Pencarian

Mestika Burung Hong Kemala 6

Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


"Pedang" Orang gila yang tidak pandai silat membawa pedang" Sungguh aneh."
"Sekarang barulah hal itu nampak aneh. Betapa bodohnya aku! Kami semua memang curiga dan dia berkata bahwa pedang itu milik kakeknya yang katanya merupakan seorang tokoh besar dunai persilatan. Dia bilang kalau aku tidak mengembalikan pedangnya, dia akan menyiarkan di seluruh dunia persilatan bahwa pedangnya dicuri seorang gadis. ... eh, jelita dengan lesung pipit d pipi kiri...." Kim Hong agak tersipu.
"Dia memang benar!" tiba-tiba Cin Han terkejut sendiri karena suara hatinya itu begitu saja tercetus keluar.
"Apa maksudmu?" Kim Hong membelalakkan mata bertanya.
"Maksudku.... eh, bahwa dia tdak bohong... eh, dia benar karena engkau memang jelita dan lesung itu..... eh, maksudku dia memang benar aneh." Cin Han benar-benar gagap dan salah tingkah menyadari kata-katanya yang seharusnya disimpan di hati saja menerobos keluar.
Kim Hong merasa betapa wajahnya panas. Warna kemerahan naik memenuh leher dan mukanya. Dara ini merasa heran sendiri. Kenapa mendengar pujian kacau balau itu ia tidak merasa marah bahkan menjadi tersipu malu" Padahal biasanya, kalau ada pria memuji kecantikkannya, akan dianggapnya kurang ajar lala akan marah-marah.
"Hemmm, apakah orang sintingnya sekarang menjadi dua?" katanya mengejek dan Cin Han menjadi semakin gugup.
"Ehh... ohhh...,maafkan, eh, maksudku, harap teruskan ceritamu, Hong-moi."
"Sudah kuceritakan semua keadaan diriku, Han-ko. Sekarang, sebaiknya kita membagi tugas. Aku yang berada didalam, akan siap mengawasi adikmu Kui Bi dan kalau perlu membantunya, sedangkan engkau yang berada di luar menyebar kawan-kawan untuk menyelidiki tentang pemuda sinting itu. Kita harus menemukan pusakanya yang aseli dan membiarkan Bouw Koksu mempunyai suatu rencana gelap bersama Pangeran An Kong. Aku ingin melihat mereka berdua mengadakan pertemuan rahasia."
"Itu baik sekali, Hong-moi. Aku mendengar bahwa di antara Pangeran An Kong dan ayahnya, An Lu Shan, terdapat ketegangan. Dan engkau sendiri, bagaimana mungkin engkau menentang orang yang pernah menjadi gurumu, yang memelihara dan mendidikmu sejak kecil" Maafkan kalau aku tanyakan hal ini karena aku yakin seorang gadis yang gagah perkasa seperti engkau tentu tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar kebenaran dan keadilan."
Gadis itu menghela napas panjang."Dahulu memang Bouw Koksu memang guruku yang amat sayang kepadaku sehingga akupun sayang dan taat kepadanya. Juga dahulu Bouw Ki merupakan suhengku dan kawan bermain. Akan tetapi semenjak aku meninggalkan mereka semua kesan baik atas diri mereka terhapus. Mereka hendak memaksa aku untuk menjadi selir Bouw Ki. Itulah sebabnya aku meninggalkan mereka dan mereka hendak memaksaku kembali, akan tetapi mucul suhu Hek-liong Kwan Bhok Cu yang menolongku. Sejak itu, aku tidak mengakui mereka sebagai guru dan suheng. Akan tetapi ketika aku bertemu Bouw Ki, sikapnya berubah dan mereka nampaknya tidak berani memaksaku, bahkan membantuku sehingga aku dapat bertemu dengan ayah kandungku."
"Ahhh! Ayah kandungmu yang melarikan diri dari Khitan itu?"
"Benar, ayahku bernama Can Bu dia adalah seorang perwira yang .. .. ah, hal inilah yang meresahkan aku. Ayahku menjadi anak buah Bouw Koksu dan agaknya dia setia pada bekas guru ku itu."
"Apakah engkau tidak dapat menyadarkannya, Hong-moi" Bukankah dahulu dia seorang perwira kerajaan Tang. Apakah dia tidak dapat melihat bahwa Bouw Koksu dan An Lu Shan hanya pemberontak yang merampas tahta kerajaan?"
"Sudah kucoba, akan tetapi agaknya tidak ada hasilnya. Sungguh hal ini sangat membingungkan hatiku. Aku harus menaati perintah suhu, yaitu membantu kerajaan Tang, akan tetapi ayah kandungku sendiri berpihak kepada An Lu Shan." Gadis itu menghela napas panjang, nampaknya bingung dan kecewa sekali.
Cin Han dapat memaklumi halnya Kalau gadis itu menaati gurunya, membelia kerajaan Tang, hal itu berarti bahwa ia akan bertentangan dengan ayah kandung sendiri. Cin Han ikut merasa penasaran dan ingin rasanya dia bertemu dengan ayah kandung gadis ini, untuk mencoba ikut menyadarkannya.
"Hong-moi, bagaimana engkau dapat bertemu dengan ayah kandungmu sedemikian mudahnya?"
Gadis itu memandang kawan barunya dengan wajah muram. "Justeru Bouw Koksu, dan puteranya yang mencarikan ayahku itu dan menemukannya. Dia ternyata seorang perwira yang berada dalam pasukan yang dipimpin suheng Bouw Ki"
"Hemm.... maafkan aku, Hong-moi bukan maksudku untuk menyinggung hatimu, akan tetapi bagaimana engkau mengetahui dengan pasti bahwa dia itu ayahmu, ayah kandungmu yang sedang kau cari ?"
Mendengar pertanyaan ini, Hong nampak terkejut."Wah, Han-ko engkau menyentuh hal yang selalu mengganggu hatiku! Aku sendiri, sejak bertemu ayah dan dia merangkulku, merasa seperti orang asing bagiku. Sering aku termenung dan menduga-duga apakah dia benar ayah kandungku, akan tetapi pikiranku membantah dan mengatakan bahwa tentu dia ayah kandungku karena hanya Bouw Koksu yang mengenalnya"
"Jadi engkau hanya percaya akan keterangan Bouw Koksu dan pengakuan orang itu" Sama sekali tidak yakin karena tidak ada bukti?"
"Tidak ada bukti memang, akan tetapi ada saksinya, yaitu bekas guruku, Bouw Hun atau Bouw Koksu."
"Hemmm...." Cin Han meraba-raba dagunya, berpikir. "Engkau dipertemukan dengan ayah kandungmu oleh Bouw koksu, dan kebetulan ayah kandungmu itu menjadi anakbuah Bouw-ciangkun. Hemm, sungguh suatu kebetulan yang luar biasa ....". Kembali dia menundukkan kepala, berpikir dan tanpa disadarinya meraba-raba dagu yang telah menjadi kebiasaannya. Pada saat yang sama, Kim Hong juga menundukkan muka dengan alis berkerut dan gadis ini meraba-raba dan menarik-narik telinga kirinya, suatu kebiasaan kalau ia sedang berpikir keras.
Tiba-tiba Cin Han mengangkat muka dan berseru, "ahh ...!" dan pada saat yang sama gadis itupun mengangkat muka dan mengeluarkan seruan yang sama. Agaknya mereka berdua mendapatkan gagasan yang sama pada saat yang bersamaan pula. Mereka saling pandang dan Cin Han berkata, "Hong-moi, agaknya keadakan ayahmu itu meragukan sekali, belum tentu ia itu ayah kandungmu yang sebenarnya."
"Mungkin sekali, akupun berpikir begitu. Coba katakan, Han-ko, apakah alasan keraguanmu sama dengan alasan dugaanku. "
"Menurut ceritamu tadi, ayah kandungmu menjadi tawanan di Khitan sampai bertahun-tahun, dan tentu saja telah mengenal baik Bouw Koksu yang dahulunya menjadi kepada suku. Akan tetapi kenapa Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun tidak tahu bahwa ayah kandungmu menjadi perwira bawahan Bouw-kongcu" Mereka baru menemukan ayahmu setelah engkau datang mencarinya. Tentu mereka mengenal ayah kandungmu, sebaliknya ayahmu juga mengenal mereka."
"Tepat sekali, Han-ko. Akupun berpikir demikian. Dahulu menurut ibu kandungku, ayahku itu seorang gagah yang tidak mau tunduk, bahkan berhasil melarikan diri dari Khitan. Kalau benar, yang diperkenalkan kepadaku itu ayah, tentu dia tidak akan sudi menjadi anak buah mereka." Kim Hong teringat akan sikapnya yang manis dan manja terhadap ayah yang telah ditemukannya itu. Kalau orang itu bukan ayahnya yang sebetulnya, berarti ia dipermainkan orang. "Hemm, kalau benar begitu, akan kuhajar orang yang berani mempermainkan aku itu!"
"Sabarlah, Hong-moi. Sebaiknya kalau engkau pura-pura tidak mencurigainya. Pula, semua ini baru dugaan kita, belum jelas dan kita belum yakin benar. Dengan pura-pura tidak curiga engkau akan dapat melakukan penyelidikan lebih seksama. Aku akan minta kepada Ji Siok untuk melakukan penyelidikan, dalam waktu beberapa hari ini tentu kita sudah tahu dengan pasti siapa orang yang sekarang mengaku sebagai ayahmu itu."
Kim Hong mengangguk setuju. "Sekarang aku harus pulang dulu, Han-ko. Kalau terlalu malam, tentu mereka akan mencurigai aku. Apa lagi kalau orang yang kuanggap sebagai ayahku itu adalah palsu. Tentu dia merupakan mata-mata mereka yang memata-mataiku"
"Wah, kalau benar dugaan kita bahwa dia itu palsu, dan dia bersamamu serumah, sungguh berbahagia bagi Hong-moi"
"Akan kuperhatikan dia aku akan berhati-hati. Untung bahwa selama ini aku masih merasa asing padanya sehingga aku tidak menceritakan isi hatiku. Dia tentu menganggap bahwa aku benar-benar membantu Pangeran An Kong membantu bekas guruku Bouw Koksu."
"Bagus, tetaplah bersikap wajar sebagai anak yang baik, Hong-moi, sehingga bukan engkau yang membuka rahasia, bahkan dia sendiri yang akan terbuka kedoknya.'"
Mereka lalu berpisah, masing-masing merasakan sesuatu yang aneh terjadi dalam hatinya. Terutama sekali Cin Han. Jantungnya berdebar penuh keriangan kalau dia teringat bahwa gadis yang sejak pertemuan pertama, ketika mereka bertanding, sudah amat menarik hatinya, akan tetapi yang membuatnya kecewa karena gadis itu menjadi pembantu Bouw Koksu, kini ternyata bahwa gadis itu sama sekali tidak membantu Bouw Koksu, bahkan menentangnya, menentang An Lu Shan, dan setia kepada kerajaan Tang.
0odwo0 Berkat usaha Gui-thaikam, kepala dayang sahabat Ji Siok yang banyak makan suapan dari hartawan itu sehingga Kui Bi dapat menyusup sebagai dayang istana, maka dapatlah Kui Bi memenuhi panggilan Pangeran An Kong untuk mengadakan pembicaraan penting di pondok kecil dalam taman istana- Percakapan rahasia itu terjadi di malam hari, antara Kui Bi yang menghadap Pangeran An Kong, dan ditemani Bouw Koksu. Hanya singkat saja percakapan mereka.
"Kui Bi, katakan terus terang bersediakah engkau kalau kusuruh mengerjakan suatu tugas penting untukku?"
"Ampun, Pangeran. Harap paduka katakan dulu, tugas apakah itu dan apapula imbalannya." kata Kui Bi dengan cerdk.
Pangeran An Kong tersenyum dan saling pandang dengan Bouw Koksu. "Sudah kukatakan padamu, aku cinta pada mu, Kui Bi, dan kalau engkau berhasil melaksanakan tugas yang kuperintahkan padamu, aku akan mengambilmu sebagai isteri."
"Akan tetapi, pernah paduka mengatakan bahwa paduka akan mengangkat hamba menjadi permaisuri kalau paduka kelak menjadi kaisar, Pangeran."
Bouw Koksu mengerutkan alisnya dan matanya bersinar marah, akan tetapi pangeran itu memberi isyarat dengan kedipan mata sehingga Guru Negara ini tidak jadi memperlihatkan kemarahan hati nya.
"Menjadi isteri berarti menjadi permaisuri, Kui Bi. Karena sekarang aku belum menjadi kaisar, maka tentu saja engkau belum dapat menjadi permaisuri ."
"Hamba akan melakukan perintah apapun dari paduka kalau paduka berjanji kelak setelah paduka menjadi kaisar, hamba diangkat menjadi permaisuri"
"Bagus! Aku berjanji, Kui Bi. Paman Bouw ini yang menjadi saksi."
"Terima kasih, Pangeran. Akan tetapi sebelum paduka menjadi Kaisar, hamba tetap menjadi dayang istana, hamba tidak berani meninggalkan tempat pekerjaan hamba. Sekarang, harap paduka jelaskan, tugas apakah yang harus hamba lakukan?"
"Tugasmu adalah membunuh Sribaginda Kaisar."
"Ihh .....!" Kui Bi pura-pura terkejut dan membelalakkkan matanya
"Bagaimana......... bagaimana mungkin Hamba hanya seorang dayang lemah..... tak mungkin hamba dapat melaksanakan..!"
"Kamipun tidak bodoh, Kui Bi. Bukan membunuh dengan kasar, engkau tidak harus menyerangnya, melainkan dengan cara halus. Engkau menyelundup ke dapur, mencampurkan bubukan merah ke dalam masakan kegemaran Sribaginda dan ketika engkau ikut melayani Sribaginda dahar, usahakan agar sayur itu dimakan olehnya. Mudah saja, bukan?"
"Akan tetapi, bagaimana mungkin Pangeran?" Pertama, hamba tidak pernah mendapat tugas melayani Sribaginda makan. Ke dua, hamba tidak akan diperbolehkan memasuki dapur sehingga tidak akan ada kesempatan untuk mencampur racun dalam makanan, dan ke tiga, hamba takut karena hamba tentu akan di tangkap dan dijatuhi hukuman berat" Kui Bi berkata dengan meratap. Tentu saja tugas Itu malah menyenangkan hatinya karena tanpa diperintahpun ia ingin membunuh Kaisar baru yang tadinya berpangkat panglima itu. Kalau saja tidak ada Sia-ciangkun yang melarangnya, mungkin ia sudah mengambil jalan pintas, dengan nekat mendekati dan mencoba membunuh kaisar. Kalau sekarang ia berpura-pura ketakutan, hal itu dilakukan hanya untuk melihat apakah benar-benar pangeran ini merencanakan pembunuhan terhadap ayahnya sendiri, dan apa rencana mereka, ia harus yakin bahwa ia sendiri tidak terancam bahaya dalam pelaksanaan tugas itu.
"Semua kesulitanmu itu dapat diatasi dengan mudah Kami akan mengatur agar engkau dapat diperbantukan ke dapur, kemudian ke ruangan makan melayani Kaisar, dan tentang kekhawatiranmu ditangkap, jangan khawatir. Kami yang bertanggung jawab, karena kalau Kaisar tewas, akulah yang menggantikannya dan engkau dapat kuangkat menjadi permaisuri."
"Aih, benarkah itu, Pangeran" Kalau begitu, harap berikan racun itu kepada hamba dan hamba akan melaksanakan sebaik mungkin!" katanya dengan giang .
Tiba-tiba Bouw Koksu berkata, suaranya garang penuh ancaman. "Akan tetapi ingat baik-baik, dayang. Kalau engkau membocorkan rahasia ini kepada siapa pun juga, kami berbalik akan menuduhmu sebagai mata-mata pemberontak yang akan membunuh kaisar dan engkau akan dihukum berat!'"
Kui Bi memandang ketakutan dan sambil menerima bungkusan kecil dari pangeran An Kong, dengan gemetaran ia berkata lirih, "Hamba mengerti...... hamba akan melaksanakan perintah....."
Setelah Kui Bi mengundurkan diri, Pangeran An Kong dan Bouw Koksu saling pandang. Wajah mereka berseri. "Hamba kira rencana ini akan berhasil baik, Pangeran," kata Bouw Koksu. "Selelah Kaisar tewas, paduka dapat mengangkat diri menjadi kaisar baru."
"Akan tetapi bagaimana kalau gadis tadi gagal dan perbuatan itu ketahuan?"
"Aih, itu perkara kecil. Kita tuduh ia mata-mata seperti yang hamba ancamkan tadi. Takkan ada orang yang lebih mempercayai omongan seorang dayang dari pada keterangan paduka dan hamba."
"Bagaimana kalau para pejabat tinggi menolak aku menggantikan ayah?"
"Ada Giok-hong-cu di tangan paduka, Pangeran. Mestika Burung Hong Kemala itu yang akan menentukan sebagai lambang kekuasaan seorang kaisar. Mereka pasti tidak akan ada yang berani menentang paduka kalau paduka memperlihatkan pusaka itu."
Sang pangeran mengangguk-angguk dan sambil tertawa keduanya meninggalkan taman itu. Mereka tidak tahu bahwa sejak tadi, sepasang mata yang tajam mengintai tak jauh dari pondok itu di balik semak bunga. Mata itu adalah mata Sia Su Beng, panglima muda yang tampan dan cerdik itu.
Di sudut taman itu, mereka bertemu. Sia Su Beng dan Kui Bi. Mereka bicara berbisik-bisik. Kui Bi menceritakan semua pembicaraan yang dilakukan dengan Pangeran An Kong dan Bouw koksu.
"Ah, sungguh kebetulan sekali kalau begitu!" kata Sia Su Beng. "Ini merupakan kesempatan baik sekali untuk membunuh An Lu Shan dengan aman. Sebaiknya kau laksanakan semua perintahnya membantu di dapur sampai di ruangan makan kaisar. Akan tetapi setelah engkau melihat kaisar makan sayur-beracun itu dan roboh, engkau harus cepat pergi dan memasuk taman ini."
"Kenapa begitu?"
"Bi-moi, apakah kau kira Bouw koksu demikian bodoh dan Pangeran An Kong benar-benar hendak mengangkatmu menjadi permaisuri kalau dia menjadi kaisar" Tidak, Bi-moi. Setelah engkau berhasil membantu mereka membunuh kaisar, engkau merupakan bahaya besar bagi mereka karena hanya engkau yang mengetahui rahasia mereka."
Kui Bi mengangguk. "Tentu mereka lalu akan berusaha menyingkirkan aku, bukan" Engkau benar, twako. Akupun tidak sudi menjadi isteri pangeran yang begitu jahat hendak membunuh ayah kandungnya sendiri. Kalau sudah berhasil aku akan cepat datang ke sini."
"Begitulah sebaiknya. Aku bakal menyembunyikanmu di antara pasukan mempersiapkan pakaian seragam untuk kau pakai agar engkau tidak dapat mereka temukan."
Mereka tidak lama mengadakan pertemuan itu. Mereka harus bersikap hati hati dan waspada. Lenyapnya seorang thai-kam yang tempo hari dibunuh dan dibawa keluar dari taman oleh Sia Beng menimbulkan kecurigaan para pewira istana, akan tetapi karena thaikam itu tidak meninggalkan bekas, mereka menduga bahwa diam-diam thai-kam itu melarikan diri dan minggat dari istana, mungkin melarikan barang-barang berharga dari istana.
0odwo0 Di dalam rumah Hartawan Ji, mereka mengadakan pembicaraan yang serius malam itu. Mula-mula Cin Han menceritakan tentang pertemuannya dengan Can Kim Hong yang ternyata bukan menjadi lawan yang berbahaya, bukan pembantu Bouw Koksu yang lihai, melainkan juga sorang pendekar wanita yang setia kepada Kerajaan Tang dan ditugaskan gurunya untuk membantu Kerajaan Tang, terutama mencari Mestika Burung Hong Kemala dan menyerahkan pusaka itu kepada baginda Kaisar Beng Ong.
"Kalau benar demikian, sungguh menyenangkan dan menguntungkan perjuangan kita," kata Hartawan Ji dengan k sikap ragu, "akan tetapi kalau ia hendak melaksanakan perintah gurunya itu, kenapa ia membiarkan saja Mestika Bung Hong Kemala terjatuh ke tangan Bouw Koksu" Kenapa tidak dirampasnya ketika mereka menemukannya?"
"Akupun tadinya meragu dan menanyakan langsung kepadanya dan aku mendapatkan keterangan yang sama sekali tidak kita sangka, paman. Menurut Kim Hong, pusaka yang ditemukan Bouw-ciangkun itu adalah Mestika Burung Hong Kemala yang palsu."
"Ahh........!!"' kata Kui Lan dan Hartawan Ji berseru kaget.
"Ketika menemukan peti berisi pusaka itu, Kim Hong melihat bahwa peti kecil itu bersih tanpa debu dan tidak basah, tanda bahwa kotak itu baru saja ditaruh orang di sana, dan ketika memasuki guha sebagai orang terdepan ia melihat tapak kaki. Maka ia mengambil kesimpulan bahwa telah ada orang yang mendahului mereka memasuki guha mengambil pusaka aselinya dan menukarnya dengan pusaka yang palsu."
"Aih, kalau begitu semakin sukar untuk mendapatkan benda itu, karena kita tidak tahu lagi siapa yang mengambilnya...." kata Kui Lan kecewa.
"Ada petunjuk dari Kim Hong. Gadis itu memang luar biasa sekali, cantik jelita, lihai sekali ilmusilatnya, cerdik bukan main, dan baik budinya, gagah perkasa......"
"Aih, aihh..... kiranya kakak sedang dimabok asmara rupanya!" kata Kui Lan sambil tersenyum.
Cin Han menyeringai. "Mungkin .. mungkin sekali, Lan-moi."
"Kongcu, petunjuk apakah yang diberikan gadis itu?"
"Ketika rombongan hendak mengambil pusaka, di tengah jalan mereka bertemu Lan-moi dan hendak menangkapnya, muncul seorang pemuda yang seperti sinting. Orang itulah yang dicurigai keeas oleh Kim Hong, karena hanya dia yang nampak ketika itu dan diapun seorang yang aneh dan mencurigakan."
"Ah, benar juga! Aku sendiri pun terheran-heran melihat betapa pemuda sinting itu mempermainkan rombongan dengan sikapnya yang gila-gilaan. Yang aneh adalah ketika buntalan pakaiannya digeledah,terdapat sebatang pedang yang baik. Bagaimana mungkin seorang gila membawa-bawa pedang" Akan tetapi ia kelihatan begitu lemah."
"Pendapatmu itu tepat sekali demikian pendapat Kim Hong, Lan-moi. Akan tetapi ia tetap curiga dan ia menduga bahwa tentu pemuda itu berpura-pura saja. Apakah engkau tidak melihat sesuatu yang aneh pada diri pemuda itu, Lan moi?" "
Gadis itu menggigit-gigit bibir dan memejamkan mata, mengingat-ingat dan membayangkan kembali peristiwa ketika ia dikeroyok oleh rombongan Bouw-ciangkun itu. "Seorang pria yang masih muda, dan sinar matanya tajam mencorong, hemm ......wajahnya tampan, dan memang dia tidak pantas menjadi seorang gila."
"Nah, demikianlah, paman Ji. Sebaiknya kalau paman menyebar teman-teman kita untuk mencari pemuda yang berpura-pura gila itu. Lan-moi, engkau yang pernah melihatnya, coba gambarkan bagaimana wajah dan bentuk badannya."
"Bentuk tubuhnya sedang dan tegap mirip tubuhmu, Han-ko. Dan wajahnya.... eh, bulat cerah dan tampan, mata tanya mencorong dan mulutnya selalu mengarah senyum. Tidak nampak kegilaan pada wajahnya, hanya sikapnya yang membuat orang menganggapnya sinting. Suaranya lantang."
Ji wan-gwe mengangguk-angguk. "Tidak begitu jelas gambar itu, akan tetapi kami akan coba mencarinya."
"Aku mempunyai berita yang lebih penting lagi, Han-ko dan Paman Ji. Tadi ketika menuju ke sini, aku bertemu lembali dengan Sia Su Beng!"
Cin Han nampak kaget, "Kau maksudkan panglima yang diam-diam berpihak kepada Sribaginda Kaisar Beng Ong itu?"
"Benar, dan dia sudah tahu tentang Kui Bi di istana, dan dia berjanji akan mengamati dan melindungi Kui Bi"
Ji Wan-gwe tersenyum. "Maafkan, tongcu dan nona, aku belum memberi tahu kepada kalian tentang dia, karena memang persoalan ini harus dirahasiakan benar, jangan sampai bocor. Panglima Sia Su Beng merupakan harapan kita semua karena pada saatnya yang tepat,dlialah yang akan dapat membantu Sribaginda merebut kembali tahta kerajaan karena kedudukannya yang penting. Dia seorang panglima yang dipercaya oleh An Lu Shan, dan mengepalai pasukan besar. Karena itu, pada saatnya yang tepat, dia dapat bergerak dari dalam dan dengan pasukannya dia dapat menguasa istana. Sukurlah kalau nona sudah mendapat penjelasan dari dia sendiri."'
"Sekarang aku minta agar Paman Ji suka membantu nona Can Kim Hong gadis itu sejak kecil ditinggalkan ayah kandungnya, dan sekarang ia dipertemukan dengan ayah kandungnya oleh Bouw Koksu. Akan tetapi, ia merasa curiga dan sangsi apakah Can Bu yang menjadi perwira di bawah perintah Panglima Bouw Koksu."
"Apa yang dapat kami bantu, kongcu?"
"Coba selidiki siapa sebenarnya orang yang mengaku bernama Can Bu perwira yang kini tinggal bersama nona Can Kim Hong itu."
Ji Wan-gwe mengangguk-angguk. Cin Han lalu berpamit kepada adiknya dan Hartawan Ji. "Lan-moi, engkau tinggal saja di sini membantu Paman Ji dan siap membantu kawan-kawan yang bergerak di kota raja. Aku sendiri akan pergi menemui Sribaginda Kasar di barat, menceritakan semua persiapan kita di sini agar pasukan beliau dapat dikerahkan untuk menyerbu dan merampas kembali tahta kerajaan."
Pada hari itu juga, pergilah Cin Han meninggalkan kota raja, menunggang kuda dan melakukan perjalanan cepat kearah Barat.
Beberapa hari kemudian, Hartawan Ji mendapat keterangan dari pembantu tentang orang yang bernama Can Bu kini tinggal bersama nona Can Kim yang membantu Bouw Koksu. Dia segera mengundang Kui Lan ke dalam ruangan tutup.
"Nona, sayang sekali Yang-kongcu telah pergi. Kami telah mendengar berita tentang orang yang mengaku sebagai ayah kandung nona Kim Hong. Benar kecurigaannya, orang itu sama sekali bukan Can Bu, bukan ayah kandung gadis itu. Namanya CiangKui, seorang perwira yang tadinya merupakan seorang perampok tunggal dan ditarik oleh Bouw Koksu menjadi pembantunya."
"Ah, kasihan Kim Hong........" kata Kui Lan. "Memang sayang sekali Han-ko telah pergi. Sebaiknya aku yang menggantikannya untuk memberitahu kepada Kim Hong."
"Tapi, itu berbahaya sekali, nona."
Kui Lan tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tidak ada bahayanya, paman. Kim Hong sudah mengenal aku, pula, setelah aku mendengar tentang dari Han-koko, jelas bahwa ia ada teman seperjuangan kita, bukan lagi musuh."
"Maksudku, berbahaya sekali kalau sampai ketahuan Bouw Koksu, Bouw ciangkun atau anak-buah mereka."
"Aku akan berhati-hati, paman. Pula, Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun Pun tidak tahu siapa aku. Kalau aku tidak melakukan sesuatu yang merupakan pelanggaran, tentu merekapun tidak akan mengganggu aku."
Pergilah Kui Lan pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali meninggalkan rumah Hartawan Ji dan berjalan-jalan di jalan raya menuju ke rumah gedung yang menjadi tempat tinggal Bouw koksu. Tentu saja ia tahu benar di mana rumah itu, karena rumah itu adalah bekas rumah orang tuanya! Di rumah itulah Ia dilahirkan dan dibesarkan!
Akan tetapi, ketika ia melewati jalan raya di depan rumah gedung itu, melihat betapa rumah itu dijaga ketat Seperti penjagaan di depan istana saja. lapun mengambil jalan memutar, melalui jalan kecil di samping gedung dan mendapat kenyataan bahwa di empat sudut tempat itu terdapat sebuah gardu tinggi di mana nampak para penjaga melakukan penjagaan. Bukan main! Akan sukarlah memasuki gedung itu di siang hari.
Kui Lan berjalan-jalan mondar-mandir di depan gedung itu, mengharap Kim Hong akan keluar dari gedung dapat ia jumpai. Akan tetapi harapannya sia-sia dan terpaksa ia meninggalkan tempat itu, kembali ke rumah Hartawan Ji, mengambil keputusan untuk memasuki gedung bekas tempat tinggalnya itu malam hari untuk menemui Kim Hong.
-ooo0dw0ooo- Jilid 11 Dan malam hari itu bulan bersinar terang. Kui Lan mengenakan pakai-serba hitam sehingga gerakannya yang amat gesit itu membuat tubuhnya kelebatan dan sukar dilihat dalam bayang-bayang pohon itu ketika ia menghampiri gedung Bouw Koksu dari arah belakang. ia masih ingat benar bahwa di dekat pagar tembok sebelah kiri belakang tumbuh sebatang pohon yang cabang cabangnya terjulur dekat tembok sehingga memudahkan ia memasuki kebun belakang melalui pohon itu. Ketika melihat bahwa bagian itu cukup gelap, Kui Lan mengayun tubuhnya meloncat ke atas pagar tembok. Hanya sekejap saja tubuhya hinggap di atas pagar tembok karena ia telah melanjutkan loncatannya kedalam pohon itu. Kalaupun ada penjaga di gardu atas, tentu dia tidak akan melihat jelas.
Beberapa menit lamanya Kui Lan berada di pohon itu. Setelah yakin bahwa gerakannya meloncati pagar tembok tadi tidak menimbulkan akibat apa-apa berarti tidak ada orang melihatnya, ia pun meloncat turun, ia menyelinap antara pohon dan semak di kebun itu memasuki taman mendekati rumah gedung. Hatinya terharu karena ia merasa seolah kembali ke masa kanak-kanak ketika ia bermain-main dengan kakaknya dan adiknya. Mereka seringkali bermain-main di taman dan kebun ini, bersembunyi dan saling mencari, ia mengenal setiap semak, setiap pohon di taman itu.
Akan tetapi, Kui Lan terlalu memandang ringan Bouw Koksu. Kalau Bouw Hun bekas kepala suku Khitan ini tidak memiliki kecerdikan yang tinggi, tidak mungkin dia akan dipilih An Lu Shan menjadi seorang koksu (guru negara) yang selalu mengatur siasat untuk bekas panglima yang kini menjadi kaisar. Di antara para penjaga di gardu itu rata-rata memiliki kepandaian cukup tinggi, ada yang merasa curiga melihat kelebatnya bayangan hitam di atas pagar tembok. Akan tetapi, sesuai dengan perintah Bouw Koksu, mereka tidak membuat ribut melainkan diam-diam mereka itu mengamati bayangan itu, membayangi dan melaporkan kepada Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun. Maka, kedatangan Kui Lan itu telah mereka ketahui dan diam-diam Bouw Koksu bersama puteranya, para pembantunya, tidak ketinggalan Kim Hong yang mereka andalkan, telah keluar dan mengepung semak-semak di mana KuiLan bersembunyi.
Dapat dibayangkan betapa kaget-hati Kui Lan ketika tiba-tiba saja dengar bentakan orang di belakang-. "Maling kecil, keluar engkau!"
Ketika ia menoleh, ia melihat bahwa di belakangnya telah berdiri lima orang yang ia kenali sebagai Bouw-ciangkun dan Can Kim Hong, lalu seorang laki-laki besar hitam brewok yang tampak bengis dan usianya lebih dari lima puluh tahun yang ia duga tentu Bouw Koksu, bersama dua orang lagi yang berpakaian seperti panglima, Ia telah ketahuan! Maklum bahwa ia berhadapan dengan banyak orang lihai, maka Kui Lan segera meloncat keluar dan mempergunakan gin-kangnya untuk melarikan diri. Akan tetapi, agaknya Bouw Ki tidak ingin melihat ia lolos, apalagi setelah melihat bahwa orang yang memasuki taman itu adalah gadis yang pernah mereka jumpai ketika rombongannya hendak mengambil pusaka Mestika Burung Hong Kemala.
"Kejar! Tangkap!" teriaknya dan mereka semua, termasuk Can Kim Ho berloncatan dan mengepung sehingga kembali Kui Lan terkepung lima orang itu
"Ayah, inilah gadis yang kami temui itu ketika mengambil pusaka dahulu itu. Kita harus menangkapnya hidup-hidup!" teriak Bouw Ki.
Sejenak Kui Lan saling pandang dengan Kim Hong, kemudian iapun berseru dengan lantang, "Kim Hong, kakak Cin Han minta aku menyampaikan kepadamu. Orang yang mengaku ayah kandungmu itu adalah palsu, namanya Ciang Kui engkau telah ditipu mereka!"
Ucapan itu mengejutkan Kim Hong juga mengejutkan Bouw Hun dan Bouw Ki. Rahasia mereka telah diketahui!
"Maling betina, jangan bicara sembarangan! Engkau menghina kami dan harus mati!" bentak Bouw Koksu dan dia pun sudah menggerakkan pedangnya yang melengkung dan amat tajam,
"Singgg.. . . ,!" Dengan mudah Kui Lan mengelak karena gadis ini telah memiliki keringanan tubuh yang luar biasa, berkat gemblengan Pek Lian Nikou kepala kuil Thian-bun-tang. Pedang yang melengkung itu menyambar luput dan pada saat itu, Bouw Ki juga sudah menyerang dengan sebatang pedang melengkung seperti yang dipegang ayahnya.
"Tranggg.....!!" Kui Lan menangkis dengan pedangnya dan Bouw Ki merasa betapa telapak tangan kanannya tergetar hebat sehingga hampir saja pedangnya terlepas.
Dua orang panglima pembantu Bouu koksu juga sudah menyerang dengan pedang mereka dan ternyata mereka itu juga lihai sehingga kini Kui Lan dikeroyok empat orang. Namun, gadis ini tidak merasa gentar dan ia sudah memainkan ilmu pedangnya dengan ilmu Hong-in-Sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan) yang ia mainkan dengan pedang. Ilmu ini merupakan ilmu silat tinggi yang ia pelajari dari Kong Hwi Hosiang, ditambah gin-kang yang membuat tubuhnya berkelebatan amat cepatnya.
"Kim Hong, cepat bantu kami!" bentak Bouw Koksu berulang kali, akan tetapi Kim Hong masih berdiri bengong, ia terlalu kaget mendengar keterangan Kui Lan tadi bahwa laki-laki yang selama ini dianggap ayah kandungnya itu bernama Cing Kui berarti bahwa Bouw koksu telah menipunya! Iapun tidak ingin melihat adik dari Cin Han celaka tempat itu, maka tentu saja ia tidak mau membantu Bouw Koksu.
Terdengar bunyi peluit dan kentongan, tanda bahwa akan berdatangan pasukan keamanan dan tentu Kui Lan akan dikeroyok banyak orang. Kui Lan mengamuk, pedangnya bergerak bagaikan seekor naga mengamuk di angkasa dan dua orang perwira yang tadi membantu Souw Koksu, telah roboh mandi darah. Akan tetapi, segera terdengar suara gaduh dan sedikitnya duapuluh lima orang penjaga berikut beberapa orang perwira datang mengurung lalu mengeroyok gadis perkasa itu. Biarpun maklum bahwa ia berada dalam bahaya maut, Kui Lan tidak menjadi gentar dan ia mengambil keputusan untuk melawan sampai titik darah terakhir.
Melihat ini, Kim Hong mengeluarkan, teriakan melengking panjang dan tubuhnya sudah berkelebat dan menerjang ke arah pertempuran. Ketika kedua tangannya bergerak, nampak dua sinar bergulung-gulung dan terdengar teriakan disusul robohnya dua orang pengeroyok. Kiranya ia sudah menggerakkan sepasang pedang kecilnya yang lihai, yang ujung nya bertali. Melihat betapa gadis yangi dicinta kakaknya itu kini membantunya, bangkit semangat Kui Lan dan iapun menggamuk semakin hebat.
"Kim Hong, engkau pengkhianat!" bentak Bouw Koksu. Pedangnya meluncur dan menyerang gadis yang pernah menjadi murid dan anak angkatnya sendiri.
"Trangggg!" Pedang itu terpental dan hampir terlepas dari tangannya ketika ditangkis pedang kiri Kim Hong.
"Engkau telah menipuku!" bentak Kim Hong.
"Tidak ada yang menipumu. Dia memang ayahmu! Gadis ini yang menipumu!" bentak pula Bouw Koksu, Tentu saja Kim Hong menjadi ragu. Ia hanya mendengar keterangan Kui Lan bahwa pria yang diperkenalkan sebagai ayahnya itu palsu, akan tetapi apa buktinya" Sementara itu, Bouw-ciangkun yang mengepung dan mengeroyok Kui Lan sudah berteriak memerintahkan anak buahnya untuk memanggil bala bantuan,
Karena Kim Hong ragu dan menghentikan gerakannya, Kui Lan kini terdesak, dikepung ketat dan dihujani senjata. Biarpun gadis ini telah mewarisi ilmu silat yang tinggi dan hebat, namun ia masih kurang pengalaman dan pihak musuh terlampau banyak, ia sudah merobohkan enam orang pengeroyok, akan tetapi iapun menerima dua kali bacok pedang yang menyerempet paha dan pundaknya, biarpun tidak parah, namun paha dan pundaknya terluka dan berdarah!
Tiba-tiba, seorang di antara para perajurit itu, yang tadi hanya menonton sambil mengacung-acungkan pedangnya, tiba-tiba saja menyerang Bouw Ki. Serangan pedangnya demikian cepatnya sehingga Bouw Ki hampir tertusuk lehernya dan ketika pemuda itu mengelak, pedang perajurit itu menyambar ke bawah dan pahanya terbacok sehingga terluka dan membuat dia berteriak kesakitan dan cepat meloncat ke belakang.
"Heii, gilakah kau?"." Teriak Bouw Ki. Perajurit itu tidak perduli, bahkan kini membuang topi perajuritnya dan mengamuk dengan pedangnya membantu Kui Lan, membuat pengeroyokan ketat tadi menjadi buyar. Ketika Kui Lan memandang, jantungnya berdebar tegang karena mengenal mata yang mencorong itu bibir yang tersenyum-senyum itu. Tak salah lagi, dialah si pemuda sinting tempo hari!
"Kau?" serunya dan iapun putar pedang ke kiri, merobohkan seorang pengeroyok dengan tusukan.
"Nona, kita mundur.... cepat kau pergi dulu ke pagar tembok!" kata perajurit itu yang bukan lain adalah Souw Hui San. Pemuda ini dengan cerdik ini, tentu saja dengan cara menyogok berhasil masuk menjadi seorang prajurit penjaga keamanan di rumah Bouw Koksu. Dengan demikian akan mudah baginya untuk menyelidiki keadaan pembesar ini dan mencari rahasia yang berguna bagi perjuangan para pendukung kerajaan Tang. Melihat Kui Lan dikeroyok dia merasa bimbang. Akhirnya dia tak tahan melihat gadis yang dikaguminya itu terluka. Terpaksa dia membuka rahasia dirinya dan membantu. Dengan ilmu pedang Gobi-pai yang lihai, ia mengamuk, membuat Kui Lan tidak terhimpit lagi.
Sementara itu, melihat munculnya pemuda yang juga dikenalnya sebagai pemuda sinting Kim Hong berkelebat meninggalkan tempat itu. ia percaya bahwa pemuda yang gerakannya amat lihai itu akan mampu menolong Kui Lan sendiri cepat memasuki gedung dan menyerbu ke dalam kamar di mana ayahnya berada.
Orang yang mengaku sebagai Bu itu terkejut ketika melihat putri nya masuk ke kamar dengan sepasang mata mencorong penuh kemarahan.
"Kim Hong, apa yang terjadi," tanyanya heran.
Akan tetapi gadis itu melompat dan sekali tangannya bergerak, jari tangan kanannya telah mencengkeram pundak orang itu. Orang yang mengaku sebagai ayahnya itu terkejut karena cengkeraman itu membuat pundaknya seperti remuk rasanya.
"Ada apa kenapa kau ini?"
"Katakan, namamu Ciang Kui, kan" Hayo mengaku terus terang atau akan kuhancurkan pundakmu!"
Wajah itu berubah pucat. "Aku... aku "
"Hayo katakan terus terang bahwa kau bukan ayahku, engkau bukan Can Bu. Awas, kalau membohong akan kusiksa sampai mati!" cengkeram di pundak itu semakin kuat sehingga wajah yang pucat kini mandi peluh.
"Aku.... aku.... hanya di perintah Bouw Koksu...," akhirnya orang berterus terang.
"Keparat busuk!"
Saking marahnya Kim Hong mengerahkan tenaga sin-kang yang didapatnya dari ular hitam kepala merah. Hawa beracun yang amat dahsyat keluar dari tangannya memasuki tubuh orang itu dari pundak dan orang itu hanya menjerit satu kali lalu tewas dengan seluruh tubuhnya menjadi hitam.
Kim Hong mengangkat mayat itu berlari keluar lagi memasuki taman melihat Kui Lan dan pemuda sinting itu masih dikepung ketat walaupun keduanya sudah sampai di dekat pagar tembok. Agaknya tidak mudah bagi mereka untuk lolos karena kini sudah datang bala bantuan yang banyaknya tidak kurang dari limapuluh orang!
Kim Hong mengeluarkan suara lengking panjang dan tubuh tak bernyawa yang sudah kehitaman itu ia lontarkan ke arah Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun yang ikut mengeroyok Kui Lan dan Hui San.
Bouw Koksu terkejut melihat sosok tubuh melayang ke arahnya. Dia nyambut dengan bacokan pedangnya tubuh itu roboh. Ketika dia melihat melalui penerargan obor yang dibawa para perajurit, dia melihat wajah Ciang Kui yang mukanya berubah menghitam matanya terbelalak. Tahulah dia bahwa Kim Hong telah mengetahui rahasia kebohongannya.
Kim Hong mengamuk dengan sepasang pedangnya, sebentar saja sudah berhasil membuyarkan kepungan dan mendekati Kui Lan. "Kui Lan, engkau sudah terluka, cepat keluar dari sini, aku yang menahan mereka!"
"Aku tidak mau meninggalkan engkau sendiri, Kim Hong!" kata Kui Lan tegas. Diam-diam Kim Hong kagum, senang sekali mempunyai sahabat seperti Cin Han dan Kui Lan ini, demikian gagah dan setia kawan.
"Kalau begitu, mari kita lari bersama!" katanya dan iapun mempercepat gerakan kedua pedangnya. Melihat betapa gadis perkasa itu kini membalik dan membantu musuh, anak buah Bouw Koksu yang sudah tahu akan kelihaiannya menjadi gentar. Kepungan melonggar dan kesempatan itu dipergunakan oleh Kim Hong, Kui Lan, dan Hui San untuk meloncat ke pohon itu dan dari situ meloncat ke atas pagar tembok dan dilanjutkan meloncat keluar.
Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun mengerahkan para perajurit untuk melakukan pengejaran, akan tetapi tiga orang itu sudah menghilang dan beberapa menit kemudian mereka bertiga sudah berada di dalam rumah Hartawan Ji, dengan aman mereka duduk di dalam ruangan rahasia di mana mereka bicara dengan Hartawan Ji. Souw Hui San tanpa diminta sudah mengeluarkan obat luka dan menolong Kui Lan yang terluka pundak dan pahanya, dibantu oleh Kim Hong yang membalut luka di paha gadis itu.
Biarpun tiga orang muda itu baru kali ini berkenalan, namun hubungan mereka sudah akrab sekali, mereka merasa cocok dan seolah sudah saling berkenalan bertahun-tahun lamanya. Setelah luka-luka di pundak dan paha Kui Lan diobati, luka yang tidak parah, mereka duduk menghadapi meja dan sambil makan hidangan malam yang dikeluarkan pembantu Hartawan Ji, mereka bercakap-cakap.
"Kiranya benar seperti dugaanku tempo hari, engkau hanya berpura-pura sinting," kata Kim Hong kepada Sui San yang tersenyum.
"Akupun sudah merasa curiga. Mana ada orang sinting membawa-bawa pedang yang bagus?" kata pula Kui Lan.
"Dan engkau yang melemparkan pedangku membuat dahiku benjol menyempurnakan penyamaranku, nona Can Kim Hong," kata Hui San tertawa. "Dengan peristiwa benjolnya dahiku itu, Bouw ciangkun dan yang lain-lain percaya bahwa aku adalah seorang sinting, ha ha!"
"Siapakah sebenarnya engkau ini Dan mengapa engkau dapat muncul mengacau rombongan Bouw-ciangkun ketika mereka mencari pusaka, kemudian bagaimana pula tiba-tiba engkau menjadi seorang perajurit anak buah Bouw-ciangku dan tadi menolongku?"
"Wah, ceritanya panjang, nona Yang Kui Lan"
"Engkau mengenal kami semua, akan tetapi kami tidak mengenalmu! Ini tidak adil. Perkenalkan dulu dirimu baru kita bicara lagi," kata Hartawan Ji yang bagimanapun juga masih menaruh perasaan curiga kepada pemuda yang tidak dikenalnya itu.
"Paman Ji Siok, apakah paman dan semua kawan paman tidak dapat mengetahui siapa aku" Dan paman juga tidak mengenal mendiang Paman Souw Loki"'
"Souw Loki Bukankah pemilik toko yang baru saja meninggal dunia secara aneh tanpa ada yang mengetahui sebabnya itu?" Hartawan Ji memandang penuh perhatian. "Orang muda, agaknya engkau mengetahui tentang diriku dan tentang teman-teman, akan tetapi kami belum mengetahui siapa engkau."
"Paman, dia ini jelas orang yang telah mengambil Mestika Burung Hong Kemala dan menukarnya dengan yang palsu. Tidak benarkah dugaanku itu sobat?" tanya Kim Hong.
Kini Souw Hui San tertegun dan memandang kagum. "Eh, bagaimana engkau dapat mengetahui hal itu, nona?"
"Tidak perlu bertanya, yang penting sekarang, kami telah tahu bahwa engkau yang mengambil Mestika Burung Hong Kemala, karena itu engkau harus menyerahkan kepada kami atau terpaksa kami akan menganggapmu sebagai musuh," kata pula Kim Hong.
"Bersabarlah, Kim Hong. Aku yakin bahwa saudara ini bukan seorang musuh, dan tentu dia mengambil pusaka itu dengan maksud baik. Bukankah engkau juga seperti kami, menentang pemberontak An Lu Shan dan mendukung Kerajaan Tang, sobat?" kata Kui Lan.
"Yang penting, perkenalkan dulu dirimu, orang muda," kata pula Hartawan Ji .
Souw Hui San tertawa. "Aih, kalian sungguh-sungguh mendesakku. Tiga orang dengan tiga macam tuntutan, akan tetapi hanya nona Yang Kui Lan yang bersikap baik kepadaku. Terima kasih nona"
Wajah Kui Lan menjadi kemerahan dan iapun merasa perlu untuk membela diri agar tidak disangka yang bukan bukan. "Tentu saja aku bersikap baik kepadamu, sobat, karena bukankah enkau sudah berulang kali berusaha menolongku" Tempo hari, dengan berpura-pura sinting engkau mencegah rombongan Bouw-ciangkun mengeroyokku, kemudian tadi kalau tidak ada engkau yang menolong, mungkin aku sudah tewas di tangan mereka,"
"Baiklah, akupun tidak merasa perlu merahasiakan diriku. Namaku Souw Hui San dan mendiang Souw Lok yang ma terbunuh adalah pamanku. Sejak kecil aku berada di pegunungan, menjadi murid para suhu di Gobi-pai. Baru beberapa bulan aku datang ke kota raja, ke rumah paman dan aku melihat bahwa paman Souw Lok yang dahulu bekerja menjadi pembantu Menteri Yang Kok Tiong, sudah berada di kota raja dan menjadi orang kaya yang membuka sebuah toko."
"Bukankah Souw Lok ikut pula dengan Menteri Yang mengawal rombongan baginda Kaisar yang mengungsi ke ba rat?" tanya Hartawan Ji yang banyak mengetahui keadaan di kota raja.
"Benar, paman menceritakan kepadaku bahwa diapun sampai ke Secuan. Akan tetapi, di tengah perjalanan itu, paman Souw Lok membantu Menteri Yang menyembunyikan Mestika Burung Hong Kemala, bahkan peta dari tempat penyimpanan itu oleh Menteri Yang diserahkan pada Paman Souw Lok dengan pesan bahwa kalau terjadi sesuatu dengan beliau, peta itu harus diserahkan kepada seorang diantara puteranya."
"Ah, agaknya ayah telah merasakan sesuatu, seolah dia telah merasa bahwa dia akan tewas dalam perjalanan itu, maka dia menyerahkan peta kepada orang kepercayaannya," kata Kui Lan dengan suara sedih.
"Mungkin juga," kata Ji Siok "Ayahmu adalah seorang yang setia kepada Kerajaan Tang, nona. Sekarang harap lanjutkan ceritamu, Souw-taihiap."
"Wah, sebutan tai-hiap (pendek besar) itu hanya membuat kepalaku mekar, paman. Sebut saja namaku, Hui San tanpa embel-embel pendekar segala macam. Nah, setelah tiba di kota raja paman Souw Lok mempunyai pendapat yang amat berani. Dia pikir bahwa biarpun kecil, terdapat kemungkinan bahwa rahasianya diketahui orang, yaitu bahwa dia telah menerima peta penyimpanan pusaka itu dari Menteri Yang. Oleh karena itu, sebaiknya kalau dia mengakuinya saja, bahkan berusaha untuk mendapatkan harta dari rahasia itu, Maka dia lalu menjual peta itu kepada Bouw Koksu."
"Ihh!" Kim Hong dan Kui Lan berseru.
"Ahh....!" Hartawan Ji juga mengeluarkan seruan kaget dan tak senang mendengar tentang pengkhianatan Souw lok itu. "Kenapa pamanmu melakukan itu ?"
"Sabar, paman, dan harap mendengarkan dulu, nona-nona yang kuhormati! Sungguh aku berani mengatakan bahwa paman bukanlah seorang pengkhianat. Dia melakukan penjualan peta itu dengan dua perhitungan. Pertama untuk menghilangkan dugaan bahwa dia yang menetahui rahasia penyimpanan pusaka itu, dan ke dua, dan hal ini akhirnya menjerumuskannya ke tangan maut, dia ngin mendapatkan harta agar di hari tuanya dia hidup santai dan Cukup. Dia memang menjual peta Itu seharga sepuluh ribu tail kepada Bouw Koksu dan setelah menyerahkan peta dia menerima uang muka limaribu tail yang dia pergunakan membeli rumah dan membuka toko yang limaribu tail lagi akan dia terima setelah pusaka itu dapat diambil, Akan tetapi, yang dia berikan adalah peta palsu! Diapun diam-diam membuatkan pusaka tiruan. Kemudian, ketika aku datang dan dia mengetahui bahwa aku memiliki kepandaian silat, dia menyuruh aku mengambil pusaka yang aseli dan menaruh pusaka tiruan ke dalam guha yang disebutkan dalam peta palsu itu."
"Hemm, ternyata cerdik sekali pamanmu itu, Hui San!" kini hartawan Ji memuji. Dengan perbuatan itu, selain semua orang akan tahu bahwa pusaka berada di tangan Bouw Koksu, juga dia berhasil menyembunyikan pusaka aselinya tanpa ada yang mengetahui, dan dia masih mendapatkan banyak uang lagi!"
"Sayang, paman Souw Lok tidak tahu betapa licik dan curangnya orang macam Bouw Koksu itu. Setelah semua berhasil baik dan pusaka itu dapat diambil Bouw Koksu, dia datang mengunjung paman, bukan untuk membayar yang 1ima ribu tail lagi seperti yang diharapka paman, melainkan membunuh paman untuk menutup rahasia bahwa Mestika Buru Hong Kemala berada di tangannya. Aku datang terlambat beberapa jam saja. Akan tetapi paman masih sempat mengatakan siapa yang membunuhnya, dan suatu saat, jahanam Bouw Koksu itu pasti akan tewas di tanganku!"
Hening sejenak. Semua orang agaknya tercekam oleh kisah yang diceritakan pemuda itu.
"Ah, aku mengerti sekarang. Engkau tentu telah mendahului rombongan, mengambil pusaka aseli, lalu memasukan pusaka palsu ke dalam guha seperti disebutkan dalam peta palsu, kemudian engkau menyembunyikan pusaka itu entah dimana, dan ketika kami bertemu dengan enci Kui Lan, engkau keluar dan pura-pura sinting untuk mengganggu kami, bukankah begitu?" kata Kim Hong.
Hui San tertawa. "Ha-ha, semua itu benar. Pusaka itu memang lebih dulu aku sembunyikan dalam sebuah pohon besar. Karena melihat engkau demikian cerdik, maka aku lalu pergi dan tidak berani sembarang main-main. Orang seperti engkau terlalu berbahaya untuk dipermainkan. Tentu saja aku tidak tahu bahwa engkau sebenarnya segolongan dan seperjuangan denganku, nona."
"Souwtoako, kalau begitu pusaka itu sekarang berada di tangan mu?" tanya Kui Lan yang agak ragu ketika menyebut pemuda itu, akan tetapi melihat sikap yang polos dan bersahaja itu, diapun menyebutnya toako, sebutan yang akrab.
Hui San tersenyum dan matanya bersinar-sinar memandang kepada Kui Lan. "Benar, non.... eh, siauw-moi (adik), boleh aku menyebutmu Lan-moi (adik Lan)" Engkau puteri Menteri dan aku anak gunung"
"Ah, perlukah kita merendahkan diri dan menggunakan banyak peraturan yang tidak layak lagi itu, twako" Kata kanlah, sekarang Mestika Burung Hong Kemala itu berada di mana?"
"Kusimpan baik-baik, Lan-moi. Andai kata aku ditawan musuh, disiksa dan dibunuh sekalipun, jangan harap musuh akan dapat memaksa aku menyerahkan pusaka itu kepada mereka. Tak seorangpun akan tahu di mana pusaka itu kusembunyikan. Akan tetapi setelah aku bertemu dengan engkau, aku siap memenuhi pesan mendiang Paman Souw Lok untuk menyerahkan pusaka itu kepada seorang diantara para putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong. Apakah engkau bersedia rnerima pusaka itu dariku?"
"Ah, aku.... apa bedanya kalau berada di tanganmu, twako?"
Hartawan Ji segera berkata, "Mengapa tidak ada bedanya. Kita semua mempunyai kesetiaan yang sama, dan tentu semua bermaksud untuk menyerahkan pusaka itu kembali kepada Sri baginda Kaisar. Karena itu, kuusulkan, biar pusaka itu tetap disimpan oleh Hui San, dan tetapi dia harus memberitahukan tempat penyimpanannya kepada nona Kui Lan. Kita semua sedang berjuang, tidak tahu apakah kita akan dapat lolos dari kematian. Karena itu, sebaiknya kalau penyimpanan itu selalu diketahui dua rang "
"Maksudmu agar kalau yang seorang meninggal, yang lain memberi tahukan kepada seorang sahabat lain lagi?" tanya Hui San.
"Apakah tidak sebaiknya kalau sekarang juga diantarkan ke barat dan serahkan kepada Sri baginda Kaisar" Pusaka itu amat dibutuhkan untuk mendatangkan kepercayaan mereka yang mendukung beliau, bukan?" tanya Kim Hong.
"Dugaanmu tadi benar. Hui San Pusaka itu amat penting, karena itu harus selalu kita ketahui di mana tempat penyimpanannya. Dan saat ini tidak perlu kita antarkan ke barat, nona Kim Hong, karena kami telah mendengar bahwa Sri baginda berhasil membujuk para kepala suku di barat untuk membantu pasukan beliau dengan memperlihatkan Mestika Burung Hong Kemala. Agaknya, Sri baginda yang kehilangan pusaka itu telah membuatkan pula tiruannya. Jadi sekarang ada tiga buah pusaka, dua yang palsu dipegang Bouw Koksu dan Sri baginda, sedangkan yang aseli kita simpan Kalau saatnya tiba, kita akan serahkan kepada Sri baginda Kaisar."
Semua orang merasa setuju dengan pendapat ini dan Hui San lalu menuliskan beberapa huruf di atas kertas, memberikan tulisan itu kepada Kui Lan yang membacanya. Membaca isi tulisan ini Kui Lan tertegun. Betapa berani dan cerdiknya pemuda murid Gobi-pai itu Dia telah menyimpan pusaka itu di tempat yang takkan pernah disangka Siapapun juga, terutama sekali tidak oleh pihak musuh karena pusaka itu berikut petinya ditanam di bawah pohon dekat pagar tembok di kebun belakang gedung yabg kini ditinggali Bouw Koksu Pantas pemuda itu dapat menolongnya. Kiranya sedang mencuri masuk dan menanam pusaka itu di bawah pohon yang ia pergunakan untuk memasuki kebun pada malam hari itu. Memang kelihatan mengkhawatirkan menyimpan pusaka di sana, akan tetapi justeru di tempat yang begitu dekat dengan Bouw Koksu, merupakan tempat yang aman karena tidak akan disangka, sama sekali. Gedung itu boleh jadi dapat diserbu orang dan isinya di rampok habis, bahkan gedung itu sendiri dapat saja dibakar habis. Akan tetapi siapa yang mau mengganggu sebatang pohon di sudut kebun" ia memandang pemuda yang tersenyum itu dan mengangguk, lalu ia merobek-robek kertas itu sampai menjadi potongan kecil kecil.
Kim Hong yang teringat akan ayah kandungnya yang belum juga dapat ia temukan, segera bertanya kepada Hartawan Ji, "Paman Ji, engkau telah dapat menyelidiki dan mengetahui bahwa orang yang mengaku ayahku itu adalah palsu Dapatkah engkau menolongku memberi tahu siapa sebenarnya ayah kandungku yang bernama Can Bu itu dan apakah dia masih hidup" Kalau dia masih hidup, di mana dia sekarang?"
"Ketika Yang-kongcu minta kepada kami untuk menyelidiki tentang Ciang Kui yang mengaku sebagai Can Bu, dengan sendirinya kami juga menyelidiki tentang ayah kandung nona itu. Kami bertanya-tanya kepada para perajurit dan perwira yang dulu berada dalam satu kesatuan dengan perwira Can Bu."
"Dan bagaimana hasilnya, paman" tanya Kim Hong penuh harap.
"Ternyata bahwa ayahmu itu, perwia Can Bu, setelah berhasil lolos dari Khitan dan kembali ke kota raja, Dia diangkat menjadi seorang panglima yang membantu Panglima Besar Kok Cu It dan tentu saja dia ikut pula mengawal Sri baginda Kaisar ke barat. Apa lagi karena ayahmu sudah mengenal daerah barat dengan baik, maka tenaganya amat dibutuhkan Kaisar"
"Jadi ayahku mengawal Sri baginda kaisar ke barat" Jadi benar ayah kandungku masih ada?" wajah gadis itu berseri dan matanya bersinar-sinar. "Kalau begitu, aku akan menyusulnya dan mencarinya ke sana, dan aku akan membantunya memperkuat pasukan Sribaginda"
Hartawan Ji mengangguk-angguk. Hartawan ini dahulu sebelum An Lu Shan merebut tahta Kerajaan Tang, telah bekenja sebagai seorang penyelidik yang cerdik. Karena itu, dia kini dapat bekerja dengan tenang tanpa takut dikenal orang karena dahulupun tidak ada yang tahu bahwa dia adalah seorang perwira tinggi yang memiliki jaringan penyelidik. Banyak anak buahnya disebar ke mana-mana sehingga dia dapat mengetahui dengan baik keadaan di dalam dan di luar istana,
"Memang sebaiknya begitu, nona Kami kira Sri baginda membutuhkan banyak pembantu yang lihai seperti nona dan besar sekali harapannya nona akan dapat bertemu dengan perwira Can Bu sana."
"Kebetulan sekali, kakakku Yang Cin Han juga baru saja berangkat ke sana, adik Kim Hong," kata Kui Lan. kalau engkau melakukan perjalanan dengan cepat, mungkin engkau akan dapat mengejarnya dan lebih menyenangkan kalau kalian melakukan perjalanan bersama, kan?"
Wajah gadis itu berubah kemerahan, akan tetapi tak dapat disangkal di dalam hatinya ia merasa girang sekali, Sejak tadipun ia sudah bertanya tanya di dalam hatinya mengapa ia tidak melihat Cin Han di situ.
"Aku akan melakukan perjalanan seepat mungkin," katanya dan iapun tidak menolak ketika Hartawan Ji menyerahkan seekor kuda kepadanya, berikut berapa potong perak untuk bekal perjalanan. Gadis ini meninggalkan rumah gedung Bouw Koksu tanpa membawa apapun sehingga pakaianpun hanya yang berada di tubuhnya. Iapun menerima ketika Kui Lan memberi beberapa potong pakaian untuknya, dan memang bentuk tubuh mereka seukuran.
Setelah Kim Hong berangkat meninggalkan kota raja dengan cara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui pintu gerbang selatan dengan menyamar sebagai seorang nenek-nenek, diantar oleh Ji Siok yang telah menyogok para penjaga agar diperbolehkan keluar mengantar bibinya yang tua dan sakit-sakitan ke desa maka Hui San juga meninggalkan rumah Hartawan Ji, Diapun menyamar karena kini dia juga menjadi seorang buronan. Dia menghubungi seorang tetangganya dan minta bantuan tetangga itu untuk menjualkan rumah dan toko pamannya. Karena mendapatkan keuntungan besar, tetangga itu dengan senang hati melakukannya dan dalam waktu beberapa hari saja rumah itu telah terjual dan Hui San mempunyai uang dua ribu tahil hasil penjualan itu. Dia pun seperti KUi Lan, tinggal, di rumah Hartawan Ji,
Pada keesokan harinya, Hartawan Ji menerima seorang tamu dan setelah tamu itu pergi, dia mengumpulkan para pembantunya di mana hadir pula Hui San dan Kui Lan. Dari wajah pemimpin jaringan mata-mata itu dapat dlduga bahwa ada masalah penting.
"Ada berita penting sekali dari Sia-ciangkun," kata hartawan itu.
"Dari toako Sia Su Beng" Berita apakah itu, paman?" tanya Kui Lan penuh gairah, ia tidak tahu betapa diam diam Hui San mengerling kepadanya dengan penuh perhatian menatap wajahnya dalam kerlingan itu.
"Sia-ciangkun memberi kabar bawa usaha nona Kui Bi di istana berhasil mengadu-domba antara An Lu Shan dan puteranya, An Kong. Bahkan AnKong yang disebut pangeran itu mempercayai nona Kui Bi dan minta kepada nona Kui Bi untuk meracuni An Lu Shan..'
"Ah, berbahaya sekali itu, Bagai mana kalau ketahuan?" kata Kui Lan, mengkhawatirkan adiknya.
"Semua telah diatur oleh Bouw Koksu yang mendukung Pangeran An Kong. Malam ini nona Kui Bi berhasil diselundupkan ke dapur dan di tunjuk sebagai seorang dayang melayani kaisar An Lu Shan makan malam menggantikan seorang dayang lain yang sakit. Saat inilah akan dipergunakan oleh nona Kui Bi untuk meracuni makanan yang akan dimakan kepala pemberontak itu."
"Akan tetapi, tentu akan ketahuan dan adikku akan terancam bahaya," kata pula Kui Lan.
"Menurut pesan Sia-ciangkun, bahaya yang datang bukan dari pengikut An Lu Shan, melainkan dari Pangeran An Kong, dari Bouw Koksu yang mendukungnya. Dari mereka inilah datangnya bahaya yang mengancam nona Kui Bi"
"Akan tetapi bagaimana mungkin Itu, paman?"' tanya Hui San. "Bukankah nona Yang Kui Bi hanya melaksanakan perintah Pangeran An Kong?"
"Itulah sebabnya, menurut Sia ciangkun, keadaan nona Kui Bi terancam maut. Setelah perbuatan itu dilaksanakan dan An Lu Shan mati keracunan, tentu para pejabat tinggi ingin mencari siapa pelakunya. Dan untuk menutupi kenyataan bahwa An Kong yang meracuni ayahnya maka tentu mereka itu akan berusaha untuk menangkap nona Kui Bi dan menuduh nona itu sebagai pelakunya. Akan tetapi harap jangan khawatir. Sia ciangkun sudah mengatur kesemuanya Dia yang akan melindungi nona Kui Bi dan menyelundupkannya keluar dan kita yang harus membantunya, menerima nona Kui Bi dan membawanya ke sini dengan cepat."
"Akan tetapi, peristiwa itu tentu akan menimbulkan geger di istana paman. Apakah tidak akan terjadi keributan yang ditimbulkan oleh mereka yang setia kepada An Lu Shan?"
"Inipun akan ditanggulangi oleh Bouw-ciangkun yang sudah mempersiapkan pasukannya di luar istana, dan dibantu oleh Sia-ciangkun yang akan bergerak ke dalam istana."
Kui Lan membelalakkan matanya. "Paman Ji, benarkah itu" Rasanya tidak mungkin Sia-toako akan bekerja sama dengan Bouw Koksu, apa lagi membantunya."
"Nona, ini merupakan siasat Sia-ciangkun yang baik sekali. Menghadapi Pangeran An Kong yang didukung Bouw Koksu tidaklah seberat kalau menghadap An Lu Shan. Karena itu, sengaja di birkan ayah dan anak pemberontak itu saling hantam, dan Sia-ciangkun memang sengaja berpihak kepada Pangeran An Kong. Kalau An Lu Shan sudah tewas, dan para pengikutnya dapat dilumpuhkan akan kelak menghadapi Pangeran An Kong tidaklah terlalu berat."
Kui Lan mengerti, akan tetapi tetap saja ia mengkhawatirkan keselamatan adiknya, ia tahu bahwa Kui Bi bermain api. Amat berbahaya tugas yang hendak dilaksanakan adiknya malam ini. Meracuni An Lu Shan. Membayangkan saja Kui Lan sudah merasa ngeri dan jantungnya berdebar keras. Bagaimana kalau ketahuan sebelum An Lu Shan makan hidangan beracun itu" Bagaimana kalau hidangan itu tidak dimakan atau dimakan orang lain sehingga orang lain yang mati, bukan An Lu Shan" Apa yang dapat dilakukan Kui Bi kalau sampai ketahuan" ia tahu akan keberanian dan kenekatan adiknya itu. Kalau sampai ketahuan sebelum hidangan dimakan, Kui Bi pasti akan bertindak nekat dan mencoba untuk membunuh saja An Lu Shan. Dan tanpa bantuan, agaknya mustahil adiknya akan mampu meloloskan diri dengan selamat keluar dari istana kalau ia dikejar-kejar sebagai pembunuh. Biarpun ia tahu di sana terdapat Sia Su Beng pria yang dikaguminya itu, tetap saja ia masih merasa gelisah. Ketika Ji Siok mengatakan bahwa pertemuan berakhir dan semua orang sudah bangkit, ia sendiri berdiri dan menuju ke kamarnya dengan tubuh lemas.
0odwo0 Karena memang sudah diatur oleh kaki tangan Bouw Koksu, maka dengan mudah Kui Bi mendapat kepercayaan membantu di dapur, kemudian menggantikan seorang dayang pelayan di ruangan makan yang sedang sakit. Semua ini sudah diatur oleh Bouw Koksu, melalui kaki tangannya yang banyak terdapat di dalam istana. Mudah sekali bagi Kui Bi untuk mengetahui, sayur masakan yang mana menjadi kesukaan An Lu Shan dan mudah pula ia membawa hidangan itu menuju ke kamar makan, menaruh bubukan racun di dalam masakan. Racun itu tidak mengeluarkan bau, juga tidak ada rasanya, maka tidak akan diketahui bahwa masakan itu mengandung racun.
Akann tetapi ketika An Lu Shan yang berpakaian sebagai raja itu memasuki ruangan makan dan ia duduk menghadapi semeja besar penuh masakan yang masih mengepulkan uap yang sedap, ditamani tiga orang selir dan lima orang dayang, hati Kui Bi berdebar juga. ia melihat selosin perajurit pengawal pribadi yang membawa tombak, berdiri berjajar di pintu ruangan. Dan ia tahu bahwa di luar pintu terdapat pula banyak perajurit pengawal. Hal Ini tidak mengejutkan hatinya karena memang sebelumnya Bouw Koksu telah memberi tahu padanya dan mengatakan bahwa mereka itu adalah pasukan pengawal yang telah menjadi anak buahnya! Yang menjadi pengawal setia dari An Lu Shan hanya selosin orang pengawal pribadi saja. Menurut petunjuk Bouw Koksu, kalau nanti An Lu Shan sudah makan dan keracunan ia harus cepat menerobos keluar melalui pintu, kalau perlu merobohkan para pengawal pribadi yang menghalangi dan kalau sudah tiba di luar, pasukan anak buah Pangeran An Kong atau Bouw Koksu akan melindunginya. Akan tetapi Kui BI telah mendapat pesan dan petunjuk lain dari panglima muda yang di kaguminya, yaitu Sia Su Beng. Menurut Sia Su Beng, setelah ia berhasil, harus melarikan diri melalui jendala ruangan makan itu yang terbuka dan tiba di taman di luar ruangan makan, kemudian mengambil jalan melalui atas wuwungan menuju ke dalam taman istana yang besar. Di sana, Sia Su Beng dan pasukannya akan menyambut dan menyembunyikannya. Tentu saja ia memilih untuk menaati pesan pujaan hatinya itu, karena menurut Sia Su Beng, kalau ia menaati petunjuk Bouw Koksu, ia seperti seperti burung masuk kurungan, akan ditangkap dan besar sekali kemungkinan dituduh sebagai pembunuh tunggal An Lu Shan dan dijatuhi hukuman berat.
Ruangan makan itu luas sekali. disudut ruangan, dekat dinding para dayang ahli musik telah memainkan yangkim dan suling, dan ada pula yang bernyanyi dengan suara lembut dan merdu. Meja makan itu sendiri berbentuk bundar dan An Lu Shan duduk di atas kursi istimewa, dikelilingi para dayang dan tiga orang selirnya duduk di kanan kiri dan depannya. Masakan kegemarannya ialah masakan kaki biruang dimasak dengan rebung (bambu muda). Inilah masakan kegemarannya ketika dia menjadi panglima pasukan di utara, di mana terdapat banyak biruang. Biarpun sekarang dia berada di selatan dan kaki biruang merupakan bahan masakan yang langka dan karenanya mahal sekali, dia tetap minta dicarikan kaki biruang. Masakan inilah yang tadi oleh Kui Bi dihidangkan di atas meja, paling dekat dengan kursi sang kaisar baru.
Dalam kesempatan ini, agar tidak menarik perhatian, Kui Bi tidak berdandan. ia hanya berperan sebagai pelayan yang mengambilkan masakan dari dapur dan ketika sang kaisar makan bersama selirnya dan dilayani lima orang dayang, tugasnya hanya berdiri di samping bersama tiga orang rekannya, dan menanti perintah para dayang pelayan kalau-kalau dibutuhkan bumbu atau masakan tambahan.
An Lu Shan nampak gembira ketika duduk di depan meja makan. Perutnya rasa semakin lapar ketika dia mencium bau masakan khas kegemarannya yang ada paling dekat di depannya. Dia merima suguhan arak dari selir yang duduk di sebelah kanannya, minum dengan sekali tuang dari cawannya, kemudian menerima sumpit yang disodorkan selir yang berada di sebelah kirinya. Kui Bi mengikuti semua gerakan kaisar itu dengan jantung berdebar tegang. Akan berhasilkah usahanya melaksanakan perintah Pangeran An Kong" ia tidak menyesal sedikitpun melaksanakan perintah meracuni An Lu Shan, karena andaikan tidak ada perintah itu, dengan segala kenekatannya ia akan mencari kesempatan untuk membunuh orang ini, orang yang telah mengakibatkan ayah ibunya meninggal, menyebabkan keluarganya berantakan dan Kerajaan Tang jatuh.
Agaknya perhitungan Bouw Koksu dan Pangeran An Kong memang tepat. Tanpa ia melihat ke arah masakan lain, sepasang sumpit di tangan An Lu Shan langsung saja menuju ke arah masakan kaki biruang itu, dan sepasang sumpit itu menjepit sepotong daging kaki biruang, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya. Nampak sedap dan nyaman sekali dia mengunyah daging kaki biruang yang bergajih itu, dan memang tukang masak mendapat pesan dari Pangeran An Kong sendiri agar hari itu memasak kaki biruang yang seenak-enaknya. Bahkan diapun memerintahkan mencarikan kaki biruang yang masih muda agar terasa lebih lunak dan lezat.
Makin tegang rasa hati Kui Bi ketika An Lu Shan terus saja makan masakan itu dengan sumpitnya, hanya di selingi minum arak sekali dua kali tegukan. Agaknya tidak ada pengaruh apa-apa dan dia makan dengan lahapnya, belum menyentuh masakan lain. Timbul perasaan gelisah dalam hati Kui Bi dan ia mengingat-ingat. Tidak salahkah ia tadi menaruhkan racun itu" Jangan-jangan ia keliru memasukkan ke dalam masakan lain! Akan tetapi rasanya tidak mungkin ia yakin benar telah menuangkan racun itu ke dalam masakan kaki biruang itu
Suara mussik masih terdengar mengiringi suara nyanyian merdu. Tiga orang selir seperti berebut menarik perhatian kaisar dengan ucapan manis dan menyuguhkan arak, ada pula yang karena desakan kaisar mulai ikut makan. Akan tetapi melihat betapa lahapnya kaisar makan masakan kaki biruang, mereka tidak berani ikut mengambilnya. Kalau An Lu Shan tidak mengambilkan untuk mereka, tiga orang selir itu tidak akan berani lancang mengambil sendiri hidangan yang menjadi kegemaran An Lu Shan itu. Bekas panglima yang kini mengangkat diri menjadi kaisar ini memang terkenal galak dan keras kalau ada orang berani mendahului kehendaknya, apa lagi menentangnya. Karena itulah, ketika pangeran An Kong mohon agar diangkat menjadi putera mahkota, dia marah dan membenci puteranya sendiri, karena merasa di dahului!
"Ah, aku haus, araknya!" Kata An Lu Shan dan tiga orang selir itu seperti berebut memegang guci arak menuangkan arak ke dalam cawan arak dari emas yang telah kosong. An Lu Shan mengambil cawan itu, menuangkan isinya ke dalam mulutnya yang ternganga dan tiba-tiba cawan kosong itu terlepas dari tangannya dan diapun terkulai!
"Dukk!" Kepalanya terantuk meja dan tubuhnya berkelojotan. Tiga orang selir itu menjerit, diikuti lima orang dayang dan semua orang yang berada disitu terkejut. Para pemain musik menghentikan permainan mereka dan dengan muka pucat mereka mrmandang terbelalak ke arah kaisar. Selosin orang pengawal pribadi berloncatan mendekat.
Kui Bi maklum bahwa racun itu telah bekerja, lapun menyelinap dan mendekati jendela, terus melompat keluar
"Heii , tahan! Semua orang tidak boleh meninggalkan tempat ini!" seorang pengawal pribadi berteriak dan ketika melihat Kui Bi tidak berhenti diapun mengejar, diikuti oleh sembilan orang pengawal lain, sedangkan dua orang tinggal di situ, menolong kaisar dan mengamati setiap orang.
Kui Bi berlari ke dalam taman kecil di luar ruangan makan itu, dan ketika pengawal pribadi kaisar itu yang ternyata memiliki gin-kang ynng cukup hebat berloncatan mengejarnya, tiba tiba Kui Bi membalikkan tubuhnya. Tadi ia menyambar sebatang ranting kayu taman itu dan kini, tiba-tiba ranting itu mencuat dan dengan dahsyat menyambut pengejarnya dengan tusukan kearah kedua matanya. Melihat ranting itu menusuk ke arah matanya dengan kecepatan kilat, pengawal itu terkejut dan cepat menggerakkan tombaknya menangkis melindungi matanya. Akan tetapi, ilmu Hong in Sin-pang dari Kui Bi memang helbat sekali. Ranting yang menusuk mata itu tidak menanti sampai ditangkis tombak tahu-tahu telah meluncur ke bawah dan menotok dada lawan.
"Tukk!" Biarpun hanya sebatang ranting sebesar ibu jari, akan tetapi di tangan Kui Bi menjadi senjata ampuh. Pengawal itu roboh dengan tubuh kaku!
Kui Bi tidak menanti lebih lama terus berloncatan melintasi taman dan meloncat naik ke atas genteng seperti petunjuk yang didapatnya dari Sia Beng. Di belakangnya, sembilan orang pengawal mengejar dan ternyata mereka memang merupakan orang-orang pilihan yang memiliki kepandaian tinggi. Kalau yang pertama tadi sampai dapat dirobohkan Kui Bi, karena dia memandang rendah kepada seorang gadis dayang, apalagi kalau yang dipergunakan menyerangnya hanya sebatang ranting. Karena memandang rendah, dia lengah dan dapat dirobohkan dengan sekali totokan.
Ketika melihat betapa sembilan orang pengawal itu dapat terus mengejarnya dengan berlompatan ke atas wuwungan pula, Kui Bi mempercepat lari dan akhirnya ia dapat meloncat turun ke dalam taman istana, tetap dikejar oleh sembilan orang itu.
Hati Kui Bi menjadi lega ketika lihat pasukan yang puluhan orang banyaknya berbaris di taman itu. Cepat ia meloncat dekat dan tangannya segera ditarik Sia Su Beng dan ia sudah menyusup masuk ke dalam barisan itu, tergesa-gesa ia mengenakan pakaian seragam perajurit yang diberikan oleh seorang prajurit, menutupi pakaian wanitanyanya beberapa detik saja Kui Bi telah menjadi seorang di antara pasukan itu, berpakaian perajurit berikut topinya yang khas.
Sia Su Beng menyambut sembilan orang pengawal pribadi kaisar itu di bawah sinar lampu-lampu gantung taman itu dia menegur.
"Bukankah kalian ini perajurit perajurit pengawal pribadi Yang Mulia Kaisar" Kenapa malam-malam berlari ke sini" Apa yang telah terjadi?"
"Ah, kiranya Sia-ciangkun dan pasukannya. Kenapa pula ciangkun membawa pasukan memasuki taman istana?" pemimpin pasukan pengawal itu bertanya. Para perajurit pengawal pribadi kaisar adalah orang-orang kepercayaan kaisar maka biarpun hanya perajurit, mereka berani bersikap angkuh terhadap panglima yang berada di luar istana.
"Kami menerima perintah Bouw Koksu untuk berjaga-jaga karena ada desas desus bahwa mata-mata musuh hendak menyerang Yang Mulia. Apakah yang terjadi maka kalian berlarian ke sini?"
"Kami mengejar pembunuh! Apakah pasukanmu tadi melihat seorang gadis yang berlari ke dalam taman ini?"
"Tidak, kami tidak melihatnya," kata Sia Su Beng.
"Mustahil," para perajurit pengawal pribadi kaisar itu berseru heran, 'kami mengejarnya dan kami melihat jelas meloncat turun dari wuwungan dan masuk ke taman ini!"
"Hemm, apakah itu berarti kalian tidak percaya kepada keterangan kami" kalau begitu, silakan menggeledah dan periksa sendiri apakah gadis yang kalian cari itu berada di antara kami ataukah tidak!" kata Sia Su Beng dengan suara keren.
"Maafkan kami, ciangkun. Telah terjadi peristiwa hebat, terpaksa kami akan melakukan penggeledahan, ini tugas kami!" Sembilan orang itu lalu menyusup-nyusup ke dalam pasukan itu, akan tetapi tentu saja mereka tidak menemukan seorang gadis dayang di antara mereka. Semua adalah pasukan yang berpakaian seragam. Kalau ada gadis dayang, tentu akan mudah kelihatan di antara mereka yang seragam itu. Setelah merasa yakin bahwa tidak ada gadis yang mereka cari, mereka kembali berhadapan dengan Sia Su Beng.
"Sebetulnya, apa yang terjadi" Siapa gadis dayang itu dan mengapa kalian mengejarnya?"
"la telah melarikan diri setelah melihat Yang Mulia keracunan! Kami mencurigai ia mempunyai kaitan dengan peristiwa itu."
"Yang Mulia keracunan" Lalu... bagaimana keadaan beliau?" tanya Sia Su Beng, pura-pura kaget.
"Kami tidak tahu, sekarang juga kami akan ke sana!" kata sembilan orang itu dan merekapun berserabutan lari meninggalkan taman. Pada saat terdengar bunyi canang dipukul bertalu talu, tanda bahaya sehingga seluruh isi istana menjadi gempar. Dalam waktu beberapa menit saja semua orang tahu bahwa kaisar telah tewas keracunan hidangan makan malam!
Pasukan yang dipimpin Bouw Ki telah dipersiapkan dan telah berada diluar istana, sedangkan pasukan yang di pimpin Sia Su Beng juga sudah siap dan berada di sebelah dalam, mengepung istana dan menguasai semua tempat. Melihat ini, para panglima yang setia kepada An Lu Shan tidak dapat berbuat sesuatu apa lagi karena kematian An Lu Shan karena keracunan makanan. Mereka hanya dapat segera datang ke ruangan makan dan menahan semua dayang, selir, dan thai-kam, termasuk semua juru masak yang malam itu bertugas memasak makanan dan melayani keluarga kaisar makan malam.
Ketika Bouw Koksu tergesa-gesa datang bersama Bouw-ciangkun, juga Pangeran An Kong, dan kemudian menyusul pula Sia Su Beng dan para panglima dan menteri yang memenuhi ruangan makan, tubuh kaisar An Lu Shan sedang diperiksaa dengan teliti oleh tiga orang tabib istana.
Akan tetapi, semua usaha tiga orang tabib itu melalui pengurutan, tusuk jarum, dan cekokan obat anti racun sia-sia belaka karena memang ketika tiga orang tabib itu datang, An Lu Shan telah putus nyawanya. Jerit tangis para isteri dan selir memenuhi ruangan itu, akan tetapi Bouw Koksu dengan cekatan lalu mengatur agar jenazah kaisar segera diangkat keruangan dalam untuk dirawat sebagaimana mestinya.
Bouw Koksu sendiri yang memeriksa para pembantu yang masih ditahan ruangan makan untuk ditanya. Akan tetapi, dia dan Bouw Ki merasa heran sekali tidak melihat Kui Bi. Dari para petugas di luar ruangan makan mereka mendengar bahwa gadis itu tidak lari melalui pintu. Padahal sudah direncanakan bahwa kalau ia keluar dari pintu para petugas akan menangkap dan rnenahannya. Kemudian terdengar keterangan para pengawal pribadi kaisar bahwa gadis dayang itu melarikan diri melalui jendela dan biarpun mereka telah berusaha mengejarnya, namun gadis yang amat lihai itu berhasil melarikan diri. Mendengar ini, Bouw Koksu mengerutkan alisnya. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa dayang baru itu memiliki ilmu silat tinggi. Tentu ia lihai sekali sehingga mampu meloloskan diri dari pengejaran para pengawal pribadi kaisar yang lihai itu.


Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena khawatir gadis itu membocorkan rahasia bahwa Pangeran An Kong yang melakukan rencana pembunuhan terhadap ayahnya, Bouw Koksu lalu memerintahkan para panglima untuk menangkap dayang itu. Juga Panglima Sia Su Beng diminta untuk menggeledah seluruh kota untuk menangkapnya.
"la pasti masih berada di kota raja. Geledah semua rumah dan tangkap gadis itu! Tentu ia yang membunuh dan meracuni Sribaginda!" perintahnya.
Semua panglima, termasuk Sia Su Beng, meninggalkan istana. Kalau para pangIima memerintahkan anak buah mereka untuk melakukan pencaharian, Sia Su Beng sendiri cepat menuju rumah Hartawan Ji. Tak lama kemudian dia sudah berada di kamar rahasia bersama Hartawan Ji, Kui Lan, Kui Bi, dan Hui San.
Begitu melihat Sia Su Beng muncul, Kui Bi segera lari menyambutnya dan bertanya, "Twako, bagaimana" Berhasilkah kita sesuai rencana" Apakah dia sudah tewas?" Gadis itu merasa tegang dan saking tegangnya, ia memegang kedua lengan panglima itu.
Sia Su Beng tersenyum dan mengangguk. "Berhasil baik sekali, Bi-moi Engkau memang tabah dan cerdik. An Lu Shan telah tewas, dan tentu An Kong yang akan mengangkat diri menjadi gantinya seperti mereka rencanakan, akan tetapi sekarang timbul masalah baru. Engkau berada dalam bahaya, Bi-moi !"
"Hemm, aku tidak takut, twako" kata gadis itu dengan sikap gagah.
"Aku percaya engkau tidak takut akan tetapi aku yang tidak mau melihlat engkau ditangkap. Kau tahu, Bouw Koksu berusaha keras untuk mencari dan menangkapmu. Tepat seperti kuduga, tentu dia ingin menangkapmu agar dapat menjatuhkan semua kesalahan kepadamu, menceritakan bahwa engkau yang meracuni kaisar sehingga dia dan An Kong bebas dari tuduhan."
"Akan tetapi, aku dapat membantah dan mengatakan bahwa mereka yang menyuruhku. Aku tidak takut, twako. Selama engkau di sampingku, aku tidak takut apapun!"
"Aku berjanji akan membantumu dengan taruhan nyawaku, Bi-moi. Akan tetapi sungguh tidak bijaksana kalau harus menggunakan kekerasan melawan musuh yang jauh lebih kuat dari pada kita. Sekarang belum tiba saatnya kita lawan dengan kekerasan. Kita tunggu saatnya. Setidaknya sekarang musuh yang paling berbahaya, An Lu Shan, telah tidak ada. Kurasa untuk menghancurkan kekuatan Pangeran An Kong dan Bouw kokssu bukan hal yang terlalu sulit kalau kita sudah menyusun kekuatan."
Sejak tadi Kui Lan melihat sikap adiknya dan sikap panglima itu dan ia merasa hatinya tertusuk. Tahulah ia bahwa adiknya amat mencinta panglima itu dan agaknya Sia Su Beng juga rnencintai adiknya, ia harus melepaskan harapannya, ia harus mengalah terhadap adiknya.
"Bi-moi, ucapan Sia-ciangkun itu benar sekali. Kita tidak boleh hanya menggunakan kekerasan dan nekat tanpa perhitungan. Kita harus menaati semua petunjuk Sia-ciangkun yang lebih berpengalaman dan lebih mengetahui keadaan. Katakanlah, ciangkun, apa yang harus kami lakukan sekarang?"
Sia S u Beng memandang kepada Souw Hui San. Dia tentu saja mengenal Kui Lan dan Ji Siok dan percaya kepada mereka, akan tetapi baru sekarang dia melihat pemuda yang tersenyum-senyum itu. Melihat pandangan mata Sia Su Beng, Souw Hui San melangkah maju.
"Ciangkun, sudah lama aku mendengar nama besarmu dan mengagumimu. Namaku Souw Hui San dan Paman Ji maupun nona Yang Kui Lan tentu berani menanggung bahwa aku adalah seorang rekan seperjuangan dan tidak perlu kau curigai ."
"Benar sekali, Sia-ciangkun, Souw-toako ini adalah sahabat baik yang sudah berkali-kali menyelamatkan nyawaku dari tangan Bouw Ki dan kaki tangannya," kata Kui Lan.
"Kami juga berani bertanggung jawab bahwa dia adalah seorang pejuang sejati, ciangkun,"' kata pula Ji Siok.
"Dia murid Gobi-pai yang berilmu tinggi,"tambah pula Kui Lan.
Sia Su Beng mengangguk-angguk, "Bagus kalau begitu, hatiku lebih tenteram karena baik Lan-moi maupun Bi-moi mendapatkan pengawal yang dapat di andalkan. Malam ini juga kalian bertiga harus Keluar dari kota raja, karena mulai besok, seluruh rumah di kota raja akan digeledah. Bouw Koksu bersikeras untuk menangkap Bi-moi."
"Akan tetapi, bagaimana kami dapat keluar dari kota raja, ciangkun?" tanya Hui San. "Dengan terjadinya peristiwa ini, tentu Bouw Koksu akan mengerahkan pasukan untuk menjaga semua pintu gerbang dan akan memeriksa setiap orang yang lewat, apa lagi yang akan ke luar pintu gerbang."
Panglima itu menunjuk buntalan yang tadi dibawanya dan yang diletakan di atas meja. "Aku sengaja membawa tiga stel pakaian tentara, tadinya kubawakan untuk nona Yang Kui lan, Bi moi dan Paman Ji Siok untuk mereka pakai. Aku yang akan mengatur kalian keluar kota raja dengan aman. Aku tidak tahu bahwa di sini terdapat Saudara Souw Hui San."
"Ciangkun, sebaiknya kalau saya berada di sini saja. Saya mempunyai hubungan baik dengan para panglima dan pejabat. Andaikan mereka melakukan penggeledahan di sinipun, mereka tidak akan menemukan apa-apa. Tidak seorang pun yang dapat menduga bahwa kedua orang nona ini pernah berada di rumah ini, ciangkun. Karena itu, sebaiknya kalau pakaian untukku itu dipakai oleh Hui San dan saya akan tetap tinggal disini menjadi penghubung bagi para kawan dan melihat keadaan."
"Baiklah kalau begitu, Paman Ji Akan tetapi berhati-hatilah, karena Bouw Koksu adalah seorang yang lihai cerdik dan kejam," kata Sia Su Beng Sementara itu, tanpa diperintah lagi Kui Lan, Kui Bi dan Hui San sudah mengenakan pakaian tentara. Yang dipakai kedua orang gadis itu pas, hanya kebesaran sedikit karena memang Sia Su Beng sudah memilihkan yang paling kecil, akan tetapi yang dipakai Hui San agak kekecilan, terutama di bagian dada.
Tak lama kemudian, Sia Su Beng sudah memimpin dua losin perajurit berkuda menuju ke pintu gerbang sebelah barat. Para penjaga berikut komandan mereka tentu saja tidak berani menghalangi , bahkan memberi hormat kepada Sia Su Beng, apa lagi ketika dengan singkat Sia Su Beng memberi tahu bahwa ia dan pasukannya akan melakukan pengejaran ke luar kota terhadap kawanan pembunuh kaisar, mereka semua bergembira karena merasa yakin bahwa kalau langlima yang lihai ini yang melakukan pengejaran, tentu akan berhasil.
Pasukan itu terus menjalankan kuda sampai jauh meninggalkan kota raja. Setelah malam lewat dan matahari mulai memuntahkan cahayanya di ufuk timur, barulah Sia Su Beng memberi isarat agar pasukannya berhenti dan beristirahat juga membiarkan kuda mereka makan dan minum. Dia sendiri mengajak Kui Lan, Kui Bi dan Hui San menjauhkan diri dan mengajak mereka bercakap-cakap
"Nah, sekarang kurasa kalian bertiga sudah aman untuk melanjutkan perjalanan ke barat, menyusul rombongan Sri baginda Kaisar Beng Ong di Secu-an."
"Terima kasih, ciangkun. Engkau memang hebat dan cerdik sekali. Biar mulai sekarang aku yang akan mengawal kedua enci adik Ini sampai mereka tiba di Se-cuan dengan selamat," kata Hui San penuh semangat.
-ooo-dw-ooo- Jilid 12 "Akupun mengucapkan terima kasih kepadamu, Sia-ciangkun," kata Kui Lan, sengaja kini menyebut ciangkun kepada panglima itu. ia tidak dapat lagi bersikap akrab kepada panglima yang pernah dikaguminya itu setelah mengetahui bahwa panglima itu akrab sekali dengan adiknya. "Engkau telah menyelamatkan adikku, juga berhasil membawa kami bertiga keluar dari kota raja dengan selamat."
"Tidak, aku tidak mau pergi!" tiba-tiba Kui Bi berkata sambil mendekati Sia Su Beng. "Twako, bagaimana mungkin aku pergi kalau engkau masih tinggal di kota raja" Tidak, aku bukan pengecut yang meninggalkan begitu saja. Aku tidak mau pergi. Kalau engkau kembali ke kota raja, akupun harus kembali ke sana!"
"Bi-moi, jangan bicara begitu", kata encinya. "Kita bukan pengecut kalau pergi dari kota raja. Kita bukan sekedar melarikan diri karena takut akan tetapi kita akan bergabung dengan kakak Cin Han di sana. Sia-ciangkun harus kembali ke kotaraja di mana dia bertugas dan kita membagi pekerjaan yaitu kita membantu pasukan Sribaginda dan Sia-ciangkun membantu dari dalam."
"Benar, Bi-moi. Jasamu sudah cukup besar dengan membunuh An Lu Shan dan sementara ini engkau harus meninggalkan kota raja."
"Sekali lagi tidak, twako. Aku harus ikut engkau kembali ke kota raja untuk membantumu. Bahaya kita tempuh bersama. Kalau engkau tidak mau menyelundupkan aku ke dalam kota raja, aku dapat menyusup sendiri," kata Kui Bi dengan nekat. Gadis yang keras hati ini tahu benar bahwa kalau ia harus berpisah dari pria yang dikasihinya, hati nya akan selalu merasa sengsara karena pria itu berada di kota raja, tempat yang amat berbahaya dengan segala pergolakannya.
Sia Su Beng menghela napas panjang, bukan karena penyesalan, melainkan karena lega dan senang. Dia sendiri sudah jatuh cinta kepada Kui Bi dan ia sedang merencanakan cita-cita besar. Akan lebih mantap hatinya kalau dia dekat dengan gadis yang dikasihinya, apa lagi dia membutuhkan tenaga orang gadis perkasa seperti Kui Bi. "Baiklah, Bi-moi. Kalau itu kehendakmu, engkau boleh ikut aku kembali ke kota raja dengan menyamar sebagai perajuri t."
Bukan main girangnya hati Kui Bi sambil memegangi kedua tangan panglima itu, ia berseru, "Koko, terima kasih! Aku akan membantumu dengan taruhan nyawaku!" kemudian ia menghampiri dan merangkul encinya.
"Enci Lan, kalau engkau bertemu kakak Cin Han, ceritakan semuanya dan bahwa aku berada di kota raja membantu perjuangan dari dalam bersama Sia-koko." Kemudian ia menambahkan bisikan di dekat telinga encinya, "Enci, aku cinta padanya."
Kui Lan mencium pipi adiknya dan matanya menjadi basah, ia terharu dan juga berbahagia bahwa adiknya telah menemukan cintanya, ia mengenal adiknya orang yang berhati keras dan sekali jatuh cinta, ia akan mempertahankannya mati-matian.
"Pergilah, adikku. Kita akan berkumpul kembali dalam keadaan yang lebih baik."
Sia Su Beng lalu membawa pasukannya kembali. Pasukan itu kini berkurang dua orang, tinggal duapuluh dua orang. Akan tetapi, Sia Su Beng tidak membawa pasukannya langsung pulang ke kota raja, melainkan mengajak mereka menyerbu sebuah bukit kecil penuh hutan yang dia tahu benar merupakan sarang gerombolan perampok. Gerombolan perampok itu diserbu dengan tiba-tiba, menjadi panik dan mencoba melakukan perlawanan. Akan tetapi, Sia Su Beng dan Yang Kui Bi mengamuk sehingga para perampok terdesak, banyak yang tewas atau terluka dan sisanya melarikan diri. Sia Su Beng menawan empat orang anggauta perampok yang terluka dan bersama Kui Bi dia mengajak empat orang ini ke pinggir.
"Sekarang terserah kalian, masih inngin hidup ataukah memilih mati. Kalau ingin hidup, kalian harus menaati perintahku setelah tiba di kota raja," kata Sia Su Beng.
Empat orang perampok yang luka-luka ringan itu tentu sudah menganggap bahwa mereka akan dibunuh, kini mendengar bahwa ada harapan bagi mereka untuk tinggal hidup, tentu saja mereka cepat menyambar harapan itu, betapapun kecilnya.
"Kami minta hidup, ciangkun!" kata mereka.
"Baik, mulai sekarang kalau ada orang bertanya, siapa saja dia, kalian harus mengakui bahwa kalian adalah kaki tangan Bouw Koksu dan kalian mendapat perintah dan tugas Bouw Koksu untuk membunuh kaisar."
"Wah, kalau begitu kami tentu akan dihukum berati"
"Tidak, kami yang akan melindungimu dan membebaskan kalian dari hukuman. Akan tetapi kalau kalian tidak mau, sekarang juga kalian akan kami bunuh. Bagaimana?"
Terpaksa empat orang itu menyanggupi dan Sia Su Beng memberi tahu apa yang harus mereka jawab kalau datang pertanyaan-pertanyaan tentang usaha pembunuhan kaisar An Lu Shan. Mereka di beri tahu nama-nama kaki tangan Bok Koksu yang bekerja di dapur dan yang menjadi dayang sampai yang menjadi thai-kam. Mereka harus menghafalkan semua jawaban itu.
Dalam perjalanan menuju ke kota raja, Sia Su Beng diam-diam menyuruh beberapa orang perajuritnya menguji empat orang itu, mengajukan pertanyaan di luar tahu Sia Su Beng. Ada yang bertanya sambil menggertak dan mengancam, ada pula yang bertanya dengan bujukan dan janji hadiah dan kebebasan. Dan di antara empat orang itu, ternyata yang tetap mengatakan bahwa mereka adalah kaki tangan Bouw Koksu hanya dua orang. Yang dua orang lagi ragu-ragu dan tanpa banyak cakap lagi, di depan dua orang yang lain, Sia Su Beng membunuh mereka dengan pedangnya! Hal ini tentu saja membuat dua orang anggauta perampok menjadi semakin ketakutan dan mereka bertekad untuk menaati perintah panglima Itu, apapun yang terjadi nanti pada diri mereka.
Kui Bi dapat memaklumi kekejaman Sia Su Beng membunuh dua orang perampok itu karena kalau mereka dibebaskan, mereka tentu akan membocorkan rahasia siasat yang sedang dilakukan Sia Beng .
Pasukan yang membawa dua tawanan itu memasuki pintu gerbang pada sore harinya dan Sia Su Beng segera mengundang para panglima ke markasnya. Dia mengadakan pertemuan rahasia dengan para panglima, baik para panglima yang mendukung An Lu Shan maupun para panglima yang diam-diam secara rahasia mendukung Kerajaan Tang. Hanya para panglima yang menjadi kaki tangan Bouw koksu dan Pangeran An Kong saja yang tidak diundang dalam rapat rahasia itu
Karena semua orang masih dalam keadaan tegang dan panik dengan kematian An Lu Shan, para panglima itu bergegas datang karena mereka maklum bahwa tentu ada berita penting yang akan di sampaikan Panglima Sia Su Beng yang selain menjadi kepercayaan An Lu Shan juga agaknya dekat dengan Bouw Koksu itu.
"Para rekan panglima yang terhomat, saya mengundang anda sekalian berkumpul untuk menyampaikan berita yang teramat penting dan juga tentu akan mengejutkan hati cu-wi (anda) sekalian. Berita itu ada hubungannya dengan kematian Sribaginda yang keracunan." Dia sengaja berhenti sebentar untuk memberi tekanan kepada kata-katanya tadi. Semua panglima yang jumlahnya tujuh orang itu benar saja amat tertarik dengan gaduh mereka bertanya apa yang telah terjadi dan apakah berita itu
"Ketika terjadi peristiwa kematian Sribaginda kemarin malam itu, saya mendapat keterangan dari penyelidik saya bahwa pelaku pembunuhan dapat melarikan diri keluar kota raja. Mereka bergabung dengan kawan-kawan mereka, itu gerombolan perampok di Bukit Bambu Kuning. Saya cepat membawa dua losin perajurit melakukan pengejaran malam tadi juga, dan tadi kami berhasil menyerbu, menewaskan beberapa orang dan menawan dua orang. Dua orang perajurit kami gugur. Dan dari pengakuan dua orang tawanan kami itu, ternyata bahwa mereka adalah kaki tangan Bouw Koksu dan Pangeran An Kong. Mereka hanya menerima perintah dari kedua orang itu yang mengatur semua rencana untuk meracuni kaisar."
"Ahhh!!" Para panglima itu mengeluarkan seruan kaget dan juga heran.
"Bagaimana mungkin itu" Bouw Koksu adalah seorang kepala suku Khitan yang berjasa dan mendapat anugerah Kaisar dengan pangkat tertinggi, sebagai Guru Negara. Dan Pangeran An Kong, untuk apa harus membunuh ayahnya sendiri" Bagaimanapun, kelak dia yang berhak menggantikan kedudukan ayahnya," beberapa orang meragu.
"Kami sendiri kalau tidak mendengarkan tawanan anak buah gerombolan itupun tentu tidak akan percaya," kata Panglima Sia Su Beng. "Akan tetapi hendaknya diingat bahwa memang terjadi ketegangan antara Kaisar dan Pangeran An Kong. Pertama, urusan perebutan selir itu, dan kedua, permintaan pangeran yang tergesa ingin diangkat menjadi Pangeran Mahkota. Bagaimanapun juga, sebaiknya kalau kita bersama mendengarkan sendiri keterangan dua orang tawanan itu." Dia lalu memerintahkan anak buahnya untuk menyeret kedua orang tawanan itu ke dalam ruangan rapat.
Tak lama kemudian, dua orang tawanan itu didorong masuk dan mereka menjatuhkan diri berlutut dengan wajah pucat ketakutan melihat para panglima memandang kepada mereka dengan sinar mata penuh selidik.
"Heii, sekarang di depan panglima, kalian berdua harus menjawab dengan benar, kalau tidak, kalian akan disiksa sampai mati!" bentak Sia-ciangkun..
"Coa-ciangkun, harap suka mengajukan pertanyaan kepada mereka," katanya kepada seorang panglima tinggi besar yang terkenal setia kepada An Lu Shan dan yang paling meragukan keterangannya tadi.
Coa-ciangkun adalah panglima tinggi besar yang berwatak keras. Dia duduk menghadapi dua orang yang berlutut itu dan membentak, "Angkat muka kalian dan pandang padaku!"
Dua orang anak buah gerombolan perampok itu mengangkat muka mereka memandang dan wajah mereka ketakutan, terbayang pada mata mereka yang terbelalak liar. Padahal, biasanya mereka adalah para perampok yang ganas, mudah menyiksa dan membunuh orang sambil tertawa. Kini nampaklah bahwa orang-orang yang suka berbuat kejam itu pada dasarnya merupakan orang-orang yang pengecut dan penakut kalau berhadapan denggan kekuasaan yang lebih besar, kalau berada dalam ancaman maut.
"Ampun, ampunkan kami, thai-ciangkun...." mereka meratap.
"Ceritakan, apa yang telah kalian lakukan sehubungan dengan kematian Kaisar! Jawab sejujurnya atau kupatahkan kaki tanganmu!"
Dua orang anggauta perampok itu gemetar. Mereka memandang kepada panglima Sia Su Beng dan panglima ini membentak, "Hayo cepat jawab dan ceritakan seperti yang kalian ceritakan kepadaku!"
"Ampun, ciangkun kami.... kami hanya diperintah. Kami diperintah untuk menghubungi rekan-rekan kami di dapur istana, menyerahkan sebungkus racun dan menaruhnya di masakan khas kegemaran Sribaginda .. . . ampun kami hanya melaksanakan perintah"
"Perintah siapa?" bentak Coa-ciangkun.
"Perintah...perintah Bouw Koksu dan Pangeran"
"Siapa saja rekan-rekan kalian yang menjadi anak buah Bouw Kokso yang bekerja di dekat Sribaginda" Jawab?" Kini Sia Su Beng yang membentak. Dua orang itu dengan bergantian menyebutkan nama beberapa orang dayang, thai-kam dan juru masak yang menjadi kaki tangan Bouw Koksu dan diselundupkan ke dalam istana, seperti yang telah mereka hafalkan dari pemberitahuan Sia Su Beng.
Para panglima menjadi marah sekali, dan keraguan mereka menipis. "Jahanam busuk! Kalian telah berani melaksanakan perintah Bouw Koksu dan Pangeran Untuk meracuni Sribaginda!" Sia Su Beng membentak, dan marah sekali.
"Ampun.... hamba berdua hanya melaksanakan perintah.... hamba mohon ampun..."
"Keparat!" Tiba-tiba tangan Sia Su Beng bergerak dan dua orang itu terpelanting roboh dan tewas seketika karena kepala mereka menerima pukulan maut panglima itu. Semua panglima terkejut.
"Ah, kenapa engkau membunuh mereka, Sia-ciangkun" Bukankah mereka itu menjadi saksi dan bukti bahwa pembunuhan itu direncanakan oleh Bouw Kok dan Pangeran?" Para panglima menegur
"Hemm, untuk apa menyiarkan rahasia busuk ini kepada orang luar" Bukankah itu hanya akan memalukan saja" Pangeran yang kita anggap sebagai pengganti Kaisar kelak, ternyata adalah orang anak yang tega membunuh ayah sendiri! Dan Bouw Koksu ternyata seorang hamba yang pengkhianat dan tidak setia. Bagaimana kita dapat membiar berita busuk ini terdengar orang?"
"Akan tetapi besok pagi Pangeran An Kong akan mengumumkan bahwa dia menggantikan Sri baginda yang wafat menjadi Kaisar baru!" kata Coa-cian kun.
"Coa-ciangkun, haruskah kita biarkan saja hal itu terjadi" Bagaimana mungkin kita membela seorang kaisar yang tega membunuh ayah kandung sendiri" Kalau dia tega terhadap ayah kandung sendiri, apa lagi terhadap kita orang-orang lain. Selama kita dapat dipergunakan, dia bersikap baik, akan tetapi setelah kita tidak dibutuhkan tentu kitapun akan dibunuh dengan kejam seperti yang dia lakukan terhadap ayahnya."
Mendengar ucapan Sia Su Beng itu, semua panglima tertegun. Mereke melihat betapa masa depan mereka suram kalau pangeran An Kong dibiarkan menjadi kaisar. Apa lagi di antara para panglima itu banyak yang berdarah Han. kalau pendukung utama Pangeran An Kong adalah Bouw Koksu, tentu orang Khitan ini yang akan memegang peranan penting dan mereka semua hanya akan menjadi bawahannya saja.
''Kita tidak boleh membiarkan Pangeran durhaka itu menjadi kaisar!" akhirnya Coa-ciangkun berkata.
Semua panglima setuju. "Lalu apa yang harus kita lakukan, Sia-ciangkun?"
"Kalau cu-wi ciang-kun percaya kepadaku, serahkan saja urusan ini kepadaku. Aku yang akan bertindak mencegah pangeran menjadi kaisar."
"Tentu saja kami percaya kepadamu, Sia-ciangkun. Akan tetapi kalau pasukan pendukung pangeran menggunakan kekerasan?"
"Kita hadapi mereka. Kita harus mempersiapkan pasukan kita secara diam diam, membuat barisan mengepung istana, menjaga kalau mereka menggunakan kekerasan," kata Sia-ciangkun dan semua orang setuju.
Demikianlah, Sia Su Beng dengan cerdik sekali telah berhasil membuat para panglima menentang pangeran dan Bouw Koksu, dan menunjuk dia sebagai panglima pimpinan.
0odwo0 "Ehh" Kenapa melamun dan terima saja memandang ke arah perginya Sia ciangkun dengan pasukannya" Wah, kau agaknya kehilangan setelah ditinggalkan panglima yang gagah itu, ya?" Hui San menggoda.
Kui Lan membalik dan memandang pemuda itu dengan alis berkerut dan mata marah. "Souw-twako, aku tahu engkau main-main, akan tetapi jangan keterlaluan kalau main-main. Engkau tahu sendiri betapa adikku Kui Bi saling mencinta dengan Sia-ciangkun, bagaimana engkau sekarang berani menggodaku seperti itu?"
"Maaf, seribu kali maaf, Lan-moi.. Aku aku hanya main-main. Habis, engkau nampak melamun seperti itu ih, tidak cepat-cepat kita mulai melakukan perjalanan kita yang amat jauh ke barat!"
Karena pemuda itu minta maaf dengan wajah yang sungguh-sungguh menyatakan penyesalannya, Kui Lan yang lembut hati sudah melupakan singgungan itu. "Twako, aku tidak akan pergi ke barat."
"Ehh ?" Wajah yang tadinya penuh senyum itu kini terbelalak dan melongo. "Apa maksudmu" Kenapa,. Lan-moi?" Dalam sinar mata pemuda itu timbul sesuatu yang membuat hati Kui Lan mengkal lagi. Pandang mata cemburu!
"Kenapa kau tanya" Twako, bagaimana mungkin aku pergi dan membiarkan adikku sendirian saja kembali ke kota raja?"
"Aihh, bukankah kita semua sudah membagi tugas, Lan-moi" Dan adikmu tidak kembali kesana sendirian, melainkan bersama Sia-ciangkun yang dicintanya. Sia-ciangkun akan melindunginya kukira engkau tidak perlu khawatir."
"Bukan hanya karena adikku Kui Bi saja, twako. Juga kita tidak mungkin pergi ke barat dengan meninggal sesuatu yang teramat penting. Lupakah engkau bahwa Mestika Burung Hong Kemala masih berada di kebun rumah yang kini ditempati Bouw Koksu" Dan hanya kita berdua yang mengetahui tempat itu. Bagaimana mungkin kita berdua pergi meninggalkan pusaka itu di sana" Tidak twako. Sebaiknya kita membagi tugas lagi. Engkau saja ke barat dan melapor kepada kakakku Cin Han dan kepada Sri baginda, sedangkan aku akan kembali ke kota raja. Kalau ada kesempatan, aku akan mengambil Mestika Burung Hong Kemala itu dan setelah aku mendapatkan pusaka itu, barulah aku akan menyusul ke barat. Apa artinya kita menghadap Sribaginda di barat kalau tanpa membawa pusaka itu?"
Hui San mengerutkan alisnya, wajahnya yang tampan kehilangan kecerahnya, kemudian dia mengangguk-angguk, "engkau memang seorang gadis yang hebat, Lan-moi. Engkau cantik jelita,lembut, lihai dan juga cerdik bukan main. aku salut! Mari kita kembali ke kota raja. Engkau benar sekali!"
"Kita" Maksudku, kita membagi tugas, engkau melanjutkan perjalanan ke barat dan aku kembali ke kota raja... "
"Tidak mungkin, Lan-moi. Aku membiarkan engkau kembali seorang diri ke kota raja" Aku belum sinting! Kemanapun engkau pergi, aku harus menemani, Lan-moi .... yaitu ... kalau engkau suka tentu saja. Aku tidak ingin engkau terancam bahaya, hidupku tidak akan beres lagi kalau kita berpisah dan aku selalu mengkhawatirkan keselamatanmu."
Kui Lan menatap wajah pemuda itu. Wajah yang tampan dan selalu nampak riang, dengan senyum yang sukar meninggalkan bibir itu, dan mata yang lalu memandang Jenaka, wajah yang nampaknya tidak dapat susah, tidak dapat marah dan tidak dapat serius. Baru sekarang, atau semenjak hatinya melepaskan Sia Su Beng karena perwira itu mencinta dan dicinta adiknya, ia memperhatikan pemuda ini.
"Souw-twako, kita baru saja berkenalan, kenapa engkau begini memperhatikan aku?"
"Baru berkenalan" Aih, Lan-moi semenjak aku berpura-pura sinting menganggu dahulu itu, aku sudah mulai mengenalmu dengan baik, dan biarpun akhirnya kita belum berkenalan, namun dalam bathinku, engkau telah menjadi seorang sahabatku terbaik."
"Tapi, kenapa engkau begini memperdulikan aku, mengkhawatirkan keselamatanku" Kita tidak mempunyai kaitan apapun, orang lain dan tidak ada hubungan apa-apa ..."
"Lan-moi, bukankah kita sama-sama memperjuangkan bangkitnya kembali kerajaan Tang" Kita seperjuangan! Dan biarpun bagimu di antara kita tidak ada kaitan apapun, bagiku ada kaitannya yang erat sekali. Lan-moi, maafkan aku kalau aku berterus-terang kepadamu. Sejak aku melihatmu, aku aku tahu bahwa hidupku tidak ada artinya lagi tanpa adanya engkau di dekatku. Aku...... agaknya seperti inilah rasanya cinta seperti yang pernah kubaca dalam dongeng, yakni kalau boleh aku lancang mulut mengaku cinta padamu... " dan Pemuda yang biasanya lincah jenaka dan pandai bicara itu, kini mendadak saja menjadi gagap gugup dan salah tingkah, bahkan tidak berani memandang langsung kepada gadis itu!
Melihat ini, Kui Lan tersenyum geli. Betapa mudahnya untuk menyukai pemuda ini, pikirnya. Memang tidak seperti Sia Su beng yang gagah dan berwibawa, juga memiliki kekuasaan. Akan tetapi Souw Hui San ini tidak kalah tampan walau nampak ugal-ugalan dan sederhana, dan juga ia merasa yakin bahwa dalam hal ilmu silat, pemuda murid Gobi-pai ini tidak kalah lihai dibandingkan Sia Su Beng. Akan tetapi baru saja ia seperti kehilangan Sia Su Beng, mengalah terhadap adiknya, bagaimana ia dapat begitu cepat membalas cinta seorang pemuda ini"
"Souw-twako, engkau seorang yang gagah dan baik sekali, bahkan telah berulangkali menolongku. Terima kasih atas perhatianmu kepadaku, akan tetapi, twako, dalam keadaan seperti seorang ini, di mana tugas menanti kita bagaimana kita dapat bicara tentang perasaan hati pribadi kita" Maafkan kalau aku belum dapat menanggapi dan jawabmu sekarang. Akan tetapi aku suka sekali bekerja sama denganmu twako dan kalau memang engkau menghedaki kita kembali bersama ke kota raja, demi adikku, demi pusaka itu, akupun akan merasa senang sekali."
Wajah itu menjadi segar kembali, matanya berkilat dan bersinar-sinar, mulutnya dihiasi senjumnya yang gembira. "Wah, apa lagi yang kuinginkan" Kalau engkau tidak marah oleh ucapanku tadi, kalau engkau membiarkan aku menemanimu, hal itu sudah merupakan berkah yang membahagiakan hatiku, Lan-moi. Engkau benar, aku yang lancang mulut, belum tiba saatnya kita bicara tentang .... eh, itu ...! Mari kita kembali ke kota raja!"
Akan tetapi tiba-tiba mereka menghentikan percakapan dan memandang arah barat. Telinga mereka menangkap derap kaki kuda yang datangnya dari arah barat. Tak lama kemudian, jauh di depan, muncul dari balik tikungan, tampak dua orang penunggang kuda membalapkan kuda mereka. Debu mengepul tinggi ketika dua ekor kuda besar itu semakin mendekat
"Heiii.. Itu Han-koko !" kata Kui Lan.
"Benar, dan bukankah itu nona Can Kim Hong?"" teriak pula Hui San. karena tadinya mereka sengaja bersembunyi ke balik pohon karena curiga dan belum tahu siapa yang datang, kini meeeka keluar dan berteriak-teriak memanggil.
"Han-koko ! Heii, Han-koko..!!
"Nona Kim Hong .. .!" Dua orang penunggang kuda yang tadinya sudah lewat itu, mendengar panggilan mereka dan menahan kuda yang sedang membalap. Kuda berhenti dengan mengangkat kedua kaki depan keatas sambil meringkik karena penunggangn menahan kendali. Mereka membalik dan melihat Kui Lan dan Hui San.
"Lan-moi ...! Saudara Hui San...!!" Cin Han berseru gembira melihat mereka berdua. Dia dan Kim Hong segera berlompatan turun dari atas kuda, menambatkan kuda di pohon dan mereka lalu disambut oleh Hui Lan dan Hui San dengan gembira sekali. Lalu keempatnya duduk di atas batu di tepi jalan itu "Eh, kenapa kalian berdua berada di sini" Dan mana Kui Bi" Apa saja yang terjadi di kota raja?" Cin Han bertanya.
Dihujani pertanyaan itu, Kui Lan tersenyum. "Wah, banyak sekali yang terjadi di sana, koko. Kini Bi-moi baru saja tadi ikut pasukan Sia-ciangkun kembali ke kota raja dan kamipun hendak kembali ke sana. Kau tahu, Han-ko, Bi-moi telah berhasil membunuh An Lu Shan!"
"Ahhh ...!!" Kim Hong dan Cin Han berseru hampir berbareng karena mereka terkejut dan juga gembira mendengar berita itu.
"Bukan main adik kita itu! ia memang penuh keberanian. Ceritakan, bagaimana terjadinya, Lan-moi?" tanya Cin Han.
Kui Lan dan Hui San lalu menceritakan tentang semua yang terjadi, betapa Kui Bi berhasil menyusup sebagai dayang, kemudian ia malah dipergunakan oleh Pangeran An Kong dan Bouw Koksu untuk meracuni An Lu Shan. Kemudian mereka menceritakan betapa mereka semua dapat diselundupkan keluar dari kota raja dengan menyamar sebagai perajurit-perajurit dalam pasukan Sia Su Beng.
"Ah, bagus sekali kalau begitu! dan sekarang, di mana Bi-moi" Aku ingin memberi selamat atas keberhasilannya!" kata Cin Han gembira dan bangga bahwa adiknya berhasil membunuh An Lu Shan, hal ini merupakan suatu jasa yang amat besar.
"Setelah pasukan yang dipimpin Sia Su Beng sampai di sini dan kami di anjurkan pergi ke barat, Bi-moi tidak mau ikut dengan kami dan memaksa ikut Sia Su Beng kembali ke kota raja. Kau tahu, koko, adik kita itu tidak dapat berpisah dari Sia Su Beng, mereka saling mencinta."
Cin Han mengangguk-angguk. Dia tidak merasa heran. Sia Su Beng adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah juga seorang pendekar dan seorang pejuang yang setia kepada Kerajaan Tang. Sudah sepatutnya kalau pemuda seperti itu mendapatkan kasih sayang Kui Bi.
"Dan kalian hendak melakukan jalan ke barat"'" tanyanya sambil memandang kepada Hui San.
Kui Lan memandang kepada Hui San dan pemuda ini yang menjawab sambil tersenyum. "Tadinya memang kami akan menyusul ke barat, akan tetapi kami berdua mengambil keputusan untuk kembali saja ke kota raja setelah keadaan aman. Pertama, adik Kui Lan tidak tega meninggalkan adiknya di kota raja yang masih berbahaya, dan ke dua, kami juga tidak mungkin dapat meninggalkan Mestika Burung Hong Kemala yang kami sembunyikan itu. Kami harus mengambilnya dulu dan mengeluarkannya dari kota raja."
"Kalau begitu, bagus sekali. Kami juga hendak ke kota raja. Kita haus membantu Sia-ciangkun dan juga adik Kui Bi," kata Cin Han.
"Koko, bagaimana sih engkau dan enci Kim Hong dapat cepat kembali ke sini" Bagaimana keadaan di barat sana?" tanya Kui Lan dan kini giliran Cin Han dan Kim Hong yang menceritakan pengalaman mereka.
"Di sana juga telah terjadi banyak hal, dan yang terpenting adalah bahwa sekarang Sri baginda Hsuan Tsung telah menyerahkan mahkota kepada Pangeran Mahkota, sehingga yang menjadi kaisar adalah Kaisar Su Tsung. Kami telah menghadap kaisar dan bertemu dengan Panglima Kok Cu It. Kami melaporkan semua yang telah terjadi di kota raja Biarpun Panglima Kok Cu It juga sudah banyak mendengar laporan dari para mata-mata yang dikirim ke sana, namun laporan kami banyak gunanya, terutama tentang usaha Bi-moi menyusup ke istana untuk membunuh An Lu Shan. Kaisar dan panglima Kok menghargai sekali bantuan kita.
"Bagaimana dengan kekuatan pasukan kerajaan Tang di barat?" tanya Hu San.
"Baik sekali, Panglima Kok Cu It dan Kaisar telah berhasil menghimpun kekuatan di sana. Dengan memperlihatkan Mestika Burung Hong Kemala, yang kita ketahui adalah palsu akan tetap tidak diketahui oleh para kepala suku di barat, mereka berhasil mendapatkan bantuan rakyat berbagai suku. Baik pribumi Han sendiri, maupun suku-suku lain, dibantu pula oleh bangsa Turki bahkan ada pasukan yang dikirim oleh kepala bangsa itu, yaitu Caliph yang mengirimkan sepasukan bangsa Arab untuk membantu gerakan pasukan Kerajaan Tang yang hendak merebut kembali tahta kerajaan yang telah dirampas An Lu Shan."
"Ah, bagus sekali kalau begitu, kapan mereka bergeraki" tanya Hui San.
"Mereka sudah siap bergerak, karena itu kami diperintahkan untuk mendahului dan mempersiapkan bantuan bersama S ia-ciangkun"
"Enci Hong, bagaimana dengan usahamu mencari ayah kandungmu" Apakah berhasil?" tanya Kui Lan.
Kim Hong tersenyum manis dan mengerling kepada Cin Han. "Berkat bantuan kakakmu, aku berhasil bertemu dengan ayah kandungku yang aseli. Ayahku memang bernama Can Bu dan sampai kini ia masih seorang perwira kepercayaan Panglima Kok Cu It."
"Wah, ayahnya seorang perwira yang gagah perkasa, sama sekali tidak seperti Ciang Kui yang mengaku-aku ayahnya itu!" kata Cin Han tertawa. "Ayahnya seorang perwira yang lihai, juga setia kepada kerajaan. Aku ikut merasa bangga dan kagum bertemu dan berkenalan dengan ayahnya"
Seruling Gading 9 Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Sejengkal Tanah Sepercik Darah 2
^