Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 26

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 26


Harya Wisaka itu memburu dan menyerang mereka saling
berhadapan. Seorang pencari jejak berada di paling depan. Dengan obor
di tangan orang itu mengikuti jejak prajurit Pajang yang keluar dari padukuhan.
"Mereka memencar" berkata pencari jejak itu.
"Satu usaha untuk mengaburkan jejak mereka. Ikuti jejak
yang terbanyak" Pasukan yang besar itupun kemudian bergerak mengikuti
pencari jejak yang maju perlahan-lahan. Beberapa orang di
antara mereka menjadi hampir kehabisan kesabaran. Tetapi
mereka tidak dapat berjalan lebih cepat dari pencari jejak itu.
Namun akhirnya orang-orang yang hampir tidak sabar itu
berkata, "Mereka pasti pergi ke hutan. Jika kita tidak cepat, mereka mungkin sudah pergi lagi. Kita akan kehilangan makan
malam kita" Mereka memang berjalan lebih cepat. Tetapi setiap kali
pencari jejak itu harus merunduk mengamati jejak yang
nampaknya semakin lama semakin banyak. Yang semula
memencar, mulai bergabung kembali.
"Kita tidak sangsi lagi. Mereka pasti berada di hutan itu.
Kita akan mengamati jejak lagi setelah kita sampai ke tepi
hutan. Mudah-mudahan mereka masih berada disana"
"Matikan obor. Kita jangan terjebak lagi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana aku dapat mengamati jejak jika obor itu
dimatikan" "Tetapi kita tidak terlalu dungu dengan menunjukkan
kepada para prajurit itu, bahwa kita datang menghampiri
mereka" "Mereka tentu sudah memperhitungkan bahwa kita akan
memburu" jawab pencari jejak itu.
"Tetapi tidak sedungu dengan obor di tangan"
Akhirnya orang yang menyebut dirinya Ki Bekel itulah yang
memerintahkan memadamkan obor.
Pasukan para pengikut Harya Wisaka itu bergerak lebih
cepat. Mereka tidak mau kehilangan prajurit Pajang yang telah
menghancurkan pasukan para pengikut Harya Wisaka itu di
Jurangjero. Ketika mereka kemudian mendekati hutan, maka mereka
menjadi semakin hati-hati. Pencari jejak itu mencoba untuk
melihat jejak para prajurit itu dalam kegelapan. Dicobanya
untuk mengamati ranting-ranting pohon perdu yang patah.
Jejak kaki di tanah yang lembab.
Tetapi setiap kali pencari jejak itu mengusap matanya.
Katanya, "Aku dapat menjadi juling karenanya"
"Persetan dengan matamu" sahut seorang pengikut Harya
Wisaka yang bertubuh tinggi.
Pencari jejak itu menarik nafas dalam-dalam, seakan-akan
ingin mengendapkan kata-kata tajam dari orang bertubuh
tinggi itu di dalam dasar hatinya, agar hatinya tidak bergejolak karenanya.
Demikianlah pasukan itu bergerak terus sehingga akhirnya
mereka sampai ke hutan itu.
Pencari jejak itu yakin, bahwa para prajurit Pajang itu telah
pergi ke hutan itu pula. Tetapi pencari jejak itu kemudian
telah kehilangan arah. Tanah yang basah, setumpuk sampah
dedaunan kering dan ranting-ranting patah, dahan dan pokok
kayu yang roboh, menjadikan pencari jejak itu agak kesulitan.
Apalagi di dalam gelapnya hutan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi mereka masuk ke dalam hutan ini?" bertanya orang yang disebut Ki Bekel.
"Ya. Mereka berada di hutan ini"
Orang yang disebut Ki Bekel itu menggeram. Ia tidak dapat
memerintahkan orang-orangnya untuk menyusul masuk ke
dalam hutan. Jika demikian, ia akan dapat mengulangi
peristiwa di Jurangjero. Para prajurit Pajang itu akan dapat
menyergap mereka dengan tiba-tiba dari balik pepohonan dan
gerumbul-gerumbul liar. Mungkin sebagian mereka telah
memanjat pohon-pohon yang tumbuh di hutan itu dan siap
meloncat sambil mengayunkan senjatanya.
Namun dipanggilnya seorang kepercayaannya dan pencari
jejak untuk berbicara. "Jangan masuk" berkata pencari jejak itu. "Aku yakin mereka ada di dalam hutan ini. Sangat berbahaya jika
sekarang kita masuk ke dalamnya"
"Jadi kita biarkan mereka lepas dari tangan?"
Kepercayaan orang yang disebut Ki Bekel itu menyahut,
"Kita tunggu sampai esok. Besok, begitu matahari terbit, kami akan menyusul masuk ke dalam hutan"
"Orang-orang yang kita kejar itu sudah berada di seberang hutan. Kita tidak akan sempat memburunya" jawab Ki Bekel.
"Itu lebih baik daripada anak-anak kita dihancurkan lagi
seperti yang terjadi di Jurangjero"
"Aku juga berpikir seperti itu. Tetapi rasa-rasanya hati ini tidak rela jika makanan yang sudah ada di dalam mulut ini
tumpah kembali" "Orang-orang kitalah yang dungu. Seharusnya pasukan
yang jumlahnya hampir seratus orang itu tidak dapat
meninggalkan padukuhan tanpa diketahui. Mungkin satu dua
orang dapat luput dari pengawasan. Tetapi hampir seratus
orang. Hampir tidak masuk akal"
"Menilik jejak mereka, para prajurit itu justru menyebar
melintasi halaman-halaman dan kebun-kebun yang gelap,
kemudian meloncati dinding di beberapa tempat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apapun yang mereka lakukan, tetapi sedemikian banyak
orang dapat lolos dari pengawasan"
"Jadi sekarang apa sebaiknya yang kita lakukan?"
"Kita kembali ke padukuhan. Rencana jebakan yang sudah
kita susun dengan rapi itu ternyata sia-sia"
"Kita beristirahat disini sebentar. Mungkin ada sesuatu yang menarik perhatian" berkata kepercayaan Ki Bekel itu
kemudian. Orang yang disebut Ki Bekel itu mengangguk. Katanya,
"Perintahkan untuk mengawasi keadaan. Jangan sampai kita
dirunduk dan diterkam di punggung dan mati sebelum sempat
mengangkat senjata" Kepercayaan Ki Bekel itupun telah memanggil beberapa
orang pemimpin kelompok. Diperintahkannya untuk
mengadakan pengawasan yang ketat.
"Kita beristirahat sebentar disini"
Namun dalam pada itu, kepercayaan orang yang disebut Ki
Bekel itu telah membawa tiga orangnya yang terbaik untuk
masuk ke dalam hutan bersama pencari jejak itu. Mungkin
mereka menemukan sesuatu di dalam hutan itu.
Tetapi ternyata mereka tidak menemukan sesuatu.
Akhirnya kepercayaan Ki Bekel itu terhenyak duduk di
sebelahnya sambil berdesis, "Tidak ada tanda-tanda apapun yang dapat kita kenali"
"Marilah kita pulang"
Demikianlah, pasukan yang jumlahnya dua kali lipat dari
para prajurit Pajang itu bergerak kembali ke padukuhan.
Mereka menjadi sangat kecewa. Dengan rapi mereka
menyusun jebakan. Para prajurit Pajang itu sudah masuk ke
dalam jebakan mereka, tetapi akhirnya sia-sia.
Perjalanan kembali ke padukuhan itu jauh lebih cepat dari
perjalanan mereka memburu para prajurit Pajang. Mereka
tidak perlu lagi mengamati jejak.
Beberapa orang di antara mereka mengumpat-umpat di
perjalanan pulang. Seorang yang bertubuh raksasa
menggeram, "Golokku sudah haus darah prajurit-prajurit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pajang. Seorang saudara sepupuku terbunuh atau mungkin
terluka parah di Jurangjero. Aku ingin membalas dendam. Nilai
adikku itu sama dengan lima kepala prajurit Pajang"
"Jika sepupumu itu terluka, mungkin ia masih akan dapat
hidup" desis kawannya. "Menurut pendengaranku, kawan-
kawan kita yang terluka mendapat perawatan yang baik di
Jurangjero. Orang-orang Jurangjero tidak berani berbuat
semena-mena, karena mereka sadari, bahwa jika pasukan
Pajang itu pergi, mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa
lagi" "Persetan dengan orang-orang Jurangjero. Tetapi sepupuku
itu tidak sempat keluar dari Jurangjero. Aku harus membalas
dendam kepada prajurit-prajurit Pajang itu"
Tiba-tiba saja seorang yang lain berkata, "Jika kau
kehilangan saudara sepupumu, aku kehilangan adikku yang
bungsu. Adikku yang sangat lucu di masa kanak-kanaknya.
Akulah yang menyuapinya. Sayang, aku tidak berada di
Jurangjero saat prajurit-prajurit Pajang itu dengan licik
menyergapnya" Seorang kawan mereka sama sekali tidak tertarik pada
pembicaraan itu. Ia masih saja berjalan sambil menundukkan
kepalanya. Di tangannya dijinjingnya tombak pendeknya.
Berbeda dengan kawan-kawannya yang berbincang dengan
lontaran nada dendam itu, maka orang yang berjalan dengan
kepala tunduk dan menjinjing tombak pendek itu merasa
beruntung, bahwa pasukannya itu tidak bertemu dengan para
prajurit Pajang. Orang itu mengalami sendiri betapa ganasnya
pertempuran di Jurangjero. Meskipun ia memiliki pengalaman
yang cukup, namun pertempuran di Jurangjero itu terasa
sangat mencengkam. Rasa-rasanya orang itu tidak ingin lagi bertemu dengan
sekelompok prajurit-prajurit Pajang yang ditemuinya di
Jurangjero. Pasukan yang dipimpin langsung oleh Ki Gede
Pemanahan. Dalam pada itu, di padukuhan di depan mereka sudah
terdengar ayam jantan berkokok bersahutan. Meskipun malam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih gelap, tetapi sudah mulai terasa suasana dini. Beberapa
saat lagi, fajar akan menyingsing.
Seorang yang bertubuh gemuk menguap sambil berdesis,
"Aku mengantuk sekali"
"Masih ada bulak panjang di balik padukuhan itu"
"Ya. Menjemukan sekali"
"Ya. Lebih baik kita bertempur. Udara dingin ini tidak akan merasuk sampai ke tulang. Aku ingin membuktikan ceritera
orang tentang keganasan prajurit-prajurit Pajang itu"
Kawannya yang gemuk itu tidak menyahut. Tetapi ia justru
menguap lagi tanpa menutupi mulutnya dengan tangannya.
Namun orang itu mengumpat-umpat karena seekor binatang
telah masuk ke dalam mulutnya.
Rasa-rasanya malas sekali berjalan di dini hari. Jika saja
mereka berada di padukuhan, maka mereka dapat tidur
nyenyak melingkar dengan berselimut kain panjang.
Namun yang tidak mereka duga-duga telah terjadi.
Selagi pasukan itu berjalan bermalas-malas, maka tiba-tiba
saja dari balik tanaman yang hijau di sawah, beberapa orang
muncul sambil mengangkat busur.
Tiba-tiba saja anak panahpun meluncur seperti hujan dari
sebelah-menyebelah jalan di bulak itu sebelum mereka
memasuki mulut padukuhan.
Beberapa orang langsung terpelanting jatuh tanpa sempat
menarik senjatanya. Beberapa orang terluka dan beberapa
orang lagi justru berlindung di balik tubuh kawan-kawannya.
Serangan yang tiba-tiba itu sangat mengejutkan mereka.
Tetapi orang yang disebut Ki Bekel itu tidak segera kehilangan akal. Dengan lantang iapun berteriak, "Masuk ke padukuhan.
Cepat" Orang-orang itu tidak berpikir panjang. Dengan memasuki
padukuhan, maka serangan anak panah itu tidak akan dengan
mudah mengenai tubuh mereka.
Dengan serta-merta pasukan itupun bergerak ke
padukuhan yang tinggal beberapa langkah saja di hadapan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka. Sementara itu, serangan beberapa orang dari sebelah
menyebelah jalan itu masih saja berlangsung.
Orang yang disebut Ki Bekel itupun telah berlari masuk
regol padukuhan. Demikian ia terlindung, maka iapun
berteriak, "Menyebar. Dekati mereka dari beberapa arah.
Berhati-hatilah terhadap orang-orang gila yang menaburkan
anak panah itu" Orang-orang yang berada di bawah perintahnya itupun
segera menyusup ke dalam padukuhan. Mereka meloncati
dinding halaman dan menyebar. Mereka harus mengambil
ancang-ancang untuk menyerang orang-orang yang
bersenjata busur dan anak panah itu.
"Jumlah mereka tidak terlalu banyak" berkata orang yang
disebut Ki Bekel itu. "Bukan jumlah mereka tidak terlalu banyak. Tetapi agaknya hanya sebagian kecil saja dari mereka yang membawa busur
dan anak panah" "Berhati-hatilah. Prajurit-prajurit Pajang yang gila itu telah mendahului kita dan menunggu kita disini"
"Jumlah mereka tidak terlalu banyak. Kekuatan kita dua kali lipat. Ternyata mereka terlalu bodoh untuk menunggu kita
disini, sehingga kita mendapat kesempatan untuk
menghancurkannya" Dalam waktu dekat anak buah orang yang disebut Ki Bekel
itu telah menyebar. Mereka bersiap untuk berlari menyerang
orang-orang yang berada di sawah dan menyerang mereka
dengan anak panah. Namun dalam pada itu, beberapa orang di antara mereka
telah terbaring diam di tengah jalan beberapa langkah dari
mulut jalan itu. Yang lain masih sempat mengerang, sedang
ada pula di antara mereka yang masih berusaha merangkak
masuk regol padukuhan. Sementara anak buah Ki Bekel itu memencar, masih saja
meluncur beberapa anak panah ke arah mereka. Tetapi anak
panah itu tidak berbahaya lagi. Dinding padukuhan serta
pepohonan merupakan pelindung yang baik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Para prajurit Pajang itu benar-benar sudah menjadi gila"
berkata salah seorang di antara mereka. "Mereka masih saja menyerang dengan anak panah pada kedudukan kita
sekarang" Serangan-serangan yang masih saja meluncur dari sawah
itu memang menimbulkan kecurigaan orang yang disebut Ki
Bekel itu. Rasa-rasanya para prajurit Pajang memang tidak
terlalu bodoh untuk menyerang terus setelah para pengikut
Harya Wisaka itu berada di dalam dinding padukuhan.
"Apakah mereka ingin menahan agar kita tidak menyerang
mereka?" desis kepercayaan orang yang disebut Ki Bekel itu.
"Mungkin. Tetapi itu satu sikap yang dungu. Tetapi ada
maksud lain. Berhati-hatilah"
Namun para pengikut Harya Wisaka itu tidak sempat
mengurai peristiwa itu lebih jauh. Ketika serangan-serangan
anak panah dari sawah itu menjadi semakin deras, maka tiba-
tiba saja satu-satu para pengikut Harya Wisaka itu terlempar
jatuh dengan luka menembus jantung.
Para prajurit Pajang sempat merunduk mereka justru saat
perhatian mereka tertuju kepada para prajurit Pajang di
tengah-tengah sawah.

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tikaman dari belakang yang tiba-tiba itu memang sangat
mengejutkan. Beberapa orang tidak sempat membela diri.
Sementara itu gelombang serangan yang lebih besar telah
datang pula. Para pengikut Harya Wisaka itu memang sempat menjadi
bingung. Tiba-tiba saja para prajurit Pajang itu telah berada di antara mereka. Tanpa jarak.
Pertempuranpun segera terjadi dengan sengitnya. Tetapi
ketidaksiapan para pengikut Harya Wisaka sangat
berpengaruh. Meskipun jumlah mereka lebih banyak, tetapi
mereka sama sekali tidak mapan.
Dalam pada itu, para prajurit Pajang yang berada di sawah
telah berlari-lari ke padukuhan. Merekapun segera berloncatan
masuk padukuhan. Mereka telah meletakkan busur dan anak
panah mereka. Tetapi di tangan mereka tergenggam pedang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Serangan yang tiba-tiba itu telah merusak ketahanan jiwa
para pengikut Harya Wisaka. Apalagi mereka yang pernah
mengalaminya di Jurangjero. Hati mereka yang sudah cacat
itu, segera menjadi kabur dan bahkan tidak tahu apa yang
sebaiknya dilakukan. -ooo00dw00ooo- Jilid 24 ORANG yang disebut Ki Bekel itu dengan darah yang
mendidih telah mengerahkan kemampuannya. Tetapi di
hadapannya berdiri seorang anak muda dengan tongkat kayu
di tangannya. "He, apa yang kau lakukan disini?"
"Pertanyaan yang aneh" desis Paksi.
"Kau bawa tongkat yang nampaknya baru saja kau potong
dari turus pagar halaman rumah sebelah. Apakah kau
kehilangan senjatamu" Bukankah di medan pertempuran ini
banyak tergolek senjata yang terlepas dari tangan mereka
yang terbunuh atau terluka berat?"
"Aku sudah terbiasa dengan tongkatku ini"
"Nampaknya kau memang sedang membunuh diri"
Tiba-tiba Paksi itupun menggeram, "Menyerahlah. Kau
masih mempunyai kesempatan. Bukankah kau pemimpin dari
pasukanmu yang sedang mengalami kesulitan ini?"
"Persetan dengan kelicikanmu. Di Jurangjero kalian
merunduk dari persembunyian seperti seekor ular. Kenapa
prajurit Pajang tidak berani menyerang beradu dada?"
"Kenapa kau berusaha menjebak kami" Apakah itu bukan
satu perbuatan yang licik?"
"Persetan. Tataplah langit untuk yang terakhir kalinya.
Sebentar lagi fajar akan merekah. Tetapi kau tidak akan
sempat melihatnya" Paksi tidak menjawab. Tetapi tongkatnya mulai berputar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah merekapun segera bertempur. Orang yang
disebut Ki Bekel itu telah mengerahkan kemampuannya.
Kemarahannya terasa telah membakar seluruh isi dadanya.
Namun ternyata bahwa ilmu orang yang disebut Ki Bekel itu
tidak mampu mengimbangi ilmu Paksi. Dengan segera orang
itupun telah terdesak. Tetapi kelebihan jumlah orangnya memungkinkannya untuk
bertempur berpasangan. Orang kepercayaan Ki Bekel itupun
segera datang membantu. Melawan kedua orang lawannya,
Paksi harus meningkatkan kemampuannya. Namun ternyata
bahwa ilmunya masih mampu menguasai kedua orang
lawannya, sehingga keduanya telah terdesak pula.
Tetapi Paksi terkejut ketika tiba-tiba saja sebuah tombak
pendek meluncur ke arahnya. Dengan cepat Paksi berusaha
untuk mengelak. Tetapi tombak yang meluncur dari kegelapan
dan begitu tiba-tiba itu sempat menggores lengannya.
Dengan cepat Paksi meloncat surut. Ketika ia meraba
lengannya terasa cairan yang hangat membasahi jari-jarinya.
Kemarahan Paksilah yang kemudian naik ke kepala.
Sementara itu, orang yang disebut Ki Bekel dan
kepercayaannya itupun telah menyerang bersama-sama.
Paksi yang terluka di lengannya itu terdesak sesaat. Namun
dengan menghentakkan kemampuannya, maka dengan cepat
Paksi berhasil memperbaiki keadaannya. Ketika Ki Bekel
meloncat menyerang langsung kepadanya, maka Paksipun
bergeser ke samping. Tetapi kepercayaan Ki Bekel itu tidak memberinya
kesempatan. Senjata telah terayun menebas ke arah leher.
Paksi sempat merendahkan diri, mengelak dari serangan
orang itu. Tetapi pada saat yang bersamaan, senjata Ki Bekel
itulah yang terjulur lurus ke arah dada.
Paksi tidak sempat mengelak. Tetapi dengan cepat ia
memukul senjata Ki Bekel itu demikian kerasnya, sehingga
senjata itu terangkat. Hampir saja senjata Ki Bekel itu terlepas dari tangannya. Dengan susah payah ia mempertahankan
senjatanya itu, sementara tangannya terasa sangat pedih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak melepaskan kesempatan itu. Tongkatnyapun
terayun dengan derasnya. Bahkan oleh kemarahan yang
membakar jantungnya, maka Paksi telah menghentakkan
seluruh tenaganya. Tongkat Paksi itu telah menghantam lambung orang yang
disebut Ki Bekel itu. Terdengar Ki Bekel itu mengaduh kesakitan. Namun ketika
Ki Bekel itu sedang membungkuk sambil menekan
lambungnya yang terasa sakit, maka tongkat Paksi telah
memukul tengkuk Ki Bekel itu.
Ki Bekel itupun jatuh tersungkur. Tanpa sempat
menggeliat, Ki Bekel itupun telah menghembuskan nafasnya
yang terakhir. Agaknya tulang tengkuknya telah dipatahkan
oleh tongkat Paksi. Kepercayaan Ki Bekel yang melihat keadaan pemimpinnya,
tiba-tiba saja seperti orang yang kehilangan pegangan.
Hampir di luar sadarnya, bahwa dari mulutnya telah terlontar
isyarat untuk mengundurkan diri dari pertempuran. Isyarat
itupun segera disahut oleh para pemimpin kelompok yang
masih tersisa. Demikianlah, ketika cahaya matahari mulai membayang di
langit, maka para pengikut Harya Wisaka itupun telah larut
dari medan pertempuran. Mereka meninggalkan korban yang
cukup banyak. Antara lain mereka yang terbunuh sebelum
sempat memasuki padukuhan dengan anak panah menembus
dada mereka. Demikian matahari terbit, maka para prajurit Pajang itu
sempat berkumpul di luar regol padukuhan untuk mengetahui,
berapakah korban yang harus mereka berikan.
Tiga orang telah gugur. Lebih dari lima belas orang terluka
termasuk Paksi. Tiga orang di antara mereka terluka agak
parah "Jumlah kita semakin menyusut" berkata Raden
Sutawijaya. "Sementara itu, kita belum menemukan Harya Wisaka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang memimpin pasukan ini bukan Harya Wisaka" berkata
Paksi yang telah mengakhiri perlawanan orang yang disebut Ki
Bekel itu. Sementara para prajurit Pajang itu bertempur, seorang
petugas sandi telah melacak ke padukuhan tempat para
pengikut Harya Wisaka itu menjebak para prajurit Pajang.
Tetapi sejak semula Harya Wisaka tidak ada di padukuhan itu.
Tetapi menurut keterangan seorang prajurit yang terluka
yang dapat tertangkap, Harya Wisaka memang ada di
padukuhan itu. Namun pada saat terakhir, Harya Wisaka
dikawal oleh sepuluh orang pengawal khususnya telah
meninggalkan padukuhan itu.
Seperti di Jurangjero, maka prajurit Pajang itu telah
menghubungi penghuni padukuhan itu. Mereka menitipkan
para pengikut Harya Wisaka yang terluka dan tidak dapat
melarikan diri dari pertempuran.
Dibantu oleh para penghuni padukuhan, maka para prajurit
Pajang itu telah memakamkan kawan-kawan mereka yang
gugur serta para pengikut Harya Wisaka yang terbunuh.
"Apakah kita akan menyusul para pengikut Harya Wisaka di
padukuhan tempat mereka berusaha menjebak kita?"
bertanya Pangeran Benawa kepada Raden Sutawijaya.
"Tidak. Kita tidak akan menyusul mereka. Kita akan
menunggu disini. Kita percayakan arah perjalanan kita
selanjutnya kepada para petugas sandi"
"Lalu, kita akan pergi ke mana?"
"Kita akan tinggal disini semalam, sementara para petugas
sandi akan mencari arah, kemana kita akan pergi"
Ki Gede Pemanahanpun kemudian telah memerintahkan
seluruh pasukan itu untuk beristirahat di padukuhan itu.
Sebenarnyalah para penghuni padukuhan itu, termasuk Ki
Bekel, menjadi cemas atas peristiwa yang terjadi di
padukuhannya. Tetapi seperti kepada orang-orang di
Jurangjero, Ki Gede Pemanahan minta agar orang-orang
padukuhan itu bersikap baik terhadap para pengikut Harya
Wisaka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka memang pemberontak. Tetapi kami tidak dapat
membantai mereka yang terluka itu. Biarlah mereka kalian
rawat dengan baik, agar kawan-kawan mereka tidak
mendendam. Sedangkan kawan-kawan kami yang terluka akan tetap
bersama kami. Kami tidak dapat meninggalkan mereka disini"
"Tetapi ada di antara mereka yang terluka parah"
"Apaboleh buat"
Hari itu. Ki Gede Pemanahan dan pasukannya tetap berada
di padukuhan itu. Ki Bekel di padukuhan itupun telah
menyediakan makan dan minum bagi para prajurit Pajang itu
serta bagi orang-orang yang terluka. Dua orang tabib
berusaha merawat orang-orang yang terluka itu.
Seperti pesan Ki Gede Pemanahan kepada Ki Bekel, maka
orang-orang padukuhan itu bersikap baik terhadap para
pengikut Harya Wisaka yang terluka, agar mereka tidak
mendendam kepada para penghuni padukuhan itu.
Lewat tengah hari, barulah para prajurit dapat beristirahat.
Tetapi Raden Sutawijaya tidak ingin pasukannya yang
dirunduk oleh para pengikut Harya Wisaka. Karena itu, maka
beberapa orang prajurit bergantian mengawasi setiap penjuru
di luar padukuhan. Bahkan di malam hari para pengawas itu
selalu berada di tempat mereka bergantian.
Tetapi para pengikut Harya Wisaka yang parah itu tidak
datang untuk menyerang kembali para prajurit Pajang yang
ada di padukuhan itu. Dalam pada itu, di tengah malam, seorang petugas sandi
telah datang memberikan laporan, bahwa pasukan Harya
Wisaka itu telah meninggalkan padukuhan yang direncanakan
untuk menjebak para prajurit Pajang. Mereka bergabung
dengan kelompok kecil pasukan Harya Wisaka yang lain.
Tetapi agaknya mereka tidak berniat untuk mengadakan
serangan balasan. "Tetapi kami mohon pasukan ini jangan bergerak dahulu
esok pagi" "Kenapa?" bertanya Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada gerakan pasukan lain, Raden"
"Pasukan lain" Maksudmu" Pasukan baru dari para
pengikut Harya Wisaka yang dipimpin langsung oleh Harya
Wisaka?" "Tidak, Raden. Kami belum tahu pasti. Tetapi bukan
pasukan Harya Wisaka. Mungkin mereka orang-orang dari
perguruan yang tentu saja masih belum dapat melupakan
cincin kerajaan yang mereka cari itu"
"Berapa kekuatan mereka?"
"Kami belum tahu. Kawanku itu sedang mencari keterangan
lebih jauh. Tetapi sebaiknya pasukan ini tetap berada disini"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Besok kita masih akan berada disini. Kami menunggu
perkembangan keadaan"
Tetapi petugas sandi itupun kemudian telah minta diri lagi
untuk meninggalkan padukuhan itu untuk mencari keterangan.
"Kau dan kawan-kawanmu juga perlu beristirahat. Jangan
terlalu letih. Jaga ketahanan wadagmu"
"Tidak apa-apa, Raden. Kami sudah terbiasa"
"Dalam keadaan yang lain, kau tentu tidak sesibuk
sekarang. Padahal kesibukanmu bukan sekedar mengerahkan
tenaga wadagmu, tetapi juga penalaranmu. Sedangkan
taruhannya adalah nyawamu. Ketegangan-ketegangan yang
mencengkammu akan dapat mengganggumu"
"Jika keadaan memungkinkan, kami akan beristirahat
dimanapun kami sedang berada"
Raden Sutawijaya tidak dapat menahan prajurit sandi itu.
Sejenak kemudian prajurit sandi itu sudah pergi lagi
meninggalkan padukuhan. Malam itu, Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa telah
menemui Ki Bekel dan memberitahukan bahwa pasukannya
akan menunda keberangkatannya.
"Silahkan, Raden. Silahkan. Kami sama sekali tidak merasa
berkeberatan" "Tetapi selama kami disini, kami menjadi beban Ki Bekel"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak apa-apa, Raden. Kami masih mempunyai persediaan
cukup di lumbung-lumbung kami"
"Terima kasih atas kebaikan hati Ki Bekel"
Dalam pada itu, para petugas sandipun telah menjalankan
tugas mereka dengan baik. Mereka berusaha untuk
mengetahui gerakan pasukan yang semula tidak mereka kenal
itu. Pasukan itu tentu bukan pasukan para pengikut Harya
Wisaka. Sementara itu, para petugas sandi itupun telah berhasil
melacak pasukan Harya Wisaka itu pula. Namun agaknya
pasukan Harya Wisaka itupun sudah mengetahui, bahwa ada
gerakan lain yang berkeliaran di daerah itu.
Pasukan Harya Wisaka yang telah bergabung itu
menempati sebuah padukuhan yang cukup besar. Para
petugas sandi mendapat keterangan bahwa pasukan itu
dipimpin langsung oleh Harya Wisaka.
Dua orang prajurit sandi yang datang menghadap Raden
Sutawijaya di hari berikutnya menjelang senja, telah
melaporkan keberadaan pasukan itu.
"Tetapi kami mohon Raden tidak membawa pasukan ini
mendekati pasukan Harya Wisaka"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa?" "Nampaknya pasukan yang masih belum kita kenal itu
sedang berusaha mengenali pasukan Harya Wisaka. Jika
kedua pasukan itu bergabung, maka sebaiknya kita urungkan
niat kita untuk menangkap Harya Wisaka"
"Kenapa?" "Pasukan itu akan menjadi pasukan yang besar dan kuat"
"Apakah kita perlu melarikan diri?"
"Bukan melarikan diri, Raden. Tetapi kita tidak seperti
serangga yang menyurukkan kepala kita ke dalam api. Jika
kita mengambil sikap itu, sama sekali bukan karena ketakutan.
Tetapi atas dasar perhitungan nalar yang wajar"
Raden Sutawijaya menarik nafas dalam-dalam. Para
petugas sandi itulah yang langsung menyaksikan pasukan
yang dikatakannya itu. Merekalah yang sepantasnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberikan penimbangan apakah pasukan kecil itu berani
mengambil langkah atau tidak.
Karena itu, Raden Sutawijaya tidak membantah. Ia harus
mempercayai petugas sandi yang sudah berpengalaman itu.
Ketika hal itu kemudian dibicarakan oleh Raden Sutawijaya
dengan Pangeran Benawa dan Paksi, maka merekapun telah
mengambil keputusan untuk tidak bergerak lebih dahulu. Dan
ketika keputusan itu disampaikan kepada Ki Gede Pemanahan,
maka Ki Gedepun menyetujuinya.
Sambil memberi kesempatan kepada prajurit-prajurit
Pajang itu beristirahat, maka pasukan Pajang menunggu
perkembangan keadaan. Sementara itu yang terluka
mendapat perawatan yang sebaik-baiknya.
Ki Bekel dan orang-orang padukuhan itupun berusaha
untuk melayani para prajurit dengan sebaik-baiknya. Mereka
mencukupi segala kebutuhannya, terutama makan dan minum
mereka. Sementara itu, beberapa orang pengikut Harya
Wisaka yang terlukapun mendapat perawatan yang baik pula.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi yang harus
menunda gerakan mereka, mendapat kesempatan untuk
berbicara dengan para pengikut Harya Wisaka yang terluka.
Seorang yang berwajah jernih, berkulit kuning dan sikapnya
merendah, telah dipanggil oleh Raden Sutawijaya untuk
melakukan pembicaraan khusus ditunggui oleh Pangeran
Benawa dan Paksi. "Jadi kau sendiri belum pernah bertemu dengan Harya
Wisaka?" "Sudah, Raden" "Maksudku setelah Harya Wisaka lari dari tahanan"
"Belum, Raden" "Jadi siapakah yang selama ini memimpin pasukanmu?"
"Ki Manon. Tetapi menurut Ki Manon, Harya Wisaka ada di
pasukan yang lain. Juga pasukan yang kecil saja, yang
bergerak dengan cepat. Hari ini Harya Wisaka berada disini.
Besok Harya Wisaka sudah berada di tempat yang jauh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bahkan kadang-kadang Harya Wisaka dalam saat yang
bersamaan berada di dua tempat yang terpisah"
"Kau mulai mendongeng. Aku bukan anak-anak yang
berangkat tidur. Katakan yang sebenarnya, dimana Harya
Wisaka bersembunyi" "Aku tidak tahu, Raden. Sungguh, aku tidak tahu. Hanya
orang-orang penting sajalah yang mengetahuinya. Bahkan aku
tidak tahu ketika Harya Wisaka dan pasukan kecilnya
bermalam di padukuhan yang sama dengan padukuhan
tempat kami tinggal untuk beberapa hari. Baru kemudian aku
mendengar, bahwa yang lewat bersama pasukan kecil itu
adalah Harya Wisaka"
Raden Sutawijaya, menarik nafas dalam-dalam. Ia
mempercayai orang itu. Nampaknya orang itu jujur dan tidak
mengada-ada. Dalam pada itu, Paksipun telah bertanya pula, "Kau pernah
bertemu, berbicara atau sekedar mengetahui seorang
tumenggung yang bernama Tumenggung Sarpa Biwada?"
"Aku pernah mendengar namanya. Tetapi aku belum
pernah mengenalnya. Ia berada di dalam pasukan kecil itu
pula" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun ia tidak bertanya
lebih jauh. Pangeran Benawalah yang kemudian bertanya, "Kenapa
kau berada di dalam pasukan yang berada di bawah perintah
Harya Wisaka" Apakah kau tidak tahu bahwa Harya Wisaka
telah memberontak terhadap kekuasaan Pajang?"
"Harya Wisaka hanya ingin mengambil haknya dari Mas
Karebet yang menyebut dirinya Sultan Hadiwijaya"
"Siapapun Mas Karebet, tetapi Mas Karebet adalah
menantu Kangjeng Sultan Demak. Ia berhak untuk mewarisi
kedudukan mertuanya"
"Ada orang lain yang lebih berhak"
"Tetapi, bukankah kedudukan Kangjeng Sultan Pajang itu
sah dan pantas untuk ditegakkan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu terdiam. Ia tahu, bahwa ia berbicara dengan
putera Kangjeng Sultan Pajang itu. Tetapi Pangeran Benawa
itupun mendesak, "Bagaimana menurut pendengaranmu,
apakah Harya Wisaka lebih berhak dari Kangjeng Sultan
Pajang yang sekarang duduk di atas tahta?"
Orang itu masih tetap berdiam diri.
"Baiklah. Kau tentu tidak berani mengatakannya, karena
kau tahu aku adalah Pangeran Benawa. Tetapi bahwa kau
dengan sadar mengikuti gerakan Harya Wisaka itu, sudah
merupakan wajah dari sikapmu terhadap Kangjeng Sultan
Pajang" "Ampun, Pangeran"
"Aku tidak akan mengadili sikapmu itu"
Orang itu terdiam. Ditundukkannya kepalanya dalam-
dalam. Namun kemudian iapun berkata, "Pangeran, aku
berasal dari Jipang. Apa yang aku dengar tentang Pajang
memang berbeda dari apa yang aku saksikan. Prajurit dan
kekuasaan Pajang tidak sebengis yang aku dengar"
"Apa yang kau dengar?"
"Yang jelek-jelek"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Itu tidak mengherankan. Jika kepadamu tidak diceriterakan
yang jelek-jelek, maka kau tidak akan ikut memberontak"
"Ya. Tetapi khususnya disini aku tidak melihat kebengisan
prajurit Pajang. Mungkin karena pasukan ini dipimpin langsung
oleh Ki Gede Pemanahan, sehingga sikap dan tingkah laku
para prajuritnya terkendali"
"Mungkin. Tetapi sebaiknya jika kau sudah sembuh,
perlukan datang ke kotaraja. Kau akan melihat kehidupan
yang mapan" berkata Pangeran Benawa. Namun Pangeran
itupun berkata pula, "Tetapi aku tidak akan ingkar, bahwa
masih ada para pejabat yang melaksanakan tugasnya lepas
dari kendali. Terutama di daerah-daerah yang agak terpencil.
Tetapi itu bukan kebijaksanaan pemerintahan di Pajang. Hal
itu terjadi karena ada orang-orang yang menyalah-gunakan
kekuasaannya. Mungkin untuk mendapat keuntungan pribadi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pengikut Harya Wisaka itu tidak menjawab. Tetapi
kepalanya masih menunduk.
"Nah, jika kau sembuh nanti, apa yang akan kau lakukan"
Mencari hubungan dengan Harya Wisaka atau ingin melihat
Pajang yang sesungguhnya" Khususnya di kotaraja?"
Orang itu menggeleng. Katanya, "Aku belum tahu"
"Baiklah. Itu terserah kepadamu. Seharusnya kau ditahan.
Tetapi pelaksanaannya sulit sekali karena kami berada disini.
Kalau kau kami serahkan kepada Ki Bekel, maka akibat buruk
dapat terjadi bagi padukuhan ini. Jika kami pergi, maka
kawan-kawanmu akan datang untuk membebaskanmu
sekaligus membalas dendam kepada Ki Bekel dan penghuni
padukuhan ini, meskipun mereka sebenarnya tidak bersalah.
Karena itu, kami tidak dapat menahanmu dan kawan-
kawanmu yang terluka"
"Kenapa para prajurit Pajang tidak membunuh kami?"
"Kau tadi sudah mengatakan, bahwa mungkin karena
pasukan ini dipimpin langsung oleh Ki Gede, maka tindakan
para prajuritnya terkendali"
Orang itu menunduk lagi. "Tetapi perlu kau ketahui, bahwa para prajurit Pajang
ditempa dalam latihan-latihan yang berat, tidak untuk menjadi
pembunuh. Para prajurit Pajang di bawah pimpinan siapapun
diajari untuk berpegang pada paugeran perang"
Orang itu mengangguk-angguk.
"Baiklah" berkata Raden Sutawijaya, "biarlah orang ini
dibawa kembali kepada teman-temannya yang terluka"
Dengan pembicaraan itu, maka seakan-akan bayangan
wajah Harya Wisaka menjadi semakin kabur. Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi harus mengakui,
bahwa jalan yang mereka tempuh bukanlah satu kepastian
untuk sampai kepada Harya Wisaka itu, betapapun para
petugas sandi bekerja keras.
Tetapi ketika para petugas sandi kemudian menemui Raden
Sutawijaya, maka para petugas sandi itupun melaporkan,
bahwa jejak Harya Wisaka menjadi sulit untuk dilacak. Tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setiap kali mereka mendapat keterangan bahwa pasukan yang
mereka bayangi itu dipimpin langsung oleh Harya Wisaka.
Dalam pada itu, para petugas sandi juga masih belum
mendapatkan keterangan yang meyakinkan tentang pasukan
yang tidak dikenal itu. Agaknya pasukan Harya Wisaka juga
masih belum menentukan sikap, apakah mereka akan
membuat benturan dengan pasukan itu.
"Paman Harya Wisaka akan menghitung berulang kali untuk
membenturkan kekuatannya dengan pasukan itu. Paman
Harya Wisaka sendiri memerlukan kekuatan yang sebesar-
besarnya untuk dapat mengganggu ketertiban di Pajang dan
mengacaukan pemerintahan sebelum sampai pada saatnya
menghancurkannya" berkata Raden Sutawijaya.
Namun Raden Sutawijaya masih belum mulai bergerak lagi
sesuai dengan permintaan para petugas sandi.
Kekuatan pasukan Pajang itu ternyata tidak cukup kuat
untuk menghadapi pasukan-pasukan yang ada. Pasukan Harya
Wisakapun menjadi semakin kuat ketika dua pasukan
bergabung menjadi satu. Meskipun yang satu merupakan
pasukan kecil, tetapi bersama-sama dua pasukan itu menjadi
besar. Pasukan yang belum dikenal itupun nampaknya juga
sebuah pasukan yang besar. Mungkin gabungan dari beberapa
perguruan. Tetapi mungkin juga hanya sebuah perguruan
yang memang besar. Atau gerombolan penjahat yang ingin
memanfaatkan keadaan. Sementara itu pasukan yang dipimpin langsung oleh Ki
Gede Pemanahan itu menjadi semakin kecil. Ada yang gugur,
dan ada yang terluka, bahkan parah. Karena itu, maka
pasukan kecil itu harus menjadi lebih berhati-hati menghadapi
kemungkinan-kemungkinan di medan.
Dalam pada itu, di Pajang, para prajuritpun selalu bersiaga.
Mereka menyadari, bahwa udara Pajang terasa menjadi
semakin panas sejak hilangnya Harya Wisaka. Ada beberapa
orang tumenggung yang hilang selain Ki Tumenggung Sarpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biwada. Mereka adalah orang-orang yang bergabung dengan
Harya Wisaka. Dalam pada itu, di sebuah rumah kecil dan sederhana di
sudut kota Pajang, tiga orang sedang duduk di amben bambu
di ruang dalam rumah itu. Wajah mereka nampak
bersungguh-sungguh. Agaknya mereka memang sedang
membicarakan masalah yang sangat penting.
"Orang-orang Pajang yang dungu itu percaya, bahwa Harya
Wisaka sendirilah yang memimpin pasukan yang bergerak di
luar kota. Ki Gede Pemanahan sendiri telah turun tangan
memimpin pasukan khusus untuk memburu Harya Wisaka itu"
Ketiga orang itu mengangguk-angguk. Namun seorang di
antara mereka tersenyum sambil berkata, "Bagaimana
mungkin Pajang dapat menjadi besar di bawah pimpinan
orang-orang dungu seperti itu?"
"Kapan kita akan bertindak" Mumpung Ki Gede Pemanahan
belum pulang" "Ya. Kita harus segera bertindak. Jika Ki Gede Pemanahan
menyadari bahwa dirinya telah dikelabuhi, maka ia akan
segera pulang" "Bukankah kita ingin memasuki istana?"
"Ya. Aku akan membunuh Sultan Hadiwijaya dengan
tanganku. Jika dua orang utusan Kakangmas Harya
Penangsang pernah gagal, maka aku tidak akan gagal"
"Apakah Angger Harya Wisaka yakin bahwa kita akan dapat
memasuki istana?" "Kalau dua orang utusan Kakangmas Harya Penangsang
dapat memasuki bilik tidur Sultan Hadiwijaya, kenapa aku
tidak?" Kedua orang yang lain termangu-mangu sejenak.
Sementara itu, Harya Wisaka yang sebenarnya tidak pernah
keluar dari kota itu berkata selanjutnya, "Aku akan
membunuhnya dengan keris pusakaku sendiri"
"Kapan kita akan melakukannya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan tergesa-gesa" jawab Harya Wisaka. "Tentu saja
dalam waktu yang tidak terlalu lama agar Pemanahan yang
dungu itu masih belum sempat pulang"
"Apakah Ki Gede sekarang belum pulang?"
"Tentu belum. Pasukan kecil itu juga belum pulang. Bahkan
mungkin Ki Gede Pemanahan tidak akan pernah pulang,
karena Pemanahan akan dapat terjebak oleh kesombongannya
sendiri" "Maksud Angger?"
"Para pengikutku bukan orang-orang yang bodoh seperti
orang-orang Pajang. Mereka mempergunakan otak mereka
dengan baik. Pasukan Ki Gede Pemanahan yang kecil itu tentu
akan dapat dijebak oleh orang-orangku sehingga pasukan itu
dapat dilumatkan menjadi debu"
Kedua orang yang lainpun mengangguk-angguk.
Sementara itu Harya Wisakapun berkata selanjutnya,
"Sebenarnyalah aku masih menunggu Paman Jalamanik"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah Resi Jalamanik akan datang?"
"Ya. Paman Resi Jalamanik akan datang dalam satu dua
hari ini. Kemudian kita dan beberapa orang pilihan akan
memasuki istana" "Apakah kita akan dapat menembus para prajurit yang
bertugas?" "Kita bukan orang-orang bodoh yang hanya mengandalkan
tenaga dan kemampuan kewadagan. Karena itu aku
menunggu Paman Resi Jalamanik yang telah putus saliring
ilmu. Paman menguasai ilmu sirep dengan baik, sehingga
dengan ilmu sirep, maka penjagaan di istana akan menjadi
sangat lemah" Kedua orang yang lain mengangguk-angguk. Namun
seorang di antara merekapun bertanya, "Bagaimana dengan
Kangjeng Sultan sendiri" Apakah sirep itu akan berarti?"
"Kita tidak melontarkan sirep di siang hari. Pada waktu
Kangjeng Sultan sedang tidur, maka sirep akan membuatnya
menjadi semakin nyenyak. Kangjeng Sultan tidak akan sempat
membuat perlawanan atas sirep yang menyentuhnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga sirep itupun akan mencengkamnya seperti pada
orang lain" "Itu yang kita harapkan. Tetapi jika yang terjadi lain?"
"Apakah di antara kita tidak ada yang dapat
menghadapinya" Kangjeng Sultan memang seorang yang
memiliki ilmu yang sangat tinggi. Tetapi Resi Jalamanik juga
orang yang memiliki ilmu tidak terbatas di samping ilmu
sirepnya. Seandainya kemampuan Resi Jalamanik tidak ada
seorang pun di antara kita yang dapat membantunya"
Setidak-tidaknya aku sendiri akan dapat mengisi kekurangan
Paman Resi Jalamanik"
Kedua orang itu mengangguk-angguk pula. Namun seorang
di antara mereka bertanya, "Bagaimana kita tahu tentang Ki
Gede Pemanahan?" "Jangan bodoh. Jika pasukan kecil itu belum kembali, Ki
Gedepun tentu belum kembali"
"Jadi kerja kita sekarang menunggu Resi Jalamanik?"
"Ya" "Kita sudah kehilangan banyak waktu"
"Apakah kau dapat menggantikan peran Paman Resi
Jalamanik" Jika kau mempunyai ilmu sirep yang kuat serta
tingkat ilmumu sama dengan Paman Resi Jalamanik, aku
bersedia untuk melakukannya malam nanti"
Orang itu tidak menjawab. Meskipun demikian, di hatinya ia
tidak segera mengakui bahwa ilmunya tidak dapat menandingi
ilmu Resi Jalamanik, kecuali ilmu sirep. Orang itu memang
harus mengakui, bahwa ia tidak mempunyai kemampuan
melontarkan ilmu sirep. Namun mereka harus tunduk kepada keputusan Harya
Wisaka. Mereka harus menunggu Resi Jalamanik.
Hari itu memang merupakan hari yang sangat tegang. Di
rumah kecil dan sederhana itu Harya Wisaka mengatur
kekuatannya. Bahkan ia mampu mengendalikan pasukannya
yang berkeliaran di luar kotaraja. Setiap hari para penghubung datang menemuinya dengan seribu macam cara. Sebagian
dari mereka menyamar menjadi penjual hasil bumi di pasar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang lain membawa gerabah dengan kuda beban berkeliling
dari padukuhan ke padukuhan. Bahkan Harya Wisaka
mempunyai penghubung perempuan yang berpura-pura
berjualan nasi tumpang berkeliling dari rumah ke rumah.
Ternyata ketajaman penglihatan para petugas sandi Pajang
masih belum mampu melihat kenyataan dari orang-orang yang
menyamar itu. Mereka masih mempunyai peluang untuk
keluar masuk pintu gerbang kota.
Dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa Harya Wisaka masih
berada di dalam kota. Pasukannya sengaja melontarkan
kesan, seolah-olah Harya Wisaka telah berhasil melarikan diri
keluar kota dan memimpin langsung pasukannya yang
membuat berbagai macam kerusuhan untuk menimbulkan
keresahan di wilayah Pajang. Terutama daerah yang tidak
terlalu jauh dari kotaraja.
Ternyata yang diharapkan datang oleh Harya Wisaka itu
datang lebih cepat. Malam itu, ketika pintu rumah kecil itu
sudah tertutup rapat, maka terdengar seseorang mengetuk
perlahan-lahan. Harya Wisaka dan penghuni rumah itu yang
lain masih belum tidur. Merekapun segera bersiap menghadapi
segala kemungkinan. Namun tiba-tiba saja terdengar suara di luar, "Kali bening
iline ngidul" Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
berat iapun bertanya, "Iwake?"
"Bader bang" Harya Wisakapun kemudian berdesis kepada pemilik rumah
itu, yang berbaring di amben bambu di ruang dalam untuk
membukanya. "Bukalah. Tentu kawan sendiri"
Pemilik rumah itu, seorang pengikut Harya Wisaka yang
yakin akan kebenaran perjuangannya, melangkah ke pintu.
Diangkatnya selarak pintu itu dan kemudian dibukanya.
Dua orang berdiri di depan pintu. Seorang di antaranya adalah
seorang yang umurnya sudah lebih dari setengah abad.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Janggutnya yang tidak terlalu panjang, kumis serta
jambangnya yang terjulur di bawah ikat kepalanya sudah
nampak memutih. Sementara itu, yang seorang lagi adalah seorang yang
bertubuh tinggi agak kekurus-kurusan. Tetapi pandangan
matanya tajam setajam mata burung hantu.
"Marilah Paman berdua" Harya Wisaka mempersilahkan.
Kedua orang itupun kemudian melangkah masuk. Sejenak
kemudian keduanya telah duduk di ruang dalam ditemui Harya
Wisaka dan dua orang kawannya yang tinggi di rumah kecil
itu, sementara pemilik rumah itupun telah pergi ke dapur
untuk merebus air. "Selamat datang, Paman berdua"
Orang yang janggut dan kumisnya sudah putih tersenyum
sambil menjawab, "Terima kasih, Harya Wisaka. Bagaimana
dengan keadaanmu?" "Baik, Paman Resi. Kami memang menunggu-nunggu
kedatangan Paman Resi Jalamanik dan Paman Wimba
Atmaka" Resi Jalamanik tertawa. Katanya, "Kau menunggu-nunggu
kedatanganku jika kau sangat memerlukannya. Jika tidak, kau
melupakan aku" "Tidak. Bukan begitu, Paman. Aku tidak melupakan Paman.
Tetapi karena kesibukan yang mengurungku, sehingga aku
tidak dapat pergi kemana-mana. Apalagi sekarang. Bukan saja
kesibukanku yang mengikat aku di kotaraja, tetapi Pemanahan
telah menebarkan orang-orangnya untuk mencariku"
"Kau takut menghadapi Pemanahan?"
"Bukan takut, Paman. Tetapi aku tidak dapat ingkar dari
kenyataan, bahwa ia mempunyai prajurit yang terlalu banyak
untuk dilawan" "Jadi apa menurut rencanamu?"
"Pemanahan telah aku pancing keluar"
"Maksudmu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang-orangku menebarkan dongeng bahwa aku telah
menyusup keluar kotaraja dan memimpin pasukan untuk
membuat resah" Resi Jalamanik mengangguk-angguk, sementara Ki Wimba
Atmaka bertanya, "Ki Gede Pemanahan mencarimu?"
"Ya. Ia membawa pasukan kecil yang sangat tangguh
untuk memburuku. Pasukanku yang berada di luar masih terus
menyebarkan ceritera itu. Dimanapun mereka berhenti,
mereka selalu menyebut-nyebut namaku yang memimpin
langsung pasukan yang selalu menimbulkan keresahan itu"
Ki Wimba Atmaka tertawa. Katanya, "Kau memang cerdik,
Harya Wisaka. Sekarang, tanpa Ki Gede Pemanahan, maka
Kangjeng Sultan Hadiwijaya yang perkasa itu tidak akan
mampu menyelamatkan dirinya"
"Apa yang akan kita lakukan?" bertanya Resi Jalamanik.
"Masuk ke dalam istana dan menikam jantung Hadiwijaya
dengan kerisku ini" "O" Resi Jalamanik mengangguk-angguk, "kenapa tidak
segera kau lakukan?"
"Aku menunggu Paman Resi Jalamanik"
"Menunggu aku?"
"Paman tahu itu. Paman berdua adalah orang yang berilmu
tinggi. Paman Resi Jalamanik memiliki kemampuan ilmu sirep"
Resi Jalamanik tersenyum. Katanya, "Jadi, kita akan
memasuki istana dengan menebarkan sirep lebih dahulu?"
"Ya" "Sultan Hadiwijaya tidak akan termakan oleh sirep
betapapun tajamnya" "Yang penting semua pengawalnya tertidur. Kita akan
dapat memasuki istana dengan leluasa dan langsung menuju
ke bilik tidur Sultan Hadiwijaya. Jika ia sudah tertidur sebelum sirep ditebarkan, maka ia tidak mempunyai kesempatan untuk
melawan, tetapi seandainya ia masih tetap terbangun, kita
akan menyelesaikannya. Kita akan membunuhnya dalam satu
pertempuran" "Perang tanding?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika Paman menghendaki"
"Kau yang kau maksudkan"
"Paman masih saja mempermainkan aku"
Resi Jalamanik tertawa. Demikian pula Ki Wimba Atmaka
yang tertawa berkepanjangan. Katanya, "Kau masih pandai
merajuk" "Paman, aku sudah merasa sangat letih menghadapi
permainan Ki Gede Pemanahan. Aku ingin segera berakhir.
Aku ingin Sultan Hadiwijaya mati dan terjadi kekosongan
pemerintah di Pajang. Sepeninggal Hadiwijaya, pengaruh
Pajang akan segera menyusut. Aku tidak yakin bahwa Benawa
mempunyai wibawa seperti ayahnya"
"Sekarang, kau berharap aku mengakhiri permainan ini"
"Ya" "Setelah Hadiwijaya terbunuh, bagaimana dengan
Pemanahan?" "Pemanahan tidak akan mendapat banyak pengikut. Pajang
akan terpecah. Mungkin Pemanahan dan Sutawijaya akan
berdiri di satu pihak dan Pangeran Benawa di pihak lain.
Sementara itu, gerakan untuk menguasai cincin yang dibawa
oleh Pangeran Benawa itu masih saja terjadi. Keinginanku
untuk memiliki cincin kerajaan itupun belum padam juga"
Resi Jalamanik mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Aku akan membantumu membunuh Hadiwijaya. Tetapi biarlah
aku beristirahat sehari besok. Baru besok malam kita akan
memasuki istana" "Tentu, Paman. Tentu tidak malam ini. Besok aku akan
bersiap-siap. Aku masih akan memanggil Tumenggung Sarpa
Biwada untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan di luar
istana" "Jangan bodoh" berkata Resi Jalamanik. "Jika kau
mempersiapkan pasukan, maka rencanamu tentu akan
tercium. Menurut pendapatku, lebih baik kita empat atau lima
orang saja memasuki istana yang tidak dijaga, karena para
penjaganya tertidur. Mungkin Sultan Hadiwijaya sendiri tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertidur. Tetapi ia tidak akan dapat berbuat banyak
menghadapi kita" Harya Wisaka mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah,
Paman. Mana yang baik menurut Paman, akan kami lakukan"
"Nah, sekarang beri aku minum dan makan apa saja yang
ada. Aku haus dan lapar"
"Baik, baik, Paman"
Seorang dari kawan-kawan Harya Wisaka itupun pergi ke
dapur. Air yang dijerang oleh pemilik rumah itupun sudah
mendidih. Sejenak kemudian, maka dihidangkan wedang jahe yang
bukan saja masih mengepul, tetapi wedang jahe itu akan
dapat menghangatkan tubuh mereka di malam yang dingin.
Dalam pada itu, di dalam pasukannya yang sudah
menyusut, Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi
masih belum dapat menentukan, kapan mereka akan
bergerak. Para petugas sandi masih memberikan
pertimbangan agar mereka tetap berada di tempat. Bahkan
mereka harus memperkuat pertahanan mereka, karena
kemungkinan buruk dapat saja terjadi setiap saat.
Busur dan anak panahpun selalu dipersiapkan. Di sudut-
sudut padukuhan telah ditempatkan gardu-gardu perondan.
Bahkan tangga bambu untuk para peronda yang bertugas
mengawasi keadaan di luar padukuhan itu. Sementara itu,
kelompok-kelompok kecilpun selalu meronda di seputar
padukuhan itu di malam hari.
Di tengah malam, dua orang petugas sandi telah menemui
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi. Mereka
memberitahukan, bahwa beberapa orang berkuda telah
mendatangi dan kemudian bergabung dengan pasukan Harya
Wisaka itu. "Siapakah mereka?"
"Mungkin seorang di antara mereka adalah Harya Wisaka
itu sendiri" Raden Sutawijaya termangu-mangu sejenak. Dengan nada
datar iapun berkata, "Apakah kita akan menyergap mereka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sulit dilakukan, Raden. Kekuatan mereka terlalu besar bagi
pasukan kecil ini. Pengalaman mereka terjebak sampai dua
kali membuat mereka menjadi sangat berhati-hati"
Raden Sutawijaya termangu-mangu sejenak. Sementara itu
Pangeran Benawapun bertanya, "Bagaimana dengan para
prajurit yang berada di Prambanan" Bukankah mereka telah
dibersihkan dari pengaruh beberapa orang pengikut Harya
Wisaka?" "Ya" petugas sandi itu mengangguk-angguk. "Tetapi
Prambanan masih jauh"
"Berkuda?" "Kami akan mencoba. Seorang kawan kami akan pergi ke
Prambanan. Jika keadaan memungkinkan, kita akan dapat
bergerak bersama-sama dengan para prajurit yang berada di
Prambanan"

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu, Ki Gede Pemanahanpun telah menyetujui
rencana untuk menghubungi para prajurit di Prambanan.
Demikianlah, maka salah seorang penghubung telah pergi
ke Prambanan berkuda. Ia telah diijinkan mempergunakan
kuda Ki Bekel yang tegar dan besar.
"Kami menunggu beritamu" berkata Raden Sutawijaya.
"Baik, Raden" Di tengah malam penghubung itu memacu kudanya. Ia
harus memilih jalan yang aman, agar ia tidak terperosok ke
dalam jebakan pasukan Harya Wisaka.
Ketika petugas sandi itu sampai di Prambanan, maka
mereka melihat satu kenyataan yang mendebarkan.
Prambanan memang sudah diyakini bersih dari pengikut Harya
Wisaka. Tetapi pasukan yang ada di Prambanan kemudian
adalah pasukan yang baru tersusun. Sebagian besar dari
mereka adalah prajurit-prajurit yang masih muda dan belum
berpengalaman. Senapati Pajang yang ditugaskan di Prambanan adalah
seorang lurah yang juga terhitung masih muda.
"Kami akan melaksanakan perintah Raden Sutawijaya"
berkata Ki Lurah Sanggabaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Katanya, "Siapkan
prajurit, Ki Lurah. Apa adanya. Biarlah aku memberikan
laporan kepada Ki Gede Pemanahan"
"Baik" berkata Ki Lurah. Namun katanya kemudian,
"Kedatanganmu memberikan kemungkinan-kemungkinan
baru bagi kami. Petugas sandi kami yang berpengalaman,
memperhitungkan bahwa pasukan yang semula kurang jelas
bagi kami, yang agaknya adalah pasukan Harya Wisaka
sebagaimana kau katakan, memang bergerak ke selatan"
"Ya. Mereka memang bergerak ke selatan. Tetapi apakah Ki
Lurah juga menangkap isyarat kehadiran pasukan yang lain?"
"Ya. Tetapi nampaknya pasukan itu tidak cukup kuat untuk
menghadapi pasukan Harya Wisaka itu. Pasukan itu adalah
pasukan liar yang masih belum dapat kami ketahui dengan
jelas" "Apa yang sudah Ki Lurah persiapkan disini?" bertanya
petugas sandi itu. "Kami mempunyai orang yang cukup. Tetapi sebagian
besar belum berpengalaman. Ketika aku membawa sepuluh
orang di antara mereka untuk memburu sekelompok
perampok, maka ketika terjadi pertempuran, ada di antara
prajuritku justru terkencing-kencing. Dalam ketakutan itu,
hampir saja ia harus menyerahkan nyawanya. Untunglah
seorang prajurit yang berpengalaman sempat
menyelamatkannya" Petugas sandi itu menarik nafas dalam-dalam. Dengan
nada dalam iapun berkata, "Aku akan segera kembali untuk
memberikan laporan. Mungkin ada perintah dari Ki Gede
Pemanahan bagi Ki Lurah"
"Apapun yang diperintahkan, akan kami lakukan dengan
kekuatan yang ada pada kami"
"Aku mohon diri, Ki Lurah. Aku mohon Ki Lurah
mempersiapkan pasukan Ki Lurah. Jika Ki Gede Pemanahan
memerintahkan pasukan ini membentur pasukan Harya
Wisaka, maka tugas itu memang sangat berat. Tetapi pasukan
Raden Sutawijaya tentu akan bersama-sama dengan Ki Lurah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Petugas sandi itupun kemudian telah dipertemukan dengan
prajurit sandi yang bertugas di Prambanan. Mereka dapat
bertukar keterangan sehingga gambaran mereka tentang
pasukan Harya Wisaka itu menjadi semakin jelas.
Ketika prajurit sandi dari pasukan Raden Sutawijaya itu
kembali ke pasukannya, maka seorang petugas sandi dan
seorang penghubung dari pasukan Pajang yang berada di
Prambanan itu menyertainya.
Kedua orang itupun kemudian langsung menghadap Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi untuk memberikan
beberapa keterangan tentang keadaan mereka di Prambanan
serta gerakan-gerakan pasukan di sekitarnya.
"Nampaknya pasukan yang ternyata adalah pasukan Harya
Wisaka itu memang akan menuju ke Prambanan" berkata
petugas sandi dari Prambanan itu.
"Kita akan bergerak bersama-sama" berkata Raden
Sutawijaya. Petugas sandi dari Prambanan itu ternyata mengenal
lingkungan itu dengan baik. Karena itu, maka bersama-sama
dengan petugas sandi dan penghubung dari Prambanan itu,
Raden Sutawijaya telah membuat rencana penyergapan atas
pasukan Harya Wisaka itu.
"Mudah-mudahan Harya Wisaka ada di antara mereka"
desis Pangeran Benawa. Tetapi mereka tidak mempunyai waktu lagi untuk menyergap
pagi itu. Sementara itu langit sudah menjadi terang. Karena
itu, maka mereka merencanakan untuk menyergap pasukan
Harya Wisaka itu di hari berikutnya.
Raden Sutawijayapun telah mengatur padukuhan-
padukuhan yang akan menjadi landasan serangan mereka.
Mereka telah bersepakat, dimana pasukan dari Prambanan itu
akan menempatkan diri. Kemudian di padukuhan manakah
pasukan Ki Gede Pemanahan itu akan berhenti.
"Kita akan menyergap pasukan itu sebelum fajar esok pagi"
berkata Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, Raden. Ki Lurah Sanggabaya akan menyiapkan
pasukannya di tengah malam"
"Kita harus membuat hubungan dahulu sebelum
penyergapan itu dilakukan"
"Ki Lurah akan menghadap Raden nanti malam"
Demikianlah, setelah mereka mendapat kesepakatan, maka
kedua orang prajurit dari Prambanan itupun mohon diri.
"Jika ada masalah, beritahukan kepada kami" pesan
Pangeran Benawa. "Ya, Pangeran. Tetapi Pangeran jangan kecewa terhadap
prajurit-prajurit dari Prambanan yang sebagian besar masih
belum berpengalaman itu"
"Tetapi bukankah mereka telah mendapat latihan-latihan
yang cukup?" "Mereka sampai sekarang masih tetap ditempa dalam
latihan-latihan. Tetapi memang agak tergesa-gesa. Ketika
pasukan Prambanan dibersihkan dari pengaruh Harya Wisaka,
maka Prambanan seakan-akan menjadi kosong, sehingga
disusun pasukan itu dengan pertimbangan yang kurang
masak" "Tetapi Ki Lurah telah menjalankan tugasnya dengan baik.
Latihan-latihan itu memang tidak boleh berhenti"
"Ya. Dibimbing oleh beberapa orang prajurit yang sudah
berpengalaman. Tetapi kemajuannya terasa lamban sekali"
"Pada suatu saat mereka akan disebut berpengalaman.
Pada mulanya, semuanya memang belum berpengalaman"
Petugas sandi dan penghubung dari Prambanan itu
mengangguk-angguk. Ketika matahari naik, maka petugas
sandi dan penghubung dari Prambanan itupun minta diri.
Mereka harus segera menghubungi Ki Lurah Sanggabaya agar
Ki Lurah segera mempersiapkan pasukannya.
Sejenak kemudian, keduanya telah berpacu di jalan bulak.
Mereka harus memperhitungkan sebaik-baiknya, jalan
manakah yang dapat mereka lewati, agar mereka tidak
tersesat memasuki lingkaran pengamatan pasukan Harya
Wisaka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika hasil kesepakatan kedua orang prajurit dari
Prambanan itu dengan Raden Sutawijaya dilaporkan kepada Ki
Lurah, maka Ki Lurahpun berdesis, "Kita kumpulkan semua
pemimpin kelompok. Setelah kita berbicara tentang rencana
gerak pasukan kita, kalian berdua dapat beristirahat. Agaknya
kalian telah menempuh perjalanan jauh dan tidak tidur
semalam suntuk" Kepada para pemimpin kelompok, Ki Lurah Sanggabaya
telah menguraikan rencana gerakan mereka malam nanti.
Para pemimpin kelompok harus mempersiapkan para prajurit
mereka sebaik-baiknya. "Kita tahu, bahwa pasukan Harya Wisaka itu adalah
pasukan yang kuat dan berpengalaman. Apalagi jika dipimpin
langsung oleh Harya Wisaka sendiri. Namun kita adalah
prajurit-prajurit yang terikat pada tatanan keprajuritan. Kita harus menjalankan perintah yang diberikan oleh Ki Gede
Pemanahan" Para pemimpin kelompok itu mengangguk-angguk.
"Berikan petunjuk-petunjuk untuk bekal bagi para prajurit
itu. Besarkan hati mereka agar mereka yakin, bahwa mereka
adalah prajurit Pajang yang besar"
Para pemimpin kelompok itu masih mengangguk-angguk.
Tetapi para pemimpin kelompok itu tidak dapat mengingkari
kenyataan bahwa prajurit-prajurit mereka adalah prajurit-
prajurit muda yang benar-benar belum berpengalaman
sedangkan pasukan Harya Wisaka adalah prajurit-prajurit yang
sudah ditempa oleh panasnya medan pertempuran dimana-
mana untuk waktu yang lama. Sedangkan mereka yang tidak
berasal dari keprajuritan, juga terdiri dari orang-orang yang
hidupnya diselimuti oleh percikan bunga api yang memancar
dari dentang senjata yang beradu.
Tetapi para pemimpin kelompok itu tidak akan dapat
mengingkari tugas yang dibebankan di pundak mereka. Yang
kemudian dapat mereka lakukan adalah mempersiapkan
pasukan mereka. Memberikan petunjuk-petunjuk serta
kesadaran bahwa mereka memang prajurit-prajurit Pajang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalian telah memilih dunia pengabdian kalian. Tunjukkan
kepada Pajang, bahwa kalian benar-benar ingin mengabdi"
Para prajurit yang sebagian besar masih muda dan belum
berpengalaman itu menjadi berdebar-debar. Mereka sadar
bahwa lawan yang akan mereka hadapi adalah lawan yang
keras dan kasar. Sementara itu, mereka sendiri masih merasa
belum memiliki bekal yang cukup.
Tetapi seperti yang dikatakan oleh pemimpin kelompok
mereka, bahwa mereka telah memilih. Mereka memasuki
dunia keprajuritan dengan tekad untuk mengabdi kepada
Pajang yang besar. Apapun yang akan terjadi, itu adalah
akibat dari pilihan mereka sendiri.
Para pemimpin kelompok itupun kemudian telah
memerintahkan para prajurit mereka untuk memeriksa
senjata-senjata mereka serta perlengkapan-perlengkapan
yang lain yang akan mereka bawa ke medan perang.
"Kita akan membawa tanda-tanda kebesaran kesatuan kita.
Kita bangga akan tanda-tanda kebesaran itu, sehingga tanda-
tanda kebesaran kita itu akan memanaskan darah kita
menghadapi lawan. Kita bukan tikus-tikus kecil di selokan-
selokan di sepanjang dinding kotaraja. Kita adalah prajurit
yang mengawal kebesaran nama Pajang"
Dada para prajurit itu rasa-rasanya memang mengembang.
Mereka bangga terhadap pilihan mereka. Namun ketika
kemudian mereka mulai mempersiapkan senjata-senjata
mereka, maka jantung mereka mulai berdebaran kembali.
Yang mereka hadapi bukan sekelompok pencuri ayam atau
pencuri jemuran. Tetapi yang mereka hadapi adalah orang-
orang yang sudah berada di peperangan bertahun-tahun.
Hari itu setelah memeriksa senjata-senjata serta
perlengkapan mereka, maka para prajurit itu mendapat
kesempatan untuk beristirahat sebaik-baiknya. Mereka akan
berangkat dari barak mereka di Prambanan setelah gelap.
Mereka harus menempuh jalan yang sudah disebut oleh
petugas sandi dan penghubung yang telah bertemu dan
berbicara dengan Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, pada hari itu, di kotaraja, Resi Jalamanik
serta Ki Wimba Atmaka sedang memberikan beberapa
petunjuk kepada beberapa orang yang akan menyertainya
memasuki istana malam nanti.
Atas keterangan Harya Wisaka yang sudah mengenal
sudut-sudut istana Pajang dengan baik seperti mengenali
rumahnya sendiri, Resi Jalamanik menentukan rencana, apa
yang akan mereka lakukan.
"Kita berharap bahwa para prajurit yang bertugas tertidur
nyenyak, sehingga kita akan berhadapan langsung dengan
Sultan Hadiwijaya. Seorang yang memiliki ilmu yang sangat
tinggi. Tetapi bukan berarti bahwa Kangjeng Sultan
Hadiwijaya tidak dapat dikalahkan. Setidak-tidaknya oleh kita
bertiga" "Ya, Paman" sahut Harya Wisaka.
"Nah, malam nanti kita masuki istana Pajang. Kita tidak
akan mengulangi kegagalan Angger Harya Penangsang"
"Hari ini kita akan meyakinkan, bahwa pasukan kecil yang
dipimpin langsung oleh Ki Gede Pemanahan itu belum
kembali" berkata Harya Wisaka.
"Ya. Bukankah orang-orangmu dapat kau percaya?"
"Ya" "Bukankah mereka akan melaporkan dengan jujur apa yang
mereka ketahui?" "Ya" "Jika demikian, tidak akan ada masalah lagi. Malam nanti
kita membunuh Sultan Hadiwijaya"
"Akupun ingin membunuh Pemanahan. Aku
mendendamnya. Mendendam kepada kesombongannya,
seakan-akan ia lebih berkuasa dari Kangjeng Sultan
Hadiwijaya sendiri" Resi Jalamanik tertawa. Katanya, "Kau tidak usah menjadi
sakit hati. Pemanahan adalah seorang petani kecil. Karena itu, ketika ia mendapat sedikit kekuasaan, maka ia merasa bahwa
dirinya adalah orang yang paling kuasa di dunia ini. Ia tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berusaha untuk menunjukkan kekuasaannya kepada siapapun
juga" "Mungkin, Paman. Tetapi hatiku menjadi sakit atas
sikapnya itu. Karena itu, maka pada suatu saat, aku akan
datang kepadanya untuk membunuhnya"
"Jangan kacaukan rencana yang akan kita lakukan
sekarang dengan niatmu itu. Sekarang kita siap untuk
membunuh Sultan Hadiwijaya. Itulah yang akan kita lakukan
lebih dahulu" berkata Ki Wimba Atmaka.
Harya Wisaka mengangguk-angguk. Katanya, "Ya, Paman.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kita akan membunuh Sultan Hadiwijaya"
Demikianlah, maka Harya Wisaka itu telah bersiap bersama
tiga orang lainnya, Resi Jalamanik, Ki Wimba Atmaka dan
seorang pertapa yang dianggapnya memiliki bekal ilmu yang
tinggi, Wasi Lengkara. Seorang yang sudah lebih dahulu
berada di rumah kecil itu bersama Harya Wisaka.
"Empat orang sudah cukup banyak" berkata Resi
Jalamanik. "Harya Penangsang hanya mengirimkan dua orang. Itupun
bukan orang yang ilmunya memadai"
Harya Wisaka mengangguk-angguk. Namun Ki Wimba
Atmaka sempat melihat keragu-raguan di wajahnya. Karena
itu, maka Ki Wimba Atmaka itupun bertanya, "Apakah kau
menganggap bahwa kemampuan kita berempat belum
cukup?" Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam, sementara Resi
Jalamanikpun bertanya pula, "Apakah kau masih berniat untuk
memerintahkan kepada Ki Tumenggung untuk menyiapkan
pasukan di luar istana?"
Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Baiklah. Kita berempat akan memasuki istana dan membunuh
Kangjeng Sultan Hadiwijaya"
Haripun kemudian terasa menjadi lamban. Matahari
seakan-akan tidak bergerak di tempatnya. Bahkan untuk
mengisi waktu, sudah dilakukan kerja apa saja, namun hari
masih terasa terlalu lambat bergerak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun akhirnya, mataharipun merendah. Kemudian hilang
di balik bukit. Demikian malam turun, maka Resi Jalamanik. Ki Wimba
Atmaka dan Wasi Lengkara telah siap untuk berangkat ke
istana. Dalam pada itu, pada saat yang sama, pasukan Pajang
yang berada di Prambananpun telah bergerak pula. Demikian
juga pasukan yang dipimpin oleh Ki Gede Pemanahan itu.
Kedua pasukan itu telah sepakat untuk bertemu dan
bergabung menghadapi pasukan yang diduga telah dipimpin
langsung oleh Harya Wisaka.
Kedua pasukan dari arah yang berbeda itu telah menempuh
perjalanan panjang. Mereka berusaha untuk menghindari
padukuhan-padukuhan agar mereka tidak mengalami
hambatan di perjalanan. Menjelang wayah sepi uwong, di kotaraja, Harya
Wisakapun telah mulai bergerak pula. Mereka meninggalkan
rumah kecil itu dengan sangat berhati-hati. Tidak seorang pun
boleh melihat mereka. Apalagi prajurit yang sedang meronda.
Namun mereka berempat adalah orang-orang berilmu
tinggi, sehingga merekapun mampu menyusuri jalan
betapapun rumitnya. Demikian mereka berempat sampai ke dekat istana, maka
merekapun berhenti. Resi Jalamanik telah memberikan
petunjuk-petunjuk kepada ketiga orang kawannya untuk
membantu Resi Jalamanik memasang sirep.
"Aku minta terutama kepada Wasi Lengkara. Aku yakin
bahwa Wasi Lengkara mampu juga melakukannya. Jika Wasi
Lengkara tidak bersedia melakukannya tanpa kehadiranku,
maka itu hanya satu sikap merendah"
"Aku memang tidak menekuni ilmu itu, Resi"
"Baiklah. Tetapi bantu aku. Aku akan mulai melemparkan
sirep itu. Nanti tengah malam, sirep itu akan mencengkam
semua orang yang berada di dalam lingkungan istana itu"
"Juga yang bertugas di pintu gerbang induk dan pintu
gerbang samping, bahkan pintu gerbang butulan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Mereka justru akan menjadi sasaran utama dari sirep
ini. Jika mereka tidak terkena pengaruh sirep itu, berarti kita akan gagal"
Harya Wisaka mengangguk-angguk, sementara Resi
Jalamanikpun berkata selanjutnya, "Bersiaplah. Aku akan
mulai" Keempat orang itupun kemudian duduk di belakang
gerumbul perdu yang rimbun tidak jauh dari istana Pajang.
Resi Jalamanikpun kemudian telah memusatkan nalar budinya,
sementara yang lainpun ikut pula mendukungnya dengan
memasuki suasana hening. Dalam pada itu, malampun bertambah malam. Langit
bersih. Bintang nampak berhamburan. Resi Jalamanik duduk
bersila. Kedua telapak tangannya menakup di depan dadanya.
Sementara yang lainpun duduk sambil menundukkan
kepalanya dan menyilangkan tangannya di dada.
Sebenarnya bahwa Wasi Lengkara memang tidak
mendalami ilmu sirep sebagaimana Resi Lengkara. Tetapi
iapun berusaha untuk membantunya dengan sikapnya yang
khusus. Dalam pada itu, dari celah-celah kedua telapak tangan Resi
Jalamanik itu nampak mengepung asap yang tipis. Hanya
beberapa saat saja. Asap itupun segera lenyap dihanyutkan
angin malam yang lembut. Namun asap yang tipis itu menandai bahwa ilmu sirep Resi
Jalamanik telah terlepas dan menghambur meliputi istana
Pajang. Beberapa saat kemudian, maka Resi Jalamanikpun telah
mengangkat wajahnya dan mengurai tangannya serta menarik
nafas dalam-dalam. "Terima kasih" desis Resi Jalamanik.
Yang lainpun telah mengangkat wajah mereka pula.
Sementara Resi Jalamanikpun berkata, "Kita akan menunggu
beberapa saat. Mudah-mudahan sirepku dapat memaksa seisi
istana itu tertidur"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah, beberapa saat kemudian, orang-orang yang
berada di dalam istana Pajang itu telah dicengkam oleh
perasaan kantuk yang sangat. Bahkan para prajurit yang
sedang bertugaspun kehilangan kemampuan mereka untuk
bertahan. Dua orang prajurit yang berdiri di sebelah-menyebelah
gerbang utamapun tidak berdaya menghadapi tusukan ilmu
sirep yang sangat tajam. Keduanya terduduk bersandar pintu
gerbang dan tertidur dengan nyenyak. Demikian pula yang
sedang berada di gardu yang terletak beberapa langkah dari
pintu gerbang. Tujuh orang prajurit telah terbaring pula di luar kehendak mereka.
Bukan hanya para prajurit yang berada di gerbang utama.
Dua orang prajurit yang sedang meronda berkeliling halaman
pun telah tertidur pula di bawah pohon sawo kecik.
Demikianlah, maka istana Pajang itupun benar-benar telah
tertidur. Para prajurit yang bertugas di luar dan di dalam
istanapun telah tertidur pula. Dua orang pelayan dalam yang
berada di longkangan istana, terbaring depan pintu serambi.
Sedangkan dua orang yang bertugas di regol dalampun telah
tertidur pulas. Prajurit-prajurit yang bertugas di pintu-pintu gerbang samping dan dimanapun mereka berada di istana itu
telah tertidur dengan nyenyaknya.
Pada saat yang demikian itulah, menjelang tengah malam,
maka Resi Jalamanikpun telah melangkah memasuki pintu
gerbang utama istana Pajang.
Harya Wisaka, Ki Wimba Atmaka dan Wasi Lengkara
merasa kagum melihat betapa kekuatan sirep Resi Jalamanik
benar-benar telah mencengkam seluruh istana Pajang. Mereka
menyaksikan para prajurit yang tertidur nyenyak. Bahkan
seakan-akan mereka telah menjadi pingsan.
Sebenarnyalah tidak seorang pun yang masih terbangun.
Keempat orang itu dapat memasuki segala sudut istana jika
mereka kehendaki. Ketika mereka lewat di depan bangsal pusaka, mereka
melihat dua orang prajurit yang sedang tertidur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Disitu disimpan beberapa pusaka terbaik Mataram, kecuali
pusaka-pusaka terdekat dengan Kangjeng Sultan" berkata
Harya Wisaka. "Apakah cincin kerajaan itu tidak berada di bangsal ini?"
"Cincin itu berada di jari-jari Pangeran Benawa"
Resi Jalamanik mengangguk-angguk. Namun iapun
kemudian berkata, "Tetapi bukankah ada beberapa pusaka
penting di bangsal pusaka ini?"
"Ya. Apakah kita akan membuka?"
Tetapi Resi Jalamanik menggeleng sambil menjawab, "Kita
harus langsung ke tujuan. Kita tidak boleh berpaling sebelum
kita berhasil" Harya Wisaka mengangguk-angguk. Tiba-tiba ia merasa
malu. Pertanyaannya yang bodoh itu tentu mengesankan
ketamakannya. Tetapi ia tidak akan dapat menelan kembali
kata-katanya itu. Beberapa saat kemudian, maka mereka telah memasuki
bagian dalam istana Pajang. Mereka langsung menuju ke bilik
tidur Sultan Hadiwijaya. Harya Wisaka mengenal setiap ruang istana itu dengan
baik. Isterinya yang telah menolongnya, membebaskannya
dari tahanan, dapat menceriterakan lebih rinci lagi tentang
ruang-ruang di dalam istana. Terutama bilik tidur Sultan
Hadiwijaya. Karena itu, maka keempat orang itupun dapat langsung
mengetahui pintu yang manakah pintu bilik utama Kangjeng
Sultan Hadiwijaya itu. Tetapi ketika mereka mencoba
membuka pintu bilik utama Kangjeng Sultan, ternyata pintu itu
diselarak dari dalam. "Pintu itu diselarak" desis Harya Wisaka.
"Kita harus membukanya dengan paksa" sahut Resi
Jalamanik. "Apakah Kangjeng Sultan tidak akan terbangun?"
"Bukankah kita tidak berkeberatan jika Kangjeng Sultan itu
terbangun?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Di luar ruang
dalam istana itu, dua orang pelayan dalam sedang tertidur
nyenyak. "Apakah mereka akan terbangun juga?"
Resi Jalamanik itu menggeleng. Bahkan iapun telah
melangkah mendekati kedua pelayan dalam yang tertidur itu.
Ditendangnya seorang di antara mereka sehingga terguling.
Tetapi orang itu tidak terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
"Memang berbeda dengan Kangjeng Sultan" berkata Resi
Jalamanik. "Bahkan mungkin Kangjeng Sultan sekarang masih
belum tertidur karena kemampuannya melawan sirep. Tetapi
kita sudah memutuskan untuk menghadapinya meskipun
ilmunya seakan-akan tidak terbatas"
Harya Wisaka mengangguk. "Nah, jika demikian, kita akan membuka pintu bilik itu
dengan paksa" berkata Resi Jalamanik.
Wasi Lengkaralah yang kemudian bergeser maju sambil
berdesis, "Biarlah aku yang membukanya"
Tetapi Harya Wisakapun menyahut, "Bukannya aku tidak
dapat membukanya dengan paksa. Tetapi aku hanya sekedar
ragu-ragu" "Aku tahu. Meskipun demikian, aku minta agar kalian
membiarkan aku membukanya"
"Biarlah Wasi Lengkara membukanya" desis Resi Jalamanik.
Harya Wisaka mengangguk kecil.
Sejenak kemudian, Wasi Lengkarapun telah bersiap.
Dihimpunnya kekuatannya pada sebelah kakinya. Dengan
kakinya ia ingin memecahkan pintu bilik Kangjeng Sultan
Hadiwijaya yang kokoh itu.
"Seandainya permaisuri ada di dalam, ia tidak akan
terkejut. Bahkan ia tidak akan terbangun" berkata Resi
Jalamanik. Wasi Lengkara mengangguk kecil. Iapun mengambil
ancang-ancang beberapa langkah surut sambil meningkatkan
tenaga dalamnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi sebelum Wasi Lengkara meloncat untuk
memecahkan pintu itu dengan kakinya, tiba-tiba saja
terdengar suara dari dalam, "Jangan pecahkan pintu itu. Pintu
itu mahal sekali harganya. Ukirannya yang rumit serta
sunggingannya yang dilapisi prada, sulit untuk dibuat
tiruannya. Jika pintu itu rusak, maka aku akan menyesalinya
untuk waktu yang lama sekali"
Keempat orang yang berada di luar pintu itu terkejut.
Namun Harya Wisakapun kemudian berdesis, "Itu suara
Kangjeng Sultan Hadiwijaya"
"Jika demikian, kita tidak mempunyai pilihan lain" sahut Ki
Wimba Atmaka. "Justru kesempatan inilah yang aku tunggu"
Harya Wisaka itulah kemudian yang menyahut, "Jika tidak
ingin pintu itu rusak, bukalah. Ada sesuatu yang ingin aku
bicarakan dengan Kangjeng Sultan"
"Ternyata kau datang sendiri untuk menyerahkan diri,
Harya Wisaka?" sahut suara di dalam bilik itu.
"Bukalah atau aku akan memecahkannya"
"Sudah aku katakan, jangan dirusakkan"
Keempat orang yang berdiri di luar bilik itupun kemudian
mendengar langkah yang menuju ke pintu. Sejenak kemudian
terdengar selarak pintu itu diangkat, tetapi pintu itu tidak
langsung dibuka. "Buka pintunya" Harya Wisaka itu membentak.
Namun yang terdengar adalah justru langkah menjauhi
pintu. Tetapi kemudian terdengar suara Kangjeng Sultan,
"Bukalah. Pintu itu sudah tidak diselarak"
Harya Wisaka termangu-mangu sejenak. Suara itu
terdengar begitu tenang. Tidak tersirat kegelisahan dan
ketegangan sama sekali. "Begitu yakinkah Kangjeng Sultan akan ilmunya. Sehingga
ia sama sekali tidak tergetar mendengar suara beberapa orang
di luar pintu biliknya?"
Agaknya Wasi Lengkaralah yang tidak sabar. Iapun segera
mendekati pintu itu dan mendorongnya sehingga pintu itu
terbuka lebar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun, demikian pintu itu terbuka, jantung Harya Wisaka
bagaikan berhenti berdetak. Ternyata yang berdiri di dalam
bilik itu bukan saja Kangjeng Sultan Hadiwijaya. Tetapi di
dalam bilik itu juga terdapat Ki Gede Pemanahan dan Ki
Waskita, yang biasanya berada di padepokan di Alas Jabung.
"Ki Gede" geram Harya Wisaka.
Ki Gede Pemanahan tersenyum. Katanya, "Selamat malam,


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Harya Wisaka. Aku memang menunggumu disini"
"Tetapi kau pimpin pasukan kecil itu untuk memburuku"
"Aku tidak sebodoh yang kau duga. Bukankah lebih mudah
menunggumu disini daripada memburumu di sepanjang tlatah
Pajang bagian selatan" Apakah kau kira aku percaya dengan
dongeng para pengikutmu bahwa kau berhasil menyusup
keluar dinding kotaraja yang tidak terlalu luas ini?"
"Iblis kau, Pemanahan"
"Bukankah kau juga selalu mencari aku" Kau telah
mencoba membunuh Ki Tumenggung Reksapati karena kau
tidak berhasil mencegat aku di perjalanan pulang dari istana.
Nah, sekarang kita ketemu disini"
"Darimana kau tahu bahwa kami akan datang kemari?"
"Kami berdua memang bersembunyi di istana ini untuk
beberapa lama. Ketika sejak wayah sepi uwong kami rasakan
sentuhan ilmu sirep yang tajam, maka kami sudah menduga,
bahwa kau dan beberapa orang kawanmu akan datang.
Karena itu, maka kamipun telah berkumpul dan menunggumu
disini" "Jadi siapakah yang memimpin pasukan kecil yang disebut-
sebut sebagai Ki Gede Pemanahan?" bertanya Harya Wisaka.
"Jadi siapa pula yang dikatakan sebagai Harya Wisaka yang
memimpin sendiri pasukannya untuk menimbulkan keresahan
di luar kotaraja?" "Persetan kau, Pemanahan. Sekarang waktunya untuk
membunuhmu dan membunuh Sultan Hadiwijaya"
"Bagaimana dengan aku?" tiba-tiba saja Ki Waskita itu
bertanya. "Apakah kau juga akan membunuhku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Harya Wisaka menjadi merah. Dengan geram iapun
berkata, "Aku akan mengoyak mulutmu"
"Kenapa kau akan membunuhku?" bertanya Sultan
Hadiwijaya. "Ada beberapa persoalan yang harus aku perhitungkan
dengan Kangjeng Sultan. Selain bahwa kau tidak berhak
mewarisi tahta Demak, kau juga mempunyai persoalan yang
lain yang harus kau pertanggung-jawabkan"
"Aku adalah menantu Kangjeng Sultan Trenggana" jawab
Sultan Hadiwijaya. "Trenggana juga tidak berhak. Selain itu, kau telah mencuri
isteriku. Alasan yang sebenarnya kenapa aku harus ditahan di
Pajang ini adalah karena kau inginkan isteriku itu"
Kangjeng Sultan Hadiwijaya tersenyum. Katanya, "Kau
tidak usah mengigau seperti itu. Kita sama-sama sudah
mengetahui apa yang terjadi sebenarnya dengan kau, dengan
istrimu dan ceritera tentang lurah pelayan dalam itu"
"Persetan dengan semuanya itu. Sekarang waktumu untuk
mati" "Kau benar-benar akan membunuh kami?" bertanya Ki
Gede Pemanahan. "Jangan menyesali nasibmu"
"Aku tidak menyesali nasibku. Tetapi aku harus menyesal
bahwa malam ini aku harus membunuh"
"Cukup" bentak Ki Wimba Atmaka. "Sudah lama aku
menunggu kesempatan seperti malam ini. Aku ingin menakar,
seberapa tinggi ilmu Kangjeng Sultan Hadiwijaya dan Ki Gede
Pemanahan" "Bagus. Bersiaplah" desis Ki Gede.
Ketika Ki Gede Pemanahan, Kangjeng Sultan Hadiwijaya
dan Ki Waskita melangkah keluar dari biliknya, maka keempat
orang yang berdiri di luar pintu itu telah menyibak. Namun
mereka langsung berpencar dan bersiap untuk menghadapi
ketiga orang itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Waskitalah yang kemudian berkata sambil tertawa
pendek, "Sayang, bahwa Ki Tumenggung Sarpa Biwada tidak
bersama kalian" "Kenapa?" bertanya Harya Wisaka.
"Tidak apa-apa" jawab Ki Waskita.
"Apakah kau mempunyai persoalan khusus dengan
Tumenggung Sarpa Biwada?"
"Tidak" "Kenapa kau sebut namanya?"
"Hanya nama itulah yang aku ketahui di samping Harya
Wisaka sendiri" Harya Wisaka menggeram. Orang dari padepokan di dekat
Hutan Jabung itupun berbahaya pula. Tetapi Harya Wisaka
datang berempat. Tiga orang yang bersamanya itu adalah
orang-orang yang berilmu sangat tinggi. Sedangkan Harya
Wisaka sendiri bukannya orang yang tidak berilmu. Harya
Wisaka sendiri adalah orang yang berilmu tinggi pula.
Dalam pada itu, maka Ki Wimba Atmaka yang tidak sabar
itupun telah bergerak mendekati Kangjeng Sultan Hadiwijaya.
Tetapi Resi Jalamanikpun berkata, "Mas Karebet, aku benci
mendengar namamu. Aku benci karena kau kelabuhi orang-
orang Demak dengan Kebo Danumu di Banyu Biru, sehingga
kau mendapat pengampunan dan diperkenankan kembali
mengabdi di istana Demak. Kemudian kau berhasil
meningkatkan derajatmu sehingga kau menjadi menantu
Kangjeng Sultan Trenggana"
"Apa hubungannya dengan kau, Ki Sanak?"
"Namaku Resi Jalamanik. Ternyata kebencianku
kepadamupun bertambah-tambah ketika aku mendengar
ceritera Harya Wisaka, bahwa Harya Wisaka telah kau tangkap
dan kau tahan karena kau inginkan isterinya" Resi Jalamanik
berhenti sebentar. Lalu katanya pula, "Sebenarnya kau sudah
terlalu tua untuk menyeret seorang perempuan ke dalam
bilikmu. Tetapi itu masih kau lakukan juga. Kau pergunakan
kekuasaanmu untuk kepuasan duniawi semata-mata tanpa
menghiraukan korban yang kau timbulkan karenanya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi menurut Harya Wisaka, aku menahannya karena aku
inginkan isterinya?"
"Kau akan ingkar?"
Kangjeng Sultan itu tertawa. Katanya, "Bagus, Harya
Wisaka. Kau ternyata memang licik. Tetapi tidak apa-apa. Aku
tahu, kau anggap sah semua cara untuk mencapai tujuan"
"Kau tidak usah membela dirimu, Karebet. Jika saja aku
tidak mengalaminya, aku tidak akan mempercayainya"
"Apa yang kau alami?"
"Kau ingat seorang perempuan yang bernama Telasih.
Perempuan yang kau pungut dari pinggir jalan ketika
perempuan itu pulang dari pasar. Yang terjadi pada waktu itu
membuatku hampir gila"
"Dongeng apa pula yang kau katakan itu, Resi Jalamanik?"
"Peristiwa itu terjadi lebih dari sepuluh tahun yang lalu"
"Banyak dongeng yang telah aku dengar. Tetapi dongeng
ini agaknya memang sangat menarik"
"Aku sudah mencoba untuk melupakannya. Tetapi ketika
hal yang sama terjadi lagi atas Harya Wisaka, salah seorang
yang di dalam tubuhnya mengalir darah seketurunan dengan
darahku, maka aku tidak dapat memaafkanmu lagi"
"Apa hubunganmu dengan Harya Wisaka?"
"Jika ia mempunyai hubungan garis keluarga dengan Harya
Penangsang dari ayahnya, aku mempunyai hubungan darah
seketurunan dengan ibunya"
"Bagus, Resi Jalamanik. Sekarang tumpahkan dendammu
kepadaku. Aku tidak akan menolak dongeng-dongengmu.
Tetapi jika kau sempat hidup nanti, aku jelaskan apa yang
sebenarnya telah terjadi dengan Telasih itu dan apa pula yang
telah terjadi dengan isteri Harya Wisaka"
"Kau tidak perlu berusaha menyelamatkan dirimu"
"Karena itu aku tidak mengatakannya sekarang"
Dalam pada itu, Ki Wimba Atmakalah yang memotong,
"Apakah kita memang menunggu pagi" Menunggu orang-
orang yang tertidur itu bangun?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka tidak akan bangun sampai esok siang" desis Resi
Jalamanik. "Tetapi kita jangan membuang-buang waktu"
Resi Jalamanikpun kemudian telah bersiap. Sementara
Kangjeng Sultan Hadiwijayapun telah mempersiapkan dirinya
pula. Ia sadar, bahwa orang yang bernama Resi Jalamanik itu
datang dengan dendam di hatinya. Apalagi Harya Wisaka telah
berhasil membakar jantungnya dengan dongengnya yang
beracun itu. Dalam pada itu, Ki Gede Pemanahan mendengarkan
pembicaraan antara Kangjeng Sultan Hadiwijaya dengan Resi
Jalamanik itu sambil tersenyum. Ia mengenal Sultan
Hadiwijaya dengan baik. Ia tahu benar, bahwa Sultan
Hadiwijaya memang tidak tahan melihat senyum di bibir atau
kerling di mata seorang perempuan. Tetapi agaknya yang
dikatakan oleh Resi Jalamanik itu adalah dongeng yang
memang sudah dipersiapkan lebih dahulu.
Namun ketika Resi Jalamanikpun telah bersiap, maka tiba-
tiba saja Ki Gede Pemanahanpun berkata, "Kalau tajam ilmu
sirepmu tidak berhasil menusuk sampai ke jantung Kangjeng
Sultan, maka kau berusaha menidurkannya dengan dongeng-
dongengmu yang menarik itu, Resi"
Wajah Resi Jalamanik menjadi merah. Tetapi ia tidak mau
melepaskan Kangjeng Sultan Hadiwijaya. Karena itu, iapun
berkata, "Kenapa tidak kau bungkam anak petani dari Sela itu,
Ki Wimba Atmaka?" Ki Wimba Atmakapun telah melangkah mendekati Ki Gede
Pemanahan. Tanpa berkata apapun juga, maka iapun segera
menyerang dengan garangnya.
Ki Gede memang agak terkejut. Tetapi ia masih sempat
meloncat menjauh. Demikianlah, keduanyapun segera terlibat dalam
pertempuran di ruang yang cukup luas, di istana Pajang, di
depan bilik utama Kangjeng Sultan Hadiwijaya.
"Tinggal kita berdua, Ki Sanak" berkata Wasi Lengkara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Waskita sempat memandang Harya Wisaka sejenak.
Namun Wasi Lengkara itupun berkata, "Jangan takut bahwa
kami akan berkelahi berpasangan. Aku akan menghadapimu
seorang lawan seorang"
Sikap Ki Waskita yang tenang itu menunjukkan
keyakinannya atas dirinya. Karena itu, maka Wasi Lengkara
itupun harus berhati-hati menghadapinya.
Dalam pada itu, Resi Jalamanikpun telah bergeser pula.
Dengan sorot mata yang membara, memancarkan dendam
yang mendalam, Resi Jalamanik itupun kemudian telah
menyerang Kangjeng Sultan Hadiwijaya pula.
Yang masih berdiri bebas adalah justru Harya Wisaka.
Ketika ia mendekati Ki Wimba Atmaka, maka Ki Wimba itupun
berkata, "Jangan ganggu kami. Aku akan membunuh seorang
Senapati Agung Pajang, yang namanya kawentar sampai ke
daerah timur. Ki Gede Pemanahan. Dengan demikian aku akan mendapat
gelar Pembunuh Senapati Agung"
Harya Wisaka tidak menjawab. Tetapi ia justru berkata di
dalam hatinya, "Biarlah mereka mencari kepuasan dari
masing-masing. Aku akan menunggu. Jika terpaksa aku
melepaskan keinginanku untuk membunuh Pemanahan dan
Hadiwijaya dengan tanganku sendiri, apaboleh buat. Yang
penting keduanya lenyap dari Pajang. Kemudian Benawa dan
Sutawijaya. Selanjutnya, tidak ada lagi yang dapat
menghalangi aku" Karena itu, maka Harya Wisaka itupun justru menepi, ia
berdiri dengan tegang menyaksikan orang-orang berilmu
tinggi itu berkelahi. Para prajurit dan pelayan dalam Pajang yang tertidur
nyenyak sama sekali tidak terbangun, bahkan seandainya
mereka terinjak sekalipun.
Demikianlah, maka pertempuran di ruang dalam istana
Pajang itu semakin lama menjadi semakin sengit. Orang-orang
berilmu tinggi itu telah meningkatkan kemampuan dan ilmu
mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan
Paksi, telah berada di padukuhan yang akan menjadi landasan
serangannya atas pasukan yang mereka sangka dipimpin
langsung oleh Harya Wisaka. Sementara itu, orang yang
disebutnya Ki Gede Pemanahan itupun masih memegang
pimpinan atas pasukan kecilnya, meskipun setiap keputusan
yang diambilnya adalah hasil pembicaraan antara Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi. Dalam kesempatan
yang sangat terbatas sajalah Ki Gede Pemanahan itu
berhubungan dengan para petugas sandi yang sudah
mengetahui, siapakah sebenarnya orang yang disebutnya Ki
Gede Pemanahan sebagaimana para prajurit yang berada di
dalam pasukan itu. Namun mereka justru mendapat tugas
untuk menyebarkan kesan, bahwa pemimpin pasukan kecil itu
memang Ki Gede Pemanahan.
Sementara itu, para prajurit yang berada di Prambanan pun
telah sampai ke tempat yang ditentukan bagi mereka. Ki Lurah
Sanggabaya telah memerintahkan para prajuritnya untuk
beristirahat, sementara mereka yang bertugas menyiapkan
makan dan minumanpun segera melakukan tugas mereka.
Prajurit dari Prambanan itu menempatkan diri di banjar
sebuah padukuhan yang diyakini oleh para petugas sandinya,
tidak akan berkhianat. Sebenarnyalah, bahwa Ki Bekel dan para bebahu
padukuhan itu berusaha untuk dapat membantu sejauh dapat
mereka lakukan. Namun dalam pada itu, prajurit-prajurit muda yang belum
berpengalaman itu menjadi gelisah. Mereka tidak setenang
kawan-kawannya yang sudah lebih dahulu berada di dalam
lingkungan keprajuritan. Mereka langsung dapat tertidur
nyenyak demikian mereka menjatuhkan diri mereka di atas
tikar pandan yang digelar di pendapa dan ruang dalam banjar
padukuhan. Sementara itu, Ki Lurah Sanggabaya sendiri telah mencari
hubungan dan menghadap Raden Sutawijaya dan pangeran
Benawa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Merekapun kemudian telah menyusun rencana sergapan
atas pasukan yang mereka duga dipimpin oleh Harya Wisaka


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu sendiri. "Aku mohon Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa
mengetahui, bahwa prajurit-prajuritku masih belum
berpengalaman" "Bersama-sama dengan prajurit-prajurit dari pasukan ini,
serta prajurit-prajuritmu yang sudah berpengalaman, mereka
akan menjadi berani dan yakin akan kemampuan diri"
"Mudah-mudahan, Raden" jawab Ki Lurah Sanggabaya.
"Besarkan hati mereka. Katakan, bahwa mereka akan
bertempur bersama-sama pasukan khusus yang dipimpin oleh
Ki Gede Pemanahan sendiri"
"Ya, Raden. Kami akan mencobanya"
Ketika Ki Lurah Sanggabaya sampai di padukuhan tempat
pasukannya singgah, maka ia masih melihat beberapa orang
prajurit muda yang sama sekali tidak dapat tidur. Mereka
berbaring dengan gelisah. Sekali-sekali miring ke kanan,
namun kemudian berguling ke kiri.
Ki Lurah Sanggabaya menarik nafas panjang. Namun ia
berniat membesarkan hati para prajuritnya sebelum mereka
berangkat ke medan. Ki Lurah sendiri masih mempunyai waktu sedikit untuk
berbaring. Tetapi begitu matanya terpejam, maka iapun
segera terbangun. Beberapa orang prajurit telah terbangun
pula serta mempersiapkan diri mereka. Ada yang memerlukan
mandi di pakiwan, tetapi ada yang berdesis, "Buat apa mandi.
Tubuh kita akan menjadi kotor oleh keringat dan debu.
Bahkan mungkin oleh darah yang mengalir dari luka-luka di
tubuh kita" Tetapi kawannya yang baru saja mandi dan membenahi
pakaiannya dengan rapi berkata, "Aku tidak mau mati dengan
tubuh yang kotor" Tetapi kawannya yang lain berdesis, "Jangan berkata
begitu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun prajurit yang baru saja mandi itu tertawa. Prajurit-
prajurit yang berpengalaman itu ternyata masih sempat
berkelakar. Mereka masih dapat tertawa. Ketika nasi masak,
mereka pun dapat makan dengan lahapnya. Tetapi prajurit-
prajurit muda yang baru itu nampak gelisah.
Dalam pada itu, di istana Pajang, pertempuran masih
berlangsung. Namun Harya Wisaka tidak lagi sekedar
menonton. Ki Wimba Atmaka yang berkeras ingin bertempur
seorang lawan seorang dengan Kangjeng Sultan Hadiwijaya
atau dengan Ki Gede Pemanahan, ternyata telah terdesak.
Keadaannya semakin lama menjadi semakin sulit. Ki Gede
Pemanahan yang berilmu sangat tinggi itu dengan pasti, telah
mendesak Ki Wimba Atmaka ke dalam kesulitan.
Ki Wimba Atmaka yang semakin mengalami kesulitan
itupun telah mempergunakan senjata. Sebuah luwuk yang
berwarna kehitam-hitaman.
Namun Ki Gede Pemanahan tidak menjadi silau. Iapun
segera menarik pedang pendeknya. Dengan pedang di tangan,
Ki Gede menjadi semakin berbahaya, sehingga Ki Wimba
Atmaka semakin terdesak karenanya.
Namun agaknya luwuk di tangan Ki Wimba Atmaka itu
mempunyai arti tersendiri bagi pemiliknya. Nampaknya luwuk
itu dapat memperbesar kepercayaan dirinya, sehingga dengan
luwuk di tangan, Ki Wimba Atmaka menjadi sangat berbahaya.
Putaran luwuk Ki Wimba Atmaka itu bagaikan taburan
kabut tipis yang mengelilingi tubuhnya. Gulungan asap yang
kehitam-hitaman itu bergerak perlahan-lahan mendekati Ki
Gede Pemanahan yang berdiri termangu-mangu.
Namun Ki Gede sama sekali tidak menjadi bingung
menghadapi gulungan asap yang kehitam-hitaman itu. Pedang
pendeknyapun segera menyambutnya, sehingga terjadi
benturan yang keras sekali.
Ki Gede Pemanahan memang sempat terkejut. Ternyata
ada semacam arus panas yang mengalir, bersumber dari
benturan senjata yang terjadi itu lewat pedangnya,
menyengat telapak tangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Gede meloncat surut. Dipandanginya Ki Wimba Atmaka
yang sengaja tidak memburunya. Namun tiba-tiba saja
terdengar ia tertawa sambil berkata, "Jangan heran, bocah
dari Sela. Kau harus meyakini, betapa luasnya langit dan
bumi. Mungkin selama ini kau mengira bahwa ilmumu adalah
ilmu yang tertinggi di dunia di samping ilmu Kangjeng Sultan
Hadiwijaya. Namun sekarang kau menghadapi satu kenyataan,
yang mungkin membuatmu kebingungan"
"Apa yang membuat aku bingung, Ki Sanak?" Ki
Pemanahan justru bertanya.
"Jangan ingkar, Ki Gede Pemanahan. Kau akan segera
kehilangan kesempatan"
Ki Gede tidak menjawab. Namun iapun bersiap menghadapi
segala kemungkinan. Sejenak kemudian, gulungan asap yang kehitam-hitaman
itu telah melingkari tubuh Ki Wimba Atmaka lagi. Perlahan-
lahan gulungan asap itu telah mendekati Ki Gede Pemanahan
yang berdiri tidak terlalu jauh dari sudut ruangan.
"Kau akan lari kemana, Pemanahan" terdengar suara Ki
Wimba Atmaka. "Terimalah nasibmu yang buruk itu"
Ki Gede Pemanahan tidak menjawab. Namun ketika
gulungan asap itu seakan-akan menerjangnya, maka sekali
lagi Ki Gede Pemanahan telah membenturkan senjatanya.
Namun benturan yang terjadi bukan benturan yang keras.
Tetapi benturan itu seakan-akan telah meredam tenaga yang
dilontarkan oleh putaran luwuk Ki Wimba Atmaka.
Luwuk itu justru telah melekat bagaikan jari-jari seekor
burung elang yang menyentuh getah yang mencengkeram
dengan kuatnya. Ki Wimba Atmakalah yang terkejut. Hampir saja ia
kehilangan luwuknya. Namun kemudian dihentakkannya
tenaga dalamnya, sehingga luwuknya itupun telah terlepas
dari cengkaman kekuatan yang tidak dikenalnya itu.
Ki Wimba Atmakalah yang meloncat surut. Namun Ki Gede
Pemanahanpun tidak memburunya. Sambil tersenyum iapun
berdesis, "Apa ada yang mengejutkanmu, Ki Sanak?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Persetan kau, Pemanahan"
Ki Gede tidak bertanya lagi. Tetapi Ki Gede Pemanahanlah
yang kemudian menyerang Ki Wimba Atmaka.
Pertempuranpun menjadi semakin sengit. Tetapi putaran
kabut yang kehitam-hitaman itu tidak lagi dapat dibanggakan
oleh Ki Wimba Atmaka, karena benturan-benturan yang terjadi
tidak lagi banyak berarti baginya.
Ki Wimba Atmakalah yang justru telah terdesak. Bahkan
pedang Ki Gede Pemanahanpun mulai dapat menyeruak
putaran kabut tipis yang melingkari tubuh Ki Wimba Atmaka.
Ki Wimba Atmaka yang terdesak itupun semakin
meningkatkan ilmunya. Bukan hanya dalam benturan yang
keras saja, getar panas seakan-akan menjalar dari benturan
yang terjadi lewat pedangnya menyentuh telapak tangan Ki
Gede Pemanahan, namun asap yang tipis itupun seakan-akan
telah menjadi panas pula.
Tetapi panas yang seakan-akan memancar dari putaran
luwuk Ki Wimba Atmaka itu tidak banyak mempengaruhi
perlawanan Ki Gede Pemanahan. Meskipun keringat bagaikan
terperas dari tubuhnya, tetapi Ki Gede mampu mengatasi
pengaruh panas itu. Bahkan ujung pedang pendek Ki Gede telah sempat
menembus perisai putaran luwuk lawannya dan bahkan
menyentuh kulitnya. Ki Wimba Atmaka berteriak nyaring. Kemarahannya
menyala ketika ujung pedang Ki Gede sempat menggapai
kulitnya. Ki Wimba Atmaka terkejut. Ternyata Ki Gede memang
seorang yang berilmu sangat tinggi, sehingga mampu
mengatasi ilmunya. Bahkan sempat melukainya.
Serangan Ki Wimba Atmakapun menjadi semakin
menghentak-hentak. Ujung luwuknya menyambar-nyambar
dengan garangnya. Namun ternyata luwuknya itu tidak pernah menyentuh
tubuh Ki Gede. Bahkan ujung senjata Ki Gede lagilah yang
telah mengoyak kulit Ki Wimba Atmaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, Harya Wisaka yang berdiri dengan tegang,
tidak dapat tinggal diam. Ia melihat beberapa gores luka di
tubuh Ki Wimba Atmaka. Sementara itu, Wasi Lengkara masih bertempur dengan
sengitnya melawan Ki Waskita. Tetapi juga Wasi Lengkara
menjadi heran, bahwa lawannya itu masih mampu bertahan.
Bahkan nampaknya Ki Waskita masih saja tersenyum-senyum.
Agaknya Ki Waskita masih belum sampai ke puncak ilmunya.
Harya Wisaka yang menjadi gelisah itu, tiba-tiba telah
berdiri di sisi Ki Wimba Atmaka. Katanya, "Aku tidak berniat
mengganggu Paman. Aku hanya ingin tugas kita segera
selesai sebelum orang-orang yang tertidur itu terbangun"
Ki Wimba Atmaka tidak dapat mengingkari kenyataan
bahwa dirinya memang sudah terluka. Darah mengalir dari
lukanya semakin lama semakin banyak.
Karena itu, maka Ki Wimba Atmaka tidak menolak. Ia tidak
dapat bertahan pada sikap sombongnya untuk bertempur
seorang melawan seorang. Ia harus melepaskan keinginannya
untuk mendapat sebutan pembunuh Senapati Agung Pajang.
Demikianlah, maka Ki Wimba Atmaka dan Harya Wisaka
telah bertempur berpasangan melawan Ki Gede Pemanahan.
Namun Ki Wimba Atmaka telah terluka. Darahnya yang
mengalir dari luka-lukanya, telah membuat tenaga dan
kemampuan Ki Wimba Atmaka itu menyusut.
Tetapi ketika kemudian Harya Wisaka melibatkan dirinya,
maka Ki Wimba Atmaka itu sempat bernafas panjang.
"Jangan menyesali nasibmu yang buruk, Pemanahan"
geram Harya Wisaka. "Kelicikanmu bersama Panjawi yang
didasari gagasan Juru Mertani, harus kau tanggung sekarang.
Dengan licik dan curang anakmu membunuh Harya
Penangsang" "Kau tidak dapat membedakan antara kelicikan dan siasat
di dalam peperangan. Sementara Harya Penangsang tidak
mampu mengendalikan diri dan kehilangan penalaran yang
bening. Itu bukan sifat seorang senapati yang membiarkan
perasaannya berbicara tanpa pertimbangan nalar"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Persetan dengan igauanmu" geram Harya Wisaka.
"Apapun yang telah terjadi dengan Harya Penangsang, maka
kau akan mati sekarang"
Ki Gede Pemanahan tidak menjawab lagi. Ia sadar, bahwa
kedua orang yang dihadapinya adalah orang-orang yang
berilmu tinggi. Namun seorang di antara mereka telah terluka,
sehingga ia tidak lagi mampu bertempur pada puncak
ilmunya. Dalam pada itu, Resi Jalamanikpun bertempur semakin
sengit melawan Kangjeng Sultan Hadiwijaya. Dendam yang
menyala di hatinya telah mendorong Resi Jalamanik untuk
dengan segera mengakhiri perlawanan Kangjeng Sultan.
Namun Resi Jalamanik tidak dapat ingkar dari satu kenyataan,
bahwa Kangjeng Sultan Hadiwijaya yang di masa mudanya
pernah disebut Mas Karebet itu memiliki ilmu yang sangat
tinggi. Dengan demikian, maka Resi Jalamanik tidak akan dapat
memaksakan kemenangan dengan segera. Ia harus
mengerahkan segenap kemampuannya untuk dapat mengatasi
tataran ilmu Kangjeng Sultan. Namun meskipun Kangjeng
Sultan itu selalu meningkatkan ilmunya, namun ilmu Kangjeng
Sultan itu tidak pernah sampai ke puncak, sehingga masih saja
mampu ditingkatkannya. Sedangkan Wasi Lengkara yang semula tidak begitu
memperhitungkan kehadiran Ki Waskita, telah dipaksa untuk
menjadi sangat gelisah. Orang yang disebut Ki Waskita itu
ternyata mampu mengembangkan ilmunya sampai ke tataran
yang sangat tinggi. Dalam pada itu, pertempuran itupun berlangsung semakin
sengit. Resi Jalamanik, Ki Wimba Atmaka, Wasi Lengkara dan
Harya Wisaka ternyata menghadapi kekuatan yang jauh lebih
tinggi dari yang mereka duga. Menurut perhitungan mereka,
di dalam bilik utama itu hanya terdapat Kangjeng Sultan
Hadiwijaya. Jika ada orang lain, maka orang itu adalah tentu
seorang perempuan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun yang ternyata ada di dalam bilik itu adalah Ki Gede
Pemanahan, yang dikira sedang berada di luar kota memburu
Harya Wisaka. Ternyata bukan Ki Gede Pemanahanlah yang telah
terkelabuhi. Tetapi justru Harya Wisaka sendiri.
Dalam pada itu, maka malampun menjadi semakin
menyusut menjelang pagi. Cahaya fajar telah membayang di
langit. Sementara itu, orang-orang yang tertidur masih saja
tertidur nyenyak. Meskipun demikian, Resi Jalamanik yang yakin bahwa
kekuatan sirepnya akan dapat mengikat orang-orang yang
tertidur itu sampai tengah hari, namun jika matahari terbit,
maka akan berdatangan para abdi yang bertugas untuk
membersihkan lingkungan keraton. Ada di antara mereka yang
tinggal di dalam lingkungan keraton itu, sehingga merekapun tidak akan
terbangun dari tidur mereka. Tetapi para abdi yang tinggal di
luar keraton tentu akan keheranan melihat keadaan keraton.
Jika keadaan itu didengar oleh para pemimpin Pajang yang
berilmu tinggi, maka keadaan akan menjadi rumit bagi
mereka. Karena itu, maka Resi Jalamanikpun tidak ingin
memperpanjang pertempuran itu. Ia harus segera
mengakhirinya. Demikian pula kawan-kawannya. Ki Gede Pemanahan dan
Ki Waskita itu harus segera dihabisi.
"Akulah yang harus membunuh Sultan ini lebih dahulu. Jika
Karebet ini sudah mati, maka membunuh yang lain tidak
ubahnya dengan memijit buah ranti"
Dengan demikian, maka Resi Jalamanik itupun segera
merambah pada tataran ilmu puncaknya.
Dalam pada itu, Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paksi telah mulai bergerak pula. Mereka sudah bersepakat
dengan Ki Lurah Sanggabaya, bahwa sebelum fajar mereka
sudah harus bergerak. Sesaat menjelang matahari terbit,
mereka akan mulai menyerang pasukan yang berada di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padukuhan di hadapan mereka yang dipergunakan sebagai
pesanggrahan oleh Harya Wisaka dengan pasukannya yang
kuat. Tidak ada masalah di dalam pasukan yang dipimpin oleh Ki
Gede Pemanahan. Tetapi agak berbeda dengan pasukan yang
dipimpin oleh Ki Lurah Sanggabaya. Ki Lurah harus
membesarkan hati para prajuritnya yang nampak cemas
karena sebagian besar dari mereka belum berpengalaman.
"Kalian akan bertempur bersama-sama dengan kawan-
kawan kalian yang telah berpengalaman. Di samping itu kalian
akan berada di medan bersama-sama dengan pasukan yang
dipimpin oleh Ki Gede Pemanahan sendiri"
Sebagian dari para prajurit yang belum berpengalaman itu
memang menjadi berbesar hati. Tetapi masih ada di antara
mereka yang cemas, bahwa mereka akan memasuki neraka
yang bengis. Demikianlah, kedua pasukan itu merayap mendekati
padukuhan yang akan menjadi sasaran serangan mereka.
Mereka akan menyerang dari arah yang berbeda. Pasukan Ki
Sanggabaya akan menyerang dari sisi selatan dengan
pasukannya yang besar. Tetapi yang sebagian besar dari mereka belum
berpengalaman. Jika benturan telah terjadi, maka pasukan
yang dipimpin oleh Ki Gede akan memasuki medan dari sisi
utara dan menutup semua jalan agar Harya Wisaka tidak
sempat melarikan diri. Pada saat langit mulai menjadi merah, maka kedua
pasukan itu sudah bersiap di tempat mereka masing-masing
sebagaimana ditentukan menurut kesepakatan. Mereka tidak
akan saling memberikan isyarat pada saat pasukan-pasukan
itu menyerang. Ki Lurah Sanggabaya harus berpegangan pada waktu yang
disepakati. Saat matahari terbit, pasukannya akan menyerang
padukuhan itu dari arah selatan. Sementara pasukan Ki Gede
Pemanahan merayap mendekati padukuhan. Demikian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertempuran menjadi riuh, maka pasukan kecil itu harus
segera memasuki padukuhan.
Pada saat yang demikian, di istana Pajang, pertempuran
antara orang-orang berilmu tinggi itupun telah mencapai
puncaknya. Rasi Jalamanik yang ingin segera mengakhiri pertempuran,
telah mengetrapkan ilmunya Gelap Ngampar. Ketika Resi
Jalamanik itu berteriak nyaring, maka istana itupun telah
berguncang. Benda-bendapun telah bergeser dari tempatnya.
Bahkan ada guci tua yang terguling, mangkuk yang jatuh di
lantai dan pecah berserakkan.
Tetapi ilmu itu tidak dapat menahan ilmu Kangjeng Sultan.
Bahkan Kangjeng Sultan masih juga sempat berdesis, "Ilmumu
luar biasa, Ki Sanak. Bukan saja mengguncang jantung lawan,
tetapi mampu menyentuh ujud kewadagan"
Resi Jalamanik tidak menjawab. Ia sadar, bahwa ilmu Gelap
Ngampar itu tidak berarti banyak. Bahkan Ki Gede Pemanahan
dan Resi Waskita itupun tidak tergoyahkan. Karena itu, maka
Resi Jalamanik itupun telah meniupkan Aji Alas Kobar.
Kangjeng Sultan Hadiwijaya terkejut. Jika Aji Alas Kobar itu
mempunyai sentuhan wadag, maka ruangan itu akan dapat
terbakar. Bahkan istana itu seluruhnya akan dapat terbakar.
Karena itu, ketika Kangjeng Sultan melihat tanda-tanda
ilmu Alas Kobar akan ditrapkan, maka Kangjeng Sultanpun
segera memusatkan nalar budinya. Disiapkannya Aji Ricih.
Demikian Rasi Jalamanik menyemburkan api dari telapak
tangannya, maka ruangan itu tiba-tiba terasa menjadi basah
dan dingin. Tidak ada air setetes pun di ruangan itu. Namun
semburan api itu seakan-akan telah disiram oleh guyuran air
dari seribu air terjun di tebing gunung yang basah. Sesaat
kemudian, apipun menjadi padam.
Resi Jalamanikpun menggeram. Kemarahannya tidak
tertahankan lagi. Karena itu, dengan serta-merta Resi
Jalamanik telah menyerang Kangjeng Sultan dengan lambaran
Aji Rog-rog Asem. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Kangjeng Sultanpun tidak tergetar karenanya.
Bahkan ia masih sempat berdesis, "Rog-rog Asemmu masih
belum masak benar, Ki Sanak"
"Kau mengenal ilmu ini?"
Kangjeng Sultan tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja
Kangjeng Sultan itu menghadapi Resi Jalamanik yang
mengetrapkan Aji Rog-rog Asem itu dengan kekuatan aji yang
sama. Resi Jalamanik terkejut. Hentakan-hentakan ilmu Kangjeng
Sultan itu ternyata telah menggetarkan pertahanannya. Aji
Rogrog Asem Kangjeng Sultan Hadiwijaya itu ternyata lebih
matang dari aji yang sama yang dikuasai Resi Jalamanik.
Resi Jalamanik memang menjadi gelisah. Tetapi ia tidak
dapat berbuat lain kecuali menyelesaikan pertempuran itu,
apapun akibatnya bagi dirinya.
Dalam pada itu, langitpun menjadi semakin merah. Bahkan
cahaya yang kekuning-kuningan telah naik pula. Sebentar lagi,
matahari akan segera terbit.
Pada saat yang demikian itulah, Ki Lurah Sanggabaya
dengan tegang, berdiri tegak memandang ke arah timur. Para
prajuritnya telah bersiap untuk menerima perintahnya. Mereka
tahu, sasaran yang akan mereka datangi, padukuhan yang
ada di hadapan mereka. Pintu gerbang yang harus
dipecahkan. Sebagian dari mereka akan meloncati dinding
padukuhan dan langsung terjun ke peperangan.
Tetapi Ki Lurah Sanggabaya telah memilih. Prajurit-
prajuritnya yang sudah berpengalaman dan mempunyai
keberanian yang cukup sajalah yang akan meloncati dinding.
Yang lain akan mencoba memecahkan pintu gerbang.
Namun jika mereka yang meloncat dinding itu berhasil, maka
mereka akan membuka pintu itu dari dalam.
Dalam pada itu, Ki Lurah Sanggabayapun melihat warna
semburat di atas punggung bukit. Kemudian lingkaran merah
yang besar mulai terangkat perlahan-lahan naik ke langit.
Pada saat yang demikian itulah, Ki Lurah Sanggabaya
mengangkat tangannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang penghubung segera meneriakkan aba-aba, agar
pasukan itu dengan cepat berlari menuju ke sasaran.
Tetapi kedatangan mereka telah diketahui oleh pasukan
Harya Wisaka. Karena itu, maka kedatangan merekapun telah
disambut dengan kesiagaan penuh. Beberapa orang telah
memanjat dinding dengan busur di tangan.
Tetapi itupun telah diperhitungkan oleh Ki Lurah
Sanggabaya. Karena itu, yang kemudian berlari-lari di paling
depan adalah para prajurit yang membawa perisai di tangan
Duri Bunga Ju 4 Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Pendekar Sakti 1
^