Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 43

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 43


"Kami tidak ingin merepotkan Kakang. Biarlah pada
kesempatan lain aku mengantarnya menengok Mbokayu"
"Tidak apa-apa. bukankah aku tidak mempunyai pekerjaan
lagi" Sawahku sudah digarap oleh tetangga. Kebunku sudah
ada yang memelihara. Apa lagi?"
Pupus Rembulungpun tersenyum pula sambil berkata,
"Jangan, Kakang. Biarlah kami yang mengantar Kemuning
menengok bibinya. Sukurlah bila kami dapat bertemu dengan
orang yang bernama Bahu Langlang itu"
"Kau masih mendendam?" bertanya Ki Pananggungan.
Pupus Rembulung justru tertawa. Jawabnya dengan serta-
merta, "Tidak, Kakang. Tidak lagi"
"Tetapi bukankah kau bakar rumah Bahu Langlang itu?"
Pupus Rembulung memandang Repak Rembulung sejenak.
Namun iapun kemudian tertawa pula, meskipun terasa
tertawanya asam sekali. "Waktu kami mendengar ceritera Kemuning, maka
jantungku serasa meledak. Kami tidak dapat menahan diri.
Karena orang yang bernama Bahu Langlang itu sudah lama
pergi, maka kami tumpahkan kemarahan kami kepada bekas
rumahnya. Tetapi rumah itu kosong, Kakang. Kami tidak
mencelakai siapa-siapa"
"Untunglah bagi Bahu Langlang bahwa kalian terlambat
mengetahui persoalan itu"
"Kami memang belum lama mengetahuinya"
"Kamipun sempat kebingungan bahwa Kemuning dan Nyi
Permati pergi dari rumah. Untunglah seorang tetangga
mengatakan bahwa mereka mencari seorang Paman, sehingga
kami menduga, bahwa mereka pergi ke Kembang Arum"
"Kau tinggalkan anakmu terlalu lama. Anak itu menjadi
kesepian meskipun ada Nyi Permati. Lain kali jangan kau
tinggalkan anakmu terlalu lama"
Repak Rembulung menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Ya, Kakang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, maka Pupus Rembulung berdesis kepada
Kemuning, "Minuman itu tentu sudah siap. Bawa kemari,
Kemuning" Kemuningpun kemudian bergeser dan kemudian bangkit
untuk mengambil minuman di ruang dalam. Demikian
Kemuning masuk ke ruang dalam, Ki Pananggungan melihat
dua orang lewat menyilang di halaman depan. Sambil
mengerutkan dahinya, iapun bertanya, "Siapakah mereka itu,
Rembulung?" "Itulah tamu yang aku katakan itu, Kakang. Tamu dari
sebuah padukuhan di pinggir Kali Praga"
"Mereka adalah sanak kadangku, Kakang" sahut Pupus
Rembulung. Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Katanya, "Jadi
mereka masih berada di sini?"
"Ya, Kakang. Agaknya mereka tidak segera ingin pulang.
Padukuhan mereka adalah padukuhan yang sangat miskin.
Meskipun letaknya di dekat Kali Praga, tetapi tanahnya bukan
tanah yang baik untuk ditanami. Pada musim hujan, tanah itu
tergenang oleh luapan air dari Kali Praga. Sedangkan di musim
kering, tanah itu seakan-akan tertutup oleh pasir. Karena itu, maka mereka merasa kerasan di sini. Tanah ini dahulu adalah
tanah pategalan, Kakang. Namun tanah ini masih lebih baik
dari tanah mereka di pinggir Kali Praga itu"
"Mereka akan berada di sini untuk seterusnya?"
"Aku kira tidak, Kakang. Meskipun mungkin mereka akan
berada di sini agak lama"
"Berapa orangkah mereka semuanya?"
"Ada beberapa orang, Kakang. Nanti Kakang dapat aku
perkenalkan dengan mereka"
Sejenak kemudian pembicaraan merekapun terhenti.
Kemuning telah keluar lagi sambil membawa minuman.
Seorang perempuan separo baya yang mengikut di belakang
Kemuning membawa beberapa potong makanan.
"Silahkan, Paman" berkata Kemuning kemudian sambil
duduk pula di sebelah ibunya. Sementara itu, perempuan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah separo baya itu pun telah masuk kembali ke ruang
dalam. Ki Pananggungan kemudian menghirup minuman hangat
serta memungut sepotong makanan. Terasa minuman itu
telah menyegarkan tubuhnya.
Sambil makan dan minum, merekapun kemudian
berbincang tentang berbagai macam hal. Tentang sawah dan
ladang. Tentang air dan tentang musim.
Namun kemudian Nyi Pupus Rembulung itu pun berkata
kepada Kemuning, "Siapkan sentong sebelah kanan itu bagi
pamanmu, Kemuning. Mungkin pamanmu ingin beristirahat
setelah menempuh perjalanan yang panjang"
Kemuningpun kemudian beranjak pula dari tempatnya
untuk membersihkan dan membenahi sentong sebelah kanan
yang disediakan bagi Ki Pananggungan.
Tetapi Ki Pananggungan sendiri masih duduk di pendapa
bersama Repak Rembulung, Pupus Rembulung dan Nyi
Permati. Nampaknya bahan pembicaraan tidak akan segera habis.
Ada saja yang mereka bicarakan setelah beberapa lama
mereka tidak bertemu. Kemuning yang telah selesai membersihkan sentong
sebelah kanan itupun segera kembali ke pendapa. "Paman"
berkata Kemuning kemudian, "jika Paman ingin beristirahat,
sentong sebelah kanan telah aku siapkan"
"Aku tidak letih, Kemuning. Aku ingin duduk saja di sini,
berbincang dan Ayah, Ibu dan pemomongmu. Sudah lama
kami tidak berbicara tentang apa saja. Meskipun barangkali
kami hanya saling membual"
Repak Rembulung tertawa. Katanya, "Jadi Kakang masih
juga sering membual?"
Ki Pananggungan pun tertawa pula. Namun Ki
Pananggungan itupun kemudian berkata, "Repak Rembulung,
karena baru kali ini aku melihat rumahmu, maka aku ingin
dapat melihat-lihat isi halaman dan kebunmu.
Nampaknya halaman rumah dan kebunmu sangat luas"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku membeli pategalan milik beberapa orang, Kakang.
Pategalan yang tidak banyak menghasilkan, karena tanahnya
memang kurang baik untuk ditanami"
"Apa saja yang ada di kebun belakang rumahmu
sekarang?" "Kami telah membuat belumbang, Kakang" sahut Pupus
Rembulung. "Kami memelihara berbagai jenis ikan di
belumbang kami" "Dari mana kau dapat air untuk mengisi belumbangmu itu?"
"Kami membuat parit, Kakang. Parit yang khusus untuk
mengairi belumbang kami"
"Kami sudah minta ijin, Kakang. Kami memberikan sekedar
uang bagi keperluan padukuhan sebagai imbalan. Tetapi
ternyata para petani di padukuhan itu tidak dirugikan. Airnya
cukup deras meskipun dikurangi sedikit untuk mengaliri
belumbang kami. Ketika kami baru mulai mengairi untuk
mengisi belumbang yang kami buat itu, kami memang
menghisap air cukup banyak. Tetapi setelah belumbang itu
penuh, maka untuk selanjutnya, kami hanya memerlukan air
sedikit saja. Para petani sama sekali tidak merasa
berkeberatan. Apalagi karena kami tidak pernah melarang
anak-anak para petani itu mengail di belumbang kami. Tetapi
tentu saja tidak di belumbang induk. Tetapi belumbang yang
khusus kami sediakan bagi mereka. Namun sekali-sekali, pada
saat-saat tertentu, kami beri kesempatan mereka memancing
di belumbang induk. Sedangkan para petani yang memberikan
kesempatan kepada kami, kami beri sekedar uang sebagai
ganti rugi" Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Ia percaya bahwa
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung bersikap baik
kepada para tetangganya. "Kau mau mengantarkan melihat-lihat halaman rumahmu?"
"Tentu, Kakang" berkata Repak Rembulung. "Tetapi apakah
Kakang tidak ingin beristirahat dahulu. Nanti, setelah Kakang
sempat makan, kita melihat-lihat kebun belakang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita melihat-lihat saja dahulu. Aku tahu, di dapur,
pembantumu tentu baru sibuk menanak nasi dan membuat
lauknya. Sambil menunggu, kita berjalan-jalan di kebun
belakang" Repak Rembulung berpaling kepada Pupus Rembulung
sambil bertanya, "Apakah nasi masih belum masak?"
"Belum, Kakang. Kami sedang mempersiapkannya" jawab
Pupus Rembulung sambil tertawa
"Baiklah" berkata Repak Rembulung. "Marilah, aku antar
Kakang melihat-lihat halaman dan kebun rumahku. Tetapi
Kakang jangan kecewa, halaman dan kebun kami tidak
sebersih halaman dan kebun rumah Kakang"
"Tetapi luas halaman dan kebun rumahmu ini ada beberapa
kali lipat luas halaman rumahku. Mungkin sepuluh kali. Bahkan
mungkin lebih" "Baru setelah aku membuat belumbang, tanah bekas
pategalan ini mulai nampak hijau, Kakang. Pepohonan yang
semula daunnya kekuning-kuningan, memang telah berusaha
menjadi hijau" Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Namun kemudian
iapun segera bangkit berdiri sambil berkata, "Marilah. Supaya
kita tidak merasa terlalu lama menunggu nasi masak"
Repak Rembulung, Pupus Rembulung dan Nyi Permati
tertawa. Sejenak kemudian, Repak Rembulung telah mengantarkan Ki
Pananggungan turun ke halaman. Lewat di samping kanan
mereka pergi ke halaman belakang.
Ketika mereka melewati gandok, anak muda yang bergurau
dengan Kemuning di seketeng, berdiri di pintu salah satu bilik gandok sambil memandang Ki Pananggungan dengan
tajamnya. Namun kemudian anak muda itupun bergeser dan
hilang di balik dinding. Ki Pananggungan menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia
tidak bertanya tentang anak muda itu. Repak Rembulung
tentu akan menjawab, bahwa anak muda itu adalah salah
seorang dari mereka yang datang dari pinggir Kali Praga itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Halaman dan kebun rumah Repak Rembulung memang
luas sekali. Di halaman samping rumah itu terdapat sebuah
kandang kuda. Kemudian terdapat pula kandang lembu dan
kerbau. Bahkan kandang kambing. Sedangkan di sekitarnya
berkeliaran berpuluh ekor ayam.
"Apa saja yang tidak kau pelihara, Repak Rembulung?"
"Aku juga ingin memelihara harimau" berkata Repak
Rembulung sambil tertawa.
Ki Pananggungan pun tertawa pula. Hampir saja ia berkata,
bahwa sekarang Repak Rembulung sudah memelihara
harimau yang pada suatu saat akan mengaum dan bahkan
mungkin menerkam Repak Rembulung itu sendiri.
Namun Ki Pananggungan itupun berkata, "Apakah kau tidak
pernah mendengar ceritera tentang saudagar dari Batikan
yang memelihara harimau?"
"Ceritera yang mana, Kakang?"
"Harimau itu sudah menjadi jinak. Tetapi ketika saudagar
itu duduk terkantuk-kantuk, tidak disadarinya harimau itu
menjilati kakinya. Karena lidah harimau itu kasar, maka kulit
kaki saudagar itu sedikit terkelupas. Nah, bau darah yang
mengembun dari luka itu membuat harimau itu menjadi liar.
Untung saja saudagar itu sempat memberi isyarat kepada
pembantu-pembantunya. Tiga orang bersenjata tombak telah
mengakhiri hidup harimau yang telah jinak itu. Meskipun
demikian, saudagar itu menangisinya juga"
Repak Rembulung tertawa sambil berkata, "Saudagar itu
ternyata kurang berhati-hati, Kakang. Jika aku memelihara
harimau, maka aku tidak akan membiarkan harimau itu
mencium bau darah di tubuhku"
"Ya. Tetapi sebaiknya kau memelihara kucing saja"
Ki Repak Rembulung tertawa berkepanjangan. Dalam pada
itu, selagi Repak Rembulung mengantar Ki Pananggungan
melihat-lihat halaman dan kebun di belakang,
seorang laki-laki yang berwajah garang masuk ke ruang
dalam rumah Repak Rembulung itu lewat pintu butulan.
"Siapa orang itu, Nyi?" bertanya orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Pananggungan" jawab Pupus Rembulung.
"Ki Pananggungan" ulang orang itu.
"Kakak Ki Repak Rembulung"
"Kakang kandungnya?"
"Ya, kakang kandungnya"
Orang itu mengangguk-angguk. Namun ia masih juga
bertanya, "Untuk apa ia datang kemari?"
"Sudah lama mereka tidak bertemu. Kakang Pananggungan
juga merasa rindu kepada Kemuning yang untuk beberapa
lama pernah tinggal bersamanya"
"Kenapa Ki Repak Rembulung tidak mengajak Kemuning
saja yang pergi menemui uwaknya"
"Apa salahnya Kakang Repak Rembulung datang menemui
kami?" "Aku tidak senang ada orang lain datang ke rumah ini"
Wajah Nyi Pupus Rembulung menjadi tegang. Katanya,
"Kenapa kau merasa tidak senang" Rumah ini rumah kami.
Kami dapat menerima siapa saja sekehendak kami. Justru kau
orang asing di sini"
"Tetapi kita sudah membuat kesepakatan untuk
membentuk masa depan"
"Tetapi tidak ada kesepakatan bahwa kami harus menolak
saudara-saudara kami yang datang berkunjung ke rumah ini"
"Waktumu tidak akan panjang lagi. Menurut kesepakatan
kita, setelah dua tahun maka akulah yang akan memimpin
tempat ini, yang akan menjadi semacam sebuah padepokan.
Kalian akan kembali atas tempat ini. Nah, sejak anak-anak itu
berada di sini, kita sudah melewati tengah tahun pertama"
"Tidak ada yang mengatakan bahwa aku akan memimpin
tempat ini" "Bukankah kita sepakat bahwa aku akan menentukan
seseorang yang akan memimpin anak-anak itu?"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah itu berarti bahwa kau akan menjadi pemimpin di
sini dan mengusir kami pergi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya, "Aku tidak senang jika orang itu akan menimbulkan
gangguan bagi anak-anakku yang ada di sini"
"Orang itu adalah saudara kami. Tidak ada orang yang
dapat mencegah kehadirannya di sini"
Orang itu memandang Nyi Pupus Rembulung dengan
tajamnya. Namun kemudian iapun berkata, "Aku akan
memantau terus, apakah yang dilakukannya di sini"
"Justru kaulah yang jangan mencoba-coba mengganggu
Kakang Pananggungan jika kau tidak ingin mendapatkan
kesulitan" Orang itu tidak menyahut. Namun iapun segera
meninggalkan ruang dalam.
Pupus Rembulung menarik nafas panjang. Namun iapun
kemudian telah pergi ke dapur untuk melihat, apakah segala
sesuatunya sudah siap dihidangkan. Sambil menunggu, Nyi
Pupus Rembulung duduk merenung di amben panjang yang
terletak di sudut dapur. Sejak orang itu datang, beberapa
pekan yang lalu, kehidupan di rumahnya menjadi gelisah.
Meskipun beberapa anak muda sudah berada di rumah itu
sejak beberapa bulan, namun tidak pernah timbul persoalan
yang rumit. Anak-anak muda itu patuh kepada Ki Repak
Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung dan bahkan mereka
telah menganggap keduanya sebagai guru mereka.
Namun kedatangan orang yang garang itu telah merusak
segala-galanya. Orang itu memang berniat untuk mengambil alih hak yang
ada pada Repak Rembulung dan Pupus Rembulung di rumah
mereka sendiri. Orang itu sudah merebut pengaruh Repak Rembulung dan
Pupus Rembulung atas anak-anak muda yang dititipkan
kepadanya. Meskipun orang itu yang menitipkan anak-anak
muda itu kepadanya, tetapi hak dan wewenang Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung di rumah itu tidak
seharusnya diganggu gugat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pupus Rembulung menarik nafas dalam-dalam. Jika orang
itu mengganggu Ki Pananggungan, maka ia akan menyesal.
Meskipun Pupus Rembulung tahu bahwa orang itu juga
berilmu tinggi, namun menurut perhitungan Pupus
Rembulung, ilmunya masih belum dapat melampaui ilmu Ki
Pananggungan. Bahkan Nyi Pupus Rembulung sendiri masih
merasa mampu untuk mengimbangi ilmunya.
Dalam pada itu, Ki Pananggungan masih berada di kebun
belakang rumah Repak Rembulung. Beberapa lama ia berada
di tepi belumbang kecil yang dikelilingi oleh pepohonan yang
rimbun. Di dalam belumbang itu terdapat beberapa jenis ikan
yang berenang hilir-mudik dengan nyamannya.
Di sebelah dari belumbang itu terdapat sebuah belumbang
yang lebih kecil. Belumbang yang menurut Repak Rembulung
diperuntukkan bagi anak-anak yang ingin mengail ikan.
"Dari mana mereka masuk?" bertanya Ki Pananggungan
sambil memandang berkeliling. Ia melihat halaman rumah
Repak Rembulung itu dikelilingi oleh dinding yang agak tinggi.
"Mereka masuk lewat regol di depan" jawab Repak
Rembulung. "Aku lebih senang mereka keluar masuk lewat
regol daripada lewat jalan lain atau bersembunyi-sembunyi.
Kami, penghuni rumah ini, tidak pernah menegur anak-anak
yang keluar masuk regol halaman sambil membawa pancing"
Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Katanya kemudian,
"Nampaknya kalian tidak pernah kekurangan lauk. Kau dapat
menangkap ikan di belumbang, menangkap seekor ayam atau
mengambil telurnya. Atau bahkan sekali-sekali kambing muda"
"Kami makan seadanya, Kakang. Sayur-sayuran dan sekali-
sekali kami memang menangkap ikan atau ayam. Jumlah
keluargaku sekarang cukup banyak. Jika kami harus makan
dengan daging, apakah itu daging ikan air atau daging ayam
atau daging kambing, kami akan menjadi cepat melarat"
Ki Pananggungan tertawa. Katanya, "Kau mempunyai
berpuluh-puluh ekor ayam dan kambing. Ikan sebelumbang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Repak Rembulung tertawa pula. Namun dalam pada itu, Ki
Pananggungan pun tiba-tiba saja bertanya, "Berapa orang
saudara istrimu yang ada di sini?"
"Sepuluh orang"
"Di antaranya masih muda-muda"
"Ya. Kemenakan Pupus Rembulung. Ada lima orang anak
muda di sini" "Lima orang?" "Mereka adalah kemenakan Pupus Rembulung. Tiga orang
anak sepupu Pupus Rembulung. Sedangkan yang dua orang
adalah anak bibinya"
Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Namun ia masih
bertanya lagi, "Lima orang lainnya?"
"Mereka adalah sepupu dan paman Pupus Rembulung"
"Semua laki-laki?"
Repak Rembulung mengerutkan dahinya. Dipandanginya Ki
Pananggungan sekilas. Namun kemudian dialihkannya
pandangan matanya ke sekelompok ikan yang sedang
berenang. "Ya, Kakang" suara Repak Rembulung terdengar dalam
sekali. Ki Pananggungan merasakan getar suara Repak
Rembulung. Agaknya Repak Rembulung akan mengalami kesulitan jika
ia bertanya lebih jauh tentang orang-orang yang diakui
sebagai sanak kadang dari Pupus Rembulung.
Keduanyapun kemudian melangkah meninggalkan
belumbang yang sejuk itu. Ketika mereka mendekati dua
bangunan yang terpisah dari rumah induk, Ki Pananggungan
itupun bertanya, "Bangunan apa lagi ini, Repak Rembulung?"
Repak Rembulung nampak ragu-ragu. Namun iapun
kemudian menjawab, "Sanggar, Kakang. Keduanya adalah
sanggar" "Sanggar" Jadi kau dan Pupus Rembulung mempunyai
sanggar sendiri-sendiri?"
Repak Rembulung masih saja nampak ragu-ragu. Tetapi
iapun kemudian mengangguk sambil menjawab, "Ya, Kakang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Luar biasa. Apakah aku boleh masuk?"
"Apa yang akan Kakang lihat di dalam sanggar kami"
Sanggar kami amat memalukan. Tidak ada yang berarti apa-
apa" "Apapun isinya, aku ingin melihat jika kau tidak
berkeberatan" Repak Rembulung tidak dapat menolak. Karena itu, maka
dibawanya Ki Pananggungan memasuki salah satu dari kedua
sanggar itu. Namun ternyata Ki Pananggungan terkejut. Isi sanggar itu
sangat lengkap. Dari segala jenis peralatan untuk latihan,
serta segala macam senjata, ada di dalam sanggar itu. Tiang-
tiang bambu. Palang kayu dan bambu. Tali temali yang
bergayutan. Rajut dari ijuk, pasir dan kerikil dalam kotak-kotak yang besar. Perapian dan berbagai macam alat yang lain.
Sementara itu di dinding sanggar bergayutan berbagai macam
senjata. Bahkan jenis-jenis senjata dari negeri asing.
"Inikah yang kau katakan memalukan?"
"Hanya seadanya, Kakang"
"Jarang sekali aku melihat sanggar yang lengkap seperti ini.
Tetapi bagaimana dengan yang satunya lagi?"
Repak Rembulung terpaksa membawa Ki Pananggungan
memasuki sanggar yang satu lagi. Berbeda dengan sanggar
yang pertama, maka sanggar ini tidak terlalu banyak isinya.
Bahkan hampir-hampir kosong. Yang ada hanyalah patok-
patok rendah yang tidak sama tingginya. Beberapa utas tali
yang bergayut pada belandar bangunan sanggar.
Ki Pananggungan menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Di
sini mereka berlatih menguasai tubuh sebaik-baiknya.
Pemantapan unsur-unsur gerak dan tatanan patrap dari ilmu
yang kau ajarkan. Mereka yang berlatih di sanggar seperti ini
akan dapat bertempur seperti seekor burung alap-alap"
"Aku tidak melatih siapa-siapa, Kakang. Aku berlatih bagi
diriku sendiri bersama Pupus Rembulung"
"Kau dan Pupus Rembulung akan menjadi sepasang suami
istri yang jarang ada duanya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi kami bukan apa-apa bagi Kakang. Ilmu Kakang
benar-benar hampir sempurna"
"Apa yang dapat aku lakukan, Repak Rembulung" Aku
berdoa, mudah-mudahan kau akan dapat menguasai ilmu
kanuragan yang sangat tinggi. Kemudian kau dapat
memanfaatkan ilmumu bagi kebajikan. Kau amalkan ilmumu
bagi sesama yang memerlukan pertolonganmu dalam jalan
kebenaran" Repak Rembulung menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Kakang mengetahui apa yang pernah aku lakukan"
Seandainya aku ingin, namun aku sudah berdiri di sini
sekarang" Ki Pananggungan tersenyum. Sambil menepuk bahu
adiknya iapun berkata, "Masih ada sedikit waktu sebelum
maut menjemput kita"
"Maksud Kakang?"
Ki Pananggungan memandang Repak Rembulung sejenak.
Namun kemudian sambil tersenyum iapun berkata, "Marilah,
kita melihat bagian lain dari halaman dan kebunmu ini"
Namun ketika keduanya keluar, maka mereka dapati
Kemuning berlari-lari ke arah mereka.
"Aku mencari Ayah dan Paman" berkata Kemuning.
"Ada apa, Kemuning?" bertanya Repak Rembulung.
"Makan bagi Ayah dan Paman sudah disediakan. Mumpung
masih hangat" "Nah, yang kita tunggu-tunggu itu sudah siap. Sebenarnya
aku sudah sangat lapar" sahut Ki Pananggungan.
"Marilah, Paman"
Keduanyapun kemudian melangkah ke bangunan induk
rumah Ki Repak Rembulung.
"Gandokmu panjang sekali, Repak Rembulung" berkata Ki
Pananggungan. "Ternyata sekarang semuanya terisi, Kakang"
"Kau belum memperkenalkan aku dengan saudara-saudara
Pupus Rembulung itu"
"Nanti kami akan memperkenalkan Kakang dengan mereka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapakah yang tertua di antara mereka?"
"Pamannya. Seorang yang keras hati"
"Namanya?" Repak Rembulung memandang Ki Pananggungan dengan
tajamnya. Bahkan iapun berhenti melangkah.
Ki Pananggunganpun berhenti pula.
"Kakang adalah seorang yang memiliki pengalaman yang
luas. Meskipun pada saat terakhir Kakang telah memilih untuk
tetap tinggal di rumah, tetapi pengalaman Kakang sebelumnya
tentu tidak akan terhapus begitu saja"
"Maksudmu?" "Kakang. Apakah Kakang mengenal seorang yang berilmu
tinggi yang sudah agak lama tidak terdengar lagi namanya.
Namun tiba-tiba saja ia muncul kembali sebagai seorang
pemimpin padepokan di kaki sebelah timur Gunung Merapi?"
Jantung Ki Pananggungan berdesis. Namun Ki
Pananggungan itu menggelengkan kepalanya sambil
menjawab, "Tidak, Repak Rembulung. Aku tidak tahu siapakah
yang kau maksud?" Repak Rembulung itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Baiklah, Kakang. Biarlah nanti aku perkenalkan Kakang
dengan mereka" Ki Pananggungan tidak menjawab. Tetapi bahwa Repak
Rembulung bersedia memperkenalkannya dengan orang yang
tinggal bersamanya itu, akan memberi kesempatan kepadanya
untuk mengetahui, siapakah yang dimaksud oleh Repak
Rembulung itu. Demikianlah, maka keduanyapun kemudian telah kembali
ke pendapa. Tetapi Nyi Pupus Rembulung telah
mempersilahkan mereka memasuki ruang dalam. Nyi Pupus
Rembulung dan Nyi Permati telah menyiapkan nasi dan
kelengkapannya bagi tamunya.
"Marilah, Kakang" Pupus Rembulungpun mempersilahkan Ki
Pananggungan untuk duduk di ruang tengah. Namun baru
saja Ki Pananggungan duduk bersama Ki Repak Rembulung,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyi Pupus Rembulung dan Nyi Permati, laki-laki yang berwajah
garang itupun masuk ke ruang dalam itu pula.
"Aku juga lapar" katanya. "Apakah aku boleh ikut makan?"
"Bukankah kau sudah makan?" sahut Ki Repak Rembulung.
Namun iapun kemudian berkata selanjutnya, "Tetapi jika
kau akan makan bersama kami, silahkan"
"Kau juga sudah makan tadi" jawab orang itu. "Tetapi kau
akan makan juga sekarang"
"Aku akan menemani Kakang makan. Tentu terasa lebih
enak jika Kakang tidak makan sendiri"
"Semakin banyak kawannya tentu semakin terasa enak.
Nah, aku akan ikut serta bersama kalian"
Pupus Rembulung mengerutkan dahinya. Namun ia tidak
berkata apa-apa. Sementara itu, Nyi Permati nampak gelisah.
Agaknya ia merasa tidak senang dengan sikap orang itu.
Tetapi Nyi Permati tidak pernah dapat ikut berbicara tentang
orang itu, yang menurut Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung, orang itu adalah paman Pupus Rembulung yang
datang dari pinggir Kali Praga.
Sejenak kemudian, maka orang itu telah duduk di sebelah
Ki Repak Rembulung. dipandanginya Ki Pananggungan dengan
tajamnya. Sambil memungut sepotong paha ayam yang
digoreng tanpa menghiraukan orang lain yang duduk di
sebelah-menyebelahnya, orang itu bertanya kepada Ki
Pananggungan, "Namamu siapa, Ki Sanak" Dan di mana
rumahmu?" Ki Pananggungan mencoba bersikap ramah betapapun
jantungnya tergetar. Katanya, "Namaku Pananggungan, Ki
Sanak. Aku tinggal di Kembang Arum. Aku adalah kakak Repak
Rembulung. Jika aku boleh tahu, siapakah nama Ki Sanak?"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kau belum pernah mendengar nama Lenglengan"
Namaku Ki Gede Lenglengan"
Dada Ki Pananggungan bergetar. Sementara itu Ki Gede
Lenglengan itupun berkata, "Jika kau bukan kakak kandung
Repak Rembulung, aku tidak akan mengaku, bahwa aku
adalah Lenglengan. Terus terang, aku adalah buruan orang-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang Pajang. Karena itu, aku minta mulutmu jangan asal saja
menganga menyebut namaku. Jika didengar oleh orang
Pajang, atau oleh penjilat-penjilat yang berjiwa budak, maka
Pajang tentu akan mengirimkan pasukan segelar-sepapan
dipimpin oleh orang-orang terbaiknya, karena Pajang tahu,
bahwa aku berilmu sangat tinggi. Jika itu terjadi, bukan hanya aku yang akan mengalami kesulitan. Mungkin aku sendiri,
secara pribadi, akan dapat dengan mudah meloloskan diri.
Tetapi Repak Rembulung, Pupus Rembulung dan anak-anakku
akan menjadi korban. Karena itu, jika kau sayang kepada
adikmu, kau akan merahasiakan kehadiranku di sini bersama
anak-anakku" Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Sementara Repak
Rembulungpun berkata, "Bukankah aku tidak perlu
memperkenalkan lagi" Ki Gede Lenglengan telah
memperkenalkan dirinya. Ia di sini bersama dengan sembilan
orang kawan-kawannya"
"Lima orang adalah anak-anakku" sahut Ki Gede
Lenglengan. Ki Pananggungan masih saja mengangguk-angguk.
"Jadi hanya ada lima orang anak muda yang berada di sini"
berkata Ki Pananggungan di dalam hatinya. Namun iapun
sadar, bahwa empat orang yang lain, tentu orang-orang
berilmu tinggi pula. "Jadi mereka bukan paman dari Nyi Pupus Rembulung yang
datang dari pinggir Kali Praga?" bertanya Ki Pananggungan
kepada Pupus Rembulung. Pupus Rembulung menggelengkan kepalanya. Katanya
dengan suara yang berat, "Bukan, Kakang. Mereka
sebenarnya bukan sanak saudaraku dari pinggir Kali Praga.
Tetapi mereka adalah kawan lamaku, kawan yang sudah agak
lama tidak bertemu. Namun tiba-tiba saja kami berhubungan lagi. Ki Gede
Lenglengan telah menitipkan lima orang anaknya di sini sejak
hatinya merasa tidak tenteram karena gangguan orang-orang
Pajang atas padepokannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang-orang Pajang adalah orang-orang gila" berkata Ki
Gede Lenglengan. "Mereka merampok pajak yang dipungutnya
dengan paksa pada rakyatnya. Hadiwijaya adalah laki-laki
selingkuh. Pemanahan adalah orang yang tamak seperti
Panjawi yang kini berada di Pati. Patih Pramancanegara sama
sekali tidak mempunyai wibawa, sehingga hampir-hampir tidak
pernah berperan dalam persoalan apa pun, kecuali melayani
Hadiwijaya sebagaimana seorang budak melayani tuannya"
Ki Pananggungan menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Aku orang yang tinggal jauh dari kotaraja. Yang aku tahu, di
musim basah aku menanam padi. Di musim kering aku
menanam palawija" "Itu adalah kehidupan bagi kita, Kakang"
"Ya. Aku sudah merasa berbahagia jika hasil panenku
melimpah. Lumbungku menjadi penuh hingga keluargaku
tidak akan kelaparan sampai masa panen mendatang"
"Urusan kalian, orang-orang padesan, memang hanya
urusan perut. Asal perut sudah kenyang, tidak peduli apa yang
terjadi di pusat pemerintahan. Tetapi jika prajurit Pajang
kapan-kapan sampai ke Kembang Arum dan memaksa kalian
menyediakan pajak yang tinggi, baru kalian sadari, bahwa
kalian tidak dapat hanya tinggal diam"
"Kami juga membayar pajak, Ki Gede" jawab Ki
Pananggungan. "Tetapi sampai sekarang, pajak yang kami
bayar adalah wajar-wajar saja"
"Mungkin bagi Kembang Arum. Tetapi bagi beberapa
daerah yang lain rakyat diperas sampai darahnya menetes dan
kering" Ki Pananggungan hanya mengangguk-angguk saja.
"Nah, sekali lagi aku peringatkan, jangan membuka mulut
di sembarang tempat kepada sembarang orang kalau kau
tidak ingin adikmu dipenggal kepalanya"
Sebelum Ki Pananggungan menjawab, Ki Gede Lenglengan
itu sudah bangkit sambil menggigit daging ayam yang masih
dipegangnya. Iapun kemudian pergi meninggalkan orang-
orang yang masih duduk dan bersiap untuk makan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tidak jadi makan?" bertanya Ki Repak Rembulung.
"Tidak. Nanti saja" jawab orang itu sambil mengunyah.
Ki Pananggungan menarik nafas dalam-dalam. Sementara
itu Nyi Pupus Rembulungpun berkata, "Aku minta maaf,
Kakang, bahwa di rumahku tinggal orang edan itu"
Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Bahkan iapun
tersenyum sambil berkata, "Bagaimana ceriteranya, bahwa
orang itu dapat sampai di sini?"
"Ceriteranya panjang, Kakang" jawab Repak Rembulung.
"Bahkan Nyi Permati pun tidak tahu, siapakah mereka
sebenarnya" Ki Pananggungan memandang wajah Nyi Permati sekilas.
Namun wajah perempuan itu menunduk dalam-dalam. Tetapi
tiba-tiba saja Pupus Rembulung berkata, "Kakang, silahkan
makan dahulu. Nanti nasinya dingin"
"O. Baiklah. Aku juga sudah lapar"
Sejenak kemudian, maka merekapun mulai makan. Ki
Pananggungan berharap, bahwa Repak Rembulung akan
berceritera tentang Ki Gede Lenglengan. Tetapi ternyata
Repak Rembulung justru makan sambil merenung.
Ki Pananggungan itu mengangkat wajahnya ketika ia
mendengar suara Kemuning tertawa. Kemudian terdengar
suara seorang anak muda tertawa pula. Namun kemudian
keduanya itu pun melangkah menjauh.
Tiba-tiba saja terdengar Nyi Permati berdesis perlahan,
"Kemuning sekarang sudah berubah"
Ki Pananggungan memandang wajah Nyi Permati sekilas.
Namun kemudian ia berpaling ketika Pupus Rembulung
berkata, "Kemuning mempunyai beberapa orang kawan
sekarang, meskipun bukan gadis-gadis sebayanya"
"Anak-anak muda itu maksudmu?" bertanya Ki
Pananggungan. "Ya, Kakang. Pada gadis itu nampak wajahnya sedikit
berseri. Ia tidak lagi pendiam seperti saat Kemuning pergi
mencari Kakang. Ia mendapatkan sedikit kegembiraan. Ia
mempunyai kawan berlatih untuk meningkatkan ilmunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nampaknya Kemuning pun menjadi semakin bergairah untuk
memperdalam ilmu kanuragan"
"Sukurlah, Nyi" sahut Ki Pananggungan. "Tetapi kau
sebagai seorang ibu harus berhati-hati mengawasi anakmu
yang sudah meningkat dewasa. Di rumah ini ada beberapa
orang anak muda. Bagaimanapun juga, kau harus membatasi
hubungan mereka dengan anakmu yang sudah gadis dewasa
itu" Repak Rembulung tiba-tiba menyahut, "Aku juga sudah
sering berpesan, Kakang. Aku juga sudah langsung berbicara
dengan Kemuning. Sementara itu Nyi Permati juga selalu
mengawasinya" "Tetapi Kemuning sekarang tidak lagi mendengarkan kata-
kataku" "Itu tidak boleh terjadi" sahut Nyi Pupus Rembulung.
"Kemuning harus selalu mendengarkan petunjuk Nyi Permati.
Aku memang agak longgar akhir-akhir ini. Tetapi peringatan
Kakang Pananggungan akan aku perhatikan. Agaknya anak-
anak Lenglengan itu mulai berubah pula sejak Lenglengan ada
di sini. Mereka lebih memperhatikan Lenglengan daripada
kami. Bahkan nampaknya wibawa kami terhadap merekapun
mulai memudar. Agaknya terhadap Kemuningpun mereka
lebih berani pula menggoda"
"Kau harus memperhatikan semua gejala yang timbul
dalam pergaulan anakmu itu dengan anak-anak muda yang
ada di rumahmu ini. Bukankah kau belum yakin akan latar
belakang keluarga mereka serta jatidiri mereka yang
sebenarnya. Jika anakmu nampak lebih cerah, kau harus tahu
sebabnya. Jika ia semakin bergairah, apakah gairah itu murni
karena Kemuning ingin meningkatkan kemampuannya atau
karena ia akan dapat berlatih bersama anak-anak muda itu"
Nyi Pupus Rembulung mengangguk-angguk. Dengan nada
rendah iapun menjawab, "Ya, Kakang"
"Sementara itu, terus terang, aku agak tersinggung dengan
sikap dan kata-kata orang yang menyebut dirinya Ki Gede
Lenglengan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Namanya memang Lenglengan, Kakang. Sejak masa
mudanya, ia memang seorang yang aneh. Yang tidak mau
terikat oleh tatanan apa pun. Ia merasa bahwa dirinya adalah
tatanan itu" "Hati-hatilah menghadapi orang seperti itu" desis Ki
Pananggungan. Repak Rembulung dan Pupus Rembulung mengangguk-
angguk kecil. Bagaimanapun juga Ki Pananggungan adalah
saudara tua mereka. Apalagi keduanya menyadari, bahwa Ki
Pananggungan adalah seorang yang berilmu sangat tinggi.
Namun Ki Pananggungan merasa lebih baik hidup tenang di
rumahnya sebagai seorang petani. Namun Repak Rembulung
dan Pupus Rembulung pun menyadari, bahwa saudara tuanya
itu telah mengetahui banyak tentang diri mereka, petualangan
mereka dan sisi-sisi yang gelap dari kehidupan mereka.
Karena itu pulalah Ki Pananggungan tidak bertanya kepada
mereka, dari mana Repak Rembulung dan Pupus Rembulung
mendapatkan uang cukup banyak untuk membeli tanah dan
membangun rumah yang besar itu.
Sejenak mereka saling berdiam diri. Nyi Pupus
Rembulunglah yang memecah kediaman itu, "Marilah, Kakang.
Silahkan makan sebaik-baiknya. Hanya inilah yang dapat kami
sajikan" "Ternyata perutku tidak seberapa banyak isinya" sahut Ki
Pananggungan. "Kakang Repak Rembulung kalau makan, dua kali lipat dari
yang Kakang habiskan sekarang"
"Suamimu masih lebih muda. Lebih banyak pula kerja yang
ia lakukan. Adalah wajar jika ia makan lebih banyak atau
bahkan berlipat dari yang dapat aku makan"
Repak Rembulung tertawa. Katanya, "Kakang, aku belum
lama baru saja makan. Jika aku lapar, maka aku dapat makan
dua kali lipat dari yang aku makan tadi"
"Sudah seharusnya kau makan lebih banyak. Ujud
lahiriahmu pun sudah memberi isyarat, bahwa kau tentu dapat
makan banyak sekali"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka yang sedang makan itu pun tertawa. Setelah
mereka selesai makan, maka Ki Repak Rembulungpun
mengajak Ki Pananggungan duduk di pringgitan.
Terasa angin yang sejuk mengusap kening mereka yang
berkeringat. Nasi hangat serta sambal terasi dengan lalapan,
membuat mereka berkeringat.
Beberapa saat mereka duduk di pringgitan, Ki
Pananggungan melihat seorang perempuan sedang menyapu
halaman depan yang luas. Sekali-sekali perempuan itu
berhenti, berdiri tegak sambil menekan pinggangnya di
sebelah tangannya. Kemudian dengan lengan bajunya
menyeka keringat yang mengembun dari tubuhnya.
"Siapa yang menyapu halaman itu?" bertanya Ki
Pananggungan, "Seorang yang membantu Pupus Rembulung
menyelenggarakan pekerjaan di rumah ini, Kakang.
Perempuan itu tinggal tidak terlalu jauh dari rumahku ini. Ia
seorang janda yang mempunyai tiga orang anak"
"Anak-anaknya juga membantu di rumahmu ini?"
"Tidak. Mereka menggarap sawah yang ditinggalkan oleh
ayah mereka. Tetapi sawah itu tidak seberapa luas. Karena
itu, maka perempuan itu bekerja di sini. Setidak-tidaknya bagi perempuan itu sendiri tidak akan kekurangan makan. Bahkan
serba sedikit ia mendapat uang untuk membeli minyak kelapa
buat mengisi lampu dlupak yang dapat menerangi rumahnya
di malam hari" Ki Pananggungan mengangguk-angguk.
"Di Kembang Arum, Kemuning sangat rajin bekerja.
Menyapu halaman, menimba air untuk mengisi jambangan di
pakiwan, membersihkan perabot rumah serta membantu
bibinya di dapur" Repak Rembulung menarik nafas panjang. Katanya,
"Ibunya sangat sayang kepadanya. Pupus Rembulung tidak
memberikan tugas-tugas tertentu baginya, kecuali jika
kebetulan Kemuning sendiri berniat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu kenapa ia harus pulang karena di sini kebetulan
banyak tamu, jika ia tidak perlu membantu Pupus
Rembulung?" "Yang sangat kami butuhkan justru Nyi Permati. Nyi
Permati sangat pandai memasak. Meskipun ada perempuan
lain yang dapat membantu Pupus Rembulung, tetapi yang
membuat adonan masakan biasanya adalah Nyi Permati. Yang
lain tinggal menyelesaikannya saja"
Ki Pananggungan mengangguk-angguk pula. Namun iapun
kemudian berkata, "Kalian tidak boleh terlalu memanjakan
Kemuning. Ia akan menjadi malas dan bodoh. Kalian tentu
tidak berkeberatan untuk menempa Kemuning menjadi
seorang gadis yang memiliki ilmu kanuragan yang cukup.
Tetapi seharusnya kalian juga membentuk Kemuning menjadi
seorang perempuan. Sehingga dalam kebulatannya, Kemuning
adalah seorang perempuan yang berilmu tinggi"
Ki Repak Rembulung mengangguk-angguk. Sementara Ki
Pananggunganpun berkata, "Kau harus ingat siapakah Nyi
Permati itu. Jadi setiap kali kau atau Pupus Rembulung
mengambil sikap terhadap Kemuning, sebaiknya kau bicarakan
dengan Nyi Permati. Meskipun sekarang Kemuning adalah
anakmu dan anak Pupus Rembulung, tetapi Nyi Permati tentu
mempunyai harapan-harapan pula atas anak itu"
Repak Rembulung mengangguk-angguk.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun dalam pada itu, pembicaraan merekapun terputus.
Perhatian Ki Pananggungan tertarik kepada Kemuning yang
melintas di halaman. Dari sebelah gandok seorang anak muda
menyusulnya. Keduanyapun kemudian berjalan bersama-
sama. Anak muda yang dilihatnya bergurau dengan Kemuning di
seketeng. Keduanya memang nampak begitu akrab.
Ki Pananggungan memperhatikan anak muda itu dengan
seksama. Seorang anak muda yang nampak cerdas. Tubuhnya
yang gagah dalam keseimbangan antara tinggi dan besar
tubuhnya. Kulitnya agak kekuning-kuningan. Namun karena
anak muda itu ditempa oleh latihan-latihan yang berat, yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kadang-kadang dilakukan di teriknya sinar matahari, maka
nampaknya kulitnya menjadi agak gelap. Meskipun demikian
anak muda itu nampak bersih dan memancarkan kecerdasan
otaknya. Melihat anak muda itu, Ki Pananggungan segera teringat
kepada Paksi. Anak muda yang berilmu tinggi. Meskipun masih
belum dapat menyamai Pangeran Benawa, tetapi jarang dapat
dicari bandingnya. "Siapakah anak muda itu" Apakah ia juga salah seorang
dari lima orang anak muda yang dititipkan oleh Ki Gede
Lenglengan?" "Ya, Kakang. Menurut Ki Gede Lenglengan, anak muda itu
adalah anak seorang tumenggung"
Jantung Ki Pananggungan tergetar. Jika anak itu anak
seorang tumenggung, apakah ada hubungannya dengan
ceritera Paksi tentang adiknya. Pada anak muda itu memang
nampak ada yang mirip dengan Paksi. Mungkin mata dan
alisnya. Juga tubuhnya yang nampak kuat serta seimbang.
Pandangannya yang tajam serta caranya berjalan dengan
dada tegap menengadah. Tetapi Paksi tidak selalu mengangkat wajahnya. Paksi
justru lebih banyak menunduk. Hanya sekali-sekali Paksi
mengangkat wajah. Namun sekilas ia memandang seseorang,
maka tatapan matanya itu serasa menusuk sampai ke jantung.
"Anak muda ini nampak lebih gembira dari Paksi. Agaknya
hatinya pun lebih terbuka dan kekanak-kanakan. Sementara
itu, Paksi selalu nampak bersungguh-sungguh dan lebih
banyak diam" berkata Ki Pananggungan di dalam hatinya.
Namun Ki Pananggungan tidak bertanya tentang latar
belakang kehidupan anak muda itu. Bahkan Ki Pananggungan
itu bertanya, "Apakah hubungannya dengan Kemuning sangat
akrab?" "Hubungan mereka memang menjadi perhatian kami,
Kakang. Terutama Nyi Permati. Berkali-kali ia minta agar aku
dan Pupus Rembulung mengambil langkah-langkah tertentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membatasi hubungan antara Kemuning dan anak-anak
muda itu. Khususnya anak muda yang satu itu. Aku tidak tahu,
kenapa Nyi Permati agaknya tidak senang kepada anak muda
itu. Sementara itu kami, aku dan Pupus Rembulung, masih
belum melihat cacat-cacat yang menyolok dari anak muda itu"
"Repak Rembulung, cacat terbesar dari anak muda itu
adalah, bahwa ia diserahkan kepadamu oleh Ki Gede
Lenglengan. Sementara itu kau tahu, siapakah Lenglengan itu.
Bahkan latar belakang kehidupannya dan masa mudanya. Kau
seharusnya sudah tahu, atau kau seharusnya menjadi lebih
peka dari Nyi Permati tentang hubungan anak gadismu
dengan anak-anak muda yang dititipkan oleh Ki Gede
Lenglengan kepadamu, siapapun anak muda itu. Bahkan anak
siapapun. Karena kau tentu tahu selera Ki Gede Lenglengan.
Kau tentu dapat menilai, isi dari orang-orang yang terpilih oleh Ki Gede Lenglengan"
"Kakang benar" "Nah, bagaimana ceriteranya, sehingga kau dapat bekerja
sama dengan orang itu"
"Alasannya sederhana sekali, Kakang. Ki Gede Lenglengan
menawarkan biaya yang besar kepada kami untuk mengasuh
anak-anak muda yang akan dititipkan kepada kami"
"Dan kau menerimanya?"
"Ya. Tetapi kami tentu mempunyai alasan, Kakang. Kami
menerima tawaran itu, karena dengan demikian kami akan
mendapatkan uang cukup tanpa harus menambah deretan
dosa-dosa yang telah kami perbuat. Bukankah aku dapat
menerima imbalan itu sebagai satu penghasilan yang bersih
namun cukup banyak?"
"Tetapi bukankah kau tahu, dari mana Lenglengan
mendapatkan uang itu" Apakah ada bedanya, jika uang itu
kau pungut sendiri di rumah orang-orang kaya atau di jalan-
jalan sepi?" Ki Repak Rembulung menundukkan kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimanapun garangnya Ki Repak Rembulung, namun ia
berhadapan dengan kakaknya yang mempunyai wibawa yang
besar serta diyakini memiliki ilmu yang sangat tinggi.
"Maaf Repak Rembulung, jika aku berbicara sebagai
seorang saudara tua. Apalagi menyangkut Kemuning yang aku
anggap sebagai anakku sendiri"
"Kakang benar. Aku memang harus memagari hubungan
Kemuning dan anak-anak muda itu lebih rapat lagi. Jika terjadi sesuatu, wajahku yang hitam ini akan menjadi semakin kelam"
"Kau belum terlambat, Repak Rembulung"
"Aku akan meyakinkan Pupus Rembulung"
"Ia tentu akan sependapat. Betapapun warna getar
kehidupan kalian di dalam petualangan kalian, namun kalian
adalah orang tua yang baik di rumah"
Repak Rembulung menarik nafas dalam-dalam. Sementara
itu, Ki Pananggungan melihat Kemuning berlari meninggalkan
anak muda itu dan hilang di balik sudut gandok. Yang
tertinggal hanyalah suara tertawanya saja yang
berkepanjangan. Namun kemudian suara itu pun menjadi
semakin hilang pula. "Mudah-mudahan kami tidak terlambat, Kakang" desis
Repak Rembulung tiba-tiba.
"Belum. Kau belum terlambat"
"Maksudku, keakraban hubungan mereka. Seharusnya aku
tahu sebagaimana Kakang katakan tadi. Aku harus
mempunyai penilaian atas anak-anak muda yang menjadi
pilihan Ki Gede Lenglengan"
"Masih ada waktu. Sementara itu nampaknya Ki Gede
Lenglengan sendiri tidak pernah mengekang anak-anak
asuhannya itu" "Ya, Kakang" "Bagi Ki Gede Lenglengan, hubungan antara anak
asuhannya dengan anakmu akan dapat menimbulkan banyak
keuntungan" "Ya, Kakang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau beli tanah ini dari uang yang kau dapat dari Ki Gede
Lenglengan?" "Ya, Kakang. Sebagian besar memang"
"Kenapa tiba-tiba Ki Gede Lenglengan itu sekarang ikut
bersama-sama anak-anak asuhannya itu di sini?"
"Ada yang mengkhianatinya, Kakang. Padepokannya yang
terpencil dan seakan-akan terpisah diketahui oleh para prajurit Pajang"
"Kenapa Lenglengan dimusuhi oleh Pajang?"
Ki Repak Rembulung termangu-mangu sejenak. Namun
iapun kemudian menjawab, "Ki Gede Lenglengan bekerja
untuk Harya Wisaka" Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Dengan nada
tinggi iapun bertanya, "Nah, kau tahu artinya bagi dirimu
sendiri?" "Ya, Kakang. Kami pun akan terlibat pula karena Harya
Wisaka adalah seorang pemberontak"
"Repak Rembulung, kenapa tiba-tiba saja kau tersuruk ke
dalam pengaruh Harya Wisaka" Bukankah kau dan beberapa
kelompok yang gila dan bermimpi tentang cincin kerajaan itu
seakan-akan bersaing dan saling bermusuhan dengan Harya
Wisaka?" "Ketika aku bertemu dengan Ki Gede Lenglengan, orang
yang pernah aku kenal dengan baik sebelumnya, aku belum
tahu hubungannya dengan Harya Wisaka. Aku tahu setelah
kami membuat kesepakatan, serta anak-anak itu sudah
berada di rumah ini"
"Dan kau tidak dapat lagi beringsut?"
"Ya. Sebagai seorang yang berpegang pada harga diri dan
kebanggaan atas keberadaannya, maka aku harus berpegang
pada janji dan kesepakatan"
"Bukan harga diri dan kebanggaan atas keberadaanmu di
antara lingkunganmu, tetapi itu adalah keangkuhan semata-
mata. Karena kau terbelenggu oleh sikapnya yang angkuh itu,
maka kau tidak berani mengambil sikap atas kesepakatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang telah kau buat, tetapi tidak kau sadari sepenuhnya latar
belakang serta keadaan yang sebenarnya"
Repak Rembulung menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu Ki Pananggungan itupun berkata, "Repak
Rembulung, anggap saja pendapatku itu sebagai masukan.
Segala sesuatunya terserah kepadamu. Aku tahu bahwa ada
batasan-batasan yang tidak dapat kau langgar. Sehingga
hanya kaulah yang dapat mengambil keputusan. Tetapi
bagaimanapun juga, Kemuning harus kau pagari agar gadis itu
selamat" "Kakang" suara Ki Repak Rembulung merendah, "apakah
aku boleh bertanya?"
"Tentang apa?" "Anak muda yang pernah menyelamatkan Kemuning"
Ki Pananggungan mengerutkan dahinya. Dengan ragu-ragu
iapun bertanya, "Apa yang ingin kau tanyakan tentang anak
muda itu?" "Kakang, menurut Nyi Permati, nampaknya ada benang
yang lembut yang pada waktu itu mulai membelit hati
Kemuning" "Ya" Ki Pananggungan mengangguk.
"Itukah sebabnya Kakang nampaknya sangat berkeberatan
melihat Kemuning bebas bergaul dengan anak-anak muda
itu?" "Antara lain juga karena itu, Repak Rembulung" jawab Ki
Pananggungan dengan jujur. Namun katanya kemudian,
"Tetapi bukan hanya itu"
"Bukankah anak muda itu sudah pergi dan apakah dapat
diharapkan akan kembali?"
Ki Pananggungan termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berkata, "Aku berharap anak itu akan
kembali" "Jika tidak?" "Maksudmu, biarlah Kemuning memilih yang ada
sekarang?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Repak Rembulung menarik nafas panjang. Katanya,
"Jangan menanggapi pertanyaanku sebagai satu usaha untuk
membenarkan sikap kami yang lemah terhadap Kemuning.
Kami tetap mengakui dan menghargai petunjuk-petunjuk
Kakang. Kami akan berbuat lebih baik bagi Kemuning"
"Aku mengerti maksudmu, Repak Rembulung. Seandainya
anak muda yang pernah menolong Kemuning,
membebaskannya dari tangan Bahu Langlang itu tidak
kembali, kau harus tetap membuat pagar yang rapat di antara
Kemuning dan anak-anak muda itu. Jika terjadi sesuatu, maka
kaulah yang akan menanggung beban paling berat, justru
karena kaulah yang mempunyai anak perempuan. Ki Gede
Lenglengan tidak akan menghiraukannya. Bahkan mungkin
sekali, Lenglengan akan mengajak anak-anak asuhnya itu
pergi" Repak Rembulung mengangguk-angguk. Katanya, "Aku
mengerti, Kakang. Aku akan berbicara dengan Pupus
Rembulung" Dalam pada itu, maka langitpun menjadi semakin buram.
Senja telah turun. Di mana-mana lampu telah dinyalakan.
Ki Pananggunganpun kemudian telah pergi ke pakiwan
untuk mandi. Kemudian iapun membenahi dirinya di dalam
bilik yang telah disediakan baginya.
Ketika malam kemudian turun, Pupus Rembulung telah
menyiapkan makan malam bagi Ki Pananggungan.
"Bukankah belum lama kita makan?" bertanya Ki
Pananggungan. "Baiklah, kita makan agak lambat malam ini" berkata Repak
Rembulung. "Kita akan duduk-duduk saja dahulu di
pringgitan" Ketika Ki Pananggungan duduk di pringgitan, maka Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung telah menemaninya. Tetapi
Nyi Permati yang agak merasa letih, langsung pergi ke
pembaringannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, beberapa saat kemudian, Kemuning telah
mengajak kelima anak muda yang berada di rumahnya untuk
memperkenalkan diri kepada Ki Pananggungan.
"Pamanku" berkata Kemuning, "dari Kembang Arum"
"Pamanmu atau uwakmu?" bertanya anak muda yang
akrab dengan Kemuning. "Sebenarnya memang uwakku. Tetapi aku terbiasa
memanggilnya paman" Ki Pananggungan mengerutkan dahinya. Ia tidak mengira
bahwa Kemuning dapat berbicara selancar itu untuk
memperkenalkan dirinya. Seandainya itu terjadi beberapa
waktu yang lalu di rumahnya, maka Kemuning tentu hanya
dapat menundukkan kepalanya saja.
"Jadi kau saudara tua Ki Repak Rembulung?" bertanya anak
muda itu. Pertanyaan itu juga mengejutkan Ki Pananggungan.
Bahkan Repak Rembulungpun menegurnya, "Kau berbicara
dengan orang tua" "Jadi?" "Kau harus bersikap baik. Bukankah aku telah mengajarimu
unggah-ungguh?" "Ternyata menurut Ki Gede Lenglengan unggah-ungguh
yang terlalu rumit itu tidak ada gunanya"
Ki Repak Rembulung memandang anak muda itu dengan
tajamnya. Dengan nada tinggi Ki Repak Rembulung itupun


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya, "Unggah-ungguh yang terlalu rumit apa yang
dimaksudkannya?" "Pokoknya kita tidak usah mempersulit diri. Kita lakukan
saja menurut keinginan kita, asal tidak lepas dari bingkai
perjuangan kita. Bukankah sikap pada tingkah lakuku tidak
keluar dari bingkai itu jika aku tidak mematuhi unggah-ungguh
yang Ki Repak Rembulung ajarkan?"
"Kau tidak dapat berbuat seperti itu. Rumah ini rumahku.
Akulah yang memiliki wewenang tertinggi di rumah ini. Siapa
yang tidak menurut aturan yang aku tetapkan, sebaiknya
orang itu pergi" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika yang tidak mematuhi itu Ki Gede Lenglengan?"
"Kami akan minta ia pergi" sahut Nyi Pupus Rembulung.
"Tetapi Ki Repak Rembulung telah terikat dalam satu
kesepakatan dengan Ki Gede Lenglengan"
"Ki Gede Lenglengan yang mengatakan kepadamu?"
"Ya" "Jika demikian, aku juga akan mengatakan kepadamu,
bahwa ikatan kesepakatan itu longgar"
"Maksud Ki Repak Rembulung?"
"Tidak ada keharusan untuk mentaatinya"
Wajah anak muda itulah yang menjadi tegang. Bahkan Ki
Repak Rembulung pun berkata, "Akibat dari kesepakatan itu
akan ternyata pada keberanian kita menentukan sikap.
Sebagaimana Ki Gede Lenglengan berbuat sekehendak
hatinya, justru di rumahku, maka aku tentu dapat berbuat
lebih bebas daripadanya. Yang penting, apakah kita masing-
masing berani menanggung akibatnya?"
Wajah anak muda itu menjadi tegang. Ternyata Ki Repak
Rembulung tidak menjadi cemas mendengar nama Ki Gede
Lenglengan. Semula anak muda itu mengira, bahwa Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung akan segera berada di
bawah pengaruh Ki Gede Lenglengan. Tetapi ternyata
dugaannya keliru. Bahkan anak muda itu harus mengakui bahwa belum tentu
kemampuan ilmu Ki Gede Lenglengan berada di atas
kemampuan Repak Rembulung atau Pupus Rembulung.
Selama ia berguru kepada Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung, setelan Ki Gede Lenglengan menyerahkannya
bersama beberapa orang kawannya, ia telah mengagumi
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung karena ilmunya yang
tinggi. Tetapi kedatangan Ki Gede Lenglengan telah
menghembuskan nafas baru ke dalam sikap dan kehidupan
anak-anak muda itu, sehingga hubungan anak-anak muda itu
dengan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung telah
bergeser menjadi semakin renggang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam ketegangan itu, terdengar suara Kemuning,
"Kakang, apakah kau lupa bahwa Ki Repak Rembulung itu
ayahku, sedangkan Nyi Repak Rembulung itu ibuku" Adapun
Ki Pananggungan adalah uwakku?"
Anak muda itu mengangguk-angguk sambil berdesis, "Ya,
Kemuning" "Nah, apa salahnya jika kau bersikap baik. Mematuhi
pesanpesannya dan tidak meninggalkan unggah-ungguh yang
telah diajarkannya?"
"Ya, Kemuning" "Nah, baiklah. Sekarang, kalian dapat kembali ke gandok"
Anak-anak muda itu saling berpandangan sejenak. Namun
kemudian anak muda yang akrab dengan Kemuning itu
berkata, "Kami minta diri"
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung tidak menjawab.
Dipandanginya anak-anak muda yang meninggalkan
pringgitan itu dengan tajamnya, sementara Kemuning pergi ke
ruang dalam. Demikian mereka turun ke halaman, maka Ki Repak
Rembulung itu pun berdesis, "Semakin lama mereka menjadi
semakin memuakkan. Lenglengan memang gila. Ia telah
menghasut anak-anak itu sehingga mereka telah berubah. Ia
rusak tatanan yang aku trapkan di rumah ini. Iapun telah
merusak gaya hidup anak-anak asuhnya yang dititipkan
kepadaku, bahkan terhadap aku sendiri"
"Kau tidak dapat mempertahankan keberadaannya di sini"
berkata Ki Pananggungan. "Aku memang berpikir untuk mengusirnya. Tetapi bukan
saja Lenglengan. Anak-anaknya itupun harus pergi. Jika saja
Lenglengan belum meracuninya, aku tidak berkeberatan
mereka berada di sini"
"Jika Lenglengan pergi, sikap anak-anak itu akan berubah
lagi" "Tetap pada saat Lenglengan itu pergi, mereka tentu akan
ikut bersamanya. Tetapi tidak mudah mengusir Lenglengan
dari rumah ini. Ia tahu, bahwa aku membeli tanah dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat rumah ini sebagian dari uang yang diberikannya
kepadaku" "Tetapi uang itu sudah diberikannya kepadamu sebagai
imbalan kesediaanmu mengasuh anak-anaknya sehingga uang
itu sudah menjadi uangmu"
"Tetapi otaknya tidak sebening itu, Kakang. Ia masih saja
merasa memiliki tanah dan rumah ini"
"Apakah kau harus memakai kekerasan?"
"Agaknya pada suatu saat, benturan seperti itu akan dapat
saja terjadi. Tetapi aku tidak mencemaskannya"
"Kau hanya berdua"
Repak Rembulung menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian iapun menggeleng, "Tidak, Kakang. Aku tidak ingin
melibatkan Kakang dalam persoalanku dengan Ki Gede
Lenglengan" Ki Pananggungan menarik nafas dalam-dalam. Ia memang
ingin menawarkan diri untuk membantu adiknya, namun
agaknya Repak Rembulung yang tanggap itu tidak
menyetujuinya. "Kakang" berkata Nyi Pupus Rembulung kemudian, "biarlah
kami mencoba menyelesaikan persoalan ini. Tetapi jika kami
mengalami kesulitan, maka apa boleh buat. Kami akan
menemui Kakang untuk memohon bantuan"
Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Katanya, "Aku
tidak akan mengelak. Aku akan membantu jika kalian berada
di dalam kesulitan. Apalagi menghadapi orang yang telah
mendukung apa yang disebut sebagai satu perjuangan oleh
Harya Wisaka. Justru untuk menentang Pajang"
Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung saling
berpandangan sejenak. "Terima kasih, Kakang" berkata Ki Repak Rembulung.
Untuk beberapa saat lamanya mereka masih duduk di
pringgitan, sementara malam pun menjadi semakin malam.
Halaman rumah itupun menjadi sepi. Anak-anak muda yang
tinggal di rumah itu agaknya telah berada di dalam bilik
mereka masing-masing. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun ketika Ki Pananggungan dipersilahkan untuk
beristirahat, mereka melihat Ki Gede Lenglengan naik ke
pendapa. "Agaknya anak-anak itu telah mengatakan kepadanya"
desis Ki Repak Rembulung.
"Tidak apa-apa" berkata Ki Pananggungan. "Jika orang itu
marah, biarlah ia marah sekarang. Selagi aku ada di sini"
Ki Gede Lenglengan itupun kemudian telah ikut duduk pula
bersama Ki Repak Rembulung, Nyi Pupus Rembulung dan Ki
Pananggungan. Namun ternyata Ki Gede Lenglengan sama sekali tidak
menyinggung pembicaraan serta sikap anak-anak asuhnya.
Tetapi Ki Gede itupun bertanya kepada Ki Pananggungan,
"Sampai kapan kau berada di sini?"
"Sekitar dua tiga hari, Ki Gede" jawab Ki Pananggungan.
"Sudah lama aku tidak bertemu dengan adikku ini"
"Sebaiknya kau tidak terlalu lama di sini" berkata Ki Gede
Lenglengan. "Kehadiranmu akan dapat mengganggu anak-
anakku" "Mengganggu" Kenapa aku mengganggu" Bukankah aku
tidak berbuat apa-apa?"
"Kau berkeliaran di sini. Kau masuki sanggar tempat anak-
anakku latihan. Kau sita waktu Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung yang seharusnya diperuntukkan bagi anak-anakku
itu, sehingga latihan-latihan bagi mereka tidak berjalan seperti yang seharusnya. Padahal aku sudah memberikan upah
kepada mereka. Bukankah dengan demikian aku berhak
merasa dirugikan?" "Aku bukan budakmu, Ki Gede Lenglengan" sahut Repak
Rembulung. "Aku menyatakan kesediaanku membantumu
meningkatkan ilmu anak-anak asuhmu tanpa batasan-batasan.
Tidak ada yang dapat memaksaku untuk melakukannya setiap
hari. Segala-galanya terserah kepadaku dan kepada istriku"
"Apapun yang kau katakan, tetapi kau terikat pada
kesepakatan kita. Sementara itu, kakakmu terasa sangat
mengganggu di sini" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang tidak akan pulang sebelum ia ingin pulang" sahut
Nyi Pupus Rembulung. "Kalian tidak dapat melepaskan diri dari kesepakatan di
antara kita. Ingat itu"
"Kau mengancam?" bertanya Ki Repak Rembulung.
Ki Gede Lenglengan memandang wajah Ki Repak
Rembulung dengan tajamnya. Dengan nada tinggi iapun
berkata, "Aku tidak mengancam, Repak Rembulung. Tetapi
orang-orang seperti kita mempunyai harga diri cukup tinggi
untuk mematuhi setiap kesepakatan"
"Dalam batas-batas yang sudah disepakati. Bukan menurut
kepentingan kita masing-masing sehingga pengertian dari
kesepakatan itu menjadi kabur"
Ki Gede Lenglengan termangu-mangu sejenak. Namun
menghadapi orang seperti Ki Gede Lenglengan, Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung harus menunjukkan
keberanian mereka. Ternyata Ki Gede Lenglengan itu tidak
berbicara lebih panjang. Iapun segera bangkit dan
meninggalkan Repak Rembulung, Pupus Rembulung dan Ki
Pananggungan. "Kau memelihara sekelompok serigala di rumahmu, Repak
Rembulung" berkata Ki Pananggungan kemudian.
Repak Rembulung mengangguk-angguk. Sementara Nyi
Pupus Rembulungpun berkata, "Kesalahan kami, Kakang. Kami
memang terlalu tamak. Kami sudah mempunyai beberapa
buah rumah. Kami masih ingin memiliki lebih dari yang sudah
kami punyai" Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Katanya, "Sukurlah
bahwa akhirnya kalian menyadarinya"
"Tetapi bukankah sudah terlambat" Kami sudah dibelit oleh
tatanan kehidupan yang tidak sewajarnya ini"
"Sudah aku katakan, bahwa kau masih belum terlambat"
Namun Repak Rembulung menyahut, "Tetapi bukankah
yang Kakang maksudkan bahwa kami belum terlambat
mengekang hubungan Kemuning dengan anak-anak muda
itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Tetapi juga bagaimana kalian mengekang diri kalian
sendiri" Repak Rembulung menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Kami sudah terlanjur menjadi tua. Hari-hari yang akan kami
lalui tinggal beberapa langkah lagi"
"Justru karena itu" sahut Ki Pananggungan, "jika kalian
tidak berbuat baik sekarang, maka kalian memang akan
terlambat. Jika batas akhir itu sudah sampai, maka yang ada
hanyalah penyesalan"
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung itu mengangguk-
angguk kecil. Dengan nada dalam Repak Rembulung
menjawab, "Ya, Kakang. Kami mengerti. Tetapi seberapa
kebaikan yang dapat kami lakukan di saat-saat yang menjadi
semakin pendek ini?"
"Manakah yang lebih bagi kalian, menambah beban atau
tidak. Bahkan meskipun hanya sesilir bawang, maka
penyesalan, pengakuan dan permohonan ampun akan
didengar oleh Yang Maha Pencipta"
"Sebenarnya memang sudah terpikir oleh kami, Kakang"
"Kenapa hanya terpikir" Kenapa hanya berhenti di kepala"
Kenapa tidak diterjemahkan ke dalam sikap dan tingkah laku?"
"Ya" "Nah, dengarlah. Besok aku akan pulang. Jaga agar Ki
Gede Lenglengan tidak berbuat apa-apa lebih dahulu. Kalian
harus lebih banyak mengalah. Lusa, aku akan kembali
bersama mbokayumu" "Jangan, Kakang. Kakang jangan melibatkan Mbokayu
dalam persoalan yang gawat ini. Dunianya berbeda dengan
dunia kami. Berbeda dengan dunia Pupus Rembulung"
"Tidak apa-apa. Ia adalah istriku. Ia tahu apa yang harus
dilakukannya" "Tetapi jika Kakang pulang karena Ki Gede Lenglengan, aku
minta jangan lakukan itu. Biarlah Kakang tetap berada di sini"
"Tidak. Aku tidak pulang hanya karena sikap Lenglengan.
Tetapi aku mempunyai sesuatu yang akan sangat menarik
bagimu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung termangu-
mangu sejenak. Namun tiba-tiba saja Ki Pananggungan itupun
berkata, "Sudah malam. Aku akan tidur. Tetapi besok aku
benar-benar akan pulang, tidak perlu terlalu pagi"
Ki Repak Rembulungpun kemudian telah mempersilahkan
Ki Pananggungan masuk ke dalam biliknya. Namun keduanya
ternyata tidak segera beristirahat. Tetapi Repak Rembulung
dan Pupus Rembulung justru pergi ke sanggar yang hampir
kosong itu. Beberapa saat lamanya keduanya mengasah kemampuan
mereka, seakan-akan mereka sedang menghadapi tantangan
untuk berperang tanding di akhir pekan.
Di hari berikutnya, Ki Pananggungan memang benar-benar
bersiap untuk pulang. Ketika matahari naik, Ki Pananggungan
telah menyiapkan kudanya di halaman.
Nyi Permati terkejut melihat Ki Pananggungan bersiap
untuk pulang. Ia mengira bahwa Ki Pananggungan akan


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada di rumah itu barang dua tiga hari.
"Kenapa tergesa-gesa, Kakang?"
"Aku rindu kepada keluarga ini. Terutama kepada
Kemuning. Setelah aku bertemu dengan seluruh keluarga di
sini serta telah bertemu pula dengan Kemuning, maka rasa-
rasanya aku tidak usah terlalu lama berada di sini"
"Tetapi Kakang baru datang kemarin"
Ki Pananggungan tertawa. Katanya, "Sebaiknya aku
memang tidak meninggalkan rumah terlalu lama"
Dalam pada itu, Kemuningpun mencoba untuk menahan
pamannya barang satu dua hari. Tetapi seperti kepada Nyi
Permati, Ki Pananggunganpun berkata, "Aku sudah dapat
bertemu dengan kau, Kemuning. Setelah aku mengetahui
keselamatan keluarga ini, aku tidak perlu terlalu lama berada
di sini" "Apakah Paman tidak senang karena kawan-kawanku itu
ada di sini?" "Tidak, Kemuning. Sama sekali tidak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku minta maaf atas kelakuan mereka, Paman. Mereka
memang sering bersikap kasar. Tetapi mereka adalah orang
orang yang baik. Bahkan seorang di antara mereka adalah
anak seorang tumenggung"
"Ketika mereka kau bawa memperkenalkan diri semalam di
pringgitan, mereka tidak sempat menyebutkan nama mereka.
Siapakah nama anak tumenggung itu?"
"Lajer Laksita"
Ki Pananggungan mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Aku akan menceriterakan keadaan rumah ini kepada bibimu.
Jika mungkin aku akan mengajaknya kemari"
"Paman akan mengajak Bibi kemari?"
"Ya" "Senang sekali dapat bertemu dengan Bibi"
Tetapi Nyi Permati menyahut, "Sebaiknya Kakang tunda
saja keinginan Kakang mengajak Mbokayu kemari"
"Kenapa?" bertanya Kemuning, "Aku rindu sekali kepada
Bibi" "Kenapa kau tidak pergi saja ke rumah pamanmu" Jika kau
rindu kepada bibimu, kau dapat pergi sekarang bersama-sama
pamanmu. Kapan-kapan pamanmu tentu tidak akan
berkeberatan mengantar kau pulang"
"Ya. Bibimu tentu akan senang sekali, Kemuning"
Kemuning mengerutkan dahinya. Dengan ragu-ragu iapun
berkata, "Ayah dan Ibu tentu tidak akan mengijinkan aku
pergi ke Kembang Arum"
Namun Kemuning terkejut ketika ia mendengar Nyi Pupus
Rembulung menyahut, "Kami tidak akan berkeberatan,
Kemuning. Jika kau akan pergi, pergilah. Besok lusa,
pamanmu akan mengantarmu pulang kemari"
Kemuning memandang ayah dan ibunya dengan jantung
yang berdebaran. Ia tidak mengira bahwa justru ibunya
langsung menyatakan kesediaannya jika ia pergi bersama Ki
Pananggungan. Namun Kemuning itupun kemudian menjawab, "Ibu, aku
tidak dapat meninggalkan Bibi Permati sibuk sendiri di dapur"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah aku tidak sendiri, Kemuning" Ada beberapa
orang yang membantuku"
"Tetapi mereka hanya dapat mencuci mangkuk, menunggui
nyala api atau mengambil air dari sumur untuk mengisi
jambangan" "Tidak apa-apa, Kemuning. Jika kau akan pergi, pergilah"
"Tetapi rasa-rasanya aku tidak sampai hati meninggalkan
Bibi dan Ibu dalam kesibukannya"
"Tidak apa-apa. Sudah aku katakan, tidak apa-apa"
"Tetapi aku belum mandi. Aku masih memerlukan waktu
yang panjang untuk mandi, mencuci dan berbenah diri"
"Aku akan menunggumu, Kemuning. Jika kau benar-benar
akan pergi menemui bibimu, biarlah aku menunggu. Bahkan
seandainya kau akan pergi besok, aku juga akan tetap
menunggumu" Tetapi Kemuningpun akhirnya menggeleng sambil
menjawab, "Tinggalkan saja aku, Paman. Mungkin kelak aku
akan pergi bersama Bibi jika Bibi itu datang kemari"
"Kenapa kau harus menunggu" Sebaiknya, marilah,
pergilah sekarang bersamaku"
"Jika aku pergi ke Kembang Arum, Bibi tentu tidak akan
pergi kemari" "Sebaiknya kau pergi ke Kembang Arum. Besok kau akan
diantar oleh paman dan Bibi"
Namun Kemuningpun menggeleng. Katanya, "Aku tidak
pergi sekarang, Paman"
Namun di luar dugaan Kemuning pula bahwa ibunya
bertanya, "Kenapa kau tidak mau pergi sekarang Kemuning"
Bukankah kau sudah pandai berkuda. Pakailah kuda ayahmu
yang terbaik jika kau akan pergi ke Kembang Arum"
"Biarlah aku pergi kapan-kapan saja, Ibu"
Ki Pananggungan mengangguk-angguk sambil berkata,
"Baiklah. Besok atau lusa aku akan membawa bibimu kemari"
Adalah di luar dugaan Kemuning bahwa ibunya akan
berkata kepada Ki Pananggungan, "Maaf, Kakang. Entahlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenapa Kemuning sekarang agak sulit untuk menuruti kata-
kataku, perintah ayahnya dan nasehat-nasehat Nyi Permati"
"Ibu" potong Kemuning.
Ki Pananggungan melangkah mendekati Kemuning. Sambil
menepuk bahunya iapun berkata, "Aku memang melihat
perubahan pada dirimu, Nduk. Nah, masih banyak waktu
untuk menilai diri sendiri. Ayah, Ibu dan Nyi Permati
merupakan tempat bertanya dan bahkan tempat kau
bercermin. Jika kau melihat rias di wajahmu kurang mapan,
jangan kau salahkan cerminnya. Benahi rias di wajahmu agar
kau tetap cantik" Wajah Kemuning menjadi muram. Ada kegelisahan
memancar di sorot matanya yang menjadi basah.
"Sudahlah, Kemuning. Aku akan segera kembali bersama
bibimu. Bibimu sudah sangat rindu kepadamu"
Kemuning tidak menjawab. Tetapi air matanya mulai
menitik. Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung
melihat Kemuning menangis. Tetapi mereka seakan-akan tidak
menghiraukannya. Perhatian mereka dengan sengaja
ditujukan sepenuhnya kepada Ki Pananggungan yang
kemudian menuntun kudanya ke regol halaman.
Dalam pada itu, di serambi gandok, Ki Gede Lenglengan
dan kelima orang anak asuhnya memperhatikan kepergian Ki
Pananggungan dengan penuh perhatian. Anak muda yang
akrab dengan Kemuning itupun bertanya kepada Ki Gede
Lenglengan, "Apakah Ki Gede tidak ingin mengucapkan
selamat jalan kepada orang itu?"
"Aku tidak ingin ia selamat di perjalanan" jawab Ki Gede
Lenglengan. "Tiga orang kita sudah mendahului perjalanan
orang itu. Ia tidak akan pernah sampai ke Kembang Arum. Ia
tidak akan pernah kembali lagi kemari"
"Ki Gede akan menyingkirkannya?"
"Ya. Orang itu mengetahui terlalu banyak tentang
keberadaan kita di sini"
"Apa kata Ki Repak Rembulung dan Nyi Repak Rembulung
jika mereka mengetahuinya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka tidak akan pernah mengetahuinya, apa yang telah
terjadi dengan saudara tuanya itu. Mungkin mereka
menunggu sepekan dua pekan. Bahkan mungkin sebulan.
Tetapi mereka akan segera melupakannya"
Anak muda itu mengangguk-angguk.
Dalam pada itu, Ki Pananggunganpun telah meninggalkan
regol halaman rumah Repak Rembulung. Repak Rembulung,
Pupus Rembulung, Nyi Permati dan Kemuning berdiri
termangu-mangu di regol halaman.
Namun demikian Ki Pananggungan itu melarikan kudanya,
Kemuningpun segera berlari melintasi halaman.
"Kemuning" panggil Nyi Pupus Rembulung.
Tetapi Kemuning tidak berhenti. Ia langsung naik ke
pendapa dan masuk ke ruang dalam. Bahkan Kemuning itu
berlari-lari kecil masuk ke dalam biliknya dan menjatuhkan diri di pembaringan.
Nyi Pupus Rembulung dan Nyi Permatipun segera
menyusulnya. Sambil duduk di bibir pembaringannya, Pupus
Rembulung mengelus rambut gadis itu sambil berkata lembut,
"Kemuning, kenapa kau menangis, he?"
Kemuning itupun terisak. Nyi Permati yang berjongkok di
sisi pembaringannya itupun bertanya, "Jangan menangis,
Kemuning. Tetapi sebaiknya kau justru merenungkan sikap
dan kata-kata kami, orang tua-tua ini, termasuk pamanmu
Pananggungan. Kami, termasuk pamanmu, sangat
mencintaimu. Karena itu, jangan menjadi salah paham atas
kata-kata kami" Kemuning tidak menjawab. Tetapi ia semakin terisak.
"Kemuning", kami, maksudku Ayah, Ibu, Bibi Permati dan
pamanmu Pananggungan ingin melihat kau tumbuh dan
berkembang menjadi seorang gadis yang mempunyai masa
depan yang baik. Lebih baik dari Ayah, Ibu, Bibi dan keluarga
Paman Pananggungan" "Ayah, Ibu dan semuanya sekarang sudah tidak mencintai
Kemuning lagi. Apakah salahku, Ibu" Apakah salahku, Bibi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kenapa Ayah, Ibu dan Bibi menganggap bahwa aku sudah
berubah?" Tetapi Nyi Pupus Rembulung dan Nyi Permati memang
sudah berniat untuk memberi peringatan kepada Kemuning.
Karena itu, maka Pupus Rembulung itupun berkata,
"Kemuning, kau dengar pesan pamanmu Pananggungan itu,
Nduk. Jadikanlah Ibu dan Bibi sebagai tempat untuk
bercermin. Ibu dan Bibi Permati tidak akan menjerumuskanmu
ke dalam satu keadaan yang buram, karena kami
mencintaimu, Kemuning. Kalau Ibu dan Bibi menunjukkan
kesalahanmu, menegurmu dan mencelamu, karena kami
terlalu ingin kau menjadi seorang gadis yang manis. Seperti
kata pamanmu, agar kau tetap cantik"
Kemuning semakin terisak. Di sela-sela isaknya Kemuning
bertanya, "Apakah salahku, Ibu?"
"Kau tidak bersalah, Kemuning. Memang mungkin sikapmu
ada yang kurang sesuai menurut pendapat Ibu dan Bibi.
Tetapi itu dapat dibicarakan kemudian. Pada saat-saat hatimu
bening kita akan dapat melihat apa yang telah terjadi selama
ini. Bahkan mungkin yang terjadi itu adalah sekedar akibat
dari kesalahan Ayah dan Ibu"
Kemuning mengusap matanya. Tetapi air matanya masih
saja meleleh di pipinya, membasahi bantalnya.
Namun ibunyapun kemudian berkata, "Sudahlah, jangan
menangis, Kemuning. Biarlah aku dan bibimu pergi ke dapur"
Kemuning mengangguk kecil.
Nyi Pupus Rembulung dan Nyi Permatipun kemudian
meninggalkan Kemuning di pembaringannya.
"Sudah waktunya untuk memberikan peringatan-peringatan
kepada gadis itu" berkata Nyi Pupus Rembulung.
"Aku merasa cemas melihat perkembangan hubungannya
dengan anak-anak muda itu. Lebih-lebih dengan anak muda
yang bernama Lajer Laksita itu"
"Menurut Ki Gede Lenglengan, ia anak seorang
tumenggung" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyi Pupus Rembulung mengangguk-angguk. Katanya, "Ya.
Kita memang harus lebih berhati-hati. Apalagi mengingat sikap
Ki Gede Lenglengan yang semakin lama menjadi semakin gila"
"Aku tidak senang kepada orang itu. Ia terlalu kasar dan
bahkan liar. Aku jadi teringat kepada Bahu Langlang. Bedanya,
Ki Gede Lenglengan tidak tertarik kepada perempuan
sebagaimana Bahu Langlang"
"Tetapi orang ini jauh lebih berbahaya dari Bahu Langlang
karena orang ini berilmu tinggi"
Nyi Permati mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Orang ini
memang lebih berbahaya"
Sementara itu, Kemuning masih berada di dalam biliknya.
Namun kemudian Kemuning itupun bangkit. Diusapnya air
matanya dan dibenahinya pakaiannya.
Sejenak kemudian, Kemuning itupun sudah menghambur
keluar dari biliknya pergi ke gandok menemui anak muda yang
disebutnya anak tumenggung itu.
"Kau kenapa, Kemuning?" bertanya anak muda itu.
"Matamu lebam. Kau baru saja menangis?"
Kemuning mengangguk. "Kenapa?" "Ayah, Ibu, Bibi dan semua orang marah kepadaku"
"Kenapa?" "Akut tidak mau diajak Paman"
Anak muda itu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba saja
ia bertanya, "Kenapa?"
"Apa maksudmu" Kenapa aku tidak mau, atau kenapa
mereka marah kepadaku hanya karena aku tidak mau?"
Anak muda itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun menjawab, "Kenapa kau tidak mau?"
"Kenapa aku tidak mau" Kau masih bertanya?"
Anak muda itu mengerutkan dahinya. Namun kemudian
iapun bertanya, "Maksudku, kenapa orang tuamu marah
kepadamu jika kau memang tidak ingin ikut bersama
pamanmu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemuning memandang anak muda itu dengan tajamnya.
Namun kemudian Kemuning menundukkan kepalanya sambil
berdesis, "Aku tidak tahu. Tetapi mungkin karena Paman
tersinggung oleh sikap kalian. Paman adalah seorang yang
masih sangat berpegangan kepada tatanan pergaulan. Karena
itu, Paman, Ayah dan Ibu merasa khawatir bahwa pada suatu
saat akupun akan bertingkah laku seperti kalian"
Anak muda itu mengerutkan dahinya. Namun kemudian
iapun tertawa sambil berkata, "Jangan hiraukan pamanmu itu.
Biarlah ia hidup di dalam dunianya. Kau akan mendapatkan
duniamu sendiri" "Tetapi Ayah dan Ibu juga marah kepadaku"
"Apakah untuk selama-lamanya kau akan bersama ayah


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan ibumu yang menjadi semakin tua itu?"
"Maksudmu?" "Pada suatu hari kau akan meninggalkan ayah dan ibumu.
Kau akan hidup dalam satu keluarga yang lain. Keluargamu
sendiri" "Tetapi sekarang aku masih hidup bersama ayah dan
ibuku" "Kau dapat meninggalkan mereka"
"Begitu mudahnya" Ayah dan Ibu sudah memelihara,
membesarkan dan mendidik aku sampai dewasa"
"Itu sudah menjadi kewajibannya. Kau tidak minta
dilahirkannya. Karena itu, maka kau berhak untuk mendapat
apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang tuanya
tanpa merasa berhubungan budi kepadanya. Itu adalah
hakmu, hak seorang anak"
"Kau hanya berbicara tentang hak. Seharusnya kau juga
berbicara tentang kewajiban"
"Kewajibanmu adalah bertanggung jawab terhadap anak-
anakmu kelak" Kemuning mengerutkan dahinya. Untuk beberapa saat
lamanya ia terdiam merenungi kata-kata anak muda itu.
Bahkan sebuah pertanyaan telah menyelinap di hatinya,
"Apakah benar aku tidak mempunyai kewajiban untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyatakan terima kasih kepada orang tuaku, karena apa
yang mereka lakukan itu sudah menjadi kewajibannya?"
Kemuning menjadi sangat gelisah. Orang tuanya
mengajarinya untuk patuh kepada orang tua. Untuk
menghormatinya, karena orang tua adalah lantaran
kehadirannya. Bahkan orang tua kadang-kadang rela berbuat
apa saja bagi anak-anaknya, mengorbankan apa saja yang ia
punya. Kemuning masih duduk termangu-mangu. Kepalanya mulai
terasa pening. Rasa-rasanya Kemuning itu sedang duduk di
atas sebuah pusaran yang berputar semakin lama semakin
cepat. Kemuningpun tiba-tiba memegangi kepalanya dengan
kedua tangannya. Terdengar ia berdesah.
"Kemuning" anak muda itu terkejut, "kau kenapa?"
"Kepalaku" desis Kemuning.
"Kenapa dengan kepalamu?"
"Pening sekali"
Anak muda itupun kemudian duduk di sisi Kemuning.
Dipeganginya bahu Kemuning yang mulai goyah.
" Berbaringlah, Kemuning, berbaringlah" berkata anak muda itu.
Kemuning yang sedang pening itu tidak menolak. Iapun
kemudian diangkat oleh anak muda itu dan dibaringkannya di
pembaringannya. Kemuning yang sedang pening itu memejamkan matanya.
Sejenak keduanya diam mematung. Kemuning masih saja
berbaring, sementara anak muda itu duduk di sebelahnya
sambil mengelus kening gadis itu.
Namun tiba-tiba saja terdengar bisik di telinga Kemuning,
"Kemuning, aku akan membawamu keluar dari rumah
orang tuamu" Kemuning tidak menjawab. Terasa desah nafas anak muda
itu mengusap lehernya. "Kemuning" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemuning bagaikan terpukau di pembaringan. Ia sama
sekali tidak bergerak ketika anak muda itu berbaring di sisinya sambil memijit kepalanya yang sedang pening.
Kemuning terlelap sejenak. Ia tidak tahu lagi apa yang
harus diperbuat. Namun tiba-tiba saja Kemuning itu tersadar.
Dari kejauhan ia mendengar suara ayahnya memanggil,
"Kemuning. Kemuning"
Kemuning dengan serta-merta meloncat dari pembaringan.
Sejenak ia membenahi pakaiannya yang kusut. Kemudian
Kemuning berlari menghambur keluar dari bilik di gandok
rumahnya itu. Ketika sampai di pintu butulan yang menghadap ke
longkangan, Kemuning melihat ayahnya berdiri di pintu. Kedua
tangannya berpegangan pada uger-uger pintu sebelah
menyebelah. "Kau dari mana saja Kemuning?"
"Dari gandok, Ayah"
"Ketika ibu dan bibimu pergi ke dapur, kau berada di dalam
bilikmu. Tetapi ketika aku pergi ke bilikmu, kau tidak ada"
"Aku berbicara dengan anak-anak muda itu, Ayah"
"Berbicara apa saja?"
"Aku menyesali sikap mereka. Kekasaran mereka. Aku kira
Paman tergesa-gesa pulang karena Paman tidak senang
dengan sikap anak-anak muda yang tidak lagi berpegang pada
unggah-ungguh itu" "Aku berterima kasih kepadamu bahwa kau berusaha
memperingatkan mereka agar mereka tetap berpijak pada
unggah-ungguh. Tetapi apakah kau merasa perlu untuk
berada di bilik mereka di gandok" Kenapa mereka tidak kau
panggil saja ke pringgitan atau di serambi?"
Pertanyaan ayahnya itu mengejutkannya. Bahkan
pertanyaan itu serasa menjadi semakin tajam menusuk
jantungnya. "Kenapa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemuning teringat sekilas, apa yang dilakukan oleh anak
muda yang disebut sebagai anak seorang tumenggung itu
terhadapnya. "Untunglah Ayah segera memanggil aku, sehingga tidak
terjadi sesuatu yang akan dapat mencoreng arang di kening"
berkata Kemuning di dalam hatinya.
Namun Kemuning harus bertahan, agar air matanya tidak
meleleh di pipinya. "Kemuning" berkata ayahnya, "kau jangan masuk lagi ke
gandok itu. Kau tahu, bahwa anak-anak muda itu sudah tidak
lagi mengenal unggah-ungguh karena Ki Gede Lenglengan
memang mengajarkannya seperti itu. Kau adalah anakku. Aku
ingin kau tidak dijalari oleh sikap mereka yang tidak lagi
mengenal unggah-ungguh itu"
Kemuning hanya mengangguk saja.
"Nah. Lebih baik kau tetap berada di bilikmu.
Beristirahatlah. Mungkin kau merasa letih karena sehari-hari
kau harus membantu ibu dan bibimu di dapur. Bahkan karena
itu, kau terpaksa tidak dapat pergi bersama pamanmu. Kau
korbankan kesenanganmu untuk membantu ibu dan bibimu"
Kata-kata ayahnya itu terasa menggores jantungnya seperti
tajamnya welat pring wulung. Sindiran itu terasa pedih.
Kemuning tidak dapat lagi menahan gejolak perasaannya.
Iapun segera berlari ke dalam biliknya dan menjatuhkan
dirinya lagi di pembaringan. Kemuning itupun menangis lagi.
Tetapi ayahnya tidak menyusulnya ke biliknya.
Dalam pada itu, Ki Pananggungan yang meninggalkan
rumah Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung, telah
menjadi semakin jauh. Kudanya berlari tidak terlalu kencang,
karena Ki Pananggungan merasa tidak merasa tergesa-gesa.
Di sepanjang jalan Ki Pananggungan masih sempat
mengamati jalan yang panjang membelah kotak-kotak sawah
yang nampak subur. Air yang mengalir di parit agaknya cukup
melimpah. Bahkan di musim kering sekalipun.
Ketika ia menelusuri jalan menurun di kaki Gunung Merapi
itu, terasa semilirnya angin mengusap wajahnya yang mula
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkeringat. Di sebelah-menyebelah jalan, sawah yang
terkotak-kotak itu nampak bersusun dengan rapi. Air yang
tergenang melimpah dari kotak yang satu ke kotak lainnya
yang lebih rendah. Ki Pananggungan menarik nafas dalam-dalam. Ketika Ki
Pananggungan sampai di sebuah padang rumput yang luas,
beberapa orang anak dan remaja sedang sibuk bermain
bengkat. Mereka adalah para gembala yang melepas kambing
mereka di hijaunya padang rumput yang terhampar luas.
Ki Pananggungan justru memperlambat derap kaki
kudanya. Ia teringat pada masa kanak-kanaknya. Ki
Pananggungan itu juga sering menggembalakan kambing
bersama kawan-kawannya. Ia juga pandai bermain bengkat. Bahkan dengan anak-anak
sebayanya, Ki Pananggungan termasuk anak yang terbaik
dalam bermain bengkat. Ki Pananggungan itu tersenyum sendiri. Suara burung liar
yang berkicau di pepohonan agaknya telah menyentuh
perasaannya pula. Ketika Ki Pananggungan itu kemudian melintasi padang
perdu, tidak terlalu jauh dari hutan, ia melihat tiga orang
berkuda melewati lorong kecil yang menyilang jalan yang
sedang dilaluinya itu. Semula Ki Pananggungan tidak menghiraukannya. Ki
Pananggungan lebih dahulu sampai di simpang empat
daripada ketiga orang berkuda itu. Namun kemudian ketiga
orang itupun berkuda searah dengan Ki Pananggungan.
Semula Ki Pananggungan memang tidak menghiraukan
mereka itu. Namun semakin lama ketiga orang itu menjadi
semakin menarik untuk diperhatikan.
Jika Ki Pananggungan mempercepat perjalanannya, ketiga
orang itupun telah mempercepat pula. Tetapi jika Ki
Pananggungan menjadi lambat, ketiganya juga memperlambat
perjalanan mereka. Karena itu, maka Ki Pananggungan kemudian menyadari,
bahwa ketiga orang itu telah mengikutinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Agaknya mereka menunggu perjalananku sampai di
pinggir hutan itu" Tiba-tiba saja Ki Pananggungan melecut kudanya dengan
cemeti pendek, sehingga kudanya berlari kencang sekali.
Loncatan kuda Ki Pananggungan itu telah mengejutkan ketiga
orang yang mengikutinya. Karena itu, tanpa berpikir lagi,
ketiganyapun telah melecut kuda mereka juga, sehingga
ketiganya kemudian seakan-akan sedang berpacu.
Ki Pananggunganpun kemudian yakin, bahwa ketiga orang
itu sedang berusaha menyusulnya.
Sebenarnyalah Ki Pananggungan tidak ingin melarikan diri
dari ketiga orang itu. Tetapi Ki Pananggungan hanya ingin
meyakinkan, bahwa mereka bertiga itu sedang mengikutinya.
Dalam pada itu, Ki Pananggungan yang meyakini bahwa
ketiga orang itu memang mengikutinya, justru ingin segera
mengetahui, apakah maksud mereka dan siapakah mereka itu.
Karena itu, maka Ki Pananggungan itupun telah
memperlambat kudanya. Bahkan Ki Pananggungan telah
berbelok memasuki jalan kecil yang justru menuju ke hutan.
Ternyata ketiga orang itupun telah berbelok pula mengikuti
jalan kecil yang dilalui Ki Pananggungan.
Ki Pananggungan itupun kemudian telah memacu kudanya,
seakan-akan dengan sengaja ingin melepaskan diri. Namun
ketiga orang itupun telah memburunya. Merekapun melarikan
kuda mereka mengejar Ki Pananggungan, semakin lama
menjadi semakin dekat. Akhirnya Ki Pananggunganpun berhenti. Dengan segera ia
meloncat turun dari kudanya dan mengikat kudanya pada
sebatang pohon di pinggir jalan.
Dengan serta-merta ketiga orang itupun telah menarik
kendali kudanya pula sehingga kuda mereka yang terkejut itu
berdiri pada kedua kaki belakangnya sambil meringkik. Baru
kemudian ketiga orang penunggangnya berloncatan turun dan
mengikat kuda mereka pula pada pohon perdu di pinggir
jalan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang di antara mereka melangkah mendekati Ki
Pananggungan sambil berkata, "Apa maumu sebenarnya, Ki
Sanak" Kau membuat kuda-kuda kami terkejut. Untunglah
bahwa kami memiliki kemampuan menunggang kuda
melampaui kemampuanmu, sehingga kami tidak terlempar
jatuh dari kuda-kuda kami"
Sebelum Ki Pananggungan menjawab, seorang yang lain
berkata dengan garangnya, "Atau kau sengaja mencegat
perjalanan kami. Apa maksudmu, he" Kau akan menyamun
kami bertiga?" Yang seorang lagi menyahut, "Itu pikiran gila jika kau
benar-benar ingin menyamun kami. Kecuali jika kau ingin
membunuh diri" Tetapi Ki Pananggungan justru tertawa. Katanya,
"Sudahlah. Kita tidak usah berpura-pura. Aku tahu bahwa
kalian mengikuti perjalananku dan bahkan kemudian berusaha
menyusulnya. Kalian pun tahu bahwa aku sengaja
menunggumu di sini. Buat apa kita berbicara berputar-putar.
Jika kalian ingin menyamun aku, maka kita bertemu di arena
yang biasa kita jelajahi. Aku juga seorang penyamun. Tetapi
aku adalah penyamun tunggal, karena aku percaya akan
kemampuanku. Tetapi jika aku berhasil, maka hasil itu adalah
milikku seorang diri. Aku tidak perlu membagi sebagaimana
kalian lakukan" Ketiga orang itu termangu-mangu sejenak. Namun yang
tertua di antara mereka berkata, "Aku memang akan
menyamunmu, Ki Sanak. Tetapi yang aku ingini adalah
nyawamu" "Kau akan membunuhku" Apa salahku" Kita belum pernah
bertemu. Kita tidak mempunyai persoalan apa-apa"
"Ada" jawab orang itu. "Kau akan mempersempit
lingkungan perburuanku. Kau sekarang berada di wilayahku.
Siapapun yang berani mengganggu wilayah kerja kami, akan
kami binasakan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa yang telah memberikan wewenang kepadamu untuk
berkuasa di daerah ini?"
"Kami sendiri. Apa yang kami maui itu adalah wewenang.
Siapa yang menentang wewenang kami, akan kami singkirkan.
Bukan hanya yang berani menentang, bahkan yang berani
menyentuh pun akan kami binasakan pula"
"Ki Sanak" berkata Ki Pananggungan, "jangan menjadi
tamak. Marilah kita melakukannya menurut kesempatan yang
kita dapatkan di mana saja. Bukankah cakrawala itupun bukan
batas langit?"

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Persetan. Karena kau merasa dirimu lemah di hadapan
kami, maka kau berkata seperti itu. Tetapi jika merasa kuat,
maka kaupun akan berbuat sebagaimana yang kami lakukan"
"Terserahlah kepada kalian. Tetapi aku sudah
memperingatkan, jika kalian ingin membunuhku, maka akupun
ingin membunuh kalian bertiga"
"Persetan. Bersiaplah untuk mati"
Ki Pananggunganpun segera mempersiapkan diri. Ketiga
orang itu mulai berpencar. Namun Ki Pananggungan sudah
menduga, bahwa ketiga orang itu adalah pengikut Ki Gede
Lenglengan. "Ki Gede Lenglengan ingin agar keberadaannya di rumah
Repak Rembulung tidak diketahui oleh siapapun juga" berkata
Ki Pananggungan di dalam hatinya. "Karena itu, maka ia telah
mengirimkan orangnya untuk membunuhku"
Dalam pada itu, ketiga orang itupun telah mengepung Ki
Pananggungan dari tiga arah. Seorang yang tertua di antara
merekapun berkata, "Sebaiknya kau tidak usah melawan.
Tidak ada gunanya" "Apakah jika aku tidak melawan, aku diperbolehkan pergi?"
Orang itu tertawa. Katanya, "Terlambat. Apapun yang kau
lakukan, kau akan mati. Tetapi jalan kematianmulah yang
berbeda. Jika kau membiarkan kami memancung kepalamu,
maka kau akan mati dengan cepat. Tetapi jika kau melawan,
maka aku akan memperlihatkan kepadamu, cara yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barangkali belum pernah kau kenal. Sayang, bahwa kau tidak
akan pernah dapat mempergunakan cara itu, karena cara itu
akan aku trapkan padamu. Kau akan mati dengan penyesalan
yang mendalam" "Ki Sanak, orang-orang yang melakukan pekerjaan seperti
yang kita lakukan, tentu sudah bersiap untuk menghadapi
kemungkinan seperti itu. Seandainya kalian dapat
membunuhku, maka pada suatu saat kalianlah yang akan mati
sebagaimana kematian yang menjemputku sekarang.
Sebaliknya jika aku membunuhmu hari ini, maka pada hari
yang lain, aku akan dapat saja terbunuh di tengah bulak
panjang" "Persetan dengan ocehanmu. Bersiaplah untuk mati"
Ki Pananggungan telah bersiap menghadapi segala
kemungkinan. Ketika seorang di antara ketiga orang itu mulai
menyerang, Ki Pananggungan dengan cepat bergeser
mengelakkan serangan itu.
Orang yang menyerang tanpa menyentuh sasaran itu
menggeram, "Jangan berbangga kau dapat menghindari
seranganku. Aku belum bersungguh-sungguh"
"Aku tahu" jawab Ki Pananggungan. "Tetapi aku pun belum
bersungguh-sungguh" Demikianlah, maka sejenak kemudian mereka telah terlibat
dalam pertempuran yang semakin cepat. Ketiga orang
pengikut Ki Gede Lenglengan itu menyerang beruntun dari
arah yang berbeda. Namun Ki Pananggunganpun mampu
bergerak cepat, mengatasi kecepatan gerak ketiga orang
lawannya. "Orang tua yang tidak tahu diri" geram seorang di antara
ketiga orang lawan Ki Pananggungan. "Meskipun kau
berloncatan seperti burung sikatan, tetapi kau tidak akan
dapat lepas dari tangan kami. Kau sudah tua. Dukungan
wadagmu tidak lagi dapat bertahan lama. Nafasmu akan
segera putus di kerongkongan"
Ki Pananggungan meloncat mengambil jarak dari lawan-
lawannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil tersenyum iapun berkata, "Ya. Bertempur sambil
berbicara memang dapat membuat nafasku tersengal-sengal.
Karena itu, jangan mengalahkan aku dengan bicaramu. Tetapi
marilah kita beradu ilmu. Siapakah yang pantas digelari Alap-
alap Bulak Dawa" "Siapakah Alap-alap Bulak Dawa?" bertanya salah seorang
lawan Ki Pananggungan yang lain.
"Akulah Alap-alap Bulak Dawa. Jika kalian benar-benar
mampu membunuhku, maka kalian dapat menyamun gelar
itu" "Persetan dengan gelar itu. Aku tidak membutuhkan gelar.
Aku hanya ingin membunuhmu"
Ki Pananggungan tertawa. Katanya, "Ambil nyawaku jika
kalian mampu. Atau aku yang akan mengambil nyawa kalian
bertiga" Ki Pananggungan hampir saja tidak dapat menyelesaikan
kalimatnya. Seorang di antara ketiga lawannya tiba-tiba saja
menerkamnya dengan kedua tangannya terjulur lurus,
sementara jari-jarinya mengembang.
Ki Pananggungan terkejut. Ia melihat kuku jari tangan
orang itu berkilat-kilat.
"Tentu bukan jari-jarinya sendiri" berkata Ki Pananggungan
di dalam hatinya. "Kuku-kuku baja itu akan sangat berbahaya
jika menyentuh kulit"
Karena itu, maka Ki Pananggungan harus sangat berhati-
hati. Ia tidak dapat begitu saja menangkis serangan-serangan
orang itu, karena kuku-kuku baja akan dapat mengoyak
kulitnya. Dengan tangkasnya, Ki Pananggungan meloncat
mengelakkan terkaman itu. Sambil meloncat Ki Pananggungan
sempat berkata, "Kuku-kuku macanmu membuat aku
berdebar-debar" "Aku akan mencabik-cabik tubuhmu" geram orang yang
memakai kuku baja itu. Namun Ki Pananggungan bertempur dengan cepat. Kuku-
kuku baja itu tidak sempat menyentuh tubuhnya. Sekali-sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Pananggungan melenting tinggi. Kemudian menukik
menyambar lawan-lawannya dengan cepat.
Ketiga orang lawannya mulai menjadi gelisah. Ternyata
orang tua itu masih mampu bertempur dengan tangkasnya. Ia
masih mampu bergerak dengan kecepatan yang tinggi.
Bahkan jika sekali-sekali terjadi benturan, maka tenaganyapun
terasa demikian kuatnya. Ki Pananggungan tidak segera mengalami kesulitan
meskipun ia harus bertempur melawan tiga orang lawan. Ia
dapat menyusup di antara ketiganya. Ia mampu meloncat
tinggi, keluar dari kepungan. Tetapi iapun mampu
mempergunakan serangan-serangan yang sangat berbahaya
untuk mengoyak kedudukan lawan yang mengelilinginya.
Bahkan serangan-serangan Ki Pananggungan justru mulai
memasuki celah-celah pertahanan lawannya. Meskipun sekali-
sekali Ki Pananggungan juga tergetar jika serangan lawannya
sempat mengenainya. Seorang di antara ketiga lawan Ki Pananggungan yang
mencoba menyerang dengan kaki terjujur menyamping, justru
terpelanting ketika Ki Pananggungan menyapu kaki lawannya
yang lain, tempat ia bertumpu. Namun Ki Pananggungan
harus melenting dan menjatuhkan dirinya ketika kedua
lawannya yang lain menyerang bersama-sama. Seorang di
antara mereka menyambarnya dengan kuku-kuku bajanya.
Namun demikian Ki Pananggungan meloncat bangkit,
lawannya yang mengenakan kuku-kuku baja itu telah
meloncat menerkamnya seperti laku seekor harimau yang
garang. Ki Pananggungan dengan cepat merendah hampir
berbaring melekat tanah. Demikian tubuh lawannya itu
meluncur di atasnya, maka Ki Pananggungan mengangkat
tubuh itu dengan kakinya, tepat pada perutnya.
Orang itu justru terlempar ke udara. Kemudian terpelanting
jatuh di tanah. Namun karena ketangkasannya, maka orang
itu sempat menempatkan tubuhnya sehingga tulang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakangnya tidak berpatahan. Bahkan dengan tangkasnya
orang itupun segera melenting berdiri dan siap untuk
bertempur lagi. Sementara itu, Ki Pananggunganpun telah bersiap pula.
Namun Ki Pananggungan telah menahan serangannya ketika
ia melihat kedua orang lawannya yang lain telah bersenjata
pula. Seorang dari mereka telah mengurai rantai baja yang
semula melilit pinggangnya, sedangkan yang seorang lagi
telah memegangi sepasang tongkat baja pendek di kedua
tangannya. Pada kedua ujung tongkat baja itu terdapat bulatan
sebesar telur ayam. Namun berduri runcing.
Ki Pananggungan justru melangkah surut. Ia melihat ketiga
orang lawannya sudah bersenjata. Karena itu, maka Ki
Pananggunganpun telah mencabut sepasang pisau belati
panjang yang disarungkannya di bawah bajunya yang
panjang. "Kau tidak akan sempat melawan" berkata orang yang
bersenjata rantai. "Kulitmu akan aku koyakkan sampai ke
tulang" Ki Pananggungan memandang ketiga lawannya serta jenis-
jenis senjata mereka berganti-ganti. Senjata-senjata itu adalah senjata yang sangat berbahaya.
Ki Pananggungan berdiri tegak di tempatnya ketika orang
yang bersenjata rantai itu mulai memutar senjatanya.
Suaranya bergaung melingkar-lingkar di udara. Sementara itu,
orang yang bersenjata dua tongkat yang berkepala telur serta
berduri runcing, telah memutar senjatanya pula. Meskipun
senjata itu pendek saja, tetapi orang yang memilikinya sangat
menguasainya, sehingga senjata itu akan menjadi sangat
berbahaya. Namun Ki Pananggunganpun telah bersiap menghadapi
segala kemungkinan. Dengan sepasang pisau belati
panjangnya, Ki Pananggungan bersiap melawan ketiga orang
lawannya dengan jenis senjata mereka masing-masing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, orang yang bersenjata rantai, itupun
berkata, "Bersiaplah. Kematian sudah membayang di pelupuk
matamu" Dengan cepat rantai yang berputar itupun terjulur lurus
mematuk dada seperti kepala seekor ular bandotan.
Namun Ki Pananggungan sudah bersiap. Dengan cepat pula
ia bergeser ke samping, sehingga ujung rantai itu tidak
menyentuh tubuhnya. Namun tiba-tiba saja rantai itu seakan-
akan menggeliat. Dengan cepat rantai itu menyambar
mendatar setinggi leher. Jika saja rantai itu berhasil
mengenainya, maka rantai itu akan membelit leher Ki
Pananggungan. Dengan satu hentakan, maka Ki
Pananggungan akan tercekik, sementara lawan-lawannya
yang lain akan mendapat kesempatan untuk menyerangnya.
Tetapi Ki Pananggungan cukup tangkas. Dengan cepat ia
merunduk sehingga rantai itu tidak mengenainya.
Namun tiba-tiba saja orang yang mengenakan kuku-kuku
baja itu meloncat menerkam arah punggungnya. Tangannya
dengan jari-jari yang terbuka terjulur lurus ke depan.
Ki Pananggungan yang menyadari serangan itu, dengan
cepat menghindar. Dengan berguling menyamping Ki
Pananggungan luput dari terkaman kuku-kuku baja yang akan
mampu mengoyak tubuhnya itu.
Ketika Ki Pananggungan dengan cepat meloncat bangkit,
maka lawannya yang seorang lagi sudah siap menyerangnya.
Tongkatnya terjulur lurus ke arah dadanya. Tetapi Ki
Pananggungan masih sempat mengelakkannya. Dengan
bergeser surut, Ki Pananggungan luput dari garis serangan
lawannya. Namun tongkatnya yang satu lagi tiba-tiba saja telah
terayun mendatar. Ki Pananggungan yang baru saja menapak itupun
menggeliat menghindar. Namun duri yang runcing di ujung
tongkat itupun sempat menyentuh lengannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segores luka menyilang di lengan Ki Pananggungan.
Meskipun luka itu tidak begitu dalam, tetapi luka itu telah
menitikkan darah. Namun luka itu telah membuat darah Ki Pananggungan
bagaikan mendidih. Sebenarnyalah bahwa Ki Pananggungan
adalah seorang yang berilmu tinggi. Ketika terasa cairan yang
hangat yang mengalir dari lengannya itu, maka Ki
Pananggunganpun menggeram.
Orang yang sempat melukai lengan Ki Pananggungan itu
tertawa. Dengan lantang iapun berkata, "Nah, kau lihat"
Darahmu mulai mengalir. Isyarat kematianmu menjadi
semakin dekat. Karena itu, selagi kau sempat, sebutlah nama
ayah dan ibumu. Tengadahkan wajahmu ke langit dan
tunduklah memandang bumi yang akan menghisap tubuhmu
sehingga akan menjadi kerangka yang kering"
"Kau telah melukai lenganku, anak iblis" geram Ki
Pananggungan. "Kau harus menebusnya dengan darahmu
pula. Tidak sekedar menitik seperti darah di lenganku, tetapi
darahmu akan mengalir membasahi tanah ini"
"Kau masih sempat sesumbar sebelum ajal menjemputmu.
Berbuat apa sajalah yang dapat memperingan penderitaan
sebelum matimu" Ki Pananggungan tidak menjawab. Tetapi kemarahannya
membuat jantungnya bergelora. Sejenak kemudian, Ki
Pananggunganlah yang telah meloncat menyerang. Kakinya
begitu cepat bergerak seakan-akan tidak menyentuh tanah.
Kedua tangannya bergerak dengan cepatnya mempermainkan
sepasang pisau belati panjangnya. Demikian cepatnya,
sehingga seakan-akan tangan Ki Pananggungan itu tidak
hanya sepasang. Semakin lama lawan-lawan Ki Pananggungan itu menjadi
semakin mengalami kesulitan. Ki Pananggungan bergerak
semakin cepat. Kekuatannyapun seakan-akan semakin
bertambah sejalan dengan kemarahan yang menekan
jantungnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Ki Pananggungan semakin meningkatkan tenaga
dalamnya, maka ketiga lawannyapun seakan-akan tidak
mendapat tempat lagi di arena pertempuran itu.
Namun rantai salah seorang lawannya itu sangat
menjengkelkan. Suaranya yang bergaung itu membuat telinga


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki Pananggungan merasa sangat terganggu. Karena itu, maka
serangan-serangan Ki Pananggungan ternyata lebih banyak
mengarah kepada lawannya yang memegang rantai baja di
tangannya. Dalam pada itu, sepasang pisau belati Ki Pananggunganpun
telah mulai menyentuh kulit lawannya pula. Ketika lawannya
yang bersenjata rantai itu menjulurkan rantainya, Ki
Pananggungan dengan cepat menghindar. Namun orang yang
bersenjata tongkat baja berduri runcing itu meloncat
menikamnya dari samping. Ki Pananggungan yang melihat serangan itu sempat
bergeser. Demikian senjata orang itu terjulur, dengan cepat Ki Pananggungan mengayunkan pisau belatinya menyilang.
Orang itu menjerit. Lambungnya telah terkoyak oleh pisau
belati panjang Ki Pananggungan.
Ketika Ki Pananggungan meloncat surut, maka orang
itupun telah rebah di tanah. Darah benar-benar telah mengalir
membasahi bumi. Melihat kawannya terluka parah, orang yang bersenjata
rantai itu menjadi sangat marah. Jantungnya terasa bagaikan
membara. Dengan serta merta, orang itu telah menyerang dengan
ayunan rantai bajanya mengarah kening.
Tetapi Ki Pananggungan dengan cepat menangkis serangan
itu dengan pisau belati panjangnya, sehingga rantai baja itu
telah melilit pisau belati panjangnya itu.
Yang terjadi adalah cepat sekali ketika Ki Pananggungan
menghentak menarik pisaunya yang dililit oleh rantai baja itu.
Demikian kuatnya tenaganya, serta demikian kuatnya orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang memiliki rantai itu menggenggamnya, justru orang itulah
yang bagaikan telah dihisap oleh kekuatan Ki Pananggungan.
Namun pisau belati Ki Pananggungan yang satu lagi telah
terjulur, menghunjam di dada orang itu, langsung menembus
ke jantung. Orang itu tidak sempat mengaduh. Demikian Ki
Pananggungan menarik pisau itu, maka darahpun menyembur
dengan derasnya. Tubuh itupun telah terjatuh seperti
sebatang kayu yang roboh.
Ki Pananggungan meloncat surut. Pakaiannya memang
terpercik darah dari tubuh orang yang ditikamnya itu. Sejenak
kemudian Ki Pananggungan berdiri tegak memandang
lawannya yang masih seorang lagi. Orang yang memakai
kuku-kuku baja yang berbahaya itu.
"Kau lihat, dua kawanmu sudah tidak berdaya. Bahkan
mungkin keduanya sudah mati. Sekarang tinggal kau seorang
diri. Jika kalian bertiga tidak dapat mengalahkan aku, apa
artinya kau seorang diri. Padahal kau bukan yang terbaik di
antara kalian bertiga"
Orang itu berdiri termangu-mangu. Tetapi ia tidak
menjawab sama sekali. Yang terasa adalah getar jantungnya
yang semakin cepat. Orang itu telah berdiri di antara harga
dirinya serta kecemasannya menghadapi kenyataan.
Bagaimanapun juga, ia akan memilih untuk tetap hidup
daripada harus mati. "Ki Sanak" berkata Ki Pananggungan kemudian, "aku tidak
akan membunuhmu. Dua orang kawanmu sudah mati. Aku
ingin ada orang yang masih hidup dan bersaksi, bahwa Alap-
alap Bulak Dawa tidak terkalahkan. Sebarkan berita, bahwa
aku, penyamun tunggal, akan tetap berkeliaran di mana saja
yang aku mau. Tidak ada orang atau bahkan kelompok yang
dapat menahan aku. Tidak ada wewenang yang dapat
menahan kemauanku, karena kemauanku itulah wewenang"
Orang yang mengenakan kuku-kuku baja itu mengangguk.
"Kau dengar kata-kataku?"
"Ya, ya, Ki Sanak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, aku ampuni kau. Aku akan membiarkan kau hidup
agar kau dapat menyebarkan kebesaran namaku di antara
para penyamun di bulak-bulak panjang. Akulah Alap-alap
Bulak Dawa" Orang yang berkuku baja itu termangu-mangu. Sementara
Ki Pananggungan itu berkata, "Aku akan pergi. Uruslah
kawan-kawanmu yang terbunuh. Terserah kepadamu, apakah
kau akan menguburnya, atau kau akan membawanya pulang
di atas kuda-kudanya atau apapun yang akan kau lakukan"
Ki Pananggungan tidak menghiraukan orang itu lagi. Iapun
kemudian melangkah ke kudanya. Kemudian meloncat naik
dan meninggalkan orang yang berkuku baja itu berdiri
termangu-mangu. "Orang itu terlalu sombong" berkata orang berkuku baja
itu. "Ia merasa tidak terkalahkan. Ia membiarkan aku hidup
agar aku dapat menyebarkan kelebihannya serta mewartakan
kemenangan Alap-alap Bulak Dawa itu. Ini satu kesombongan
yang gila" Terasa dadanya bergetar semakin cepat. Namun iapun
bergumam pula, "Jika saja ia tahu, bahwa aku adalah seorang
kepercayaan Ki Gede Lenglengan. Biarlah kelak ia menyesali
kesombongannya. Agaknya keluarga Repak Rembulung adalah
keluarga yang gelap pula. Kakaknya adalah seorang
penyamun yang bergelar Alap-alap Bulak Dawa"
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu Ki
Pananggungan melarikan kudanya semakin lama semakin
jauh. "Ki Gede Lenglengan akan menghancurkannya. Jika ia
benar akan kembali mengunjungi adiknya itu, maka nasibnya
akan menjadi sangat buruk. Atau bahkan Ki Gede
Lenglenganlah yang akan datang ke rumahnya untuk
membinasakannya" Sejenak orang itu masih berdiri termangu-mangu. Namun
iapun kemudian berniat membawa kedua orang kawannya itu.
Tetapi ia tidak dapat membawanya memasuki regol
halaman rumah Repak Rembulung. Karena itu, maka ia harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggalkannya di satu tempat, sementara ia harus segera
memberikan laporan kepada Ki Gede Lenglengan.
"Malam nanti aku akan memasuki regol halaman rumah
Repak Rembulung" berkata orang itu di dalam hatinya.
Dengan demikian, yang dapat dilakukannya kemudian
adalah mengangkat tubuh-tubuh kawannya itu dan
meletakkannya di atas kudanya. Namun ia harus menunggu
saat-saat sepi untuk membawa tubuh-tubuh itu mendekati
rumah Repak Rembulung. Sementara itu, Ki Pananggungan yang telah berhasil
menyelamatkan diri itupun telah melarikan kudanya pulang ke
Kembang Arum. Ia ingin segera bertemu dengan keluarganya.
Iapun ingin segera bertemu dan berbicara dengan Paksi dan
Pangeran Benawa yang berada di rumahnya.
Kabar kematian kedua orang pengikutnya telah membuat
darah Ki Gede Lenglengan bagaikan mendidih. Hampir saja ia
kehilangan akal dengan mencurahkan dendamnya kepada
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung.
Namun niat itu diurungkannya. Jika berita kematian Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung, entah siapakah yang
menghembuskannya, sampai ke telinga Ki Pananggungan,
maka orang yang banyak mengetahui tentang keberadaannya
di rumah Repak Rembulung itu akan mengambil langkah-
langkah yang dapat merugikannya.
"Apakah ia tahu, bahwa kalian adalah orang-orangku?"
"Tidak, Ki Gede"
"Bagaimana kau yakin bahwa ia tidak tahu bahwa kau
adalah orangku" "Ketika ia meninggalkan aku, Alap-alap Bulak Dawa itu
berkata agar aku menjadi saksi dan menyebarkan berita
kemenangannya. Menurut kata-katanya, tidak ada orang atau
sekelompok penyamun yang dapat menyainginya"
"Orang itu menganggap kalian sekelompok penyamun?"
"Ya, Ki Gede" "Mudah-mudahan ia tidak mengenalimu. Apakah ketika
Pananggungan itu ada di sini, ia belum pernah melihatmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin sekilas. Tetapi nyatanya ia tidak mengenali kami
bertiga. Ketika kami mengaku sekelompok penyamun, maka
iapun mengaku seorang penyamun pula. Seorang penyamun
tunggal yang bergelar Alap-alap Bulak Dawa. Tetapi aku kira
ia memang seorang penyamun. Bukankah tidak aneh, bahwa
kakak kandung Repak Rembulung itu seorang penyamun?"
"Ya. Memang tidak mustahil. Tetapi baiklah. Aku harap ia
benar-benar datang kemari. Jika sampai lebih dari sepekan ia
tidak datang, maka akulah yang akan datang ke Kembang
Arum. Aku akan membunuh orang itu di rumahnya"
"Tetapi bagaimana dengan kawan-kawan kita yang telah
dibunuh oleh Pananggungan itu?"
"Malam nanti kita kuburkan. Kita bawa anak-anak keluar.
Aku akan berkata kepada Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung, bahwa anak-anak itu akan berlatih di satu
lingkungan yang terbuka"
"Kita bawa cangkul dan alat-alat lainnya?"
"Sembunyikan di mana saja"
Demikianlah, ketika malam turun, Ki Gede Lenglengan telah
mengajak anak-anak asuhnya, yang diharapkannya menjadi
angkatan mendatang itu untuk keluar dari rumah Ki Repak
Rembulung. "Kau akan membawa mereka ke mana?" bertanya Ki Repak
Rembulung. "Aku akan membawa mereka berlatih di tempat terbuka.
Aku akan membawa mereka ke tebing sungai. Biarlah mereka
berlatih mengatasi kesulitan yang dihadapinya di medan.
Selama ini mereka hanya berlatih di dalam sanggar yang
sudah tertata rapi. Sementara alam di lingkungan mereka kelak tidak akan
serapi sanggar" "Aku juga sering membawa mereka keluar" berkata Repak
Rembulung. "Lebih sering akan lebih baik" jawab Ki Gede Lenglengan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Repak Rembulung tidak mencegahnya. Dibiarkannya Ki
Gede Lenglengan membawa anak-anak asuhnya bersama dua
orang pengikutnya pergi keluar regol halaman rumahnya.
"Hanya dua orang saja yang ikut" berkata Pupus
Rembulung. "Entahlah, di mana yang lain"
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung tidak tahu, bahwa
mereka pergi justru untuk mengubur kedua orang pengikut Ki
Gede Lenglengan yang telah terbunuh dalam pertempuran
Pendekar Pemabuk 1 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Playboy Dari Nanking 2
^