Pencarian

Senja Jatuh Di Pajajaran 9

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Bagian 9


pertunangan saya dan Nyimas Layang Kingkin adalah
penghinaan bagi kita. Mereka tidak melihat kita sebelah
mata dan tak menghargai keputusan bersama. Bukankah
pertunangan kami sudah disetujui Ki Bagus Seta sendiri"
Mengapa dia mau menjilat kembali ucapannya tempo hari"
Tidak Ayahanda. Penghinaan ini harus kita balas. Saya
harap, Ayahanda harus menolak pinangan mereka terhadap
Dinda Inten!" Banyak Angga kembali menyembah, undur
ke belakang dan duduk bersila tegak sambil nafas turun-naik
karena menahan amarah. Kini giliran Purbajaya yang maju menyembah.
"Engkau ada apakah, Purbajaya?" tanya Bangsawan
Yogascitra melirik kepada pemuda yang sejak tadi diam
saja di samping Banyak Angga.
"Maafkan kelancangan saya, Paman. Hampir setahun
saya mengabdi di puri ini, serasa saya sudah jadi keluarga di
sini. Dan karenanya, saya berhak membela nama baik
penghuni puri. Saya setuju dengan pendapat adikku,
Banyak Angga. Sebaiknya kita tak menerima pinangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka. Benar belaka apa kata Angga, orang-orang Puri
Bagus Seta tidak melihat sebelah mata terhadap kita. Secara
sefihak begitu saja mereka memutuskan pertunangan
adikku dengan Nyimas Layang Kingkin. Kalau yang
dijadikan alasan adalah keinginan Raja mempersunting
Nyimas Layang Kingkin, saya merasa curiga ini hanya
taktik Ki Bagus Seta belaka. Saya kerap kali mengunjungi
istana Sri Bhima Untarayana Madura Suradipati (puri
Agung di mana Prabu Ratu Sakti Sang Mangabatan tinggal)
karena Sang Prabu kerap kali membutuhkan saya dalam
ikut mempelajari kemungkinan-kemungkinan kita merebut
kekuasaan di muara dan di pantai. Beliau memang benar
seorang pria romantis yang menyenangi keindahan wanita.
Namun satu kali pun tidak pernah memperbincangkan
Nyimas Layang Kingkin. Tapi sebaliknya, beberapa kali
beliau bertanya perihal keberadaan Nyimas Banyak Inten.
Suatu saat bahkan langsung bertanya kepada saya, apakah
Nyimas Banyak Inten sudah ada yang punya" Ketika saya
jawab bahwa Nyimas Banyak Inten adalah bunga yang baru
mulai mekar di mana kumbang-kumbang tak sanggup
membukakan kelopaknya, maka beliau sepertinya berkhayal bahwa betapa bahagianya bila beliau bisa
berdekataan selalu dengan Nyimas. Itu beliau katakan
berulang-ulang pada saya," kata Purbajaya. "Ini hanya
menjelaskan bahwa perhatian Sang Prabu hanya tertuju
kepada Nyimas Banyak Inten semata. Entahlah, bagaimana
mulanya secara tiba-tiba saja Sang Prabu diberitakan akan
mempersunting putri Ki Bagus Seta. Ini perlu diselidiki,
Paman Yogascitra," kata Purbajaya berpanjang lebar
namun perkataannya mengundang perhatian semua orang.
(O-anikz-O) Serangan Mendadak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi yang sejak tadi duduk di belakang setuju dengan
perkataan pemuda itu. Menurutnya, benar belaka apa yang
barusan dikatakan Purbajaya. Dan sebetulnya, ingin sekali
dia ikut memperkuat keterangan ini. Hanya, bagaimana
caranya" Berpayah-payah dia melakukan penyamaran
sebagai badega, ternyata hanya mengurung dirinya untuk
tidak terlalu bebas mengemukakan pendapat. Badega
adalah orang yang memiliki kedudukan paling rendah, apa
lagi di kalangan kaum bangsawan seperti ini. Kalau kini dia
ikut tampil bicara, di samping akan dianggap lancang dan
kurang ajar, juga tidak akan dipercaya. Akhirnya dia hanya
mengangguk-angguk saja, sebab ucapan pemuda itu
sepertinya mewakili pendapatnya.
Mendengar penjelasan Purbajaya semua orang saling
pandang. Purohita Ragasuci berdehem, kemudian minta
izin untuk mengemukakan pendapat.
"Aku sebagai orang tua merasa amat bersyukur bahwa
kalian yang muda-muda penuh perhatian dalam memperbincangkan masalah penting ini," katanya berdehem lagi beberapa kali. "Yogascitra adikku, kau harus
bangga memiliki orang-orang muda seperti ini. Kalau saja
bumi Pajajaran dipenuhi pemuda-pemuda yang memiliki
jiwa seperti mereka ini, negara akan selalu berada dalam
kemegahan. Putrimu adalah seorang gadis berperangai
halus, taat kepada orangtua dan selalu berupaya tidak
menyakiti hati orang lain. Bisa kau buktikan sendiri, sekali
pun kau suruh dia mengambil sikap, tapi yang dipilihnya
adalah keputusan yang sekiranya bisa menyenangkanmu.
Dia serahkan seluruh nasibnya kepadamu sebagai
orangtuanya, kendati sebetulnya dia pasti memiliki
keinginan," ujar Purohita Ragasuci sambil menatap lembut
Nyimas Banyak Inten. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian orang tua berwajah sabar itu menatap kepada
Banyak Angga dan Purbajaya.
"Kedua pemuda ini pun begitu tangguhnya mempertahankan harga diri keluarga. Mereka patut kau
banggakan, Yogascitra," kata Purohita lagi.
"Rasanya aku akan malu bila aku sebagai orang kalangan
istana memiliki banyak pengalaman hidup tapi tidak
mengeluarkan pendapat. Yogascitra, kali ini aku harus
bicara. Dan maafkan bila ucapanku tidak berkenan di hati,"
Purihita Ragasuci merapatkan kedua belah tangannya
seperti melakukan aenghormatan. Dan Bangsawan Yogascitra mengangguk membalas penghormatan itu.
"Engkau adalah kakakku yang amat aku hormati, dan
engkau adalah Purohita, pendeta agung istana. Semua
pendapatmu adalah benar belaka dan saya harus
menghargainya," tutur Bangsawan Yogascitra penuh
hormat. "Jangan kau besar-besarkan kedudukanku. Aku pendeta
agung, tapi aku juga manusia. Kalau aku berbicara benar,
barangkali karena aku mengartikan isi kitab-kitab suci
dengan benar. Tapi aku juga adalah manusia biasa. Sedang
kitab suci pun berbicara, tak ada manusia yang sempurna.
Artinya, bicaraku pun bisa saja ada kekeliruan. Kalau kau
anggap aku keliru, kau jangan segan meyalahkannya,
adikku," kata Purohita Ragasuci dengan nada suara tetap
halus. "Tadi kau katakan, menerima atau menolak pinangan
keluarga Bagus Seta tidak ada kaitannya dengan
kepentinganmu. Barangkali benar begitu. Tapi musti diingat
pula bahwa kadang-kadang kita tidak bicara untuk
kepentingan pribadi saja. Apa lagi kau sekarang hidup
sebagai seorang bangsawan, seorang negarawan yang harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memikirkan kepentingan negara. Oleh sebab itu segala jejak
langkah kita kini tidak sekadar berjalan di atas kepentingan
pribadi, melainkan harus didasarkan pada kepentingan
negara," kata Purohita panjang lebar.
Bangsawan Yogascitra nampak mengerutkan dahinya.
"Adakah hubungan pribadi ini dengan kepentingan
negara, Kakanda?" tanya bangsawan itu menatap tajam
Purohita. Yang ditanya sejenak tersenyum tipis dan gigi-giginya
kendati sudah tak utuh lagi namun nampak bersih terawat.
"Benar belaka, adikku," katanya mengangguk-angguk.
"Urusan ini lambat-laun akan mempengaruhi urusan
negara. Sudah sejak dulu urusan kekerabatan di kalangan
istana akan mempengaruhi jalannya pemerintahan. Terkadang kekerabatan ini membawa kerugian bagi negara.
Dahulu kala, hampir 800 tahun lalu kekerabatan hampir
menimbulkan perang saudara antara Rakeyan Tamperan
dan Sang Manarah. Kemelut negara juga bisa terjadi karena
urusan wanita. Wanita adalah mahkluk lemah dan laki-laki
harus melindungi serta menghargainya. Namun adakalanya
wanita sanggup mengubah keadaan. Bisa menciptakan
peperangan seperti peristiwa menyedihkan menimpa Sang
Prabu Wangi di Bubat hampir 200 tahun lalu. Dan wanita
juga bisa menurunkan raja dari tahta seperti pernah terjadi
kepada Sang Prabu Dewa Niskala 70 tahun lalu. Beliau
turun tahta karena melanggar kaidah moral. Adikku
Yogascitra, kau harus hati-hati, sebab segalanya kini
bergantung padamu. Apakah peristiwa pelanggaran kaidah
moral akan kembali terulang atau bisa kita hindarkan.
Engkaulah kini yang menentukan," kata Purohita.
Mendengar ucapan ini, semakin berkerut dahi Bangsawan Yogascitra. Dan kebingungan bukan saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melanda Bangsawan Yogascitra seorang, sebab semua yang
hadir pun sama-sama mengerutkan dahi, tidak terkecuali
Ginggi. "Mengapa saya harus jadi seseorang yang amat
bertanggung jawab kepada situasi negara, Kakanda?" tanya
Bangsawan Yogascitra bingung.
"Benar belaka, adikku," jawab Purohita Ragasuci yakin,
"Bila benar Sang Prabu memutuskan akan mempersunting
Nyimas Layang Kingkin seperti apa kata Bangsawan Bagus
Seta, maka akan menimbulkan banyak pertentangan di
kalangan istana. Sejak dahulu kala Raja tabu mengawini
wanita larangan, sedangkan yang dimaksud wanita
larangan menurut keyakinan kita adalah kaum wanita yang
sudah terikat pertunangan. Dulu, Sang Prabu Dewa Niskala
terpaksa harus turun tahta sebab seluruh pejabat istana dan
para pendeta begitu keberatan memiliki Raja yang
melanggar tabu. Kalau pelanggaran tabu juga dilakukan
Raja sekarang, aku khawatir kemelut istana akan terulang
lagi. Dan segalanya bergantung padamu kini, sebab
peristiwa aib ada di sekelilingmu. Engkau harus berjuang
agar pertunangan Raden Banyak Angga dengan Nyimas
Layang Kingkin harus berlangsung. Kalau Ki Bagus Seta
tak mencabut atau membatalkan pertunangan putrinya,
maka Nyimas Layang Kingkin sudah terikat pertunangan
dan dia wanita larangan, tak boleh dipersunting Raja!" kata
Purohita Ragasuci dengan suara tegas.
Sunyi suasana di ruangan paseban itu. Semua orang
nampaknya begitu terpengaruh oleh ucapan Purohita
Ragasuci. Ginggi juga ikut berpikir. Kalau tradisi semacam ini
benar masih dipegang erat oleh orang Pajajaran, maka
kedudukan Raja dalam bahaya. Atau lebih luas dari itu,
keutuhan negara akan terganggu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah aku harus menyetujui seluruh usul Ki Bagus
Seta?" gumam Bangsawan Yogascitra.
"Benar adikku ?"
"Maaf, saya tidak setuju Ayahanda!" Banyak Angga
berkata agak keras. "Saya juga tak setuju dengan kebijaksanaan ini,"
Purbajaya bahkan ikut memperkuat. Bangsawan Yogascitra
menatap tajam kepada kedua pemuda itu satu-persatu.
"Maafkan saya yang lancang Ayahanda," kata Banyak
Angga menyembah dan menunduk. Namun hanya sebentar
saja wajahnya menatap lantai, sebab pemuda itu segera
menatap tajam ayahandanya.
"Tidak saya sangsikan, sebenarnya saya amat mencintai
Dinda Layang Kingkin. Serasa saya akan mati bila saya tak
sanggup hidup bersamanya. Tapi harga diri saya beserta
nama baik penghuni puri lebih saya utamakan. Raja boleh
aib karena melanggar kaidah moral tapi tidak bagi kita.
Kalau kita datang merengek minta dikasihani agar
pertunangan jangan batal, betapa rendahnya kita, betapa
kecilnya harga diri penghuni puri Yogascitra di mata
mereka. Barangakali mereka akan tertawa penuh kemenangan. Barangkali juga mereka akan mendikte kita
dengan mengemukakan serba keinginan dan berbagai
persyaratan. Tidak Ayahanda, jangan biarkan kita
menderita aib seperti itu!" kata Banyak Angga tegas. Dia
menyembah takzim lagi, undur ke belakang dan duduk
dengan kepala tunduk.

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bangsawan Yogascitra termangu-mangu mendengar
keputusan putra laki-lakinya itu. Ginggi menyaksikan,
betapa bingungnya bangsawan berperangai sabar ini.
Barangkali di hatinya penuh dengan kemelut. Bangasawan
Yogascitra tentu bimbang dengan banyak pertimbangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia pasti mengerti ada masalah besar di depannya dan
segalanya bergantung padanya. Dia harus pandai memilih,
apakah harus menyelamatkan negara, ataukah hanya
berjuang sebatas perjuangan harga diri keluarga"
Sunyi terus mencekam ruangan paseban. Tak ada yang
berani berkata-kata lagi. Sehingga pada suatu saat Purohita
Ragasuci mohon diri untuk kembali kemandala (tempat
para wiku berkumpul). "Sudah aku sampaikan isi hatiku. Tapi perjalanan hidup
memang sudah ada yang mengatur. Aku hanya berusaha,
dan mungkin kalianpun begitu. Mari kita serahkan pada
Sang Rumuhun agar keputusan-keputusannya tidak berupa
petaka buat kita dan bumi Pajajaran," kata Purohita
Ragasuci, berkomat-kamit, menengadahkan kedua belah
tangan dan kemudian mengucapkan salam karena hendak
segera berlalu dari tempat itu.
Semua orang menundukkan kepala tanda hormat
terhadap Purohita istana yang hendak meninggalkan
paseban puri Yogascitra. Sepeninggal Purohita, semua orang masih tidak sanggup
melakukan pembicaraan. Banyak Angga dan Purbajaya
duduk tegak berpangku tangan. Sedangkan Nyimas Banyak
Inten duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk. Dan
ketika Ginggi menatap wajahnya, betapa mata gadis itu
merah lebam dan di pipinya basah bersimbah air mata.
"Saya akan mohon diri, Juragan?" kata Ginggi
memecah kesunyian. Semua orang menengok ke arahnya dan seperti baru
sadar bahwa utusan Ki Bagus Seta masih berada di sana.
"Mengapa kau tak kembali ke puri majikanmu?" tanya
Purbajaya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Percakapan kalian tadi begitu penting dan saya tak
berani mengganggu," tutur Ginggi hormat.
"Raden, badega ini lancang benar mendengarkan
percakapan kita. Dia orang puri Bagus Seta, barangkali
obrolan kita akan disampaikan kepada majikannya!" kata
Purbajaya bicara pada Banyak Angga.
"Biarkanlah percakapan di ruangan ini disampaikan
badega itu pada majikannya. Dengan demikian Ki Bagus
Seta akan tahu kemelut yang ditimbulkannya," kata Banyak
Angga seraya menatap tajam pada Ginggi yang masih
duduk agak jauh di belakang.
"Bolehkah saya meninggalkan tempat ini, Juragan?"
tanya Ginggi. "Pergilah?" kata Bangsawan Yogascitra. "Jangan kau
terpengaruh oleh sikap-sikap kami, anak muda. Kau tidak
salah dan kami tidak membencimu," kata Bangsawan
Yogascitra sebelum Ginggi meninggalkan paseban.
Ginggi mengangguk hormat dan hatinya senang.
Bangsawan ini benar-benar berperangai baik, termasuk
sopan terhadap orang kebanyakan. Untuk kedua kalinya
Ginggi mohon diri dan menyembah takzim. Sekilas dia
pandang lagi wajah Nyimas Banyak Inten yang masih tetap
menunduk dan tidak mengacuhkan kepergiaan Ginggi.
"Purbajaya, antarkan pemuda itu ke luar benteng, kalau-
kalau dia mengalami kesulitan untuk pulang," kata
Bangsawan Yogascitra. "Akan saya antarkan dia, Paman?" kata Purbajaya.
Ginggi akan menolaknya. Tapi kata Purbajaya hari
sudah malam. Ginggi akan dicurigai jagabaya yang bertugas
malam bila tiba-tiba dia keluar benteng puri sendirian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar penjelasan ini, Ginggi baru mengikuti pemuda
itu untuk diantar keluar benteng puri.
"Maafkan, aku tadi agak kasar padamu, Ginggi?" kata
Purbajaya di tengah jalan.
"Kemarahanmu wajar, Raden, sebab aku orang dari puri
Bagus Seta ?" kata Ginggi memaklumi.
"Aneh, orang sepertimu bisa bekerja di sana," kata
pemuda itu di tengah keheningan malam.
"Saya seperti apa, Raden?" Ginggi menatapnya.
"Tidak seperti apa-apa. Tapi kebanyakan pekerja puri itu
angkuh dan sedikit kasar."
"Ah, saya kan hanya seorang badega. Kalau Juragan
Bagus Seta terkenal angkuh, masa badeganya harus meniru-
niru. Bisa marah dia," kata Ginggi.
Purbajaya terkekeh merasa lucu. Ginggi menatap lagi.
Ingin sebetulnya dia bertanya pada pemuda itu, terutama
hubungannya dengan peristiwa bunuh diri tunangannya
yang ditinggalkan di Tanjungpura sana. Tapi bagaimana
musti mulai" Kalau secara tiba-tiba bertanya tentang itu
hanya akan membuat pemuda itu bingung, atau marah
karena tak percaya. Dan lebih ruwet dari itu, Purbajaya
pasti menyelidik siapa dia, padahal selama ini Ginggi harus
tetap menyamar agar aman dalam melakukan berbagai
penyelidikan. "Sudah sampai di pintu keluar, Raden. Terima kasih atas
bantuannya," kata Ginggi.
"Tidak, kita akan sama-sama pergi keluar benteng. Aku
akan pergi ke benteng luar, menuju tepi Sungai
Cipakancilan ?" kata pemuda itu.
" Mau apa malam-malam kesana, Raden?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, sekadar jalan-jalan saja. Ada seseorang yang harus
aku temui disana," gumam pemuda itu.
Ginggi tak berpanjang-panjang mengajukan pertanyaan,
sebab nampaknya pemuda itupun nampaknya enggan
membicarakannya lebih lanjut. Hanya saja mendengar
nama Cipakancilan serasa diingatkan kembali kepada Ki
Ogel dan Ki Banen. Sebulan lalu Ginggi sengaja berkunjung ke rumah tua di
tepi Kali Cipakancilan untuk melihat kesehatan Ki Banen.
Bulan lalu orang tua itu sudah berangsur sembuh setelah dia
membantunya dengan beberapa ramuan obat. Ginggi sudah
meneliti, sakitnya Ki Banen karena ada orang yang
membuat agar dirinya sakit dengan cara memberikan obat
yang salah. Ketika Ginggi tanya siapa yang memberi obat,
Ki Banen mengaku sebagai pemberian Seta dan Madi.
Ginggi menyelidik lagi, mengapa kedua pemuda anak buah
Suji Angkara itu memberikan jenis obat seperti itu. Dan dari
penjelasan kedua orang itu, terkorek rahasia bahwa
segalanya bermula dari Suji Angkara. Pemuda itulah yang
menyuruh memberikan obat kepada Ki Banen. Dengan
begitu terbukti sudah kejahatan Suji Angkara. Dia akan
mencelakakan Ki Banen, orang yang selama ini menjadi
anak buahnya juga. Mengapa Suji Angkara hendak mencelakakan Ki Banen"
Dugaan Ginggi, ini karena Suji Angkara sudah mensinyalir
bahwa Ki Banen mencurigai kejahatannya selama ini.
Untuk menutupinya, Ki Banen harus dienyahkan!
"Kita bisa jalan bersama sampai jalan berbalay ke arah
benteng luar," kata Purbajaya melangkah di lorong yang
diapit dua benteng puri. Jalanan demikian sepi dan gelap
sebab di sana tak ada penerangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik Raden " Tapi di depan kita ada orang yang
berjalan mendatangi," bisik Ginggi. Purbajaya rupanya
sudah pula melihat tapi dia tidak merasa bercuriga. Lain
lagi dengan Ginggi. Kendati suasana gelap tapi matanya
sudah demikian terlatih. Yang datang adalah tiga orang.
Satu melangkah di depan dan dua mengikuti di belakang.
Yang membuat darah Ginggi berdesir, karena Ginggi hafal
betul, ketiga orang di depan adalah Suji Angkara, Seta dan
Madi. Ginggi khawatir dirinya diketahui mereka. Itulah
sebabnya pemuda itu segera membuka ikat kepalanya dan
digunakannya untuk menutupi hidung dan mulutnya
dengan jalan kedua ujung ikat kepala diikatkan di belakang
tengkuknya. Ginggi dan Purbajaya di lain fihak sudah hampir
berpapasan dengan rombongan Suji Angkara. Dan mereka
nampak menghentikan langkah ketika tahu siapa yang
dihadapi. "Purbajaya?" "Benar ?" jawab Purbajaya tidak curiga.
"Serbu !!!" teriak Suji Angkara.
Madi dan Seta menerjang ke depan menyerbu Purbajaya.
Suji Angkara pun serentak menghambur ke depan.
Purbajaya dikurung mereka bertiga.
(O-anikz-O) Kedok Terbuka Perkelahian satu lawan tiga berlangsung seru di
kegelapan malam. Tapi dalam sebentar saja Ginggi
mendapatkan bahwa Purbajaya tidak akan menang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadapinya. Bukan saja karena mendapat pengeroyokan tak seimbang, tapi pun kepandaian Purbajaya
tidak begitu tinggi bila dibandingankan dengan Suji
Angkara. Jadi, jangankan dikeroyok, sedang hanya dilayani
satu orang Suji Angkara saja, pemuda ini pasti akan kalah.
Yang jadi pertanyaan, mengapa Suji Angkara musti
melakukan pengeroyokan, padahal dengan kepandaiannya
sendiri saja bisa melumpuhkan lawan"
Barangkali hanya satu hal bisa diduga, mereka bertiga
sudah berniat hendak mencelakakan Purbajaya tidak
kepalang tanggung. Nampak sekali Purbajaya kepayahan menghadapi
pengeroyokan ini. Mungkin serangan-serangan kedua
pemuda Seta dan Madi bisa dia tanggulangi sebab mereka
hanya memiliki kepandaian biasa saja. Tapi kemampuan
Suji Angkara jauh di atas kemampuannya dan Purbajaya
amat keteter dibuatnya. Ginggi sudah menyaksikan, begitu ganasnya serangan-
serangan Suji Angkara. Jurus-jurus yang dikeluarkan semua
ditujukan untuk mengarah langsung kepada nyawa lawan.
Nampak nyata oleh Ginggi, Suji Angkara bermaksud
membunuh Purbajaya. Suatu saat kedudukan Purbajaya ada dalam bahaya.
Pemuda ini baru saja menangkis sodokan pukulan tangan
Seta yang mengarah ke ulu hatinya. Serbuan ini bisa
ditangkis Purbajaya dengan cara menepiskan tangan
kanannya ke bawah sambil badannya sedikit membungkuk.
Namun dari arah belakang, Madi memukul pundak
pemuda itu. Begitu telaknya pukulan Madi. Kendati tidak
menimbulkan luka berarti karena pukulannya tidak
memiliki tenaga dalam, tapi membuat tubuh Purbajaya
tersuruk ke depan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar kekeh Suji Angkara. Barangkali dia puas
melihat lawannya jatuh. Di saat tubuh Purbajaya tersuruk
di tanah, Suji Angkara melompaat ke udara. Maksudnya
pasti, dia ingin menyerang kepala Purbajaya dengan
sepasang kakinya. Purbajaya sepertinya sudah tak bisa
berkelit. Kalau dia berguling tentu kedudukan tubuhnya
akan terbalik, yaitu wajah tengadah. Dan ini akan
berbahaya lagi, sebab serangan kaki lawan akan mengarah
ke wajahnya. Ginggi harus mencegah penganiayaan ini. Untuk itulah
dia segera melayang tinggi. Tangan kanannya dia pentang
lebar dan telapak tangannya dibuka berbareng dengan
serangan pukulannya. Pemuda ini tersenyum di balik cadar
ikat kepalanya, sebab membayangkan telapak tangannya
yang terbuka lebar akan dengan telak mengarah jidat Suji.
Dan benar dugaannya. Tubuh pemuda itu yang lagi
melayang di udara mendadak terlontar kembali ke belakang
diiringi teriakan kesakitan.
Buk! Tubuhnya membentur benteng. Seta dan Madi yang
juga sama akan melakukan serangan berbareng dari kiri dan
kanan ke arah tubuh telentang Purbajaya juga sama
menjerit kesakitan karena dengan sapuan kaki Ginggi,
membuat kedua pemuda itu terjajar membentur tembok.
Untuk sementara keduanya meloso tak sanggup bangun
lagi. Tapi Suji Angkara yang tubuhnya lebih kuat, sudah
sanggup bangun kembali kendati nampaak sempoyongan
sambil tangan kiri memegangi jidatnya.
"Kau " kau! Siapa kau?" suara Suji Angkara lebih
terdengar heran ketimbang marah.
Ginggi yang wajahnya masih bercadar ikat kepalanya
mencoba menakut-nakuti pemuda itu dengan berpura-pura
seolah mau mengejarnya. Dan nampak sekali rasa takut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda itu. Dengan tubuh limbung Suji Angkara berlari
menjauhi lorong gelap, meninggalkan kedua anak buahnya
begitu saja. "Engkau?"" Purbajaya yang sudah berdiri di sisinya
amat terkejut sebab mungkin dia tak menyangka
kemampuan Ginggi sehebat itu. Namun sebelum Purbajaya
banyak bicara, Ginggi segera menempelkan telunjuk di
dekat bibirnya. Dan Purbajaya nampaknya mengerti
keinginan Ginggi, apalagi ketika dia melihat Ginggi
menutupi wajahnya sendiri.
Ginggi menunjuk kepada kedua anak buah Suji Angkara.
Nampak keduanya mencoba bangun dengan susah-payah
dan sama-sama memegangi jidatnya masing-masing.
Purbajaya mendekati kedua pemuda itu

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menanyainya. Tapi yang ditanya hanya memijit-mijit
jidatnya sambil sesekali menggoyang kepala seperti
mencoba mengusir rasa pening. "Ini penyerangan kedua
kalinya terhadapku. Coba kau jelaskan, mengapa kalian
melakukannya?" tanya Purbajaya menarik baju kedua orang
itu kiri dan kanan. "Cepat bicara!" Purbajaya menyentak-nyentak ujung baju
Seta dan Madi. "Kami " kami disuruh Raden Suji!" kata Seta meringis
menahan sakit."Ya, aku tahu kalian pasti disuruh
majikanmu yang jahat itu. Tapi coba kau jelaskan, mengapa
majikan kalian selalu mencoba untuk mencederai aku" Apa
dosaku" Jawab cepat!"teriak Purbajaya kesal.
"Karena kau jahat!" teriak Madi parau. Plak! Tangan kiri
Purbajaya menampar pipi pemuda tonghor itu.
Madi mengeluh karena tamparan ini mengarah pipi
kanannya. "Coba sebutkan kejahatanku! Kapan aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merugikan kalian?" kembali Purbajayamengguncang- guncang tubuh kedua orang itu karena kesal, marah tapi
sekaligus heran. "Engkau menjadi gara-gara matinya Nden Wulansari!"
kata Seta. "Apa" Wulansari tunanganku, tolol! Siapa bilang dia
mati?" teriak Purbajaya berang."Kami ingin membela
Juragan Ilun Rosa karena kematian putrinya. Karena kau
penyebabnya, maka kami berniat menghukummu, sebab itu
juga yang diinginkan Juragan Ilun Rosa!" kata Seta.
Plak! Purbajaya kini menampar pemuda Seta. "Bunuhlah
aku, agar kejahatanmu tak tanggung-tanggung!" kata Seta
menyeka ujungbibirnya. Rupanya ada darah keluar dari
mulutnya. "Aku tidak pernah menyombongkan diri bahwa aku
orang baik. Tapi omongan kalian ngaco bila menuduhku
melakukan kejahatan, apalagi pembunuhan. Dan kalian
katakan, tunanganku sendiri yang aku bunuh" Betulkah
Dinda Wulan mati?" Purbajaya lebih bernada heran
ketimbang marah. "Memang kau tak bunuh langsung Nden Wulan. Tapi
kau tinggalkan dia begitu saja dan surat yang kau serahkan
padanya amat menyakitkan hatinya, sehingga Nden Wulan
patah hati dan nekad bunuh diri," kata Seta.
Purbajaya nampak akan kembali memukul pemuda itu,
tapi tangan kuat Ginggi segera menahannya. "Aku tak
mengerti omongan ngaco kalian. Aku tak pernah menyakiti
kekasihku!" teriak Purbajaya.
"Bagaimana dengan surat daun nipah yang kau
tinggalkan?" tanya Seta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tak pernah meninggalkan surat apa pun sebab
ketika aku akan ke Pakuan, aku bicara langsung pada
Dinda Wulan. Siapa yang katakan aku tinggalkan surat dan
apa isi surat itu?" tanya Purbajaya.
Giliran Seta dan Madi bingung.
"Kau tidak pernah meninggalkan surat?"
"Ya, coba terangkan, apa isi surat itu?" desak Purbajaya.
"Kata Raden Suji, surat itu menyebutkan engkau akan
bekerja di Pakuan dan akan melangsungkan perkawinan
dengan anak bangsawan Pakuan! Akibatnya Nden Wulan
sakit hati dan bunuh diri," kata Seta lagi.
Kembali Purbajaya akan memukul pemuda Seta. Kali ini
disertai tenaga amat kuat karena dorongan kemarahan yang
sangat. Namun untuk yang kesekian kalinya tangan kuat
Ginggi menahannya dari belakang.
"Biarkan tanganku Ginggi!" teriak Purbajaya menahan
marah. Mendengar nama itu disebut, Seta dan Madi berseru
kaget. "Ginggi"!" katanya berbareng.
Ginggi menghela nafas, menyesalkan ucapan Purbajaya
yang tak sengaja membuka cadar wajahnya.
"Ya " aku pemuda dungu itu, Seta," gumamnya pelan.
"Kaukah yang barusan melumpuhkan kami dalam satu
gebrakan saja?" tanya Seta masih tak percaya.
"Maafkan aku Seta. Dan aku pula yang tiga kali
membikin jidat majikanmu menyendul sebesar telur ayam
itu. Kau sampaikan pada Raden Suji. Pertama kali jidatnya
kubuat bengkak di gua hutan Cae. Kedua kulakukan di
depan jendela kamar Nyi Mas Banyak Inten bulan lalu.
Dan mungkin yang ketiga kalinya adalah di lorong gelap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini. Kalau kau sampaikan berita ini, dia tak akan berani
mungkir!" kata Ginggi masih berkata pelan namun
membuat Seta dan Madi semakin mepet ke dinding saking
takut dan terkejutnya. "Seta, juga Madi, aku peringatkan, kau jauhi Raden Suji.
Dia orang berbahaya dan kalian memilih majikan yang
salah. Seharusnya kalian sudah sadar sejak dulu ketika aku
tanya perihal pengobatan untuk Ki Banen. Kalian sadar
ramuan obat untuk Ki Banen dari Raden Suji bukan saja
tidak menyembuhkan, melainkan juga membahayakan jiwa
Ki Banen. Tapi kendati begitu kalian tetap tidak bercuriga,
mengapa Raden Suji memaksa memberikan obat berbahaya
itu. Ketahuilah, majikanmu berusaha untuk melenyapkan
Ki Banen sebab dia menduga, Ki Banen mengetahui
kejahatannya. Sekarang kau tetap tertipu oleh kelicinan
Raden Suji sehingga hampir saja membunuh orang tak
bersalah macam Raden Purbajaya ini. Kalian jangan pura-
pura tidak tahu, bahwa selama kalian ikut Raden Suji
banyak terjadi wanita bunuh diri. Mungkin kau ingat di
Desa Wado. Mungkin pula di Tanjungpura. Dan kalian
juga pasti tahu, wanita bunuh diri di antaranya karena
alasan kehormatan terganggu. Tidakkah Nyi Santimi dulu
melapor padamu bahwa suatu malam dia diculik ke sebuah
gua" Semua yang menyangkut wanita selalu di sekitar di
mana Raden Suji berada. Dan engkau Raden Purbajaya,"
Ginggi menoleh pada pemuda disampingnya," Kalau kau
merasa nyawamu diancam dua kali oleh Raden Suji, itu
karena upaya pemuda jahat tersebut, agar kejahatannya
tidak terungkap. Aku sudah bisa menduga, Suji Angkaralah
yang membuat surat palsu yang isinya seolah-olah
menyakiti perasaan Wulansari dan mendorongnya untuk
bunuh diri. Padahal aku yakin, Wulansari dibunuh oleh
pemuda itu setelah kehormatan gadis itu diganggu. Bulan
lalu untuk yang kedua kalinya Suji Angkara mencoba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengganggu kehormatan Nyimas Banyak Inten. Peristiwa
pertama bisa digagalkan oleh Ki Banen dan peristiwa kedua
aku yang menggagalkan," kata Ginggi membeberkan
keburukan Suji Angkara secara panjang-lebar.
Ketiga orang yang menyimak penjelasan ini begitu
terpana sebab ini adalah berita yang amat mengejutkan
sekali. "Sudahlah Raden, kita lepaskan kedua orang ini. Mereka
hanya terbawa-bawa saja dan tak mereka sadari sedikit
pun," kata Ginggi. Seta dan Madi menatap kepada Purbajaya. Tapi karena
pemuda itu nampak tidak bermaksud menahannya, maka
keduanya menyembah hormat dan undur dari tempat itu.
Tinggallah Purbajaya termangu-mangu di kegelapan
malam. Rupanya pemuda itu masih terpengaruh oleh
kejadian-kejadian yang baru saja terjadi dan melibatkan
dirinya. "Mari Raden kita lanjutkan perjalanan, bukankah engkau
akan menuju tepi Sungai Cipakancilan?" kata Ginggi.
"Tidak perlu ke sana sebab barusan engkau sudah
menjelaskannya," gumam pemuda itu dengan nada pahit.
"Kalau boleh aku bertanya, rencanamu apa menuju
Sungai Cipakancilan itu?" Ginggi bertanya sambil
memandang pemuda itu di kegelapan malam.
"Aku akan menuju rumah Ki Ogel dan Ki Banen karena
aku curiga, Suji Angkara pernah masuk ke rumah tua itu,"
kata Purbajaya. "Sejak setahun yang lalu aku curiga
terhadap Suji Angkara sebab dia sepertinya membenciku
tanpa sebab. Suatu malam seperti malam ini, aku diserang
bayangan hitam. Tapi melihat gerak-geriknya aku tahu. Dia
Suji Angkara. Aku waktu itu hampir terbunuh kalau saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak datang pertolongan para jagabaya puri Yogascitra.
Bayangan hitam itu melarikan diri di kegelapan. Aku tak
mau bilang pada siapa-siapa perihal kecurigaanku pada Suji
Angkara. Maklum, dia anak pejabat penting di Pakuan ini.
Jadi sebelum jelas benar permasalahannya, aku tak akan
beritahu siapa pun. Maka aku lakukan penyelidikan. Baru
sekarang aku tahu apa penyebabnya " Oh, benarkah Dinda
Wulansari sudah mati?" akhirnya pemuda itu mengeluh.
Ginggi mengangguk mengiyakan.
"Hanya yang saya heran, mengapa berita kematian gadis
kekasihmu tidak pernah diketahui selama ini?" tanya
Ginggi. "Sejauh mana hubunganmu dengan gadis Wulan,
Raden?" tanya lagi Ginggi.
"Itulah mungkin penyebabnya. Aku bercinta dengan
Dinda Wulan baru secara diam-diam saja. Hubungan kami
takut tak direstui mengingat antara Ayahandaku dan
Kandagalante Subangwara tidak punya kesepakatan
pendapat. Subangwara adalah paman kekasihku. Berita
kematian Dinda Wulan tidak sampai kepadaku karena
Ayahanda mungkin merasa tak berkepentingan memberitahukannya padaku?" kata Purbajaya mengeluh.
Nampak sekali dia diliputi kesedihan.
"Kau " Aku lihat sikapmu aneh," akhirnya pemuda itu
berkata seperti itu. "Hm " begitukah, Raden?" gumam Ginggi.
"Aku bingung, ada di fihak mana sebetulnya engkau.
Aku teliti engkau pernah mengabdi pada Suji Angkara.
Sesudah itu sekarang jadi badega (pelayan) Bagus Seta.
Tapi sepertinya kau tak memihak mereka," tanya pemuda
itu heran. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi hanya tersenyum. "Saya ingin memihak kebenaran. Tapi kebenaran yang
mana, sampai hari ini saya tak tahu ?" jawab Ginggi.
"Mengabdi dan berfihaklah pada satu kekuatan yang
membela kebenaran. Kurasa tak baik menutup-nutupi
kemampuan sendiri. Orang tidak pernah menghargai
kebodohan. Karena kau dianggap bodoh, maka pekerjaanmu hanya sebatas badega saja. Padahal kepandaianmu hebat sekali. Kau bisa menjadi perwira
kerajaan. Pakuan amat membutuhkan orang-orang pandai,"
kata Purbajaya. "Saya belum berpikir untuk mengabdi kepada siapa.
Itulah sebabnya saya sembunyikan kepandaian yang ada.
Dengan demikian saya tidak diperhatikan orang dan bebas
melakukan berbagai penyelidikan ?"
"Penyelidikan" Apa yang tengah kau selidiki?"
"Perbuatan Suji Angkara, bukankah saya yang selidiki?"
kata Ginggi. Purbajaya mengangguk-angguk maklum.
"Penyelidikanmu telah menolongku, mungkin akan
menolong banyak orang. Malam ini juga aku harus
laporkan kejadian ini pada Paman Yogascitra," kata
pemuda itu. "Jangan dulu," Ginggi mencegahnya.
"Mengapa" Keluarga Yogascitra dalam bahaya. Bukankah kau tahu Bangsawan Bagus Seta melamar
Nyimas Banyak Inten untuk kepentingan Suji Angkara?"
tanya Purbajaya. "Betul dalam bahaya, tapi kalian sudah sepakat untuk
tidak memberikan Nyimas Banyak Inten kepada pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bejat itu, seperti yang kalian rundingkan tadi sore. Yang
ingin saya cegah adalah berita kebejatan pemuda itu, harap
Raden tidak mengabarkannya dulu pada keluarga
Yogascitra," kata Ginggi.
"Mengapa?" "Aib Suji Angkara sulit dibuktikan, sebab semuanya baru
bersumber pada ucapan saya semata. Kalau keluarga
Yogascitra ikut menuding sambil dasarnya baru dari
keterangan seorang badega, keluarga Bagus Seta akan balik
menuntut dan itu merugikan nama baik Bangsawan
Yogascitra. Sang Prabu tengah mempercayai Bangsawan
Yogascitra, dan beliau akan diangkat jadi Penasihat Raja.
Itulah sebabnya Ki Bagus Seta mencabut pertunangan
Raden Banyak Angga dan Nyimas Layang Kingkin.
Sebetulnya bukan Sang Prabu yang minta tapi Ki Bagus
Seta yang sengaja menawarkan, dengan harapan dia punya
kekerabatan dengan Raja. Dan bila sudah begitu,
diharapkan kedudukan Penasihat Raja tidak jatuh ke tangan


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bangsawan Yogascitra!" kata Ginggi secara rinci, membuat
mulut Purbajaya menganga saking heran mendengar
penjelasan seperti itu. "Engkau hebat, begitu tahu banyak kejadian-kejadian
penting yang menyangkut kalangan istana. Dari mana kau
tahu, sedangkan aku sendiri yang beberapa kali diundang
oleh Raja tidak pernah mendengar berita ini?" tanya
Purbajaya heran. "Itulah perlunya menjadi orang rendahan, Raden.
Seorang badega bodoh tak akan diperhatikan. Dan karena
tak diperhatikan, dia bebas melakukan penyelidikan
penting," kata Ginggi bangga tapi sambil teringat dirinya
babak-belur dihajar orang-orang Ki Bagus Seta karena
sempat dicurigai. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali Purbajaya termangu-mangu.
"Kalau Raden mau membantu perjuangan saya, tolong
rahasiakan keberadaan saya. Malam ini juga saya akan
kembali ke puri Bagus Seta. Raden juga di sana harus
berjuang menjaga Nyimas Banyak Inten," kata Ginggi.
"Aku siap menjaga keamanannya, Ginggi."
"Terima kasih," jawab Ginggi entah apa maksudnya.
Keduanya berpisah di lorong gelap itu. Ginggi berniat
akan kembali ke puri Ki Bagus Seta dan Purbajaya ke puri
Bangsawan Yogascitra. Namun sebelum keduanya berpisah, Ginggi beberapa kali menasihati pemuda itu agar
tidak sembarangan bertindak.
"Saya bisa mengerti kesedihan dan kemarahan Raden
karena kematian gadis yang Raden cintai. Tapi bila secara
sembrono Raden menyerbu Puri Suji Angkara, akan terlalu
berbahaya. Bahkan sekarang Raden harus hati-hati
bepergian seorang diri. Selama setahun ini Raden bebas dari
incaran pemuda itu mungkin karena Raden terbiasa keluar-
masuk Puri Bangsawan Yogascitra bahkan ke Istana Raja,
dan Suji Angkara agak segan bertindak di tempat-tempat
itu. Tapi oleh Raden kini terbukti, sedikit saja berada di luar
puri, Raden sudah diserang dan diancam bahaya," kata
Ginggi panjang-lebar. Ginggi tak bisa menduga, apakah pemuda ini bisa
mengerti untuk bisa menahan emosinya" Ada juga perasaan
khawatir, takut kalau-kalau pemuda ini bertindak sendiri.
Kalau demikian jadinya, suasana akan bertambah runyam.
Peristiwa barusan saja sebenarnya amat tak dikehendaki
olehnya. Ginggi sebetulnya masih ingin merahasiakan
identitasnya kepada siapa pun juga. Sekarang sudah ada
tiga orang yang sekaligus tahu siapa dirinya. Kalau Seta dan
Madi masih menginduk kepada Suji Angkara, barangkali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang keempat itu yang tahu siapa dirinya adalah Suji
Angkara. Karena sudah terlanjur dirinya diketahui, jadi Ginggi
harus secepat mungkin melakukan tindakan. Tapi tindakan
apa, Ginggi pun sebetulnya belum tahu persis.
Ginggi meloncat pergi ketika Purbajaya telah meninggalkan tempat itu. Tujuannya tidak kembali ke Puri
Bangsawan Bagus Seta, melainkan akan menyelinap ke Puri
Suji Angkara. Ginggi berpikir kemungkinan dirinya sudah dikenal oleh
Suji Angkara, karena Seta dan Madi pasti melaporkannya.
Kalau benar demikian Suji Angkara tentu akan segera
melaporkan kepada ayahnya. Dan bila sudah begitu, akan
terputus pula usaha penyelidikannya.
Ginggi harus berpacu. Dia harus mencegah pemuda
jahat itu berhubungan dengan ayahnya. Karena jalan
pikiran inilah dia memilih pergi menuju Puri Suji Angkara
saja. Ginggi berlari, menyelinap ke kiri dan ke kanan untuk
menghindari pertemuan dengan para tugur. Tugur atau
ronda setiap malamnya terdiri dari dua rombongan. Satu
berjaga dijawi khita dan satu rombongan lagi bertugas
didalem khita, Masing-masing rombongan dipecah dua lagi.
Semuanya berkeliling memutari benteng untuk pada suata
saat saling bertemu pada satu titik.
Tapi Ginggi tak boleh bertemu dengan tugur. Jadi kalau
sayup-sayup di depan didengar suara kohkol (kentongan) di
tabuh dengan teratur, pertanda tugur tengah berkeliling
menyusuri benteng. Pemuda itu harus bersembunyi di balik
pepohonan, atau bahkan langsung meloncat ke atas dahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Ginggi bersembunyi di dahan pohon pun nampak
serombongan tugur tengah berjalan menyusuri dalem khita.
Jumlahnya ada sekitar dua belas orang terdiri dari jagabaya
pilihan. Mereka berbekal oncor (obor) tapi kebanyakan
membawa tombak, cagak atau bahkan pedang. Hatinya
merasa bersyukur ketika terjadi perkelahian di lorong
benteng tadi, tugur belum lewat ke wilayah benteng di
mana mereka berkelahi dengan rombongan Suji Angkara.
Ketika rombongan tugur sudah lewat, Ginggi baru berani
melayang turun dari atas pohon. Sesudah itu dia segera
berlari lagi menuju Puri Suji Angkara.
Namun pemuda itu amat terkejut, sebab beberapa saat
sebelum tiba di pintu gerbang Puri Suji Angkara, terdengar
banyak kentongan dipukul bersahut-sahutan. Para tugur
pun berlarian menuju gerbang puri.
Berdebar hati Ginggi. Di Puri Suji Angkara pasti terjadi
huru-hara. Tapi huru-hara perkara apa" Dia belum bisa
memastikan. Ada sedikit dugaan, barangkali Purbajaya
sudah melapor ke Puri Yogascitra perkara kejahatan Suji
Angkara dan malam itu mereka melakukan penyerbuan.
Kalau Purbajaya melapor bahwa Suji Angkara pernah
mencoba melakukan kejahatan terhadap Nyimas Banyak
Inten, kemungkinan akan membikin kemarahan para
penghuni puri Bangsawan Yogascitra dan malam itu juga
pasti melakukan penyerbuan.
Tapi kecurigaan ini segera ditepisnya. Jarak dari Puri
Bangsawan Yogascitra ke Puri Suji Angkara cukup jauh.
Kalau mereka menyerbu Puri Suji Angkara, sebelumnya
tentu harus melewati dirinya, sebab jalan menuju Puri Suji
Angkara atau Puri Ki Bagus Seta hanya terdiri dari satu
jalan saja. Kalau berkeliling tentu akan sangat melambung
dan tak mungkin bisa datang lebih cepat ketimbang dirinya.
Jadi kalau begitu, habis ada huru-hara apakah di puri itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kepung penjahat! Kepung pemberontak!" terdengar
teriakan-teriakan di dalam benteng puri.
Ginggi segera menahan napas untuk mengumpulkan
tenaga inti. Sesudah terhimpun, inti tenaga disalurkan ke
bagian kaki. Sesudah itu Ginggi menggerakkan kedua
kakinya dan badannya terlontar ke udara. Badannya
kembali turun dan sepasang kakinya tepat menclok di atas
benteng setingi 3 depa. Ginggi melihat ada pertempuran
kecil. Atau lebih tepat lagi, ada pengeroyokan. Satu orang
pemuda bersenjatakan kelewang tengah dikeroyok tujuh
orang atau sembilan orang jagabaya yang bersenjatakan
macam-macam jenis dari mulai senjata tajam seperti
tombak, pedang dan cagak, sampai senjata ringan untuk
menangkap orang seperti cangkalak misalnya. Tapi yang
membikin Ginggi terkejut setengah mati, karena orang yang
tengah dikepung dan dikeroyok adalah pemuda Seta. Seta
menyerang membabi-buta mengayunkan kelewang ke kiri
dan ke kanan. Nampaknya dia sudah tidak memikirkan
jiwanya lagi, sebab serangannya tidak menggunakan ilmu-
ilmu berkelahi yang wajar. Dia hanya serampangan saja
membanting senjatanya ke kiri dan ke kanan tanpa berniat
menangkis serangan lawan. Yang dia lakukan sepertinya
berusaha menyerang para pengeroyoknya saja. Memang
ada satu dua pengeroyoknya yang terkena bacokan atau
tusukan Seta. Tapi di sebuah lapangan rumput tepi paseban
kecil sudah berdiri belasan jagabaya lainnya. Jadi setiap
satu atau dua pengepung mundur dan terluka, segera
digantikan oleh tenaga baru.
Melalui penerangan cahaya obor yang banyak dipegang
beberapa jagabaya, Ginggi melihat banyak luka diderita
pemuda Seta. Sekujur tubuhnya sudah bersimbah darah,
begitu pun wajahnya, sehingga hampir-hampir tidak
dikenali lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang membuat darah Ginggi berdesir adalah ketika
memandang ke arah bagian lain masih di sekitar tepi
paseban. Suji Angkara nampak berdiri bertolak pinggang
dengan angkuhnya, sedang di depannya terdapat tiga tubuh
bergeletakan tak bergerak. Ginggi tak bisa mengenali tubuh-
tubuh siapakah itu, sebab ketiganya hampir rebah
tertelungkup. Satu tubuh agak gempal, terkujur membelakangi sehingga Ginggi tak bisa mengenali
wajahnya. Hanya yang jelas, orang tergeletak itu sudah tak
bernyawa sebab dari cahaya remang-remang api obor,
banyak luka di punggungnya. Satu mata tombak bahkan
masih menempel di tengkuknya. Rupanya orang itu ditusuk
dari belakang dan ujung tombak patah tertinggal di tengkuk
orang naas itu. Kini Ginggi berbalik lagi menyaksikan Seta yang
dikepung banyak jagabaya. Sebentar lagi pasti Seta akan
bisa dilumpuhkan. Ginggi membayangkan, bila pemuda itu dibiarkan ada di
dalam pengeroyokan, maka nasibnya sudah bisa ditebak,
apalagi dengan luka-luka di sekujur tubuhnya yang banyak
menguras darah. Ginggi belum tahu apa penyebab pengeroyokan itu.
Yang jelas Seta dalam bahaya dan harus ditolong.
Ginggi hanya punya kesempatan sedikit saja untuk
menolong Seta. Oleh sebab itu dia harus segera turun
tangan. Pemuda itu membuka bajunya dan membiarkan
tubuh bagian atas telanjang begitu saja. Tubuh berelanjang
akan lebih mengaburkan identitas ketimbang berpakaian.
Ginggi pun segera menutup wajahnya sebatas hidung ke
bawah, menggunakan ikat kepala warna hitamnya. Setelah
semuanya siap, dia segera meloncat dari atas benteng,
jumpalitan mendekati arena pertempuran. Bentakan keras
sekeras suara geledek dari mulut Ginggi yang dikerahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melalui tenaga himpunan di seputar dadanya, mengakibatkan semua orang terkejut setengah mati.
Untuk sejenak konsentrasi para jagabaya terganggu dan
sedikit terhenti dalam melakukan penyerangan terhadap
Seta. Kesempatan ini dia pergunakan untuk melakukan
serangan kepada para pengeroyok Seta. Tubuh Ginggi
berputar seperti gasing dengan kedua tangan mengembang
lebar. Setiap tangan jagabaya yang kena pukul atau sabetan
telapak tangan Ginggi meringis dan menjerit kesakitan dan
semua senjata yang mereka pegang terlontar atau jatuh
terlepas. (O-anikz-O) Permohonan Maaf Tak Bersambut
Para jagabaya hiruk-pikuk karena kaget dan heran
melihat penyerbu gelap ini. Namun teriakan Suji Angkara
agar segera mengepung penyerang baru ini menyadarkan
para jagabaya untuk segera bergerak melakukan pengepungan. Kini Ginggi ada di tengah-tengah bersama Seta yang
sudah mulai limbung tubuhnya. Sebelum tubuh pemuda itu
jatuh berdebum ke tanah, Ginggi segera memeluknya.
Tubuh Seta dia usung di pundaknya.
Dengan tubuh Seta di pundak, gerakan Ginggi tidak
selincah ketika masih bebas sendirian. Bahkan kini hanya
tangan kanannya saja yang masih bebas. Padahal para
pengeroyok mulai mendekat dan melakukan penyerangan
dari sana-sini. Akan sangat berbahaya bila Ginggi membiarkan dirinya
ada di tengah pengepungan. Serangan dari depan atau
samping masih bisa dia tepis. Tapi serangan beruntun dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang akan sangat sulit dihindarkan karena beban tubuh
Seta yang dipanggulnya menghalangi gerakannya.
Untuk menghindarkan serangan dari belakang, Ginggi
harus meloncat ke tepi dinding puri. Dengan jalan
menempelkan tubuh di tepi benteng musuh hanya akan
menyerang dari depan saja.
Benteng puri ada di depannya, mungkin berjarak empat
atau lima depa saja. Dan untuk memburu tempat itu,
Ginggi harus melakukan serangan mendahului penyerangan
lawan. Dengan pengerahan tenaga sepenuhnya, Ginggi
meloncat ke depan sambil tangan kiri mengempit tubuh
Seta. Para pengepung di bagian depan nampak kaget sekali.
Barangkali mereka tidak berpikir bahwa Ginggi akan
senekat itu mendahului melakukan penyerangan. Akibat


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari rasa terkejutnya ini membuat persiapan mereka kurang
matang dalam menyambut datangnya serangan. Sehingga
ketika Ginggi melakukan gerakan-gerakan dengan tangan
kanannya, tangkisan para jabagaya kurang beraturan.
Apalagi Ginggi dalam melakukan serangan disertai
teriakan-teriakan membahana agar jantung mereka bergetar
dan konsentrasinya terganggu.
Serangan Ginggi ternyata ada hasilnya. Para jagabaya
tidak bisa melakukan penyerangan dengan baik. Ketika
seorang jagabaya menyodokkan ujung tombaknya ke arah
wajah Ginggi. Sodokan itu kurang begitu jitu karena tidak
disertai tenaga yang kuat. Maka dengan mudahnya Ginggi
menangkap batang tombak dan dengan kekuatan penuh
menariknya. Tubuh jagabaya pemegang tombak tersuruk ke
depan. Kalau Ginggi mau bertindak kejam, ujung kakinya
bisa menendang jidat jagabaya itu sampai bocor, atau
barangkali sampai batok kepalanya hancur berantakan,
tergantung sejauh mana tenaga tendangan kakinya dia
kerahkan. Namun kepala lawan dia biarkan tersuruk jatuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di depan kakinya. Dia sendiri malah meloncat pergi
mendekati tepi benteng puri.
Sekarang dia sudah berada di tepi benteng dan
punggungnya membelakangi benteng tersebut. Dengan
demikian dia sudah bisa membebaskan diri dari serangan-
serangan musuh yang sekiranya dilakukan dari belakang.
Dengan bersenjatakan tombak di tangan kanan, Ginggi
begitu mudah menangkis serangan lawan. Setiap ada
serangan yang berhasil dia patahkan, ujung tombak dia
lanjutkan seolah-olah dia mau menusuk tubuh lawan.
Sudah barang tentu gerakan-gerakan ini membuat tubuh
lawan berkelit karena disangkanya tusukan itu akan
berlanjut. Padahal Ginggi secuil pun tidak bermaksud
melukai lawan, apalagi membunuhnya.
Sedangkan Suji Angkara dari pinggir paseban terus
berteriak-teriak agar para jagabaya segera membunuh
penyerang baru ini, tanpa sedikit pun ikut bergerak.
Ginggi sudah cukup membuat penyerang kalang-kabut
dan membuat mereka keder untuk melakukan penyerangan.
Nyali mereka dipastikan sudah jatuh sehingga dalam
melakukan serangannya, mereka sudah nampak meragu.
Kesempatan ini digunakan Ginggi untuk melarikan diri dari
tempat itu. Ginggi menghimpun inti tenaga lagi,
menotolkan sepasang kakinya ke tanah dan badannya
melayang naik ke atas benteng di mana tadi dia meloncat
turun. Pakaiannya yang dia kaitkan di ranting pohon segera
diambil dan dibelitkannya pada lehernya.
"Serbu !!!" teriak Suji Angkara berkali-kali.
Teriakan ini dibalas Ginggi dengan melontarkan tombak
yang tadi dibawanya. Senjata itu meluncur tidak begitu
deras mengarah jidat Suji Angkara sehingga pemuda itu
cukup punya waktu untuk menghindar dengan jalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjatuhkan tubuhnya ke samping. Mata tombak hanya
seujung kuku menempel di tiang kayu. Sebentar kemudian
jatuh ke bawah dan ujungnya menimpa jidat pemuda itu.
Terdengar teriak kesakitan Suji Angkara. Bukan lantaran
ujung tombak jatuh terlalu keras, tapi karena jidat pemuda
itu sudah sejak tadi luka memar oleh pukulan Ginggi di
lorong gelap itu. Ginggi berlari menyusuri atas benteng, meloncat di
sebuah kelokan yang gelap dan melanjutkn larinya secepat
mungkin. Ginggi tak tahu ke mana harus melarikan tubuh luka
pemuda Seta ini. Seta perlu pengobatan segera, tapi Ginggi
tak punya cara penanggulangannya. Bila Seta di bawa ke
puri Yogascitra, hanya akan menjerumuskan penghuni puri
itu ke dalam kancah keributan.
Akhirnya Ginggi mencoba melarikan tubuh Seta menuju
Tajur Agung. Jaraknya cukup jauh, yaitu berada di arah
timur tembok benteng dalam.
Di Tajur Agung Ginggi pernah lihat banyak jenis
tanaman rambat dan salah satunya bisa digunakan
membebat luka. Namun baru saja tiba diLeuwi Kamala Wijaya,
terdengar suara rintihan Seta. Dengan terputus-putus
pemuda itu meminta agar tubuhnya diturunkan.
Ginggi menoleh ke kiri dan kanan serta belakang,
meneliti kalau-kalau ada fihak pengejar. Dan sesudah yakin
tempat itu sunyi sepi, Ginggi segera membawa tubuh tak
berdaya itu ke bawah pohon rindang sehingga suasana di
sana demikian gelap. Ginggi menurunkan pondongannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar erang kesakitan ketika tubuh itu diletakkan di
atas tanah berumput. "Engkau " engkau Ginggi, bukan?"" Seta bicara
terputus-putus dan terengah-engah.
"Ya " aku Ginggi."
"Sudah aku duga. Kau pasti datang menolongku?" kata
Seta menahan sakit. "Tapi aku tak sengaja menolongmu. Aku hanya berpikir
kau dan Madi akan melaporkan tentangku pada Suji
Angkara. Karena aku sangka begitu, maka aku menuju puri
Suji Angkara," kata Ginggi sambil memeriksa bagian-
bagian luka pemuda itu. Namun kendati dalam gelap,
Ginggi bisa menduga, luka Seta demikian parahnya. Ada
beberapa tusukan melukai bagian-bagian amat lemah dan
sulit mendapatkan pertolongan. Luka-luka itu banyak
mengeluarkan darah dan barangkali sudah sejak tadi sebab
ada beberapa luka yang darahnya sudah agak mengering.
"Aku tidak beritahu siapa kau sebenarnya. Suji Angkara
sampai saat ini masih tetap menyangka kau sebagai badega
bodoh dan tolol. Sengaja aku tak bilang agar kau tetap
leluasa melakukan penyelidikan?" kata Seta di tengah
erang kesakitan. "Engkau amat setia pada Suji Angkara, tetapi mengapa
kau akan dibunuh mereka?" tanya Ginggi heran.
Dengan susah-payah karena menahan rasa sakit, Seta
menjelaskan bahwa sesudah mendapatkan penjelasan dari
Ginggi, di lorong benteng, Seta mulai sadar bahwa dia telah
salah memilih majikan. Penjelasan Ginggi perihal tindak-
tanduk Suji Angkara yang buruk sebenarnya merupakan
berita yang kesekian kalinya yang didengar Seta. Jauh
sebelumnya ketika bertugas mengirim seba, Ki Banen pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah mensinyalir bahwa Suji Angkara amat misterius.
Ketika tiba di Pakuan, Ki Banen malah mengajak semua
orang agar meninggalkan Pakuan dan tidak mengabdi pada
Suji Angkara. Tapi Seta dan Madi tak mau percaya dengan
ucapan orang tua itu, sebab Suji Angkara dianggap berjasa
telah memberinya pekerjaan yang dianggap Seta cukup
terhormat. Kemarahan Seta memuncak ketika Ginggi mengabarkan
bahwa yang menculik Nyi Santimi, calon istrinya adalah
Suji Angkara. Seta juga marah ketika diberitahu bahwa obat
untuk Ki Banen dari Suji Angkara yang diserahkan melalui
dirinya adalah ramuan berbahaya untuk Ki Banen. Seta
juga marah setelah tahu yang melukai Ki Banen sampai
luka parah adalah juga Suji Angkara. Atas macam-macam
bukti kejahatan Suji Angkara yang sebelumnya dia kagumi,
maka Seta berbalik menjadi benci. Benci mendengar jenis
kejahatan pemuda itu dan juga dendam karena Suji
Angkara pernah menculik Nyi Santimi. Untuk melampiaskan kemarahannya, Seta mengajak Madi ke
rumah Ki Banen dan ki Ogel. Ketika dikhabarkan peristiwa
ini, semua orang tergerak hatinya dan sama-sama
membenci Suji Angkara. Kemarahan tak bisa dibendung sehingga akhirnya secara
sembrono mereka berempat mencoba menyerang puri dan
berniat membunuh Suji Angkara.
"Tapi " ya, kami sembrono. Suji Angkara orang pandai.
Begitu pun anak buahnya. Kami jadi bulan- bulanan"semua temanku tewas!" kata Seta mengeluh
menahan tangis. "Kau maksudkan tiga orang yang bergeletakan itu adalah
Madi, Ki Banen dan Ki Ogel?" Ginggi bertanya setengah
berteriak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya " mereka tewas " mereka tewas. Oh " mereka
tewas," Seta mengeluh panjang-pendek dan di antara deru
napasnya dia menangis sesenggukan.
"Kalian memang sembrono. Kepandaiana kalian belum
cukup untuk melawan Suji Angkara begitu saja?" gumam
Ginggi penuh sesal. Dia amat sedih mendengar ketiga orang
itu tewas mengenaskan. Ya, bahkan dia pun melihat dengan
mata-kepala sendiri, betapa ketiga orang itu malang-
melintang dengan tubuh penuh luka. Ginggi sedih. Apa pun
yang pernah dilakukan mereka terhadapnya tapi sebetulnya
mereka orang-orang baik."
"Kalian sembrono dan membuang nyawa sia-sia?"
keluh Ginggi penuh sesal.
"Maafkan aku, Ginggi?" gumam Seta lemah.
"Memang engkau salah, Seta. Karena sembrono kau jadi
celaka seperti ini?" kata Ginggi mengeluh lagi.
"Bukan itu " Aku minta maaf karena aku berdosa
padamu. Selama ini aku selalu menghinamu, selalu
merendahkanmu. Padahal diriku tidak seujung kukumu.
Aku sombong "aku dungu " Oh, aku benci diriku?" Seta
kembali menangis sambil menahan rasa sakitnya.
Mendengar ucapan Seta yang dilakukan sepenuh jiwa,
Ginggi jadi terkejut. Tidak! Siapa yang sebenarnya berdosa"
(O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 18 "Seta " Akulah yang banyak dosa. Aku bersalah
padamu. Akulah yang harus minta maaf?" kata Ginggi
akhirnya. Teringat kembali kelakuan penuh aib antara
dirinya dan Nyi santimi, padahal dia tahu, Nyi Santimi
adalah calon istri Seta. Dia berdosa besar, padahal Seta laki-
laki baik. Paling tidak pemuda yang dikenal angkuh ini
setidaknya masih punya nilai kesetiaan. Terbukti berkali-
kali dia digoda wanita, Seta tetap teguh pendiriannya
karena cintanya hanya untuk Nyi Santimi. Seta ini punya
nilai. Dan nilai sebaik ini malah dikotori oleh
tindakan-tindakan Ginggi yang berani mengganggu keutuhan Nyi Santimi. Jadi siapa yang sebetulnya berdosa"
"Seta jangan minta maaf padaku. Bahkan kau yang harus
hukum aku?" kata Ginggi mengguncang-guncang tubuh
Seta. Seta hanya bisa membalas dengan pegangan
tangannya, lemah dan sedikit menggigil menahan sakit.
"Seta " dengarkan aku " dengarkan aku?" kata
Ginggi mendekatkan bibirnya ke telinga Seta. Dia ingin
membuat pengakuan jujur bahwa dirinya telah berlaku jahat
mengganggu kehormatan Nyi Santimi. Suji Angkara juga
jahat akan memperkosa Nyi Santimi. Tapi niat jahatnya tak
pernah kesampaian. Sebaliknya dirinya, tidak melakukan
perkosaan. Peristiwa di hutan kecil setahun lalu suka sama
suka. Namun tetap saja kejahatan, sebab Ginggi tak berhak
mengganggu gadis yang sudah punya calon suami. Dan
calon suaminya itu kini tergolek lemah, bahkan sedang
meminta maaf padanya. Gila! Seharusnya dirinyalah yang
meminta maaf, atau bukan minta maaf tapi minta dihukum!
"Seta!"Seta!"Dengarlah! Aku akan buat pengakuan!"
Ginggi menempelkan bibirnya di telinga Seta. Dengan
kerongkongan tersekat dan lidah sedikit kelu, Ginggi
berbicara terpatah-patah. Isinya pengakuan perihal kejadian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masa lalu di mana dosa telah diperbuat bersama Nyi
Santimi. Selesai membuat pengakuan dosa, dia bertanya pada
Seta, kalau pemuda itu ingin memperlakukan apa saja
Ginggi mau. "Bilanglah apa saja. Kalau kau suruh aku bunuh diri,
maka aku akan bunuh diri sekarang juga. Ayo bilang Seta!
Cepat bilang!" Ginggi mengguncang-guncang tubuh Seta.
Namun Ginggi baru sadar, bahwa sejak tadi mulut Seta
sudah tak bicara sepatah kata pun, tidak juga mengeluhkan
rasa sakitnya. Ginggi pun baru sadar bahwa sejak tadi, jauh
sebelum dirinya membuat pengakuan dosa, tubuh Seta
sudah tak bergerak lagi, tidak juga menggigil menahan
sakit. Seta sepertinya sudah pasrah terhadap keadaan. Apa
yang sudah ditentukan bagi dirinya, sudah dia terima
dengan penuh kesadaran. Ya, Seta pemuda angkuh tapi setia ini, kini sudah diam.
Sudah mati! Ginggi menangis di dekat mayat pemuda itu. Menangis
karena sedih, menangis karena dosa.
Tapi Ginggi tak terus-terusan larut dalam kesedihannya.
Dia harus segera pergi dari tempat itu, jangan sampai
diketahui oleh tugur sebab tentu amat menyulitkan dirinya.
Tapi tentu saja sebelum pergi dia tak boleh membiarkan
jasad Seta tergolek begitu saja di sana. Ginggi harus
menyempurnakannya sebagai penghormatan

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terakhir kepada pemuda itu. Caranya bagaimana, Ginggi tidak tahu
persis. Dulu Ki Darma pernah bercerita tentang kebiasaan
nenek moyang orang Pajajaran dalam menyempurnakan
tubuh orang mati. Dahulu Kerajaan Sunda sebelum
bernama Pajajaran, Dayo atau ibukota kerajaanbeberapa
kali melakukan perpindahan antara Galuh (Ciamis) dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pakuan (Bogor), tergantung di mana raja yang baru diwastu
(dilantik) betah tinggal. Masyarakat di kedua wilayah
mempunyai tradisi berbeda dalam menyempurnakan orang
mati. Galuh disebut sebagai wilayah air, maka kebiasaan
menyempurnakan jasad si mati di Galuh, dengan cara
dilarung atau dihanyutkan ke sungai atau ke laut. Di
sungai-sungai besar seperti Cijulang, Ciwulan, Ciseel atau
bahkan Citanduy didapat tempat bernama panereban yaitu
tempat untuk nerebkeun atau melabuhkan jasad orang mati.
Sebaliknya tradisi di Pakuan karena wilayah pegunungan,
menyempurnakan orang mati dengan cara dikurebkeun
atau dikubur di dalam tanah. Tempat untuk ngurebkeun
disebut pasarean, Menurut kelaziman di Pakuan, orang
mati seharusnya dikurebkeun, Tapi di tengah malam gelap-
gulita seorang diri, tak mungkin mengubur jasad Seta,
Ginggi pilih cara yang jadi tradisi orang Galuh yaitu dengan
jalan dilarung atau diterebkeun, yaitu dilabuhkan ke sungai.
Sungai yang paling dekat dari Tajur Agung adalah
Cihaliwung dan wilayah aliran sungai ini yang paling
dalam adalah Leuwi Kamala Wijaya atau dikenal juga
sebagai Leuwi Sipatahunan.
Ingat cara ini, maka Ginggi segera memondong tubuh
yang sudah mulai dingin itu ke arah timur, yaitu tepi Sungai
Cihaliwung paling dalam. Jaraknya tidak begitu jauh,
sepemakan sirih saja dia sudah sampai di sana. Ginggi
mencari akar-akaran dan sebongkah batu. Batu itu dia
ikatkan menjadi satu dengan jasad Seta, menggunakan
akar-akaran. Ginggi menunduk memberi hormat dengan
merapatkan kedua belah tangannya. Tubuh dingin itu dia
angkat dan dilemparkan ke permukan leuwi, Karena
dibebani sebuah batu, sedikit demi sedikit tubuh tak
bergerak itu mulai tenggelam. Permukaan air sedikit
berputar-putar membuat ulekan ketika tubuh itu sudah
benar-benar tenggelam. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Untuk kesekian kalinya Ginggi menghormat pada tubuh
Seta yang mulai hilang ditelan airLeuwi Sipatahunan.
Ada bayangan berdiri di depan matanya, bayangan gadis
Santimi, calon istri Seta. Ingatkah gadis itu pada calon
suaminya" Gadis itu pernah mengaku tidak mencintai Seta
dan hanya memilih Ginggi saja. Tapi Ginggi tahu betul,
Seta begitu mencintai Nyi Santimi. Cintanya yang tulus dia
buktikan dengan kesetiaan. Seta sepengetahuan Ginggi
tidak pernah tergoda oleh gadis lain. Dia mengikuti Suji
Angkara karena ingin dapat pekerjaan yang terbaik untuk
diabdikan pada Nyi Santimi.
Selesai nerebkeun jasad Seta, Ginggi segera memakai
bajunya lagi, juga membelitkan ikat kepalanya lagi. Sesudah
itu dia meninggalkan tempat itu untuk kembali "pulang" ke
puri Bagus Seta di mana dia "bekerja".
Namun di tengah jalan hampir dekat ke lorong jalan
menuju benteng puri Bangsawan Bagus Seta, berpapasan
dengan serombongan jagabaya berbekal obor dan senjata
tajam. Di belakangnya ada dua orang penuggang kuda.
Penunggang itu adalah Suji Angkara dan ayah tirinya
Bangsawan Bagus Seta. Rombongan berhenti ketika berpapasan dengan Ginggi.
"Engkau dari mana saja anak dungu?" teriak Bangsawan
Bagus Seta setengah geram.
"Bukankah saya disuruh mengantarkan surat untuk
Juragan Yogascitra, Juragan?" kata Ginggi gagap untuk
menjelaskan bahwa dirinya takut atas kemarahan ini.
"Ya, aku tahu. Tapi itu kan tadi. Seharusnya kau pulang
sejak tadi ?" kata lagi Bangsawan Bagus Seta menyelidik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di puri Bangsawan Yogascitra banyak tamu, sehingga
surat baru saya serahkan sesudah tamu selesai dengan
urusannya," kata Ginggi mencari alasan.
"Tapi surat itu bisa kau titipkan saja pada jagabaya, tak
perlu kau tunggui berlama-lama seperti itu, tolol!" teriak
Bangsawan Bagus Seta lagi.
"Saya takut surat itu tidak sampai ?" kata Ginggi
menundukkan kepala. Bangsawan Bagus Seta hanya
mendengus. "Maafkan saya merepotkan kalian sehingga jagabaya
dikerahkan mencari saya ?" gumam Ginggi. Terdengar
tawa kecil di sana sini. Suji Angkara yang sejak tadi diam
pun ikut tertawa. "Orang sedungu kau untuk apa susah-susah dicari?" kata
Suji Angkara dengan tawa penuh ejekan.
"Mari "!" kata Bangsawan Bagus Seta mengajak
rombongan berjalan lagi. "Kita bagi dua lagi, Ayahanda. Saya akan balik lagi ke
arah barat sampai tepi Cipakancilan," kata Suji Angkara
menahan gerakan kudanya. Bangsawan Bagus Seta menyetujui sehingga rombongan
jagabaya dibagi dua. Yang ikut Suji Angkara ada kira-kira
tujuh orang jagabaya. "Kalian jalan duluan aku ada perlu dengan badega bodoh
ini!" kata Suji Angkara.
Ke tujuh jagabaya bersenjata lengkap segera pergi
meninggalkan tempat itu, bergerak ke arah barat.
Tinggallah kini Suji Angkara dan Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada kejadian apakah, Raden?" Ginggi pura-pura tak
tahu sambil mata memandang serombongan jagabaya yang
mulai menjauh. Suji Angkara tidak menjawab, melainkan menyepak
punggung Ginggi dengan ujung kaki kanannya yang
berterompah lancip. Ginggi terkejut dan langsung pura-pura
terjerembab ke depan. "Eh, ada apakah, Raden?" kata Ginggi. Sebetulnya
benar-benar heran dan khawatir. Khawatir kedoknya
terbuka. "Setan alas kau!" teriak Suji Angkara gemas. Pemuda itu
turun dari kudanya dan menjambak pakaian Ginggi.
"Ada " Ada apakah, Raden?" Ginggi sudah siap dengan
pengerahan tenaga di sepasang tangannya kalau-kalau
pemuda itu melakukan tindakan berbahaya bagi keselamatan jiwanya. Namun Suji Angkara hanya
mengguncang-guncang tubuh Ginggi.
Selintas Ginggi melihat, pemuda itu tengah terguncang
jiwanya. Jidatnya yang bengkak karena tonjokannya tadi
nampak nyata membiru. "Sudah sebulan kau kukirim ke puri ayah tiriku, tapi
kutunggu-tunggu kau malah enak-enakan di sana. Apakah
kau sudah lupa tugasmu bangsat cilik?" kata Suji Angkara
geram. "Saya tidak lupa dengan tugas yang diberikan olehmu,
Raden. Selama ini saya tetap memata-matai puri itu ?"
kata Ginggi mencoba melepaskan jambakan pemuda itu.
"Ya, tapi kau tidak pernah melapor padaku, tolol!" kata
lagi Suji Angkara. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah Raden pernah katakan, saya boleh melapor
kalau ada hal-hal penting saja?" tanya Ginggi.
"Memang begitu! Tapi kenapa kau tak melapor?" tanya
Suji Angkara lagi menyebalkan.
"Habis selama ini saya tak menemukan hal-hal penting di
sana ?" ujar Ginggi menghelanapas seperti kecewa.
"Sedikit pun?" "Sedikit pun!" "Kau tidak pernah lihat Ki Banaspati memasuki puri
Ayahandaku dan mengobrolkan sesuatu di sana?"
"Tidak!" "Tidak ada berita apa pun?"
"Ada!" "Soal apa?" "Bahwa Nyimas Layang Kingkin harus dinikahkan
dengan Sang Prabu dan engkau harus meminang Nyimas
Banyak Inten!" jawab Ginggi.
"Kalau itu aku sudah tahu, tolol, sebab ayah tiriku pasti
bilang padaku!" potong Suji Angkara gemas.
"Kalau begitu tak ada lagi," kata Ginggi seperti menyesal
atas ketidak-berhasilan tugasnya.
"Dasar kau tolol!?"
"Bukan saya tolol, tapi kalau sesuatu yang harus saya
intip tak ada, ya mau apa lagi?" kata Ginggi mengajukan
alasan. Plak! Pipi Ginggi dihadiahi tamparan. Ingin Ginggi balik
menampar kalau saja dia tak ingat dirinya hanyalah seorang
badega "bawahan" pemuda jahat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lantas bagaimana selanjutnya, Raden?"
"Kau kembali saja ke puri ayahku dan lanjutkan tugas-
tugas yang aku bebankan padamu. Tapi awas " kalau kau
berani mengkhianatiku, nyawamu lepas dari badanmu. Tak
ada orang yang bisa hidup karena mengkhianatiku,
mengerti?" "Mengerti, Raden ?"
"Ya, cepat pergi!" Ginggi meninggalkan tempat itu
dengan perasaan gemas sekaligus sedih. Sedih karena dia
bisa menduga, ketiga orang yang tergeletak di puri Suji
Angkara yaitu Madi, Ki Ogel dan Ki Banen sudah
dipastikan tewas. Bila menurutkan hawa nafsu, ingin dia
pukul roboh Suji Angkara di tempat sunyi tadi sebab tak
akan ada orang tahu. Tapi membunuh pemuda itu hanya
tindakan potong kompas dan tidak akan menguakkan
kejahatannya. Ginggi hanya ingin buktikan bahwa semua
orang tahu bahwa Suji Angkara orang jahat. Soal siapa
kelak yang akan menghukumnya, di Pakuan pasti ada
lembaga untuk mengurus urusan seperti itu.
Ginggi pulang ke puri Bangsawan Bagus Seta dengan
perasaan tidak menentu. Dia tak bisa mengurus dan
merawat tiga jasad yang dia anggap teman-temannya, sebab
kalau pun memaksa, hanya akan mendapatkan kecurigaan
saja. Para penyerang puri Suji Angkara dengan begitu
mudahnya di tuduh penjahat sehingga dengan amat
mudahnya pula segenap jagabaya dikerahkan untuk
membunuhnya. Ginggi segera memasuki gerbang puri yang dijaga empat
orang jagabaya dan mereka tak banyak periksa ketika
Ginggi masuk ke sana. Dia tidak banyak pertanyaan perihal
kegiatan Bangsawan Bagus Seta dan Suji Angkara, sebab
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia bisa menduga, mereka tengah menguber dirinya yang
tadi melarikan tubuh luka pemuda Seta.
(O-anikz-O) Misteri Kian Terkuak Besok siangnya Ginggi merasa amat heran, sebab
peristiwa tadi malam tidak menimbulkan hal-hal yang
membuat orang tergerak untuk membicarakannya. Bahkan
cenderung Ginggi menduga bahwa tidak banyak orang yang
tahu akan peristiwa semalam. Banyak jagabaya berseliweran di sekitar puri. Betul-betulkah banyak orang
tidak tahu ada kejadian yang Ginggi anggap amat besar itu,
ataukah " ataukah semua orang tak berani mempercakapkannya" Ginggi tidak bisa menduga dengan
pasti. Hanya saja menjelang tengah hari, Suji Angkara nampak
dipanggil menghadap ke puri ayah tirinya. Ginggi yang
melihat dari ruangan belakang melihat wajah pemuda itu
yang nampak muram dan matanya merah seperti kurang
tidur. Ginggi ingin sekali mencuri dengar percakapan kedua
orang itu. Maka Ginggi segera membawa baki siap dengan
berbagai penganan di atasnya. Ginggi akan mengantarkan
penganan ke ruangan tengah tanpa diperintah tuannya.
Di ruangan tengah nampak bersila saling berhadapan,
Suji Angkara dan Ki Bagus Seta. Keduanya berhadapan
dengan raut-muka nampak tegang seperti ada sesuatu hal
yang dirisaukan atau dipermasalahkan.
"Kau bacalah surat tadi pagi yang dikirimkan oleh
Bangsawan Yogascitra!" kata Ki Bagus Seta menyodorkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah kotak berukir yang di dalamnya berisi satu susun
daun nipah. Nampak jidat Suji Angkara yang bengkak itu agak
mengkerut ketika matanya meneliti tulisanpalawa di daun
nipah. "Kurang ajar?" desis pemuda itu sambil menggigit bibir.
Sesudah itu dia memandang Ki Bagus Seta.
"Apa artinya ini, ayahanda" Keluarga Bangsawan
Yogacitra menolak lamaran kita?" tanya Suji Angkara
dengan suara menggigil. "Mengapa bisa begini" Bukankah
tempo hari Ayahanda yakin mereka akan menerima


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pinangan kita?" tanya Suji Angkara tidak senang.
"Entah" aku juga tidak mengerti," gumam Ki Bagus
Seta mengerutkan dahi. "Barangkali ini kesalahan Ayahanda juga, mengapa
membatalkan pertunangan Dinda Kingkin dengan Banyak
Angga" Dan mengapa malah Ayahanda tawarkan adikku
pada Sang Prabu?" tanya pemuda itu penuh sesal.
"Jangan salahkan aku. Ini semua aku lakukan untukmu.
Kau akan tahu, Sang Prabu mencintai Nyimas Banyak
Inten. Karena aku sayang engkau, maka kutawarkan
adikmu pada Sang Prabu dengan harapan beliau
melepaskan kekasihmu," kata Ki Bagus Seta setengah
melamun. "Tapi nyatanya gadis itu tidak diberikan padaku. Mereka
tolak mentah-mentah lamaran kita. Padahal mereka tahu,
Nyimas Banyak Inten menyukaiku dan aku menyukai
dirinya. Mereka sengaja menolakku karena ingin membalas
sakit hati atas perlakuan Ayahanda!" kata Suji Angkara
setengah berteriak kesal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Brak! Ki Bagus Seta menggebrak meja pendek yang ada
di sampingnya sehingga kayu-kayu meja berantakan tinggal
puing-puing. Ginggi yang melihat kejadian itu dari belakang
terkesiap melihat demonstrasi tenaga yang diperlihatkan Ki
Bagus Seta. Ginggi maklum, orang ini termasuk murid
pandai dari Ki Darma. "Bisamu hanya menyalahkan orang lain saja. Dan kini
kau salahkan aku, hah!" Ki Bagus Seta juga sama
meninggikan kata-katanya.
"Ya, karena ambisimu, kau hancurkan anakmu,
ayahanda!" kata Suji Angkara. "Kau atur agar Sang Prabu
melepaskan Nyimas Banyak Inten dan mengambil adikku
agar hubungan kekerabatan dengan Raja semakin dekat
kemudian kau semakin mudah menanamkan pengaruhmu
di istana. Dan aku, mana keuntunganku yang bisa
kudapat?" tanya Suji Angkara masih dengan suara tinggi.
"Kau berkacalah dulu agar kau tahu sejauh mana dirimu
berharga untuk orang lain!" kata Ki Bagus Seta membuat
Suji Angkara pucat wajahnya.
"Apa maksudmu, Ayahanda?"
"Sudah banyak bisik-bisik tentangmu. Kau dicurigai
bermental bejat. Aku tak percaya sebelumnya. Tapi
kejadian tadi malam membuatku berpikir lain. Penyerang-
penyerang itu semua anak-buahmu. Semua menudingmu
banyak berbuat serong. Untung mereka cepat mati dan
untung sekali mayat mereka cepat kalian buang sehingga
kaum bangsawan lain tak banyak tahu peristiwa tadi
malam" Hei, siapa itu?" Ki Bagus Seta menoleh ke
belakang ketika melihat Ginggi tergopoh-gopoh datang
mendekat membawa baki berisi penganan.
"Mau apa kau ke sini?" tanya Ki Bagus Seta mendelik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Penganan untuk tamu. Bukankah sudah biasa saya
harus menyiapkannya?" tanya Ginggi pura-pura baru
datang ke ruangan itu. "Jangan sembarangan masuk tanpa dipanggil. Cepat
simpan penganan itu kembali ke ruangan belakang !" kata
Ki Bagus Seta. "Tidak perlu, pergi saja kamu!" bentak Ki Bagus Seta.
Ginggi cepat-cepat meninggalkan tempat itu tapi di
lorong pintu segera menyelinap di balik gorden tinggi.
Ginggi sembunyi di balik gorden dan membungkus
tubuhnya dengan lembaran kain lebar itu.
"Coba katakan, benarkah engkau selama ini selalu
berbuat tidak senonoh terhadap kaum perempuan?" tanya
Ki Bagus Seta penuh selidik.
Yang ditanya sepertinya tidak bisa menjawab. Dan Ki
Bagus Seta nampaknya ingin sekali mendapatkan jawaban
gemblang dari Suji Angkara sehingga untuk kedua kalinya
terdengar mengajukan pertanyaan sama.
"Ayahanda, semua orang punya kekurangannya. Aku "
dan mungkin juga engkau!" Suji Angkara malah berkata
begitu. "Maksudmu apa?" suara Ki Bagus Seta terdengar penuh
selidik. "Aku ingin tahu, apa hubunganmu dengan Ki Banaspati
ayah!" kata Suji Angkara dengan nada suara penuh selidik
pula. Terdiam sejenak, sehingga Ginggi tak tahu apa yang
tengah mereka lakukan. "Jangan macam-macam. Aku dengan dia tidak punya
hubungan apa-apa kecuali dia bawahanku dalam Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melakukan pungutan pajak negara di wilayah timur!" kata
Ki Bagus Seta. "Aku berpikir, hubungan Ayahanda dengan pejabat
misterius itu sudah lebih jauh lagi dari sekadar hubungan
atasan dan bawahan," tuding Suji Angkara.
"Mengapa kau berkata begitu?" tanya Ki Bagus Seta
suaranya terdengar sedikt bergetar.
"Ketika aku mengawal seba dari wilayah Karatuan
Talaga banyak peristiwa ganjil yang aku dapatkan. Ketika
tiba di wilayah Kandagalante Sagaraherang, aku bahkan
akan mereka bunuh. Semua telah aku laporkan padamu
ayah, tapi mana tindakanmu atas kejadian aneh itu" Biar
pun sekadar anak tiri, tapi aku anakmu. Bahkan lebih dari
itu, aku kau tugasi untuk mengawasi kelancaran tugas Ki
Banaspati. Ketika aku lapor bahwa aku akan dibunuhnya,
kau tidak melakukan tindakan apa-apa. Dari situ aku
bepikir bahwa Ayahanda punya sesuatu hubungan dengan
Ki Banaspati, entah itu hubungan apa. Yang jelas,
Ayahanda tak berniat melakukan sesuatu terhadapnya,
kendati tahu Ki Banaspati hendak melenyapkan nyawaku!"
kata Suji Angkara dengan suara cukup menggetar juga.
Sunyi beberapa saat. Dan Ginggi yang sembunyi di balik
gorden ingin sekali segera mendengar kelanjutan pembicaraan antara ayah dan anak tiri ini.
"Ki Banaspati sebelumnya tak tahu bahwa kau
anakku?" terdengar jawaban Ki Bagus Seta.
"Itu bukan sebuah alasan," kata Suji Angkara tak puas.
"Ayahanda belum menjawab perihal sikap-sikap aneh yang
dilakukan Ayahanda. Mengapa laporan dan penemuanku
tidak ayah bahas secara sungguh-sungguh. Mengapa
laporanku mengenai kecurigaan Ki Banaspati menghimpun
kekuatan gelap termasuk membentuk pasukan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertugas merampok hasil kiriman seba dari negara-negara
kecil tidak Ayahanda tangani dengan serius bahkan seperti
tak berniat melaporkannya pada Sang Prabu" Mengapa pula
semakin tinggi Ayahanda membuat kebijaksanaan penarikan pajak tetapi semakin berkurang juga pajak yang
masuk" Itu semua tidak masuk akal. Bukan aku saja yang
bercuriga tetapi juga beberapa bangsawan istana lainnya.
Kalau ayah benar memiliki kegiatan bersama Ki Banaspati,
aku tak akan banyak ikut-campur. Tapi karena aku punya
rahasia yang bisa melemahkan kedudukanmu, maka agar
kelemahan tidak terbongkar, Ayahanda pun harus
menutupi kesalahanku pula. Dan kita berdua sama-sama
saling menutupi kelemahan masing-masing," kata Suji
Angkara. Kembali sunyi mencekam ruangan di mana mereka
berada dan Ginggi tak bisa menduganya apa yang mereka
tengah lakukan. Hanya saja Ginggi tengah menduga,
mendapat serangan gencar dari Suji Angkara, rupanya Ki
Bagus Seta agak terdesak juga. Barangkali otaknya tengah
berputar untuk menyusun kata-kata yang harus disampaikannya pada anak tirinya yang nampak mulai
melakukan penekanan ini. "Apa yang kau inginkan dariku, Suji?" tanya Ki Bagus
Seta setelah lama berdiam diri.
"Tidak banyak. Tutupi kelakuan saya masa lampau dan
usahakan agar lamaran untuk mendapatkan Nyimas
Banyak Inten terlaksana," kata Suji Angkara.
Hening sejenak. "Saya bisa menduga, Ayahanda bersama Ki Banaspati
melakukan persekongkolan untuk memperkaya diri sendiri
dengan menggelapkan hasil seba. Silakan lanjutkan sebab
saya pun ikut menikmati hasilnya dan hidup makmur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama berada di Pakuan. Tapi Ayahanda tetap harus
menolongku sebab kalau kegiatan Ayahanda saya
sampaikan pada Raja, Ayahanda mendapatkan marabahaya besar," kata Suji Angkara setengah mengancam. Ki Bagus Seta belum mengeluarkan jawaban ketika tiba-
tiba seorang jagabaya, mengabarkan ada tamu yang datang.
"Siapa?" tanya Ki Bagus Seta.
"Yang akan bertamu adalah Ki Banaspati, Juragan!" kata
jagabaya. Berdesir darah Ginggi mendengarnya.
Hening sejenak. Sepertinya Ki Bagus Seta belum bisa
memutuskan apakah harus ditolak ataukah diterima saja
tamu itu. "Mengapa Ayahanda ragu-ragu" Persilakan dia datang.
Biar kita sama-sama ngobrol agar pengetahuanku lebih luas
tentang dirinya," kata Suji Angkara.
"Persilakan dia masuk?" gumam Ki Bagus Seta.
Jagabaya kembali keluar ruangan dan hampir saja tubuhnya
menyinggung bagian tubuh Ginggi yang sembunyi di balik
gorden. Tidak berapa lama kemudian ada suara langkah ringan
memasuki lorong yang kelak mengarah ke ruangan tengah
puri. Ginggi menahan napas ketika Ki Banaspati lewati
gorden. "Selamat datang Ki Banaspati?" kata Ki Bagus Seta
sedikit kaku suaranya. "Selamat bertemu. Siapa ini" Oh?" jawab Ki Banaspati
agak kaget. Ginggi menduga rasa kaget Ki Banaspati karena
melihat Suji Angkara ada di ruangan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hening "Ada penting?"" suara Ki Bagus Seta.
"Ya ?" jawab Ki Banaspati.
"Tentang apa ?""
"Tapi aku tak mau ada pemuda ini di sini "!"
"Suji kau keluarlah!"
"Baik. Tapi Ayahanda harus ingat," suara Suji Angkara.
"Ya, aku ingat "!"
Ginggi dari balik gorden mendengar suara langkah
keluar dari ruangan itu. Menjauh dan akhirnya lenyap.
"Ya, sekarang katakan apa yang ingin kau katakan," kata
suara Ki Bagus Seta. "Masih ada satu orang lagi yang mendengar pembicaraan
kita, aku tak suka!"
"Siapa?" Bersamaan dengan pertanyaan KI Bagus Seta, ke arah
gorden di mana Ginggi sembunyi berhembus angin
pukulan, rasanya menimbulkan hawa panas. Ginggi
teringat, pukulan panas seperti ini pernah dia rasakan ketika
mendapat serangan dari Ki Rangga Wisesa di sebuah gua
kapur wilayah Tanjungpura enam bulan lalu.
Ginggi tak begitu heran kalau Ki Banaspati pun pandai
memainkan ilmu ini sebab baik Ki Rangga Wisesa mau pun
Ki Banaspati sama-sama satu seperguruan. Hanya Ginggi
saja yang tidak pernah mendapatkan gemblengan ilmu
seperti itu. Bukan karena Ki Darma tak mau memberinya,
akan tetapi pemuda itu sendiri yang menolaknya. Ini karena
Ginggi tetap tak suka mempelajari ilmu yang tujuannya
hanya untuk membunuh. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(O-anikz-O) Tak Memihak Berarti Mati Namun kendati tidak mempelajari ilmu tenaga dalam
seperti ini, bukan berarti Ginggi tidak bisa memusnahkan
serangan seperti ini. Apalagi sesudah ilmu-ilmu yang ada
padanya kian dimatangkan oleh berbagai latihan selama
tiga bulan yang diberikan Ki Rangga Guna. Ginggi tahu
betul, bagaimana caranya menghadapi angin pukulan
seperti ini. Menurut Ki Rangga Guna, ada dua macam
tenaga dalam. Satu jenis akan melahirkan angin pukulan
berhawa panas dan satunya lagi berhawa dingin. Tidak
banyak orang-orang Pajajaran yang mempelajari ilmu


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semacam ini, sebab hanya orang-orang yang sudah
memiliki kekuatan jiwa dan pandai mempergunakan hawa
murni saja yang sanggup memilikinya.
Hawa pukulan panas bisa dianggap tenaga kasar,
sebaliknya hawa dingin disebut tenaga halus. Kasar bisa
dilawan dengan kasar dan halus dilawan dengan halus.
Tapi bila dua kekuatan sama saling diadukan akan
mengakibatkan sesuatu yang dahsyat. Di sana akan terjadi
adu kekuatan dan akibatnya akan fatal sebab yang
tenaganya kurang sempurna akan kalah yang mengakibatkan luka atau tewas. Ginggi tidak mau memilih
risiko seperti itu. Dia tak mau membunuh orang, tapi
dibunuh pun apalagi. Maka untuk mencari jalan tengahnya,
serbuan pukulan hawa panas yang dilontarkan Ki
Banaspati, dia jemput dengan pengerahan hawa dingin.
Pukulan hawa panas Ki Banaspati bagaikan besi panas yang
menerobos kolam air, panasnya hilang tak berbekas.
Bahkan udara yang tadi terasa panas, mendadak berubah
dingin. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang namanya orang pandai, tak baik sembunyi seperti
itu. Kami harap engkau berani memperlihatkan diri," kata
Ki Banaspati dan nada suaranya seperti heran.
Ginggi terpaksa keluar menampakkan diri. Langsung
menerobos kain gorden yang segera melepuh seperti debu.
Ginggi tersenyum tipis ketika kedua orang itu
menatapnya sambil membelalakkan kedua belah matanya.
Yang nampak paling terkejut melihat Ginggi adalah Ki
Bagus Seta. "Engkau ?""
Kedua orang itu secara bersamaan mengucapkan kata-
kata seperti itu. Kemudian Ki Bagus Seta memandang
heran kepada Ki Banaspati. Barangkali merasa heran bahwa
rekannya sudah mengenalnya pula.
"Engkau sudah mengenal badegaku, Banaspati?" tanyanya. "Dia sudah menjadi pembantuku setahun yang lalu. Tapi
pemuda ini brengsek sebab tidak satu kali pun berupaya
membantuku," kata Ki Banaspati menatap tajam Ginggi.
"Sebulan lalu dia menjadi badega di sini. Aku sudah
curiga dia memiliki kepandaian. Tapi ketika aku uji dengan
menyuruh jagabaya memukulinya, dia tak melawan. Siapa
engkau sebenarnya, hei pemuda misterius?" tanya
Bangsawan Bagus Seta mulai bercuriga lagi.
"Dia murid paling akhir dari Ki Darma"!" kata Ki
Banaspati bergumam. Nampak sekali ada perubahan pada kulit wajah Ki Bagus
Seta. Ginggi nampak tak bisa menduga, apa makna
perubahan wajah itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia diutus Ki Guru agar ikut perjuangan kita. Dan dia
sebelumnya sudah setuju ikut kita. Tapi pemuda ini
memang benar dungu. Tak ada satu pun pekerjaan yang dia
lakukan untuk kita," kata Ki Banaspati.
"Tugas apa saja yang harus aku kerjakan dan sesuai
dengan amanat Ki Darma?" kata Ginggi menguji Ki
Banasapati. Ginggi yakin, orang ini tak akan bisa
menjawabnya, sebab tugas pertama yang diberikan padanya
adalah menguntit Suji Angkara dan membunuhnya.
Beranikah dia bilang bahwa aku ditugaskan membunuh Suji
Angkara, padahal pemuda itu jelas-jelas anak tiri Ki Bagus
Seta" Demikian pikir Ginggi. Tapi pemuda ini melenggak
dan begitu kagetnya ketika Ki Banaspati menjawab dengan
jawaban yang tak mungkin dia duga.
"Ya, kau brengsek sebab selama setahun ini kau tidak
melaksanakan apa yang kuperintahkan. Buktinya Suji
Angkara sampai hari ini masih segar-bugar!" kata Ki
Banaspati sedikit mendelik.
Ginggi menatap Ki Bagus Seta. Tapi untuk kedua
kalinya dia menduga salah. Ginggi berpikir Ki Bagus Seta
akan kaget atau marah ketika mendengar Ki Banaspati
menyuruh Ginggi bunuh anak tirinya. Tapi ketika Ginggi
menatap tajam pada orang tua setengah baya ini, tidak
secuil pun ada perasaan terkejut. Bahkan roman wajahnya
pun tidak menampakkan perubahan barang sedikit pun.
Aneh sekali, pikir Ginggi.
"Aku disuruh bunuh anakmu, bagaimana pendapatmu?"
tanya Ginggi melepaskan basa-basi hormat pada Ki Bagus
Seta. Rupanya orang tua setengah baya yang berpakaian
gagah ini pun merasakan perubahan sikap Ginggi. Nampak
bibirnya tersenyum pahit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau pandai bersandiwara anak muda dan aku
tertipu oleh sikap-sikapmu yang ketolol-tololan?"` gumam
Ki Bagus Seta kembali duduk bersila di hamparan alketip
buatan negriParasi (Iran). Ki Banaspati pun duduk dan
keduanya saling berhadapan. Akhirnya Ginggi juga sama-
sama ikut duduk, agak terpisah jauh.
"Engkau memang misterius, anak muda. Kalau kau
benar-benar murid Ki Guru Darma, mengapa musti masuk
ke puriku secara main-main seperti ini?" tanya Ki Bagus
Seta akhirnya. "Masih banyak yang belum aku mengerti. Jadi aku ingin
melakukan penyelidikan secara sembunyi," kata Ginggi
tegas. "Tentang apa?" "Tentang hubungan kalian dan tentang sejauh mana
perjuangan kalian dalam menjalankan amanat Ki Darma,"
jawab Ginggi lagi menatap kedua orang itu bergantian.
"Sudah aku terangkan semuanya padamu. Engkau harus
percaya semua itu!" kata Ki Banaspati menimpali.
"Segala sesuatunya?"
Ki Banaspati terdiam sejenak. Sesudah itu dia kembali
menyahut," Ya, segala sesuatunya!"
"Coba ulangi lagi kau beberkan tujuan perjuanganmu, Ki
Banaspati!" kata Ginggi.
"Kau jangan bersuara lantang seperti itu padaku, juga
pada Ki Bagus Seta, sebab kedudukanmu di sini tidak
sama," Ki Banaspati menegur, merasa tak enak karena
Ginggi tidak menggunakan batas sopan santun.
"Kita semua seimbang sebab memiliki tugas yang sama
yang diamanatkan Ki Darma. Bahwa kalian di sini menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pejabat, tak ada hubungannya denganku!" kata Ginggi
bersila tegak dan memandang tajam kepada kedua orang
yang sama duduk bersila di depannya.
Ki Bagus Seta rupanya tersinggung dengan ucapan
Ginggi ini. Dia segera beranjak hendak berdiri namun
ditahan Ki Banaspati. "Sudahlah, adat anak ini memang keras. Ki Guru
sepertinya tidak memberikan pelajaran moral kepada anak
ini," katanya menyabarkan Ki Bagus Seta, padahal dia
sendiri yang mula-mula tersinggung dengan sikap Ginggi.
"Ingin aku tahu, sejauh mana dia memilki kemampuan
?" gumam Ki Bagus Seta menahan kemarahan.
"Mungkin dia di bawah kemampuan kita dan bukan
masalah berat bila kita ingin menundukkannya. Hanya
yang jadi bahan pertimbangan, kita semua jangan berbuat
sesuatu hal yang merugikan kita, merugikan perjuangan
kita. Kita sesama murid Ki Darma Tunggara harus seia-
sekata dalam memperjuangkan amanat guru," kata Ki
Banaspati pada akhirnya. Ini sedikit melegakan sekaligus
membuat Ginggi harus berpikir. Pendirian Ki Banaspati
angin-anginan, sebentar bersikap pemarah, sebentar kemudian seolah bersikap penuh bijaksana. Namun Ginggi
memantapkan diri untuk tidak mudah terpengaruh sikap-
sikap mereka. Ki Banaspati balik memandang pada Ginggi. "Baiklah
aku maklum, bila kebiasaan dan perangaimu begitu kepada
setiap orang. Tapi yang ingin kau pegang, tetaplah kau
gabung dengan kami!" seru Ki Banaspati.
"Banyak cara dalam menolong rakyat. Tapi cara paling
sempurna agar menghasilkan sesuatu yang besar dan berarti
adalah berupaya mengubah tatanan negara," kata Ki
Banaspati pasti. Ditatapnya Ginggi dalam-dalam seolah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memastikan bahwa tindakannya benar dan harus dijalankan. "Bagaimana dengan engkau, Bagus Seta?" Ginggi melirik
pada Ki Bagus Seta. "Aku sejalan dengan Ki Banaspati!" katanya angkuh dan
tak mau menatap Ginggi. "Menaikkan seba secara terus-menerus dan memerangi
negara-negara kecil yang ingkar membayar pajak tinggi,
itulah upaya melaksanakan amanat guru?" tanya Ginggi
penuh selidik. "Ginggi, dengarkan aku," Ki Banaspati ikut bicara,
"Untuk menuju daratan di seberang sungai yang berair
deras, kita tidak mungkin memotong arus begitu saja.
Mungkin perjalanan harus agak melambung jauh ke hilir.
Terkadang kita sulit mengarunginya dengan berenang
begitu saja. Kita harus cari pegangan. Pegangan itu,
mungkin sesuatu yang tengah dibawa arus. Begitu pun
perjuangan kita. Melawan Raja begitu saja tidak akan
sanggup mengubah keadaan dengan mudah. Di beberapa
wilayah terjadi pemberontakan, bila dilakukan dengan kasar
hanya akan meruntuhkan cita-cita mereka saja. Cobalah
mencari celah yang sekiranya bisa kita manfaatkan untuk
menyusup. Kau harus bangga kepada Ki Bagus Seta dan
aku. Orang-orang yang sesungguhnya dikejar dan dimusuhi
karena punya keterkaitan dengan Ki Darma, tapi malah
bisa menyusup ke pusat istana dan memiliki pengaruh. Tapi
sejauh apa pengaruh kita tanamkan, tetap harus sejalan
dulu dengan keinginan penguasa. Kalau kita berbuat
kebijaksanaan yang secara serentak bertolak belakang
dengan keinginan Raja, bukan pengaruh yang kita dapatkan
tapi kehancuran!" kata Ki Banaspati panjang lebar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi kebijaksanaan kalian malah terasa menyengsarakan rakyat," gumam Ginggi berpangku tangan.
"Kita ini tengah berjuang membangun sesuatu yang baru
dan membongkar hal-hal lama. Yang namanya membongkar tentu akan ada yang dirusak. Ibarat kita
menanam tanaman baru yang bebas dari hama, tentu harus
mencabuti tanaman lama yang penuh hama, terkadang
harus kita cabut seluruhnya, seluruh bagian akar juga tanah
di sekitarnya. Barangkali akan ada bangunan yang
sebetulnya baik tapi terpaksa ikut terbongkar. Barangkali
akan ada batang pohon yang masih bersih dari hama tapi
terpaksa harus ikut dicabut. Itulah pengorbanan Ginggi.
Untuk memperjuangkan suatu kebenaran, akan ada ranting-
ranting kebenaran ikut jadi korban tak ada sesuatu yang tak
wajar dari kesemuanya. Rakyat berkorban, kita berkorban,
dan semua berkorban. Kau lihatlah pengorbanan Ki Bagus
Seta. Dia berani berkorban membiarkan anak tirinya jadi
incaran pembunuhan. Suji Angkara tidak sepaham dengan
perjuangan ayahandanya. Dia masih hijau dalam urusan
kenegaraan. Satu-satunya yang harus dia junjung di
Pajajaran adalah Raja tanpa memikirkan apakah Raja
berharga buat rakyat atau tidak. Itulah sebabnya aku
mengutusmu bunuh Suji Angkara agar dia tidak jadi duri
dalam perjuangan semesta ini. Dan kau harus sanggup
berpikiran besar. Pengorbanan kita paling menyakitkan
adalah menerima tugas membunuh Ki Guru!" kata Ki
Banaspati. Kalau ada suara halilintar terdengar di siang hari bolong,
maka ucapan inilah yang lebih terasa membelah dada.
Ginggi tak terasa berdiri dari duduknya saking terkejutnya
mendengar berita yang disampaikan Ki Banaspati ini.
Matanya terbelalak dan tangannya menunjuk ke arah Ki
Banaspati. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benarkah yang kau ucapkan ini?" desisnya pendek tapi
penuh getaran. "Betul "!" gumam Ki Banaspati.
"Kau " kau pengkhianat! Kau murid murtad!" Ginggi
berteriak dan menghambur ke arah Ki Banaspati yang
masih duduk bersila. Ki Banaspati yang tak menyangka dirinya diserang tiba-
tiba, serta merta meloncat ke samping. Tapi Ki Bagus Seta
rupanya telah menyangka jauh sebelumnya. Maka sebelum
Ginggi melancarkan pukulan, Ki Bagus Seta sudah lebih
dahulu melayangkan serangan dahsyat. Serangan itu berupa
angin pukulan yang dikerahkan sepenuh tenaga. Ginggi


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasakan, serangan tenaga dalam ini sepertinya hendak
membunuhnya. Ginggi yakin akan kemarahan Ki Bagus
Seta. Dia pejabat tinggi di Pakuan, dihormati semua
bangsawan dan ditakuti para prajurit serta jagabaya.
Sekarang dia merasa terhina dengan tindak-tanduk orang
yang semula dianggap sebagai badeganya. Betapa tak
begitu. Pertama kali datang berpura-pura menjadi badega,
merendah-rendah setengah menjilat. Dan kini, Ginggi
begitu terang-terangan menentangnya, bertindak kasar dan
tidak menghormatinya secuil pun, padahal Ki Bagus Seta
merasa bahwa dirinya adalah pejabat tinggi. Barangkali ini
penghinaan pertama baginya dan menyakitkan rasanya.
Itulah sebabnya Ginggi menduga, Ki Bagus Seta akan
melakukan tindakan balas dendam atas perasaan terhinanya
itu. Namun Ginggi tidak akan mengalah begitu saja. Dia pun
sudah lama menahan kemarahan terhadap Ki Bagus Seta.
Ki Bagus Seta memang benar murid Ki Darma. Barangkali
pun dia benar telah berjuang melaksanakan amanat Ki
Darma. Tapi pergerakan Ki Bagus Seta amat melampaui
batas amanat. Dia terlalu melambung sehingga melupakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amanat yang paling mendasar dari Ki Darma bahwa semua
anak muridnya harus berjuang membela kepentingan
rakyat. Sekarang yang disaksikan Ginggi, Ki Bagus Seta
malah semena-mena membuat kebijaksanaan. Dalam
menarik pajak tinggi pun sebenarnya Raja hanya
mengeluarkan titah saja, sedangkan yang membuat rekaan
dan rancangan adalah Ki Bagus Seta. Semua titah Raja
yang terasa membebani rakyat semua keluar dari jalan
pikiran Ki Bagus Seta belaka. Sekarang Ginggi menyadari
baik Ki Banaspati mau pun Ki Bagus Seta sama-sama
memiliki ambisi untuk mempunyai pengaruh kuat di
Pajajaran. Ki Bagus Seta bergerak di dayo (ibukota) dan Ki
Banaspati bergerak di wilayah-wilayah kekuasaan Pajajaran. Ginggi tak mau tahu, yang jelas, dia tak setuju
dengan gerakan keduanya. Marah, sesal, sedih dan entah apa lagi, semuanya
menggayuti pikiran Ginggi. Dan begitu serangan pukulan
hawa panas terasa begitu kuat menyerang dirinya, Ginggi
pun segera menghimpun tenaga di bagian perutnya. Inti
tenaga seperti bergulung-gulung di perut, secara serentak dia
salurkan ke tubuh bagian atas. Urat-urat darahnya
menegang dan berdenyut, mengalir keras menuju jaringan
darah di sepanjang kedua tangannya, membuat otot-ototnya
menegang keras. Dan begitu sambaran angin pukulan
berhawa panas datang menerobos, Ginggi berteriak
menggelegar seperti suara petir layaknya. Sepasang
tangannya yang sudah terisi inti tenaga dia gerakkan
mendorong dan menolak serangan terhadap tenaga Ki
Bagus Seta. Dua angin pukulan beradu keras. Karena ada
dua tekanan udara saling berbenturan maka terdengar suara
ledakan keras di ruangan disertai kilatan kepulan asap.
Ginggi terlempar ke belakang membentur meja dan
sebaliknya tubuh Ki Bagus Seta terlempar dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
punggungnya membentur daun jendela. Kayu-kayu jendela
berantakan dan tubuh Ki Bagus seta menerobos ke luar.
Ginggi segera bangun sambil menyeka darah yang
sempat menetes ke luar dari mulutnya. Dia harus
memapaki lagi satu serangan baru yang datang dari gerakan
dorongan Ki Banaspati. Orang ini mengulangi serangannya
yang tadi pernah ditepis Ginggi dengan jalan memunahkannya dengan angin pukulan dingin.
Kedua orang ini berdiri dengan kaki terpentang lebar dan
saling mendorongkan kedua belah tangan dengan telapak
tangan terbuka lebar. Blaaar! Kembali dengan kilatan sinar
disertai kepulan asap tebal.
Untuk kedua kalinya tubuh Ginggi terlontar ke belakang.
Namun tubuh Ki Banaspati pun sama terlontar dan
punggungnya membentur dinding kayu jati. Dinding
bergetar hebat dan ada bagian-bagian kayunya yang pecah-
pecah. Tubuh Ki Banaspati menggeliat-geliat sebentar,
rupanya merasa kesakitan karena benturan tubuhnya
barusan. Namun hanya sebentar dia sudah berdiri lagi. Kali
ini langsung meloncat hendak memukul Ginggi yang masih
terlentang. Ginggi sadar akan adanya serangan ini. Tapi matanya
masih berkunang-kunang dan dadanya serasa akan pecah.
Dengan susah payah dia bergerak untuk berdiri. Namun
serangan pukulan telapak tangan miring dari Ki Banaspati
sudah mencoba mencecar pelipis kirinya. Ginggi mencoba
miringkan kepala ke kanan sedikit menunduk. Pukulan
telapak tangan miring gagal menerobos sasaran tapi
serangan itu seperti dilanjutkan menyusul ke kanan dan
Ginggi kian miringkan kepalanya ke kanan. Sementara
tangan kirinya mencoba membantu badannya untuk berdiri
dan tangan kanannya coba untuk dilayangkan ke kiri. Tidak
berbentuk kepalan, melainkan dua jari tengah dan telunjuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
digabung membentuk capit gunting untuk digunakan
menotok kerongkongan Ki Banaspati.
Rupanya Ki Banaspati sadar, serangan ini bila mengenai
sasaran akan membuat bahaya besar. Kerongkongannya
akan kaku tersumbat, atau sama sekali tertusuk dua jari
bertenaga kuat itu. Maka satu-satunya jalan untuk
menghindarinya adalah dengan jalan menarik tubuh ke
belakang. Namun layangan tangan kanan ke arah kiri ini
bisa terus nyelonong mengikuti gerakan mundur leher Ki
Banaspati. Untuk memunahkan serangan ini, Ki Banaspati
merebahkan tubuhnya, bersalto ke belakang sambil
melakukan tendangan dahsyat.
Ginggi pun bersalto ke belakang dan tendangan Ki
Banaspati bisa dia hindarkan.
Sekarang keduanya sudah sama-sama berdiri dan saling
pandang dan saling berhadapan. Sepasang mata sama-sama
saling mecorong untuk untuk mecoba mengintip kelemahan
lawan. Sambil mata tetap mencorong ke depan Ginggi memutar
otak mencari gerakan-gerakan baru yang tidak dikenal Ki
Banaspati. Sebab percuma saja menggunakan jurus-jurus
pemberian Ki Darma dalam melawan Ki Banaspati. Jurus-
jurus apa pun yang diberikan Ki Darma padanya, sudah tak
akan berarti bila digunakan melawan teman seperguruan.
Ginggi teringat pelajaran-pelajaran yang diberikan Ki
Rangga Guna beberapa bulan lalu. Ki Rangga Guna banyak
memberikan ilmu-ilmu baru. Kata orang tua itu, itu adalah
ilmu kedigjayaan yang didapatnya dari perantaun. Bukan
ilmu Pajajaran dan tidak dikenal di wilayah Pajajaran.
Kalau ilmu-ilmu itu dia praktekkan, benarkah Ki Banaspati
tidak mengenalnya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berpikir sampai di situ, Ginggi segera memasang kuda-
kuda. Dia mencoba berdiri dengan sebelah kaki kiri saja,
berjingkat sehingga hanya ujung jempolnya saja yang
menapak di lantai kayu. Sedangkan kaki kanan berjungkat
setinggi lutut kiri. Kedua tangan berkembang lebar ke
samping seperti burung garuda membuat kelepak sayap.
Ginggi melihat Ki Banaspati mengerutkan alisnya,
sepertinya dia tengah menyelidik gerakan apakah itu. Atau
barangkali juga dia tengah menerka, bagaimana kelanjutan
gerakan asing ini. Ginggi tetap berdiri kukuh dengan ujung jempol kaki
kirinya. Begitu pun sepasang tangannya masih membentuk
sayap burung garuda. Ki Banaspati bergerak satu langkah
ke depan tapi Ginggi masih bersikap diam.
Namun sebelum Ki Banaspati bergerak melakukan
penyerangan, dari luar masuk segerombolan jagabaya
dengan berbagai senjata di tangan, di belakangnya
mengikuti Ki Bagus Seta. Para jagabaya berteriak-teriak menyuruh Ginggi menyerah. Tiga orang di antaranya Ginggi hafal sebagai
jagabaya yang melakukan penyiksaan pada dirinya tempo
hari. Mereka kini bahkan paling berani menerobos masuk
dan secara gegabah melakukan penyerangan dengan tangan
kosong. "Huh! Dasar monyet dungu, dia tidak kapok kita
gebuki," kata seorang bertubuh kekar bercambang bauk
menakutkan. Dia menghambur melayangkan pukulan. Tapi
Ginggi sudah tidak berpura-pura seperti tempo hari. Begitu
Si Cambang Bauk menghambur melayangkan pukulan
dengan tangan berotot gempal dan kuat tapi pukulannya
lamban dan lemah ini, maka dengan amat mudahnya
pergelangan tangannya dia tangkap. Si Cambang Bauk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berteriak kesakitan karena pegangan tangan yang dilakukan
Ginggi disertai pengerahan tenaga. Si Cambang Bauk
berusaha melepaskan tangannya, tapi tak bisa. Tangan kiri
jagabaya tinggi besar ini segera melayangkan pukulan
tangan kirinya tapi ditangkis Ginggi. Akibatnya orang ini
menjerit ngeri karena tangannya beradu dengan tangan
Ginggi. Melihat temannya tak berdaya, tiga orang mencoba
membantu. Ginggi hafal, inilah kedua temannya yang
pernah menyiksa dirinya. Maka ingat ini, serta-merta
Ginggi memelintir tangan Si Cambang Bauk ke belakang
sehingga menjerit-jerit ngeri. Begitu badannya membalik,
Ginggi segera mendorong Si Cambang Bauk sekeras
mungkin. Tubuh besar itu menubruk dua temannya
sehingga jatuh bertubrukan dan saling tindih sesamanya.
Yang lain ikut menyerang tapi hanya jadi santapan
tangan Ginggi yang menggunakan pengerahan inti tenaga.
Sebentar saja semuanya sudah berpelanting ke segala arah.
Yang seorang malah hampir menubruk tubuh Ki Bagus Seta
yang mengeluarkan sumpah-serapah karena kemarahan
yang sangat. "Berhentilah, tak baik sesama teman seperguruan saling
bunuh!" teriak Ki Banaspati memperingatkan.
"Tidak akan saling bunuh, sebab aku yang akan bunuh
kalian. Kalian berdosa besar terhadap Ki Darma!" teriak
Ginggi sedikit terisak karena kesal dan sedih.
"Rangga Wisesa yang bersalah. Dia melaporkan Ki
Darma pada Seribu Perwira Pengawal Raja. Akibatnya,
Sang Prabu juga mengetahui di mana Ki Guru
bersembunyi. Beliau memerintahkan kami untuk mengejar
ke Puncak Cakrabuana. Tapi pelaksanaan penyerbuan aku
tak ikut. Yang bergerak ke sana adalah sesepuh perwira
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerajaan kendati semua itu adalah perintah Ki Bagus Seta!"
kata Ki Banaspati menoleh.
Ginggi juga ikut menoleh pada Ki Bagus Seta. Orang ini
tidak menampakkan perubahan mimik wajah. Ginggi
marah sekali melihat perilaku mereka. Ingin dia menerjang
kedua orang itu bila mengingat pengkhianatan keduanya
terhadap Ki Darma. Tapi sementara itu para jagabaya saling pandang
sesamanya, kemudian juga menatap Ki Bagus Seta dan Ki
Banaspati bergantian. "Juragan " Juragan Ki Bagus Seta adalah murid
pemberontak Ki Darma?" gumam jagabaya bercambang-
bauk sambil mulut masih menyeringai kesakitan karena
tangannya dipilin Ginggi.
"Juragan Bagus Seta murid pemberontak?" gumaman ini
terdengar di sana-sini. "Ya, benar " aku murid Ki Darma!" desis Ki Bagus
Seta. Dan belum habis ucapannya, dia meloncat ke sana-
kemari melakukan pukulan-pukulan telak terhadap para
jagabaya yang jumlahnya mencapai belasan orang.
Terdengar teriakan-teriakan kesakitan dan dalam waktu
singkat para jagabaya yang sebetulnya anak buahnya sendiri
terlontar kesana-kemari. Semuanya mendapatkan pukulan-
pukulan telak yang mematikan karena selain dilakukan
dengan pengerahan tenaga, juga mengarah pada bagian-
bagian yang membahayakan nyawa.
Ki Bagus Seta berdiri tegak di tengah ruangan, dikelilingi
oleh tubuh-tubuh bergeletakan tak berdaya. Ginggi kaget
sekali menyaksikan tindakan Ki Bagus Seta yang ganas tak
berperikemanusiaan ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau membunuhi anak buahmu sendiri?" tanya
Ginggi dengan suara gemetar saking heran dan terkejutnya.
Ki Bagus Seta tidak menjawab sepatah pun. Sepasang
matanya mencorong entah ke mana dan wajahnya nampak
pucat. "Itulah salah satu pengorbanan dalam perjuangan," Ki
Banaspati yang berkata. "Mengapa pengorbanan perjuangan seganas ini" Mereka
adalah orang-orang tak berdosa dan tak tahu menahu!" kata
Ginggi menoleh Ki Banaspati.
"Ya, betapa pedihnya kita berkorban. Kita harus


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh orang yang tak berdosa, membunuh orang yang
tidak tahu menahu persoalan kita, sebab kalau kita tak
melakukan hal seperti tadi, kitalah yang akan menemui
bahaya," kata Ki Banaspati lagi. "Tadi kau saksikan sendiri,
sesudah mereka tahu juragannya adalah murid Ki Darma,
serentak mereka memandang penuh curiga, padahal jauh
sebelumnya, mereka hormat dan sopan pada Ki Bagus Seta.
Ya, Ki Darma dikejar dan diburu serta dibenci orang
Pakuan. semua orang yang punya kaitan dengan Ki Darma
juga harus dibenci dan diburu. Betapa pahitnya nasib kita.
Dan betapa beratnya pengorbanan kita. Agar perjuangan
kita lancar, kita harus menutup rahasia itu rapat-rapat siapa
diri kita. Dan agar rahasia itu tetap rapat, kita harus berlaku
seolah-olah kita berdiri di fihak musuh. Jangan kau
salahkan kebijaksanaan Ki Bagus Seta dalam menurunkan
perintah agar Ki Darma diburu, sebab bila tidak begitu, Ki
Bagus Seta akan dicurigai dan perjuangan akan gagal!" kata
Ki Banaspati memberikan penjelasan. Namun penjelasan
ini tetap tak dimengerti Ginggi, sebab pada pikirnya,
mengapa itu semua harus terjadi" Mengapa Ki darma harus
diburu dan mengapa yang memerintahkannya harus Ki
Bagus Seta" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Perjuangan kalian membabi-buta. Ki Darmalah yang
memberi perintah agar kalian berjuang. Tetapi mengapa Ki
Darma pula yang kalian jadikan tumbal?" tanya Ginggi tak
puas. "Ki Guru bukan butuh keselamatan nyawa, melainkan
butuh kebebasan. Ki Guru inginkan rakyat Pajajaran bebas
dari tekanan Raja. Untuk kepentingan rakyat, dia tak akan
menyembunyikan nyawanya. Semuanya akan dia abdikan!"
kata Ki Banaspati. "Sebab yang penting," lanjut Ki
Banaspati lagi, "Bukan keselamatan dirinya yang Ki Guru
pertahankan, tapi cita-citanya. Kematian Ki Guru akan
berharga bila kita menjalankan dan menyukseskan cita-
citanya," katanya. Ginggi termangu sebentar, namun akhirnya dia
menggelengkan kepalanya. "Semua tidak aku mengerti, sebab yang namanya
keberhasilan perjuangan harus kita rasakan juga. Aku tak
mau mati dalam perjuangan. Keberhasilan sebuah
perjuangan tapi sambil kehilangan nyawa, bukan keberhasilan namanya. Dan ini berlaku juga bagi Ki
Darma. Beliau berhak hidup. Jadi kalau ada orang yang
membunuhnya, dia harus bertanggung jawab!" kata Ginggi
bertahan dengan pendapatnya.
Hening sejenak. Sementara itu di pekarangan terdengar
orang-orang saling bertanya-tanya tentang peristiwa di
ruangan tengah puri Bagus Seta.
"Tidak boleh ada perbedaan pendapat dalam melaksanakan perjuangan. Engkau boleh pilih sendiri, ikut
kami atau mati sebagai pemberontak menurut tuduhan
orang-orang Pakuan!" kata Ki Bagus Seta sesudah
mendengar di luar mulai banyak jagabaya.
"Apa maksudmu?" tanya Ginggi menatap tajam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di luar banyak jagabaya dan prajurit pilihan. Kalau kau
tak mau bergabung dengan kami, maka dengan amat
mudahnya aku tuduh kau penjahat pemberontak yang
membunuhi anak buahku. Kau akan dikepung dan para
perwira kerajaan akan kuundang untuk meringkusmu!" kata
Ki Bagus Seta mengancam. Rupanya ini bukan ancaman
omong kosong belaka, sebab Ginggi berpikir, orang ini
dengan amat mudahnya akan memutar-balikan keadaan.
Dia bisa dituduh pembunuh dan para prajurit tak akan
percaya pada Ginggi kalau dia balik menuding. Semua akan
merasa sesuatu yang mustahil bila Ki Bagus Seta
membunuhi anak buahnya sendiri.
Ginggi mengerti ini. Tapi dia tak mau didikte orang lain.
Apalagi dia sedikit pun tidak setuju dengan tindak-tanduk
kedua orang murid Ki Darma yang sepertinya menghalalkan segala cara dalam melakukan kegiatan dan
Hikmah Pedang Hijau 18 Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Hina Kelana 15
^