Senopati Pamungkas Dua 17
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto Bagian 17
Ketika ia berangkat ke Lumajang, di dalam wilayah yang dikuasai Senopati Gandhing pula dirinya dilucuti. Siapa lagi yang mampu berbuat seperti itu selain penguasa wilayah tersebut"
Benteng di wilayah Gandhing adalah benteng yang paling kuat.
Menurut kabar dan cerita yang tersebar, jauh lebih kuat dan terencana dibandingkan Keraton. Senopati Gandhing mengatur perangkap dan pengaturan sedemikian rupa, sehingga tak bisa dimasuki orang lain tanpa tersambar bahaya.
Sedemikian besar perhatiannya akan Benteng Gandhing, sehingga ketika Mahapatih Nambi dan rombongan menuju Lodaya untuk membebaskan Baginda, Senopati Gandhing tetap berada di sarangnya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Meskipun secara resmi mewakili Mahapatih untuk wilayah Lumajang dan sekitarnya, Senopati Gandhing tidak meninggalkan kubu pertahanannya.
Juga sebelum melucuti Halayudha.
Getaran telapak tangan Halayudha makin keras.
"Gadhil kalawai yang lumayan bagus.
"Rasanya saya perlu menjajal dengan tiga gading."
Tiga jari tangan kanan Halayudha membuka. Dengan gerakan ringan ketiga jari itu mencawuk ke depan. Langsung ke arah tiga ujung mata tombak.
Senopati Gandhing tidak mundur. Tidak beranjak sedikit pun, meskipun merasakan kesiuran angin yang kuat. Tombaknya digerakkan, berputar, dan secepat tarikan napas, membenam ke tubuh Halayudha. Yang juga tak bergerak.
Malah menangkis dengan tiga jari.
Seakan mengisyaratkan bahwa tiga jari yang disebutkan sebagai tiga gading, cukup untuk menandingi tombak andalan Senopati Gandhing!
Memang memesona. Pameran kekuatan yang memikat.
Halayudha tadi menyebut gadhil, yang artinya taring babi hutan.
Halayudha sengaja merendahkan lawan, seolah hanya memakai senjata taring babi hutan. Dengan mengatakan gadhil kalawai, sama juga mengatakan bahwa yang dipakai Senopati Gadhing tetap tombak bermata tiga, kalawai, akan tetapi ujungnya hanyalah taring babi hutan.
Cara merendahkan lawan termasuk keunggulan Halayudha.
Di antara para binatang, ada yang mendapat tempat terhormat.
Seperti harimau, yang bahkan pernah menjadi simbol Keraton Singasari, atau kuda, atau rajawali, atau gajah. Yang terakhir ini yang diakui sebagai penggambaran diri Halayudha. Sebenarnya yang terakhir ini tidaklah terlalu berlebihan. Karena memang Paman Sepuh Dodot Bintulu memakai pendekatan tenaga gajah dalam menciptakan ilmunya, termasuk jurus-jurus dalam Timinggila Kurda, atau Ikan Gajah Murka.
Sebutan itu pula yang menyebabkan Halayudha menyebut gurunya sebagai Gajah Mahabengis.
Maka sebenarnya kalimatnya yang mengatakan tiga gading gajah dengan menunjukkan ketiga jarinya, Halayudha melemparkan umpan cemoohan yang bisa diterima akal.
Biar bagaimanapun ada persamaan antara gading, gandhing, dengan gadhil. Sehingga persamaan bunyi ini lebih mengena. Seolah bisa
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
dibandingkan secara jelas. Apalagi babi hutan termasuk binatang buas yang paling rendah tingkatannya.
Hebat cacian Halayudha, akan tetapi hebat pula tangkisannya.
Ketiga jarinya yang membuka, bukan menebas arah tombak.
Melainkan menyelinap masuk. Seolah menggunting kalawai, di antara mata tombak yang ada.
Jarak antara satu ujung dan ujung yang lainnya cukup lebar, dibandingkan jarak antara jari satu dan lainnya. Akan tetapi toh Halayudha seperti tak terpengaruh oleh itu.
Tetap menyabet ke bawah. Menahan serangan tombak yang berputar.
Meskipun Halayudha seperti hanya menggunakan tiga jari, akan tetapi sebenarnya jarinya yang keempat berbicara juga. Ikut menahan dari bawah. Sementara itu tangan kirinya yang terkepal, bahkan lebih dulu melontarkan pukulan kosong.
Keras. Cepat. Sepenuh tenaga. Keras, karena serangan-serangan yang diciptakan Paman Sepuh intinya tenaga keras. Dua Belas Jurus Nujum Bintang yang pertama kali diciptakan jelas-jelas menunjukkan unsur kekerasan tenaga. Demikian juga perkembangan yang mencapai kesempurnaan pada Ugrawe dengan jurus Banjir Bandang Segara Asat. Yang secara tuntas mengerahkan seluruh tenaga keras untuk berhasil atau menjadikan dirinya lumpuh.
Cepat, karena Halayudha mengatakan tiga gading gajah untuk memancing perhatian. Pada saat pikiran lawan tertuju pada gerakan jari, saat itu pukulan kosong dengan tangan kiri telah menyerang!
Sepenuh tenaga, karena Halayudha juga mengerahkan tenaga dalam tambahan yang berasal dari kekuatan planangan. Sehingga pukulan tangan kirinya merupakan pukulan utama. Yang bila mengenai sasaran, ujung tombak lawan tak akan berisi tenaga yang sempurna karena sudah dihancurkan di pusatnya.
Bukan sesuatu yang baru, akan tetapi terbukti jitu, ketika Halayudha menghajar Mahapatih.
Senopati Gandhing menyadari situasi yang berat. Sewaktu Halayudha bersuara, ia merasakan sambaran angin panas yang keras ke arah perutnya. Sedemikian kerasnya hingga tangannya yang memegangi tombak seperti tersengat panas yang menggigit.
Tanpa terasa pegangannya menjadi longgar.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sehingga tenaga tusukan yang memutar menjadi kendur karenanya.
Dan dengan mudah bisa ditepis Halayudha.
Yang dalam penglihatan para prajurit seolah tenaga tusukan yang begitu keras bisa ditangkis, cukup dengan tiga jari.
Lebih dari itu. Halayudha tidak sekadar menepis, akan tetapi mengerahkan tenaga sekaligus untuk membalikkan. Menyungkit tombak bermata tiga ke atas.
"Lepas!" Sentakan yang mendadak. Tubuh Halayudha sendiri sudah melayang ke atas. Kaki kirinya melayang. Mendepak batang tombak yang akan terlontar balik.
Menembus ke arah pemiliknya.
Semua gerakan yang terangkai dalam jurus yang sama.
Mengalir secara bersambungan. Dari menepis, menyungkit, dan menendang. Dari diserang menjadi menyerang, tanpa mundur satu tindak pun.
Lumajang Rebah HALAYUDHA sengaja memamerkan keunggulannya.
Dalam beberapa hal, kelasnya jauh lebih tinggi dari Senopati Gandhing. Dalam pertarungan satu lawan satu yang biasa, Halayudha akan bisa merebut kemenangan. Walaupun barangkali tidak dicapai dalam lima jurus.
Sebenarnya yang ditakuti atau termasuk diperhitungkan hati-hati adalah jika para senopati datang menyerang bersamaan. Halayudha harus berjuang keras untuk mengatasi. Akan tetapi kalau hanya salah seorang, Halayudha bisa tenang.
Apalagi kini Halayudha sedang berada dalam kondisi semangat yang menyala. Karena menemukan pendekatan baru dalam mengerahkan tenaga. Kalau tadi semua tenaganya terlontar sehingga tubuhnya seperti kosong, kini dijajal dengan pendekatan lain. Sepenuh tenaga dilontarkan dengan pukulan lewat tangan kiri, akan tetapi satu entakan tarikan napas bisa juga tersalur kembali ke jari tangan kanannya.
Dan nyatanya berhasil. Pengendalian tenaga dalamnya bisa bermain seperti yang dikehendaki.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Makanya Halayudha melanjutkan dengan tendangan. Karena yakin tombak Senopati Gandhing akan terlepas.
Nyatanya begitu. Tombak itu berbalik arah.
Menuju dada Senopati Gandhing.
Yang meskipun kaget setengah mati, tidak kehilangan akal membiarkan dadanya ditusuk tiga ujung mata tombak yang mengilat.
Dengan memutar tubuh, Senopati Gandhing malah maju. Tangan kirinya yang berada di belakang punggung meraup tombak kalawai, dan dalam satu putaran menusuk langsung ke arah tubuh Halayudha yang sedang meluncur turun setelah menendang.
Halayudha mendesis. Mengakui perhitungannya yang sedikit meleset. Bahwa tombak bermata tiga itu adalah tombak andalan Senopati Gandhing. Yang dengan sendirinya sangat menguasai gerakannya. Sehingga bisa dengan mudah meraup dan dipakai untuk menyerang.
Tubuh Halayudha meluncur ke bawah, sedikit miring sehabis melakukan tendangan. Akan tetapi pada saat seperti itu, bisa dengan mudah mengegos. Berkelit sedikit, ketika kaki kanannya menginjak lantai pendapa. Sehingga ujung tombak hanya berjarak beberapa jari dari tubuhnya.
Senopati Gandhing sudah memperhitungkan.
Dengan mengubah pergelangan tangan, ujung tombak beralih sasaran. Mendongkel ke atas, ke arah tubuh Halayudha.
Bisa-bisa menusuk ke arah dagu, dari sisi bawah.
Kalaupun tidak, dalam gerakan berputar bisa melukai bagian leher.
Jakun Halayudha bakal terjepit di antara tiga ujung tombak.
Kalau tadi Halayudha bisa mendikte dengan berteriak "lepas" dan tombak Senopati Gandhing benar-benar terlepas, kini dongkelan lawan yang memaksanya "lepas" meloncat mundur atau menjatuhkan diri atau menggelundung pergi.
Halayudha tidak melakukan ketiganya.
Sebaliknya dari itu. Tubuhnya tetap di tempat. Tangan kanannya menangkap tombak, tepat di bawah ketiga ujungnya. Kuat, dan merasakan getaran dari tombak yang berputar.
Adu kekuatan bisa terjadi di sini.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Halayudha tidak melakukan itu. Karena tahu posisinya kurang menguntungkan. Putaran tombak dari ujung, menjadi lebih bertenaga pada ujung yang lain. Halayudha tidak memaksakan untuk menghentikan.
Hanya menahan sesaat. Tangan kirinya menggenggam di bagian bawahnya. Begitu juga kemudian tangan kanannya menggenggam lagi sekitar setengah depa bagian lebih ke bawah.
Tiga kaki-tangannya bergerak, tubuhnya telah berhadapan dengan Senopati Gandhing.
"Cukup!" Dengan tangan memegang tombak, sementara Senopati Gandhing juga melakukan hal yang sama di depannya, tarik-menarik terjadi.
Halayudha menyentakkan tenaga, seiring dengan putaran tombak.
Sehingga pijakan tenaganya lebih kuat. Dengan mengentak keras seolah Halayudha menarik tombak.
Padahal bersamaan dengan itu kedua kaki Halayudha melibat patah lutut Senopati Gandhing.
Yang tanpa ampun lagi terperangah.
Mulutnya mengeluarkan teriakan kesakitan karena dua tempurung lututnya kena ganjulan yang keras.
Teriakan yang menandai rasa sakit dan kaget bersamaan dengan bunyi keletak.
Halayudha unggul segalanya.
Dari segi kecepatan, kekuatan, maupun ketepatan.
Kecepatan, karena dengan cekatan tangannya berpindah sewaktu menahan serangan. Dengan perpindahan yang cepat, Senopati Gandhing tak sempat bertahan pada bagian tertentu. Pemusatan perhatiannya terpecah, ketika tangan Halayudha makin berpindah dan tubuhnya makin merapat dengan tubuhnya sendiri.
Kekuatan tenaga dalam Halayudha termasuk dua kelas di atas Senopati Gandhing. Apalagi kini pengerahan dan pengaturannya lebih leluasa.
Ketepatan, karena ketika terjadi perebutan tombak, Halayudha tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menggempur kuda-kuda lawan.
Serangan yang tak terduga ke tempurung lutut, di saat keduanya berdiri berhadapan. Cara melengkungkan tubuh Halayudha terjadi dalam gerakan yang lentur, luwes, dan cepat.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Semuanya berlangsung dalam gerakan yang mengalir, sehingga Senopati Gandhing tersuruk-suruk. Dan berakhir dengan tubuh yang melayang ke atas.
Halayudha mengibaskan kalawai dengan memutarkan tubuh.
Tombak mata tiga itu melayang, lurus. Menembus tubuh Senopati Gandhing, mendorong beberapa tombak ke belakang, sebelum terbanting di pinggir pendapa.
Darah membasah. Menggenang. Mengalir kental. Halayudha menepuk kedua tangannya.
"Siapa lagi yang ingin maju, silakan.
"Yang tunduk kepada Keraton, harap merebahkan diri."
Hebat dan cepat kalimat serta gerakan Halayudha. Dengan menjatuhkan Senopati Gandhing secara telak, Halayudha memperlihatkan keunggulan dan seperti mempermainkan lawan sesukanya. Kini mengancam dan melakukan ancaman.
Sambaran pukulannya terarah ke kiri dan kanan, sementara tubuhnya bergerak dari ujung pendapa ke ujung yang lain. Dalam gerakan berputar, Halayudha melancarkan serangan.
Barang siapa yang masih berjongkok atau ragu, terjengkang seketika.
Sisanya tak ada pilihan lain, selain merebahkan diri.
Pemandangan yang mengerikan.
Tapi memuaskan Halayudha.
Dirinya berjalan dengan gagah mengawasi sekitar. Sementara di sekitarnya, di seluruh pendapa, darah masih mengalir dari tubuh Senopati Gandhing, tubuh Mahapatih dan tubuh Mpu Sina yang masih tergeletak, dan para prajurit yang berebahan.
Halayudha berdiri sendirian.
"Lumajang rebah. "Kraman telah padam.
"Barang siapa berani menentang, aku tak akan menarik tangan."
Tantangan kali ini adalah tantangan kemenangan. Tak ada yang berani bergerak. Baik karena Halayudha telah berhasil memamerkan keunggulannya, maupun karena sebutan kraman, atau pemberontakan bagi yang akan membela.
Dua ancaman yang meratakan perlawanan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Lumajang benar-benar rebah dan kalah. Halayudha memerintahkan agar para prajurit Keraton yang masih diikat supaya dilepaskan. Dan semua prajurit Lumajang tanpa kecuali diharuskan berkumpul di depan pendapa. Ganti sebagai tawanan.
Sangat mudah bagi Halayudha untuk segera menghabisi. Akan tetapi yang dilakukan oleh Halayudha adalah mengumpulkan seluruh prajuritnya, dan menggiring prajurit Lumajang menuju Benteng Gandhing. Untuk meratakan dengan tanah, dan membawa semua senjata pusaka serta harta berharga.
"Tak boleh ada satu senjata atau besi yang tertinggal.
"Semua diangkut ke Keraton, sebagai bukti tindakan pemberontakan."
Halayudha melaksanakan dendam lama. Benar-benar meratakan Lumajang dari segi kemungkinan pembalasan di belakang hari. Dengan disitanya semua senjata pusaka dan dibawa ke Keraton, Halayudha bisa menyampaikan kepada Raja sebagai bukti pemberontakan bersenjata yang terencana. Jumlah senjata yang tidak habis dimuat ke dalam sepuluh pedati, akan memaksa Raja memercayai. Prajurit Keraton yang terluka juga bisa menjadi bukti tambahan, di samping prajurit Lumajang yang dibunuh.
Sekali menggenggam kemenangan, tak akan dilepaskan.
Lumajang, dengan Mahapatih Nambi dan apalagi Mpu Sina, bagi Halayudha adalah pengganjal keras bagi impiannya menduduki jabatan mahapatih. Maka kini tak akan dilepaskan lagi. Tak akan disisakan kemungkinan untuk mengganjal di belakang hari.
Ketika rombongan meninggalkan Lumajang dan kembali ke Keraton, Lumajang serta Benteng Gandhing dan juga Panjarakan benar-benar rata dengan tanah.
Tak ada bangunan utama untuk berteduh.
Tak ada sisa. Ancaman Kaputren JALAN lapang, lempeng, lurus, dan terbuka mengiringi langkah kemenangan Halayudha.
Diiringi sorak-sorai membahana, Halayudha menyebarkan kabar lebih dulu mengenai pemberontakan Lumajang yang bisa ditumpas habis sebelum sempat berkembang luas.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Lebih dari itu semua, Halayudha juga menyebarkan kabar bahwa Raja sebenarnya ikut dalam penyamaran ketika penumpasan para pemberontak.
Kabar yang ngayawara, berlebihan, akan tetapi Halayudha sengaja memaklumkan sebagai usaha untuk menghentikan keraguan sebagian prajurit. Untuk meyakinkan bahwa Mahapatih Nambi dengan para prajuritnya memang benar-benar akan melakukan pemberontakan atas takhta Majapahit.
Saat itu juga Halayudha mengumumkan bahwa semua anak-cucu prajurit Lumajang yang tersangkut dalam kraman tidak diperkenankan menjadi prajurit. Bagi mereka yang menerima sebagai prajurit, dianggap menyusun kekuatan untuk memberontak.
Dengan cara itu, Halayudha memastikan diri bahwa untuk waktu yang cukup lama ancaman dari wilayah timur tak akan pernah ada lagi.
Tinggal, sekali lagi tinggal, langkah utama.
Diangkat secara resmi menjadi mahapatih.
Dalam upacara Keraton secara resmi dan sah.
Kalau itu sudah terjadi, tak ada lagi yang bisa menghalangi dirinya.
Satu per satu lawan, atau yang dianggap lawan, akan direbahkan, diratakan dengan tanah. Kalau itu semua terlaksana, hanya selangkah lagi ke arah dampar kencana, kursi emas, kursi tertinggi.
Halayudha sudah membayangkan bahwa semua itu tak akan lama lagi terjadi.
Begitu indah. Begitu mudah mencapainya.
Rasanya, kemenangan telah dibukakan oleh Dewa. Ketika tenaga dalamnya sudah terbuka, ketika itu pula keinginannya menemukan jalan keluar.
Akan tetapi, Halayudha masih harus menahan diri.
Karena sebelum sampai di Keraton, utusan Raja telah menyusulnya.
Menyampaikan laporan yang membuatnya mengerutkan kening.
"Dua putri calon permaisuri menghilang dari Keraton."
Tangan Halayudha bergerak. Prajurit yang memberi laporan tewas seketika. Baginya kini, tak akan ada lagi yang mempertanyakan kenapa ia bertindak begitu atau begini.
Halayudha tak mau berpikir panjang untuk hal yang sepele.
Yang kini dikuatirkan adalah kenyataan bahwa dua putri Permaisuri Rajapatni bisa hilang dari Keraton.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Rasanya tak masuk akal. Bagaimana hal itu bisa terjadi"
Pengawasan di kaputren boleh dikatakan berlapis-lapis. Tak ada bayangan yang bisa menembus. Sehingga tak mungkin tokoh dari luar bisa menerobos masuk. Halayudha telah menyiapkan pasukan jaga khusus. Karena menyadari bahwa sedikit saja perubahan di kaputren, bisa menjadi ancaman bagi keunggulannya.
Nyatanya telah terjadi. Itu yang membuatnya gondok.
Semua persiapan telah dirinci. Tapi masih bisa diterobos. Sebelum ke Lumajang, telah disusun kekuatan dan strategi. Akan tetapi tetap saja bisa dilucuti.
Kini juga begitu. Pengawasan kaputren bisa kecolongan.
Padahal penjagaan yang dilebihkan, sengaja dilakukan Halayudha untuk keamanan yang mantap. Itu sebabnya seluruh kaputren, termasuk tempat Praba Raga Karana dibaringkan, berada dalam siaga penuh.
Praba Raga Karana yang jika karena satu dan lain hal bisa disembuhkan, dapat membongkar semua kebusukan, yang akan dipercaya Raja.
Tetapi kini yang terjadi sama bahayanya.
Bahaya bagi Raja yang kurang mempercayai kemampuan, berbahaya bagi dirinya.
Perhitungan Halayudha ini berdasarkan keinginan dan sabda Raja yang bisa berubah setiap saat. Kalau Raja menganggap Halayudha tidak becus, bisa saja mengangkat senopati lain untuk menjadi mahapatih.
Berbahaya bagi dirinya, karena ternyata masih ada kekuatan yang diam-diam berkembang di luar kemampuannya.
Hilangnya Putri Tunggadewi dan Rajadewi, menunjukkan tantangan yang berat. Secara nyata, lawan-lawannya ingin memperlihatkan masih bisa bergerak leluasa di Keraton. Bahkan di pusat Keraton.
Ini bisa berarti tokoh yang menculik sangat hebat atau mempunyai hubungan dengan orang dalam.
Bisa kedua-duanya. Siapa tokoh yang menculiknya"
Sekarang ini Halayudha tidak mempunyai gambaran siapa tokoh sakti yang berani memamerkan kekuatan untuk menampar wajahnya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Upasara Wulung" Itu yang paling mungkin. Tokoh yang satu itu bagi Halayudha merupakan lawan tangguh dalam segala segi. Apalagi selama ini selalu terbukti bahwa Upasara Wulung selalu muncul dan keluar sebagai pemenang.
Meskipun Upasara Wulung bisa jadi tidak ikut tenggelam dan meledak dalam perahu, rasa-rasanya menculik putri bukan perbuatan yang biasa dilakukan. Upasara Wulung akan memilih menghadapi dengan dada terbuka.
Kalau bukan Upasara Wulung, siapa lagi"
Siapa lagi kalau bukan dari kelompoknya! Atau yang berasal dari Perguruan Awan!
Pasti sekitar itu. Akan tetapi siapa tokoh dari Perguruan Awan yang melakukan"
Kemungkinan terbesar adalah Gendhuk Tri, dan Jaghana.
Gendhuk Tri, kalau benar bisa selamat dari perahu, paling mungkin melakukan hal itu. Perempuan satu itu, sejak masih kanak-kanak telah memecundanginya.
Jaghana, sekarang ini rasanya tidak mungkin. Baik karena luka tubuhnya belum sembuh sempurna, atau karena sebab lain. Terutama karena Jaghana tak mungkin mencampuri urusan pernikahan Raja. Itu bukan wilayah permasalahan yang menarik baginya.
Atau Nyai Demang" Sangat mungkin juga. Meskipun sedang dalam keadaan terluka, janda yang tubuhnya molek merangsang itu akan melakukan apa saja secara berani, walau ilmu silatnya tidak begitu tinggi.
Atau dari Simping" Para senopati dharmaputra yang mendapat perintah dari Permaisuri Rajapatni.
Ini juga sangat mungkin. Biar bagaimanapun, kesetiaan para senopati ini tak bisa diubah dengan pemaksaan atau tawaran pangkat dan derajat yang lebih tinggi.
Halayudha merasa makin terseret ke dalam perhitungannya sendiri ketika sampai di Keraton dan mendapatkan laporan lebih lengkap.
Bahwa penculik atau penculik-penculiknya memaksa masuk, dan membunuh 25 prajurit jaga yang ada.
Ini berarti kemungkinan yang tadinya diperkirakan masuk akal, menjadi buyar. Karena biar bagaimanapun juga, Upasara Wulung,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Gendhuk Tri, Nyai Demang, tak akan melakukan tindakan ganas seperti itu. Mereka tak akan tega membunuh para prajurit. Mereka lebih suka memilih jalan diam-diam. Kalaupun melukai atau membunuh, pastilah tidak perlu sebanyak itu.
Jadi siapa" Siapa yang begitu tega menghabisi para prajurit Keraton"
Otak Halayudha bekerja cepat. Kemungkinan pertama bisa saja masuk hitungan. Upasara Wulung atau siapa saja dari Perguruan Awan, sengaja melakukan hal itu untuk menghilangkan jejak atau karena terpaksa. Tapi kemungkinan itu dibenamkan kembali.
Kemungkinan kedua adalah musuh dari luar yang selama ini tak diperhitungkan.
Mungkinkah ada tokoh sakti yang selama ini tersembunyi"
Rasanya tidak. Tetapi kalau itu tokoh dari luar, kenapa sasarannya kedua calon permaisuri"
Halayudha menjadi bimbang dan setengah menyesali diri sendiri.
Bimbang karena tak bisa menentukan perkiraan siapa yang menimbulkan ancaman bagi kaputren.
Setengah menyesali karena dirinyalah yang membuka persoalan dengan mengangkat masalah dua putri Permaisuri Rajapatni. Ternyata ia sendiri terkena getahnya.
"Ingsun tak mau tahu.
"Kalau dalam selapan calon permaisuri tak ditemukan, tak ada gunanya kamu mengabdi kepadaku. Tak ada artinya semua kepahlawananmu menghabisi pemberontakan Lumajang."
"Duh, Raja. "Hamba akan berusaha sekuat jiwa-raga hamba.
"Hanya saja kekuatan hamba terbatas. Sebagai senopati, hamba tak bisa memerintahkan senopati yang lain dengan leluasa."
"Apakah kamu mencoba mengajari Ingsun, bahwa dengan menjadi mahapatih segalanya akan beres?"
Halayudha mengertakkan giginya.
"Hamba menjalankan dawuh, sekuat kekuasaan yang ada...."
"Baik, kalau itu permintaanmu. Aku kuasa menentukan langit dan bumi. Hari ini juga, umumkan kepada semua prajurit, kamu menjadi mahapatih Keraton.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Selapan hari setelah ini, kalau gagal, kepalamu kupenggal."
Rake Dyah Halayudha UNTUK pertama kalinya, Keraton seakan memperpanjang waktu siang hari. Sinar surya sore hari belum sepenuhnya lenyap, telah disambung dengan cahaya terang. Seluruh sudut Keraton tanpa kecuali mendapat sorotan cahaya obor, api, dan penerangan, dibarengi bau dupa wangi yang memenuhi seluruh udara. Semua jenis bunga ditebar hingga ke bagian benteng luar, sambung-menyambung bagai permadani layaknya.
Semua prajurit mengenakan kain baru lengkap dengan sabuk serta keris pusaka.
Janur dan umbul-umbul seakan rumput tinggi yang menjulang, menutupi seluruh Keraton. Hingga ke atapnya yang paling tinggi.
Untuk pertama kalinya kemeriahan ini merata hingga ke bagian luar Keraton dalam waktu yang sangat singkat.
Halayudha memperlihatkan kesigapannya mengubah keadaan dengan tenaga yang tidak kepalang tanggung. Semua pilar, lantai, genteng sirap dicuci kembali. Semua ukiran di pintu dilap hingga mengilat. Warna emas pada ukiran-ukiran diperbarui, seperti juga halnya semua senjata di-dus, dimandikan dalam upacara yang khusyuk.
Halayudha turun tangan sendiri mengawasi, meneliti, dan tidak mau melihat sesuatu yang tidak disenangi. Sitinggil dibuka untuk pentas segala macam tontonan, termasuk dua tempat khusus pagelaran wayang kulit dengan memainkan lakon khusus pula. Kisah pengabdian seorang mahapatih di Keraton Ayodya yang bernama Bambang Sumantri. Sementara di alun-alun semua jenis buah-buahan, padi-padian, umbi-umbian, ditumpuk bagai gunung yang mengalahkan pucuk pohon beringin. Pada bagian yang lain, semua ternak yang gemuk, elok, dikumpulkan menjadi satu. Barisan kambing, ayam, kerbau, sapi, rasa, babi hutan, seolah dipindahkan begitu saja dari hutan.
Pada deretan yang lain, kuda-kuda perang juga berjajar rapi, lengkap dengan prajuritnya dalam pameran senjata.
Barisan demi barisan berjajar memutari alun-alun, menjadi tontonan yang mengagumkan bagi masyarakat yang datang berduyun-duyun.
Deretan para penari sudah sejak sore hari berkumpul dan menunggu.
Di pasewakan, tempat pertemuan berlangsung, merupakan puncak segala kekaguman. Deretan pada abdi wanita, para emban yang membopong semua perhiasan emas permata berbentuk berbagai
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
binatang, berjongkok rapi. Para prajurit dari berbagai pasukan bisa dibedakan dari tanda kain yang dikenakan. Baik prajurit telik sandi, prajurit kawal Keraton, prajurit perang, maupun prajurit yang mengurusi rumah tangga.
Para senopati berjajar membentuk barisan rapi, tertib sambil bersila di lantai.
Raja sendiri kelihatan mengangkat sebelah alisnya ketika muncul di balairung. Iringan gamelan yang keras membarengi langkahnya yang menjadi bersinar dalam siraman cahaya.
Halayudha menunduk di depan kursi kebesaran.
"Hari ini Ingsun berkenan mengangkat dan menganugerahkan jabatan Mahapatih Keraton Majapahit kepada Senopati Halayudha, karena jasa-jasa dan pengabdiannya.
"Mulai malam ini Mahapatih Halayudha berhak memakai gelaran rake. Rake Dyah Halayudha.
"Semua jabatan dan kehormatannya akan menyesuaikan diri dengan derajat yang sekarang disandang.
"Pengangkatan ini berlaku sampai Ingsun pribadi yang mencabut kembali. Barang siapa tidak menyetujui pengangkatan ini berarti berkhianat kepada Keraton, kepada Raja, dan akan ditumpas tujuh turunan.
"Rake Dyah Halayudha, terimalah anugerah Ingsun..."
Halayudha menyembah hormat.
Rambutnya yang digelung rapi, tak sehelai pun lepas terurai, tampak mengilat, memperlihatkan lehernya yang jenjang memanjang dan bersih.
Tubuhnya menjadi lebih kuning bercahaya berkat bedak lulur yang diusap ke seluruh permukaan kulitnya.
Halayudha menyembah tiga kali, sebelum berjongkok ke depan, dengan gerakan perlahan. Tangannya menggeser di lantai pendapa balairung, seirama dengan gerakan kakinya.
Sampai kira-kira jarak satu tombak berhenti.
Menyembah kembali. Tiga kali. Raja Jayanegara melangkah turun. Seorang prajurit membawa nampan yang seluruhnya tertutup bunga melati terangkai sambil berjongkok.
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja mengambil kelat bahu dan memasangkan di lengan Halayudha.
Pertama sebelah kanan. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kemudian sebelah kiri. Halayudha menyembah kembali. Diiringi gamelan yang melonjak iramanya, mendesakkan suasana bergembira. Sorak-sorai lamat terdengar dari alun-alun.
Kelat bahu atau pontoh adalah lingkaran yang dikenakan di lengan, sekitar satu tangan dari pundak. Semua prajurit Keraton yang memegang jabatan tertentu, biasa mengenakan pontoh. Demikian juga para senopati. Pada hari-hari tertentu, pada upacara kebesaran seperti sekarang ini, semuanya mengenakan. Dari bahan yang dibuat serta bentuk hiasan, bisa diketahui pangkat dan derajatnya.
Raja mengenakan pontoh satu lingkaran berwarna emas. Halayudha dipasangi dua lingkaran, satu warna emas, satu warna perak, dengan simbol belalai gajah.
Dengan mengenakan kelat bahu sebagai tanda resmi kemahapatihan, kini Halayudha bisa merasa lebih leluasa. Apalagi Raja sendiri berkenan memberi gelaran rake. Gelaran yang tidak sembarangan. Karena gelar terhormat ini tidak dengan sendirinya disandang oleh mahapatih.
Gelaran ini lebih menunjukkan adanya hubungan yang dekat sekali dengan Raja, seolah keluarganya sendiri dan bisa mewakili untuk satu atau dua urusan tertentu.
"Duh, Raja yang maha bijaksana, maha adil, dan penuh kasih sayang.
"Inilah kehormatan yang besar, keluhuran budi Raja yang memercayai hamba. Hamba bersumpah, dengan segala jiwa dan raga, seluruh anak turun hamba di kelak kemudian hari, hanya akan mengabdi kepada Raja Majapahit, di dunia dan di alam selanjutnya.
"Semoga para Dewa selalu memberkahi Raja, Keraton, dan para pengabdi yang setia."
Raja mengangguk perlahan.
Diiringi gamelan yang melembut, Raja berbalik. Diiringi payung kebesaran, barisan kehormatan, dan para dayang, Raja kembali ke dalam Keraton.
Pasewakan menjadi sunyi. Untuk beberapa saat. Seolah menunggu saat-saat bekas kaki Raja tak kentara lagi. Baru kemudian para pendeta mendekat, memberi jampi-jampi, dan menaburkan ramuan.
Halayudha menunduk. Baru setelah tata upacara selesai, Halayudha menuju kursi kosong yang berada di depan, agak ke bawah. Di bawah naungan payung yang kini akan selalu menyertai, Halayudha duduk.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Memandang ke bawah. Menyapu seluruh balairung.
"Saya, Mahapatih Rake Dyah Halayudha, hari ini juga melanjutkan sabda Raja.
"Yang pertama, seluruh prajurit tanpa kecuali, seluruh senopati tanpa kecuali, akan didaftar, akan dicatat kembali. Untuk menandatangani lajang penguatan, surat kekuatan, yang menyatakan kesetiaan kepada Keraton, kepada Raja, dan kepada Mahapatih Halayudha sebagai pemegang kendali tata pemerintahan. Barang siapa menolak, dengan sendirinya berhenti sebagai prajurit. Hak, pangkat, dan derajatnya sebagai prajurit ditiadakan sampai turunan ketiga.
"Yang kedua, para prajurit dan senopati tidak dibenarkan melakukan sesuatu tanpa perintah dari atasannya. Semua tindakan, semua gerakan, berada dalam satu komando. Prajurit mengabdi kepada Keraton, bukan kepada ksatria atau brahmana, atau golongan yang lain.
"Yang ketiga, semua kegiatan tata krama perdagangan ditentukan dan diatur dari Keraton. Dalam hal ini diawasi langsung oleh Mahapatih atau yang ditunjuk. Tidak dibenarkan mengirimkan sendiri beras, palawija, emas, intan, tembaga, ke negeri seberang tanpa izin resmi.
Tidak diperkenankan mengadakan pembuatan senjata, perlengkapan prajurit secara sendiri-sendiri. Semua ditentukan oleh Mahapatih.
"Yang keempat, semua tumbuhan yang tumbuh di wilayah Keraton, semua ikan dan binatang di Kali Brantas dan sungai lain, semua isi kandungan bumi dan air hingga ke Laut Selatan, adalah milik Keraton sepenuhnya. Kalian semua tanpa kecuali hanya diperkenankan untuk nggaduh, untuk menyewa, merawat, tanpa berarti memiliki. Semua senjata, kekayaan, harus dilaporkan untuk ditentukan apakah perlu membayar upeti atau tidak.
"Yang kelima, semua ketertiban dan keamanan menjadi tujuan kita bersama. Barang siapa melawan, menahan, menghalangi, apalagi membuat onar, akan dihabisi tanpa ampun. Untuk mencegah terjadinya keributan, prajurit yang ditunjuk akan mengawasi kembali semua perguruan silat, semua perkumpulan, dan tempat-tempat untuk berlatih kanuragan dan ilmu kidungan. Untuk ini, saya akan membentuk prajurit khusus guna melaksanakan tugas pengawasan dan menjaga agar tata tentrem kerta raharja."
Prajurit Kosala MALAM itu juga, Mahapatih Halayudha mengumumkan dibentuknya prajurit khusus yang diberi nama Satuan Prajurit Kosala. Para prajurit
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
yang dipilih dan masuk dalam Barisan Kosala mempunyai wewenang untuk menangkap dan memeriksa siapa saja yang dianggap mencurigakan, tanpa pemberitahuan lebih dulu. Siapa saja dalam hal ini bukan hanya masyarakat, melainkan juga para prajurit atau senopati beserta keluarganya.
Barisan Kosala bisa diartikan barisan yang menjaga kebaikan, kesejahteraan, ketenteraman, dan ketertiban. Kosala atau juga kausala mengandung pengertian itu.
Yang sedikit mengherankan ialah malam itu Mahapatih Halayudha menunjuk Senopati Bango Tontong untuk menjadi pimpinan Barisan Kosala.
Mengherankan, karena selama ini Senopati Bango Tontong tidak termasuk yang pantas menduduki jabatan tersebut. Bukan karena dianggap tidak mampu, akan tetapi Senopati Bango Tontong termasuk yang paling keras dicurigai. Terutama sejak pemberontakan Lumajang bisa ditumpas.
Dugaan yang keras adalah bahwa Senopati Bango Tontong yang berdiri di belakang semua pembocoran rahasia. Sehingga lebih tepat untuk dilengser, diturunkan pangkatnya atau dilepaskan semua jabatannya, atau bahkan dihukum mati.
Tak ada yang menduga justru sebaliknya yang terjadi. Dalam perhitungan beberapa senopati, rasanya tak mungkin Mahapatih Dyah Halayudha tidak mengendus hal ini.
Tak ada yang menduga. Bahkan Senopati Bango Tontong sendiri tak percaya pada apa yang didengarnya. Daun telinganya seperti melebar, mencoba menangkap kata-kata dengan lebih baik. Selama ini dirinya memang cukup dekat hubungannya dengan Mahapatih, dan bisa mengetahui sebagian besar gerak-geriknya. Ditambah dengan pengetahuannya yang luas, rangkaian tindakan Mahapatih bisa diduga ke mana arahnya.
"Senopati Bango Tontong, terimalah tanggung jawab sebagai pemimpin Barisan Kosala."
Senopati Bango Tontong merayap. Benar-benar seperti merayap ke depan. Bersujud di kaki Mahapatih Halayudha.
"Laksanakan tugasmu, mulai malam ini juga."
Senopati Bango Tontong menyembah dalam.
Halayudha mengangguk, mengusap kepala Bango Tontong, dan membubarkan pertemuan.
"Malam ini, semua makanan, semua minuman, semua kegembiraan, bisa dinikmati. Sebagai tanda syukur kepada Dewa."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Malam itu, segala jenis hiburan dipertontonkan dengan meriah.
Tumpukan buah-buahan, sayuran, jajaran hewan ternak, bisa disantap secara leluasa.
Kegembiraan yang berbeda tajam dari para sentana dalem, keluarga Raja, yang menjadi waswas karena masih menduga-duga apa yang sebenarnya akan terjadi dengan pergantian pemimpin.
Dugaan-dugaan yang sesungguhnya tidak perlu ada. Karena sudah jelas, bahwa Mahapatih Halayudha, melalui Senopati Bango Tontong, sudah menunjukkan kegiatannya ketika matahari terbit.
Pasukan Kosala yang terdiri atas barisan inti yang selama ini menyertai Mahapatih Halayudha ke Lumajang, langsung dikumpulkan.
Diberi kenaikan pangkat satu tingkat, semuanya tanpa kecuali.
"Tugas yang pertama adalah mencari dua putri calon permaisuri.
"Tugas pertama dan satu-satunya.
"Kalian prajurit pilihan, sehingga tak ada alasan untuk tidak bisa melaksanakan perintah."
Senopati Bango Tontong memerintahkan agar semua rumah, semua tempat, semua gundukan tanah di wilayah Keraton diperiksa. Kalau perlu bukan hanya masuk dan menggeledah isi rumah, akan tetapi membongkar tanah pekarangan atau atap. Yang mungkin bisa dijadikan persembunyian.
Untuk membedakan dari prajurit yang lain, Barisan Kosala mengenakan cawat. Dan hanya Barisan Kosala yang boleh mengenakan cawat.
Kehadiran dan gerakan Barisan Kosala dalam waktu singkat menjadi sesuatu yang menakutkan. Siapa saja tanpa kecuali tak berani menentang, tak berani membantah. Dan merasakan betapa barisan ini masuk ke dalam rumah, mengaduk dan mengeduk apa saja. Sehingga akhirnya masyarakat tidak berani mengatakan nama Barisan Kosala.
Sebagai gantinya dalam bahasa percakapan pelan, mereka menyebutnya sebagai Barisan Kopina, atau Barisan Cawat.
Disebut dengan nama apa pun, Barisan Kosala langsung terasa kehadirannya. Upaya mengejar dua putri yang hilang bisa menjadi alasan untuk melakukan apa saja.
Bahkan Senopati Bango Tontong sendiri melakukan pembersihan dalam tubuh keprajuritan. Prajurit yang dulunya ikut memata-matai Senopati Halayudha, kini bisa diringkus.
Halayudha merasa puas menunjuk Senopati Bango Tontong sebagai perpanjangan tangannya. Pilihan yang tidak keliru. Senopati berkaki
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
panjang, kurus, kecil, hingga disebut sebagai burung bangau tontong ini, orang yang tepat untuk melaksanakan perintahnya.
Halayudha tahu bahwa pemimpin telik sandi yang dikirim dari Lumajang dulu adalah Senopati Bango Tontong. Karena selama ini, Halayudha tak banyak berbicara dengan senopati yang lain. Sehingga tak banyak pula yang mengetahui mengenai rencana sesungguhnya ke Lumajang.
Saat itu dengan gampang ia bisa saja menyeret dan menghukum mati.
Tapi Halayudha justru tidak mau melakukan itu.
Ia menghitung secara terbalik dari kebiasaan umum.
Senopati Bango Tontong diberi jabatan yang tidak tanggung-tanggung.
Dengan kekuasaan baru, Bango Tontong akan menyikat kawan-kawannya dulu. Dengan mudah bisa membaca siapa yang dulu mengikuti langkahnya.
Hal lainnya, Bango Tontong akan merasa tertolong nyawanya, terangkat kehormatannya. Dengan pengampunan tersembunyi ini, Bango Tontong justru akan berubah menjadi pembantu yang sangat loyal kepadanya.
Nyatanya begitu. Dibandingkan pembantu utamanya yang lain, Bango Tontong luar biasa sigap dan mengikuti semua kata dan perintahnya.
Dalam waktu kurang dari sepekan, kelima perintahnya telah membuahkan hasil. Pengaturan perdagangan, pembenahan tata niaga, dan terutama sekali pengawasan, bisa berjalan dengan sangat baik.
Hanya saja, masalah utama masih tetap mengganjal.
Yaitu hilangnya Tunggadewi dan Rajadewi.
"Bango Tontong, aku tahu siapa kamu," kata Halayudha ketika memanggil Senopati Bango Tontong ke dalam dalem kepatihan. "Aku tahu ketika aku berangkat ke Lumajang, kamu hanya menyertai sampai Panjarakan, karena kamu kembali ke Keraton.
"Apakah betul kamu tidak mengetahui apa-apa mengenai hilangnya dua putri calon permaisuri?"
"Duh, Mahapatih Rake Dyah Halayudha yang mulia.
"Hamba ini sudah bisa hidup kembali dengan pangkat dan derajat yang sangat mulia, apakah mungkin hamba menyembunyikan sesuatu dari Paduka?"
"Itu bukan jawaban. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku suka menggunakan kata-kata seperti itu."
Halayudha mendesis. Apa yang dilihat pada Bango Tontong seperti pada dirinya sendiri, dalam bentuk yang kerdil. Tapi tetap menunjukkan persamaan mengenai bagaimana menyusun kata-kata merendah, dengan wajah menunduk ke bawah.
"Kemungkinan yang utama adalah masuknya orang luar yang secara sengaja atau tidak telah mengacaukan keamanan.
"Tidakkah kamu membaui itu?"
"Hamba kembali ke Keraton ketika penculikan sudah terjadi. Paduka Mahapatih mengetahui hal itu.
"Akan tetapi hamba mencoba melihat apa yang terjadi. Dari korban prajurit jaga kaputren saat itu, rasa-rasanya ada tokoh luar yang sangat telengas yang menyerbu masuk."
"Bango Tontong, kamu sudah mengetahui prajurit yang terbunuh di Simping. Juga yang mati di Lodaya. Adakah persamaan korbannya dengan itu?"
"Hamba tak berani memastikan, Paduka Mahapatih.
"Kalau diperhitungkan jumlah Barisan Api, ada kemungkinan salah satu dari yang bisa lolos. Karena kalau tidak salah jumlahnya seharusnya tiga belas. Akan tetapi yang tersisa, kalau tidak keliru, baru dua belas."
Halayudha memandang tak berkedip.
Meskipun hatinya mencatat bahwa Bango Tontong mempunyai penyelidikan yang dalam dan mengetahui secara cermat.
"Akan tetapi, para korban tidak menunjukkan luka yang sama. Para prajurit jaga kaputren yang menjadi korban seperti terkena sabetan senjata tajam... yang sangat tajam. Bekas goresan dan tusukannya sangat panjang sekali. Ada yang sepanjang tubuh, dari ubun-ubun hingga ke kaki."
"Aku mendengar laporan tentang hal itu."
"Hamba tadinya menduga bahwa penculik dan Tuan Putri masih berada di sekitar Keraton. Bersembunyi di suatu tempat. Akan tetapi nyatanya tak ada bayangannya. Bahkan jalan menuju gua bawah tanah Keraton tertutup rapat."
Halayudha makin sadar bahwa selama ini mata, telinga, dan hidung Bango Tontong terbuka lebar-lebar.
Tentu saja Halayudha mengetahui bahwa jalan menuju gua bawah tanah Keraton tertutup. Karena ia sendiri yang memerintahkan!
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jadi, menurut dugaanmu siapa?"
Prajurit Menghamba Satu SENOPATI BANGO TONTONG menjawab dengan suara perlahan.
"Paduka Mahapatih yang melakukan."
"Aku?" "Perhitungan hamba begitu.
"Seharusnya memang begitu."
Wajah Halayudha sedikit pun tidak berubah.
"Yang lebih penting, aku ingin mengetahui alasan dugaanmu."
"Yang paling berkepentingan dengan dua putri calon permaisuri adalah Paduka Mahapatih. Hilang atau adanya kembali, menenggelamkan atau mengangkat nama Paduka di mata Raja.
"Dengan menghilangkan sebentar dan mengembalikan, Raja makin percaya kepada Mahapatih. Suatu perhitungan yang sederhana.
"Sama sederhananya dengan menyelusup masuk ke kaputren, dan sengaja membunuh prajurit untuk mengaburkan jejak. Tapi justru membuka petunjuk karena luka di tubuh para korban menunjukkan tusukan menyilang yang ganas. Ilmu yang hanya dimiliki oleh Paman Sepuh. Cara yang pernah Paduka tempuh ketika membunuh Toikromo."
"Kamu cukup mengerti banyak hal, Bango Tontong."
"Seperti juga yang menimpa Praba Raga Karana."
Kali ini wajah Halayudha berubah dingin.
Tangannya mengepal. "Apa yang kamu ketahui tentang Permaisuri Praba?"
"Ada seseorang yang membuatnya tak bisa mengutarakan apa yang terkandung dalam pikirannya. Ada yang membuntu. Seseorang itu hanya mungkin Paduka Mahapatih yang melakukan.
"Bagaimana caranya atau dengan cara apa, hamba tak mengetahui."
"Kalau kamu mengetahui hal ini, kenapa tidak kamu laporkan kepada Raja?"
"Hamba harus melewati beberapa pemimpin untuk sowan Raja. Itu tidak memungkinkan. Belum tentu akan didengar, atau bahkan Paduka Mahapatih lebih dulu mengetahui dan melenyapkan hamba."
"Kamu laporkan kepada Nambi?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Senopati Bango Tontong mengangguk.
"Kenapa?" "Hamba ditugaskan untuk mengamati gerak-gerik Paduka. Itulah yang hamba lakukan. Sepenuh kemampuan, sepenuh kekuatan yang bisa. Karena hamba adalah prajurit yang mengabdi kepada satu tuan.
Hamba lakukan sepenuhnya."
"Ehem, dengan kata lain kamu ingin mengatakan hanya menghamba kepadaku?"
"Kalau Paduka Mahapatih menerima."
"Banyak persamaan di antara kita, Bango Tontong. Kamu cepat tanggap dan mengerti, bahwa kalau aku menemukan dan atau merasa kamu mempermainkan bayangan lain, aku akan memenggal kepalamu.
"Itu cara terbaik mengabdi kepadaku.
"Kuakui kamu bisa membaca situasi dan berterus terang tanpa malu-malu. Kamu mengakui busuk, buruk, culas, tapi tidak pada tuanmu.
"Untuk sementara aku bisa menerima."
"Maaf, Paduka tak memiliki pilihan lain.
"Hamba adalah satu-satunya yang bisa diajak bicara sekarang ini.
Yang lainnya merasa segan, takut, dan barangkali menutup telinga."
"Bango Tontong, sebagai mahapatih aku tidak suka bicaramu yang kasar."
"Hamba mohon ampun, Paduka Mahapatih."
"Asal tidak kamu ulang.
"Sekarang jelaskan, kenapa aku yang menculik dua putri calon permaisuri?"
"Hamba sudah menyampaikan.
"Kalau bukan Paduka, harusnya Paduka."
"Bagus juga perhitunganmu. Kalau kamu mengatakan sebelumnya, aku sudah melakukan.
"Tapi kalau bukan aku, siapa yang lainnya?"
"Jagat ini terlalu luas.
"Akan tetapi yang bisa melakukan terbatas. Penculik dua putri calon permaisuri, pastilah yang mempunyai hubungan dengan, paling tidak, Permaisuri Rajapatni."
"Upasara Wulung?"
"Besar kemungkinannya ksatria yang gagah dan sakti itu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Akan tetapi kali ini bukan. Upasara Wulung tidak akan menculik apalagi melakukan pembantaian."
"Gendhuk Tri juga bukan?"
"Maaf, dugaan Paduka sudah mendekati.
"Penculiknya pasti juga wanita. Yang merasa dekat dengan Permaisuri Rajapatni, sekaligus Upasara Wulung."
"Nyai Demang, ilmunya tak..."
Halayudha tersenyum. "Ratu Ayu Azeri Baijani?"
"Tepat dugaan Paduka.
"Dengan dugaan ini, rasanya masih ada kesempatan untuk memojokkan atau menarik muncul ke permukaan."
"Apakah luka para prajurit jaga itu karena sabetan Galih Kangkam"
Bisa dimengerti. Bisa dimengerti.
"Bango Tontong, tak perlu memancing.
"Aku tahu ke mana Ratu Ayu menyembunyikan mereka."
"Desa Simping."
"Bagus. "Tidak jelek perhitunganmu.
"Mengapa tidak segera kamu arahkan ke sana?"
"Menunggu saat yang baik.
"Kalau dua putri calon permaisuri berada di Simping, untuk sementara dalam keadaan aman. Tak kurang suatu apa. Hanya soal waktu untuk bisa menemukan kembali.
"Akan tetapi dengan menunggu sesaat, hamba bisa melihat air mana yang berombak. Air kegembiraan mana yang bergejolak, sehingga mudah dibaca mereka ini dari kelompok yang kurang mendukung Raja."
"Ternyata begitu banyak?"
"Benar dugaan Paduka Mahapatih.
"Banyak yang kurang menerima pernikahan Raja."
"Perhitungan yang menarik.
"Tapi aku tak akan ambil tindakan apa-apa. Yang kurang menyukai Raja bisa menjadi bala bantuan bagiku di belakang hari. Bisa menjadi musuh di hari ini.
"Sekarang terlalu gampang menghancurkan mereka.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bango Tontong, siapkan prajurit. Aku sendiri akan menuju Simping."
"Apakah Paduka akan membawa panji-panji kepatihan?"
"Aku tidak memerlukan pertimbanganmu.
"Di sana hanya akan kutemui Ratu Ayu, yang rasanya bisa kupersembahkan kepada Raja. Biar semua daya asmara dan kemampuan berahi menemukan kepuasannya.
"Saat yang baik untuk melakukan persiapan."
"Maaf, Paduka melupakan bahwa masih ada ksatria yang tersembunyi yang bisa mendadak muncul."
"Upasara lagi yang kamu takuti?"
"Maaf, maaf beribu ampun.
"Sekarang ini masih ada Kiai Sambartaka yang tak keruan di mana sarangnya. Yang masih tersembunyi dan menunggu kesempatan baik untuk melampiaskan dendam dari tanah Hindia.
"Masih ada pula Eyang Puspamurti yang sulit diduga arahnya. Di samping para ksatria dari Perguruan Awan yang bisa menyulitkan."
"Apa hebatnya mereka"
"Aku bisa menghadapi satu demi satu."
"Paduka bisa mengalahkan satu demi satu.
"Tapi akan sulit kalau mereka bersatu."
"Perhitunganmu berlebihan, Bango Tontong.
"Tak ada yang bisa menjadikan alasan Kiai Sambartaka, Ratu Ayu, dan para ksatria Perguruan Awan bakal berjuang bersama."
"Yang berlebihan bisa terjadi, Paduka lebih bisa memperhitungkan hal ini.
"Paduka bisa menarik keluar semuanya tanpa berada dalam bahaya.
"Sebab kini, tanpa terasa, Paduka dan hamba berada di tempat yang terang. Lebih banyak yang melihat ke arah kita daripada kita melihat ke arah mereka. Sehingga akan lebih sempurna jika kita melangkah ke utara, tapi mereka menduga ke selatan.
"Cukup dengan membawa Permaisuri Rajapatni kemari, dua putrinya akan menyertai. Paling tidak diketahui di mana berada."
Halayudha menggigit bibirnya.
Tak diduganya bahwa Bango Tontong memiliki ketajaman naluri untuk bersiasat lebih tinggi dari yang diduganya. Bango Tontong ternyata lebih julig, lebih licin, dan menyimpan kekuatan yang selama ini tak terbaca.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Rasanya hampir semua peta kekuatan di Keraton dikuasai dengan baik. Semua data dan peristiwa dipegang kuat, dan menumbuhkan kekuatan untuk mengatasi.
Pembantu seperti Bango Tontong bisa menjadi bahaya di belakang hari.
Dan Bango Tontong agaknya juga menyadari hal ini.
Sehingga Halayudha perlu setingkat lebih hati-hati.
Dalam banyak hal. Karena dugaan dan perhitungannya yang selama ini dianggap melebihi yang lain, ternyata bukan miliknya sendiri.
Seorang senopati tak terdengar namanya seperti Bango Tontong bisa juga membuat perhitungan.
Ini berarti permainan di atas permainan.
Berpura-pura di atas kepura-puraan. Bagaimana mengendalikan seorang seperti Bango Tontong, yang perangainya aneh, tapi banyak miripnya dengan dirinya"
Pukulan Graksa, Pukulan Petit
ANEH, karena Bango Tontong mengakui dirinya hanya mengabdi pada satu tuan. Menghamba buta pada satu orang. Mengakui culas, tetapi ternyata masih menyembunyikan puluhan keculasan yang lain.
Seorang yang sebenarnya menarik.
Senopati yang selama ini menghamba kepada Mahapatih Nambi, dan kemudian bisa beralih total. Karena pokok pendiriannya ialah mengabdi satu orang, siapa pun orangnya!
Karena sadar kakinya buruk dan kurus tinggi, dirinya memakai nama Bango Tontong. Secara terang-terangan dan menantang, bahkan memakai pengenal para prajuritnya dengan mengenakan cawat. Yang berarti memperlihatkan seluruh bentuk kaki.
Ganjil. Tapi kalimatnya bukan tak masuk akal.
Itu sebabnya Halayudha menyetujui Bango Tontong menjadi utusan resmi ke Sanggar Pamujan di Simping. Untuk memanggil Permaisuri Rajapatni. Sekaligus mengetahui nasib dua putrinya.
Pendapatnya yang lain yang segera masuk ke dalam pikiran Halayudha ialah disebutnya nama Eyang Puspamurti.
Tokoh sakti yang dikatakan angin-anginan ini bagi Halayudha masih tanda tanya. Posisinya bisa beralih dalam waktu sekejap. Lebih dari itu,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
ilmunya ternyata juga tak mudah diduga. Dengan disertai tiga muridnya, bisa-bisa di kemudian hari menjadi bencana yang merepotkan. Terutama secara pribadi! Karena merekalah yang mengetahui rahasia tubuhnya!
Halayudha tak bisa berbuat seperti Bango Tontong dengan jalan memamerkan kekurangannya!
Halayudha tidak gegabah dengan mencari tahu di mana Eyang Puspamurti. Justru sebaliknya, ia memakai pendekatan gula menarik semut.
Dengan cara itulah Halayudha mengumumkan bahwa Keraton saat ini sedang membutuhkan prajurit-prajurit baru. Kesempatan ini terbuka luas bagi siapa pun yang berminat, dan hari itu juga akan mendapat pangkat. Tak ada syarat berat yang mengikat, selain tidak tersangkut dengan keluarga yang pernah memberontak.
Tindakan yang diambil Halayudha juga mempunyai tujuan lain.
Dengan masuknya para prajurit baru, tidak bisa tidak mereka ini masih polos dan akan mengikuti apa yang sedang berlangsung. Tanpa dibebani peristiwa masa lampau.
Perhitungan Halayudha tidak meleset.
Pada hari kelima, Eyang Puspamurti sendiri muncul dengan Mada Senggek, serta Kwowogen. Halayudha sudah menyiapkan agar mereka berempat diterima dan ditempatkan di suatu pondokan yang telah disediakan.
Pondokan yang terpisah dari yang lain, di mana Halayudha bisa mengetahui apa yang berlangsung tanpa mengganggu yang lain.
Halayudha juga memerintahkan untuk memenuhi segala kebutuhan Eyang Puspamurti tanpa kecuali, tanpa perlu menanyakan lebih dulu dan minta persetujuan yang lainnya.
Segala kebutuhan makanan, minuman, perlengkapan persenjataan diberikan tanpa batas.
"Mada, kini sudah terkabul keinginanmu menjadi prajurit.
"Apa lagi yang akan kamu lakukan?"
"Eyang, selama ini saya bertiga hanya menjadi prajurit yang makan enak, tidur nyenyak tanpa melakukan apa-apa. Apakah ini tidak berlebihan?"
"Saya tidak peduli dengan itu.
"Kalian bertiga adalah muridku. Umurku tidak panjang lagi. Sebelum aku mati, aku ingin kalian bertiga benar-benar mewarisi ilmuku.
"Sebab zaman telah bergerak sangat cepat.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Perhatikan baik-baik. Kalian masih ingat Barisan Api?"
"Eyang sudah menceritakan selaksa kali."
"Berarti masih kurang satu kali.
"Barisan Api yang hanya selintas itu membuka kemungkinan yang luar biasa. Mereka bisa melipatgandakan tenaga dalam secara luar biasa. Saya masih belum bisa memecahkan, meskipun dengan cara Upasara Wulung kita akan bisa mengalahkan.
"Sekarang tentang jurus Upasara Wulung.
"Saya yang mempelajari pukulan satu jurus, tetapi justru Upasara yang bisa memainkan."
"Eyang..." "Kamu harus dengar baik-baik.
"Umurku tak bersisa lama.
"Saya akan menunjukkan bahwa kalian bisa memainkan pukulan seperti yang dimainkan Upasara."
Eyang Puspamurti menyeret ketiga muridnya.
Halayudha menjilat bibirnya sendiri.
"Dalam Kidungan Pamungkas, kekuatan mahamanusia itu tak terbatas sampai titik takhta. Berarti bisa apa saja, selain menjadi raja."
"Eyang..."
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eyang..." "Eyang..." "Pada Barisan Api, semua kehendak, semua kemauan diubah menjadi tenaga. Tenaga luar. Sedemikian bersatunya mereka, sehingga tenaga selusin bisa menjadi satu tenaga.
"Yang berarti memindahkan kekuatan dari satu orang atau lebih kepada diri kita.
"Lihat baik-baik. "Tangan kanan ini akan menyatukan semua tenaga yang ada dalam tubuh kita. Alirkan semua kekuatan ke ujung tangan kanan. Nah, begitu.
"Semua kekuatan. "Semua hawa panas dalam tubuh.
"Semua kemauan. "Semua semua. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nah, bagus. "Gerakkan sesukamu."
Dug-dug-dug. Tiga pukulan menyerang bersamaan, meskipun Kwowogen menunjukkan kecepatan yang lebih.
Halayudha mengakui bahwa murid didikan Eyang Puspamurti menghasilkan kemajuan yang pesat. Apalagi kalau diingat bahwa mereka bertiga bukan yang berawal dari tradisi persilatan. Terasa benar tenaga yang terlontar, dibandingkan ketika Halayudha bertemu mereka pertama kalinya.
"Ini bagus, tapi jelek.
"Itu pukulan manusia, tapi bukan mahamanusia.
"Itu pukulan Mada, Senggek atau siapa namamu, atau Kwo. Saya tidak memukul. Padahal tenaga itu bisa kita satukan. Tanpa kita berpegangan tangan. Tanpa ketahuan kita menempel satu sama lain.
"Sepenuhnya bisa terjadi dengan sendirinya.
"Mari kita jajal. "Lupakan dirimu, juga saya. Kita akan berkumpul menyatu seperti air, seperti awan, seperti angin, seperti petir. Menjadi kuat dan bertenaga karena bersama. Karena bersatu.
"Petir..." Eyang Puspamurti mengambil napas dalam. Tangan kanannya bergerak, melingkar, sebelum meninju ke depan. Bersamaan dengan gerakan ketiga muridnya.
Dug. Satu entakan keras. Menghantam dinding kayu di ujung yang bergoyang!
"Ini jurus pertama. Kita namai Pukulan Petir atau Pukulan Graksa."
Halayudha menggaruk belakang telinganya.
Cara pengajaran Eyang Puspamurti sangat sederhana. Baik kata-kata penjelasannya maupun gerakan bersama yang dilakukan. Ingatan Halayudha tak bisa lain kepada dirinya sendiri. Yang demikian sengsara dan hina sebelum memperoleh ilmu.
Kalau saja dirinya dilatih oleh guru seperti Eyang Puspamurti...
Tapi yang membuat Halayudha menggaruk tengkuknya sambil menghela napas, terutama karena kemampuan Eyang Puspamurti
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
menyatukan tenaga dalam. Keempat tenaga yang berlainan, menjadi satu pukulan.
Memang hasil pertama tidak terlalu mengejutkan.
Akan tetapi segera bisa terbaca dalam latihan pukulan berikutnya bisa menjadi ganas. Apalagi jika sudah dikuasai. Dengan pendekatan itu pula bukan tidak mungkin tenaga dalam yang dimiliki seluruh prajurit yang ada di sekitarnya bisa ditarik masuk.
Dimainkan seperti satu orang saja.
Ini yang menyebabkan tengkuk Halayudha serasa menjadi gatal tiba-tiba.
Kalau perkembangan berikutnya memakai pendekatan ini dan menunjukkan hasilnya, sebelum pergantian tahun mereka telah menjadi prajurit yang sakti.
Halayudha tidak menyembunyikan kekagumannya. Tangannya bertepuk sehingga Eyang Puspamurti menoleh ke arahnya. Ketiga muridnya segera bersila dan menyembah.
"Pukulan Petir yang menyambar bumi.
"Hanya arahnya yang tidak jelas. Petir tidak menyambar secara ngawur, melainkan tubuh yang paling tinggi. Pukulan tadi kurang mengarah ke kepala, lebih tepat ke arah dada."
"Rasanya aku pernah melihatmu.
"Apakah kamu juga prajurit di sini?"
"Aku Mahapatih Rake Dyah Halayudha, Eyang.
"Aku yang bertanggung jawab memberi pangkat, derajat, dan makanan serta minuman. Yang memilih dan menghentikan prajurit."
"Aku ingat. Mestinya kamu ini siapa.
"Tapi kenapa kamu ikutan" Siapa yang menyuruhmu?"
Memindah Sukma HALAYUDHA berdiri dengan gagah.
"Sebagai prajurit, kalian semua harus tahu tata krama keprajuritan.
Karena akulah yang memimpin, akulah yang bertanya. Kalau tidak ditanya, tidak diperkenankan sama sekali bertanya. Semua pertanyaan dan perkataan dariku harus dijawab dengan sendika dawuh.
"Jelas?" KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mada, Senggek, serta Kwowogen, menyembah bersamaan dan mengatakan apa yang diperintahkan Halayudha. Eyang Puspamurti merasa bingung, menoleh kiri-kanan, menepuk jidatnya sendiri, akan tetapi akhirnya menyembah juga.
"Sendika dawuh, Mahapatih...."
Halayudha melipat tangannya di dada.
Udara tipis mendesis dari celah bibirnya.
Satu pijakan kemenangan yang menjungkir-balikkan kekuatan Eyang Puspamurti. Tokoh sakti yang tingkahnya ganjil ini sebenarnya tingkat kesadarannya masih tinggi. Tidak seaneh Dewa Maut yang linglung.
Hanya saja kini posisinya sangat repot.
Posisi yang dipasang oleh Halayudha.
Dengan menerima keempatnya sekaligus sebagai prajurit, berarti meletakkan mereka sebagai bawahannya. Dasar serta sikap prajurit yang mengiya kepada atasan tak bisa ditentang.
Itulah yang terjadi sekarang.
Kalau Eyang Puspamurti tadinya sedikit ragu, karena masih sangsi harus bersikap memusuhi atau mengiya. Hanya ketika melirik kiri-kanan dan melihat ketiga muridnya sudah mengiya, tak ada jalan lain baginya.
Eyang Puspamurti tak ingin mengecewakan murid-muridnya.
"Aku masih menghormatimu, dengan menyebut Eyang.
"Karena kebesaran namamu, karena kamu ksatria. Akan tetapi karena aku yang bertanggung jawab untuk penerimaan seluruh prajurit, aku tak akan membeda-bedakan.
"Rasanya Eyang bisa mengerti."
"Ya, Mahapatih. "Tapi..." "Tak ada tapi. "Aku suka melihat Eyang melatih prajurit baru. Aku memberi kesempatan seluas-luasnya. Kalau bisa aku membantu Eyang.
"Sebagai prajurit, Eyang harus menjawab pertanyaanku."
"Ya, Mahapatih..."
"Pukulan Petir yang baru Eyang ciptakan mempunyai persamaan dengan kekuatan Barisan Api.
"Di mana persamaan itu?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mahapatih, dalam soal ilmu silat..."
"Dalam tata krama keprajuritan..."
"Baik, baik. "Persamaannya dalam menyatukan kekuatan. Menyatukan tujuan.
Menyamakan diri sebagai mahamanusia."
"Begitu gampang?"
"Mahamanusia itu sederhana.
"Seperti kodratnya, terjadi dengan sendirinya. Yang membedakan hanyalah bahwa Pukulan Graksa ini menjadi satu pukulan, dan empat pukulan. Penyatuan kekuatan dari tarikan napas, ketiga tenaga dalam di perut naik ke tengah dada."
"Apakah itu memakai tenaga dalam atau tenaga sukma?"
Mata Eyang Puspamurti berkejap-kejap.
"Tenaga sukma?"
"Dalam Kidungan Pamungkas disebut-sebut mengenai sukma. Tenaga sukma, dalam wujudnya menjadi Ngrogoh Sukma Sejati, Merogoh Sukma Sejati. Mahamanusia berkuasa atas sukma...."
Eyang Puspamurti menggeleng.
"Mahapatih bisa keliru.
"Itu bukan Kidungan Pamungkas. Itu Kidungan Paminggir.
Sedangkan tata krama keprajuritan dan raja dalam Kidungan Para Raja.
"Tetapi aneh juga. "Kenapa bisa berbeda tapi sama"
"Ya, ada kaitannya dan saling menerangkan. Sukma sejati bisa menjadi kekuatan, karena ia kekuatan itu sendiri. Saya biasanya hafal...."
Eyang Puspamurti bersungut.
Tubuhnya bergerak perlahan, membungkuk. Kedua tangannya terlipat di depan, pundaknya menutup. Tubuhnya seperti tergerak oleh embusan angin.
Halayudha duduk di sampingnya.
Sukma sejati, keluarlah tinggalkan tubuh sebab tubuh itu wadah KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
sebab tubuh itu hanya wadah
sukma sejati, kamulah kekuatan
bukan kaki, bukan hati bukan tangan, bukan pikiran
sukma sejati akan menyatu dengan alam
dengan kehidupan sebab sukma sejati dalam mengatasi kematian sukma sejati, keluarlah tubuhmu mengalah jadilah kehendakmu kehendakmu yang sejati jadilah maumu mau yang sejati sukma sejati bukan sukma, bukan nyawa bukan kemauan, bukan doa sukma sejati roh segala roh inti segala inti nyawa segala nyawa ada segala ada kidung segala kidung sukma sejati sejatinya sukma kekal abadi KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
selamanya... Tubuh Eyang Puspamurti gemetar. Senggek yang mengikuti seperti terengah-engah. Mendadak tubuhnya mengejang hebat, tangannya meraup tanah.
Menelannya. Mada terkesiap. Kwowogen berusaha menahan. Akan tetapi di luar dugaannya, kaki Senggek menendang keras. Tak ampun lagi Kwowogen jatuh terbanting.
"Jangan main-main. "Jangan mau dipermainkan.
"Kalian dalam bahaya.
"Aku dalam bahaya."
Teriakan Senggek demikian keras hingga semua prajurit mendengar apa yang dikatakan. Ketika mereka bergerak mendekat, Senggek langsung menerjang.
Pertarungan yang segera terjadi menandai awal keributan. Senggek tak bisa dikendalikan. Terus menyerang kiri-kanan. Tubuhnya terluka oleh tusukan dan sabetan, akan tetapi terus menerjang.
Bahkan Mada yang mendekat dilabrak.
Terpaksa membela diri. Kwowogen ikut bergabung. Keduanya memutar tubuh, menekuk tangan, sambil berputar.
Pukulan Petir. Menyambar keras. Tubuh Senggek, yang tadi mengikuti gerakan Mada dan Kwowogen, memakai gerakan untuk memukul kepalanya sendiri.
Apa yang terjadi sangat mengerikan.
Kepala Senggek seperti terbelah. Meninggalkan warna hitam di sekujur tubuh.
Halayudha menutup kedua tangan ke wajah.
Hatinya tergetar dahsyat. Bukan kengerian wajah yang terbelah serta berubah menjadi hitam seakan hangus yang membuatnya menutupi wajah. Melainkan guncangan yang lain.
Guncangan yang membuka mata batinnya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Bahwa ilmu yang disebut sebagai Ngrogoh Sukma Sejati ternyata sederhana akan tetapi juga maha sulit. Apa yang dilihatnya menunjukkan bukti jelas.
Senggek tak mampu mengikuti getaran sukma Eyang Puspamurti.
Atau bisa juga diartikan mampu mengikuti. Sehingga kekuatan sukmanya bisa keluar. Namun pada saat itu, kekuatan tersebut justru menemukan adanya bahaya, yaitu kehadiran Halayudha. Ketegangan antara mengikuti kekuatan sukma dan kekuatan rasa bertarung.
Karena belum menguasai sepenuhnya, Senggek menjadi tak terkendali.
Mengamuk seperti kesurupan tenaga lain.
Padahal itu tenaga sukmanya sendiri.
Hal kedua yang tak kalah ngerinya ialah ketika Mada dan Kwowogen mencoba menahan serangan dengan Pukulan Petir. Pada saat itu, Senggek juga melakukan gerakan yang sama. Hanya sasarannya kepalanya sendiri. Dengan tiga tenaga menyatu, kepala Senggek remuk karenanya.
Seketika itu juga. Titipan Asmara, Percakapan Sukma
TANGAN Halayudha masih menutupi wajahnya.
Di balik tangan, mata Halayudha masih tertutup. Akan tetapi seperti bisa melihat semuanya dengan terang. Bahwa ada kekuatan baru yang bisa dicabut ke luar, bisa menjadi sesuatu yang bahkan tak pernah bisa diperkirakan akan sampai ke mana.
Kekuatan sukma. Kalau selama ini sumber utama kekuatan adalah tenaga dalam, betapapun juga masih bisa diperhitungkan kemajuan dan babakan yang bisa dicapai. Semakin kuat dan tahan serta tekun berlatih, semakin bertambah tenaga dalamnya. Perkembangan ini bisa diperkirakan dari lamanya bertapa atau melatih. Meskipun ada unsur kemajuan seseorang berbeda dari yang lainnya, akan tetapi tetap bisa diperkirakan.
Hal yang sangat berbeda dari itu adalah penggunaan kekuatan sukma. Perkembangannya bisa sangat luar biasa, karena ternyata melewati babakan yang selama ini dikenal. Bisa menjadi loncatan tak terkendali ke suatu wilayah yang belum bisa diramal kapan berhentinya dan pada bagian yang mana.
Halayudha mengenal dari dua kejadian penting.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Pertama, pertemuannya dengan Dewa Maut yang bisa merogoh sukma dan menjadikan dirinya orang lain. Dengan kekuatan sukma yang menurut Dewa Maut berintikan kepada katresnan atau cinta kasih, sukmanya bisa menembus batasan ruang dan waktu. Bisa menjelma menjadi orang lain.
Kedua, pertemuannya dengan Eyang Puspamurti dan ketiga muridnya. Kekuatan sukma kali ini mendapatkan bentuknya sebagai kekuatan jasmani, yang bisa disatukan menjadi satu pukulan. Bukan sekadar satu rasa, tetapi satu sukma.
Bahaya penggunaan kekuatan sukma ternyata juga mengerikan. Pada Dewa Maut, berakhir dengan kematiannya sendiri. Pada Senggek, berakhir dengan kematian yang mengerikan.
Semua ini isyarat adanya kekuatan yang hebat akan tetapi sekaligus juga bahaya yang gawat, tanpa disadari oleh yang bersangkutan.
Halayudha menurunkan tangannya setelah mengusap wajah.
"Eyang, mari kita masuk ke kepatihan.
"Di sana kita bisa berlatih dengan lebih tenang."
"Jagat, jagat telah berubah.
"Sudah datang saat di mana mahamanusia lahir."
"Eyang, mari..."
"Kamu benar, Mahapatih.
"Kidungan Paminggir ajaran Eyang Sepuh adalah bagian yang disempurnakan Sri Baginda Raja dalam Kidungan Para Raja, yang disatukan dalam Kidungan Pamungkas oleh Mpu Raganata. Ketiganya sebenarnya satu.
"Kamu benar. Ketiganya berbicara tentang mahamanusia.
"Sungguh luar biasa.
"Selama ini aku hanya melihat dari satu sumber. Dan meniadakan yang lain. Padahal ketiganya sama. Sosok yang sama. Yang pernah berada dalam puncak kejayaan kekuatan sukma. Sri Baginda Raja akan terus dikenang dan ada di sepanjang segala zaman, karena apa yang telah dilakukan sebagai raja gung binatara, raja besar. Eyang Sepuh memakai kekuatan sukma untuk moksa, untuk hidup bersatu antara raga dan jiwa. Mpu Raganata, yang lebih sakti dari keduanya, dengan menggabungkan, menyatukan perbedaan yang ada. Mpu Raganata hadir ketika menyingkirkan diri. Sukmanya melebur.
"Sungguh luar biasa.
"Eyang Sepuh meniupkan kekuatan, membesut awal persilatan dengan Kitab Bumi menjadi sumber ilmu kanuragan. Sri Baginda Raja
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
meniupkan kebesaran seorang raja. Dan Mpu Raganata sejak semula menjadi pamong, yang mengabdi kepada Sri Baginda Raja, tetapi juga pamong pemikiran para pendeta. Sejak semula sudah disingkirkan Sri Baginda Raja, akan tetapi selalu menyertai dan berada di sampingnya.
Sejak semula diemohi para ksatria dan dijauhi para pendeta, akan tetapi tetap menjadi bagian dari mereka.
"Mpu Raganata yang weruh sadurunging winarah, mengetahui sebelum mengalami, mengerti sebelum terjadi, adalah raja sekaligus pendeta sekaligus ksatria, yang tidak ketiga-tiganya.
"Hebat, sungguh hebat.
"Tidak salah aku memilih Kidungan Pamungkas, sebagai kitab terakhir sebagai bacaan ajaran utama.
"Luar biasa." Halayudha maju setindak. "Eyang lupa, bahwa Eyang adalah titisan Mpu Raganata."
"Aku" "Aku ini, Mahapatih?"
Halayudha mengangguk. "Ya, sesungguhnya begitu, Eyang Puspamurti.
"Dengan kekuatan sukma Eyang, pertemuan dan penyatuan dengan Mpu Raganata bukan hal yang mustahil.
"Mari kita berlatih, mencari pertemuan di kepatihan."
"Ya, Mahapatih."
Tangan Eyang Puspamurti memberi tanda kepada Mada dan Kwowogen, lalu berjalan di samping Halayudha, setengah langkah di belakangnya. Wajahnya menunduk, kedua tangannya rapat di dada.
"Kamu cukup cerdas dan pintar, Mahapatih.
"Dari mana Mahapatih mengetahui kekuatan sukma?"
"Dari bibit kawit yang bernama katresnan, cinta kasih. Yang menggerakkan Eyang menerima murid-murid dan mengajarinya secara penuh. Tanpa katresnan, untuk apa Eyang Puspamurti melakukan itu semua kalau selama ini cukup aman berada dalam Keraton" Untuk apa Eyang rela menjadi prajurit"
"Untuk apa sebagai Mahapatih saya mengurusi langsung prajurit yang baru"
"Untuk apa mengabdi kepada Keraton, dan bersedia hanya sebagai mahapatih?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Eyang Puspamurti menggeleng, sambil mengelus rambutnya.
"Katresnan. Memang. "Tapi omonganmu ngawur. Katresnanmu berbau busuk mengandung pamrih, mengandung permintaan dan pemaksaan, bukan keikhlasan.
"Dari pertama kamu sudah busuk.
"Aku bisa membedakan busuk dan bau dengan tidak busuk dan bau harum. Dengan keluhuran.
"Mpu Raganata sudah sampai tingkatan menyatukan itu."
Keduanya melangkah sampai ke dalam kepatihan. Menuju samping pendapa, di bawah naungan pohon sawo. Mada dan Kwowogen duduk agak di belakang. Menunduk, menunggu, mendengarkan.
"Mari, Eyang, kita pergunakan kekuatan sukma untuk menyatu dengan Mpu Raganata."
Halayudha bersemadi. Tangannya memegang tangan Eyang Puspamurti, sambil membisikkan kidungan yang menjadi mantra Dewa Maut. Yang merupakan gabungan dari lirik ketiga kitab yang dibacanya tidak secara berurutan.
Tubuh Eyang Puspamurti bergerak.
Bergetar. Pandangan matanya tajam, membuat Halayudha menarik kembali tangannya.
"Kamukah Mpu Raganata"
"Bukan, bukan. Kamu kosong, karena kamu tak mau memperlihatkan sukmamu. Aku adalah Halayudha yang ingin mengetahui kekuatan sukma sejati dengan memakai sukma orang lain. Aku bisa mencapai karena dasar ilmuku tak jauh dari itu. Ajaran Paman Sepuh, Gajah Mahabengis. Mendapat keterbukaan, menjadi tinarbuka karena Dewa Maut yang memiliki dasar katresnan, ajaran welas asih.
"Akulah Halayudha. "Dan kamu siapa"
"Siapa?" Halayudha tak bisa segera menyahut. Sewaktu bersama Dewa Maut, Dewa Maut sendiri yang menganggap Halayudha adalah Dewa Maut.
Kini Halayudha ingin menjawab Eyang Puspamurti. Tapi bibirnya kelu.
"Kamu anak Dewi Renuka" Kamu anak lelaki yang membunuh ibu yang mengandung mu sembilan bulan sepuluh hari" Siapa yang kamu
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
cari" Yang paling jahat, paling hina, paling berdosa, paling celaka, yang kalah yang bersenjatakan luku"
"Jadi kamu tak punya nama, selain disebut Tenggala Seta?"
Halayudha terbatuk keras. Dadanya menjadi sakit. Ada irisan menyamping yang membelah tubuhnya dari atas ke bawah. Pengalaman demi pengalaman berhubungan dengan kekuatan sukma sejati, membuatnya terseok-seok.
Jelas bahwa Eyang Puspamurti tak mengetahui segala apa yang ada hubungannya dengan yang dialami. Karena selama ini bersembunyi di dalam Keraton. Sama mustahilnya mendengar kalimat percakapannya dengan Dewa Maut.
Akan tetapi sekali meneropong, langsung mengetahui bahwa ada nama Dewi Renuka. Lebih jauh lagi, bahkan menyebutkan nama Tenggala Seta, atau bisa berarti bajak atau luku berwarna putih. Tidak luar biasa andai saja kata tenggala, yang jahat, yang hina, yang berdosa, yang celaka, dan yang kalah, mempunyai kata yang berarti sama, yaitu halo.
Tak mungkin kebetulan bisa terjadi beberapa kali. Bukan hanya persamaan nama melainkan juga kata seta, yang mengingatkan akan ucapan Dewi Renuka ketika pertama kali mengajak bermain asmara dengannya. "O, ternyata putih, tidak seperti tubuhmu." Itu yang dulu diucapkan oleh Dewi Renuka. Dan hanya bisikan lirih itu, tanpa kata lain.
Sambaran Pukulan Petir tak akan mengguncangkan Halayudha seperti sekarang ini. Justru di saat berada dalam kondisi puncak kekuasaan, dirinya dilempar kembali ke dalam masa lalu.
"Apakah kamu putraku?"
"Aku tak tahu. "Namaku Tenggala Seta. Aku adalah titipan asmara yang tercipta karenanya."
"Di mana kamu sekarang, Tenggala Seta"
"Di mana... di mana ibumu?"
Eyang Puspamurti terbatuk.
Tubuhnya bergoyang. Dengan satu helaan napas, wajahnya kembali seperti sediakala.
"Mada, Kwowogen, perhatikan baik-baik.
"Setiap kali adalah ajaran. Aku sedang melatih untuk mengetahui kekuatan sukma. Tetapi aku sendiri tak sepenuhnya bisa mengetahui apa yang terjadi.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kamu perhatikan baik-baik."
"Eyang..." "Eyang..."
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Usiaku tak panjang lagi. Aku harus menyelam hingga tuntas, agar kamu mengetahui semua yang harus kamu ketahui.
"Mahapatih, sampai di mana kita?"
Halayudha menutup bibirnya.
"Sampai Tenggala Seta berada di mana"
"Ibunya ada di mana?"
Pandangan Eyang Puspamurti berkejap-kejap.
"Siapa nama yang tak pernah kudengar itu" Apa urusanmu dengan ibunya"
"Kwowogen, kamu cepat pintar dan kuat, tapi jangan terlalu memperhatikan hal yang tak berguna. Aku minta kamu memperhatikan ajaranku, bukan orang lain."
Halayudha berusaha menguasai diri.
Satu hal yang membuatnya sedikit lega. Eyang Puspamurti bisa merogoh sukma, akan tetapi peristiwa yang dialami tidak mengendap dalam ingatannya. Ini agak berbeda dengan Dewa Maut yang bisa mengendalikan kemampuan sukma.
Sementara Kwowogen dan Mada mendengar akan tetapi tak mengetahui hubungan yang ada, dan malah surut kembali karena disalahkan.
"Terima kasih, Eyang.
"Sejauh kemampuan yang ada, titipan asmara akan saya rawat sebagaimana kodrat yang ada."
"Bukan kepadaku, kepada dirimu sendiri," getaran suara Eyang Puspamurti berbeda kembali. Seolah ada kekuatan lain yang masuk dan menguasai dirinya, atau kekuatannya sendiri yang keluar dan menguasai sekitarnya.
Kedua tangannya terentang.
Mada dan Kwowogen mendekat.
Bersentuhan telapak tangan.
Halayudha mendekat, menyatukan tangan, sehingga membentuk lingkaran. Mula-mula tidak dirasakan sesuatu yang luar biasa, akan tetapi perlahan pikirannya terseret kidungan Eyang Puspamurti, yang
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
bisa diikuti, karena ujung kata-katanya bisa dikenali, meskipun berasal dari tiga kitab yang digabung.
Sukma sejati bukan nyawa, sebab nyawa bisa pergi
sukma sejati roh suci jadi bersama jagat sukma sejati adalah sang pencipta yang menjelma yang tercipta bersama jagat menguasai isinya.... Sukma Sejati, Sukma Kekal Abadi
HALAYUDHA merasa getaran tangannya tidak bisa seirama dengan yang lainnya. Merasa bahwa dirinya tidak bisa masuk sepenuhnya, mengalir dan menyatu.
Akan tetapi bisa mengikuti irama dan isi kidungan.
Yang dinamai sukma sejati
bukan sukma sejati karena sukma sejati itulah arti tak disamai roh, nyawa, budi,
sebab sukma sejati kekal abadi
dalam telur sukma sejati adalah kulit, putih dan kuning nya
dalam buah sukma sejati adalah kulit, buah dan bijinya
dalam kehidupan KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
adalah lahir, nasib dan matinya
setiap kali tumimbal lahir
setiap kali ada kembali seperti jagat, seperti matahari
seperti Dewa, seperti udara
sukma sejati ada selalu padamu, padaku, pada apa saja
sukma sejati itu wahyu yang selalu diwahyukan kembali
itu arti kekal abadi mengatasi lahir, nasib dan mati
pembaruan kehidupan, nasib dan kematian
dalam sukma sejati selalu sekali selamanya.... Halayudha menarik telapak tangannya. Menghela napas. Membiarkan ketiga yang lain membentuk lingkaran. Baginya lebih dari cukup untuk mengenali, untuk bisa berada dalam pencarian dan penjelasan sukma sejati. Ia tak ingin masuk lebih dalam, seperti Eyang Puspamurti, seperti Dewa Maut, yang belum terbaca akan bermuara ke mana.
Halayudha menjauh dengan jalan berjongkok. Sekitar lima tombak dari tempat Eyang Puspamurti, Halayudha berdiri dan memerintahkan para prajurit untuk menjaga dan melayani Eyang Puspamurti, Mada, serta Kwowogen.
Perintahnya yang kemudian adalah meminta daftar para prajurit yang baru. Halayudha tidak mengatakan ia mencari nama Tenggala Seta, karena hal itu akan dilakukan sendiri.
Sesuatu yang menurut perkiraannya masuk akal. Meskipun agak terlambat, usia Tenggala Seta tak jauh berbeda dari Mada atau Kwowogen. Yang kalau tidak mempunyai pekerjaan tetap selama ini, melihat kemungkinan terbaik untuk masuk menjadi prajurit.
Sebenarnya Halayudha setengah percaya setengah tidak terhadap apa yang didengar dari Eyang Puspamurti. Akan tetapi ia tak bisa
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
menyembunyikan rasa hubungan darah yang mendesak secara tiba-tiba.
Selama ini Halayudha merasa hidupnya sendirian. Sangat sendirian, tanpa sanak saudara, tanpa teman dekat sekalipun. Dan kini tiba-tiba ada suara yang mengatakan bahwa bukan tidak mungkin dirinya mempunyai darah keturunan secara langsung.
Panggilan yang ganjil yang belum didengar selama ini. Keinginan untuk menemukan kembali akar yang telah menjadi buah dan berkembang.
Namun semua itu tidak mempengaruhi penampilannya.
Halayudha tetap Halayudha yang kini adalah Mahapatih Keraton Majapahit.
Melangkah masuk ke ruangan, Halayudha sudah menjadi apa yang diimpikan. Melangkah dengan gagah, mendengarkan laporan, dan memberikan perintah.
Yang membuatnya sedikit mengerutkan kening adalah laporan dari Senopati Bango Tontong yang mengatakan bahwa Permaisuri Rajapatni sudah meninggalkan Simping.
Tidak ketahuan berada di mana.
Sehingga tidak bisa memenuhi permintaan Mahapatih Halayudha.
"Dan kamu percaya begitu saja, Bango Tontong?"
"Begitulah hamba, Paduka Mahapatih.
"Karena yang mengatakan adalah Permaisuri Indreswari sendiri yang berkenan menemui hamba dan menanyakan mengenai putranya, Raja Jayanegara.
"Yang barangkali akan membuat Paduka tertarik ialah bahwa sebelum kepergian Permaisuri Rajapatni, Ksatria Upasara Wulung datang ke Simping. Permaisuri Indreswari melihat sendiri, karena Upasara Wulung tidak datang secara sesideman atau sembunyi-sembunyi. Upasara Wulung datang menghadap Baginda.
"Permaisuri Indreswari melihatnya sebagai ancaman bagi Raja.
"Paduka Permaisuri Indreswari tidak diperkenankan hadir dalam pertemuan tersebut."
Halayudha menarik udara keras lewat hidungnya.
"Ulet nyawa Upasara Wulung.
"Aku jadi ingin mengetahui sampai di mana Dewa selalu melindunginya dalam saat seperti sekarang ini.
"Hmmm, di jagat ini susah menemukan lawan setanding seperti dia.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tapi itu soal lain.
"Bagaimana dengan perhitunganmu bahwa dua putri calon permaisuri diculik oleh Ratu Ayu?"
"Tidak meleset sedikit pun, Paduka.
"Putri Tunggadewi dan Rajadewi berada di Simping, menempati kamar yang tadinya dihuni Permaisuri Rajapatni.
"Mengenai Ratu Ayu Azeri Baijani..."
Senopati Bango Tontong agaknya sengaja menggantung kata-katanya.
Halayudha yang mengetahui cara-cara seperti itu menjadi gondok. Akan tetapi bukannya memperlihatkan wajah murka, sebaliknya Halayudha sedikit memiringkan kepalanya. Seolah benar-benar sangat tertarik kepada apa yang akan dikatakan Senopati Bango Tontong.
Halayudha tahu bagaimana menempatkan dirinya untuk berpura-pura hanyut.
"Mengenai Ratu Ayu, hamba mempunyai pikiran untuk mengadu persoalan dengan Permaisuri Rajapatni. Saat ini hamba sedang mengundangnya ke Keraton.
"Maaf, Paduka Mahapatih.
"Kelancangan hamba hanyalah untuk kebesaran Mahapatih."
"Apa ada gunanya?"
"Kalaupun tidak, sekurangnya bisa memanaskan api kecemburuan dan pertarungan.
"Ratu Ayu nekat melakukan penculikan ke kaputren, semata-mata karena merasa dirinya istri Upasara Wulung. Bagian dari kegiatan Raja Turkana. Apa yang tidak disukai Upasara, tidak akan disukai pula oleh Ratu Ayu.
"Itu alasan Ratu Ayu menculik dua putri calon permaisuri.
Akan tetapi sekarang pastilah sangat kecewa. Karena Raja Turkana yang sangat dibela dan dihormati, muncul di Simping untuk menemui Permaisuri Rajapatni.
"Bibit ini bisa dipanaskan.
"Bisa membakar."
"Apa ada gunanya?"
"Upasara Wulung disebut sebagai lelananging jagat, dan selama ini terbukti ilmu silatnya belum ada yang menandingi, apalagi mengalahkan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Keunggulannya yang menjulang ke langit tidak diimbangi dengan masalah asmara. Justru sebaliknya, Upasara Wulung menjadi tidak menentu sikapnya kalau dibelit persoalan asmara.
"Inilah alasan hamba."
"Apa ada gunanya?"
"Gunanya untuk menyudutkan Upasara Wulung dalam situasi di mana ia mengambil sikap yang sembarangan. Misalnya menghancurkan ilmunya, tenaga dalamnya, atau justru melarikan diri, bersembunyi di Perguruan Awan.
"Dengan demikian akan berguna, karena Mahapatih tidak perlu turun tangan untuk mengatasi."
"Ada gunanya memelihara kamu."
"Maaf, Mahapatih, akan lebih berguna lagi jika Mahapatih tidak memecah kekuasaan yang ada dengan Senopati Krewes."
"Jabung Krewes aku adakan karena aku harus berjaga dari siasatmu yang licik.
"Bango Tontong, aku mengakui kamu pintar. Itu sebabnya aku berjaga-jaga.
"Aku tahu Jabung Krewes tidak menghamba kepadaku, tetapi ia lebih tidak menghamba kepadamu. Ia memiliki tradisi sendiri untuk mengabdi."
"Kalau Paduka Mahapatih tidak mempercayai hamba sepenuhnya, hamba pun..."
"Kamu tidak bisa memaksaku.
"Tetapi aku akan menarik Senopati Jabung Krewes ke dalam."
Senopati Bango Tontong menyembah hormat.
Samar terlihat sunggingan senyuman Mahapatih Halayudha. Benar dugaannya dan tepat strateginya, dengan memajang dan menarik kembali Senopati Jabung Krewes.
Permainan Menyembunyikan Giwang
DENGAN ditariknya Jabung Krewes dari pengawasan lapangan atas Barisan Kosala, sebenarnya terjadi permainan menarik yang diam-diam antara para pemimpin. Terutama tarik-menarik kekuatan antara Mahapatih Halayudha dan Senopati Bango Tontong. Tarik-ulur terlibat di permukaan, tetapi juga menunjukkan adanya pertentangan di bawah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Halayudha mempunyai perhitungan bahwa Bango Tontong tak bisa dilepaskan begitu saja. Ia dipajang untuk memimpin Barisan Kosala yang mempunyai kekuasaan leluasa, dan ternyata terlalu cerdik untuk bisa mempergunakan kedudukannya. Untuk bisa tetap mengawasi Bango Tontong, Halayudha sengaja memasang Jabung Krewes.
Dan ternyata Jabung Krewes bisa menjalankan peranannya. Bango Tontong tak bisa leluasa seolah tanpa batas dalam bergerak.
Sekurangnya untuk mempertanggungjawabkan. Bango Tontong bisa memeriksa, menggeledah setiap rumah, menahan semua orang, akan tetapi ada yang mengawasi sejauh mana tindakannya sebagai penjaga ketertiban dan keamanan tidak disalahgunakan. Jabung Krewes mampu menjadi pengawas, dan ini merepotkan Bango Tontong.
Sehingga Bango Tontong mengajukan usul agar Jabung Krewes ditarik mundur. Usul yang lebih dikenal Halayudha sebagai senggara macan, atau auman harimau, untuk menakuti, untuk menggertak.
Halayudha bukan tokoh yang bisa digertak. Ancaman itu terlalu kecil baginya. Ia bisa balik menggertak dan menunjukkan kekuasaannya.
Akan tetapi, itu tidak dilakukan. Justru sebaliknya, Halayudha menarik mundur Jabung Krewes. Seolah memenuhi tuntutan Bango Tontong-itu pun dengan cara seolah tak sepenuhnya rela. Yang diharapkan Halayudha dengan sikap semacam itu, Bango Tontong merasa mendapat angin, seolah bisa menekankan keinginannya. Bisa memaksakan kehendaknya. Pada saat seperti itu biasanya ia menjadi sembrono, kurang berhati-hati. Sehingga bisa terbaca semua isi hatinya.
Itu perhitungan Halayudha menarik mundur Jabung Krewes.
Lain lagi perhitungan Bango Tontong.
Ternyata ia mempunyai langkah terencana yang tidak diduga Halayudha. Bango Tontong menyimpan langkah tersendiri.
Desakan agar Jabung Krewes ditarik, sedikitnya mempunyai dua kekuatan baginya.
Pertama, karena senopati berwajah lembut, dengan gerakan yang serba lemah gemulai ini mempunyai pandangan sangat tajam. Dalam diam, dalam kalimat yang kadang tak mempunyai gema dan makna, terkandung gugatan yang tajam. Terutama sekali karena pandangannya yang luas dalam membandingkan perkara satu dengan yang lainnya.
Sehingga Bango Tontong merasa tersudut, dan gerakannya terganggu karena gugatan-gugatan Jabung Krewes, yang mengingatkan bahwa Bango Tontong tak bisa menahan para bangsawan seenaknya, atau mengangkut harta begitu saja. Jabung Krewes tak bisa diajak kerja sama. Senyumannya yang lunak, pandangannya yang menyiratkan wajah kanak-kanak, kelewat keras untuk mengubah pendiriannya yang tak bergoyah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sehingga Bango Tontong mengubah taktiknya.
Yaitu mengubahnya menjadikan kekuatan kedua. Dengan cara menarik Jabung Krewes ke pihaknya, karena selama ini diketahuinya bahwa Jabung Krewes tidak puas dengan kepemimpinan Halayudha.
Dengan menarik Jabung Krewes yang mempunyai kelebihan dan kekukuhan pendirian, Bango Tontong merasa tenaganya menjadi dua kali lipat untuk menjaga diri dari Halayudha.
Caranya dengan membina persekutuan secara diam-diam. Bango Tontong tahu bahwa dalam kondisi seperti sekarang, pendekatannya tak akan digubris. Akan tetapi begitu diumumkan bahwa Jabung Krewes dipindahkan tugasnya ke dalam Keraton dan tidak mengawasi lapangan lagi, masalahnya menjadi lain. Jabung Krewes kini berada dalam keadaan tersingkir dan tersisih. Dalam keadaan gagal sebagai senopati, Jabung Krewes akan dengan senang hati menerima Bango Tontong yang mengutarakan bahwa sebenarnya Jabung Krewes dianggap menghalangi upaya untuk mengumpulkan harta dan pusaka. Bango Tontong menjelaskan bahwa ia semata-mata menjalankan perintah Mahapatih!
Ia berharap agar Jabung Krewes bisa menahan diri, untuk mencari waktu yang tepat menyatakan ketidakpuasannya.
Meskipun tidak segera menerima, Jabung Krewes tidak pula terang-terangan menolak uluran tangan Bango Tontong.
Bagi Bango Tontong ini sudah dua pertiga berhasil.
Kalau Halayudha merasa menang di atas angin dalam permainan ini, sebaliknya Bango Tontong juga tidak merasa kalah.
Dua permainan yang berbeda jurusnya. Seperti permainan anak-anak di Keraton. Di mana seorang anak meringkuk, dan lima atau enam anak meletakkan tangan menengadah di atas punggungnya. Salah seorang membawa giwang untuk diletakkan pada tangan secara bergantian diiringi nyanyian. Sampai satu saat nyanyian berhenti, dan si anak yang meringkuk duduk, kemudian menebak siapa di antara keenam anak yang menggenggam giwang.
Hanya satu yang benar-benar menggenggam giwang. Yang lima tidak.
Keenamnya seolah menggenggam, tapi seolah juga tidak.
Permainan menyembunyikan suweng atau giwang ini sangat menyenangkan bagi anak-anak. Dan kali ini Bango Tontong juga menikmati, dengan tuntutan yang berbeda dari waktu kanak-kanak.
Yang tidak diketahui dan tak diduga oleh Halayudha maupun Bango Tontong ialah sebenarnya permainan apa yang tengah dimainkan oleh Jabung Krewes. Berbeda dari kedua tokoh yang memperlihatkan dirinya, Jabung Krewes masih bersembunyi di balik senyumnya yang sumanak, bersahabat dan akrab.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Padahal Jabung Krewes tidak menerima begitu saja.
Gagasan untuk menyampaikan keadaan di Simping sebenarnya hanyalah rekaan Jabung Krewes yang bisa menyusup masuk ke wilayah sanggar pamujan.
Akan tetapi seperti yang lain, Jabung Krewes tak bisa mengetahui keadaan yang sebenarnya. Semua hanya berdasarkan dugaan dan perkiraan belaka. Dengan perhitungan bahwa kalau dirinya tak bisa menyusup lebih ke dalam, tokoh mana pun juga tak akan mampu.
Dalam hal ini, Jabung Krewes tidak sembarangan mengarang. Ada dasar-dasarnya.
Bagi orang luar, sejak kepulangan Baginda dari Keraton, apalagi sejak peristiwa di Lodaya, tak ada yang diperkenankan masuk ke sanggar pamujan. Jabung Krewes pun tidak bisa diterima meskipun selama ini ia memang melayani Baginda dalam menuliskan pujasastra.
Tapi bukannya tanpa hasil sama sekali. Dari para emban, para dayang, Jabung Krewes mendengar beberapa hal.
Di antaranya kabar bahwa Upasara Wulung telah datang, dan bertemu dengan Permaisuri Rajapatni yang didampingi Permaisuri Tribhuana.
Hasil lain yang lebih berarti baginya ialah karena secara diam-diam Jabung Krewes bisa mengangkut tulisan-tulisan dalam sanggar pamujan yang kosong.
Sejak menginjakkan kaki di Simping, tak ada yang menemuinya selain para dayang yang setia, yang mengenalnya. Saat itulah Jabung Krewes berusaha masuk ke sanggar pamujan secara diam-diam.
Sanggar yang selama ini hanya ditempati oleh Baginda.
Sanggar tempat Baginda bersemadi ini menurut kabar yang terdengar tak pernah dimasuki orang lain, selain para permaisuri. Sejak kedatangannya di Simping, Baginda bahkan tidak memperkenankan para abdi untuk membersihkan atau merawat.
Semua dilakukan oleh tangan-tangan halus para permaisuri.
Termasuk mengatur kayu cendana yang mengeluarkan bau harum, dupa sesaji, bunga, sampai dengan membersihkan debu.
Jabung Krewes sedikit terenyak.
Tertunduk lama. Tak ada siapa-siapa. Tak ada bayangan matahari, tak ada bayangan manusia. Ruangan yang kosong. Di dalamnya hanya ada sebuah ranjang kayu sederhana tanpa ukiran dengan selembar kain sutra putih di atasnya. Di dekatnya
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
ada meja pendek dengan gulungan kertas warna pucat di atasnya, serta bulu angsa.
Tak ada lainnya. Tak ada apa-apa. Jabung Krewes masih menunggu. Agak lama. Baru kemudian bergerak ke arah meja. Duduk di dekat meja, bersila. Dorongan batinnya yang membuatnya berani melakukan itu. Terutama karena merasa tak ada yang mengetahui.
Tikar pandan yang dianyam telah menjadi halus dan mengilat.
Pertanda Baginda telah menggunakan untuk waktu yang lama.
Jabung Krewes menyingkirkan dengan hormat.
Bersila di atas papan kayu.
Menyembah dalam, sebelum berani membaca. Tulisan yang sangat indah, sangat halus, tebal-tipis yang terjaga sangat sempurna. Hanya orang yang mempunyai cita rasa tinggi serta tahan menahan napas panjang yang mampu menghasilkan huruf-huruf yang tampak hidup dan terjaga dari lembar pertama.
Jabung Krewes bisa menilai dengan tepat karena tugas utamanya selama ini adalah menjadi juru tulis. Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, gulungan kertas yang banyak itu dibawa dengan diam-diam, disembunyikan melebihi melindungi nyawanya sendiri.
Jabung Krewes tidak tahu apa yang harus dikerjakan dengan kertas kidungan yang ditulis Baginda. Kalaupun ia berusaha membaca, itu karena dorongan rasa ingin tahu semata-mata.
Jabung Krewes tetap tak tahu apa yang harus diperbuat, kalau dirinya tidak digeser kedudukannya kembali sebagai juru catat Keraton.
Kidungan Raja Pendiri JABATAN sebagai juru tulis atau juru catat Keraton menempatkan Jabung Krewes lebih dekat dengan Raja. Sebab tugas utamanya kini melayani Raja, untuk menyalin kitab atau menuliskan perintah-perintah.
Itulah saat yang baik untuk bisa menghadap.
"Mohon Raja berkenan bermurah hati kalau hamba yang hina ini berani lancang. Baru sekarang hamba berani menyampaikan hal ini kepada Raja."
Jabung Krewes menyerahkan tulisan yang ditemukan di sanggar.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apa itu?" "Inilah Kidungan Para Raja, duh Raja Yang Bijaksana dan Besar...."
"Apakah berarti Baginda telah mengundurkan diri sepenuhnya sekarang ini?"
"Bahkan jauh dari itu...."
Jabung Krewes sangat mengetahui bahwa setiap raja yang memerintah selalu menulis kidungan yang disebut Kidungan Para Raja.
Biasanya raja yang mengundurkan diri pada saat-saat terakhirnya menuliskan semua yang dialami, untuk diwariskan kepada penggantinya yang akan memegang takhta.
"Jauh dari itu, apa maksudmu?"
"Duh, Raja. "Agaknya, melihat goresan yang ada, kidungan itu sudah lama ditulis Baginda."
"Kamu kidungkan dengan baik, Ingsun ingin tahu tanpa harus membaca sendiri."
Jabung Krewes menyembah tujuh kali kepada Raja.
Tujuh kali kepada kitab, yang kemudian ditembangkan dalam kidungan yang menawan.
Kidungan Para Raja Diwariskan Raja Pendiri Keraton Majapahit, Pelindung Syiwa dan Buddha,
Pendiri Tradisi Keluhuran dan Kebesaran Keraton Tanah Jawa Beserta Seluruh Isinya.
Pupuh pertama, dan pupuh penghabisan
Akulah Raja yang meneruskan
garis kodrat para Dewa, Menyambung darah Raja Sri Baginda Raja Kertanegara
Akulah Raja keturunan Rajasa yang perkasa
Kidung ini kutulis dengan bimbingan Dewa
Untuk putraku, yang akan memerintah tanah Jawa
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Agar meneruskan kebijaksanaan, kewibawaan, pengayoman Dan hanya yang berdarah Rajasa yang berhak atas takhta Dewa pun tak bisa
Adalah Sri Baginda Raja Kertanegara yang tiada tara Memandang seluas laut, setinggi langit, sekokoh gunung Namun Sri Baginda Raja
Lupa bahwa Raja yang sesungguhnya adalah
Raja dalam Keraton Raja dalam keluarga Raja dalam menyembah Dewa
Raja dalam perang Sri Baginda Raja, belum menjadi Raja dalam keluarga Akulah Raja yang sempurna
Yang membangkitkan tradisi, membuat Keraton Majapahit Yang menjunjung tinggi kebesaran
Dan meneruskan Hanya aku Raja pendiri Dewa pun bukan Dewa menunjuk, memilih, merestui aku
Sebab hanya aku yang mampu
Meneruskan apa yang ditinggalkan
Sri Baginda Raja Yang Maha besar bagi sekalian jagat
Akulah yang mampu Menciptakan Keraton yang lebih besar
Menciptakan tatanan, tata krama yang abadi
.... KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Suara Jabung Krewes terhenti.
Raja menguap sambil bersungut.
"Apa anehnya kidungan itu"
"Apa maksudmu, Jabung Krewes" Kamu menghendaki aku menulis lanjutannya dan menyerahkan kekuasaan?"
"Duh, Raja sesembahan semua makhluk hidup di tanah Jawa.
"Kidungan Baginda lebih menjelaskan bahwa sejak Raja masih timur, masih kecil, telah dipilih oleh para Dewa, tanpa pernah ada keraguan lagi. Dan hanya keturunan Raja yang bisa meneruskan Keraton."
"Apa anehnya" "Bukankah selalu begitu?"
Jabung Krewes tidak tergoda untuk menunjukkan bahwa ada bagian-bagian yang lebih penting. Karena kalau mengatakan hal itu, sama juga halnya dengan menelanjangi diri sudah membaca lebih dulu. Suatu pantangan yang tak bisa diampuni. Karena Kidungan Para Raja hanya boleh dibaca oleh raja.
"Baginda meninggalkan warisan...."
"Aku malas mendengarnya.
"Baginda merasa repot, merasa kikuk, karena warisan kebesaran Sri Baginda Raja. Bukankah begitu"
"Jabung, Ingsun menjadi raja sejak masih kecil. Begitu lahir, Baginda telah memilihku. Permaisuri Tribhuana telah mengangkatku sebagai putranya.
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku mengerti semuanya.
"Aku tahu segalanya.
"Aku tahu banyak keluarga Keraton yang ragu dan menimbang lebih dulu. Tapi aku tak ragu, tak takut, tak gentar.
"Aku telah menjadi raja sejak dalam kandungan.
"Dewa tak berani menyangkal dan mengubah."
Jabung Krewes menunggu. Sebagai abdi yang selama ini terbiasa melayani, bukan sesuatu yang luar biasa untuk menahan diri.
"Jabung..." "Sembah dalem..."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Coba periksa, apakah ada yang menyebutkan mengenai perkawinanku dengan Tunggadewi dan Rajadewi yang jadi pembicaraan itu?"
"Rasanya tidak ada, duh Raja.
"Baginda lebih mengingatkan akan..."
"Kidungkan!" Raja bersandar ke kursi. Jabung Krewes menyembah lagi.
Juga ke kitab. Akulah Raja Pendiri, yang bisa mengatur segalanya dari awal mula Akulah yang mengangkat mahapatih, senopati, prajurit, emban, atau apa saja,
atau segalanya tak mungkin keliru sebab Akulah Raja Pendiri
tapi mereka itu orang tak tahu diri
berebutan seperti kelaparan
bertarung seperti kehausan
Akulah Raja yang bijaksana
yang bisa menentukan mahapatih, senopati, daksa, pendeta
tahu apa mau apa Aku sedih, kecewa ternyata tak perlu dipercaya
Aku tak bisa mengangkat derajat
manusia yang hina.,.. Raja menguap kembali. Tangannya memberi gerakan agar Jabung Krewes berhenti
"Cukup." KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Jabung Krewes mengangguk.
"Yang itu, aku tahu.
"Kamu tulis saja, untuk nanti."
Jabung Krewes mengangguk dan menyembah.
"Kamu tulis mengenai apa yang kukatakan.
"Sudah itu pergilah."
Jabung Krewes menyembah dan segera meninggalkan tempat peraduan. Wajahnya yang lembut, gerakannya yang lemah, tak sedikit pun menunjukkan kekecewaan yang teramat sangat.
Kekecewaan yang menyesakkan dadanya.
Baginya Kidungan Para Raja adalah kitab yang paling istimewa dari semua kitab yang ada. Kitab yang sesungguh-sungguhnya. Akan tetapi Raja ternyata tak berkenan, walaupun hanya untuk mendengarkan.
Jabung Krewes merasa bahwa pengabdiannya goyah.
Karena merasa apa yang dituliskan Baginda sangat berharga, sangat luar biasa.
Tapi ternyata seperti tak ada gunanya.
Kidungan Permaisuri RAJA JAYANEGARA membawa Kidungan Para Raja yang ditulis Baginda, menuju kamar Permaisuri Praba Raga Karana. Kemudian memerintahkan para dayang dan pengawal untuk meninggalkan mereka berdua.
Para dayang yang seluruhnya berjumlah empat puluh dan para pengawal pribadi diusir jauh.
Raja duduk di pinggir ranjang Permaisuri Praba.
Yang terbaring lemah tanpa gerak. Hanya matanya yang kadang mengedip, itu pun tampak susah.
"Aku baru saja menerima Kidungan Para Raja, warisan Baginda.
Goresannya lembut, hurufnya manis sekali, akan tetapi nadanya penuh keputusasaan. Pupuh pertama, sekaligus pupuh penghabisan. Semacam penyesalan, semacam pengakuan pemaksaan diri harus menuliskan kidungan.
"Kamu tahu, Permaisuri, bahwa aku nantinya tak perlu melanjutkan tradisi itu" Aku bahkan akan memintamu menuliskan Kidungan Permaisuri.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Biar putra kita kelak mengerti.
"Bahwa aku adalah Raja yang sesungguhnya. Yang berkuasa dan menentukan. Yang bisa bicara seperti apa yang kuinginkan. Berbuat apa yang ingin kulakukan.
"Permaisuriku, bagiku kamu adalah segalanya. Aku tak bisa mempercayai siapa saja-dan aku tak mau menyesali seperti Baginda.
"Aku lebih suka bicara padamu.
"Permaisuriku, kamu mau dengar apa yang dituliskan Baginda" Akan kukidungkan buatmu."
Raja memilih dari beberapa lembar yang ada.
Lalu mulai mengidung. Baru satu tarikan suara, sudah terputus.
"Segera akan kamu ketahui, bahwa aku sudah mengetahui bahkan sebelum Baginda menuliskannya. Barangkali memang kitab Kidungan Para Raja ini tak perlu ditulis."
Suaranya mengandung gugatan yang diucapkan dengan lirih.
Akulah Raja Pendiri Yang memegang takhta dari peperangan
bukan warisan Akulah Raja Pendiri Yang mewarisi trah Rajasa
bukan Wijayawangsa Akulah Raja Berdarah Raja Di puncak takhta, aku melihat
tanah Jawa rata di kakiku
Aku terperanjat Siapa gerangan Brahmana Hindu
Datang dari gunung apa, sungai mana
Di belahan jagat ini Dewa siapa yang dibawa Nilai apa yang menentukan jiwa
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ini tanah Jawa Akulah Raja Pendiri Yang tidak harus mengikuti ajaran Brahmana
Dari tlatah Hindia Atau dari Syangka Atau dari Tartar Akulah Raja yang menentukan
merah atau putih, hitam atau biru
Dari atas takhtaku Aku melihat Tanah Jawa telah lama menelan para Brahmana
dan memuntahkan dalam tata krama Jawa
Aku yang mewarisi Dan meneruskan Untuk putraku Hanya untuk putraku Tampan, putih, bercahaya Kala Gemet yang akan meraih kuasa, kodrat, kemenangan Yang sempurna
Tak ada bayangan yang menyamai
Tak ada yang lebih tampan dan bercahaya
Semua hanya pembantu Juga para senopati, para prajurit, para pendeta Dan para ksatria
Para ksatria adalah abdi yang setia
Mengabdi Raja, mengabdi Keraton
Itu kewajiban ksatria Pun jika bernama Upasara Wulung
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebab Raja tak boleh mengotori tangan dan jarinya Sebab para ksatria
Hanya bisa mengabdi Mengikuti, menyembah, dan berbakti
Pun jika bernama Upasara Wulung
Senopati Pamungkas dalam Perang Tartar
Yang menguasai Kitab Bumi
Tetap abdi Akulah Raja, yang bakal menurunkan Raja
Sebab Raja adalah titisan Dewa Yang Maha dewa Sebab hanya Raja yang membuat dan membaca
Kidungan Para Raja .... Raja bersungut kecil. "Tahukah kamu, permaisuriku, betapa Baginda gundah ketika berhadapan dengan Upasara Wulung" Yang mencari pembenaran asmara dan kuasa dalam kodrat"
"Tahukah kamu, permaisuriku, betapa aku tak gentar sedikit pun memilihmu, mencari pengganti Rajadewi dan Tunggadewi"
"Aku tak punya kegelisahan kerdil."
Raja menunduk, mencium kening Praba Raga Karana.
Kertas di tangannya teremas.
Justru saat itu terbaca baris-barisnya.
Yang membuat Raja menahan napas. Bibirnya membentuk garis keras.
Akulah Raja Pendiri Yang mewariskan takhta Ketika Dewa belum siap sedia
Aku kembali ke Simping Dunia perjalananku yang abadi
Sebab aku telah menguasai
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Raja Keraton, Raja Keluarga, Raja Perang, Raja segalanya Di sanggar pamujan
Kutemukan diriku Raja Pendiri tanpa tanding
Itu sudah melebihi Raja mana pun
Kutinggalkan jagat Kuucapkan selamat Tak ada lagi diriku Meskipun masih bisa kamu lihat dan rasa
Itu bukan lagi Aku Tapi kebesaranku Telah kuucapkan selamat, moksa
Tinggal kebesaranku tiada tara
Selamanya... Raja mendesis lirih. Berubah menjadi keras.
"Permaisuriku, apakah yang meninggalkan Keraton itu bukan Baginda"
"Apakah Baginda telah moksa"
"Apakah yang diperebutkan di Lodaya tepian Brantas bukan Baginda tapi kebesarannya"
"Apakah semua ini bekas-bekas kebesaran Baginda?"
Mata Raja Jayanegara membelalak.
Di luar dugaannya, Praba Raga Karana mengangguk.
"Praba!" Teriakan Raja mengguntur.
"Permaisuriku!"
Teriakan yang demikian keras, mau tidak mau memaksa para dayang berdesakan di mulut pintu. Mereka kuatir jangan-jangan Permaisuri Praba Raga Karana mengalami sesuatu yang...
Empat puluh dayang yang berjongkok dalam jajaran panjang berderet di depan pintu hanya sesaat memandang, lalu menunduk.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tapi dalam sesaat itu seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya.
Praba Raga Karana tampak menggerakkan lehernya. Tangannya!
Raja melihat Praba Raga Karana berusaha duduk, turun ke lantai, dan menyembah kakinya.
"Praba!" "Raja sesembahan semua kawula tanah Jawa.
"Hamba telah sembuh. Berkat sabda Raja.
"Adalah benar bahwa sesungguhnya Baginda telah menuju jagat yang abadi, ketika mewariskan takhta kepada Raja.
"Sejak saat itu yang kita lihat, kita temui, adalah kebesarannya."
Praba Raga Karana menyembah.
Kidung Kebesaran Baginda RAJA benar-benar terpesona.
Juga masih tak sepenuhnya sadar ketika turun dari pembaringan, jongkok di lantai, dan memeluk Praba. Memeluk kencang.
"Dewa Jagat Batara. "Umumkan kepada seluruh Keraton agar berpesta pora selama empat puluh hari empat puluh malam tanpa henti.
"Perintahkan sekarang juga.
"Jabung Krewes, catat perintahku.
"Barang siapa tidak bersenang-senang akan dihukum, akan dipidana tanpa ampunan.
"Umumkan sekarang juga.
"Bunyikan genderang. Tabuh semua bunyi-bunyian kegembiraan."
Raja merenggangkan pelukannya.
Di luar teriakan kegembiraan diumumkan secara bersambung dari mulut, dari bunyian, dari gerakan. Angin mengalir dengan keras, dengan kencang. Tak ada rumput dan dedaunan yang tidak terusik oleh kabar sangat luar biasa.
Permaisuri Praba Raga Karana telah sembuh.
Sehat seperti sediakala. Segala puja dan puji hanya untuk kebesaran Raja.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat itu juga empat puluh dayang menyediakan air wewangian untuk mandi, untuk keramas, untuk membersihkan kuku, menyiapkan pakaian kebesaran, menata semua keperluan yang ada.
Raja masih berada di tempatnya.
Duduk di ranjang kayu berukir warna emas.
Praba Raga Karana masih bersimpuh.
"Permaisuriku. "Apakah ini yang dinamakan keajaiban?"
"Keajaiban Raja yang membawa berkah bahagia bagi umatnya."
"Raja atau Baginda?"
Kalimatnya menjadi bergolak.
Kedua tangan Raja terkepal erat.
"Permaisuriku. "Aku tak tahu, apakah yang meninggalkan Keraton menuju Simping hanyalah bayangan yang ada dalam diri kita. Apakah Baginda sudah moksa atau menyusun Kidungan Para Raja kemudian, untuk membenarkan, untuk menyucikan diri.
"Aku tak mau tahu. "Permaisuriku. "Aku hanya ingin mengerti, apakah mukjizat Dewa yang membuatmu sembuh secara tiba-tiba karena pengaruh kidungan?"
Praba tetap menunduk. Luruh ke bawah pandangannya.
"Hamba tak bisa menjawab, Raja sesembahan...."
"Kamu yang merasakan, permaisuriku.
"Katakan." "Hamba, hamba... "Hamba mendengar suara Raja sesembahan ketika membaca kidungan...."
"Suara Ingsun atau suara Baginda?"
"Hamba belum pernah mendengar suara Baginda."
Jawaban yang sangat sederhana.
Tak ada yang bisa membantah. Praba Raga Karana, sebelum memakai nama tersebut adalah abdi dalem yang sangat jauh jaraknya dalam tata krama kepangkatan. Sehingga jangan kata mendengar suara Baginda,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
bisa mencium bau bunga yang bekas diinjak pun rasanya sudah istimewa.
Sederhana. Menunjukkan bahwa suara Raja yang didengar. Tapi tidak menjelaskan.
Tidak menjelaskan kebanggaan dan kepuasan Raja. Karena kalau benar ada keajaiban-dan agaknya tak ada kemungkinan lain yang bisa menerangkan-itu karena kebesaran Baginda.
Praba menyadari, mengalami sendiri, sesuatu yang aneh dalam tubuhnya. Sejak ditotok nadi kepekaannya oleh Halayudha, Praba Raga Karana seolah tiga perempat mati. Rasa yang dimiliki tak ada lagi.
Kehendak untuk ini atau itu, sekadar mengangkat tangan atau mengedipkan mata atau bahkan menelan ludah, tak bisa dilakukan seperti kemauannya.
Kalau bisa menelan ludah, itu seakan terjadi dengan sendirinya.
Selebihnya hanya telentang dengan pandangan nyalang.
Pendekar Bodoh 16 Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 8
Ketika ia berangkat ke Lumajang, di dalam wilayah yang dikuasai Senopati Gandhing pula dirinya dilucuti. Siapa lagi yang mampu berbuat seperti itu selain penguasa wilayah tersebut"
Benteng di wilayah Gandhing adalah benteng yang paling kuat.
Menurut kabar dan cerita yang tersebar, jauh lebih kuat dan terencana dibandingkan Keraton. Senopati Gandhing mengatur perangkap dan pengaturan sedemikian rupa, sehingga tak bisa dimasuki orang lain tanpa tersambar bahaya.
Sedemikian besar perhatiannya akan Benteng Gandhing, sehingga ketika Mahapatih Nambi dan rombongan menuju Lodaya untuk membebaskan Baginda, Senopati Gandhing tetap berada di sarangnya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Meskipun secara resmi mewakili Mahapatih untuk wilayah Lumajang dan sekitarnya, Senopati Gandhing tidak meninggalkan kubu pertahanannya.
Juga sebelum melucuti Halayudha.
Getaran telapak tangan Halayudha makin keras.
"Gadhil kalawai yang lumayan bagus.
"Rasanya saya perlu menjajal dengan tiga gading."
Tiga jari tangan kanan Halayudha membuka. Dengan gerakan ringan ketiga jari itu mencawuk ke depan. Langsung ke arah tiga ujung mata tombak.
Senopati Gandhing tidak mundur. Tidak beranjak sedikit pun, meskipun merasakan kesiuran angin yang kuat. Tombaknya digerakkan, berputar, dan secepat tarikan napas, membenam ke tubuh Halayudha. Yang juga tak bergerak.
Malah menangkis dengan tiga jari.
Seakan mengisyaratkan bahwa tiga jari yang disebutkan sebagai tiga gading, cukup untuk menandingi tombak andalan Senopati Gandhing!
Memang memesona. Pameran kekuatan yang memikat.
Halayudha tadi menyebut gadhil, yang artinya taring babi hutan.
Halayudha sengaja merendahkan lawan, seolah hanya memakai senjata taring babi hutan. Dengan mengatakan gadhil kalawai, sama juga mengatakan bahwa yang dipakai Senopati Gadhing tetap tombak bermata tiga, kalawai, akan tetapi ujungnya hanyalah taring babi hutan.
Cara merendahkan lawan termasuk keunggulan Halayudha.
Di antara para binatang, ada yang mendapat tempat terhormat.
Seperti harimau, yang bahkan pernah menjadi simbol Keraton Singasari, atau kuda, atau rajawali, atau gajah. Yang terakhir ini yang diakui sebagai penggambaran diri Halayudha. Sebenarnya yang terakhir ini tidaklah terlalu berlebihan. Karena memang Paman Sepuh Dodot Bintulu memakai pendekatan tenaga gajah dalam menciptakan ilmunya, termasuk jurus-jurus dalam Timinggila Kurda, atau Ikan Gajah Murka.
Sebutan itu pula yang menyebabkan Halayudha menyebut gurunya sebagai Gajah Mahabengis.
Maka sebenarnya kalimatnya yang mengatakan tiga gading gajah dengan menunjukkan ketiga jarinya, Halayudha melemparkan umpan cemoohan yang bisa diterima akal.
Biar bagaimanapun ada persamaan antara gading, gandhing, dengan gadhil. Sehingga persamaan bunyi ini lebih mengena. Seolah bisa
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
dibandingkan secara jelas. Apalagi babi hutan termasuk binatang buas yang paling rendah tingkatannya.
Hebat cacian Halayudha, akan tetapi hebat pula tangkisannya.
Ketiga jarinya yang membuka, bukan menebas arah tombak.
Melainkan menyelinap masuk. Seolah menggunting kalawai, di antara mata tombak yang ada.
Jarak antara satu ujung dan ujung yang lainnya cukup lebar, dibandingkan jarak antara jari satu dan lainnya. Akan tetapi toh Halayudha seperti tak terpengaruh oleh itu.
Tetap menyabet ke bawah. Menahan serangan tombak yang berputar.
Meskipun Halayudha seperti hanya menggunakan tiga jari, akan tetapi sebenarnya jarinya yang keempat berbicara juga. Ikut menahan dari bawah. Sementara itu tangan kirinya yang terkepal, bahkan lebih dulu melontarkan pukulan kosong.
Keras. Cepat. Sepenuh tenaga. Keras, karena serangan-serangan yang diciptakan Paman Sepuh intinya tenaga keras. Dua Belas Jurus Nujum Bintang yang pertama kali diciptakan jelas-jelas menunjukkan unsur kekerasan tenaga. Demikian juga perkembangan yang mencapai kesempurnaan pada Ugrawe dengan jurus Banjir Bandang Segara Asat. Yang secara tuntas mengerahkan seluruh tenaga keras untuk berhasil atau menjadikan dirinya lumpuh.
Cepat, karena Halayudha mengatakan tiga gading gajah untuk memancing perhatian. Pada saat pikiran lawan tertuju pada gerakan jari, saat itu pukulan kosong dengan tangan kiri telah menyerang!
Sepenuh tenaga, karena Halayudha juga mengerahkan tenaga dalam tambahan yang berasal dari kekuatan planangan. Sehingga pukulan tangan kirinya merupakan pukulan utama. Yang bila mengenai sasaran, ujung tombak lawan tak akan berisi tenaga yang sempurna karena sudah dihancurkan di pusatnya.
Bukan sesuatu yang baru, akan tetapi terbukti jitu, ketika Halayudha menghajar Mahapatih.
Senopati Gandhing menyadari situasi yang berat. Sewaktu Halayudha bersuara, ia merasakan sambaran angin panas yang keras ke arah perutnya. Sedemikian kerasnya hingga tangannya yang memegangi tombak seperti tersengat panas yang menggigit.
Tanpa terasa pegangannya menjadi longgar.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sehingga tenaga tusukan yang memutar menjadi kendur karenanya.
Dan dengan mudah bisa ditepis Halayudha.
Yang dalam penglihatan para prajurit seolah tenaga tusukan yang begitu keras bisa ditangkis, cukup dengan tiga jari.
Lebih dari itu. Halayudha tidak sekadar menepis, akan tetapi mengerahkan tenaga sekaligus untuk membalikkan. Menyungkit tombak bermata tiga ke atas.
"Lepas!" Sentakan yang mendadak. Tubuh Halayudha sendiri sudah melayang ke atas. Kaki kirinya melayang. Mendepak batang tombak yang akan terlontar balik.
Menembus ke arah pemiliknya.
Semua gerakan yang terangkai dalam jurus yang sama.
Mengalir secara bersambungan. Dari menepis, menyungkit, dan menendang. Dari diserang menjadi menyerang, tanpa mundur satu tindak pun.
Lumajang Rebah HALAYUDHA sengaja memamerkan keunggulannya.
Dalam beberapa hal, kelasnya jauh lebih tinggi dari Senopati Gandhing. Dalam pertarungan satu lawan satu yang biasa, Halayudha akan bisa merebut kemenangan. Walaupun barangkali tidak dicapai dalam lima jurus.
Sebenarnya yang ditakuti atau termasuk diperhitungkan hati-hati adalah jika para senopati datang menyerang bersamaan. Halayudha harus berjuang keras untuk mengatasi. Akan tetapi kalau hanya salah seorang, Halayudha bisa tenang.
Apalagi kini Halayudha sedang berada dalam kondisi semangat yang menyala. Karena menemukan pendekatan baru dalam mengerahkan tenaga. Kalau tadi semua tenaganya terlontar sehingga tubuhnya seperti kosong, kini dijajal dengan pendekatan lain. Sepenuh tenaga dilontarkan dengan pukulan lewat tangan kiri, akan tetapi satu entakan tarikan napas bisa juga tersalur kembali ke jari tangan kanannya.
Dan nyatanya berhasil. Pengendalian tenaga dalamnya bisa bermain seperti yang dikehendaki.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Makanya Halayudha melanjutkan dengan tendangan. Karena yakin tombak Senopati Gandhing akan terlepas.
Nyatanya begitu. Tombak itu berbalik arah.
Menuju dada Senopati Gandhing.
Yang meskipun kaget setengah mati, tidak kehilangan akal membiarkan dadanya ditusuk tiga ujung mata tombak yang mengilat.
Dengan memutar tubuh, Senopati Gandhing malah maju. Tangan kirinya yang berada di belakang punggung meraup tombak kalawai, dan dalam satu putaran menusuk langsung ke arah tubuh Halayudha yang sedang meluncur turun setelah menendang.
Halayudha mendesis. Mengakui perhitungannya yang sedikit meleset. Bahwa tombak bermata tiga itu adalah tombak andalan Senopati Gandhing. Yang dengan sendirinya sangat menguasai gerakannya. Sehingga bisa dengan mudah meraup dan dipakai untuk menyerang.
Tubuh Halayudha meluncur ke bawah, sedikit miring sehabis melakukan tendangan. Akan tetapi pada saat seperti itu, bisa dengan mudah mengegos. Berkelit sedikit, ketika kaki kanannya menginjak lantai pendapa. Sehingga ujung tombak hanya berjarak beberapa jari dari tubuhnya.
Senopati Gandhing sudah memperhitungkan.
Dengan mengubah pergelangan tangan, ujung tombak beralih sasaran. Mendongkel ke atas, ke arah tubuh Halayudha.
Bisa-bisa menusuk ke arah dagu, dari sisi bawah.
Kalaupun tidak, dalam gerakan berputar bisa melukai bagian leher.
Jakun Halayudha bakal terjepit di antara tiga ujung tombak.
Kalau tadi Halayudha bisa mendikte dengan berteriak "lepas" dan tombak Senopati Gandhing benar-benar terlepas, kini dongkelan lawan yang memaksanya "lepas" meloncat mundur atau menjatuhkan diri atau menggelundung pergi.
Halayudha tidak melakukan ketiganya.
Sebaliknya dari itu. Tubuhnya tetap di tempat. Tangan kanannya menangkap tombak, tepat di bawah ketiga ujungnya. Kuat, dan merasakan getaran dari tombak yang berputar.
Adu kekuatan bisa terjadi di sini.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Halayudha tidak melakukan itu. Karena tahu posisinya kurang menguntungkan. Putaran tombak dari ujung, menjadi lebih bertenaga pada ujung yang lain. Halayudha tidak memaksakan untuk menghentikan.
Hanya menahan sesaat. Tangan kirinya menggenggam di bagian bawahnya. Begitu juga kemudian tangan kanannya menggenggam lagi sekitar setengah depa bagian lebih ke bawah.
Tiga kaki-tangannya bergerak, tubuhnya telah berhadapan dengan Senopati Gandhing.
"Cukup!" Dengan tangan memegang tombak, sementara Senopati Gandhing juga melakukan hal yang sama di depannya, tarik-menarik terjadi.
Halayudha menyentakkan tenaga, seiring dengan putaran tombak.
Sehingga pijakan tenaganya lebih kuat. Dengan mengentak keras seolah Halayudha menarik tombak.
Padahal bersamaan dengan itu kedua kaki Halayudha melibat patah lutut Senopati Gandhing.
Yang tanpa ampun lagi terperangah.
Mulutnya mengeluarkan teriakan kesakitan karena dua tempurung lututnya kena ganjulan yang keras.
Teriakan yang menandai rasa sakit dan kaget bersamaan dengan bunyi keletak.
Halayudha unggul segalanya.
Dari segi kecepatan, kekuatan, maupun ketepatan.
Kecepatan, karena dengan cekatan tangannya berpindah sewaktu menahan serangan. Dengan perpindahan yang cepat, Senopati Gandhing tak sempat bertahan pada bagian tertentu. Pemusatan perhatiannya terpecah, ketika tangan Halayudha makin berpindah dan tubuhnya makin merapat dengan tubuhnya sendiri.
Kekuatan tenaga dalam Halayudha termasuk dua kelas di atas Senopati Gandhing. Apalagi kini pengerahan dan pengaturannya lebih leluasa.
Ketepatan, karena ketika terjadi perebutan tombak, Halayudha tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menggempur kuda-kuda lawan.
Serangan yang tak terduga ke tempurung lutut, di saat keduanya berdiri berhadapan. Cara melengkungkan tubuh Halayudha terjadi dalam gerakan yang lentur, luwes, dan cepat.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Semuanya berlangsung dalam gerakan yang mengalir, sehingga Senopati Gandhing tersuruk-suruk. Dan berakhir dengan tubuh yang melayang ke atas.
Halayudha mengibaskan kalawai dengan memutarkan tubuh.
Tombak mata tiga itu melayang, lurus. Menembus tubuh Senopati Gandhing, mendorong beberapa tombak ke belakang, sebelum terbanting di pinggir pendapa.
Darah membasah. Menggenang. Mengalir kental. Halayudha menepuk kedua tangannya.
"Siapa lagi yang ingin maju, silakan.
"Yang tunduk kepada Keraton, harap merebahkan diri."
Hebat dan cepat kalimat serta gerakan Halayudha. Dengan menjatuhkan Senopati Gandhing secara telak, Halayudha memperlihatkan keunggulan dan seperti mempermainkan lawan sesukanya. Kini mengancam dan melakukan ancaman.
Sambaran pukulannya terarah ke kiri dan kanan, sementara tubuhnya bergerak dari ujung pendapa ke ujung yang lain. Dalam gerakan berputar, Halayudha melancarkan serangan.
Barang siapa yang masih berjongkok atau ragu, terjengkang seketika.
Sisanya tak ada pilihan lain, selain merebahkan diri.
Pemandangan yang mengerikan.
Tapi memuaskan Halayudha.
Dirinya berjalan dengan gagah mengawasi sekitar. Sementara di sekitarnya, di seluruh pendapa, darah masih mengalir dari tubuh Senopati Gandhing, tubuh Mahapatih dan tubuh Mpu Sina yang masih tergeletak, dan para prajurit yang berebahan.
Halayudha berdiri sendirian.
"Lumajang rebah. "Kraman telah padam.
"Barang siapa berani menentang, aku tak akan menarik tangan."
Tantangan kali ini adalah tantangan kemenangan. Tak ada yang berani bergerak. Baik karena Halayudha telah berhasil memamerkan keunggulannya, maupun karena sebutan kraman, atau pemberontakan bagi yang akan membela.
Dua ancaman yang meratakan perlawanan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Lumajang benar-benar rebah dan kalah. Halayudha memerintahkan agar para prajurit Keraton yang masih diikat supaya dilepaskan. Dan semua prajurit Lumajang tanpa kecuali diharuskan berkumpul di depan pendapa. Ganti sebagai tawanan.
Sangat mudah bagi Halayudha untuk segera menghabisi. Akan tetapi yang dilakukan oleh Halayudha adalah mengumpulkan seluruh prajuritnya, dan menggiring prajurit Lumajang menuju Benteng Gandhing. Untuk meratakan dengan tanah, dan membawa semua senjata pusaka serta harta berharga.
"Tak boleh ada satu senjata atau besi yang tertinggal.
"Semua diangkut ke Keraton, sebagai bukti tindakan pemberontakan."
Halayudha melaksanakan dendam lama. Benar-benar meratakan Lumajang dari segi kemungkinan pembalasan di belakang hari. Dengan disitanya semua senjata pusaka dan dibawa ke Keraton, Halayudha bisa menyampaikan kepada Raja sebagai bukti pemberontakan bersenjata yang terencana. Jumlah senjata yang tidak habis dimuat ke dalam sepuluh pedati, akan memaksa Raja memercayai. Prajurit Keraton yang terluka juga bisa menjadi bukti tambahan, di samping prajurit Lumajang yang dibunuh.
Sekali menggenggam kemenangan, tak akan dilepaskan.
Lumajang, dengan Mahapatih Nambi dan apalagi Mpu Sina, bagi Halayudha adalah pengganjal keras bagi impiannya menduduki jabatan mahapatih. Maka kini tak akan dilepaskan lagi. Tak akan disisakan kemungkinan untuk mengganjal di belakang hari.
Ketika rombongan meninggalkan Lumajang dan kembali ke Keraton, Lumajang serta Benteng Gandhing dan juga Panjarakan benar-benar rata dengan tanah.
Tak ada bangunan utama untuk berteduh.
Tak ada sisa. Ancaman Kaputren JALAN lapang, lempeng, lurus, dan terbuka mengiringi langkah kemenangan Halayudha.
Diiringi sorak-sorai membahana, Halayudha menyebarkan kabar lebih dulu mengenai pemberontakan Lumajang yang bisa ditumpas habis sebelum sempat berkembang luas.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Lebih dari itu semua, Halayudha juga menyebarkan kabar bahwa Raja sebenarnya ikut dalam penyamaran ketika penumpasan para pemberontak.
Kabar yang ngayawara, berlebihan, akan tetapi Halayudha sengaja memaklumkan sebagai usaha untuk menghentikan keraguan sebagian prajurit. Untuk meyakinkan bahwa Mahapatih Nambi dengan para prajuritnya memang benar-benar akan melakukan pemberontakan atas takhta Majapahit.
Saat itu juga Halayudha mengumumkan bahwa semua anak-cucu prajurit Lumajang yang tersangkut dalam kraman tidak diperkenankan menjadi prajurit. Bagi mereka yang menerima sebagai prajurit, dianggap menyusun kekuatan untuk memberontak.
Dengan cara itu, Halayudha memastikan diri bahwa untuk waktu yang cukup lama ancaman dari wilayah timur tak akan pernah ada lagi.
Tinggal, sekali lagi tinggal, langkah utama.
Diangkat secara resmi menjadi mahapatih.
Dalam upacara Keraton secara resmi dan sah.
Kalau itu sudah terjadi, tak ada lagi yang bisa menghalangi dirinya.
Satu per satu lawan, atau yang dianggap lawan, akan direbahkan, diratakan dengan tanah. Kalau itu semua terlaksana, hanya selangkah lagi ke arah dampar kencana, kursi emas, kursi tertinggi.
Halayudha sudah membayangkan bahwa semua itu tak akan lama lagi terjadi.
Begitu indah. Begitu mudah mencapainya.
Rasanya, kemenangan telah dibukakan oleh Dewa. Ketika tenaga dalamnya sudah terbuka, ketika itu pula keinginannya menemukan jalan keluar.
Akan tetapi, Halayudha masih harus menahan diri.
Karena sebelum sampai di Keraton, utusan Raja telah menyusulnya.
Menyampaikan laporan yang membuatnya mengerutkan kening.
"Dua putri calon permaisuri menghilang dari Keraton."
Tangan Halayudha bergerak. Prajurit yang memberi laporan tewas seketika. Baginya kini, tak akan ada lagi yang mempertanyakan kenapa ia bertindak begitu atau begini.
Halayudha tak mau berpikir panjang untuk hal yang sepele.
Yang kini dikuatirkan adalah kenyataan bahwa dua putri Permaisuri Rajapatni bisa hilang dari Keraton.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Rasanya tak masuk akal. Bagaimana hal itu bisa terjadi"
Pengawasan di kaputren boleh dikatakan berlapis-lapis. Tak ada bayangan yang bisa menembus. Sehingga tak mungkin tokoh dari luar bisa menerobos masuk. Halayudha telah menyiapkan pasukan jaga khusus. Karena menyadari bahwa sedikit saja perubahan di kaputren, bisa menjadi ancaman bagi keunggulannya.
Nyatanya telah terjadi. Itu yang membuatnya gondok.
Semua persiapan telah dirinci. Tapi masih bisa diterobos. Sebelum ke Lumajang, telah disusun kekuatan dan strategi. Akan tetapi tetap saja bisa dilucuti.
Kini juga begitu. Pengawasan kaputren bisa kecolongan.
Padahal penjagaan yang dilebihkan, sengaja dilakukan Halayudha untuk keamanan yang mantap. Itu sebabnya seluruh kaputren, termasuk tempat Praba Raga Karana dibaringkan, berada dalam siaga penuh.
Praba Raga Karana yang jika karena satu dan lain hal bisa disembuhkan, dapat membongkar semua kebusukan, yang akan dipercaya Raja.
Tetapi kini yang terjadi sama bahayanya.
Bahaya bagi Raja yang kurang mempercayai kemampuan, berbahaya bagi dirinya.
Perhitungan Halayudha ini berdasarkan keinginan dan sabda Raja yang bisa berubah setiap saat. Kalau Raja menganggap Halayudha tidak becus, bisa saja mengangkat senopati lain untuk menjadi mahapatih.
Berbahaya bagi dirinya, karena ternyata masih ada kekuatan yang diam-diam berkembang di luar kemampuannya.
Hilangnya Putri Tunggadewi dan Rajadewi, menunjukkan tantangan yang berat. Secara nyata, lawan-lawannya ingin memperlihatkan masih bisa bergerak leluasa di Keraton. Bahkan di pusat Keraton.
Ini bisa berarti tokoh yang menculik sangat hebat atau mempunyai hubungan dengan orang dalam.
Bisa kedua-duanya. Siapa tokoh yang menculiknya"
Sekarang ini Halayudha tidak mempunyai gambaran siapa tokoh sakti yang berani memamerkan kekuatan untuk menampar wajahnya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Upasara Wulung" Itu yang paling mungkin. Tokoh yang satu itu bagi Halayudha merupakan lawan tangguh dalam segala segi. Apalagi selama ini selalu terbukti bahwa Upasara Wulung selalu muncul dan keluar sebagai pemenang.
Meskipun Upasara Wulung bisa jadi tidak ikut tenggelam dan meledak dalam perahu, rasa-rasanya menculik putri bukan perbuatan yang biasa dilakukan. Upasara Wulung akan memilih menghadapi dengan dada terbuka.
Kalau bukan Upasara Wulung, siapa lagi"
Siapa lagi kalau bukan dari kelompoknya! Atau yang berasal dari Perguruan Awan!
Pasti sekitar itu. Akan tetapi siapa tokoh dari Perguruan Awan yang melakukan"
Kemungkinan terbesar adalah Gendhuk Tri, dan Jaghana.
Gendhuk Tri, kalau benar bisa selamat dari perahu, paling mungkin melakukan hal itu. Perempuan satu itu, sejak masih kanak-kanak telah memecundanginya.
Jaghana, sekarang ini rasanya tidak mungkin. Baik karena luka tubuhnya belum sembuh sempurna, atau karena sebab lain. Terutama karena Jaghana tak mungkin mencampuri urusan pernikahan Raja. Itu bukan wilayah permasalahan yang menarik baginya.
Atau Nyai Demang" Sangat mungkin juga. Meskipun sedang dalam keadaan terluka, janda yang tubuhnya molek merangsang itu akan melakukan apa saja secara berani, walau ilmu silatnya tidak begitu tinggi.
Atau dari Simping" Para senopati dharmaputra yang mendapat perintah dari Permaisuri Rajapatni.
Ini juga sangat mungkin. Biar bagaimanapun, kesetiaan para senopati ini tak bisa diubah dengan pemaksaan atau tawaran pangkat dan derajat yang lebih tinggi.
Halayudha merasa makin terseret ke dalam perhitungannya sendiri ketika sampai di Keraton dan mendapatkan laporan lebih lengkap.
Bahwa penculik atau penculik-penculiknya memaksa masuk, dan membunuh 25 prajurit jaga yang ada.
Ini berarti kemungkinan yang tadinya diperkirakan masuk akal, menjadi buyar. Karena biar bagaimanapun juga, Upasara Wulung,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Gendhuk Tri, Nyai Demang, tak akan melakukan tindakan ganas seperti itu. Mereka tak akan tega membunuh para prajurit. Mereka lebih suka memilih jalan diam-diam. Kalaupun melukai atau membunuh, pastilah tidak perlu sebanyak itu.
Jadi siapa" Siapa yang begitu tega menghabisi para prajurit Keraton"
Otak Halayudha bekerja cepat. Kemungkinan pertama bisa saja masuk hitungan. Upasara Wulung atau siapa saja dari Perguruan Awan, sengaja melakukan hal itu untuk menghilangkan jejak atau karena terpaksa. Tapi kemungkinan itu dibenamkan kembali.
Kemungkinan kedua adalah musuh dari luar yang selama ini tak diperhitungkan.
Mungkinkah ada tokoh sakti yang selama ini tersembunyi"
Rasanya tidak. Tetapi kalau itu tokoh dari luar, kenapa sasarannya kedua calon permaisuri"
Halayudha menjadi bimbang dan setengah menyesali diri sendiri.
Bimbang karena tak bisa menentukan perkiraan siapa yang menimbulkan ancaman bagi kaputren.
Setengah menyesali karena dirinyalah yang membuka persoalan dengan mengangkat masalah dua putri Permaisuri Rajapatni. Ternyata ia sendiri terkena getahnya.
"Ingsun tak mau tahu.
"Kalau dalam selapan calon permaisuri tak ditemukan, tak ada gunanya kamu mengabdi kepadaku. Tak ada artinya semua kepahlawananmu menghabisi pemberontakan Lumajang."
"Duh, Raja. "Hamba akan berusaha sekuat jiwa-raga hamba.
"Hanya saja kekuatan hamba terbatas. Sebagai senopati, hamba tak bisa memerintahkan senopati yang lain dengan leluasa."
"Apakah kamu mencoba mengajari Ingsun, bahwa dengan menjadi mahapatih segalanya akan beres?"
Halayudha mengertakkan giginya.
"Hamba menjalankan dawuh, sekuat kekuasaan yang ada...."
"Baik, kalau itu permintaanmu. Aku kuasa menentukan langit dan bumi. Hari ini juga, umumkan kepada semua prajurit, kamu menjadi mahapatih Keraton.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Selapan hari setelah ini, kalau gagal, kepalamu kupenggal."
Rake Dyah Halayudha UNTUK pertama kalinya, Keraton seakan memperpanjang waktu siang hari. Sinar surya sore hari belum sepenuhnya lenyap, telah disambung dengan cahaya terang. Seluruh sudut Keraton tanpa kecuali mendapat sorotan cahaya obor, api, dan penerangan, dibarengi bau dupa wangi yang memenuhi seluruh udara. Semua jenis bunga ditebar hingga ke bagian benteng luar, sambung-menyambung bagai permadani layaknya.
Semua prajurit mengenakan kain baru lengkap dengan sabuk serta keris pusaka.
Janur dan umbul-umbul seakan rumput tinggi yang menjulang, menutupi seluruh Keraton. Hingga ke atapnya yang paling tinggi.
Untuk pertama kalinya kemeriahan ini merata hingga ke bagian luar Keraton dalam waktu yang sangat singkat.
Halayudha memperlihatkan kesigapannya mengubah keadaan dengan tenaga yang tidak kepalang tanggung. Semua pilar, lantai, genteng sirap dicuci kembali. Semua ukiran di pintu dilap hingga mengilat. Warna emas pada ukiran-ukiran diperbarui, seperti juga halnya semua senjata di-dus, dimandikan dalam upacara yang khusyuk.
Halayudha turun tangan sendiri mengawasi, meneliti, dan tidak mau melihat sesuatu yang tidak disenangi. Sitinggil dibuka untuk pentas segala macam tontonan, termasuk dua tempat khusus pagelaran wayang kulit dengan memainkan lakon khusus pula. Kisah pengabdian seorang mahapatih di Keraton Ayodya yang bernama Bambang Sumantri. Sementara di alun-alun semua jenis buah-buahan, padi-padian, umbi-umbian, ditumpuk bagai gunung yang mengalahkan pucuk pohon beringin. Pada bagian yang lain, semua ternak yang gemuk, elok, dikumpulkan menjadi satu. Barisan kambing, ayam, kerbau, sapi, rasa, babi hutan, seolah dipindahkan begitu saja dari hutan.
Pada deretan yang lain, kuda-kuda perang juga berjajar rapi, lengkap dengan prajuritnya dalam pameran senjata.
Barisan demi barisan berjajar memutari alun-alun, menjadi tontonan yang mengagumkan bagi masyarakat yang datang berduyun-duyun.
Deretan para penari sudah sejak sore hari berkumpul dan menunggu.
Di pasewakan, tempat pertemuan berlangsung, merupakan puncak segala kekaguman. Deretan pada abdi wanita, para emban yang membopong semua perhiasan emas permata berbentuk berbagai
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
binatang, berjongkok rapi. Para prajurit dari berbagai pasukan bisa dibedakan dari tanda kain yang dikenakan. Baik prajurit telik sandi, prajurit kawal Keraton, prajurit perang, maupun prajurit yang mengurusi rumah tangga.
Para senopati berjajar membentuk barisan rapi, tertib sambil bersila di lantai.
Raja sendiri kelihatan mengangkat sebelah alisnya ketika muncul di balairung. Iringan gamelan yang keras membarengi langkahnya yang menjadi bersinar dalam siraman cahaya.
Halayudha menunduk di depan kursi kebesaran.
"Hari ini Ingsun berkenan mengangkat dan menganugerahkan jabatan Mahapatih Keraton Majapahit kepada Senopati Halayudha, karena jasa-jasa dan pengabdiannya.
"Mulai malam ini Mahapatih Halayudha berhak memakai gelaran rake. Rake Dyah Halayudha.
"Semua jabatan dan kehormatannya akan menyesuaikan diri dengan derajat yang sekarang disandang.
"Pengangkatan ini berlaku sampai Ingsun pribadi yang mencabut kembali. Barang siapa tidak menyetujui pengangkatan ini berarti berkhianat kepada Keraton, kepada Raja, dan akan ditumpas tujuh turunan.
"Rake Dyah Halayudha, terimalah anugerah Ingsun..."
Halayudha menyembah hormat.
Rambutnya yang digelung rapi, tak sehelai pun lepas terurai, tampak mengilat, memperlihatkan lehernya yang jenjang memanjang dan bersih.
Tubuhnya menjadi lebih kuning bercahaya berkat bedak lulur yang diusap ke seluruh permukaan kulitnya.
Halayudha menyembah tiga kali, sebelum berjongkok ke depan, dengan gerakan perlahan. Tangannya menggeser di lantai pendapa balairung, seirama dengan gerakan kakinya.
Sampai kira-kira jarak satu tombak berhenti.
Menyembah kembali. Tiga kali. Raja Jayanegara melangkah turun. Seorang prajurit membawa nampan yang seluruhnya tertutup bunga melati terangkai sambil berjongkok.
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja mengambil kelat bahu dan memasangkan di lengan Halayudha.
Pertama sebelah kanan. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kemudian sebelah kiri. Halayudha menyembah kembali. Diiringi gamelan yang melonjak iramanya, mendesakkan suasana bergembira. Sorak-sorai lamat terdengar dari alun-alun.
Kelat bahu atau pontoh adalah lingkaran yang dikenakan di lengan, sekitar satu tangan dari pundak. Semua prajurit Keraton yang memegang jabatan tertentu, biasa mengenakan pontoh. Demikian juga para senopati. Pada hari-hari tertentu, pada upacara kebesaran seperti sekarang ini, semuanya mengenakan. Dari bahan yang dibuat serta bentuk hiasan, bisa diketahui pangkat dan derajatnya.
Raja mengenakan pontoh satu lingkaran berwarna emas. Halayudha dipasangi dua lingkaran, satu warna emas, satu warna perak, dengan simbol belalai gajah.
Dengan mengenakan kelat bahu sebagai tanda resmi kemahapatihan, kini Halayudha bisa merasa lebih leluasa. Apalagi Raja sendiri berkenan memberi gelaran rake. Gelaran yang tidak sembarangan. Karena gelar terhormat ini tidak dengan sendirinya disandang oleh mahapatih.
Gelaran ini lebih menunjukkan adanya hubungan yang dekat sekali dengan Raja, seolah keluarganya sendiri dan bisa mewakili untuk satu atau dua urusan tertentu.
"Duh, Raja yang maha bijaksana, maha adil, dan penuh kasih sayang.
"Inilah kehormatan yang besar, keluhuran budi Raja yang memercayai hamba. Hamba bersumpah, dengan segala jiwa dan raga, seluruh anak turun hamba di kelak kemudian hari, hanya akan mengabdi kepada Raja Majapahit, di dunia dan di alam selanjutnya.
"Semoga para Dewa selalu memberkahi Raja, Keraton, dan para pengabdi yang setia."
Raja mengangguk perlahan.
Diiringi gamelan yang melembut, Raja berbalik. Diiringi payung kebesaran, barisan kehormatan, dan para dayang, Raja kembali ke dalam Keraton.
Pasewakan menjadi sunyi. Untuk beberapa saat. Seolah menunggu saat-saat bekas kaki Raja tak kentara lagi. Baru kemudian para pendeta mendekat, memberi jampi-jampi, dan menaburkan ramuan.
Halayudha menunduk. Baru setelah tata upacara selesai, Halayudha menuju kursi kosong yang berada di depan, agak ke bawah. Di bawah naungan payung yang kini akan selalu menyertai, Halayudha duduk.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Memandang ke bawah. Menyapu seluruh balairung.
"Saya, Mahapatih Rake Dyah Halayudha, hari ini juga melanjutkan sabda Raja.
"Yang pertama, seluruh prajurit tanpa kecuali, seluruh senopati tanpa kecuali, akan didaftar, akan dicatat kembali. Untuk menandatangani lajang penguatan, surat kekuatan, yang menyatakan kesetiaan kepada Keraton, kepada Raja, dan kepada Mahapatih Halayudha sebagai pemegang kendali tata pemerintahan. Barang siapa menolak, dengan sendirinya berhenti sebagai prajurit. Hak, pangkat, dan derajatnya sebagai prajurit ditiadakan sampai turunan ketiga.
"Yang kedua, para prajurit dan senopati tidak dibenarkan melakukan sesuatu tanpa perintah dari atasannya. Semua tindakan, semua gerakan, berada dalam satu komando. Prajurit mengabdi kepada Keraton, bukan kepada ksatria atau brahmana, atau golongan yang lain.
"Yang ketiga, semua kegiatan tata krama perdagangan ditentukan dan diatur dari Keraton. Dalam hal ini diawasi langsung oleh Mahapatih atau yang ditunjuk. Tidak dibenarkan mengirimkan sendiri beras, palawija, emas, intan, tembaga, ke negeri seberang tanpa izin resmi.
Tidak diperkenankan mengadakan pembuatan senjata, perlengkapan prajurit secara sendiri-sendiri. Semua ditentukan oleh Mahapatih.
"Yang keempat, semua tumbuhan yang tumbuh di wilayah Keraton, semua ikan dan binatang di Kali Brantas dan sungai lain, semua isi kandungan bumi dan air hingga ke Laut Selatan, adalah milik Keraton sepenuhnya. Kalian semua tanpa kecuali hanya diperkenankan untuk nggaduh, untuk menyewa, merawat, tanpa berarti memiliki. Semua senjata, kekayaan, harus dilaporkan untuk ditentukan apakah perlu membayar upeti atau tidak.
"Yang kelima, semua ketertiban dan keamanan menjadi tujuan kita bersama. Barang siapa melawan, menahan, menghalangi, apalagi membuat onar, akan dihabisi tanpa ampun. Untuk mencegah terjadinya keributan, prajurit yang ditunjuk akan mengawasi kembali semua perguruan silat, semua perkumpulan, dan tempat-tempat untuk berlatih kanuragan dan ilmu kidungan. Untuk ini, saya akan membentuk prajurit khusus guna melaksanakan tugas pengawasan dan menjaga agar tata tentrem kerta raharja."
Prajurit Kosala MALAM itu juga, Mahapatih Halayudha mengumumkan dibentuknya prajurit khusus yang diberi nama Satuan Prajurit Kosala. Para prajurit
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
yang dipilih dan masuk dalam Barisan Kosala mempunyai wewenang untuk menangkap dan memeriksa siapa saja yang dianggap mencurigakan, tanpa pemberitahuan lebih dulu. Siapa saja dalam hal ini bukan hanya masyarakat, melainkan juga para prajurit atau senopati beserta keluarganya.
Barisan Kosala bisa diartikan barisan yang menjaga kebaikan, kesejahteraan, ketenteraman, dan ketertiban. Kosala atau juga kausala mengandung pengertian itu.
Yang sedikit mengherankan ialah malam itu Mahapatih Halayudha menunjuk Senopati Bango Tontong untuk menjadi pimpinan Barisan Kosala.
Mengherankan, karena selama ini Senopati Bango Tontong tidak termasuk yang pantas menduduki jabatan tersebut. Bukan karena dianggap tidak mampu, akan tetapi Senopati Bango Tontong termasuk yang paling keras dicurigai. Terutama sejak pemberontakan Lumajang bisa ditumpas.
Dugaan yang keras adalah bahwa Senopati Bango Tontong yang berdiri di belakang semua pembocoran rahasia. Sehingga lebih tepat untuk dilengser, diturunkan pangkatnya atau dilepaskan semua jabatannya, atau bahkan dihukum mati.
Tak ada yang menduga justru sebaliknya yang terjadi. Dalam perhitungan beberapa senopati, rasanya tak mungkin Mahapatih Dyah Halayudha tidak mengendus hal ini.
Tak ada yang menduga. Bahkan Senopati Bango Tontong sendiri tak percaya pada apa yang didengarnya. Daun telinganya seperti melebar, mencoba menangkap kata-kata dengan lebih baik. Selama ini dirinya memang cukup dekat hubungannya dengan Mahapatih, dan bisa mengetahui sebagian besar gerak-geriknya. Ditambah dengan pengetahuannya yang luas, rangkaian tindakan Mahapatih bisa diduga ke mana arahnya.
"Senopati Bango Tontong, terimalah tanggung jawab sebagai pemimpin Barisan Kosala."
Senopati Bango Tontong merayap. Benar-benar seperti merayap ke depan. Bersujud di kaki Mahapatih Halayudha.
"Laksanakan tugasmu, mulai malam ini juga."
Senopati Bango Tontong menyembah dalam.
Halayudha mengangguk, mengusap kepala Bango Tontong, dan membubarkan pertemuan.
"Malam ini, semua makanan, semua minuman, semua kegembiraan, bisa dinikmati. Sebagai tanda syukur kepada Dewa."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Malam itu, segala jenis hiburan dipertontonkan dengan meriah.
Tumpukan buah-buahan, sayuran, jajaran hewan ternak, bisa disantap secara leluasa.
Kegembiraan yang berbeda tajam dari para sentana dalem, keluarga Raja, yang menjadi waswas karena masih menduga-duga apa yang sebenarnya akan terjadi dengan pergantian pemimpin.
Dugaan-dugaan yang sesungguhnya tidak perlu ada. Karena sudah jelas, bahwa Mahapatih Halayudha, melalui Senopati Bango Tontong, sudah menunjukkan kegiatannya ketika matahari terbit.
Pasukan Kosala yang terdiri atas barisan inti yang selama ini menyertai Mahapatih Halayudha ke Lumajang, langsung dikumpulkan.
Diberi kenaikan pangkat satu tingkat, semuanya tanpa kecuali.
"Tugas yang pertama adalah mencari dua putri calon permaisuri.
"Tugas pertama dan satu-satunya.
"Kalian prajurit pilihan, sehingga tak ada alasan untuk tidak bisa melaksanakan perintah."
Senopati Bango Tontong memerintahkan agar semua rumah, semua tempat, semua gundukan tanah di wilayah Keraton diperiksa. Kalau perlu bukan hanya masuk dan menggeledah isi rumah, akan tetapi membongkar tanah pekarangan atau atap. Yang mungkin bisa dijadikan persembunyian.
Untuk membedakan dari prajurit yang lain, Barisan Kosala mengenakan cawat. Dan hanya Barisan Kosala yang boleh mengenakan cawat.
Kehadiran dan gerakan Barisan Kosala dalam waktu singkat menjadi sesuatu yang menakutkan. Siapa saja tanpa kecuali tak berani menentang, tak berani membantah. Dan merasakan betapa barisan ini masuk ke dalam rumah, mengaduk dan mengeduk apa saja. Sehingga akhirnya masyarakat tidak berani mengatakan nama Barisan Kosala.
Sebagai gantinya dalam bahasa percakapan pelan, mereka menyebutnya sebagai Barisan Kopina, atau Barisan Cawat.
Disebut dengan nama apa pun, Barisan Kosala langsung terasa kehadirannya. Upaya mengejar dua putri yang hilang bisa menjadi alasan untuk melakukan apa saja.
Bahkan Senopati Bango Tontong sendiri melakukan pembersihan dalam tubuh keprajuritan. Prajurit yang dulunya ikut memata-matai Senopati Halayudha, kini bisa diringkus.
Halayudha merasa puas menunjuk Senopati Bango Tontong sebagai perpanjangan tangannya. Pilihan yang tidak keliru. Senopati berkaki
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
panjang, kurus, kecil, hingga disebut sebagai burung bangau tontong ini, orang yang tepat untuk melaksanakan perintahnya.
Halayudha tahu bahwa pemimpin telik sandi yang dikirim dari Lumajang dulu adalah Senopati Bango Tontong. Karena selama ini, Halayudha tak banyak berbicara dengan senopati yang lain. Sehingga tak banyak pula yang mengetahui mengenai rencana sesungguhnya ke Lumajang.
Saat itu dengan gampang ia bisa saja menyeret dan menghukum mati.
Tapi Halayudha justru tidak mau melakukan itu.
Ia menghitung secara terbalik dari kebiasaan umum.
Senopati Bango Tontong diberi jabatan yang tidak tanggung-tanggung.
Dengan kekuasaan baru, Bango Tontong akan menyikat kawan-kawannya dulu. Dengan mudah bisa membaca siapa yang dulu mengikuti langkahnya.
Hal lainnya, Bango Tontong akan merasa tertolong nyawanya, terangkat kehormatannya. Dengan pengampunan tersembunyi ini, Bango Tontong justru akan berubah menjadi pembantu yang sangat loyal kepadanya.
Nyatanya begitu. Dibandingkan pembantu utamanya yang lain, Bango Tontong luar biasa sigap dan mengikuti semua kata dan perintahnya.
Dalam waktu kurang dari sepekan, kelima perintahnya telah membuahkan hasil. Pengaturan perdagangan, pembenahan tata niaga, dan terutama sekali pengawasan, bisa berjalan dengan sangat baik.
Hanya saja, masalah utama masih tetap mengganjal.
Yaitu hilangnya Tunggadewi dan Rajadewi.
"Bango Tontong, aku tahu siapa kamu," kata Halayudha ketika memanggil Senopati Bango Tontong ke dalam dalem kepatihan. "Aku tahu ketika aku berangkat ke Lumajang, kamu hanya menyertai sampai Panjarakan, karena kamu kembali ke Keraton.
"Apakah betul kamu tidak mengetahui apa-apa mengenai hilangnya dua putri calon permaisuri?"
"Duh, Mahapatih Rake Dyah Halayudha yang mulia.
"Hamba ini sudah bisa hidup kembali dengan pangkat dan derajat yang sangat mulia, apakah mungkin hamba menyembunyikan sesuatu dari Paduka?"
"Itu bukan jawaban. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku suka menggunakan kata-kata seperti itu."
Halayudha mendesis. Apa yang dilihat pada Bango Tontong seperti pada dirinya sendiri, dalam bentuk yang kerdil. Tapi tetap menunjukkan persamaan mengenai bagaimana menyusun kata-kata merendah, dengan wajah menunduk ke bawah.
"Kemungkinan yang utama adalah masuknya orang luar yang secara sengaja atau tidak telah mengacaukan keamanan.
"Tidakkah kamu membaui itu?"
"Hamba kembali ke Keraton ketika penculikan sudah terjadi. Paduka Mahapatih mengetahui hal itu.
"Akan tetapi hamba mencoba melihat apa yang terjadi. Dari korban prajurit jaga kaputren saat itu, rasa-rasanya ada tokoh luar yang sangat telengas yang menyerbu masuk."
"Bango Tontong, kamu sudah mengetahui prajurit yang terbunuh di Simping. Juga yang mati di Lodaya. Adakah persamaan korbannya dengan itu?"
"Hamba tak berani memastikan, Paduka Mahapatih.
"Kalau diperhitungkan jumlah Barisan Api, ada kemungkinan salah satu dari yang bisa lolos. Karena kalau tidak salah jumlahnya seharusnya tiga belas. Akan tetapi yang tersisa, kalau tidak keliru, baru dua belas."
Halayudha memandang tak berkedip.
Meskipun hatinya mencatat bahwa Bango Tontong mempunyai penyelidikan yang dalam dan mengetahui secara cermat.
"Akan tetapi, para korban tidak menunjukkan luka yang sama. Para prajurit jaga kaputren yang menjadi korban seperti terkena sabetan senjata tajam... yang sangat tajam. Bekas goresan dan tusukannya sangat panjang sekali. Ada yang sepanjang tubuh, dari ubun-ubun hingga ke kaki."
"Aku mendengar laporan tentang hal itu."
"Hamba tadinya menduga bahwa penculik dan Tuan Putri masih berada di sekitar Keraton. Bersembunyi di suatu tempat. Akan tetapi nyatanya tak ada bayangannya. Bahkan jalan menuju gua bawah tanah Keraton tertutup rapat."
Halayudha makin sadar bahwa selama ini mata, telinga, dan hidung Bango Tontong terbuka lebar-lebar.
Tentu saja Halayudha mengetahui bahwa jalan menuju gua bawah tanah Keraton tertutup. Karena ia sendiri yang memerintahkan!
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jadi, menurut dugaanmu siapa?"
Prajurit Menghamba Satu SENOPATI BANGO TONTONG menjawab dengan suara perlahan.
"Paduka Mahapatih yang melakukan."
"Aku?" "Perhitungan hamba begitu.
"Seharusnya memang begitu."
Wajah Halayudha sedikit pun tidak berubah.
"Yang lebih penting, aku ingin mengetahui alasan dugaanmu."
"Yang paling berkepentingan dengan dua putri calon permaisuri adalah Paduka Mahapatih. Hilang atau adanya kembali, menenggelamkan atau mengangkat nama Paduka di mata Raja.
"Dengan menghilangkan sebentar dan mengembalikan, Raja makin percaya kepada Mahapatih. Suatu perhitungan yang sederhana.
"Sama sederhananya dengan menyelusup masuk ke kaputren, dan sengaja membunuh prajurit untuk mengaburkan jejak. Tapi justru membuka petunjuk karena luka di tubuh para korban menunjukkan tusukan menyilang yang ganas. Ilmu yang hanya dimiliki oleh Paman Sepuh. Cara yang pernah Paduka tempuh ketika membunuh Toikromo."
"Kamu cukup mengerti banyak hal, Bango Tontong."
"Seperti juga yang menimpa Praba Raga Karana."
Kali ini wajah Halayudha berubah dingin.
Tangannya mengepal. "Apa yang kamu ketahui tentang Permaisuri Praba?"
"Ada seseorang yang membuatnya tak bisa mengutarakan apa yang terkandung dalam pikirannya. Ada yang membuntu. Seseorang itu hanya mungkin Paduka Mahapatih yang melakukan.
"Bagaimana caranya atau dengan cara apa, hamba tak mengetahui."
"Kalau kamu mengetahui hal ini, kenapa tidak kamu laporkan kepada Raja?"
"Hamba harus melewati beberapa pemimpin untuk sowan Raja. Itu tidak memungkinkan. Belum tentu akan didengar, atau bahkan Paduka Mahapatih lebih dulu mengetahui dan melenyapkan hamba."
"Kamu laporkan kepada Nambi?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Senopati Bango Tontong mengangguk.
"Kenapa?" "Hamba ditugaskan untuk mengamati gerak-gerik Paduka. Itulah yang hamba lakukan. Sepenuh kemampuan, sepenuh kekuatan yang bisa. Karena hamba adalah prajurit yang mengabdi kepada satu tuan.
Hamba lakukan sepenuhnya."
"Ehem, dengan kata lain kamu ingin mengatakan hanya menghamba kepadaku?"
"Kalau Paduka Mahapatih menerima."
"Banyak persamaan di antara kita, Bango Tontong. Kamu cepat tanggap dan mengerti, bahwa kalau aku menemukan dan atau merasa kamu mempermainkan bayangan lain, aku akan memenggal kepalamu.
"Itu cara terbaik mengabdi kepadaku.
"Kuakui kamu bisa membaca situasi dan berterus terang tanpa malu-malu. Kamu mengakui busuk, buruk, culas, tapi tidak pada tuanmu.
"Untuk sementara aku bisa menerima."
"Maaf, Paduka tak memiliki pilihan lain.
"Hamba adalah satu-satunya yang bisa diajak bicara sekarang ini.
Yang lainnya merasa segan, takut, dan barangkali menutup telinga."
"Bango Tontong, sebagai mahapatih aku tidak suka bicaramu yang kasar."
"Hamba mohon ampun, Paduka Mahapatih."
"Asal tidak kamu ulang.
"Sekarang jelaskan, kenapa aku yang menculik dua putri calon permaisuri?"
"Hamba sudah menyampaikan.
"Kalau bukan Paduka, harusnya Paduka."
"Bagus juga perhitunganmu. Kalau kamu mengatakan sebelumnya, aku sudah melakukan.
"Tapi kalau bukan aku, siapa yang lainnya?"
"Jagat ini terlalu luas.
"Akan tetapi yang bisa melakukan terbatas. Penculik dua putri calon permaisuri, pastilah yang mempunyai hubungan dengan, paling tidak, Permaisuri Rajapatni."
"Upasara Wulung?"
"Besar kemungkinannya ksatria yang gagah dan sakti itu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Akan tetapi kali ini bukan. Upasara Wulung tidak akan menculik apalagi melakukan pembantaian."
"Gendhuk Tri juga bukan?"
"Maaf, dugaan Paduka sudah mendekati.
"Penculiknya pasti juga wanita. Yang merasa dekat dengan Permaisuri Rajapatni, sekaligus Upasara Wulung."
"Nyai Demang, ilmunya tak..."
Halayudha tersenyum. "Ratu Ayu Azeri Baijani?"
"Tepat dugaan Paduka.
"Dengan dugaan ini, rasanya masih ada kesempatan untuk memojokkan atau menarik muncul ke permukaan."
"Apakah luka para prajurit jaga itu karena sabetan Galih Kangkam"
Bisa dimengerti. Bisa dimengerti.
"Bango Tontong, tak perlu memancing.
"Aku tahu ke mana Ratu Ayu menyembunyikan mereka."
"Desa Simping."
"Bagus. "Tidak jelek perhitunganmu.
"Mengapa tidak segera kamu arahkan ke sana?"
"Menunggu saat yang baik.
"Kalau dua putri calon permaisuri berada di Simping, untuk sementara dalam keadaan aman. Tak kurang suatu apa. Hanya soal waktu untuk bisa menemukan kembali.
"Akan tetapi dengan menunggu sesaat, hamba bisa melihat air mana yang berombak. Air kegembiraan mana yang bergejolak, sehingga mudah dibaca mereka ini dari kelompok yang kurang mendukung Raja."
"Ternyata begitu banyak?"
"Benar dugaan Paduka Mahapatih.
"Banyak yang kurang menerima pernikahan Raja."
"Perhitungan yang menarik.
"Tapi aku tak akan ambil tindakan apa-apa. Yang kurang menyukai Raja bisa menjadi bala bantuan bagiku di belakang hari. Bisa menjadi musuh di hari ini.
"Sekarang terlalu gampang menghancurkan mereka.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bango Tontong, siapkan prajurit. Aku sendiri akan menuju Simping."
"Apakah Paduka akan membawa panji-panji kepatihan?"
"Aku tidak memerlukan pertimbanganmu.
"Di sana hanya akan kutemui Ratu Ayu, yang rasanya bisa kupersembahkan kepada Raja. Biar semua daya asmara dan kemampuan berahi menemukan kepuasannya.
"Saat yang baik untuk melakukan persiapan."
"Maaf, Paduka melupakan bahwa masih ada ksatria yang tersembunyi yang bisa mendadak muncul."
"Upasara lagi yang kamu takuti?"
"Maaf, maaf beribu ampun.
"Sekarang ini masih ada Kiai Sambartaka yang tak keruan di mana sarangnya. Yang masih tersembunyi dan menunggu kesempatan baik untuk melampiaskan dendam dari tanah Hindia.
"Masih ada pula Eyang Puspamurti yang sulit diduga arahnya. Di samping para ksatria dari Perguruan Awan yang bisa menyulitkan."
"Apa hebatnya mereka"
"Aku bisa menghadapi satu demi satu."
"Paduka bisa mengalahkan satu demi satu.
"Tapi akan sulit kalau mereka bersatu."
"Perhitunganmu berlebihan, Bango Tontong.
"Tak ada yang bisa menjadikan alasan Kiai Sambartaka, Ratu Ayu, dan para ksatria Perguruan Awan bakal berjuang bersama."
"Yang berlebihan bisa terjadi, Paduka lebih bisa memperhitungkan hal ini.
"Paduka bisa menarik keluar semuanya tanpa berada dalam bahaya.
"Sebab kini, tanpa terasa, Paduka dan hamba berada di tempat yang terang. Lebih banyak yang melihat ke arah kita daripada kita melihat ke arah mereka. Sehingga akan lebih sempurna jika kita melangkah ke utara, tapi mereka menduga ke selatan.
"Cukup dengan membawa Permaisuri Rajapatni kemari, dua putrinya akan menyertai. Paling tidak diketahui di mana berada."
Halayudha menggigit bibirnya.
Tak diduganya bahwa Bango Tontong memiliki ketajaman naluri untuk bersiasat lebih tinggi dari yang diduganya. Bango Tontong ternyata lebih julig, lebih licin, dan menyimpan kekuatan yang selama ini tak terbaca.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Rasanya hampir semua peta kekuatan di Keraton dikuasai dengan baik. Semua data dan peristiwa dipegang kuat, dan menumbuhkan kekuatan untuk mengatasi.
Pembantu seperti Bango Tontong bisa menjadi bahaya di belakang hari.
Dan Bango Tontong agaknya juga menyadari hal ini.
Sehingga Halayudha perlu setingkat lebih hati-hati.
Dalam banyak hal. Karena dugaan dan perhitungannya yang selama ini dianggap melebihi yang lain, ternyata bukan miliknya sendiri.
Seorang senopati tak terdengar namanya seperti Bango Tontong bisa juga membuat perhitungan.
Ini berarti permainan di atas permainan.
Berpura-pura di atas kepura-puraan. Bagaimana mengendalikan seorang seperti Bango Tontong, yang perangainya aneh, tapi banyak miripnya dengan dirinya"
Pukulan Graksa, Pukulan Petit
ANEH, karena Bango Tontong mengakui dirinya hanya mengabdi pada satu tuan. Menghamba buta pada satu orang. Mengakui culas, tetapi ternyata masih menyembunyikan puluhan keculasan yang lain.
Seorang yang sebenarnya menarik.
Senopati yang selama ini menghamba kepada Mahapatih Nambi, dan kemudian bisa beralih total. Karena pokok pendiriannya ialah mengabdi satu orang, siapa pun orangnya!
Karena sadar kakinya buruk dan kurus tinggi, dirinya memakai nama Bango Tontong. Secara terang-terangan dan menantang, bahkan memakai pengenal para prajuritnya dengan mengenakan cawat. Yang berarti memperlihatkan seluruh bentuk kaki.
Ganjil. Tapi kalimatnya bukan tak masuk akal.
Itu sebabnya Halayudha menyetujui Bango Tontong menjadi utusan resmi ke Sanggar Pamujan di Simping. Untuk memanggil Permaisuri Rajapatni. Sekaligus mengetahui nasib dua putrinya.
Pendapatnya yang lain yang segera masuk ke dalam pikiran Halayudha ialah disebutnya nama Eyang Puspamurti.
Tokoh sakti yang dikatakan angin-anginan ini bagi Halayudha masih tanda tanya. Posisinya bisa beralih dalam waktu sekejap. Lebih dari itu,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
ilmunya ternyata juga tak mudah diduga. Dengan disertai tiga muridnya, bisa-bisa di kemudian hari menjadi bencana yang merepotkan. Terutama secara pribadi! Karena merekalah yang mengetahui rahasia tubuhnya!
Halayudha tak bisa berbuat seperti Bango Tontong dengan jalan memamerkan kekurangannya!
Halayudha tidak gegabah dengan mencari tahu di mana Eyang Puspamurti. Justru sebaliknya, ia memakai pendekatan gula menarik semut.
Dengan cara itulah Halayudha mengumumkan bahwa Keraton saat ini sedang membutuhkan prajurit-prajurit baru. Kesempatan ini terbuka luas bagi siapa pun yang berminat, dan hari itu juga akan mendapat pangkat. Tak ada syarat berat yang mengikat, selain tidak tersangkut dengan keluarga yang pernah memberontak.
Tindakan yang diambil Halayudha juga mempunyai tujuan lain.
Dengan masuknya para prajurit baru, tidak bisa tidak mereka ini masih polos dan akan mengikuti apa yang sedang berlangsung. Tanpa dibebani peristiwa masa lampau.
Perhitungan Halayudha tidak meleset.
Pada hari kelima, Eyang Puspamurti sendiri muncul dengan Mada Senggek, serta Kwowogen. Halayudha sudah menyiapkan agar mereka berempat diterima dan ditempatkan di suatu pondokan yang telah disediakan.
Pondokan yang terpisah dari yang lain, di mana Halayudha bisa mengetahui apa yang berlangsung tanpa mengganggu yang lain.
Halayudha juga memerintahkan untuk memenuhi segala kebutuhan Eyang Puspamurti tanpa kecuali, tanpa perlu menanyakan lebih dulu dan minta persetujuan yang lainnya.
Segala kebutuhan makanan, minuman, perlengkapan persenjataan diberikan tanpa batas.
"Mada, kini sudah terkabul keinginanmu menjadi prajurit.
"Apa lagi yang akan kamu lakukan?"
"Eyang, selama ini saya bertiga hanya menjadi prajurit yang makan enak, tidur nyenyak tanpa melakukan apa-apa. Apakah ini tidak berlebihan?"
"Saya tidak peduli dengan itu.
"Kalian bertiga adalah muridku. Umurku tidak panjang lagi. Sebelum aku mati, aku ingin kalian bertiga benar-benar mewarisi ilmuku.
"Sebab zaman telah bergerak sangat cepat.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Perhatikan baik-baik. Kalian masih ingat Barisan Api?"
"Eyang sudah menceritakan selaksa kali."
"Berarti masih kurang satu kali.
"Barisan Api yang hanya selintas itu membuka kemungkinan yang luar biasa. Mereka bisa melipatgandakan tenaga dalam secara luar biasa. Saya masih belum bisa memecahkan, meskipun dengan cara Upasara Wulung kita akan bisa mengalahkan.
"Sekarang tentang jurus Upasara Wulung.
"Saya yang mempelajari pukulan satu jurus, tetapi justru Upasara yang bisa memainkan."
"Eyang..." "Kamu harus dengar baik-baik.
"Umurku tak bersisa lama.
"Saya akan menunjukkan bahwa kalian bisa memainkan pukulan seperti yang dimainkan Upasara."
Eyang Puspamurti menyeret ketiga muridnya.
Halayudha menjilat bibirnya sendiri.
"Dalam Kidungan Pamungkas, kekuatan mahamanusia itu tak terbatas sampai titik takhta. Berarti bisa apa saja, selain menjadi raja."
"Eyang..."
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eyang..." "Eyang..." "Pada Barisan Api, semua kehendak, semua kemauan diubah menjadi tenaga. Tenaga luar. Sedemikian bersatunya mereka, sehingga tenaga selusin bisa menjadi satu tenaga.
"Yang berarti memindahkan kekuatan dari satu orang atau lebih kepada diri kita.
"Lihat baik-baik. "Tangan kanan ini akan menyatukan semua tenaga yang ada dalam tubuh kita. Alirkan semua kekuatan ke ujung tangan kanan. Nah, begitu.
"Semua kekuatan. "Semua hawa panas dalam tubuh.
"Semua kemauan. "Semua semua. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nah, bagus. "Gerakkan sesukamu."
Dug-dug-dug. Tiga pukulan menyerang bersamaan, meskipun Kwowogen menunjukkan kecepatan yang lebih.
Halayudha mengakui bahwa murid didikan Eyang Puspamurti menghasilkan kemajuan yang pesat. Apalagi kalau diingat bahwa mereka bertiga bukan yang berawal dari tradisi persilatan. Terasa benar tenaga yang terlontar, dibandingkan ketika Halayudha bertemu mereka pertama kalinya.
"Ini bagus, tapi jelek.
"Itu pukulan manusia, tapi bukan mahamanusia.
"Itu pukulan Mada, Senggek atau siapa namamu, atau Kwo. Saya tidak memukul. Padahal tenaga itu bisa kita satukan. Tanpa kita berpegangan tangan. Tanpa ketahuan kita menempel satu sama lain.
"Sepenuhnya bisa terjadi dengan sendirinya.
"Mari kita jajal. "Lupakan dirimu, juga saya. Kita akan berkumpul menyatu seperti air, seperti awan, seperti angin, seperti petir. Menjadi kuat dan bertenaga karena bersama. Karena bersatu.
"Petir..." Eyang Puspamurti mengambil napas dalam. Tangan kanannya bergerak, melingkar, sebelum meninju ke depan. Bersamaan dengan gerakan ketiga muridnya.
Dug. Satu entakan keras. Menghantam dinding kayu di ujung yang bergoyang!
"Ini jurus pertama. Kita namai Pukulan Petir atau Pukulan Graksa."
Halayudha menggaruk belakang telinganya.
Cara pengajaran Eyang Puspamurti sangat sederhana. Baik kata-kata penjelasannya maupun gerakan bersama yang dilakukan. Ingatan Halayudha tak bisa lain kepada dirinya sendiri. Yang demikian sengsara dan hina sebelum memperoleh ilmu.
Kalau saja dirinya dilatih oleh guru seperti Eyang Puspamurti...
Tapi yang membuat Halayudha menggaruk tengkuknya sambil menghela napas, terutama karena kemampuan Eyang Puspamurti
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
menyatukan tenaga dalam. Keempat tenaga yang berlainan, menjadi satu pukulan.
Memang hasil pertama tidak terlalu mengejutkan.
Akan tetapi segera bisa terbaca dalam latihan pukulan berikutnya bisa menjadi ganas. Apalagi jika sudah dikuasai. Dengan pendekatan itu pula bukan tidak mungkin tenaga dalam yang dimiliki seluruh prajurit yang ada di sekitarnya bisa ditarik masuk.
Dimainkan seperti satu orang saja.
Ini yang menyebabkan tengkuk Halayudha serasa menjadi gatal tiba-tiba.
Kalau perkembangan berikutnya memakai pendekatan ini dan menunjukkan hasilnya, sebelum pergantian tahun mereka telah menjadi prajurit yang sakti.
Halayudha tidak menyembunyikan kekagumannya. Tangannya bertepuk sehingga Eyang Puspamurti menoleh ke arahnya. Ketiga muridnya segera bersila dan menyembah.
"Pukulan Petir yang menyambar bumi.
"Hanya arahnya yang tidak jelas. Petir tidak menyambar secara ngawur, melainkan tubuh yang paling tinggi. Pukulan tadi kurang mengarah ke kepala, lebih tepat ke arah dada."
"Rasanya aku pernah melihatmu.
"Apakah kamu juga prajurit di sini?"
"Aku Mahapatih Rake Dyah Halayudha, Eyang.
"Aku yang bertanggung jawab memberi pangkat, derajat, dan makanan serta minuman. Yang memilih dan menghentikan prajurit."
"Aku ingat. Mestinya kamu ini siapa.
"Tapi kenapa kamu ikutan" Siapa yang menyuruhmu?"
Memindah Sukma HALAYUDHA berdiri dengan gagah.
"Sebagai prajurit, kalian semua harus tahu tata krama keprajuritan.
Karena akulah yang memimpin, akulah yang bertanya. Kalau tidak ditanya, tidak diperkenankan sama sekali bertanya. Semua pertanyaan dan perkataan dariku harus dijawab dengan sendika dawuh.
"Jelas?" KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mada, Senggek, serta Kwowogen, menyembah bersamaan dan mengatakan apa yang diperintahkan Halayudha. Eyang Puspamurti merasa bingung, menoleh kiri-kanan, menepuk jidatnya sendiri, akan tetapi akhirnya menyembah juga.
"Sendika dawuh, Mahapatih...."
Halayudha melipat tangannya di dada.
Udara tipis mendesis dari celah bibirnya.
Satu pijakan kemenangan yang menjungkir-balikkan kekuatan Eyang Puspamurti. Tokoh sakti yang tingkahnya ganjil ini sebenarnya tingkat kesadarannya masih tinggi. Tidak seaneh Dewa Maut yang linglung.
Hanya saja kini posisinya sangat repot.
Posisi yang dipasang oleh Halayudha.
Dengan menerima keempatnya sekaligus sebagai prajurit, berarti meletakkan mereka sebagai bawahannya. Dasar serta sikap prajurit yang mengiya kepada atasan tak bisa ditentang.
Itulah yang terjadi sekarang.
Kalau Eyang Puspamurti tadinya sedikit ragu, karena masih sangsi harus bersikap memusuhi atau mengiya. Hanya ketika melirik kiri-kanan dan melihat ketiga muridnya sudah mengiya, tak ada jalan lain baginya.
Eyang Puspamurti tak ingin mengecewakan murid-muridnya.
"Aku masih menghormatimu, dengan menyebut Eyang.
"Karena kebesaran namamu, karena kamu ksatria. Akan tetapi karena aku yang bertanggung jawab untuk penerimaan seluruh prajurit, aku tak akan membeda-bedakan.
"Rasanya Eyang bisa mengerti."
"Ya, Mahapatih. "Tapi..." "Tak ada tapi. "Aku suka melihat Eyang melatih prajurit baru. Aku memberi kesempatan seluas-luasnya. Kalau bisa aku membantu Eyang.
"Sebagai prajurit, Eyang harus menjawab pertanyaanku."
"Ya, Mahapatih..."
"Pukulan Petir yang baru Eyang ciptakan mempunyai persamaan dengan kekuatan Barisan Api.
"Di mana persamaan itu?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mahapatih, dalam soal ilmu silat..."
"Dalam tata krama keprajuritan..."
"Baik, baik. "Persamaannya dalam menyatukan kekuatan. Menyatukan tujuan.
Menyamakan diri sebagai mahamanusia."
"Begitu gampang?"
"Mahamanusia itu sederhana.
"Seperti kodratnya, terjadi dengan sendirinya. Yang membedakan hanyalah bahwa Pukulan Graksa ini menjadi satu pukulan, dan empat pukulan. Penyatuan kekuatan dari tarikan napas, ketiga tenaga dalam di perut naik ke tengah dada."
"Apakah itu memakai tenaga dalam atau tenaga sukma?"
Mata Eyang Puspamurti berkejap-kejap.
"Tenaga sukma?"
"Dalam Kidungan Pamungkas disebut-sebut mengenai sukma. Tenaga sukma, dalam wujudnya menjadi Ngrogoh Sukma Sejati, Merogoh Sukma Sejati. Mahamanusia berkuasa atas sukma...."
Eyang Puspamurti menggeleng.
"Mahapatih bisa keliru.
"Itu bukan Kidungan Pamungkas. Itu Kidungan Paminggir.
Sedangkan tata krama keprajuritan dan raja dalam Kidungan Para Raja.
"Tetapi aneh juga. "Kenapa bisa berbeda tapi sama"
"Ya, ada kaitannya dan saling menerangkan. Sukma sejati bisa menjadi kekuatan, karena ia kekuatan itu sendiri. Saya biasanya hafal...."
Eyang Puspamurti bersungut.
Tubuhnya bergerak perlahan, membungkuk. Kedua tangannya terlipat di depan, pundaknya menutup. Tubuhnya seperti tergerak oleh embusan angin.
Halayudha duduk di sampingnya.
Sukma sejati, keluarlah tinggalkan tubuh sebab tubuh itu wadah KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
sebab tubuh itu hanya wadah
sukma sejati, kamulah kekuatan
bukan kaki, bukan hati bukan tangan, bukan pikiran
sukma sejati akan menyatu dengan alam
dengan kehidupan sebab sukma sejati dalam mengatasi kematian sukma sejati, keluarlah tubuhmu mengalah jadilah kehendakmu kehendakmu yang sejati jadilah maumu mau yang sejati sukma sejati bukan sukma, bukan nyawa bukan kemauan, bukan doa sukma sejati roh segala roh inti segala inti nyawa segala nyawa ada segala ada kidung segala kidung sukma sejati sejatinya sukma kekal abadi KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
selamanya... Tubuh Eyang Puspamurti gemetar. Senggek yang mengikuti seperti terengah-engah. Mendadak tubuhnya mengejang hebat, tangannya meraup tanah.
Menelannya. Mada terkesiap. Kwowogen berusaha menahan. Akan tetapi di luar dugaannya, kaki Senggek menendang keras. Tak ampun lagi Kwowogen jatuh terbanting.
"Jangan main-main. "Jangan mau dipermainkan.
"Kalian dalam bahaya.
"Aku dalam bahaya."
Teriakan Senggek demikian keras hingga semua prajurit mendengar apa yang dikatakan. Ketika mereka bergerak mendekat, Senggek langsung menerjang.
Pertarungan yang segera terjadi menandai awal keributan. Senggek tak bisa dikendalikan. Terus menyerang kiri-kanan. Tubuhnya terluka oleh tusukan dan sabetan, akan tetapi terus menerjang.
Bahkan Mada yang mendekat dilabrak.
Terpaksa membela diri. Kwowogen ikut bergabung. Keduanya memutar tubuh, menekuk tangan, sambil berputar.
Pukulan Petir. Menyambar keras. Tubuh Senggek, yang tadi mengikuti gerakan Mada dan Kwowogen, memakai gerakan untuk memukul kepalanya sendiri.
Apa yang terjadi sangat mengerikan.
Kepala Senggek seperti terbelah. Meninggalkan warna hitam di sekujur tubuh.
Halayudha menutup kedua tangan ke wajah.
Hatinya tergetar dahsyat. Bukan kengerian wajah yang terbelah serta berubah menjadi hitam seakan hangus yang membuatnya menutupi wajah. Melainkan guncangan yang lain.
Guncangan yang membuka mata batinnya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Bahwa ilmu yang disebut sebagai Ngrogoh Sukma Sejati ternyata sederhana akan tetapi juga maha sulit. Apa yang dilihatnya menunjukkan bukti jelas.
Senggek tak mampu mengikuti getaran sukma Eyang Puspamurti.
Atau bisa juga diartikan mampu mengikuti. Sehingga kekuatan sukmanya bisa keluar. Namun pada saat itu, kekuatan tersebut justru menemukan adanya bahaya, yaitu kehadiran Halayudha. Ketegangan antara mengikuti kekuatan sukma dan kekuatan rasa bertarung.
Karena belum menguasai sepenuhnya, Senggek menjadi tak terkendali.
Mengamuk seperti kesurupan tenaga lain.
Padahal itu tenaga sukmanya sendiri.
Hal kedua yang tak kalah ngerinya ialah ketika Mada dan Kwowogen mencoba menahan serangan dengan Pukulan Petir. Pada saat itu, Senggek juga melakukan gerakan yang sama. Hanya sasarannya kepalanya sendiri. Dengan tiga tenaga menyatu, kepala Senggek remuk karenanya.
Seketika itu juga. Titipan Asmara, Percakapan Sukma
TANGAN Halayudha masih menutupi wajahnya.
Di balik tangan, mata Halayudha masih tertutup. Akan tetapi seperti bisa melihat semuanya dengan terang. Bahwa ada kekuatan baru yang bisa dicabut ke luar, bisa menjadi sesuatu yang bahkan tak pernah bisa diperkirakan akan sampai ke mana.
Kekuatan sukma. Kalau selama ini sumber utama kekuatan adalah tenaga dalam, betapapun juga masih bisa diperhitungkan kemajuan dan babakan yang bisa dicapai. Semakin kuat dan tahan serta tekun berlatih, semakin bertambah tenaga dalamnya. Perkembangan ini bisa diperkirakan dari lamanya bertapa atau melatih. Meskipun ada unsur kemajuan seseorang berbeda dari yang lainnya, akan tetapi tetap bisa diperkirakan.
Hal yang sangat berbeda dari itu adalah penggunaan kekuatan sukma. Perkembangannya bisa sangat luar biasa, karena ternyata melewati babakan yang selama ini dikenal. Bisa menjadi loncatan tak terkendali ke suatu wilayah yang belum bisa diramal kapan berhentinya dan pada bagian yang mana.
Halayudha mengenal dari dua kejadian penting.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Pertama, pertemuannya dengan Dewa Maut yang bisa merogoh sukma dan menjadikan dirinya orang lain. Dengan kekuatan sukma yang menurut Dewa Maut berintikan kepada katresnan atau cinta kasih, sukmanya bisa menembus batasan ruang dan waktu. Bisa menjelma menjadi orang lain.
Kedua, pertemuannya dengan Eyang Puspamurti dan ketiga muridnya. Kekuatan sukma kali ini mendapatkan bentuknya sebagai kekuatan jasmani, yang bisa disatukan menjadi satu pukulan. Bukan sekadar satu rasa, tetapi satu sukma.
Bahaya penggunaan kekuatan sukma ternyata juga mengerikan. Pada Dewa Maut, berakhir dengan kematiannya sendiri. Pada Senggek, berakhir dengan kematian yang mengerikan.
Semua ini isyarat adanya kekuatan yang hebat akan tetapi sekaligus juga bahaya yang gawat, tanpa disadari oleh yang bersangkutan.
Halayudha menurunkan tangannya setelah mengusap wajah.
"Eyang, mari kita masuk ke kepatihan.
"Di sana kita bisa berlatih dengan lebih tenang."
"Jagat, jagat telah berubah.
"Sudah datang saat di mana mahamanusia lahir."
"Eyang, mari..."
"Kamu benar, Mahapatih.
"Kidungan Paminggir ajaran Eyang Sepuh adalah bagian yang disempurnakan Sri Baginda Raja dalam Kidungan Para Raja, yang disatukan dalam Kidungan Pamungkas oleh Mpu Raganata. Ketiganya sebenarnya satu.
"Kamu benar. Ketiganya berbicara tentang mahamanusia.
"Sungguh luar biasa.
"Selama ini aku hanya melihat dari satu sumber. Dan meniadakan yang lain. Padahal ketiganya sama. Sosok yang sama. Yang pernah berada dalam puncak kejayaan kekuatan sukma. Sri Baginda Raja akan terus dikenang dan ada di sepanjang segala zaman, karena apa yang telah dilakukan sebagai raja gung binatara, raja besar. Eyang Sepuh memakai kekuatan sukma untuk moksa, untuk hidup bersatu antara raga dan jiwa. Mpu Raganata, yang lebih sakti dari keduanya, dengan menggabungkan, menyatukan perbedaan yang ada. Mpu Raganata hadir ketika menyingkirkan diri. Sukmanya melebur.
"Sungguh luar biasa.
"Eyang Sepuh meniupkan kekuatan, membesut awal persilatan dengan Kitab Bumi menjadi sumber ilmu kanuragan. Sri Baginda Raja
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
meniupkan kebesaran seorang raja. Dan Mpu Raganata sejak semula menjadi pamong, yang mengabdi kepada Sri Baginda Raja, tetapi juga pamong pemikiran para pendeta. Sejak semula sudah disingkirkan Sri Baginda Raja, akan tetapi selalu menyertai dan berada di sampingnya.
Sejak semula diemohi para ksatria dan dijauhi para pendeta, akan tetapi tetap menjadi bagian dari mereka.
"Mpu Raganata yang weruh sadurunging winarah, mengetahui sebelum mengalami, mengerti sebelum terjadi, adalah raja sekaligus pendeta sekaligus ksatria, yang tidak ketiga-tiganya.
"Hebat, sungguh hebat.
"Tidak salah aku memilih Kidungan Pamungkas, sebagai kitab terakhir sebagai bacaan ajaran utama.
"Luar biasa." Halayudha maju setindak. "Eyang lupa, bahwa Eyang adalah titisan Mpu Raganata."
"Aku" "Aku ini, Mahapatih?"
Halayudha mengangguk. "Ya, sesungguhnya begitu, Eyang Puspamurti.
"Dengan kekuatan sukma Eyang, pertemuan dan penyatuan dengan Mpu Raganata bukan hal yang mustahil.
"Mari kita berlatih, mencari pertemuan di kepatihan."
"Ya, Mahapatih."
Tangan Eyang Puspamurti memberi tanda kepada Mada dan Kwowogen, lalu berjalan di samping Halayudha, setengah langkah di belakangnya. Wajahnya menunduk, kedua tangannya rapat di dada.
"Kamu cukup cerdas dan pintar, Mahapatih.
"Dari mana Mahapatih mengetahui kekuatan sukma?"
"Dari bibit kawit yang bernama katresnan, cinta kasih. Yang menggerakkan Eyang menerima murid-murid dan mengajarinya secara penuh. Tanpa katresnan, untuk apa Eyang Puspamurti melakukan itu semua kalau selama ini cukup aman berada dalam Keraton" Untuk apa Eyang rela menjadi prajurit"
"Untuk apa sebagai Mahapatih saya mengurusi langsung prajurit yang baru"
"Untuk apa mengabdi kepada Keraton, dan bersedia hanya sebagai mahapatih?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Eyang Puspamurti menggeleng, sambil mengelus rambutnya.
"Katresnan. Memang. "Tapi omonganmu ngawur. Katresnanmu berbau busuk mengandung pamrih, mengandung permintaan dan pemaksaan, bukan keikhlasan.
"Dari pertama kamu sudah busuk.
"Aku bisa membedakan busuk dan bau dengan tidak busuk dan bau harum. Dengan keluhuran.
"Mpu Raganata sudah sampai tingkatan menyatukan itu."
Keduanya melangkah sampai ke dalam kepatihan. Menuju samping pendapa, di bawah naungan pohon sawo. Mada dan Kwowogen duduk agak di belakang. Menunduk, menunggu, mendengarkan.
"Mari, Eyang, kita pergunakan kekuatan sukma untuk menyatu dengan Mpu Raganata."
Halayudha bersemadi. Tangannya memegang tangan Eyang Puspamurti, sambil membisikkan kidungan yang menjadi mantra Dewa Maut. Yang merupakan gabungan dari lirik ketiga kitab yang dibacanya tidak secara berurutan.
Tubuh Eyang Puspamurti bergerak.
Bergetar. Pandangan matanya tajam, membuat Halayudha menarik kembali tangannya.
"Kamukah Mpu Raganata"
"Bukan, bukan. Kamu kosong, karena kamu tak mau memperlihatkan sukmamu. Aku adalah Halayudha yang ingin mengetahui kekuatan sukma sejati dengan memakai sukma orang lain. Aku bisa mencapai karena dasar ilmuku tak jauh dari itu. Ajaran Paman Sepuh, Gajah Mahabengis. Mendapat keterbukaan, menjadi tinarbuka karena Dewa Maut yang memiliki dasar katresnan, ajaran welas asih.
"Akulah Halayudha. "Dan kamu siapa"
"Siapa?" Halayudha tak bisa segera menyahut. Sewaktu bersama Dewa Maut, Dewa Maut sendiri yang menganggap Halayudha adalah Dewa Maut.
Kini Halayudha ingin menjawab Eyang Puspamurti. Tapi bibirnya kelu.
"Kamu anak Dewi Renuka" Kamu anak lelaki yang membunuh ibu yang mengandung mu sembilan bulan sepuluh hari" Siapa yang kamu
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
cari" Yang paling jahat, paling hina, paling berdosa, paling celaka, yang kalah yang bersenjatakan luku"
"Jadi kamu tak punya nama, selain disebut Tenggala Seta?"
Halayudha terbatuk keras. Dadanya menjadi sakit. Ada irisan menyamping yang membelah tubuhnya dari atas ke bawah. Pengalaman demi pengalaman berhubungan dengan kekuatan sukma sejati, membuatnya terseok-seok.
Jelas bahwa Eyang Puspamurti tak mengetahui segala apa yang ada hubungannya dengan yang dialami. Karena selama ini bersembunyi di dalam Keraton. Sama mustahilnya mendengar kalimat percakapannya dengan Dewa Maut.
Akan tetapi sekali meneropong, langsung mengetahui bahwa ada nama Dewi Renuka. Lebih jauh lagi, bahkan menyebutkan nama Tenggala Seta, atau bisa berarti bajak atau luku berwarna putih. Tidak luar biasa andai saja kata tenggala, yang jahat, yang hina, yang berdosa, yang celaka, dan yang kalah, mempunyai kata yang berarti sama, yaitu halo.
Tak mungkin kebetulan bisa terjadi beberapa kali. Bukan hanya persamaan nama melainkan juga kata seta, yang mengingatkan akan ucapan Dewi Renuka ketika pertama kali mengajak bermain asmara dengannya. "O, ternyata putih, tidak seperti tubuhmu." Itu yang dulu diucapkan oleh Dewi Renuka. Dan hanya bisikan lirih itu, tanpa kata lain.
Sambaran Pukulan Petir tak akan mengguncangkan Halayudha seperti sekarang ini. Justru di saat berada dalam kondisi puncak kekuasaan, dirinya dilempar kembali ke dalam masa lalu.
"Apakah kamu putraku?"
"Aku tak tahu. "Namaku Tenggala Seta. Aku adalah titipan asmara yang tercipta karenanya."
"Di mana kamu sekarang, Tenggala Seta"
"Di mana... di mana ibumu?"
Eyang Puspamurti terbatuk.
Tubuhnya bergoyang. Dengan satu helaan napas, wajahnya kembali seperti sediakala.
"Mada, Kwowogen, perhatikan baik-baik.
"Setiap kali adalah ajaran. Aku sedang melatih untuk mengetahui kekuatan sukma. Tetapi aku sendiri tak sepenuhnya bisa mengetahui apa yang terjadi.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kamu perhatikan baik-baik."
"Eyang..." "Eyang..."
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Usiaku tak panjang lagi. Aku harus menyelam hingga tuntas, agar kamu mengetahui semua yang harus kamu ketahui.
"Mahapatih, sampai di mana kita?"
Halayudha menutup bibirnya.
"Sampai Tenggala Seta berada di mana"
"Ibunya ada di mana?"
Pandangan Eyang Puspamurti berkejap-kejap.
"Siapa nama yang tak pernah kudengar itu" Apa urusanmu dengan ibunya"
"Kwowogen, kamu cepat pintar dan kuat, tapi jangan terlalu memperhatikan hal yang tak berguna. Aku minta kamu memperhatikan ajaranku, bukan orang lain."
Halayudha berusaha menguasai diri.
Satu hal yang membuatnya sedikit lega. Eyang Puspamurti bisa merogoh sukma, akan tetapi peristiwa yang dialami tidak mengendap dalam ingatannya. Ini agak berbeda dengan Dewa Maut yang bisa mengendalikan kemampuan sukma.
Sementara Kwowogen dan Mada mendengar akan tetapi tak mengetahui hubungan yang ada, dan malah surut kembali karena disalahkan.
"Terima kasih, Eyang.
"Sejauh kemampuan yang ada, titipan asmara akan saya rawat sebagaimana kodrat yang ada."
"Bukan kepadaku, kepada dirimu sendiri," getaran suara Eyang Puspamurti berbeda kembali. Seolah ada kekuatan lain yang masuk dan menguasai dirinya, atau kekuatannya sendiri yang keluar dan menguasai sekitarnya.
Kedua tangannya terentang.
Mada dan Kwowogen mendekat.
Bersentuhan telapak tangan.
Halayudha mendekat, menyatukan tangan, sehingga membentuk lingkaran. Mula-mula tidak dirasakan sesuatu yang luar biasa, akan tetapi perlahan pikirannya terseret kidungan Eyang Puspamurti, yang
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
bisa diikuti, karena ujung kata-katanya bisa dikenali, meskipun berasal dari tiga kitab yang digabung.
Sukma sejati bukan nyawa, sebab nyawa bisa pergi
sukma sejati roh suci jadi bersama jagat sukma sejati adalah sang pencipta yang menjelma yang tercipta bersama jagat menguasai isinya.... Sukma Sejati, Sukma Kekal Abadi
HALAYUDHA merasa getaran tangannya tidak bisa seirama dengan yang lainnya. Merasa bahwa dirinya tidak bisa masuk sepenuhnya, mengalir dan menyatu.
Akan tetapi bisa mengikuti irama dan isi kidungan.
Yang dinamai sukma sejati
bukan sukma sejati karena sukma sejati itulah arti tak disamai roh, nyawa, budi,
sebab sukma sejati kekal abadi
dalam telur sukma sejati adalah kulit, putih dan kuning nya
dalam buah sukma sejati adalah kulit, buah dan bijinya
dalam kehidupan KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
adalah lahir, nasib dan matinya
setiap kali tumimbal lahir
setiap kali ada kembali seperti jagat, seperti matahari
seperti Dewa, seperti udara
sukma sejati ada selalu padamu, padaku, pada apa saja
sukma sejati itu wahyu yang selalu diwahyukan kembali
itu arti kekal abadi mengatasi lahir, nasib dan mati
pembaruan kehidupan, nasib dan kematian
dalam sukma sejati selalu sekali selamanya.... Halayudha menarik telapak tangannya. Menghela napas. Membiarkan ketiga yang lain membentuk lingkaran. Baginya lebih dari cukup untuk mengenali, untuk bisa berada dalam pencarian dan penjelasan sukma sejati. Ia tak ingin masuk lebih dalam, seperti Eyang Puspamurti, seperti Dewa Maut, yang belum terbaca akan bermuara ke mana.
Halayudha menjauh dengan jalan berjongkok. Sekitar lima tombak dari tempat Eyang Puspamurti, Halayudha berdiri dan memerintahkan para prajurit untuk menjaga dan melayani Eyang Puspamurti, Mada, serta Kwowogen.
Perintahnya yang kemudian adalah meminta daftar para prajurit yang baru. Halayudha tidak mengatakan ia mencari nama Tenggala Seta, karena hal itu akan dilakukan sendiri.
Sesuatu yang menurut perkiraannya masuk akal. Meskipun agak terlambat, usia Tenggala Seta tak jauh berbeda dari Mada atau Kwowogen. Yang kalau tidak mempunyai pekerjaan tetap selama ini, melihat kemungkinan terbaik untuk masuk menjadi prajurit.
Sebenarnya Halayudha setengah percaya setengah tidak terhadap apa yang didengar dari Eyang Puspamurti. Akan tetapi ia tak bisa
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
menyembunyikan rasa hubungan darah yang mendesak secara tiba-tiba.
Selama ini Halayudha merasa hidupnya sendirian. Sangat sendirian, tanpa sanak saudara, tanpa teman dekat sekalipun. Dan kini tiba-tiba ada suara yang mengatakan bahwa bukan tidak mungkin dirinya mempunyai darah keturunan secara langsung.
Panggilan yang ganjil yang belum didengar selama ini. Keinginan untuk menemukan kembali akar yang telah menjadi buah dan berkembang.
Namun semua itu tidak mempengaruhi penampilannya.
Halayudha tetap Halayudha yang kini adalah Mahapatih Keraton Majapahit.
Melangkah masuk ke ruangan, Halayudha sudah menjadi apa yang diimpikan. Melangkah dengan gagah, mendengarkan laporan, dan memberikan perintah.
Yang membuatnya sedikit mengerutkan kening adalah laporan dari Senopati Bango Tontong yang mengatakan bahwa Permaisuri Rajapatni sudah meninggalkan Simping.
Tidak ketahuan berada di mana.
Sehingga tidak bisa memenuhi permintaan Mahapatih Halayudha.
"Dan kamu percaya begitu saja, Bango Tontong?"
"Begitulah hamba, Paduka Mahapatih.
"Karena yang mengatakan adalah Permaisuri Indreswari sendiri yang berkenan menemui hamba dan menanyakan mengenai putranya, Raja Jayanegara.
"Yang barangkali akan membuat Paduka tertarik ialah bahwa sebelum kepergian Permaisuri Rajapatni, Ksatria Upasara Wulung datang ke Simping. Permaisuri Indreswari melihat sendiri, karena Upasara Wulung tidak datang secara sesideman atau sembunyi-sembunyi. Upasara Wulung datang menghadap Baginda.
"Permaisuri Indreswari melihatnya sebagai ancaman bagi Raja.
"Paduka Permaisuri Indreswari tidak diperkenankan hadir dalam pertemuan tersebut."
Halayudha menarik udara keras lewat hidungnya.
"Ulet nyawa Upasara Wulung.
"Aku jadi ingin mengetahui sampai di mana Dewa selalu melindunginya dalam saat seperti sekarang ini.
"Hmmm, di jagat ini susah menemukan lawan setanding seperti dia.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tapi itu soal lain.
"Bagaimana dengan perhitunganmu bahwa dua putri calon permaisuri diculik oleh Ratu Ayu?"
"Tidak meleset sedikit pun, Paduka.
"Putri Tunggadewi dan Rajadewi berada di Simping, menempati kamar yang tadinya dihuni Permaisuri Rajapatni.
"Mengenai Ratu Ayu Azeri Baijani..."
Senopati Bango Tontong agaknya sengaja menggantung kata-katanya.
Halayudha yang mengetahui cara-cara seperti itu menjadi gondok. Akan tetapi bukannya memperlihatkan wajah murka, sebaliknya Halayudha sedikit memiringkan kepalanya. Seolah benar-benar sangat tertarik kepada apa yang akan dikatakan Senopati Bango Tontong.
Halayudha tahu bagaimana menempatkan dirinya untuk berpura-pura hanyut.
"Mengenai Ratu Ayu, hamba mempunyai pikiran untuk mengadu persoalan dengan Permaisuri Rajapatni. Saat ini hamba sedang mengundangnya ke Keraton.
"Maaf, Paduka Mahapatih.
"Kelancangan hamba hanyalah untuk kebesaran Mahapatih."
"Apa ada gunanya?"
"Kalaupun tidak, sekurangnya bisa memanaskan api kecemburuan dan pertarungan.
"Ratu Ayu nekat melakukan penculikan ke kaputren, semata-mata karena merasa dirinya istri Upasara Wulung. Bagian dari kegiatan Raja Turkana. Apa yang tidak disukai Upasara, tidak akan disukai pula oleh Ratu Ayu.
"Itu alasan Ratu Ayu menculik dua putri calon permaisuri.
Akan tetapi sekarang pastilah sangat kecewa. Karena Raja Turkana yang sangat dibela dan dihormati, muncul di Simping untuk menemui Permaisuri Rajapatni.
"Bibit ini bisa dipanaskan.
"Bisa membakar."
"Apa ada gunanya?"
"Upasara Wulung disebut sebagai lelananging jagat, dan selama ini terbukti ilmu silatnya belum ada yang menandingi, apalagi mengalahkan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Keunggulannya yang menjulang ke langit tidak diimbangi dengan masalah asmara. Justru sebaliknya, Upasara Wulung menjadi tidak menentu sikapnya kalau dibelit persoalan asmara.
"Inilah alasan hamba."
"Apa ada gunanya?"
"Gunanya untuk menyudutkan Upasara Wulung dalam situasi di mana ia mengambil sikap yang sembarangan. Misalnya menghancurkan ilmunya, tenaga dalamnya, atau justru melarikan diri, bersembunyi di Perguruan Awan.
"Dengan demikian akan berguna, karena Mahapatih tidak perlu turun tangan untuk mengatasi."
"Ada gunanya memelihara kamu."
"Maaf, Mahapatih, akan lebih berguna lagi jika Mahapatih tidak memecah kekuasaan yang ada dengan Senopati Krewes."
"Jabung Krewes aku adakan karena aku harus berjaga dari siasatmu yang licik.
"Bango Tontong, aku mengakui kamu pintar. Itu sebabnya aku berjaga-jaga.
"Aku tahu Jabung Krewes tidak menghamba kepadaku, tetapi ia lebih tidak menghamba kepadamu. Ia memiliki tradisi sendiri untuk mengabdi."
"Kalau Paduka Mahapatih tidak mempercayai hamba sepenuhnya, hamba pun..."
"Kamu tidak bisa memaksaku.
"Tetapi aku akan menarik Senopati Jabung Krewes ke dalam."
Senopati Bango Tontong menyembah hormat.
Samar terlihat sunggingan senyuman Mahapatih Halayudha. Benar dugaannya dan tepat strateginya, dengan memajang dan menarik kembali Senopati Jabung Krewes.
Permainan Menyembunyikan Giwang
DENGAN ditariknya Jabung Krewes dari pengawasan lapangan atas Barisan Kosala, sebenarnya terjadi permainan menarik yang diam-diam antara para pemimpin. Terutama tarik-menarik kekuatan antara Mahapatih Halayudha dan Senopati Bango Tontong. Tarik-ulur terlibat di permukaan, tetapi juga menunjukkan adanya pertentangan di bawah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Halayudha mempunyai perhitungan bahwa Bango Tontong tak bisa dilepaskan begitu saja. Ia dipajang untuk memimpin Barisan Kosala yang mempunyai kekuasaan leluasa, dan ternyata terlalu cerdik untuk bisa mempergunakan kedudukannya. Untuk bisa tetap mengawasi Bango Tontong, Halayudha sengaja memasang Jabung Krewes.
Dan ternyata Jabung Krewes bisa menjalankan peranannya. Bango Tontong tak bisa leluasa seolah tanpa batas dalam bergerak.
Sekurangnya untuk mempertanggungjawabkan. Bango Tontong bisa memeriksa, menggeledah setiap rumah, menahan semua orang, akan tetapi ada yang mengawasi sejauh mana tindakannya sebagai penjaga ketertiban dan keamanan tidak disalahgunakan. Jabung Krewes mampu menjadi pengawas, dan ini merepotkan Bango Tontong.
Sehingga Bango Tontong mengajukan usul agar Jabung Krewes ditarik mundur. Usul yang lebih dikenal Halayudha sebagai senggara macan, atau auman harimau, untuk menakuti, untuk menggertak.
Halayudha bukan tokoh yang bisa digertak. Ancaman itu terlalu kecil baginya. Ia bisa balik menggertak dan menunjukkan kekuasaannya.
Akan tetapi, itu tidak dilakukan. Justru sebaliknya, Halayudha menarik mundur Jabung Krewes. Seolah memenuhi tuntutan Bango Tontong-itu pun dengan cara seolah tak sepenuhnya rela. Yang diharapkan Halayudha dengan sikap semacam itu, Bango Tontong merasa mendapat angin, seolah bisa menekankan keinginannya. Bisa memaksakan kehendaknya. Pada saat seperti itu biasanya ia menjadi sembrono, kurang berhati-hati. Sehingga bisa terbaca semua isi hatinya.
Itu perhitungan Halayudha menarik mundur Jabung Krewes.
Lain lagi perhitungan Bango Tontong.
Ternyata ia mempunyai langkah terencana yang tidak diduga Halayudha. Bango Tontong menyimpan langkah tersendiri.
Desakan agar Jabung Krewes ditarik, sedikitnya mempunyai dua kekuatan baginya.
Pertama, karena senopati berwajah lembut, dengan gerakan yang serba lemah gemulai ini mempunyai pandangan sangat tajam. Dalam diam, dalam kalimat yang kadang tak mempunyai gema dan makna, terkandung gugatan yang tajam. Terutama sekali karena pandangannya yang luas dalam membandingkan perkara satu dengan yang lainnya.
Sehingga Bango Tontong merasa tersudut, dan gerakannya terganggu karena gugatan-gugatan Jabung Krewes, yang mengingatkan bahwa Bango Tontong tak bisa menahan para bangsawan seenaknya, atau mengangkut harta begitu saja. Jabung Krewes tak bisa diajak kerja sama. Senyumannya yang lunak, pandangannya yang menyiratkan wajah kanak-kanak, kelewat keras untuk mengubah pendiriannya yang tak bergoyah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sehingga Bango Tontong mengubah taktiknya.
Yaitu mengubahnya menjadikan kekuatan kedua. Dengan cara menarik Jabung Krewes ke pihaknya, karena selama ini diketahuinya bahwa Jabung Krewes tidak puas dengan kepemimpinan Halayudha.
Dengan menarik Jabung Krewes yang mempunyai kelebihan dan kekukuhan pendirian, Bango Tontong merasa tenaganya menjadi dua kali lipat untuk menjaga diri dari Halayudha.
Caranya dengan membina persekutuan secara diam-diam. Bango Tontong tahu bahwa dalam kondisi seperti sekarang, pendekatannya tak akan digubris. Akan tetapi begitu diumumkan bahwa Jabung Krewes dipindahkan tugasnya ke dalam Keraton dan tidak mengawasi lapangan lagi, masalahnya menjadi lain. Jabung Krewes kini berada dalam keadaan tersingkir dan tersisih. Dalam keadaan gagal sebagai senopati, Jabung Krewes akan dengan senang hati menerima Bango Tontong yang mengutarakan bahwa sebenarnya Jabung Krewes dianggap menghalangi upaya untuk mengumpulkan harta dan pusaka. Bango Tontong menjelaskan bahwa ia semata-mata menjalankan perintah Mahapatih!
Ia berharap agar Jabung Krewes bisa menahan diri, untuk mencari waktu yang tepat menyatakan ketidakpuasannya.
Meskipun tidak segera menerima, Jabung Krewes tidak pula terang-terangan menolak uluran tangan Bango Tontong.
Bagi Bango Tontong ini sudah dua pertiga berhasil.
Kalau Halayudha merasa menang di atas angin dalam permainan ini, sebaliknya Bango Tontong juga tidak merasa kalah.
Dua permainan yang berbeda jurusnya. Seperti permainan anak-anak di Keraton. Di mana seorang anak meringkuk, dan lima atau enam anak meletakkan tangan menengadah di atas punggungnya. Salah seorang membawa giwang untuk diletakkan pada tangan secara bergantian diiringi nyanyian. Sampai satu saat nyanyian berhenti, dan si anak yang meringkuk duduk, kemudian menebak siapa di antara keenam anak yang menggenggam giwang.
Hanya satu yang benar-benar menggenggam giwang. Yang lima tidak.
Keenamnya seolah menggenggam, tapi seolah juga tidak.
Permainan menyembunyikan suweng atau giwang ini sangat menyenangkan bagi anak-anak. Dan kali ini Bango Tontong juga menikmati, dengan tuntutan yang berbeda dari waktu kanak-kanak.
Yang tidak diketahui dan tak diduga oleh Halayudha maupun Bango Tontong ialah sebenarnya permainan apa yang tengah dimainkan oleh Jabung Krewes. Berbeda dari kedua tokoh yang memperlihatkan dirinya, Jabung Krewes masih bersembunyi di balik senyumnya yang sumanak, bersahabat dan akrab.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Padahal Jabung Krewes tidak menerima begitu saja.
Gagasan untuk menyampaikan keadaan di Simping sebenarnya hanyalah rekaan Jabung Krewes yang bisa menyusup masuk ke wilayah sanggar pamujan.
Akan tetapi seperti yang lain, Jabung Krewes tak bisa mengetahui keadaan yang sebenarnya. Semua hanya berdasarkan dugaan dan perkiraan belaka. Dengan perhitungan bahwa kalau dirinya tak bisa menyusup lebih ke dalam, tokoh mana pun juga tak akan mampu.
Dalam hal ini, Jabung Krewes tidak sembarangan mengarang. Ada dasar-dasarnya.
Bagi orang luar, sejak kepulangan Baginda dari Keraton, apalagi sejak peristiwa di Lodaya, tak ada yang diperkenankan masuk ke sanggar pamujan. Jabung Krewes pun tidak bisa diterima meskipun selama ini ia memang melayani Baginda dalam menuliskan pujasastra.
Tapi bukannya tanpa hasil sama sekali. Dari para emban, para dayang, Jabung Krewes mendengar beberapa hal.
Di antaranya kabar bahwa Upasara Wulung telah datang, dan bertemu dengan Permaisuri Rajapatni yang didampingi Permaisuri Tribhuana.
Hasil lain yang lebih berarti baginya ialah karena secara diam-diam Jabung Krewes bisa mengangkut tulisan-tulisan dalam sanggar pamujan yang kosong.
Sejak menginjakkan kaki di Simping, tak ada yang menemuinya selain para dayang yang setia, yang mengenalnya. Saat itulah Jabung Krewes berusaha masuk ke sanggar pamujan secara diam-diam.
Sanggar yang selama ini hanya ditempati oleh Baginda.
Sanggar tempat Baginda bersemadi ini menurut kabar yang terdengar tak pernah dimasuki orang lain, selain para permaisuri. Sejak kedatangannya di Simping, Baginda bahkan tidak memperkenankan para abdi untuk membersihkan atau merawat.
Semua dilakukan oleh tangan-tangan halus para permaisuri.
Termasuk mengatur kayu cendana yang mengeluarkan bau harum, dupa sesaji, bunga, sampai dengan membersihkan debu.
Jabung Krewes sedikit terenyak.
Tertunduk lama. Tak ada siapa-siapa. Tak ada bayangan matahari, tak ada bayangan manusia. Ruangan yang kosong. Di dalamnya hanya ada sebuah ranjang kayu sederhana tanpa ukiran dengan selembar kain sutra putih di atasnya. Di dekatnya
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
ada meja pendek dengan gulungan kertas warna pucat di atasnya, serta bulu angsa.
Tak ada lainnya. Tak ada apa-apa. Jabung Krewes masih menunggu. Agak lama. Baru kemudian bergerak ke arah meja. Duduk di dekat meja, bersila. Dorongan batinnya yang membuatnya berani melakukan itu. Terutama karena merasa tak ada yang mengetahui.
Tikar pandan yang dianyam telah menjadi halus dan mengilat.
Pertanda Baginda telah menggunakan untuk waktu yang lama.
Jabung Krewes menyingkirkan dengan hormat.
Bersila di atas papan kayu.
Menyembah dalam, sebelum berani membaca. Tulisan yang sangat indah, sangat halus, tebal-tipis yang terjaga sangat sempurna. Hanya orang yang mempunyai cita rasa tinggi serta tahan menahan napas panjang yang mampu menghasilkan huruf-huruf yang tampak hidup dan terjaga dari lembar pertama.
Jabung Krewes bisa menilai dengan tepat karena tugas utamanya selama ini adalah menjadi juru tulis. Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, gulungan kertas yang banyak itu dibawa dengan diam-diam, disembunyikan melebihi melindungi nyawanya sendiri.
Jabung Krewes tidak tahu apa yang harus dikerjakan dengan kertas kidungan yang ditulis Baginda. Kalaupun ia berusaha membaca, itu karena dorongan rasa ingin tahu semata-mata.
Jabung Krewes tetap tak tahu apa yang harus diperbuat, kalau dirinya tidak digeser kedudukannya kembali sebagai juru catat Keraton.
Kidungan Raja Pendiri JABATAN sebagai juru tulis atau juru catat Keraton menempatkan Jabung Krewes lebih dekat dengan Raja. Sebab tugas utamanya kini melayani Raja, untuk menyalin kitab atau menuliskan perintah-perintah.
Itulah saat yang baik untuk bisa menghadap.
"Mohon Raja berkenan bermurah hati kalau hamba yang hina ini berani lancang. Baru sekarang hamba berani menyampaikan hal ini kepada Raja."
Jabung Krewes menyerahkan tulisan yang ditemukan di sanggar.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apa itu?" "Inilah Kidungan Para Raja, duh Raja Yang Bijaksana dan Besar...."
"Apakah berarti Baginda telah mengundurkan diri sepenuhnya sekarang ini?"
"Bahkan jauh dari itu...."
Jabung Krewes sangat mengetahui bahwa setiap raja yang memerintah selalu menulis kidungan yang disebut Kidungan Para Raja.
Biasanya raja yang mengundurkan diri pada saat-saat terakhirnya menuliskan semua yang dialami, untuk diwariskan kepada penggantinya yang akan memegang takhta.
"Jauh dari itu, apa maksudmu?"
"Duh, Raja. "Agaknya, melihat goresan yang ada, kidungan itu sudah lama ditulis Baginda."
"Kamu kidungkan dengan baik, Ingsun ingin tahu tanpa harus membaca sendiri."
Jabung Krewes menyembah tujuh kali kepada Raja.
Tujuh kali kepada kitab, yang kemudian ditembangkan dalam kidungan yang menawan.
Kidungan Para Raja Diwariskan Raja Pendiri Keraton Majapahit, Pelindung Syiwa dan Buddha,
Pendiri Tradisi Keluhuran dan Kebesaran Keraton Tanah Jawa Beserta Seluruh Isinya.
Pupuh pertama, dan pupuh penghabisan
Akulah Raja yang meneruskan
garis kodrat para Dewa, Menyambung darah Raja Sri Baginda Raja Kertanegara
Akulah Raja keturunan Rajasa yang perkasa
Kidung ini kutulis dengan bimbingan Dewa
Untuk putraku, yang akan memerintah tanah Jawa
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Agar meneruskan kebijaksanaan, kewibawaan, pengayoman Dan hanya yang berdarah Rajasa yang berhak atas takhta Dewa pun tak bisa
Adalah Sri Baginda Raja Kertanegara yang tiada tara Memandang seluas laut, setinggi langit, sekokoh gunung Namun Sri Baginda Raja
Lupa bahwa Raja yang sesungguhnya adalah
Raja dalam Keraton Raja dalam keluarga Raja dalam menyembah Dewa
Raja dalam perang Sri Baginda Raja, belum menjadi Raja dalam keluarga Akulah Raja yang sempurna
Yang membangkitkan tradisi, membuat Keraton Majapahit Yang menjunjung tinggi kebesaran
Dan meneruskan Hanya aku Raja pendiri Dewa pun bukan Dewa menunjuk, memilih, merestui aku
Sebab hanya aku yang mampu
Meneruskan apa yang ditinggalkan
Sri Baginda Raja Yang Maha besar bagi sekalian jagat
Akulah yang mampu Menciptakan Keraton yang lebih besar
Menciptakan tatanan, tata krama yang abadi
.... KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Suara Jabung Krewes terhenti.
Raja menguap sambil bersungut.
"Apa anehnya kidungan itu"
"Apa maksudmu, Jabung Krewes" Kamu menghendaki aku menulis lanjutannya dan menyerahkan kekuasaan?"
"Duh, Raja sesembahan semua makhluk hidup di tanah Jawa.
"Kidungan Baginda lebih menjelaskan bahwa sejak Raja masih timur, masih kecil, telah dipilih oleh para Dewa, tanpa pernah ada keraguan lagi. Dan hanya keturunan Raja yang bisa meneruskan Keraton."
"Apa anehnya" "Bukankah selalu begitu?"
Jabung Krewes tidak tergoda untuk menunjukkan bahwa ada bagian-bagian yang lebih penting. Karena kalau mengatakan hal itu, sama juga halnya dengan menelanjangi diri sudah membaca lebih dulu. Suatu pantangan yang tak bisa diampuni. Karena Kidungan Para Raja hanya boleh dibaca oleh raja.
"Baginda meninggalkan warisan...."
"Aku malas mendengarnya.
"Baginda merasa repot, merasa kikuk, karena warisan kebesaran Sri Baginda Raja. Bukankah begitu"
"Jabung, Ingsun menjadi raja sejak masih kecil. Begitu lahir, Baginda telah memilihku. Permaisuri Tribhuana telah mengangkatku sebagai putranya.
Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku mengerti semuanya.
"Aku tahu segalanya.
"Aku tahu banyak keluarga Keraton yang ragu dan menimbang lebih dulu. Tapi aku tak ragu, tak takut, tak gentar.
"Aku telah menjadi raja sejak dalam kandungan.
"Dewa tak berani menyangkal dan mengubah."
Jabung Krewes menunggu. Sebagai abdi yang selama ini terbiasa melayani, bukan sesuatu yang luar biasa untuk menahan diri.
"Jabung..." "Sembah dalem..."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Coba periksa, apakah ada yang menyebutkan mengenai perkawinanku dengan Tunggadewi dan Rajadewi yang jadi pembicaraan itu?"
"Rasanya tidak ada, duh Raja.
"Baginda lebih mengingatkan akan..."
"Kidungkan!" Raja bersandar ke kursi. Jabung Krewes menyembah lagi.
Juga ke kitab. Akulah Raja Pendiri, yang bisa mengatur segalanya dari awal mula Akulah yang mengangkat mahapatih, senopati, prajurit, emban, atau apa saja,
atau segalanya tak mungkin keliru sebab Akulah Raja Pendiri
tapi mereka itu orang tak tahu diri
berebutan seperti kelaparan
bertarung seperti kehausan
Akulah Raja yang bijaksana
yang bisa menentukan mahapatih, senopati, daksa, pendeta
tahu apa mau apa Aku sedih, kecewa ternyata tak perlu dipercaya
Aku tak bisa mengangkat derajat
manusia yang hina.,.. Raja menguap kembali. Tangannya memberi gerakan agar Jabung Krewes berhenti
"Cukup." KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Jabung Krewes mengangguk.
"Yang itu, aku tahu.
"Kamu tulis saja, untuk nanti."
Jabung Krewes mengangguk dan menyembah.
"Kamu tulis mengenai apa yang kukatakan.
"Sudah itu pergilah."
Jabung Krewes menyembah dan segera meninggalkan tempat peraduan. Wajahnya yang lembut, gerakannya yang lemah, tak sedikit pun menunjukkan kekecewaan yang teramat sangat.
Kekecewaan yang menyesakkan dadanya.
Baginya Kidungan Para Raja adalah kitab yang paling istimewa dari semua kitab yang ada. Kitab yang sesungguh-sungguhnya. Akan tetapi Raja ternyata tak berkenan, walaupun hanya untuk mendengarkan.
Jabung Krewes merasa bahwa pengabdiannya goyah.
Karena merasa apa yang dituliskan Baginda sangat berharga, sangat luar biasa.
Tapi ternyata seperti tak ada gunanya.
Kidungan Permaisuri RAJA JAYANEGARA membawa Kidungan Para Raja yang ditulis Baginda, menuju kamar Permaisuri Praba Raga Karana. Kemudian memerintahkan para dayang dan pengawal untuk meninggalkan mereka berdua.
Para dayang yang seluruhnya berjumlah empat puluh dan para pengawal pribadi diusir jauh.
Raja duduk di pinggir ranjang Permaisuri Praba.
Yang terbaring lemah tanpa gerak. Hanya matanya yang kadang mengedip, itu pun tampak susah.
"Aku baru saja menerima Kidungan Para Raja, warisan Baginda.
Goresannya lembut, hurufnya manis sekali, akan tetapi nadanya penuh keputusasaan. Pupuh pertama, sekaligus pupuh penghabisan. Semacam penyesalan, semacam pengakuan pemaksaan diri harus menuliskan kidungan.
"Kamu tahu, Permaisuri, bahwa aku nantinya tak perlu melanjutkan tradisi itu" Aku bahkan akan memintamu menuliskan Kidungan Permaisuri.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Biar putra kita kelak mengerti.
"Bahwa aku adalah Raja yang sesungguhnya. Yang berkuasa dan menentukan. Yang bisa bicara seperti apa yang kuinginkan. Berbuat apa yang ingin kulakukan.
"Permaisuriku, bagiku kamu adalah segalanya. Aku tak bisa mempercayai siapa saja-dan aku tak mau menyesali seperti Baginda.
"Aku lebih suka bicara padamu.
"Permaisuriku, kamu mau dengar apa yang dituliskan Baginda" Akan kukidungkan buatmu."
Raja memilih dari beberapa lembar yang ada.
Lalu mulai mengidung. Baru satu tarikan suara, sudah terputus.
"Segera akan kamu ketahui, bahwa aku sudah mengetahui bahkan sebelum Baginda menuliskannya. Barangkali memang kitab Kidungan Para Raja ini tak perlu ditulis."
Suaranya mengandung gugatan yang diucapkan dengan lirih.
Akulah Raja Pendiri Yang memegang takhta dari peperangan
bukan warisan Akulah Raja Pendiri Yang mewarisi trah Rajasa
bukan Wijayawangsa Akulah Raja Berdarah Raja Di puncak takhta, aku melihat
tanah Jawa rata di kakiku
Aku terperanjat Siapa gerangan Brahmana Hindu
Datang dari gunung apa, sungai mana
Di belahan jagat ini Dewa siapa yang dibawa Nilai apa yang menentukan jiwa
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ini tanah Jawa Akulah Raja Pendiri Yang tidak harus mengikuti ajaran Brahmana
Dari tlatah Hindia Atau dari Syangka Atau dari Tartar Akulah Raja yang menentukan
merah atau putih, hitam atau biru
Dari atas takhtaku Aku melihat Tanah Jawa telah lama menelan para Brahmana
dan memuntahkan dalam tata krama Jawa
Aku yang mewarisi Dan meneruskan Untuk putraku Hanya untuk putraku Tampan, putih, bercahaya Kala Gemet yang akan meraih kuasa, kodrat, kemenangan Yang sempurna
Tak ada bayangan yang menyamai
Tak ada yang lebih tampan dan bercahaya
Semua hanya pembantu Juga para senopati, para prajurit, para pendeta Dan para ksatria
Para ksatria adalah abdi yang setia
Mengabdi Raja, mengabdi Keraton
Itu kewajiban ksatria Pun jika bernama Upasara Wulung
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebab Raja tak boleh mengotori tangan dan jarinya Sebab para ksatria
Hanya bisa mengabdi Mengikuti, menyembah, dan berbakti
Pun jika bernama Upasara Wulung
Senopati Pamungkas dalam Perang Tartar
Yang menguasai Kitab Bumi
Tetap abdi Akulah Raja, yang bakal menurunkan Raja
Sebab Raja adalah titisan Dewa Yang Maha dewa Sebab hanya Raja yang membuat dan membaca
Kidungan Para Raja .... Raja bersungut kecil. "Tahukah kamu, permaisuriku, betapa Baginda gundah ketika berhadapan dengan Upasara Wulung" Yang mencari pembenaran asmara dan kuasa dalam kodrat"
"Tahukah kamu, permaisuriku, betapa aku tak gentar sedikit pun memilihmu, mencari pengganti Rajadewi dan Tunggadewi"
"Aku tak punya kegelisahan kerdil."
Raja menunduk, mencium kening Praba Raga Karana.
Kertas di tangannya teremas.
Justru saat itu terbaca baris-barisnya.
Yang membuat Raja menahan napas. Bibirnya membentuk garis keras.
Akulah Raja Pendiri Yang mewariskan takhta Ketika Dewa belum siap sedia
Aku kembali ke Simping Dunia perjalananku yang abadi
Sebab aku telah menguasai
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Raja Keraton, Raja Keluarga, Raja Perang, Raja segalanya Di sanggar pamujan
Kutemukan diriku Raja Pendiri tanpa tanding
Itu sudah melebihi Raja mana pun
Kutinggalkan jagat Kuucapkan selamat Tak ada lagi diriku Meskipun masih bisa kamu lihat dan rasa
Itu bukan lagi Aku Tapi kebesaranku Telah kuucapkan selamat, moksa
Tinggal kebesaranku tiada tara
Selamanya... Raja mendesis lirih. Berubah menjadi keras.
"Permaisuriku, apakah yang meninggalkan Keraton itu bukan Baginda"
"Apakah Baginda telah moksa"
"Apakah yang diperebutkan di Lodaya tepian Brantas bukan Baginda tapi kebesarannya"
"Apakah semua ini bekas-bekas kebesaran Baginda?"
Mata Raja Jayanegara membelalak.
Di luar dugaannya, Praba Raga Karana mengangguk.
"Praba!" Teriakan Raja mengguntur.
"Permaisuriku!"
Teriakan yang demikian keras, mau tidak mau memaksa para dayang berdesakan di mulut pintu. Mereka kuatir jangan-jangan Permaisuri Praba Raga Karana mengalami sesuatu yang...
Empat puluh dayang yang berjongkok dalam jajaran panjang berderet di depan pintu hanya sesaat memandang, lalu menunduk.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tapi dalam sesaat itu seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya.
Praba Raga Karana tampak menggerakkan lehernya. Tangannya!
Raja melihat Praba Raga Karana berusaha duduk, turun ke lantai, dan menyembah kakinya.
"Praba!" "Raja sesembahan semua kawula tanah Jawa.
"Hamba telah sembuh. Berkat sabda Raja.
"Adalah benar bahwa sesungguhnya Baginda telah menuju jagat yang abadi, ketika mewariskan takhta kepada Raja.
"Sejak saat itu yang kita lihat, kita temui, adalah kebesarannya."
Praba Raga Karana menyembah.
Kidung Kebesaran Baginda RAJA benar-benar terpesona.
Juga masih tak sepenuhnya sadar ketika turun dari pembaringan, jongkok di lantai, dan memeluk Praba. Memeluk kencang.
"Dewa Jagat Batara. "Umumkan kepada seluruh Keraton agar berpesta pora selama empat puluh hari empat puluh malam tanpa henti.
"Perintahkan sekarang juga.
"Jabung Krewes, catat perintahku.
"Barang siapa tidak bersenang-senang akan dihukum, akan dipidana tanpa ampunan.
"Umumkan sekarang juga.
"Bunyikan genderang. Tabuh semua bunyi-bunyian kegembiraan."
Raja merenggangkan pelukannya.
Di luar teriakan kegembiraan diumumkan secara bersambung dari mulut, dari bunyian, dari gerakan. Angin mengalir dengan keras, dengan kencang. Tak ada rumput dan dedaunan yang tidak terusik oleh kabar sangat luar biasa.
Permaisuri Praba Raga Karana telah sembuh.
Sehat seperti sediakala. Segala puja dan puji hanya untuk kebesaran Raja.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat itu juga empat puluh dayang menyediakan air wewangian untuk mandi, untuk keramas, untuk membersihkan kuku, menyiapkan pakaian kebesaran, menata semua keperluan yang ada.
Raja masih berada di tempatnya.
Duduk di ranjang kayu berukir warna emas.
Praba Raga Karana masih bersimpuh.
"Permaisuriku. "Apakah ini yang dinamakan keajaiban?"
"Keajaiban Raja yang membawa berkah bahagia bagi umatnya."
"Raja atau Baginda?"
Kalimatnya menjadi bergolak.
Kedua tangan Raja terkepal erat.
"Permaisuriku. "Aku tak tahu, apakah yang meninggalkan Keraton menuju Simping hanyalah bayangan yang ada dalam diri kita. Apakah Baginda sudah moksa atau menyusun Kidungan Para Raja kemudian, untuk membenarkan, untuk menyucikan diri.
"Aku tak mau tahu. "Permaisuriku. "Aku hanya ingin mengerti, apakah mukjizat Dewa yang membuatmu sembuh secara tiba-tiba karena pengaruh kidungan?"
Praba tetap menunduk. Luruh ke bawah pandangannya.
"Hamba tak bisa menjawab, Raja sesembahan...."
"Kamu yang merasakan, permaisuriku.
"Katakan." "Hamba, hamba... "Hamba mendengar suara Raja sesembahan ketika membaca kidungan...."
"Suara Ingsun atau suara Baginda?"
"Hamba belum pernah mendengar suara Baginda."
Jawaban yang sangat sederhana.
Tak ada yang bisa membantah. Praba Raga Karana, sebelum memakai nama tersebut adalah abdi dalem yang sangat jauh jaraknya dalam tata krama kepangkatan. Sehingga jangan kata mendengar suara Baginda,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
bisa mencium bau bunga yang bekas diinjak pun rasanya sudah istimewa.
Sederhana. Menunjukkan bahwa suara Raja yang didengar. Tapi tidak menjelaskan.
Tidak menjelaskan kebanggaan dan kepuasan Raja. Karena kalau benar ada keajaiban-dan agaknya tak ada kemungkinan lain yang bisa menerangkan-itu karena kebesaran Baginda.
Praba menyadari, mengalami sendiri, sesuatu yang aneh dalam tubuhnya. Sejak ditotok nadi kepekaannya oleh Halayudha, Praba Raga Karana seolah tiga perempat mati. Rasa yang dimiliki tak ada lagi.
Kehendak untuk ini atau itu, sekadar mengangkat tangan atau mengedipkan mata atau bahkan menelan ludah, tak bisa dilakukan seperti kemauannya.
Kalau bisa menelan ludah, itu seakan terjadi dengan sendirinya.
Selebihnya hanya telentang dengan pandangan nyalang.
Pendekar Bodoh 16 Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 8