Pencarian

Naga Pembunuh 7

Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara Bagian 7


tenaga maka Beng Tan ragu apakah dia mampu menghadapi
pemuda ini. Namun Beng Tan adalah seorang jago yang bernama
besar. Setelah Golok Maut tiada, diakui atau tidak, dialah
orang terlihai saat itu. Dunia kang-ouw mengakuinya. Dan
karena lawan sudah siap di depannya dan menangkap Wi
Hong harus merobohkan pemuda itu, bekas putera yang kini
akan bertarung membela kepentingan masing-masing maka
pendekar itu bergerak dan sudah memasang kuda-kuda.
"Majulah!" sang ayah menantang. "Lama kita tidak
bertanding, Giam Liong. Mari kesempatan ini kau isi dengan
mengeluarkan semua kepandaianmu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giam Liong bangkit berdiri. Setelah berlutut dan mencium
tanah dia menganggap tak perlu sungkan lagi. Dia sudah
minta maaf dan tentu saja dia tak akan membiarkan ibu
kandungnya ditangkap. Ayahnya itu pasti akan menghukum
ibunya dengan keras, apalagi Swi Cu, bibi atau bekas ibunya
itu pula. Maka ketika sang ayah berdiri menantang dan kuda-
kuda yang dipakai ayahnya adalah kuda-kuda bersudut, satu
kaki ditekuk ke depan sementara pinggang ke atas tegak
lurus, satu sikap bertahan sekaligus menyerang maka Giam
Liong menarik napas dan memasang kuda-kuda sejajar, dua
lengan diangkat sementara lengan yang satu ditarik ke dalam
dengan kedua kaki bengkok ke depan, satu pasangan kuda-
kuda yang menandingi kuda-kuda bersudut!
"Ayah saja yang memulai," pemuda itu berkata, tenang
namun matanya mencorong lebih kuat, sikap dan kata-
katanya membuat anak murid merinding karena terasa begitu
dingin dan beku! "Aku mengalah tiga jurus, ayah. Setelah itu
baru membalas!" "Hm, kau yang datang, kau yang harus mulai lebih dulu!"
"Tapi ayah adalah orang yang lebih tua, harus kuhormati
lebih dulu!" "Tidak, aku tuan rumah, Giam Liong. Kali ini kau adalah
tamu. Majulah, dan jangan banyak bicara!" tapi ketika Giam
Liong hendak bergerak dan menyerang, pasangan kuda-kuda
sudah siap berobah tiba-tiba Wi Hong berkelebat dan
melengking ke depan. "Tunggu!" wanita itu berseru. "Kalah menang harus
ditentukan taruhan, Beng T an. Sebelum dilanjutkan sebaiknya
kalian masing-masing sama berjanji. Siapa yang kalah dialah
yang harus menurut kepada yang menang. Dan aku hanya
mengharap kau memberi tahu siapa pembunuh suamiku itu!"
"Betul," Giam Liong terkejut, sadar. "Bertanding tanpa
memberi tahu keinginan masing-masing adalah percuma,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayah. Aku hanya ingin tahu siapa dan dimana pembunuh
ayahku itu, kalau kau kalah. Tapi kalau kau menang terserah
apa yang akan kau minta!"
"Hm," Beng Tan berpikir, juga terkejut. Tapi ketika dia
belum menjawab tiba-tiba isterinya melengking. "Suamiku, tak
perlu menuruti semua omongan itu. Kalau kau kalah biarlah
mereka membunuh kita. T api kalau mereka kalah kitalah yang
akan membunuhnya!" "Hm!" Beng Tan menggeleng, tak setuju. "Bunuh-
membunuh adalah pekerjaan yang tak kusukai, niocu. Kalau
aku kalah dan mau dibunuh terserah, tapi kalau aku menang
aku hanya meminta mereka tak meneruskan niatnya dan
memberi tahu dimana anak kita itu! Bagaimana?"
"Tidak, aku tak setuju. Lebih baik kita mampus atau
mereka!" "Hi-hik!" W i Hong terkekeh, meloncat dan kembali ke dekat
puteranya, melihat Swi Cu mau menggagalkan maksudnya.
"Suamimu sudah bicara, Swi Cu. Dan aku menerima. Kalau
kau menganggap suamimu bukan seorang penjilat ludah
tantangannya kupenuhi. Aku siap menggagalkan maksudku
bertanya tentang pembunuh itu kalau pihakku kalah, tapi
kalau pihak kalian yang kalah maka suamimu harus memberi
tahu siapa dan dimana pembunuh itu!"
"Aku tak dapat menerangkan siapa pembunuh ini, kecuali
dimana kira-kira ia berada. Kalau kau bertanya siapa dia terus
terang tak dapat kukatakan!" Beng Tan menukas, bersinar dan
marah karena merasa dirinya direndahkan.
Wi Hong seolah menganggapnya sebagai pihak yang pasti
kalah, demikian percaya kepada puteranya sendiri dan tentu
saja pendekar itu merah mukanya. Tapi mengingat bahwa
Giam Liong mendapatkan sebagian besar ilmu-ilmunya
darinya, hal yang agak menenangkan pendekar ini maka dia
menjawab sambil mengingatkan lawan. Dia tak mau memberi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu siapa sebenarnya si Kedok Hitam itu kecuali dimana kira-
kira ia berada, karena ia memang tak ingin memberi tahu
siapa si Kedok Hitam itu, semata untuk menjaga keonaran
atau banjir darah lagi. Tapi Wi Hong yang terkekeh dan
mengejek kepadanya berkata bahwa itupun tak apa.
"Jangan sombong. Di dunia ini ada dua orang yang dapat
kutanya, Beng Tan, bukan hanya dirimu saja. Kalau kau tak
mau maka aku sudah memberi tahu kepada puteraku untuk ke
kota raja, bertanya kepada Coa-ongya!"
Beng Tan terkejut. Perobahan wajah yang tampak jelas
tiba-tiba membuat pendekar itu surut selangkah, kata-kata
lawan membuatnya berdetak, kaget. Tapi ketika dia dapat
menenangkan guncangan dirinya lagi dan berdiri tegak, muka
sudah biasa maka pendekar itu berkilat dan menutup
pembicaraan. "Baik, kalau begitu tak perlu banyak mulut, W i Hong.
Kenapa kau kesini dan tidak ke Coa-ongya. Tentu kau takut
menghadapi banyak orang dan merasa dapat menguasai aku.
Majulah, suruh puteramu mulai!"
Wi Hong tertawa. Setelah Beng Tan menyetujui maksud
hatinya dan taruhan itu dapat dibuat, yang kalah harus tunduk
kepada yang menang maka harapan untuk mengetahui siapa
dan dimana pembunuh suaminya itu dapat dilacak. Dia akan
memulai ini bersama puteranya. Pergi ke istanapun dia tak
takut, asal bersama puteranya yang lihai itu. Dan ketika dia
mundur dan menepuk pundak puteranya, agar maju dan mulai
menyerang maka Giam Liong diam-diam tertegun dan
terkejut. Tak ada maksud di hatinya untuk menggagalkan atau
membatalkan mencari si pembunuh itu. Dia akan berusaha
sampai titik darah terakhir untuk menemukan si Kedok Hitam.
Dia sudah bersumpah! T api karena ibunya sudah menyatakan
janji dan itu tak dapat ditarik lagi, diam-diam pemuda ini
menyesali kesembronoan ibunya maka Giam Liong bertekad
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk memenangkan pertandingan. Apa boleh buat, dia harus
mengalahkan ayahnya itu. Bukan karena ambisi melainkan
semata agar dapat mencari pembunuh ayah kan-dungnya.
Ayahnya inilah orang yang paling tahu siapa pembunuh itu,
orang yang hanya dikenal sebagai s i Kedok Hitam. Dan ketika
Giam Liong tak dapat mundur selain maju dan harus menang,
keberingasan dan tekadnya tak dapat dicegah maka muka
pemuda itupun menjadi merah sementara rambut di atas
kepalanya berkilat-kilat seperti api yang marong (membara)!
"Baiklah, kita mulai, ayah. Dan cabut senjatamu agar kita
segera menyelesaikan persoalan ini!"
"Tidak, kau saja yang mencabut senjatamu, Giam Liong.
Pinjam pedang ibumu kalau kau tidak membawa!" Beng Tan
berkata, tak tahu Golok Maut yang disembunyikan di balik
punggung pemuda itu. Giam Liong menyimpannya di balik bajunya yang
kerombyong, longgar dan besar hingga tak dapat dilihat
ayahnya itu, apa-lagi dia selalu berdepan dengan laki-laki ini,
hingga punggungnya terlindung. Dan ketika Giam Liong
tersenyum dan menggeleng, tak akan mencabut senjata
sebelum diperlukan maka dia mengerotokkan buku-buku jari
untuk menyerang tanpa senjata, kedua lenganpun tiba-tiba
memerah seperti terbakar.
"Aku akan menyerang tanpa senjata, ayah. Kalau aku tak
dapat merobohkanmu maka senjata baru kucabut belakangan.
Awas, aku mulai!" dan Giam Liong yang berkelebat dan
mendorong ibunya, agar menyingkir jauh tiba-tiba berseru dan
melepas pukulan pertama. Beng Tan menanti dan pendekar itu terkejut karena tiba-
tiba berkesiur angin panas yang menyambar dirinya, bukan
sekedar panas melainkan juga beserta uap merah. Itulah Ang-
in-kang, Pukulan Awan Merah! Dan ketika pendekar ini berkelit
namun angin pukulan itu terus menyambar, mengikuti maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa boleh buat pendekar itu harus menangkis dan
menggerakkan tangannya. "Dukk!" Anak-anak murid terpelanting. Bumi bergetar demikian
kerasnya karena baik Beng Tan maupun Giam Liong sama-
sama menambah tenaganya. Tadi dalam dua kali pukulan
mereka sudah merasakan hebatnya tenaga lawan, kini
menambah dan bermaksud mencapai kemenangan lebih dulu
tapi masing-masing pihak ternyata berpikiran sama.
Beng Tan juga ingin memenangkan pertandingan itu dan
ketika melihat uap merah dia sudah cepat menambah dan
mengerahkan sinkangnya, tak tahunya Giam Liong juga
menambah kekuatannya hingga begitu bertemu tiba-tiba
tanah tergetar dan terguncang keras.
Wi Hong sendiri sampai terpeleset dan hampir terjatuh!
Dan ketika wanita itu terpekik namun dua orang itu sudah
saling membentak dan bergebrak lebih jauh maka Giam Liong
berkelebat mengelilingi ayahnya sambil melepas pukulan-
pukulan Awan Merah. Lawan tak mau diam dan pendekar inipun membalas dan
berkelebatan pula. Dan ketika masing-masing pihak melihat
bahwa yang lain ingin mencapai kemenangan dan bergerak
secepat mungkin maka mereka mengerahkan ginkang dan
akhirnya lenyap berputaran bagai angin puyuh!
"Bagus!" Beng Tan memuji. "Kepandaianmu bertambah
maju, Giam Liong. Kau semakin hebat tapi belum tentu dapat
mengalahkan aku!" "Hm, aku akan berusaha. Mati hidup dem i mendiang orang
tuaku, ayah. Kalau kau tak mau mengalah barangkali kau
harus membunuhku!" Keduanya sudah bertanding cepat. Beng Tan tak dapat
berbicara lagi karena pukulan-pukulan puteranya semakin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat. Uap merah di tangan Giam Liong semakin tebal dan
panas, anak-anak murid terpaksa menjauh karena dari jarak
beberapa tombak saja tubuh mereka serasa terbakar, bahkan,
ada yang mulai melepuh! Dan ketika angin menderu-deru dan
Wi Hong sendiri tak kuat menahan hawa panas itu maka
wanita ini menjauhkan diri karena Beng Tan juga
mengeluarkan Ang-in-kang untuk menandingi bekas puteranya
itu. "Duk-dukk!" Pertandingan menjadi hebat. Dua orang itu akhirnya lenyap
merupakan bayang-bayang hitam dan biru. Pendekar itu
mengenakan pakaian biru dimana bayangannya ini berkelebatan mengimbangi bayangan lawan. Giam Liong
berbaju hitam dan bayangan biru serta hitam ber-ganti-ganti.
Mereka saling desak namun bayangan biru kewalahan.
Giam Liong mulai mengeluarkan pula warisan sinkang dari
kitab kecil di sumur tua, yakni pelajaran Kim-kang-ciang atau
Pukulan Tangan Emas. Dan karena pemuda itu berganti-ganti
mengeluarkan dua pukulan berbahaya, Kim-kang-ciang
akhirnya menyorotkan sinar emas dimana Beng Tan menjadi
silau maka pendekar itu terkejut karena dia terdesak!
"Keparat!" pendekar itu memaki. "Kau telah hapal pelajaran
mendiang ayahmu, Giam Liong. Kau menggabung dengan
Ang-in-kang untuk mengalahkan aku. Ini Kim-kang-ciang!"
"Benar," Giam Liong berseri. "Meski-pun kau merobek dan
menghancurkan kitab itu namun isinya telah kuhapal, ayah.
Betapapun aku ingin maju dan mengalahkanmu!"
"Tak mungkin, kita belum bergebrak sepenuhnya. Aku
belum mengeluarkan pedangku..... duk-plak!" dan Beng Tan
yang mengeluh dan terlempar ke belakang tiba-tiba bersuara
keras karena digencet Kim-kang-ciang sekaligus Ang-in-kang.
Dia sendiri hanya mengandalkan Ang-in-kang dan itu kalah
kuat. Bekas puteranya benar-benar lihai dan pendekar itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkejut. Dan ketika dua pukulan menyambarnya dari depan
karena Giam Liong mendorongkan dua tangannya sekaligus,
yang kiri dengan Kim-kang-ciang sedang yang kanan dengan
Ang-in-kang maka sinar emas dari Kim-kang-ciang menyilaukan pendekar itu dimana dia akhirnya terbanting dan
terlempar bergulingan. "Maaf," Giam Liong mengejar, berkelebat memburu
ayahnya itu. "Kau menyerahlah, ayah.
Kita sudahi pertandingan ini!" "Jangan sombong!" sang ayah membentak, bergulingan
sambil mendorong kedua tangannya dari bawah, menyambut
atau menolak dua pukulan puteranya. Dan ketika suara
berdentam mengguncangkan tempat itu dan Giam Liong
terhuyung mundur maka sang ayah sudah bergulingan
meloncat bangun. "Majulah!" wajah pendekar itu pucat. "Aku belum kalah,
Giam Liong. Sinkangmu hebat sekali namun pertandingan
belum selesai!" "Aku tahu," Giam Liong kagum, ragu dan tak segera
menyerang. "Kaupun hebat, ayah. Seranglah dan mulailah
dulu... wut!" sang ayah tak menanti omongan itu habis,


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membentak dan berkelebat melepas pukulan dan Giam Liong
mengelak. Dan ketika ayahnya mengejar dan memburu maka
terpaksa dia menangkis dan ayahnya lagi-lagi terpental.
"Keparat!" Beng Tan mulai marah, menggigil mendengar
kekeh Wi Hong. "Aku harus menghajarmu, Giam Liong. Cabut
senjatamu dan kita mainkan Pek-jit Kiam-sut (Silat Pedang
Matahari)!" "Aku belum merasa perlu," Giam Liong menjawab, tenang,
mulai yakin akan kemenangannya. "Kalau kau ingin mencabut
silahkan cabut, ayah. Aku akan menandingimu kalau
terdesak!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sombong, kau mulai congkak!" dan sang pendekar yang
kembali membentak dan menyerang pemuda ini lalu
mengeluarkan ilmu-ilmu lain.
Ang-in-kang mulai ditambah dengan tamparan-tamparan
pedang. Kiam-ciang atau Tangan Pedang pendekar ini mulai
dikeluarkan. Dan ketika bunyi bercuitan terdengar mengiringi
pukulan menderu maka Kim-kang-ciang ter-tahan dan Giam
Liong tak dapat mendesak ayahnya!
"Hm, hebat!" pemuda itu penasaran, terkejut. "Kau
sungguh manusia jempolan, ayah. Tak bohong kalau kau
disebut pendekar nomor satu!"
Beng Tan mendengus. Pendekar ini tak mau melayani dan
Kiam-ciang di tangannya terus bercuitan menyambar-
nyambar. T ernyata dengan itu dia dapat menahan Kim-kang-
ciang. Pukulan sinar emas itu dapat dibelah dan
dibuyarkannya, akibatnya Giam Liong tertegun dan memuji
kagum. Bekas ayahnya ini memang hebat. Tapi ketika
lawannya itu bergerak semakin cepat dan Tangan Pedang
mulai mencicit dan mendesing, tangan itu berobah seolah
sebatang pedang pusaka sendiri maka Giam Liong berseru
keras berjungkir balik meloncat tinggi.
"Crat!" Tanah di bawahnya memuncratkan lelatu api. W i Hong
terpekik sementara anak-anak murid sendiri berteriak ngeri.
Mereka melihat Giam Liong nyaris terlambat dan disambar
Tangan Pedang itu, yang mulai berkilauan dan berkilat bagai
sebatang pedang. Dan ketika Giam Liong melayang turun tapi
dikejar dan disambar bacokan ayahnya maka Giam Liong
mengerahkan Tangan Pedangnya pula dan .... terdengarlah
suara seperti dua batang pedang beradu.
"Cranggg!" Orang-orang merasa tertegun. Giam Liong mengeluarkan
kepandaian yang sama dengan ayahnya karena hanya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tangan Pedang itulah dia mampu mengimbangi ayahnya.
Guru dan murid benar-benar bertemu dan sang pendekar
tertegun. Tapi ketika pendekar itu mendengus dan menyerang
lagi, Kiam-ciang dihadapi dengan Kiam-ciang maka suara
crang-cring memekakkan telinga dan dua orang itu bergerak
semakin cepat. "Keluarkan lagi kepandaian ayahmu!" Beng Tan menantang, tertawa dan yakin dapat menahan bekas
puteranya ini. "Kau tak dapat mengalahkan aku, Giam Liong.
Menyerahlah dan buang keinginanmu untuk membalas
dendam!" Si pemuda merah padam. Giam Liong marah namun bekas
ayahnya itu benar-benar dapat menahan dirinya, bahkan, dia
akhirnya terdesak, karena sepasang lengan ayahnya bergerak-
gerak dengan Kiam-ciang dan bercuitan menyambar-nyambar.
Dalam hal ini dia kalah matang tapi pemuda itu tidaklah
menyerah begitu saja. Karena ketika suatu kali dia tergetar
mundur dan tangan kiri ayahnya menyambar dan membabat
pundaknya tiba-tiba Giam Liong merobah gerakan dan dengan
satu kaki terangkat ke atas tiba-tiba dia mem-balas dan
menggempur ayahnya itu. "Dess!" Beng Tan mencelat kaget. Tangan Pedang disambut jurus
yang aneh dan satu kaki Giam Liong menancap di dalam bumi.
Aneh dan mengejutkan tiba-tiba pukulan pemuda itu
bertambah dahsyat seolah mendapat bantuan siluman,
menggetarkan dan membuat pendekar itu mencelat! Dan
ketika Beng Tan terguling-guling dan pucat melompat bangun
maka Giam Liong masih berdiri dengan satu kaki di atas kaki
yang lain, tegak dan tak bergeming.
"Kim-kee-kang (I lmu Ayam Emas)!" sang pendekar
terkejut, membelalakkan mata lebar-lebar dan segera teringat
ketika dulu dia juga pernah menghadapi gempuran macam ini,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan dari s iapa-siapa melainkan dari mendiang s i Golok Maut
Sin Hauw. Kim-kee-kang akan menjadi dem ikian ampuh dan hebatnya
kalau satu kaki sudah terbenam di bumi. Kaki itu akan menjadi
demikian kuat dan seolah dipantek saja, akibatnya kekuatan
itu tersalur dan dia dulu juga pernah terbanting. Kini dengan
Giam Liong, anak Si Golok Maut! Dan ketika pendekar itu
tertegun dan menjublak, pucat dan merah berganti-ganti
maka Giam Liong menurunkan kakinya dan berseru,
"Menyerahlah, sekarang kau kalah, ayah. Inilah kepandaian
dari mendiang orang tuaku seperti yang kau minta. Memang
benar, Kim-kee-kang!" dan ketika pendekar itu mendelik dan
marah, menggeram, tiba-tiba dia berteriak menggetarkan dan
menerjang lagi. "Aku belum kalah. Aku juga masih mempunyai ilmu yang
lain, Giam Liong. Hati-hatilah!" dan secercah cahaya putih
yang meledak dan menyambar tiba-tiba turun dan
menghantam Giam Liong. Itulah Pek-lui-ciang (T angan Kilat) yang hebatnya bukan
alang-kepalang, datang menyambar dari atas dan Giam Liong
terkejut melihat itu. Apa boleh buat terpaksa dia mengangkat
satu kakinya lagi untuk menyambut pukulan itu. Pek-lui-ciang
memiliki inti kekuatan dari atas, sementara Kim-kee-kang dari
bawah. Jadi, seolah bumi dengan kekuatan langit. Dan ketika
Giam Liong terkejut tapi tak dapat berpikir panjang, ayahnya
sudah berkelebat dan terbang di udara, melepas Pek-lui-ciang
maka pemuda itu membenamkan kakinya semakin kokoh dan
seluruh kekuatan bumi ditarik untuk menyambut pukulan
Tangan Petir itu. "Blarrr!" Hebat dan luar biasa apa yang terjadi kali ini. Giam Liong
mengeluh dan melesak kakinya, amblas dan terbenam
semakin ke bawah. Dan ketika dua pukulan itu beradu dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sinar putih memecah di udara, anak-anak murid menjerit
maka gelegar atau suara benturan dahsyat yang terjadi itu
membuat Wi Hong terpelanting sementara anak-anak murid
yang lain terbanting pingsan!
Kejadian se lanjutnya tak dapat diikuti anak-anak murid lagi
karena dengan marah dan geramnya pendekar itu sudah
melepas pukulan-pukulan Pek-lui-ciang. Giam Liong menerima
dan menahan, mengerikan sekali, melesak dan semakin
melesak ke bawah hingga tak lama kemudian kedua lututnya
sudah terbenam! Dan ketika Wi Hong menjerit-jerit karena
puteranya bertahan dan bertahan maka Beng Tan yang
menyerang dan melepas pukulan bertubi-tubi akhirnya juga
menderita karena lawan semakin kokoh dan kokoh saja,
meskipun terbenam dan tak dapat membalas. Dan karena
pengerahan Pek-lui-ciang terlampau melewati batas, Swi Cu
yang tertotok dan akhirnya dapat membebaskan dirinya
melihat suaminya itu terhuyung dan roboh terduduk, tak
mampu membinasakan Giam Liong!
"Oouhh...!" Swi Cu melenting dan meloncat bangun.
Suaminya mandi keringat dan batuk-batuk, Giam Liong
juga basah kuyup namun pemuda itu jelas tak sepayah
lawannya. Beng Tan jatuh terduduk dan kehabisan tenaga,
kalah kuat karena kalah muda. Dan ketika pendekar itu bersila
dan memejamkan mata, Wi Hong berkelebat dan menyambar
puteranya maka Giam Liong ditarik dan jatuh pula terduduk,
merasakan gempuran-gempuran Pek-lui-ciang yang amat
dahsyatnya! "Aku ingin minum..." pemuda itu merintih dan merasakan
tenggorokannya yang serasa kering terbakar. "Ambilkan aku
air, ibu, dan biarkan aku beristirahat...."
Murid-murid Hek-yan-pang gempar. Mereka yang tadi
bersembunyi dan menonton di luar pagar tak sampai mencelat
pingsan oleh benturan-benturan dahsyat itu, meskipun mereka
juga menderita karena getaran-getaran suara pukulan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seolah-olah menghentak jantung mereka, duduk dan bersila
dan tak berani menonton lagi karena harus memusatkan
konsentrasi pada keselamatan diri sendiri.
Tapi begitu Swi Cu memekik dan Wi Hong juga menjerit
menyambar puteranya, pertandingan berhenti maka mereka
bangkit berdiri dan alangkah ngeri serta gentarnya melihat
teman-teman mereka yang lain sudah bergelimpangan dan
pingsan dengan darah mengucur di mulut atau telinga.
"Cepat angkat dan bawa mereka menjauh. Jangan lagi
disini!" Ki Bi, murid utama Hek-yan-pang muncul dan berkelebat.
Tadi wanita ini tak ada di pulau karena sedang pergi ke kota,
berbelanja. Memang tak semua murid-murid utama ada disitu,
di saat Giam Liong dan ibunya datang.
Maka begitu Ki Bi mendengar dan melihat itu, diberi tahu
bahwa bekas ketua lama dan Han-kong cu muncul, Ki B i masih
belum tahu bahwa Han Han adalah Giam Liong, putera
mendiang Si Golok Maut maka wanita itu terbelalak dan
terheran-heran serta kaget bagaimana Giam Liong sampai
bertanding dengan ayahnya, digempur dan habis-habisan
bertahan. Namun karena Ki Bi pernah menaruh hati kepada
Beng Tan dan jatuh terduduknya pendekar itu membuat Ki Bi
gelisah maka setelah menyuruh anak-anak murid menjauh
segera wanita ini berkelebat membantu Swi Cu, yang
menolong suaminya. "Apa yang terjadi. Kenapa pangcu marah-marah dan
hendak membunuh putera sendiri!"
"Keparat, dia bukan puteraku, Ki Bi. Anak itu adalah Giam
Liong, putera Si Golok Maut Sin Hauw!"
"Giam Liong" Han-kongcu..."
"Dia bukan Han Han, dia anak wanita itu. Suciku itulah
yang menukarnya di waktu bayi dan kini datang untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat onar!" dan ketika Ki Bi tertegun dan bingung,
seorang anak murid segera mendekati dan berbisik
menceritakan asal mulanya maka Ki Bi terkejut dan
membelalakkan matanya lebar-lebar.
"Jadi.... jadi...."
"Benar," anak murid itu mengangguk, pucat dan tak berani
keras-keras bicara. "Han-kongcu dibawa bekas ketua lama,
toa-ci. Dan pemuda yang kita sangka Han kongcu ini ternyata
putera ketua lama, kongcu ini ternyata putera ketua lama. Dia
Sin-kongcu (tuan muda Sin), keturunan Si Golok Maut Sin
Hauw. Bayi itu dulu ditukar!"
Wajah Ki Bi berubah. Segera dia mengerti dan duduk
persoalan itu membuat mukanya pucat.
Ki Bi memandang dua orang di depan sana, Wi Hong
berlutut dan memberi minum puteranya. Tapi ketika wanita itu
tertegun dan pucat, tak tahu apa yang harus dilakukan tiba-
tiba Beng Tan sudah bangkit berdiri dan gemetar berpegangan
pundak isterinya, geram memandang Giam Liong, mencabut
Pek-jit-kiam, pedang yang menggetarkan itu!
"Giam Liong, pertandingan belum selesai. Satu di antara
kita belum roboh. Majulah, dan kita selesa ikan pertandingan
ini!" Giam Liong tergetar. Setelah diberi m inum dan meneguk air
dingin tiba-tiba tenggorokannya serasa segar kembali.
Tenaganya pulih dan diam-diam pemuda itu memandang
bekas ayahnya. Gempuran-gempuran Pek-lui-ciang yang demikian dahsyat
dan menggetarkan hampir saja tak dapat ditahan. Untung,
sinkang di tubuhnya kuat. Itulah berkat latihan telanjang bulat
sambil berjungkir balik! Dan ketika ayahnya bangkit berdiri
tapi Giam Liong terkejut karena ayahnya mencabut pedang
yang mengerikan itu, Pedang Matahari yang membuat nama
ayahnya terangkat tinggi dan dimalui orang maka pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdetak dan merasa agaknya pertandingan puncak harus
dimulai! "Bangkitlah!" ayahnya kembali menantang. "Kalahkan aku
dan kita tentukan pertandingan akhir, Giam Liong. Cabut
senjatamu dan hadapi senjataku. Tentukan kalah menang
dengan senjata!" Pedang Matahari mencorong berkilat-kilat. Giam Liong
terkejut karena ayahnya itu sudah sampai pada taraf
kemarahan puncak, mau mengajaknya bertanding lagi setelah
tadi tak mampu merobohkannya, meskipun dia pada pihak
yang terdesak, tertekan. Tapi ngeri akan hasil akibat nanti,
Giam Liong teringat budi dan kebaikan yang banyak diterima
dari bekas ayah angkatnya ini tiba-tiba tergetar dan menggigil
menjawab, "Ayah, apakah tak sebaiknya kita sama-sama melihat
keadaan" Bukankah kau tak dapat merobohkan aku dan kau
menyerah saja" Aku tak sanggup menghadapimu dengan
senjata, ayah. Aku takut harus melukaimu dan menyudahi saja
pertandingan ini!" "Aku belum kalah, kaupun tak dapat merobohkan aku!
Tidak, perjanjian sudah dibuat, Giam Liong. Cabut senjatamu
dan aku yakin akan dapat mengalahkan dirimu, meskipun
barangkali terpaksa membunuhmu. Kau rupanya takut melihat
Pek-jit-kiam!" "Takut?" Giam Liong menggeleng. "Tidak, ayah, aku tak
perlu takut. Justeru aku khawatir kau akan kalah dengan cara
menyakitkan!" "Apa maksudmu?" Beng Tan membentak, terbakar. "Tak


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlu aku khawatir, bocah. Aku dapat melindungi diriku dan
justeru kaulah yang rupanya takut menghadapi pedangku.
Menyerahlah sebelum aku melukai atau membunuhmu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm!" Giam Liong berkilat, ayahnya sudah mulai
membakarnya pula, tak tahu akan Golok Penghisap Darah
yang dia sembunyikan di punggung.
Ayahnya tentu tak akan menyangka kalau dia membawa
senjata itu, Golok Maut yang bertuah. Dan ketika ibunya
melengking dan membentak marah, marah oleh omongan
Beng Tan yang dinilai merendahkan maka ibunya itu bergerak
dan tahu-tahu menepuk punggungnya.
"Liong-ji, jangan biarkan singa ompong itu menghinamu
lagi. Cabut Golok Mautmu dan tunjukkan kepada dia!"
Apa boleh buat, Giam Liong mencabut senjatanya. Dan
begitu sinar putih berkeredep menyilaukan mata, menandingi
sinar perak di tangan Beng Tan maka hawa dingin muncul
berbarengan dengan dicabutnya golok itu, Golok Penghisap
Darah, atau Giam-to (Golok Maut).
"Golok Maut...!"
Beng Tan dan yang lain-lain benar saja berteriak tertahan.
Ki Bi, dan para murid senior lainnya segera tahu dan
mengenal golok di tangan Giam Liong. Hawa dingin dan
pancaran yang menyeramkan yang timbul dari golok itu
seketika menyerang orang-orang disitu.
Baru dicabut saja sinar seramnya tampak, menggetarkan
dan menusuk tulang. Dan ketika Beng Tan berseru kaget dan
lain-lain tertegun pucat, tak menyangka, maka Wi Hong
terkekeh dan berseru, nyaring,
"Lihat," wanita itu berseri-seri. "Golok Maut ada di tangan
anakku, Beng Tan. Kalau kau menganggapnya takut maka kau
adalah salah. Pedang Matahari akan ditandingi senjata di
tangan puteraku ini, sama seperti dulu kau bertanding dengan
mendiang suamiku. Tapi karena puteraku menang muda dan
menang tenaga maka kau tentu tak dapat mengalahkannya
dan lebih baik menyerah saja secara baik-baik. Golok dan
warisan kitab telah kuserahkan kepadanya, tidak dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuhmu sekarang tentu setahun dua tahun lagi dapat.
Nah, terserah kau mau bertanding atau tidak!"
Beng Tan pucat. Kalau Golok Penghisap Darah ada di
tangan Giam Liong maka ini sama halnya dengan di tangan
mendiang Si Golok Maut sendiri. W i Hong telah berkata bahwa
golok dan warisan kitab mendiang suaminya sudah diberikan
kepada puteranya itu, berarti Giam Liong akan menjadi hebat
karena mewarisi dua kepandaian sekaligus. Satu Ilmu Pedang
Matahari (Pek-jit Kiam-sut) dan yang satunya lagi Ilmu Golok
Maut. Ah, itu benar-benar berbahaya sekali. Giam Liong
bagaikan harimau tumbuh sayap. Dan karena pemuda itu di
bawah bujukan ibunya, yang penuh dengki dan dendam maka
pendekar ini tak dapat membayangkan apa jadinya dengan
pemuda itu. Tentu lebih hebat dari mendiang ayahnya dulu.
Lebih ganas dan buas! Dan khawatir bahwa dunia kang-ouw
akan guncang, Si Golok Maut muncul dalam puteranya yang
lebih muda dan gagah maka timbul keinginan Beng T an untuk
membunuh pemuda ini. Giam Liong masih belum lama meninggalkan Hek-yan-
pang, berarti, belum lama pula bertemu dengan ibu
kandungnya. Dan karena perjumpaan itu belum lama dan ini
berarti pemuda itu belum sepenuhnya mewarisi kepandaian
mendiang ayahnya, Im-kan To-hoat (Silat Golok Dari Akherat)
maka sinar mata Beng Tan mencorong ketika tiba-tiba saja
nafsu membunuhnya timbul!
"Hm!" siapapun tiba-tiba tergetar mundur melihat sinar
mata pendekar itu, nafsu membunuh yang berkilat berbahaya.
"Sekarang aku tak lagi memandangmu sebagai bekas
puteraku, Giam Liong, me lainkan sebagai seorang calon
pembuat ribut yang besar. Kau telah dibujuk ibumu untuk
tenggelam dalam dendam. Kau telah dipenuhi hawa iblis untuk
mencari dan menuntut pembunuh mendiang ayahmu. Tapi
karena sikap dan perbuatanmu di luar batas kewajaran, ibumu
menjejalimu dengan dendam dan dengki maka aku terpaksa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuhmu untuk mencegah adanya keributan yang akan
kau timbulkan. Golok Maut ada di tanganmu, baik. Dan
duapuluh tahun yang lalu aku juga pernah menantang
mendiang ayahmu yang keburu tewas. Majulah, kita lihat
siapa yang roboh, anak muda. Kau atau aku karena sekarang
bukan sekedar pertandingan biasa karena aku melihat
ancaman bahaya muncul dalam dirimu sebagai calon
pembunuh yang berbahaya!"
Giam Liong mundur. Sikap dan sinar mata ayahnya yang
berkilat penuh nafsu membunuh tiba-tiba membuat dia
terkejut. Tadi, bekas ayahnya ini juga marah tapi tidak ada
kilatan berbahaya seperti itu. Seolah, dia seekor ular yang
harus dibasmi. Atau, harimau kelaparan yang akan dibantai!
Dan tersinggung bahwa dia disebut calon pembunuh, padahal
baginya wajar saja mencari dan menemukan pembunuh
mendiang ayahnya itu maka Giam Liong pun tiba-tiba berkilat
dan mencorong memandang bekas ayahnya itu.
"Ayah, kau telah menyebut-nyebut mendiang orang tuaku
laki-laki, juga tantangan yang tak pernah terlaksana karena
orang tuaku tewas terbunuh. Kalau sekarang kau ingin
bertanding dan menganggap ini adalah pertandingan
duapuluh tahun yang lalu, yang tak sempat dikerjakan ayahku
biarlah aku sebagai puteranya meneruskan dan menerima
tantanganmu. Kau telah mencabut Pek-jit-kiam, dan aku
dengan senjata warisan ayahku dulu. Majulah, aku tak takut
dan maaf kalau senjata di tanganku membeset atau melukai
tubuhmu nanti!" "Bagus, luka atau mati bukan apa-apa bagi seorang ksatria,
Giam Liong. Kalau golokmu dapat melukai kulitku tentunya
pedangku juga dapat melukai dirimu. Majulah, kita tentukan
pertandingan akhir! Giam Liong bergerak. Ayah angkatnya itu juga bergerak
dan Wi Hong maupun Swi Cu sama-sama terbelalak
menyaksikan itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau dulu duapuluh tahun yang lalu yang berhadapan
adalah sama-sama kekasih, karena Swi Cu juga belum
menikah sementara mendiang Golok Maut Sin Hauw masih
pacaran dengan Wi Hong, adalah sekarang laki-laki yang akan
bertanding itu merupakan suami dan anak. Dua-duanya sama
melekat dan agaknya justeru lebih kuat daripada sekedar
kekasih. Dan ketika dua jago itu sudah berhadap-an dan akan
menggerakkan senjata masing masing, pedang dan golok
saling mengintai maka Wi Hong terisak mencium puteranya,
sebelum mundur. -ooo0dw0ooo- Jilid 12 "HATI-HATl, lawanmu akan membunuhmu, Liong-ji. Kalau
kau sampai tewas maka aku juga akan mengadu jiwa
dengannya!" "Tenanglah," Giam Liong mendorong ibunya, lembut dan
mengeraskan hati. "Ayah hendak bertanding mati-matian, ibu.
Kalau dia menghalangi niatku dan ingin membunuhku boleh
dia coba tapi aku pasti akan bertahan sekuat tenaga. Lebih
baik mati di s ini daripada gagal menuntut pembunuh ayahku!"
"Baik, hati-hati, anakku. Ibu siap di sampingmu dan akan
membelamu dengan tetesan darah terakhir pula!"
Giam Liong terharu. Sikap dan kata-kata ibunya ini
membangkitkan semangat dan ketetapan hatinya. Sudah bulat
tekadnya untuk menandingi bekas ayahnya itu, bukan lagi
dengan tangan kosong melainkan dengan senjata. Senjata
bukan sembarang senjata melainkan senjata-senjata ampuh
yang tajamnya menggiriskan. Golok Maut maupun Pedang
Matahari sama-sama tajam luar biasa, masing-masing pernah
diadu dan tak ada yang rusak atau-pun patah. Dulu mendiang
Golok Maut Sin Hauw sudah pernah mengadu jiwa dengan
ketua Hek-yan-pang ini. Dan ketika kini masing-masing
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhadapan kembali tapi Golok Maut dipegang Giam Liong,
keturunan Sin Hauw maka Beng Tan yang sudah bersiap dan
berkilat.memandang bekas puteranya itu segera membentuk
pembukaan gaya serangan dengan mengangkat pedang di
atas kening. "Majulah," tantangan itu mengobarkan api. "Mati dan
serahkan jiwamu kepadaku Giam Liong. Daripada membiarkan
ancaman bahaya mengguncang dunia kang-ouw lebih baik
kau binasa di tanganku!"
"Silahkan ayah yang mulai," Giam Liong merunduk, golok di
tangan bergetar penuh hawa dingin. "Mati di tangan-mupun
tak apa, ayah. Hitung-hitung pembalas budi yang pernah
kaulimpahkan!" "Hm, tak ada budi atau hutang kebaikan. Ibumu telah
memberi tahu bahwa semuanya itu impas!"
"Baik, majulah, ayah. Aku bertahan!" dan ketika Giam Liong
menggoyang golok dan mengobat-abitkannya dua kali,
gagang golok dipegang seperti gagang pedang maka Beng
Tan menggeram melihat pemuda itu siap dengan jurus
pembukaan Pek-jit Kiam-sut pula, Silat Pedang Matahari.
"Kau tak memiliki pembukaan lain" Kau ingin mengeluarkan
kepandaian yang pernah kau pelajari dari aku?"
"Kelak tak akan kugunakan lagi, ayah, bila aku telah
mewarisi ilmu silat golok dari mendiang orang tuaku laki-laki.
Majulah, cukup kita bicara!"
Beng Tan membentak. Tubuh pendekar itu sekonyong-
konyong berkelebat dan Pedang Matahari bergerak menyilaukan mata. Sinar putih berkeredep dan bagai harimau
kelaparan ketua Hek-yan-pang ini menerkam korbannya.
Pedang menyambar dan tahu-tahu lurus menusuk tenggorokan, cepat dan luar biasa dan tahu-tahu pedang
sudah menyentuh kulit! W i Hong berteriak melihat kecepatan
pedang itu, kaget karena puteranya tak kelihatan menghindar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
entah tak sempat atau memang sengaja menunggu. Tapi
ketika dari sebelah kiri terdengar dengungan dan Golok Maut
berkelebat menyilaukan mata, tak kalah dengan Pedang
Matahari di tangan Beng Tan maka terdengar benturan
nyaring disusul muncratnva bunga-bunga api ke udara.
"Cranggg..!" Luar biasa dan nebat sekali adu senjata itu. Giam Liong
dengan cepat dan amat mengagumkan tahu-tahu menangkis
serangan ayahnya, cepat bagai kilat karena pemuda itu
melakukan gerak yang disebut Matahari Menyambar Bianglala,
tepat dan cepat membentur pedang ayahnya dan kedua-
duanyapun terhuyung mundur. Dan ketika Wi Hong
menyumpal telinganya karena benturan itu amat nyaring,
memekakkan telinga, maka Beng Tan berkelebat lagi dan
membentak untuk menusuk atau membacok lawannya itu,
cepat dan ganas dan segera Pedang Matahari bercuitan
mencari darah. Lengah sekejap tentu lawannya terluka. Tapi
karena Giam Liong juga bergerak dan mengikuti bayangan
ayahnya itu, yang naik turun dan bergulung-gulung untuk
akhirnya lenyap berkelebatan mengandalkan ginkangnya maka
pemuda inipun berseru nyaring dan mengimbangi gerakan
sang ayah. "Cring-crangg!"
Bunga api kembali berpijar. Golok dan pedang akhirnya
sering bertemu karena keduanya adu cepat. Tusuk-menusuk
dan bacok-membacok silih berganti hingga benturan-benturan
kian nyaring memekakkan telinga. Lelatu bunga api juga
memuncrat kian lebar hingga Wi Hong dan lain-lain harus
menyingkir, dua orang itu sudah berkelebatan merupakan
bayangan biru dan hitam. Dan ketika pertandingan meningkat
cepat hingga tubuh keduanya tak nampak lagi, masing-masing
saling belit dan gubat maka Wi Hong maupun Swi Cu tak
dapat membedakan lagi mana pemuda itu dan mana Beng
Tan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hati-hati!" W i Hong berseru memberi semangat. "Jangan
lengah dan waspadalah, Liong-ji. Sekali kau mati ibumupun
menyusul!" Giam Liong terbakar. Dia sudah ma inkan Silat Pedang
Matahari tapi bersenjatakan golok. Kitab-kitab ayahnya telah
diberikan kepadanya namun belum sempat dipelajari. Dia
sudah membaca selembar dua lembar namun itu tak cukup
untuk menandingi ayah angkatnya ini. Pek-jit Kiam-sut yang
dima inkan ayahnya harus diimbangi dengan Pek-jit Kiam-sut
pula, meskipun dia bersenjata golok, bukan pedang. Dan
karena golok di tangan lama-lama terasa biasa seperti
mencekal pedang, Giam Liong mulai mengingat-ingat gambar
atau jurus-jurus dari warisan kitab ayahnya maka aneh sekali
tiba-tiba Pek-jit Kiam-sut yang dimainkan sudah bercampur
dengan Im-kan To-hoat (Silat Golok Dari Akherat), meskipun
masih sedikit-sedikit. "Cring-crangg!"
Beng Tan terkejut. Pedangnya terpental dan ada semacam
tenaga tolak besar dari golok Giam Liong. Pemuda itu
menggetarkan golok dan meliuk-liukkannya dua kali, gaya
atau serangan itu bukan dari jurus-jurus Pek-jit Kiam-sut dan
Beng Tan tertegun, Tapi ketika dia menyerang lagi dan
lawannya itu memainkan jurus-jurus aneh, setengah golok
setengah pedang maka sadarlah Beng Tan bahwa bekas
puteranya itu sedang berlatih atau mencipta ilmu baru!
"Keparat!" Beng Tan melengking menggetarkan anak-anak
murid di situ. "Mampus dan robohlah, Giam Liong. Terima
pedang ini.... singgg!" dan sebuah jurus dari silat Pedang
Matahari yang disebut Toan-giok-hun-kim (Potong Kemala
Patahkan Emas) tiba-tiba menyambar dan membabat Giam


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liong dari atas ke bawah, ditekuk setengah jalan dan tiba-tiba
mencuat dari bawah ke atas. Hebat dan ganasnya bukan
main, Giam Liong sampai terkejut. Namun karena pemuda itu
mengenal jurus ini karena diapun juga mempelajari Silat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pedang Matahari maka dengan sedikit melempar pinggang ke
kiri dan golok menyendok dari bawah tiba-tiba dia sudah
menangkis sekaligus mematahkan gerakan pedang yang
mencuat berbahaya. "Cranggg!" Beng Tan bengong. Dia melihat gerakan luar biasa tadi dan
gerak "menyendok" yang diperlihatkan Giam Liong sungguh
belum pernah dilihatnya dimainkan jago-jago pedang ataupun
golok. Senjata di tangan Giam Liong akhirnya bergerak-gerak
luar biasa dengan cara seperti menyendok atau menyapu,
bahkan, juga mengiris atau mengedut. Dan ketika golok di
tangan pemuda itu juga bergerak datar atau lurus seperti
orang menyisir, Beng Tan kaget karena semua gerakan itu
membuat dia bingung dan kacau maka tiba-tiba saja Pek-jit
Kiam-sut yang dimainkannya pecah dan berantakan.
"Aiihhhh....!" Beng Tan tak tahu lagi apa yang harus
dilakukan. Pendekar itu mengeluarkan suara panjang di
samping untuk menunjukkan kekagetannya juga menunjukkan
rasa penasarannya yang hebat.
Pedang di tangannya "mati" di tengah jalan karena sering
dicegat atau didahului gerakan-gerakan aneh yang diperlihatkan Giam Liong itu. Pemuda itu kiranya sedang
mengembangkan silat pedang dan golok dengan gabungan
dari Pek-jit Kiam-sut serta sedikit ingatan tentang warisan
mendiang ayahnya, Silat Golok Maut itu. Dan ketika semuanya
ini membuat gerakan golok melengkung atau lurus, mengedut
atau menyisir maka Beng Tan yang baru pertama kali ini
seumur hidup menghadapi silat yang aneh akhirnya keteter
dan terdesak, gulungan pedangnya menciut ditekan oleh
gerakan-gerakan golok yang melengkung lebar!
"Keparat!" pendekar itu hampir berteriak. "Kau lihai dan
luar biasa, Giam Liong. Tapi akupun juga mempunyai
simpanan yang belum kukeluarkan!" dan ketua Hek-yan-pang
ini yang membentak serta menerjang lagi lalu berusaha
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membobol lengkungan sinar golok, crang-cring-crang-cring
namun Giam Liong yang mulai menemukan "resep" baru untuk
menundukkan Pek-jit Kiam-sut ternyata encer otaknya.
Dengan jurus-jurus yang sama atau kadang tidak, merobah-
robah gerakan hingga ayahnya bingung pemuda ini tetap
menggencet gulungan pedang ayahnya. Golok masih tetap
menyambar-nyambar dan gerakan menyisir atau menyendok
itu kini bahkan bertambah lagi dengan gerakan menggarpu,
yakni mencocoh-cocohkan golok seperti garpu mencocoh
segumpal da-ging. Beng Tan menjadi kacau dan akhirnya
berteriak, pelipis kirinya berdarah, kena! Dan ketika pendekar
itu terkejut tapi Giam Liong juga tertegun, serangannya
berhasil maka Beng Tan tiba-tiba melengking dan dengan satu
jurus Pek-jit-pek-cing (Pedang Matahari Mencabut Nyawa)
yang merupakan serangan adu jiwa tiba-tiba pendekar itu
menubruk dan pedang di tangan kanannya menusuk
tenggorokan sementara tangan kiri tiba-tiba bergerak dan
menghantam dengan pukulan Pek-lui-ciang, Pukulan Petir.
"Ayah..!" Giam Liong tak sempat lagi mengeluarkan seruan. Pekik
kagetnya tadi sudah tak diperdulikan dan bekas ayahnya itu
menerjang dengan amat hebatnya. Pedang menyambar
tenggorokannya sementara pukulan tangan kiri menghantam
dengan Pek-lui-ciang, hebatnya bukan ulah-ulah dan inilah
serengan maut yang sifatnya mengadu jiwa. Beng Tan tak
perduli lagi karena pendekar itu penasaran dan bingung oleh
ilmu silat Giam Liong, paduan antara silat pedang dan silat
golok. Dan ketika pekikan itu dikeluarkan tapi Giam Liong tak
sempat menghindar, semuanya berlangsung cepat dan kilat
maka Wi Hong yang terbelalak dan menyaksikan pertandingan
itu juga mengeluarkan teriakan kaget tapi Giam Liong sudah
menancapkan kedua kaki kokoh di tanah sementara goloknya
berkelebat menyambut pedang lawan, tangan kiri juga
bergerak dan apa boleh buat menangkis dengan pukulan Petir
pula. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Crang-dess!" Wi Hong dan Swi Cu terpelanting. Benturan pedang dengan
golok luar biasa nyaring hingga dua wanita itu silau. Sedetik
mereka kehilangan pandangan karena bunga api yang
muncrat ke udara demikian banyaknya. Pijarannya memancarkan hawa panas hingga sejenak mata terasa buta.
Demikian silau dan terangnya pijaran bunga api itu. Tapi
ketika benturan Pek-lui-ciang mengeluarkan suara dahsyat
dan bumi seolah diguncang datangnya gajah, berderak dan
menggelegar dengan amat dahsyatnya maka dua orang
wanita itu terpelanting dan sama-sama berteriak keras. Sisa
anak murid yang menonton juga tak ada yang tahan dan
benturan atau dentuman itu membuat mereka menjerit, roboh
dan pingsan. Dan ketika semua berteriak karena klimaks dari
pertandingan itu memang amat luar biasa, Beng Tan
melakukan serangan mengadu jiwa maka golok dan pedang
yang bertemu di udara tiba-tiba melekat sementara Giam
Liong dengan bekas ayahnya telah melesak kedua kaki mereka
dalam mengadu Pukulan Petir tadi!
"Bless!" ayah dan anak sama-sama terbelalak lebar.
Pukulan Beng Tan telah diterima dan keduanya kini saling
bertempelan lengan, senjata mereka juga saling me lekat dan
tampaklah adu tenaga yang menegangkan di sini. Giam Liong
mengeluh karena pukulan ayahnya kuat luar biasa, dikerahkan
sepenuh tenaga dan apa boleh buat dia juga harus
mengerahkan segenap tenaganya. Dan ketika dari dua lengan
mereka mengepul uap merah dan putih yang berbaur menjadi
satu, masing-masing bertahan dan mendesak yang lain maka
terdengar letupan-letupan ketika dua senjata itu mencoba
menindih yang lain, Golok Maut dan Pedang Matahari tiba-tiba
saling hisap dan tarik-menarik!
"Aahh!" "Ohh!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua-duanya tegang. Masing-masing bersitegang karena
ketika pedang dan golok saling tarik-menarik tiba-tiba
keduanya juga menjadi bingung. Mereka tadi saling
mendorong tapi kini ma lah harus menjaga senjata masing-
masing. Golok Maut dan Pedang Matahari berkutat sama kuat,
pemiliknya merasa tenaga hisap yang amat luar biasa hingga
dipaksa mengeluarkan tenaga ekstra, jangan sampai terebut
yang lain. Dan karena tangan kiri mereka masih saling dorong-
mendorong dengan tangan kiri lawan, dalam pengerahan
tenaga Pek-lui-kang maka wajah mereka tiba-tiba sama
terbakar dan merah seperti di-masukkan tungku api!
"Ayah, aku tak dapat membunuhmu. Kau kendorkanlah
tenagamu!" ' "Tidak, kau atau aku yang mati, Giam Liong. Aku bukan
menghadapimu sebagai bekas puteraku melainkan seolah
dengan mendiang ayahmu sendiri. Kau Si Golok Maut!"
"Tapi... tapi aku tak ingin seperti ini. Kau sudah terluka!"
"Hm, luka di pelipis tak sepedih luka di hatiku, Giam Liong.
Kalau kau mau menarik niatmu untuk membalas dendam
maka aku akan mengurangi tenagaku. Katakan, mau atau
tidak!" "Ah, kau mau mengurungkan niatku" Tidak, aku telah
bersumpah, ayah. Daripada membatalkan mencari si
pembunuh itu lebih baik aku mati!" dan ketika Giam Liong
membentak dan merasakan desakan ayahnya, Beng Tan
menambah dan mencuri kesempatan itu untuk mendesak
lawan maka Giam Liong yang terdorong dan miring ke
belakang tiba-tiba mengempos semangat dan menambah
tenaganya, cepat-cepat karena ayahnya sudah hampir
mendesak. Percakapan yang mereka pergunakan tadi sudah
mengurangi sedikit tenaga pemuda ini. Maka begitu dia
membentak dan marah memandang ayahnya maka Beng Tan
menghadapi perlawanan tangguh lagi di mana desakannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertahan dan pendekar itu tiba-tiba merasa dorongan yang
amat kuat dilancarkan puteranya itu.
"Robohlah!" Namun Giam Liong tak bergeming. Ayahnya membentak
dan marah namun terkejut karena tangan kiri tiba-tiba serasa
menembus sesuatu yang dingin. Pek-lui-kang yang sama-
sama mereka keluarkan tiba-tiba diganti oleh Giam Liong,
bukan lagi tenaga panas melainkan dingin dan mulailah Giam
Liong mengeluarkan hawa sakti dari pelajaran kitab kecil. Im-
kang atau tenaga Dingin dikerahkan dan hawa panas dari
ayahnya diredam, mencair dan tiba-tiba membeku dan Beng
Tan tersentak karena tangan kirinya mendadak kaku,
menggigil. Dan ketika pendekar itu ingin menambah tenaga
namun habis, seluruh kekuatan sudah dikerahkan maka hawa
dingin menembus dan mulai menyusupi seluruh tubuhnya,
hingga tulang-tulangnya berkerotok!
"Kau.... kau sudah mahir ilmu ayahmu, Giam Liong. Kau
hebat dan mengagumkan sekali!"
"Maaf," Giam Liong tak berani banyak menjawab. "Kaupun
hebat, ayah. Tapi aku harus mengalahkanmu!" dan ketika
tenaga dingin dirobah lagi menjadi panas, sang ayah belum
sempat memperbaiki diri maka Beng Tan berteriak karena
tubuhnya tiba-tiba serasa terbakar, disentak dan mendelik dan
tiba-tiba hawa panas itu berobah lagi menjadi dingin, begitu
berturut-turut. Dan karena pendekar ini hanya memiliki tenaga
Pek-lui-ciang karena Ang-in-kang masih di bawah Pek-lui-
ciang, maka begitu dirobah-robah tiba-tiba wajah pendekar itu
menjadi pucat dan merah berganti-ganti, bertahan namun
pedang di tangan kananpun mendadak juga diserang hawa
sakti Im-kang (Dingin) itu, ditahan namun Giam Liong sudah
menggantinya dengan tenaga Yang-kang (Panas). Dan ketika
pendekar itu terkejut karena dua hawa sakti menggencet
berganti-ganti maka tubuh tertunduK dan.... pendekar itu
muntah darah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Huak!" Pedang di tanganpun tak dapat ditahan. Beng Tan melesak
semakin dalam dan Golok Maut tiba-tiba menghisap dan
menarik lepas Pedang Mataharinya. Sang jago tua tak dapat
mempertahankan diri dan roboh terduduk, mukanya pucat
pasi. Dan ketika darah kembali terlontak karena Beng Tan
tetap bertahan dan tak mau menyerah, ingin binasa dalam
pukulan terakhir maka Swi Cu menjerit dan berkelebat
menghantam Giam Liong. "Jangan bunuh suamiku!"
Giam Liong terkejut. Saat itu dia harus menekan ayah
angkatnya ini karena meskipun jatuh terduduk ayahnya itu
masih melakukan perlawanan kuat. Sekali dia mengurangi
tenaga tentu pukulan ayahnya akan menghantam, berikut
pukulannya sendiri yang membalik. Maka ketika Swi Cu tiba-
tiba menyerang sementara semua perhatiannya terpusat ke
depan, bagian belakang tentu saja tak dijaga maka Swi Cu
menghantamnya telak tapi pukulan itu justeru menambah
kekuatannya untuk menghantam suaminya juga.
"Jangan...!" Seruan itu terlambat. Beng Tan terbelalak melihat
perbuatan isterinya itu. Dikira menolong tak tahunya malah
mencelakakan dirinya sendiri. Dan ketika pukulan mendarat
dan Giam Liong tersuruk, punggung dan sebagian pundaknya
terpukul berat maka Beng Tan seketika roboh tapi Swi Cu
sendiri juga terlempar karena tenaga sakti lawannya bergerak
dan menjaga tuannya. "Bress!" Nyonya itu jatuh pingsan. Swi Cu tak tahu bahwa
perbuatannya betul-betul berbahaya. Giam Liong sebagai
penerima pukulan justeru akan menyalurkan pukulan itu
kepada Beng Tan, meskipun Giam Liong juga menderita
karena pemuda itu melontakkan darah segar, terluka dan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuat juga karena betapapun segenap sin-kangnya sedang
dipakai untuk menghadapi ayah angkatnya. Maka begitu
ayahnya roboh dan Giam Liong juga ambruk ke depan,
menimpa tubuh ayahnya maka golok di tangan terlepas dan
dua senjata tajam itu jatuh berkerontang dalam posisi masih
saling hisap! "Keparat!" Wi Hong berteriak dan gusar. Wanita itu tak
menyangka tindakan Swi Cu. Dia sendiri sedang mengamati
jalannya pertandingan dengan jantung berdebar, mula-mula
pucat dan khawatir karena dua orang itu sama kuat, bahkan,
puteranya tampak terdesak tapi segera dapat memperbaiki diri
lagi. Dan ketika puteranya balas mendesak dan Beng Tan
pucat pasi, tak kuat bertahan, maka Wi Hong berseri-seri
karena segera melihat bahwa pertandingan itu akan segera
dimenangkan puteranya, meskipun lama. Sedikit tetapi pasti
puteranya di atas angin, apalagi setelah uap putih dan dingin
menyelimuti wajah puteranya itu, bergeser dan membungkus
pula tubuh Beng Tan. Dan ketika benar saja pendekar itu
terduduk namun alot melakukan perlawanan, Wi Hong marah
dan gemas melihat itu maka wanita ini kaget ketika Swi Cu
tiba-tiba berteriak dan menyerang puteranya. Dalam keadaan
seperti itu sesungguhnya amatlah berbahaya bila puteranya
di-bokong. W i Hong tak menyangka bahwa Swi Cu akan
melakukan itu. Dan ketika puteranya melontakkan darah dan
jatuh menimpa ayah angkatnya, Wi Hong berkelebat dan
berteriak gelisah maka wanita itu sudah menarik puteranya
dan Ki Bi serta anak-anak murid yang lain guncang menolong


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Swi Cu dan Beng Tan. "Keparat, jahanam terkutuk!" Wi Hong menyambar dan
menolong puteranya itu. Giam Liong roboh lemas namun tidak
pingsan, lain dengan Beng Tan yang terluka berat oleh
pukulan dalam. Dan ketika wanita itu menotok dan memeluk
puteranya, menangis dan bagai mana keadaan pemuda itu
maka Giam Liong minta dibantu duduk untuk menolong
dirinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tak apa-apa, ibu tak usah khawatir. Tapi.... tapi
tolonglah ayah dan juga ibu Swi Cu...."
"Apa" Kau minta aku menolong mereka itu" Bedebah,
justeru aku akan membunuhnya, Liong-ji, terutama Swi Cu.
Dia berbuat curang dan akan membunuhmu!" tapi ketika
wanita itu bergerak dan akan meninggalkan Giam Liong, yang
menyambar dan mencekal lengan ibunya maka Giam Liong
menggigil berkata pada ibunya itu.
"Ibu tak perlu mengingat ini. Itu adalah bukti kecintaan ibu
Swi Cu kepada suaminya. Pukulannya tak apa-apa bagiku, ibu,
tenaga sinkangnya tak sekuat sin-kangku. Kau tolonglah dia
atau ayah, aku akan menyembuhkan diriku dulu. Kalau ibu
sampai membunuh mereka maka aku tak akan mau lagi
bersamamu!" "Giam Liong!" Namun pemuda itu sudah memejamkan mata. Wi Hong
terbelalak dan terhenyak mendengar kata-kata puteranya ini.
Kalau saja dia tak diancam begitu barang-kali dia akan
menghajar Swi Cu, bahkan, mungkin membunuhnya. Tapi
ketika Giam Liong berkata bahwa pemuda itu tak akan mau
bersamanya, kalau ibunya membunuh maka Wi Hong tertegun
tapi akhirnya membanting kaki dengan marah.
"Baiklah, aku tak akan membunuh mereka, Liong-ji. Tapi
aku juga tak mau menolong!" dan duduk menemani
puteranya, yang bersila dan memejamkan mata Wi Hong
sudah menyambar atau memungut dua senjata ampuh di
tanah itu. Golok Maut dan Pedang Matahari masih saling
tempel dengan lekat, ditarik namun W i Hong gagal.
Terbelalaklah wanita itu karena dua senjata itu seolah suami
isteri atau musuh bebuyutan, tak akan meninggalkan yang lain
meskipun dibetot dengan keras. Dan ketika dia jengkel dan
membanting dua senjata itu, nyaring ke tanah maka tiba-tiba
Pedang Matahari dan Golok Maut lepas sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, sialan. Ditarik dan dibetot tak mau tiba-tiba dibanting
malah mau! Macam apa kalian ini, senjata-senjata sialan"
Memangnya minta kupukul-pukul ke tanah?"
Wi Hong menyambar dan memungut lagi dua senjata luar
biasa itu. Dari Golok Maut memancar hawa dingin sementara
dari Pedang Matahari memancar hawa panas, wanita itu
berkerut kening. Tapi ketika tak lama kemudian puteranya
membuka mata, selesai, maka Giam Liong bangkit berdiri
memandang sekeliling, melihat kerumunan atau anak-anak
murid Hek-yan-pang yang menolong ketua dan isterinya.
"Eh, ibu tak menolong mereka?"
"Kau sudah selesai?" sang ibu terbelalak, meloncat bangun,
bukannya menjawab melainkan malah bertanya. "Bagus, kalau
begitu bawa pedang dan golok ini, Liong-ji. Atau selesaikan
musuhmu daripada kelak membuatmu dibuntuti pembalasan!"
Giam Liong tertegun. Bukannya menerima tiba-tiba dia
berkelebat dan malah mendekati ayah ibu angkatnya itu. Ki B i
dan lain-lain menolong namun Beng Tan dan isterinya belum
juga siuman, terutama Beng Tan, ketua Hek-yan-pang yang
pucat dan kebiruan wajahnya ifu. Dan ketika Giam Liong
bergerak dan mendorong kerumunan orang-orang itu,
berlutut, maka pemuda ini sudah memeriksa dan cepat
mengeluarkan beberapa pil hijau.
"Berikan ini kepada ibu Swi Cu dan biarkan aku menolong
ayahku ini!" Ki Bi dan murid-murid tertua menyingkir. Tadinya mereka
was-was dan khawatir jangan-jangan pemuda itu akan
membunuh Beng Tan. Mereka bersiap-siap tapi Giam Liong
ternyata benar-benar menolong ayah angkatnya itu, karena
bersila dan sudah menyalurkan sinkangnya di punggung sang
ayah. Dan ketika pemuda itu meramkan mata dan melakukan
pengobatan, Ki Bi lega karena ketua mereka tak diganggu
maka Swi Cu ditolong dan sudah dijejali obat pemberian Giam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liong. Dan tak lama kemudian wanita itupun sadar. Luka yang
diderita Swi Cu tak seberat suaminya. Beng Tan mengalami
luka dalam parah dan keadaan pendekar itu benar-benar
berbahaya. Paling tidak, kalau dia sembuh, mungkin pendekar
itu perlu beristirahat setahun, tak mungkin kurang. Tapi begitu
Swi Cu sadar dan membuka mata, kerumunan anak-anak
murid membuatnya kaget maka nyonya itu teringat dan
beringas meloncat bangun.
"Mana bocah setan itu!" "
Ki B i terkejut. Isteri ketuanya itu membentak dan langsung
mendorong mereka, melihat Giam Liong yang sedang bersila
menolong ayah angkatnya. Dan ketika wanita itu tertegun
namun Swi Cu me lengking, marah melihat Giam Liong tiba-
tiba dia menerjang dan mencabut pedangnya.
"Bocah siluman, jangan sentuh suamiku!" dan pedang yang
bergerak serta menyambar punggung tiba-tiba meluncur
bersamaan tubuh wanita itu. Swi Cu mendelik melihat Giam
Liong, kemarahannya meledak sampai di ubun-ubun, Tapi
ketika wanita itu berkelebat dan pedang menusuk Giam Liong,
cepat dan marah maka berkelebat bayangan lain yang
langsung menangkis serangannya itu.
"Swi Cu, jangan bermain curang!"
Sang nyonya terkejut. Dari samping menyambar secercah
sinar putih yang berhawa dingin, menahan atau menangkis
serangan pedangnya itu. Dan ketika terdengar suara nyaring
dan pedangnya putus, Swi Cu terkejut dan me lempar tubuh
bergulingan maka sucinya sudah berdiri di situ dengan Golok
Maut di tangan, mata berapi-api.
"Berani kau menyerang puteraku maka kau mampus.
Majulah, kalau ingin ku-cincang!"
Swi Cu tertegun. Nyonya ini terkejut karena Wi Hong,
sucinya itu, sudah menghadang dengan golok di tangan,
bukan golok sembarang golok melainkan Golok Maut, senjata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang ampuhnya menggila itu! Namun karena wanita ini bukan
penakut dan dibentak atau diancam seperti itu dia menjadi
semakin marah maka menyambar dan mencabut pedang
seorang anak murid lain tiba-tiba nyonya itu melengking dan
berseru keras, menerjang lagi.
"Boleh, mari kita bertanding seribu jurus, suci. Biarpun
Golok Maut ada di tangan tapi aku tak gentar.... singg-
singgg!" dan pedang yang menusuk atau menikam akhirnya
sudah berkelebatan menyambar-nyambar lawannya itu,
disusul pukulan-pukulan Ang-in-kang dan Wi Hong mendengus
melayani sumoinya. Tapi karena sumoinya mainkan Pek-jit
Kiam-sut dan Silat Pedang Matahari itu adalah andalan Beng
Tan, si jago pedang, maka Wi Hong sibuk dan berkelebatan
pula mengimbangi lawan. Golok Maut mendesing dan membabat namun Swi Cu tak
mau beradu keras. Pedang di tangannya jelas akan kalah dan
wanita itu mengandalkan kecepatan dan kepandaiannya untuk
merobohkan lawan. Dan ketika Wi Hong terkejut karena
sumoinya itu bukan lagi sumoinya yang dulu, Swi Cu sekarang
adalah Swi Cu seorang isteri jago pedang maka senjata di
tangan wanita itu bergerak naik turun dan bergulung-gulung
mengelilingi lawan. Wi Hong mengandalkan keampuhan golok
dan ini menyelamatkannya. Swi Cu sering menarik pulang
tusukan atau tikamannya yang bertubi-tubi kalau sudah
dicegat golok di tangan sucinya. Dan karena masing-masing
memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri maka jadilah
pertandingan itu suatu pertandingan yang cepat dan imbang.
Ki Bi dan lain-lain menonton dengan tegang. Sebenarnya,
sulit bagi murid tertua Hek-yan-pang ini untuk membantu
salah satu pihak. Wi Hong adalah ketua lama sedang Swi Cu
adalah isteri ketua baru, di samping sumoi dari ketua lama itu.
Dan karena masing-masing merupakan atasannya, atau bekas
pimpinan yang tentu saja tetap berpengaruh maka Ki Bi tak
berani bergerak dan mungkin akan maju kalau dipaksa. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak-anak murid yang lainpun juga berdiri menjublak. Mereka
melihat pertempuran sengit itu di mana pedang di tangan Swi
Cu bergulung naik turun namun selalu ditarik pulang kalau
berhadapan dengan Golok Maut. Wi Hong coba membalas
namun kepan daian sumoinya itu ternyata lebih tinggi,
maklumlah, di samping ilmu-ilmu silat Hek-yan-pang wanita
itu juga menerima kepandaian dari suaminya, silat Pedang
Matahari atau Pek-jit Kiam-sut. Dan ketika golok berkali-kali
mengenai angin kosong karena Swi Cu berkelit atau berjungkir
balik tinggi maka Giam Liong yang tidak tahu dan
memusatkan perhatiannya untuk menolong sang ayah sudah
mencapai titik tingkat yang optimal. Pemuda itu bercucuran
keringat dan mandi peluh. Dia juga merasa lelah setelah
pertarungannya yang mati-matian tadi. Ayah angkatnya
memang luar biasa dan amat mengagumkan. Tapi ketika
setengah dari sin-kang pemuda ini sudah memasuki tubuh
ayahnya, wajah yang pucat dan kebiru-biruan itu mulai merah
maka setengah jam kemudian Beng Tan sadar dan membuka
matanya. Giam Liong merasa gerakan dan membuka mata
pula, Dan ketika ayahnya bergerak dan duduk menggigil,
terkejut, batuk-batuk, maka pendekar itu me lihat Giam Liong
yang mandi keringat. "Kau..... kau menolongku?"
Giam Liong mengangguk, tak menjawab. Pemuda itu
tersenyum pahit dan sang ayah tertegun. Beng Tan merasa
seluruh tubuhnya sakit-sakit tapi sesak di daerah dada tak lagi
mengganggu. Itulah berkat pertolongan anaknya ini, anak
atau bekas anak yang tadi bertanding dan hendak
dibunuhnya! Dan ketika pendekar itu bangkit dan gemetar,
seluruh berkerotok dan Giam Liong juga berdiri maka
pendekar itu mencengkeram dan membentak geram.
"Giam Liong, kenapa kau tidak membunuhku" Kenapa kau
malah menolong aku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, aku tak dapat membunuhmu, ayah. Dan akupun
menyesal akan ini...."
"Tapi aku bukan ayahmu, kau bukan keturunanku!"
"Benar, tapi kau telah mendidik dan membesarkan aku,
ayah. Dan aku bukanlah seorang manusia tak tahu budi!" dan
ketika Beng Tan tertegun dan bersinar-sinar, melihat bahwa
pemuda ini bukanlah pemuda kejam maka Giam Liong
melepaskan cengkeraman ayah angkatnya itu, menoleh.
"Lihat, ibuku dan ibu Swi Cu bertanding. Aku tak ingin mereka
sama-sama terluka. Kalau ayah masih teringat janji aku akan
melerainya dan setelah itu pergi. Terserah ayah apakah mau
memberi tahu pembunuh ayah kandungku itu atau tidak!"
Beng Tan terkejut. Pemuda itu bergerak dan berkelebat ke
tengah-tengah pertempuran. Wi Hong dan Swi Cu sama-sama
naik pitam dan masing-masing bertanding semakin sengit
saja. Saling, maki dan tusuk sudah puluhan kali banyaknya.
Tapi ketika Giam Liong bergerak dan membentak dua
ibunya, tangan menampar dan mengibas dua senjata itu maka
Wi Hong terhuyung sementara Swi Cu mencelat tapi pedang
sempat menggores lengan pemuda itu.
"Mundur..... cret!"
Swi Cu terlempar bergulingan meloncat bangun. Memang
Giam Liong masih belum pulih seluruhnya dan sinkangnyapun
tinggal separoh. Separoh yang lain diberikan kepada ayah
angkatnya itu dan menangkis pedang Swi Cu dia masih juga
tergurat, kekebalannya berkurang. Dan karena Wi Hong
menarik goloknya dan sang putera tak sampai terluka, Giam
Liong tak perduli kepada itu maka dua wanita ini sudah
berhadapan kembali dan Swi Cu melotot, melengking dan s iap
menerjang lagi. "Tahan!" pemuda itu berseru. "Kami akan segera
meninggalkan tempat ini, ibu. Tak usah saling serang dan
bantu suamimu!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku bukan ibumu!" Swi Cu memekik. "Aku tak punya anak
seperti kau, Giam Liong. Kau bunuhpun aku tak apa!" namun
Beng Tan yang bergerak dan menangkap isterinya, mencegahi
dan menggigil menyuruh isterinya bersabar tiba-tiba sudah
berdiri di depan isterinya itu.
"Dia benar," pendekar ini berkata. "Urusan ini tak perlu
diperpanjang, niocu. Aku sudah kalah dan kita harus tahu
diri!" "Bagus!" Wi Hong tertawa, berkelebat dan berdiri pula di
depan puteranya. "Kalau begitu sebutkan siapa pembunuh
suamiku itu, Beng Tan. Di mana dia berada dan siapa itu si
Kedok Hitam!" "Aku tak dapat menerangkan jauh," Beng Tan bersikap
dingin, acuh. "Silahkan kau cari sendiri dan ketahui siapa
musuhmu itu." "Eh, kau ingkar janji?"
"Aku tidak ingkar, Wi Hong!" Beng Tan membentak. "Tadi
sudah kukatakan bahwa aku tak mau menerangkan siapa laki-
laki itu. Aku hanya mau menerangkan di mana kira-kira ia
berada!" "Benar," Giam Liong mengangguk, mendahului ibunya.
"Inipun cukup, ibu. Kalau ayah tak mau menerangkan siapa
dia tentu ada sesuatu, yang menyulitkan ayah bicara. Aku
sudah cukup puas kalau mengetahui di mana kira-kira si
Kedok Hitam itu berada, asal ayah tidak menghubunginya dan
menyuruh dia menyingkir!"
"Aku bukan komplotan!" Beng Tan membentak, merah
mendengar kata-kata Giam Liong itu. "Jangan menuduh aku
seperti itu, Giam Liong. Aku tak serendah untuk bergaul
dengan orang jahat!"
"Bagus, kalau begitu sebutkan di mana dia!" Wi Hong, yang
terkekeh dan senang melihat kemarahan lawan tiba-tiba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendahului puteranya, tak mau didahului. "Kami ingin segera
mencari dan menangkapnya, Beng Tan. Sebutkan di mana dia
dan hati-hati kalau kau bohong!"


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku hanya dapat mengira-ngira dia ada di mana, yakni
ada di kota raja. Kalau kalian ingin mencari dan
mendapatkannya maka temuilah di sana."
"Di kota raja" Di bagian mana?" Wi Hong tertegun,
menatap sang pendekar dengan pandangan terbelalak, tajam.
"Aku hanya dapat menerangkan begitu saja, tepatnya di
istana. Nah, bohong atau tidak terserah kalian. Mudah-
mudahan orang yang kalian cari masih tetap ada di sana!"
Beng Tan balas memandang, dingin dan tak acuh dan tiba-tiba
dia menekan dada yang hendak batuk-batuk. Terlalu banyak
bicara membuat pendekar itu tak kuat, maklumlah, luka
dalamnya belumlah sembuh dan dia sudah merasa pusing-
pusing lagi. Giam Liong tahu itu dan menarik ibunya. Dan
karena keterangan sudah didapat dan si Kedok Hitam ternyata
ada di kota raja, di istana, maka Giam Liong membungkuk dan
berkata, "Baiklah, terima kasih, ayah. Dan maaf atas semua yang
terjadi ini. Aku tak bermaksud untuk menyakiti hatimu."
"Dan kalian tak memberi tahu di mana anak kandungku?"
Swi Cu me lengking, gusar dan mau maju lagi tapi ditahan
suaminya yang batuk-batuk. Swi Cu marah dan terpaksa
menahan diri karena suaminya tiba-tiba limbung. Dan ketika
Giam Liong tertegun dan mengerutkan kening, tak tahu di
mana adanya pemuda itu selain dibawa Yang Im Cinjin tiba-
tiba ibunya sudah berseru, terkekeh,
"Swi Cu, tadi sudah dikatakan bahwa pihak yang kalah
harus tunduk kepada yang menang. Dan kami tentunya tak
perlu memberi tahu di mana anakmu itu. Bukankah kalian
kalah dan tak perlu banyak menuntut" Diberi hiduppun kalian
masih untung, tak usah bertanya-tanya!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi kau sudah mendapatkan anakmu, kau licik!"
"Hm, dan kaupun mendapatkan kedudukan di sini, Swi Cu.
Kita sudah adil dengan kejadian ini. Aku dan Giam Liong tak
akan mendepak kalian untuk memimpin partai!"
"Aku tak perduli kedudukan. Puteraku jauh lebih berharga
daripada kedudukan. Serahkan atau kau mampus!" dan Swi
Cu yang menerjang dan melepaskan suaminya tiba-tiba marah
besar karena sucinya bicara begitu enak. Darah dagingnya tak
dapat ditukar dengan apapun, biarpun kedudukan tinggi. Tapi
ketika Wi Hong mengelak dan menangkis, Golok Maut
membentur pedang di tangan sumoinya itu maka Swi Cu
melempar tubuh bergulingan tapi sudah menyambar pedang
yang lain lagi karena pedangnya itu putus. Namun sebelum
wanita ini menerjang tiba-tiba Giam Liong berkelebat dan
berdiri menghadang. "Ibu...." "Aku bukan ibumu!"
"Baiklah, dengar, bibi. Aku tak ingin kalian saling serang
lagi untuk urusan ini. Han Han, puteramu, akan kubawa
kemari sebagai pengganti dan obat kecewamu. Aku tahu
bahwa dia dibawa seseorang dan akan kucari orang itu. Kau
tak perlu lagi marah-marah."
"Enak saja kau bicara" Ibumu menukar dan menculik anak
harus kudiamkan dan tak boleh marah-marah" Eh, matipun
menghadapimu aku tak takut, Giam Liong. Meskipun kau
sudah lihai dan pintar sekarang!"
"Tunggu...!" namun Giam Liong yang mengelak dan
diserang lawannya tiba-tiba mendengar ibunya terkekeh dan
berkelebat, menghadapi Swi Cu.
"Tak usah panjang lebar. Serahkan dia kepadaku, Liong-ji.
Dan kau mundurlah!" namun Giam Liong yang membentak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan menyambar ibunya tiba-tiba menotok dan merampas
Golok Maut, yang hampir saja mengenai leher Swi Cu!
"Ibu tak usah ikut campur dan diam sajalah di situ. Biar aku
yang membereskan.... dess!" dan Wi Hong yang roboh tapi
Swi Cu juga mencelat tiba-tiba sudah membuat Giam Liong
berdiri dengan muka merah, berhadapan dengan ayah
angkatnya yang terbelalak dan mengeluh lemah memanggil-
manggil isterinya itu. "Ayah, apakah bibi tak dapat kau beri tahu" Apakah kau tak
dapat membujuknya agar tidak menyerang lagi" Aku berjanji
akan mengembalikan dan membawa puteramu ke mari, ayah.
Dan ini sudah di luar pertaruhan!"
Beng Tan batuk-batuk. Melihat dan mendengar kata-kata
Giam Liong memang dia harus meredakan kemarahan
isterinya itu. Dia juga tahu bahwa mana mungkin seorang ibu
bisa menahan marah diperlakukan seperti itu, anaknya diculik
dan kini malah dibawa orang lain pula, orang yang tak mereka
ketahui siapa! Namun karena Giam Liong tampil sebagai
pemenang dan pihaknya sebagai yang kalah, pendekar itu
adalah seorang gagah yang tak mungkin menjilat janji maka
dia sudah terbungkuk dan menyambar isterinya itu,
mencengkeram. "Niocu, jangan buat aku malu. Kalau kau ingin
menyerangnya lagi lebih baik bunuhlah aku dulu, tikam
dadaku ini!" kemudian, ketika isterinya menangis dan gemetar
tak berbuat apa-apa pendekar ini menghadapi Giam Liong
kembali, berkata, suaranya penuh sesal dan berat, "Lihat, aku
sudah mengendalikan isteriku, Giam Liong. Dan kami tak akan
menyerangmu lagi. Terima kasih kalau kau berjanji untuk
membawa dan mengembalikan puteraku. Tapi bolehkah
kutanya berapa lama janji yang kauberikan itu!"
Giam Liong tertegun. "Kira-kira enam bulan," katanya.
"Tapi paling lama satu tahun. Bagus, aku lega melihat bibi tak
bersikap nekat lagi, ayah. Dan terima kasih pemberitahuanmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentang musuh besarku itu. Aku akan pergi, dan maaf untuk
semua kejadian tak menyenangkan ini!" tapi ketika Giam Liong
membalik dan melihat Pedang Matahari, karena pedang itu di
tangan ibunya setelah Golok Maut dirampas tiba-tiba pemuda
ini tertegun namun cepat melangkah menghampiri ibunya itu,
mengulurkan lengan. "Ibu, pedang ini bukan punya kita. Berikan dan biarkan kita
kembalikan kepada ayah!"
Namun sang ibu mengelak, membentak. Dan ketika Giam
Liong tertegun me lihat ibunya berdiri tegak maka ibunya itu
berkata, "Liong-ji, musuh yang kalah adalah taklukan kita.
Pedang ini juga menjadi pedang kita, tak usah diserahkan dan
biar untukmu!" "Hm, tidak," sang putera menggeleng, tak dapat menerima
permintaan ibunya. "Musuh ini bukan musuh kita, ibu. Jelek-
jelek dia adalah ayahku Beng Tan. Tidak, berikan kepadaku
dan biar kukembalikan kepada pemiliknya!" dan ketika Giam
Liong berkelebat dan menyambar pedang itu, dielak tapi jari
sudah menotok pergelangan tangan maka Wi Hong tak dapat
mempertahankan miliknya lagi, berteriak dan pedang sudah di
tangan anaknya. "Jangan diberikan!" wanita itu menjerit, marah dan
penasaran. "Kalau kau yang kalah tak mungkin Golok Maut tak
dirampasnya, Giam Liong. Serahkan kepada ibu dan jangan
diberikan kepada musuhmu itu!"
Namun Giam Liong tak perduli. Ibunya bergerak dan
hendak merebut lagi namun pemuda ini sudah menotoknya
roboh. Apa boleh buat ibunya terpaksa dilumpuhkan. Dan
ketika Wi Hong memekik dan marah-marah dengan
umpatannya yang pedas maka pemuda itu sudah bergerak ke
arah ayah angkatnya dan menyerahkan Pedang Matahari.
"Ini bukan milik kami, kukembalikan kepada ayah. Semoga
ayah menerimanya dan sekarang kami pergi!" lalu, ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beng Tan mendelong dan menerima pedang, perasaannya
campur aduk maka Giam Liong memutar tubuhnya dan
menyambar ibunya itu. Di s itu wanita ini memaki-maki namun
Giam Liong tak membebaskan totokannya. Kalau dibebaskan
tentu ibunya mengamuk, minima l akan menyerang Beng Tan
dan merebut kembali Pedang Matahari itu. Dan ketika pemuda
ini melangkah lebar dan meninggalkan orang tua angkatnya,
dipandang seluruh anak-anak murid Hek-yan-pang dengan
gentar dan kagum maka Giam Liong sudah tiba di tepi pulau
dan menendang sepotong papan. Papan ini terlempar masuk
ke telaga, Giam Liong berjungkir balik dan melayang turun di
atas papan itu, dengan ilmu meringankan tubuhnya yang
tinggi. Dan ketika pemuda itu menggerakkan tangan kiri
karena tangan kanan masih dipakai untuk memanggul ibunya,
Wi Hong berteriak-teriak tak diperdulikan maka pemuda itu
sudah meluncur dan menyeberangi telaga dengan cepat dan
luar biasa, seolah berjalan di air!
"Anak yang hebat, pemuda yang mengagumkan!" Beng
Tan tak terasa mengeluarkan suara memuji, mengikuti dan
membelalakkan mata melihat semua gerak-gerik bekas anak
angkatnya itu. Dan ketika murid-murid yang lain juga
mengangguk-angguk dan kagum, mereka memandang dengan
sorot mata takjub maka Giam Liong lenyap dan sudah
menghilang di seberang sana. Tapi begitu pemuda itu meng
hilang dan lenyap, tak ada anak-anak murid yang menghalangi
tiba-tiba Beng Tan batuk-batuk dan roboh pingsan. Pendekar
itu terpukul oleh kenyataan pahit yang harus diterimanya. Dia
kalah oleh bekas anak didiknya sendiri, dalam sebuah
pertarungan mati hidup. Tapi karena bekas anak didiknya itu
adalah keturunan Si Golok Maut, lawan paling lihai sebelum
dia berhadapan dengan pemuda itu maka Beng Tan tak kuat
dan roboh terguling. Ada dua hal yang menyebabkan pendekar ini begini.
Pertama adalah luka dalamnya itu, yang untung cepat-cepat
diobati dan ditolong Giam Liong, bekas musuhnya itu. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena dia belum sembuh betul karena pertolongan itu masih
harus dilanjutkan dengan pengobatan sendiri, padahal dia
terguncang bahwa Giam Liong bukan anak kandungnya maka
Beng Tan tak dapat menahan lagi ketika dadanya mendadak
sesak. Tadi ketika bicara dan marah-marah kepada Giam Liong
dia belum merasakan itu. Tapi begitu si pemuda lenyap dan
meninggalkan pulau mendadak saja dadanya sesak karena
kekecewaan dan penyesalan hebat melanda dirinya. Dia telah
mewariskan dan menurunkan ilmu-ilmunya kepada keturunan
Si Golok Maut. Dan ketika kenyataan itu membuat Beng Tan
tak kuat, roboh dan mengeluh maka pendekar ini terguling
dan seketika itu pingsan. Swi Cu menjerit dan memekik
menyambar suaminya ini. Tapi ketika melihat wajah yang
pucat dan suaminya sukar bernapas, guncangan batin itu
mengganggu hebat maka wanita ini me lolong dan cepat
menolong suaminya itu. Ki Bi dan lain-lain terkejut dan cepat
pula bergerak. Mereka membantu dan membawa masuk ketua
mereka ini. Dan ketika di kamar Beng Tan mendapat
perawatan intensip, Swi Cu dan Ki Bi atau yang lain-lain
menyalurkan sinkang dan memberi pertolongan maka Beng
Tan sadar tapi wajah pendekar itu masih pucat, gemetar dan
menggigil. "Kalian pergilah, biarkan isteriku sendiri!" Beng Tan
mengusir dan menyuruh murid-muridnya keluar. Dia tak enak
melihat Ki Bi dan murid-murid wanita yang lain ada di situ,
teringat kejadian lama. Dan ketika Ki Bi menyingkir dengan
muka merah, diam-diam tertusuk maka Beng Tan bersandar
dan minta didudukkan yang tegak.
"Aku hanya ingin menerima sinkang darimu. Yang lain, tak
usah sajalah!" "Tapi lukamu berat, suamiku. Semakin banyak sinkang
memasuki tubuhmu jadinya tentu semakin baik!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi mereka murid-murid wanita semua, mana aku mau"
Tidak, hanya kau yang boleh, Cu-moi. Selebihnya, biar di luar
dan menjaga!" Swi Cu menangis. Dia sendiri tak ingat akan itu dan tak
apa-apa. Tapi mendengar suaminya bicara seperti ini
mendadak saja dia merasa terharu dan memeluk suaminya
itu, menciumi. "Baiklah, aku akan membantumu, suamiku. Biarlah kita
sama duduk berhadapan tapi sinkangku tentu tak sebanyak
seperti yang kauinginkan. Pertolonganku tentu lama!"
"Tak apa. Suruh murid-murid kita mencari ramuan obat dan
menggodoknya. Lukaku memang berat, paling tidak enam
sampai dua belas bulan baru sembuh betul. Sudahlah, kita
mulai, niocu. Aku tak berani banyak bicara..... uhh!" dan
ketika Beng Tan batuk dan menyeringai kesakitan, Swi Cu
menutup mulut dan tak berani bicara lagi maka suami isteri itu
sudah bersila dan saling berhadapan. Swi Cu memberi
sinkangnya tapi wanita inipun tak bisa berkonsentrasi baik,
sering tersendat-sendat dan macet karena dia menggigit bibir
dan menahan tangis. Kemarahan dan sakit hati Swi Cu belum
reda. Dia masih membenci dan dendam akan perbuatan
sucinya, juga Giam Liong, karena pemuda itu ternyata
keturunan Si Golok Maut Sin Hauw, tokoh yang ganas dan
dulu pernah membuat Hek-yan-pang diobrak-abrik. Kalau
tidak ada suaminya ini barangkali dulu-dulu Hek-yan-pang
sudah bubar, barangkali, malah hancur! Tapi ketika dia
menguatkan hati dan sang suami berbisik mengingatkan,
bahwa pikiran tak boleh melantur ke mana-mana maka
nyonya itu menarik perhatiannya untuk mengobati suami
tercinta. Beng Tan menelan obat-obatan pula di samping
masuknya sinkang itu. Anak-anak murid berjaga dan nama Giam Liong tiba-tiba
menjadi bahan pembicaraan dan bisik-bisik yang menarik.
Pemuda itu bukan lagi sebagai bekas putera pangcu mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melainkan memiliki "nilai lebih", yakni sebagai putera atau
keturunan Si Golok Maut. Dan karena Golok Maut sudah
dikenal namanya dan kegemparan yang dibuatpun juga
mengguncang dunia kang-ouw maka diam-diam anak murid
Hek-yan-pang mempunyai bayangan ngeri tentang pemuda
itu. Sepak terjang pemuda ini tentu akan lebih hebat daripada
ayahnya. Dan mengingat ketua mereka kalah di tangan
pemuda itu, yang telah mewarisi pula kitab-kitab mendiang
ayah kandungnya maka murid-murid Hek-yan-pang bergidik
dan kagum serta ngeri membayangkan Giam Liong. Ketua
mereka terkenal sebagai pendekar kelas wahid, tak ada yang
menandingi. Tapi bahwa hari itu pecundang dan kalah oleh
Giam Liong maka mereka bergidik dan ngeri teringat pemuda


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini. Apalagi karena pemuda itu membawa Golok Penghisap
Darah, Golok Maut! Dan ketika mereka gentar dan saling
berbisik satu sama lain maka Beng Tan yang sudah seminggu
mendapat pengobatan tiba-tiba berkata pada isterinya bahwa
ingin pergi. "Apa" Kau gila" Dalam keadaan belum sembuh benar?"
"Hm, aku cukup sehat. Asal tidak bertanding lagi dengan
pemuda itu tentu aku kuat untuk bepergian seperti biasa. Kau
tinggallah di sini, niocu, aku mau pergi mendinginkan hati,
juga untuk sesuatu keperluan."
"Kau mau ke mana" Keperluan apa?"
"Mencari anak kita itu. Aku juga ingin menemukannya
sendiri," dan ketika Beng Tan menarik napas dan kelihatan
masygul, wajahnya muram maka sang isteri bergerak dan
mencengkeram bahunya. "Aku ikut?" seruan ini mengejutkan suami. "Aku juga tak
mau tinggal di sini kalau kau pergi!"
"Ikut" Ah!" Beng Tan melepaskan bahunya, menggeleng.
"Jangan, niocu. Kau harus menjaga di sini mewakili aku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada Ki B i di s ini!" sang isteri berseru, mengingatkan. "Dan
ada adik-adik seperguruannya pula yang dapat mewakili kita.
Kalau kau pergi aku juga pergi, tak mau sendiri!"
Beng Tan tertegun. Isterinya sudah berkata lantang dan
kalau sudah begitu maka tak mungkin dia mendebat lagi.
Semakin didebat tentu isterinya semakin berang, salah-salah
mereka bisa saling cek-cok sendiri! Dan ketika Beng Tan
mengangguk dan menghela napas, apa boleh buat harus
menerima itu maka dia berdiri dan masuk ke kamar. "Baiklah,
kita siapkan buntalan kita. Mari pergi."
Ganti anak-anak murid terkejut. Ki Bi tertegun ketika
dipanggil dan mendengar keinginan pangcunya, bengong tapi
segera mengangguk menerima perintah. Dan ketika hari itu
juga Beng Tan meninggalkan markas, berkata ingin mencari
anaknya yang hilang maka suami isteri itu sudah berangkat
dengan Beng T an agak terhuyung sedikit jalannya, betapapun
belum sembuh luka-lukanya.
"Harap pangcu hati-hati. Maafkan kami hanya dapat
mengantar sampai di luar telaga."
"Tak apa, inipun cukup, Ki Bi. Pulanglah, dan urus
pekerjaan sehari-hari seperti biasa." dan begitu Beng Tan
bergerak dan menyambar isterinya, berkelebat, maka Ki Bi
dan anak-anak murid yang lain terpaku dan sejenak tak
mampu berkata-kata. Mereka tahu kesedihan dan wajah
murung ketuanya itu. Mereka tahu akan kekecewaan dan
perasaan yang bergolak di hati ketuanya itu. T api begitu sang
ketua lenyap dan Ki B i bersama anak murid kembali maka Swi
Cu di sana bertanya kepada suaminya ke mana suaminya itu
menuju. "Tak ada lain, kita cari di kota raja. Sekalian melihat atau
mendengar sepak terjang Giam Liong!"
"Ke kota raja" Mencari... mencari Kedok Hitam itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan dia, isteriku. Tapi barangkali melalui dia kita dapat
menemukan anak kandung kita itu. Marilah!" dan ketika Beng
Tan mempercepat langkahnya dan sang isteri tertegun, pucat,
maka mereka sudah terbang dan keluar masuk hutan,
menyelinap atau melompati jurang-jurang curam untuk
akhirnya bergerak seperti siluman. Dilihat sepintas, jago
pedang ini seolah sembuh betul, tak ada yang tahu bahwa
beberapa kali dia menahan sakit kalau terpaksa mengeluarkan
tenaga berlebihan, mendaki atau berlari kelewat cepat
umpamanya. Dan ketika suami isteri itu bergerak dan terbang
menuju utara, ke kota raja, maka Giam Liong dan ibunya
mungkin sudah membuat gempar di istana!
O0dw0O Marilah kita tengok dahulu suatu tempat di Laut Selatan
(Lam-hai). Kita ting-galkan dahulu masalah Giam Liong
maupun Beng Tan dan isterinya itu. Mari kita kunjungi suatu
ceruk atau guha-guha di bawah dinding terjal Laut Selatan.
Jauh di sini, jauh dari keramaian dunia tampak sederetan
guha-guha yang angker dan gelap di bawah dinding terjal
pantai selatan. Dilihat dari atas tak akan ada yang tahu bahwa
banyak terdapat sekumpulan guha di situ. Hanya kalau orang
turun dan berani merayap ke bawah, dari ketinggian beratus-
ratus meter orang akan tahu adanya deretan guha-guha hitam
ini. Tak ada jalan masuk ke situ kecuali melalui dinding terjal
itu, dinding yang bahkan berlumut dan tampaknya tak pernah
dijarah manusia. Dan karena sederetan guha-guha hitam ini
kelihatan sunyi dan angker, hanya burung atau walet yang
beterbangan saja yang rupanya tahu maka pantas kalau orang
menyebut tempat ini sebagai Guha Siluman.
Tak ada gerakan atau kehidupan di situ. Ombak yang
menderu dan menghantam dinding karang, berdebur dan
merencak-rencak memang tampaknya tak mungkin ditinggali
manusia. Tempat itu pantas disebut sebagai tempat siluman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena agaknya hanya mahluk-mahluk halus atau siluman
sajalah yang dapat tinggal di situ. Guha-guha hitam yang
gelap dan berderet berjajar-jajar tampaknya memang pas
untuk tempat tinggal siluman atau mahluk-mahluk halus. Tapi
ketika sesosok bayangan putih muncul dan keluar dari salah
satu guha-guha itu, guha yang hitam dan gelap maka orang
akan tertegun melihat bayangan ini.
Silumankah dia" Hantu yang sedang mencari hawa segar di
tempat terbuka" Tampaknya begitu, kalau seorang nelayan
atau penakut yang sudah biasa dijejali cerita-cerita
menyeramkan. Tapi kalau orang mau melihat dekat dan
memberanikan diri untuk melihat ini, tanpa takut atau seram
maka justeru orang akan tertegun melihat siapa bayangan
putih ini, yang ternyata seorang berwajah tampan dengan
baju atau pakaian sederhana, dari bahan blacu yang dijahit
tangan, amat bersahaja! Siapakah dia" Inilah Han Han, putera atau murid Im Yang
Cinjin yang sakti! Pagi itu dia muncul untuk mulai berlatih.
Kedua jari tangannya digerak-gerakkan ke bawah dan jari-jari
yang berkerotok tiba-tiba mengeluarkan dua sinar berbeda.
Satu putih sedang yang lain kebiruan. Han Han sedang
melemaskan diri dengan pukulan Im-yang-sin-kun (Pukulan
Sakti Im Yang). Dan ketika jari-jari tangannya semakin
berkerotok dan sinar kebiruan serta putih di kedua lengannya
itu semakin terang, melebar dan menyilaukan mata mendadak
pemuda ini bergerak dan terjun ke bawah, menyambut debur
ombak yang saat itu menghantam dinding karang.
"Haiiiitttt....!"
Pekik atau teriakan panjang ini menggetarkan seluruh
pantai samodera. Dinding karang serasa berderak dan kedua
lengan Han Han menyambar ke bawah, menyambut atau
menampar gulungan ombak yang menghajar karang,
tingginya hampir serumah. Dan ketika Han Han terjun dan
menampar ke bawah, sinar biru dan putih itu bercuitan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dahsyat, menggelegar menghantam ombak maka ombak
setinggi rumah yang menghajar dinding karang tiba-tiba
tertahan dan ambyar berantakan, tertolak balik.
"Byarrr!" Han Han berjungkir balik turun di tempat yang kosong. Air
tak sampai ke sini karena pukulan Han Han tadi menghajar
bukit ombak setinggi rumah, meluncur dan turun dengan
tenang. Tapi karena ombak yang belakang ganti menyusul
dan menyambar lagi, Han Han melejit dan meloncat tinggi ke
atas maka pemuda itu kembali menggerakkan kedua
tangannya untuk menghantam ombak.
"Byar-byarr!" Han Han akhirnya berkelebatan. Pemuda ini mulai berlatih
karena ombak-ombak yang dihajar terpental balik, tertolak
tapi temannya di belakang mendorong dan menyerang lagi.
Dinding karang itu memang setiap hari pasti dipukul ombak.
Gulungan air yang setinggi bukit atau gunung sudah biasa
menghantam dinding-dinding karang ini. Dan karena Han Han
harus menahan atau mementalkan mereka, tempat yang
diinjak tak boleh basah maka jadilah pemuda itu melengking
dan memukul-mukul ke depan, menghalau atau menghajar
bukit-bukit ombak yang tampaknya kian ganas saja. Mereka
itu rupanya juga marah karena pekerjaan mereka diganggu
pemuda ini. Han Han diserang dan pemuda itu berkelebatan
sambil memukul-mukulkan kedua lengannya. Dan ketika sinar
biru dan putih berkeredepan menyilaukan mata dan tubuh
pemuda itu kini tak menginjak tanah lagi, mendahului dan
menghantam bukit ombak maka muncul lah sesosok bayangan
lain di muka guha, seorang tosu berpakaian putih-putih yang
berseri dan tertawa-tawa melihat perbuatan pemuda itu.
"Bagus, hebat dan bagus pukulanmu, Han Han. Tapi
sekarang kerahkan tenaga Im-kang dan bekukan bukit ombak
itu!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Han menoleh. Dia tidak terkejut mendengar dan
melihat seruan kakek ini. Itulah gurunya Im Yang Cinjin atau
Yang Im Cinjin, kakek sakti yang sudah muncul melihat
latihannya. Dan ketika kakek itu berseru sementara sebuah
bukit ombak kembali menyerangnya, menggulung dan hendak
membungkus tubuhnya tiba-tiba pemuda itu mengeluarkan
bentakan dahsyat di mana kedua lengannya tiba-tiba memutih
berkilauan, bagai salju. "Klap!" Guntur serasa memekakkan telinga. Ledakan yang amat
dahsyat keluar dari tangan pemuda itu, menyambar atau
menyambut ombak setinggi bukit ini. Dan ketika hawa dingin
menyambar dan ombak yang setinggi bukit itu tertahan, aneh
sekali, maka tiba-tiba mereka tidak lagi ambyar melainkan
beku seperti bukit es! "Bagus!" Yang Im Cinjin terkekeh-kekeh. "Lakukan lagi,
Han Han. Pukul dan buat yang lain-lain juga begitu!"
Han Han membentak lagi. Gulungan ombak di belakang
bukit es yang sudah dibuat beku itu mengamuk marah.
Pemuda itu berkelebat dan kembali dua sinar putih me luncur
dari tangannya. Hawa dingin membekukan tulang menyambut
atau menghantam gulungan ombak itu, ombak yang lain. Dan
ketika ledakan dahsyat memekakkan tempat itu dan sinar
putih bertemu ombak setinggi gunung maka ombak inipun
beku dan "berdiri" seperti bukit es. Han Han berkelebatan dan
menerima lagi ombak-ombak yang lain, membentak dan
mengeluarkan pukulan Im-nya yang dahsyat itu. Dan ketika
gunung-gunung atau bukit es muncul lagi di sana-sini, susul-
menyusul maka cepat dan luar biasa Han Han telah mencipta
puluhan ombak-ombak Laut Selatan menjadi gunung atau
bukit es yang baru! "Ha-ha, bagus. Luar biasa sekali. Buatlah seratus gunung di
sekitar tempat ini, muridku. Bentengi dinding karang ini
dengan gunung-gunung es!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Han tak berhenti dan terus bergerak. Pemuda itu
menyambar atau berkelebatan dari satu gunung es ke gunung
es yang lain, menghantam atau menyambut ombak-ombak
setinggi bukit untuk dibekukan. Dan ketika tak lama kemudian
seratus gunung telah dibuat dan tempat itu penuh dengan
bukit-bukit beku, Han Han telah merobah air menjadi batu
maka Yang Im Cinjin tertawa bergelak melihat kehebatan
muridnya, yang kini berhenti dan berdiri gagah di sebuah bukit
es bagai seekor rajawali sakti!
"Luar biasa!" kakek itu berseru. "Kepandaianku benar-benar
telah kauwarisi dengan baik, Han Han. Tapi coba cairkan
bukit-bukit itu dan kembalikan mereka kepada asalnya!"
"Baik," Han Han berkelebat turun, kedua lengannya tiba-
tiba berkerotok dan berobah merah marong, bagai api. "Aku
akan mengeluarkan tenaga Yang (panas), suhu. Dan coba
lihat apakah inipun sudah sempurna.... blarr!" pemuda itu
membalik dan menghantam bukit di depannya, air samodera
yang beku. Dan begitu sinar merah menyambar dan
mengeluarkan ledakan dahsyat, bagai petir, maka tiba-tiba
bukit es itu ambyar dan rontok berguguran. Selanjutnya Han
Han berkelebatan lagi dan menyambar-nyambarlah pemuda
itu dari satu gunung es ke gunung yang lain, menghantam
atau menyentuhkan kedua lengannya yang merah marong itu
kepada bukit-bukit ciptaan. Dan ketika bukit-bukit itu
berguguran dan air yang beku mencair lagi, samodera kembali
bergolak maka bukit-bukit itu lenyap dan Han Han
beterbangan di atas permukaan Laut Selatan.
"Ha-ha, mentakjubkan dan luar biasa !" Yang Im Cinjin
memuji dan bertepuk tangan. "Pukulan panasmupun sudah
nyaris menyamai aku, Han Han. Ah, luar biasa dan
mentakjubkan!" dan ketika debur atau hantaman ombak
kembali terdengar, Han Han telah memecahkan gunung-
gunung es itu maka pemuda ini bergerak naik turun di antara
bukit-bukit ombak yang menyerangnya. Laut Selatan kembali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergolak setelah tadi sejenak didiamkan pemuda ini. Han Han
telah "menjinakkan" mereka dengan merobahnya sebagai
bukit-bukit es. Itulah pukulan Im-kang atau Dingin yang luar
biasa, kini menunjukkan pukulan Yang-kang atau Panas yang
tak kalah hebatnya pula. Dan ketika Laut Selatan mengamuk
namun Han Han berseliweran naik turun maka Y ang Im Cinjin
berkelebat dan turun tangan menghadapi muridnya sendiri.
"Bagus, sekarang pinto (aku) yang maju. Awas, tahan
pukulan!" Han Han terkejut. Gurunya menyambar bagai siluman dan
tahu-tahu sudah bergerak di atas lautan pula, tidak menginjak
air me lainkan beterbangan seperti bersayap, menyerang dan
menyambarnya bagai garuda mematuk-matuk. Gurunya itu
telah mengeluarican ilmu meringankan tubuh yang amat tinggi
di mana dengan beterbangan seperti burung gurunya itu telah
melakukan tamparan-tamparan dahsyat. Dingin dan Panas
silih berganti hingga ombak lautpun sering berubah-ubah,
sebentar beku sebentar cair! Dan ketika Han Han terkejut tapi
tentu saja girang, mengelak dan menangkis maka guru dan
murid sudah bertanding di atas lautan.
"Ha-ha, bagus, Han Han. Balas pinto dan coba terima ini....
dess!" Han Han berjungkir balik, gurunya melakukan dorongan
dahsyat dan dia menerima, jatuh tapi menahan dengan
pukulan dingin pula. Dan ketika gurunya terdorong tapi dia


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpental, ombak membeku dan dijadikan tempat berpijak
maka Yang Im Cinjin sudah merobah pukulannya dan
menyerang kembali. "Yang ini..... blarr!" Han Han dipaksa bergerak cepat,
membentak dan menangkis pukulan gurunya itu dan ledakan
bagai halilintar memecahkan anak telinga. Yang Im Cinjin
sudah bergerak dan menyerang lagi, cepat dan bertubi-tubi
dan dentuman atau suara menggelegar silih berganti pula
mengisi hiruk-pikuk Laut Selatan. Dan ketika dua bayangan
putih saling sambar dan masing-masing saling desak atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dorong maka tampaklah bahwa Han Han mampu mengimbangi gurunya, meskipun tak mampu mendesak
karena gurunya juga mampu bertahan!
"Bagus.... bagus...!" gurunya terkekeh-kekeh. "Cepat dan
luar biasa sekali kemajuanmu, Han Han. Ah, pinto sekarang
mulai lelah.... des-dess!" sang tosu tampak terdorong, kalah
muda dan kalah usia tapi tiba-tiba dia membalas dengan
sebuah sapuan kaki. Han Han tak menduga dan roboh
terlempar. Dan ketika mereka kembali bertanding dan Yang
Im Cin jin berseri-seri, tertawa dan memuji-muji muridnya
maka tak terasa tiga jam lebih mereka bertanding, sang tosu
sudah mandi keringat. "Cukup!" akhirnya seruan itu menghentikan keduanya.
"Pinto sudah puas melihat kemajuanmu, Han Han.
Kepandaianmu sudah benar-benar menyamai pinto!"
Dan ketika tosu itu berjungkir balik dan hinggap di guha-
guha hitam, mengebut dan mengusap tubuhnya yang mandi
keringat maka Han Han juga meloncat berjungkir balik dan
berdiri gagah di batu karang di atas gurunya, mandi peluh dan
merasa gembira tapi tak selelah gurunya.
-ooo0dw0ooo- Jilid 13 "APAKAH teecu benar-benar tak memalukan, suhu?"
"Ha-ha, tidak, justeru kau mengagumkan. Limabelas tahun
berlatih ternyata telah sanggup merobah dirimu seperti i-ni.
Ah, pinto kagum, Han Han. Kau luar biasa dan hebat sekali!"
dan ketika tosu itu berkelebat naik dan berdiri di depan
muridnya maka Han Han tersenyum menjatuhkan diri berlutut.
"Ini berkat jerih payah suhu. Kalau suhu tidak mendidik
atau menggemblengku tak mungkin aku bisa begini. Terima
kasih, suhu. Ini semua berkat budimu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, bangunlah," sang guru berseri. "Tak ada budi atau
jasa baik, Han Han. Semua ini adalah atas kehendak Yang
Mahakuasa. Bangkitlah, dan pinto ingin berbicara sesuatu
denganmu" lalu ketika muridnya bangkit berdiri dan berseri-
seri, Im Yang Cinjin juga berseri dan gembira maka kakek itu
memandang muridnya lagi. "Beberapa hari ini kulihat kau
sering memandang keluar. Apakah ada sesuatu yang sedang
kaupikirkan, Han Han" Ayolah, aku menangkap sesuatu
darimu!" Han Han tiba-tiba berkerut kening. Dipandang dan ditanya
seperti itu mendadak saja wajah kegembiraannya lenyap.
Sang guru tersenyum lebar tapi sorot mata gurunva itu
memancarkan yang lain, seolah ada sesuatu vang juga ingin
dikatakan gurunva itu. Dan ketika Han Han tertegun tak
segera menjawab, gurunya menarik napas tiba-tiba kakek itu
melayang turun dan berseru.
"Mari masuk ke guha, kita bicara di dalam?"
Han Han terkejut. Melihat gurunya turun dan berkelebat di
dalam guha tiba-tiba iapun mengikuti. Gurunya rupanya juga
hendak berkata sesuatu sementara iapun juga memiliki
ganjalan. Pucuk dicinta ulam tiba, gurunya hendak bicara!
Maka ketika Han Han berkelebat dan turun memasuki guha,
dua orang itu lenyap dari atas batu karang maka di sana Im
Yang Cinjin sudah bersila menunggu muridnya, sikapnya
tampak tenang namun sorot matanya serius, hal yang justeru
membuat Han Han tergetar.
"Duduklah, dan kau katakan apa yang menjadi ganjalan,"
Han Han terkejut karena gurunya seolah telah lebih dulu tahu.
"Pinto melihat gerak-gerikmu yang aneh pada hari-hari
belakangan ini, Han Han. Dan kebetulan pinto juga mau bicara
padamu. Barangkali, pembicaraan kita sama!
"Hm," Han Han menunduk, duduk bersila di depan
gurunya, kening berkerny it. "Kau rupanya tahu sebelum kuberi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu, suhu. Agaknya tak perlu teecu bicara karena suhu sudah
menangkap!" "Tidak, jangan begitu," sang tosu mengebutkan lengan
bajunya. "Pinto juga manusia biasa, Han Han, bisa keliru atau
salah. Daripada mendahului yang belum tentu benar lebih baik
kau bicara apa yang selama ini kaupikirkan. Kau selalu
memandang keluar Guha Siluman!"
"Betul," Han Han tak menyembunyikan rahasianya lagi.
"Teecu merasakan sesuatu yang lain daripada yang lain, suhu.
Teecu seolah tertarik oleh sesuatu di luar yang selama ini
belum teecu ketahui!' "Maksudmu?" "Maaf, teecu.... teecu tak berani bicara!"
"Hm, tak berani bicara bukan sikap yang selama ini
kuajarkan, Han Han. Pinto tak pernah mengajarimu untuk
menyimpan atau menyembunyikan rahasia. Kau harus jujur
dan bicara benar, atau justeru pinto akan salah paham
kepadamu dan menduga yang tidak-tidak!"
"Maafkan teecu..." Han Han tiba-tiba menarik napas dalam-
dalam. "Teecu ingin bertanya sesuatu, suhu, tetapi khawatir
suhu marah, tersinggung!"
"Siancai, pinto tak pernah marah untuk hal-hal yang benar.
Kalau kau ingin bicara silahkan bicara, jangan dipendam!"
"Suhu tak akan marah?"
"Sudah kubilang tak akan marah untuk hal-hal yang benar,
Han Han. Pinto juga akan bicara padamu akan sesuatu!"
"Baiklah, kalau begitu maaf. Teecu (murid) akan bicara...."
dan ketika Han Han membetulkan letak kakinya dan bersila
tegak, muka menghadap gurunya maka pertanyaan yang
pertama kali keluar adalah apakah gurunya itu menikah!
"Apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, teecu hanya bertanya saja, suhu. Apakah suhu
pernah menikah dan punya anak!"
"Siancai, pertanyaanmu mencengangkan. Tapi tidak apa.
Pinto jawab bahwa pinto belum pernah menikah karena pinto
adalah pertapa! Kenapa kautanyakan ini dan adakah itu
kaitannya dengan perasaan yang mengganjal di hatimu?"
"Benar," Han Han berdebar, girang karena gurunya tak
marah. "Teecu menanyakan ini karena ada rentetannya, suhu,
yakni apakah benar kadang-kadang suhu menganggap teecu
sebagai anak, di samping murid!"
"Hm!" sang rosu mengurut jenggot, bersinar-sinar, terkejut
tapi juga heran akan pertanyaan muridnya itu. Tapi ketika Im
Yang Cinjin tersenyum dan tertawa ramah, wajahnya benar-
benar tidak menampakkan rasa marah maka dia justeru
menegur muridnya itu. "Aneh," katanya. "Apa kaitannya
semua itu dengan pertanyaanmu, Han Han. Dan apakah perlu
pinto jawab?" "Teecu merasa perlu, karena diam-diam teecu juga merasa
aneh!" "Siancai, aku vang seharusnya bicara aneh tapi kau ma lah
yang merasakan serupa. Baiklah, apa keanehanmu itu, Han
Han" Dan kenapa kau merasa aneh?"
"Suhu menyatakan tidak menikah tapi mempunyai anak
seperti teecu. Suhu meng anggap teecu sebagai murid tapi
acap kali kasih sayang suhu seperti ayah terhadap anaknya.
Apakah ini bukan aneh, suhu" Bagaimana teecu tidak akan
merasa bingung jika suhu tak pernah beristeri tetapi
mempunyai anak teecu?"
"Ha-ha!" tawa tosu itu meledak tak dapat ditahan, sekarang
dia tahu apa tujuan dan kemana kata-kata Han Han ini. "Kau
bingung karena memendamnya j sendirian, Han Han. Kau
merasa tak mengerti dan aneh karena selama ini kau tak
pernah membicarakannya dengan aku. Baiklah, pinto katakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa semua perasaanmu itu salah, bahwa kau benar-benar
bukan anak pinto melainkan murid. Tapi karena pinto juga
menyayangmu sebagai anak sendiri, seperti yang kaurasakan
maka itu tidak aneh karena cinta atau kasih sayang dapat
timbul di mana saja, untuk siapa saja!'
"Jadi teecu bukan anak?"
"Bukan, mana mungkin. Pinto adalah seorang pertapa, Han
Han, selamanya belum pernah menikah. Dan kalau kau sudah
bertanya tentang ini maka kebetulan pinto juga akan bicara
yang serupa. Hm, dengarlah!" dan ketika si tosu duduk berseri
dan memandang wajah muridnya itu, Han Han tampak serius
dan mendengarkan baik-baik maka Im Yang Cinjin menarik
napas dalam-dalam. "Keadaan ini memang harus kauketahui,
rahasia sudah sepatutnya dibuka. Dan karena kau sudah
memulai pertanyaan itu maka pinto juga akan bicara tentang
dirimu!" Han Han berdebar, telinganya bergerak ke atas seperti
kelinci yang siap mendengarkan sesuatu.
"Kau belum tahu siapa dirimu sebenarnya, bukan?" sang
guru bertanya, dijawab gelengan kepala. "Bagus, pinto juga
tidak tahu, Han Han. Kau dan aku sebenarnya sama-sama
tidak tahu siapa dan dari mana kau ini!"
"Apa?" Han Han kaget. "Suhu tak tahu siapa atau dari
mana teecu ini" Apakah teecu muncul begitu saja di atas
bumi?" "Tidak, tentu saja tidak. Tapi kalau dikatakan pinto tak tahu
sama sekali dari mana dirimu maka hal itu juga tidak benar,
Han Han. Maksud pinto adalah pinto tidak tahu siapa ayah
ibumu!" "Kalau begitu bagaimana suhu dapat mengambil teecu,
menemukan teecu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku menemukan dirimu ketika dibuang seorang wanita
berotak miring, dilempar di rumput kering ketika wanita itu
hendak mencarikan makanan untukmu."
"Ah, siapa wanita ini, suhu?"
"Dengarlah, sabar dulu," dan ketika Han Han berdebar
mendengarkan, mukanya merah karena dia ternyata berasal
dari seorang wanita berotak miring, hal yang menyakitkan
maka tosu itu tampak menghela napas mengenang peristiwa
dua-puluh tahun yang lalu, hampir duapuluh tahun.
"Ya, waktu itu pinto sedang bepergian. Kebetulan saja
kalau pinto bertemu dengan wanita ini. Dialah yang membawa
dirimu dan meninggalkanmu di tepi hutan. Kau menangis
teus-terusan waktu itu, menarik perhatian pinto yang segera
datang. Dan ketika pinto melihat bahwa kau di tangan wanita
itu, yang menamparmu dan menyuruhmu diam maka wanita
itu rupanya sadar bahwa kau lapar. Dan wanita itu lalu pergi,
mencari pisang, makanan untukmu. Tapi karena kau menangis
melengking-lengking dan semut rupanya menggigiti tubuhmu
maka pinto tak tahan dan segera mengangkatmu. Dan tak
lama kemudian wanita itu datang...."
"Lalu bagaimana, suhu" Apakah dia wanita biasa atau
orang persilatan?" Im Yang Cinjin tersenyum. Pertanyaan muridnya itu amat
bernafsu dan Han Han seketika sadar, malu. T api ketika tosu
ini mengangguk dan menjentikkan kukunya mengusir seekor
semut merah maka tosu itu berkata, "Dia bukan wanita
sembarangan, melainkan seorang wanita lihai. Tapi karena
saat itu agaknya dia terganggu jiwanya dan menderita
tekanan batin berat maka pinto menyelamatkanmu dari
tangannya." "Siapa wanita ini, dari mana asalnya."
"Pinto tak tahu namanya, Han Han, tapi pinto tahu dari
mana dia berasal." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dari mana dia!" Han Han bersemangat, lupa lagi. "Apakah
kau tahu ilmu silatnya, suhu. Dan apakah wanita itu musuh
orang tuaku.'" "Aku tak tahu, kurang begitu jelas. Tapi karena dia
membawamu dan mau mencarikan makanan untukmu
tentunya wanita itu bukan musuh, meskipun entah bagaimana
dia bisa gila dan tertawa-tawa sepanjang jalan."
"Kalau begitu siapa dia, coba suhu sebutkan!"
"Dia murid atau cucu murid Hek-yan Tai-bo..."
"Hek-yan Tai-bo" Siapa dia ini, suhu" Kenapa aku tak
mendengar namanya?" "Hm, nenek ini sudah meninggal, Han Han. Dan pinto
memang beium pernah menceritakan nama ini kepadamu.
Nama-nama lain barangkali sudah, tapi nama nenek ini
memang belum. Dia adalah pewaris Hek-yan-pang, guru atau
nenek guru dari ketua sekarang yang entah siapa."
"Ah, begitukah" Dan wanita gila itu?"
"Pinto tak tahu, kecuali bahwa dia murid atau cucu murid
Hek-yan Tai-bo i-tu. Kalau kau ingin tahu tentu saja kau harus
mencari atau menemukan wanita ini kalau hidup..."
"Hm, teecu akan mencarinya, suhu. Dan teecu akan
menyelidiki ini bagaimana teecu sampai di tangannya. Tapi,
kalau dia sudah tiada tentunya teecu akan ke Hek-yan-pang
saja menyelidiki itu! Tahukah suhu di mana markas
perkumpulan ini?" lm Yang Cinjin tersenyum. "Tampaknya ini yang
membuatmu akhir-akhir ini me lamun. Hm, tentu saja pinto
tahu di mana markas itu, Han Han. Dan justeru pinto memang
akan menyuruhmu pergi untuk mencari tahu! Sudah waktunya
kau meninggalkan Guha Siluman, sudah waktunya pula pinto
melanjutkan tapa setelah bertahun-tahun terhenti untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggemblengmu. Apakah kau sudah

Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siap untuk meninggalkan guha?" Han Han terkejut. T iba-tiba saja dia terbelalak memandang
suhunya itu. Suhunya sudah berkata bahwa dia memang
harus meninggalkan Guha Siluman, meninggalkan pula
gurunya itu yang akan me lanjutkan tapa sete lah bertahun-
tahun terhenti. Dan ketika Han Han tertegun dan sadar, mata
tiba-tiba berair mendadak Han Han menjatuhkan diri berlutut
dan menangis. "Suhu, tidak kusangkal bahwa aku memang ingin
meninggalkan tempat ini. Tidak kusangkal bahwa teecu ingin
tahu tentang keadaan diri teecu. Tapi teecu tidak bermaksud
untuk meninggalkanmu, suhu. Teecu bermaksud ingin pergi
bersama-sama dengan suhu, bukan sendirian!"
"Hm, sudah tiba waktunya perpisahan," Im Yang Cinjin
terharu dan mengusap-usap rambut muridnya itu, Han Han
menangis ditahan-tahan. "Tak perlu mencucurkan air mata
karena ada pertemuan pasti ada perpisahan, Han Han. Kalau
kau menangis dan mengguguk seperti ini justeru pinto yang
menjadi malu. Tenanglah, dan bersikaplah ksatria!"
Han Han hampir tak kuat. Setelah tangan gurunya itu
menyentuh kepalanya maka seluruh getaran cinta kasih itu
terasa benar, kuat dan mencekam dan Han Han menubruk
dan memeluk suhunya itu. Dan ketika dia mengguguk dan tak
menghiraukan kata-kata gurunya, menangis seperti anak kecil
maka Im Yang Cinjin memejamkan mata karena dua titik air
mata akhirnya runtuh juga! Namun tosu ini akhirnya
melepaskan tangannya. Han Han diminta diam dan ditiuplah
Pedang Kiri Pedang Kanan 19 Darah Dan Cinta Di Kota Medang Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Kisah Bangsa Petualang 3
^