Pencarian

Mestika Burung Hong Kemala 5

Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


Perwira itu adalah Bouw Ki dan gadis di sampingnya adalah Kim Hong. Rombongan itu adalah rombongan pasukan yang ditugaskan oleh Bouw Koksu untuk pergi ke pegunungan itu dan mengambil Mestika Burung Hong Kemala seperti yang digambarkan pada peta yang dibeli oleh Bouw Koksu dari Souw Lok.
Ketika Bouw Ki melihat seorang gadis cantik jelita di pegunungan yang sunyi itu, tentu saja dia merasa curiga dan dia mengangkat tangan kiri ke atas sebagai isyarat agar pasukannya berhenti. Kim Hong menoleh dan memandang kepada suhengnya, kemudian kepada gadis cantik yang berdiri di tepi jalan, ia sendiripun merasa heran melihat di tempat sunyi dan sulit seperti itu terdapat seorang gadis cantik melakukan perjalanan seorang diri, akan tetapi melihat gagang pedang di punggung gadis itu, iapun dapat menduga bahwa gadis itu tentu memiliki kepandaian untuk menjaga dan membela diri. Dan karena gadis itu tidak dikenal, maka sebetulnya tidak ada perlunya suhengnya menyuruh berhenti pasukannya.
Akan tetapi Bouw Ki sudah mengerutkan alisnya dan memandang Kui Lan dengan alis berkerut dan penuh kecurigaan. "Siapakah engkau dan ada keperluan apa berkeliaran di sini" Hayo cepat jawab sejujurnya!" tanya Bouw Ki yang diam-diam mengagumi kecantikan gadis yang berdiri di depannya itu. Jelas gadis gunung, bukan gadis dusun kenyataan ini menambah kecurigaannya. Akan tetapi diam-diam Kim Hong tidak senang dengan sikap dan pertanyaan kasar yang dilontarkan suhengnya kepada gadis itu. Akan tetapi ia diam saja dan hanya memandang.
Mendengar pertanyaan orang yang nadanya memerintah dan memaksa itu. Kui Lan juga mengerutkan alisnya. Akan tetapi karena ia tidak biasa bersikap kasar, iapun hanya membuang muka, lalu berkata lembut namun cukup ketus.
"Aku tidak ingin mengenal kalian dan tidak ingin memperkenalkan diri. Aku tidak mempunyai urusan dengan kalian!" Setelah berkata demikian, Kui Lan menggerakkan kakinya melangkah hendak melanjutkan perjalanan. Hampir Kim Hong tertawa geli melihat roman muka suhengnya. Rasakan kamu, pikirnya.
Akan tetapi Bouw Ki meloncat turun dari atas pelana kudanya dan menghadang di depan Kui Lan . "Kurang ajar! Nona, apakah engkau tidak dapat memberi jawaban yang baiki Aku tanya kepadamu, siapa engkau dan apa urusanmu di tempat ini!"
Kini mengertilah Kim Hong akan sikap suhengnya. Tentu suhengnya merasa curiga melihat seorang gadis di tempat ini, tempat penyimpanan pusaka itu! Dan ia tidak dapat terlalu menyalahkan suhengnya, karena memang kehadiran gadis itu di tempat ini menimbulkan kecurigaan kalau-kalau gadis itu mempunyai hubungan dengan benda pusaka kerajaan itu.
Akan tetapi tentu saja Kui Lan tidak tahu tentang hal itu, dan hatinya mendongkol bukan main."Aku melihat engkau seorang ciangkun,' katanya, suaranya tetap lembut namun nadanya mencela, "kurasa engkau lebih tahu tentang peraturan dan sopan santun. Aku berada di tempat umum, apapun yang kulakukan, tidak ada sangkut pautnya sama sekali denganmu. Biarpun engkau seorang perwira, engkau tidak berhak."
"Saat ini, daerah ini merupakan kekuasaan kami dan siapapun juga wajib melaporkan kepada kami apa yang dilakukannya di sini!" kata Bouw Ki.
"Kalau aku tidak mau memberi tahu?"
"Terpaksa engkau kami Curigai dan kami tawan!"
Sesabar-sabarnya, Kui Lan menjadi marah. Tiada hujan tidak angin, tanpa sebab tertentu, hanya karena ia kebetulan lewat di situ dan tidak mau memperkenalkan diri, ia hendak ditawan! Akan tetapi ia memang berwatak halus dan sabar, maka ia masih dapat menahan kemarahannya.
"Baiklah, namaku Kui Lan , dan aku kebetulan lewat di sini. Salahkah itu?"
Akan tetapi Bouw Ki sudah terlanjur marah dan curiga, juga dia merasa sayang kalau gadis secantik itu dibiarkan lolos begitu saja! Dia bukan seorang yang mata keranjang dan haus wanta, akan tetapi gadis secantik itu amat sukar didapat, biar di kota raja sekalipun!
"Kami tidak percaya. Terpaksa engkau kami tawan dulu!"
"Suheng, apa gunanya itu?" tiba-tiba Kim Hong bertanya.
"Sumoi, kita harus menahannya sampai selesai urusan kita, kalau ia memang tidak merupakan gangguan, kita lepaskan kembali," kata Bouw Ki dan kembali Kim Hong dapat mengerti maksud suhengnya. Memang gadis ini bagaimana pun juga, mencurigakan. Siapa tahu ia datang ada hubungannya dengan Mestika Burung Hong Kemala. Memang sebaiknya ditahan dulu dan kalau ternyata nanti bahwa mereka dapat menemukan pusaka itu dan gadis ini tidak ada hubungannya sama sekali, mudah dilepas kembali. Maka iapun mengangguk membenarkan.
"Nona Kui Lan, menyerahlah. Kami tidak ingin menggunakan kekerasan, hanya ingin menawan nona untuk sementara. Lucuti nona ini dari senjatanya!" perintah Bouw Ki kepada orang-orang yang berada di belakangnya. Dua orang perajurit berloncatan turun dari atas kuda mereka dan dengan penuh gairah mereka menghampiri Kui Lan sambil menyeringai kurang ajar seperti biasanya sikap laki-laki tidak sopan kalau berhadapan dengan gadis cantik.
"Nona, serahkan pedang dan buntalanmu kepada kami, dan mari membonceng di kudaku bersamaku," kata yang tinggi kurus.
"Membonceng saja di kudaku, nona, kudaku lebih kuat," kata yang pendek gemuk.
Kui Lan mengerutkan alisnya, akan tetapi sebelum ia menjawab, terdengar suara tawa dan muncullah seorang pemuda yang pakaiannya kedodoran, kepalanya tertutup caping lebar. Pemuda itu pakaiannya sederhana, bahkan nyentrik dengan lengan baju digulung sampai siku, Wajahnya yang dilindungi caping itu bulat dan nampak periang, mulutnya selalu tersenyum dan matanya bersinar-sinar.
"Ha-ha-ha, harap engkau jangan berat sebelah dan tidak adil, ciang-kun!" kata pemuda yang bukan lain adalah Souw Hui San itu. Melihat kemunculan pemuda ini secara tiba-tiba dari balik sebatang pohon besar, semua orang memandang dan Bouw Ki menjadi semakin curiga, bahkan Kim Hong juga merasa curiga sekali.
"Orang gila jangan bicara sembarangan!" Bouw Ki membentak. "Siapa engkau dan apa pula keperluanmu di sini?"
Pemuda itu memandang ke kanan kiri, ke arah pohon-pohon besar dan sambil tersenyum lebar dia berkata, seperti kepada batang-batang pohon itu, "Ha ha, kalian dengar" Dia bertanya apa keperluanku di sini" Heii, kakek-kakek pohon, apa pula keperluan kalian berada di sini sampai ratusan tahun" Ciangkun, aku bernama Souw Hui San, dan aku seorang perantau, menjelajahi mana saja tanpa tujuan. Aku kebetulan saja berada di sini dan engkau tidak adil kalau mengundang nona itu untuk diajak makan sedangkan aku tidak diundang!" Dia menghampir Bouw Ki sambil tersenyum. "Berilah aku seekor kuda, boncengan juga boleh dan aku akan mengikut kalian, ikut pula makan minum gratis, heh-heh-heh!"
"Hemm, orang sinting!" bentak Bouw Ki, akan tetapi karena dia merasa curiga, tangannya menyambar dan tangan itu telah mencengkeram pundak Hui San. Pemuda itu berteriak kesakitan dan pedang serta buntalannya telah dirampas oleh Bouw Ki.
"Sumoi, periksa ini buntalannya!" kata Bouw Ki sambil melemparkan buntalan itu kepada Kim Hong. Gadis itu menerima buntalan dan melompat turun dari atas kudanya.
Hui San yang sudah dilepas pundaknya, menyeringai dan mengaduh-aduh kesakitan sambil memandang kepada Kim Hong yang melepaskan ikatan buntalan pakaannya.
"Aih, nona, awas jangan sampai jari-jari tanganmu terbakar!" teriaknya dan teriakannya itu demikan bersungguh-sungguh sehingga mengejutkan banyak orang yang menyangka bahwa ada rahasia atau racunnya dalam buntalan itu. Akan tetapi Kim Hong adalah seorang yang waspada, ia hanya tersenyum mengejek dan tetap membuka buntalan itu. Tidak terjadi kebakaran atau bahaya apapun menimpa tangan gadis itu.
Isinya hanya pakaian dan tempat makanan dan minuman, tidak ada apa-apanya yang aneh.
"Hemm, kenapa kau tadi katakan jari-jari sumoiku dapat terbakar?" ben tak Bouw Ki marah.
"Heh-heh, ada pakaianku, celana dan baju yang belum kucuci, bekas kupakai....., maka aku katakan agar jangan sampai tangan nona itu terbakar....... eh, maksudku kotor." Beberapa orang perajurit tertawa mendengar ini dan wajah Kim Hong berubah merah sekali mendengar bahwa baru saja ia memegang celana yang bekas dipakai dan belum di cuci, dapat dikatakan masih "hangat" maka pemuda itu tadi memperingatkan agar tangannya jangan sampai terbakar, ia membuang buntalan itu ke arah pemiliknya. "Ihh, jorok!" katanya. Akan tetapi ketika ia memandang wajah pemuda itu, kemarahannya lenyap bahkan ia menahan perasaan geli hatinya. Pemuda itu sama sekali tidak memilki tampang orang jahat, juga sinar matanya tidak menunjukkan bahwa dia sinting atau setengah gila, bahkan kelihatan cerdik sekali. Hal ini menimbulkan kecurigaannya. ia mengambil pedang pemuda itu dari tangan suhengnya dan mencabutnya. Semua orang berseru kagum melihat sinar terang menyilaukan mata ketika pedang itu tercabut dari sarungnya yang nampak butut.
"Hem, pedang bagus!" kata Bouw Ki. "Bagaimana pedang sebaik ini dapat berada di tangan orang tak percuma ini?"
Kim Hong merasa curiga dan mengelebatkan pedangnya. Gerakannya cepat bukan main sehingga nampak sinar menyambar. Kui Lan terkejut dan hampir saja digerakkan tongkat di tangannya untuk melindungi pemuda itu. Akan tetapi ia menahan diri dan nampak pemuda itu berteriak ketakutan dan melindungi kepala dengan kedua tangannya. Sinar pedang itu membabat ujung bajunya sehingga terputus.
"Aduhhhh...... celaka aduh, buntung.....!" teriak Hui San yang berjingkrak seperti orang kesakitan. Gayanya demikian menyakinkan sehingga Kim Hong sendiri merasa terkejut, mengira bahwa sabetan pedangnya yang dilakukan untuk menguji kepandaian pemuda itu benar-benar telah melukainya.
"Apanya yang buntung?" bentak Bouw Ki.
"Ini.... bajuku...." kata Hui San dan kembali para perajurit tertawa. Beberapa orang di antara mereka mengatakan bahwa pemuda itu tentu miring otaknya.
"Siapa bilang otakku miring?" Hui San yang mendengar ucapan itu menoleh, sikapnya marah. "Jangan sembarangan bicara, ya" Pedangku ini pemberian kakekku dan para pendekar besar di dunia ini adalah sahabat baiknya! Apa kalian tidak tahu siapa itu Pangeran Li Si Bin yang sakti?" Sikap Hui San demi kian congkak seolah-olah pangeran yang kemudian menjadi Kaisar Tang, yaitu Kaisar Tang Thai Cung pendiri Kerajaan Tang itu adalah kakeknya! "Dan apa kalian tidak tahu siapa itu guru besar Tat Mo Couw-su?"
Semua orang terkejut mendengar pemuda itu menyebut-nyebut nama pangeran sakti itu dan pendeta Siauw-lim-pai yang juga amat terkenal sebagai pendiri pertama dari ilmu silat Siuaw-lim-pai yang amat terkenal, seolah pangeran sakti itu kakaknya dan pendeta sakti itu gurunya saja.
Kim Hong juga terkejut. Apakah pemuda ini masih mempunyai darah bangsawan dari para kaisar Tang keturunan marga Li" Dan apakah pemuda ini seorang tokoh Siauw-lim-pai yang begitu berani menyebut-nyebut nama Tat Mo Co-auwsu"
"Hemm, memangnya siapa itu Pangeran Li Si Bin dan pendeta Tat Mo Couw-su" Apamu mereka itu?" Tanya Kim Hong ingin tahu sekali.
"Aihh, nona! Engkau tidak tahu" Pangeran Li Si Bin adalah pendiri Kerajaan Tang yang kemudian menjadi kaisar ke dua berjuluk Tang Thai Sung, sedangkan Tat Mo Couwsu adalah pendiri aliran Siauw-lim-pai! Tentu saja mereka bukan apa-apaku, aku hanya bertanya siapa mereka!"
Semua perajurit tertawa. Lagak pemuda itu demikian congkak, dan ucapannya seperti yang sungguh-sungguh ternyata hanya berkelakar saja.
"Sinting!" Bouw Ki memaki. "Tangkap dia!"
"Suheng, untuk apa menawan orang sinting ini" Menjadi beban saja bahkan dia akan selalu menimbulkan keributan di jalan. Biarkan dia pergi," kata Kim Hong.
Bouw Ki membenarkan pendapat sumoinya. Memang orang sinting ini tidak ada gunanya ditahan, tidak seperti nona cantik itu. "Nah, pergilah!" bentaknya.
Hui San memandang kepada pedang di tangan Kim Hong. "Apakah nona hendak merampas pedang pemberian kakekku" Aku akan kabarkan di seluruh penjuru dunia kangouw bahwa ada seorang nona muda yang cantik jelita, yang ada lesung pipit di pipi kirinya, dengan semena-mena telah merampas pedang pemberian kakekku, pedang keluarga yang turun temurun. Seorang nona yang cantik jelita dan gagah perkasa ternyata telah bertindak curang-tidak sesuai dengan watak para pendekar yang menjunjung tinggi kegagahan, pembela kebenaran dan keadilan."
"Nih pedangmu! Siapa sih yang ingin merampok pedangmu" Menyebalkan !" kata Kim Hong dan ia melemparkan pedang yang sudah berada dalam sarungnya itu kepada pemiliknya.
"Tokk!" Oleh karena pemuda itu tidak mampu mengelak atau menyambut pedangnya, maka gagang pedang itu menimpa dahinya, mengeluarkan bunyi dan di dahi yang terketuk gagang pedang itu mendadak saja muncul sebutir telur ayam! Kembali para perajurit tertawa dan dengan bersungut-sungut Hui San meninggalkan tempat itu, membawa buntalan dan pedangnya.
"Pendekar sinting!" Para perajurit berteriak mengejek.
Hui San berhen melangkah, memutar tubuh dan mengamangkan tinju ke arah mereka.
"Huh, orang gila itu tidak perlu dilayani!" kata Bouw Ki. "Lucuti nona itu, cepat!"
Dua orang perajurit yang tadi tercunda perbuatannya melucuti Kui Lan karena munculnya Hui San yang dianggap orang gila, kini melanjutkan lagak mereka .
"Berikan buntalanmu, nona!"
"Kesinikan pedangmu itu, nona!" Mereka berdua menjulurkan tangan hendak merampas buntalan dan pedang.
"Pergilah!" bentak Kui Lan dan sekali tongkatnya bergerak, entah bagaimana kedua orang perajurit itu terlempar jauh ke belakang dan jatuh berdebuk dengan keras, membuat mereka meringis kesakitan karena pinggul mereka menimpa tanah dengan kuatnya. Tentu saja semua orang terkejut. Para perajurit itu merupakan perajurit pilihan, dan rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh. Bagaimana mungkin ketika gadis jelita itu menggerakkan ranting di tangannya, kedua orang perajurit itu terlempar begitu saja"
Melihat betapa gadis cantik itu ternyata lihai, kecurigaan Bouw Ki semakin meningkat. Kalau gadis ini seorang yang lihai, jelas ada hubungannya dengan pusaka kerajaan itu, pikirnya. "Kepung, tangkap gadis mata-mata ini!" bentaknya sambil mencabut pedangnya. Para perajurit bergerak dan mengepung.
"Sungguh tidak malu, begini banyaknya laki-laki mengeroyok seorang gadis!" terdengar bentakan nyaring dan muncul seorang pemuda yang berpakaian seperti pengemis dan memegang sebatang tongkat butut. Melihat pemuda yang wajahnya tampan, sikapnya gagah dan mata nya mencorong ini, Kim Hong dapat menduga bahwa pemuda jembel yang pakaiannya tambal-tambalan ini pun seorang yang mencurigakan dan agaknya, tidak seperti pemuda sinting tadi, pemuda jembel ini bukan orang sembarangan dan memiliki ilmu kepandaian yang tak boleh dipandang ringan, seperti gadis cantik itu. Dan iapun menduga bahwa tentu munculnya pemuda ini ada hubungannya dengan perebutan Mestika Burung Hong Kemala, maka sekali melompat ia sudah berada di depan pemuda itu.
Kui Lan tentu saja mengenal suara kakaknya. Ketika ia menoleh, ia mengenal kakaknya walaupun kakaknya mengenakan pakaian tambal-tambalan. Tentu saja ia menjadi girang bukan main, akan tetapi ia bersikap pura-pura tidak mengenalnya karena ia maklum bahwa mereka harus merahasiakan keadaan keluarga mereka.
Bouw Ki terkejut bukan main ketika dia menerjang maju dengan pedangnya. Gadis itu menggerakkan tongkatnya dan ketika pedangnya bertemu dengan tongkat, seperti ada getaran yang aneh dan amat kuat membuat telapak tangannya seperti lumpuh dan hampir saja pedangnya terlepas. Cepat dia menarik pedangnya, meloncat ke belakang dan membiarkan anak buahnya mengeroyok. Gadis itu memainkan ranting kayu secara dahsyat dan itulah Hong-in Sin-pang. yang disertai gin-kang yang membuat tubuh gadis itu seperti seekor burung walet beterbangan dengan amat gesitnya.
Sementara itu, ketika Yang Cin Han dihadang oleh gadis cantik itu, dia mengira bahwa gadis itu hanya gadis biasa saja. Maka, ketika gadis itu menerjang maju, Cin Han sudah menggerakkan tongkat bututnya untuk menotok dan membuat gadis itu tidak berdaya. Tadinya, Cin Han hanya ingin membayangi rombongan itu, untuk membiarkan mereka menemukan Mestika Burung Hong Kemala, kemudian dia akan mencoba untuk merampasnya . Akan tetapi melihat betapa rombongan itu bertemu dengan seorang gadis yang ternyata adalah adiknya, Yang Kui Lan, tentu saja dia tidak dapat membiarkan adiknya diganggu mereka. Dia sudah mendengar dari Ji-wangwe bahwa Bouw-ciangkun membawa seorang gadis yang kabarnya memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Tentu gadis yang menghadangnya itu yang dimaksudkan, akan tetapidalamhatinya, Cin Han tidak yakin bahwa gadis yang cantik itu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Karena itu, dia menggerakkan tongkatnya sekedar untuk menotok gadis itu tanpa menyakitinya agar gadis itu menjadi lumpuh dan menghentikan perlawanannya.
"Wuuuut, plak-plak-plak.......!"
Cin Han terkejut bukan main. Bukan saja gadis itu mampu menghindarkan diri dari totokannya, bahkan tiga kali berturut-turut dia harus memutar tongkat menangkis ketika gadis itu, dengan gerakan aneh sekali, menyerang dengan tamparan bertubi-tubi dan setiap tamparan membawa angin pukulan yang amat dahsyat!
Tentu saja kini Cin Han tidak berani memandang ringan. Dia lalu memutar tongkat bututnya dan memainkan Tai hong-pang. Kini berbalk Kim Hong yang terkejut bukan main karena tongkat butut itu berubah menjadi sinar bergulung-gulung, seperti naga bermain di angkasa mengeluarkan angin badai yang amat dahsyat! Kim Hong menjadi kagum bukan main. Tak pernah disangkanya akan berhadapan dengan seorang lawan setangguh itu. Juga diakuinya bahwa melihat sepak terjang gadis cantik itu, ternyata gadis itupun lihai sekali. Suhengnya sama sekali bukan tandingan si gadis cantik, bahkan dikeroyok oleh demikian banyaknya lawan, gadis itu masih mampu membela diri dengan baik, walapun tentu saja ia terkurung rapat, ia sendiri harus mampu menandingi- pemuda berpakaian pengemis itu kalau tidak ingin pihak rombongan suhengnya kalah.
"Singg.....!" Nampak dua gulungan sinar berkelebat ketika ia mencabut sepasang senjatanya, yaitu sepasang pedang kecil bertali. Itulah Hui-siang-kiam (Sepasang pedang terbang) yang ia mainkan dengan hati-hati untuk mengimbangi permainan tongkat yang aneh dari lawannya.
Cin Han terkejut dan kagum bukan main. Sepasang pedang kecil itu seperti hidup, menyambar-nyambar dahsyat seperti dua ekor burung rajawali beterbangan dan menyerangnya. Hanya dengan putaran tongkatnya seperti kitiran dia dapat melindungi dirinya. Kiranya benar apa yang dia dengar dari Ji-wang we. Gadis itu memang lihai bukan main!
Akan tetapi sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, Cin Han segera mendapat kenyataan bahwa seperti juga dia sendiri, lawannya itu tidak mempunyai niat untuk membunuhnya. Biarpun sepasang pedang itu menyambar-nyambar dahsyat, akan tetapi yang menjadi sasaran utama adalah lengan tangannya yang memegang tongkat sehingga gadis itu agak nya hanya ingin membuat dia melepaskan tongkatnya, seperti juga dia selalu berusaha untuk menotok gadis itu, bukan untuk melukainya apa lagi membunuh nya. Entah mengapa, mendapatkan kenyataan ini, hatinya merasa girang bukan main.
Dugaan Cin Han memang benar. Kim Hong sama sekali tidak bermaksud membunuhnya, apa lagi gadis yang lihai inipun dapat mengetahui bahwa pemuda bertongkat itu tidak berniat melukainya, hanya ingin membuat ia tak berdaya dengan totokan. Kim Hong tidak percaya bahwa pemuda tampan gagah ini seorang tokoh kangouw yang ingin memperebutkan Mestika Burung Hong Kemala untuk keuntungan dan kepentingan pribadi. Melihat pakaiannya, tentu dia seorang tokoh kaipang (perkumpulan pengemis) dan sangat boleh jadi pemuda ini seorang yang setia kepada Kerajaan Tang dan ingin merampas pusaka untuk dikembalikan kepada Kerajaan Tang. Kalau demikian halnya, maka pemuda ini merupakan orang segolongan dengannya, karena iapun menerima tugas dari suhunya untuk membantu Kerajaan Tang.
Cin Han maklum bahwa kalau dia hanya dapat mengimbangi saja lawannya, sedangkan adiknya yang dikeroyok banyak orang itu nampak kewalahan juga dan dia tidak dapat membantunya, maka tiba-tiba dia meloncat jauh meninggalkan lawannya dan terjun ke dalam kepungan para pengeroyok. Kepungan itu membuyar dan Bouw Ki yang menyambut pemuda pengemis Itu terhuyung ketika u-jung tongkat menotok pahanya.
"Lan-moi, mari kita pergi!" kata Cin Han. Adiknya maklum bahwa melawan terus tidak ada gunanya. Iapun sudah ingin sekali bertemu dan bercakap-cakap dengan kakaknya, maka iapun memutar ranting di tangannya sedemikian ru pa sehingga empat orang pengeroyok terpaksa mundur. Di lain saat, kakak beradik itu sudah berlompatan jauh dan melarikan diri.
"Kejar mereka!" bentak Bouw Ki .
"Tahan!" Kim Hong berseru dan para perajurit yang memang sudah gentar menghadapi dua orang yang lihai tadi, meragu.
-ooo0dw0ooo- Jilid 9 "Suheng , untuk apa mengejar mereka" Kita datang ke sini bukan untuk menangkap orang. Pula, mereka itu lihai sekali. Lebih baik kita melanjutkan perjalanan."
Bouw Ki menyadari kebenaran ucapan sumoinya. Kalau tadi tidak ada sumoinya yang menahan pemuda berpakaian pengemis, agaknya dia dan anak buahnya akan menderita rugi besar. Tugas yang paling penting adalah mengambil benda pusaka itu. Dia lalu memberi aba-aba kepada pasukannya dan mereka melanjutkan pendakian.
Setelah mereka tiba di depan tebing yang terdapat banyak guhanya, Bouw Ki lalu memerintahkan anak buahnya untuk membentuk penjagaan rapat di depan guha ke tujuh. Setelah melihat tidak ada tanda-tanda adanya orang lain di sekitar tempat itu, dia dan Kim Hong memasuki guha. Bouw Ki yang tergesa-gesa dan ingin sekali menemukan benda pusaka itu, langsung saja masuk ke dalam guha. Akan tetapi Kim Hong lebih waspada dan meneliti tempat itu. Karena itu, ia dapat melihat adanya beberapa buah bekas tapak kaki di lantai guha! Masih baru tapak kaki itu dan iapun tahu bahwa baru saja, paling lama kemarin atau kemarin dulu, ada orang lain memasuki guha ini!
"Ini dia!" terdengar suhengnya berseru girang. Suhengnya mengambil sebuah kotak hitam dari balik tumpukan batu-batu di sudut guha dan membawanya ke dekat sumoinya yang masih berada di mulut guha.
"Hati-hati, suheng. Periksa dulu kalau-kalau benda itu mengandung alat rahasia atau racun!" Kim Hong mengingatkan. Mendengar ini, Bouw Ki terkejut dan meletakkan peti hitam itu ke atas lantai. Kim Hong segera mendekati nya dan memeriksa. Tak salah lagi tanda tapak kaki yang dilihatnya tadi. Ada orang yang mendahului mereka memasuki guha ini! Dan ketika ia memeriksa peti atau kotak hitam itu, terdapat bukti lain. Kalau kotak itu sudah lama disembunyikan orang di dalam guha itu, tentu kotak itu basah karena kelembaban guha, dan-tentu ada kotoran debu. Akan tetapi, kotak itu masih bersih sekali, dan inipun merupakan tanda bahwa kotak itu belum lama diletakkan orang di tempat itu.
Akan tetapi, penemuannya ini tidak ia beritahukan kepada suhengnya. ia juga mempunyai kepentingan dalam urusan ini. ia harus dapat menemukan benda pusaka itu untuk dikembalikan ke pada Kerajaan Tang. Dan melihat kenyataan betapa kotak ini baru saja diletakkan orang di tempat itu, pada hal menurut suhengnya, peta itu telah dibuat lama sebelum Menteri Yang Kok Tiong meninggal, maka ia hampir yakin bahwa semua ini merupakan tipuan belaka! Benda pusaka itu disangsikan keaseliannya. Mungkin yang aseli tadinya berada di situ, akan tetapi jelas bahwa sebelum peta itu terjatuh ke tangan Bouw Koksu, telah ada orang lain yang mengetahui tempat bersembunyian benda itu dan mendahuluinya. ia bahkan meragukan apakah kotak hitam itu ada isinya!
Dengan hati-hati, menggunakan u-jung pedangnya, Kim Hong mencokel kotak itu sehingga terbuka dan ternyata di dalamnya memang terdapat sebuah benda mengkilat.
"Mestika Burung Hong Kemala....!" kata Bouw Ki girang dan diapun mengeluarkan benda itu dari dalam kotak dan menelitinya. Sebuah benda yang amat indah, terbuat dari batu kemala dan di ukir seperti seekor burung Hong.
"Suheng, kita telah berhasil," katanya hambar. Agaknya tidak mungkin kalau benda ini aseli, pikirnya. Dan iapun mencurigai gadis cantik dan pemuda tampan seperti pengemis yang amat lihai tadi, bahkan terbayang pula pemuda sinting dengan sikapnya yang aneh. Mengaku keturunan pendekar, membawa pedang yang baik, akan tetapi sama sekali tidak menguasailmu silat. Agaknya tidak mungkin! Siapakah di antara mereka yang telah mendahului suhengnya masuk ke dalam guha ini" Hanya dia yang telah mendahului mereka itu saja yang akan dapat menceritakan apakah benda pusaka itu benar palsu, dan di mana adanya mestika yang aselinya.
"Sumoi, kita harus cepat membawa pusaka ini kepada ayah. Kita harus waspada, siapa tahu akan ada yang mengganggu kita," kata Bouw Ki dan diapun membawa kotak hitam itu yang dia sembunyikan di balik jubahnya.
"Mari, suheng. Jangan khawatir, kukira tidak ada yang akan mengganggu kita dalam perjalanan purang."
Rombongan itu segera meninggalkan pegunungan dan dengan hati gembira sekali Bouw Ki membawa benda pusaka itu dengan hati-hati. Dan memang benar dugaan Kim Hong. Tidak ada yang mengganggu mereka dalam perjalanan pulangtu.
Rombongan itu sama sekali tidak tahu bahwa ada orang yang berdiri di puncak dan menertawakan mereka yang tergesa-gesa menuruni perbukitan. 0rang itu adalah Souw Hui San. Pamannya memang seorang yang cerdik luar bisa, juga lucu. Mau rasanya dia tertawa terpingkal-pingkal membayangkan betapa Bouw Koksu tertipu, bersenang-senang dengan mestika yang palsu! Dia lalu memanjat pohon terbesar dari mana tadi dia meneliti sekeliling, dan mengambil kembali buntalan kuning terisi Mestika Burung Hong Kemala yang aseli, yang tadi dia simpan di pucuk pohon besar itu sebelum dia sengaja mengacaukan rombongan perajurit ketika mereka hendak menangkap Kui Lan. Setelah menyimpan benda pusaka itu ke dalam buntalan pakaiannya, Hui San lalu menuruni bukit dan kembali ke Tiang-an. Sekali ini dia tidak tergesa-gesa, karena dia tidak perlu lagi membayangi rombongan Bouw-ciangkun. Dia naik perahu dan per ahan-lahan membiarkan perahunya hanyut di Yang-ce-kiang.
"Han-ko......!" Kui Lan memegang kedua tangan kakaknya dengan wajah gem bra sekali.
"Lan-moi," Cin Han merangkul adiknya, hatinya bangga. "Aku telah bertemu Kui Bi di Tiang-an dan ia telah menceritakan tentang pengalaman kalian. Sungguh aku ikut merasa gembira dan bangga bahwa kalian telah menjadi murid pendeta sakti Hong Hwi Hosiang, dan tadi aku sudah melihat kelihaianmu ket.ika dikeroyok banyak perajurit, Lan mo."
"Engkau sendiri, ke mana saja se lama ini, Han-ko?" tanya Kui Lan dan ia memandang pakaian kakaknya dengan hati terharu. Kakaknya, dahulu putera Menteri Utama yang dihormati semua orang, sekarang berpakaian seperti seorang pengemis! Melihat pandang mata adiknya yang memperhatikan pakaiannya, Cin Han tertawa geli.
"Aih, jangan engkau mengira bahwa kakakmu ini sekarang telah menjadi seorang pengemis, Lan-moi. Ketahuilah, selama in aku menjadi murid Sin-tung Kai-ong yang pernah melatihmu ilmu pedang itu. Karena kebiasaan meranta dengan suhu, aku sudah terbiasa memakai pakaian seperti ini. Apa lagi aku memasuki kota raja, harus menyamar dan dengan pakaian seperti ini tidak akan ada yang mengenalku." Dia lalu menceritakan betapa dia telah bertemu dengan Kui Bi dan kini adiknya itu dia titipkan di rumah Ji-wangwe, seorang hartawan yang memimpin para pendukung Kerajaan Tang.
"Dari Ji-wangwe aku mendapat keterangan bahwa Bouw Kongcu tadi memimpin pasukan untuk mengambil Mestika Burung Hong Kemala yang disembunyikan di dadam guha di tebing gunung ini."
"Ah, kalau begitu sekarang mereka tentu sedang mengambilnya, dan kita harus mencegah hal itu, koko! Kita harus merampas pusaka itu untuk dikembalikan kepada Kerajaan Tang!"
"Tenanglah, Lan-moi. Gadis itu lihai sekali. Kalau kita menyerang mereka, sukar bagi kita untuk dapat memperoleh kemenangan. Yang penting, kita ketahui di tangan siapa Mestika Burung Hong Kemala itu berada. Agaknya seperti yang diduga Ji-wangwe, Bouw Koksu mungkin sekali hendak memiliki sendiri pusaka itu, entah apa maksudnya. Dia tidak melaporkan penemuan pusaka itu kepada An Lu Shan."
"Sekarang engkau hendak ke mana, koko?"
"Tentu saja kembali ke kota raja. Adik Bi juga di sana. Bukankah engkau juga akan bersamaku ke Tiang-an?"
Kui Lan menggeleng kepalanya. "Aku sudah membagi tugas dengan Bi-moi. ia membantu perjuangan menentang pemberontak di kota raja, sedangkan aku akan menyusul ayah yang mengawal Sribaginda ke barat. Ah, ya, bagaimana dengan keadaan rumah kita di kota raja, Han-ko" Dan apakah ibu juga..,,.....eh, kenapa, koko?" Kui Lan bertanya cepat melihat perubahan pada wajah kakaknya.
Sukar bagi Cin Han untuk menerangkan. Ketika adiknya yang bungsu, Kui Bi, mendengar tentang kematian ayahnya setelah mengetahui kematian ibunya, adiknya itu pingsan. Bagaimana nanti jadinya dengan Kui Lan kalau sekaligus mendengar bahwa ayahnya dan ibunya telah tewas"
"Lan-moi, aku percaya bahwa engkau adalah adikku yang tenang dan tabah, dapat memaklumi akan kekuasaan Tuhan yang Maha Pencipta, juga Maha Menentukan segalanya. Segala peristiwa yang menimpa diri kita, bahkan nyawa kita sekalipun, berada dalam kekuasaan Nya untuk menentukan. Bukankah engkau masih tetap adikku yang tenang itu, bahkan sekarang, setelah menjadi seorang pendekar wanita yang lihai, tentu akan lebih mampu menguasai hati dan perasaan sendiri, bukan?"
Kui Lan menangkap lengan kakaknya. "Han-ko, tidak perlu berputar-putar. Aku bukan anak kecil lagi. Katakan, apa yang telah terjadi dengan ibu?"
"Ibu kita telah tiada, Lan-moi."
"Ibuu......!!" Kui Lan menahan jeritnya dan memejamkan kedua matanya untuk mencegah tangisnya, akan tetapi kedua mata yang dipejamkan itu tidak mampu menahan air matanya yang bercucuran. Cin Han merangkul adiknya dan Kui Lan menangis di dada kakaknya. Setelah mereda tangisnya, ia melepaskan diri dengan lembut.
"Koko, ceritakan, apa yang telah terjadi dengan ibu kita."
Dengan hati-hati dan tenang Cin Han menceritakan betapa pemberontak menyerbu kota raja dan ada anggauta pemberontak yang menyerbu rumah mereka. Ibu mereka tidak ikut ayah mereka karena ingin menanti di rumah sampai mereka bertiga kembali. Karena terancam bahaya diperhina para pemberontak, ibu mereka mengambil jalan terhormat, membunuh diri.
"Ah, kasihan ibu!" bisik Kui Lan .
"Kita patut bangga, Lan-moi. Ibu kita telah tewas sebagai wanita terhormat dan dengan tidak menyerah kepada pemberontak, berarti ia tewas sebagai seorang pahlawan. Rumah kita dikuasai pemberontak dan sekarang menjadi tempat tinggal Bouw Koksu, yaitu ayah dari Bouw-ciangkun yang memimpin pasukan tadi ."
Kui Lan sudah dapat menenangkan diri. "Engkau benar- Han-ko. Ibu kita tewas tidak sia-sia, dan kita harus membantu bangkitnya kembali Kerajaan Tang. Dengan cara demikian, kita berarti sudah dapat membalaskan dendam penasaran hati mendiang ibu kita. Yang kusayangkan, ketika ayah mengawal Sri-bagiada Kaisar, kenapa ayah tidak memaksa ibu agar ikut saja" Aku ingin menyusul ayah, koko."
"Kuatkan hatimu, adikku. Ayah kita juga sudah tiada......"
"Ahh.....?" Wajah gadis itu berubah pucat, akan tetapi perasaannya tidak begitu tertikam pedih seperti ketika mendengar ibunya terkasih sudah tiada. "Apa yang terjadi" Bukankah ayah kita mengawal kaisar melarikan diri mengungsi ke barat?"
Dengan singkat Cin Han lalu menceritakan tentang pembunuhan terhadap ayah mereka yang dilakukan oleh para perajurit pengawal yang merasa tidak puas dan menganggap ayah mereka menjadi biang keladi kehancuran Kerajaan Tang. "Juga bibi Yang Kui Hui tidak lepas dari hukuman, ia menggantung diri di depan kaisar dan semua pasukan pengawal."
Kui Lan menghela napas panjang. "Sudah kita khawatirkan semua hal ini akan terjadi juga. Kedudukan ayah yang tidak semestinya, karena pengaruh bibi Yang Kui Hui. Ah, sungguh kita harus merasa prihatin dan menyesal sekali, koko."
"Tidak ada yang perlu disesalkan, adikku. Bagaimanapun juga, ayah kita telah memperlihatkan kesetiaannya kepada Kerajaan Tang. Dan semua sikap yang tidak benar dari ayah dan bibi, dapat kita tebus dengan kesetiaan kita terhadap Kerajaan Tang. Kita bertiga telah mempelajari ilmu dan kita dapat menyumbangkan tenaga kita demi jayanya kembali Kerajaan Tang. Mari kita ke kota raja, adikku. Di sana kita bersama Bi-moi dapat lebih banyak bekerja menentang pemberontak dan mempersiapkan diri untuk membantu pasukan Tang kalau saatnya tiba."
Kui Lan mengepal tangannya. "Aku sudah siap untuk siap membantumu, koko." Kemudian ia bertanya, "Koko, apakah yang dilakukan rombongan tadi ke sini" Dan gadis itu sungguh lihai bukan main."
"Mereka adalah rombongan dari kota raja yang dipimpin oleh Panglima bernama Bouw Ki seorang bersuku bangsa Khitan, dan aku sendiri tidak tahu Siapa gadis itu, hanya mendengar bahwa ia memang membantu pasukan itu. Tak kusangka ia selihai itu ."
"Apa yang mereka lakukan di sini?"
"Mereka akan mengambil tempat disembunyikannya Mestika Burung Hong Kemala."
"Ahh! Bukankah mestika itu merupakan pusaka kerajaan?"
"Benar, kabarnya pusaka itu lenyap dan menjadi rebutan. Terakhir kalinya, pusaka itu disimpan oleh mendiang ayah, entah bagaimana dapat terjatuh ketangan mereka. Aku membayangi mereka untuk melakukan penyelidikan, tidak mengira akan bertemu denganmu. Tentu saja bagiku lebih penting menolong dan menyelamatkanmu dari pada menyelidiki tentang pusaka itu."
"Ah, kalau begitu, tentu mereka sudah mengambil pusaka itu, koko! Sebetulnya, kita harus merampasnya."
"Agaknya tidak mungkin, Lan-moi. Mereka terlalu kuat, apa lagi gadis itu. Bagaimanapun juga, kita sudah mengetahui bahwa Mestika Burung Hong Kemala terjatuh ke tangan Bouw Koksu."
"Siapa itu Bouw Koksu?"
"Dia ayah dari panglima Bouw Ki tadi," dan Cin Han lalu menceritakan keadaan pemerintahan baru yang dibentuk An Lu Shan.
"Dan tahukah engkau siapa pemuda sinting tadi, koko" Apakah engkau melihatnya?"
Cin Han mengangguk. "Aku melihat dia akan tetapi aku tidak mengenalnya. Dia memang amat mencurigakan. Nampaknya tolol dan lemah, akan tetapi dia membawa sebatang pedang yang amat baik. Aku masih menduga-duga siapa gerangan pemuda itu dan sudah kuingat wajahnya. Akan kutanyakan kepada kawan-kawan kita di sana, mungkin ada yang mengenalnya. Kalau dia merupakan seorang pejuang yang setia kepada Kerajaan Tang, tentu kawan-kawan kita mengenalnya. Kalau tidak ada yang mengenal berarti dia bukan apa-apa dan memang eorang yang sinting."
"Akan tetapi aku mempunyai perasaan bahwa perbuatannya tadi disengaja untuk menolongku, koko."
"Mungkin saja. Nah, mari kita kembali ke kota raja. Kita bekerja sama dengan Kui-moi dan dengan para pejuang. Di kota raja kita dapat mengikuti semua perkembangan dan mempersiapkan diri untuk membantu kalau pasukan Kerajaan Tang datang untuk merampas kembali kerajaan yang terjatuh ke tangan pemberontak An Lu Shan."
"Apakah ada harapan terjadi hal itu, koko?"
"Tentu saja. Jaringan mata-mata para pejuang yang bergerak di kota raja mempunyai hubungan dengan rombongan Sribaginda yang melarikan diri ke Se-cuan dan sudah diperoleh berita bahwa Sribaginda yang dibantu oleh Panglima Kok Cu yang setia, sedang menyusun kekuatan di barat untuk merampas kembali tahta kerajaan.Mari kita pergi, Lan-moi."
Kakak beradik itu lalu meninggalkan tempat itu, menuju ke kota raja.
0odwo0 Souw Hui San mengelus-elus dahinya yang menjadi benjol sebesar telur ayam, tertimpa pedangnya sendiri yang tadi dilempar oleh Kim Hong.
"Wah, gadis yang lihai, galak dan sadis!" dia mengomel, lalu mengeluarkan seguci kecil arak dan menggosok-gosok benjolan di dahinya dengan arak. Tadi, ketika dia muncul dengan pura-pura menjadi seorang sinting, dia memang bermaksud untuk menolong gadis yang membuat jantungnya berdebar keras. Begitu melihat Kui Lan, seketika jantung di dalam dada Hui San jatuh bangun.
Belum pernah selama hidupnya dia melihat seorang gadis seperti itu! Cantik jelita,lemah lembut, dan perkasa pula.
"Ku iLan, namanya Kui Lan......." dia bicara seorang diri dan kalau ada yang melihatnya saat itu, tentu akan menganggap dia benar-benar sinting, bukan pura-pura seperti tadi. "Agaknya ia she Kui dan bernama Lan, nama yang ndah, secantik orangnya. Akan tetapi, ia mengenal aku sebagai orang sinting....."
Dia tersenyum pahit, lalu mengelus benjolan di dahinya sambil menyebut-nyebut nama gadis itu. "Ahhh...... Kui Lan ....... Kui Lan......"
Hui San melamun sebentar, wajah Kui Lan terbayang-bayang dan akhirnya dia menarik napas panjang, mengikatkan buntalan pakaiannya di punggung, lalu mendaki bukit itu. Setelah berada di puncak bukit, dia melihat dari atas ke segenap penjuru. Dia tersenyum ketika melihat rombongan Bouw Ki menuruni bukit, kembali dari tebing karang penuh guha. Senyumnya menjadi tawa geli membayangkan betapa rombongan itu, dengan rasa puas dan menang, kini kembali ke kota raja sambil membawa Mestika Burung Hong Kemala yang palsu!
Setelah merasa yakin bahwa di sekitar situ tidak terdapat orang lain, barulah Hui San memanjat pohon besar di mana tadi dia meneliti ke empat penjuru dan dia mengambil benda pusaka Gi ok-hong-cu itu dari puncak pohon. Dia tadi memang menyembunyikan pusaka itu di sana. Kalau tidak demikian, tentu dia tidak akan berani muncul untuk menolong Kui Lan. Ketika buntalannya digeledah, diapun tenang-tenang saja karena pusaka itu telah lebih dulu dia amankan di puncak- pohon. Andaikata rombongan itu tadi bertindak kasar hendak menawan atau membunuhnya, tentu dia akan melakukan perlawanan. Dia tadi mengintai dan kagum melihat munculnya seorang pemuda menolong Kui Lan , bahkan dia membayangi ketika kedua orang itu menyelamatkan diri. Karena maklum bahwa mereka itu lihai, dia hanya mengintai dari jauh sehingga tidak dapat mendengar percakapan mereka dengan jelas. Akan tetapi dia tahu bahwa pemuda itu ternyata kakak si gadis maka menguap dan lenyaplah perasaan tidak enak dan cemburu yang tadinya sudah mengusuk pe rasaannya.
Setelah menyimpan Mestika Burung Hong Kemala yang aseli, diapun menurun bukit itu dan menuju kembali ke kota raja. Dia merasa gembira melihat betapa kakak beradik itupun menuju ke kota raja karena dia mengharapkan sekali untuk dapat bertemu kembali dengan Kui Lan , gadis yang telah menjatuhkan hatinya itu.
0odwo0 Ji Siok atau Ji-wangwe (Hartawan Ji) membelalakkan matanya memandang ke pada gadis yang duduk di depannya. Baru saja Cin Han meninggalkan mereka dan gadis ini, Kui Bi, menyatakan suatu keinginan yang membuat dia terkejut setengah mati dan terbelalak.
"Nona, keinginanmu itu tidak mungkin! Terlalu berbahaya itu!"
"Paman Ji," kata Kui Bi dengan sikapnya yang tenang. "Kenapa tidak mungkin" Bukankah paman juga mengetahu bahwa mendiang Bibi Yang Kui Hui dahulu pernah saling menjalin cinta dengan An Lu Shan" Dan paman tahu bahwa wajahku mirip mendiang Bibi Yang Kui Hui. Dengan sedikit hiasan, aku akan menjadi Yang Kui Hui muda dan aku yakin An Lu Shan seolah menemukan kembali kekasihnya."
"Akan tetapi itu berbahaya sekali! Bagaimana mungkin nona dapat membunuhnya lalu meloloskan diri" No... akan ditangkap, dan andaikan berhasi. membunuhnyapun, nona akan dihukum dan dibunuh pula."
"Paman, mana ada perjuangan yang tidak mengandung bahaya" Perang hanyalah menang atau kalah. Orang tuaku tewas karena ulah An Lu Shan, bahkan Kerajaan Tang jatuh oleh pengkhianat itu. Tidakkah sudah sepatutnya kalau aku membalas dendam" Dengan cara Itu, aku akan berhasil mendekatinya dan dapat membunuhnya. Kemudian, tentang aku akan berhasil meloloskan diri atau tidak merupakan masalah ke dua. Belum tentu aku tidak akan mampu meloloskan diri, paman!"
"Tapi .... mengorbankan seorang gadis muda seperti nona...." kata hartawan itu meragu.
"Tidak ada kata pengorbanan bagi seorang pejuang, paman. Andaikata dianggap pengorbanan sekalipun, aku rela mengorbankan nyawa demi membalas kematian ayah ibuku dan demi Kerajaan Tang . Tidak perlu berpanjang kata, paman. Mau atau tidakkah paman membantuku agar aku dapat memasuki kalangan istana sehingga aku mendapat kesempatan untuk mendekati An Lu Shan?"
Hartawan itu menghela napas panjang. "Sebaiknya kita menanti sampai kakakmu datang...."
"Terlalu lama, paman. Dan Han-koko juga tidak akan dapat membantuku. Ini merupakan usaha pribadiku untuk bertindak. Kalau paman tidak mau membantu, biarlah aku mencari jalan lain."
Menghadapi gadis yang bersikap keras itu, Ji-wangwe hanya menghela na pas dan mengangguk-angguk. "Baiklah, nona. Akan tetapi harus diatur sebaik mungkin. Kalau hendak mendekati An Lu Shan tanpa dicurigai, satu-satunya cara adalah menjadi seorang dayang istana. Dan kebetulan aku mempunyai hubungan dengan seorang thai-kam (sida-sida) yang menjadi kepala dayang. Kurasa dia akan dapat memasukkan nona ke istana sebagai dayang baru. Tentu saja kalau ada permintaan dayang baru dari istana."
Ternyata secara kebetulan sekali, memang ada permintaan dari istana agar Gui-thaikam memasukkan lagi tujuh orang dayang baru untuk istana, atas permintaan permaisuri. Dengan sendirinya, tiga hari kemudian, Kui Bi telah berhasil diselundupkan sebagai seorang dayang baru.
Ketika tujuh orang dayang baru itu dihadapkan kepada Kaisar An Lu Shan, di situ hadir pula Pangeran An Kong di samping permaisuri dan para selir kaisar. Juga ada beberapa orang panglima yang sedang menghadap untuk urusan tugas keamanan. Di antara para panglima itu terdapat Sia-ciangkun, yaitu Panglima Sia Su Beng yang pernah bertemu dengan Yang Kui Lan. Panglima inilah yang menjadi bengong dan jantungnya terasa berdebar-debar ketika ia ikut melihat masuknya tujuh orang calon dayang itu. Yang membuat dia terkejut bukan main adalah melihat dayang yang berjalan dalam urutan nomor tiga. Hampir dia berteriak memanggil. Bagaimana dia tidak akan terkejut melihat Kui Lan berada di antara tujuh orang dayang itu! Kui Lan,gadis perkasa yang katanya hendak menyusul ayahnya dalam rombongan Kaisar yang melarikan diri ke barat, gadis yang menjadi pejuang membela Kerajaan Tang, berada di sini sebagai calon dayang! Tentu saja ia merasa khawatir bukan main, maklum akan niat gadis itu. Gadis itu agaknya hendak nekat, hendak membunuh An Lu Shan dengan menyusup sebagai dayang! Dia harus mencegah ini, karena melakukan perbuatan itu sama saja dengan membunuh diri! Akan tetapi, apa yang dapat dia lakukan" Dia akan mencari jalan!
Bukan hanya Sia Su Beng yang menjadi bengong ketika melihat Kui Bi yang disangkanya Kui Lan karena memang enci-adik itu memiliki wajah yang mirip sekali. Juga An Lu Shan dan Pangeran An Kong memandang dengan mata yang tak pernah berkedip. An Lu Shan memandang dan jantungnya berdebar keras. Dia seperti melihat Yang Kui Hui hidup kembali, dalam tubuh yang jauh lebih muda. Namun tak salah lagi, wajah gadis dayang itu serupa benar dengan wajah mendiang Yang Kui Hui yang dahulu menjadi kekasihnya! Dia takkan pernah melupakan selir kaisar itu, karena harus diakuinya bahwa berkat bantuan Yang Kui Hui itulah dia mendapatkan kedudukan dan kepercayaan kaisar Kerajaan Tang dan akhirnya kini bahkan dapat merebut tahta Kerajaan Tang.
Sementara itu, Pangeran An Kong yang terkenal mata keranjang, juga terpesona oleh kecantikan Kui Bi. Apa lagi ketika dengan sikap malu-malu, dengan kerling mata tajam dan senyum manis sekali Kui Bi yang melakukan penghormatan sambil berlutut kepada keluarga An Lu Shan, mengerling ke arah An Lu Shan dan Pangeran An Kong.
Pangeran mata keranjang itu begitu tertarik oleh kerling mata dan senyuman Kui Bi sehingga dengan tak sabar dia lalu berkata kepada Permaisuri, "Ibunda, saya ingin agar calon dayang yang berbaju biru itu menjadi dayang saya!" Mendengar ucapan yang terang-terangan menunjukkan betapa pangeran itu terpikat oleh dayang itu, semua orang tersenyum, maklum akan watak mata keranjang pangeran itu.
"Aih, engkau begitu tergesa-gesa! Akan tetapi bolehlah......"
"Tidak!" terdengar suara Kaisar menggeledek. Memang sudah timbul perasaan tidak senang antara ayah dan anak ini, pertama ketika mereka berdua saling memperebutkan seorang wanita istana Kerajaan Tang yang kemudian membunuh diri, kemudian sekali karena dengan dukungan banyak pejabat tinggi, Pangeran An Kong minta kepada ayahnya agar dia diangkat menjadi Pangeran Mahkota. "Engkau ini anak macam apa, An Kong! Para calon dayang ini dipesan Permaisuri atas perintahku dan begitu mereka muncul, enak saja engkau hendak memilih seorang di antara mereka" Akulah yang memutuskan, dan aku memerintahkan agar para calon ini menjadi dayang istana dan tidak boleh kau ambil begitu saja!"
Wajah Pangeran An Kong menjadi merah sekali, matanya mencorong penuh kebencian kepada ayahnya. Hanya karena urusan seorang dayang saja, ayahnya tidak segan-segan menegurnya sedemikian kasarnya, di depan banyak orang pula. Ayahnya telah mempermalukan dia di depan orang banyak, seperti pernah dilakukannya ketika dia mohon diangkat menjadi pangeran mahkota. Kebencian menyesak dadanya, akan tetapi dia tidak berani banyak cakap lagi, hanya menundukkan mukanya, dengan hati panas seperti dibakar. Apa lagi ketika dia bertemu pandang dengan Bouw Koksu, yang memberi isyarat kepadanya dengan pandang mata, maka diapun tidak berani membantah laag.
Peristiwa kecil ini tidak luput dari pengamatan Kui Bi. Gadis yang cerdik ini segera dapat mengetahui bahwa terdapat ketegangan dan kebencian di qntara An Lu Shan dan An Kong, maka ia harus dapat memanfaatkan keadaan ini. Iapun mengerling ke arah pangeran itu yang kebetulan mengangkat muka memandang kepadanya dan sebuah kedipan halus diisyaratkan olehKui Bi kepada sang pangeran, disusul senyum manis sekali.
Melihat keadaan yang tidak mengenakkan hati itu, sang permaisuri segera mengutus Gui-thaikam untuk menggiring tujuh orang dayang itu ke dalam istana.
Semua yang terjadi itupun tidak luput dari perhatian mata Sia Su Beng.
Bahkan dia melihat kedipan mata gadis yang disangkanya Kui Lan tadi. Dia merasa tidak enak sekali dan menduga-duga, apa yang akan dilakukan gadis itu. Kemudian dia teringat akan tekad Kui Lan untuk membantu Kerajaan Tang dan diapun mulai dapat menduga bahwa agaknya gadis pejuang itu sengaja menimbulkan ketegangan yang lebih hebat antara An Lu Shan dan An Kong, untuk mengacaukan istana melalui rusaknya hubunganl keluarga An Lu Shan. Dan dia merasa semakin tidak enak dan khawatir.
Kui Bi menjadi dayang permaisuri dan ia pandai membawa diri, sehingga permaisuri merasa sayang kepadanya. Akan tetapi, diam-diam permaisuri juga khawatir kalau-kalau dayang baru ini akan dipilih suaminya untuk menjadi selir, ia tidak perduli kalau suaminya mengangkat selir baru berapa banyakpun akan tetapi ia tidak rela kalau An Lu Shan menarik Kui Bi sebagai selir, karena ia tahu bahwa puteranya, Pangeran An Kong, menghendaki gadis cantik ini. Maka, permaisuri sengaja memberi tugas pekerjaan kepada Kui Byang selalu menjauhkan dayang ini dari kaisar, bahkan sejak berada di istana, Kui Bi tidak pernah dapat bertemu dengan kaisar. Hal ini amat mengesalkan hatinya, karena kalau tidak dapat bertemu degan kaisar, tidak pernah dapat berdekatan, bagaimana mungkin ia mendapat kesempatan untuk membunuh An Lu Shan"
Beberapa hari kemudian, setelah ia tidak mempunyai tugas apapun pada malam hari itu dari permaisuri sudah memasuki kamarnya, tidak membutuhkan tenaganya, Kui Bi menyelinap keluar dan memasuki taman istana yang luas dan indah. Wajahnya agak murung karena ia sama sekali tidak melihat kesempatan untuk melaksanakan niat hatinya, yaitu membunuh An Lu Shan. Untuk nekat saja mencari kamar kaisar baru itu dan mencoba membunuhnya, merupakan perbuatan yang nekat dan ia dapat mati konyol hasilnya belum tentu ada. ia teringat kepada Pangeran An Kong. Pangeran itu jelas tertarik kepadanya. Kalau saja ia dapat mendekati pangeran itu, mungkin akan terbuka jalan baginya untuk melaksanakan niatnya.
Kui Bi melamun sambil berjalan-jalan di dalam taman yang hanya diterangi lampu-lampu gantung di sana sini. Malam itu langit gelap, dan penerangan seperti itu di taman membuat ta man nampak semakin indah.
Tiba-tiba pendengarannya menangkap gerakan orang, ia menahan langkah dan membalik ke kiri. "Siapa.....?" tegurnya.
"Sssttt....., siauw-moi..... ini aku, Sia Su Beng," terdengar suara pria lirih dan orangnya muncul dari baik semak.
Sinar lampu yang lemah menerangi muka pemuda yang tampan gagah itu dan melihat pakaiannya, teringatlah Kui Bi akan seorang di antara para panglima yang hadir ketika ia dan para dayang lain dihadapkan kaisar dan keluarganya. Tentu saja ia terheran-heran mendengar suara yang nampak akrab itu, yang menyebutnya siauw-moi.
"Kau.... siapakah dan ada apakah ......?" tanyanya gagap.
"Aih, Lan-moi, lupakah engkau ke padaku" Aku Sia Su Beng dan kita pernah bertemu. Adik Kui Lan, sungguh aku amat mengkhawatirkan niatmu ini. Engkau hendak membunuh An Lu Shan, bukan" Jangan begitu gegabah, Lan-moi. Semua harus diperhitungkan baik-baik. Aku tidak ingin kehilangan engkau. Tunggulah saatnya sampai aku siap dengan pasukan ku. Aku sudah menghubungi para pejuang dan merekapun siap membantu. Kita akan serbu istana dan kita basmi keluarga An Lu Shan dan menguasai istana. Para pengikutnya akan kita buat tidak berdaya dengan kepungan pasukan. Percayalah, jangan sembarangan bertindak menyerangnya dan mengorbankan dirimu..."
Kini mengertilah Kui Bi. Panglima ini juga seorang pembela Kerajaan Tang yang entah bagaimana telah berhasil menyusup menjadi seorang panglima pengikut An Lu Shan, dan agaknya panglima yang bernama Sia Su Beng ini telah bertemu dan berkenalan dengan Kui Lan, kakaknya! Panglima muda ini tentu mengira ia kakaknya. Sebetulnya, terdapat perbedaan antara wajah encinya dan wajahnya. Encinya, Kui Lan, yang wajahnya mirip sekali dengan mendiang Yang Kui Hui. Akan tetapi berkat usahanya untuk membuat wajahnya mirip Yang Kui Hui, maka dengan sendirinya kini wajah nya serupa dengan wajah encinya.
"Maaf, ciangkun. Engkau keliru. Aku bukan Kui Lan ......"
Di bawah penerangan lampu yang suram, sepasang mata panglima itu terbelalak, akan tetapi dia tersenyum. "Aih, adik Kui Lan , harap jangan main-main. Ketika dihadapkan di depan keluarga kaisar, aku telah mengamatimu. Dan aku tahu pula bahwa engkau sengaja bermain mata dengan Pangeran An Kong. Tentu untuk mengadu antara ayah dan anak itu, bukan" Engkau harus berhati-hati, Lan-moi. Aku tetap yakin engkau Lan-moi, wajahmu, sinar matamu, suaramu, tidak dapat membohongaku. Jangan bermain api sendiri, Lan-moi, apa lagi terhadap Pangeran An Kong. Dia mempunyai pendukung yang amat kuat. Bouw Koksu dan banyak orang mendukungnya, banyak orang lihai di sekelilingnya. Agaknya dia sudah siap untuk menjatuhkan ayahnya sendiri dan merebut tahta."
Kini Kui Bi tidak ragu-ragu lagii. Panglima ini bukan sedang menjebak nya, melainkan benar-benar seorang pejuang dan benar-benar telah mengenal aik encinya.
"Kui Lan itu enciku, ciangkun. dan ia sedang pergi ke barat untuk menyusul rombongan Sribaginda Kaisar. Namaku Kui Bi dan aku ini adiknya."
"Ahh......!Pantas saja kalau begitu. Lan-moi Silang bahwa ia hendak menyusul ayahnya yang ikut rombongan Sribaginda. Maka aku merasa terkejut dan heran sekali melihat engkau di antara tujuh dayang itu, heran mengapa Lan-moi yang pergi ke barat tiba-tiba muncul sebagai dayang di istana. Kiranya engkau adiknya?"
"Aku senang sekali dapat bertemu denganmu, Sia-ciangkun....."
"Adik Ku Bi, Kui Lan selalu menyebutku toako."
"Baiklah, Sia-toako. Karena kita sepaham, maka aku merasa tenang dan tahu bahwa ada teman seperjuangan di dekatku. Aku tahu bahwa aku tidak boleh tergesa-gesa melaksanakan niatku. Aku harus menunggu kesempatan yang baik."
"Bagus, Bi-moi. Aku akan selalu mengamati dan melindungimu. Jangan bergerak sebelum ada tanda dariku. Kalau semua telah dipersiapkan, barulah kita bergerak, dan engkau sebagai pelaksana dari dalam istana karena engkau yang paling mudah melaksanakannya. Akan tetapi.....eh, maaf, apakah engkau juga selihai encimu?"
Kui Bi tersenyum, ia merasa suka sekali kepada panglima ini. Tampan, gagah dan tegas! "Jangan khawatir, toako. Enci Kui Lan itu juga kakak seperguruanku."
"Bagus kalau begitu....."
"Ssst......!"' Kui Bi memperingatkan dan Sia Su Beng cepat menyelinap di balik semak-semak tadi.
Seorang thai-kam muda muncul dan tangannya membawa sebatang pedang. Dia termasuk thai-kam yang ditugaskan melakukan penjagaan dan dengan sendirinya dia bukanlah seorang yang lemah.
"Hemm, kiranya engkau dayang baru itu! Di mana tadi pria yang bicara denganmu!" bentak thaikam itu dengan nada bengs.
"Pria" Apa yang kau maksudkan?" Kui Bi berpura-pura dan sikapnya menjadi seperti orang ketakutan.
"Tidak perlu berpura-pura dan berdusta! Aku sendiri melihatnya tadi ada bayangan seorang pria bercakap-cakap denganmu di sini! Hayo katakan, siapa dia dan di mana dia sekarang" Kalau tidak mengaku, engkau akan kuseret dan kulaporkan kepada komandan pasukan keamanan dan engkau akan disiksa agar mau mengaku!"
Kui Bi merasa serba salah, akan tapi ia segera teringat bahwa Sia Sung merupakan seorang panglima yang tentu jauh lebih besar kekuasaannya di bandingkan seorang perajurit pengawal thai-kam biasa, maka iapun segera menjawab. "Ah, kau maksudkan Sia-ciangku tadi" Memang benar aku tadi bertemu dengan Sia-ciangkun di sini. Dia bertanya apa yang kukerjakan di sini dan ku jawab bahwa aku mencari hawa sejuk Dia lalu pergi dan......
"Siapa Sia-ciangkun" Jangan bohong kau!" Pengawal itu melangkah dekat dengan sikap mengancam.
"Aku tidak berbohong, yang bicara denganku tadi adalah Sia-ciangkun." kata Kui Bi. "Sia-ciangkun adalah panglima yang terkenal."
"Tidak mungkin. Engkau hanya seorang dayang baru, bagaimana mungkin panglima Sia bicara denganmu di taman Jangan melempar fitnah. Engkau harus kutangkap dan ......"
Tangan kiri Kui Bi bergerak cepat sekali dan tangan itu sudah menyambar ke arah dada thai-kam itu. Thaikam itupun lihai dan cepat meloncat ke belakang sehingga walaupun pukulan itu mengenai dadanya, namun tidaklah kuat benar, hanya membuat dia terhuyung. Akan tetapi, tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan dengan cepat sinar pedang berdesing menyambar, maka robohlah thai-kam itu dengan dada tertembus pedang. Penyerangnya adalah Sia Su Beng.
Pada saat itu, terdengar teriakan Gui-thai-kam dari pintu taman. "Nona Kui Bi, engkau di mana" Ke sinilah cepat, engkau dicari Yang Mulia Pangeran!"
Wajah Kui Bi berubah agak pucat karena kalau sampai ketahuan thai-kam itu tewas di dekatnya dengan berlumuran darah, tentu ia akan celaka.
"Tenang, kusembunyikan dia," terdengar Sia Su Beng berkata lirih. Panglima itu menyeret mayat thaikam itu ke balik semak-semak. Setelah panglima dan mayat itu tidak kelihatan lagi. Kui Bi menjawab dengan teriakan.
"Aku berada di sini.....!" Dan iapun menghampiri ke arah pintu taman.
Gui-thaikam nampak berlari-lari menghampiri. "Aih, apa saja yang kaulakukan malam hari di taman" Cepat, Yang Mulia Pangeran An Kong mencarimu, beliau akan marah kalau engkau tidak cepat menghadap."
Mendengar ini, Kui Bi mengerling sekali lagi ke arah semak-semak. Tentu Sia Su Beng mendengar ucapan itu, pikirnya. Hatinya merasa agak lega karena ia tahu bahwa panglima itu tentu akan melindungi dan membantunya kalau ada bahaya mengancam, dan entah bagaimana, ia merasa bahwa bahaya itu datangnya dari sang pangeran yang secara berterang menyatakan terpikat olehnya dan menghendaki dirinya.
"Aku hanya mencari hawa segar di taman," katanya dan iapun mengikuti thai-kam yang menjadi kepala dayang itu keluar taman menuju ke gerbang taman. Di sana telah menanti Pangeran An Kong bersama dua orang pengawal pribadinya. Kui Bi cepat maju dan meniru Gui-thaikam memberi hormat kepada sang pangeran yang tersenyum melihatnya.
"Kui Bi, engkau memang cantik jelita," kata pangeran itu dengan kagum ketika dia memandang wajah manis itu di bawah sinar lampu gantung kemerahan.
"Terima kasih, Pangeran. Hamba hanya seorang gadis dusun yang bodoh," kata Kui Bi merendah.
"Aku mendengar engkau disia-siakan ayahanda kaisar, tidak pernah diperhatikan dan hanya mendapatkan tugas di luar kamar yang tidak penting. Hem, untuk apa ayahanda mempertahankan dari ku" Aku suka kepadamu. Kui Bi. Lebih baik engkau menjadi dayangku dan kalau engkau menyenangkan hatiku, engkau akan menjadi selirku."
Berdebar rasa jantung Kui Bi, berdebar karena marah, juga karena khawatir. Tentu saja ia tidak ingin menjadi selir pangeran itu atau selir kaisar sekalipun, ia bersedia mengorbankan nyawa dalam perjuangan, akan tetapi mengorbankan kehormatannya" Tidak! ia akan mempertahankan kehormatannya, dengan nyawanya!
"Ampun, Pangeran. Hamba tidak berani. Tanpa ijin Yang Mulia Sribaginda Kaisar, bagaimana hamba berani" Hamba akan menerima hukuman berat...." katanya dengan nada ketakutan.
Pangeran An Kong memberi isarat pada dua orang pengawalnya untuk meninggalkannya, demikian pula Gui-thaikam karena ia ingin bicara berdua dengan Kui Bi dan tidak didengar orang lain. Dua orang pegawal itu meninggalkan mereka akan tetapi mengamati dari jauh untuk menjaga keselamatan sang pangeran, biarpun mereka maklum bahwa pangeran itu bukan orang lemah, bahkan ilmu silatnya lebih lihai dari pada mereka. Gui-thaikam juga meninggalkan tempat itu dengan taat, bahkan kembali memasuki bangunan belakang istana.
"Nah, sekarang kita hanya berdua, Kui Bi. Katakanlah, bukankah engkau lebih suka menjadi dayangku dari pada menjadi dayang Sribaginda" Aku melihat kerling dan senyummu ketika i"
Kui Bi berlagak tersipu malu. "Ah, Pangeran. Tentu saja, hamba akan lebih suka kalau dapat menjadi dayang paduka...., akan tetap Sribaginda mengutuskan lain dan hamba tidak berani menentangnya."
"Tidak ada yang menentang, tetapi katakan dulu, apakah engkau akan senang kalau menjadi selirku, bahkan mungkin kelak menjadi isteriku berarti engkau menjadi permaisuri kalau aku menjadi kaisar?"
"Ahh..... tentu.... tentu saja Pangeran. Hamba akan..... senang sekali...." kata Kui Bi walaupun di dalam hatinya ia memaki pangeran mata keranjang yang merayunya itu.
"Dan engkau akan suka membantu melakukan apa saja untukku agar kelak engkau dapat menjadi permaisuriku?"
Kui Bi memutar otaknya. Kalau pangeran ini menghendaki tubuhnya, tentu tidak demikian pertanyaannya. Pangeran ini tentu merencanakan sesuatu dan membutuhkan bantuannya!
"Hamba akan berbahagia sekali, akan tetapi bagaimana mungkin hamba melayani paduka sebelum mendapatkan ijin Yang Mulia Kaisar dan Permaisuri" Atau kalau......."
"Ya" Lanjutkan, jangan takut-takut."
"Atau kalau paduka sudah menjadi kaisar tentu tidak ada yang akan membantah kehendak paduka."
"Bagus, agaknya engkau cerdik seperti yang sudah kuduga. Kami membutuh bantuanmu, Kui Bi. Nanti pada saat akan kami beritahu, bantuan apa yang kami harapkan darimu. Tugas yang akann kami berikan itu teramat penting, kalau berhasil, sebagai imbalannya berjanji, engkau akan kami angkat jadi permaisuri kami."
"Hamba siap membantu paduka, Pangeran," kata Kui Bi, hatinya lega karena jelas bahwa pangeran itu tidak menginginkan, setidaknya saat itu, tubuhnya melainkan tenaganya untuk membantunya melakukan sesuatu yang masih dirahasiakan. "Bantuan apakah yang dapat hamba lakukan" Apa yang harus hamba kerjakan" Mohon paduka memerntahkan sekarang juga."
Pangeran itu tersenyum. "Tidak sekarang, Kui Bi. Aku hanya ingin mendengar kesanggupanmu dulu. Besok atau lusa, baru aku akan menjelaskan, apa yang harus kau kerjakan." Setelah berkata demikian, sang pangeran meninggalkannya.
Kembali Kui Bi menoleh ke arah semak di tengah taman yang berada agj jauh dari situ. ia mengharapkan Sia Sun Beng sudah menyingkirkan mayat thai kam tadi.
Ketika Gui-tahikam bertanya kepadanya apa saja yang dikehendaki Pangeran An Kong, Kui Bi tidak berani berterus terang, ia maklum bahwa thaikam yang menjadi kepala dayang ini mempunyai hubungan dengan Ji-wangwe, dan mungkin juga pendukung gerakan para pejuang pembela Kerajaan Tang. Akan tetapi ia tidak merasa yakin dan ia harus menimbulkan kesan baik kepada pangeran yang sudah menaruh kepercayaan kepadanya.
"Ah, beliau tidak bermaksud apa apa, hanya karena memang sejak aku datang ke istana, beliau menaruh perhatian kepadaku, maka beliau bertanya apakah aku sudah senang tinggal di sini dan hanya itulah yang kami bicarakan pangeran An Kong itu baik sekali, beliau ramah dan sopan, sungguh aku amat terkesan dengan sikapnya."
"Sstt, berhati-hatilah dengan beliau," kata Gui-thaikam.
Kui Bi senang karena kepala dayang itu tidak mencurigainya, dan sejak malam itu, ia membicarakan dengan para dayang lain, juga dengan para thai-kam, memuji-muji keramahan sang sangeran. Tujuannya dengan puji-pujiannya ini ternyata berhasil karena di antara mereka yang mendengar pujiannya terdapat kaki tangan pangeran yang tentu saja menyampaikan hal itu kepada sang pangeran.
"Paman Bouw Hun, kurasa gadis itu memang tepat untuk kita pergunakan," kata sang pangeran dalam suatu pertemuan rahasianya dengan Bouw Hun atau Bouw Koksu.
"Kalau begitu, kita boleh melanjutkan rencana kita, pangeran. Kita hubungi pembantu kita di dapur istana, juga kepala pelayan di ruangan makan agar gadis itu dapat diperbantukan disana mulai sekarang. Setelah kesempatan tiba, kita suruh ia yang menaruh racun. Andaikata gagal dan ketahuan, gadis itulah yang dituduh dan kita boleh turun tangan membunuhnya karena ia berani mencoba meracuni Sribaginda."
Kedua orang itu berbisik-bisik mengatur siasat yang mereka rencanakan masak-masak. Kemudian Bouw Hun melihat pintu ruangan yang sudah tertutup, memeriksanya kembali dan setelah yakin bahwa tidak mungkin ada orang lain dapat mengintai atau mendengarkan, dia berkata dengan wajah gembira. "Pangeran, kita telah berhasil. Bouw Ki telah berhasil mendapatkan Mestika Burung Hong Kemala itu."
"Bagus! Mana pusaka itu paman?"
Bouw Koksu mengeluarkan sebuah bungkusan kain kuning dari balik jubah nya yang terisi sebuah kotak kecil berwarna hitam. Diletakkannya kota kecil itu di atas meja lalu dibukanya.
"Inilah Mestika Burung Hong Kemala itu, pangeran."
Pangeran An Kong menghampiri meja, mengambil benda pusaka itu dari dalamm kotak, mengamatinya dan tertawa gembira. "Ha-ha-ha, lambang kekuasaan Kaisar telah berada di tanganku. Paman, kita akan berkuasa. Sekaranglah saatnya kita merebut kekuasaan dari tangan ayah yang tidak adil, dan dengan pusaka ini, semua pejabat tinggi tentu akan tunduk kepada kita."
"Benar, Pangeran. Akan tetapi, akan lebih baik dan tidak mendatangkan kekacauan kalau Sribaginda tewas karena sakit dan paduka menggantikan beliau sebagai puteranya."
Kedua orang sekutu itu lalu mengatur siasat lagi. Akhirnya, pertemuan itu bubar ketika Bouw Koksu berpamit. "Sebaiknya kalau pusaka ini hamba yang menyimpan, Pangeran. Kalau paduka yang menyimpannya, amat berbahaya. Terlampau banyak orang di istana ini dan kalau ada yang tahu bahwa Giok-hong-cu berada di tangan paduka, tentu banyak yang ingin mencuri atau merampasnya. Kalau hamba yang menyimpan, takkan ada yang menduga dan akan lebih aman."
Pangeran An Kong mengangguk-angguk. "Paman Bouw, percayalah, aku tidak akan melupakan semua jasamu kalau sampai usaha kita berhasil."
"Hamba percaya-sepenuhnya kepada paduka, Pangeran. Dan sekarang, hamba sendiri yang akan membereskan urusan hamba dengan Souw Lok."
"Benar, dia harus dibereskan agar tidak membocorkan rahasia tentang Mestika Burung Hong Kemala."
Bouw Koksu memberi hormat lalu keluar dari kamar rahasia itu, meninggalkan Pangeran An Kong yang duduk termenung sambil tersenyum-senyum, membayangkan keberhasilan rencana siasatnya
0odwo0 Souw Lok, pemilik toko Itu dengan tergopoh dan muka tersenyum cerah menyambut tamunya. Tamu agung yang turun dari keretanya itu adalah Bouw Koksu, guru negara yang tentu saja harus dihormatinya karena tokoh ini merupakan orang yang besar kekuasaannya, mungkin hanya di bawah kebesaran kekuasaan kaisar dan pangeran saja. Apa lagi Souw Lok maklum bahwa kunjungan orang penting ini mendatangkan rejeki kepadanya. Bukankah Bouw Koksu sudah berjanji bahwa kalau pusaka itu sudah ditemukan, dia akan memenuhi harga peta yang ditentukan" Dia baru menerima lima ribu tail, tentu sekarang pembesar itu datang untuk membayar kekurangannya yang lima ribu lagi. Keponakannya Souw Hui San, sebelum pergi mengambil pusaka itu berulang kali membujuk agar dia segera meninggalkan kota raja dan puas dengan hasil yang lima ribu tail itu saja.
"Amat berbahaya berurusan dengan seorang seperti Bouw Koksu itu, paman," kata pemuda itu. "Bukankah sudah lumayan mendapatkan limaribu tail" Paman sudah berhasil meraih keuntungan karena kecerdikan paman, akan tetapi harap jangan terlalu murka untuk mendapatkan yang lebih banyak lagi."
Dia menertawakan keponakannya itu. "Aih, Hui San, limaribu tail itu sudah berada di depan mata, seolah daging sudah berada di mulut, tinggal kunyah dan telan. Mengapa mesti ditinggalkan" Dia akan puas mendapatkan pusaka tiruan itu, dan akupun harus dapat menikmati hasilnya. Engkau saja yang berhati-hati dengan tugasmu, dan setelah berhasil, serahkan pusaka itu kepada seorang di antara putera Menteri Yang Kok Tiong seperti yang dipesankan beliau kepadaku. Dengan demikian, aku tetap setia kepadanya, tidak melanggar sumpahku kepadanya, dan akupun dapat menikmati hari tuaku."
Hui San hanya menggeleng kepala saja lalu pergi. Ah, anak yang bodoh, pikirnya senang melihat Bouw Koksu turun dari keretanya. Kalau saja Hui San sudah pulang, dan melihat dia nanti menerima uang sebanyak limaribu tail dari Bouw Koksu, tentu dia akan dapat menggoda dan menertawakan keponakannyatu .
"Selamat siang dan selamat datang, Tai-jin. Mari silakan, silakan masuk dan silakan duduk." Sambil berbongkok-bongkok Souw Lok mempersilahkan Bouw Koksu memasuki, tokonya.
Bouw Koksu masuk lalu berkata, "Souw Lok, aku ingin bicara denganmu, di dalam saja agar tidak terdengar orang lain."
Souw Lok mengangguk-angguk mengerti. Tentu saja pembayaran uang sebanyak limaribu tail tidak boleh dilihat orang lain karena akan menimbulkan keheranan dan kecurigaan.
"Saya mengerti, Taijin, saya mengerti. Mari, silakan masuk, di dalam rumah tidak ada orang lain kecuali saya." Dia lalu menyuruh pembantunya berjaga toko sendirian, dan dia mengiring kan pembesar itu memasuki ruangan dalam rumahnya.
"Souw Lok, engkau telah menipu kami!" setelah beraba di ruangan dalam rumah itu, Bouw Koksu berkata, Seketika wajah Souw Lok berubah pucat karena dia mengira bahwa pembesar itu sudah tahu akan perbuatannya memalsukan Mestika Burung Hong Kemala.
"Ehh" Apa..... apa..... maksud Taijin.....?" katanya gagap.
"Engkau telah memberikan peta yang palsu kepadaku!"
Tentu saja Souw Lok menjadi semakin ketakutan. "Mana saya berani, Taj-jin" Mana saya berani menipu Taijin" Kalau saya menipu, tentu sudah melarikan diri, tidak tetap tinggal di sini. Saya menerima peta itu dari mendiang Menteri Yang sendiri., dan peta itu tidak pernah terpisah dari badan saya. Bagaimana mungkin bisa palsu?"
"Hemm, benda pusaka itu tidak berada di tempat yang ditunjukkan peta! Engkau telah menipuku, karena itu, engkau harus mati di tanganku!"
"Tidak..... ah, Taijin...... saya tidak menipu, saya hanya menerima peta itu dan...... dan Taijin boleh mengambil kembali semua milik saya....."
"Hemm, mampuslah!" Bouw Koksu menggerakkan tangan kirinya ke arah dada Souw Lok.


Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Plakkk!!" Tubuh Souw Lok terjengkang dan dia tidak bergerak lagi, bahkan tidak sempat mengeluh. Pukulanlu merupakan pukulan beracun tangan kiri Bouw Hun Jan sekali pukul saja dia yakin akan mampu menewaskan Souw Lok.
Dengan sikap tenang Bouw Koksu meninggalkan rumah itu. Dia tidak memperdulikan uang lima ribu tail yang sudah dipakai modal toko oleh Souw Lok. Dia membunuh Souw Lok untuk menutup mulut orang itu agar rahasia tentang Mestika Burung Hong Kemala tidak diketahui orang lain, bukan karena harus membayar lagi lima ribu tail.
Bouw Koksu pergi naik keretanya dan dia sama sekali tidak tahu bahwa tak lama setelah ia pergi, seorang pemuda tiba di toko Souw Lok itu. Pemuda itu, Souw Hui San, juga tidak tahu bahwa baru saja Bouw Koksu mengunjungi pamannya
"Souw-kongcu, engkau baru pulang?" tanya pembantu yang berjaga toko.
"Di mana Paman Souw Lok" tanya Souw Hui San yang tidak melihat pamannya berjaga toko.
"Dia berada di dalam," kata penjaga itu dengan sikap dan suara wajar. Dia tadi melihat majikannya memasuki rumah bersama tamunya, dan melihat tamu itu baru saja pergi tadi. Tentu majikannya masih berada di dalam rumah karena dia tidak mel ihatnya keluar.
Dengan gembira, bersiul-siul, Souw Hui San memasuki rumah. Hatinya gembira karena tugas yang dilaksanakannya berhasil baik dan dia yang dalam perjalanan selalu mencari keterangan, mendengar keterangan bahwa Kui Lan dan pemuda itu juga pergi ke kota raja. Ada harapan baginya untuk bertemu lagi dengan Kui Lan, gadis yang telah mencuri dan membawa lari hatinya itu.
"Paman......! Di mana kau, paman?" Dia berseru memanggil dengan nada suara gembira.
"Paman......!" Dia memasuki ruangan dalam dan tiba-tiba langkahnya tertahan dan matanya terbelalak memandang ke bawah. Di lantai ruangan itu nampak Souw Lok menggeletak, telentang dengan muka pucat.
"Paman....., kau kenapa, paman?"
Dia cepat meloncat mendekat dan berjongkok, memeriksa keadaan pamannya. Bukan main kagetnya ketika melihat napas pamannya sudah empas-empis dan ketika dia memeriksa dan menyingkap baju nya, di dada pamannya itu jelas nampak tapak tangan membiru. Pamannya telah terkena pukulan ampuh dan jelas tak mungkin dapat ditolong lagi. Tentu isi dada itu sudah remuk.
"Paman, siapa yang melakukan ini?" pemuda itu mengguncang pundak pamannya dan menotok beberapa jalan darah untuk memungkinkan pamannya memperoleh aliran darah ke kepala dan dapat bicara.
"Bouw Koksu.... dia.....dia...."
Souw Lok terkulai dan tewas.
Souw Hui San menggunakan tangannya untuk menutup mulut dan mata jenazah pamannya, kemudian dia bangkit berdiri dan mengepal tinju.
"Jahanam engkau, Bouw Koksu! Tenanglah, paman, aku pasti akan membalaskan kematianmu!"
Jenazah Souw Lok dimakamkan tanpa banyak ribut dan dikabarkan bahwa orang itu meninggal dunia secara mendadak karena penyakit berat yang menyerangnya secara tiba-tiba. Pada masa itu, orang yang meninggal secara mendadak seperti itu dikatakan masih angin duduk. Setelah pemakaman selesai, seluruh dan toko itu dijual oleh Souw Hui San dengan harga murah, kemudian tak ada orang melihatnya lagi. Pada hal San tidak pernah meninggalkan kota, bahkan dengan uang peninggalan pamannya, dia berhasil menyogok panglima pasukan istana dan masuk menjadi prajurit pasukan istana. Tentu saja ini dia lakukan dengan dua maksud, pertama agar dia dapat memperoleh kesempatan mendekati Bouw Koksu dan membalaskan kematiannya pamannya, dan ke dua, agar dia dapat membantu dari dalam kalau Kerajaan Tang datang menyerbu untuk merebut kekuasaan kembali dari tangan An Lu Shan.
Yang Cin Han dan Yang Kui Lan masuki kota raja dengan menyamar. Kui Lan menyamar sebagai seorang pemuda dan mereka berdua mengenakan pakaian petani-petani muda yang sederhana. Untuk mengurangi ketampanan wajah Kui Lan, ia membuat sebuah tanda luka pipinya dengan campuran gandarukem dan malam sehingga wajah yang terlalu tampan itu kini berubah jelek.
Ji Sok menerima kedatangan Cin Han dan Kui Lan pada malam hati itu dengan girang. Apa lagi ketika dia diperkenalkan kepada Kui Lan yang ternyata adalah puteri mendiang Menteri Ya Kok Tiong, pemimpin jaringan mata-mata mereka yang mendukung Kerajaan Tang itu merasa gembira sekali. Biarpun Menteri Yang Kok Tiong dahulu banyak musuhnya atau orang-orang yang tidak suka karena dia seorang penjilat kaisar namun pada akhirnya mereka semua harus mengakui bahwa Yang Kok Tiong adalah seorang menteri yang setia sampai mati kepada kaisarnya. Dan kini, melihat betapa tiga orang putera menteri itu menjadi orang-orang yang gagah perkasa dan bertekad untuk membantu Kerajaan Tang merebut kembali kekuasaan, tentu saja dia gembira dan kagum.
"Bagaimana hasilnya dengan penyelidikanmu terhadap rombongan Bouw Ciangkun yang mengambil Mestika Burung hong Kemala itu, kongcu?" tanya Ji-wangwe.
Cin Han menceritakan semua yang dialami, tentang pertemuannya dengan adiknya dan betapa mereka berdua lolos dari ancaman bahaya di tangan rombongan itu.
"Paman, aku ingin sekali mendapat keterangan tentang gadis yang ikut mengawal rombongan Bouw-kongcu itu. gadis itu penuh rahasia."
"Saya mendengar bahwa ia bernama Kim Hong dan ilmu silatnya lihai bukan main, kongcu. Benarkah itu?"
"Benar sekali. Tingkat ilmu silatnya hebat bukan main, bahkan aku sendiri merasa kewalahan menandinginya. Akan tetapi ada yang aneh, paman."
"Apa maksud kongcu?"
"Ketika kami bertanding, aku mendapat kesan bahwa ia tidak menyerangku dengan sungguh-sungguh. Hal ini sungguh mendatangkan perasaan aneh di curiga dalam hatiku. Oleh karena itu aku ingin paman menyuruh kawan kita yang bertugas di dalam rombongan mereka untuk menyelidiki siapa sesungguhnya Can Kim Hong itu, keterangan yang selengkapnya kalau mungkin, Ia puteri siapa dan murid siapa."
-oo0dw0oo- Jilid 10 "Itu mudah saja, kongcu. Akan saya minta keterangan dari kawan-kawan kita yang bertugas di sana."
"Paman, di mana adik Kui Bi?" tanya Kui Lan.
Ji Sok lalu menceritakan perbuat un gadis itu yang nekat minta diselundupkan ke istana sebagai seorang dayang.
"Ahhh......! Itu berbahaya sekali, paman!" kata Cin Han. "Kenapa paman memperbolehkan ia mengambil tindakan senekat itu?"
"Sudah, kongcu. Saya sudah mencegah dan menahannya, akan tetapi ia memaksa dan akhirnya saya tidak berani melarangnya."
"Jadi sekarang ini adik Kui Bi tinggal di dalam istana sebagai seorang dayang?" tanya Kui Lan .
"Benar nona. Menurut berita yang kami peroleh, nona Kui Bi telah diterima dan menjadi dayang permaisuri. Bahkan ada berita bahwa ia diperebutkan oleh Kaisar An Lu Shan dan puteranya, An Kong."
"Apa sih maksud sesungguhnya dari adik Kui Bi menyelundup ke dalam istana?" tanya pula Kui Lan .
"Aih, Lan-moi, apa engkau tidak mengenal watak Bi-moi" Tentu ia ingin langsung saja dapat membunuh An Lu Shan."
"Itu berbahaya sekali!" seru Kui Lan. "Andaikata ia berhasil membunuhnya, tentu ia akan dikepung dan dikeroyok, tidak mungkin dapat meloloskan diri dari istana ! "
"Tenanglah, Lan-moi. Aku percaya bahwa Paman Ji akan dapat mengaturnya agar hal itu tidak akan teriadi," kata Cin Han.
"Memang sebenarnyalah. harap kongcu dan siocia tenang, karena kami telah mendapat hubungan dengan seorang panglima yang diam-diam berpihak kepada Kerajaan Tang dan bahkan diam-diam dia sudah mempersiapkan diri, menghimpun pasukan yang setia kepada Kerajaan Tang dan sewaktu-waktu dia akan membasmi keluarga pemberontak An Lu Shan dan Penguasa istana. Menurut berita yang kuperoleh dari pembantu kami di istana, panglima itu sudah mengetahui akan rencana Nona Kui Bi yang hendak membunuh An Lu Shan, dan diapun sudah siap untuk melindungi nona Kui Bi."
"Bagus sekali kalau begitu!" kata Cin Han gembira. "Siapakah panglima Itu" Aku ingin mengenalnya, paman."
"Dia adalah seorang panglima yang sejak dahulu bertugas di utara menjadi bawahan Jenderal An Lu shan. Akan tetapi, dia tidak setuju dengan tindakan An Lu Shan yang berkhianat dan memberontak. Hanya karena dia menjadi bawahan maka dia tidak berdaya untuk mencegahnya. Kini, dia diam-diam menghimpun pasukan untuk kelak melawan An Lu Shan......"
"Bukankah dia bernama Sia Su Beng?" tiba-tiba Kui Lan memotong dan hartawan Ji terbelalak.
"Ahh....., jadi nona sudah mengenalnya?" katanya heran.
"Lan-moi, benarkah engkau mengenal panglima itu?" tanya pula Cin Han sambil mengamati wajah adiknya penuh selidik.
"Peristiwa itu terjadi di kota Liu-ba," kata Kui Lan . "Dalam sebuah rumah makan aku diganggu tiga orang perwira yang kurang ajar. Kemudian, diluar kota itu, aku dihadang oleh tiga orang perwira itu bersama anak buahnya. Kami berkelahi dan aku dikeroyok kemudian muncul seorang perwira tinggi yang menghajar dan memarahi mereka. Orang itu berpakaian preman, akan tetapi para perwira mengenalnya dan dia bernama Sia Su Beng, seorang panglima muda yang ternyata mempunyai semangat dan tujuan yang sama dengan kita, yaitu mengusir An Lu Shan dan membantu kerajaan Tang berkuasa kembali."
"Kalau begitu bagus sekali, Paman Ji!" kata Cin Han. "Akan baik sekali kalau kami dapat, bertemu dengan panglima Sia, untuk membicarakan semua usaha perjuangan kita bersama. Tentang keadaan Sribaginda di barat, tentang Mestika Burung Hong Kemala yang terjatuh ke tangan Bouw-koksu."
"Benar, paman. Kami harus dapat bertemu dan bicara dengan panglima Sia Su Beng. Akupun ingin bicara dengan ia tentang adikku Kui Bi."
"Itu dapat diatur. Kongcu dan siocia Kami juga sedang menanti datangnya kawan-kawan yang bertugas melindungi Sribaginda di Se-cuan. Setelah mereka tiba, kita mengadakan rapat pertemuan dengan Panglima Sia agar lebih lengkap dan sekaligus kita mengatur rencana siasat yang akan kita ambil dalam perjuangan membantu Kerajaan ini, kalau saatnya tiba untuk merebut kembali kekuasaan."
Ucapan Ji Sok itu melegakan hati Cin Han dan Kui Lan. Malam itu diantar oleh kakaknya, Kui Lan berkunjung ke tanah pekuburan di mana jenazah ibunya dikubur. Gadis ini menangis di depan makam ibunya dan dihibur oleh Cin Hari Setelah keduanya bersembahyang di depan makam ibu mereka, Cin Han mengaja adiknya untuk kembali ke rumah Ji-wangwe, akan tetapi Kui Lan menolaknya.
"Engkau kembalilah dulu, Han-ko Aku ingin berdiam lebih lama di depan makam ibu. Nanti aku akan menyusul kembali kesana."
"Baiklah, memang tidak menguntungkan kalau kita berdua berada di sini, akan lebih mudah dilihat orang. Akan tetapi berhati-hatilah engkau dan jangan terlalu lama di sini."
Cin Han lalu meninggalkan Kui Lan yang masih berlutut di depan kuburan ibunya yang amat sederhana itu. Setelah Cin Han pergi, kembali Kui ia menangis, meratapi ibunya yang tewas dalam keadaan amat menyedihkan dan kini dikubur secara sederhana seperti itu, seolah tidak terawat sama sekali.
Bulan sudah naik tinggi dan cuaca cukup terang, bahkan sinar bulan yang sejuk mendatangkan suasana yang lndah sekali. Dengan bantuan sinar bulan, Kui Lan dapat membersihkan makam Ibunya dan mencabuti alang-alang liar yang tumbuh di situ. la mengerjakan ini sambil masih terisak menangis.
"Malam-malam menangis seorang diri di sini sungguh menarik perhatian orang dan mencurigakan."
Kui Lan terkejut bukan main dan ketika dara ini memutar tubuh dan melihat sesosok tubuh seorang pria berdiri tidak jauh di belakangnya, iapun menerjang dengan dahsyat, menggunakan ginkangnya yang sudah tinggi tingkatnya. tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu ia telah meloncat bagaikan terbang, tangannya mendorong ke arah dada orang itu.
"Plakk!" Orang itu menangkis dan mereka berdua tergetar dan terdorong mundur.
"Lan-moi, tahan dulu..... ini a ....." kata pria itu ketika Kui Lan hendak menyerang lagi.
"Ahh.....! Kau Sia-twako!" kata Kui Lan dan wajahnya berubah kemerahan. Kini ia mengenal pemuda itu yang berpakaian seperti seorang panglima, gagah dan tampan di bawah sinar bulan. Mereka berdiri saling pandang dan akhirnya Sia Su Beng yang berkata dengan lirih.
"Lan-moi, sungguh berbahaya sekali engkau berani muncul di sini. Sejak tadi aku melihat dan mengintaimu dari jauh dan sekarang baru aku tahu bahwa engkau sesungguhnyalah adalah Yang uii Lan dan pemuda tadi tentu kakakmu Yang Cin Han, bukan?"
Kui Lan melangkah menghampiri "Twako, engkau sudah tahu?"
Panglima itu mengangguk, "Aku dah mendengar dari rekan kita, yaitu Ji-wan-gwe. Aku semakin kagum bahwa putera puteri mendiang Menteri Yang ternyata menjadi orang-orang muda yang gagah perkasa dan setia kepada Kerajaan Tang."
"Twako, apakah engkau telah bertemu dengan adikku di istana?"
"Ah, maksudmu adikmu Yang Ku Bi" Tentu saja sudah, bahkan tadi iapun mengaku bernama Kui Bi dan mengaku sebagai adikmu. Aku tadinya mengira bahwa kalian kakak beradik bermarga Kui, akan tetapi setelah aku teringat betapa wajah kalian mirip sekali dengan wajah mendiang selir Sribaginda Yang Kui Hui, dan akupun mendengar bahwa mendiang Menteri Yang Kok Tiong mempunyai dua orang anak perempuan, akupun dapat menduganya. Aku semakin yakin setelah aku mendapat keterangan dari J i-wan-gwe."
"Bagaimana keadaan adikku, twako" Aku khawatir sekali mendengar ia begitu nekat."
"Adikmu seorang pemberani yang amat mengagumkan, Lan-moi , dan aku yakin ia akan berhasil. Akan tetapi, harap engkau tidak khawatir karena ia tak akan bertindak gegabah, dan aku akan selalu melindunginya. Sudah kupesan kepada anak buahku yang bertugas istana agar selalu mengamati dan melindunginya kalau perlu."
"Terima kasih, twako. Aih, hati ku menjadi lega sekali mendengar ucapanmu itu. Aku bersama Han-koko tinggal di rumah Ji-wangwe dan bukankah engkau akan mengadakan pertemuan dengan para rekan disana?"
"Ssstt, Lan-moi. Sebaiknya kalau engkau sekarang segera pulang ke sana. Tidak baik terlihat orang di sini, apa lagi dengan aku, akan menimbulkan kecurigaan. Kita akan saling jumpa nanti dalam pertemuan itu. Nah, selamat malam, Lan-moi, cepat kau pulang" Setelah berkata demikian, panglima itu menyelinap lenyap di dalam bayang-bayang pohon yang gelap.
Kui Lan berdiri termenung, jantungnya masih berdebar keras. Ah, ia telah jatuh cinta kepada pemuda itu Apa lagi setelah kini yakin bahwa pemuda yang mengagumkan hatinya itu ternyata adalah seorang tokoh yang akan berperan penting untuk menumbangkan kekuasaan An Lu Shan dan membangkitkan kembali kejayaan Kerajaan Tang. Iapun tesenyum-senyum bahagia ketika melangkah meninggalkan tanah kuburan, kembali ke rumah Ji Sok. Dalam keadaan segembira itu karena pertemuannya dengan Sia Su Jeng, lupalah sudah ia akan kedukaannya yang tadi di depan makam ibunya.
Pikiran kita memang tiada henti-hentinya dipermainkan gelombang pertentangan antara suka dan duka, gembira dan sedih, puas dan kecewa, setiap saat berubah-ubah dipengaruhi keadaan yang kita nilai sebagai menguntungkan atau merugikan, menyenangkan atau menyusahkan. Tadi ketika ia menangis terisak-isak di depan makam ibunya, pikiran Kui Lan sepenuhnya membayangkan betapa dirinya ditinggal mati ibunya, betapa ia merasa kehilangan orang yang disayangnya, betapa orang yang disayangnya itu meninggal dunia dalam keadaan yang tidak menyenangkan dan sekarang dikubur dalam cara yang tidak menyenangkan pula. Kemudian, pemunculan Sia Su Beng bagaikan datangnya gelombang dari arah lain yang menelan gelombang pertama, membuat ia lupa akan keadaannya yang tadi, terganti oleh perasaan gembira karena munculnya pemuda yang dicintanya itu dirasakan amat menyenangkan. Setiap hari kitapun berada dalam keadaan yang sama dengan apa yang dialami Kui Lan . Kita lupa sudah bahwa benda apapun, orang manapun, peristiwa apapun yang terjadi, semua hanya selewat saja, hanya sementara saja, sama sekali tidak kekal. Karena itu, benda atau orang atau peristiwa yang hari ini mendatangkan perasaan suka, di lain hari mungkin akan menimbulkan perasaan duka, yang kemarin mendatangkan duka, mungkin hari ini mendatangkan rasa duka. Semua itu diukur dengan bagaimana kita menerimanya. Kalau kita merasa diuntungkan, kita senang, sebaliknya kalau dirugikan, kita susah!
Yang menjadi biang keladi semua kesengsaraan, semua permainan suka duka, bukan lain adalah nafsu yang telah menguasai hati akal pikiran kita. Nafsu yang mendorong kita untuk mengejar kesenangan, dan sekali dikejar, maka takkan ada batasnya, takkan ada habis nya bahkan makin dituruti nafsu yang menguasai diri, semakin murka dan tamak. Nafsu bagaikan api, kalau terkendali, merupakan alat yang paling penting bagi kita. Sebaliknya, kalau tidak terkendali dan nafsu yang menguasai kita, bagaikan api yang liar, maka nafsu akan menelan segalanya, makin banyak yang dimakan, semakin laparlah dia!
Namun, di samping merupakan pengoda terbesar yang akan menyeret kita lembah kesengsaraan, nafsu juga merupakan peserta yang mutlak perlu bagi kehidupan kita. Tanpa adanya nafsu, ka tidak akan menjadi manusia seperti sekarang ini. Nafsu adalah pemberian Tuhan yang diikutsertakan kita sejak kita lahir. Nafsu yang mendatangkan kenikmatan, melalui penglihatan, penciuman, pendengaran dan semua alat atau anggauta tubuh kita. Nafsu yang mendorong otak dan akal budi kita untuk membuat apa saja demi kenikmatan hidup di dunia ini, nafsu yang menimbulkan gairah dan semangat hidup, bahkan yang mendatangkan kemajuan-kemajuan seperti yang kita alami sekarang.
Tanpa adanya nafsu, mungkin manusia masih hidup seperti binatang, tidak mengenal kenikmatan hidup melalui panca indera. Jelas bahwa kita tidak dapat meninggalkan nafsu.
Nafsu adalah kawan terbaik, akan tetapi juga lawan terjahat. Lalu bagaimana ini" Dibuang tidak mungkin, dirangkul berbahaya. Pikiran hanya merupakan gudang berisi pengalaman-pengalaman masa lalu seperti pita yang penuh rekaman, yang kita namakan pengetahuan. Bagaimana mungkin pengetahuan dapat meredakan bersimaraja lelanya nafsu" Pikiran dan hati akal pikiran, batin ini sudah bergelimang nafsu, lalu bagaimana mungkin hati akal pikiran itu menguasai diri sendiri" Tidak mungkin sama sekali, dan kalaupun diusahakan, hasilnya hanyalah semu dan palsu. Nafsu yang mendatangkan amarah di dalam hati, mendorong kita untuk marah marah, melakukan pemukulan atau caci maki. Pikiran, pengetahuan dalam pikiran kita tahu belaka bahwa amarah itu tidak baik, namun, apakah pengetahuan Ini dapat meredakan amarah itu sendiri" Mungkin menekan dapat, namun, amarah yang ditekan dan disabar-sabarkan, bagaikan api yang ditutup sekam, nampaknya saja padam namun ternyata di sebeah dalam masih membara dan sedikit saja ada angin bertiup, akan bernyala lebih besar lagi dari pada sebelum ditutup sekam.
Pertanyaan abadi kita selalu bergema di sepanjang masa. Apa yang harus kita lakukan" Nafsu tak dapat dibuang, menyebabkan kematian. Nafsu tak boleh dibiarkan meliar, menyebabkan kesesatan. Juga hati akal pikiran tidak dapat Mengendalikannya. Lalu bagaimana" Seperrti buah simalakama, dimakan ibu mati tak dimakan bapak mati. Lalu bagaimana kita harus menghadapi nafsu kita sendiri yang oleh para bijak dinamakan musuh yang paling berbahaya"
Seperti segala apapun di dunia ini, yang nampak ataupun tidak, segala sesuatu ini ada karena diadakan oleh kekuasaan Tuhan! Kalau kita sudah yakin akan hal ini, maka mengapa kita bingung menghadapi nafsu kita sendiri Kita serahkan saja kepada penciptanya Hanya kekuasaan Tuhan saja yang akan mampu menanggulangi nafsu, hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang akan dapat mengatur nafsu, seperti kekuasaan itu ia yang mengatur denyut jantung kita mengatur pergerakan bintang-bintang di langit, mengatur segala sesuatu, dari yang terkecil sampai yang terbesar! Kalau kita sudah menyerah kepada Tuhan dengan segala kepasrahan, kesabaran, keikhlasan, ketawakalan, secara mutlak, lahir batin, maka kekuasaan Tuhan akan bekerja dan tidak ada hal yang tidak mungkin kalau kekuasaan Tuhan sudah bekerja! Hanya kekuasaan Tuhan saja jalan yang akan dapat mengembalikan nafsu dalam kedudukannya semula, dari fungsinya semula, yaitu sebagai peserta dan alat dari kita untuk melayani kebutuhan hidup kita ini, menjadi abdi kita, bukan majikan kita.
0odwo0 Cin Han meninggalkan kuburan ibu dan dengan hati-hati dia melangkah, hendak kembali ke rumah Ji Siok, melalui jalan yang sunyi agar tidak di kenal orang yang berlalu-lalang di jalan. Malam itu bulan hampir penuh, udara cerah dan hawanya sejuk, cuaca yang remang terang itu mendatangkan suasana yang romantis sekali. Cahaya bulan nampak kuning kehijauan, dan pohon-pohon nampak seperti raksasa di tepi-tepi jalan. Banyak orang keluar dari rumah malam itu untuk menikmati malam terang bulan. Kalau sang surya di siang hari bagi kebanyakan orang melambangkan kejantanan dan kegagahan, keperkasaan dan kekuasaan, bulan sebaliknya melambangkan kelembutan, keayuan dan keindahan. Surya selalu melotot marah, sebaliknya bulan selalu tersenyum ramah.
Cin Han menyelinap ke jalan kecil di persimpangan, mengambil jalan agak memutar menuju rumah Ji Siok. Jalan kecil ini di kanan kirinya ditumbuhi pohon-pohon sehingga jalan itu sendiri lebih banyak digelapkan bayangan pohon-pohon. Dia merasa lebih aman melalui jalan ini.
Ketika dia berjalan dengan hati hati, mendadak dia menahan langkahnya dan tangan kanan yang memegang sebatang ranting pohon menggenggam ranting itu erat-erat. Sesosok bayangan berkelebat di arah kirinya. Akan tetapi karena tidak ada serangan atau gerakan lain, diapun melanjutkan langkahnya dengan penuh kewaspadaan. Mungkin dia salah lihat, pikirnya. Akan tetapi tiba tiba di sebelah kanannya ada pula bayangan berkelebat. Tempat itu sunyi tidak nampak seorangpun pejalan kaki maka dia tidak khawatir menunjukkan ketajaman matanya dan diapun berseru "Sobat manakah yang hendak bermain-main dengan aku?"
"Seorang sobat lama," terdengar suara lirih dan lembut, suara seorang wanita dan muncullah seorang gadis yang bertubuh ramping Di bawah sinar bulan yang lembut, wajah itu nampak seperti wajah bidadari, karena kebetulan sekali sinar bulan tepat menimpa wajah yang berbentuk buiat telur. Rambut lebat berombak, matanya lebar dengan kedua ujungnya menjulang, mata itu sendiri nampak indah menantang dan mempunyai daya tarik yang amat kuat. Mulutnya tersenyum manis, dengan bibir yang merah sehat dan lesung pipit di belah kiri mulutnya. Senyum dan sinar matanya jelas membayangkan bahwa seorang gadis yang ramah, lincah Jenaka. Usianya sekitar sembilan belas tahun lebih. Begitu melihat wajah gadis itu, seketika Cin Han teringat, wajah itu bahkan selama ini tidak pernah meninggalkan benaknya, selalu terbayang. Wajah gadis cantik yang amat lihai, yang ikut dalam rombongan Bouw-cingkun yang mengambil Mestika Burung Hong Kemala tempo hari. Baru tadi diantar kepada Ji Siok untuk menyelidiki tentang gadis lihai yang tidak menyerangnya dengan sungguh-sungguh itu, dan kini dia sudah berhadapan dengan Jelas bahwa gadis inilah yang sengaja menghadangnya, berarti gadis ini yang mempunyai keperluan untuk bertemu dengan dia.
"Ah, kiranya engkau, nona Can Kim Hong yang terhormat!" kata Cin Han sambil tersenyum.
Sepasang mata yang indah itu terbelalak dan Cin Han merasa betapa hati nya jungkir balik! "Eh, bagaimana engkau dapat mengetahui namaku?" tanya gadis itu yang bukan lain adalah Can Kim Hong.
Cin Han masih tersenyum dan ada kebanggaan dalam senyumnya itu karena keheranan gadis itu sama dengan kekaguman. "Nona, siapa yang tidak tahu akan keadaan diri nona yang amat lihai, bahkan merupakan pembantu utama dari pasukan istana" Nona telah membuat jasa besar kepada Bouw Koksu!"
Akan tetapi, Kim Hong mengerutkan alisnya. "Tidak perlu menyindir!" katanya galak. "Ketahuilah bahwa Bouw Koksu itu adalah bekas guruku, juga keluarganya yang merawatku sejak aku kecil. Sudah sepatutnya kalau aku membantu Panglima Bouw Ki yang terhitung kakak seperguruanku sendiri. Akan tetapi ketahuilah bahwa aku sama sekali tidak membantu An Lu Shan."
"Aku sudah dapat menduganya, nona karena kalau engkau benar-benar membantu An Lu Shan, tentu saat ini aku udah tidak ada lagi, sudah tewas ditanganmu. Akan tetapi apa bedanya, ai Biarpun engkau mengatakan bahwa engkau tidak membantu An Lu Shan, akan tetapi engkau sudah membantu dia mendapatkan Mestika Burung Hong Kemala itu telah merupakan bantuan yang amat besar pula .'"
"Hemm, engkau menyindir lagi, betapa sombongnya engkau. Apa kau kira di dunia ini hanya engkau saja yang setia pada Kerajaan Tang, Yang Cin Han?"
Kini Cin Han yang terkejut bukan main, terbelalak memandang kepada gadis itu. "Ehh.... dari mana kau tahu.."
Gadis itu tersenyum dan untuk kedua kalinya hati Cin Han jungkir balik dibuat salto beberapa kali dan jatuh terbalik di tempatnya.
"Hemm, kau kira hanya engkau saja yang pandai menyelidiki orang" Apakah setelah engkau muncul sebagai pengemis tempo hari, aku percaya begitu saja. Pakaianmu memang seperti pengemis, akan tetapi muka dan kulit lehermu, juga tanganmu terlampau bersih bagi seorang pengemis. Dan ilmu silatmu lihai sekali. Tadinya aku hanya menduga bahwa engkau tentulah seorang pendekar yang menyamar. Akan tetapi setelah aku melihat engkau dan adikmu bersembahyang di depan makam tadi, mudah saja mengetahui siapa engkau karena aku tahu bahwa makam itu adalah kuburan mendiang Nyonya Menteri Yang Kok Tiong."
"Bukan main! Celakalah aku kalau engkau benar-benar antek pemberontak An Lu Shan!" kata Cin Han, tidak main main lagi dan telah siap menghadapi serangan. "Tentu engkau akan menangkap ku, bukan?"
"Salah! Aku hanya ingin memberi tahu kepadamu bahwa kalian anak-anak mendiang Menteri Yang Kok Tiong bermain dengan api yang amat berbahaya. Bukankah seorang lagi adikmu menyusup kedalam istana sebagai seorang dayang"
"Nona, engkau tahu juga akan hal Itu" Sudahlah, aku takluk akan kecerdikanmu. Sekarang, apa kehendakmu menghadangku" Menangkapku, atau membunuhku?"
"Kalau itu yang kukehendaki, sudah sejak tadi aku menyerangmu, bukan" atau kulaporkan saja kepada suhengku, Bouw-ciangkun dan engkau bersama dua orang adik perempuanmu dan juga Ji-Wangwe dan semua temannya akan ditangkap!"
"Ahh..... kau... kau agaknya mengetahui segalanya!"
"Kau kira kalian saja yang pandai" Kalian saja yang berhak membela Kerajaan Tang" Akupun menerima tugas dari guruku untuk membela Kerajaan Tang dan menentang An Lu Shan.'"
Bukan main girangnya hati Cin Han mendengar ucapan ini. "Sungguhkah" Aih, betapa lega dan girang hatiku mendapatkan seorang teman seperjuangan sepertimu, nona Can Kim Hong! Akan tetapi...." Dia meragu, "kalau benar seperti yang kau katakan bahwa engkau juga membela Kerajaan Tang, kenapa engkau malah membantu mereka mendapatkan Mestika Burung Hong Kemala, lambang kekuasaan kaisar?"
"Yang Cin Han, tidak perlu engkau berpura-pura lagi. Engkau dan adikmu itulah yang sudah mendapatkan Mestika Burung Hong Kemala yang aseli dan menukar dengan yang palsu sehingga kini Bouw-koksu menemukan yang palsu, bu,kan" Engkau memang cerdik. Diam-diam aku kasihan sekali melihat mereka tidak menyadari bahwa mereka menemukan pusaka yang palsu."
"Sungguh, aku tidak mengerti apa yang kau maksudkan, nona. Kami tidak tahu menahu tentang pusaka itu, kami hanya mendengar bahwa peta penyimpanan pusaka itu terjatuh ketangan Bouw-koksu dan aku bertugas untuk membayangi dan menyelidiki pengambilan pusaka itu. Dalam tugas itu, aku bertemu adikku Yang Kui Lan dan bentrok dengan rombonganmu. Apa yang terjadi" Jadi rombongan Bouw-ciangkun mendapatkan pusaka yang palsu" Lalu, siapa yang mengambil pusaka aselinya?"
Kini Kim Hong yang tertegun. Ada beberapa orang lewat dan Kim Hong memberi tanda kepada Cin Han agar mengikutinya. Mereka meninggalkan jalan kecil itu dan menyelinap ke dalam tanah kuburan yang sepi, diikuti oleh Cin lan. Mereka duduk di bangku yang berasa di luar sebuah makam yang mewah, dan bercakap-cakap.
"Sekarang kita dapat bicara leluasa disini, nona......"
"Kita adalah orang segolongan, tidak perlu engkau bernona-nona kepada . Atau engkau ingin kusebut tuan?" Kim Hong memotong sambil cemberut. Cin Han tersenyum.
"Baiklah, Kim Hong, memang tidak ada gunanya berbasa-basi. Engkau tentu sudah tahu akan keadaan kami. Ayahku mengikuti Sribaginda Kaisar mengungsi ke barat. Ibuku tidak mau ikut dan menanti kami pulang akan tetapi ibu menjadi korban penyerbuan gerombolan An lu Shan. Ibu membunuh diri. Kami bertiga sedang pergi berguru, kedua orang adikku terpisah dariku dan baru sekarang kami saling jumpa kembali. Aku menjadi murid Sin-tung Kai-ong. sedangkan kedua orang adikku menjadi murid Kong Hwi Hosiang. Sekarang aku dan adikku Kui Lan tinggal di rumah Hartawan Ji, sedangkan Kui Bi, seperti telah kau ketahui, di luar pengetahuanku, telah menyusup ke dalam istana. Nah, semua sudah jelas, bukan" Sekarang aku ingin sekali mengetahui tentang dirimu agar tidak timbul kesalah-pahaman lagi di antara kita."
Gadis itu menghela napas panjang. "Aku bukan keturunan bangsawan seperti engkau. Aku hanya orang biasa ....."
"'lhh! Kenapa kata-katamu begitu cengeng?" Cin Han mencela. "Aku bosan mendengar tentang bangsawan, dan aku dan kedua orang adikku sudah lama muak dengan kebangsawanan itu. Kami melihat segala macam kepalsuan di istana dan itulah yang mendorong kami untuk pergi merantau dan berguru. Bahkan aku dahulu sering ribut mulut dengan, mendiang ayah karena aku tidak suka dijadikan pejabat. Kami bahkan lebih senang memilih menjadi rakyat biasa, tidak terlalu banyak peraturan, tidak hidup dengan banyak adat istiadat palsu. Nah, lanjutkan keterangan tentang dirimu, Hong-moi (adik Hong). Aku tentu lebih tua darimu, maka aku akan menyebutmu Hong-moi."
"Engkau seorang pemuda luarbiasa Han-ko. Engkau keturunan menteri besar, bangsawan tinggi akan tetapi lebih suka menjadi rakyat biasa, engkau lihai dan pandai bicara. Tidak ada yang istimewa dalam hidupku. Sejak kecil, aku dirawat dan dididik oleh guru , yaitu Bouw-koksu sekarang ini. Ibuku seorang suku bangsa Khitan..." Gadis itu berhenti dan mencoba untuk mengamati wajah pemuda itu dengan teliti dibawah sinar bulan yang tidak terhalang terang.
"Kenapa berhenti, Hong-moi" Lanjutkan......"
"Engkau tidak terkejut" Ataukah tidak jelas mendengar ucapanku tadi Ibuku seorang wanita Khitan....."
"Habis, kenapa" Kenapa aku harus terkejut" Wanita Khitan itu seorang manusia, bukan" Kalau kau ceritakan bahwa ibumu seekor naga atau seekor burung Hong, barulah aku akan terkejut,'" kata Cin Han sambil tertawa. Kim Hong tertawa juga, akan tetapi tawanya mengadung kepahitan.
"Han-ko, bukankah kaum bangsawan bangsa Han selalu memandang rendah kepada suku bangsa lain yang dianggap sebagai bangsa liar" Engkau tidak memandang rendah kepadaku karena ibu seorang Khitan?"
"Wah, kalau begitu engkau keliru menilai diriku, Hong-moi. Bagiku, bangsa apapun di dunia ini, asal dia manusia, maka dia sama saja dengan kita. Baik buruknya seseorang bukan dinil dari kebangsaannya, atau kepintarannya, kedudukannya atau kekayaannya, melainkan dari perbuatannya. Tidak Hong moi, aku tidak memandang rendah kepadamu atau ibumu!"
"Terima kasih, Han-ko. Ibuku telah meninggal dunia dan ketika ibu masih hidup, ia pernah berpesan agar aku mencari ayah kandungku, seorang Han. . ayahku seorang perwira pasukan Tang yang pernah menyerbu ke daerah Khitan dan tertawan oleh bangsa Khitan. Ayah kemudian menikah dengan ibu dan lahir aku. Akan tetapi, ketika mendapat kesempatan, ayah kandungku itu melarikan diri dan kembali ke timur. Nah ibu memesan agar aku mencari ayah kandungku. Aku lalu meninggalkan Khitan dengan diam-diam. Akan tetapi guruku, dulu yang sekarang menjadi Bouw Koksu dan puteranya, suheng Bouw Ki mengejar. Aku tentu telah ditangkap dan dipaksa pulang kalau saja tidak ditolong seorang sakti yang kemudian menjadi guruku."
"Siapakah penolong yang kemudian jadi gurumu itu, Hong-moi?"
"Sebetulnya dia tidak ingin namanya kusebut, akan tetapi karena engkau sudah berterus terang mengenai dirimu, dan entah mengapa aku percaya kepadamu, maka biarlah kau ketahui. Guruku itu berjuluk Si Naga Hitam bernama Kwan Bhok Cu......"
"Hebat! Aku pernah mendengar nama itu disebut-sebut suhu-ku. Bukankah gurumu itu mengasingkan diri di Bukit Nelayan?"
"Benar, Han-ko. Setelah selesai mengajarkan ilmu kepadaku, suhu memberi tugas kepadaku untuk membantu Kerajaan Tang, dan terutama sekali mencari Mestika Burung Hong Kemala untuk diserahkan kepada Sribaginda Kaisar Beng Ong. Aku menyelidiki ke kota raja dan bertemu dengan suhengku, Bouw Ki yang kini telah menjadi seorang panglima. Karena kuanggap dengan mendekati istana aku bahkan lebih dapat banyak membantu gerakan pendukung Kerajaan Tang maka aku mau diminta tinggal di rumah mereka."
"Dan engkau ikut rombongan mengambil pusaka itu dengan maksud untuk merampasnya?"
"Kalau ada kesempatan, mengapa tidak" Suhu menugaskan aku untuk mencari pusaka itu dan mengembalikannya kepada Sribaginda Kaisar."
"Dan apa maksudmu dengan mengatakan bahwa Mestika Burung Hong Kemala. Yang didapatkan rombongan itu palsu?"
"Aku sendiri selama hidupku belum pernah melihat pusaka itu, akan tetapi melihat peti kecil dan tanda-tanda yang kutemukan, aku yakin bahwa ada orang mendahului rombongan, mengambil barang aseli dan menukar dengan yang palsu. Hanya aku yang melihat adanya bekas tapak kaki di dalam guha, dan peti Itupun bersih, tidak berdebu dan tidak basah seperti yang seharusnya, tanda bahwa peti itu baru saja diletakkan orang di sana. Akan tetapi rahasia ini kusimpan sendiri dan tadinya kukira engkau yang telah mendahului rombongan"
"Sama sekali tidak, hong-moi. Ah, kalau begitu ada orang lain yang telah menguasai pusaka aselinya. Ini jauh lebih sukar daripada kalau pusaka itu berada di tangan Bouw Koksu, karena setidaknya kita mengetahui di mana adanya pusaka itu. Sekarang, kita tidak tahu siapa yang memilikinya dan bagaimana mungkin kita dapat mencarinya?" Dalam suara Cin Han terkandung penyesalan.
"Aku mendapat petunjuk, Han-ko. Ini hanya dugaan, akan tetapi tidak ada orang lain yang patut dicurigai." ia lalu menceritakan tentang pemuda berotak miring yang muncul ketika rombongan Bouw Ki mengepung Kui Lan .
"Baru setelah rombongan menemukan pusaka palsu, aku mengenang kembali pemuda itu dan sekarang aku mengerti. Kenapa seorang pemuda sinting berkeliaran di tempat kering kerontang seperti itu" Apa yang dicarinya" Dan ketika dia bicara ngacau tentang Kaisar Li Si Bin yang sakti, tentang Tat-mo Couw-su, sekarang aku mengerti bahwa dia sengaja mempermankan rombongan Aku yakin bahwa dia seorang yang menentang An Lu Shan dan berpihak kepada adikmu Kui Lan itu. Akan tetapi dia hendak merahasiakan dirinya maka bersembunyi. Andaikata engkau dan adikmu terancam bahaya, aku yakin si gila itu akan muncul. Juga aku teringat sekarang. Wajahnya tampan dan sinar matanya mencorong. Siapa lagi kalau bukan dia yang telah mengambil pusaka aseli dan menggantikannya dengan yang palsu?"
"Memang mencurigakan sekali dia. Apakah dia memiliki ilmu silat yang tinggi?"
Kim Hong mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala penuh keraguan. "Aku sudah memeriksa buntalan pakaiannya, tidak menemukan benda pusaka. Aku sudah mengujinya dengan serangan, ternyata dia tidak dapat bersilat. Ketika aku mengembalikan pedangnya, aku sengaja melemparkan pedang itu sehingga pedang mengenai kepalanya dan dia tidak mampu mengelak, bahkan dahinya benjol."'
Hati Budha Tangan Berbisa 7 Pendekar Riang Karya Khu Lung Kedele Maut 13
^