Pencarian

Misteri Rumah Berdarah 4

Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D Bagian 4


"Hu Cungcu, kau hendak menggunakan cara apa untuk
membuktikan kalau aku adalah Kiang To?"
"Hmmm! Semua jago diseantero dunia pada tahu kalau
kau Kiang To setelah melakukan kejahatan tentu akan
meninggalkan sebuah panji kecil disamping korban,
Sekarang aku perintahkan kau untuk copot pakaian luarmu
untuk aku periksa, Dan akan kulihat apakah didalam
sakumu terdapat panji kecil itu atau tidak!"
Air muka Pek Thian Ki kontan berubah hebat. Pada saat
ini didalam sakunya memang ada subuah panji kecil yang
didapatkan disamping korban Kiang To sewaktu berada di
Istana harta, sudah tentu ia tak dapat melepaskan pakaian
luarnya dihadapan orang banyak.
Bukankah jika ia berbuat demikian sama halnya dengan
telah membuktikan jika ia betul-betul adalah Kiang To"
Dan pemuda ini sama sekali tidak mengira, kalau panji
kecil yang disimpan dalam sakunya bakal mendatangkan
banyak kerepotan buat dirinya, Untuk beberapa saat
lamanya ia berdiri tertegun ditengah kalangan.
"Heee. . .heeee. . .heee. . . bagaimana" Kenapa pakaian
luarmu tidak kau lepaskan?" jengek siorang tua itu sambil
tertaw dingin. Didalam hati Pek Thian Ki tahu bahwa persoalan ini tak
bakal disa dibikin jelas, maka air mukanya tambah berubah
hebat. "Tidak salah, aku tak akan melepaskan pakaian luarku,"
sahutnya tegas. "Mengapa?" "Karena tiada kepentingannya!"
"Jadi kau sudah mengakui kalau dirimu adalah Kiang
To?" teriak Hu Toa Kan dengan air muka berubah hebat.
"Tidak!" Air muka Hu Toa Kan berubah semakin hebat. "Kau
akan paksa aku untuk turun tangan sendiri melepaskan
pakaian luarmu itu" teriaknya semakin murka.
Suara bentakan dari Hu Toa Kan ini penuh mengandung
napsu membunuh, sepasang matanya berkilat dan
memancarkan cahaya tajam melototi wajah Pek Thian Ki,
dengan tidak berkedip. Air muka pemuda tersebut berubah semakin hebat pula,
hatipun terasa berdebar semakin keras, Pada saat ini apabila
ia membuka pakaian luarnya, maka seketika itu juga
dihadapan para jago yang sedemikian banyaknya akan
terbukti bila ia adalah Kiang To.
Pada saat itu. . . . "Bangsat! Kau suka melepaskan pakaian luarmu tidak?"
bentak Hu Toa Kan ketus. "Bagaimana jika aku orang tidak mau lepaskan?" jengek
pemuda itu dingin. "Aku sudah berkata bahwa aku bisa turun tangan
sendiri!" "Oooouw. . . begitu" Hu Cungcu, bolehkah aku orang
menanyakan satu persoalan dulu kepadamu?"
"Cepat kau katakan!"
"Kenalkah kau orang dengan Kiang To?" Mendapat
pertanyaan ini Hu Toa Kan jadi melengak.
"Aku tidak kenal dengan dirinya!"
"Hmm! Lalu apakah diantara dirimu dengan diri Kiang
To ada ikatan dendam?"
"Ikatan dendam?"
"Benar!" "Tidak ada. . ."
"Heee. . .heeee. . .heee. . . Hu Cungcu! Jika demikian
adanya, kaulah yang salah!" potong Pek Thian Ki dengan
cepat sambil memperdengarkan suara tertawa sinis yang
tidak sedap didengar. "Kalau memang kau orang tidak
kenal dengan Kiang To, lalu secara bagaimana kau bisa
menuduh akulah Kiang To?"
Menerima pertanyaan yang amat diluar dugaan ini, Hu
Toa Kan jadi tertegun dan berdiri ter-mangu2. Sedikitpun
tidak salah! Kalau ia sendiripun belum pernah bertemu
dengan Kiang To, bagaimana mungkin bisa menuduh Pek
Thian Ki sebagai Kiang To". . . .
Tetapi, bagaimanapun juga Hu Toa Kan tidak malu
kalau disebut sebagai seorang jago Kangouw yang punya
nama, maka segera dia orang tertawa dingin.
"Kiang To, bukankah perkataanmu itu kau ucapkan siasia
belaka?" "Sia-sia belaka?"
"Benar! Padahal hingga sampai saat serta detik ini, mana
ada jagoan Bu-lim yang pernah berjumpa dengan manusia
yang bernama Kiang To". . . ."
"Kalau begitu, Mengapa kau menuduh aku adalah Kiang
To?" "Karena wajahnya amat mirip. . ."
Baru saja Pek Thian Ki hendak menjawab, Tong Ling
yang duduk disisinya dengan suara yang dingin sudah
menyambung; "Hu Cungcu, apakah kau tidak mirip?"
"Kau?" "Benar! Apakah aku tidak mirip dengan Kiang To?"
Hu Toa Kan kontan dibuat cep kelakep untuk beberapa
saat lamanya tak sanggup untuk mengucapkan sepatah
katapun. Sedikitpun tidak salah, Bagaimana pun ia tak
dapat menuduh sembarangan orang sebagai Kiang To!
Akhirnya ia tertawa paksa.
"Kau. . .kaupun mirip."
"Kalau memang aku mirip Kiang To, lalu bagaimana
dengan dia itu?" "Ia pun mirip!"
"Perkataan macam begini mana bisa diutarakan dari
mulut seorang manusia semacam Hu Cungcu?" teriak Tong
Ling dengan air muka berubah hebat.
"Apa salahnya?"
"Kau sebagai seorang Cungcu dari suatu perkampungan
besar, betapa mulia dan terhormatnya kedudukanmu, tetapi
sebelum suatu persoalan kau selidiki sampai jelas kenapa
berani sembarangan membuat tuduhan kepada orang lain"
Apakah kau tidak takut dibuat lelucon oleh para kawan2
Bu-lim sehingga lepas giginya saking kegelian?"
Beberapa patah perkataan ini diucapkan amat cengli tak
terbantahkan, memang tidak salah, sebagai seorang Cungcu
yang terhormat, mana boleh sembarangan menuduh orang
lain tanpa mempunyai suatu bukti yang cukup"
Tetapi, agaknya ia merasa amat yakin kalau Pek Thian
Ki adalah penyaruan dari Kiang To. Tak terasa lagi siorang
tua itu tertawa dingin tiada hentinya.
"Kalau begitu kalian berdua sama2 tidak mengakui kalau
kalian adalah Kiang To?"
"Kami tidak mengakui juga tidak akan mungkir, hanya
saja harapan kami Cungcu suka memberikan suatu alasan
yang tepat." Sinar mata Hu Toa Kan dengan tajam dialihkan keatas
wajah Pek Thian Ki, kemudian sambil tersenyum sinis
ujarnya; "Aku mau tanya, mengapa kau tidak berani untuk
melepaskan pakaian luarmu". . ."
"Kenapa aku harus lepaskan pakaian luarku?"
"Aku ingin membuktikan!"
"Membuktikan" Membuktikan apa" Kau ingin
membuktikan aku adalah Kiang To?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Menggunakan cara apa kau hendak membuktikan hal
ini?" "Bila kau adalah Kiang To, maka disakumu pasti ada
panji tanda pengenalmu."
"Heee. . .heee. . .heee. . .Hu Cungcu! Mengapa kau tidak
suruh semua kawan2 Bu-lim yang hadir didalam kalangan
pada saat ini sama2 pada melepaskan pakaian luarnya
untuk diperiksa?" jengek Pek Thian Ki sambil tertawa
dingin, "Jikalau mereka pada setuju, sudah tentu aku Pek
Thian Ki akan mengiringi."
Pek Thian Ki bukan saja memiliki nyali serta kecerdikan
yang melebihi orang, bahkan ucapannyapun tajam sekali,
Jikalau bukannya disebabkan karena baru saja sakit hatinya
kumat, iapun tak bakal suka berbicara demikian baik
dengan dirinya. Pada saat ini tenaga dalamnya baru saja pulih
sepertiganya, sudah tentu ia mengetahui jelas bila dirinya
bukanlah tandingan dari Hu Toa Kan, Oleh sebab itu untuk
sementara waktu mau tak mau ia harus menahan rasa
mangkelnya ini. Hu Toa Kan sendiripun sadar kalau perkataannya amat
cengli, tetapi bagaimanapun juga, ia tak dapat turun dari
panggung dengan demikian saja. Pada hari2 biasa ia sangat
memandang kosong siapapun dan terlalu anggap
kedudukannya sangat tinggi, sudah tentu ia tak akan
memandang sebelah matapun terhadap diri Pek Thian Ki.
"Heee. . .heee. . .heee. . . aku suruh kau lepas pakaian,
maka kau harus tetap lepas pakaian!" teriaknya dingin.
Air muka Pek Thian Ki berubah hebat, mendadak ia
meloncat bangun. "Hu Cungcu! Sungguh besar benar
lagakmu!" teriaknya.
Keadaan Hu Toa Kan pada saat ini mirip dengan
menunggang diatas punggung harimau, bagaimanapun juga
ia harus keraskan kepala untuk menyelesaikannya.
"Bocah!" Aku sedang bicara sungguh-sungguh."
teriaknya sambil tertawa tawar.
"Kau hendak mengandalkan apa" Kepandaian ilmu
silat?" "Anggap saja perkataanmu itu benar."
"Heee. . .heee. . .heee. . .Hu Cungcu, ini hari adalah hari
apa" Membuat ruangan perayaan ulang tahun jadi
berceceran darah, rasanya tidak akan mendatangkan
kebaikan buat dirimu," jengek pemuda itu ketus.
"Haaa. . . .haaa. . .haaa. . . aku tak akan memperdulikan
soal itu, jikalau kau tidak suka mengakui kalau kau adalah
Kiang To, terpaksa aku harus menggunakan cara ini."
Tong Ling pun mendadak meloncat bangun. "Hu
Cungcu, apa kau anggap kepandaian ilmu silatmu tiada
bandingnya dikolong langit?" teriaknya.
"Aku tidak pernah mengucapkan kata2 seperti itu."
"Kalau memang demikian, kenapa kau tantang orang
untuk bertempur pada saat diadakannya perayaan hari
ulang tahun?" Kembali ia tertawa dingin tiada hentinya,
"Jikalau kau kepingin men-coba2 kepandaian silat orang
lain, mari! Cayhe pun ingin minta beberapa petunjuk dari
dirimu." "Kau". . ." jengek Hu Toa Kan dingin, Diatas wajahnya
terlintaslah suatu senyuman menghina.
"Tidak salah, cayhe pernah dengar orang berkata,
katanya kepandaian silat Hu Cungcu luar biasa dahsyatnya,
Kini cayhe ingin minta beberapa petunjuk dari dirimu. . ."
"Sangat bagus sekali. . . ."
"Tapi, aku masih ada satu syarat lagi bagi dirimu."
"Syarat apa lagi?"
"Kita bertaruh dalam tiga jurus jika aku kalah, maka aku
akan segera bantu kau orang untuk menemukan kembali
Kiang To tersebut. . ."
"Bila aku yang kalah?"
"Pertama, jangan menaruh curiga kalau dia adalah Kiang
To, dan kedua, suruh puterimu keluar untuk melayani kami
minum arak." "Apa kau kata?" teriak Hu Toa Kan teramat gusar, air
mukanyapun berubah sangat hebat.
"Aku minta puterimu keluar melayani kami minum arak"
Bagaimana. . . ." "Kentut!. . ." "Eeeei. . .Hu Cungcu! Kau takut kalah?"
Selebar wajah Hu Toa Kan saking khekinya berubah jadi
merah padam, ia anggap Tong Ling terlalu tidak pandang
sebelah mata terhadap dirinya. Dia adalah seorang jagoan
kenamaan didalam dunia persilatan, bukan saja nama
besarnya serta kedudukannya, bahkan kepandaian silat
yang ia milikipun terhitung sebagai seorang jagoan
kenamaan, Maka rasa mangkel tersebut mana sanggup
ditelan begitu saja kedalam hati" Padahal, ia sendiripun
tidak pandang sebelah mata terhadap diri Tong Ling!
"Baik!" sahutnya kemudian sambil tertawa dingin.
"Hu Cungcu, apa kau tidak menyesal?"
"Selama melakukan pekerjaan Hu Toa Kan belum
pernah ingkar janji barang satu kalipun."
"Bagus. . . .bagus. . . ." seru Tong Ling lantang, sinar
matanya per-lahan2 menyapu sekejap keseluruh hadirin,
"Para cianpwee sekalian, atas kebaikan hati Hu Cungcu
yang suka pandang tinggi diri cayhe Tong Ling, sehingga
mau bertaruh dengan diriku dalam tiga jurus aku merasa
sangat berterima kasih sekali, Bilamana aku kalah, maka
aku akan segera menyeret keluar Kiang To, dan bila ia yang
kalah, maka aku larang dia orang menuduh kawan Pek
adalah Kiang To, bahkan mengundang putri
kesayangannya untuk melayani kami minum arak, entah
siapa diantara kalian yang suka bertindak sebagai saksi?"
Begitu perkataan tersebut berkumandang keluar suasana
didalam ruangan jadi teramat gaduh.
Bab 18 Lama. . . lama sekali baru tampaklah seorang kakek tua
berbaju hijau bangun berdiri dan berkata;
"Hu Cungcu paling memegang teguh ucapan sendiri, aku
rasa dia orang tak bakal salah janji."
"Jadi kalian suka menjadi saksi?"
"Tidak salah kami suka menjadi saksi. . ."
"Kami sanggup. . . "
"Kami tanggung. . ." Suara teriakan para hadirin segera
meledak dan membuat suasana didalam ruangan tersebut
jadi amat gaduh. Sudah tentu ada sebagian diantara mereka yang hanya
bertujuan menonton keramaian dan ada sebagian lagi yang
menginginkan pemuda ini bisa dikalahkan oleh Hu Toa
Kan sehingga ia harus menyeret keluar Kiang To simanusia


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang mendatangkan keseraman bagi siapapun juga.
Pek Thian Ki sendiripun jadi melengak dibuatnya.
Alisnya dikerutkan rapat2, agaknya ada sesuatu urusan
sedang dipikirkan, tetapi seperti pula sedang mengambil
suatu keputusan tentang suatu hal yang tidak dipahami
olehnya dan terjadi disekeliling tubuhnya sendiri.
Siapakah Tong Ling itu" Kepandaian silat yang ia miliki
tidak berada dibawah kepandaian sendiri, dan mungkinkah
gadis ini dapat berhasil merobohkan Hu Toa Kan didalam
tiga jurus seperti halnya tempo dulu ia sendiri merobohkan
Tong Jong itu anak murid dari sijagoan pedang penakluk
naga dalam tiga jurus pula"
Jikalau ia kalah, apakah gadis tersebut sanggup
menemukan Kiang To yang amat misterius itu" Sudah tentu
peristiwa ini merupakan suatu kejadian yang tidak
mungkin, jadi ia mempunyai kepercayaan seratus persen
bahwa dirinya mempunyai kepandaian untuk merobohkan
Hu Toa Kan" Pada saat inilah didasar hati Pek Thian Ki mendadak
terlintas suatu ingatan yang sangat aneh, Ia sangat
mengharapkan agar Tong Ling menderita kalah, sehingga ia
akan menarik keluar manusia yang bernama Kiang To itu.
Sudah tentu pikiran aneh ini bisa muncul, karena memang
didasar hatinya sejak semula sudah ada maksud untuk
menemui manusia yang bernama Kiang To itu.
Pada saat itu. . . . "Heee. . .heee. . .heee. . .hampir2 saja saja aku lupa
menanyakan nama besar dari Tong Siauw-hiap?" Seru Hu
Toa Kan dingin. "Cayhe she Tong bernama Ling!"
"Oooouw, kiranya Tong Siauw-hiap, mari kita keluar
rumah." Tanpa banyak bicara Tong Ling putar badan dan
langsung menuju keluar rumah. Ketika itulah semua
hadirin pada ikut bangun berdiri dan berjalan keluar dari
ruangan tersebut untuk menonton jalannya suatu
pertarungan yang sengit. Sambil bergendong tangan, dan dongakkan kepala
keatas, Pek Thian Ki pun ikut berjalan keluar menuju
ruangan depan, Sepasang matanya dengan tajam
memperhatikan wajah kedua orang itu.
Per-lahan2 Hu Toa Kan melepaskan jubah panjangnya,
sehingga kelihatan pakaiannya yang ringkas, dengan sinar
mata ber-api2, ia melototi diri Tong Ling tajam2.
"Tong Siauw-hiap, silahkan." serunya dingin.
"Lebih baik Hu Cungcu turun tangan terlebih dahulu."
"Tidak bisa jadi, terhadap seorang angkatan muda
semacam kau, bagaimana aku orang boleh turun tangan
terlebih dahulu?" "Kalau memang begitu, cayhe pun terpaksa menurut
perintah saja!" Begitu perkataan terakhir meluncur keluar
dari bibirnya, tangan kanannya dengan cepat diayunkan
kemuka melancarkan satu cengkeraman dahsyat.
Serangan cengkeraman ini kelihatannya sangat biasa
tanpa ada variasi yang aneh, sehingga Hu Toa Kan tertawa
dingin, tangan kanannya pun dengan sebat menangkis
keatas sedang tangan kirinya dengan gencar balas mengirim
satu serangan. Serangan yang dilancarkan oleh Hu Toa Kan ini boleh
dikata amat cepat laksana sambaran kilat, ada sebagian jago
yang tak dapat menahan rasa kaget lagi, mereka pada
berteriak tertahan dan mengucurkan keringat dingin.
Tetapi bagi Tong Ling sendiri, agaknya ia sudah
menduga kalau bakal datangnya serangan tersebut, maka
pada waktu Hu Toa Kan mengirim serangan tangan kiri
kedepan itulah tangan kiri gadis itupun ikut menerobos
kearah luar. Bayangan jari berkelebat bagaikan petir, tahu2 ia sudah
berhasil menggagalkan serangan dari Hu Toa Kan dan
disusul bayangan manusia berkelebat lewat tangan kiri
Tong Ling sekali lagi mengirim satu pukulan gencar.
Kecepatan gerak betul2 membuat orang sukar untuk
melihat jelas, diantara berputarnya bayangan manusia
masing2 pihak saling memencar dan mengundurkan diri
kebelakang. Siapa menang, siapa kalah, tak ada yang berhasil melihat
jelas, kecuali Pek Thian Ki seorang yang berdiri disisi
kalangan. Per-lahan2 Pek Thian Ki menghembus napas
ringan. . . Suara helaan napas itu kedengaran amat jelas sekali
ditengah kesunyian yang mencekam seluruh ruangan,
bahkan sangat menusuk telinga. Hanya saja disebabkan,
perhatian semua pada orang waktu itu sedang tertumpah
ketengah kalangan, maka tak seorangpun diantara mereka
yang menoleh melihat kearah Pek Thian Ki.
"Hu Cungcu! Kepandaian silatmu benar2 sangat
mengagumkan," seru Tong Ling sambil tertawa tawar.
Hu Toa Kan berdiri mematung ditengah kalangan,
lagaknya mirip seperti seorang yang kehilangan nyawa.
Melihat kejadian tersebut, semua orang jadi berdiri
tertegun, pikiran mereka pada dibuat kebingungan apa yang
baru saja terjadi. "Sebenarnya apa yang sudah terjadi". . ." terdengar suara
seseorang berteriak keras.
"Siapa yang menang". . ."
"Siapa yang kalah". . ."
Suara manusia bergema memenuhi angkasa membuat
suasana jadi gaduh, mendadak terdengar seorang berteriak
keras; "Aaaah. . . Hu Cungcu kalah setengah jurus. . ."
"Apa". . ." Tak terasa lagi semua jago yang hadir disana
pada menjerit kaget. "Ia kalah". . ."
Seketika itu juga semua orang dibuat terperanjat oleh
hasil pertandingan tersebut. Ketika Pek Thian Ki
mengalihkan sinar matanya kearah orang tersebut, maka
tampaklah orang yang baru saja berteriak bukan lain adalah
seorang kakek tua bercambang yang memakai jubah warna
kuning. Ditengah suara gaduh yang memenuhi empat penjuru,
dengan perasaan amat malu Hu Toa Kan menundukkan
kepalanya rendah2, Ia sama sekali tidak mengira kalau
nama baik dirinya selama ini ternyata hancur ditangan
seorang Boanpwee yang tidak bernama dan tiada
berpengalaman. Bukan saja ia sudah kalah, bahkan menderita kekalahan
yang amat mengenaskan. . . walaupun selama hidup ia
sudah pernah jatuh kecundang beberapa kali ditangan orang
lain, tetapi selama ini belum pernah ia menderita kekalahan
sehebat dan mengenaskan seperti kali ini.
Didalam tiga jurus menderita kalah ditangan seorang
Boanpwee tak ternama, peristiwa ini benar2 sangat
memalukan, hendak dilemparkan kemanakah wajahnya"
"Hu Cungcu, terima kasih atas bantuanmu yang suka
mengalah, disini Boanpwee ucapkan banyak terima kasih."
kata Tong Ling sambil tersenyum. Selesai berkata, ia lantas
merangkap tangannya menjura.
Terang sudah perkataan tersebut bernadakan mengejek,
hal ini mana mungkin tidak membuat Hu Toa Kan jadi
kheki, sehingga tidak dapat mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak. . . "Sudah. . . .sudahlah. . ." mendadak siorang tua itu
berteriak keras. Telapak tangannya segera diangkat keatas,
kemudian dihajarkan keatas batok kepalanya sendiri.
Pada saat itu Hu Toa Kan benar2 ada maksud untuk
bunuh diri, karena nama baiknya yang dipupuk selama ini
ternyata sudah hancur ditengah jalan, ia mana punya muka
lagi untuk tancapkan kakinya didalam dunia persilatan"
Daripada menerima malu, lebih baik menemui ajal. . . .
Maksud Hu Toa kan yang ingin bunuh diri ini benar2
berada diluar dugaan semua orang, Tetapi, sekonyongkonyong.
. . . Sesosok bayangan manusia dengan sebat mencelat
kehadapan Hu Toa Kan, kemudian tangannya berkelebat
mencengkeram tangan siorang tua itu yang sudah siap
hendak dihajarkan keatas ubun2 sendiri itu.
"Kau cari mati?" bentak Hu Toa Kan keras, saat ini ia
tidak ingin ada orang yang menghalangi maksudnya untuk
bunuh diri. Tanpa banyak perhitungan lagi, pukulan yang
mengandung hawa pukulan seberat ribuan kati ini
dihantamkan keatas tubuh orang tersebut dengan gerakan
yang cepat dan aneh. Pihak lawan dengan gesit menyingkir
kesamping meloloskan diri dari datangnya serangan
tersebut. "Hu Cungcu! Apa maksudmu?" bentak orang itu keras.
Hu Toa Kan yang melihat serangannya tidak mencapai
hasil, ia rada melengak, sinar matanya dengan cepat
dialihkan kearah orang itu. Kiranya orang yang sedang
mencengkeram pergelangan tangannya bukan lain adalah
seorang kakek tua bercambang.
Gerakan tubuh dari kakek tua bercambang itu amat gesit
dan sebat, hal ini membuat Pek Thian Ki rada bergidik juga
dibuatnya. "Siapa kau?" bentak Hu Toa Kan gusar.
"Hu Cungcu, siapakah diriku, untuk sementara kau tidak
perlu tahu," jawab sikakek bercambang itu sambil tertawa,
"Cuma ada sepatah dua patah kata aku ingin beritahu
kepadamu, Menang kalah dalam suatu pertarungan
merupakan suatu kejadian yang biasa, Buat apa kau orang
ambil keputusan untuk bunuh diri, hanya disebabkan
karena kalah setengah jurus?"
"Heeee. . .heeee. . .heeee. . . Hu Cungcu! Bilamana kau
tidak suka menerima kekalahanmu itu, akupun tidak ingin
menang lagi," sambung Tong Ling sambil tertawa dingin.
Beberapa patah perkataan ini langsung membuat wajah
Hu Toa Kan diliputi kegusaran, dia adalah seorang jagoan
yang paling mengutamakan muka sendiri, Dan kini bukan
saja sudah jatuh kecundang ditangan orang lain, bahkan
diejek dan dihina pula, hal ini betul2 membuat hatinya
amat mendongkol. Tetapi. . . kendati ia mendongkol perasaan tersebut sukar
untuk dilampiaskan keluar, oleh sebab itu siorang tua itu
segera memperdengarkan suara tertawa yang amat
menyeramkan. "Saudara aku orang she Hu benar2 kagum terhadap
dirimu. . ." "Saudara terlalu memuji!"
"Dan kaulah satu2nya orang yang membuat aku orang
she Hu menderita kekalahan dengan demikian
mengenaskan. . ." "Haaaa. . .haaaa. . .haaaa. . . saudara tidak usah
sungkan-sungkan lagi."
"Hmm! Apa yang kau inginkan pada saat ini?"
"Melaksanakan sesuai dengan syarat yang kita janjikan
tadi." Air muka Hu Toa Kan berubah jadi serba salah, ia
kelihatan kikuk dan jengah, Baginya untuk menjalankan
syarat yang pertama sangat gampang sekali, tetapi syarat
yang kedua. . . hal ini bukan suatu urusan yang boleh
dilaksanakan. "Heee. . .heeee. . .heee. . . Hu Cungcu bagaimana?"
Kembali Tong Ling mengejek.
"Sejak kapan aku pernah mengingkari janji?" teriak Hu
Toa Kan amat murka. "Yaaa. . .yaaa. . . kalau kau suka melaksanakan hal ini
amatlah bagus." "Kalau begitu kau tidak usah banyak bicara lagi!"
Tanpa banyak bicata ia putar badan dan langsung
menuju keruangan tengah. Para hadirin lainnya pun dengan
cepat mengikuti dari belakang tuan rumah berjalan masuk
kedalam ruangan. Kini ditengah kalangan tinggal Pek Thian Ki seorang diri
yang berdiri mematung disana, melihat hal tersebut, Tong
Ling segera berjalan mendekati sisinya.
"Eeeeei. . . kau kenapa?" tegurnya dingin.
"Tidak mengapa!" pemuda tersebut hanya menggelaeng
sambil tertawa pahit. "Lalu mengapa tadi kau orang menghela napas panjang?"
"Oooouw. . . .tiii. . .tidak mengapa."
"Bagaimana" Kau kecewa?"
"Kecewa?" seru Pek Thian Ki kaget hatinya berdebar
keras. "Tidak salah, aku tahu kalau hatimu merasa amat
kecewa, bukan begitu?"
"Apa yang perlu aku kecewakan?"
"Kau kecewa kenapa aku tidak dapat dikalahkan oleh Hu
Cungcu!" Dengan perasaan terperanjat Pek Thian Ki memandang
sekejap kearah Tong Ling, agaknya ia merasa bergidik oleh
ucapan yang diutarakan oleh gadis tersebut, karena ia tidak
menyangka kalau pihak lawan bisa mengetahui jelas apa
sebabnya ia menghela napas panjang.
"Pek-heng, aku tidak menyangka kalau watakmu busuk
dan berpikiran sangat licik!" kembali Tong Ling memaki.
"Apa yang kau katakan?"
"Heeee. . . .heeee. . . heeee. . .Pek-heng, walaupun
persahabatan diantara kita tidak terlalu erat, tetapi aku
sudah bantu kau orang membebaskan diri dari kesulitan,
tahukah kau bahwa perytarunganku melawan Hu Toa Kan
kali ini tidak lain hanya disebabkan karena dirimu". . ."
"Aaaaa. . .aku. . . aku tahu!"
"Sebaliknya kau mengharapkan aku menderita kalah,
sehingga terpaksa Kiang To harus aku seret keluar,
Tahukah kau orang bahkan bilamana aku kalah, kecuali
mati, maka tak mungkin bagiku untuk menemukan Kiang
To. . ." "Kau. . .kaupun tidak tahu dimana Kiang To berada?"
"Tidak salah, sedang kau ternyata meng-harap2kan agar
aku bisa menderita kalah, bahkan kau. . ." Berbicara sampai
disini, ia tak dapat menahan diri lagi, sepasang matanya


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jadi merah, bahkan hampir2 saja membuat air mata jatuh
berlinang, air mukanya jelas kelihatan amat murung.
Pek Thian Ki sendiripun merasa amat menyesal didalam
hatinya atas perasaan yang sudah ia tunjukkan tadi.
"Terhadap dirimu, aku benar-benar merasa kecewa,"
kembali Tong Ling berseru dengan suara yang amat
menyedihkan. "Aku Tong Ling tidak ingin bergaul dan
bersatu dengan orang yang serakah dan terlalu
mementingkan diri sendiri, baiklah kita berpisah saja
sampai disini. . ." Habis berkata dengan langkah yang
gontai ia hendak berlalu dari tempat itu.
Melihat tindakan yang diambil gadis tersebut Pek Thian Ki
jadi sedih bercampur menyesal. Dengan uring-uringan Tong
Ling berhenti dan menoleh.
"Ada urusan apa?"
"Ha. . . hara. . . harap kau jangan. . . jangan salah
paham." "Salah paham" Hmmm! Raba dulu hatimu sendiri,
pernahkah aku orang menaruh rasa salah paham terhadap
dirimu?" "Heeei. . . kalau begitu katakan saja kau suka
memaafkan kesalahanku!" seru Pek Thian Ki rada
merengek. Perkataan yang diucapkan oleh pemuda tersebut agaknya
jauh berada diluar dugaan Tong Ling, ia rada tertegun
dibuatnya. "Aku bisa memaafkan dirimu," sahutnya kemudian
sambil memandang diri pemuda itu setelah termenung
sejenak," tapi bukan pada saat ini, aku harus baik2 berpikir
keras. . ." Kembali ia putar badan dan melangkah pergi dari
sana. Dengan perasaan menyesal, gegetun dan sayang, Pek
Thian Ki memandang bayangan punggungnya, Selama
hidupnya belum pernah dia orang pernah menaruh rasa
cinta pada seseorang. . . terutama seorang gadis semacam
dia. . . . Sewaktu Pek Thian Ki sedang berdiri termangu-mangu,
tiba-tiba. . . . "Pek-heng, tahan dirinya!" Serentetan suara yang lembut
seperti suara nyamuk berkumandang masuk ketelinganya.
Mendengar perkataan tersebut, Pek Thian Ki jadi
terperanjat, karena ia merasa suara tersebut rasanya pernah
dikenal olehnya. Setelah lama sekali berpikir, akhirnya ia
berhasil menemukan kalau suara tersebut kiranya berasal
dari sang pemuda miterius Cu Tong Hoa.
Sekali lagi Pek Thian Ki merasakan hatinya berdesir. Cu
Tong Hoa minta dia orang mencegah jalan pergi dari Tong
Ling, tapi apa alasannya" Agaknya dibalik segala persoalan
ini masih tersembunyi suatu rahasia yang tidak gampang.
Cukup meninjau dari adal usul Cu Tong Hoa sudah
amat mencurigakan pertama, dia adalah Tong-cu urusan
bagian luar dari kaum pengemis didaerah luar perbatasan.
Kedua, dia adalah Pangcu dari perkumpulan Pek Hoa
Pang. Dan yang ketiga, dia adalah majikan dari Istana
Harta. Lalu diantara ketiga buah kedudukannya ini, mana
yang benar2 merupakan jabatannya"
Selagi Pek Thian Ki dibuat tertegun Cu Tong Hoa
dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara,
kembali mengirim berita; "Eeeei. . . kenapa kau masih termangu2"
Kenapa tidak cepat-cepat cegat jalan perginya?"
Kontan Pek Thian Ki merasakan hatinya berdesir.
Mendadak. . . agaknya ia memahami sesuatu, Apakah
mungkin Cu Tong Hoa sudah menaruh curiga kalau Tong
Ling adalah hasil panyaruan dari Kiang To"
Teringat akan diri Kiang To, sang pemuda tersebut
kembali merinding sehingga bul kuduknya pada berdiri
semua. Urusan ini tak bisa dikatakan tiada
kemungkinan2nya, Tong Ling adalah seorang gadis yang
menyaru sebagai kaum pria tak dapat diketahui orang,
sedang kepandaian silat yang ia milikpun sangat luar biasa
dahsyatnya, tidak dapat disalahkan kalau ia menaruh curiga
kalau Tong Ling adalah Kiang To. Teringat akan hal
tersebut, tak terasa lagi Pek Thian Ki berguman;
"Ehmmm. . . . sedikitpun tidak salah, kemungkinan besar
dia adalah penyamaran dari Kiang To. . ." Teringat akan
persoalan itu, tubuhnya dengan cepat berkelebat dan
melakukan pengejaran kearah depan.
"Tong-te!" teriaknya keras.
Tong Ling yang melihat jalan perginya secara mendadak
dihadang oleh pemuda tersebut, alisnya segera dikerutkan.
"Kau hendak berbuat apa?"
"Tong-te!" seru Pek Thian Ki sambil tertawa pahit,
"Sekalipun aku sudah berbuat salah, seharusnya kaupun
jangan marah seperti macam begini."
"Kapan aku memperlihatkan rasa marahku
dihadapanmu?" "Lalu mengapa kau tidak suka ikut bersama-sama
diriku!" "Tidak! Aku tidak ingin bersama-sama dirimu."
"Mengapa" Apa salahnya kalau kita berkumpul jadi satu
sebagai kawan?" "Aku tahu siapakah dirimu!"
"Kau tahu siapakah aku" Coba kau sebut siapakah
diriku?" "Kiang To!" "Apa?" saking kagetnya Pek Thian Ki berteriak tertahan,
tubuhnya tanpa terasa sudah mundur beberapa langkah
kebelakang. "Kau mengatakan aku adalah Kiang To?"
"Sedikitpun tidak salah."
Mendadak Pek Thian Ki tertawa tergelak, ia baru
menyadari kalau Tong Ling bukanlah seorang manusia
yang gampang, Ada kemungkinan besar bila gadis tersebut
sudah merasa bila dirinya telah menaruh curiga, bahwa
sigadis adalah Kiang To, oleh karena itu sengaja
mengucapkan kata2 tersebut.
"Apa yang kau tertawakan?" terdengar gadis itu
mendadak menegur sambil memperhatikan senyuman Pek
Thian Ki tajam-tajam. "Bagaimana kau bisa mengetahui kalau aku adalah
Kiang To," balik tanya Pek Thian Ki dengan wajah keren.
"Kecuali kau, rasanya dikolong langit pada saat ini tak
ada manusia lain yang memiliki watak sebuas seganas dan
sekejam dirinya," "Heeeei. . . ." Perlahan-lahan Pek Thian Ki menghela
napas panjang dan tertawa pahit, "Haruslah kau ketahui,
aku bukan menghela napas panjang karena persoalan ini,
tapi aku menghela napas karena ada suatu persoalan lain
yang mengganjel hatiku."
"Urusan apa?" "Karena kau adalah seorang gadis, Ternyata dapat
memiliki kepandaian ilmu silat yang demikian tingginya,
oleh sebab itu aku menghela napas panjang saking
kagumnya," "Hmmm! Aku tahu apa yang kau ucapkan ini
sebenarnya sama sekali berlainan dengan apa yang kau
pikirkan dalam hatimu tadi."
"Kalau memang kau berpikiran demikian, akupun tak
dapat berbuat apa-apa lagi, mau percaya atau tidak terserah
pada pendapatmu sendiri."
"Sebetulnya kaulah satu2nya orang yang paling aku
percaya, tetapi sekarang. . . . aku tak dapat mempercayai
dirimu lagi, ayoh cepat minggir, kalau tidak, aku tak akan
perduli siapakah dirimu dan akan bertindak tegas terhadap
kau orang." Berbicara sampai disitu, suatu hawa napsu membunuh
tampak melintas diatas wajahnya. Pek Thian Ki kontan
merasakan hatinya bergidik, alisnya dikerutkan sedang
matanya terbelalak lebar-lebar.
Setelah lewat beberapa saat lamanya, mendadak pemuda
itu tertawa dingin bahkan tawa tersebut begitu misterius
mengandung maksud pandang rendah pihak lawannya.
"Apa yang sedang kau tertawakan?" tegur Tong Ling
agak melengak. "Aku kini tahu siapakah dirimu!"
"Siapa?" "Kiang To!" "Apa?" Tak terasa lagi Tong Ling berseru tertahan. "Kau
mengatakan aku adalah Kiang To?"
"Benar! Kau adalah Kiang To."
"Ngaco belo. . ."
"Aku bukan sedang ngaco belo, tapi nyata.
"Hmmm! Kau bisa mengatakan begitu, tentu punya
alasan yang kuat bukan" Coba katakan apa alasanmu."
"Alasannya amat jelas sekali, kau adalah Kiang To,
karena orang lain tidak mengenal wajahmu maka kau lantas
ikut aku datang kemari. . . ."
"Hmmm! Siapa yang sedang ikut dirimu" Apa kau kira
aku tak dapat datang kemari seorang diri?"
"Sudah tentu dapat, hanya saja dikarenakan kau tidak
ingin berada dalam keadaan seorang diri untuk waktu yang
panjang, maka kau mencari seorang kawan untuk diajak
melakukan perjalanan bersama-sama, dan kini kau hendak
melaksanakan rencanamu itu, maka menggunakan
kesempatan ini kau lantas ingin berlalu dan meninggalkan
diriku. . . ." "Kau. . . kau. . . kau ngaco belo!"
"Biarpun kau anggap aku sedang ngaco belo, tapi aku
merasa urusan ini seratus persen ada kemungkinan benar."
"Saking khekinya air muka Tong Ling berubah hebat.
"Jadi kau hendak menghasut aku, sehingga hatiku menjadi
panas?" teriaknya keras.
"Anggap saja tuduhanmu itu benar."
"Baiklah, aku akan membuktikan dihadapanmu bahwa
aku bukanlah Kiang To seperti yang kau tuduhkan."
"Jadi kau suka tetap tinggal disini?"
"Sedikitpun tidak salah."
Baru saja Tong Ling selesai berbicara, mendadak dari
belakang punggung mereka berkumandang suara teguran
dari seseorang; "Kongcu berdua, Cung-cu kami mengundang kalian!"
Dengan pandangan dingin Tong Ling melirik sekejap
kearah pelayan tersebut, akhirnya ia menoleh kearah
pemuda tersebut. "Mari kita masuk kedalam!" ajaknya.
Tidak menunggu jawaban dari pemuda itu lagi, ia sudah
melangkah terlebih dahulu untuk masuk kedalam ruangan
pesta dengan langkah lebar.
Pek Thian Ki sedikit mengerutkan alisnya, kemudian
sambil tertawa paksa dia mengikuti dari dari belakang Tong
Ling berjalan masuk kedalam ruangan besar. Teka-teki yang
menyelubungi Kiang To tetap tak berhasil dipecahkan.
Dan diantara berpuluh-puluh jago lihay angkatan muda
yang hadir didalam ruangan tersebut, mulai pada saling
menebak dan saling menerka satu sama lainnya.
Jilid 7 Bab 19 SUASANA ditengah ruangan tengah masih tetap saja
seperti sedia kala, hanya sewaktu Pek Thian Ki serta Tong
Ling berjalan masuk, rata2 para jago yang hadir disana
pada memandang mereka dengan sinar mata penuh
perqasaan terperanjat bergidik dan kagum.
Senyuman Tong Ling masih tetap menghiasi bibirnya
seperti sedia kala, setibanya dihadapan Hu Toa Kan
langsung tegurnya; "Hu Cung-cu, entah dimanakah putri kesayanganmu?"
"Heee. . .heee. . .heee. . .Saudara! Kau boleh berlega
hati, aku sudah kirim orang untuk mengundang ia datang
kemari." "Kalau begitu, aku harus mengucapkan banyak terima
kasih atas perhatian Hu Cung-cu."
"Hmmm! Kalian berdua silahkan minum arak."
Tong Ling tanpa banyak rewel angkat cawan sendiri
lantas diangsurkan kehadapan wajah Pek Thian Ki.
"Pek-heng!" serunya sambil tertawa. "Aku menghormati
secawan arak buat kecurigaanmu."
"Terima kasih. . . .terima kasih. . ." sahut Pek Thian Ki
sambil tertawa dan angkat cawannya pula.
"Pek Heng, aku ingin bertanya kepadamu, sebetulnya
Kiang To itu seorang pria atau seorang gadis?"
"Mana aku bisa tahu" sampai detik inipun aku belum
pernah berjumpa dengan Kiang To, bagaimana aku bisa
menjawab pertanyaanmu itu?"
"Bagaimana" jadi kaupun tidak tahu kalau Kiang To itu
seorang pria ataukah seorang gadis?"
"Kemungkinan sekali dia adalah seorang pria, tapi, ada
kemungkinan besar pula dia adalah seorang gadis yang
sedang menyaru seorang pria."
Mendengar jawaban tersebut, air muka Tong Ling
kontan berubah hebat, Ia menggertak giginya kencang2
Agaknya saking gemasnya kepingin sekali dia orang
memerseni sebuah tempelengan keatas wajah Pek- Thian
Ki. "Tong-te, kau jangan terlalu keburu marah dulu,
perkataanku ini adalah perkataan sungguh-sungguh," ujar
pemuda itu sambil tertawa.
"Baik. . .baiklah, anggap saja aku sangat lihay. . ." Belum
habis Tong Ling berkata, mendadak. . .
"Sauw-hiap benar-benar memiliki kepandaian silat yang
amat lihay, biarlah loohu hormati secawan arak
kepadamu." ujar seseorang dengan suara yang nyaring.
Mendengar suara itu, baik Pek Thian Ki maupun Tong
Ling sama-sama merasa amat terperanjat dan segera
menoleh kearah mana berasalnya suara tersebut. Maka
tampaklah seorang kakek tua bercambang dengan keren dan
bibir penuh senyuman sudah berdiri disisi kedua orang itu.
"Aaaaaach. . . . kiranya orang ini adalah Cu Tong Hoa!"
pikir pemuda tersebut didalam hatinya.
Belum sempat ia mengambil suatu tindakan, Tong Ling
sambil tersenyum sudah mengangkat cawannya
ditangannya.

Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terima kasih atas perhatian loocianpwee kepada diri
cayhe, hal ini benar-benar membuat aku merasa amat
bangga." Sekali teguk ia menghabiskan isi cawannya. Sedang Pek
Thian Ki sendiri diam2 merasa amat terperanjat,
munculnya Cu Tong Hoa ditempat itu tanpa ditanya lagi
sudah jelas tertera, bahwa maksud tujuannya tidak meleset
dari diri Tong Ling. Dengan demikian, rasanya ada
kemungkinan besar Tong Ling yang berada dihadapannya
ini bukan lain adalah Kiang To.
"Teriam kasih Tong sauw-hiap suka memberi muka
kepadaku." ketika itu terdengarlah sikakek tua bercambang
sudah berseru. "Aaaaach. . . . loocianpwee terlalu memuji."
"Dan siapakah dia orang?" Sinar mata Cu Tong Hoa perlahan2
beralih keatas wajah Pek Thian Ki dan sengaja
mengajukan pertanyaan tersebut.
"Cayhe bernama Pek Thian Ki." sahut pemuda itu buruburu.
"Oooou. . . .kiranya Pek sauw-hiap, Heeeei. . . .agaknya
saue-hiap sedang menderita sakit"
"Ehmmmmm! Benar!"
"Penyakit apa" Bukan sakit rindu khan?"
Mendengar perkataan itu, Pek Thian Ki hanya tertawa
pahit. "Sudah tentu bukan!"
"Kalau kau memang sedang sakit, akupun tidak paksa
untuk menghormati secawan arak kepadamu."
"Loocianpwee tidak perlu sungkan-sungkan."
Sampai detik ini juga Pek Thian Ki masih belum tahu
jelas Cu Tong Hoa yang ada dihadapannya ini sebenarnya
adalah seorang pria ataukah seorang gadis. Apalagi ia
pandai sekali didalam menyaru, Rasanya sulit untuk
membedakan jenis kelamin yang sebenarnya.
Pada waktu itulah. Cu Tong Hoa sudah berjalan balik
keasal tempat duduknya. Setelah Cu Tong Hoa berlalu,
dengan suara setengah berbisik Tong Ling lantas menoleh
kearah Pek Thian Ki. "Heeeei. . . .siapakah sebetulnya orang itu?"
"Bagaimana aku bisa tahu?" teriak pemuda itu kaget,
hatinya berdebar keras. "Aku lihat jejaknya amat mencurigakan, ilmu menyamar
dari orang ini amat lihay sekali, Tetapi tak bakal bisa lolos
dari sepasang mataku, aku tahu dia orang paling banter
berusia duapuluh tahun."
Setelah bergaul beberapa waktu lamanya, terhadap diri
Tong Ling sang pemuda tersebut sudah menaruh was-was,
hatinya bergidik juga menghadapi dara ini, Karena bukan
saja ia memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, bahkan
sepasang matanya terlalu lihay untuk memecahkan
penyamaran orang lain. "Oooouw. . .sungguh?" Sengaja teriaknya dengan nada
kaget. "Sedikitpun tidak salah."
"Menurut penglihatanmu, dia orang adalah seorang pria
ataukah seorang gadis?"
"Kelihatannya mirip seperti seorang pria, gerak-gerik
orang ini sangat mencurigakan, Kemungkinan sekali adalah
orang itu!" "Siapa?" "Kiang To." "Apa" Kau katakan. . .dia. . .dia. . .dia adalah Kiang
To?" Kata Pek Thian Ki tak dapat menahan rasa kagetnya
lagi setelah mendengar perkataan tersebut, sehingga ia
berseru tertahan. "Sedikitpun tidak salah, kemungkinan besar ia adalah
orang she Kiang tersebut."
Kini, urusan semakin lama berubah jadi semakin kacau,
Cu Tong Hoa menaruh curiga kalau Tong Ling adalah
Kiang To, sebaliknya Tong Ling menaruh curiga pula kalau
Cu Tong Hoa adalah Kiang To.
Sebenarnya siapakah Kiang To itu" Pek Thian Ki betulbetul
dibuat pusing tujuh keliling oleh persoalan ini!
"Heee. . heee. .heee. . .perduli dia orang benar Kiang To
atau bukan, aku tetap akan menyelidiki keadaannya." seru
Tong Ling sambil tertawa dingin.
Sinar mata Pek Thian Ki perlahan-lahan menyapu
sekejap kearah Tong Ling, tampaklah air muka gadis
tersebut pada saat ini sudah terlintas suatu kebulatan tekad
serta hawa napsu membunuh yang tebal. Hal ini seketika itu
juga membuat Pek Thian Ki merasakan hatinya bergidik.
Disebabkan Kiang To, sebuah ruangan pesta ulang tahun
yang semula sangat meriah itu kini penuh diliputi
kecemasan dan ketegangan, diam-diam pemuda she Pek ini
memuji kecakapan serta kelihayan dari manusia yang
bernama Kiang To itu. Kiang To yang asli apakah dapat munculkan dirinya"
Sudah tentu, hal ini pasti akan terjadi, hanya sekarang
tergantung kapankah waktunya ia akan muncul.
Pada waktu itu. . . . Suara langkah yang lambat bergema memecahkan
kesunyian, tampaklah seorang dara cantik berbaju merah
dengan langkah yang mengiurkan sudah muncul diruangan
besar itu. Melihat munculnya gadis cantik itu, Pek Thian Ki
rada tertegun juga dibuatnya.
Dara cantik berbaju merah yang muncul ditengah
ruangan pesta ini bukan lain adalah gadis yang ditemuinya
sewaktu berada diloteng tadi, wajahnya benar2 amat cantik
jelita tiada tandingan. . . Bibirnya kecil, hidungnya yang
mancung, serta biji matanya yang jeli. . .benar2 amat
mempesonakan. "Tia! Entah ada urusan apa kau orang tua memanggil Inji?"
sapa gadis tersebut sambil memberi hormat kepada
ayahnya Hu Toa Kan. "In-ji!" kata Hu Toa Kan setelah tertawa tawar,
"Ayahmu sudah kalah bertaruh dengan orang lain, maka
dari itu harap kau suka melayani kedua orang itu minum
arak." "Perintah dari Tia, siauw-li mana boleh membangkang"
Entah kedua orang manakah yang harus aku layani?"
"Kedua orang itu." ujar Hu Toa Kan sambil menuding
kearah Pek Thian Ki serta Tong Ling. "Kau pergilah layani
mereka minum arak." "Tia! Kau tidak usah risau, aku akan melaksanakan
perintahmu itu." "Ehhmmm. . kalau begitu pergilah."
Dengan langkah yang menggairahkan gadis cantik itu
mendekati meja perjamuan dari Pek Thian Ki serta Tong
Ling, waktu itu diatas bibir Tong Ling kelihatan tersungging
suatu senyuman yang amat dingin.
Gadis tersebut setibanya didepan meja perjamuan kedua
orang muda itu, dengan sangat hormat lantas menjura,
ujarnya; "Kalian berdua suka datang kemari mengucapkan
selamat buat Tia, aku Hu Siauw In mewakili Tia
mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian kalian."
"Haaa. . .haaa. . .haaa. . .Nona Hu! Bukan saja wajahmu
amat cantik, kiranya pembicaraanmu pun amat manis,"
Goda Tong Ling sembari tertawa.
"Aaarch. . .sauw-hiap terlalu memuji."
"Ehmmm! Sungguh, sungguh kau amat cantik, Nona
Hu, silahkan duduk."
"Terima kasih."
Walaupun Hu Siauw In adalah seorang gadis perawan
yang jarang sekali keluar rumah, tetapi bagaimanapun juga
dia adalah putri seorang jagoan Bu-lim yang tidak terlalu
mengikat diri dengan adat istiadat kuno yang terlalu
menjirat kebebasan seseorang.
Dengan tiada rasa jengah atau rikuh lagi, gadis tersebut
sudah duduk disamping kedua orang muda tersebut.
Dalam hati Pek Thian Ki mengerti, Tong Ling memaksa
agar Hu Siauw In suka munculkan dirinya pasti bukan
dikarenakan untuk melayani mereka minum arak saja,
Dibalik kesemuanya ini pasti ada sesuatu persoalan yang
hendak dilakukan. Karena itu pemuda tersebut selama ini tetap bungkam
dalam seribu bahasa, ia ingin melihat apa yang hendak
dilakukan Tong Ling terhadap gadis cantik itu. Hu Siauw
In angkat poci arak untuk penuhi cawan Tong Ling serta
Pek Thian Ki, kemudian memenuhi pula cawannya sendiri,
setelah itu ujarnya sambil angkat cawan;
"Mari, aku hormati kalian berdua dengan secawan arak."
Sekali teguk ia habiskan isi cawannya.
"Nona Hu, sungguh hebat kekuatan minum arakmu."
seru Tong Ling sambil tersenyum.
"Inilah yang dinamakan mempertaruhkan nyawa
malayani lelaki sejati." sahut Hu Siauw In sambil tertawa
manis. "Kalian berdua silahkan menikmati arak, aku
hendak mengundurkan diri."
"Eeeei. . .eeeeei. . . nona Hu! Kenapa kau harus tergesa2"
Aku masih ada perkataan yang hendak ditanyakan
kepadamu." Mendengar perkataan dari Tong Ling ini, kelihatan Hu
Siauw In rada melengak, badannya yang sudah bangun
berdiri kembali duduk dikursi."
"Entah ada urusan apa yang hendak saudara tanyakan?"
"Aku ada satu persoalan penting yang hendak
kutanyakan kepadamu."
"Silahkan saudara mengutarakan secara terus terang."
"Menurut berita yang aku dengar, agaknya antara nona
Hu dengan Kiang To mempunyai ikatan perkawinan?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Pernahkah kau orang berjumpa dengan Kiang To?"
Gadis cantik itu menggeleng lalu menghela napas.
"Walaupun aku dengan dirinya ada ikatan perkawinan
tetapi selama ini belum pernah kujumpai dirinya barang
sekalipun." "Lalu tahukah kau bagaimana watak dari Kiang To itu?"
"Tahu sedikit. Tia pernah beritahu kepadaku tentang soal
ini." "Ehmmm. . . Dan tahukah kau akan hubungan antara
Kiang To dengan ayahmu?"
"Kiang To adalah putra dari Sam Ciat Sin-cun adalah
sahabat karib dari ayahku dan sejak Sam Ciat Sin-cun
meninggal. . ." "Sam Ciat Sin-cun mati karena apa?" tiba-tiba Pek Thian
Ki menimbrung. "Soal ini akupun tidak tahu."
"Lalu bagaimana selanjutnya?"
"Setelah Sam Ciat Sin-cun meninggal dunia, Tia pernah
melakukan pencarian terhadap putranya Kiang To, tetapi
susah payah tidak mendatangkan hasil apapun, Sampai
pada setahun yang lalu, mendadak Kiang To munculkan
dirinya dalam dunia kangoue. . ."
"Karenanya, ayahmu lantas merasa tidak puas dengan
tindak-tanduk serta kelakuan dari Kiang To?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Bagaimana menurut perasaanmu terhadap tindak
tanduk serta kelakuan Kiang To ini". . ."
Biji matanya yang jeli itu mendadak memperlihatkan
perasaan sedih, ia menghela napas perlahan. "Heeeei. . .
aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Tapi aku
percaya bahwa ia tak akan sejahat seperti apa yang
disiarkan oleh orang-orang Bu-lim."
"Aku dengar orang berkata bahwa ayahmu hendak
membatalkan ikatan perkawinanmu dengan Kiang To.
Bagaimana menurut pendapatmu menghadapi persoalan
ini?" "Aku tidak setuju, perkawinan sudah ditetapkan dan
selama hidup tak akan kusesali."
Beberapa patah perkataan ini langsung menimbulkan
perasaan kagum didasar hati Pek Thian Ki serta Tong Ling,
Tidak malulah dara berbaju merah ini disebut seorang gadis
suci yang pegang teguh janji."
"Bilamana ayahmu bersikeras hendak batalkan ikatan
perkawinan" Apa yang hendak kau lakukan?" tanya Tong
Ling lebih lanjut sambil tertawa pahit.
"Aku bisa menunggu dirinya. . ."
"Menunggu Kiang To?"
"Benar aku bisa menunggu dirinya dan selama hidup tak
akan kawin dengan orang lain."
"Bila aku adalah Kiang To, hatiku akan ikut terharu oleh
pernyataan nona yang begitu mempesonakan.
Hu Siauw In hanya bisa tertaw pahit, setelah bungkam
beberapa saat akhirnya kembali ia berkata; "Entah masih
ada urusan apalagi yang hendak kau tanyakan?"
"Sudah tak ada lagi."
"Kalau begitu aku mohon diri dulu."
"Nona Hu. . . . silahkan, terima kasih. . . .terima kasih. .
." Perlahan-lahan Hu Siauw In bangun berdiri, tetapi selagi
hendak melangkah pergi, mendadak. . . seperti ia sudah
teringat akan sesuatu, Sambil putar badan tanyanya;
"Aaarch. . .! Hampir-hampir saja aku sudah lupa
menanyakan nama besar dari kalian berdua."
"Aku bernama Tong Ling dan ia bernama Pek Thian
Ki." Hu Siauw In mengangguk perlahan iapun putar badan
dan berlalu. Menanti gadis tersebut sudah berlalu, sinar mata Tong
Ling dialihkan keatas wajah Pek Thian Ki, Tampaklah
diatas wajahnya yang kurus kering penuh diliputi
kemurungan, Alisnya berkerut seperti sedang memikirkan
sesuatu persoalan: "Apa yang sedang kau pikirkan?" tegur Tong Ling
perlahan. "Aaach. . . tidak mengapa. . ." Pek thian Ki tertawa.
"Peristiwa ini benar-benar meruoakan suatu peristiwa yang
sangat membingungkan, sebenarnya siapakah Kiang To
itu?" "Aku pikir sebentar lagi ia pasti dapat munculkan dirinya
disini." "Bagaimanapun pada saat ini aku tak ada urusan lain"


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diam-diam pikir Pek thian Ki dalam hatinya. "Lebih baik
aku tetap tinggal disini untuk melihat perubahan
selanjutnya dalam peristiwa ini."
Perduli apapun yang akan terjadi, agaknya peristiwa ini
ada sangkut pautnya dengan dia pribadi, karena itu ia harus
membuat jelas persoalan ini.
"Pek Thian Ki kau duduklah disini sebentar, aku hendak
keluar sebentar." seru Tong Ling mendadak sambil bangun
berdiri. "Apa yang hendak kau lakukan?" Pemuda itu rada
melengak. Jelas sekali menunjukkan urusan sedikit diluar dugaan
sewaktu melihat Tong Ling hendak berlalu dan hal ini
segera menyeret pikirannya untuk menduga siapakah gadis
itu. Sudah tentu Tong Ling sendiripun mengerti maksud
dari Pek Thian Ki tersebut.
"Bukankah aku sudah berkata bahwa aku ingin keluar
sebentar." serunya cepat.
"Apa yang hendak kau lakukan?"
Dengan wajah riku Tong Ling menunduk, lalu sambil
menjatuhkan diri kedalam peluknya Pek Thian Ki bisiknya
lirih. "Urusan dari kami kaum gadis amat banyak sekali,
hanya soal-soal itu tak dapat aku ucapkan keluar."
Akhirnya Pek thian Ki dapat dibuat mengerti, dengan
perasaan apa boleh buat, ia mengangguk.
"Sewaktu aku pergi nanti, perhatikanlah kakek
bercambang yang amat misterius itu dan amati juga semua
orang yang patut dicurigai." ujar Tong Ling kembali.
Demikianlah Tong Ling, sigadis misterius ini lalu berlalu
dari dalam ruangan. Dengan berlalunya Tong Ling secara
mendadak ini, sudah tentu memancing perhatian banyak
orang, sinar mata semua hadirin yang ada didalam ruangan
bersama-sama dialihkan keatas tubuhnya. Sebaliknya Tong
Ling dengan tenang seperti tidak pernah terjadi sesuatu,
tetap melanjutkan perjalanannya keluar ruangan.
Sinar mata Pek Thian Ki perlahan-lahan menyapu
sekejap keseluruh ruangan, mendadak hatinya merasa
terperanjat karena didalam sekejap mata itulah Cu Tong
Hoa yang menyaru sebagai seorang kakek tua bercambang
pun sudah lenyap tak berbekas.
Pemuda she Pek ini merasakan hatinya bergidik, ia mulai
menduga diantara kedua orang itu pasti salah satu adalah
Kiang To, Kalau tidak tak mungkin dalam waktu yang
bersamaan kedua orang itu bersama-sama melenyapkan diri
dari pandangan. Agaknya suatu pertarungan yang mengerikan sekali
bakal berlangsung, suasana terasa berubah semakin tegang,
Sekarang, Pek Thian Ki dapat menarik kesimpulan, bahwa
diantara Cu Tong Hoa serta Tong Ling, salah satu
diantaranya kemungkinan besar adalah Kiang To simanusia
misterius itu. Mendadak. . . Suara bentakan nyaring menyadarkan
dirinya dari lamunan, terdengar Hu Toa Kan dengan
lantang sedang berseru: "Kawan-kawan sekalian, silahkan meneguk secawan
arak!" Sinar mata semua orang tak terasa pada dialihkan kearah
Hu Toa Kan, suasana ditengah ruangan jadi sunyi senyap,
kembali tak kedengaran sedikit suarapun.
"Kawan-kawan sekalian!" ujar Hu Toa Kan kembali.
"Menggunakan kesempatan didalam merayakan ulang
tahun Loolap ini, ada suatu urusan hendak aku sampaikan
kepada saudara-saudara sekalian."
Suasana didalam ruangan tersebut semakin sunyi lagi,
sampai jarum yang terjatuh keatas lantaipun pasti
kedengaran. "Tempo dulu, loolap dengan Sam Ciat Sin-cun sebagai
jagoan yang paling lihay, waktu itu adalah sepasang sahabat
karib, Kiang Lang ada menaruh sedikit budi pertolongan
kepaad diri Loolap, rasanya didalam peristiwa ini kawan2
sudah pernah mengetahuinya bukan. . ." ujar siorang tua itu
kembali. "Sedikitpun tidak salah, urusan ini pernah kami dengar."
sahut seseorang dengan lantang.
"Waktu itu, aku sudah menjodohkan putriku kepada
Kiang To putra dari Kiang Lang." sambung Hu Toa Kan
sambil tertawa. "Hanya saja setelah Kiang To munculkan
dirinya didalam dunia kangouw ternyata sudah berubah
jadi seorang bajingan iblis cabul yang ganas dan iblis
pembunuh manusia berdarah dingin, maka dari itu setelah
aku berpikir keras tiga kali, Loolap merasa bahwa
kebahagiaan siauw-li tak dapat dihancurkan ditangan Kiang
To. . ." "Cara berpikir dari Hu Cung-cu sedikitpun tidak salah. .
." teriak para hadirin dengan gaduh.
"Tidak salah, putrimu tak dapat dijodohkan dengan iblis
terkutuk itu. . ." "Tindakan dari Hu Cung-cu sangat tepat. . ."
Kiranya para hadirin yang ada didalam ruangan tersebut
rata-rata pada memuji tindakan dari Hu Toa Kan ini.
"Oleh karena itu." sambung Hu Toa Kan sambil ulapkan
tangannya. "Dihadapan saudara2 sekalian aku orang she
Hu hendak mengumumkan, bahwa sejak hari ini ikatan
perkawinan antara Siauw-li Hu Siauw In dengan Kiang To
dengan resmi diputuskan. . ."
Baru saja Hu Toa Kan berbicara sampai disitu,
mendadak. . . "Tunggu sebentar!" Serentetan suara bentakan yang amat
dingin bergema memenuhi angkasa.
Suara bentakan tersebut amat dingin, kaku dan penuh
mengandung hawa napsu membunuh, Sehingga rata2
semua hadirin dibuat bergidik oleh kejadian tersebut.
Sewaktu semua orang dongakkan kepalanya, tampaklah
didepan pintu ruangan itu secara mendadak sudah muncul
seorang manusia berkurudung. Sekali lagi para jago dibuat
bergidik melihat kejadian itu.
Sinar mata Pek Thian Ki berkilat, hatinya berdebar
keras, Sedang suasana dalam ruangan itu, berubah jadi
sunyi senyap bagaikan ditengah kuburan saja.
Tak seorangpun diantara para jago yang meneriakkan
siapakah orang itu, tapi dalam hati mereka sudah pasti
merasa sangat jelas kalau orang ini tak usah diragukan
pastilah sang iblis yang paling menakutkan pada saat ini,
KIang To adanya! Suasana dalam ruangan begitu sunyi, hening,
menyeramkan dan amat mengerikan. . .
Dengan langkah yang lebar dan menimbulkan suara
detakan nyaring, orang berkerudung itu selangkah demi
selangkah berjalan masuk kedalam ruangan, setiaplangkah
kakinya meninggalkan suara yang amat menyeramkan. . .
Sudah tentu Hu Toa Kan sendiripun tahu kalau siapakah
orang tersebut. Sambil tertawa dingin tiada hentinya, ia
membentak keras: "Siapa?" Orang berkerudung itu sama sekali tidak menghentikan
langkah kakinya, ia tetap melanjutkan langkahnya setindak
demi setindak mendekati siorang tua itu.
"Heee. . .heee. . .heee apakah kau orang ingin tahu
siapakah diriku?" serunya kaku.
"Sedikitpun tidak salah."
"Buat apa kau tanyakan lagi" Aku pikir kawan2 yang ada
dikalangan ini rata-rata sudah pada mengerti semua,
siapakah diriku," "Aku minta kau yang jelaskan sendiri siapakah dirimu!"
"Kiang To!" "Apa?" "Haaa. . .!" "Kiang To. . ."
Ditengah kesunyian yang mencekam seluruh ruangan
mendadak meledak suara jeritan kaget yang gegap gempita,
air muka setiap hadirin tak terasa sudah berubah terlintas
suatu perasaan terperanjat dan ketakutan. Pek Thian Ki
sendiripun dibuat terperanjat oleh kejadian ini, sinar
matanya tanpa berkedip segera dialihkan keatas tubuh
simanusia misterius Kiang To.
"Heee. . . heee. . . heee. . . kiranya kaulah yang bernama
Kiang To, sungguh kebetulan sekali kedatanganmu. . ."
Jengek Hu Toa Kan sambil tertawa dingin.
"Benar, aku memang ada maksud untuk munculkan diri
pada saat seperti ini."
"Kiang To! Aku sudah pergi kemana-mana untuk
mencari jejakmu, ternyata kau sembunyi tidak mau
munculkan diri. . ."
"Hmmm! Aku tidak ingin menemui manusia semacam
kau, karena itu aku menghindari setiap perjumpaan dengan
dirimu, kau sudahmengerti?"
"Perduli kau ingin menghindari aku atau tidak, aku tidak
mau ambil perduli, Bagaimanapun juga akhirnya pada saat
ini kita berjumpa satu sama lainnya, Kiang To, antara
ayahmu dengan diriku pernah mempunyai suatu ikatan
persahabatan yang sangat erat."
"Soal ini aku tahu."
Sewaktu Kiang To sedang menyahut tadi, ia sudah
meloncat kehadapan Hu Toa Kan kurang lebih satu kaki
jauhnya, kemudian beru berhenti, kejadian ini sudah tentu
membuat suasana didalam ruangan tersebut berubah
semakin tegang dan penuh diliputi hawa membunuh.
"Kiang To! Hatiku benar2 terluka terhadap semua tindak
tandukmu setelah kau orang munculkan diri didalam dunia
persilatan." seru Hu Toa Kan kembali dengan nada yang
amat dingin. "Soal ini, aku sih tak akan ambil perduli."
"Karena perbuatan dan tindak-tandukmu sangat kurang
ajar, cabul dan ganas, maka aku putuskan mulai detik ini
hubungan antara puteriku dengan dirimu putus sampai
disini saja. . ." "Heee. . .heee. . .heeee. . . tidak bisa jadi. ' teriak Kiang
To dingin. "Tidak bisa jadi?"
"Benar, tidak bisa jadi!" bentak Kiang To lagi dengan
suara yan kasar. Nada suara tersebut penuh diliputi hawa napsu
membunuh, hal ini membuat setiap orang merasakan bulu
kuduknya pada berdiri. "Sungguh aneh. . .!" Tak terasa lagi Pek thian Ki berseru
tertahan setelah melihat kejadian itu.
Kiranya ia dapat berseru aneh ini, karena ia mengerti
kalau Kiang To yang ada dihadapannya pada saat ini
bukanlah Kiang To yang asli, lalu apa sangkut pautnya
dengan dibatalkannya perkawinannya ini"
Tetapi Kiang To palsu ini ternyata tidak menerima
keputusan dibatalkannya perkawinan itu dengan senang
hati, jadi jelas dibalik kesemuanya ini pasti masih tersimpan
alasan2 yang lain. Bukankah kejadian ini sangat
membingungkan hatinya"
"Hmmm! Perkataan yang aku katakan selamanya berat
bagaikan gunung dan tak akan berubah kembali," teriak Hu
Toa Kan tegas. "Heee. . . heeee. . . .heeee. . . Hu Toa Kan! Aku mau
bertanya kepadamu, Ide untuk membatalkan perkawinan
ini datangnya dari dirimu sendiri ataukah dari putrimu?"
"Keputusanku sendiri."
"Apakah puterimu setuju!"
"Aku putuskan sendiri persoalan ini."
"Hu Toa Kan!" Teriak Kiang To dengan keras. "Tidak
salah puterimu adalah seorang gadis yang berwajah amat
cantik, tetapi aku Kiang To pun bukanlah manusia yang
belum pernah menemui gadis cantik, Jikalau putrimu suka
berbicara sendiri bahwa secara tulus ia ingin putuskan
hubungan perkawinan ini, maka cayhepun dengan senang
hati akan menerima keputusan tersebut."
"Bangsat." bukankah tadi sudah kukatakan bahwa
urusan ini dapat aku putuskan sendiri."
"Jadi dengan demikian, kau tidak ingin mengundang
putrimu untuk keluar dan menjawab sendiri keputusan ini?"
jengek Kiang To dengan ketus.
"Tak ada perlunya. . ."
"Kurang ajar." potong jagoan she Kiang itu dengan suara
gemboran yang keras, "Kau harus undang dia keluar,
karena yang akan kawin dengan aku bukan dirimu, tapi dia,
putrimu." Suara bentakan ini penuh mengandung napsu
membunuh, hal ini membuat para jago yang ada didalam
ruangan jadi merindik dan bergidik, keganasan serta
kebuasan dari Kiang To ini benar-benar bukan kabar
bohong belaka. "Aku sudah bilang, tidak perlu!" potong Hu Toa Kan
tetap dingin. Bab 20 Mendadak Kiang To memperdengarkan suara tawanya
yang amat menyeramkan, suara tertawatersebut bukan saja
amat sombong, seram bahkan mengandung hawa napsu
membunuh yang amat tebal. Suara tertawa sangat
menyeramkan ini dapat membuat hati orang ketakutan
sehingga ter-kencing2. "Hu Toa Kan, aku ingin bertanya kepadamu," kembali ia
membentak keras sambil memperdengarkan suara tertawa
sinisnya, "Mengapa Kiang Lang dapat disebut orang
sebagai Sam Ciat Sin-cun?"
"Karena ia ternama dengan 'Perempuan, arak serta
hartanya!" "Sedikitpun tidak salah, lalu siapa pula yang mendirikan
Istana Harta, Istana Perempuan serta Istana Arak itu?"
"Sam Ciat Sin-cun."
Beberapa patah perkataan itu segera membuat Pek Thian
Ki jadi amat terperanjat karena persoalan ini sedikit banyak
ada diluar dugaan pemuad tersebut, Ia sama sekali tidak
menyangka kalau Istana Harta Istana Arak serta Istana
Perempuan yang merupakan perguruan aneh didalam Bulim


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada saat ini ternyata didirikan oleh Sam Ciat Sin Cun.
Bagaimanakah watak dari Sam Ciat Sin-cun itu"
Bagaimana hasil yang sudah ia lakukan" Selagi Pek Thian
Ki sedang berpikir keras, Kiang To sudah berkata kembali
dengan suara yang amat dingin;
"Hu Toa Kan, kalau memang Istana Harta, Istana
Perempuan serat Istana Arak didirikan oleh Sam Ciat Sincun,
lalu aku mau bertanya lagi kepadamu secara
bagaimana Sam Ciat Sin-cun bisa menemui ajalnya?"
"Aku tidak tahu."
"Apa" Kau tidak tahu. . ."
Nada ucapan dari Kiang To in penuh berisikan hawa
napsu membunuh yang amat menyeramkan, agaknya
jawaban dari Hu Toa Kan ini sudah menggusarkan hatinya.
"Tidak salah!" sahut Hu Toa Kan dingin. "Aku tidak
mengetahui apa sebabnya ia mati."
"Bagaimana dengan moy-moayamu?"
"Apa. .?" "Hu Cung-cu masih mempunyai seorang moy-moy
bukan. . .?" "Kenapa kami belum pernah dengar orang mengatakan
soal ini". . " ". . . ." ". . . ." Para jago Bu-lim yang ada didalam ruangan tersebut
rata2 dibuat terperanjat oleh perkataan dari Kiang To ini.
Mereka benar-benar tidak nyana kalu Hu Toa Kan
ternyata masih mempunyai seorang moy-moy, bahkan
berita ini baru untuk pertama kali ini mereka dengar.
"Hmmm! Aku sama sekali tidak punya adik perempuan.
. ." "Apa". . ." bentak Kiang To semakin gusar. "Kau tidak
punya adik perempuan?"
"Sedikitpun Tidak salah!"
"Lalu siapakah Hu Bei Sin?"
"Selama hidup aku orang she Hu baru untuk pertama
kali ini mendengar nama orang itu."
"Hu Toa Kan! Perbuatanmu sungguh keterlaluan, kau
tak akan lolos dari tanggung jawab atas kematian dari Sam
Ciat Sin-cun, sedang adik perempuanmu kebahagiaannya
pun hancur ditanganmu, sekarang kaupun ingin
menghancurkan hidup putrimu, Hu Toa Kan, kau betulbetul
seorang manusia yang patut dibunuh mati. ."
Tubuhnya bagaikan sambaran kilat segera mencelat
kedepan melakukan serangan.
Agaknya pada siang ini Kiang To sudah dibuat teramat
gusar, didalam perputaran badannya itulah laksana elang, ia
telah menyambar tubuh Hu Toa Kan.
Serangan yang dilancarkan Jiang To ini benar2 dahsyat
sekali, tetapi se-konyong2. . . . Bayangan manusia
berkelebat lewat, sesosok bayangan manusia tahu2 sudah
menerjang pula kearah Kiang To sesaat ia mencelat
kedepan. Muncul bayangan manusia secara mendadak ini sama
sekali tidak membuat Kiang To jadi jeri, ia malah tertawa
dingin dan bertarung jadi satu dengan pihak lawannya.
Beberapa saat kemudian diiringi suara bentrokan keras
kedua sosok bayangan manusia itu berpencar satu dengan
lainnya. Ketika semua orang mendongakkan kepalanya,
tampaklah bayangan manusia yang menubruk kearah Kiang
To itu mendadak berkelebat kembali kearah luar jendela
dan didalam sekejab mata lenyap dari pandangan.
Kecepatan gerak orang itu benar-benar luar biasa sekali,
sehingga membuat semua orang merasa rada tertegun.
Terdengar Kiang To tertawa dingin tiada hentinya, entah
sejak kapan diatas genggamannya kini sudah bertambah
dengan secarik kertas. Apakah isi dari kertas tersebut tak seorangpun yang tahu,
tapi yang jelas tulisan dari bayangan manusia tadi.
Tiba-tiba. . . . "Hu Toa Kan! Biarlah kali ini aku ampuni satu kali
jiwamu." terdengar Kiang To berseru dengan suara yang
amat dingin. "Tetapi kau jangan keburu bergirang hati dulu,
aku hanya satu kali ini saja mengampuni jiwamu, lain kali
aku tak akan melepaskan dirimu lagi, Dan satu hal harus
kau ingat tersu, bahwa putrimu masih tetap merupakan
istriku. . ." Tidak menanti jawaban lagi, ia sudah putar badan lantas
berlalu dari dalam ruangan tersebut. Mendadak. . .
Bayangan manusia berkelebat lewat, sesosok bayangan
manusia mendadak sudah menghadang dihadapan Kiang
To dengan sikap yang gagah.
Ketika semua mata memperhatikan orang itu lebih
cermat lagi, maka tampaklah dia bukan lain adalah
sipemuda kurus tinggal tulang Bay-kut, Pek Thian Ki
adanya. Kontan saja Kiang To jadi melengak dibuatnya.
"Heee. . .heee. . .heeee. . . kawan! Kau orangkah yang
bernama Kiang To". . ." tegur Pek thian Ki sambil tertawa.
Pada awalnya Kiang To rada melengak, tapi dengan
cepat ia sudah tertawa. "Pertanyaan saudara ini bukankah
sama saja sudah pura2 bertanya?"
"Jadi kalau demikian adanya kita pernah berjumpa,
bukan?" "Pernah berjumpa?"
Pek Yhian Ki tersenyum, senyuman tersebut begitu halus
dan begitu mempesonakan, ia mengangguk.
"Kemungkinan sekali kita memang pernah berjumpa,
tentunya saudara bernam Pek thian Ki, bukan?" jawab
Kiang To dingin. "Benar!" "Kawan Pek, kau menghadang perjalananku, entah ada
urusan apa yang hendak kau sampaikan kepadaku?"
"Aku ingin melihat wajahmu yang sebenarnya. ."
Kata terakhir begitu meloncat keluar dari ujung bibirnya,
Pek thian Ki sudah menggerakkan tangan kanannya,
laksana sambaran kilat mencengkeram kerudung hitam
diatas wajah Kiang To. Perlu diketahui, tenaga dalam yang dimiliki Pek thian Ki
pada saat ini sudah pulih empat bagian, sudah tentu saja
serangan cengkeraman ini luar biasa cepatnya. Didalam
keadaan tidak bersiap sedia ini, hampir2 saja membuat
kerudung hitam diatas wajah Kiang To kena tersambar
robek. Tetapi, bagaimanapun juga, ia adalah seorang jagoan
yang memiliki kepandaian ilmu silat amat tinggi, sewaktu
Pek Thian Ki melancarkan serangan tadi, tubuhnya sudah
berkelit lantas menangkis, setelah itu buru-buru meloncat
kebelakang. "Kau mencari mati?" bentaknya gusar.
Pek thian Ki tetap tersenyum dikulum. "Saudara Kiang,
ternyata kepandaian silatmu bukanlah nama kosong belaka.
. ." pujinya ringan.
Senyuman yang menghiasi bibir Pek thian Ki ini bukan
saja berada diluar dugaan semua orang, sekalipun Kiang To
sendiripun dibuat melengak oleh kejadian ini.
Untuk beberapa saat lamanya Kiang To tidak berhasil
memahami apa yang sedang dilakukan oleh Pek Thian Ki,
karena senyuman itu benar-benar sangat aneh dan
misterius, sehingga sukar untuk diketahui artinya.
Sudah tentu Pek thian Ki sendiripun paham, dengan
tenaga dalam yang dimiliki pada saat ini tidak mungkin dia
orang bisa berhasil menangkan pihak lawan, apalagi tenaga
murninya baru pulih tiga, empat bagian saja.
"Apa maksud perkataanmu itu?" tegur Kiang To dengan
nada yang amat dingin. "Sudah lama cayhe menaruh rasa kagum terhadap
kepandaian silat yang kau miliki, dan kini aku ada maksud
untuk menjajal apakah berita yang aku dengar itu benar2
ataukah cuma berita angin belaka. ."
"Kurang ajar! Nyalimu benar-benar amat besar."
"Akupun percaya kalau kau tak bakal dapat sampai
berhasil mencabut nyawaku. . ."
"Hmmm! Memandang diatas nyalimu ada diluar dugaan
untuk kali ini, biarlah aku ampuni nyawamu, tapi lain kali. .
.heee. . .heee. . . akan kusuruh kau orang merasakan
kelihayanku." Habis berkata tubuhnya berkelebat dan melayang keluar
dari pintu depan. Pek Thian Ki yang melihat orang itu
berkelebat leawt, hatinya mendadak bergerak, iapun ikut
melayang dari ruangan. Pada waktu itu. . . Hari sudah mendekati petang, tubuh
Pek thian Ki yang mencelat keluar dari pintu depan dengan
tidak mengeluarkan sedikit suarapun melakukan
penguntitan dibelakang punggung Kiang- To.
Didalam anggapan Pek thian Ki, Kiang To
menyelubungi wajahnya dengan kerudung ia pasti akan
melepaskan juga kain kerudung itu, maka sampai pada
saatnya, bukankah dia orang dengan sangat mudah dapat
melihat jelas bagaimanakah wajahnya yang asli" Bagaikan
terbang, Pek Thian Ki melakukan pengejaran kedepan.
Tiba-tiba. . . Suara bentakan keras bergema datang, tampaklah
dihadapannya terlihat dua sosok bayangan manusia sedang
berkelebat, lalu saling berpisah dan mundur kearah
belakang. Melihat kejadian itu tak urung Pek thian Ki merasa
hatinya amat terperanjat. Didalam sekejap mata itu, ia
sudah tiba dikalangan pula.
Sewaktu ia memperhatikan suasana ditengah kalangan
lebih cermat lagi, seketika itu juga Pek thian Ki jadi
melongo, matanya mendelong dan badannya mematung.
Kiranya kedua orang yang sedang berdiri saling berhadap2an
itu bukan lain adalah Cu Tong Hoa serta Tong
Ling. Oooouw Thian! Apakah yang sudah terjadi"
"Kiang To! Akhirnya aku berhasil menjumpai dirimu."
seru Tong Ling dengan suara yang amat dingin.
Cu Tong Hoa pun tertawa dingin tiada hentinya.
"Akupun tidak menyangka kalau Kiang To adalah
saudara." sambungnya tidak mau kalah.
"Kiang To. . .! Pintar benar kau berlagak pilon."
"Bangsat! Kaulah yang pandai berlagak pilon."
Untuk beberapa saat lamanya Pek thian Ki jadi melengak
dibuatnya ditengah kalangan, ia tak tahu apa sebenarnya
yang sudah terjadi disana. Maka buru-buru badannya
meloncat kedepan melerai.
"Eeeei. . .eeei. . . kenapa kalian berdua" Apa yang sudah
terjadi?" "Dia adalah Kiang To!"
"Omong kosong!" bantah Cu Tong Hoa dingin. "Dialah
bangsat Kiang To yang menjadi incaran semua jago-jago
Bu-lim dikolon langit, Sebelum terjadinya peristiwa ini aku
sudah menanti dirinya diluar dan sekarang aku berhasil
mencegat jalan perginya. . ."
"Pek Thian Ki! Kau jangan suka mempercayai katakatanya
yang ngaco belo, dialah si Kiang To yang asli,
Karena sejak tadi aku sudah menunggu ditempat luaran
untuk menghadang jalan perginya, Sewaktu dia meluncur
keluar, maka aku segera malakukan pengejaran kemari dan
akhirnya berjumpa dengan dirinya."
Pek thian Ki jadi me-longo2, ia berdiri melengak tak bisa
berbicara. Sepasang alisnya berkerut, agaknya sedang
memikirkan sesuatu, seperti pula sedang mengambil suatu
kesimpulan. Sedikitpun tidak salah! Ia memang sedang berpikir dan
mengambil suatu kesimpulan, Kesimpulan dari suatu
peristiwa yang maha penting.
Tadi, pada saat yang bersamaan mereka berdua keluar
berbareng. . . dan setelah mereka berdua berlalu, Kiang To
simanusia misterius yang menyeramkan itu segera
munculkan dirinya. Jadi secara kasarnya saja diantara
kedua orang itu pasti salah satu tentu hasil penyaruan dari
Kiang To. Tetapi siapakah diantara mereka berdua yang jauh lebih
mencurigakan" Kepandaian silat yang dimiliki Cu Tong
Hoa tidaklemah, ilmu menyamarpun merajai Bu-lim, Jika
dia adalah Kiang To, maka ada kemungkinannya sangat
besar. Tetapi ia pernah mengakui bahwa dirinya adalah
majikan Istana Harta, mana mungkin kalau seorang
majikan Istana Harta adalah Kiang To" Apalagi kedelapan
lembar jiwa anggota Istana Hartapun mati ditangan Kiang
To, jadi tidak mungkin hal ini bisa terjadi.
Masih ada satu hal lagi yang menguatkan, menurut
keadaan pada waktu itu sewaktu Kiang To turun tangan
keji, Cu Tong Hoa pun sedang dikerubuti oleh ber-puluh2
orang jagoan Bu-lim didalam Istana Harta. . . . Jadi Cu
Tong Hoa tetap ada kemungkinan, hanya kemungkinan
tidak besar. Sebaliknya Tong Ling pun mempunyai kemungkinan
yang besar. Umpama saja kepandaian silatnya, nada
ucapannya dan tingkah laku yang sangat aneh
kemungkinan besar dia adalah Kiang To. . . . Tetapi
menurut berita yang tersiar, ia pernah memperkosa kaum
gadis" Lalu bagaimana penjelasannya. . .
Sewaktu Pek Thian Ki sedang termenung berpikir keras
itulah. Tong Ling kembali sudah membentak keras;
"Bangsat kau tidak mau mengaku" Baik akan kupaksa kau
orang untuk mengaku sendiri."
Tubuhnya langsung mencelat ketengah udara dan
menubruk tubuh Cu Tong Hoa, tangan kanannya
diayunkan mengirim satu pukulan dahsyat. Serangan yang
dilancarkan Tong Ling ini benar-benar amat cepat dan
mengerikan. Ter-buru2 Cu Tong Hoa berkelit kesamping meloloskan
diri dari datangnya pukulan tersebut, kemudian tubuhnya
menerjang maju kedepan balas melancarkan satu pukulan.
Bayangan manusia saling menyambar, diiringi dengan


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bentrokan2 keras, masing-masing pihak mundur beberapa
langkah kebelakang. Didalam bentrokan yang hanya menghabiskan waktu
sedetik ini kedua orang tersebut sama-sama sudah
melancarkan tiga jurus serangan, jika dibicarakan dari
kecepatan gerak serta kemantapan jurus-jurus serangan
maka Cu Tong Hoa rasanya masih bukan tandingan dari
Tong Ling. Heeee. . .heee. . .heee. . . kawan, sungguh hebat
kepandaian silatmu. . . ." Jengek Cu Tong Hoa sambil
tertawa dingin. "Hmmmm! Kaupun tidak jelek. . ."
"Kawan terlalu memuji."
"Tutup bacotmu! Nih, rasakan lagi sutu pukulan."
Telapak tangan kanannya kembali menyambar lewat
menghajar jalan darah 'Ciang-thay' diaras tubuh Cu Tong
Hoa. Kebutan dari Tong Ling ini dalam satu gerakan sudah
menggunakan tiga buah perubahan yang berbeda,
kecepatan serta kedahsyatannya pun luar biasa sekali.
Dengan sebat Cu Tong oa menangkis serangan tersebut
dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya balas
mengirim satu serangan totokan pula.
Jurus-jurus serangan yang dilancarkan kedua orang itu
sama2 dilakukan dengan amat cepat, hanya didalam
sekejab mata, lima jurus sudah berlalu.
Cu Tong Hoa yang rada kalah satu tingkat didalam
perubahan jurus serangan ini, ditengah gencetan Tong Ling
yang amat gencar ia kena dipaksa mundur sejauh tiga
empat langkah jauhnya. "Mendadak. . . "Tahan!" bentak Pek Thian ki keras.
Begitu suara bentakan dari pemuda tersebut bergema
memenuhi angkasa, dua orang itupun sama-sama
menghentikan serangannya dan mundur kebelakang.
Mengambil kesempatan itu, Pek Thian Ki menerjang
maju kedepan, tegurnya sembari tertawa. "Heeei. . . .apa
sebabnya kalian berdua saling bergebrak?"
"Karena Kiang To!" sahut Cu Tong Hoa dingin.
"Kau anggap saudara ini adalah Kiang To?"
"Benar!" Pemuda itu lantas menoleh kearah Tong Ling dan
tanyanya pula: "Dan kau anggap dia Kiang To?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Aku rasa agaknya sama sekali tiada berharga apabila
kalian berdua saling bergebrak hanya dikarenakan masingmasing
pihak menaruh curiga kalau pihak lawannya adalah
Kiang To, Sekarang perduli siapakah Kiang To diantara
kalian berdua, bukankah urusan ini tiada sangkut pautnya
dengan diri kita" Buat apa kita orang menjadi kesusahan
dan kemurungan hanya disebabkan persoalan ini?"
"Hmm! Aku mencari dirinya karena ingin menuntut
balas!" seru Cu Tong Hoa dingin.
Bila perkataan dari Cu Tong Hoa adalah perkataan yang
benar maka dendam yang hendak dibalas tentunya adalah
dendam kedelapan lembar nyawa anggota Istana Harta
yang menemui ajalnya ditangan Kiang To.
"Tidak! Akupun sedang mencari dirinya." sambung Tong
Ling pula. "Jadi dengan demikian kalian berdua sama-sama hendak
mencari Kiang To sampai ketemu?"
"Benar!" jawab kedua orang itu hampir berbareng.
Pek Thian Ki tak dapat menahan rasa gelinya lagi,
terpaksa ia tertawa ter-bahak2, "Haaa. . .haaa. . . haaa. . .
padahal aku sendiripun punya perasaan bahwa satu
diantara kalian berdua pasti adalah Kiang To. . ."
"Siapa?" Ditengah suara teriakan tersebut sinar mata mereka
berdua sama-sama dialihkan keatas wajah Pek thian Ki,
Agaknya didalam anggapan mereka pemuda itu sebenarnya
sudah tahu siapakah Kiang To sebenarnya diantara mereka
berdua. Sekali lagi Pek Thian Ki tertawa. "Soal ini sih harus
menunggu pembuktian dulu."
"Kau hendak membuktikan dengan cara apa?"
"Sebelum aku memberi jawaban, akan kutanya dulu
kepada kalian berdua, sebenarnya Kiang To adalah seorang
lelaki ataukah seorang gadis?" kata Pek Thian Ki setelah
berpikir sebentar. "Sudah tentu seorang laki!" jawab Cu Tong Hoa dengan
cepat. "Hmmm! Bagaimana kau begitu merasa yakin?" sela
Tong Ling dingin. "Sudah tentu! Karena ia telah memperkosa dan menodai
beberapa gadis, juga buat apa memborong nona It Peng
Hong dari Istana Perempuan, jika bukan seorang lelaki buat
apa ia lakukan kesemuanya ini?"
"Perkataanmu sedikitpun tidak salah, tetapi gadis-gadis
yang diperkosa itu hanya pakaiannya saja yang dicopoti dan
sama sekali tak ada pemerkosaan secara sungguh2, Sedang
mengenai nona It Peng Hong yang diborong dari Istana
Perempuan, apakah dia tak dapat menyaru sebagai seorang
pria untuk memborong dirinya?"
Mendengar bantahan tersebut, Cu Tong Hoa jadi
bungkam dalam seribu bahasa. Pek thian Ki sendiripun
dibuat tertegun. Perkataan tersebut sedikitpun tidak salah, gadis2 tersebut
hanya pakaiannya saja yang dicopoti dan sama sekali tak
dapat dibuktikan kalau mereka benar-benar sudah diperkosa
atau belum, Apalagi setiap gadispun bisa menyaru sebagai
pria untuk memborong nona It Peng Hong tersebut dari
Istana Perempuan. Akhirnya Cu Tong Hoa tertawa.
"Sedikitpun tidak salah!" katanya pula lambat-lambat.
"Kiang To memang ada kemungkinan juga seorang gadis
yang menyaru sebagai pria, tapi aku sekarang ingin
bertanya satu persoalan dari kalian berdua, Setiap kali
Kiang To selesai melakukan kejahatan tentu akan
meninggalkan sebuah panji kecil bukan". . ."
"Sedikitpun tidak salah!"
"Jadi dengan begitu panji kecil tersebut merupakan
barang bawaan yang selalu ada disakunya bukan?"
"Benar!" "Kalau begitu. . ." sengaja Pek thian Ki menghentikan
pertanyaannya ditengah jalan, lama. . . .lama sekali ia baru
menyambung kembali, katanya lebih lanjut: "Ada satu cara
yang bisa kita ketahui siapakah diantara kalian berdua
sebenarnya adalah Kiang To?"
"Cara apa?" "Geledah seluruh badan setiap orang!"
"Apa?" Bab 21 Kedua orang itu sama2 berteriak tertahan, agaknya
perkataan yang diucapkan oleh Pek Thian Ki ini ada diluar
dugaan mereka. "Kecuali cara ini rasanya tak ada cara lain lagi yang bisa
ditempuh. ." sambung pemuda itu serius.
"Tidak bisa jadi!" seru Tong Ling dengan cepat.
"Hmmm! Siapa yang tidak setuju dialah Kiang To
sibangsat tersebut. ." Sambung Cu Tong Hoa cepat.
Tong Ling jadi tertegun, dia adalah seorang gadis
perawan yang masih suci. Bagaimana mungkin boleh
membiarkan seorang lelaki asing meraba dan
menggerayangi seluruh badannya"
Tapi, jika ia tidak setuju bukankah hal ini sama saja
kalau ia sudah mengaku kalau dirinya adalah Kiang To"
Dengan hati berat, akhirnya ia menyapu sekejap kedua
orang itu. "Siapa yang akan turun tangan menggeledah?" bentaknya
keras. "Sudah tentu suruh Pek Sauw-hiap yang turun tangan
menggeledah, karena rasanya dia seoranglah yang paling
adil." "Jadi dengan demikian kaupun sudah setuju untuk
digeledah badan". . ."
"Sedikitpun tidak salah."
"Baiklah! Kalau memang rasanya cuma cara ini saja
yang bisa dilaksanakan, aku orang she Tong pun akan
mengiringi dengan senang hati."
"Hmmm! Pek Sauw-hiap, kau geledah dulu badannya!"
perintah Cu Tong Hoa kemudian dengan dingin.
"Harus menggeledah siapa dulu?" seru pemuda itu agak
ragu-ragu. "Geledah dulu badannya."
"Eeeei. . .kenapa harus menggeledah diriku terlebih
dahulu?" teriak Tong Ling gusar.
"Menggeledah siapa dulu pun sama saja, bagaimana"
Kau takut?" "Baik kalau begitu, geledah dulu badanku?"
Kini Pek thian Ki-lah yang dibuat tertegun dan serba
salah, ia merasa bingung apa yang harus dilakukan untuk
mengatasi persoalan ini. Usul untuk menggeledah badan setiap orang adalah
muncul dari pikirannya, sudah tentu tugas ini harus ia
lakukan, Tapi. . . ia pun tahu kalau Tong Ling adalah
seorang gadis!" Untuk beberapa saat ia jadi gelagapan
sendiri dibuatnya. "Eeee. . . kau kenapa?" tegur Tong Ling keras.
"Aku. . ." "Ayoh, cepat kemari dan geledah badanku!"
"Baik!" Akhirnya dengan keraskan hati Pek Thian Ki
maju kedepan, pada saat ini keadaannya mirip dengan
menunggang diatas punggung harimau, mau menampik
pun tak dapat. Akhirnya ia tiba dihadapan Tong Ling dan memandang
kearahnya dengan termangu-mangu.
"Ayoh cepat!" kembali Tong Ling membentak keras.
Pek Thian Ki menggigit kencang bibirnya, dengan
menggunakan ilmu menyampaikan suara serunya: "Nona
Tong, maaf aku harus bertindak kasar." Ditengah suara
ucapan tersebut, tangannya sudah lantas merogoh kedalam
saku Tong Ling dan mengadakan pemeriksaan, tapi
didalam saku gadis tersebut ternyata tidak ditemui panji
kecil tanda dari Kiang To tersebut.
"Dia tak ada. . ." serunya sambil buru-buru menarik
kembali tangannya. "Hmmm! Kau cuma merogoh sakunya saja, badan
bagian atas serta badan bagian bawahnya tidak kau periksa,
bagaimana bisa membuktikan kalau benda tersebut tidak
ada didalam badannya?" Kembali Cu Tong Hoa berteriak.
"Soal ini. . ."
"Pek-heng, kau geledah!" ujar Tong Ling perlahan.
Dengan kejadian ini maka Pek thian Ki semakin serba
salah, dia bukanlah seorang jayhoacat (penjahat pemetik
bunga), mana boleh secara terang2an menggerayangi tubuh
bagian 'Atas' serta tubuh bagian 'Bawah' dari seorang gadis
suci" Tetapi, bagaimanapun juga ia harus melakukan
penggeledahan, sehingga akhirnya tangan pemuda tersebut
dengan sedikit gemetar mulai menggerayangi tubuh bagian
== MISSING PAGE (Halaman ROBEK)
======================================
==================== "Benar!" Sungguh suatu omongan kosong yang ngaco belo, mari
kemari! Coba kalian periksa dulu badanku."
"Apa perlunya repot-repot lagi?"
"Jikalau didalam badanku pun tiada terdapat panji tanda
pembunuhan tersebut, bukankah hal ini sama artinya kalau
aku bukan Kiang To?"
Perkataan ini agaknya membuat kedua orang itu jadi
kaget, sedikitpun tidak berhasil ditemukan panji tanda
pembunuhan tersebut, bukankah hal ini juga membuktikan
kalau iapun bukanlah si Kiang To tersebut"
"Maksudmu didalam badanmupun tidak terdapat panji
tanda pembunuhan". . ." tanya Tong Ling melengak.
"Ada atau tidak ada, bukankah sesudah digeledah segera
akan ketahuan". . ."
Sekali lagi Tong Ling melengak.
"Pek Thian Ki! Coba kau geledah badannya,"
perintahnya kemudian. Pek Thian Ki mengangguk, untuk beberapa saat ia
sendiripun dibuat bimbang, bingung dan ragu-ragu untuk
menghadapi persoalan ini, Apakah mungkin Cu Tong Hoa
benar2 bukan Kiang To"
Agaknya persoalan ini tidak mungkin terjadi. . . . karena
salah satu diantara mereka berdua pasti adalah seorang
yang bernama Kiang To, Tetapi jika ditinjau dari perubahan
sikap yan diperlihatkan Cu Tong Hoa, agaknya didalam
badannya pun sungguh2 tidak terdapat panji tanda
pembunuhan tersebut, menghadapi persoalan ini
bagaimana mungkin Pek thian Ki tidak jadi kebingungan"
Tetapi, bagaimana juga ia harus mengadakan
penggeledahan juga disaku Cu Tong Hoa. Dengan besarkan
nnyali pemuda itu berjalan kearah Cu Tong Hoa, kemudian
setelah tiba dihadapannya lantas mulai menggerayangi
badan orang itu. Mendadak. . . Sewaktu Pek Thian Ki merogoh kedalam saku Cu Tong
Hoa itulah, dari belakang tubuhnya berkumandang datang
suara teguran yang merdu:
"Pek Sauw-hiap, apa yang sedang kau lakukan?"
Mendengar teguran tersebut dengan hati terperanjat Pek
Thian Ki putar badan, maka tampaklah dibelakang
dibelakang tubuhnya entah sejak kapan sudah berdiri sidara
cantik berbaju hijau yang ditemuinya sewaktu berada
didalam Istana Harta serta diluar rumah aneh tersebut.
Pek Thian Ki jadi melengak dibuatnya. . . . Kedatangan
dari dara berbaju hijau ini benar2 sangat mendadak sekali
karena ia pernah juga memberitahukan kepadanya jika


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingin mengetahui persoalan Rumah aneh serta Istana Arak,
Istana Harta dan Istana Perempuan datanglah Kegunung
Lui Im-san. Ia berkata bahwa seluruh persoalan yang ingin diketahui
olehnya harus pergi dulu kegunung Lui Im-san baru bisa
diketahui, dan sekarang ia sudah datang kemari, tetapi tak
berjumpa dengan dara tersebut.
Siapa tahu didalam keadaan seperti ini tahu-tahu dara
cantik berbaju hijau itu sudah munculkan dirinya. Ketika
dara cantik berbaju hijau itu melihat Pek Thian Ki
memandang kearahnya dengan ter-mangu2, kembali ia
menegur dengan suara yang merdu:
Pek Sauw-hiap! Apakah kau sudah lupa siapakah
diriku?" Dari perasaan ragu-ragu dan keheranannya Pek Thian Ki
segera tersadar kembali. "Ooow. . . kiranya kau!" Jawabnya ter-buru2. "Mana
mungkin cayhe bisa melupakan diri nona" Tentunya kau
barusan saja datang bukan?"
Emmm. . . Apa yang sedang kau lakukan?"
Tong Ling yang berada disisi kalangan sewaktu melihat
munculnya seorang gadis cantik disana dan langsung
menegur pemuda tersebut, air mukanya segera berubah
hebat, Tetapi sebentar kemudian, ia sudah mengatasinya.
"Tolong tanya siapakah nama nona?" tanyanya
kemudian kearah dara berbaju hijau itu.
"Aku bernama Suma Hun!"
"Oooow! Kiranya nona Suma."
Pada waktu itu. . . Tangan Pek Thian Ki yang sudah berada didalam balik
pakaian Cu Tong Hoa sudah mulai menggerayangi badan
orang itu, sedang sinar mata Tong Ling pun dengan tajam
dan tanpa berkedip memperhatikan terus wajah Pek Thian
Ki. Sang pemuda yang akhirnya tidak berhasil juga
menemukan tanda panji apapun didalam saku Cu Tong
Hoa, lantas mengalihkan tangannya untuk menggerayangi
tubuh bagian 'Atas' Tiba-tiba. . . "Aaaaach. . .!" Pek Thian Ki berteriak kaget, tubuhnya
ber-turut2 mundur sejauh empat lima langkah kebelakang.
Pada saat Pek Thian Ki menjerit kaget itulah tubuh Tong
Ling bagaikan sambaran kilat sudah menubruk kearah Cu
Tong Hoa. "Kiranya kaulah iblis cabul. . . .iblis ganas tersebut. . ."
bentaknya keras. Bayangan manusia segera berkelebat lewat laksana
sambaran kilat, dengan menggunakan satu serangan yang
dahsyat, gadis tersebut menerjang kearah Cu Tong Hoa.
Jelas sekali Pek Thian Ki menjerit kaget karena
tangannya berhasil meraba panji tanda pembunuhan
tersebut, kalau tidak, iapun tidak seharusnya menunjukkan
perasaan kaget yang bukan alang-kepalang.
Terjangan yang dilancarkan Tong Ling kali ini benarbenar
luar biasa cepatnya, diam2 Pek thian Ki yang melihat
terjangan itupun merasakan hatinya sangat terperanjat.
Belum habis ia berpikir, serangan yang demikian gencarnya
dari Tong Ling sudah berada dihadapan tubuh Cu Tong
Hoa. Dalam keadaan tidak bersiap sedia, hampir saja Cu Tong
Hoa kena tersapu oleh datangnya serangan dari gadis itu,
Beruntung sekali ilmu silat yang ia milikipun tidak lemah,
maka dengan bersusah payah akhirnya ia berhasil juga
meloloskan diri dari ancaman bahaya.
Dengan kejadian ini maka mau tak mau terpaksa Cu
Tong Hoa harus menerima juga datangnya serangan dari
Tong Ling ini dengan keras lawan keras.
"Tahan!" bentaknya keras. Sembari berteriak, telapak
tangannya pun digetarkan mengunci seluruh lubang
kelemahan dibadannya. "Blaaam. . .!" diiringi suara ledakan yan amat keras,
angin taupan menggulung dan memecah keempat penjuru
diiringi pasir dan debu beterbangan memenuhi angkasa.
Oleh serangan yang amat gencar dari Tong Ling ini, Cu
Tong Hoa kena terdesak mundur sepuluh langkah lebih
kebelakang, air mukanya pucat pasi bagaikan mayat.
Sedang air muka Tong Ling pun mulai terlintas hawa napsu
membunuh yang amat tebal, bentaknya dingin:
"Kiang To, kau masih ada perkataan apa lagi?"
"Apa maksud dari perkataanmu itu?"
"Bukankah Pek Thian Ki sudah berhasil menemukan
panji tanda pembunuhan tersebut didalam badanmu?"
bentak Tong Ling sesudah melengak sejenak.
"Omong kosong!"
"Omong kosong". . ."
Sinar mata Tong Ling dengan cepat dialihkan dengan
tepat keatas wajah Pek Thian Ki, pada waktu itu pemuda
tersebut masih tetap berdiri termangu ditengah kalangan
tanpa berkutik, ia seperti sudah kehilangan semangat saja.
"Pek Thian Ki!" kembali Tong Ling membentak dingin.
Kau kenapa" "Bukankah kau sudah berhasil meraba panji
tanda pembunuhan tersebut?"
Begitu mendengar teguran tersebut bagaikan baru saja
bangun dari impiannya, Pek Thian Ki menelan ludah,
sedang sinar matanya lantas dialihkan kearah gadis
tersebut. "Apa yang sedang kau katakan?" tanyanya kebingungan.
"Aku sedang bertanya kepadamu, apakah kau
menemukan panji tanda pembunuhan tersebut. . .?"
Baru saja Tong Ling selesai berbicara, Cu Tong Hoa
sudah menyambung dengan bentakan yang dingin: "Pek
sauw-hiap, katakanlah" Benar atau tidak?"
Pek Thian Ki tetap membungkam dalam seribu bahasa,
ia merasa bingung untuk memberikan jawaban. Sedangkan
didalam anggapan Tong Ling, pada saat ini Pek thian Ki
tidak berani berbicara karena kaget, dan takut terhadap
keganasan dari Kiang To, maka air mukanya segera
berubah hebat. "Kiang To! Kau tak usah jual lagak lagi disini!"
bentaknya keras. Tubuhnya dengan cepat menerjang maju
kedepan, telapak tangannya dengan diiringi angin pukulan
tajam menghajar keatas tubuh Cu Tong Hoa.
"Apa yang hendak kau lakukan?" teriak Cu Tong Hoa
keras. Ditengah suara bentakan yang sangat keras, tubuhnya
mencelat kesamping sehingga angin pukulan yang
dilancarkan oleh Tong Ling kali ini tak bisa dihindarkan
lagi menghajar sebuah pohon besar dihadapannya yang
langsung terpukul patah jadi dua bagian.
"Aduh. . . maknya. . . apa yang sudah terjadi?"
mendadak dari atas pohon yang tumbang itu
berkumandang keluar suatu jeritan kaget.
Sesosok bayangan hitam dengan cepatnya jatuh
terjungkal dari atas pohon dan tidak menceng tidak melesat
persis terjatuh dihadapan Suma Hun. Dengan sebat nona
Suma gerakkan tangannya menyambar badan orang itu.
Masih beruntung Suma Hun berhasil menerima jatuhnya
badan orang itu, kalau tidak, maka orang itu kalau
bukannya patah tulang, sedikit2nya pasti akan jatuh
pingsan tak sadarkan diri. Begitu sampai diatas tanah,
kembali orang itu meloncat bangun dan memaki kalangkabut.
"Cucu kura-kura mana yang berani membokong diriku"
Kurang ajar! Maknya! Kalau ingin membunuh mati diriku,
janganlah menggunakan kesempatan sewaktu aku masih
tidur nyenyak. Munculnya suatu peristiwa secara mendadak ini, kontan
saja membuat semua orang yang ada disana jadi amat kaget
setengah mati, sinar mata mereka ber-sama2 dialihkan
kearah orang itu. Pek Thian Ki yang melihat munculnya orang itu, hatinya
pun terasa amat terperanjat karena ia segera mengenali
kalau siorang tua berbaju hitam bukan lain adalah 'Sin Si
Poa' yang ditemuinya sewaktu berada didalam Istana
Harta. Dan dia pula orang yang memberitahukan kepadanya
kalau Kiang To adalah dirinya sendiri. Dan sekarang pada
saat dan keadaan seperti ini mendadak sikakek tua yang
amat misterius ini kembali munculkan dirinya, sekarang
kemunculannya ini disengajakah, atau tidak sengaja. . ."
Setelah tertegun beberapa saat, akhirnya Pek Thian Ki
tersenyum. "Oooouw. . . . kiranya kau Loocianpwee!"
sapanya. Sinar mata 'Sin Si-poa' dengan tajam dialihkan keatas
wajah Pek Thian Ki. "Hmmm, bangsat cilik, kiranya kaupun berada disini,"
tegurnya pula lantang. "Eeeei. . .bocah! Sewaktu aku
tertidur pulas diatas pohon tadi, cucu kura2 serta bangsat
dari manakah yang membabat putus pohonku itu?"
"Aku!" jawab Tong Ling dingin.
Sinar mata Sin Si-poa pun segera dialihkan keatas wajah
Tong Ling. "Kau yang melakukan?" teriaknya gusar.
"Sedikitpun tidak salah, cayhe yang lakukan!"
"Apakah perbuatanmu itu disengaja ataukah tidak
disengaja?" "Sudah tentu tidak disengaja. . ."
"Kalau memang tidak sengaja, akupun akan ampuni
jiwamu!" "Tolong tanya siapakah nama besar dari Loocianpwee?"
"Sin si=poa!" Habis berkata ia putar badan dan berlalu
dari tempat itu. "Loocianpwee! Tunggu sebantar!" mendadak Pek Thian
Ki berteriak keras. Mendengar teriakan tersebut, Sin Si-poa langsung
menghentikan langkahnya dan menoleh memandang
sekejap kearah pemuda tersebut.
"Ada urusan apa?" "Ada urusan apa?"
"Cayhe ada beberapa urusan hendak kutanyakan
padamu!" "Sekarang kau tak ada waktu yang luang sedangkan akupun
tak ada waktu, lain kali saja kalau bertemu kembali,
biarlah kita bicarakan lagi." Dengan langkah lebah, siorang
tua itu lantas berlalu. Sedang Pek thian Ki yang ditinggal seorang diri jadi
melengak dibuatnya, Menanti siorang tua itu sudah berlalu,
kembali sinar mata Tong Ling menyapu sekejap keatas
wajah Cu Tong Hoa, bentaknya dingin;
"Kiang To! Sekarang kita orang boleh bergebrak kembali.
. ." Bayangan manusia tampak berkelebat, sekali lagi ia
menerjang kearah tubuh Cu Tong Hoa, Dimana tangan
kanannya mengayun, ber-turut2 ia sudah mengirim tiga
buah jurus serangan sekaligus dengan serangan-serangan
yang dahsyat dan mematikan.
"Hmmm! Apa kau kira aku benar-benar jeri
terhadapmu?" bentak Cu Tong Hoa ketus.
Bayangan manusia kembali berpencar, ia membalik
badan balas melancarkan tubrukan kedepan menggagalkan
setiap serangan dahsyat, dari Tong Ling.
Mendadak. . . Terdengar Suma Hun berseru tertahan,
tiba-tiba tubuhnya melayang pergi dengan melalui jalan
semula. Kedatangan dari Suma Hun sudah amat mengherankan,
kepergiannya kali ini sangat mendadak, hal ini membuat
Pek Thian Ki tidak ambil perhatian, sedang Tong Ling serta
Cu Tong Hoa yang sedang bergebrakpun semakin tidak
ambil perhatian lagi. Ditengah kalangan pertarungan antara Cu Tong Hoa
melawan Tong Ling berlangsung semakin lama semakin
hebat. Suara bentakan-bentakan keras yang memecahkan
kesunyian, dengan cepat menyadarkan kembali pemuda
tersebut dari lamunannya.
"Kalian semua berhenti bergebrak!" teriaknya keras.
Dengan bergemanya suara bentakan tersebut, kedua
orang yang sedang melangsungkan pertarungan sengit
ditengah kalanganpun segera berpisah dan menghentikan
serangannya, sinar matapun bersama dialihkan keatas
wajah Pek thian Ki. "Mengapa kalian berdua jadi bergebrak sendiri?" tegur
pemuda she Pek ini tertegun.
"Bukankah dia orang adalah Kiang To?" teriak Tong
Ling melengak. "Ngaco belo!" sambung Cu Tong Hoa cepat.
"Pek Thian Ki! Cepat kau jawab, apa yang baru saja
berhasil kau raba?" Aku. . ." untuk beberapa waktu Pek thian Ki merasa sulit
untuk mengutarakan kelar maksud hatinya.
"Ayoh cepat jawab! Bukankah kau menjerit kaget karena
tanganmu yang ada dibalik bajunya berhasil meraba panji
tanda pembunuhan yang disembunyikan olehnya bakan?"
"Buuu. . .bkan!"
"Apa" Bukan?" Agaknya Tong Ling merasakan jawaban
dari pemuda tersebut jauh berada diluar dugaannya,
sehingga sepasang mata yang jeli dengan penuh rasa
terperanjat melototi wajah Pek thian Ki tak berkedip, Untuk
beberapa saat iapun dibuat melengak dan kebingungan.
Lama. . . lama sekali ia baru bertanya kembali: "Lalu apa
yang berhasil kau raba?"
"Aku. . .aku sudah meraba. . .sudah meraba. . ."
Jawabannya tetap tidak karuan, gelagapan, ragu2 dan
bingung. Coba saudara2 terka apa sebenarnya yang berhasil diraba
oleh Pek Thian Ki" Kiranya sepasang tangan pemuda tersebut telah menyentuh
dua gumpal daging kenyal yang panas, dan empuk-empuk
merangsang didada Cu Tong Hoa. . . itulah sepasang
payudara mungil dari seorang gadis perawan!
Ternyata Cu Tong Hoa adalah seorang gadis perawan,
hal ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang ada
diluar dugaan Pek Thian Ki, oleh karena itu saking


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkejutnya ia menjerit kaget.
Tetapi justru disebabkan suara jeritan kagetnya itulah,
Tong Ling sudah salah menganggap kalau pemuda itu
berhasil menemukan panji tanda pembunuhan didada
lawan, oleh sebab itu tanpa banyak cakap lagi ia mengirim
serangan-serangan gencar untuk berusaha merobohkan
pihak lawannya. Melihat pemuda itu tetap gelagapan, Tong Ling jadi
tidak sabaran: "Eeeei. . . sebenarnya apa yang berhasil kau
raba didada orang itu" Ayoh, cepat jawab! Kenapa harus
ragu-ragu dan gelagapan tidak karuan macam begitu?"
"Ia. . .ia seperti dirimu. . . maksudku dadanya. .dadanya
seperti juga dada milik nona. . ."
"Dia. . .dia adalah seorang gadis?"
"Benar! Oleh karena itu cayhe merasa sangat
terperanjat!" "Heee. . .heee. . .heee. . . ilmu menyaru dari nona ini
benar-benar sangat lihay." dengus Tong Ling dingin.
"Wajahmu sikakek bercambang benar-benar sangat
sempurna!" "Pek Sauw-hiap!" ujar Cu Tong Hoa lagi dingin." Coba
kau kemari dan periksa lagi seluruh badanku, apakah ada
panji kecil yang aku sembunyikan dibadan!"
Dengan adanya kejadian ini, maka Pek Thian Ki jadi
serba salah, keadaan yang dihadapinya pada saat ini mirip
sekali dengan keadaannya sewaktu hendak melakukan
pemeriksaan dibadan Tong Ling.
Tetapi, bagaimanapun juga, ia harus turun tangan untuk
melakukan penggeledahan, sambik menggertak giginya
kencang2 ia berjalan kehadapan tubuh Cu Tong Hua,
kemudian kembali melakukan pemeriksaan yang sangat
teliti sekali diseluruh tubuh gadis she Cu ini baik badan
bagian 'Atas'nya maupun tubuh bagian 'Terbawah'nya.
Tetapi hasil yang didapat tetap nihil, panji yang dicari
tetap tidak ditemukan. "Tidak ada!" seru Pek Thian Ki
kemudian melengak. Dengan adanya kejadian ini, maka Tong Ling pun dibuat
tertegun ditengah kalangan, Benar! Bukti terakhir yang
mereka dapatkan ini benar-benar berada diluar dugaan
mereka bertiga. Karena didalam saku bahkan seluruh tubuh dari Tong
Ling serta Cu Tong Hoa, tidak berhasil diketemukan panji
tersebut, Hal ini sudah tentu, jelas membuktikan kalau
mereka berdua sama2 bukan Kiang To!
Heeee. . . kalian berdua sama-sama bukan Kiang To."
seru Pek thian Ki sambil tertawa pahit.
Tong Ling juga tertawa pahit; "Kemungkinan sekali kita
sama-sama mengejar Kiang To dan kebetulan berjumpa
satu dengan lainnya, sehingga masing2 lawannya adalah
Kiang To." "Sedikitpun tidak salah." sambung Cu Tong Hoa dengan
cepat. "Tidak kusangka bukan saja Kiang To tak berhasil kita
temukan, bahkan kitalah yang harus menelan kerugian
besar," kembali Tong Ling bereru sambil tertawa. "Pek
Thian Ki! Kali ini kau orang benar2 lagi untung besar."
"Cayhe tidak ada maksud untuk berbuat cabul. . ."
Tapi. . .heeeei!" Jilid 8 Bab 22 Akhirnya Tong Ling menghela napas panjang, agaknya
didalam hati ia merasa amat murung, setelah lewat
beberapa saat, ia baru berkata tawar;
"Aku mohon diri dula!" Tidak menanti jawaban lagi, ia
sudah putar badan dan berlalu.
Sebenarnya Pek Thian Ki ada maksud untuk memanggil
dirinya sewaktu melihat gadis tersebut berlalu, tetapi iapun
merasa bingung apa yang harus ia ucapkan setelah
memanggil gadis itu kembali, Terpaksa dengan pandangan
mendelong, ia memandang bayangan punggung gadis
tersebut, hingga lenyap dari pandangan. . . .
Aku pun hendak pergi!" tiba-tiba Cu Tong Hua tertawa
tawar pula. "Kau. . . .kau jangan pergi dulu!"
"Ada urusan apa" cepat katakan!"
"Per-tama2, aku minta maaf atas perbuatanku tadi. . ."
"Soal ini aku tak akan menyalahkan dirimu, soal kedua
bukankah kau ingin bertanya kepadaku siapakah aku orang,
dan darimanakah asal-usulku yang sebenarnya bukan"
Disamping itu kau ingin bertanya pula apakah Sin Mo
Kiam Khek benar-benar bernama Pek Thian Ki?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Beberapa persoalan ini untuk sementara waktu aku
tidak ingin beritahukan kepadamu, dan waktunyapun
belum tiba untuk memberitahukan seluruh persoalan ini
kepadamu, akau mau pergi!"
Tubuhnya dengan gesit segera berkelebat dan meluncur
kemuka. Dengan terpesona Pek Thian Ki memandang
bayangan punggung dari Cu Tong Hoa yang makin lama
berlalu semakain jauh, Dan ia. . tetap meninggalkan suatu
teka-teki yang membuat setiap orang mulai menduga.
Pek Thian Ki menarik napas panjang2, ia sudah puas
mencicipi tahu empuk, seluruh tubuh kedua orang gadis
itupun sudah cukup digerayangi merata, Tetapi hal tersebut
hanya meninggalkan suatu kenangan indah yang kosong. . .
. Cinta itu adalah suatu benda yang tak berujud, kejadian
yang tak dapat dilihat dengan mata, Selama hidup belum
pernah dia orang mencintai seorang gadispun. . . dan tak
pernah pula ada seorang gadispun yang menaruh rasa
simpatik atau cinta terhadap dirinya.
Pernah beberapa kali ia berusaha mendapatkannya, tapi
hasilnya tetap nihil, ia selalu gagal. Hal ini membuat
hatinya jadi tawar dan tidak percaya pada diri sendiri. . .
Disamping itu iapun mengerti bahwa dirinya tidak
memiliki perawakan serta tindak-tanduk yang dapat
menyenangkan hati kaum gadis, badannya hanya tinggal
sekerat tulang Bay-kut, ia percaya setiap gadis pasti tak
mungkin akan mencintai dirinya.
Teringat akan persoalan tersebut, sekali lagi pemuda itu
menghembuskan napas panjang, suara helaan napas
tersebut penuh dengan perasaan sedih, duka dan murung.
Mendadak. . . .agaknya ia sudah teringat akan sesuatu,
maka buru-buru menoleh tapi sebentar kemudian ia sudah
berdiri tertegun lagi. "Eeeeei. . .sejak kapan Suma Hun berlalu?" diam-diam
pikirnya. Pada waktu itulah tiba-tiba ia teringat pula akan teka-teki
yang menyelubungi mati hidup suhunya, Apakah benar
suhunya adalah Sin Mo Kiam Khek" Apakah benar2 Kiang
To adalah dirinya sendiri"
Agaknya persoalan ini ada kemungkinannya benar, tapi
ia tak dapat membuktikan kebenaran tersebut, Teringat
persoalan itu, akhirnya ia menghela napas panjang. . . .
"Aku harus pergi menyewa rumah aneh tersebut,"
gumamnya. Benar, memang seharusnya ia pergi untuk menyewa
rumah aneh itu. . . . .Syarat yang diajukan untuk menyewa rumah aneh
tersebut, pada saat ini sudah ada dua yang berhasil
dipenuhi. . . Uang emas seribu tail serta sebotol arak Giok
Hoa Lok, Satu2nya syarat yang belum berhasil ia penuhi
adalah seorang gadis cantik.
Gadis cantik hanya ada di Istana Perempuan, iapun
teringat pula perkataan dari Tong Yong itu, anak murid dari
Ciang Liong Kiam Khek; "Didalam Istana Perempuan terdapat ratusan orang gadis
cantik, setiap orang memiliki wajah yang rupawan dan
mempesonakan, tapi diantara beratus orang gadis cantik itu
hanya 'It Peng Hong' seorang yang memiliki kecantikan
melebihi orang lain. . ."
Teringat sampai disini tak terasa lagi Pek Thian Ki
tertawa, ia teringat pula dengan perkataan Tong Yong yong
mengatakan 'It Peng Hong' sudah diborong oleh Kiang To. .
. "Heeee. . .heee. . .heeee. . . aku sih kepingin benar
menggoda kau si Kiang To!" gumannya sambil tertawa
dingin. Pemuda itu tertawa, dan dibalaik suara tertawa itu penuh
mengandung perasaan percaya pada diri sendiri. Tubuhnya
dengan cepat mencelat kedepan langsung menuju kehutan
Hong Siauw Lim gunung In Hauw San. . . .
Ketika kentongan ketiga sudah tiba, Pek Thian Ki pun
sudah berada didepan Istana Perempuan.
Pada waktu itu. . . . Keadaan didalam Istana Perempuan tersebut sama sekali
berbeda keadaannya dengan apa yang dilihatnya pagi tadi,
Pintu besar terbentang lebar-lebar dengan sinar lampu yang
redup. Suara tertawa cekikikan dari perempuan tiada hentinya
berkumandang keluar memecahkan kesunyian malam. . . .
Didalam Istana Perempuan tersebut penuh dengan suasana
yang menggiurkan dan mempesonakan, membuat hati
setiap orang terasa terikat.
Perlahan-lahan Pek Thian Ki melangkah masuk kedalam
pintu, si kakek tua berbaju kuning yang pernah ditemuinya
tadi pagi segera maju menyongsong kedatangan pemuda
tersebut sambil menjura. "Saudara, agaknya pagi tadi kau sudah datang bukan?"
"Benar!" Kembali siorang tua itu tertawa. "Aku lihat tentunya
saudara baru pertama kali ini mendatangi sini". . . '
"Sedikitpun tidak salah, kedatangan chayhe ketempat
macam begini baru untuk pertama kalinya."
"Jadi maksud saudara hendak bermain-main saja?"
"Betul!" "Untuk bermain nona didalam Istana kami ada
peraturan2nya, tahukah kau orang?"
"Chayhe kurang jelas, harap Loo-tiang suka memberi
petunjuk." "Didalam Istana kami terdapat ratusan orang nona yang
masing-masing memiliki kecantikan wajah melebihi
siapapun. . ." "Soal ini sih chayhe pernah dengar orang berkata. . . ."
"Diantara ratusan orang gadis cantik cantik itu, kami
bagi pula menjadi empat golongan, Golongan pertama
adalah berbicara, golongan kedua bermain, golongan ketiga
memeluk dan golongan keempat menginap, Yang termasuk
golongan berbicara sudah tentu hanya terbatas menemani
dirimu untuk kongkow kongkow saja. . . ."
"Kalau yang termasuk golngan bermain?"
"Menemani kau main catur, main Khim, membuat syair
dan melukis." "Kalau golongan memeluk?"
"Kau boleh memeluk dirinya dan mencium bibirnya,
sedang golongan menginap" Kau boleh menemani dirinya
satu malam penuh dan selama satu malam ini dia adalah
isterimu!" "Harus membayar untuk main dengan perempuanperempuan
itu?" tanya Pek thian Ki kembali sambil tertawa.
"Uang" Sauw-hiap; Kau sudah salah menduga, yang
diarah paling utama oleh Istana Perempuan kami adalah
kawan-kawan Bu-lim dan tujuan kitapun bukan untuk
mencari keuntungan uang, Tapi untuk menentukan
golongan manakah yang bisa kau dapat harus dicoba dulu
seberapa tinggi kepandaian silat yang kau miliki."
"Lalu bagaimanakah caranya?"
"Pertama, setiap orang yang hendak memasuki Istana,
dari pihak kami akan mengirim seseorang untuk menjajal
kepandaian silat pihak lawan."
"Dan aku boleh memilih gadis yang manapun untuk
menemani aku orang menginap semalam disini?" seru
pemuda itu sambil tertawa.
"Sudah tentu boleh!"
"Diantara ratusan orang gadis cantik yang ada dalam
Istana Perempuan ini, menurut Loo-tiang siapakah yang
tercantik." "Waaah. . .soal ini sukar untuk ditentukan! Untuk
mengikuti selera setiap orang bukan suatu soal yang
gampang, apalagi setiap orang mempunyai cara berpikir
sendiri-sendiri, Ada orang yang suka dengan kepala tinggi,
muka lebar seperti kuda, ada pula yang suka sedangan,
dengan wajah yang mengiurkan, ada pula yang suka gadis
berwajah cantik, ada yang ingin pinggul montok. . ."
"Tetapi rasanya tidak mungkin kalau tak ada seorang
gadispun yang dianggap umum paling cantik bukan?"
potong sang pemuda sambil menyengir.
"Sudah tentu ada!"
"Siapa?" "Giok Kong Su Kiauw (empat gadis cantik dari Istana
Pualam), Keempat orang gadis ini merupakan gadis-gadis
yang memiliki raut wajah paling mempesonakan, Pertama
adalah 'It Peng Hong' yang kedua, 'Ting Siang' ketiga 'Giok
Lian Hoa, dan terakhir 'Siauw Tauw Hong'. . ."
"Kalau begitu 'It Peng Hong' merupakan gadis yang
kecantikan wajahnya melebihi siapapun?"
"Betul. . . cuma ia sudah tidak termasuk dalam
hitungan!" "kenapa?" sengaja Pek Thian Ki bertanya.
"Ia sudah diborong oleh Kiang To."
"Loo-tiang!" Kalau begitu adanya urusan kan salah
besar, kalau memangnya Istana kalian tidak melayani
perbuatan2 seperti tempat diluaran, lalu menggunakan cara
apa Kiang To memborong 'It Peng Hong'?"
"Sudah tentu ilmu silat."
"Oooow. . . Sekarang aku paham sudah, Majikan kalian
tentu jeri terhadap kepandaian silat yang dimiliki Kiang To,
maka dari itu kalian lantas persembahkan 'It Peng Hong'
kepada Kiang To!" "Salah. . . salah besar, bukan demikian urusannya!


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebetulnya beginilah kejadiannya, untuk bisa memborong
seorang nona, maka pihak tamu harus meninggalkan
setengah jurus ilmu silat, bilamana Cong-koan kami tak
berhasil memecahkannya, maka pihak lawan boleh
memborong seorang nona diantara ratusan nona yang ada."
"Kalau begitu! Kiang To pun sudah meninggalkan
sejurus ilmu silat yang tak berhasil dipecahkan oleh Congkoan
kalian?" "Benar!" "Adakah orang lain yang berusaha untuk mendapatkan It
Peng Hong?" "Sudah tentu ada! Orang2 ini hampir-hampir saja
menemui ajalnya ditangan Kiang To, Walaupun Cong-koan
kami sudah memberi peringatan sebelum mereka bertindak,
tapi mereka tidak suka mendengarkan nasehat itu, bahkan
begitu ngotot hendak mencari nona 'It Peng Hong'."
Pek thian Ki tersenyum, ketika itu kembali ada beberapa
orang Bu-lim yang berjalan masuk kedalam Istana
Perempuan. Pemuda itupun lantas mengucapkan terima kasihnya
kepada siorang tua itu, dengan mengikuti dari belakang
jago-jago Bu-lim tersebut pemuda itu masuk kedalam pintu
Istana. Tempat itu merupakan sebuah ruangan besar yang
lebarnya bukan main, baru saja pemuda she Pek itu berjalan
masuk, seorang gadis berbaju kuning sudah maju
menyongsong kedatangannya.
"Kongcu, apakah kau mendatangi Istana kami untuk
mencari nona" "Benar!" "Entah gadis mana yang paling kongcu sukai?"
"Golongan yang terakhir?"
Mendengar perkataan tersebut, sidara berbaju kuning itu
rada melengak dibuatnya, sebentar kemudian ia sudah
tertawa cekikikan. "Kau ingini seorang nona untuk menemani kau tidur
satu malam?" "Sedikitpun tidak salah!"
Dengan sinar mata yang tajam dara berbaju kuning itu
memperhatikan diri Pek Thian Ki dari atas hingga
kebawah, Agaknya gadis tersebut sedang berkata; "Usia
masih muda, badan sudah tinggal sebaris Bay-kut, delapan
bagian tentu habis dikarenakan main perempuan terlalu
banyak. . ." "Eeee. . . bagaimana" Tidak boleh?" tegur Pek Thian Ki
rada melengak. "Boleh. . . boleh! Sudah tentu boleh, cuma saja rada tidak
gampang. . . /' "Tidak gampang?"
"Benar! Untuk mendapatkan seorang nona yang
menemani kau semalam, maka kepandaian silat yang kau
miliki harus bisa menangkan dulu kepandaian dari Congkoan
kami, sedangkan kau kelihatannya lemah-lembut tidak
bertenaga, Aku lihat tak mungkin bisa jadi!"
Pek Thian Ki tertawa; "Cayhe ada maksud untuk men-coba2, kemungkinan
sekali ketika Cong-koan kalian melihat badanku tinggal
sebaris Bay-kut saja lantas memberi satu kesempatan baik
buatku, Bukankah hal ini ada kemungkinannya?"
"Hmmm! Kau jangan bermimpi disiang hari bolong,
cuma kalau memang kau minta seorang nona untuk
menemani dirimu, terpaksa akupun akan laporkan urusan
ini kepada Cong-koan."
"Nona silahkan. . ."
Sambil menanti datangnya gadis itu kembali Pek Thian
Ki jalan mondar-mandir didalam ruangan besar.
Mendadak. . . . Dari pintu luar Istana berkumandang
datang suara teriakan yang amat keras!
"Kawan-kawan sekalian, Diatas kata-kata wanita ada
pisaunya, sejak dahulu kala perempuan disebut orang
sebagai bibit bencana, banyak enghiong hoohan yang mati
didalam pelukan kaum perempuan. Mari. . . mari. . . .mari.
. . untuk mengetahui apakah akhirnya kalian akan mati
karena perempuan atau tidak, silahkan datang untuk
menanyakan nasib, kemungkinan sekali urusan berat
diselesaikan, mari silahkan mencoba, tidak dipungut
bayaran." Suara gemboran tersebut amat keras bagaikan sambaran
geledek, terasa ditelinga mendengung tiada hentinya.
Mendengar suara tersebut, Pek Thian Ki merasa hatinya
tergetar sangat keras, ia merasa suara orang itu sangat
dikenal olehnya. Mendadak ia teringat kembali, suara tersebut agaknya
berasal dari mulut si Sin Si-poa, yang sudah pernah
ditemuinya beberapa kali. Tubuhnya dengan cepat mencelat
kedepan, dan melayang keluar dari pintu Istana.
"Kawan, siapakah namamu, ingin tanya apa," Waktu itu
terdengar Sin Si-poa sedang berseru.
"Cayhe she Lim bernama Cun Seng, lahir tanggal tiga
bulan lima tengah malam, aku ingin menanyakan nasibku.
"Tanya nasib?" Baik. . .baik. . ."
Pek thian Ki yang sudah tiba didepan pintu, segera dapat
melihat dibawah sebuah pohon liu yang lebat tergantung
sebuah lampu teng-tengan yang memancar cahaya tajam,
dibawah pohon terdapat sebuah meja dan dibelakang meja
berdirilah seorang tua yang berbaju hitam yang bukan lain
adalah Sin Si-poa. Secarik kain putih dengan lima buah tulisan besar
tergantung didepan meja tersebut. "Ahli Ramal dari Kolong
Langit!" Disamping tulisan besar itu tertera pula beberapa
tulisan dengan kata-kata yang lebih kecil.
"Melihatkan nasib orang-orang Bu-lim, Membacakan
takdir tamu-tamu Kang-ouw." Ditengah tulisan tersebut
tertera pula sebuah tulisan yang sangat menyolok;
"Bilamana tidak cocok batok kepala dihadiahkan sebagai
pengganti. . . ." Sungguh bualan seorang sinting! Sekalipun Sin SI-poa
adalah seorang dewa, iapun tidak mungkin bisa mengetahui
nasib manusia dikolong langit dengan demikian jelasnya.
Tetapi bukan saja pihak lawan mengarahkan
pekerjaannyan ini terutama bagi orang2 Bu-lim, bahkan
syarat yang diajukan sangat mengejutkan pula. Bila tidak
cocok, batok kepala akan dihadiahkan, suatu syarat yang
sangat mengejutkan. Pada waktu itu ada seorang lelaki berusia pertengahan
sedang menanyakan nasibnya, Terdengar Sin Si-poa
tertawa terbahak-bahak. "Ha. . .haaa. . .haaa. . . kawan, bolehkah aku orang
langsung membicarakan persoalan ini?"
"Sudah tentu." "Jika ditinjau dari nasibmu, agaknya nama maupun
kekayaanmu hanya termasuk golongan biasa saja," ujar Sin
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 11 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Duri Bunga Ju 6
^