Pencarian

Pendekar Bayangan Malaikat 6

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 6


keturunan itu. "Persoalan ini tak usah diperingatkan oleh Tootiang lagi"
katanya cepat. "perduli dari pihak partai partai besar hendak
menggunakan siasat macam apa, sampai waktunya cayhe
pasti akan menentang majikan Istana Kelabang Emas untuk
kepandaian". Ia lantas merangkap tangannya menjura lalu mencelat
ketengah udara dan melayang keluar dari kuil.
Dalam hati ia sudah bulatkan tekad untuk mencari
simanusia manusia berkerudung yang telah membinasakan
anak murid Kay Pang, oleh karena itu setelah keluar dari pintu
kuil ia berusaha keras untuk menyembunyikan jejaknya dan
langsung memasuki lambung gunung Oei San dengan
mengikuti jalan kecil yang dilaluinya tadi sewaktu masuk
kedalam gunung. Sembari melakukan perjalanan sepasang matanya dengan
tajam memperhatikan keadaan disekitar sana, tetapi sungguh
aneh sekali, terasa suasana diatas gunung sunyi senyap tak
kelihatan sesosok bayangan manusiapun. Bahkan orang-orang
yang tadi naik kegunung untuk melihat keramaianpun entah
sudah pergi kemana. Hatinya merasa semakin keheranan lagi, pikirnya diam-diam
: "Sungguh aneh sekali ! kemanakah perginya orang-orang
itu?"?" Pada saat ini cuaca makin lama semakin menggelap, angin
malam bertiup lewat membuat rumput serta ranting
bergoyang meninggalkan suara berisik yang menyedihkan.
Walaupun keadaan terasa sangat aneh, tapi tidak sampai
membuat pemuda ini jadi putus asa, ia melanjutkan kembali
langkahnya menuju kearah depan.
Mendadak... Badannya berjumpalitan dengan gerakan yang sangat indah
ditengah udara, kemudian bagaikan seekor butung walet
meluncur ke sisi gunung sebelah kiri.
Agaknya pemuda tersebut sudah menemui sesuatu
ditempat itu ! Setelah melewati sebuah bukit, sampailah ia didalam
sebuah lembah yang sunyi dan tersembunyi, dari tempat itu
secara samar-samar kedengaran suara berisik yang
memecahkan kesunyian didalam hati.
Dengan cepat Tan Kia Beng meluncur semakin mendekat,
sebentar kemudian ia sudah tertawa dingin tiada hentinya.
"Oou... kiranya kalian semua bersembunyi disini" serunya
lirih. Kakinya dengan ringan menutul permukaan tanah, bagaikan
segulung asap hijau ia melayang keatas puncak tebing
kemudian bersembunyi dibalik sebuah batu besar dan mulai
melakukan pengamatan kearah bawah.
Terlihatlah didalam lembah tersebut kurang lebih sudah ada
berkumpul seratus orang banyaknya, dimulut lembah pintu
masuk tersebut tampak berpuluh-puluh orang menghadang
perjalanan mereka, seorang kakek berjubah hitam yang
berkerudung serta seorang pemuda berkerudung pun berdiri
dengan angkernya disana...
Terdengar sikakek berkerudung dengan suara yang dingin
membentak keras : Maksud dari Majikan Istana Kelabang Emas mengundang
kalian untuk mendatangi lembah ini sama sekali tidak ada
urusan lain yang penting. maksudnya tidak lebih ingin
berkenalan dengan saudara-saudara sekalian. Sekarang
silahkan saudara-saudara semua mulai laporkan nama
kemudian keluar dari lembah, pihak Istana Kelabang Emas
pasti tak akan mengganggu kalian barang seujung
rambutpun". Sewaktu Tan Kia Beng memperhatikan orang orang itu lebih
cermat lagi, maka ditemuinya bahwa orang orang itu bukan
lain adalah mereka yang sengaja datang untuk melihat
keramaian, hanya entah secara bagaimana mereka bisa
berkumpul disitu?"?"
Dari antara rombongan orang orang itu ada pula jago jago
lihay dari dunia kangouw, sudah tentu mereka tak akan suka
menurut perintah orang tersebut dengan begitu mudah
Suasana seketika itu juga jadi gaduh, semakin ada pula
yang mulai berteriak-teriak dan memaki kalang kabut.
Tetapi ada pula diantara mereka yang tiada bersemangat
jantan. baru saja si kakek tua itu selesai berkata sudah ada
beberapa orang mulai berjalan kemulut lembah.
"Cayhe 'Huang Hoo Tou Cio Ciauw' atau sinaga bertanduk
tunggal dari sungai Huang Hoo, Liong Ngo selama ini tiada
ikatan sakit hati dengan orang orang Istana Kelabang Emas,
kedatanganku kemari tidak lain hanya kepingin melihat
keramaian saja, harap saudara suka melepaskan diriku"
katanya kepada sikakek berjubah hitam itu.
Dengan sombong siorang tua itu mengulapkan tangannya
mengijinkan dia pergi. Diikuti yang lain berseru pula setengah merengek :
"Siauw-te she Hup bernama Cu Ing, berasal dari kawan-
kawan kalangan Liok lim didaerah Ci Pak, harap saudara suka
mengijinkan aku orang untuk lewat."
Kembali dengan pandangan menghina orang tua itu
mengulapkan tangannya. Tan Kia Beng yang melihat kejadian itu dari tempat
persembunyiannya diam diam merasa keheranan.
"Permainan setan apakah yang sedang ia jalankan?"?"
pikirnya dalam hati. Ketika itulah mendadak suara jeritan ngeri berkumandang
memenuhi angkasa, orang ketika yang ingin berjalan keluar
dari lembah sudah menemui ajalnya dibawah hantaman
sikakek tua tersebut. Tan Kia Beng yang berada rada jauh dari tempat itu tak
berhasil mendengar jelas apa yang sedang mereka katakan.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini seketika itu
juga membuat beberapa orang yang sudah siap siap hendak
melaporkan namanya pada mundur kebelakang dengan
perasaan kaget serta ketakutan.
Sebaliknya siorang tua berkerudung itu dengan sikap yang
tenang seperti tidak pernah terjadi peristiwa apapun sudah
tertawa seram tiada hentinya.
"Heee... heee... heee... selamanya Istana Kelabang Emas
kami memegang teguh kata kata yang mengatakan hutang
darah dibayar darah, hutang nyawa dibayar nyawa, nama
orang ini sudah terdaftar didalam daftar kematian, karena itu
kami tak bisa melepaskannya dengan demikian saja. Tapi
saudara saudara semua jangan takut Silahkan meneruskan
laporkan nama nama kalian"
Mendadak dari antara gerombolan jago jago tersebut
berkelebat datang dua sosok bayangan manusia.
"Hmmm ! orang orang Istana Kelabang Emas benar benar
sangat keterlaluan, justru yayamu sengaja tidak mau laporkan
namaku bentaknya keras. Sreet! Laksana kilat cepatnya mereka sudah meluncur
keluar kearah mulut lembah.
Kepandaian orang orang ini boleh dianggap tidak lemah,
ternyata sekali loncat mereka berhasil mencapai setinggi
empat, lima kaki kemudian meluncur keluar dengan kecepatan
laksana petir menyambar. Mendadak,,, Segulung hawa pukulan berwarna hijau yang tipis
menerjang keluar menyongsong datangnya bayangan manusia
tersebut. Seketika itu juga suara jeritan kesakitan bergema
memecahkan kesunyian, badannya mencelat balik kebelakang
lalu roboh keatas tanah dengan darah segar mengucur keluar
dari tujuh lubangnya. Seketika itu juga orang tersebut menemui ajalnya.
"Akh...! Hong Mong Cie Khie?"" diam diam pikir Tan Kia
Beng didalam hatinya. Dengan adanya peristiwa ini, suasana di antara para jago
yang hadir disana jadi sunyi kembali, perasaan takut dan
pecah nyali mulai menyelimuti mereka semua.
Setiap orang merasakan malaikat elmaut sudah berada
diambang pintu, tak sepatah katapun berani diucapkan
kembali dan tak ada pula seorang manusia yang berani maju
kedepan untuk melaporkan namanya.
Melihat kejadian itu diam-diam Tan Kia Beng merasa
kegelian. "Naaah... sekarang rasakan !" pikirnya dalam hati. "Tadi, secara baik-baik Ci Cin Siansu sudah menasehati kalian jangan
naik gunung, tetapi kalian marah-marah sehingga hampir-
hampir saja mau menerjang dengan menggunakan kekerasan.
Sekarang sesudah terjadi peristiwa semacam ini tak seorang
manusiapun yang berani berkutik, tidak berani pula munculkan
diri... Hmm ! memang kalian tidak lebih cuma segerombolan
gentong nasi belaka".
Si kakek tua berkerudung itu sewaktu melihat orang orang
tersebut berhasil dibuat ketakutan oleh kepandaiannya
sehingga tidak berani membangkang, dengan amat bangga
segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Heee... heee... heee... kalau memang kalian tidak suka
laporkan nama untuk keluar dari lembah, terpaksa kamipun
menyuruh kalian untuk tinggal selama beberapa hari didalam
lembah ini. Menanti Majikan Istana Kelabang Emas berhasil
menyelidiki keadaan kalian, kita baru bicarakan lagi."
Mendadak dari antara gerombolan para jago itu muncul
seorang pengemis cilik yang memakai pakaian compang
camping. "Eei.... gunung Oei-san bukan milik pribadi kalian orang-
orang Istana Kelabang Emas dengan mengandalkan apa kalian
hendak menahan kami semua disini?"" teriaknya lantang.
Mendengar perkataan itu siorang tua berkerudung tersebut
merasa rada tertegun, ia merasa pada suara dari sipengemis
cilik ini rasanya pernah dikenal hanya saja kemudian ia
mengambil perhatian lebih lanjut.
Ia segera tertawa dingin.
Siapakah kau?"" berani benar mengucapkan kata kata yang
tidak karuan..." bentaknya nyaring.
Sipengemis cilik itu bukan lain adalah Tan Kia Beng. Karena
ia melihat dari para jago yang ada disana rata rata sudah
dibuat ketakutan oleh kelihayan siorang tua berkerudung itu
maka secara diam-diam ia sduah melayang turun dari atas
tebing kemudian munculkan dirinya dihadapan orang itu.
Pemuda tersebut segera tertawa terbahak bahak.
Haaa... haaa... haaa... nama dari aku sipengemis adalah
'Yau Ming Lang Tiong' atau Sipeminta nyawa ditengah
ketenangan, kedatanganku kemari sengaja hendak mengobati
penyakit gila yang diderita oleh kalian kaum iblis-iblis goblok!"
serunya. Sikakek berkerudung hitam itu jadi teramat gusar, dari
sepasang matanya yang kelihatan muncul dari antara kain
kerudung memancarkan cahaya kehijau-hijauan yang sangat
menyeramkan. "Bagus... bagus sekali" teriaknya sambil tertawa seram.
"Kiranya kau sengaja datang untuk mencari keonaran, baiklah
! biar loohu sempurnakan dirimu !"
Mendadak badannya menubruk ke depan, sepasang
tangannya diangkat lalu diayun ke depan. Lima rentetan
cahaya tajam yang berwarna hitam bagaikan tinta Bak dengan
tajam mengurung seluruh tubuh lawannya.
Begitu Tan Kia Beng melihat munculnya kelima rentetan
angin serangan berwarna hitam tersebut dalam pikirannya
lantas teringat akan seseorang.
Haaa haaa haaa... ini hari kau sudah bertemu muka dengan
aku si peminta nyawa... Aku takut gelarmu 'Koei So Sian Ong'
atau sikakek dewa bertangan setan, bakal berubah jadi 'San
So Koei Ong' atau sikakek bayar nyawa, haahaaahaaa..."
ejeknya sambil tertawa panjang.
Pakaian bututnya tampak berkelebat, tahu tahu ia sudah
berada di belakang punggungnya.
"Haaa haaa haaa... seranganmu barusan kurang ganas,
ayoh sekali lagi." ejeknya lagi.
Si kakek dewa berkerudung hitam itu sewaktu mendengar
pihak musuhnya berhasil memecahkan asal usulnya, di dalam
keadaan amat terperanjat hawa marah berkobar meliputi
seluruh benaknya. Ia membentak keras, badannya dengan cepat berputar
kemudian sepasang tangannya dibentangkan lebar lebar
membentuk satu lingkaran kosong ditengah udara.
Telapak kirinya digerakkan bagai sedang menangkis.
Sedang telapak kanannya perlahan lahan ditekan kedepan.
Segulung angin pukulan yang tidak berwujud dengan cepat
menggulung keluar. Tan Kia Beng mengerti telapak kanannya hanya merupakan
suatu serangan tipuan belaka, serangan yang benar tentu
tersembunyi dibelakang, tetapi ia pura pura tidak tahu.
Seperti halnya pada keadaan semula, kakinya kembali
bergerak kemudian berkelebat kesebelah kiri.
Melihat tindakan yang diambil oleh si pengemis cilik
tersebut, si kakek tua berkerudung itu jadi amat girang, ia
tertawa panjang. "Bangsat cilik! Kau tertipu."
Mendadak telapak kirinya bergerak membentuk bayangan
telapak yang sangat banyak kemudian langsung
mencengkeram kearah dada.
Seketika itu juga Tan Kia Beng terkurung kedalam hawa
hitam yang menggulung memenuhi seluruh angkasa.
Padahal yang benar, sejak semula Tan Kia Beng sudah
menduga musuhnya akan menggunakan cara semacam ini,
hanya saja dia bermaksud kepingin tahu permainan setan
apakah yang sedang dilakukan oleh sikakek tua berkerudung
hitam ini. Ketika itulah, mendadak terdengar suara bentakan merdu
berkumandang memecahkan kesunyian :
Manusia bodoh yang tidak tahu diri, ayoh cepat
menghindar, apakah kau sudah merasa bosan untuk
hidup?"?""
Tampaklah serentetan cahaya tajam yang menyilaukan
mata menggulung datang dari atas tebing langsung membabat
pinggang dari sikakek tua berkerudung hitam itu, datangnya
serangan amat cepat dan ganas pula...


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sewaktu sikakek tua berkerudung hitam itu melihat
datangnya angin serangan amat tajam, ia tidak berani berlaku
ayal, telapak tangannya buru buru ditarik kembali kemudian
meloncat mundur sejauh delapan depa lebih kearah belakang.
Sekilas pandang Tan Kia Beng telah menemukan kalau
orang tersebut bukan lain adalah Leng Poo Sianci, karenanya
ia pura-pura menunjukkan sikap baru saja menemui
kekagetan dan berdiri termangu-mangu disana bahkan
sepasang mata pun melototi dirinya tak berkedip.
Dengan pandagnan menghina Leng Poo Sianci mencibirkan
bibirnya, mendadak ia melayang maju kedepan, sambil
menuding sikakek berkerudung tersebut dengan
menggunakan pedangnya ia membentak keras :
"Nona perintahkan kalian segera meninggalkan mulut
lembah ini dan biarkan mereka berlalu, kalau tidak jangan
salahkan pedang nonamu tiada berampun".
Sikakek tua berkerudung itu memang bukan lain adalah
sikakek dewa bertangan setan, ia pernah dua kali bergebrak
melawan Leng Poo Sianci. Melihat gadis ini munculkan dirinya kembali, dan melihat
pula sifatnya yang masih polos kekanak kanakan, sudah tentu
tak suka dipandang dalam hati.
Selesai mendengar perkataan itu ia tertawa terbahak bahak.
"Budak busuk! Loohu nasehati kau lebih baik janganlah
mengumbar sifat nonamu yang berangasan itu. Aku takut
untuk melarikan diripun pada saat ini kau tak bakal sanggup"
serunya mengejek. "Hmmm! Kau berani tidak mendengarkan perkataan
nonamu?" Lihat pedang!"
Sreeet! Sreet! Berturut turut ia membabat dua buah
serangan dahsyat kearah depan.
Sejak kecil ia sudah memperoleh didikan dan manja dari
ayahnya Hay Thian Sin Shu sehingga terpeliharalah sifat yang
sombong dan tinggi hati didalam hatinya, selama ini tak
seorang pun yang berani membangkang atau mengejek
dirinya. Kini sikakek bertangan setan bukan saja berani
membangkang bahkan mengejek pula dirinya, sudah tentu
gadis tersebut tak bisa menahan diri lagi.
Serangan yang dilancarkan barusan ini boleh dikata telah
menggunakan seluruh tenaga yang dimilikinya saat ini.
Tanpa memperdulikan keadaan dirinya lagi, hanya didalam
sekejap mata ia sudah mengirim dua belas buah serangan
dahsyat. Seketika itu juga cahaya hijau berkelebat menyilaukan
mata, dengan angin serangan memekikkan telinga. Didalam
waktu sekejap mata sikakek dewa bertangan setan sudah
kena didesak mundur sebanyak beberapa langkah kearah
belakang. Diam diam Tan Kia Beng melirik sekejap keempat penjuru
kemudian melirik pula ke arah lelaki-lelaki berbaju hitam yang
kurang lebih berjumlah dua puluh orang.
Ketika dilihatnya jumlah orang yang menonton keramaian
walaupun jauh lebih banyak tetapi tak seorangpun yang bisa
bergebrak melawan jago-jago lihay dari istana Kelabang Emas,
sehingga semisalnya terjadi pertarungan massal tentu banyak
yang bakal menemui ajalnya atau terluka, pikirannya dengan
cepat berputar. Mendadak ia putar badan menghadap ke arah orang-orang
itu, lalu bentaknya keras.
"Jikalau kalian kepingin pergi gunakanlah kesempatan pada
waktu ini untuk berlalu, nanti mungkin cayhe tiada waktu lagi
untuk mengurusi lagi !"
Beru saja suara bentakannya selesai diucapkan, dari dalam
lembah sudah ada berpuluh-puluh orang jago yang emnerjang
kearah mulut lembah... Tiba-tiba suara tertawa dingin bergema keluar dari mulut
lembah disusul menggulung datangnya serentetan angin
pukulan berkabut hijau yang maha dahsyat beberapa puluh
orang yang berada di tempat paling depan, bagaikan terlanda
guguran salju tanpa mengeluarkan sedikit suarapun sudah
roboh keatas tanah. Orang orang yang berada dibelakangnya jadi sangat kaget,
buru-buru mereka mengundurkan dirinya kembali kebelakang.
Tan Kia Beng yang selama ini berdiri menonton dari
samping kalangan, ketika menemukan dari balik mulut lembah
muncul pula seorang jagoan yang sangat lihay, badannya
dengan cepat melayang kedepan dan langsung menubruk
kearah berasalnya angin pukulan tadi.
"Heee... heee.. heee... jikalau saudara benar-benar adalah
majikan Istana Kelabang Eams silahkan unjukkan diri untuk
bergebrak beberapa jurus melawan aku sipengemis cilik"
tantangannya sambil tertawa dingin. "Kalau beraninya cuma
melancarkan pukulan Hong Mong Ci Khie mu dari balik tempat
kegelapan, apakah kau tidak malu kalau disebut cucu kura
kura ?"" Belum habis ia berkata, segulung angin pukulan Hong Mong
Ci Khie yang membawa datang selapis kabut berwarna hijau
dengan cepatnya sudah menerjang datang.
Sudah lama Tan Kia Beng ada maksud untuk menemui
Majikan Istana Kelabang Emas dan hendak mencari
kesempatan untuk menjajal kelihayan dari ilmu Hong Mong
Cie Khie nya. Kini, setelah dilihatnya kabut hijau dari hawa pukulan Hong
Mong Ci Khie tersebut jauh lebih kental daripada angin
pukulan yang dilancarkan oleh sidara berbaju hijau serta Ci
Lan Pak, kari hari lantas menduga orang itu pastilah seorang
jagoan yang lihay dari Istana Kelabang Emas.
Hatinya rada bergerak, hawa pukulan Jie Khiek Koan Yen
Kan Koan Cin Khiek nya pun kontan dikerahkan sampai terjadi
mencapai sepuluh bagian, ia bersiap siap menerima datangnya
serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Tiba tiba... "Didalam keadaan dan tempat semacam ini janganlah
memperlihatkan ilmu sakti Jie Khek Koen Yen Cin Khie mu itu,
cepat menyingkir..." dari samping telinganya telah
berkumandang datang suara seseorang disertai nada cemas.
Nada suara tersebut terasa sangat dikenal karena dia
adalah orang yang beberapa kali mengirim suara kepadanya.
Dengan cepat telapak tangannya ditarik dan menyedot
kembali hawa murninya yang sudah dilanjutkan keluar, sedang
badanpun mengambil kesempatan tersebut melayang mundur
sejauh delapan depa lebih.
Selama ini sepasang matanya memperhatikan terus arah
datangnya angin pukulan itu denga pandangan tajam.
Siapa sangka, pada saat ia menarik kembali serangannya
itulah, angin pukulan berkabut hijau itupun ditarik kembali
kemudian disusul angin ringan berkelebat lewat.
Mendadak dari atas puncak tebing berkumandang datang
suara seseorang yang amat dingin :
"Kau sipengemis palsu, tidak usah jual lagak lagi dihadapan
kami. Pihak Istana kami sudah tahu kalau kau bukan Kay Pang.
Tetapi sekarang kami tiada maksud untuk mencari balas
dengan dirimu. Tiga hari kemudian jika kau tidak mati maka
pada saat itu bakal ada kebaikan buat dirimu."
Selesai berkata suasanapun jadi sunyi lagi, ia tak tahu
orang itu tentu secara diam diam sudah berlalu.
Aaah...! orang ini kalau bukan Majikan Istana Kelabang
Emas sudah tentu seorang lawan tangguh yang sangat lihay"
pikirnya dengan perasaan terperanjat. "Lain kali aku harus
memperhatikan beberapa bagian terhadap dirinya."
Tetapi keadaan situasi pada saat ini sangat kritis, orang-
orang berkerudung itupun sudah mulai mendesak para jago
yang datang melihat keramaian dari empat penjuru.
Sedangkan si "Leng Poo Sianci" Cha Giok Yong yang sedang
bergebrakpun serangan serangan yang dilancarkan pada saat
ini tidak sehebat tadi lagi, sebilah pedangnya kena terkurung
rapat rapat oleh lapisan hawa pukulan hitam pihak lawan.
Jelas ia sudah terdesak dibawah angin.
Tak terasa lagi dalam hatinya diam diam mulai mengambil
perhitungan. "Cianpwee yang mengirim suara secara diam diam
kepadaku tadi tidak setuju kalau aku menggunakan ilmu sakti
Jie Khek Koen Yen Sian Thian Cin Thie pada saat ini" pikirnya
dalam hati. "Sudah tentu ia tidak ingin pula rahasia asal usulku ketahuan, lalu hendak menggunakan cara apakah dirimu
untuk mengatasi sitasi semacam ini?""..."
Selagi ia merasa ragu-ragu untuk mengambil keputusan,
mendadak terdengarlah sang pemuda berkerudung yang
semula berdiri disisi tubuh sikakek tua itu sudah bersuit
panjang. Mendadak tubuhnya satu lingkatan ditengah udara, diikuti
berkelebatnya serentetan cahaya keemas-emasan meluncur
keluar. Laksana seekor kelabang warna emas yang sedang terbang
menari tertiup angin, dengan menimbulkan suara desiran
tajam dengan cepat mengurung jago jago ditengah kalangan
bagaikan curahan hujan. Melihat kejadian itu Tan Kia Beng merasa sangat
terperanjat, dengan cepat bentaknya keras.
"Awas! senjata rahasia Pek Coe Kiam Wu Yen Wie Ciam
yang sangat beracun, cepat cabut senjata tajam kalian !"
Sembari membentak keras badannya segera mencelat
ketengah udara sambil mengirim dua gulung angin pukulan
yang maha dahsyat, bagaikan angin tiupan yang menggulung
lewat dengan cepatnya hawa pukulan tersebut menerjang
menyapu jarum-jarum emas tersebut.
Ketika itulah suara tertawa seram berkumandang
memecahkan kesunyian, mulai bergerak kedepan.
Seketika itu juga seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan
cahaya keemas-emasan yang menyilaukan mata, rapat
bagaikan curahan hujan dan cepat laksana lembaran kilat,
semuanya mengarah ketengah kalangan.
Jago-jago Bu-lim yang datang melihat keramaian itu rata
rata merupakan jago jago kangouw kelas tiga serta kelas
empat, sudah tentu mereka tak bakal kuat melawan
datangnya serangan senjata rahasia beracun demikian
banyaknya. Seorang demi seorang meronta keras lalu roboh
bermandikan darah keatas tanah dirinya jeritan ngeri yang
menyayatkan hati didalam sekejap mata mayat-mayat
bergelimpangan memenuhi seluruh permukaan tanah.
Hal ini membuat Tan Kia Beng jadi sangat cemas, sepasang
mata berubah jadi memerah, disamping ia harus mengirim
pukulan-pukulan kosong ketengah udara untuk pukul pental
jarum-jarum terbang tersebut disamping itu iapun masih harus
mengurusi orang lain. Sudah tentu tak ada waktu baginya
untuk melancarkan serangan kearah pemuda berkerudung
tersebut. JILID: 12 Selagi ia dibuat kebingungan untuk mencak-mencak kesana
kemari, tiba-tiba terdengarlah Leng Poo Sianci berseru
tertahan. badannya mundur ke belakang dengan
sempoyongan hampir saja roboh ke atas tanah.
Jelas badannyapun sudah terhajar jarum beracun. Masih
beruntung si kakek berkerudung itu sudah mundur dengan
sendirinya sewaktu pemuda tadi melancarkan senjata rahasia,
oleh karena itu walaupun sudah terkena jarum ia masih bisa
berusaha keras untuk mempertahankan diri.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian ini hatinya jadi amat
cemas, badannya dengan cepat berkelebat kesisi tubuhnya.
"Nona! apakah kau sudah terluka?" teriaknya keras. "Mari, biarlah cayhe lindungi dirimu untuk mengundurkan diri dari
sini" "Kau tidak usah ikut kuatir, aku percaya masih bisa
mempertahankan diri!" sahut Leng Poo Sianci dengan alis
yang dikerutkan. Pedangnya kembali mengirim dua buah babatan ke arah
depan, tetapi racun yang dipoleskan di atas ujung jarum Yen
Wie Ciam ini sangat berbisa, kendati tenaga dalam yang
dimilikinya sangat sempurna tapi tak berhasil juga digunakan
untuk memperlambat daya kerja dari racun itu.
Apalagi setelah terkena racun berturut turut ia harus
menggerakkan pedangnya pula untuk menangkisi datangnya
serangan serangan jarum beracun boleh dikata tak ada waktu
baginya untuk menutup seluruh aliran jalan darah, kini
sesudah mengerahkan tenaga kembali, badannya tak kuasa
untuk mempertahankan diri.
Sesudah membabat serangan pedang yang kedua,
badannya mulai bergerak maju dua langkah dengan
sempoyongan, pedang ditanganpun terasa amat berat
sehingga sulit diangkat kembali.
Coba bayangkan, dibawah serangan jarum-jarum beracun
yang memenuhi seluruh angkasa, mana ada waktu peluang
bagi dirinya untuk beristirahat".... masih beruntung Tan Kia-
beng sudah berada disisinya.
Ia segera membentak keras, sepasang tangannya bersama-
sama didorong ke depan mengirim pukulan pukulan kosong,
setelah itu tangannya kembali bergerak menotok jalan
darahnya. Menggunakan kesempatan itulah ia lantas membopong
badannya dan mencelat ke tengah udara kemudian
menerobos keluar dari mulut lembah.
Si kakek dewa bertangan setan yang melihat pengemis
tersebut dengan membawa sang gadis melarikan diri keluar
lembah, ia segera bersuit nyaring, Badanpun ikut meloncat ke
tengah udara melakukan pengejaran dari belakang.
Siapa sangka ketika itulah mendadak....
Serentetan cahaya kehijau hijauan bagai hujan anak panah
meluncur masuk ke dalam lembah diikuti suara desiran tajam.
Melihat munculnya serangan cahaya hijau saking kagetnya
si kakek dewa bertangan setan jadi menjerit tertahan.
Tangannya dengan cepat mengirim tiga buah pukulan
kosong ke tengah udara. sesudah bersusah payah akhirnya ia
baru berhasil meloloskan diri dari mara bahaya.
Ketika itu badanpun sudah terdesak hingga masuk kembali
ke dalam lembah, dengan hati berdesir buru-buru ia pungut
senjata rahasia yang menggeletak ditanah untuk diperiksa.
"Aaakh....!" Kiranya senjata rahasia itu bukan lain hanyalah daun pohon pisang yang lembek.
Orang ini dapat menggunakan daun pohon yang lembek
untuk dijadikan senjata rahasia hal ini jelas membuktikan


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau tenaga lweekangnya sudah berhasil mencapai pada taraf
memetik daun melukai kerbau. membunuh orang tanpa
berwujud! Walaupun si kakek dewa bertangan setan terkenal akan
keganasannya, tetapi ia belum berhasil melatih ilmu hingga
mencapai pada taraf yang sedemikian tingginya.
Ketika itu para jago yang datang melihat keramaian sudah
dibereskan semua, sedang para lelaki berkerudung itupun
mulai berkumpul di depan mulut lembah.
Melihat sang pengemis serta nona tersebut tidak kelihatan
lagi batang hidungnya, tak terasa mereka mulai bertanya
tanya. "Eeei....! dimanakah si pengemis cilik itu?"
"Berhasil meloloskan diri!"
Mendadak pemuda berkerudung itu menyingkap kain
kerudungnya lalu tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... sekalipun ia berhasil melarikan
diri keujung langitpun, aku si Gien To Mo Lei akan
menangkapnya kembali...."
Dengan pandangan yang dingin si kakek dewa bertangan
setan melirik sekejap ke arahnya, mulutnya tetap
membungkam. Si Gien To Mo Lei yang melihat sikap si orang tua itu lantas
mengerti kalau dia terlalu memandang kedudukannya sendiri
dan tidak menganggap perkataannya.
Dalam keadaan gusar ia mendengus dingin kemudian
meloncat ke tengah udara dan berlalu dari mulut lembah
tersebut. Kita balik pada Tan Kia-beng yang melarikan diri sambil
menggendong Leng Poo Sianci.
Ia sudah mempunyai pengalaman sewaktu menolong Sak
Ih lolos dari bahaya keracunan, ia tahu menghadapi senjata
rahasia beracun semacam ini waktu tak boleh diulur terlalu
lama, oleh karena itu ilmu meringankan tubuhnya sudah
dikerahkan dengan menggunakan seluruh tenaga yang ada.
Walaupun pada saat ini Leng Poo Sianci sudah keracunan
sangat berarti tetapi berhubung sejak kecil ia sudah makan
obat mujarab sehingga di dalam badannya memiliki suatu
daya kekuatan untuk menghadapi racun maka kesadarannya
tidak sampai punah seluruhnya.
Kini merasakan dirinya digendong ke belakang punggung
seseorang pengemis cilik, dalam hati benar-benar merasa
tidak betah. Ia yang sudah terbiasa mengutamakan kebersihan, setelah
bertemu dengan pakaian butut yang kotor lagi bau, dalam hati
benar-benar kepingin muntah dan meronta ingin turun.
Cuma sayang tenaganya sudah punah, terpaksa ia
pejamkan matanya menurut saja.
Selama di dalam perjalanan, ia merasa dirinya seperti
terbang diawan.... kurang lebih setelah berlari selama
sepertanak nasi lamanya di tengah batuan gunung yang
curam akhirnya mereka berhenti.
Perlahan-lahan matanya dibuka tampaklah si pengemis kecil
itu sudah meletakkan dirinya di dalam sebuah gua dan kini
sedang memeriksa luka di atas badannya.
Selama hidup Leng Poo Sianci boleh dikata belum pernah
bersentuhan dengan seorang lelakipun, saat ini dia mana mau
membiarkan seorang pengemis cilik meraba raba seluruh
badannya. "Cepat kau pergi!" dengan cemas bentaknya. "Aku tidak membutuhkan bantuanmu!"
Tan Kia-beng mana tahu apa yang dipikirkan olehnya pada
saat ini, ia tetap melanjutkan pemeriksaannya.
"Jarum Pek Cu Kiam Wu Yen Wie Ciam ini merupakan suatu
senjata rahasia yang paling beracun, jikalau tidak dicabut
keluar semua mana kau bisa sembuh?" serunya kembali.
"Tidak! jangan sentuh aku, aku tidak membutuhkan
pengobatanmu, jika kau tidak mau pergi lagi, aku segera akan
memaki dirimu!" Pada saat ini Tan Kia-beng telah menemukan bahwa jarum
Yen Wie Ciam yang bersarang di dalam badannya jauh lebih
banyak dari pada Sak Ih tempo dulu.
Hanya saja pada saat ini ia tidak memiliki batu sembrani,
ditambah pula obat pemunah pemberian si Rasul Selaksa
Racun pun sudah habis digunakan, hal ini membuat alisnya
dikerutkan semakin rapat.
"Kau jangan cemas dahulu" ujarnya kemudian. "Biarlah aku membawa kau pergi mencari seorang kawanku, dia adalah
seorang nenek moyangnya racun yang sangat terkenal di
dalam kolong langit, perduli racun macam apapun ia pasti
punya cara untuk menyembuhkan!"
Selesai berkata ia lantas berjongkok dan memeluk
badannya kembali. Walaupun dalam hati Leng Poo Siancipun mengerti bila ia
bermaksud baik, tetapi karena ia tak tahu si pengemis kecil ini
bukan lain adalah hasil penyaruan dari Tan Kia-beng, maka
hatinya merasa sangat cemas.
"Eeei.... kau ini benar manusia yang tidak tahu diri"
teriaknya sambil meronta-ronta. "Antara lelaki dan perempuan
ada batas-batasnya, siapa yang membutuhkan bantuanmu"
ayoh cepat pergi dari sini."
Mendengar perkataan itu Tan Kia-beng jadi lupa atas
penyaruannya, ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... bagus, bagus sekali, memang antara
lelaki dan perempuan ada batas-batasnya, anggap saja aku
Tan Kia-beng terlalu banyak mencampuri urusan orang lain!"
Selesai berkata ia lantas meloncat bangun dan berlalu dari
sana. Sebaliknya Leng Poo Sianci jadi sangat terperanjat.
"Kau adalah Tan...."
Saking cemasnya ia jadi jatuh tak sadarkan diri.
Dengan gemas dan mendongkol Tan Kia-beng berkelebat
keluar dari gua, ia bermaksud untuk mencari si Rasul Selaksa
Racun untuk bantu mengobati gadis tersebut.
Siapa tahu sewaktu kakinya baru saja melayang turun ke
atas permukaan tanah, serentetan suara tertawa yang amat
menyeramkan sudah berkumandang memecahkan kesunyian.
"Heee.... heee.... heee.... aku mengira kau bisa terbang ke
atas langit, kiranya kau bangsat cilik sedang bersembunyi di
tempat ini...." Sreet! Sreet! tiga sosok bayangan hitam bagaikan anak
panah yang terlepas dari busur sudah meluncur datang.
Orang yang pertama adalah Gien To Mo Lei, Gok Lun,
kedua bukan lain mata tunggal mulut perut rambut kuning gigi
sumbing "Touw Yen Lu" atau Si Bangau Mata Satu. Dan
terakhir Tolunpah silhama berjubah merah.
Melihat munculnya jago-jago kelas satu dari Isana Kelabang
Emas, diam-diam Tan Kia-beng merasa amat terperanjat.
Bila cuma dia seorang saja yang ada disini sudah tentu
pemuda kita tak bakal jeri. tetapi kini di dalam gua masih ada
Leng Poo Sianci yang terluka, urusan tidak akan segampang
itu lagi. Begitu Gien To Mo Lei melayang turun ke atas permukaan
tanah, sambil menuding Tan Kia-beng segera serunya, "Hey
pengemis cilik, kau sudah menculik pergi gadis itu
kemana"...." "Heee....heee.... soal ini kau tak perlu tahu!" Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya kemudian buang muka.
Antara Tolunpah serta Leng Poo Sianci mempunyai ikatan
dendam sedalam lautan karena terbunuhnya sang sute
ditangan gadis tersebut, hanya dikarenakan pada waktu itu ia
tak ada disana maka dia tidak munculkan dirinya pula.
Kini setelah mendengar gadis tersebut berhasil ditolong
oleh sang pengemis cilik, badannya dengan cepat meloncat
maju menghampiri Tan Kia-beng.
"Bangsat cilik!" bentaknya keras. "Jikalau malam ini kau tidak serahkan perempuan lonte itu, Hud-ya mu segera akan
cabut nyawa anjingmu"
"Ooouw begitu?" ejek Tan Kia-beng dengan nada
menghina, air mukanya sama sekali tidak berubah.
"Kalau kau tidak percaya, cobalah kelihayanku ini!"
Tangannya yang besar segera menyambar ke arah dada
lawan, di dalam dugaan hatinya cukup di dalam satu gebrak
saja pengemis cilik ini pasti berhasil ditawan hidup hidup.
Siapa sangka sebelum telapak tangannya berhasil mengenai
sasaran, bayangan tubuh tahu-tahu sudah berkelebat lewat
diikuti menggulung datangnya satu pukulan maha dahsyat
langsung menerjang ke arah lambungnya.
Dalam keadaan gugup ia tak berani menerima datangnya
serangan tersebut dengan keras lawan keras, badannya
dengan cepat berputar lalu menyingkir lima langkah ke
samping. Ketika ia menoleh kembali, tampaklah sang pengemis cilik
tersebut masih tetap berdiri di tempat semula seperti belum
pernah terjadi sesuatu urusanpun.
Kedudukan Tolunpah di dalam Isana Kelabang Emas boleh
dikata tidak dibawah Sam Biauw Ci Sin sekalian, kini
dihadapan seorang pengemis cilik ternyata belum sampai
lewat satu jurus dirinya sudah kena terdesak mundur berulang
kali, wajahnya kontan terasa amat panas.
Ia membentak keras, badannya sekali lagi menubruk ke
depan sambil mengirim pula satu pukulan gencar.
Pada waktu itulah tampak bayangan manusia berkelebat,
mendadak Hu Siauw-cian sudah meluncurkan dirinya dari
belakang tubuh Tan Kia-beng.
Di tengah berkebutnya bayangan biru ia sudah memapaki
tubuh Tolunpah yang sedang menerjang ke depan.
Berhubung ia memakai pakaian dari Tan Kia-beng apalagi
dibawah sorotan cahaya rembulan yang remeng-remeng di
dalam anggapan Tolunpah ia sudah berjumpa dengan Tan Kia-
beng sehingga Tak terasa lagi ia berdiri tertegun,
Sedangkan Hu Siauw-cian sendiri sejak semula sudah
berhasil memunahkan datangnya serangan gerakan itu
kemudian mengirim pula satu hantaman dahsyat menggulung
badannya. Tan Kia-beng yang secara mendadak melihat Hu Siauw-cian
muncul di tempat ini, hatinya rada bergerak.
Ia pernah berjanji agar gadis ini suka berdiam di kota Swan
Jiau, sehingga memperoleh berita yang sesungguhnya dari Mo
Tan-hong baru meninggalkan tempat itu. Lalu mengapa pada
saat ini ia bisa munculkan dirinya secara mendadak digunung
Ui san" Selagi pikirnya berputar Gien To Mo Lei sudah menerjang
maju hingga berada dihadapannya.
"Bangsat cilik....! Kau bersiap-siap minum arak hukuman?"
teriaknya sambil tertawa seram
Dalam hati dasarnya Tan Kia-beng sudah pernah berkata
hendak membinasakan dirinya dengan tangan sendiri.
Kini ia sedang menyatakan sebagai seorang pengemis,
karena tidak ingin terbongkar rahasianya pada saat ini maka
dengan sekuat tenaga pemuda tersebut berusaha untuk
bersabar. Gien To Mo Lei yang melihat dia tidak memberikan
jawaban, sang badan kembali mendesak maju dua langkah ke
depan, dengan wajah diliputi napsu hawa membunuh
bentaknya kembali, "Kau masih juga tidak mau mengaku terus
terang" Apakah hendak menanti sampai siauw ya mu turun
tangan sendiri?" Tan Kia-beng tertawa dingin, ia tetap tak menjawab.
Pada saat itulah mendadak dari belakang punggung Tan
Kia-beng kembali muncul seorang lengcu berdandan
sastrawan yang lemah lembut.
"Bajingan anjing!" makinya sambil menuding Gien To Mo
Lei. "Kau tidak usah pentang bacot cari nama di tempat ini.
Malam ini merupakan saat kematianmu!"
Serentetan cahaya tajam berkelebat lewat dan langsung
membabat serta menggulung ke arahnya, hawa pedang
berdesir, dahsyatnya luar biasa.
Dalam keadaan gugup Gien To Mo Lei tak sempat
mencabut goloknya lagi, badannya berturut turut mundur
sejauh puluhan kaki ke belakang setelah itu baru berhasil
meloloskan goloknya dari sarung.
Kedatangan orang ini sangat mendadak, sampai Tan Kia-
beng sendiripun dibuat tertegun, pikirnya dalam hati,
"Siapakah orang ini" Mengapa selamanya belum pernah aku
menemui dirinya?" Sewaktu melihat jurus serangan serta langkah kakinya
iapun merasa seperti dikenal hanya, sudah lupa pernah
bertemu dimana.... Karena selama ini hatinya selalu menguatirkan keselamatan
Leng Poo Sianci, ia tak ada niat untuk berpikir kembali, dalam
hatinya lantas mengambil keputusan untuk gebah pergi dulu
orang-orang Isana Kelabang Emas.
Sinar matanya pelan-pelan berputar, sewaktu dilihatnya
kecuali Gien To Mo Lei serta Tolunpah, kini tinggal si Bangau
Mata Satu yang belum turun tangan, kembali pikirnya dalam
hati. "Luka yang diderita nona Cha, tak bisa diundur lagi, kini Hu
Siauw-cian pun bisa pergi melindungi dirinya, biarlah aku pergi
mencari jejak Si Rasul Selaksa Racun!"
Berpikir akan hal ini, badannya dengan cepat menerjang
maju kehadapan si Bangau Bermata Satu, bentaknya, "Jika
kau tidak pergi juga dari sini, siauw-ya mu tak akan
bersungkan-sungkan lagi."
Sejak semula si bangau bermata satu memangnya tidak
pandang sebelah matapun terhadap si pengemis cilik ini, oleh
sebab itu setelah Gien To Mo Lei sekalian turun tangan ia
sama sekali tidak melirik sekejap pun terhadap pengemis itu.
Kini melihat sang pengemis cilik ternyata menantang dirinya
untuk diajak bergebrak, tak terasa lagi ia mendongakkan
kepalanya tertawa aneh. "sebetulnya loohu tiada maksud untuk bergebrak melawan
kalian manusia-manusia dari angkatan muda, tetapi kalau
memang kau bermaksud mencari mati, akupun tidak akan
sungkan sungkan lagi. Hanya saja kau jangan salahkan kalau
loohu bertindak terlalu ganas dan menggunakan kedudukan
angkatan tua untuk menganiaya angkatan yang lebih baik"
Tan Kia-beng yang melihat sikapnya amat sombong dan
sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap dirinya,
diam-diam dalam hati merasa kegelian.
Sepasang telapak tangannya diam-diam mulai disaluri
tenaga dalam, tapi selagi ia siap-siap hendak melancarkan
serangan mendadak dari tempat kejauhan berkumandang
datang suara suitan nyaring yang memekikkan telinga, suara


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suitan itu tinggi melengking bagaikan pekikan burung hong....
Mendengar suara suitan tersebut air muka si bangau
bermata satu segera berubah hebat bentaknya keras, "Untuk
sementara kita tinggalkan urusan disini, kita bubar!"
Selesai berkata badannya dengan cepat meloncat ke tengah
udara kemudian dengan gerakan yang cepat laksana
sambaran kilat berkelebat menuju ke arah berasalnya suara
tersebut. Gien To Mo Lei serta Tolunpah pun cepat menarik kembali
serangannya kemudian melayang pergi dari sana.
"Eeei.... sebetulnya bangsat bangsat ini sedang mainkan
pemainan setan apa?" seru Hu Siauw-cian sambil mencekal
golok lengkungnya dan berdiri tertegun.
Tan Kia-beng menjawab, sinar matanya perlahan-lahan
dialihkan ke atas wajah sang sastrawan yang datang terakhir
itu. Setelah lewat sejenak kemudian ia baru menyahut,
"Kemungkinan sekali di tempat lain sudah terjadi suatu
peristiwa yang penting!"
Melihat sikap sang pemuda kebengongan Hu Siauw-cian tak
bisa menahan gelinya lagi, ia tertawa cekikikan.
"Eeei.... kau lagi melongo apaan?" godanya "Mari aku
kenalkan, saudara ini adalah Ih Jien heng yang sudah lama
kau kagumi" "Tapi.... aku sama sekali tidak kenal dengan orang ini!"
diam-diam pikir Tan Kia-beng keheranan.
Tetapi diluaran ia tidak berkata demikian, sambil tersenyum
ia lantas maju dua langkah ke depan.
"Aaah.... kiranya Ih heng, selamat bertemu, selamat
bertemu," serunya sembari menjura.
Sang sastrawan tersebut dengan halus mengucapkan pula
beberapa patah kata merendah, tetapi selama ini tidak mau
juga berjalan mendekati ke arahnya.
Tetapi Tan Kia-beng tidak memperhatikan persoalan
tersebut, kepada Hu Siauw-cian kembali ujarnya, "Kenapa
kaupun ikut datang kemari" jikalau peristiwa ini sampai
diketahui orang-orang pihak Isana Kelabang Emas, mungkin
mereka akan mengecap aku tidak bisa pegang janji"
"Hii.... hiii.... hiii.... sekarang buat apa kita takuti lagi diri mereka"...." seru Hu Siauw-cian sambil tertawa cekikikan "Aku tanggung Mo Tan-hong sibudak busuk itu tak bakal mati"
Mendadak si sastrawan tersebut melototi sekejap ke
arahnya dengan gemas, hal ini membuat Hu Siauw-cian
tertawa semakin keras. Melihat sikap dari dara tersebut Tan Kia-beng mengerutkan
alisnya. "Apakah kau sudah memperoleh beritanya yang
sebenarnya?" tanyanya cemas.
"Sudah tentu! kalau tidak bagaimana mungkin aku bisa
sampai disini"' Selagi Tan Kia-beng ingin mendesak lebih lanjut, mendadak
terasa ujung baju tersampok angin disusul munculnya si Rasul
Selaksa Racun dengan wajah keren.
"Toako! Pada saat ini situasi dimedan sekitar sini amat
tegang dan kritis, bagaimana kau masih punya kegembiraan
untuk bergurau disini?" tegurnya.
Tan Kia-beng jadi terperanjat, mendadak ia teringat kembali
tentang Leng Poo Sianci. "Jie ko! kedatanganmu sangat kebetulan sekali" buru-buru
serunya "Aku punya seorang kawan yang sudah terkena racun
jarum Pek Cu Kiem Wu Yeng Wie Ciam, keadaannya sangat
berbahaya sekali, tolong kau suka turun tangan mencabut
keluar jarum tersebut"
Si Rasul Selaksa Racun mengangguk, demikianlah mereka
berempat lantas besama-sama jalan masuk ke dalam gua
batu. Ketika itu racun yang mengeram di dalam tubuh Leng Poo
Sianci sudah mulai bekerja. nafasnya senin kemis tinggal
menunggu saat putusnya saja.
Melihat keadaannya itu Tan Kia-beng semakin cemar lagi,
dengan cepat ia mencengkeram lengan saudaranya dan ditarik
semakin cepat. "Jie ko! apakah dia masih bisa tertolong?" tanyanya cepat.
Perlahan-lahan si Pek-tok Cuncu mencekal urat nadinya,
setelah memeriksa sejenak ia tertawa panjang.
"Haa.... haa.... haa.... kalau cuma sedikit racun yang tiada
harganya inipun aku tak bisa ditolong, lalu buat apa aku
menggunakan gelar Pek-tok Cuncu?" katanya.
Walaupun dimulut ia berkata demikian tetapi tidak juga
turun tangan untuk memeriksa lukanya.
Tan Kia-beng tahu hal ini dikarenakan pihak lawan adalah
seorang gadis, karena itu dengan cemas ia lantas menoleh ke
arah Hu Siauw-cian. "Siauw Cian! coba kau wakili dia periksa luka-lukanya"
Dengan cepat si Pek Ih Loo Sat melirik sekejap ke arah si
sastrawan tersebut, setelah itu ia tertawa cekikikan.
"Boleh sih boleh, cuma kau hendak memberi aku apa
sebagai tanda terima kasihmu?"
Tan Kia-beng meringis kuda, dan cuma bisa melototkan
matanya saja. Dari dalam sakunya si Rasul Selaksa Racun
lantas mengambil keluar sebuah besi semberani yang
langsung diserahkan ketangan Hu Siauw-cian
"Kau gunakanlah benda ini untuk menekan di atas mulut
luka dan keluarkan jarum-jarum beracun itu setelah itu baru
berikan obat pemunah ini kepadanya, dengan cepat ia akan
tersadar kembali." Hu Siauw-cian setelah menerima batu semberani dan obat
pemunah itu lantas berjongkok dan membukakan pakaiannya
untuk periksa luka luka dibadan.
Sedang Tan Kia-beng sekalianpun merasa tidak enak untuk
tetap berada di dalam gua mereka bersama-sama
mengundurkan diri dan menanti diluar.
Obat pemunah dari Pek-tok Cuncu benar-benar luar biasa
manjurnya, tidak lama kemudian Leng Poo Sianci sudah
tersadar kembali. Cuma Hu Siauw-cian benar-benar sangat nakal dan jail,
terang terangan ia tahu kalau gadis tersebut sudah sadar
sengaja ia tidak bantu dirinya untuk mengenakan pakaiannya
kembali, bahkan dengan ganas dan buasnya memeluk
badannya kencang kencang.
Leng Poo Sianci yang jatuh tidak sadarkan diri, mendadak
mencium bau yang pedas lagi kau meransang hidungnya
dengan cepat membuat dia sadar kembali dari pingsannya.
Ketika membuka matanya kembali di dalam pelukan
seorang pemuda berbaju biru, apalagi pakaian tersebut
kepunyaan Tan Kia-beng. Ditambah pula suasana di dalam
gua sangat gelap, ia mengira orang yang sedang memeluk
dirinya bukan lain adalah Tan Kia-beng yang pemuda idaman.
"Aaach.... kau?" teriaknya terperanjat.
Dengan cepat ia berusaha untuk meronta dan meronjat
bangun. "Ehmmm....!" pihak lawan hanya mengia perlahan,
sepasang tangannya memeluk semakin kencang lagi.
"Eeei.... cepat lepas tangan!" tak terasa lagi Leng Poo Sianci berteriak cemas.
Tetapi, pihak lawan bukannya menurut dan lepas tangan
sebaliknya malah dengan ganas menciumi pipi gadis tersebut
dengan serangan serangan gencar, hal ini membuat Leng Poo
Sianci semakin malu dan cemas.
"Kau mau berbuat apa?" teriaknya sambil meronta, "Kenapa tidak mau lepas tangan" jika tidak pergi lagi aku segera akan
jadi gusar!" Tetapi dengan rontaannya ini bukan saja tidak berhasil
melepaskan diri dari pelukan pihak lawan bahkan gadis
tersebut menemukan pula kalau pakaiannya sebelah atas
sudah terbuka sama sekali sehingga teteknya kelihatan keluar.
Sepasang tangan dari orang itu dengan tiada sungkan
sungkannya meraba kesana meraba kemari bahkan sangat
bernafsu sekali Walaupun gadis ini menaruh hati terhadap Tan Kia-beng,
tetapi diperlakukan ini hatinya jadi jengkel benar, air mukanya
berubah jadi merah padam, dengan sekuat tenaga ia meronta.
"Jika kau tidak lepas tangan lagi, aku segera akan mulai
memaki!" ancamnya. Hu Siauw-cian setelah puas menggoda dirinya, ia tidak
berani meneruskan permainan ini kelewat batas, mendadak
sambil tertawa nyaring melayang keluar dari dalam gua.
Melihat dara tersebut melayang keluar, dengan hati cemas
Tan Kia-beng segera maju menyongsong.
"Bagaimana keadaannya?" tanyanya cepat
"Ia sudah sadar kau boleh berlega hati" sahut Siauw Cian
sambil menahan rasa gelinya.
Ketika itulah tampak sesosok bayangan manusia berkelebat
lewat, Leng Poo Sian Ci pun sudah melayang keluar dari dalam
gua Tan Kia-beng yang memeriksa raut muka segera
menemukan kecuali ia masih rada lelah kesehatannya betul-
betul sudah pulih kembali seperti sedia kala.
Tan terasa lagi dalam hatinya mulai memuji kelihayan dari
si Rasul Selaksa Racun yang merupakan nenek moyangnya
rasul. Leng Poo Sianci yang sudah berada diluar gua, dengan
meminjam sorotan cahaya rembulan ia memandang sekejap
ke atas wajah Hu Siauw-cian, tetapi sebentar kemudian seperti
baru saja dipagut ular ia menjerit melengking, "Aaach! kiranya
kau bukan dia!" Pedang pendeknya dengan cepat dicabut keluar kemudian
badannya menubruk ke depan sambil mengirim serangan-
serangan gencar. Tan Kia-beng tidak mengetahui diantara mereka sudah
terjadi peristiwa apa, buru-buru ia maju melerai.
"Tahan!" bentaknya keras. "Orang lain bermaksud baik
tolong kau dan mengobati lukanya, kenapa kau malah
mengajak orang lain berkelagi"...."
Leng Poo Sianci yang melihat si pengemis cilik itupun ikut-
ikutan, hawa amarah di dalam badannya semakin memuncak.
"Urusan ini kau tidak usah ikut campur" jeritnya keras. "Aku hendak bunuh bangsat cabul ini, dia sudah menghina diriku!"
"Aaah.... nonamu yang manis mengapa kau begitu tidak
tahu diri"...." goda Hu Siauw-cian sambil berkelit kesamping.
"Barusan saja kita bermesrah mesrahan, kenapa sekarang kau
malah mencabut pedang hendak membunuh aku!"
Leng Poo Sianci semakin gusar lagi, pedangnya laksana
pelangi membuat tajam ke depan legaknya mirip macan betina
yang terluka. Kedatangan dari si Rasul Selaksa Racun untuk mencari Tan
Kia-beng sebetulnya ada urusan penting yang hendak
disampaikan kepadanya, kini melihat perempuan tersebut
menyerang dengan begitu tidak tahu diri urusan pentingpun
jadi lupa. Dengan perasaan kurang senang mendadak badannya
menerjang ke depan memukul getar pedang dari Leng Poo
Sianci. "Ke dalam situasi pada saat ini sedang dalam bahaya, buat
apa kalian bergurau terus tiada hentinya?" bentaknya berat.
"Orang ini adalah Pek Ih Loo Sat, Nona Hu. ia bantu kau
mengobati luka sudah merupakan suatu pekerjaan yang mulia,
apalagi diantara kalianpun sama-sama perempuan, apanya
yang perlu dijengkelkan lagi?"
Pek-tok Cuncu dengan kedudukannya sebagai seorang
cianpwee, setelah turun tangan membereskan urusan ini
ternyata benar-benar mendatangkan hasil yang manjur.
Leng Poo Sianci setelah mendengar bentakan ini, pikiranpun
jadi tersadar kembali. Cuma saja, walaupun pihak lawan adalah seorang gadis
tetapi kata-kata "Pek Ih Loo Sat" terlalu menusuk telinganya, ia teringat kembali dengan kata-kata dari si wanita cantik dari
balik kabut yang pernah mengungkap soal iblis wanita serta
gadis keraton. Kini ia menyaru sebagai Tan Kia-beng, tak usah dipikir lagi
tentu inilah orangnya yang dimaksud.
Tak terasa lagi gadis tersebut tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... Pek Ih Loo Sat, sekarang aku sudah kenali
dirimu, lain kali aku akan bereskan hutang diantara kita secara
perlahan-lahan" serunya gusar.
Selesai berkata ia lantas putar badan berlalu.
Tan Kia-beng yang melihat Leng Poo Sianci baru saja
sembuh dari lukanya kini sudah berlalu seorang diri, dalam
hati merasa amat cemas, ia takut gadis tersebut menemui hal-
hal yang diluar dugaan. "Nona Cha.... nona Cha.... kau jangan pergi" teriaknya
sambil lari mengejar. Tetapi bayangan tubuhnya hanya di dalam sekejap mata
sudah lenyap dari pandangan
Tak terasa lagi Tan Kia-beng jadi cemas, dengan nada
mengomel tegurnya kemudian pada Pek Ih Loo Sat, "Lukanya
baru saja sembuh, kenapa kau goda dia sampai jadi begitu?"
"Heee.... heee.... heee.... siapakah yang kenal orang itu,
aku sudah wakili kau untuk mengobati dirinya, bukannya
mendapat ucapan terima kasih sekarang malah mendapat
teguran.... Hmmm! kau benar-benar tidak tahu diri" teriak Hu
Siauw-cian sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Tan Kia-beng yang kena disindir, saking mendongkolnya tak
dapat mengucapkan kata-kata lagi.
Jika dibicarakan walaupun Hu Siauw-cian adalah keponakan
muridnya, padahal yang benar hubungan mereka cuma
sebagai kawan belaka, apalagi secara resmi Si Penjagal
Selaksa Li Hu Hong pernah perkenalkan putrinya itu
kepadanya, oleh karena itu ia tidak dapat menggunakan
kedudukannya sebagai seorang Susiok untuk menegur dirinya.
Karena jengkel ia tidak menggubris gadis itu lagi, kepada
Pek-tok Cuncu tanyanya, "Jie-ko, bagaimana kau bisa tahu
kalau aku ada disini?"
"Sam ko sudah kabarkan soal ini kepadaku!"
Ia merandek sejenak, kemudian sambil menghela napas
panjang tambahnya lebih lanjut "
"Selamanya aku dengan si pencuri tua tak pernah
mencampuri urusan dunia persilatan, tetapi kali ini demi
urusan Toako, kami berdua benar-benar sudah mengalami
nasib yang amat mengenaskan!"
Kiranya sejak Su Hay Sin Tou si pencuri sakti bersama-sama
dengan Pek-tok Cuncu si Rasul Selaksa Racun memasuki
daerah pegunungan Ui-san, mereka telah menemukan
keadaan disekitar sana rada tidak beres.
Ternyata di daerah pegunungan Ui-san selama beberapa
hari ini telah muncul banyak jago-jago lihay yang jarang


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditemui di dalam Bulim, beberapa kali mereka berdua secara
diam-diam pernah mencoba bergebrak melawan orang-orang
tersebut, terasalah bahwa kepandaian mereka rata-rata tidak
lemah. Dalam batin, kedua orang jago tua ini lantas menduga
kalau mereka tentu orang-orang dari Isana Kelabang Emas,
tapi apakah maksud tujuan mereka datang kemari"
Karenanya, mereka berdua lantas membagi kerja dengan
Su Hay Sin Tou bertanggung jawab untuk mengadakan
hubungan dengan lingkungan luar sedangkan Pek-tok Cuncu
melakukan pemeriksaan dilingkungan dalam.
Dengan mengandalkan kepandaian silat mereka berdua
yang lihay serta pengalaman dan kecerdikan akhirnya setelah
bersusay payah mereka berhasil mendapatkan kesimpulan dari
seluruh rencana pihak Isana Kelabang Emas kali ini.
Mereka menemukan orang-orang Isana Kelabang Emas
ternyata sudah mengatur suatu jebakan yang sangat
mengerikan di daerah pegunungan Ui-san, dan boleh disebut
pula suatu rencana pembunuhan secara besar-besaran yang
mendekati kekalapan. Tan Kia-beng setelah selesai mendengar perkataan
tersebut, mendadak bertanya kembali, "Apakah kalian berhasil
menemukan tempat mereka untuk bermarkas?"
Setelah termenugn sejenak, akhirnya Pek-tok Cuncu
menggeleng. "Jikalah dibicarakan sungguh amat memalukan, luar gunung
Ui san semuanya ada ratusan li ditambah pula kepandaian silat
mereka rata-rata tidak lemah, gerak geriknya cepat bagaikan
angin, hingga saat ini Loohu belum berhasil menemukan
markas mereka!" "Jie-ko tak usah merasa murung karena persoalan ini" Tan
Kia-beng mengangguk perlahan, "Kini jago-jago lihay dari
tujuh partai besar sudah pada berdatangan, apalagi Yen Yen
Thaysu, Thian Liong Tootiang serta Liok lim Sin Ci sekalipun
sudah turun gunung, aku pikir mereka tentu sudah memiliki
suatu siasat yang baik."
"Haaa.... haaa.... haaa.... sekelompok manusia-manusia
bernama kosong, sekalipun pada berdatangan semua juga tak
bakal berhasil memperoleh suatu kesuksesan" mendadak Pek-
tok Cuncu tertawa ter-bahak-bahak
"Kemungkinan sakali pada beberapa waktu ini pihak Isana
Kelabang Emas sengaja melakukan pembunuhan secara besar
besaran dedaerah pegunungan Ui san tidak lebih ingin
memancing kedatangan mereka semua kemudian sekali turun
tangan menghabiskan mereka dari muka bumi"
Berbicara sampai disitu mendadak ia menarik kembali suara
gelak tertawanya, dengan wajah serius tambahnya lebih
lanjut, "Di dalam pertemuan puncak para jago di gunung Ui
san kali ini aku rasa tidak lebih merupakan suatu pertarungan
antara golongan lurus melawan golongan sesat, Menurut
pandangan Loohu kunci dari seluruh persoalan ini sudah ada
ditangan Toako seorang kita tak boleh tidak harus selalu
waspada!" "Aaah.... Jie ko terlalu menyanjung diriku. jago-jago lihay
yang ada didaratan Tionggoan tersebar luas dimana mana.
Tidak mungkin aku seorang angkatan muda yang tak
bernama digunakan tenaganya?"
"Tapi kenyataannya memang demikian mau percaya atau
tidak itu terserah padamu sendiri. Apalagi masih ada banyak
orang yang kedatangannya justru bermaksud mencari gara
gara dengan dirimu, semisalnya saja Si Penjagal Selaksa Li, Hu
Hong, Su Hay Sin Tou serta Loohu, jikalau bukan karena ada
hubungan dengan dirimu, siapa yang punya semangat untuk
banyak ikut campur dalam urusan orang lain?"
Diam-diam Tan Kia-beng mengakui bahwa apa yang
diucapkan memang merupakan suatu kenyataan.
"Jie ko!" serunya kemudian "Jadi maksudmu mencari aku hanya ingin membicarakan persoalan ini saja?"
"Heeei.... terus terang saja aku beritahu Jie ko mu sudah
jatuh kecundang ditangan orang lain!"
"Aaa.... siapa yang punya kepandaian begitu hebat
sehingga memaksa Jie-ko jatuh kecundang?"
"Pada beberapa waktu ini mendadak di daerah sekitar
gunung Ui san telah kedatangan seorang yang sangat
misterius, gerak-geriknya cepat laksana angin, kepandaian
silat jauh lebih lihay dari jago-jago Isana Kelabang Emas.
Beberapa kali Loohu yang mengadakan pengejaran berhasil
dibuat kalang kabut sendiri bahkan ada satu kali hampir
hampir saja menderita luka dibawah serangan."
"Apakah kau berhasil melihat jelas wajahnya?"
"Heeei.... bila dibicarakan sungguh memalukan sekali,
ternyata berulang kali Loohu tak berhasil melihat wajahnya,
hanya saja orang itu berdandan seperti seorang sastrawan
usianya masih sangat muda".
"Ooouw.... pasti dia!" mendadak Tan Kia-beng berteriak
tertahan. Setelah diungkap oleh Tan Kia-beng, Pek-tok Cuncu pun
jadi sadar kembali. "Sedikitpun tidak salah, kecuali dia tak orang lain lagi".
Perkataan yang hampir lebih mirip dengan teka-teki ini
kontan saja membuat Pek Ih Loo Sat cemas bukan alang
kepalang, sambil menarik tangan Tan Kia-beng buru-buru
tanyanya. "Kalian sudah berbicara selama setengah harian lamanya,
sebetulnya siapakah yang kalian maksud"
Tan Kia-beng lantas menceritakan kisahnya sewaktu
bertemu dengan Kiem Soat Lang di kota Swan Jan dimana
hampir hampir saja ia menemui ajal karena kena dibokong.
Selesai mendengarkan kisah tersebut Hu Siauw-cian
mencibirkan bibirnya yang kecil mungil.
"Huu aku tidak prcaya segala macam, bila ada kesempatan
aku tentu akan berusaha untuk bergebrak melawan dirinya."
Pek-tok Cuncu melirik sekejap ke arahnya, setelah itu
kepada Tan Kia-beng katanya, "Orang ini kalau bukan Majikan
Isana Kelabang Emas, sudah tentu orang penting dari
Kelabang Emas. kalau tidak mana mungkin dia terus menerus
sengaja mencari gara-gara dengan diriku?"
"Soal ini sukar untuk dibicarakan" perlahan-lahan pemuda
itu menggeleng setelah termenung sebentar. "Beruntung saja
jarak antara ini hari dengan saat pertemuan puncak tinggal
tiga hari lagi, sampai waktunya aku percaya urusan ini pasti
akan jadi jelas dengan sendirinya".
"Ehmmm.... perduli bagaimanapun kita harus bertindak
hati-hati" Pek-tok Cuncu pun mengangguk. "Aku masih ada
janji dengan si pencuri tua, kita bertemu lagi besok hari!"
Selesai berkata badannya dengan cepat meloncat ke tengah
udara dan berlalu dari sana.
Ketika itulah ia baru punya waktu untuk menoleh dan
bercakap-cakap dengan Hu Siauw-cian, tetapi Pek Ih Loo Sat
ini benar-benar terlalu aneh, ia malah menarik tangan
sastrawan tersebut. "Ih-heng, mari kitapun harus pergi!"
Setelah memberi tangan kepada Tan Kia-beng mereka
berdua sama-sama berkelebat lenyap di tengah kegelapan.
Tak terasa lagi Tan Kia-beng jadi tertegun, terhadap Hu
Siauw-cian ia sudah mempunyai suatu gambaran tersendiri.
Selama ini ia merasa gadis tersebut ada seorang
perempuan yang paling aneh, rasa cintanya yang selama ini
terkandung didasar hati perempuan itu belum pernah digubris
sama sekali. Tetapi kini setelah melihat dia berlalu sambil bergandengan
tangan, hatinya baru merasa kecewa, ia merasa dirinya seperti
baru saja kehilangan sebuah benda yang paling berharga.
Seorang diri ia berdiri termangu-mangu beberapa saat
lamanya, mendadak ia tersadar kembali.
"Eeei.... aku sedang berbuat apa" pikirnya.
Ketika itulah, baru saja badannya berputar hendak berlalu
mendadak suara ujung baju tersampok angin bergema
datang. saat ini tenaga lweekangnya sudah mencapai pada puncak
kesempurnaan, terhadap suara berisik dari rumput serta
ranting pada jarak sepuluh kaki dari dirinya berdiri ia dapat
mendengar dengan jelas sekali.
Dengan cepat badannya berjongkok sambil mempersiapkan
diri, tampak bayangan hitam tersebut dengan kecepatan
laksana sambaran kilat meluncur ke arah mana letaknya
markas besar Liok-lim Sin Ci.
Hal ini seketika itu juga membuat Tan Kia-beng rada
begerak, dengan cepat ia pun mengikuti dari arah belakang
dengan kecepatan bagaikan gulungan asap hijau.
Ilmu meringankan tubuhnya pada saat ini sudah menjagoi
Bulim, tetapi untuk menyandaki orang itu masih terpaut jauh,
diam-diam hatinya terperanjat juga.
"Siapa orang itu?" pikirnya dalam hati. "Keliahtannya kepandaian silat yang ia miliki jauh lebih tinggi satu tingkat
dari diriku!" Suatu keinginan untuk merebut kemenangan mulai
berkelebat di dalam benaknya, hawa murni buru-buru ditarik
panjang panjang dari pusar menuju keseluruh badan,
kecepatan larinyapun semakin bertambah.
Laksana sebatang anak panah yang terlepas dari busur ia
berkelebat ke depan mengejar orang tersebut.
Agaknya orang yang berada di depanpun merasakan
sesuatu, mendadak ia menoleh ke belakang sehingga
kelihatan orang itu agaknya seorang sastrawan berwajah putih
mulus. Sangat beruntung ketika itu Tan Kia-beng sedang berada di
tempat kegelapan sehingga jejaknya tidak sampai diketahui
oleh pihak lawan. Ketika orang itu tidak menemukan sesuatu dibelakang
tubuhnya, kembali melanjutkan perjalanannya ke depan.
Demikianlah kedua orang itu yang satu lari yang lain
mengejar hanya di dalam sekejap mata sudah tiba di depan
kuil yang sangat misterius itu.
Agaknya terhadap keadaan di sekeliling kuil orang itu sudah
merasa sangat hapal, sedikitpun tanpa ragu-ragu ia segera
berkelebat masuk melewati tembok pekarangan.
Karena terhadap orang-orang yang ada di dalam kuil rata-
rata Tan Kia-beng sudah mengenal semua maka ia pun tanpa
ragu ragu lagi ikut melayang masuk ke dalam.
Siapa sangka, di dalam sekejap mata itulah bayangan tubuh
orang tersebut sudah lenyap tak berbekas.
Sang pemuda yang terang-terangan melihat orang itu
berkelebat masuk ke dalam kuil sudah tentu tidak akan
melepaskan dirinya begitu saja.
Karena menduga mungkin orang itu sudah masuk ke dalam
ruang belakang, maka iapun berkelebat ke arah ruangan
belakang. Tetapi suasana disana sunyi senyap tak kelihatan seorang
manusiapun, hanya saja dari balik sebuah ruangan kecil
muncul sorotan sinar lampu.
"Apa mungkin ia sudah masuk keruangan tersebut?" diam-
diam pikirnya dalam hati.
Dengan langkah yang sangat berhati-hati ia lantas berjalan
mendekati ruangan tersebut, siapa tahu belum sampai
melangkah dua tindak mendadak pintu ruangan terbuka
disusul munculnya Yen Yen Thaysu dengan langkah lebar.
"Siapa yang sudah menyelundup masuk ke dalam
ruangan?" bentaknya dengan nada berat.
Karena takut terjadi kesalah pahaman, buru-buru Tan Kia-
beng menyahut dengan suara yang keras, "Cayhe Tan Kia-
beng!" Dari dalam ruangan segera menyusul datang Thian Liong
Tootiang, mendadak toosu tua itu memandang ke atas pintu
ruangan dengan perasaan terperanjat.
"Iiih"...." tak terasa lagi ia berseru tertahan.
Mengikuti sarah sinar matanya Tan Kia-beng serta Yen Yen
Thaysu itu pendeta tua dari Siauw-lim-pay segera
mengalihkan sinar matanya pula kesana.
Tampaklah di depan pintu telah tertancap sebuah leng-pay
yang terbuat dari emas murni, dibawah tanda lencana emas
itu terikat secarik kertas surat.
"Aaakh.... tanda leng-pay emas 'Kiem W* Leng'!" jerit Liok-lim Sin-ci dengan sangat terperanjat.
Dengan cepat diambilnya kertas surat tersebut kemudian
dibaca dengan suara yang lantang,
"Diperuntukkan Yen Yen, Thian Liong serta Liok Lim Sin Ci,
Kami sudah mengetahui dengan siasat serta rencana-rencana
yang kalian susun, mengingat rencana tersebut belum sampai
dilaksanakan maka untuk kali ini kami akan ampuni kesalahan
kalian. Aku perintahkan ini hari juga segera meninggalkan daerah
pegunungan Ui San, jika perintah ini dibangkang maka suatu
bencana kematian segera akan menjelang datang.
Jangan coba-coba mencari bibit penyakit buat diri sendiri.
Tertanda. Majikan Isana Kelabang Emas.
Selesai mendengar isi surat itu, mendadak dengan
sepasang mata yang memancarkan cahaya tajam Yen Yen
Thaysu menengok ke arah Tan Kia-beng.
"Siauw sicu! kapan kau tiba disini?"
"Baru saja belum lama!"
"Apakah kau membawa teman?"
"Kalau teman sih tidak ada, cuma aku sedang mengejar
seseorang" "Apakah kau dapat melihat jelas bagaimanakah raut muka
orang tersebut"...."
"Gerak gerik orang ini sangat cepat bagaikan tiupan angin,
di tengah kegelapan sukar untuk diteliti jelas bagaimana raut
mukanya." "Lalu dimanakah orang itu?"
"Sewaktu aku mengejar sampai ke dalam kuil mendadak
bayangan tersebut lenyap tak berbekas"
Yen Yen Thaysu segera tertawa terbahak-bahak.
"Aku kira tak pernah terjadi peristiwa ini bukan" rencana
serta siasat kami sudah diatur sangat rapat dan rahasia,
bagaimana mungkin pihak Isana Kelabang Emas bisa tahu"
Aku rasa di dalam peristiwa ini sicu tak bisa meloloskan diri
dari tuduhan" Apakah Thaysu menaruh curiga kalau cayhe sudah
membocorkan rahasia ini"...."
"Hmm!.... Bukan saja patut dicurigai, aku rasa asal usul dari
Leng pay emas inipun kemungkinan besar ada sangkut


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pautnya dengan dirimu."
Air muka Tan Kia-beng kontan saja berubah hebat.
"Thaysu adalah seorang beribadah yang mengutamakan
welas kasih serta kejujuran, Kenapa sekarang bisa
mengucapkan kata-kata semacam ini?"
Liok lim Sin Ci yang ada disamping karena takut diantara
mereka berdua semakin berbicara semakin panas dan tegang,
buru-buru maju melerai. "Thaysu! Kau jangan menuduh sauw hiap ini sampai begitu
jauh, loohu percaya watak serta kelakuan dari Tan Sauw
hiap!" serunya. "Heee.... heee.... heee.... heee....heee.... Tahu orangnya.
Tahu wajahnya tapi siapa yang tahu hatinya" apakah kau
sudah melupakan peristiwa yang telah terjadi diperkampungan
Thay Gak Cung?" teriak Yen-Yen Thaysu sambil tertawa
dingin. "Orang ini berasal dari perguruan Teh-leng-bun, kita
harus selalu waspada dan berjaga-jaga. Apalagi kepergiannya
ke gurun pasir, bagaimana mungkin dia seorang diri bisa lolos
kembali dalam keadaan selamat" persoalan ini sudah cukup
memberikan bibit curiga buat kita semua. Tidak mungkin ia
bisa lolos dalam keadaan sehat tenteram dari kepungan jago-
jago Isana Kelabang Emas yang banyak laksana mega."
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan ini dalam hati
merasa sangat gusar, tetapi dia tidak ingin memberikan
jawabannya. Thian Liong Tootiang yang mendengar perkataan serta
dugaan dari Yen-Yen Thaysu ini dalam hatipun merasa kurang
senang, sengaja kepada Tan Kia-beng tanyanya.
"Tan Sauw hiap, bagaimana jawabanmu terhadap persoalan
ini?" Tan Kia-beng dongakkan kepalanya tertawa dingin, sepatah
katapun tak dilontarkan keluar.
Kembali Yen-Yen Thaysu mendengus dingin. "Persoalan ini
sudah sangat jelas sekali tertera, di dalam ruangan ini penuh
tersebar jago-jago lihay, sungguh aneh sekali kalau tak
seorangpun diantara mereka menemukan kalau di tempat ini
sudah kedatangan seorang asing" Sewaktu Loolap mendengar
suara yang berisik diluar pintu, segera melayang keluar, dan
dia pun baru saja meloncat naik ke atas wuwungan rumah.
Karena bentakan dari loolap ia baru berhenti. Coba sekarang
kalian pikir kalau bukan dia masih ada siapa lagi?"
Persoalan ini memang benar-benar merupakan suatu
pertanyaan yang sulit dan tak mangkin terjawabkan, walaupun
sebagian besar orang-orang yang ada di dalam ruangan tidak
percaya kalau peristiwa ini hasil perbuatan Tan Kia-beng,
tetapi Yen Yen Thaysu adalah seoarang Tiang-loo dari partai
Siauw-lim-si, setelah dia kukuh dengan pendiriannya ini
memaksa yang lain mau tak mau harus percaya.
Diantara mereka cuma Loo Hu Cu dari Go-bie pay saja yang
mengerti jelas keadaan yang sebenarnya, ia pernah
bersanding dengan Tan Kia-beng sama-sama melawan orang-
orang Isana Kelabang Emas, ia mengerti bagaimana kelakuan
Tan Kia-beng. Setelah mendengar tuduhan yang dilaporkan oleh Yen Yen
Thaysu, ia lantas tampilkan dirinya ke depan.
"Pinto berani menjamin kalau peristiwa ini bukan hasil karya
Tan sicu. lebih baik kita sekalian rundingkan dulu persoalan
yang sedang kita hadapi, dan jangan karena persoalan kecil
lantas menggagalkan seluruh rencana yang besar"
"Heee.... heee.... heee.... jika musuh dalam selimut tidak
dibasmi bagaimana mungkin kita bisa mencapai
kemenangan?" kembali Yen Yen Thaysu tertawa dingin tiada
hentinya. "Di dalam persoalan ini kita harus selidiki dulu
sampai jelas!" Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga kedatangannya di
tempat itu sudah menemui banyak kerepotan, saking gusarnya
ia tertawa panjang. "Haa.... haa.... haaa.... maksud tujuan pihak Isana
Kelabang Emas hendak membinasakan seluruh jago-jago
Bulim yang dikirim setiap partai memang tak ada sangkut
pautnya dengan aku orang she Tan. Hanya saja karena aku
orang she Tan tidak ingin banyak orang tak berdosa yang
kena dibunuhnya maka sengaja melakukan perjalanan ribuan
li mendatangi gunung Ui-san ini untuk bantu kalian.
Hmmm....! Terus terang saja aku katakan, jika aku orang she
Tan betul-betul ada maksud jelek terhadap partai partai besar
yang ada di dalam Bulim, buat apa harus meminjamkan
kekuatan dari pihak Isana Kelabang Emas" Kalian jangan
terlalu pandang rendah aku orang she Tan!"
Serentetan kata-kata ini diucapkan secara blak blakan
bahkan bernadakan sombong. Maksudnya yang lebih tegas
lagi. Jikalau aku punya bermaksud jelek terhadap kalian,
cukup mengandalkan kepandaianku seorang diri sudah dapat
menyelesaikan semua persoalan.
Yen Yen Thaysu sebagai seorang cianpwee dari partai
Siauw lim, mempunyai watak yang keras dan terlalu kokoh
pada pendirian sendiri, oleh sebab itulah mengapa ia tak dapat
menjabat sebagai Ciang bunjin.
Kini selesai mendengar perkataan dari Tan Kia-beng, hawa
gusar tak dapat dibendung lagi, dan langsung menerjang naik
ke dalam benaknya, alis putihnya berkerut. Setelah memuji
keagungan Buddha serunya, "Manusia sombong dan tak tahu
diri, kau berani berbicara tidak sopan dihadapan para
cianpwee yang sedemikian banyaknya" Jika tidak kuberi
sedikit hajaran tentu kau anggap kami tak berani...."
Mendadak ujung jubahnya dikebut ke depan, segulung
angin pukulan Bu Siang Sia Kang tanpa mengeluarkan sedikit
suarapun laksana ambruknya gunung Thaysan menekan ke
arah bawah. Sifat orang tua ini benar-benar berangasan, sekali bicara
segera turun tangan sedemikian beratnya.
Tan Kia-beng tertawa dingin tiada hentinya, diam-diam ia
mulai mengerahkan tenaga murni Jie Khek Kun Yen Cin Khie
nya siap-siap menerima datangnya serangan tersebut.
Badannya tetap berdiri tegak, bahkan terhadap datangnya
angin serangan tersebut dia tidak perduli, melirik sekejap pun
tidak. Mendadak.... "Jangan!" suara teriakan keras segera datang.
Diikuti segulung angin puklan yang lunak dengan cepat
menggulung keluar menyambut datangnya angin pukulan "Bu
Sian Sia Kang" tersebut.
Suara ledakan keras segera bergema memenuhi angkasa,
tak kuasa lagi Yen Yen Thaysu terpukul mundur dengan badan
sempoyongan.... Tampak ujung jubah berkibar tertiup angin orang itu pun
kena tergetar mundur sebanyak setengah langkah ke
belakang. Setelah melayang turun ke atas tanah, semua orang baru
dapat melihat kalau orang itu bukan lain adalah Thian Liong
Tootiang. Dengan wajah serius toosu tua itu goyangkan tangannya
berulang kali terhadap Yen Yen Thaysu.
Untuk sementara waktu Thaysu jangan mengumbar hawa
amarah dahulu." serunya cepat. "Pinto percaya tanda perintah Kiem Wu Leng ini dikirim datang oleh orang-orang Isana
Kelabang Emas sendiri. Tan Sauw hiap tidak lain secara
ekebtulan hanya lewat di tempat ini saja, kita masih ada
persoalan penting yang harus dirundingkan."
Yen Yen Thaysu yang melihat semua orang pada main buka
mulur membelai Tan Kia-beng, dalam hatipun segera merasa
kalau persoalan ini mungkin masih ada hal hal yang lebih
mendalam. Tetapi melihat sikap Tan Kia-beng yang begitu congkak dan
dingin, dalam hati masih juga merasa gusar.
Tak terasa lagi ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Sekalipun bukan dia yang melakukan, tetapi terhadap
angkatan muda yang demikian sombong loolap kepingin sekali
memberi sedikit hajaran kepada dirinya."
"Hmm! yang sombong aku rasa bukan Toa ko ku tapi kau si
Toa Hweesio sendiri....!" mendadak dari atas wuwungan
rumah kedengaran seseorang menyambung dengan nada
yang dingin. Sreet! seorang kakek tua dengan wajah yang dingin dan
kaku sudah melayang turun kesisi tubuh Tan Kia-beng.
"Jika aku si ular tua itu adalah kau, tak akan kuperdulikan
urusan tetek bengek semacam ini" serunya sambil menoleh ke
arah pemuda tersebut. "Toako!! kita tidak usah gubris mereka
lagi, ayoh cepat pergi! masih ada orang yang menantikan
kedatanganmu" Orang-orang yang hadir dikalangan pada saat itu, sewaktu
melihat munculnya orang tua tersebut, diam-diam dalam hati
merasa terperanjat bercampur keheranan.
Bagaimana mungkin si ular beracun ini bisa panggil dia
dengan sebutan Toako" sungguh suatu persoalan yang sangat
aneh. Pek-tok Cuncu merupakan seorang kakek moyangnya racun
yang paling terkenal di dalam dunia persilatan, siapapun tidak
berani secara sembarangan mengganggu dirinya.
Kini secara mendadak ia sudah munculkan diri hal ini
membuat suasana yang panaspun dengan cepat mulai
mereda. JILID: 13 Walaupun sifat Yen Yen Thaysu sangat keras kepala dan
kokoh dengan pendirian sendiri tetapi iapun tidak berani
mendatangkan bibit bencana buat perguruan sendiri.
Dengan cepat ia merangkap tangannya memuji keagungan
sang Buddha. "Omintohud! pinceng sudah hidup selama delapan puluh
tahun lamanya, sudah tentu aku tak akan mencari kerepotan
dengan seorang angkatan muda tanpa alasan tertentu, Cuncu
jangan salah paham, urusan sebenarnya sangat mencurigakan
sekali. Pek-tok Cuncu sama sekali tidak ambil gubris terhadap
perkataannya kepada Tan Kia-beng kembali tanyanya, "Toako!
sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Toa Hweesio ini sudah menaruh curiga bahwa aku
mempunyai hubungan dengan pihak Isana Kelabang Emas dan
sengaja membocorkan rahasia mereka!"
"Ooouw.... sudah terjadi peristiwa ini?" dari atas wuwungan rumah kembali berkumandang datang suara seseorang. "Jika
tahu demikian sejak dahulu aku serta siular beracun buat apa
repot-repot mencari penderitaan buat diri sendiri. Menurut
penglihatan aku si pencuri tua, orang semakin tua semakin
susah dilayani, biarkanlah mereka menggoreng telur maknya
sendiri! kita kakak beradik, enakan pergi keloteng Ui Hok Loo
nonton keindahan alam sambil minum arak!"
Serentetan suara ujung jubah tersampok angin
memecahkan kesunyian seorang kakek aneh berjubah kuning
sudah melayang turun dari atas atap.
Ketika para jago melihat munculnya orang ini, kembali
dalam hati mereka merasa terperanjat, karena si kakek aneh
tersebut bukan lain adalah "Su Hay Sin Tou" si pencuri sakti yang namanya sangat terkenal di dalam dunia persilatan.
Liok Lim Sin Ci karena takut urusan ini semakin lama
berubah semakin tegang, buru-buru merangkap tangannya
sembari tertawa terbahak-bahak. "Ha haa haaa Sin Tou heng
serta Cuncu suka ikut campur di dalam persoalan ini, hal ini
menandakan sudah mendatangkan rejeki buat kita orang-
orang dari kalangan Bulim. Tadi antara Tan Sauw hiap dengan
Yen Yen Thaysu hanya terjadi sedikit kesalah pahaman saja,
mari kita bicarakan di dalam ruangan!"
"Hmmm! Aku si pencuri tua tiada waktu untuk mengajak
kalian bergurau sambil tertawa haha hihi." dengus Su Hay Sin
Tou dingin. "Terus terang saja aku beritahukan kepada kalian,
kami semua tidak perlu bersikeras menuduh orang lain sudah
membocorkan rahasiamu. kalian sendiri sudah jatuh
kecundang oleh kekuatanmu sendiri.... haaa...."
Berbicara sampai disitu ia lantas menarik tangan Tan Kia-
beng. "Toako! Mari kita pergi!"
Tubuhnya dengan cepat mencelat ke tengah udara. laksana
tiga batang anak panah dengan cepatnya mereka sudah
berada di atas wuwungan rumah ruangan tengah.
Melihat kejadian itu dengan gusar Yen Yen Thaysu segera
membentak keras, "Kembali semua!"
Badanpun ikut bergerak siap hendak menghadang jalan
pergi mereka bertiga, tetapi kecuru kena ditahan oleh Thian
Liong Tootiang. "Sudah.... sudahlah! Jika didengar dari nada ucapan si
pencuri tua itu, agaknya dari kekuatan tujuh partai besar
sudah muncul penghianat, urusan ini bagaimanapun kita harus
melakukan pemeriksaan dengan teliti!" katanya.
Kembali Yen Yen Thaysu tertawa dingin tiada hentinya.
"Jangan percaya omongan setan mereka, peraturan
perguruan dari tujuh partai besar sangat ketat dan keras
untuk menerima muridpun diteliti dengan copet, mana
mungkin bisa terjadi peristiwa semacam ini?"
Sejak keluar ruangan besar tadi Ci Sin Sangjien selalu
berdiri sambil merangkap tujuannya dan memejamkan
sepasang matanya tanpa mengucapkan sepatah katapun. saat
ini mendadak sambil membuka matanya kembali ujarnya,
"Persoalan ini kita harus anggap serius, sewaktu pinceng
berada di dalam ruangan tadi aku merasa jantungku merasa
berdebar sangat keras. Kenapa ini hari sejak pagi sampai
malam belum kelihatan juga seorang anak muridpun yang
datang kemari memberi laporan?"
"Heei.... jika bukannya Sangjien mengungkap persoalan ini
pinto sendiripun hampir hampir saja melupakan persoalan ini"
sambung Leng Hong Tootiang pula sambil menghela napas
panjang. "Kita cuma tahu duduk bersemedi di tempat ini dan
menyerahkan seluruh persoalan kepada anak murid kita, hal
ini membuat kita berubah jadi seorang yang tuli lagi buta!"
Ketika itulah semua orang baru merasakan peristiwa sudah
berubah sangat tegang dan kritis, sampai Yen Yen Thaysu
yang terkenal akan keketusannyapun bungkam dalam seribu
bahasa. Ketika itulah, mendadak....
Dari atas wuwungan rumah sekali lagi berkumandang
datang suara tertawa dingin seseorang yang sangat
menyeramkan. "Hee.... heee.... hee.... setiap orang yang sudah tiba
digunung Ui-san, semuanya telah terdaftar di dalam daftar


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kematian, jikalau kalian sayang pada nyawa sendiri, untuk
menggelinding pergi pada saat ini masih belum terlambat, jika
ngotot tetap tinggal di tempat ini terus, hmm! jangan harap
kalian bisa lolos dalam keadaan hidup dari tangan orang-orang
Isana Kelabang Emas. "Siapa?" bentak Loo Hu Cu keras.
Badannya dengan cepat mencelat ke atas wuwungan
rumah. Terdengarlah suara tertawa aneh bergema dengan amat
seramnya, di dalam sekejap mata orang itu sudah berkelebat
pergi sejauh puluhan kaki, dengan demikian Loo Hu Cu sudah
menubruk tempat kosong. Setelah melayang kembali ke atas permukaan tanah ia
saling berpandangan dengan orang-orang disana.... diam-diam
hatinya merasa rada bergidik juga menemui peristiwa
semacam ini. Dengan wajah serius perlahan-lahan Leng Hong Tootiang
menggeleng, sambil memandang wajah Loo Hu Cu ujarnya,
"Jika ditinjau dari situasi pada saat ini siapa yang bakal
menang dan siapa pula yang bakal kalah di dalam pertemuan
puncak para jago digunung Ui-san kali ini sukar ditentukan
Walaupun pihak Isana Kelabang Emas berulang kali
menggunakan berbagai macam cara untuk menakut-nakuti diri
kita rasanya merekapun bukan cuma pentang mulut
menggertak belaka, mulai saat ini kita harus memikirkan
selanjutnya kita hendak menggunakan cara apa untuk
menghadapi mereka?" Loo Hu Cu menyapu sekejap ke arah Yen Yen Thaysu serta
Thian Liong Tootiang sekalian, akhirnya iapun menghela napas
panjang. "Kelalaian yang terjadi kali ini sudah menyangkut rencana
kita yang maha besar, maksud pinto, lebih baik kita ikuti saja
perkataan dari pihak Isana Kelabang Emas, malam ini juga
kita tinggalkan gunung Ui-san sambil mengawasi gerak-gerik
dari anak murid kita, setelah itu dengan tindakan yang tak
terduga kita naik kembali ke atas gunung melalui mulut
gunung sebelah Utara mungkin sekali dengan tindakan kita ini
pihak Isana Kelabang Emas akan merasa kaget dan dibuat
gelagapan sendiri." "Ehmm! inipun merupakan suatu cara yang bagus" sahut
Thian Liong Tootiang setuju. "Entah bagaimana dengan
pendapat kalian semua?"
Para partai-partai besar lainnya karena sudah mendengar
perkataan dari Su Hay Sin Tou maka masing-masing pihak
kepingin sekali melihat keadaan dari anak muridnya sendiri-
sendiri. Setelah ditanyai demikian rata-rata mengatakan setuju
semua. Bahkan sampai Yen Yen Thaysu yang terkenal akan keras
kepalapun tidak memperlihatkan reaksi tidak setuju.
Demikianlah pada malam itu juga pentolah dari tujuh partai
besar dibawah pimpinan Liok Lim Sin Ci segera berangkat
meninggalkan gunung Ui-san.
Kita balik pada Tan Kia-beng yang melayang keluar dari kuil
bersama-sama dengan Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu.
Setelah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya
sampailah mereka disebuat lekukan gunung yang terhindar
dari tiupan angin. Mendadak Su Hay Sin Tou menghentikan larinya.
"Sst.... di tempat ini!" bisiknya lirih.
Dengan cepat ia masuk ke dalam gua tersebut terlebih
dahulu, gua ini terhitung sebuah gua alam yang besar, di
dalam sana hawa terasa kering dan segar.
Begitu mereka berjalan masuk, dari dalam gua segera
terdengarlah si pengemis aneh tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Loo-te, kau benar-benar
membuat aku si pengemis tua harus menanti dengan hati
cemas. Dengan cepat Tan Kia-beng berjalan masuk ke dalam gua
tersebutk, sekali ia pandang menemukan Hong Jen Sam Yu
sedang duduk dideretan sebelah kanan sedang Hu Siauw-cian
serta si sastrawan yang bernama Ih Jie itupun duduk disana
dengan berdempet dempetan, sikap mereka amat mesrah
sekali Sewaktu melihat Tan Kia-beng berjalan masuk, mereka
bersandar lebih rapat lagi bahkan kedua orang itu sambil
memandang ke arah sang pemuda sambil tertawa tiada
hentinya. Pada saat ini Tan Kia-beng sedang dibuat bingung oleh
peristiwa yang semakin lama berubah semakin tegang, ia
cuma tersenyum sambil mengangguk kemudian kepada Su
Hay Sin Tou tanyanya, "Sam ko! kau mencari aku datang
kemari apakah ada urusan penting yang hendak
dirundingkan?" "Ehmmm....!" Su Hay Sin Tou mengangguk serius,
senyuman yang semula menghiasi di atas bibir sudah lenyap
tak berbekas. "Kini peristiwa yang terjadi digunung Ui san
semakin lama berubah semakin tegang, kau duduklah terlebih
dahulu, tidak lama kemudian Hay Thian Loo-jie pun segera
akan datang kemari."
Sinar matanya perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah si
sastrawan yang bernama Ih Jien tersebut, kemudian sambil
menghela nafas panjang sambungnya lebih lanjut, "Hingga
saat ini di atas gunung Ui San semuanya ada tiga golongan
kekuatan yang saling berbeda, kekuatan pertama adalah pihak
Isana Kelabang Emas, kekuatan kedua adalah pihak tujuh
partai besar yang ada di dalam Bulim, dan kekuatan yang
ketiga bukan lain adalah pihak Toako sini, tetapi kekuatan ini
harus mempunyai kerja sama yang erat baru menghasilkan
daya pengaruh yang hebat, tidak sukar bagi kita untuk
memperoleh kemenangan!"
Kembali ia merandek sejenak, setelah tukar nafas baru
tambahnya lagi, "Menurut apa yang aku si pencuri tua ketahui,
Ui Liong Tootiang, Hay Thian sin Shu, beserta suhengmu Si
Penjagal Selaksa Li Hu Hong pun sudah pada berdatangan ke
gunung Ui San. Jikalau kekuatan kita bisa bergabung jadi satu.
Hmmm! jangan dikata sebuah kekuatan yang kecil seperti
Isana Kelabang Emas. sekalipun ada kekuatan yang jauh lebih
besar pun kita masih sanggup untuk membereskannya. Kini
persoalannya hanya tinggal asal Kita Bersatu teguh, bercerai
kita runtuh, diantara kekuatan kita sendiri harus ada
seseorang yang memimpin dan mengatur rencana baru
kekuatan tersebut bisa memperlihatkan daya kekuatan"
Tan Kia-beng mendengar perkataan ini diam-diam lantas
membatin. ia mengerti sikap serta sifat orang-orang ini
siapapun tak suka tunduk kepada yang lain.
Walaupun Ui Liong Tootiang adalah seorang cianpwee,
tetapi di dalam pandangan Su Hay Sin Tou sekalian dia tidak
lebih merupakan kawan kawan Bulim yang seangkatan dengan
mereka, sudah tentu kedua orang siluman tua ini tak akan
suka tunduk kepada mereka.
Oleh sebab itu beberapa kali ia hendak buka suara tetapi
akhirnya ditahan kembali.
Pek-tok Cun-su si Rasul Selaksa Racun yang melihat
pemuda tersebut termenung berpikir keras, segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaa.... haaa.... haaa.... karena urusan ini aku sudah
berunding sangat lama sekali dengan si pencuri tua, ia merasa
di dalam persoalan ini bagaimanapun juga kita harus
mengangkat seseorang untuk mengatur seluruh persoalan
tersebut dengan demikian kita baru berhasil maju. setelah
pikir pulang balik akhirnya kami merasa hanya Toako seorang
saja yang paling cocok."
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalian jangan bergurau" Tan Kia-beng tertawa keras "Mana mungkin aku seorang boanpwee
bisa mengatur seluruh persoalan yang sedemikian besarnya?"
"Untuk keadilan belum tentu harus tunduk pada sang guru,
kenapa kau tidak boleh duduk sebagai pimpinan?" seru Pek-
tok Cuncu dengan serius. "Terus terang saja aku katakan,
selamanya aku serta si pencuri tua itu belum pernah
mencampuri urusan dunia kangouw, tetapi kali ini kami berdua
suka menjual nyawa kami demi Toako. disamping itu
suhengmu Hu Hong, Ui Liong Tootang serta Hay Thien pun
bukan manusia manusia yang suka ribut dengan orang lain,
kedatangan mereka kali ini bukankah dikarenakan
hubunganmu dengan Cuncu" oleh karena itu setelah kami
ungkap persoalan rata rata mereka sudah menyetujuinya. ini
kau tunggulah sebentar, tidak lama kemudian mereka bakal
datang kemari semua".
Baru saja perkataannya selesai diucapkan dari tempat
kejauhan mendadak terdengarlah suara suitan keras
berkumandang datang. Aaakh.... haa.... haa.... si Iblis Tua sudah datang" seru Su
Hay Sin Tou sambil tertawa.
Dengan gemas Pek Ih Loo Sat melototi sekejap ke arah si
orang tua tersebut hal ini membuat Su Hay Sin Tou tertawa
semakin keras lagi. "Haaa.... haaa.... haa.... haa.... orang lain semua panggil
dia dengan sebutan itu, lalu apa bedanya kalau aku si pencuri
tuapun ikut panggil dengan sebutan tersebut?" serunya.
Ketika itulah terdengar suara ujung baju tersampok angin,
Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong sudah melayang masuk ke
dalam gua. Buru-buru Tan Kia-beng bangun berdiri menyambut
kedatangannya. "Suheng! Sudah lama kita tak bertemu, selama ini kau baik-
baik bukan?" sapanya.
Dengan khekinya Hu Siauw-cian mengerling sekejap ke
arah pemuda tersebut, dengan cepat ia bangun berdiri lalu
menubruk ke dalam pangkuan ayahnya.
"Tia! Kenapa sampai saat ini kau baru datang?" serunya
manja. "Sudah.... jangan perlihatkan sifat kekanak kanakan lagi"
sahut Hu Hong sambil membelai rambut putri kesayangannya.
"Tia masih ada urusan yang hendak dibicarakan dengan
susiokmu!" Perkataan "susiok" dua kata ini laksana beribu ribu batang pisau yang bersama-sama menancap di dalam ulu hatinya
membuat gadis tersebut merasakan hatinya sangat menderita.
Sewaktu ia mendengar Tan Kia-beng menyapa ayahnya
dengan kata-kata Suheng dalam hatinya sudah merasa tidak
senang, apalagi kini ayahnya mengucapkan kata-kata tersebut
hal ini membuat hatinya semakin hancur lagi.
Seluruh harapannya yang sudah tertanam sejak dahulu
pada saat ini buyar bagaikan air mata dan kepala tertunduk
rendah rendah balik kembali ke tempatnya semula.
Si Penjagal Selaksa Li yang melihat keadaan putrinya sama
sekali tidak ambil perhatian, ia anggap putrinya lagi ngambek
dan perlihatkan sifat kekanak kanakannya.
Setelah menganggap sejenak ke arah kedua orang siluman
tua itu, dengan langkah lebar ia lantas berjalan mendekati Tan
Kia-beng. "Tahukah kau, bahwa urusan kembali terjadi suatu
perubahan yang sangat besar?" tanyanya.
"Sudah terjadi peristiwa apa lagi?" teriak Tan Kia-beng
terperanjat. "Menurut berita burung yang aku dengar, pihak Isana
Kelabang Emas dengan mengambil kesempatan sewaktu para
cianbunjien partai besar sedang berkumpul semua digunung
Ui-san, ternyata mereka sudah bersekongkol murid-murid
partai yang berhianat untuk masing-masing dijabatkan sebagai
ciangbunjin di dalam tujuh partai besar yang ada, karena
waktu itu Ih-heng terburu-buru hendak melakukan perjalanan
maka tak kuselidiki lebih jelas lagi persoalan ini"
"Tentang peristiwa ini si pencuri tua sudah dengar"
timbrung Su Hay Sin Tou dari samping, "Hanya saja aku tak
berhasil membuktikan kebenaran dari peristiwa tersebut"
Mendadak.... Bayangan manusia berkelebat memasuki mulut gua, Ui
Liong-ci serta si asap dan mega selaksa li, Lok Tong bersama-
sama sudah melayang datang diikuti ujung baju tersampok
angin. Hay Thian Sin Shu ayah beranak pun sudah tiba semua.
Di dalam sekejap mata gua yang kecil jadi penuh sesak
dengan manusia. Setelah saling memberi hormat dan mengucapkan kata-kata
merendah, bahan penbicaraanpun kembali kebahan
pembicaraan yang pokok. Ui Liong-ci ternyata jadi orang bersifat terbuka, sambil
mengelus jenggot ia tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haaa.... haaa.... di dalam pertemuan puncak para
jago digunung Ui San kali ini, entah sudah ada berapa banyak
jago-jago lihay Bulim yang berkumpul disini, peristiwa ini
benar-benar merupakan suatu peristiwa yang maha besar dan
belum pernah terjadi selama ratusan tahun ini. Yang jelas lagi
tertera adalah di dalam pertemuan para jago kali ini bukannya
diselenggarakan untuk saling mengadu kepandaian tetapi
merupakan suatu pertarungan besar besaran antara golongan
lurus melawan golongan sesat.
"Bilamana peristiwa ini terjadi pada hari hari biasa.
kemungkinan sekali cukup muncul salah seorang kawan-
kawan lama yang berada disini pada saat ini urusan akan
dibikin jadi beres, tetapi jika dibicarakan menurut keadaan
yang kita hadapi sekarang, bukannya Pinto sengaja
merendahkan kekuatan kita. Mungkin dengan mengandalkan
kekuatan gabungan kitapun belum tentu bisa meredakan
suasana". Berbicara sampai disitu ia mendehem sejenak, kemudian
perlahan-lahan sambungnya kembali, "Kawan-kawan serta
saudara saudara semua merupakan jago-jago lihay yang tiada
maksud untuk merebut nama, tujuan kita untuk ikut serta di
dalam persoalan ini pun yang separuh dikarenakan
hubungannya dengan Raja muda Mo dan yang separuh lagi
karena Tan Sauw-hiap sebagai ahli waris dari Han Tan
cianpwee. Tetapi perduli bagaimanapun tujuan kita adalah
sama yaitu melawan majikan Isana Kelabang Emas. Demi
tercapainya satu kesepakatan, menurut pendapatku yang
bodoh kita harus memilih seorang untuk duduk sebagai
pimpinan menurut saudara sekalian siapakah diantara kita
yang rasanya paling sesuai?"
Sinar mata si awan dan mega selaksa li menyapu sekejap
keseluruh gua. lalu sambungnya, "Menurut pendapat siauw-te
Hay Thian cianpwee lah yang paling sesuai entah bagaimana
dengan kalian semua?"


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek-tok Cuncu mendengus dingin dan tidak memberikan
pendapatnya, sedangkan Su Hay Sin Tou si pencuri sakti
segera tertawa terbahak-bahak.
"Bilamana dilihat dari nama besar yang sudah terkenal di
dalam Bulim rasanya siapapun pantas, tetapi aku rasa
siapapun tak bakal bisa melaksanakan tugas ini" katanya.
Hay Thian Sin Shu jadi orang paling suka menyendiri dan
mempunyai watak sangat aneh, sewaktu ia mendengar si Ban
Lie Im Yen mengusulkan dirinya, sepasang kening segera
dikerutkan rapat-rapat. "Haaa.... haaa.... haaa.... Lok heng! buat apa kau
mengucapkan kata-kata tersebut" apakah kau tidak tahu
bagaimanakah watak Loohu?" serunya sambil tertawa
tergelak. "Selamanya loohu paling tidak suka menurut perintah
orang lain dan tidak suka pula memerintahkan orang lain!"
Seketika itu juga suasana di dalam gua terasa tidak cocok
dan saling bertentangan. Tetapi dalam hati Ui Liong Tootiang
suka mempunyai persiapan yang mateng.
Perlahan-lahan sambil tersenyum ia alihkan sinar matanya
ke arah Hay Thian Sin Shu
"Persoalan yang kita hadapi pada saat ini bukannya terletak
pada siapa memerintahkan kepada siapa tetapi mengharapkan
dari kerja sama kita mempunyai seseorang yang memimpin
sehingga semua orang dapat bekerja dengan teratur dan
menurut rencana. Bukan saja dengan berbuat demikian
kekuatan kita bakal berlipat ganda, bahkan bisa pula
mengurangi penyakit penyakit yang tidak diinginkan, Menurut
perasaanp pinto kalau memang semua orang begitu sayang
terhadap bocah she Tan, bagaimana kalau kita suruh dia saja
yang pegang pimpinan?"
"Benar....! benar....!" teriak Leng Poo Sianci sambil bertepuk tangan kegirangan "Jikalau engkoh Beng yang bertindak
sebagai pimpinan, aku tanggung ia tentu setuju."
Selama hidup Hay Thian Sin Shu paling sayang terhadap
putrinya ini, dan selama ini selalu pandang dia sebagai
permata digenggamnya. Sejak masih berada di tengah gurun pasir tempo dulu,
secara diam-diam ia sudah mengetahui rahasia hati putrinya
ini, karena itu sewaktu melihat dia sudah mewakili dia
berbicara, tak terasa lagi ia tertawa tergelak.
"Budak busuk!" makinya "Kau benar-benar tidak punya
aturan, di depan sebegini banyak cianpwee apakah kau
anggap punya hak untuk ikut campur angkat bicara?"
Leng Poo Sianci sama sekali tidak dibuat marah oleh makian
ayahnya ini, sebaliknya ia malah tertawa terkekeh-kekeh.
"Aku tahu Tia tentu setuju, bahkan mereka semuapun tak
bakal ada yang menolak!"
"Haaa.... haaa.... haaa.... perkataan nona sedikitpun tidak
salah" sambung Su Hay Sin Tou sambil tertawa terbahak-
bahak. "Aku serta siular beracun nomor satu paling setuju."
Kejadian ini benar-benar diluar dugaan siasap dan mega
selaksa li, mendengar muridnya yang dicalonkan ia jadi cemas
setengah mati. "Hal ini mana boleh jadi" urusan ini tak boleh dianggap
sebagai suatu bahan lelucon!" serunya berulang kali.
Mendengar si orang tua itu berkata demikian kontan saja
Leng Poo Sianci mencibirkan bibirnya yang kecil, baru saja ia
ada maksud berseru mendadak Hay Thian Sin Su sudah
melotot ke arahnya. "Bocah cilik, jangan bicara sembarang" bentaknya cepat.
Hal ini membuat dia jadi takut dan buru-buru menelan
kembali ucapannya itu. Pada waktu itulah Tan Kia-beng segera bangun berdiri dan
mengucapkan rasa terima kasihnya.
"Berkat kepercayaan dan rasa sayang dari Loocianpwee
sekalian, boanpwee merasa sangat berterima kasih sekali.
Tetapi urusan ini menyangkut suatu kejadian yang amat
besar, mana mungkin boanpwee sanggup untuk memikulnya?"
Medadak air muka Pek-tok Cuncu berubah menjadi amat
serius. "Toako! Kau harus tahu" serunya dingin "Semua orang bisa bersikap demikian baik terhadap dirimu, disamping karena
dengan dirimu mempunyai hubungan yang erat, hal lain
adalah disebabkan hubunganmu dengan Han Tan Loojien,
kalau tidak siapa yang suka menggubris persoalan yang tiada
berharganya ini?" "Ehmm.... benar!" sela Si Penjagal Selaksa Li pula. "Situasi di dalam Bulim pada saat ini amat kritis, kaupun tak usah
menolak lagi terhadap usul semua orang ini, kita harus segera
merundingkan persoalan yang jauh lebih penting."
Tan Kia-beng yang melihat sikap mereka semua sudah
demikian teguh ia tahu menolapun tak bisa.
Akhirnya ia mengalihkan sinar matanya ke arah suhunya
siasap dan mega selaksa li Lok Tong minta persetujuannya.
Padahal yang benar, dalam hatipun Lok Tong berkeinginan
agar murid kesayangannya bisa menonjol diantara para
angkatan tua yang ada, karena itu dengan cepat ia putar
haluan mengikuti tiupan angin.
"Kalau memang para cianpwee sekalian memandang
dirimu, lebih baik kau terimalah dengan senang hati!" serunya.
"Kalau begitu aku harus mengucapkan terima kasih atas
perhatian para cianpwee sekalian," buru-buru Tan Kia-beng
bangun berdiri dan menjura kesemua orang yang hadir disana.
Setelah merandek sejenak, dengan wajah serius kembali
katanya, "Sewaktu boanpwee masih berada di gurun pasir
pernah dengar orang berkata bahkan pihak Isana Kelabang
Emas hendak menggunakan kesempatan sewaktu
diadakannya pertemuan puncak para jago di gunung Ui-san ini
untuk membasmi seluruh kekuatan dan jago-jago andalan
yang ada di dalam Bulim pada saat ini. Mereka bisa berbuat
demikian katanya hendak membalas dendam buat rakyat suku
Biauw mereka. Sedangkan mengenai siapakah Majikan Isana
Kelabang Emas hingga kini tak seorangpun yang bisa
menduga. Tetapi menurut dugaan dia tentu mempunyai hubungan
dengan peristiwa penyerbuat Raja muda Mo tempo dulu untuk
menindas pemberontakan di daerah Biauw.
"Sedangkan mengenai pihak Isana Kelabang Emas hendak
menggunakan cara apakah hendak melakukan pembasmian
besar-besaran ini, sampai sekarang akupun belum
memperoleh berita yang sebetulnya. tetapi dapat dipikir siasat
mereka tentu sangat kejam dan ganas.
"Disamping itu menurut apa yang dikatankan oleh Leng
Hong Tootiang dari partai Bu-tong pay, diselenggarakannya
pertemuan puncak para jago digunung Ui San kali ini
merupakan siasat yang direncanakan oleh Yen-Yen Thaysu
serta Liok lim Sin Ci, mereka hendak menggunakan
kesempatan sewaktu diadakan pertemuan digunung Ui san ini
hendak melakukan suatu pertempuran penentuan melawan
orang-orang Isana Kelabang Emas dan mempunyai cita-cita
untuk melenyapkan kekuatan serta pengaruh jahat pihak
Isana Kelabang Emas dari Tionggoan
Dengan amat teliti dan jelas ia mulai menerangkan keadaan
yang dihadapi masing-masing pihak hingga saat ini, kemudian
mengungkap pula beberapa pendapat, "Menurut keadaan
yang dihadapi saat ini ada beberapa persoalan yang segera
dilaksanakan, Pertama: mencari berita dengan menggunakan
cara dan tindakan apakah pihak Isana Kelabang Emas hendak
menghadapi orang-orang Bulim didaratan Tionggaon"
Kedua: Dengan kekuatan yang ada pada tujuh partai besar
saat ini, apakah sanggup untuk melawan kekuatan dari pihak
Isana Kelabang Emas"
Ketiga: Kita hendak menggunakan cara dan tindakan apa
untuk mengatasi persoalan ini?"
"Tidak lama berselang, pihak Isana Kelabang Emas pernah
mengguankan cara yang paling rendah untuk turun tangan
membokong Sam Kuang Sin nie dan menculik pergi Mo Cuncu"
timbrung Ui Liong-ci mendadak, "Karena persoalan ini pinto
bersama-sama dengan Hu heng serta Lok heng telah
melakukan pengejaran ke gurun pasir, tetapi sewaktu tiba di
tengah perjalanan telah bertemu dengan seorang aneh yang
mengatakan Mo Cuncu berhasil ditolong bahkan sudah
berangkat ke gunung Ui san. Tan si-heng, apakah kau sudah
bertemu dengan dirinya?"
Perlahan-lahan Tan Kia-beng menggeleng.
"Karena persoalan ini pihak Isana Kelabang Emas telah
memaksa boanpwee untuk bertukar syarat dengan melarang
aku ikut campur di dalam peristiwa di atas gunung Ui san,
tetapi hingga ini hari aku masih belum berjumpa dengan
dirinya!" Mendadak hatinya rada bergerak, ia lantas menoleh ke arah
Pek Ih Loo Sat. "Siauw Cian, bukankah kau tahu jejak dari Mo Cuncu"
sekarang dia berada dimana?" tanyanya.
Pada saat ini Pek Ih Loo Sat sedang merasa berduka,
mendengar Tan Kia-beng menanyakan soal Mo Tan-hong ia
melirik sekejap ke arah sang sastrawan tersebut kemudian
dengan kheki menggeleng. "Aku tidak tahu!" serunya.
Walaupun Tan Kia-beng tidak tahu, tapi lirikan dari Hu
Siauw-cian ini tak bakal lolos dari ketajaman mata Ui Liong
Tootiang tampak sinar matanya berkilat kemudian tertawa
tergelak. "Haaa.... haaa.... haaa.... budak yang bernyali kau berani
main setan dihadapan pinto" ayoh cepat memberi hormat buat
paman serta empek sekalian!"
Si sastrawan yang bernama Ih-jien itu tertawa, kemudian
bangun berdiri dan memberi hormat kepada Ui Liong
Tootiang. "Tit-li menghunjuk hormat buat Supek!" katanya lirih.
Ia memakai pakaian lelaki, perempuan gerak geriknya
adalah gaya seorang perempuan.
Hal ini sudah tentu memancing suara gelak tertawa dari
semua orang yang berada di dalam gua.
Hanya Tan Kia-beng seorang yang masih belum tahu
siapakah dia, tak terasa lagi diam-diam pikirnya, "Siapakah
dia?" Ketika itu Ui Liong-ci sudah menarik kembali suara gelak
tertawanya. Dengan cepat ia memperkenalkan gadis tersebut kepada
semua orang. Dia adalah satu satunya keturunan dari Raja Muda Mo yang
masih hidup, nona Mo Tan-hong" katanya.
Gadis itu kembali memberi hormat kepada semua orang.
"Boanpwee Mo Tan-hong menghunjuk hormat buat Paman
serta Empek sekalian...." ujarnya perlahan.
Ketika itulah Tan Kia-beng baru mengerti bila sang
sastrawan tersebut bukan lain adalah Mo Tan-hong, tak terasa
lagi diam-diam makinya, "Hu Siauw-cian sibudak cilik ini patut
dihantam!" Leng Poo Sianci yang bersandar disisi Hay Thian Sin Shu
pada saat itu sebaliknya merasakan hatinya agak gusar.
"Bagus sekali" pikirnya diam-diam, "Katanya kalian sudah bekerja sama untuk mempermainkan diriku. Hmmm, jika aku
tidak kasi sedikit hajaran buat kalian tentu kamu semua tidak
tahu kelihayan dari aku Leng Poo Sianci!"
Dengan cepat ia bangun berdiri dan berjalan ke sisi Mo
Tan-hong. "Kau yang bernama Mo Tan-hong, Mo Cuncu?" tanyanya
lirih. Dengan kebingungan Mo Tan-hong mengangguk, setelah
itu ia menoleh pula ke arah Hu Siauw-cian.
"Dan kau bernama Pek Ih Loo Sat?" tanyanya pula.
"Sedikitpun tidak salah" jawab Hu Siauw-cian dingin.
Mendadak air mukanya Leng Poo Sianci berubah jadi dingin
kaku. "Nonamu adalah Leng Poo Sianci" serunya perlahan. "Kalian berani benar mempermainkan diriku. Hmmm! pada satu hari
aku akan suruh kalian merasakan kelihayan dari nonamu!"
Watak Mo Tan-hong rada halus dan selamanya tidak suka
beribut dan mencari gara gara, mendengar perkataan tersebut
iaj adi tertegun, sebaliknya Hu Siauw-cian jadi amat gusar, ia
tertawa dingin tiada hentinya.
"Bagus.... setiap saat tentu akan aku layani nonamu akan
menungguk petunjukmu!"
"Baik, kita tentukan setelah bulan delapan tanggal lima
belas pertemuan puncak digunung Ui san selesai!"
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut Leng Poo Sianci
lantas balik lagi ke tempat duduknya semula.
Para jago lainnya yang hadir di dalam gua tersebut rata-
rata merupakan cianpwee-cianpwee yang lanjut usia, terhadap
perjanjian mereka pribadi tak seorangpun yang mengambil
gubris, mereka tetap melanjutkan pembicaraannya tentang
rencana untuk menghadapi pihak musuh.
Pada saat ini Su Hay Sin Tou telah menceritakan seluruh
keadaan dan kejadian yang diketahuinya selama beberapa hari
ini disekitar gunung Ui-san, bersama itu pula tambahnya
dengan wajah serius, "Kali ini demi tegaknya panji-panji
keadilan, pihak Kay-pang dengan tiada sayang telah
mengerahkan seluruh kekuatan yang ada untuk melakukan
pengawasan yang ketat terhadap seluruh gerak gerik pihak
Isana Kelabang Emas, aku rasa mereka tentu sudah
menemukan hal hal yang jauh lebih banyak lagi!"
Si pengemis aneh yang selama ini duduk dipojokan tanpa
membuka suara, saat inilah baru menghela napas panjang.
"Heeei.... bila dibicarakan sungguh amat memalukan sekali"
katanya perlahan. "walaupun pihak Kay-pang telah
mengerahkan seluruh kekuatan yang ada, kecuali mereka
yang mati dan terluka rasanya tiada mendapatkan hal hal
yang patut dikatakan berharga."
"Haaa haaa haaa.... kini kita adalah orang sendiri, buat apa
kau mengucapkan kata-kata merendah?" seru Su Hay Sin Tou
sambil tertawa terbahak-bahak.
Sang pengemis aneh angkat bahu dan menggaruk
rambutnya dengan tangan yang kurus dan hitam bagaikan
arang itu, akhirnya kembali ia menghembuskan napas
panjang. "Sejak aku si pengemis tua terjunkan diri ke dalam dunia
Kangouw, baru untuk pertama kali ini menemui musuh yang
tangguh dan sukar diajak bertempur semacam ini. Penderitaan
yang diterima pihak Kay-pang kali ini benar-benar sangat
besar." "Sudah sudahlah tidak perlu unjukkan kekuatan Kay-pang
mu," kembali Su Hay Sin Tou menimbrung. "Cepat laporkan
seluruh kejadian yang kau ketahui selama beberapa ini kepada


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Toako kami!" "Eeei, buat apa kau ikut ribut?" teriak sang pengemis aneh sambil mendelik.
Ia merandek sejenak, kemudian kepada Tan Kia-beng
sambungnya lebih jauh, "Yang ingin aku katakan hanya ada
tiga hal saja: Pertama, menurut laporan yang diterima anak
murid Kay-pang kami, selama beberapa hari ini jago-jago lihay
pihak Isana Kelabang Emas yang mendatangi gunung Ui san
kurang lebih berjumlah lima, enam puluh orang banyaknya,
sedang mengenai apakah Majikan Isana Kelabang Emas
sendiri sudah tiba atau belum hingga saat ini belum dapat
kami pastikan. Kedua, seluruh jagoan lihay dari tujuh partai
besar beserta Liok lim Sin Ci baru saja meninggalkan gunung,
apakah maksud mereka hal ini tidak dilaporkan kepada orang-
orang perkumpulan kami. Dan yang ketiga, kedatangan kalian
siluman siluman tua ke gunung Ui san sudah berhasil diketahui
oleh orang-orang Isana Kelabang Emas, kemungkinan sekali
mereka akan pusatkan seluruh kekuatan dan perhatian
terhadap pihak kita, terutama sekali kau Loo te. kau sudah
menjadi paku di depan mata majikan Isana Kelabang Emas,
mereka berhasrat hendak cabut dirimu secepatnya"
"Haaa.... haaa.... haaa.... perduli mereka punya maksud
untuk memperhatikan kami atau tidak, baik sekarang maupun
nanti akhirnya aku ingin juga bergebark mati-matian melawan
sang majikan Isana Kelabang Emas itu" seru Tan Kia-beng
sambil kerutkan alisnya. Ia menarik kembali suara gelak tertawanya, kemudian
dengan keras serunya. "Kalau memang benar saudara sekalian sudah meminta
Boanpwee yang atur siasat maka sekarang juga aku akan
turunkan perintah!" Selsai berkata ia merangkap tangannya mohon maaf,
setelah itu baru ujarnya, "Jika ditinjau dari munculnya racun
ganas di atas pedang Giok Hun Kiam ku, maka aku pikir
dipihak Isana Kelabang Emas tentu ada seorang yang pandai
menggunakan racun, maka mulai sekarang Jie-ko harus selalu
waspada dan mengamat-amati mereka terus sehingga tidak
sampai orang-orang Isana Kelabang Emas keburu melepaskan
racun sebelum diadakannya pertemuan puncak para jago."
"Aku si ular beracun terima perintah" buru-buru Pek-tok
Cuncu bangun diri menjura.
"Hay Thian Cianpwee mempunyai hubungan yang paling
erat dengan orang-orang tujuh partai besar serta orang-orang
dari kalangan Hek-to, harap secara diam-diam kau suka
mengadakan hubungan dengan mereka bila perlu sampai
waktunya kau kumpulkan saja seluruh kekuatan yang ada
untuk bergebrak mati-matian melawan pihak Isana Kelabang
Emas" Hay Thian Sin Shu melirik sekejap ke arah Leng Poo Sianci,
kemudian perlahan-lahan baru bangun berdiri.
"Loolap terima perintah" sahutnya hormat.
"Ui Liong Supek mempunyai hubungan yang paling erat
dengan Raja muda Mo urusan ini setiap orang Bi-lim
mengetahuinya sangat jelas, setelah dibukanya pertemuan
puncak para jago nanti, harap kau suka mengumumkan
kepada seluruh jago Bulim di kolong langit tentang peristiwa
terbunuhnya raja muda Mo dan membongkar siasat jahat dari
pihak Isana Kelabang Emas. Di dalam soal ini kita paling
mengutamakan semangat yang berkobar!"
"Sedang Hu suheng serta Sin Tou Sam ko karena jejaknya
paling sukar dicari maka kalian sejak ini hari harus menyaru
sebagai orang berkerudung dan setiap saat mengontro di
sekeliling gunung Ui san, kalian bertugas melindungi
keselamatan dari orang-orang yang datang ke gunung melihat
keramaian, bilamana perlu gunakanlah suitan panjang sebagai
tanda bahaya. Hu Hong serta Su Hay Sin Tou bersama-sama terima
perintah, setelah itu sinar mata Tan Kia-beng perlahan-lahan
baru dialihkan ke atas wajah Hu Siauw-cian, Mo Tan-hong
serta Leng Poo Sianci bertiga. dengan nada serius
sambungnya, "Untuk menghindarkan hal hal yang tidak
diinginkan, mulai ini hari sampai selesai diadakannya
pertemuan puncak, kalian bertiga dilarang sembarangan
bergebrak melawan orang lain dan tidak boleh pula lari
semaunya sendiri!" Mo Tan-hong tersenyum dan mengangguk sedang Hu
Siauw-cian dengan wajah adem mendongakkan kepalanya
memandang dinding gua. Sebaliknya Leng Poo Sianci segera mencibirkan bibirnya.
"Hmmm! kau tidak berhak mengurusi diriku!"
Tak terasa lagi dengan gemas Hay Thian Sin Shu melototi
sekejap ke arahnya. Terhadap kejadian itu Tan Kia-beng pura-pura tidak
melihat, ia lantas bangun berdiri.
"Jikalau loocianpwee sekalian tiada persoalan yang lain
sekarang boleh berlalu, setiap malam kita harus berkumpul
satu kali disini" katanya.
Demikianlah, masing-masing orang lantas bangun berdiri
dan bubaran, di dalam sekejap mata di dalam gua tinggal Hu
Siauw-cian, Mo Tan-hong serta Tan Kia-beng tiga orang.
Menanti semua orang sudah bubar, Tan Kia-beng baru
putar badan dan berjalan ke hadapan Mo Tan-hong.
Sebilah Pedang Mustika 2 Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun Kisah Si Pedang Kilat 7
^