Pangeran Perkasa 4
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 4
Lewat beberapa saat kemudian, dari atas tebing batu nampak munculnya seseorang, dia tak lain adalah Guntur Sakti Api Membara Kok Siu cu.
Dibawah sorotan rembulan tampak dengan jelas bahwa Kok Siu cu mandi lumpur, keadaan-nya sangat mengenaskan.
"Saudara Kok, apakah kau telah menjumpai jejak musuh" Mana saudara Mo lainnya?"
Kok Siu cu menghela napas panjang: "Aai, pangcu, lebih baik kau tak usah banyak bicara dulu, kali ini aku Kok tua benar-benar sudah dipecundangi orang habis-habisan.
"Hei, apa yang sebenarnya telah terjadi atas dirimu?" tanya rasul serigala terkejut.
"Baru saja aku membelok ketebing bayangan setan, segera kujumpai ada sesosok bayangan manusia sedang berkelebat didepan, maka akupun melakukun pengejaran dengan ketat, ketika pengejaranku hampir saja akan berhasil, tiba-tiba dari tengah jalan muncul seorang yang telah menyergapku secara diam-diam, bagaikan setan menghantam dinding baja, aku tidak dibiarkan lewat diri situ, akibatnya bukan saja aku orang she Kok menjadi terkesima hampir setengah malaman, bahkan usahaku menjadi gagal total!"
"Dan kau telah bertemu dengan cousu pelindung hukum" Dengan kepandaian silatnya, aku rasa tak bakal menderita kerugian apa-apa!"
"Menurut dugaan, delapan puluh persen tua bangka itu tak bakal kemari, kalau tidak, mengapa suitanku berulang-ulang kali tidak mendatangkan reaksi apa pun?"
Ketika mendengar perkataan tersebut, satu ingatan segera melintas dalam benak Rasul serigala, dia cukup mengetahui akan penyakit dari Pat huang sin mo ini yang paling tidak tahan bila melihat perempuan cantik, ditambah pula iblis tua tersebut gemar memperkosa anak gadis orang umuk menambah tenaga dalam yang dimilikinya, hal tersebut membuat Pat huang sin mo si iblis menjadi berbahaya setiap kali bertemu kaum wanita.
Rasul serigalapun teringat akan pujian yang berulang-ulang dari Pat huang sin mo sejak kedatangan-nya di bukit Kiu nia san tentang kecantikan Hong ji, jangan-jangan dia telah
memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk
menggagahi gadis tersebut"
"Waaah, kalau dia sampai mengincar dan mengerjai putri kesayanganku, bisa berabe akibatnya....!"
Berpikir akan hal itu, tanpa terasa rasul serigala berseru: "Aduh celaka, kita harus cepat-cepat kembali!"
"Pangcu, persoalan apa sih yang membuatmu nampak sangat gelisah?" buru-buru Kok Siu cu bertanya.
Jilid 7 : Sik Tiong-giok masih kalah setingkat "ASAL SUDAH
SAMPAI DI RUMAH, kau akan tahu dengan sendirinya, ayo cepat berangkat!"
Begitu selesai berkata dia lantas melejit dan meluncur lebih dulu ke depan tanpa memperdulikan keadaan medan yang sangat sulit dilalui, dalam dua tiga lompatan saja ia telah tiba dipuncak tebing kemudian meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa.
Dalam pada itu, Pat huang sin mo memang sudah memutar haluan dengan menerjang langsung ketempat kediaman Cu Siau hong.
Sayang sekali dia telah menubruk tempat kosong, ketika dia balik kembali ketepi sungai, disanapun tidak ditemukan jejak sinona yang sedang diincar.
Sudah barang tentu dia tak akan menyangka kalau Cu Siau hong sedang menemani Sik Tiong giok menuju kejeram soh liong kian ketika itu.
Didasar jeram tersebut berderet-deret terdapat tujuh delapan buah gua, setiap gua dipakai untuk menyekap beberapa orang yang semuanya merupakan jago-jago persilatan yang bernama besar.
Pada gua yang terletak diujung sebelah kanan, dimana hanya diterangi sebuah lentera kecil, tampak seorang nona cantik tergeletak disana, nona tersebut adalah Bun Ciang cu, dia sedang memandang langit-langit gua sambil memikirkan pelbagai persoalan ketika tiba-tiba terdengar seseorang menegurnya dari luar pintu gua: "Itu, dia berada didalam sana!"
Menyusul kemudian terdengar suara gemerincingan suara rantai bergema memecahkan keheningan, pintu besi dibuka orang dan muncullah dua sosok manusia.
Dalam sekilas pandangan saja nona itu dapat mengenali pendatang tersebut sebagai Sik Tiong giok, kejut dan girang segera meliputi hatinya, tanpa terasa dia berseru tertahan: "Aah!
Engkoh Giok, kau telah datang..."
Namun sepasang pipinya segera berubah menjadi merah padam karena dia teringat dengan cepat bahwa mereka baru bertemu untuk kedua kalinya, masa dia langsung memanggilnya dengan sebutan yang begitu mesrah..."
Rasa malu dan menyesal dengan cepat meliputi seluruh perasaannya...
Sik Tiong giok sama sekali tidak menunjukkan sesuatu reaksi atas panggilan tadi, malah katanya sambil tertawa: "Yaa, benar, aku datang untuk menolong mu, kau tidak apa-apa bukan" Ayoh cepat ikut aku keluar dari sini....!"
Tentu saja Bun Ciang cu merasa sangat gembira setelah mengetahui kalau sang pangeran datang untuk menyelamatkan jiwanya, namun ketika matanya menangkap wajah Cu Siau hong yang berdiri disamping pemuda itu, paras mukanya segera berubah hebat.
Ia mendengus dingin, lalu tegurnya ketus: "Hei, mengapa kau berada bersama-sama si budak mampus itu" Mau apa kau datang kemari?"
"Aku datang untuk menolongmu, ayo cepatlah turut aku meninggalkan tempat ini"
"Mengapa aku harus pergi mengikutimu?" dengus Bun Ciang cu lagi ketus.
"Kalau kau tidak ikut pergi, mereka akan membunuhmu!"
"Malah enakan dibunuh mereka, aku tak mau pergi!"
"Aneh benar" seru Sik Tiong giok dengan perasaan gelisah,
"mengapa sih kau justru ngambek didalam keadaan seperti ini"
Kalau ada persoalan, bicarakanlah setelah kita meninggalkan tempat ini, bersedia bukan?"
"Aku justeru mau mengacau, mau apa kau?" bukan mereda, Bun Ciang cu malah semakin naik pitam.
Cu Siau hong yang menyaksikan kejadian tarsebut segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian ujarnya: "Bila enci ini enggan meninggalkan tempat ini, jangan sampai ketahuan ayah, kalau tidak bisa semakin berabe...."
Sik Tiong giok cukup mengetahui betapa gawatnya situasi yang dihadapinya saat itu, bila mereka sampai menunda waktu berapa saat lagi, niscaya dia sendiripun akan sulit untuk meloloskan diri.
Berpikir demikian, tanpa memperdulikan perkataan dari Cu Siau hong lagi buru-buru serunya: "Nona Bun, Bagaimana sih kau ini"
Ayo cepat berangkat!"
Seraya berkata dia lantas menarik tangan gadis tersebut.
Pada dasarnya nona Bun memang lagi mengambek, andaikata Cu Siau hong tidak mengatakan sesuatu apa pun, ketika Sik Tiong giok menarik tangannya, dia pasti akan turut meninggalkan tempat tersebut.
Tapi dia menjadi semakin mendongkol setelah mendengar ucapan dari Cu Siau hong tadi, dalam mendongkol dan gusarnya itu tahu-tahu Sik Tiong giok menarik tangan-nya, kontan saja dia cengkeram tangan Sik Tiong giok dengan sepasang tangannya, kemudian menggigitnya keras-keras.
Sik Tiong giok sama sekali tidak menduga sampai kesitu dan nyaris tergigit olehnya, buru-buru dia pergunakan jurus burung nuri mengebaskan sayap untuk melepaskan diri dari
cengkeraman orang, kemudian sambil berkerut kening ia menghardik: "Hei, apa-apaan kau ini?"
"Kalau aku mau ngaco, mau apa kau" Siapa suruh kau mengurusi diriku..?" jerit Bun Ciang cu.
Atas jeritan mana, Sik Tiong giok menjadi kehilangan daya, untuk sementara waktu rasa cemas, mendongkol segera berkecamuk dalam dadanya, membuat ia mendepak-depakan kakinya
berulang kali keatas tanah.
Cu Siau hong mengerling sekejap kearah Bun Ciang cu, kemudian katanya secara tiba-tiba kepada Sik Tiong giok: "Aku rasa enci ini memang tidak seharusnya pergi meninggalkan tempat ini"
"Mengapa?" "Sebab bila kulepaskan dia pergi, bagaimana kalau ayahku kembali dan menanyakan persoalan ini kepadaku?"
"Katakan saja kalau aku yang telah melepaskan dirinya, jika ayahmu merasa tidak terima, suruh saja dia datang sendiri mencari aku".
"Tidak, tidak bisa, aku tidak dapat melepaskan dia pergi dari tempat ini" seru Cu Siau hong sambil menggelengkan kepalanya.
Belum selesai dia berkata, mendadak Bun Ciang cu melompat bangun, matanya yang jeli melotot besar, lalu bentaknya keras:
"Siapa berani menghalangi kepergianku, aku akan beradu jiwa dengan-nya!"
Ditengah teriakan tersebut dia melonpat bangun dan segera lari keluar dari gua, Cu Siau hoig turut membentak keras"
"Mau kabur ke mana kau?"
Bayangan manusia berkelebat lewat, dia segera mengejar dari belakangnya.
Memandang bayangan punggung kedua orang gadis yang pergi menjauh, Sik Tiong giok menjadi kegelian sendiri sehingga tanpa terasa dia tertawa terbahak-bahak.
Gelak tertawanya sendiri masih tak apa, tapi justru telah mengejutkan para penjaga daerah tawanan itu, suara
gembrengan dan tanda bahaya segera dibunyikan orang bertalu-talu, teriakan dan bentakan pun bergema dari sana sini.
Tergerak hati Sik Tiong giok menyaksikan keadaan tersebut, buru-buru dia menjejakkan kakinya sambil melompat keluar.
Pada saat tubuhnya baru saja melompat keluar dari pintu baja, para penjaga telah sampai disitu....
"Blaaammm....!"
Diiringi suara benturan nyaring pintu, baja didepan gua tersebut sudah tertutup rapat-rapat.
Pemuda itu segera melompat naik keatas atap deretan rumah kayu didepan gua, tapi saat itulah obor telah menerangi sekeliling tempat itu, berapa puluh orang lelaki kekar telah mengurung tempat tersebut rapat-rapat.
Sudah barang tentu Sik Tiong giok tak akan memandang sebelah matapun terhadap kawanan manusia tersebut, sambil tertawa dingin dia bersiap sedia meninggalkan tempat itu.
Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar seseorang menegur dengan suara yang merdu: "Oooh, rupanya kau sibocah muda?"
Dengan perasaan terkejut Sik Tiong giok segera berpaling setelah mendengar suara teguran itu, tampak seorang perempuan cantik berbaju hijau sedang memandang kearahnya dengan senyuman dikulum dan kerlingan mata yang memikat.
Dari gerak geriknya yang lembut, terbawa pula sikap kemalu maluan yang membuat orang makin terpikat.
Penampilan-nya sebagai seorang perempuan cantik yang sudah matang, dikombinasikan gerak-gerik lembut yang kemalu-maluan dari seorang dara muda, membuat siapapun yang memandang perempuan ini akan timbul perasaan kasih dan sayang terhadap dirinya.
Sik Tiong giok sama sekali tidak kenal dengan perempuan ini, akan tetapi dia dapat merasakan bahwa perempuan tersebut adalah seorang iblis yang sangat menakutkan.
Dilihat dari sorot matanya yang penuh memancarkan sinar cinta dan birahi, bisa dipastikan, setiap lelaki yang kurang kuat iman-nya niscaya akan terperangkap oleh jaring-jaring cinta perempuan tersebut.
Berpendapat demikian, cepat-cepat pemuda itu menenangkan hatinya, lalu menegur dengan suara dingin: "Siapakah kau?"
"Aku bernama Bwee Soat yan, masa kau tidak kenal aku?"
perempuan cantik berbaju hijau itu menegur sambil tersenyum.
"Aku kan tak pernah bertemu dengan kau, darimana mungkin bisa tahu siapakah kau?"
Perempuan cantik berbaju hijau itu tertawa merdu, setelah mengerling genit katanya kemudian: "Kita sudah pernah bertemu muka, masa kau sudah lupa ketika dengan cambukmu kau menghalau tujuh macan kumbang dijalan raya Soat lam..."
"Oooh, kalau begitu kau adalah perempuan setan berbaju hijau Bwee Soat yan, satu diantara lima walet dari telaga Tong ting?"
"Nah, tebakanmu memang tepat sekali!" Bwee Soat yan tersenyum manis, "besar amat nyalimu, berani juga membuat huru-hara dalam lembah hwee kok kami!"
"Apa sih hebatnya dengan lembah kalian" Jangan lagi hanya membuat huru-hara, bahkan aku akan meratakan sarang iblis ini dengan permukaan tanah!"
"Huuuh, mengibul" Bwee Soat yan mencibirkan bibir, "jangan kau anggap setelah mengejar tujuh macan kumbang dari bukit Pa san, lantas kau bisa malang melintang sekehendak hati sendiri, siapa pun yang berada didalam lembah To bwee kok ini mampu untuk menahan dirimu!"
Haaahh... haaahh... haaaah.. orang-orang lembah To hwee kok"
Aku lihat masih belum ada seorang manusia pun yang bisa kuhargai.." Sik Tiong giok tertawa nyaring.
Bwee Soat yan berkerut kening lalu mendengus: "Bocah muda, kau benar-benar amat takabur, beranikah kau bertarung melawan diriku?"
"Siapa bilang tidak berani?" Sik Tiong giok tertawa, "aku cuma kuatir kalau pinggangmu yang ramping sampai patah, nah di kemudian hari kau tak dapat memikat orang lagi!"
Bwee Soat yan mengerling sekejap kearah Sik Tiong giok, kemudian berkata: "Sungguh tak kusangka kau si bocah muda pandai betul menggoda orang, bagaimana kalau kita beradu ilmu meringankan tubuh saja?"
"Baik!" Sik Tiong giok tertawa, "bagaimana cara kita bertanding"
Asal kau mengajukan caranya, aku tak akan menampik"
"Bagaimana kalau kita beradu kecepatan" Kita lihat siapa yang akan lebih cepat diantara kita?"
"Bagus sekali, dan akupun bersedia mempersilahkan kau berlari lima kaki lebih dahulu"
"Hmmm, kau jangan kelewat takabur dulu, ayo sekarang kejarlah diriku..."
Belum habis seruan mana, tubuhnya sudah meluncur lebih dahulu ke depan, dalam waktu singkat tubuhnya sudah berada tujuh delapan kaki dari posisi semula.
Sik Tiong giok baru merasa terkejut setelah menyaksikan pihak lawan memiliki gerakan tubuh yang cepat bukan main, tapi dasar anak muda yang ingin mencari menangnya sendiri, dia tak sudi mengaku kalah dengan begitu saja, sambil menghimpun
tenaganya ia pun melakukan pengejaran secepatnya.
Lima walet dari telaga Tong ting memang memiliki kepandaian silat yang luar biasa, terutama dalam ilmu meringankan tubuh, ia sudah termashur selama berapa tahun, ketika berlarian ternyata kecepatan-nya seperti sambaran petir.
Namun Sik Tiong giok juga berasal dari perguruan kenamaan, bakatnya bagus di tambah masih muda dan bertenapa besar, coba kalau ia tidak mengeluarkan tenaga dalam sebesar dua belas bagian, mungkin ia sudah kalah sedari tadi.
Kejar mengejar pun segera terjadi, tampak dua sosok bayangan manusia bagaikan sambaran kilat cepatnya melewati beberapa bukit dan sekejap mata kemudian belasan li telah dilalui, namun siapa lebih unggul dan siapa lebih kalah belum jiga diketahui.
Baru saja Sik Tiong giok hendak mengejar lebih jauh, mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, segera pikirnya: "Aduh celaka, aku sudah tertipu oleh siasat perempuan cabul ini, dia sengaja hendak memancing kepergianku rupanya, dengan begini, bukankah nona Bun akan disekap orang lagi?"
Kendatipun dia berpikir demikian, tentu saja anak muda tersebut enggan membatalkan niatnya ditengah jalan, sebab bila sampai berbuat demikian maka sama artinya dia sudah kalah ditangan lawan.
Dengan tabiatnya, tentu saja dia tak sudi mengaku kalah dihadapan orang lain.
Maka sambil menggigit bibir, larinya dipercepat, dalam beberapa kali lompatan saja ia telah menghadang dihadapan Bwee Soat yan, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak serunya: "Nah, siapa menang siapa kalah sudah ketahuan bukan!"
Bwee Soat yan tertawa pula terkekeh-kekeh: "Yaa sudah, kali ini anggap saja kau yang menang, berani tidak bertanding adu jotos denganku?"
"Hmmm, sudahlah, kau tak usah menggunakan otak licik lagi untuk menipu aku, siauya mah tak akan sudi tertipu oleh akal busukmu itu..."
Selesai berkata dia lantas menghentikan langkahnya dengan maksud hendak balik kembali untuk menolong Bun Ciang cu.
Dengan susah payah Setan perempuan berbaju hijau Bwee Soat yan berhasil memancingnya sampai disitu, sudah barang tentu dia tak sudi melepaskan-nya dengan begitu saja, tubuhnya berkelebat cepat dan sekali lagi menghadang dihadapan-nya:
"Bocah muda she Sik, jangan mencoba kabur sebelum memberi beberapa petunjuk kepadaku....!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, dia segera meloloskan ruyung lemasnya yang melilit diatas pinggang, ruyung lemas ini bentuknya jauh berbeda dengan ruyung-ruyung lemas pada umumnya, diatas ruyung tadi penuh dengan kaitan-kaitan yang halus dan lembut, barang siapa terkena sambaran-nya, sudah dapat dipastikan kulit dan daging tubuhnya akan tercopot sebagian besar.
Setelah mempersiapkan ruyung lemasnya, Bwee Soat yan baru berseru dengan suara merdu: "Saudara cilik, senjataku ini disebut ruyung ular kala, diatas setiap kaitan tersebut telah diberi racun yang sangat jahat, kuanjurkan kepadamu lebih baik bersikaplah hati-hati...."
Nada ucapan tadi sangat halus, lembut dan penuh perhatian, sedikitpun tidak mirip sikap seseorang terhadap musuhnya.
Kendatipun demikian, ternyata, serangan yang kemudian dilancarkan ganas dan buas sekali, tak ada sedikitpun perasaan belas kasihan didalam serangan-nya itu, hal ini sudah barang tentu membuat Sik Tiong giok menjadi sangat terkejut, buru-buru dia menghindarkan diri kesamping lalu serunya: "Aku mah tak sudi bertarung melawanmu, maaf, selamat tinggal!" Dia lantas merebut jalan disisi arena dan tetap berusaha untuk kembali kejeram soh liong kian guna menyelamatkan Bun Ciang cu.
Tentu saja Bwee Soat yan tak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, pergelangan tangan-nya segera digetarkan, ruyung ekor kalajengkingnya diiringi desingan angin tajam langsung menyerang kedepan dadanya.
Sik Tiong giok tersenyum, tubuh bagian atasnya segera dijatuhkan kebelakang untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut, kemudian tubuhnya maju sekali lagi dan melejit ssjauh empat lima kaki dari posisi semula.
Bwee Soat yan mengerti bahwa ia tak bakal dapat menyusul lawan-nya, satu ingatan segera melintas didalam benaknya, mendadak serunya dengan suara merdu: "Waah, rupanya putra si kakek serigala tak lebih cuma gentong nasi yang tak berguna, percuma kehadiranmu didalam dunia persilatan, sebab hanya akan merusak nama baik ayahmu saja... benar-benar
menggelikan, haaahh... haaahh..."
Sik Tiong giok segera menghentikan langkahnya setelah mendengar perkataan itu, pikirnya dengan cepat: "Yaa, aku tak boleh merusak nama baik ayah apalagi membuatnya
tercemar...." Berpikir demikian, ia segera melompat balik ketempat semula, Bwee Soat yaa tidak menyia-nyiakan kesempatan baik itu, dengan cepat dia menerjang tiba, ruyung ekor kalajengkingnya membawa desingan angin berbau amis langsung menyapu
datang. Sik Tiong giok berkerut kening, pedangnya digetarkan dan balas menyapu ruyung ekor kalajengking tersebut.
"Aduuh mak! Kau sungguh tak tahu malu", teriak Bwee Soat yan keras keras, "masa kau pergunakan pedang milik anak gadis untuk bertarung..." Huuh, tak tahu malu!"
Sik Tiong giok mendengus dingin, dengan cepat dia sarungkan kembali pedang itu pada punggungnya, "aku pun tetap dapat mengungguli dirimu!"
Sepasang tangan-nya segera direntangkan kemudian tubuhnya berputar kesana kemari dengan kecepatan luar biasa.
Kendatipun serangan ruyung dari Bwee Soat yan begitu dahsyat, cepat dan ganas, ternyata tak sebuahpun diantaranya yang dapat menjawil ujung bajunya.
Dalam sekejap mata duapuluh gebrakan sudah lewat, tiba-tiba Bwee Soat yan membentak lagi: "Kalau kemampuanmu cuma bisanya menghindar kesana kemari, terhitung lelaki macam apakah dirimu itu?"
Sik Tiong giok tertawa. "Jadi kau ingin memanasi hatiku agar ku rebut cambukmu itu"
Apa sih sulitnya?" Sembari berkata dia membungkukkan badannya untuk
memungut dua batang ranting kering dari atas tanah, kemudian sepasang matanya mengawasi bayangan ruyung musuh tanpa berkedip, menanti sapuan ruyung itu hampir mendekati dirinya, tiba-tiba saja dia menyongsong ancaman tadi dengan sepasang ranting itu.
"Lepas tangan!" hardiknya keras-keras.
Kedua batang ranting tersebut menjepit ruyung ekor kalajengking tadi, satu diatas dan yang lain dibawah, kemudian membetotnya kebelakang, menyusul kemudian kaki kanannya melepaskan tendangan, dalam waktu singkat tiga buah tendangan berantai telah dilontarkan.
Mimpi pun Bwee Soat yan tidak menyangka kalau ilmu bagian bawah musuh begitu lihay, dia berniat mengerahkan tenaganya untuk merampas ruyung tersebut, tahu-tahu ujung kaki Sik Tiong giok telah menutul diatas lututnya.
Seketika itu juga dia merasakan tubuhnya menjadi kesemutan, tenaga dalamnya menjadi buyar dan tubuhnya langsung terjatuh keatas tanah...
Dengan suatu gerakan yang cepat Sik Tiong giok merampas gagang ruyung tadi, kemudian baru berkata sambil tertawa:
"Nah, bagaimana dengan putranya kakek serigala langit..." Tidak goblok bukan?"
Ruyung hasil rampasan tadi segera dibuang kembali ke atas tanah kemudian menerjang ke muka dengan cepat, bahkan ia lari dengan kecepatan tinggi sebab kuatir bila sampai terlambat, Bun Ciangcu sudah terjatuh kembali ke tangan lawan.
Begitulah, dengan kecepatan bagaikan sambaran petir dia balik ke markas besar Siu lopang di lembah To hwee kok.
Siapa tahu karena tidak paham dengan jalan disitu, tujuan yang seharusnya adalah Jeram Soh tiong kian, dia malah sampai di tebing Ki cui gan.
Sebuah bangunan loteng yang indah muncul ditepi bukit yang disekeliling sungai kecil.
Pada saat itulah terdengar dari atas loteng bergema suara helaan napas seseorang: "Aaa... entah dia sudah berhasil keluar dari lembah To bwee kok atau belum?"
Tergerak hati Sik Tiong giok setelah mendengar perkataan itu, segera pikirnya: "Bukankah itu suara nona Hong ji" Tampaknya nona Bun telah berhasil meloloskan diri, kalau tidak, mengapa dia merasa kuatir?"
Tentu saja dia tak menyangka kalau orang yang dikuatirkan si nona sekarang tak lain adalah dirinya sendirinya, Sik Tiong giok.
Sementara dia masih termenung, tiba-tiba dari kejauhan sana muncul pula sesosok bayangan manusia, begitu sampai dibawah loteng, dia langsung melompat naik ke ruangan tingkat dua.
Sik Tiong giok terkejut sekali setelah menyaksikan gerak tubuh yang begitu cepat dari orang tersebut.
Untung saja ia bermata jeli, tatkala gerakan tubuh orang itu agak terhenti, ia dapat melihat wajah lawan dengan jelas sekali, ternyata orang itu adalah Pat huang sin mo, kecurigaan segera timbul didalam benaknya, pikirnya: "Sungguh aneh sekali, mau apa gembong iblis ini mendatangi kamar tidur seorang nona ditengah malam buta begini?"
Sementara dia masih termenung, Pat huang sin mo telah membuka pintu dan masuk kedalam ruangan.
Tiba-tiba saja terdengar Cu Siau hong menjerit kaget: "Aaaah....
empek Mo...!" Pat huang sin mo segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh... haaahh... haaah... benar anak manis! Tahukah kau betapa cintaku kepadamu!"
Entah mengapa, setelah mendengar perkataan tersebut, kontan itu Sik Tiong giok segera merasakan api cemburu membakar dadanya, dalam waktu singkat dia merasakan hatinya sakit bagaikan diiris-iris dengan pisau, ia benar- benar sangat menderita.
Mendadak terdengar Cu Siau hong menjerit lagi: "Jangan! Jangan
! Aku tak dapat memenuhi keinginanmu itu..."
"Haaah... haaah... haaah... anak manis, mungkinkah kau dapat menampik?"
"Cepat turun dari loteng ini, kalau tidak, aku akan mulai berteriak!"
Sekali lagi Pat huang sin mo tertawa seram: "Aku percaya tiada orang dalam perkumpulan Siu lo pang ini yang berani
mencampuri urusanku, bahkan Cu Bu ki sendiripun bakal tunduk menuruti perintahku...."
Dari tanya jawab yang berlangsung, Sik Tiong giok segera dapat menyimpulkan apa gerangan yang telah terjadi, matanya segera dipejamkan rapat-rapat namun dadanya terasa mau meledak.
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, pikirnya: "Selama aku Pangeran Serigala masih berada disini, tak akan kubiarkan iblis ini main gila!"
Berpikir demikian, dengan darah yang mendidih ia segera berteriak keras: "Iblis tua bangka, tak kusangka kau hanya binatang bertopeng kulit manusia, kalau punya keberanian, jangan kau usik anak gadis orang, ayo turun dan bertanding melawan aku saja!"
Teriakan itu diutarakan persis pada saatnya, dimana Cu Siau hong segera manfaatkan kesempatan itu untuk meloloskan diri dari cengkeraman iblisnya, tanpa memperdulikan pakaian-nya yang tak teratur, rambutnya yang kusut, dia segera melarikan diri lewat jendela.
Dalam sekilas pandang saja dia sudah melihat Sik Tiong giok berdiri ditengah halaman, bagaikan bertemu dengan bintang penolong, dia langsung menerjang kemuka.
Sik Tiong giok sendiripun tidak pernah memandang nona tersebut sebagai musuh, karena dia berperasaan bahwasanya gadis itu tak bakal mencelakai jiwanya.
Begitulah, tatkala gadis itu menerjang datang, dia segera mementangkan tangan-nya dan langsung memeluk tubuh gadis tersebut erat-erat.
Keadaan Cu Siau hong saat itu sungguh mengenaskan, pakaiannya compang-camping tak karuan, payudaranya kelihatan separuh, wajahnya pucat dan sangat kasihan.
"Kau belum menderita kerugian bukan?" pemuda itu segera berisik lirih.
Cu Siau hong menggeleng, dengan air mata membasahi
wajahnya dia menyahut: "Belum, mari kita kabur dari sini, kau tak bakal bisa mengungguli dirinya!"
"Siapakah dia?" buru-buru Sik Tiong giok bertanya.
"Pat huang sin mo, Mo Sia ih!"
"Apa sih hebatnya dengan Pat huang sin mo?" Sik Tiong giok segera berteriak dengan gusar, "aku tak akan takut kepadanya, malah justeru sedang kucari dia untuk diajak bertanding, nanti sekalian akan ku balaskan pula sakit hatimu!"
Cu Siau hong menjadi terkejut setelah mendengar perkataan itu, tanpa terasa dia memegang lengan pemuda itu erat-erat sambil bisiknya: "Kau... kau jangan mengusiknya, kepandaian silat yang dimilikinya sangat hebat!"
OOOoMoOOO Sik Tiong giok tersenyum tenang, sepasang
matanya tanpa terasa mengamati wajah nona itu lekat-lekat, dengan cepat dia tertarik oleh kecantikan wajahnya.
Cu Siau hong memang selain berwajah cantik jelita, dia pun mempunyai suatu sikap yang anggun dan lembut, sehingga membuat siapa saja yang memandang tentu akan menaruh perasaan sayang dan kasihan kepadanya, apalagi dia berada dalam keadaan ketakutan sekarang, keadaannya semakin mempesonakan.
Pada saat itulah dari kejauhan sana tiba-tiba melompat datang sesosok bayangan manusia, begitu mendekat dan menyaksikan keadaan dari muda mudi tersebut, dia segera meraung gusar:
"Bocah keparat, ternyata kau bersembunyi disini!"
Dalam sekilas pandangan saja Sik Tiong giok dapat melihat kalau lawan adalah seorang lelaki cebol yang tingginya tak sampai empat depa, tubuhnya gemuk dan bulat persis seperti buah bligo.
Mengenali orang itu sebagai si Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua, pemuda itu tertawa terbahak-bahak, serunya: "Hei si cebol Thian Si hua, kau tak usah takabur dulu, hari ini aku Sik Tiong giok akan menghukum kau si sampah masyarakat
setimpalnya!" Terkejut dan tertegun sigonggongan bernyawa pendek Thian Si hua setelah mendengar namanya disebut, dia tak mengira musuhnya mengetahui identitas sendiri dengan begitu jelas.
Sesudah tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan, katanya kemudian: "Anak kecil, kau jangan bicara semaumu sendiri!"
"Kenapa?" jengek Sik Tiong giok sambil tertawa, "apakah kau kurang percaya" Berani tidak berkelahi denganku?"
"Keparat sialan, kau berani menantang aku untuk bertarung"
Sudah bosan hidup rupanya?"
"Jadi kau tak berani bertarung melawan aku?"
Thian Si hua tertawa seram.
"Bocah keparat yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, rasakan dulu sebuah pukulanku ini"
Mendadak dia menerjang ke muka, sebuah pukulan langsung dilontarkan ke depan.
Sik Tiong giok tidak mencoba menghindar ataupun berkelit dari serangan lawan, sebaliknya malah menyongsong datangnya ancaman itu, mula-mula dia mendorong dulu tubuh Cu Siau hong yang berada dalam pelukan-nya kesamping, setelah
merendahkan tubuhnya, dia mendesak ke muka menerjang ke tubuh Thian Si hua sambil teriaknya: "Lihatlah sendiri, aku akan membuat kau menjadi si bligo yang sedang menggelinding..."
Jelek jelek begini, si gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua masih terhitung seorang gembong iblis kenamaan didalam dunia persilatan, berbicara soal ilmu silat, dia pun terhitung seorang jagoan kelas satu didunia persilatan.
Tapi kenyataan-nya sekarang, ternyata ia tak berhasil mengetahui gerakan apakah yang telah dipergunakan Sik Tiong giok untuk mendekati tubuhnya, apalagi seakan-akan tidak takut terhadap serangannya yang begitu dahsyat.
Sementara dia masih tertegun, tiba-tiba pinggangnya terasa mengencang, kuda-kudanya segera menjadi gempur dan....
"Blaammm!" tubuhnya yang gemuk pendek itu segera terbanting keatas tanah, untung saja kepandaian silat yang dimilikinya cukup tangguh, setelah terjatuh ketanah, dia segera melompat bangun lagi.
Coba berganti orang lain, akibat dari bantingan tersebut, bisa jadi mereka tak mampu bangkit kembali.
Dalam kegelapan, mendadak terdengar seseorang menjerit kaget: "Hei, dia benar-benar telah mempergunakan ilmu silat warisan dari tua bangka serigala langit....!"
Belum habis jeritan, kembali terdengar seseorang berteriak kaget: "Anak Hong, mengapa kau" Apakah sibocah keparat itu telah menganiaya dirimu?"
Dengan cepat Sik Tiong giok berpaling, ia saksikan dihadapannya sana telah muncul tiga orang, mereka adalah Pat huang sin mo, Mo sia ih, Lei hwee sin, lui Kok Siu cu dan Rasul serigala, Cu Bu ki.
Berjumpa kembali dengan ayahnya, Cu Siau hong merasa hatinya sedih sekali tak sempat lagi memberi penjelasan, dia sudah menangis lebih dulu sambil menubruk ke dalam pelukan rasul serigala.
Mencorong sinar buas dari balik mata Rasul serigala, dia melotot sekejap ke arah Sik Tiong giok kemudian baru bertanya lembut:
"Anak Hong, kau belum sampai dirugikan olehnya bukan?"
Cu Siau hong menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tetap menangis terisak.
Rasul serigala segera menghembuskan napas lega, dia merasa dadanya menjadi enteng kembali, seolah-olah baru saja menyingkirkan sebuah batu besar yang menindih tubuhnya.
"Bagus sekali kalau begitu, namun aku tak dapat mengampuni bocah keparat ini, siapa berani menganiaya putriku, dia harus dibikin mampus!"
Mendengar ucapan mana, Cu Siau hong menjerit kaget dan segera menghentikan isak tangisnya, setelah mengerdipkan matanya berulang kali, katanya: "Ayah, kau tak akan mampu mengungguli dirinya!"
"Hmmm! suatu ketika, aku pasti akan membunuhnya ditanganku"
dengus Rasul serigala. Atas perkataan itu, ada dua orang yang merasakan hatinya bergetar keras, yang seorang adalah Pat huang sin mo, Mo sia ih, apa yang telah diperbuat tentu dipahami pula olehnya, walaupun berdasarkan kepandaian silat yang dimiliki dia mampu untuk menandingi Im thian sam siu, tapi peristiwa itu sudah berlangsung pada dua puluh tahun berselang, bagaimanakah keadaan sekarang, hingga kini masih merupakan sebuah tanda tanya besar.
Disamping itu dalam hati kecilnya pun masih mempunyai suatu perhitungan, yakni dia hendak mempergunakan daya pengaruh dari Rasul serigala ditambah dengan kemampuan-nya untuk melenyapkan Im thian sam siu, dengan demikian, bukankah dia akan menjadi manusia nomor wahid dikolong langit"
Seandainya antara dia dengan Rasul serigala sampai bentrok sendiri, ini tidak akan menguntungkan bagi pihaknya, tak heran dia kuatir sekali apabila Cu Siau hong sampai menyingkap kedok jahatnya.
Orang yang kedua adalah Cu Siau hong sendiri, dari ucapan ayahnya itu, dia sudah menangkap bila ayahnya telah salah mengira Sik Tiong giok sebagai pelaku mesum itu, padahal berbicara yang sesungguhnya, dia telah jatuh cinta terhadap lelaki itu.
Tapi dari sorot mata ayahnya dia menangkap pancaran sinar buas yang mengerikan hati, bayangkan saja, bagaimana mungkin hatinya tidak merasa terkesiap.
Berpikir begitu, dia pun berencana hendak menjelaskan kepada ayahnya bahwa orang yang telah melakukan tindak kejahatan susila terhadap dirinya bukan Sik Tiong giok, melainkan Pat huang sin mo.
Namun sebelum rahasia tersebut diungkap, Pat huang sin mo telah menimbrung lebih dulu.
"Bocah keparat ini memang menggemaskan, kita tak boleh mengampuninya!"
"Haaah... haaaah... haaaah... mahkluk tua, apakah kau ingin berkelahi dengan aku?" jengek Sik Tiong giok sambil tertawa terbahak-bahak.
Pat huang sin mo tertawa seram.
"Sejak pertarunganku melawan Im thian sam siu pada dua puluh tahun berselang, hingga kini belum pernah turun tangan lagi, aku memang sangat berhasrat untuk mencoba kepandaian silatku, ingin kuketahui apakah masih cukup mantap atau tidak?"
Sementara itu, Kok Siu cu yang dipermainkan orang habis-habisan selama setengah malaman sedang mendongkol karena tidak dapat melampiaskan amarahnya, ketika mendengar ucapan tersebut, dengan cepat dia menimbrung: "Cousu pelindung hukum adalah atasan kami semua, mengapa kau mesti turun tangan sendiri" Biar aku saja yang mencoba kepandaian silat dari orang ini!"
Pat huang sin mo tertawa dingin: "Biarpun aku sudah tua, tapi yakin belum sampai keropos sehingga tak mampu menahan pukulan-nya, jika dalam dua puluh gebrakan mendatang aku tak berhasil membekuk keparat ini, aku akan segera mengundurkan diri dari dunia persilatan!"
Sejak tadi Rasul serigala memang ingin membunuh Sik Tiong giok, seakan-akan hendak menghilangkan duri dalam matanya, dengan cepat ia menyambung setelah mendengar perkataan itu:
"Kalau begitu, merepotkan cousu untuk turun tangan dengan segera..."
Cu Siau hong sangat menguatirkan keselamatan dari kekasih hatinya, namun dia pun merasa kurang leluasa untuk
menghalangi hal tersebut, oleh sebab itu dia hanya bisa mengerling berulang kali kepada Sik Tiong giok dengan maksud agar pemuda itu meninggalkan tempat tersebut secepatnya.
Tapi Sik Tiong giok adalah seorang pemuda yang tinggi hati, pada hakekatnya ia seperti tidak mengenal apa arti takut, di samping itu dia pun berhasrat untuk mencoba kepandaian orang, maka sahutnya kemudian: "Bagus sekali, silahkan kalian maju bersama-sama, aku tak bakal merasa jeri"
Sekalipun demikian, diapun tak berani kelewat gegabah, sorot matanya dengan cepat memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu.
Lebih kurang sepuluh kaki dibelakang tubuhnya, dia jumpai sebuah dinding batu yang tingginya mencapai tiga kaki lebih.
Dalam lembah To hwee kok yang begitu luas, sesungguhnya hanya Khi cui gan saja yang dikelilingi oleh dinding batu setinggi itu, sebab ditempat inilah putri kesayangan Rasul serigala berdiam, untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak di inginkan, maka dibangun sebuah dinding batu yang tinggi.
Tinggi dinding tadi mencapai tiga kaki lebih, dengan tenaga dalam yang dimiliki Sik Tiong giok sekarang, tentu saja bukan masalah yang sulit baginya untuk melaluinya, tapi jika dalam pertarungan, apalagi menghadapi jago-jago golongan iblis yang berkepandaian tinggi, dia belum yakin bisakah melampaui dinding tersebut untuk melarikan diri, bila ternyata nanti dia tak berhasil menandingi musuhnya.
Sekalipun otaknya berputar keras mendapat akal, paras muka Sik Tiong giok masih tetap dihiasi dengan senyuman yang ramah.
Sementara itu fajar sudah mulai menyingsing, namun suasana remang-remang masih menyelimuti seluruh jagad.
Paras muka Pat huang sin mo, Mo Sia ih diliputi oleh hawa napsu membunuh yang sangat tebal, sambil mengawasi Pangeran Serigala tanpa berkedip, katanya dingin: "Bocah muda, silahkan kau turun tangan lebih dulu, keluarkan semua kepandaian yang masih kau miliki, aku ingin tahu sampai dimanakah taraf kepandaian yang kau miliki!"
Kata-kata takabur yang sombong dan tak memandang sebelah matapun ini segera memancing rasa gusar dan tinggi hati Sik Tiong giok, ia mendengus dingin: "Baik, silahkan kau lancarkan seranganmu!" Telapak tangan-nya direntangkan, kemudian sambil mendesak maju kedepan, dia lepaskan sebuah serangan dahsyat.
Pat huang sin mo memang seorang manusia yang takabur, tapi diapun sadar bahwa lawan adalah anak murid Im thian sam siu, tak heran kalau dia tak berani bertindak gegabah.
Ditambah lagi diapun dapat menyaksikan serangan musuh sangat hebat, biarpun gerak serangannya nampak lamban, namun kenyataan-nya cepat sekali, dalam terkesiapnya buru-buru dia memusatkan seluruh kekuatan-nya untuk bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Ketika telapak tangan Sik Tiong giok hampir menempel diatas dada Pat huang sin mo dan tenaga serangan-nya belum
dilancarkan, tiba tiba ia merasakan ketenangan lawan dalam menghadapi ancaman tersebut, penemuan ini membuat hatinya terkesiap, sambil membentak, serangannya segera dipercepat.
Bersamaan waktunya, telapak tangan dimuntahkan keluar dan segulung tenaga serangan pun dilepaskan.
Pat huang sin mo sama sekali tidak menangkis ancaman tersebut, sebaliknya justru menyambut datangnya pukulan itu dengan keras lawan keras.
"Blaaaaaammm!" Tenaga pukulan dari Sik Tiong giok bersarang telak diatas dadanya, menyusul kemudian dari serangan telapak tangan menjadi kepalan dan sekali lagi disodok kemuka.
Sebetulnya Pat huang sin mo bermaksud hendak mengandalkan tenaga dalamnya yang sempurna untuk menyambut serangan itu dengan kekerasan, dia ingin mengetahui sampai dimanakah tenaga pukulan yang di miliki lawan.
Setelah bentrok terjadi, ia baru menyadari bahwa musuh yang berusia muda ini sesungguhnya memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentu saja dia tak berani menerima pukulan lawan, buru-buru iblis tua ini menarik napas panjang, tiba-tiba saja dadanya melesak masuk kedalam.
Kepandaian ini memang sangat hebat, meskipun dadanya dihisap kedalam, ternyata kakinya sama sekali tidak bergeser, biar begitu ternyata jarak antara dada dengan pukulan lawan terselisih sejauh beberapa depa.
Sik Tiong giok pun sangat terkejut, dia tak menyangka iblis tua tersebut berani menyambut serangan yang maha dahsyat itu dengan kekerasan.
Berhubung dada lawan ditarik kebelakang, dalam kejutnya ia tak berani maju lebih kedepan, buru-buru dia ganti jurus dan maju sambil memiringkan badan, telapak tangan-nya juga berubah menggunakan jurus serigala lari ke empat penjuru.
"Blaaaammmmm!" Sekali lagi sebuah pukulan yang maha dahsyat menerjang kedada dan tulang iga, Pat huang sin mo memutar separuh badan-nya, secepat sambaran kilat dia cengkeram urat nadi pada pergelangan tangan lawan.
Serangan tersebut kelihatan-nya saja sederhana dan biasa, namun kecepatan gerak dan ketepatan serangan-nya sangat mengejutkan hati orang.
Biarpun Sik Tiong giok terkesiap menghadapi kejadian ini, paras mukanya sama sekali tak berubah, buru-buru dia mengangkat pergelangan tangan-nya dan menyapu wajah lawan dengan cepat.
Sapuan itu kelihatan-nya saja seperti tidak disertai tenaga, padahal inilah jurus Hati Buddha gigi serigala yang merupakan jurus serangan paling ganas dalam ilmu dua belas tangan cacad, seandainya sampai tersambar, biarpun tak sampai mematikan, paling tidak tulang dan kulit akan hancur, tentu saja sakitnya bukan alang kepalang...
"Serangan bagus!" Pat huang sin mo segera berseru setelah menyaksikan kejadian ini.
Ia sama sekali tak menggeserkan posisi tubuhnya, hanya secara tiba tiba saja pergelalangan tangan-nya digetarkan kedepan.
Pada saat ujung bajunya dikebaskan kemuka itulah, tiba-tiba lengan-nya seperti makin panjang, kelima jari tangan-nya bagaikan kaitan langsung mencengkeram sikut musuh.
Pertarungan jarak dekat ini sama-sama dilakukan kedua orang itu dengan ilmu silat tingkat tinggi, dalam waktu singkat mereka berdua telah saling bergebrak sebanyak dua puluh jurus, ini membuat Cu Siau hong yang menonton jalan-nya pertarungan itu segera melototkan matanya bulat-bulat seperti orang terpesona.
Ketika ujung jari tangan Sik Tiong giok hampir menyentuh ujung baju lawan, pemuda itu segera merasakan adanya ketidak beresan, cepat ia lancarkan tiga buah tendangan berantai yang mengancam tiga bagian tubuh Pat huang sin mo.
Bersamaan waktunya, tubuhnya mengikuti tendangan tersebut, ia menjatuhkan diri kebelakang dan mundur sejauh dua tiga depa.
Melihat gerak perubahan jurus lawan amat dahsyat ditambah lagi tendangan-nya sangat buas dan jahat, mau tak mau Pat huang sin mo harus menggeserkan posisinya, dengan begitu kedua belah pihak pun terpisah sejauh berapa depa.
Iblis tua itu sama sekali tidak membiarkan musuhnya mempunyai peluang, sepasang lengan-nya kembali digetarkan sambil menerkam ke depan, sepasang tangannya digunakan bersama, sementara telapak tangan kirinya melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat, tangan kanan-nya dengan enteng dan cekatan mencengkeram beberapa buah urat nadi di sikut dan pergelangan tangan lawan.
Sik Tiong giok memang tak sempat melihat dengan jelas jurus serangan apakah telah dipargunakan lawan, namun dia dapat merasakan betapa ganasnya ancaman tersebut, tentu saja dia tak berani bertindak gegabah, buru-buru digunakan ilmu gerakan tubuh serigala menggelinding untuk menghindar.
Terdengar dia berpekik nyaring, tubuhnya, berputar secepat angin dan bergeser kesamping, lalu disambutnya serangan tangan kiri musuh dengan kekerasan.
"Blaaammm!" Sepasang telapak tangan lawan sekali lagi saling membentur satu sama lainnya.
Tenaga dalam Sik Tiong giok ternyata masih kalah setingkat, akibatnya dia tergetar sampai berputar beberapa kali.
Melihat itu Pat huang sin mo tertawa terbahak-bahak, serunya kemudian: "Selama dua puluh tahun si tua bangka serigala disekap dalam bukit serigala, tak nyana dia justru berhasil mendapatkan ilmu gerakan tubuh sedemikian hebatnya, hitung-hitung dia memang pantas disebut jagoan lihay..."
Sembari berkata, tubuhnya mendesak maju ke muka, sepasang telapak tangan-nya dipergunakan bersama, sebentar tangan kanan menghantam ke kiri atau tangan kiri menghantam ke kanan, pokoknya satu dengan tenaga keras yang lain dengan tenaga lunak, dalam sekejap mata saja sudah melancarkan enam tujuh buah serangan berantai.
Sik Tiong giok pun menggelinding kian kemari dengan cepat, sekuat tenaga ia bendung ancaman ancaman yang datang.
Sebetulnya didalam ilmu gerakan tubuh serigala menggelinding ini terselip banyak sekali jurus-jurus pembunuh, sayang sekali tenaga dalamnya masih selisih setingkat, sehingga dalam penggunaan-nya Sik Tiong giok cuma mampu untuk melindungi diri.
Sekali lagi Pat huang sin mo tertawa seram: "Bocah muda, sepuluh jurus sudah lewat, kau mesti berhati hati sekarang...."
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat dia lepaskan sebuah pukulan, tenaga serangan-nya sangat membetot sukma.
Sik Tiong giok segera menghimpun tenaga dalamnya untuk menahan ancaman mana, tapi tiba-tiba saja suara pekikan aneh menggema disisi telinganya, seperti ada berlaksa ekor kuda yang lari bersama, membuat darah didalam dadanya bergolak keras.
Cepat-cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya untuk
memberikan perlawanan. Pat huang sin mo tertawa seram setelah menyaksikan ilmu pukulan irama iblis nya mendatangkan hasil yang gemilang, seranganpun segera dilanjutkan, secara beruntun dia lepaskan tujuh buah serangan yang memaksa Sik Tiong giok mundur sejauh tiga kaki.
Dengan demikian tinggal sisa tiga jurus lagi, bila iblis tua tersebut tidak mampu membekuk Sik Tiong giok maka diapun terpaksa harus mentaati perkataan sendiri dan mengundurkan diri dari dunia persilatan.
Oleh sebab itu bukan cuma iblis tua itu saja yang merasakan hatinya menjadi tegang dan berat, bahkan Rasul serigala sekalian pun dapat merasakan ketegangan ini.
Sik Tiong giok segera memusatkan perhatiannya dengan seksama, tiba-tiba dia melihat seluruh rambut Pat huang sin mo bergoyang tanpa terhembus angin, kemudian pelan-pelan dia melepaskan sebuah serangan kedepan.
Dengan cepat dia mengetahui kalau iblis tua tersebut sedang mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya, dia tak berani berayal, mendadak sambil membentak keras sepasang telapak tangannya didorong ke muka melepaskan pukulan. Serangan itu begitu cepat datangnya sehingga sukar dibayangkan dengan kata-kata.
Angin serangan yang dahsyat dan kuat pun dengan cepat meluncur kearah Pat huang sin mo.
Pat huang sin mo tertawa seram, tiba-tiba gerak serangan-nya dipercepat beberapa kali lipat.
"Blaaammm!" Suatu bentrokan yang maha dahsyat segera berkumandang memenuhi seluruh angkasa, pasir dan debu beterbangan ke mana-mana, desingan angin tajam yang disertai dengan segulung kekuatan maha dahsyat langsung mendesak tubuh Sik Tiong giok.
Dengusan tertahan bergema dari bibir anak muda itu, kuda-kudanya menjadi gempur dan badannya mundur sejauh tiga empat kaki dari posisi semula.
Bagaikan bayangan setan, Pat huang sin mo maju terus mendesak lebih ke depan, tiba-tiba saja dia lepaskan sebuah pukulan lagi dari kejahuan.
Serangan itu begitu cepat datangnya sehingga sukar dibayangkan dengan kata-kata, dimana angin serangan menyambar lewat, desingan tajam memancar keempat penjuru.
Sik Tiong giok semakin mengerti, dalam serangan tersebut, gembong iblis tua itu tentu sudah menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya.
Dengan nama besar Pat huang sian mo didalam dunia persilatan, dan kepandaian silatnya yang begitu dahsyat, memang hanya berapa gelintir manusia saja yang mampu menerima
serangannya tersebut. Pemuda itu sadar kalau tenaga kemampuan-nya belum sanggup untuk menerima ancaman yang datang namun diapun tak
mampu untuk menghindarkan diri. Sebab serangan yang telah di persiapkan Pat huang sin mo dalam telapak tangan yang lain sudah siap dilancarkan setiap saat, asal dia berani berkelit, niscaya pukulan tadi akan segera mengejar datang...
Sik Tiong giok menyadari akan datangnya ancaman bahaya maut, tapi sebagai seorang pemuda yang berdarah panas, dia merasa tak sudi untuk menunjukkan kelemahan sendiri
dihadapan orang. Terpaksa sambil bulatkan tekad dia berpekik nyaring, segenap tenaga dalam yang dimilikinya dihimpun dalam telapak tangan lalu segera mendorongnya kemuka.
Pucat pias selembar wajah Cu Siau hong setelah melihat kekasihnya bersiap sedia menyambut ancaman musuh dengan kekerasan, tak tahan lagi dia menjerit kaget.
Dalam sekejap mata inilah kedua buah pukulan itu sudah saling membentur satu sama lain-nya "Blaaaaammmmm!"
Ditengah benturan keras, tubuh Sik Tiong giok melejit ketengah udara, tindakkan ini sama sekali diluar dugaan iblis tua tersebut, dia menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya.
Ternyata pemuda tampan tersebut telah memanfaatkan tenaga pukulan-nya untuk melejit keudara dan mundur kebelakang, dengan cepat dia telah sampai diatas dinding batu.
Setelah tertegun sejenak, Pat huang sin mo segera menjejakkan kakinya keatas tanah dan secepat kilat bergerak kemuka, serangan yang semula telah dipersiapkan ternyata sama sekali tidak dilepaskan dengan begitu saja.
Hal ini bukan dikarenakan Pat huang sin mo merasa iba terhadap lawan-nya, sebaliknya disinilah letak kebusukan hati gombong iblis tua tersebut, dia bermaksud akan menunggu sampai tubuh Sik Tiong giok terjatuh dari atas dinding kemudian baru melepaskan serangan terakhirnya.
Sayang sekali perhitungan-nya salah besar, sebab Sik Tiong giok hanya berhenti sebentar diatas dinding kemudian sambil menekan permukaan tanah, dia manfaatkan tenaga tadi untuk melejit kembali ketengah udara.
Dalam waktu singkat tubuhnya sudah melayang turun diluar dinding pagar dan lenyap dari pandangan mata.
Atas kejadian tersebut, Pat huang sin mo baru benar-benar dibuat tertegun, pikirnya: "Aku benar-benar pikun dan bodoh, setiap orang tahu kalau kakek serigala langit memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa, dia bisa bergerak ditengah udara, bisa melejit dan melambung, tentu saja tak mungkin bakal terjatuh ketanah...!"
Berpikir demikian, dia melirik sekejap kearah Cu Siau hong, kemudian bentaknya: "Ayo kejar!"
Ketika mendengar seruan tersebut, Rasul serigala sekalian pun segera melejit keudara dan melakukan pengejaran.
Diluar pagar pekarangan merupakan sebuah tebing yang penuh ditumbuhi semak belukar yang amat lebat, rumput ilalang mencapai setinggi lutut.
Tatkala Pat huang sin mo sekalian melompat turun dari pagar dinding dan baru saja mengamati keadaan diseputar sana, mendadak dari kejauhan sana terlihat ada sesosok bayangan hitam sedang meluncur kemuka dengan kecepatan luar biasa.
Dengan perasaan terkejut bercampur keheranan Rasul serigala langit berseru tertahan: "Waaah, cepat amat gerakan tubuh dari si bocah keparat itu...."
"Dimasa lampau gurumu memang termashur didunia persilatan karena ilmu meringarakan tubuhnya," ucap Pat huang sin mo,
"aku lihat muridnya yang kecil ini telah memperoleh seluruh warisan-nya, bila dibiarkan hidup terus aku kuatir tambah lama dia akan semakin bertambah mengerikan!"
Mendengar ucapan mana, Rasul serigala langit mendengus marah, teriaknya kemudian dengan gusar: "Kalau begitu manusia tersebut tidak bisa dibiarkan hidup lebih lama lagi"
"Masa saudara Cu tidak akan mengingat hubungan kalian sebagai sesama saudara seperguruan?" goda si Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua sambil tertawa.
Merah padam selembar wajah Rasul serigala langit, setelah tertawa dingin baru katanya: "Hubungan kami sudah lama putus, di masa lalu dia tak pernah bersikap baik kepadaku, masa aku harus bersetia kepadanya" Apalagi demi cita-cita besar kita sekarang, kau anggap aku akan membiarkan tua bangka tersebut hidup terus...!"
"Betul!" kembali Thian Si hua tersenyum, "Kalau tidak berhati keji, memang tak pantas disebut lelaki, mari kita melakukan pengejaran lebih jauh".
Sementara pembicaraan masih berlangsung, ketiga orang itu sudah melejit kedepan dan meneruskan pengejaran-nya atas bayangam manusia yang bergerak didepan sana.
Sementara itu langit sudah terang, diatas dinding pagar tampak seseorang masih berdiri termangu-mangu disitu, dia tak lain adalah Cu Siau hong.
Memandang ketempat kejauhan sana, tiba-tiba gadis itu bergumam lirih: "Moga-moga Thian melindunginya, sehingga ia dapat lolos dengan selamat dari lembah To hwee kok ini!"
Wajahnya nampak lusuh, pikirannya kalut, setelah termangu-mangu berapa saat dia baru mengundurkan diri dari sana.
Sementara itu Sik Tiong giok belum pergi jauh, ia justru menyembunyikan diri dibawah dinding pekarangan.
Ketika mendengar suara doa dari nona tadi, dia merasa terharu sekali, dadanya menjadi sesak dan darah panas hampir saja muntah keluar dari mulutnya.
Ternyata pemuda itu mundurkan diri dengan meminjam tenaga pukulan dari Pat huang sin mo waktu itu darah dalam dadanya sudah bergolak keras, boleh dibilang keadaan-nya ketika itu gawat dan sangat kritis. Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, dengan memaksakan diri menarik hawa murninya, dia mencoba untuk menekan gejolak dalam dadanya dan berhasil kabur dari tempat tersebut.
Setelah roboh ketanah, pemuda itupun mengerti, pihak lawan pasti akan mengejar kesana karena itu dengan cepat dia menyambar dua biji batu dan dilemparkan kedepan sehingga menimbulkan suara nyaring.
Kebetulan pula dari depan sana muncul sesosok bayangan manusia, akhirnya Pat huang sin mo sekalianpun mengejar kemana perginya bayangan manusia tadi.
Sik Tiong giok sendiri sama sekali tak berani bergerak, dia berbaring terus dibalik semak belukar tanpa berkutik, sebab kuatir jejaknya ketahuan musuh.
Dalam keadaan terluka parah seperti ini, jangan lagi yang muncul adalah Pat huang sin mo, seorang anggota perkumpulan biasa pun sudah cukup untuk membekuknya.
Begitulah, dalam keadaan demikian dia berbaring sampai seharian penuh, sampai matahari sudah tenggelam dan malam pun menjelang tiba, ia buru-buru bangkit berdiri.
Siapa tahu, baru saja bangkit berdiri, tiba-tiba kepalanya pusing sekali sehingga sekali lagi dia roboh terjungkal keatas tanah.
Ia terjatuh cukup parah, dadanya menjadi sesak sehingga tak ampun lagi darah segar membasahi seluruh permukaan tanah.
Dalam keadaan begini, dia hanya bisa menghela napas panjang dan buru-buru masuk kebalik kegelapan dimana dia duduk mengatur pernapasan.
Suasana disekeliling tempat itu diliputi oleh keheningan yang luar biasa, yang terdengar hanya suara jangkrik yang bernyanyi.
Kurang lebih setengah jam kemudian, pemuda itu baru merasa lukanya sedikit agak membaik, pelan-pelan diapun bangkit berdiri dan berjalan menuju kedepan sana.
Beberapa kaki kemudian, dikejauhan sana tampak tanah perbukitan membentang sejauh pandangan.
Ia menelusuri bukit itu menuju keutara, setelah berjalan satu dua li kemudian tibalah ia didepan sebuah selat sempit.
Untuk menghindari pemeriksaan dari orang-orang Siu lo pang, diapun menyusup kebalik lembah itu sambil meneruskan perjalanan-nya.
Kurang lebih satu jam kemudian, sampailah pemuda itu diujung selat tadi.
Tiba-tiba dari depan situ berkumandang suara yang amat gaduh, lalu kedengaran seseorang sedang menggerutu: "Aku lihat dia memang betul-betul iblis sejati, tak heran kalau dia menyebut diri sebagai Pat huang sin mo, semenjak kedatangan-nya disini, belum seharipun kita bisa hidup dengan tenang, sialan! ditengah malam buta begini pun kita diperintahkan untuk memeriksa bukit!"
"Li sua, kau jangan mengomel terus" seseorang segera menghibur, "kalau sampai kedengaran iblis tua itu, kau bisa diberi penderitaan yang lumayan"
"Apa yang mesti ditakuti" Sekarang pikiranku sudah lebih terbuka, cepat atau lambat pasti akan kujumpai hari seperti itu, sekalipun tidak sampai terdengar iblis tua itu, bila kita bertemu dengan si iblis kecil pun tak akan berbeda jauh"
"Apa benar iblis kecil itu adalah putra lo pangcu, sekarang dia telah menyebut diri sebagai pengeran serigala langit"
"Aku rasa berita ini tak bakal salah, bila dia bukan putra lo pangcu, masa memiliki kepandaian silat yang begitu hebat sampai pangcu kita pun ada berapa kali jatuh pecundang ditangan-nya, coba kau bayangkan sendiri, memangnya kita sanggup untuk menghadapinya?"
"Tapi dia kan sudah termakan sebuah pukulan iblis tua itu, siapa tahu orangnya sudah mampus?"
Begitulah, rombongan yang terdiri dari tujuh delapan orang itu melakukan perjalanan menelusuri selat sempit itu sambil berbicara tiada hentinya.
Sik Tiong giok menjadi terperanjat sekali setelah mendengar pembicaraan mana, buru-buru dia menarik kepalanya dan menyembunyikan diri baik-baik.
Setelah bersembunyi hampir dua jam lamanya, Sik Tiong giok meneruskan perjalanan-nya lagi menelusuri sebuah kebun buah dan tiba didepan sebuah pagar pekarangan yang menghalangi perjalanan-nya.
Keadaan Sik Tiong giok saat ini tak ubahnya seperti seekor burung yang sedang ketakutan, berjumpa dengan dinding pekarangan, hatinya lantas terkesiap, apalagi dari balik dinding pekarangan itu terdengar suara tertawa perempuan yang merdu, tanpa terasa pikirnya: "Heran tempat apakah ini" Mengapa terdapat perempuan yang sedang bergurau disitu?"
Terdorong oleh rasa ingin tahunya, pemuda itupun melupakan kehebatan musuhnya.
Setelah mengamati sebentar keadaan di sekeliling tempat itu, dia mendekati sebatang pohon siong, lalu melompat naik keatas pohon tadi dan dari situ mengintip kedalam.
Indah sekali pemandangan dibalik dinding pekarangan itu, aneka bunga tumbuh disana sini, ditambah pula dua buah lentera yang memercikkan sinar, membuat suasana lebih romantis.
Dibawah lentera terletak sebuah meja besar, kain taplak merah yang melapisi meja, dikombinasikan dengan tiga kuntum bunga putih.
Disisi sebelah kiri meja merupakan sebuah rak senjata, berbagai macam senjata terdapat disitu, duduk pada kursi utama adalah seorang perempuan muda berusia dua puluh tahunan, beberapa kuntum bunga menghiasi kepalanya, ia berbaju warna hijau dan cukup mempesona hati.
"Apa-apaan mereka itu...?" pikir Sik Tiong giok dengan perasaan kesal.
Tiba-tiba terdengar lagi suara gelak tertawa yang berkumandang dari-balik pintu loteng, kemudian muncul lagi seorang perempuan muda berusia dua puluh tahunan yang mengenakan pula pakaian berwarna hijau, senyum manis membuat wajahnya nampak lebih cantik daripada perempuan pertama.
Dengan langkah yang lemah gemulai, dia berjalan mendekati meja dan duduk disamping perempuan muda pertama, seorang dayang segera menghidangkan air teh.
Nyonya muda yang baru saja munculkan diri itu segera bertanya kepada dayang yang menuang air teh barusan: "Ciu kiok, mana nyonya mu?"
"Lapor sam hujin, nyonya kami sedang tak enak badan"
"Sakit APA SIH nonya kalian " Bukankah pagi tadi ia nampak sehat-sehat saja " tanya Sam hujin.
"Bukan sakit parah, mngkin hanya sedikit masuk angin sehingga malas makan dan minum."
"Itu mah bukan penyakit namanya," sam hujin tertawa merdu.
"Suruh saja dia keluar untuk berlatih beberapa jurus silat, bila badan sudah berkeringat pasti akan sembuh dengan sendirinya, cepat undang dia kemari, katakan saja aku yang
mengundangnya." Dayang itu mengiakan dan membalikkan badan menuju ke bangunan loteng itu.
Sik Tiong Giok yang mengintip semua kejadian tersebut dalam hatinya kecilnya segera berpikir : "Biarpun perempuan ini berwajah baik tapi tertawa sebelum berbicara sehingga menunjukkan sikap yang tak sedap, sudah jelas bukan
perempuan baik-baik..."
Belum lenyap ingatan tersebut, terdengar suara mendehem memecah keheningan, lalu tampak dayang tadi muncul dari balik ruangan sambil menuntun seorang nyonya muda lain.
Walaupun wajahnya nampak aras-arasan namun wajahnya
memancarkan pula sinar kejalangan.
Ternyata ketiga orang perempuan muda itu tak lain adalah tiga orang istri muda Pat huang sin mo. Mereka adalah Hoa In cun, Chin Bi cun serta Koan Hong cun.
Tiga orang istri muda tersebut selain berwajah cantik, ilmu silat mereka pun sangat hebat.
Hoa Ing cun mempunyai ilmu ular emas yang disebut kepandaian nomor wahid di kolong langit, selain ganas dan kejam, dia pun sukar dihadapi.
Senjat Lian cu liang dari Chi Bi cun dan sepasang lian cun jui dari Koang Hong cun juga merupakan ilmu-ilmu yang jarang ada tandingannya.
Ke-tiga orang perempuan itu rata-rata bersifat jalang dan cabul, tapi mereka pun agak takut dengan gembong iblis tua itu, oleh sebab itu setiap malam mereka selalu melatih ilmu silatnya dengan tekun agar suatu ketika bila ada kesempatan mereka bisa mengambil langkah seribu.
Kebetulan pada malam ini Koan Hong cun merasa kurang enak badan, Chin Bi cun segera memaksa untuk keluar.
Dalam keadaan begini, timbullah satu ide dalam benak Chin Bi cun dengan memerintahkan dayangnya Ho-ji agar berlatih dengan dayangnya Koan Hong cun yang bernama Ciu kiok.
Mendapat perintah, kedua orang dayang itu segera
mempersiapkan diri dan terjun ke arena.
Sik Tiong giok bersembunyi di atas pohon, tiba-tiba saja menampak sesosok bayangan hitam berkelebat di atas bangunan rumah itu, hatina segera tergerak, buru-buru ia melompat turun dari atas pohon kemudian secara diam-diam menyusup ke dalam bangunan loteng itu.
Tadi bayangan manusia tadi sama sekali tidak ditemukan, maka pemuda itupun menengok kembali ke arah halaman rumah dimana dua orang sedang melatih diri.
Ilmu silat yang dilatih kedua orang dayang tersebut bernama Mi kau kun. Sayang sekali permainan dari dayang-dayang itu tak memakai ukuran sehingga seperti dua ekor jago sedang bertarung, hampir saja Sik Tiong giok tertawa kegelian.
Sementara itu pertandingan antara kedua orang dayang itu berlangsung makin tak karuan, akhirnya Hoan Ing cun tak tahan sehingga sambil mendengus dingin segera bangkit dan masuk ke dalam gedung.
Chin Bi cun yang melihat itu segera melirik sekejap, kemudian sambil menggebrak meja bentaknya : "Cukup Ciu kiok, jangan membuat malu nyonya kalian. Coba lihat ji hujin sudah kalian buat mendongkol, ayo cepat hentikan latihanmu..."
Dayang yang bernama Ciu kiok itu menjadi tersipu-sipu malu, wajahnya berubah menjadi merah padam. Buru-buru dia
menghentikan latihannya dan berkata sambil tertawa : "Sam hujin, bukankah sudah kukatakan kalau aku tak mampu?"
Tampaknya Chin Bi cun sengaja hendak mencari gara-gara, sambil tertawa terkekeh-kekeh dia segera berseru : "Aku tebak nyonya kalian sengaja merahasiakan ilmu silatnya dan tak pernah mewariskan ilmu silat sejati kepadamu..."
Ciu kiok hendak membantak setelah mendengar ucapan itu, tapi Koan Hong cun segera maju sambil menampar, kemudian
bentaknya : "Budak sialan, menggelinding jauh-jauh dari sini..."
Bila tamparan itu bersarang tepat di wajah dayang tersebut, sudah dpat dipastikan beberapa buah giginya pasti copot.
Untung di saat kritis Chin Bi cun segera menangkap pergelangan tangan Koan Hong cun sambil katanya : "Su moay, bila kau menamparnya, aku pasti akan kehilangan muka, maka bila ingin bertarung, lebih baik kita berdua saja yang bertarung."
Sambil berkata dia sengaja menarik perempuan muda itu ke arahnya.
Koa Hong cun sama sekali tidak menduga sampai kesitu sehingga hampir saja ia terjerembab ke atas tanah. Kontan paras mukanya berubah hebat, langkahnya sempoyongan.
Sambil menarik kembali tangannya, ia segera menegur dingin :
"Sam ci, rupanya kau sengaja mencari gara-gara di saat badanku sedang tak enak ?"
"Tebakan su moay memang tepat sekali," Chin Bi cun tertawa, "di hari-hari biasa aku tak pernah berhasil mengungguli dirimu, maka hari ini mumpung kau masih sakit, aku memang
bermaksud untuk memberi pelajaran untukmu."
"Baiklah," Koan Hong cun tertawa dingin, "coba kita buktikan siapa yang lebih unggul di antara kita."
Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu sudah saling bertarung sendiri.
Sik Tiong giok yang berada di atas loteng, bisa menyaksikan semua peristiwa itu dengan jelas, pertarungan mereka berdua jauh berbeda dengan pertarungan dua orang dayang tadi, boleh dibilang semua jurus serangan yang digunakan adalah jurus-jurus serangan yang tangguh.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung dua puluh gebrakan lebih.
Tampaknya Koan Hong cun memang berada dalam kondisi yang lemah, tiba-tiba saja dia berkerut kening kemudian melompat keluar dari arena, dengan suatu gerakan cepat dia menyambar sebilah golok yang tergeletak di atas rak senjata.
Chin Bi cun pun tak mau memberi kesempatan kepada lawannya, cepat dia meloloskan pula sebilah golok.
Bacok membacok, babat membabat pun segera berlangsung amat seru. Kedua orang itu bertarung sangat serius, seakan-akan mereka sedang beradu jiwa saja.
Mendadak Koan Hong cun bertindak kurang hati-hati, Chin Bi cun yang melihat ada kesempata baik segera memanfaatkan dengan melancarkan sebuah tendangan.
Dengan jurus ayam mematuk ular, dia menendang pergelangan tangan Koan Hong cun sehingga tak ampun lagi goloknya terjatuh ke atas tanah.
"Nah, su moay! Kau harus mengaku kalah hari ini!" seru Chin Bi cun kemudian sambil tertawa merdu.
"Aaah belum tentu!"
Di tengah dengusan dingin, Koan Hong cun melompat mundur ke belakang.
Chin Bi cun segera mengejar dengan ketat sambil mengejar serunya tertawa : "Kau benar-benar seorang budak yang keras kepala, hmmm! Aku harus menaklukkan dirimu hari ini."
Belum habis dia berkata, Koan Hong cun telah mencabut sebatang tombak dari rak senjata, kemudian sambil membalikkan badan melancarkan sebuah tusukan.
Chin Bi cun segera menangkis dengan goloknya, kemudian tubuhnya mendesak maju lebih ke depan, kali ini goloknya membacok bahu lawan...
Koan Hong cun melintangkan tombaknya di depan dada dengan jurus raja lalim membuang tombak, dia sapu tubuh bagian tengah Chin Bi cun...
Dengan suatu gerakan cekatan Chin Bi cun menghindarkan diri ke samping, setelah melepaskan diri dari jurus serangan tersebut, tubuhnya mendesak maju lebih ke depan.
Pertarungan yang amat serupun kembali berkobar di tengah arena.
Orang bilang : Seinci lebih panjang seinci lebih tanggung. Dengan demikian Chin Bi cun telah menderita kerugian dalam hal senjatanya yang kelewat pendek.
Tiba-tiba Koan Hong cun mengeluarkan jurus naga sakti membalik badan, mata tombaknya dengan memancarkan cahaya tajam segera menusuk ke tenggorokan Chin Bi cun bagaikan seekor ular beracun...
Sik Tiong giok yang menyaksikan kejadian itu dari atas loteng menjadi sangat gelisah, dia lupa kalau dirinya sedang mengintip pertarungan orang, tanpa sadar serunya tertahan : "Aduh celaka!"
Siapa tahu Chin Bi cun sama sekali tidak termakan oleh serangan tersebut, dia memutar goloknya untuk menangkis lalu dengan sengan langkah tujuh bintang, tubuhnya tahu-tahu sudah mengigos ke samping lolos dari tusukan ujung tombak itu.
Ketika secara tiba-tiba mendengar ada orang berteriak dari atas loteng, kedua orang itu serentak menghentikan pertarungan dan menengok ke atas loteng.
Setelah berteriak tadik, Sik Tiong giok sudah sadar kalau keadaan bakal runyam. Sebetulnya dia bermaksud untuk menyingkir saja dari situ.
Siapa sangka belum berapa langkah jejaknya sudah terlihat oleh Koan Hong cun yang berada di bawah, perempuan mudah itu segera membentak nyaring : "Hei, kau si bocak ingusan darimana, berani amat datang kemari! Ayo cepat turun!"
Mendengar teriakan tersebut, Sik Tiong giok segera berpikir di dalam hati kecilnya : "Jelek-jelek begini akupun termasuk seorang ketua partai, bila tidak turun, sudah pasti akan ditertawakan oleh dua orang perempuan busuk itu. Yaa, lebih baik aku trun saja untuk bertarung dengan mereka, siapa tahu suasana akan bertambah ramai?"
Setelah berpikir begitu, diapun meloloskan pedangnya dan melompat turun dari atas loteng.
Entah apa sebabnya, selah memandang pedang tersebut, tanpa terasa dia pun teringat kembali dengan pemiliknya yaitu nona Cu Siau hong.
Sementara dia masih tertegun, tiba-tiba Koan Hong cun sudah maju mendesak sambil melepaskan sebuah tusukan dengan tombaknya.
Sik Tiong giok segera mengebaskan pedangnya mempergunakan jurus menuding matahari menggaris langit.
Criiinggg...! Diiringi suara dentingan keras, tahu-tahu tombak itu terpapas kutung menjadi dua bagian, akibatnya Koan Hong cun menjadi terperanjat setengah mati.
Chin Bi cun yang mengetahui kalau senjata lawan adalah sebilah pedang mestika, serta merta tak berani menyerang dengan mempergunakan senjatanya, dia seperti mati kutunya untuk sesaat.
Sik Tiong giok tidak sungkan-sungkan, dia mendesak ke muka dan melepaskan sebuah bacokan lagi.
Koan Hong cun segera berteriak berulang kali : "Ho ji, Ciu kiok, kalian cepat mengambail senjata..."
Tapi belum habis teriakan tersebut, kembali terdengar suara gemerincingan nyaring golok yang berada di tangan Chin Bi cun pun ikut terpapas kutung.
Sik Tiong giok yang mengetahui bahwa pedangnya adlaah sebilah pedang mestika, tanpa terasa semangat segera berkobar, setelah tertawa terbahak-bahak dia berseru : "Ayo, berapa banyak senjata tajam yang kalian miliki " Keluar semua, kalau tidak, maaf bila aku tak akan melayani lebih jauh."
Dia mengira dengan mengutarakan kata-kata tersebut, pihak lawan pasti akan ketakutan setengah mati, oleh sebab itu seusai berkata dia pun membalikkan badan siap meninggalkan tempat tersebut.
Siapa tahu, pada saat dia membalikkan badan inilah mendadak terdengar Koan Hong cun membentak keras : "Bocah tekebur, kau anggap masih bisa keluar dari sini " Kalau hendak pergi, tinggalkan dulu selembar jiwamu..."
Dalam pembicaraan mana, dia menggetarkan pergelangan tangannya dan mengeluarkan sebuah benda.
Sik Tiong giok dapat melihat kalau benda itu berantai, bentuknya bulat bersinar tajam dan besarnya secawan teh terbuat dari baja dengan lapisan emas sedang rantainya berbentuk seperti tulang ikan hitam bercorak segi tiga entah benda apa namanya "
Sementara dia masih tertegun Koan Hong cun telah melontarkan senjatanya ke depan. Terpaksa dia harus menggunakan
pedangnya untuk membacok.
Siapa tahu rantai tersebut sama sekali tidak patah malahan telah berbunyi nyaring, mata senjata menukik ke bawah dan
mengancam tubuhnya. Setelah mengetahui kalau bacokan pedangnya tidak berhasil mematahkan senjata lawan tadi, Sik Tiong giok telah sadar kalau gelagat tidak menguntungkan. Siapa sangka ujung bandulan yang lain telah menyerang pula.
Buru-buru dia menyayunkan telapak tangannya untuk menangkis baru lolos dari ancaman senjata. Lian cu liang adalah senjata berbentuk piau segi tiga yang dihubungkan dengan rantai jadi senjata tersebut bermuka dua.
Ketika pemuda itu mencoa membacok, ternyata bacokannya pun tidak mendatangkan hasil.
Atas terjadinya peristiwa ini Sik Tiong giok menjadi gugup, dalam kedaan demikian, dia merasa lebih mengambil langkah seribu saja.
Tanpa banyak bicara, tubuhnya segera melejit dan kabur menuju ke atas dinding pekarangan.
Baru saja tubuhnya mencapai atas pekarangan, senjata dari Chin Bi cun telah menyerang kembali, sedangkan banduran Koan Hong cun juga menyerang kakinya.
Sik Tiong giok serta miringkan kepalanya menghindari serangan senjata Liang ju liang, lalu melompat meloloskan diri dari babatan senjata bandulan.
Sayang dia tak menuangkan kalau senjata liang cu liang itu mempunyai keistimewaan lain.
Tahu-tahu saja sepasang kakina sudah terbelenggu erat-erat, kemudian badannya terasa dibetot orang ke bawah dan...
"Bluuummm ! ia terjaduh dari atas dinding pekarangan.
Agaknya Sik Tiong Giok memang sedang bernasib sial, sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah ia menderita kekalahan beruntun seperti apa yang dialaminya hari ini, terutama sekali dikalahkan oleh dua orang perempuan muda, hal ini membuatnya menyumpah tiada habisnya.
Baru saja dia hendak melejit dengan gerakan ikan leihi melentik, tahu-tahu Koan Hong cun telah menekan tubuhnya ke bawah, menyusul kemudian Ciu Kiok membelenggu tubuhnya dengan tali otot kerbau.
Maka tak berkutiklah Sik Tiong Giok.
Menggunakan kesempatan itu Koan Hong cun merampas
pedangnya dan diperiksa, sekejap kemudian serunya kaget :
"Aduuh, bukankahpedang ini milik Hong ji si budak itu ?"
Mendengar ucapan mana, Chin Bi cun segera mendekati dan turut memeriksa pedang tersebut, kemudian sambil menendang tubuh Sik Tiong Giok hardiknya : "Bocah jelek, darimana kau dapatkan pedang itu " Ayo cepat akui..."
Sik Tiong Giok tidak tahu kalau wajahnya sudh dilumuri debu dan pasir setelah mendekam hampir semalamam suntuh di balik semak belukar, mukanya yang hitam separuh putih separuh ini membuat tampangnya benar-benar jelek sekali.
Ketika mendengar perkataan tersebut dalam hati kecilnya ia lantas berpikir : "Hmmm, kau berani mengatakan aku jelek"
Memangnya kau sesndiri cantik ?"
Chin Bi cun jadi bertambah mendongkol sewaktu dilihatnya Sik Tiong Giok cuma melotot ke arahnya tanpa menjawab, ia segera menendang tubuhnya keras-keras seraya membentak : "Bocah keparat, ayo bicara, pedang itu kau peroleh darimana...?"
"Aku mendapatkan dari merampas dari tangan seorang nona cilik, ada apa " Memangnya tidak boleh ?"
"Hmmm, omong kosong! Ngaco belo tak keruan..."
Kebetulan dayangnya datang membawa secawan air teh, Kong Hong cun segera menyambar cawan tersebut dan mengguyurkan air dalam cawan tersebut ke atas wajah Sik Tiong Giok.
Tak ampun lagi seluruh wajah Sik Tiong Giok terguyur, kotoran dan lumpur yang semula mengotori wajahnya pun ikut terguyur sehingga kelihatan selembar wajahnya yang tampan.
Untung saja air teh itu tidak terlalu panas, hangat lagi membawa bau harum, Sik Tiong Giok yang pada dasarnya memang haus segera menjiliat dengan ujung lidahnya.
Dua orang nyonya muda bertampang genit yang berada di hadapannya itu seketika dibikin tertegun, apalagi setelah mengamati wajah anak muda itu dengan seksama, perasaan mereka kembali tergetar keras.
"Woous, tampan nian pemuda ini..." pikir mereka hampir berbareng.
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar si nenek penjaga pintu berteriak keras : "Cousu ya datang !"
Buru-buru Koan Hong cu berseru kepada Ciu kiok : "Cepat angkut bocah itu ke dalam kamar ku dan baringkan di dalam peti besar!"
Ciu kiok mengiakan dan membawa Sik Tiong Giok kabur ke dalam kamar, setelah melewati loteng bambu dia putar ke barat menuju ke sebuah pesanggrahan, disana ia barikan pemuda itu ke dalam peti dan menutup kembali peti tadi.
Sik Tiong Giok menjadi sangat menderita. Bayangkan saja, kalau peti itu ditutup dari luar, suasana dalam peti pasti amat sumpek, jangan lagi bergerak bernapaskanpun rasanya susah.
Tanpa terasa pemuda itu berpikir : "Aaai, hari ini aku benar-benar lagi sial..."
Selain murung dan kesal, diapun menyesali kecerobohan sendiri sehingga berakibat demikian.
Pada saat itulah Pat huang sin mo sedang berbicang-bincang dengan ketiga orang gundiknya tentang perbuat onar Sik Tiong Giok di lembah Hwee buan kok mereka.
Chin Bi cun gembira bercampur iri kepada Koan Hong cun yang mengangkangi Sik Tiong Giok seorang diri, maka setelah mengerling sekejap ke arah lawan, katanya kemudian sambil tertawa : "Lo taucu (orang tua), apakah kalian telah berhasil membekuknya...?"
"Bocah kepara itu sudah pasti trluka parah karena pukulanku, meski belum tertangkap dalam keadaan hidup-hidup, tapi aku yakin di tak akan hidup lama lagi."
"Aku tebak ia pasti sudah mati..." sela Koan Hong cun dengan cepat.
Sembari berkata, ia melotot sekejap ke arah Chin Bi cun penuh amarah.
Chin Bi cun segera berkata sambil tertawa : "Aaah, aku rasa belum tentu, bila ia benar-benar sudah mati, apakah kalian sudah menemukan jenasahnya?"
"Aku sendiripun merasa keheranan terhadap kejadian ini," ucap Pat huang sin mo, "sehari semalam kami sudah melakukan pencarian, namun sama sekali tidak ditemukan jenasahna."
"Jangan-jangan ia sudah lolos dari bukit ini ?" kata Koan Hong cun kemudian.
Tapi Chin Bi cun kembali menimbrung.
"Lembah Kiu boan to hui kok pada hakekatnya merupakan sebuah barisan pembingung sukma, bagi mereka yang tidak memahami jalan rahasia disitu, aku percaya ia tak akan berhasil untuk meloloskan diri."
Pat haugn sin mo segera bertepuk tangan sambil berteriak keras
: "Tepat sekali, Kiu boan to hui kok adlaah sebuah jalan rahasia yang membingungkan sukma, jangan lagi bocah keparat itu bahkan aku sendiripun kadangkala masih suka tersesat, bagaimana mungkin keparat itu dapat meloloskan diri ?"
Chin Bi cun tersenyum : "Aku mah mengetahui jejak si bocah kepara itu, dia, dia..."
"Cepat katakan, dia berada dimana " buru-buru Pat huang sin mo bertanya.
Atas kejadian tersebut, yang paling merasa gugup sudah barang tentu Koan Hong cun, sepasang matanya melotot besar ke arah Chin Bi cun, namun di balik sinar matanya itu terselip sinar penuh permohonan.
Chin Bi cun masih tetap tersenyum simpul, kembali dia berkata :
"Tentu saja ia berhasil kami tangkap..."
"Haah... haah...haah..." mendadak Pat huang sin tertawa tergelak, "aku tidak percaya dengan mengandalkan kemampuan kalian, kemampuan kau berdua, bocah keparat itu berhasil ditawan, kau tahu dia kan ahli warisnya Kakek serigala langit, satu di antar tiga kakek dari In Thian"
Chin Bi cun segera mencibirkan bibirnya yang mungil dan tertawa dingin penuh rasa tak puas, serunya : "Kau tak percaya kalau kami berhasil membekukna " Kalau tak percaya silahkan bertanya sendiri kepada Ji ci, apakah kita sedang membohongi mu atau tidak."
Hoan Ing cun segera manggut-mangut sambil menjawab dingin :
"Benar, kami telah berhasil menangkap seseorang, hanya tidak kami ketahui apakah dia adalah bocah keparat she Sik atau bukan."
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aah, jadi sungguh " Itulah namanya dicari sampai sepatu jebol belum juga ketemu, tahunya diketemukan tanpa membuang tenang. Ayo jalan, cepat bawa aku kesana, dimana dia berada ?"
"Sekarang dia berada di dalam kamarnya Su moy..."
Belum habis ia berkata, si gembong iblis tua itu sudah melototkan matanya besar-besar dan mengawasi Koan Hong cun dengan penuh amarah. Lamat-lamat terpancar pula segulung hawa napsu membunuh dari balik matanya.
Untung saja Chin Bi cun berkata lebih jauh : "Berhubung kami takut dia berhasil kabur, maka untuk sementara waktu kami menguncinya di dalam peti besar di dalam kamar Su moay, kami sedang menunggu kau sampai pulang dan minta hadiah untuk jasa tersebut."
Dengan adanya penjelasan ini, paras muka gembong iblis tua itu menjadi jauh lebih tenang, namun cukup membuat Koan Hong cun bermandikan keringat dingin saking ngerinyanya.
Memanfaatkan kesempatan tersebut, Chin Bi cun segera berseru lagi dengan manja.
"Lo tau cu, kau cepat berjanji dulu, hadiah apa yang hendak diberikan untuk kami?"
Pat huang sin mo tertawa terbahak-bahak : "Haaahhh...
haaahhh... haahhh... tunggu saja sampai kuperiksa dengan jelas apakah bocah keparat yang kalian tangkap benar-benar adalah keparat yang kumaksud, bila benar, terserah apa saja yang kalian minta."
"Baik, kalau begitu marilah kita berangkat sekarang juga."
Sembari berkata dia segera berjalan lebih dulu di depan menuju ke kamar tidur Koan Hong cun.
Baru tiba di depan pintu, mendadak Hoan Ing cun berseru keheranan : "Hei, mengapa dalam kamar tidak disulut lampu lentera ?"
Koan Hong cun segera menyambung : "Dayangku Ciu kiok memang semakin lama semakin tak tahu diri, sudah pasti ia molor lagi."
Berbicara sampai disitu, dia lantas berteriak keras : "Ciu kiok! Ciu kiok..."
Namun tiada jawaban yang kedengaran, suasana tetap hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Chin Bi cun segera berkata : "Biar aku masuk untuk memeriksana, perempuan setan itu memang pantas diberi hajaran."
Dari meja ia menyambar sebuah lilin dan segera melangkah masuk ke dalam kamar sebelah barat.
Mendadak dari dalam kamar berkumandang suara benturan kerasa disusul seseorang menjerit kaget, menyusul kemudian lilinpun menjadi padam sehingga suasana menjadi gelap gulita.
"Aduh celaka, mengapa Ciu kiok dibekuk orang ?" terdengar Chin Bi cun berteriak keras.
Mendengar seruan tersebut, Pat huang sin mo segera menyusup ke dalam kamar dengan cepat, dia langsung menuju ke arah peti, menyingkirkan penutupnya dan berniat untuk merobohkan Sik Tiong Giok lebih dahulu.
Siapa tahu begitu peti dibuka, ternyata disitu tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Dengan terjadinya peristiwa ini, bukan saja Pat huang sin mo dibuat tertegun, bahkan ketiga orang gundikpun turut dibuat terkejut sampai melongo-longo.
Pada saat itulah tiba-tiba tampak cahaya merah berkilauan disusul asap tebal menyebar kemana-mana membuat keempat orang itu merasakan matanya menjadi pedih dan air mata serasa mau bercucuran keluar.
Baru sekarang mereka sadar bahwa kebakaran sudah melanda bangunanrumah itu, buru-buru mereka berseru : "Ayo cepat kabur, terjadi kebakaran disini."
Ternyata sewaktu Chin Bi cun roboh terjengkang ke atas tanah tadi lilin yang berada di tangannya terlepas dan jatuh di atas pembaringan, jilatan api dengan ceat membakar kain kelambu yang tipis dan menyambar kemana-mana, apalagi bangunan dinding terdiri dari potongan bambu, bisa dibayangkan bagaimana akibatnya.
Dalam waktu singkat api sudah berkobar menjadi besar serta menjalar keempat penjuru.
Bambu memang merupakan bahan yang mudah terbakar, tak mungkin kobaran api bisa dipadamkan secepatnya, terpaksa beberapa orang itu berusaha untuk menerjang keluar dari kepungan api untuk menyelamatkan diri.
Bukan cuma buronan mereka yang berhasil tertangkap kembali terlepas, akibatnya mereka harus menanggung kerugian yang lebih besar lagi, yakni terjadinya kebakaran besar di bangunan rumah mereka.
Pat huang sin mo dengan membawa ketiga orang gundiknya menerjang keluar dari kepungan api dengan susah payah walaupun akhirnya berhasil terlepas dari ancaman bahaya, namun keadaan mereka boleh dibilang sudah mengenaskan sekali.
Tak selang beberapa saat, Rasul serigala langit dan sekalian iblis yang melihat timbulnya kebakaran, segera berdatangan untuk memberi bantuan, dengan kerja sama banyak orang, tak sampai satu jam kemudian api berhasil dipadamkan.
Namun Pat huang sin mo dibikin begitu mendongkol sampai sekujur badannya gemetar, dia menyumpahi Sik Tiong Giok berulang kali, bahkan sumpahnya : "Bila suatu hari binarang cilik yang terkutuk itu sampai terjatuh ke tanganku, aku bersumpah tak akan jadi manusia bila tak mampu menguliti kulitnya."
oooOooo Si gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua buru-buru menghibur : "Causu ya, kau takusah menyumpahi terus, percuma saja kalau hanya bicara dibibir, yang penting kita mesti berusaha untuk menangkapnya hidup-hidup."
Kontan Pat huang sin mo melototkan matanya bulat-bulat lalu mendengus : "Hmm, selama ini entah apa saja yang kalian geledah di sekitar bukit ini " Bayangan saja tak mampu dibekuk, justru orangnya malah kena didesak sampai datang kemari."
Si Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua termasuk juga seorang jagoan angkuh yang berwatak tinggi hati. Dia menjadi tak senang hati sesudah mendengar perkataan dari gembong iblis tua tersebut, serunya kemudian dengan suara dingin : "Siapa suruh cousu ya tidak mau turut serta di dalam penggeledahan tersebut, sebaliknya memberi ijin kepada ketiga orang nyonya muda untuk melindungi lawan, coba kalau bukan ulah ketiga orang hujinmu itu, mana mungkin akan terjadi peristiwa besar semacam ini " Kalau mau menyalahkan, masa kami yang mesti disalahkan ?"
Sekali lagi Pat huang sin mo melototkan matanya bulat-bulat, dia membuka mulutnya lebar-lebar seperti ingin mengucapkan sesuatu, namun tak sepatah katapun yang bisa diutarakan keluar.
Akhirnya dia menyaksikan muridnya yang tertua si bayangan setan Coa Toan hanya berdiri bengong disana, dengan penuh amarah segera bentaknya : "Coa Toan, ayo cepat kumpulkan semua adik-adik seperguruanmu, hari ini kita harus menggeledah lembah Kiu boan to hui kok ini sampai rata."
Bayangan setan Coa Toan buru-buru mengiakan sambil beranjak pergi. Tak selang berapa saat kemudian ia sudah muncul kembali bersama ketujuh orang adik seperguruannya.
Pat huang sin mo segera mengebaskan ujung bajunya, dengan membawa delapan murid dan tiga orang gundiknya sehingga berjumlah dua belas, berangkatlah mereka melompat pagar pekarangan menuju ke tanah perbukitan sana.
Apa yang sebenarnya terjadi denga Sik Tiong Giok "
Rupana pemuda itu merasa menyesal sekali sesudah disekap orang dalam peti besar tersebut, dalam keadaan demikian dia hanya bisa memasrahkan keselamatan jiwanya pada nasib.
Dalam suasana yang paras serta susah bernapas, tiba-tiba tutup peti kembali terasa dibuka orang, lalu tampak cahaya berkelebat lewat, dia kenali cahaya tersebut sebagai sebilah pedang, segera pikir di hati : "Habis sudah riwayatku kali ini, sungguh tak kusangka aku bakal mati dalam keadaan seperti ini."
Berpikir demikian, diapun memejamkan matanya rapat-rapat, ia tahu, bila pedang tersebut ditusukkan ke perutnya, niscaya dia akan tewas dalam keadaan yang mengenaskan.
Siapa tahu dimana cahaya pedang itu berkelebar lewat, otot-otot menjagan yang dipakai untuk membelenggu tubuhnya segera putus dan patah semua, kemudian..
"Blaaaammmm!" Peti itu kembali ditutup rapat.
Sik Tiong Giok menjadi amat kesal, kembali dia berpikir : "Kalau orang itu berniat menyelamatkan jiwaku, mengapa pula harus menutup kembali peti ini ?"
Tanpa ragu lagi dia melompat bangun, membuka penutup peti tersebut dan meloloskan diri.
Suasana dalam ruangan gelap gulita tak tampak sesuatu apa pun, di antara sinar yang remang-remang, tampak seseorang tergeletak di depan pintu, ternyata orang itu adalah seorang dayang.
Kejadian tersebut membuat Sik Tiong Giok merasa semakin kesal, sekali lagi ia berpikir : "Heran, siapa yang telah menyelamatkan diriku " Jangan-jangan perbuatan dari toa su pek Thian Liong siu...?"
Belum lewat ingatan tersebut dari benaknya, tiba-tiba dari luar pintu kedatangan suara pembicaraan manusia, tergerak hatinya dengan segera, tanpa berpikir panjang pemuda itu segera menerobos keluar melalui jendela.
Baru melompat keluar dari dinding pekarangan, tiba-tiba dari kejauhan sana tampak sesosok bayangan manusia sedang bergerak ke depan situ dengan kecepatan tinggi.
Tanpa berpikir panjang lagi Sik Tiong Giok segera melakukan pengejaran dari belakang.
Agaknya bayangan manusia tersebut berniat untuk
menghindarkan diri dari pengejaran Sik Tiong Giok, semkin gencar pemuda itu menyusulnya, semakin cepat pula orang itu melarikan diri.
Dalam kegelapan malam, hanya dua sosok bayangan manusia bergerak saling berkejaran menjauhi tempat itu.
Dari kentongan ke empat sampai fajar mulai menyingsing, mereka masih berkejaran terus tiada hentinya, waktu itu mereka sudah meninggalkan wilayah bukit Kiu nia san dan kini menuju ke daerah bukit Muk Cho san.
Fajar telah menyingsing, sinar sang surya juga memancarkan cahayanya menerangi empat penjuru, sekarang semua
pemandangan di sekitar sana kelihatan semakin jelas lagi. Sik Tiong Giok juga dapat melihat orang yang dikejarnya itu makin nyata.
Ternata dia adalah seorang wanita berbaju hitam, saat ia masih berlarian terus ke depan tanpa berpaling sekejap pun.
Oleh karena wajahnya tak terlihat, Sik Tiong Giok makin penasaran, dia ingin secepatnya berhasil menyusul perempuan tadi dan mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya.
"Siapakah dia " Mengapa menolong aku ?"
Meskipun pelbagai kecurigaaan berkecamuk di dalam benaknya pemuda itu sama sekali tidak memperlambat langkahnya, malah pengejaran dilakukan semakin kencang.
Dua jam kembali sudah lewat, dari kejauhan sana bukit Mo cho san sudah kelihat semakin jelas.
Tampakna perempuan itu sudah mulai kehabisan tenaga, larinya semakin lama semakin melambat, jelas ia sudah tak mampu lagi untuk mempertahankan diri.
Sik Tiong Giok menjadi sangat gembira; dia segera percepat langkahnya menerjang ke depan.
Namun perempuan berbaju hitam itu cukup cekatan, di saat Sik Tiong Giok menubruk ke depan, tiba-tiba ia malah menyusup mundur lalu berbelok ke samping dan kabur menuju ke arah sebuah hutan lebar.
Dengan demikian Sik Tiong Giok menjadi menubruk tempat kosong, menanti dia membalikkan tubuhnya lagi, bayangan tubuh perempuan berbaju hitam itu sudah tak tampak lagi.
Sik Tiong Giok mendengus sambil memutar badan, sekali lagi dia menerjang ke arah dalam hutan lebat tersebut.
Hanya di dalam dua kali lompatan saja ia sudah menerjang kelar dari hutan itu, disanalah dia melihat perempuan berbaju hitam tadi sedang berusaha untuk melarikan diri.
Dengan suatu gerakan cepat ia segera melompat melewati perempuan itu kemudian sambil membalikkan badan dia hadang jalan perginya.
Tak terlukiskan rasa kaget perempuan berbaju hitam itu, buru-buru ia menghentikan langkah sambil melompat mundur sejauh beberapa kaki, dan saat itulah ia baru berhasil berdiri tegak.
Dengan begitu, mereka berdua pun menjadi berdiri saling berhadapan, meski jaraknya cukup jauh, namun Sik Tiong Giok masih dapat mendenar dengusan napasnya yang terengah-engah.
Lewat beberapa saat kemudian, perempuan itu baru pelan-pelan membalikkan badannya, lalu kepada Sik Tiong Giok dia membentak dengan suara sedingin es.
"Sia.. siapakah kau" Atas dasar apa kau mengejar aku ?"
Sik Tiong Giok merasa terkejut sekali terutama setelah menyaksikan bentuk badan dari perempuan itu, serunya tertahan
: "Aaaah... kau..."
Ternyata perempuan itu masih muda, kira-kira baru berusia enam tujuh belas tahunan, bertubuh kecil dan ramping, tapi montok berisi, suatu bentuk badan yang menarik hati, hanya sayang ia justru memiliki seraut wajah yang menakutkan.
Mukanya semu kuning kepucat-pucatan, matanya jeli api tampangnya jelek, bahkan makin dipandang semakin
memuakkan bikin hati orang jadi bergidik rasanya.
Untuk sesaat Sik Tiong Giok dibuat terkejut bercampur keheranan untuk sesaat dia menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Gadis jelek itu segera mengerdipkan sepasang matanya berulang kali menyaksikan sikap bengong anak muda tersebut, kemudian tegurnya dengan nyaring : "Hei, sudah kau dengar belum?"
"Apa... apa yang kudengar...?" tanya Sik Tiong Giok tertegun.
"Aku ingin bertanya siapakah kau" Atas dasar apa mengejarku"
Ayo cepat jawab!" Untuk kesekian lamanya Sik Tiong Giok dibuat tertegun, buru-buru ia menjawab.
"Aku... kenapa" Kau tidak kenal aku?"
"Darimana mungkin aku bisa mengenali dirimu..."
"Jika kau tidak kenal aku, mengapa pula harus menyelamatkan diriku...?"
Gadis jelek itu segera memutar biji matanya berulang kali, kemudian tertawa cekikikan.
"Siapa sih yang menolong kau" Bukankah kau yang justru mengejar aku?"
Sik Tiong Giok benar-benar dibikin kebingungan setengah mati, akhirnya dia lagi sambil menggelengkan kepala.
"Dayang yang berada di loteng bambu itu apa tewat di tanganmu?"
Gadis jelek itu memutar biji matanya berulang kali, nada suaranya juga secara tiba-tiba berubah menjadi dingin dan kaku.
"Siapa yang ingin kubunuh, orang itu segera akan kubunuh, kau tak usah mencampuri urusanku..."
Sik Tiong Giok segera tersenyum.
"Bukannya aku hendak mencampuri urusanmu, tapi aku hanya ingin mencari tahu siapa yang telah menolong aku, tahukah kau
?" "Sekalipun aku tahu juga tak akan kusampaikan kepadamu, biar selama hidup kau tak bisa menemukannya."
"Siapa sih orang itu?"
"Aku tak tahu."
Lama kelamaan Sik Tiong Giok menjadi mendongkol sendiri, sambil mendengus dingin segera serunya : "Mengapa kau tidak berbicara?"
Meski di atas wajah si nona jelek yang bersemu kekuning-kuningan itu tidak memperlihatkan perubahan apa pun, namun sepasang matanya bersinar tajam, bibirnya dicibirkan, bahkan pedangnya segera diloloskan dari sarung dan digoyang-goyangkan di depan mata Sik Tiong Giok. Katanya kemudian :
"Pokoknya kalau aku enggan bicara ya tetap enggan, kecuali jika kau berhasil mengungguli pedangku ini..."
Selesai berkata kembali ia mendengus, pedangnya dengan menciptakan sekilas cahaya tajam sekali lagi diputar di depan mata Sik Tiong Giok membentuk sekuntum-kuntum bunga
pedang. Sik Tiong Giok mendongkol sekali oleh kebinalan perempuan itu, melihat dia main gertak dengan mempergunakan pedangnya, dalam hati kecilnya segera berpikir : "Budak cilik ini benar-benar sangat binal, tampaknya jika aku tak mampu menaklukkannya, dia tak bakal mau menuruti perkataanku."
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja dia maju selangkah ke depan sambil meloloskan pedang.
Tapi pemuda itu segera meraba tempat yang kosong, sekarang dia baru ingat bahwa pedangnya masih tertinggal di ruang loteng bambu.
Tanpa terasa bayangan wajah Cu Siau hong muncul kembali di dalam benaknya, perasaan menyesal pun timbul dari dasar hati kecilnya.
"Hei, jurus serangan apaan itu" Ayo cabut pedangmu," si nona jelek segera menggoda.
Sik Tiong Giok bergerak cepat mematakan sebatang ranting pohon, lalu sambil menimangnya dalam gengaman, ia berkata :
"Aku akan mempergunakan ranting pohon ini untuk menyambut beberapa jurus seranganmu."
"Hmm, jangan kau anggap dirimu itu hebat sekali," jengek si nona jelek sambil mendengus dingin.
Tubuhnya bergeser maju selangkah, pedangnya segera diputar melancarkan tusukan.
Tentu saja Sik Tiong Giok tak akan membiarkan tubuhnya dijadikan bulan-bulanan senjata lawan, mendadak ia bertekuk pinggang sambil menangkis serangan lawan dengan ranting pohonnya, pemuda itu bermaksud untuk menggetarkan pedang nona jelek itu agar terlepas dari genggaman.
Apa mau dikata, gadis jelek itu cukup licik. Dari sikap lawan yang tidak menyambut serangan pedangnya, ia lantas sadar bahwa kemampuan pemuda tersebut bisa jadi jauh di atas
kemampuannya, ia semakin tidak berani gegabah.
Maka tidak menunggu sampai pedangnya selesai melancarkan jurus tersebut, mendadak ia memutar pergelangan tangannya satu lingkaran, lalu merendahkan badannya ke bawah.
Menyusul kemudian pedangnya berputar lagi membabat tubuh bagian bawah lawan.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak tahu kalau jurus pedang yang dipergunakan gadis jelek adalah jurus "Angin dingin menggugurkan daun" yang merupakan jurus ilmu pedang tangguh dalam dunia persilatan...
Walaupun demikian, dia pun tak berani berayal, segera pikirnya di hati.
"Aliran ilmu silat yang ada di dunia ini memang sangat hebat, aku dengar ada ilmu pukulan sapuan bumi, hari ini mataku benar-benar terbuka setelah melihat ilmu pedang sapuan bumi ini..."
Berpikir demikian, dengan cepat ia menutulkan rantingnya ke atas tanah, tiba-tiba saja tubuhnya melambung ke udara dengan kaki di atas kepala di bawah, lalu menggunakan sedikit kekuatan yang ada, badannya melambung tujuh delapan depa lebih ke atas.
Memanfaatkan kesempatan itulah, ranting pohonnya menyapu ke depan khusus menyambut bagian atas tubuh lawan.
Jurus serangan semacam ini memang benar-benar merupakan suatu taktik yang hebat, suatu taktik penyelamtan dengan mendesak musuh.
"Suatu gerakan tubuh yang bagus!" teriak nona jelek itu dengan suara nyaring.
Di tengah teriakan mana, di amembalikkan badan sambil melayang turun ke sisi kiri anak muda tersebut, dengan begitu jarak di antara kedua belah pihak cuma lima depa saja.
Sik Tiong Giok segera melindungi diri dengan ketat, meski tidak melanjutkan serangan lagi, namun ia juga tak berani
mengendorkan pertahanan diri, dengan berhati-hati sekali pemuda itu mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Nona jelek itu berdiri pula dengan ujung pedang menempel permukaan tanah, wajahnya yang bersemu emas nampak
berkerut makin kencang, lalu diiringi suara tertawanya yang merdu ia menegur : "Kau sudah dapat mengenali ilmu pedangku?"
"Apa sih yang aneh?" jawab Sik Tiong Giok, "ilmu pedang sapuan bumi belum bisa mengelabuhi diriku..."
Belum selesai dia berkata, nona jelek itu sudah tertawa terpingkal-pingkal saking gelinya, tak tahan lagi ia berseru sambil menahan rasa gelinya.
"Pangeran Serigala langit, wahai Pangeran Serigala langit, kalau ilmu pedang nomor wahid di kolong langit, angin dingin menyapu daun pun tidak kau kenal, buat apa kau pasang gaya di depan orang lain...?"
"Huuh, ilmu pedang nomor wahid apaan itu" Kau tak usah mencoba untuk membohongi aku."
"Siapa yang membohongi dirimu" Tampaknya kau seperti tidak puas...?"
"Aku memang ingin sekali menyaksikan kehebatan dari ilmu pedang nomor wahid di kolong langit itu, coba nona memberi petunjuk lagi kepadaku..."
Berkedip sepasang mata si nona jelek yang nampak jeli itu, tiba-tiba saja sikapnya juga ikut beruah menjadi amat lembut, katanya kemudian pelan : "Aku rasa kita tak usah berkelahi lagi, bukankah kau hendak mencari tuan penolong mu " Nah, pergilah dengan cepat daripada membengkalaikan urusan besarmu, apalagi si tua she Sin tersebut memang lagi menunggumu dengan gelisah."
Dengan termangu-mangu Sik Tiong Giok mengawasi gadis itu lekat-lekat, sedang dalam hatinya berpikir : "Aaaaaai, sungguh aneh sekali, tampaknya budak jelek ini seperti mengetahui dengan amat jelas tentang segala sesuatu mengenai diriku, tapi siapakah dia?"
Karena ia sedang memikirkan hal tersebut, untuk sesaat pemuda itu jadi lupa memberi jawaban atas pertanyaannya, dia hanya mengawasi wajah nona tersebut dengan termangu-mangu.
Lama kelamaan nona jelek itu menjadi riku sendiri karena diawasi lawan tanpa berkedip, sambil menundukkankepala dan
mendepakkan kakinya berulang kali ke tanah, berseru : "Eeei, mengapa sih kau tidak menjawab pertanyaanku" Mau apa kau mengawasi aku terus menerus?"
Merah padam selembar wajah Sik Tiong Giok oleh ucapan lawan, sebab biarpun nona itu berwajah jelek, bagaimanapun jua dia masih tetap seorang gadis, tentu saja rikuh rasanya bila wajahnya diawasi terus menerus.
Maka dengan wajah serius segera katanya : "Nona, mengapa kau bisa mengetahui segala sesuatu tentang diriku dengan begini jelas" Kalau begitu sudah pasti kaulah yang telah menyelamatkan jiwaku."
Nona jelek itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Bagaimana sih kau ini" Bukankah tadi sudah kukatakan kepadamu, bahwa oran gyang menolongmu bukan aku" Tapi aku mah tahu siapakah dia..."
"Harap nona sudah memberi penjelasan kepadaku," baru Sik Tiong Giok memberi hormat.
Nona jelek itu tertawa cekikikan : "Kan sudah kukatan kepadamu, biar kau menyembah kepadaku pun percuma."
"Asal nona bersedia memberitahukan hal tersebut kepadaku, biar Sik Tiong Giok harus berlutut dan menyembah kepadamu pun hal tersebut tidak berarti bagiku."
Seraya berkata, pemuda itu benar-benar hendak menjatuhkan diri untuk berlutut.
Mendadak nona itu tertawa cekikikan : "Kau memang lucu sekali, coba lihat, masa mau menyembah kepada sebatang pohon?"
Sebenarnya Sik Tiong Giok sudah bersiap-siap hendak berlutut, mendengar ucapaan mana ia lantas mendongakkan kepalanya, tapi seketika itu juga dia dibikin tertegun saking kagetnya.
Ternyata nona jelak yang semula berada di hadapannya, dalam waktu singkat telah berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, waktu itu si nona cantik itu sedang memandang ke arahnya sambil tertawa.
Begitu tertawa, maka terlihatlah dua baris giginya yang putih bersih dan sangat menarik hati.
"Betul betul aneh," Sik Tiong Giok keheranan tiada habisnya, masa dalam sekejab mata saja, paras muka seseorang dapat berubah-ubah...?"
Karena terdorong oleh rasa herannya, pemuda itu mencoba untuk memeriksa keadaan di seputar sana, namun dua puluh kaki di sekeliling tempat itu sama sekali tidak terdapat suatu tempat yang memungkin untuk bersembunyi.
Tapi sungguh aneh sekali, hanya dalam sekejap mata saja si nona jelek telah lenyap tidak berbekas dan muncul nona cantik di hadapan mukanya, tak tahan lagi pemuda itu segera berseru tertahan : "Aneh sekali, masa aku telah ketemu setan hari ini"
Kalau tidak, masa wajah seseorang bisa berubah menjadi jelek dan cantik hanya di dalam waktu singkat?"
Mendadak gadis itu tertawa cekikikan lagi sambil menegur : "Aku lihat kau memang sudah rada-rada gila, kau lagi memaki siapa jadi setan?"
"Hei, kenapa bisa menjadi kau ?" teriak Sik Tiong Giok lagi sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.
"Idih, kok aneh sih kamu ini!" seru si nona sambil mencibir, aku yaa aku, kok bisa menjadi aku " Memangnya kau anggap pernah kenal diriku ?"
Ternyata berbicara soal potongan badan, usia maupun raut wajah nona ini, hampir semua persis seperti Cu Siau hong, hana bedanya yang satu mengenakan baju merah, yang lain baju hitam dan lagi non ini nampak lebih binal.
"Jadi kau.. kau bukan nona Cu ?" tanya Sik Tiong Giok dengan wajah tertegun.
"Kau sendiri she Cu, aku mah she Li, mengerti?" nona itu tertawa cekikikan.
Sik Tiong Giok semakin keheranan, ia tak habis mengerti bukan saja seseorang bisa berubah dari jelek menjadi cantik, bahkan nama marga pun dapat diganti-ganti.
Tanpa terasa dia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berseru : "Aku tak percaya!"
"Kau tidak percaya, yaa sudah," nona itu melotot besar. "Aku sih tak ada waktu untuk menemani kau berdebat, jika ingin berdebat, silahkan berdebat sendiri dengan setan, kalau aku mah mau pergi saja."
Kemudian setelah melemparkan sekulum senyuman yang sangat manis, nona itu membalikkan badan dan beranjak pergi.
Dengan dipenuhi pelbagai kecurigaan serta perasaan tak habis mengerti, Sik Tiong Giok menyaksikan bayangan punggung nona itu menjauh dari situ.
Bila dilihat dari potongan badan, bentuk serta raut wajahnya, sudah jelas nona itu adalah Cu Siau hong, mengapa dia mengaku marga Li"
Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya : "Jangan-jangan di masih mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan"
Lebih baik kutanyakan masalah ini sampai jelas..."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, gadis sudah berada sepuluh kaki lebih dari tempat semula bahkan meluncur terus ke depan dengan amat cepatnya menuju ke sebuah hutan lebat.
Melihat gadis itu sudah hampir masuk ke dalam hutan, tiba-tiba Sik Tiong Giok berteriak keras : "Nona, tunggu dulu!"
Sementara itusi nona sudah tiba di sisini hutan, ketika mendengar suara panggilan tersebut ia berhenti sambil memandang sekejap ke arah Sik Tiong Giok, kemudian diiringi suara tertawa merdu, tubuhnya segera menyelinap masuk ke dalam hutan dan lenyap dari pandangan mata.
Sik Tiong Giok tak berani berayal lagi, berhubung ia sudah tahu kalau ilmu meringankan tubuh yang dimiliki lawan tidak lemah, jangan lagi dia memasuki hutan lebat, biar di daratan yang datar pun belum tentu ia bisa mengejarnya, apalagi dalam keadaan begini.
Maka dengan cepat ia mengeluarkan ilmu meringankan tubuh
"larian serigala"nya untuk menerjang ke arah hutan dengan kecepatan luar biasa.
Tiba di tepi hutan, tanpa berhenti pemuda itu menarik napas panjang kemudian di dalam beberapa kali lompatan saja tubuhnya sudah berada puluhan kaki di dalam hutan, saat itulah dia baru melakukan pemeriksaan atas keadaan di sekeliling tempat itu.
Namun bayangan tubuh gadis tadi sudah hilang lenyap tak berbekas.
Sik Tiong Giok termenung sebentar, kemudian meneruskanlagi pencariannya atas hutan tersebut.
Namun sepanjang jalan ia tak berhasil menermukan sesuatu apapun, jangan lagi bayangan tubuhnya, suara setitikpun tak kedengaran.
Atas kejadian tersebut, Sik Tiong Giok menjadi sangat curiga, segera pikir : "Berbicara soal ilmu meringankan tubuh yang kumiliki, semestinya tidak berada di bawah kemampuan lawan, betul aku berangkat sedikit lebih lamban, namun ilmu "lari serigala" ajaran suhu merupakan suatu ilmu meringankan tubuh yang sangat termashur di dalam dunia persilatan, aku tak percya kalau tak berhasil menyusulnya dirinya.
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja satu ingatan melintas di dalam benaknya, ia segera berpikir : "Bisa jadi nona bukan Cu Siau hong, ia sangat binal dan nakal, tapi aneh, mengapa justru memiliki raut wajah yang begitu mirip dengannya?"
Baru saja ingatan tadi melintas di dalam benaknya, mendadak dari kejauhan situ kedengaran suara genta dibunyikanorang.
"Traaang... traaaang..."
Mendengar suara genta tersebut sekali lagi Sik Tiong Giok merasakan hatinya tergerak. Niatnya untuk melakukan
penggeledahan sisa daerah di sekitarnya segera dihilangkan, dia membalikkan tubuh dan berlarian menuju ke arah mana
berasalnya suara genta tersebut.
Tiga lima li dapat dilalui dengan cepat, setelah semakin mendekat tampak olehnya sebuah bangunan biara muncul di balik tikungan bukit sebelah depan.
Pemuda itu segera mempercepat larinya, dalam dua tiga kali lompatan ia sudah sampai di depan pintu biara kemudian tanpa berpikir panjang dia masuk dengan melompati pagar pekarangan.
Tapi sebelum langkah lebih jauh diambil, satu ingatan kembali melintas dalam benaknya. Ingatan tersebut membuatnya menjadi ragu-ragu untuk bertindak lebih jauh.
"Bagaimana pun juga, tempat ini adalah sebuah biara untuk kaum rahib..." demikian ia berpikir, "padahal aku seorang lelaki; masa aku mesti masuk tanpa permisi" Andaikata secara kebetulan rahib sedang bertukar pakaian atau mandi, waaah...
kan bisa berabe, bisa aku dituduh lagi mengintip mereka mandi."
Sementara itu dari belakang situ kedengaran suara bok hi dipukul orang dengan lirih, irama yang teratur mengiringi panjatan doa bergema memecahkan keheningan.
Waktu itu magrib sudah menjelang tiba, meski tidak terlalu gelap namun kabut hampir menyelimuti seluruh permukaan tanah.
Sik Tiong Giok segera melompat turun dan berjalan menelusuri sebuah jalan setapak menuju ke gedung utama bagian belakang.
Aneka bunga tumbuh di sekeliling halaman, pada ujung serambi bagian kanan terdapat sebuah pintu bulat, dari sanalah suara bok hi tersebut berasal.
Sik Tiong Giok memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling sana, kemudian melanjutkan perjalannya dengan menelusuri serambi panjang itu.
Belum jauh dia melangkah, tiba-tiba terdengar seseorang membentak dengan suara yang nyaring, "Lihat serangan!"
Kemudian terasa tiga gulung desingan angin dingin menyerang tubuhnya.
Serangan macam ini bukan cuma disertai dengan tenaga serangan yang kuat, datangnya ancaman pun sangat cepat bagaikan sambaran kilat.
Bukan cuma begitu, kecuali senjata rahasia yang meluncur dari arah tengah langsung mengancam badan, dua batang yang lain justru datang dari sisi dan kanan.
Berada dalam keadan seperti ini, entah kemanapun dia hendak berkelit, sulit untuk meloloskan diri dari lingkungan pengaruh senjata rahasia lawan.
Namun Sik Tiong Giok sendiripun termasuk seorang ahli ilmu senjata rahasia, dengan cekatan sekali dia mengeluarkan ilmu
"gelindingan serigala" untuk meloloskan diri dari sergapan ketiga batang senjata rahasia tersebut.
Ditinjau dari suara senjata rahasia yang membentur tanah, pemuda itu segera mendapat tahu kalau senjata rahasia yang dipergunakan untuk menyerang adalah biji tasbeh yang terbuat dari kayu, hal mana semakin mengejutkan hatinya, tanpa terasa pikirnya : "Pihak lawan dapat melancarkan serangan dengan disertai tenaga yang begitu kuat, padahal cuma memakai biji tasbeh yang terbuat dari kayu, nyata sekali bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang ini benar-benar amat sempurna..."
Begitu berhasil menggelinding di atas tanah dan meloloskan diri dari sergapan, pemuda itu segera melompat bangun.
Pada saat itulah dari balik tiang serambi melompat keluar seorang niko bertasbeh yang memakai baju lebar.
Nikou itu baru berusia lima puluh tahunan, berwajah keren dan bermata tajam, dengan suara dingin ia segera menegur :
"Manusia jahanam, besar nian nyalimu berani menyatroni kuil bambu Siu tiok an kami di tengah malam begini, jangan kabuar..."
Buru-buru Sik Tiong Giok membungkukkan badan memberi hormat, katanya dengan cepat : "Taysu, harap kau suka mendengarkan penjelasanku lebih dulu..."
"Tak usah kau jelaskan," tukas si nikou tanpa emosi, "pokoknya siapa yang berani mendatangi kuil Siu tiok an kami di tengah malam buta, berarti dia memiliki ilmu silat yang hebat, pinni ingin mencoba dulu seratus gebrakan dengannya."
"Betapa pun besarnya nyaliku, aku juga..."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba segulung desingan angin dingin telah menyerang lagi dadanya.
Pendekar Remaja 11 Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo Pertemuan Di Kotaraja 6
Lewat beberapa saat kemudian, dari atas tebing batu nampak munculnya seseorang, dia tak lain adalah Guntur Sakti Api Membara Kok Siu cu.
Dibawah sorotan rembulan tampak dengan jelas bahwa Kok Siu cu mandi lumpur, keadaan-nya sangat mengenaskan.
"Saudara Kok, apakah kau telah menjumpai jejak musuh" Mana saudara Mo lainnya?"
Kok Siu cu menghela napas panjang: "Aai, pangcu, lebih baik kau tak usah banyak bicara dulu, kali ini aku Kok tua benar-benar sudah dipecundangi orang habis-habisan.
"Hei, apa yang sebenarnya telah terjadi atas dirimu?" tanya rasul serigala terkejut.
"Baru saja aku membelok ketebing bayangan setan, segera kujumpai ada sesosok bayangan manusia sedang berkelebat didepan, maka akupun melakukun pengejaran dengan ketat, ketika pengejaranku hampir saja akan berhasil, tiba-tiba dari tengah jalan muncul seorang yang telah menyergapku secara diam-diam, bagaikan setan menghantam dinding baja, aku tidak dibiarkan lewat diri situ, akibatnya bukan saja aku orang she Kok menjadi terkesima hampir setengah malaman, bahkan usahaku menjadi gagal total!"
"Dan kau telah bertemu dengan cousu pelindung hukum" Dengan kepandaian silatnya, aku rasa tak bakal menderita kerugian apa-apa!"
"Menurut dugaan, delapan puluh persen tua bangka itu tak bakal kemari, kalau tidak, mengapa suitanku berulang-ulang kali tidak mendatangkan reaksi apa pun?"
Ketika mendengar perkataan tersebut, satu ingatan segera melintas dalam benak Rasul serigala, dia cukup mengetahui akan penyakit dari Pat huang sin mo ini yang paling tidak tahan bila melihat perempuan cantik, ditambah pula iblis tua tersebut gemar memperkosa anak gadis orang umuk menambah tenaga dalam yang dimilikinya, hal tersebut membuat Pat huang sin mo si iblis menjadi berbahaya setiap kali bertemu kaum wanita.
Rasul serigalapun teringat akan pujian yang berulang-ulang dari Pat huang sin mo sejak kedatangan-nya di bukit Kiu nia san tentang kecantikan Hong ji, jangan-jangan dia telah
memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk
menggagahi gadis tersebut"
"Waaah, kalau dia sampai mengincar dan mengerjai putri kesayanganku, bisa berabe akibatnya....!"
Berpikir akan hal itu, tanpa terasa rasul serigala berseru: "Aduh celaka, kita harus cepat-cepat kembali!"
"Pangcu, persoalan apa sih yang membuatmu nampak sangat gelisah?" buru-buru Kok Siu cu bertanya.
Jilid 7 : Sik Tiong-giok masih kalah setingkat "ASAL SUDAH
SAMPAI DI RUMAH, kau akan tahu dengan sendirinya, ayo cepat berangkat!"
Begitu selesai berkata dia lantas melejit dan meluncur lebih dulu ke depan tanpa memperdulikan keadaan medan yang sangat sulit dilalui, dalam dua tiga lompatan saja ia telah tiba dipuncak tebing kemudian meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa.
Dalam pada itu, Pat huang sin mo memang sudah memutar haluan dengan menerjang langsung ketempat kediaman Cu Siau hong.
Sayang sekali dia telah menubruk tempat kosong, ketika dia balik kembali ketepi sungai, disanapun tidak ditemukan jejak sinona yang sedang diincar.
Sudah barang tentu dia tak akan menyangka kalau Cu Siau hong sedang menemani Sik Tiong giok menuju kejeram soh liong kian ketika itu.
Didasar jeram tersebut berderet-deret terdapat tujuh delapan buah gua, setiap gua dipakai untuk menyekap beberapa orang yang semuanya merupakan jago-jago persilatan yang bernama besar.
Pada gua yang terletak diujung sebelah kanan, dimana hanya diterangi sebuah lentera kecil, tampak seorang nona cantik tergeletak disana, nona tersebut adalah Bun Ciang cu, dia sedang memandang langit-langit gua sambil memikirkan pelbagai persoalan ketika tiba-tiba terdengar seseorang menegurnya dari luar pintu gua: "Itu, dia berada didalam sana!"
Menyusul kemudian terdengar suara gemerincingan suara rantai bergema memecahkan keheningan, pintu besi dibuka orang dan muncullah dua sosok manusia.
Dalam sekilas pandangan saja nona itu dapat mengenali pendatang tersebut sebagai Sik Tiong giok, kejut dan girang segera meliputi hatinya, tanpa terasa dia berseru tertahan: "Aah!
Engkoh Giok, kau telah datang..."
Namun sepasang pipinya segera berubah menjadi merah padam karena dia teringat dengan cepat bahwa mereka baru bertemu untuk kedua kalinya, masa dia langsung memanggilnya dengan sebutan yang begitu mesrah..."
Rasa malu dan menyesal dengan cepat meliputi seluruh perasaannya...
Sik Tiong giok sama sekali tidak menunjukkan sesuatu reaksi atas panggilan tadi, malah katanya sambil tertawa: "Yaa, benar, aku datang untuk menolong mu, kau tidak apa-apa bukan" Ayoh cepat ikut aku keluar dari sini....!"
Tentu saja Bun Ciang cu merasa sangat gembira setelah mengetahui kalau sang pangeran datang untuk menyelamatkan jiwanya, namun ketika matanya menangkap wajah Cu Siau hong yang berdiri disamping pemuda itu, paras mukanya segera berubah hebat.
Ia mendengus dingin, lalu tegurnya ketus: "Hei, mengapa kau berada bersama-sama si budak mampus itu" Mau apa kau datang kemari?"
"Aku datang untuk menolongmu, ayo cepatlah turut aku meninggalkan tempat ini"
"Mengapa aku harus pergi mengikutimu?" dengus Bun Ciang cu lagi ketus.
"Kalau kau tidak ikut pergi, mereka akan membunuhmu!"
"Malah enakan dibunuh mereka, aku tak mau pergi!"
"Aneh benar" seru Sik Tiong giok dengan perasaan gelisah,
"mengapa sih kau justru ngambek didalam keadaan seperti ini"
Kalau ada persoalan, bicarakanlah setelah kita meninggalkan tempat ini, bersedia bukan?"
"Aku justeru mau mengacau, mau apa kau?" bukan mereda, Bun Ciang cu malah semakin naik pitam.
Cu Siau hong yang menyaksikan kejadian tarsebut segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian ujarnya: "Bila enci ini enggan meninggalkan tempat ini, jangan sampai ketahuan ayah, kalau tidak bisa semakin berabe...."
Sik Tiong giok cukup mengetahui betapa gawatnya situasi yang dihadapinya saat itu, bila mereka sampai menunda waktu berapa saat lagi, niscaya dia sendiripun akan sulit untuk meloloskan diri.
Berpikir demikian, tanpa memperdulikan perkataan dari Cu Siau hong lagi buru-buru serunya: "Nona Bun, Bagaimana sih kau ini"
Ayo cepat berangkat!"
Seraya berkata dia lantas menarik tangan gadis tersebut.
Pada dasarnya nona Bun memang lagi mengambek, andaikata Cu Siau hong tidak mengatakan sesuatu apa pun, ketika Sik Tiong giok menarik tangannya, dia pasti akan turut meninggalkan tempat tersebut.
Tapi dia menjadi semakin mendongkol setelah mendengar ucapan dari Cu Siau hong tadi, dalam mendongkol dan gusarnya itu tahu-tahu Sik Tiong giok menarik tangan-nya, kontan saja dia cengkeram tangan Sik Tiong giok dengan sepasang tangannya, kemudian menggigitnya keras-keras.
Sik Tiong giok sama sekali tidak menduga sampai kesitu dan nyaris tergigit olehnya, buru-buru dia pergunakan jurus burung nuri mengebaskan sayap untuk melepaskan diri dari
cengkeraman orang, kemudian sambil berkerut kening ia menghardik: "Hei, apa-apaan kau ini?"
"Kalau aku mau ngaco, mau apa kau" Siapa suruh kau mengurusi diriku..?" jerit Bun Ciang cu.
Atas jeritan mana, Sik Tiong giok menjadi kehilangan daya, untuk sementara waktu rasa cemas, mendongkol segera berkecamuk dalam dadanya, membuat ia mendepak-depakan kakinya
berulang kali keatas tanah.
Cu Siau hong mengerling sekejap kearah Bun Ciang cu, kemudian katanya secara tiba-tiba kepada Sik Tiong giok: "Aku rasa enci ini memang tidak seharusnya pergi meninggalkan tempat ini"
"Mengapa?" "Sebab bila kulepaskan dia pergi, bagaimana kalau ayahku kembali dan menanyakan persoalan ini kepadaku?"
"Katakan saja kalau aku yang telah melepaskan dirinya, jika ayahmu merasa tidak terima, suruh saja dia datang sendiri mencari aku".
"Tidak, tidak bisa, aku tidak dapat melepaskan dia pergi dari tempat ini" seru Cu Siau hong sambil menggelengkan kepalanya.
Belum selesai dia berkata, mendadak Bun Ciang cu melompat bangun, matanya yang jeli melotot besar, lalu bentaknya keras:
"Siapa berani menghalangi kepergianku, aku akan beradu jiwa dengan-nya!"
Ditengah teriakan tersebut dia melonpat bangun dan segera lari keluar dari gua, Cu Siau hoig turut membentak keras"
"Mau kabur ke mana kau?"
Bayangan manusia berkelebat lewat, dia segera mengejar dari belakangnya.
Memandang bayangan punggung kedua orang gadis yang pergi menjauh, Sik Tiong giok menjadi kegelian sendiri sehingga tanpa terasa dia tertawa terbahak-bahak.
Gelak tertawanya sendiri masih tak apa, tapi justru telah mengejutkan para penjaga daerah tawanan itu, suara
gembrengan dan tanda bahaya segera dibunyikan orang bertalu-talu, teriakan dan bentakan pun bergema dari sana sini.
Tergerak hati Sik Tiong giok menyaksikan keadaan tersebut, buru-buru dia menjejakkan kakinya sambil melompat keluar.
Pada saat tubuhnya baru saja melompat keluar dari pintu baja, para penjaga telah sampai disitu....
"Blaaammm....!"
Diiringi suara benturan nyaring pintu, baja didepan gua tersebut sudah tertutup rapat-rapat.
Pemuda itu segera melompat naik keatas atap deretan rumah kayu didepan gua, tapi saat itulah obor telah menerangi sekeliling tempat itu, berapa puluh orang lelaki kekar telah mengurung tempat tersebut rapat-rapat.
Sudah barang tentu Sik Tiong giok tak akan memandang sebelah matapun terhadap kawanan manusia tersebut, sambil tertawa dingin dia bersiap sedia meninggalkan tempat itu.
Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar seseorang menegur dengan suara yang merdu: "Oooh, rupanya kau sibocah muda?"
Dengan perasaan terkejut Sik Tiong giok segera berpaling setelah mendengar suara teguran itu, tampak seorang perempuan cantik berbaju hijau sedang memandang kearahnya dengan senyuman dikulum dan kerlingan mata yang memikat.
Dari gerak geriknya yang lembut, terbawa pula sikap kemalu maluan yang membuat orang makin terpikat.
Penampilan-nya sebagai seorang perempuan cantik yang sudah matang, dikombinasikan gerak-gerik lembut yang kemalu-maluan dari seorang dara muda, membuat siapapun yang memandang perempuan ini akan timbul perasaan kasih dan sayang terhadap dirinya.
Sik Tiong giok sama sekali tidak kenal dengan perempuan ini, akan tetapi dia dapat merasakan bahwa perempuan tersebut adalah seorang iblis yang sangat menakutkan.
Dilihat dari sorot matanya yang penuh memancarkan sinar cinta dan birahi, bisa dipastikan, setiap lelaki yang kurang kuat iman-nya niscaya akan terperangkap oleh jaring-jaring cinta perempuan tersebut.
Berpendapat demikian, cepat-cepat pemuda itu menenangkan hatinya, lalu menegur dengan suara dingin: "Siapakah kau?"
"Aku bernama Bwee Soat yan, masa kau tidak kenal aku?"
perempuan cantik berbaju hijau itu menegur sambil tersenyum.
"Aku kan tak pernah bertemu dengan kau, darimana mungkin bisa tahu siapakah kau?"
Perempuan cantik berbaju hijau itu tertawa merdu, setelah mengerling genit katanya kemudian: "Kita sudah pernah bertemu muka, masa kau sudah lupa ketika dengan cambukmu kau menghalau tujuh macan kumbang dijalan raya Soat lam..."
"Oooh, kalau begitu kau adalah perempuan setan berbaju hijau Bwee Soat yan, satu diantara lima walet dari telaga Tong ting?"
"Nah, tebakanmu memang tepat sekali!" Bwee Soat yan tersenyum manis, "besar amat nyalimu, berani juga membuat huru-hara dalam lembah hwee kok kami!"
"Apa sih hebatnya dengan lembah kalian" Jangan lagi hanya membuat huru-hara, bahkan aku akan meratakan sarang iblis ini dengan permukaan tanah!"
"Huuuh, mengibul" Bwee Soat yan mencibirkan bibir, "jangan kau anggap setelah mengejar tujuh macan kumbang dari bukit Pa san, lantas kau bisa malang melintang sekehendak hati sendiri, siapa pun yang berada didalam lembah To bwee kok ini mampu untuk menahan dirimu!"
Haaahh... haaahh... haaaah.. orang-orang lembah To hwee kok"
Aku lihat masih belum ada seorang manusia pun yang bisa kuhargai.." Sik Tiong giok tertawa nyaring.
Bwee Soat yan berkerut kening lalu mendengus: "Bocah muda, kau benar-benar amat takabur, beranikah kau bertarung melawan diriku?"
"Siapa bilang tidak berani?" Sik Tiong giok tertawa, "aku cuma kuatir kalau pinggangmu yang ramping sampai patah, nah di kemudian hari kau tak dapat memikat orang lagi!"
Bwee Soat yan mengerling sekejap kearah Sik Tiong giok, kemudian berkata: "Sungguh tak kusangka kau si bocah muda pandai betul menggoda orang, bagaimana kalau kita beradu ilmu meringankan tubuh saja?"
"Baik!" Sik Tiong giok tertawa, "bagaimana cara kita bertanding"
Asal kau mengajukan caranya, aku tak akan menampik"
"Bagaimana kalau kita beradu kecepatan" Kita lihat siapa yang akan lebih cepat diantara kita?"
"Bagus sekali, dan akupun bersedia mempersilahkan kau berlari lima kaki lebih dahulu"
"Hmmm, kau jangan kelewat takabur dulu, ayo sekarang kejarlah diriku..."
Belum habis seruan mana, tubuhnya sudah meluncur lebih dahulu ke depan, dalam waktu singkat tubuhnya sudah berada tujuh delapan kaki dari posisi semula.
Sik Tiong giok baru merasa terkejut setelah menyaksikan pihak lawan memiliki gerakan tubuh yang cepat bukan main, tapi dasar anak muda yang ingin mencari menangnya sendiri, dia tak sudi mengaku kalah dengan begitu saja, sambil menghimpun
tenaganya ia pun melakukan pengejaran secepatnya.
Lima walet dari telaga Tong ting memang memiliki kepandaian silat yang luar biasa, terutama dalam ilmu meringankan tubuh, ia sudah termashur selama berapa tahun, ketika berlarian ternyata kecepatan-nya seperti sambaran petir.
Namun Sik Tiong giok juga berasal dari perguruan kenamaan, bakatnya bagus di tambah masih muda dan bertenapa besar, coba kalau ia tidak mengeluarkan tenaga dalam sebesar dua belas bagian, mungkin ia sudah kalah sedari tadi.
Kejar mengejar pun segera terjadi, tampak dua sosok bayangan manusia bagaikan sambaran kilat cepatnya melewati beberapa bukit dan sekejap mata kemudian belasan li telah dilalui, namun siapa lebih unggul dan siapa lebih kalah belum jiga diketahui.
Baru saja Sik Tiong giok hendak mengejar lebih jauh, mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, segera pikirnya: "Aduh celaka, aku sudah tertipu oleh siasat perempuan cabul ini, dia sengaja hendak memancing kepergianku rupanya, dengan begini, bukankah nona Bun akan disekap orang lagi?"
Kendatipun dia berpikir demikian, tentu saja anak muda tersebut enggan membatalkan niatnya ditengah jalan, sebab bila sampai berbuat demikian maka sama artinya dia sudah kalah ditangan lawan.
Dengan tabiatnya, tentu saja dia tak sudi mengaku kalah dihadapan orang lain.
Maka sambil menggigit bibir, larinya dipercepat, dalam beberapa kali lompatan saja ia telah menghadang dihadapan Bwee Soat yan, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak serunya: "Nah, siapa menang siapa kalah sudah ketahuan bukan!"
Bwee Soat yan tertawa pula terkekeh-kekeh: "Yaa sudah, kali ini anggap saja kau yang menang, berani tidak bertanding adu jotos denganku?"
"Hmmm, sudahlah, kau tak usah menggunakan otak licik lagi untuk menipu aku, siauya mah tak akan sudi tertipu oleh akal busukmu itu..."
Selesai berkata dia lantas menghentikan langkahnya dengan maksud hendak balik kembali untuk menolong Bun Ciang cu.
Dengan susah payah Setan perempuan berbaju hijau Bwee Soat yan berhasil memancingnya sampai disitu, sudah barang tentu dia tak sudi melepaskan-nya dengan begitu saja, tubuhnya berkelebat cepat dan sekali lagi menghadang dihadapan-nya:
"Bocah muda she Sik, jangan mencoba kabur sebelum memberi beberapa petunjuk kepadaku....!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, dia segera meloloskan ruyung lemasnya yang melilit diatas pinggang, ruyung lemas ini bentuknya jauh berbeda dengan ruyung-ruyung lemas pada umumnya, diatas ruyung tadi penuh dengan kaitan-kaitan yang halus dan lembut, barang siapa terkena sambaran-nya, sudah dapat dipastikan kulit dan daging tubuhnya akan tercopot sebagian besar.
Setelah mempersiapkan ruyung lemasnya, Bwee Soat yan baru berseru dengan suara merdu: "Saudara cilik, senjataku ini disebut ruyung ular kala, diatas setiap kaitan tersebut telah diberi racun yang sangat jahat, kuanjurkan kepadamu lebih baik bersikaplah hati-hati...."
Nada ucapan tadi sangat halus, lembut dan penuh perhatian, sedikitpun tidak mirip sikap seseorang terhadap musuhnya.
Kendatipun demikian, ternyata, serangan yang kemudian dilancarkan ganas dan buas sekali, tak ada sedikitpun perasaan belas kasihan didalam serangan-nya itu, hal ini sudah barang tentu membuat Sik Tiong giok menjadi sangat terkejut, buru-buru dia menghindarkan diri kesamping lalu serunya: "Aku mah tak sudi bertarung melawanmu, maaf, selamat tinggal!" Dia lantas merebut jalan disisi arena dan tetap berusaha untuk kembali kejeram soh liong kian guna menyelamatkan Bun Ciang cu.
Tentu saja Bwee Soat yan tak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, pergelangan tangan-nya segera digetarkan, ruyung ekor kalajengkingnya diiringi desingan angin tajam langsung menyerang kedepan dadanya.
Sik Tiong giok tersenyum, tubuh bagian atasnya segera dijatuhkan kebelakang untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut, kemudian tubuhnya maju sekali lagi dan melejit ssjauh empat lima kaki dari posisi semula.
Bwee Soat yan mengerti bahwa ia tak bakal dapat menyusul lawan-nya, satu ingatan segera melintas didalam benaknya, mendadak serunya dengan suara merdu: "Waah, rupanya putra si kakek serigala tak lebih cuma gentong nasi yang tak berguna, percuma kehadiranmu didalam dunia persilatan, sebab hanya akan merusak nama baik ayahmu saja... benar-benar
menggelikan, haaahh... haaahh..."
Sik Tiong giok segera menghentikan langkahnya setelah mendengar perkataan itu, pikirnya dengan cepat: "Yaa, aku tak boleh merusak nama baik ayah apalagi membuatnya
tercemar...." Berpikir demikian, ia segera melompat balik ketempat semula, Bwee Soat yaa tidak menyia-nyiakan kesempatan baik itu, dengan cepat dia menerjang tiba, ruyung ekor kalajengkingnya membawa desingan angin berbau amis langsung menyapu
datang. Sik Tiong giok berkerut kening, pedangnya digetarkan dan balas menyapu ruyung ekor kalajengking tersebut.
"Aduuh mak! Kau sungguh tak tahu malu", teriak Bwee Soat yan keras keras, "masa kau pergunakan pedang milik anak gadis untuk bertarung..." Huuh, tak tahu malu!"
Sik Tiong giok mendengus dingin, dengan cepat dia sarungkan kembali pedang itu pada punggungnya, "aku pun tetap dapat mengungguli dirimu!"
Sepasang tangan-nya segera direntangkan kemudian tubuhnya berputar kesana kemari dengan kecepatan luar biasa.
Kendatipun serangan ruyung dari Bwee Soat yan begitu dahsyat, cepat dan ganas, ternyata tak sebuahpun diantaranya yang dapat menjawil ujung bajunya.
Dalam sekejap mata duapuluh gebrakan sudah lewat, tiba-tiba Bwee Soat yan membentak lagi: "Kalau kemampuanmu cuma bisanya menghindar kesana kemari, terhitung lelaki macam apakah dirimu itu?"
Sik Tiong giok tertawa. "Jadi kau ingin memanasi hatiku agar ku rebut cambukmu itu"
Apa sih sulitnya?" Sembari berkata dia membungkukkan badannya untuk
memungut dua batang ranting kering dari atas tanah, kemudian sepasang matanya mengawasi bayangan ruyung musuh tanpa berkedip, menanti sapuan ruyung itu hampir mendekati dirinya, tiba-tiba saja dia menyongsong ancaman tadi dengan sepasang ranting itu.
"Lepas tangan!" hardiknya keras-keras.
Kedua batang ranting tersebut menjepit ruyung ekor kalajengking tadi, satu diatas dan yang lain dibawah, kemudian membetotnya kebelakang, menyusul kemudian kaki kanannya melepaskan tendangan, dalam waktu singkat tiga buah tendangan berantai telah dilontarkan.
Mimpi pun Bwee Soat yan tidak menyangka kalau ilmu bagian bawah musuh begitu lihay, dia berniat mengerahkan tenaganya untuk merampas ruyung tersebut, tahu-tahu ujung kaki Sik Tiong giok telah menutul diatas lututnya.
Seketika itu juga dia merasakan tubuhnya menjadi kesemutan, tenaga dalamnya menjadi buyar dan tubuhnya langsung terjatuh keatas tanah...
Dengan suatu gerakan yang cepat Sik Tiong giok merampas gagang ruyung tadi, kemudian baru berkata sambil tertawa:
"Nah, bagaimana dengan putranya kakek serigala langit..." Tidak goblok bukan?"
Ruyung hasil rampasan tadi segera dibuang kembali ke atas tanah kemudian menerjang ke muka dengan cepat, bahkan ia lari dengan kecepatan tinggi sebab kuatir bila sampai terlambat, Bun Ciangcu sudah terjatuh kembali ke tangan lawan.
Begitulah, dengan kecepatan bagaikan sambaran petir dia balik ke markas besar Siu lopang di lembah To hwee kok.
Siapa tahu karena tidak paham dengan jalan disitu, tujuan yang seharusnya adalah Jeram Soh tiong kian, dia malah sampai di tebing Ki cui gan.
Sebuah bangunan loteng yang indah muncul ditepi bukit yang disekeliling sungai kecil.
Pada saat itulah terdengar dari atas loteng bergema suara helaan napas seseorang: "Aaa... entah dia sudah berhasil keluar dari lembah To bwee kok atau belum?"
Tergerak hati Sik Tiong giok setelah mendengar perkataan itu, segera pikirnya: "Bukankah itu suara nona Hong ji" Tampaknya nona Bun telah berhasil meloloskan diri, kalau tidak, mengapa dia merasa kuatir?"
Tentu saja dia tak menyangka kalau orang yang dikuatirkan si nona sekarang tak lain adalah dirinya sendirinya, Sik Tiong giok.
Sementara dia masih termenung, tiba-tiba dari kejauhan sana muncul pula sesosok bayangan manusia, begitu sampai dibawah loteng, dia langsung melompat naik ke ruangan tingkat dua.
Sik Tiong giok terkejut sekali setelah menyaksikan gerak tubuh yang begitu cepat dari orang tersebut.
Untung saja ia bermata jeli, tatkala gerakan tubuh orang itu agak terhenti, ia dapat melihat wajah lawan dengan jelas sekali, ternyata orang itu adalah Pat huang sin mo, kecurigaan segera timbul didalam benaknya, pikirnya: "Sungguh aneh sekali, mau apa gembong iblis ini mendatangi kamar tidur seorang nona ditengah malam buta begini?"
Sementara dia masih termenung, Pat huang sin mo telah membuka pintu dan masuk kedalam ruangan.
Tiba-tiba saja terdengar Cu Siau hong menjerit kaget: "Aaaah....
empek Mo...!" Pat huang sin mo segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh... haaahh... haaah... benar anak manis! Tahukah kau betapa cintaku kepadamu!"
Entah mengapa, setelah mendengar perkataan tersebut, kontan itu Sik Tiong giok segera merasakan api cemburu membakar dadanya, dalam waktu singkat dia merasakan hatinya sakit bagaikan diiris-iris dengan pisau, ia benar- benar sangat menderita.
Mendadak terdengar Cu Siau hong menjerit lagi: "Jangan! Jangan
! Aku tak dapat memenuhi keinginanmu itu..."
"Haaah... haaah... haaah... anak manis, mungkinkah kau dapat menampik?"
"Cepat turun dari loteng ini, kalau tidak, aku akan mulai berteriak!"
Sekali lagi Pat huang sin mo tertawa seram: "Aku percaya tiada orang dalam perkumpulan Siu lo pang ini yang berani
mencampuri urusanku, bahkan Cu Bu ki sendiripun bakal tunduk menuruti perintahku...."
Dari tanya jawab yang berlangsung, Sik Tiong giok segera dapat menyimpulkan apa gerangan yang telah terjadi, matanya segera dipejamkan rapat-rapat namun dadanya terasa mau meledak.
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, pikirnya: "Selama aku Pangeran Serigala masih berada disini, tak akan kubiarkan iblis ini main gila!"
Berpikir demikian, dengan darah yang mendidih ia segera berteriak keras: "Iblis tua bangka, tak kusangka kau hanya binatang bertopeng kulit manusia, kalau punya keberanian, jangan kau usik anak gadis orang, ayo turun dan bertanding melawan aku saja!"
Teriakan itu diutarakan persis pada saatnya, dimana Cu Siau hong segera manfaatkan kesempatan itu untuk meloloskan diri dari cengkeraman iblisnya, tanpa memperdulikan pakaian-nya yang tak teratur, rambutnya yang kusut, dia segera melarikan diri lewat jendela.
Dalam sekilas pandang saja dia sudah melihat Sik Tiong giok berdiri ditengah halaman, bagaikan bertemu dengan bintang penolong, dia langsung menerjang kemuka.
Sik Tiong giok sendiripun tidak pernah memandang nona tersebut sebagai musuh, karena dia berperasaan bahwasanya gadis itu tak bakal mencelakai jiwanya.
Begitulah, tatkala gadis itu menerjang datang, dia segera mementangkan tangan-nya dan langsung memeluk tubuh gadis tersebut erat-erat.
Keadaan Cu Siau hong saat itu sungguh mengenaskan, pakaiannya compang-camping tak karuan, payudaranya kelihatan separuh, wajahnya pucat dan sangat kasihan.
"Kau belum menderita kerugian bukan?" pemuda itu segera berisik lirih.
Cu Siau hong menggeleng, dengan air mata membasahi
wajahnya dia menyahut: "Belum, mari kita kabur dari sini, kau tak bakal bisa mengungguli dirinya!"
"Siapakah dia?" buru-buru Sik Tiong giok bertanya.
"Pat huang sin mo, Mo Sia ih!"
"Apa sih hebatnya dengan Pat huang sin mo?" Sik Tiong giok segera berteriak dengan gusar, "aku tak akan takut kepadanya, malah justeru sedang kucari dia untuk diajak bertanding, nanti sekalian akan ku balaskan pula sakit hatimu!"
Cu Siau hong menjadi terkejut setelah mendengar perkataan itu, tanpa terasa dia memegang lengan pemuda itu erat-erat sambil bisiknya: "Kau... kau jangan mengusiknya, kepandaian silat yang dimilikinya sangat hebat!"
OOOoMoOOO Sik Tiong giok tersenyum tenang, sepasang
matanya tanpa terasa mengamati wajah nona itu lekat-lekat, dengan cepat dia tertarik oleh kecantikan wajahnya.
Cu Siau hong memang selain berwajah cantik jelita, dia pun mempunyai suatu sikap yang anggun dan lembut, sehingga membuat siapa saja yang memandang tentu akan menaruh perasaan sayang dan kasihan kepadanya, apalagi dia berada dalam keadaan ketakutan sekarang, keadaannya semakin mempesonakan.
Pada saat itulah dari kejauhan sana tiba-tiba melompat datang sesosok bayangan manusia, begitu mendekat dan menyaksikan keadaan dari muda mudi tersebut, dia segera meraung gusar:
"Bocah keparat, ternyata kau bersembunyi disini!"
Dalam sekilas pandangan saja Sik Tiong giok dapat melihat kalau lawan adalah seorang lelaki cebol yang tingginya tak sampai empat depa, tubuhnya gemuk dan bulat persis seperti buah bligo.
Mengenali orang itu sebagai si Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua, pemuda itu tertawa terbahak-bahak, serunya: "Hei si cebol Thian Si hua, kau tak usah takabur dulu, hari ini aku Sik Tiong giok akan menghukum kau si sampah masyarakat
setimpalnya!" Terkejut dan tertegun sigonggongan bernyawa pendek Thian Si hua setelah mendengar namanya disebut, dia tak mengira musuhnya mengetahui identitas sendiri dengan begitu jelas.
Sesudah tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan, katanya kemudian: "Anak kecil, kau jangan bicara semaumu sendiri!"
"Kenapa?" jengek Sik Tiong giok sambil tertawa, "apakah kau kurang percaya" Berani tidak berkelahi denganku?"
"Keparat sialan, kau berani menantang aku untuk bertarung"
Sudah bosan hidup rupanya?"
"Jadi kau tak berani bertarung melawan aku?"
Thian Si hua tertawa seram.
"Bocah keparat yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, rasakan dulu sebuah pukulanku ini"
Mendadak dia menerjang ke muka, sebuah pukulan langsung dilontarkan ke depan.
Sik Tiong giok tidak mencoba menghindar ataupun berkelit dari serangan lawan, sebaliknya malah menyongsong datangnya ancaman itu, mula-mula dia mendorong dulu tubuh Cu Siau hong yang berada dalam pelukan-nya kesamping, setelah
merendahkan tubuhnya, dia mendesak ke muka menerjang ke tubuh Thian Si hua sambil teriaknya: "Lihatlah sendiri, aku akan membuat kau menjadi si bligo yang sedang menggelinding..."
Jelek jelek begini, si gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua masih terhitung seorang gembong iblis kenamaan didalam dunia persilatan, berbicara soal ilmu silat, dia pun terhitung seorang jagoan kelas satu didunia persilatan.
Tapi kenyataan-nya sekarang, ternyata ia tak berhasil mengetahui gerakan apakah yang telah dipergunakan Sik Tiong giok untuk mendekati tubuhnya, apalagi seakan-akan tidak takut terhadap serangannya yang begitu dahsyat.
Sementara dia masih tertegun, tiba-tiba pinggangnya terasa mengencang, kuda-kudanya segera menjadi gempur dan....
"Blaammm!" tubuhnya yang gemuk pendek itu segera terbanting keatas tanah, untung saja kepandaian silat yang dimilikinya cukup tangguh, setelah terjatuh ketanah, dia segera melompat bangun lagi.
Coba berganti orang lain, akibat dari bantingan tersebut, bisa jadi mereka tak mampu bangkit kembali.
Dalam kegelapan, mendadak terdengar seseorang menjerit kaget: "Hei, dia benar-benar telah mempergunakan ilmu silat warisan dari tua bangka serigala langit....!"
Belum habis jeritan, kembali terdengar seseorang berteriak kaget: "Anak Hong, mengapa kau" Apakah sibocah keparat itu telah menganiaya dirimu?"
Dengan cepat Sik Tiong giok berpaling, ia saksikan dihadapannya sana telah muncul tiga orang, mereka adalah Pat huang sin mo, Mo sia ih, Lei hwee sin, lui Kok Siu cu dan Rasul serigala, Cu Bu ki.
Berjumpa kembali dengan ayahnya, Cu Siau hong merasa hatinya sedih sekali tak sempat lagi memberi penjelasan, dia sudah menangis lebih dulu sambil menubruk ke dalam pelukan rasul serigala.
Mencorong sinar buas dari balik mata Rasul serigala, dia melotot sekejap ke arah Sik Tiong giok kemudian baru bertanya lembut:
"Anak Hong, kau belum sampai dirugikan olehnya bukan?"
Cu Siau hong menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tetap menangis terisak.
Rasul serigala segera menghembuskan napas lega, dia merasa dadanya menjadi enteng kembali, seolah-olah baru saja menyingkirkan sebuah batu besar yang menindih tubuhnya.
"Bagus sekali kalau begitu, namun aku tak dapat mengampuni bocah keparat ini, siapa berani menganiaya putriku, dia harus dibikin mampus!"
Mendengar ucapan mana, Cu Siau hong menjerit kaget dan segera menghentikan isak tangisnya, setelah mengerdipkan matanya berulang kali, katanya: "Ayah, kau tak akan mampu mengungguli dirinya!"
"Hmmm! suatu ketika, aku pasti akan membunuhnya ditanganku"
dengus Rasul serigala. Atas perkataan itu, ada dua orang yang merasakan hatinya bergetar keras, yang seorang adalah Pat huang sin mo, Mo sia ih, apa yang telah diperbuat tentu dipahami pula olehnya, walaupun berdasarkan kepandaian silat yang dimiliki dia mampu untuk menandingi Im thian sam siu, tapi peristiwa itu sudah berlangsung pada dua puluh tahun berselang, bagaimanakah keadaan sekarang, hingga kini masih merupakan sebuah tanda tanya besar.
Disamping itu dalam hati kecilnya pun masih mempunyai suatu perhitungan, yakni dia hendak mempergunakan daya pengaruh dari Rasul serigala ditambah dengan kemampuan-nya untuk melenyapkan Im thian sam siu, dengan demikian, bukankah dia akan menjadi manusia nomor wahid dikolong langit"
Seandainya antara dia dengan Rasul serigala sampai bentrok sendiri, ini tidak akan menguntungkan bagi pihaknya, tak heran dia kuatir sekali apabila Cu Siau hong sampai menyingkap kedok jahatnya.
Orang yang kedua adalah Cu Siau hong sendiri, dari ucapan ayahnya itu, dia sudah menangkap bila ayahnya telah salah mengira Sik Tiong giok sebagai pelaku mesum itu, padahal berbicara yang sesungguhnya, dia telah jatuh cinta terhadap lelaki itu.
Tapi dari sorot mata ayahnya dia menangkap pancaran sinar buas yang mengerikan hati, bayangkan saja, bagaimana mungkin hatinya tidak merasa terkesiap.
Berpikir begitu, dia pun berencana hendak menjelaskan kepada ayahnya bahwa orang yang telah melakukan tindak kejahatan susila terhadap dirinya bukan Sik Tiong giok, melainkan Pat huang sin mo.
Namun sebelum rahasia tersebut diungkap, Pat huang sin mo telah menimbrung lebih dulu.
"Bocah keparat ini memang menggemaskan, kita tak boleh mengampuninya!"
"Haaah... haaaah... haaaah... mahkluk tua, apakah kau ingin berkelahi dengan aku?" jengek Sik Tiong giok sambil tertawa terbahak-bahak.
Pat huang sin mo tertawa seram.
"Sejak pertarunganku melawan Im thian sam siu pada dua puluh tahun berselang, hingga kini belum pernah turun tangan lagi, aku memang sangat berhasrat untuk mencoba kepandaian silatku, ingin kuketahui apakah masih cukup mantap atau tidak?"
Sementara itu, Kok Siu cu yang dipermainkan orang habis-habisan selama setengah malaman sedang mendongkol karena tidak dapat melampiaskan amarahnya, ketika mendengar ucapan tersebut, dengan cepat dia menimbrung: "Cousu pelindung hukum adalah atasan kami semua, mengapa kau mesti turun tangan sendiri" Biar aku saja yang mencoba kepandaian silat dari orang ini!"
Pat huang sin mo tertawa dingin: "Biarpun aku sudah tua, tapi yakin belum sampai keropos sehingga tak mampu menahan pukulan-nya, jika dalam dua puluh gebrakan mendatang aku tak berhasil membekuk keparat ini, aku akan segera mengundurkan diri dari dunia persilatan!"
Sejak tadi Rasul serigala memang ingin membunuh Sik Tiong giok, seakan-akan hendak menghilangkan duri dalam matanya, dengan cepat ia menyambung setelah mendengar perkataan itu:
"Kalau begitu, merepotkan cousu untuk turun tangan dengan segera..."
Cu Siau hong sangat menguatirkan keselamatan dari kekasih hatinya, namun dia pun merasa kurang leluasa untuk
menghalangi hal tersebut, oleh sebab itu dia hanya bisa mengerling berulang kali kepada Sik Tiong giok dengan maksud agar pemuda itu meninggalkan tempat tersebut secepatnya.
Tapi Sik Tiong giok adalah seorang pemuda yang tinggi hati, pada hakekatnya ia seperti tidak mengenal apa arti takut, di samping itu dia pun berhasrat untuk mencoba kepandaian orang, maka sahutnya kemudian: "Bagus sekali, silahkan kalian maju bersama-sama, aku tak bakal merasa jeri"
Sekalipun demikian, diapun tak berani kelewat gegabah, sorot matanya dengan cepat memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu.
Lebih kurang sepuluh kaki dibelakang tubuhnya, dia jumpai sebuah dinding batu yang tingginya mencapai tiga kaki lebih.
Dalam lembah To hwee kok yang begitu luas, sesungguhnya hanya Khi cui gan saja yang dikelilingi oleh dinding batu setinggi itu, sebab ditempat inilah putri kesayangan Rasul serigala berdiam, untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak di inginkan, maka dibangun sebuah dinding batu yang tinggi.
Tinggi dinding tadi mencapai tiga kaki lebih, dengan tenaga dalam yang dimiliki Sik Tiong giok sekarang, tentu saja bukan masalah yang sulit baginya untuk melaluinya, tapi jika dalam pertarungan, apalagi menghadapi jago-jago golongan iblis yang berkepandaian tinggi, dia belum yakin bisakah melampaui dinding tersebut untuk melarikan diri, bila ternyata nanti dia tak berhasil menandingi musuhnya.
Sekalipun otaknya berputar keras mendapat akal, paras muka Sik Tiong giok masih tetap dihiasi dengan senyuman yang ramah.
Sementara itu fajar sudah mulai menyingsing, namun suasana remang-remang masih menyelimuti seluruh jagad.
Paras muka Pat huang sin mo, Mo Sia ih diliputi oleh hawa napsu membunuh yang sangat tebal, sambil mengawasi Pangeran Serigala tanpa berkedip, katanya dingin: "Bocah muda, silahkan kau turun tangan lebih dulu, keluarkan semua kepandaian yang masih kau miliki, aku ingin tahu sampai dimanakah taraf kepandaian yang kau miliki!"
Kata-kata takabur yang sombong dan tak memandang sebelah matapun ini segera memancing rasa gusar dan tinggi hati Sik Tiong giok, ia mendengus dingin: "Baik, silahkan kau lancarkan seranganmu!" Telapak tangan-nya direntangkan, kemudian sambil mendesak maju kedepan, dia lepaskan sebuah serangan dahsyat.
Pat huang sin mo memang seorang manusia yang takabur, tapi diapun sadar bahwa lawan adalah anak murid Im thian sam siu, tak heran kalau dia tak berani bertindak gegabah.
Ditambah lagi diapun dapat menyaksikan serangan musuh sangat hebat, biarpun gerak serangannya nampak lamban, namun kenyataan-nya cepat sekali, dalam terkesiapnya buru-buru dia memusatkan seluruh kekuatan-nya untuk bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Ketika telapak tangan Sik Tiong giok hampir menempel diatas dada Pat huang sin mo dan tenaga serangan-nya belum
dilancarkan, tiba tiba ia merasakan ketenangan lawan dalam menghadapi ancaman tersebut, penemuan ini membuat hatinya terkesiap, sambil membentak, serangannya segera dipercepat.
Bersamaan waktunya, telapak tangan dimuntahkan keluar dan segulung tenaga serangan pun dilepaskan.
Pat huang sin mo sama sekali tidak menangkis ancaman tersebut, sebaliknya justru menyambut datangnya pukulan itu dengan keras lawan keras.
"Blaaaaaammm!" Tenaga pukulan dari Sik Tiong giok bersarang telak diatas dadanya, menyusul kemudian dari serangan telapak tangan menjadi kepalan dan sekali lagi disodok kemuka.
Sebetulnya Pat huang sin mo bermaksud hendak mengandalkan tenaga dalamnya yang sempurna untuk menyambut serangan itu dengan kekerasan, dia ingin mengetahui sampai dimanakah tenaga pukulan yang di miliki lawan.
Setelah bentrok terjadi, ia baru menyadari bahwa musuh yang berusia muda ini sesungguhnya memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentu saja dia tak berani menerima pukulan lawan, buru-buru iblis tua ini menarik napas panjang, tiba-tiba saja dadanya melesak masuk kedalam.
Kepandaian ini memang sangat hebat, meskipun dadanya dihisap kedalam, ternyata kakinya sama sekali tidak bergeser, biar begitu ternyata jarak antara dada dengan pukulan lawan terselisih sejauh beberapa depa.
Sik Tiong giok pun sangat terkejut, dia tak menyangka iblis tua tersebut berani menyambut serangan yang maha dahsyat itu dengan kekerasan.
Berhubung dada lawan ditarik kebelakang, dalam kejutnya ia tak berani maju lebih kedepan, buru-buru dia ganti jurus dan maju sambil memiringkan badan, telapak tangan-nya juga berubah menggunakan jurus serigala lari ke empat penjuru.
"Blaaaammmmm!" Sekali lagi sebuah pukulan yang maha dahsyat menerjang kedada dan tulang iga, Pat huang sin mo memutar separuh badan-nya, secepat sambaran kilat dia cengkeram urat nadi pada pergelangan tangan lawan.
Serangan tersebut kelihatan-nya saja sederhana dan biasa, namun kecepatan gerak dan ketepatan serangan-nya sangat mengejutkan hati orang.
Biarpun Sik Tiong giok terkesiap menghadapi kejadian ini, paras mukanya sama sekali tak berubah, buru-buru dia mengangkat pergelangan tangan-nya dan menyapu wajah lawan dengan cepat.
Sapuan itu kelihatan-nya saja seperti tidak disertai tenaga, padahal inilah jurus Hati Buddha gigi serigala yang merupakan jurus serangan paling ganas dalam ilmu dua belas tangan cacad, seandainya sampai tersambar, biarpun tak sampai mematikan, paling tidak tulang dan kulit akan hancur, tentu saja sakitnya bukan alang kepalang...
"Serangan bagus!" Pat huang sin mo segera berseru setelah menyaksikan kejadian ini.
Ia sama sekali tak menggeserkan posisi tubuhnya, hanya secara tiba tiba saja pergelalangan tangan-nya digetarkan kedepan.
Pada saat ujung bajunya dikebaskan kemuka itulah, tiba-tiba lengan-nya seperti makin panjang, kelima jari tangan-nya bagaikan kaitan langsung mencengkeram sikut musuh.
Pertarungan jarak dekat ini sama-sama dilakukan kedua orang itu dengan ilmu silat tingkat tinggi, dalam waktu singkat mereka berdua telah saling bergebrak sebanyak dua puluh jurus, ini membuat Cu Siau hong yang menonton jalan-nya pertarungan itu segera melototkan matanya bulat-bulat seperti orang terpesona.
Ketika ujung jari tangan Sik Tiong giok hampir menyentuh ujung baju lawan, pemuda itu segera merasakan adanya ketidak beresan, cepat ia lancarkan tiga buah tendangan berantai yang mengancam tiga bagian tubuh Pat huang sin mo.
Bersamaan waktunya, tubuhnya mengikuti tendangan tersebut, ia menjatuhkan diri kebelakang dan mundur sejauh dua tiga depa.
Melihat gerak perubahan jurus lawan amat dahsyat ditambah lagi tendangan-nya sangat buas dan jahat, mau tak mau Pat huang sin mo harus menggeserkan posisinya, dengan begitu kedua belah pihak pun terpisah sejauh berapa depa.
Iblis tua itu sama sekali tidak membiarkan musuhnya mempunyai peluang, sepasang lengan-nya kembali digetarkan sambil menerkam ke depan, sepasang tangannya digunakan bersama, sementara telapak tangan kirinya melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat, tangan kanan-nya dengan enteng dan cekatan mencengkeram beberapa buah urat nadi di sikut dan pergelangan tangan lawan.
Sik Tiong giok memang tak sempat melihat dengan jelas jurus serangan apakah telah dipargunakan lawan, namun dia dapat merasakan betapa ganasnya ancaman tersebut, tentu saja dia tak berani bertindak gegabah, buru-buru digunakan ilmu gerakan tubuh serigala menggelinding untuk menghindar.
Terdengar dia berpekik nyaring, tubuhnya, berputar secepat angin dan bergeser kesamping, lalu disambutnya serangan tangan kiri musuh dengan kekerasan.
"Blaaammm!" Sepasang telapak tangan lawan sekali lagi saling membentur satu sama lainnya.
Tenaga dalam Sik Tiong giok ternyata masih kalah setingkat, akibatnya dia tergetar sampai berputar beberapa kali.
Melihat itu Pat huang sin mo tertawa terbahak-bahak, serunya kemudian: "Selama dua puluh tahun si tua bangka serigala disekap dalam bukit serigala, tak nyana dia justru berhasil mendapatkan ilmu gerakan tubuh sedemikian hebatnya, hitung-hitung dia memang pantas disebut jagoan lihay..."
Sembari berkata, tubuhnya mendesak maju ke muka, sepasang telapak tangan-nya dipergunakan bersama, sebentar tangan kanan menghantam ke kiri atau tangan kiri menghantam ke kanan, pokoknya satu dengan tenaga keras yang lain dengan tenaga lunak, dalam sekejap mata saja sudah melancarkan enam tujuh buah serangan berantai.
Sik Tiong giok pun menggelinding kian kemari dengan cepat, sekuat tenaga ia bendung ancaman ancaman yang datang.
Sebetulnya didalam ilmu gerakan tubuh serigala menggelinding ini terselip banyak sekali jurus-jurus pembunuh, sayang sekali tenaga dalamnya masih selisih setingkat, sehingga dalam penggunaan-nya Sik Tiong giok cuma mampu untuk melindungi diri.
Sekali lagi Pat huang sin mo tertawa seram: "Bocah muda, sepuluh jurus sudah lewat, kau mesti berhati hati sekarang...."
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat dia lepaskan sebuah pukulan, tenaga serangan-nya sangat membetot sukma.
Sik Tiong giok segera menghimpun tenaga dalamnya untuk menahan ancaman mana, tapi tiba-tiba saja suara pekikan aneh menggema disisi telinganya, seperti ada berlaksa ekor kuda yang lari bersama, membuat darah didalam dadanya bergolak keras.
Cepat-cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya untuk
memberikan perlawanan. Pat huang sin mo tertawa seram setelah menyaksikan ilmu pukulan irama iblis nya mendatangkan hasil yang gemilang, seranganpun segera dilanjutkan, secara beruntun dia lepaskan tujuh buah serangan yang memaksa Sik Tiong giok mundur sejauh tiga kaki.
Dengan demikian tinggal sisa tiga jurus lagi, bila iblis tua tersebut tidak mampu membekuk Sik Tiong giok maka diapun terpaksa harus mentaati perkataan sendiri dan mengundurkan diri dari dunia persilatan.
Oleh sebab itu bukan cuma iblis tua itu saja yang merasakan hatinya menjadi tegang dan berat, bahkan Rasul serigala sekalian pun dapat merasakan ketegangan ini.
Sik Tiong giok segera memusatkan perhatiannya dengan seksama, tiba-tiba dia melihat seluruh rambut Pat huang sin mo bergoyang tanpa terhembus angin, kemudian pelan-pelan dia melepaskan sebuah serangan kedepan.
Dengan cepat dia mengetahui kalau iblis tua tersebut sedang mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya, dia tak berani berayal, mendadak sambil membentak keras sepasang telapak tangannya didorong ke muka melepaskan pukulan. Serangan itu begitu cepat datangnya sehingga sukar dibayangkan dengan kata-kata.
Angin serangan yang dahsyat dan kuat pun dengan cepat meluncur kearah Pat huang sin mo.
Pat huang sin mo tertawa seram, tiba-tiba gerak serangan-nya dipercepat beberapa kali lipat.
"Blaaammm!" Suatu bentrokan yang maha dahsyat segera berkumandang memenuhi seluruh angkasa, pasir dan debu beterbangan ke mana-mana, desingan angin tajam yang disertai dengan segulung kekuatan maha dahsyat langsung mendesak tubuh Sik Tiong giok.
Dengusan tertahan bergema dari bibir anak muda itu, kuda-kudanya menjadi gempur dan badannya mundur sejauh tiga empat kaki dari posisi semula.
Bagaikan bayangan setan, Pat huang sin mo maju terus mendesak lebih ke depan, tiba-tiba saja dia lepaskan sebuah pukulan lagi dari kejahuan.
Serangan itu begitu cepat datangnya sehingga sukar dibayangkan dengan kata-kata, dimana angin serangan menyambar lewat, desingan tajam memancar keempat penjuru.
Sik Tiong giok semakin mengerti, dalam serangan tersebut, gembong iblis tua itu tentu sudah menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya.
Dengan nama besar Pat huang sian mo didalam dunia persilatan, dan kepandaian silatnya yang begitu dahsyat, memang hanya berapa gelintir manusia saja yang mampu menerima
serangannya tersebut. Pemuda itu sadar kalau tenaga kemampuan-nya belum sanggup untuk menerima ancaman yang datang namun diapun tak
mampu untuk menghindarkan diri. Sebab serangan yang telah di persiapkan Pat huang sin mo dalam telapak tangan yang lain sudah siap dilancarkan setiap saat, asal dia berani berkelit, niscaya pukulan tadi akan segera mengejar datang...
Sik Tiong giok menyadari akan datangnya ancaman bahaya maut, tapi sebagai seorang pemuda yang berdarah panas, dia merasa tak sudi untuk menunjukkan kelemahan sendiri
dihadapan orang. Terpaksa sambil bulatkan tekad dia berpekik nyaring, segenap tenaga dalam yang dimilikinya dihimpun dalam telapak tangan lalu segera mendorongnya kemuka.
Pucat pias selembar wajah Cu Siau hong setelah melihat kekasihnya bersiap sedia menyambut ancaman musuh dengan kekerasan, tak tahan lagi dia menjerit kaget.
Dalam sekejap mata inilah kedua buah pukulan itu sudah saling membentur satu sama lain-nya "Blaaaaammmmm!"
Ditengah benturan keras, tubuh Sik Tiong giok melejit ketengah udara, tindakkan ini sama sekali diluar dugaan iblis tua tersebut, dia menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya.
Ternyata pemuda tampan tersebut telah memanfaatkan tenaga pukulan-nya untuk melejit keudara dan mundur kebelakang, dengan cepat dia telah sampai diatas dinding batu.
Setelah tertegun sejenak, Pat huang sin mo segera menjejakkan kakinya keatas tanah dan secepat kilat bergerak kemuka, serangan yang semula telah dipersiapkan ternyata sama sekali tidak dilepaskan dengan begitu saja.
Hal ini bukan dikarenakan Pat huang sin mo merasa iba terhadap lawan-nya, sebaliknya disinilah letak kebusukan hati gombong iblis tua tersebut, dia bermaksud akan menunggu sampai tubuh Sik Tiong giok terjatuh dari atas dinding kemudian baru melepaskan serangan terakhirnya.
Sayang sekali perhitungan-nya salah besar, sebab Sik Tiong giok hanya berhenti sebentar diatas dinding kemudian sambil menekan permukaan tanah, dia manfaatkan tenaga tadi untuk melejit kembali ketengah udara.
Dalam waktu singkat tubuhnya sudah melayang turun diluar dinding pagar dan lenyap dari pandangan mata.
Atas kejadian tersebut, Pat huang sin mo baru benar-benar dibuat tertegun, pikirnya: "Aku benar-benar pikun dan bodoh, setiap orang tahu kalau kakek serigala langit memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa, dia bisa bergerak ditengah udara, bisa melejit dan melambung, tentu saja tak mungkin bakal terjatuh ketanah...!"
Berpikir demikian, dia melirik sekejap kearah Cu Siau hong, kemudian bentaknya: "Ayo kejar!"
Ketika mendengar seruan tersebut, Rasul serigala sekalian pun segera melejit keudara dan melakukan pengejaran.
Diluar pagar pekarangan merupakan sebuah tebing yang penuh ditumbuhi semak belukar yang amat lebat, rumput ilalang mencapai setinggi lutut.
Tatkala Pat huang sin mo sekalian melompat turun dari pagar dinding dan baru saja mengamati keadaan diseputar sana, mendadak dari kejauhan sana terlihat ada sesosok bayangan hitam sedang meluncur kemuka dengan kecepatan luar biasa.
Dengan perasaan terkejut bercampur keheranan Rasul serigala langit berseru tertahan: "Waaah, cepat amat gerakan tubuh dari si bocah keparat itu...."
"Dimasa lampau gurumu memang termashur didunia persilatan karena ilmu meringarakan tubuhnya," ucap Pat huang sin mo,
"aku lihat muridnya yang kecil ini telah memperoleh seluruh warisan-nya, bila dibiarkan hidup terus aku kuatir tambah lama dia akan semakin bertambah mengerikan!"
Mendengar ucapan mana, Rasul serigala langit mendengus marah, teriaknya kemudian dengan gusar: "Kalau begitu manusia tersebut tidak bisa dibiarkan hidup lebih lama lagi"
"Masa saudara Cu tidak akan mengingat hubungan kalian sebagai sesama saudara seperguruan?" goda si Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua sambil tertawa.
Merah padam selembar wajah Rasul serigala langit, setelah tertawa dingin baru katanya: "Hubungan kami sudah lama putus, di masa lalu dia tak pernah bersikap baik kepadaku, masa aku harus bersetia kepadanya" Apalagi demi cita-cita besar kita sekarang, kau anggap aku akan membiarkan tua bangka tersebut hidup terus...!"
"Betul!" kembali Thian Si hua tersenyum, "Kalau tidak berhati keji, memang tak pantas disebut lelaki, mari kita melakukan pengejaran lebih jauh".
Sementara pembicaraan masih berlangsung, ketiga orang itu sudah melejit kedepan dan meneruskan pengejaran-nya atas bayangam manusia yang bergerak didepan sana.
Sementara itu langit sudah terang, diatas dinding pagar tampak seseorang masih berdiri termangu-mangu disitu, dia tak lain adalah Cu Siau hong.
Memandang ketempat kejauhan sana, tiba-tiba gadis itu bergumam lirih: "Moga-moga Thian melindunginya, sehingga ia dapat lolos dengan selamat dari lembah To hwee kok ini!"
Wajahnya nampak lusuh, pikirannya kalut, setelah termangu-mangu berapa saat dia baru mengundurkan diri dari sana.
Sementara itu Sik Tiong giok belum pergi jauh, ia justru menyembunyikan diri dibawah dinding pekarangan.
Ketika mendengar suara doa dari nona tadi, dia merasa terharu sekali, dadanya menjadi sesak dan darah panas hampir saja muntah keluar dari mulutnya.
Ternyata pemuda itu mundurkan diri dengan meminjam tenaga pukulan dari Pat huang sin mo waktu itu darah dalam dadanya sudah bergolak keras, boleh dibilang keadaan-nya ketika itu gawat dan sangat kritis. Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, dengan memaksakan diri menarik hawa murninya, dia mencoba untuk menekan gejolak dalam dadanya dan berhasil kabur dari tempat tersebut.
Setelah roboh ketanah, pemuda itupun mengerti, pihak lawan pasti akan mengejar kesana karena itu dengan cepat dia menyambar dua biji batu dan dilemparkan kedepan sehingga menimbulkan suara nyaring.
Kebetulan pula dari depan sana muncul sesosok bayangan manusia, akhirnya Pat huang sin mo sekalianpun mengejar kemana perginya bayangan manusia tadi.
Sik Tiong giok sendiri sama sekali tak berani bergerak, dia berbaring terus dibalik semak belukar tanpa berkutik, sebab kuatir jejaknya ketahuan musuh.
Dalam keadaan terluka parah seperti ini, jangan lagi yang muncul adalah Pat huang sin mo, seorang anggota perkumpulan biasa pun sudah cukup untuk membekuknya.
Begitulah, dalam keadaan demikian dia berbaring sampai seharian penuh, sampai matahari sudah tenggelam dan malam pun menjelang tiba, ia buru-buru bangkit berdiri.
Siapa tahu, baru saja bangkit berdiri, tiba-tiba kepalanya pusing sekali sehingga sekali lagi dia roboh terjungkal keatas tanah.
Ia terjatuh cukup parah, dadanya menjadi sesak sehingga tak ampun lagi darah segar membasahi seluruh permukaan tanah.
Dalam keadaan begini, dia hanya bisa menghela napas panjang dan buru-buru masuk kebalik kegelapan dimana dia duduk mengatur pernapasan.
Suasana disekeliling tempat itu diliputi oleh keheningan yang luar biasa, yang terdengar hanya suara jangkrik yang bernyanyi.
Kurang lebih setengah jam kemudian, pemuda itu baru merasa lukanya sedikit agak membaik, pelan-pelan diapun bangkit berdiri dan berjalan menuju kedepan sana.
Beberapa kaki kemudian, dikejauhan sana tampak tanah perbukitan membentang sejauh pandangan.
Ia menelusuri bukit itu menuju keutara, setelah berjalan satu dua li kemudian tibalah ia didepan sebuah selat sempit.
Untuk menghindari pemeriksaan dari orang-orang Siu lo pang, diapun menyusup kebalik lembah itu sambil meneruskan perjalanan-nya.
Kurang lebih satu jam kemudian, sampailah pemuda itu diujung selat tadi.
Tiba-tiba dari depan situ berkumandang suara yang amat gaduh, lalu kedengaran seseorang sedang menggerutu: "Aku lihat dia memang betul-betul iblis sejati, tak heran kalau dia menyebut diri sebagai Pat huang sin mo, semenjak kedatangan-nya disini, belum seharipun kita bisa hidup dengan tenang, sialan! ditengah malam buta begini pun kita diperintahkan untuk memeriksa bukit!"
"Li sua, kau jangan mengomel terus" seseorang segera menghibur, "kalau sampai kedengaran iblis tua itu, kau bisa diberi penderitaan yang lumayan"
"Apa yang mesti ditakuti" Sekarang pikiranku sudah lebih terbuka, cepat atau lambat pasti akan kujumpai hari seperti itu, sekalipun tidak sampai terdengar iblis tua itu, bila kita bertemu dengan si iblis kecil pun tak akan berbeda jauh"
"Apa benar iblis kecil itu adalah putra lo pangcu, sekarang dia telah menyebut diri sebagai pengeran serigala langit"
"Aku rasa berita ini tak bakal salah, bila dia bukan putra lo pangcu, masa memiliki kepandaian silat yang begitu hebat sampai pangcu kita pun ada berapa kali jatuh pecundang ditangan-nya, coba kau bayangkan sendiri, memangnya kita sanggup untuk menghadapinya?"
"Tapi dia kan sudah termakan sebuah pukulan iblis tua itu, siapa tahu orangnya sudah mampus?"
Begitulah, rombongan yang terdiri dari tujuh delapan orang itu melakukan perjalanan menelusuri selat sempit itu sambil berbicara tiada hentinya.
Sik Tiong giok menjadi terperanjat sekali setelah mendengar pembicaraan mana, buru-buru dia menarik kepalanya dan menyembunyikan diri baik-baik.
Setelah bersembunyi hampir dua jam lamanya, Sik Tiong giok meneruskan perjalanan-nya lagi menelusuri sebuah kebun buah dan tiba didepan sebuah pagar pekarangan yang menghalangi perjalanan-nya.
Keadaan Sik Tiong giok saat ini tak ubahnya seperti seekor burung yang sedang ketakutan, berjumpa dengan dinding pekarangan, hatinya lantas terkesiap, apalagi dari balik dinding pekarangan itu terdengar suara tertawa perempuan yang merdu, tanpa terasa pikirnya: "Heran tempat apakah ini" Mengapa terdapat perempuan yang sedang bergurau disitu?"
Terdorong oleh rasa ingin tahunya, pemuda itupun melupakan kehebatan musuhnya.
Setelah mengamati sebentar keadaan di sekeliling tempat itu, dia mendekati sebatang pohon siong, lalu melompat naik keatas pohon tadi dan dari situ mengintip kedalam.
Indah sekali pemandangan dibalik dinding pekarangan itu, aneka bunga tumbuh disana sini, ditambah pula dua buah lentera yang memercikkan sinar, membuat suasana lebih romantis.
Dibawah lentera terletak sebuah meja besar, kain taplak merah yang melapisi meja, dikombinasikan dengan tiga kuntum bunga putih.
Disisi sebelah kiri meja merupakan sebuah rak senjata, berbagai macam senjata terdapat disitu, duduk pada kursi utama adalah seorang perempuan muda berusia dua puluh tahunan, beberapa kuntum bunga menghiasi kepalanya, ia berbaju warna hijau dan cukup mempesona hati.
"Apa-apaan mereka itu...?" pikir Sik Tiong giok dengan perasaan kesal.
Tiba-tiba terdengar lagi suara gelak tertawa yang berkumandang dari-balik pintu loteng, kemudian muncul lagi seorang perempuan muda berusia dua puluh tahunan yang mengenakan pula pakaian berwarna hijau, senyum manis membuat wajahnya nampak lebih cantik daripada perempuan pertama.
Dengan langkah yang lemah gemulai, dia berjalan mendekati meja dan duduk disamping perempuan muda pertama, seorang dayang segera menghidangkan air teh.
Nyonya muda yang baru saja munculkan diri itu segera bertanya kepada dayang yang menuang air teh barusan: "Ciu kiok, mana nyonya mu?"
"Lapor sam hujin, nyonya kami sedang tak enak badan"
"Sakit APA SIH nonya kalian " Bukankah pagi tadi ia nampak sehat-sehat saja " tanya Sam hujin.
"Bukan sakit parah, mngkin hanya sedikit masuk angin sehingga malas makan dan minum."
"Itu mah bukan penyakit namanya," sam hujin tertawa merdu.
"Suruh saja dia keluar untuk berlatih beberapa jurus silat, bila badan sudah berkeringat pasti akan sembuh dengan sendirinya, cepat undang dia kemari, katakan saja aku yang
mengundangnya." Dayang itu mengiakan dan membalikkan badan menuju ke bangunan loteng itu.
Sik Tiong Giok yang mengintip semua kejadian tersebut dalam hatinya kecilnya segera berpikir : "Biarpun perempuan ini berwajah baik tapi tertawa sebelum berbicara sehingga menunjukkan sikap yang tak sedap, sudah jelas bukan
perempuan baik-baik..."
Belum lenyap ingatan tersebut, terdengar suara mendehem memecah keheningan, lalu tampak dayang tadi muncul dari balik ruangan sambil menuntun seorang nyonya muda lain.
Walaupun wajahnya nampak aras-arasan namun wajahnya
memancarkan pula sinar kejalangan.
Ternyata ketiga orang perempuan muda itu tak lain adalah tiga orang istri muda Pat huang sin mo. Mereka adalah Hoa In cun, Chin Bi cun serta Koan Hong cun.
Tiga orang istri muda tersebut selain berwajah cantik, ilmu silat mereka pun sangat hebat.
Hoa Ing cun mempunyai ilmu ular emas yang disebut kepandaian nomor wahid di kolong langit, selain ganas dan kejam, dia pun sukar dihadapi.
Senjat Lian cu liang dari Chi Bi cun dan sepasang lian cun jui dari Koang Hong cun juga merupakan ilmu-ilmu yang jarang ada tandingannya.
Ke-tiga orang perempuan itu rata-rata bersifat jalang dan cabul, tapi mereka pun agak takut dengan gembong iblis tua itu, oleh sebab itu setiap malam mereka selalu melatih ilmu silatnya dengan tekun agar suatu ketika bila ada kesempatan mereka bisa mengambil langkah seribu.
Kebetulan pada malam ini Koan Hong cun merasa kurang enak badan, Chin Bi cun segera memaksa untuk keluar.
Dalam keadaan begini, timbullah satu ide dalam benak Chin Bi cun dengan memerintahkan dayangnya Ho-ji agar berlatih dengan dayangnya Koan Hong cun yang bernama Ciu kiok.
Mendapat perintah, kedua orang dayang itu segera
mempersiapkan diri dan terjun ke arena.
Sik Tiong giok bersembunyi di atas pohon, tiba-tiba saja menampak sesosok bayangan hitam berkelebat di atas bangunan rumah itu, hatina segera tergerak, buru-buru ia melompat turun dari atas pohon kemudian secara diam-diam menyusup ke dalam bangunan loteng itu.
Tadi bayangan manusia tadi sama sekali tidak ditemukan, maka pemuda itupun menengok kembali ke arah halaman rumah dimana dua orang sedang melatih diri.
Ilmu silat yang dilatih kedua orang dayang tersebut bernama Mi kau kun. Sayang sekali permainan dari dayang-dayang itu tak memakai ukuran sehingga seperti dua ekor jago sedang bertarung, hampir saja Sik Tiong giok tertawa kegelian.
Sementara itu pertandingan antara kedua orang dayang itu berlangsung makin tak karuan, akhirnya Hoan Ing cun tak tahan sehingga sambil mendengus dingin segera bangkit dan masuk ke dalam gedung.
Chin Bi cun yang melihat itu segera melirik sekejap, kemudian sambil menggebrak meja bentaknya : "Cukup Ciu kiok, jangan membuat malu nyonya kalian. Coba lihat ji hujin sudah kalian buat mendongkol, ayo cepat hentikan latihanmu..."
Dayang yang bernama Ciu kiok itu menjadi tersipu-sipu malu, wajahnya berubah menjadi merah padam. Buru-buru dia
menghentikan latihannya dan berkata sambil tertawa : "Sam hujin, bukankah sudah kukatakan kalau aku tak mampu?"
Tampaknya Chin Bi cun sengaja hendak mencari gara-gara, sambil tertawa terkekeh-kekeh dia segera berseru : "Aku tebak nyonya kalian sengaja merahasiakan ilmu silatnya dan tak pernah mewariskan ilmu silat sejati kepadamu..."
Ciu kiok hendak membantak setelah mendengar ucapan itu, tapi Koan Hong cun segera maju sambil menampar, kemudian
bentaknya : "Budak sialan, menggelinding jauh-jauh dari sini..."
Bila tamparan itu bersarang tepat di wajah dayang tersebut, sudah dpat dipastikan beberapa buah giginya pasti copot.
Untung di saat kritis Chin Bi cun segera menangkap pergelangan tangan Koan Hong cun sambil katanya : "Su moay, bila kau menamparnya, aku pasti akan kehilangan muka, maka bila ingin bertarung, lebih baik kita berdua saja yang bertarung."
Sambil berkata dia sengaja menarik perempuan muda itu ke arahnya.
Koa Hong cun sama sekali tidak menduga sampai kesitu sehingga hampir saja ia terjerembab ke atas tanah. Kontan paras mukanya berubah hebat, langkahnya sempoyongan.
Sambil menarik kembali tangannya, ia segera menegur dingin :
"Sam ci, rupanya kau sengaja mencari gara-gara di saat badanku sedang tak enak ?"
"Tebakan su moay memang tepat sekali," Chin Bi cun tertawa, "di hari-hari biasa aku tak pernah berhasil mengungguli dirimu, maka hari ini mumpung kau masih sakit, aku memang
bermaksud untuk memberi pelajaran untukmu."
"Baiklah," Koan Hong cun tertawa dingin, "coba kita buktikan siapa yang lebih unggul di antara kita."
Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu sudah saling bertarung sendiri.
Sik Tiong giok yang berada di atas loteng, bisa menyaksikan semua peristiwa itu dengan jelas, pertarungan mereka berdua jauh berbeda dengan pertarungan dua orang dayang tadi, boleh dibilang semua jurus serangan yang digunakan adalah jurus-jurus serangan yang tangguh.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung dua puluh gebrakan lebih.
Tampaknya Koan Hong cun memang berada dalam kondisi yang lemah, tiba-tiba saja dia berkerut kening kemudian melompat keluar dari arena, dengan suatu gerakan cepat dia menyambar sebilah golok yang tergeletak di atas rak senjata.
Chin Bi cun pun tak mau memberi kesempatan kepada lawannya, cepat dia meloloskan pula sebilah golok.
Bacok membacok, babat membabat pun segera berlangsung amat seru. Kedua orang itu bertarung sangat serius, seakan-akan mereka sedang beradu jiwa saja.
Mendadak Koan Hong cun bertindak kurang hati-hati, Chin Bi cun yang melihat ada kesempata baik segera memanfaatkan dengan melancarkan sebuah tendangan.
Dengan jurus ayam mematuk ular, dia menendang pergelangan tangan Koan Hong cun sehingga tak ampun lagi goloknya terjatuh ke atas tanah.
"Nah, su moay! Kau harus mengaku kalah hari ini!" seru Chin Bi cun kemudian sambil tertawa merdu.
"Aaah belum tentu!"
Di tengah dengusan dingin, Koan Hong cun melompat mundur ke belakang.
Chin Bi cun segera mengejar dengan ketat sambil mengejar serunya tertawa : "Kau benar-benar seorang budak yang keras kepala, hmmm! Aku harus menaklukkan dirimu hari ini."
Belum habis dia berkata, Koan Hong cun telah mencabut sebatang tombak dari rak senjata, kemudian sambil membalikkan badan melancarkan sebuah tusukan.
Chin Bi cun segera menangkis dengan goloknya, kemudian tubuhnya mendesak maju lebih ke depan, kali ini goloknya membacok bahu lawan...
Koan Hong cun melintangkan tombaknya di depan dada dengan jurus raja lalim membuang tombak, dia sapu tubuh bagian tengah Chin Bi cun...
Dengan suatu gerakan cekatan Chin Bi cun menghindarkan diri ke samping, setelah melepaskan diri dari jurus serangan tersebut, tubuhnya mendesak maju lebih ke depan.
Pertarungan yang amat serupun kembali berkobar di tengah arena.
Orang bilang : Seinci lebih panjang seinci lebih tanggung. Dengan demikian Chin Bi cun telah menderita kerugian dalam hal senjatanya yang kelewat pendek.
Tiba-tiba Koan Hong cun mengeluarkan jurus naga sakti membalik badan, mata tombaknya dengan memancarkan cahaya tajam segera menusuk ke tenggorokan Chin Bi cun bagaikan seekor ular beracun...
Sik Tiong giok yang menyaksikan kejadian itu dari atas loteng menjadi sangat gelisah, dia lupa kalau dirinya sedang mengintip pertarungan orang, tanpa sadar serunya tertahan : "Aduh celaka!"
Siapa tahu Chin Bi cun sama sekali tidak termakan oleh serangan tersebut, dia memutar goloknya untuk menangkis lalu dengan sengan langkah tujuh bintang, tubuhnya tahu-tahu sudah mengigos ke samping lolos dari tusukan ujung tombak itu.
Ketika secara tiba-tiba mendengar ada orang berteriak dari atas loteng, kedua orang itu serentak menghentikan pertarungan dan menengok ke atas loteng.
Setelah berteriak tadik, Sik Tiong giok sudah sadar kalau keadaan bakal runyam. Sebetulnya dia bermaksud untuk menyingkir saja dari situ.
Siapa sangka belum berapa langkah jejaknya sudah terlihat oleh Koan Hong cun yang berada di bawah, perempuan mudah itu segera membentak nyaring : "Hei, kau si bocak ingusan darimana, berani amat datang kemari! Ayo cepat turun!"
Mendengar teriakan tersebut, Sik Tiong giok segera berpikir di dalam hati kecilnya : "Jelek-jelek begini akupun termasuk seorang ketua partai, bila tidak turun, sudah pasti akan ditertawakan oleh dua orang perempuan busuk itu. Yaa, lebih baik aku trun saja untuk bertarung dengan mereka, siapa tahu suasana akan bertambah ramai?"
Setelah berpikir begitu, diapun meloloskan pedangnya dan melompat turun dari atas loteng.
Entah apa sebabnya, selah memandang pedang tersebut, tanpa terasa dia pun teringat kembali dengan pemiliknya yaitu nona Cu Siau hong.
Sementara dia masih tertegun, tiba-tiba Koan Hong cun sudah maju mendesak sambil melepaskan sebuah tusukan dengan tombaknya.
Sik Tiong giok segera mengebaskan pedangnya mempergunakan jurus menuding matahari menggaris langit.
Criiinggg...! Diiringi suara dentingan keras, tahu-tahu tombak itu terpapas kutung menjadi dua bagian, akibatnya Koan Hong cun menjadi terperanjat setengah mati.
Chin Bi cun yang mengetahui kalau senjata lawan adalah sebilah pedang mestika, serta merta tak berani menyerang dengan mempergunakan senjatanya, dia seperti mati kutunya untuk sesaat.
Sik Tiong giok tidak sungkan-sungkan, dia mendesak ke muka dan melepaskan sebuah bacokan lagi.
Koan Hong cun segera berteriak berulang kali : "Ho ji, Ciu kiok, kalian cepat mengambail senjata..."
Tapi belum habis teriakan tersebut, kembali terdengar suara gemerincingan nyaring golok yang berada di tangan Chin Bi cun pun ikut terpapas kutung.
Sik Tiong giok yang mengetahui bahwa pedangnya adlaah sebilah pedang mestika, tanpa terasa semangat segera berkobar, setelah tertawa terbahak-bahak dia berseru : "Ayo, berapa banyak senjata tajam yang kalian miliki " Keluar semua, kalau tidak, maaf bila aku tak akan melayani lebih jauh."
Dia mengira dengan mengutarakan kata-kata tersebut, pihak lawan pasti akan ketakutan setengah mati, oleh sebab itu seusai berkata dia pun membalikkan badan siap meninggalkan tempat tersebut.
Siapa tahu, pada saat dia membalikkan badan inilah mendadak terdengar Koan Hong cun membentak keras : "Bocah tekebur, kau anggap masih bisa keluar dari sini " Kalau hendak pergi, tinggalkan dulu selembar jiwamu..."
Dalam pembicaraan mana, dia menggetarkan pergelangan tangannya dan mengeluarkan sebuah benda.
Sik Tiong giok dapat melihat kalau benda itu berantai, bentuknya bulat bersinar tajam dan besarnya secawan teh terbuat dari baja dengan lapisan emas sedang rantainya berbentuk seperti tulang ikan hitam bercorak segi tiga entah benda apa namanya "
Sementara dia masih tertegun Koan Hong cun telah melontarkan senjatanya ke depan. Terpaksa dia harus menggunakan
pedangnya untuk membacok.
Siapa tahu rantai tersebut sama sekali tidak patah malahan telah berbunyi nyaring, mata senjata menukik ke bawah dan
mengancam tubuhnya. Setelah mengetahui kalau bacokan pedangnya tidak berhasil mematahkan senjata lawan tadi, Sik Tiong giok telah sadar kalau gelagat tidak menguntungkan. Siapa sangka ujung bandulan yang lain telah menyerang pula.
Buru-buru dia menyayunkan telapak tangannya untuk menangkis baru lolos dari ancaman senjata. Lian cu liang adalah senjata berbentuk piau segi tiga yang dihubungkan dengan rantai jadi senjata tersebut bermuka dua.
Ketika pemuda itu mencoa membacok, ternyata bacokannya pun tidak mendatangkan hasil.
Atas terjadinya peristiwa ini Sik Tiong giok menjadi gugup, dalam kedaan demikian, dia merasa lebih mengambil langkah seribu saja.
Tanpa banyak bicara, tubuhnya segera melejit dan kabur menuju ke atas dinding pekarangan.
Baru saja tubuhnya mencapai atas pekarangan, senjata dari Chin Bi cun telah menyerang kembali, sedangkan banduran Koan Hong cun juga menyerang kakinya.
Sik Tiong giok serta miringkan kepalanya menghindari serangan senjata Liang ju liang, lalu melompat meloloskan diri dari babatan senjata bandulan.
Sayang dia tak menuangkan kalau senjata liang cu liang itu mempunyai keistimewaan lain.
Tahu-tahu saja sepasang kakina sudah terbelenggu erat-erat, kemudian badannya terasa dibetot orang ke bawah dan...
"Bluuummm ! ia terjaduh dari atas dinding pekarangan.
Agaknya Sik Tiong Giok memang sedang bernasib sial, sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah ia menderita kekalahan beruntun seperti apa yang dialaminya hari ini, terutama sekali dikalahkan oleh dua orang perempuan muda, hal ini membuatnya menyumpah tiada habisnya.
Baru saja dia hendak melejit dengan gerakan ikan leihi melentik, tahu-tahu Koan Hong cun telah menekan tubuhnya ke bawah, menyusul kemudian Ciu Kiok membelenggu tubuhnya dengan tali otot kerbau.
Maka tak berkutiklah Sik Tiong Giok.
Menggunakan kesempatan itu Koan Hong cun merampas
pedangnya dan diperiksa, sekejap kemudian serunya kaget :
"Aduuh, bukankahpedang ini milik Hong ji si budak itu ?"
Mendengar ucapan mana, Chin Bi cun segera mendekati dan turut memeriksa pedang tersebut, kemudian sambil menendang tubuh Sik Tiong Giok hardiknya : "Bocah jelek, darimana kau dapatkan pedang itu " Ayo cepat akui..."
Sik Tiong Giok tidak tahu kalau wajahnya sudh dilumuri debu dan pasir setelah mendekam hampir semalamam suntuh di balik semak belukar, mukanya yang hitam separuh putih separuh ini membuat tampangnya benar-benar jelek sekali.
Ketika mendengar perkataan tersebut dalam hati kecilnya ia lantas berpikir : "Hmmm, kau berani mengatakan aku jelek"
Memangnya kau sesndiri cantik ?"
Chin Bi cun jadi bertambah mendongkol sewaktu dilihatnya Sik Tiong Giok cuma melotot ke arahnya tanpa menjawab, ia segera menendang tubuhnya keras-keras seraya membentak : "Bocah keparat, ayo bicara, pedang itu kau peroleh darimana...?"
"Aku mendapatkan dari merampas dari tangan seorang nona cilik, ada apa " Memangnya tidak boleh ?"
"Hmmm, omong kosong! Ngaco belo tak keruan..."
Kebetulan dayangnya datang membawa secawan air teh, Kong Hong cun segera menyambar cawan tersebut dan mengguyurkan air dalam cawan tersebut ke atas wajah Sik Tiong Giok.
Tak ampun lagi seluruh wajah Sik Tiong Giok terguyur, kotoran dan lumpur yang semula mengotori wajahnya pun ikut terguyur sehingga kelihatan selembar wajahnya yang tampan.
Untung saja air teh itu tidak terlalu panas, hangat lagi membawa bau harum, Sik Tiong Giok yang pada dasarnya memang haus segera menjiliat dengan ujung lidahnya.
Dua orang nyonya muda bertampang genit yang berada di hadapannya itu seketika dibikin tertegun, apalagi setelah mengamati wajah anak muda itu dengan seksama, perasaan mereka kembali tergetar keras.
"Woous, tampan nian pemuda ini..." pikir mereka hampir berbareng.
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar si nenek penjaga pintu berteriak keras : "Cousu ya datang !"
Buru-buru Koan Hong cu berseru kepada Ciu kiok : "Cepat angkut bocah itu ke dalam kamar ku dan baringkan di dalam peti besar!"
Ciu kiok mengiakan dan membawa Sik Tiong Giok kabur ke dalam kamar, setelah melewati loteng bambu dia putar ke barat menuju ke sebuah pesanggrahan, disana ia barikan pemuda itu ke dalam peti dan menutup kembali peti tadi.
Sik Tiong Giok menjadi sangat menderita. Bayangkan saja, kalau peti itu ditutup dari luar, suasana dalam peti pasti amat sumpek, jangan lagi bergerak bernapaskanpun rasanya susah.
Tanpa terasa pemuda itu berpikir : "Aaai, hari ini aku benar-benar lagi sial..."
Selain murung dan kesal, diapun menyesali kecerobohan sendiri sehingga berakibat demikian.
Pada saat itulah Pat huang sin mo sedang berbicang-bincang dengan ketiga orang gundiknya tentang perbuat onar Sik Tiong Giok di lembah Hwee buan kok mereka.
Chin Bi cun gembira bercampur iri kepada Koan Hong cun yang mengangkangi Sik Tiong Giok seorang diri, maka setelah mengerling sekejap ke arah lawan, katanya kemudian sambil tertawa : "Lo taucu (orang tua), apakah kalian telah berhasil membekuknya...?"
"Bocah kepara itu sudah pasti trluka parah karena pukulanku, meski belum tertangkap dalam keadaan hidup-hidup, tapi aku yakin di tak akan hidup lama lagi."
"Aku tebak ia pasti sudah mati..." sela Koan Hong cun dengan cepat.
Sembari berkata, ia melotot sekejap ke arah Chin Bi cun penuh amarah.
Chin Bi cun segera berkata sambil tertawa : "Aaah, aku rasa belum tentu, bila ia benar-benar sudah mati, apakah kalian sudah menemukan jenasahnya?"
"Aku sendiripun merasa keheranan terhadap kejadian ini," ucap Pat huang sin mo, "sehari semalam kami sudah melakukan pencarian, namun sama sekali tidak ditemukan jenasahna."
"Jangan-jangan ia sudah lolos dari bukit ini ?" kata Koan Hong cun kemudian.
Tapi Chin Bi cun kembali menimbrung.
"Lembah Kiu boan to hui kok pada hakekatnya merupakan sebuah barisan pembingung sukma, bagi mereka yang tidak memahami jalan rahasia disitu, aku percaya ia tak akan berhasil untuk meloloskan diri."
Pat haugn sin mo segera bertepuk tangan sambil berteriak keras
: "Tepat sekali, Kiu boan to hui kok adlaah sebuah jalan rahasia yang membingungkan sukma, jangan lagi bocah keparat itu bahkan aku sendiripun kadangkala masih suka tersesat, bagaimana mungkin keparat itu dapat meloloskan diri ?"
Chin Bi cun tersenyum : "Aku mah mengetahui jejak si bocah kepara itu, dia, dia..."
"Cepat katakan, dia berada dimana " buru-buru Pat huang sin mo bertanya.
Atas kejadian tersebut, yang paling merasa gugup sudah barang tentu Koan Hong cun, sepasang matanya melotot besar ke arah Chin Bi cun, namun di balik sinar matanya itu terselip sinar penuh permohonan.
Chin Bi cun masih tetap tersenyum simpul, kembali dia berkata :
"Tentu saja ia berhasil kami tangkap..."
"Haah... haah...haah..." mendadak Pat huang sin tertawa tergelak, "aku tidak percaya dengan mengandalkan kemampuan kalian, kemampuan kau berdua, bocah keparat itu berhasil ditawan, kau tahu dia kan ahli warisnya Kakek serigala langit, satu di antar tiga kakek dari In Thian"
Chin Bi cun segera mencibirkan bibirnya yang mungil dan tertawa dingin penuh rasa tak puas, serunya : "Kau tak percaya kalau kami berhasil membekukna " Kalau tak percaya silahkan bertanya sendiri kepada Ji ci, apakah kita sedang membohongi mu atau tidak."
Hoan Ing cun segera manggut-mangut sambil menjawab dingin :
"Benar, kami telah berhasil menangkap seseorang, hanya tidak kami ketahui apakah dia adalah bocah keparat she Sik atau bukan."
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aah, jadi sungguh " Itulah namanya dicari sampai sepatu jebol belum juga ketemu, tahunya diketemukan tanpa membuang tenang. Ayo jalan, cepat bawa aku kesana, dimana dia berada ?"
"Sekarang dia berada di dalam kamarnya Su moy..."
Belum habis ia berkata, si gembong iblis tua itu sudah melototkan matanya besar-besar dan mengawasi Koan Hong cun dengan penuh amarah. Lamat-lamat terpancar pula segulung hawa napsu membunuh dari balik matanya.
Untung saja Chin Bi cun berkata lebih jauh : "Berhubung kami takut dia berhasil kabur, maka untuk sementara waktu kami menguncinya di dalam peti besar di dalam kamar Su moay, kami sedang menunggu kau sampai pulang dan minta hadiah untuk jasa tersebut."
Dengan adanya penjelasan ini, paras muka gembong iblis tua itu menjadi jauh lebih tenang, namun cukup membuat Koan Hong cun bermandikan keringat dingin saking ngerinyanya.
Memanfaatkan kesempatan tersebut, Chin Bi cun segera berseru lagi dengan manja.
"Lo tau cu, kau cepat berjanji dulu, hadiah apa yang hendak diberikan untuk kami?"
Pat huang sin mo tertawa terbahak-bahak : "Haaahhh...
haaahhh... haahhh... tunggu saja sampai kuperiksa dengan jelas apakah bocah keparat yang kalian tangkap benar-benar adalah keparat yang kumaksud, bila benar, terserah apa saja yang kalian minta."
"Baik, kalau begitu marilah kita berangkat sekarang juga."
Sembari berkata dia segera berjalan lebih dulu di depan menuju ke kamar tidur Koan Hong cun.
Baru tiba di depan pintu, mendadak Hoan Ing cun berseru keheranan : "Hei, mengapa dalam kamar tidak disulut lampu lentera ?"
Koan Hong cun segera menyambung : "Dayangku Ciu kiok memang semakin lama semakin tak tahu diri, sudah pasti ia molor lagi."
Berbicara sampai disitu, dia lantas berteriak keras : "Ciu kiok! Ciu kiok..."
Namun tiada jawaban yang kedengaran, suasana tetap hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Chin Bi cun segera berkata : "Biar aku masuk untuk memeriksana, perempuan setan itu memang pantas diberi hajaran."
Dari meja ia menyambar sebuah lilin dan segera melangkah masuk ke dalam kamar sebelah barat.
Mendadak dari dalam kamar berkumandang suara benturan kerasa disusul seseorang menjerit kaget, menyusul kemudian lilinpun menjadi padam sehingga suasana menjadi gelap gulita.
"Aduh celaka, mengapa Ciu kiok dibekuk orang ?" terdengar Chin Bi cun berteriak keras.
Mendengar seruan tersebut, Pat huang sin mo segera menyusup ke dalam kamar dengan cepat, dia langsung menuju ke arah peti, menyingkirkan penutupnya dan berniat untuk merobohkan Sik Tiong Giok lebih dahulu.
Siapa tahu begitu peti dibuka, ternyata disitu tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Dengan terjadinya peristiwa ini, bukan saja Pat huang sin mo dibuat tertegun, bahkan ketiga orang gundikpun turut dibuat terkejut sampai melongo-longo.
Pada saat itulah tiba-tiba tampak cahaya merah berkilauan disusul asap tebal menyebar kemana-mana membuat keempat orang itu merasakan matanya menjadi pedih dan air mata serasa mau bercucuran keluar.
Baru sekarang mereka sadar bahwa kebakaran sudah melanda bangunanrumah itu, buru-buru mereka berseru : "Ayo cepat kabur, terjadi kebakaran disini."
Ternyata sewaktu Chin Bi cun roboh terjengkang ke atas tanah tadi lilin yang berada di tangannya terlepas dan jatuh di atas pembaringan, jilatan api dengan ceat membakar kain kelambu yang tipis dan menyambar kemana-mana, apalagi bangunan dinding terdiri dari potongan bambu, bisa dibayangkan bagaimana akibatnya.
Dalam waktu singkat api sudah berkobar menjadi besar serta menjalar keempat penjuru.
Bambu memang merupakan bahan yang mudah terbakar, tak mungkin kobaran api bisa dipadamkan secepatnya, terpaksa beberapa orang itu berusaha untuk menerjang keluar dari kepungan api untuk menyelamatkan diri.
Bukan cuma buronan mereka yang berhasil tertangkap kembali terlepas, akibatnya mereka harus menanggung kerugian yang lebih besar lagi, yakni terjadinya kebakaran besar di bangunan rumah mereka.
Pat huang sin mo dengan membawa ketiga orang gundiknya menerjang keluar dari kepungan api dengan susah payah walaupun akhirnya berhasil terlepas dari ancaman bahaya, namun keadaan mereka boleh dibilang sudah mengenaskan sekali.
Tak selang beberapa saat, Rasul serigala langit dan sekalian iblis yang melihat timbulnya kebakaran, segera berdatangan untuk memberi bantuan, dengan kerja sama banyak orang, tak sampai satu jam kemudian api berhasil dipadamkan.
Namun Pat huang sin mo dibikin begitu mendongkol sampai sekujur badannya gemetar, dia menyumpahi Sik Tiong Giok berulang kali, bahkan sumpahnya : "Bila suatu hari binarang cilik yang terkutuk itu sampai terjatuh ke tanganku, aku bersumpah tak akan jadi manusia bila tak mampu menguliti kulitnya."
oooOooo Si gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua buru-buru menghibur : "Causu ya, kau takusah menyumpahi terus, percuma saja kalau hanya bicara dibibir, yang penting kita mesti berusaha untuk menangkapnya hidup-hidup."
Kontan Pat huang sin mo melototkan matanya bulat-bulat lalu mendengus : "Hmm, selama ini entah apa saja yang kalian geledah di sekitar bukit ini " Bayangan saja tak mampu dibekuk, justru orangnya malah kena didesak sampai datang kemari."
Si Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua termasuk juga seorang jagoan angkuh yang berwatak tinggi hati. Dia menjadi tak senang hati sesudah mendengar perkataan dari gembong iblis tua tersebut, serunya kemudian dengan suara dingin : "Siapa suruh cousu ya tidak mau turut serta di dalam penggeledahan tersebut, sebaliknya memberi ijin kepada ketiga orang nyonya muda untuk melindungi lawan, coba kalau bukan ulah ketiga orang hujinmu itu, mana mungkin akan terjadi peristiwa besar semacam ini " Kalau mau menyalahkan, masa kami yang mesti disalahkan ?"
Sekali lagi Pat huang sin mo melototkan matanya bulat-bulat, dia membuka mulutnya lebar-lebar seperti ingin mengucapkan sesuatu, namun tak sepatah katapun yang bisa diutarakan keluar.
Akhirnya dia menyaksikan muridnya yang tertua si bayangan setan Coa Toan hanya berdiri bengong disana, dengan penuh amarah segera bentaknya : "Coa Toan, ayo cepat kumpulkan semua adik-adik seperguruanmu, hari ini kita harus menggeledah lembah Kiu boan to hui kok ini sampai rata."
Bayangan setan Coa Toan buru-buru mengiakan sambil beranjak pergi. Tak selang berapa saat kemudian ia sudah muncul kembali bersama ketujuh orang adik seperguruannya.
Pat huang sin mo segera mengebaskan ujung bajunya, dengan membawa delapan murid dan tiga orang gundiknya sehingga berjumlah dua belas, berangkatlah mereka melompat pagar pekarangan menuju ke tanah perbukitan sana.
Apa yang sebenarnya terjadi denga Sik Tiong Giok "
Rupana pemuda itu merasa menyesal sekali sesudah disekap orang dalam peti besar tersebut, dalam keadaan demikian dia hanya bisa memasrahkan keselamatan jiwanya pada nasib.
Dalam suasana yang paras serta susah bernapas, tiba-tiba tutup peti kembali terasa dibuka orang, lalu tampak cahaya berkelebat lewat, dia kenali cahaya tersebut sebagai sebilah pedang, segera pikir di hati : "Habis sudah riwayatku kali ini, sungguh tak kusangka aku bakal mati dalam keadaan seperti ini."
Berpikir demikian, diapun memejamkan matanya rapat-rapat, ia tahu, bila pedang tersebut ditusukkan ke perutnya, niscaya dia akan tewas dalam keadaan yang mengenaskan.
Siapa tahu dimana cahaya pedang itu berkelebar lewat, otot-otot menjagan yang dipakai untuk membelenggu tubuhnya segera putus dan patah semua, kemudian..
"Blaaaammmm!" Peti itu kembali ditutup rapat.
Sik Tiong Giok menjadi amat kesal, kembali dia berpikir : "Kalau orang itu berniat menyelamatkan jiwaku, mengapa pula harus menutup kembali peti ini ?"
Tanpa ragu lagi dia melompat bangun, membuka penutup peti tersebut dan meloloskan diri.
Suasana dalam ruangan gelap gulita tak tampak sesuatu apa pun, di antara sinar yang remang-remang, tampak seseorang tergeletak di depan pintu, ternyata orang itu adalah seorang dayang.
Kejadian tersebut membuat Sik Tiong Giok merasa semakin kesal, sekali lagi ia berpikir : "Heran, siapa yang telah menyelamatkan diriku " Jangan-jangan perbuatan dari toa su pek Thian Liong siu...?"
Belum lewat ingatan tersebut dari benaknya, tiba-tiba dari luar pintu kedatangan suara pembicaraan manusia, tergerak hatinya dengan segera, tanpa berpikir panjang pemuda itu segera menerobos keluar melalui jendela.
Baru melompat keluar dari dinding pekarangan, tiba-tiba dari kejauhan sana tampak sesosok bayangan manusia sedang bergerak ke depan situ dengan kecepatan tinggi.
Tanpa berpikir panjang lagi Sik Tiong Giok segera melakukan pengejaran dari belakang.
Agaknya bayangan manusia tersebut berniat untuk
menghindarkan diri dari pengejaran Sik Tiong Giok, semkin gencar pemuda itu menyusulnya, semakin cepat pula orang itu melarikan diri.
Dalam kegelapan malam, hanya dua sosok bayangan manusia bergerak saling berkejaran menjauhi tempat itu.
Dari kentongan ke empat sampai fajar mulai menyingsing, mereka masih berkejaran terus tiada hentinya, waktu itu mereka sudah meninggalkan wilayah bukit Kiu nia san dan kini menuju ke daerah bukit Muk Cho san.
Fajar telah menyingsing, sinar sang surya juga memancarkan cahayanya menerangi empat penjuru, sekarang semua
pemandangan di sekitar sana kelihatan semakin jelas lagi. Sik Tiong Giok juga dapat melihat orang yang dikejarnya itu makin nyata.
Ternata dia adalah seorang wanita berbaju hitam, saat ia masih berlarian terus ke depan tanpa berpaling sekejap pun.
Oleh karena wajahnya tak terlihat, Sik Tiong Giok makin penasaran, dia ingin secepatnya berhasil menyusul perempuan tadi dan mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya.
"Siapakah dia " Mengapa menolong aku ?"
Meskipun pelbagai kecurigaaan berkecamuk di dalam benaknya pemuda itu sama sekali tidak memperlambat langkahnya, malah pengejaran dilakukan semakin kencang.
Dua jam kembali sudah lewat, dari kejauhan sana bukit Mo cho san sudah kelihat semakin jelas.
Tampakna perempuan itu sudah mulai kehabisan tenaga, larinya semakin lama semakin melambat, jelas ia sudah tak mampu lagi untuk mempertahankan diri.
Sik Tiong Giok menjadi sangat gembira; dia segera percepat langkahnya menerjang ke depan.
Namun perempuan berbaju hitam itu cukup cekatan, di saat Sik Tiong Giok menubruk ke depan, tiba-tiba ia malah menyusup mundur lalu berbelok ke samping dan kabur menuju ke arah sebuah hutan lebar.
Dengan demikian Sik Tiong Giok menjadi menubruk tempat kosong, menanti dia membalikkan tubuhnya lagi, bayangan tubuh perempuan berbaju hitam itu sudah tak tampak lagi.
Sik Tiong Giok mendengus sambil memutar badan, sekali lagi dia menerjang ke arah dalam hutan lebat tersebut.
Hanya di dalam dua kali lompatan saja ia sudah menerjang kelar dari hutan itu, disanalah dia melihat perempuan berbaju hitam tadi sedang berusaha untuk melarikan diri.
Dengan suatu gerakan cepat ia segera melompat melewati perempuan itu kemudian sambil membalikkan badan dia hadang jalan perginya.
Tak terlukiskan rasa kaget perempuan berbaju hitam itu, buru-buru ia menghentikan langkah sambil melompat mundur sejauh beberapa kaki, dan saat itulah ia baru berhasil berdiri tegak.
Dengan begitu, mereka berdua pun menjadi berdiri saling berhadapan, meski jaraknya cukup jauh, namun Sik Tiong Giok masih dapat mendenar dengusan napasnya yang terengah-engah.
Lewat beberapa saat kemudian, perempuan itu baru pelan-pelan membalikkan badannya, lalu kepada Sik Tiong Giok dia membentak dengan suara sedingin es.
"Sia.. siapakah kau" Atas dasar apa kau mengejar aku ?"
Sik Tiong Giok merasa terkejut sekali terutama setelah menyaksikan bentuk badan dari perempuan itu, serunya tertahan
: "Aaaah... kau..."
Ternyata perempuan itu masih muda, kira-kira baru berusia enam tujuh belas tahunan, bertubuh kecil dan ramping, tapi montok berisi, suatu bentuk badan yang menarik hati, hanya sayang ia justru memiliki seraut wajah yang menakutkan.
Mukanya semu kuning kepucat-pucatan, matanya jeli api tampangnya jelek, bahkan makin dipandang semakin
memuakkan bikin hati orang jadi bergidik rasanya.
Untuk sesaat Sik Tiong Giok dibuat terkejut bercampur keheranan untuk sesaat dia menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Gadis jelek itu segera mengerdipkan sepasang matanya berulang kali menyaksikan sikap bengong anak muda tersebut, kemudian tegurnya dengan nyaring : "Hei, sudah kau dengar belum?"
"Apa... apa yang kudengar...?" tanya Sik Tiong Giok tertegun.
"Aku ingin bertanya siapakah kau" Atas dasar apa mengejarku"
Ayo cepat jawab!" Untuk kesekian lamanya Sik Tiong Giok dibuat tertegun, buru-buru ia menjawab.
"Aku... kenapa" Kau tidak kenal aku?"
"Darimana mungkin aku bisa mengenali dirimu..."
"Jika kau tidak kenal aku, mengapa pula harus menyelamatkan diriku...?"
Gadis jelek itu segera memutar biji matanya berulang kali, kemudian tertawa cekikikan.
"Siapa sih yang menolong kau" Bukankah kau yang justru mengejar aku?"
Sik Tiong Giok benar-benar dibikin kebingungan setengah mati, akhirnya dia lagi sambil menggelengkan kepala.
"Dayang yang berada di loteng bambu itu apa tewat di tanganmu?"
Gadis jelek itu memutar biji matanya berulang kali, nada suaranya juga secara tiba-tiba berubah menjadi dingin dan kaku.
"Siapa yang ingin kubunuh, orang itu segera akan kubunuh, kau tak usah mencampuri urusanku..."
Sik Tiong Giok segera tersenyum.
"Bukannya aku hendak mencampuri urusanmu, tapi aku hanya ingin mencari tahu siapa yang telah menolong aku, tahukah kau
?" "Sekalipun aku tahu juga tak akan kusampaikan kepadamu, biar selama hidup kau tak bisa menemukannya."
"Siapa sih orang itu?"
"Aku tak tahu."
Lama kelamaan Sik Tiong Giok menjadi mendongkol sendiri, sambil mendengus dingin segera serunya : "Mengapa kau tidak berbicara?"
Meski di atas wajah si nona jelek yang bersemu kekuning-kuningan itu tidak memperlihatkan perubahan apa pun, namun sepasang matanya bersinar tajam, bibirnya dicibirkan, bahkan pedangnya segera diloloskan dari sarung dan digoyang-goyangkan di depan mata Sik Tiong Giok. Katanya kemudian :
"Pokoknya kalau aku enggan bicara ya tetap enggan, kecuali jika kau berhasil mengungguli pedangku ini..."
Selesai berkata kembali ia mendengus, pedangnya dengan menciptakan sekilas cahaya tajam sekali lagi diputar di depan mata Sik Tiong Giok membentuk sekuntum-kuntum bunga
pedang. Sik Tiong Giok mendongkol sekali oleh kebinalan perempuan itu, melihat dia main gertak dengan mempergunakan pedangnya, dalam hati kecilnya segera berpikir : "Budak cilik ini benar-benar sangat binal, tampaknya jika aku tak mampu menaklukkannya, dia tak bakal mau menuruti perkataanku."
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja dia maju selangkah ke depan sambil meloloskan pedang.
Tapi pemuda itu segera meraba tempat yang kosong, sekarang dia baru ingat bahwa pedangnya masih tertinggal di ruang loteng bambu.
Tanpa terasa bayangan wajah Cu Siau hong muncul kembali di dalam benaknya, perasaan menyesal pun timbul dari dasar hati kecilnya.
"Hei, jurus serangan apaan itu" Ayo cabut pedangmu," si nona jelek segera menggoda.
Sik Tiong Giok bergerak cepat mematakan sebatang ranting pohon, lalu sambil menimangnya dalam gengaman, ia berkata :
"Aku akan mempergunakan ranting pohon ini untuk menyambut beberapa jurus seranganmu."
"Hmm, jangan kau anggap dirimu itu hebat sekali," jengek si nona jelek sambil mendengus dingin.
Tubuhnya bergeser maju selangkah, pedangnya segera diputar melancarkan tusukan.
Tentu saja Sik Tiong Giok tak akan membiarkan tubuhnya dijadikan bulan-bulanan senjata lawan, mendadak ia bertekuk pinggang sambil menangkis serangan lawan dengan ranting pohonnya, pemuda itu bermaksud untuk menggetarkan pedang nona jelek itu agar terlepas dari genggaman.
Apa mau dikata, gadis jelek itu cukup licik. Dari sikap lawan yang tidak menyambut serangan pedangnya, ia lantas sadar bahwa kemampuan pemuda tersebut bisa jadi jauh di atas
kemampuannya, ia semakin tidak berani gegabah.
Maka tidak menunggu sampai pedangnya selesai melancarkan jurus tersebut, mendadak ia memutar pergelangan tangannya satu lingkaran, lalu merendahkan badannya ke bawah.
Menyusul kemudian pedangnya berputar lagi membabat tubuh bagian bawah lawan.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak tahu kalau jurus pedang yang dipergunakan gadis jelek adalah jurus "Angin dingin menggugurkan daun" yang merupakan jurus ilmu pedang tangguh dalam dunia persilatan...
Walaupun demikian, dia pun tak berani berayal, segera pikirnya di hati.
"Aliran ilmu silat yang ada di dunia ini memang sangat hebat, aku dengar ada ilmu pukulan sapuan bumi, hari ini mataku benar-benar terbuka setelah melihat ilmu pedang sapuan bumi ini..."
Berpikir demikian, dengan cepat ia menutulkan rantingnya ke atas tanah, tiba-tiba saja tubuhnya melambung ke udara dengan kaki di atas kepala di bawah, lalu menggunakan sedikit kekuatan yang ada, badannya melambung tujuh delapan depa lebih ke atas.
Memanfaatkan kesempatan itulah, ranting pohonnya menyapu ke depan khusus menyambut bagian atas tubuh lawan.
Jurus serangan semacam ini memang benar-benar merupakan suatu taktik yang hebat, suatu taktik penyelamtan dengan mendesak musuh.
"Suatu gerakan tubuh yang bagus!" teriak nona jelek itu dengan suara nyaring.
Di tengah teriakan mana, di amembalikkan badan sambil melayang turun ke sisi kiri anak muda tersebut, dengan begitu jarak di antara kedua belah pihak cuma lima depa saja.
Sik Tiong Giok segera melindungi diri dengan ketat, meski tidak melanjutkan serangan lagi, namun ia juga tak berani
mengendorkan pertahanan diri, dengan berhati-hati sekali pemuda itu mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Nona jelek itu berdiri pula dengan ujung pedang menempel permukaan tanah, wajahnya yang bersemu emas nampak
berkerut makin kencang, lalu diiringi suara tertawanya yang merdu ia menegur : "Kau sudah dapat mengenali ilmu pedangku?"
"Apa sih yang aneh?" jawab Sik Tiong Giok, "ilmu pedang sapuan bumi belum bisa mengelabuhi diriku..."
Belum selesai dia berkata, nona jelek itu sudah tertawa terpingkal-pingkal saking gelinya, tak tahan lagi ia berseru sambil menahan rasa gelinya.
"Pangeran Serigala langit, wahai Pangeran Serigala langit, kalau ilmu pedang nomor wahid di kolong langit, angin dingin menyapu daun pun tidak kau kenal, buat apa kau pasang gaya di depan orang lain...?"
"Huuh, ilmu pedang nomor wahid apaan itu" Kau tak usah mencoba untuk membohongi aku."
"Siapa yang membohongi dirimu" Tampaknya kau seperti tidak puas...?"
"Aku memang ingin sekali menyaksikan kehebatan dari ilmu pedang nomor wahid di kolong langit itu, coba nona memberi petunjuk lagi kepadaku..."
Berkedip sepasang mata si nona jelek yang nampak jeli itu, tiba-tiba saja sikapnya juga ikut beruah menjadi amat lembut, katanya kemudian pelan : "Aku rasa kita tak usah berkelahi lagi, bukankah kau hendak mencari tuan penolong mu " Nah, pergilah dengan cepat daripada membengkalaikan urusan besarmu, apalagi si tua she Sin tersebut memang lagi menunggumu dengan gelisah."
Dengan termangu-mangu Sik Tiong Giok mengawasi gadis itu lekat-lekat, sedang dalam hatinya berpikir : "Aaaaaai, sungguh aneh sekali, tampaknya budak jelek ini seperti mengetahui dengan amat jelas tentang segala sesuatu mengenai diriku, tapi siapakah dia?"
Karena ia sedang memikirkan hal tersebut, untuk sesaat pemuda itu jadi lupa memberi jawaban atas pertanyaannya, dia hanya mengawasi wajah nona tersebut dengan termangu-mangu.
Lama kelamaan nona jelek itu menjadi riku sendiri karena diawasi lawan tanpa berkedip, sambil menundukkankepala dan
mendepakkan kakinya berulang kali ke tanah, berseru : "Eeei, mengapa sih kau tidak menjawab pertanyaanku" Mau apa kau mengawasi aku terus menerus?"
Merah padam selembar wajah Sik Tiong Giok oleh ucapan lawan, sebab biarpun nona itu berwajah jelek, bagaimanapun jua dia masih tetap seorang gadis, tentu saja rikuh rasanya bila wajahnya diawasi terus menerus.
Maka dengan wajah serius segera katanya : "Nona, mengapa kau bisa mengetahui segala sesuatu tentang diriku dengan begini jelas" Kalau begitu sudah pasti kaulah yang telah menyelamatkan jiwaku."
Nona jelek itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Bagaimana sih kau ini" Bukankah tadi sudah kukatakan kepadamu, bahwa oran gyang menolongmu bukan aku" Tapi aku mah tahu siapakah dia..."
"Harap nona sudah memberi penjelasan kepadaku," baru Sik Tiong Giok memberi hormat.
Nona jelek itu tertawa cekikikan : "Kan sudah kukatan kepadamu, biar kau menyembah kepadaku pun percuma."
"Asal nona bersedia memberitahukan hal tersebut kepadaku, biar Sik Tiong Giok harus berlutut dan menyembah kepadamu pun hal tersebut tidak berarti bagiku."
Seraya berkata, pemuda itu benar-benar hendak menjatuhkan diri untuk berlutut.
Mendadak nona itu tertawa cekikikan : "Kau memang lucu sekali, coba lihat, masa mau menyembah kepada sebatang pohon?"
Sebenarnya Sik Tiong Giok sudah bersiap-siap hendak berlutut, mendengar ucapaan mana ia lantas mendongakkan kepalanya, tapi seketika itu juga dia dibikin tertegun saking kagetnya.
Ternyata nona jelak yang semula berada di hadapannya, dalam waktu singkat telah berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, waktu itu si nona cantik itu sedang memandang ke arahnya sambil tertawa.
Begitu tertawa, maka terlihatlah dua baris giginya yang putih bersih dan sangat menarik hati.
"Betul betul aneh," Sik Tiong Giok keheranan tiada habisnya, masa dalam sekejab mata saja, paras muka seseorang dapat berubah-ubah...?"
Karena terdorong oleh rasa herannya, pemuda itu mencoba untuk memeriksa keadaan di seputar sana, namun dua puluh kaki di sekeliling tempat itu sama sekali tidak terdapat suatu tempat yang memungkin untuk bersembunyi.
Tapi sungguh aneh sekali, hanya dalam sekejap mata saja si nona jelek telah lenyap tidak berbekas dan muncul nona cantik di hadapan mukanya, tak tahan lagi pemuda itu segera berseru tertahan : "Aneh sekali, masa aku telah ketemu setan hari ini"
Kalau tidak, masa wajah seseorang bisa berubah menjadi jelek dan cantik hanya di dalam waktu singkat?"
Mendadak gadis itu tertawa cekikikan lagi sambil menegur : "Aku lihat kau memang sudah rada-rada gila, kau lagi memaki siapa jadi setan?"
"Hei, kenapa bisa menjadi kau ?" teriak Sik Tiong Giok lagi sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.
"Idih, kok aneh sih kamu ini!" seru si nona sambil mencibir, aku yaa aku, kok bisa menjadi aku " Memangnya kau anggap pernah kenal diriku ?"
Ternyata berbicara soal potongan badan, usia maupun raut wajah nona ini, hampir semua persis seperti Cu Siau hong, hana bedanya yang satu mengenakan baju merah, yang lain baju hitam dan lagi non ini nampak lebih binal.
"Jadi kau.. kau bukan nona Cu ?" tanya Sik Tiong Giok dengan wajah tertegun.
"Kau sendiri she Cu, aku mah she Li, mengerti?" nona itu tertawa cekikikan.
Sik Tiong Giok semakin keheranan, ia tak habis mengerti bukan saja seseorang bisa berubah dari jelek menjadi cantik, bahkan nama marga pun dapat diganti-ganti.
Tanpa terasa dia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berseru : "Aku tak percaya!"
"Kau tidak percaya, yaa sudah," nona itu melotot besar. "Aku sih tak ada waktu untuk menemani kau berdebat, jika ingin berdebat, silahkan berdebat sendiri dengan setan, kalau aku mah mau pergi saja."
Kemudian setelah melemparkan sekulum senyuman yang sangat manis, nona itu membalikkan badan dan beranjak pergi.
Dengan dipenuhi pelbagai kecurigaan serta perasaan tak habis mengerti, Sik Tiong Giok menyaksikan bayangan punggung nona itu menjauh dari situ.
Bila dilihat dari potongan badan, bentuk serta raut wajahnya, sudah jelas nona itu adalah Cu Siau hong, mengapa dia mengaku marga Li"
Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya : "Jangan-jangan di masih mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan"
Lebih baik kutanyakan masalah ini sampai jelas..."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, gadis sudah berada sepuluh kaki lebih dari tempat semula bahkan meluncur terus ke depan dengan amat cepatnya menuju ke sebuah hutan lebat.
Melihat gadis itu sudah hampir masuk ke dalam hutan, tiba-tiba Sik Tiong Giok berteriak keras : "Nona, tunggu dulu!"
Sementara itusi nona sudah tiba di sisini hutan, ketika mendengar suara panggilan tersebut ia berhenti sambil memandang sekejap ke arah Sik Tiong Giok, kemudian diiringi suara tertawa merdu, tubuhnya segera menyelinap masuk ke dalam hutan dan lenyap dari pandangan mata.
Sik Tiong Giok tak berani berayal lagi, berhubung ia sudah tahu kalau ilmu meringankan tubuh yang dimiliki lawan tidak lemah, jangan lagi dia memasuki hutan lebat, biar di daratan yang datar pun belum tentu ia bisa mengejarnya, apalagi dalam keadaan begini.
Maka dengan cepat ia mengeluarkan ilmu meringankan tubuh
"larian serigala"nya untuk menerjang ke arah hutan dengan kecepatan luar biasa.
Tiba di tepi hutan, tanpa berhenti pemuda itu menarik napas panjang kemudian di dalam beberapa kali lompatan saja tubuhnya sudah berada puluhan kaki di dalam hutan, saat itulah dia baru melakukan pemeriksaan atas keadaan di sekeliling tempat itu.
Namun bayangan tubuh gadis tadi sudah hilang lenyap tak berbekas.
Sik Tiong Giok termenung sebentar, kemudian meneruskanlagi pencariannya atas hutan tersebut.
Namun sepanjang jalan ia tak berhasil menermukan sesuatu apapun, jangan lagi bayangan tubuhnya, suara setitikpun tak kedengaran.
Atas kejadian tersebut, Sik Tiong Giok menjadi sangat curiga, segera pikir : "Berbicara soal ilmu meringankan tubuh yang kumiliki, semestinya tidak berada di bawah kemampuan lawan, betul aku berangkat sedikit lebih lamban, namun ilmu "lari serigala" ajaran suhu merupakan suatu ilmu meringankan tubuh yang sangat termashur di dalam dunia persilatan, aku tak percya kalau tak berhasil menyusulnya dirinya.
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja satu ingatan melintas di dalam benaknya, ia segera berpikir : "Bisa jadi nona bukan Cu Siau hong, ia sangat binal dan nakal, tapi aneh, mengapa justru memiliki raut wajah yang begitu mirip dengannya?"
Baru saja ingatan tadi melintas di dalam benaknya, mendadak dari kejauhan situ kedengaran suara genta dibunyikanorang.
"Traaang... traaaang..."
Mendengar suara genta tersebut sekali lagi Sik Tiong Giok merasakan hatinya tergerak. Niatnya untuk melakukan
penggeledahan sisa daerah di sekitarnya segera dihilangkan, dia membalikkan tubuh dan berlarian menuju ke arah mana
berasalnya suara genta tersebut.
Tiga lima li dapat dilalui dengan cepat, setelah semakin mendekat tampak olehnya sebuah bangunan biara muncul di balik tikungan bukit sebelah depan.
Pemuda itu segera mempercepat larinya, dalam dua tiga kali lompatan ia sudah sampai di depan pintu biara kemudian tanpa berpikir panjang dia masuk dengan melompati pagar pekarangan.
Tapi sebelum langkah lebih jauh diambil, satu ingatan kembali melintas dalam benaknya. Ingatan tersebut membuatnya menjadi ragu-ragu untuk bertindak lebih jauh.
"Bagaimana pun juga, tempat ini adalah sebuah biara untuk kaum rahib..." demikian ia berpikir, "padahal aku seorang lelaki; masa aku mesti masuk tanpa permisi" Andaikata secara kebetulan rahib sedang bertukar pakaian atau mandi, waaah...
kan bisa berabe, bisa aku dituduh lagi mengintip mereka mandi."
Sementara itu dari belakang situ kedengaran suara bok hi dipukul orang dengan lirih, irama yang teratur mengiringi panjatan doa bergema memecahkan keheningan.
Waktu itu magrib sudah menjelang tiba, meski tidak terlalu gelap namun kabut hampir menyelimuti seluruh permukaan tanah.
Sik Tiong Giok segera melompat turun dan berjalan menelusuri sebuah jalan setapak menuju ke gedung utama bagian belakang.
Aneka bunga tumbuh di sekeliling halaman, pada ujung serambi bagian kanan terdapat sebuah pintu bulat, dari sanalah suara bok hi tersebut berasal.
Sik Tiong Giok memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling sana, kemudian melanjutkan perjalannya dengan menelusuri serambi panjang itu.
Belum jauh dia melangkah, tiba-tiba terdengar seseorang membentak dengan suara yang nyaring, "Lihat serangan!"
Kemudian terasa tiga gulung desingan angin dingin menyerang tubuhnya.
Serangan macam ini bukan cuma disertai dengan tenaga serangan yang kuat, datangnya ancaman pun sangat cepat bagaikan sambaran kilat.
Bukan cuma begitu, kecuali senjata rahasia yang meluncur dari arah tengah langsung mengancam badan, dua batang yang lain justru datang dari sisi dan kanan.
Berada dalam keadan seperti ini, entah kemanapun dia hendak berkelit, sulit untuk meloloskan diri dari lingkungan pengaruh senjata rahasia lawan.
Namun Sik Tiong Giok sendiripun termasuk seorang ahli ilmu senjata rahasia, dengan cekatan sekali dia mengeluarkan ilmu
"gelindingan serigala" untuk meloloskan diri dari sergapan ketiga batang senjata rahasia tersebut.
Ditinjau dari suara senjata rahasia yang membentur tanah, pemuda itu segera mendapat tahu kalau senjata rahasia yang dipergunakan untuk menyerang adalah biji tasbeh yang terbuat dari kayu, hal mana semakin mengejutkan hatinya, tanpa terasa pikirnya : "Pihak lawan dapat melancarkan serangan dengan disertai tenaga yang begitu kuat, padahal cuma memakai biji tasbeh yang terbuat dari kayu, nyata sekali bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang ini benar-benar amat sempurna..."
Begitu berhasil menggelinding di atas tanah dan meloloskan diri dari sergapan, pemuda itu segera melompat bangun.
Pada saat itulah dari balik tiang serambi melompat keluar seorang niko bertasbeh yang memakai baju lebar.
Nikou itu baru berusia lima puluh tahunan, berwajah keren dan bermata tajam, dengan suara dingin ia segera menegur :
"Manusia jahanam, besar nian nyalimu berani menyatroni kuil bambu Siu tiok an kami di tengah malam begini, jangan kabuar..."
Buru-buru Sik Tiong Giok membungkukkan badan memberi hormat, katanya dengan cepat : "Taysu, harap kau suka mendengarkan penjelasanku lebih dulu..."
"Tak usah kau jelaskan," tukas si nikou tanpa emosi, "pokoknya siapa yang berani mendatangi kuil Siu tiok an kami di tengah malam buta, berarti dia memiliki ilmu silat yang hebat, pinni ingin mencoba dulu seratus gebrakan dengannya."
"Betapa pun besarnya nyaliku, aku juga..."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba segulung desingan angin dingin telah menyerang lagi dadanya.
Pendekar Remaja 11 Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo Pertemuan Di Kotaraja 6