Pencarian

Pedang Hati Suci 1

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Bagian 1


" PEDANG HATI SUCI C E R I T A S I L A T T I O N G K O K
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong " Disadur oleh Gan KL
Daftar Isi D JI LI D 1 D JI LI D 2 D JI LI D 3 D JI LI D 4 D JI LI D 5 D JI LI D 6 D JI LI D 7 D JI LI D 8 D JI LI D 9 D JILI D 10 D JILI D 11 1 5 9 9 5 1 37 1 75 2 21 2 67 2 99 3 31 3 69 4 07 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tok .... Tak-tok... tok trok tok ... taaak!
Djilid 1 Begitulah bunji serentetan beradunja dua batang kadju, terkadang berhenti agak lama,
menjusul lantas berbunji pula dengan tjepat.
Tempat itu adalah sebuah kampung Moa-keh-po diluar kota Wanling di wilajah propinsi
Oulam barat. Didepan tiga buah gubuk jang berderetan itu ada seorang kakek sedang
menganjam sepatu rumput. Trekadang dia mendongak mengikuti pertarungan antara sepasang
muda-mudi dilapangan djemuran padi sana.
Usia kakek itu kira kira setngah abad namun mukanja sudah penuh keriput, rambutnja lebih
separuh sudah ubanan, suatu tanda banjak penderitaan pedjuangan hidup. Tapi waktu itu
tampak dia mengulum senjum, ia puas terhadap pertandingan pedang sepasang muda-mudi itu.
Pemudi jang sedang bertanding itu berumur antara 17-18 tahun berwadjah bundar, bermata
djeli. Keringatnja sudah membasahi keningnja dan mengutjur pula kepipinja. Ketika ia
mengusap keringat dengan lengan badjunja, makin tjantiklah tampaknja gadis itu.
Adapun usia pemuda itu lebih tua dua-tiga tahun daripada si gadis. Berperawakan djangkung,
kulitnja hitam, tulang pipinja agak menonjol, tangan kasar, kaki besar, itulah tjiri tjiri khas anak
petani.Pedang kadju jang dimainkannja itu tampil sangat tjepat dan lintjah.
Sekonjong-konjong pedang kadju pemuda itu menabas dari atas pundak kiri miring kebawah.
Menjusul tanpa menoleh pedangnja berputar dan menusuk kebelakang. Namun si gadis
sempat menghindar dengan mendekan kepalanja, habis itu iapun membalas menusuk beberapa
kali. Mendadak pemuda itu mundur dua tindak, habis itu ia bersuit panjang sekali, pedangnja
berputar, tjepat ia menebas ke kanan dan kekiri beruntun-runtun tiga kali. Karena kewalahan,
tiba tiba si gadis itu menarik pedangnja dan berdiri tegak tanpa menangkis, bahkan omelnja:
baiklah anggap kau lihai, sudah boleh engkau membatjok mati aku!"
Sama sekali pemuda itu tak menduga bahwa sigadis bisa mendadak berhenti dan tidak
menangkis, padahal tabasan ketiga itu sedang dilontarkan kepinggang lawan. Dalam kedjutnja,
lekas lekas pemuda itu hendak menarik kembali serangannja, namun tenaga jang dikeluarkan
itu sudah kadung terlalu kuat, "plek", sekuatnja ia kesampingkan pedangnja, tapi tidak urung
lengan kiri sendiri terketok oleh senjata endiri. Dalam kaget dan sakitnja tanpa merasa ia
menjerit sekali. SERIALSILAT.COM ? 2005 1 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Gadis itu tertawa geli, katanja: "Huh, malu tidak kau" Tjoba kalau senjatamu itu adalah pedang
sungguhan, bukankah lenganmu itu sudah terkutung?"
Wadjah si pemuda jang kehitam-hitaman itu mendjadi merah, sahutnja: "Aku kuatir tabsanku
tadi mengenai badanmu, karena itu tanganku sendiri jang terkena. Kalau benar2 mau
bertempur dengan musuh, masakan orang mau mengalah padamu" Suhu, haraplah engkau
memberi pendapat jang adil" Apa betul tidak kataku ini?" ~ Kata terachir ini ia tudjukan pada
si kakek jang masih asjik menjelesaikan sepatu rumputnja itu.
Sambil memegangi sepatu rumputnja jang setengah selesai itu, sikakek berbangkit dan
berkata:"Diantara 50-an djurus permulaan kalian itu masih boleh djuga, tapi djurus djurus
belakangan makin lama semakin tak keruan." Ia ambil pedang kayu dari sigadis, ia pasang
kuda2 dan melontrakan suatu serangan bergaya miring lalu katanja pula: "Ini adalah djurus
"Koh-hong-han-siang-lay" (bandjir datang ber-teriak2), menjusul ini adalah "Si-heng-put-kan-
ko" (ketemu lintang tidak berani lewat). Karena melintang maka harus menabas dan tidak
boleh menusuk kedepan ...."
Sedang kakek itu asyik mentjerotjos dengan teori ilmu pedangnja, se-konjong2 terdengar suara
ketawa orang ter-bahak2 dibalik timbunan tjermai sana.
Untuk sedjenak sikakek melengak, tapi setjepat panah ia terus melompat kesana. djangan
menjangka sikakek sudah ubanan gerak-geriknja ternjata sangat gesit dan tjekatan, sedikitpun
tidak kalah daripada anak muda.
Ia mengira suara orang terbahak itu tentu lagi mentertawai tjaranja dia memberi peladjaran
ilmu pedang pada muridnja tadi. Tapi demi melihat siapa orang itu ia menjadi tahu duduknja
perkara. Kiranja dibalik timbunan djerami itu berduduk seorang pengemis tua yang lagi sibuk
mentjari tuma dari badjunja yang rombeng dan berbau itu lantaran tidak pernah ditjutji.
Sembari mentjari tuma, pengemis itu berjemur diri dibawah sinar sang surya. Ketika dapat
menangkap seekor tuma, tjepat-tjepat ia masukkan kemulutnja terus dikeletak lalu ia tertawa
ter-bahak2 dan berkata:"Huh, lari kemana kau sekali ini. Haha, kembali seekor lagi!"
Kakek itu tersenjum dan putar balik ketempatnja tadi, ia mengulangi pula permainan beberapa
djurus Kiam-hoat tadi. Njata permainannja djauh berbeda daripada kedua anak muda,
gerakannja tjepat dan gayanja indah, keruan kedua anak muda-mudi itu merasa kagum tak
terhingga hingga bertepuk tangan memudji.
Kakek itu kembalikan pedangnja kepada sigadis, katanja:"Kalian boleh melatih sekali lagi. A
Hong djangan main kelakar, tadi kalau bukan Suko sengadja mengalah, tentu djiwamu sudah
melayang!" Gadis itu meleset lidah sekali, mendadak pedangnja terus menusuk dengan tjepat luar biasa.
SERIALSILAT.COM ? 2005 2 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Pemuda itu belum lagi ber-siap2, dalam keadaan kelabakan ia masih sempat menangkis. Tapi
karena telah didahului sigadis ia menjadi ketjetjar hingga untuk semenatar tak mapu
melantjarkan serangan balasan.
Ketika dia sudah terdesak dan tampaknja segera akan kalah, tiba2 dari arah timur sana ada
suara derapan kuda yang ber-detak2. Seorang penunggang kuda tampak mendatang dengan
tjepat sekali. "Siapakah itu jang datang?" kata sipemuda.
"Sudah kalah djangan main belit! Siapapun jang datang tiada sangkutpautnja dengan engkau!"
bentak sigadis dan be-runtun2 ia menjerang tiga kali pula.
Sekuatnja pemuda itu menangkis sambil mendjawab dengan gusar: "Memangna apa kau sangka
aku djeri padamu?" "Mulutmu jang tidak djeri, tapi hatimu takut!" sahut sigadis sambil menusuk kekanan dan
kekiri, dua serangan jang tjepat dan indah.
Tatkala itu sipenunggang kuda tadi sudah dekat dan memberhentikan kudanja, melihat
serangan sigadis itu, tak tertahan lagi ia berseru: "Bagus! Serangan hebat! Thian-hoa-loh-put-
tjin, Kau-dju-niu-ham-hui!" (bunga dilangit bertebaran, di-mana2 burung terbang mentjari
makan)." Mendengar itu, sigadis bersuara heran sekali dan mendadak melompat mundur untuk
mengamat-amati pendatang asing itu. Ia lihat orang berusia antara 23-24 tahun, berdandan
perlente sebagai lazimnja putera hartawan dikota. Tanpa merasa wadjah sigadis mendjadi
merah djengah, serunja kepada sikakek: "Tia (ajah), ken............ kenapa dia tahu?"
Memangnja sikakek djuga sedang heran demi mendengar sipenunggang kuda itu dapat
menjebut nama2 tipu serangan gadisnja tadi, maka ia bermaksud menegurnja.
Sementara itu, sipenunggang kuda sudah lantas melompat turun dan mendekati sikakek, ia
memberi hormat dan berkata: "Numpang tanja, Lotiang, di Moa-keh-po sini ada seorang ahli
pedang, namanya Djik Tiang-boat, Djik-loyatju, dimanakah tempat tinggalnja?"
"Aku sendirilah Djik Tiang-hoat," sahut sikakek itu. "Untuk apakah Toaya (tuan) mentjarinja?"
Segera pemuda gagah itu mendjura ketanah, katanja: "Wanpwe bernama Bok Heng, dengan ini
memberi hormat kepada Susiok. Wanpwe diperintahkan Suhu untuk mentjari Djik-susiok."
"Haha, djangan sungkan2, tak usah banjak adat!" sahut Djik Tiang-hoat dengan tertawa sambil
membangunkan pemuda itu. Ketika tangan memegang tangan, ia sengadja kerahkan sedikit
tenaga dalam hingga separoh tubuh pemuda itu mendjadi kaku linu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 3 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dengan muka merah Bok Heng berbangkit, katanja: "Wah, Djik-susiok telah mengudji
Wanpwe, sekali ketemu Wanpwe sudah memalukan."
"Lwekangmu memang masih kurang kuat," udjar Tiang-hoat dengan tertawa. "Kau adalah
murid keberapa dari Ban-suko?"
Kembali muka Bok Heng merah djengah, sahutnja: "Wanpwe adalah murid Suhu jang kelima.
Biasanja Suhu suka memudji Lwekang Djik-susiok sangat tinggi, mengapa baru ketemu sudah
gunakan Wanpwe sebagai pertjobaan?"
Djik Tiang-hoat ter-bahak2, katanja: "Apakah Ban-suko baik2 sadja" Sudah belasan tahun kami
tidak bertemu." "Berkat pudji Susiok, beliau sangat baik," sahut Bok Heng. "Kedua Suko dan Sutji ini tentunja
murid2 pilihan Susiok bukan?"
Segera Djik Tiang-hoat memanggil sipemuda dan sigadis tadi: "A Hun, A Hong, hajo lekas
kemari menemui Bok-suko. Nah, ini adalah muridku satu2nja Tik Hun, dan ini adalah
puteriku A Hong. Ala, dasar gadis desa, pakai malu2 segala, Bok-suko adalah orang sendiri,
kenapa mesti malu?" Kiranja Djik Hong lagi mengumpet dibelakangnja Tik Hun, dengan likat ia sedang tersenjum
sambil mengangguk sadja. Sebaliknja Tik Hun lantas menjapa: "Bok-suheng, Kiam-hoat jang
kau peladjari serupa dengan kami punja bukan" Kalau tidak, masakah sekali lihat engkau lantas
dapat menjebutkan tipu serangan Sumoay tadi?"
"Tjuh!" tiba2 Djik Tiang-hoat meludah keras2 ketanah. "Gurumu dan Suhunja adalah saudara
seperguruan, Kiam-hoat jang dipeladjari dengan sendirinja adalah sama, masakah perlu tanja
lagi?" demikian serunja dengan dongkol oleh ke-tolol2an muridnja itu.
Kemudian Bok Heng mengeluarkan empat matjam hadiah dari dalam rangsal jang tergantung
diatas kuda dan dipersembahkan kepada Tjiang-hoat, katanja: "Djik-susiok, Suhu mengirim
sedikit hadiah ini, harap Susiok sudi menerimanja."
Tiang-hoat mengutjapkan terima kasih, lalu suruh puterinja Djik Hong - menerima barang2
itu. Waktu Djik Hong membawa barang2 hadiah itu kedalam kamar dan memeriksanja, ia lihat
isinja adalah sepotong badju kuli domba rangkap kain sutera, sebuah gelang kemala hidjau,
sebuah kopiah beluderu dan sepotong djas tutup laken hitam. Dengan ketawa2 segera Djik
Hong membawa barang2 itu keluar sambil berseru: "Tia, tia! Selamanja engkau tidak pernah
memakai badju sebagus ini, kalau dipakai, wah, engkau bukan lagi pak tani, tapi mirip kaum
hartawan dan orang berpangkat!"
Melihat barang2 itu, Djik Tiang-hoat djuga terpesona.........
SERIALSILAT.COM ? 2005 4 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Malamnja diadakan perdjamuan sederhana, empat orang mengelilingi sebuah medja.
Sebelumnja Tik Hun pergi membeli tiga kati arak diwarung kampung sana, Djik Hong
menjembelih seekor ajam gemuk dan memetik pula sajur tanamannja sendiri diladang, ia
masak senampan Pek-tjam-khe (ajam masak dipotong2), sepiring Tjay-sim-keh-kiu (ajam
goreng sawi). Ketjuali itu ada pula satu mangkok atjar tjabe merah jang besar2.
Waktu Djik Tiang-hoat menanjakan maksud kedatangan Bok Heng. Segera pemuda itu
berkata: "Suhu menjatakan sudah belasan tahun tidak berdjumpa dengan Susiok, beliau sangat
kangen dan sebenarnja susah lama ingin bisa mengundjungi tempat tinggal Susiok sini, tjuma
Suhu setiap hari harus melatih "Soh-sim-kiam-hoat" hingga tak dapat tinggal pergi ......."
Waktu itu Tiang-hoat sedang angkat mangkok araknja, baru sadja dihirupnja sekali, se-
konjong2 ia mendengar utjapan Bok Heng itu, seketika arak jang sudah dihirup kedalam mulut
itu dimuntahkan kedalam mangkok lagi dan tjepat menanja: "Apa katamu" Gurumu sedang
melatih "Soh-sim-kiam?""
Wadjah Bok Heng ber-seri2, sahutnja: "Ja, tanggal lima bulan jang lalu Suhu telah berhasil
menjelesaikan Soh-sim-kiam jang hebat itu."
Karuan Tiang-hoat bertambah kaget, ia gabrukan mangkok araknja kemedja hingga sebagian
isinja muntjrat keluar dan membsahi medja dan lengan badjunja. Ia ter-mangu2 sedjenak, tapi
lantas ter-bahak2. Mendadak ia tepuk keras2 diatas pundak Bok Heng sambil berseru: "Hahaha,
dasar Suhumu itu memang sedjak ketjil sudah suka membual. "Soh-sim-kiam" itu bukan sadja
kakek-gurumu tidak berhasil melatihnja, bahkan bujut-gurumu djuga tidak bisa, apalagi
kepandaian gurumu djuga tjuma begitu sadja, hahaha, djangan kau tjoba menipu Susiokmu,
haha! Marilah minum!" Segera ia angkat mangkoknja tadi dan dituang kedalam
kerongkongannja. Menjusul ia tjomot sebuah tjabe merah jang besar terus diganjang mentah2.
Namun Bok Heng tidak terpengaruh oleh kata2 sang Susiok, katanja pula: "Ja, memang Suhu
sudah menduga pasti Susiok, takkan pertjaja, makanja tanggal 16 bulan jang akan datang
kebetulan adalah ulang tahun Suhu jang ke-50, beliau mengundang Susiok bersama Sute dan
Sumoay sudilah datang ke Hengtjiu untuk menghadiri perdjamuan sederhana. Pesan Suhu
kepada Wanpwe agar Susiok betapapun harus berkundjung kesana. Kata Suhu, beliau kuatir
"Soh-sim-kiam" jang baru djadi dilatihnja itu mungkin masih ada kekurangannja, maka Susiok
diminta suka memberi petundjuk dimana perlu."
Wadjah Djik Tiang-hoat agak berubah, tanjanja kemudian: "Djika begitu, apakah Djisusiok
Gian Tat-peng djuga sudah kau undang kesana?"
"Djedjak Gian-djisusiok tidak tertentu, maka Suhu sudah mengirim Djisuko, Samsuko dan
Sisuko untuk mentjarinja keberbagai pendjuru. Apakah Djik-susiok sendiri pernah mendengar
kabarnja Gian-djisusiok?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 5 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tiang-hoat tidak mendjawab, ia hanja menghela napas, kemudian katanja:" Diantara saudara
seperguruan kami bertiga, ilmu silat Djisuhengku jang paling tinggi. Kalau dia jang berhasil
mejakinkan "Soh-sim-kiam-hoat" mungkin masih dapat kupertjajai. Tetapi sekarang kau
mengatakan Suhumu sudah berhasil mejakinkannja, hehe, aku tidak pertjaja, aku tidak
pertjaja!" Terus sadja ia samber potji arak dan menuang penuh mangkoknja, sambil mengangkat
mangkok arak itu, ia tidak lantas meminumnja, tapi mendadak ia berseru: "Baik, tanggal 16
bulan depan aku pasti datang ke Hengtjiu untuk memberi selamat ulang tahun kepada gurumu
sekalian aku ingin lihat matjam apakah tentang "Soh-sim-kiam" jang katanja telah berhasil
dijakinkannja itu!" Habis berkata, kembali ia gabrukan mangkok araknja hingga isinja muntjrat keluar, kembali
medja itu bandjir arak lagi.
*** Tiga hari kemudian sesudah Bok Heng mohon diri pulang ke Hengtjiu. Pagi itu dengan tjemas
Djik Hong membuntuti seekor sampi jang sedang dituntun sang ajah menudju keluar
kampung. "Tia," demikian kata sigadis dengan suara murung, "kalau Tay Hong (sikuning) engkau djual,
tahun depan tjara bagaimana kita harus meluku sawah?"
"Tahun depan adalah urusan tahun depan, tak usah dipikirkan!" sahut Djik Tiang-hoat.
"Tiatia, bukankah baik2 kita tinggal disini" Biarpun desa, hidup kita aman tenteram. Untuk
apakah mesti pergi kekota Hengtjiu segala" Peduli apa Ban-supek berulang tahun, masakah
mesti mendjual Tay Hong guna sangu perdjalanan, kukira tidak perlu kita berbuat begitu."
"A Hong, ajah sudah berdjandji pada Bok Heng, maka harus berangkat kesana. Seorang laki2
sedjati sekali sudah omong, mana boleh didjilat kembali" Biarlah kubawa kau dan A Hun
kesana untuk menambah pengalaman, djangan selama hidup mendjadi gadis desa sadja!"
"Apa djeleknja mendjadi orang desa" Aku djusteru tidak pingin pengalaman apa segala. Sedjak


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketjil aku jang mengangap Tay Hong hingga besar, Tay Hong adalah satu2nja kawan kita jang
paling setia. Lihatlah, Tiatia, Tay Hong sedang menangis, ia tidak mau digiring pergi!"
"Nona bodoh! Sampi adalah binatang, dia tahu apa" Hajolah tinggal dirumah sadja kau!"
"Tidak, Tia, Tay Hong djangan kau djual, tentu dia akan disembelih jang membeli, aku tidak
tega." "Tidak, orang takkan menjembelihnja, tapi orang membelinja untuk meluku sawah."
SERIALSILAT.COM ? 2005 6 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Tiatia berdusta! Apa jang dibitjarakan sidjagal Ong dengan engkau kemarin" Tentu Tay Hong
dibeli olehnja untuk disembelih. Tia, lihatlah itu, Tay Hong sedang mengangis. O, Tay Hong,
aku tak mau ditinggalkan olehmu. Hun-ko, Hun-ko! Kemarilah lekas, Tiatia hendak mendjual
Tay Hong........" "A Hong, sebenarnja ajah djuga tidak tega mendjual Tay Hong. Akan tetapi kita sudah
menjanggupi Supekmu untuk datang kesana memberi selamat ulang tahun padanja, dengan
sendirinja kita takbisa pergi dengan tangan kosong. Pula engkau dan A Hun djuga perlu
mendjahit beberapa potong badju baru agar tidak dipandang hina orang. Supekmu omong
besar katanja sudah berhasil mejakinkan "Soh-sim-kiam-hoat", aku djusteru tidak pertjaja dan
ingin menjaksikannja dengan mata kepala sendiri. Nah, anak baik, tinggallah engkau dirumah!"
"Tay........ Tay Hong!" ratap Djik Hong dengan ter-guguk2. "Kalau kau hendak disembelih orang
melawanlah dengan tandukmu, lalu lari...... lari kembali sini. Ti........ tidak! Orang tentu akan
mengedjar kemari, lebih baik kau lari se-djauh2nja, ja, lari sadja kegunung........"
*** Setengah bulan kemudian, "Tiat-ho-heng-kang" Djik Tiang-hoat, sirantai badja melintang
disungai, bersama muridnja, Tik Hun dan puterinja, Djik Hong, telah sampai dikota Hengtjiu.
Waktu ia tanja dimana rumahnja "Ngo-in-djiu" Ban Tjin-san, sitangan pantjawarna, orang jang
ditanja mendjawab: "Masakah rumahnja Ban-loenghiong jang termasjhur masih perlu tanja" Itu
dia gedung jang paling besar, jang pintu gerbangnja bertjat merah!"
Tiang-hoat mengutjapkan terima kasih dan segera menudju kearah jang ditundjuk.
Ia memakai badju kulit baru hadiah dari Ban Tjin-san itu. Tik Hun dan Djik Hong djuga
memakai badju baru. Namun demikian ketiga orang itu tidak terlepas dari lagak-lagu orang
desa jang ke-tolol2an. Ketika sampai didepan gedung keluarga Ban itu, tertampaklah gedung itu penuh dihias
lampion jang berwarna-warni, tetamu hilir mudik tak ter-putus2. Mereka mendjadi ragu2
untuk memasuki gedung jang mentereng itu.
Selagi Djik Tiang-hoat hendak menanja pendjaga, tiba2 dilihatnja Bok Heng lagi berlari keluar,
karuan ia sangat girang, tjepat ia berseru: "Bok-hiantit, aku sudah datang!"
Dengan gembira Bok Heng lantas menjambut kedatangan mereka sambil menjapa: "Hai, Dji-
susiok telah tiba! Selamat datang, selamat datang! Memangnja Suhu sedang memikirkan Susiok
jang belum djuga kelihatan. Marilah masuk!"
Dan begitu Djik Tiang-hoat melangkah masuk, rombongan musik lantas membunjikan lagu
penjambutan. Ketika mendadak terompet ditiup, Tik Hun mendjadi kaget, hampir2 ia berlari
keluar lagi. Maklum anak desa!
SERIALSILAT.COM ? 2005 7 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sampai diruangan pendopo, tertampaklah seorang tua bertubuh kekar tegap sedang asjik
beramah-tamah dengan para tamu.
"Toasuko, aku sudah datang!" segera Djik Tiang-hoat menjapa.
Orang tua tadi tertjengang sekedjap se-akan2 tidak mengenalnja lagi. Tapi segera iapun
menjongsong kedatangan sang Sute itu dengan ber-seri2, serunja sambil ter-bahak2: "Hahahaha!
Losam, mengapa engkau sudah begini tua nampaknja, hampir2 aku pangling!"
Dan selagi kedua saudara seperguruan itu hendak berdjabatan tangan untuk menjatakan
kegembiraan masing2, tiba2 hidung mereka mengendus bau busuk kotoran. Menjusul
terdengarlah suara seorang jang mirip gembreng petjah sedang membentak: "Ban Tjin-san,
utangmu sepitjis padaku belasan tahun jang lalu, sekarang akan kau bajar kembali tidak?"
Tjepat Djik Tiang-hoat menoleh, maka tertampaklah ada seorang mendjingdjing satu ember
kaju jang berisi air kotoran manusia sedang digebjurkan kearah Ban Tjin-san.
Gerak-gerik Djik Tiang-hoat sangat tjepat, segera ia tarik badju kulitnja jang pandjang itu
hingga kantjing badju putus semua, menjusul badju itu lantas ditjopot dan setjepat kilat terus
dipentang hingga mirip lajar dan dialangkan untuk menahan kotoran jang menghambur tiba
itu. Bahkan ia terus dorongkan lajar badju itu kedepan hingga air kotoran itu berbalik hendak
menjiram tuannja. Tjepat orang itu lemparkan ember kotoran jang dilawannja sambil melompat kesamping.
Maka terdengarlah suara gemerantang dan gedebukan, ember kaju itu bersama badjunja Tiang-
hoat jang penuh kotoran itu djatuh kelantai semua hingga lantai pendopo itu berlumuran
kotoran jang berbau batjin. Saking tak tahan, banjak tamu jang terpaksa mesti menekan
hidung. Ternjata orang itu penuh berewok jang pendek kaku, badannja tinggi besar, dengan gagah ia
berdiri tegak sedang ter-bahak2 mengedjek: "Hahaha! Ban Tjin-san, djauh2 aku datang kemari
untuk memberi selamat ulang tahunmu, karena tidak membawa kado apa2, hanja emas murni
berlaksa tahil inilah jang bisa kupersembahkan!" Ia berkata sambil menuding "pisang goreng"
dan "leleh kuning" jang penuh berserakan dilantai itu.
Karuan murid2 Ban Tjin-san jang berdjumlah delapan orang itu mendjadi murka. Masakah
ruangan perdjamuan jang sudah dipadjang indah itu mendadak dikatjau orang hingga berbau
busuk sedemikian rupa. Seketika mereka merubung madju hendak membekuk pengatjau itu
untuk dihadjar setengah mati.
Namun Ban Tjin-san keburu membentak: "Berhenti semua!"
Mendengar perintah sang guru itu, kedelapan murid itu tidak berani membangkang. Terpaksa
mereka berdiri ditempat masing2 dengan mengepal tangan. Murid kedua, Tjiu Kin, wataknja
SERIALSILAT.COM ? 2005 8 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
paling kasar, terus sadja ia memaki kalang kabut dari anaknja sampai kakek-mojang
delapanbelas keturunan orang itu ditjatjinja habis2an.
Namun Ban Tjin-san telah dapat mengenali asal-usul siberewok itu, katanja: "E-eh, kukira
siapa, tak tahunja adalah Lu-toatjetju dari Thayheng san jang telah sudi berkundjung kemari.
Agaknja paling achir ini Lu toatjetju telah mendjadi orang kaja mendadak, emas intan dirumah
sudah ber-lebih2an, maka selalu membawa pula untuk sangu setiap kali bepergian."
Mendengar bahwa siberewok itu adalah Lu-toatjetju dari Thay-heng-san, para tamu jang hadir
itu mendjadi gempar dan ramai membitjarakannja.
Kiranja siberewok itu bernama Lu Thong, seorang begal besar sangat lihay di Thay-heng-san,
terutama kepandaiannja Liok-hap-to dan Liok-hap-kun sangat disegani kaum Kangouw di
sekitar lembah Hongho. Maka terdengarlah Lu Thong sedang berkata sambil mendjengek: "Hm, 10 tahun jang lalu,
tatkala kami bersaudara sedang melakukan pekerdjaan biasa di kota Thaygoan, tapi ada orang
jang diam2 telah melapor kepada jang berwadjib hingga usaha kami gagal. Bahkan saudaraku
Lu Ho tertangkap dan djiwanja melajang. Dan barulah tiga tahun jang lalu aku dapat
mengetahui bahwa pelapor jang budiman itu tak-lain-tak-bukan adalah engkau orang she Ban
ini. Nah, bitjaralah betul tidak?"
"Betul! Memang akulah jang telah melaporkan perbuatan kalian itu," sahut Tjin-san dengan
tenang. "Kita orang Kangouw mentjari sesuap nasi dengan djalan merampok dan membegal
masih dapat dimengerti. Tetapi saudaramu Lu Ho telah memperkosa anak gadis orang dan
sekaligus membunuh empat orang tak berdosa. Hal ini biarpun siapa djuga akan murka, maka
aku orang she Ban tidak bisa tinggal diam."
Kembali para tamu gempar pula oleh keterangan itu. Be-ramai2 mereka memaki: "Bangsat jang
terkutuk!" ~ "Perampok andjing, tangkap sadja dia!" ~ "Maling tjabul, berani kau berlagak
kerumah Ban-loenghiong sini?"
Namun Lu Thong tidak menghiraukan makian orang banjak itu, mendadak ia melompat
kedepan ruangan, ia ajun sebelah tangannja terus memotong keatas pilar, maka terdengarlah
suara gemuruh, pilar kaju jang bulat tengahnja belasan senti itu telah dipatahkan olehnja hingga
atap rumah itu ambruk sebagian, seketika debu pasir bertebaran diruangan itu.
"Ban Tjin-san, djika engkau benar2 laki2 sedjati, hajolah madju, mari kita tentukan siapa jang
akan mati dan hidup!" terdengar Lu Thong berteriak menantang.
Melihat Lu Thong pamerkan kepandaiannja "Tiat-pi-kang" atau ilmu tangan badja, semua
orang terkesiap. Mereka terbajang bagaimana djadinja kalau orang kena dihantam oleh pukulan
sakti itu. SERIALSILAT.COM ? 2005 9 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Namun Ban Tjin-san telah mendjawab dengan tertawa dingin: "Wah, sepuluh tahun tidak
bertemu, ternjata kepandaian Lu-toa-tjetju sudah djauh lebih madju. Tjuma sajang manusia
matjam kau ini, semakin tinggi kepandaianmu, semakin banjak kedjahatan jang kau lakukan.
Meskipun orang she Ban sudah tua bangka djuga ingin minta peladjaran padamu." ~ sembari
berkata, dengan kalem terus sadja ia melangkah madju.
Tapi tiba2 diantara orang banjak itu menerobos keluar seorang pemuda bermata besar dan
beralis tebal, diam2 pemuda itu mendekati belakangnja Lu Thong, sekali kedua tangannja
bergerak, tjepat sekali ia gantol kedua tangan lawan sambil tangannja menjikap tengkuk orang.
Bahkan pemuda itu terus berteriak: "Kau telah bikin kotor badju baru guruku, lekas kau
memberi ganti!" Ternjata pemuda itu adalah Tik Hun, murid tunggal Djik Tiang-hoat.
Segera Lu Thong pentang lengannja dengan maksud hendak mementalkan pemuda jang
menjingkapnja dari belakang itu, namun sia2 sadja usahanja, tak terduga olehnja bahwa dasar
tenaga pembawaan Tik Hun teramat hebat, apalagi dengan mati2an pemuda itu menjikap
sekuatnja. Untuk menjerang pemuda itu dengan Tiat-pi-kang jang lihay itu terang tidak dapat, sebab
pukulan itu harus dilontarkan kedepan atau kesamping, tapi Tik Hun kini menjikapnja dari
belakang. Dalam keadaan kepepet dan gusar, mendadak tangan kanan Lu Thong merogoh
keselangkangan Tik Hun sambil membentak: "Lepaskan tidak!"
Karuan Tik Hun kaget, kalau serangan musuh kena sasarannja, kan bisa kelengar dia. Terpaksa
ia melepaskan musuh. Lu Thong ternjata sangat tjekatan, begitu terlepas dari sikapan lawan, sekali putar tubuh,
kontan ia menghantam dengan tipu "Oh-liong-tam-hay" atau naga hitam masuk kelaut, dada
Tik Hun jang diintjar. Namun Tik Hun sempat melompat mundur sambil berseru: "Aku tidak ingin berkelahi
dengan kau. Tapi badju guruku jang baru itu telah kau bikin kotor, badju itu baru pertama kali
ini dipakai, kau harus ganti.........."
"Anak dogol mengotjeh apa2an?" bentak Lu Thong dengan gusar.
Tapi Tik Hun tetap tidak mau terima, ia menubruk madju pula sambil berteriak lagi: "Kau
mau ganti atau tidak?"
Sebagai anak tani umumnja, ia paling sajang terhadap setiap harta-benda berasal dari hasil
keringatnja sendiri itu. Ia lihat badju baru sang guru jang diperolehnja dengan mendjual sampi
piaraannja, tapi kini telah dibikin kotor begitu rupa, karuan sadja ia sangat gegetun. Iapun tidak
peduli ada perselisihan apa diantara Lu Thong dan Ban Tjin-san, jang dia pikir tjuma badju
baru sang guru itu harus mendapat ganti.
SERIALSILAT.COM ? 2005 10 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Harap mundur, Tik-hiantit, badju gurumu itu biar nanti aku jang ganti!" segera Tjin-san
membudjukinja. "Tidak, dia jang harus mengganti, kalau dia nanti menggelojor pergi dan engkau djuga tidak
mengaku utang, kan rugi Suhu," demikian kata Tik Hun. Sambil berkata, kembali ia hendak
mendjambret dada Lu Thong.
Sudah tentu Lu Thong tidak gampang lagi dipegang, "blang", kontan Tik Hun malah kena
digendjot sekali didadanja hingga pemuda itu ter-hujung2 hampir roboh.
"Hiantit mundur sadja!" seru Tjin-san pula, nadanja sudah agak keras.
Namun Tik Hun sudah kadung kesakitan, matanja mendjadi merah, bentaknja kepada Lu
Thong: "Kau tak mau ganti badju orang, sekarang malah menghantam orang pula, kau tahu
aturan tidak?" "Huh, mau apa kalau kuhadjar anak dogol matjammu?" sahut Lu Thong tertawa.
"Akupun balas hadjar kau!" bentak Tik Hun sambil dojongkan tubuhnja kedepan sedikit,
tapak tangan kiri pura2 memotong miring, tahu2 tapak tangan kanan jang menjodok kedepan
dari bawah. Lu Thong rada heran djuga, pikirnja: "Ilmu pukulan anak dogol ini masih boleh djuga." ~
Segera iapun keluarkan silatnja untuk balas menjerang.
Serang-menjerang kedua orang dilakukan tjepat lawan tjepat, maka dalam sekedjap sadja sudah
berlangsung belasan djurus.
Sedjak ketjil Tik Hun mendapat didikan Djik Tiang-hoat, setiap hari selalu berlatih dengan
sang Sumoay, jaitu Djik Hong, maka pengalamannja dalam hal bertempur sudah banjak
baginja. Karena itu, meski Lu Thong adalah seorang tokoh kalangan bandit jang lihay, untuk
sesaat djuga takbisa mengalahkan pemuda itu. Beberapa kali Lu Thong mengeluarkan Tiat-pi-
kang untuk memukul, namun selalu dapat dihindarkan Tik Hun dengan gesit, dua kali pundak
pemuda itu kena digebuk olehnja, namun dasar kekar kuat dan keras tulang Tik Hun, maka
dianggap sepi sadja hantaman2 itu.
Setelah beberapa djurus pula, Lu Thong mendjadi gopoh, ia pikir djauh2 dirinja datang kemari
hendak membalas sakit hati, tapi seorang muda kerotjo pihak lawan sadja tak mampu
merobohkannja, kalau kedjadian ini tersiar, kemana mukanja harus disembunjikan"
Segera Lu Thong ganti ilmu pukulannja, tiba2 ia tjampurkan Kau-kun dan lain2 gaja pukulan
kedalam Liok-hap-kun kebanggaannja itu. Ia mentjakar, meraup, meraih, menarik dan
SERIALSILAT.COM ? 2005 11 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
menendang; lalu ditambah lagi dengan gaja kutjing andjlok, andjing lari, kelintji mentjolot,
elang mabur, kuda mendepak dan gaja lain2nja jang serba aneh dan lutju perubahannja.
Karuan Tik Hun bingung karena tidak pernah menjaksikan permainan silat aneh itu, ber-
ulang2 ia kena didepak dua kali dipahanja.
Melihat pemuda itu sudah pasti bukan tandingan musuh, kembali Ban Tjin-san membentak
lagi: "Mundurlah Tik-hiantit, engkau takdapat menangkan dia!"
Namun watak Tik Hun sangat bandel, teriaknja: "Takbisa menang djuga mesti lawan dia!"
Tapi "blang", kembali dadanja kena digendjot sekali lagi.
Menjaksikan sang Suko berulang kali dihadjar musuh, Djik Hong mendjadi ikut kuatir, segera
iapun berseru: "Suko, berhentilah kau, biar Ban-supek jang bereskan keparat itu!"
Akan tetapi Tik Hun masih terus menjeruduk madju dengan mati2an sambil mem-bentak2:
"Aku tidak takut, aku tidak takut!"
"Tjrot", batang hidung Tik Hun tepat kena ditojor musuh, karuan sadja terus keluar ketjapnja.
Ban Tjin-san mengkerut kening melihat kebandelan pemuda itu, katanja kepada Djik Tiang-
hoat: "Sute, dia tidak mau menurut perintahku, harap engkau suruh dia mundur."
"Biar, dia tahu rasa dulu, sebentar aku jang madju untuk melajani Djay-hoat-toa-tjat (badjingan
perusak wanita) itu!" sahut Tiang-hoat.
Pada saat itulah tiba2 dari luar berdjalan masuk seorang pengemis tua jang bermuka kotor,
badju dekil dan rambut kusut, sebelah tangannja membawa sebuah mangkok butut, tangan
lain memegang tongkat bambu dengan suaranja jang serak2 lemah sedang me-minta2:
?"Kasihan, tuan! Harini tuan besar ada hadjat, sudilah memberi sedekah barang sesuap nasi!"
Tapi karena perhatian semua orang sedang ditjurahkan untuk mengikuti pertarungan Tik Hun
jang mati2an sedang melawan Lu Thong, maka tiada seorangpun jang gubris pada pengemis tua
itu "Kasihlah, tuan! Hamba sudah kelaparan. Kasihlah tuan!" demikian pengemis itu me-rintih2
pula sambil madju lebih dekat.
Se-konjong2 pengemis itu terpeleset oleh kotoran jang berlumuran dilantai itu, ia mendjerit
dan djatuh kedepan, tangannja kelabakan se-akan2 dipakai menahan kelantai, dan karena itu
mangkok dan tongkat bambu jang dipegangnja itu ikut mentjelat dari tjekalannja.
SERIALSILAT.COM ? 2005 12 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Aneh djuga dan setjara sangat kebetulan, mangkok itu dengan tepat kena timpuk di "Tji-sit-
hiat" ditengkuk Lu Thong, sedangkan tongkat bambu itu djuga menutuk "Kiok-tjoan-hiat"
dibalik lutut. Seketika Lu Thong merasa kakinja mendjadi lemas dan tekuk lutut kelantai, berbareng antero
tubuhnja terasa linu pegal se-akan2 kehabisan tenaga. Kesempatan itu tidak di-sia2kan oleh Tik
Hun, kedua kepalannja bekerdja susul-menjusul, "blang-bleng" dua kali, badan Lu Thong
segede kerbau itu kena dihantam mentjelat dan tepat djatuh tengkurap ketengah petjomberan
jang dibawanja sendiri tadi.
Perubahan itu sungguh diluar dugaan siapapun djuga hingga semua orang ternganga heran.
Sementara itu Lu Thong telah merangkak bangun dengan malu, tanpa menghiraukan lagi
badannja jang bersemir "emas" itu, dengan sipat kuping ia berlari pergi.
Semua tetamu ter-bahak2 geli, be-ramai2 merekapun mem-bentak2: "Tangkap dia. Djangan
lepaskan!" ~ "Tjegat badjingan itu, tangkap!"
Sudah tentu gemboran orang2 itu hanja sebagai gertakan belaka, tapi Tik Hun sangka
sungguh2, iapun ikut berteriak: "Bangsat, ganti dulu badju guruku!" ~ Sembari berteriak, terus
sadja ia hendak mengedjar benar2.
Tapi baru dua langkah, tiba2 lengannja terasa dipegang orang dengan kuat hingga takbisa
berkutik. Waktu berpaling, ia lihat orang jang memegangnja itu adalah sang guru.
"Kemenanganmu hanja setjara kebetulan, masih kau hendak mengedjar apa?" kata Djik Tiang-
hoat. Djik Hong lantas keluarkan saputangannja untuk mengusap darah dimuka Tik Hun. Ketika
melihat badju baru sendiri djuga penuh berlepotan darah, Tik Hun mendjadi kuatir, serunja:
"Wah, tjialat, badjuku djuga kotor!"
Dalam pada itu sipengemis tua tadi tampak sedang berdjalan keluar sambil mengomel: "Minta
nasi tidak dapat, malahan kehilangan mangkok!"
Tik Hun tahu sebabnja bisa menangkan Lu Thong tadi adalah berkat djatuhnja pengemis itu.


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka tjepat ia merogoh keluar segenggam mata uang, ia lari mendekati pengemis itu dan taruh
uangnja ditangan sipengemis.
"Terima kasih, terima kasih!" kata pengemis itu sambil berdjalan pergi.
Malamnja Ban Tjin-san mengadakan perdjamuan makan besar2an untuk menghormati tamu
jang datang dari berbagai tempat.
Ditengah perdjamuan sudah tentu banjak orang membitjarakan kedjadian lutju disiang hati itu.
Semuanja menjatakan redjeki Tik Hun sangat baik, sudah terang akan kalah, kebetulan datang
SERIALSILAT.COM ? 2005 13 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
seorang pengemis dan djatuh terpeleset hingga perhatian Lu Thong terkatjau dan kena
dirobohkan Tik Hun. Ada pula jang memudji njali Tik Hun sangat besar, meski semuda itu, namun sudah berani
menempur berpuluh djurus melawan seorang tokoh terkemuka seperti Lu Thong itu. Sudah
tentu ada djuga jang menjatakan kemenangan siang tadi adalah berkat Hokkhi tuan rumah jang
pandjang umur, kalau tidak, masakah begitu kebetulan datang seorang pengemis dan terpeleset
djatuh, lalu musuh dapat dienjahkan.
Dan karena semua orang ramai membitjarakan kemenangan Tik Hun itu, dengan sendirinja
membikin kedelapan muridnja Ban Tjin-san merasa risih. Kedatangan Lu Thong itu sebenarnja
hendak menuntut balas kepada Ban Tjin-san, tapi anak murid keluarga Ban tidak madju,
sebaliknja seorang murid Susiok jang ke-tolol2an model anak desa itu telah madju dan
melabrak musuh. Diam2 hati kedelapan murid Ban Tjin-san itu sangat mendongkol, tapi toh
tidak terlampiaskan. Kedelapan murid Ban Tjin-san itu menurut urut2an masing2 bernama Loh Kun, Tjiu Kin, Ban
Ka, Sun Kin, Bok Heng, Go Him, Pang Tan dan Sim Sia. Maka sesudah Ban Tjin-san sendiri
menjuguhkan arak kepada para tetamu, kemudian bergiliran anak muridnja jang menjuguhkan
arak kepada tetamu2 itu semedja demi semedja.
Murid ketiga jang bernama Ban Ka itu adalah puteranja Ban Tjin-san sendiri. Ia berperawakan
djangkung, mukanja agak kurus, tapi tjakap hingga mirip seorang pemuda hartawan, berbeda
seperti Toasuheng dan Djisuhengnja jang lebih gagah dan kekar.
Setiba kedelapan murid Ban Tjin-san itu dimedjanja Djik Tiang-hoat, habis mereka
menjuguhkan arak kepada sang Susiok, kemudian gilirannja Tik Hun menerima suguhan
mereka. Kata Ban-ka: "Harini Tik-suheng telah banjak berdjasa bagi ajahku, maka sebagai
penghormatan, Tik-suheng harus menerima suguhan kami berdelapan masing2 setjawan!"
Dasarnja Tik Hun memang tidak biasa minum arak, djangankan delapan tjawan, biarpun
setjawanpun sudah tjukup membuatnja sinting. Tjepatan sadja ia gojang2 kedua tangannja
sambil berseru: "Tidak, tidak, aku tidak biasa minum!"
"Siang tadi ajahku berulang tiga kali suruh Tik-suheng mundur. Tapi Tik-suheng sama sekali
tidak gubris, anggap suara ajahku seperti angin lalu sadja, sekarang Tik-suheng tidak sudi pula
menerima arak suguhan kami, bukankah engkau terlalu memandang hina kepada keluarga
Ban?" Tik Hun mendjadi bingung, sahutnja gelagapan: "Aku...... aku ti....... tidak ...."
Mendengar nada utjapan Ban Ka itu rada tidak benar, tjepat Tiang-hoat menjela: "Hun-dji,
minumlah arak mereka!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 14 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Tapi..........tapi aku tidak biasa," sahut Tik Hun.
"Minum!" kata Tiang-hoat pula dengan suara tertahan.
Terpaksa Tik Hun menerima suguhan mereka, seorang setjawan hingga genap delapan tjawan.
Karuan mukanja mendjadi merah seketika bagai kepiting rebus, telinganja men-denging2 dan
pikiran kabur...............
Malam itu dalam keadaan lajap2 diatas tempat tidurnja, Tik Hun merasa dada, pundak, paha,
tempat2 jang terkena pukulan dan tendangan Lu Thong itu, semuanja terasa bengkak
kesakitan. Sampai tengah malam, tiba2 terdengar suara orang mengetok daun djendela dan suara orang
memanggil: "Tik-suheng, Tik-suheng!"
"Siapa?" tjepat Tik Hun terdjaga bangun.
"Siaute adalah Ban Ka, ada sesuatu ingin kubitjarakan dengan Tik-suheng, harap keluar,"
demikian sahut orang diluar djendela.
Tik Hun tertegun sedjenak, lalu iapun bangkit dari tempat tidurnja dan mengenahkan badju
serta sepatu. Waktu ia membuka djendela, tertampaklah diluar sudah berdiri delapan orang
berdjadjar, setiap orangnja menghunus pedang. Itulah kedelapan muridnja Ban Tjin-san.
"Ada apakah memanggil aku?" tanja Tik Hun dengan heran.
"Sebab kami ingin beladjar kenal dengan ilmu pedang Tik-suheng," sahut Ban Ka dengan
djemawa. "Tapi aku sudah dipesan Suhu agar djangan bertanding dengan anak muridnja Ban-supek," kata
Tik Hun. "Ha, rupanja Djik-susiok tahu diri djuga," djengek Ban Ka.
"Tahu diri, apa maksudmu?" tanja Tik Hun dengan gusar.
"Sret-sret-sret", se-konjong2 Ban Ka melontarkan tiga kali tusukan, udjung pedangnja selalu
menjambar lewat ditepi pipi Tik Hun, selisihnja tiada satu senti djauhnja. Tik Hun merasakan
pipinja dingin2 silir, ia terkedjut dan sikapnja agak lutju. Karuan anak murid Ban Tjin-san jang
lain ter-kekeh2 geli. Tik Hun naik darah djuga achirnja. Tanpa pikir lagi ia samber pedang jang tergantung
didinding dan melompat keluar djendela. Ia lihat kedelapan murid paman gurunja itu
berwadjah djahat semua, diam2 ia mendjadi ragu2 lagi, teringat pula pesan Suhunja agar
SERIALSILAT.COM ? 2005 15 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
djangan sekali2 tjetjok dengan anak murid Supek. Maka dengan heran iapun menegur:
"Sebenarnja kalian mau apa?"
"Tik-suheng," kata Ban Ka sambil sabetkan pedangnja keudara hingga mengeluarkan suara
mendengung, "harini kau sengadja menondjolkan diri, apa barangkali kau sangka keluarga Ban
kami sudah kehabisan orang atau kau anggap tiada seorang pun diantara keluarga Ban jang
lebih pandai daripada engkau?"
Hlm. 19: Gambar: "Hajo, madjulah anak desa!" edjek Ban Ka.
Tanpa bitjara lagi pedang Tik Hun terus menusuk.
Tik Hun menggeleng kepala, sahutnja: "Aku hanja minta ganti kerugian kepada bangsat jang
telah bikin kotor badju baru Suhuku itu, ada sangkut-paut apa dengan kau?"
"Hm, dihadapan para tamu kau telah djundjung tinggi namamu dan memperoleh pudjian
hingga kami berdelapan saudara kehilangan muka, djangankan lagi hendak mentjari makan
dikangouw, sekalipun dikota Hengtjiu ini djuga nama kami sudah rusak. Tjoba, perbuatanmu
harini itu tidakkah keterlaluan?"
Tik Hun mendjadi heran, sahutnja bingung: "Mengapa bisa begitu" Aku.......... aku tidak tahu." ~
Pemuda tani seperti dia sudah tentu ia tidak mengarti seluk-beluk alasan orang.
Loh Kun, itu murid tertua dari Ban Tjin-san, mendjadi tidak sabar, katanja: "Samsute, botjah
ini pura2 dungu, buat apa banjak bitjara dengan dia" Berikan sadja hadjaran padanja!"
Terus Ban Ka menusukan pedangnja kearah pundak kirinja Tik Hun. Namun Tik Hun tahu
serangan itu tjuma pura2 sadja, maka diantapi sadja tanpa bergerak dan tidak menangkis.
Benar djuga Ban Ka lantas menarik kembali pedangnja. Tapi ia mendjadi gusar karena
maksudnja diketahui lawan, bentaknja: "Bagus, djadi engkau tidak sudi bergebrak dengan aku
ja?" "Suhu telah pesan agar djangan tjetjok dengan anak muridnja Supek," sahut Tik Hun.
"Bret", se-konjong2 Ban Ka menusuk pula dan sekali ini telah kena lengan badju Tik Hun
hingga sobek satu lubang pandjang.
Sebagai pemuda tani jang hidupnja sederhana dan hemat, maka terhadap setiap harta bendanja
Tik Hun selalu mendjaganja dengan baik, terutama badju barunja jang baru dibikin dan baru
pertama kali ini dipakai, tapi kini telah dirobek orang, karuan ia mendjadi naik darah djuga.
"Kau berani merusak badjuku" Hajo, kau harus ganti!" bentaknja tak tahan lagi.
SERIALSILAT.COM ? 2005 16 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Namun Ban Ka mendjawabnja dengan tertawa dingin sambil menusuk pula dengan pedangnja
kelengan badju jang lain. Tjepat Tik Hun menangkis dengan pedangnja. "Trang", ia sampok
tusukan lawan, menjusul iapun balas menjerang.
Dan sekali kedua pemuda itu sudah mulai bergebrak, segera tertjadilah tjepat lawan tjepat.
Ilmu pedang jang dipeladjari kedua orang itu berasal dari satu sumber jang sama, setelah
belasan djurus lagi, semangat tempur Tik Hun semakin kuat, setiap serangannja selalu
mengintjar tempat bahaja ditubuh Ban Ka.
Melihat itu, Tjiu Kin mendjadi kuatir, serunja: "Hai! Apa kau benar2 hendak mengadu djiwa"
Samsute, tidak perlu lagi kau sungkan2!"
Tik Hun terkesiap oleh teguran itu, pikirnja: "Ja, pabila ketelandjur aku membunuh dia, kan
bisa runjam!" ~ Karena pikiran itu, daja serangannja mendjadi kendor.
Sebaliknja Ban Ka mendapat hati malah, disangkanja Tik Hun mulai kewalahan, ia mentjetjar
semakin tjepat dengan serangan2 bagus dan lihay.
Ber-ulang2 Tik Hun terdesak mundur, bentaknja: "Hai, aku tidak berkelahi sungguh2 dengan
kau, tapi mengapa engkau begini?"
"Begini apa" Aku ingin melubangi dadamu, tahu?" sahut Ban Ka, tiba2 pedangnja menusuk pula
dengan tjepat. Sambil mengegos, Tik Hun melihat kesempatan baik, tjepat pedangnja membalik terus
menabas. Kalau tabasan itu benar2 diteruskan, pundak Ban Ka pasti akan terkupas, namun Tik
Hun telah ajun pedangnja dengan membudjur, "plak", pundak Ban Ka hanja digeblak sadja
sekali dengan batang pedang.
Dengan kedjadian itu Tik Hun anggap kalah-menang sudah terang, tentu Ban Ka akan mundur
teratur, sebab biasanja kalau dia sedang latihan dengan Sumoay, Djik Hong,
Asal salah seorang kena tersenggol sendjata lawan, selesailah sudah pertandingan itu.
Tapi Ban Ka tidak mau peduli, dari malu ia mendjadi kalap malah, mendadak ia menusuk pula.
Karena tidak ber-djaga2, "tjrat", Tik Hun merasa pahanja kesakitan sekali.
Maka bersoraklah Loh Kun, Tjiu Kin dan lain2, mereka meng-olok2: "Nah, robohlah sekarang
anak desa!" ~ "Hajo, minta ampun tidak?" ~ "Huh, murid anak kampung adjaran Djik-susiok
tidak lebih tjuma beberapa djurus tjakar-kutjing seperti ini sadja !"
Memangnja Tik Hun sudah gusar karena dilukai, mendengar nama Suhunja dihina pula, karuan
seperti api disiram minjak, dengan murka ia putar pedangnja menjerang serabutan.
SERIALSILAT.COM ? 2005 17 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Melihat Tik Hun mengamuk seperti banteng ketaton, Ban Ka mendjadi djeri malah. Sedjak
ketjil ia sangat dimadjakan orang tua, meski ilmu pedangnja terlatih dengan bagus, namun
menghadapi pertarungan sengit begitu, betapapun belum pernah dialaminja. Dan karena
bingungnja itu, permainan pedangnja mendjadi katjau.
Diantara murid2 Ban Tjin-san itu, Bok Heng adalah jang paling tjerdik. Melihat Samsuhengnja
ketjetjar, segera ia djemput sepotong batu dan menimpukan sekuatnja kepunggung Tik Hun.
"Plok", Tik Hun jang lagi pusatkan perhatiannja untuk merangsak Ban Ka, punggungnja
mendjadi kesakitan tertimpuk batu itu. Ia menoleh sambil memaki: "Tidak tahu malu! Main
membokong, huh!" "Ada apa" Kau bilang apa?" Bok Heng berlagak pilon.
Namun Tik Hun sudah nekad, ia pikir biarpun mereka berdelapan madju semua djuga ia akan
lawan mati2an untuk mendjaga nama baik gurunja. Saking kalapnja permainan Tik Hun
mendjadi tak karuan. Namun kesempatan itu tidak berani digunakan Ban Ka untuk menjerang.
Tiba2 Bok Heng mengedipi Laksute Go Him, katanja: "Ilmu pedang Samsuheng terlalu hebat,
anak desa ini sudah kewalahan, kalau djiwanja sampai melajang, tentu kita akan dimarahi Djik-
susiok, marilah kita berdua madju untuk mendjaga segala kemungkinan!"
Go Him paham maksud Gosuhengnja itu, sahutnja: "Benar, kita harus hati2, djangan sampai
pedang Samsuheng mentjelakai anak kampung itu."
Berbareng mereka terus melompat madju, tapi pedang mereka terus menusuk Tik Hun dari
kanan-kiri Memangnja ilmu pedang Tik Hun tidak banjak lebih unggul daripada Ban Ka, tjuma ia
merangsak dengan mati2an, maka Ban Ka terdesak. Tapi kini dikerojok Bok Heng dan Go Him
pula, dengan satu lawan tiga, tentu sadja ia kerepotan, segera paha jang lain tertusuk lagi. Luka
sekali ini sangat berat, ia takbisa berdiri tegak lagi dan djatuh terduduk, namun pedangnja
masih terus dilantjarkan.
Tiba2 Lok Kun mendengus, sekali kakinja melajang, pedang Tik Hun kontan terpental dari
tjekalan. Terus sadja Ban Ka antjam tenggorokan Tik Hun dengan udjung pedangnja, sedang
Bok Heng dan Go Him ter-bahak2 sambil melompat mundur.
"Sekarang aku takluk tidak, anak desa?" tanja Ban Ka dengan senang.
"Takluk kentutmu!" semprot Tik Hun. "Kalian berempat mengerojok aku, terhitung orang
gagah matjam apa?" "Kau masih berani mengotjeh?" teriak Ban Ka dengan gusar sambil surung sedikit pedangnja
hingga udjungnja masuk beberapa mili didaging leher Tik Hun. "Hm asal sedikit kutusukkan
lagi, tenggorokanmu seketika akan putus!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 18 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Tusuklah, tusuklah lekas, kalau tidak berani, kau sendiri adalah anak kura2," seru Tik Hun.
Karuan Ban Ka semakin murka, mendadak ia tendang perut Tik Hun sambil memaki:
"Mulutmu masih berani kotor tidak?"
Tendangan itu membuat isi perut Tik Hun se-akan2 terdjungkir balik, hampir2 ia mendjerit,
namun ia bertahan sedapat mungkin dan tetap memaki: "Haram djadah, anak kura2!"
Kembali Ban Ka menendang pula, sekali ini kena pilingan Tik Hun hingga matanja ber-
kunang-kunag, hampir2 djatuh kelengar. Ia hendak memaki lagi, namun mulutnja sudah tak
kuasa lagi. "Biarlah harini kuampuni kau, bolehlah kau pergi lapor kepada gurumu, katakanlah kami
mengerojok dan menghadjar kau! Hm, matjammu pasti djuga akan pakai menangis segala!"
kata Ban Ka. "Menangis apa?" seri Tik Hun. "Seorang laki2 kalau mau membalas sakit hati, harus dikerdjakan
oleh tangan sendiri, buat apa mesti lapor guru?"
Memang Ban Ka sangat mengharapkan utjapan seperti itu dari Tik Hun, kembali ia
memantjing: "Atau kutambahi sedikit tanda dimukamu, biar gurumu jang akan tanja padamu."
~ Berbareng ia ajun kakinja lagi menendang mukanja Tik Hun, kontan sadja mukanja matang-
biru dan air mata hampir menetes.
"Haha, katanja laki2 segala, begitu sadja sudah menangis! Laki2 telah berubah mendjadi
wanita!" sindir Bok Heng dengan tertawa.
Hampir meledak dada Tik Hun saking gusarnja. Tempo hari waktu Bok Heng bertamu
kerumah gurunja, Tik Hun telah membelikan arak dan sembelihkan ajam, tapi pembalasannja
sekarang ternjata begitu kedji.
"Nah, kau takbisa menangkan aku, boleh djuga kau laporkan kepada ajahku agar ajah
memarahi aku untuk melampiaskan rasa dendammu ini," kata Ban Ka.
"Huh, kau sangka semua orang pengetjut seperti kau hingga mesti mengadu-biru kepada orang
tua?" sahut Tik Hun.
Ban Ka saling pandang dengan Loh Kun dan Bok Heng, mereka merasa sudah tjukup
melampiaskan dongkol mereka harini, segera Ban Ka masukan pedangnja dan berkata pula:
"Anak desa, kalau kulitmu tjukup tebal dan ingin dihadjar pula, boleh kau datang kesini lagi
besok malam. Sekarang tuan muda ingin pulang tidur dulu!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 19 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sambil memandangi bajangan kedelapan orang itu, hati Tik Hun mendjadi gusar dan gemas,
tapi tidak mengarti pula sebab apakah mereka telah menghadjarnja begitu rupa" Apa
barangkali semua orang kota memang djahat begini"
Ia tjoba merangkak bangun, tapi terasa pujeng kepalanja, kembali ia terduduk.
"Ai, kalau tidak bisa melawan orang, seharusnja lekas mendjura dan minta ampun, tapi kalau
dihadjar mentah2 seperti ini, bukankah sangat penasaran?" tiba2 suara seorang menggerundel
dibelakangnja. Tik Hun mendjadi gusar, teriaknja: "Biarpun dipukul mati orang, tidak nanti aku mendjura dan
minta ampun!" ~ Waktu ia menoleh, ia lihat seorang tua sedang mendekatinja sambil mem-
bungkuk2. Segera dapat dikenalnja sebagai pengemis tua siang tadi.
"Ai, kalau sudah tua, entjok dipunggung selalu kumat sadja," demikian pengemis itu mengomel
pula. "Eh, anak muda, maukah kau memidjat punggungku ini?"
Memangnja rasa dongkol Tik Hun lagi belum terlampiaskan, masakah kini disuruh memidjat
seorang pengemis tua jang kotor" Namun karena wataknja peramah, maka permintaan
pengemis itu tak digubrisnja.
"Ai, dasar orang tidak punja anak-tjutju, sesudah tua, tiada seorangpun jang sudi
memperhatikan aku, oh........uh........" sambil me-rengek2 pengemis itupun bertindak pergi.
Watak Tik Hun memang polos dan welas asih, ia lihat pengemis itu menggigil sangat
menderita. Apalagi orang desa sangat mengutamakan gotong-rojong, saling bantu-membantu
kalau ada kesukaran, ditambah lagi barusan dirinja habis dihadjar orang, maka timbul djuga
rasa senasib dan sependerita. Segera serunja: "Oi, aku masih punja beberapa pitjis, ambillah ini
untuk membeli nasi!"
Dengan ber-ingsut2 pengemis itu mengesak kembali untuk menerima pemberian Tik Hun itu,
tiba2 katanja pula: "Anak muda, punggungku benar2 entjok, sudilah engkau meng-ketuk2nja?"
Kurangadjar, pikir Tik Hun, sudah dikasih hati, ingin merogoh rempelu pula. Tapi dasarnja dia
memang ramah, segera katanja: "Baiklah, tunggu dulu aku membalut luka dikakiku ini."
"Huh, kau tjuma pikirkan kepentingan sendiri dan tidak peduli urusan orang lain, terhitung
orang gagah matjam apa?" djengek pengemis itu.
Karena pantjingan kata2 itu, terus sadja Tik Hun berseru: "Baiklah, sekarang djuga aku ketuk
punggungmu." Lalu mereka berduduk dan Tik Hun memukuli entjok dipunggung sipengemis tua.


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ehm, enaknja, hajolah keras sedikit!" kata pengemis itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 20 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tik Hun menurut, ia memukul sedikit keras. Tapi pengemis itu merasa kurang keras pula,
segera Tik Hun tambahi tenaganja.
Namun pengemis itu masih belum puas, katanja: "Ai, anak jang tak berguna. Baru sadja
dihadjar orang begitu sudah kehilangan tenaga, tjuma mengetuk punggung orang tua sadja
tidak kuat. Huh, orang begini buat apa lagi hidup dunia ini?"
Tik Hun mendjadi gusar, katanja: "Kalau kukeluarkan tenaga, mungkin beberapa kerat
tulangmu jang sudah lapuk ini bakal berantakan!"
"Kalau engkau beanr2 mampu meremukan tulangku jang lapuk ini, tentu kau takkan kena
dihadjar orang seperti tadi," udjar sipengemis dengan tertawa.
Dengan mendongkol benar2 Tik Hun mengetuk se-keras2nja.
"Nah, beginilah baru mendingan! Tapi toh masih kurang!"
"Blang", mendadak Tik Hun menghantam keras2.
"Ah, masih kurang, masih kurang keras, pertjuma!" kata sipengemis dengan tertawa.
"Djangan engkau bergurau, Laupek, aku tidak ingin melukai engkau," udjar Tik Hun.
"Hm, matjammu djuga mampu melukai aku?" djengek sipengemis. "Kenapa kau tidak tjoba2
hantam aku sepenuh tenagamu...."
Dengan dongkol segera Tik Hun kerahkan tenaga ditangan kanan terus hendak menggebuk
kepunggung orang, tapi demi nampak keadaan pengemis itu sudah lojo, ia mendjadi tidak tega,
katanja: "Ah, buat apa main2 dengan kau." ~ Lalu perlahan pula ia mengetuk punggung orang.
Diluar dugaan, entah mengapa mendadak tubuhnja terpental, "bluk", ia terbanting ke-semak2
rumput sana hingga kepala pujeng dan mata ber-kunang2, sampai lama baru ia sanggup
merangkak bangun. Namun Tik Hun tidak marah, sebaliknja ia ter-heran2, ia pandang si
pengemis itu dengan tertjengang. Tanjanja kemudian: "Apakah........apakah engkau jang
membanting aku?" "Disini toh tiada orang ketiga, kalau bukan aku, siapa lagi?" sahut pengemis itu.
"Dengan tjara bagaimana engkau membanting aku?"
"Dengan djurus "Ki-thau-bong-beng-goat, keh-thau-su-ko-hiang" (mendongak memandang
rembulan, menunduk merindukan kampung halaman)!" sahut sipengemis.
SERIALSILAT.COM ? 2005 21 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Aneh, bukankah itu adalah djurus ilmu pedang jang diadjarkan Suhu kepadaku,
dari.........darimana engkau tahu?"
"Ilmu pukulan atau ilmu pedang semuanja sama. Lagipula tjara mengadjar gurumu itu
hakikatnja salah," Tik Hun mendjadi gusar: "Manabisa guruku salah" Hm, pengemis tua seperti kau djuga berani
mentjela guruku?" "Habis, bila memang benar adjaran gurumu, mengapa kau dihadjar orang?"
"Aku dikerojok, dengan sendirinja kewalahan. Tjoba kalau satu-lawan-satu, masakan aku
kalah?" "Hahaha!" sipengemis tertawa. "Berkelahi masakah pakai aturan segala" Biar kau ingin "main
single", kalau musuh tidak mau, kau bisa berbuat apa" Achirnja kau tentu dihadjar setengah
mati hingga minta ampun. Tapi kalau seorang diri dapat mengalahkan sepuluh atau duapuluh
orang, itulah baru gagah."
Benar djuga, pikir Tik Hun, tapi katanja pula: "Mereka adalah anak murid Supek, kepandaian
Kiam-hoat mereka tidak banjak selisih daripada aku, aku dikerojok delapan orang, sudah tentu
aku kalah." "Umpama aku adjarkan beberapa djurus agar engkau seorang dapat mengalahkan mereka
berdelapan, kau mau beladjar tidak?"
"Mau, mau!" seru Tik Hun kegirangan. Tapi lantas terpikir olehnja didunia ini masakah ada
kepandaian sehebat itu, apalagi pengemis ini sudah tua dan kotor, tidak mirip seorang berilmu.
Tengah ia ragu2, se-konjong2 tubuhnja terpental lagi, sekali ini sampai berdjumpalitan dua kali
diudara hingga mentjelat lebih tinggi barulah kemudian terbanting kebawah terlebih keras.
Masih Tik Hun berusaha hendak menahan dengan tangannja, hampir2 ruas tulangnja keseleo.
Ketika merangkak bangun, sakitnja tak terkatakan. Tapi girangnja dalam hatipun tak terhingga,
serunja: "Laupepek, aku.......... aku ikut beladjar padamu."
"Harini biar kuadjarkan beberapa djurus padamu, besok malam kau berkelahi lagi dengan
mereka disini, kau berani tidak?" tanja pengemis itu.
Tik Hun ragu-ragu, hanja beladjar beberapa djurus dalam waktu singkat apa tjukup berguna"
Tapi demi terpikir akan berkelahi lagi dengan Ban Ka dan kawan2nja, semangatnja mendjadi
ber-kobar2, kontan djawabnja: "Berani, mengapa tidak berani" Paling banjak aku akan dihadjar
lagi oleh mereka, kenapa mesti takut?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 22 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Se-konjong2 sipengemis tua mentjengkeram tengkuk Tik Hun dan membantingnja ketanah
sambil memaki: "Anak geblek! Sesudah kuadjarkan ilmu silat padamu, masakan engkau akan
kena dihadjar mereka lagi" Djadi kau tidak pertjaja pada kemampuanku, ja?"
Meski sangat kesakitan karena dibanting, namun Tik Hun bertambah girang, sahutnja tjepat:
"Ja, ja, memang salahku. Hajolah lekas engkau adjarkan padaku!"
"Kau pernah beladjar Kiam-hoat, tjoba pertundjukan dulu kepadaku, sebutkan sekalian nama
djurus2nja." "Baik," sahut Tik Hun. Ia menemukan kembali pedangnja jang terpental tadi, lalu memainkan
djurus2 adjaran Djik Tiang-hoat sambil mengutjapkan kalimat2 setiap djurus ilmu pedangnja.
Sedang Tik Hun asjik memutar pedangnja, tiba2 terdengar pengemis tua itu ketawa ter-bahak2.
Tik Hun mendjadi heran dan berhenti, tanjanja: "Ada apa" Barangkali permainanku salah?"
Namun pengemis itu tidak mendjawab, sebaliknja ia masih tertawa sambil pegang perutnja
hingga menungging saking gelinja.
Mau-tak-mau Tik Hun mendjadi dongkol, katanja: "Seumpama permainanku salah, toh djuga
tidak perlu ditertawai."
Mendadak pengemis itu berhenti ketawanja, katanja dengan gegetun: "Ai, Djik Tiang-hoat,
djerih-pajahmu ini memang baik djuga maksudnja, tjuma sajang terlalu tjetek sekolahmu,
maka telah salah tampa."
"Suhuku adalah petani, memangnja tidak banjak huruf jang dikenal, apanja jang mesti
ditertawai?" udjar Tik Hun.
"Tjoba pindjamkan pedangmu," pinta sipengemis.
Tik Hun sodorkan pedangnja. Dan sesudah memegang pedang, pelahan2 pengemis itu
menjebut: "Koh-hong-hay-siang-lay, Ti-heng-put-kam-koh!" ~ Berbareng iapun putar
pedangnja dengan gesit, hanja sekedjap sadja se-akan2 sudah berubah seorang lain, bukan lagi
seorang pengemis tua dan lojo.
Setelah menjaksikan beberapa djurus, tiba2 Tik Hun seperti tersadar, katanja: "Lau-pek, waktu
aku menempur si Lu Thong tadi, apakah engkau sengadja menimpukan mangkokmu untuk
membantu aku?" "Masakah perlu menanja lagi?" semprot sipengemis dengan gusar. "Liok-hap-kun Lu Thong itu
lebih lihay sepuluh kali daripada botjah tolol matjammu ini, kalau melulu sedikit
kepandaianmu masakan mampu mengenjahkan dia?" ~ Sembari berkata, ia lalu mainkan
pedangnja dengan tjepat. SERIALSILAT.COM ? 2005 23 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tik Hun mendengar istilah2 setiap djurus ilmu pedang sipengemis toh sama sadja dengan
adjaran gurunja, hanja lafalnja sadja agak sedikit berbeda, tapi gerak pedangnja mirip benar.
Makin dilihat makin heranlah ia.
Tiba2 tangan kiri sipengemis mendjulur kedepan dengan gerakan pedang, menjusul pedang
ditangan kanan mendadak disodorkan ke tangan kiri itu, saat lain tangan kanan membalik
"plak" ia tampar pipi Tik Hun sekali.
Karuan Tik Hun kaget, sambil memegangi pipinja jang kesakitan itu ia tanja dengan marah:
"Ken.........kenapa engkau memukul orang?"
"Habis, aku sedang mengadjarkan ilmu pedang padamu, sebaliknja engkau mengelamun,
bukankah harus dihadjar?"
Tik Hun tjukup bidjaksana, ia bisa terima alasan itu, sahutnja: "Baik, memang salahku.
Memang aku sangat heran melihat tjermat2 setiap djurus jang kau sebut itu mirip dengan
adjaran guruku, tjuma perubahan permainan pedangnja jang sangat berbeda."
"Adjaran gurumu lebih bagus atau adjaranku ini lebih bagus?" tanja sipengemis.
"Aku tidak tahu," sahut Tik Hun menggeleng kepala.
Tiba2 pengemis itu melemparkan kembali pedangnja kepada Tik Hun, katanja: "Mari kita
boleh tjoba2 bertanding."
"Keuletanku terlalu djauh dibandingkan engkau, manabisa aku melawan engkau," sahut Tik
Hun. "Huh, belum keliwat geblek djuga engkau ini. Begini sadja kita tjuma bertanding tentang gerak
serangan dan tidak bertanding tentang kekuatan."
Habis berkata, terus sadja ia ajun tongkatnja sebagai pedang dan menusuk kearah Tik Hun.
Otomatis pemuda itu angkat pedangnja menangkis. Tapi mendadak tongkat si pengemis
berhenti ditengah djalan, karena itu, Tik Hun lantas tarik pedangnja untuk balas menusuk. Tak
tersangka baru sadja pedangnja bergerak, tahu2 tongkat sipengemis sudah seperti pagutan ular
tjepatnja menusuk kedepan dan tepat kena tutuk dibahunja.
Sungguh kagum Tik Hun tak terhingga, serunja memudji: "Bagus!" Menjusul pedangnja lantas
menabas lagi. Namun pengemis itu sempat putar tongkatnja dan tepat menahan dibatang pedang Tik Hun,
sekuatnja Tik Hun mendorong sendjatanja kedepan, tapi tongkat sipengemis selalu berputar
hingga tenaga dorongannja itu kena dikesampingkan kearah jang berlawanan. Karena itu,
tjekalan Tik Hun mendjadi kendor dan tahu-tahu pedangnja mentjelat ke udara.
SERIALSILAT.COM ? 2005 24 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tik Hun terkesima, katanja kemudian: "Laupek, ilmu pedangmu memang sangat tinggi."
Waktu tongkat pengemis itu mendjulur, pedang jang djatuh dari udara itu tepat kena diraihnja
kembali. Lalu katanja: "Sebenarnja gurumu sangat giat melatih silat, salahnja tjuma terlalu
sedikit ia bersekolah. Djustru ilmu pedang dari perguruanmu ini sangat berlainan dengan ilmu
pedang umumnja di dunia persilatan, jaitu sangat mengutamakan pemikiran. Sama2
mempeladjari satu matjam Kiam-Hoat, ada jang berlatih puluhan tahun, hasilnja tjuma biasa
sadja. Sebaliknja ada jang dapat memahami intisarinja, dalam waktu satu dua tahun sudah
mendjadi ahli pedang terkemuka."
Seperti paham seperti tidak Tik Hun oleh uraian itu, namun ia suka mendengarkannja.
"Kiam-hoat dari perguruanmu ini, setiap djurusnja adalah perubahan dari sesuatu bait sjair
kuno," demikian sipengemis menerangkan pula. "Umpamanja djurus "Koh-hong-hay-siang-lay,
Ti-heng-put-kam-koh" tadi, artinja mengatakan ada seekor burung terbang sendiri dari lautan,
terhadap telaga atau rawa2 di daratan tak dihinggapinja. Sjair ini adalah tjiptaan Thio Kiu-ling,
itu perdana mentri di djaman ahala Tong. Dari bait-bait sjairnja itu telah ditjiptakan mendjadi
djurus ilmu pedang. Tapi gurumu telah adjarkan kau dengan "Koh-hong-han-siang-lay, Si-heng-
put-kam-koh". Bait pertama artinja berubah mendjadi orang berteriak2 dan bait berikut berarti
orang ketakutan. Sudah tentu arti sebenarnja dari ilmu pedang jang tinggi itu lantas
menjeleweng 180 deradjat."
Dengan kikuk Tik Hun mendengarkan uraian itu, ia tahu pendjelasan orang tua itu sangat
djitu, tapi biasanja ia sangat hormat dan tjinta pada gurunja, kini mendengar sang guru ditjela
habis2an, betapapun ia tersinggung djuga. Tiba2 ia berbangkit, katanja: "Sudahlah, aku hendak
pergi tidur, tidak mau beladjar lagi!"
"Lho, kenapa" Apakah uraianku tidak betul?" tanja sipengemis dengan heran.
"Mungkin benar djuga uraianmu itu," sahut Tik Hun dengan marah2. "Tapi engkau mentjela
kesalahan guruku, maka lebih baik aku tidak beladjar."
"Hahaha!" sipengemis ter-bahak2 sambil mengusap kepala Tik Hun. "Bagus, bagus! Hatimu
ternjata sangat djudjur, aku paling suka orang matjam kau. Baiklah aku mengaku salah padamu,
selandjutnja aku takkan mejinggung lagi nama gurumu, puas tidak?"
Dari marah Tik Hun berubah girang, sahutnja: "Baiklah, asal engkau tidak menjebut guruku,
biarpun aku mendjura padamu djuga boleh." Habis berkata, benar djuga ia terus mendjura
beberapa kali. Dengan tersenjum simpul sipengemis terima penghormatan itu, lalu ia mengulangi lagi
sedjurus demi sedjurus untuk memberi pendjelasan kepada Tik Hun. Ia benar2 tidak
menjinggung lagi namanja Djik Tiang-hoat, tapi hanja membetulkan kesalahan Tik Hun sadja.
SERIALSILAT.COM ? 2005 25 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Begitulah jang satu mengadjar dan jang lain mendengarkan, tanpa terasa suara ajam djago
berkokok sudah terdengar, fadjar sudah hampir menjingsing. Maka berkatalah pengemis itu
akhirnja: "Sekarang akan kuadjarkan tiga djurus kepandaian istimewa kepadamu, besok kau
adjak berkelahi lagi dengan kedelapan anak tak genah itu. Nah, ingatlah baik2!"
Semangat Tik Hun terbangkit, dengan tjermat ia mengikuti gerak tongkat pengemis itu. djurus
pertama adalah "Dji-koh-sik" atau gaja menusuk bahu, jaitu seperti sipengemis menusuk
bahunja Tik Hun tadi dengan tongkat. Kalau musuh tidak menjerang dan melainkan berdjaga
diri sadja, tusukan itu takkan berguna. Tetapi bila musuh bergerak, maka tusukan kilat itu
pasti akan mengenai bahu musuh lebih dulu.
Djurus kedua adalah "Ni-kong-sik", gaja menampar pipi, tjaranja persis seperti apa jang telah
dirasakan djuga oleh Tik Hun tadi, jaitu pedang berpindah ketangan kiri, tangan kanan terus
membalik dan menampar. Djurus ketiga bernama "Gi-kiam-sik" atau gaja menanggalkan pedang lawan, sekali pedang
menempel pedang lawan, diputir terus ditjukit, tjaranja djuga sudah dialami Tik Hun tadi.
Sebenarnja ketiga djurus itu masing2 mempunjai nama jang indah berasal dari bait2 sjair kuno.
Tapi pengemis tua itu tahu Tik Hun tidak banjak makan sekolahan, maka sengadja diberinja
nama2 sederhana jang mudah diingat.
Biarpun Tik Hun bukan anak tjerdas, tapi mempunjai tekad jang teguh. Ketiga djurus itu
berulang kali dilatihnja selama lebih satu djam barulah paham benar2.
"Baiklah sekarang," kata sipengemis dengan tertawa. "Dan kau harus berdjandji sesuatu padaku,
jaitu kedjadian malam ini aku mengadjarkan Kiam-hoat padamu tidak boleh engkau katakan
kepada siapapun djuga, sekalipun gurumu djuga tidak boleh."
Tik Hun mendjadi serba sulit untuk mendjawab. Biasanja ia sangat menghormati sang guru,
terhadap sang Sumoaj jang tjantik itupun sudah lama ditjintainja, segala apa biasanja pasti
dikatakan kepadanja. Kini disuruh tutup mulut kepada kedua orang itu, keraguan ia ragu2.
"Tentang sebab musababnja seketika susah kuterangkan," kata si pengemis pula. "tjuma rahasia
malam ini kalau kau botjorkan, djiwaku tentu berbahaja, pasti aku akan mati dibawah
tangannja Ban Tjin-san."
Tik Hun terkedjut, tanjanja heran: "Laupek, ilmu silatmu setinggi ini, mengapa djeri pada
Supekku?" Namun pengemis itu tidak mendjawab dan bertindak pergi sambil berkata: "Kau akan bikin
tjelaka aku atau tidak terserahlah kepada dirimu sendiri."
SERIALSILAT.COM ? 2005 26 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Tidak," seru Tik Hun sambil lari menjusul sipengemis, "aku Tik Hun pasti takkan melupakan
budimu, kalau aku membotjorkan rahasia ini seketjap sadja, biarlah aku dikutuk langit dan
bumi." Pengemis tua itu tidak berhenti, hanja sekedjap sadja sudah menghilang dalam kegelapan.
Tik Hun ter-mangu2 sedjenak ditempatnja, kemudian ia mendjadi teringat belum lagi menanja
siapa nama pengemis tua itu. Namun orang tua itu sudah tak kelihatan lagi...........
Besok paginja, ketika Djik Tiang-hoat melihat muka sang murid itu matang-biru, ia mendjadi
heran, ia tanja: "Engkau berkelahi dengan siapa, mengapa abuh begitu rupa?"
Dasar Tik Hun memang tidak biasa berdusta, maka ia mendjadi gelagapan. Sjukur Djik Hong
keburu menjela: "Ha, tentu karena kena pukulan bangsat Lu Thong itu kemarin."
Sudah tentu Djik Tiang-hoat tidak pernah menduga apa jang terdjadi semalam, maka iapun
tidak menanja lebih djauh.
Kemudian Djik Hong menarik Tik Hun kesamping rumah, setiba dipelataran, dimana terdapat
sebuah sumur, karena tiada orang lain lagi di sekitar situ. Djik Hong adjak sang Suheng
berduduk di tepi perigi itu, lalu tanjanja: "Suko, semalam engkau berkelahi dengan siapa?"
Sudah tentu Tik Hun gelagapan pula, dan belum ia bersuara Djik Hong sudah berkata lagi:
"Kau tidak perlu membohongi aku. Kemarin waktu kau menempur Lu Thong, dengan djelas
aku menjaksikan pukulan dan tendangannja mengenai badanmu semua, tapi tiada jang
mengenai mukamu." Tahu kalau tak bisa membohongi sang Sumoay, terpaksa Tik Hun menerangkan duduknja
perkara, ia pikir asal tidak bitjara tentang pengemis tua itu kan tidak apa2. Maka ia pun
mendjelaskan tjara bagaimana ia telah dikerojok semalam.
Djik Hong mendjadi gusar djuga mendengar tjerita itu, serunja murka: "djadi mereka
berdelapan mengerojok engkau seorang" Huh, orang gagah matjam apa itu" Marilah kita
mengadu kepada ajah untuk minta keadilan kepada Ban Tjin-san" Saking marahnja sampai
sebutan Supek tak digunakan olehnja lagi, melainkan langsung menjebut namanja.
"Tidak, djangan!" tjepat Tik Hun mentjegah. "Kalau aku mengadu kepada Suhu, bukankah
malah akan dipandang hina oleh mereka?"
Djik Hong mendengus sekali dan tidak berkata lagi. Ia lihat badju sang Suheng banjak sobek, ia
ikut merasa sajang, segera dikeluarkannja bungkusan benang dan djarum, terus sadja ia
mendjahitkan badju Tik Hun jang robek itu. Rambutnja jang meng-gesek2 dipipi Tik Hun itu
mendjangkitkan rasa risih pemuda itu, terendus pula bau harumnja badan sigadis, mau tak mau
terguntjang djuga hati Tik Hun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 27 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Malam itu, karena para tamu sudah pulang semua, Ban Tjin-san mengadakan satu medja
perdjamuan untuk mendjamu sang Sute, kedelapan muridnja ikut hadir.
Sesudah saling mengadu tjawan, ketika Tjin-san melihat bibir Tik Hun bengkak merah, tidak


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

leluasa untuk makan, segera katanja, "Tik-hiantit, kemarin telah bikin susah padamu. Marilah
ini makanlah jang banjak." Sembari berkata, ia terus menjumpit sepotong paha ajam ke
mangkoknja Tik Hun. Tiba-tiba Tjiu Kin mendengus hina sekali.
Memangnja rasa gusar Djik Hong sudah memuntjak, ia mendjadi tidak tahan lagi, segera ia
berteriak: "Ban-supek, luka Tik-suko ini bukan karena dipukul Lu Thong, tapi adalah
perbuatan kedelapan muridmu jang terpudji itu."
"Apa katamu?" tanja Ban Tjin-san dan Djik Tiang-hoat berbareng dengan kedjut.
Sim Sia, itu murid Tjin-san kedelapan, usianja paling muda tapi mulutnja paling tadjam, tjepat
ia mendahului buka suara, "Sesudah Tik-suko menangkan Lu Thong, ia bilang Suhu pengetjut,
tidak berani bergebrak dengan musuh, untung ada Tik-suko jang madju. Mendengar itu, saking
tak tahan, kami....."
Wadjah Ban Tjin-san seketika berubah, tapi ia tjukup sabar, dengan tertawa ia memotong:
"Benar, memang berkat bantuan Tik-hiantit hingga kita tidak sampai dibikin malu musuh."
"Tapi Ban-suheng tidak tahan oleh kesombongan Tik-suko itu, maka lantas adjak bertanding
padanja, dan agaknja seperti Ban-suheng mendahului sedikit," kata Sim Sia.
Sungguh gusar Tik Hun tak terkatakan. "Kau....kau ngatjo-belo! Kapan aku....." dasarnja
memang tidak pandai bitjara, dalam gusarnja ia mendjadi lebih gelagapan lagi.
"Ka-dji mendahului sedikit bagaimana?" tanja Tjin-san.
Maka berkatalah Sim Sia: "Tjara bagaimana semalam Sam-suheng bertanding dengan Tik-suko
kami tidak mengetahui semua. Tjuma pagi tadi Ban-suheng mentjeritakan kepada kami,
katanja Ban-suheng seperti menggunakan djurus.... djurus...." Ia sengadja menoleh kepada Ban
Ka dan menanja: "Ban-suko, djurus apa jang kau gunakan hingga Tik-suko dikalahkan olehmu?"
Begitulah kedua orang itu sengadja main sandiwara, hingga tentang mereka berdelapan
mengerojok Tik Hun, mereka tjutji tangan dengan bersih. Padahal tjara bagaimana Ban Ka
menagkan Tik Hun, orang lain tiada jang menjaksikan, sebenarnja susah untuk dipertjaja.
Namun karena jang bitjara itu adalah Sim Sia jang masih ke-kanak2-an dengan sendirinja tiada
jang mendjangka botjah itu berdusta.
"Kiranja begitu!" Tjin-san angguk2 djuga oleh keterangan murid2nja itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 28 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sebaliknja muka Djik Tiang-hoat merah padam bahna marahnja. Ia gebrak medja sambil
membentak: "Hun-dji, bukanlah sudah kupesan agar djangan tjektjok dengan para Suhengte,
kenapa kau telah berkelahi malah?"
Melihat sang guru djuga mempertjajai otjehan Sim Sia, saking gusarnja sampai Tik Hun
menggigil, katanja dengan tak lampias: "Su.....suhu, aku ti......tidak...."
"Sudah berbuat, masih mungkir?" damperat Tiang-hoat, kontan iapun persen sang murid sekali
tamparan. Seketika pipi Tik Hun merah begap. tjepat Djik Hong pun berseru: "Tia, kenapa engkau tidak
tanja lebih djelas duduknja perkara?"
Saking murka, watak dogol Tik Kun lantas kumat, tanpa pikir lagi ia melontjat bangun, ia
samber pedang jang ditaruh dimedja belakangnja dan melompat ketengah ruangan, teriaknja
keras2: "Suhu, Ban Ka itu mengatakan aku ...... aku kalah, biarlah suruh dia madju lagi
sekarang!" Tiang-hoat mendjadi gusar, bentaknja: "Kau mau kembali tempatmu tidak?" Segera iapun
berbangkit hendak menghadjar dan mejeret kembali muridnja itu.
Namun Tik Hun sudah kadung kalap, segera ia berteriak-teriak, "Hajolah kalian delapan orang
madju lagi semua. Kalau tidak berani, kalian adalah anak kura2, haram djadah, anak andjing!"
Sebagai anak tani, dalam gusarnja, ia tidak peduli lagi, semua makian kotor dikeluarkannja
semua. Karuan Ban tjin-san mengkerut kening. Katanja kemudian, "Djika begitu, bolehlah kalian
madju untuk mentjoba ilmu pedang Tik-suko."
Memangnja kata2 sang guru ini sedang di-tunggu2, tanpa disuruh lagi, segera Loh Kun
berdelapan melolos pedang masing2 dan melompat madju semua hingga Tik Hun terkurung
ditengah. "Bagus!" teriak Tik Hun. "Tadi malam delapan anak andjing mengerojok aku seorang, sekarang
kembali kedelapan anak andjing lagi...."
"Hun-dji, kau mengotjeh apa" Kalau bertanding ja bertanding, apa bertanding memaki?" bentak
Tiang-hoat. Gusar Ban Tjin-san djuga tak terkatakan. Ban Ka diantara kedelapan muridnja itu adalah putra
tunggalnja. Kini Tik Hun memaki kalang kabut anak andjing segala, itu berarti iapun kena
dimaki. SERIALSILAT.COM ? 2005 29 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ia lihat kedelapan muridnja mengambil kedudukan mengepung, maka bentaknja: "Tik-suheng
memandang rendah pada kita dan berani satu lawan delapan, apakah kita sendiri djuga mesti
memandang rendah dirinja sendiri?"
"Ja, para Sute harap mundur dulu, biar aku jang beladjar kenal dengan kepandaian Tik-suheng
jang tinggi," kata Loh Kun, murid jang tertua.
Diantara sesama saudara perguruan itu, Bok Heng paling pintar berpikir. Ia tahu diantara
mereka berdelapan, bitjara tentang ilmu pedang adalah Sisuheng Sun Kin jang paling kuat.
Semalam ia sudah menjaksikan pertandingan Ban Ka dan Tik Hun, kepandaian anak desa itu
ternjata tidak lemah, apalagi kini dalam keadaan murka, belum tentu Toasuheng mampu
menangkan dia. Maka lebih baik kalau Sun Kin jang madju, sekali tempur anak desa itu
dikalahkan, tentu mulut anak desa itu tidak berani lagi omong gede.
Maka berkatalah Bok Heng: "Toasuko adalah pemimpin diantara saudara perguruan kita, buat
apa mesti madju sendiri" Biarkan sadja Sisuko jang memberi hadjaran kepada botjah itu."
Segera Loh Kun dapat memahami maksudnja, sahutnja dengan tersenjum: "Baiklah, Sisute,
penuhilah tugasmu!" Berbareng iapun memberi tanda, ketudjuh orang lantas melompat
mundur, hanja ketinggalan Sun Kin jang menghadapi Tik Hun.
Sun Kin itu memang pendiam, terkadang sehari suntuk tidak bitjara sepatahkatapun, makanja
tekun melatih diri dan ilmu pedangnja terhitung nomor satu diantara para Suhengte. Melihat
dirinja didjagoi oleh para Suhengte, segera iapun angkat pedangnja keatas sambil membungkuk
memberi hormat. Gaja ini disebut "Ban-kok-jang-tjong-tjiu, Ih-koan-paj-bak-liu", jaitu satu
djurus pembukaan dengan laku sangat hormat kepada lawan.
Tapi dikala Djik Tiang-hoat memberi pendjelasan kepada Tik Hun dulu, seperti djuga djurus2
lainnja, djurus pembukaan inipun telah salah diartikan. Maklum sekolahnja terbatas. Maka sjair
jang indah maknanja itu salah dibatja mendjadi, "Hoan-kak-liang-tjong-tjau, Ih-koan-pay-ma-
liu", artinja aku adalah pihak jang baik dan engkau adalah orang busuk, kalau lahirnja aku
memberi hormat padamu apa artinja" Aku adalah manusia dan engkau adalah monjet, manusia
menghormat pada monjet, sama seperti menghormat pada binatang. djadi artinja menjimpang
180 deradjat. Karuan Tik Hun mendjadi gusar karena dirinja dianggap sebagai monjet. Segera iapun
membungkuk membalas hormat dengan djurus jang sama sebagai tanda bajar kontan hinaan
orang itu. Bahkan sebelum tubuhnja menegak kembali, terus sadja pedangnja menusuk ke
perut lawan. Para murid Ban tjin-san jang lain sama mendjerit kegat, namun Sun Kin sempat menangkis
djuga, "trang", kedua pedang saling bentur dan tangan masing-masing sama-sama kesemutan.
"Lihatlah Suhu, botjah itu kedji atau tidak?" seru Loh Kun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 30 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Diam2 Ban tjin-san heran djuga mengapa anak desa itu begitu murka dan bertempur dengan
mati2an" Maka terdengarlah suara gemerintjing jang riuh. Tik Hun dan Sun Kin saling gebrak dengan
tjepat, setelah belasan djurus, sekali pedang Sun Kin tersampok kesamping, perutnja mendjadi
luang tak terdjaga. Tanpa ajal lagi Tik Hun menusukkan pedangnja sambil menggertak. Tiba2
Sun Kin tarik pedangnja dan menangkis kebawah, berbareng tapak tangannja terus
menghantam, "plak", dada Tik Hun tepat kena digendjot.
Berbareng anak murid Ban tjin-san jang lain bersorak-sorai, ada jang berteriak2: "Huh, satu
lawan satu sadja tak mampu, masih omong gede hendak melawan delapan orang sekaligus!"
Karena pukulan itu, Tik Hun terhujung sedikit, tjepat ia tarik pedangnja dan balas menjerang
setjepat kilat, se-konjong2 pedangnja menjendal, "tjrat", tepat pundak Sun Kin kena tertusuk.
Itulah "Dji-koh-sik" atau gaja menusuk bahu, adjaran sipengemis tua itu.
Serangan "Dji-koh-sik" itu datangnja terlalu mendadak sehingga siapapun tidak menduga
sebelumnja. Seketika anak murid Tjin-san jang lain mem-bentak2, Loh Kun dan Tjiu Kin terus
melompat madju berbareng dan mengerubut Tik Hun. Akan tetapi pedang Tik Hun kembali
menusuk pula kekanan dan menikam kekiri, "tjrat - tjrat", bahu Loh Kun dan Tjiu Kin berdua
djuga tertusuk semua, pedang mereka terdjatuh kelantai.
"Bagus!" teriak Ban Tjin-san dengan menarik muka.
Dengan menghunus pedangnja, pelahan2 Ban Ka madju ketengah, ia pandang Tik Hun dengan
melotot, se-konjong2 ia membentak dan sekaligus melontarkan tiga tusukan. Namun semuanja
dapat ditangkis Tik Hun dengan baik, tiba2 ia operkan pedang ketangan kiri, tangan kanan
terus membalik dan menampar, "plok", tepat sekali Ban Ka kena ditempiling.
Tamparan Tik Hun ini lebih2 tak terduga oleh siapapun. Dalam kagetnja Ban Ka, menjusul Tik
Hun sudah ajun kakinya pula mendjedjak dada lawan. Maka Ban Ka tak tahan lagi, ia djatuh
terduduk. Tjepat Bok Heng berlari madju hendak membangunkan sang Suheng. Namun Tik Hun tidak
memberi kesempatan padanja, kontan ia menusuk hingga terpaksa Bok Heng mesti menangkis.
Melihat Tik Hun begitu perkasa, sedangkan Ban Ka sampai muntah darah dan terduduk
dilantai tak sanggup berdiri lagi. Seketika Go Him, Pang Tan dan Sim Sia bertiga ikut
menjerbu madju. Dalam pada itu demi mendengar suara ribut2 itu, banjak diantara pelajan
keluarga Ban djuga berlari keluar untuk melihat apa jang terjadi.
Djik Tiang-hoat sendiri mendjadi bingung dan tidak tahu tindakan apa jang harus diambilnja.
Sebaliknja Djik Hong ber-teriak2: "Tia-tia, mereka mengerojok Tik-suko, lekas, lekas engkau
menolong dia!" SERIALSILAT.COM ? 2005 31 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sementara itu terdengarlah suara "tjrang-tjreng" jang ramai, sinar tadjam berkilauan, ber-
batang2 pedang tampak mentjelat djatuh ketengah pelajan2 jang merubung asjik menonton itu,
karuan keadaan katjau-balau, kawanan pelayan itu berlari kian kemari untuk menghindar.
Hanja sekedjap sadja sendjatanja Bok Heng, Go Him, Pang Tau dan Sim Sia sudah terlepas dari
tjekalan oleh "Gi-kiam-Sik" atau gaja melepaskan pedang, jang digunakan Tik Hun itu.
"Bagus, bagus!" tiba2 Ban Tjin-san tepuk tangan sambil tertawa, "Wah, Djik-sute, ternjata
engkau sudah berhasil mejakinkan "Soh-sim-kiam-hoat", Kiong-hi, Kionghi!"
Tiang-hoat tertegun, sahutnja kemudian: "Soh-sim-kiam apa katamu?"
"Beberapa djurus jang dikeluarkan Tik-hiantit itu kalau bekan "Soh-sim-kiam-hoat" lantas apa
lagi?" kata Tjin-san. "Kun-dji, Kin-dji, Ka-dji, mundurlah semua. Tik-suheng kalian sudah
diadjarkan "Soh-sim-kiam-hoat" oleh Djik-susiok, mana mampu kalian melawan dia?" Lalu ia
katakan pula kepada Djik Tiang-koat: "Sute, kiranja engkau tjuma pura2 dungu sadja, tapi
sebenarnja maha pintar!"
Dengan tiga djurus jang dipeladjarinja dari pengemis tua itu, dalam sekedjap sadja Tik Hun
sudah mengalahkan kedelapan lawannja, sudah tentu ia sangat senang. Tapi karena
kemenangannja begitu mudah diperoleh, ia mendjadi bingung malah dan kikuk. Ia pandang
Suhu, pandang sang Sumoay dan lain saat pandang2 lagi kepada sang Supek dengan melongo.
Tiba2 Djik Tiang-hoat mendekati Tik Hun, ia ambil pedang dari tangan pemuda itu,
mendadak udjung sendjata itu terus diarahkan ketenggorokan sang murid sambil membentak:
"Beberapa djurus tadi engkau dapat mempeladjari dari siapa?"
Karuan Tik Hun kaget, sebenarnja ia tidak pernah berdusta, tapi dengan tegas sipengemis tua
itu telah pesan bahwa rahasianja kalau dibotjorkan, tentu akan membahajakan djiwa pengemis
itu. Sebab itu pula dirinja sudah bersumpah tidak akan membotjorkannja. Maka sahutnya
dengan lantjar: "Su.........Suhu, itu adalah pemi ............. pemikiran Tetju sendiri."
"Kau dapat mentjiptakan djurus ilmu pedang sebagus itu?" bentak Tiang-hoat pula. "Kau.........
kau berani omong sembarangan padaku" Pabila kau tidak mengaku, sekali tusuk segera
kuhabiskan njawamu!" berbareng udjung pedang lantas disurung madju sedikit hingga nantjap
beberapa mili kedalam daging leher Tik Hun, seketika darah merembes keluar.
Tjepat Djik Hong lari madju untuk menarik tangan sang ajah, serunya: "Tia, sedjengkalpun
Suko tidak pernah berpisah dari kita, darimana dia mendapat adjaran silat orang lain" Beberapa
djurus itu bukankah engkau orang tua yang mengadjarkan padanja?"
"Memangnja buat apa kau masih berlagak pilon, Sute," demikian djengek Ban-Tjin-san.
"Puterimu sendiri sudah tjukup djelas mengatakan, apa perlu aku menanja lagi. Marilah,
marilah aku memberi selamat tiga tjawan padamu!" Ia menuang penuh dua tjawan arak, ia
sendiri meneguk habis dulu setjawan, lalu katanja pula, "Nah, Suhengmu ini sudah
mengeringkan tjawan lebih dulu, engkau harus memberi muka padaku."
SERIALSILAT.COM ? 2005 32 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djik Tiang-hoat mendengus sekali dan membanting pedang kelantai, lalu menerima suguhan
tiga tjawan itu. Ia ter-menung2 ragu2 dan tidak habis mengerti, pikirnja: "Dikala kepepet, setiap
orang memang bisa berlaku nekad dan mendjadi lebih tangkas daripada biasanja. Tapi Hun-dji
tadi bukan lagi kekalapan, tapi djurus2 serangannja itu sangat indah dan bagus. Aneh, sungguh
aneh." Ban Tjin-san lantas berbangkit, katanja: "Djik-sute, ada suatu urusan ingin kurundingkan
dengan engkau. Marilah kita kekamar batja untuk bitjara?"
Tiang-hoat hanja mengangguk dan ikut berbangkit, lalu kedua saudara seperguruan itu
berdjalan kekamar batja. Tinggal diruangan itu kedelapan murid Ban Tjin-san masih melototi Tik Hun, namun Djik
Hong lantas tarik sang Suheng duduk kembali ketempatnja tadi.
"Aku hendak buang air! Wah, aku sampai ter-kentjing2 oleh kelihayan Tik-suko," kata Sim Sia
tiba2. "Pat-sute," bentak Loh Kun, "apa belum tjukup engkau membikin malu?"
Sim Sia me-melet2 lidah dan meninggalkan ruangan itu. Tapi ia hanja pura2 menudju kekamar
ketjil, lalu ia memutar keluar kamar batja dengan ber-djengket2. Ia dengar suara gurunja sedang
berkata: "Djik-sute, rahasia jang sudah terpendam selama 20 tahun itu barulah harini
terbongkar." "Siaute tidak paham, apa artinja terbongkar itu?" terdengar Djik Tiang-hoat menjahut.
"Masakah masih perlu kudjelaskan lagi" Tjoba djawablah, tjara bagaimana Suhu meninggalnja?"
"Suhu kehilangan sedjilid buku latihan silat, karena di-tjari2 tetap tidak ketemu, beliau
mendjadi sedih dan achirnja meninggal. Hal ini toh kau sendiri tjukup tahu, mengapa tanja
kepadaku?" "Baik. Lalu tentang kitab jang hilang itu, apakah namanja?"
"Aku djusteru pernah mendengar dari Suhu, kitab itu bernama "Soh-sim-kiam-boh"."
"Soh-sim apa segala, aku tidak paham."
"Hehehe, haha, hehahaha!"
"Apanja jang menggelikan?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 33 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Djik-sute, lagakmu benar2 sangat pintar. Sudah terang engkau mahir Soh-sim-kiam itu, tapi
kau pura2 dungu". "Apakah engkau hendak mengudji aku?"
"Serahkan sini!"
"Serahkan apa?"
"Kau tahu sendiri, masih pura2 bodoh?"
"Hm, aku Djik Tiang-hoat djusteru tidak pernah takut padamu."
Sim Sia mendjadi takut mendengar pertengkaran sang Suhu dan Susiok itu, tjepat ia berlari
kembali keruangan depan dan membisiki Loh Kun: "Toasuheng, Suhu sedang bertengkar
dengan Susiok, boleh djadi bakal berkelahi."
Loh Kun terkesiap, ia berbangkit dan berkata: "Marilah kita tjoba pergi melihatnja!"
Maka ber-bondong2 pergilah murid2 Ban Tjin-san itu kekamar batja.
"Mari kitapun kesana!" adjak Djik Hong sambil menarik Tik Hun.
Tik Hun mengangguk. Dan baru dia berdjalan beberapa tindak, Djik Hong sudah sodorkan
sebatang pedang kepadanja. Waktu menoleh, ia lihat gadis itu membawa pula dia batang
pedang. "Buat apa sampai dua batang?" tanja Tik Hun.
"Ajah tidak membawa sendjata!" sahut Djik Hong.
Setiba diluar kamar batja sana, kedelapan muridnja Ban Tjin-san tampak sedang pasang kuping
mengikuti apa jang terdjadi didalam kamar itu. Djik Hong dan Tik Hun berdiri agar djauh dan
ikut mendengar suara pertengkaran itu.
"Sudah terang sekarang bahwa djiwa Suhu adalah engkau jang membunuhnja," demikian Ban
Tjin-san sedang berkata. "Kentut, kentut busuk! Darimana kau berani sembarangan menuduh aku?" sahut Djik Tiang-
hoat dengan gusar, suaranja kedengarannja sampai serak.
"Habis, Soh-sim-kiam-boh milik Suhu itu bukankah ditjuri oleh kau?"
"Aku peduli apa Soh-sim-kiam-boh segala" Kau bermaksud mempitnah aku ja" Huh, djangan
harap!" SERIALSILAT.COM ? 2005 34 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Tapi beberapa djurus jang dimainkan muridmu itu bukankah Soh-sim-kiam-hoat" Kau masih
berani membantah?" "Bakat pembawaan muridku memang pintar, itu adalah hasil pemikirannja sendiri, bahkan aku
sendiripun tidak bisa. Masakah itulah Soh-sim-kiam-hoat segala" Kau menjuruh Bok Heng
pergi mengundang aku, katanja engkau sendiri jang sudah berhasil mejakinkan Soh-sim-kiam-
hoat, benar tidak hal ini" Apa perlu panggil Bok Heng untuk didjadikan saksi?"
Maka berpalinglah semua orang diluar kamar itu kearah Bok Heng, wadjah pemuda itu
tampak merengut, terang apa jang dikatakan Djik Tiang-hoat itu memang tidak salah. Tik Hun


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun saling pandang sekedjap dengan Djik Hong dan meng-angguk2, pikirnja: "Apa jang
dikatakan Bok Heng tempo hari akupun ikut mendengar, tidak mungkin ia bisa menjangkal."
Maka terdengar Ban Tjin-san telah mendjawab dengan ter-bahak2: "Sudah tentu aku jang suruh
Bok Heng menjampaikan kata2 itu kepadamu. Kalau tidak demikian, masakah aku dapat
memantjing engkau kesini. Djik Tiang-hoat, ingin kutanja padamu, kau bilang tidak pernah
mendengar nama "Soh-sim-kiam" segala, tapi mengapa waktu Bok Heng mengatakan aku sudah
berhasil mejakinkan ilmu pedang itu, buru2 engkau lantas datang kemari" Nah, apa kau masih
berani mungkir?" "Aha, djadi kau sengadja memantjing aku disini?"
"Benar, maka lekas kau serahkan Kiam-boh dan mendjura pula kekuburannja Suhu untuk
minta maaf." "Kenapa mesti diserahkan padamu?"
"Hm, aku Toasuhengmu atau bukan!"
Keadaan sunji sedjenak didalam kamar itu, kemudian terdengar suara Djik Tiang-hoat berkata:
"Baik, kuserahkan padamu."
Mendengar itu, semua orang jang mengintip diluar kamar itu tergetar. Tik Hun dan Djik Hong
malu sekali. Loh Kun berdelapan melirik hina pula kearah mereka. Sungguh gemas dan
penasaran sekali Djik Hong, sama sekali tak terpikir olehnja bahwa sang ajah terima menjerah
setjara begitu memalukan.
Tapi mendadak terdengarlah suara djeritan ngeri sekali, itulah suaranja Ban Tjin-san.
"Ajah!" teriak Ban Ka, tjepat iapun dobrak pintu kamar dan berlari kedalam. Maka
tertampaklah diatas dada Ban Tjin-san tertantjap sebilah belati jang mengkilap, dan orangnja
menggeletak bermandikan darah. Djendela kamar tampak terpentang, namun bajangan Djik
Tiang-hoat sudah tidak kelihatan.
SERIALSILAT.COM ? 2005 35 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Tia, Tia!" seru Ban Ka dengan menangis sambil menubruk kesamping tubuh sang ajah.
Denagn pelahan Djik Hong pun memanggil: "Tia, Tia!" Sebaliknja Loh Kun terus berseru:
"Lekas, lekas tangkap pembunuh!"
Be-ramai2 para murid Ban Tjin-san lantas mengudak keluar sambil ber-teriak2 hendak
menangkap pembunuh. Tik Hun sendiri bingung djuga oleh kedjadian itu. Ia lihat tubuh Djik Hong agak sempojongan,
lekas2 dipajangnja. Waktu menunduk, tertampak wadjah Ban Tjin-san sangat beringas
menakutkan, mungkin sebelum adjalnja telah menderita kesakitan sekali. Tik Hun tidak berani
memandang lagi, ia mengadjak pelahan: "Marilah kita pergi sadja, Sumoay!"
Tapi belum lagi Djik Hong mendjawab, tiba2 suara orang telah berkata dibelakang mereka:
"Kalian adalah komplotan pembunuh guruku, djangan tjoba lari!"
Waktu Tik Hun menoleh, ia lihat udjung pedang Bok Heng sudah mengantjam di belakang
punggungnja Djik Hong. Tik Hun mendjadi gusar dan hendak mendjawab dengan kata2 lebih
pedas, tapi demi mengingat gurunja memang njata telah membunuh Suheng sendiri, perbuatan
durhaka seperti itu benar2 sangat rendah dan djahat, maka ia tidak berani buka suara lagi dan
menunduk. "Kalian lekas berdiam didalam kamar sadja dan djanga tjoba melarikan diri, nanti kalau kami
sudah dapat menangkap Djik Tiang-hoat, sekalian akan kami adukan pada pembesar negeri,"
kata Bok Heng. "Urusan ini adalah gara2ku, biarlah aku jang bertanggung djawab, hendak dikorek atau
disembelih, boleh silahkan, tapi djangan mengganggu Sumoayku jang tak berdosa," sahut Tik
Hun. "Tak perlu banjak bitjara, lekas djalan!" bentak Bok Heng sambil mendorongnja.
Tik Hun dengar diluar sana masih ribut dengan suara teriakan2 menangkap pembunuh,
menjusul didjalan kota sana djuga riuh ramai dengan suara gembreng. Malu dan sesal rasa hati
Tik Hun, dengan menahan perasaannja itu segera iapun melangkah kekamarnja sendiri.
"Suko, lan......lantas bagaimana baiknja ini?" seru Djik Hong dengan menangis menjaksikan sang
Suheng digiring pergi. "Aku.......aku tidak tahu," sahut Tik Hun tergagap. "Biarlah aku jang menanggung dosanja Suhu."
"Tiatia!" seru Djik Hong pula. "Ke......kemanakah beliau telah pergi?"
*** SERIALSILAT.COM ? 2005 36 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Seorang diri Tik Hun duduk termenung didalam kamarnja, waktu itu sudah dua-tiga djam
sesudah terdjadi pembunuhan Ban Tjin-san. Sambil memandang api lilin diatas medjanja,
pikiran Tik Hun sangat kusut. Diatas medja situ masih terdapat sisa setengah botol arak,
walaupun tidak biasa, namun ia terus meneguk setjawan demi setjawan hingga kepalanja serasa
pujeng se-akan2 petjah. Sementara itu suara2 ribut diluar sudah sirap, tapi telinga Tik Hun masih mengngiang2 kata2
orang banjak: "Pembunuh sudah menghilang, biarlah besok kita kedjar ke Oulam, betapapun
kita harus menangkapnja untuk membalas sakit hati Suhu." "Ja, biarpun dia lari keudjung langit
djuga akan kita tangkap kembali untuk ditjintjang!" "Besok djuga kita lantas undang tokoh2 Bu-
lim untuk dimintai keadilan dan pembunuh pengetjut itu harus diuber sampai ketemu."
"Benar, mari kita bunuh dulu kedua andjing ketjil puteri dan muridnja itu untuk dibuat
sesadjen arwah Suhu." "Sabarlah, biar besok Koamthayya (tuan besar Bupati) memeriksa majat
dulu!" Begitulah Tik Hun terus tenggelam dalam lamunannja. Ia pikir sang Sumoay dapat disuruh
melarikan diri sadja, tapi seorang gadis, kalau terluntang-lantung dikangouw, kemana dia harus
meneduh" Pikirnja pula: "Biarlah kubawa lari dia! Ah, tidak, tidak! Awal perkara ini adalah
gara2ku, kalau aku tidak berkelahi dengan para Suheng dari keluarga Ban, masakah Supek bisa
mentjurigai Suhu telah mentjuri "Soh-sim-kiam-boh" segala" Padahal Suhu adalah seorang
paling djudjur, tidak mungkin beliau sudi mentjuri. Jang benar ketiga djurus itu adalah adjaran
sipengemis padaku. Tapi Suhu sudah kadung membunuh orang, kalau kukatakan sekarang,
tentu djuga tiada jang mau pertjaja. Ja, memang aku jang salah, dosaku terlalu besar, besok aku
harus menerangkan duduknja perkara dihadapan orang banjak untuk mentjutji kesalahan Suhu.
Akan tetapi, toh sudah terang Suhu jang membunuh Ban-supek, apakah dapat dosanja ditjutji
bersih" Tidak, aku tak boleh melarikan diri, aku harus tinggal disini untuk memikul dosa Suhu,
biar mereka menghadjar dan membunuh aku sadja!"
Begitulah sedang Tik Hun dibuai oleh pikiran2 jang ruwet itu, tiba2 terdengar suara keletak
sekali diatas atap rumah. Waktu Tik Hun mendongak, ia lihat sesosok bajang melajang lewat
dari rumah kanan sana kerumah sebelah kiri. Hampir2 ia berseru memanggil "Suhu", tapi demi
diperhatikan, ia lihat perawakan orang itu tinggi dan kurus, terang bukan gurunja. Menjusul
mana kembali suatu bajangan orang melompat lewat lagi, malahan sekali itu tampak djelas
orang itu menghunus golok.
"Apakah mereka sedang mentjari Suhu" Mungkinkah Suhu masih berada disekitar sini dan
belum lari pergi?" demikian Tik Hun men-duga2.
Tengah Tik Hun bersangsi, tiba2 didengarnja suara djeritan kaum wanita dari rumah sebelah
kiri sana. Ia terkedjut, tanpa pikir lagi ia samber pedangnja terus melompat keluar. Jang
terpikir olehnja jalah: "Mereka sedang menganiaja Sumoay?"
Dalam pada itu terdengar pula djeritan seorang wanita sedang minta tolong! Suara itu seperti
bukan suaranja Djik Hong, tapi Tik Hun terlalu menguatirkan keselamatan sang Sumoay, ia
SERIALSILAT.COM ? 2005 37 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
tidak sempat mem-beda2kan apakah itu suaranja Djik Hong atau bukan, sekali lompat, ia
berdiri tegak diemper rumah, sementara itu suara minta tolong terdengar lagi.
Hlm. 43: Gambar: "Serahkan njawamu, bangsat!" bentak Tik Hun sambil melompat masuk kedalam kamar dan
menerdjang kedua badjingan itu.
Segera Tik Hun melompat kearah datangnja suara, ia lihat diatas loteng gedung itu ada sinar
pelita, daun djendela kamar tampak terbuka. Tjepat ia melajang kepinggir djendela dan
melongok kedalam kamar. Kebetulan ia melihat seorang wanita dalam keadaan terikat sedang
ditelentangkan diatas randjang, dua laki2 jang punggungnja menggemblok golok sedang hendak
berbuat tidak senonoh. Tik Hun tidak kenal siapakah wanita itu, tapi terang wanita itu sangat
ketakutan, wadjahnja putjat dan sedang me-ronta2 diatas randjang sambil ber-teriak2 minta
tolong. Tik Hun berdjiwa kesatria, meski ia sendiri dalam kesulitan, tapi melihat keselamatan orang
lain terantjam, ia tidak dapat tinggal diam. Terus sadja ia melompat masuk kedalam kamar,
kontan pedangnja menusuk salah seorang laki2 itu.
Namun laki2 itu jtukup gesit, tjepat ia berkelit, menjusul ia samber sebuah kursi disampingnja
untuk menangkis. Disebelah sana laki2 jang lain sudah lantas lolos sendjata terus membatjok.
Tik Hun melihat kedua laki2 itu memakai kedok kain hitam, hanja sepasang mata mereka jang
kelihatan. Segera ia membentak: "Bangsat, serahkan djiwamu!" ~ Berbareng ia menusuk pula
tiga kali be-runtun2. Tanpa bersuara kedua laki2 itu menangkis dan balas menjerang. Tiba2 satu diantaranja berseru:
"Lu-hiati, mari pergi!"
"Ja, anggap keparat Ban Tjin-san itu masih untung, lain kali kita datang lagi menuntut balas,"
sahut laki2 jang lain. Berbareng goloknja lantas membatjok pula keatas
kepala Tik Hun. Karena serangan itu tjukup ganas, terpaksa Tik Hun mengegos, kesempatan itu telah
digunakan oleh laki2 jang satunja untuk mendepak medja hingga tatakan lilin diatas medja itu
djatuh kelantai dan sirap, seketika kamar itu mendjadi gelap gelita. Menjusul mana kedua laki2
itu lantas melesat keluar melalui djendela, saat lain terdengarlah suara gemertakan, beberapa
potong genting telah ditimpukan kedalam kamar.
Dalam kegelapan Tik Hun kurang tjeli, pula ilmu Ginkang bukan mendjadi kemahirannja,
maka iapun tidak berani mengedjar. Ia pikir salah seorang tadi she Lu, tentu adalah
begundalnja Lu Thong jang hendak membalas dendam, tapi mereka tidak tahu kalau Ban-
supek sudah tewas. SERIALSILAT.COM ? 2005 38 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Pada saat itu, tiba2 wanita diatas randjang itu mendjerit lagi: "Aduh, sakitnja, matilah aku,
dadaku tertantjap belati!"
Tik Hun terkedjut, tjepat tanjanja: "He, apa kau telah ditikam maling itu?"
"Aduh, kena! Dadaku kena!" rintih wanita itu.
"Biar kunjalakan lilin untuk memeriksa lukamu," udjar Tik Hun.
"O.......tolong! Tolonglah aku, lekas!" rintih pula siwanita.
Mendengar suara orang sangat menderita, segera Tik Hun mendekatinja.
Diluar dugaan, mendadak wanita itu terus merangkul erat2 tubuhnja Tik Hun sambil ber-
teriak2: "Tolong, tolong! Ada maling! Tolong!"
Sungguh kedjut Tik Hun tak terkira. Sudah terang tadi ia melihat wanita itu terikat kaki-
tangannja, mengapa sekarang dapat menjikapnja" Lekas2 ia hendak mendorong pergi orang,
siapa tahu tenaga wanita itu ternjata tidak lemah, bahkan menjikap lebih kentjang hingga
seketika Tik Hun susah melepaskan diri.
Tiba2 keadaan mendjadi terang, dari luar djendela menjelonong masuk dua obor hingga kamar
itu terang-benderang. Berbareng suara beberapa orang sedang menanja: "Ada apa" Ada apa?"
"Tolong! Ada Djay-hoa-tjat (maling tjabul)! Tolong!" masih wanita itu ber-teriak2.
Tik Hun mendjadi gusar, serunja: "Ken.......kenapa kau sembarangan omong!" ~ berbareng
iapun men-dorong2 hendak melepaskan diri.
Kalau tadi wanita itu menjikap kentjang2 pinggangnja Tik Hun, adalah sekarang ia malah
menolak dorongan Tik Hun itu sambil berseru: "Djangan pegang2, djangan pegang2 aku!"
Dan selagi Tik Hun hendak berlari menjingkir, "njes" tahu2 tengkuknja terasa dingin, sebatang
pedang telah mengantjam lehernja. Dan sedang Tik Hun hendak membela diri, se-konjong2
sinar putih berkelebat, ia merasa tangan kanan kesakitan, "trang" pedangnja sudah djatuh
kelantai. Waktu ia memandang kebawah, hampir2 ia djatuh kelengar. Ternjata kelima djari
tangan kanannja telah dipapas orang hingga habis, darah memantjur keluar bagai mata air.
Waktu Tik Hun melirik, ia lihat Go Him berdiri disampingnja sambil menghunus pedang jang
bernoda darah. "Kau!" hanja ini sadja tertjetus dari mulutnja Tik Hun, berbareng kakinja terus
mendepak. Tapi mendadak punggungnja terasa digebuk orang sekali hingga ia ter-hujung2 dan djatuh
menindih diatas badan wanita tadi. Kembali wanita itu ber-teriak2 pula: "Aduh! Tolong!
Tolong! Ada maling!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 39 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Ringkus bangsat ketjil ini!" terdengar Loh Kun berkata.
Tik Hun sudah nekad dan akan mengadu djiwa dengan mereka. Meski dia tjuma seorang anak
desa jang tidak berpengalaman, tapi kini iapun insjaf dirinja telah terdjebak oleh tipu muslihat
orang. Maka begitu melompat bangun, terus sadja Loh Kun hendak dirangsangnja. Tapi sekilas
dilihatnja satu wadjah jang tjantik dan putjat. Itulah Djik Hong.
Tik Hun tertegun, ia lihat mimik wadjah Djik Hong penuh mengundjuk rasa duka, marah, dan
hina pula. "Sumoay!" serunja.
Muka Djik Hong merah padam, sahutnja: "Ken........kenapa kau berbuat begini?"
Meski rasa Tik Hun penuh penasaran, namun dalam saat demikian ia mendjadi tidak sanggup
buka suara. Maka menangislah Djik Hong, katanja pula sambil terguguk sedih: "O, le........ lebih baik aku
mati sadja!" ~ Dan demi nampak kelima djari tangan Tik Hun terkutung, ia ikut sedih. Tanpa
pikir ia robek udjung badjunja dan mendekati sang Suheng untuk membalut lukanja.
Saking kesakitan, beberapa kali hampir2 Tik Hun pingsan, namun ia bertahan sekuat-kuatnja
sambil mengertak gigi hingga bibir sendiri tergigit petjah.
"Siausunio (ibu guru ketjil), bangsat ini berani berbuat kurang adjar padamu, tentu kami akan
tjintjang dia," demikian kata Loh Kun kemudian.
Kiranja wanita itu adalah gundiknja Ban Tjin-san, namanja si Mirah. Dengan aksi ia menutupi
mukanja sendiri sambil menangis pula: "O, matjam2 budjukan jang dia katakan padaku. Ia
bilang gurumu su........sudah mati dan suruh aku mengikut dia. Ia bilang ajahnja nona Djik telah
membunuh orang hingga dia ikut tersangkut urusan. Ia mengatakan telah banjak
mengumpulkan harta benda, sudah kaja-raja mendadak, aku diadjak ikut minggat........"
Dalam keadaan bingung Tik Hun tidak sanggup lagi membela diri, ia tjuma bisa menggumam:
"Bohong, bohong!"
"Hajo pergi menggeledah kamar bangsat ketjil ini!" teriak Tjiu Kin.
Maka be-ramai2 Tik Hun lantas digusur kekamarnja. Dengan bingung Djik Hong ikut djuga
dari belakang. Sebaliknja Ban Ka lantas berkata: "Kalian djangan bikin susah Tik-suko, belum
terang perkaranja, djangan sampai mempitenah orang baik2."
"Huh, masakah perkaranja masih kurang djelas?" udjar Tjiu Kin dengan gusar.
"Apakah tadi engkau tidak mendengar dan menjaksikan sendiri?" kata Tjiu Kin.
SERIALSILAT.COM ? 2005 40 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Ja, tapi boleh djadi karena dia terlalu banjak minum, dalam keadaan mabuk mendjadi silap,"
sahut Ban Ka. Datangnja kedjadian2 itu sangat tjepat hingga Djik Hong sudah tidak bisa berpikir pula. Diam2
ia sangat berterima kasih mendengar Ban Ka membela Tik Hun. Dengan pelahan iapun berkata
padanja: "Ban-suko, memang Tik-suheng bukanlah orang sematjam itu."
"Ja, makanja aku kira dia terlalu banjak minum, soal mentjuri tentu tak nanti diperbuatnja,"
sahut Ban Ka. Tengah bitjara, Tik Hun sudah digusur kedalam kamarnja. Sepasang mata Sim Sia berdjelilatan
kian kemari, tiba2 ia mendekati tempat tidur, ia tarik keluar satu bungkusan jang antap dan
bersuara gemerintjingnja logam.
Karuan Tik Hun bertambah kaget, ia lihat Sim Sia membuka bungkusan itu dan menuang
keluar isinja. Ternjata semuanja adalah perkakas2 rumah tangga dari emas dan perak.
Kembali Djik Hong mendjerit sambil memegangi medja. Segera Ban Ka menghiburnja:
"Djangan kuatir, Djik-sumoay, pelahan2 kita mentjari daja lain."
Menjusul Pang Tan menjingkap kasur dan tertampak pula dua bungkusan lain, waktu dibuka,
isinja adalah emas intan dan perhiasan permata.
Kini Djik Hong tidak ragu2 lagi, menjesalnja tidak kepalang, sungguh kalau bisa ia ingin
membunuh diri sadja. Sedjak ketjil ia dibesarkan bersama Tik Hun, dalam pandangannja
pemuda itu adalah tjalon suaminja kelak. Siapa duga kekasih jang sangat dihormat dan
ditjintainja itu dikala dirinja sedang dirundung malang lantas akan minggat bersama wanita lain.
Apa benar2 wanita jang genit ini telah berhasil menggodanja atau dia kuatir tersangkut
perkaranja ajah, maka ingin melarikan diri" Demikian pikirnja.
Dalam pada itu Loh Kun telah memaki: "Bangsat, bukti2 sudah njata, apakah kau masih berani
menjangkal?" ~ Berbareng itu, "plak-plok", kontan ia tempilling Tik Hun dua kali.
Karena kedua tangannja dipegangi Sun Kin dan Go Him, Tik Hun tidak dapat menangkis,
karuan pipinja terus merah abuh. Bahkan Loh Kun belum puas, kembali ia djotos sekali pula
Suling Emas Dan Naga Siluman 8 Pusaka Tongkat Sakti Karya Tjoe Beng Siang Pedang Inti Es 3
^