Pencarian

Naga Pembunuh 20

Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara Bagian 20


segalanya yang mereka rasakan di tengah telaga tadi hilang!
Hancur! "Eihh!" Giam Liong terkejut dan terbelalak. "Apa yang
terjadi, Han Han. Mana kakek itu!"
"Benar, mana kakek itu. Mana Sian-su!" Han Han juga
bingung, terbelalak. "Dan kita, eh.... kita berada di kamar
sendiri, Giam Liong. Kita bermimpi!"
Dua pemuda ini menjublak. Mereka ternyata ada di kamar
sendiri dan bantal guling mereka jatuh di lantai. Serasa terjun
dari alam gaib saja dua pemuda ini me lotot. Mereka tak tahu
dan tak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi. Tapi ketika
di sana terdengar jeritan Tang Siu dan ayam jantan berkokok,
Giam Liong dan Han Han berkelebat menuju kamar gadis itu
maka terlihatlah bahwa Tang Siu maupun Yu Yin sama-sama
terjatuh dari tempat tidur dan bantal atau guling mereka juga
berantakan, ada di lantai.
"Kami..... kami bertemu Sian-su. Kami bermimpi. Mana
kakek itu....!" "Benar," Yu Yin juga kebingungan dan tiba-tiba ngeri.
"Kami bercakap-cakap dengannya, Giam Liong. Dan kalian ada
pula di sana. Tapi bagaimana tahu-tahu kami ada di sini, di
kamar kami kembali!"
"Bersama kami?" Han Han terbelalak.
"Ya, bersama kalian, Han Han. Kita berempat berada di
perahu dan bercakap-cakap dengan kakek dewa itu. Kakek itu
bicara tentang aku dan dendam. Ia mengupas syairnya!"
"Hm...!" Han Han menoleh kepada Giam Liong. "Aneh
sekali, Giam Liong. Kita bermimpi tapi seolah tidak bermimpi.
Tapi kalau tidak bermimpi nyatanya kita seperti mimpi. Coba
kaujelaskan lagi apa yang terjadi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertanyaan terakhir ini ditujukan kepada Tang Siu. Han Han
minta gadis itu menceritakan bagaimana Tang Siu bertemu
dan bicara dengan Sian-su, apa yang terjadi dan bagaimana
akhirnya. Dan ketika semua "mimpi" itu tepat sekali dengan a-
pa yang mereka lihat dan rasakan, bahwa Han Han maupun
Giam Liong juga sama-sama merasa berhadapan dan bicara
dengan kakek itu di tengah telaga, berempat dengan Tang Siu
dan Yu Yin maka empat anak muda ini saling pandang dan
muka mereka menunjukkan keheranan sekaligus ketakjuban.
Bulu tengkuk meremang! "Aku melihat bulan dan bintang-bintang begitu dekat di
atas kepala kita, hanya belasan meter saja. Tapi ketika kakek
itu selesai bicara dan mengebutkan lengan bajunya tiba-tiba
terdengar ledakan dan kami semua terlempar ke mari!"
"Dan aku merasa ganjil bagaimana rumah dan taman-
taman di sini ada di atas perahu itu. Aneh sekali!"
"Tentu kita mimpi, sama-sama ke alam gaib!"
"Hm," Han Han menggeleng. "Kalau mimpi tak mungkin
pakaianmu basah kuyup, Tang Siu. Kita tidak sedang
bermimpi!" "Benar," Giam Liong juga menggeleng. "Kita tidak sedang
bermimpi, Tang Siu. Lihat bahwa Y u Yin maupun Han Han dan
aku sendiri basah kuyup. Kita tadi tercebur di telaga!"
"Mentakjubkan... luar biasa. Kalau begitu apa namanya ini!"
"Aku juga tak tahu, tak mengerti. Tapi itulah kenangan kita
yang indah!" Pada saat itu berkesiur dua bayangan tubuh. Empat anak
muda yang sedang bercakap-cakap dan merasa senang tapi
juga seram ini tak habis-habisnya merasa heran Seumur hidup
baru kali itulah mereka merasa sesuatu yang ganjil, aneh luar
biasa. Tapi begitu dua bayangan berkelebat di kamar mereka
dan Ju-taihiap suami isteri terkejut melihat sepasang muda-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda ini, mendengar ribut-ribut dan melihat pakaian mereka
yang basah kuyup maka kontan saja pendekar itu berseru,
"Eh, apa yang terjadi. Apa yang kalian perbincangkan. Dan
kenapa semuanya seakan habis mencebur di telaga!"
Han Han maju bicara. Dialah yang menyambut dan
memberitahukan ayah ibunya perihal keanehan yang mereka
alami ini. Ayam jantan kembali berkokok dan ternyata hari
telah terang tanah. Dan ketika suami isteri itu tertegun dan
seakan tak percaya, cerita anaknya ini seperti dongeng saja
maka muncullah Kim-sim Tojin yang juga berkelebat datang.
"Siancai, itulah Siau-hun-hwe-sing-sut (Ilmu Menembus
Badan Mengeluarkan Roh).. Aih, hanya kakek dewa seperti
Bu-beng Sian-su saja yang mampu melakukan itu. Kalian
beruntung, telah dibawa ke alam gaib!"
Beng Tan dan isterinya mengangguk-angguk. Akhirnya
mereka sendiri juga teringat peristiwa yang mereka alami dulu
betapa mereka juga seakan-akan dibawa terbang dan
menembus alam roh. Kini putera mereka dan tiga yang lain
juga meng alami hal serupa. Dan karena Beng Tan maklum
betapa kakek itu amatlah saktinya, apa saja dapat dilakukan
tanpa sesuatu yang sukar maka pendekar ini menarik napas
dalam-dalam dan diam-diam kecewa kenapa dia tidak
diikutsertakan. "Hm, beruntung sekali. Luar biasa. Tapi kenapa kakek itu
hanya mengajak kalian berempat dan tidak bersama kami-
kami ini." "Entahlah," Han Han juga tak mengerti. "Tapi kami telah
mendapat pelajaran bagus dari wejangan kakek itu, ayah.
Sian-su mengupas tentang ego dan rasa milik!"
"Apa saja katanya," sang ayah bersinar-sinar. "Sayang
bahwa kami tak tahu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ego atau rasa ke-aku-an sering dipindah-pindahkan
tempatnya oleh manusia. Yang seharusnya hati dimasuki ego
dan ego sendiri merambah hampir ke segenap penjuru
permasalahan!" Han Han mencoba menerangkan.
"Wah-wah, apa ini. Coba yang urut!" Kim-sim Tojin
tertawa, berseru karena Han Han masih baru dan agaknya
bingung bagaimana harus mulai. Tapi ketika Tang Siu
membantu bahwa ego atau aku harus ditempatkan secara
proposionil, jangan memasuki urusan hati kalau hati yang
sedang bicara maka pemuda ini mengangguk-angguk.
"Ya-ya, begitu.... begitu. Ego atau aku telah begitu serakah
merambah ke tempat yang bukan tempatnya dan ia
menjungkirbalikkan manusia sehingga manusia jadi terjebak
dan terseret ke dalam nafsunya. Ego mengajarkan rasa milik,
sedangkan kita ini sesungguhnya tak punya hak milik!"
"Hm, hak milik" Tak punya" Lalu kalau begitu manusia
mempunyai hak apa?" "Hak manfaat, suhu. Manusia hanya memiliki hak manfaat,
itu saja. Hak milik hanya dimiliki oleh Yang Maha Tunggal alias
Yang Mahakuasa. Semua rasa milik yang kita miliki adalah
semu, baik itu keluarga atau apapun saja!"
"Wah, aku jadi ingin mendengar. Coba kau ulang lagi!"
Kim-sim Tojin berseru. "Dan hak milik atau rasa kemilikan menjerumuskan
manusia ke dalam permusuhan dan pertikaian. Mereka
terjebak oleh ke-aku-annya yang tinggi. Padahal manusia
sesungguhnya tak mempunyai apa-apa!"
"Ha-ha, ceritakan kepadaku, anak muda. Aih, sayang benar
pinto tak berhadapan sendiri dengan kakek itu. Wah, pinto
kecele!" Han Han tersenyum. Ia dan Tang Siu lalu silih berganti
mengoper apa yang mereka dengar dari Bu-beng Sian-su. Yu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yin juga ikut menyambung dan hanya Giam Liong yang tidak
ikut bicara dan diam saja. Dan ketika semua orang duduk
mendengar dan tenggelam dalam keasyikan itu, Giam Liong
bergerak dan keluar secara diam-diam maka pemuda buntung
ini sudah duduk di tepi telaga tepekur memperhatikan tempat
di mana semalam ia seakan bermimpi bercakap-cakap dengan
kakek dewa itu di sana. Air telaga beriak tenang dan Giam Liong menarik napas
dalam-dalam. Tempat di mana semalam mereka berbincang
dengan Bu-beng Sian-su ternyata biasa-biasa saja. Tempat itu
damai dan hening. Kecipak lembut dari riak telaga membawa
daun-daun kering yang hanyut secara berirama, naik turun
perlahan-lahan dan tampak-ada sesuatu benda putih terbawa
pula oleh riak telaga ini, melekat atau "nangkring" di sehelai
daun kering menuju ke arah Giam Liong. Dan karena Giam
Liong tertuju pandangannya ke sini dengan mata mengamati,
mula-mula kosong dan tak acuh mendadak ia kaget mengira
benda putih yang disangkanya sebagai sampah biasa itu
adalah sebuah surat! Ia tertegun dan tak percaya. Benda putih di atas daun
kering yang terbawa riak telaga ini kian mendekat.... dekat
dan dekat dan..... Giam Liong akhirnya melompat dan
menyambar surat itu, kertas putih yang dilipat manis
sebagaimana layaknya sebuah surat yang baik, meskipun
sedikit basah. Dan ketika Giam Liong tertegun karena surat itu
diperintahkan untuk diserahkan kepada Yang Im Cinjin
ataupun Kim-sim Tojin, dua kakek lihai dari Kun-lun dan Laut
Selatan maka Giam Liong terkesima dan mengamati sampul
surat itu: Berikan kepada Yang Im Cinjin ataupun Kim-sim Tojin.
Sian-su Giam Liong bengong. Sekarang ia yang menjadi perantara
padahal beberapa hari yang lalu dua kakek itulah yang
mendapat surat dan disuruh menyerahkannya kepadanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aneh sekali sepak terjang kakek ini, penuh rahasia. Tapi ketika
ia mau membalik dan kembali ke dalam ternyata berkelebat
bayangan-bayangan kakek itu dan te m an-temanny a.
"Giam Liong, apa yang kau pegang itu. Kenapa
menyendiri!" "Hm," Giam Liong merasa kebetulan.
"Ada surat untuk Kim-sim totiang, Yu Yin. Aku mendapat ini
dari Sian-su." "Surat?" "Ya, silahkan totiang terima dan baru-saja kudapat!" Giam
Liong langsung memberikan itu kepada Kim-sim Tojin, kakek
ini sudah di depan dan langsung saja surat itu diterima. Dan
ketika ia terkejut tapi cepat membukanya, entah apa isinya
mendadak kakek ini tertawa bergelak.
"Ha-ha, syair lagi, anak-anak. Kelanjutan dari ini. Aih, aku
dan Yang Im Cinjin ditantang untuk menjawab debat kami
dulu. Ha-ha, kakek dewa itu luar biasa. Ia akan mengakhiri
pembicaraan yang belum lengkap. Ia akan bicara tentang
Kebenaran!" "Kebenaran" Surat itu hanya terisi syair?" Tang Siu
terbelalak. "Ya, lihat dan bacalah. Pantas Cinjin tak mau di sini karena
mungkin khawatir bertemu kakek itu. Atau mungkin ada
sebab-sebab lain. Ha-ha, kami telah menantang untuk bicara
tentang Kebenaran!" Tang Siu menyambar dan membaca surat ini. Ternyata
isinya memang syair dan teman-temannya mendekat. Han
Han dan lain-lain menjadi penasaran dan merekapun
membaca. Dan ketika sebuah syair kembali terlihat tapi kali ini
lebih hebat, pening dan puyeng untuk mencerna isinya maka
Han Han menarik napas dalam-dalam dan mundur menarik
diri. Ia merasa tak dapat mengupas dan ayah ibunya juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu. Syair untuk Giam Liong agak mudah tapi syair baru ini
lebih sukar. Penuh teka-teki, misterius. Namun ketika K im-sim
Tojin justeru berseri-seri dan penuh kegembiraan, teringat
perjumpaannya dulu dengan kakek dewa itu bersama guru
Han Han maka kakek ini berkata,
"Aku telah menantangnya untuk bicara tentang Kebenaran.
Dan kakek itu kini menjawab dengan syairnya. Hm, akan
kuberikan Cinjin dan kuberitahukan kepadanya. Kami tak mau
kalah!" "Apa yang suhu lakukan?"
"Kami orang-orang tua menantangnya berdebat, Tang Siu.
Dan Bu-beng Sian-su menjawabnya. Ha-ha, pinto ingin
bertemu dengannya dan mengupas rahasia ini. Siapa yang
menang!" Ju-taihiap bersinar-sinar. Ia telah membaca dan mengingat-
ingat isi syair itu. Ia juga ingin mengupas. Tapi ketika Kim-sim
Tojin memandang kepada muridnya dan lalu kepadanya maka
kakek itu berseru, "Taihiap, pinto kecele menunggu Bu-beng Sian-su. Kakek
itu telah menemui anak-anak dan rupanya sengaja tak mau
diganggu. Tentu sekarang pinto harus pulang dan biarlah
urusan anak-anak pinto tunggu kelanjutannya dari kebijaksanaanmu. Pinto harus kembali dan biarlah sekarang
juga pinto pergi!" "Eh, totiang terburu-buru?"
"Ha-ha, tak ada lagi yang dinanti, taihiap. Muridku kubawa
dan biarlah sekalian Yu Yin juga ikut pinto. Kau datanglah ke
Kun-lun dan pinto menjadi wali bagi gadis-gadis ini menerima
pinanganmu di sana. Mereka akan kusiapkan untuk dua
pemuda itu kalau kau sudah datang!"
Yu Yin terkejut. Ia tiba-tiba merasa girang tapi juga tak
enak berpisah dengan Giam Liong. Mereka berdua ternyata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak "dipingit" dulu sambil menantikan lamaran itu, jadi
kakek ini langsung menjadi walinya. Dan ketika ia mendapat
cubitan Tang Siu dan tahulah ia bahwa temannya inilah yang
mengatur semuanya itu, Y u Yin terharu dan terisak mengucap
terima kasih maka Beng Tan mengangguk-angguk dan
tertawa berkata, "Baiklah, totiang. Aku akan mengurus pernikahan dua anak
muda ini secepatnya. Terima kasih bahwa kau mau menjadi
wali Y u Yin. Dan aku tentu saja akan mewakili putera-puteraku
ini menjodohkan mereka. Pergilah, selamat jalan....!"
Kakek itu tertawa bergelak. Yu Yin dan Tang Siu telah
disambar dan belum habis dua gadis itu melambaikan tangan
tahu-tahu sudah diangkat dan diajak terbang ke perahu. Anak-
anak murid Hek-yan pang bermunculan dan saat itu semua


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang, terbelalak dan tertegun melihat kakek ini sudah
mengayuh perahunya dengan cepat meninggalkan pulau. Dan
ketika ia juga melompat dan mengajak dua gadis itu
mendarat, mereka telah tiba di seberang maka si kakek seolah
tak mau tahu ketika dua gadis ini menoleh dan berteriak ke
belakang, "Giam Liong, kutunggu kau!"
"Han Han, cepat datang ke Kun-lun...!"
Dua pemuda di seberang melambaikan tangan. Han Han
dan Giam Liong tentu saja membalas, Han Han tampak
gembira dan berseri-seri. Tapi ketika Giam Liong menunduk
dan tampak kesedihannya, entah apa yang dipikir maka Beng
Tan menjawil isterinya untuk mengajak dua pemuda itu ke
dalam. Urusan telah selesai dan pagi itu burung-burung
berkicau riang. Seperti biasanya air telagapun berdesir lebih
kuat ketika berhembus angin segar. Suami isteri ini menghibur
Giam Liong untuk tidak bersedih. Mereka berjanji bahwa
seminggu lagi pinangan itu disampaikan. Dan ketika benar
saja seminggu kemudian mereka ke Kun-lun dan sebulan
setelah itu pesta pernikahan dilangsungkan, dua muda-mudi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini berkumpul kembali maka beberapa hari setelah itu Giam
Liong minta pamit. Si buntung ini tak mau tinggal di situ karena ia akan ke
Lembah Iblis. Golok Maut akan dikubur dan di sanalah
tempatnya semula. Dan karena pemuda itu tak mungkin
dicegah dan pasangan muda ini meminta diri, Tang Siu dan Yu
Yin bertangis-tangisan maka mereka saling lepas dengan
keharuan yang besar. "Kami akan merantau, mencari tempat tinggal baru. Kelak
kami akan berkunjung ke sini lagi jika sudah menemukan
tempat itu." "Baik, pergilah, Giam Liong. Dan ingat, kalian berdua tak
ubahnya putera-putera kami sendiri. Jangan lupakan kami,
orang-orang tuamu ini."
Giam Liong memeluk pendekar itu. Air matanya basah dan
pemuda ini berbisik menyatakan maaf. Dan ketika ia
melepaskan orang tua ini dan Han Han ganti memeluknya,
dua pemuda yang pernah bertanding hebat itu kini tampak
bercucuran air mata maka Han Han mengingatkan agar Giam
Liong datang dan tidur lagi sekamar, sepembaringan.
"Tempat tidur itu tak akan kuperbolehkan dipakai s iapapun,
bahkan isteriku sendiri. Datang dan tengoklah aku, Giam
Liong. Aku ingin merasakan kehangatan dan hubungan cinta
kasih persaudaraan ini. Hati-hati dan buanglah semua
keganasanmu dulu." Giam Liong mengangguk, la melepaskan diri dan sekali lagi
menguatkan hati. Yu Yin tersedu-sedu dan semua anak murid
bengong. Dan ketika pemuda itu membalik dan menjejakkan
kakinya kuat-kuat maka si buntung inipun sudah menyambar
isterinya dan jerit atau panggilan di tepi telaga hanya dibalas
lambaian tangan. Lalu begitu keduanya lenyap meluncur
keluar hutan maka Ju-taihiap dan lain-lain mengusap air mata
mereka. Tang Siu terhuyung dan pingsan di pelukan Han Han!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
TAMAT Triyagan, 06-12-89 -ooo0dw0ooo- Bagus Sajiwo 12 Darah Dan Cinta Di Kota Medang Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Pusaka Negeri Tayli 4
^