Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 27

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 27


kirinya. Di belakang mereka adalah para prajurit yang juga
bersenjata busur dan anak panah. Dengan busur dan anak
panah, maka mereka akan melindungi para prajurit yang
berusaha memecahkan pintu gerbang.
Namun dalam pada itu, para prajurit yang sudah memiliki
pengalaman yang luas, berusaha untuk menjauhi pintu
gerbang. Mereka memperhitungkan bahwa para pemanah itu
sebagian akan berkumpul di pintu gerbang. Sementara itu
semakin jauh dari pintu gerbang, maka pertahanan akan
menjadi semakin tipis. Beberapa orang prajurit yang berpengalaman, mampu
menepis anak panah dengan senjata mereka. Dengan pedang
mereka atau tombak pendek di tangan mereka. Sementara itu,
ada juga di antara mereka yang telah mempersiapkan busur
dan anak panah untuk membalas serangan-serangan yang
dilontarkan dari atas dinding.
Demikian para prajurit itu sampai ke dinding padukuhan,
maka mereka segera berloncatan. Yang seorang memanjat
pundak yang lain. Demikian tangan mereka menggapai bibir
dinding padukuhan, maka merekapun segera meloncat naik.
Sementara itu beberapa orang pemanah yang
berpengalaman melindungi usaha mereka meloncati dinding.
Jika mereka melihat kepala lawan yang tersembul di atas
dinding, maka ujung anak panahpun akan segera menyambar
dahi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan demikian, maka para prajurit itu berurutan
berloncatan naik ke atas dinding dan langsung terjun ke
dalam. Meskipun jumlah mereka yang berhasil masuk tidak
berlalu banyak, tetapi mereka sudah berhasil mengacaukan
pertahanan para pengikut Harya Wisaka.
Apalagi ketika para prajurit berusaha memecahkan pintu
gerbang dengan hentakan-hentakan bersama-sama. Bahkan
kemudian beberapa orang telah mengusung balok kayu yang
cukup besar, kemudian mereka mengambil ancang-ancang
untuk membenturkan balok kayu itu ke pintu gerbang
padukuhan, sementara yang lain melindungi dengan lontaran-
lontaran anak panah yang mengarah.
Dengan demikian, maka pertempuranpun segera menjadi
seru. Para prajurit yang belum berpengalaman telah dibawa
oleh kawan-kawan mereka yang telah beberapa kali turun ke
medan perang yang besar, bersiap memasuki padukuhan
demikian pintu terbuka. "Jika pintu itu tidak segera terbuka, nasib kawan-kawan
kita yang sudah ada di dalam akan menjadi sangat buruk"
berkata salah seorang di antara para prajurit yang
berpengalaman. Demikianlah, maka hentakan balok kayu yang diusung oleh
beberapa orang itu diulang sekali, dua kali dan kemudian tiga
kali. Selarak pintu gerbang padukuhan itupun patah, sehingga
pintu telah terbuka. Para prajurit yang dipimpin oleh Ki Lurah Sanggabaya
itupun segera menerobos masuk. Para prajurit yang
berpengalamanlah yang lebih dahulu berlari memasuki
padukuhan. Mereka berusaha untuk dapat menerobos
langsung dan masuk ke dalam padukuhan itu sedalam-
dalamnya. Pertempuranpun telah terjadi di belakang pintu gerbang.
Beberapa orang prajurit terhadang oleh para pengikut Harya
Wisaka. Namun yang lain sempat menyusup menembus
pertahanan itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para prajurit Pajang itupun dengan cepat menebar.
Pertempuran segera meluas di jalan-jalan padukuhan.
Sebagian dari para prajurit yang belum berpengalaman telah
mengikuti saja kawan-kawan mereka. Sementara yang lain
bertempur dengan sengitnya di sekitar pintu gerbang.
Dalam pada itu, mataharipun telah terbit. Di istana pajang,
Ki Gede Pemanahan mendesak kedua lawannya. Harya
Wisakapun telah terluka parah. Bahkan lebih
parah dari Ki Wimba Atmaka. Dalam keadaan yang hampir
tidak berdaya, maka Resi Jalamanik yang juga sudah
mengalami kesulitan sempat berteriak, "Harya Wisaka.
Tinggalkan tempat ini"
Kata-kata itu diulang oleh Ki Wimba Atmaka, "Cepat,
pergilah. Selagi kami masih dapat bertahan"
Harya Wisaka memang menjadi ragu-ragu. Tetapi sekali
lagi terdengar suara Resi Jalamanik dan Ki Wimba Atmaka
hampir bersamaan, "Pergilah"
Harya Wisaka memang tidak mempunyai pilihan lain.
Tubuhnya penuh dengan darah. Sebenarnya Harya Wisaka
merasa berat meninggalkan ketiga orang yang sedang
bertempur itu. Ia yakin, bahwa ketiganya tidak akan
memenangkan pertempuran. Namun Harya Wisaka juga tidak
ingin tertangkap lagi. Demikianlah, maka Harya Wisaka itupun segera
menyelinap. Keluar dari ruangan itu.
Ki Gede Pemanahan memang berusaha mencegahnya.
Tetapi Ki Wimba Atmaka tiba-tiba seperti menjadi gila.
Dihentakkannya segenap ilmunya, ditumpahkannya dalam
serangan yang membadai. Ki Gede Pemanahan memang tertahan. Ia harus melayani
Ki Wimba Atmaka yang seakan-akan sudah kehilangan akal
itu. Sementara itu, Sultan Hadiwijaya yang melihat Harya
Wisaka berusaha melarikan diri, telah menyerang Resi
Jalamanik dengan puncak ilmunya. Bukan hanya Aji Rog-rog
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Asem, tetapi Kangjeng Sultan Hadiwijaya telah melepaskan Aji
Bajra Geni. Resi Jalamanik ternyata tidak mampu melawan ilmu yang
dahsyat itu. Meskipun Resi Jalamanik sempat bertahan
beberapa lama dengan Aji Rog-rog Asem yang didukung oleh
beberapa jenis ilmu yang lain, namun akhirnya Aji Bajra Geni
itu telah menghanguskan isi dadanya.
Kemarahan Kangjeng Sultan tidak tertahankan lagi ketika ia
tidak melihat Harya Wisaka berada di ruang itu lagi. Karena
itulah, maka Aji Bajra Geni yang jarang sekali dipergunakan,
telah dipergunakannya untuk mengakhiri perlawanan
Jalamanik. Hampir bersamaan saatnya, ketika Ki Gede Pemanahan
menghentikan perlawanan Wimba Atmaka dan Ki Waskita
menyelesaikan orang yang nampaknya memiliki Aji Welut
Putih itu. Namun akhirnya Wasi Lengkara itupun kehilangan
kesempatannya untuk mempertahankan hidupnya. Ki
Waskitapun berusaha mengakhiri perlawanannya dengan
cepat agar ia dapat segera memburu Harya Wisaka.
Ketiga orang itupun kemudian berpencar. Kangjeng Sultan
Hadiwijaya, Ki Gede Pemanahan dan Ki Waskita.
Mula-mula mereka masih dapat melacak titik-titik darah
Harya Wisaka yang keluar dari bilik itu langsung pergi ke
longkangan. Tetapi demikian Harya Wisaka itu keluar lewat
pintu seketeng, jejak titik-titik darah itupun telah hilang.
Ketiga orang yang memburunya itupun kemudian
mencarinya di arah yang berbeda-beda.
Namun akhirnya Ki Gede Pemanahan sampai ke gardu para
penghubung yang bertugas. Beberapa orang prajurit masih
tertidur dengan nyenyak. Seekor kuda terikat di tiang. Tetapi
kuda itu tidak tidur. Jejak kaki kuda yang baru telah mengisyaratkan, bahwa
Harya Wisaka telah berhasil mencapai tempat itu dan
kemudian melarikan diri dengan seekor kuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika hal itu dilaporkannya kepada Kangjeng Sultan, maka
Kangjeng Sultanpun menghentakkan tangannya. Katanya,
"Kita kehilangan lagi"
"Aku akan memerintahkan para prajurit untuk mencarinya
di seluruh kota. Mereka akan mendatangi semua pintu rumah
untuk menemukan Harya Wisaka"
"Kita terburu nafsu. Jika saja kita dapat menangkap ketiga
orang itu atau salah satu saja di antara mereka hidup-hidup"
berkata Ki Waskita. "Ya. Kita tidak dapat mengendalikan gejolak perasaan kita.
Nah, Apa bedanya kita dengan kakang Harya Penangsang?"
Ki Gede Pemanahan tidak menanggapinya. Tetapi iapun
berkata, "Hamba akan menemui Ki Tumenggung Reksapati"
Kangjeng Sultan itupun mengangguk sambil berdesis,
"Pergilah, Kakang"
Ki Gedepun kemudian telah mempergunakan kuda
penghubung yang selalu siap untuk dipergunakan setiap saat
itu. Sejenak kemudian terdengar derap kaki kuda melintasi
pintu gerbang istana, turun ke jalan yang masih agak sepi,
meskipun beberapa orang sudah nampak berjalan sambil
menggendong bakul pergi ke pasar. Ada di antara mereka
yang membawa hasil kebun mereka untuk dijual. Tetapi ada
juga yang membawa hasil kerajinan tangan mereka berupa
barang-barang dari anyaman bambu untuk keperluan dapur.
Irig, tampah, tambir, kalo dan sebagainya.
Orang-orang itu terkejut ketika mereka melihat seorang
penunggang kuda melarikan kudanya kencang sekali.
Meskipun demikian, Ki Gede Pemanahan masih juga
berusaha mengamati jalan yang dilewatinya, jika saja ia
berhasil menemukan titik-titik darah. Tetapi sia-sia.
Kedatangan Ki Gede Pemanahan memang mengejutkan Ki
Tumenggung Reksapati. Namun kemudian perintah Ki Gede
itu jelas, hari itu juga para prajurit Pajang harus mendatangi setiap rumah, dari pintu ke pintu, untuk menemukan Harya
Wisaka. "Baik, Ki Gede. Aku akan segera memberikan perintah itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah, pagi itu, kotaraja menjadi gempar. Dalam
waktu singkat, para prajurit telah memenuhi jalan-jalan.
Bukan hanya jalan-jalan besar, tetapi juga lorong-lorong di
padukuhan-padukuhan. Para prajurit itu mendatangi setiap rumah, masuk ke
dalamnya mencari seseorang yang bernama Harya Wisaka
yang terluka. Tetapi usaha untuk menemukan Harya Wisaka itu tidak
mudah. Ki Tumenggung Reksapati hanya dapat menemukan
seekor kuda. Di punggung kuda itu memang nampak tetesan
darah yang sudah mengering. Kuda itu adalah kuda yang
selalu siap dipergunakan oleh para penghubung di istana jika
ada persoalan-persoalan yang penting dan mendadak.
Dalam pada itu, di istana, Ki Waskita dan Kangjeng Sultan
sendiri telah membangunkan dua orang pelayan dalam yang
masih tidur di ruang dalam, tempat Kangjeng Sultan, Ki Gede
Pemanahan dan Ki Waskita bertempur.
Nampaknya pengaruh sirep yang tajam itu masih terasa,
sehingga kedua orang itu memang agak sulit dibangunkan.
Meskipun keduanya diguncang-guncang, namun keduanya
hanya membuka mata mereka saja untuk sesaat. Mata itupun
kemudian telah mengatup kembali.
Kangjeng Sultan itu menarik nafas panjang. Tetapi
Kangjeng Sultan tidak marah. Ia sadar, bahwa hal itu terjadi
bukan karena kesalahan para pelayan dalam. Mereka memang
tidak mampu melawan pengaruh sirep yang demikian
tajamnya tanpa mendapat bantuan.
"Aku akan membantu anak ini" desis Kangjeng Sultan yang
kemudian berjongkok di sebelah salah seorang pelayan dalam
itu. Dipeganginya pergelangan tangannya sejenak dan
dibangunkannya pelayan dalam itu lewat getar darahnya.
Pelayan dalam itupun kemudian menggeliat. Tetapi ketika
ia melihat Kangjeng Sultan berjongkok di sampingnya, dengan
serta-merta iapun meloncat bangkit. Pelayan dalam itu duduk
bersila sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kangjeng Sultan tidak segera bertanya. Ia memberi
kesempatan kepada pelayan dalam itu untuk mengingat-ingat,
apakah yang telah terjadi atas dirinya.
"Ampun, Kangjeng Sultan. Hamba tertidur. Hamba
bersalah. Hamba siap untuk menerima hukuman karena
kesalahan hamba itu"
"Baik" berkata Kangjeng Sultan yang bangkit berdiri. "Kau
aku hukum untuk membangunkan kawan-kawanmu yang
tertidur. Semua petugas di istana ini tertidur"
Pelayan dalam itu mengangkat wajahnya. Namun iapun
kemudian menunduk lagi. Dengan ragu iapun berdesis, "Apa
yang terjadi?" "Seharusnya akulah yang bertanya kepadamu, karena kau
yang bertugas disini"
"Hamba, Tuanku. Hamba bersalah"
"Nah, sekarang lakukan, bangunkan mereka. Aku akan
memberimu seorang kawan"
Dengan cara yang sama Kangjeng Sultanpun telah
membangunkan pelayan dalam yang seorang lagi. Seperti
kawannya iapun menjadi kebingungan. Namun kemudian
mereka menyadari, apakah yang telah terjadi.
"Bawalah air. Kawan-kawanmu tentu sulit kau bangunkan.
Celupkan tanganmu di dalam air dan tempelkan tanganmu
yang basah itu di leher mereka. Mudah-mudahan mereka
terbangun" "Hamba, Tuanku" sahut pelayan dalam itu berbareng.
Demikianlah, kedua orang pelayanan dalam itupun
berusaha untuk membangunkan kawan-kawan mereka yang
tertidur nyenyak. Mereka membawa air sebagaimana
dipesankan oleh Kangjeng Sultan di dalam sebuah kelenting
kecil. Dengan membasahi tangan dan menempelkan tangan yang
basah di leher orang-orang yang tertidur nyenyak, maka
sebagian dari mereka memang segera terbangun. Namun ada
juga yang nampaknya masih tetap bermalas-malas, sehingga
yang dibasahi bukan hanya tangan orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membangunkannya, tetapi air itupun telah diteteskan di dahi
mereka. Seorang yang kepalanya menjadi basah, terbangun sambil
marah. Namun kawannyapun berkata, "Kau akan dihukum


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena kau tertidur pada saat kau bertugas"
"He, dimana aku sekarang" Apakah aku sedang bertugas?"
"Ya. Kau sedang bertugas"
Prajurit itu mulai mengingat-ingat. Namun akhirnya iapun
menyadari kesalahannya, bahwa ia memang telah tertidur
selagi bertugas. "Apakah aku akan dihukum?"
"Tentu" jawab kawannya yang membangunkannya.
"Kenapa hal ini dapat terjadi" Sepanjang ingatanku, aku
belum pernah tertidur selagi aku bertugas"
Kawannya yang mengetahui bahwa istana itu semalam
telah dicengkam oleh sirep yang tajam, tidak
memberitahukannya. Ia sengaja mengganggu kawannya, agar
dicengkam oleh kegelisahan.
Ketika matahari menjadi semakin terang, maka abdi yang
tinggal di luar istana telah berdatangan. Tetapi mereka
menemukan para petugas telah berada di tempat tugas
mereka masing-masing. Yang berjaga-jaga di pintu gerbang
telah berada di pintu gerbang itu pula sambil membawa
tombak. Meskipun mata mereka masih terasa berat, namun
mereka telah memaksa diri untuk menjalankan tugas mereka
dengan baik. Yang berjaga-jaga di pintu gerbang, justru
berjalan hilir mudik di depan gerbang untuk melawan
perasaan kantuk. Para abdi yang memasuki keraton itu memang sempat
menjadi heran menyaksikan para prajurit dan pelayan dalam
yang tidak begitu bergairah pada tugas mereka. Tetapi para
abdi itu pun tidak bertanya.
Ketika para prajurit yang baru menggantikan prajurit yang
bertugas malam, maka sisa-sisa sirep itupun hampir tidak
nampak lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, Ki Gede Pemanahan telah berada di istana.
Bersama-sama dengan Kangjeng Sultan dan Ki Waskita
mereka menunggu laporan dari Ki Tumenggung Reksapati
atas hasil kerja para prajuritnya.
Sementara itu, jauh dari kotaraja, pasukan yang dipimpin
oleh Ki Lurah Sanggabaya telah terlibat dalam pertempuran
yang sengit. Para Prajurit yang belum berpengalaman itu
harus menghadapi lawan mereka yang tidak mengenali
mereka, apakah mereka berpengalaman atau tidak.
Dalam keadaan yang demikian, maka para prajurit itu telah
dipaksa untuk bertempur, setidak-tidaknya untuk melindungi
diri sendiri. Namun dengan demikian, maka mereka benar-benar
merasa bahwa mereka adalah prajurit.
Beberapa orang masih merasa takut melihat senjata yang
terayun-ayun mengerikan. Hati mereka menjadi semakin kecut
jika mereka mendengar seseorang berteriak kesakitan atau
merintih menahan nyeri yang menyengat. Dalam keadaan
yang demikian, mereka mulai bertanya kepada diri sendiri,
kenapa mereka memasuki dunia yang keras itu"
Tetapi selain mereka yang hatinya menyusut sampai
sebesar biji sawi, ada juga prajurit yang belum berpengalaman
itu hatinya justru mengembang. Mereka merasa mendapat
kepercayaan untuk menegakkan kewibawaan Pajang. Mereka
merasa mendapat beban tugas yang berat untuk
menghancurkan sekelompok pemberontak.
Dalam pada itu, sebagaimana sudah disepakati, setelah
pasukan Ki Lurah Sanggabaya itu bertempur, maka Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksipun mulai
menggerakkan kelompok-kelompok mereka masing-masing.
Mereka memasuki padukuhan itu dari arah yang lain. Dari
arah yang tidak mendapat pengawasan yang ketat.
Pertempuran singkat memang terjadi dengan para pengikut
Harya Wisaka. Tetapi pasukan Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa dan Paksi yang datang meskipun jumlahnya kecil itu,
segera menguasai keadaan. Merekapun segera menerobos
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masuk ke dalam padukuhan dan langsung melibatkan diri
dalam pertempuran. Kedatangan pasukan kecil itu memang mengejutkan. Ketiga
kelompok yang masing-masing dipimpin oleh Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi itupun telah memisahkan diri.
Mereka memasuki arena di sudut padukuhan yang berbeda.
Getar kedatangan pasukan kecil itu segera terasa oleh
pasukan yang dipimpin Ki Lurah Sanggabaya. Sambil
tersenyum Ki Lurah itupun berkata, "Mereka telah datang"
"Ya" sahut seorang prajurit pengawal Ki Lurah.
"Kita tingkatkan kekuatan kita agar pertempuran ini segera
berakhir" Pengawal Ki Lurah itupun segera memerintahkan kepada
para penghubung untuk menyampaikan perintah Ki Lurah itu
kepada setiap pemimpin kelompok.
Sebenarnyalah bahwa pertempuran itupun menjadi
semakin seru. Tetapi dengan kehadiran pasukan yang
dipimpin oleh Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi
itu, maka pertahanan para pengikut Harya Wisaka itupun
terasa mulai mengendor. Sebagian dari mereka harus segera
ditarik untuk menghadapi pasukan kecil yang terbelah menjadi
tiga itu. Namun mereka itu terdiri dari prajurit-prajurit yang tangguh. Sehingga meskipun jumlah mereka sedikit, tetapi
pengaruhnya ternyata cukup besar bagi para pengikut Harya
Wisaka. Dalam pada itu, Ki Gede Pemanahan atas persetujuan
Kangjeng Sultan telah mengirimkan tiga orang petugas sandi
untuk mencari hubungan dengan Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa dan Paksi. Ki Gede memerintahkan agar pasukan itu
ditarik kembali. Mereka tidak perlu memburu Harya Wisaka,
karena seperti yang diduga oleh Ki Gede Pemanahan, Harya
Wisaka masih berada di dalam kota.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun pada saat itu, pertempuran yang sengit telah
terjadi. Pertempuran yang melibatkan pasukan Ki Lurah
Sanggabaya dari Prambanan.
Para pengikut Harya Wisaka yang semula berpengharapan
untuk menghancurkan prajurit yang datang dari Prambanan
itu telah mulai menjadi cemas. Kedatangan pasukan kecil itu
benar-benar telah menggetarkan jantung mereka.
Ketika matahari menjadi semakin tinggi, maka pertempuran
itupun menjadi semakin sengit. Keringat dan darah telah
menitik jatuh di atas bumi yang kering.
Beberapa orang dari kedua belah pihak, setiap kali
meneriakkan kemenangan-kemenangan kecil yang terjadi.
Namun teriakan-teriakan itu kemudian telah tenggelam di
sela-sela dentang senjata beradu.
Pertempuran itupun kemudian telah menjalar hampir ke
seluruh padukuhan. Rumah-rumah di padukuhan itu tidak ada
yang membuka pintu. Yang sudah terlanjur terbuka dan
pemiliknya mulai menyapu halaman di pagi hari, telah
menutup pintunya kembali.
Perang yang terjadi itu sangat menakutkan mereka.
Penghuni padukuhan itu sadar, bahwa mereka tidak akan
dapat berbuat apa-apa kecuali bersembunyi. Mereka tidak
dapat berpihak kepada siapa kecuali bersembunyi. Jika
mereka mulai berpihak, maka nasib mereka kemudian akan
menjadi sangat buruk. Karena itu, para penghuni padukuhan
itu merasa lebih baik tinggal di dalam rumah mereka masing-
masing, menutup pintu dan menunggu apa yang akan terjadi
kemudian. Sementara itu para pengikut Harya Wisaka yang tinggal di
banjar padukuhan dan di rumah Ki Bekel, telah turun
semuanya ke medan. Bahkan mereka yang sehari-hari
bertugas di dapur atau tugas-tugas lain, harus ikut serta
masuk ke dalam kancah pertempuran.
Para prajurit yang belum berpengalaman dan hatinya tidak
sebesar kawan-kawannya, masih saja bertempur dengan hati
yang selalu cemas. Namun ketika satu dua prajurit yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipimpin oleh Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi
itu sempat menyusup dan bertempur bersama mereka, maka
terasa hati mereka menjadi tenang. Apalagi ketika para prajurit yang belum berpengalaman itu
melihat bagaimana mereka bertempur, maka mereka seakan-
akan telah mendapat dorongan untuk berbuat sebagaimana
mereka lakukan. Sebenarnyalah kehadiran pasukan khusus itu sangat
berpengaruh atas kawan dan lawan. Para pengikut Harya
Wisakapun menjadi cemas melihat kehadiran pasukan kecil
itu. Raden Sutawijaya yang membawa pasukannya langsung ke
induk pasukan lawan, telah berhasil menguasai jalan induk
padukuhan itu. Sementara itu. Pangeran Benawa telah
membawa pasukannya ke banjar padukuhan. Sedangkan Paksi
mencoba menerobos memasuki rumah Ki Bekel yang juga
dipergunakan oleh pasukan Harya Wisaka itu.
Ternyata bahwa para pengikut Harya Wisaka itu tidak
mampu mempertahankan tempat-tempat yang mereka
pergunakan selama mereka berada di padukuhan itu. Pasukan
Pangeran Benawa telah berhasil memasuki banjar padukuhan
dan menguasai semua barang-barang milik para pengikut
Harya Wisaka yang ada di banjar. Sementara itu, pasukan
yang dipimpin oleh Paksipun telah menguasai pula rumah Ki
Bekel. Ternyata Ki Bekel dan keluarganya sudah tidak ada di
rumah itu. Paksi yang memasuki rumah itu sampai ke dapur,
menemukan seorang perempuan yang duduk ketakutan.
"Kau siapa, Bibi?" bertanya Paksi.
"Aku semula adalah pembantu Ki Bekel" jawab perempuan
tua itu. "Dimana sekarang Ki Bekel?"
"Ki Bekel telah diusir dari rumah ini oleh para pemimpin
pasukan yang menduduki padukuhan ini. Ki Bekel sekarang
tinggal di rumah adiknya, di ujung padukuhan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Dari perempuan tua itu Paksi
dapat mengetahui dimana Ki Bekel itu tinggal. Karena itu,
maka Paksipun segera berusaha untuk menemuinya.
Ditinggalkannya beberapa orang prajuritnya di rumah Ki Bekel,
sementara itu ia membawa prajuritnya yang lain ke rumah
adik Ki Bekel itu. "Jika para pengikut Harya Wisaka itu datang untuk
menguasai kembali rumah ini, pertahankan. Tetapi jika
kekuatan mereka jauh melampaui kekuatan kalian, lepaskan.
Beritahu aku dan kita bersama-sama akan mengambil kembali
rumah ini" pesan Paksi kepada prajurit-prajuritnya.
Demikianlah, maka Paksipun telah membawa prajurit
prajuritnya ke rumah di ujung padukuhan.
Namun di sepanjang jalan yang ditempuhnya, pasukannya
masih saja telah berbenturan dengan kekuatan Harya Wisaka
yang masih berkeliaran di padukuhan itu. Tetapi Paksi berhasil menerobos menuju ke rumah di ujung padukuhan. Ketika
Paksi dan dua orang prajuritnya memasuki regol halaman,
maka prajurit-prajuritnyapun telah menebar. Setiap kali
pertempuran masih saja terjadi. Apalagi ketika pasukan yang
dipimpin oleh Ki Lurah Sanggabaya mulai mendesak lawannya
yang banyak kehilangan setelah pasukan Raden Sutawijaya
menguasai jalan induk padukuhan itu.
Pintu rumah di ujung padukuhan itupun tertutup rapat
seperti rumah-rumah yang lain. Perlahan-lahan Paksi
mengetuk pintunya. Tetapi pintu tidak segera dibuka.
"Tolong, bukakan pintunya" berkata Paksi.
Tetapi tidak seorang pun yang membukakan. Bahkan tidak
seorang pun yang menjawab.
"Atas nama kekuasaan Pajang, bukalah pintunya"
Nampaknya sebutan itu menyentuh hati orang-orang yang
ada di dalam. Ternyata kemudian terdengar seseorang
bertanya, "Siapakah kau, Ki Sanak?"
"Kami prajurit Pajang yang datang untuk membebaskan
padukuhan ini" "Prajurit Pajang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya" "Benarkah?" "Ya. Kami adalah prajurit-prajurit Pajang"
Terdengar langkah mendekati pintu. Kemudian terdengar
seseorang mengangkat selarak pintu itu.
Demikian pintu itu terbuka, maka Paksipun telah berdiri di
depan pintu. "Apakah aku berhadapan dengan Ki Bekel?"
"Tidak, Ki Sanak. Aku adiknya. Siapakah Ki Sanak ini?"
"Aku prajurit dari Pajang. Pasukan Pajang yang ada di
Prambanan serta tiga kelompok kecil pasukan khusus telah
memasuki padukuhan ini"
"Jadi Ki Sanak prajurit Pajang?"
Paksipun menyahut, "Kalian kenal pakaian kami" Jika kalian
ragu, kalian kenal pertanda ini?"
Paksipun kemudian telah menunjukkan timang pada ikat
pinggangnya. Timang yang dibuat khusus dengan bentuk yang
khusus pula, yang dikenakan oleh para prajurit Pajang.
"Ki Sanak masih ragu-ragu" Memang mungkin timang
seperti ini dipalsukan. Tetapi kau harus yakin, bahwa kami
adalah prajurit Pajang. Aku ingin berbicara dengan Ki Bekel"
Seorang laki-laki separo baya melangkah mendekati
mereka sambil berkata, "Marilah. Silahkan masuk, anak muda.
Akulah bekel di padukuhan ini"
Paksi dan kedua orang pengawalnyapun masuk ke ruang
dalam. Merekapun dipersilahkan duduk di sebuah amben yang
besar. "Kami harus meninggalkan rumah kami" berkata Ki Bekel.
"Anak isteriku sekarang berada disini"
"Aku sudah menguasai rumah Ki Bekel. Seorang
perempuan tua memberitahukan kepadaku, bahwa Ki Bekel
ada disini" "O" "Aku hanya ingin tahu, apakah selama pasukan itu ada
disini, Harya Wisaka juga berada disini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Bekel menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada dalam


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

iapun menjawab, "Aku tidak mungkin dapat mengetahuinya,
Ki Sanak. Aku sudah diusir dari rumahku"
"Menurut pendengaran Ki Bekel?"
"Hanya menurut pendengaran, Harya wisaka memang
berada disini. Tetapi aku belum pernah melihat, yang
manakah yang bernama Harya Wisaka itu"
Paksi mengangguk-angguk. Ia tidak dapat memaksa orang
itu untuk mengetahui dengan pasti. Agaknya Ki Bekel itu
sudah berbicara dengan jujur.
"Baiklah, Ki Bekel. Jika demikian, biarlah aku mencari di
antara para pengikutnya. Kami, para prajurit Pajang akan
berusaha mengenalinya. Mungkin ia justru berada di antara
para pengikutnya. Bahkan mungkin di antara para petugas
dapur atau orang-orang yang tidak mendapat banyak
perhatian" "Maaf, Ki Sanak. Aku tidak dapat banyak membantu"
"Ki Bekel" berkata Paksi kemudian, "rumahmu sudah aku
bebaskan. Jika kau ingin pulang, pulanglah. Tetapi jika kau
merasa bahwa kemungkinan buruk dapat terjadi atasmu,
silahkan untuk tinggal lebih lama disini"
"Terima kasih, Ki Sanak. Tetapi aku belum berani pulang
sebelum keadaan menjadi jelas"
Paksipun kemudian minta diri. Iapun meninggalkan empat
orang prajuritnya di halaman rumah itu. Iapun berpesan
sebagaimana pesannya kepada prajurit-prajuritnya yang
ditinggal di rumah Ki Bekel, "Jangan mati untuk
mempertahankan rumah ini. Jika kalian tidak kuat menahan
arus, lepaskan. Kita akan melakukan bersama-sama"
Paksipun kemudian telah membawa prajuritnya yang lain
untuk turun ke jalan, menutup regol samping padukuhan.
Beberapa orang pengikut Harya Wisaka sampai pula ke
tempat itu, sehingga telah terjadi pertempuran di beberapa
tempat. Bahkan beberapa orang benar-benar telah datang ke
rumah Ki Bekel yang kosong. Tetapi para prajurit yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditinggalkan oleh Paksi berusaha mencegah mereka.
Pertempuran yang pendek telah terjadi.
Beberapa orang pengikut Harya Wisaka itupun kemudian
telah meninggalkan rumah itu.
Dalam pada itu, Paksipun telah meninggalkan pula
beberapa orang di regol samping. Paksi sendiri kemudian telah
bergerak memasuki arena pertempuran yang seru yang masih
saja terjadi di beberapa tempat di padukuhan itu.
Dalam pada itu, sebagian besar prajurit dari kelompok yang
dipimpin oleh Raden Sutawijaya telah berbaur dengan para
prajurit dari Prambanan. Mereka ternyata menjadi panutan
dari para prajurit yang masih belum berpengalaman. Rasa-
rasanya mereka pun akan mampu memiliki kelebihan
sebagaimana para prajurit dari pasukan khusus itu.
Dalam pada itu, semakin lama para prajurit yang dipimpin
oleh Ki Lurah Sanggabaya itupun semakin menguasai
keadaan. Mereka menebar semakin luas. Sebagian telah
bergabung dengan para prajurit di bawah pimpinan Pangeran
Benawa. Sedang yang lain mengalir sampai di rumah Ki Bekel
yang telah dikuasai oleh Paksi.
Menjelang sore hari, maka kekuatan para pengikut Harya
Wisaka telah menyusut jauh sekali. Dimana-mana telah
dikuasai oleh para prajurit dari Prambanan dan para prajurit
dari pasukan khusus. Mereka berada di simpang-simpang
empat dan simpang-simpang tiga. Mereka berada di banjar
padukuhan, di rumah Ki Bekel dan di tempat Ki Bekel tinggal.
Bahkan beberapa rumah bebahu telah dijaga pula oleh para
prajurit. Para pengikut Harya Wisaka benar-benar telah kehilangan
kesempatan. Mereka tidak mempunyai lagi ruang gerak.
Bahkan jalan-jalanpun seakan-akan telah tertutup.
Dalam pada itu, maka Raden Sutawijayapun telah
meneriakkan peringatan kepada para pengikut Harya Wisaka
itu dari regol rumah seorang saudagar yang kaya. Raden
Sutawijaya tahu, bahwa di halaman di depan rumah itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdapat beberapa orang pengikut Harya Wisaka yang masih
berkumpul. "Menyerahlah sebelum kami kehabisan kesabaran. Kami
akan menerima penyerahan di halaman banjar. Letakkan
senjata dan berbaris teratur. Kami menunggu sampai matahari
rendah menjelang senja. Jika kalian tidak menyerah, maka
kami akan membersihkan padukuhan ini. Kami akan
menghancurkan kalian. Tidak akan ada jalan keluar"
Suara Raden Sutawijaya memang dapat didengar oleh
beberapa orang di antara para pengikut Harya Wisaka. Namun
sama sekali tidak terdengar tanggapan.
"Kami menunggu sampai menjelang senja. Setelah itu,
tidak seorangpun akan mendapat kesempatan lagi"
Dengan demikian, maka Raden Sutawijaya memang
memusatkan kekuatannya di sekitar banjar. Para pengikut
Harya Wisaka itu dapat saja berbuat aneh-aneh. Mereka dapat
saja berpura-pura menyerah. Namun tiba-tiba mereka
menyerang. Karena itu, maka baik di luar banjar, maupun di halaman
banjar, para prajurit Pajang siap menghadapi segala
kemungkinan. Sementara beberapa kelompok prajurit
bertugas untuk mengawasi semua regol padukuhan. Bahkan
setiap jengkal dinding padukuhan itu.
Ketika matahari menjadi semakin rendah, ternyata ada
beberapa orang yang datang untuk menyerahkan diri.
Agaknya kesempatan yang diucapkan oleh Raden Sutawijaya
itu telah tersebar di antara para pengikut Hara Wisaka.
Namun ternyata yang datang menyerah tidak terlalu
banyak. Meskipun demikian, maka pasukan para pengikut
Harya Wisaka itu tentu sudah tidak mempunyai kekuatan
sama sekali. Selain yang terbunuh, terluka parah dan
menyerah, maka sisanya sudah tidak begitu banyak lagi.
Para pengikut Harya Wisaka yang menyerah itupun telah
ditempatkan di ruang dalam pendapa banjar setelah ruangan
itu dibersihkan. Barang-barang para pengikut Harya Wisaka
telah ditimbun di ruang belakang banjar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa orang pemimpin mereka telah dipisahkan, dan
ditempatkan di gandok sebelah kiri.
Sampai batas waktu yang ditentukan, ternyata tidak terlalu
banyak para pengikut Harya Wisaka yang menyerahkan diri.
Ternyata mereka memang sudah tidak mempunyai pilihan
lain. Ketika Pangeran Benawa berbicara dengan salah seorang
dari mereka yang menyerah, maka orang yang menyerah itu
berkata, "Kami sudah merasa sangat letih. Kami merayap dari
satu tempat ke tempat yang lain tanpa melihat harapan masa
depan yang lebih baik"
"Dimana kawan-kawanmu yang lain, yang tidak
menyerah?" "Mereka terbunuh, terluka dan yang lain lagi menjadi
ketakutan. Mereka merasa bahwa jika mereka menyerah,
maka mereka akan hidup di dalam neraka tanpa
berkesudahan" -ooo00dw00ooo- Jilid 25 NAMUN Raden Sutawijayapun menyahut, "Kau aku beri
kesempatan untuk menemui kawan-kawanmu yang masih
bersembunyi. Katakan kepada mereka, bahwa mereka akan
diperlakukan wajar oleh para prajurit Pajang. Tetapi jika
mereka tidak segera datang, sementara kami menjadi sangat
buruk, maka tidak akan ada kesempatan untuk melarikan diri.
Meskipun malam turun, semua jalan akan tertutup. Bahkan
dinding yang melingkari padukuhan ini pun akan diawasi dari
sejengkal ke sejengkal"
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun Raden
Sutawijayapun mengulanginya, "Pergi kepada kawan-
kawanmu. Katakan kepada mereka, bahwa ini adalah
kesempatan terakhir sampai saatnya kami bergerak. Malam
nanti, padukuhan ini harus sudah bersih"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu mengangguk kecil. Meskipun dengan agak ragu,
iapun kemudian meninggalkan banjar untuk mencari kawan-
kawannya. Ternyata orang itu berhasil membujuk sekelompok
pengikut Harya Wisaka untuk datang menyerah di banjar.
Ketika kemudian malam turun, maka Raden Sutawijaya,
Pangeran Benawa dan Paksi bersama Ki Lurah Sanggabaya
telah menggerakkan lagi pasukannya untuk membersihkan
padukuhan itu. Dengan obor di tangan, mereka menyisiri
setiap jengkal tanah. Selain mereka membersihkan padukuhan
itu dari sisa-sisa para pengikut Harya Wisaka yang masih
bersembunyi, maka mereka pun mencari kawan-kawan
mereka yang terluka parah dan terbunuh untuk dibawa ke
rumah Ki Bekel. Para prajurit itupun telah menyertakan pula
para pengikut Harya Wisaka yang menyerah untuk
mengumpulkan kawan-kawan mereka dan membawanya ke
banjar. Ternyata para prajurit Pajang itu masih menemukan
beberapa orang pengikut Harya Wisaka yang berusaha
bersembunyi. Bahkan ada di antara mereka yang bersembunyi
di atas dahan-dahan kayu. Seorang di antara mereka mencoba
untuk melayang dengan pelepah kelapa sebagaimana pernah
didengarnya dongeng naik pelepah kelapa. Tetapi orang itu
telah terjatuh menghunjam di tanah dan mati seketika.
Malam itu Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa, Paksi dan
Ki Lurah Sanggabaya telah membersihkan padukuhan itu dan
menawan sisa-sisa para pengikut Harya Wisaka. Memang ada
di antara mereka yang berhasil menyusup keluar dan
melarikan diri. Namun jumlahnya hanya kecil sekali
dibandingkan dengan jumlah mereka seluruhnya.
Namun dalam pada itu, Raden Sutawijaya tidak menjadi
lengah. Meskipun para prajurit Pajang masih sibuk di dalam
padukuhan itu, tetapi Raden Sutawijaya telah memerintahkan
beberapa orang prajurit untuk mengawasi keadaan di luar
padukuhan. Raden Sutawijaya dan para pemimpin prajurit
Pajang itu sudah mendapat laporan, bahwa telah berkeliaran
segerombolan orang yang tidak dikenal. Mungkin mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah orang-orang yang masih bermimpi untuk mendapatkan
cincin kerajaan yang mereka ketahui dibawa oleh Pangeran
Benawa. "Kita tidak boleh lengah, sehingga segerombolan orang itu
memanfaatkan kesibukan kita sekarang ini atau mengira
bahwa pasukan kita sudah tidak berdaya setelah terjadi
pertempuran yang keras melawan para pengikut Harya
Wisaka" Dengan demikian, maka beberapa orang prajurit telah
bertugas beberapa puluh patok di luar padukuhan itu.
Baru setelah tengah malam, Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa, Paksi dan Ki Lurah Sanggabaya sempat beristirahat
meskipun mereka masih harus tetap berhati-hati.
Dalam pada itu, menjelang dini hari, para prajurit yang
bertugas mengawasi jalan yang langsung menuju ke gerbang
padukuhan telah menghentikan tiga orang berkuda yang
berpacu menuju ke padukuhan itu.
"Siapakah kalian?" bertanya pemimpin kelompok prajurit
yang bertugas itu. Ketiga orang itupun telah menunjukkan timang keprajuritan
mereka, sehingga para petugas itupun segera mengenali
mereka sebagai petugas sandi prajurit Pajang.
"Kalian para prajurit yang berada di Prambanan?" bertanya
prajurit yang bertugas. "Tidak. Kami diperintahkan langsung oleh Ki Gede
Pemanahan untuk menemui Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya" "Baiklah. Silahkan. Temui prajurit yang bertugas di regol
padukuhan" Ketiga orang itu adalah petugas sandi yang ditugaskan oleh
Ki Gede Pemanahan untuk menemui Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya untuk menyampaikan perintah Ki Gede,
bahwa pasukan mereka harus ditarik kembali ke kotaraja.
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksipun
menerima mereka di rumah Ki Bekel.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Darimana kalian mendengar bahwa kami ada disini?"
bertanya Raden Sutawijaya.
"Kami telah pergi ke Prambanan" jawab salah seorang dari
para petugas sandi itu. "Prambanan?" "Kami sudah menduga, bahwa Raden telah membuat
hubungan dengan pasukan Pajang yang berada di Prambanan
ketika kami mendapat keterangan bahwa pasukan Raden
menuju ke selatan. Beberapa tempat yang kami singgahi
memang menuntun kami untuk pergi ke Prambanan. Dari para
prajurit yang bertugas di barak, kami mendapat keterangan
tentang pasukan Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa,
karena pasukan Pajang di Prambanan yang dipimpin langsung
oleh Ki Lurah Sanggabaya telah terlibat"
"Perintah apa yang kalian bawa?" bertanya Raden
Sutawijaya kemudian. Seorang di antara ketiga orang prajurit itu menjawab, "Ki
Gede memerintahkan pasukan Raden kembali ke kotaraja"
"He" Bagaimana dengan tugas kami untuk memburu
Paman Harya Wisaka?" sahut Pangeran Benawa. "Kami yang
menyerang para pengikutnya disini ternyata tidak
menemukannya. Kami masih harus bergerak lagi untuk
mencarinya. Pada saatnya kami akan kembali sambil
membawa Paman Harya Wisaka.
Pasukannya yang kuat telah kami hancurkan disini
bersama-sama dengan pasukan Pajang yang berada di
Prambanan" "Pangeran tidak perlu memburu Harya Wisaka sampai ke
tempat yang lebih jauh lagi"
"Maksudmu?" "Harya Wisaka ada di kotaraja"
"Jadi Paman Harya Wisaka sudah tertangkap?"
"Belum, Pangeran"
"Jadi Bagaimana?" bertanya Raden Sutawijaya.
"Harya Wisaka sama sekali tidak lari keluar kota"
"Jadi ayah benar" desis Raden Sutawijaya.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Ki Gede Pemanahan benar"
"Apa yang telah terjadi di kotaraja?" bertanya Pangeran
Benawa. Prajurit itupun kemudian menceriterakan apa yang pernah
terjadi di kotaraja. Apa pula yang telah dilakukan oleh Harya
Wisaka dan beberapa orang kepercayaannya. Bagaimana
mereka menebarkan sirep yang amat tajam. Kemudian
menyerang langsung ke dalam bilik Kangjeng Sultan
Hadiwijaya. "Harya Wisaka itu sangat terkejut ketika ia melihat Ki Gede
berada di dalam bilik itu pula"
"Jadi, Paman Harya Wisaka itu sudah tertangkap?"
bertanya Raden Sutawijaya.
"Belum, Raden" "Belum" Jadi?"
Prajurit itupun kemudian melanjutkan ceritanya tentang
Harya Wisaka yang berhasil meloloskan dirinya meskipun ia
sudah terluka. Raden Sutawijaya menarik nafas dalam-dalam, sementara
Pangeran Benawa menggeram, "Licik juga Harya Wisaka. Ia
berhasil lolos dari tangan tiga orang berilmu sangat tinggi.
Ayahanda Sultan, Paman Pemanahan dan Ki Waskita"
"Ya. Tetapi ketiga orang itupun tertahan oleh tiga orang
berilmu tinggi pula. Meskipun akhirnya ketiganya dapat
dibinasakan, tetapi mereka sudah memberikan waktu kepada
Harya Wisaka untuk melepaskan diri"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Katanya, "Ya.
Ketiga orang itu ternyata sangat setia kepada Harya Wisaka,
sehingga mereka bersedia mengorbankan jiwa mereka"
"Harya Wisaka memang memiliki pengaruh yang ajaib"
berkata Raden Sutawijaya. "Para pengikutnya yang bergerak
di luar kotapun sebagian merelakan hidup mereka bagi apa
yang mereka sebut perjuangan untuk meluruskan mengalirnya
kekuasaan dari tahta Majapahit"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa tertawa pendek. Katanya, "Apa yang
dikatakan perjuangan oleh Paman Harya Wisaka itu ternyata
telah menelan banyak sekali korban"
"Paman Harya Wisaka tidak pernah menghiraukannya"
sahut Raden Sutawijaya. "Paman Harya Wisaka membenarkan
segala cara untuk mencapai tujuannya, sehingga jiwa
seseorang tidak berarti apa-apa baginya"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk Namun kemudian
iapun bertanya, "Jadi, apa yang akan kita kerjakan?"
"Kembali ke Pajang" jawab Raden Sutawijaya.
"Besok pagi?" "Tidak. Kita terpaksa kembali besok lusa. Besok kita
selesaikan segala masalah disini. Kemudian kita akan kembali
menelusuri jalan yang pernah kita tempuh untuk mengambil
kawan-kawan kita yang kita titipkan di padukuhan-padukuhan.
Perjalanan kita memerlukan waktu yang lama. Sementara
itu, kita masih harus berhati-hati terhadap pasukan yang tidak dikenal itu"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Kita
tidak dapat begitu saja meninggalkan padukuhan ini meskipun
disini ada pasukan dari Prambanan"
Karena itu, maka Raden Sutawijayapun berkata kepada
para petugas sandi itu, "Jika kalian telah cukup beristirahat, besok sebaiknya kalian mendahului kami. Kalian dapat
melaporkan keberadaan kami disini. Mungkin kami
memerlukan dua hari perjalanan pulang, karena kami harus
singgah di beberapa padukuhan"
"Baiklah Raden. Besok pagi-pagi kami akan kembali ke
Pajang" "Kalian tidak perlu berangkat pagi-pagi. Kalian memerlukan
waktu istirahat" "Bukankah sekarang kami beristirahat?"
"Jangan paksakan diri kecuali keadaan juga memaksa"
Ketiga orang itu saling berpandangan. Seorang di antara
merekapun kemudian berkata, "Baiklah. Kami akan
beristirahat sebentar, Raden"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang prajurit kemudian membawa ketiga orang itu ke
serambi samping rumah Ki Bekel. Merekapun kemudian telah
dipersilahkan untuk beristirahat di sebuah amben bambu yang
cukup besar bagi mereka bertiga.
Ternyata ketiganya sempat juga tidur beberapa lama di dini
hari. Namun justru karena itu, maka mereka terbangun pada
saat bayangan cahaya fajar yang kekuning-kuningan telah
nampak di lubang-lubang dinding.
Dengan tergesa-gesa mereka bangun. Kemudian
membersihkan dan berbenah diri sebelum mereka bersiap
untuk berangkat. "Kalian belum cukup beristirahat" berkata Raden Sutawijaya
yang juga sudah duduk di pringgitan sambil minum minuman
hangat bersama Pangeran Benawa dan Paksi.
"Ternyata kami terlambat bangun. Pangeran Benawa,
Raden Sutawijaya dan Paksi telah bangun lebih dahulu"
"Kami tidak letih seperti kalian yang menempuh perjalanan
panjang sehingga seakan-akan dalam sehari semalam kalian
tidak berhenti" "Tetapi kami terlalu sering berhenti. Jika bukan kuda-kuda
kami yang letih, kami bertigalah yang letih dan perlu
beristirahat. Bagi kami tidak ada masalah untuk beristirahat
kapan saja kami inginkan. Tetapi pasukan yang berada disini
harus bertempur tanpa dapat beristirahat, karena beristirahat
akan dapat merubah segala-galanya dalam pertempuran"
Pangeran Benawa tersenyum. Katanya, "Sebenarnya kita
sama-sama merasa letih. Tetapi kami pun menyadari, bahwa
kewajiban telah mendorong kami untuk menjalankan tugas"
Ketiga orang prajurit dalam tugas sandi itupun tertawa pula
sebagaimana Raden Sutawijaya dan Paksi.
Dalam pada itu, setelah makan pagi, minum minuman
hangat dan beristirahat sejenak, maka ketiga orang prajurit
itupun mohon diri untuk segera kembali ke Pajang dan
memberikan laporan hasil perjalanan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, pasukan Pajang yang kecil serta pasukan
Pajang yang berada di Prambanan itu masih sibuk mengurusi
kawan-kawan mereka yang cidera, terluka dan yang gugur.
Demikian pula mereka harus mengurusi para pengikut
Harya Wisaka. Sehingga dengan demikian maka pada hari itu
para prajurit dan para tawanannya itupun masih harus bekerja
keras. Namun kerja itu mereka akhiri hari itu juga. Ketika
matahari turun ke barat, maka semuanya telah mereka
selesaikan. Para prajurit, baik yang dipimpin oleh Raden Sutawijaya
dan Pangeran Benawa serta membawa seseorang yang
mereka sebut Ki Gede Pemanahan itu, maupun para prajurit
dari Prambanan yang dipimpin oleh Ki Lurah Sanggabaya
itupun menyempatkan diri untuk beristirahat sebelum esok
pagi mereka akan kembali ke arah berlawanan.
Dalam pada itu, para prajurit yang belum berpengalaman
itupun mulai menyadari kedudukan mereka yang sebenarnya.
Pertempuran yang telah terjadi itupun merupakan tempaan
bagi jiwa keprajuritan mereka. Memang ada kawan mereka
yang gugur. Tetapi apa yang mereka lihat pada kawan-kawan
mereka yang sudah berpengalaman apalagi pada pasukan
khusus yang datang dari Pajang itu, telah menimbulkan
kepercayaan pada diri mereka, bahwa merekapun akan dapat
menjadi prajurit yang dapat dibanggakan seperti para prajurit
yang lebih matang itu. Pada kesempatan yang sempit itu, maka Ki Lurah
Sanggabayapun telah mengetahui apa yang telah terjadi di
kotaraja. Karena itu, maka tidak akan ada gunanya lagi
memburu Harya Wisaka di luar kota. Mereka tidak akan dapat
menemukannya. "Meskipun demikian, kemungkinan Harya Wisaka lolos itu
masih ada. Terakhir ternyata Harya Wisaka juga tidak
tertangkap lagi. Meskipun dalam keadaan terluka, orang yang
licin itu masih tetap berbahaya" berkata Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Karena itu, jangan lengah" pesan Pangeran Benawa pula,
"jika tiba-tiba Harya Wisaka muncul di tengah-tengah
barakmu" Ki Lurah Sanggabaya tertawa. Tetapi ia menyadari, bahwa
pesan itu tidak berlebih-lebihan. Harya Wisaka yang licik itu
akan dapat berbuat apa saja yang sebelumnya tidak terduga-
duga. Ketika malam turun, maka kedua pasukan yang masih ada
di padukuhan itupun segera bersiap-siap. Para
pemimpinnyapun telah menemui Ki Bekel yang sudah pulang
ke rumahnya yang harus mereka tinggalkan.
"Besok kami akan mohon diri, Ki Bekel" berkata Raden
Sutawijaya. "Kami juga, Ki Bekel" sambung Ki Lurah Sanggabaya.
"Kenapa begitu tergesa-gesa?"
"Masih banyak yang harus kami kerjakan di Pajang, Ki
Bekel" "Kami mengucapkan terima kasih, bahwa kami telah
terlepas dari kuasa pasukan yang ganas itu"
"Nampaknya sebagian besar kekuatan Harya Wisaka telah
dihancurkan, Ki Bekel. Terutama di daerah ini. Meskipun
mungkin di daerah utara para pendukungnya masih kuat,
namun agaknya mereka tidak akan berkeliaran sampai kemari"
Ki Bekel mengangguk-angguk. Katanya, "Mudah-mudahan
kami dapat hidup tenteram seperti sediakala"
"Jika terjadi sesuatu yang terasa gawat, Ki Bekel dapat
memerintahkan dua tiga orang bebahu menghubungi aku di
Prambanan" berkata Ki Sanggabaya. "Agaknya Prambanan
lebih dekat daripada Ki Bekel harus pergi ke Pajang"
"Baik, Ki Lurah. Jika perlu, aku akan menghubungi Ki Lurah
di Prambanan" Malam itu, para bebahupun telah mengucapkan terima
kasih dan selamat jalan pula kepada para pemimpin pasukan
yang akan kembali sebagian ke Pajang dan sebagian lagi ke
Prambanan. Pasukan yang ke Prambanan yang lebih besar
dari pasukan yang akan kembali ke Pajang, akan membawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para tawanan dalam keadaan terikat tangannya. Para prajurit
dari Prambanan tidak mau mengalami akibat buruk jika terjadi
kelengahan sehingga para tawanan itu melakukan tindakan
yang dapat mengacaukan pasukan yang kembali ke
Prambanan itu. Demikianlah, malam itu adalah malam terakhir bagi
pasukan khusus yang dipimpin oleh Raden Sutawijaya dan
Pangeran Benawa itu. Besok mereka akan kembali ke Pajang,
karena orang yang mereka buru itu ternyata masih berada di
kotaraja. Ketika malam menjadi semakin dalam, maka para prajurit
dan para pemimpinnya itupun telah beristirahat kecuali
mereka yang bertugas. Besok pagi-pagi benar mereka akan
berangkat meninggalkan padukuhan itu ke arah yang
berbeda-beda. Dari Ki Bekel, Raden Sutawijaya meminjam beberapa ekor
kuda untuk keperluan yang sangat khusus, terutama untuk
mengangkut mereka yang terluka sangat parah dan tidak
mungkin untuk berjalan kaki.
Dengan kuda, pasukan itu akan dapat berjalan lebih cepat
daripada mereka mempergunakan pedati.
Sementara itu, di dini hari, beberapa orang yang bertugas
di dapur telah bangun. Ki Bekel ingin menghidangkan makan
yang terakhir kalinya bagi para prajurit yang telah
membebaskan padukuhannya dari kerusuhan dan kekacauan
yang ditimbulkan oleh para pengikut Harya Wisaka.
Karena itu, maka Ki Bekel telah menugaskan beberapa
orang menyediakan makan yang khusus. Beberapa ekor
kambing telah disembelih di samping ikan air yang ditangkap
dengan mengeringkan dua buah belumbang milik Ki Bekel.
Beberapa kepis ikan gurameh dan tambra, ikan mas dan
bader. "Sebelum terang tanah, semuanya harus sudah masak"
berkata Ki Bekel kepada orang-orang yang ditugaskan
menyediakan makanan pagi bagi para prajurit yang akan
meninggalkan padukuhan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika para prajurit terbangun, maka mereka tersentak oleh
bau yang sedap yang menyengat hidung mereka. Beberapa
orang prajurit justru merasa perutnya tiba-tiba menjadi lapar.
"Marilah kita segera mandi. Bau itu tidak tertahankan lagi.
Siapa yang lebih cepat mandi dan berbenah diri, maka ia akan
makan mendahului yang lain. Siapa yang lambat, mungkin
tidak akan mendapat bagian lagi"
Tetapi seorang prajurit yang lain menyahut, "Aku tidak
akan mandi. Aku akan mencuci muka, langsung pergi ke
dapur" Terdengar kawan-kawannya tertawa. Seorang berkata,
"He, pemalas. Jika kau masuk ke dapur, kau tentu akan diusir.
Ki Bekel sendiri menunggui orangnya yang sedang masak"
"He?" Yang terdengar adalah suara tertawa.
Demikianlah, maka para pemimpin kelompokpun segera
memerintahkan pasukan masing-masing untuk segera bersiap.
Ki Lurah Sanggabaya memerintahkan untuk berangkat
meninggalkan padukuhan itu sebelum matahari naik.
Ketika langit kemudian menjadi merah, maka nasi dan lauk
serta sayurnyapun telah siap. Ki Bekelpun kemudian menemui
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Ki Lurah
Sanggabaya untuk mempersilahkan para prajurit itu makan.
"Nasi, lauk serta sayurnya telah kami sediakan di beberapa
tempat. Di pendapa, di ruang dalam"
"Terima kasih, Ki Bekel" jawab Raden Sutawijaya yang
kemudian memerintahkan para prajurit untuk makan pagi,
kecuali yang bertugas. Suasananya terasa menjadi gembira. Disana-sini terdengar
gurau dan kelakar yang segar, disusul oleh suara tertawa yang
meledak. Sementara itu, yang lain sama sekali tidak
menghiraukannya. Mereka lebih sibuk dengan daging kambing
dan ikan gurameh bakar. Bahkan mereka yang terlukapun dapat melupakan


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perasaan nyeri yang menggigit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He, kau tidak boleh makan daging kambing sebelum
lukamu sembuh" desis seorang prajurit.
"Aku makan mangut lele"
"Juga tidak boleh. Ikan air akan dapat membuat luka-
lukamu gatal dan semakin parah"
"Jika aku harus mati karena luka-lukaku, aku tidak akan
menyesal setelah aku makan daging kambing dan mangut
lele" Terdengar suara tertawa berkepanjangan.
Menjelang matahari terbit, maka kedua pasukan itupun
sudah bersiap. Mereka yang semula bertugas sudah berada di
dapur untuk makan pagi. Sedangkan sekelompok prajurit yang
lain menggantikan tugas mereka di gerbang padukuhan.
Sejenak kemudian, maka semuanyapun telah bersiap. Para
prajurit yang baru saja makan, masih berada di dapur. Mereka
masih beristirahat sejenak sebelum berangkat menempuh
perjalanan panjang, agar lambung mereka tidak terasa sakit.
Tepat pada saat matahari terbit, maka kedua pasukanpun
segera meninggalkan padukuhan itu. Pasukan yang besar
bersama para tawanan pergi ke Prambanan, sementara
pasukan yang lebih kecil yang dipimpin oleh Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi berjalan menuju ke
Pajang. Orang yang sebelumnya disebut Ki Gede Pemanahan
telah memilih untuk menanggalkan sebutan itu setelah ia
mengetahui bahwa Harya Wisaka tidak berada di luar
kotaraja. Demikianlah, pasukan kecil itu telah menempuh perjalanan
sebagaimana mereka lalui ketika mereka berangkat. Selain
menjemput kawan-kawan mereka yang terluka dan
ditinggalkan di padukuhan-padukuhan yang dilewati, pasukan
itu juga ingin singgah dan mengucapkan terima kasih kepada
penghuni padukuhan yang telah menopang tugas mereka.
Seperti yang diperhitungkan, maka perjalanan mereka akan
memakan waktu dua hari dua malam dengan waktu istirahat
yang terhitung pendek. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika pasukan itu berada di pintu gerbang kota, maka
Raden Sutawijaya telah mengirimkan dua orang penghubung
untuk memberikan laporan, bahwa pasukan itu telah datang.
Ki Gede Pemanahan dan Ki Waskita bersama beberapa
orang senapati menyambut langsung kehadiran pasukan itu di
sebuah barak yang disediakan khusus bagi mereka, sebelum
mereka dikembalikan ke dalam kesatuan mereka masing-
masing. "Kalian akan berada di barak ini selama tiga hari" berkata Ki
Gede Pemanahan setelah mengadakan sesorah penyambutan.
"Dalam kesempatan itu, kalian boleh pulang untuk
menengok keluarga. Tetapi baru setelah itu, kalian mendapat
waktu beristirahat sepekan. Namun sebelum kalian menengok
keluarga kalian, lebih dahulu keluarga mereka yang gugur di
dalam tugas akan mendapat pemberitahuan dan diundang
untuk bertemu langsung dengan aku sendiri"
Para prajurit itupun mengangguk-angguk. Mereka dapat
membayangkan, betapa sedihnya keluarga yang kehilangan
itu. Mereka melepaskan suami atau anak atau saudara laki-laki
dalam keadaan segar bugar bersama kawan-kawan dalam
satu pasukan, namun ternyata ketika pasukan itu kembali,
keluarga mereka tidak ada di antara para prajurit yang lain
dalam pasukan itu. Demikianlah, ketika para prajurit itu. beristirahat, maka
beberapa orang penghubung telah mendapat perintah khusus
kepada keluarga para korban untuk bertemu dengan Ki Gede
Pemanahan di tempat yang lain. Tidak di dalam barak itu.
Bahkan Ki Gede telah minta mereka datang ke rumah Ki
Gede Pemanahan sendiri. Bersama mereka telah diundang
pula untuk hadir Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan
Paksi, yang memimpin tiga kelompok prajurit khusus yang
menjalankan tugas yang khusus pula.
"Aku persilahkan mereka datang besok pagi" berkata Ki
Gede Pemanahan kepada para penghubung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menjelang pertemuan itu, Paksi merasa sangat gelisah. Ia
harus menyaksikan betapa mereka yang hadir itu akan
menumpahkan kesedihan. Betapapun tabahnya hati mereka,
tetapi mereka tentu akan merasa kehilangan sesuatu yang
sangat berharga. "Yang terjadi itu adalah satu keharusan, Paksi" berkata
Raden Sutawijaya. "Untuk menegakkan wibawa serta
kekuasaan, maka setiap pemberontakan harus dipadamkan.
Untuk memadamkan pemberontakan, kita harus melepaskan
korban. Korban itu mungkin para prajurit, mungkin kau,
mungkin aku atau Adimas Pangeran Benawa. Dan bahkan
mungkin orang-orang yang tidak tahu-menahu sama sekali
tentang terjadinya sebuah pemberontakan"
Paksi mengangguk kecil. Namun ketika ia benar-benar
berada di tengah-tengah pertemuan yang berlangsung di
pendapa rumah Ki Gede Pemanahan, maka jantung Paksi
benar-benar terguncang. Meskipun Ki Gede Pemanahan telah memberikan pengantar
dengan hati-hati, namun ketika nama para korban disebutkan,
tangispun tidak tertahankan lagi. Ada yang tangisnya meledak.
Tetapi ada yang mencoba menahan diri. Beberapa orang
yang tabahpun harus mengusap air matanya yang meleleh di
pelupuk matanya. Paksi tidak ikut menangis. Tetapi jantungnya terasa pedih.
Ia membayangkan, apa yang terjadi pada ibunya, jika ia hadir
di tempat itu dan mendengar nama Paksi disebut sebagai
salah seorang korban yang harus diserahkan untuk
menegakkan wibawa Pajang.
Betapapun beratnya, Ki Gede Pemanahan memang harus
segera menyampaikan berita duka itu sebelum mereka
mendengar dari desas-desus atau sumber-sumber lain yang
tidak jelas. Demikianlah, setelah pertemuan itu selesai, maka para
prajurit yang lain telah diperkenankan untuk menampakkan
diri pada keluarga mereka. Namun waktu istirahat yang
diberikan kepada mereka, baru tiga hari kemudian. Di dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiga hari itu, mungkin masih ada persoalan yang harus
diselesaikan. Perintah-perintah khusus serta persoalan
penempatan kembali mereka di kesatuan mereka semula
harus diselesaikan. Dalam pada itu, Ki Gede Pemanahanpun telah
memerintahkan Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan
Paksi untuk menghadap Kangjeng Sultan bersamanya. Selain
untuk memberikan laporan langsung tentang tugas yang
mereka lakukan, juga untuk menerima perintah-perintah
mirunggan bagi mereka bertiga.
Pada waktu yang telah ditentukan, keempatnya telah pergi
menghadap ke istana. Kangjeng Sultan memang sudah siap
menerima mereka, sehingga keempat orang itupun langsung
diterima di paseban dalam.
"Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian. Kalian
telah mengemban tugas dengan sepenuh hati dan bahkan
mempertaruhkan nyawa kalian untuk menegakkan wibawa
Pajang" Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi masih
menundukkan kepala mereka. Sementara Kangjeng Sultanpun
berkata, "Namun ternyata orang yang kalian cari itu masih
berada di kotaraja sebagaimana perhitungan Kakang
Pemanahan. Bahkan Harya Wisaka itu telah datang sendiri ke
istana ini. Namun kamilah yang gagal untuk menangkapnya.
Ternyata kemampuan orang-orang tua ini masih juga dalam
keterbatasan" Pangeran Benawalah yang kemudian bertanya, "Bukankah
Harya Wisaka itu terluka?"
"Ya. Kami telah berusaha memburunya. Tetapi kami telah
gagal pula. Kami tidak dapat menemukan Harya Wisaka"
"Ayahanda" berkata Raden Sutawijaya kemudian, "jika saja
belum menemukannya. Mudah-mudahan Paman Harya Wisaka
masih berada di kotaraja"
Kangjeng Sultan Hadiwijaya termangu-mangu sejenak.
Namun kemudian iapun berkata, "Kita tidak akan dapat
menemukannya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa, Ayahanda?" bertanya Raden Sutawijaya dan
Pangeran Benawa hampir bersamaan.
"Harya Wisaka telah meninggal"
"Meninggal?" "Ya" Kangjeng Sultan mengangguk angguk, "lukanya terlalu
parah. Meskipun ia berhasil melarikan diri, tetapi darahnya
terlalu banyak mengalir, sehingga Harya Wisaka tidak dapat
bertahan lagi" "Darimana Ayahanda tahu bahwa Paman Harya Wisaka
sudah meninggal?" "Seorang petugas sandi berhasil mencium upacara
sederhana pemakamannya. Petugas sandi itu melihat isteri
Harya Wisaka menangisinya saat tubuhnya dimasukkan ke
dalam kubur dan yang kemudian ditimbun dengan tanah.
Petugas sandi itu dengan cepat melaporkan kehadiran isteri
Harya Wisaka. Perempuan itu ikut bersalah karena ia telah
berusaha membebaskan suaminya dari penjara dan yang
kemudian ternyata berhasil"
"Perempuan itu kemudian tertangkap?"
Kangjeng Sultan menggeleng. Katanya, "Ketika sekelompok
prajurit datang menyergap, kuburan itu sudah sepi. Tidak ada
seorang pun yang tinggal. Petugas sandi itu pun tidak tahu,
kemana mereka pergi"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Licin juga mereka. Tetapi menurut Ayahanda, apakah
sepeninggal Harya Wisaka, perlawanan para pengikutnya akan
berhenti?" "Jika tidak ada orang kuat yang tampil, perlawanan mereka
memang akan berhenti. Para pengikut Harya Wisaka yang
berada di sisi selatan menurut laporan telah kalian hancurkan.
Tetapi masih ada pengikut Harya Wisaka di sisi utara yang
cukup besar. Meskipun demikian, tanpa Harya Wisaka, mereka
tidak akan bergerak lagi"
"Belum tentu, Ayahanda" sahut Pangeran Benawa. "Para
pembantu Harya Wisaka yang sudah terlanjur basah tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan dengan mudah menyerah. Mereka tidak akan bersedia
menyerahkan kedua pergelangan tangan mereka untuk diikat"
"Aku mengerti" berkata Kangjeng Sultan. "Tetapi
perjuangan mereka akan terpecah-pecah. Kecuali jika tampil
seseorang yang mampu mengikat mereka menjadi satu
kesatuan yang utuh" Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Tetapi Pangeran
Benawa tidak bertanya lebih jauh.
Raden Sutawijayalah yang kemudian bertanya, "Apakah
dengan demikian berarti bahwa penjagaan di jalan-jalan
keluar kotaraja telah terbuka?"
"Tidak. Kami tidak akan membiarkan para pengikutnya
yang ada di kotaraja melarikan diri keluar atau sebaliknya
yang berada di luar kemudian justru masuk ke dalam.
Terutama isteri Harya Wisaka itu sendiri"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Perempuan
itu memang sangat berbahaya. Perempuan itu tidak boleh
menjadi pengganti Harya Wisaka, menjadi pengikat kesatuan
pasukan para pengikutnya. Tetapi perempuan itu juga seorang
perempuan yang amat cantik di mata Kangjeng Sultan. Tetapi
Pangeran Benawa tidak berkata apa-apa lagi tentang
perempuan itu. Demikianlah, beberapa saat kemudian Kangjeng Sultan
menganggap bahwa pertemuan itu sudah cukup. Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi diperkenankan untuk
mengundurkan diri bersama Ki Gede Pemanahan.
Di barak, Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi
telah sepakat untuk melihat keadaan kuburan Harya Wisaka
itu. Dari Ki Gede Pemanahan mereka tahu, dimana letak
kuburan yang disebut sebagai kuburan Harya Wisaka.
"Paman adalah orang yang sangat licik" berkata Raden
Sutawijaya. "Apakah kita percaya begitu saja, bahwa yang
dikubur itu Paman Harya Wisaka?"
"Lalu" Maksud Kakangmas?"
"Nanti malam kita akan melihatnya"
"Maksud Kakangmas kita akan membongkar kubur itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Mumpung belum terlalu lama. Kita masih akan dapat
mengenali tubuh yang terkubur itu, seandainya benar Paman
Harya Wisaka" "Nampaknya Ki Gede Pemanahan juga meragukannya. Dari
sikap dan kata-katanya, Ki Gede menduga, bahwa yang
dikuburkan itu tentu bukan Harya Wisaka" berkata Paksi
kemudian. "Ya. Karena itu, kita benar-benar akan membongkarnya"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Tetapi apakah tidak akan ada orang yang mengamati kuburan
itu?" "Jika kuburan itu benar-benar kuburan Harya Wisaka, tentu
akan ada pengikutnya yang menungguinya. Jika bukan,
mereka tidak akan menganggap perlu untuk mengawasinya"
"Belum tentu. Mungkin merekapun memperhitungkan
kemungkinan bahwa kuburan itu akan dibongkar"
"Memang mungkin. Karena itu, kita harus berhati-hati"
desis Raden Sutawijaya kemudian.
Ketika kemudian malam turun, ketiga orang itupun benar-
benar mencari kuburan Harya Wisaka sebagaimana dikatakan
oleh Ki Gede Pemanahan. Kuburan itu berada di kuburan tua
di pinggir sebuah sungai kecil. Beberapa batang pohon besar
tumbuh di sekitar kuburan tua itu, sehingga suasananya
memang agak menyeramkan. Tetapi ketiga orang itu tidak mengurungkan niatnya.
Mereka menuruni tebing sungai kecil yang agak curam itu.
Kemudian menyeberang dan memanjat naik di sisi seberang.
"Kita harus berhati-hati, apakah ada orang yang mengawasi
kuburan itu atau tidak" desis Raden Sutawijaya.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketiganya telah mengetrapkan Aji Sapta Pangrungu dan
Sapta Pandulu. Mereka dapat melihat dengan lebih terang dan
mendengar lebih jelas. Namun ketiganya sepakat, bahwa tidak
ada orang di kuburan itu.
Demikianlah, maka merekapun telah berusaha menemukan
kuburan yang disebut kuburan Harya Wisaka itu.
"Tentu inilah kuburan itu" desis Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Di dekat sebatang pohon cangkring tua ini" sahut
Paksi. "Kita akan membongkarnya?"
"Ya" sahut Raden Sutawijaya dengan tegas.
Ketiga orang itu memang sudah membawa cangkul yang
akan mereka pergunakan untuk menggali kuburan itu.
Beberapa saat kemudian, maka ketiganya telah sibuk
menggali gundukan tanah yang masih merah itu berganti-
ganti. "Hati-hati, jangan melukai sosok mayat yang ada di
dalamnya, siapapun orangnya"
Ketika mereka sampai pada potongan-potongan bambu
yang melintang di atas tubuh yang terkubur itu, ketiga orang
yang menggali kubur itupun menjadi semakin berhati-hati.
Memang terdapat sosok mayat di kuburan itu. Tetapi
ketiganya segera meyakini, bahwa sosok tubuh yang terbujur
itu bukan Harya Wisaka. Meskipun mayat itu sudah hampir
rusak, tetapi ketiganyapun segera memastikan, bahwa tubuh
itu terlalu besar dan terlalu panjang.
Meskipun ketiganya tidak menyalakan obor, tetapi Aji Sapta
Pandulu yang mereka trapkan membantu mereka melihat
dengan jelas wajah orang yang terbujur itu. Apalagi orang itu
sama sekali tidak terluka di tubuhnya.
"Mayat siapakah ini?" desis Pangeran Benawa.
"Apakah mereka sengaja mengorbankan seseorang, atau
kebetulan seseorang telah meninggal?"
Pangeran Benawa menggelengkan kepalanya. Katanya,
"Mudah-mudahan orang ini memang sudah meninggal.
Kemudian menimbulkan gagasan untuk menyebut mayat itu
adalah Harya Wisaka. Dengan demikian mereka berharap,
bahwa Harya Wisaka tidak akan dikejar-kejar lagi"
"Satu usaha untuk menghilangkan jejak" gumam Paksi.
"Cara yang cerdik dan licik sekaligus"
Ketiganyapun kemudian sepakat untuk menimbun kembali
kuburan itu. Mengembalikan sebagaimana sediakala tanpa
menimbulkan kecurigaan. Merekapun kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyingkirkan cangkul mereka jauh-jauh. Baru kemudian
merekapun membersihkan tubuh mereka di sungai di sebelah
kuburan itu. Namun itu belum cukup. Ketiganyapun segera kembali ke
barak untuk berganti pakaian. Di luar pengetahuan para
prajurit, ketiganyapun telah berada di dalam barak itu. Tidak
seorang pun yang mengetahui bahwa ketiganya telah keluar
dari barak, menggali kuburan dan kembali ke dalam bilik
mereka masing-masing. Namun merekapun telah sepakat, esok pagi-pagi mereka
akan pergi menghadap Ki Gede Pemanahan untuk
memberikan laporan bahwa yang dikubur itu sama sekali
bukan Harya Wisaka. Laporan itu tidak mengejutkan Ki Gede Pemanahan. Ketika
Raden Sutawijaya menceriterakan apa yang dikerjakannya
bersama Pangeran Benawa dan Paksi, maka Ki Gede
Pemanahanpun berkata, "Yang kalian kerjakan telah
memastikan dugaanku. Itulah sebabnya maka penjagaan di
sekeliling kota ini tidak mengendor meskipun diberitakan
bahwa Harya Wisaka telah meninggal. Penjagaan ini kami
nyatakan ditujukan kepada para pengikut Harya Wisaka dan
terutama isteri Harya Wisaka itu"
"Selanjutnya apa yang harus kami lakukan, Ayah?"
bertanya Raden Sutawijaya.
"Aku akan memberikan pernyataan, bahwa aku akan pergi
membuktikan keberadaan kuburan Harya Wisaka itu"
"Maksud Ayah, Ayah akan pergi ke kuburan tua itu?" "Ya.
Mudah-mudahan ada pengikut Harya Wisaka yang melihat
kehadiranku. Aku harus bersikap seakan-akan aku
mempercayainya bahwa Harya Wisaka memang sudah
meninggal" Pangeran Benawa tertawa pendek. Katanya, "Permainan
Paman dengan Paman Harya Wisaka akan diulang kembali.
Ketika Harya Wisaka lari keluar kotaraja, maka Paman telah
memburunya. Namun akhirnya Paman telah berjumpa
langsung dengan Paman Harya Wisaka justru di istana"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Sutawijaya dan Paksipun tertawa. Bahkan Ki Gede
Pemanahanpun tertawa pula.
Sementara itu Pangeran Benawapun bertanya, "Apakah
Harya Wisaka percaya seandainya Paman bersikap seakan-
akan Paman mempercayai bahwa Harya Wisaka telah mati"
Harya Wisaka juga mempunyai pengalaman bahwa Paman
Harya Wisaka telah Paman kelabuhi, sehingga hampir saja ia
terjebak di istana" "Kita sedang bermain macanan, Pangeran. Jika aku
berhasil, maka aku akan dapat menangkap macannya. Tetapi
jika macan itu lebih cerdik dan kuat, maka orang-orangku
akan diterkamnya seorang demi seorang, sehingga akhirnya
aku harus menyerah" Raden Sutawijayapun tertawa pula. Katanya, "Ayah tidak
sedang bermain macanan atau bas-basan. Ayah sedang
bermain binten. Permainan keras yang memerlukan
pengerahan segenap akal dan kemampuan. Bahkan kekuatan
tenaga dan ilmu" Ki Gede Pemanahan mengangguk-angguk. Katanya, "Ya.
Permainan ini adalah permainan yang keras. Nah, Sutawijaya,
Pangeran Benawa dan Paksi, besok kita pergi ke kuburan itu.
Aku akan membawa sekelompok prajurit. Sebelumnya
sekelompok prajurit yang lain harus membersihkan kuburan
tua itu dari para pengikut Harya Wisaka. Kemudian menjaga
agar kehadiranku tidak diganggu oleh para pengikut Harya
Wisaka itu" Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksipun
mengangguk-angguk. Mereka mengetahui bahwa Ki Gede
Pemanahan bukan seorang penakut yang harus mendapat
perlindungan sekian banyak orang. Tetapi gelar itu dibuat
untuk memancing agar para pengikut Harya Wisaka
mengetahui, setidak-tidaknya satu dua orang petugas
sandinya, bahwa Ki Gede membuktikan keberadaan makam
Harya Wisaka di kuburan tua itu.
Ketika Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi
kembali ke barak, mereka sempat meragukan rencana Ki Gede
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemanahan. Bukan karena rencana itu merupakan rencana
yang bodoh, tetapi mereka sadari bahwa permainan itu telah
saling menguji ketajaman panggraita masing-masing. Tetapi
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi menduga,
bahwa Harya Wisakapun tidak mudah dikelabuhi. Karena itu,
maka untuk menemukannya, jalan lain adalah mengerahkan
pasukan sandi di samping penjagaan yang semakin diperkuat.
Tetapi ketiganya tidak mencegah rencana Ki Gede
Pemanahan sebagai salah satu usaha untuk membuat Harya
Wisaka lengah, sebagaimana pernyataan bahwa Harya Wisaka
sudah mati dan dikuburkan di kuburan tua itu, ditangisi oleh
isterinya serta beberapa orang pengikutnya yang setia.
Meskipun demikian, Ki Gede Pemanahanpun menyadari
sepenuhnya, bahwa yang dilakukannya itu tidak pasti akan
berhasil sebagaimana diinginkannya. Ki Gedepun menyadari
bahwa yang dilakukannya itu bahkan justru ditertawakan oleh
Harya Wisaka sebagaimana Ki Gede Pemanahan
menertawakan permainan Harya Wisaka.
Demikianlah, seperti yang direncanakan, di keesokan
harinya, Ki Gede Pemanahan telah bersiap untuk pergi ke
kuburan tua itu. Sebelum Ki Gede berangkat, maka
sekelompok prajurit telah mendahului untuk mengamankan
kuburan tua itu dan sekitarnya dari penyerang gelap yang
mungkin bersembunyi di sekitar kuburan, terutama adalah
para pengikut Harya Wisaka.
Kesibukan itu ternyata memang berhasil menarik perhatian
beberapa orang pengikut Harya Wisaka yang berkeliaran di
kotaraja. Demikian mereka melihat kesibukan itu, maka
merekapun segera mengamati apa yang akan terjadi.
Merekapun akhirnya mengetahui, bahwa Ki Gede
Pemanahan akan pergi ke kuburan tua itu untuk
membuktikan, apakah Harya Wisaka benar-benar telah
dikubur di kuburan itu. Karena itu, maka jaringan sandi
merekapun segera bergerak, sehingga pagi itu juga, Harya
Wisaka yang di persembunyiannya dalam keadaan luka cukup
parah, memerintahkan para petugas sandinya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengamati apa yang akan dilakukan oleh Ki Gede Pemanahan
itu. "Jika ada usaha untuk membongkar kuburan itu, kalian
harus berusaha untuk menimbulkan kekacauan. Jika
pengamanan di kuburan itu terlalu kuat, kalian dapat
melakukannya di tempat lain yang tidak jauh dari kuburan itu.
Kalian dapat membakar banjar padukuhan atau menyerang
pintu gerbang sebelah barat yang terletak tidak jauh dari
kuburan tua itu" Para pengikut Harya Wisaka yang setiapun segera
menempatkan diri. Dua orang petugas sandi berusaha
mengamati, apa yang akan dilakukan oleh Ki Gede nanti di
kuburan tua itu. Ketika matahari naik sepenggalah, maka sebuah iring-
iringan mulai bergerak. Ki Gede Pemanahan berjalan diapit
dua orang pengawal. Di belakangnya Raden Sutawijaya,
Pangeran Benawa dan Paksi mengikutinya. Kemudian
sekelompok prajurit pilihan.
"Mereka baru datang dari perburuan yang menggelikan itu"
desis seorang petugas sandi.
"Jangan bodoh. Kau kira Pemanahan mudah dikelabuhi"
Kau kira Pemanahan benar-benar berada di dalam pasukan
yang memburu Harya Wisaka keluar kotaraja?"
"Aku tahu. Tetapi Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa
benar-benar melakukan perburuan yang bodoh itu"
"Kau yang bodoh. Gerakan itu perlu dilakukan untuk
menjawab muslihat Harya Wisaka. Bukankah Harya Wisaka
sendiri hampir saja terjebak di istana?"
Petugas sandi itu tidak menjawab. Apa yang diketahuinya
memang tidak sebanyak apa yang diketahui oleh kawannya,
seorang petugas yang lebih dekat dengan para pemimpin di
lingkungan para pengikut Harya Wisaka.
Petugas sandi yang lebih banyak mengetahui itupun
kemudian berdesis, "Kita akan melihat, apakah Pemanahan itu
cukup berhati-hati dan cukup cerdik untuk menggali kuburan
itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kawannya mengangguk-angguk. Namun petugas sandi
yang lebih banyak mengetahui itupun berkata, "Tetapi kau
pun harus berhati-hati. Di lingkungan kita sendiri, hanya
orang-orang tertentu sajalah yang boleh mengetahui bahwa
yang berada di dalam kubur itu bukan Harya Wisaka"
"Kenapa lingkungan kita sendiri tidak boleh mengetahuinya
apa yang sebenarnya terjadi atas Harya Wisaka?"
"Apakah kita yakin, bahwa kesetiaan kawan-kawan kita
dapat dipercaya sepenuhnya" Apakah kau tahu sebatas mana
mulut itu dapat disumbat?"
Kawannya itu mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Aku
tahu" "Kita, para petugas sandi nampaknya sudah mendapat
tempat lahir dan batin. Kita yakini apa yang kita perjuangkan.
Tetapi ada pula para pengikut Harya Wisaka yang tidak tahu
pasti tujuan perjuangannya. Mereka itulah yang berbahaya"
Kawannya mengangguk-angguk. Katanya, "Orang-orang
yang demikian itu sebaiknya disingkirkan saja dari lingkungan
kita" "Kita memerlukan mereka. Tentu saja dalam batas-batas
tertentu" Kawannya tidak menjawab. Perhatiannya tertuju kepada
iring-iringan yang memasuki kuburan tua.
Beruntunglah mereka, bahwa selain para pengawal,
beberapa orang ikut melihat pula. Mereka ingin tahu, apa
yang akan dilakukan oleh panglima perang Pajang itu. Dengan
demikian, maka para petugas sandi itu dapat membaurkan diri
dengan orang-orang yang ikut berkerumun di kuburan tua itu.
Namun mereka tidak dapat mendekat. Para prajurit yang
menjaga kuburan itu memaksa orang-orang yang ingin tahu
itu berada pada jarak tertentu dengan Ki Gede Pemanahan.
Para petugas sandi yang dikirim oleh Harya Wisaka itupun
dapat ikut menyaksikan dengan jelas, apa yang dilakukan oleh
Ki Gede Pemanahan di kuburan tua itu.
"Jika Ki Gede memerintahkan membongkar kuburan itu,
maka para petugas sandi itu harus segera memberikan isyarat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada para pengikut Harya Wisaka yang siap untuk
menimbulkan kekacauan sehingga niat Ki Gede Pemanahan itu
menjadi batal" Beberapa saat Ki Gede Pemanahan mengamati kuburan itu.
Iapun berbicara dengan beberapa orang yang sejak semula
dibawanya bersama dengan pasukannya.
Petugas sandi itu menarik nafas panjang ketika mereka
melihat Ki Gede Pemanahan itu mengangguk-angguk.
Agaknya ia sudah cukup yakin berdasarkan atas keterangan-
keterangan yang didapatnya dari beberapa orang yang
dianggapnya sebagai saksi.
Setelah beberapa lama Ki Gede Pemanahan berada di
kuburan itu, maka iapun memberi isyarat untuk segera
meninggalkan kuburan tua itu.
"Ternyata Ki Gede Pemanahan bukan seorang yang teliti. Ia
tidak memerintahkan membongkar kuburan itu" desis petugas
sandi yang lebih banyak mengetahui dari kawannya itu.
Kawannya mengangguk-angguk. Katanya, "Raden
Sutawijaya dan Pangeran Benawa nampaknya juga tidak
mengusulkannya"

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kawannya terdiam. Sejenak kemudian, para prajuritpun telah membuka jalan.
Mereka mendorong orang-orang yang berkerumun di pinggir
kuburan tua itu untuk menjauhi jalan yang akan dilalui oleh Ki Gede Pemanahan.
Demikian Ki Gede Pemanahan keluar dari kuburan, turun ke
sungai, menyeberang dan naik di tebing sebelah, maka orang-
orang yang berkerumun itupun segera meninggalkan kuburan
tua itu pula. Beberapa saat kemudian, kuburan itu menjadi sepi. Tidak
ada seorangpun lagi yang tinggal. Para prajurit yang
mengamankan kuburan tuapun telah meninggalkan kuburan
itu pula. Namun beberapa saat kemudian, dua orang berdiri
termangu-mangu di dekat gundukan tanah di dekat sebatang
pohon cangkring tua. Seorang dari mereka yang kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berjongkok di samping gundukan tanah itupun berdesis,
"Liwung, baru setelah kau mati, kau dapat memberikan arti
bagi perjuangan ini"
Kawannya yang tetap berdiri itupun tertawa. Katanya, "Arti
apakah yang telah diberikannya?"
"Bukankah orang ini dapat berperan sebagai Harya
Wisaka?" Kawannya itu tertawa berkepanjangan. Katanya, "Aku
senang mendengar guraumu yang segar itu"
"Aku tidak bergurau. Jika aku wenang, aku akan
memberikan penghargaan kepadanya"
"Penghargaan apa yang dapat diberikan kepada orang
mati?" "Mengembalikan nama baiknya"
"Itu tidak mungkin. Ia telah berkhianat. Hukuman mati itu
adalah hukuman yang sangat wajar baginya"
"Apakah Liwung sudah pasti berkhianat?"
"Jika ia tidak bersalah, maka ia akan selamat. Ketika ia
memasukkan jari tangannya ke dalam kepis yang berisi ular
itu, ularnya tidak akan menggigit sampai hitungan kesepuluh.
Tetapi baru sampai ke hitungan keenam, jari Liwung sudah
digigit ular bandotan sehingga ia mati"
"Aku tidak sependapat dengan cara Ki Lebdasarana
menentukan apakah seseorang bersalah atau tidak.
Pembuktian dengan memasukkan jari-jari ke kepis yang berisi
ular, bukan cara yang dapat memberikan kepastian. Jika ular
itu sedang tidur atau malas, betapapun besar kesalahan
seseorang, ular itu tidak akan mematuk. Tetapi jika ular itu
sedang menjadi ganas, maka gerakan sekecil apapun akan
menarik perhatiannya dan mematuknya. Bisa ular bandotan
termasuk bisa yang paling tajam dari berbagai jenis ular
berbisa. Karena itu, Liwung tidak akan dapat bertahan tanpa
pengobatan apapun juga. Apakah kau juga akan mengatakan,
seandainya Liwung tidak bersalah, bisa itu tidak akan
membunuhnya?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kawannya mengerutkan dahinya. Katanya dengan nada
tinggi, "Tetapi Harya Wisaka sudah menyetujui cara itu"
"Harya Wisaka yang terluka parah itu tidak sempat
membuat pertimbangan yang jernih, sehingga dengan mudah
ia menyetujui saja pendapat orang yang sedang merawatnya
itu. Nah, seandainya Ki Lebdasarana yang tidak bersalah apa-
apa itu kita minta memasukkan jari-jarinya ke kepis ular itu,
apakah ia bersedia?"
"Tentu tidak, karena tidak ada alasannya, kenapa ia harus
memasukkan jari-jarinya ke dalam kepis itu"
"Bukankah ia yakin bahwa dirinya tidak bersalah"
Seharusnya ia tidak berkeberatan memasukkan jarinya jika
ia yakin tidak bersalah"
Kawannya menarik nafas dalam-dalam. Sementara petugas
sandi yang berjongkok itu berdesis, "Pada suatu saat, kita
akan mendapat giliran untuk memasukkan jari-jari kita ke
dalam kepis itu. Tetapi jika Harya Wisaka segera menjadi baik, maka ia akan menghapuskan cara yang tidak berlandaskan
pada akal itu" Kawannya tidak menyahut lagi. Tetapi ia mulai
mengangguk-anggukkan kepalanya.
Petugas sandi yang berjongkok itu menepuk gundukan
tanah itu beberapa kali sambil berkata, "Jika kau masih hidup, kau tidak akan dapat menggantikan sosok Harya Wisaka
dalam kesempatan apapun juga"
Demikianlah, sejenak kemudian orang itupun bangkit
berdiri dan bersama-sama dengan kawannya meninggalkan
kuburan yang disebut sebagai kuburan Harya Wisaka itu.
Kuburan itu benar-benar menjadi sepi. Yang kemudian
bergerak-gerak adalah dedaunan dari beberapa pohon raksasa
yang rimbun di sekitar kuburan itu. Namun juga batang
kamboja yang tumbuh di sela-sela batu nisanpun bergoyang
perlahan-lahan dihembus angin.
Dalam pada itu, Ki Gede Pemanahanpun telah berada di
rumahnya. Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi
berada di rumah Ki Gede itu pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita memang tidak mempunyai pilihan lain" berkata Ki
Gede. "Kita harus mencarinya di seluruh sudut kotaraja"
"Bukankah itu sudah dilakukan, Paman?" sahut Pangeran
Benawa. "Tetapi masih juga belum berhasil"
"Tetapi kita harus mencoba terus. Kita tidak dapat
membiarkan Harya Wisaka tetap berkeliaran di Pajang. Ia
adalah orang yang sangat berbahaya"
"Tentu, Ayah" berkata Raden Sutawijaya. "Tetapi yang
dimaksud Adimas Pangeran Benawa mungkin cara yang kita
tempuh yang harus berubah"
"Kakangmas benar" sahut Pangeran Benawa.
Ki Gede Pemanahan mengangguk-angguk. Sementara
Pangeran Benawapun berkata, "Paman, sebaiknya
pencaharian Paman Harya Wisaka tidak lagi ditekankan pada
usaha pencaharian dari rumah ke rumah. Apalagi sekarang
Harya Wisaka sudah mati. Kita harus menempuh cara lain.
Kita harus mengandalkan ketajaman penglihatan para petugas
sandi" "Aku setuju, Pangeran" jawab Ki Gede Pemanahan. "Kita
tidak lagi dapat mencari Harya Wisaka dengan memasuki
rumah-rumah yang dicurigai. Tetapi kita masih mempunyai
alasan untuk melakukannya. Kita akan mencari isteri Harya
Wisaka dan beberapa orang pengikutnya. Namun aku pun
sependapat, bahwa pencaharian Harya Wisaka ditekankan
kepada ketajaman penglihatan para petugas sandi. Namun,
kitapun harus berhati-hati. Kita tidak boleh segan melihat ke
dalam. Selama ini usaha kita selalu sia-sia. Kita harus berani menaruh kecurigaan, bahwa di dalam tubuh kita masih saja
tersembunyi para pengikut Harya Wisaka yang setia"
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi termangu-
mangu sejenak. Mereka memang harus mengakui, bahwa
kemungkinan sebagaimana dikatakan oleh Ki Gede
Pemanahan itu masih ada. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi, yang tidak dapat ingkar, bahwa ayahnya adalah
salah seorang pengikut Harya Wisaka menundukkan
kepalanya. Bahkan sebuah pertanyaan tumbuh di dalam hatinya,
"Apakah Ki Gede Pemanahan itu mencurigai aku?"
Namun dalam pada itu, Raden Sutawijayapun berkata, "Aku
sependapat, Ayah. Tetapi kecurigaan itu tidak boleh berlebih-
lebihan sehingga akan dapat membuat kita sendiri saling
mencurigai" Ki Gede Pemanahan mengangguk-angguk. Katanya, "Kau
benar, Sutawijaya. Keseimbangan itulah yang harus kita
ciptakan. Karena itu, persoalan ini merupakan persoalan bagi
orang-orang yang terbatas saja. Orang-orang yang benar-
benar dapat dipercaya"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Sementara itu
Pangeran Benawapun berkata, "Kita harus segera mulai,
Paman. Kita harus memperhitungkan waktu. Paman Harya Wisaka
yang terluka cukup parah itu tentu memerlukan waktu untuk
menyembuhkannya. Jika Paman Harya Wisaka itu sudah
sembuh, maka ia akan menjadi semakin sulit dicari"
"Baiklah. Aku akan segera mengatur pencaharian itu"
"Ayah" berkata Raden Sutawijaya, "kami mohon ijin untuk
mencari Paman Harya Wisaka menurut cara kami. Mungkin
kami akan bergerak di luar jaringan yang akan Ayah susun"
Ki Gede Pemanahan termangu-mangu sejenak. Ia nampak
menjadi ragu-ragu. Namun Raden Sutawijaya itupun menjelaskan, "Kami akan
selalu menyesuaikan diri. Maksudku kami tidak akan
mengganggu tugas para petugas sandi dan para prajurit yang
menurut gelarnya mencari Bibi Sekarsari itu"
Ki Gede Pemanahan akhirnya menganggukkan kepalanya
sambil berdesis, "Baiklah. Tetapi kalian harus sangat berhati-
hati. Kalianpun harus selalu memperhitungkan jejak
penyelidikan kalian. Mungkin saja orang-orang yang sengaja
dipasang oleh Harya Wisaka di antara kita memberikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keterangan-keterangan yang sangat penting, sehingga kalian
justru akan terjebak. Bagaimanapun juga kalian harus
menyadari, bahwa di antara para pendukung Harya Wisaka
masih juga terdapat orang-orang berilmu tinggi. Harya Wisaka
berhasil mempengaruhi beberapa orang yang berpengaruh di
Jipang dan Demak yang tidak sependapat dengan keputusan
untuk menetapkan Kangjeng Sultan Hadiwijaya ini menduduki
tahta Pajang" Paksi menjadi semakin menunduk. Jika Ki Gede Pemanahan
meragukan salah seorang dari ketiga orang yang disebut
Raden Sutawijaya untuk melakukan penyelidikan terpisah itu,
tentulah dirinya. Adalah mustahil bahwa yang dimaksud
adalah Raden Sutawijaya atau bahkan Pangeran Benawa.
Namun Raden Sutawijayapun menjawab, "Kami akan
melakukan sendiri. Kami tidak akan berhubungan apalagi
memanfaatkan para petugas yang lain dalam penyelidikan
kami. Karena itu, tidak ada yang harus diragukan. Berhasil
atau tidak berhasil, kami akan melakukannya bertiga"
Ki Gede Pemanahan mengangguk-angguk. Tetapi iapun
kemudian bertanya, "Apakah kalian tidak akan segera kembali
ke padepokan di Hutan Jabung itu?"
Raden Sutawijaya mengangguk sambil menjawab, "Ya,
Ayah. Setelah batas waktu tinggal di barak itu habis, kami
akan segera kembali ke padepokan. Tetapi kami akan segera
menentukan cara yang akan kami tempuh untuk ikut mencari
Paman Harya Wisaka. Mungkin Ki Panengah dan Ki Waskita
akan dapat membantu memberikan jalan kepada kami"
"Ki Waskita masih berada di istana sekarang"
"Ya. Ki Waskita sudah mengisyaratkan kepada kami untuk
bersama-sama kembali ke padepokan"
Ki Gede Pemanahan mengangguk-angguk. Katanya,
"Baiklah. Marilah kita lihat apa yang akan terjadi kemudian.
Aku menghargai setiap usaha untuk membantu menangkap
Harya Wisaka. Selama Harya Wisaka masih belum tertangkap,
maka ia akan menjadi duri di dalam daging pemerintahan di
Pajang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa
dan Paksipun telah minta diri untuk kembali ke barak. Ia
masih harus tinggal sehari lagi di barak itu, sebelum seluruh
pasukan itu kembali ke kesatuan mereka setelah menjalankan
tugas khusus bersama Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa
dan Paksi. Dalam pada itu, Ki Gede Pemanahan telah memerintahkan
para prajurit untuk tetap mencari Sekarsari dan para pengikut
Harya Wisaka dari rumah ke rumah. Namun di samping
mereka, Ki Gede Juga memerintahkan para petugas sandi
untuk lebih berperan. Namun hanya beberapa orang sajalah yang secara khusus
masih mendapat perintah untuk mencari Harya Wisaka.
"Harya Wisaka itu terluka parah. Ia tentu belum sembuh
benar" pesan Ki Gede Pemanahan. Dalam pada itu, ketika
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi sudah berada
di dalam baraknya, maka Paksipun minta diri untuk
mengunjungi ibunya. Bagaimanapun juga ibunya tentu
memikirkannya. "Hati-hatilah, Paksi" pesan Raden Sutawijaya.
"Ya, Raden" Namun Pangeran Benawa justru menawarkan diri, "Aku
akan menemanimu, Paksi"
"Terima kasih, Pangeran. Biarlah aku pergi sendiri"
Pangeran Benawa tidak memaksanya. Tetapi seperti Raden
Sutawijaya iapun berpesan, "Berhati-hatilah. Para pengikut
Harya Wisaka tentu ada yang dapat mengenalimu. Bukan saja
karena kau anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada, tetapi kau
tentu lebih dikenal sebagai salah seorang di antara pemburu
Harya Wisaka itu" "Aku akan berhati-hati, Pangeran" sahut Paksi.
Demikianlah, maka Paksipun telah meninggalkan baraknya
untuk menengok ibu dan adik perempuannya.
Kedatangan Paksi disambut dengan gembira sekali oleh
ibunya. Dipeluknya anak laki-lakinya itu sambil menitikkan air
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
matanya. Demikian pula adik perempuan Paksi. Sambil
berjongkok Paksipun memeluk adik perempuannya pula.
"Sudah agak lama Kakang tidak menengok kami" berkata
adik perempuannya itu. "Kakang sedang bertugas" jawab Paksi.
"Itulah yang aku cemaskan, Paksi. Tetapi ketika aku tahu
bahwa kau selamat, rasa-rasanya hatiku yang membeku
itupun telah mencair kembali"
Paksipun kemudian dipersilahkan duduk di ruang dalam.
Adiknyapun kemudian telah pergi ke belakang, minta kepada
seorang pembantunya untuk menyiapkan minuman bagi
kakaknya. Ketika kemudian Paksi menanyakan tentang adik laki-
lakinya, maka ibunyapun berkata, "Aku tidak pernah
mendengar kabarnya lagi"
"Apakah ayah belum pernah pulang lagi, Ibu?"
Ibunya menggeleng. Katanya, "Aku juga belum pernah
mendengar kabarnya lagi. Sebenarnyalah aku menjadi cemas.
Perburuan atas Harya Wisaka dan para pengikutnya


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi semakin bersungguh-sungguh. Bahkan meskipun
Harya Wisaka sudah terbunuh, namun perburuan terhadap
para pengikutnya dan terutama isteri Harya Wisaka masih
berlanjut" "Ibu mengetahuinya?"
"Sudah tiga kali rumah ini didatangi oleh para prajurit dan
petugas sandi" "Tiga kali?" Ibunya mengangguk. Katanya, "Mereka mencari ayahmu
atau mungkin para pengikut Harya Wisaka yang lain. bahkan
mereka juga mencari Sekarsari di rumah ini. Seorang
perempuan yang tidak aku kenal dengan baik, meskipun aku
tahu bahwa Sekarsari itu adalah isteri Harya Wisaka"
"Mereka menggeledah rumah ini?"
Ibunya mengangguk. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Tentunya para prajurit
dan apalagi para petugas sandi itu tahu apa yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilakukannya selama ini. Ia sudah mempertaruhkan nyawanya
untuk membantu mencari Harya Wisaka dan para
pengikutnya. Tetapi keluarganya masih saja dicurigai.
Tetapi Paksipun berusaha untuk dapat mengerti dan tidak
membebankan semua kesalahan kepada para prajurit dan
para petugas sandi. Bagaimanapun juga harus diakui, bahwa
ayahnya memang seorang pengikut Harya Wisaka yang setia.
Bahkan bukan sekedar pengikut, tetapi ayahnya termasuk
salah seorang pemimpin yang dekat dengan Harya Wisaka.
Harya Wisaka yang diburu itu memang pernah bersembunyi di
rumahnya, sehingga jika kecurigaan itu berkepanjangan,
adalah satu hal yang dapat dimengerti.
Tetapi yang kemudian menjadi pertanyaan di hati Paksi
adalah, apakah dirinya masih juga dicurigai"
Namun dalam pada itu, ibunya berkata, "Sudahlah, Paksi.
Jangan kau risaukan. Ini adalah akibat ulah ayahmu"
Paksi mengangguk-angguk. Tetapi ia masih juga bertanya,
"Bukankah para prajurit dan petugas sandi yang menggeledah
rumah ini memperlakukan Ibu dengan baik?"
"Ya. Mereka memperlakukan aku dan adikmu dengan baik.
Mereka benar-benar hanya mencari ayahmu atau orang lain
yang mungkin bersembunyi di rumah ini"
"Sukurlah" desis Paksi kemudian. "Mudah-mudahan untuk
selanjutnya mereka tidak akan datang lagi"
"Mudah-mudahan, Paksi. Apalagi sepeninggal Harya
Wisaka" "Tetapi apakah Ibu sama sekali tidak mengetahui kemana
adikku laki-laki itu dibawa oleh ayah?"
Ibunya menggeleng. Katanya, "Aku benar-benar tidak tahu,
Paksi. Bahkan waktu itu aku mencoba untuk mencegahnya.
Tetapi aku gagal" "Jika keadaan sudah menjadi semakin baik, Ibu, aku
berjanji untuk mencarinya"
"Sebaiknya tidak usah kau lakukan, Paksi. Kau tahu,
bagaimana sikap ayahmu terhadapmu. Apalagi sekarang.
Sikapmu berlawanan dengan sikap ayahmu terhadap Pajang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Tetapi katanya kemudian, "Aku
kasihan terhadap adikku itu. Mungkin ia berada di satu
lingkungan yang sesat. Jika adikku itu terpengaruh, maka aku
cemaskan masa depannya"
"Tetapi aku tidak mau kehilangan semuanya. Ayahmu,
adikmu laki-laki dan kemudian kau sendiri"
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun tiba-tiba saja Paksi
itupun berkata kepada adik perempuannya yang duduk di
sebelah ibunya, "Aku haus. Apakah kau dapat memberiku
semangkuk minuman?" Ibunya seakan-akan tersadar. Karena itu iapun berkata,
"Bukankah aku tadi sudah minta dibuatkan minuman untuk
kakakmu?" "Ya, Ibu. Mungkin airnya belum mendidih"
"Tolong anak manis" berkata Paksi, "aku haus"
"Lihatlah" berkata ibunya, "apakah air sudah mendidih"
Adik perempuan Paksi itupun kemudian telah meninggalkan
ruang dalam, menghambur berlari ke dapur.
Demikian adiknya pergi, maka Paksi itupun kemudian
bertanya, "Ibu, apakah sebabnya ayah begitu benci kepadaku"
Bahkan ayah sudah benar-benar siap membunuhku.
Seandainya aku anak yang sangat nakal sekalipun, apakah
sudah sepantasnya seorang ayah menghendaki kematian
anaknya" Padahal aku sudah berusaha untuk patuh. Untuk
menjalankan segala perintahnya"
Ibu menundukkan kepalanya. Katanya dengan suara
sendat, "Aku tidak tahu, Paksi. Kenapa ayahmu begitu
membencimu" "Apakah ada yang Ibu sembunyikan?"
"Tidak, Paksi. Tidak" tetapi mata ibunya menjadi basah lagi.
Dengan lengan bajunya ibunya mengusap air matanya yang
meleleh di pipinya. Namun Paksi tidak mendesaknya. Apalagi kemudian adik
perempuannyapun telah kembali masuk ke ruangan dalam
sambil membawa minuman yang masih mengepul.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Minuman baru saja dituang, Kakang" berkata adik
perempuannya. "Terima kasih" "Masih panas" "O" Paksipun mengangguk-angguk, "aku harus menunggu
sampai menjadi lebih dingin"
Adiknya kembali duduk di sebelah ibunya. Gadis kecil
itupun kemudian mulai bertanya tentang banyak hal.
Ketika minuman sudah menjadi agak dingin, maka Paksipun
mulai menghirupnya. Segar sekali.
"Kau bermalam disini, Paksi?"
"Tidak, Ibu" jawab Paksi. "Aku masih harus berada di barak
sampai esok. Tetapi esok sore, mungkin sekali aku harus
sudah berada di padepokan bersama Raden Sutawijaya dan
Pangeran Benawa. Kami sudah terlalu lama meninggalkan
padepokan kami" "Apakah aku boleh ikut, Kakang?"
Paksi tersenyum. Katanya, "Kau seorang gadis. Apalagi kau
masih terlalu kecil"
"Terlalu kecil" Aku masih terlalu kecil menurut Kakang?"
"Maksudku terlalu kecil untuk berguru di sebuah
padepokan. Apalagi di padepokan kami, tidak ada seorang
mentrikpun, yang ada hanyalah para cantrik"
"Mungkin aku adalah mentrik yang pertama. Setelah itu
akan ada beberapa orang gadis sebayaku yang ikut berguru"
Paksi tertawa. Katanya, "Mungkin saja. Tetapi tentu tidak
sekarang" "Jika kau pergi, ibu nanti sendiri" desis ibunya.
Adik perempuan Paksi itu memandang ibunya dengan mata
yang redup. Katanya dengan nada merendah, "Ya. Kalau aku
pergi, nanti Ibu sendiri"
Ibunya mengusap rambutnya sambil berkata, "Tetapi pada
suatu saat, jika diperlukan, ibu akan sendiri di rumah"
"Aku akan tinggal bersama Ibu di rumah"
Ibunya tersenyum. Tetapi matanya menjadi panas. Namun
ia bertahan untuk tidak menitikkan air matanya lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka untuk beberapa lama Paksi masih
berbincang dengan ibunya dan bergurau dengan adik
perempuannya. Namun kemudian Paksipun minta diri untuk
kembali ke baraknya. "Hati-hatilah, Paksi" pesan ibunya. "Rumah ini masih
diawasi terus. Baik oleh para petugas sandi Pajang, maupun
oleh para pengikut Harya Wisaka. Meskipun Harya Wisaka
sudah tidak ada, tetapi rasa-rasanya gerakan mereka masih
saja terdengar gemanya di kotaraja"
"Ya, Ibu. Aku akan berhati-hati"
Demikianlah, Paksipun minta diri kepada ibu dan adik
perempuannya. "Aku besok langsung kembali ke padepokan,
Ibu" berkata Paksi kemudian.
"Sering-seringlah datang, Paksi. Jika kau mempunyai
kesempatan, agar aku tidak menjadi kesepian"
"Ya, Ibu. Aku akan berusaha"
"Tetapi tidak hanya sebentar, Kakang. Seharusnya Kakang
berada di rumah dua atau tiga hari"
"Jika keadaan sudah menjadi tenang lagi aku akan tinggal
di rumah dua atau tiga hari"
"Kapan keadaan menjadi tenang?"
Paksi menyentuh pipi adiknya sambil berkata, "Mudah-
mudahan secepatnya. Nah, jaga Ibu baik-baik"
Adik perempuan Paksi itu mengangguk. Demikianlah,
sejenak kemudian Paksipun telah meninggalkan rumahnya. Ia
harus segera kembali ke baraknya untuk ikut mengatur
penyerahan kembali para prajurit yang dipimpinnya ke
kesatuannya besok. Tetapi di luar sadarnya, seperti yang dikatakan oleh ibunya,
rumah itu memang masih diawasi oleh para pengikut Harya
Wisaka. Mereka sudah tahu, bahwa salah seorang anak laki-
laki Ki Tumenggung Sarpa Biwada telah ikut serta memburu
Harya Wisaka dan bahkan juga memburu Ki Tumenggung itu
sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Merekapun telah meyakini kemantapan perintah Ki
Tumenggung Sarpa Biwada sendiri untuk membunuh anak
laki-lakinya itu. Ketika Paksi menyusuri jalan menuju ke baraknya, maka
dua orang telah mengikutinya dengan hati-hati. Namun
akhirnya Paksipun mengetahui, bahwa dua orang telah
mengikutinya. Ia tidak tahu, apakah kedua orang itu prajurit
sandi Pajang atau mereka adalah para pengikut Harya Wisaka
sebagaimana dikatakan oleh ibunya.
Karena itu, maka Paksipun justru telah memperlambat
langkahnya. Paksipun justru memilih jalan yang panjang dan
sepi. Ketika Paksi berbelok di sebuah kelokan, maka kedua
orang yang mengikutinya itupun telah berbelok pula. Namun
keduanya termangu-mangu. Paksi tidak lagi nampak berjalan
di depan mereka. "Dimana anak itu?" desis yang seorang.
"Tidak mungkin ia begitu saja hilang seperti ditelan bumi"
"Jadi, dimana?"
"Mungkin anak itu memasuki salah satu regol halaman di
sebelah menyebelah jalan ini"
"Apakah kita harus memasuki setiap regol halaman?"
Namun keduanya terkejut ketika tiba-tiba saja terdengar
suara di belakang sebatang pohon gayam yang besar, yang
tumbuh di pinggir jalan itu, "Kalian mencari siapa, Ki Sanak?"
Kedua orang itu terkejut. Seseorang tiba-tiba saja muncul
dari balik pohon gayam itu. Paksi.
"Anak setan" geram salah seorang dari kedua orang itu.
"Siapakah kalian berdua" Kenapa kalian mengikuti aku?"
"Kau harus dibunuh" geram salah seorang dari mereka.
"Kenapa aku harus dibunuh" Kita belum berkenalan. Tiba-
tiba saja kalian ingin membunuh aku"
"Kami prajurit sandi Pajang. Kami mendapat perintah untuk
membunuhmu?" "Kenapa?" "Itu bukan persoalanku. Perintah itu harus kami jalankan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalian berada di bawah perintah siapa" Ki Gede
Pemanahan atau Ki Panengah?"
Kedua orang itu nampak ragu-ragu. Tetapi mereka tahu,
bahwa Ki Gede Pemanahan adalah panglima prajurit Pajang,
sehingga tentu ada orang lain yang secara khusus memimpin
prajurit sandi Pajang. Dalam keragu-raguan itu, Paksipun berkata, "Kalian tentu
prajurit sandi yang langsung berada di bawah Ki Gede
Pemanahan" Seorang di antara mereka tiba-tiba saja menjawab, "Tidak,
kami tidak berada di bawah pimpinan langsung panglima
prajurit Pajang itu. Tetapi kami berada di bawah perintah Ki
Panengah" Paksi tersenyum. Ia tahu pasti, bahwa kedua orang itu
bukan prajurit sandi Pajang. Selain keduanya tidak tahu,
bahwa Ki Panengah sama sekali tidak ada hubungannya
dengan prajurit sandi dalam tatanan keprajuritan, prajurit
sandi Pajang tidak akan berusaha untuk langsung
membunuhnya. Tetapi prajurit sandi Pajang tentu hanya
mengamatinya atau sejauh-jauhnya, mereka akan
menangkapnya apabila mereka mencurigainya, karena ia
adalah anak Tumenggung Sarpa Biwada.
Karena itu, maka sikap Paksipun sudah pasti. Ia ingin
menangkap kedua orang itu atau setidak-tidaknya seorang di
antara mereka. Orang itu akan dapat dipergunakan sebagai
rambatan untuk melacak persembunyian Harya Wisaka.
Sejenak Paksi memandang sekitarnya. Jalan itu adalah
jalan yang terhitung sepi meskipun berada di kotaraja.
"Kau tidak akan sempat menunggu orang lain yang akan
dapat membantumu. Kau akan langsung mati sehingga jika
ada orang yang lewat, mereka hanya akan menemukan
mayatmu" "Aku dapat berteriak" berkata Paksi.
"Kau tidak mempunyai kesempatan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata orang itu memang tidak memberi kesempatan.
Dengan cepat, seorang di antaranya mencabut kerisnya dan
langsung menikam Paksi di arah jantung.
Namun orang itu terkejut. Kerisnya tidak menyentuh tubuh
Paksi. Tetapi keris itu telah menancap di batang pohon gayam
yang semula berada di belakang Paksi. Paksi sendiri sudah
bergeser selangkah ke samping.
"Menyerahlah" desis Paksi kemudian, "aku adalah prajurit
sandi Pajang yang langsung berada di bawah perintah Ki Gede
Pemanahan" Kedua orang itu termangu-mangu sejenak. Keris yang
menancap pada batang pohon gayam itu harus dicabut. Tetapi
tidak terlalu mudah. "Tidak ada gunanya kalian melawan" berkata Paksi
kemudian. "Persetan" geram seorang di antara kedua orang itu.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bahwa kau berhasil menghindar itu bukan pertanda bahwa
kau akan dapat mengalahkan kami"
Paksi tertawa. Katanya, "Kalian tentu tidak ingin mati disini"
Keduanya tidak menjawab. Tetapi tiba-tiba saja keduanya
menyerang dengan garangnya. Seorang di antara merekapun
telah mencabut kerisnya pula.
Paksi mundur selangkah. Kesempatan itu dipergunakan
oleh seorang yang lain untuk mencabut kerisnya yang
tertancap di pohon gayam itu.
Paksi tertawa lebih keras ketika ia melihat orang yang
mencabut keris dengan mengerahkan tenaganya itu justru
hampir jatuh terlentang. Dengan susah payah ia berusaha
mempertahankan keseimbangannya.
"Hati-hatilah" berkata Paksi, "kau akan dapat terjatuh
nanti" "Aku koyak mulutmu" geram orang itu.
Keduanyapun kemudian telah menyerang Paksi dengan
garangnya. Masing-masing dengan keris di tangannya.
Paksi yang kebetulan tidak membawa tongkatnya itupun
telah mencabut kerisnya pula. Namun iapun berkata, "Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak ingin membunuh kalian. Aku minta kalian menyerah
saja" Tetapi keduanya tidak menghiraukannya. Keduanya justru
meningkatkan serangan-serangan mereka.
Pertempuranpun menjadi semakin sengit. Paksi memang
tidak ingin membunuh kedua orang itu. Ia merasa perlu untuk
menangkap mereka hidup-hidup.
Namun dengan demikian, maka Paksipun harus berhati-
hati. Kerisnya tidak boleh menikam kedua lawannya sehingga
dapat membunuh mereka. Seandainya ia berhasil melukainya
dengan kerisnya, iapun harus segera menaburkan obat pada
luka itu, karena kerisnya adalah keris yang mengandung
warangan yang keras. Jika ia terlambat, maka orang yang
terluka oleh kerisnya itupun akan mati.
Ternyata kedua orang pengikut Harya Wisaka yang
ditugaskan mengawasi rumah Ki Tumenggung Sarpa Biwada
itu juga bukan orang kebanyakan. Keduanya juga memiliki
kemampuan olah kanuragan, sehingga dengan demikian,
maka Paksipun tidak mudah menundukkan mereka tanpa
membunuh. Tetapi Paksipun tidak mau terbunuh pula.
Pertempuran itu semakin lama menjadi semakin sengit.
Namun kedua orang pengikut Harya Wisaka itupun segera
terdesak. Sulit bagi mereka untuk dapat mengimbangi
kemampuan Paksi. Dalam pada itu, ketika pertempuran itu menjadi semakin
seru, maka orang yang tinggal di rumah sebelah mulai
mendengar keributan itu. Kedua orang yang akan membunuh
Paksi itu kadang-kadang memang berteriak untuk
menghentakkan tenaganya. Mula-mula orang yang tinggal di rumah sebelah
mendengarkan dari balik dinding halaman rumahnya, suara
apakah yang terdengar ribut di pinggir jalan di depan
rumahnya itu. Kemudian iapun mulai menjenguk dari balik
pintu regol halaman rumahnya.
Orang itupun terkejut. Di pinggir jalan di depan rumahnya
itu, tiga orang tengah terlibat dalam perkelahian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat yang hampir bersamaan, orang yang tinggal di
seberang jalan telah menjenguknya pula. Bahkan orang itu
telah melangkah keluar pintu regolnya.
Orang itu juga terkejut. Ketika ia melihat tetangganya di
seberang jalan menjenguk, maka iapun segera berlari
melintasi jalan. "Orang-orang itu berkelahi" katanya.
"Apakah kita harus melerai?"
"Mereka bersenjata"
Keadaan mulai menjadi gaduh. Dua orang yang kebetulan
berjalan lewat jalan itupun berhenti pula.
Beberapa saat kemudian, maka para penghuni rumah di
pinggir jalan itupun telah keluar pula dari rumah mereka.
Sementara beberapa orang yang berjalanpun telah
tertahan. Dalam pada itu, kedua orang yang akan membunuh Paksi
itupun menjadi sangat gelisah. Mereka mengira, bahwa
membunuh Paksi dapat dilakukan dalam sekejap. Jika tiba-tiba
saja mereka menusukkan kerisnya, maka anak muda itu tentu
akan segera terkapar. Tetapi perhitungan mereka itu keliru. Tusukan mereka tidak
menyentuh sasarannya. Bahkan yang terjadi adalah
perkelahian yang sengit. Namun Paksipun kemudian terkejut ketika tiba-tiba seorang
di antara kedua orang yang akan membunuhnya itu berteriak,
"Tangkap orang ini. Anak muda ini telah berusaha
melarikan anak gadisku dengan paksa"
Yang seorang lagi, yang langsung tanggap terhadap sikap
kawannya berteriak pula, "Kemenakanku itu telah
disembunyikannya sejak tiga hari yang lalu"
Beberapa orang yang mulai mengerumuni perkelahian itu
menjadi ragu. Namun orang itu berteriak lagi, "Tangkap orang ini. Ia
harus mengatakan dimana anak gadisku disembunyikannya"
Beberapa orang yang berkerumun itu di luar sadar telah
mengepung arena perkelahian itu. Karena kedua orang itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berteriak-teriak terus, maka orang-orang mulai percaya,
bahwa anak muda yang berkelahi itu telah melarikan anak
gadis dan kemenakan kedua orang lawannya.
Tetapi Paksipun berusaha untuk menjelaskan, "Tidak.
Mereka mencoba untuk membunuhku"
"Jangan dengarkan kata-katanya. Ia telah mencuri anakku"
Orang-orang yang berkerumun itu memang menjadi
bingung. Sementara itu Paksipun berkata, "Biarkan aku
menangkap keduanya. Nanti, aku akan menjelaskan apa yang
sesungguhnya terjadi disini. Ada persoalan yang jauh lebih
penting dari sekedar melarikan seorang gadis"
Orang-orang yang berkerumun memang menjadi bingung.
Karena kedua orang lawan Paksi itu selalu berteriak-teriak,
bahwa anak muda itu telah menculik anak gadis mereka,
maka hampir saja orang-orang yang berkerumun itu
termakan. Namun di antara mereka ternyata masih ada orang
yang sempat mempergunakan nalarnya. Katanya, "Jangan
bertindak sendiri-sendiri. Kita mencoba untuk menghentikan
perkelahian itu" Orang-orang yang hampir saja beramai-ramai menangkap
Paksi itu tertegun. Sementara orang yang masih
mempergunakan nalarnya itu berteriak, "Berhentilah berkelahi.
Kita akan berbicara. Yang salah akan ditangkap. Tetapi kita
akan sempat membuat pertimbangan-pertimbangan yang
benar" Tetapi seorang di antara lawan Paksi itu berteriak, "Anak ini
harus ditangkap. Ia licik dan pintar berbicara. Anak
perempuanku telah dilarikannya"
Teriakannya hampir saja berhasil. Namun Paksipun berkata,
"Aku bersedia berhenti berkelahi. Tetapi aku minta agar kami
bertiga tidak boleh meninggalkan tempat ini. Kami bertiga
harus dihadapkan kepada petugas atau kepada prajurit di
barak terdekat. Mereka akan segera dapat mengenali aku,
sehingga kalian akan yakin, bahwa aku bukan pencuri"
"Omong kosong. Ia pandai berbicara. Jangan hiraukan"
Hati Budha Tangan Berbisa 10 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 10
^