendiri. Ah, sudahlah apa perlu
membicarakan perkara dia" Apa sih keuntungannya" "
Tergerak hati Kilatsih. Kata-kata pemuda itu
beralasan. Kalau dipikir memang salahnya sendiri. Dia
terlalu membawa perasaannya sendiri, sehingga lupa
mempertimbangkan keadaan hati orang lain.
"Apakah engkau kenal dia?"


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

794 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba saja, pemuda itu berubah wajahnya. Lalu
bersenandung. "Pohon rindang di tebing arus sungai. Suatu kali
mahkota daunnya rontok berguguran dan terhanyut
lenyap. Ah, apa guna mencari rerontokan yang terbawa
arus sungai. Bukankah di tebing masih ada sebatang
pohonnya yang tengah berkembang?"
Aneh suara senandungnya bernada pedih. Kilatsih
adalah seorang yang keras hati, tetapi sesungguhnya
halus perasaannya: Begitu mendengar suara senandung
itu; tergeraklah hatinya. Katanya di dalam hati, "Pemuda
ini mungkin sekali mempunyai riwayat hidup yang sedih.
Sesedih riwayat hidupku. Aku tak sudi seseorang
mengenal diriku, kecuali orang-orang tertentu. Apa sebab
aku memaksa dia untuk memberi jawaban semua
pertanyaanku?" Oleh pertimbangan itu, hatinya lantas tertarik
terhadapnya. Katanya memperbaiki diri,
"Baiklah aku tidak akan mengganggumu lagi. Kita
berpisah sampai disini saja..."
Pemuda itu mengawasinya dengan pandang
tercengang. Kemudian tertawa penuh pengertian.
"Adik! Hari ini engkau telah menjadi pe-ngawalku.
Sudah selayaknya aku harus mengundangmu makan
minum sebagai pernyataan rasa terima kasihku. Kecuali
itu"atas jasamu"aku pun wajib memberi upah jasa. Aku
berjanji pula, tidak* akan memperkatakan dirimu sebagai
seorang pemuda penganglap."
Kali ini Kilatsih seperti mengenal tabiat pemuda itu. Ia
tidak merasa tersinggung. Malahan ia bisa menganggap
795 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kata-katanya seperti seseorang lagi bersendau gurau, la
lantas menebarkan pandangnya.
"Di tengah rimba raya begini, dimanakah engkau
memperoleh makanan dan minuman?"
Mendengar pertanyaan Kilatsih"pemuda itu lantas
bersiul melengking. Dan tak lama kemudian datanglah
dua ekor kuda berderap. Kuda putih dan kuda hitam.
Dan melihat dua ekor kuda itu, si pemuda tertawa gelak.
"Lihatlah! Mereka telah mendahului bersahabat."
Kuda hitam menghampiri majikannya. Pemuda itu
lantas menggerayangi pelananya. Dan ia membawa
keluar bungkusan makanan dan sebotol minuman keras.
"Kau sangat lelah, adik. Kaulah yang meneguk
dahulu," ujarnya ramah.
Kilatsih menerima botol itu. Sekali pandang, ia melihat
tanda pengenal minuman keras itu yang melekat pada
botolnya. "Benarlah dugaanku. Dia pasti berasal dari Banten.
Inilah minuman keras buatan bangsa seberang lautan."
Kilatsih mengenal merk minuman keras itu. Titisari
sering membawa beberapa botol minuman keras untuk
ayahnya. Sangaji sendiri, sering pula membawa beberapa
botol untuk gurunya, la tidak begitu gemar. Akan tetapi
teringat betapa gurunya"Gagak Seta"gemar minum
minuman keras maka setiap kali pulang ke Karimun Jawa
mengikuti isterinya selalu membawa beberapa botol
untuk oleh-oleh. "Apakah kau mengenal merk minuman itu?" si pemuda
bertanya. "Kau begini lemah lembut. Pastilah engkau
796 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak gemar minuman keras. Akan tetapi kau nampaknya
tidak asing. Apakah keluargamu berasal dari pantai
utara?" Kilatsih tersenyum. Senang ia mendengar pujian
pemuda itu. Sewaktu hendak membuka mulut, tiba-tiba
pemuda itu seperti tersadar.
"Aku sendiri tak sudi memperkenalkan diri. Apa sebab
aku menanyakan asal-usulmu. Maaf"maaf, maaf....."
Makin tertarik hati Kilatsih, menyaksikan lagak lagu
pemuda itu. Tak terasa ia bertanya, "Pada malam itu,
engkau menolong membebaskan Andi Basanta dari
tikamanku. Agaknya dia...."
Pemuda itu enggan menjawab. Ia mengeluarkan
sebotol arak dan diteguknya. Dan Kilatsih tak berani
mendesak dan bergumam. "Kompeni Belanda dan Kerajaan Banten kini nampak
menjadi retak, akibat perbuatan Gubernur Raffles serta
Daendels. Rupanya keluargamu kena desak. Kau lantas
melarikan diri sesudah menjual semua harta bendamu.
Bukankah begitu?" Lagi-lagi pemuda itu meneguk botol araknya. Ia tak
sudi menjawab. Ia seperti membiarkan Kilatsih menebak-
nebak tentang dirinya. "Sewaktu menginap di rumah terpencil dahulu, empat
orang datang hendak merampas uang bekalmu yang dua
aku kau bantu membunuhnya. Tetapi engkau menolong
yang dua. Apa sebab begitu?" kata Kilatsih lagi.
Pemuda itu tertawa sambil meneguk botol araknya.
797 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adik! Rupanya engkau mempunyai kegemaran
menghujani seseorang dengan pertanyaan. Tahukah
engkau, siapakah yang kutolong?"
"Mereka anak buah Otong Surawijaya. Sedang yang
kau biarkan mati di tanganku adalah orang dari banten,"
jawab Kilatsih dengan bernafsu.
Mendengar jawaban Kilatsih, pemuda itu tercengang
sejenak. Kedua matanya bersinar tajam. Lalu meneguk
araknya beberapa kali. Terang sekali, ia mencoba
menghindari pertanyaan Kilatsih.
"Hai! Arakku tinggal separuh!" serunya dengan
kecewa. Heran Kilatsih mendengar bunyi seruannya. Ia
merasakan hadirnya pemuda itu sangat aneh. Akan
tetapi tak mau ia mendesak. Bukankah dia sendiri
enggan menjawab beberapa pertanyaannya. Maka ia
mengalihkan pembicaraan dengan tertawa perlahan.
"Apa sih enaknya minum arak?"
"Inilah arak dari pelabuhan Banten!" jawab pemuda
itu. "Dimana-mana engkau bisa membeli arak. Apakah ada
bedanya?" "Tentu"tentu saja!" sahut pemuda itu dengan cepat.
"Lagipula arak ini membuat aku terkenang kepada
kampung halaman dan keluarga. Memang beberapa
orang menganggap enteng perpisahan itu"akan tetapi
bagiku sangat mahal harganya....".
Sesudah berkata demikian, ia nampak berduka. Ia
mencium-cium mulut botolnya dengan memejamkan
798 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua matanya. Melihat perbuatan pemuda itu, Kilatsih
mendadak teringat kepada ayah angkatnya, Sorohpati.
Ayah angkatnya itu seorang pendekar yang tangguh.
Pada suatu kali seorang pedagang ikan dari Pekalongan
memasuki perkampungan. Segera ia datang
menghampiri. Bukan untuk membeli ikannya"akan tetapi
untuk mencium airnya. Itulah air laut yang dikenangkan,
katanya. Yang dikenalnya dan yang meresap di dalam
perbendaharaan hatinya. Setelah ayah angkatnya tewas,
barulah dia tahu"bahwa Sorohpati pada masa
mudanya"pernah mengabdi kepada Adipati Surengpati
yang bermukim di tengah pulau Karimun Jawa.
Teringat hal itu, Kilatsih bertanya dengan tiba-tiba.
"Apakah engkau berasal dari Banten?"
Pemuda itu kaget, la menyenakkan mata dan menatap
wajah Kilatsih, katanya "Apakah tampangku mirip orang
Banten?" Oleh perkataan Itu"dengan tak sadar" Kilatsaih
menatap wajah pemuda di depan-nya. Cakap, agung dan
berwibawa. Beberapa bulan Kilatsih pernah merantau
memasuki dusun dan kota. Tetapi pemuda secakap dia"
belum pernah dijumpainya. Oleh karena itu, wajahnya
sendiri lantas saja terasa menjadi panas.
"Meskipun engkau mengenakan topeng" meskipun
badanmu hancur bagaikan abu" engkau adalah seorang
ksatria yang dilahirkan dan dibesarkan di bumi Jawa,"
kata Kilatsih mengatasi perasaannya.
Pemuda itu tercengang sejenak. Kemudian menyahut
dengan gembira. 799 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, benar! Meskipun mengenakan topeng meskipun
badan hancur bagaikan abu memang aku dilahirkan di
bumi Jawa. Bagus! Mari, mari kita minum!"
Sesudah berkata demikian, ia meneguk botolnya
beberapa kali. Kilatsih tertawa geli.
"Kau minum tak ubah kerbau edan. Tentu saja arakmu
cepat habis. Kau begitu sayang kepada arakmu.
Mengapa tak berhemat?"
Senang hati pemuda itu mendengar teguran Kilatsih.
Ia seperti merasakan suatu kemanisan. Setelah tertawa
gelak, ia menjawab. "Pada hari ini, hatiku sangat gembira. Maka aku ingin
minum sepuas-puasnya."
"Apakah yang membuat hatimu senang?"
"Pertama-tama, aku berkenalan dengan seorang
sahabat seperti dirimu. Kedua, hari ini aku memperoleh
suatu mustika dunia," sahut pemuda itu dengan mata
memancar. "Karena itu"adik"mari, kau temani aku
minum sepuas-puasnya. Lebih sedap lagi, kalau kita
minum sambil menikmati indahnya sebuah lukisan."
Berkata demikian, ia mengeluarkan segu-lung kulit
halus. Segera ia membeber di antara tiupan angin. Lalu
digantungkan pada sebatang dahan. Katanya penuh
semangat, "Lihatlah! Bukankah gambar itu suatu mustika
dunia yang jarang sekali kita jumpai?"
Semenjak berumur empatbelas tahun, Kilatsih berada
di bawah asuhan Adipati Surengpati yang
berpengetahuan luas. Kecuali ilmu sakti, Kilatsih belajar
pula membaca, menulis dan menggambar. Ia sendiri
800 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum boleh disebut pandai melukis. Akan tetapi, ia
paham dan mengenal arti lukisan.
Tatkala berada di kamar Raja Muda Dwijendra, ia
melihat lukisan itu hanya selin-tasan saja. Kini, ia bisa
melihatnya dengan sepuas hati. Memang bagus gambar
itu. Akan tetapi kalau dikatakan sebagai barang mustika,
belumlah kena. Lukisan itu menggambarkan suatu pertempuran
dahsyat di tepi Sungai Cisadane. Air sungai nampak
merah kena percikan darah. Arusnya bergolak, karena
ledakan meriam Kompeni Belanda. Lukisan pertempuran
demikian, apakah eloknya" Kecuali hanya mempunyai
harga sejarah belaka. Maka ia tertawa di dalam hati.
"Pemuda ini ternyata masih kurang, dalam hal seni
lukis," pikirnya. Pemuda itu seperti dapat membaca pikiran Kilatsih.
Setelah meneguk araknya, ia berkata: "Bagaimana"
Apakah engkau belum menemukan letak keindahannya?"
Kilatsih hendak menyatakan pendapatnya tapi pemuda
itu sekonyong-konyong berdiri dan menghampiri lukisan.
Dengan penuh sayang, ia mengusap corat-coretnya agar
nampak lebih jelas. Lalu bersenandung: sesungguhnya
diri hamba"tuan berasal dari gunung rumah hamba pertapaan Argapura
Rengganis nama hamba, puteri seorang
pendeta Samar-samar Kilatsih pernah mendengar nama
Rengganis. Itulah nama seorang puteri yang
801 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
digambarkan sejarah sebagai seorang dewi dan pada
suatu kali, puteri itu datang menemui Arya Wira Tanu
Datar yang sedang bertapa di atas gunung. Konon
dikhabarkan, ia memberi suatu mustika kepada Arya
Wira Tanu Datar. Sekarang pemuda itu bersenandung mengenai hal itu.
Apakah hubungannya dengan gambar di depannya" Dan
suaranya makin lama makin terdengar terharu.
Sekonyong-konyong menangis sedih sekali.
Kilatsih menjadi bingung. Tak tahu ia" apa sebab
pemuda itu mendadak menangis. Memang pernah ia
mendengar suatu tutur kata yang berbunyi begini: "Kalau
kau lagi sedih, menyanyilah! Dan kesedihanmu akan larut
terbawa keindahan suaramu sendiri. Akan tetapi
manakala engkau bernyanyi terlalu berlarat, engkau akan
kembali bersedih. Sebab suara nyanyianmu akan
berubah menjadi pekik tangis...".
Ternyata tutur kata itu tepat sekali. Tangis pemuda itu
makin lama makin keras. Kilatsih bertambah tak mengerti
dan kian menjadi bingung. Apa yang harus dilakukan"
Dengan pemuda itu, ia baru berkenalan sepintas saja.
Apabila dia mendekat untuk menghibur, rasanya kurang
pantas. Bukankah dia sebenarnya seorang gadis"
Sebaliknya"apabila ditinggal pergi dengan begitu saja"
akan tercela juga. Oleh pertimbangan yang menentu itu,
ia jadi tertegun-tegun. Dalam pada itu tangis si pemuda terdengar merintih
menyayatkan hati. Tak dikehendaki sendiri, Kilatsih ikut
mengucurkan air mata dan melihat Kilatsih menangis,
mendadak ia menyeka air matanya. Kemudian berhenti
menangis dengan mendadak. Sebentar lagi, ia


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

802 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendongak merenungi mahkota pepohonan dan
sekonyong-konyong tertawa terbahak-bahak.
"Eh, apakah kau mabuk?" Kilatsih mem-berengut.
"Kau menangis dan tertawa tak keruan juntrungnya. Apa
sebab begitu?" Perlahan-lahan pemuda itu meruntuhkan pandang
kepada Kilatsih. "Kalau aku mabuk, engkau pun mabuk juga. Bukankah
engkau menangis tak keruan juntrungnya pula?"
Kilatsih memeriksa dadanya. Bagian itu basah bekas
tetesan air mata. Jadinya"ia tadi ikut menangis pula.
Kalau dipikir memang ia menangis tanpa alasan. Ini
namanya kena penyakit menular yang berjangkit dengan
tiba-tiba. Teringat hal itu, ia malu sendiri. Tetapi ia
segera tertawa dan pemuda itu ikut tertawa pula.
"Kita menangis dan tertawa. Apa perlu malu" Manusia
di dunia ini, siapakah yang tidak pernah menangis dan
tertawa" Yang sukar adalah ini, kalau ingin menangis
menangislah sepuas hati. Kalau ingin tertawa, tertawalah
sepuas-puasnya. Adik, ternyata engkau segolongan
dengan diriku." Setelah berkata demikian, ia menggulung gambarnya
dengan cermat dan hati-hati. Kembali ia bersenandung.
"Sungai Cisa-dane, Pajajaran dan Pakuan telah lama
runtuh. Namun airmu tetap mengalir seperti dahulu kala.
Bila aku melihat gambarmu... teringatlah aku masa
tujuhpuluh tahun yang lalu. Kau megah, gagah, perkasa
dan indah. Tetapi ingatan itu membuat hatiku berduka..."
Tergerak hati Kilatsih mendengar kata-kata tujuhpuluh
tahun. Pikirnya di dalam hati, "Tujuhpuluh tahun!
803 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semalam tatkala dia berada di kamar atas, Paman
Dwijendra menyebut-nyebut pula"tujuhpuluh tahun. Dia
sudah menunggu selama dua keturunan. Apakah artinya"
Pemuda itu paling tinggi baru berumur duapuluh empat
tahun. Sedang Paman Dwijendra mungkin berusia
enampuluh tahun. Pastilah kata-kata tujuhpuluh tahun
itu mempunyai arti sandi atau teka-teki tertentu....."
la mencoba menebak dan menduga-duga. Tapi tetap
saja ia gagal, tatkala itu, ia mendengar si pemuda
berkata pelahan seperti kepada dirinya sendiri.
"Hari ini puaslah hatiku. Aku kenyang menangis dan
tertawa. Sayang, arak sudah habis."
Pemuda itu agaknya sangat kecewa dan menyesal.
Tiab-tiba ia membanting botol minuman dan pecah
berantakan. Dan Kilatsih merasakan sesuatu yang
menarik dan aneh. Waktu itu, matahari sudah melewati titik tengah.
Kilatsih segera mengalihkan perhatian.
"Saudara! Kukira sudah tiba waktunya kita berpisah."
Wajar ucapan Kilatsih"akan tetapi hatinya
sesungguhnya merasa berat untuk berpisahan. Entah apa
sebabnya. "Sebenarnya kau hendak kemana?" Pemuda itu minta
keterangan. Mendengar pertanyaan itu, Kilatsih seperti tersadar
dari tidur nyenyak. "Benar," katanya di dalam hati.
"Sebenarnya kemana tujuanku" Tadinya aku bermaksud
mendaki Gunung Cibugis untuk bertemu dengan
Kangmas Sangaji. Tetapi aku balik di tengah jalan..."
804 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena belum memperoleh kepu-tusan, ia menjawab
mengelakkan. "Aku pergi kemana saja mengikuti kata hatiku. Kau tak
perlu mengetahui." Pemuda itu tertawa. "Apakah engkau hendak balik kembali ke rumah
Paman Dwijendra" Apa yang kau lakukan semalam dalam
kamar temanten, kuketahui dengan jelas."
Mendengar kata-kata pemuda itu, muka Kilatsih terasa
panas. Teringatlah dia kepada pengalamannya semalam
dengan Sekar Kuspaneti. Hendak ia membuka mulutnya,
tiba-tiba pemuda itu mendahului.
"Puteri Paman Dwijendra cantik luar biasa. Benar-
benar di luar dugaanku. Nampaknya ia bisa berkelahi
pula. Adik"mengapa kau menolak kawin dengan dia?"
"Aku sudi mengawini atau tidak, apa sih
kepentinganmu?" potong Kilatsih garang.
Lagi-lagi pemuda itu tertawa melalui -hidungnya.
"Seumpama semalam aku tidak mengacau di dalam
rumah itu, pastilah engkau takkan bisa bebas lagi seperti
sekarang. Kenapa kau tak berterima kasih kepadaku"'
Mau tak mau, Kilatsih tersenyum. Dalam hatinya ia
tertawa geli dan gemas mendengar ujar pemuda itu.
"Tapi sikapmu itu memang bagus sekali. Kita termasuk
golongan manusia gagah dan manusia gagah tidak boleh
terjeblos dalam jebakan radang cinta asmara. Benar-
benar aku kagum kepada imanmu yang teguh. Benar-
benar kau adikku yang manis."
805 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Merah dan terasa panas wajah Kilatsih, mendengar
pemuda itu menyebut dirinya sebagai adiknya yang
manis. Sebenarnya wajar kata-katanya seumpama dia
seorang laki-laki. Akan tetapi justru dia merasa diri
seorang gadis, ia merasa pemuda itu seperti mengetahui
siapa dirinya sebenarnya, la jadi takut untuk berbicara
berkepanjangan lagi dengan dia. Jangan-jangan dia
keseleo lidah"sehingga rahasianya terbuka. Oleh
pertimbangan itu, lantas saja ia melompat ke atas
kudanya dan dikaburkan sejadi-jadinya.
Tetapi baru saja keluar dari petak hutan, pemuda itu
sudah menyusul di belakangnya. Teringatlah dia, bahwa
kuda hitam pemuda itu kencang larinya. Seumpama ia
mendadak mengaburkan Megananda, rasanya tiada
guna. Maka ia berpaling sambil menahan kendalinya..
"Adik! Aku ingin berbicara denganmu!" seru pemuda
itu setelah melihat ia menoleh.
Kilatsih benar-benar menahan kudanya.
"Kau ingin berbicara perkara apa lagi?"
Pemuda itu mengeprak kudanya dan menjajari
Megananda. Sambil mengedut kendali kudanya.
"Di Jawa Barat bagian timur dan selatan, Paman
Dwijendra sangat besar pengaruhnya. Disamping dia
masih ada lagi seorang raja muda. Dialah Otong
Surawijaya. Kau telah menanam bibit permusuhan
dengan anak buah Otong Surawijaya. Kecuali itu, engkau
pun menolak maksud baik Paman Dwijendra. Maka
dirimu kini terjepit antara Raja Muda Otong Surawijaya
dan Raja Muda Dwijendra yang mempunyai dendam
806 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penasarannya masing-masing. Karena itu"lebih baik"
kita berjalan bersama. Sekarang aku bersedia menjadi
pengawal pribadimu sebagai pembalas jasamu.
Bagaimana" Kau bisa menerima pengabdianku atau
tidak" Biarlah kau tak usah membayar gaji...."
Lucu cara pemuda itu mengucapkan kata-katanya,
sehingga Kilatsih merasa tak berkeberatan. Sebelum ia
menjawab, pemuda itu mengulangi pertanyaannya.
"Sebenarnya kau hendak kemana?"
"Ke Jawa Tengah," jawab Kilatsih seke-nanya saja.
"Sungguh kebetulan!" seru pemuda itu bergembira
dengan bertepuk tangan. "Aku pun hendak ke sana pula.
Ah, kalau kita sudah melewati Cirebon kedua raja muda
itu habis pengaruhnya. Kau benar-benar cerdik dan
pandai mengambil suatu keputusan
cepat....." Ia berhenti menimbang-nimbang.
"Kita berdua merupakan kakak-adik saja. Aku tetap
memanggilmu adik dan kau memanggilku kakak.
Bagaimana pendapat-mu?"
Kilatsih tertawa geli. Ia menganggap lucu kata-kata
pemuda itu. "Aku belum mengenal namamu, engkau pun belum
mengenal namaku pula. Masakan kita selalu memanggil
kakak dan adik terus-terusan?"
Pemuda itu menepuk pahanya sambil berseru girang.
"Ah benar! Aku bernama Sasi Kirana. Anak
Gatotkaca11). Entah apa maksud orang tuaku -memberi
nama begitu kepadaku. Padahal baik ayah maupun ibu
tak pandai terbang."
807 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih tertawa geli. "Sasi Kirana! Alangkah bagus nama itu."
"Lengkapnya Widiana Sasi Kirana," pemuda itu
mendahului. "Itu lebih bagus lagi. Widiana Sasi Kirana," kata
Kilatsih. "Widi! Artinya satu atau luhur atau asal mula.
Sasi Kirana kalau tak salah artinya bulan bercahaya^
cemerlang. Alangkah elok namamu."
"Dan kau siapa namamu, adik?" potong Sasi Kirana.
"Aku ...aku .... Eh, nanti dulu. Bagaimana aku harus
memanggilmu?" "Kau boleh memanggilku Sasi atau Kirana," sahut
pemuda itu. "Tetapi aku sendiri senang dipanggil Kiki.
Seperti nama anjing, bukan" Kebetulan sekali, mulai hari
ini aku menjadi pengawalmu. Bukankah aku lantas
menjadi anjingmu?" 1 Gatotkaca : tokoh sakti dalam Mahabharata. Anak
Bhima. Dia bisa Lucu kata-kata pemuda itu. Makin lama hati Kilatsih
makin tergerak. Sekarang ia menghadapi suatu
kesukaran. Mau ia mengarang nama, tetapi rasanya
kurang enak. Sebaliknya kalau memperkenalkan
namanya yang benar, ia khawatir rahasianya akan
terbuka. Tetapi dasar cerdas, ia lantas mengarang kata
pembukaan. "Namamu Kirana bukan?"
Pemuda itu mengangguk. 808 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pernahkah engkau mendengar seorang puteri Daha
bernama Candrakirana" Dia seorang puteri cantik jelita
isteri Panji Asmarabangun atau yang terkenal dalam
sejarah Panji jnu Kertapati..."
"Ah! Apakah namaku mirip seorang puteri?" Sasi
Kirana menegas dengan tertawa.
"Bukan begitu. Namaku sendiri kedengarannya mirip
seorang puteri pula," kata Kilatsih.
"Ah, masa begitu?"
"Benar. Konon khabarnya Ayah sangat mengagumi
seorang pahlawan puteri pada zaman Sultan Agung
memerintah Negeri Mataram. Nama pahlawan puteri itu
Kilatsih." "Apakah namamu Kilatsih?"
"Benar," Kilatsih mengangguk.
Pemuda itu menggaruk-garuk kepalanya.
"Benar kedengarannya mirip nama seorang
perempuan. Seperti namaku, Kirana dan aku harus
memanggilmu bagaimana?"
Anaknya bernama Sasi Kirana.
"Kau pun boleh memanggilku Kiki. Ha, bukankah sama
pula?" "Eh, ya. Bagaimana bisa kebetulan begini?" Sasi Kirana
tertawa terbahak-bahak sambil menggaruk-garuk
kepalanya. "Lantas bagaimana baiknya" Masakan kita
memanggil nama kita masing-masing: Kiki?"
"Kilatsih tertawa geli.
809 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Panggillah aku Kilat saja."
"Kilat, Kilat! Ah hebat nama itu. Selain indah kesannya
menakutkan pula," kata Sasi Kirana dengan perlahan.
"Tetapi panggilan Kilat, rasanya kurang sedap.
Bagaimana kalau aku memanggilmu adik saja dan kau
memanggil aku Kiki?"
Kilatsih memiringkan kepalanya, la menimbang-
nimbang. Sewaktu hendak menyatakan pendapatnya,
Sasi Kirana berkata lagi: "Tetapi kalau seseorang tiba-
tiba memanggil Kiki kepadaku, kita berdua maju
berbareng. Sekiranya dia musuh, ha boleh dia berhadap-
hadapan dengan Kiki Besar dan Kiki Kecil sekaligus."
"Menarik cara pemuda itu mengemukakan pendapat
dan jalan pikirannya, sehingga Kilatsih tersenyum geli.
Gadis itu lantas saja menyatakan persetujuannya.
Selanjutnya pembicaraan mereka jadi lancar. Kilatsih
lantas mengetahui, bahwa Sasi Kirana seorang pemuda
yang luas pengetahuannya, la sendiri murid Adipati
Surengpati yang berpengetahuan luas, maka dapatlah ia
menerima pembicaraan mengenai ilmu alam, ukur pasti,
ilmu bumi, ilmu ketabiban, ilmu tata-negara dan
kesusasteraan. Karena asyiknya tiba-tiba sore hari
datang dengan tak terasa.
"Sebentar lagi kita memasuki Cirebon. Nanti malam
kita menginap di losmen saja," ujar Sasi Kirana. Setelah
berkata demikian, ia mencambuk kudanya dan Kilatsih
segera melarikan kudanya pula. Setelah saling berkejar-
kejaran sampailah mereka di Cirebon menjelang malam
hari. Dengan menahan kendali kudanya, mereka memasuki
Kota Cirebon dengan perlahan-lahan. Dua kali Kilatsih
810 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melintasi Cirebon, akan Jetapi kali ini kesannya
menyenangkan dan manis sekali. Setelah berputar-putar


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memasuki jalan-jalan kota mereka memperoleh sebuah
penginapan yang cukup besar.
"Berikan kami sebuah kamar besar menghadap ke
selatan," Sasi Kirana minta kepada penguasa rumah
penginapan. "Dua kamar," Kilatsih menyambung.
Kuasa rumah penginapan itu jadi berbimbang-
bimbang. "Yang betul bagaimana" Satu atau dua kamar?"
"Dua kamar!" sahut Kilatsih cepat dengan suara tegas.
"Dua kamar!" Ia mengulangi.
Kuasa rumah penginapan itu melemparkan pandang
kepada Sasi Kirana,"minta keputusan. Sesudah melihat
Sasi Kirana bersikap mengalah, ia tertawa.
"Jadi.... dua kamar" Apakah tuan-tuan hanya berdua
saja?" katanya. "Benar," Sasi Kirana menyahut.
"Mestinya lebih baik satu kamar. Bukankah lebih.....".
"Dua kamar!" potong Kilatsih dengan suara keras.
Kuasa penginapan itu tercengang. Akan tetapi ia tak
membuka mulut lagi. Bukankah dua kamar lebih baik
baginya daripada satu kamar" Segera ia berdiri dari
kursinya dan mempersilakan kedua tetamunya
menentukan kamar pilihannya masing-masing. Lalu ia
memerintahkan pelayan-pelayannya menyediakan makan
malam. 811 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua kamar penginapan itu berdekatan. Sasi Kirana lalu
berseru keras dari dalam kamarnya.
"Adik! Sebenarnya aku mempunyai bekal cukup untuk
menyewa dua atau sepuluh kamar. Akan tetapi
sebenarnya, kita lebih senang tidur bersama dalam satu
kamar. Kita bisa beromong-omong dengan cukup
berbisik-bisik. Tidak seperti sekarang ini. Aku harus
berteriak seperti orang lagi bertengkar. Kau pindah saja
kemari, adik!" "Kau jangan cerewet tak keruan!" bentak Kilatsih di
dalam hati. "Kiki"kau tahu sebabnya aku tak mau tidur
di kamarmu" Selamanya, aku paling takut tidur bersama-
sama orang lain." Mendengar jawaban Kilatsih, Widiana Sasi Kirana
tertawa. "Pantas! Kau tak mau tidur satu ambin dengan Sekar
Kuspaneti." Merah wajah Kilatsih digoda demikian. Segera ia
mengalihkan pembicaraan. "Kiki! Kau lapar, tidak"';
Widiana Sasi Kirana tahu perasaannya. Tak mau ia
minta keterangan lagi apa sebab temannya itu tak mau
tidur bersama di dalam satu kamar. Ia lantas menyahut.
"Benar! Perutku lapar pula."
Malam itu mereka makan malam dalam kamarnya
masing-masing. Karena lelah" setelah makan"mereka
tidur pula. Tetapi sebelum tidur, Kilatsih perlu berjaga-
jaga. Ia memalang pintu kamar dan jendelanya. Lalu
merebahkan diri di atas tempat tidur tanpa membuka
812 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pakaian. Meskipun terasa sangat lelah, tak dapat ia
segera tertidur. Sepak terjang dan lagak-lagu Widiana
Sasi Kirana selalu saja merumun dalam otaknya"
sehingga kedua matanya tak dapat dipejamkan rapat-
rapat. Tak lama kemudian ia mendengar kentung tiga kali.
Kamarnya tetap aman sen-tausa. Hatinya lantas menjadi
tenteram. Katanya di dalam hati, "Bocah itu walaupun
berandalan, nampaknya bukan seorang pemuda kasar.
Ah, aku terlalu curiga kepadanya." Ia lantas tertawa geli
sendiri. Lantaran hatinya tenteram, ia tertidur pulas dengan
tak disadarinya sendiri. Entah berapa jam ia tertidur
pulas, tiba-tiba rasa sadarnya membangunkannya.
Widiana Sasi Kirana serasa menghampiri dengan
bersenyum dan membungkukkan badan. Ia kaget dan
gusar. Serentak ia menghunus pedangnya dan menikam.
Pemuda itu menjerit tinggi. Dadanya lantas berlumuran
darah. Kilatsih kaget bukan main"sehingga mulutnya
berteriak. Tepat pada saat itu, ia mendengar suatu
ketukan di jendela. "Adik! Lekas keluar!" terdengar seruan Widiana Sasi
Kirana. Kilatsih berbangkit sambil mengucak-ucak matanya.
Insyaflah dia, bahwa tadi ia bermimpi. Hanya saja"apa
sebab"justru pemuda itu berada di luar jendela. Jangan-
jangan, ia tadi benar-benar menikam dan pemuda itu
berhasil melompat keluar jendela. Dalam kesangsiannya,
ia berpaling mencari pedangnya. Ternyata pedangnya
masih di dalam sarung. 813 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adik! Cepat!" terdengar suara Widiana Sasi Kirana
agak gugup. Kali ini, Kilatsih mendengar ringikan kuda.
Mendengar suara ringikan kuda itu, Kilatsih terbangun.
Itulah suara kudanya yang meringik sedih. Mengapa"
Bergegas ia melompat dari pembaringannya. Untung"
dia tadi tak menanggalkan pakaiannya. Maka dengan
cepat, ia dapat membuka pintu kamar dan terus lari ke
pendapa. Dari atas rumah, terdengarlah Widiana Sasi Kirana
berseru nyaring kepadanya.
"Adik! Kuda kita kena tercuri. Mari kita kejar!"
Kuda hitam dan Megananda adalah kuda-kuda pilihan.
Selain jempolan, galak terhadap seorang asing. Tidak
sembarang orang dapat mendekati, kecuali majikannya
masing-masing. Seumpama seseorang memiliki kekuatan
untuk menaklukkan" akan tetapi setelah ditunggangi"
tidak mungkin sudi takluk lagi. Mereka akan
membangkang. Berputar-putar, berjingkrakan dan
berusaha melemparkan penunggangnya. Itulah sebab
baik Widiana Sasi Kirana maupun Kilatsih percaya benar
kepada kudanya masing-masing. Walaupun diumbar12)
di tengah lapangan, tidak bakal ada seseorang yang bisa
mengusiknya. Di luar dugaan"kedua kuda itu"ternyata bisa dicuri
orang. Pastilah pencurinya bukan sembarang orang.
Selain cerdik, mungkin pula seorang ahli. Memperoleh
kesimpulan demikian"Widiana sasi Kirana yang biasanya
dapat berlaku berandalan"kali ini hatinya gentar juga.
Dalam pada itu Kilatsih telah berada di atas genting
pula. Minta pertimbangan.
814 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dapatkah kita menyusul pencurinya?"
"Kuda kita tidak gampang-gampang takluk kepada
orang lain." Widiana Sasi Kiraha yakin. "Karena itu"ada
harapan untuk menyusul."
Sesudah berkata demikian, ia melemparkan sebuah
mata uang emas. Berkata kepada penguasa penginapan
yang ikut terbangun oleh kesibukan mereka berdua.
"Sisanya boleh kau ambil."
Ia mendahului melompat turun dan lari kencang
bagaikan bayangan. Kilatsih segera mengikuti. Dalam hal
kegesitan dan kecepatan bergerak, Kilatsih tak usah
takut merasa kalah. Sebentar saja ia dapat menjajari.
Tak jauh di depan mereka, terdengar ringikan
Megananda dan kuda hitam. Mendengar ringikan
kudanya, Widiana Sasi Kirana lantas berseru.
"Panut! Panut! "Jangan takut."
Kuda Widiana Sasi Kirana bernama Panut. Mendengar
seruan majikannya, ia berbenger keras. Akan tetapi
binatang itu tak dapat membangkang kemauan
penunggangnya. Di bawah penerangan cahaya bulan" Panut nampak
berada di depan. Sedang Megananda di belakang. Baik
Panut maupun Megananda lari berjingkrakan dengan
kepala mendongak. Jelaslah, bahwa kedua binatang itu
tak sudi tunduk kepada penunggangnya. Mereka
berusaha berontak, akan tetapi sekian lamanya berdaya-
upaya tetap saja penunggangnya dapat menguasainya.
Kedua pencuri yang berada di atas punggung Panut
dan Megananda nampak jelas pula. Yang satu
815 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenakan pakaian hitam. Yang lain putih. Kedua-
duanya mengenakan topeng.
Pada tangannya masing-masing, nampak obor
menyala. Setiap kali Panut atau Megananda berjingkrak
hendak berontak, obor itu lantas diselomotkan sehingga
meringik kesakitan. Kecuali disakiti demikian, perut kedua
binatang itu dijepit kencang-kencang. Mau tak mau
Panut dan Megananda terpaksa lari juga. Akan tetapi
karena sering berjingkrak atau berputar-putar, lari
mereka tidak sepesat biasanya. Widiana Sasi Kirana dan
Kilatsh dapat menyusul. Sakit hati Widiana Sasi Kirana mendengar ringik
kudanya. Kilatsih tak terkecuali. Baik Widiana Sasi Kirana
maupun Kilatsih, tak pernah menyakiti kudanya.
Membentak dengan kata-kata keras, jarang sekali terjadi.
Itulah sebabnya, mereka lantas saja mempercepat
larinya sambil memanggil-manggil.
Panut mendengar panggilan majikannya. Terus saja ia
meringkik sambil berjingkrak berputaran. Lagi-lagi ia
kena selomot. Tak dapat lagi Widiana Sasi Kirana
menguasai diri. Dengan seruan nyaring, ia melepaskan
senjata bidiknya yang berbentuk jarum. Kemarin sewaktu
Kilatsih bertempur melawan keroyokan delapan orang,
dengan tertawa saja Widiana Sasi Kirana dapat
menjatuhkan mereka dengan sambitan jarumnya.
Apalagi, kini dia sedang marah dan sakit hati.
Sambitan jarumnya keras dan mematikan. Akan tetapi
diluar dugaan, kedua pencuri itu seakan-akan '
mempunyai mata pada punggungnya. Begitu mendengar
sambaran angin, mereka lantas saja membungkuk dan
bersembunyi dengan menjatuhkan diri kke samping.
816 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan demikian, mereka menggunakan perut kuda
sebagai tameng13). Tak dapat Widiana Sasi Kirana mengumbar rasa sakit
hatinya dengan menyerang perut kudanya. Itulah
sebabnya, semua jarumnya gagal mengenai sasaran.
Celakanya"sambil berlindung"kedua pencuri itu terus
menyelomoti. Panut-dan Megananda kaget hingga
meringkik keras. Lalu kabur memasuki petak hutan yang
berada di pinggang sebuah bukit.
Widiana Sasi Kirana dan Kilatsih mengejar terus
sampai tiba-tiba mereka mendengar tertawa pencuri
kudanya. Aneh nada suara tertawanya. Terdengarnya
seperti bunyi tawa wanita. Mereka berdua terperanjat
dan heran. Di atas tanjakan segera nampak cahaya api
berkeredepan bagaikan kunang-kunang hinggap di atas
rerumputan. Suasananya sunyi sepi menyeramkan
perasaan. Tak dikehendaki sendiri bulu roma Kilatsih ber-
geridik Sekonyong-konyong Widiana Sasi Kirana tertawa
nyaring. Katanya dengan suara garang, "Benarkah
seorang wanita cantik jelita menjadi pencuri kuda"
Apakah kalian sudah pada tempatnya bergaul dengan
iblis" Kembalikan kudaku! Tak sudi aku bertempur
melawan wanita." Setelah berkata demikian, ia melompat menghampiri
tanjakan. Kilatsih yang berada di belakangnya melompat
pula bersiaga. Lalu terdengarlah seorang wanita berkata
cukup terang. "Berani juga hati si pencuri mustika Dwijendra ini....."
817 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapan itu mengenai dua sasaran. Widiana Sasi Kirana
memperoleh lukisan Sungai Cisadane dan Kilatsih
merampas Sekar Kuspaneti. Hanya yang menyakitkan
hati"mereka disebut sebagai pencuri.
Kilatsih lantas menebarkan penglihatannya.
Megananda dan Panut berada di bawah tanjakan. Kedua
binatang itu seperti lagi berdiri tegak. Anehnya tidak
bergerak sama sekali. Di bawah penerangan bulan cerah,
kesannya menyeramkan. Tak terasa Kilatsih memekik
tertahan. Sebaliknya Widiana Sasi Kirana
memperdengarkan suara tertawa.
"Ooo... jadi kamulah yang main gila?"
Kilatsih tak mengerti apa maksud pemuda itu. Segera
ia. menajamkan matanya dan pada saat itu, ia melihat
empat orang laki-laki berdiri berjajar. Kaki mereka
terangkat sebelah seperti seseorang yang hendak
menuruni tangga. Juga mereka tidak bergerak sama
sekali bagaikan patung. Mereka berempat itulah para
saudagar pengunjung rumah Raja Muda Dwijendra.
Mengapa mereka diam tak berkutik" Apakah mereka
kena ilmu gendam lagi" Siapakah yang memiliki ilmu
gendam hebat pula" Diam-diam Kilatsih menarik napas, la kagum terhadap
seorang yang membuat mereka berempat tak dapat
berkutik sama sekali. Kilatsih tidak takut menghadapi
segala kemungkinan, la mengira, mereka berempat itulah
biang keladi pencuri kudanya. Tapi mendadak kena totok
seorang yang bersembunyi di dalam hutan itu. Maka ia
menghampiri mereka terus menegur.
818

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu berempat pernah kutolong. Kenapa sekarang
kalian mencuri kudaku" Pernahkah aku salah terhadap
kalian?" Mereka tak menjawab. Juga sama sekali tak berkutik.
Pada saat itu mendadak terdengarlah suara seserang dari
balik hutan. "Kalau para tetamu sudah tiba, bawalah mereka
masuk!" Kilatsih terkejut. Suara itu terang sekali datang dari
balik hutan. Akan tetapi terdengar memantul dari dinding
bukit, sehingga seolah-olah keluar dari dalam bumi.
Suaranya kuat perkasa dan lunak. Itulah suatu bukti,
bahwa pemilik suara itu memiliki ilmu sakti yang tinggi.
Maka insyaflah Kilatsih, bahwa ia tengah menghadapi
lawan yang berat. Sesudah suara itu lenyap, muncullah dua bayangan
yang gesit sekali gerakannya.
Mereka mengenakan topeng sehingga mukanya tak
nampak jelas. Akan tetapi pandang mata mereka
bersinar tak ubah bara api. Dan orang-orang yang
berada di tanjakan lantas saja membungkuk hormat.
"Bawalah mereka masuk!" perintah salah seorang dari
mereka kepada yang sedang membungkuk hormat.
Dengan sekali menjejakkan kaki, bayangan mereka
berkelebat memasuki hutan. Sama sekali tak mirip
seorang wanita. Seorang lantas datang menghadap Widiana Sasi
Kirana dengan membungkuk hormat.
"Silakan masuk, Tuan."
819 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau lepaskan dahulu kuda kami. Baru kami bersedia
berbicara," ujar Widiana Sasi Kirana.
"Hal itu tak usahlah Tuan berkecil hati. Majikan kami
tidak bermaksud jahat. Kalau tidak diambil tindakan
demikian, mustahil Tuan sudi mengunjungi gubuk
majikan kami." "Siapakah majikanmu?" Kilatsih menimbrung.
Orang itu tertawa perlahan sambil berpaling kepada
temannya. "Ah! Sampai lupa. Tapi pastilah- Tuan muda sudah
mengenal. Coba berikan tanda panji-panji kita!"
Dari belakang belukar muncullah dua orang membawa
dua helai panji kebesaran. i
Lalu berkatalah orang pertama, "Beliau berdua adalah
majikan-majikan dari laskar panji-panji ini."
Melihat gambar panji-panji itu, Widiana Sasi Kirana
berubah wajahnya. Kilatsih terperanjat pula, akan tetapi
dia dapat menguasai diri. Itulah panji-panji Obor Menyala
dan Kuda Semberani. "Kalau begitu Raja Muda Otong Surawijaya dan Raja
Muda Dadang Wiranata," kata Kilatsih di dalam hati.
"Menurut khabar almarhum ayahku adalah salah seorang
laskar Beliau. Pantaslah Megananda dan Panut dapat
dikuasainya." "Biarlah aku memberi hormat dahulu," ujar Widiana
Sasi Kirana. Dan ia benar-benar membungkuk. Setelah
mengangkat kepalanya, dahinya nampak berkerinyut.
Jelaslah, dia baru sibuk memecahkan teka-teki apa sebab
820 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua raja muda Himpunan Sangkuriang sampai mencuri
kudanya. "Mari!' kata penerima tamu. Orang ini lantas
mendahului berjalan memasuki hutan lebat yang berada
di balik bukit. Widiana Sasi Kirana mendekati Kilatsih. Lalu berbisik
dengan suara cemas. "Adik! Kaburlah kau cepat-cepat. Kukira yang diincar
mereka adalah engkau. Karena engkau melukai atau
mengalahkan kemenakan mereka dalam arena
pertandingan. Kau tahu siapa mereka berdua?"
"Raja Muda Otong Surawijaya dan Raja Muda Dadang
Wiranata," jawab Kilatsih.
Widiana Sasi Kirana tercengang. Bagaimana dia bisa
kenal nama kedua raja muda itu" pikirnya di dalam hati.
Otong Surawijaya adalah seorang Raja Muda bawahan
Sangaji yang kejam dan tak pernah memberi ampun
kepada lawan, la sakti dan besar pengaruhnya. Gerak
geriknya liar dan sukar diduga-duga. Sedang Raja Muda
Dadang Wiranata memiliki suatu ilmu sakti yang disegani
rekan dan lawan. Dahulu saja tatkala mengadu kesaktian
melawan para penyerbu, diam-diam Sangaji pernah
mengagumi14). Maka tidak mengherankan, apa sebab
Widiana Sasi Kirana berkecil hati begitu mengetahui
siapakah yang mencuri kudanya.
Tetapi Kilatsih mempunyai pikirannya sendiri. Sama
sekali ia tidak mundur. Malahan ia nampak tersenyum.
"Bukankah semenjak kita berkenalan, aku menjadi
pengawalmu" Nah, kini pun aku bersedia menjadi
pengawalmu." 821 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam hati Widiana Sasi Kirana mengeluh. Tahulah
dia, bahwa Kilatsih belum mengenal kesaktian Otong
Surawijaya dan Dadang Wiranata. Segera ia hendak
memberi penjelasan, siapakah mereka berdua.
Akan tetapi waktu tidak memungkinkan lagi. Sebab"
untuk memberi keterangan yang jelas tentang dua raja
muda itu harus membutuhkan waktu lama. Sedangkan
para penyambut tetamu kedua raja muda itu, kerap kali
berpaling ke arahnya dengan pandang menyelidiki.
Menghadapi kesulitan demikian, Widiana Sasi Kirana
benar-benar mengeluh. Katanya di dalam hati,
"Maksudnya memang baik. Tetapi pastilah dia belum
pernah mendengar betapa tinggi kesaktian dua raja
muda itu, bagaimana baiknya?"
Widiana Sasi Kirana sebenarnya salah duga, bahwa
Kilatsih tidak sadar akan bahaya yang mengancam. Kalau
dia tak mau kabur, semata-mata karena ingin
mendampingi justru dalam keadaan demikian. Inilah
pengucapan seorang wanita, manakala sudah terbintik
rasa cinta dalam dirinya.
Penyambut tetamu kedua raja muda itu terdiri dari
empat orang. Dua pria dan dua wanita. Secara
bergantian, mereka selalu berpaling sambil berjalan
mendahului. Hutan yang dimasuki sangat padat. Penuh
semak belukar, penjalin dan duri. Tanahnya terdiri dari
batu-batu pula. Pastilah sengaja ditaburi batu-batu
demikian rupa, sehingga menyulitkan orang-orang yang
berani menginjakkan kaki, untuk yang pertama kalinya.
Tidak lama kemudian nampaklah sebuah gedung batu
yang berdiri di antara lebatnya pepohonan. Gedung itu
822 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serba gelap. Sama sekali tiada penerangan. Begitu
mereka mendekat, terdengarlah suara bergelora.
"Apakah yang datang dua bocah ingusan itu?"
Para penyambut tetamu tertawa menyambut. Salah
seorang menyahut. "Benar. Tetapi kedua bocah ini mempunyai keberanian
melebihi bocah lumrah."
"Baik. Nah, bawalah mereka masuk!"
Orang yang berada paling depan, maju mendekati
pintu batu. la mendorong dan dengan suara berisik,
terbukalah pintu batu itu. Samar-samar nampaklah suatu
penerangan jauh di dalam. Justru pada saat itu, Widiana
Sasi Kirana melesat maju dan menghantam daun pintu
itu. Brak! Daun pintu itu roboh dengan suara
gemeretakan. Berbareng dengan robohnya daun pintu,
Widiana Sasi Kirana tertawa berkakakan.
"Di hadapanku, tak usah kalian berlagak mengundang
tetamu. Aku bisa datang sendiri."
Tuan rumah ternyata tidak menyahut. Sebagai
gantinya, muncullah dua puluh empat lilin besar dari
pintu-pintu samping. Kena sinar nyala lilin, ruang itu
menjadi terang benderang.
Gedung batu itu ternyata mempunyai pendapa yang
luas mirip sebuah istana. Perabotnya sangat indah.
Hampir semua hiasannya terbuat dari emas dan permata.
Hawanya segar dan lapang. Baunya harum pula.
Kilatsih menebarkan penglihatannya. Di tengah ruang
itu nampak sebuah meja besar dan panjang. Di belakang
meja duduklah dua bayangan. Bayangan itu sama sekali
823 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak bergerak. Mirip dua buah patung yang menakutkan.
Setelah diamat-amati ternyata dua orang hidup yang
mengenakan topeng. Hebat perbawa dua orang itu. Rambutnya tebal dan
terurai panjang. Perawakan mereka gagah perkasa. Yang
duduk di sebelah kiri, berkulit kekuning-kuningan. Dialah
Raja Muda Otong Surawijaya dan kulit Raja Muda
Dadang Wiranata hitam. Hidungnya agak bengkung,
matanya tajam luar biasa. Sehingga perbedaan antara
kedua orang raja muda itu nampak jelas dan tegas.
Di sisi mereka, berdiri empat orang yang mengenakan
pakaian jubah putih dengan memegang dua panji-panji
bergambar Obor Menyala dan Kuda Semberani. Dan yang
berada di dekat dinding, empat orang saudagar
tengkulak yang datang mengunjungi Raja Muda
Dwijendra. Melihat mereka berempat timbullah gagasan
Kilatsih. "Ah, rupanya empat orang saudagar itu dijadikan saksi
mereka untuk menuntut aku dan Sasi Kirana."
Dugaan Kilatsih ternyata tepat sekali. Pada saat itu,
terdengar suara Otong Surawijaya kepada empar
Saudagar. "Apakah mereka berdua inilah yang mencuri permata
dunia?" Salah seorang dari mereka menyahut dengan suara
bergemetaran. "Yang usianya lebih tua itu, tuanku. Yang berusia
muda adalah calon menantu tuanku Raja Muda
Dwijendra. Sama sekali ia tidak ikut mencuri. Malahan
824 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dialah yang menolong kami bebas dari ilmu gendam
pemuda itu." Otong Surawijaya memanggut. Lalu menuding kepada
Kilatsih dengan dibarengi suara perintahnya yang
menggelegar. "Kau minggir! Berdiri di sana!"
Tetapi Kilatsih membangkang.
"Kami datang bersama-sama. Kenapa aku harus
berdiri berpisah?" Dadang Wiranata yang sejak tadi berdiam diri,
mengerutkan alisnya. Membentak, "Kau bocah cilik"
dengarkan perintah kami. Kami tidak bisa menghukum
orang yang tidak bersalah."
Lalu menuding Widiana Sasi Kirana.
"Hai, bocah gede! Benar-benar besar keberanianmu.
Kenapa kau berani memasuki istana Raja Muda
Dwijendra untuk mencuri sebuah mustika dunia" Kenapa
kau pun berani menghajar pintuku sampai roboh"
Apakah kau anggap kami ini barang permainanmu?"
Widiana Sasi Kirana tidak menjawab, la malahan
membalas dengan pertanyaan.
"Sudah berapa tahun kamu berada di sini?"
"Eh, binatang! Apa maksudmu?" bentak
Otong Surawijaya. Otong Surawijaya adalah seorang
raja muda yang berangasan dan jahil mulutnya.
Mendengar sikap Widiana Sasi Kirana yang angkuh,
hatinya lantas saja terbakar. Akan tetapi Widiana Sasi
Kirana tidak menggubris. 825 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau kamu ingin memperoleh keterangan yang
benar, apa sebab tidak minta penjelasan kepada
Dwijendra" Taruh kata aku memang mencuri barang
mustikanya apa hubungannya dengan kamu berdua"
Kukira, Paman Dwijendra pun tidak akan membiarkan
kalian ikut usilan dalam perkara ini."
Mendengar perkataan Widiana Sasi Kirana, Otong
Surawijaya dan Dadang Wiranata menggerung dahsyat.
Kehormatan mereka tersinggung. Akan tetapi Widiana
Sasi Kirana benar-benar tidak gentar.
"Siapakah yang tidak tahu, bahwa Otong adalah
seorang pemimpin laskar perjuangan yang ringan tangan
dan bermulut jahil" Dalam hal ini, kamulah yang
memutar balikkan suatu kenyataan. Kamulah yang
mencuri kuda kami. Sekarang kami menghajar daun
pintu kamu sampai roboh. Siapakah yang memulai
terlebih dahulu" Bukankah kamu" Lagipula, istana ini
bukan milik kamu berdua! Mengapa kalian berlagak
seperti majikan!" "Bagus! Kau pun pandai menggoyangkan lidah,"
bentak Otong Surawijaya. "Kau bilang, istana ini bukan
istana kami. Lantas istananya siapa?"
"Inilah istana perjuangan Ratu Bagus Boang pada
zaman tujuh puluh tahun yang lalu. Benar tidak?"*5)
Mendengar jawaban Widiana Sasi Kirana, mereka
berdua nampak tercengang sehingga tergugu sejenak.
Namun dalam hal mengadu ketajaman lidah, tak sudi
Otong Surawijaya mengalah.
"Apakah kamu bermaksud hendak menguasai kami?"
826 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kalian kira"di dunia ini"hanya kalian yang


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

boleh menguasai jiwa orang lain?" balas Widiana Sasi
Kirana dengan cepat. Pemuda itu lalu tertawa. "Lebih
baik kamu berdua bermukim saja di atas pegunungan!"
"Binatang! Kau bilang apa?"
"Ini adalah istana Ratu Bagus Boang pu-tera Pangeran
Purbaya, putera mahkota Kerajaan Banten."
15) Bacalah Bunga Ceplok Ungu dari Banten.
"Kami pun dua Raja Muda Himpunan Sangkuriang.
Kau mau apa?" bentak Otong Surawijaya.
"Kalian mengangkat diri menjadi pemimpin laskar
perjuangan. Kalau kerja kalian hanya duduk seperti
seorang raja di istana ini, apakah harganya" Lihatlah"
laskar bertebaran di seluruh penjuru bumi Priangan"
tanpa pimpinan dan tanpa pengendalian. Sehingga
mereka merampok, merusak, memperkosa dan membuat
gelisah penduduk. Apakah artinya kalian menjadi dua
raja muda laskar yang sudah bejad akal budinya?"
Gusar bukan main Otong Surawijaya dan Dadang
Wiranata, dikatakan sebagai dua raja muda laskar yang
sudah bejad akal-budinya. Tanpa terlihat gerakannya"
tahu-tahu mereka telah mencelat dari kursinya. Lalu
dengan berbareng mereka berdua menggempur kepala
Widiana Sasi Kirana. "Binatang tak tahu diri!" bentak mereka berbareng
pula. 827 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
KILATSIH TERKEJUT SAMPAI berseru tertahan. Tetapi
tepat pada saat itu, ia melihat berkelebatnya cahaya
putih. Itulah pedang mustika Widiana Sasi Kirana.
Ternyata dengan suatu kesehatan luar biasa, dia masih
sempat menghunus pedangnya dan terus ditabaskan
dalam pembelaan diri. Melihat pedang itu"Otong Surawijaya dan Dadang
Wiranata"berteriak kagum. "Pedang bagus!"
Di antara suara membrebetnya lengan baju yang kena
tertabas sobek, kedua raja muda itu bergerak lincah
bukan kepalang bagaikan bayangan hantu.
"Bagus! Beginilah caranya dua raja Himpunan
Sangkuriang. Tak pernah kusangka, bahwa kalian tebal
muka sampai perlu mengerubut seorang lawan," seru
Widiana Sasi Kirana dengan tertawa mengejek.
Mendengar ejekan Widiana Sasi Kirana, kedua raja
muda itu mundur dengan berjumpalitan. Sekali
mengejapkan matanya, Kilatsih melihat mereka sudah
duduk bercokol di atas kursinya. Betapa gesit dan cepat
gerakannya tak usah dikatakan lagi. _ Muka mereka
menyeringai. Dengan mengenakan topeng, mereka
benar-benar mirip raja jin yang bengis luar biasa.
Kedua raja itu semenjak mudanya terkenal sebagai
pendekar yang berangasan. Sebenarnya, mereka tidak
memandang mata terhadap Widiana Sasi Kirana. Hanya
oleh dorongan rasa amarahnya, mereka sampai lupa
daratan. Lantas saja menerjang berbareng sampai
seperti saling berjanji. Tujuan mereka hendak menghajar
mulut pemuda itu yang menusuk kehormatannya.
Mereka yakin"dengan sekali bergerak" Widiana Sasi
Kirana akan dapat dibuatnya membungkam. Tak
828 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahunya, mereka menumbuk batu. Keruan saja"dalam
hati" mereka malu bukan main. Apalagi pemuda itu
justru mengejeknya handak main keroyok.
Memang gerakan Widiana Sasi Kirana sangat cepat.
Siapa pun tak mengira, bahwa dalam keadaan demikian
masih sempat ia menghunus pedang berbareng mengadakan
pembelaan. Walaupun lengan bajunya terobek oleh
cengkeraman kedua raja muda itu, tapi lengan baju
mereka pun terobek pula oleh pedangnya. Dengan
demikian" gebrakan pertama tadi"sama kuat dan sama
tangguh. Dadang Wiranata lantas menatap wajah Widiana Sasi
Kirana. Katanya memuji, "Bagus ilmu pedangmu sampai
bisa menahas lengan bajuku. Mari.... mari kita mencoba-
coba!" Pengalaman dalam satu gebrakan itu, membuat Raja
Muda Dadang Wiranata berkesan lain. Tak berani lagi ia
memandang rendah. Bocah itu sudah pantas disebut
dewasa. Karena itu"dia menantang.
Widiana Sasi Kirana tersenyum.
"Sebenarnya bagaimana kehendakmu" Apakah kamu
hendak maju berbareng atau satu lawan satu" Atau
bergiliran" Bagaimana pula menentukan kalah
menangnya" Kukira perlu diatur dahulu."
Dadang Wiranata gusar sekali.
"Kami berdua dan kamu berdua. Bukankah sudah
seimbang?" 829 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dadang Wiranata tidak berani menantang tanding satu
lawan satu. Artinya ia agak merasa segan juga terhadap
pemuda itu. Akan tetapi Widiana Sasi Kirana berkata,
"Aku dengan saudaraku ini tiada hubungannya dalam
perkara ini. Aku akan melayani kamu berdua."
"Kau bilang apa?" bentak Dadang Wiranata. "Kau
menantang kami berdua" Seumpama menang pun tiada
harganya. Tidak! Aku sendiri akan melayanimu..."
Mendadak Kilatsih menimbrung. "Kami datang berdua.
Karena itu kami berdua akan melayani kalian."
"Bagus! Bagus!" seru Otong Surawijaya di atas
kursinya setengah bersorak. "Jika kamu berdua turun ke
gelanggang"aku pun akan segera menemani pula.
Bagus!" Otong dan Dadang merupakan dua sejoli raja muda
yang bisa bekerja sama seumpa- -ma satu jiwa. Selama
hidupnya"apabila mereka berdua turun ke gelanggang"
belum pernah terkalahkan. Itulah sebabnya" Otong
Surawijaya garang bukan main" begitu mendengar
ucapan Kilatsih. Sebaliknya Dadang Wiranata tidak dapat bersabar lagi.
Ia menganggap pembicaraan itu terlalu bertele-tele dan
tiada gunanya. "Sudahlah! Jangan omong kosong tiada gunanya. Aku
akan melayani engkau seorang diri. Jika saudaramu tidak
turun gelanggang, saudaraku pun akan tetap bercokol di
atas kursinya. Jelas?"
Kilatsih hendak membuka mulutnya. Akan tetapi
Widiana Sasi Kirana mencegahnya.
830 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah"biar aku mencoba tenaganya. Sekiranya
aku benar-benar tak dapat melawannya, nah barulah
engkau membantuku." "Apakah tidak terlambat?" Kilatsih minta
pertimbangan. Dadang Wiranata tak memedulikan pembicaraan
mereka. Dengan sebelah tangannya, ia mengambil
senjatanya dari dinding. Itulah sebuah penggada yang
panjang setengah tongkat. Penggada itu terbuat entah
dari logam apa. Akan tetapi bersinar cerah. Begitu
dikibaskan, ruang pendapa istana yang terang benderang
oleh cahaya lilin" berkejap seperti kemasukan kilat.
Dadang Wiranata sebenarnya jarang menggunakan
Hikmah Pedang Hijau 6 Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sakti Suling Pualam 15
^