Misteri Pulau Neraka 3
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 3
mundur sendiri?" "Aku jadi berpikir-pikir, andaikata sampai terjadi pertarungan lantas apa yang mesti kulakukan?"
Diam-diam Cin Poo-tiong mengangguk setelah merenung
sebentar jawabnya: "Saudara cilik, apakah kau takut kalau sampai salah
melancarkan serangan hingga melukainya?"
"Bukan dia, melainkan mereka..."
"Saudara cilik, kau menganggap diatas pulau itu
berpenghuni lebih dari satu orang?" Cin Poo-tiong ikut tertawa.
"Tentu saja bukan cuma satu orang," jawab Oh Put-kui,
"kalau cuma satu orang saja, mengapa dia baru pada
kesempatan yang ke empat baru menggunakan ilmu pedang
terbang untuk menakut-nakuti dirimu?"
"Yaa, betul juga perkataan saudara cilik...." Cin Poo-tiong
tertawa. Setelah merenung sebentar, kembali ujarnya:
"Padahal kau juga tak usah merasa sedih, andaikata kita
dapat naik ke atas darat, kalau bisa berusahalah untuk saling
bersua muka dengan pihak lawan..."
"Yaa, terpaksa kita memang harus berbuat demikian."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, perahu kecil
itu sudah berada lebih kurang sepuluh kaki dari tepi pantai.
Sementara itu, pengemis pikun sudah ngeloyor pergi dari
buritan perahu menuju ke-depan. geladak dan menyembunyikan diri dibelakang Oh Put Kui, tampaknya dia
hendak mempergunakan si anak muda itu sebagai
tamengnya. Sudah barang tentu Oh Put Kui mengetahui akan hal ini,
tapi ia justru berlagak seakan-akan tidak tahu.
Dalam pada itu perahu yang mereka tumpangi makin lama
semakin mendekat, dari jarak sembilan kaki menjadi delapan
kaki.... jaraknya semakin lama semakin menjadi pendek.
Tapi suasana diatas pulau itu masih tetap hening, sepi dan
tak kedengaran sedikit sua rapun, sedemikian sepinya sampai
semua orang yang berada didalam perahu dapat mendengarkan debaran jantung masing-masing, sementara
itu jarak dengan pulau itu sudah makin pendek lagi, enam kaki
sudah dilampaui kini makin mendekati jarak lima kaki... empat
kaki... Si nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo tiong telah
menyelinap kcburitan perahu dan menggantikan pemuda
kekar tersebut untuk memegang kemudi, sementara pemuda
itu sendiri mengambil sebatang gala panjang dan bersiap-siap
untuk mendekati pantai. Kini jaraknya tinggal tiga kaki... dua kaki
Makin lama pulau itu makin dekat, namun tiada sesuatu
kejadian apapun yang berlangsung didepan mata.
Segala sesuatunya tetap hening, sepi tak kedengaran
suara pun, selain gulungan ombak yang memecah kepantai,
tiada gerakan apapun yang kerja disana.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Oh Put Kui nampak agak tertegun oleh kejadian tersebut,
apa yang terjadi didepan mata benar-benar berada diluar
dugaannya, Cin Poo-tiong paling tercengang oleh kejadian
tcrsebut, dia sampai termangu-mangu dibuatnya.
Tampaknya perahu itu segera akan mendekati tepi pantai
berkarang, kini jaraknya sudah tinggal satu kaki.
Mendadak... Dalam suasana yang penuh ketegangan tersebut, dan
tengah udara berkumandang suara petikan harpa yang amat
keras dan memekikkan telinga.
Begitu suara harpa tersebut berkumandang, empat orang
yang berada dalam perahu segera merasakan suatu
getarakan keras didalam hati mereka.
Malahan pemuda yang membawa gala panjang sambil
mempersiapkan pendaratan itu hampir saja terjungkal
kedalam laut. Oh Put Kui tertawa hambar, tiba-tiba sepasang tangannya
dirangkapkan didepan dada, lalu sambil memejamkan
matanya dia berdiri tenang.
Segulung bau harum yang menyejukkan dengan cepat
menyebar keempat penjuru, demikian sedapnya bau itu
membuat semangat orang serasa berkobar kembali.
Thian-Iiong-sian-kang memang terbukti merupakan suatu
Kepandaian maha sakti dari dunia persilatan.
Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong, si pengemis
pikun Lok Jin Ki dan pemuda kekar yang berada diatas
perahu, sesungguhnya sudah terpengaruh oleh getaran keras
itu sehingga kesadarannya hampir lenyap, tapi begitu Oh Put
Kui mengerahkan tenaga murninya, seketika itu juga mereka
jadi segar dan sadar kembali.
Dengan perasaan terkejut si Nelayan sakti dari lautan timur
segera menghela napas panjang, katanya:
"Saudara cilik, mau tak mau lohu mesti merasa kagum
sekali atas kemampuanmu..." sekarang perahu mereka sudah
merapat dengan daratan. Bersamaan dengan merapatnya perahu tersebut dengan
pantai, tiba-tiba saja suara harpa itu terhenti sama sekali.
Tak lama kemudian, dari arah pantai sana berkumandanglah suara pekikan panjang yang amat keras.
Oh Put Kui memandang sekejap rekan-rekannya, kemudian
berkata sambil tertawa. "Mari kita bersama-sama naik ke darat!"
Nelayan sakti dari lautan timur segera meninggalkan
beberapa pesan kepada pemuda kekar itu, kemudian dengan
mengikuti dibelakang Oh Put-kui serta pengemis pikun Lok
Jin-ki, dia melompat naik keatas daratan. Ternyata pulau
tersebut merupakan sebuah pulau karang yang penuh dengan
batuan tajam, Ketiga orang itu memperhatikan sekejap suasana
disekeiiling tempat itu, sekarang mereka baru tahu kalau
tempat itu merupakan sebuah tanah datar yang berbentuk dari
batuan karang yang datang, luasnya mencapai beberapa
hektar. Jarak antara tanah datar tersebut dengan permukaan laut
kurang lebih mencapai tiga kaki.
Oh Put-kui segera memberi tanda, dan ke tiga orang itupun
bersama-sama, melompat naik keatas tanah datar tadi.
Setelah berada di atas tempat itu, mereka bertiga baru
merasa terkejut sekali. Ternyata disana duduknya manusia yang berbaju aneka,
bahkan bukan cuma satu orang saja.
Lebih kurang beberapa kaki dihadapan ke tiga orang itu
duduklah berjajar tujuh orang kakek.
Oh Put-kui segera berkerut kening, kemudian sambil
menjura dan tertawa katanya:
"Baik-baikkah kalian bertujuh, orang tua" aku dan rekan-
rekanku telah datang mengganggu ditengah malam buta
begini. harap kehadiran kami bisa dimaafkan."
Ke tujuh orang kakek itu saling berpandangan sekejap,
kemudian bersama-sama mengangguk.
Dibagian tengah duduklah seorang kakek yang tinggi
besar, sambil mengerutkan keningnya yang licin dan tertawa
ramah, dia menegur: "Hei bocah, siapa namamu?"
"Aku bernama Oh Put-kui"
Sementara itu, kakek berwajah kuning berambut putih
sepanjang bahu yang duduk disamping kakek tinggi besar itu
sudah mengawasi terus jago muda kita dengan seksama
sejak Oh Put-kui munculkan diri dihadapan mereka.
Apalagi ketika mendengar Oh Put-kui mengutarakan
namanya, tampak sekujur badan nya bergetar keras.
Dengan sorot mata yang lebih tajam dia mengawasi wajah
anak muda itu makin tak berkedip...
Kakek yang tinggi besar itu segera tertawa, ujarnya: "Wahai
bocah ciIik, siapakah yang telah mewariskan ilmu silat
kepadamu" Mengapa kau tidak takut irama Liat-sim-kim-im
(irama harpa perctak hati) dari Mi Sim-kui-to, Kim-tiong seng-
jiu (."tosu setan pembingung hati, tangan sakti pemain harpa)
" Jarang sekali kujumpai manusia yang berkemampuan
seperti ini." Mendengar pertanyaan tersebut, Oh Put Kui segera tertawa
hambar. "Suhuku hanya seorang yang sudah mengasingkan diri dari
keramaian dunia, sekalipun diucapkan belum tentu ada
berapa orang yang mengenalnya, oleh karena itu kumohon
maaf kepada kakek bertujuh bila aku tak mampu menjawab
pertanyaan ini," kakek tinggi besar itu segera berpaling kearah
seorang hwesio gemuk yang duduk diurutan ke empat
darinya, kemudian tegurnya sambil tertawa:
"Hei, hwesio ! Apakah kau sudah dapat menduga asal
perguruan dari si bocah cilik ini ?"
Hwesio gemuk berjubah merah itu segera tertawa lebar.
"Menurut dugaan lolap, kemungkinan besar Siau-sicu ini
adalah muridnya Thian liong!"
"Aaaah... masa Thian-liong Sang-jin juga menerima
murid?" kata si kakek tinggi besar sambil tertawa.
"Yaaa, ilmu sakti naga langit memang tidak sepantasnya
lenyap dari peredaran dunia..."
Sementara itu, seorang tojin berbaju hitam yang duduk
diurutan ke enam menimbrung pula sambil tertawa:
"Saudara Ku, apa yang diucapkan Jian-gi memang betul,
kepandaian yang dipergunakan bocah itu untuk melawan Liat
sim kim-im dari pinto tadi tak lain adalah Thian-liong-sian-
kang!" Kakek tinggi besar she Ku itu segera tertawa terbahak-
bahak. "Haaahhh....haaahhh... haaahh... bocah cilik, kau pandai
mempergunakan ilmu Thian liong sian kang, sudah pasti kau
adalah muridnya Thian-Iiong Sang-jin! Entah ada urusan apa,
malam-malam begini kau datang berkunjung ke pulau kami?"
Walaupun Oh Put Kui sudah mendengarkan pembicaraan
dari beberapa orang kakek Itu, namua dia tidak merasakan
sesuatu yang aneh, berbeda halnya dengan si pengemis pikun
Lok-jin-ki serta si Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-
tiong. Tiba-tiba saja paras muka mereka berdua berubah hebat
sekali, perasaan ngeri dan segan segera menguasai seluruh
benak... Sekalipun mereka baru mendengar dua sebutan nama dari
si tosu dan si pendeta yang hadir disana, namun dari nama
Mi-sim-kui to (tosu setan pembingung hati) serta Jin-gi siansu,
tanpa terasa mereka pun terbayang pula akan nama-nama
dari lima orang sisanya...
Apalagi sesudah mereka mendengar panggilan "saudara
Ku" yang diucapkan si tosu tua terhadap kakek tinggi besar
itu, hal mana semakin membuktikan kalau apa yang diduga
mereka berdua dalam hatinya sedikitpun tidak meleset.
Pengemis pikun segera mendongakkan kepalanya dan
memandang sekejap kearah Cin Poo-tiong, kemudian bisiknya
dengan suara lirih: "Bu-lim-jit-sat kah mereka?"
Cin Poo-tiong segera manggut-manggut sambil menyahut
dengan suara amat lirih: "Yaa, betuI, mereka juga disebut Bu-lim- jit-seng ( tujuh
malaikat dari dunia persilatan)."
Kalau ditinjau dan orang-orang yang kebanyakan mati
ditangan mereka merupakan manusia-manusia berhati busuk
dan berdosa besar, ketujuh orang itu memang pantas kalau
dipanggil sebagai Jit seng ( tujuh malaikat ) cuma kalau dilihat
dari cara mereka melakukan pembunuhan secara kejam dan
brutal .." Belum habis ucapan tersebut diselesaikan nelayan sakti
dari lautan timur telah menukas sambil berbisik:
"Hei, pengemis, tahukah kau siapa yang duduk pada urutan
yang kelima itu ?" Dengan cepat pengemis pikun memperhatikan sekejap
kakek yang duduk diurutan kelima, kemudian sahutnya:
"Orang itu berwajah merah, dibawah dagu tiada jenggot
sementara sorot matanya tajam bagaikan sembilu, delapan
puluh persen orang itu adalah Toan-kiam-huang-seng ( si
latah berpedang kutung ) Liong Siau-thian!"
"Yaa, benar, memang dia," Nelayan sakti dari lautan timur
manggut-manggut, "sedari tadi dia terus menerus melototi kita
berdua. "Benarkah itu " Waaah kalau begitu aku sipengemis tak
akan mengajakmu untuk bercakap-cakap lagi, aku benar-
benar tak berani mengusik dirinya..."
Berbicara sampai disitu, pengemis pikun tersebut benar-
benar menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak berbicara lagi.
Sementara itu, Oh Put Kui sedang berbincang bincang
dengan ketujuh orang kakek tersebut:
"Umat persilatan telah menghadiahkan nama PuIau neraka
atau Pulau bisa pergi tak akan kembali untuk pulau kecil yang
kalian bertujuh huni ini, merekapun menganggap kalian
bertujuh sebagai iblis-iblis bengis yang kerjanya raenteror
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
serta membunuhi umat persilatan secara keji dan brutal."
Baru saja ia berbicara sampai disitu, sastrawan berkepala
uban berjubah kuning yang duduk diurutan ketiga mendadak
mendengus dingin. Oh Put Kui segera memandang sekejap kearahnya, namun
dengan tenang kembali dia berkata lebih jauh:
"Aku kurang percaya terhadap kabar berita yang tersiar
dalam dunia persilatan itu maka aku sengaja datang kemari,
pikirku bila kalian bertujuh benar-benar adalah kaum iblis keji,
mengapa pula kalian baru akan membunuh orang hanya bila
ada di pulau ini saja?"
Kakek pendek berbaju merah berambut putih yang duduk
dipaling ujung, tiba-tiba tertawa tergelak.
"Haaahhh haaahhh haaahhh bocah cilik, kau anggap kami
sudah membunuh banyak orang diatas pulau ini?"
"Aku sih tidak percaya!" Oh Put Kui tertawa.
"Haaahhh haaahhh haaahhh bocah, kalau toh kau tidak
percaya maka bagaimana dengan penjelasanmu tentang.
"Bisa pergi tak akan kembali" tersebut ?"
"ltulah tujuan dari kedatanganku kali ini!"
Mendadak sastrawan berambut putih yang diurutan ketiga
itu tertawa dingin. "Hmmm, kau hendak menggunakan gerak-gerikmu sendiri
sebagai bukti?" "Yaa, benar! Aku memang mempunyai maksud begitu."
"Sunggah bersemangat! Tampaknya loohu sekalian
bertujuh harus memenuhi keinginanmu itu..."
Mendadak kakek tinggi besar yang menjadi pemimpin
mereka itu tertawa nyaring.
Oh Put Kui sama sekali tidak terpengaruh oleh suara
tertawa itu, katanya pelan:
"Aku tidak mengarapkan bantuan dari cianpwee sekalian
untuk memenuhi keinginanku itu, setelah aku bisa datang
kemari, tentu bisa pergi pula meninggalkan tempat ini, cuma
julukan pulau neraka ini sebagai Bisa pergi tak akan kembali
pun mesti dirubah." Kakek tinggi besar itu menghentikan tertawanya, lalu
dengan wajah serius berkata:
"Sebenarnya pulau ini mempunyai nama sendiri"
"Ooh, benarkah itu" Sayang umat persilatan tiada yang
tahu akan hal ini!" Kakek tinggi besar itu tertawa, "Pulau kecil
yang tak bernama ini, sejak delapan belas tahun berselang,
yaitu semenjak lohu sekalian berdiam disini telah diberi nama,
dan nama itupun telah kami abadikan diatas sebuah tugu!"
"Apa nama pulau ini?"
"Jit-hu-to" "Pulau tujuh kesepian?"
Tiba-tiba Oh Put kui merasakan sesuatu perasaan yang
sangat aneh sekali. Tanpa terasa dia memiliki kembali kearah ke tujuh orang
kakek tersebut. "Tujuh orang kakek yang hidup menyendiri kesepian,
memberi nama pulau tujuh kesepian untuk pulau yang dihuni,
ehmm! Nama tersebut memang sesuai sekali!"
Walaupun daIam hati kecilnya dia berpikir demikian,
diluaran katanya segera: "Pulau tujuh kesepian memang merupakan nama yang
amat bagus, sekembalinya ke daratan Tionggoan nanti, pasti
akan ku umumkan hal ini kepada segenap umat persilatan di
dunia, agar mareka jangan menaruh perasaan salah paham
lagi... Belum habis dia berkata mendadak seseorangg telah
menukas sambiI tertawa: "Sekalipun mereka salah paham kepada kami, apa pula
yang bisa mereka lakukan terhadap lohu ?"
Orang yang berbicara kali ini adalah seorang kakek tanpa
jenggot yang duduk di urutan kelima.
Oh Put Kui memandang sekejap ke arahnya kemudian
berkata lagi sambiI tertawa.
"Apakah kau amat benci terhadap Umat persilatan?"
Kakek tak berjenggot ini tak lain adalah Toan-kim huan-
seng "si Latah berpedang kutung" Liong Siau-thian yang
disinggung pengemis tadi, diantara malaikat dunia persilatan
dialah orang yang paling angkuh dan latah.
Ucapan dari Oh Put kui tersebut, bagaimana mungkin bisa
diterima dengan begitu saja"
Kontan dia tertawa dingin, sambil mengeraskan suaranya,
kembali kakek itu berkata dengan Iatah"
"Bocah keparat, kan anggap lohu suka dengan gentong-
gentong nasi tersebut" Hmm, mencari nama, merebut
kedudukan pada hakekatnya sama sekali tidak berbau
kemanusiaan...." Belum habis dia berkata, si hwesio gemuk telah menyela
sambil tertawa: "Liong sicu, sedikitlah menahan diri dalam berbicara, watak
Liong-te dari dulu sampai sekarang masih saja berangasan
sedikitpun tidak berubah!" sambung kakek tinggi besar itu..
Setelah berhenti sebentar, diapun bertanya kepada Oh Put-
kui: "Bocah cilik, apakah kedatanganmu kemari atas perintah
dari orang lain?" Oh Put kui segera tertawa keras, "Dalam
dunia persilatan masih belum ada orang yang pantas untuk
memberi perintah kepadaku."
Sesudah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berpaling dan
memandang sekejap ke arah pengemis pikun, kemudian
katanya lebih jauh: "Aku amat sedikit berkenalan dengan
orang-orang persilatan didaratan Tionggoan..."
Ucapnya tersebut dengan cepat membuat wajah ketujuh
orang kakek itu berseri, sorot mata merekapun memancarkan
sinar aneh. Kakek kurus berwajah penyakitan yang duduk di urutan
kedua dan selama ini hanya membungkam terus itu,
mendadak tersenyum dan berkata:
"Nak, apakah orang tuamu juga jago kenamaan dari dunia
persilatan ?" Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba saja paras muka Oh
Put-kui berubah menjadi amat sedih.
Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kali,
sahutnya setelah menghela napas panjang:
Kalau dibicarakan sebenarnya memalukan sekali! Hingga
tahun iai, walaupun aku telah dua puluh tahunan namun
belum pernah kuketahui siapakah orang tuaku. Untuk itu,
harap cianpwe bertujuh jangan mentertawakan !"
Sekiias perubahan yang sangat aneh segera melintas
diatas wajah kakek ceking tanyanya lagi:
"Apakah gurumu tak pernah memberitahukan soal ini
kepadamu?" "lnsu tak pernah mau memberitahukan hal tersebut
kepadaku!" "Apakah sejak kecil kau dibesarkan oleh gurumu?" kembali
kakek ceking itu tertawa.
"Tampaknya memang begitu!"
"Nak, mengapa jawabanmu tidak meyakinkan?"
Tampaknya Oh Put-kui menaruh kesan yang baik terhadap
kakek ceking tersebut, dengan wajah termangu dia
memperhatikan kakek itu beberapa saat lamanya, kemudian
sambil tertawa dia berkata:
"Aku seakan-akan teringat pernah berdiam selama
beberapa waktu didalam sebuah gedung yang amat besar!"
"Ooh masih ingatkah kau nak, siapakah tuan rumah dari
gedung tersebut.?" Dengan cepat Oh Put-kui menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Waktu itu aku sedang belajar berbicara, jadi aku benar-
benar tak bisa mengingatnya secara jelas."
Kakek ceking itu nampak seperti amat kecewa, dia
menghela napas panjang. Untuk beberapa saat lamanya dia tidak berbicara lagi.
Tiba-tiba tojin berbaju hitam itu tertawa, katanya:
"Saudara Oh, kau tak usah memikirkan lagi, jika takdir
sudah menghendak demikian apakah kau dapat merubahnya
secara paksa" Andaikata dia akan kembali, sedari dulu dia
sudah kembali..." Kakek ceking itu segera tertawa getir.
"Lohu cukup memahami teori tersebut, cuma..."
Tertawa getir dari si kakek itu mendadak berubah menjadi
suara sesenggukan yang tertahan.
Oh Put-kui menjadi tak tega menyaksikan kejadian seperti
itu, tanpa terasa segera serunya:
"Locianpwe, mengapa kau bersedih hati?"
"Nak, ketika lohu menjumpai dirimu, tanpa terasa aku jadi
teringat dengan putraku yang sudah lenyap amat lama."
"Kini putramu berada dimana?" tanya 0h-Put-kui sambil
tertawa, Dangan cepat kakek ceking itu menggeleng
"Seandainya lohu tahu, tak akan begini sedih hatiku!"
Kembali Oh Put-kui tertawa, "Locianpwe! beritahukan
kepadaku siapa nama putramu itu, sekembalinya kedaratan
pasti akan kucari putramu itu dan menyuruhnya datang kemari
untuk menjumpaimu." "Anak baik, lohu mengucapkan banyak terima kasih dulu
atas kesediaanmu itu!" kakek ceking itu tertawa terharu.
"Aaaah urusan kecil seperti itu mengapa mesti dipikirkan"
silahkan kau sebutkan nama anakmu itu!"
"Lohu dari marga Oh, tentu saja anak itupun berasal dari
marga Oh pula, sewaktu lohu meninggalkan dia, aku tak
sampai memberi nama kepadanya, oleh sebab itu lohu sama
sekali tidak tahu siapakah namanya."
Mendengar perkataan itu, Oh Put-kui menjadi tertegun
untuk beberapa saat lamanya.
Masa seorang ayah tidak mengetahui nama putra" Hopo
tumon! Disamping itu, kalau dia diharuskan mencari seorang
pemuda she Oh didalam dunia persilatan yang begitu luas,
mana mungkin ia dapat menemukannya" Apakah keadaan
tersebut tidak ibaratnya mencari sebatang jarum didasar
samudra" Melihat pemuda itu termenung tidak menjawab, kembali
kakek ceking itu berkata:
"Kalau dihitung-hitung, maka tahun ini mestinya putraku itu
indah berusia dua puluh satu tahun!"
"Ooh, itu berarti seusia dengan diriku?" pikir Oh Put-kui di
dalam hati, "tapi itupun masih sulit untuk mencarinya..."
Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata: "Locianpwe,
sewaktu kau pergi meninggalkannya dulu, kau telah serahkan
putramu itu kepada siapa agar merawatnya?"
Sambil menghela napas kakek ceking itu menggerakan
kepalanya berulang kali. "Waktu itu lohu sedang berada dalam keadaan tak sadar."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata kakek itu,
katanya lagi sambil tertawa.
"Aaaah sekarang lohu sudah teringat, bila kau bisa
menemukan Han san-it-koay "manusia aneh dari bukit Hau-
san" Kok Cu-keng atau salah seorang diantara empat jago
pedang dibawah pimpinan Ceng-thian-kui-ong "raja setan
penggetar langit" Wi Thian-yang, mungkin bisa kau temukan
setitik sinar terang. Mendengar perkataan itu, kembali Oh Put kui memutar
otaknya untuk memikirkan persoalan itu dengan seksama.
Sebenarnya kakek ini seorang pendekar yang lurus"
Ataukah seorang iblis sesat"
Mengapa dia menyuruhnya menanyakan soal putra itu
kepada beberapa orang gembong iblis tersebut"
Tapi sewaktu sorot mata Oh Put-kui bertemu dengan sinar
mata si kakek ceking yang penuh permohonan itu, akhirnya
tak tahan dia segera mengangguk.
"Baiklah, aku akan mencari salah seorang diantara kelima
gembong iblis tersebut untuk menyelidiki pesoalan ini..."
"Nak, kalau begitu aku menantikan kabar beritamu..."
Oh Put Kui tertawa hambar dan manggut-manggut..
"Aku pasti akan mengusahakan dengan sepenuh tenaga
untuk menemukan kembali putra kesayangan locianpwe!"
Sorot matanya segera dialihkan kembali kewajah kakek
tinggi besar itu, kemudian katanya sambil tertawa:
"Bolehkah aku tahu nama besar dari cianpwe bertujuh..."
Kakek tinggi besar itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh... haaahhh...haaahhh...bocah, nyalimu benar-
benar besar! semenjak lohu sekalian menetap dipulan tujuh
kesepian ini, belum pernah ada orang asing yang bisa
memasuki tempat ini lagi, tapi sekarang bukan saja kau
sibocah berani datang kemari, bahkan berani pula
menanyakan nama kami bertujuh, selama delapan belas, baru
kejadian pada hari ini merupakan suatu peristiwa besar!"
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Kalau didengar dari pembicaraan locianpwe itu, aku
seharusnya merasa bangga, cuma....."
Sorot matanya berkilat, setelah memandang sekejap
sekeliling tempat itu,, katanya sambil tertawa.
"Locianpwe, tapi aku justru merasa sedi-kitpun tidak luar
biasa.." Kakek yang tinggi besar menjadi tertegun setelah
mendengar perkataan itu, serunya:
"Bocah, mengapa kau merasa sedikitpun tidak luar biasa?"
Oh Put Kui tertawa. "Dengan menumpang sebuah sampan menembusi ombak,
mendarat di pulau ditengah malam buta, lalu dengan
kedudukan sebagai boanpwe menyambangi jago lihay dari
dunia persilatan kalau dibilang luar biasa, sesungguhnya
kejadian ini hanya suatu peristiwa biasa saja."
Sastrawan berambut putih itu yang duduk pada urutan
ketiga itu segera mendengus dingin.
"Hmmmm, pandai betul orang ini bersilat lidah!"
"Apakah locianpwe merasa kurang leluasa?"
Paras muka sastrawan berambut putih itu segera berubah
menjadi dingin bagaikan es, katanya:
"Lohu paling benci dan muak terhadap manusia-manusia
yang tak pernah mendapat pendidikan,"
"Haaahhh...haaahhh... haaahh... benar, aku memang hidup
sebatang kara dan berkelana kian kemari, aku memang
kekurangan pendidikan keluarga. jadi perkataan locianpwe itu
tepat sekali." Oh Put Kui tertawa tergelak.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Ucapan tersebut diutarakan dengan nada cukup tajam,
untuk sesaat lamanya sastrawan berambut putih itu malah
dibuat tertegun, melongo dan ternganga sampai tak mungkin
mengucapkan sepatah katapun.
Pengemis pikun yang menyaksikan kejadian ini segera
tertawa terkekeh-kekeh karena kegelian.
Sebaliknya si Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong
berkerut kening, dia tahu begitu pengemis pikun tertawa,
kemungkinan besar akan menimbulkan gara-gara di sana.
Benar juga, dengan pandangan dingin sastrawan berambut
putih itu melotot sekejap kearah pengemis pikun, kemudian
tegumya: "Apa yang kau tertawakan?"
Sekalipun dalam hati kecilnya pengemis pikun merasa
takut, namun dimulut ia tak mau mengalah.
"Aku merasa hidupku gatal sekali, tentu saja suara tertawa
ku segera meledak." "Kau yang bernama Lok Jin-ki ?" tiba-tiba mencorong sinar
tajam dari balik mata sastrawan berambut putih itu. . "Aaahh..
betul, dan kau, bukankah adalah Leng Tor pengemis Pikun?".
Sastrawan berambut putih itu tak lain adalah Ciat-cing
kongcu kongcu Saan Leng To dari Bu-lim-jit-seng !
Lantas saja amarahnya berkobar.
"Pengemis busuk, kau berani menyebut nama lohu secara
langsung , Hm " Tiba-tiba nyali si pengemis pikun seperti menjadi
bertambah besar, ia malah tertawa tergelak.
"Haaahhh.. haaahh.... haaahhh.. apa salahnya" Kau bisa
memanggil namaku, apakah aku tak dapat memanggil
namamu" Masa dikolong langit terdapat persoalan yang
begitu tak tahu aturan seperti kejadian ini...!"
Kalau dibilang dia pikun, ternyata ucapan pengemis ini
sedikitpun tidak nampak pikun
Sekali lagi Ciat-cing-kongcu Leng To di buat terbungkam
dan tak sanggup menjawab lagi.
Pada saat itulah sikakek pendek yang duduk diurutan
paling buncit tertawa nyaring.
"Lo-sam, tak usah ribut lagi dengan si pikun itu." katanya
cepat, "memandang pada ketidak beraniannya bersama
nelayan sakti dari lautan timur untuk menyebutkan nama
sendiri setelah berjumpa dengan kita, lepaskan saja mereka!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan kontaa saja paras muka
pengemis pikun dan nelayan sakti dari lautan timur berubah
menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
Oh Put Kui-yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertawa
geli, pikirnya: "Ternyata mereka sudah saling mengenal satu sama
lainnya!" Berpikir sampai disini, pemuda itu lantas berkata:
"Lok tua, kau kenal dengan locianpwe..."
Dengan perasaan agak rikuh, pengemis pikun segera
mengangguk, sahutnya sambil tersenyum.
"Yaaa... yaaa... cuma... cuma tak berani mengenali saja!"
Perkataan apa itu" Dengan ucapannya itu, bukankah sama
dengan mengertikan dia tak kenal dengan mereka"
"Bagaimana kalau kuperkenalkan untukmu?" kata Oh Put
Kui kemudian sambil tertawa.
Dengan gelisah pengemis pikun segera menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal.
"Soal ini... soaI ini..!"
Sampai setengah harian lamanya, dia mengucapkan kata
"soal ini..." saja, tiada kau selanjutnya yang terdengar.
Sambil menggeIengkan kepalanya, Oh Put Kui segera
tertawa tergelak. "Lok tua, rupanya kau semakin pikunnya sampai lupa
dengan nama mereka semua?"
"Yaa, betul! Betul. Tiba-tiba saja aku si-pengemis telah
menjadi pikun kembali."
Ternyata dia telah manfaatkan kesempatan itu melepaskan
diri dari belenggu. Terpaksa Oh Put Kui tertawa lagi.
"Kalau memang tidak ingat, yaa-sudahlah..."
Dia lantas berpaling kearah ketujuh orang kakek itu dan
berkata: "Locianpwe, apakah aku pantas untuk mengetahui nama
dari kalian bertujuh?"
Perkataan itu diucapkan dengan nada berat dan serius.
Ke tujuh orang kakek itu segera saling berpandangan
sekejap, ternyata mereka mengangguk.
Dengan suara lantang, kakek yang tinggi pesat itu berkata.
"Memandang pada kedudukanmu sebagai muridnya Thian-
liong siancu, baiklah, untuk kali ini saja lohu sekalian akan
melanggar kebiasaan..."
Setelah berhenti sebentar dan tersenyum dia melanjutkan.
"Dalam dunia persilatan lohu sekalian bertujuh disebut oleh
manusia dari golongan putih sebagai Jit-seng (tujuh malaikat),
tapi oleh kaum hitam dan sesat, kami di sebut pula sebagai
Jit-sat (tujuh iblis), nah bocah, pernakah kau dengar nama
itu?" Diam-diam Oh Put Kui merasa amat terperanjat setelah
mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Sudah lama aku mendengar tentang nama besar Bu-lim-
jit-seng, sungguh tak disangka kita dapat bersua muka disini!"
Kakek tinggi besar itu tertawa tergelak.
Inilah yang dinamakan: Ditempat mana saja manusia dapat
bertemu. Nah bocah, lohu akan menyebutkan nama kami
bertujuh menurut urutannya:
Pertama adalah It-oi-kit-sn (pertapa bodoh Ku Put-beng),
Kedua, Lee-hun mo-kiam (pedang iblis pelepas sukma) Oh
Ceng-thian. Ketiga. Ciat-cing Kongcu (kongcu tidak berperasaan) Leng-
to, keempat, Jian-gi sian su.
Ke lima. Toan-kiam-buang-seng (manusia telah latah
berpedang kutung) Liong-siau-thian.
Ke enam, Mi sim-kui-to "tosu setan pembingung sukma",
Ke tujuh, Tiang pek-cui-siu "kakek pemabuk dari bukit
Tiang-pek" Tujikhong.
Nah, bocah, ingatkah kau dengan kami semua?"
"Boanpwe telah mengingatnya semua!" buru-buru Oh Put
Kui tertawa dan menjura. Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata:
Selatta berada dalam dunia persilatan cianpwe bertujuh
selalu menegakan kebenaran dan bernama besar, meski
hawa membunuhnya kelewat tebal namun toh cukup
menggidikkan hati kaum iblis, tapi entah apa sebabnya
sehingga mengasingkan diri ketempat terpencil ini dan
membiarkan kaum durjana dan kaum penjahat meraja lelah
dalam dunia persilatan" sekalipun aku tak becus namun
persoalan ini sungguh membuat hatiku tidak habis mengerti!"
Siapapun tidak menyangka kalau pemuda itu akan
berbicara dengan nada teguran.
Untuk sesaat, ke tujuh orang kakek itu menjadi tertegun.
Tapi akhirnya si kakek pendek, Tiang pek cui Tu Ji-khong
menjawab: "Bocah, maksudmu didalam dunia persilatan telah terjadi
kekalutan dan mara bahaya, pembunuh berdarah sudah mulai
berlangsung dalam dunia persilatan."
Oh Put kui mengangguk. "Tidak sampai setahun, dunia-
pasti akan kacang balau tak karuan."
Tiba-tiba Ciat-cing kongcu Leng To tertawa dingin,
tegurnya: "Hei bocah, kalau berbicara jangan mencla-mencle begitu,
sungguh membuat jemu orang yang mendengar! sebenarnya
apa yang telah terjadi didalam dunia persilataa" Mengapa
tidak kau terangkan lebih jelas?" . Oh Put-kui segera
tersenyum. "Aku takut cianpwe bertujuh tidak sabar mendengar cerita
semacam itu, maka aku sungkan untuk mengatakannya, tapi
kalau toh kakek Leng ingin mengetahuinya, sudah barang
tentu dengan senang hati akan kukisah kan keadaan dunia
persilatan yang sebenarnya...."
Kembali dia tertawa, kemudian secara ringkas mengisahkan empat buah peristiwa berdarah yang telah
terjadi didalam dunia persilatan baru-baru ini.
Benar juga, setelah mendengar cerita tersebut paras muka
ketujuh orang kakek itu berubah hebat.
Dengan kemarahan yang meluap, si kakek kutung Liong
Siau-thian membentak keras.
"Apakah sudah diselidiki siapa pembunuhnya?"
Oh Put-kui menggeleng. "Andaikata pembunuhnya sudah diketahui akupun tak akan
datang kemari...." Mendadak Tiang pek-cin-siu tertawa tergelak.
"Haaaahhh... haaaahhhh.... haaaahh..... bocah, apakah kau
mencurigai lohu bertujuh?"
Agak memerah paras muka Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, sahutnya sambil tertawa.
"Sebelum aku berjumpa dengan cianpwee bertujuh,
memang telah terlintas perasaan curigaku terhadap penghuni
pulau kecil ini..." "Dan sekarang?"
"Sekararig rasa curigaku sudah hilang, aku tahu
pembunuhnya adalah orang lain."
It-ci Kit-su Ku Pu-beng yang menjadi pemimpin diantara
ketujuh orang kakek itu turut tertawa tergelak, katanya:
"Bocah, apakah kau bermaksud untuk memikul tanggung
jawab tersebut..." Oh Put Kui tertawa hambar.
"Demi menegakkan keadilan dan kebenaran didalam dunia
persilatan, aku bersedia untuk menyumbangkan segenap
kemampuanku." It ci Kit su segera manggut-manggut sambil memuji didalam
hati kecilnya. Sedang Jian-gi siansu pun berseru cepat:
@oodwoo@ Jilid 6 "OMINTOHUD, kebajikan siau-sicu sungguh mengagumkan
seandainya lolap sekalian tidak terikat oleh sumpah dan tak
bisa meninggalkan pulau ini, sudah pasti kami sekalian tak
akan duduk sambil berpangku tangan belaka..."
Tergerak hati Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya kemudian: "Toa-suhu, sumpah apakah yang telah mengikat kalian
sehingga tak dapat meninggalkan pulau ini ?"
Jian-gi siansu memandang sekejap kearah kakek pada
urutan kedua itu, kemudian sahutnya:
"Persoalan ini timbul dari Mo kiam sicu, maka bila kau ingin
tahu, silahkan bertanya sendiri kepada yang bersangkutan."
Oh Put Kui segera menjura kearah Lei-hun mo-kiam Oh
Ceng-thian, kemudian ujarnya:
"Locianpwe, bolehkah boanpwe minta keterangan tentang
sebab musabab sehingga terjadinya peristiwa ini ?"
Selintas rasa sedih segera menghiasi wajah Lei-hun-mo-
kiam yang ramah, katanya:
"Kecuali kau dapat menemukan putra tunggal lohu yang
lenyap tak berbekas itu, kalau tidak lohu bertujuh terpaksa
akan berada terus di pulau Jit-hu-to ini sampai mati!"
Oh Put Kui sangat terperanjat.
"Aaah kalau begitu sumpah kalian menyatakan bahwa
kalian bertujuh baru dapat meninggalkan pulau ini bila putra
cianpwe datang kemari dan menyambut kalian bertujuh ?"
"Benar, begitulah!" Lei hun-mo-kiam Oh Ceng-thian
manggut-manggut. Agaknya Oh Put Kui masih belum-belum mengerti kembali
dia bertanya: "Aku tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki locianpwe bertujuh
telah mencapai tingkat kesempurnaan, siapakah orang dalam
dunia persilatan yang dapat memaksa kalian bertujuh untuk
membuat sumpah tersebut...?"
Lei-hun-mo-kiam Oh Ceng-thian segera menghela napas
panjang, "Aaaai delapan belas tahun berselang. Ilmu silat yang kami
miliki belum mencapai taraf seperti hari ini, apalagi orang yang
memaksa kami untuk melakukan sumpah tersebut juga tidak
bermaksud jahat." "Tidak bermaksud jahat" Mengurung orang dalam pulau
terpencil, apakah siksaan ini lebih berat daripada dibunuh?"
Mendadak pengemis pikun berteriak keras"
"Hei, kalian tujuh makhluk benar-benar anehnya bukan
kepalang, sampai bikin orang tidak habis mengerti..."
Belum habis dia berkata, Ciat-cing kongcu Leng-to telah
membentak dengan suara dingin:
"Pengemis Lok di sini tiada tempat bagimu untuk
berbicara,.,." "Ooh, tidak berani," pengemis pikun segera menjulurkan
lidahnya dan tertawa. "aku sipengemis cuma merasa tidak
puas untuk ketidak adilan yang telah menimpa kalian,
mengapa sih kau berlagak begitu galak."
Oh PutKui kuatir pengemis pikun banyak berbicara
sehingga menimbulkan keonaran yang tak diinginkan buru-
buru katanya sambil tertawa:
"Kakek Oh, bolehkah boanpwe turut mengetahui tentang
jalannya peristiwa tersebut?"
Lei-hun-mo kiam Oh Ceng-thian manggut-manggut,
sahutnya dengan suara lirih:
"Kalau dibicarakan dari sumbernya, maka peristiwa ini
sesungguhnya terjadi karena lohu bertujuh sudah membunuh
orang kelewat banyak..."
Mendengar sampai disitu, Oh Put Kui segera berpikir.
"Orang ini tersohor sebagai sipedang iblis, memang
sepantasnya menjadi seorang gembong iblis yang membunuh
orang tanpa berkedip, tapi anehnya, Mengapa dia berbicara
dengan suara yang begitu ramah dan lemah lembut...?"
Sementara dia masih termenung, si Latah berpedang
kutung Liong Siau thian telah berseru sambil tertawa dingin:
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh Jiko, walaupun kami banyak melakukan pembunuhan,
namun belum pernah membunuh orang baik!"
Jelaslah sudah, Bu-lim-jit-seng (tujuh malaikat dari dunia
persilatan) memang merupakan jago-jago silat yang kelewat
banyak membunuh orang."
"Liong-ngo," kata Oh Ceng-thian sambil menghela napas
panjang, "bagaimana pun juga. Thian menghendaki umatnya
untuk melakukan kebajikan, bagaimanapun juga, kita toh tak
bisa hanya mengandalkan membunuh orang untuk menolong
dunia persilatan bukan..."
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi ke pada Oh Put
Kui: "Nak, justru karena kami terlalu banyak membunuh orang,
maka akibatnya kejadian ini menimbulkan rasa tak senang
dari beberapa orang tokoh persilatan yang sudah lama
mengasingkan diri, dan mereka pun munculkan diri untuk
mengatasi kejadian tersebut..."
"Entah siapa saja tokoh-tokoh silat yang munculkan diri
waktu itu?" tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
Diluaran dia berkata begitu, sementara daIam hati kecilnya
berpikir lain: "Moga-moga saja guruku jangan sampai tersangkut
didalam peristiwa ini, kalau tidak, sekalipun aku berniat
membantu mereka, mungkin hal inipun tak bisa kulaksanakan." sementara itu Lei-hun-mo-kiam Oh Ceng-thian
telah berkata sambil tertawa hambar:
"Nak, kau pernah mendengar nama Thian-tok-siang sat
"sepasang manusia sakti dari ujung langit?""
"Boanpwe pernah mendengar nama itu, apakah kau
maksudkan Cing-siu-huan-im-siu "kakek tanpa bayangan",
Sawan To dan Pek-ih-bu-yu-khek "tama tanpa murung", It-bun
Hua?" "Benar, memang kedua orang tua itu yang dimaksudkan."
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa dia berkata lagi:
"Apakah kau juga tahu tentang Hong-gwa-sam-sian "tiga
dewa dari luar langit?""
"Apakah Hong-gwa-sam sian juga telah terjun kembali
kedalam dunia persilatan?" Oh Put Kui terkejut.
"Han-saa-ya-ceng (pendeta liar dari bukti Han-san), Poan-
kay hwesio, Soat nia tou-to (tosu bungkuk dari tebing soat-
nia), Thian- hian cinjin serta Giok-hong-sinni ( rahib suci dari
puncak giok hong ) It-im taysu bertiga menerima undangan
dari Thian-tok-ij siang-ciat untuk membantu pihaknya, maka
pada suatu malam pada delapan belas tahun berselang,
mereka telah mengundang lohus bertujuh untuk mengadakan
pertemuan di puncak Thian-tay-hong...."
"Locianpwe, pertarungan yang berlangsung waktu itu sudah
pasti amat seru," kata 0h Put Kni sambil tertawa, "bayangkan
saja Bu-lim-jit-seng sebagai bintang pembunuh dari dunia
persilatan berjumpa dengan Thian tok siang ciat dan Hong
gwa-sam-sian, sudah pasti pertarungan yang berlangsung
meriah sekali..." Oh Ceng-thian menghela napas panjang.
"Aaaai.,... nak, pertarungan yang berlangsuug waktu itu
memang merupakan suatu pertarungan yang amat seru,
sayang nama baik Bu lim-jit-seng yang telah dipupuk selama banyak
tanua akhirnya- harus porak poranda tak karuan lagi
bentuknya." Mendadak Tiang-pek-cui-siu Tu Ji-khong tertawa nyaring.
"Walaupun lohu dikalahkan oleh si hidung kerbau
berpunggung bungkuk dengan ilmuKan lei-hian-kang nya, tapi
seluruh jubah pendeta si Hidung kerbaupun turut berlubang
oleh semburan arakku." serunya.
Suaranya nyaring, wajahnya gagah, sungguh lah
menunjukkan penampilan semangat yang luar biasa.
"Hei setan arak, kita tak lebih cuma prajurit yang kalah
perangi apa gunanya mesti berbicara besar?" tegur Mi-sim
kui-to tiba tiba sambil tertawa.
Tiang-pek-cui-siu melotot sekejap kearah Mi-sim-kui-to,
kemudian sambil tertawa ia memejamkan kembali matanya.
Lei-hun-mo kiam Oh Ceng-thian segera tertawa getir,
katanya lebih jauh: "Nah, setelah lohu bertujuh menderita kekalahan total
dalam pertempuran tersebut, terpaksa kami harus menepati
janji dengan hidup mengasingkan diri di pulau terpencil ini,
hingga sekarang kami sudah delapan belas tahun berdiam
disini !" "Locianpwe. selama delapan belas tahun, siapakah yang
mengirimkan makanan untuk kalian?" tanya Oh Put Kui
dengan kening berkerut. Oh Ceng-thian kembali tertawa, "Soal itu mah soal tugas
dari Thian-tok-siang ciat serta Hong-gwa sam-sian ! Setiap
tahun mereka secara bergilir mendapat tugas untuk mengurusi
rangsum buat kami, selama mendapat tugas mereka tinggal
dalam kuil Kok-cing-si di kota Thian tay dengan setiap bulan
mengirim rangsum kemari, setengahnya mereka datang untuk
mengawasi gerak-gerik lohu sekalian."
"Sungguh amat sempurna jalan pemikiran kelima orang tua
itu," Oh Put Kui tertawa, "entah siapakah yang mendapat
tugas giliran untuk tahun ini " Salah seorang diantara Thian
tok-siang ciat ataukah salah seorang diantara Hong-gwa-sam-
sian?" "Yang mendapat giliran pada tahun iniadalah Han-san-ya-
seng, si pendeta liar Poan kay hwesio!"
Oh Put Kui manggut-manggut katanya sambil tertawa:
"Kakek 0h. bagaimana kalau boanpwe berkunjung ke kuil
Kok-cing-si, siapa tahu bisa membantu cianpwe bertujuh untuk
meloloskan diri dari pulau ini?"
Belum sempat Oh Ceng-thian menjawab, Leng To telah
menukas sambil berteriak:
"Tidak usah, bocah muda, kau tak usah membuat kami jit-
seng mendapat malu, kami tak nanti akan memohon kepada
mereka..." Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui cuma tertawa
hambar, pikirnya: "Kau memang pantas disebut sebagai Ciat cing kongcu,
hebat benar..." Tapi diluarnya dia berkata:
"Leng tua, aku bukan memohon kepada mereka, melainkan
ingin membantu kalian untuk mencari keterangan, siapa tahu
kalau dia tahu putra Oh locianpwe telah mengembara sampai
disana." Leng To memandang sekejap kearah Oh Put kui, kemudian
tanpa mengucapkan sepatah kata pun,dia segera memejamkan mata untuk beristirahat.
Dengan membungkamnya kakek itu, berarti dia telah
menyatakan persetujuannya, Oh Put Kui kembali tertawa,
namun bukan kepada Leng To, melainkan terhadap Oh Ceng-
thian. "Locianpwe, dapatkah kau orang tua memberi keterangan
lagi kepada boanpwe sekitar persoalan putramu itu?"
"Anak baik, kebaikanmu itu sungguh membuat lohu merasa
amat terharu....." kata Oh Ceng-thian sambil tertawa sedih.
"Sudah sewajarnya bila yang mnda membantu yang
tua......" Padahal dihari-hari biasa, sikapnya tak bakal seramah dan
sehangat ini. Bahkan dia sendiripun secara diam-diam merasa heran,
mengapa sikapnya terhadap Lei-hun-mo kiam Oh Ceng thian
bisa begitu menghormat begitu ramah dan hangat.
Mungkinkah hal ini disebabkan mereka berasal dari satu
marga yang sama..." Terlintas sinar terang diatas wajah Oh Ceng-thian, katanya:
"Anak baik, bila anakku bisa seperti kau, lohu akan merasa
puas sekali...sayang, ketika bocah itu baru dilahirkan tiga
bulan, ia sudah tertimpa musibah...."
Cahaya terang yang membasahi wajahnya dengan cepat
hilang lenyap tak berbekas.
Bayangan hitam yang penuh diliputi kesedihan dengan
cepat menyelimuti wajah kakek itu.
Oh Put Kui turut merasakan kesedihan katanya dengan
suara dalam: "Kau... jangan kuatir, sudah pasti putramu akan jauh lebih
hebat daripada boanpwe... orang bilasg kalau bapaknya
harimau, anak nya tentu harimau pula, harap kau orang tua
jangan kelewat bersedih hati..."
Oh Ceng thiau tertawa hambar dan segera manggut-
manggut. "Semoga saja demikian....nak, dalam perjalananmu kembali
ke daratan Tionggoan kali ini, tak ada salahnya kalau kau
selidiki tiga tempat, mungkin ditempat itu kau akan
memperoleh keterangan yang bisa membantumu untuk
menemukan putraku!" "Silahkan kau katakan!"
"Tempat pertama yang harus kau kunjungi adalah
perkampungan Tang-mo-sanceng.."
"Perkampungan Tang mo.san-ceng?" Oh Put Kui agak
tertegun lalu berseru tertahan.
"Benar, kau boIeh mencari keterangan dari istri Hoa cengcu
yang bernama Yau-ti sian-li (dewi cantik dari nirwana) Lan Tin-
go, mungkin dia dapat memberikan sedikit keterangan
kepadamu... sebab dia adalah iparku!"
"Boanpwe pasti kesana!"
"Tempat kedua yang biasa kau kunjungi adalah
perkampunganku Ang yap.san.ceng di bukit Gan-tang-san,
kau boleh mencari Pamannya Ang-yap cengcu Lo seng-sin-
kiam "pedang sakti bintang berguguran" Liu Ceng-wan yang
bernama Liu Sam Kong, mungkin dia bisa juga memberikan
keterangan yang diperIukan." Oh Put Kwi tertawa.
"Tempat ketiga adalah puncak Lian hoa-hong di bukit Kiu
hoa san!" ujar Oh ceng-thian lebih lanjut, "bila dua tempat
yang pertama kau tidak berhasil memperoleh keterangan apa-
apa, maka kalau boleh ke sana untuk menemui Pat-lo-huang
Siu "kakek latah yang awet muda" Ban Sik thong.
Pertolongan darinya, orang tua itu mempunyai kemampuan
yang Iuar biasa dapat memberikan segala keterangan yang
diperlukan kepadamu..."
Oh Put Kui amat terkesiap sesudah mendengar perkataan
itu. Kalau ucapan semacam inipun bisa diutarakan oleh Bu iim
jit-seng, dapat diketahui kalau manusia yang bernama Put-lo-
huang-siu Ban Sik thong ini sudah pasti adalah seorang
manusia yang luar biasa. Sekalipun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun
senyuman masih tetap menghiasi ujung bibirnya.
Oh Ceng-thian termenung dan berpikir sebentar, kemudian
katanya kembali: "Ban Sik-thong berwatak sangat aneh, nak, bila kau pergi
mencarinya nanti harap bertindaklah dengan hati-hati, kalau,
tidak lohu bisa menyesal sepanjang masa..."
Mendadak Oh Put-kui dapat menangkap maksud dari
ucapan si Mo-kiam tersebut.
Tampaknya manusia yang bernama Ban Sik-thong itu
sukar untuk dilayani, bahkan bila dia kesana sendiri, bilamana
tidak dihadapi secara berhati-hati, kemungkinan besar akan
menjumpai suatu mara bahaya....
Diam-diam ia tertawa geli sendiri, karena ia mempunyai
suatu rasa keyakinan, suatu rasa percaya pada diri sendiri
yang amat besar, entah kesulitan macam apapun, baginya tak
ada yang sulit, karena tiada kata sukar dalam kamus
hidupnya. Maka dari itu katanya sambil tertawa.
"Kau tak usah kuatir, boanpwe tak bakal akan mengalami
sesuatu kejadian yang tidak menguntungkan diriku."
Dengan wajah murung, Oh Ceng-thian tertawa.
"Nak." katanya, "Manusia dalam dunia persilatan amat licik
dan berakal busuk, kau harus berhati-hati menghadapi
mereka..." Oh Put-kui tertawa dengan perasaan terharu, katanya:
"Locianpwe tak usah kuatir, boanpwe sudah banyak tahun
berkelana dalam dunia persilatan, pelbagai peristiwa sudah
pernah kualami dalam dunia ini, Oleh karena itu boanpwe
cukup mengetahui akan kekuatanku sendiri."
Mendengar sampai disitu, tertawalah kakek itu, karena asal
usul dari bocah ini terasa begitu dekat dan akrab dengan
dirinya. Tiba-tiba It-ci Kitau Ku Put-beng tertawa panjang pula,
serunya tertahan: "Nak, kau merupakan tamu istimewa yang pernah
berkunjung ke pulau Ji -hu-to ini selama delapan belas tahun
terakhir, untuk kali ini lohu mengijinkan dirimu untuk berpesiar
keseluruh pulau ini, bahkan lohu pun ingin menghadiahkan
sedikit hadiah untukmu."
Baru saja Ku Put-beng menyelesaikan perkataannya, Oh
Ceng-thian telah berkata pula sambil tertawa:
"Nak, lohu juga mempunyai sedikit kepandaian yang
hehdak kuhadiahkan kepadamu cuma terpaksa kau mesti
tinggal selama beberapa hari disini, entah kau bersedia atau
tidak ?"" Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya bergolak
keras, penuh diliputi oleh luapan rasa haru.
Dia merasa sikap ketujuh orang kakek ini kepadanya
benar-benar kelewat baik.
Bagaimana mungkin dia dapat menampik permintaan
mereka " Oleh karena itu diapun tinggal disana, bahkan sekali
berdiam pemuda itu telah berdiam selama lima belas hari
lamanya disana.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selama lima belas hari ini, dia semakin memahami jalan
pikiran maupun perasaan dari ketujuh orang kakek itu.
Bahkan si pengemis pikun dan si nelayan sakti dari lautan
timur pun berhasil meraih keuntungan pula selama itu.
Dari Jian-gi siansu dan Tiang-pek-cui siu, kedua orang itu
berhasil mempelajari banyak macam kepandaian Bagaimana
dengan Oh Put Kui " Diapun berhasil mendapatkan tujuh
macam kepandaian silat. Itulah kepandaian maha sakti dari Bu-lim jit-seng "tujuh
malaikat dari dunia persilatan", bahkan setiap orang tanpa
ragu-ragu telah mewariskan segenap kepandaian sakti yang
mereka miliki kepada pemuda yang berkunjung ke pulau
neraka tanpa diundang itu...
Bayangkan saja, bagaimana mungkin pemuda itu tidak
terharu menerima kebaikan yang begini besarnya.
Oleh karena itu dia hendak menolong mereka bertujuh
untuk melepaskan diri dari kurungan pulau terpencil itu.
Disamping itu diapun ingin menemukan putra kakek Oh
secepatnya agar ayah dan anak bisa berjumpa kembali.
Tentu saja, dia tak bakal tahu kalau segala sesuatunya
justru tergantung pada dirinya sendiri.
Bagaimana dengan Oh Ceng-thian" tentu saja dia juga
tidak tahu. Ia tak tahu kalau Oh Put-kui sesungguhnya adalah putra
tunggalnya yang telah hilang selama dua puluh tahun ini.
Ya, peristiwa ini benar-benar merupakan suatu peristiwa
yang mengenaskan, bayangkan saja ayah dan anak telah
berjumpa muka, namun ternyata mereka tidak saling
mengenal antara yang satu dan lainnya...
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Setelak menyelusuri tebing Huang-ji gay, setelah duduk
sampai senja di gardu Huang-ji-teng, perasaan Oh Put Kui
bertambah berat, bagaikan diberi beban yang beribu ribu ton
beratnya. Dia amat simpatik kepada ke tujuh orang kakek itu.
Tapi dia pun merasa sedih bagi asal-usul sendiri yang
masih merupakan suatu tanda tanya besar.
Yaa, siapakah yang menjadi orang tuaku" Apakah aku
mempunyai kakak dan adik"
Ia tahu, pertanyaan tersebut masih merupakan suatu tanda
tanya besar baginya. Maka diam-diam diapun mengampil suatu keputusan
didalam hatinya, setelah kembali ke daratan Tionggoan nanti,
pekerjaan pertama yang akan dilakukan olehnya adalah pergi
ke kuil Kok-cing-si untuk mencari Han san-ya-ceng Poan-kay
hwesio, salah seorang Hong-gwa-sam-sian untuk membicarakan persoalan tentang ke tujuh malaikat tersebut.
Persoalan kedua adalah pergi ke tebing Cing-peng gay
untuk mencari gurunya dan mencari tahu tentang asal-usul
sendiri. Persoalan ke tiga adalah menemukan putra kesayangan
dari Mo kiam lojin tersebut.
Kemudian ia menyelidiki siapakah pembunuh dari ke empat
peristiwa berdarah tersebut...
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Selamat berpisah, ke tujuh orang kakek patut di kasihani.
Berada diatas perahu dalam perjalanan pulang, Oh Put Kui
tidak mengucapkan sepatah katapun, sedangkan pengemis
pikun dan nelayan sakti dari lautan timur justru bergurau tiada
hentinya. Kali ini dia dapat mengibul sambil menambah kecap disana
sini, Yaa, bagaimanapun juga ia sudah pernah berkunjung ke
Pulau Neraka, pulau yang lebih dikenal sebagai pulau yang
bisa pergi tak bisa kembali.
Bagaimana juga, hal ini sudah cukup untuk meningkatkan
kedudukan serta derajatnya dimata umat persilatan lainnya.
Bagaimana tidak" ia dapat membuktikan kepada orang lain
kalau ia berani berkunjung ke Pulau neraka yang dianggap
sebagai momok oleh orang lain.
Beranikah mereka ke sana"
Tentu saja! Paling tidak, orang yang berani menganggap
nyawa sendiri sebagai barang permainan tak banyak
jumlahnya. Ketika perahu sudah merapat kembali di dermaga, si
Nelayan sakti dari lautan timur Ciu Poo-tiong segera
mengembalikan ke dua lembar uang ribuan emas itu.
Tentu saja Oh Put Kui tak akan menerimanya kembali,
sedang si pengemis pikun Lok Jin-ki pun tak mau
menerimanya, ia malah berkata begini:
"Pulau neraka yang disebut orang sebagai pulau yang bisa
pergi tak bisa kembali pun sudah ku kunjungi, siapa yang
kesudian dengan beberapa tahil perak itu" Cin-loji, lebih baik
gunakanlah uang itu untuk membeli sebuah perahu yang lebih
besar, siapa tahu perahu itu akan kita pakai untuk menjemput
Bu-lim jit-seng untuk pulang ke daratan Tionggoan dikemudian
hari...?" Oh Put Kui segera tertawa tergelak setelah mendengar
perkataan itu, pikirnya: "Benar-benar suatu idee yang bagus, tak kusangka kalau
pengemis ini begitu pintar."
Cin Poo-tiong pun terpaksa harus menyimpan kembali
uang emas tersebut setelah mendengar ucapan itu, katanya:
"Baiklah, lohu akan melaksanakan seperti apa yang kalian
berdua katakan." Sesudah berpamitan dengan nelayan sakti dari lautan timur
Cin Poo-tiong, Oh Put Kui dengan membawa si pengemis
pikun Lok Jin-ki berangkat menuju ke kuil Kok-cing-si di bukit
Thian-tay. Kuil Kok-cing si merupakan sebuah kuil kuno yang didirikan
di jaman dulu kala, tempat itu merupakan salah satu tempat
pesiar yang amat termashur pada jaman itu.
Oh-Put Kni sedang berdiri ditengah jembatan batu dimuka
kuil tersebut sambil memandang air yang sedang mengalir
dengan termangu. Sebaliknya pengemis pikun tak sabar menunggu disampingnya, dia tidak habis mengerti apa bagusnya dengan
air yang sedang mengalir tersebut, sebab kecuali beberapa
ekor ikan yang berenang kian kemari, sama sekali tidak
dijumpai sesuatu yang menarik hati..
Maka tak sabar lagi dia segera berteriak keras:
"Bocah muda, mengapa kau terus termangu disana"
Memangnya air itu bisa diminum?"
Oh Put Kui segera berpaling dan memandang kearahnya,
tak tahan dia segera tertawa geli, pikirnya:
"Sialan betul dengan orang ini..."
Namun ia tak sampai memakinya, katanya ujarnya sambil
tertawa lebar: "Lok tua, aku sedang berpikir dengan menggunakan cara
apakah Han-san ya-ceng dan Hong-gwa-sam-sian itu baru
bisa dipaksa untuk berbicara terus terang."
Pengemis pikun segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh...haaahh... haaahhh apa lagi yang mesti
dipikirkan" Dengan mengandalkan kemampuan yang kau
miliki, sudah pasti Han-san-ya-ceng-Poan-kay hweesio dapat
kau paksa untuk berbicara terus terang.
Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui segera tertawa
terbahak-bahak, ia merasa pengemis itu kelewat memandang
tinggi tentang kemampuannya.
Maka sambil tertawa ia menggelengkan kepalanya
berulang kali, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia
segera berlalu dari sana.
Pengemis pikun nampak agak tertegun melihat dirinya
ditertawakan orang, segera kejarnya:
"Hai, apa lagi yang kau tertawakan" Memangnya kau si
bocah selalu hebat...!"
Sambil mengomel panjang pendek, dia segera menyusul di
belakang dengan langkah cepat.
Baru saja melangkah masuk dari pintu gerbang kuil Kok-
cing-si, mereka telah disambut oleh seorang pendeta berusia
pertengahan. "Sicu, apakah kau naik gunung untuk bersembahyang?"
sapanya dengan sopan. Ternyata sikap si pendeta tersebut amat halus dan
menghormat sekali. Sebaliknya sikap dari Oh Put Kui justru tidak seramah
dihari biasa, sambil mengulapkan tangan sahutnya:
"Aku bukan datang untuk bersembahyang, aku datang
kemari untuk menjumpai seorang pendeta."
"Ooh, jadi sicu datang kemari untuk mencari orang?"
pendeta setengah umur itu tertegun "entah toa-suhu yang
manakah yang hendak kau jumpai..."
"Poan-kay taysu!"
Paras muka lelaki setengah umur itu segera berubah hebat.
"Sicu, kau dari marga mana?" tegurnya kemudian.
"Oh Put Kui, dari tebing Cing-peng gay di bukit Gan-tang-
san!" "Apakah Oh sicu sudah lama kenal dengan Poan-kay
taysu?" kembali pendeta setengah umur itu bertanya dengan
kening berkerut. "Apa sangkut pautnya persoalan ini denganmu?"
Pendeta setengah umur itu termenung dan berpikir
sebentar, kemudian sahutnya:
"Poan-kay taysu adalah seorang pendeta suci dari
golongan Buddha dewasa ini. dia hanya menumpang dalam
kuil kami, hongtiang kuil kami telah menurunkan perintah,
siapapun dilarang mengganggu ketenangan taysu."
Oh Put Kui segera tertawa dingin. "Heeehhh......heeehbh
heeehhh sekalipun kalian tidak diperkenankan untuk
mengganggu ketenangannya tapi aku dapat, Cukup kau
katakan kepadaku, Poan-kay taysu berdiam dimana, aku
dapat pergi sendiri ke sana untuk mencarinya!"
Pendeta setengah umur itu tertegun sejenak, kemudian
serunya: "Hal ini mana boleh jadi" Bila hongtiang sampai tahu,
siauceng bisa menderita akibat nya !"
"Segala sesuatunya biar aku yang menanggung."
Tapi pendeta setengah umur itu masih juga menggelengkan kepalanya berulangkali.
"Tidak bisa, siauceng tidak berani."
Senyuman yang semula menghiasi wajah Oh Put Kui
seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Kemudian dengan wajah sedingin es, dia maju setengah
langkah kedepan. Ketika tangan kanannya diayunkan kedepan, tahu-tahu
pergelangan tangan kiri hwesio setengah umur itu sudah kena
dicengkeram oleh Oh Put Kui.
"Hayo bawa kesana !" hardiknya
Sementara pembicaraan berlangsung, kelima jari tangan
kanannya yang melakukan cengkeraman itu segera mengcengkeram dengan lebih keras lagi.
Tentu saja pendeta setengah umur itu tak sanggup untuk
menahan diri, sekalipun ilmu silat yang dimilikinya terhitung
cukup tangguh, tapi setelah berjumpa dengan Oh Put-kui,
ibarat batu beradu dengan batu, sudah barang tentu dia
ketinggalan jauh sekali. Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa dia harus maju
kedepan menuruti permintaan lawan.
"Hei hwesio, sebelum kau mencapai tujuan, aku hendak
memperingatkan kepadamu lebih dulu," kata Oh Put Kui
sambil tersenyum, "seandainya kau sampai salah membawa
diriku ketempat tujuan, maka jangan salahkan pula kalau kau
menderita siksaan hebat..."
Sebenarnya pendeta setengah umur itu ada maksud untuk
mengajak Oh Put Kui menuju kedepan kamar hongtiangnya.
Tapi Oh Put Kui yang cerdas telah menduga sampai kesitu
lebih duIu, begitu rahasianya ketahuan, tentu saja dia tak
berani berpikir lebih jauh.
Terpaksa dengan sejujurnya dia mengajak pemuda itu
menuju ke ruangan sebelah timur dimana Poan Kay hwesio
berdiam disana. Baru saja ketiga orang itu melangkah masuk melalui pintu
berbentuk rembulan di-ruang sebelah timur, mendadak dari
balik aneka bunga lebih kurang tiga kaki di hadapan mereka
telah muncul seorang hwesio berjenggot putih.
Bagaikan memperoleh suatu pengampunan besar, buru-
buru pendeta setengah umur itu berseru:
"Sicu..dia,...dialah Poan Kay...taysu!"
"Benarkah itu?" Oh Put Kui tertawa. Dia lantas
membalikkan tangannya dan menyerahkan pendeta setengah
umur itu kepada sipengemis pikun.
"Perhatikan dia, jangan sampai terlepas, bila hwesio tua itu
bukan Poan Kay maka aku menggoyangkan tanganku dari
tempat kejauhan, nah Lok tua, saat itulah boleh membetoti
otot dibadan hwesio ini..."
"Baik." sahut si pengemis pikun dengan cepat, "aku
memang paling ahli untuk melaksanakan pekerjaan dibidang
seperti ini..." Tanya jawab yang sedang berlangsung antara kedua orang
itu kontan saja membuat pendeta setengah umur itu menjadi
ketakutan setengah mati hingga keringat dinginnya jatuh
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bercucuran. Dengan langkah lebar Oh Put Kui berjalan menuju kearah
kebun dan mendekati hwesio berjenggot putih itu.
Agaknya pada waktu itu sang pendeta tua itu sedang
menikmati keindahan bunga, terhadap kedatangan Oh Put Kui
boleh dibilang sama sekali tidak menggubris, menoleh pun
tidak. Oh Put Kui tertawa hambar, dengan suara lirih segera
ujarnya: "Toa-Suhu, terimalah salamku ini !" Sambil berkata dia
lantas menjura. Setelah mendengar teguran, pendeta tua itu baru berpaling
dan memandang wajah Oh Put Koi dengan perasaan
bimbang, kemudian ia baru bertanya dengan lirih:
"Siau-sicu, ada urusan apa ?"
"Tolong tanya taysu, apakah kau bernama Poan-kay !"
Pendeta tua itu tertawa ramah, sahutnya:
"Kalau ditinjau dari sikap siau-sicu sekarang, serta
diketahuinya julukan Ya-san-huang-ceng tersebut, dapat
kuduga kalau kedatanganmu dikarenakan sesuatu hal ! Tadi,
lolap sedang duduk semedi, karena merasa hatiku tak tenang
maka sengaja aku datang kemari untuk berjalan jalan sambil
mencari hawa, sungguh tak nyana kalau siau-sicu memang
datang kemari untuk mengunjungi-ku."
"Bila mengganggu ketenangan taysu, harap taysu suka
memakluminya " Oh Put Kui tersenyum.
Poan-kay hwesio segera merangkap tangannya didepan
dada sambil tertawa. "0mintohud. tidak berani, tidak berani, silahkan siau-sicu
mengikuti aku masuk ke dalam ruangan!"
Dia lantas berjalan lebih dulu memasuki sebuah ruangan.
Oh Put Kui segera memberi tanda kebela kang untuk
memanggil pengemis pikun agar ikut bersamanya memasuki
ruangan. Setelah tamu mengambil tempat duduk, seorang hwesio
kecil muncul sambil menghidangkan air teh.
Poan-kay hwesio mengerutkan dahinya sebentar, kemudian menegur sambil tertawa.
"Entah karena persoalan apakah siau-sicu datang mencari
lolap?" "Barusan saja aku meninggalkan pulau Jit-hu-to!" ujar Oh
Put Kui sambil tertawa. Begitu mendengar perkataan Itu, paras muka pendeta
agung ini segera berubah hebat.
Kemudian sambil mencorongkan sinar matanya yang tajam
ia awasi wajah pemuda itu lekat-lekat, kemudian katanya
dengan suara dalam: "Apakah siau sicu telah mengalami suatu kekagetan atau
suatu kerugian yang besar?"
"Tidak !" Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya
berulang kali. Wajah Poan-kay hweesio, segera mengendor kembali.
"Omintohud ! tampak ketujuh orang sicu itu sudah banyak
mengalami perubahan."
"Taysu, sesungguhnya dosa atau kesalahan apakah yang
telah diperbuat oleh ke tujuh orang locianpwe itu sehingga
mereka harus disekap didalam pulau yang terpencil di tengah
lautan bebas dan merasakan siksaan hidup yang amat berat?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, sekali lagi mencorong
sinar tajam dari balik mata Poan-kay hwesio.
"Siau-sicu, tahukah kau bahwa mereka adalah tujuh
malaikat keji dari bu-lim?"
Oh Put Kui tertawa hambar.
Sebaliknya si pengemis pikun segera berteriak cepat:
"Tapi orang persilatan dari kalangan putih menyebut
mereka sebagai bu-lim jit-seng "tujuh malaikat suci dari dunia
persilatan..." Sekali lagi Poan-kay siansu manggut-manggut seraya
tertawa. "Ya, benar, apa yang dikatakan sicu pengemis memang
benar, memang ada orang yang menyebut mereka sebagai
Bu-lim-jit-seng !" "Kalau toh mereka adalah tujuh malaikat suci, apa pula
urusannya dengan kalian Sam-sian sehingga kalian mengurung orang orang itu diatas pulau terpencil" Apakah
kalian tidak merasa kalau tindakan ini merupakan suatu
tindakan yang kelewat keji.."
"Teguran dari sicu pengemis memang benar sekali," Poan-
kay siansu kembali manggut-manggut dengan tertawa hambar
"Tapi,tahukah kau bahwa mereka sudah membunuh orang
kelewat banyak" seandainya tidak diberi sedikit pelajaran,
mungkin dikemudian hari mereka tidak dapat berakhir dengan
baik " Mendadak Oh Put Kui tertawa keras.
"Haaahhh. ...haaahh haaahh kemulian hati taysu sungguh
membuat orang merasa kagum."
"Siau sicu kelewat memuji, lohu tak berani menerimanya
...." Sambil tertawa tiba-tiba Oh Put Kui berkata lagi :
"Hudcou pernah bilang begini, jika aku tidak masuk neraka,
siapa lagi yang akan masuk neraka, pernahkah taysu
mendengar tentang perkataan ini?"
Perkataan ini selain diucapkan kurang sopan, juga bernada
memandang remeh dan menyindir.
Mendadak Poan-kay siansu mengerutkan dahinya rapat-
rapat, kemudian serunya: "Siau-sicu, apakah kau memandang hina kepada loIap?"
Cepat Oh Put Kui tertawa.
"Waah, rupanya taysu sudah mulai di pengaruhi amarah?"
"Siau-sicu, ucapanmu mengandung arti yang dalam,
sebenarnya apa maksudmu datang kemari?" kata Poan-kay
siansu kemudian dengan sorot mata pedih.
Oh Put Kui kembali tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh haaahhh......haaahhh taysu adalah seorang
pendeta suci yang memikirkan keselamatan umat manusia,
apakah tak pernah taysu pikirkan kalau Bu lim-jit-seng yang
berada di pulau Jit-hu-to sebenarnya bukan manusia-manusia
bengis. Mengapa kalian menyekap mereka selama delapan
belas tahun lamanya tanpa memperkenankan mereka bertujuh
meninggalkan pulau tersebut?"
Tergerak hati Poan-kay siansu setelah mendengar ucapan
yang terakhir itu, katanya tiba-tiba:
"Siau-sicu apakah kau harus datang kemari untuk minta
keringanan hukuman bagi ke tujuh orang sicu tersebut?"
"Penggunaan kata 'minta keringanan hukuman' kurang
tepat kalau digunakan dalam persoalan ini!"
"Lantas maksud siau-sicu?" Poan kay siansu agak
tertegun. Dengan menjawab serius Oh Put Kui segera menjawab:
"Aku datang kemari untuk mengajak taysu berbicara
menurut keadaan yang sewajarnya!"
Untuk sesaat lamanya, Poan-kay siansu menjadi terbelalak
dan tak tahu bagaimana mesti menanggapi ucapan tersebut.
"Benar-benar seorang pemuda yang berotak cerdas......"
demikian pikirnya di dalam hati.
Berpikir sampai disini, pendeta itu segera tertawa ramah,
katanya pelan: "Siau-sicu, bila kau ingin mengucapkan sesuatu, katakanlah secara langsung!"
"Haahhh haaahhh haahhh taysu memang seorang tokoh
persilatan yang lihay, sebelumnya kumohon maaf lebih dulu
bila ucapanku nanti menyinggung perasaan..."
"Ke tujuh orang kakek dari pulau telah menderita kekalahan
total di tangan Thian-tok-siang-ciat dan Hong-gwa-sam-sian
dimasa lalu, masih ingatkah taysu, janji apa kah yang telah
mereka ucapkan?" "Ya, masih ingat ! Ceng-siu huan-im-siu ( si kakek
bayangan semu ) Samwan sicu pernah menyuruh mereka
untuk mengangkat sumpah bahwa disaat putra tunggal Oh
Ceng thian kembali ke pulau tersebut, saat itulah merupakan
saat bagi mereka untuk meninggalkan pulau tersebut."
"Lantas bagaimana ceritanya sehingga putra Oh tayhiap
bisa lenyap tak berbekas?" tanya Oh Put ICui lagi sambil
tertawa. "Tiga tahun sebelum pertemuan besar yang kami adakan di
bukit Thian-tay tempo dulu, istri Lei hun mo-kiam yang
bernama Pek-ih-ang-hud (si kebutan merah berbaju putih) Lan
Hong telah melahirkan seorang anak lelaki, tapi tiga bulan
setelah dilahirkan, suami istri berdua itu telah disergap oleh
musuh tangguh, dalam pertarungan tersebut Pek-ih-ang-hud
Lan Hong tewas seketika, sedangkan Lei-bun-mo kiam Oh
sicu dengan mengandalkan ilmu pedangnya yang lihay
berhasil meloloskan diri dari kepungan dan menyelamatkan
diri, namun dalam peristiwa itulah bayi kecil berumur tiga
bulan yang berada dalam bohongan Lan Hong telah lenyap
tak berbekas." "Tahukah taysu, bocah itu telah terjatuh ketangan siapa?"
tiba-tiba Oh Put Kui menyela.
Poan-kay siansu segera menggelengkan kepalanya.
"Darimana lolap bisa tahu?"
"Bagaimana dengan Samwan To?" tanya Oh Put Kui lebih
lanjut sambil tertawa dingin.
"Lolap rasa diapun tidak tahu!"
Mendadak mencorong sinar tajim dari bilik mata Oh Put
Kui, katanya lebih jauh: "Jika kalian orang-orang yang bisa berkelana dengan
bebas dalam dalam dunia persiIatan pun tidak tahu bocah
piatu itu terjatuh di-tangab siapa, Oh Ceng-thian yang disekap
dalam pulau terpencil mana mungkin bisa mengetahuinya
pula?" Pertanyaan ini kontan saja membuat Poan-kay taysu
menjadi terbungkam dalam seriu bahasa, dia nampak tertegun
karena keheranan. Tiba-tiba Pengemis pikun menimbrung:
"Hai, anak muda, mungkin saja Samwan To suka berlagak
seolah olah tidak tahu, padahal dalam hati kecilnya dia
mengetahui dengan jelas."
Ucapan tersebut segera melintaskan satu ingatan dalam
benak Oh Put-kui, serunya dengan cepat:
"Lok tua, kau benar benar sudah menjadi pintar sekarang."
Pengemis pikun nampak gembira sekali lagi sambil tertawa:
"Pikunku itu memang sengaja kuperIihatkan selama ini, apa
kau anggap aku betul-betul bodoh."
Poan-kay taysu memandang sekejap kearah pengemis
pikun, lalu sambil merangkap tangannya ia berseru:
"Sicu, kau betul-betul memiliki hati yang suci dan mulia, kau
merupakan murid yang paling bagus dari umat Buddha."
"Hei, hwesio gede, aku si pengemis mah tak akan tahan
untuk hidup sengsara didalam kuil seperti kau." Kata
Pengemis pikun dengan mata melotot, "Lebih baik kau tak
usah mencari kesulitan bagiku, meski umurku sudah tujuh
puluh tahun, tapi aku masih ingin mencari bini yang berumur
tujuh delapan belas tahunan, orang bilang asal punya uang,
membeli seorang bini bukanlah pekerjaan sukar, kebetulan
aku si pengemis baru saja menjadi orang kaya baru, kalau
disuruh menjadi pendeta, waaah, bisa sia-sia hidupku didunia
ini." Perkataan yang diucapkan itu kontan saja membuat Oh Put
Kui tertawa terpingkal-pingkal karena geli.
Bahkan Poan-kay taysu pun turut tertawa geli, katanya:
"Sicu pengemis, nampaknya kau memang masih suka
bersenang-senang, kalau begitu lo lap ucapkan selamat
berbahagia untukmu...."
"Tak usah, tak usah, tak usah merepotkan dirimu."
pengemis pikun itu segera menggoyangkan tangannya
berulang kali. Dia merasa keren benar, bayangkan saja satu diantara
Hong-gwa-sam-sian pun mengucapkan selamat kepadanya,
apakah hal ini tak pantas untuk dibanggakan"
Oh Put Kui segera berhenti tertawa, lalu ujarnya kepada
Poan-kay taysu: "Taysu, aku rasa perjanjian yang kalian buat dibukit Thian-
tay tempo hari kurang adil !"
"Ooh, tampaknya sicu benar-benar berhasrat untuk
membantu ketujuh orang bintang pembunuh itu?"
"Taysu, aku kurang setuju bila kau masih tetap
menganggap mereka sebagai pembunuh" Ucap Oh Put kui
dengan sepasang alis matanya berkenyit.
"Siancay, siancay! melepaskan golok pembunuh berpaling
adalah tepian, tahu siau sicu hawa pembunuh yang dimiliki
ketujuh orang bintang pembunuh tersebut pada dua puluh
tahun berselang cukup membuat paras muka setiap orang
berubah." "Tapi mereka toh sudah melepaskan golok sekarang" apa
lagi..." Sengaja dia berhenti sebentar, kemudian setelah tertawa
panjang katanya lebih jauh:
"Taysu, pernahkah mereka membunuh orang baik di masa
lalu?" Dengan cepat-Poan-kay taysu menggelengkan kepalanya.
"Sekalipun mereka hanya membunuh orang jahat, tapi
hawa pembunuhan yang mereka miliki toh kelewat berat, bila
tidak diberi kesempatan untuk memperbaiki hal itu, bisa jadi
perbuatan mereka akan melanggar ajaran Thian kepada
umatnya." "Haaahh haaahhh haaahhh kalau begitu, taysu pun telah
melakukan kesilafan seperti apa yang mereka lakukan."
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaaah, mana mungkin lolap bisa berbuat demikian"
selama hidup belum pernah lolap melanggar pantangan
membunuh!" Oh Put Kui segera tertawa, "Seandainya ke tujuh orang tua
itu merasa tersiksa jiwa raganya sehingga akhirnya mati di
pulau Jit-hun-to tersebut, apakah taysu bukan termasuk
seorang pembunuh " Benar Pak-jiu bukan mati karena
kubunuh, tapi Pak-jiu toh mati lantaran aku.?"
Poafi-kay siansu menjadi tertegun.
"Soal ini..." "Bagaimana?" Tiba-tiba Poan-kay siansu bangkit berdiri lalu sambil
merangkap tangannya didepaa dada ia menjawab:
"Lolap menerima petunjukmu itu!"
"Taysu memang seorang yang saleh, cepat amat kau bisa
memahami perkataanku itu!" buru-buru Oh Put Kui bangkit
berdiri sambil memberi hormat.
Kembali Poan-kay siansu menghela napas panjang.
"Aaaai siau-sicu, seandainya kau tidak menyinggung soal
tersebut pada hari ini, lolap benar-benar telah berbuat
kesalahan besar terhadap Bu-lim-jit-seng!"
Oh Put Kui tertawa. "Kalau memang taysu sudah memahami hal ini, dapatkah
kau segera berangkat ke pulau Neraka untuk membatalkan
perjanjian dulu sehingga ke tujuh orang cianpwe itu bisa
bebas kembali ?" Poan-kay siansu segera menunjukkan perasaan berat
hatinya, dia berkata kemudian:
"Tentang soal ini, lolap tak bisa memutuskannya sendiri."
"Apakah harus menunggu keputusan lima orang lainnya ?"
Poan-kay siansu segera setuju.
"Yaa, begitulah !"
"Mengapa taysu tidak mengirim orang untuk mengundang
kehadiran empat orang lainnya sehingga persoalan ini bisa
segera diselesaikan ?"
"Omitohud, lolap bersedia sekali untuk memberi kabar
kepada mereka semua, tapi..."
"Apakah taysu kuatir ada yang tak akan menyetujui usulmu
itu ?" "Benar!" Oh Put-ki-ii tertawa terbahak-bahak.
"Haa... haa... haa... walaupun manusia berusaha, Thian lah
yang menetapkan, taysu toh belum lagi mulai, mengapa kau
sudah sangsi lebih dulu " Bila sikapmu dalam persoalan yang
lain pun demikian, mungkin selama hidup taysu tak akan bisa
berhasil menyelesaikan persoalan apapun."
Poan-kay taysu merasakan hatinya bergetar keras setelah
mendengar perkataan itu. "Sungguh cerdas anak muda ini." demikian dia berpikir.
Mendadak ia berhenti sejenak karena tiba-tiba teringat
kalau ia belum menanyakan nama dari anak muda tersebut,
buru-buru katanya: Siau-sicu, tolong tanya Siapa nama-mu ?"
"Oh Put-kui." Paras muka Poan-koay taysu berubah hebat setelah
mendengar sama itu, serunya kemudian:
"Benar-benar sebuah nama yang mengandung maksud
mendalam, siau-sicu, apakah ayahmu yang memberi nama
tersebut kepadamu?" Oh Put Kui segera menggeleng.
"Suhuku yang memberi nama tersebut."
"Siapakah suhumu itu?"
"Aaah, suhuku cuma seorang pendeta liar yang sudah tak
mencampuri urusan keduniawian lagi, diapun enggan
namanya diketahui orang, harap taysu suka memakluminya."
Poan-kay taysu segera mengalihkan sorot matanya ke
wajah Oh Put Kui dan mengawasinya beberapa saat,
kemudian katanya sambil tertawa:
"Siau-sicu bagaimana kalau loIap mencoba untuk
menebaknya?" "Tidak usah." Oh Put Kui menggeleng, "buat apa taysu
masih ingin mengetahuinya?"
Mendadak Poan-kay taysu seperti merasa terkejut dia
segera berseru: "Aaah, hari ini sikap lolap agak silaf..."
Oh Put Kui tertawa hambar, kembali dia berkata:
"Sewaktu hendak meninggalkan pulau Jit hu-to, aku telah
menyanggupi permintaan ketujuh orang cianpwe itu untuk
menemukan kembali putra tunggal dari On tayhiap, aku
bersedia melakukan perjalanan bersama dengan taysu, bila
taysu bisa memperoleh dukungan dari Siang-kiat, Sin-ni dan
Tou-to, tak ada salahnya bila kau datang dulu ke pulau Jit-hu-
to untuk membatalkan janji kalian dulu, agar Bu-lim-jit-seng
merasakan kembali kebebasan hidupnya!"
"Omintohud, lolap bersedia untuk membantu dengan
sepenuh tenaga." Oh Put Kui tertawa hambar, kembali katanya:
"Bencana besar sudah mengancam dunia persilatan,
dengan kemampuan yang dimiliki Jit-seng sekarang, kekuatan
mereka merupakan suatu bantuan yang maha besar bagi
umat persilatan dari golongan lurus, harap taysu suka
memperhatikan persoalan ini dengan serius !"
Beberapa patah kata itu kontan membuat jantung Poan-kay
siansu berdebar. Tidak menunggu Poan-kay siansu berbicara, Oh Put-kui
segera bangkit berdiri sambil menjura, katanya:
"Maaf bila aku sudah mengganggu ketenangan taysu,
semoga bila taysu berjumpa dengan Sawan To nanti, sekalian
bisa mencari tahu dimanakah anak tunggal dari Oh tay hiap,
sebab kalau dilihat dari usul Sawan tayhiap dalam hal ini, bisa
disimpulkan kalau dia pun mengetahui akan jejak orang itu.
kalau tidak maka terpaksa aku akan mencurigai tokoh sakti
tersebut sebab sebagai seseorang yang mempunyai tujuan
tertentu !" Setelah berhenti sebentar dan memandang wajah Poan-
kay siansu, dia berkata lagi sam bii tertawa:
"Taysu adalah seorang tokoh sakti dari kalangan
beragama, tentunya kau dapat memaklumi kesalahan orang
lain bukan " Bila aku telah melakukan banyak kesalahan tadi,
dikemudian hari pasti akan kubayar, nah sampai jumpa lagi..."
Selesai berkata dia lantas meninggalkan tempat tersebut.
Pengemis pikun ikut bangkit berdiri pula, katanya sambil
tertawa terbahak-bahak: "Haa . . . haa , . . haa ." . . hwesio gede aku merasa
beruntung sekali dapat berjumpa dengan wajah seorang dari
Hong-gwa-sam sian bahkan mendengarkan pembicaraannya,
selamat berpisah dan semoga kita akan bersua kembali
dimasa mendatang " Begitu selesai berkata, ternyata dia berjalan lebih dahulu
dengan mendahului Oh Put Kui.
Han san-ya-ceng Poati-koay taysu tidak menjawab apa-
apa, dia hanya merangkap tangannya didepan dada.
Selama hidup boleh dibilang dia selalu disanjung dan
dihormati oleh umat persilatan baru kali ini dia ditegur dan
dinasehati oleh orang Iain, perasaan semacam itu benar-
benar amat tak sedap sekali, dan apa yang didengarpun
sudah cukup baginya untuk berpikir setengah harian lamanya.
Tapi dia bisa menduduki sebagai salah seorang dari Hong-
gwa sam sian, tentu saja ia memiliki suatu kemampuan yang
melebihi siapapun. Terlepas dari masalah lain, dia merasa kagum sekali
terhadap pemuda ini, rasa kagum yang benar-benar timbul
dari hati sanubarinya . Diapun mengagumi pengemis pikun tersebut, meski pikun
orangnya tapi mulia hatinya.
Dia tak menyangka walaupun dia sudah menjadi pendeta
dan setiap hari berdoa, namun dia toh tak bisa melepaskan
diri dari keduniawian. -oOdwOo0dw0oOdwOo- Sinar matahari senja sedang memancarkan cahayanya
menerangi pepohonan diatas bukit Gan-tang san.
Diatas sebuah jalan bukit yang menghubungkan tebing
Cing-peng-gay, tiba-tiba muncul dua sosok bayangan
manusia. Mereka adalah Oh Put Kui serta pengemis pikun.
Oh Put-kui telah merubah rencananya se-mula, sebab dia
merasa lebih baik mencari tahu asal usulnya lebih dulu
sebelum menyelesaikan persoalan lainnya, maka dia tidak
pergi ke perkampungan Ang-yap san-ceng di lembah Hui-im-
kok, sebaliknya kembali ke tebing Cing-peng-gay.
Ketika mereka sampai di tebing Cing-peng gay, sinar mata
hari senja telah tenggelam dibelakang bukit.
"Lok tua, mari ikut aku menjumpai suhu didalam gua !" kata
pemuda itu kepada rekannya.
Dengan gerakan yang cepat mereka berangkat menuju ke
sebuah dinding tebing. Dengan sikap yang sangat hormat Oh Put kui menyembah
sebanyak tiga kali ke arah dinding tebing itu, kemudian
tangannya melepaskan sebuah pukulan ke atas sebatang
pohon siong yang tumbuh diatas dinding tebing tadi.
Diiringi suara gemuruh yang amat memekakkan telinga,
muncullah sebuah pintu diatas dinding tebing tersebut.
Dari balik pintu segera terpancar keluar sinar putih yang
amat menyilaukan mata. Sambil tertawa Oh Put-kui segera berteriak.
"Suhu, bocah yang mengembara telah pulang."
Dimasa lalu, bila dia telah berteriak maka dari dalam gua
pasti akan berkumandang suara gelak tertawa yang riang dan
penuh kasih sayang. Tapi berbeda dengan hari ini. Suasana dalam gua itu sunyi
tak kedengaran sedikit suara pun...
Senyuman yang semula menghiasi ujung bibir Oh Put-kui
seketika itu juga berubah menjadi kaku dan lenyap tak
berbekas. Tanpa membuang waktu lagi dia segera menerjang masuk
ke dalam gua tersebut. Ternyata gua itu kosong melompong tak ada penghuninya.
Pengemis pikun mengikuti dibelakangnya telah masuk pula
ke dalam gua itu, ternyata luas ruangan dalam gua tadi cuma
lima kaki, sedang perabot yang berada disanapun amat
sederhana. Selain sebuah meja, sebuah pembaringan dibawah lantai
terdapat pula sebuah kasur duduk.
Disamping meja batu terdapat pula sebuah hiolo, sedang
disisi pembaringan terdapat sebuah rak buku.
@oodwoo@ Jilid 7 RAK BUKU itu sangat besar, lebarnya dua kaki dengan
ketinggian beberapa kaki, semuanya terbagi menjadi tujuh rak,
setiap rak penuh dengan buku-buku.
pengemis pikun memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, mendadak ia merasa agak bingung.
Dia tak mengira kalau gua tersebut begitu kering dengan
udara yang segar, buktinya begitu banyak buku yang
tersimpan dalam gua itu sama sekali tidak lembab dan rusak.
Dia lantas mendongakkan kepala bermaksud untuk
menanyakan hal ini kepada Oh Put Kui.
Tapi mimik wajah Oh Put Kui justru membuatnya semakin
tertegun. Ternyata Oh Put Kui sedang duduk dikasur duduk sambil
menangis tersedu-sedu. Pelan-pelan pengemis pikun segera maju menghampirinya
ia menemukan secarik kertas tergeletak didepan anak muda
itu, ketika diambiI maka terlihatlah beberapa patah kata
tercantum disitu: "Kekasih lama menuntut balas kepada guru, Gi-hweesio
mengembara keujung langit, nak, aku pergi dulu, baik-baiklah
jaga diri, baik-baiklah jaga diri."
Tulisan itu nampak sangat indah dan penuh bertenaga,
membuat pengemis pikun yang melihatnya segera memuji
tiada hentinya. "Dari sini dapat diketahui kalau pengemis pikun inipun
mempunyai pengetahuan tentang ilmu sastra.
Dia lantas membentangkan kertas surat tersebut didepan
mata pemuda itu, kemudian katanya sambil tertawa:
"Hei, bocah muda, gurumu sudah minggat!" Oh Put Kui
mendongakkan kepalanya, dengan wajah penuh air mata dia
berkata : "Lok tua, mari kita pergi!"
Dia menerima kembali surat peninggalan dari gurunya itu
dan melompat keluar dari ruangan, tanpa berpaling lagi ia
tinggalkan gua tersebut. Pengemis pikun tak berani berdiam kelewat lama disitu, ia
segera mengikutinya pula dari belakang.
Setelah menutup kembali pintu gua, Oh Put Kui kembali
menyembah tiga kali, Kemudian ia baru berkata :
"Lok tua, kali ini aku benar-benar telah menjadi seorang
gelandangan yang tak punya rumah lagi."
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia membalik sepasang
matanya yang kecil dan berseru:
"Bocah muda, benarkah gurumu adalah seorang hwesio?"
Oh Put-kui manggut-manggut.
Mencorong sinar terang dari balik mata pengemis pikun itu,
serunya kembali: "Tay-gi sangjin?"
"Dari mana kau bisa tahu?" sahut Oh Put Kui dengan
sekujur badan gemetar keras.
Begitu ucapnya tersebut diutarakan, ia baru menyadari
kalau sudah salah berbicara.
Dengan ucapan tersebut, bukankah sama artinya dengan
memberitahukan kepada pengemis tua, siapa gerangan
suhunya" Pengemis pikun segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... .haaahhh haaaahhh dalam dunia yang begini
luas, hwesio bodoh cuma seorang, dialah sipendeta sinting
Tay-gi sangjin yang disebut orang persilatan sebagai tokoh
sakti!" "Aaaai Lok tua, kau sangat cerdik!" puji Oh Put-kui sambil
menghela napas. "Haaahhh..,.haaaahhh haaaahhh masa kau baru tahu anak
muda ?" pengemis tua nampak amat bangga.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaah, tidak! Hal ini sudah kuketahui sejak berada di tepi
telaga kiu liong thian ."
Kali ini pengemis tua yang dibikin tertegun, lama kemudian
dia baru berseru: "Bocah muda, kau memang amat hebat..."
"Aaaah, Lok tua, kau toh sudah tahu aku ini murid siapa."
"Yaa, betul, kau memang muridnya tokoh paling sakti
dikolong langit." Pengemis pikun tertawa gelak.
Sesudah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh:
"Bocah muda, setiap orang mengatakan kalau gurumu
telah berpulang ke alam baka sesudah berhasil mengalahkan
gembong iblis nomor wahid dari kolong langit, Pat-huang it-
koay-jian-sim jui-siu manusia paling aneh di Pat-huang, kakek
setan berhati cacad, Siu Lun. Tampaknya ucapan itu tidak
benar, rupanya dia orang tua bersembunyi ditengah gunung
untuk mendidik kau si bocah pintar!"
"Yaa, memang guruku berbuat demikian..."
Pengemis tua segera mengawasi bocah muda itu lekat-
Iekat, kemudian katanya lagi. "Bocah muda.siapakah kekasih
lama gurumu" Tahukah kau akan hal ini ?"
Oh Put-kui segera menggeleng. "Aku belum pernah
mendengar suhuku menyinggung tentang soal ini, lagipula
suhu adalah seorang pendekar yang sudah berusia ratusan
tahun, aku tidak percaya kalau dia orang tua masih
mempunyai kekasih lama..."
Kembali pengemis pikun tertawa tergelak. "Haaahhh
haaahh haaahhh kali ini kau benar-benar ketanggor batunya!"
Mendadak tergerak hati Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, serunya dengan cepat.
"Lok tua, nampaknya dibalik ucapanmu itu masih ada
ucapan lain!" "Tentu saja." pengemis pikun tertawa bangga, "aku si
pengemis mah tak bakal disulitkan oleh persoalan semacam
itu!" Oh Put Kui segera tertawa, pelan-pelan ia duduk di atas
batu besar didepan dinding batu itu, kemudian bisiknya:
"Lok tua, aku bersedia untuk mendengarkan penuturanmu
itu!" "Penuturanku" Penuturan apa?" pengemis pikun segera
menjatuhkan diri keatas tanah dan menggelengkan kepalanya
sambil tertawa aneh. "aku si pengemis mah tak pandai
bercerita yang unik-unik."
"Lok tua, kau tidak bersedia untuk bercerita?" tanya Oh Put
Kui sambil tertawa hambar.
"Bercerita apa" Aku si pengemis toh cuma gentong nasi "
Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli, dia tak menyangka
kalau pengemis itupun pandai jual mahal. Maka sambil
menarik muka dia berseru keras:
"Lok tua, kalau begitu silahkan!" Uaapan mana diutarakan
dengan nada dingin dan ketus.
Pengemis pikun itu jadi tertegun setelah menyaksikan sikap
rekannya itu, cepat dia berseru:
"Hei, kenapa kau Bocah keparat kau hendak mengusir aku
si pengemis pikun. Hayo jawab?"
"Yaa, betuI, kita memang harus berpisah."
Dengan cepat pengemis pikun menggelengkan kepalanya
berulang kali, serunya. "Hal ini mana boleh jadi " Hei bocah muda, semua uang
emas itu belum habis dipakai."
Oh Put Kui segera tertawa tergelak, "Aku mah menganggap
uang seperti kotoran kerbau, sedang msnganggap teman
seperti mestika, kalau toh Lok tua tak bisa mempunyai pikiran
dan perasaan yang bisa mencocoki diriku, tentu saja lebih baik
kita berpisah saja."
"Kau membuatku penasaran."
"Benarkah itu?" Oh Put Kui tertawa sinis, "kau sudah jelas
mengetahui kalau aku ingin cepat-cepat mengetahui siapakah
kekasih lama suhuku, dan kaupun jelas mengetahuinya, tapi
justru sengaja jual mahal, bukankah hal ini menunjukkan kalau
kau tidak setia kawan " Terhadap manusia semacam ini, aku
selalu memandangnya rendah, oleh karena itu lebih baik kita
jangan bertemu lagi mulai sekarang!"
Pengemis pikun segera tertawa geli.
"Ooh. jadi karena soal itu?"
"Apakah belum cukup" Kau sombong dan tidak setia
kawan." Belum habis Oh Put Kwi berkata, pengemis pikun sudah
tertawa tergelak, sahutnya: "Baiklah anak muda, biar aku si
pengemis bercerita dengan sejelas-jelasnya..."
Mendengar perkataan itu, diam-diam Oh Put Kui tertawa
geli, "Katakan saja," ujarnya kemudian, "walau pun aku bersedia
untuk mendengarkan tapi aku tak ingin merengek kepadamu."
"Bocah keparat, merengek atau tidak itu urusanmu sendiri,"
si pengemis pikun berkerut kening.
Setelah berhenti sebentar, mendadak wajahnya berubah
menjadi serius, katanya lebih jauh:
"Bocah muda, tujuh puluh tahun berselang ketika gurumu
belum masuk menjadi pendeta, dia sesungguhnya adalah
seorang kongcu muda yang tampan dan romantis sekali."
"Ooh.,.?" Oh Put Kni tak pernah menyangka kesitu.
"Lok tua, siapakah nama preman guruku itu..." sambungnya
kemudian setelah berhenti sebentar.
"Entahlah" pengemis pikun menggelengkan kepalanya
berulang kali, "sejak gurumu terjun kedalam dunia persi!atan,
dia telah menamakan dirinya sebagai Thian-yang-yu-cu (si
pemuda pesiar dari ujung langit), siapapun tidak tahu siapa
nama aslinya. Tapi lantaraa ilmu silatnya sangat lihay, gerak-
geriknya pun seperti naga sakti yang kelihatan kepala tak
kelihatan ekornya, maka orang persilatan memberi julukan
Sin-Iiong-koay-hiap (pendekar aneh naga sakti) pula
kepadanya." "0ooh...rupanya si pendekar aneh naga sakti adalah guruku
sendiri...." Tiba-tiba Ob Put Kui tertawa.
Pengemis pikun nampak agak tertegun.
"Kenapa Hei bocah muda, siapa yang pernah menceritakan
tentang soal Sin-liong koay hiap ini?"
"Tentu saja guruku sendiri."
"Sangjin sendiri" Ternyata situa ini belum dapat melupakan
kegagahannya dimasa lalu."
Oh Put Kui termenung dan berpikir sebentar lalu katanya
lagi sambil tertawa: "Lok tua, sekarang aku sudah tahu siapakah kekasih lama
dari guruku itu..." Pengemis pikun segera manggut-manggut.
"Kalau tokh sangjin pernah menyinggung soal Sin-Iiong-
koay-hiap kepadamu, tentu saja dia pernah menyinggung pula
dengan Thian-hiang-hui-cu "permaisuri cantik Ki Yan-hong!"
"Benar, guruku memang pernah menyinggung soal Thian-
hiang Hui-cu Ki Yan-hong!"
"Anak muda, tahukah kau, gara-gara Thian-hiang-hui cu
hendak mendapatkan cinta dari Sin-liong-koay-hiap, hampir
saja dia telah mengacaukan seluruh dunia persilatan?"
"Benarkah itu ?"
Kembali si pengemis pikun tertawa, "Coba kalau
perempuan itu tidak mengejarnya kelewat buas, mana
mungkin gurumu bisa berubah menjadi Tay-gi Sangjin ?"
Oh Put-kui menjadi tertegun. "Kalau begitu suhu dipaksa
untuk mencukur rambutnya menjadi pendeta ?" ia berseru.
"Siapa bilang tidak ?" setelah menggelengkan kepalanya
dan tertawa tergelak, pengemis pikun berkata lebih jauh,
"Sungguh tak kusangka tujuh puluh tahun kemudian, untuk
kesekian kalinya Sangjin harus melarikan diri."
Oh Put-kui tak tahan untuk menghela napas pula.
"Tak heran kalau snhu segera berkerut kening bila
menyinggung soal perempuan.
"Haaah... haah... ketika Thian-hiang Huicu mengejar
sangjin, aku si pengemis tua baru berumur belasan tahun, kini
rambutku sudah beruban semua, tak nyana masih sempat
menyaksikan lagi peristiwa aneh ini, aaai... rasa cinta Thian-
hiang Hui-cu kepada gurumu benar-benar hebat sekali."
Tiba-tiba Oh Put kni memejamkan matanya dan termenung.
Melihat pemuda itu termenung saja sehingga terhadap apa
yang diucapkan seolah-olah tidak mendengar, pengemis pikun
itu kembali berseru: "Hei, anak muda, apa yang sedang kau pikirkan ?"
"Aaah, aku sedang berpikir bagaimana caranya untuk
berjumpa dengan Thian hiang Hui-cu !"
"Mau apa?" seru pengemis pikun dengan wajah tertegun,
"apakah kau ingin mencari kesulitan buat diri sendiri?"
"Akn hanya ingin membujuknya agar jangan mendatangkan
kesulitan lagi buat guruku."
"Apa gunanya" Dia toh tak akan bisa menemukan gurumu."
Kata si pengemis sambil menggeleng.
Oh Put-kui turut menggelengkan pula kepalanya.
"Tapi aku merasa tak tega menyaksikan guruku berkelana
didalam dunia persilatan, oleh karena itu aku hendak
menganjurkan kepada Thian-hiang Hui-cu agar mematikan
saja ingatan tersebut!"
Mendengar perkataan itu, pengemis pikun tertawa
terbahak-bahak. "Gurumu saja tak mampu, masa kau bisa melakukannya?"
Oh Put-kui ikut tertawa tergelak.
"Lok tua, mungkin guruku tak mampu untuk melakukannya,
tapi aku pasti akan berhasil."
"Benarkah itu" Bocah muda. mari kita pergi ke kota Kim-
leng. -oOdwOoOdwOOdwOoo- Tepi sungai Chin-hway merupakan suatu tempat pasiar
yang sudah termashur namanya di seantero dunia.
Apa bila malam tiba, beraneka warna lampu akan
menerangi sekeliling tempat tersebut, Rumah pelacuran Yan
hiang-lo yang tersohor di wilayah Kanglam karena empat
orang pelacur topnya, setiap senja sudah tiba seIalu penuh
dikunjungi oleh tetamu. Hari itu, didepan rumah pelacuran Yan-hiang-lo telah
kedatangan dua orang tamu yang berdandan sangat aneh.
Seorang tua dan seorang muda ini mengenakan pakaian
yang sangat perlente sedemikian menterengnya dandanan
mereka hingga putra residen pun kalah.
Pada hakekatnya dandanan mereka seperti raja muda,
seperti pangeran dari kerajaan.
Yang muda tampaknya adalah majikan, ia mempunyai
wajah yang ganteng dengan perawakan badan yang gagah.
Pakaian yang dipakai adalah sebuah pakaian bersulamkan
dengan emas, harganya per stel mungkin mencapai seribu
tahil emas. Yang tua pun berdandan orang kaya, cuma kalau dilihat
gerak-geriknya yang kedesa-desaan, bila diduga kalau dia
datang dari dusun, mungkin orang kaya dusun.
Tua dan muda berdua ini datang dengan sikap yang
menterang pengiringnya amat banyak tak terhitung.
Kontan saja suasana dalam rumah pelacuran Yaa-hiang-Io
menjadi amat sibuk, terutama sekali ibu germonya.
Setelah mempersilahkan tamunya duduk, melihat dandanan kedua tamu agungnya itu, diam-diam si germo
berkerut kening. "Tolong tanya siapakah nama loya berdua."
Oh!" jawab kongcu muda itu tertawa hambar.
"OOdwOoo, kiranya Oh kongcu!"
Sedang siorang kaya desa yang memelihara kumis itu
segera menyambung pula dengan suara aneh:
"Lohu adalah Lok toa-loya. Pembesar To-tay dari Holam!"
"Aaaah... rupanya Lok-toa-loya, hamba menyampaikan
salam kepada kau orang tua!" Buru buru Germo itu memberi
hormat dengan sikap munduk-munduk begitu mengetahui
kalau kakek itu adalah pembesar.
Lok-toa-loya segera tertawa, kemudian serunya dengan
suara keras: "Mengapa kau tidak menyampaikan salam pula kepada Oh
kongcu?" "Baik ..baik. ."
Mendadak Lok toa-Ioya tertawa dingin, "Heeehhh... heeehh
..heeehhh....kau tahu, siapakah Oh toa kongcu ini?"
"Hamba hamba... dosa hamba besar sekali, hamba tidak
tahu Oh Toa Kongcu."
"Oh Toa Kongcu adalah... adalah..."
Mendadak pembesar To tay dari Holam yang mengaku
bernama Lok Toa-loya ini membungkukkan tubuhnya dalam-
dalam sambil bertanya dengan suara lirih:
"Kongcu, bolehkah hamba untuk mengatakannya ?"
Oh Kongcu segera melotot besar.
"Ketika meninggalkan ibu kota, apa pesan ku kepadamu"
Lok tayjin, berhati-hatilah kalau berbicara!"
Sambil menyeka peluh yang membasahi jidatnya, buru-
buru Lok tayjin menjura lagi dalam-dalam.
"Baik... baik... Tayjin "
Mendengar tanya jawab tersebut, si Germo tersebut
menjadi semakin ketakutan.
"Waaah... siapa gerangan Oh Kongcu ini?" demikian dia
mulai berpikir, "kalau seorang pembesar To-tay kelas
empatpun begitu munduk-munduk dihadapannya aaah,
jangan-jangan Oh Kongcu ini adalah seorang Raja muda atau
pangeran." Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benak germo
itu, Lok tayjin sudah membentak keras:
"Apakah keempat orang nona ada disini?"
"Ada, ada tayjin!"
"Suruh mereka keluar semua!"
"Baik." Sambil sipat ekor, germo itu buru-buru menyembah lalu
mengundurkan diri dari situ,
Tak selang berapa saat kemudian, terdengar suara
kegaduhan di luar ruangan sana,
Tiba-tiba Oh Kongcu itu berkerut kening, kemudian
katanya:
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lok tua, hebat betul permainan sandiwaramu!"
"Benarkah itu?" pembesar Lok tertawa keras, "baru
pertama kali ini selama hidup aku sipengemis..."
Rupanya mereka berdua tak lain adalah Oh Put-kui dan si
pengemis pikun berdua. "Ssttt.... Lok tua, jangan keras-keras," bisik Oh Put-kui
dengan mata berkilat, "tempat ini bukan sembarangan rumah
pelacuran" Pengemis pikun segera menjulurkan lidah nya dan tertawa.
"Betul, hampir saja aku si pengemis melupakannya."
Sementara kedua orang itu masih berbincang-bincang, si
germo telah mundul kembali dengan senyuman palsunya.
"Kongcu-ya," dia berkata, "harap tunggu sebentar lagi, ke
empat nona segera akan tiba!"
Oh Put-kui mendengus dingin.
"Hmmm, Lok tayjin," dia berseru, "tampak nya lagak dari
rumah-rumah hiburan di kota Kim-leng ini kelewat besar!"
-oOdwOoOdwOOdwOoo- "BENAR.... harap Kongcu maklum." buru-buru pengemis
pikun menjura dengan hormat.
Kemudian sambil melotot kearah germo itu, bentaknya:
"Mengapa tidak segera pergi" Kalau sampai menggusarkan
Kongcu, hmmm, jangan salahkan kalau dari pengadilan akan
muncul opas yang akan menggiringmu masuk bui. Hmm,
kalau sudah sampai begitu, tahu rasa nanti."
Mendengar perkataan itu, si germo segera menjulurkan
lidahnya karena ketakutan.
Setelah mengiakan berulang kali, sambil lipat ekor dia
segera melarikan diri terbirit birit.
Setibanya diluar ruangan, iapun berteriak keras:
"Nona sekalian, cepat sedikit, Kongcu sudah marah."
Hampir meledak suara tertawa pengemis pikun saking
gelinya. Tapi ruangan itu sangat ramai dan banyak orang yang
berlalu lalang, walaupun pengemis pikun ingin berbicara dia
tak berani bersikap gegabah.
Oh Put Kui sendiri, untuk memperlihatkan sikapnya sebagai
seorang pangeran atau raja muda, mau tak mau harus
menarik kembali sikap acuh tak acuhnya.
Setelah menghidangkan air teh. si germo itupun lari masuk
kedalam ruangan sambil berseru:
"Kongcu-ya....Lok-toa-loya..,nona berempat tiba!"
Tampak tirai disingkap orang, empat orang gadis yang
berdandan model keraton berjalan masuk dengan langkah
yang lemah gemuIai. Ternyata mereka berempat memang tak malu disebut
pelacur kenamaan dari kota Kim-leng.
Selain mereka berwajah cantik jelita, lagi pula mempunyai
perawakan tubuh yang ramping tapi padat berisi.
Oh Put Kui nampak agak tertegun. Pengemis pikun pun
agak termangu sampai sampai ternganga lebar mulutnya.
Melihat itu, si germo pun tertawa, Karena dilihat dari mimik
wajah kedua orang ini, dia seakan-akan melihat ada uang
segenggam yang dimasukkan kedalam sakunya.
Buru-buru dia maju kedepan sambil memperkenalkan.
"Nona sekalian Kongcu ini adalah Oh Kongcu dari ibu kota,
dan ini adalah Lok-toa-loya, kalian harus baik-baik memberi
pelayanan, percaya Kongcu ya pasti tak akan menyia-nyiakan
kalian." Empat orang gadis itu bersam-sama memberi hormat,
bahkan hampir bersamaan waktunya berkata lembut:
"Oh Kongcu, Lok loya, terimalah salam kami."
"Nona tak usah banyak adat, siapkan perjamuan!" kata Oh
Put Kui sambil mengulapkan tangannya.
Dengan cepat perjamuan dipersiapkan. Sambil tertawa Oh
Put Kui berkata lagi kepada pengemis pikun:
"Lok to-tay, tampaknya nama besar empat pelacur utama
dari Kanglam memang bukan nama kosong belaka."
Pengemis pikun tersenyum. "Dimasa lalu hamba selalu
menganggap orang cantik yang kujumpai sudah banyak, tapi
sekarang baru hamba ketahui, belum pernah kujumpai empat
wanita secantik ini."
Setelah berhenti sebentar, dia lantas mengangkat
cawannya kearah empat orang perempuan itu sambil
bertanya: "Nona berempat, siapa nama kalian?"
Benar-benar tak disangka, si pengemis pikunpun dapat
menunjukkan sikapnya yang lembut dan terpelajar.
Dalam pada itu, seorang nona berbaju putih yang berusia
paling tua diantara keempat orang gadis itu tersenyum manis,
lalu menjawab: "Aku yang rendah bernama Liu Im!"
Sesudah mengerling sekejap kewajah Oh Put Kui, dia
menuding tiga orang gadis lainnya sambil menambahkan:
"Dan mereka adalah Khi cui, Wi Hiang dan Siau Hong."
Sekarang Oh Put Kui baru tahu, rupanya si nona yang
berbaju hijau bernama Khi Cui, yang berbaju kuning bernama
Wi Hiang sedang si nona yang berbaju biru bernama Siau
Hong..." Sambil tersenyum dia lantas berkata: "Sudah lama
kudengar nama besar kalian."
Padahal dalam hati kecilnya dia merasa jauh lebih terkejut
daripada si pengemis tua.
Nama besar "Liu Im, Khi Cui, wi Hiang dan Han Yan"
sebagai empat orang dayang kepercayaan Thian-hiang Hui-cu
sudah termashur dalam dunia persilatan.
Walaupun Han Yan, salah seorang diantara ke empat
dayang itu sudah dibunuh oleh Oh Put-kui, tapi sekarang
kedudukan "Han Yan" telah digantikan oleh Siau Hong masih
di-tas kecantikan Han Yan.
Diam-diam pengemis pikun mengomel di dalam hati, dia
merasa nyali dari ke empat orang gembong iblis ini benar-
benar sangat besar, sampai namapun sama sekali tidak
berubah. Sementara mereka berdua masih termenung, Liu Im sudah
mengisi cawan dengan arak lalu berkata:
"Kongcu, silahkan minum arak!"
"Aah merepotkan nona saja!" sambil tertawa Oh Put Kui
menerima cawan berisi arak ini.
"Aaah Kongcu tampaknya baru pertama kali ini berkunjung
ke kota Kim-leng?" "Di hari biasa banyak urusan dinas yang harus
kuselesaikan sehingga jarang dapat datang ke Kim-leng!"
"Kocngcu-ya, kau pasti seorang yang amat repot..."
timbrung Khi Cui sambil tertawa.
"Urusan tentang negara, lebih baik tak usa nona campuri!"
tukas Oh Put Kui tiba-tiba dengan dingin.
Perubahan sikapnya yang secara tiba-tiba segera membuat
keempat orang pelacur itu menjadi tertegun.
Pengemis pikun yang menyaksikan dari samping, diam-
diam tertawa geli, ia tak menyangka kalau bocah muda itu
sedemikian lihay sehingga dengan perubahan sikap-sikapnya
saja sudah dapat menghilangkan kecurigaan ke empat orang
pelacur itu. Khi Cui tertawa rawan, lalu menyahut dengan sedih:
Teguran kongcu akan hamba ingat terus, harap kongcu
sudi memaafkan." "Aku tak akan menyalahkan kalian" jawab Oh Put-kui
dengan gaya pembesarnya, "lebih baik jika kalian menerima
tamu seorang pembesar, janganlah bertanya tentang soal
negara, daripada mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri"
"Nasehat kongcu akan hamba ingat selalu didalam hati,"
"Kalau bisa di ingat memang lebih baik" jawab Oh Put-kui
tertawa hambar. Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba katanya kepada si
pengemis pikun: "Lok tayjin!" "Kongcu ada perintah apa?" Pengemis tua menjura dengan
sikap menghormat. "Sewaktu ada di ibu kota, kau selalu memuji ke empat
orang gadis ini sebagai orang yang pandai ilmu silat, tapi
setelah berjumpa hari ini, sungguh membuat hatiku kecewa!"
Pengemis pikun jadi tertegun, bagaimana harus menjawab.
Dalam cemasnya dia lantas berseru tergagap:
"Soal ini soal ini hamba...hamba..."
Oh Put-kui memandang sekejap wajah ke-empat orang
gadis itu, kemudian katanya lagi sambil tertawa:
"Lok tayjin, kau tak usah gugup, aku tidak bermaksud untuk
menegur dirimu." "Ooh rupanya begitu " si pengemis pura-pura menghembuskan napas lega, "kongcu, kau..."
Oh Put Kui kembali tertawa, tapi kali ini dia tertawa sambil
memandang kearah Liu Im yang genit.
Sikap Liu Im nampak sangat aneh, agaknya mereka sudah
terpikat oleh kegantengan Oh Kongcu ini, lagi pula
terpengaruh oleh apa yang dikatakannya tadi.
Maka mereka hanya sempat berpikir, siapa gerangan Oh
Kongcu ini " Apa maksud kedatangannya "
Ternyata tak seorangpun diantara mereka yang memperhatikan sorot matanya yang tajam, atau tegasnya
mereka tidak menyangka kalau Oh Put Kui sesungguhnya
adalah seorang jago muda yang berilmu sangat tinggi.
Sudah barang tentu mereka lebih-lebih tak menyangka
kalau pemuda tampan ini adalah Oh Put Kui yang pernah
berkunjung ke Pulau neraka dan dapat pulang dengan
selamat. Sekalipun demikian, Liu im adalah seorang yang sangat
berpengalaman dalam bidang pelacuran, maka sewaktu Oh
Put Kui tertawa kepadanya, diapun segera mengeluarkan ilmu
merayunya. Sambil tertawa genit, katanya dengan lembut:
"Kongcu tak pernah meninggalkan ibu kota, dan cuma
mendengar pembicaraan orang saja, sudah barang tentu jauh
sekali dengan kenyataan. Walaupun kami berparas lumayan,
dan mengerti sedikit tentang ilmu sastra, tapi dalam hal ini silat
sesungguhnya kami tidak tahu sama sekali !?"
Oh Put Kui segera tersenyum, dibalik senyuman tersebut
tersimpanlah suatu arti yang sangat mendalam.
"Nona, kalian pandai sekali merendahkan diri !"
Mendadak dia berpaling dan memandang sekejap ke arah
Pengemis pikun, lalu katanya lagi:
"Lok tayjin, kalau kudengar dari pembicaraan nona ini,
bukankah berarti apa yang kau dengar itu tidak benar?"
Kali ini pengemis tua agak tertegun, kemudian baru
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Hamba rasa apa yang hamba dengar sudah pasti dan bisa
dipercaya seratus persen."
"Haaaahhh... haaaaahhh... haaaahhh... benar, kalau tersiar
kabar begini sudah pasti tak akan tersiar tanpa sebab."
Dengan sorot matanya yang jeli dia lantas mengerling
kembali ke atas wajah ke empat orang gadis itu.
Sebodoh-bodohnya Liu Im berempat tentu saja mereka
dapat menangkap arti yang sebenarnya dari ucapan tersebut,
maka tanpa terasa mereka saling berpandangan sekejap.
Siau Hong yang termuda diantara mereka berempat, tiba-
tiba menutup mulutnya Sambil tertawa, kemudian katanya :
"Kongcu, kau terlalu menyanjung kemampuan kami empat
bersaudara." Suaranya lemah lembut dan amat merdu bagaikan kicauan
burung nuri, membuat setiap orang yang mendengar akan
terpikat rasanya. Oh Put Kui tertawa, diamatinya sekejap si nona cantik yang
berada dihadapannya, lalu sambil berpaling kearah pengemis
pikun, dia berseru: "Lok tayjin, kalau aku tidak salah dengar, agaknya diantara
nama-nama keempat pelacur kenamaan dari rumah pelacuran
Yan-hiang-lo tidak tercantum nama nona Siau-hong, apakah
hal ini keliru?" "Tidak, tidak keliru, waktu itu diantara nama-nama keempat
nona memang tidak ter dapat nama Siau Hong!"
Oh Put Kui segera berlagak seakan-akan termenung sambil
berpikir sejenak, lalu katanya lagi:
"Kalau aku tidak salah ingat, seharusnya terdapat nona
Han Yan." "Ya, yaa betul, memang nona itu bernama Han Yan!"
kembali si pengemis pikun bertepuk tangan.
Pelafi-pelan Oh Put Kui segera berpaling kearah Siau
Hong, lalu katanya lebih jauh:
"Nona, kalau begitu kau telah menggantikan kedudukan
nona Han Yan! Atau mungkin nona Han Yan sudah jemu
dengan pekerjaan semacam ini maka dia mengundurkan diri
dari pekerjaannya dan menikah."
Paras muka Liu Im sekalian berempat segera berubah
berulang kali, tapi belum
menjumpai sesuatu yang mencurigakan mereka berempat tak berani sembarangan
berkutik. Siau Hong sebagai orang yang ditanya, tentu saja tak dapat
berdiam diri terus, maka sambil tertawa paksa sahutnya:
"Dugaan kongcu, kedua-duanya salah besar !"
"Aaah, aneh kalau begitu, aaah jangan-jangan nona Han
Yan telah jemu dengan segala macam kehidupan manusia
biasa, maka dia telah masuk kebidang agama dengan
mencukur diri menjadi rahib?" Siau Hong segera tersenyum.
"Kongcu, walaupun dugaanmu tidak benar toh tidak selisih
jauh, benar enci Han Yan memang telah suci sekarang, tapi
dia suci di alam baka, karena beberapa waktu berselang dia
diserang penyakit aneh dan menghembuskan napasnya yang
penghabisan!"
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Put Kui segera menghela napas sedih.
"Aaaa! kalau begitu, nona Han Yan benar-benar seorang
gadis cantik yang bernasib mengenaskan!"
"Siapa bilang tidak?" dengan wajah murung Siau Hong
menghela napas pula, kematian enci Han Yan benar-benar
mengenaskan." Sekalipun Oh Put Kui telah berperan lebih baik, cuma Oh
Put Kui mengerti bahwa kematian Han Yan telah menimbulkan
pula perasaan ngeri dihati mereka.
Oleh karena itu tidaklah heran jika mereka turut bersedih
hati. "Kong-cu-ya," pengemis pikun segera berseru sambil
tertawa, "tampaknya berita kematian dari nona Han Yan ini
masih belum tersiar sampai di ibu kota ?"
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Kematian seorang pelacur kenapa mesti dianggap begitu
serius dan penting " Lok tayjin, bukannya aku sengaja
mengurangi suasana gembira disini, tapi sebenarnya
perbuatan para pembesar dari ibu kota betul-betul kelewat
brutal." Pengemis pikun kesima, kemudian sahutnya berkali-kali:
"Benar... benar..."
Padahal dalam kenyataan dia tidak tahu apa, yang
dimaksudkan oleh Oh Put-kui, tapi dia tahu asal mengucapkan
kata "benar" maka jawaban tersebut sudah pasti tak bakal
salah Iagi. Sementara itu mimik wajah Liu Im berempat semakin tak
menentu dan berubah-ubah, tamu yang dijumpainya sekarang
boleh dibilang merupakan tamu paling istimewa yang
dijumpainya tahun ini. Berbicara soal dandanan, Oh kongcu ini memiliki gaya dari
seorang pangeran. Tapi kalau ditinjau dari soal pembicaraan dia justru lebih
mirip seorang jagoan persilatan dari golongan putih. Mereka
sudah berusaha keras untuk menemukan suatu cara yang
paling baik untuk menghadapi tamu semacam ini, tapi untuk
beberapa saat mereka justru tidak berhasil menemukan sikap
semacam apakah yang sepantasnya diperlihatkan hingga tak
sampai menimbulkan kesulitan.
Oleh karena itu sambil tersenyum, Liu Im segera berkata
kepada Oh Put kui: "Oh kongcu, dalam keadaan seperti ini,
aku sangat berharap bisa berbincang-bincang dengan kongcu
sambil menikmati keheningan suasana, kebetulan kami
berempat mengerti juga tentang seni suara, bagaimana kalau
kami bawakan sebuah lagu untukmu."
Oh Put-kui tahu kalau ke empat orang perempuan
penghibur itu sudah menaruh curiga kepadtnya, sambil
tertawa segera sahutnya: "Setelah berada dalam barisan perempuan tampaknya aku
harus menurut saja..."
Khi Cui dan Wi Hiang segera tertawa, mereka lantas
mengambil kim dan harpa dari atas dinding, kemudian jari
jemari mereka memetik senar-senar harpa itu membawakan
irama merdu, sedang Liu Im Siu liong menarik suara.
-oOdwOoOOdwOodwOo- Mendengarkan suara nyanyian yang begitu merdunya.
Pengemis pikun sampai melongo dengan mata terbelalak.
Ia benar-benar amat girang, sebab selama hidup baru
pertama kali ini dia merasakan suasana semacam ini.
Arak wangi, hidangan Iezat, perempuan cantik, nyanyian
merdu dan tarian indah.... kesemuanya itu hampir saja
membuatnya menjadi mabuk kepayang.
Oh Put Kui masih saja duduk dengan senyuman dikulum,
padahal perasaannya makin lama semakin berat.
Dia mempunyai rencana untuk menaklukkan ke empat
orang perempuan itu dalam sekali serangan.
Demi gurunya, mau tak mau dia harus turun tangan
terhadap perempuan perempuan penghibur itu.
Dia ingin mencari tahu tempat tinggal Thian hiang Hui-cu Ki
Yan-hong dari mulut ke empat orang dayang tersebut,
kemudian berusaha untuk membebaskan gurunya dari
Pendekar Kidal 6 Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Jodoh Rajawali 32
mundur sendiri?" "Aku jadi berpikir-pikir, andaikata sampai terjadi pertarungan lantas apa yang mesti kulakukan?"
Diam-diam Cin Poo-tiong mengangguk setelah merenung
sebentar jawabnya: "Saudara cilik, apakah kau takut kalau sampai salah
melancarkan serangan hingga melukainya?"
"Bukan dia, melainkan mereka..."
"Saudara cilik, kau menganggap diatas pulau itu
berpenghuni lebih dari satu orang?" Cin Poo-tiong ikut tertawa.
"Tentu saja bukan cuma satu orang," jawab Oh Put-kui,
"kalau cuma satu orang saja, mengapa dia baru pada
kesempatan yang ke empat baru menggunakan ilmu pedang
terbang untuk menakut-nakuti dirimu?"
"Yaa, betul juga perkataan saudara cilik...." Cin Poo-tiong
tertawa. Setelah merenung sebentar, kembali ujarnya:
"Padahal kau juga tak usah merasa sedih, andaikata kita
dapat naik ke atas darat, kalau bisa berusahalah untuk saling
bersua muka dengan pihak lawan..."
"Yaa, terpaksa kita memang harus berbuat demikian."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, perahu kecil
itu sudah berada lebih kurang sepuluh kaki dari tepi pantai.
Sementara itu, pengemis pikun sudah ngeloyor pergi dari
buritan perahu menuju ke-depan. geladak dan menyembunyikan diri dibelakang Oh Put Kui, tampaknya dia
hendak mempergunakan si anak muda itu sebagai
tamengnya. Sudah barang tentu Oh Put Kui mengetahui akan hal ini,
tapi ia justru berlagak seakan-akan tidak tahu.
Dalam pada itu perahu yang mereka tumpangi makin lama
semakin mendekat, dari jarak sembilan kaki menjadi delapan
kaki.... jaraknya semakin lama semakin menjadi pendek.
Tapi suasana diatas pulau itu masih tetap hening, sepi dan
tak kedengaran sedikit sua rapun, sedemikian sepinya sampai
semua orang yang berada didalam perahu dapat mendengarkan debaran jantung masing-masing, sementara
itu jarak dengan pulau itu sudah makin pendek lagi, enam kaki
sudah dilampaui kini makin mendekati jarak lima kaki... empat
kaki... Si nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo tiong telah
menyelinap kcburitan perahu dan menggantikan pemuda
kekar tersebut untuk memegang kemudi, sementara pemuda
itu sendiri mengambil sebatang gala panjang dan bersiap-siap
untuk mendekati pantai. Kini jaraknya tinggal tiga kaki... dua kaki
Makin lama pulau itu makin dekat, namun tiada sesuatu
kejadian apapun yang berlangsung didepan mata.
Segala sesuatunya tetap hening, sepi tak kedengaran
suara pun, selain gulungan ombak yang memecah kepantai,
tiada gerakan apapun yang kerja disana.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Oh Put Kui nampak agak tertegun oleh kejadian tersebut,
apa yang terjadi didepan mata benar-benar berada diluar
dugaannya, Cin Poo-tiong paling tercengang oleh kejadian
tcrsebut, dia sampai termangu-mangu dibuatnya.
Tampaknya perahu itu segera akan mendekati tepi pantai
berkarang, kini jaraknya sudah tinggal satu kaki.
Mendadak... Dalam suasana yang penuh ketegangan tersebut, dan
tengah udara berkumandang suara petikan harpa yang amat
keras dan memekikkan telinga.
Begitu suara harpa tersebut berkumandang, empat orang
yang berada dalam perahu segera merasakan suatu
getarakan keras didalam hati mereka.
Malahan pemuda yang membawa gala panjang sambil
mempersiapkan pendaratan itu hampir saja terjungkal
kedalam laut. Oh Put Kui tertawa hambar, tiba-tiba sepasang tangannya
dirangkapkan didepan dada, lalu sambil memejamkan
matanya dia berdiri tenang.
Segulung bau harum yang menyejukkan dengan cepat
menyebar keempat penjuru, demikian sedapnya bau itu
membuat semangat orang serasa berkobar kembali.
Thian-Iiong-sian-kang memang terbukti merupakan suatu
Kepandaian maha sakti dari dunia persilatan.
Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong, si pengemis
pikun Lok Jin Ki dan pemuda kekar yang berada diatas
perahu, sesungguhnya sudah terpengaruh oleh getaran keras
itu sehingga kesadarannya hampir lenyap, tapi begitu Oh Put
Kui mengerahkan tenaga murninya, seketika itu juga mereka
jadi segar dan sadar kembali.
Dengan perasaan terkejut si Nelayan sakti dari lautan timur
segera menghela napas panjang, katanya:
"Saudara cilik, mau tak mau lohu mesti merasa kagum
sekali atas kemampuanmu..." sekarang perahu mereka sudah
merapat dengan daratan. Bersamaan dengan merapatnya perahu tersebut dengan
pantai, tiba-tiba saja suara harpa itu terhenti sama sekali.
Tak lama kemudian, dari arah pantai sana berkumandanglah suara pekikan panjang yang amat keras.
Oh Put Kui memandang sekejap rekan-rekannya, kemudian
berkata sambil tertawa. "Mari kita bersama-sama naik ke darat!"
Nelayan sakti dari lautan timur segera meninggalkan
beberapa pesan kepada pemuda kekar itu, kemudian dengan
mengikuti dibelakang Oh Put-kui serta pengemis pikun Lok
Jin-ki, dia melompat naik keatas daratan. Ternyata pulau
tersebut merupakan sebuah pulau karang yang penuh dengan
batuan tajam, Ketiga orang itu memperhatikan sekejap suasana
disekeiiling tempat itu, sekarang mereka baru tahu kalau
tempat itu merupakan sebuah tanah datar yang berbentuk dari
batuan karang yang datang, luasnya mencapai beberapa
hektar. Jarak antara tanah datar tersebut dengan permukaan laut
kurang lebih mencapai tiga kaki.
Oh Put-kui segera memberi tanda, dan ke tiga orang itupun
bersama-sama, melompat naik keatas tanah datar tadi.
Setelah berada di atas tempat itu, mereka bertiga baru
merasa terkejut sekali. Ternyata disana duduknya manusia yang berbaju aneka,
bahkan bukan cuma satu orang saja.
Lebih kurang beberapa kaki dihadapan ke tiga orang itu
duduklah berjajar tujuh orang kakek.
Oh Put-kui segera berkerut kening, kemudian sambil
menjura dan tertawa katanya:
"Baik-baikkah kalian bertujuh, orang tua" aku dan rekan-
rekanku telah datang mengganggu ditengah malam buta
begini. harap kehadiran kami bisa dimaafkan."
Ke tujuh orang kakek itu saling berpandangan sekejap,
kemudian bersama-sama mengangguk.
Dibagian tengah duduklah seorang kakek yang tinggi
besar, sambil mengerutkan keningnya yang licin dan tertawa
ramah, dia menegur: "Hei bocah, siapa namamu?"
"Aku bernama Oh Put-kui"
Sementara itu, kakek berwajah kuning berambut putih
sepanjang bahu yang duduk disamping kakek tinggi besar itu
sudah mengawasi terus jago muda kita dengan seksama
sejak Oh Put-kui munculkan diri dihadapan mereka.
Apalagi ketika mendengar Oh Put-kui mengutarakan
namanya, tampak sekujur badan nya bergetar keras.
Dengan sorot mata yang lebih tajam dia mengawasi wajah
anak muda itu makin tak berkedip...
Kakek yang tinggi besar itu segera tertawa, ujarnya: "Wahai
bocah ciIik, siapakah yang telah mewariskan ilmu silat
kepadamu" Mengapa kau tidak takut irama Liat-sim-kim-im
(irama harpa perctak hati) dari Mi Sim-kui-to, Kim-tiong seng-
jiu (."tosu setan pembingung hati, tangan sakti pemain harpa)
" Jarang sekali kujumpai manusia yang berkemampuan
seperti ini." Mendengar pertanyaan tersebut, Oh Put Kui segera tertawa
hambar. "Suhuku hanya seorang yang sudah mengasingkan diri dari
keramaian dunia, sekalipun diucapkan belum tentu ada
berapa orang yang mengenalnya, oleh karena itu kumohon
maaf kepada kakek bertujuh bila aku tak mampu menjawab
pertanyaan ini," kakek tinggi besar itu segera berpaling kearah
seorang hwesio gemuk yang duduk diurutan ke empat
darinya, kemudian tegurnya sambil tertawa:
"Hei, hwesio ! Apakah kau sudah dapat menduga asal
perguruan dari si bocah cilik ini ?"
Hwesio gemuk berjubah merah itu segera tertawa lebar.
"Menurut dugaan lolap, kemungkinan besar Siau-sicu ini
adalah muridnya Thian liong!"
"Aaaah... masa Thian-liong Sang-jin juga menerima
murid?" kata si kakek tinggi besar sambil tertawa.
"Yaaa, ilmu sakti naga langit memang tidak sepantasnya
lenyap dari peredaran dunia..."
Sementara itu, seorang tojin berbaju hitam yang duduk
diurutan ke enam menimbrung pula sambil tertawa:
"Saudara Ku, apa yang diucapkan Jian-gi memang betul,
kepandaian yang dipergunakan bocah itu untuk melawan Liat
sim kim-im dari pinto tadi tak lain adalah Thian-liong-sian-
kang!" Kakek tinggi besar she Ku itu segera tertawa terbahak-
bahak. "Haaahhh....haaahhh... haaahh... bocah cilik, kau pandai
mempergunakan ilmu Thian liong sian kang, sudah pasti kau
adalah muridnya Thian-Iiong Sang-jin! Entah ada urusan apa,
malam-malam begini kau datang berkunjung ke pulau kami?"
Walaupun Oh Put Kui sudah mendengarkan pembicaraan
dari beberapa orang kakek Itu, namua dia tidak merasakan
sesuatu yang aneh, berbeda halnya dengan si pengemis pikun
Lok-jin-ki serta si Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-
tiong. Tiba-tiba saja paras muka mereka berdua berubah hebat
sekali, perasaan ngeri dan segan segera menguasai seluruh
benak... Sekalipun mereka baru mendengar dua sebutan nama dari
si tosu dan si pendeta yang hadir disana, namun dari nama
Mi-sim-kui to (tosu setan pembingung hati) serta Jin-gi siansu,
tanpa terasa mereka pun terbayang pula akan nama-nama
dari lima orang sisanya...
Apalagi sesudah mereka mendengar panggilan "saudara
Ku" yang diucapkan si tosu tua terhadap kakek tinggi besar
itu, hal mana semakin membuktikan kalau apa yang diduga
mereka berdua dalam hatinya sedikitpun tidak meleset.
Pengemis pikun segera mendongakkan kepalanya dan
memandang sekejap kearah Cin Poo-tiong, kemudian bisiknya
dengan suara lirih: "Bu-lim-jit-sat kah mereka?"
Cin Poo-tiong segera manggut-manggut sambil menyahut
dengan suara amat lirih: "Yaa, betuI, mereka juga disebut Bu-lim- jit-seng ( tujuh
malaikat dari dunia persilatan)."
Kalau ditinjau dan orang-orang yang kebanyakan mati
ditangan mereka merupakan manusia-manusia berhati busuk
dan berdosa besar, ketujuh orang itu memang pantas kalau
dipanggil sebagai Jit seng ( tujuh malaikat ) cuma kalau dilihat
dari cara mereka melakukan pembunuhan secara kejam dan
brutal .." Belum habis ucapan tersebut diselesaikan nelayan sakti
dari lautan timur telah menukas sambil berbisik:
"Hei, pengemis, tahukah kau siapa yang duduk pada urutan
yang kelima itu ?" Dengan cepat pengemis pikun memperhatikan sekejap
kakek yang duduk diurutan kelima, kemudian sahutnya:
"Orang itu berwajah merah, dibawah dagu tiada jenggot
sementara sorot matanya tajam bagaikan sembilu, delapan
puluh persen orang itu adalah Toan-kiam-huang-seng ( si
latah berpedang kutung ) Liong Siau-thian!"
"Yaa, benar, memang dia," Nelayan sakti dari lautan timur
manggut-manggut, "sedari tadi dia terus menerus melototi kita
berdua. "Benarkah itu " Waaah kalau begitu aku sipengemis tak
akan mengajakmu untuk bercakap-cakap lagi, aku benar-
benar tak berani mengusik dirinya..."
Berbicara sampai disitu, pengemis pikun tersebut benar-
benar menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak berbicara lagi.
Sementara itu, Oh Put Kui sedang berbincang bincang
dengan ketujuh orang kakek tersebut:
"Umat persilatan telah menghadiahkan nama PuIau neraka
atau Pulau bisa pergi tak akan kembali untuk pulau kecil yang
kalian bertujuh huni ini, merekapun menganggap kalian
bertujuh sebagai iblis-iblis bengis yang kerjanya raenteror
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
serta membunuhi umat persilatan secara keji dan brutal."
Baru saja ia berbicara sampai disitu, sastrawan berkepala
uban berjubah kuning yang duduk diurutan ketiga mendadak
mendengus dingin. Oh Put Kui segera memandang sekejap kearahnya, namun
dengan tenang kembali dia berkata lebih jauh:
"Aku kurang percaya terhadap kabar berita yang tersiar
dalam dunia persilatan itu maka aku sengaja datang kemari,
pikirku bila kalian bertujuh benar-benar adalah kaum iblis keji,
mengapa pula kalian baru akan membunuh orang hanya bila
ada di pulau ini saja?"
Kakek pendek berbaju merah berambut putih yang duduk
dipaling ujung, tiba-tiba tertawa tergelak.
"Haaahhh haaahhh haaahhh bocah cilik, kau anggap kami
sudah membunuh banyak orang diatas pulau ini?"
"Aku sih tidak percaya!" Oh Put Kui tertawa.
"Haaahhh haaahhh haaahhh bocah, kalau toh kau tidak
percaya maka bagaimana dengan penjelasanmu tentang.
"Bisa pergi tak akan kembali" tersebut ?"
"ltulah tujuan dari kedatanganku kali ini!"
Mendadak sastrawan berambut putih yang diurutan ketiga
itu tertawa dingin. "Hmmm, kau hendak menggunakan gerak-gerikmu sendiri
sebagai bukti?" "Yaa, benar! Aku memang mempunyai maksud begitu."
"Sunggah bersemangat! Tampaknya loohu sekalian
bertujuh harus memenuhi keinginanmu itu..."
Mendadak kakek tinggi besar yang menjadi pemimpin
mereka itu tertawa nyaring.
Oh Put Kui sama sekali tidak terpengaruh oleh suara
tertawa itu, katanya pelan:
"Aku tidak mengarapkan bantuan dari cianpwee sekalian
untuk memenuhi keinginanku itu, setelah aku bisa datang
kemari, tentu bisa pergi pula meninggalkan tempat ini, cuma
julukan pulau neraka ini sebagai Bisa pergi tak akan kembali
pun mesti dirubah." Kakek tinggi besar itu menghentikan tertawanya, lalu
dengan wajah serius berkata:
"Sebenarnya pulau ini mempunyai nama sendiri"
"Ooh, benarkah itu" Sayang umat persilatan tiada yang
tahu akan hal ini!" Kakek tinggi besar itu tertawa, "Pulau kecil
yang tak bernama ini, sejak delapan belas tahun berselang,
yaitu semenjak lohu sekalian berdiam disini telah diberi nama,
dan nama itupun telah kami abadikan diatas sebuah tugu!"
"Apa nama pulau ini?"
"Jit-hu-to" "Pulau tujuh kesepian?"
Tiba-tiba Oh Put kui merasakan sesuatu perasaan yang
sangat aneh sekali. Tanpa terasa dia memiliki kembali kearah ke tujuh orang
kakek tersebut. "Tujuh orang kakek yang hidup menyendiri kesepian,
memberi nama pulau tujuh kesepian untuk pulau yang dihuni,
ehmm! Nama tersebut memang sesuai sekali!"
Walaupun daIam hati kecilnya dia berpikir demikian,
diluaran katanya segera: "Pulau tujuh kesepian memang merupakan nama yang
amat bagus, sekembalinya ke daratan Tionggoan nanti, pasti
akan ku umumkan hal ini kepada segenap umat persilatan di
dunia, agar mareka jangan menaruh perasaan salah paham
lagi... Belum habis dia berkata mendadak seseorangg telah
menukas sambiI tertawa: "Sekalipun mereka salah paham kepada kami, apa pula
yang bisa mereka lakukan terhadap lohu ?"
Orang yang berbicara kali ini adalah seorang kakek tanpa
jenggot yang duduk di urutan kelima.
Oh Put Kui memandang sekejap ke arahnya kemudian
berkata lagi sambiI tertawa.
"Apakah kau amat benci terhadap Umat persilatan?"
Kakek tak berjenggot ini tak lain adalah Toan-kim huan-
seng "si Latah berpedang kutung" Liong Siau-thian yang
disinggung pengemis tadi, diantara malaikat dunia persilatan
dialah orang yang paling angkuh dan latah.
Ucapan dari Oh Put kui tersebut, bagaimana mungkin bisa
diterima dengan begitu saja"
Kontan dia tertawa dingin, sambil mengeraskan suaranya,
kembali kakek itu berkata dengan Iatah"
"Bocah keparat, kan anggap lohu suka dengan gentong-
gentong nasi tersebut" Hmm, mencari nama, merebut
kedudukan pada hakekatnya sama sekali tidak berbau
kemanusiaan...." Belum habis dia berkata, si hwesio gemuk telah menyela
sambil tertawa: "Liong sicu, sedikitlah menahan diri dalam berbicara, watak
Liong-te dari dulu sampai sekarang masih saja berangasan
sedikitpun tidak berubah!" sambung kakek tinggi besar itu..
Setelah berhenti sebentar, diapun bertanya kepada Oh Put-
kui: "Bocah cilik, apakah kedatanganmu kemari atas perintah
dari orang lain?" Oh Put kui segera tertawa keras, "Dalam
dunia persilatan masih belum ada orang yang pantas untuk
memberi perintah kepadaku."
Sesudah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berpaling dan
memandang sekejap ke arah pengemis pikun, kemudian
katanya lebih jauh: "Aku amat sedikit berkenalan dengan
orang-orang persilatan didaratan Tionggoan..."
Ucapnya tersebut dengan cepat membuat wajah ketujuh
orang kakek itu berseri, sorot mata merekapun memancarkan
sinar aneh. Kakek kurus berwajah penyakitan yang duduk di urutan
kedua dan selama ini hanya membungkam terus itu,
mendadak tersenyum dan berkata:
"Nak, apakah orang tuamu juga jago kenamaan dari dunia
persilatan ?" Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba saja paras muka Oh
Put-kui berubah menjadi amat sedih.
Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kali,
sahutnya setelah menghela napas panjang:
Kalau dibicarakan sebenarnya memalukan sekali! Hingga
tahun iai, walaupun aku telah dua puluh tahunan namun
belum pernah kuketahui siapakah orang tuaku. Untuk itu,
harap cianpwe bertujuh jangan mentertawakan !"
Sekiias perubahan yang sangat aneh segera melintas
diatas wajah kakek ceking tanyanya lagi:
"Apakah gurumu tak pernah memberitahukan soal ini
kepadamu?" "lnsu tak pernah mau memberitahukan hal tersebut
kepadaku!" "Apakah sejak kecil kau dibesarkan oleh gurumu?" kembali
kakek ceking itu tertawa.
"Tampaknya memang begitu!"
"Nak, mengapa jawabanmu tidak meyakinkan?"
Tampaknya Oh Put-kui menaruh kesan yang baik terhadap
kakek ceking tersebut, dengan wajah termangu dia
memperhatikan kakek itu beberapa saat lamanya, kemudian
sambil tertawa dia berkata:
"Aku seakan-akan teringat pernah berdiam selama
beberapa waktu didalam sebuah gedung yang amat besar!"
"Ooh masih ingatkah kau nak, siapakah tuan rumah dari
gedung tersebut.?" Dengan cepat Oh Put-kui menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Waktu itu aku sedang belajar berbicara, jadi aku benar-
benar tak bisa mengingatnya secara jelas."
Kakek ceking itu nampak seperti amat kecewa, dia
menghela napas panjang. Untuk beberapa saat lamanya dia tidak berbicara lagi.
Tiba-tiba tojin berbaju hitam itu tertawa, katanya:
"Saudara Oh, kau tak usah memikirkan lagi, jika takdir
sudah menghendak demikian apakah kau dapat merubahnya
secara paksa" Andaikata dia akan kembali, sedari dulu dia
sudah kembali..." Kakek ceking itu segera tertawa getir.
"Lohu cukup memahami teori tersebut, cuma..."
Tertawa getir dari si kakek itu mendadak berubah menjadi
suara sesenggukan yang tertahan.
Oh Put-kui menjadi tak tega menyaksikan kejadian seperti
itu, tanpa terasa segera serunya:
"Locianpwe, mengapa kau bersedih hati?"
"Nak, ketika lohu menjumpai dirimu, tanpa terasa aku jadi
teringat dengan putraku yang sudah lenyap amat lama."
"Kini putramu berada dimana?" tanya 0h-Put-kui sambil
tertawa, Dangan cepat kakek ceking itu menggeleng
"Seandainya lohu tahu, tak akan begini sedih hatiku!"
Kembali Oh Put-kui tertawa, "Locianpwe! beritahukan
kepadaku siapa nama putramu itu, sekembalinya kedaratan
pasti akan kucari putramu itu dan menyuruhnya datang kemari
untuk menjumpaimu." "Anak baik, lohu mengucapkan banyak terima kasih dulu
atas kesediaanmu itu!" kakek ceking itu tertawa terharu.
"Aaaah urusan kecil seperti itu mengapa mesti dipikirkan"
silahkan kau sebutkan nama anakmu itu!"
"Lohu dari marga Oh, tentu saja anak itupun berasal dari
marga Oh pula, sewaktu lohu meninggalkan dia, aku tak
sampai memberi nama kepadanya, oleh sebab itu lohu sama
sekali tidak tahu siapakah namanya."
Mendengar perkataan itu, Oh Put-kui menjadi tertegun
untuk beberapa saat lamanya.
Masa seorang ayah tidak mengetahui nama putra" Hopo
tumon! Disamping itu, kalau dia diharuskan mencari seorang
pemuda she Oh didalam dunia persilatan yang begitu luas,
mana mungkin ia dapat menemukannya" Apakah keadaan
tersebut tidak ibaratnya mencari sebatang jarum didasar
samudra" Melihat pemuda itu termenung tidak menjawab, kembali
kakek ceking itu berkata:
"Kalau dihitung-hitung, maka tahun ini mestinya putraku itu
indah berusia dua puluh satu tahun!"
"Ooh, itu berarti seusia dengan diriku?" pikir Oh Put-kui di
dalam hati, "tapi itupun masih sulit untuk mencarinya..."
Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata: "Locianpwe,
sewaktu kau pergi meninggalkannya dulu, kau telah serahkan
putramu itu kepada siapa agar merawatnya?"
Sambil menghela napas kakek ceking itu menggerakan
kepalanya berulang kali. "Waktu itu lohu sedang berada dalam keadaan tak sadar."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata kakek itu,
katanya lagi sambil tertawa.
"Aaaah sekarang lohu sudah teringat, bila kau bisa
menemukan Han san-it-koay "manusia aneh dari bukit Hau-
san" Kok Cu-keng atau salah seorang diantara empat jago
pedang dibawah pimpinan Ceng-thian-kui-ong "raja setan
penggetar langit" Wi Thian-yang, mungkin bisa kau temukan
setitik sinar terang. Mendengar perkataan itu, kembali Oh Put kui memutar
otaknya untuk memikirkan persoalan itu dengan seksama.
Sebenarnya kakek ini seorang pendekar yang lurus"
Ataukah seorang iblis sesat"
Mengapa dia menyuruhnya menanyakan soal putra itu
kepada beberapa orang gembong iblis tersebut"
Tapi sewaktu sorot mata Oh Put-kui bertemu dengan sinar
mata si kakek ceking yang penuh permohonan itu, akhirnya
tak tahan dia segera mengangguk.
"Baiklah, aku akan mencari salah seorang diantara kelima
gembong iblis tersebut untuk menyelidiki pesoalan ini..."
"Nak, kalau begitu aku menantikan kabar beritamu..."
Oh Put Kui tertawa hambar dan manggut-manggut..
"Aku pasti akan mengusahakan dengan sepenuh tenaga
untuk menemukan kembali putra kesayangan locianpwe!"
Sorot matanya segera dialihkan kembali kewajah kakek
tinggi besar itu, kemudian katanya sambil tertawa:
"Bolehkah aku tahu nama besar dari cianpwe bertujuh..."
Kakek tinggi besar itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh... haaahhh...haaahhh...bocah, nyalimu benar-
benar besar! semenjak lohu sekalian menetap dipulan tujuh
kesepian ini, belum pernah ada orang asing yang bisa
memasuki tempat ini lagi, tapi sekarang bukan saja kau
sibocah berani datang kemari, bahkan berani pula
menanyakan nama kami bertujuh, selama delapan belas, baru
kejadian pada hari ini merupakan suatu peristiwa besar!"
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Kalau didengar dari pembicaraan locianpwe itu, aku
seharusnya merasa bangga, cuma....."
Sorot matanya berkilat, setelah memandang sekejap
sekeliling tempat itu,, katanya sambil tertawa.
"Locianpwe, tapi aku justru merasa sedi-kitpun tidak luar
biasa.." Kakek yang tinggi besar menjadi tertegun setelah
mendengar perkataan itu, serunya:
"Bocah, mengapa kau merasa sedikitpun tidak luar biasa?"
Oh Put Kui tertawa. "Dengan menumpang sebuah sampan menembusi ombak,
mendarat di pulau ditengah malam buta, lalu dengan
kedudukan sebagai boanpwe menyambangi jago lihay dari
dunia persilatan kalau dibilang luar biasa, sesungguhnya
kejadian ini hanya suatu peristiwa biasa saja."
Sastrawan berambut putih itu yang duduk pada urutan
ketiga itu segera mendengus dingin.
"Hmmmm, pandai betul orang ini bersilat lidah!"
"Apakah locianpwe merasa kurang leluasa?"
Paras muka sastrawan berambut putih itu segera berubah
menjadi dingin bagaikan es, katanya:
"Lohu paling benci dan muak terhadap manusia-manusia
yang tak pernah mendapat pendidikan,"
"Haaahhh...haaahhh... haaahh... benar, aku memang hidup
sebatang kara dan berkelana kian kemari, aku memang
kekurangan pendidikan keluarga. jadi perkataan locianpwe itu
tepat sekali." Oh Put Kui tertawa tergelak.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Ucapan tersebut diutarakan dengan nada cukup tajam,
untuk sesaat lamanya sastrawan berambut putih itu malah
dibuat tertegun, melongo dan ternganga sampai tak mungkin
mengucapkan sepatah katapun.
Pengemis pikun yang menyaksikan kejadian ini segera
tertawa terkekeh-kekeh karena kegelian.
Sebaliknya si Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong
berkerut kening, dia tahu begitu pengemis pikun tertawa,
kemungkinan besar akan menimbulkan gara-gara di sana.
Benar juga, dengan pandangan dingin sastrawan berambut
putih itu melotot sekejap kearah pengemis pikun, kemudian
tegumya: "Apa yang kau tertawakan?"
Sekalipun dalam hati kecilnya pengemis pikun merasa
takut, namun dimulut ia tak mau mengalah.
"Aku merasa hidupku gatal sekali, tentu saja suara tertawa
ku segera meledak." "Kau yang bernama Lok Jin-ki ?" tiba-tiba mencorong sinar
tajam dari balik mata sastrawan berambut putih itu. . "Aaahh..
betul, dan kau, bukankah adalah Leng Tor pengemis Pikun?".
Sastrawan berambut putih itu tak lain adalah Ciat-cing
kongcu kongcu Saan Leng To dari Bu-lim-jit-seng !
Lantas saja amarahnya berkobar.
"Pengemis busuk, kau berani menyebut nama lohu secara
langsung , Hm " Tiba-tiba nyali si pengemis pikun seperti menjadi
bertambah besar, ia malah tertawa tergelak.
"Haaahhh.. haaahh.... haaahhh.. apa salahnya" Kau bisa
memanggil namaku, apakah aku tak dapat memanggil
namamu" Masa dikolong langit terdapat persoalan yang
begitu tak tahu aturan seperti kejadian ini...!"
Kalau dibilang dia pikun, ternyata ucapan pengemis ini
sedikitpun tidak nampak pikun
Sekali lagi Ciat-cing-kongcu Leng To di buat terbungkam
dan tak sanggup menjawab lagi.
Pada saat itulah sikakek pendek yang duduk diurutan
paling buncit tertawa nyaring.
"Lo-sam, tak usah ribut lagi dengan si pikun itu." katanya
cepat, "memandang pada ketidak beraniannya bersama
nelayan sakti dari lautan timur untuk menyebutkan nama
sendiri setelah berjumpa dengan kita, lepaskan saja mereka!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan kontaa saja paras muka
pengemis pikun dan nelayan sakti dari lautan timur berubah
menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
Oh Put Kui-yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertawa
geli, pikirnya: "Ternyata mereka sudah saling mengenal satu sama
lainnya!" Berpikir sampai disini, pemuda itu lantas berkata:
"Lok tua, kau kenal dengan locianpwe..."
Dengan perasaan agak rikuh, pengemis pikun segera
mengangguk, sahutnya sambil tersenyum.
"Yaaa... yaaa... cuma... cuma tak berani mengenali saja!"
Perkataan apa itu" Dengan ucapannya itu, bukankah sama
dengan mengertikan dia tak kenal dengan mereka"
"Bagaimana kalau kuperkenalkan untukmu?" kata Oh Put
Kui kemudian sambil tertawa.
Dengan gelisah pengemis pikun segera menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal.
"Soal ini... soaI ini..!"
Sampai setengah harian lamanya, dia mengucapkan kata
"soal ini..." saja, tiada kau selanjutnya yang terdengar.
Sambil menggeIengkan kepalanya, Oh Put Kui segera
tertawa tergelak. "Lok tua, rupanya kau semakin pikunnya sampai lupa
dengan nama mereka semua?"
"Yaa, betul! Betul. Tiba-tiba saja aku si-pengemis telah
menjadi pikun kembali."
Ternyata dia telah manfaatkan kesempatan itu melepaskan
diri dari belenggu. Terpaksa Oh Put Kui tertawa lagi.
"Kalau memang tidak ingat, yaa-sudahlah..."
Dia lantas berpaling kearah ketujuh orang kakek itu dan
berkata: "Locianpwe, apakah aku pantas untuk mengetahui nama
dari kalian bertujuh?"
Perkataan itu diucapkan dengan nada berat dan serius.
Ke tujuh orang kakek itu segera saling berpandangan
sekejap, ternyata mereka mengangguk.
Dengan suara lantang, kakek yang tinggi pesat itu berkata.
"Memandang pada kedudukanmu sebagai muridnya Thian-
liong siancu, baiklah, untuk kali ini saja lohu sekalian akan
melanggar kebiasaan..."
Setelah berhenti sebentar dan tersenyum dia melanjutkan.
"Dalam dunia persilatan lohu sekalian bertujuh disebut oleh
manusia dari golongan putih sebagai Jit-seng (tujuh malaikat),
tapi oleh kaum hitam dan sesat, kami di sebut pula sebagai
Jit-sat (tujuh iblis), nah bocah, pernakah kau dengar nama
itu?" Diam-diam Oh Put Kui merasa amat terperanjat setelah
mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Sudah lama aku mendengar tentang nama besar Bu-lim-
jit-seng, sungguh tak disangka kita dapat bersua muka disini!"
Kakek tinggi besar itu tertawa tergelak.
Inilah yang dinamakan: Ditempat mana saja manusia dapat
bertemu. Nah bocah, lohu akan menyebutkan nama kami
bertujuh menurut urutannya:
Pertama adalah It-oi-kit-sn (pertapa bodoh Ku Put-beng),
Kedua, Lee-hun mo-kiam (pedang iblis pelepas sukma) Oh
Ceng-thian. Ketiga. Ciat-cing Kongcu (kongcu tidak berperasaan) Leng-
to, keempat, Jian-gi sian su.
Ke lima. Toan-kiam-buang-seng (manusia telah latah
berpedang kutung) Liong-siau-thian.
Ke enam, Mi sim-kui-to "tosu setan pembingung sukma",
Ke tujuh, Tiang pek-cui-siu "kakek pemabuk dari bukit
Tiang-pek" Tujikhong.
Nah, bocah, ingatkah kau dengan kami semua?"
"Boanpwe telah mengingatnya semua!" buru-buru Oh Put
Kui tertawa dan menjura. Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata:
Selatta berada dalam dunia persilatan cianpwe bertujuh
selalu menegakan kebenaran dan bernama besar, meski
hawa membunuhnya kelewat tebal namun toh cukup
menggidikkan hati kaum iblis, tapi entah apa sebabnya
sehingga mengasingkan diri ketempat terpencil ini dan
membiarkan kaum durjana dan kaum penjahat meraja lelah
dalam dunia persilatan" sekalipun aku tak becus namun
persoalan ini sungguh membuat hatiku tidak habis mengerti!"
Siapapun tidak menyangka kalau pemuda itu akan
berbicara dengan nada teguran.
Untuk sesaat, ke tujuh orang kakek itu menjadi tertegun.
Tapi akhirnya si kakek pendek, Tiang pek cui Tu Ji-khong
menjawab: "Bocah, maksudmu didalam dunia persilatan telah terjadi
kekalutan dan mara bahaya, pembunuh berdarah sudah mulai
berlangsung dalam dunia persilatan."
Oh Put kui mengangguk. "Tidak sampai setahun, dunia-
pasti akan kacang balau tak karuan."
Tiba-tiba Ciat-cing kongcu Leng To tertawa dingin,
tegurnya: "Hei bocah, kalau berbicara jangan mencla-mencle begitu,
sungguh membuat jemu orang yang mendengar! sebenarnya
apa yang telah terjadi didalam dunia persilataa" Mengapa
tidak kau terangkan lebih jelas?" . Oh Put-kui segera
tersenyum. "Aku takut cianpwe bertujuh tidak sabar mendengar cerita
semacam itu, maka aku sungkan untuk mengatakannya, tapi
kalau toh kakek Leng ingin mengetahuinya, sudah barang
tentu dengan senang hati akan kukisah kan keadaan dunia
persilatan yang sebenarnya...."
Kembali dia tertawa, kemudian secara ringkas mengisahkan empat buah peristiwa berdarah yang telah
terjadi didalam dunia persilatan baru-baru ini.
Benar juga, setelah mendengar cerita tersebut paras muka
ketujuh orang kakek itu berubah hebat.
Dengan kemarahan yang meluap, si kakek kutung Liong
Siau-thian membentak keras.
"Apakah sudah diselidiki siapa pembunuhnya?"
Oh Put-kui menggeleng. "Andaikata pembunuhnya sudah diketahui akupun tak akan
datang kemari...." Mendadak Tiang pek-cin-siu tertawa tergelak.
"Haaaahhh... haaaahhhh.... haaaahh..... bocah, apakah kau
mencurigai lohu bertujuh?"
Agak memerah paras muka Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, sahutnya sambil tertawa.
"Sebelum aku berjumpa dengan cianpwee bertujuh,
memang telah terlintas perasaan curigaku terhadap penghuni
pulau kecil ini..." "Dan sekarang?"
"Sekararig rasa curigaku sudah hilang, aku tahu
pembunuhnya adalah orang lain."
It-ci Kit-su Ku Pu-beng yang menjadi pemimpin diantara
ketujuh orang kakek itu turut tertawa tergelak, katanya:
"Bocah, apakah kau bermaksud untuk memikul tanggung
jawab tersebut..." Oh Put Kui tertawa hambar.
"Demi menegakkan keadilan dan kebenaran didalam dunia
persilatan, aku bersedia untuk menyumbangkan segenap
kemampuanku." It ci Kit su segera manggut-manggut sambil memuji didalam
hati kecilnya. Sedang Jian-gi siansu pun berseru cepat:
@oodwoo@ Jilid 6 "OMINTOHUD, kebajikan siau-sicu sungguh mengagumkan
seandainya lolap sekalian tidak terikat oleh sumpah dan tak
bisa meninggalkan pulau ini, sudah pasti kami sekalian tak
akan duduk sambil berpangku tangan belaka..."
Tergerak hati Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya kemudian: "Toa-suhu, sumpah apakah yang telah mengikat kalian
sehingga tak dapat meninggalkan pulau ini ?"
Jian-gi siansu memandang sekejap kearah kakek pada
urutan kedua itu, kemudian sahutnya:
"Persoalan ini timbul dari Mo kiam sicu, maka bila kau ingin
tahu, silahkan bertanya sendiri kepada yang bersangkutan."
Oh Put Kui segera menjura kearah Lei-hun mo-kiam Oh
Ceng-thian, kemudian ujarnya:
"Locianpwe, bolehkah boanpwe minta keterangan tentang
sebab musabab sehingga terjadinya peristiwa ini ?"
Selintas rasa sedih segera menghiasi wajah Lei-hun-mo-
kiam yang ramah, katanya:
"Kecuali kau dapat menemukan putra tunggal lohu yang
lenyap tak berbekas itu, kalau tidak lohu bertujuh terpaksa
akan berada terus di pulau Jit-hu-to ini sampai mati!"
Oh Put Kui sangat terperanjat.
"Aaah kalau begitu sumpah kalian menyatakan bahwa
kalian bertujuh baru dapat meninggalkan pulau ini bila putra
cianpwe datang kemari dan menyambut kalian bertujuh ?"
"Benar, begitulah!" Lei hun-mo-kiam Oh Ceng-thian
manggut-manggut. Agaknya Oh Put Kui masih belum-belum mengerti kembali
dia bertanya: "Aku tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki locianpwe bertujuh
telah mencapai tingkat kesempurnaan, siapakah orang dalam
dunia persilatan yang dapat memaksa kalian bertujuh untuk
membuat sumpah tersebut...?"
Lei-hun-mo-kiam Oh Ceng-thian segera menghela napas
panjang, "Aaaai delapan belas tahun berselang. Ilmu silat yang kami
miliki belum mencapai taraf seperti hari ini, apalagi orang yang
memaksa kami untuk melakukan sumpah tersebut juga tidak
bermaksud jahat." "Tidak bermaksud jahat" Mengurung orang dalam pulau
terpencil, apakah siksaan ini lebih berat daripada dibunuh?"
Mendadak pengemis pikun berteriak keras"
"Hei, kalian tujuh makhluk benar-benar anehnya bukan
kepalang, sampai bikin orang tidak habis mengerti..."
Belum habis dia berkata, Ciat-cing kongcu Leng-to telah
membentak dengan suara dingin:
"Pengemis Lok di sini tiada tempat bagimu untuk
berbicara,.,." "Ooh, tidak berani," pengemis pikun segera menjulurkan
lidahnya dan tertawa. "aku sipengemis cuma merasa tidak
puas untuk ketidak adilan yang telah menimpa kalian,
mengapa sih kau berlagak begitu galak."
Oh PutKui kuatir pengemis pikun banyak berbicara
sehingga menimbulkan keonaran yang tak diinginkan buru-
buru katanya sambil tertawa:
"Kakek Oh, bolehkah boanpwe turut mengetahui tentang
jalannya peristiwa tersebut?"
Lei-hun-mo kiam Oh Ceng-thian manggut-manggut,
sahutnya dengan suara lirih:
"Kalau dibicarakan dari sumbernya, maka peristiwa ini
sesungguhnya terjadi karena lohu bertujuh sudah membunuh
orang kelewat banyak..."
Mendengar sampai disitu, Oh Put Kui segera berpikir.
"Orang ini tersohor sebagai sipedang iblis, memang
sepantasnya menjadi seorang gembong iblis yang membunuh
orang tanpa berkedip, tapi anehnya, Mengapa dia berbicara
dengan suara yang begitu ramah dan lemah lembut...?"
Sementara dia masih termenung, si Latah berpedang
kutung Liong Siau thian telah berseru sambil tertawa dingin:
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh Jiko, walaupun kami banyak melakukan pembunuhan,
namun belum pernah membunuh orang baik!"
Jelaslah sudah, Bu-lim-jit-seng (tujuh malaikat dari dunia
persilatan) memang merupakan jago-jago silat yang kelewat
banyak membunuh orang."
"Liong-ngo," kata Oh Ceng-thian sambil menghela napas
panjang, "bagaimana pun juga. Thian menghendaki umatnya
untuk melakukan kebajikan, bagaimanapun juga, kita toh tak
bisa hanya mengandalkan membunuh orang untuk menolong
dunia persilatan bukan..."
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi ke pada Oh Put
Kui: "Nak, justru karena kami terlalu banyak membunuh orang,
maka akibatnya kejadian ini menimbulkan rasa tak senang
dari beberapa orang tokoh persilatan yang sudah lama
mengasingkan diri, dan mereka pun munculkan diri untuk
mengatasi kejadian tersebut..."
"Entah siapa saja tokoh-tokoh silat yang munculkan diri
waktu itu?" tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
Diluaran dia berkata begitu, sementara daIam hati kecilnya
berpikir lain: "Moga-moga saja guruku jangan sampai tersangkut
didalam peristiwa ini, kalau tidak, sekalipun aku berniat
membantu mereka, mungkin hal inipun tak bisa kulaksanakan." sementara itu Lei-hun-mo-kiam Oh Ceng-thian
telah berkata sambil tertawa hambar:
"Nak, kau pernah mendengar nama Thian-tok-siang sat
"sepasang manusia sakti dari ujung langit?""
"Boanpwe pernah mendengar nama itu, apakah kau
maksudkan Cing-siu-huan-im-siu "kakek tanpa bayangan",
Sawan To dan Pek-ih-bu-yu-khek "tama tanpa murung", It-bun
Hua?" "Benar, memang kedua orang tua itu yang dimaksudkan."
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa dia berkata lagi:
"Apakah kau juga tahu tentang Hong-gwa-sam-sian "tiga
dewa dari luar langit?""
"Apakah Hong-gwa-sam sian juga telah terjun kembali
kedalam dunia persilatan?" Oh Put Kui terkejut.
"Han-saa-ya-ceng (pendeta liar dari bukti Han-san), Poan-
kay hwesio, Soat nia tou-to (tosu bungkuk dari tebing soat-
nia), Thian- hian cinjin serta Giok-hong-sinni ( rahib suci dari
puncak giok hong ) It-im taysu bertiga menerima undangan
dari Thian-tok-ij siang-ciat untuk membantu pihaknya, maka
pada suatu malam pada delapan belas tahun berselang,
mereka telah mengundang lohus bertujuh untuk mengadakan
pertemuan di puncak Thian-tay-hong...."
"Locianpwe, pertarungan yang berlangsung waktu itu sudah
pasti amat seru," kata 0h Put Kni sambil tertawa, "bayangkan
saja Bu-lim-jit-seng sebagai bintang pembunuh dari dunia
persilatan berjumpa dengan Thian tok siang ciat dan Hong
gwa-sam-sian, sudah pasti pertarungan yang berlangsung
meriah sekali..." Oh Ceng-thian menghela napas panjang.
"Aaaai.,... nak, pertarungan yang berlangsuug waktu itu
memang merupakan suatu pertarungan yang amat seru,
sayang nama baik Bu lim-jit-seng yang telah dipupuk selama banyak
tanua akhirnya- harus porak poranda tak karuan lagi
bentuknya." Mendadak Tiang-pek-cui-siu Tu Ji-khong tertawa nyaring.
"Walaupun lohu dikalahkan oleh si hidung kerbau
berpunggung bungkuk dengan ilmuKan lei-hian-kang nya, tapi
seluruh jubah pendeta si Hidung kerbaupun turut berlubang
oleh semburan arakku." serunya.
Suaranya nyaring, wajahnya gagah, sungguh lah
menunjukkan penampilan semangat yang luar biasa.
"Hei setan arak, kita tak lebih cuma prajurit yang kalah
perangi apa gunanya mesti berbicara besar?" tegur Mi-sim
kui-to tiba tiba sambil tertawa.
Tiang-pek-cui-siu melotot sekejap kearah Mi-sim-kui-to,
kemudian sambil tertawa ia memejamkan kembali matanya.
Lei-hun-mo kiam Oh Ceng-thian segera tertawa getir,
katanya lebih jauh: "Nah, setelah lohu bertujuh menderita kekalahan total
dalam pertempuran tersebut, terpaksa kami harus menepati
janji dengan hidup mengasingkan diri di pulau terpencil ini,
hingga sekarang kami sudah delapan belas tahun berdiam
disini !" "Locianpwe. selama delapan belas tahun, siapakah yang
mengirimkan makanan untuk kalian?" tanya Oh Put Kui
dengan kening berkerut. Oh Ceng-thian kembali tertawa, "Soal itu mah soal tugas
dari Thian-tok-siang ciat serta Hong-gwa sam-sian ! Setiap
tahun mereka secara bergilir mendapat tugas untuk mengurusi
rangsum buat kami, selama mendapat tugas mereka tinggal
dalam kuil Kok-cing-si di kota Thian tay dengan setiap bulan
mengirim rangsum kemari, setengahnya mereka datang untuk
mengawasi gerak-gerik lohu sekalian."
"Sungguh amat sempurna jalan pemikiran kelima orang tua
itu," Oh Put Kui tertawa, "entah siapakah yang mendapat
tugas giliran untuk tahun ini " Salah seorang diantara Thian
tok-siang ciat ataukah salah seorang diantara Hong-gwa-sam-
sian?" "Yang mendapat giliran pada tahun iniadalah Han-san-ya-
seng, si pendeta liar Poan kay hwesio!"
Oh Put Kui manggut-manggut katanya sambil tertawa:
"Kakek 0h. bagaimana kalau boanpwe berkunjung ke kuil
Kok-cing-si, siapa tahu bisa membantu cianpwe bertujuh untuk
meloloskan diri dari pulau ini?"
Belum sempat Oh Ceng-thian menjawab, Leng To telah
menukas sambil berteriak:
"Tidak usah, bocah muda, kau tak usah membuat kami jit-
seng mendapat malu, kami tak nanti akan memohon kepada
mereka..." Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui cuma tertawa
hambar, pikirnya: "Kau memang pantas disebut sebagai Ciat cing kongcu,
hebat benar..." Tapi diluarnya dia berkata:
"Leng tua, aku bukan memohon kepada mereka, melainkan
ingin membantu kalian untuk mencari keterangan, siapa tahu
kalau dia tahu putra Oh locianpwe telah mengembara sampai
disana." Leng To memandang sekejap kearah Oh Put kui, kemudian
tanpa mengucapkan sepatah kata pun,dia segera memejamkan mata untuk beristirahat.
Dengan membungkamnya kakek itu, berarti dia telah
menyatakan persetujuannya, Oh Put Kui kembali tertawa,
namun bukan kepada Leng To, melainkan terhadap Oh Ceng-
thian. "Locianpwe, dapatkah kau orang tua memberi keterangan
lagi kepada boanpwe sekitar persoalan putramu itu?"
"Anak baik, kebaikanmu itu sungguh membuat lohu merasa
amat terharu....." kata Oh Ceng-thian sambil tertawa sedih.
"Sudah sewajarnya bila yang mnda membantu yang
tua......" Padahal dihari-hari biasa, sikapnya tak bakal seramah dan
sehangat ini. Bahkan dia sendiripun secara diam-diam merasa heran,
mengapa sikapnya terhadap Lei-hun-mo kiam Oh Ceng thian
bisa begitu menghormat begitu ramah dan hangat.
Mungkinkah hal ini disebabkan mereka berasal dari satu
marga yang sama..." Terlintas sinar terang diatas wajah Oh Ceng-thian, katanya:
"Anak baik, bila anakku bisa seperti kau, lohu akan merasa
puas sekali...sayang, ketika bocah itu baru dilahirkan tiga
bulan, ia sudah tertimpa musibah...."
Cahaya terang yang membasahi wajahnya dengan cepat
hilang lenyap tak berbekas.
Bayangan hitam yang penuh diliputi kesedihan dengan
cepat menyelimuti wajah kakek itu.
Oh Put Kui turut merasakan kesedihan katanya dengan
suara dalam: "Kau... jangan kuatir, sudah pasti putramu akan jauh lebih
hebat daripada boanpwe... orang bilasg kalau bapaknya
harimau, anak nya tentu harimau pula, harap kau orang tua
jangan kelewat bersedih hati..."
Oh Ceng thiau tertawa hambar dan segera manggut-
manggut. "Semoga saja demikian....nak, dalam perjalananmu kembali
ke daratan Tionggoan kali ini, tak ada salahnya kalau kau
selidiki tiga tempat, mungkin ditempat itu kau akan
memperoleh keterangan yang bisa membantumu untuk
menemukan putraku!" "Silahkan kau katakan!"
"Tempat pertama yang harus kau kunjungi adalah
perkampungan Tang-mo-sanceng.."
"Perkampungan Tang mo.san-ceng?" Oh Put Kui agak
tertegun lalu berseru tertahan.
"Benar, kau boIeh mencari keterangan dari istri Hoa cengcu
yang bernama Yau-ti sian-li (dewi cantik dari nirwana) Lan Tin-
go, mungkin dia dapat memberikan sedikit keterangan
kepadamu... sebab dia adalah iparku!"
"Boanpwe pasti kesana!"
"Tempat kedua yang biasa kau kunjungi adalah
perkampunganku Ang yap.san.ceng di bukit Gan-tang-san,
kau boleh mencari Pamannya Ang-yap cengcu Lo seng-sin-
kiam "pedang sakti bintang berguguran" Liu Ceng-wan yang
bernama Liu Sam Kong, mungkin dia bisa juga memberikan
keterangan yang diperIukan." Oh Put Kwi tertawa.
"Tempat ketiga adalah puncak Lian hoa-hong di bukit Kiu
hoa san!" ujar Oh ceng-thian lebih lanjut, "bila dua tempat
yang pertama kau tidak berhasil memperoleh keterangan apa-
apa, maka kalau boleh ke sana untuk menemui Pat-lo-huang
Siu "kakek latah yang awet muda" Ban Sik thong.
Pertolongan darinya, orang tua itu mempunyai kemampuan
yang Iuar biasa dapat memberikan segala keterangan yang
diperlukan kepadamu..."
Oh Put Kui amat terkesiap sesudah mendengar perkataan
itu. Kalau ucapan semacam inipun bisa diutarakan oleh Bu iim
jit-seng, dapat diketahui kalau manusia yang bernama Put-lo-
huang-siu Ban Sik thong ini sudah pasti adalah seorang
manusia yang luar biasa. Sekalipun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun
senyuman masih tetap menghiasi ujung bibirnya.
Oh Ceng-thian termenung dan berpikir sebentar, kemudian
katanya kembali: "Ban Sik-thong berwatak sangat aneh, nak, bila kau pergi
mencarinya nanti harap bertindaklah dengan hati-hati, kalau,
tidak lohu bisa menyesal sepanjang masa..."
Mendadak Oh Put-kui dapat menangkap maksud dari
ucapan si Mo-kiam tersebut.
Tampaknya manusia yang bernama Ban Sik-thong itu
sukar untuk dilayani, bahkan bila dia kesana sendiri, bilamana
tidak dihadapi secara berhati-hati, kemungkinan besar akan
menjumpai suatu mara bahaya....
Diam-diam ia tertawa geli sendiri, karena ia mempunyai
suatu rasa keyakinan, suatu rasa percaya pada diri sendiri
yang amat besar, entah kesulitan macam apapun, baginya tak
ada yang sulit, karena tiada kata sukar dalam kamus
hidupnya. Maka dari itu katanya sambil tertawa.
"Kau tak usah kuatir, boanpwe tak bakal akan mengalami
sesuatu kejadian yang tidak menguntungkan diriku."
Dengan wajah murung, Oh Ceng-thian tertawa.
"Nak." katanya, "Manusia dalam dunia persilatan amat licik
dan berakal busuk, kau harus berhati-hati menghadapi
mereka..." Oh Put-kui tertawa dengan perasaan terharu, katanya:
"Locianpwe tak usah kuatir, boanpwe sudah banyak tahun
berkelana dalam dunia persilatan, pelbagai peristiwa sudah
pernah kualami dalam dunia ini, Oleh karena itu boanpwe
cukup mengetahui akan kekuatanku sendiri."
Mendengar sampai disitu, tertawalah kakek itu, karena asal
usul dari bocah ini terasa begitu dekat dan akrab dengan
dirinya. Tiba-tiba It-ci Kitau Ku Put-beng tertawa panjang pula,
serunya tertahan: "Nak, kau merupakan tamu istimewa yang pernah
berkunjung ke pulau Ji -hu-to ini selama delapan belas tahun
terakhir, untuk kali ini lohu mengijinkan dirimu untuk berpesiar
keseluruh pulau ini, bahkan lohu pun ingin menghadiahkan
sedikit hadiah untukmu."
Baru saja Ku Put-beng menyelesaikan perkataannya, Oh
Ceng-thian telah berkata pula sambil tertawa:
"Nak, lohu juga mempunyai sedikit kepandaian yang
hehdak kuhadiahkan kepadamu cuma terpaksa kau mesti
tinggal selama beberapa hari disini, entah kau bersedia atau
tidak ?"" Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya bergolak
keras, penuh diliputi oleh luapan rasa haru.
Dia merasa sikap ketujuh orang kakek ini kepadanya
benar-benar kelewat baik.
Bagaimana mungkin dia dapat menampik permintaan
mereka " Oleh karena itu diapun tinggal disana, bahkan sekali
berdiam pemuda itu telah berdiam selama lima belas hari
lamanya disana.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selama lima belas hari ini, dia semakin memahami jalan
pikiran maupun perasaan dari ketujuh orang kakek itu.
Bahkan si pengemis pikun dan si nelayan sakti dari lautan
timur pun berhasil meraih keuntungan pula selama itu.
Dari Jian-gi siansu dan Tiang-pek-cui siu, kedua orang itu
berhasil mempelajari banyak macam kepandaian Bagaimana
dengan Oh Put Kui " Diapun berhasil mendapatkan tujuh
macam kepandaian silat. Itulah kepandaian maha sakti dari Bu-lim jit-seng "tujuh
malaikat dari dunia persilatan", bahkan setiap orang tanpa
ragu-ragu telah mewariskan segenap kepandaian sakti yang
mereka miliki kepada pemuda yang berkunjung ke pulau
neraka tanpa diundang itu...
Bayangkan saja, bagaimana mungkin pemuda itu tidak
terharu menerima kebaikan yang begini besarnya.
Oleh karena itu dia hendak menolong mereka bertujuh
untuk melepaskan diri dari kurungan pulau terpencil itu.
Disamping itu diapun ingin menemukan putra kakek Oh
secepatnya agar ayah dan anak bisa berjumpa kembali.
Tentu saja, dia tak bakal tahu kalau segala sesuatunya
justru tergantung pada dirinya sendiri.
Bagaimana dengan Oh Ceng-thian" tentu saja dia juga
tidak tahu. Ia tak tahu kalau Oh Put-kui sesungguhnya adalah putra
tunggalnya yang telah hilang selama dua puluh tahun ini.
Ya, peristiwa ini benar-benar merupakan suatu peristiwa
yang mengenaskan, bayangkan saja ayah dan anak telah
berjumpa muka, namun ternyata mereka tidak saling
mengenal antara yang satu dan lainnya...
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Setelak menyelusuri tebing Huang-ji gay, setelah duduk
sampai senja di gardu Huang-ji-teng, perasaan Oh Put Kui
bertambah berat, bagaikan diberi beban yang beribu ribu ton
beratnya. Dia amat simpatik kepada ke tujuh orang kakek itu.
Tapi dia pun merasa sedih bagi asal-usul sendiri yang
masih merupakan suatu tanda tanya besar.
Yaa, siapakah yang menjadi orang tuaku" Apakah aku
mempunyai kakak dan adik"
Ia tahu, pertanyaan tersebut masih merupakan suatu tanda
tanya besar baginya. Maka diam-diam diapun mengampil suatu keputusan
didalam hatinya, setelah kembali ke daratan Tionggoan nanti,
pekerjaan pertama yang akan dilakukan olehnya adalah pergi
ke kuil Kok-cing-si untuk mencari Han san-ya-ceng Poan-kay
hwesio, salah seorang Hong-gwa-sam-sian untuk membicarakan persoalan tentang ke tujuh malaikat tersebut.
Persoalan kedua adalah pergi ke tebing Cing-peng gay
untuk mencari gurunya dan mencari tahu tentang asal-usul
sendiri. Persoalan ke tiga adalah menemukan putra kesayangan
dari Mo kiam lojin tersebut.
Kemudian ia menyelidiki siapakah pembunuh dari ke empat
peristiwa berdarah tersebut...
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Selamat berpisah, ke tujuh orang kakek patut di kasihani.
Berada diatas perahu dalam perjalanan pulang, Oh Put Kui
tidak mengucapkan sepatah katapun, sedangkan pengemis
pikun dan nelayan sakti dari lautan timur justru bergurau tiada
hentinya. Kali ini dia dapat mengibul sambil menambah kecap disana
sini, Yaa, bagaimanapun juga ia sudah pernah berkunjung ke
Pulau Neraka, pulau yang lebih dikenal sebagai pulau yang
bisa pergi tak bisa kembali.
Bagaimana juga, hal ini sudah cukup untuk meningkatkan
kedudukan serta derajatnya dimata umat persilatan lainnya.
Bagaimana tidak" ia dapat membuktikan kepada orang lain
kalau ia berani berkunjung ke Pulau neraka yang dianggap
sebagai momok oleh orang lain.
Beranikah mereka ke sana"
Tentu saja! Paling tidak, orang yang berani menganggap
nyawa sendiri sebagai barang permainan tak banyak
jumlahnya. Ketika perahu sudah merapat kembali di dermaga, si
Nelayan sakti dari lautan timur Ciu Poo-tiong segera
mengembalikan ke dua lembar uang ribuan emas itu.
Tentu saja Oh Put Kui tak akan menerimanya kembali,
sedang si pengemis pikun Lok Jin-ki pun tak mau
menerimanya, ia malah berkata begini:
"Pulau neraka yang disebut orang sebagai pulau yang bisa
pergi tak bisa kembali pun sudah ku kunjungi, siapa yang
kesudian dengan beberapa tahil perak itu" Cin-loji, lebih baik
gunakanlah uang itu untuk membeli sebuah perahu yang lebih
besar, siapa tahu perahu itu akan kita pakai untuk menjemput
Bu-lim jit-seng untuk pulang ke daratan Tionggoan dikemudian
hari...?" Oh Put Kui segera tertawa tergelak setelah mendengar
perkataan itu, pikirnya: "Benar-benar suatu idee yang bagus, tak kusangka kalau
pengemis ini begitu pintar."
Cin Poo-tiong pun terpaksa harus menyimpan kembali
uang emas tersebut setelah mendengar ucapan itu, katanya:
"Baiklah, lohu akan melaksanakan seperti apa yang kalian
berdua katakan." Sesudah berpamitan dengan nelayan sakti dari lautan timur
Cin Poo-tiong, Oh Put Kui dengan membawa si pengemis
pikun Lok Jin-ki berangkat menuju ke kuil Kok-cing-si di bukit
Thian-tay. Kuil Kok-cing si merupakan sebuah kuil kuno yang didirikan
di jaman dulu kala, tempat itu merupakan salah satu tempat
pesiar yang amat termashur pada jaman itu.
Oh-Put Kni sedang berdiri ditengah jembatan batu dimuka
kuil tersebut sambil memandang air yang sedang mengalir
dengan termangu. Sebaliknya pengemis pikun tak sabar menunggu disampingnya, dia tidak habis mengerti apa bagusnya dengan
air yang sedang mengalir tersebut, sebab kecuali beberapa
ekor ikan yang berenang kian kemari, sama sekali tidak
dijumpai sesuatu yang menarik hati..
Maka tak sabar lagi dia segera berteriak keras:
"Bocah muda, mengapa kau terus termangu disana"
Memangnya air itu bisa diminum?"
Oh Put Kui segera berpaling dan memandang kearahnya,
tak tahan dia segera tertawa geli, pikirnya:
"Sialan betul dengan orang ini..."
Namun ia tak sampai memakinya, katanya ujarnya sambil
tertawa lebar: "Lok tua, aku sedang berpikir dengan menggunakan cara
apakah Han-san ya-ceng dan Hong-gwa-sam-sian itu baru
bisa dipaksa untuk berbicara terus terang."
Pengemis pikun segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh...haaahh... haaahhh apa lagi yang mesti
dipikirkan" Dengan mengandalkan kemampuan yang kau
miliki, sudah pasti Han-san-ya-ceng-Poan-kay hweesio dapat
kau paksa untuk berbicara terus terang.
Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui segera tertawa
terbahak-bahak, ia merasa pengemis itu kelewat memandang
tinggi tentang kemampuannya.
Maka sambil tertawa ia menggelengkan kepalanya
berulang kali, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia
segera berlalu dari sana.
Pengemis pikun nampak agak tertegun melihat dirinya
ditertawakan orang, segera kejarnya:
"Hai, apa lagi yang kau tertawakan" Memangnya kau si
bocah selalu hebat...!"
Sambil mengomel panjang pendek, dia segera menyusul di
belakang dengan langkah cepat.
Baru saja melangkah masuk dari pintu gerbang kuil Kok-
cing-si, mereka telah disambut oleh seorang pendeta berusia
pertengahan. "Sicu, apakah kau naik gunung untuk bersembahyang?"
sapanya dengan sopan. Ternyata sikap si pendeta tersebut amat halus dan
menghormat sekali. Sebaliknya sikap dari Oh Put Kui justru tidak seramah
dihari biasa, sambil mengulapkan tangan sahutnya:
"Aku bukan datang untuk bersembahyang, aku datang
kemari untuk menjumpai seorang pendeta."
"Ooh, jadi sicu datang kemari untuk mencari orang?"
pendeta setengah umur itu tertegun "entah toa-suhu yang
manakah yang hendak kau jumpai..."
"Poan-kay taysu!"
Paras muka lelaki setengah umur itu segera berubah hebat.
"Sicu, kau dari marga mana?" tegurnya kemudian.
"Oh Put Kui, dari tebing Cing-peng gay di bukit Gan-tang-
san!" "Apakah Oh sicu sudah lama kenal dengan Poan-kay
taysu?" kembali pendeta setengah umur itu bertanya dengan
kening berkerut. "Apa sangkut pautnya persoalan ini denganmu?"
Pendeta setengah umur itu termenung dan berpikir
sebentar, kemudian sahutnya:
"Poan-kay taysu adalah seorang pendeta suci dari
golongan Buddha dewasa ini. dia hanya menumpang dalam
kuil kami, hongtiang kuil kami telah menurunkan perintah,
siapapun dilarang mengganggu ketenangan taysu."
Oh Put Kui segera tertawa dingin. "Heeehhh......heeehbh
heeehhh sekalipun kalian tidak diperkenankan untuk
mengganggu ketenangannya tapi aku dapat, Cukup kau
katakan kepadaku, Poan-kay taysu berdiam dimana, aku
dapat pergi sendiri ke sana untuk mencarinya!"
Pendeta setengah umur itu tertegun sejenak, kemudian
serunya: "Hal ini mana boleh jadi" Bila hongtiang sampai tahu,
siauceng bisa menderita akibat nya !"
"Segala sesuatunya biar aku yang menanggung."
Tapi pendeta setengah umur itu masih juga menggelengkan kepalanya berulangkali.
"Tidak bisa, siauceng tidak berani."
Senyuman yang semula menghiasi wajah Oh Put Kui
seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Kemudian dengan wajah sedingin es, dia maju setengah
langkah kedepan. Ketika tangan kanannya diayunkan kedepan, tahu-tahu
pergelangan tangan kiri hwesio setengah umur itu sudah kena
dicengkeram oleh Oh Put Kui.
"Hayo bawa kesana !" hardiknya
Sementara pembicaraan berlangsung, kelima jari tangan
kanannya yang melakukan cengkeraman itu segera mengcengkeram dengan lebih keras lagi.
Tentu saja pendeta setengah umur itu tak sanggup untuk
menahan diri, sekalipun ilmu silat yang dimilikinya terhitung
cukup tangguh, tapi setelah berjumpa dengan Oh Put-kui,
ibarat batu beradu dengan batu, sudah barang tentu dia
ketinggalan jauh sekali. Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa dia harus maju
kedepan menuruti permintaan lawan.
"Hei hwesio, sebelum kau mencapai tujuan, aku hendak
memperingatkan kepadamu lebih dulu," kata Oh Put Kui
sambil tersenyum, "seandainya kau sampai salah membawa
diriku ketempat tujuan, maka jangan salahkan pula kalau kau
menderita siksaan hebat..."
Sebenarnya pendeta setengah umur itu ada maksud untuk
mengajak Oh Put Kui menuju kedepan kamar hongtiangnya.
Tapi Oh Put Kui yang cerdas telah menduga sampai kesitu
lebih duIu, begitu rahasianya ketahuan, tentu saja dia tak
berani berpikir lebih jauh.
Terpaksa dengan sejujurnya dia mengajak pemuda itu
menuju ke ruangan sebelah timur dimana Poan Kay hwesio
berdiam disana. Baru saja ketiga orang itu melangkah masuk melalui pintu
berbentuk rembulan di-ruang sebelah timur, mendadak dari
balik aneka bunga lebih kurang tiga kaki di hadapan mereka
telah muncul seorang hwesio berjenggot putih.
Bagaikan memperoleh suatu pengampunan besar, buru-
buru pendeta setengah umur itu berseru:
"Sicu..dia,...dialah Poan Kay...taysu!"
"Benarkah itu?" Oh Put Kui tertawa. Dia lantas
membalikkan tangannya dan menyerahkan pendeta setengah
umur itu kepada sipengemis pikun.
"Perhatikan dia, jangan sampai terlepas, bila hwesio tua itu
bukan Poan Kay maka aku menggoyangkan tanganku dari
tempat kejauhan, nah Lok tua, saat itulah boleh membetoti
otot dibadan hwesio ini..."
"Baik." sahut si pengemis pikun dengan cepat, "aku
memang paling ahli untuk melaksanakan pekerjaan dibidang
seperti ini..." Tanya jawab yang sedang berlangsung antara kedua orang
itu kontan saja membuat pendeta setengah umur itu menjadi
ketakutan setengah mati hingga keringat dinginnya jatuh
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bercucuran. Dengan langkah lebar Oh Put Kui berjalan menuju kearah
kebun dan mendekati hwesio berjenggot putih itu.
Agaknya pada waktu itu sang pendeta tua itu sedang
menikmati keindahan bunga, terhadap kedatangan Oh Put Kui
boleh dibilang sama sekali tidak menggubris, menoleh pun
tidak. Oh Put Kui tertawa hambar, dengan suara lirih segera
ujarnya: "Toa-Suhu, terimalah salamku ini !" Sambil berkata dia
lantas menjura. Setelah mendengar teguran, pendeta tua itu baru berpaling
dan memandang wajah Oh Put Koi dengan perasaan
bimbang, kemudian ia baru bertanya dengan lirih:
"Siau-sicu, ada urusan apa ?"
"Tolong tanya taysu, apakah kau bernama Poan-kay !"
Pendeta tua itu tertawa ramah, sahutnya:
"Kalau ditinjau dari sikap siau-sicu sekarang, serta
diketahuinya julukan Ya-san-huang-ceng tersebut, dapat
kuduga kalau kedatanganmu dikarenakan sesuatu hal ! Tadi,
lolap sedang duduk semedi, karena merasa hatiku tak tenang
maka sengaja aku datang kemari untuk berjalan jalan sambil
mencari hawa, sungguh tak nyana kalau siau-sicu memang
datang kemari untuk mengunjungi-ku."
"Bila mengganggu ketenangan taysu, harap taysu suka
memakluminya " Oh Put Kui tersenyum.
Poan-kay hwesio segera merangkap tangannya didepan
dada sambil tertawa. "0mintohud. tidak berani, tidak berani, silahkan siau-sicu
mengikuti aku masuk ke dalam ruangan!"
Dia lantas berjalan lebih dulu memasuki sebuah ruangan.
Oh Put Kui segera memberi tanda kebela kang untuk
memanggil pengemis pikun agar ikut bersamanya memasuki
ruangan. Setelah tamu mengambil tempat duduk, seorang hwesio
kecil muncul sambil menghidangkan air teh.
Poan-kay hwesio mengerutkan dahinya sebentar, kemudian menegur sambil tertawa.
"Entah karena persoalan apakah siau-sicu datang mencari
lolap?" "Barusan saja aku meninggalkan pulau Jit-hu-to!" ujar Oh
Put Kui sambil tertawa. Begitu mendengar perkataan Itu, paras muka pendeta
agung ini segera berubah hebat.
Kemudian sambil mencorongkan sinar matanya yang tajam
ia awasi wajah pemuda itu lekat-lekat, kemudian katanya
dengan suara dalam: "Apakah siau sicu telah mengalami suatu kekagetan atau
suatu kerugian yang besar?"
"Tidak !" Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya
berulang kali. Wajah Poan-kay hweesio, segera mengendor kembali.
"Omintohud ! tampak ketujuh orang sicu itu sudah banyak
mengalami perubahan."
"Taysu, sesungguhnya dosa atau kesalahan apakah yang
telah diperbuat oleh ke tujuh orang locianpwe itu sehingga
mereka harus disekap didalam pulau yang terpencil di tengah
lautan bebas dan merasakan siksaan hidup yang amat berat?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, sekali lagi mencorong
sinar tajam dari balik mata Poan-kay hwesio.
"Siau-sicu, tahukah kau bahwa mereka adalah tujuh
malaikat keji dari bu-lim?"
Oh Put Kui tertawa hambar.
Sebaliknya si pengemis pikun segera berteriak cepat:
"Tapi orang persilatan dari kalangan putih menyebut
mereka sebagai bu-lim jit-seng "tujuh malaikat suci dari dunia
persilatan..." Sekali lagi Poan-kay siansu manggut-manggut seraya
tertawa. "Ya, benar, apa yang dikatakan sicu pengemis memang
benar, memang ada orang yang menyebut mereka sebagai
Bu-lim-jit-seng !" "Kalau toh mereka adalah tujuh malaikat suci, apa pula
urusannya dengan kalian Sam-sian sehingga kalian mengurung orang orang itu diatas pulau terpencil" Apakah
kalian tidak merasa kalau tindakan ini merupakan suatu
tindakan yang kelewat keji.."
"Teguran dari sicu pengemis memang benar sekali," Poan-
kay siansu kembali manggut-manggut dengan tertawa hambar
"Tapi,tahukah kau bahwa mereka sudah membunuh orang
kelewat banyak" seandainya tidak diberi sedikit pelajaran,
mungkin dikemudian hari mereka tidak dapat berakhir dengan
baik " Mendadak Oh Put Kui tertawa keras.
"Haaahhh. ...haaahh haaahh kemulian hati taysu sungguh
membuat orang merasa kagum."
"Siau sicu kelewat memuji, lohu tak berani menerimanya
...." Sambil tertawa tiba-tiba Oh Put Kui berkata lagi :
"Hudcou pernah bilang begini, jika aku tidak masuk neraka,
siapa lagi yang akan masuk neraka, pernahkah taysu
mendengar tentang perkataan ini?"
Perkataan ini selain diucapkan kurang sopan, juga bernada
memandang remeh dan menyindir.
Mendadak Poan-kay siansu mengerutkan dahinya rapat-
rapat, kemudian serunya: "Siau-sicu, apakah kau memandang hina kepada loIap?"
Cepat Oh Put Kui tertawa.
"Waah, rupanya taysu sudah mulai di pengaruhi amarah?"
"Siau-sicu, ucapanmu mengandung arti yang dalam,
sebenarnya apa maksudmu datang kemari?" kata Poan-kay
siansu kemudian dengan sorot mata pedih.
Oh Put Kui kembali tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh haaahhh......haaahhh taysu adalah seorang
pendeta suci yang memikirkan keselamatan umat manusia,
apakah tak pernah taysu pikirkan kalau Bu lim-jit-seng yang
berada di pulau Jit-hu-to sebenarnya bukan manusia-manusia
bengis. Mengapa kalian menyekap mereka selama delapan
belas tahun lamanya tanpa memperkenankan mereka bertujuh
meninggalkan pulau tersebut?"
Tergerak hati Poan-kay siansu setelah mendengar ucapan
yang terakhir itu, katanya tiba-tiba:
"Siau-sicu apakah kau harus datang kemari untuk minta
keringanan hukuman bagi ke tujuh orang sicu tersebut?"
"Penggunaan kata 'minta keringanan hukuman' kurang
tepat kalau digunakan dalam persoalan ini!"
"Lantas maksud siau-sicu?" Poan kay siansu agak
tertegun. Dengan menjawab serius Oh Put Kui segera menjawab:
"Aku datang kemari untuk mengajak taysu berbicara
menurut keadaan yang sewajarnya!"
Untuk sesaat lamanya, Poan-kay siansu menjadi terbelalak
dan tak tahu bagaimana mesti menanggapi ucapan tersebut.
"Benar-benar seorang pemuda yang berotak cerdas......"
demikian pikirnya di dalam hati.
Berpikir sampai disini, pendeta itu segera tertawa ramah,
katanya pelan: "Siau-sicu, bila kau ingin mengucapkan sesuatu, katakanlah secara langsung!"
"Haahhh haaahhh haahhh taysu memang seorang tokoh
persilatan yang lihay, sebelumnya kumohon maaf lebih dulu
bila ucapanku nanti menyinggung perasaan..."
"Ke tujuh orang kakek dari pulau telah menderita kekalahan
total di tangan Thian-tok-siang-ciat dan Hong-gwa-sam-sian
dimasa lalu, masih ingatkah taysu, janji apa kah yang telah
mereka ucapkan?" "Ya, masih ingat ! Ceng-siu huan-im-siu ( si kakek
bayangan semu ) Samwan sicu pernah menyuruh mereka
untuk mengangkat sumpah bahwa disaat putra tunggal Oh
Ceng thian kembali ke pulau tersebut, saat itulah merupakan
saat bagi mereka untuk meninggalkan pulau tersebut."
"Lantas bagaimana ceritanya sehingga putra Oh tayhiap
bisa lenyap tak berbekas?" tanya Oh Put ICui lagi sambil
tertawa. "Tiga tahun sebelum pertemuan besar yang kami adakan di
bukit Thian-tay tempo dulu, istri Lei hun mo-kiam yang
bernama Pek-ih-ang-hud (si kebutan merah berbaju putih) Lan
Hong telah melahirkan seorang anak lelaki, tapi tiga bulan
setelah dilahirkan, suami istri berdua itu telah disergap oleh
musuh tangguh, dalam pertarungan tersebut Pek-ih-ang-hud
Lan Hong tewas seketika, sedangkan Lei-bun-mo kiam Oh
sicu dengan mengandalkan ilmu pedangnya yang lihay
berhasil meloloskan diri dari kepungan dan menyelamatkan
diri, namun dalam peristiwa itulah bayi kecil berumur tiga
bulan yang berada dalam bohongan Lan Hong telah lenyap
tak berbekas." "Tahukah taysu, bocah itu telah terjatuh ketangan siapa?"
tiba-tiba Oh Put Kui menyela.
Poan-kay siansu segera menggelengkan kepalanya.
"Darimana lolap bisa tahu?"
"Bagaimana dengan Samwan To?" tanya Oh Put Kui lebih
lanjut sambil tertawa dingin.
"Lolap rasa diapun tidak tahu!"
Mendadak mencorong sinar tajim dari bilik mata Oh Put
Kui, katanya lebih jauh: "Jika kalian orang-orang yang bisa berkelana dengan
bebas dalam dalam dunia persiIatan pun tidak tahu bocah
piatu itu terjatuh di-tangab siapa, Oh Ceng-thian yang disekap
dalam pulau terpencil mana mungkin bisa mengetahuinya
pula?" Pertanyaan ini kontan saja membuat Poan-kay taysu
menjadi terbungkam dalam seriu bahasa, dia nampak tertegun
karena keheranan. Tiba-tiba Pengemis pikun menimbrung:
"Hai, anak muda, mungkin saja Samwan To suka berlagak
seolah olah tidak tahu, padahal dalam hati kecilnya dia
mengetahui dengan jelas."
Ucapan tersebut segera melintaskan satu ingatan dalam
benak Oh Put-kui, serunya dengan cepat:
"Lok tua, kau benar benar sudah menjadi pintar sekarang."
Pengemis pikun nampak gembira sekali lagi sambil tertawa:
"Pikunku itu memang sengaja kuperIihatkan selama ini, apa
kau anggap aku betul-betul bodoh."
Poan-kay taysu memandang sekejap kearah pengemis
pikun, lalu sambil merangkap tangannya ia berseru:
"Sicu, kau betul-betul memiliki hati yang suci dan mulia, kau
merupakan murid yang paling bagus dari umat Buddha."
"Hei, hwesio gede, aku si pengemis mah tak akan tahan
untuk hidup sengsara didalam kuil seperti kau." Kata
Pengemis pikun dengan mata melotot, "Lebih baik kau tak
usah mencari kesulitan bagiku, meski umurku sudah tujuh
puluh tahun, tapi aku masih ingin mencari bini yang berumur
tujuh delapan belas tahunan, orang bilang asal punya uang,
membeli seorang bini bukanlah pekerjaan sukar, kebetulan
aku si pengemis baru saja menjadi orang kaya baru, kalau
disuruh menjadi pendeta, waaah, bisa sia-sia hidupku didunia
ini." Perkataan yang diucapkan itu kontan saja membuat Oh Put
Kui tertawa terpingkal-pingkal karena geli.
Bahkan Poan-kay taysu pun turut tertawa geli, katanya:
"Sicu pengemis, nampaknya kau memang masih suka
bersenang-senang, kalau begitu lo lap ucapkan selamat
berbahagia untukmu...."
"Tak usah, tak usah, tak usah merepotkan dirimu."
pengemis pikun itu segera menggoyangkan tangannya
berulang kali. Dia merasa keren benar, bayangkan saja satu diantara
Hong-gwa-sam-sian pun mengucapkan selamat kepadanya,
apakah hal ini tak pantas untuk dibanggakan"
Oh Put Kui segera berhenti tertawa, lalu ujarnya kepada
Poan-kay taysu: "Taysu, aku rasa perjanjian yang kalian buat dibukit Thian-
tay tempo hari kurang adil !"
"Ooh, tampaknya sicu benar-benar berhasrat untuk
membantu ketujuh orang bintang pembunuh itu?"
"Taysu, aku kurang setuju bila kau masih tetap
menganggap mereka sebagai pembunuh" Ucap Oh Put kui
dengan sepasang alis matanya berkenyit.
"Siancay, siancay! melepaskan golok pembunuh berpaling
adalah tepian, tahu siau sicu hawa pembunuh yang dimiliki
ketujuh orang bintang pembunuh tersebut pada dua puluh
tahun berselang cukup membuat paras muka setiap orang
berubah." "Tapi mereka toh sudah melepaskan golok sekarang" apa
lagi..." Sengaja dia berhenti sebentar, kemudian setelah tertawa
panjang katanya lebih jauh:
"Taysu, pernahkah mereka membunuh orang baik di masa
lalu?" Dengan cepat-Poan-kay taysu menggelengkan kepalanya.
"Sekalipun mereka hanya membunuh orang jahat, tapi
hawa pembunuhan yang mereka miliki toh kelewat berat, bila
tidak diberi kesempatan untuk memperbaiki hal itu, bisa jadi
perbuatan mereka akan melanggar ajaran Thian kepada
umatnya." "Haaahh haaahhh haaahhh kalau begitu, taysu pun telah
melakukan kesilafan seperti apa yang mereka lakukan."
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaaah, mana mungkin lolap bisa berbuat demikian"
selama hidup belum pernah lolap melanggar pantangan
membunuh!" Oh Put Kui segera tertawa, "Seandainya ke tujuh orang tua
itu merasa tersiksa jiwa raganya sehingga akhirnya mati di
pulau Jit-hun-to tersebut, apakah taysu bukan termasuk
seorang pembunuh " Benar Pak-jiu bukan mati karena
kubunuh, tapi Pak-jiu toh mati lantaran aku.?"
Poafi-kay siansu menjadi tertegun.
"Soal ini..." "Bagaimana?" Tiba-tiba Poan-kay siansu bangkit berdiri lalu sambil
merangkap tangannya didepaa dada ia menjawab:
"Lolap menerima petunjukmu itu!"
"Taysu memang seorang yang saleh, cepat amat kau bisa
memahami perkataanku itu!" buru-buru Oh Put Kui bangkit
berdiri sambil memberi hormat.
Kembali Poan-kay siansu menghela napas panjang.
"Aaaai siau-sicu, seandainya kau tidak menyinggung soal
tersebut pada hari ini, lolap benar-benar telah berbuat
kesalahan besar terhadap Bu-lim-jit-seng!"
Oh Put Kui tertawa. "Kalau memang taysu sudah memahami hal ini, dapatkah
kau segera berangkat ke pulau Neraka untuk membatalkan
perjanjian dulu sehingga ke tujuh orang cianpwe itu bisa
bebas kembali ?" Poan-kay siansu segera menunjukkan perasaan berat
hatinya, dia berkata kemudian:
"Tentang soal ini, lolap tak bisa memutuskannya sendiri."
"Apakah harus menunggu keputusan lima orang lainnya ?"
Poan-kay siansu segera setuju.
"Yaa, begitulah !"
"Mengapa taysu tidak mengirim orang untuk mengundang
kehadiran empat orang lainnya sehingga persoalan ini bisa
segera diselesaikan ?"
"Omitohud, lolap bersedia sekali untuk memberi kabar
kepada mereka semua, tapi..."
"Apakah taysu kuatir ada yang tak akan menyetujui usulmu
itu ?" "Benar!" Oh Put-ki-ii tertawa terbahak-bahak.
"Haa... haa... haa... walaupun manusia berusaha, Thian lah
yang menetapkan, taysu toh belum lagi mulai, mengapa kau
sudah sangsi lebih dulu " Bila sikapmu dalam persoalan yang
lain pun demikian, mungkin selama hidup taysu tak akan bisa
berhasil menyelesaikan persoalan apapun."
Poan-kay taysu merasakan hatinya bergetar keras setelah
mendengar perkataan itu. "Sungguh cerdas anak muda ini." demikian dia berpikir.
Mendadak ia berhenti sejenak karena tiba-tiba teringat
kalau ia belum menanyakan nama dari anak muda tersebut,
buru-buru katanya: Siau-sicu, tolong tanya Siapa nama-mu ?"
"Oh Put-kui." Paras muka Poan-koay taysu berubah hebat setelah
mendengar sama itu, serunya kemudian:
"Benar-benar sebuah nama yang mengandung maksud
mendalam, siau-sicu, apakah ayahmu yang memberi nama
tersebut kepadamu?" Oh Put Kui segera menggeleng.
"Suhuku yang memberi nama tersebut."
"Siapakah suhumu itu?"
"Aaah, suhuku cuma seorang pendeta liar yang sudah tak
mencampuri urusan keduniawian lagi, diapun enggan
namanya diketahui orang, harap taysu suka memakluminya."
Poan-kay taysu segera mengalihkan sorot matanya ke
wajah Oh Put Kui dan mengawasinya beberapa saat,
kemudian katanya sambil tertawa:
"Siau-sicu bagaimana kalau loIap mencoba untuk
menebaknya?" "Tidak usah." Oh Put Kui menggeleng, "buat apa taysu
masih ingin mengetahuinya?"
Mendadak Poan-kay taysu seperti merasa terkejut dia
segera berseru: "Aaah, hari ini sikap lolap agak silaf..."
Oh Put Kui tertawa hambar, kembali dia berkata:
"Sewaktu hendak meninggalkan pulau Jit hu-to, aku telah
menyanggupi permintaan ketujuh orang cianpwe itu untuk
menemukan kembali putra tunggal dari On tayhiap, aku
bersedia melakukan perjalanan bersama dengan taysu, bila
taysu bisa memperoleh dukungan dari Siang-kiat, Sin-ni dan
Tou-to, tak ada salahnya bila kau datang dulu ke pulau Jit-hu-
to untuk membatalkan janji kalian dulu, agar Bu-lim-jit-seng
merasakan kembali kebebasan hidupnya!"
"Omintohud, lolap bersedia untuk membantu dengan
sepenuh tenaga." Oh Put Kui tertawa hambar, kembali katanya:
"Bencana besar sudah mengancam dunia persilatan,
dengan kemampuan yang dimiliki Jit-seng sekarang, kekuatan
mereka merupakan suatu bantuan yang maha besar bagi
umat persilatan dari golongan lurus, harap taysu suka
memperhatikan persoalan ini dengan serius !"
Beberapa patah kata itu kontan membuat jantung Poan-kay
siansu berdebar. Tidak menunggu Poan-kay siansu berbicara, Oh Put-kui
segera bangkit berdiri sambil menjura, katanya:
"Maaf bila aku sudah mengganggu ketenangan taysu,
semoga bila taysu berjumpa dengan Sawan To nanti, sekalian
bisa mencari tahu dimanakah anak tunggal dari Oh tay hiap,
sebab kalau dilihat dari usul Sawan tayhiap dalam hal ini, bisa
disimpulkan kalau dia pun mengetahui akan jejak orang itu.
kalau tidak maka terpaksa aku akan mencurigai tokoh sakti
tersebut sebab sebagai seseorang yang mempunyai tujuan
tertentu !" Setelah berhenti sebentar dan memandang wajah Poan-
kay siansu, dia berkata lagi sam bii tertawa:
"Taysu adalah seorang tokoh sakti dari kalangan
beragama, tentunya kau dapat memaklumi kesalahan orang
lain bukan " Bila aku telah melakukan banyak kesalahan tadi,
dikemudian hari pasti akan kubayar, nah sampai jumpa lagi..."
Selesai berkata dia lantas meninggalkan tempat tersebut.
Pengemis pikun ikut bangkit berdiri pula, katanya sambil
tertawa terbahak-bahak: "Haa . . . haa , . . haa ." . . hwesio gede aku merasa
beruntung sekali dapat berjumpa dengan wajah seorang dari
Hong-gwa-sam sian bahkan mendengarkan pembicaraannya,
selamat berpisah dan semoga kita akan bersua kembali
dimasa mendatang " Begitu selesai berkata, ternyata dia berjalan lebih dahulu
dengan mendahului Oh Put Kui.
Han san-ya-ceng Poati-koay taysu tidak menjawab apa-
apa, dia hanya merangkap tangannya didepan dada.
Selama hidup boleh dibilang dia selalu disanjung dan
dihormati oleh umat persilatan baru kali ini dia ditegur dan
dinasehati oleh orang Iain, perasaan semacam itu benar-
benar amat tak sedap sekali, dan apa yang didengarpun
sudah cukup baginya untuk berpikir setengah harian lamanya.
Tapi dia bisa menduduki sebagai salah seorang dari Hong-
gwa sam sian, tentu saja ia memiliki suatu kemampuan yang
melebihi siapapun. Terlepas dari masalah lain, dia merasa kagum sekali
terhadap pemuda ini, rasa kagum yang benar-benar timbul
dari hati sanubarinya . Diapun mengagumi pengemis pikun tersebut, meski pikun
orangnya tapi mulia hatinya.
Dia tak menyangka walaupun dia sudah menjadi pendeta
dan setiap hari berdoa, namun dia toh tak bisa melepaskan
diri dari keduniawian. -oOdwOo0dw0oOdwOo- Sinar matahari senja sedang memancarkan cahayanya
menerangi pepohonan diatas bukit Gan-tang san.
Diatas sebuah jalan bukit yang menghubungkan tebing
Cing-peng-gay, tiba-tiba muncul dua sosok bayangan
manusia. Mereka adalah Oh Put Kui serta pengemis pikun.
Oh Put-kui telah merubah rencananya se-mula, sebab dia
merasa lebih baik mencari tahu asal usulnya lebih dulu
sebelum menyelesaikan persoalan lainnya, maka dia tidak
pergi ke perkampungan Ang-yap san-ceng di lembah Hui-im-
kok, sebaliknya kembali ke tebing Cing-peng-gay.
Ketika mereka sampai di tebing Cing-peng gay, sinar mata
hari senja telah tenggelam dibelakang bukit.
"Lok tua, mari ikut aku menjumpai suhu didalam gua !" kata
pemuda itu kepada rekannya.
Dengan gerakan yang cepat mereka berangkat menuju ke
sebuah dinding tebing. Dengan sikap yang sangat hormat Oh Put kui menyembah
sebanyak tiga kali ke arah dinding tebing itu, kemudian
tangannya melepaskan sebuah pukulan ke atas sebatang
pohon siong yang tumbuh diatas dinding tebing tadi.
Diiringi suara gemuruh yang amat memekakkan telinga,
muncullah sebuah pintu diatas dinding tebing tersebut.
Dari balik pintu segera terpancar keluar sinar putih yang
amat menyilaukan mata. Sambil tertawa Oh Put-kui segera berteriak.
"Suhu, bocah yang mengembara telah pulang."
Dimasa lalu, bila dia telah berteriak maka dari dalam gua
pasti akan berkumandang suara gelak tertawa yang riang dan
penuh kasih sayang. Tapi berbeda dengan hari ini. Suasana dalam gua itu sunyi
tak kedengaran sedikit suara pun...
Senyuman yang semula menghiasi ujung bibir Oh Put-kui
seketika itu juga berubah menjadi kaku dan lenyap tak
berbekas. Tanpa membuang waktu lagi dia segera menerjang masuk
ke dalam gua tersebut. Ternyata gua itu kosong melompong tak ada penghuninya.
Pengemis pikun mengikuti dibelakangnya telah masuk pula
ke dalam gua itu, ternyata luas ruangan dalam gua tadi cuma
lima kaki, sedang perabot yang berada disanapun amat
sederhana. Selain sebuah meja, sebuah pembaringan dibawah lantai
terdapat pula sebuah kasur duduk.
Disamping meja batu terdapat pula sebuah hiolo, sedang
disisi pembaringan terdapat sebuah rak buku.
@oodwoo@ Jilid 7 RAK BUKU itu sangat besar, lebarnya dua kaki dengan
ketinggian beberapa kaki, semuanya terbagi menjadi tujuh rak,
setiap rak penuh dengan buku-buku.
pengemis pikun memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, mendadak ia merasa agak bingung.
Dia tak mengira kalau gua tersebut begitu kering dengan
udara yang segar, buktinya begitu banyak buku yang
tersimpan dalam gua itu sama sekali tidak lembab dan rusak.
Dia lantas mendongakkan kepala bermaksud untuk
menanyakan hal ini kepada Oh Put Kui.
Tapi mimik wajah Oh Put Kui justru membuatnya semakin
tertegun. Ternyata Oh Put Kui sedang duduk dikasur duduk sambil
menangis tersedu-sedu. Pelan-pelan pengemis pikun segera maju menghampirinya
ia menemukan secarik kertas tergeletak didepan anak muda
itu, ketika diambiI maka terlihatlah beberapa patah kata
tercantum disitu: "Kekasih lama menuntut balas kepada guru, Gi-hweesio
mengembara keujung langit, nak, aku pergi dulu, baik-baiklah
jaga diri, baik-baiklah jaga diri."
Tulisan itu nampak sangat indah dan penuh bertenaga,
membuat pengemis pikun yang melihatnya segera memuji
tiada hentinya. "Dari sini dapat diketahui kalau pengemis pikun inipun
mempunyai pengetahuan tentang ilmu sastra.
Dia lantas membentangkan kertas surat tersebut didepan
mata pemuda itu, kemudian katanya sambil tertawa:
"Hei, bocah muda, gurumu sudah minggat!" Oh Put Kui
mendongakkan kepalanya, dengan wajah penuh air mata dia
berkata : "Lok tua, mari kita pergi!"
Dia menerima kembali surat peninggalan dari gurunya itu
dan melompat keluar dari ruangan, tanpa berpaling lagi ia
tinggalkan gua tersebut. Pengemis pikun tak berani berdiam kelewat lama disitu, ia
segera mengikutinya pula dari belakang.
Setelah menutup kembali pintu gua, Oh Put Kui kembali
menyembah tiga kali, Kemudian ia baru berkata :
"Lok tua, kali ini aku benar-benar telah menjadi seorang
gelandangan yang tak punya rumah lagi."
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia membalik sepasang
matanya yang kecil dan berseru:
"Bocah muda, benarkah gurumu adalah seorang hwesio?"
Oh Put-kui manggut-manggut.
Mencorong sinar terang dari balik mata pengemis pikun itu,
serunya kembali: "Tay-gi sangjin?"
"Dari mana kau bisa tahu?" sahut Oh Put Kui dengan
sekujur badan gemetar keras.
Begitu ucapnya tersebut diutarakan, ia baru menyadari
kalau sudah salah berbicara.
Dengan ucapan tersebut, bukankah sama artinya dengan
memberitahukan kepada pengemis tua, siapa gerangan
suhunya" Pengemis pikun segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... .haaahhh haaaahhh dalam dunia yang begini
luas, hwesio bodoh cuma seorang, dialah sipendeta sinting
Tay-gi sangjin yang disebut orang persilatan sebagai tokoh
sakti!" "Aaaai Lok tua, kau sangat cerdik!" puji Oh Put-kui sambil
menghela napas. "Haaahhh..,.haaaahhh haaaahhh masa kau baru tahu anak
muda ?" pengemis tua nampak amat bangga.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaah, tidak! Hal ini sudah kuketahui sejak berada di tepi
telaga kiu liong thian ."
Kali ini pengemis tua yang dibikin tertegun, lama kemudian
dia baru berseru: "Bocah muda, kau memang amat hebat..."
"Aaaah, Lok tua, kau toh sudah tahu aku ini murid siapa."
"Yaa, betul, kau memang muridnya tokoh paling sakti
dikolong langit." Pengemis pikun tertawa gelak.
Sesudah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh:
"Bocah muda, setiap orang mengatakan kalau gurumu
telah berpulang ke alam baka sesudah berhasil mengalahkan
gembong iblis nomor wahid dari kolong langit, Pat-huang it-
koay-jian-sim jui-siu manusia paling aneh di Pat-huang, kakek
setan berhati cacad, Siu Lun. Tampaknya ucapan itu tidak
benar, rupanya dia orang tua bersembunyi ditengah gunung
untuk mendidik kau si bocah pintar!"
"Yaa, memang guruku berbuat demikian..."
Pengemis tua segera mengawasi bocah muda itu lekat-
Iekat, kemudian katanya lagi. "Bocah muda.siapakah kekasih
lama gurumu" Tahukah kau akan hal ini ?"
Oh Put-kui segera menggeleng. "Aku belum pernah
mendengar suhuku menyinggung tentang soal ini, lagipula
suhu adalah seorang pendekar yang sudah berusia ratusan
tahun, aku tidak percaya kalau dia orang tua masih
mempunyai kekasih lama..."
Kembali pengemis pikun tertawa tergelak. "Haaahhh
haaahh haaahhh kali ini kau benar-benar ketanggor batunya!"
Mendadak tergerak hati Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, serunya dengan cepat.
"Lok tua, nampaknya dibalik ucapanmu itu masih ada
ucapan lain!" "Tentu saja." pengemis pikun tertawa bangga, "aku si
pengemis mah tak bakal disulitkan oleh persoalan semacam
itu!" Oh Put Kui segera tertawa, pelan-pelan ia duduk di atas
batu besar didepan dinding batu itu, kemudian bisiknya:
"Lok tua, aku bersedia untuk mendengarkan penuturanmu
itu!" "Penuturanku" Penuturan apa?" pengemis pikun segera
menjatuhkan diri keatas tanah dan menggelengkan kepalanya
sambil tertawa aneh. "aku si pengemis mah tak pandai
bercerita yang unik-unik."
"Lok tua, kau tidak bersedia untuk bercerita?" tanya Oh Put
Kui sambil tertawa hambar.
"Bercerita apa" Aku si pengemis toh cuma gentong nasi "
Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli, dia tak menyangka
kalau pengemis itupun pandai jual mahal. Maka sambil
menarik muka dia berseru keras:
"Lok tua, kalau begitu silahkan!" Uaapan mana diutarakan
dengan nada dingin dan ketus.
Pengemis pikun itu jadi tertegun setelah menyaksikan sikap
rekannya itu, cepat dia berseru:
"Hei, kenapa kau Bocah keparat kau hendak mengusir aku
si pengemis pikun. Hayo jawab?"
"Yaa, betuI, kita memang harus berpisah."
Dengan cepat pengemis pikun menggelengkan kepalanya
berulang kali, serunya. "Hal ini mana boleh jadi " Hei bocah muda, semua uang
emas itu belum habis dipakai."
Oh Put Kui segera tertawa tergelak, "Aku mah menganggap
uang seperti kotoran kerbau, sedang msnganggap teman
seperti mestika, kalau toh Lok tua tak bisa mempunyai pikiran
dan perasaan yang bisa mencocoki diriku, tentu saja lebih baik
kita berpisah saja."
"Kau membuatku penasaran."
"Benarkah itu?" Oh Put Kui tertawa sinis, "kau sudah jelas
mengetahui kalau aku ingin cepat-cepat mengetahui siapakah
kekasih lama suhuku, dan kaupun jelas mengetahuinya, tapi
justru sengaja jual mahal, bukankah hal ini menunjukkan kalau
kau tidak setia kawan " Terhadap manusia semacam ini, aku
selalu memandangnya rendah, oleh karena itu lebih baik kita
jangan bertemu lagi mulai sekarang!"
Pengemis pikun segera tertawa geli.
"Ooh. jadi karena soal itu?"
"Apakah belum cukup" Kau sombong dan tidak setia
kawan." Belum habis Oh Put Kwi berkata, pengemis pikun sudah
tertawa tergelak, sahutnya: "Baiklah anak muda, biar aku si
pengemis bercerita dengan sejelas-jelasnya..."
Mendengar perkataan itu, diam-diam Oh Put Kui tertawa
geli, "Katakan saja," ujarnya kemudian, "walau pun aku bersedia
untuk mendengarkan tapi aku tak ingin merengek kepadamu."
"Bocah keparat, merengek atau tidak itu urusanmu sendiri,"
si pengemis pikun berkerut kening.
Setelah berhenti sebentar, mendadak wajahnya berubah
menjadi serius, katanya lebih jauh:
"Bocah muda, tujuh puluh tahun berselang ketika gurumu
belum masuk menjadi pendeta, dia sesungguhnya adalah
seorang kongcu muda yang tampan dan romantis sekali."
"Ooh.,.?" Oh Put Kni tak pernah menyangka kesitu.
"Lok tua, siapakah nama preman guruku itu..." sambungnya
kemudian setelah berhenti sebentar.
"Entahlah" pengemis pikun menggelengkan kepalanya
berulang kali, "sejak gurumu terjun kedalam dunia persi!atan,
dia telah menamakan dirinya sebagai Thian-yang-yu-cu (si
pemuda pesiar dari ujung langit), siapapun tidak tahu siapa
nama aslinya. Tapi lantaraa ilmu silatnya sangat lihay, gerak-
geriknya pun seperti naga sakti yang kelihatan kepala tak
kelihatan ekornya, maka orang persilatan memberi julukan
Sin-Iiong-koay-hiap (pendekar aneh naga sakti) pula
kepadanya." "0ooh...rupanya si pendekar aneh naga sakti adalah guruku
sendiri...." Tiba-tiba Ob Put Kui tertawa.
Pengemis pikun nampak agak tertegun.
"Kenapa Hei bocah muda, siapa yang pernah menceritakan
tentang soal Sin-liong koay hiap ini?"
"Tentu saja guruku sendiri."
"Sangjin sendiri" Ternyata situa ini belum dapat melupakan
kegagahannya dimasa lalu."
Oh Put Kui termenung dan berpikir sebentar lalu katanya
lagi sambil tertawa: "Lok tua, sekarang aku sudah tahu siapakah kekasih lama
dari guruku itu..." Pengemis pikun segera manggut-manggut.
"Kalau tokh sangjin pernah menyinggung soal Sin-Iiong-
koay-hiap kepadamu, tentu saja dia pernah menyinggung pula
dengan Thian-hiang-hui-cu "permaisuri cantik Ki Yan-hong!"
"Benar, guruku memang pernah menyinggung soal Thian-
hiang Hui-cu Ki Yan-hong!"
"Anak muda, tahukah kau, gara-gara Thian-hiang-hui cu
hendak mendapatkan cinta dari Sin-liong-koay-hiap, hampir
saja dia telah mengacaukan seluruh dunia persilatan?"
"Benarkah itu ?"
Kembali si pengemis pikun tertawa, "Coba kalau
perempuan itu tidak mengejarnya kelewat buas, mana
mungkin gurumu bisa berubah menjadi Tay-gi Sangjin ?"
Oh Put-kui menjadi tertegun. "Kalau begitu suhu dipaksa
untuk mencukur rambutnya menjadi pendeta ?" ia berseru.
"Siapa bilang tidak ?" setelah menggelengkan kepalanya
dan tertawa tergelak, pengemis pikun berkata lebih jauh,
"Sungguh tak kusangka tujuh puluh tahun kemudian, untuk
kesekian kalinya Sangjin harus melarikan diri."
Oh Put-kui tak tahan untuk menghela napas pula.
"Tak heran kalau snhu segera berkerut kening bila
menyinggung soal perempuan.
"Haaah... haah... ketika Thian-hiang Huicu mengejar
sangjin, aku si pengemis tua baru berumur belasan tahun, kini
rambutku sudah beruban semua, tak nyana masih sempat
menyaksikan lagi peristiwa aneh ini, aaai... rasa cinta Thian-
hiang Hui-cu kepada gurumu benar-benar hebat sekali."
Tiba-tiba Oh Put kni memejamkan matanya dan termenung.
Melihat pemuda itu termenung saja sehingga terhadap apa
yang diucapkan seolah-olah tidak mendengar, pengemis pikun
itu kembali berseru: "Hei, anak muda, apa yang sedang kau pikirkan ?"
"Aaah, aku sedang berpikir bagaimana caranya untuk
berjumpa dengan Thian hiang Hui-cu !"
"Mau apa?" seru pengemis pikun dengan wajah tertegun,
"apakah kau ingin mencari kesulitan buat diri sendiri?"
"Akn hanya ingin membujuknya agar jangan mendatangkan
kesulitan lagi buat guruku."
"Apa gunanya" Dia toh tak akan bisa menemukan gurumu."
Kata si pengemis sambil menggeleng.
Oh Put-kui turut menggelengkan pula kepalanya.
"Tapi aku merasa tak tega menyaksikan guruku berkelana
didalam dunia persilatan, oleh karena itu aku hendak
menganjurkan kepada Thian-hiang Hui-cu agar mematikan
saja ingatan tersebut!"
Mendengar perkataan itu, pengemis pikun tertawa
terbahak-bahak. "Gurumu saja tak mampu, masa kau bisa melakukannya?"
Oh Put-kui ikut tertawa tergelak.
"Lok tua, mungkin guruku tak mampu untuk melakukannya,
tapi aku pasti akan berhasil."
"Benarkah itu" Bocah muda. mari kita pergi ke kota Kim-
leng. -oOdwOoOdwOOdwOoo- Tepi sungai Chin-hway merupakan suatu tempat pasiar
yang sudah termashur namanya di seantero dunia.
Apa bila malam tiba, beraneka warna lampu akan
menerangi sekeliling tempat tersebut, Rumah pelacuran Yan
hiang-lo yang tersohor di wilayah Kanglam karena empat
orang pelacur topnya, setiap senja sudah tiba seIalu penuh
dikunjungi oleh tetamu. Hari itu, didepan rumah pelacuran Yan-hiang-lo telah
kedatangan dua orang tamu yang berdandan sangat aneh.
Seorang tua dan seorang muda ini mengenakan pakaian
yang sangat perlente sedemikian menterengnya dandanan
mereka hingga putra residen pun kalah.
Pada hakekatnya dandanan mereka seperti raja muda,
seperti pangeran dari kerajaan.
Yang muda tampaknya adalah majikan, ia mempunyai
wajah yang ganteng dengan perawakan badan yang gagah.
Pakaian yang dipakai adalah sebuah pakaian bersulamkan
dengan emas, harganya per stel mungkin mencapai seribu
tahil emas. Yang tua pun berdandan orang kaya, cuma kalau dilihat
gerak-geriknya yang kedesa-desaan, bila diduga kalau dia
datang dari dusun, mungkin orang kaya dusun.
Tua dan muda berdua ini datang dengan sikap yang
menterang pengiringnya amat banyak tak terhitung.
Kontan saja suasana dalam rumah pelacuran Yaa-hiang-Io
menjadi amat sibuk, terutama sekali ibu germonya.
Setelah mempersilahkan tamunya duduk, melihat dandanan kedua tamu agungnya itu, diam-diam si germo
berkerut kening. "Tolong tanya siapakah nama loya berdua."
Oh!" jawab kongcu muda itu tertawa hambar.
"OOdwOoo, kiranya Oh kongcu!"
Sedang siorang kaya desa yang memelihara kumis itu
segera menyambung pula dengan suara aneh:
"Lohu adalah Lok toa-loya. Pembesar To-tay dari Holam!"
"Aaaah... rupanya Lok-toa-loya, hamba menyampaikan
salam kepada kau orang tua!" Buru buru Germo itu memberi
hormat dengan sikap munduk-munduk begitu mengetahui
kalau kakek itu adalah pembesar.
Lok-toa-loya segera tertawa, kemudian serunya dengan
suara keras: "Mengapa kau tidak menyampaikan salam pula kepada Oh
kongcu?" "Baik ..baik. ."
Mendadak Lok toa-Ioya tertawa dingin, "Heeehhh... heeehh
..heeehhh....kau tahu, siapakah Oh toa kongcu ini?"
"Hamba hamba... dosa hamba besar sekali, hamba tidak
tahu Oh Toa Kongcu."
"Oh Toa Kongcu adalah... adalah..."
Mendadak pembesar To tay dari Holam yang mengaku
bernama Lok Toa-loya ini membungkukkan tubuhnya dalam-
dalam sambil bertanya dengan suara lirih:
"Kongcu, bolehkah hamba untuk mengatakannya ?"
Oh Kongcu segera melotot besar.
"Ketika meninggalkan ibu kota, apa pesan ku kepadamu"
Lok tayjin, berhati-hatilah kalau berbicara!"
Sambil menyeka peluh yang membasahi jidatnya, buru-
buru Lok tayjin menjura lagi dalam-dalam.
"Baik... baik... Tayjin "
Mendengar tanya jawab tersebut, si Germo tersebut
menjadi semakin ketakutan.
"Waaah... siapa gerangan Oh Kongcu ini?" demikian dia
mulai berpikir, "kalau seorang pembesar To-tay kelas
empatpun begitu munduk-munduk dihadapannya aaah,
jangan-jangan Oh Kongcu ini adalah seorang Raja muda atau
pangeran." Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benak germo
itu, Lok tayjin sudah membentak keras:
"Apakah keempat orang nona ada disini?"
"Ada, ada tayjin!"
"Suruh mereka keluar semua!"
"Baik." Sambil sipat ekor, germo itu buru-buru menyembah lalu
mengundurkan diri dari situ,
Tak selang berapa saat kemudian, terdengar suara
kegaduhan di luar ruangan sana,
Tiba-tiba Oh Kongcu itu berkerut kening, kemudian
katanya:
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lok tua, hebat betul permainan sandiwaramu!"
"Benarkah itu?" pembesar Lok tertawa keras, "baru
pertama kali ini selama hidup aku sipengemis..."
Rupanya mereka berdua tak lain adalah Oh Put-kui dan si
pengemis pikun berdua. "Ssttt.... Lok tua, jangan keras-keras," bisik Oh Put-kui
dengan mata berkilat, "tempat ini bukan sembarangan rumah
pelacuran" Pengemis pikun segera menjulurkan lidah nya dan tertawa.
"Betul, hampir saja aku si pengemis melupakannya."
Sementara kedua orang itu masih berbincang-bincang, si
germo telah mundul kembali dengan senyuman palsunya.
"Kongcu-ya," dia berkata, "harap tunggu sebentar lagi, ke
empat nona segera akan tiba!"
Oh Put-kui mendengus dingin.
"Hmmm, Lok tayjin," dia berseru, "tampak nya lagak dari
rumah-rumah hiburan di kota Kim-leng ini kelewat besar!"
-oOdwOoOdwOOdwOoo- "BENAR.... harap Kongcu maklum." buru-buru pengemis
pikun menjura dengan hormat.
Kemudian sambil melotot kearah germo itu, bentaknya:
"Mengapa tidak segera pergi" Kalau sampai menggusarkan
Kongcu, hmmm, jangan salahkan kalau dari pengadilan akan
muncul opas yang akan menggiringmu masuk bui. Hmm,
kalau sudah sampai begitu, tahu rasa nanti."
Mendengar perkataan itu, si germo segera menjulurkan
lidahnya karena ketakutan.
Setelah mengiakan berulang kali, sambil lipat ekor dia
segera melarikan diri terbirit birit.
Setibanya diluar ruangan, iapun berteriak keras:
"Nona sekalian, cepat sedikit, Kongcu sudah marah."
Hampir meledak suara tertawa pengemis pikun saking
gelinya. Tapi ruangan itu sangat ramai dan banyak orang yang
berlalu lalang, walaupun pengemis pikun ingin berbicara dia
tak berani bersikap gegabah.
Oh Put Kui sendiri, untuk memperlihatkan sikapnya sebagai
seorang pangeran atau raja muda, mau tak mau harus
menarik kembali sikap acuh tak acuhnya.
Setelah menghidangkan air teh. si germo itupun lari masuk
kedalam ruangan sambil berseru:
"Kongcu-ya....Lok-toa-loya..,nona berempat tiba!"
Tampak tirai disingkap orang, empat orang gadis yang
berdandan model keraton berjalan masuk dengan langkah
yang lemah gemuIai. Ternyata mereka berempat memang tak malu disebut
pelacur kenamaan dari kota Kim-leng.
Selain mereka berwajah cantik jelita, lagi pula mempunyai
perawakan tubuh yang ramping tapi padat berisi.
Oh Put Kui nampak agak tertegun. Pengemis pikun pun
agak termangu sampai sampai ternganga lebar mulutnya.
Melihat itu, si germo pun tertawa, Karena dilihat dari mimik
wajah kedua orang ini, dia seakan-akan melihat ada uang
segenggam yang dimasukkan kedalam sakunya.
Buru-buru dia maju kedepan sambil memperkenalkan.
"Nona sekalian Kongcu ini adalah Oh Kongcu dari ibu kota,
dan ini adalah Lok-toa-loya, kalian harus baik-baik memberi
pelayanan, percaya Kongcu ya pasti tak akan menyia-nyiakan
kalian." Empat orang gadis itu bersam-sama memberi hormat,
bahkan hampir bersamaan waktunya berkata lembut:
"Oh Kongcu, Lok loya, terimalah salam kami."
"Nona tak usah banyak adat, siapkan perjamuan!" kata Oh
Put Kui sambil mengulapkan tangannya.
Dengan cepat perjamuan dipersiapkan. Sambil tertawa Oh
Put Kui berkata lagi kepada pengemis pikun:
"Lok to-tay, tampaknya nama besar empat pelacur utama
dari Kanglam memang bukan nama kosong belaka."
Pengemis pikun tersenyum. "Dimasa lalu hamba selalu
menganggap orang cantik yang kujumpai sudah banyak, tapi
sekarang baru hamba ketahui, belum pernah kujumpai empat
wanita secantik ini."
Setelah berhenti sebentar, dia lantas mengangkat
cawannya kearah empat orang perempuan itu sambil
bertanya: "Nona berempat, siapa nama kalian?"
Benar-benar tak disangka, si pengemis pikunpun dapat
menunjukkan sikapnya yang lembut dan terpelajar.
Dalam pada itu, seorang nona berbaju putih yang berusia
paling tua diantara keempat orang gadis itu tersenyum manis,
lalu menjawab: "Aku yang rendah bernama Liu Im!"
Sesudah mengerling sekejap kewajah Oh Put Kui, dia
menuding tiga orang gadis lainnya sambil menambahkan:
"Dan mereka adalah Khi cui, Wi Hiang dan Siau Hong."
Sekarang Oh Put Kui baru tahu, rupanya si nona yang
berbaju hijau bernama Khi Cui, yang berbaju kuning bernama
Wi Hiang sedang si nona yang berbaju biru bernama Siau
Hong..." Sambil tersenyum dia lantas berkata: "Sudah lama
kudengar nama besar kalian."
Padahal dalam hati kecilnya dia merasa jauh lebih terkejut
daripada si pengemis tua.
Nama besar "Liu Im, Khi Cui, wi Hiang dan Han Yan"
sebagai empat orang dayang kepercayaan Thian-hiang Hui-cu
sudah termashur dalam dunia persilatan.
Walaupun Han Yan, salah seorang diantara ke empat
dayang itu sudah dibunuh oleh Oh Put-kui, tapi sekarang
kedudukan "Han Yan" telah digantikan oleh Siau Hong masih
di-tas kecantikan Han Yan.
Diam-diam pengemis pikun mengomel di dalam hati, dia
merasa nyali dari ke empat orang gembong iblis ini benar-
benar sangat besar, sampai namapun sama sekali tidak
berubah. Sementara mereka berdua masih termenung, Liu Im sudah
mengisi cawan dengan arak lalu berkata:
"Kongcu, silahkan minum arak!"
"Aah merepotkan nona saja!" sambil tertawa Oh Put Kui
menerima cawan berisi arak ini.
"Aaah Kongcu tampaknya baru pertama kali ini berkunjung
ke kota Kim-leng?" "Di hari biasa banyak urusan dinas yang harus
kuselesaikan sehingga jarang dapat datang ke Kim-leng!"
"Kocngcu-ya, kau pasti seorang yang amat repot..."
timbrung Khi Cui sambil tertawa.
"Urusan tentang negara, lebih baik tak usa nona campuri!"
tukas Oh Put Kui tiba-tiba dengan dingin.
Perubahan sikapnya yang secara tiba-tiba segera membuat
keempat orang pelacur itu menjadi tertegun.
Pengemis pikun yang menyaksikan dari samping, diam-
diam tertawa geli, ia tak menyangka kalau bocah muda itu
sedemikian lihay sehingga dengan perubahan sikap-sikapnya
saja sudah dapat menghilangkan kecurigaan ke empat orang
pelacur itu. Khi Cui tertawa rawan, lalu menyahut dengan sedih:
Teguran kongcu akan hamba ingat terus, harap kongcu
sudi memaafkan." "Aku tak akan menyalahkan kalian" jawab Oh Put-kui
dengan gaya pembesarnya, "lebih baik jika kalian menerima
tamu seorang pembesar, janganlah bertanya tentang soal
negara, daripada mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri"
"Nasehat kongcu akan hamba ingat selalu didalam hati,"
"Kalau bisa di ingat memang lebih baik" jawab Oh Put-kui
tertawa hambar. Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba katanya kepada si
pengemis pikun: "Lok tayjin!" "Kongcu ada perintah apa?" Pengemis tua menjura dengan
sikap menghormat. "Sewaktu ada di ibu kota, kau selalu memuji ke empat
orang gadis ini sebagai orang yang pandai ilmu silat, tapi
setelah berjumpa hari ini, sungguh membuat hatiku kecewa!"
Pengemis pikun jadi tertegun, bagaimana harus menjawab.
Dalam cemasnya dia lantas berseru tergagap:
"Soal ini soal ini hamba...hamba..."
Oh Put-kui memandang sekejap wajah ke-empat orang
gadis itu, kemudian katanya lagi sambil tertawa:
"Lok tayjin, kau tak usah gugup, aku tidak bermaksud untuk
menegur dirimu." "Ooh rupanya begitu " si pengemis pura-pura menghembuskan napas lega, "kongcu, kau..."
Oh Put Kui kembali tertawa, tapi kali ini dia tertawa sambil
memandang kearah Liu Im yang genit.
Sikap Liu Im nampak sangat aneh, agaknya mereka sudah
terpikat oleh kegantengan Oh Kongcu ini, lagi pula
terpengaruh oleh apa yang dikatakannya tadi.
Maka mereka hanya sempat berpikir, siapa gerangan Oh
Kongcu ini " Apa maksud kedatangannya "
Ternyata tak seorangpun diantara mereka yang memperhatikan sorot matanya yang tajam, atau tegasnya
mereka tidak menyangka kalau Oh Put Kui sesungguhnya
adalah seorang jago muda yang berilmu sangat tinggi.
Sudah barang tentu mereka lebih-lebih tak menyangka
kalau pemuda tampan ini adalah Oh Put Kui yang pernah
berkunjung ke Pulau neraka dan dapat pulang dengan
selamat. Sekalipun demikian, Liu im adalah seorang yang sangat
berpengalaman dalam bidang pelacuran, maka sewaktu Oh
Put Kui tertawa kepadanya, diapun segera mengeluarkan ilmu
merayunya. Sambil tertawa genit, katanya dengan lembut:
"Kongcu tak pernah meninggalkan ibu kota, dan cuma
mendengar pembicaraan orang saja, sudah barang tentu jauh
sekali dengan kenyataan. Walaupun kami berparas lumayan,
dan mengerti sedikit tentang ilmu sastra, tapi dalam hal ini silat
sesungguhnya kami tidak tahu sama sekali !?"
Oh Put Kui segera tersenyum, dibalik senyuman tersebut
tersimpanlah suatu arti yang sangat mendalam.
"Nona, kalian pandai sekali merendahkan diri !"
Mendadak dia berpaling dan memandang sekejap ke arah
Pengemis pikun, lalu katanya lagi:
"Lok tayjin, kalau kudengar dari pembicaraan nona ini,
bukankah berarti apa yang kau dengar itu tidak benar?"
Kali ini pengemis tua agak tertegun, kemudian baru
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Hamba rasa apa yang hamba dengar sudah pasti dan bisa
dipercaya seratus persen."
"Haaaahhh... haaaaahhh... haaaahhh... benar, kalau tersiar
kabar begini sudah pasti tak akan tersiar tanpa sebab."
Dengan sorot matanya yang jeli dia lantas mengerling
kembali ke atas wajah ke empat orang gadis itu.
Sebodoh-bodohnya Liu Im berempat tentu saja mereka
dapat menangkap arti yang sebenarnya dari ucapan tersebut,
maka tanpa terasa mereka saling berpandangan sekejap.
Siau Hong yang termuda diantara mereka berempat, tiba-
tiba menutup mulutnya Sambil tertawa, kemudian katanya :
"Kongcu, kau terlalu menyanjung kemampuan kami empat
bersaudara." Suaranya lemah lembut dan amat merdu bagaikan kicauan
burung nuri, membuat setiap orang yang mendengar akan
terpikat rasanya. Oh Put Kui tertawa, diamatinya sekejap si nona cantik yang
berada dihadapannya, lalu sambil berpaling kearah pengemis
pikun, dia berseru: "Lok tayjin, kalau aku tidak salah dengar, agaknya diantara
nama-nama keempat pelacur kenamaan dari rumah pelacuran
Yan-hiang-lo tidak tercantum nama nona Siau-hong, apakah
hal ini keliru?" "Tidak, tidak keliru, waktu itu diantara nama-nama keempat
nona memang tidak ter dapat nama Siau Hong!"
Oh Put Kui segera berlagak seakan-akan termenung sambil
berpikir sejenak, lalu katanya lagi:
"Kalau aku tidak salah ingat, seharusnya terdapat nona
Han Yan." "Ya, yaa betul, memang nona itu bernama Han Yan!"
kembali si pengemis pikun bertepuk tangan.
Pelafi-pelan Oh Put Kui segera berpaling kearah Siau
Hong, lalu katanya lebih jauh:
"Nona, kalau begitu kau telah menggantikan kedudukan
nona Han Yan! Atau mungkin nona Han Yan sudah jemu
dengan pekerjaan semacam ini maka dia mengundurkan diri
dari pekerjaannya dan menikah."
Paras muka Liu Im sekalian berempat segera berubah
berulang kali, tapi belum
menjumpai sesuatu yang mencurigakan mereka berempat tak berani sembarangan
berkutik. Siau Hong sebagai orang yang ditanya, tentu saja tak dapat
berdiam diri terus, maka sambil tertawa paksa sahutnya:
"Dugaan kongcu, kedua-duanya salah besar !"
"Aaah, aneh kalau begitu, aaah jangan-jangan nona Han
Yan telah jemu dengan segala macam kehidupan manusia
biasa, maka dia telah masuk kebidang agama dengan
mencukur diri menjadi rahib?" Siau Hong segera tersenyum.
"Kongcu, walaupun dugaanmu tidak benar toh tidak selisih
jauh, benar enci Han Yan memang telah suci sekarang, tapi
dia suci di alam baka, karena beberapa waktu berselang dia
diserang penyakit aneh dan menghembuskan napasnya yang
penghabisan!"
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Put Kui segera menghela napas sedih.
"Aaaa! kalau begitu, nona Han Yan benar-benar seorang
gadis cantik yang bernasib mengenaskan!"
"Siapa bilang tidak?" dengan wajah murung Siau Hong
menghela napas pula, kematian enci Han Yan benar-benar
mengenaskan." Sekalipun Oh Put Kui telah berperan lebih baik, cuma Oh
Put Kui mengerti bahwa kematian Han Yan telah menimbulkan
pula perasaan ngeri dihati mereka.
Oleh karena itu tidaklah heran jika mereka turut bersedih
hati. "Kong-cu-ya," pengemis pikun segera berseru sambil
tertawa, "tampaknya berita kematian dari nona Han Yan ini
masih belum tersiar sampai di ibu kota ?"
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Kematian seorang pelacur kenapa mesti dianggap begitu
serius dan penting " Lok tayjin, bukannya aku sengaja
mengurangi suasana gembira disini, tapi sebenarnya
perbuatan para pembesar dari ibu kota betul-betul kelewat
brutal." Pengemis pikun kesima, kemudian sahutnya berkali-kali:
"Benar... benar..."
Padahal dalam kenyataan dia tidak tahu apa, yang
dimaksudkan oleh Oh Put-kui, tapi dia tahu asal mengucapkan
kata "benar" maka jawaban tersebut sudah pasti tak bakal
salah Iagi. Sementara itu mimik wajah Liu Im berempat semakin tak
menentu dan berubah-ubah, tamu yang dijumpainya sekarang
boleh dibilang merupakan tamu paling istimewa yang
dijumpainya tahun ini. Berbicara soal dandanan, Oh kongcu ini memiliki gaya dari
seorang pangeran. Tapi kalau ditinjau dari soal pembicaraan dia justru lebih
mirip seorang jagoan persilatan dari golongan putih. Mereka
sudah berusaha keras untuk menemukan suatu cara yang
paling baik untuk menghadapi tamu semacam ini, tapi untuk
beberapa saat mereka justru tidak berhasil menemukan sikap
semacam apakah yang sepantasnya diperlihatkan hingga tak
sampai menimbulkan kesulitan.
Oleh karena itu sambil tersenyum, Liu Im segera berkata
kepada Oh Put kui: "Oh kongcu, dalam keadaan seperti ini,
aku sangat berharap bisa berbincang-bincang dengan kongcu
sambil menikmati keheningan suasana, kebetulan kami
berempat mengerti juga tentang seni suara, bagaimana kalau
kami bawakan sebuah lagu untukmu."
Oh Put-kui tahu kalau ke empat orang perempuan
penghibur itu sudah menaruh curiga kepadtnya, sambil
tertawa segera sahutnya: "Setelah berada dalam barisan perempuan tampaknya aku
harus menurut saja..."
Khi Cui dan Wi Hiang segera tertawa, mereka lantas
mengambil kim dan harpa dari atas dinding, kemudian jari
jemari mereka memetik senar-senar harpa itu membawakan
irama merdu, sedang Liu Im Siu liong menarik suara.
-oOdwOoOOdwOodwOo- Mendengarkan suara nyanyian yang begitu merdunya.
Pengemis pikun sampai melongo dengan mata terbelalak.
Ia benar-benar amat girang, sebab selama hidup baru
pertama kali ini dia merasakan suasana semacam ini.
Arak wangi, hidangan Iezat, perempuan cantik, nyanyian
merdu dan tarian indah.... kesemuanya itu hampir saja
membuatnya menjadi mabuk kepayang.
Oh Put Kui masih saja duduk dengan senyuman dikulum,
padahal perasaannya makin lama semakin berat.
Dia mempunyai rencana untuk menaklukkan ke empat
orang perempuan itu dalam sekali serangan.
Demi gurunya, mau tak mau dia harus turun tangan
terhadap perempuan perempuan penghibur itu.
Dia ingin mencari tahu tempat tinggal Thian hiang Hui-cu Ki
Yan-hong dari mulut ke empat orang dayang tersebut,
kemudian berusaha untuk membebaskan gurunya dari
Pendekar Kidal 6 Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Jodoh Rajawali 32