Pencarian

Suling Mas 10

Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


pikirannya, yang sekecil itu sudah berpemandangan luas, dapat menangkap inti sari f ilsafat kebatinan, yang berhati tabah tak kenal takut, berani mengemukakan jalan pikirannya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
secara terbuka dan jujur. Kwee Seng makin tertarik dan suka sekali.
"Baiklah, Bu Song. Kau menjadi muridku dan aku tidak akan mengajarmu ilmu silat, melainkan ilmu sastra, ilmu kesehatan dan pengobatan. Mulai saat ini kau adalah muridku dan aku adalah Suhumu, kau harus ikut ke mana pun aku
pergi." Girang hati Bu Song. Ia memang merasa tertarik dan suka kepada jembel yang rambutnya awut-awutan itu, apalagi
setelah menyaksikan sepak terjang Kwee Seng di depan
rumah judi, ia benar-benar merasa kagum dan maklum bahwa orang itu bukanlah orang sembarangan walaupun ia tidak
setuju dengan sepak terjangnya. Maka ia lalu cepat
menjatuhkan diri berlutut memberi hormat sebagaimana
layaknya seorang mengangkat guru sambil menyebut, "Suhu!"
Kim-mo Taisu yang masih duduk di atas tanah sambil bersila, tiba-tiba menggunakan kedua telapak tangannya menggebrak tanah di depan Bu Song dan... tubuh anak itu mencelat ke atas semeter lebih tingginya. Akan tetapi, hebat memang ketabahan hati Bu Song. Ia mencelat ke atas dalam keadaan masih berlutut dan biarpun hal itu merupakan hal tak
tersangka-sangka dan amat mengejutkan, tidak sedikit pun seruan kaget atau takut keluar dari mulutnya yang bening dan tajam itu menatap ke arah wajah suhunya penuh pertanyaan.
Kim-mo Taisu tertawa girang dan menyambar tubuh muridnya itu, lalu dipeluknya.
"Anak baik, muridku yang baik....!" Bu Song terharu, matanya terasa panas namun hatinya yang keras menentang untuk meruntuhkan air mata. Ia merasa betapa dari diri
suhunya memancar kasih sayang yang amat ia butuhkan,
kasih sayang orang tua yang amat ia rindukan karena sejak kecil ia telah kehilangan perasaan ini. Maka dalam saat itu, di dalam hatinya timbul rasa kasih yang amat besar terhadap gurunya yang berpakaian jembel dan berambut riap-riapan ini.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Bukan hanya rasa taat dan bakti seorang murid terhadap
guru, melainkan juga rasa sayang seorang anak terhadap
ayah! "Bu Song, kautunggu sebentar di sini!" tiba-tiba Kim-mo Taisu berkata dan tanpa menanti jawaban muridnya, tubuhnya melesat lenyap dari tempat itu. Bu Song bengong, kagum dan terheran-heran. Sewajarnyalah kalau pada saat itu timbul rasa inginnya belajar "terbang" seperti yang dilakukan suhunya, akan tetapi hatinya yang keras menolak keinginan ini karena pesan ayahnya dahulu ketika ia masih kecil, masih lekat di lubuk hatinya. Ia tidak tahu ke mana suhunya pergi, juga tidak dapat menduga kemana. Akan tetapi karena memang sejak
semula maklum bahwa gurunya itu seorang manusia dengan
kelakuan edan-edanan, ia hanya menghela napas lalu duduk di bawah pohon itu, menanti. Kewajiban seorang murid untuk menanti perintah gurunya dan andaikata gurunya itu sehari semalam tidak kembali, ia akan tetap menanti di tempat itu!
Untung baginya, tak usah ia menanti sampai begitu lama.
Belum sejam lamanya, Kim-mo Taisu sudah berkelebat
datang, membawa pundi-pundi kuning, datang-datang melempar pundi-pundi itu ke depan Bu Song sambil tertawa bergelak dan berkata.
"Ha-ha-ha, kau benar, muridku! Setan-setan judi itu memang sukar disembuhkan dari penyakit gemar judi. Mereka itu telah ramai-ramai berjudi pula dan betul saja, uang pembagian dariku mereka pergunakan sebagai modal! Benar menjemukan!"
Bu Song menahan geli hatinya. Setelah Kim-mo Taisu
menjadi gurunya, tentu saja tak berani ia mentertawakannya.
"Apakah yang kemudian Suhu lakukan terhadap mereka?"
tanyanya, sikapnya hormat, sehingga Kim-mo Taisu tercengang. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku" Ha-ha-ha, kurampas dari saku mereka seratus dua puluh tail, jumlah uangku sendiri, kemudian kujungkirbalikkan meja judi, kelempar-lemparkan mereka ke atas genteng."
Bu Song diam saja, akan tetapi di dalam hati ia tidak setuju dengan perbuatan suhunya ini yang dianggap juga sia-sia belaka, tidak mungkin dapat mengobati penyakit para penjudi, malah hanya menimbulkan dendam dalam hati mereka
terhadap suhunya. Kim-mo Taisu memandang muridnya
dengan tajam sambil tersenyum, mengerti bahwa muridnya
tentu saja tidak setuju, akan tetapi melihat mulut muridnya tidak mengeluarkan kata-kata sesuatu, diam-diam ia makin kagum. Bocah ini kecil-kecil sudah tahu akan arti ketaatan murid terhadap guru, dan pandai pula menyimpan perasaan.
Akan tetapi ia belum menguji sampai di mana keuletan dan ketahanan hati muridnya ini.
"Bu Song, kau melihat gunung itu?" Ia menudingkan telunjuknya ke arah sebuah bukit di selatan. "Itu adalah Gunung Tapie-san. Aku ada urusan penting ke sana, harus cepat-cepat berangkat. Kau bawalah pundi-pundi uang ini dan kau susul ah aku ke sana. Carilah jalan menuju puncaknya.
Beranikah kau?" "Mengapa tidak berani, Suhu?" "Baik, nah, sampai jumpa di pegunungan itu. Aku pergi sekarang!" Setelah berkata demikian, Kim-mo Taisu menyerahkan pundi-pundi uang dan sekali berkelebat ia telah lenyap. Untuk kedua kalinya Bu Song kagum karena gerakan gurunya itu sama sekali tidak
kelihatan, tahu-tahu bergerak dan lenyap begitu saja, seakan-akan suhunya pandai ilmu "menghilang". Ia memandang pundi-pundi itu kemudian mengikatkanya di punggung, lalu mulailah anak ini melangkah menuju ke selatan. Bukit itu masih jauh, hanya kelihatan menjulang tinggi, puncaknya tertutup awan. Akan tetapi ia tidak merasa jerih. Ia percaya penuh bahwa suhunya pasti menanti di sana. Mengejar ilmu harus berani menderita sengsara, ini adalah ucapan ayahnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Apapun akan ia jalani untuk mentaati perintah suhunya.
Hatinya lapang, langkahnya ringan, akan tetapi perutnya lapar sekali, Anak kecil ini memandang ke sekeliling, hanya pohon-pohon belaka, tidak ada dusun, maka tersenyumlah ia.
Kejanggalan yang menggelikan hatinya. Ia membawa banyak uang, malah beberapa potong uang kecil sisa hasilnya bekerja masih terdapat di saku. Akan tetapi, di dalam hutan seperti ini, apa gunanya banyak uang" Di kota orang berlomba mencari uang, akan tetapi di tempat seperti ini, uang segudang pun tiada gunanya!
Dua hari sudah ia berjalan, melalui hutan-hutan belaka.
Tidak ada dusun, tidak ada rumah orang di mana ia dapat mencari pengisi perut. Namun, perantauannya selama ini
membuat Bu Song selain tahan lapar, juga mendapatkan
pengalaman, menambah akalnya untuk mengisi perut kosong.
Buah-buahan, telur-telur di sarang burung, kalau perlu malah daun-daun muda dan beberapa macam ubi, dapat ia
pergunakan untuk mengusir lapar. Soal minum tidaklah sukar, karena banyak terdapat sumber-sumber air atau sungai-sungai kecil. Hatinya lega karena akhirnya sampai juga ia ke kaki Gunung Tapie-san.
Sementara itu, Kim-mo Taisu tentu saja sudah sampai di
Gunung Tapie San lebih dulu. Bagi pendekar sakti ini,
perjalanan semalam sudah cukup karena ia mempergunakan
ilmu berlari cepat. Pada keesokan harinya pagi-pagi ia sudah berloncatan dai batu ke batu, melompati jurang-jurang,
mendaki lereng Tapie-san sebelah utara.
Akhirnya ia berhenti di depan sebuah bangunan besar
terkurung tembok tinggi, bentuknya seperti kuil kuno yang besar dan yang agaknya belum lama diperbaiki karena cat dan kapurnya
masih baru. Pagar tembok bagian depan bersambung pada sebuah pintu cat merah, pintu yang tebal dan kokoh kuat, namun tertutup. Sekeliling gedung itu sunyi senyap dan memang amat mengherankan bahwa di lereng
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang sunyi jauh tempat tinggal manisia ini terdapat sebuah gedung demikian megahnya, mirip sebuah istana musim
panas di mana seoarang raja atau pangeran tinggal
melewatkan musim panas. Tak mungkin seorang pengemis
tinggal di tempat seperti ini, akan tetapi karena yang ia cari adalah raja pengemis, siapa tahu kalau-kalau inilah istananya"
Tanpa ragu-ragu lagi Kim-mo Taisu menghampiri pintu dan mengetoknya. Ketokannya keras dan suara ketokan bergema, lalu sunyi. Ia menanti sebentar, lalu mengetok lagi. Apakah gedung itu kosong" Tak mungkin kalau kosong pintu
gerbangnya takkan tertutup, dan ia tadi melihat tiga ekor burung dara terbang berputaran di atas gedung. Burung dara tentu dipelihara orang.
Benar dugaannya. Tak lama kemudian terdengar suara
orang disusul langkah kaki ke arah ppintu kemusian suara tapal pintu dibukakan orang. Daun pintu terbuka perlahan, pertama-tama memperlihatkan sebuah pekarangan yang luas di depan gedung yang dilihat dari keadaan tuan depannya saja jelas membayangkan kemewahan gedung. Dari balik daun
pintu yang terbuka muncul dua orang pengemis tinggi besar yang berwajah bengis!
Kim-mo Taisu melangkah masuk dan sekarang tampaklah
olehnya serombongan orang berpakaian pengemis berdiri
berbaris di kanan kiri pekarangan itu setiap baris sembilan orang, sedangkan dari dalam gedung itu keluar tiga orang pengemis tua. Pakaian tiga orang tua ini pun tambal-tambalan, malah tidak begitu bersih seperti barisan di
pekarangan. Tampaknya tiga orang ini adalah pengemis-
pengemis tulen. Akan tetapi sikap dan langkah mereka sama sekali bukanlah sikap pengemis. Begitu angkuh dan agung-agungan seperti sikap pembesar-pembesar tinggi! Kim-mo
Taisu memandang penuh perhatian. Yang manakah di antara tiga orang ini yang memakai nama julukan Raja Pengemis"
Akan tetapi menurut cerita yang ia dengar dari guru silat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Liong, taja pengemis itu masih muda sedangkan tiga orang pengemis ini biarpun agaknya juga merupakan pimpinan
pengemis, sudah berusia lima puluh lebih.
Melihat betapa semua orang yang hadir di tempat ini
berpakaian tambal-tambaln, Kim-mo Taisu menunduk untuk
memandang pakaiannya sendiri,
kemudian ia tertawa bergelak-gelak. Memang lucu. Tuan rumah dan anak buahnya semua berpakaian pengemis, sedangkan dia sendiri pun
pakaiannya butut dan penuh tambalan.
"Ha-ha-ha-ha! Dunia pengemis ini! Tamunya dan yang puny rumah sama-sama berpakaian pengemis. Akan tetapi
biar sama, jauh bedanya! Pakaianku memang butut dan
tambal-tambalan, asli pakaian pengemis, namun aku bukan pengemis. Sebaliknya, pakaian kalian adalah buatan, sengaja ditambal-tambal seperti pakaian pengemis, akan tetapi kalian betul-betul pengemis! Ha-ha-ha, bukankah ini lucu dan
memperlihatkan kepalsuan manusia?"
Kini tiga orang pengemis tua itu sudah berada di depan
Kim-mo Taisu. Mendengar perkataannya, tiga orang pengemis itu saling pandang, kemudian seorang di antara mereka
berkata, suaranya perlahan akan tetapi mengandung tenaga sehingga terdengar jelas, "Apakah engkau ini orang gila yang mengacau di Sin-yang dan hendak mencari Kai-ong?"
Diam-diam Kim-mo Taisu terkejut. Bagaimana mereka ini
bisa tahu akan peristiwa di Sin-Yang" Padahal ia telah
melakukan perjalanan cepat sekali ke lereng gunung ini.
Mungkinkah ada orang dari Sin-Yang mendahuluinya memberi kabar" Kalau memang ada tentu hebat bukan main ilmu lari cepat orang itu! Hampir sukar dipercaya. Tiba-tiba Kim-mo Taisu berdongak ke atas dan ia tertawa bergelak, "ha-ha-ha-ha! Aku tidak bersayap, mana bisa melawan kecepatan
burung?" Ia kini dapat menduga bahwa tentulah dari Sin-yang orang mengirim surat dengan perantaraan burung dara itu ke
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tempat ini. "Memang akulah yang mencari Kai-ong. Suruh dia keluar, aku mau bicara dengannya!"
"Hemm, tidak mudah bertemu dengan Kai-ong. Orang
muda, kau siapakah dan apa maksudmu mau bertemu dengan
Kai-ong?" "Aku bukan datang untuk memperkenalkan nama. Suruh saja rajamu keluar, aku tidak ada urusan dengan kalian
pengemis-pengemis palsu."
"Hemmm, orang muda sombong! Kai-ong sudah menugaskan kami menjaga di sini, tanpa melalui kami bertiga pengemis tua bertongkat sakti, mana bisa kau pergi
menghadap Kai-ong?" Mendengar ini, Kim-mo Taisu memandang teliti. Tiga orang kakek ini adalah orang-orang tua yang biasa saja, bertubuh kurus seperti kurang makan, pakaiannya tambal-tambalan, memakai sepatu kulit. Akan tetapi tangan mereka memegang sebuah tongkat panjang seperti toya, dapat dipergunakan sebagai tongkat maupun senjata. Melihat bentuk pentung ini ketiganya serua, teringatlah ia akah nama tiga tokoh besar pengemis, yaitu Sin-tung Sam-lo-kai (Tiga Pengemis Tua
Bertongkat Sakti). Akan tetapi sepanjang pendengarannya, Sin-tung Sam-lo-kai adalah tokoh-tokoh pengemis yang amat terkenal di selatan, terkenal sebagai orang-orang pandai yang tidak termasuk golongan jahat, bahkan memimpin kaipang-kaipang (perkumpulan pengemis) di selatan. Bagaimana
sekarang tiga orang tokoh ini hanya menjadi penjaga pintu di sini?" "Bukankah Sam-wi (Tuan Bertiga) ini Sin-tung Sam-lokai?"
Tiga orang kakek itu saling pandang, agaknya merasa
heran. "Hemm, orang muda." Kata kakek pertama yang paling tua, "Jadi kau sudah mengenal kami" Kalau begitu, lebih baik kau memperkenalkan diri dan katakana terus terang saja apa maksudmu mencari Kai-ong?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sam-wi Lo-kai adalah orang-orang ternama di selatan, bagaimana sekarang hanya menjadi penjaga pintu di sini"
Siapakah dia yang memiliki gedung ini?"
"Bukan urusanmu! Lebih baik kau lekas mengaku, atau pergi saja dari sini, jangan mengganggu kami." Jawab pengemis itu cepat-cepat. Akan tetapi Kim-mo Taisu seorang cerdik. Ia dapat menduga bahwa tiga orang itu terntu merasa tidak sendang sekali dengan "pekerjaan" mereka akan tetapi agaknya terpaksa, entah oleh apa dan mengapa.
"Ha-ha-ha, kau boleh takut pada raja pengemis itu, akan tetapi aku tidak. Biar dia seorang siluman sekalipun, aku harus mencari dia!" Setelah berkata demikian, Kim-mo Taisu melangkah maju dan berkata keras, "Harap kalian bertiga minggir!"
Namun tiga orang kakek itu sudah memalangkan tongkat
mereka yang panjang, siap menerjang. Kim-mo Taisu tertawa bergelak, seakan-akan tidak melihat ancaman tongkat terkenal itu, terus melangkah maju hendak memasuki pintu depan
rumah gedung. "Apakah kau mencari mampus?" bentak tiga orang kakek pengemis itu dan terdengar suara angin menyambar keras
ketika mereka menggerakan tongkat menyerang. Dari angin serangan ini saja Kim-mo Taisu dapat menaksir bahwa
kepandaian tiga orang kakek pengemis ini tidak kalah oleh Koai-tung tiang-lo yang pernah ia lawan di dalam rumah judi di Sin-yang. Maka dapat dibayangkan hebatnya tiga batang tongkat yang menusuk dari kanan kiri dan sebatang lagi
diputar menghadang di depan!
"Wuuuttt! Wuuuttt!" Dua batang tongkat berubah menjadi sinar kehitaman menyambar dari kanan kiri mengancam
lambung. Kim-mo Taisu mengembangkan kedua lengannya,
kemudian tangannya bergerak secepat kilat menangkap ujung kedua tongkat, mengerahkan lwee-kang menarik ujung
tongkat ke bawah sambil berseru keras. Dua orang pengemis
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tua itu tak dapat melawan tarikan tenaga yang dahsyat ini.
Betapa pun mereka mempertahankan kehendak merampas
kembali tongkat yang terpegang lawan, sia-sia belaka dan tahu-tahu tongkat mereka telah amblas ke dalam tanah
sampai setengahnya lebih!
Kakek ke tiga yang menyerang dari depan marah sekali,
ujung tongkatnya yang tadinya terputar-putar itu kini
meluncur ke depan bagaikan seekor ular hitam, menerjang maju dengan tusukan yang berlenggang-lenggok dan
sekaligus telah menotok ke arah tujuh jalan darah berturut-turut. Kim-mo Taisu maklum akan kelihaian jurus serangan ini, maka ia cepat menggunakan gin-kangnya untuk berturut-turut pula mengelak ke kanan kiri, kemudian lengan bajunya
bergerak memutar, melibat ujung tongkat dan "Lepas....!!"
Teriaknya sambil mengerahkan sin-kang, sekali ia membetot dengan kuat, tongkat itu tak dapat dipertahankan lagi oleh pemiliknya, terlepas dan meluncur bagaikan anak panah
kemudian menancap pada dinding pagar, gagangnya bergetar keras mengeluarkan bunyi.
Tiga orang kakek itu adalah Sin-tung Sam-lo-kai, dari
julukannya saja sudah menyatakan bahwa mereka itu ahli-ahli tongkat yang lihai. Tentu saja mereka kaget setengah mati melihat kenyataan yang sukar dipercaya betapa dalam
segebrakan saja lawan muda yang seperti orang gila ini
mampu merampas tongkat mereka! Mereka menjadi penasaran sekali, dan selain penasaran, juga mereka tidak berani membiarkan orang ini masuk ke dalam gedung begitu saja karena hal ini akan membuat mereka kesalahan dan akan mendapat marah dari Kai-ong.
"Tahan dia!" seru kakek tertua memberi perintah kepada barisan pengemis ketika ia melihat Kim-mo Taisu berlenggang seenaknya hendak memasuki gedung. Ia sendiri lari untuk mencabut tongkatnya dari dinding, sedangkan kedua orang temannya juga sudah mencabut tongkat masing-masing yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menancap di atas tanah. Barisan pengemis yang berdiri dari delapan belas orang itu bergerak maju cepat sekali dari kanan kiri, dan terkurunglah Kim-mo Taisu. Pendekar aneh ini berdiri di tengah-tengah pekarangan depan, bertolak pinggang dan tertawa bergelak melihat barisan pengemis itu lari berputaran di sekelilingnya, membentuk barisan aneh yang berubah-ubah, kadang-kadang merupakan lingkaran bundar, dalam sedetik berubah menjadi segi tiga, terus berubah-ubah dengan
bertambah seginya dan setengah menjadi pat-kwa (segi
delapan) lalu perlahan-lahan menjadi bulat lagi. Barisan ini teratur sekali dan melihat perubahan-perubahan yang rapi ini diam-diam Kim-mo Taisu merasa kagum.
"Orang muda, biarpun kau lihai, tak mungkin kau dapat lolos dari Kan-kauw-kai-tin (Barisan Pengemis Pengejar
Anjing) kami. Sebelum kami turun tangan membunuhmu, lebih baik kau lekas mengaku siapakah engkau dan apa perlumu
mencari Kai-ong!" Kim-mo Taisu menarik napas panjang. "Barisanmu baik sekali, Sam-lo-kai, biarlah aku mencoba untuk menjadi
anjingnya biar dikejar-kejar barisanmu." Sambil tertawa bergelak Kim-mo Taisu lalu menerobos ke depan, nekat
hendak memasuki gedung. Segera di depannya telah
menghadang tiga orang pengemis anggota barisan yang
sekaligus telah menerjang dan menyerangnya dengan senjata mereka. Seorang bersenjata tongkat panjang, seorang lagi bersenjata pedang dan orang ke tiga bersenjata joan-pian (ruyung lemas semacam cambuk). Tiga senjata yang amat
berbeda sifatnya, amat berbeda pula caranya menyerang,
namun ketika maju bersama, ternyata mereka bertiga dapat bekerja sama baik sekali, seakan-akan seorang saja dengan tiga macam senjata, tiga pasang kaki tangan menyerang Kim-mo Taisu!
Pendekar ini berseru kagum, dan tentu saja ia tidak gentar menghadapi serangan tiga orang ini.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kedua tangannya digerakkan, dengan ilmu tankapnya Kim-
na-hoat ia hendak merampas senjata-senjata mereka. Akan tetapi tiga orang itu tidak jadi menyerangnya dan berlari terus ke depan dan pada detik itu juga, pengurung bagian belakang yang menyerang. Kim-mo Taisu cepat membalikkan tubuh dan ia kaget melihat betapa tiga orang di bagian belakangnya ini bersenjata persis seperti tiga orang pertama tadi akan tetapi cara mereka menyerang berbeda sungguhpun kerja sama
mereka tetap baik. Karena ia diserang dari belakang, Kim-mo Taisu terpaksa mengelak dan lewatlah berturut-turut pedang, toya, dan cambuk itu di samping tubuhnya. Begitu serangan mereka gagal, tiga orang ini bergerak lari, dan kini tiga orang lain yang berada di belakang Kim-mo Taisu menerjang hebat dengan tiga macam senjata mereka. Secara begini, sebentar saja Kim-mo Taisu telah diserang bertubi-tubi oleh barisan enam kali tiga orang ini dan ia betul-betul menjadi seperti seekor anjing yang dikejar-kejar oleh barisan pengemis! Kim-mo Taisu adalah seorang ahli silat ia memiliki penyakit yang sama, yaitu haus akan ilmu silat. Melihat hebat dan rapinya Ilmu Barisan Kan-kauw-kai-tin ini, ia menjadi kagum dan tertarik sekali, tertarik untuk mempelajarinya tentu. Kalau ia mau, dengan kepandaiannya yang jauh lebih tinggi daripada para
pengeroyoknya, tidaklah sukar baginya untuk merobohkan mereka ini. Akan tetapi ia justeru ingin melihat bentuk permainan mereka dalam barisan itu, maka ia sengaja membiarkan dirinya diserang terus-menerus. Ia hanya main berkelit saja karena tidak ingin merusak barisan mereka, maka ia dapat memperhatikan betapa barisan ini bergerak dan
berubah. Setelah ia menghadapi pengurungan ini selama
seperempat jam, tahulah ia bahwa ilmu barisan ini
sesungguhnya juga berdasarkan garis-garis perubahan dalam pat-kwa-tin (barisan segi delapan) yang terkenal itu. Dia sendiri adalah ahli permaianan Pat-kwa-kun (Ilmu Silat Segi Delapan) tentu saja ia tahu dan hafal akan seluk-beluk pat-kwa, maka setelah menemui intisari barisan, ia menjadi jemu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dan kecewa. Kiranya barisan biasa saja setelah terdapat rahasia sumbernya.
Ha-ha-ha-ha, Sin-tung Sam-lo-kai! Kiranya barisanmu ini adalah barisan pengemis kelaparan mengejar harimau! Bukan si harimau yang terpegang, melainkan pengemis-pengemis
kelaparan ini yang menjadi mangsa harimau, ha-ha!" sambil berkata demikian, Kim-mo Taisu mulai "bekerja", tangan kakinya bergerak cepat, tubuhnya berkelebat bagaikan
bayangan kilat. Terdengar suara gaduh dan hiruk-pikuk ketika senjata-senjata
terlempar dan tubuh-tubuh menyusul bertebangan ke atas genteng. Dalam tempo beberapa menit saja delapan belas orang anggota barisan itu sudah berada di atas genteng semua, dilemparkan oleh Kim-mo Taisu tanpa mereka dapat mengerti bagaimana mereka itu kehilangan
senjata dan berada di atas genteng dengan kaki atau tangan salah urat. Ketika melihat betapa Kim-mo Taisu mengamuk seperti harimau ganas, mereka ini tidak berani lagi turun!
Wajah Sin-tung Sam-lo-kai menjadi pucat. Barisan Kan-
kauw-kai-t in sudah terkenal kehebatannya, mampu menghadapi seorang muda gila saja kocar-kacir! Mereka
maklum bahwa orang muda gila ini memasuki gedung, tentu mereka mendapatkan hukuman berat dari Kai-ong, maka
dengan muka beringas mereka bertekad untuk mempertahankan penjagaan mereka. Dengan senjata tongkat di tangan mereka berdiri menghadang di depan pintu.
"Orang muda, kau lihai. Akan tetapi jangan harap dapat masuk mengganggu Kai-ong kalau tidak melalui mayat kami bertiga!"
"Eh, eh, Sam-lo-kai! Raja pengemis itu orang macam apa sih" Aku Kim-mo Taisu datang ke sini bukan untuk main-main dengan segala macam pengemis tua! Mengapa kau tidak
segera melaporkan kepadanya bahwa aku hendak bertemu?"
Terbelalak kaget tiga orang kakek pengemis itu ketika
mendengar nama ini. Sengaja Kim-mo Taisu memperkenalkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
namanya karena ia merasa segan untuk bermusuhan dengan
pimpinan pengemis yang namanya di dunia kang-ouw terkenal baik itu. Dan memang akibatnya hebat. Tiga orang pengemis itu tentu saja sudah mendengar nama besar Kim-mo Taisu
yang orang di dunia kang-ouw sudah merangkaikannya
dengan nama Kim-mo-eng, pendekar sastrawan yang pernah
menggemparkan dunia kang-ouw dan yang sejak beberapa
tahun tidak pernah muncul, kemudian muncul seorang
pengemis muda yang sikapnya edan-edanan dan berjuluk
Kim-mo Taisu. Mereka mendengar bahwa Kim-mo Taisu amat
sakti sekali dan juga merupakan pemberantas kejahatan,
pembela kebenaran, dan keadilan. Setelah terbelalak dengan muka pucat, seorang di antara mereka yang tertua segera menjatuhkan diri berlutut di depan Kim-mo Taisu dan berkata, suaranya penuh permohonan.
"Ah, kiranya Taisu yang datang! Kim-mo Taisu, kami tiga orang saudara mohon pertolonganmu! Perkumpulan kami,
juga perkumpulan di empat penjuru, telah ditaklukkan oleh ketua baru Khong-sim Kai-pang, yaitu Kai-ong yang amat
bengis dan sakti. Kalau kami membiarkan Taisu masuk berarti kami bertiga akan binasa. Karena itu, tolonglah Taisu
membantu kami, membalaskan sakit hati kami... agar nama baik perkumpulan-perkumpulan Kai-pang di selatan dapat
diangkat lagi dan.... Auuhhh!" Tiba-tiba kakek pengemis ini terguling dan darah muncrat dari punggungnya yang


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertembus sebatang sumpit gading yang meluncur dari dalam gedung!
"Twa-suheng...!"
Dua orang adik seperguruannya menubruk, dan mereka memandang kepada Kim-mo Taisu
dengan mata penuh permohonan.
Kim-mo Taisu cepat membalikkan tubuh memandang. Akan
tetapi tidak ada seorang raja pengemis muncul melainkan seorang wanita cantik, masih muda berpakaian pelayan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dengan gerak tubuh lemah lembut wanita itu berkata,
suaranya nyaring dan merdu.
"Kai-ong-ya memerintahkan tamu terhormat Kim-mo Taisu untuk datang menghadap!" Wanita itu lalu membungkuk dengan hormat, tangannya mempersilahkan.
Mendongkol hati Kim-mo Taisu. Bukan mendongkol karena
pembunuhan atas pengemis tua, karena ia memang seorang
aneh dan hal itu dianggapnya bukan urusannya. Ia
mendongkol oleh sikap kai-ong itu, yang seakan-akan benar-benar seoarang raja yang memerintahkan tamunya datang
menghadap! Akan tetapi bukan watak Kim-mo Taisu untuk
mengobral kemarahannya begitu saja. Ia tertawa begelak, lalu mengikuti wanita cantik itu memasuki ruangan depan. Heran sekali ia melihat perabot ruangan itu amat mewah, meja kursi halus dan dinding yang terkapur putih itu penuh hiasan tulisan dan gambar serba indah. Ketika ia mengikuti wanita itu
memasuki ruangan dalam, keadaannya lebih mewah lagi,
bahkan lantainya saja ditilam permadani merah muda! Mereka maju terus, ke ruangan yang lebih dalam lagi.
Sebuah pintu kaca yang lebar tertutup tilam sutera hijau.
Benar-benar seperti kamar di dalam istana raja. Pintu terbuka dan terdengarlah suara wanita-wanita yang merdu di antara tawa yang genit, tercium bau asap dupa wangi.
"Harap Kim-mo Taisu suka membersihkan kaki lebih dulu."
Wanita itu berkata, menunjuk ke arah babut tebal di depan pintu.
"Ha-ha-ha! Tanah yang menempel di telapak kakiku
bukankah jauh lebih bersih dan sehat daripada lantai dan permadani" Tidak biasa aku membersihkan kakiku, kalau mau rajamu
ingin kakiku bersih, biarlah ada yang membersihkannya!" Wanita itu nampak kaget sekali akan keberanian tamu ini, ia hanya memandang bingung dan samar-samar tampak oleh
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kim-mo Taisu betapa di wajah yang cantik itu terbayang
ketakutan dan kekuatiran. Agaknya wanita ini terlalu banyak menderita tekanan batin, pikirnya. Kasihan!
Tiba-tiba terdengar suara yang serak seperti orang
berpenyakitan. "Tamu agung harus dihormati. Eh, kalian bertiga pergilah ke luar, cuci kaki tamu agung sampai bersih.
Cepat!" Terdengar suara tertawa-tawa genit disusul suara pakaian berkeresekan tanda bahwa wanita-wanita berjalan keluar
tergesa-gesa, lalu muncul tiga orang wanita cantik-cantik dan muda. Pakaian mereka tidak seperti pakaian pelayan,
melainkan pakaian puteri-puteri istana, terbuat daripada sutera tipis dan halus beraneka warna. Sambil tertawa-tawa mereka keluar, wajah yang cantik dan berbedak tebal itu berseri-seri. Akan tetapi ketika mereka keluar dan melihat bahwa "tamu agung" itu adalah seorang jembel yang pakaiannya penuh tambalan, kakinya telanjang dan rambutnya riap-riapan, mereka mengerutkan kening dan tersentak kaget, berhenti dan saling pandang dengan ragu-ragu. Akan tetapi seorang di antara mereka yang berbaju hijau mengedipkan mata dan mereka cepat menghampiri Kim-mo Taisu, menarik tangannya ke arah sebuah bangku sambil berkata.
"Silahkan Khekkoan (tamu) duduk di bangku ini, biarkan kami bertiga membersihkan kaki yang kotor."
Sejenak Kim-mo Taisu tercengang, tak disangkanya bahwa
ucapannya tadi mendapat sambutan dari Kai-ong yang aneh itu. Sukar baginya menggunakan kekerasan terhadap desakan tiga orang wanita ini, dan bau yang harum sekali yang keluar dari pakaian mereka membuat kepalanya terasa pening!
"Eh... oh.... tidak usah, Nona-nona. Tak usah, biar kubersihkan sendiri!" katanya cepat-cepat sambil menjauhkan diri, dan ia lalu menggosok-gosokkan kedua kakinya kepada babut tadi. Ngeri ia membayangkan kedua kakinya dipegang-pegang dan dicuci oleh tiga orang wanita muda cantik itu,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang demikian genit-genit. Tentu akan menimbulkan rasa
seakan-akan kedua kakinya dikeroyok lintah yang menghisap darahnya! Tiga orang wanita itu terkekeh-kekeh sambil
menutupi mulutnya dengan sikap yang amat genit, kemudian mereka mengantar Kim-mo Taisu memasuki ruangan indah
sambil tertawa-tawa dan setengah berlari ke dalam di mana terdapat seorang laki-laki duduk menghadapi meja ditemani tiga orang wanita muda lain.
Kim-mo Taisu berhenti melangkah, memandang penuh
perhatian, sikapnya waspada menjaga diri kalau-kalau
menghadapi penyerangan. Ia melihat laki-laki itu dan merasa heran karena laki-laki itu tidak kelihatan seperti seorang yang berilmu tinggi. Usianya tiga puluh tahun lebih, pakaiannya sengaja
dibuat bersambung-sambung seperti pakaian bertambal, akan tetapi karena bahan-bahannya adalah sutera yang halus, maka menyerupai pakaian berkembang-kembang
yang aneh warnanya. Sepatunya baru dan rambutnya tertutup topi sutera pula. Wajahnya tampan akan tetapi kulit mukanya pucat, matanya seperti mata burung elang dan mukanya yang sempit
membayangkan kelicikan. Laki-laki itu duduk menghadapi hidangan yang bermacam-macam dan arak yang
baunya harum semerbak meimbulkan selera. Ketika ia masuk, laki-laki itu sama sekali tidak melihat ke arahnya, bahkan agaknya sedang bercakap-cakap dan bergurau dengan tiga
orang wanita itu. Seorang wanita menyumpitkan daging dan disodorkan di depan mulutnya, yang segera digigitnya sambil tersenyum-senyum. Wanita ke dua menuangkan arak ke
dalam cawan araknya. Adapun wanita ke tiga yang bersikap gagah duduk di sebelah kanannya dengan alis dikerutkan
Laki-laki itu menoleh kepada wanita muda cantik yang
kelihatan tidak senang itu, tersenyum dan menyentuh
dagunya yang halus dengan jari tangan sambil berkata halus akan tetapi suara tetap serak tak sedap didengar.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Moi-moi, mengapa kau kurang gembira" Marilah minum, dan kau sejak tadi tidak mau makan. Nih, daging kelinci ini enak
sekali!" Ia menyumpit sepotong daging dan mendekatkannya ke mulut Si Cantik. Wanita itu tersenyum paksa, membuka mulut kecil mungil dan menggigit daging itu, kemudian berkata.
"Pouw-koko (Kakanda Pouw), bukankah kau sudah berjanji bahwa kau akan menyuruh pergi semua selirmu" Aku tak
senang dengan keadaan seperti ini."
"Ha-ha-ha, Moi-moi yang manis! Selirku tadinya tiga puluh orang lebih, sebagian besar sudah kuhadiahkan kepada para pembantuku. Akan tetapi yang lima ini...., hemm, sayang, Moi-moi. Hayo kalian berlima lekas berlutut dan mohon
kasihan kepada Nyonya besar agar diperkenankan tinggal di sini melayaniku!" ia menoleh kepada lima orang wanita cantik itu.
Tiga orang di antara mereka cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut di depan wanita berbaju biru tadi, akan tetapi yang dua tidak mau berlutut, malah memandang penuh kebencian.
Seorang di antara mereka, yang ada tahi lalatnya di dagu, berkata genit.
"Aku sudah setahun lebih melayani Kai-ongya menjadi kesayangan Kai-ongya, namun tak pernah aku menyuruh usir selir lainnya. Mengapa Nona Loan ini begini manja" Apakah tidak mau membagi kebahagiaan sedikit pun dengan wanita lain?" Ia menggoyang tubuhnya dengan memalingkan muka, bibirnya yang merah cemberut.
"Benar tidak adil!" kata wanita kedua yang bajunya merah.
"Semenjak dia ini datang, kita seperti disia-siakan oleh Kai-ongya. Apakah di dunia ini hanya dia saja wanita cantik?"
Wanita baju biru itu tiba-tiba bangkit berdiri, alisnya terangkat dan matanya merah, "Mana bisa aku dipersamakan dengan... perempuan-perempuan cabul macam kalian?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sshh... sshh... Moi-moi, jangan marah, duduklah." Dengan tangannya, raja pengemis itu menyuruh kekasihnya duduk, kemudian tangan kirinya bergerak cepat, dengan jari-jari terbuka menyambit ke arah dua orang selirnya yang berani membantah itu.
"Aduhhh...! Aduhhh...!!" Dua orang wanita cantik itu terjengkang roboh, menutupi muka sambil menjerit-jerit
bergulingan di lantai. Ternyata kedua mata mereka terusuk tulang-tulang bekas makanan yang berada di atas meja dan tadi
dipergunakan untuk menyambit mereka. Darah membasahi pipi. Hanya sebentar kedua orang wanita itu
menjerit-jerit berkelojotan, lalu diam karena rasa nyeri yang luar biasa membuat mereka pingsan.
"Hayo bawa pergi mereka, lekas!" Perintah ini diturut tiga orang wanita yang lain dengan ketakutan. Mereka lalu
menggotong kedua orang wanita malang itu keluar dari
ruangan. "Hemm, inikah Kai-ong yang tersohor yang telah
menaklukkan seluruh kai-pang (perkumpulan pengemis), yang secara keji membunuh orang tertua dari Sin-tung Sam-lo-kai tadi, dan kini melukai dua orang selirnya secara ganas pula?"
Kim-mo Taisu berkata, suaranya dingin dan pandang matanya kepada Si Raja Pengemis itu penuh ejekan.
Raja pengemis itu bukan lain adalah Pouw Kee Lui yang
pernah kita kenal. Seperti kita ketahui, Pouw Kee Lui adalah murid seorang pertapa sakti di pantai Po-hai yaitu pantai laut sebelah timur, yang secara kejam telah membunuh gurunya sendiri karena ia ditegur ketika ia mengganggu isteri orang. Ia memperdalam ilmu dari kitab-kitab simpanan gurunya itu, kemudian
mulailah ia merantau dan merajalela mempergunakan ilmunya yang tinggi. Pertama-tama ia
merebut kedudukan ketua di perkumpulan pengemis Khong-
sim Kai-pang. Pernah ia bertemu dengan Liu Lu Sian dan
hanya karena mengingat bahwa Lu Sian adalah puteri Beng-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kauwcu, maka Pouw Kee Lui yang cerdik ini membebaskan Lu Sian. Kemudian semenjak itu, ia memperbesar kekuasaannya dengan menundukkan perkumpulan-perkumpulan pengemis
yang ada, lalu mengangkat diri sendiri menjadi Kai-ong atau raja pengemis yang hidup mewah, yang menundukkan siapa
saja yang menentangnya dan merampas gadis mana saja
yang disukainya. Wanita baju biru di sebelahnya itu adalah Liong Bi Loan murid yang kemudian diambil sebagai anak angkat oleh guru silat Liong Keng. Ketika gadis ini berkelahi dengan tukang-tukang pukul di rumah judi, kebetulan sekali Pouw Kee Lui atau Pouw-kai-ong sedang jalan-jalan ke rumah judi. Melihat gadis cantik ini serta melihat ilmu silatnya yang lumayan, hati Pouw-kai-ong tertarik sekali. Di antara tiga puluh orang lebih selirnya, tidak ada yang memiliki ilmu silat seperti gadis ini.
Maka ia lalu turun tangan dan dengan ilmu kepandaiannya yang amat tinggi, ia mengalahkan Bi Loan dan berhasil
membuat gadis ini kagum oleh kepandaian silatnya, wajahnya yang tampan, dan sikapnya yang pandai berpura-pura dan
memikat hati. Gadis yang masih hijau ini terjatuh ke dalam perangkap, mereka bermain cinta dan gadis yang tidak tahu bahwa yang ia sangka seorang pendekar sakti itu sebetulnya seorang manusia iblis yang keji. Ia mengikuti Pouw Kee Lui bermain-main ke dalam hutan, dan di dalam sebuah kuil
kosong, Si Manusia Iblis Pouw ini berhasil memberi minum arak yang ia campur obat sehingga Liong Bi Loan menjadi mabuk dan dalam keadaan tidak sadar telah menyerahkan
dirinya dibawa terjun ke dalam jurang kehinaan oleh Pouw Kee Lui.
Ketika ia sadar, sesal pun tiada gunanya. Nasi telah
menjadi bubur! Inilah akibatnya seorang gadis yang membuta saja menurutkan nafsu hati, membuta dalam bercinta
sehingga tidak tahu bahwa yang disangka seekor domba
sebenarnya adalah seekor serigala. Karena sudah terlanjur, ia hanya bisa menangis dan akhirnya reda juga penyesalannya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ketika Pouw Kee Lui membujuk-bujuknya, bersumpah mati-
matian akan bersetia kepadanya, akan mengambilnya sebagai isteri, sehidup semati dan lain omongan muluk-muluk lagi.
Terobatilah hati Bi Loan. Ketika pada keesokan harinya
ayahnya mendapatkannya di situ, terpaksa ia ikut pulang ayahnya. Dan tentu saja hatinya girang sekali ketika pada malam harinya,
Pouw Kee Lui benar-benar datang membawanya pergi dan tentu saja ia ikut pergi dengan
sukarela. Lebih baik ikut pergi bersama kekasihnya ini dan sehidup semati menjadi isterinya, daripada menjadi seorang gadis ternoda yang akan menderita malu seumur hidupnya!
Apalagi setelah ia ketahui bahwa kekasihnya itu ternyata adalah seorang yang amat penting, seorang raja, biarpun hanya rajanya pengemis! Dan melihat selir "suaminya" begitu banyak, ia menjadi tidak senang dan minta kepada suaminya untuk menghalau semua selir itui, yang juga diturut oleh Pouw Kee Lui, kecuali lima selir yang tadi melayani mereka makan minum. Demikianlah keadaan singkat Si Raja Pengemis yang lihai itu.
Ketika Pouw-kai-ong mendengar kata-kata Kim-mo Taisu
yang penuh teguran, ia mengangkat muka memandang,
mulutnya tersenyum sinis, pelupuk matanya bergetar sedikit, kemudian terdengar suaranya yang serak, "Kim-mo Taisu, apakah kau mendapat nama besar itu karena kesukaanmu
mencampuri urusan dalam rumah tangga orang lain" Kubunuh Lo-kai, itu adalah urusan kai-pang kami. Kubutakan mata kedua orang selirku, itu adalah urusan keluargaku sendiri."
"Tidak peduli... tidak peduli..., aku hanya seorang tamu, aku tidak peduli akan segala urusanmu yang busuk!" Kim-mo Taisu menggoyang-goyang tangannya.
"Heh-heh, itu baru ucapan seorang gagah. Nah, kau
menjadi tamuku, seorang tamu agung harus disambut dengan arak wangi dan hangat!" Raja pengemis ini menuangkan arak ke dalam mangkok itu dan berseru. "Silakan!" Sekali ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menggerakkan tangan, mangkok berisi penuh arak itu
melayang cepat sekali seperti peluru tanpa araknya tumpah sedikit pun, menuju ke arah dada Kim-mo Taisu.
Kim-mo Taisu tersenyum, mengangkat tangan kirinya dan
begitu tangannya bergerak, ia sudah menerima mangkok itu di atas telapak tangan kirinya, di mana mangkok itu kini berdiri dan sedikit pun tidak ada arak yang muncrat dari dalamnya.
Diam-diam ia kagum juga karena tenaga sambaran mangkok
itu amat kuat, tanda bahwa penyambitnya memiliki sin-kang yang hebat. Di lain fihak, Pouw-kai-ong juga kagum.
Menerima sambitannya semangkok penuh arak, tanpa
tergoyang sedikit pun badannya, tanpa mucrat setetes pun araknya, mungkin jarang didapatkan keduanya. Hebat Kim-mo Taisu ini, pikirnya dan otaknya yang cerdik sudah diputar-putar untuk mencari akal.
Sementara itu, Kim-mo Taisu sudah menenggak habis arak
di dalam mangkok dengan tenang, mengecap-ngecapkan
lidahnya dan mengangguk-angguk sambil memandang ke arah mangkoknya yang sudah kosong. "Arak baik... hemm, arak yang baik sekali. Terima kasih, Kai-ong, ini kukembalikan mangkokmu!" Tiba-tiba tangannya bergerak dan mangkok itu sudah ia sentil dengan jari telunjuknya.
"Tinggg!!" Mangkok kosong itu kini melayang ke arah Pouw-kai-ong, akan tetapi melayang sambil berputar seperti gasing. Pouw-kai-ong tersenyum dan mengangkat tangannya menyambut sambaran mangkok kosong.
"Brakkk!!" Mangkok kosong itu begitu menyentuh tangannya, lalu pecah berantakan! "Ai hhh!!" Pouw-kai-ong terloncat kaget. Mukanya menjadi merah sejenak, matanya mengeluarkan sinar berapi, kedua tangannya menegang, jari-jari tangannya bergerak-gerak seperti cakar harimau. Kim-mo Taisu tersenyum saja dengan tenang, menanti segala
kemungkinan. Akan tetapi, lambat laun muka raja pengemis
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
itu menjadi pucat kembali seperti sediakala, bukan pucat berpenyakitan, melainkan pucat karena latihan lwee-kang tertentu. Mulutnya masih tersenyum sinis dan tangannya
membuat gerakan mempersilakan tamunya duduk.
"Heh-heh, tamu agung yang hebat! Kim-mo Taisu, namamu terkenal dan ternyata bukan kosong belaka. Silakan duduk!"
Kim-mo Taisu melangkah menghampiri meja dengan sikap
masih tenang, mata tiada lepas dari gerakan raja pengemis itu, kemudian ia menarik bangku dan duduk. "Terima kasih, Kai-ong."
Kembali Pouw-kai-ong menuangkan arak ke dalam mangkok sampai penuh. Mangkok itu, ia letakkan di atas
telapak tangan kanannya dan ia mengerahkan hawa sin-kang di tubuhnya, disalurkan melalui tangan kanan terus menjalar ke mangkok arak. Sebentar saja arak di dalam mangkok itu bergolak mendidih dan beruap! Inilah hawa sin-kang yang bukan main tingginya!
"Silakan minum, Kim-mo Taisu!" katanya tersenyum sinis seraya menyodorkan mangkok arak mendidih itu kepada
tamunya. Kim-mo Taisu menjadi kaget, kagum dan juga mendongkol.
Harus ia akui bahwa demonstrasi hawa sin-kang yang
diperlihatkan raja pengemis itu memang hebat dan hanya
orang dengan kepandaian tinggi saja yang akan mampu
melakukannya. Akan tetapi, orang lain boleh merasa jerih, baginya demonstarasi itu hanyalah permainan untuk menakuti anak kecil! Sambil tersenyum pula ia mengulur tangan
menerima mangkok arak mendidih itu sambil mengerahkan
sin-kangnya. Aneh tapi nyata. Begitu mangkok arak mendidih itu berada di telapak tangan Kim-mo Taisu, mendadak uapnya hilang dan arak itu tidak bergolak mendidih lagi!
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Terima kasih, sayang arakmu dingin." Kata Kim-mo Taisu sambil menuangkan arak ke mulutnya, tetapi arak itu tidak mau keluar dari mangkok karena ternyata telah membeku!
Inilah demonstrasi yang lebih hebat lagi, menggunakan sifat dingin dari tenaga sin-kang yang sudah mencapai tingkat tinggi. Sambil tersenyum lebar Kim-mo Taisu meletakkan
mangkok itu ke atas meja dan memandang tuan rumah.
Agak berubah air muka yang pucat dari raja pengemis itu.
Telah dua kali ia menguji dan mendapat kenyataan bahwa
kepandaian tamunya benar-benar hebat, maka ia harus
berlaku hati-hati sekali. "Kim-mo Taisu, keperluan apakah yang membawamu datang mencari aku?"
Kim-mo Taisu menyambar mangkok arak dan meneguknya
habis, lalu mengangguk-angguk dan menjilati bibirnya. "Arak baik, arak baik...!"
Pouw-kai-ong tertawa. "Ha-ha-ha, kiranya kau setan arak.
Minumlah!" Ia melemparkan seguci arak ke arah Kim-mo Taisu. Lemparan ini kuat bukan main karena disertai tenaga lwee-kang, sedangkan jarak antara mereka dekat saja, hanya terpisah sebuah meja. Namun dengan enaknya Kim-mo Taisu menerima guci arak itu dan terus menggelogoknya langsung tanpa cawan atau mangkok lagi. Setelah lima enam mangkok arak memasuki perutnya, baru ia berhenti dan meletakkan guci arak di atas meja.
"Pouw-kai-ong, kebetulan sekali aku berkenalan dengan Liong-kauwsu (Guru Silat Liong) di Sin-yang dan karena tidak tahan mendengar tangis seorang ayah kehilangan puterinya, maka aku datang kesini mencarimu."
"Aaahhhh....!" Wanita cantik baju biru yang sejak tadi duduk tenang menonton pertunjukan ilmu yang hebat itu, kini berseru tertahan, wajahnya berubah pucat. Akan tetapi Pouw Kee Lui tertawa mengejek. "Kim-mo Taisu, setelah sekarang kau dapat bertemu denganku, apa yang kau kehendaki?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Orang she Pouw, kau telah menculik puteri Liong-kauwsu.
Sekarang harap kau memandang mukaku dan mengembalikan
puterinya itu, kalau tidak... ha-ha-ha, terpaksa aku lupa bahwa aku telah kau suguhi arak yang baik!" Pouw Kee Lui juga tertawa. "Heh-heh-heh, aku pun menyuguhi arak padamu sama sekali bukan dengan maksud menyuap." Ia lalu bangkit berdiri dan
memperkenalkan wanita yang duduk
di sebelahnya. "Kim-mo Taisu, perkenalkan, inilah isteriku yang bernama Liong Bi Loan, puteri Liong-kauwsu dari Sin-yang!"
"Is... terimu....?" Kim-mo Taisu terkejut dan heran. "Moi-moi kekasihku, kaukatakanlah kepada Kim-mo Taisu, benarkah bahwa aku menculikmu?"
Dengan muka berubah menjadi merah sekali karena
jengah, wanita itu memandang Kim-mo Taisu dan berkata,
"Aku pergi mengikutinya dengan sukarela, urusan kami berdua ini apa sangkut pautnya dengan orang luar?"
Kim-mo Taisu memandang terbelalak kepada wanita itu.
Sungguh tak pernah disangkanya sama sekali bahwa ia akan menghadapi hal seperti ini, tak mengira bahwa urusan akan menjadi begini. Kalau ia tahu sebelumnya, tentu saja ia tidak sudi ikut mencampuri. Dapat ia menduga bahwa wanita ini telah terpikat oleh Pouw-kai-ong, telah jatuh cinta atau juga karena takut. Akan tetapi wajah yang cantik itu sama sekali tidak membayangkan rasa takut, jadi terang bahwa wanita ini telah jatuh cinta kepada Si Raja Pengemis! Tentu saja Kim-mo Taisu tidak tahu apa yang telah terjadi, tidak tahu bahwa sesungguhnya bukan karena takut atau cinta, melainkan
karena sudah terlanjur terjun ke dalam lumpur kehinaan maka wanita itu terpaksa mengikuti Pouw Kee Lui!
Saking malu dan mendongkol, Kim-mo Taisu menepuk
kepalanya sendiri lalu bangkit berdiri. Wajahnya kehilangan senyumnya seperti orang gila ketika ia berkata, "Cinta memang aneh! Pouw-kai-ong, pada detik ini juga aku
menyatakan lepas tangan tentang urusanmu dengan puteri
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Liong-kauwsu. Akan tetapi mendengar bahwa kau telah
merampas kedudukan semua perkumpulan pengemis dan
betapa tanganmu dengan ganas merenggut nyawa para
pimpinannya, aku menduga bahwa kau tentu memiliki tangan maut yang lihai. Maka, setelah aku datang, biarlah aku
merasai kelihaian tangan mautmu itu. Kau yang menentukan, di dalam ruangan ini atau di luar!"
Inilah tantangan blak-blakan! Orang gagah paling pantang menolak tantangan. Wajah Pouw Kee Lui yang biasanya pucat itu kini menjadi merah dan sejenak matanya menyinarkan
pancaran kilat karena marahnya, akan tetapi mulutnya
tersenyum sinis dan matanya lalu bergerak-gerak melirik ke kanan ke kiri membayangkan kecerdikan otaknya. Selama ini ia sudah bersekutu dengan banyak orang pandai untuk
bersama-sama meruntuhkan Kerajaan Tang Muda. Di antara
sekutunya itu terdapat Ban-pi Lo-cia tokoh Khitan yang
menganggap Kerajaan Tang Muda sebagai musuh. Dari Ban-pi Lo-cia inilah ia mendengar tentang kehebatan kepandaian Kim-mo-eng yang kini berjuluk Kim-mo Taisu. Kalau Ban-pi Locia yang demikian lihainya memuji kepandaian seseorang, maka ia harus waspada menghadapi orang itu. Apalagi tadi ia pun sudah membuktikan sendiri kehebatan sin-kang dari
manusia sinting ini. Dan sungguh kebetulan sekali, dalam beberapa hari ini ia sudah berjanji akan mengadakan
pertemuan dengan para sekutunya di Puncak Tapie-san. Maka ia lalu menahan kemarahannya, berkata dengan senyum
lebar. "Bagus! Aku pun sudah lama

Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengar akan kehebatanmu dan ingin sekali merasai pukulan tanganmu.
Akan tetapi kau melihat sendiri, aku adalah... heh-heh, masih pengantin baru! Bagaimana aku dapat mengotori suasana
meriah dengan isteriku tersayang ini dengan pertandingan"
Isteriku tentu akan merasa gelisah setengah mati! Kim-mo Taisu, kalau kau memang jagoan dan tidak menyesal dengan tantanganmu, biarkan aku beristirahat selama tiga hari untuk
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengumpulkan tenaga, kemudian tiga malam berikut ini aku akan menantimu di puncak gunung ini, di mana kita akan
dapat bertanding sepuas hati kita tanpa mengganggu isteriku.
Bagaimana, apakah kau berani?"
Kim-mo Taisu tertawa bergelak. Ia cukup berpengalaman,
dan ia dapat menduga bahwa calon lawannya itu mencari
alasan kosong. Entah tipu muslihat apa yang hendak
digunakannya tiga hari kemudian di Puncak Tapie-san. Akan tetapi ia sama sekali tidak merasa gentar. "Heh-heh-heh, tiga malam yang akan datang kebetulan bulan gelap. Aku akan
menantimu pagi-pagi pada hari ke empat di puncak. Nah, aku pergi!" Setelah melenggang keluar dari ruangan itu, terus berjalan dengan langkah seenaknya dan tidak mempedulikan pandang mata para pengemis yang menjaga di luar gedung.
Setelah keluar dari gedung, tubuhnya bergerak cepat dan sebentar saja lenyaplah bayangannya dari pandang mata
pengemis yang tebelalak lebar penuh kekaguman dan juga
ketakutan. Baru kali ini mereka melihat ada orang yang berani menantang kai-ong mereka dapat keluar dengan selamat dan seenaknya!
Suhu...!!" Bu Song berseru girang sekali ketika ia melihat Kim-mo Taisu duduk bersamadhi di bawah pohon. Kedua
kakinya sudah merasa amat lelah mendaki bukit yang amat sukar itu, akan tetapi begitu melihat suhunya, semangatnya timbul dan ia berlari terengah-engah di jalan tanjakan, menghampiri suhunya.
Kim-mo Taisu membuka kedua matanya dan tersenyum
girang memandang muridnya. Bocah yang sama sekali tidak pandai ilmu silat ini telah membuktikan keberanian luar biasa dan keuletan yang mengagumkan bahwa ia dapat juga
menyusulnya sampai ke lereng gunung yang merupakan
perjalanan amat sukar bagi orang yang tidak terlatih ilmu silat.
Muridnya itu datang dengan muka agak pucat dan tubuh
membayangkan kelelahan hebat, akan tetapi pundi-pundi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
uang itu masih digendongnya dan semangat besar masih
bernyala-nyala di sepasang mata yang bersinar-sinar itu.
"Bu Song, lekas kau duduk bersila di sini. Kau harus belajar bagaimana
memulihkan tenagamu kembali dan menghilangkan lelah."
Bu Song tidak membantah. Diturunkannya pundi-pundi dari pundaknya, kemudian ia duduk bersila di depan gurunya,
meniru kedudukan kaki yang ditekuk tumpang tindih.
"Tarik napas dalam-dalam sewajarnya tanpa paksaan, busungkan dada kempiskan perut, tarik terus yang panjang..."
Kim-mo Taisu memberi petunjuk sambil memberi contoh. Bu Song memandang gurunya dan mentaati perintah ini, terus menarik napas dan merasa betapa dadanya penuh sekali.
"Keluarkan napas, perlahan-lahan sewajarnya tanpa
paksaan, kempiskan dada busungkan perut. Nah, begitu
ulangi sampai sembilan kali, makin panjang makin baik."
Otomatis Bu Song mentaati perintah suhunya ini, makin
lama makin baik cara ia bernapas. Kemudian sambil masih bersila, Kim-mo Taisu mengajar muridnya mengatur napas, menarik napas dari dada ke perut, menahannya ke tengah
pusar sampai perut terasa panas hangat, memberi petunjuk pula cara menguasai napas. "Kau umpamakan napasmu
seekor naga yang sukar dikendalikan, akan tetapi kau harus dapat menunggang naga itu, kaubiarkan dirimu dibawa
terbang keluar masuk, terus kautunggangi jangan lepaskan sedikitpun juga, akhirnya kau tentu akan mampu menguasai dan menaklukannya." Demikianlah Kim-mo Taisu memberi petunjuk. Kemudian ia mengajar muridnya untuk sambil duduk bersila menguasai napas, duduknya tegak dengan punggung lurus, muka lurus ke depan, pandang mata menunduk ke arah ujung hidung, seluruh panca indera dipusatkan "menunggang naga". Inilah inti pelajaran ilmu bersamadhi, dan siulian atau samadhi ini pula menjadi dasar pelajaran ilmu silat tinggi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tentu saja Bu Song sama sekali tidak mengira bahwa gurunya mulai menurunkan ilmu yang menjadi dasar ilmu silat tinggi.
Diam-diam Kim-mo Taisu kagum bukan main menyaksikan
kekerasan hati dan kemauan muridnya. Sayang muridnya
terlalu membenci ilmu silat sehingga sukarlah baginya untuk melatih ilmu silat. Bocah ini yang baru saja tiba setelah melalui perjalanan yang amat melelahkan, kini sanggup untuk
bersamadhi, sungguhpun baru saja dimulai hari ini, dari pagi sampai sore!
"Cukuplah!" kata Kim-mo Taisu sambil meraba punggung muridnya. Bu Song bagaikan sadar dari mimpi indah dan
dengan hati girang ia merasa betapa tubuhnya sehat dan
segar, tidak merasakan kelelahan lagi.
"Kau harus melatih siulian setiap kali ada waktu kosong.
Dengan latihan ini, tubuhmu akan menjadi sehat, tidak mudah lelah dan tidak mudah diserang penyakit."
"Kapankah Suhu akan mengajarkan ilmu menulis indah kepada teecu (murid)?" "Ha-ha-ha! Tidaklah mudah, Bu Song.
Kau tentu tahu, tulisan huruf indah baru dapat disebut indah kalau tulisan itu dapat mengandung goresan yang bertenaga, dan untuk menghimpun tenaga dalam tangan agar dapat
membuat goresan yang tepat, perlu tanganmu di si tenaga.
Dalam latihan siulian ini dapat membuat tanganmu bertenaga.
Besok kuajarkan bagaimana kau harus
menggunakan pernapasanmu untuk membangkitkan tenaga dari dalam
pusar, menggunakan kekuatan hawa yang kau sedot itu untuk menerobos ke pergelangan tangan dan jari-jari tanganmu.
Baru setelah tanganmu bertenaga, akan kuajarkan engkau
menulis huruf indah." Kim-mo Taisu memandang muridnya dengan mata berseri-seri akan tetapi diam-diam dia merasa malu kepada diri sendiri bahwa ia harus bicara secara
berputar-putar dan seakan-akan ia menipu muridnya ini yang tidak mau belajar ilmu silat! Ia melihat betapa muridnya memandangnya
penuh perhatian, sinar matanya Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memancarkan kepercayaan dan ketaatan yang tulus. Terharu hati Kim-mo Taisu. Bocah ini hebat, memiliki bakat yang baik sekali di samping watak yang keras dan bersih. Entah apa sebabnya, mungkin pandang mata itulah, yang membuat Kim-mo Taisu benar-benar tertarik dan jatuh sayang kepada anak ini. Ia merangkul pundak muridnya dan berkata halus.
"Bu Song, kau mengasolah. Kau tentu lapar, bukan" Nah, coba kau mencari makanan seperti yang kaulakukan ketika kau mendaki bukit ini selama tiga hari tiga malam."
"Baiklah, Suhu." Bu Song lalu memasuki hutan di sebelah kiri, menyusup-nyusup sampai jauh dan akhirnya dengan hati girang ia mendapatkan sebuah pohon apel yang buahnya
banyak yang sudah tua dan matang. Segera ia memanjat
pohon itu dan memetik banyak buah apel yang kulitnya kuning kemerahan dan baunya sedap mengharum itu. Buah-buahan
itu ia masukkan ke dalam kantung uang sampai penuh. Tiba-tiba telinganya mendengar bunyi kelenengan kuda, nyaring sekali bunyi itu, bergema di antara pohon-pohon. Suara yang menyelinap ke dalam telinganya seakan-akan berubah menjadi jarum-jarum yang menusuk telinga dan masuk merayap
melalui urat-uratnya, membuat Bu Song menggigil dan tak dapat pula ia mempertahankan diri, buah-buah berikut pundi-pundi uang terlepas jatuh disusul tubuhnya jatuh pula dari atas pohon! Untung baginya, Pohon itu tidak terlalu tinggi, juga ketika ia terjatuh, tubuhnya tertahan oleh cabang dan dahan di sebelah bawah sehingga ketika ia terbanting ke atas tanah, Bu Song hanya merasa pinggul dan bahu kirinya saja yang agak sakit. Begitu ia melompat bangun lagi, suara itu masih terngiang di telinganya, membuat kepalanya pening dan tubuhnya sakit-sakit. Betapapun ia menahan dan menutupi telingan dengan kedua tangan, tetap saja suara itu menembus masuk. Saking sakitnya, serasa seperti jantungnya ditusuk-tusuk jarum, Bu Song bergulingan di atas tanah, merintih-rintih. Ingin ia melompat dan lari ke tempat suhunya, namun suara kelenengan itu makin keras dan kini ia sudah bangkit
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berdiri lagi. Tiba-tiba ia teringat akan nasihat suhunya, "Kalau kau berhasil menunggang naga, apa pun di dunia ini tidak akan
mampu mengganggu badan dan pikiranmu." Menunggang naga adalah istilah untuk duduk memusatkan
perhatian kepada masuk keluarnya hawa pernapasan.
Teringat akan ini, cepat-cepat Bu Song mengerahkan
tenaganya untuk duduk bersila, kemudian mengerahkan pula segenap tekad dan kemauannya untuk menarik semua panca
indera, terutama pendengarannya, menjadi satu dan memaksa diri "menunggang naga" seperti yang pernah ia latih di bawah petunjuk suhunya. Sebentar saja anak yang bertekad
membaja ini telah berhasil "tenggelam" ke dalam keadaan diam, tekun menunggang naga pernapasannya sendiri
sehingga lupa pula akan suara kelenengan yang mempunyai daya mujijat tadi! Suara kelenengan masih terdengar nyaring, akan tetapi kini seakan-akan hanya lewat di luar daun
telinganya saja, tidak mampu masuk karena telinga itu telah ditinggalkan "penumpangnya" atau penjaganya yang sedang seenaknya menunggang naga!
Setelah lama suara kelenengan itu tidak berbunyi lagi, baru Bu Song sadar bahwa telinganya tidak menghadapi bahaya
suara mujijat itu, maka ia lalu melompat bangun, mengumpulkan buah-buah yang berceceran dan membungkusnya di dalam pundi-pundi uang. Kemudian ia lari menuju ke tempat suhunya.
Bunyi kelenengan yang tadi terdengar oleh Bu Song keluar dari sebuah kelenengan kecil yang dibunyikan oleh tangan seorang kakek tinggi besar. Kakek ini menunggang keledai kecil sehingga kelihatannya lucu sekali. Kedua kakinya yang panjang tergantung di kanan kiri perut keledai hampir
menyentuh tanah. Namun keledai kecil itu ternyata mampu berjalan cepat dan pandai pula mendaki bukit. Sambil
membunyikan kelenengan, kakek ini melenggut di atas
punggung keledai, hiasan bulu di atas kain kepalanya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengangguk-angguk dan jubahnya yang panjang lebar itu
melambai-lambai tertiup angin gunung.
Ketika keledai itu tiba di depan Kim-mo Taisu yang masih duduk bersila di bawah pohon, kakek itu mengeluarkan seruan tertahan dan keledainya berhenti. Ia lalu melompat turun dan sengaja membunyikan kelenengannya di depan Kim-mo Taisu sambil mengerahkan tenaganya. Terheran-heran kakek itu
melihat betapa orang yang duduk bersila itu masih saja
duduk, sama sekali tidak bergeming biarpun bunyi kelenengan itu sebetulnya dapat merobohkan lawan tangguh!
Tiba-tiba Kim-mo Taisu membuka matanya memandang
kakek itu lalu tertawa bergelak, "Ha-ha-ha! Makin tua kau makin ugal-ugalan saja, Pat-jiu Sin-ong!"
Kakek itu terbelalak kaget. Kelenengannya terhenti dan ia membungkuk untuk memandang lebih teliti orang yang duduk bersila itu. Seorang berusia tiga puluhan, tubuhnya tegap rambutnya riap-riapan mukanya terselimut awan kedukaan, pakaiannya tambal-tambalan dan kakenya telanjang.
"Kau mengenal aku?" "Beng-kauwcu, apakah usia tua sudah membuat kau menjadi lamur sehingga tidak mengenal lagi bekas calon mantumu" Ha-ha-ha!" Kim-mo Taisu
melompat berdiri. "Hehh....?" Kau... kau... Kim-mo-eng Kwee Seng...!" Kakek itu menjelajahi tubuh Kim-mo Taisu dari kepala sampai ke kaki dengan pandang mata tidak percaya.
"Cukup Kim-mo Taisu saja, Kauwcu." "Aha! Jadi kaulah Kim-mo Taisu....?" Kakek itu lalu merangkul pundak dan tertawa bergelak-gelak. "Siapa akan mengira...! Dahulu kau seorang sastrawan tampan, sekarang... sekarang..." "Seorang jembel busuk!"
"Ha-ha-ha! Alangkah akan girang hatiku kalau melihat anakku berpakaian jembel duduk disampingmu bersiulian di bawah pohon! Ahhh, sayang tidak demikian jadinya. Eh, Kwee
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Seng, menyesal sekali dahulu ada penjahat secara menggelap menyerangmu sehingga kau jatuh ke dalam jurang. Sungguh mati, kukira kau sudah hancur di dasar jurang."
"Sebaiknya begitu, sayang nyawaku belum mau meninggalkan tubuh yang buruk nasib ini, masih ingin
membiarkan tubuh ini menderita. Pat-jiu Sin-ong, bagaimana kau bisa sampai di sini?"
Kakek itu menarik napas panjang. "Semua gara-gara Lu Sian, anak durhaka itu. Eh, apakah kau tidak pernah bertemu dengannya?"
Kim-mo Taisu menggeleng kepala, di dalam hatinya ia
enggan bicara tentang bekas kekasihnya itu.
"Dia sudah pergi meninggalkan suaminya, Jenderal Kam Si Ek! Ahhh, alangkah untungnya kau. Kalau dia menjadi
isterimu, agaknya kau pun akan makan hati seperti aku yang menjadi ayahnya. Dia pulang menceritakan bahwa dia
meninggalkan suaminya, ketika aku marah-marah kepadanya, ia malah minggat sambil mencuri kitab-kitabku. Benar-benar anak durhaka dia! Aku mencarinya sampai berbulan-bulan.
Kau benar-benar beruntung dapat terlepas daripadanya."
Tiba-tiba Kim-mo Taisu tertawa bergelak sambil memandang awan. "Ha-ha-ha! Pat-jiu Sin-ong, kau bilang aku bahagia karena terlepas daripadanya, bukankah kau juga
sudah terlepas daripadanya" Bukankah dengan demikian kita sama-sama menjadi orang bahagia?" Suara ketawa Kim-mo Taisu bergema di seluruh hutan dan di dalam hatinya, kakek itu terharu karena ia mampu menangkap tangis hati yang
terkandung dalam suara tawa itu. Maka ia pun tertawa dan berkata.
"Kau benar! Kita harus rayakan ini! Dua orang laki-laki, muda dan tua, tunangan dan ayah, terbebas dari rongrongan seorang wanita siluman! Ha-ha-ha! Kita harus rayakan ini, tunggu... aku membawa arak baik!" Kakek itu lari ke arah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
keledainya yang makan rumput tak jauh dari situ, mengambil guci arak dari atas pelana, menuangkan arak ke dalam dua buah cawan dan membawanya kembali kepada Kim-mo Taisu.
Mereka lalu minum arak bersama sambil berangkulan dan
tertawa-tawa. Dua orang aneh di dunia kang-ouw bertemu
dan kecocokan watak mereka mendatangkan kegembiraan
sementara. Saking gembira, mereka tidak melihat bahwa seorang anak laki-laki melihat dan mendengar percakapan mereka. Anak ini Bu Song dan mendengar bahwa kakek itu adalah Pat-jiu Sin-ong, wajahnya berubah. Kiranya orang tua itu adalah
kakeknya sendiri! Tentu saja ia sudah mendengar penuturan kedua orang tuanya tentang kakeknya, Ketua Beng-kauw yang berjuluk Pat-jiu Sin-ong bernama Liu Gan. Dan sekarang
kakeknya berada di sini, kalau mengenalnya sebagai putera ibunya, tentu akan membawanya ke selatan! Menurutkan kata hatinya Bu Song sudah ingin berlari pergi meninggalkan
tempat itu, akan tetapi ia teringat akan gurunya yang lapar, maka ia lalu menurunkan buntalan pundi-pundi uang berikut apel, dengan hati-hati dan perlahan ia meletakkan buntalan itu ke atas tanah, kemudian berindap-indap sambil menoleh
memandang kedua orang yang masih minum sambil tertawa-
tawa, pergi dari tempat itu. Dua butir air mata menghias pipinya ketika ia teringat akan ucapan kakeknya tentang ibunya. Setelah dua orang itu tidak tampak lagi. Bu Song lalu pergi secepatnya.
Setelah arak yang diminum habis, Pat-jiu Sin-ong
melepaskan rangkulannya, melempar cawan kosong ke bawah lalu berkata. "Kim-mo Taisu, sekarang kau bersiaplah, mari kita mengadu kepandaian!"
Kim-mo Taisu menghela napas, melemparkan cawan
kosongnya pula ke atas tanah. "Pat-jiu Sin-ong, apa pula ini"
Kau tahu bahwa aku takkan bisa mengalahkanmu, dan pula,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
aku pun tidak ada nafsu untuk bertempur denganmu. Tidak ada alasan bagiku maupun bagimu untuk saling serang."
"Ha-ha-ha, tidak ada alasan katamu" Akulah yang
membuat engkau terjungkal ke dalam jurang. Nah, sekarang tiba saatnya kau harus membalas dan aku bersedia
melayanimu untuk membayar hutang. Aku yang membuatmu
menjadi seperti ini, tak usah kau pura-pura, seorang laki-laki harus berani menghadapi kenyataan!"
Akan tetapi Kim-mo Taisu menggeleng kepala. "Kenyataannya bukan seperti yang kaukira. Aku tidak mendendam kepadamu. Bukan kau yang merobohkan aku
beberapa tahun yang lalu. Dan aku tahu bahwa kau tidak
mempunyai niat buruk, dahulu maupun sekarang Pat-jiu Sin-ong, kau seorang laki-laki sejati dan aku tidak suka
bermusuhan denganmu."
"Eh-eh!" Pat-jiu Sin-ong Liu Gan mencela dengan suara kecewa. "Siapa bilang tidak ada alasan" Bertahun-tahun aku tak pernah bertemu lawan tangguh, tanganku gatal-gatal.
Kalau kau tidak mendendam kepadaku, sebaliknya akulah
yang mendendam padamu dan sekarang kau harus
membereskan hutangmu kepadaku!"
Berkerut alis Kim-mo Taisu. "Hem, hem...! Kalau begini lagi.
Katakan, aku berhutang apa kepadamu" Kalau memang
berhutang, tentu saja akan kubayar."
"Ha-ha-ha, kau masih berpura" Aku kehilangan anak, aku menderita karena anak. Semua ini gara-gara engkau dahulu menolaknya. Aku baik-baik menyerahkan dia kepadamu, akan tetapi kau tidak mencintanya dan tidak mau menjadi suaminya maka timbul urusan seperti sekarang ini. Andaikata dahulu kau suka memperisteri dia, tentu kita semua akan hidup bahagia.
Nah, penghinaanmu itu bukankah hutang besar?"
Tertusuk hati Kim-mo Taisu mendengar ini. Bukan dia yang menolak, melainkan Liu Lu Sian. Dia mencinta Lu Sian, akan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tetapi Lu Sian tidak mencintanya! Akan tetapi sebagai laki-laki, tentu saja ia malu untuk mengaku terus terang akan hal ini kepada
Pat-jiu Sin-ong. Pula, ia pun ingin sekali memperlihatkan kepandaiannya. Kalau dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, tingkatnya telah maju amat jauh.
Kalau sebelum masuk ke Neraka Bumi saja ia sudah sanggup menandingi Pat-jiu Sin-ong, agaknya sekarang ia akan mampu merobohkan kakek sakti ini secara mudah. Dan ia pun sudah lama tidak berlatih melawan seorang lawan yang tangguh
sedangkan sekarang tiba kesempatan yang amat baik.
Ia mengangguk-angguk. "Baiklah kalau begitu pendapatmu, Pat-jiu Sin-ong. Nah, aku sudah siap, kau
mulailah!" Wajah kakek itu berseri girang. "Kepandaianku sudah maju pesat, orang muda, kau waspadalah!" Tiba-tiba ia memekik keras sekali dan tubuhnya bergerak ke depan, jubahnya yang leber itu berkibar mendatangkan angin yang dahsyat.
Kim-mo Taisu kagum. Pekikan itu mengandung tenaga khi-
kang yang hebat sekali dan seandainya ia tidak mengalami latihan luar biasa di Neraka Bumi, oleh daya pekik ini saja ia tentu sudah kendor semangat. Cepat ia menggeser kakinya miringkan
tubuh mengelak ke kiri sambil terus menghantamkan tangan kanannya dengan bantingan lengan
dan tangan terbuka, serangan yang kelihatannya bertahan saja akan tetapi sebetulnya hebat bukan main karena ia telah mempergunakan Ilmu Silat Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti).
"Beng-kauwcu, awas serangan balasan!" Pat-jiu Sin-ong melihat datangnya serangan tanpa didahului angin pukulan akan tetapi telah terasa hawa amat dinginnya, menjadi
terkejut dan cepat-cepat ia pun mengelak sambil melompat ke kanan.
"Bagus, kau hebat!" katanya sambil menerjang lagi.
Bertandinglah dua orang sakti itu, mula-mula hanya dengan jurus satu-satu dan lambat, akan tetapi makin lama makin
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
cepat dan kuatlah gerakan mereka sehingga tubuh mereka
lenyap tak tampak lagi, yang kelihatan hanya gundukan
bayangan mereka yang sudah bercampur menjadi satu dan
sukar dibedakan. Sejam sudah mereka bertanding. Keduanya merasa kagum
bukan main akan kemajuan lawan. Sepasang lengan sudah
terasa sakit-sakit karena sering beradu, namun belum pernah pukulan mereka mengenai sasaran. Kim-mo Taisu selain
kagum juga mulai bosan dan kuatir. Kalau dilanjutkan, tentu seorang di antara mereka akan terluka hebat. Ia tidak ingin melukai orang tua itu, dan tentu saja tidak ingin dilukai, akan tetapi ia mengenal pula tabiat Pat-jiu Sin-ong yang gemar bertanding, sukar untuk dihentikan begitu saja. Pada saat Kim-mo
Taisu memutar otak mencari jalan untuk menghentikan pertandingan ini, tiba-tiba Pat-jiu Sin-ong menyerang dengan pukulan kedua tangan berbareng sambil
merendahkan tubuh, kedua kaki ditekuk dan kedua lengan
dilonjorkan dengan jari-jari tangan terbuka, menghantam ke arah dada Kim-mo Taisu.


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jangan disangka ringan pukulan Ketua Beng-kauwcu ini.
Tubuhnya yang setengah berjongkok itu dalam posisi
pengumpulan tenaga dari pusat bawah perut yang meluncur keluar melalui kedua lengan yang dilonjorkan. Dengan pukulan simpanan Beng-kong-tong-te (Sinar Terang Menggetarkan
Bumi) ini, dalam jarak lima meter, Ketua Beng-kauw ini
sanggup merobohkan sebatang pohon hanya dengan hawa
pukulannya. Inilah sebuah di antara jurus-jurus rahasia yang tak pernah ia keluarkan, yang kesemuanya ia himpun dan
catat dalam kumpulan tiga kitab rahasia Sam-po-cin-keng (Tiga Kitab Pusaka) dan yang kesemuanya kini lenyap dicuri puterinya sendiri! Pukulan Beng-kong-tong-tee ini adalah ciptaannya sendiri dan
merupakan pukulan yang ia
banggakan, oleh karena itu ia beri nama sebagai lambang daripada Agama Beng-kauw (Agama Terang) yang ia pimpin.
Jurus ini demikian hebat dan gemilang seakan-akan Agama
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Beng-kauw yang merupakan sinar terang menggetarkan bumi.
Karena ingin sekali memperoleh kemenangan atas lawannya yang amat tangguh ini, Pat-jiu Sin-ong mengeluarkan pukulan itu akan tetapi oleh karena ia diam-diam memang menaruh sayang kepada Kim-mo Taisu dan tidak ingin mencelakainya, maka ia hanya mempergunakan tiga perempat bagian saja
dari tenaga sin-kangnya. Menyaksikan gerak pukulan lawan, terkejutlah Kim-mo
Taisu. Sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, sekali pandang saja dapatlah ia mengenal pukulan ampuh, maka ia pun
cepat-cepat memasang kuda-kuda dan dengan kaki terpentang kokoh dan kuat dan kedua lengannya pun ia
hantamkan ke depan dengan tangan terbuka. Tak berani ia mempergunakan tangan kapas lagi, karena maklum bahwa
kedua tangan lawannya amatlah kuat dan berbahaya, maka ia juga mengerahkan sin-kangnya untuk melawan keras sama
keras. "Wuuuttt! Dess...!!" Jarak antara mereka dekat, maka dua pasang telapak tangan itu bertemu di udara, hebatnya bukan main pertemuan dua tenaga sin-kang kedua orang sakti ini.
Akibatnya pun hebat karena keduanya terlempar ke belakang dan terhuyung-huyung seperti layang-layang putus talinya sampai mereka terpisah sepuluh meter jauhnya. Kim-mo Taisu jatuh terduduk, napasnya terengah-engah dan ia cepat bersila dan mengatur pernapasannya. Pat-jiu Sin-ong juga jatuh
terduduk, dari mulutnya tersembur keluar sedikit darah segar.
Untung bagi Ketua Beng-kauw ini bahwa Kim-mo Taisu juga mempergunakan tiga perempat tenaganya saja untuk
menghadapi pukulannya tadi, dan karena tenaga mereka
memang seimbang, maka keduanya tidak sampai menderita
luka dalam. Hanya Pat-jiu Sin-ong lebih rugi karena dia yang menyerang, maka benturan tenaga seimbang itu membuat
tenaga serangannya membalik sendiri dan membuat ia
menderita lebih banyak daripada lawannya. Dalam Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
penggunaan tenaga dalam, tenaga dan napas, tidak sampai lima menit keduanya sudah melompat bangun.
"Ha-ha-ha, kau hebat, Kim-mo Taisu. Akan tetapi aku masih belum kalah. Hayo kita lanjutkan!" Kata-kata ini diucapkan dengan wajah berseri, tanda bahwa kakek itu
girang dan puas sekali dapat bertanding dengan seseorang lawan yang dapat menandinginya.
Akan tetapi Kim-mo Taisu tidak punya nafsu lagi bermain-main dengan kakek itu. "Cukuplah, Kauwcu. Aku harus menyimpan tenaga karena akan menghadapi lawan yang lebih tangguh daripadamu di puncak ini besok. Lain kali saja kita lanjutkan."
Biarpun sudah tua, watak Pat-jiu Sin-ong yang tak mau
kalah itu masih tetap ada. Mendengar ada lawan yang lebih tangguh daripadanya, ia menjadi penasaran sekali. "Hemm, siapakah dia yang kaukatakan lebih tangguh daripada aku?"
Kim-mo Taisu tersenyum. Memang ia cukup mengenal
watak kakek ini maka tadi ia sengaja bilang demikian agar Si Kakek mau berhenti. "Dia seorang tokoh baru, masih muda, agaknya kau belum mengenalnya, julukannya Raja Pengemis yang menguasai seluruh kai-pang di empat penjuru."
"Hemm, hemm ada kai-ong baru, ya" Ingin sekali aku melihat macamnya bagaimana. Kau hendak bertanding
dengannya" Ha-ha-ha, Kim-mo Taisu, kalau kau kalah olehnya kemudian aku mengalahkannya, bukankah itu sama saja
dengan pertandingan kita dilanjutkan" Ha-ha, kita lihat saja nanti!" Sambil tertawa-tawa Pat-jiu Sin-ong lalu berjalan menghampiri keledainya, sekali kaki kanannya diayun ke atas ia sudah duduk di punggung keledai kecil itu dan berlarilah si keledai ketika mendengar kelenengan yang dibunyikan oleh penunggangnya.
Setelah bunyi itu kelenengan itu lenyap dan bayangan Pat-jiu Sin-ong tak tampak lagi, barulah Kim-mo Taisu sadar dari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
lamunannya. Perjumpaannya dengan kakek itu sekaligus
membangkitkan ingatannya kepada Lu Sian. Jadi Lu Sian telah menikah dengan Kam Si Ek, jenderal muda yang amat
terkenal itu" Jodoh yang tepat! Akan tetapi mengapa Lu Sian kemudian meninggalkan suaminya" Bukan urusannya semua
itu, namun sukar baginya untuk tidak memikirkannya. Ia
mengeluh dan membalikkan tubuh. Tampaklah buntalan
pundi-pundi uang, akan tetapi ia tidak melihat Bu Song. Baru sekarang ia teringat kepada Bu Song.
"Bu Song!" Ia memanggil. Tiada jawaban. Ia menyambar buntalan dan melihat bahwa di dalamnya ada beberapa buah apel, ia makin heran. Anak itu telah berhasil mencarikan buah untuknya, menaruh dalam bungkusan, mengapa lalu pergi"
Dan ke mana perginya"
"Bu Song....!" Ia berseru lebih keras. Tetap tak ada jawaban. Tidak enaklah hatinya dan mulai ia mencari-cari sambil berseru memanggil-manggil nama muridnya.
Ke manakah perginya Bu Song" Anak ini setelah
mendengar bahwa orang tua yang bercakap-cakap dengan
gurunya itu adalah kakeknya, meninggalkan tempat itu sambil berlari-lari cepat. Ia berlari-lari terus tanpa tujuan tertentu, naik turun pegunungan. Kakinya sudah lelah bukan main
namun ia tidak mau berhenti. Akhirnya dari puncak sebuah bukit kecil ia melihat atap rumah di lereng bawah. Ia berlari lagi menuruni puncak dan akhirnya karena tak dapat menahan lelahnya, ia roboh terguling di luar pagar rumah yang berdiri tanpa tetangga di lereng itu. Sebuah rumah yang sederhana, dari papan, namun bersih dan cukup luas.
Bu Song merangkak bangun, memandang ke arah rumah
itu. Dari bagian belakang rumah tampak asap mengepul dan terciumlah bau masakan yang gurih dan sedap. Seketika perut Bu Song meronta-ronta dan anak ini menelan ludah beberapa kali. Untuk dapat ikut makan masakan di rumah ini, ia harus
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
membantu pemilik rumah bekerja, seperti yang sudah-sudah.
Tanpa ragu-ragu lagi ia lalu memasuki pekarangan rumah.
"Haii ! Bocah, siapa kau dan mau apa?" Tiba-tiba terdengar bentakan keras dan tahu-tahu di belakangnya berdiri seorang kakek yang dahinya lebar sekali, mukanya berkeriput dan memegang sebatang tongkat. Bu Song tersentak kaget. Tadi di pekarangan itu sama sekali tidak tampak ada orang,
bagaimana kakek ini tiba-tiba muncul seperti keluar dari dalam bumi"
"Maafkan aku, kek. Aku ingin membantu pemilik rumah ini dengan pekerjaan apa saja, sekedar mendapat upah makan."
Katanya sambil menjura dengan hormat.
Kakek itu memandang kepadanya. Matanya menakutkan,
mata yang bundar dan lebar setengah melotot, mulutnya yang ompong itu berkemak-kemik. "Kau akan mengemis makanan?"
Kini Bu Song yang mengedikkan mukanya dan pandang
mata anak ini tajam melotot pula. "Aku bukan pengemis! Aku mau bekerja, dan kalau tidak diberi pekerjaan, aku pun tidak sudi minta makanan! Kalau di sini tidak ada pekerjaan,
sudahlah!" Dengan membusungkan dada Bu Song sudah
memutar tubuh hendak keluar dari pekarangan itu. Akan
tetapi tiba-tiba kakinya seperti tertarik sesuatu sehingga ia terguling jatuh. Ketika Bu Song merayap bangun, kakek itu sudah berada di dekatnya dan tersenyum mengejek.
"Bocah, tinggi hati sekali kau! Kalau cara orang minta pekerjaan semacam caramu ini, selamanya kau takkan bisa mendapat pekerjaan. Kau bisa apa" Hemm, tubuhmu kuat,
apa kau bisa mengambil air dari sumber di puncak itu dipikul ke sini" Kalau kau sanggup, akan kami beri makan sekarang juga."
Girang sekali hati Bu Song. Ia tadi secara aneh terguling roboh, akan tetapi ia tidak mengira sama sekali bahwa kakek inilah yang merobohkannya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tentu saja aku sanggup, Kek. Akan kupenuhi semua
tempat air di sini." "Tak perlu omong besar lebih dulu, sebaiknya isi perutmu sampai kenyang agar kau kuat
mengambil air. Mari ikut ke dapur!"
Di bagian dapur rumah itu, Bu Song bertemu dua orang
lain. Seorang adalah wanita setengah tua, yang ke dua
seorang kakek pula yang tubuhnya tinggi besar dan tubuh bagian atas selalu tak tertutup pakaian. Adapun yang wanita selalu cemberut, tak banyak cakap akan tetapi sikapnya galak sekali, berbeda dengan kakek tinggi besar yang selalu
tersenyum dan sering tertawa berkelakar.
"Heh, A-kwi, jenggot kambing! Kau datang membawa anak kelaparan lagi?" tegur Si Tanpa Baju kepada kakek pertama.
"Ai ih, jangan kau main-main dengan bocah ini, A-liong. Dia sama sekali bukan pengemis, melainkan ingin bekerja
membantu kita. Aku tadi mengira dia pengemis, dia marah-marah dan hendak pergi. Ia tidak sudi diberi makanan kalau tidak diberi pekerjaan. Pernahkah kau mendengar hal seaneh ini?"
Kakek yang bernama A-liong itu memandang tajam, juga Si Nenek berpaling memandang. "Sam-hwa, kau isilah padat-padat perut anak ini lebih dulu, baru suruh dia mencari air ke puncak. Ia berkata sanggup memenuhi semua tempat air di sini. Lucu, kan?"
Nenek yang disebut Sam-hwa itu mengerutkan kening dan
diam-diam Bu Song sudah merasa kecewa mengapa ia tadi
minta pekerjaan di tempat ini. Agaknya orang serumah tidak ada yang waras!
"Kaumakanlah dan ambil sendiri di atas meja itu." Kata Si Nenek tak acuh. Karena yakin bahwa yang akan dimakannya itu adalah hasil keringatnya nanti, tanpa malu-malu atau ragu-ragu lagi Bu Song menghampiri meja dan melihat nasi dan masakan-masakan masih mengebulkan asap, perutnya makin
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memberontak lagi. Ia segera mengambil mangkok kosong dan mengisinya dengan nasi dan masakan, lalu mulai makan
dengan lahapnya. Lezat benar masakan itu, sungguhpun
bahannya sangat sederhana. Bu Song adalah seorang anak
yang sehat dan telah lama ia tidak bertemu nasi, setiap hari hanya makan buah-buahan saja, maka kini ia kuat sekali
makan. Setelah ia menaruh mangkok kosong dan berhenti
makan, persediaan nasi di tempat nasi tinggal setengahnya lagi!
"Ho-ho-ha-ha-hah!" Malam ini kita berpuasa, A-kwi!" kata A-liong sambil tertawa berkakakan, perutnya yang tak tertutup baju itu berguncang-guncang.
"Bocah ini kuat sekali makan, mudah-mudahan bekerjanya sekuat itu pula." Kata A-kwi sambil menggeleng-geleng kepalanya.
Sam-hwa muncul dari pintu. Melirik ke arah tempat nasi, ia pun mengerutkan kening dan bertukar pandang dengan dua
orang kakek itu. "Apakah kau tidak sembrono, A-kwi" biar dia kuberi buah. Anak, mari terima!" Ia melemparkan sebutir buah merah ke arah Bu Song. Anak ini cepat menyambutnya, akan tetapi ia berteriak kaget karena buah yang hanya sebesar kepalan tangannya itu terasa amat berat ketika ia sambut sehingga tanpa dapat ia pertahankan lagi ia roboh
terjengkang. Akan tetapi begitu korban roboh, buah itu
ternyata biasa saja, sama sekali tidak berat. Ia tak pernah belajar ilmu silat, tentu saja sama sekali tidak tahu bahwa yang membuat berat buah tadi menjadi berat adalah tenaga lontaran Si Nenek yang hendak mengujinya.
Melihat dia roboh terjengkang, nenek itu dan kedua kakek menarik napas lega. A-kwi lalu menarik tangan Bu Song keluar dapur. "Hayo, mulai bekerja. Itu tahang air dan pikulannya bawa keluar."
Bu Song dapat merasa betapa tangan kakek yang
menariknya itu kuat bukan main. Akan tetapi karena ia sudah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menerima upahnya, ia tidak mau membantah lagi dan segera mengambil pikulan bersama tahang air dari kayu yang terletak di sudut rumah.
"Kek, mengapa pikulannya begini kecil" Jangan-jangan tidak kuat menahan dua tahang air." Celanya sambil mengamat-amati kayu pikulan yang kecil berwarna putih.
"Oho, jangan pandang rendah kayu ini. Sepuluh tahang air ia masih sanggup angkat tanpa patah! Mari kutunjukkan
kepadamu letak sumber air di puncak." Mereka berjalan keluar.
Mendadak berkelebat bayangan dari luar pekarangan dan
alangkah kaget hati Bu Song ketika tiba-tiba ia melihat seorang kakek tua renta yang rambutnya riap-riapan seperti suhunya, seorang kakek yang kedua kakinya rusak, ditekuk bersila sedangkan dua batang tongkat yang menunjang
ketiaknya menggantikan pekerjaan sepasang kaki.
"Siapa dia?" suara kakek lumpuh ini parau menyakitkan telinga. A-kwi sudah memberi hormat dengan membungkuk
dalam sekali sampai punggungnya hampir patah dua, "Ongya, dia anak yang bekerja mengambil air."
Kakek itu mengangguk-angguk, akan tetapi matanya
menyapu tubuh Bu Song dari atas ke bawah. "Siapa
namamu?" "Nama saya Bu Song, Kek." "Hushh, jangan kurang ajar!" A-kwi menjiwir telinga Bu Song. "Kau harus sebut Ongya!"
Bu Song mengerutkan keningnya. Daun telinganya terasa
panas dan nyeri. Ia mengangkat muka memperhatikan kakek lumpuh. Kakek yang tua sekali, pakaiannya dan rambutnya kusut tidak karuan, masa disebut ong-ya" Sebutan seolah-olah kakek ini seorang raja muda. Bu Song yang banyak membaca tahu akan peraturan, maka ia menduga-duga. Tak mungkin
orang macam ini menjadi raja muda. Ah, tentu seorang kepala rampok, pikirnya. Sudah menjadi kebiasaan umum bahwa
kepala perampok juga disebut Twa-ong! Akan tetapi, menjadi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kepala rampok juga tidak pantas. Masa kakek lumpuh menjadi kepala rampok" Karena kakek lumpuh ini tak mungkin menjadi raja muda maupun kepala rampok, maka Bu Song ragu-ragu
dan tidak mau menyebut Ong-ya!
"Sudahlah, A-kwi, yang tidak tahu tak perlu dipaksa. Di mana Nyonya Muda?" "Pagi tadi Nyonya Muda bersama Nona Kecil keluar berkuda, mungkin seperti biasa berburu kelinci."
"Hemmm, kau keluar cari mereka, suruh pulang ada urusan penting." "Baiklah, Ong-ya."
Kakek lumpuh itu menggerakkan tongkatnya dan... sekali
berkelebat bayangannya lenyap ke dalam rumah. Bu Song
melongo dan bulu kuduknya meremang. Kakek itu seolah-olah pandai terbang atau pandai menghilang saja. Ah, kalau begitu tentulah kepala rampok, biarpun tua dan lumpuh namun
agaknya pandai sekali ilmunya. Ia merasa menyesal sekali.
Bekerja di keluarga perampok! Celaka, kalau ia tahu, biar diupah lebih banyak lagi ia tidak akan sudi. Akan tetapi, nasi sudah masuk ke dalam perut, dan ia harus bekerja melunasi hutangnya.
"Nah, di puncak bukit itu terdapat sumber air. Lihat pohon besar itu" Di bawah pohon itulah letaknya, lekas kau pergi ke sana mengisi kedua tahang ini, bawa ke sini dan terus saja ke dapur, A-liong dan Sam-hwa akan memberi tahu ke mana kau harus menuangkan air. Kerja yang baik, aku mau pergi!"
Setelah berkata demikian, kakek yang bernama A-kwi itu
meloncat dan sebentar kemudian nampak bayangannya sudah jauh sekali seakan-akan ia lari setengah terbang.
Bu Song menghela napas panjang. Hebat, pikirnya. Orang-
orang ini berkepandaian tinggi dan tanpa ia sengaja, ia agaknya telah terjatuh ke dalam tangan segerombolan
perampok dan harus bekerja untuk mereka. Ia akan
melakukan pekerjaannya cepat-cepat, memenuhi tempat air dan, kemudian segera meninggalkan tempat ini. Dengan
penuh semangat Bu Song lalu mendaki bukit menuju ke
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sumber air. Perjalanannya sukar, namun ia telah terlatih menghadapi kesukaran. Air jernih mengucur keluar dari
sebuah guha kecil, membentuk kolam air yang tak pernah
kering. Segera Bu Song mengisi dua tahang air itu dan ketika ia memikulnya, benar saja, kayu pikulan itu dapat menahan dua tahang air, bahkan kayu ini mentul-mentul sehingga enak dipakai memikul. Hati-hati ia lalu meninggalkan tempat itu, menuruni puncak menuju ke rumah di bawah yang tampak
dari tempat itu. Dahinya penuh peluh ketika ia tiba di dapur rumah. A-liong menyambutnya
sambil tertawa-tawa. "Latihan ini menguntungkan, tidak rugi kau, apalagi ditambah setengah bagian nasi ransum kami, ha-ha-ha! Nah, tuangkan air ke dalam kolam itu."
Kaget sekali hati Bu Song melihat kolam air yang amat
besar, terbuat dari pada batu. Untuk memenuhi kolam ini, sedikitnya ia harus mengambil air sepuluh kali! Celaka benar, ia tertipu. Akan tetapi apa boleh buat, nasi sudah memasuki perut, ia harus memenuhi janjinya. Hatinya mendongkol
bukan main atas kekejaman orang-orang tua ini menipu dia, akan tetapi mulutnya tidak berkata apa-apa. Setelah kedua tahang air berpindah tempat, ia lalu mendaki lagi.
Menjelang senja, sudah sembilan kali ia mengambil air.
Pundaknya serasa hendak copot, kedua kakinya seperti
hendak lumpuh, tubuhnya sakit dan kelelahan yang dideritanya hebat sekali. Akan tetapi sekali lagi, kolam itu akan penuh. Ia sudah bekerja setengah hari untuk menebus hutang perutnya tadi!
"Ha-ha-ha, anak baik. Kejujuran dan kekerasan hatimu menciptakan keuletan yang luar biasa. Kau hampir lulus, tinggal satu kali lagi. Sebentar akan kuceritakan kepada Nyonya Muda, tentu ia tertarik dan menaruh kasihan
kepadamu." Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dengan wajah muram Bu Song hanya menjawab pendek.
"Aku tidak membutuhkan kasihan orang!" Lalu ia membawa pikulan kosong mendaki bukit lagi, memaksa tubuhnya untuk berjalan gagah, akan tetapi karena memang sudah amat lelah, mana bisa ia berjalan dengan langkah tegap" Ia terhuyung-huyung dan kedua kakinya tersaruk-saruk. Hebatnya, A-liong malah menertawainya, membuat ia makin jenkel dan desakan hatinya untuk beristirahat ia tekan kuat-kuat.
Untuk ke sepuluh dan penghabisan kalinya ia tiba di bawah pohon besar, mengisi kedua tahang itu penuh air. Biarpun masih kecil, Bu Song maklum bahwa sekali ia beristirahat menurutkan
dorongan hatinya, ia takkan mampu menyelesaikan pekerjaannya. Maka ia memaksa diri dan
memikul lagi pikulannya yang kini ia rasakan bukan main beratnya, seakan-akan bukan dua tahang air yang dipikulnya, melainkan dua puluh!
Baru ia menuruni tebing pertama, tiba-tiba ia mendengar suara orang. Wajahnya berubah dan ia cepat-cepat
menghampiri tempat itu dengan hati-hati sekali, sejenak lupa akan kelelahan kedua kakinya. Itulah suara gurunya! Suara gurunya tertawa-tawa bergelak! Karena takut kalau-kalau Pat-jiu Sin-ong masih bersama gurunya. Bu Song tidak berani muncul begitu saja. Ia mengintai dari balik batu karang besar dan melihat betapa gurunya berdiri sambil bertolak pinggang dan tertawa di depan tiga orang laki-laki. Seorang di antara mereka bermuka bopeng penuh totol-totol hitam orang yang berdiri di tengah memakai pakaian tambal-tambalan, dan
orang ketiga bermuka sempit seperti tikus.
"Ha-ha-ha-ha! Kai-ong, aku sudah menduga bahwa kau tentu akan menyambutku dengan meriah, memanggil semua
sekutumu. Tak bisa mengharapkan sifat jantan dari seorang pengemis. Akan tetapi aku tidak takut, Kai-ong. Kerahkan semua sekutumu untuk menjadi saksi, siapa di antara kita
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang lebih kuat. Apakah kau sudah siap?" demikian kata Kim-mo Taisu.
Pouw Kee Lui atau Pouw-kai-ong tersenyum menyeringai.
"Kim-mo Taisu, kau sombong benar. Memang sahabat-sahabat baikku ikut datang karena mereka ini pun tertarik sekali mendengar bahwa kau datang. Telah lama mereka mendengar namamu dan ingin sekali menyaksikan apakan nama besarmu itu tidak sia-sia belaka. Sahabatku ini adalah Hwa-bin-liong (Naga Muka Kembang) dari pantai timur, raja sekalian penjaga gunung (perampok)." Ia menunjuk seorang sebelah kanannya yang bermuka bopeng. "Sahabat yang seorang ini adalah Sin-ciang-hai-ma (Kuda Laut Bertangan Sakti), juga tokoh pantai timur, raja daripada bajak. Masih ada beberapa orang sahabat baikku yang akan datang menjumpaimu. Apakah kau takut?"
Bu Song mendengarkan semua itu dengan hati berdebar.
Wah, gurunya telah bertemu orang-orang jahat, pikirnya. Pada saat itu, tiba-tiba telinga kanannya dijiwir orang, Bu Song kaget dan melirik. Kiranya kakek A-kwi yang menjiwirnya.
"Hayo pikul tahang air itu dan bereskan pekerjaanmu, pemalas!" bisik Si Kakek tanpa melepaskan telinga Bu Song.
Bu Song kaget dan ia cepat bangkit lalu memikul pikulannya.
Ia tidak takut, melainkan taat karena tahu akan kewajiban.
Tinggal sekali lagi mengantar air, kemudian ia akan lari kembali ke sini menonton gurunya. Kakek A-kwi melirik ke arah mereka yang sedang bantah-bantahan, nampaknya
gelisah dan menarik telinga Bu Song agar anak itu berjalan lebih cepat.
Setelah agak jauh dari situ, kakek itu mengomel. "Anak tolol, apakah kau mencari mampus" Banyak tontonan di dunia ini, akan tetapi yang ditonton adalah harimau yang hendak bertempur melawan srigala-srigala! Gila betul. Hayo cepat dan jangan sekali-sekali kau beristirahat sebelum kau sampai di rumah. Aku jalan lebih dulu!" sekali berkelebat kakek itu sudah meloncat jauh ke depan, dan Bu Song sambil mengeluh
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
di dalam hatinya memaksa diri untuk berjalan pula menuruni bukit. Istirahat yang sebentar tadi benar-benar membuat kedua kakinya hampir tak dapat dipakai berjalan. Akan tetapi ia
menggigit bibir, memaksa diri untuk cepat-cepat menyelesaikan tugasnya agar ia dapat kembali ke tempat itu untuk menjumpai gurunya.
Sementara itu, Kim-mo Taisu masih tertawa bergelak
mendengar ucapan Pouw-kai-ong. "Ha-ha-ha, segala rampok dan bajak. Pantas menjadi sahabat pengemis. Akan tetapi aku tidak punya urusan dengan segala macam rampok dan bajak.
Aku sengaja datang untuk mengulangi tantanganku kepadamu, Kai-ong. Mari kita mulai!"
Ucapan itu merupakan penghinaan hebat bagi tokoh bajak
dan tokoh rampok itu. Si Muka Bopeng Hwa-bin-liong sudah melangkah maju, di kuti oleh Si Kuda Laut. Mereka ini belum tua, paling banyak berusia empat puluh tahun. Begitu tiba di depan Kim-mo Taosu, Hwa-bin-liong melolos sebatang golok besar yang terselip di punggungnya, adapun Si Kuda Laut mengeluarkan sebatang cambuk yang terbuat daripada ekor ikan pee. Keduanya berdiri dengan sikap menantang.
"San-ong (Raja Gunung), biarkan aku menghadapi jembel kelaparan yang sombong ini!" kata Si Tokoh Bajak yang menyebut temannya raja gunung, cambuk ikan pee di
tangannya digerak-gerakkan
di atas kepala sehingga terdengar suara bersiutan mengerikan. Ekor ikan pee itu penuh duri-duri yang runcing, kalau sekali mengenai kulit tubuh manusia benar-benar akan mengakibatkan luka yang
hebat. "Bersabarlah, Hai-ong (Raja Laut). Biarkan aku menghadapinya lebih dulu. He, Kim-mo Taisu. Aku sudah lama mendengar namamu yang baru muncul, dan dengan maksud
baik aku ingin sekali berkenalan dan menyaksikan kelihaianmu. Siapa kira, kau begini sombong dan tidak
memandang orang lain. Keluarkan senjatamu, biar aku Hwa-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bin-liong mencoba sampai di mana kehebatanmu maka kau
bersikap sesombong ini!"
"Ha-ha-ha-ha, raja pengemis dibantu oleh raja laut dan raja gunung, benar-benar hebat! Segala macam raja sudah
berkumpul di sini, biarlah kuantar kalian menghadap raja akhirat!"
Tentu saja kedua orang raja penjahat itu menjadi marah
sekali. Hwa-bin-liong Si Muka Bopeng yang sudah bertahun-tahun merajalela di hutan-hutan dan gunung-gunung, menjadi raja dari sekalian kecu dan rampok, baru kali ini merasa dipandang rendah orang. Ia membentak marah dan tanpa
menanti lawan mengeluarkan senjata, ia sudah menyambar ke depan dan golok besarnya diayun mengarah leher Kim-mo
Taisu. "Wuttt... syuuuutttt! Tringgg...!!" Kim-mo Taisu yang melihat datangnya golok berkelebat, tidak mengelak malah menggerakkan tangannya, dengan jari tengah tangan kanan ia menyentil golok lawan yang sedang terbang mengarah
lehernya itu. Hebatlah tenaga sentilan dari Kim-mo Taisu ini, karena hampir saja golok itu terlepas dari pegangan Si Muka Bopeng, bahkan raja gunung itu terhuyung-huyung hampir
roboh!

Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Marahlah Si Raja Laut melihat kawannya mendapat malu.
Senjatanya ekor ikan pee yang menyeramkan itu melecut di udara, mengeluarkan bunyi "swing-swing-swing...!" dan berkelebatan diputar-putar di atas kepalanya lalu menyambar bertubi-tubi ke arah Kim-mo Taisu. Pendekar sakti ini tidak berani bertindak sembrono. Ia belum tahu bagaimana sifat senjata lawan yang aneh ini, maka beberapa kali mengelak.
Gerakannya perlahan dan lambat saja, akan tetapi tak pernah senjata ekor ikan pee itu dapat menyentuh kulitnya. Setelah mempergunakan hidungnya mencium-cium di kala senjata itu lewat, Kim-mo Taisu yakin bahwa senjata ini hanya
mengerikan tampaknya, akan tetapi tidak mengandung racun
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berbahaya, maka sambil mengelak daripada tusukan golok Si Raja Gunung yang sudah mengeroyoknya, Kim-mo Taisu
menyambar ekor ikan pee itu dan menjepit ujungnya dengan dua jari tangan kiri! Ia menggunakan tenaga membetot
sehingga ekor ikan pee itu menegang, kemudian pada saat Si Raja Gunung Hwa-bin-liong dengan girang menyerangnya dari belakang, tiba-tiba ia mengerahkan tenaga betotan dan...
melayanglah cambuk ekor ikan pee itu ke arah penyerang di belakangnya. Hwa-bin-liong berteriak kesakitan, Kim-mo Taisu cepat membalik, sekali merenggut ia berhasil menyambar
golok lawan yang terluka itu dan di lain saat golok itu sudah terbang dan menancap pada paha raja laut yang masih
terlongong karena senjatanya tadi kena dirampas lawan. Ia terguling dalam saat hampir berbareng dengan raja gunung, masing-masing terluka oleh senjata kawan sendiri. Luka yang tidak membahayakan keselamatan nyawa, namun cukup hebat untuk membuat mereka tak mampu bertempur lagi dan harus beristirahat untuk beberapa pekan!
Tanpa mempedulikan lagi mereka berdua yang kini
merangkak-rangkak menjauhkan diri dari itu, Kim-mo Taisu menghampiri Pouw-kai-ong, memandang tajam dan berkata,
"Sudah kukatakan bahwa aku tidak mempunyai urusan
dengan segala rampok dan bajak. Mengapa kau mendatangkan penjahat-penjahat
macam begitu untuk menggangu pertemuan kita" Segala macam penjahat kecil
yang tidak ada artinya, memuakkan saja!"
Pouw Kee Lui tersenyum menyeringai. "Kim-mo Taisu, jangan buru-buru merasa tekebur dan bangga. Masih ada
beberapa orang sahabat yang ingin sekali bertemu denganmu." Setelah berkata demikian, Pouw Kee Lui lalu membalikkan tubuh, menjura dan memberi hormat sambil
berkata, "Cu-wi Locianpwe, harap sudi memperlihatkan diri!"
Dari balik pohon dan batu besar bermunculan beberapa
orang dan dapat dibayangan betapa heran dan kagetnya hati
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kim-mo Taisu melihat mereka. Di antaranya banyak yang ia kenal sebagai tokoh-tokoh sakti yang pernah menjadi
lawannya, yaitu Ban-pi Lo-cia pendeta gundul raksasa, musuh lamanya yang memang ia cari untuk membalaskan kematian
bekas kekasihnya, Ang-siauw-hwa Si Ratu Pelacur! Orang ke dua yang dikenalnya bukan lain adalah Ma Thai Kun, sute (adik seperguruan) Beng-kauwcu Pat-jiu Sin-ong Liu Gan yang pernah bermusuhan dengannya karena cemburu dan iri hati karena paman guru ini mencintai murid keponakannya sendiri, yaitu Liu Lu Sian. Ia maklum bahwa Ma Thai Kun
membencinya seperti ia membenci Ban-pi Lo-cia dengan dasar yang sama, ialah, merenggut wanita terkasih. Selain dua orang yang merupakan tandingan berat ini, muncul pula
tokoh-tokoh dunia pengemis yaitu Kim-tung Sin-yang dan Koi-tung Tiang-lo dari Sin-yang. Di dekat Ban-pi Lo-cia berdiri seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun lebih, sikapnya tenang dan serius, sikapnya gagah. Dia ini adalah Lauw Kiat, murid terkasih Ban-pi Lo-cia. Lauw Kiat ini seorang petualang dari selatan yang merantau ke utara, bertemu dan dikalahkan Ban-pi Lo-cia lalu menjadi muridnya, ilmu kepandaiannya cukup hebat, hanya setingkat lebih rendah dari pada tingkat suhengnya, yaitu Bayisan.
"Ha-ha, Kim-mo Taisu. Kurasa kau sudah mengenal mereka ini, bukan" Ataukah perlu aku memperkenalkan mereka
kepadamu?" Kim-mo Taisu tidak menjawab, akan tetapi Ban-pi Lo-cia
tertawa bergelak. "Ha-ha-ha! Tak usah diperkenalkan, aku dan dia adalah kenalan lama. Kau adalah pemuda sastrawan yang tampan bernama Kwee Seng yang berjuluk Kim-mo-eng dan
yang sekarang sudah bangkrut menjadi pengemis jembel gila lalu berjuluk Kim-mo Taisu. Ha-ha-ha. Kenalan lama!"
"Orang she Kwee ini dengan aku pun mempunyai
perhitungan lama yang belum dibereskan, Pouw-pangcu."
Kata Ma Thai Kun yang tidak suka banyak bicara lalu maju
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menerjang Kim-mo Taisu dengan pukulan yang mengeluarkan sinar merah. Melihat tangan yang kemerahan itu, maklumlah Kim-mo
Taisu bahwa Ma Thai Kun telah dapat menyempurnakan Ang-tok-ciang (Tangan Racun Merah) yang
memang telah dimilikinya sejak dahulu. Namun, ketika ia mengelak, kagetlah ia karena dari kepalan tangan merah itu tampak uap mengepul putih yang seakan-akan menyambar
mukanya dengan hawa pukulan yang amat hebat. Biarpun
pukulan itu tidak mengenai sasaran, namun hawa pukulannya yang berupa uap putih itu masih merupakan ancaman hebat.
Dengan kaget Kim-mo Taisu mencelat mundur dan mengatur
sikap, karena lawannya ini ternyata telah maju amat pesat kepandaiannya. Memang sesungguhnya tepat dugaan Kim-mo
Taisu itu. Kini Ma Thai Kun yang meninggalkan Beng-kauw, bertahun-tahun bertapa sambil menggembleng diri sehingga ia berhasil menyempurnakan Ang-tok-ciang sedemikian rupa dan merobahnya menjadi ilmu pukulan yang ia namakan Cui-beng-ciang, (Tangan Pengejar Nyawa)! Kembali Ma Thai Kun
menerjang maju, dari kedua tangannya keluar hawa pukulan berputar-putar yang amat panas. Terpaksa kali ini Kwee Seng menggunakan Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti) untuk
menangkis karena selain tak mungkin menghadapi desakan
lawan tangguh hanya dengan berkelit, juga ia ingin menguji kekuatan lawan.
Ketika kedua lengan bertemu, Ma Thai Kun kaget sekali
karena merasa betapa tanaganya seperti tenggelam dan
tangan lawan sedemikian lunaknya sehingga ilmunya Cui-
beng-ciang tidak berpengaruh sedikit pun, sebaliknya ada hawa dingin yang menjalar dari tangannya sampai ke pangkal lengan. Oleh karena ini, cepat ia menarik tangannya,
menjatuhkan diri ke belakang dan bergulingan. Hanya dengan cara ini ia dapat terbebas dari pengaruh Bian-sin-kun. Sambil melompat berdiri, diam-diam Ma Thai Kun juga maklum
bahwa ilmu kepandaian Kwee Seng ternyata telah meningkat hebat. Maka ia bersikap hati-hati dan menyerang lagi dengan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Cui-beng-ciang, ditujukan ke arah anggota tubuh yang
berbahaya, tidak mau lagi bertanding mengadu tenaga seperti tadi.
Ban-pi Lo-cia tertawa bergelak. "Hua-ha-ha-ha, Kim-mo Taisu. Kiranya kau telah memperoleh sedikit kemajuan, pantas saja kau berani berlagak. Kaumakan cambukku !" ucapan ini disusul suara ledakan cambuk di udara dan tampaklah
gulungan sinar hitam yang membentuk lingkaran-lingkaran besar kecil melayang dari tangan Ban-pi Lo-cia. Itulah
cambuknya yang hebat, yang terkenal sebagai senjata
tunggalnya yang ampuh disebut Lui-kong-pian (Cambuk Petir), terbuat daripada sirip dan ekor ular laut hitam yang hanya dapat ditemukan di laut utara, di antara gunung-gunung es!
"Bagus! Kalian pengecut-pengecut besar boleh mengeroyokku!" Kim-mo Taisu tertawa mengejek dan
berkelebat cepat menyelinap di antara garis-garis lingkaran yang dibentuk sinar cambuk, kemudian membalas lawan lama ini dengan sebuah tendangan kilat. Ketika Ban-pi Lo-cia menangkis tendangan ini dengan tangan kirinya, Kim-mo
Taisu mempergunakan tenaga tangkisan lawan untuk
mencelat ke arah Ma Thai Kun dan sudah mendahului orang she Ma ini dengan sebuah gerakan dari ilmu silat Lo-hai-kun (Pengacau Lautan). Demikian cepat dan tak terduga
gerakannya ini sehingga biarpun Ma Thai Kun sudah cepat menangkis,
namun pundaknya masih kena tampar, kelihatannya tidak keras namun cukup membuat Ma Thai Kun terlempat dan bergulingan sampai lima meter jauhnya! Namun Ma Thai Kun memiliki kekebalan, dan tenaga dalamnya sudah cukup kuat, maka ia dapat melompat bangun kembali sambil menerjang maju dengan kemarahan meluap-luap.
Pada saat itu, murid Ban-pi Lo-cia yang bernama Lauw Kiat sudah maju pula. Dia ini bersenjatakan sebuah tongkat dan gerakannya ternyata cukup hebat. Pemuda ini menerjang
tanpa banyak suara, akan tetapi serangannya selain kuat juga
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sungguh-sungguh sehingga sekali gebrakan saja ia sudah
mengirim serangan sampai tiga jurus. Kim-mo Taisu
menggunakan ginkangnya menghindarkan diri dan ia belum
sempat membalas pemuda she Lauw itu karena kini kedua
orang ketua kai-pang sudah menerjangnya juga sehingga
dalam sekejap mata ia sudah dikurung oleh lima orang lawan yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, terutama sekali tentu saja Ban-pi Lo-cia dan Ma Thai Kun, Kim-mo Taisu maklum bahwa orang-orang pandai dan keadaannya berbahaya,
namun seujung rambut pun ia tidak terjadi gentar. Sambil mengerakan gin-kangnya yang kini menanjak tinggi tingkatnya sejak ia berlatih di dalam Neraka Bumi, ia malah mengejek kepada Pouw Kee Lui yang masih berdiri menonton. Hatinya panas bukan main dan diam-diam ia kagum akan kecerdikan raja pengemis yang masih muda itu, yang dapat mengerahkan dan mempergunakan orang-orang pandai sedangkan dia
sendiri enak-enak menonton.
"Aha, tikus busuk she Pouw yang mengaku raja pengemis, kiranya kau hanyalah raja pengecut yang mengandalkan
kawan banyak!" ia terpaksa hanyalah raja pengecut yang mengandalkan kawan banyak!" Ia terpaksa berhenti untuk menangkis pukulan tongkat Lauw Kiat yang tak dapat ia
elakkan. Tangkisan ini disertai tenaga dalam sehingga Lauw Kiat berteriak kaget dan terlempar sampai jauh bersama
tongkatnya! Kemudian Kim-mo Taisu sudah berkelebat lagi menghindar dari sambaran cambuk Ban-pi Lo-cia, sambil
mengelak kakinya mencongkel ke arah Koai-tung Tiang-lo.
Orang tua yang menjadi ketua perkumpulan pengemis di Sin-yang dan sudah terjatuh ke dalam tangan Pouw-kai-ong ini berteriak kaget, roboh terguling-guling dan tak dapat berdiri lagi karena sambungan lutut kanannya terlepas!
"Ha-ha, Pouw-kai-ong, kau tidak berani menghadapi aku, bukan?" melihat betapa dikeroyok lima, lawannya itu masih dapat mengejeknya bahkan merobohkan Koai-tung Tiang-lo, diam-diam Pouw Kee Lui terkejut sekali. Ia maklum bahwa
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kim-mo Taisu memang lihai, akan tetapi tidak mengira akan dapat menghadapi pengeroyokan orang-orang sakti seperti Ban-pi Lo-cia dan yang lain-lain itu.
"Kim-mo Taisu, kematian sudah di depan mata masih
berani mengoceh!" Teriak si Raja Pengemis dan cepat ia menerjang maju,
menggabungkan diri dengan barisan
pengeroyok sehingga kini Kim-mo Taisu dikeroyok lima. Akan tetapi pengeroyokan yang sekarang ini jauh lebih berat
dibanding dengan tadi. Koai-tung Tiang-lo bukanlah seorang yang memiliki kepandaian seperti raja pengemis ini. Begitu maju dan menerjangnya dengan tubuh berputar-putar
sehingga tangan dan kakinya bergerak-gerak seperti angin badai dan kelihatannya seperti berubah menjadi belasan
banyaknya. Kim-mo Taisu maklum bahwa dia inilah lawan
yang berat, tidak kalah berat jika dibandingkan dengan Ban-pi Lo-cia, malah lebih lihai daripada Ma Thai Kun! Sibuklah Kim-mo Taisu sekarang, tadi pun ia sudah repot melayani desakan para pengeroyoknya dan hanya menghindar mengandalkan
kecepatan gerakannya, akan tetapi sekarang pengeroyokan ditambah dengan Pouw-kai-ong yang ternyata memiliki
gerakan yang hampir sama cepatnya dengan dia sendiri.
Betapa pun Kim-mo Taisu mengerahkan kepandaian, tetap ia tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk balas
menyerang. Namun, kelima orang lawannya itu pun terheran-heran betapa orang yang mereka keroyok itu selalu dapat menghindar dari serangan yang bertubi-tubi itu.
"Ha-ha-ha, alangkah gagahnya, tokoh-tokoh kang-ouw yang terkenal mengeroyok seorang lawan yang bertangan
kosong!" Kim-mo Taisu sempat mengejek, akan tetapi ejekan ini ia bayar dengan terpukulnya pinggang oleh tongkat di tangan Kim-tung Sin-kai. Sebetulnya hal ini memang tak
terelakkan lagi. Karena ia bicara, maka pencurahan panca inderanya terganggu dan pada detik yang bersamaan, setelah berhasil menghindarkan yang lain, ujung cambuk Ban-pi Lo-cia menyambar dari atas sedangkan tongkat Kim-tung Sin-kai
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menghantam ke arah pinggang. Tiga orang pengeroyok lain telah menutup jalan keluarnya, maka ia harus mengadakan pilihan. Menghindarkan tongkat berarti membuka jalan untuk datangnya cambuk, menghindarkan cambuk, harus menerima
hantaman tongkat. Kim-mo Taisu tentu memilih dihantam
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 4 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Iblis Sungai Telaga 21
^