Mestika Burung Hong Kemala 3
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 3
"Ha-ha-ha, kalau kalian semua mampus dan aku tidak memperoleh racun racun itu, berarti kita bersama menderita rugi! Sebaliknya, cepat serahkan emua racun yang telah kalian kumpulkan, dan aku tidak akan membunuh kalian, berarti kita bersama mendapat keuntungan!"
Jelas bahwa kakek itu tidak segera membunuh karena dia mengharapkan untuk memperoleh pel-pel beracun yang amat berharga dari sekelompok orang penyembah ular itu.
"Orang tua yang kejam, siapakah engkau yang begitu kejam membunuhi teman-teman kami, dan untuk apa engkau hendak merampas racun-racun dari kami" Racun-racun itu merupakan sumber nafkah kami, kenapa engkau begitu tidak tahu malu untuk merampok kami?"
"Hemm, kalau aku tidak membutuhkan racun-racun itu, untuk apa aku mengganggu kalian" Aku Hek-bin Mt jng (Raja Iblis Muka Hitam) tidak suka ber urusan dengan orang-orang kecil macam kalian. Cepat serahkan semua racun, atau kalian tidak akan dapat melihat matahari besok!"
"Sam-mo-ong (Tiga Raja Iblis)... ..?"" beberapa orang di antara para penyembah ular itu berbisik-bisik. Mendengar bisikan ini, Hek-bin Mo-ong ter tawa.
"Bagus, kalian sudah mendengar nama kami bertiga. Aku memang seorang di antara Sam-mo-ong, akulah orang pertama! Nah, cepat serahkan semua racun kalau kalian tidak ingin mampus di tangan Hek-bin Mo-ong!"
"Hek-bin Mo-ong, engkau terkenal sebagai seorang datuk persilatan yang berkedudukan tinggi. Kenapa engkau mem bunuhi rekan-rekan kami yang tidak ber dosa" Dan sekarang, setelah membunuh banyak rekan kami, engkau memaksa kami menyerahkan milik kami yang menjadi sumber nafkah kami. Tidak, kami tidak akan menyerahkannya!" teriak si mata sipit dan sebelas orang lainnya juga berteriak-teriak mendukungnya.
Sepasang alis yang tebal itu ber kerut dan mata yang lebar itu mencorong. "Kalian lebih memilih mampus" Ke parat, kalau begitu, kalian mampus..."
Tiba-tiba dia terkejut karena terdengar suara bercuit nyaring, dan sebatang benda panjang meluncur ke arahnya dari atas. Dia mengira bahwa itu tentulah seekor ular terbang, maka cepat dia menangkis dengan lengan tangannya .
"Wuuutt..... brett.....!"
Ranting itu terpukul ke bawah dan menancap ke atas tanah sampai amblas lenyap, akan tetapi betapa kaget rasa hati Hek-bin Mo-ong ketika melihat betapa lengan bajunya robek dan kulit lengannya lecet. Padahal, yang menyerangnya tadi hanya sebatang ranting kecil! Bagaimana mungkin ranting dapat menembus kekebalannya"
Hek-bin Mo-ong menoleh ke arah pohon besar dari mana ranting itu tadi meluncur dan dia melihat sesosok bayangan hitam menyambar turun dan tahu tahu di depannya telah berdiri seorang gadis yang luar biasa cantiknya! Gadis itu mengenakan pakaian sederhana dari kain kasar yang berwarna serba hitam berkembang abu-abu, dan gadis itu berdiri bertolak pinggang dan memandang kepadanya sambil tersenyum manis, senyum yang mengandung ejekan!
"Aih-aih, selama hidupku baru sekarang aku bertemu orang yang lahir batinnya berwarna hitam! Hek-bin Mo-ong, julukanmu Raja Iblis Muka Hitam, akan tetapi kulihat yang hitam bukan hanya mukamu melainkan seluruh kulitmu sampai menembus ke hati. Hatimu juga hitam dan jahat sekali!"
Hek-bin Mo-ong masih bengong memandang kepada Kim-hong. Belum pernah dia bertemu seorang gadis yang begini cantik dan lincah dan berani, juga dilihat dari luncuran ranting tadi, ia tentu memiliki ilmu kepandaian yang tidak boleh dipandang ringan!
"Ha-ha-ha, akupun selama hidupku belum pernah bertemu seorang gadis yang begini cantik jelita! Manis, siapakah engkau dan mengapa pula engkau menyerangku tadi" Apakah engkau juga anggauta dari para penyembah ular ini?"
"Tidak ada hubunganku dengan mereka, akan tetapi aku paling membenci orang yang jahat dan kejam, bertindak sewenang-wenang seperti kamu ini! Pergilah dan jangan ganggu lagi mereka, atau aku terpaksa akan menghajarmu!" Sambil bertolak pinggang dan mengeluarkan ancaman seperti itu, lagak Kim Hong seperti seorang dewasa memarahi seorang anak kecil yang nakal saja.
"Ha-ha-ha, bocah sombong kau! A-kan tetapi engkau sungguh menarik, eng kau pantas untuk menemani aku bersenang-senang selama beberapa hari, ha-ha-ha!" Setelah berkata demikian, tiba tiba saja Hek-bin Mo-ong bergerak, kedua lengannya dikembangkan dan seperti seekor biruang hitam dia sudah menubruk dan menerkam ke arah Kim Hong.
Namun, sebelum dia menerkam, gerakannya telah diketahui gadis itu, dan dengan keringanan tubuhnya, dengan mudah Kim Hong mengelak dengan loncatan ke samping, kemudian ia membalik dan kakinya sudah menyambar dan menendang ke arah lambung lawan.
"Dukk! Uhhh!" Tendangan itu mengenai lambung dan biarpun tidak dapat merobohkan raksasa itu, tetap saja mem buat dia terkejut dan terbatuk karena isi lambungnya terguncang. Sebetulnya, Hek-bin Mo-ong adalah seorang datuk sesat yang memiliki tingkat kepandaian tinggi. Kalau dia dalam segebrakan terkena tendangan Kim Hong, hal itu adalah karena dia memandang rendah dan dia tadi menubruk seperti menghadapi seorang lawan ringan saja, yang dianggapnya sekali terkam dapat menangkap gadis yang jincah menggemaskan hati i-tu. Karena memandang rendah, dia lengah. Apa lagi Kim Hong memiliki gerakan yang amat cepat, Sebaliknya, Kim Hong diam-diam terkejut. Tendangannya itu dapat merobohkan seorang lawan yang kuat, akan tetapi ketika tendangan itu mengenai lambung raksasa ini, hanya sempat membuatnya terbatuk kecil saja. Ini membuktikan bahwa lawannya memang amat kuat dan kebal.
Hek-bin Mo-ong tentu saja menjadi marah bukan main. Sebagai seorang datuk besar, dalam segebrakan lambungnya terkena tendangan. Biarpun dia tidak roboh dan kalah, akan tetapi hal ini membuat dia merasa malu sekali. Maka, diapun mengeluarkan suara gerengan seperti seekor binatang buas dan ketika dia menggerakkan kedua tangannya di udara, digoyang-goyang seperti sepasang cakar harimau, tangan itu berubah warnya menjadi hitam tua sampai ke sikunya! Dan melihat ini, Kim Hong maklum bahwa bekas pukulan jari tangan inilah yang dilihatnya pada mayat-mayat itu, bekas pukulan maut.
"Bocah keparat, kuhancurkan kepalamu!" bentaknya dan diapun bergerak menerjang dengan bengisnya. Namun, Kim Hong sudah cepat mencabut keluar sepasang senjatanya. Sebelum ia menjadi murid Hek-liong Kwan Bhok Cu, ia sudah mempelajari penggunaan delapanbelas macam senjata dari gurunya yang pertama, yaitu Bouw Hun, dan iapun memiliki sen jata yang khas seperti gurunya dan su-hengnya, yaitu sebatang pedang yang bentuknya melengkung. Akan tetapi, gurunya ke dua yang gagu mengajarkan penggunaan sepasang pedang pendek seperti pisau belati yang kedua gagangnya disambung dengan sehelai tali yang amat kuat. Sepasang senjata ini oleh gurunya dinamakan siang-hui-kiam (sepa sang pedang terbang) dan ia sudah mahir sekali memainkan sepasang pedang pendek ini. Sepasang senjata ini lebih indah dan lebih praktis, mudah disimpan karena tidak panjang seperti dua buah pisau belati saja. Dan sepasang pedang pendek ini terbuat dari baja pilihan yang amat baik sehingga mampu me matahkan senjata lain yang terbuat dari baja biasa saja.
Begitu Hek-bin Mo-ong menerjang dengan kedua tangannya yang berubah hitam sekali, Kim Hong cepat mengelak. Tangan kedua menyusul, akan tetapi, gadis ini memiliki kelincahan gerakan yang luar biasa, membuat beberapa kali sambaran kedua tangan itu luput. Sebaliknya, ia mulai menggerakkan senjatanya dan tiba-tiba saja ada sinar berca haya menyambar ke arah leher raksasa itu. Si Raja Iblis Muka Hitam cepat menggerakkan tangan untuk menangkis dan mencengkeram ke arah sinar itu tanpa takut karena memang kedua tangannya kini menjadi kebal dan beracun.
"Tringgg......!" Pedang pendek yang tertangkis itu mengeluarkan bunyi nyaring, akan tetapi tidak dapat tertangkap karena pedang itu telah terbang kembali ke tangan pemiliknya. Pedang yang diikat dengan tali itu ternyata dapat beterbangan, dikendalikan oleh tangan Kim Hong yang memegang ta-linya. Dan kini, dari kiri menyambar pula pedang terbang kedua, yang me-nyambar ke arah mata kanan lawan.
"Hemmm.....!" Raksasa hitam itu menggereng marah akan tetapi juga kaget. Cepat dia menundukkan kepala, tubuhnya cenderung ke depan dan lengannya yang panjang telah mencengkeram ke arah dada gadis itu.
Kim Hong terpaksa melompat ke belakang, akan tetapi lawannya juga meloncat dan menyusulkan serangan yang bertubi-tubi, menggunakan sepasang lengan panjang yang memiliki cakar yang hitam beracun dan amat kuat itu. Kim Hong maklum akan bahayanya jari-jari tangan itu, maka iapun mempergunakan kelincahannya untuk mengelak ke sana sini sambil mencari kesempatan untuk nembalas serangan lawan dengan sepa-ang pedang terbangnya.
Duabelas orang pemuda ular yang tadinya tertegun melihat gadis yang mereka serang tadi tiba-tiba bahkan mem-antu mereka menghadapi Hek-bin Mo-ong, kini bergerak dan dipimpin oleh si mata sipit, mereka maju mengepung dan membantu Kim Hong mengeroyok kakek raksasa itu. Mereka menggunakan suling yang ujungnya runcing dan mengandung racun yang amat kuat, maka begitu di keroyok, Hek-bin Mo-ong menjadi sibuk juga. Menghadapi Kim Hong seorang saja, raksasa itu masih belum mampu menang, apa lagi kini ditambah duabelas orang pemuda ular yang rata-rata memiliki ilmu silat lumayan dan terutama sekali racun yang mereka pergunakan amat berbahaya .
Si mata sipit, mengeluarkan sebuah bungkusan dari saku bajunya dan begitu dia menaburkan isinya ke arah Hek bin Mo-ong, tercium bau yang amat keras dan kakek hitam itu cepat menahan napas dan tubuhnya sudah melayang naik ke atas pohon! Juga Kim Hong menahan napas dan menjauh.
"Nona telanlah pel ini untuk menjaga diri!" kata si mata sipit sambil melemparkan sebuah pel hitam ke arah Kim Hong. Gadis ini sudah merasa betapa lengan kirinya gatal, mungkin terkena bubuk yang disebarkan tadi. ia menyambut benda yang dilemparkan kepadanya, dan tanpa ragu iapun menelan pel hitam kecil itu. Dan memang hebat sekali, begitu tertelan, dalam waktu beberapa detik saja, seluruh tubuhnya tera sa hangat dan rasa gatal di lengannya pun lenyap! Kini ia berani mendekati mereka tanpa takut terkena bubuk yang di taburkan tadi
-oo0dw0oo- Jilid 5 Mereka semua memandang ke arah pohon, akan tetapi tidak melihat raksasa hitam itu di sana. Dan tiba-tiba dari pohon lain yang letaknya agak jauh, terdengar suara si raksasa hitam.
"Nona, kalau engkau bukan seorang pengecut rendah, katakan siapa namamu dan di mana engkau tinggal!"
Mendengar ini, si mata sipit cepat memberi isyarat kepada Kim Hong dengan gelengan kepala agar tidak mau mengaku. Akan tetapi, satu pantangan besar bagi seorang yang gagah, apa lagi yang wataknya keras seperti Kim Hong, adalah kalau ia disangka pengecut!
"Heii, Hek-bin Mo-ong manusia sombong! Ternyata kepandaianmu tidak sebesar nama julukanmu! Engkaulah yang pengecut besar, buktinya engkau melarikan diri. Namaku tidak perlu kau ketahui, akan tetapi kalau engkau merasa penasaran dan hendak mencari aku, datang saja ke puncak Bukit Nelayan di tepi Sungai Huai. Jelas?"
Tidak ada jawaban dari Hek-bin Mo-ong, akan tetapi Kim Hong yakin bahwa datuk itu tentu telah mencatat tempat tinggalnya dan mungkin sekali akan muncul di sana. ia menertawakan dalam hati. Kalau dia berani muncul di sana dan bertemu suhu, berarti dia seperti seekor ular mencari penggebuk!
Tiba-tiba ia dikejutkan oleh dua belas orang pemuja ular itu yang menjatuhkan diri berlutut dan menghadap kepadanya! Tentu saja ia merasa heran. "Eh-eh, apa-apaan kalian ini?"
Si mata sipit mewakili kawan-kawannya berkata, "Nona telah menyelamatkan kami dan menolong kami dari ancaman Hek-bin Mo-ong. Bagi kami, nona adalah dewi penolong dan karena itu, mulai saat ini, kami menganggap nona seorang di antara para dewi dan kami memberi nama kehormatan bagi nona, yaitu Ouw-coa Sian-li (Dewi Ular Hitam)!"
Duabelas orang itu memberi hormat sambil berlutut dan mulut mereka tiada hentinya menyebut Ouw-coa Sian-li, lalu mereka bernyanyi seperti tadi. Dan bermunculanlah ular-ular tadi dan kini semua ular mengelilingi tempat Kim Hong berdiri! Meremang rasanya semua bulu di tubuh gadis itu. ia merasa seperti bukan manusia lagi, disembah duabelas orang yang menyanyikan lagu aneh, dan dikelilingi ratusan ekor ular yang seolah juga menyembahnya.
"Saudara-saudara sekalian, sudah, cukuplah semua ini. Sesungguhnya aku datang ke Bukit Hitam ini karena suatu keperluan, akan tetapi setelah bertemu dengan kalian, aku jadi sungkan untuk mengatakan apa keperluanku itu karena mungkin sekali kalian tidak setuju, walaupun agaknya hanya kalian pula yang akan mampu membantuku."
Si mata sipit berkata, "Sian-li (Dewi), engkau kami anggap sebagai dewi pelindung. Apapun yang kauinginkan, kami akan membantu, walau hal itu membahayakan nyawa kami sekalipun."
"Aku disuruh oleh guruku untuk mencari seekor ular!"
"Ahhh......!" Semua orang terkejut dan hal ini sudah diduga oleh Kim Hong. Orang-orang ini memuja ular dan begitu sayang kepada ular, tentu tidak akan senang mendengar ia datang untuk mencari seekor ular!
"Sekali lagi maafkan, tadi aku memang telah membunuh dua ekor ular, akan tetapi hal itu hanya terjadi karena mereka menyerangku."
"Sianli mencari seekor ular" Ular apakah itu?" tanya si mata sipit.
"Ular istimewa yang tidak kulihat di antara semua ular ini. Menurut suhu, ular itu disebut ang-thouw-hek-coa......."
"Ahhh.......!" kembali dua belas orang itu berseru dan sekali ini semua mata terbelalak memandang kepada Kim Hong.
"Sianli, untuk apakah engkau mencari ular hitam kepala merah itu" Ular itu langka sekali di dunia, dan di Bukit Hitam ini pun, hanya ada sejodoh dan setiap kali bertelur, hanya sebuah!"
Kim Hong merasa girang. Jawaban itu saja menunjukkan bahwa mereka ini tentu tahu di mana adanya ular yang di carinya. "Harap kalian semua jangan berlutut dan marilah kita duduk bicara dengan baik setelah kini kita menjadi sahabat."
Si mata sipit menurut. Dia bangkit dan semua orang mengikutinya, dan kini mereka duduk sekelompok menghadapi Kim Hong. Gadis ini adalah seorang yang cerdik, ia tahu bahwa agaknya, tanpa bantuan mereka ini, tidak akan mudah baginya untuk mendapatkan ular yang dicarinya. Maka, ia harus dapat menyenangkan hati mereka dan tidak menonjolkan keinginannya sendiri.
"Sekarang kuharap kalian lebih dahulu mengurus jenazah rekan kalian yang terbunuh oleh iblis tua tadi, juga jenazah-jenazah yang kulihat di mana-mana itu. Setelah semua jenazah itu dikubur baik-baik barulah kita bicara. Aku akan menemani kalian agar tidak di ganggu lagi oleh iblis tua tadi."
Si mata sipit menghaturkan terima kasih dan mereka semua kelihatan gembira. Semua ada tujuh orang yang terbunuh oleh Hek-bin Lo-mo, sehingga kini sisa kelompok mereka hanya tinggal duabelas orang. Dengan ditemani Kim Hong, mereka mengambil semua jenazah dan mengumpulkannya di tempat terbuka itu, kemudian, setelah melakukan upacara sembahyang yang aneh, diramaikan pula upacara itu dengan sebuah tarian yang berlenggang-lenggok mirip tubuh ular, dilakukan tiga orang anggauta wanita dan tiga orang anggauta pria semua jenazah itu lalu dibakar.
Malam itu, Kim Hong melewatkan malam dengan mereka, di dekat tempat pembakaran mayat. Baru setelah pada ke esokan harinya semua abu jenazah ditabur-taburkan terbawa angin ke mana-mana dari puncak bukit, Kim Hong mengajak mereka bercakap-cakap tentang ular hitam kepala merah. ia menceritakan bahwa ia diutus gurunya untuk mencari ular itu sampai dapat dan ia tidak boleh kembali kalau belum membawa ular i tu!
"Sian-li, kalau boleh kami mengetahui, siapakah guru sian-li yang mulia?" tanya si mata sipit.
"Guruku adalah Hek-liong Kwan Bhok Cu.......!" kata Kim Hong yang memandang heran melihat sikap semua orang mendengar nama gurunya. "Apakah-kalian telah mengenal nama suhu?"
Si mata sipit menggeleng kepalanya. "Aih, memang sudah nasib, sudah digariskan oleh dewa-dewa ular! Kalau guru sian-li berjuluk Hek-liong (Naga Hitam), maka tentu saja kami semua harus mengalah. Naga Hitam membutuhkan Ular Hitam, tentu saja sudah sepatutnya. Ketahuilah, sian-li. Ang-thouw-hek-coa yang dimaksudkan itu ada pada kami. Racunnya pula yang dicari-cari oleh iblis tua tadi. Dan ular sakti ini lah yang menjadi sumber rejeki kami."
"Ahh.... kalau begitu,. bagai mana mungkin aku sampai hati untuk merampas sumber rejeki kalian?" kata Kim Hong dengan cerdik.
Si mata sipit tersenyum. "Sebelum kita melanjutkan, kami harap sian-li melihat apa yang akan terjadi, bagaimana kami memanfaatkan daya guna Ang-thouw-hek-coa untuk memberi rejeki kepada kami." Dia lalu memberi isyarat kepada kawan-kawannya dan duabelas orang itu kini membentuk setengah lingkaran seperti kemarin, lalu mereka menyanyikan lagu yang aneh itu. Kim Hong dipersilakan menonton pertunjukan itu dari cabang pohon karena kata mereka, kalau gadis itu berada di atas tanah, ada saja bahayanya diserang ular. Kim Hong meloncat dan nongkrong di atas cabang pohon paling rendah sehingga ia memperoleh tempat yang paling tepat untuk menonton apa yang akan terjadi di bawahnya.
Kini simata sipit meniup sulingnya. Suara yang melengking-lengking terdengar dan tak lama kemudian, ular-ular sudah berkumpul di tempat itu seperti kemarin. Akan tetapi sekali ini lebih banyak, seolah seluruh ular di bukit itu berkumpul. Mereka nampak jinak dan melingkar-lingkar di tengah tempat terbuka itu.
Kemudian, si mata sipit mengeluarkan sebuah keranjang dan membuka tutupnya. Dari atas, Kim Hong dapat me lihat dengan jelas bahwa keranjang itu berisi seekor ular yang kecil saja, sebesar ibu jari tangannya, tubuhnya sepanjang dua jengkal lebih dan kulit tubuh itu hitam legam mengkilat. Akan tetapi kepalanya yang mengagumkan adalah kepalanya. Kepala itu merah seperti api! Dan sepasang mata ular lebih merah lagi, seperti inti api dan mencorong menyeramkan walaupun ularnya hanya sekecil itu.
Kini duabelas orang itu meniup suling mereka. Suara duabelas batang suling yang ditiup melengking-lengking itu senada dan seirama, sehingga terdengar amat menghanyutkan perasaan. Kim Hong sendiri sampai merasa tergetar sehingga cepat ia mengerahkan sin-kang agar jangan sampai gemetar dan terjatuh dari atas pohon.
Kemudian, setelah beberapa menit duabelas batang suling itu ditiup dalam lagu yang aneh dan asing bagi telinga Kim Hong, ular kecil itu bergerak keluar dari dalam keranjang, turun ke atas tanah dan mulailah ular itu menari-nari. Benar-benar menari sehingga hampir saja Kim Hong terpelanting karena menahan tawanya, ia merasa geli karena lucu bukan main. Bayangkan saja! Ular itu "berdiri" di atas ekornya dan tubuhnya meliuk-liuk seperti seorang penari yang pinggulnya besar menggoyang-goyangkan pinggul, kepalanya yang merah juga digerakkan ke kanan kiri se suai dengan irama lagu.
"Hi-hik, ular badut!" Kim Hong terkekeh dalam hatinya. Ular yang warnanya amat cerah, hitam mengkilap dan kepalanya merah seperti darah atau api itu, selain indah juga amat iucu . ia pernah melihat ular kobra. Rajanya ular ini pun hanya mampu mengangkat kepala dari bawah leher ke atas saja. Akan tetapi ular hitam kepala merah ini mampu berdiri, benar-benar berdiri di atas ekornya yang tidak runcing dan ber lenggang-lenggok!
Kemudian, si mata sipit menurunkan sulingnya sedangkan yang lain masih terus meniup suling masing-masing. Kini si mata sipit ikut menari! Sambil duduk bersila, kedua lengannya seperti dua ekor ular yang menari pula, meniru gerakan ular hitam. Agaknya, sang ular yang cerdik namun bodoh bagi manusia itu, menganggap bahwa dia ditemani dua ekorular lain yang bentuknya aneh a-kan tetapi pandai menari seperti dia. Atau mungkin dia sudah terbiasa ditemani dua ekor "ular" itu. Tangan si mata sipit memang berbentuk moncong ular dan kini tiga "ekor" ular itu menari-nari saling mendekati, kadang bersenggolan. Seorang anggauta kelompok menurunkan sulingnya pula dan mengeluarkan seekor katak dari dalam kantung, seekor katak yang besar dan gendut.
Kemudian, tiba-tiba dengan gerakan cepat, si mata sipit telah menangkap leher dan belakang kepala ular hitam yang terpaksa membuka mulutnya lebar-lebar sehingga nampak gigi yang runcing melengkung ke dalam. Orang yang memegang katak tadi mendekatkan katak, lalu si mata sipit menyentuh katak itu dengan moncong ular yang segera menggigit katak. Katak itu meronta sebentar lalu terdiam. Si mata sipit menarik kepala ular sehingga terlepas, lalu menggigitkan lagi sampai berulang kali. Tubuh katak itu berubah menghitam! Dan gerakan ular itu makin lemah seolah-olah dia kehabisan tenaga, bahkan setelah katak yang sudah mati dan berubah hitam itu dimasukkan kantung kembali dan ular itu dilepas, dia nampak lemas dan gerakannya lambat.
Dan Kim Hong kini menyaksikan peristiwa yang amat mengherankan hatinya. Seekor ular kobra yang belang-belang sebesar lengan dan nampak ganas sekali, ditangkap oleh si mata sipit. Ular yang berbisa dan biasanya amat ganas ini jinak saja dan ketika dia dilepas di depan ular hitam kepala merah, ular kobra itu nampak ketakutan dan melingkar diam, meletakkan kepalanya di atas tanah di depan ular hitam yang lemas. Ular hitam agaknya kini dibangkitkan semangatnya oleh tiupan suling yang melengking-lengking, kemudian ular hitam itu menggerakkan kepalanya yang merah, moncongnya dibuka dan dia-pun menerkam dengan moncongnya ke.arah belakang kepala ular kobra. Ular kobra diam saja dan ular hitam Seperti menghisap sesuatu dari kepala bagian belakang ular kobra.
Ketika ular hitam yang kini menjadi agak gesit melepaskan gigitannya, ular kobra tidak mampu bergerak lagi dan telah mati. Lalu si mata sipit mengambil ular ke dua, ular yang ekornya besar dan ekor itu kalau di gerak-gerak kan dapat mengeluarkan bunyi berkerotokan! Sungguh merupakan ular yang a-neh dan langka, akan tetapi yang racun nya jahat bukan main. Sekali terpagut ular ini, jangan harap dapat hidup lebih lama dari dua tiga jam! Seperti juga ular kobra tadi, ular ini "mendekam" di depan ular hitam yang kini menjadi lebih lincah. Si hitam kepala merah itu menerkam seperti tadi dan korbannya diam saja seperti terpesona, membiarkan racun di belakang kepalanya dihisap habis dan diapun tewas!
Baru setelah menghisap habis racun dari belakang kepala enam ekor u-lar yang paling berbisa, si hitam berkepala merah itu agaknya baru puas dan kenyang, lalu dia dimasukkan kembali ke dalam keranjang kecil oleh si mata sipit, melalui suara suling yang menuntunnya masuk kembali ke tempatnya.
Selesailah pertunjukan itu dan Kim Hong dipersilakan turun. Gadis ini kagum sekali. "Aih, ular itu sungguh lucu. itukah Ang-thouw-hek-coa yang di cari suhu?"
Si mata sipit tersenyum akan tetapi dia menghela napas seperti orang bersedih. "Benar, sian-li. Dan seperti sian-li melihatnya sendiri tadi, demikianlah kami mengumpulkan racun dan membuatnya menjadi pel untuk dijual. Kami mengumpulkannya melalui ular hi-tam kepala merah. Ketika kami menggigitkannya kepada katak tadi, maka semua racunnya berpindah ke dalam tubuh katak dan kami akan memeras darah katak yang sudah penuh dengan racun itu. Kemudian, kami memberikan beberapa e-kor ular yang paling berbisa untuk dihisap racunnya oleh ang-thouw-hek-coa dan seketika pulih kembali racun dalam tubuhnya. Dengan cara ini, maka setiap tiga hari sekali kami dapat mengumpulkan racun yang banyak karena gigitan ular hitam kepala merah itu mengeluarkan racun yang banyak sekali dan ampuh."
Kim Hong mengangguk-angguk. "Kalau begitu pantas kalian menganggap ular hitam kepala merah itu sebagai sumber rejeki. Lalu bagaimana aku bisa mendapatkan ular seperti itu untuk memenuhi perintah suhu?"
"Kami menganggap sian-li sebagai dewi penolong, maka kami hadiahkan ular ini kepada sian-li untuk diserahkan kepada Si Naga Hitam, guru sian-li!" kata si mata sipit dan semua o-rang mengangguk-angguk sehingga Kim Hong merasa terharu sekali.
"Akan tetapi..... itu amat merugikan kalian! Lalu bagaimana kalian da pat mengumpulkan racun untuk dijual?" tanyanya agak ragu walaupun tentu saja di dalam hatinya ia merasa girang sekali.
"Jangan khawatir, sian-li. Kami akan mengumpulkan racun seperti dahulu sebelum kami memiliki ular hitam kepala merah, yaitu dengan mengumpulkan dari ular-ular berbisa sedikit demi sedi kit. Tentu saja tidak dapat secepat kalau melalui ular hitam kepala merah. Kalau dengan dia kami bisa mengumpulkan sebanyak itu setiap tiga hari, tanpa dia kami akan dapat mengumpulkan racun sebanyak itu dalam waktu tigapuluh hari ."
"Aihh! Kalau begitu aku hanya membuat kalian menderita!" seru Kim Hong terkejut.
"Tidak, sian-li. Kamipun sudah kehilangan banyak kawan sehingga jumlah kami tinggal dua belas orang, kami tidak mempunyai kebutuhan yang banyak. Pula, sekitar dua tahun lagi kami akan dapat mencari anak ular ini yang tentu sudah besar dan dapat menggantikan pekerjaan itu."
Akhirnya Kim Hong menerima pemberian itu dan iapun turun dari Bukit Hitam, ditemani oleh duabelas orang itu sampai di bawah kaki bukit. Mereka saling berpisah dan Kim Hong mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Di puncak Bukit Nelayan, Hek-li-ong Kwan Bhok Cu yang gagu menerima ke datangan muridnya dengan wajah gembira. Dengan caranya sendiri, yaitu menggerak-gerakkan ranting mencorat-coret huruf di udara, dia "bicara" kepada Kim Hong.
"Engkau dapat cepat pulang membawa ular hitam kepala merah, hal ini menunjukkan bahwa tidak sia-sia aku mendidikmu selama dua tahun lebih ini. 0rang lain belum tentu bisa mendapatkan ular itu selama hidupnya, apa lagi dalam waktu sesingkat ini. Akan tetap aku melihat dari atas tadi bahwa ada tiga bayangan orang yang ikut naik mengikutimu."
Kim Hong terkejut. Kalau sampai ia sendiri tidak melihat dirinya dibayangi orang dari bawah bukit, hal itu membuktikan bahwa tiga orang yang membayanginya tentulah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.
"Cepat simpan ular itu ke dalam!" kata pula Hek-liong Kwab Bhok Cu melalui coretan rantingnya. Kim Hong segera menanti perintah gurunya. Dibawanya keranjang kecil ke dalam pondok dan disembunyikannya keranjang Itu ke bawah tempat tidurnya. Setelah itu, ia pun cepat berlari keluar dan berdiri di samping gurunya menanti datangnya tiga bayangan orang yang bergerak dengan cepat seperti terbang mendaki puncak Bukit Nelayan.
Kim Hong memandang dengan penuh perhatian dan setelah tiga orang itu tiba di depannya, diam-diam ia terkejut mengenal bahwa seorang di antara mereka adalah si raksasa hitam Hek-bin Mo-ong! ia tadi belum sempat menceritakan pengalamannya dengan Raja Iblis Muka Hitam kepada gurunya. Tentu saja gurunya tidak mengenal siapa raksasa hitam itu. Dan melihat dua orang yang lain, ia dapat menduga bahwa agaknya mereka itu adalah rekan-rekan si raksasa hitam. Agaknya tiga orang inilah yang disebut Sam Mo-ong (Tiga Raja Iblis). Tentu si raksasa hitam itu setelah kalah menghadapi pengeroyokan para pemuja ular yang dibantunya, pergi mengundang dua orang rekannya lalu pergi ke Bukit Nelayan, bukan membayanginya. Kini ia teringat betapa ia mengaku kepada raksasa hitam itu bahwa ia bertempat tinggal di Pulau Nelayan.
Akan tetapi, betapa heran rasa hatinya ketika ia melihat tiga orang itu tidak memandang kepadanya, melainkan kepada gurunya dan mereka bertiga tersenyum-senyum.
"Aha, kiranya Si Naga Hitam Kwan Bhok Cu yang berada di sini! kata seorang di antara mereka yang tubuhnya pendek berperut gendut sehingga dia nampak bulat. Kakinya pendek dan tertutup jubahnya yang panjang sehingga kalau dia berjalan ke depan, nampaknya seperti menggelundung saja. Orang ini merupakan orang ke dua dari Sam Mo-ong dan di dunia kang-ouw terkenal sebagai datuk yang berjuluk Siauw-bin Mo-ong (Raja Iblis Muka Ketawa) . Melihat wajahnya yang selalu tawa atau senyum lebar, dia nampak ramah dan baik hati, akan tetapi orang akan merasa ngeri kalau melihat sepak terjangnya. Dia kejam bukan main, suka menyiksa orang sehingga mukanya yang tertawa itu hanya sebagai kedok.
"Hemm, Kwan Bhok Cu ternyata belum mampus seperti dikabarkan orang, dan bersembunyi di tempat ini! Kalau begitu, para pimpinan Hek-kauw telah berbohong, membohongi dunia kangouw!" kata orang ke tiga yang tubuhnya kurus kering seperti orang berpenyakitan dan mukanya selalu cemberut dan keruh. Inilah orang ke tiga dari Sam Mo-ong yang berjuluk Toat-beng Mo-ong (Raja Iblis Pencabut Nyawa) karena ia terkenal dengan sikap dan wataknya yang pemurung dan pemarah, sedikit saja sebabnya sudah membuat dia turun tangan membunuh orang!
Kim Hong menoleh kepada gurunya, akan tetapi suhunya itu diam saja tidak menanggapi dan kelihatan acuh saja, bahkan nampak mengerutkan alisnya, tanda bahwa orang tua itu merasa tidak senang.
"Ha-ha-ha, Hek-liong Kwan Bhok Cu, kenapa engkau diam saja?" Kini Hek bin Mo-ong berkata dan senyumnya menge jek. "Apakah engkau sudah menjadi tuli dan gagu" Atau engkau pura-pura tidak mengenal lagi kepada kami" Tidak mungkin engkau lupa kepada Sam Mo-ong, ha-ha-ha!"
Kim Hong berkata kepada gurunya. "Suhu, iblis tua hitam ini adalah Hek-bin Mo-ong yang pernah bentrok dengan teecu karena dia hendak membunuhi semua pemuja ular di Bukit Hitam."
"Heh-heh, nona manis. Kiranya engkau murid Si Naga Hitam! Kalau saja engkau tidak mengeroyokku dengan para pemuja ular, tentu sekarang engkau sudah bersenang-senang dengan aku, dan gurumu tentu akan merasakan bagaimana penderitaan orang dikhianati teman sen diri !"
Kim Hong memandang kepada gurunya yang menggerak-gerakkan ranting di tangannya. Kim Hong membaca coretan-co retan di udara Itu. "Katakan kepada mereka bahwa aku tidak mempunyai urusan dengan mereka dan agar mereka cepat pergi."
Kim Hong menghadapi tiga orang kakek itu dengan sikap menantang, lalu berkata, "Sam Mo-ong, suhu tidak mempunyai urusan dengan kalian. Maka, jangan kalian mencari penyakit dan banyak mulut. Pergilah kalau kaljan tidak ingin kami hajar sampai mampus!"
Tiga orang itu terbelalak dan nampak marah sekali. "Bocah sombong, engkau belum tahu siapa kami!" bentak Hek-bin Mo-ong. "Dahulupun gurumu ini tidak mampu menandingi aku, apa lagi sekarang. Heii, Hek-liong Kwan Bhok Cu dengar baik-baik. Kami akan mengampuni semua perbuatanmu yang memalukan di masa lalu kalau sekarang kauserahkan u-lar hitam kepala merah dan muridmu yang molek ini kepada kami. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuhmu lebih dulu, lalu menggeledah pondokmu mencari ular itu, dan memaksa muridmu menjadi budak kami!"
Bukan main marahnya hati Kin Hong mendengar penghinaan yang dilontarkan raksasa hitam itu kepada gurunya. Akan tetapi diam-diam iapun terkejut. Bagaimana iblis ini mengetahu bahwa ia telah mendapatkan ular hitam kepala merah" "Hek-bin Mo-ong, jangan ngawur! Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa suhu memiliki ular hitam kepala merah?"
"Ha-ha, nona manis Para pemuja ular boleh jadi akan bungkam menutu mulut, akan tetapi anggauta perempuan mereka mana mungkin dapat menutup mulut terhadap kami?"
Kim Hong membayangkan apa yang terjadi. Agaknya tiga orang iblis ini telah menangkap dan menyiksa anggauta para pemuja ular dan memaksanya mengaku sehingga karena tidak tahan akan siksaan yang tentu akan mengerikan, anggauta perempuan itu menceritakan segalanya.
"Jahanam busuk, engkau memang pegecut dan keji!" bentaknya dan ia sudah mencabut sepasang pisau terbangnya.
Akan tetapi, sentuhan ranting di lengannya membuat Kim Hong menengok dan membaca gerakan ranting di tangan uhunya itu. "Hadapi si kurus kering, awas terhadap Cakar Iblis Beracun dan serang jalan darah di bagian kedua legannya!"
Setelah membaca coretan ranting urunya, Kim Hong segera menggerakkan pisau terbangnya dan ia menyerang ke rah Toat-beng Mo-ong, orang ke tiga jari Sam Mo-ong. Sepasang pisaunya beterbangan dan membuat gerakan bersilang menyerang dari kanan kiri!
"Hemm, mampuslah!" bentak Toat-Beng Mo-ong dan diapun melangkah mundur untuk menghindarkan diri, kemudian kedua tangannya bergerak dan terdengar angin bercuitan ketika kedua lengan itu bergerak dan kedua tangannya membentuk cakar yang warnya berubah-ubah, kadang merah dan kadang hitam! Tahulah Kim Hong bahwa kedua tangan yang membentuk cakar itu berbahaya sekali, mengandung racun yang dapat mematikan. Sekali saja terkena hantaman atau cakaran kedua tangan itu dapat mendatang kan maut. Maka, iapun menaati pesan gurunya dan sepasang pedangnya bergerak cepat menyambar-nyambar ke arah pergelangan tangan, siku dan pundak, ke arah jalan-jalan darah yang akan membuat kedua lengan itu lumpuh kalau terkena sedikit saja!
Sementara itu, melihat betapa To at-beng Mo-ong sudah bertanding melawan gadis itu dan mereka berdua yakin bahwa rekan mereka pasti menang, Hek-bin Mo-ong dan Siuaw-bin Mo-ong sudah menerjang dan menyerang kepada Hek-li ong Kwan Bhok Cu. Hek-bin Mo-ong tidak menggunakan senjata. Para datuk sesat yang ilmunya sudah tinggi memang lebih suka menggunakan kedua tangan dari pada mengandalkan senjata. Kedua tangan mereka telah "terisi" dan seperti juga sepasang tangan Toat-beng Mo-ong yang sudah menjadi sepasang cakar iblis yang amat berbahaya, juga Hek-bin Mo-ong yang menjadi orang pertama dari Sam Mo-ong, mengandalkan ilmu Jari Hitamnya. Ilmu ini membuat kedua lengannya kebal dan berubah menghitam, dan dalam keadaan seperti itu, jari-jari tangannya mampu menyambut senjata tajam lawan dan sekali saja tangannya mengenai tubuh lawan maka lawan akan terjungkal dan tewas keracunan. Orang ke dua dari Tiga Raja Iblis itu, si gendut Siauw-bin Mo-ong, juga memiliki ilmu pukulan yang beracun, akan tetapi bedanya, kalau lengan rekannya berubah menghitam, kalau dia sudah mengerahkan ilmu itu, lengannya dari pangkal sampai ke ujung jari berubah merah. Itu-lah ilmunya Jari Merah dan siapa terkena pukulannya, tubuh yang terkena akan terbakar hangus seperti tersentuh baja yang panas membara!
Si Naga Hitam menghadapi serangan dua orang pengeroyoknya dengan sikap tenang. Dia tetap memegang ranting kecii yang biasanya dia pergunakan untuk "bicara" dengan muridnya. Ranting itu hanya sebatang ranting kayu yang besarnya hanya seibu-jari, panjangnya sedepa. Akan tetapi, di tangan orang sakti ini, ranting itu bagaikan berubah menjadi sebatang baja yang amat kuat dan lihai, yang dia pergunakan untuk menyerang Jalan darah kedua orang pengeroyoknya dengan totokan-totokan maut yang selain amat kuat mengandung tenaga sin-kang yang dahsyat, juga amat cepat. Begitu ranting itu digerakkan, maka nampak gulungan sinar kehijauan yang mengeluarkan bunyi bercuitan!
Dua orang datuk itu terkejut bukan main. Belasan tahun yang lalu, tingkat kepandaian Si Naga Hitam ini masih sebanding dengan masing-masing dari mereka. Akan tetapi sekarang, mereka maju berdua dengan keyakinan pasti akan mampu merobohkan pengkhianat kaum kang-ouw itu dengan mudah, tidak tahunya kini mereka berdua bahkan terancam oleh totokan-totokan maut yang amat dahsyat! Kiranya selama sepuluh tahun lebih ini, ilmu kepandaian Si Naga Hitam telah meningkat dengan amar hebatnya.
"Aarrgghhh.....!!" Hek-bin Mo-ong mengeluarkan teriakan seperti gerengan seekor srigala atau biruang marah, dan kedua tangannya sudah mencapai warna hitam yang paling gelap, bahkan kini dari telapak tangannya mengepul uap yang kehitaman! Diapun menerjang dengan dahsyat sekali, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangannya menyerang dari semua penjuru, bahkan menutup jalan keluar sehingga ke manapun lawan mengelak, dia pasti akan bertemu dengan jari tangannya! Me lihat serangan itu, bahkan Siauw-bin Mo-ong sendiri menjadi gentar kepada rekannya, khawatir kalau-kalau akan beradu tangan sendiri dengan Hek-bin Mo-ong sehingga dia akan menderita celaka. Dia mundur dan hanya siap untuk mengeroyok kalau kesempatannya tiba, karena serangan Hek-bin Mo-ong itu agaknya tidak akan dapat dielakkan lagi oleh Si Naga Hitam.
Akan tetapi, Si Naga Hitam sama sekali tidak mengelak. Ranting di tangan kanan yang menyambut telapak kiri lawan, menotok ke tengah telapak tangan agak mengarah celah antara telunjuk dan ibu jari, sedangkan tangan kirinya menotok telapak tangan kanan la-wan dengan sebuah jari telunjuk. Itulah ilmu totokan lt-sin-ci (Satu Jari Sakti) yang amat hebat.
"Tuk-tukk.....!" Adu tenaga melalui tangan itu membuat Hek-bin Mo-ong terhuyung ke belakang sedangkan Si Naga Hitam yang tergoyang sedikit yang membuktikan bahwa dalam hal tenaga sinkang, dia masih unggul dan lebih kuat dari pada si raksasa hitam! Akan tetapi, karena kedua telapak tangan Hek-bin Mo-ong mengandung hawa beracun yang amat jahat, ranting di tangan Si Naga Hitam menjadi hangus dan patah-patah ujungnya, dan telunjuk kirinya yang menotok telapak tangan lawan dengan ilmu totok It-sin-ci, menjadi hitam kukunya!
Hek-bin Mo-ong sendiri terluka dalam karena tenaganya membalik dalam adu tenaga sin-kang itu, maka dia hanya berdiri tegak sambil mengatur pernapasan dan untuk sementara tidak berani maju lagi. Dalam keadaan seperti itu, kalau dia maju mengadu tenaga sin-kang lagi, luka di dalam tubuhnya akan menjadi semakin parah dan berbahaya.
Melihat betapa Hek-bin Mo-ong agaknya terluka dalam mengadu tenaga sin-kang melawan Si Naga Hitam, Siuaw-bin Mo-ong terkejut sekali dan marah. Akan tetapi, si gendut bulat ini cerdik. Dia tahu bahwa kalau Hek-bin Mo-ong saja kalah kuat dalam tenaga sin-kang, dia sendiripun tidak akan mampu menandingi lawan dengan adu tenaga, ma ka diapun sudah menerjang dengan cepat. Tubuhnya yang bulat itu seperti sebutir bola raksasa menggelinding dan menerjang ke arah Si Naga Hitam Kwan Bhok Cu. Kakek gagu ini menyambut dengan gerakan rantingnya yang sudah men adi pendek karena ujungnya hangus dan patah tadi dan segera terjadi perkelahian yang seru antara mereka.
Sementara itu, perkelahian antara Kim Hong dan Toat-beng Mo-ong juga seru bukan main. Diam-diam Kim Hong bersukur bahwa selama dua tahun ini, ia belajar dengan tekun di bawah gemblengan gurunya yang juga bersungguh sungguh. Kalau tidak, bagaimana mungkin ia mampu menahan serangan seorang datuk lihai seperti Toat-beng Mo-ong" Orang kurus kering yang mukanya muram ini bukan main lihainya. Setiap tangannya bergerak, menyambar hawa pukulan dahsyat yang mendatangkan angin yang bercuitan. Namun, sepasang pedang di tangan Kim Hong juga merupakan senjata yang ampuh sekali. Siang-hui-kiam (Sepasang Pedang Terbang) itu menyambar-yambar bagaikan dua ekor burung walet menyambari kupu-kupu sehingga nampak dua gulungan sinar yang menyilaukan mata dan membingungkan Toat-beng Mo-ong. Juga, gerakan gadis itu lincah dan cepat, tubuhnya lenyap menjadi bayangan hitam dan gerakan tangannya mengandung sin-kang yang cukup kuat. Diam-diam To at-beng Mo-ong heran dan kagum bukan main. Belum pernah selama hidupnya dia bertemu lawan seorang gadis muda selihai ini. Dan mengingat bahwa gadis ini murid Hek-liong Kwan Bhok Cu, dapat di bayangkan betapa lihainya sang guru. Teringat akan ini, dia melirik ke arah kedua orang rekannya. Diapun terkejut. Rekannya yang paling lihai, Hek-bin Mo ong, berdiri seperti patung dan menga-tur pernapasan, tanda bahwa datuk ini telah terluka, sedangkan rekan kedua, Siauw-bin Mo-ong nampak menggelinding ke sana sini dikejar oleh bayangan ranting pendek di tangan Si Naga Hitam i-tu. Ceiaka, pikirnya. Dan hampir saja dia yang celaka. Karena memecahkan perhatiannya ke arah dua orang rekannya, hampir saja lehernya ditembus sebatang di antara sepasang pedang Kim Hong! Hanya kepekaannya yang terlatih saja menyelamatkan dengan cepat miringkan kepala. Namun tetap saja ujung daun telinga kirinya disambar senjata tajam sehingga terluka dan berdarah!
Pada saat itu, juga tubuh Siuaw-bin Mo-ong terkena tendangan kaki Hek-liong Kwan Bhok Cu. Ketiga Sam Mo-ong segera berlompatan ke belakang dan maklumlah mereka bahwa kalau perkelahian dilanjutkan, mereka bertiga akan kalah.
"Kwan Bhok Cu!" kata Hek-bin Mo-ong dengan marah. "Saat ini kami mengakui keunggulan engkau dan muridmu. Salah kami yang selama ini tidak memperdalam ilmu sehingga terkejar olehmu. Akan tetapi, jangan harap engkau akan mampu menyembunyikan diri lagi. Kami akan menuntut kepada Beng-kauw! Sampai jumpa!" Tiga orang kakek itu berlompat an dan turun dari Bukit Nelayan. Si Naga Hitam sendiri lalu duduk bersila dan memejamkan mata, mengatur pernapas an karena dalam perkelahiannya mengadu tenaga sin-kang dengan Hek-bin Mo-ong tadi, isi dadanya terguncang dan sedikit banyak dia sudah terkena hawa beracun dari tangan hitam Hek-bin Mo-ong. Melihat ini, Kim Hong tidak mengganggu gurunya, bahkan iapun duduk bersila di dekatnya dan menghimpun hawa murni karena perkelahian melawan datuk tadi menguras tenaga sin-kangnya.
Setelah mendengar gurunya bergerak, Kim Hong membuka matanya dan mereka saling pandang. Si Naga Hitam mengangguk dan tersenyum, lalu menggerakkan ranting yang tinggal pendek itu di udara. Kim Hong memperhatikan dan guru nya menulis.
"Aku girang melihat kemajuanmu sehingga engkau mampu menandingi Toat-beng Mo-ong. Kalau engkau sudah minum darah Ang-thouw-hek-coa, engkau tentu tidak akan takut menghadapi pukulan beracun ke tiga Sam Mo-ong tadi. Bawa ke sini ular hitam kepala merah itu. Cepat!"
Kim Hong menahan pertanyaan yang menyesak di dadanya, dan menaati perintah gurunya. Keranjang kecil berisi ular hitam keci itu diletakkan di depan gurunya yang masih duduk bersila. "Ambil sebuah cawan besar dan peti obatku ke sini." Gurunya menulis lagi dan perintah inipun cepat dilaksanakan oleh Kim Hong.
Si Naga Hitam lalu memilih beberapa obat bubuk berwarna putih dan merah, menuangkan sebagian dari bungjs-an obat itu ke dalam cawan besar. Kemudian, dia membuka tutup keranjang dan begitu ular hitam kecil itu berdiri dan kepalanya keluar dari keranjang, secepat kilat tangannya menyambar dan dia telah menangkap ular itu dengan jepitan ibu jari dan telunjuk kanannya pada leher ular! Kemudian, jari-jari tangan lainnya menjepit tubuh ular itu dari leher, lalu ditarik ke bawah. Kulit tubuh itu pecah dan semua darah dan benda cair yang berada di tubuh ular itupun keluar, ditampung ke dalam cawan yang sudah diisi dua macam obat bubuk tadi. Ular itu seperti diperas, dan kini tubuh yang mati itu tinggal kulit dan daging yang kering dan gepeng!
Kim Hong bergidik ketika gurunya mengaduk cairan yang setengah cawan bercampur obat itu lalu disodorkan ke padanya, ia harus minum cairan darah dan obat itu! Baru melihatnya saja ia sudah hampir muntah! Gurunya tersenyum dan menulis di udara.
"Jepit hidungmu, pejamkan matamu, dan minum cepat!"
Kim Hong tidak berani membantah, ia tahu bahwa darah itu tentu berbahaya bukan main karena ular itu merupakan ular yang sangat berbisa. Darahnya tentu mengandung bisa yang amat berbahaya, dan kini gurunya minta agar ia meminumnya! Akan tetapi, ia percaya sepenuhnya kepada gurunya. Dengan tangan kanan memegang cawan, ia menggunakan tangan kiri menjepit hidungnya dan memejamkan matanya. Kini ia tidak dapat melihat lagi, tidak dapat mencium lagi, maka perasaan muakpun berkurang ba nyak, hanya yang tersisa dalam ingatan saja. Memang segala macam kemuakan tim bui melalui penglihatan dan penciuman, juga pendengaran walaupun tidak sekuat yang pertama. Rasa tidak enak di mulutpun akan banyak berkurang apa bila hidung dipencet dan mata dipejam. Kim Hong menuangkan isi cawan dalam tenggorokannya dan menelannya.
Cairan itu tertelan semua dan ia melepaskan cawan kosongnya ke atas tanah. ia membuka mata dan bertemu pandang dengan gurunya, ia tersenyum. Rasa masam dan manis, juga amis, memenuhi mulutnya. Tiba-tiba ia memejamkan atanya, kepalanya berdenyut-denyut pusing, pandang matanya berkunang, tubuh nya terasa panas seperti terbakar dan iarpun ia mencoba untuk menahan, tetap saja ia tidak kuat karena tubuhnya seperti hanyut dan iapun terguling roboh dan pingsan!
Setelah ia siuman, ia mendapatkan dirinya sudah berada di atas pembaringan, di dalam kamarnya, dan gurunya duduk di bangku. Bau yang aneh memenuh hidungnya dan melihat ada asap mengepul di sudut kamar, ia tahu bahwa gurunya sedang memasak sesuatu yang menimbulkan bau itu. Melihat muridnya siuman, Naga Hitam lalu menulis di udara.
"Aku akan memberimu minuman untuk meredakan pengaruh darah beracun ular, akan tetapi akan bangkit kekuatan yang mungkin sukar kau kendalikan maka engkau akan kutotok dan kaki tanganmu kuikat. Jangan khawatir, itu adalah akibat bekerjanya racun dan obat. Siapkah engkau?"
Kim Hong masih merasa betapa tubuhnya panas seperti dibakar dari dalam. Melihat ucapan yang ditulis gurunya, ia hanya dapat mengangguk, siap menghadapi apa saja untuk mematuhi gurunya. ia pasrah sepenuhnya karena yakin bahwa semua itu dilakukan gurunya untuk kebaikan dirinya.
Dengan gerakan yang amat cepat Hek-liong Kwan Bhok Cu menggerakka ranting baru yang berada di tangannya dan menotok tujuh jalan darah di tubuh muridnya yang seketika merasa betap seluruh tubuhnya tidak mampu digerakkan. Kemudian, gurunya mengambil sebuah tali dari kain sutera yang kuat mengikat pergelangan kedua kaki tangannya dengan kuat sehingga andai kata ia tidak ditotok sekalipun, ia tidak akan mampu menggerakkan kaki dan tagannya. Bahkan ia tidak dapat mengerahkan tenaga sama sekali.
"Sekarang minum kuah ini sampai habis," gurunya menulis, lalu mengambil poci obat yang sudah sejak tadi di masak dan kini masih hangat, menuang isinya setengah mangkok lebih, kemudian dia membantu muridnya duduk dan dekatkan mangkok pada mulut Kim Hong. Gadis itu dengan patuh minum obat yang terasa pahit dan berbau aneh, akan tetapi tidaklah memuakkan seperti darah ular tadi. Kemudian ia direbahkan kembali. Rasa panas masih membakar seluruh tubuhnya dan ia mendengar suara gemuruh di kedua telinga. ia memandang wajah gurunya dan Naga Hitam itu menulis lagi di udara.
"Pejamkan matamu dan tidurlah."
Kim Hong memejamkan matanya. Perlahan-lahan, panas yang membakar itu mulai mereda, dan makin nyaman rasanya, akan tetapi suara dalam kepalang semakin gemuruh sampai hampir tak tertahankan. Kemudian, terasa olehnya dalam perut di bawah pusar bergolak, bergerak seolah-olah ada sesuatu yang hidup di sana. ia yang sudah mempelajari menggunakan tenaga sin-kang, tahu bahwa di dalam tan-tiang di bawah pusar nya terjadi pergolakan tenaga yang dahsyat sekali, ia berusaha mengendalikan tenaga itu, akan tetapi gagal. Tenaga itu seperti liar dan menerobos ke seluruh tubuhnya dan ia mendengar suara tulang-tulang atau otot-ototnya berkeretakan! Dan ia merasa betapa semua jalan darahnya terbuka, bahkan yang tadinya tertotok kini terbuka dengan sendirinya! Tenaga dahsyat itu memaksa tangan kakinya bergerak, matanya terbelalak, hidungnya kembang kempis dan kedua telinganya juga menjadi peka sekali. ia melihat gurunya bangkit berdiri dan memandang kepadanya, ranting di tangan.
Kaki dan tangannya meronta dari ikatan, Kim Hong maklum bahwa suatui tenaga yang dahsyat dan liar. ia mencoba untuk mengendalikan dan tidak menggerakkan tangan kaki, namun semua usahanya sia-sia. Bagaikan memiliki kehidupan sendiri di luar kekuasaan hati dan akal pikirannya, kaki tangannya bergerak dan...... semua tali sutera yang mengikat pergelangan kaki tangan nya putus! Dan iapun seperti dilontarkan ke atas, meloncat turun dari pemba ringan, kaki tangannya bergerak-gerak seperti orang kesetanan.
Ketika ia memandang gurunya dengan tubuh bergoyang-goyang. gurunya cepat menggerakkan ranting di tangan menulis di udara. "Cepat salurkan tenaga itu untuk menyerangku!"
Memang ada dorongan hebat dari dalam untuk mempergunakan tenaga itu, tenaga dahsyat yang seolah memaksanya untuk menggeraikan kaki tangan, memper gunakannya dalam gerakan yang teratur. Akan tetapi, Kim Hong masih menyadari bahwa ia tidak boleh menyerang gurunya. Andaikata di situ terdapat musuh, ketiga Sam Mo-ong umpamanya, tentu tanpa diperintah lagi ia sudah menyerang mereka, menggunakan tenaga yang bergolak di dalam tubuhnya itu. Akan tetapi gurunya" Tidak, ia tidak akan menyerang gurunya! Karena pertentangan anta ra dorongan tenaga itu dan kesadaran batinnya, tubuhnya semakin bergoyang-goyang tidak karuan, seolah ada binatang buas di dalam tubuhnya yang meronta dan mengamuk minta dilepaskan dari kurungan.
Melihat ini, tiba-tiba Hek-liong Kwan Bhok Cu menggerakkan ranting di tangannya menyerang! Terdengar suara bercuitan nyaring ketika ranting itu meluncur dan menusuk ke arah mata Kim Hong! Tentu saja gadis itu terkejut dan secara otomatis, ia mengelak dengan mendoyongkan tubuh ke kiri. Dan secara refleks pula, tangannya menangkis dengan gerakan berputar.
"Wuuut, plakk!" Dan gadis itu terkejut bukan main. ia merasa betapa gerakannya ringan bukan main, dan keti ka tangannya menangkis ranting, ia merasa betapa tangannya membentur benda yang amat kuat sehingga ia terhuyung ke samping, akan tetapi gurunya juga terhuyung! Dan gurunya sudah menyerang lagi, lebih cepat dan dahsyat. Karena serangan gurunya itu merupakan serangan maut, terpaksa Kim Hong melawannya. Gadis yang amat cerdik ini tidak merasa kaget dan heran lagi karena kini ia tahu bahwa ia dikuasai tenaga mujijat akibat racun dan obat, dan gurunya melihat bahwa jalan satu-satunya agar ia dapat mengendalikan tenaga itu adalah dengan jalan mempergunakan tenaga itu dalam gerakan silat yang sungguh-sungguh!
Terjadilah pertandingan yang a-mat hebat. Karena saling mengenal jurus dan gerakan masing-masing dalam me nyerang dan menangkis, maka mereka seperti sedang berlatih saja. Akan tetapi, Si Naga Hitam mengerahkan semua te naganya untuk mengimbangi tenaga dahsyat Kim Hong ketika gadis itu mulai membalas serangannya dan memang tenaga dari dalam tubuh gadis itu luar biasa dahsyatnya. Setelah lewat limapuluh jurus, Kim Hong mulai dapat mengendalikan tenaga dahsyat itu. Terasa betapa tenaga itu mulai jinak dan menurut kehendak hatinya. Setelah merasa benar bahwa ia mampu mengendalikannya, iapun meloncat kebelakang dan berdiri tegak, tidak lagi kaki tangannya bergerak walaupun ia masih merasakan getaran di dalam tubuhnya. ,
"Cukup, suhu. Teecu telah dapat mengendalikannya!" katanya, girang dan terharu melihat betapa gurunya yang tadi melawan sungguh-sungguh itu nampak kelelahan dan mukanya basah oleh keringat.
Hek-liong Kwan Bhok Cu berhenti pula dan dia menghela napas panjang, mulutnya tersenyum dan matanya bersinar-sinar. Dia menggunakan lengan baju kiri untuk menghapus keringatnya, kemudian rantingnya bergerak menulis di udara .
"Kita berhasil! Mulai saat ini, bukan saja engkau akan kebal terhadap segala macam racun, juga tenaga sin-Kangmu menjadi amat kuat. Aku yakin engkau akan mampu mewakili gurumu mela kukan sebuah tugas yang berat."
Kim Hong menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya. "Teecu siap melaksanakan perintah suhu, bagaimana beratpun!"
Gurunya menggunakan ujung ranting menyentuh pundak muridnya. Ketika gadis itu mengangkat muka memandangnya, dia memberi isyarat kepada Kim Hong untuk memasuki pondok mereka.
Setelah mereka duduk saling berhadapan, sebelum gurunya memberi perintahnya, Kim Hong mempergunakan kesempatan itu untuk mengeluarkan dorongan hatinya yang timbul sebelum ia minum darah ular tadi, yang timbul oleh pertemuan mereka dengan Sam Mo-ong.
"Suhu, harap suka memaafkan tee-cu atas kelancangan teecu ini. Ketika Sam Mo-ong muncul dan mendengarkan ucapan mereka terhadap suhu, timbul keinginan tahu yang mendesak dalam hati teecu. Benarkah suhu dahulu tidak gagu dan mengapa sekarang menjadi gagu" Dan mengapa pula mereka mengatakan suhu telah berkhianat kepada dunia kang-ouw " Suhu adalah satu-satunya orang yang dekat dengan teecu, sudah teecu anggap sebagai pengganti orang tua. Teecu ingin sekali mengetahui riwayat suhu."
Hek-liong Kwan Bhok Cu menghela napas panjang dan wajahnya yang masih tampan itu nampak muram, lalu dia memejamkan matanya. Sampai beberapa lamanya dia berdiam diri, dan Kim Hong tetap menanti. Akhirnya, Si Naga Hitam menggerakkan ranting di tangannya, menulis,, diikuti penuh perhatian oleh muridnya. Kim Hong tidak mau melepaskan sehurufpun dari tulisan gurunya karena gurunya sedang menceritakan riwayat singkatnya melalui tulisan itu.
Dengan singkat Si Naga Hitam mem buka rahasia dirinya kepada muridnya, pada hal selama bertahun-tahun ini dia menyembunyikan atau merahasiakannya. Hal ini adalah karena dia memang merasa sayang sekali kepada muridnya itu, yang dianggap seperti anaknya sendiri. Dalam kehidupannya yang kosong dan kering selama bertahun-tahun ini, dia merasa hidup iya ada artinya kembali sete lah Kim Hong menjadi muridnya. Gadis itu bagaikan sinar terang yang sedikit banyak menerangi pula hatinya yang gelap.
Beberapa tahun yang lalu dia masih menjadi seorang tokoh dari perkumpulan rahasia Beng-kauw, sebuah perkumpulan golongan hitam yang sesat dan aneh. Karena Kaisar Beng Ong pernah mengirim pasukan menyerang dan mengobrak abrik sarang Beng-kauw, maka timbul dendam terhadap kaisar itu dan pada suatu hari, Kwan Bhok Cu mendapat tugas dari Bengkauw untuk membunuh Kaisar Beng Ong. Dia mendapat kepercayaan ini karena dia merupakan orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga hidup membujang sejak muda sehingga andaikata dia gagal dalam tugasnya dan tewas, tidak ada anggauta keluarganya yang akan kehilangan.
Pada suatu malam yang gelap dan dingin, Kwan Bhok Cu berhasil menyusup ke dalam istana. Dalam pencariannya terhadap Kaisar Beng Ong, dia melihat seorang selir kaisar yang membuatnya tergila-gila. Dia menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan di mana adanya kaisar. Akan tetapi, selir itu bahkan membuat dia tergila-gila karena selir itu luar biasa cantiknya, ia adalah selir yang dikenal sebagai Puteri Harum, yaitu Yang Kui Hui. Wanita cantik ini baru sebulan menjadi selir Kaisar Beng Ong, atau jelasnya, dirampas dari suaminya, yaitu Pangeran Shou dan dipaksa menjadi selir kaisar. Mendengar betapa pria tampan dan gagah itu hendak membunuh kaisar, Yang Kui Hui membujuknya agar jangan melakukan perbuatan nekat dan berbahaya itu. Kwan Bhok Cu terbujuk, bahkan jatuh cinta kepada Yang Kui Hui. Wanita ini, demi menyelamatkan nyawa kaisar, rela menyerahkan diri kepada Kwan Bhok Cu. Mereka mengadakan hubungan dan Kwan Bhok Cu disembunyikan oleh Yang Kui Hui. Sampai tiga hari dia berhasil bersembunyi. Pada hari keempat, atas pemberitahuan Yang Kui Hui, dia disergap sepasukan pengawal. Kwan Bhok Cu menggunakan kepandaiannya menyelamatkan diri keluar dari istana.
Tentu saja dia dianggap pengkhianat oleh Beng-kauw, juga oleh para to koh kangouw, apa lagi setelah pasukan emerintah kembali menyergap Beng-kauw an orang-orang kangouw yang sedang me gadakan pertemuan di markas Beng-kauw Pasukan dapat mengetahui sarang baru itu karena diberi tahu oleh Yang Kui hui.yang berhasil mengorek rahasia dari mulut Kwan Bhok Cu yang tergila-gila kepadanya.
"Demikianlah," Kwan Bhok Cu mengakhiri ceritanya melalui tulisan di udara, "orang-orang kangouw memusuhi ku dan hendak membunuhku. Para pimpinan Beng-kauw mengusirku dan tidak mengakui aku lagi, akan tetapi masih melindungiku dengan pernyataan bahwa mereka telah membunuhku. Aku terpaksa menyembunyikan diri dan menjadi orang gagu. Siapa kira, hari ini rahasiaku diketahui Sam Mo-ong yang tentu akan menuntut kepada Beng-kauw, Keselamatanku terancam, aku harus pergi sekarang juga dari sini."
"Akan tetapi, suhu. Mengapa kita harus lari" Biar kita lawan siapa saja yang hendak membunuh suhu!" kata Kim Hong marah.
"Tidak mungkin kita mampu menandingi para tokoh Beng-kauw. Mereka terlalu banyak. Juga aku tidak mau memusuhi mereka, aku dibesarkan di antar mereka. Aku tidak ingin membuat engkai ikut menjadi korban. Di samping itu, aku mempunyai tugas untukmu yang harus kau laksanakan." Tulis Kwan Bhok Cu.
Kim Hong merasa terharu membaca tulisan tentang riwayat suhunya itu ia dapat membayangkan ketika suhunya menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan tempat di mana kaisar berada, betapa selir yang cantik jelita telah menjatuhkan hati suhunya yang selalu hidup membujang. Karena jatuh cint kepada selir kaisar, suhunya kehilangan segala-galanya, bahkan diasingkan dari Beng-kauw, dimusuhi orang-oran kangouw.
"Katakan, apakah tugas itu, suhu " Teecu akan melaksanakan semua perintah suhu."
"Banyak hal terjadi di kota raja," tulis Si Naga Hitam. "Panglima An Lu Shan dari Peking telah menyerbu dan menguasai kota raja Tiang-an. Kaisar melarikan diri ke barat, ke Se-cuan. kabarnya, dalam perjalanan mengungsi itu, selir Yang Kui Hui telah dijatuhi hukuman mati, demikian pula saudaranya, Menteri Yang Kok Tiong. Kaisar terlunta-lunta di Se-cuan dan mungkin sedang menghimpun kekuatan. Ada desas-desus bahwa pusaka istana yang menjadi andalan kekuasaan kaisar, yaitu Giok-ong-cu (Mestika Hong Kemala) hilang, sekarang, aku minta agar engkau suka membantu kaisar, kalau mungkin mencari dan merampas kembali pusaka itu dan mengembalikan kepada kaisar yang berhak. dan juga, engkau harus membantu Kerajaan Tang untuk bangkit kembali, membantu untuk menghancurkan pemberontak An Shan itu."
Diam-diam Kim Hong merasa heran mengapa gurunya demikian sungguh-sungguh membela kaisar. Agaknya tidak mungkin kalau hal ini didorong oleh kesetiaannya kepada kaisar. Bukankah pernah gurunya itu bahkan hampir membunuh Kaisar Beng Ong" Ataukah gurunya ingin menebus dosa, dan juga membela kematian Yang Kui Hui yang tetap dicintanya" ia tidak mengerti dan tidak mampu mencari jawabannya, juga tidak berani bertanya kepada gurunya yang nampak sudah sedemikian sedihnya.
"Baik, suhu. Teecu akan menaati perintah suhu. Lalu, kapan kiranya kita dapat bertemu dan berkumpul kembali?"
Si Naga Hitam tersenyum dan menulis, "Jangan tanyakan itu. Kalau Tuhan masih memberiku usia panjang, suatu saat kita pasti akan saling jumpa. Aku tidak akan berada di sini lagi karena tak lama lagi tentu banyak tokoh kang-ouw akan menyerbu ke sini."
Setelah berkemas, membawa buntalan pakaian dan menerima sekantung berisi beberapa potong emas dan perak sebagai bekal perjalanan, Kim Hong berpisah dari gurunya, meninggalkan Bukit Nelayan, dan menyusuri Sungai Huai menuju ke barat, ia mempunyai dua macam tugas dalam hidupnya, yaitu pertama ia akan pergi mencari ayahnya yang belum pernah dilihat seumur hidupnya, ia hanya tahu dari ibunya bahwa ayahnya bernama Can Bu, seorang laki-laki yang gagah perkasa, akan tetapi ia tidak tahu di mana ayahnya berada. Akan tetapi mengingat cerita ibunya bahwa ayahnya adalah seorang perwira, besar kemungkinan ia akan mendapatkan keterangan tentang ayahnya di kota raja. Sayang sekali, sekarang terjadi pergolakan di kota raja, bahkan kaisarnya melarikan diri dan kota raja diduduki oleh pemberontak An Lu Shan. Adapun tugas kedua adalah tugas yang diperintahkan gurunya kepadanya, yaitu membantu kaisar, menentang An Lu Shan, dan membantu kembalinya Giok-hong-cu yang hilang.
Berita tentang hilangnya mestika burung Hong Kemala telah tersebar di dunia kangouw, menarik perhatian para tokoh kangouw karena semua orang maklum bahwa benda itu merupakan pusaka yang amat berharga bahkan menjadi tanda kekuasaan seorang kaisar! Tentu saja setiap orang ingin memilikinya. Kaisar sendiri dan juga Panglima Koli Cu terkejut dan terheran-heran mendengar desas-desus lenyapnya pusaka itu tersiar di luar. Padahal, hanya mereka berdua yang mengetahuinya, bahkan, telah dibuatkan yang palsu untuk menggantikan yang hilang. Mereka berdua tidak tahu bahwa ketika mereka bicara tentang hilangnya pusaka itu, pembicaraan mereka terdengar oleh seorang thai-kam. Thaikam ini memang sudah menaruh curiga ketika Panglima Kok menggeledah seluruh rumah Menteri Yang Kok Tiong, bahkan menggeledah pakaian yang menempel di mayat bekas menteri itu! Dan thaikam itulah yang menyebarkan berita kehilangan pusaka itu keluar.
O0dw0O Pemuda itu tidak pantas sekali menjadi pengemis. Dia berusia duapuluh satu tahun, mukanya bundar dan bersih, alis matanya tebal dan sinar matanya tajam, wajah yang tampan dan tubuh yang tegap sedang itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia seorang pemuda yang lemah atau pemalas, yang pantas mengemis. Sama sekali tidak! Bahkan biarpun dia mengenakan pakaian yang penuh tambalan, namun pakaiannya bersih dan gerak geriknya halus lembut, bahkan agung. Akan tetapi kenyataannya, di berada di kuil tua yang tak dipakai lagi itu, tempat yang biasanya hanya menjadi tempat persinggahan para pengemis, dengan pakaian tambal-tambalan, duduk bersila di lantai berhadapan dengan seorang pengemis lain yang usianya sudah enam puluh dua tahun, tubuhnya kurus kering dan bongkok, rambutnya riap-riapan kelabu, jenggotnya panjang, juga pakaiannya penuh tambalan. Akan tetapi, seperti juga pengemis muda tadi, biar pakaiannya penuh tambalan, namun pakaian itu bersih, dan tubuhnya juga bersih, tanda bahwa dia sering kamar mandi membersihkan tubuhnya.
Mereka memang pengemis. Akan tetapi mereka memang pengemis istimewa, guru dan murid yang luar biasa karena pengemis tua itu terkenal sekali di dunia persilatan. Dia adalah Sin-tung Kai-ong (Raja Pengemis Tongkat Sakti) yang namanya terkenal dari Tiang-an (kotaraja) sampai ke Lok-yang, ibu kota ke dua. Dan muridnya itupun seorang pengemis aneh, karena dia adalah seorang pemuda bangsawan, putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong, keponakan mendiang selir kaisar Yang Kui Hui yang terkenal! Pemuda itu adalah Yang Cian Han yang seperti telah kita ketahui, dua tahun yang lalu menjadi murid pengemis tua itu dan ke manapun gurunya pergi, dia ikut dan juga dia hidup sebagai seorang pengemis. Pengemis aseli karena dia diharuskan mengemis untuk mendapatkan uang atau makanan bagi mereka berdua!
Dapat dibayangkan betapa hebat perubahan hidup yang dialami Cin Han. Tadinya, sebagai putera Menteri Yang Kok Tiong, dia hidup berenang dalam kemuliaan dan kemewahan. Pakaian apapun yang dikehendaki, makanan mahal bagaimanapun yang diinginkan, dia tinggal perintah saja dan semua itu akan dihadapkan kepadanya. Apa lagi mengemis! Makan makanan sederhanapun belum pernah dia rasakan. Selalu daging dan sayur pilihan, yang serba mahal dan dimasak oleh koki yang pandai. Sekarang, untuk dapat makan bersama gurunya, dia diharuskan mengemis makanan seadanya atau uang pembeli makanan yang murah. Terpaksa Cin Han menaati perintah guru nya. Hanya satu hal dia pantang, yaitu menerima makanan bekas! Biar murah dan sederhana, makanan yang diberikan kepadanya haruslah baru dan bukan sisa!
"Suhu, teecu mohon suhu dapat mengijinkan teecu pergi. Teecu berjanji kan segera kembali menemani dan mela-ani suhu setelah teecu tahu apa yang telah terjadi dengan ayah dan ibu teecu," pemuda itu berkata dengan suara memohon.
Akan tetapi, kakek pengemis itu menggeleng kepalanya. "Tenang dan sabarlah, Cin Han. Apakah percuma saja selama ini aku mengajarkan ketenangan dan kesabaran kepadamu?" tegur kakek itu.
Cin Han menghela napas. Tentu saja selama dua tahun ini, selain mendapatkan tambahan ilmu silat yang hebat dari gurunya, dia juga mendapatkan hal lain yang amat berharga. Kehidupan sebagai pengemis membuat dia dapat merasakan kesengsaraan orang-orang yang miskin dan kelaparan, membuat dia menjadi rendah hati, dan biarpun dahulu dia bukan seorang pemuda bangsawan yang sombong, namun semua sisa keangkuhan sebagai bangsawan, kini terhapus oleh kehidupan sebagai pengemis selama dua tahun ini.
"Suhu tentu telah mengetahui keadaan hati teecu. Teecu cukup sabar, akan tetapi, kalau teecu tidak cepat menyelidiki keadaan ayah ibu teecu, bukankah teecu menjadi seorang anak yang tidak berbakti terhadap orang tua" Tentu suhu juga tidak suka mempunyai seorang murid yang murtad kepada ayah ibu send iri."
"Hemm, engkau tidak perlu memancing hatiku, Cin Han. Engkau tahu, peristiwa di kota raja adalah peristiwa pemberontakan, perang dan kita sama se kali tidak dapat mencegahnya. Bagaimana mungkin kita mencegah gerakan ratusan ribu pasukan" Tuhan Maha Adil, siapa menanam dia menuai dan memakan hasil tanamannya. Itulah hukum karma, Cin Han. Kalau orang tuamu dahulu menanam bibit yang baik, tentu sekarang memetik hasil buah dari tanaman itu dan menikmatinya, kalau sebaliknya, jangan engkau penasaran! Aku mendengar bahwa Kaisar telah melarikan diri ke barat, dan kota raja telah diduduki pemberontak An Lu Shan. Engkau tidak dapat melakukan apapun untuk mengubahnya."
-oo0dw0oo- Jilid 6 "Akan tetapi, suhu. Teccu hanya ingin melihat keadaan ayah dan ibu. Siapa tahu, mereka membutuhkan bantuan teccu."
"Baik, engkau boleh meninggalkan ku, akan tetapi engkau harus lebih dahulu menyempurnakan ilmu tongkat yang terakhir kuajarkan kepadamu."
"Tai-hong-pang (Tongkat Angin Ribut)" Wah, sukar sekali, suhu...."
"Tidak ada kata sukar bagi orang yang penuh semangat. Kalau engkau sudah menyempurnakan ilmu tongkat itu sehingga mampu menandingi ku selama lima puluh jurus dan tidak sampai roboh olehku, baru engkau boleh pergi. Kalau engkau diam-diam meninggalkan aku, aku akan mencarimu dan membunuhmu! Nah, aku sudah bicara, laksanakan!"
Melihat sikap gurunya, Cin Han tidak berani membantah. Dan saat itu juga, dia pergi ke belakang kuil tua dan berlatih ilmu silat tongkat yang baru dipelajarinya itu dengan tekun. Ilmu tongkat itu sukar bukan main, akan tetapi hasilnya juga luar biasa. Kalau gurunya yang memainkan tongkatnya dengan ilmu tongkat Angin Ribut itu, maka angin menyambar-nyambar seperti badai menyerang! Dia sudah dapat membuat tongkatnya bergerak mendatangkan angin kuat, akan tetapi belum dapat sambung menyambung seperti kalau suhunya yang bersilat.
Siang malam Cin Han berlatih ilmu tongkat itu, hanya berhenti untuk makan kalau sudah lapar sekali dan tidur kalau sudah mengantuk sekali. Diapun tiada hentinya minta petunjuk gurunya. Dengan ketekunan yang luar biasa, semangat yang bernyala-nyala, akhirnya dalam waktu sebulan saja, Cin Han sudah memperoleh kemajuan pesat sehingga ketika Sin-tung Kai-ong mengujinya, dia mampu menahan tongkat suhunya selama lima puluh jurus!
"Bagus! Sekarang aku tidak khawatir lagi melepasmu, Cin Han Ketahuilah bahwa sebulan yang lalu aku sengaja menahanmu dan lihat hasilnya. Engkau berlatih dengan tekun sekali sehingga dalam waktu sebulan engkau sudah dapat menguasai Tai-hong-pang dengan baik. Sebulan yang lalu, terus terang saja, aku masih merasa khawatir membiarkan engkau pergi karena kalau bertemu lawan tangguh, engkau masih belum memiliki suatu ilmu yang benar-benar dapat diandalkan. Akan tetapi sekarang, dengan Tai-hong-tung, engkau akan dapat menjaga dirimu lebih baik. Nah, sekarang engkau boleh pergi, Cin Han."
Kalau sebulan yang lalu dia ingin sekali pergi meninggalkan gurunya untuk melihat keadaan orang .tuanya di kota raja, sekarang begitu gurunya menyuruh dia pergi, Cin Han tertegun. Selama dua tahun ini, dia sudah akrab sekali dengan pengemis tua itu yang menjadi gurunya, juga pengganti orang tuanya, dan juga sahabat baiknya. Dan kini dia di suruh pergi!
"Tapi.... setelah urusan teecu selesai, ke mana teecu harus mencari suhu?"
Mendengar pertanyaan ini, Sin-tung Kai-ong tertawa. "Ha-ha-ha, mau apa engkau mencariku" Apakah engkau akan hidup terus sebagai seorang pengemis" Tidak, Cin Han. Sudah cukup aku memberikan semua ilmuku kepadamu. Aku mempunyai tugas yang harus kaulaksanakan dengan baik."
"Katakanlah, suhu. Perintah apa yang harus teecu kerjakan" Pasti akan teecu laksanakan sekuat dan semampu teecu!" kata Cin Han penuh semangat.
"Bagus! Aku tidak rela mendengar Kerajaan Tang dirobohkan oleh pemberontak An Lu Shan, seorang keturunan Khitan Turki! Aku ingin engkau menyusul kaisar yang melarikan diri ke barat, membantu kaisar menghadapi pemberontak!"
"Baik, suhu. Akan teecu laksanakan dengan taruhan nyawa!" jawab Cin Han yang menganggap bahwa tugas itu memang sudah sepantasnya. Andaikata tidak diperintah gurunya sekalipun, dia tentu akan membela kaisar dan menentang pemberontak.
"Akan tetapi ingat! Aku tidak ingin melihat engkau terperosok seperti ayahmu, tidak ingin engkau terseret ke dalam kelompok penjilat di istana yang paling memperebutkan kedudukan. Engkau membantu kaisar menentang pemberontakanya karena engkau berkewajiban untuk membela kebenaran dan keadilan, meredakan kekacauan demi ketenteraman dan mencegah penindasan yang dilakukan oleh pemberontak Khitan itu."
"Teecu mengerti, suhu. Teecu juga sudah muak melihat kepalsuan yang memenuhi istana, kemunafikan dan perebutan kekuasaan."
Pada hari itu juga, Cin Han meninggalkan gurunya. Karena muridnya bukan anggauta kai-pang (perkumpulan pengemis), maka Sin-tung Kai-ong mengijinkan muridnya berganti pakaian seperti biasa. Akan tetapi, rasanya sudah keenakan bagi Cin Han mengenakan pakaian tambal-tambalan itu, apa lagi, dia akan memasuki kota raja dan dia harus menyamar. Kalau sampai memerintah pemberontak tahu bahwa dia adalah putera Menteri Yang Kok Tiong, tentu dia akan ditangkap dan dibunuh. Demikianlah, dia masih mengenakan pakaian tambal-tambalan seperti biasa, bahkan kini melengkapi dirinya dengan sebatang tongkat yang nampaknya saja buntut, namun kalau dia memainkan tongkat itu dengan ilmu tongkat Angin Ribut, akibatnya tentu akan hebat bagi lawannya.
0odwo0 Semua tamu yang sedang makan minum dalam rumah makan itu tidak ada yang menoleh dan memandang gadis yang baru saja memasuki rumah makan dengan mata terbelalak penuh kekaguman dan keheranan. Gadis itu demikian cantik jelita dan gagah, dan pakaiannya yang serba hitam itu membuat kulit muka, leher dan tangannya yang nampak menjadi semakin putih mulus. Dan gerak gerik gadis itu demikian lincah. Seorang gadis muda, baru sembilan belas tahun usianya, memasuki rumah makan besar seorang diri dengan sikap demikian santai dan bebasnya, tidak kelihatan rikuh sama sekali walaupun puluhan pasang mata seperti hendak menelannya bulat-bulat.
Rumah makan itu merupakan rumah makan terbesar di kora raja Tiang-an. Semenjak kota raja itu diduduki pemberontak An Lu Shan yang mengangkat diri sendiri menjadi kaisar, rumah makan itu masih tetap buka karena mendapatkan dukungan dari seorang pembesar yang berkuasa dalam pemerintahan baru itu, dan harga makanannya amat mahal karena selain tidak ada rumah makan lain sebesar dan selengkap itu, juga masakannya serba mewah. Hanya orang-orang yang memiliki banyak uang saja berani masuk ke rumah makan itu dan makan minum. Pada siang hari itu, tidak kurang dari tiga puluh orang makan di situ, terdiri dari para pedagang dan pejabat. Ada juga wanita yang ikut makan, akan tetapi mereka itu terdiri dari keluarga bangsawan yang lembut atau gadis-gadis penghibur yang genit, yang diajak oleh para pria yang hendak bersenang-senang.
Maka, muncullah gadis berpakaian serba hitam itu amat menonjol, bukan hanya karena kecantikannya, akan tetapi juga karena ia sungguh berbeda dengan para wanita yang berada di situ. ia sama sekali tidak nampak lembut, bahkan nampak gagah dan sinar matanya mencorong berani, juga sama sekali tidak genit, bahkan pada senyum di bibirnya terkandung sesuatu yang dingin dan galak.
Karena para pelayan sedang sibuk melayani banyak tamu, gadis berpakaian hitam itu menoleh ke sana sini mencari tempat kosong dan akhirnya ia menghampiri sebuah meja kosong yang berada di sudut kanan, Ia tidak perduli akan pandang mata semua orang yang ditujukan kepadanya, Ia sudah tahu betapa mata laki-laki sebagian besar berminyak kalau melihat gadis cantik, Ia tidak lagi merasa bangga, bahkan muak karena maklum bahwa kekaguman mereka itu mengandung berahi dan kenakalan, Ia hanya memandang ke kanan kiri, matanya mencari-cari dan akhirnya ia melihat seorang pelayan terdekat.
"Heii, bung pelayan, ke sinilah, aku hendak memesan makanan!" teriaknya dan suaranya yang merdu namun nyaring itu membuat orang-orang semakin tertarik, ia memang cantik jelita dan gagah, terutama sekali mata dan mulutnya. Pada mata dan mulutnyalah terletak daya tarik yang paling kuat dan ke cantikannya nampak agak asing, seperti yang terdapat pada wanita-wanita peranakan. Seorang pelayan tergopoh menghampiri dan pelayan yang usianya sekitar tiga puluh tahun ini juga terheran melihat gadis itu duduk sendirian saja tanpa teman, tanpa pengawal pria.
"Nona hendak memesan apakah?" tanyanya sambil membungkuk, dengan kain lap di pundak.
"Berikan saja nasi putih dan tiga macam masakan yang paling lezat di restoran ini, dan anggur manis, juga air teh. Cepatan sedikit!" kata gadis itu.
Pelayan itu nampak tertegun. "Tiga macam masakan" Apakah nona menanti kawan?"
Gadis itu menoleh dan sinar matanya yang mencorong membuat pelayan itu undur selangkah. "Kawan" Apa maksudmu?"
"Tiga macam masakan itu banyak sekali, nona. Juga harganya amat mahal, apa lagi nona menghendaki yang paling lezat. Nona makan sendiri tidak akan habis dan membayarnya......"
"Tukk!" Gadis itu memukul meja dengan tangannya dan nampak sepotong emas di atas meja itu. "Apakah harganya lebih dari ini?"
Pelayan itu terbelalak, lalu tersenyum-senyum dan membungkuk-bungkuk. "Tentu saja tidak, nona.... maafkan saya, akan saya sediakan secepatnya." Diapun mundur untuk memenuhi pesanan gadis itu.
Sejak tadi, empat orang yang duduk menghadapi sebuah meja yang penuh masakan dan guci arak, memperhatikan gadis itu dan seorang di antara mereka, pria berusia lima puluhan tahun yang matanya sipit dan sejak tadi mengelus jenggot panjangnya dengan mata seperti hendak menelan gadis itu bulat bulat, segera berbisik kepada seorang laki-laki yang berdiri di belakangnya. Ada dua orang laki-laki tinggi besar yang berdiri di belakang pria ini dan melihat pakaian mereka berdua, jelas dapat diketahui bahwa mereka adalah sebangsa tukang pukul atau pengawal pria itu yang melihat pakaiannya tentu seorang pejabat. Tiga orang lainnya juga berpakaian pejabat, akan tetapi melihat sikap mereka terhadap pria berjenggot panjang, dapat diduga bahwa mereka merupakan orang-orang bawahan. Agaknya pejabat itu makan minum ditemani tiga orang pejabat rendahan, dan dijaga oleh dua orang pengawal atau tukang pukul .
Seorang bawahan yang tubuhnya kurus dan mukanya penuh jerawat, usianya sekitar tiga puluh tahun, mendengar pula bisikan itu dan diapun tersenyum. "Biarkan saya yang membujuknya, tai-jin," katanya. Pejabat itu mengangguk-angguk senang dan bawahannya itu lalu bangkit berdiri, menghampiri meja gadis berpakaian hitam itu dan menyeringai lalu berbisik.
"Nona, engkau memperoleh kehormatan besar sekali. Hari ini engkau seperti kejatuhan bulan dan aku mengucapkan selamat atas keberuntunganmu, nona."
Gadis itu mengerutkan alisnya dan matanya mencorong. "Hemm, apakah engkau ini maboki Atau memang miring otakmu" Pergilah, aku tidak mengerti apa yang kau ocehkan!"
Mendapat tanggapan seketus itu, si kurus kering menjadi merah mukanya, akan tetapi diapun memandang marah. "Ihh, tak tahu diuntung! Kaulihat dia itu, nona. Dia adalah Wong-taijin (Pembesar Wong), kedudukannya tinggi, berkuasa dan kaya raya. Dia tertarik kepadamu dan dia mengundangmu untuk duduk semeja dengan dia."
Gadis itu mengerling ke arah meja yang ditunjuk dan melihat si jenggot tersenyum menyeringai, memperlihatkan gigi yang hitam karena tembakau dan mengangguk-angguk kepala dengan si kap angkuh akan tetapi genit.
"Katakan padanya bahwa melihat mukanya saja aku sudah muak, kalau makan bersamanya aku dapat muntah. Pergi lah!" kata gadis itu kepada si kurus kering, suaranya tidak lirih lagi sehingga dengan mudah dapat terdengar oleh mereka yang duduk di meja lain sehingga banyak di antara mereka yang memandang khawatir Gadis itu berani menghina Wong-Taijin!
Si kurus kering muka jerawat yang mendengar usiran itu, terbelalak akan tetapi dasar dia seorang penakut, diapun melangkah kembali ke meja atasannya, sikapnya seperti seekor anjing pergi ketakutan menekuk ekornya.
"Kalian bawa dia ke sini!" kata pembesar Wong dengan muka kemerahan ke pada dua orang pengawalnya yang bertubuh tinggi besar. Mereka adalah kakak beradik, jagoan-jagoan yang diangkat sebagai pengawal oleh Wong Taijin, seorang yang menjabat kedudukan jaksa, jabatan yang memiliki kekuasaan besar dan ditakuti., dalam pemerintahan baru itu. Dua orang jagoan itu berusia kurang lebih tiga puluh tahun, keduanya memiliki tubuh yang tinggi besar berotot, yang seorang berkepala botak yang kedua brewok menakutkan, dan di pinggang mereka tergantung golok besar. Baru melihat saja orang tentu akan merasa gentar, apa lagi kalau mereka memandang dengan mata melotot dan wajah beringas.
Dengan langkah lebar, dua orang jagoan itu menghampiri meja gadis berpakaian hitam. Si brewok berkata, "Nona, majikan kami minta agar nona duduk semeja dengan beliau!"
Gadis itu hanya mengerling dan mendengus sambil membuang muka.
"Huh, kalian menyebalkan. Pergilah!"
Tentu saja si brewok menjadi marah. Kalau saja majikannya tidak menyuruh dia membawa gadis itu ke meja majikannya, tentu telah dijambak rambut gadis itu dan diseretnya. Dia tahu bahwa majikannya tertarik kepada gadis ini, maka dia tidak berani bersikap kasar, apa lagi menyakitinya.
"Nona,- kalau engkau tidak mau, terpaksa akan kuangkat bersama kursi yang nona duduki," berkata demikian, dia memegang sandaran kursi itu.
"Hemm, macam kamu ini kuat mengangkatku?" gadis itu mengejek.
Si brewok menjadi marah dan dia mengerahkan tenaga pada kedua lengannya dan mengangkat kursi itu. Dia merasa yakin akan mampu mengangkat kursi itu bersama gadis yang duduk di atasnya. Apa lagi baru gadis mungil yang tentu amat ringan itu, biar ditambah dua orang lagipun dia akan mampu mengangkatnya. Akan tetapi, terjadi keanehan yang bukan saja mengejutkan si brewok, melainkan juga mengherankan temannya yang botak dan empat orang pembesar yang duduk di meja sebelah. Biarpun dia mengerahkan tenaga sampai mengeluarkan suara ah-ah-uh-uh, namun kursi itu tidak dapat terangkat! Sedikitpun tidak bergerak, apa lagi terangkat!
Melihat keanehan itu, Jaksa Wong segera berkata kepada si botak. "Bantu dia!"
Kini si botak, walaupun agak sungkan dan malu harus menggunakan tenaga dua orang untuk mengangkat seorang gadis mungil saja, melangkah maju dan ikut memegang kursi itu lalu mengerahkan tenaga bersama temannya. Mereka mengerahkan tenaga dalam waktu yang sama, mencoba untuk mengangkat kursi itu.
"Aughhhh krekkkk!!" Keduanya terhuyung dan hampir terpelanting ketika sandaran kursi itu patah, akan tetapi gadis itu masih tetap duduk dengan santai sambil memandang kepada mereka dengan senyum mengejek.
Kini semua orang terkejut dan heran. Baru kemunculannya seorang diri di rumah makan itu saja sudah menimbulkan keheranan, dan kini ditambah lagi gadis itu berani menghina Jaksa Wong, dan lebih-lebih lagi kini gadis itu mampu bertahan di kursinya dan dua orang tukang pukulnya itu tidak mampu mengangkatnya! Hal ini tidak akan mengherankan bagi siapa yang mengenal gadis itu karena ia bukan lain adalah Can Kim Hong, murid tersayang dari Hek liong Kwan Bhok Cu! Gurunya memang sudah memesan agar ia berhati-hati dan tidak menonjolkan kepandaiannya di kota raja. Dan Kim Hong pun tadinya tidak ingin memamerkan kepandaiannya, hanya ingin makan di restoran besar itu karena dari luar saja bau masakannya sudah semerbak keluar dan membuat perutnya "terasa lapar. Akan tetapi, kalau ada orang-orang bersikap keterlaluan kepadanya, hendak menghinanya, tentu saja gadis yang berwatak keras ini tidak mungkin tinggal diam saja.
"Hemm, kalian dua ekor monyet busuk. Pergilah kalian bersama majikan kalian si kambing bandot jenggot panjang itu. Kalian semua memualkan perut ku, dan aku lapar hendak makan. Jangan ganggu aku!" kata Kim Hong dan iapun berpindah ke kursi yang tidak rusak, duduk menghadapi meja dan membelakangi mereka seolah tidak pernah terjadi sesuatu.
Semua orang menjadi pucat dan yang nyalinya kecil sudah cepat-cepat membayar harga makanan dan meninggalkan restoran itu. Gadis itu telah berani memaki Jaksa Wong sebagai kambing bandot jenggot panjang!Bukan main! Pasti akan hebat akibatnya. Bukan hanya dua orang tukang pukul itu saja jagoan si jaksa, bahkan dia mampu mengerahkan pasukan untuk menangkap gadis itu! Para tamu tidak ingin terbawa-bawa dalam urusan gawat itu, maka dalam waktu singkat restoran itu telah ditinggalkan para tamu. Yang berada di situ hanya tinggal Kim Hong, empat orang bersama dua orang tukang pukul itu. Bahkan para pelayan dan pengurus rumah makan sudah pergi entah ke mana!
Jaksa Wong baru pertama kali ini mengalami hal yang amat memalukan dan menghinanya. Biasanya, gadis manapun tidak akan ada yang berani menolaknya. Hampir semua gadis cantik yang tidak sempat melarikan diri ketika pemberontak menyerbu, menjadi korban keganasan para pemenang. Sebagian besar, yang tercantik, menjadi rebutan di antara para pejabat, dipaksa menjadi selir mereka, dan sebagian pula dijadikan perebutan antara para perajurit sehingga mereka itu bukan saja mengalami penghinaan yang tak terbayangkan ngerinya, bahkan juga akhirnya mereka tewas secara menyedihkan. Hanya para puteri pihak pemenang dan hartawan yang dapat menyogok sajalah yang selamat dari penghinaan dan perkosaan. Kini, Jaksa Wong ditolak, bahkan dihina, dimaki oleh seorang gadis biasa. Tentu saja darah naik ke kepalanya, dan dengan mata melotot dia menudingkan telunjuk kanannya kepada Kim Hong.
"Perempuan rendah, berani engkau menghina kami" Tidak tahukah engkau bahwa engkau berhadapan dengan Jaksa Wong" Cepat berlutut dan minta ampun, atau aku akan menyuruh orang-orangku menelanjangimu dan menyeretmu sepanjang jalan, kemudian kuberikan engkau kepada mereka untuk dikeroyok sampai mampus!" Ancaman ini sungguh mengerikan, akan tetapi membuat Kim Hong menjadi semakin marah. Makian, itu saja sudah menunjukkan macam apa orang yang dihadapinya itu.
"Biar engkau jaksa atau dewa sekalipun, aku tidak perduli. Yang kulawan bukan kedudukanmu, melainkan orangnya. Engkau orang yang jahat, kasar, suka menghina wanita, dan pantas dihajar. Andaikata engkau seorang pengemis sekalipun, kalau baik hati, tentu akan kuhormati!" Kim Hong juga menudingkan telunjuknya ke arah muka pejabat itu.
"Keparat! Tangkap dia!" teriak Jaksa Wong kepada dua orang pengawalnya. Dua orang laki-laki tinggi besar tu memang sudah merasa penasaran sekadan ingin menebus kekalahannya tadi. Mereka tetap tidak akan berani menggunakan kekerasan terhadap gadis itu yang ditaksir majikan mereka. Akan tetapi kini, majikan mereka telah memerintahkan mereka untuk menangkap gadii itu! Keduanya menyeringai dan dengan langkah perlahan seperti dua ekor binatang marah, mereka menghampiri Kim Hong dari belakang dengan kedua lengan di kembangkan, siap untuk menubruk dan mendekap gadis cantik mungil itu!
Kim Hong pura-pura tidak melihat mereka, ia sedang jengkel karena sejak tadi, pesanannya belum juga dihidang kan. "Heiii, bung pelayan! Di mana kamu" Mana pesananku" Kurang ajar, kenapa tidak ada orang sama sekali" Aku akan mengambil dan memasak sendiri hidangan itu didapur kalau kalian tidak cepat mengeluarkannya. Perutku sudah lapar!" ia berteriak-teriak lantang, tidak memperdulikan dua orang tinggi besar yang menghampirinya dari kanan kiri itu. Akan tetapi, begitu kedua orang itu bergerak hendak menubruknya, tangannya cepat menyambar dua batang sumpit dan sekali kedua tangan itu bergerak, sumpit-sumpit itu menyambar ke arah dua orang yang menubruknya. Harus diingat bahwa keistimewaan gadis ini adalah mempergunakan Hui-kiam (Pedang terbang), maka sambitan sumpitnya meluncur bagaikan anak panah terlepas dari busurnya dan dua orang tukang pukul itu roboh terjengkang, mengaduh-aduh memegangi paha kanan mereka yang ditembusi sumpit dan terasa nyeri bukan mari. Mereka tidak dapat bangkit berdiri dan hanya mengaduh-aduh, tidak berani mencabut sumpit yang masih menembus paha mereka, takut kalau-kalau akan menjadi semakin nyeri!
Tentu saja Jaksa Wong terkejut bukan main, demikian pula tiga orang bawahannya. Mereka berempat serentak angkit berdiri dan dengan muka pucat hendak berlari keluar. Akan tetapi, sekali menggerakkan kedua kakinya, Kim Hong sudah berkelebat dan yang nampak hanya bayangan hitam dan tahu-tahu ia telah berdiri menghadang empat orang itu. ia tersenyum mengejek, akan tetapi matanya mencorong.
"Kambing bandot, engkau tidak boleh lari begitu saja!" katanya dan sekali tangannya bergerak, Kim Hong sudah menyambar jenggot panjang itu dan membetotnya. Jaksa Wong berteriak kesakitan dan tubuhnya tertarik ke depan akan tetapi Kim Hong menyambut dengan tendangan ke dada sambil menarik jenggot itu kuat-kuat.
"Dukk! Prett.....!" Tubuh Jaksa Wong terjengkang dan jenggotnya jebol tertinggal di tangan Kim Hong. Tentu saja kulit dagunya terkelupas dan berdarah, dan dadanya terasa sesak. Jaksa Wong menangis! Tangan kiri meraba dagu, tangan kanan menekan dada dan dia menangis karena kesakitan dan ketakutkan. Tiga orang bawahannya hendak melarikan diri, akan tetapi tiga kali kaki Kim Hong menendang dan merekapun terlempar dan menimpa meja kursi!
Kim Hong berteriak lagi memanggil pelayann dan ketika tidak ada pelayan muncul, iapun dengan seenaknya memasuki dapur. Dilihatnya koki gendut bersembunyi di balik gentong dan dibentaknya orang itu.
"Hayo cepat bikinkan masakan yang enak untukku atau engkau yang akan ku kusembelih dan dagingmu kupangang!"
Koki itu tentu saja ketakutan dan dengan tubuh menggigil dan kedua tangan gemetar dia melaksanakan perintah Kim Hong. Gadis ini marah dan jengkel sekali. Perutnya amat lapar dan orang-orang telah mengganggunya, ia tidak perduli lagi ketika dua orang tulang pukul menyeret kaki mereka keluar dari rumah makan mengikuti majikan mereka yang juga terhuyung-huyung keluar bersama tiga orang bawahannya.
Juga Kim Hong tidak perduli betapa rumah makan yang sekarang kosong menjadi pusat perhatian orang yang berkerumun di luar rumah makan. Setelah hidangan matang, iapun makan minum seorang diri, tidak memperdulikan keadaan di luar yang semakin ribut karena berita tentang seorang gadis yang memukul Jaksa Wong dan kaki tangannya di rumah makan itu telah telah tersiar dengan cepat, menarik perhatian banyak orang karena berita itu sungguh luar biasa sekali.
Baru saja Kim Hong selesai makan, muncul belasan orang perajurit di pimpin oleh Wong Taijin sendiri yang kelihatan marah-marah. Pembesar ini masih kesakitan, jenggotnya lenyap dan dagunya yang tadi terluka kini sudah dibalut sehingga dia nampak lucu sekali. Telunjuknya menuding-nuding ke dalam rumah makan dan suaranya terdengar pelo karena dagunya dibalut.
"Tangkap perempuan itu! Tangkaaaap ....., telanjangi ia, seret sepanjang jalan agar semua orang melihat pemberontak itu.....!"
Tujuhbelas orang yang dipimpin seorang perwira memasuki rumah makan. Ketika mereka melihat bahwa di dalan rumah makan itu hanya ada seorang gadis cantik sedang duduk dengan sikap tenang, mereka menjadi ragu. Haruskah mereka, tujuhbelas orang perajurit pilihan, mengeroyok seorang gadis"
Perwira pasukan keamanan itu bagaimanapun juga masih memiliki keangkuhan dan harga diri. Dengan pedang melintang depan dada, diapun berkata kepada Kim Hong yang masih duduk dengan tenang, "Nona, sebaiknya kalau nona menyerah saja dengan baik-baik agar kami tidak harus mempergunakan kekerasan terhadap seorang gadis."
Kim Hong bangkit berdiri, sikapnya masih tenang dan ia lebih sabar karena perutnya sudah kenyang dan masakan tadi memang lezat sekali. "Sungguh mati, aku merasa heran sekali. Kalian ini orang-orang gagah kenapa diperintah oleh kambing bandot jenggot buntung yang menjemukan itu" Tidak malukah kalian?"
"Tangkap, seret dan telanjangi perempuan itu!" Wong Taijin mencak-mencak saking marahnya mendengar penghinaan itu.
"Hemm, kalau ada yang berani majulah! Aku akan menghajar kalian orang orang yang suka menghina wanita, dan sekali ini aku tidak mau bersikap lunak lagi. Heii, bandot keparat, majulah dan aku akan mengirim nyawamu ke neraka jahanam!"
Akan tetapi sebelum para perajurit yang ragu-ragu itu sempat bergerak, tiba-tiba dari luar masuk seorang pria yang gagah perkasa. Seorang pria bertubuh tinggi besar, kulitnya hitam mukanya brewok dan pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang pejabat tinggi.
"Apa yang terjadi di sini?" Suaranya nyaring dan parau, akan tetapi semua perajurit cepat memberi jalan dan memberi hormat kepada si tinggi be sar ini. Bahkan Wong Taijin sendiri terkejut melihat orang itu dan cepat memberi hormat dengan membungkukkan.tu buh seperti pisau lipat.
"Jaksa Wong, kau di sini" Kenapa itu mukamu" Mana jenggotmu yang panjang itu" Apa sih yang terjadi si sini?"
"Maaf, Yang Mulia.... eh.,...... kami sedang hendak menangkap seorang wanita pemberontak! ia telah melukai saya dan pengawal saya, dan ia bahkan masih berani menghina kami. ia harus ditangkap dan dihukum berat!" kata jak sa itu.
Pria tinggi besar itu terbelalak "Ehh" Ada yang begitu berani" Wanita malah" Bukan main! Mana ia?"
"Itu orangnya, Yang Mulia, gadis setan itulah pemberontaknya." ' Jaksa Wong menuding ke arah Kim Hong yang berdiri bengong memandang pria tinggi besar berkulit hitam yang disebut Yang Mulia oleh Jaksa itu. Pria itu memutar tubuh memandang ke dalam dan bertemulah dua pasang mata itu, dan pria itu mengeluarkan seruan heran.
"Kau...... Kim Hong......! !"
"Suhu......!" Kim Hong cepat memberi hormat dan hatinya merasa terharu bercampur heran. Terharu karena bagaimanapun juga, orang tua ini pernah memelihara dan mendidiknya penuh kasih sayang sehingga ia pernah menganggap kepala suku Khitan ini sebagai pengganti orang tuanya sendiri, dan ia merasa heran bagaimana sekarang gurunya itu disebut Yang Mulia oleh seorang pejabat tinggi! "Apakah suhu dalam keadaan sehat saja?" akhirnya ia bertanya.
"Kim Hong, aihh, kiranya engkau ......! Betapa rindu kami kepadamu." lalu Bouw Hun, laki-laki tinggi besar itu, membalik dan menghadapi jaksa Wong yang terbelalak dan mukanya berubah pucat.
"Jaksa Wong! Apa-apaan ini" Gadis ini adalah muridku yang tersayang, dan engkau berani mengatakan bahwa ia pemberontaki Gilakah engkau?"
"Ampun, Yang Mulia.... saya..... saya tidak tahu dan ia...... ia memukul dan menghina saya....." tubuh jaksa itu gemetar ketakutan. Siapa yang tidak akan takut berhadapan dengan Kok Su (guru negara atau penasihat Kaisar) yang amat ditakuti karena berjasa dan berkuasa besar itu" Jangankan baru Wong Taijin, seorang jaksa, bahkan para menteri sekalipun segan dan takut kepada Bouw Kok-su ini.
"Kenapa ia memukulmu" Hayo jawab! Pasti gadis ini belum gila, memukul tanpa sebab. Nah, katakan, apa sebabnya ia memukulmu?"
Wong Taijin semakin ketakutan. "Saya...... saya........ tidak apa-apa, Yang Mulia..... saya hanya.... mengundang ia untuk makan minum bersama kami......"
"Hemm, aku tahu orang macam apa engkau ini!" Bouw Hun membentak marah. "Sudah kudengar bahwa engkau sering mempermainkan wanita. Engkau tentu mengganggunya, maka muridku menjadi marah. Kim Hong, apa yang dia lakukan kepadamu?"
Kim Hong tersenyum. "Tidak apa, suhu, aku sudah menghajarnya cukup setimpal. Dia hendak memaksaku makan minum dengan dia, aku menghajar dia dan kaki tangannya, akan tetapi dia datang lagi membawa pasukan."
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jahanam kau, berani mengganggu muridku?" Bouw Hun membentak.
Wong Taijin hampir terkencing-kencing saking takutnya. "Ampunkan saya.... saya tidak tahu.... ampunkan.."
"Hayo berlutut dan minta ampun kepada muridku," bentak Bouw Hun.
Pembesar itu tanpa malu-malu lagi menjatuhkan diri berlutut menghadap Kim Hong dan mengangguk-angguk. "Ampunkan saya, nona, ampunkan saya...."
Akan tetapi Kim Hong tidak memperdulikannya. "Suhu, bagaimana suhu dapat berada di sini dan agaknya menjadi pembesar?" tanyanya kepada Bouw Hun membiarkan saja Wong Taijin yang masih berlutut dan mengangguk-angguk.
"Mari ikut pulang, Kim Hong. Kita bicara di rumah," kata Bouw Hun dan dia menggandeng tangan muridnya lalu mengajak muridnya meninggalkan rumah makan itu.
Wong Taijin yang masih berlutut, menjadi merah sekali mukanya. Dia bangkit berdiri, mengepal tinju, merasa malu bukan main dan diam-diam diapun mengutuk di dalam- hatinya, menyumpah-nyumpah dan berjanji bahwa sekali waktu dia akan membalas dendam ini kepada Bouw Kok-su, betapa mustahilnya hal itu nampaknya. Lalu diapun pergi mening galkan tempat itu tanpa menoleh lagi, membuat perwira yang memimpin pasukan menjadi bengong, tak tahu harus berbuat apa dan akhirnya mengajak pasukannya pergi meninggalkan rumah makan itu. Barulah keadaan menjadi normal kembali dan rumah makan itu mulai dikunjungi tamu lagi, dan peristiwa tadi hanya tinggal menjadi kenangan dan gunjingan orang saja.
Banyak orang merasa senang melihat betapa Wong Taijin mengalami hajaran yang cukup hebat, bukan saja jenggotnya dicabut sehingga dagunya robek, juga menerima penghinaan, dipaksa berlutut minta ampun kepada seorang gadis di depan banyak orang. Banyak orang me rasa tidak suka kepada pembesar ini yang terkenal galak, sewenang-wenang mengandalkan kekuasaannya sebagai jaksa. Sedikit-sedikit menuntut orang. Diminta anak gadisnya tidak diberikan saja dituntut dengan bermacam alasan, sebagai pemberontak, penjahat dan sebagainya. Dia terkenal menerima sogokan dari para hartawan, dan tidak segan dia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah dalam urusan pengadilan, semua itu karena kekuasaan uang sogokan.
Banyak sekali bukti bahwa orang yang suka menjilat ke atas, tentu suka menginjak ke bawah. Orang yang mencari muka dan amat takut kepada atasannya, bukan taat melainkan takut dan menjilat, orang seperti itu biasanya mengin jak dan menindas bawahannya. Orang seperti ini pada hakekatnya seorang pengecut dan mudah menjadi besar kepala dan sewenang-wenang kalau memperoleh kedudukan yang memberinya sedikit kekuasaan. Dan demikian pula Jaksa Wong. Dia merasa malu dan terhina sekali, dan diam-diam dia menanam dendam di dalam hatinya. Maklum bahwa pangkatnya jauh kalah tinggi dibandingkan Bouw Koksu, dia tahu bahwa hanya dengan cara yang licik dan licin, yang teratur rapi dan terdapat kesempatan baik saja lah, maka dia akan mampu membalas dendamnya. Dan dia bersabar hati, seperti sabarnya seekor musang yang menanti munculnya ayam keluar dari dalam kandangnya.
Bagaimana Bouw Hun, kepala suku Khitan, dapat menjadi Kok-su (guru negara) di kota raja" Hal ini tidaklah mengherankan karena sejak pertama kali An Lu Shan memberontak, dia telah menjadi pembantu utama panglima pemberontak itu. An Lu Shan sendiri adalah seorang peranakan Khitan Turki, dan dari darah ibunya, dia masih terhitung sanak dengan Bouw Hun. Oleh karena itulah, dia menarik Bouw Hun dan anak buah kepala suku Khitan itu menjadi sekutu dan karena jasa Bouw Hun dan Bouw Ki, besar ketika pasukan mengadakan penyerbuan ke kota raja, maka ketika An Lu Shan mengangkat diri menjadi kaisar, dia mengangkat Bouw Hun menjadi kok-su, dan Bouw Ki diangkat menjadi seorang panglima muda!
Kim Hong terkagum-kagum ketika diajak masuk ke dalam sebuah gedung besar kuno yang amat indah. Hal ini tidak mengherankan karena gedung yang kini menjadi tempat tinggal Bouw Kok-su adalah bekas tempat tinggal Menteri Utama Yang Kok Tiong! Gedung kuno yang besar, megah dan masih lengkap prabot rumahnya yang serba mewah. Nyonya Bouw Hun, seorang wanita Khitan yang sudah berusia empatpuluh tujuh tahun akan tapi berkulit putih dan masih cantik menyambut Kim Hong dengan rangkulan mesra. Wanita ini memang amat menyayang Kim Hong seperti anak sendiri. Sejak masih kecil sekali, belum juga berusia lima tahun, Kim Hong telah dirawat di dididik suaminya, hidup dalam keluarga itu sebagai murid, akan tetapi seperti anak sendiri bagi Bouw Hun dan isteri nya. Kepergian Kim Hong secara diam-diam itu sempat membuat Nyonya Bouw Hun berhari-hari menangis sedih dan kini melihat suaminya kembali bersama serang gadis cantik berpakaian serba hitam, ia segera mengenal Kim Hong dan merangkulnya, dan Kim Hong juga sempat meneteskan air mata ketika dirangkul oleh nyonya itu dengan mesranya.
"Kim Hong.....ah, ke mana saja engkau pergi selama ini, anakku?" nyonya itu menciumi pipi gadis itu yang menjadi terharu sekali. ia merasa seolah bertemu dengan ibunya sendiri.
"Aku.... aku merantau dan mencari pengalaman, bibi," katanya, la memang selalu menyebut bibi kepada isteri gurunya itu.
"Kau sekarang bertambah dewasa, bertambah cantik !" wanita itu memuji. "Kakakmu tentu akan gembira sekali melihatmu!"
Kim Hong teringat kepada Bouw Ki dan jantungnya berdebar. Bouw Ki yang membuat ia terpaksa minggat karena suhengnya itu hendak memaksanya menjadi selirnya!
Pada saat itu terdengar suara langkah kaki dari luar disusul seruan yang lantang, "Eh, ibu, siapakah gadis cantik itu" Perkenalkan kepadaku, ibu!"
Bouw Ki! Masih periang dan masih mata keranjang seperti biasa, pikir Kim Hong. Dan pemuda itupun muncul. Usia Bouw Ki sudah duapuluh tujuh tahun. Tubuhnya yang tinggi besar itu tampak semakin gagah dengan pakaian panglimanya yang gemerlapan! Dan wajah yang tampan dengan kumis melintang terpelihara rapi, dan matanya tajam seperti mata burung rajawali. Mata itu terbelalak, lalu berkilat-kilat ketika menjelajahi wajah gadis berpakaian hitam itu.
"Kim Hong...." Haiiii! Engkau benar Kim Hong....! Engkau semakin cantik saja, adik Hong!" katanya dan seolah-olah dia ingin menubruk dan merangkul gadis itu. Akan tetapi Kim Hong sudah mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat.
"Kakak Bouw Ki, bagaimana keadaanmu" Sehat-sehat saja, bukan?"
"Sehat" Aku" Lihatlah sendiri!"
Dia mengembangkan kedua lengannya, memamerkan keadaan diri dan pakaiannya "Bukan hanya sehat, aku telah menjadi seorang panglima, Kim Hong! Dan ayah telah menjadi Kok-su! Kami menjadi keluarga bangsawan tinggi, dekat dengan kaisar! Aha, tentu engkau girang sekali, bukan?"
"Tentu saja, suheng," kata Kim Hong sejujurnya.
"Aih, dahulu engkau melarikan diri dan menolakku, sekarang, sudah tiba saatnya engkau menjadi anggauta keluarga kami, menjadi isteri ku! Tentu ayah sekarang menyetujui Kim Hong menjadi isteriku, bukan begitu, ayah?"
Kim Hong terkejut sekali dan mengerutkan alisnya. "Suheng, harap jangan berkata seperti itu. Aku tadi bertemu ayahmu dan aku ikut suhu ke sini karena akupun sudah rindu kepada keluarga suhu. Aku hanya singgah saja, bukan untuk menetap di sini."
"Tapi , sumoi......"
"Aihh, Bouw Ki! Engkau ini apa-apaan sih?" Tegur ibunya. 'Adikmu baru saja tiba, dan engkau sudah bicara yang bukan-bukan tentang pernikahan. Mengapa engkau begitu tergesa-gesa seperti dikejar setan?"
"Bouw Ki, jangan membuat adikmu menjadi resah. Baru saja ia mengalami urusan yang membuatnya marah, dan kalau aku tidak cepat muncul, tentu ia membuat geger dan akan menjadi pusat perhatian orang di kota raja."
Kini pemuda yang gagah itu membelalakan matanya. "Wah, jadi engkaukah gadis di rumah makanyang telah memukul dan menghina Jaksa Wong itu, sumoi" Engkaukah orangnya?"
Kim Hong mengangguk. "Ha-ha-ha, alangkah lucunya! Si kura-kura itu memang pantas menerima hajaran den engkau yang melakukannya. Ha-ha, aku puas! Dan engkau mengagumkan sekali, Kim Hong, membuat aku semakin jatuh cinta. Katakanlah bahwa engkau sengaja datang ke kota raja untuk mencariku, dan menerima pinanganku."
"Bouw Ki, engkau sudah mempunyai lima orang selir, masihkah begitu kehausan" Biarkan Kim Hong beristirahat dulu, bahkan ia belum menceritakan pengalamannya selama dua tahun Ini," kata Bouw Hun dengan suara datar, seolah berita tentang puteranya memiliki lima orang selir itu merupakan hal biasa bagi para pendengarnya. Dia tidak tahu betapa Kim Hong muak mendengar ucapan itu. Memang pada jaman itu, kaum pria amat meremehkan martabat wanita sehingga wanita disamakan dengan benda-benda berharga saja, seperti benda yang indah dan mahal, atau seperti peliharaan yang langka, seekor burung dewata misalnya, atau seekor kucing dari negara barat! Sukar bagi mereka membayangkan bahwa wanita juga memiliki harga diri, memiliki perasaan dan matabat.
"Kim Hong, sekarang ceritakanlah pengalamanmu, kami ingin sekali mendengarnya," kata Nyonya Bouw Hun. Mereka berempat duduk di ruangan dalam, dan Kim Hong lalu menceritakan pengalamannya dengan singkat bahwa ia menjadi murid seorang sakti, yaitu Hek-liong Kwan Bhok Cu dan selama dua tahun ini belajar ilmu silat dari gurunya. Setelah selesai belajar, ia mendengar tentang keributan di kota raja dan ingin melihat-lihat keadaan setelah perang selesai.
"Hemm, jadi tukang perahu berpakaian hitam bercaping lebar itukah yang menjadi gurumu?" tanya Bouw Hun kepada muridnya dengan alis berkerut, teringat betapa dia dan puteranya sama sekali tidak mampu menandingi orang sakti itu.
"Benar, suhu, dan beliau seorang pendekar gagu yang amat baik kepadaku."
"Aih, kalau begitu engkau sekarang tentu telah menjadi lihai bukan main, sumoi!" kata Bouw Ki sambil tersenyum. "Akan tetapi selama dua tahun ini, kalau engkau belajar silat, aku bahkan mempraktekkan dalam pertempuran dan perang, dan akupun memperoleh kemajuan pesat!"
"Suhu, kalau boleh aku mengetahui, bagaimana suhu sekeluarga dapat berada di sini dan tiba-tiba menjadi pejabat tinggi?" Kim Hong ingin sekali mengetahui.
Bouw Hun bangkit dan berkata. "Kim Hong, biar Bouw Ki saja yang menceritakan semua itu kepadamu. Aku harus pergi ke istana sekarang menghadap Kaisar." Lalu kepada isterinya dia berkata, "Suruh pelayan mempersiapkan pesta kecil untuk keluarga kita, menyambut pulangnya Kim Hong." Setelah berkata demikian, Bouw Hun dengan sikap agungnya seorang pejabat tinggi, meninggalkan rumahnya. Nyonya Bouw juga pergi ke belakang untuk memerintahkan para pelayan menyiapkan pesta untuk menyambut Kim Hong.
"Sumoi, mari kita pergi ke taman dan di sana akan kuceritakan padamu tentang semua pengalaman kami yang hebat," ajak Bouw Ki.
Kim Hong mengangguk dan merekapun keluar dan memasuki taman bunga luas indah yang berada di sebelah kiri bangunan besar itu. Kim Hong mengagumi taman itu yang memang amat indah, apa lagi pada waktu itu, musim semi belum habis dan bunga-bunga di taman sedang saling bersaing keindahan dengan bunga-bunga yang bermekaran.
Setelah berjalan-jalan mengagumi bunga-bunga dalam taman, Bouw Ki mengajak sumo inya duduk di bangku tepi kolam ikan emas, dan diapun menceritakan pengalaman dia dan ayahnya. Ayahnya di ajak bersekutu oleh Panglima An Lu Shan dan merekapun menyerbu ke barat. Dia sendiri menjadi seorang komandan pasukan yang terdiri dari orang-orang Khitan dan dia sudah memperlihatkan kegagahannya dan membuat banyak jasa sehingga setelah gerakan pemberontakan tu berhasil, ayahnya diangkat menjari kok-su dan dia sendiri diangkat menjadi panglima muda oleh An Lu Shan.
Kim Hong mendengarkan dengan kagum. "Kalau begitu, suhu telah menjadi seorang bangsawan besar, dan engkaupun telah menjadi seorang panglima muda yang mulia. Tentu senang sekali hidupmu, suheng, mulia dan mewah, dihormat orang dan memiliki kekuasaan besar".
Jaka Lola 3 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Seruling Perak Sepasang Walet 3
"Ha-ha-ha, kalau kalian semua mampus dan aku tidak memperoleh racun racun itu, berarti kita bersama menderita rugi! Sebaliknya, cepat serahkan emua racun yang telah kalian kumpulkan, dan aku tidak akan membunuh kalian, berarti kita bersama mendapat keuntungan!"
Jelas bahwa kakek itu tidak segera membunuh karena dia mengharapkan untuk memperoleh pel-pel beracun yang amat berharga dari sekelompok orang penyembah ular itu.
"Orang tua yang kejam, siapakah engkau yang begitu kejam membunuhi teman-teman kami, dan untuk apa engkau hendak merampas racun-racun dari kami" Racun-racun itu merupakan sumber nafkah kami, kenapa engkau begitu tidak tahu malu untuk merampok kami?"
"Hemm, kalau aku tidak membutuhkan racun-racun itu, untuk apa aku mengganggu kalian" Aku Hek-bin Mt jng (Raja Iblis Muka Hitam) tidak suka ber urusan dengan orang-orang kecil macam kalian. Cepat serahkan semua racun, atau kalian tidak akan dapat melihat matahari besok!"
"Sam-mo-ong (Tiga Raja Iblis)... ..?"" beberapa orang di antara para penyembah ular itu berbisik-bisik. Mendengar bisikan ini, Hek-bin Mo-ong ter tawa.
"Bagus, kalian sudah mendengar nama kami bertiga. Aku memang seorang di antara Sam-mo-ong, akulah orang pertama! Nah, cepat serahkan semua racun kalau kalian tidak ingin mampus di tangan Hek-bin Mo-ong!"
"Hek-bin Mo-ong, engkau terkenal sebagai seorang datuk persilatan yang berkedudukan tinggi. Kenapa engkau mem bunuhi rekan-rekan kami yang tidak ber dosa" Dan sekarang, setelah membunuh banyak rekan kami, engkau memaksa kami menyerahkan milik kami yang menjadi sumber nafkah kami. Tidak, kami tidak akan menyerahkannya!" teriak si mata sipit dan sebelas orang lainnya juga berteriak-teriak mendukungnya.
Sepasang alis yang tebal itu ber kerut dan mata yang lebar itu mencorong. "Kalian lebih memilih mampus" Ke parat, kalau begitu, kalian mampus..."
Tiba-tiba dia terkejut karena terdengar suara bercuit nyaring, dan sebatang benda panjang meluncur ke arahnya dari atas. Dia mengira bahwa itu tentulah seekor ular terbang, maka cepat dia menangkis dengan lengan tangannya .
"Wuuutt..... brett.....!"
Ranting itu terpukul ke bawah dan menancap ke atas tanah sampai amblas lenyap, akan tetapi betapa kaget rasa hati Hek-bin Mo-ong ketika melihat betapa lengan bajunya robek dan kulit lengannya lecet. Padahal, yang menyerangnya tadi hanya sebatang ranting kecil! Bagaimana mungkin ranting dapat menembus kekebalannya"
Hek-bin Mo-ong menoleh ke arah pohon besar dari mana ranting itu tadi meluncur dan dia melihat sesosok bayangan hitam menyambar turun dan tahu tahu di depannya telah berdiri seorang gadis yang luar biasa cantiknya! Gadis itu mengenakan pakaian sederhana dari kain kasar yang berwarna serba hitam berkembang abu-abu, dan gadis itu berdiri bertolak pinggang dan memandang kepadanya sambil tersenyum manis, senyum yang mengandung ejekan!
"Aih-aih, selama hidupku baru sekarang aku bertemu orang yang lahir batinnya berwarna hitam! Hek-bin Mo-ong, julukanmu Raja Iblis Muka Hitam, akan tetapi kulihat yang hitam bukan hanya mukamu melainkan seluruh kulitmu sampai menembus ke hati. Hatimu juga hitam dan jahat sekali!"
Hek-bin Mo-ong masih bengong memandang kepada Kim-hong. Belum pernah dia bertemu seorang gadis yang begini cantik dan lincah dan berani, juga dilihat dari luncuran ranting tadi, ia tentu memiliki ilmu kepandaian yang tidak boleh dipandang ringan!
"Ha-ha-ha, akupun selama hidupku belum pernah bertemu seorang gadis yang begini cantik jelita! Manis, siapakah engkau dan mengapa pula engkau menyerangku tadi" Apakah engkau juga anggauta dari para penyembah ular ini?"
"Tidak ada hubunganku dengan mereka, akan tetapi aku paling membenci orang yang jahat dan kejam, bertindak sewenang-wenang seperti kamu ini! Pergilah dan jangan ganggu lagi mereka, atau aku terpaksa akan menghajarmu!" Sambil bertolak pinggang dan mengeluarkan ancaman seperti itu, lagak Kim Hong seperti seorang dewasa memarahi seorang anak kecil yang nakal saja.
"Ha-ha-ha, bocah sombong kau! A-kan tetapi engkau sungguh menarik, eng kau pantas untuk menemani aku bersenang-senang selama beberapa hari, ha-ha-ha!" Setelah berkata demikian, tiba tiba saja Hek-bin Mo-ong bergerak, kedua lengannya dikembangkan dan seperti seekor biruang hitam dia sudah menubruk dan menerkam ke arah Kim Hong.
Namun, sebelum dia menerkam, gerakannya telah diketahui gadis itu, dan dengan keringanan tubuhnya, dengan mudah Kim Hong mengelak dengan loncatan ke samping, kemudian ia membalik dan kakinya sudah menyambar dan menendang ke arah lambung lawan.
"Dukk! Uhhh!" Tendangan itu mengenai lambung dan biarpun tidak dapat merobohkan raksasa itu, tetap saja mem buat dia terkejut dan terbatuk karena isi lambungnya terguncang. Sebetulnya, Hek-bin Mo-ong adalah seorang datuk sesat yang memiliki tingkat kepandaian tinggi. Kalau dia dalam segebrakan terkena tendangan Kim Hong, hal itu adalah karena dia memandang rendah dan dia tadi menubruk seperti menghadapi seorang lawan ringan saja, yang dianggapnya sekali terkam dapat menangkap gadis yang jincah menggemaskan hati i-tu. Karena memandang rendah, dia lengah. Apa lagi Kim Hong memiliki gerakan yang amat cepat, Sebaliknya, Kim Hong diam-diam terkejut. Tendangannya itu dapat merobohkan seorang lawan yang kuat, akan tetapi ketika tendangan itu mengenai lambung raksasa ini, hanya sempat membuatnya terbatuk kecil saja. Ini membuktikan bahwa lawannya memang amat kuat dan kebal.
Hek-bin Mo-ong tentu saja menjadi marah bukan main. Sebagai seorang datuk besar, dalam segebrakan lambungnya terkena tendangan. Biarpun dia tidak roboh dan kalah, akan tetapi hal ini membuat dia merasa malu sekali. Maka, diapun mengeluarkan suara gerengan seperti seekor binatang buas dan ketika dia menggerakkan kedua tangannya di udara, digoyang-goyang seperti sepasang cakar harimau, tangan itu berubah warnya menjadi hitam tua sampai ke sikunya! Dan melihat ini, Kim Hong maklum bahwa bekas pukulan jari tangan inilah yang dilihatnya pada mayat-mayat itu, bekas pukulan maut.
"Bocah keparat, kuhancurkan kepalamu!" bentaknya dan diapun bergerak menerjang dengan bengisnya. Namun, Kim Hong sudah cepat mencabut keluar sepasang senjatanya. Sebelum ia menjadi murid Hek-liong Kwan Bhok Cu, ia sudah mempelajari penggunaan delapanbelas macam senjata dari gurunya yang pertama, yaitu Bouw Hun, dan iapun memiliki sen jata yang khas seperti gurunya dan su-hengnya, yaitu sebatang pedang yang bentuknya melengkung. Akan tetapi, gurunya ke dua yang gagu mengajarkan penggunaan sepasang pedang pendek seperti pisau belati yang kedua gagangnya disambung dengan sehelai tali yang amat kuat. Sepasang senjata ini oleh gurunya dinamakan siang-hui-kiam (sepa sang pedang terbang) dan ia sudah mahir sekali memainkan sepasang pedang pendek ini. Sepasang senjata ini lebih indah dan lebih praktis, mudah disimpan karena tidak panjang seperti dua buah pisau belati saja. Dan sepasang pedang pendek ini terbuat dari baja pilihan yang amat baik sehingga mampu me matahkan senjata lain yang terbuat dari baja biasa saja.
Begitu Hek-bin Mo-ong menerjang dengan kedua tangannya yang berubah hitam sekali, Kim Hong cepat mengelak. Tangan kedua menyusul, akan tetapi, gadis ini memiliki kelincahan gerakan yang luar biasa, membuat beberapa kali sambaran kedua tangan itu luput. Sebaliknya, ia mulai menggerakkan senjatanya dan tiba-tiba saja ada sinar berca haya menyambar ke arah leher raksasa itu. Si Raja Iblis Muka Hitam cepat menggerakkan tangan untuk menangkis dan mencengkeram ke arah sinar itu tanpa takut karena memang kedua tangannya kini menjadi kebal dan beracun.
"Tringgg......!" Pedang pendek yang tertangkis itu mengeluarkan bunyi nyaring, akan tetapi tidak dapat tertangkap karena pedang itu telah terbang kembali ke tangan pemiliknya. Pedang yang diikat dengan tali itu ternyata dapat beterbangan, dikendalikan oleh tangan Kim Hong yang memegang ta-linya. Dan kini, dari kiri menyambar pula pedang terbang kedua, yang me-nyambar ke arah mata kanan lawan.
"Hemmm.....!" Raksasa hitam itu menggereng marah akan tetapi juga kaget. Cepat dia menundukkan kepala, tubuhnya cenderung ke depan dan lengannya yang panjang telah mencengkeram ke arah dada gadis itu.
Kim Hong terpaksa melompat ke belakang, akan tetapi lawannya juga meloncat dan menyusulkan serangan yang bertubi-tubi, menggunakan sepasang lengan panjang yang memiliki cakar yang hitam beracun dan amat kuat itu. Kim Hong maklum akan bahayanya jari-jari tangan itu, maka iapun mempergunakan kelincahannya untuk mengelak ke sana sini sambil mencari kesempatan untuk nembalas serangan lawan dengan sepa-ang pedang terbangnya.
Duabelas orang pemuda ular yang tadinya tertegun melihat gadis yang mereka serang tadi tiba-tiba bahkan mem-antu mereka menghadapi Hek-bin Mo-ong, kini bergerak dan dipimpin oleh si mata sipit, mereka maju mengepung dan membantu Kim Hong mengeroyok kakek raksasa itu. Mereka menggunakan suling yang ujungnya runcing dan mengandung racun yang amat kuat, maka begitu di keroyok, Hek-bin Mo-ong menjadi sibuk juga. Menghadapi Kim Hong seorang saja, raksasa itu masih belum mampu menang, apa lagi kini ditambah duabelas orang pemuda ular yang rata-rata memiliki ilmu silat lumayan dan terutama sekali racun yang mereka pergunakan amat berbahaya .
Si mata sipit, mengeluarkan sebuah bungkusan dari saku bajunya dan begitu dia menaburkan isinya ke arah Hek bin Mo-ong, tercium bau yang amat keras dan kakek hitam itu cepat menahan napas dan tubuhnya sudah melayang naik ke atas pohon! Juga Kim Hong menahan napas dan menjauh.
"Nona telanlah pel ini untuk menjaga diri!" kata si mata sipit sambil melemparkan sebuah pel hitam ke arah Kim Hong. Gadis ini sudah merasa betapa lengan kirinya gatal, mungkin terkena bubuk yang disebarkan tadi. ia menyambut benda yang dilemparkan kepadanya, dan tanpa ragu iapun menelan pel hitam kecil itu. Dan memang hebat sekali, begitu tertelan, dalam waktu beberapa detik saja, seluruh tubuhnya tera sa hangat dan rasa gatal di lengannya pun lenyap! Kini ia berani mendekati mereka tanpa takut terkena bubuk yang di taburkan tadi
-oo0dw0oo- Jilid 5 Mereka semua memandang ke arah pohon, akan tetapi tidak melihat raksasa hitam itu di sana. Dan tiba-tiba dari pohon lain yang letaknya agak jauh, terdengar suara si raksasa hitam.
"Nona, kalau engkau bukan seorang pengecut rendah, katakan siapa namamu dan di mana engkau tinggal!"
Mendengar ini, si mata sipit cepat memberi isyarat kepada Kim Hong dengan gelengan kepala agar tidak mau mengaku. Akan tetapi, satu pantangan besar bagi seorang yang gagah, apa lagi yang wataknya keras seperti Kim Hong, adalah kalau ia disangka pengecut!
"Heii, Hek-bin Mo-ong manusia sombong! Ternyata kepandaianmu tidak sebesar nama julukanmu! Engkaulah yang pengecut besar, buktinya engkau melarikan diri. Namaku tidak perlu kau ketahui, akan tetapi kalau engkau merasa penasaran dan hendak mencari aku, datang saja ke puncak Bukit Nelayan di tepi Sungai Huai. Jelas?"
Tidak ada jawaban dari Hek-bin Mo-ong, akan tetapi Kim Hong yakin bahwa datuk itu tentu telah mencatat tempat tinggalnya dan mungkin sekali akan muncul di sana. ia menertawakan dalam hati. Kalau dia berani muncul di sana dan bertemu suhu, berarti dia seperti seekor ular mencari penggebuk!
Tiba-tiba ia dikejutkan oleh dua belas orang pemuja ular itu yang menjatuhkan diri berlutut dan menghadap kepadanya! Tentu saja ia merasa heran. "Eh-eh, apa-apaan kalian ini?"
Si mata sipit mewakili kawan-kawannya berkata, "Nona telah menyelamatkan kami dan menolong kami dari ancaman Hek-bin Mo-ong. Bagi kami, nona adalah dewi penolong dan karena itu, mulai saat ini, kami menganggap nona seorang di antara para dewi dan kami memberi nama kehormatan bagi nona, yaitu Ouw-coa Sian-li (Dewi Ular Hitam)!"
Duabelas orang itu memberi hormat sambil berlutut dan mulut mereka tiada hentinya menyebut Ouw-coa Sian-li, lalu mereka bernyanyi seperti tadi. Dan bermunculanlah ular-ular tadi dan kini semua ular mengelilingi tempat Kim Hong berdiri! Meremang rasanya semua bulu di tubuh gadis itu. ia merasa seperti bukan manusia lagi, disembah duabelas orang yang menyanyikan lagu aneh, dan dikelilingi ratusan ekor ular yang seolah juga menyembahnya.
"Saudara-saudara sekalian, sudah, cukuplah semua ini. Sesungguhnya aku datang ke Bukit Hitam ini karena suatu keperluan, akan tetapi setelah bertemu dengan kalian, aku jadi sungkan untuk mengatakan apa keperluanku itu karena mungkin sekali kalian tidak setuju, walaupun agaknya hanya kalian pula yang akan mampu membantuku."
Si mata sipit berkata, "Sian-li (Dewi), engkau kami anggap sebagai dewi pelindung. Apapun yang kauinginkan, kami akan membantu, walau hal itu membahayakan nyawa kami sekalipun."
"Aku disuruh oleh guruku untuk mencari seekor ular!"
"Ahhh......!" Semua orang terkejut dan hal ini sudah diduga oleh Kim Hong. Orang-orang ini memuja ular dan begitu sayang kepada ular, tentu tidak akan senang mendengar ia datang untuk mencari seekor ular!
"Sekali lagi maafkan, tadi aku memang telah membunuh dua ekor ular, akan tetapi hal itu hanya terjadi karena mereka menyerangku."
"Sianli mencari seekor ular" Ular apakah itu?" tanya si mata sipit.
"Ular istimewa yang tidak kulihat di antara semua ular ini. Menurut suhu, ular itu disebut ang-thouw-hek-coa......."
"Ahhh.......!" kembali dua belas orang itu berseru dan sekali ini semua mata terbelalak memandang kepada Kim Hong.
"Sianli, untuk apakah engkau mencari ular hitam kepala merah itu" Ular itu langka sekali di dunia, dan di Bukit Hitam ini pun, hanya ada sejodoh dan setiap kali bertelur, hanya sebuah!"
Kim Hong merasa girang. Jawaban itu saja menunjukkan bahwa mereka ini tentu tahu di mana adanya ular yang di carinya. "Harap kalian semua jangan berlutut dan marilah kita duduk bicara dengan baik setelah kini kita menjadi sahabat."
Si mata sipit menurut. Dia bangkit dan semua orang mengikutinya, dan kini mereka duduk sekelompok menghadapi Kim Hong. Gadis ini adalah seorang yang cerdik, ia tahu bahwa agaknya, tanpa bantuan mereka ini, tidak akan mudah baginya untuk mendapatkan ular yang dicarinya. Maka, ia harus dapat menyenangkan hati mereka dan tidak menonjolkan keinginannya sendiri.
"Sekarang kuharap kalian lebih dahulu mengurus jenazah rekan kalian yang terbunuh oleh iblis tua tadi, juga jenazah-jenazah yang kulihat di mana-mana itu. Setelah semua jenazah itu dikubur baik-baik barulah kita bicara. Aku akan menemani kalian agar tidak di ganggu lagi oleh iblis tua tadi."
Si mata sipit menghaturkan terima kasih dan mereka semua kelihatan gembira. Semua ada tujuh orang yang terbunuh oleh Hek-bin Lo-mo, sehingga kini sisa kelompok mereka hanya tinggal duabelas orang. Dengan ditemani Kim Hong, mereka mengambil semua jenazah dan mengumpulkannya di tempat terbuka itu, kemudian, setelah melakukan upacara sembahyang yang aneh, diramaikan pula upacara itu dengan sebuah tarian yang berlenggang-lenggok mirip tubuh ular, dilakukan tiga orang anggauta wanita dan tiga orang anggauta pria semua jenazah itu lalu dibakar.
Malam itu, Kim Hong melewatkan malam dengan mereka, di dekat tempat pembakaran mayat. Baru setelah pada ke esokan harinya semua abu jenazah ditabur-taburkan terbawa angin ke mana-mana dari puncak bukit, Kim Hong mengajak mereka bercakap-cakap tentang ular hitam kepala merah. ia menceritakan bahwa ia diutus gurunya untuk mencari ular itu sampai dapat dan ia tidak boleh kembali kalau belum membawa ular i tu!
"Sian-li, kalau boleh kami mengetahui, siapakah guru sian-li yang mulia?" tanya si mata sipit.
"Guruku adalah Hek-liong Kwan Bhok Cu.......!" kata Kim Hong yang memandang heran melihat sikap semua orang mendengar nama gurunya. "Apakah-kalian telah mengenal nama suhu?"
Si mata sipit menggeleng kepalanya. "Aih, memang sudah nasib, sudah digariskan oleh dewa-dewa ular! Kalau guru sian-li berjuluk Hek-liong (Naga Hitam), maka tentu saja kami semua harus mengalah. Naga Hitam membutuhkan Ular Hitam, tentu saja sudah sepatutnya. Ketahuilah, sian-li. Ang-thouw-hek-coa yang dimaksudkan itu ada pada kami. Racunnya pula yang dicari-cari oleh iblis tua tadi. Dan ular sakti ini lah yang menjadi sumber rejeki kami."
"Ahh.... kalau begitu,. bagai mana mungkin aku sampai hati untuk merampas sumber rejeki kalian?" kata Kim Hong dengan cerdik.
Si mata sipit tersenyum. "Sebelum kita melanjutkan, kami harap sian-li melihat apa yang akan terjadi, bagaimana kami memanfaatkan daya guna Ang-thouw-hek-coa untuk memberi rejeki kepada kami." Dia lalu memberi isyarat kepada kawan-kawannya dan duabelas orang itu kini membentuk setengah lingkaran seperti kemarin, lalu mereka menyanyikan lagu yang aneh itu. Kim Hong dipersilakan menonton pertunjukan itu dari cabang pohon karena kata mereka, kalau gadis itu berada di atas tanah, ada saja bahayanya diserang ular. Kim Hong meloncat dan nongkrong di atas cabang pohon paling rendah sehingga ia memperoleh tempat yang paling tepat untuk menonton apa yang akan terjadi di bawahnya.
Kini simata sipit meniup sulingnya. Suara yang melengking-lengking terdengar dan tak lama kemudian, ular-ular sudah berkumpul di tempat itu seperti kemarin. Akan tetapi sekali ini lebih banyak, seolah seluruh ular di bukit itu berkumpul. Mereka nampak jinak dan melingkar-lingkar di tengah tempat terbuka itu.
Kemudian, si mata sipit mengeluarkan sebuah keranjang dan membuka tutupnya. Dari atas, Kim Hong dapat me lihat dengan jelas bahwa keranjang itu berisi seekor ular yang kecil saja, sebesar ibu jari tangannya, tubuhnya sepanjang dua jengkal lebih dan kulit tubuh itu hitam legam mengkilat. Akan tetapi kepalanya yang mengagumkan adalah kepalanya. Kepala itu merah seperti api! Dan sepasang mata ular lebih merah lagi, seperti inti api dan mencorong menyeramkan walaupun ularnya hanya sekecil itu.
Kini duabelas orang itu meniup suling mereka. Suara duabelas batang suling yang ditiup melengking-lengking itu senada dan seirama, sehingga terdengar amat menghanyutkan perasaan. Kim Hong sendiri sampai merasa tergetar sehingga cepat ia mengerahkan sin-kang agar jangan sampai gemetar dan terjatuh dari atas pohon.
Kemudian, setelah beberapa menit duabelas batang suling itu ditiup dalam lagu yang aneh dan asing bagi telinga Kim Hong, ular kecil itu bergerak keluar dari dalam keranjang, turun ke atas tanah dan mulailah ular itu menari-nari. Benar-benar menari sehingga hampir saja Kim Hong terpelanting karena menahan tawanya, ia merasa geli karena lucu bukan main. Bayangkan saja! Ular itu "berdiri" di atas ekornya dan tubuhnya meliuk-liuk seperti seorang penari yang pinggulnya besar menggoyang-goyangkan pinggul, kepalanya yang merah juga digerakkan ke kanan kiri se suai dengan irama lagu.
"Hi-hik, ular badut!" Kim Hong terkekeh dalam hatinya. Ular yang warnanya amat cerah, hitam mengkilap dan kepalanya merah seperti darah atau api itu, selain indah juga amat iucu . ia pernah melihat ular kobra. Rajanya ular ini pun hanya mampu mengangkat kepala dari bawah leher ke atas saja. Akan tetapi ular hitam kepala merah ini mampu berdiri, benar-benar berdiri di atas ekornya yang tidak runcing dan ber lenggang-lenggok!
Kemudian, si mata sipit menurunkan sulingnya sedangkan yang lain masih terus meniup suling masing-masing. Kini si mata sipit ikut menari! Sambil duduk bersila, kedua lengannya seperti dua ekor ular yang menari pula, meniru gerakan ular hitam. Agaknya, sang ular yang cerdik namun bodoh bagi manusia itu, menganggap bahwa dia ditemani dua ekorular lain yang bentuknya aneh a-kan tetapi pandai menari seperti dia. Atau mungkin dia sudah terbiasa ditemani dua ekor "ular" itu. Tangan si mata sipit memang berbentuk moncong ular dan kini tiga "ekor" ular itu menari-nari saling mendekati, kadang bersenggolan. Seorang anggauta kelompok menurunkan sulingnya pula dan mengeluarkan seekor katak dari dalam kantung, seekor katak yang besar dan gendut.
Kemudian, tiba-tiba dengan gerakan cepat, si mata sipit telah menangkap leher dan belakang kepala ular hitam yang terpaksa membuka mulutnya lebar-lebar sehingga nampak gigi yang runcing melengkung ke dalam. Orang yang memegang katak tadi mendekatkan katak, lalu si mata sipit menyentuh katak itu dengan moncong ular yang segera menggigit katak. Katak itu meronta sebentar lalu terdiam. Si mata sipit menarik kepala ular sehingga terlepas, lalu menggigitkan lagi sampai berulang kali. Tubuh katak itu berubah menghitam! Dan gerakan ular itu makin lemah seolah-olah dia kehabisan tenaga, bahkan setelah katak yang sudah mati dan berubah hitam itu dimasukkan kantung kembali dan ular itu dilepas, dia nampak lemas dan gerakannya lambat.
Dan Kim Hong kini menyaksikan peristiwa yang amat mengherankan hatinya. Seekor ular kobra yang belang-belang sebesar lengan dan nampak ganas sekali, ditangkap oleh si mata sipit. Ular yang berbisa dan biasanya amat ganas ini jinak saja dan ketika dia dilepas di depan ular hitam kepala merah, ular kobra itu nampak ketakutan dan melingkar diam, meletakkan kepalanya di atas tanah di depan ular hitam yang lemas. Ular hitam agaknya kini dibangkitkan semangatnya oleh tiupan suling yang melengking-lengking, kemudian ular hitam itu menggerakkan kepalanya yang merah, moncongnya dibuka dan dia-pun menerkam dengan moncongnya ke.arah belakang kepala ular kobra. Ular kobra diam saja dan ular hitam Seperti menghisap sesuatu dari kepala bagian belakang ular kobra.
Ketika ular hitam yang kini menjadi agak gesit melepaskan gigitannya, ular kobra tidak mampu bergerak lagi dan telah mati. Lalu si mata sipit mengambil ular ke dua, ular yang ekornya besar dan ekor itu kalau di gerak-gerak kan dapat mengeluarkan bunyi berkerotokan! Sungguh merupakan ular yang a-neh dan langka, akan tetapi yang racun nya jahat bukan main. Sekali terpagut ular ini, jangan harap dapat hidup lebih lama dari dua tiga jam! Seperti juga ular kobra tadi, ular ini "mendekam" di depan ular hitam yang kini menjadi lebih lincah. Si hitam kepala merah itu menerkam seperti tadi dan korbannya diam saja seperti terpesona, membiarkan racun di belakang kepalanya dihisap habis dan diapun tewas!
Baru setelah menghisap habis racun dari belakang kepala enam ekor u-lar yang paling berbisa, si hitam berkepala merah itu agaknya baru puas dan kenyang, lalu dia dimasukkan kembali ke dalam keranjang kecil oleh si mata sipit, melalui suara suling yang menuntunnya masuk kembali ke tempatnya.
Selesailah pertunjukan itu dan Kim Hong dipersilakan turun. Gadis ini kagum sekali. "Aih, ular itu sungguh lucu. itukah Ang-thouw-hek-coa yang di cari suhu?"
Si mata sipit tersenyum akan tetapi dia menghela napas seperti orang bersedih. "Benar, sian-li. Dan seperti sian-li melihatnya sendiri tadi, demikianlah kami mengumpulkan racun dan membuatnya menjadi pel untuk dijual. Kami mengumpulkannya melalui ular hi-tam kepala merah. Ketika kami menggigitkannya kepada katak tadi, maka semua racunnya berpindah ke dalam tubuh katak dan kami akan memeras darah katak yang sudah penuh dengan racun itu. Kemudian, kami memberikan beberapa e-kor ular yang paling berbisa untuk dihisap racunnya oleh ang-thouw-hek-coa dan seketika pulih kembali racun dalam tubuhnya. Dengan cara ini, maka setiap tiga hari sekali kami dapat mengumpulkan racun yang banyak karena gigitan ular hitam kepala merah itu mengeluarkan racun yang banyak sekali dan ampuh."
Kim Hong mengangguk-angguk. "Kalau begitu pantas kalian menganggap ular hitam kepala merah itu sebagai sumber rejeki. Lalu bagaimana aku bisa mendapatkan ular seperti itu untuk memenuhi perintah suhu?"
"Kami menganggap sian-li sebagai dewi penolong, maka kami hadiahkan ular ini kepada sian-li untuk diserahkan kepada Si Naga Hitam, guru sian-li!" kata si mata sipit dan semua o-rang mengangguk-angguk sehingga Kim Hong merasa terharu sekali.
"Akan tetapi..... itu amat merugikan kalian! Lalu bagaimana kalian da pat mengumpulkan racun untuk dijual?" tanyanya agak ragu walaupun tentu saja di dalam hatinya ia merasa girang sekali.
"Jangan khawatir, sian-li. Kami akan mengumpulkan racun seperti dahulu sebelum kami memiliki ular hitam kepala merah, yaitu dengan mengumpulkan dari ular-ular berbisa sedikit demi sedi kit. Tentu saja tidak dapat secepat kalau melalui ular hitam kepala merah. Kalau dengan dia kami bisa mengumpulkan sebanyak itu setiap tiga hari, tanpa dia kami akan dapat mengumpulkan racun sebanyak itu dalam waktu tigapuluh hari ."
"Aihh! Kalau begitu aku hanya membuat kalian menderita!" seru Kim Hong terkejut.
"Tidak, sian-li. Kamipun sudah kehilangan banyak kawan sehingga jumlah kami tinggal dua belas orang, kami tidak mempunyai kebutuhan yang banyak. Pula, sekitar dua tahun lagi kami akan dapat mencari anak ular ini yang tentu sudah besar dan dapat menggantikan pekerjaan itu."
Akhirnya Kim Hong menerima pemberian itu dan iapun turun dari Bukit Hitam, ditemani oleh duabelas orang itu sampai di bawah kaki bukit. Mereka saling berpisah dan Kim Hong mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Di puncak Bukit Nelayan, Hek-li-ong Kwan Bhok Cu yang gagu menerima ke datangan muridnya dengan wajah gembira. Dengan caranya sendiri, yaitu menggerak-gerakkan ranting mencorat-coret huruf di udara, dia "bicara" kepada Kim Hong.
"Engkau dapat cepat pulang membawa ular hitam kepala merah, hal ini menunjukkan bahwa tidak sia-sia aku mendidikmu selama dua tahun lebih ini. 0rang lain belum tentu bisa mendapatkan ular itu selama hidupnya, apa lagi dalam waktu sesingkat ini. Akan tetap aku melihat dari atas tadi bahwa ada tiga bayangan orang yang ikut naik mengikutimu."
Kim Hong terkejut. Kalau sampai ia sendiri tidak melihat dirinya dibayangi orang dari bawah bukit, hal itu membuktikan bahwa tiga orang yang membayanginya tentulah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.
"Cepat simpan ular itu ke dalam!" kata pula Hek-liong Kwab Bhok Cu melalui coretan rantingnya. Kim Hong segera menanti perintah gurunya. Dibawanya keranjang kecil ke dalam pondok dan disembunyikannya keranjang Itu ke bawah tempat tidurnya. Setelah itu, ia pun cepat berlari keluar dan berdiri di samping gurunya menanti datangnya tiga bayangan orang yang bergerak dengan cepat seperti terbang mendaki puncak Bukit Nelayan.
Kim Hong memandang dengan penuh perhatian dan setelah tiga orang itu tiba di depannya, diam-diam ia terkejut mengenal bahwa seorang di antara mereka adalah si raksasa hitam Hek-bin Mo-ong! ia tadi belum sempat menceritakan pengalamannya dengan Raja Iblis Muka Hitam kepada gurunya. Tentu saja gurunya tidak mengenal siapa raksasa hitam itu. Dan melihat dua orang yang lain, ia dapat menduga bahwa agaknya mereka itu adalah rekan-rekan si raksasa hitam. Agaknya tiga orang inilah yang disebut Sam Mo-ong (Tiga Raja Iblis). Tentu si raksasa hitam itu setelah kalah menghadapi pengeroyokan para pemuja ular yang dibantunya, pergi mengundang dua orang rekannya lalu pergi ke Bukit Nelayan, bukan membayanginya. Kini ia teringat betapa ia mengaku kepada raksasa hitam itu bahwa ia bertempat tinggal di Pulau Nelayan.
Akan tetapi, betapa heran rasa hatinya ketika ia melihat tiga orang itu tidak memandang kepadanya, melainkan kepada gurunya dan mereka bertiga tersenyum-senyum.
"Aha, kiranya Si Naga Hitam Kwan Bhok Cu yang berada di sini! kata seorang di antara mereka yang tubuhnya pendek berperut gendut sehingga dia nampak bulat. Kakinya pendek dan tertutup jubahnya yang panjang sehingga kalau dia berjalan ke depan, nampaknya seperti menggelundung saja. Orang ini merupakan orang ke dua dari Sam Mo-ong dan di dunia kang-ouw terkenal sebagai datuk yang berjuluk Siauw-bin Mo-ong (Raja Iblis Muka Ketawa) . Melihat wajahnya yang selalu tawa atau senyum lebar, dia nampak ramah dan baik hati, akan tetapi orang akan merasa ngeri kalau melihat sepak terjangnya. Dia kejam bukan main, suka menyiksa orang sehingga mukanya yang tertawa itu hanya sebagai kedok.
"Hemm, Kwan Bhok Cu ternyata belum mampus seperti dikabarkan orang, dan bersembunyi di tempat ini! Kalau begitu, para pimpinan Hek-kauw telah berbohong, membohongi dunia kangouw!" kata orang ke tiga yang tubuhnya kurus kering seperti orang berpenyakitan dan mukanya selalu cemberut dan keruh. Inilah orang ke tiga dari Sam Mo-ong yang berjuluk Toat-beng Mo-ong (Raja Iblis Pencabut Nyawa) karena ia terkenal dengan sikap dan wataknya yang pemurung dan pemarah, sedikit saja sebabnya sudah membuat dia turun tangan membunuh orang!
Kim Hong menoleh kepada gurunya, akan tetapi suhunya itu diam saja tidak menanggapi dan kelihatan acuh saja, bahkan nampak mengerutkan alisnya, tanda bahwa orang tua itu merasa tidak senang.
"Ha-ha-ha, Hek-liong Kwan Bhok Cu, kenapa engkau diam saja?" Kini Hek bin Mo-ong berkata dan senyumnya menge jek. "Apakah engkau sudah menjadi tuli dan gagu" Atau engkau pura-pura tidak mengenal lagi kepada kami" Tidak mungkin engkau lupa kepada Sam Mo-ong, ha-ha-ha!"
Kim Hong berkata kepada gurunya. "Suhu, iblis tua hitam ini adalah Hek-bin Mo-ong yang pernah bentrok dengan teecu karena dia hendak membunuhi semua pemuja ular di Bukit Hitam."
"Heh-heh, nona manis. Kiranya engkau murid Si Naga Hitam! Kalau saja engkau tidak mengeroyokku dengan para pemuja ular, tentu sekarang engkau sudah bersenang-senang dengan aku, dan gurumu tentu akan merasakan bagaimana penderitaan orang dikhianati teman sen diri !"
Kim Hong memandang kepada gurunya yang menggerak-gerakkan ranting di tangannya. Kim Hong membaca coretan-co retan di udara Itu. "Katakan kepada mereka bahwa aku tidak mempunyai urusan dengan mereka dan agar mereka cepat pergi."
Kim Hong menghadapi tiga orang kakek itu dengan sikap menantang, lalu berkata, "Sam Mo-ong, suhu tidak mempunyai urusan dengan kalian. Maka, jangan kalian mencari penyakit dan banyak mulut. Pergilah kalau kaljan tidak ingin kami hajar sampai mampus!"
Tiga orang itu terbelalak dan nampak marah sekali. "Bocah sombong, engkau belum tahu siapa kami!" bentak Hek-bin Mo-ong. "Dahulupun gurumu ini tidak mampu menandingi aku, apa lagi sekarang. Heii, Hek-liong Kwan Bhok Cu dengar baik-baik. Kami akan mengampuni semua perbuatanmu yang memalukan di masa lalu kalau sekarang kauserahkan u-lar hitam kepala merah dan muridmu yang molek ini kepada kami. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuhmu lebih dulu, lalu menggeledah pondokmu mencari ular itu, dan memaksa muridmu menjadi budak kami!"
Bukan main marahnya hati Kin Hong mendengar penghinaan yang dilontarkan raksasa hitam itu kepada gurunya. Akan tetapi diam-diam iapun terkejut. Bagaimana iblis ini mengetahu bahwa ia telah mendapatkan ular hitam kepala merah" "Hek-bin Mo-ong, jangan ngawur! Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa suhu memiliki ular hitam kepala merah?"
"Ha-ha, nona manis Para pemuja ular boleh jadi akan bungkam menutu mulut, akan tetapi anggauta perempuan mereka mana mungkin dapat menutup mulut terhadap kami?"
Kim Hong membayangkan apa yang terjadi. Agaknya tiga orang iblis ini telah menangkap dan menyiksa anggauta para pemuja ular dan memaksanya mengaku sehingga karena tidak tahan akan siksaan yang tentu akan mengerikan, anggauta perempuan itu menceritakan segalanya.
"Jahanam busuk, engkau memang pegecut dan keji!" bentaknya dan ia sudah mencabut sepasang pisau terbangnya.
Akan tetapi, sentuhan ranting di lengannya membuat Kim Hong menengok dan membaca gerakan ranting di tangan uhunya itu. "Hadapi si kurus kering, awas terhadap Cakar Iblis Beracun dan serang jalan darah di bagian kedua legannya!"
Setelah membaca coretan ranting urunya, Kim Hong segera menggerakkan pisau terbangnya dan ia menyerang ke rah Toat-beng Mo-ong, orang ke tiga jari Sam Mo-ong. Sepasang pisaunya beterbangan dan membuat gerakan bersilang menyerang dari kanan kiri!
"Hemm, mampuslah!" bentak Toat-Beng Mo-ong dan diapun melangkah mundur untuk menghindarkan diri, kemudian kedua tangannya bergerak dan terdengar angin bercuitan ketika kedua lengan itu bergerak dan kedua tangannya membentuk cakar yang warnya berubah-ubah, kadang merah dan kadang hitam! Tahulah Kim Hong bahwa kedua tangan yang membentuk cakar itu berbahaya sekali, mengandung racun yang dapat mematikan. Sekali saja terkena hantaman atau cakaran kedua tangan itu dapat mendatang kan maut. Maka, iapun menaati pesan gurunya dan sepasang pedangnya bergerak cepat menyambar-nyambar ke arah pergelangan tangan, siku dan pundak, ke arah jalan-jalan darah yang akan membuat kedua lengan itu lumpuh kalau terkena sedikit saja!
Sementara itu, melihat betapa To at-beng Mo-ong sudah bertanding melawan gadis itu dan mereka berdua yakin bahwa rekan mereka pasti menang, Hek-bin Mo-ong dan Siuaw-bin Mo-ong sudah menerjang dan menyerang kepada Hek-li ong Kwan Bhok Cu. Hek-bin Mo-ong tidak menggunakan senjata. Para datuk sesat yang ilmunya sudah tinggi memang lebih suka menggunakan kedua tangan dari pada mengandalkan senjata. Kedua tangan mereka telah "terisi" dan seperti juga sepasang tangan Toat-beng Mo-ong yang sudah menjadi sepasang cakar iblis yang amat berbahaya, juga Hek-bin Mo-ong yang menjadi orang pertama dari Sam Mo-ong, mengandalkan ilmu Jari Hitamnya. Ilmu ini membuat kedua lengannya kebal dan berubah menghitam, dan dalam keadaan seperti itu, jari-jari tangannya mampu menyambut senjata tajam lawan dan sekali saja tangannya mengenai tubuh lawan maka lawan akan terjungkal dan tewas keracunan. Orang ke dua dari Tiga Raja Iblis itu, si gendut Siauw-bin Mo-ong, juga memiliki ilmu pukulan yang beracun, akan tetapi bedanya, kalau lengan rekannya berubah menghitam, kalau dia sudah mengerahkan ilmu itu, lengannya dari pangkal sampai ke ujung jari berubah merah. Itu-lah ilmunya Jari Merah dan siapa terkena pukulannya, tubuh yang terkena akan terbakar hangus seperti tersentuh baja yang panas membara!
Si Naga Hitam menghadapi serangan dua orang pengeroyoknya dengan sikap tenang. Dia tetap memegang ranting kecii yang biasanya dia pergunakan untuk "bicara" dengan muridnya. Ranting itu hanya sebatang ranting kayu yang besarnya hanya seibu-jari, panjangnya sedepa. Akan tetapi, di tangan orang sakti ini, ranting itu bagaikan berubah menjadi sebatang baja yang amat kuat dan lihai, yang dia pergunakan untuk menyerang Jalan darah kedua orang pengeroyoknya dengan totokan-totokan maut yang selain amat kuat mengandung tenaga sin-kang yang dahsyat, juga amat cepat. Begitu ranting itu digerakkan, maka nampak gulungan sinar kehijauan yang mengeluarkan bunyi bercuitan!
Dua orang datuk itu terkejut bukan main. Belasan tahun yang lalu, tingkat kepandaian Si Naga Hitam ini masih sebanding dengan masing-masing dari mereka. Akan tetapi sekarang, mereka maju berdua dengan keyakinan pasti akan mampu merobohkan pengkhianat kaum kang-ouw itu dengan mudah, tidak tahunya kini mereka berdua bahkan terancam oleh totokan-totokan maut yang amat dahsyat! Kiranya selama sepuluh tahun lebih ini, ilmu kepandaian Si Naga Hitam telah meningkat dengan amar hebatnya.
"Aarrgghhh.....!!" Hek-bin Mo-ong mengeluarkan teriakan seperti gerengan seekor srigala atau biruang marah, dan kedua tangannya sudah mencapai warna hitam yang paling gelap, bahkan kini dari telapak tangannya mengepul uap yang kehitaman! Diapun menerjang dengan dahsyat sekali, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangannya menyerang dari semua penjuru, bahkan menutup jalan keluar sehingga ke manapun lawan mengelak, dia pasti akan bertemu dengan jari tangannya! Me lihat serangan itu, bahkan Siauw-bin Mo-ong sendiri menjadi gentar kepada rekannya, khawatir kalau-kalau akan beradu tangan sendiri dengan Hek-bin Mo-ong sehingga dia akan menderita celaka. Dia mundur dan hanya siap untuk mengeroyok kalau kesempatannya tiba, karena serangan Hek-bin Mo-ong itu agaknya tidak akan dapat dielakkan lagi oleh Si Naga Hitam.
Akan tetapi, Si Naga Hitam sama sekali tidak mengelak. Ranting di tangan kanan yang menyambut telapak kiri lawan, menotok ke tengah telapak tangan agak mengarah celah antara telunjuk dan ibu jari, sedangkan tangan kirinya menotok telapak tangan kanan la-wan dengan sebuah jari telunjuk. Itulah ilmu totokan lt-sin-ci (Satu Jari Sakti) yang amat hebat.
"Tuk-tukk.....!" Adu tenaga melalui tangan itu membuat Hek-bin Mo-ong terhuyung ke belakang sedangkan Si Naga Hitam yang tergoyang sedikit yang membuktikan bahwa dalam hal tenaga sinkang, dia masih unggul dan lebih kuat dari pada si raksasa hitam! Akan tetapi, karena kedua telapak tangan Hek-bin Mo-ong mengandung hawa beracun yang amat jahat, ranting di tangan Si Naga Hitam menjadi hangus dan patah-patah ujungnya, dan telunjuk kirinya yang menotok telapak tangan lawan dengan ilmu totok It-sin-ci, menjadi hitam kukunya!
Hek-bin Mo-ong sendiri terluka dalam karena tenaganya membalik dalam adu tenaga sin-kang itu, maka dia hanya berdiri tegak sambil mengatur pernapasan dan untuk sementara tidak berani maju lagi. Dalam keadaan seperti itu, kalau dia maju mengadu tenaga sin-kang lagi, luka di dalam tubuhnya akan menjadi semakin parah dan berbahaya.
Melihat betapa Hek-bin Mo-ong agaknya terluka dalam mengadu tenaga sin-kang melawan Si Naga Hitam, Siuaw-bin Mo-ong terkejut sekali dan marah. Akan tetapi, si gendut bulat ini cerdik. Dia tahu bahwa kalau Hek-bin Mo-ong saja kalah kuat dalam tenaga sin-kang, dia sendiripun tidak akan mampu menandingi lawan dengan adu tenaga, ma ka diapun sudah menerjang dengan cepat. Tubuhnya yang bulat itu seperti sebutir bola raksasa menggelinding dan menerjang ke arah Si Naga Hitam Kwan Bhok Cu. Kakek gagu ini menyambut dengan gerakan rantingnya yang sudah men adi pendek karena ujungnya hangus dan patah tadi dan segera terjadi perkelahian yang seru antara mereka.
Sementara itu, perkelahian antara Kim Hong dan Toat-beng Mo-ong juga seru bukan main. Diam-diam Kim Hong bersukur bahwa selama dua tahun ini, ia belajar dengan tekun di bawah gemblengan gurunya yang juga bersungguh sungguh. Kalau tidak, bagaimana mungkin ia mampu menahan serangan seorang datuk lihai seperti Toat-beng Mo-ong" Orang kurus kering yang mukanya muram ini bukan main lihainya. Setiap tangannya bergerak, menyambar hawa pukulan dahsyat yang mendatangkan angin yang bercuitan. Namun, sepasang pedang di tangan Kim Hong juga merupakan senjata yang ampuh sekali. Siang-hui-kiam (Sepasang Pedang Terbang) itu menyambar-yambar bagaikan dua ekor burung walet menyambari kupu-kupu sehingga nampak dua gulungan sinar yang menyilaukan mata dan membingungkan Toat-beng Mo-ong. Juga, gerakan gadis itu lincah dan cepat, tubuhnya lenyap menjadi bayangan hitam dan gerakan tangannya mengandung sin-kang yang cukup kuat. Diam-diam To at-beng Mo-ong heran dan kagum bukan main. Belum pernah selama hidupnya dia bertemu lawan seorang gadis muda selihai ini. Dan mengingat bahwa gadis ini murid Hek-liong Kwan Bhok Cu, dapat di bayangkan betapa lihainya sang guru. Teringat akan ini, dia melirik ke arah kedua orang rekannya. Diapun terkejut. Rekannya yang paling lihai, Hek-bin Mo ong, berdiri seperti patung dan menga-tur pernapasan, tanda bahwa datuk ini telah terluka, sedangkan rekan kedua, Siauw-bin Mo-ong nampak menggelinding ke sana sini dikejar oleh bayangan ranting pendek di tangan Si Naga Hitam i-tu. Ceiaka, pikirnya. Dan hampir saja dia yang celaka. Karena memecahkan perhatiannya ke arah dua orang rekannya, hampir saja lehernya ditembus sebatang di antara sepasang pedang Kim Hong! Hanya kepekaannya yang terlatih saja menyelamatkan dengan cepat miringkan kepala. Namun tetap saja ujung daun telinga kirinya disambar senjata tajam sehingga terluka dan berdarah!
Pada saat itu, juga tubuh Siuaw-bin Mo-ong terkena tendangan kaki Hek-liong Kwan Bhok Cu. Ketiga Sam Mo-ong segera berlompatan ke belakang dan maklumlah mereka bahwa kalau perkelahian dilanjutkan, mereka bertiga akan kalah.
"Kwan Bhok Cu!" kata Hek-bin Mo-ong dengan marah. "Saat ini kami mengakui keunggulan engkau dan muridmu. Salah kami yang selama ini tidak memperdalam ilmu sehingga terkejar olehmu. Akan tetapi, jangan harap engkau akan mampu menyembunyikan diri lagi. Kami akan menuntut kepada Beng-kauw! Sampai jumpa!" Tiga orang kakek itu berlompat an dan turun dari Bukit Nelayan. Si Naga Hitam sendiri lalu duduk bersila dan memejamkan mata, mengatur pernapas an karena dalam perkelahiannya mengadu tenaga sin-kang dengan Hek-bin Mo-ong tadi, isi dadanya terguncang dan sedikit banyak dia sudah terkena hawa beracun dari tangan hitam Hek-bin Mo-ong. Melihat ini, Kim Hong tidak mengganggu gurunya, bahkan iapun duduk bersila di dekatnya dan menghimpun hawa murni karena perkelahian melawan datuk tadi menguras tenaga sin-kangnya.
Setelah mendengar gurunya bergerak, Kim Hong membuka matanya dan mereka saling pandang. Si Naga Hitam mengangguk dan tersenyum, lalu menggerakkan ranting yang tinggal pendek itu di udara. Kim Hong memperhatikan dan guru nya menulis.
"Aku girang melihat kemajuanmu sehingga engkau mampu menandingi Toat-beng Mo-ong. Kalau engkau sudah minum darah Ang-thouw-hek-coa, engkau tentu tidak akan takut menghadapi pukulan beracun ke tiga Sam Mo-ong tadi. Bawa ke sini ular hitam kepala merah itu. Cepat!"
Kim Hong menahan pertanyaan yang menyesak di dadanya, dan menaati perintah gurunya. Keranjang kecil berisi ular hitam keci itu diletakkan di depan gurunya yang masih duduk bersila. "Ambil sebuah cawan besar dan peti obatku ke sini." Gurunya menulis lagi dan perintah inipun cepat dilaksanakan oleh Kim Hong.
Si Naga Hitam lalu memilih beberapa obat bubuk berwarna putih dan merah, menuangkan sebagian dari bungjs-an obat itu ke dalam cawan besar. Kemudian, dia membuka tutup keranjang dan begitu ular hitam kecil itu berdiri dan kepalanya keluar dari keranjang, secepat kilat tangannya menyambar dan dia telah menangkap ular itu dengan jepitan ibu jari dan telunjuk kanannya pada leher ular! Kemudian, jari-jari tangan lainnya menjepit tubuh ular itu dari leher, lalu ditarik ke bawah. Kulit tubuh itu pecah dan semua darah dan benda cair yang berada di tubuh ular itupun keluar, ditampung ke dalam cawan yang sudah diisi dua macam obat bubuk tadi. Ular itu seperti diperas, dan kini tubuh yang mati itu tinggal kulit dan daging yang kering dan gepeng!
Kim Hong bergidik ketika gurunya mengaduk cairan yang setengah cawan bercampur obat itu lalu disodorkan ke padanya, ia harus minum cairan darah dan obat itu! Baru melihatnya saja ia sudah hampir muntah! Gurunya tersenyum dan menulis di udara.
"Jepit hidungmu, pejamkan matamu, dan minum cepat!"
Kim Hong tidak berani membantah, ia tahu bahwa darah itu tentu berbahaya bukan main karena ular itu merupakan ular yang sangat berbisa. Darahnya tentu mengandung bisa yang amat berbahaya, dan kini gurunya minta agar ia meminumnya! Akan tetapi, ia percaya sepenuhnya kepada gurunya. Dengan tangan kanan memegang cawan, ia menggunakan tangan kiri menjepit hidungnya dan memejamkan matanya. Kini ia tidak dapat melihat lagi, tidak dapat mencium lagi, maka perasaan muakpun berkurang ba nyak, hanya yang tersisa dalam ingatan saja. Memang segala macam kemuakan tim bui melalui penglihatan dan penciuman, juga pendengaran walaupun tidak sekuat yang pertama. Rasa tidak enak di mulutpun akan banyak berkurang apa bila hidung dipencet dan mata dipejam. Kim Hong menuangkan isi cawan dalam tenggorokannya dan menelannya.
Cairan itu tertelan semua dan ia melepaskan cawan kosongnya ke atas tanah. ia membuka mata dan bertemu pandang dengan gurunya, ia tersenyum. Rasa masam dan manis, juga amis, memenuhi mulutnya. Tiba-tiba ia memejamkan atanya, kepalanya berdenyut-denyut pusing, pandang matanya berkunang, tubuh nya terasa panas seperti terbakar dan iarpun ia mencoba untuk menahan, tetap saja ia tidak kuat karena tubuhnya seperti hanyut dan iapun terguling roboh dan pingsan!
Setelah ia siuman, ia mendapatkan dirinya sudah berada di atas pembaringan, di dalam kamarnya, dan gurunya duduk di bangku. Bau yang aneh memenuh hidungnya dan melihat ada asap mengepul di sudut kamar, ia tahu bahwa gurunya sedang memasak sesuatu yang menimbulkan bau itu. Melihat muridnya siuman, Naga Hitam lalu menulis di udara.
"Aku akan memberimu minuman untuk meredakan pengaruh darah beracun ular, akan tetapi akan bangkit kekuatan yang mungkin sukar kau kendalikan maka engkau akan kutotok dan kaki tanganmu kuikat. Jangan khawatir, itu adalah akibat bekerjanya racun dan obat. Siapkah engkau?"
Kim Hong masih merasa betapa tubuhnya panas seperti dibakar dari dalam. Melihat ucapan yang ditulis gurunya, ia hanya dapat mengangguk, siap menghadapi apa saja untuk mematuhi gurunya. ia pasrah sepenuhnya karena yakin bahwa semua itu dilakukan gurunya untuk kebaikan dirinya.
Dengan gerakan yang amat cepat Hek-liong Kwan Bhok Cu menggerakka ranting baru yang berada di tangannya dan menotok tujuh jalan darah di tubuh muridnya yang seketika merasa betap seluruh tubuhnya tidak mampu digerakkan. Kemudian, gurunya mengambil sebuah tali dari kain sutera yang kuat mengikat pergelangan kedua kaki tangannya dengan kuat sehingga andai kata ia tidak ditotok sekalipun, ia tidak akan mampu menggerakkan kaki dan tagannya. Bahkan ia tidak dapat mengerahkan tenaga sama sekali.
"Sekarang minum kuah ini sampai habis," gurunya menulis, lalu mengambil poci obat yang sudah sejak tadi di masak dan kini masih hangat, menuang isinya setengah mangkok lebih, kemudian dia membantu muridnya duduk dan dekatkan mangkok pada mulut Kim Hong. Gadis itu dengan patuh minum obat yang terasa pahit dan berbau aneh, akan tetapi tidaklah memuakkan seperti darah ular tadi. Kemudian ia direbahkan kembali. Rasa panas masih membakar seluruh tubuhnya dan ia mendengar suara gemuruh di kedua telinga. ia memandang wajah gurunya dan Naga Hitam itu menulis lagi di udara.
"Pejamkan matamu dan tidurlah."
Kim Hong memejamkan matanya. Perlahan-lahan, panas yang membakar itu mulai mereda, dan makin nyaman rasanya, akan tetapi suara dalam kepalang semakin gemuruh sampai hampir tak tertahankan. Kemudian, terasa olehnya dalam perut di bawah pusar bergolak, bergerak seolah-olah ada sesuatu yang hidup di sana. ia yang sudah mempelajari menggunakan tenaga sin-kang, tahu bahwa di dalam tan-tiang di bawah pusar nya terjadi pergolakan tenaga yang dahsyat sekali, ia berusaha mengendalikan tenaga itu, akan tetapi gagal. Tenaga itu seperti liar dan menerobos ke seluruh tubuhnya dan ia mendengar suara tulang-tulang atau otot-ototnya berkeretakan! Dan ia merasa betapa semua jalan darahnya terbuka, bahkan yang tadinya tertotok kini terbuka dengan sendirinya! Tenaga dahsyat itu memaksa tangan kakinya bergerak, matanya terbelalak, hidungnya kembang kempis dan kedua telinganya juga menjadi peka sekali. ia melihat gurunya bangkit berdiri dan memandang kepadanya, ranting di tangan.
Kaki dan tangannya meronta dari ikatan, Kim Hong maklum bahwa suatui tenaga yang dahsyat dan liar. ia mencoba untuk mengendalikan dan tidak menggerakkan tangan kaki, namun semua usahanya sia-sia. Bagaikan memiliki kehidupan sendiri di luar kekuasaan hati dan akal pikirannya, kaki tangannya bergerak dan...... semua tali sutera yang mengikat pergelangan kaki tangan nya putus! Dan iapun seperti dilontarkan ke atas, meloncat turun dari pemba ringan, kaki tangannya bergerak-gerak seperti orang kesetanan.
Ketika ia memandang gurunya dengan tubuh bergoyang-goyang. gurunya cepat menggerakkan ranting di tangan menulis di udara. "Cepat salurkan tenaga itu untuk menyerangku!"
Memang ada dorongan hebat dari dalam untuk mempergunakan tenaga itu, tenaga dahsyat yang seolah memaksanya untuk menggeraikan kaki tangan, memper gunakannya dalam gerakan yang teratur. Akan tetapi, Kim Hong masih menyadari bahwa ia tidak boleh menyerang gurunya. Andaikata di situ terdapat musuh, ketiga Sam Mo-ong umpamanya, tentu tanpa diperintah lagi ia sudah menyerang mereka, menggunakan tenaga yang bergolak di dalam tubuhnya itu. Akan tetapi gurunya" Tidak, ia tidak akan menyerang gurunya! Karena pertentangan anta ra dorongan tenaga itu dan kesadaran batinnya, tubuhnya semakin bergoyang-goyang tidak karuan, seolah ada binatang buas di dalam tubuhnya yang meronta dan mengamuk minta dilepaskan dari kurungan.
Melihat ini, tiba-tiba Hek-liong Kwan Bhok Cu menggerakkan ranting di tangannya menyerang! Terdengar suara bercuitan nyaring ketika ranting itu meluncur dan menusuk ke arah mata Kim Hong! Tentu saja gadis itu terkejut dan secara otomatis, ia mengelak dengan mendoyongkan tubuh ke kiri. Dan secara refleks pula, tangannya menangkis dengan gerakan berputar.
"Wuuut, plakk!" Dan gadis itu terkejut bukan main. ia merasa betapa gerakannya ringan bukan main, dan keti ka tangannya menangkis ranting, ia merasa betapa tangannya membentur benda yang amat kuat sehingga ia terhuyung ke samping, akan tetapi gurunya juga terhuyung! Dan gurunya sudah menyerang lagi, lebih cepat dan dahsyat. Karena serangan gurunya itu merupakan serangan maut, terpaksa Kim Hong melawannya. Gadis yang amat cerdik ini tidak merasa kaget dan heran lagi karena kini ia tahu bahwa ia dikuasai tenaga mujijat akibat racun dan obat, dan gurunya melihat bahwa jalan satu-satunya agar ia dapat mengendalikan tenaga itu adalah dengan jalan mempergunakan tenaga itu dalam gerakan silat yang sungguh-sungguh!
Terjadilah pertandingan yang a-mat hebat. Karena saling mengenal jurus dan gerakan masing-masing dalam me nyerang dan menangkis, maka mereka seperti sedang berlatih saja. Akan tetapi, Si Naga Hitam mengerahkan semua te naganya untuk mengimbangi tenaga dahsyat Kim Hong ketika gadis itu mulai membalas serangannya dan memang tenaga dari dalam tubuh gadis itu luar biasa dahsyatnya. Setelah lewat limapuluh jurus, Kim Hong mulai dapat mengendalikan tenaga dahsyat itu. Terasa betapa tenaga itu mulai jinak dan menurut kehendak hatinya. Setelah merasa benar bahwa ia mampu mengendalikannya, iapun meloncat kebelakang dan berdiri tegak, tidak lagi kaki tangannya bergerak walaupun ia masih merasakan getaran di dalam tubuhnya. ,
"Cukup, suhu. Teecu telah dapat mengendalikannya!" katanya, girang dan terharu melihat betapa gurunya yang tadi melawan sungguh-sungguh itu nampak kelelahan dan mukanya basah oleh keringat.
Hek-liong Kwan Bhok Cu berhenti pula dan dia menghela napas panjang, mulutnya tersenyum dan matanya bersinar-sinar. Dia menggunakan lengan baju kiri untuk menghapus keringatnya, kemudian rantingnya bergerak menulis di udara .
"Kita berhasil! Mulai saat ini, bukan saja engkau akan kebal terhadap segala macam racun, juga tenaga sin-Kangmu menjadi amat kuat. Aku yakin engkau akan mampu mewakili gurumu mela kukan sebuah tugas yang berat."
Kim Hong menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya. "Teecu siap melaksanakan perintah suhu, bagaimana beratpun!"
Gurunya menggunakan ujung ranting menyentuh pundak muridnya. Ketika gadis itu mengangkat muka memandangnya, dia memberi isyarat kepada Kim Hong untuk memasuki pondok mereka.
Setelah mereka duduk saling berhadapan, sebelum gurunya memberi perintahnya, Kim Hong mempergunakan kesempatan itu untuk mengeluarkan dorongan hatinya yang timbul sebelum ia minum darah ular tadi, yang timbul oleh pertemuan mereka dengan Sam Mo-ong.
"Suhu, harap suka memaafkan tee-cu atas kelancangan teecu ini. Ketika Sam Mo-ong muncul dan mendengarkan ucapan mereka terhadap suhu, timbul keinginan tahu yang mendesak dalam hati teecu. Benarkah suhu dahulu tidak gagu dan mengapa sekarang menjadi gagu" Dan mengapa pula mereka mengatakan suhu telah berkhianat kepada dunia kang-ouw " Suhu adalah satu-satunya orang yang dekat dengan teecu, sudah teecu anggap sebagai pengganti orang tua. Teecu ingin sekali mengetahui riwayat suhu."
Hek-liong Kwan Bhok Cu menghela napas panjang dan wajahnya yang masih tampan itu nampak muram, lalu dia memejamkan matanya. Sampai beberapa lamanya dia berdiam diri, dan Kim Hong tetap menanti. Akhirnya, Si Naga Hitam menggerakkan ranting di tangannya, menulis,, diikuti penuh perhatian oleh muridnya. Kim Hong tidak mau melepaskan sehurufpun dari tulisan gurunya karena gurunya sedang menceritakan riwayat singkatnya melalui tulisan itu.
Dengan singkat Si Naga Hitam mem buka rahasia dirinya kepada muridnya, pada hal selama bertahun-tahun ini dia menyembunyikan atau merahasiakannya. Hal ini adalah karena dia memang merasa sayang sekali kepada muridnya itu, yang dianggap seperti anaknya sendiri. Dalam kehidupannya yang kosong dan kering selama bertahun-tahun ini, dia merasa hidup iya ada artinya kembali sete lah Kim Hong menjadi muridnya. Gadis itu bagaikan sinar terang yang sedikit banyak menerangi pula hatinya yang gelap.
Beberapa tahun yang lalu dia masih menjadi seorang tokoh dari perkumpulan rahasia Beng-kauw, sebuah perkumpulan golongan hitam yang sesat dan aneh. Karena Kaisar Beng Ong pernah mengirim pasukan menyerang dan mengobrak abrik sarang Beng-kauw, maka timbul dendam terhadap kaisar itu dan pada suatu hari, Kwan Bhok Cu mendapat tugas dari Bengkauw untuk membunuh Kaisar Beng Ong. Dia mendapat kepercayaan ini karena dia merupakan orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga hidup membujang sejak muda sehingga andaikata dia gagal dalam tugasnya dan tewas, tidak ada anggauta keluarganya yang akan kehilangan.
Pada suatu malam yang gelap dan dingin, Kwan Bhok Cu berhasil menyusup ke dalam istana. Dalam pencariannya terhadap Kaisar Beng Ong, dia melihat seorang selir kaisar yang membuatnya tergila-gila. Dia menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan di mana adanya kaisar. Akan tetapi, selir itu bahkan membuat dia tergila-gila karena selir itu luar biasa cantiknya, ia adalah selir yang dikenal sebagai Puteri Harum, yaitu Yang Kui Hui. Wanita cantik ini baru sebulan menjadi selir Kaisar Beng Ong, atau jelasnya, dirampas dari suaminya, yaitu Pangeran Shou dan dipaksa menjadi selir kaisar. Mendengar betapa pria tampan dan gagah itu hendak membunuh kaisar, Yang Kui Hui membujuknya agar jangan melakukan perbuatan nekat dan berbahaya itu. Kwan Bhok Cu terbujuk, bahkan jatuh cinta kepada Yang Kui Hui. Wanita ini, demi menyelamatkan nyawa kaisar, rela menyerahkan diri kepada Kwan Bhok Cu. Mereka mengadakan hubungan dan Kwan Bhok Cu disembunyikan oleh Yang Kui Hui. Sampai tiga hari dia berhasil bersembunyi. Pada hari keempat, atas pemberitahuan Yang Kui Hui, dia disergap sepasukan pengawal. Kwan Bhok Cu menggunakan kepandaiannya menyelamatkan diri keluar dari istana.
Tentu saja dia dianggap pengkhianat oleh Beng-kauw, juga oleh para to koh kangouw, apa lagi setelah pasukan emerintah kembali menyergap Beng-kauw an orang-orang kangouw yang sedang me gadakan pertemuan di markas Beng-kauw Pasukan dapat mengetahui sarang baru itu karena diberi tahu oleh Yang Kui hui.yang berhasil mengorek rahasia dari mulut Kwan Bhok Cu yang tergila-gila kepadanya.
"Demikianlah," Kwan Bhok Cu mengakhiri ceritanya melalui tulisan di udara, "orang-orang kangouw memusuhi ku dan hendak membunuhku. Para pimpinan Beng-kauw mengusirku dan tidak mengakui aku lagi, akan tetapi masih melindungiku dengan pernyataan bahwa mereka telah membunuhku. Aku terpaksa menyembunyikan diri dan menjadi orang gagu. Siapa kira, hari ini rahasiaku diketahui Sam Mo-ong yang tentu akan menuntut kepada Beng-kauw, Keselamatanku terancam, aku harus pergi sekarang juga dari sini."
"Akan tetapi, suhu. Mengapa kita harus lari" Biar kita lawan siapa saja yang hendak membunuh suhu!" kata Kim Hong marah.
"Tidak mungkin kita mampu menandingi para tokoh Beng-kauw. Mereka terlalu banyak. Juga aku tidak mau memusuhi mereka, aku dibesarkan di antar mereka. Aku tidak ingin membuat engkai ikut menjadi korban. Di samping itu, aku mempunyai tugas untukmu yang harus kau laksanakan." Tulis Kwan Bhok Cu.
Kim Hong merasa terharu membaca tulisan tentang riwayat suhunya itu ia dapat membayangkan ketika suhunya menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan tempat di mana kaisar berada, betapa selir yang cantik jelita telah menjatuhkan hati suhunya yang selalu hidup membujang. Karena jatuh cint kepada selir kaisar, suhunya kehilangan segala-galanya, bahkan diasingkan dari Beng-kauw, dimusuhi orang-oran kangouw.
"Katakan, apakah tugas itu, suhu " Teecu akan melaksanakan semua perintah suhu."
"Banyak hal terjadi di kota raja," tulis Si Naga Hitam. "Panglima An Lu Shan dari Peking telah menyerbu dan menguasai kota raja Tiang-an. Kaisar melarikan diri ke barat, ke Se-cuan. kabarnya, dalam perjalanan mengungsi itu, selir Yang Kui Hui telah dijatuhi hukuman mati, demikian pula saudaranya, Menteri Yang Kok Tiong. Kaisar terlunta-lunta di Se-cuan dan mungkin sedang menghimpun kekuatan. Ada desas-desus bahwa pusaka istana yang menjadi andalan kekuasaan kaisar, yaitu Giok-ong-cu (Mestika Hong Kemala) hilang, sekarang, aku minta agar engkau suka membantu kaisar, kalau mungkin mencari dan merampas kembali pusaka itu dan mengembalikan kepada kaisar yang berhak. dan juga, engkau harus membantu Kerajaan Tang untuk bangkit kembali, membantu untuk menghancurkan pemberontak An Shan itu."
Diam-diam Kim Hong merasa heran mengapa gurunya demikian sungguh-sungguh membela kaisar. Agaknya tidak mungkin kalau hal ini didorong oleh kesetiaannya kepada kaisar. Bukankah pernah gurunya itu bahkan hampir membunuh Kaisar Beng Ong" Ataukah gurunya ingin menebus dosa, dan juga membela kematian Yang Kui Hui yang tetap dicintanya" ia tidak mengerti dan tidak mampu mencari jawabannya, juga tidak berani bertanya kepada gurunya yang nampak sudah sedemikian sedihnya.
"Baik, suhu. Teecu akan menaati perintah suhu. Lalu, kapan kiranya kita dapat bertemu dan berkumpul kembali?"
Si Naga Hitam tersenyum dan menulis, "Jangan tanyakan itu. Kalau Tuhan masih memberiku usia panjang, suatu saat kita pasti akan saling jumpa. Aku tidak akan berada di sini lagi karena tak lama lagi tentu banyak tokoh kang-ouw akan menyerbu ke sini."
Setelah berkemas, membawa buntalan pakaian dan menerima sekantung berisi beberapa potong emas dan perak sebagai bekal perjalanan, Kim Hong berpisah dari gurunya, meninggalkan Bukit Nelayan, dan menyusuri Sungai Huai menuju ke barat, ia mempunyai dua macam tugas dalam hidupnya, yaitu pertama ia akan pergi mencari ayahnya yang belum pernah dilihat seumur hidupnya, ia hanya tahu dari ibunya bahwa ayahnya bernama Can Bu, seorang laki-laki yang gagah perkasa, akan tetapi ia tidak tahu di mana ayahnya berada. Akan tetapi mengingat cerita ibunya bahwa ayahnya adalah seorang perwira, besar kemungkinan ia akan mendapatkan keterangan tentang ayahnya di kota raja. Sayang sekali, sekarang terjadi pergolakan di kota raja, bahkan kaisarnya melarikan diri dan kota raja diduduki oleh pemberontak An Lu Shan. Adapun tugas kedua adalah tugas yang diperintahkan gurunya kepadanya, yaitu membantu kaisar, menentang An Lu Shan, dan membantu kembalinya Giok-hong-cu yang hilang.
Berita tentang hilangnya mestika burung Hong Kemala telah tersebar di dunia kangouw, menarik perhatian para tokoh kangouw karena semua orang maklum bahwa benda itu merupakan pusaka yang amat berharga bahkan menjadi tanda kekuasaan seorang kaisar! Tentu saja setiap orang ingin memilikinya. Kaisar sendiri dan juga Panglima Koli Cu terkejut dan terheran-heran mendengar desas-desus lenyapnya pusaka itu tersiar di luar. Padahal, hanya mereka berdua yang mengetahuinya, bahkan, telah dibuatkan yang palsu untuk menggantikan yang hilang. Mereka berdua tidak tahu bahwa ketika mereka bicara tentang hilangnya pusaka itu, pembicaraan mereka terdengar oleh seorang thai-kam. Thaikam ini memang sudah menaruh curiga ketika Panglima Kok menggeledah seluruh rumah Menteri Yang Kok Tiong, bahkan menggeledah pakaian yang menempel di mayat bekas menteri itu! Dan thaikam itulah yang menyebarkan berita kehilangan pusaka itu keluar.
O0dw0O Pemuda itu tidak pantas sekali menjadi pengemis. Dia berusia duapuluh satu tahun, mukanya bundar dan bersih, alis matanya tebal dan sinar matanya tajam, wajah yang tampan dan tubuh yang tegap sedang itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia seorang pemuda yang lemah atau pemalas, yang pantas mengemis. Sama sekali tidak! Bahkan biarpun dia mengenakan pakaian yang penuh tambalan, namun pakaiannya bersih dan gerak geriknya halus lembut, bahkan agung. Akan tetapi kenyataannya, di berada di kuil tua yang tak dipakai lagi itu, tempat yang biasanya hanya menjadi tempat persinggahan para pengemis, dengan pakaian tambal-tambalan, duduk bersila di lantai berhadapan dengan seorang pengemis lain yang usianya sudah enam puluh dua tahun, tubuhnya kurus kering dan bongkok, rambutnya riap-riapan kelabu, jenggotnya panjang, juga pakaiannya penuh tambalan. Akan tetapi, seperti juga pengemis muda tadi, biar pakaiannya penuh tambalan, namun pakaian itu bersih, dan tubuhnya juga bersih, tanda bahwa dia sering kamar mandi membersihkan tubuhnya.
Mereka memang pengemis. Akan tetapi mereka memang pengemis istimewa, guru dan murid yang luar biasa karena pengemis tua itu terkenal sekali di dunia persilatan. Dia adalah Sin-tung Kai-ong (Raja Pengemis Tongkat Sakti) yang namanya terkenal dari Tiang-an (kotaraja) sampai ke Lok-yang, ibu kota ke dua. Dan muridnya itupun seorang pengemis aneh, karena dia adalah seorang pemuda bangsawan, putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong, keponakan mendiang selir kaisar Yang Kui Hui yang terkenal! Pemuda itu adalah Yang Cian Han yang seperti telah kita ketahui, dua tahun yang lalu menjadi murid pengemis tua itu dan ke manapun gurunya pergi, dia ikut dan juga dia hidup sebagai seorang pengemis. Pengemis aseli karena dia diharuskan mengemis untuk mendapatkan uang atau makanan bagi mereka berdua!
Dapat dibayangkan betapa hebat perubahan hidup yang dialami Cin Han. Tadinya, sebagai putera Menteri Yang Kok Tiong, dia hidup berenang dalam kemuliaan dan kemewahan. Pakaian apapun yang dikehendaki, makanan mahal bagaimanapun yang diinginkan, dia tinggal perintah saja dan semua itu akan dihadapkan kepadanya. Apa lagi mengemis! Makan makanan sederhanapun belum pernah dia rasakan. Selalu daging dan sayur pilihan, yang serba mahal dan dimasak oleh koki yang pandai. Sekarang, untuk dapat makan bersama gurunya, dia diharuskan mengemis makanan seadanya atau uang pembeli makanan yang murah. Terpaksa Cin Han menaati perintah guru nya. Hanya satu hal dia pantang, yaitu menerima makanan bekas! Biar murah dan sederhana, makanan yang diberikan kepadanya haruslah baru dan bukan sisa!
"Suhu, teecu mohon suhu dapat mengijinkan teecu pergi. Teecu berjanji kan segera kembali menemani dan mela-ani suhu setelah teecu tahu apa yang telah terjadi dengan ayah dan ibu teecu," pemuda itu berkata dengan suara memohon.
Akan tetapi, kakek pengemis itu menggeleng kepalanya. "Tenang dan sabarlah, Cin Han. Apakah percuma saja selama ini aku mengajarkan ketenangan dan kesabaran kepadamu?" tegur kakek itu.
Cin Han menghela napas. Tentu saja selama dua tahun ini, selain mendapatkan tambahan ilmu silat yang hebat dari gurunya, dia juga mendapatkan hal lain yang amat berharga. Kehidupan sebagai pengemis membuat dia dapat merasakan kesengsaraan orang-orang yang miskin dan kelaparan, membuat dia menjadi rendah hati, dan biarpun dahulu dia bukan seorang pemuda bangsawan yang sombong, namun semua sisa keangkuhan sebagai bangsawan, kini terhapus oleh kehidupan sebagai pengemis selama dua tahun ini.
"Suhu tentu telah mengetahui keadaan hati teecu. Teecu cukup sabar, akan tetapi, kalau teecu tidak cepat menyelidiki keadaan ayah ibu teecu, bukankah teecu menjadi seorang anak yang tidak berbakti terhadap orang tua" Tentu suhu juga tidak suka mempunyai seorang murid yang murtad kepada ayah ibu send iri."
"Hemm, engkau tidak perlu memancing hatiku, Cin Han. Engkau tahu, peristiwa di kota raja adalah peristiwa pemberontakan, perang dan kita sama se kali tidak dapat mencegahnya. Bagaimana mungkin kita mencegah gerakan ratusan ribu pasukan" Tuhan Maha Adil, siapa menanam dia menuai dan memakan hasil tanamannya. Itulah hukum karma, Cin Han. Kalau orang tuamu dahulu menanam bibit yang baik, tentu sekarang memetik hasil buah dari tanaman itu dan menikmatinya, kalau sebaliknya, jangan engkau penasaran! Aku mendengar bahwa Kaisar telah melarikan diri ke barat, dan kota raja telah diduduki pemberontak An Lu Shan. Engkau tidak dapat melakukan apapun untuk mengubahnya."
-oo0dw0oo- Jilid 6 "Akan tetapi, suhu. Teccu hanya ingin melihat keadaan ayah dan ibu. Siapa tahu, mereka membutuhkan bantuan teccu."
"Baik, engkau boleh meninggalkan ku, akan tetapi engkau harus lebih dahulu menyempurnakan ilmu tongkat yang terakhir kuajarkan kepadamu."
"Tai-hong-pang (Tongkat Angin Ribut)" Wah, sukar sekali, suhu...."
"Tidak ada kata sukar bagi orang yang penuh semangat. Kalau engkau sudah menyempurnakan ilmu tongkat itu sehingga mampu menandingi ku selama lima puluh jurus dan tidak sampai roboh olehku, baru engkau boleh pergi. Kalau engkau diam-diam meninggalkan aku, aku akan mencarimu dan membunuhmu! Nah, aku sudah bicara, laksanakan!"
Melihat sikap gurunya, Cin Han tidak berani membantah. Dan saat itu juga, dia pergi ke belakang kuil tua dan berlatih ilmu silat tongkat yang baru dipelajarinya itu dengan tekun. Ilmu tongkat itu sukar bukan main, akan tetapi hasilnya juga luar biasa. Kalau gurunya yang memainkan tongkatnya dengan ilmu tongkat Angin Ribut itu, maka angin menyambar-nyambar seperti badai menyerang! Dia sudah dapat membuat tongkatnya bergerak mendatangkan angin kuat, akan tetapi belum dapat sambung menyambung seperti kalau suhunya yang bersilat.
Siang malam Cin Han berlatih ilmu tongkat itu, hanya berhenti untuk makan kalau sudah lapar sekali dan tidur kalau sudah mengantuk sekali. Diapun tiada hentinya minta petunjuk gurunya. Dengan ketekunan yang luar biasa, semangat yang bernyala-nyala, akhirnya dalam waktu sebulan saja, Cin Han sudah memperoleh kemajuan pesat sehingga ketika Sin-tung Kai-ong mengujinya, dia mampu menahan tongkat suhunya selama lima puluh jurus!
"Bagus! Sekarang aku tidak khawatir lagi melepasmu, Cin Han Ketahuilah bahwa sebulan yang lalu aku sengaja menahanmu dan lihat hasilnya. Engkau berlatih dengan tekun sekali sehingga dalam waktu sebulan engkau sudah dapat menguasai Tai-hong-pang dengan baik. Sebulan yang lalu, terus terang saja, aku masih merasa khawatir membiarkan engkau pergi karena kalau bertemu lawan tangguh, engkau masih belum memiliki suatu ilmu yang benar-benar dapat diandalkan. Akan tetapi sekarang, dengan Tai-hong-tung, engkau akan dapat menjaga dirimu lebih baik. Nah, sekarang engkau boleh pergi, Cin Han."
Kalau sebulan yang lalu dia ingin sekali pergi meninggalkan gurunya untuk melihat keadaan orang .tuanya di kota raja, sekarang begitu gurunya menyuruh dia pergi, Cin Han tertegun. Selama dua tahun ini, dia sudah akrab sekali dengan pengemis tua itu yang menjadi gurunya, juga pengganti orang tuanya, dan juga sahabat baiknya. Dan kini dia di suruh pergi!
"Tapi.... setelah urusan teecu selesai, ke mana teecu harus mencari suhu?"
Mendengar pertanyaan ini, Sin-tung Kai-ong tertawa. "Ha-ha-ha, mau apa engkau mencariku" Apakah engkau akan hidup terus sebagai seorang pengemis" Tidak, Cin Han. Sudah cukup aku memberikan semua ilmuku kepadamu. Aku mempunyai tugas yang harus kaulaksanakan dengan baik."
"Katakanlah, suhu. Perintah apa yang harus teecu kerjakan" Pasti akan teecu laksanakan sekuat dan semampu teecu!" kata Cin Han penuh semangat.
"Bagus! Aku tidak rela mendengar Kerajaan Tang dirobohkan oleh pemberontak An Lu Shan, seorang keturunan Khitan Turki! Aku ingin engkau menyusul kaisar yang melarikan diri ke barat, membantu kaisar menghadapi pemberontak!"
"Baik, suhu. Akan teecu laksanakan dengan taruhan nyawa!" jawab Cin Han yang menganggap bahwa tugas itu memang sudah sepantasnya. Andaikata tidak diperintah gurunya sekalipun, dia tentu akan membela kaisar dan menentang pemberontak.
"Akan tetapi ingat! Aku tidak ingin melihat engkau terperosok seperti ayahmu, tidak ingin engkau terseret ke dalam kelompok penjilat di istana yang paling memperebutkan kedudukan. Engkau membantu kaisar menentang pemberontakanya karena engkau berkewajiban untuk membela kebenaran dan keadilan, meredakan kekacauan demi ketenteraman dan mencegah penindasan yang dilakukan oleh pemberontak Khitan itu."
"Teecu mengerti, suhu. Teecu juga sudah muak melihat kepalsuan yang memenuhi istana, kemunafikan dan perebutan kekuasaan."
Pada hari itu juga, Cin Han meninggalkan gurunya. Karena muridnya bukan anggauta kai-pang (perkumpulan pengemis), maka Sin-tung Kai-ong mengijinkan muridnya berganti pakaian seperti biasa. Akan tetapi, rasanya sudah keenakan bagi Cin Han mengenakan pakaian tambal-tambalan itu, apa lagi, dia akan memasuki kota raja dan dia harus menyamar. Kalau sampai memerintah pemberontak tahu bahwa dia adalah putera Menteri Yang Kok Tiong, tentu dia akan ditangkap dan dibunuh. Demikianlah, dia masih mengenakan pakaian tambal-tambalan seperti biasa, bahkan kini melengkapi dirinya dengan sebatang tongkat yang nampaknya saja buntut, namun kalau dia memainkan tongkat itu dengan ilmu tongkat Angin Ribut, akibatnya tentu akan hebat bagi lawannya.
0odwo0 Semua tamu yang sedang makan minum dalam rumah makan itu tidak ada yang menoleh dan memandang gadis yang baru saja memasuki rumah makan dengan mata terbelalak penuh kekaguman dan keheranan. Gadis itu demikian cantik jelita dan gagah, dan pakaiannya yang serba hitam itu membuat kulit muka, leher dan tangannya yang nampak menjadi semakin putih mulus. Dan gerak gerik gadis itu demikian lincah. Seorang gadis muda, baru sembilan belas tahun usianya, memasuki rumah makan besar seorang diri dengan sikap demikian santai dan bebasnya, tidak kelihatan rikuh sama sekali walaupun puluhan pasang mata seperti hendak menelannya bulat-bulat.
Rumah makan itu merupakan rumah makan terbesar di kora raja Tiang-an. Semenjak kota raja itu diduduki pemberontak An Lu Shan yang mengangkat diri sendiri menjadi kaisar, rumah makan itu masih tetap buka karena mendapatkan dukungan dari seorang pembesar yang berkuasa dalam pemerintahan baru itu, dan harga makanannya amat mahal karena selain tidak ada rumah makan lain sebesar dan selengkap itu, juga masakannya serba mewah. Hanya orang-orang yang memiliki banyak uang saja berani masuk ke rumah makan itu dan makan minum. Pada siang hari itu, tidak kurang dari tiga puluh orang makan di situ, terdiri dari para pedagang dan pejabat. Ada juga wanita yang ikut makan, akan tetapi mereka itu terdiri dari keluarga bangsawan yang lembut atau gadis-gadis penghibur yang genit, yang diajak oleh para pria yang hendak bersenang-senang.
Maka, muncullah gadis berpakaian serba hitam itu amat menonjol, bukan hanya karena kecantikannya, akan tetapi juga karena ia sungguh berbeda dengan para wanita yang berada di situ. ia sama sekali tidak nampak lembut, bahkan nampak gagah dan sinar matanya mencorong berani, juga sama sekali tidak genit, bahkan pada senyum di bibirnya terkandung sesuatu yang dingin dan galak.
Karena para pelayan sedang sibuk melayani banyak tamu, gadis berpakaian hitam itu menoleh ke sana sini mencari tempat kosong dan akhirnya ia menghampiri sebuah meja kosong yang berada di sudut kanan, Ia tidak perduli akan pandang mata semua orang yang ditujukan kepadanya, Ia sudah tahu betapa mata laki-laki sebagian besar berminyak kalau melihat gadis cantik, Ia tidak lagi merasa bangga, bahkan muak karena maklum bahwa kekaguman mereka itu mengandung berahi dan kenakalan, Ia hanya memandang ke kanan kiri, matanya mencari-cari dan akhirnya ia melihat seorang pelayan terdekat.
"Heii, bung pelayan, ke sinilah, aku hendak memesan makanan!" teriaknya dan suaranya yang merdu namun nyaring itu membuat orang-orang semakin tertarik, ia memang cantik jelita dan gagah, terutama sekali mata dan mulutnya. Pada mata dan mulutnyalah terletak daya tarik yang paling kuat dan ke cantikannya nampak agak asing, seperti yang terdapat pada wanita-wanita peranakan. Seorang pelayan tergopoh menghampiri dan pelayan yang usianya sekitar tiga puluh tahun ini juga terheran melihat gadis itu duduk sendirian saja tanpa teman, tanpa pengawal pria.
"Nona hendak memesan apakah?" tanyanya sambil membungkuk, dengan kain lap di pundak.
"Berikan saja nasi putih dan tiga macam masakan yang paling lezat di restoran ini, dan anggur manis, juga air teh. Cepatan sedikit!" kata gadis itu.
Pelayan itu nampak tertegun. "Tiga macam masakan" Apakah nona menanti kawan?"
Gadis itu menoleh dan sinar matanya yang mencorong membuat pelayan itu undur selangkah. "Kawan" Apa maksudmu?"
"Tiga macam masakan itu banyak sekali, nona. Juga harganya amat mahal, apa lagi nona menghendaki yang paling lezat. Nona makan sendiri tidak akan habis dan membayarnya......"
"Tukk!" Gadis itu memukul meja dengan tangannya dan nampak sepotong emas di atas meja itu. "Apakah harganya lebih dari ini?"
Pelayan itu terbelalak, lalu tersenyum-senyum dan membungkuk-bungkuk. "Tentu saja tidak, nona.... maafkan saya, akan saya sediakan secepatnya." Diapun mundur untuk memenuhi pesanan gadis itu.
Sejak tadi, empat orang yang duduk menghadapi sebuah meja yang penuh masakan dan guci arak, memperhatikan gadis itu dan seorang di antara mereka, pria berusia lima puluhan tahun yang matanya sipit dan sejak tadi mengelus jenggot panjangnya dengan mata seperti hendak menelan gadis itu bulat bulat, segera berbisik kepada seorang laki-laki yang berdiri di belakangnya. Ada dua orang laki-laki tinggi besar yang berdiri di belakang pria ini dan melihat pakaian mereka berdua, jelas dapat diketahui bahwa mereka adalah sebangsa tukang pukul atau pengawal pria itu yang melihat pakaiannya tentu seorang pejabat. Tiga orang lainnya juga berpakaian pejabat, akan tetapi melihat sikap mereka terhadap pria berjenggot panjang, dapat diduga bahwa mereka merupakan orang-orang bawahan. Agaknya pejabat itu makan minum ditemani tiga orang pejabat rendahan, dan dijaga oleh dua orang pengawal atau tukang pukul .
Seorang bawahan yang tubuhnya kurus dan mukanya penuh jerawat, usianya sekitar tiga puluh tahun, mendengar pula bisikan itu dan diapun tersenyum. "Biarkan saya yang membujuknya, tai-jin," katanya. Pejabat itu mengangguk-angguk senang dan bawahannya itu lalu bangkit berdiri, menghampiri meja gadis berpakaian hitam itu dan menyeringai lalu berbisik.
"Nona, engkau memperoleh kehormatan besar sekali. Hari ini engkau seperti kejatuhan bulan dan aku mengucapkan selamat atas keberuntunganmu, nona."
Gadis itu mengerutkan alisnya dan matanya mencorong. "Hemm, apakah engkau ini maboki Atau memang miring otakmu" Pergilah, aku tidak mengerti apa yang kau ocehkan!"
Mendapat tanggapan seketus itu, si kurus kering menjadi merah mukanya, akan tetapi diapun memandang marah. "Ihh, tak tahu diuntung! Kaulihat dia itu, nona. Dia adalah Wong-taijin (Pembesar Wong), kedudukannya tinggi, berkuasa dan kaya raya. Dia tertarik kepadamu dan dia mengundangmu untuk duduk semeja dengan dia."
Gadis itu mengerling ke arah meja yang ditunjuk dan melihat si jenggot tersenyum menyeringai, memperlihatkan gigi yang hitam karena tembakau dan mengangguk-angguk kepala dengan si kap angkuh akan tetapi genit.
"Katakan padanya bahwa melihat mukanya saja aku sudah muak, kalau makan bersamanya aku dapat muntah. Pergi lah!" kata gadis itu kepada si kurus kering, suaranya tidak lirih lagi sehingga dengan mudah dapat terdengar oleh mereka yang duduk di meja lain sehingga banyak di antara mereka yang memandang khawatir Gadis itu berani menghina Wong-Taijin!
Si kurus kering muka jerawat yang mendengar usiran itu, terbelalak akan tetapi dasar dia seorang penakut, diapun melangkah kembali ke meja atasannya, sikapnya seperti seekor anjing pergi ketakutan menekuk ekornya.
"Kalian bawa dia ke sini!" kata pembesar Wong dengan muka kemerahan ke pada dua orang pengawalnya yang bertubuh tinggi besar. Mereka adalah kakak beradik, jagoan-jagoan yang diangkat sebagai pengawal oleh Wong Taijin, seorang yang menjabat kedudukan jaksa, jabatan yang memiliki kekuasaan besar dan ditakuti., dalam pemerintahan baru itu. Dua orang jagoan itu berusia kurang lebih tiga puluh tahun, keduanya memiliki tubuh yang tinggi besar berotot, yang seorang berkepala botak yang kedua brewok menakutkan, dan di pinggang mereka tergantung golok besar. Baru melihat saja orang tentu akan merasa gentar, apa lagi kalau mereka memandang dengan mata melotot dan wajah beringas.
Dengan langkah lebar, dua orang jagoan itu menghampiri meja gadis berpakaian hitam. Si brewok berkata, "Nona, majikan kami minta agar nona duduk semeja dengan beliau!"
Gadis itu hanya mengerling dan mendengus sambil membuang muka.
"Huh, kalian menyebalkan. Pergilah!"
Tentu saja si brewok menjadi marah. Kalau saja majikannya tidak menyuruh dia membawa gadis itu ke meja majikannya, tentu telah dijambak rambut gadis itu dan diseretnya. Dia tahu bahwa majikannya tertarik kepada gadis ini, maka dia tidak berani bersikap kasar, apa lagi menyakitinya.
"Nona,- kalau engkau tidak mau, terpaksa akan kuangkat bersama kursi yang nona duduki," berkata demikian, dia memegang sandaran kursi itu.
"Hemm, macam kamu ini kuat mengangkatku?" gadis itu mengejek.
Si brewok menjadi marah dan dia mengerahkan tenaga pada kedua lengannya dan mengangkat kursi itu. Dia merasa yakin akan mampu mengangkat kursi itu bersama gadis yang duduk di atasnya. Apa lagi baru gadis mungil yang tentu amat ringan itu, biar ditambah dua orang lagipun dia akan mampu mengangkatnya. Akan tetapi, terjadi keanehan yang bukan saja mengejutkan si brewok, melainkan juga mengherankan temannya yang botak dan empat orang pembesar yang duduk di meja sebelah. Biarpun dia mengerahkan tenaga sampai mengeluarkan suara ah-ah-uh-uh, namun kursi itu tidak dapat terangkat! Sedikitpun tidak bergerak, apa lagi terangkat!
Melihat keanehan itu, Jaksa Wong segera berkata kepada si botak. "Bantu dia!"
Kini si botak, walaupun agak sungkan dan malu harus menggunakan tenaga dua orang untuk mengangkat seorang gadis mungil saja, melangkah maju dan ikut memegang kursi itu lalu mengerahkan tenaga bersama temannya. Mereka mengerahkan tenaga dalam waktu yang sama, mencoba untuk mengangkat kursi itu.
"Aughhhh krekkkk!!" Keduanya terhuyung dan hampir terpelanting ketika sandaran kursi itu patah, akan tetapi gadis itu masih tetap duduk dengan santai sambil memandang kepada mereka dengan senyum mengejek.
Kini semua orang terkejut dan heran. Baru kemunculannya seorang diri di rumah makan itu saja sudah menimbulkan keheranan, dan kini ditambah lagi gadis itu berani menghina Jaksa Wong, dan lebih-lebih lagi kini gadis itu mampu bertahan di kursinya dan dua orang tukang pukulnya itu tidak mampu mengangkatnya! Hal ini tidak akan mengherankan bagi siapa yang mengenal gadis itu karena ia bukan lain adalah Can Kim Hong, murid tersayang dari Hek liong Kwan Bhok Cu! Gurunya memang sudah memesan agar ia berhati-hati dan tidak menonjolkan kepandaiannya di kota raja. Dan Kim Hong pun tadinya tidak ingin memamerkan kepandaiannya, hanya ingin makan di restoran besar itu karena dari luar saja bau masakannya sudah semerbak keluar dan membuat perutnya "terasa lapar. Akan tetapi, kalau ada orang-orang bersikap keterlaluan kepadanya, hendak menghinanya, tentu saja gadis yang berwatak keras ini tidak mungkin tinggal diam saja.
"Hemm, kalian dua ekor monyet busuk. Pergilah kalian bersama majikan kalian si kambing bandot jenggot panjang itu. Kalian semua memualkan perut ku, dan aku lapar hendak makan. Jangan ganggu aku!" kata Kim Hong dan iapun berpindah ke kursi yang tidak rusak, duduk menghadapi meja dan membelakangi mereka seolah tidak pernah terjadi sesuatu.
Semua orang menjadi pucat dan yang nyalinya kecil sudah cepat-cepat membayar harga makanan dan meninggalkan restoran itu. Gadis itu telah berani memaki Jaksa Wong sebagai kambing bandot jenggot panjang!Bukan main! Pasti akan hebat akibatnya. Bukan hanya dua orang tukang pukul itu saja jagoan si jaksa, bahkan dia mampu mengerahkan pasukan untuk menangkap gadis itu! Para tamu tidak ingin terbawa-bawa dalam urusan gawat itu, maka dalam waktu singkat restoran itu telah ditinggalkan para tamu. Yang berada di situ hanya tinggal Kim Hong, empat orang bersama dua orang tukang pukul itu. Bahkan para pelayan dan pengurus rumah makan sudah pergi entah ke mana!
Jaksa Wong baru pertama kali ini mengalami hal yang amat memalukan dan menghinanya. Biasanya, gadis manapun tidak akan ada yang berani menolaknya. Hampir semua gadis cantik yang tidak sempat melarikan diri ketika pemberontak menyerbu, menjadi korban keganasan para pemenang. Sebagian besar, yang tercantik, menjadi rebutan di antara para pejabat, dipaksa menjadi selir mereka, dan sebagian pula dijadikan perebutan antara para perajurit sehingga mereka itu bukan saja mengalami penghinaan yang tak terbayangkan ngerinya, bahkan juga akhirnya mereka tewas secara menyedihkan. Hanya para puteri pihak pemenang dan hartawan yang dapat menyogok sajalah yang selamat dari penghinaan dan perkosaan. Kini, Jaksa Wong ditolak, bahkan dihina, dimaki oleh seorang gadis biasa. Tentu saja darah naik ke kepalanya, dan dengan mata melotot dia menudingkan telunjuk kanannya kepada Kim Hong.
"Perempuan rendah, berani engkau menghina kami" Tidak tahukah engkau bahwa engkau berhadapan dengan Jaksa Wong" Cepat berlutut dan minta ampun, atau aku akan menyuruh orang-orangku menelanjangimu dan menyeretmu sepanjang jalan, kemudian kuberikan engkau kepada mereka untuk dikeroyok sampai mampus!" Ancaman ini sungguh mengerikan, akan tetapi membuat Kim Hong menjadi semakin marah. Makian, itu saja sudah menunjukkan macam apa orang yang dihadapinya itu.
"Biar engkau jaksa atau dewa sekalipun, aku tidak perduli. Yang kulawan bukan kedudukanmu, melainkan orangnya. Engkau orang yang jahat, kasar, suka menghina wanita, dan pantas dihajar. Andaikata engkau seorang pengemis sekalipun, kalau baik hati, tentu akan kuhormati!" Kim Hong juga menudingkan telunjuknya ke arah muka pejabat itu.
"Keparat! Tangkap dia!" teriak Jaksa Wong kepada dua orang pengawalnya. Dua orang laki-laki tinggi besar tu memang sudah merasa penasaran sekadan ingin menebus kekalahannya tadi. Mereka tetap tidak akan berani menggunakan kekerasan terhadap gadis itu yang ditaksir majikan mereka. Akan tetapi kini, majikan mereka telah memerintahkan mereka untuk menangkap gadii itu! Keduanya menyeringai dan dengan langkah perlahan seperti dua ekor binatang marah, mereka menghampiri Kim Hong dari belakang dengan kedua lengan di kembangkan, siap untuk menubruk dan mendekap gadis cantik mungil itu!
Kim Hong pura-pura tidak melihat mereka, ia sedang jengkel karena sejak tadi, pesanannya belum juga dihidang kan. "Heiii, bung pelayan! Di mana kamu" Mana pesananku" Kurang ajar, kenapa tidak ada orang sama sekali" Aku akan mengambil dan memasak sendiri hidangan itu didapur kalau kalian tidak cepat mengeluarkannya. Perutku sudah lapar!" ia berteriak-teriak lantang, tidak memperdulikan dua orang tinggi besar yang menghampirinya dari kanan kiri itu. Akan tetapi, begitu kedua orang itu bergerak hendak menubruknya, tangannya cepat menyambar dua batang sumpit dan sekali kedua tangan itu bergerak, sumpit-sumpit itu menyambar ke arah dua orang yang menubruknya. Harus diingat bahwa keistimewaan gadis ini adalah mempergunakan Hui-kiam (Pedang terbang), maka sambitan sumpitnya meluncur bagaikan anak panah terlepas dari busurnya dan dua orang tukang pukul itu roboh terjengkang, mengaduh-aduh memegangi paha kanan mereka yang ditembusi sumpit dan terasa nyeri bukan mari. Mereka tidak dapat bangkit berdiri dan hanya mengaduh-aduh, tidak berani mencabut sumpit yang masih menembus paha mereka, takut kalau-kalau akan menjadi semakin nyeri!
Tentu saja Jaksa Wong terkejut bukan main, demikian pula tiga orang bawahannya. Mereka berempat serentak angkit berdiri dan dengan muka pucat hendak berlari keluar. Akan tetapi, sekali menggerakkan kedua kakinya, Kim Hong sudah berkelebat dan yang nampak hanya bayangan hitam dan tahu-tahu ia telah berdiri menghadang empat orang itu. ia tersenyum mengejek, akan tetapi matanya mencorong.
"Kambing bandot, engkau tidak boleh lari begitu saja!" katanya dan sekali tangannya bergerak, Kim Hong sudah menyambar jenggot panjang itu dan membetotnya. Jaksa Wong berteriak kesakitan dan tubuhnya tertarik ke depan akan tetapi Kim Hong menyambut dengan tendangan ke dada sambil menarik jenggot itu kuat-kuat.
"Dukk! Prett.....!" Tubuh Jaksa Wong terjengkang dan jenggotnya jebol tertinggal di tangan Kim Hong. Tentu saja kulit dagunya terkelupas dan berdarah, dan dadanya terasa sesak. Jaksa Wong menangis! Tangan kiri meraba dagu, tangan kanan menekan dada dan dia menangis karena kesakitan dan ketakutkan. Tiga orang bawahannya hendak melarikan diri, akan tetapi tiga kali kaki Kim Hong menendang dan merekapun terlempar dan menimpa meja kursi!
Kim Hong berteriak lagi memanggil pelayann dan ketika tidak ada pelayan muncul, iapun dengan seenaknya memasuki dapur. Dilihatnya koki gendut bersembunyi di balik gentong dan dibentaknya orang itu.
"Hayo cepat bikinkan masakan yang enak untukku atau engkau yang akan ku kusembelih dan dagingmu kupangang!"
Koki itu tentu saja ketakutan dan dengan tubuh menggigil dan kedua tangan gemetar dia melaksanakan perintah Kim Hong. Gadis ini marah dan jengkel sekali. Perutnya amat lapar dan orang-orang telah mengganggunya, ia tidak perduli lagi ketika dua orang tulang pukul menyeret kaki mereka keluar dari rumah makan mengikuti majikan mereka yang juga terhuyung-huyung keluar bersama tiga orang bawahannya.
Juga Kim Hong tidak perduli betapa rumah makan yang sekarang kosong menjadi pusat perhatian orang yang berkerumun di luar rumah makan. Setelah hidangan matang, iapun makan minum seorang diri, tidak memperdulikan keadaan di luar yang semakin ribut karena berita tentang seorang gadis yang memukul Jaksa Wong dan kaki tangannya di rumah makan itu telah telah tersiar dengan cepat, menarik perhatian banyak orang karena berita itu sungguh luar biasa sekali.
Baru saja Kim Hong selesai makan, muncul belasan orang perajurit di pimpin oleh Wong Taijin sendiri yang kelihatan marah-marah. Pembesar ini masih kesakitan, jenggotnya lenyap dan dagunya yang tadi terluka kini sudah dibalut sehingga dia nampak lucu sekali. Telunjuknya menuding-nuding ke dalam rumah makan dan suaranya terdengar pelo karena dagunya dibalut.
"Tangkap perempuan itu! Tangkaaaap ....., telanjangi ia, seret sepanjang jalan agar semua orang melihat pemberontak itu.....!"
Tujuhbelas orang yang dipimpin seorang perwira memasuki rumah makan. Ketika mereka melihat bahwa di dalan rumah makan itu hanya ada seorang gadis cantik sedang duduk dengan sikap tenang, mereka menjadi ragu. Haruskah mereka, tujuhbelas orang perajurit pilihan, mengeroyok seorang gadis"
Perwira pasukan keamanan itu bagaimanapun juga masih memiliki keangkuhan dan harga diri. Dengan pedang melintang depan dada, diapun berkata kepada Kim Hong yang masih duduk dengan tenang, "Nona, sebaiknya kalau nona menyerah saja dengan baik-baik agar kami tidak harus mempergunakan kekerasan terhadap seorang gadis."
Kim Hong bangkit berdiri, sikapnya masih tenang dan ia lebih sabar karena perutnya sudah kenyang dan masakan tadi memang lezat sekali. "Sungguh mati, aku merasa heran sekali. Kalian ini orang-orang gagah kenapa diperintah oleh kambing bandot jenggot buntung yang menjemukan itu" Tidak malukah kalian?"
"Tangkap, seret dan telanjangi perempuan itu!" Wong Taijin mencak-mencak saking marahnya mendengar penghinaan itu.
"Hemm, kalau ada yang berani majulah! Aku akan menghajar kalian orang orang yang suka menghina wanita, dan sekali ini aku tidak mau bersikap lunak lagi. Heii, bandot keparat, majulah dan aku akan mengirim nyawamu ke neraka jahanam!"
Akan tetapi sebelum para perajurit yang ragu-ragu itu sempat bergerak, tiba-tiba dari luar masuk seorang pria yang gagah perkasa. Seorang pria bertubuh tinggi besar, kulitnya hitam mukanya brewok dan pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang pejabat tinggi.
"Apa yang terjadi di sini?" Suaranya nyaring dan parau, akan tetapi semua perajurit cepat memberi jalan dan memberi hormat kepada si tinggi be sar ini. Bahkan Wong Taijin sendiri terkejut melihat orang itu dan cepat memberi hormat dengan membungkukkan.tu buh seperti pisau lipat.
"Jaksa Wong, kau di sini" Kenapa itu mukamu" Mana jenggotmu yang panjang itu" Apa sih yang terjadi si sini?"
"Maaf, Yang Mulia.... eh.,...... kami sedang hendak menangkap seorang wanita pemberontak! ia telah melukai saya dan pengawal saya, dan ia bahkan masih berani menghina kami. ia harus ditangkap dan dihukum berat!" kata jak sa itu.
Pria tinggi besar itu terbelalak "Ehh" Ada yang begitu berani" Wanita malah" Bukan main! Mana ia?"
"Itu orangnya, Yang Mulia, gadis setan itulah pemberontaknya." ' Jaksa Wong menuding ke arah Kim Hong yang berdiri bengong memandang pria tinggi besar berkulit hitam yang disebut Yang Mulia oleh Jaksa itu. Pria itu memutar tubuh memandang ke dalam dan bertemulah dua pasang mata itu, dan pria itu mengeluarkan seruan heran.
"Kau...... Kim Hong......! !"
"Suhu......!" Kim Hong cepat memberi hormat dan hatinya merasa terharu bercampur heran. Terharu karena bagaimanapun juga, orang tua ini pernah memelihara dan mendidiknya penuh kasih sayang sehingga ia pernah menganggap kepala suku Khitan ini sebagai pengganti orang tuanya sendiri, dan ia merasa heran bagaimana sekarang gurunya itu disebut Yang Mulia oleh seorang pejabat tinggi! "Apakah suhu dalam keadaan sehat saja?" akhirnya ia bertanya.
"Kim Hong, aihh, kiranya engkau ......! Betapa rindu kami kepadamu." lalu Bouw Hun, laki-laki tinggi besar itu, membalik dan menghadapi jaksa Wong yang terbelalak dan mukanya berubah pucat.
"Jaksa Wong! Apa-apaan ini" Gadis ini adalah muridku yang tersayang, dan engkau berani mengatakan bahwa ia pemberontaki Gilakah engkau?"
"Ampun, Yang Mulia.... saya..... saya tidak tahu dan ia...... ia memukul dan menghina saya....." tubuh jaksa itu gemetar ketakutan. Siapa yang tidak akan takut berhadapan dengan Kok Su (guru negara atau penasihat Kaisar) yang amat ditakuti karena berjasa dan berkuasa besar itu" Jangankan baru Wong Taijin, seorang jaksa, bahkan para menteri sekalipun segan dan takut kepada Bouw Kok-su ini.
"Kenapa ia memukulmu" Hayo jawab! Pasti gadis ini belum gila, memukul tanpa sebab. Nah, katakan, apa sebabnya ia memukulmu?"
Wong Taijin semakin ketakutan. "Saya...... saya........ tidak apa-apa, Yang Mulia..... saya hanya.... mengundang ia untuk makan minum bersama kami......"
"Hemm, aku tahu orang macam apa engkau ini!" Bouw Hun membentak marah. "Sudah kudengar bahwa engkau sering mempermainkan wanita. Engkau tentu mengganggunya, maka muridku menjadi marah. Kim Hong, apa yang dia lakukan kepadamu?"
Kim Hong tersenyum. "Tidak apa, suhu, aku sudah menghajarnya cukup setimpal. Dia hendak memaksaku makan minum dengan dia, aku menghajar dia dan kaki tangannya, akan tetapi dia datang lagi membawa pasukan."
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jahanam kau, berani mengganggu muridku?" Bouw Hun membentak.
Wong Taijin hampir terkencing-kencing saking takutnya. "Ampunkan saya.... saya tidak tahu.... ampunkan.."
"Hayo berlutut dan minta ampun kepada muridku," bentak Bouw Hun.
Pembesar itu tanpa malu-malu lagi menjatuhkan diri berlutut menghadap Kim Hong dan mengangguk-angguk. "Ampunkan saya, nona, ampunkan saya...."
Akan tetapi Kim Hong tidak memperdulikannya. "Suhu, bagaimana suhu dapat berada di sini dan agaknya menjadi pembesar?" tanyanya kepada Bouw Hun membiarkan saja Wong Taijin yang masih berlutut dan mengangguk-angguk.
"Mari ikut pulang, Kim Hong. Kita bicara di rumah," kata Bouw Hun dan dia menggandeng tangan muridnya lalu mengajak muridnya meninggalkan rumah makan itu.
Wong Taijin yang masih berlutut, menjadi merah sekali mukanya. Dia bangkit berdiri, mengepal tinju, merasa malu bukan main dan diam-diam diapun mengutuk di dalam- hatinya, menyumpah-nyumpah dan berjanji bahwa sekali waktu dia akan membalas dendam ini kepada Bouw Kok-su, betapa mustahilnya hal itu nampaknya. Lalu diapun pergi mening galkan tempat itu tanpa menoleh lagi, membuat perwira yang memimpin pasukan menjadi bengong, tak tahu harus berbuat apa dan akhirnya mengajak pasukannya pergi meninggalkan rumah makan itu. Barulah keadaan menjadi normal kembali dan rumah makan itu mulai dikunjungi tamu lagi, dan peristiwa tadi hanya tinggal menjadi kenangan dan gunjingan orang saja.
Banyak orang merasa senang melihat betapa Wong Taijin mengalami hajaran yang cukup hebat, bukan saja jenggotnya dicabut sehingga dagunya robek, juga menerima penghinaan, dipaksa berlutut minta ampun kepada seorang gadis di depan banyak orang. Banyak orang me rasa tidak suka kepada pembesar ini yang terkenal galak, sewenang-wenang mengandalkan kekuasaannya sebagai jaksa. Sedikit-sedikit menuntut orang. Diminta anak gadisnya tidak diberikan saja dituntut dengan bermacam alasan, sebagai pemberontak, penjahat dan sebagainya. Dia terkenal menerima sogokan dari para hartawan, dan tidak segan dia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah dalam urusan pengadilan, semua itu karena kekuasaan uang sogokan.
Banyak sekali bukti bahwa orang yang suka menjilat ke atas, tentu suka menginjak ke bawah. Orang yang mencari muka dan amat takut kepada atasannya, bukan taat melainkan takut dan menjilat, orang seperti itu biasanya mengin jak dan menindas bawahannya. Orang seperti ini pada hakekatnya seorang pengecut dan mudah menjadi besar kepala dan sewenang-wenang kalau memperoleh kedudukan yang memberinya sedikit kekuasaan. Dan demikian pula Jaksa Wong. Dia merasa malu dan terhina sekali, dan diam-diam dia menanam dendam di dalam hatinya. Maklum bahwa pangkatnya jauh kalah tinggi dibandingkan Bouw Koksu, dia tahu bahwa hanya dengan cara yang licik dan licin, yang teratur rapi dan terdapat kesempatan baik saja lah, maka dia akan mampu membalas dendamnya. Dan dia bersabar hati, seperti sabarnya seekor musang yang menanti munculnya ayam keluar dari dalam kandangnya.
Bagaimana Bouw Hun, kepala suku Khitan, dapat menjadi Kok-su (guru negara) di kota raja" Hal ini tidaklah mengherankan karena sejak pertama kali An Lu Shan memberontak, dia telah menjadi pembantu utama panglima pemberontak itu. An Lu Shan sendiri adalah seorang peranakan Khitan Turki, dan dari darah ibunya, dia masih terhitung sanak dengan Bouw Hun. Oleh karena itulah, dia menarik Bouw Hun dan anak buah kepala suku Khitan itu menjadi sekutu dan karena jasa Bouw Hun dan Bouw Ki, besar ketika pasukan mengadakan penyerbuan ke kota raja, maka ketika An Lu Shan mengangkat diri menjadi kaisar, dia mengangkat Bouw Hun menjadi kok-su, dan Bouw Ki diangkat menjadi seorang panglima muda!
Kim Hong terkagum-kagum ketika diajak masuk ke dalam sebuah gedung besar kuno yang amat indah. Hal ini tidak mengherankan karena gedung yang kini menjadi tempat tinggal Bouw Kok-su adalah bekas tempat tinggal Menteri Utama Yang Kok Tiong! Gedung kuno yang besar, megah dan masih lengkap prabot rumahnya yang serba mewah. Nyonya Bouw Hun, seorang wanita Khitan yang sudah berusia empatpuluh tujuh tahun akan tapi berkulit putih dan masih cantik menyambut Kim Hong dengan rangkulan mesra. Wanita ini memang amat menyayang Kim Hong seperti anak sendiri. Sejak masih kecil sekali, belum juga berusia lima tahun, Kim Hong telah dirawat di dididik suaminya, hidup dalam keluarga itu sebagai murid, akan tetapi seperti anak sendiri bagi Bouw Hun dan isteri nya. Kepergian Kim Hong secara diam-diam itu sempat membuat Nyonya Bouw Hun berhari-hari menangis sedih dan kini melihat suaminya kembali bersama serang gadis cantik berpakaian serba hitam, ia segera mengenal Kim Hong dan merangkulnya, dan Kim Hong juga sempat meneteskan air mata ketika dirangkul oleh nyonya itu dengan mesranya.
"Kim Hong.....ah, ke mana saja engkau pergi selama ini, anakku?" nyonya itu menciumi pipi gadis itu yang menjadi terharu sekali. ia merasa seolah bertemu dengan ibunya sendiri.
"Aku.... aku merantau dan mencari pengalaman, bibi," katanya, la memang selalu menyebut bibi kepada isteri gurunya itu.
"Kau sekarang bertambah dewasa, bertambah cantik !" wanita itu memuji. "Kakakmu tentu akan gembira sekali melihatmu!"
Kim Hong teringat kepada Bouw Ki dan jantungnya berdebar. Bouw Ki yang membuat ia terpaksa minggat karena suhengnya itu hendak memaksanya menjadi selirnya!
Pada saat itu terdengar suara langkah kaki dari luar disusul seruan yang lantang, "Eh, ibu, siapakah gadis cantik itu" Perkenalkan kepadaku, ibu!"
Bouw Ki! Masih periang dan masih mata keranjang seperti biasa, pikir Kim Hong. Dan pemuda itupun muncul. Usia Bouw Ki sudah duapuluh tujuh tahun. Tubuhnya yang tinggi besar itu tampak semakin gagah dengan pakaian panglimanya yang gemerlapan! Dan wajah yang tampan dengan kumis melintang terpelihara rapi, dan matanya tajam seperti mata burung rajawali. Mata itu terbelalak, lalu berkilat-kilat ketika menjelajahi wajah gadis berpakaian hitam itu.
"Kim Hong...." Haiiii! Engkau benar Kim Hong....! Engkau semakin cantik saja, adik Hong!" katanya dan seolah-olah dia ingin menubruk dan merangkul gadis itu. Akan tetapi Kim Hong sudah mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat.
"Kakak Bouw Ki, bagaimana keadaanmu" Sehat-sehat saja, bukan?"
"Sehat" Aku" Lihatlah sendiri!"
Dia mengembangkan kedua lengannya, memamerkan keadaan diri dan pakaiannya "Bukan hanya sehat, aku telah menjadi seorang panglima, Kim Hong! Dan ayah telah menjadi Kok-su! Kami menjadi keluarga bangsawan tinggi, dekat dengan kaisar! Aha, tentu engkau girang sekali, bukan?"
"Tentu saja, suheng," kata Kim Hong sejujurnya.
"Aih, dahulu engkau melarikan diri dan menolakku, sekarang, sudah tiba saatnya engkau menjadi anggauta keluarga kami, menjadi isteri ku! Tentu ayah sekarang menyetujui Kim Hong menjadi isteriku, bukan begitu, ayah?"
Kim Hong terkejut sekali dan mengerutkan alisnya. "Suheng, harap jangan berkata seperti itu. Aku tadi bertemu ayahmu dan aku ikut suhu ke sini karena akupun sudah rindu kepada keluarga suhu. Aku hanya singgah saja, bukan untuk menetap di sini."
"Tapi , sumoi......"
"Aihh, Bouw Ki! Engkau ini apa-apaan sih?" Tegur ibunya. 'Adikmu baru saja tiba, dan engkau sudah bicara yang bukan-bukan tentang pernikahan. Mengapa engkau begitu tergesa-gesa seperti dikejar setan?"
"Bouw Ki, jangan membuat adikmu menjadi resah. Baru saja ia mengalami urusan yang membuatnya marah, dan kalau aku tidak cepat muncul, tentu ia membuat geger dan akan menjadi pusat perhatian orang di kota raja."
Kini pemuda yang gagah itu membelalakan matanya. "Wah, jadi engkaukah gadis di rumah makanyang telah memukul dan menghina Jaksa Wong itu, sumoi" Engkaukah orangnya?"
Kim Hong mengangguk. "Ha-ha-ha, alangkah lucunya! Si kura-kura itu memang pantas menerima hajaran den engkau yang melakukannya. Ha-ha, aku puas! Dan engkau mengagumkan sekali, Kim Hong, membuat aku semakin jatuh cinta. Katakanlah bahwa engkau sengaja datang ke kota raja untuk mencariku, dan menerima pinanganku."
"Bouw Ki, engkau sudah mempunyai lima orang selir, masihkah begitu kehausan" Biarkan Kim Hong beristirahat dulu, bahkan ia belum menceritakan pengalamannya selama dua tahun Ini," kata Bouw Hun dengan suara datar, seolah berita tentang puteranya memiliki lima orang selir itu merupakan hal biasa bagi para pendengarnya. Dia tidak tahu betapa Kim Hong muak mendengar ucapan itu. Memang pada jaman itu, kaum pria amat meremehkan martabat wanita sehingga wanita disamakan dengan benda-benda berharga saja, seperti benda yang indah dan mahal, atau seperti peliharaan yang langka, seekor burung dewata misalnya, atau seekor kucing dari negara barat! Sukar bagi mereka membayangkan bahwa wanita juga memiliki harga diri, memiliki perasaan dan matabat.
"Kim Hong, sekarang ceritakanlah pengalamanmu, kami ingin sekali mendengarnya," kata Nyonya Bouw Hun. Mereka berempat duduk di ruangan dalam, dan Kim Hong lalu menceritakan pengalamannya dengan singkat bahwa ia menjadi murid seorang sakti, yaitu Hek-liong Kwan Bhok Cu dan selama dua tahun ini belajar ilmu silat dari gurunya. Setelah selesai belajar, ia mendengar tentang keributan di kota raja dan ingin melihat-lihat keadaan setelah perang selesai.
"Hemm, jadi tukang perahu berpakaian hitam bercaping lebar itukah yang menjadi gurumu?" tanya Bouw Hun kepada muridnya dengan alis berkerut, teringat betapa dia dan puteranya sama sekali tidak mampu menandingi orang sakti itu.
"Benar, suhu, dan beliau seorang pendekar gagu yang amat baik kepadaku."
"Aih, kalau begitu engkau sekarang tentu telah menjadi lihai bukan main, sumoi!" kata Bouw Ki sambil tersenyum. "Akan tetapi selama dua tahun ini, kalau engkau belajar silat, aku bahkan mempraktekkan dalam pertempuran dan perang, dan akupun memperoleh kemajuan pesat!"
"Suhu, kalau boleh aku mengetahui, bagaimana suhu sekeluarga dapat berada di sini dan tiba-tiba menjadi pejabat tinggi?" Kim Hong ingin sekali mengetahui.
Bouw Hun bangkit dan berkata. "Kim Hong, biar Bouw Ki saja yang menceritakan semua itu kepadamu. Aku harus pergi ke istana sekarang menghadap Kaisar." Lalu kepada isterinya dia berkata, "Suruh pelayan mempersiapkan pesta kecil untuk keluarga kita, menyambut pulangnya Kim Hong." Setelah berkata demikian, Bouw Hun dengan sikap agungnya seorang pejabat tinggi, meninggalkan rumahnya. Nyonya Bouw juga pergi ke belakang untuk memerintahkan para pelayan menyiapkan pesta untuk menyambut Kim Hong.
"Sumoi, mari kita pergi ke taman dan di sana akan kuceritakan padamu tentang semua pengalaman kami yang hebat," ajak Bouw Ki.
Kim Hong mengangguk dan merekapun keluar dan memasuki taman bunga luas indah yang berada di sebelah kiri bangunan besar itu. Kim Hong mengagumi taman itu yang memang amat indah, apa lagi pada waktu itu, musim semi belum habis dan bunga-bunga di taman sedang saling bersaing keindahan dengan bunga-bunga yang bermekaran.
Setelah berjalan-jalan mengagumi bunga-bunga dalam taman, Bouw Ki mengajak sumo inya duduk di bangku tepi kolam ikan emas, dan diapun menceritakan pengalaman dia dan ayahnya. Ayahnya di ajak bersekutu oleh Panglima An Lu Shan dan merekapun menyerbu ke barat. Dia sendiri menjadi seorang komandan pasukan yang terdiri dari orang-orang Khitan dan dia sudah memperlihatkan kegagahannya dan membuat banyak jasa sehingga setelah gerakan pemberontakan tu berhasil, ayahnya diangkat menjari kok-su dan dia sendiri diangkat menjadi panglima muda oleh An Lu Shan.
Kim Hong mendengarkan dengan kagum. "Kalau begitu, suhu telah menjadi seorang bangsawan besar, dan engkaupun telah menjadi seorang panglima muda yang mulia. Tentu senang sekali hidupmu, suheng, mulia dan mewah, dihormat orang dan memiliki kekuasaan besar".
Jaka Lola 3 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Seruling Perak Sepasang Walet 3