Pencarian

Pendekar Bayangan Malaikat 7

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 7


"Sejak aku mendapatkan kabar berita yang mengatakan
kau kena diculik orang-orang Isana Kelabang Emas, hatiku
benar-benar sangat cemas, maukah kau menceritakan
bagaimana kau bisa lolos dari mara bahaya?" katanya
perlahan. Perlahan-lahan Mo Tan-hong menghela nafas panjang.
"Heei.... tempo dulu Ui Liong Supek terus menerus
mendesak aku kembali kebiara kiranya hal ini terkandung
suatu maksud yang sangat mendalam Setelah aku bertemu
dengan suhu barulah dalam hati aku mengerti bila pihak Isana
Kelabang Emas ada maksud hendak menculik diriku. Ketika itu
aku hanya memperhatikan berlatih ilmu silat dan sama sekali
tidak menggubris persoalan tersebut. Siapa sangka orang-
orang Isana Kelabang Emas ternyata sudah berhasil
mendapatkan beritaku. Malam itu menggunakan kesempatan
sewaktu suhu sedang bersemedi mereka melancarkan
serangan mendadak sehingga mengakibatkan suhu terluka
dan aku terjatuh ketangan mereka. Heei....! Jikalau bukannya
di tengah jalan aku berhasil ditolong oleh seorang pendekar
aneh yang sangat misterius, entah bagaimanakah
kelanjutannya?" "Apakah kau berhasil melihat jelas wajah dari pendekar
misterius tersebut?"
"Tidak....! Aku cuma mendengar suaranya amat halus dan
ramah agaknya seorang kakek tua, tetapi kemungkinan sekali
seorang hweesio." "Ehmm....! Kalau begitu benarlah sudah." Tan Kia-beng
mengangguk. "Semua peristiwa ini kemungkinan sekali hasil
dari pekerjaan dia seorang."
"Apakah kau kenal dengan dirinya?"
"Tidak kenal, cuma aku sudah memperoleh banyak sekali
bantuannya yang sangat berharga."
"Benar! Kepandaian silat orang ini benar-benar sangat
lihay," mendadak Pek Ih Loo Sat menimbrung pula dari
samping. "Sewaktu aku dengan Tia masih berada di gurun
pasir iapun pernah bantu kami lolos dari kepungan."
Mendengar perkataan tersebut dalam hati Tan Kia-beng
merasa semakin keheranan lagi.
"Siapakah sebenarnya orang itu?" pikirnya dalam hati.
"Setiap kali ia selalu membantu orang tetapi tak sekalipun
memperlihatkan wajah aslinya sendiri. Jika ditinjau dari
kepandaian silat yang dimilikinya jelas sudah mencapai pada
puncak kesempurnaan yang tiada taranya, sekalipun Ui Liong
Tootiang serta Hay Thian Sin Shu yang berhasil melatih
ilmunya mencapai taraf kesempurnaan jika dibandingkan
dengan orang ini masih kalah satu tingkat."
Berpikir sampai disini rasa waspada segera timbul di dalam
hatinya, ia merasa untuk menghadapi Majikan Isana Kelabang
Emas dirinya tak boleh terlalu percaya pada kekuatan sendiri.
Bilamana kepandaian dari majikan Kelabang Emas sama
lihaynya dengan jagoan misterius yang selalu membantu
dirinya, bukankah dirinya bakal mati konyol"
Hu Siauw-cian yang melihat pemuda tersebut terus
menerus termenung tak terasa lagi sudah mendorong
badannya. "Eeei.... aku lihat kau setiap hari dari pagi sampai malam
terus menerus seperti kehilangan semangat, mana punya
kegagahan untuk pimpin para jago di seluruh kolong langit,
mungkin menjadi penjaga pintu perkampungan orang lain tak
suka menggunakan dirimu...."
"Oouw.... begitu....?" sahut Tan Kia-beng sekenanya.
Di dalam hatinya ia tetap termenung dan berpikir keras, ia
bermaksud hendak menyelidiki dahulu keadaan serta situasi
dipihak Isana Kelabang Emas kemudian baru mengambil
keputusan kembali. Sekali lagi Pek Ih Loo Sat mendorong pemuda tersebut,
tetapi sewaktu dilihatnya ia cuma tertawa saja tanpa
mengucapkan sepatah katapun dengan gemas lantas
melengos dan tidak menggubris dirinya lagi.
Sebaliknya Mo Tan-hong yang mempunyai watak halus, ia
mengerti pemuda itu tentunya sedang memikirkan satu
persoalan yang maha berat.
Karenany ia lantas menarik tangan Siauw Cian untuk diajak
berjalan keluar. "Siauw Cian! mari kita jalan-jalan di tempat luaran dan
jangan ganggu dirinya lagi"
Sejak kecil Hu Siauw-cian dibesarkan seorang diri dan
selamanya tidak mempunyai saudara untuk diajak bermain.
Keadaan di sekelilingnya membuat ia mempunyai watak
dingin, kaku, sombong dan kasar.
Tetapi sejak berkenalan dengan Mo Tan-hong, lama
kelamaan wataknya yang kasar berhasil sedikit demi sedikit
dilarutkan oleh watak Mo Tan-hong yang halus tapi agung itu
sehingga didasar hatinya timbullah suatu perasaan kagum
terhadap gadis tersebut. Dan boleh dikata terhadap omongan dari gadis keturungan
Mo Cun-ong ini ia sangat penurut. dengan berjalan
bergandengan mereka berdua lantas berjalan keluar dari gua
Mendadak Mo Tan-hong teringat kembali dengan janji
mereka terhadap Leng Poo Sianci, tak terasa lagi dengan nada
mengomel ujarnya lirih, "Tadi, tidak seharusnya kau
menyanggupi nona Cha untuk adu kepandaian. Sebetulnya
urusan ini tidak lebih cuma suatu kesalah pahaman belaka.
setelah dijelaskan bukankah akan jadi terang kembali, kenapa
harus diselesaikan dengan suatu perkehalian?"
Hu Siauw-cian mengerutkan dahinya kemudian mendengus
dingin. "Hmm! justru aku paling tidak betah melihat gerak geriknya
yang sombong dan ingin cari menang sendiri itu, bergebrak ya
bergebrak, kenapa harus takuti dirinya?" serunya dingin.
Tetapi selesai berkata kembali ia sudah tertawa cekikikan,
sambungnya, "Ia sangat baik sekali dengan engkoh Beng."
Dengan cepat gadis ini lantas menceritakan seluruh
kisahnya sewaktu berada di dalam gua dimana ia menggoda
gadis tersebut. Tak kuasa lagi Mo Tan-hong pun dibuat tertawa.
"Cis! tidak tahu malu.... soal inipun kau bisa-bisanya
menceritakan kembali kepadaku" omelnya.
Kembali mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal.
Tan Kia-beng setelah termenung dan berpikir lama sekali
baru dongakkan kepalanya kembali. Sewaktu dilihatnya Mo
Tan-hong berdua sudah tak berada di dalam gua iapun lantas
berjalan menuju keluar. Ketika itu kedua orang gadis tersebut sedang bercakap-
cakap sambil bergurau. karena tidak ingin mengganggu
mereka maka secara diam-diam ia lantas berlalu keluar dari
lembah tersebut dan menuji ke dalam sebuah lembah lain
yang misterius. Ia merasa daerah sekelilingnya licin tak bertumbuhan
sedang disebelah kirinya tumbuhlah pohon pohon besar yang
amat lebat. Selagi ia sedang siap-siap hendak menentukan arah itulah
mendadak terdengar suara yang amat lirih bergema masuk ke
dalam telinganya. Buru-buru ia mendongak, dari balik pohon yang lebat
tampaklah sesosok bayangan manusia berkelebat mendatang.
Bayangan tersebut langsing, kecil dan mungil. tampaklah
dengan ragu-ragu orang tersebut memperhatikan sekejap
suasana di sekeliling hutan itu kemudian dengan sebat
meluncur ke arah gua yang ditempati Tan Kia-beng tadi.
Gerakan badannya lincah, gesit dan cepat sekali kelebatan
sudah mencapai sejauh tiga empat kaki.
Ketika itu Tan Kia-beng sedang murung karena tidak tahu di
tempat manakah orang-orang Isana Kelabang Emas sudah
bermarkas, melihat munculnya seseorang dalam hati jadi
sangat girang. "Jika aku tangkap orang ini bukankah diriku tidak usah
repot repot lagi untuk mengetahui alamat markas mereka?"
pikirnya dalam hati. Hanya di dalam sekejap mata orang itu sudah berada tidak
jauh dari dirinya, kiranya orang itu adalah seorang siucay yang
berbadan kurus. Karena ingin menangkap dirinya hidup-hidup sehingga bisa
ditanyai dengan jelas rahasia pihak musuh maka pemuda
kitapun tidak menggubris peraturan Bulim lagi.
Mendadak badannya mencelat ke tengah udara kemudian
menubruk ke arah bawah, tangannya laksana sambaran kilat
mencengkeram ujung baju sebelah belakangnya.
Orang itu agaknya sama sekali tidak menduga ada orang
yang turun tangan membokong dirinya, di dalam keadaan
gugup ia menjerit tertahan kemudian buru-buru tundukkan
kepalanya dan berpaling beberapa kali di atas tanah, di dalam
sekejap mata ia sudah menyingkir sejauh dua kaki lebih.
Tetapi, kendati begitu tak urung tutup kepalanya kena
dijambret juga oleh Tan Kia-beng sehingga rambutnya yang
panjang terurai. Sekali pandang Tan Kia-beng segera kenali kembali dirinya
bukan lain adalah Yen Giok Fang salah seorang dari sepasang
gadis cantik dari daerah Biauw-leng yang pernah bergebrak
melawan Hu Siauw-cian sewaktu berada dibekas kebun
bangunan keluarga Cau. "Iih" kiranya kau?" serunya tertahan.
Setelah rasa terkejut lenyap dari dalam hati, dengan
membelalakkan sepasang matanya yang jeli Yen Giok Fang
memperhatikan Tan Kia-beng dari atas hingga ke bawah,
beberapa saat kemudian ia baru bertanya"
"Eeei.... apa hubunganmu dengan Hong Jen Sam Yu?"
"Kawan!" "Kau kenal dengan sijagoan pedang yang membasmi bibit
iblis Tan Kia-beng?"
"Apa maksud mencari diriku?" dalam hati Tan Kia-beng
mulai berpikir dengan hati ragu-ragu.
Tetapi diluaran ia tetap tenang tidak menunjukkan reaksi
apa apa. "Kenal! Apa maksudmu mencari dirinya?"
"Ada urusan penting yang hendak ajak dia berunding.
Maukah kau tolong aku untuk panggil dia datang kemari?"
Tan Kia-beng adalah kawan cayhe yang paling akrab. Bila
kau ada urusan katakan saja kepadaku."
"Tidak bisa jadi. Aku harus bertemu sendiri dengan dirinya."
"Jika dilihat wajahnya yang cemas dan tak tenang mungkin
benar-benar ada urusan penting", pikir Tan Kia-beng kembali
di dalam hatinya. "Kemungkinan sekali dari mulutnya aku
berhasil mendapatkan sedikit berita yang penting."
Karena itu dengan wajah yang serius ujarnya, "Jika maksud
nona mencari dirinya karena hendak melaporkan berita
mengenai Isana Kelabang Emas, cayhe segera akan carikan
dia untuk bertemu dengan dirimu, kalau cuma urusan pribadi,
maaf cayhe tak akan menggubris dirimu lagi."
Sudah tentu urusan yang menyangkut Isana Kelabang
Emas" seru Yen Giok Fang cemas. "Saat ini waktu sangat
berharga bagaikan emas. siapa yang punya waktu untuk
ngobrol lagi dengan dirimu, cepatlah kau undang dia kemari"
"Haaa.... haaa.... haaa orang she Tan yang nona cari jauh
ada diujung langit dekat ada di depan mata, cayhe adalah
orangnya" ujar Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-bahak.
Dengan ragu ragu Yen Giok Fang memperhatikan sekejap
ke arahnya, mendadak ia mencibirkan bibirnya.
"Hmm! Mengandalkan watakmu semacam itu, kau tak
becus untuk jadi dirinya." teriaknya gusar.
Dari dalam pinggang Tan Kia-beng lantas mencabut keluar
seruling pualamnya. "Kalau benda ini rasanya tidak bakal palsu bukan?" serunya sambil menggoyang goyangkan senjata tersebut.
Kembali Yen Giok Fang memperhatikan sekejap ke arahnya,
terakhir ia menghela napas panjang.
"Heei.... kau sungguh keterlaluan, orang lain lagi cemas
setengah mati kau malah mengajak aku bergurau."
"Nona! Sebetulnya apa maksudmu mencari diriku?" Ketika
itulah dengan wajah serius Tan Kia-beng berjalan maju
kesisiya. "Sekarang kau utarakanlah keluar, asalkan bukan
suatu permintaan yang berat pasti akan cayhe sanggupi."
"Tolonglah Leng-tiong It-koay serta si Hakim Pualam
berwajah ketawa kemudian hantarlah kami kakak beradik
turun gunung." "Eei.... apa maksudmu?" seru Tan Kia-beng dengan hati
terperanjat. "Bukankah kalian sama-sama orang dari pihak
Isana Kelabang Emas" Kenapa harus minta tolong kepadaku?"
"Heei.... bila diceritakan sungguh amat panjang sekali."
kembali Yen Giok Fang hela napas panjang. "Hari itu setelah
kami berempat mendapat perintah untuk berangkat kekebun
bekas bangunan keluarga Cau untuk membinasakan Hong Jen
Sam Yu, siapa tahu dari tengah kau sudah bercampur tangan
sehingga merusak pekerjaan kami, sekembalinya kemarkas
karena melihat kami mengundurkan diri tanpa membawa luka,
maka majikan Isana Kelabang Emas lantas menaruh curiga
kami berdua secara diam-diam sudah menaruh bibit cinta
terhadap dirimu. Dengan cepat Leng-tiong It-koay berdua
ditangkap lalu dikurung sedang kami kakak beradik walaupun
karena ada suhu sehingga tidak dihukum tetapi secara tidak
kelihatan sebenarnya kami ditahan secara halus, tindak tanduk
kami tidak sebebas dahulu lagi."
"Lalu bagaimana sekarang kau bisa keluar?"
"Majikan Isana Kelabang Emas duah meninggalkan gunung,
sedang para jago-jago lainnyapun karena ada urusan sudah
pergi semua, karena itu aku baru berani menyelundup
kemari." "Majikan Isana Kelabang Emas sudah meninggalkan
gunung?" seru Tan Kia-beng dengan sinar mata keheranan.
"Dia sudah pergi kemana?"
"Rahasia tingkat tinggi semacam ini mana mungkin aku bisa
tahu?" "Eei....! sebenarnya kau suka membantu diriku tidak?"
"Kini pihak Isana Kelabang Emas sedang memandang diriku
seperti paku di depan mata, aku tak boleh percaya
omongannya begitu saja" diam-diam Tan Kia-beng
memperingatkan dirinya sendiri.
Tetapi diluaran ia tetap tersenyum.
"Jikalau menurut semangat jantan seorang lelaki sejati dan
demi tertegaknya panji panji keadilan" ujarnya cepat "Memang ada seharusnya cayhe turun tangan menolong mereka, tetapi


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada beberapa urusan yang mencurigakan hatiku harap kau
suka memberi jawaban. JILID: 14 PERTAMA: Siapakah suhu nona" Secara bagaimana kalian
kakak beradik bisa masuk sebagai anggota Isana Kelabang
Emas" KEDUA: Untuk minta pertolongan kau bisa pula mencari
orang lain, kenapa justru hanya mencari aku seorang"
KETIGA: Kalau memang kau bisa keluar secara bebas,
kenapa tak sekalian melarikan diri" Sebaliknya harus
menolong dulu Leng-tiong It-koay serta si Hakum Pualam
berwajah ketawa berdua?"
Yen Giok Fang yang mendengar pertanyaan-pertanyaan
yang ia ajukan itu, dalam hatinya lantas mengerti bila pemuda
tersebut masih belum percaya terhadap dirinya, tak terasa lagi
ia menghela napas panjang.
"Aku tahu, kalau hatimu masih menaruh curiga terhadap
kejujuranku." ujarnya perlahan. "Tetapi soal ini tak bisa
salahkan padamu, jika aku adalah kau, akupun tak akan suka
pergi menempuh bahaya buat seorang yang persahabatannya
tak begitu mendalam."
Sehabis berkata ia membereskan rambutnya yang terurai,
setelah berganti napas lalu sambungnya kembali, "Siapakah
suhu kami kakak beradik berdua untuk sementara waktu tak
dapat kami utarakan, cuma aku dapat beritahukan padamu
bahwa ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
majikan Isana Kelabang Emas, tetapi watak mereka berdua
sama sekali berbeda, soal ini aku harap kau suka memaafkan."
"Leng-tiong It-koay serta si Hakim Pualam berwajah ketawa
bisa masuk ke dalam pihak Isana Kelabang Emas tidak lebih
karena hubungannya dengan suhuku. Sudah tentu kami kakek
beradik berdua tak akan suka melihat mereka berdua
menemui bencana tanpa ditolong!"
"Sedangkan mengapa aku tidak langsung minta bantuan
dari tujuh partai besar sebaliknya mencari kau" Soal ini
bukannya aku hendak mencari muka dihadapanmu, saat ini
orang yang bisa melawan kekuatan Isana Kelabang Emas
cuma kau seorang, dan hanya kau pula yang mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan beberapa orang
loocianpwee, sedang orang yang paling diperhatikan juga
kalian semua." "Sewaktu berada di kota Thian Lam tempo dulu, kami
sudah mendengar bahwa kau adalah seorang yang berbudi,
oleh karena itu bagaimanapun kami lebih baik datanga
mencari bantuan kepada dirimu."
Berbicara sampai disini dengan perasaan jengah ia tertawa,
sejenak kemudian tambahnya, "Sebetulnya kami kakak
beradik mempunyai banyak rahasia yang hendak
diberitahukan kepadamu, tetapi kami tak bisa berbuat
demikian dan kami hanya berharap bisa lolos dari gunung Ui
san dalam keadaan selamat setelah itu akan mengasingkan
diri tidak ikut campur lagi urusan apapun, dengan berbuat
demikian aku tidak ingin berbuat salah terhadap Majikan Isana
Kelabang Emas juga tak ingin pula berbuat salah terhadap
kawan kawan Bulim lainnya. Terus terang aku katakan
padamu. Jika kau suka berbuat demikian hanya akan
mendatangkan keuntungan saja buat dirimu. Mau percaya
atau tidak ini terserah pada dirimu sendiri."
Diam-diam Tan Kia-beng ambil perhitungan di dalam
hatinya, ia merasa menyanggupi gadis ini jauh lebih
menguntungkan karena dengan berbuat demikian bukan saja
ia bisa menyelidiki markas dari Isana Kelabang Emas di atas
gunung Ui-san ini disamping itu menggunakan kesempatan
tersebut iapun bisa berkenalan dengan kawan Bulim yang
berasal dari Thian Lam, bukankah hal ini sangat
menyenangkan sekali"
"Kalau memang nona demikian pandang tinggi diri cayhe
sehingga sengaja datang minta bantuanku, jika cayhe tidak
menyanggupi tentu akan dipandang terlalu pandang rendah
kalian, kini urusan tak boleh terlambat lagi. Mari kita segera
berangkat" ujarnya dengan gagah.
"Tan-heng bisa bersikap begitu gagah hal ini benar-benar
membuat Siauw moay merasa amat kagum" kata Yen Giok
Fang kembali. "Cuma pada saat ini pihak Isana Kelabang Emas
sedang pusatkan seluruh kekuatan yang ada untuk
menghadapi rombongan kalian, harap di dalam setiap tindakan
kau suka berhati-hati. Ucapan siauw moay cukup sampai disini
saja, mari kita segera berangkat!"
Tetapi.... baru saja selesai berkata, mendadak terdengarlah
suara tertawa seram berkumandang datang memecahkan
kesunyian. "Hee.... hee.... hee.... kini sudah terbukti Biauw-leng Siang-
ciauw mengadakan hubungan dengan pihak musuh, aku mau
lihat sekarang kau bisa mungkir lagi tidak?"
Diiringi suara gelak tertawa yang amat menyeramkan,
sesosok bayangan manusia dengan cepat meluncur datang ke
hadapan mereka. Melihat munculnya dua orang tersebut air muka Yen Giok
Fang segera berubah hebat.
Kiranya orang yang baru saja munculkan dirinya itu bukan
lain adalah siluman berjubah merah Tolunpah adanya.
Cuma pada saat ini Tolunpah sama sekali tidak tahu kalau si
pengemis cilik tersebut bukan lain hasil penyaruan dari Tan
Kia-beng, oleh karena itu ia sama sekali tidak melirik
sekejappun ke arahnya. Diiringi suara tertawa seram ia sudah berkelebat dan
melayang turun dihadapan Yen Giok Fang, kemudian sambil
tertawa cabul ujarnya, "Kini, cuma ada dua jalan saja untuk
kau pilih. jalan yang pertama, ikutilah permintaan Hud-ya mu
dan puaskan napsuku, terhadap peristiwa yang terjadi malam
ini Hud ya pasti tak akan membocorkan kepada siapapun,
bahkan akan memberikan banyak kebaikan kebaikan serta
kepuasan kepuasan untukmu. Sedangkan jalan yang kedua....
aku rasa tentu kau tahu sendiri bukan?"
Terhadap sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng,
sejak dahulu Lhama ini sudah bermaksud tidak baik, cuma
saja dikarenakan suhu mereka kakak beradik paling sukar
dilayani bahkan hubungannya sangat kuat sekali dengan
Majikan Isana Kelabang Emas, maka ia tak berani bertindak
secara gegabah. Kini sesudah ia berhasil mencekal kesalahan gadis tersebut,
sifat jahat serta cabulnyapun segera ketahuan bahkan sekali
pentang mulut lantas mengutarakan maksud hatinya, hal ini
diam-diam membuat Yen Giok Fang merasakan hatinya
bergidik. Selangkah demi selangkah Tolunpah kembali mendesak
maju ke depan, sedang mulutnya tetap cengar cengir dengan
amat menyeramkan. Tadi sewaktu Yen Giok Fang melihat menghianatnya
terhadap Isana Kelabang Emas ketahuan orang lain, saking
terperanjatnya air mukapun sudah berubah pucat, nyali terasa
melayang dari dalam rongga dada.
Tetapi kini, setelah melihat lagak dari Tolunpah yang
mendesak ke arahnya dengan wajah penuh kecabulan dalam
hati jadi merasa amat gusar, ia lantas bulatkan tekad dan
membentak keras, "Jika kau berani maju satu langkah lagi,
nonamu segera akan cabut nyawa anjingmu!"
Pada saat ini napas panjang dari Tolunpah sudah berkobar
kobar sukar ditahan ia sama sekali tidak perduli terhadap
ancaman tersebut. Dengan sepasang mata yang terpentang lebar-lebar
memancarkan cahaya kemerah-merahan, perlahan-lahan ia
mendesak maju ke depan. Sepasang tangannya dibentangkan lebar-lebar sedang dari
tenggorokannya mengeluarkan suara tertawa aneh yang tidak
sedap didengar. "Plaaak! Plooook!" diiringi suara tamparan yang nyaring,
wajah jelek dari Tolunpah sudah kena diperseni sehingga
bengkak dan sembab merah. Hal ini membuat matanya jadi
berkunang kunang dan kepala terasa pening.
Jika kalau dibicarakan dari kepandaian silat yang
dimilikinya, tidak mungkin Yen Giok Fang bisa menghantam
dirinya dengan demikian mudah, tetapi berhubung pada waktu
itu ia sedang dipengaruhi oleh napsu dan hanya tertuju untuk
menyelesaikan maksudnya apalagi menganggap Yen Giok
Fang merupakan makanan yang paling lejat, maka sama sekali
dia tidak ambil persiapan.
Setelah terkena gaplokan, napsunya kontan saja lenyap tak
berbekas sedangkan hawa amarah segera memuncak.
"Lonte yang tidak tahu diri!" teriaknya gusar. "Hudya bermaksud baik untuk bantu dirimu, tidak disangka kau berani
benar mencari gara-gara dengan Hud-ya mu! kau jangan
salahkan kalau Hud-ya mu segera akan turun tangan merusak
perawanmu dengan kekerasan!"
Tangannya yang besar dan berbulu kontan digerakkan
untuk mencengkeram dadanya....
Pada saat ini dalam hati Yen Giok Fang sudah bulatkan
tekad, sambil membentak nyaring ia mencelat ke samping
sedang golok lengkungnya yang berwarna biru itupun segera
dicabut keluar. "Selama beberapa hari ini nonamu sudah bosan dengan bau
busukmu yang sangat memuakkan itu" bentaknya sambil
menuding Tolunpah.... "Malam ini jika bukan kau yang mati
tentu akulah yang hidup ayoh keledai gundul turun tanganlah
sekuat tenagamu, Nonamu tentu akan melayani dirimu"
"Heee.... heee.... heee.... kau jangan sombong dulu" seru
Tolunpah sambil tertawa seram. "Apakah tindakan Isana
Kelabang Emas terhadap orang yang berhianat rasanya tentu
kau sudah tahu bukan" kini Hud-ya mu sengaja hendak
membuka satu jalan hidup buat dirimu. siapa sangka kau lonte
busuk tidak tahu diri bahkan berani gaplok wajahku. Hmm!
kini kau jangan kira bisa lolos dari cengkeraman diriku, aku
akan tangkap kau untuk diserahkan kepada Majikan Isana
Kelabang Emas!" Terhadap soal ini sudah tentu Yen Giok Fang mengerti,
tetapi sejak semula ia sudah singkirkan persoalan mati hidup
dari pikirannya, karena itu setelah mendengar perkataan
tersebut ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau tidak usah bersikap kucing menangisi tikus, sekalipun
nonamu mati juga tak bakal suka menerima maksud baikmu,
sudah tidak usah banyak bicara lagi, lihat serangan!"
Cahaya biru berkelebat lewat, golok lengkungnya dengan
membentuk serentetan cahaya yang tajam segera membabat
ke arah depan. Mendadak.... Dari sisi kalangan menggulung datang satu pukulan
berhawa lembek yang langsung menggetarkan golok lengkung
tersebut ke samping diikuti tampak bayangan manusia
berkelebat lewat. Tahu-tahu Tan Kia-beng sudah berdiri diantara kedua orang
itu, kepada Yen Giok Fang ujarnya kemudian sambil
mengulapkan tangannya. "Nona, untuk sementara kau beristirahatlah, biar aku yang
melayani dirinya!" Badannya dengan cepat berputar. kepada Tolunpah yang
berdiri dihadapannya ia tertawa dingin.
Jadi maksud saudara hendak memaksa nona ini untuk
memenuhi permintaanmu itu?" tanyanya ketus.
"Urusan ini kau tidak perlu ikut campur" Bentak Tolunpah
sambil memicingkan Hud-ya mu sedang menjalankan
peraturan perguruan dari Isana Kelabang Emas, jika kau
masih tidak tahu diri dan tidak mau undurkan diri lagi dari sini,
Hmmm! mungkin kau sendiripun bakal sulit untuk meloloskan
diri dari cengkeramanku"
"Haaa.... haaa.... haaa....cuma sayang aku si pengemis cilik
sudah terbiasa dengan tulang-tulang kereku ini, kalau aku
ngotot tak mau mundur lalu kau hendak berbuat apa?" ejek
Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-bahak.
Tolunpah tertawa seram, telapak tangannya perlahan-lahan
diangkat ke atas siap-siap melancarkan satu pukulan dahsyat.
Walaupun terang-terangan Tan Kia-beng melihat kejadian
ini tetapi ia pura-pura tidak tahu, bahkan berdiri sambil
berpeluk tangan. Yen Giok Fang yang takut ia menderita rugi, buru-buru
berteriak memberi peringatan
"Tan heng, hati-hati terhadap serangan bokongan dari
keledai gundul ini...."
Baru saja teriaknya selesai dilancarkan keluar, Tolunpah
sudah membentak keras, sepasang telapak tangannya
bersama-sama didorong ke depan dengan sepenuh tenaga.
Karena ia merasa si pengemis cilik ini sudah mengacau
maksud hatinya, maka ia berusaha keras untuk menggunakan
kesempatan yang baik ini guna membinasakan dirinya.
Tampaklah segulung angin pukulan yang amat dahsyat
laksana ombak yang menggulung di tengah samudra dengan
cepat menerjang datang. hal ini membuat ujung pakaian dari
Tan Kia-beng berkibar kencang.
Tetapi sebelum angin pukulan tersebut bersarang ditubuh
lawan, mendadak terasalah sepasang matanya jadi kabur
tahu-tahu bayangan musuh sudah lenyap tak berbekas.
disusul suara bentrokan yang keras di atas tanah membuat
pasir serta kerikil beterbangan memenuhi angkasa.
Tolunpah yang berkeyakinan di dalam serangannya ini pasti
akan berhasil membinasakan pihak musuh siapa sangka
ternyata hanya mencapai pada sasaran yang kosong, hatinya
jadi amat terperanjat. Buru-buru badannya berputar kemudian mundur sembilan
depa ke arah belakang. Ketika ia menoleh ke belakang maka tampaklah entah sejak
kapan si pengemis cilik itu sudah ada dibelakang tubuhnya
sesuatu memandang ke arah dengan mulut tersungging satu
senyuman dingin. Kontan saja hatinya jadi cemas bercampur gusar, ia bersuit
pentang badannya sekali lagi menerjang maju ke depan
sambil mengirim tujuh delapan buah serangan berantai secara
serabutan. Di dalam sekejap mata Tan Kia-beng sudah tergulung di
dalam bayangan telapak yang berkelebat memenuhi seluruh
angkasa itu. Yen Giok Fang mengerti bila tenaga dalam yang dimiliki
hweesio ini amat sempurna wataknyapun amat ganas, Karena


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

takut Tan Kia-beng tak berhasil menangkap dirinya sehingga
ia berhasil lolos dan menimbulkan banyak kesulitan, maka
dengan cepat ia maju ke depan dan berdiri di pinggir
kalangan. "Tan-heng harap kau suka berhati-hati jangan sampai
membiarkan bajingan ini berhasil meloloskan diri" teriaknya
nyaring. Tan Kia-beng mengerti apa maksud dari perkataannya ini,
ia berharap dirinya bisa membinasakan silhama berjubah
merah ini sehingga rahasianya tidak sampai terbongkar.
Tak terasa lagi ia tertawa tergelak.
"Nona boleh berlega hati, bangsat hweesio ini tak bakal bisa
lolos dalam keadaan hidup"
Sembari berbicara secara diam-diam ia mulai mengerahkan
ilmu sakti Jie Khek Kun Yen Sian Thian Cin Khie nya, kemudian
diarah depan. Suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
memenuhi angkasa, tubuh Tolunpah bagaikan sebuah bola
besar menggelinding ke tengah udara kemudian roboh ke atas
tanah dengan amat keras. Kaki tangannya tampak menggeliat sejenak, akhirnya
menegang dan seketika itu juga menemui ajalnya.
Ilmu yang amat dahsyat ini kontan saja membuat Yen Giok
Fang jadi berdiri mematung disana, untuk beberapa saat
lamanya ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun
"Lihay.... sungguh amat lihay!" beberapa saat kemudian
gadis tersebut baru berseru sambil menepuk dada sendiri
"Eeei.... ilmu kepandaian macam apakah yang baru saja kau
gunakan" sungguh menakutkan sekali"
"Kau tidak perlu memuji diriku lagi" kata Tan Kia-beng
sambil tertawa tawar, "Kepandaian barusan bukan
dikarenakan kepandaian silat yang cayhe miliki terlalu lihay
tetapi sang Lhama ini sendiri yang sudah menggunakan
tenaga terlalu besar!"
Ia lantas membungkuk dan menyeret mayat Tolunpah yang
penuh berlepotan darah untuk dibuangnya ke dalam sebuah
gua batu setelah itu serunya kepada Yen Giok Fang.
"Mari sekarang juga kita berangkat, jika terlambat kita bakal
kecandang lagi!" Yen Giok Fang sendiripun merasa ia sudah keluar terlalu
dalam, tak kuasa lagi harinya merasa amat cemas.
"Celaka....! aku sudah keluar sangat lama sekali, jikalau
sampai diketahui oleh pihak mereka tentu enci ku lah
pertama-tama yang bakal menerima siksaan!" serunya penuh
rasa kuatir. Sembari berseru badannya laksana sebatang anak panah
yang terlepas dari busur meluncur ke arah depan.
Gadis ini sejak kecil dibesarkan di daerah Biauw yang
berpegunungan berlari di atas gunung serta tebing-tebing
yang curam sudah merupakan kepandaiannya yang
menunggal. Hanya di dalam sekejap mata ia sudah berhasil melewati
beberapa buah bukit serta tebing tebing yang curam, sewaktu
ia menoleh ke arah belakang maka tampaklah Tan Kia-beng
selama ini masih menguntil terus dibelakangnya dengan
tenang. Pada saat ini ia sudah merasa sangat lelah sehingga
keringat mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya,
nafaspun mulai memburu, tetapi sebaliknya pihak lawan masih
tetap tenang-tenang saja, hal ini menandakan bila kepandaian
pemuda tersebut benar-benar amat lihay sekali.
Tak terasa lagi dengan perasaan jengah ia menoleh dan
tersenyum, ujarnya dengan hati kurang enak, "Aku.... baru
saja berlari tidak seberapa jauh sudah kecapaian macam
begini, hal ini benar-benar mentertawakan sekali!"
"Nona! buat apa kau terlalu merendahkan diri?" seru Tan
Kia-beng serius. "Dengan ilmu meringankan tubuh yang nona
miliki pada saat ini boleh terhitung sebagai seorang jagoan
kelas wahid di dalam dunia persilatan. Tenaga dalampun
belum berhasil mencapai puncak kesempurnaan hal ini bukan
salahmu, watakmu berlalu masih terlalu pendek, dan asalkan
selanjutnya kau mau sungguh-sungguh berlatih, tidak susah
bagimu untuk memperoleh kemajuan"
Ia merandek sejenak, kemudian dengan nada kuatir ujarnya
kembali, "Jikalau perjalanan masih sangat jauh, cayhe rela
untuk keluarkan sedikit tenaga untuk menggandeng tangan
nona, entah bagaimana maksudmu?"
Sejak pertemuan dibekas kebun bangunan keluarga Cau
dalam hati Yen Giok Fang diam-diam sudah menaruh rasa
simpatik terhadap sang pemuda yang memiliki kepandaian
ilmu silat amat tinggi dan mempunyai nama amat terkenal di
dalam dunia kangouw ini. justru disebabkan rasa tertarik, ia
ada maksud mencari kesempatan untuk menjajaki kepandaian
silat yang dimiliki pihak lawan.
Kini mendengar Tan Kia-beng akan menggendeng
tangannya untuk bantu ia melakukan perjalanan, tak terasa
lagi dalam hati pikirnya, "Sampai suhuku sendiripun tidak
berani pentang mulut hendak melakukan perjalanan sambil
menyeret seseorang, aku ingin melihat kau hendak
menggunakan cara apa untuk menolong diriku?"
Setelah mengambil keputusan, ia lantas tertawa.
"Hingga sampai saat ini kita baru melakukan perjalanan
hanya sepertiganya saja aku sudah demikian dewasa rasanya
tidak enak kalau kau harus bantu menggandeng tanganku?"
Pada saat ini di dalam hati Tan Kia-beng hanya memikirkan
bisa cepat-cepat dia tiba dimarkas orang-orang Isana
Kelabang Emas, melihat gadis tersebut tidak menunjukkan
reaksi menolak, ia pun lantas tersenyum.
"Ayoh jalan! bukankah ada pihak ketiga yang melihat"
Kenapa harus malu?" Tangannya dengan cepat menyambar lengannya yang halus
kemudian membentak keras, "Ayo jalan!"
Badannya dengan lincah dan sebat meloncat ke tengah
udara meluncur sejauh lima kaki lebih melakukan perjalanan
melalui sebuah jalan gunung yang kecil.
Yen Giok Fang hanya merasakan badannya sangat enteng
dan seperti didorong oleh segulung kekuatan yang tak
berwujud untuk meluncur ke arah depan, telinganya cuma
mendengar deruan angin kencang berseliwaran di pinggir
telinga, pemandangan di kedua belah samping laksana kilat
menyambar ke arah belakang, hanya di dalam sekajap mata
mereka berdua sudah berada ratusan kaki jauhnya.
Kecepatannya pada saat ini bila dibandingkan dengan
larinya tadi walaupun sudah menggunakan sepenuh tenaga
hampir boleh dikata jauh lebih cepat satu kali lipat, tak terasa
lagi hatinya merasa terperanjat bercampur girang.
Diam-diam ia merasa beruntung karena berhasil
menemukan seseorang yang memiliki kepandaian ilmu silat
sedemikian lihaynya, rasanya tidak akan begitu sukar lagi
baginya untuk meloloskan diri dari mulut macan dan
memperoleh kemerdekaan kembali.
Karena kegirangan iapun tanpa terasa sudah menoleh ke
arah samping memandang wajah pemuda tersebut tajam
tajam. Kebetulan ketika itu Tan Kia-beng pun sedang menengok ke
arahnya, empat mata bertemu jadi satu.... ia merasa pihak
lawan masih tenang-tenang saja dan sama sekali tidak
kelihatan ngotot. bahkan mungkin pemuda ini belum
menggunakan seluruh tenaganya yang ada, hal ini membuat
hatinya semakin kagum lagi.
Dibawah petunjuk Yen Giok Fang, tidak selang beberapa
saat kemudian sampailah mereka disuatu tempat yang
dijadikan markas besar oleh orang-orang Isana Kelabang
Emas. Ternyata tempat itu merupakan sebuah kuil yang berdiri
dengan angker dan megahnya, kuil tersebut berdiri disebuah
lekukan tebing gunung yang jauh menjorok ke dalam oleh
karena itu jika tidak didekati sulit untuk menemukan bila di
tempat itupun terdapat sebuah kuil.
Baru saja mereka berdua tiba tidak jauh dari kuil tersebut,
Yen Giok Fang segera menahan larinya Tan Kia-beng lalu
berbisik dengan suara lirih, "Di sekeliling tempat ini terdapat penjagaan yang sangat ketat, sekali kurang berhati-hati paling
mudah diketahui jejaknya oleh mereka, jika sampai terjadi
demikian maka untuk menolong orang akan menemui
kesulitan, mari kau ikutilah diriku baik-baik"
Tan Kia-beng bungkam dalam seribu bahasa,
kedatangannya ini hari adalah hendak membantu gadis
tersebut menyelesaikan pekerjaannya, sudah tentu segala
tindak tanduk dan gerak geriknya harus mengikuti usulnya.
Sejak timbulnya peristiwa dengan Tolunpah tadi, pemuda
kita sudah benar-benar menaruh rasa kepercayaan terhadap
Sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng ini, oleh karena
itu ia menurut saja atas semua siasat yang sudah diatur.
Dibawah sorotan cahaya rembulan, tampaklah dua sosok
bayangan berwarna keabu abuan laksana kilat menyambar
dan berkelebat menuju keantara batu-batuan yang tersebar
meluas di sekeliling kuil.
Hanya di dalam sekejap mata mereka sudah berhasil
menyebrangi tembok pendek yang mengelilingi kuil tersebut,
kemudian meminjam bayangan gelap tumbuhan bambu mulai
bergerak ke depan dengan berhati-hati sekali.
Semakin lama mereka bergerak semakin mendekati sebuah
bangunan rumah yang pendek dan kecil dihadapannya, tidak
usah dijelaskan lagi kedua sosok bayangan manusia tersebut
bukan lain adalah Tan Kia-beng serta Yen Giok Fang adanya.
Mereka berdua bersembunyi dibalik tumbuhan beraneka
warna bunga yang tersebar meluas disana lalu dari tempat ini
mulai mengintai keadaan di sekeliling rumah kecil tersebut,
akhirnya mereka menemukan dibawah serambi bangunan
rumah itu tempat dua orang bu-su suku Biauw sedang
berbicara dan bergurau dengan suara yang lirih.
Perlahan-lahan Yen Giok Fang menyenggol badan Tan Kia-
beng lalu angkat kedua buah jarinya menuding kedua orang
bu su tersebut, setelah itu melakukan gerakan tangan
membabat ke arah bawah. Maksudnya ia suruh pemuda tersebut membinasakan dulu
kedua orang tersebut. Tan Kia-beng mengerti maksudnya, ia mengangguk
kemudian dengan gerakan badannya mendatar ia meluncur ke
arah depan langsung menubruk kedua orang Bu-su itu.
Gerakan badannya barusan cepat laksana sambaran petir,
menanti kedua orang Bu-su tersebut merasakan dirinya
diserang dan siap hendak berteriak, jalan darah mereka tahu-
tahu sudah kena tertotok.
Serangan yang baru saja dilancarkan ini cepat tiada
terhingga, walaupun Yen Giok Fang meloncat keluar hampir
pada saat yang bersamaan waktunya, tetapi menanti ia tiba di
atas serambi tersebut persoalan sudah diresmikan.
Tak terasa hatinya merasa semakin kagum lagi, ia merasa
nama besar dari pemuda yang berada dihadapannya betul-
betul bukan nama kosong belaka.
Diam-diam kedua orang itu menyeret badan kedua orang
Bu su tersebut untuk disembunyikan kesuatu tempat yang
tersembunyi setelah itu mendorong pintu berjalan masuk ke
dalam. Bangunan rumah kecil ini, pada mulanya digunakan sebagai
gudang penyimpan bahan makanan oleh para Toosu yang
menghuni di dalam kuil ini, tetapi sekarang oleh orang-orang
Isana Kelabang Emas telah digunakan sebagai tempat
tahanan. Dengan sepasang mata Tan Kia-beng yang tajam, sekali
pandang ia sudah menemukan bila dibalik ruangan yang gelap
secara samar-samar menggeletak dua sosok bayangan
manusia. Dengan cepat ia menarik tangan Yen Giok Fang untuk
diajak ikut masuk ke dalam, sedikitpun tidak salah kedua
orang tersebut bukan lain adalah Leng-tiong It-koay serta si
Hakim Pualam berwajah ketawa.
Hanya saja pada saat ini sepasang kaki serta tangan
mereka sudah dirantai dengan besi bahkan jalan darah
bisupun sudah kena tertotok.
Diam-diam Tan Kia-beng segera kerahkan tenaga dalamnya
untuk memutuskan rantai rantai tersebut, setelah itu bantu
pula membebaskan jalan darah yang kena tertotok.
Tetapi berhubung badan Leng-tiong It-koay berdua sudah
terlalu lama ditotok dan dirantai, sekalipun sudah dibebaskan
ia masih menggeletak tak berkutik.
"Tiong Loo cianpwee!" sapa Yen Giok Fang dengan suara
yang amat lirih. "Kau sudah bisa bergerak" aku adalah Yen
Giok Fang yang sengaja datang kemari bersama-sama
sijagoan pedang pembasmi bibit iblis Tan Sauw hiap untuk
menolong dirimu!" Bagaimanapun juga mereka berdua adalah jago-jago kosen
dari dunia persilatan, setelah melemaskan otot-ototnya yang
kaku sebentar saja sudah dapat bergerak kembali.
Terdengar Leng-tiong It-koay mendengus dingin.
"Hmmm! terima kasih atas bantuan dari nona. Loolap
percaya masih bisa mempertahankan diri sendiri.
"Bangat kejam yang tidak tahu diri!" maki si Hakim Pualam
berwajah ketawa pula sambil bangun berdiri, "Ternyata
mereka telah menggunakan tindakan yang sedemikian
rendahnya untuk menghadapi kami berdua.... Hmmm! asalkan
aku orang she Cu masih bisa bernapas, aku bersumpah akan
membalas dendam sakit hati ini"
"Jangan keburu menuntut perhitungan!" buru-buru cegah
Yen Giok Fang. "Sekarang lebih baik kita berusaha untuk
meloloskan diri dulu dari mara bahaya, setelah itu perhitungan
ini baru kita tuntut kembali secara perlahan-lahan"
Pada waktu itu Tan Kia-beng pun sudah buka suara,
"Menggunakan kesempatan sewaktu mereka belum
menemukan keadaan ini, lebih baik kita buru-buru mundur
dari sini...." Sehabis berkata pertama tama ia malayang keluar dulu dari
dalam ruangan tersebut. walaupun kuil kuno ini bukan merupakan tempat penting
dari pihak Isana Kelabang Emas, tetapi sebagian besar
kekuatan mereka sudah dialihkan ke atas gunung Ui san, oleh
karena itu kewaspadaan mereka sama sekali tak dikendorkan
sedikitpun. Tidak lama setelah Tan Kia-beng menotok rubuh kedua


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang Bu-su suku Biauw itu mereka sudah ditemukan oleh dua
orang bu-su lainnya yang sedang melakukan perondaan,
kemudian dengan cepat melaporkan kejadian ini kepada para
jago-jago lihay yang berkumpul di dalam ruangan besar.
Sebaliknya Tan Kia-beng sekalian sama sekali masih tidak
tahu kalau di sekeliling ruangan tersebut sudah dikelilingi oleh
jago-jago lihay pihak musuh.
Sewaktu Tan Kia-beng menerjang keluar dari ruangan
itulah, di sekeliling ruangan sudah menani berpuluh-puluh
orang jago yang segera melancarkan serangan serangan
gencar dengan senjata rahasianya.
Cahay keemas-emasan seketika itu juga beterbangan
memenuhi angkasa dan menyilauka mata setiap orang....
Sekali pandang Tan Kia-beng sudah mengenali kembali
kalau cahaya emas tersebut bukan lain adalah senjata rahasia
yang paling beracun dari pihak Isana Kelabang Emas, Pek Cu
Kiam Wu Ciam. "Saudara-saudara, hati-hatilah" bentaknya keras. "Awas terhadap serangan senjata rahasia Pek Cu Kiem Wu Yen Wie
Ciam!" Telapak tangannya dengan cepat membalik mengirim satu
pukul angin taupan yang maha dahsyat menggetarkan seluruh
jarum lembut laksana rambut tersebut sehingga terpental dan
bermuncratan keempat penjuru.
Yen Giok Fang serta Leng-tiong It-koay sekalian yang juga
pernah jadi orang-orang Isana Kelabang Emas sudah jauh
lebih mengerti keadaan disana, tidak perlu diperingati lagi oleh
Tan Kia-beng mereka sudah mengirim angin-angin pukulan
yang gencar menahan datangnya serangan senjata rahasia
tersebut kemudian menerjang keluar dari dalam ruangan.
Ketika itu empat penjuru sudah diramaikan dengan suara
bentakan-bentakan keras....
Dengan sikap yang amat tenang Tan Kia-beng melirik
sekejap keempat penjuru, lalu serunya dengan nada berat,
"Saudara saudara sekalian terjanglah terus keluar, aku rasa
anjing-anjing Isana Kelabang Emas yang tidak becus ini tak
bakal bisa mengapa apakan diriku"
Ketika itu senyuman di atas ujung bibir si Hakim Pualam
berwajah ketawa sudah lenyap tak berbekas, tangannya pada
saat ini sudah mencekal senjata pencabut nyawa, ia
membentak keras kemudian menerjang keluar dari balik
tembok. Leng-tiong It-koay pun dengan rambut pada berdiri saking
marahnya ikut meloncat keluar mengikuti dari belakangnya.
"Aduuuh celaka!" mendadak Yen Giok Fang menjerit kaget.
"Aku sudah lupa memberi tahu enciku!"
"Hiii.... hiii.... hiii.... kau boleh berlega hati" Mendadak dari tempat kegelapan berkumandang datang suara tertawa
cekikikan. "Enci mu tak bakal menemui kerugian ditangan
mereka!" Sreeet! sesosok bayangan manusia yang kecil langsing
sudah meluncur datang dari balik pepohonan.
Melihat kejadian itu Yen Giok Fang jadi kegirangan, serunya
manja, "Enci, bagaimana kau bisa tahu kalau kami telah tiba?"
"Saat ini tiada banyak waktu untuk berbicara, mari kita
cepat terjang keluar dari sini menggunakan kesempatan
sebelum mereka berkumpul," seru Yen Giok Kiauw sambil
menggetarkan angkin merahnya.
Mendadak.... Dari balik tempat kegelapan kembali berkumandang datang
suara bentakan berat dari seseorang tua.
"Hmm! Di kolong langit tidak bakal ada urusan yang
sedemikian mudahnya!!!"
Sesosok bayangan manusia dengan cepat melayang datang,
lalu sambil menuding ke arah sepasang Gadis cantik dari
daerah Biauw-leng bentaknya gusar, "Budak lonte yang tidak
tahu diri! Kalian benar-benar bernyali berani bersekongkol
dengan pihak orang luar untuk menghianati pihak Istana kami,
apakah kalian tak takut dengan siksaan digigit seratus semut
serta lima tangan perogoh nyawa?"
Tan Kia-beng mengenali kembali kalau si orang tua tersebut
bukan lain adalah Sam Biauw Ci Sin salah seorang pelindung
Hukum dari pihak Isana Kelabang Emas.
Karena takut kedua orang kakak beradik itu menemui
bencana, mendadak ia meloncat maju ke depan.
"Nona! kalian cepat-cepatlah berlalu. di tempat ini
biarkanlah aku yang hadapi"
Pada waktu itu Sam Biauw Ci SIn tak dapat mengenali lagi
jika si pengemis cilik yang berada dihadapannya bukan lain
adalah Tan Kia-beng, mendengar perkataan tersebut sepasang
matanya kontan mendelik dan memancarkan cahay kehijau-
hijauan. "Heee.... heee.... heee.... bangsat cilik pengemis kere! kau
lagi bermimpi" teriaknya sambil tertawa seram. "Barang siapa yang berani menari setori dengan orang-orang Isana Kelabang
Emas selamanya tidak pernah lolos dari sini dalam keadaan
hidup hidup" "Haaa.... haaa.... haaa.... jangan dikata sebuah kuil kecil
yang sudah bobrok, sekalipun Isana Kelabang Emas yang ada
di gurun pasir siauw-ya tetap bisa masuk keluar sesuka hati"
ejek Tan Kia-beng tertawa tergelak.
Mendengar perkataan tersebut dalam hati Sam Biauw Ci Sin
merasa amat terperanjat, diam-diam pikirnya, "Siapakah si
pengemis cilik ini" Jika dilihat dari sikapnya yang gagak dan
matanya memancarkan cahaya tajam, ia pasti seorang jagoan
yang mempunyai asal usul terkenal. Kalau tidak iapun tak
bakal berani mencari gara gara dengan kami orang-orang
Isana Kelabang Emas."
Sewaktu ia sedang berpikir dengan perasaan ragu ragu,
sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng bersama-sama
sudah meloncat keluar dari balik tembok pekarangan
"Budak bangsat, kalian masih ingin lari?" bentak Sam Biauw
Ci Sin dengan teramat gusar.
Telapak tangannya dengan cepat dibabat dari tempat
kejauhan, seketika itu juga segulung angin pukulan yang
maha dahsyat serasa angin puyuh menghantam badan
sepasang kakak beradik itu.
"Heee.... heee.... heee.... aku rasa dengan mengandalkan
kepandaian silatmu yang sangat jitu masih belum sanggup
untuk menahan mereka disini" ejek Tan Kia-beng sambil
tertawa dingin. Telapak tangannya perlahan-lahan diayunkan ke depan
segulung hawa pukulan yang amat dingin dengan cepat
meluncut dari samping mencegah datangnya angin pukulan
pihak musuh. Sewaktu angin pukulan yang maha dahsyat itu terbentur
dengan hawa pukulan dingin dari pemuda kita, kontan
kekuatannya lenyap tak berbekas.
Melihat kejadian ini Sam Biauw Ci Sin jadi terperanjat, ia
sama sekali tidak menduga kalau seorang pengemis cilik yang
tidak pernah didengar memang bisa memiliki tenaga lweekang
yang demikian dahsyatnya.
Dalam hati ia lantas merasa bahwa peristiwa malam tidak
mudah untuk dibereskan tetapi pada saat ini di dalam kuil
hanya tinggal dia seorang saja yang memiliki kepandaian silat
paling tinggi, mau tidak mau ia harus juga keraskan kepala
menerjang ke luar. Diam-diam hawa murninya lantas disalurkan keseluruh
tangan siap-siap melancarkan serangan.
"Heee heee heee.... tidak kusangka kaupun masih
mempunyai beberapa jurus yang bisa diandalkan. Tidak nyana
loohu sudah salah melihat!" serunya sambil tertawa seram.
Ketika itu dibalik tembok pekarangan sudah berlangsung
suatu pertarungan yang amat sengit, suara bentakan
bentakan keras serta jeritan jeritan ngeri yang menyayatkan
hati bergema memecahkan kesunyian di tengah malam
buta.... Tan Kia-beng sama sekali tidak mengetahui jika di dalam
kuil pada saat ini cuma tinggal Sam Biauw Ci Sin seorang yang
memiliki kepandaian tinggi, karena dalam hati menaruh rasa
kuatir terhadap keselamatan dari Leng-tiong It-koay sekalian,
ia tidak suka banyak ribut lagi disana.
Mendadak pemuda itu tertawa panjang.
"Sukma gentayangan yang suka lolos dari telapak
tanganku, siauw-ya mu tiada waktu untuk banyak ribut lagi
dengan dirimu, selamat tinggal!"
Baru saja perkataan terakhir diutarakan keluar badannya
sudah melayang keluar saja dari balik tembok pekarangan.
Sewaktu ia melayang turun dibagian sebelah depan,
tampaklah si Hakim Pualam berwajah ketawa serta Leng-tiong
It-koay sekalian sedang melangsungkan suatu pertarungan
mati-matian melawan jago-jago kangouw berbaju hitam.
Walaupun orang-orang ini hanyalah jago kelas tiga serta
kelas empat dari pihak Isana Kelabang Emas, tetapi
berhubung jumlah mereka begitu banyak ditambah pula jalan
darah Leng-tiong It-koay barusan saja dibebaskan sehingga
peredaran darahnya kurang lancar, maka mereka mulai
kedesak dibawah angin. Kedatangan Tan Kia-beng ke tempat itu tidak lain hanyalah
ingin menolong orang saja, dihatinya sama sekali tiada
maksud untuk melukai pihak musuh.
Sewaktu ia siap-siap maju ke depan untuk membantu
mereka meloloskan diri dari kepungan, mendadak....
Sesosok bayangan manusia meluncur datang dari balik
hutan, gerakannya kelihatan sangat lambat padahal
kecepatannya melebihi sambaran petir, hanya di dalam
sekejap mata ia sudah meluncur masuk ke dalam kalangan
diikuti suara jeritan ngeri dari si Hakim pualam berwajah
ketawa. Badannya bagaikan sebuah bola lempar mencelat ke tengah
udara setinggi dua kaki lebih kemudian jatuh kembali ke atas
tanah dengan menimbulkan suara yang amat keras.
Seketika itu juga dari tujuh buah lubangnya mengucur
keluar darah segar, ternyata hanya di dalam satu jurus saja ia
sudah kena dibinasakan oleh serangan orang tersebut.
Belum sampai kejadian pertama berlalu kembali suara
dengusan berat berkumandang keluar. Tubuh Leng-tiong It-
koay dengan sempoyongan mundur delapan depa ke arah
belakang, agaknyapun ia sudah menderita luka dalam yang
sangat parah. Tan Kia-beng yang kedatangannya rada terlambat satu
langkah sehingga membuat orang yang ditolong satu binasa
dan satu terluka, dalam hati merasa cemas bercampur gusar.
Ia membentak keras kemudian langsung menerjang ke arah
orang itu. Tetapi orang tersebut ketika itu sudah berputar arah dan
melayang kehadapan sepasang gadis cantik dari daerah
Biauw-leng. Bersamaan waktunya pula ada beberapa orang jagoan
kangouw berbaju hitam yang menubruk ke arah Leng-tiong It-
koay menggunakan kesempatan sewaktu ia sedang menderita
luka parah. Setelah menimbang berat entengnya suasana, akhirnya
memutuskan untuk menolong Leng-tiong It-koay terlebih dulu.
Ujung kakinya dengan cepat menjejak tanah kemudian
bagaikan gulungan angin puyuh melayang kesisi tubuh Leng-
tiong It-koay. Telapak tangannya bersama-sama didorong di depan
melancarkan satu pukulan lwekang yang maha dahsyat.
Begitu angin pukulan tersebut mengenai tubuh orang-orang
berbaju hitam itu, kontan saja sudah jeritan ngeri bergema
memenuhi angkasa. laksana peluruh saja mereka mencelat
balik ke arah belakang. Tan Kia-beng yang berhasil mengundurkan serangan musuh
di dalam satu jurus, tangan lainnya dengan cepat
membimbing bangun tubuh Leng-tiong It-koay.
"Bagaimana dengan lukamu?" tanyanya kuatir.
Kembali Leng-tiong It-koay muntahkan darah segar,
mendadak ia bungkukkan badan dan menghela nafas
panjang.... "Loolap tak bisa mempertahankan diri lagi, harap Siauwhiap
suka cepat-cepat pergi menolong Biauw-leng Siang-ciauw!"
Dalam hati Tan Kia-beng pun mengerti bila sepasang gadis
cantik dari daerah Biauw-leng bukan tandingan dari orang
tersebut. tetapi iapun tak dapat meninggalkan Leng-tiong It-
koay begitu saja. Sewaktu ia sedang bediri dengan kebingungan itulah, orang
tersebut telah tiba dihadapan Biauw-leng Siang-ciauw.
"Budak rendah! kalian benar-benar bernyali dan
bersekongkol dengan orang luar untuk menghianati istana
kami. Hmm dosa kalian tak dapat diampuni lagi" bentaknya
keras. "Sekarang kalian ingin ambil tindakan sendiri ataukah
hendak menunggu aku yang turun tangan?"
Sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng yang terkenal
berwatak keras setelah bertemu dengan orang itu, ternyata air
mukanya sudah berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat,
badannya gemetar kepalanya tertunduk rendah-rendah. tak
sepatah katapun bisa diutarakan keluar.
Sewaktu mereka sedang mengadakan tanya jawab itulah
Tan Kia-beng berhasil melihat jelas kalau orang itu bukan lain
adalah seorang sastrawan berkerudung hijau yang menutupi
hampir seluruh wajahnya, tak terasa lagi hatinya rada
bergerak. "Dialah Majikan Isana Kelabang Emas?" diam-diam pikirnya
dalam hati. Si sastrawan berkerudung yang melihat sepasang gadis
cantik dari daerah Biauw-leng hanya tundukkan kepala saja
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kembali tertawa dingin
dengan nada yang menyeramkan.
"Heee heee.... memandang di atas wajah suhu kalian, aku
kasih satu kekecualian buat kalian dan memberikan sebuah
mayat yang utuh buat kamu berdua."
Ujung jubahnya perlahan-lahan dikebutkan ke depan,
kelihatannya sepasang gadis cantik dari daerah Biauw segera
akan terluka di bawah serangan sastrawan tersebut....
Mendadak.... Dari balik hutan berkumandang datang suara tertawa dingin
yang tidak kalah seramnya, bahkan suara ini kedengarannya
mirip dengan jeritan kuntilanak.
"Heee.... heee.... heee.... tidak kusangka kau masih teringat
dengan diriku, tetapi walaupun anak muridku tidak becus,
selamanya aku paling tidak suka orang lain ikut serta
mencampuri persoalan tersebut."


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar suara ujung baju tersampok angin, dari balik
hutan muncullah seorang nenek tua yang rambutnya sudah
beruban semua, begitu badannya menerjang datang telapak
tangannyapun mengirim satu pukulan memunahkan
datangnya angin pukulan dari si sastrawan berkerudung itu.
"Hmmm, kalian dua orang manusia yang tidak berguna
masih tidak menggelinding pergi juga dari sini, apakah kalian
sedang menantikan saat kematian?" bentaknya keras.
Ketika kedua gulung angin pukulan tersebut bertemu di
tengah udara seketika itu juga di tengah kalangan terjadi
suara ledakan yang memekikkan telinga....
Di tengah kibaran ujung baju yang amat keras, dengan
mengikuti arah angin tersebut kembali si nenek tua itu
melayang pergi kemudian lenyap dibalik hutan.
Sejak munculkan diri menolong orang kemudian melayang
pergi lagi dari sana tidak lebih hanya menghabiskan waktu
amat singkat, bahkan gerakannya cepat bukan alang
kepalang. Hal ini membuat Tan Kia-beng merasa sangat terperanjat!
Si sastrawan berkerudung itu sama sekali tidak
mengadakan pengejaran, ia hanya tertawa dingin dengan
suara yang amat menyeramkan.
"Sudah beberapa tahun tidak bertemu ternyata kepandaian
ilmu silatmu benar-benar sudah memperoleh kemajuan yang
amat pesat. "Hmmm! sekarang aku tiada maksud untuk bikin
perhitungan dengan dirimu, lain kali kita bicarakan lagi
persoalan ini." Selesai berkata badannya dengan cepat melayang maju ke
depan, hanya di dalam sekejap mata telah berada dihadapan
Tan Kia-beng "Heee.... heee.... kau si pengemis cilik anak murid dari
siapa di dalam perkumpulan Kay-pang?" tegurnya dingin,
"Berani benar kau mendatangi tempat ini untuk mencari
keonaran dengan orang-orang Isana Kelabang Emas, nyalimu
betul-betul tidak kecil."
Tan Kia-beng yang dikarenakan kuatir atas keselamatan diri
si gadis cantik dari daerah Biauw-leng maka hingga saat itu ia
sama sekali tidak meninggalkan semenanti munculnya si
nenek tua berbaju hitam itu iapun kena terhisap perhatiannya
oleh kedahsyatan ilmu silatnya, oleh karena itu untuk
beberapa saat ia sudah melupakan keadaan disekitarnya yang
sangat berbahaya. Menanti sang sastrawan berkerudung tersebut telah tiba
dihadapannya, ia baru merasa menyesal karena sudah
bertindak terlalu gegabah, jikalau di tempat itu cuma dia
seorang saja sudah tentu tak akan takut terhadap segala
macam kejadian. Tetapi kini disisinya masih ada Leng-tiong It-koay yang
menderita luka parah setelah bertemu dengan musuh
tangguh, ini berarti pula ia harus buang tenaga dan pecahkan
perhatian untuk menjaga keselamatannya.
Tetapi urusan sudah berlangsung jadi begini, menyesalpun
tiada guna karena itu ia lantas tertawa panjang.
"Haa haaa haaa.... siapakah aku si pengemis cilik rasanya
tiada pentingnya untuk diberitahukan kepadamu, aku cuma
ingin bertanya benarkah kau adalah Majikan Isana Kelabang
Emas?" Si sastrawan berkerudung itu sama sekali tidak menjawab,
ia hanya menggunakan sepasang matanya yang memancarkan
cahaya tajam untuk memperhatikan diri pemuda tersebut dari
atas sampai ke bawah. Kebetulan sekali ketika itu Sam Biau Ci Sin berada
dibelakang tubuhnya, dengan cepat ia menoleh lalu bertanya,
"Tahukah kau asal usul dari si pengemis cilik ini?"
"Loohu tidak berhasil mengenalnya!?"
"Sudah dicoba kepandaian silatnya?"
"Belum, cuma kelihatannya ia rada sedikit punya
pegangan." Mendadak sang sastrawan berkerudung itu mendongakkan
kepalanya tertawa panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau sudah masuk ke dalam
tungku berapi kenapa sekalian tidak dibuat keras bagaikan
baja" biarlah sekarang juga aku paksa dia untuk unjukkan
diri." Mendadak badannya bergerak maju ke depan, tangannya
laksana sambaran petir meluncur ke depan mencengkeram
pergelangan tangan dari Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang melihat sikap serta tindak tanduknya
penuh dengan nada memerintah lantas menduga kalau dia
bukan Majikan Isana Kelabang Emas sudah tentu orang
penting di dalam Isana Kelabang Emas karena itu secara
diam-diam ia mulai mengadakan persiapan.
Melihat ia melancarkan serangan mendadak ke arah
pergelangan tangannya, dengan cepat tangannya berputar
tangan kirinya laksana kilat menutup diri rapat rapat sedang
tangan kanannya meminjam kesempatan itu menerobos keluar
menghantam jalan darah "Cian Cing Hiat" di atas pundak
kanannya. Si sastrawan berkerudung itu mendengus dingin,
serangannya yang sudah ada di tengah jalan mendadak
dirubah menjadi serangan kepalan, lalu berubah pula dari
mencengkeram menjadi sentilan.
Lima gulung hawa pukulan yang maha dahsyat kontan
menerobos ke depan mengancam jalan darah "Ci Ti Hiat" pada lengan kiri Tan Kia-beng, sedang pundak kanannya mendadak
menekan ke bawah. kakinya menginjak kedudukan Ci Wu
melayang kesebelah kiri badan pemuda tersebut.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga ia bisa berubah
jurus dengan begitu cepatnya. dalam hati merasa rada
berdesir. Kakiya dengan cepat meluncur mundur sejauh lima depa ke
belakang untuk meloloskan diri dari serangan gencar tersebut,
siapa sangka belum sempat ia berdiri tegak tubuh dari si
sastrawan berkerudung itu bagaikan bayangan setan sudah
menguntil datang. Telapak tangannya bersama-sama ditekan ke arah depan,
sedang mulutnya memperdengarkan suara tertawa dingin
yang tidak sedap didengar.
"Hee.... hee.... hee.... bagaimana kalau coba-coba dulu
seranganku ini?" Tan Kia-beng yang terlalu pandang rendah pihak musuh
segera membuat dirinya terpelosok ke dalam kurungan
serangan pihak lawan, ia merasa datangnya pukulan barusan
ini seperti kosong padahal mengancam seluruh jalan darah
penting dalam tubuhnya dan mengurung seluruh badannya di
bawah kurungan angin pukulan yang sangat menderu deru.
Bukan begitu saja iapun merasakan telapak tangan yang
lain dari pihak lawan sudah bersiap sedia setiap saat
melancarkan hantaman, perduli ia hendak menyingkir
kemanapun tentu akan terpukul oleh serangan tersebut.
Boleh dikata jalan mundur buat dirinya sudah tertutup sama
sekali. Melihat sikap pihak lawan yang menganggap serangan ini
tentu mencapai hasil, tak terasa lagi alisnya dikerutkan.
Mendadak telapak tangannya dibalik lalu didorong ke arah
depan. "Hee.... hee.... hee.... sepuluh jurus pun tidak mengapa"
serunya sambil tertawa dingin.
Terdengar suara bentrokan keras berkumandang memenuhi
angkasa, kedua gulung angin pukulan tersebut masing-masing
sudah terbentur satu sama lainnya membuat mereka berdua
sama-sama merasakan hatinya tergetar sangat keras.
Dengan cepat bagaikan sambaran kilat mereka berpisah,
tetapi dihati masing-masing pun sudah mempunyai
perhitungan sendiri. Di dalam bentrokan keras lawan keras itulah, masing-
masing merasa telah menemukan musuh tangguh yang belum
pernah dijumpai selama ini, oleh karena itu masing-maisng
pihak sama-sama tidak berani turun tangan secara gegabah.
Di dalam pandangan Tan Kia-beng, ia merasa terperanjat
karena kedahsyatan dari kepandaian silat yang dimiliki pihak
lawan, agaknya tidak berada dibawah dirinya.
Sebaliknya rasa kaget di hati sastrawan berkerudung itu
jauh melebihi Tan Kia-beng.
Menurut berita yang ia dapat sampai sekarang, walaupun ia
tahu di kolong langit ada seorang pemuda bernama Tan Kia-
beng yang merupakan satu satunya musuh tangguh dari pihak
Isana Kelabang Emas pada saat ini, tetapi ia sama sekali tidak
menduga kalau dari pihak Kay-pang pun memiliki seseorang
jagoan yang sedemikian lihaynya, karena itu dalam hatinya
merasa sedemikian terperanjatnya.
Napsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya, ia
tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... tidak kusangka kau pun
merupakan seorang jagoan yang tidak suka menonjolkan diri,
hal ini membuat kami dari pihak Isana Kelabang Emas merasa
menyambut kurang hormat terhadap dirimu...."
"Haaa.... haaa.... haa.... terima kasih terima kasih....
kenapa pada saat ini saudara tidak suka unjukkan diri dengan
memperlihatkan wajahmu yang asli?"
Ketika itulah mendadak dari samping telinganya
berkumandang datang serentetan suara pembicaraan manusia
yang amat kecil seperti bisikan semut serta lalat, "Bocah cilik, jangan terlalu lama berdiam disana, lebih baik cepat-cepatlah
berlalu isi perut dari Leng-tiong It-koay sudah bergeser, jikalau
tidak cepat ditolong mungkin nyawanya sukar dipertahankan
lagi. orang ini akan mendatangkan kegunaan yang amat besar
bagi dirimu." Nada suara orang itu sangat dikenal olehnya karena dia
bukan lain adalah orang yang berulang kali menolong dirinya.
Diam-diam ia melirik sekejap ke arah Leng-tiong It-koay,
sedikitpun tidak salah air mukanya pada saat ini sudah
berubah hebat. Pikirannya dengan cepat berputar. mendadak ia meloncat
kesisi tubuh Leng-tiong It-koay kemudian membopongnya ke
atas punggung setelah itu laksana sambaran kilat meluncur
keluar dari hutan. Si sastrawan berkerudung yang melihat dia melarikan diri,
tak terasa lagi sudah tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... ingin melarikan diri" aku rasa tidak akan
segampang itu!" Di tengah berkelebatnya bayangan biru laksana anak panah
yang terlepas dari busur ia menubruk datang dari tengah
udara. Sewaktu badannya masih ada di tengah udara, ujung
bajunya mendadak dikebutkan ke arah bawah. Segulung hawa
pukulan berwarna hijau yang amat tebal bagaikan selapis
kabut mengurung seluruh tubuh pemuda tersebut.
Tan Kia-beng yang harus menggendong beban seseorang di
atas punggungnya tentu gerakannya tidak segesit keadaan
biasa, sewaktu dirasakan adanya segulung hawa tekanan
menyesak pernapasan membokong punggungnya dengan
cepat ia putar kepala sekejap ke arah belakang.
Seketika itu juga ia menemukan kalau seangkasa sudah
tertutup oleh selapis hawa kabut berwarna hijau dan sedang
menerjang ke arah badannya, tak terasalah hatinya merasa
sangat terperanjat. JILID: 15 "Hong Mong Cie Khie?" serunya tak tertahan.
Hawa murninya buru-buru disalurkan keluar dari pusar
mengelilingi seluruh tubuh, hawa lweekang Jie Khek Kun Yen
Cian Kie pun segera dipersiapkan di sepasang telapak tangan
siap-siap dikirim keluar.
Mendadak.... "Jangan gegabah, biar pinto yang menahan datangnya
serangan tersebut...." dari balik hutan tiba-tiba muncul Ui
Liong Tootiang yang dengan cepat meluncur datang.
Ujung jubahnya dengan cepat dilamparkan ke depan,
segulung hawa pukulan tak berwujud dengan cepat
menggulung datangnya kabut warna hijau itu.
Walaupun tenaga dalam dari Ui Liong Tootiang amat
sempurna, tetapi mana dia sanggup untuk menahan
datangnya angin pukulan dari aliran Sian Bun Sian Thian Cin
Khie tersebut" Sewaktu kedua gulung angin pukulan itu hendak terbentur
satu sama lainnya mendadak dari balik hutan kembali
menggulung datang sebuah pukulan berhawa lunak yang
buatan Toosu tersebut menerima datangnya gulungan kabut
hijau tersebut. "Braaak....!" di tengah suara bentrokan yang amat kersa,
hawa tekanan dari kabut warna hijau itupun kontan
dipunahkan lenyap tak berbekas.
Tetapi, walaupun demikian tidak urung Ui Liong Tootiang
merasakan hatinya tergetar keras juga, diam-diam ia merasa
amat terperanjat. Pada saat yang bersamaan si sastrawan berkerudung itupun
sudah melayang turun ke atas tanah, ia tidak mengerti kalau
dibalik kejadian ini masih ada orang lain yang turun tangan
membantu, di dalam anggapannya angin pukulan kabut
hijaunya sudah dipunahkan oleh sang toosu tua yang berada
di hadapannya pada saat ini.
Dalam hati diam-diam ia merasa sangat terperanjat, sambil
melototi Ui Liong Tootiang tajam-tajam, tegurnya, "Siapakah
saudara?" "Pinto adalah Ui Liong-ci. Saudara sungguh dahsyat benar
ilmu pukulan Hong Mong Ci Khiemu itu!"
Perkataan ini seketika itu juga membuat si sastrawan
berkerudung tersebut kembali merasa sangat terperanjat, ia
tidak menyangka pihak lawan bukan saja berhasil
memunahkan angin pukulan "Hong Mong Ci Khie"nya bahkan
mengenali pula kepandaiannya tersebut, hal ini jelas
menunjukkan bila kepandaian silatnya sudah mencapai puncak
kesempurnaan. Tetapi dasar sifatnya yang licik, dan banyak akal, kendati
dalam hati masih belum berhasil mengetahui hebat tidaknya
kepandaian pihak lawan, tetapi ia tidak ingin pula turun
tangan mencoba-coba. "Oouw.... kiranya saudara adalah Ui Liong Tootiang yang
telah memperoleh kitab pusaka 'Sian Tok Poo Liok', selamat
bertemu, selamat bertemu!" serunya sambil tertawa tawar.
"Setelah bertemu muka dengan dirimu biarkanlah aku sudahi


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai disini dulu peristiwa ini malam ini, kita bertemu
kembali pada pertemuan puncak para jago digunung Ui-san,
bulan delapan tanggal lima belas yang akan datang!"
Sehabis berkata ia lantas menjura kemudian putar badan
mengundurkan diri dari tempat itu.
- - Ui Liong Tootiang mengerti bila si sastrawan berkerudung
itu dibuat mundur karena terperanjat atas kedahsyatan angin
pukulan berhawa lunak tersebut, mengambil kesempatan itu
iapun putar haluan mengikuti tiupan angin.
"Saudara suka memandang tinggi Pinto, dalam hati aku
merasa amat berterima kasih!"
Suatu badai yang bakal berlangsung dengan demikian sirap
kembali, dengan air muka serius Ui Liong-ci lantas mengajak
Tan Kia-beng berdua untuk meninggalkan tempat itu.
Tan Kia-beng sambil menggendong Leng-tiong It-koay
dengan mengikuti Ui Liong Tootiang segera berlalu dari kuil
orang-orang Isana Kelabang Emas dan berhenti disebuah
hutan sunyi yang rada tersembunyi.
Ketika itulah dengan wajah serius Ui Liong-ci menghela
nafas panjang. "Heei.... apabila malam ini tak ada orang yang sudah turun
tangan secara diam-diam, entah bagaimanakah akibat dari
pertarungan tersebut...."
"Hmmm! Walaupun tenaga pukulan dari si sastrawan
berkerudung itu sudah berhasil mencapai kesempurnaan
tujuh, delapan bagian, tetapi boanpwee percaya masih bisa
menandinginya, supek kenapa harus turunkan pamor sendiri?"
kata Tan Kia-beng rada kurang puas.
Perlahan-lahan Ui Liong Tootiang menggeleng lalu
menghela napas panjang. "Heee.... walaupun tenaga murni Jie Khek Kun Yen Cin Thie
mu itu juga termasuk kepandaian tingkat tertinggi dari
golongan Sian Bun, tetapi belum berhasil mencapai
kesempurnaan seperti apa yang berhasil ia miliki kemungkinan
sekali kau masih bukan tandingannya. Heee.... hanya seorang
jagoan dari Isana Kelabang Emas saja sudah memiliki
kepandaian silat yang sedemikian dahsyatnya, bagaimana pula
dengan kepandaian yang dimiliki Majikan mereka?"
Setelah mendengar perkataan dari Ui Liong Tootiang ini,
kepercayaan pada diri sendiri yang terkandung dalam hati Tan
Kia-beng pun hampir-hampir saja goyah....
Padahal apa yang dilihat oleh Ui Liong-ci tidak lebih
hanyalah kelihayan dari ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Cin Khi
pada mulanya, sejak ia kena racun tempo dulu sehingga pil
pusaka dari ular seribu tahunnya pecah maka tenaga dalam
yang dimiliki Tan Kia-beng pada saat ini betul-betul sudah
memperoleh kemajuan yang luar biasa pesatnya hanya saja ia
sendiripun tidak merusak akan hal ini.
Ui Liong Tootiang adalah orang yang paling dihormati
olehnya, kini perkataan tersebut diucapkan olehnya, hal ini
sudah tentu membuat pemuda itu percaya penuh.
Setelah saling bertukar pandangan sejenak mendadak Ui
Liong-ci bertanya, "Siapakah orang yang kau bopong itu?"
"Si manusia aneh dari Leng Tiong, Tiong Khie!"
Setelah ditegur oleh Ui Liong-ci, Tan Kia-beng baru teringat
bila ia masih membopong seseorang pada punggungnya,
buru-buru ia menurunkan badan sang manusia aneh tersebut
dan dibaringkan ke atas tanah.
Setelah itu ia baru menceritakan kisahnya dimana Sepasang
gadis cantik dari daerah Biauw-leng datang minta bantuannya.
Akhirnya Ui Liong Tootiang menghela napas panjang....
"Heee.... walaupun watak Leng-tiong It-koay sangat aneh
dan suka menyendiri, tetapi ia tidak bisa dikatakan seseorang
manusia yang tidak berperasaan."
Sembari berkata ia lantas berjongkok bantuk memeriksakan
lukanya, setelah itu dari dalam sakunya mengambil keluar
sebutir pil Sak Leng Tan dan dijejalkan ke dalam mulutnya.
"Masih beruntung tenaga dalamnya amat sempurna
sehingga jantungnya tidak sampai tergetar putus, sekarang
keadaannya sudah tidak berbahaya lagi" ujarnya kemudian
sambil bangkit berdiri. Kurang lebih setelah seperminum teh kemudian kedua
orang itu berjaga-jaga disisinya, perlahan-lahan Leng It Koay
baru tersadar kembali. Ia membuka matanya dan pentang mulut hendak berbicara,
tetapi keburu dicegah oleh Ui Liong-ci.
"Tiong heng! kau baru saja sembuh dari luka parah, lebih
baik aturlah pernapasan setelah itu baru berbicara"
Leng-tiong It-koay menurut, ia memejamkan matanya
untuk atur pernapasan setelah itu baru bangun berdiri dan
menjura kepada Ui Liong-ci atas pertolongannya, demikian
pula terhadap Tan Kia-beng.
Tiong heng! kau tiada ikatan dendam dengan orang-orang
kangouw, kenapa harus menerjunkan diri ke dalam pihak
Isana Kelabang Emas?" tanya Ui Liong-ci kemudian sambil
tertawa. "Heeei.... peristiwa ini amat panjang untuk diceritakan...."
perlahan-lahan Leng-tiong It-koay menghela napas panjang
dengan wajah memberat. "Apakah diantara Tiong heng dengan orang-orang Isana
Kelabang Emas mempunyai hubungan yang sangat erat?"
"Boleh dikata memang begitu"
"Jika demikian adanya, tempo dulu Majikan Kelabang Emas
pun merupakan orang-orang Bulim" Tetapi.... entah dendam
sakit hati apakah yang terikat antara dirinya dengan partai
besar yang ada didaratan Tionggoan" sehingga tiada sayang
sayangnya ia sudah menggunakan tindakan yang kejam untuk
menghadapi mereka" "Soal ini tak bisa salahkan dirinya, negara yang hancur
rumah tangga yang berantakan mana tidak membuat ia jadi
mendendam?" "Apa maksud dari perkataanmu itu?" tanya Ui Liong
Tootiang kebingungan. Perlahan-lahan Leng-tiong It-koay menghela nafas panjang.
"Jikalau kalian berdua tiada urusan, Loohu rela
menceritakan keadaan yang sesungguhnya dari Majikan Isana
Kelabang Emas sehingga berakibatkan peristiwa semacam ini"
Asal usul dari Majikan Isana Kelabang Emas adalah satu-
satunya urusan yang ingin diketahui baik oleh Tan Kia-beng
maupun Ui Liong-ci kini mereka mendengar Leng-tiong It-koay
suka bercerita, sudah tentu tak akan ditolak kesempatan
bagus ini. "Jikalau Tiong-heng ada kegembiraan, pinto tentu akan
pentang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan! buru-buru
Ui Liong-ci berseru. Leng It Koay mendehem sejenak, sesudah itu ia mulai
menceritakan kejadian yang sebenarnya....
Kiranya, tempo dulu sewaktu Raja Muda she Mo bertugas di
daerah perbatasan Cian Pian, banyak sekali jago-jago Bulim
yang bergabung dan mengadakan hubungan erat dengan
dirinya, saking banyaknya jago yang bergabung sehingga
boleh dikata meliputi seantero dunia persilatan.
Raja muda tersebut bisa mendapatkan dukungan dan
bersahabat dengan sedemikian banyak jago tidak lebih karena
sikapnya yang lapang dada dan ramah terhadap siapapun.
Walaupun ia merupakan seorang Raja Muda dari suatu
daerah tetapi memiliki watak gagah, suka membantu yang
miskin dan mengutamakan keadilan, barang siapa saja yang
bersahabat dengan dirinya tentu dianggap sebagai tamu
terhormat. Pada waktu itulah Kiem Hoa Tong-cu di daerah suku Biauw
karena mendapatkan hasutan dari seorang nenek dukun telah
mengerahkan tentara untuk mengadakan pemberontakan
bahkan melakukan penyerbuan ke daerah sekitar Cuan Cian.
Karena kejadian ini maka Raja Muda she Mo mendapatkan
perintah untuk bertindak sebagai panglima di dalam
pembasmian pemberontakan tersebut.
Dengan memperoleh bantuan yang sangat kuat dari jago-
jago tentara Bulim, tidak lama kemudian pemberontakan
tersebut berhasil dipadamkan sedang Kiem Hoa Tong Cu
sendiripun menemui ajalnya di dalam pertempuran tersebut,
sedangkan sang nenek dukun pun kena ditawan.
Satu satunya orang yang berhasil lolos dari pertarungan
tersebut hanya seorang selir dari Kiem Hoa Tongcu yang
bernama Liuw Lok Yen. Disamping dia tidak termasuk seorang manusia penting di
dalam pemberontakan ini, iapun merupakan seorang
perempuan suku Biauw yang tidak mengerti akan kepandaian
silat, maka dari itu tidak mendatangkan banyak perhatian.
Siapa tahu, sang selir yang berhasil meloloskan diri dari
mara bahaya itu ternyata berhasil memperoleh penemuan
aneh dalam sebuah gunung yang sunyi dan berhasil memiliki
serangkaian ilmu silat yang maha dahsyat.
Setelah berhasi lmencapai kesempurnaan, ia lantas balik ke
daerah Biauw untuk mengumpulkan seluruh bawahannya
tempo dulu guna menuntut balas bagi kematian dari Kiem Hoa
Tongcu. Tetapi karena takut jikalau tetap menetap di daerah suku
Biauw akan mendatangkan perhatian orang, maka mereka
lantas berpindah jauh di tengah gurun pasir dan membangun
sebuah Isana Kelabang Emas.
Ia merasa walaupun Raja Muda she Mo itu bertindak
sebagai panglimanya, tetapi hal ini adalah tugasnya, mana ada
seorang panglima perang yang tidak pergi berperang"
Hanya saja jago-jago Bulim yang ikut dia berperang itulah
merupakan musuh musuh besar yang sesungguhnya.
Jago-jago Bulim itu tidak makan gajih pemerintah, lalu apa
maksud mereka campur tangan di dalam persoalan ini"
Karena itu ia lantas mencap orang-orang dari partai besar
merupakan musuh besar yang sesungguhnya sedang Raja
Muda she Mo merupakan musuhnya yang nomor dua.
Karena alasan inilah mengapa setelah Raja she Mo
menemui ajalnya, Mo Cuncu sama sekali tidak diganggu.
Sewaktu Leng-tiong It-koay selesai bercerita sampai disitu,
Ui Liong-ci seperti baru saja tersadar dari impiannya ia
tersentak bangun. "Jikalau demikian adanya, Majikan Isana Kelabang Emas
bukan lain adalah Liauw Lok Yen, itu selir dari Kiem Hoa
Tongcu" "Hmmm....! kalau bukan dia masih ada siapa lagi?"
"Tidak aneh kalau mereka berulang kali hendak menuntut
daftar hitam tersebut" mendadak Tan Kia-beng menimbrung,
"Kiranya mereka hendak menuruti daftar tersebut melakukan
pembasmian!" Kembali Leng-tiong It-koay menghela nafas panjang.
Jikalau ditinjau dari penderitaan yang ia alami, kejadian ini
memang sudah sepatutnya dituntut balas, tetapi berhubung
kekuatannya kian hari semakin bertambah kuat, dan melihat
pula diantara orang-orang Bulim tak seorangpun yang bisa
menandingi kepandaian silatnya, mendadak suatu pikiran aneh
berkelebat di dalam benaknya, secara samar-samar ia ada
maksud untuk menguasahi seluruh dunia persilatan"
"Heee.... heee.... heee.... ia sedang bermimpi" dengan Tan Kia-beng sambil tertawa dingin.
"Ehmm.... dia memang sedang bermimpi" Leng-tiong It-
koay mengangguk. "Tetapi hal ini pun bukan merupakan suatu
kejadian yang tidak mungkin...."
Air muka Ui Liong Tootiang berubah semakin serius lagi.
"Tiong heng sudah lama berdiam di dalam Isana Kelabang
Emas, tahukah kau pada saat ini Majikan Isana Kelabang Emas
sedang menjalankan rencana keji apa lagi?"
"Walaupun ia bersikap tidak baik terhadap diriku, tetapi
loolapu pun tidak mau membocorkan rahasianya" Leng-tiong
It-koay menggeleng lalu menghela napas panjang. "Tentang
soal ini harap kalian suka memaapkan berkata bantuan dari
kalian berdua, dikemudian hari loolap tentu akan membalas
budi kebaikan ini. Selesai berkata ia lantas merangkap tangannya menjura
dan lenyap di tengah kegelapan.
Menanti bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas Ui
Liong-ci baru menghela napas panjang.
"Heeei.... orang-orang ini merupakan jago-jago yang
memiliki nama sangat cemerlang disekitar daerah Thian Lam,
tidak kusangka ternyata mereka sudah terikat semua oleh
Majikan Isana Kelabang Emas, hal ini jelas memperlihatkan
seberapa hebat pengaruhnya disekitar sana."
Tan Kia-beng mendongakkan kepalanya ke tengah angkasa,
lama sekali ia termenung mendadak ujarnya, "Supek!
pengetahuanmu sangat luas, apakah kau sudah bisa menduga
siapakah orang yang sudah membantu kita secara diam-diam
itu?" "Jika ditinjau dari angin pukulan yang berhawa lunak, aku
rasa kepandaian tersebut mirip dengan ilmu Bu Siang Sian
Kang dari kalangan Buddha, cukup ditinjau dari tenaga
dalamnya aku hitung mungkin sudah ada ratusan tahun hasil
latihan." Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng segera
teringat kembali akan perkataan yang pernah diucapkan orang
itu sewaktu membuat dia sembuh dari luka racunnya di dalam
rumah penginapan. Ia pernah mengatakan bahwa:"Tenaga lweekang hasil
latihan selama seratus dua puluh tahunnya hampir-hampir tak
bisa menguasai diri" hal ini jelas memperlihatkan kalau dugaan
dari Ui Liong Supeknya sedikitpun tidak salah.
"Boanpwee pun pernah dengar ia menyebutkan dirinya dari
kalangan beragama, tetapi dari antara perguruan perguruan
beragama saat ini ada siapa yang memiliki tenaga dalam
sebegitu lihaynya?" "Dikolong langit banyak terdapat jago-jago aneh yang
berkepandaian luar biasa, untuk beberapa waktu pinto
sendiripun tidak dapat menangkap siapakah yang memiliki
kepandaian selihay itu. Tetapi bagaimanapun juga, pokoknya
orang ini adalah kawan kita dan bukan lawan. akhirnya pada
suatu hari kitapun bisa bertemu muka, buat apa dipikirkan
tidak karuan pada saat ini...." hari sudah hampir terang tanah,
kita pun harus kembali!"
Sewaktu mereka berdua kembali berkumpul di dalam gua
tersebut, Pek Ih Loo Sat serta Mo Tan-hong pun masih tetap
berada disana. Melihat munculnya Tan Kia-beng tak terasa lagi mereka


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada mengomel, "Eeei.... sebenarnya kau sudah pergi ke
mana" kenapa tidak memberitahukan dulu kepada kami?"
Tan Kia-beng cuma tertawa tawar tidak memberikan
jawaban, ia benar-benar tak dapat mengalahkan mulut yang
cerewet dari kawan juga merupakan keponakan muridnya ini,
oleh sebab itu daripada ribut ia membungkam.
Pek Ih Loo Sat yang melihat ia tidak menjawab, hatinya
semakin mendongkol lagi, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Bagus sekali! kalau kau tidak suka berbicara akupun tidak
mau bicara, tapi kalau sampai terjadi kesalahan kau jangan
salahkan aku lagi...."
Tan Kia-beng yang mendengar diantara nada ucapannya
masih terselip sebab-sebab yang lain, alisnya lantas
dikerutkan. "Aku tidak beritahukan keberangkatanku sudah tentu ada
sebab sebabnya. buat apa kau harus mendongkol" eei....
sebenarnya urusan apa yang sudah terjadi" ayoh cepat
beritahu kepadaku, jangan sampai membuat urusan jadi
berantakan!" Bagaimanapun Mo Tan-hong jauh mengerti keadaan, buru-
buru sambungnya, "Tadi si pengemis aneh datang mencari
dirimu, katanya situasi sudah terjadi suatu perubahan yang
sangat besar. ia mengharapkan kau suka segera berangkat
kemulut gunung sebelah Utara."
"Pergi kemulut gunung sebelah utara?"
Persoalan yang sama sekali membingungkan ini benar-
benar membuat pemuda kita jadi melongo, dengan cepat ia
mengalihkan sinar matanya ke atas wajah Hu Siauw-cian.
"Tahukah kau si pengemis aneh memanggil aku pergi
kemulut gunung sebelah Utara untuk menemui siapa?"
"Terus terang aku beritahu kepadamu. Pihak Isana
Kelabang Emas hendak turun tangan terhadap hweesio-
hweesio dari partai Siauw-lim-pay, karena itu si pengemis
aneh mengundang kau untuk bantu mereka. Hmm! kalau aku
sih paling tidak suka mencampuri urusan orang lain, kalau
tidak sejak semula aku serta enci Tan Hong sudah berangkat
kesana." "Aakh, ada kejadian semacam ini?" seru Ui Liong Tootiang
mendadak dengan sinar mata berkilat.
Dengan cepat ia menoleh ke arah Tan Kia-beng.
"Bagaimana maksudmu?" tanyanya kemudian.
"Jikalau dibicarakan menurut keadaan yang sebenarnya kita
harus bersatu padu untuk menghadapi serangan musuh, tetapi
Yen Yen Thaysu dari partai Siauw-lim-pay terlalu sombong,
belum tentu ia suka menerima bantuan kita...."
"Walaupun perkataan memang demikian, tetapi apa
seharusnya kita pergi menengok sejenak" ujar Ui Liong
Tootiang setelah termenung sejenak. "Bagaimanapun, pada
saat ini kita orang tak ada urusan."
Selagi mereka berdua sedang berunding, mendadak....
Suara suitan yang amat nyaring berkumandang menembusi
awan.... "Tia datang!" teriak Pek Ih Loo dengan cepat sambil
meloncat bangun. Sedikitpun tidak salah, suara suitan tesebut semakin lama
semakin mendekat dan akhirnya muncullah dua sosok
bayangan manusia meluncur datang.
Mereka bukan lain adalah Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong,
serta Su Hay Sin Tou. "Waaah.... majikan Isana Kelabang Emas betul-betul seperti
orang gila.... teriak Su Hay Sin Tou setibanya di dalam gua.
Semua orang tidak mengerti peristiwa apakah yang sudah
terjadi, tak terasa lagi sinar mata mereka sudah dialihakn ke
atas wajahnya. Setelah mengusap kering keringat yang membasahi
badannya, dengan perasaan bergolak si pencuri tua itu
berkata, "Pihak Isana Kelabang Emas sudah mengubah
rencana dan melaksanakan siasat mereka sebelum waktu yang
telah ditentukan, mereka mulai melaksanakan pembunuhan
besar besaran tanpa pakai aturan. Setiap orang yang berada
di atas gunung Ui San mereka bunuh habis semua, bahkan
hampir hampir saja aku si pencuri tuapun kena mereka jagal."
"Heee.... heee.... heee.... bagus sekali, dengan demikian
suasana tentu amat ramai" sambung Pek Ih Loo Sat sambil
tertawa dingin. "Hmm! seorang gadis kenapa begitu tidak tahu aturan,
jangan banyak bicara" bentak Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong
dengan wajah membesi. Pek Ih Loo Sat yang kena ditegor lantas menjulurkan lidah
dan memperlihatkan muka setan pada Mo Tan-hong, setelah
itu sikutnya menyenggol kawannya untuk diajak keluar gua.
Mo Tan-hong yang tidak mengerti ia hendak berbuat apa
segera mengikuti dari belakangnya keluar dari gua.
Si Penjagal Selaksa Li sesudah menegur Siauw Cian,
kembali melanjutkan perkataannya, "Situasi pada saat ini
semakin berubah semakin kacau, Loohu kira rencana dari
pihak Isana Kelabang Emas tidak terbatas di atas gunung Ui
San saja, kemungkinan sekali siasat licik lain sudah menyusul
datang. Menurut berita yang dikirim oleh orang-orang Kay-
pang, orang-orang Isana Kelabang Emas yang masuk keluar
dari gunung Ui San amat banyak sekali, jika mereka cuma
bergebrak di atas gunung Ui san saja lalu mengapa mengirim
orang pula ke tempat luaran" hal ini patut kita curigai.
"Orang-orang dari tujuh partai besar terlalu memandang
tinggi diri sendiri, di dalam anggapan mereka setelah
munculnya beberapa pentolan dari partai-partai besarnya
maka seluruh persoalan bakal dibikin beres dengan sendirinya
bahkan dengan begitu bodoh sudah memancarkan seluruh
kekuatan mereka. Menurut apa yang loohu ketahui pada saat
ini kekuatan dari Bu-tong pay serta Kun-lun-pay berjaga
dimulut gunung sebelah Selatan, partai Shian-cong pay serta
Hong san Pay berjaga dimulut gunung sebelah Barat, partai
Go-bie pay serta Ngo Thay Pay berjaga dimulut gunung
sebelah Timur sedang Lio-lim Sin Ci serta partai Siauw-lim pay
berjaga dimulut gunung Sebelah Utara. maksud tujuan mereka
hendak menggnakan kesempatan sewaktu diadakannya
pertemuan puncak para jago digunung Ui San hendak
membasmi seluruh kekuatan Isana Kelabang Emas yang ada
dan mengalahkan Majikan Isana Kelabang Emas."
"Haaa.... haaa.... haaa....nah itulah sangat betul sekali"
seru Su Hay Sin Tou sambil tertawa terbahak-bahak. "Kini
yang dituju pihak Isana Kelabang Emas adalah titik-titik
tersebut, mereka hendak menghancurkan setiap mereka
dengan jalan bergerilya. aku duga pertama-tama yang hendak
terjang adalah partai Siauw-lim-pay, barusan saja aku si
pencuri menemukan tanda-tanda tersebut."
"Urusan tak boleh terlambat lagi, kita segera berangkat."
seru Tan Kia-beng mendadak sambil meloncat bangun. "Kita
bantu dulu pihak Siauw-lim-pay meloloskan diri dari kesulitan
kemudian baru berunding kembali".
"Heee.... heee.... heee.... Ih-heng tidak begitu berjodoh
dengan pihak Siauw-lim-pay, aku tidak kegembiraan untuk
menolong mereka" seru Si Penjagal Selaksa Li sambil tertawa
dingin. "Haaa.... haaa.... haaa.... aku si pencuri tuapun mempunyai
perasaan yang sama" sambung si pencuri sakti sambil tertawa
terbahak-bahak. "Lebih baik kita berdua pergi main petak umpet dengan
tamu tamu dari gurun pasir saja!"
Tan Kia-beng yang melihat mereka berdua tidak suka pergi,
iapun tidak memaksa lebih lanjut.
"Sam ko serta suheng silahkan berlalu, biarlah Siauwte
berangkat kesana seorang diri" katanya kemudian sambil
tertawa tawar. "Bagaimana kalau pinto menemani dirimu?" seru Ui Liong
Tootiang dengan cepat Jangan! situasi pada saat ini sangat kritis dan berbahaya,
lebih baik Supek tetap berdiam disini, boanpwee sebentar lagi
akan balik kemari. Sehabis berkata ia lantas putar badan dan berlalu dari gua
tersebut lansung menuju kemulut gunung sebelah Utara.
Dibawah kabut pagi yang tebal, bagaikan segulung asap
ringan meluncur ke arah depan, dan hanya di dalam sekejap
mata telah melewati empat-lima buah lembah semakin
mendekati mulut gunung sebelah Utara.
Suasana di atas gunung Ui-san pada saat ini sudah
kehilangan suasana tenang serta hening seperti tempo dulu,
dimana-mana sudah diliputi hawa nafsu membunuh.
Setiap kali cengkeraman iblis dari pihak Isana Kelabang
Emas menjulur ke arah ujung gunung Ui-san dan di tempat
itulah maka orang-orang yang berada di gunung Ui san
kemungkinan besar bakal menemui ajalnya ditangan mereka.
Hanya di dalam waktu yang amat singkat inilah berturut-
turut ia sudah menemukan berpuluh-puluh sosok mayat
menggeletak di atas tanah. hatinya merasa amat gusar
bercampur mendongkol, pikirnya.
"Tidak kusangka Majikan Isana Kelabang Emas benar-benar
kejam dan buas semacam ini, pada suatu hari aku akan suruh
dia menelan akibat dari kejahatannya ini."
Pada waktu itulah mendadak tampak tiga sosok bayangan
manusia berkelebat dihadapan matanya, gerakan mereka
cepat bagaikan anak panah terlepas dari busur dan langsung
meluncur masuk ke dalam hutan.
Arah yang mereka tuju adalah arah Timur laut, hal ini
membuat hatinya rada bergerak.
"Jika dilihat dari gerakan mereka jelas kepandaian silat yang
dimiliki tidak lemah, entah jagoan dari partai manakah?"
pikirnya di dalam hati. Karena hatinya tertarik, maka secara diam-diam ia
menguntit dari arah belakang.
Tenaga dalam yang dimilikinya pada saat ini sudah
memperoleh kemajuan yang amat pesat, gerak geriknya lincah
bagaikan sambaran angin, Tidak selang beberapa saat
kemudian ia sudah berhasi lmenyandak dibelakang tubuh
mereka bertiga tidak seberapa jauh.
Ketika itulah pemuda kita baru dapat melihat jelas kalau
orang-orang itu bukan lain adalah tiga orang hweesio
berkepala gundul gerak gerik mereka sangat mencurigakan
sekali agaknya sedang merundingkan sesuatu yang teramat
rahasia. Dengan cermat ia pentang telinganya lebar-lebar,
terdengarlah pada saat itu seorang hweesio kurus kering
dengan sepasang mata mendelong ke dalam sedang berkata
dengan suara lirih, "Sian Si suheng sudah perintah kau
mengirim surat untuk kita, katanya semua persoalan sudah
dipersiapkan masak masak, kini hanya menunggu pihak Isana
Kelabang Emas, apabila mereka berhasil kita segera ambil
tindakan" Salah satu hweesio berusia pertengahan yang
berperawakan gemuk memperlihatkan satu senyuman yang
amat misterius. "Aku rasa tidak sampai besok pagi Ci Si sikeledai gundul ini
sudah berangkat menuju kedunia Barat.
"Apakah maksud perkataanmu itu?"
"Bertemu itu sudah basi.... sekarang pihak Isana Kelabang
Emas sudah berubah siasat, mereka segera akan turun tangan
melaksanakan penyerbuan, dan mungkin sebentar lagi dunia
akan terbalik, mayat bakal bertumpuk, buat apa harus
menunggu kesuksesan yang dicapai setelah diadakan
pertemuan puncak para jago digunung Ui san"
"Tapi, kenapa secara mendadak Majikan Istana Kelabang
Emaas berubah rencana?"
"Menurut apa yang aku ketahui hal ini disebabkan bangsat
cilik she Tan dari Teh Leng Kauw sudah bersekongkol dengan
beberapa orang siluman tua untuk mengadakan pengacauan
dari dalam, oleh sebab itu Majikan Isana Kelabang Emas
terpaksa harus mengeluarkan siasat yang sangat bagus ini.
Sedangkan mengenai apa yang hendak dilakukan aku sendiri
rada kurang jelas." Sang hweesio kurus kering itu mendongakkan kepalanya
memeriksa sejenak kesekeliling tempat itu, lalu dengan suara
yang lirih bisiknya, "Kau mencari aku berdua apakah hanya
disebabkan hendak laporkan berita ini?"
"Majikan Isana Kelabang Emas memberi waktu satu hari
buat kita untuk mencuri dapat tasbeh seratus nol delapan
mutiara yang berada ditangan Ciangbunjin!" ujar sang
hweesio berusia pertengahan itu dengan wajah serius.
"Aaah....! benda tersebut merupakan barang kepercayaan
dari ciangbunjin. Setiap hari tak pernah ditinggalkan barang
setengah langkahpun Bagaimana kita bisa berhasil?" seru sang
hweesio sambil menjulurkan lidahnya dan mengeleng.
Dengan seram Hwesio berusia pertengahan itu tertawa
dingin. "Jikalau kita tak berhasil mendapatkan benda tersebut
mungkin bagi kita bertiga akan mendatangkan suatu
malapetaka yang mengerikan" serunya.
Tan Kia-beng yang mendengarkan pembicaraan dari ketiga
orang hwesio penghianat perguruannya sendiri, dalam hati
merasa sangat terperanjat, pikirnya, "Partai Siauw-lim-pay
merupakan sebuah perguruan kenamaan yang paling ketat
peraturan perguruannya, bagaimana mungkin bisa muncul
manusia manusia yang menghianati perguruannya sendiri?"
Ketiga orang hweesio itu setelah selesai berunding dengan
mengambil jalan semula lantas berlalu menuju ke arah utara.
Tan Kia-beng tahu mereka tentu sedang kembali ke arah
mulut gunung sebelah Utara karena itu secara diam-diam
lantas menguntit dari belakang.
Akhirnya ia menemukan mereka berjalan masuk ke dalam
sebuah kuil, hatipun segera tahu kalau hweesio hweesio dari
partai Siauw-lim-pay tentu sedang beristirahat disana.
Untuk menghindari kesalah pahaman, dari tempat
kegelapan ia lantas munculkan diri dan perlahan-lahan
melanjutkan kembali berjalan ke arah depan.
Selagi ia sedang berjalan di atas sebuah bukit, mendadak
dari ujung sebelah utara tampaklah cahaya kebiru biruan
berkelebat menyilaukan mata diiringi suara bentakan bentakan
keras yang gegap gempita.
Cahaya kebiru biruan itu terasa sangat dikenal olehnya, dan
sebentar kemudian ia sudah mengenali kalau cahaya itu bukan
lain berasal dari pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah Jie-ko sudah bertemu dengan musuh tangguh?"
diam-diam pikirnya dalam hati.
Dengan cepat ia mencelat ke tengah udara kemudian
bagaikan sambaran kilat meluncur ke arah lembah tersebut.
Jika dilihat dari tempat ia berdiri rasanya lembah yang
berada dihadapannya kelihatan sangat dekat, padahal jauh
sekali. Kendati Tan Kia-beng sudah mengerahkan seluruh tenaga
murni yang dimilikinya ia harus membutuhkan waktu selama
sepertanak nasi lamanya baru tiba di tempat tujuan.
Dari tempat kejauhan ia sudah dapat menangkap suara
bentakan keras dari Pek-tok Cuncu si Rasul Selaksa Racun.
"Jikalau ini hari aku siular beracun berhasil membiarakan
pedang pusaka ini terjatuh ketangan kalian, sejak ini hari aku
tidak akan menyebut diriku sebagai si Pek-tok Cuncu."
"Omintohud! pedang inipun bukan milik sicu, sedang
pincengpun tiada bermaksud untuk memilikinya. Kami hanya
bermaksud untuk meminjama satu kali saja guna melenyapkan
bencana iblis yang mengancam. Setelah itu dikembalikan lagi
kepadamu, karena sicu begitu ngotot melarang," sahut suara
seseorang lagi diiringi pujian kepada sang Buddha.
Karena mendengar suara orang itu terasa sangat dikenal
olehnya, dengan cepat Tan Kia-beng memperkencang larinya.
Hanya di dalam sekejap mata ia sudah meluncur masuk ke
dalam lembah tersebut. "Untuk pinjam pedang tidak sukar, tetapi harus ditanyakan
dulu kepada aku sipemilik dari pedang tersebut." bentak keras.
Karena gemas, gerakan badannya barusan ini cepat laksana
sambaran kilat. Hanya di dalam sekajap mata ia dapat melihat di tempat itu
sudah berdiri delapan orang hweesio berkerudung yang berdiri
dengan mengambil posisi Pat Kwa dan mengurung Pek-tok
Cuncu rapat-rapat. Kurang lebih tiga kaki dari kedelapan hweesio tersebut,
duduklah bersila seorang tua yang berkerudung, dialah orang
yang baru saja berbicara.
Munculnya Tan Kia-beng disana secara mendadak benar-
benar membuat para Hweesio tersebut jadi tertegun.
Sebaliknya si Rasul Selaksa Racun yang melihat munculnya
sang Toako, dalam hati jadi amat girang.
Ujung jubahnya segera dikebutkan ke depan, kemudian
diiringi suara gelak tertawa yang amat keras ia sudah
meloncat keluar dari dalam kepungan.
Setelah itu dengan gerakan yang cepat ia melemparkan
pedang itu ke arah Tan Kia-beng.
"Masih beruntung pedang ini tidak sampai terjadi ditangan
mereka" serunya keras, "Racun di atas pedang tersebut sudah aku hilangkan, dan saat ini rasanya merupakan waktu yang
paling tepat bagimu untuk mencoba ketajaman dari pedang
ini." "Berkat jerih payah dari Jie-ko akupun tidak akan banyak
berbicara sungkan-sungkan lagi" serunya Tan Kia-beng sambil
menerima pedangnya. "Kenalkah kau dengan hweesio hweesio
yang bermaksud hendak merebut pedangku ini?"
Sewaktu mereka sedang bercakap-cakap, kedelapan orang
hweesio tersebut kembali sudah maju ke depan mengurung
mereka berdua rapat-rapat.
Dengan sinar mata yang seram si Rasul Selaksa Racun
melirik sekejap keempat penjuru kemudian tertawa dingin
tiada hentinya. "Aku siular beracun mana kenal dengan manusia-manusia
yang tidak tahu diri semacam mereka?" serunya dingin.
"Toako, kau tidak usah menghadang diriku lagi, aku sudah
mulai merasa tidak sabaran!"
"Jika dilihat dari gerak geriknya mereka agaknya bukan
merupakan orang-orang jahat, Jie ko! untuk sementara kau
bersabarlah dulu, biar aku tanyai dulu diri mereka."
Badannya lantas berputar, kemudian dengan suara yang
lantang tanyanya, "Sebenarnya kalian berasal dari partai
mana" harap kawan kawan suka memberi jawaban yang jelas
untuk menerangkan asal usul serta maksud kedatangan kalian
sehingga jangan sampai terjadi kesalah pahaman."
Siapa sangka kedelapan orang hweesio itu tetap berdidi
mematung di tempat semula terhadap pertanyaan dari Tan
Kia-beng sama sekali tidak menjawab, kepalapun tidak suka
didongakkan. Melihat sikap mereka ini Pek-tok Cuncu jadi amat gusar, ia
tertawa dingin tidak hentinya.
"Hmmm! kalian sedang menakut nakuti siapa?" bentaknya.
Ujung jubahnya kontan dikebaskan ke depan mengirim satu
pukulan angin dingin yang maha dahsyat segera menggulung
ke arah seorang hweesio yang berdiri dipaling ujung.
Tenaga dalam yang dimiliki si orang tua ini benar-benar
amat sempurna, kekuatannya tersebut kontan laksana sebuah
baja seberat ribuan kati menekan ke arahnya.
Mendadak.... dua gulung angin pukulan meluncur keluar
dari arah sebelah kiri serta arah kanan, seketika itu juga angin
pukulan yang maha dahsyat tersebut kena dipunahkan tak
berbekas. Sedangkan sang hweesio yang diserang tadi tetap berdiri di
tempat semula dengan sepasang mata dipejamkan rapat rapat
dan kaki tidak bergeser setengah langkahpun.
Tan Kia-beng yang menonton dari samping kalangan segera
dapat menemukan kalau pukulan tersebut berasal dari dua
orang hweesio yang berada di kedudukan "Kan Kong" serta
"Liang Wie". Tak terasa lagi ia mengangguk, pikirnya, "Jelas mereka
adalah murid-murid partai kenamaan yang sudah memperoleh
didikan keras!" Si Pek-tok Cuncu yang melihat serangannya sama sekali
tidak mendatangkan hasil, dalam hati jadi amat gusar.
"Heee.... heee.... heee.... aku tidak percaya kalau kalian
bisa menahan sepuluh jurus, delapan jurus dari serangan aku
siular beracun...." Sembari berkata sepasang tangannya yang putih
dibentangkan ke depan, hawa murnipun segera disalurkan
memenuhi seluruh badan. "Jie ko! kau tidak usah repot repot turun tangan!" buru-
buru Tan Kia-beng maju mencegah sambil tertawa. "Kalau
memang mereka ada maksud terhadap pedang pusakaku,
biarlah aku bertanya dulu kepada mereka sebetulnya orang-
orang itu sudah menerima perintah dari siapa untuk
melaksanakan tugas ini."
"Apa yang Loolap katakan selamanya tidak pernah berubah"
terdengar sang hweesio yang ada diluar garis kembali berseru.
"Aku cuma ingin pinjam pedangmu tiga hari saja, setelah tiga
hari akan aku kembalikan lagi"
"Saudara! siapakah nama atau gelarmu?" seru Tan Kia-beng
sambil tertawa keras, "Caramu hendak meminjam barang
orang lain dengan menggunakan kekerasan baru aku temui
kali ini!" "Heee.... heee.... heee.... kau tidak berhak untuk
mengetahui gelar loolap, kau suka pinjamkan pedang itu
kepadaku atau tidak cepatlah jelaskan, kalau tidak jangan
salahkan Loolap segera akan menggunakan kekerasan."
Diam-diam Tan Kia-beng mulai memperhitungkan jarak
antara dirinya dengan sang hweesio tua berkerudung itu.
ketika ia merasa jikalau menggunakan jurus pedang terbang
"Tiang Kiauw Oh Hong" atau Jembatan Panjang pelangi
berbaring dari ilmu pedang "Sian Yan Chiet Can" masih bisa tercapai tak kuasa lagi ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... jikalau kau ngotot mau pinjam
juta, nah ambillah! asalkan kau punya kepandaian untuk
menerimanya saja!" Sreet! pedang pusakanya sudah dicabut keluar dari dalam
sarung kemudian diiringi suara suitan nyaring ia melemparkan
pedang tersebut ke arah depan.
Dengan disertai serentetan cahaya kebiru-biruan yang
menyilaukan mata, laksana seekor naga sakti pedang tersebut
langsung menggulung ke arah tubuh hweesio berkerudung itu.
Hawa pedang meggidikkan badan, deruan angin berdesis
membuat suasana semakin bertambah tegang.
Sang hweesio berkerudung yang sejak kecil memperlajari
kepandaian silat, selama hidup belum pernah melihat
kepandaian ilmu pedang tingkat tinggi yang bisa terbang
semacam ini kontan saja hatinya merasa amat terperanjat.
Badannya buru-buru mencelat ke tengah udara setinggi
enam tujuh kaki kemudian melayang naik ke atas sebuah
pohon Siong disisinya, gerakan tubuhnya sangat indah dan
bukan lain merupakan jurus "Tat Mo It Wie Tok Kiang" dari
aliran Siauw-lim-pay. Terdengarlah suara ledakan laksana pekikan naga, batu
besar yang diduduki sang hweesio berkerudung tadi sudah
kena tersambar cahaya pedang sehingga hancur berantakan.
Sejak semula Tan Kia-beng memang tiada bermaksud untuk
melukai orang, oleh sebab itu jurus serangan itupun tidak
digunakan terlalu cepat. Dengan menimbulkan serentetan cahaya pelangi, tahu-tahu
pedang yang baru saja menghancurkan batu besar tersebut
sudah melayang kembali ke atas tangannya.
"Hmmm! Taysu dapat menggunakan ilmu sakti dari aliran
Siauw-lim, rasanya kau ornag tentu hweesio dari kuil Siauw-
lim" katanya dengan wajah serius dan nada membentak
"Tidak kuduga mengapa kalian masih belum juga punah dari
nafsu serakah" aku orang she Tan bukannya tiada bermaksud
untuk meminjamkan pedang pusaka ini kepada kalian, justru
karena cara yang kalian gunakan terlalu picik dan pakai aturan
oleh karena itu aku tidak sanggup untuk memenuhi
permintaanmu itu." Sang hweesio berkerudung yang melihat kepandaian ilmu
pedangnya sudah mencapai taraf kesempurnaan, dan
mendengar pula ia berhasil memecahkan asal usul
perguruannya dalam hati merasa agak nyeri juga.
Setelah mendengar perkataan dari Tan Kia-beng barusan ini
ia lantas mendengus dingin.
"Bubar!" mendadak teriaknya keras.
Bayangan abu abu berkelebat meninggalkan tempat itu,
dan hanya di dalam sekejap mata hweesio hweesio tersebut
telah lenyap tak berbekas.
Menanti bayangan dari hweesio hweesio tersebut sudah
lenyap dari pandangan, si Rasul selaksa racun baru menepuk
nepuk pundak Tan Kia-beng.
"Toako! Waah.... kau sungguh hebat" pujinya sambil
tertawa keras. "Cukup mengandalkan kepandaianmu itu, aku
siular beracun sudah benar-benar merasa takluk"
Dengan wajah serius Tan Kia-beng menggeleng berulang
kali akhirnya menghela nafas panjang.
"Siapakah si hweesio berkerudung tersebut aku sudah
berhasil menebak beberapa bagian, kemungkinan sekali
disebabkan peristiwa ini bakal mendatangkan banyak
kerepotan buat diri kita...." serunya perlahan.
"Eeei.... usiamu masih kecil, kenapa sikapmu meniru-niru
macam anak gadis saja tidak suka berterus terang, perduli
siapa dia, apakah kita tak dapat mengalahkan mereka?" teriak
Pek-tok Cuncu sambil melototkan sepasang matanya. "Jikalau
hweesio hweesio ini benar-benar adalah orang Siauw-lim pay,
sekarang juga aku akan pergi cari Ci Sin si hweesio tua itu
untuk bikin perhitungan"
"Haaa.... haaa.... haaa.... Aku orang she Tan bukan seorang
yang takut banyak urusan, hanya saja aku ingin karena
kejadian yang kecil merusak rencana besar" seru Tan Kia Bneg
sembari tertawa terbahak-bahak.
Ia mendongak memeriksa keadaan cuaca, mendadak sambil
depakkan kaki teriaknya, "Celaka! karena buang waktu disini
mungkin aku sudah merusak suatu persoalan besar"
"Eeei.... urusan apa" kenapa kau begitu tegang"
"Kemungkinan sekali pihak Isana Kelabang Emas hendak
menyerbu pihak Siauw-lim-pay, aku hendak pergi membantu"
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku kira urusan apa yang begitu
penting kiranya cuma soal ini! bukakah kita orang jauh lebih
enak duduk di atas gunung sambil nonton harimau
bertarung?" "Persoalan bukannya begitu, Isana Kelabang Emas adalah
musuh umum dari seantero Bulim, dan terhadap musuh yang
sama kita harus saling tolong menolong"
Sekali lagi Pek-tok Cuncu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau memang Toako berkata
begitu mari kita berangkat! setelah bertemu muka dengan Ci
Si Loo Hweesio aku masih akan menegur pula soal perebutan
pedang tadi" Walaupun diluaran si ular beracun itu bicara sangat enteng,
padahal dihatinya iapun mengerti jika urusan sangat
mendesak dan kritis. Selesai berkata ia lantas meloncat dulu
dan berkelebat menuju keluar lembah.
Dibawah sorotan sinar rembulan bagaikan sebuah peluru
hitam sekali loncat sudah mencapai jarak tujuh, delapan kaki
tingginya. dan di dalam sekejap meata sudah berada lima,
enam kaki jauhnya. Melihat kecepatan gerak Jie-ko nya ini diam-diam Tan Kia-
beng memuji, nama betul-betul bukan nama kosong belaka.
Iapun segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh "Nao
Hoo Sin Lie"nya menyusul dari belakang, dengan kecepatan
bagaikan kilat ia membuntuti dari belakang si Rasul Selaksa
Racun itu. Gerakan mereka berdua sama-sama cepatnya, hanya di
dalam sekejap mata kuil kuno sudah berada di depan mata.
Mendadak Tan Kia-beng merasakan keadaan sedikit kurang
beres. Kenapa sepanjang jalan tidak kelihatan seorang
manusiapun atau menegur perjalanan mereka"
Hatinya lantas mengerti keadaan tidak beres, ia semakin
mempercepat larinya. "Aduuuh celaka! kedatangan kita agak terlambat"
Satu tombak sebelum tiba di depan pintu kuil, tampaklah
seluruh permukaan tanah sudah dibasahi darah merah yang
berceceran diempat penjuru, mayat-mayat hweesio, kutungan
lengan potongan kaki berhamburan bagaikan gunung.
Sekali pandang keadaan disana dapatlah diketahui bila tak
lama berselang di depan kuil tersebut sudah terjadi suatu
pertarungan yang maha sengit.
Melihat kedatangan agak terlambat Tan Kia-beng merasa
hatinya menyesal bercampur kuatir, dengan gusar bagaikan
banteng terluka ia langsung menerjang masuk ke dalam kuil.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keadaan di dalam kuil tersebut jauh lebih mengerikan lagi
darah berceceran dimana-mana baik diluar kuil maupun di
dalam ruangan, kurang lebih ada dua, tiga puluh sosok mayat
bergelimpangan memenuhi permukaan tanah.
Jika ditinjau dari keadaan sang mayat, jelas sebagian besar
menemui ajalnya karena pukulan hawa lweekang yang sangat
dahsyat tak kelihatan seorang pun yang terluka karena senjata
tajam. Setelah seluruh kuil diperiksa, akhirnya ia menemukan bila
kuil tersebut sebetulnya kosong, tak seorang hweesio pun
yang tampak. Diam-diam Tan Kia-beng mulai menyesali kedatangannya
yang terlambat. hati merasa sedih dan memandang mayat
tersebut dengan terpesona.... lama sekali tak sepatah katapun
bisa diucapkan. Wajah si Rasul Selaksa Racun pun sudah berubah hebat,
mendadak ia mendongakkan kepalanya tertawa seram.
Nyali kecil bukan lelaki sejati, tidak kejam bukan seorang
lelaki demi menuntut balas atas beberapa puluh lembar sukma
gentayangan ini aku siular beracun terpaksa harus bertindak
kejam. Tan Kia-beng pun tahu jika saudara angkatnya ini
sebenarnya adalah seorang angkatan tua yang bersemangat
jantan. kini setelah hawa gusarnya berkobar ia lantas
bersumpah untuk menggunakan kembali racun racunnya
dengan cepat ia menyambung, "Untuk menghadapi manusia-
manusia yang sama sekali tidak berperi kemanusiaan kitapun
tak perlu menggunakan perasaan. Aku mendukung penuh
pendapat dari Jie ko!"
"Pihak Isana Kelabang Emas sudah mulai melancarkan
serangannya, dan mereka pasti tak akan turun tangan
terhadap satu partai saja, mungkin saat ini mereka telah
berganti kepartai yang lain, mari kita berangkat menuju
kemulut gunung sebelah barat"
Ketika itu Tan Kia-beng pun sudah diliputi emosi, tanpa pikir
panjang lagi ia menyahut, "Bagus! sekarang juga kita
berangkat! mungkin pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam pun ini
hari harus dimandikan dengan siraman darah panas"
Selesai berbicara tubuhnya dengan cepat mencelat ke
tengah udara dengan suatu gerakan yang sangat indah,
dengan gesit ia langsung meluncur ke arah mulut gunung
sebelah barat. Belum sampai mereka berdua berkelebat sejauh seratus
kaki mendadak Si Rasul Selaksa Racun sudah membentak
keras, "Bagus sekali, mereka belum jauh berlalu"
Tan Kia-beng pusatkan seluruh perhatian iapun dengan
cepat dapat menangkap suitan suara panjang bergema
menembusi awan. Tanpa banyak cakap lagi ia langsung melayang ke arah
berasalnya suara suitan tersebut, kecepatannya laksana kilat.
Tidak selang beberapa saat kemudian ia sudah tiba di
tengah kalangan pertempuran tampaklah banyak sekali
hweesio hweesio ketika itu sedang mengurung Si Penjagal
Selaksa Li Hu Hong serta Su Hay Sin Tou dengan seluruh
tenaga, Ci Si Sangjin serta Yen Yen Thaysu pun berada di
tengah kalangan. Melihat peristiwa tersebut pemuda kita lantas mengerti
suatu kesalah pahaman pasti telah terjadi, ia segera
membentak keras, "Tahan!"
Karena gusar suara bentakan pun dahsyat bagaikan ledakan
bom atom, hal ini sangat menggetarkan seluruh jago yang
hadir di tengah kalangan hati mereka terasa berdebar keras,
telinga serasa berdengung, dengan terkesiap mereka
bersama-sama menghentikan serangannya.
Su Hay Sin Tou melirik sekejap ke arah kalangan sewaktu
dilihatnya Tan Kia-beng serta Si Rasul Selaksa Racun sudah
tiba semua tak terasa lagi ia dongakkan kepala tertawa seram.
"toako! Jie ko! kalian semua sudah datang! Waaah.... jadi
orang baik pun susah orang lain ternyata sudah menuduh
kami adalah sang pembunuh"
"Heee.... jika mereka sungguh-sungguh tidak tahu diri, kami
kakak beradikpun tidak perlu banyak bicara" sambung Pek-tok
Cuncu sambil tertawa dingin.
Sewaktu berada dikuil tadi Ci Sin Sangjin sudah pernah
bertemu satu kali dengan Tan Kia-beng, karena itu iapun tahu
jika si pengemis cilik ini adalah hasil penyaruannya, buru-buru
ia maju ke depan meyapa. "Tan Siauw-hiap! aku sudah datang!"
"Cayhe dengar pihak Isana Kelabang Emas ada maksud
hendak menyerang pihak partai kalian maka sengaja aku
berangkat kemari untuk menyumbang sedikit tenaga, siapa
Kisah Si Rase Terbang 15 Kampung Setan Karya Khulung Pendekar Latah 24
^