Pencarian

Rahasia Kampung Garuda 6

Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung Bagian 6


dengan tidak merasa takut sedikitpun juga, ia maju
menghampiri dan berkata dengan nada suara dingin:
"Aku juga tidak mau disiksa dengan hukuman potong
kaki tangan, maka aku hendak menggunakan pelajaran
yang kupelajari untuk belajar kenal dengan semua
kepandaianmu !" Dengan sinar mata berapi-api kakek itu
memandangnya, lalu berkata dengan suara keras:
"Kau bocah yang tidak kenal budi, aku sudah ampuni
jiwamu, ini adalah suatu perkecualian yang kubelum
pernah berikan pada siapa pun juga. Tak kusangka kau
berani bermusuhan denganku !"
Mendengar ucapan itu, dalam hati Ho Hay Hong
mendadak timbul perasaan tidak enak.
"Maaf, karena perbuatanmu terlalu kejam kalau aku
tidak mati, tokh akan menjadi seorang cacad seumur
hidup. Dan kalau mau menjadi orang bercacad, tentu
akan mati. Daripada mati konyol, bagaimana aku tidak
berlaku nekad?" demikian ia berkata.
Chim Kiam sianseng maju selangkah dan berkata :
"siauhiap, tunggu sebentar, biarlah aku mencoba lebih dulu!"
Pemimpin Lempar batu itu baru bergerak sudah di
kalahkan oleh Kakek penjinak garuda, dalam hati merasa
sangat penasaran maka dengan menahan rasa sakit
dalam dadanya, ia maju lagi, diam-diam sudah
mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, hendak
melakukan serangan pembalasan.
Sungguh tak diduganya, baru saja ia hendak
melancarkan serangannya, dibelakang dirinya mendadak
muncul tiga mahluk aneh berbulu kelabu yang
menyergap dirinya. Satu diantaranya bahkan berkata
padanya dengan nada suara gusar:
"Cee Bu Kie, apakah dirimu sudah tidak mau hidup
lagi?" Chim Kiam sianseng mengelak dan melompat sejauh
tiga kaki, dan balas menanya dengan perasaan heran:
"Kau siapa" Bagaimana kau kenal aku Cee Bu Kie?"
Mahluk aneh itu membuka kerudung berbulunya,
seketika tertampak wajah seorang lelaki yang sudah
lanjut usianya, rambut dan jenggotnya sudah putih
seluruhnya, namun wajahnya merah dan sinar matanya
masih tajam. Dengan pandangan mata marah memandang Chim
Kiam sianseng. Chim Kiam sianseng begitu melihat orang tua itu,
keringat dingin keluar semua, ia buru buru berlutut,
dengan sikap sangat menghormat ia berkata:
"Kau. susiok, bagaimana susiok juga berada disini. ."
Orang-orang dari golongan Lempar batu mendengar
pemimpinnya membahasakan orang tua itu susiok atau
paman guru, juga buru-buru ikut berlutut, semua tidak
mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Orang tua bermuka merah Itu berkata dengan suara
gusar: "Cie Bu Kie, sejak kau rampungkan pendidikanmu dan
turun gunung untuk mencari pengalaman, selama itu aku
selalu berpeluk tangan, tidak mau tahu urusanmu.
Karena aku pikir, kepandaianmu sudah cukup baik dan
usahamu juga sudah berhasil. Tetapi, tidak kusangka kau
berani berlaku begitu gila-gilaan. dengan berani mati kau
coba melawan Kakek penjinak garuda locianpwee,
apakah kau sudah lupa pesan suhumu"."
Chim Kiam sianseng yang sudah mandi keringat
dingin, menjawab dengan suara ketakutan:
"Tentu tidak berani, teecu selalu pegang teguh pesan
tahu. tidak akan teecu lupakan untuk selama-lamanya."
"Kau berani menentang Kakek penjinak garuda
locianpwe, apakah itu juga pesan suhumu?"
Chim Kiam sianseng melengak. "Tecu bersalah, mohon
pengampunan susiok!"
"Tidak perlu aku menghukum kau, lekas minta ampun
kepada kakek penjinak garuda!"
Chim Kiam sianseng yang dengan secara tiba-tiba
telah bertemu dengan susioknya, pikirannya sudah kalut.
Ketika mendengar perkataan ini, tanpa banyak pikir lagi
lantas berlutut dihadapan kakek penjinak garuda seraya
berkata: "Atas perbuatan teecu yang kurang ajar tadi, harap
locianpwee suka memberi maaf!"
"Bangun!" berkata kakek penjinak garuda dingin.
Chim Kiam sianseng menurut, berdiri di samping
dengan sikap menghormat, sikapnya yang garang dan
gagah tadi, seketika telah lenyap.
Ho Hay Hong yang menyaksikan itu, dalam hati
merasa mendongkol dan geli.
"Apakah Cee Bu Kie ini murid jie-te " Beberapa puluh
tahun berselang ketika aku pergi kegunung Oey san.
waktu itu ia masih seorang anak yang masih ingusan,
tidak sangka kini sudah menjadi seorang dewasa yang
sudah banyak kumisnya. Ho ho ho." berkata Kakek
penjinak garuda. Ucapan itu memang benar, usia Kakek penjinak
garuda sudah lebih seratus tahun, baginya Cee Bu Kie
seperti cucunya. "Bocah ini masih terlalu muda dan tidak tahu aturan,
kau ampunilah dosanya kali ini, lepaskanlah dia pulang!"
berkata orang tua wajah merah.
Kakek penjinak garuda menganggukkan kepala dan
berkata. "Baik. karena samtee yang mintakan ampun, biarlah
aku ampuni dosanya."
Kemudian dengan sikap keren ia berkata kepada Chim
Kiam sianseng: "Untung susiokmu ada disini, jikalau tidak, sekalipun kau mempunyai tiga nyawa, juga tidak akan luput dari
kematian. Lekas pulang, selanjutnya berlaku hati-hati
sedikit. Banyak gunakan otak, jangan menuruti hawa
napsu!" "Bu locianpwee, boanpwee mengucapkan banyak
banyak terima kasih, dia." berkata Chim Kiam sianseng.
Orang tua wajah merah itu agaknya sudah mengerti
maksudnya, maka lantas membentak:
"Jangan banyak bicara, lekas turut perintah bawa
mereka pulang!" Chim Kiam sianseng sangat girang, buru-buru
memberi hormat, lalu membawa seluruh anak buahnya,
dengan terbirit-birit meninggalkan kampung setan.
Pada saat itu, dalam kampung setan itu hanya tinggal
Ho Hay Hong, Kakek penjinak garuda dan lainnya.
Ho Hay Hong sedikitpun tidak merasa takut, sikapnya
yang ditunjukkan pada waktu itu, benar-benar
merupakan seorang kesatria tulen.
Dengan mata sinar dingin Kakek penjinak garuda
mengawasinya kemudian berkata.
"Aku berikan kau dua pilihan: satu, kau: boleh
memiliki pedang pusaka, tetapi kau musnahkan semua
kepandaianmu: Dua, kepandaian dan kekuatanmu utuh
tetapi kau harus serahkan kembali pedang pusaka itu !"
"Maaf, pedang pusaka itu sudah tidak ada dibadanku!"
jawab Ho Hay Hong. "Kalau begitu, kau memilih jalan yang pertama!"
"Terima !" acuh tak acuh.
"Kau jangan kira aku tidak tega membunuh kau. Ini
sebetulnya pikiranmu yang masih kekanak-kanakan.
Kalau aku sudah marah, siapa saja kuperlakukan
serupa." "Aku tahu dalam keadaan marah, kau tidak kenal
sanak saudara. Tetapi aku tidak perduli itu. Aku hanya
ingin tahu, apa sebabnya kau selalu memaki aku anak
haram?" "Apa yang perlu kau ketahui" Kau memangnya anak
haram." berkata sikakak gusar. Tetapi mendadak
bungkam, sikapnya yang beringas mendadak berubah
murung, agaknya sedang menindas perasaan duka dalam
hatinya. Perasaan rendah diri, kembali timbul dalam hati Ho
Hay Hong. ia menarik napas dalam-dalam, berusaha
keras untuk melupakan kejadian yang memalukan itu.
"Kau tokh sudah tahu bahwa orang yang
menggunakan ilmu pedang terbang itu adalah muridnya
Dewi ular dari gunung Ho lan san, mengapa kau masih
membunuhnya. Hm. apa maksudmu" Tolong kau
jelaskan !" "Siapa itu Dewi ular dari gunung Ho-lan san ?"
"Suhuku!", berkata Ho Hay Hong dengan hati sedih,
"mungkin, ia denganmu masih ada sangkut paut,
mungkin ia adalah kekasihmu dimasa muda."
Berkata sampai disitu. air matanya mendadak mengalir
keluar. Kakek penjinak garuda menghela napas berkata
dengan suara parau: "Oh, dia berada digunung Ho lan-san, ini benarbenar....."
Ketika mengetahui Ho Hay Hong mengucur air mata,
wajahnya nampak sangat berduka, tetapi dengan cepat
berpaling. Dengan menggunakan nada yang sangat
kejam dan dingin ia berkata.
"Kau pergilah, turut perkataanku, pedang pusaka itu
untuk menukar jiwamu!"
"Dengan terus terang, aku tidak sudi diganduli oleh
nama busuk anak haram ini. Kau pasti tahu, lekas kau
sebutkan nama ayah ku yang sebenarnya !"
Dengan tercengang Kakek penjinak garuda
memandangnya, sejenak nampak ragu ragu, akhirnya
berkata: "Kau pergi tanya kepada It Jie Hui Kiam."
Sehabis berkata demikian, mendadak bangkit dan
memakai topinya yang lebar, kemudian berlalu dengan
tindakan lebar. Ho Hay Hong tidak mau melepaskan kesempatan yang
baik itu, dengan suara keras ia bertanya:
"Siapakah ibuku" Kau beritahukanlah sekalian!"
Bayangan kakek penjinak garuda cepat menghilang
kebelakang patung. Ketika angin mendesir, terdengar
suatu kata katanya yang sangat pelahan sekali: "Kalau kau berani menanya lagi, jangan salahkan aku marah!"
Ho Hay Hong terkejut, entah sejak kapan, si Kipas besi
Hok Yauw mendadak muncul dihadapan matanya. Ia
ternyata belum mati! Ho Hay Hong terheran-heran,
hampir lupa bahwa dirinya masih berada dikampung
setan. Ketika si Kipas besi Hok Yauw melihat Ho Hay Hong
sebetulnya hendak menyingkir, tetapi sudah terlambat,
Ho Hay Hong yang sudah melihat tegas siapa orangnya,
sangat marah. Dalam hatinya berpikir: "pantas hanya ia
seorang tidak muncul lagi, kiranya ia adalah mata-mata
dari dalam." Dalam marahnya dan teringat akan kematian jagojago
itu. ia tidak dapat kendalikan diri lagi, maka lintas
menyerang dengan serentak.
Kipas besi Hok Yauw mengeluarkan seruan tertahan
dan mundur terhuyung-huyung sambil mendekap
dadanya, jelas sudah terluka parah.
Kipas besi itu melalaikan kekuatan tenaga Ho Hay
Hong, yang kini sudah jauh berbeda, kelengahannya itu
harus dibayar mahal. Orang tua muka merah Itu sangat marah, ia berkata:
"Kau diberi ampun masih berani berlaku kurang ajar,
lekas pergi, jikalau tidak, aku sangat terpaksa akan turun tangan ."
Ho Hay Hong yang sudah mendapat petunjuk baru,
tidak lagi anggap ringan jiwanya seperti tadi. Dengan
menekan hawa amarahnya, Ia berlalu dari kampung
setan dengan tindakan lebar.
Berjalan belum lama, dari dalam rimba muncul
seseorang yang mengejutkan padanya. Ketika ia angkat
muka, baru ia tahu bahwa orang itu adalah si gadis kaki
telanjang. Karena sudah tidak begitu senang dengan sepak
terjangnya, Ho Hay Hong hanya menegurnya dengan
suara hambar: "Apa kau ada urusan denganku?"
"Kau sudah terkena seranganku jarum menembus air,
tidak sampai malam ini barang kali sudah mulai bekerja.
Mengapa tidak lekas menyerahkan pedang pusaka itu?"
menjawab gadis kaki telanjang sambil tersenyum.
"Kalau aku tidak mau menyerahkan padamu, kau mau
apa?" "Aku akan hadiahkan lagi kau beberapa buah jarum
menembus air." "Kau boleh coba saja!"
Gadis itu karena melihat Ho Hay Hong mukanya merah
padam, hatinya menjadi lemas, katanya sambil
tersenyum: "Sebagai orang beradab, kita harus pegang aturan.
Aku pikir akan memberikan mujijad Liong-yan hiang
sebagai gantinya pedang pusaka itu, entah bagi mana
pikiranmu?" "Liong yan hiang meskipun obat mujarab, tetapi belum
menggiurkan hatiku."
"Berulangkali aku mengalah terhadapmu. Itu sematamata karena memandang muka ayah, kau jangan
berlaku keterlaluan."
"Aku juga karena memandang mukamu, jikalau tidak
dengan kekuatan dan kepandaianku yang ada sekarang,
sedikitpun tidak takut padamu, kalau tidak boleh coba."
"Mukamu bagaimana?"
"Aku melihat kecantikanmu susah dicari bandingannya
di dunia ini, maka aku merasa sayang. Sebaliknya kau
anggap aku takut padamu!"
Muka gadis itu merah membara, katanya sambil
menundukkan kepala: "Kau. . . bolehkah jangan berkata demikian ?"
Menyaksikan sikap kemalu-maluan gadis itu, Ho Hay


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hong terkejut, pikirnya: "Tapi ia tokh baik baik saja,
mengapa disinggung soal mukanya, lantas tidak bisa
bicara lagi?" Ia tidak mau meladeni lagi, dan lantas membalikkan
badan, melanjutkan perjalanannya.
Tetapi, gadis kaki telanjang itu mengejar Ho Hay Hong
dengan cepat membalikkan, badannya dan berkata:
"Kau terus mengejar aku, jangan sesalkan kalau aku
nanti berlaku tidak sopan terhadapmu!"
"Kalau kau mempunyai kepandaian, kau boleh coba
melepaskan diri dari kejaranku!"
Ho Hay Hong mengeluarkan bungkusan yang
didapatkan dari Yo Hong, meskipun ia tidak tahu apa
aslinya, tetapi ia ingin mencobanya, bagaimana
sebetulnya khasiatnya terhadap wanita"
Ia menemukan bungkusannya, ternyata hanya bubuk
warna kuning. Ia coba mengendusnya, ternyata berbau
amis dan pedas, Ia semakin bingung, pikirannya mulai
bimbang capaikah kiranya bubuk semacam ini untuk
menundukan kaum wanita"
Ia sebetulnya tidak ingin mencelakakan diri gadis kaki
telanjang itu, tetapi karena terus mengikutinya,
sesungguhnya juga merepotkan. Maka dengan
mengeraskan hatinya, ia mengambil bubuknya dan
disambitkan kepada gadis itu.
Bubuk warna kuning itu buyar karena tertiup angin,
gadis kaki telanjang itu membuka lebar matanya dan
bertanya: "Ini barang apa" Mengapa baunya demikian pedas?"
Ia kira dipermainkan oleh Ho Hay Hong dalam
mendongkolnya, lantas maju beberapa langkah dan
melancarkan serangan. Ho Hay Hong melengak, menampak keadaan gadis itu
masih tetap seperti biasa, hatinya mulai merasa kecewa.
Kembali ia mengambil obat bubuknya dan disiramkan
kemukanya! Gadis itu mendadak merintih dan berjongkok.
Menyaksikan keadaan demikian, Ho Hay Hong merasa
sangat menyesalkan, kepalanya ditepok sendiri
menyesalkan perbuatannya yang sangat ceroboh.
Dengan pikiran tidak tenang ia mengawasi si nona. tak
lama kemudian, gadis itu mendadak bangkit dan
bertanya: "Hai, barang apakah sebetulnya itu" Kau mau
beritahukan padaku atau tidak?"
Menyaksikan sikap gadis itu, hati Ho Hay Hong
tergoncang, ia pikir sikap gadis itu agaknya sangat aneh.
Belum lagi ia menjawab, gadis itu sudah maju
menghampiri dan bertanya lagi:
"Hai, mengapa kau tidak menjawab?"
Ho Hay Hong tidak berani memandang sebab dalam
waktu sekejap itu, gadis itu agaknya sudah berubah
segala-galanya. Wajahnya yang dingin, begitupun
perkataannya, kini sudah tidak tampak lagi.
Matanya yang bening jail, penuh kemesraan. nada
suaranya juga sudah berubah menjadi lemah lembut,
bagaikan seorang istri terhadap suaminya
Terutama senyuman yang menggiurkan, segalanya
kini nampak penuh gaya penarik.
Ho Hay Hong mulai percaya khasiatnya obat itu, yang
betul-betul dapat menundukkan wanita yang
bagaimanapun galaknya. Tetapi ia sungguh tidak
menduga, itu adalah permulaannya bahaya !
Ia kini benar-benar merasa menyesal atas
perbuatannya, dengan menanggung perasaan tidak
senang, ia mencoba lari untuk meninggalkan gadis itu.
Ia coba menoleh, gadis itu ternyata terus
mengikutinya dengan diam-diam. Dua orang terpisah
sejarak sepuluh tombak lebih.
Ketika tiba di sebuah kota buru baru mencari rumah
makan. Dengan pikiran tidak tenang Ia minta disediakan
arak dan makanan, disatu sudut yang agak sepi ia duduk
dan makan sambil menundukkan kepala.
Dengan tiba-tiba hidungnya telah mengendus bau
harum, ia seperti sudah mendapat firasat tidak baik.
ketika mengangkat muka, benar saja dihadapannya
berdiri gadis kaki telanjang.
Ketika melihat paras sigadis yang ramah senyuman
yang menggiurkan, ia tidak ingin melepaskan diri lagi.
Kecantikan gadis itu bagaikan magnit menarik
perasaannya. Jiwanya yang kering kini mulai segar. Ia mulai
memikirkan untuk mencari kebahagian hidup. Tetapi
semuanya ini agaknya sulit tercapai, karena ia tidak
mempunyai ayah ibu dan rumah tinggal.
Dibawah sinar lampu, kecantikan gadis kaki telanjang
itu semakin menarik, Ho Hay Hong coba menindas
hatinya yang tergoncang hebat, menarik sebuah kursi
dan mempersilahkan gadis itu duduk.
Dengan tidak malu-malu gadis itu duduk
dihadapannya. matanya memandang Ho Hay Hong,
sehingga membuat anak muda itu merasa likat dan
jengah. Ia tidak mempunyai pengalaman bergaul dengan
wanita, terutama wanita cantik. Inilah untuk pertama
kalinya dalam hidupnya mengadakan hubungan demikian
erat terhadap wanita muda, maka meskipun dalam
pikirannya banyak kata-kata ingin dikeluarkan, tetapi ia
tidak tahu bagaimana harus membuka mulut.
Ia coba menabahkan hatinya, dengan suara terputusputus
ia berkata: "Terhadap urusan tadi, aku merasa sangat menyesal.
Perbuatanku tadi sebetulnya tidak disengaja, kiranya kau
juga bisa memaafkan."
Gadis itu hanya tersenyum saja sambil menutupi
mulutnya, kemudian menundukkan kepala.
Ho Hay Hong lantas bingung sendiri, karena gadis itu
tetap diam saja. sehingga ia kehilangan keberanian untuk
bicara lagi. Araknya diminumnya berulang-ulang untuk
menutupi rasa kikuknya. Minum baru beberapa cawan,
perutnya tiba-tiba merasa sakit. Ia terkejut dan bertanyatanya kepada diri sendiri, apakah yang telah terjadi "
Ia tidak menemukan jawabannya, sedang rasa sakit di
perutnya semakin menjadi-jadi, ia bangkit dari tempat
duduknya sambil memegangi perutnya, mendadak
kakinya terasa lemas, ia tidak sanggup berdiri lagi,
dengan badan sempoyongan ia rubuh kedepan, justru
jatuh ketempat gadis kaki telanjang itu duduk, tidak
ampun lagi lengannya lantas memeluk tubuh si nona.
"Kau kenapa?" tanya si nona dengan mata terbuka
lebar mengawasi padanya. Ho Hay Hong tidak berani balas memandang, buruburu
menundukkan kepala, dengan napas memburu ia
menjawab. "Mungkin, jarum menembus air itu racunnya sudah
bekerja." Sikap gadis itu menunjukan perasaan sangat
menyesal, ia segera mengeluarkan obat Liong yan biang
dari dalam sakunya, kemudian minta disediakan air
kepada pelayan dan suruh Ho Hay Hong minum.
Kekuatan racun jarum menembus air itu hebat sekali,
begitu menjalar meskipun sudah minum obat
pemunahnya, juga tidak dapat disembuhkan dengan
segera. Tubuh Ho Hay Hong gemetaran, keringat dingin
sudah membasahi sekujur tubuhnya.
Gadis itu mengeluarkan sapu tangan, dengan pelahan
menghapus keringat yang membasahi jidatnya, dengan
suara lemah lembut ia menanya:
"Kau sudah merasa baikan atau tidak?"
Kelakuannya itu lemah lembut dan sangat terbuka
dalam waktu sangat singkat, perasaan marah Ho Hay
Hong sudah lenyap, bagaikan asap tertiup angin.
Kejadian itu segera menarik perhatian semua tamu
dalam rumah makan itu. Ho Hay Hong khawatir
perbuatan itu menimbulkan suara tidak baik baginya, lalu
berkata kepada si gadis kaki telanjang dengan suara
sangat perlahan: "Aku akan beristirahat sebentar, pasti bisa baik kau
pulanglah, jangan khawatir. . . . memang pedang
pusakamu aku sudah mengambil keputusan . . . . setelah
penyakitku sembuh aku nanti akan datang ke kampung
setan untuk kembalikan pedang pusakamu . . . ."
Dengan susah payah ia bicara demikian, banyak minta
gadis itu pulang dulu, sehabis berkata, hampir sudah
tidak bertenaga lagi. Ia berusaha hendak bangkit, tetapi
kakinya terasa berat, selangkahpun tidak bisa menindak.
Kini ia baru tahu benar bahwa jarum penembus air itu
luar biasa ganasnya, jadi apa yang diucapkan oleh gadis
kaki telanjang itu semuanya betul.
"Begitupun baik, mencari sesuatu tempat untuk
beristirahat sebentar, mungkin kau tidak begini
menderita." berkata si gadis, kemudian memberikan
uang kepada pelayan rumah makan lain membimbing Ho
Hay Hong berlalu. Ia bawa Ho Hay Hong kesuatu rumah penginapan
yang agak sepi, setiba dikamar, hendak membantu
membuka pakaian luarnya. Ho Hay Hong dengan muka merah berkata:
"Tidak usah, aku bisa mengurus diriku sendiri, kau
pulanglah!" Gadis itu hanya menggelengkan kepala, tidak
menyahut. Dalam kamar rumah penginapan yang tidak luas di
bawah sinar lampu pelita yang kurang terang Ho Hay
Hong coba memandang keadaan si nona. Ia lihat gadis
itu duduk di pinggir pembaringan dengan sikap tenang,
matanya ditujukan keluar jendela, agaknya sedang
berpikir keras. Tetapi bibirnya yang kecil mungil,
sebaliknya tersungging senyuman yang menawan hati.
Setelah mendapat sedikit waktu untuk beristirahat,
rasa sakit dalam perut Ho Hay Hong pelahan-lahan mulai
hilang. Maka ia lalu menanya:
"Nona, kau sedang memikirkan apa?"
Ketika daging mereka bersentuhan, Suatu perasaan
aneh timbul dalam ot ak Ho Hay Hong, perasaan itu
bagaikan strum listrik dengan cepat menjalar keseluruh
tubuhnya, hingga sesaat itu jantungnya berdebar keras,
wajahnya merah. Gadis itu menghela napas, lama baru berkata:
"Kalau aku tahu lebih dulu, aku tidak akan
menggunakan jarum tembus air untuk menyerang kau.
Aku tahu kau adalah seorang jujur. pasti bisa
mengembalikan pedangku."
Dari sikap gadis itu. jelas menunjukkan perasaan
menyesal. Ho Hay Hong merasa berat untuk melepaskan gadis
itu, ia coba alihkan pembicaraannya kelain soal.
"Dari sudut mana, kau mengetahui aku seorang
jujur?" Mendengar pertanyaan itu, gadis itu nampak terkejut.
"Apa artinya pertanyaanmu ini?"
"Aku ingin mengetahui pandanganmu terhadap diriku
sebetulnya, aku bukan seorang jujur."
Gadis itu tersenyum lembut.
"Itu adalah perkataanmu yang merendahkan diri!" Ho Hay Hong melihat ketika gadis itu tertawa, sujennya
dikedua pipinya dalam sekali, hatinya tergoncang
semakin keras. "Kau pasti mempunyai banyak kawan lelaki!"
Begitu ucapan keluar diri mulutnya, mendadak ia
merasa menyesal. Tetapi ia sudah tidak keburu menarik
kembali. "Apa pula maksud pertanyaanmu ini?" demikian gadis itu bertanya.
Sesaat itu Ho Hay Hong gelagapan, terpaksa
menjawab sekenanya: "Aku....tidak ada maksud apa-apa!"
Tapi ia sangat menyesal, tidak seharusnya berlaku
begitu berani, sehingga menimbulkan perasaan tidak
senang si nona. Untung gadis itu tidak marah, hingga ia baru merasa
lega. "Sakitmu sudah sembuh, aku juga merasa lega. Harap
pegang janjimu, besok kau bawa pedang pusaka dan
kembalikan padaku. Sampai berjumpa lagi." berkata
gadis kaki telanjang, kemudian perlahan-lahan bangkit
dari tempat duduknya dan berjalan keluar.
Tetapi langkahnya memberikan kesan kepada Ho Hay
Hong bahwa gadis itu agak berat meninggalkan dirinya,
maka seketika itu pikirannya bergolak lagi tak
disadarinya, mulutnya mengeluarkan kata:
"Jangan kesusu pergi, aku masih punya banyak cerita
yang hendak kubicarakan denganmu !"
Gadis itu berpaling dan memandangnya sejenak
dengan penuh tanda tanya, tetapi kakinya tidak
bergerak. Ho Hay Hong merasa agak kecewa, ia coba bangun
dan berkata lagi: "Duduklah disini. sudikah kau?"
Gadis itu tersenyum, tenang lantas menghampiri dan
duduk dipinggir tempat tidur. "Kau masih ada urusan apa lagi?"
Ho Hay Hong sengaja mengerutkan keningnya,
kemudian baru berkata: "Kau pasti mengetahui nama ayah dan ibuku, harap
kau pandang muka sesama orang Kang ouw,
beritahukanlah pada ku."
Ia sebetulnya hendak menggunakan kesempatan itu
untuk menahan gadis itu, supaya jangan berlalu buruburu,
tetapi baru berkata sampai disitu, hatinya
mendadak merasa pilu airmata mengalir keluar.
Gadis itu menatap wajah Ho Hay Hong yang cukup
tampan, kesedihan Ho Hay Hong membuatnya turut
merasa sedih.

Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentang itu It Jie Hui-Kiam tahu lebih jelas, kau boleh perlihatkan tanda rajah burung garuda dilenganmu,
kemudian menanyakan jejak ayah bundamu, Ia pasti
akan memberitahukan padamu. Hal ini sebetulnya tidak
boleh kuceritakan padamu, tetapi karena melihat kau
Sudah cukup banyak aku beritahukan padamu, kau
jangan menanya lagi!"
"Mungkin dalam hidupku ini, sudah tidak ada
kesempatan untuk melihat ayah bundaku lagi. Aih,
dengan terus terang, beberapa hari lagi, aku terpaksa
akan meninggalkan daerah Tionggoan." berkata Ho Hay
Hong dengan nada suara sedih.
Mendengar perkataan itu, gadis kaki telanjang itu
mendadak menunjukkan perhatiannya yang serius, Ia
bertanya. "Kau hendak kemana ?"
"Ho lan san! Sejak kanak-kanak aku di besarkan
digunung Ho lan san. aku berada didaerah Tiong goan ini
hanya baru pada beberapa hari berselang. Aih, aku
sungguh tidak menduga bahwa tempat yang
meninggalkan kesan sangat dalam bagiku ini, terpaksa
akan kutinggalkan untuk selama-lamanya !"
"Ow. Kau melakukan perjalanan begitu jauh, apakah
tidak letih" Aku selalu anggap kau seorang pendiam yang
sangat, tak disangka demikian suka bergerak !"
"Tidak, aku lakukan itu karena terpaksa! Aku juga
tidak suka penghidupan mengembara seperti ini,
tetapi...." Ia diam, tidak melanjutkan. Karena rahasia dalam
perguruannya sekali tidak boleh diberitahukan kepada
orang lain. Maka ia tertawa getir, pelan-pelan rebahkan
diri kepembaringan. Dengan dua tangannya ia gunakan
untuk menunjang kepala, matanya memandang atas.
Sikap demikian mudah menimbulkan rasa simpatik
kaum wanita, terutama selagi pengaruh obat sedang
berjalan dalam tubuh gadis remaja seperti gadis kaki
telanjang itu. Pelan-pelan gadis itu kehilangan sifat yang semula.
Ia memang memiliki sifat rangkap, kalau dingin, orang
tidak berani mengajak bicara dengannya. Tetapi kalau
lincah, penuh daya penarik dari keremajaannya, penuh
gairah. Dan pada saat itu, sikapnya yang dingin dan agak
sombong, agaknya sudah tersapu bersih oleh
pengaruhnya obat, Bagi perempuan lain, mungkin
perasaannya sudah kalut, tetapi ia dapat bertahan lama,
berkat kekuatan tenaga dalamnya yang sudah cukup
sempurna. Ia hanya merasa heran, mengapa napsu birahinya
mendadak berkobar. Ho Hay Hong yang kini berada di
hadapan matanya nampak semakin menyenangkan.
Tetapi ia tidak mengerti itu apa sebabnya.
"Tak kusangka kalau kau terpaksa. Ow. orang yang
memaksa kau melakukan perjalanan demikian jauh itu
tentunya seorang yang sangat lihay sekali !"
Ho Hay Hong diam saja, sementara dalam hatinya
berpikir: "bagaimana aku harus menjelaskan" Orang itu
adalah suhuku sendiri, kalau kuberitahukan bukankah
akan membuat tertawaannya ?"
Ketika ia memandang si gadis, tampak olehnya sikap
gadis itu yang sedang memperhatikan dirinya,
pandangan matanya yang menggairahkan, sulit bagi hati
seorang muda untuk tidak sampai runtuh !
Begitupun keadaan Ho Hay Hong pada waktu itu. ia
tak tahan godaan hatinya, tak sanggup menekan
perasaannya. "Tidak lama lagi, aku sudah tidak ada waktu untuk
bertemu denganmu lagi! Aku harus pulang ketempat
kediamanku, diatas gunung Ho lan san, yang set iap
tahun diliputi oleh salju."
Berkata sampai disitu, hatinya merasa pilu, suaranya
juga berubah parau. "Aku merasa sangat berat meninggalkan tanah Tiong
goan yang indah permai ini, terutama dengan orangorang
dan sahabat-sahabat yang kujumpai. Sikapnya
yang ramah tamah, membuatku tidak bisa melupakan
untuk selama-lamanya. Sayang, keadaan demikian itu
tidak bisa berlangsung lama.
Dengan penuh perhatian ia memandang si nona,
tampak gadis itu sedang mendengarkan dengan
asyiknya. Sinar rembulan menerangi pekarangan dalam rumah
penginapan itu, malam itu indah tapi sunyi.
"Kita telah berjumpa. Ini berarti jodoh. Sebab kalau
tidak ada jodoh, tentu tidak bisa saling bertemu. Dari
gunung Ho-lan san yang letaknya demikian jauh, aku
datang ke mari meskipun membawa tugas berat, tetapi
peruntunganku cukup baik, aku merasa senang terhadap
orang-orang dan pemandangan di daerah Tionggoan.
Keadaan di kediamanku kalau waktu musim semi tiba
juga sangat indah, tetapi masih tidak dapat dibandingkan
dengan keindahan disini" berkata Ho Hay Hong.
Sejenak ia berhenti, matanya diam-diam melirik
kearah sinona Nampak gadis itu masih mendengarkan
dengan rasa puas, lalu melanjutkan ucapannya lagi:
"Apa yang kurasakan sangat berat, ialah disini aku
telah berjumpa dengan seorang wanita cantik. Di tempat
kediamanku hampir selalu diliputi oleh salju, jarang
dikunjungi oleh manusia. Walaupun aku kadang-kadang
juga bisa jalan-jalan ketempat yang berdekatan, tetapi
penduduknya kebanyakan bangsa kasar, mana bisa
dibandingkan dengan penduduk disini!"
"Kau bertemu dengan siapa?" Menyaksikan gadis Itu menunjukkan sikap menunggu, Ho Hay Hong lantas
menjawab nakal: "Jauh diujung langit, dekat didepan mata:" Ia takut gadis itu marah, maka sehabis berkata demikian, lantas
menundukkan kepala, sedapat mungkin menghindarkan
bentrokan mata dengan sinona.
Diluar dugaannya, gadis itu bukan saja tidak marah,
bahkan tertawa geli. "Bohong, aku tidak percaya!"
Sejak Ho Hay Hong kenal padanya, yang dilihatnya
hanya sikap yang dingin ketus dan agung, belum pernah
melihat demikian lemah lembut dan mesra. Maka diamdiam
Ho Hay Hong merasa kaget.
"Apa yang kukatakan adalah sebenar-benarnya, nona
adalah satu-satunya wanita paling cant ik yang pernah
kujumpai, sejak aku menjadi dewasa."
Gadis itu ketika mendengar kata-kata yang penuh
pujian dan rayuan itu, mukanya lantas merah dan buruburu
menundukkan kepala. Sikap demikian didalam pandangan mata Ho Hay Hong
benar-benar sangat menarik, ditambah lagi dengan
pemandangan alam di luar yang indah permai, memang
mudah menimbulkan pikiran yang bukan-bukan.
Ia segera ingat ucapan Yo Hong: "obat ini mempunyai
khasiat untuk menundukkan wanita yang betapapun
galaknya, kau tidak percaya tunggu saja hasilnya!"
Diam-diam ia berpikir. Apakah ini yang dimaksudkan
dengan perkataan "menundukkan", itu" Apakah benar
aku sudah berhasil menundukkan dia"
Ia diam-diam terkejut, tetapi juga merasa girang. Ia
tidak dapat menguasai diri sendiri lagi, tangannya tidak
tinggal diam, ditariknya tangan gadis itu dan
digenggamnya erat. Seketika itu sekujur badannya seperti terkena strum
listrik, napsu birahinya berkobar. Melihat gadis itu tidak meronta, ia semakin berani.
Gadis yang dingin angkuh itu, kini telah berubah
menjadi jinak, membiarkan dirinya dipeluk.
Tak lama kemudian, dari sela-sela matanya keluar
tetesan air mata. Gadis yang dingin dan ketus ini, entah apa sebenarnya
mendadak berubah demikian lemah dan menurut!
Selagi dua makhluk itu tenggelam dalam kemesraan,
hampir saja lupa daratan, diluar jendela tiba-tiba
terdengar suara goresan kuku. Suara itu cukup nyata,
sudah pasti perbuatan orang Kangouw yang mencari
keterangan dengan menggunakan kukunya yang
panjang. Karena kedua muda-mudi itu sama-sama memiliki
kekuatan tenaga dalam sudah sempurna, suara itu sudah
tentu tidak bisa lolos dari telinga mereka.
Dengan cepat mereka memisahkan diri, gadis kaki
telanjang itu nampak kemalu-maluan, rasanya ing in
sembunyi saja. Ia memandang Ho Hay Hong dengan
sinar mata yang mengandung pertanyaan tanpa berkata
apa-apa lantas lompat keluar melalui jendela.
Di bawah sinar rembulan, tampak olehnya dua sosok
bayangan orang berdiri diatas tembok pekarangan, satu
diantaranya bertanya kepada gadis itu:
"Apakah kau Ho Hay Hong sutee?"
Ho Hay Hong yang sementara itu baru hendak
melompat keluar, untuk melihat apa yang telah terjadi
ketika mendengar suara itu diam-diam terkejut. Pikirnya:
"mengapa toa suheng mengetahui aku berada disini" Ada
urusan apa ia mencari aku?"
Sementara itu, ia telah mendengar suara jawaban
sigadis dengan nada suara dingin: "Ada urusan apa
kalian berdua mencari aku?"
Dari jawaban nona itu, Ho Hay Hong segera
mengetahui bahwa orang yang mencari padanya itu ada
dua orang. Keringat dingin keluar seketika, pikirnya:
"celaka mungkin toa-suheng dan sam suheng yang
datang mencari aku."
Kini ia dengar suara toa suhengnya yang berkata:
"Jangan banyak tanya kalau kau kenal dia, lekas suruh dia keluar!"
Ho Hay Hong diam-diam sembunyikan diri dibelakang
jendela, hanya kepalanya melongok keluar. Tampak
olehnya tangan toa suhengnya menenteng sebuah kotak
kayu, ia segera mengerti apa sebabnya toa suhengnya
mencari dia. Ternyata ia sudah menemukan batok kepala jie
suheng, tetapi apa yang masih belum dimengerti adalah,
bagaimana toa-suhengnya bisa menuduh kejadian itu
kepadanya. Dalam hal ini pasti ada sebabnya.
Untuk menjelaskan duduk perkaranya, ia lantas
lompat keluar dan bertanya:
"Toa suhengkah yang datang?"
Toa suhengnya hanya memandang sebentar dengan
mata dingin, kemudian berkata.
"Ho sutee, bagus sekali perbuatanmu!"
Gadis kaki telanjang itu lantas berkata dengan nada
suara dingin: "Kepala orang dalam kotak itu masih pernah apa
denganmu?" Sam suheng kini yang menjawab:
"Kau ini siapa" Boleh katakan jangan campur mulut?"
Ho Hay Hong diam-diam merasa khawatir, karena adat
perempuan itu keras. Ucapan yang sombong itu, pasti
akan menimbulkan kemarahannya. Ketika matanya
melirik kepadanya, benar saja. gadis itu mukanya merah
padam, alisnya berdiri, agaknya sudah akan
menggunakan kekerasan. Ia buru-buru maju menghampiri dan menghadang
dihadapannya seraya berkata:
"Mereka berdua adalah suhengku, harap kau sabar
sedikit!" Gadis itu mengeluarkan suara dihidung, kemudian
berkata: "Dengan memandang mukamu, untuk sementara aku
boleh berlaku sabar. Tetapi kalau ia mengeluarkan
perkataan tidak keruan lagi, jangan sesalkan kalau aku
akan segera bertindak:"
"Sudah tentu!" Jawab Ho Hay Hong sambil tertawa
masam. Ia lalu bertanya kepada Toa suhengnya: "Aku
sesungguhnya tidak mengerti dengan ucapanmu tadi,
bolehkah suheng memberi keterangan yang lebih jelas?"
"Ho sutee. kau juga tidak perlu menyangkal, aku
sungguh tidak menduga kau ternyata begitu berani!"
berkata toa suhengnya. "Harap toa suheng terangkan duduknya perkara,
siaotee sesungguhnya tidak tahu."
"Kau berani menyangkal bahwa ji sutee bukan binasa
ditanganmu ?" "Toa suheng, ketahuilah olehmu, betapa pun besar
nyali siaote, juga tidak berani membunuh ji suheng!"
"Kau berani menyangkal, bahwa kepala ji suheng
bukan kau yang mengubur?"
"Tentang ini siaute akui, tetapi kematian ji-suheng
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan siaotee!"
"Tidak ada hubungan" Hm! Aku tahu benar bahwa kau
memang sangat tidak puas terhadap kita bertiga, sebab
perhubungan kita selama itu memang sudah tidak rukun.
Tetapi tidak kuduga begitu kau keluar dari pintu
perguruan, lantas melakukan perbuatan yang melebihi
binatang." "Aku selalu pandang suheng seperti saudara kandung
sendiri, toa suheng jangan terlalu memfitnah siaotee!"
Pada saat itu, pikirannya terlalu kalut. Ia tahu benar
bahwa ji suhengnya mati di dalam kampung setan, tetapi
untuk menjaga nama baik gadis kaki telanjang itu, ia
tidak mau memberitahukan secara terus terang.
Sam-suhengnya berkata sambil tertawa dingin:
"Kalau begitu, jadi toa suheng yang salah, toa suheng memfitnah orang baik?"
Suara tertawanya itu sangat menusuk telinga. Sam
suhengnya itu agaknya benci sekali kepadanya, hingga
kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya untuk
memfitnah Ho Hay Hong. "Sutee mana berani berbuat begitu, harap suheng
menyelidiki du lu duduknya perkara yang sebenarnya!"
berkata Ho Hay Hong. "Bukt i sudah cukup nyata, Ho sutee, jangan banyak
bicara, besok pagi kau harus meninggalkan daerah


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tionggoan, lekas pulang menghadap suhu, biarlah suhu
yang memberi keputusan.:" berkata toa suhengnya.
"Toa suheng, janganlah sampai kena diadu domba
oleh musuh ?" berkata Ho Hay Hong.
"Aku tokh bukan anak kecil, bagaimana bisa tertipu!"
berkata toa suheng sambil tertawa dingin, "sebaliknya adalah kau, Ho sutee yang pintar sekali, setelah
membunuh orangnya, kau hendak menghilangkan
buktinya dan memindahkan kesalahanmu kepada orang
lain heh heh." "Baiklah, aku akan pulang, biar suhu yang
mengadakan penyelidikan dalam soal ini!" berkata Ho
Hay Hong tegas. Matanya memandang gadis kaki
telanjang itu menundukkan kepala tidak berkata apa-apa,
agaknya sedang memikirkan apa-apa.
Sabentar kemudian, mendadak ia membuka mulut:
"Kalian tidak perlu ribut-ribut, orang dalam kotak ini, akulah yang membunuh!" Tetapi, ketika mata gadis itu
ditujukan kepada dua orang tadi, ternyata sudah pergi.
Ho Hay Hong memandang gadis itu dengan penuh
cinta kasih, katanya: "Aku pasti kembali...."
Berkata sampai disitu, perasaan sedih karena harus
meninggalkan gadis itu mendadak timbul, hingga
tenggorokkannya seperti tersumbat, tidak dapat
melanjutkan perkataannya lagi.
Gadis kaki telanjang, itu tanpa mengeluarkan sepatah
katapun juga, lantas berlalu menuju kekampung setan.
Ho Hay Hong tidak mencegah, ia hanya menggumam
sendiri: "Pergilah tidak perduli ada rintangan apa saja,
aku pasti kembali!" -ooo0dw0ooo- Ho lan-san yang diliputi oleh daun daun cemara tua
dan salju, waktu itu sedang menginjak musim dingin
hingga keadaannya nampak semakin sepi sunyi dan
angker. Ditengah-tengah antara lembah Cian wan kok dan
Siang tang kok, terdapat sebuah bangunan yang megah
bagaikan istana. Tapi dikatakan istana, bukan istana,
karena tiang tiang dan pengelarinya tidak mempunyai
ukir-ukiran naga dan burung hong. Tetapi dikatakan
bangunan penduduk biasa juga kurang tepat, karena
terlalu megah! Bangunan megah yang berdiri ditengah tengah
gunung salju itu, benar-benar penuh misteri.
Ditempat itu tidak terdapat binatang-binatang buas
atau burung terbang, juga jarang diinjak oleh kaki
manusia, hingga set iap hari sepi sunyi. Sebelah kiri
bangunan kecuali batang pohon bunga Bwee, hampir
tidak tertampak pohon segar yang lain.
Ho Hay Hong dengan keadaan letih, sehabis
melakukan perjalanan jauh, berlutut di hadapan meja
sembahyang, samping kiri meja sembahyang terdapat
kursi kebesaran yang dihias dengan kulit harimau.
Diatas kursi itu duduk seorang wanita pertengahan
umur berusia kira-kira empat puluh tahun, parasnya
masih cant ik, namun terlalu dingin, jarang unjukkan
senyumnya. Rambutnya panjang sekali, juga masih hitam
jengat. Disamping kiri wanita cantik itu, berdiri dua pemuda
tampan dan gagah, dibibirnya saban-saban menunjukan
senyum menyendiri. Ho Hay Hong dengan sikapnya yang sangat hormat
sembayang dua kali, kemudian berkata:
"Tuhan Yang Maha Besar, aku Ho Hay Hong
bersumpah selalu mematuhi pelajaran suhu, kalau dalam
pengakuanku ini, ada sedikit saja yang kusembunyikan
atau bohong, aku bersedia menerima hukuman yang
paling berat." Wanita cantik itu tetap duduk tidak bergerak, setelah
mendengar Ho Hay Hong mengucapkan sumpahnya lalu
berkata: "Katamu, gadis berbaju putih itu sering bentrok
dengan kau mengapa dua suhengmu ketika pergi
mencari kau, telah menemukan kau sedang bercumbucumbuan
dengan gadis itu." Kata-katanya itu meskipun diucapkan dengan tenang,
tetapi sangat berwibawa, sehingga yang mendengarkan
merasa jeri. "Teecu bukannya sedang bercumbu-cumbuan
dengannya, hanya karena adanya yang terlalu keras dan
tidak mudah ditundukkan, terpaksa menggunakan obat
bubuk, yang teecu beli dari seorang Kang ouw bernama
Yo Hong, untuk mencobanya betul dapat menundukkan
atau tidak?" berkata Ho Hay Hong.
"Benarkah Kakek penjinak garuda dan susioknya Chim
Kiam sianseng sembunyikan diri di Kampung setan"
Apakah kau tidak salah?"
"Teecu menggunakan seekor burung garuda raksasa
yang dikurung oleh Cie lui Kiam khek sebagai penunjuk
jalan, akhirnya burung raksasa itu terbang langsung
kekampung setan dan hinggap di bahu Kakek penjinak
garuda, teecu pikir sedikitpun tidak salah."
"Waktu Hay Tao terbunuh, kau berada dimana?"
"ini." Ho Hay Hong berpikir sejenak, "malam itu, teecu sedang bertengkar dengan Lam kiang Tay-hong, disuatu
tempat yang letaknya terpisah beberapa puluh pal
dengan kampung setan, maka teecu tidak tahu keadaan
matinya ji-suheng." "Mengapa dengan lancang kau menguburnya?"
"Teecu tidak tega melihat keadaannya yang
menyedihkan, juga takut jika kepalanya terlantar, maka
tecu kubur bersama-sama kepalanya Pelajar
berpenyakitan. Toa suheng: mengatakan teecu sengaja
hendak menyembunyikan rahasia, semua itu tidak
benar?" Dengan sinar matanya yang tajam, wanita cantik itu
menatap wajah Ho Hay Hong.
"Aku tahu sifatmu memang baik, tidak sampai kau
berani melakukan pembunuhan terhadap sesama
saudara dalam seperguruan. Tetapi, belum cukup satu
bulan kau pergi mengembara, kekuatan tenaga dalammu
sudah mendapat kemajuan demikian pesat, hal ini jauh
daripada semestinya, itu, apa sebabnya?"
Ho Hay Hong diam diam terkejut, ia pikir: "suhu ini
benar-benar lihay. Tetapi aku tidak boleh
memberitahukan tentang sikakek penjinak garuda yang
memberi kekuatan tenaga itu, karena hal itu mungkin
akan memperdalam rasa bencinya terhadap kakek itu.
Bahkan mungkin akan memaki aku."
Oleh karena berpikir demikian, ia tidak berani
mengaku terus terang dan terpaksa membohong.
"Obat mujijat gadis baju putih yang dinamakan Liong
yan hiang itu, kecuali bisa menyembuhkan penyakit dan
memunahkan racun, juga bisa menambah kekuatan
tenaga. Teecu yang mendapat beberapa butir darinya
dengan tak disangka sangka, kekuatan tenaga teecu
menjadi bertambah." Wanita cantik itu menganggukkan kepala dan berkata:
"Benar. Liong yan hiang memang mempunyai khasiat
luar biasa !" Setelah berkata demikian, ia menajamkan mata,
katanya pula singkat. "Kau mundur, panggil Tin Song maju!"
Ho Hay Hong girang, buru buru bangkit dan berdiri di
samping. Ia berkata kepada toa suhengnya dengan suara
pelahan. "Suhu hendak menanya suheng"
Tin Seng dengan sikap menghormat berlutut
dihadapan meja sembahyang dan berkata:
"Teecu bersedia menerima pertanyaan?" Sang suhu
Dewi dari Ho lan-san mengeluarkan suara dari hidung,
kemudian bertanya: "Tugas yang kuberikan padamu, sudah selesai atau
belum" Empat tukang menangis dari daerah See cee, kau
sudah bereskan atau belum" Di mana kepala mereka
sekarang" Mengapa kau tidak, bawa pulang sekalian?"
-ooo0d-w0ooo- Bersambung Jilid 13 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 13 "TEECU merasa berdosa, tidak dapat menyelesaikan
tugas yang suhu berikan dengan baik. Teecu sudah
mencari kesegala pelosok, tetapi tidak menemukan jejak
mereka. Dan karena urusan Ho-sutee, terpaksa pulang
lebih dulu, harap suhu memberi keampunan atas dosa
teecu kali ini!" menjawab Tan Song.
"Ah." sang suhu berdiri, katanya dengan suara bengis:
"Apa" Tugasmu masih belum selesai" Apakah aku
perintahkan kau turun gunung hanya untuk pergi pesiar
atau main-main?" Mendengar perkataan itu sam suhengnya yang berdiri
disisi Ho Hay Hong wajahnya pucat seketika, senyum
sinisnya yang tadi telah lenyap semua. Mata suhunya
yang tajam kini ditujukan kepadanya, tanpa disadarinya
sam suhengnya itu lantas berlutut, untuk mendengar
pertanyaan suhunya yang bernada bengis.
"Dan kau" Apa sama juga dengan Tan Song."
Tubuh sam suhengnya gemetaran, tidak dapat
menjawab. Sang suhu yang menyaksikan keadaan
demikian nampaknya sangat gusar. ia berkata:
"Baik, tugas yang suhu kalian perintahkan kalian
sedikitpun tidak pandang mata. Hari ini suhumu akan
menjatuhkan hukuman kepada kamu berdua"
Sehabis berkata demikian, wanita cantik itu bangkit
dari tempat duduknya, tangannya menyambar sebilah
pedang pendek, dilemparkan kepada mereka seraya
berkata: "Dosa melanggar perintah suhu, tidak boleh
dipandang ringan. Kamu berdua kerjakan sendiri,
suhumu enggan turun tangan."
Toa suheng Tan Sang dengan sinar matanya yang
kejam menatap wajah Ho Hay Hong. berlutut ditanah
dan berkata kepada suhunya dengan suara gemetar.
"Suhu, teecu sebetulnya karena menganggap urusan
Ho sutee sangat penting, maka terpaksa pulang lebih
dulu.!" Sang suhu pelahan-lahan rebah di kursi nya,
memejamkan mata, t idak menghiraukan sedikitpun juga
keterangan dua muridnya. Toa suheng dalam keadaan
tidak berdaya, terpaksa mengambil pedang pendek
ditanah, hendak membacok lengan tangannya sendiri!
Tetapi sesaat kemudian, ia agaknya tidak berani
menanggung penderitaan hebat itu, sebelum pedang
menyentuh dagingnya, dengan cepat ditariknya kembali
dan berdiri bingung. Sam suheng juga tampak tegang, keringat dingin
sudah membasahi badannya, jelas seperti juga dengan
toa suhengnya, tidak sanggup menahan penderitaan
hebat itu. Tan Song terpaksa memohon kepada suhunya lagi:
"Suhu, ampunilah dosa teecu kali ini!"
Dewi ular dari Ho lan-san membuka dua matanya,
katanya dengan suara gusar:
"Apa kau masih belum membereskan urusanmu
sendiri ?" Tan Song mendadak lompat, dengan mata beringas
berkata: "Tidak, tidak, ini tidak aturan. Mengapa Ho sutee
dibiarkan enak-enakan, tanpa mendapat hukuman,
sedangkan dia adalah orang yang membunuh ji-sutee ?"
Seperti orang gila ia berteriak-teriak, hingga membuat
suhunya tercengang. Ia sungguh tidak sangka bahwa
Tan Song bernyali demikian besar, berani menentang
putusannya. Maka ia lantas marah dan berkata:
"Berlutut, siapa suruh kau berdiri?"
Tan Song menyahut dengan suara keras:
"Aku tahu, Ho Hay Hong sebetulnya memang anakmu,
sudah tentu kau selalu membela dirinya!"
Mendengar perkataan itu wajah suhunya berubah
seketika, katanya dengan suara bengis:
"Murid durhaka, lekas bereskan dirimu sendiri, supaya aku tidak perlu turun tangan!"
Tan Song tiba tiba berkata kepada sam-suteenya:
"Sam sutee, urusan sudah menjadi begini kita masih
pikirkan apa lagi" Bagaimanapun juga kalau kita tokh
memang mati. mengapa tidak berani mengadu jiwa
dengannya?" Setelah berkata demikian, mendadak menyambitkan
pedang di tangannya kepada suhunya. Selain daripada
itu, orangnya sudah lompat, dengan mengerahkan
seluruh kekuatan tenaganya, menyerbu dan menyerang
suhunya. Sam-suheng berkata dengan suara parau: "Suhu,
adatmu yang terlalu keras, kita semua sudah cukup
merasakan. Ini adalah ketidak bijaksanaanmu, bukan
salah kita." Hampir bersamaan pada waktu itu dengan menghunus
pedangnya, dengan beruntun tiga kali menyerang
suhunya. Dua pihak terpisah tidak ada satu tombak, dan dua
murid itu bergerak dengan berbareng. Betapapun tinggi
kepandaian Dewi Ular, juga tidak sanggup menangkis.
Dalam gusarnya, ia menggunakan lengan jubahnya,
berulang-ulang menangkis serangan dua muridnya
sambil mundur. Pedang murid kepalanya yang disambitkan kearahnya
dapat disampok jatuh oleh ilmunya Hut sin Khie kang
tetapi Ia terpukul mundur dua langkah oleh serangan
tangan yang hebat. Serangan pedang muridnya yang ketiga, yang
dilancarkan dengan bertubi-tubi, meskipun tidak


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengenakan sasarannya, tetapi sudah membuat kursi
duduknya hancur berkeping-keping. Murid ketiga itu tahu
benar kekuatan dan kepandaian suhunya, kalau tidak
diserang secara bertubi-tubi, nanti kalau sang suhu
mendapat kesempatan, mereka berdua pasti akan binasa
ditangannya. Maka, ketika serangan yang pertama tidak
berhasil, serangan selanjutnya menyusul dengan gencar
dan ganas ! Dewi Ular serangan menggunakan kekuatan tenaga
dalamnya, untuk menangkis serangan pedang muridnya
yang ketiga, tetapi ia melalaikan serangan telunjuk jari
murid kepalanya, yang dilancarkan dengan satu muslihat
yang sangat licik Serangan telunjuk dari tangan Tan Song mengenakan
bahu kiri suhunya, kemudian di teruskan kebagian perut.
Dengan mendadak wajah Dewi Ular berubah mulutnya
menyemburkan darah dan jatuh rubuh ditanah.
Sungguh tidak diduga-duga, serangan Tan Song
mengenakan dengan tepat bagian dari kie Hiat yang
letaknya dekat pusar. Karena jalan darah ini merupakan
salah satu jalan darah terpenting dalam anggota badan
manusia, begitu terkena serangan, seluruh kekuatan
tenaga murni akan lenyap semua, Dewi Ular yang sudah
memiliki kekuatan tenaga dalam sangat sempurna, kini
juga sudah tidak berdaya.
Tan Song tidak menduga dengan demikian mudah
dapat merubuhkan suhunya, hingga diam-diam merasa
girang, Ia tidak berani berlaku ayal, dengan
mengeluarkan suara bentakan keras, lima jari tangannya
dipentang hendak menyambar batok kepala suhunya.
Kalau serangannya itu berhasil, sekalipun ada obat
yang manjur sekali, juga tidak dapat menolong jiwa Dewi
ular lagi. Dengan keadaan sangat kritis, Ho Hay Hong
mendadak sadar akan apa yang telah terjadi dengan
suhunya. Bukan kepalang marahnya tanpa banyak pikir,
ia lantas bergerak menyerang toa-suhengnya.
To suhengnya yang sedang hendak menamatkan jiwa
suhunya, tidak menduga Ho Hay Hong turun tangan,
tidak ampun lagi, ia telah terpukul sehingga jungkir balik.
Ho Hay Hong meneruskan serangannya kepada samsuhengnya.
Sam-suhengnya menggunakan pedang untuk
menangkis serangan suteenya, tetapi terpental mundur
oleh kekuatan tenaga Ho Hay Hong yang hebat.
Meskipun Ho Hay Hong tahu bahwa kekuatan
tenaganya pada waktu sekarang jauh lebih hebat dari
dulu, namun ia masih tidak berani berlaku gegabah. Sam
suhengnya yang terpukul mundur, diserangnya lagi
dengan kekuatan tenaga yang lebih hebat.
Sam suhengnya tidak berdaya sama sekali, pedangnya
jatuh ditanah, orangnya terpental mundur lagi beberapa
langkah. Toa suhengnya yang menyaksikan itu. segera maju
menyerbu. Ho Hay Hong tahu dirinya diserbu oleh toa suhengnya,
buru buru meninggalkan sam suhengnya, menyambut!
serangan toa suhengnya. Pada saat itu, dalam ruangan itu mendadak muncul
seorang gadis cant ik berusia kira kira delapan belas
tahun. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu sudah
menghunus pedang panjangnya, menyerang sam
suheng. Gadis cant ik itu belum pernah dilihat oleh Ho Hay
Hong. entah sejak kapan berada digunung itu" Dalam
hatinya waktu itu meski merasa heran, tetapi Ia tidak
berani menghentikan serangannya. Dengan tiga kali
beruntun, ia menyerang toa-suhengnya.
Tan Song yang melihat gadis cant ik itu sudah
menyerang sam sutenya, dalam hati menduga bahwa
gadis itu pasti orang kepercayaan suhunya. Dengan
munculnya gadis itu ia tahu kalau pertempuran itu
dilanjutkan, pasti tidak menguntungkan fihaknya sendiri.
Dengan cepat ia dapat mengambil keputusan. Selagi
Ho Hay Hong menyambuti serangannya. Ia telah lompat
melesat setinggi tiga tombak, keluar dari ruangan.
Kemudian dengan menggunakan ilmunya, tubuhnya
kabur kearah lembah Siang tang kok.
Ho Hay Hong sebetulnya hendak mengejar, tetapi
karena melihat suhunya dalam keadaan pingsan, tidak
tahu bagaimana keadaannya, maka dibatalkannya
maksudnya. Ia pikir kemana toa suhengnya akan lari,
dikemudian hari pasti akan tertangkap.
Semula ia sebetulnya merasa simpati terhadap toa
suhengnya, tetapi setelah toa-suhengnya berani
memberontak menentang suhunya, ia lantas berbalik
menjadi benci. Sebab, sekalipun suhu ada salahnya,
orang yang menjadi muridnya juga sudah seharusnya
menerima dengan sabar, tidak boleh melawan apa lagi
menyerang dengan tidak ingat daratan.
Dengan sangat hati-hati ia bimbing suhunya, keadaan
suhunya lemah sekali, jelas sudah terluka parah, hingga
hatinya merasa sangat pilu.
Sam suhengnya ketika menampak toa-suhengnya
sudah kabur, hatinya mulai gelisah. Saat itu ia baru tahu
bagaimana mental toa suhengnya, yang membiarkan
dirinya menanggung dosa untuk menerima hukuman
suhunya. Ia coba melawan dengan nekad terhadap gadis cantik
itu, namun usahanya itu semua tersia-sia. Mula-mula ia
sangat penasaran, kemudian terkejut dan akhirnya
ketakutan. Tanpa banyak pikir lagi. ia lantas lompat
melesat setinggi tiga tombak, hendak lari keluar.
Tetapi Ho Hay Hong bertindak lebih cepat. Sudah
mendahului sam suhengnya, berada ditengah tengah
pintu, merintangi usaha sam-suhengnya yang hendak
kabur. Dengan sikap dan sinar mata dingin Ho Hay Hong
mengawasi padanya seraya berkata: "Sam-suheng, harap
jangan melawan lagi. menyerahlah saja, ini akan lebih
baik bagimu" "Ho Hay Hong, kau memang orang jahat, tidak
kecewa kau menjadi anaknya siluman itu. Hm, kau suruh
aku menyerah, enak saja" Kalau kau mempunyai
kepandaian boleh keluarkan semua untuk melawan aku,"
menyahut sam suheng gusar.
"Dahulu, kau adalah suhengku. Karena aku harus
menghormatimu. maka selama itu aku selalu mengalah
terhadapmu. Tetapi sekarang, kau sudah berkhianat
terhadap suhu, apa kau kira aku takut padamu?"
Ia maju selangkah, terus menyerang.
Sam suhengnya buru-buru mengangkat tangannya,
menyambuti serangannya, Keduanya ternyata samasama
menggunakan tenaga dalam, ketika serangan
mereka saling beradu, Ho Hay Hong masih tetap berdiri
tegak, sedangkan sam suhengnya terpental mundur dua
langkah. Sambil tertawa dingin, Ho Hay Hong. maju lagi tiga
langkah dengan beruntun melancarkan serangannya lagi.
Kali ini serangannya ditujukan kepada dada suhengnya
tanpa kenal ampun. Sam suhengnya terperanjat, ia coba melawan tetapi
tidak sanggup menahan serangan suteenya yang
demikian hebat, terpaksa mundur terus-terusan.
Ho Hay Hong terus mendesak, hingga serangan yang
ketujuh, baru berhasil merubuhkannya.
Sam suhengnya mengerti bahwa kekuatan dan
kepandaiannya sendiri tidak sanggup melawan suteenya.
karena tidak mau terhina, maka lantas pukul hancur
batok kepalanya sendiri. Ho Hay Hong singkirkan jenasah suhengnya
kebelakang kebun, untuk dikubur. Mengingat perubahan
besar yang terjadi dalam perguruannya, ia juga merasa
sedih. Selesai mengubur jenasah suhengnya. ia balik
keruangan tengah, Suasana sepi sunyi.
Tiba didalam ruangan tampak gadis cantik itu dengan
wajah pucat pasi sedang memijat-mijat suhunya. Ia lalu
tanya-tanya kepada diri sendiri: "Siapakah dia
sebetulnya" Ada hubungan apa dengan suhu" Mengapa
tanpa memikirkan berapa banyak tenaga dalam yang
baru dikeluarkan untuk menyembuhkan suhunya"
Karena mengetahui gadis Itu sedang menggunakan
kekuatan tenaga dalam untuk menyembuhkan luka
suhunya, maka ia tidak berani menanya. Setelah selesai
dan gadis itu bangkit, ia baru bertanya dengan suara
pelahan: "Kau siapa?" Gadis itu nampak sangat letih sekali, ia tidak
menjawab pertanyaan Ho Hay Hong, sebaliknya balas
menanya: "Kau siapa?"
"Aku Ho Hay Hong!" jawab Ho Hay Hong terkejut.
Mendengar jawaban, gadis itu tiba-tiba menundukkan
kepala, dengan muka kemerah-merahan masuk ke
dalam. Ho Hay Hong tidak berani mengganggu, tidak mau
menanya lagi, membiarkannya masuk kedalam.
Tak lama kemudian Dewi ular sudah mendusin. Baru
sembuh dari sakit, mukanya pucat pasi, matanya juga
tidak bersinar. Di waktu biasa, terhadap suhunya yang adanya agak
aneh itu ia memang tidak mempunyai kesan baik, Ia
selalu anggap bahwa suhunya itu mengubur masa muda,
murid-muridnya di gunung yang sepi sunyi dan tidak
pernah dirambah oleh kaki manusia itu, tetapi sekarang
ia mengerti bagaimana perasaan seorang yang habis
menderita batin. Dengan penuh perhatian ia menanya : "Suhu, apakah
suhu sudah baikan?" "Sudah banyak baik, dimana mereka berdua?" jawab sang suhu dengan tidak bertenaga.
"Toa-suheng sudah merat, sam suheng sudah binasa."
Sang suhu menganggukkan kepala, dengan tetap tidak
bertenaga, ia berkata: "Selanjutnya kau jangan panggil dia suheng lagi!"
"Baik," menjawab Ho Hay Hong.
Diam-diam ia merasakan bahwa suhunya itu kini telah
banyak berubah, peristiwa menyedihkan itu telah
merubah sifatnya yang dingin menjadi hangat dan lemah
lembut. "Siapa yang menyadarkan aku?"
"Perempuan muda itu Oh, ya, suhu dia itu siapa?"
"Bakal isterimu di kemudian hari."
Ho Hay Hong terkejut. Ia tahu benar adat suhunya,
apa yang sudah dikatakan, tidak akan dirubah. Dalam
hati meskipun merasa tidak puas, tetapi ia masih
berusaha jangan sampai dikentarakan.
"Kau pikir bagaimana" Hay Hong!"
"Teecu kira masih terlalu pagi bagi tecu untuk
mendirikan rumah tangga."
"Hay Hong, apakah ini adalah alasanmu untuk
menolak?" Karena Ho Hay Hong tidak suka memotong, seketika
dia bungkam, tidak dapat menjawab.
"Aih, mungkin kau sudah mempunyai pandangan."
berkata sang suhu sambil menarik nafas dalam-dalam.
Agaknya merasa sangat kecewa, maka tidak berkata
soal-soal itu lagi, lantas memejamkan matanya.
Ho Hay Hong tidak berani menanya secara langsung,
pura pura menghela napas, kemudian baru berkata:
"Aku tidak pantas menjadi suaminya, karena teecu
hanya merupakan satu anak haram."
Mendengar perkataan itu, sang guru membuka lebar
matanya, menatap wajahnya, kemudian bertanya.
"Siapa yang mengatakan itu ?"
"Kakek penjinak garuda!" jawabnya terus terang.
Ia mengira sesudah tahunya mendengar nama kakek
penjinak garuda, pasti akan marah. Diluar dugaannya,
suhunya hanya menghela napas pelahan dan kemudian
berkata: "Ho Hay Hong, kau jangan pikir yang tidak-tidak, kau
jangan percaya ocehannya!"
Kata-katanya diucapkan dengan suara lemah lembut,
bagaikan ibu terhadap anaknya.
Ho Hay Hong semakin berani, ia berkata.
"Suhu, harap suhu beritahukan terus terang, siapakah
ayah bunda teecu yang sebenarnya" Suhu, urusan ini
membuat tecu menderita bathin sepuluh tahun lebih,
harap suhu jangan menyembunyikan apa-apa lagi."
Dewi ular angkat muka memandang wajahnya, tibatiba
tertawa nyaring dan berkata: "Pergi, pergilah tanya
It Jie Hui Kiam. Sekarang juga kau turun gunung!" Dari dalam sakunya mengeluarkan sebungkus obat bubuk dan
berkata pula: "Ini adalah obat pemunah racun, kau ambillah, mulai
hari ini kau jangan melihat aku lagi."
Menampak suhunya bersedih dan mengucurkan air
mata, Ho Hay Hong terkejut, Belum lagi membuka
mulutnya, sudah terdengar kata-kata suhunya: "Hay
Hong, baik baik jaga dirimu sendiri, suhumu sudah
mengambil keputusan, besok pagi akan meninggalkan
tempat ini, tidak akan kembali lagi. Kalau kau masih
ingat diriku, kau boleh rajin melatih ilmu silat yang
kuwariskan padamu, ini seperti juga melihat diriku !"
"Suhu, ini tidak mungkin, teecu hendak merawat suhu
seumur hidup." berkata Ho Hay Hong sambil
menggelengkan kepala. Sang suhu mendadak bangkit, tanpa berkata apa-apa,
terus lari masuk kekamar. Sebentar kemudian ia keluar
lagi dengan membawa gadis cantik itu tadi, keluar dari
ruangan! Ho Hay Hong mengejar, tetapi dicegah oleh suhunya
dengan kata keras:

Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau menjaga satu hari disini, besok pagi kau boleh
bereskan semua barang-barangmu dan meninggalkan
tempat ini !" "Suhu. benarkah suhu tidak akan kembali lagi?"
bertanya Ho Hay Hong. Dengan perasaan sedih ia menundukkan kepala,
pikirannya kalut, tidak tahu bagaimana menghibur
dirinya. Sang suhu nampaknya sudah berencana hendak pergi,
sebentar saja sudah berjalan sepuluh tombak lebih.
Ho Hay Hong tiba-tiba angkat muka dan berseru
dengan suara nyaring: "Suhu, apakah suhu tidak membawa barang
sedikitpun juga?" Suhunya menyahut tanpa menoleh: "Sewaktu suhumu
datang kemari juga dengan sepasang tangan kosong.
Dan sekarang waktu pergipun tidak mau mengganggu
barang-barang diatas meja sembahyang !"
"Suhu. kapan teecu baru bisa bertemu dengan suhu
lagi ?" Dari jauh terdengar suara jawaban suhunya: "Mungkin
masih ada waktu, tapi mungkin juga sudah tidak bisa
bertemu lagi." Dari suaranya yang gemetar, ia dapat menduga bahwa
kedukaan suhunya, sesungguhnya tidak ada beda seperti
dirinya sendiri. Demikian besar rasa sedihnya, hingga tanpa sadar
sudah berlutut didepan meja sembahyang dan menangis
seperti anak kecil. Angin gunung meniup masuk, ketika ia mengangkat
muka, hari sudah hampir gelap.
Ia memasang pelita, duduk mendekur diatas kursi
sambil berpikir. Dalam yang sunyi itu, hanya suara angin malam yang
menderu deru, yang menambah kepedihan hatinya.
Entah berapa lama, mungkin karena terlalu letih, ia
telah tidur pulas diatas kursi.
Dalam tidur, ia telah mengimpi diuber-uber setan,
yang mendesak padanya terjun ke dalam jurang yang
curam, hingga ketakutan setengah mati.
Tiba-tiba telinganya dapat menangkap suara aneh,
suara itu seperti suara orang menjerit, juga seperti suara orang menggali tanah. Ia segera terjaga dan membuka
matanya, menengok kebawah dinding sudut timur.
Dibawah sinar pelita, tampak olehnya sesosok bayangan
putih, yang sedang menggali tanah dengan
menggunakan pedang. Orang baju putih itu tidak lain
dari pada toa suhengnya sendiri. Tan Song !
Tak disangka toa suhengnya itu begitu berani mati,
malam-malam masih berani baik kembali!
Lama toa suhengnya itu menggali, tiba-tiba dari dalam
tanah ia mengeluarkan sebuah kotak besi. Ia membuka
kotak besi dan mengambil isinya.
Ho Hay Hong tidak bisa tinggal diam lagi, dengan
mendadak ia lompat menyergap.
Toa suhengnya terkejut, mulutnya mengeluarkan
suara jeritan, bersamaan dengan itu badannya juga
lompat mundur. Tetapi dengan demikian, barang dalam
kotak besi itu lantas terjatuh.
Ho Hay Hong yang bermata jeli cekatan, dengan cepat
menyambar barang itu tanpa dilihat, sudah dimasukkan
kedalam sakunya. Toa suhengnya yang dengan susah payah baru
mendapatkan barang itu, sebaliknya d iambil o leh Ho Hay
Hong, yang tanpa mengeluarkan tenaga, sudah barang
tentu sangat murka. "Anjing kecil, lekas kembalikan barangku. aku nanti
ampuni jiwamu!" demikian katanya marah.
Ho Hay Hong sudah tentu tidak kembalikan. Dari sikap
toa suhengnya yang berani, ia menduga mungkin toa
suheng itu sudah tahu kalau suhunya sudah berlalu dari
situ. "Anjing kecil! Kau belum keluarkan, kalau belum
melihat peti mati, aku mau hajar kau sampai mampus,
baru tahu rasa." demikian toa suhengnya memaki. Kotak besi yang sudah kosong dilemparkan ketanah, lalu dia
menghunus pedang panjangnya dan menyerang Ho Hay
Hong. Ho Hay Hong lompat mundur dan berkata dengan
nada dingin: "Suheng. nyalimu benar-benar sangat besar, kau
masih berani masuk kedalam ruangan ini, heh ."
Dua tangannya melancarkan serangan dengan
berbareng, hembusan angin yang ke luar dari tangannya
telah berhasil menahan pedang toa suhengnya.
Tan Song maju menyerang lagi, dengan beruntun
menggunakan gerak tipunya yang mematikan, kali ini
serangannya ditujukan dada Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong yang tanpa senjata di tangan, tidak
berani menyambut dengan kekerasan, terpaksa lompat
mundur. Tan Song mendadak menarik kembali serangannya
dan berkata: "Mengingat hubungan kita dimasa yang lalu, aku tidak
ingin menyusahkan kau. Harap kau kembalikan barangku
itu?" "Aku tidak takut padamu, kalau kau mempunyai
kepandaian. boleh ambil dari tanganku."
"Baik, bocah, kalau kau berani melangkah keluar
selangkah saja dari gunung Ho lan san ini, aku Tan Song
nanti akan tunduk pada mu." berkata sang suheng
dengan mata mendelik, setelah itu, berjalan keluar
dengan hati panas, sebentar sudah menghilang.
Ho Hay Hong yang sudah ingin mengetahui barang
apa itu, tidak mengejar. Setelah suhengnya pergi jauh,
buru2 dikeluarkannya barang itu dan diperiksanya di
bawah lampu pelita. Diluar dugaannya, barang itu ternyata sejilid kitab
kulit, dikulitnya terdapat tulisan hurup yang berbunyi:
Salinan Pelajaran Ilmu Silat Garuda Sakti.
Ia membuka lembarannya, didalamnya terdapat
tulisan yang semuanya merupakan pelajaran ilmu silat.
Seketika itu ia lantas tersadar. "Pantas suheng tengah
malam buta berani datang kemari, kiranya ia tidak dapat
melupakan kitab ini yang merupakan pelajaran ilmu silat
terampuh." Demikian ia berpikir.
Tetapi karena mengingat bahwa kitab itu adalah milik
suhunya, maka ia harus mengembalikan padanya.
Setelah menemukan suhunya, ia harus menjaga hatihati,
jangan sampai hilang. Dengan sangat hati-hati ia simpan lagi kitab itu
kedalam sakunya, kemudian keluar dari ruangan.
Pada saat itu, cuaca sudah mulai sedikit terang, angin
pagi meniup sepoi-sepoi. Sekaligus ia lari beberapa puluh
pal tanpa rintangan, dalam hatinya diam diam merasa
geli, dianggapnya bahwa ucapan suhengnya tadi terlalu
tekebur dan merupakan gertakan kosong belaka.
Tetapi sesudah tiba dikaki gunung, keadaan jauh
berbeda. Jalan raya yang sepi, yang biasanya sedikit
sekali orang berjalan saat itu tampak beberapa kelompok
terdiri dari tiga atau lima orang, yang berdandan seperti
petani atau tukang kayu, berjalan dengan menundukan
kepala. Orang-orang itu pada memakai topi rumput menutupi
muka masing-masing, sehingga tidak diketahui wajah asli
mereka: Gerakan mereka menunjukan bahwa orangorang
itu pada memiliki kepandaian ilmu silat yang cukup
tinggi. Ho Hay Hong sudah mendapat firasat tidak baik orang
orang itu sudah jelas mendapat tugas untuk mengamatamati
dirinya agak sangsi, karena toa suhengnya yang
dibesarkan bersama-sama dengannya digunung Ho lansan,
mungkinkah berlaku kejam benar-benar terhadap
dirinya" Pada saat itu, udara cerah, ia anggap orang-orang itu
tentu tidak berani menyerang secara terang-terangan.
Maka ia berjalan seenaknya dengan hati tabah.
Setelah melalui kupal Hong gwat teng, keadaan
ternyata berubah jauh. Batu besar yang selalu diliputi
oleh salju itu, kini tidak nampak lagi. Jalanan lebar yang penuh batu-batu kecil terbentang dihadapan matanya, Ia
dahulu suka sekali duduk menikmati pemandangan alam
ditempat itu. Tetapi kini karena pikirannya kalut, ia tidak ingin
duduk ditempat itu, namun demikian, ia masih berhenti
sebentar, kemudian melanjutkan perjalanannya.
Dengan tiba-tiba, dari dalam kupal terdengar suara
orang membentak: "Berhenti!"
Ho Hay Hong merandek dan berpaling kearah kupal
tampik olehnya tiga orang Kang ouw bertubuh tegap
kekar dan berpakaian warna kuning menghampiri dan
satu diantaranya berkata:
"Apakah kau Ho Hay- Hong?"
"Benar! Aku adalah Ho Hay Hong." menjawab Ho Hay Hong terkejut.
Orang itu dari pinggangnya mengeluarkan senjata
sepasang kampak, katanya dengan suara bengis:
"Lekas serahkan kitab ilmu silat garuda sakti! Aku
nanti ampuni jiwamu!"
Ho Hay Hong lantas naik pitam, pikirnya, "suheng
benar-benar menjual aku."
"Suruh Tan Song datang mengambil sendiri!"
Baru saja menutup mulut, dari dalam kupal terdengar
suara orang tertawa, seorang pemuda cakap tampan
berdiri tidak jauh dari situ, ia bukan lain dari pada Tan
Song. "Ho sutee, kau tidak percaya ucapanku" sekarang rugi
sendiri. Untuk menghindari pertumpahan darah dan
mengingat persaudaraan kita dimasa yang lampau,
sebaiknya kau serahkan kitab itu dan aku juga tidak akan
menyusahkan kau!" berkata Tan Song.
"Murid durhaka! Apa kau kira aku Ho Hay Hong
mandah kau perhina?" jawab Ho Hay Hong.
Ketika melirik kepada tiga orang itu, ternyata mereka
sedang menghampiri. Ia tahu bahwa pertempuran hebat
sudah tidak dapat dicegah, maka sebelum musuhnya
mendekati sudah diserang lebih dulu. Ia serbu dan
serang dua orang yang letaknya paling dekat dengannya.
Dua orang sama sama menggunakan senjata kampak.
Ketika diserbu oleh Ho Hay Hong, dengan cepat lompat
melesat, kemudian lompat turun sambil menyerang
dengan kampak masing-masing.
Dua orang itu ternyata memiliki ilmu meringankan
tubuh yang mahir sekali, kekuatan tenaga dalam mereka
juga cukup hebat. Dalam waktu singkat mereka merubah
beberapa gerak tipu yang mematikan, untuk
membinasakan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu telah ketemu musuh tangguh. Ia
tidak berani berlaku gegabah. Dengan satu gerak tipunya
angin dan geledek menyambar seorang yang berada
disebelah kanan. Satu diantaranya mungkin tidak berani mengadu
kekuatan tenaga, dengan cepat menarik kembali
senjatanya dan lompat mundur sedang mulutnya
membentak: "Bocah, kau benar benar." suhunya dimaki perempuan hina, seketika naik darah. Dengan menggunakan
kekuatan tenaga penuh melakukan serangan kepada
orang itu. Orang itu tidak menduga akan diserang secara
mendadak hingga tidak keburu mengelak. Serangan itu
mengenakan dengan telak. Ia menjerit dan menekap perutnya sambil mundur
terhuyung-huyung. Berhasil dengan serangannya, Ho Hay Hong
semangatnya bertambah. Tidak menunggu musuhnya
maju, sudah menghajar lagi dengan gerak tipu
pukulannya yang mematikan, kali ini kembali berhasil
mematahkan tulang rusuknya, hingga orang itu jatuh dan
tidak bisa bangun lagi. Tan Song marah, Ia berkata dengan suara gusar:
"Anjing kecil, kau benar tidak tahu diri, lihat pedang"
Dengan tiba-tiba sebatang benda bersinar telah
melesat keluar dari tangannya. Begitu sinar berkelebat,
sebilah pedang panjang meluncur dan terus menuju ke
perut Ho Hay Hong. Wajah Ho Hay Hong berubah, ia tahu bahwa
suhengnya sudah menggunakan ilmu pedang terbangnya
untuk mengambil jiwanya. Karena ia sendiri juga sudah belajar ilmu itu, maka
tahu benar hebat dan ganasnya serangan pedang
demikian dan tidak dapat dilawan dengan tangan
kosong. Maka ia lalu menggunakan ilmunya meringankan
tubuh melesat setinggi tiga tombak.
Pedang terbang itu lewat dibawah kakinya, hanya
terpaut sedikit saja akan dirinya. "Benar-benar hebat."
Ia tahu bahwa pedang itu pasti akan kembali untuk
menyerang, maka ditengah udara ia menggunakan ilmu
naik tangga melesat setinggi lima kaki lebih.
Tan Song mengempos hawa, mendorong pedang
terbangnya. Pedang itu benar saja berputar dan
membalikkan ujungnya, meluncur keatas.
Ho Hay Hong menduga toa suhengnya akan
menggunakan serangan secara demikian, sehingga tidak
keburu mempertahankan posisinya". Tangan kirinya
dengan cepat mendorong kebelakang. kemudian
badannya melancar turun ke barat. Ketika pedang
terbang itu, melesat setinggi lima enam tombak dengan
hebatnya sudah tidak mengenai sasarannya.
Dalam keadaan repot, orang yang berada dikiri
dengan cepat sudah menggerak tampaknya untuk
membacok. Mereka berdua agaknya sudah tahu bahwa
anak muda itu sangat tinggi kepandaiannya maka
serangannya kali ini dilakukan dengan menggunakan
gerak tipu yang paling ampuh.


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ho Hay Hong dengan tangan kiri. Memegang gagang
pedang senjata lawannya tangan kanan meminjam
kekuatan lawannya, menyerang satu musuh yang lain.
Orang itu wajahnya berubah, buru-buru lompat
mundur. Dalam keadaan demikian, Ho Hay Hong masih sempat
melihat, dijalan raya dibelakang dirinya, muncul sepuluh
lebih orang-orang Kang ouw yang lari menuju kearahnya.
Ia tahu jumlah musuh terlalu banyak hingga tidak
mudah dilawan, maka ia memikirkan suatu siasat,
bagaimana harus menyingkir dari situ.
Satu-satunya jalan baginya adalah bukit kecil yang
berada di sebelah selatan. Tempat itu terdapat banyak
batu cadas yang tajam dan tumbuhan rumput panjang.
Asal ia berhasil sembunyikan diri diantara pepohonan
yang terdapat disitu, mungkin tidak mudah diketemukan
oleh musuh-musuhnya."
Tetapi, dari atas bukit itu mendadak muncul seorang
tua berjenggot panjang, yang berdiri menonton sambil
peluk tangan. Melihat sikap dan sinar mata orang tua itu, Ho Hay
Hong dapat menduga bahwa orang tua itu pasti memiliki
kekuatan tenaga dalam yang sudah sempurna hingga
dalam hatinya diam-diam mengeluh.
Musuhnya berbaju kuning bersenjata kampak itu
ketika melihat datangnya bala bantuan, lantas memberi
perintah kepada kawannya:
"Lekas pencarkan diri, jangan membiarkan anjing kecil ini lari !"
Mendengar perintah itu, bala bantuan kecil yang
berada disebelah selatan tempat yang baru tiba itu
segera mengepung Ho Hay Hong.
Disamping bala bantuan musuh yang sudah mulai
mengepung dirinya, Ho Hay Hong juga dapat melihat di
bagian barat terhalang oleh sungai, diseberang sungai
terdapat sepasukan barisan anak panah.
Ho Hay Hong tahu bahwa dari situ sudah tidak ada
harapan untuk kabur, maka matanya ditujukan kearah
utara. Tetapi disini juga tampak empat lelaki berpakaian
warna ungu, siap dengan senjata lengkap. Diantaranya
terdapat toa suhengnya Tan Song, mengawasi padanya
dengan sinar mata penuh kebencian. Dan sang suheng
ini, set iap saat bisa menggunakan ilmu pedang
terbangnya, melakukan serangan terhadapnya dari jarak
sepuluh tombak lebih. Jelaslah sudah bahwa dari jurusan itu juga tidak
memungkinkan lagi baginya untuk melarikan diri.
Harapannya yang terakhir kini ditujukan kearah timur,
tetapi dibagian timur itu ternyata tampak lebih banyak
jumlah orang yang menjaga. Kecuali orang-orang Kangouw
yang menyamar menjadi petani, masih ada dua ekor
harimau dan dua ekor singa yang turut bantu menjaga.
Binatang-binatang buas itu agaknya sudah terlatih
baik, sebelum mendapat perintah, tidak mau bertindak.
Baginya, enam ekor binatang buas itu tidak berarti apa
apa, yang menarik perhatiannya ialah serombongan
orang-orang katai berpakaian pelajar yang berada
didekat binatang itu. Orang-orang kate itu nampaknya
seperti tidak bertenaga, tetapi dari suara mereka,
menunjukan kekuatan tenaga dalam yang sudah cukup
sempurna, terutama dari sinar matanya yang tajam.
Orang orang kate itu seluruhnya berjumlah lima
orang, masing masing memakai w arna merah. Dari sikap
mereka menunjukkan bahwa sedikitpun mereka tidak
pandang mata kepada Ho Hay Hong.
Dari gerak gerik mereka. Ho Hay Hong sudah merasa
khawatir, orang-orang yang kelihatannya tidak berarti
itu, sesungguhnya merupakan lawan terberat.
Terhadap orang-orang demikian, sudah tentu ia tidak
berani bertindak gegabah dengan resiko yang sangat
besar, hingga ia kini benar-benar sudah berada dalam
kepungan yang susah ditembus.
Beberapa kali ia mengadu kekuatan dengan orangorang
berpakaian kuning, kini harus menghindarkan
sedapat mungkin, jangan sampai menghamburkan
tenaganya. Pada saat itu, Mendadak ia dapat lihat bahwa orang
tua berjenggot panjang yang sombong berdiri dibagian
barat itu sudah berjalan dan sebentar kemudian sudah
tidak kelihatan bayangannya.
Dengan penuh keyakinan, Ho Hay Hong lompat
melesat setinggi lima tombak lebih dan dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh, terus lari keatas
bukit. Musuh ternyata tidak mengejar, berkata dengan nada
suara dingin: "Anjing kecil tidak tahu diri, kau hendak kabur, ya ?"
Ho Hay Hong tidak menghiraukan, ia sedang berusaha
naik kebukit Ia kenal baik keadaan tempat itu. asal berhasil me lalui
bukit itu dia masuk kedalam rimba.
Tapi pada saat itu, mendadak muncul sesosok
bayangan putih, yang tak lain dari pada kakek berambut
panjang itu tadi. Ho Hay Hong terkejut, terpaksa
menghentikan usahanya, siap sedia untuk menghadapi
segala kemungkinan. Kakek itu memandang padanya dengan sinar matanya
yang tajam, kemudian berkata sambil tertawa.
"Heran, aku kira kau seorang pintar, tak dinyana ada
jalan yang menuju ke-sorga kau tidak mau. sebaliknya
menuju ke-neraka !" Ho Hay Hong tidak menghiraukan ejekannya, ia
berkata: "Aku kira cianpwee bukanlah orang dari kawanan
binatang anjing itu. sungguh tak kusangka cianpwee
yang memiliki tulang-tulang bagaikan dewa, ternyata
juga sudi berkelompok dengan kawanan berandal!"
"Hahahaha disebelah utara sungai Toa kang orang
yang berani mengatakan perkataan demikian terhadap
aku, barangkali hanya kau seorang saja. Kau tentunya
belum tahu siapa aku ini."
"Cianpwee berani menganggap diri sendiri seorang
kuat nomor satu, daerah mana tentunya memiliki
kepandaian yang sangat tinggi. Baiklah, sekarang aku
ingin minta pelajaran satu dua jurus saja."
Karena ia melihat empat penjuru sudah terkurung
rapat, dalam keadaan cemas dan gusar, ia sudah tidak
pikirkan lagi dengan nasibnya.
"Anak muda, kau ingin minta pelajaran dariku, aku
bersedia mengiring kehendakmu. Kau boleh coba
sambuti serangan tanganku ini, kalau kau sanggup,
barulah kau ada hak untuk mencoba kepandaian ilmu
silatku. Jika tidak, ini berarti salahmu sendiri, kau jangan sesalkan aku berlaku kejam !"
Ho Hay Hong mengerahkan seluruh kekuatan
tenaganya, menyambuti serangan tangan kosong orang
tua itu. Tiba-tiba bagian dalam tubuhnya terpukul oleh
kekuatan tenaga yang sangat lunak, hingga seketika itu
juga lantas menyemburkan darah dari mulut.
"Usiamu masih demikian muda, tetapi sanggup
menyambuti seranganku. Sesungguhnya satu bakat yang
sangat baik." berkata orang tua itu.
Ia mengangkat kembali tangannya, melancarkan
serangan tangan kosong. Serangannya itu nampaknya tidak bertenaga, tetapi
setelah beradu, dengan mendadak berubah menjadi
suatu serangan yang amat dahsyat.
Ho Hay Hong sejak mendapat bantuan kekuatan
tenaga si kakek penjinak garuda, kekuatan tenaga
dalamnya sudah banyak bertambah. Diluar dugaannya,
baru saja bergebrak sudah terluka dalam tubuhnya.
Maka ketika diserang untuk kedua kalinya, ia berlaku
nekad. Sambil mengeluarkan siulan panjang, ia sambuti
serangan itu. Kali ini lebih hebat akibatnya, darahnya dirasakan
bergolak, matanya berkunang kunang. Sekarang ia baru
tahu betapa hebat kekuatan tenaga orang tua itu.
Tanpa menggeser kakinya setapakpun juga, orang tua
itu berkata dengan singkat:
"Aku lihat usiamu masih sangat muda sekali, hari
depanmu tidak terbatas, maka kuberikan kesempatan
padamu satu jalan hidup. Asal kau mau menyerahkan
salinan kitab ilmu silat Garuda Sakti, kau pergi dengan
bebas!" Ia lihat Ho Hay Hong diam saja, lantas berkata lagi
sambil tersenyum: "Kalau kau mempunyai cita-cita besar, supaya
namamu kesohor, aku juga suka memberi bantuan
padamu. Kau boleh masuk golonganku. Dengan
kepandaianmu ini, aku akan memberikan kau satu
jabatan penting!" "Apakah Tan Song sudah menjadi anggota golongan
cianpwee?" demikian Ho Hay Hong balai menanya. "Dia sekarang sudah menjabat pangkat komandan pasukan
lima bagian, mengurus segala urusan penting dalam
golonganku. Kalau kau bersedia menjadi anggota
golonganku, aku juga akan berikan kau pangkat tinggi."
Mendengar perkataan itu, alis Ho Hay Hong berdiri,
katanya: "Apa kau kira aku ini seorang sebangsa Tan Song yang
menjual martabatnya untuk mendapatkan nama dan
kedudukan" Kau jangan salah melihat orang."
"Kalau begitu, kau serahkan salinan kitab garuda sakti, jikalau tidak, jiwamu dalam bahaya."
Ho hay Hong pikir bahwa salinan kitab Garuda Sakti
itu adalah milik suhunya, kitab itu merupakan suatu
pelajaran ilmu silat yang tidak ada taranya, sudah tentu
tidak boleh terjatuh ke tangan sembarang orang.
Apalagi kalau sampai terjatuh di tangan orang jahat,
maka ia harus melindungi sebaik-baiknya, sekalipun
jiwanya sendiri melayang, ia juga merasa bangga.
Karena berpikir demikian, ia telah siap dan kalau perlu
ia korbankan jiwanya. Pada saat itu, dari jauh tiba-tiba terdengar suara
nyanyian berani: "Angin puyuh baru mulai, kawanan
siluman sudah ketakutan setengah mati Angin puyuh
timbul lagi jagad menjadi bersih."
Suara nyanyian itu menggema diangkasa yang sunyi
dan ketika orang tua itu mendengar suara nyanyian itu
matanya tiba tiba ditujukan ke arah jauh, mulutnya
mengguman: "Ehm, kiranya pasukan angin puyuh sudah
datang." Ho Hay Hong segera berpikir, apabila saat itu tidak
pergi, tunggu apalagi " Selagi orang tua itu alihkan
perhatiannya kepada pasukan angin puyuh, dengan tiba
tiba ia lompat meleset setinggi lima tombak. dengan
melalui atas kepala orang tua itu, pergi melarikan diri.
Sekaligus ia lari sejauh sepuluh tombak lebih, ketika ia
menoleh ke belakang, orang tua itu ternyata tidak
mengejar. Hanya sepuluh lebih pasukan orang-orang
berbaju ungu dan beberapa ekor harimau yang coba
mengejar dirinya. Meskipun hatinya merasa lega, tetapi ia tidak berani
berlaku gegabah. Dengan menahan rasa sakit dalam
dadanya, ia menggunakan ilmu meringankan tubuh
perguruannya, lari turun bukit dan menuju ke selatan.
Gerak kakinya sangat pesat, dalam waktu sekejap
mata sudah menempuh jarak sepuluh pal lebih, hingga
rombongan orang yang mengejar tertinggal jauh
dibelakangnya. tapi, sebentar kemudian, ia merasakan
bahwa luka didalam dadanya semakin berat, hingga ia
terpaksa mengendorkan tindakan kakinya.
Ia sangat gelisah, karena melihat, rombongan orang
orang yang mengejar dirinya semakin dekat, suara
mengaumnya binatang buas itu juga sudah terdengar
samar samar. Dalam keadaan demikian, apa mau perjalanannya itu
kembali telah terhalang oleh sungai yang melintang
dihadapan matanya. Sungai itu cukup luas, kira kira sepuluh tombak lebih,
airnya mengalir demikian deras, sekalipun pandai
berenang, juga tidak dapat mengarungi air yang
mengalir demikian deras, maka ia diam-diam mengeluh
sendiri. Di depan matanya terhalang oleh sungai sedang di
belakangnya dikejar oleh musuh, sekalipun ia seorang
berani, juga merasa gelisah. Sambil mendongakkan
kepala, ia berkata sendiri: "Apakah aku Ho Hay Hong
harus binasa di tempat ini .?"
Pada saat itu, lukanya semakin berat, rasa sakit
menusuk ulu hati dan tulang-tulangnya, hingga ia
berhenti lari dan duduk di tanah.
Beberapa titik bayangan hitam, dari jauh nampak lari
mendatangi ke arahnya. Ho Hay Hong mendadak
mendapatkan satu akal. Ia tidak berani berlaku ayal,
dengan cepat membuka sepatunya, diletakkan di tepi
sungai. Kemudian merobek bajunya yang penuh tanda
darah, dibuangnya ke pantai, tanah pasir ditepi sungai
sengaja dibikin kalut. Semua selesai, ia memeriksanya lagi dengan seksama,
benar saja mirip dengan orang yang bekas menyeburkan
diri kedalam sungai. Kemudian menahan rasa sakitnya, ia
lari dan sembunyi dibelakang batu besar.
Tak lama kemudian, rombongan orang-orang berbaju
ungu itu tiba ditempat itu. Dengan cepat mereka
mendapat tahu bekas tanda yang ditinggalkan oleh Ho
Hay Hong. Satu diantaranya berkata:
"Mungkin anjing kecil itu sudah ceburkan diri kedalam sungai"
Yang lainnya menyahut. "Ya, badannya sudah terluka
parah, mungkin ia sudah tahu bahwa sudah tidak ada
harapan lolos dari sini. maka lalu mengambil keputusan
membunuh diri." Orang-orang itu masih coba mencari, tetapi tidak
menemukan jejaknya.

Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang yang tadi itu kembali berkata: "Air sungai ini
mengalir deras sekali, anjing kecil pasti sudah tergulung
olah arus ombak, mari kita bawa pulang saja barangbarangnya, untuk diberitahukan kepada loya!"
Usul itu segera diterima baik, maka mereka lantas
beramai-ramai meninggalkan tempat itu!
Ho Hay Hong menunggu sampai orang-orang itu
sudah tidak kelihatan, baru berani keluar dari tempat
sembunyinya. Meskipun ia merasa puas dengan akalnya
yang berhasil mengakali musuhnya, tetapi karena dalam
tubuhnya terluka, masih belum bisa ia bersenyum.
Ia menghela napas panjang, dari jalan kecil berjalan
menuju kejalan raya, dengan membawa dirinya yang
sudah terluka, pelan-pelan menuju ke kota.
Ia juga mengunjungi beberapa tabib dalam kota,
tetapi mereka itu jika tidak mengatakan bahwa lukanya
terlalu parah, ada juga yang mengatakan belum
menemukan sebab-sebabnya, hingga tidak bisa
memberikan obat yang tepat. Ia juga tahu bahwa luka
bekas terpukul orang berkepandaian tinggi, tidak dapat
disembuhkan oleh tabib biasa, maka akhirnya ia merasa
kecewa. Dengan langkah sangat lambat sekali ia berjalan
dijalan raya dengan hati risau.
Dengan tiba-tiba telinganya menangkap suara derap
kaki kuda, dari jauh semakin mendekat.
Delapan penunggang kuda melarikan kudanya dengan
pesat, seolah-olah bukan berjalan ditengah-tengah kota.
Menyaksikan keadaan orang gagah itu, hati Ho Hay
Hong diam-diam mengeluh. Delapan penunggang kuda itu karena membedal kuda
masing-masing dengan sesukanya, membuat banyak
orang, yang berjalan kaki pada lari menyingkir.
Tetapi mereka tidak menghiraukan, bahkan
nampaknya sangat gembira.
Tetapi orang-orang banyak itu nampaknya tidak
menyesalkan perbuatan para penunggang kuda itu,
bahkan ramai-ramai melambai-lambaikan tangan kepada
mereka, agaknya merasa bangga.
Ho Hay Hong diam-diam merasa heran maka ia lalu
menanya kepada salah seorang: "Para penunggang kuda
itu malaikat dari mana?"
Mendengar pertanyaan itu, orang itu menunjuk sikap
heran kepadanya, ia tidak menjawab, sebaliknya balas
menanya: "Apakah sahabat dari daerah selatan?"
Ho Hay Hong tercengang, dari sikap orang itu agaknya
mengandung maksud menghina. tetapi ia tidak marah,
bahkan menjawab sambil menganggukkan kepala:
"Benar, aku yang rendah dari daerah selatan."
"Oh, pasti! saudara tidak tahu riwayat mereka. Mereka delapan orang adalah rombongan dari pasukan Angin
puyuh yang namanya sangat kesohor didaerah utara."
Ho Hay Hong segera teringat kepada suara nyanyian
beramai yang didengarnya di Hong gwat teng, ketika
dirinya sedang terkurung oleh musuh-musuhnya.
"Apa yang dilakukan oleh pasukan Angin puyuh?"
Orang itu mengacungkan ibu jarinya dan berkata
dengan sikap bangga: "Pasukan Angin puyuh adalah pasukan terkuat
didaerah utara, pasukan yang melindungi keamanan
daerah utara yang paling gigih. Bagi orang-orang kang
ouw yang sering bergerak di rimba persilatan, hampir
tiada seorangpun yang tidak kenal!"
"Ow, benar mereka. Bolehkah aku numpang tanya,
siapakah pemimpin mereka?"
"It-jie Hui-kiam!"
"Apakah It Jie Hui kiam berdiam dikota."
"Benar." jawab orang itu sambil menganggukkan
kepala. "dia seorang tua sejak membentuk pasukannya
Angin puyuh ini karena usahanya menumpas kawanan
penjahat yang menjadi pokok tujuannya yang utama,
maka keamanan daerah ini sangat baik, kawanan
berandal dan penjahat terpaksa lari ketempat lain. Hari
ini kebetulan mereka hendak mengadakan pertemuan,
kau boleh menyaksikan sendiri. mungkin dapat
menambah pengetahuan."
Ho Hay Hong mengucapkan terima kasih, lantas
berjalan menuju kebarat daya.
Tiba di suatu tempat, ia melihat banyak orang sedang
berkerumun, mengitari sebuah panggung adu silat atau
yang biasa disebut "lui tai". Dibelakang panggung berdiri sebuah gedung besar yang megah. Ia segera mengerti
bahwa gedung megah itu pastilah kediamannya It-Jie Hui
kiam, maka dengan cepat menghampirinya.
Ia tidak mencari Ie jie Hui kiam lebih dulu, tapi
menuju ke rombongan orang banyak.
Benar saja, disitu ia segera melihat delapan
penunggang kuda tadi duduk diatas panggung, beberapa
muda-mudi berpakaian perlente berdiri di belakang
delapan penunggang kuda tadi.
Disebelah kiri diatas sebuah kursi kebesaran duduk
seorang Imam tua berusia kira-kira lima puluh tahun.
Disamping Imam tua itu adalah seorang tua tinggi besar
berusia enam puluh tahun yang nampaknya sangat
agung. Dibelakang orang tua itu, tampak seorang tua
berkumis pendek, diatas perisai terlukis gambar dua bilah
pedang bersilang. Dari lukisan itu ia mau menduga
bahwa itu adalah tanda dari It-jie Hui-kiam!
Disamping orang tua berkumis pendek, ada seorang
gadis berbaju ungu, gadis itu bukan saja berparas cant ik
sekali, tetapi juga seorang gagah perkasa.
Ho Hay Hong tidak berani banyak bergerak, takut
lukanya kambuh, maka ia mencari tempat yang tidak
banyak orang, menonton sambil berduduk.
Ia mengeluarkan sapu tangan, membersihkan debu
dan kotoran dimukanya, sehingga tampak wajahnya
yang cakap tampan. Ia sedang memikirkan bagaimana nanti bertanya
kepada It Jie Hui kiam. setelah bertemu muka
dengannya" Diatas panggung, gadis cantik berbaju ungu itu
mendadak bangkit dari tempat duduknya, dari tangan
orang tua berkumis pendek mengambil perisai perak,
kemudian berkata: "Sumoay disini ingin minta beberapa jurus pelajaran
dari suheng, harap maafkan kalau perbuatanku ini
rasanya kurang sopan!"
Suaranya demikian halus dan sangat menarik, hingga
diam-diam Ho Hay Hong merasa heran, gadis cantik yang
lemah gemulai seperti ini, apakah memiliki kepandaian
tinggi" Ia diam diam juga khawatir keselamatan diri gadis itu,
karena dalam pertandingan senjata selalu tidak ada
matanya, apabila kelengahan tangan, bisa membawa
akibat sangat hebat. Ia ingin mengetahui sampai dimana tinggi kepandaian
gadis itu, maka mulai perhatikan keadaannya. Tetapi
parasnya yang cant ik dan bentuk badannya yang indah,
sesungguhnya tidak didapatkan tanda tanda memiliki
kepandaian tinggi. Seorang laki laki muda berusia kira kira tiga puluhan,
yang memakai pakaian warna kuning, pelan-pelan
berjalan menuju kepanggung, kemudian berkata sambil
tertawa. "Sumoay jangan terlalu merendahkan diri, dalam
pertandingan ilmu silat, yang diutamakan adalah
kepandaian yang sesungguhnya, kau boleh
mengeluarkan seluruh kepandaian-mu dan jangan
memikirkan karena aku adalah suhengmu, boleh
bertanding denganku!"
Ditilik dari gerak kaki dan badan laki-laki itu, Ho Hay
Hong dapat memastikan bahwa laki-laki itu pasti memiliki
kepandaian tinggi. Ia tidak habis mengerti bagaimana
gadis lemah gemulai itu berani menghadapinya.
Ia tidak ingin menyaksikan pertandingan itu, matanya
ditujukan keatas panggung, Dan ia melihat kain
berwarna warni yang terpancang tinggi, dengan tulisan
tulisan huruf. "Dengan mengadakan Pertandingan Ilmu Silat untuk
Mencari Kawan dan Pertemuan Orang-Orang Gagah."
Menyaksikan bunyinya tulisan-tulisan itu, ia baru
insyaf bahwa panggung itu didirikan untuk mengadakan
pertandingan ilmu silat. Pikirnya: apakah It Jie Hui kiam
mengadakan pertandingan ini untuk mencari anggota
pasukan Angin Puyuh"
Pikiran itu sepintas lalu berkelebat dalam benaknya
mendadak ia bangkit dari tempat duduknya.
Tetapi, ia ingat lagi dengan luka didadanya, ia tahu
bahwa saat itu ia belum dapat melakukan pertandingan.
Ia duduk lagi sambil menghela napas panjang.
-ooo0dw0ooo- Bersambung Jilid 14 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 14 SAAT ITU diatas panggung sudah ada yang mulai
melakukan pertandingan, dua bayangan orang bergerak
kesana kemari dengan gesitnya, hingga menimbulkan
suara angin. Menyaksikan pertandingan itu, Ho Hay Hong
membuka lebar matanya dan berkata kepada diri sendiri:
"Hah, tak kusangka ia memiliki kepandaian setinggi itu."
Telinganya mendengar suara tepukan tangan riuh
orang-orang yang berteriak-teriak bertepuk tangan itu
adalah suporter kedua fihak.
Tiba-tiba suara benda terdengar nyaring dua
bayangan orang yang sedang bertanding memencarkan
diri, Gadis berbaju ungu itu nampaknya seperti tidak
mengeluarkan tenaga sama sekali, mukanya tidak merah,
napasnya juga tidak memburu.
Ia mengucapkan kata-kata merendah kepada
suhengnya, kemudian balik kembali ketempat duduknya.
Dari sikap dan kata-kata gadis itu, sudah jelas bahwa
yang kalah, dan dalam pertandingan itu bukanlah sigadis
melainkan laki-laki berbaju kuning itu.
Ho Hay Hong masih dalam keheranan. Tiba-tiba
terdengar laki-laki itu berkata: "Pelajaran sumoay
ternyata sudah mendapat kemajuan banyak, seranganmu
terakhir geledek benar-benar sangat hebat. Barang kali
itu adalah ilmu simpanan Siauw Locianpwee yang tidak
diwariskan kepada sembarang orang maka suhengmu
meskipun kalah, juga merasa bangga !"
Ho Hay Hong diam diam berpikir, "orang ini benarbenar
berjiwa kesatria, meskipun ia kalah, tetapi tidak
marah atau mendendam, benar-benar harus kita hargai."
Laki-laki tua tinggi besar yang sangat agung itu,
mendadak bangkit dari tempat duduknya. Sambil
menghadap kearah penonton dibawah punggung ia
berkata: "Saudara-saudara sahabat-sahabat, dengarlah, kali ini siorang tua mendirikan panggung untuk mengadakan
pertandingan ilmu silat ini. bukan saja berlaku bagi
orang-orang golongan kita. Jikalau diantara sahabatsahabat ada yang memiliki kepandaian tinggi, atau
mempunyai kegembiraan untuk ambil bagian,
dipersilahkan mendaftarkan nama dibelakang panggung.
Siapa-siapa yang memiliki kepandaian berarti, akan kita
terima menjadi anggota pasukan Angin Puyuh."
Pasukan Angin puyuh, didaerah utara merupakan satu
golongan yang terkuat jumlahnya, anggautanya tidak
banyak tetapi setiap anggautanya memiliki kepandaian
ilmu silat sangat tinggi, hingga dalam masyarakat dan
rimba persilatan mendapat nama baik. Banyak diantara
penonton yang ingin menggunakan kesempatan itu untuk
mendapat nama dikalangan kangouw. Ketika mendengar
ucapan itu, nama nama mereka menuju ke belakang
panggang untuk mendaftarkan nama.
Dibelakang panggung itu terdapat sebuah meja
persegi, disitu duduk seorang laki-laki tua tinggi kurus.
Sinar matanya yang tajam agaknya dapat menembus
hati dan perasaan, serta menebak tinggi rendahnya
kepandaian orang-orang yang datang padanya untuk
mendaftarkan diri. Ho Hay Hong yang juga mengikuti rombongan orangorang
itu ke belakang panggung setelah semua orang
selesai mengurus pendaftarannya, baru pelan-pelan
mendekati meja orang tua itu dan berkata padanya:
"Cianpwee, sudilah kiranya cianpwee menolong
boanpwee untuk memberitahukan kepada It ji Hui-kiam,
boanpwee ada urusan penting hendak berunding
dengannya!" Orang tua kurus tinggi itu memandang padanya
dengan perasaan heran, kemudian berkata:
"Tidak bisa, saat ini diatas panggung sedang repot, Ia tidak ada waktu terluang!"
"Boanpwee datang dari daerah selatan mohon"
berkata Ho Hay Hong. Dengan sikapnya yang sangat
merendah itu, ia mengharap dapat menggerakkan hati
orang tua itu. Tetapi orang tua itu ternyata masih tetap
dengan pendiriannya, jawabnya sambil menggelengkan
kepala: "Kau boleh tunggu sehingga pertandingan selesai,
nanti kau boleh menjumpai dia!"
Ho Hay Hong terpaksa undurkan diri meskipun hatinya
merasa kurang senang, tapi apa boleh buat.
Pada saat itu, diatas panggung sudah berlangsung tiga
pasang pertandingan. Dipajang terdahulu, yang kalah
terpaksa undurkan diri dengan perasaan masgul, sedang
yang menang boleh tetap berada diatas panggung untuk
pemilihan terakhir. Ho Hay Hong yang menyaksikan pertandingan itu,
ternyata hanya merupakan suatu hal biasa itu, maka ia
diam saja. Tidak begitu menarik, maka ia tidak menonton


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. Diam-diam ia memutar kebelakang panggung, dari
bawah panggung ia menggapaikan tangan kepada gadis
baju ungu seraya berkata:
"Aku ada urusan penting hendak bertemu dengan Itjie
Hui kiam locianpwee, sudilah kiranya nona
menolongku memberitahukan kepadanya ?"
Gadis itu terkejut, matanya mengawasi padanya
sejenak, kemudian bertanya:
"Kau mencari dia, ada urusan apa ?"
"Aku ada urusan penting, tolong aku satu kali ini saja!"
kata Ho Hay Hong. "Kau beritahukan padaku juga boleh, urusan apakah
sebetulnya ?" Ho Hay Hong pikir: "urusan ini mana boleh
diberitahukan padanya?"
Memang sukar buat baginya untuk membuka rahasia
itu, maka ia diam saja. "Kau ini benar-benar sangat aneh" demikian gadis itu berkata. Lalu membalikan badan dan memperhatikan
jalannya pertandingan, tidak menghiraukan Ho Hay Hong
lagi. Ho Hay Hong terpaksa kembali dengan perasaan
kecewa. Ia merasa tidak senang, karena untuk
menjumpai seorang saja demikian susahnya.
Darah mudanya bergejolak seketika, jika tidak luka
pada bagian dalamnya, mungkin ia sudah mengamuk.
Ia duduk menghadap kearah selatan membelakangi
panggung pertandingan. Pada saat itu, diatas panggung sedang berlangsung
suatu pertandingan seru, yang dibarengi oleh suara
tepuk tangan dan teriakan ramai.
Selagi semua mata para penonton ditujukan keatas
panggung, sebilah pedang panjang mendadak meluncur
keatas kepala Ho Hay Hong.
Pedang itu adalah pedang salah seorang yang sedang
bertanding, yang terlepas dari tangannya. Untung Ho
Hay Hong bisa berlaku sigap, sebelum pedang jatuh
keatas kepalanya dengan cepat disambarnya dengan
tangan kanan. Ia hendak menyambitkan kembali pedang kepada
pemiliknya diatas panggung, baru mengangkat
tangannya, mendadak teringat kepada kepandaiannya
mengendalikan pedang, Sikap memandang rendah gadis baju ungu tadi, telah
membangkitkan perasaan harga dirinya. Sesaat itu
timbullah pikirannya hendak menunjukkan
kepandaiannya, untuk menarik perhatian gadis tadi.
Maka Ia lalu batalkan maksudnya hendak
mengembalikan pedang tadi, dengan menahan rasa sakit
dalam dadanya ia sambitkan pedang itu keatas
panggung. Pedang itu meluncur lurus keatas panggung dan orang
diatas panggung yang kehilangan pedangnya tadi, buru
buru menyambutnya, selagi hendak mengucapkan
perkataan terima kasih, tak ia duga bahwa sebelum
tangannya berhasil menyentuh gagang pedang, pedang
itu bagaikan naga terbang berputaran dan kemudian
terbang kekiri. Setelah membuat satu lingkaran lebar, melayang turun
lagi, dengan tenang jatuh ketangan Ho Hay Hong.
Perbuatan Ho Hay Hong itu segera menarik perhatian
semua orang, semua mata ditujukan kepadanya, dengan
penuh keheranan Sebab dengan munculnya ilmu pedang
terbang didalam rimba persilatan, bagi orang-orang Kang
ouw daerah utara, sudah yang pertama kalinya, tidak
heran kalau hal itu segera menarik semua perhatian
orang, hingga pertandingan diatas panggung tidak ada
yang perhatikan lagi. Orang tua berkumis pendek yang memegang perisai
perak mendadak bangkit dari tempat duduknya dan
berkata: "Oh, tak disangka disini masih ada orang yang
mempunyai kepandaian yang berarti!"
Orang tua itu adalah ditugaskan untuk menjaga
keamanan selama pertandingan berlangsung, perbuatan
Ho Hay Hong itu dengan sendirinya merupakan suara
perbuatan yang mengganggu, keamanan pertandingan
diatas panggung. Dengan adanya tugas itu maka orang tua berkumis
pendek itu setelah mengucapkan perkataan demikian,
lantas turun dari atas panggung dan lari menghampiri Ho
Hay Hong. Ho Hay Hong masih tetap duduk ditempatnya sambil
memegangi pedang, ia sambut kedatangan orang tua itu
dengan kata-kata: "Tunggu dulu, aku tidak hendak mencari set ori
denganmu!" "Kau telah mengacaukan panggung pertandingan,
terang-terangan mencari onar denganku mengapa
sekarang berlaku sopan?" berkata orang tua berkumis
pendek. "Aku hanya ingin bertemu dengan It-jie Hui-kiam,
tetapi orang-orang kalian semua tidak mengijinkan,
dalam keadaan terpaksa aku menggunakan akal ini,
kalau kau anggap melanggar peraturan, aku minta maaf
sebesar-besarnya!" berkata Ho Hay Hong.
Orang tua itu terkejut. "Kau t idak kenal dengan orang tua itu?"
"Apa maksudnya dengan pertanyaanmu ini?" tanya Ho Hay Hong heran.
"Kau kata Hendak bertemu muka dengannya, padahal
kau telah menonton pertandingan ditempat ini. bukan
hanya sudah melihat wajahnya satu kali saja, bahkan
sudah berpuluh puluh kali, ratusan kali"
"Ucapan cianpwee, aku benar benar tidak mengerti,
tolong cianpwee jelaskan!"
"It Jie Hui kiam cianpwee tokh berdiri diatas
panggung, kalau kau ingin melihat saja " sejak tadi kau
sudah melihatnya, mengapa tanpa sebab kau
menimbulkan kekacauan, perbuatanmu ini sudah je las
menghina orang yang mendirikan panggung
pertandingan Ini!" Dengan mengikuti petunjuk orang tua itu tadi,
pandangan mata Ho Hay Hong ditujukan kepada orang
tua tinggi besar yang berada diatas panggung, lalu
bertanya tanya kepada diri sendiri: "apakah dia ini yang
dinamakan It Jie Hui kiam?"
Sementara itu mulutnya berkata:
"Harap cianpwee jangan salah paham, boanpwee ingin
menjumpai It ji Hui kiam locianpwee, sesungguhnya ada
urusan penting boanpwe hendak minta keterangan
darinya!" "Oh mari ikut aku!" berkata orang tua itu.
Dibawah mata banyak orang Ho Hay Hong mengikuti
orang tua berkumis pendek naik keatas panggung.
Orang tua itu langsung menghampiri orang tua tinggi
besar, ditelinga berbisik-bisik sejenak, orang tua tinggi
besar itu menunjukkan sikap kaget, mengawasi Ho Hay
Hong sejenak, kemudian berkata:
"Suruh dia kemari !"
Ho Hay Hong maju menghampiri, lalu berkata
memberi memberi hormat: "Kau barangkali adalah It Jie Hui kiam locianpwee !
Boanpwee ada sedikit urusan minta keterangan, tetapi
sekarang ini ada banyak orang disini, boanpwee kurang
leluasa." "Baik, kau tunggu disini sebentar, nanti setelah
pertandingan selesai, kita bicara lagi," berkata It Jie Hui kiam sambit menganggukkan kepala.
"Sebetulnya sudah lama boanpwe" ingin menjumpai
locianpwee namun hari ini baru mendapat kesempatan
untuk mencapai cita cita boanpwee itu!"
Dengan tiba tiba ia mendengar suara perempuan
tertawa, sepasang mata gadis berbaju ungu itu ditujukan
kepada kakinya, hingga ia sadar bahwa saat itu kakinya
tidak memakai sepatu, karena sepatunya ditinggalkan
ditepi sungai. Wajahnya yang putih saat itu lantas
menjadi ke merah merahan.
Ia tidak tahan berdiri terlalu lama, maka minta pada
orang tua berkumis pendek supaya disediakan kursi,
kemudian duduk diatasnya sambil memejamkan mata.
Orang tua berkumis pendek itu tidak tahu kalau Ho
Hay Hong sedang menderita karena luka-luka dalam
dadanya dianggapnya terlalu sombong dan tidak
pandang mata padanya Meskipun dalam hati merasa
tidak senang, tetapi karena memandang It Jie Hui Kiam
Ia tidak berani menegur. Ho Hay Hong yang sudah mendapat waktu untuk
beristirahat, membuka matanya lagi, ketika ia
memandang kebawah, banyak mata ditujukan
kepadanya. Ia mengerti, itu adalah karena tadi ia pernah
mempertunjukan kepandaian ilmu pedang terbangnya.
Kalau bukan karena terluka dalamnya ia ingin juga
ambil bagian dalam pertandingan itu. Namun maksud itu
terpaksa tidak diwujudkan karena terhalang oleh
lukanya. Tiba-tiba telinganya mendengar suara orang tertawa,
gadis baju ungu itu entah sejak kapan sudah berdiri
disampingnya. "Tak kusangka kau mahir ilmu pedang terbang, suatu
ilmu yang sudah lama menghilang dari dunia rimba
persilatan." demikian kata gadis itu.
"Mana, aku hanya mengerti sedikit saja." Hay Hong merendah.
"Kau terlalu merendahkan diri, aku kira kau tentunya
dari golongan ngo bie pay!"
"Nona keliru, aku seorang yang tidak berpartai."
"Ow, ini lebih mengherankan lagi selagi pertandingan
masih berlangsung, aku ingin belajar kenal dengan
kepandaianmu, bagaimana pikiranmu?"
Ho Hay Hong yang sudah pernah menyaksikan
kepandaiannya, meskipun ia tidak takut akan kalah,
tetapi karena lukanya belum sembuh, terpaksa menolak.
Jawabnya sambil menggelengkan kepala:
"Maaf, aku tidak ingin bertanding denganmu "
Gadis itu membuka matanya lebar-lebar. "Apakah aku
tidak sepadan untuk bertanding denganmu?"
"Nona jangan salah faham, karena aku memang tidak
mungkin dapat menandingi kepandaianmu!"
Mendengar jawaban itu, hati gadis itu merasa senang.
Dibibirnya tersungging satu senyuman puas, dan sujen
dikedua pipinya nampak jelas sekali. Dua sujen dipipinya
itu menambah kecantikan gadis itu, hingga siapa saja
yang melihatnya pasti tergerak hatinya.
Sikap nona itu dalam mata Ho Hay Hong segera
menimbulkan goncangan hebat dalam jantungnya,
karena pada saat itu mendadak ia teringat kepada gadis
kaki telanjang yang berada jauh didaerah selatan.
Dua-dua sama cant iknya, kalau suruh ia memilih,
barangkali tidak dapat mengatakan pilihan.
Gadis baju ungu itu tiba t iba berkata:
"Kau lihat orang itu dibawah panggung semua pada
perhatikan kau. " Ho Hay Hong memang sudah tahu, tetapi karena gadis
itu mengatakan demikian, mau tidak mau ia lantas
melihat kebawah kemudian bertanya:
"Mengapa mereka perhatikan diriku?"
"Ilmu pedang terbangmu tadi merupakan suatu ilmu
gaib yang luar biasa. Dalam mata mereka kau sudah
dipandang sebagai seorang pendekar."
Ho Hay Hong mengira bahwa ucapan gadis itu
mengandung ejekan terhadap dirinya, maka ditatapnya
wajah gadis itu Ketika dua pasang mata saling beradu,
maka gadis itu seketika merah membara.
Semula Ho Hay Hong merasa heran, tetapi akhirnya ia
seperti tersadar. "Nona, bolehkah aku numpang tanya, andaikata aku
ingin menjadi anggota pasukan Angin puyuh, apakah
kemungkinan bisa diterima?"
"Kau boleh mendaftarkan nama dibawah panggung,
kemudian ikut pertandingan! Dengan kepandaian ilmu
silatmu yang setinggi itu, aku pikir kau pasti berhasil!"
Ho Hay Hong tertawa menyeringai, selagi hendak
menjawab, tiba-tiba terdengar suara orang berkata:
"Belum tentu. baik anggota pasukan Angin puyuh,
diharuskan memiliki dua rupa ilmu, keras dan lunak yang
sama baiknya, ilmunya dan kekuatan tenaga dalamnya
memang cukup sempurna, tetapi ilmunya keras, rasanya
belum cukup." Suara itu tidak nyaring, tetapi dalam telinga Ho Hay
Hong sangat jelas. Ia buru buru berpaling, orang yang berbicara itu
ternyata adalah imam tua yang duduk diatas kursi
kebesaran. Imam itu merasa kurang senang, tetapi diluar ia masih
mengunjukkan muka berseri-seri.
"Bolehkah boanpwee menanyakan nama julukan
totiang?" demikian ia bertanya.
"Dia adalah Hud sim Totiang dari partai Ceng-shia pay.
Kepandaiannya tinggi sekali. Kau jangan berlaku salah
terhadapnya!" kata gadis baju ungu itu dengan suara
perlahan. Ho Hay Hong diam diam berpikir: "mengapa ia
demikian perhatikan diriku?"
Dengan perasaan heran ia menatap wajah gadis itu,
dan gadis itu dengan cepat menundukkan kepalanya.
"Terima kasih atas kebaikan nona," demikian ia
berkata. Hud sim Totiang tiba-tiba tertawa terbahak-bahak
kemudian berkata: "Kau tidak usah menanyakan namaku, ku lihat diatas
alismu ada tanda tanda guram, ini suatu tanda bahwa
kau sedang menderita luka dalam. Kau sudah tidak lama
hidup dalam dunia, mengapa mencari kesulitan!"


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ho Hay Hong terkejut, cepat dia menanya: "Apa
artinya ucapan Totiang ini ?"
"Tahukah kau bahwa jiwamu dalam bahaya?" kata
Hud sim Totiang sambil menghela napas.
"Apa betul demikian hebat?"
"Hingga sekarang kau masih belum sadar, ini
merupakan suatu bukti bahwa hidup manusia ditangan
Tuhan, tidak dapat dipaksa oleh tangan manusia! Semula
kau mendapat luka berat didalam tubuhmu, seharusnya
kau beristirahat baik, untuk menyembuhkan lukamu,
Kasih Diantara Remaja 11 Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Pedang Kilat Membasmi Iblis 1
^