Pencarian

Mencari Bende Mataram 7

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 7


sampai apinya menjalar. Dengan tangkas melompat dari
punggung kudanya, kemudian lari memotong. Setiap kali
terintangi gerumbul belukar, ia main bakar.
Setelah berlari-larian ke segala penjuru, hutan jadi
terbakar benar. Letikan dan jilatan api menebarkan
cahaya terang benderang. 459 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Makin lama Letnan Suwangsa makin lancar larinya.
Sebentar saja ia hampir dapat menyusul buruannya.
Itulah disebabkan ia memperoleh penglihatan terang,
lagipula lari tanpa berkuda lebih leluasa, la dapat
menerobos, membelok, menusup dan melompat semak
belukar. Bilamana terhadang deret pohon, ia bisa
memotong. Selagi demikian, suara derap kuda terdengar makin
nyata. Penunggang kuda itu berada di luar petak hutan,
la tak takut. Malahan ia berharap agar musuh yang
bersembunyi itu segera nampak di depannya. Sebaliknya,
kala itu Mundingsari sedang berjuang mati-matian untuk
meloloskan diri dari kaitan duri-duri dan kepadatan
gerumbul hutan, la mencoba menerobos keluar dari
petak hutan. Tetapi petak hutan itu panjangnya melebihi
tiga kilometer. Tak dapat ia segera melintasi.
Sebagai pengejar, Letnan Suwangsa menang mantap.
Melihat buruannya keri-puhan, ia tertawa tergelak-gelak
untuk menciutkan hatinya.
"Hayo! Kau hendak kabur kemana lagi" Lihat yang
terang!" Berbareng dengan ancamannya, ia
menimpukkan butir-butir peluru timahnya.
Mundingsari dapat memukul balik peluru pertama dan
kedua yang mengancam tenggorokannya. Pedang
warisan Pringgasakti memang tajam. Setiap kali
dipukulkan, peluru timah hancur berkeping-keping.
Tetapi peluru yang ketiga tepat mengenai lututnya. Tak
dikehendakinya sendiri, ia jatuh berlutut.
Tatkala itu ia berada di batas tepi hutan. Rimbun
hutan tidak sepadat tadi. Cahaya bulan sisir dan cuaca
menjelang fajar, cukup - memberi kecerahan. Ia jadi
460 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengeluh. Pastilah penglihatan Letnan Suwangsa tak
dapat lagi terkecoh. Dugaannya benar. Dengan tertawa berka-kakan,
perwira itu menghampiri buruannya.
"Hayo! Coba bergerak!" hardiknya penuh
kemenangan. Sekonyong-konyong suara derap kuda yang
membayangi dari luar tadi, kian nyata. Letnan Suwangsa
menoleh. Hatinya tercekat tatkala melihat seekor kuda
putih lari mendekati dengan suatu kecepatan kilat.
Penunggangnya nampak tak ubah bayangan putih. Dan
melihat penglihatan itu, Letnan Suwangsa tertegun.
Tatkala memperoleh kesadarannya kembali, bayangan
putih itu telah berada di depannya dan meloncat ke
tanah. Ternyata dia seorang pemuda kira-kira berusia
sembilan belas tahun. Perawakan tubuhnya langsing
luwes. Parasnya sangat cakap. Dia mirip seorang anak
ningrat yang baru untuk pertamakalinya keluar dari
pagar dinding istana. Pemuda berpakaian putih mengamat-amati Letnan
Suwangsa. Begitu melihat, lantas ia berkata: "Ah! Kukira
siapa. Tak tahunya Letnan Suwangsa dari markas
Legiun7) Mangkunegaran. Kenapa kau mengubar-ubar
dia?" Letnan Suwangsa terkejut. Pemuda itu ternyata sudah
mengenal dirinya, sedang dia sendiri tidak. Dalam hal ini
ia sudah kalah satu gebrakan. Membentak sambil menu-
dingkan pedangnya! "Siapa kau?" 461 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku orang pelancongan," jawab pemuda itu
sederhana. "Baik. Kalau mengaku orang pelancongan, jangan
mencampuri urusan orang lain!"
"Tiada niatku hendak mencampuri. Hanya saja, aku
paling muak melihat orang menggunakan kekuatannya
untuk menindas yang lemah," tangkis pemuda itu. Dan
mendengar tangkisan itu, kembali Letnan Suwangsa ter-
cekat hatinya. Ia jadi penasaran. Segera ia berpaling
penuh-penuh kepadanya. Bantahnya, "Kata-katamu
sungguh menggelikan. Lihatlah yang terang! Dia sudah
dewasa penuh-penuh. Gsianya jauh melampaui dirimu
yang masih belum pandai beringus. Kekuatannya
melebihi kau pula. Bagaimana kau menuduh aku
menindas yang lemah?"
Pemuda itu tertawa tawar. Berkata merendahkan, "Di
seluruh penjuru dunia ini, siapakah yang tak kenal
kebesaran namamu. Kau seorang ahli pedang kenamaan.
Masakan melayani seorang rakyat yang sama sekali tak
mempunyai nama" Apakah perbuatanmu bukan
menindas yang lemah" Karena itu tak dapat aku
membiarkan kebiasaanmu itu berlarut lagi dalam
pergaulan hidup." Tertarik hati Mundingsari mendengar kata-kata
pemuda itu yang rata-rata mengandung falsafat umum.
Dengan mengerahkan tenaga ia mencoba menghimpun
kekuatannya. Kemudian memijat-mijat dan menggosok-
gosok uratnya yang menjadi kejang oleh timpukan peluru
timah. Ia merasa malu sendiri. Sebab pemuda itulah
yang dahulu mengganggu Senot Muradi, mengacau
penjara dan membunuh beberapa serdadu dengan tim-
462 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukan sisir bambu. Dan di depan Letnan Suwangsa ia di
sebut sebagai seorang yang sama sekali tak mempunyai
nama. Padahal Sultan Kanoman sendiri mengenal dirinya
sebagai seorang pendekar andalannya.
Letnan Suwangsa tentu saja tidak mengerti apa yang
bergolak di dalam hati Mundingsari. Ia mendongkol
mendengar ucapan pemuda itu.
"Jadi kau kini hendak menjadi seorang pahlawan"
Bagus! Tetapi jika aku mengambil tindakan terhadapmu,
nanti aku dikatakan menindas yang lemah dengan suatu
kekuatan. Sungguh menggelikan." Ia lantas tertawa
berkakakan sampai tubuhnya terguncang-guncang.
Sebagai seorang ahli pedang kenamaan, benar-benar
lagak lagumu mengecewakan hatiku," kata pemuda itu.
"Sungguh! Sama sekali tak kuduga, bahwa Raden Mas
Suwangsa yang terkenal sebagai seorang ahli pedang
sebenarnya berotak setumpul kerbau."
"Kau bilang apa?" bentak Letnan Suwangsa bergusar.
"Aku berkata, otakmu setumpul kerbau," pemuda itu
menekan kata-katanya. "Sebagai seorang perwira
mestinya engkau sudah harus tahu apakah ukuran kuat
dan lemah. Benarkah seseorang dikatakan sebagai orang
kuat, manakala dia memiliki otot-otot mendongkol dan
tubuh sebesar kerbau" Benarkah ukuran kuat dan lemah
ditentukan pula oleh selisih usia" Hm... hm... Baiklah
kunyatakan terus terang. Seumpama aku tidak
mengingat dirimu seorang perwira Mangkunegaran,
sudah semenjak tadi aku menghajar mulutmu."
Bukan main tajam kata-kata pemuda itu. Tapi justru
demikian, Letnan Suwangsa menjadi sadar. Pikirnya di
463 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam hati, "Bocah ini paling tinggi berusia dua puluh
tahun. Aku sudah berusia empat puluh tahun lebih. Kalau
aku melayani benar-benar tiada harga. Menang pun tiada
mente-narkan nama. Sebaliknya kalau kalah, merosotkan
harga diri." "Hai!" hardik pemuda itu. "Mengapa kau menutup
mulut?" Setelah menghardik demikian, pemuda itu
menghunus pedangnya yang menyinarkan cahaya
kemilau. Gku'ran pedang itu termasuk pendek. Tetapi
perbawanya meresap ke dalam hati. Letnan Suwangsa
terkesiap. Tak dikehendaki pula ia melemparkan pandang
kepada kuda putih yang menunduk menggerumiti
rerumputan. Pikirnya, "Bocah ini memiliki dua mustika
yang tiada taranya. Kuda dan pedang. Murid siapakah
dia?" Memperoleh pikiran demikian, tak boleh ia
memandang rendah. Lalu berkata menegas. "Jadi benar-
benar engkau hendak mencampuri urusan ini?"
"Jangan mengumbar mulut tiada gunanya! Kau
seranglah aku!" "Bocah!" akhirnya Letnan Suwangsa membentak
lantaran jengkel. "Lebih baik kau pulang mencari
gurumu! Belajarlah sepuluh lima belas tahun lagi! Orang
seperti aku ini, tidak boleh ikut-ikutan mempunyai cara
berpikir seperti dirimu."
"Kau mau menyerang atau tidak?" Pemuda itu tidak
menghiraukan kata-katanya. "Kalau tidak akulah yang
akan mengambil kepalamu."
464 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Coba gerakkan pedangmu sejurus saja di depanku.
Aku ingin tahu, siapakah gurumu!" kata Letnan
Suwangsa. "Baik. Kaulihatlah yang terang!" seru pemuda itu dan
terus menikam. Dengan tenang, Letnan Suwangsa menyentil serangan
pedang itu dengan jari kirinya. Tapi sama sekali tak
terduga! Mendadak tikaman pedang itu yang nampaknya
menggunakan jurus biasa, mempunyai perubahan yang
aneh dan cepat luar biasa. Di tengah jalan sekonyong-
konyong berubah sasarannya. Kini tidak menikam, tapi
memapas jari dengan mendadak.
Tetapi Letnan Suwangsa memang seorang ahli pedang
yang tidak sembarangan. Pada saat pedang nyaris
memapas jarinya, ia membalikkan tangan dan mencoba
merampasnya. Sebaliknya pedang mustika pemuda itu
merubah gerakannya lagi. Dengan suara berdesing,
pedang lewat di sisi telinga Letnan Suwangsa. Dan
Letnan Suwangsa membalas serangan itu dengan
menyambar lengan lawannya.
Dalam suatu pertarungan antara para ahli, menang
dan kalah hanya dtentukan oleh suatu selisih sehelai
rambut terbagi tujuh. Pada saat itu Letnan uwangsa yang
berada di atas angin, meskipun tadi ia keripuhan.
Dengan menyodokkan gerakannya, ia akan dapat
mematahkan lengan si Pemuda. Menyaksikan hal itu,
Mundingsari sampai berseru kaget. Tanpa memedulikan
lututnya y c.-z rrasih terasa lunglai, ia meloncat de-- -
renggenjotkan kedua tangannya pada
AKan tetapi selagi tubuhnya berada di udara, tiba-tiba
ia mendengar suara Letnan Suwangsa menyatakan
465 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kekagetannya. Ternyata pada saat terancam bahaya,
pemuda itu menarik pedangnya untuk menghantam
pergelangan tangan Letnan Suwangsa. Ini adalah suatu
pembelaan diri yang bagus bukan main. Apabila Letnan
Suwangsa tidak menarik pukulannya"dia pun akan
menderita lengan patah. Cepat bagaikan kejapan kilat,
Letnan suwangsa meloncat ke samping. Dengan begitu
kedua-duanya lolos dari lubang jarum. Dan pada waktu
itu, Mundingsari mendarat di atas tanah dengan napas
lega. Namun suatu gelombang baru terjadi lagi dengan tak
terduga-duga. Biasanya"apabila kedua musuh
terpencar"mereka akan memperbaiki kedudukannya
dahulu sebelum mengulangi pertarungannya yang baru.
Akan tetapi"baik pemuda berbaju putih itu maupun
Letnan Suwangsa"mempunyai pikiran yang sama.
Masing-masing hendak mendahului sebelum lawan
sempat memperbaiki kedudukannya. Dalam hal ini
Letnan Suwangsa menang cepat. Itulah disebabkan, ia
menang pengalaman. Baru saja pemuda berbaju putih
menggerakkan pedangnya, kedua tangan Letnan
Suwangsa sudah membuat lingkaran. Lalu memotong
garis pembelaannya. Pemuda berbaju putih itu lantas terkunci kedua
tangannya. Ia tak dapat bergerak lagi. Sesungguhnya
Letnan Suwangsa adalah ahli waris ilmu pedang seorang
sakti yang bersembunyi di belakang layar. Dia telah
menerima ajaran menggunakan tenaga keras dan lembek
dengan berbareng. Dia pun mengetahui belaka tentang
rahasia atau kunci-kunci rahasia ilmu pedang yang terda-
pat di persada bumi ini. Gerakan tangannya sukar di
466 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
duga dia bisa merubah sasaran pada sembarang waktu
yang dikehendaki. Mundingsari tentu saja belum sampai pengertiannya
pada rahasa inti pati suatu ilmu pedang. Dia pun bukan
seorang ahli pedang. Dia biasa menggunakan senjata
golok. Meskipun demikian secara naluriah ia merasakan
suatu bahaya mengancam pemuda itu. Tak terasa ia
menjerit, "Celaka! Awas!"
Hampir berbareng dengan jeritan Mundingsari, Letnan
Suwangsa dan pemuda itu pun memekik pula. Pandang
mata Mundingsari tak dapat mengikuti perkembang-
annya. Gerakan mereka berdua begitu cepat, sehingga
mengaburkan penglihatan. Tahu-tahu Letnan Suwangsa
mundur sempoyongan dengan lengan baju terobek.
Menyaksikan hal itu jadi kaget. Mundingsari menjadi


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

girang. Serunya penuh syukur: "Sahabat kecil, bagus!
Sungguh bagus!" Mundingsari tak tahu, bahwa sebenarnya pergelangan
tangan jagonya kena terpukul. Kalau dihitung-hitung
jagonya yang kalah seurat.
Dalam pada itu, wajah Letnan Suwangsa nampak
menjadi guram. Melihat lengan bajunya kena robek, ia
menjadi merah padam. Dadanya serasa ingin meledak.
Maklumlah"dia seorang ahli pedang yang membawa
keharuman namanya semenjak belasan tahun yang lalu.
Tapi kini, lengan bajunya kena dirobek oleh seorang
pemuda yang masih belum hilang pupuknya.
Selagi demikian, pemuda itu telah melancarkan
serangan-serangan berantai yang cepat luar biasa.
Dalam keadaan tenang, mestinya Letnan Suwangsa
dapat melayani dengan tangan kosong, belaka. Tetapi
467 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hatinya sedang panas. Dengan tangan kirinya tak dapat
ia melayani lagi. Mau tak mau terpaksa ia menggunakan
pedangnya. "Nah"apa yang kukatakan tadi," ejek pemuda itu.
"Kalau siang-siang engkau menggunakan pedangmu,
bukankah jauh lebih baik" Tapi kau membandel. Rasakan
akibatnya!" Selagi berbicara serangannya tak pernah kendor. Tiba-
tiba menikam tenggorokan. Letnan Suwangsa terkesiap.
Bagaikan kilat ia menangkis dengan satu elakan. Kemu-
dian membalas menyerang dengan gerakan lebih cepat
agi. Setelah bergebrak beberapa jurus lagi, hilanglah
kesabaran Letnan Suwangsa. Ia merasa malu tak
sanggup merobohkan lawan pemuda itu. Terpaksalah ia
menggunakan ilmu simpanannya. Tiba-tiba bergetar dan
mengunci bidang gerak lawan. Dikunci demikian, pemuda
itu malah sempat memuji, "Bagus!" katanya. Tiba-tiba
tanpa memedulikan keselamatan diri, pedangnya
didorong masuk menikam dada.
Letnan Suwangsa tercekat hatinya. Memang ia bisa
menangkis dorongan itu. Tetapi dengan demikian,
pedangnya terpaksa berbenturan. Ia tahu pula"mutu
pedangnya kalah jauh dengan pedang mustika lawan.
Memang"dengan mengandal pada tangannya"ia bisa
meruntuhkan pedang lawan ke tanah. Tetapi pedangnya
sendiri akan terkutung menjadi dua bagian. Bila terjadi
demikian, alangkah besar malunya. Sebab sebagai
seorang ahli pedang, pedangnya kena tertabas kutung
oleh seorang lawan muda belia.
468 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biar bagaimana juga, justru benturan tak dapat
dielakan lagi. CIntuk menolong akibatnya, cepat ia
menarik tenaga kerasnya. Sebagai gantinya ia
menggunakan tenaga lembek. Dengan suara nyaring,
pedangnya kebentrok. Cepat ia mencoba menempel.
Meskipun demikian, tak urung pedangnya somplak juga
sedikit. Dengan demikian, gebrakan ini dimenangkan pemuda
itu. malahan sangat gemilang. Hanya saja sebagai
seorang pemuda, ia belum mengenal batas, la seperti
mendapat hati. Dengan cepat ia menahaskan pedangnya.
Tujuannya kini hendak meng-utungkan pedang lawan.
Trang! Pedangnya membentur. Tapi kali ini, akibatnya
tidak seperti yang diharapkan. Suara benturan itu hampir
tidak menerbitkan suara. Mundingsari yang menonton pertarungan itu dari luar
gelanggang, menajamkan matanya. Dengan pikiran
tegang ia mencoba mengetahui sebab musababnya.
Sekonyong-konyong dilihatnya pedang pemuda itu kena
ditarik oleh pedang Letnan Suwangsa. "Ah!" pikirnya
terkejut. "Perwira itu pandai menggunakan ilmu
menghisap tenaga lewat pedangnya. Benar-benar ia
sudah mencapai puncak kemahiran!"
Sesungguhnya demikianlah halnya. Dengan
mengerahkan gabungan tenaga keras dan lembek,
Letnan Suwangsa berhasil menempel pedang lawan.
Kemudian dengan hati-hati ia menghisapnya. Beberapa
saat kemudian, butiran keringat telah memenuhi dahi
pemuda itu. "Ha... bagaimana?" ejek Letnan Suwangsa dengan
suara menang. 469 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apanya yang bagaimana?" sahut pemuda itu dengan
tersenyum. Tiba-tiba saja di luar dugaan siapa pun
pemuda itu mencelat tinggi. Dan pedangnya lolos dari
himpitan tenaga musuh. Hal itu terjadi karena kesem-
bronoan Letnan Suwangsa sendiri.
Setelah berhasil menghisap tenaga lawan, ia
memandang rendah. Lalu timbullah kepuasannya untuk
melampiaskan suatu ejekan. Selagi berbicara tentu saja,
perhatiannya terpecah. Pemuda berbaju putih yang
berilmu tinggi itu, tak sudi menyia-yiakan kesempatan
bagus baginya. Cepat luar biasa ia mencelat tinggi
berbareng membetot8) Begitu turun ke tanah ia
menikam dari samping. Penuh sesal dan rasa mendongkol, Letnan Suwangsa
mengibaskan pedangnya untuk mengulangi hisapannya.
Sudah barang tentu pemuda itu tak dapat dijebaknya
lagi. Tak sudi ia membiarkan pedangnya kena tempel.
Dengan gerakan gesit luar biasa ia kini melayani Letnan
Suwangsa dengan berputaran seperti kupu-kupu men-
cium bunga. Letnan Suwangsa kagum luar biasa.
Beberapa kali pedangnya hampir-hampir dapat
ditempelkan. Tapi setiap kali hendak bersintuh, bocah itu
selalu dapat meloloskan diri. Setelah memperhatikan
gerak-gerik pemuda itu, mendadak saja hatinya tergun-
cang. Teringatlah dia kepada seorang pendekar yang
sudah" mengundurkan diri dari pergaulan. Dan pendekar
itu bermukim di sebuah pulau dan terkenal sebagai tokoh
sakti kelas wahid. Apakah dia murid Adipati Surengpati"
Pikirnya sibuk. Gntuk meyakinkan dugaannya, segera ia mengubah
tata berkelahinya. Tak mau lagi ia mengumbar nafsunya
470 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk menyerang. Sebaliknya ia lebih banyak membela
diri. Walaupun demikian, ia berlaku sangat waspada.
Sebab gerakan pedang pemuda itu, cepat luar biasa dan
perubahannya sukar diduga. Lambat-laun timbullah
keputusan-nya untuk melawan dengan cara demikian
saja. Sekali-kali ia menyerang, kemudian menutup diri
dengan rapat. Ia berharap tenaga lawan akan habis
sendiri. Perhitungannya ternyata tepat sekali. Diperlakukan
demikian, perlahan-lahan pemuda itu nampak menjadi
lelah. Napasnya mulai tersengal-sengal. Dan perkem-
bangan itu membuat hati Mundingsari berdebaran. Ia
tahu, kedua belah pihak sudah menggunakan ilmu
pedangnya tingkat tinggi. Meskipun bukan seorang ahli,
namun dapat ia merasakan siapakah yang lebih unggul.
Ternyata Letnan Suwangsa menang pengalaman dan
latihan. Lambat-laun jagonya berada di bawah angin.
Celakalah, kalau kena dirobohkan.
Tatkala itu, tenaganya sudah pulih kembali.
Punggungnya yang tadi kena ganggu timpukan peluru
timah, kini tak terasa nyeri lagi Setelah melancarkan
aliran darahnya, segera ia memungut pedangnya.
Kemudian sambil membentak ia memasuki gelanggang
hendak membantu jagonya. Tetapi Letnan Suwangsa bukan seorang perwira
sembarangan. Matanya awas luar biasa. Begitu melihat
gerakan Mundingsari, secepat kilat ia memindahkan
pedangnya ke tangan kiri. Kemudian tangan kanannya
meraup segenggam butir peluru timah dari sakunya.
Setelah mendesak pemuda lawannya dengan dua
tikaman beruntun, tangan kanannya memperoleh
kesempatan untuk menimpukkan peluru timahnya. Ia tak
471 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ragu-ragu berbuat demikian, karena merasa diri bakal
kena kerubut. Daripada didahului, lebih baik mendahului.
Celakalah Mundingsari. la baru saja memperoleh
tenaganya kembali. Meskipun tangan dan kakinya dapat
bergerak dengan leluasa, tetapi tenaganya belum pulih
seluruhnya. Kakinya masih terasa lemas, la melihat
sambaran butiran peluru. Maksudnya hendak mencelat
mengelak. Tetapi kakinya tak dapat mengikuti kehendak
hatinya. Peluru timah Letnan Suwangsa lantas saja
singgah di lehernya. Dan ia roboh terjungkal untuk yang
kedua kalinya. Walaupun demikian, sesungguhnya dia bukan seorang
pendekar yang belum berarti. Begitu roboh, kakinya
meletik. Dan pada saat itu ia mendengar seruan pemuda
jagonya. "Bagus. Aku pun akan mencontoh..."
Bagaikan hujan gerimis, tiba-tiba tampaklah
menyambarnya butir-butir berkilatan menghujani Letnan
Suwangsa. Ternyata senjata bidik pemuda itu belasan
biji-sawo yang berjarum pada ujungnya. Itulah senjata
bidik istimewa. Mimpi pun tak pernah, bahwa biji sawo
bisa digunakan sebagai peluru pembidik yang sangat
berbahaya. "Bagus!" teriak Mundingsari kegirangan.
Dengan meletik ke udara, Letnan Suwangsa
mengebaskan pedangnya. Belasan senjata bidik pemuda
itu, dapat disapunya runtuh. Tetapi dua butir di
antaranya menghantam pundaknya.
"Lihatlah yang terang!" teriak pemuda itu sambil
menikam. 472 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Walaupun Letnan Suwangsa seorang ahli pedang
kenamaan, namun untuk mengelakkan sambaran dua
butir biji sawo beracun itu tidaklah mungkin lagi. Tetapi
memang dia seorang jago yang namanya sejajar dengan
pendekar-pendekar kelas satu pada dewasa itu. Dengan
mengerahkan tenaga saktinya, ia membentak keras. Dan
kena bentakan itu dua biji sawo yang menghantam
pundaknya terpental balik dan rontok ke tanah.
Berbareng dengan itu ia menangkis pedang pemuda
lawannya sambil terus melanjutkan tikaman balasan.
Pemuda berbaju putih itu kaget luar biasa. Sama
sekali tak diduganya bahwa belasan biji sawonya bisa
dielakkan. Malahan dua di antaranya rontok ke tanah
oleh suatu tenaga bentakan. "Benar-benar
mengagumkan", pujinya dalam hati.
"Benar-benar nama Raden Mas Suwangsa bukan nama
kosong. Ilmu mujizatnya seperti guru. Tak
mengherankan namanya dijajarkan orang dengan nama
guru." Melihat keadaan yang sangat berbahaya itu,
Mundingsari tidak menghiraukan lukanya. Dengan
memutar pedangnya ia masuk ke dalam gelanggang.
Pada saat itu, ia mendengar pemuda jagonya bersiul
melengking. Kuda putihnya lari menghampiri bagaikan
kilat. Segera pemuda itu mencecar Letnan Suwangsa
dengan serentet serangan beruntun. Tiba-tiba tangannya
menyambar lengan Mundingsari dan dibawanya mencelat
tinggi. Begitu turun, ia berada tepat di atas sadai
kudanya dengan menempatkan Mundingsari di
belakangnya. Kemudian kudanya membawanya kabur
bagaikan bayangan. 473 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Buru-buru Letnan Suwangsa mencari kuda
tunggangannya. Dengan berteriak keras ia melompat di
atasnya. Dan dikaburkan secepat-cepatnya untuk
mencoba memburu. Kudanya pun termasuk kuda pilihan.
Tetapi dibandingkan dengan kuda putih pemuda itu,
masih kalah jauh. Semakin lama jarak pengejaran
semakin jauh. Dan akhirnya Letnan Suwangsa hanya
dapat melihat satu titik putih di jauh sana. Kemudian
lenyap dari penglihatan. Mau tak mau Letnan Suwangsa menghela napas
berulang kali. Sadar bahwa ia takkan dapat memburunya
ia menarik kendali kudanya. Lalu turun ke tanah
memeriksa pundaknya. Dua bentong merah menandai
kulitnya yang kuning bersih. Ia merasa syukur, karena
peluru pemuda tadi bukan mengandung racun. Walaupun
hatinya mendongkol, namun terbintik rasa terima kasih
juga. Waktu itu fajar hari telah tiba. Mundingsari yang
menggamblok di belakang punggung pemuda itu,
kagum luar biasa menyaksikan kecepatan kuda yang
membawanya kabur. Meskipun dibebani dua orang,
namun tenaganya tak berkurang. Pohon-pohon dan
semak belukar yang dilintasi seperti berterbangan
terbawa angin. Mendadak teringatlah dia, bahwa kuda
Letnan Suwangsa kuda jempolan. Ia menoleh. Selagi
menoleh, punggung kuda ter-goncang hebat. Ternyata
binatang itu sedang melompati sebuah parit lebar. Buru-
buru ia menjepit perut kuda lebih kencang lagi. Meskipun
demikian badannya terguncang juga nyaris terpelanting.
"Jangan bergerak!" pemuda itu memperingatkan. Oleh
peringatan itu, tidak berani ia menggerakkan tubuhnya.
Benar saja. Pada detik itu, kuda putih yang membawanya
474 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kabur melesat lebih cepat lagi. Dan tak lama kemudian
fajar hari tiba dengan diam-diam.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah"sekarang kita boleh beristirahat!" kata pemuda
itu sambil melompat turun. Paras mukanya tidak
berubah. Napasnya pun tidak terdengar memburu pula.
"Benar-benar kuda mustika!" seru Mundingsari kagum.
"Itulah yang dinamakan seekor kuda cocok dengan
majikannya. Sekarang bolehkah aku mengenal
namamu?" Pemuda itu tidak menyahut. Sekonyong-konyong
tangannya diulur hendak merampas pedang pemberian
Sanjaya. Secara wajar, tangan Mundingsari bergerak
hendak mempertahankan. Senjata bagi tiap pendekar
merupakan jiwanya sendiri. Kehilangan senjata, artinya
bakal kehilangan pegangan. Tetapi gerakan pemuda itu
jauh lebih cepat. Sebelum dapat berbuat sesuatu pedang
Sanjaya sudah pindah di tangan pemuda itu. Mundingsari
benar-benar terkejut. Hendak ia membuka mulut, tapi
kedahu-luan pemuda itu. "Darimana kau peroleh pedang ini?" tanyanya sambil
membolang-balingkan di depan mata.
"Ini adalah pedang pusaka tuanku Sanjaya," jawab
Mundingsari menebak-nebak.
"Kenapa dia menyerahkan pedangnya kepadamu?"
pemuda itu menegas dengan suara lembut.
Da mendengar suara lembut itu, Mundingsari agak
tenteram hatinya. Ia yakin pemuda itu tidak bermaksud
jahat. Maka ia menceritakan peristiwa yang terjadi di
Sigaluh. Lalu mengakhiri dengan kata-kata, "Tapi aku
sangat menyesal, karena tak dapat membantunya.
475 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi menolongnya. Tuanku Sanjaya gugur kena
kerubut empat orang...." Teringat akan peristiwa itu,
kedua kelopak matanya basah kuyup. Meneruskan,
"Dengan pikiran bingung aku tiba di Magelang. Di kota
itu pun aku gagal hendak mencoba mencuri kepala
pendekar Wirapati yang kukagumi."
Sampai di situ, tiba-tiba pemuda itu menabas-
nabaskan pedang warisan Sanjaya di udara. Ia berputar
mengarah matahari terbit. Kemudian berkata dengan
perlahan, "Ah, Paman! Belum pernah aku melihat Paman.
Tetapi aku pernah mendengar riwayat hidupmu.
Kuyakinkan dari sini, bahwa perbuatan Paman itu tidak
mengecewakan. Paman... Paman.... Paman Wirapati
pasti ikut berbangga hati pula."
Mendengar kata-kata pemuda itu, hati Mundingsari
terguncang. Rasa tangisnya lenyap dengan mendadak. Didengar
dari lagu suaranya, pemuda itu seperti mempunyai
hubungan rapat baik dengan Sanjaya maupun Wirapati.
Ia segera hendak menegas. Tetapi pemuda itu nampak
menundukkan kepalanya diam-diam. Ia seperti lagi
mengheningkan cipta. Setelah itu, di luar dugaan ia
memasukkan pedang Sanjaya ke dalam sarungnya. Kemudian digantungkan
pada pinggangnya. "Mohon dengan sangat Tuan mengembalikan pedang
itu," kata Mundingsari setengah terkejut.
"Mengapa begitu?" sahut pemuda itu sambil berputar
menghadapi. 476 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mundingsari menyapu keguraman wajahnya. Dengan
suara rendah ia berkata, "Tuan adalah penolong jiwaku.
Budi Tuan setinggi gunung. Entah dengan apa kelak aku
membalas budi itu.... Aku pun tahu, Tuan agaknya
berkenan kepada pedang ini. Sebenarnya harus aku
menyerahkan demi budi Tuan. Tetapi.... tetapi....
maafkan. Tak dapat aku menyerahkan pedang itu kepada
Tuan. Sebab menurut pesan tuanku Sanjaya yang
penghabisan kali, aku harus menyerahkan pedang itu
kepada puteranyai Lagipula di dalamnya tersembunyi
suatu perkara besar."
"Perkara apa?" pemuda itu menegas dengan suara
tawar. "Pedang itu harus kuserahkan kepada pendekar besar
Sangaji," jawab Mundingsari dengan suara mantap.
Sangaji adalah seorang pendekar besar yang terkenal
pada zaman itu. Iblis pun segan kepadanya. Karena itu
menurut ukuran lumrah pastilah pemuda itu akan segera
mengembalikan pedang Sanjaya kepada Mundingsari
begitu mendengar nama Sangaji disebut-sebut. Akan
tetapi, ternyata pemuda itu bersikap tak pedulian.
Malahan ia menegas lagi. "Mengapa harus diserahkan kepada pendekar besar
Sangaji?" Mundingsari mengira, ia kurang meyakinkan pemuda
itu. Maka ia menjawab dengan suara ditekan-tekan.
"Tidak hanya pedang itu. Tapi pun robekan baju yang
berlumuran darah. Tuanku Sanjaya dan tuanku Sangaji
adalah saudara angkat. Pada waktu tuanku Sanjaya
hendak mengarungi perjalanannya yang terakhir,
477 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
teringatlah dia kepada saudara angkatnya itu, ia
berpesan kepadaku agar mempersembahkan sobekan
bajunya yang berlumuran darah. Tuanku Sanjaya ber-
harap"setelah melihat bajunya yang berlumuran darah"
tuanku Sangaji akan menun-tutkan dendam terhadap
musuh-musuh yang bersembunyi di belakang layar. Se-
tidak-tidaknya tuanku Sanjaya meninggalkan pesan agar
tuanku Sangaji pandai menjaga diri"supaya tidak
menjadi korban kelicikan lawan. Kecuali itu tuanku
Sanjaya mohon dengan sangat agar tuanku Sangaji
berusaha mencari putera satu-satunya yang tiba-tiba
lenyap. Setelah bertemu hendaklah sudi menerimanya
sebagai murid. Dan pedang itu hendaklah diserahkan
kepadanya." "Apakah putera Paman Sanjaya anak nakal dahulu
yang bertemu dengan aku di tepi telaga?" pemuda itu
menegas. "Benar. Namanya Senot Muradi," jawab Mundingsari.
"Baiklah. Mana baju berdarah itu?"
"Ini," sahut Mundingsari cepat sambil memperlihatkan
baju peninggalan Sanjaya.
Di luar dugaan, tiba-tiba sobekan baju berdarah itu
kena sambar. Karena tak berjaga-jaga, pemuda tu dapat
merampasnya. "Kau...! Kau...," seru Mundingsari dengan suara
bergemetaran. "Apakah maksudmu" Engkau memang
penolong jiwaku. Tetapi pedang dan baju itu bukan
milikmu. Tak dapat aku menyerahkan kepadamu."
478 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi dengan sikap acuh tak acuh, pemuda itu
memasukkan robekan baju Sanjaya ke dalam saku
celananya. "Pendekar besar Sangaji tidak mudah kautemukan.
Dia seorang pemimpin besar seluruh perjuangan
bersenjata di Jawa Barat. Kau belum kenal jalan dan perjuangan
laskarnya. Sekali bertemu dengan salah seorang raja
mudanya kau bisa celaka. Apalagi kalau mereka menaruh
curiga kepadamu. Karena itu, biarlah aku yang
mempersembahkan." Alasan pemuda itu masuk akal. la jadi bingung.
Dengan suara tersekat-sekat, ia mencoba meyakinkan
pemuda itu. "Ini... ini......" tapi kata-kata hatinya
macet di tenggorokan. la melihat pemuda itu memukul
udara. Dan tiba-tiba ia kena didorong berputaran oleh
pukulan angin yang tidak nampak. Buru-buru ia mencoba
bertahan dengan menancapkan kedua kakinya. Tapi ia
malah terjengkang, pemuda itu berkelebat di
belakangnya. Ia memukul udara lagi. Dan tubuhnya kena
terangkat dan tiba-tiba dapat berdiri bangun tegak.
Diperlakukan demikian"sudah barang tentu Mundingsari
kaget berbareng bergusar. Dengan mata merah ia
berputar menghadapi pemuda itu.
"Inilah pukulan udara kosong," kata pemuda itu.
"Meskipun kau belum pernah melihatnya, tetapi
setidak-tidaknya pasti mengenal siapa pemiliknya."
479 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mundingsari terkejut. Teringatlah dia dahulu kepada
peringatan sang Dewaresi tatkala ia mencoba Titisari.
Begitu Titisari memukul udara sang Dewaresi lantas tak
berani gegabah lagi. Itulah pukulan udara kosong ilmu
sakti Adipati Surengpati9). Sekarang pemuda itu
menggunakan pukulan udara kosong pula. Maka ia
segera bertanya minta keterangan.
"Apakah hubunganmu dengan Gusti Adipati
Surengpati?" Pemuda itu tersenyum. Tetapi jawabnya mengambil
jalan berputar. "Setelah engkau kenal pukulan tadi,
masihkah engkau tidak sudi menyerahkan pedang dan
robekan baju berdarah kepadaku" Biarlah aku yang
membawanya..." "Tapi ini... ini..."
"Ini apa?" bentak pemuda itu.
"Dengan membawa baju dan pedang itu sebagai bukti
sebenarnya aku pun mempunyai suatu kepentingan pula.
Ingin aku mohon pertolongan tuanku Sangaji agar
merampas kembali uang kawalanku yang kena begal."
Pemuda itu mengerutkan alisnya. Menegas.
"Gang kawalan" Gang kawalan apa?"
Dengan menguasai diri, Mundingsari lalu mengisahkan
perjalanannya dari Cirebon. Diceritakan pula bagaimana
ia terpaksa membantu peleton Kompeni untuk mengawal
uang belanja. Bagaimana terjadinya suatu perampasan.
Dan akhirnya bagaimana cara orang bertopeng itu
mempermainkan peleton Kompeni di sebelah timur
Banyumas. 480 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benarkah perampasan itu terjadi di sebelah timur
Banyumas?" pemuda itu menegas lagi.
"Orang bertopeng itu pulalah yang berhasil mencuri
kepala pendekar Wirapati." Mundingsari menguatkan.
"Tetapi sungguh! Tak dapat aku menebak asal usulnya.
Itulah sebabnya aku hendak mohon pertolongan tuanku
Sangaji." Sekonyong-konyong paras muka pemuda itu berubah
hebat. Katanya sambil bersiul memanggil kudanya.
"Kalau begitu"kita harus balik kembali.... Jadi dialah
yang mencuri kepala Paman Wirapati" Baiklah"urusan
ini pun serahkan kepadaku. Mari kita berangkat
mencarinya." Selagi Mundingsari berbimbang-bimbang, pemuda itu
telah melompat di atas punggung kudanya. Bentaknya,
"Hayo!" Dan mendengar ajakan setengah memaksa itu, tanpa
bersangsi lagi ia melompat di belakangnya. Dan kuda
putih itu segera kabur secepat angin.
Menjelang tengah hari"mereka tiba di Purwokerto.
Waktu itu Purwokerto masih merupakan sebuah kota
kecil. Dan begitu tiba di pinggir kota, pemuda itu berkata
menerangkan. "Kota ini termasuk kota penting di wilayah Banyumas.
Esok hari kita bisa tiba di tempat tujuan dalam keadaan
segar bugar. Biarlah aku membelikan seekor kuda
untukmu." Ia memasuki sebuah rumah makan. Setelah berpesan,
ia segera pergi untuk membeli seekor kuda. Kudanya
481 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri ditambatkan di tepi ja4an. la minta tolong kepada
seseorang untuk mencarikan serbuk kering dan gula
tetes. Selagi Mundingsari hendak bersantap, pemuda itu
sudah kembali dengan menuntun seekor kuda hitam
lekam. Kuda itu nampak gagah perkasa. Dan melihat hal
itu, Mundingsari heran bukan main. Bagaimana cara
pemuda itu bisa memperoleh seekor kuda begitu cepat"
"Paman Mundingsari!" seru pemuda itu. "Sebenarnya
kita dapat menunggang seekor kuda bersama-sama.
Tetapi karena kita akan melintasi sebuah kota ramai,
takut aku menarik perhatian orang. Bagaimana" Kau
senang tidak dengan kuda ini?"
Mundingsari tertawa. Pemuda ini gagah" pikirnya"
tapi perasaannya agak lembut dan masih berbau kanak-
kanak. Sebenarnya ia ingin memperoleh keterangan
siapakah dia sebenarnya. Tapi melihat pemuda itu selalu
menyembunyikan dirinya, tak berani ia bertanya melit-
melit. Pada keesokan harinya, sampailah mereka pada
sebuah dusun bernama Kalijering. Pemuda itu mengajak
bermalam di dusun itu. Dia mencari sebuah gubuk
penjagaan sawah. Di gubuk itulah, ia merencanakan
penyelidikan. "Tak mungkin orang bertopeng itu berada di dusun
sesunyi ini," Mundingsari meyakinkan. "Apa guna kita
membuat penyelidikan di sini?"
Pemuda itu melototkan matanya.
"Paman seorang pendekar kawakan. Masakan tak
pernah mendengar nama besar pendekar Kebo Bangah?"
482 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa hubungannya dengan dusun ini?" Mundingsari
kaget sampai berjingkrak.
"Anak keturunannya bermukim di sekitar dusun ini.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Masakan kau tak pernah mendengar kabar itu!"
Panas muka Mundingsari kena semprot demikian.
Katanya sulit" "Andaikata benar... tak mungkin anak keturunan
pendekar besar itu merampas uang di tengah jalan.
Seumpama benar pun"setelah merampas uang"
pastilah tidak bakal berani bermukim pada tempat yang
sudah terkenal." "Ha"bagus!" Rupanya Paman pun pernah mempunyai
pengalaman merampok. Kalau begitu, pastilah Paman
bisa mencari dimanakah tempat persembunyiannya,"
tungkas pemuda itu. "Bagaimana aku tahu?" sahut Mundingsari dengan
suara tinggi. "Sekiranya tahu, sudah semenjak dahulu
aku mencarinya sendiri."
"Kalau begitu, mari kita kembali ke tempat
perampasan uang kawalanmu," pemuda itu
memutuskan, la lantas melompat di atas punggung
kudanya. Dan Mundingsari terpaksa mengikuti, meskipun
hatinya mulai merasa kesal. Tapi pada saat itu ia merasa
diri menjadi orang kalah maka tak berani ia membuka
mulut. Di sepanjang jalan, pemuda itu selalu menggariskan
sederet kalimat tantangan dengan ujung pedangnya. Dan
melihat hal itu hati Mundingsari jadi geli. Tak sanggup ia
menguasai rasa usilnya. Lalu berkata meyakinkan!,
"Pekerjaan begini ini adalah sia-sia belaka. Merasa
483 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya merampas uang, pastilah dia kabur sejauh
mungkin. Masakan sempat membaca bunyi tantangan
segala...." "Dia berani merampas uang kompeni di tengah jalan.
Itulah membuktikan bahwa ia seorang perampok yang
berkepala besar," pemuda itu membela diri. "Dan
seorang yang berkepala besar paling jengkel mem-
peroleh tantangan. Jika ia membaca tulisanku ini, pasti
dia bakal mencari aku untuk membuktikan kebesaran
namanya." Mundingsari membungkam mulut. Meskipun alasannya
kekanak-kanakan, tetapi masuk akal pula. Tetapi dengan
cara begitu, perjalanan jadi tak dapat cepat. Baru pada
hari kedua, sampailah mereka di tempat orang bertopeng
perampok uang. "Tak jauh dari sini terdapat sebuah gunung bernama
Gunung Tugel," kata pemuda itu. "Apakah kau pernah
mendengar kawanan perampok Gunung Tugel yang
mengenakan pakaian seragam hitam?"
"Sedikit-sedikit pernah aku mendengar khabarnya,"
sahut Mundingsari, "Tetapi yang merampok dahulu tidak
mengenakan pakaian seragam. Lagipula mereka takkan
berani berlawan-lawanan dengan pihak kompeni."
"Bagus alasanmu," kata pemuda itu dengan suara
girang. Itulah disebabkan Mundingsari mau menerima
cara berpikirnya. "Mari kita mencoba menyelidiki. Tak
ada buruknya, bukan?"
Mundingsari mengemukakan alasannya, bahwa cara
penyelidikan demikian tidak ada gunanya. Tapi pemuda
484 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu kokoh pendiriannya. Dia seperti mempunyai pegangan
tertentu. Betapapun juga, ia jadi tertarik.
Gunung Tugel terletak di sebelah utara Sigaluh.
Sebenarnya belum boleh disebut sebuah gunung penuh.
Hanya saja lebih kurang daripada sebuah bukit. Setelah
terkenal sebagai sarang gerombolan perampok, kesannya
makin garang dan menyeramkan. Jalan besar yang
melingkarinya makin hari makin sunyi dari keramaian lalu
lintas. Hanya orang yang bosan hidup saja berani
mengambah jalan tersebut.
Seperti semenjak di Kalijaring, pemuda itu selalu main
menulis tantangan di tempat-tempat tertentu. Kini
bahkan menggunakan kata-kata makian kalang kabut.
Dan setiap kali membaca bunyi tantangan yang penuh
dengan makian kalang kabut itu, Mundingsari tertawa
geli dalam hatinya. Tatkala tiba di kaki Gunung Tugel, dari kejauhan
nampaklah serombongan saudagar mendatangi. Pemuda
itu cepat-cepat menyelinap di belakang gerombolan belu-
kar. Mundingsari tertawa lagi.
"Setelah kau mencari seorang penjahat, maka setiap
orang yang bakal berpapasan lantas kau kira kawanan
penjahat pula." Pemuda itu tertawa mendengar teguran halus itu.
"Gunung Tugel ini terkenal sebagai sarang perampok
semenjak sepuluh tahun yang lalu. Penduduk sekitar
gunung tahu belaka. Mereka kejam bagaikan iblis. Seka-
rang"kita melihat"serombongan saudagar berani
melintasi jalan ini. Bukankah mengherankan" Seorang
tokoh seperti Letnan Suwangsa mengenakan pakaian
saudagar pula...." 485 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mundingsari kaget. Alasannya pemuda itu masuk akal.
Dan diingatkan cara penyamaran Letnan Suwangsa
hatinya tercekat. Segera ia melompat di belakang
gerombol belukar seraya menajamkan penglihatan.
Rombongan itu terdiri dari lima orang. Mereka
mengenakan pakaian saudagar kaya.
Hal itu memang menarik hati benar-benar. Sayang
mereka melintas dengan cepat, sehingga raut-mukanya
tak mudah dikenal. "Mari kita ikuti dari jauh," ajak pemuda itu.
"Jadi tidak mendaki gunung?" Mundingsari menegas.
"Bukankah tujuan kita mencari penjahat dan bukan
mencari gunung?" sahut pemuda itu dengan mata
didelikkan. Mundingsari membungkam. Tapi aneh adalah adat
pemuda itu. Kata-katanya seperti dibantahnya sendiri.
Tiba-tiba saja di tengah jalan ia membelokkan kudanya
berbalik mengarah ke gunung. Keruan saja Mundingsari
jadi bingung. Tanyanya minta keterangan.
"Sebenarnya maksudmu bagaimana?"
"Katanya, aku kau suruh mendaki gunung. Nah"
marilah kita daki." "Hai! Bukankah kita lagi mencari seorang penjahat dan
bukan mencari gunung?" kata Mundingsari. Itulah kata-
kata si Pemuda itu sendiri. Dan mendengar perkataan
itu, si Pemuda berbaju putih tertawa geli.
"Kita seiring sejalan. Karena itu"masing-masing harus
berani berkorban"untuk melegakan kawan seiring dan
sejalan." 486 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mau tak mau Mundingsari tertawa juga. Lucu cara
berpikir pemuda itu. Tetapi cukup menarik hati.
10 PENJAHAT BERTOPENG HAMPIR MENDEKATI WAKTU MAGRIB pemuda itu
belum juga mendaki gunung. Masih saja ia berputar-
putar tak keruan jun-trungnya. Lambat-laun Mundingsari
menduga, bahwa dia hendak menunggu petang tiba.
Dengan demikian tak gampang-gampang orang melihat
gerak-geriknya. Waktu itu musim "semi". Semua mahkota daun dan
rerumputan nampak menghijau. Ratusan aneka bunga
liar memenuhi persada bumi. Keharumannya menusuk
hidung. Sekitar Gunung Tugel banyak terdapat tempat-
tempat bersejarah. Pemandangan dalam cuaca mendekati magrib indah
bukan main. Tetapi pemuda itu nampak hilang
kegembiraannya. Sekonyong-konyong ia memutar kudanya, Mundingsari
mengira, sekarang tibalah waktu mendaki gunung untuk
menyelidiki kawananan perampok. Tetapi dugaannya
ternyata meleset. Sekali menghardik kudanya, ia melesat
turun ke tenggara. Buru-buru Mundingsari mengaburkan
kudanya pula. Sewaktu melintasi pohon-pohon yang digunakan
sebagai papan kalimat tantangan, pemuda itu menarik
487 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kendali kudanya. Ternyata di bawah tulisannya terdapat
sederet tulisan yang cukup terang.
"Mari kita bertemu di Wonosobo."
Apakah artinya ini" Pemuda itu merenungi sejenak.
Sesudah menimbang-nimbang ia membedalkan kudanya
lagi. Lalu menje-nguki tempat-tempat ia menaruh kalimat
tantangannya. Ternyata di bawah deret kalimat
tantangannya terdapat tulisan tersebut sebagai jawaban.
Yakin akan hal itu, alisnya terbangun dengan mendadak.
"Paman! Percaya tidak" Penjahat itu benar-benar
berkepala besar. Mari kita susul!"
Tanpa menunggu jawaban Mundingsari, ia mendahului
berjalan. Kudanya putih melesat bagaikan anak panah.
Tujuannya kini mengarah ke timur. Kira-kira jam delapan
malam, sampailah ia di sebuah dusun kecil yang agak
ramai. "Paman! Kita terus, ataukah mencari penginapan di
sini?" tanyanya minta pertimbangan.
Mundingsari menjawab dengan suara setengah
menggerendeng. "Saudara kecil" Aku tahu, ilmu kepandai-anmu sangat
tinggi. Akan tetapi rupanya engkau belum mempunyai
pengalaman banyak dalam pergaulan. Karena itu lebih
baik kita mencari penginapan."
"Hm," pemuda itu menggerutu. "Sekiranya aku takut,
masakan aku berani mencarinya" Kalau begitu, mari kita
terus!" Tanpa menunggu persetujuan, kuda putihnya dilarikan
lagi. Syukur waktu itu bulan agak gede. Kecerahannya
488 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memancarkan cahaya merata ke seluruh alam. Dan
selagi mereka hendak melintasi dusun itu, tiba-tiba
terdengar suatu kesibukan di pendapa kelurahan.
"Eh, galak benar suara itu. Mari kita lihat!" ajak
Mundingsari. Setelah berkata demikian, ia turun
menambatkan kudanya. Dia kini berganti tidak usah
menunggu persetujuan temannya berjalan. Bukankah
tadi dia berkata sebagai teman seiring dan sejalan harus
berani mengorbankan diri masing-masing untuk
melegakan hati" Ternyata pemuda itu diri. Dia pun lantas
turun dari kudanya dan menambatkan pada sebatang
pagar. Yang berada di pendapa itu ternyata hanya empat
laki-laki. Yang tiga menyandang tak keruan. Sedang yang
seorang, mungkin sekali kepala desa.
"Pak Lurah! Kau ini cuma menghargai pakaian. Melihat
kami berpakaian begini lantas menolak kami untuk
menginap di sini," teriak tiga tetamu itu. Kemudian yang
tinggi jangkung menegas. "Apakah alasanmu menolak
kami menginap di sini?"
"Tuan," sahut Kepala Desa. "Sungguh! Kami tidak
berkeberatan menerima siapa saja bermalam di sini. Asal
saja membawa surat keterangan lengkap. Kalau tidak,
kami bakal kena salah."
"Dusta!" bentak si Tinggi jangkung. "Apakah seorang
pelancong harus membawa surat keterangan dimana-
mana" Peraturan apakah itu?"
"Benar! Peraturan apakah itu?" yang bertubuh ketat
ikut menguatkan. "Semenjak bayi, kita dilahirkan di bumi
ini. Bumi ini adalah bumi Tuhan. Selamanya Tuhan tidak
489 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah mengadakan peraturan surat keterangan segala.
Masakan kau berani berlaku begitu?"
"Ini adalah perintah Tuan," Kepala Desa mencoba
memberi keterangan. "Perintah apa" Perintah melanggar hak kebebasan
orang!" bentak si ketat. "Siapa yang memberi perintah?"
"Tentu saja atasan kami."
"Cuh!" orang bertubuh ketat itu meludah ke tanah.
"Jadi Kompeni" Atau begundal-begundal Kompeni,
bukan" Binatang! Tanah ini, adalah tanah tiap insan.
Tanah kita. Tanah leluhur kita. Kompeni itu datang dari
mana" Apa haknya menjirat penduduk dengan tetek
bengek?" Temannya seorang yang semenjak tadi membungkam
mulut, tiba-tiba menaruhkan setumpuk uang di atas
meja. Katanya pela-han: "Dengan syarat ini dapatkah
engkau kini menerima kami menginap di sini?"
Melihat tumpukan mata uang itu, mata Kepala Desa
itu terbelalak. Lantas saja ia membungkuk hormat seraya
berkata: "Kalau Tuan memaksa, terkecuali."
"Terkecuali bagaimana?"
"Boleh menginap di sini," jawab Kepala Desa.
"Hm," gerendeng orang itu. "Di matamu ini selain
gemerincing uang tiada harganya. Kau mau memberi
makan minum kepada kami atau tidak" Kalau mau,
terimalah uang ini."
"Mau! Mau!" sahut Kepala Desa buru-buru.
490 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mundingsari pada saat itu, menarik lengan kawannya
berjalan. Setelah dibawa menjauh, ia berbisik: "Sst...
hati-hati! Perampasan uang dahulu, dimulai pula dari
orang-orang yang mengenakan pakaian tak keruan itu.
"Bagus!" seru pemuda itu dengan berbisik. "Kalau
begitu, mari kita menginap di kelurahan pula."


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan!" Mundingsari tak setuju. "Rupanya penduduk
di sini kena pengaruh lalu lintas umum sehingga
menempatkan mata uang diatas harga manusia. Mari!
Dengan uang pula kita mencari penginapan."
Pemuda itu mengangguk. Ia menganggap
pertimbangan Mundingsari cerdik. Segera ia menghampiri
kudanya. Tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar
suara tertawa dingin di seberang jalan. Cepat ia
menoleh. Pada saat itu melihat berkelebatnya sesosok
bayangan. Gerakannya gesit luar biasa.
"Siapa?" bentak Mundingsari.
Hebat suara bentakkannya. Ketiga orang yang hendak
menginap di kelurahan kaget dengan serentak. Mereka
memburu keluar. Tetapi pada saat itu, Mundingsari dan si baju putih
telah lenyap dari penglihatan. Kedua pendekar itu
menggertak kudanya dan memburu bayangan tadi.
Arahnya ke timur. BAIK PEMGDA ITU maupun Mundingsari termasuk
pendekar-pendekar yang pandai menunggang kuda.
Namun sekian lamanya mereka mengubar bayangan itu,
tetap saja tak berhasil. Akhirnya seperti berjanji mereka
berhenti di dekat gubuk di tepi sawah.
491 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana?" pemuda itu minta pertimbangan.
"Kudaku bukan kuda sembarangan kuda, namun kita tak
berhasil mengejarnya."
"Soalnya bukan kita tak dapat menyandaknya10)
tetapi karena kita kehilangan arah larinya," jawab
Mundingsari dengan meng-gerendeng. "Dengan berkuda
kita terpaksa mengambah jalan besar. Sebaliknya, dia
mengandal kepada kecepatan berlarinya. Dia bisa
menerjang sawah ladang. Kalau perlu bersembunyi di
belakang gerumbul belukar. Sekalipun kudamu mampu
menjajari kecepatan angin, kali ini engkau ter-kicuh."
10) menyusul * "Terkicuh bagaimana?"
'Orang-orang yang hendak menginap di kelurahan
tadi, mengingatkan aku kepada rombongannya. Bukan
mustahil mereka sebenarnya anak buahnya. Apakah
bayangan tadi tidak bermaksud memancing kita berdua
agar menjauhi mereka?"
"Ah! Mengapa baru sekarang kau berkata begitu"
Mari!" ajak pemuda itu. Dan tanpa menunggu jawaban
Mundingsari, ia memutar kudanya dan balik kembali ke
kampung. Sebentar saja mereka sudah tiba di depan kelurahan.
Seraya melompat dari punggung kudanya, pemuda itu
menegas lagi kepada Mundingsari.
"Apakah Paman yakin, bahwa bayangan tadi
mempunyai sangkut paut dengan mereka yang menginap
di sini?" 492 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku curiga melihat gerakan bayangan tadi yang
begitu gesit," jawab Mundingsari. "Gerakannya
mengingatkan aku kepada orang bertopeng yang
merampas uang perbekalan kawalanku."
"Kalau begitu biarlah aku mencaci mereka."
"Jangan! Di dalam dunia yang lebar ini, seringkali
terdapat orang-orang luar biasa," Mundingsari
mencegah. "Siapa tahu"mereka sebenarnya bukan
segerombolan dengan penjahat bertopeng. Aku hanya
menduga, bahwa menilik pakaian yang dikenakan dan
gerak-geriknya...." "Ah, bagaimana sih sebenarnya?" potong pemuda itu
dengan suara jengkel. "Tadi Paman berbicara begitu"
sekarang begini." Ditegur demikian"Mundingsari agak keripuhan.
Sahutnya dengan suara tersipu, "Demi Tuhan!
Sebenarnya aku hanya menduga saja. Sedang maksudku
yang benar, aku tak setuju engkau datang lantas mema-
ki-makinya. Lebih baik kita usut dengan perlahan-lahan
saja. Dengan begitu tidak akan mengejutkan penduduk."
Pemuda itu dapat dibuatnya mengerti. Katanya
kemudian, "Baiklah, mari kita masuk! Aku tidak akan
memaki mereka. Tetapi aku akan memaki bayangan
yang lenyap tadi. Kalau mereka merasa tersinggung,
pasti akan menegur aku."
Setelah berkata demikian, dengan suara nyaring ia
mencaci bayangan tadi kalang kabut: Kemudian dengan
di kuti Mundingsari, ia memasuki halaman kelurahan
yang nampak remang-remang. Mundingsari berpikir di
dalam hati, "Pemuda ini tinggi ilmunya. Tapi tingkah
493 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lakunya seperti gadis brengsek". Memikir demikian ia
tertawa geli dalam hati. Datang di serambi depan, Kepala Kampung
menyongsongnya. Katanya dengan membungkuk
hormat. "Tuan mencari siapa?"
"Mana mereka tadi yang mau menginap di sini?" sahut
pemuda itu dengan suara tegas.
"Ah! Apakah Tuan tadi yang melarikan kuda mengarah
ke timur?" "Benar..." "Kebetulan," ujar Kepala Desa itu. "Mereka tadi tidak
jadi menginap di sini. Seorang tetamu datang membawa
mereka melanjutkan perjalanan. Kemudian mereka
meninggalkan suatu tanda perkenalan untuk disampaikan
kepada Tuan." "Siapa yang perintah?"
"Mereka bertiga tadi," jawab Kepala Kampung. "Aku
tak berani banyak berbicara. Mereka bersikap galak.
Mereka berkata, bahwa Tuan berdua pasti balik kemari."
"Hm," gerendeng pemuda berpakaian putih itu. la
menoleh kepada Mundingsari. Pendekar itu menghampiri
meja dan mengamat-amati sebuah kotak kecil yang di-
katakan sebagai tanda perkenalan. Lama sekali ia tidak
membuka mulut. Kemudian ia merogoh sakunya dan
mengeluarkan se-genggam uang.
"Kami berdua akan menginap di sini. Bagaimana
apakah engkau bisa menerima?"
494 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu-tentu saja. Mereka telah pergi sedang kamar
yang kami sediakan belum tersentuh. Silakan! Cuma
saja"sewanya" tidak perlu uang sebanyak itu."
"Kau terima saja," sahut Mundingsari yang telah
mengenal kelemahan Kepala Kampung itu.
Benar saja. Begitu mendengar ucapan Mundingsari,
Kepala Desa yang mata duitan itu memancar matanya.
Dengan mem-bungkuk-bungkuk ia berkata, "Terima
kasih, terima kasih. Moga-moga Tuan berdua puas
dengan kamar yang telah kami sediakan buat kamar
penginapan para pelancong. Apakah Tuan membutuhkan
makan dan minum?" "Tidak! Kau berilah serbuk dan rumput kepada kuda-
kuda kami. Kami akan segera beristirahat," kata
Mundingsari. Kepala Desa membungkuk lagi. Hendak ia
menjalankan perintah tetamunya, tiba-tiba pemuda
berbaju putih itu bertanya:
"Apakah empat tetamumu tadi benar-benar tiada lagi
di dalam rumahmu?" "Benar"demi Tuhan"mereka sudah pergi," Kepala
Desa bersumpah. "Ah" walaupun kasar"tetapi
sesungguhnya belum pernah aku mempunyai tetamu
begitu dermawan. Segenggam uang yang sudah
diberikan kepada kami, tak mau dimintanya kembali."
Kepala Kampung itu membahasakan diri dengan kami.
Artinya itu ia menaruh hormat kepada empat tetamunya
tadi. Mundingsari tak sudi kalah gertak. Ia mengeluarkan
sepotong uang emas dan diangsurkan kepada tuan
rumah seraya berkata, "Ini boleh kau ambil lagi."
495 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kepala Desa itu girang bukan main. Setelah
membungkuk-bungkuk hormat beberapa kali, ia
meninggalkan serambi rumah.
"Paman! Rupanya kau mau adu kedermawanan
dengan keempat tetamu tadi," kata si Pemuda.
"Semenjak mencari jejak penjahat bertopeng,
beberapa kali aku bertemu dengan orang-orang aneh
dan luar biasa," sahut Mundingsari menyimpang. Lalu ta-
ngannya meraba-raba kotak di depannya.
"Kenapa tidak kau buka saja" kata pemuda itu dengan
suara tak mengerti. Tanpa menyahut, Mundingsari membawa kotak itu ke
dalam kamar. Setelah mengajak pemuda itu memasuki
kamarnya, segera ia menutup pintu rapat-rapat. Ia me-
letakkan kotak itu di atas meja. Kemudian mengeluarkan
belatinya. "Kenapa tidak kau buka saja?" kata pemuda itu
dengan suara tak mengerti.
"Paman! Akan kau mengapakan kotak ini?" kata si
Pemuda minta penjelasan. Mundingsari tetap membungkam. Ia mundur beberapa
langkah. Kemudian menyam-bitkan belatinya. Trak! Dan
tutup kotak itu terpental jatuh di atas lantai.
Pemuda itu keheran-heranan menyaksikan pekerti
Mundingsari. Apa sebab begitu rewel" Dibuka dengan
tangan maupun degan belati bukankah setali tiga uang"
Mundingsari tak menghiraukan kesan rekanya, la
menghampiri kotak yang telah terbuka, la menjenguk
isinya. Lalu berkata dengan suara girang. "Tulen."
496 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apanya yang tulen?" pemuda itu tambah tak
mengerti. "Inilah surat undangan Ki Jaga Saradenta," seru
Mundingsari keheran-heranan.
"Aku melihat Ki Jaga Saradenta mati rebah bersandar
pada tangga rumahnya. Masakan mataku sudah lamur"
Apakah artinya ini" Jangan-jangan kepala pendekar
Wirapati yang berada di atas tombak pesanggrahan
Kompeni Belanda sebenarnya bukan kepala pendekar
Wirapati yang tulen!"
Mendengar ucapan Mundingsari, pemuda itu kaget
sampai berjingkrak. Sepasang alisnya lantas saja
terbangun. Tangannya lantas berkelebat menyambar
surat undangan itu. "Jangan raba dulu!" cegah Mundingsari. "Siapa tahu
kalau semua ini suatu jebakan belaka. Bukankah engkau
datang di atas genteng pesanggrahan untuk merebut
kepala pendekar mulia itu?"
Pemuda itu membatalkan niatnya. Ia menganggap
cegahan Mundingsari beralasan.
"Benar," sahutnya penuh ingn tahu. "Bagaimana
menurut pendapat Paman?"
"Entahlah. Ada hal-hal yang belum dapat kumengerti
dengan segera," kata Mundingsari. "Terang sekali aku
melihat orang bertopeng itu telah berhasil merebut
kepala pendekar Wirapati. Seumpama surat undangan ini
adalah permainan gilanya, apakah maksudnya"
Sebaliknya bila surat undangan ini bukan dari dia, lantas
siapa" 497 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah ada seorang gagah menggunakan nama Ki
Jaga Saradenta untuk suatu maksud tertentu" Melihat
kotak ini, sudahlah timbul rasa curigaku. Sebab aku kenal
macam kotak ini. Aku pernah melihatnya tatkala
beberapa tahun yang lalu berkunjung ke rumah
nDoromas Sanjaya. Itulah sebabnya, aku berjaga-jaga
dengan menggunakan belati sebagai alat pembuka.
Kukira"pastilah akan tertuar suatu gumpalan racun atau
suatu alat pembunuh lainnya yang bisa menikam dengan
tiba-tiba. Tetapi kedua-duanya tiada. Lantas aku berani
menyatakan, bahwa surat undangan ini adalah surat
undangan tulen. Hanya saja"bagaimana aku
menerangkan tentang Ki Jaga Saredenta yang pernah
kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa dia
sudah mati disamping rumahnya."
Mendengar keterangan Mundingsari, diam-diam
pemuda itu mengagumi kecermatannya. Baru saja ia
hendak membuka mulut, Mundingsari berkata lagi: "Ada
lagi sesuatu yang mencurigakan."
"Apa?" "Ki Jaga Saredenta di Sigaluh. Tapi bunyi undangan ini
meminta kedatangan kita berdua ke Wonosobo.
Bukankah jawaban maklumat tantanganmu berbunyi di
Wonosobo pula?" "Ah, benar!" pemuda itu terkejut. "Siapa yang main
gila?" "Kedua"bagaimana Ki Jaga Saradenta tahu bahwa
kita memiliki kuda tunggangan yang hebat sehingga
mampu mencapai Kota Wonosobo sebelum esok tengah
hari" Kau pikirkan saja, jarak ke Wonosobo puluhan pai
jauhnya. Bacalah yang cermat! Kita diminta datang untuk
498 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadiri suatu pertemuan sebelum matahari mencapai
titik tengah. Coba kuda kita ini macam kuda tunggangan
lumrah"masakan bisa mencapai Kota Wonosobo secepat
harapannya?" Pemuda itu merenungi bunyi surat undangan.
Kemudian tertawa geli.

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Paman boleh cermat, tetapi jangan keterlaluan. Rasa
curiga Paman berlebih-lebihan. Kalau yang mengundang
kita ini mempunyai niat menghabisi nyawa kita, apa perlu
menunggu sampai kita tiba di Wonosobo" Sebaliknya aku
malah kuat dugaanku" bahwa engkau salah lihat. Yang
mengundang ini benar-benar Eyang Jaga Saradenta.
Sebab Eyang kenal kuda putihku ini. Mari" malam ini
kita beristirahat! Esok sebelum matahari muncul kita
berangkat." Setelah berkata demikian, pemuda itu keluar dari
kamar Mundingsari dan memasuki kamarnya sendiri.
Setelah mengen-dorkan pakaiannya, segera ia bersemadi
menyegarkan badan. Keesokan harinya sebelum fajar menyingsing mereka
berdua sudah melarikan kudanya mengarah ke timur.
Kuda putih milik pemuda itu, memang seekor kuda
jempolan. Sebaliknya kuda Mundingsari adalah kuda
pasaran. Walaupun demikian, larinya termasuk kuat dan
ulat. Sesudah lari kencang-kencang, keempat kakinya
seperti terlatih. Lantas saja dapat menjajari larinya kuda
putih. Tatkala matahari sepenggalah tingginya, mereka
sudah memasuki wilayah Wonosobo. Agar tidak menarik
perhatian orang, mereka berdua turun dari kudanya dan
meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki sambil
499 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuntun kudanya. Di sepanjang jalan mereka bertemu
dan berpapasan dengan orang-orang luar biasa yang
menuntun kudanya pula. Itulah suatu peraturan tata
tertib untuk menghormati tuan rumah. Diam-diam
Mundingsari heran. Pikirnya bolak-balik, "Ki Jaga
Saradenta seorang demang yang memerintah wilayah
Sigaluh. Tak kusangka pengaruhnya besar sampai meraba
wilayah Wonosobo. Mereka ini nampaknya menerima
undangannya pula. Eh, sesungguhnya Ki Jaga Saradenta
lagi mengadakan suatu pertemuan apa?"
Tiba-tiba mereka berpapasan dengan empat tetamu
yang dilihatnya semalam hendak menginap di kelurahan.
Melihat mereka, pemuda berbaju putih lantas saja
hendak bergerak. Buru-buru Mundingsari mencegah.
"Sst! Jangan gegabah dahulu. Kita melihat
perkembangannya. Masakan takut bakal kehilangan
mereka?" Mendongkol hati pemuda berbaju putih itu. Dengan
melirikkan matanya, ingin ia melototi temannya berjalan.
Tapi Mundingsari membuang mukanya ke arah lain.
Tepat sebelum matahari mencapai titik tengah mereka
telah tiba di Wonosobo. Wonosobo dahulu bukan Kota
Wonosobo sekarang. Yang memerintah negeri bernama
Jayanegara. Jayanegara seorang bupati yang terkenal
sakti dan disegani orang. Tetapi pertemuan itu bukan
berada di halaman kabupaten. Sebaliknya berada di
sebuah perkebunan yang luas. Di tengan kebun terdapat
sebuah lapangan terbuka. Di tengah lapangan itu
berdirilah sebuah panggung yang dicat dengan tergesa-
500 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gesa. Jelaslah bahwa panggung itu baru saja didirikan
beberapa hari yang lalu. Beberapa penyambut tetamu, mengantarkan
Mundingsari dan pemuda berbaju putih itu masuk ke
dalam arena. Kemudian dipersilakan duduk di belakang
sebuah meja yang letaknya di sebelah timur.
Baik Mundingsari maupun pemuda berbaju putih itu,
tak mengenal tetamu-tetamu yang ikut menghadiri
pertemuan. Tetamu-tetamu itu pun seperti mereka
berdua. Dengan berbicara kasak-kusuk mereka saling
minta keterangan apa sebab Ki Jaga Saradenta dengan
persetujuan Bupati Jayanegara mengadakan pertemuan
besar itu. Demikianlah tatkala matahari mencapai titik tengah
seorang laki-laki tua naik ke atas panggung. Orang itu
berusia kurang lebih sembilan puluh tahun. Meskipun
demikian, gerakannya masih gesit. Setelah membungkuk
memberi hormat kepada para hadirin, ia berkata lantang.
"Saudara-saudara datang dari jauh semata-mata
karena surat undanganku. Benar-benar aku terharu dan
kagum. Karena itu perkenankan aku si tua bangka ini
menghaturkan rasa terima kasih tak terhingga. Kecuali
anak-anak murid Gunung Damar yang sedang
mempunyai urusan gawat, pendekar besar Sangaji,
Adipati Surengpati dan pendekar Gagak Seta yang
berhalangan datang semuanya, sudah tiba dengan sela-
mat. Dengan demikian, pertemuan ini merupakan suatu
pertemuan raksasa. Karena para hadirin datang dari
Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Inilah untuk
yang pertama kali pula, pendekar-pendekar gagah di
penjuru tanah air berkumpul menjadi satu. Benar-benar
501 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku si tua bangka sangat terharu dan berbesar hati.
Silakan saudara-saudara mencicipi hidangan seada-nya.
Maklumlah aku si tua bangka bukan termasuk seorang
yang berada." Mundingsari semenjak tadi ternganga-nganga
keheranan. Benar-benar orang tua itu Ki Jaga Saradenta.
Kalau begitu siapakah yang pernah dilihatnya tewas
bersandar pada dinding rumahnya" Apakah di dalam
dunia ini ada dua orang yang sama rupa" Mengingat
waktu itu malam gulita dan dengan Ki Jaga Saradenta ia
tak pernah bertemu sekian tahun lamanya, ia jadi me-
ragukan kesaksiannya sendiri.
"Mungkin sekali mataku lamur," pikirnya di dalam hati.
"Sekarang Ki Jaga Saradenta mengumpulkan pendekar-
pendekar gagah dari seluruh penjuru tanah air. Ini bukan
suatu pekerjaan gampang. Walaupun Ki Jaga Saradenta
terkenal sebagai seorang gagah, tapi mustahil dia
mempunyai pengaruh begini besar. Apakah orang-orang
ini rnemenuhi undangannya bukan karena mengingat
kegagahan pendekar besar Sa-ngaji" Ya, pastilah begitu.
Soalnya sekarang, apa maksud Ki Jaga Saradenta
mengumpulkan pendekar-pendekar gagah ini?"
Setelah para tetamu undangan makan dan minum
sepuasnya, Ki Jaga Saradenta naik lagi ke atas
panggungnya. Kemudian berpidato dengan suara
nyaring. "Saudara-saudara yang hadir di sini adalah para
pejuang yang gagah dan sahabat yang kekal. Sewaktu
mudaku, pernah aku ikut pula mencoba-coba mengadu
untung dengan mengikuti Gusti Mangkubumi11) merebut
negeri. Karena itu meskipun usiaku sudah hampir
mencapai seabad rasanya masih ingin aku ikut serta
502 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membicarakan keadaan negeri. Saudara-saudara,
keadaan dalam 11) Sultan HB 1 negeri kita makin buruk. Rakyat dmana-mana
mengeluh karena dikejar-kejar demam pajak dan
ancaman Kompeni Belanda. Ini semua akibat perbuatan
Patih Danurejo. Sekarang Gusti Pangeran Diponegoro
yang tadinya ikut mengendalikan pemerintahan pada
zaman Sultan Hamengku Buwana II dan III terpaksa
pulang kembali ke Tegalrejo. Tetapi justru Beliau pulang
ke kampung, namanya dibuat kambing hitam oleh Patih
Danurejo dengan begundal-begundalnya. Aku yakin,
bahwa saudara-saudara yang berdarah ksatria sejati
tidak akan tetap tinggal diam bertopang dagu belaka.
Tetapi berjuang melindungi kesejahteraan rakyat dan
negara secara perorangan dan tanpa pimpinan samalah
halnya seekor ular tanpa kepala.
Tegasnya saudara-saudara"ingin aku meniru sepak
terjang muridku Sangaji yang sudah berhasil
menghimpun suatu himpunan orang-orang gagah di
Jawa Barat. Sampai sekarang namanya menggetarkan
bumi, dan laskar perjuangan Jawa Barat ternyata tidak
gampang-gampang dapat dihancurkan Kompeni Belanda
dengan kekuatan macam apa pun juga. Saudara-
saudara"hayolah kita mencari seorang pemimpin yang
pantas memimpin kita semua. Aku bukan seorang
peramal. Tetapi pulangnya Gusti Pangeran Diponegoro
ke Tegalrejo pasti mempunyai ekornya yang panjang.
Pendek kata, sebelum hujan bukankah kita lebih baik
bersedia payung?" 503 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Undangan Ki Jaga Saradenta ternyata tidak kepalang
tanggung. Mengingat kepentingan tanah air, tetamu-
tetamu yang diundangnya tidak hanya terdiri dari kaum
pecinta-pecinta negera saja tapi pun kepala-kepala begal
yang bersembunyi di dalam rimba raya. Maka tak
mengherankan, ajakan Ki Jaga Saradenta untuk bersatu
di bawah satu bendera tidak segera memperoleh
persetujuan. Bagi kepala-kepala begal yang hidupnya
tergantung pada rejeki baik belaka, kekacauan negara
merupakan sawah ladang yang subur. Sebaliknya ajakan
Ki Jaga Saradenta disambut dengan penuh semangat
oleh para pandekar. Tetapi jumlah mereka hanya tujuh
bagian dari seluruh yang hadir.
Dalam pada itu, Ki Jaga Saradenta menyiratkan
pandang kepada semua tetamunya. Sebentar ia
membiarkan tetam-tetamu berbisik-bisik menyatakan isi
hatinya. Apabila suara bisik itu makin lama terasa makin
menjadi sibuk, segera ia mengetuk meja. Lalu berkata
nyaring mengatasi suara mereka.
"Saudara-saudara, perkenankan aku menyumbangkan
sedikit pendapatku. Hadirin di sini terdiri dari berbagai
golongan yang mempunyai kepentingan hidup masing-
masing. Baiklah begini saja. Perserikatan yang kita
adakan ini sama sekali tidak mengganggu gugat
pekerjaan atau mata pencaharian saudara-saudara
masing-masing. Yang penting"himpunan ini merupakan
suatu perserikatan di bawah satu bendera. Maaf"
seumpama salah seorang anggota kita yang kebetulan
menjadi seorang pamong desa mempunyai urusan
dengan salah seorang anggota kita yang kebetulan
bermata-pencaharian mengganggu ketertiban umum,
hendaklah perkaranya diajukan kepada Ketua
504 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perserikatan yang bakal kita pilih nanti. Kepadanyalah
semua perkara yang bertentangan kita serahkan. Dia
akan memutuskan. Dan kita semua wajib patuh
kepadanya." "Bagus!" terdengar serombongan tetamu yang
mengenakan pakaian seragam polisi desa.
Rombongannya dengan serentak dapat menyetujui saran
Ki Jaga Saradenta. Sebab apabila di kemudian hari terjadi suatu
perampokan atau suatu perampasan di jalan, mereka
tinggal mengadu kepada Ketua Himpunan. Dengan tak
usah turun tangan sendiri barang yang kena dirampok
atau dirampas bakal dikembalikan tak kurang suatu apa.
Ini merupakan suatu keuntungan besar bagi pekerjaan
mereka. Golongan polisi pada waktu itu perlu mempunyai
hubungan rapat dengan golongan perampok atau
penyamun. Perlunya" manakala terjepit suatu
kesukaran"mereka bisa minta pertolongan dan bantuan.
Maka saran Ki Jaga Saradenta untuk mewajibkan calon
Ketua Himpunan mengurus segala sengketa pada
hakekatnya sangat menguntungkan mereka yang bekerja
sebagai polisi atau pamong desa.
"Ki Jaga Saadenta!" Tiba-tiba terdengar suatu seruan
nyaring. "Kalau begitu, lebih baik engkaulah yang
menjadi Katua Himpunan."
Ki Jaga Saradenta tertawa meringis.
"Aku sudah terlalu tua. Lihatlah, rambutku sudah
beruban. Dua atau tiga hari lagi, aku bakal masuk kubur.
Bagaimana aku bisa kalian harapkan menjadi seorang
505 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tokoh yang berarti" Biarlah aku mengusulkan seorang
gagah yang mempunyai harapan gemilang di masa
depan. Dialah seorang pemuda yang belum cukup
berumur 25 tahun. Tapi ilmu kepandaiannya sudah ting-
gi. Dia putera seorang pendekar besar pula. Namanya
Daniswara. Saudara Daniswara silakan naik ke atas
panggung biar saudara-saudara pecinta tanah air
mengenal wajah-mu. Begitu mendengar ucapan Ki Jaga Saradenta, semua
tetamu memanjangkan lehernya menoleh ke arah
pandang mata tuan rumah. Dan pada saat itu, tiba-tiba
melesatlah seorang pemuda ke atas panggung dengan
suatu gerakan yang gesit luar biasa. Ia lantas berdiri di
samping Ki Jaga Saradenta.
Perawakan pemuda itu tinggi besar. Alisnya tebal,
matanya besar dan berbere-wok pendek kaku. Gsianya
mungkin tidak tepat 25 tahun. Tapi terang sekali belum
mencapai tiga puluh tahun. Dengan pandang matanya
yang tajam ia menyapu semua hadirin. Mereka yang
hadir heran dan terkejut. Kebanyakan dari mereka belum
pernah mengenal pemuda yang mendapat pujian Ki Jaga
Saradenta begitu tinggi. Di antara mereka adalah
Mundingsari yang paling terperanjat. Mula-mula hatinya
terkejut tatkala melihat gerakan pemuda berberewok itu.
Setelah menyaksikan perawakan tubuhnya segera ia
mengenalnya sebagai si penjahat bertopeng yang
merampas uang kawalannya.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saudara-saudara!" seru Ki Jaga Saradenta kemudian.
"Aku tahu, saudara Daniswara baru saja muncul dalam
percaturan umum. Tetapi dengan berbekal ilmu
kepandaiannya yang sangat tinggi namanya dengan
cepat telah menggetarkan bumi. Beberapa kali sepak
506 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjangnya pernah mengejutkan hati kami kaum
angkatan tua. Mula-mula dengan seorang diri, ia
menaklukkan pendekar Watu Gunung dari Gunung
Mandalagiri yang mencoba menyusup ke Jawa Tengah.
Kemudian dengan sebelah tangannya, ia merobohkan
rombongan Gtusan Suci dari Pulau Lombok. Dan pada
beberapa hari yang lalu dengan dibantu beberapa orang
saja dia berhasil merampas uang Kompeni Belanda yang
harganya ribuan ringgit. Walaupun ilmunya sangat tinggi,
namun saudara Daniswara ini segan memperlihatkan
mukanya dengan terang-terangan di depan umum. Itulah
sebabnya apabila sedang bekerja dia selalu mengenakan
topeng." Keterangan Ki Jaga saradenta disambut dengan
perasaan kaget oleh para hadirin. Terutama golongan
polisi dan golongan penyamun. Nama seorang penjahat
yang mengenakan topeng akhir-akhir ini sangat terkenal
dan menjadi pembicaraan mereka. Di luar dugaan
sekarang muncul di sini. "Saudara-saudara," Ki Jaga Saradenta meneruskan
keterangannya. "Merampas uang negara bukanlah suatu
pekerjaan mudah. Selain membutuhkan suatu keberanian
juga harus berbekal ilmu kepandaian yang sangat tinggi.
Sebab mereka bersenjata senapan. Tapi nyatanya"
menghadapi kecekatan 'saudara Daniswara"mereka
tewas semua. Hanya dua tiga orang yang berhasil
meloloskan diri. Itu pun berkat kelapangan budi saudara
Daniswara. Coba"apakah pemuda yang bijaksana
begini"bukan pantas menjadi pemimpin kita?"
Mundingsari berdebaran hatinya. Wajahnya terasa
panas. Dengan mata tajam ia mengamat-amati air muka
Ki Jaga Saradenta. Ia mengenal Ki Jaga Saradenta seba-
507 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gai seorang pendekar yang gagah, jujur, berangasan,
tidak senang berbicara banyak dan benci kepada segala
macam pujian. Tapi apa sebab kali ini, dia meninggalkan adatnya"
Selagi berpikir demikian, tiba-tiba ia mendengar Ki
Jaga Saradenta menangis menggerung-gerung. Pendekar
yang sudah berusia tua itu, menangis dengan mem-
bungkuk-bungkuk. Suara tangisnya terdengar sedih
menyayatkan hati. Setelah menangis beberapa waktu
lamanya, ia lalu berkata dengan sesenggrukan.
"Saudara-saudara, izinkan aku menangis. Menangisi
rekanku Wirapati yang mati terpenggal tangan Kompeni
biadab. Tapi di-balik itu, perkenankan aku menyatakan
hormatku kepada pemuda ini. Seperti saudara ketahui,
Wirapati adalah sahabatku yang berhati bersih, agung
dan gagah. Tapi ia mati di tangan kaki tangan Patih
Danurejo. Kepalanya dipancang pada sebuah tiang
bendera yang ditaruh di atas tembok pesanggrahan
Kompeni. Mendengar hal itu, aku masuk ke Kota
Magelang hendak mencoba merebut kepala sahabatku.
Aku berhasil membunuh sembilan orang begundal
Kompeni Belanda, tetapi gagal merampas kepala
sahabatku Wirapati. Juga saudara Daniswara ini. Dengan
seorang diri ia memasuki penjara. Membunuh belasan
orang, namun tak berhasil menolong sahabatku Wirapati.
Walaupun demikian"dengan keberaniannya yang
mengagumkan" ia berhasil merampas kepala sahabatku
Wirapati dari tiang bendera. Itulah suatu pekerjaan luar
biasa. Atas nama keluarganya, dengan ini aku
menyatakan hormatku. Dengan demikian, kini aku dapat
mengubur jenazah sahabatku dengan lengkap...
Saudara-saudara sekalian, dengan bukti ini"cukuplah
508 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah aku mempertaruhkan seluruh kepercayaanku
kepadanya untuk memimpin himpunan kita ini. Dia
benar-benar lawan Belanda dan musuh pemerintahan
Danurejo yang terang-terangan merusak kesejahteraan
rakyat..." Mundingsari tercekat hatinya. Apakah karena alasan
itu, Ki Jaga Saradenta rela meninggalkan adat
kebiasaannya untuk menyatakan rasa terima kasihnya
terhadap Daniswara. la mengerling kepada pemuda
berbaju putih temannya berjalan. Wajah pemuda itu
nampak berubah cepat. Tangannya menekan hulu
pedangnya erat-erat. "Saudara!" buru-buru ia mencegah, "Jangan terburu
nafsu. Dengarkan dahulu sampai selesai. Baru kita
melihat gelagat." Untung"waktu itu hadirin sedang bersorak
menyatakan rasa kagumnya terhadap Daniswara,
sehinga bisikan Mundingsari tenggelam dalam riuh sorak
sorai. Pemuda berbaju putih itu sendiri, agaknya patuh
kepada peringatan Mundingsari. la melepaskan
tangannya dari hulu pedangnya. Meskipun demikian
pandang matanya tajam luar biasa. Dengan berkilat-kilat
ia mengikuti semua gerak gerik yang terjadi di atas
panggung. Heran Mundingsari menyaksikan sikap pemuda itu
yang garang. Sifat kekanak-kanakannya mendadak
lenyap. Nampak sekali, bahwa pemuda itu menaruh
curiga dan bersiaga bertempur. Apakah dia bernafsu
untuk merebut kepala Wirapati" Teringatlah Mundingsari
bahwa pemuda itu pun muncul di atas genteng
pesanggrahan Kompeni, tatkala terjadi perjuangan
509 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merebut kepala Wirapati. Apakah hubungannya pemuda
itu dengan Wirapati" Mundingari sibuk menebak-nebak.
Sementara itu, Ki Jaga Saradenta sudah berhenti
menangis. Sesudah mengusap air matanya kering-kering,
ia berkata: "Saudara-saudara, tadi aku berkata bahwa
saudara Daniswara adaah putera seorang pendekar
besar. Pastilah banyak di antara para hadirin yang sudah
kenal naman ayahnya."
"Siapa" Siapa" Siapa?" sahut para hadirin dari mulut
ke mulut. "Tiga puluh tahun yang lalu"kita mengenal tujuh
orang sakti"yang namanya akan tetap abadi," kata Ki
Jaga Saradenta dengan suara nyaring. "Yang pertama:
Kyai Kasan Kasambi. Kedua: Gusti Mangkubumi 1.
Ketiga: Aria Singgela alias Kebo bangah. Keempat:
Adipati Surengpati. Kelima: Kyai Haji Lukman Hakim.
Keenam: Adipati Aria Samber Nyawa. Dan ketujuh:
Gagak Seta. Dan saudara Daniswara ini adalah putera
pendekar besar Aria Singgela alias Kebo Bangah. Siapa
yang belum pernah mendengar nama pendekar besar
itu?" Mendengar keterangan Ki Jaga Saradenta, semua
hadirin menyatakan kekagumannya dan rasa hormatnya.
Sebaliknya gundu mata pemuda berbaju putih itu
bergerak-gerak tiada hentinya. Mundingsari bertambah-
tambah rasa herannya. "Apakah Ki Jaga Saradenta sedang membual?" ia
mencoba menebak. Pemuda itu mendengus. Menjawab menyimpang,
"Bagus! Apa sebab nama pendekar Gagak Seta ditaruh
510 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paling bawah" Hm.... Kalau dia putera Kebo Bangah,
lebih tepat kalau menjadi seorang ahli racun. Apa sebab
dia bernafsu hendak memimpin orang mengangkat
senjata melawan Kompeni Belanda" Apakah dia bukan
lagi bermimpi di siang hari bolong?"
Sebagai bekas pengikut Pangeran Bumi Gede, sudah
barang tentu Mundingsari kenal siapa Kebo Bangah.
Bahkan ia pernah bertemu muka sebagai ayah sang
Dewaresi yang gagah perkasa. Dan Kebo Bangah
memang seorang pendekar yang terkenal sebagai
pendekar beracun. Kalau pemuda itu berkata bahwa
Daniswara lebih tepat menjadi seorang ahli racun,
tidaklah terlalu salah. Hanya saja, kata-katanya seperti
menggenggam suatu maksud tersembunyi. Lagi pula
sungguh mengherankan. Pemuda itu usianya pasti belum
mencapai dua puluh tahun. Tetapi agaknya dia paham
akan sejarah asal-usul pendekar-pendekar besar.
Kebo Bangah sendiri namanya sesungguhnya sangat
tenar. Kalau tidak, masakan namanya dijajarkan dengan
nama-nama tokoh utama yang merajai bumi Jawa.
Meskipun orangnya sudah tiada lagi, namun namanya
yang cemerlang masih mengejutkan orang. Baru saja Ki
Jaga Saradenta memperkenalkan nama ayah jagonya,
seluruh hadirin menjadi sibuk. Mereka mem-
perbincangkan dan merundingkan. Pada umumnya,
mereka kagum dan menghormati nama pendekar Kebo
Bangah. Tetapi terhadap puteranya yang baru saja
muncul dalam percaturan hidup, belum dapat
meyakinkan hati mereka. Walaupun menurut keterangan
Ki Jaga Saradenta, Daniswara telah melakukan hal-hal
yang mengagumkan. 511 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mundingsari yang berpengalaman segera dapat
menebak gelagatnya. Pikirnya, "Orang-orang yang
menghadiri pertemuan ini bukan terdiri dari sembarang
orang. Mereka datang pula dari seluruh penjuru tanah
air. Pastilah mereka tidak bisa dengan gampang disuruh
tunduk dengan begitu saja. Ah, Daniswara harus bekerja
keras untuk mentaklukkan mereka."
Daniswara sendiri tahu akan hal itu. Dengan matanya
yang tajam, ia menyapu para hadirin. Kemudian berkata
dengan suara nyaring angker: "Saudara-saudara waktu
ini dunia terasa makin menjadi kalut. Hidup dalam zaman
demikian adalah neraka bagi orang-orang yang gagah
pecinta bangsa dan anah air. Sebaliknya mengharapkan
kebahagiaan dari tangan seorang seperti Patih Danurejo
untuk membereskan kekalutan dunia samalah halnya
mengharapkan runtuhnya langit. Itulah sebabnya, saran
Ki Jaga Saradenta untuk segera membentuk suatu
perserikatan dapat kusetujui penuh-penuh. Hanya saja,
kalau dia lantas menunjuk aku sebagai pemimpinnya,
ooo" alangkah menggelikan. Bukankah di sini hadir para
pendekar pecinta bangsa dan tanah air yang
berkepandaian sangat tinggi" Kukira di antara para
hadirin ada seorang lain yang lebih tepat daripada
diriku." Baru saja ia selesai berbicara, kesibukan segera terjadi
lagi. Malahan kali ini diseling dengan suara teriakan-
teriakan keras sewaktu mengemukakan pendapatnya.
"Kenapa saudara Daniswara bersikap segan-segan?"
tegur Ki Jaga Saradenta dengan suara tak senang.
"Semenjak dahulu seorang pendekar besar muncul
dari angkatan mudanya!" seru seseorang. "Saudara
512 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daniswara pantas malahan tepat sekali menjadi
pemimpin perserikatan ini. Hayo saudara Daniswara
jangan segan-segan. Aku mendukungmu."
"Benar kami pun mendukungnya. Siapakah yang bisa
melawan keberaniannya sewaktu merampas uang
belanja Kompeni Belanda," teriak seseorang lagi.
Seseorang berperawakan pendek bulat, berseru
nyaring: "Aku ingin bertanya, siapa di antara kita yang
berani mengacau pesanggrahan Kompeni Belanda di
Magelang yang dijaga dengan berlapis-lapis" Karena itu
aku membenarkan pendapat rekan Jaga Saradenta,
bahwasanya dengan dua macam pekerjaan itu saja
sudah cukup meyakinkan orang untuk mengangkat dia
sebagai pemimpin perserikatan kita."
Tetapi seorang bertubuh kurus-jangkung yang duduk
di sebelah utara, tiba-tiba berdiri serentak sambil
berteriak: "Kedudukan sebagai seorang pemimpin
perserikatan bukannya seperti seorang calon penjual
tempe. Kedudukannya sangat penting. Sebab dia harus
bertanggungjawab tidak hanya kepada bangsa dan tanah
air saja, tetapi pun Tuhan semesta alam. Dia boleh
gagah. Boleh sesakti malaekat, tetapi dia masih hijau.
Pengalamannya masih kurang."
Si Pendek bulat menjadi panas hati. Balasnya sengit,
"Siapa merasa tak puas, boleh main coba-coba melawan
aku. Hayo, naiklah ke panggung!"
Sekonyong-konyong melompatlah seorang yang
mengenakan pakaian pedagang ke atas panggung.
Dialah salah seorang yang hendak menginap di
kelurahan semalam. Dengan tertawa lebar dia berkata
nyaring, "Siapa yang hendak menjadi pemimpin
513 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perserikatan ini, aku tak peduli. Sebaliknya"aku adalah
seorang pedagang. Sebelum berangkat berdagang, aku
harus mengetahui berapa kekuatan modalku. Seumpama
aku menemukan seorang yang sanggup memberi modal
melebihi modalku"ah, barulah aku sudi mengakuinya
sebagai majikanku." Mundingsari mengawaskan pedagang itu. Dialah orang
yang berlaku dermawan kepada kepala desa semalam.
Menyaksikan keberaniannya menggenderangkan
tantangan, diam-diam ia bersyukur tidak sampai
kebentrok semalam.

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru selesai pedagang itu menggenderangkan
tantangannya, si pendek bulat segera melompat ke atas
panggung. Katanya membentak, "Aku seorang
penyamun. Kebetulan sekali engkau mengumumkan diri
sebagai seorang pedagang bermodal. Maukah engkau
membagi modalmu itu?"
Lucu kata-kata si pendek bulat itu, meskipun ia
berusaha untuk menggarangkan suaranya. Banyak di
antara hadirin yang bersenyum lebar. Dalam pada itu si
pedagang menjadi mendongkol. Bentaknya pula!
"Baiklah. Kau ingin aku membagi modalku" Ingin
kulihat berapa besar kantongmu." Setelah membentak
demikian, ia mengeluarkan senjatanya. Dan begitu meli-
hat senjatanya, semua orang terkejut. Ternyata
senjatanya berbentuk sebilah golok melengkung. Pada
ujungnya, merentep segerombol bola-bola kecil.
Semuanya terdiri dari emas murni.
"Ah kenapa dia tampil di atas pangung," gerutu
seorang yang duduk di dekat Mundingsari.
514 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya siapakah dia?" Pemuda berbaju putih
minta keterangan. "Ah"adik masih terlalu muda. Pantas belum kenal
siapa dia," kata orang itu. "Dialah yang terkenal bernama
Amat Sodik pada tiga puluh tahun yang lalu. Hidupnya
sebagai seorang perampok. Setelah berhasil
mengumpulkan harta, dia mengubah cara hidupnya
menjadi seorang pedagang. Menjadi perampok dia
berhasil. Menjadi pedagang dia lebih berhasil lagi. Tak
peduli harta dagangnya itu dari mana, tapi nyatanya dia
menjadi seorang kaya raya. Sebutlah seorang milyarder.
Maka ia mampu membuat sebilah golok melengkung dari
emas murni. Orang-orang menyebut senjatanya dengan
nama : Pulasari. Tajamnya luar biasa. Sekali menabas
lantas cespleng." "Cespleng bagaimana"'
"Artinya tidak sampai mengulang. Sekali jadi," jawab
orang itu. "Dia sudah menjadi seorang milyarder. Apa sebab ikut
serta memperebutkan kedudukan sebagai seorang
pemimpin perserikatan" Apa sih enaknya menjadi se-
orang pemimpin perserikatan?" tanya si Pemuda minta
ketegasan. Mundingsari tersenyum, sedang orang . yang
berbicara tak menjawab. Memang pemuda itu masih
muda belia. Belum banyak ia mengenal orang semacam
Amat Sodik. "Siapakah lawan Amat Sodik itu?" dia minta
keterangan lagi. 515 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Seperti yang dinyatakan sendiri, dia hidup sebagai
penyamun. Namanya Kari-mun. Tapi ia menyematkan
nama Umarmaya agar jauh lebih mentereng. Kukira dia
salah seorang anggota pimpinan gerombolan penyamun
yang bersarang di atas Gunung Tugel."
"Nama itu menarik sekali. Benarkah Umarmaya nama
seorang pahlawan Arabia dalam ceritera Menak?" kata si
Pemuda dengan bersenyum. "Ingin kulihat apakah dia
benar-benar seorang pahlawan hebat."
Tepat pada saat itu Karimun alias Umarmaya
mengeluarkan senjatanya pula. Menurut hikayat Menak,
Umarmaya bersenjata sebilah pedang bernama Sada
Lanang. Tapi Umarmaya Gunung Tugel itu bersenjata
sebatang tongkat panjang terbuat dari baja. Dengan
demikian senjata mereka berdua bagaikan bumi dan
langit. Yang satu terbuat dari emas murni. Yang lain dari
baja yang nampak agak karatan. Tetapi begitu
berhadapan"tanpa berbicara lagi"mereka lantas saja
bertempur seru. Dengan senjata golok emas murni yang berujung
segerombol bola, pukulan-pukulan Amat Sodik sangat
aneh. Gerombolan bola emas yang berada di ujung
goloknya selalu berbunyi nyaring sekali. Dan bentuk
goloknya yang melengkung berkali-kali digunakan untuk
menggaet senjata lawan. Tetapi permainan tongkat baja
Karimun alias Umarmaya hebat juga. Setiap kali kena
kunci, selalu saja dapat membebaskan diri. Malahan bisa
membalas menyerang. Setelah kurang lebih lewat tiga puluh jurus, Amat
Sodik mendadak menghantamkan goloknya. Dengan
serta merta gerombolan bolanya gemerincing nyaring.
516 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus!" seru Umarmaya Gunung Tugel. "Aku ingin
tahu berapa jumlah modalmu."
Panas hati Amat Sodik diejek demikian, la meneruskan
serangannya dengan menarik goloknya. Maksudnya
hendak menggaet tongkat Karimun untuk dirampasnya.
Tetapi Karimun alias Umarmaya ternyata mempunyai
tangkisan simpanan di luar dugaan. Begitu merasa kena
desak, mendadak saja mulutnya menyembur. Dan
segumpal ludah menyambar ke depan. Bukan main
terkejutnya Amat Sodik. Dia kini seorang milyarder dan bukan lagi seorang
penyamun. Hidupnya sudah teratur dan serba bersih.
Melihat menyambarnya gumpalan, ludah, cepat-cepat ia
mengelak karena takut kena dikotori. Tapi justru ia
mengelak, tongkat baja Umarmaya menyabet. Seketika
itu juga terdengar suara benturan, Trang! Dan golok
Amat Sodik terpukul miring.
Kena pukulan demikian, buru-buru ia membalikkan
tangannya. Dengan gerakan itu, ia hendak merampas
tongkat baja. Tapi sekali lagi, Umarmaya menyemburkan
ludahnya. Dan sekali lagi, terpaksalah Amat
Sodik mengelak. Dalam hati, ia mengutuk sampai ke
langit tujuh. Demikianlah"setelah memperhatikan gebrakan-
gebrakan mereka"Mundingsari dan pemuda berbaju
putih segera mengetahui bahwa Amat Sodik menang
dalam keragaman tata berkelahi. Tetapi Umarmaya
menang dalam hal mengadu tenaga.
Selama tiga puluh jurus lagi, Umarmaya berhasil
mempertahankan diri dengan bersenjata ludah kental.
517 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lambat laun Amat Sodik menjadi kesal juga. Tatkala
Umarmaya menghantamkan tongkatnya pada jurus yang
keenampuluh delapan"tiba-tiba ia menggetarkan
goloknya. Dua bola emasnya lantas menyambar.
Berbareng dengan itu, terdengarlah teriakan Umarmaya.
Kedua kakinya lumpuh dan ia jatuh di atas panggung
dengan berlutut. "Ha! Bagaimana dengan ludah emasku?" ejek Amat
Sodik dengan tertawa melalui hidungnya. Setelah puas
mengejek, kakinya bergerak hendak mengkait dua
bolanya yang menggelundung di atas panggung.
Di luar dugaan, mendadak saja Umarmaya melompat
bangun. Tangan kirinya menyambar dua bola emas itu.
Dan dengan pertolongan tongkatnya, buru-buru ia me-
lompat turun dari panggung sambil berkata nyaring.
"Hihaha..... Untuk uang, banyak orang bersedia
berlutut atau memanggut-manggutkan kepala. Dengan
memandang bola emas ini aku pun sudah bersedia
berlutut. Nah"bukankah sudah terbayar lunas hutang
piutang ini?" Dengan terpincang-pincang, Umarmaya kembali ke
tempatnya. Sudah barang tentu, Amat sodik mendongkol
kehilangan dua bola emasnya. Kakinya bergerak hendak
melompat mengejar. Sekonyong-konyong pada saat itu
berkelebatlah sesosok bayangan memasuki panggung.
"Paman!" bisik pemuda berbaju putih kepada
Mundingsari. "Bukankah dia seorang yang dahulu
mengenakan pakaian pedagang"yang kita lihat di
Gunung Tugel?" 518 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mundingsari terkejut. Benar"orang itu termasuk
dalam satu rombongan"tatkala melintasi jalan di lereng
Gunung Tugel. Dahulu ia mentertawai sikap pemuda itu
yang mencurigai setiap orang. Kini rasa curiga pemuda
itu beralasan juga. Dalam pada itu Amat Sodik nampak terperanjat
melihat masuknya orang. Cepat ia melintangkan
goloknya di depan dadanya.
Setelah mengamat-amati orang itu, mendadak ia
tertawa lebar. "Eh, kukira siapa" Tak tahunya rekan Sembung Gilang.
Apakah kau ingin meramaikan pertemuan ini pula?"
Banyak orang terperanjat mendengar disebutnya
nama itu. Sembung Gilang menjabat sebagai kepala
polisi daerah Karang-anyar. Semenjak belasan tahun
yang lalu, namanya disegani orang-orang yang hidup
membegal, merampok dan merampas.
Menurut khabar ilmu kepandaiannya sangat tinggi.
Sekali tampil ke depan, semua buruannya pasti dapat
dibekuknya. Sekarang"dia pun melompat ke atas
panggung. Artinya, dia bakal menyusahkan golongan
tetamu yang bermata pencaharian liar.
Sembung Gilang kala itu tertawa dengan mendongak.
"Amat Sodik! Sudah belasan tahun kita tak pernah
bertemu. Aku mendengar kabar, kau sudah menjadi
seorang milyarder. Ah, biarlah aku mohon sedekah.
Boleh, bukan" Memang di sini hadir banyak milyarder-
milyarder. Tetapi rasanya tidak ada yang melebihi dirimu.
Mungkin sekali karena besar rejekimu, sehingga di
tengah jalan pun engkau bisa memungut pajak."
519 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah barang tentu, itulah suatu ejekan.
Wajah Amat Sodik lantas berubah. Kafenya dengan
tertawa pula. "Begitu" Apakah polisi negara sekarang
memerlukan uang" Baik" kau ingin kubayar dengan
uang perak atau uang emas?"
"Amat Sodik adalah seorang milyarder yang
dermawan. Biarlah aku mohon uang emas saja.
Sekiranya kebetulan engkau tidak membawa,
gerombolan bola emas sungguh menarik hati."
Amat Sodik mendongkol bukan kepalang. Namun
demikian, masih ia bisa bersenyum. Sahutnya, "Kalau
begitu"silakan rekan Sembung Gilang mengambil
sendiri!" Setelah berkata demikian, ia menggetarkan
ujung goloknya. Dan bola-bola emasnya lantas
bergerincing nyaring. "Baiklah, jika engkau sudah mengizinkan," ujar
Sembung Gilang. "Kau peganglah golokmu erat-erat.
Dengan begitu aku tak segan-segan pula mengerahkan
tenaga." Tangannya lalu menyambar. Suatu kesiur angin
bergulungan menumbuk dada. Cepat-cepat Amat Sodik
memapaki serangan itu dengan menggaitkan goloknya.
Niatnya hendak memapas, kutung pergelangan tangan
Sembung Gilang. Akan tetapi Sembung Gilang bukan
anak kemarin sore. Tangannya ditarik. Dan tiba-tiba ia
telah menggenggam seutas rantai pembelenggu. Inilah
suatu kecepatan luar biasa.
"Eh"kau begini kikir," katanya dengan tertawa riang.
"Coba sekali lagi."
520 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rantai pembelenggunya menyambar. Dan sekali lagi
Amat Sodik menggaetkan goloknya. Dengan demikian
kedua senjata itu lantas saja saling mengkait. Segera ter-
jadilah suatu adu tenaga, karena masing-masing
berusaha membetot senjata lawan.
Baru selintasan saja, Amat Sodik terperanjat. Di luar
dugaan, tenaga Sembung Gilang luar biasa kuatnya.
Tangannya sampai terasa menjadi panas dan kesemutan.
Memperoleh pengalaman itu, cepat-cepat ia
menggerakkan goloknya. Kemudian ditariknya cepat-
cepat. Alhamdulilah! Ia berhasil meloloskan senjatanya.
Sesudah itu ia mundur dua langkah. Dengan memegang
hulu goloknya erat-erat, ia mengadu kege-sitannya.
Dalam hati, tak berani ia mencoba-coba mengadu tenaga
seperti tadi. Untuk sementara waktu, Sembung Gilang tak dapat
berbuat banyak. Itulah sebabnya, hati Amat Sodik agak
menjadi tenteram dan mantep. Asal saja, ia pandai
menjaga diri, lawannya itu tidak bakal dapat berbuat se-
suatu yang membahayakan. Tepat pada saat itu, mendadak Sembung Gilang
tertawa. Kemudian berkata dengan suara mengejek.
"Kau sudah kehilangan dua biji emasmu. Apakah
engkau benar-benar rela?"
Belum habis perkataannya, tangan kiri Sembung
Gilang nyelonong menyerang alis. Amat Sodik kaget luar
biasa. Gugup ia menundukkan kepalanya sambil
menghantamkan golok emasnya. Tetapi di luar dugaan,
sambaran tangan Sembung Gilang yang mengarah alis
sebenarnya hanya suatu pancingan dan gertakan belaka.
Begitu golok emas Amat Sodik menyambar, rantai
521 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pembelenggunya memotong pergelangan. Untuk kedua
kalinya Amat Sodik terperanjat. Baru saja ia hendak
menggetarkan golok emasnya, tiba-tiba tangan kiri
Sembung Gilang mencengkeram gerombolan bola
emasnya. Dua biji terpental dengan sekaligus. Begitu
rontok dari tangkainya, tahu-tahu lenyap dari


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penglihatan. Sesudah diawasi ternyata masuk ke dalam
kantong Sembung Gilang. "Bagaimana?" gertak Sembung Gilang dengan tertawa
lebar. Bukan main mendongkol hati Amat Sodik. Tetapi
dalam gebrakan itu"tahulah dia" bahwa ilmu
kepandaiannya jauh berada dibawah lawannya. Segera ia
ingin mengakhiri pertandingan itu. Tetapi Sembung
Gilang mendesaknya terus, sehingga tiada dapat
membebaskan diri. Dalam sekejap saja belasan biji
emasnya terenggut dari tangkainya.
Hati Sembung Gilang bertambah besar memperoleh
hasil gilang gemilang itu. Sambil mencecar serangan
terus menerus, dia menghitung.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam...' tujuh...." Dan
dalam sekejap saja empat -puluh satu biji emas murni
terampas dengan sangat mudah. Kini tinggal enam atau
tujuh biji saja. Jumlah bola emas Amat Sodik lima puluh buah. Yang
dua kena terampas Umarmaya. Menyaksikan bahwa bola
emasnya kini tinggal tujuh buah, dada Amat Sodik terasa
nyaris meledak. Namun ia seperti kehilangan daya
tempur. Setelah berada dalam kebingungan beberapa
waktu lamanya, akhirnya ia berteriak: "Baiklah"aku akan
mengadu nyawaku!" 522 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong ia menggerakkan pedang
emasnya dengan mengerakkan seluruh tenaganya. Dan
ketujuh bola emasnya menyambar dengan berbareng.
Menyaksikan kepandaian itu, semua penonton
menyatakan kekagumannya. Dari mulut ke mulut
terdengarlah berbagai pujian.
Sebaliknya sikap Sembung Gilang sangat tenang.
Dengan tertawa melalui hidungnya, ia berkata mengejek.
"Setelah menjadi milyarder, ternyata engkau sangat
royal. Aku pun tidak segan-segan lagi."
Tangan kirinya mengebas. Dan ketujuh bola emas itu
lenyap memasuki kantongnya yang kini menjadi penuh.
Dan melihat hal itu, wajah Amat Sodik pucat lesi. la
berdiri tertegun kehilangan diri. Itulah pengalamannya
untuk yang pertama kalinya kena dikalahkan orang
dengan mata terbuka. Dalam pada itu, terdengar sorak sorai bergemuruh.
Sembung Gilang segera membungkuk hormat kepada
hadirin. Wajahnya nampak berseri-seri. Mulutnya
kemudian bergerak-gerak hendak berbicara. Mendadak
pula saat itu terdengarlah suatu bentakan menyeramkan.
"Eh, kenapa kau begitu kejam" Kembalikan bola
rampasanmu kepada pemiliknya. Inilah suatu perintah!"
Suara itu tidaklah begitu nyaring, namun besar
perbawanya. Dan mendengar suara demikian, hati
Sembung Gilang terperanjat. Seketika itu juga ia
menoleh. Dan pada saat itu berkelebatlah seseorang
berperawakan tegap semampai. Tinggi lompatannya dan
gesit gerakannya. Beberapa orang yang menyaksikan
kegesitan itu, tercekat hatinya.
523 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara Sembung Gilang!" seru orang itu mengatasi
suara sorak sorai. "Coba kau keluarkan biji-biji emasmu.
Engkau seorang hamba negeri, masakan mengantongi
barang milik orang lain."
Orang itu berdandan sebagai pedagang pula. Dan
begitu melihat orang itu, baik Mundingsari maupun si
Pemuda berbaju putih terkesiap. Sebab orang itu bukan
lain adalah Raden Mas Suwangsa, Letnan Laskar
Mangkunegaran. Si pemuda berbaju putih lantas saja
meraba hulu pedangnya. Melihat hal itu buru-buru
Mundingsari membenturkan sikunya.
"Eh, bukankah saudara menantu Sri Mangkunegoro?"
tegur Ki Jaga Saradenta serta bergerak menghampiri.
"Tak kusangka, engkau pun datang. Saudara Sembung
Gilang ini adalah kawan kita"sesama hamba negeri."
Kaget Mundingsari mendengar ucapan Ki Jaga
Saradenta. Ini bukan perangai Ki Jaga Saradenta seperti
yang dikenalnya dahulu. Mustahil Ki Jaga Saradenta sudi
mengambil hati terhadap seseorang meskipun gagah luar
biasa. Dahulu saja"berani ia berlawan-lawanan dengan
Pringgasakti seorang sakti yang ganas.12) Memang dia
seorang Gelondong. Walaupun tidak langsung berada di
bawah kekuasaan pemerintahan Belanda, tapi dia boleh
menyebut diri sebagai seorang hamba negeri. Sekalipun
demikian, tidak bakal dia mengambil-ambil dengan cara
demikian. Apakah karena Letnan Su-wangsa menantu Sri
Mangkunegoro" Pada zaman mudanya, Ki Jaga
Saradenta laskar Mangkubumi I. Dan Sri Mangkunegoro
1 adalah menantu Pangeran Mangkubumi I. Pataslah
seseorang mengingat sejarahnya dahulu. Tapi orang
macam demikian bukan pula Ki Jaga Saradenta. Dia
524 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukanlah golongan manusia yang bersedia takluk kepada
jabatannya sampai ke bulu-bulunya.
Dalam pada itu"begitu Ki Jaga Saradenta menyebut
nama Raden Mas Suwangsa" semua tetamu yang hadir
di pertemuan terkejut seperti mendengar ledakan petir di
12) Baca Bende Mataram siang hari terang benderang. Memang nama Letnan
Suwangsa pada waktu itu terkenal sebagai salah seorang
ahli pedang yang namanya boleh dijajarkan dengan
Sangaji, Adipati Surengpati, Gagak Seta dan Kyai Kasan
Kesambi. "Kau berkata apa?" bentak Letnan Suwangsa.
"Kawanku" Hm"enak saja. Apakah kalau sudah
menyebut diri sebagai hamba negeri sudah berarti kawan
segolonganku" Baiklah"boleh dia mengaku sebagai
seorang hamba negeri. Tetapi mengapa merampas bola
emas milik saudara Amat Sodik yang terkenal jujur"
Nah"kembalikan semua! Ini perintah, kataku. Perin-
tahku!" Dan berbareng dengan perkataannya, ia
menghunus pedangnya. Mendengar perkataannya yang tidak memandang
orang, Sembung Gilang mendongkol. Tanpa berbicara
lagi, rantai pem-belenggunya menyambar mencoba
meng-kait pedang lawan. Pukulannya dahsyat. Menilik
kekuatannya tadi, tenaga yang dipergunakan kini tak
olah-olah besarnya. Namun dengan sekali mengebaskan,
Letnan Suwangsa membuat suatu lingkaran himpunan
tenaga penghisap. Berapa besar tenaga penghisap itu
susah sekali diperkirakan. Sebab kadang-kadang terasa
ringan, tapi mendadak berubah menjadi dahsyat.
525 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sembung Gilang berbimbang-bimbang. Ia menarik
arah bidikannya dan dengan diam-diam bersiaga
menghadapi serangan balasan. Hanya saja ia tak tahu
sasaran manakah yang dikehendaki lawan. Dan pada
saat ia berada dalam kebimbangan, pedang Letnan
Suwangsa berkelebat bagaikan kilat cepatnya. Sembung
Gilang kaget. Buru-buru ia menyabetkan rantai
pembelenggu-nya. Tapi tahu-tahu, kantongnya telah ter-
obek. Dan bola emas rampasannya menggelinding
ambyar di atas lantai panggung.
Sembung Gilang bergusar bukan kepalang. Dengan
menggerung ia meloncat kesamping dan menghantam ke
arah tulang rusuk. Letnan Suwangsa berputar mengikuti
arah bidikan Sembung Gilang sambil membentak.
"Hai! Kau masih ingin mengangkangi harta rampasan"
Baiklah biar aku sendiri yang mengambilnya."
Pedangnya berkelebat lagi. Nampaknya seperti
mengancam pundak. Karena itu, buru-buru Sembung
Gilang mengelak sambil melindungi. Tapi gerakan
pedang Letnan Suwangsa terlalu cepat dan aneh.
Mendadak saja di tengah perjalanan berbelok arah. Lalu
terdengar suara memberebetnya kain. Ternyata
kantungnya yang sebelah terobek pula. Dan sisa bola
emas rampasannya ambyar bergelundungan.
Peristiwa itu benar-benar mengejutkan para tetamu.
Di mata mereka Sembung Gilang adalah seorang
pendekar yang mempunyai ilmu kepandaian sangat
tinggi, la boleh dimasukkan ke dalam golongan utama.
Siapa mengira, bahwa dalam dua gebrakan saja hasil
jerih payahnya tadi kena dirampas dengan mudah.
526 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sembung Gilang jadi kalap. Dengan lincah ia mulai
melancarkan serangan badai. Sebenarnya ilmu
kepandaian Sembung Gilang dan Letnan Suwangsa tidak
terpaut terlalu jauh. Kalau dalam dua gebrakan tadi dia
menderita kerugian adalah lantaran kedua saku
celananya penuh dengan bola emas sehingga tak dapat
bergerak leluasa. Letnan Suwangsa pandai menggunakan
kelemahannya untuk menggertak. Sekarang setelah
kedua kantongnya terobek dan semua bola emas
menggelinding keluar, gerakan tubuhnya menjadi lebih
gesit. Dia tidak hanya pandai membela diri, tapi pun
membalas menyerang pula. Beberapa jurus lewat dengan cepat. Sekonyong-
konyong Letnan Suwangsa berseru memperingatkan.
"Hati-hati." Pedangnya berkelebat dan menyambar cepat.
Buru-buru Sembung Gilang bersiaga. Di luar dugaan
tidak terjadi apa-apa. Pukulan Letnan Suwangsa hanya
pukulan biasa. Tiada keistimewaannya atau sesuatu tipu
yang luar biasa. Untuk menangkisnya sangat mudah. Apa
sebab dia berteriak memperingatkan" Apakah hanya
merupakan suatu tipu muslihat belaka"
Dengan tajam ia mengamat-amati. Ujung pedang
Letnan Suwangsa menyambar ke bawah. Dengan suatu
gerakan manis beberapa bola emas kena disonteknya
dan terbang mengarah kepada Amat Sodik yang
semenjak tadi berdiri tegak di tepi arena.
"Terima!" teriak Letnan Suwangsa sambil tersenyum.
Amat Sodik seakan-akan tersentak bangun dari tempat
tidur. Sebagai seorang yang mengerti ilmu berkelahi,
tangannya bergerak secara otomatis. Dan dengan ce-
527 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
katan bola-bola emasnya diterimanya kembali dan
dimasukkan ke dalam saku celana dan bajunya.
Sorakan bergemuruh menggetarkan perkebunan
itu. Dengan dada membusung, Letnan Suwangsa
mencecar Sembung Gilang dengan serangan berantai.
Setiap kali Sembung Gilang kena didesak mundur,
pedangnya menyontek bola-bola emas yang bertebaran
di atas lantai paggung. Dan dalam sekejap mata saja
sekalian bola yang berjumlah empat puluh delapan biji
terbang kembali kepada Amat Sodik. Dan majikan bola
emas ini sibuk menerima, menanggapi dan mengantongi.
Dengan wajah pucat lesi, Sembung Gilang menarik
rantai pembelengunya. Kemudian dengan membungkuk
hormat dia berkata, "Dengan ini aku menyatakan takluk.
Maafkan"karena aku tidak mempunyai kemampuan
untuk melayani Tuan. Sekarang"biarlah aku pergi
dahulu." Sesudah berkata demikian, ia melompat turun dari
panggung. Ki Jaga Saradenta dan Daniswara mencoba
membujuk, namun ia tak sudi mendengarkan lagi.
Dengan langkah panjang, ia meninggalkan pertemuan
itu. Dengan perginya Sembung Gilang terasa suatu
kepahitan dalam hati Daniswara. Kata-kata Sembung
Gilang yang berbunyi tidak mempunyai kemampuan
untuk melayani tuan mempunyai dua alamat. Yang
pertama untuk Letnan Suwangsa. Yang kedua untuk
dirinya. Artinya dia kecewa tak dapat membantu cita-
citanya, lantaran terbentur keperkasaan seorang perwira
sahabat pemerintah Belanda. Memperoleh pikiran
demikian, hatinya lantas terasa bergolak. Kebetulan
528 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula"semua pandang tetamunya"mengarah kepadanya
menunggu reaksinya. Letnan Suwangsa sendiri bersikap acuh tak acuh.
Sambil mementil pedangnya ia berkata kepada Amat
Sodik. "Saudara Amat Sodik, bagaimana" Apakah
modalmu sudah kembali semua?"
Umarmaya yang merasa diri menyimpan dua biji
emas, lantas tertawa terbahak-bahak. Katanya
mengguruh, "Menyimpan barang haram, memang susah
sekali. Baiklah"biar kali ini"aku mengalah."
Sebenarnya"menyaksikan ketanguhan Letnan
Suwangsa"Umarmaya merasa diri bukan tandingannya.
Dari pada bakal kena gebuk, lebih baik ia kembalikan
dahulu. Dengan demikian, ia tak usah menanggung malu
di hadapan umum. Tetapi dasar seorang kasar, tak sudi
ia menyia-nyiakan kesempatan untuk membalas
perlakuan Amat Sodik terhadap dirinya tadi. Dua bola
rampasannya lalu dikulumnya. Kemudian disemburkan
dengan seluruh tenaganya. Tadi"Amat Sodik"
menyegani gumpalan ludahnya. Kini pun ia berharap
demikian. Hanya saja"sekarang ia kecelik13). Dengan
gesit Amat Sodik menggerakkan goloknya.
Dalam hal ilmu tata berkelahi, kepandaian Amat Sodik
berada di atasnya. Dihadapan umum tadi ia kena
dikalahkan Sembung Gilang. Sekarang ia bermaksud
untuk menghapus aib itu. Maka dengan sedikit
memperlihatkan kecekatannya, goloknya bergerak
melengkung. Dan dua bola emas yang disemburkan


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Umarmaya masuk ke dalam lengan bajunya. Tatkala
lengannya diturunkan, kedua bola itu menggelinding
529 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluar lewat lengan baju. Kemudian terkait pada ujung
goloknya pada tempatnya semula. Bukan main
kagumnya para penonton yang berkepandaian masih
rendah. Serentak mereka bertepuk tangan bergemuruh.
"Saudara Amat Sodik!" seru Umarmaya tak mau kalah
gertak. "Modalmu kini sudah kembali semua. Apakah
masih membutuhkan bunganya?"
13) baca kecewa Amat Sodik tidak menghiraukan. Dengan perlahan-
lahan ia memasukkan golok emasnya ke dalam
sarungnya, la tahu maksud "marmaya. Maksudnya
segera ia hendak pergi meninggalkan pertemuan itu
sebagai pembayar bunganya.
Letnan Suwangsa yang berada di dekatnya menyahut,
"Ah, benar. Selamanya seorang pedagang mengharapkan
suatu keuntungan. Sekali terjun ke dalam kancah
perdagangan dia harus bisa merebut barang dagangan
yang menarik hatinya."
Mendengar ucapannya, semua orang terkejut. Apakah
perwira Legiun14) Mangkunegara itu bermaksud pula
hendak merebut kedudukan sebagai Ketua Perserikatan.
Tepat pada saat itu Ki Jaga Saradenta berkata, "Ilmu
pedangmu sangat tinggi. Hanya cara munculmu di
hadapan umum kurang menarik. Apakah para hadirin
bisa menerima maksudmu dengan tangan terbuka, tak
tahulah aku." Sebagian besar hadirin sependapat dengan Ki Jaga
Saradenta. Perwira itu berkesan sangat sombong. Ilmu
kepandaiannya memang sangat tinggi. Tapi untuk
menjabat 530 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
14) Baca Legiun (Laskar) sebagai ketua himpunan rasanya kurang tepat.
Meskipun demikian, di antara para hadirin terdengar
tepuk gemuruh mendukung Letnan Suwangsa. Mungkin
sekali, mereka adalah kawan-kawannya.
Dalam pada itu dengan langkah perlahan, Daniswara
menghampiri panggung. Dengan sekali menggerakkan
kakinya tubuhnya melesat ke atas dan hinggap tepat di
depan Letnan Suwangsa. Kedua matanya lantas
menyapu tajam bagaikan sebilah pedang.
"Ha! Selamat bertemu," sambut Letnan Suwangsa
dengan suara dingin. "Apakah Tuan hendak menguji diriku" Siapakah Tuan"
Benar-benarkah Tuan bernama Daniswara?"
Daniswara tertawa mendongak. "Sebenarnya aku
adalah seorang yang tak pantas mempunyai nama.
Kepandaianku pun tidak cukup berharga dipertontonkan
di hadapan umum." "Ah, bukankah engkau yang digenderangkan sebagai
calon Ketua Perserikatan ini?" potong Letnan Suwangsa.
"Itulah maksud orang yang berlebih-lebihan.
Kepandaian apakah yang hendak kuandalkan, sampai
kau berani memimpikan kursi ketua himpunan pendekar-
pendekar gagah seluruh pojok Nusantara. Saudaraku ini
adalah seorang miskin sampai terpaksa menyamun
segala untuk menyambung hidup. Karena itu, tak dapat
ia membayar bunga. Nah, biarlah aku saja yang memba-
yar bunganya. Bagaimana?"
531 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Suwangsa tahu, bahwa lawannya kali ini
memiliki kepandaian yang berarti. Maka tanpa segan-
segan lagi, ia mendahului dengan tikamannya mengarah
tenggorokan. Dengan cepat Daniswara menangkis pedang Letnan
Suwangsa dengan tongkatnya sebesar tinju orang
dewasa. Dan tanpa merubah kuda-kudanya, ia membalas
menyerang. "Sungguh tepat!" puji Letnan Suwangsa sambil
menangkis. Kedua senjata itu bentrok sangat nyaring.
Daniswara terhuyung beberapa langkah, sedang Letnan
Suwangsa mundur sempoyongan.
Sebenarnya Letnan Suwangsa menggunakan tenaga
lembek dalam tangkisan itu. Kemudian dengan
meminjam tenaga lawan ia hendak merobohkan dengan
sekali jadi. Andaikata tenaga Daniswara seimbang de-
ngan tenaganya, pastilah maksud itu akan tercapai
dengan mudah. Tetapi Daniswara ternyata mempunyai
tenaga dahsyat seakan-akan menjadi anak kesayangan
Tuhan. Pukulannya ternyata hebat tak terduga. Meskipun
Letnan Suwangsa berhasil menangkisnya sampai miring,
namun dia terpental oleh suatu arus tenaga sehingga ter-
paksa mundur sempoyongan. Sebaliknya bentrokan itu
menyadarkan Daniswara, bahwa dirinya menghadapi
suatu ancaman bahaya. Buru-buru ia memukulkan ujung
tongkatnya di atas lantai panggung. Tubuhnya
dimiringkan dan dengan menjejakkan kakinya ia
melompat ke depan. Tatkala turun ke lantai masih saja ia
sempoyongan. Itulah suatu kejadian yang baru
dialaminya selama hidupnya.
532 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah masing-masing telah merasakan kekuatan
lawannya. Yang satu mundur dan yang lain maju. Tetapi
kedua-duanya tergempur kuda-kudanya sehingga berdiri
Kisah Bangsa Petualang 14 Pedang Ular Mas Karya Yin Yong Jodoh Rajawali 28
^