Pencarian

Suling Mas 11

Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


tongkat, karena ia maklum bahwa hantaman ujung cambuk di tangan Ban-pi Lo-cia merupakan bahaya maut, sedangkan
Kim-tung Sin-kai biarpun lihai, dapat ia atasi tenaganya.
"Bukkk! " Kim-mo Taisu merasa pinggangnya agak sakit, akan tetapi dilain pihak Kim-tung Sin-kai menyeringai aneh dan tubuhnya terangkat ke atas. Kim-mo Taisu menggunakan kesempatan ini meluncur lewat di bawah kedua kaki Kim-tung Sin-kai yang masih terpengaruh oleh benturan tenaga dalam sehingga empat orang pengeroyoknya tidak berani turun
tangan khawatir akan mengenai tubuh kawan sendiri.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Kim-mo Taisu untuk
meloncat tinggi ke atas pohon, dan beberapa detik kemudian ia telah turun kembali ke atas tanah, tangan kanannya
memegang sebatang cabang pohon itu!
Ha-ha-ha, sekarang ada senjata di tanganku, majulah!" ia menantang dan kagum juga melihat bahwa Kim-tung Sin-kai sudah pulih kembali, agaknya tidak terluka. Ia heran tadinya karena tahu betul bahwa ketika pinggangnya terpukul, ia mengerahkan sin-kang yang tentu akan membuat tenaga
kakek itu membalik dan melukai isi perutnya sendiri. Akan tetapi ketika melirik ke arah Pouw-kai-ong yang baru saja mengantongi bungkus merah, ia dapat menduga bahwa
tentulah Si Raja Pengemis itu yang mempunyai obat penawar yang
manjur sekali. Kini tanpa menanti datangnya pengeroyokan, Kim-mo Taisu mendahhului menggerakkan
cabang pohon liu itu dan serta-merta ia mainkan Ilmu Pedang Cap-jit-seng-kiam (Ilmu Pedang Tujuh Belas Bintang) yang ia cipta dan sempurnakan dengan dasar ilmu yang ia baca dari kitab perbintangan di dalam Neraka Bumi. Hebat sekali
gerakannya ini, karena selain ilmu pedang itu merupakan ilmu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pedang sakti yang diciptakan menurut pengalaman dan ilmu pengetahuan, juga memang seluruh anggota tubuh Kim-mo
Taisu sudah terlatih sehingga hawa sin-kang di dalam
tubuhnya sudah mencapai tingkat
yang sukar dicari bandingannya lagi. Cabang kayu di tangannya itu mengeluarkan bunyi seperti angin mendesir-desir, membentuk sinar kehijauan bergulung-gulung dan tampak membayang
dalam gulungan sinar itu tujuh belas batang kayu kelihatan jelas sekali cabang-cabang ini bergerak ke sana ke mari membagi-bagi serangan kepada lima orang lawan.
Dengan bersenjatakan cabang kayu mainkan Cap-jit-seng-
kiam, Kim-mo Taisu masih terus bertahan, akan tetapi tidak sepayah tadi. Kini ia mampu balas menyerang, akan tetapi karena daya serangnya hanya satu bagian saja sedangkan
yang sembilan bagian dipakai untuk bertahan, maka tentu saja serangan balasannya itu tidak ada artinya bagi lawan seperti Ban-pi Lo-cia, Pouw-kai-ong dapat mengimbangi. Hanya kedua orang lainnya Kim-tung Sin-kai dan Lauw Kiat murid Ban-pi Lo-cia yang tingkat kepandaiannya lebih rendah, terpengaruh serangan balasannya. Melihat ini, Kim-mo Taisu lalu
menujukan serangan balasan kepada dua orang itu. Ketika ia mendapat kesempatan, cepat sekali cabang kayu di tangannya bergerak disertai seruan keras, tubuhnya menyambar laksana seekor burung garuda. Kedua orang yang diserang itu tiba-tiba menjadi silau matanya oleh sinar yang menyambar
dahsyat. Mereka mencoba untuk menangkis dengan tongkat di tangan mereka, akan tetapi tongkat mereka, seakan-akan
terbetot oleh tenaga raksasa, terlepas dari tangan mereka, kemudian sinar hijau berkelebat cepat dan robohlah Kim-tung Sin-kai dan Lauw Kiat, muntah darah! Beberapa orang
anggota pimpinan pengemis yang kiranya sudah berkumpul di sekitar tempat itu, cepat maju menolong dan membawa
mereka mundur. "Ha-ha-ha. Pouw-kai-ong, Ban-pi Lo-cia dan Ma Thai Kun! Apakah tidak perlu kalian tambah lagi jumlah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pengeroyokan?" Kim-mo Taisu masih mengejek sambil
memutar cabang kayu di tangannya.
Marahlah tiga orang itu, terutama sekali Ban-pi Lo-cia.
Beberapa tahun yang lalu, ia masih dapat mengatasi
kepandaian Kim-mo-eng, dan selama ini kepandaiannya
sendiri tidak berkurang, sungguhpun tenaga dalam dan hawa sakti di dalam tubuhnya tentu tidak memperoleh kemajuan karena terlalu menuruti nafsu birahinya yang tak kunjung padam. Namun ia merasa lebih unggul daripada seorang
lawan semuda Kim-mo-eng yang kini menjadi Kim-mo Taisu.
Ia jauh lebih tua, tentu lebih terlatih dan lebih berpengalaman.
Maka mendengar ejekan ini,
matanya melotot besar kemerahan, mulutnya mengeluarkan gerengan seperti beruang terluka dan tanpa berkata apa-apa Ban-pi Lo-cia memutar cambuknya dengan pengerahan tenaga sekuatnya
sehingga cambuk itu meledak-ledak dengan kerasnya lalu
membentuk sinar hitam yang melingkar-lingkar dan bagai
hujan datang menyambar ke arah Kim-mo Taisu tidak berani memandang rendah, cepat memutar cabang liu di tangannya, membentuk sebuah bayangan payung yang melindungi
tubuhnya dari atas. Pouw Kee Lui biarpun masih muda, namun dia belum
pernah menemui lawan tangguh, maka sekali ini ia pun amat penasaran. Ilmu kepandaiannya adalah warisan orang sakti yang merupakan ilmu yang jarang ditemui orang di dunia
persilatan, dan dalam hal tenaga dalam hawa sakti, dia boleh dibilang termasuk orang tingkatan tinggi. Ketika tadi Kim-mo Taisu mengambil cabang pohon itu untuk senjata, ia pun
sudah mengeluarkan senjatanya, yaitu sebatang tongkat pula, yang ia mainkan seperti orang bermain toya, kini melihat betapa lawan yang dikeroyok itu berhasil merobohkan dua orang kawan, ia menjadi marah dan penasaran. Pouw Kee Lui berseru keras, menekan ujung tongkat yang ada rahasianya sambil mencabut dan tahu-tahu sebatang pedang telah ia
keluarkan dari dalam tongkat, pedang yang mempunyai sinar
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
merah! Kemudian dengan gerakan yang tangkas sekali ia
menyerbu, pedang di tangan kanan diputar dan tongkat di tangan kiri digerakkan secara aneh. Belum pernah dalam
sejarah ilmu silat ada orang mainkan pedang di tangan kanan dan tongkat di tangan kiri, karena sebetulnya kedua senjata ini mempunyai gaya permainan yang amat berbeda, bahkan
berlawanan. Namun raja pengemis itu dapat memainkannya
seakan-akan ia menjadi dua orang yang memegang pedang
dan toya. Hanya Ma Thai Kun seorang yang tidak bersenjata.
Memang bekas tokoh Beng-kauw ini tidak suka menggunakan senjata, hanya mengandalkan keampuhan kedua tangannya
yang sejak puluhan tahun telah digembleng telah di "isi" hawa beracun sehingga sebenarnya kedua tangannya itu lebih
ampuh dan lebih berbahaya daripada sepasang senjata. Kalau senjata tajam hanya melukai kulit dan daging namun tangan Ma Thai Kun ini selain merusak kulit daging, juga memasukkan hawa beracun! Ia masih tetap mempergunakan ilmu pukulan Cui-beng-ciang yang amat hebat. Terlalu benci ia kepada Kim-mo Taisu yang membuat ia kehilangan wanita yang dicinta dan kehilangan tempat di Beng-kauw, maka setiap pukulannya merupakan tangan maut yang akan mendatangkan kematian
mengerikan. namun Kim-mo Taisu agaknya tak pernah mau
membiarkan dirinya terkena pukulan maut ini sehingga
membuat Ma Thai Kun menjadi makin marah dan penasaran.
Setelah tiga orang itu maju dengan kemarahan meluap,
diam-diam Kim-mo Taisu harus mengakui bahwa sekali ini ia benar-benar dihadapkan kepada ujian berat sekali. Kalau mereka bertiga maju seorang demi seorang, biarpun mereka ini merupakan lawan yang jarang dapat dicari bandingnya, namun ia masih sanggup merobohkan mereka seorang demi
seorang. Akan tetapi menghadapi mereka bertiga maju
bersama seperti ini, benar-benar amatlah berat karena mereka bertiga itu memiliki kepandaian khusus yang harus dihadapi secara khusus pula. Dengan pengeroyokan ini, tak mungkin ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memecah perhatian menjadi tiga untuk menghadapi mereka
secara khusus, hanya dapat mempertahankan diri dan sekali-kali membalas dengan serangan yang tak berarti. Setelah kekurangan dua orang pengeroyok, tiga orang ini bukan
menjadi lemah, bahkan makin kuat. Hal ini adalah karena dua orang yang telah toboh tadi memiliki tingkat jauh lebih rendah sehingga mereka berdua tadi bukannya membantu, bahkan
menjadi penghalang gerakan bagi gerakan tiga orang ini dan sekarang setelah lapangannya lebih luas dan longgar, mereka ini dapat bersilat leluasa dan mencurahkan seluruh daya serangnya.
Kim-mo Taisu terdesak hebat. Apalagi kini Ban-pi Lo-cia menyelingi ayunan cambuknya dengan pukulan Hek-see-ciang, yaitu pukulan beracun dari Tangan Pasir Hitam yang hanya setingkat lebih lunak daripada tangan Cui-beng-ciang milik Ma Thai Kun! Bukan ini saja, juga Pouw-kai-ong
menambah permainan tongkat dan pedangnya dengan
serangan air ludah! Luar biasa berbahaya, dan menjijikkan sekali cara bertempur Si Raja Pengemis ini. Akan tetapi air ludah yang kadang-kadang ia semburkan dari mulutnya itu benar-benar tak boleh dipandang ringan. Ketika Kim-mo Taisu kurang cepat mengelak sehingga ada air ludah sedikit
mengenai betisnya, terasa panas seperti terpercik air
mendidih! Ia kaget sekali dan cepat Kim-mo Taisu menghadapi tiga
orang pengeroyoknya yang lihai ini dengan permainan Patsian Kiam-hoat dan Lo-hai-kun. Kalau tadi ia mainkan Cap-jit-seng-kiam, maka permaianannya itu hanyalah ilmu pedang
belaka, ilmu pedang yang luar biasa namun masih kurang
berhasil untuk menghadapi pengeroyokan lawan yang begini saktinya. Kini ia mainkan kedua ilmu itu yang sebetulnya merupakan ilmu yang sudah ia rangkai menjadi sepasang,
dapat dimainkan berbareng. Pada dasarnya, Pat-sian Kiamhoat adalah ilmu pedang, penyempurnaan dari Pat-sian Kiamhoat atas petunjuk manusia dewa Bu Kek Siansu, sedangkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lo-hai-kun aslinya adalah Lo-hai-san-hoat, ilmu kipas yang juga telah mendapat petunjuk Bu Kek Siansu. Jadi kalau
menurut semestinya, Kim-mo Taisu harus bermain pedang dan kipas, barulah ia dapat bersilat secara sempurna. Akan tetapi sayang, pendekar ini sudah terlalu tidak memperhatikan diri lagi sehingga ia tidak memiliki pedang maupun kipas, hanya mengandalkan tangan kaki dan kalau perlu ia mempergunakan cabang sebatai pedang. Tentu saja tidak bisa sehebat pedang tulen, apalagi kalau sedang menghadapi lawan tangguh.
Karena tidak ada pedang, kini ia menggantikan dengan
sebatang kayu, sedangkan tangan kirinya karena tidak bisa mendapatkan kipas, lalu ia robah menjadi ilmu pukulan yang mendatangkan angin.
Betapapun juga, Kim-mo Taisu tetap terdesak. Pada saat ia sibuk mengelak dan menangkis desakan pukulan Ma Thai Kun dan pedang serta tongkat Pouw Kee Lui, tiba-tiba tanpa
mengeluarkan suara, cambuk hitam di tangan Ban-pi Lo-cia telah membelit pinggangnya! Kim-mo Taisu terkejut sekali.
Dahulu ketika bertanding melawan Ban-pi Lo-cia, pernah
terbelit juga pinggangnya dan ia tidak mampu melepaskan diri begitu saja. Oleh karena ini seperti juga dahulu, ia cepat mengerahkan tenaganya, meminjam tenaga tarikan cambuk,
tubuhnya melayang ke arah Ban-pi Lo-cia dan cabang di
tangannya menusuk dada sedangkan tangan kirinya menampar kepala! Hebat bukan main serangan ini dan Ban-pi Lo-cia tidak menyangka bahwa lawannya akan melakukan
perlawanan senekat ini. Terpaksa ia melepaskan cambuknya yang melibat tubuh lawan dan bergulingan ke belakang!
Memang Kim-mo Taisu juga hanya menggunakan siasat agar
terlepas dari libatan cambuk, maka ia tidak mengejar karena pada saat itu, pedang di tangan Pouw Kee Lui sudah
menyerangnya dengan ganas sekali, disusul pula hantaman tongkatnya. Kim-mo Taisu cepat menangkis pedang dan
tongkat. Oleh dorongan hawa sakti dari tubuh mereka, ketiga senjata ini melekat, saling mengisap dan saling membetot.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pada saat itu, Ma Thai Kun menendang, mengenai
belakang lutut Kim-mo Taisu, membuat pendekar ini roboh terguling. Namun cabang liu itu masih menempel pada pedang dan tongkat Pouw Kee Lui dan kini dalam keadaan setengah berbaring, Kim-mo Taisu mempertahankan tekanan kedua
senjata Pouw Kee Lui yang hendak menindas atau membikin patah cabang itu di tangannya. Adu tenaga dalam terjadi.
Kim-mo Taisu di bawah dan Pouw Kee Lui di atas. Namun
perlahan-lahan cabang liu itu terangkat ke atas, menjadi bukti bahwa raja pengemis itu kalah kuat.
Ma Thai Kun sudah melangkah maju, wajahnya merah dan
membayangkan kegirangan hatinya. "Sekarang mampus
engkau!" katanya lalu mengirim pukulan Cui-beng-ciang ke arah kepala Kim-mo Taisu!
Kagetlah pendekar ini. Karena senjatanya masih saling
lekat dengan senjata Si Raja Pengemis, maka tak mungkin ia mengelak lagi dalam ke adaan setengah terbaring itu.
Terpaksa ia lalu menggerakkan tangan kirinya, mengerahkan tenaga sakti dan menggunakan Ilmu Tangan Kapas Sakti
untuk menangkis. "Plakk!" Kembali kedua tangan itu lekat satu kepada yang lain sehingga kini dalam keadaan setengah terbanting itu Kim-mo Taisu harus menahan tekanan kedua orang lawan dengan kedua tangannya! Keadaannya menjadi berbahaya sekali
karena Ban-pi Lo-cia sudah tertawa-tawa sambil mengayun cambuknya untuk menghantam lawan yang sudah tak dapat
menghadapinya lagi itu. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara ketawa terbahak-bahak disusul ucapan nyaring.
"Ha-ha-ho-ho! Setelah mendurhakai Beng-kauw, kau masih berani bersekongkol
dengan segala macam penjahat" Benar memalukan sekali!"
Dan muncullah Pat-jiu Sin-ong Liu Gan yang dengan langkah lebar menghampiri tempat pertandingan itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Bukan main kagetnya hati Ma Thai Kun melihat datangnya
bekas suhengnya ini. Dalam keadaan tangannya lekat pada tangan Kim-mo Taisu, berbahayalah kalau ia diserang,
sedangkan ia maklum akan watak suhengnya ini yang keras seperti baja dan tidak mengenal ampun. Maka terpaksa ia menarik kembali tenaganya melompat mundur dan dengan
mata beringas ia memandang suhengnya, lalu memaki.
"Lui Gan, di antara kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, mengapa kau selalu menentang aku?" "Cerewet, sebelum menghajar mampus padamu dengan tangan sendiri, hatiku
takkan tentram karena pada suatu saat tentu kau mampus di tangan orang lain dan hal ini sama sekali tidak kukehendaki!"
"Liu Gan, kau benar-benar terlalu!" Ma Thai Kun membentak dan mengirim pukulan sambil mengeluarkan
teriakan garang. Pat-jiu Sin-ong tersenyum dan cepat
menangkis. Di lain saat kedua orang yang tadinya menjadi kakak beradik seperguruan ini sudah saling hantam dengan seru.
Biarpun sudah ditinggalkan Ma Thai Kun, keadaan Kim-mo
Taisu masih dalam bahaya, karena Ban-pi Lo-cia kini sudah mengayun cambuk menghantam kepalanya, sedangkan ia
masih setengah berbaring. Akan tetapi, tiba-tiba Ban-pia Locia berseru marah, tubuhnya terhuyung ke belakang dan
otomatis serangannya tadi tidak dilanjutkan.
"Setan iblis manakah yang berani main-main dengan Ban-pi Lo-cia?" bentaknya.
Terdengar jawaban nyaring pula, "Setan iblis akulah yang datang, jahanam Khitan. Tempo hari, karena kecurangan dan pengeroyokan
terpaksa aku mundur. Sekarang, kau rasakanlah tanganku!" Dan muncullah seorang kakek tua yang rambutnya riap-riapan kumisnya panjang, yang "berdiri"
bukan di atas kedua kaki melainkan di atas sepasang tongkat yang dipegangnya. Inilah Kong Lo Sengjin atau bekas Raja
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Muda Kerajaan Tang yang terkenal dengan julukan Sin-jiu Couw Pa Ong!
"Couw Pa Ong! Kau masih belum mampus?" Ban-pi Lo-cia berseru kaget sekali. Ketika merobohkan Kerajaan Tang dan Couw Pa Ong mengamuk, dia juga ikut mengeroyok dan
melihat dengan mata kepala sendiri betapa dalam perang itu Sin-jiu Couw Pa Ong sudah dipukul roboh dan menderita luka hebat, bahkan kedua kakinya sudah tak dapat digunakan lagi.
Bagaimana sekarang kakek itu dapat muncul kembali" Ia tahu betul betapa lihainya kakek ini, maka hatinya menjadi gentar.
Apalagi ketika tadi melihat munculnya Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, kini hatinya sudah tak bernafsu lagi untuk melanjutkan
pertandingan. Ban-pi Lo-cia yang cerdik sudah cepat membuat perhitungan di dalam hati. Ma Thai Kun tentu sukar dapat mengalahkan bekas suhengnya. Pouw-kai-ong juga agaknya
sukar sekali dapat mengatasi Kim-mo Taisu, sedangkan dia sendiri masih ragu-ragu apakah dia akan dapat menangkan Couw Pa Ong, biarpun kakek itu kini sudah lumpuh kedua
kakinya. Melihat gelagat tidak menguntungkan, Ban-pi Lo-cia tertawa bergelak sambil berkata.
"Couw Pa Ong, sekarang di antara kita tidak ada urusan lagi. Biarlah aku pergi saja!" Ia lalu melesat jauh dan pergi dari tempat itu.
"Monyet dari Khitan, kau hendak lari ke mana?" Kakek lumpuh itu lalu mencelat ke depan dan kedua tongkat yang menggantikan kaki itu dapat bergerak dan berlari cepat sekali mengejar Ban-pi Lo-cia.
Melihat seorang kawannya yang boleh diandalkan lari, hati Pouw Kee Lui menjadi gentar. Ia menggunakan kesempatan
selagi Kim-mo Taisu memandang kakek lumpuh dengan mata
terheran-heran itu untuk meloncat pula dan lari pergi. Kim-mo Taisu tidak mengejar, karena pendekar ini sedang merasa terheran-heran. Sudah lama ia mendengar nama besar Couw Pa Ong dan baru sekarang ia melihat orangnya. Melihat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
betapa Ban-pi Lo-cia yang kosen itu lari ketakutan bertemu dengan kakek lumpuh ini, ia dapat menduga betapa kakek
lumpuh ini tentulah amat lihai dan ternyata benar dugaannya karena cara kakek ini lari secepat itu dengan sepasang tongkat saja sudah membuktikan kelihaiannya. Dengan Pouw Kee Lui ia tidak mempunyai urusan yang amat penting, maka ia
mendiamkan saja raja pengemis itu lari.
Ma Thai Kun berusaha melawan bekas suhengnya, namun
setelah beberapa kali mereka beradu lengan, maklumlah Ma Thai Kun bahwa ia masih belum dapat menandingi bekas
suhengnya. Maka setelah melihat betapa Ban-pi Lo-cia lari juga Pouw Kee Lui yang dibantunya lari diam-diam ia
mengutuk kecurangan dan sifat pengecut mereka. Ia
mengerahkan tenaga, membentak dan menyerang dengan
jurus Cui-beng-ciang yang paling hebat. Pat-jiu Sin-ong tertawa mengejek dan menyambut datangnya pukulan itu
dengan kekerasan pula. Dua pasang tangan bertemu di udara dan akibatnya, tubuh Pat-jiu Sin-ong terpental sampai dua tiga meter ke belakang, akan tetapi Ma Thai Kun terguling-guling muntahkan darah segar, melompat kembali dengan muka
pucat lalu melarikan diri.
Kalau belum mampus hatiku belum tenteram!" Pat-jiu Sin-ong mengejar dan sesaat kemudian Kim-mo Taisu berdiri
seorang diri di tempat yang kini menjadi amat sunyi itu. Ia termenung, menghela napas berulang-ulang. Tadi hampir saja ia menghadapi bahaya maut yang tak terelakkan lagi.
Akhirnya datang pertolongan kalau memang Tuhan belum
menghendaki dia mati, pikirnya. Ia cukup mengenal Pat-jiu Sin-ong Liu Gan. Mustahil kakek ini sengaja menolongnya.
Andaikata seorang di antar para pengerook bukan Ma Thai Kun, agaknya kakek Beng-kauw itu akan menjadi penolong
dan menikmati kematiannya dalam pengeroyokan. Ikut
campurnya Pat-jiu Sin-ong hanya untuk membunuh Ma Thai
Kun yang dianggapnya mendurhakai Beng-kauw. Adapun
muncul kakek Couw Pa Ong itu pun agaknya karena belum
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tentu kakek yang tak dikenalnya itu akan
datang membantunya. Semuanya serba kebetulan, dan memang aneh
kalau orang belum ditakdirkan mati. Sebetulnya, mati bukan apa-apa bagi Kim-mo Taisu, ia sama sekali tidak gentar.
Hanya ia akan merasa sayang sekali kalau dalam pertandingan tadi dia yang mati karena dengan demikian berarti orang-orang macam Ban-pi Lo-cia dan Pouw kai-ong, dua orang
yang sama sekali tidak ada artinya hadir di dunia ini karena hanya menimbulkan kesengsaraan bagi orang lain akan makin merajalela!
"Kwee-koko....!" Kim-mo Taisu terkejut dan tidak bergerak, membelalakkan mata. Gila, pikirnya, mengapa tiba-iba ia bermimpi mendengar suara wanita" Tak mungkin ada wanita memanggilnya Kwee-koko dengan suara semerdu itu.
"Kwee-koko...!" dengan jantung berdebar Kim-mo Taisu membalikkan tubuhnya dan wajahnya berubah, matanya
terbelalak, mulutnya ternganga ketika ia melihat seorang wanita cantik jelita berdiri di situ, menggandeng seorang anak perempuan berusia kurang lebih sembilan tahun. Wanita itu memandang kepadanya dengan sepasang mata berlinang air
mata, sedangkan anak perempuan itu melongo memandangnya dengan telunjuk kiri di mulut, seperti anak terheran-heran.
"Kwee-koko...!"
Untuk ketiga kalinya wanita itu memanggilnya suaranya gemetar penuh perasaan. "Mengapa engkau menjadi begini?" Air matanya membanjir turun membasahi sepasang pipinya.
Kim-mo Taisu menggoyang-goyang kepalanya untuk
mengusir bayangan itu, namun sia-sia. Tetap saja wanita cantik itu masih berdiri di depannya, wanita cantik yang bukan lain adalah Ang-siauw-hwa. Tapi ini tak mungkin! Ang-siauw-hwa sudah mati, tewas membunuh diri karena perbuatan Ban-pi Lo-cia! Sekali lagi ia memandang dengan teliti. Wajah itu, cantik manis dengan rambut digelung tingi-tinggi ke atas,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ujungnya terjuntai ke belakang, tubuh yang kecil ramping padat itu, tak salah lagi, dia inilah Ang-siauw-hwa Si Kembang Pelacur di Telaga Barat. Tapi Ang-siauw-hwa sudah mati, hal ini ia yakin benar.
"Nona.... Eh, Nyonya.... Siapakah....?" Ia bertanya gagap, suaranya juga gemetar karena jantungnya berdebar keras.
Kalau wanita ini bukan Ang-siauw-hwa, dan hal ini sudah pasti, ia tidak pernah mengenalnya mengapa wanita itu
memanggilnya Kwee-koko dengan suara begitu mesra"
Wanita itu menunduk dan air matanya terjatuh ke bawah,
lalu ia memandang lagi sambil berkata halus, "Kwee-koko, aku adalah Gin Lin..."
"Ah...!" Kim-mo Taisu menepuk dahinya. "Engkau saudara kembar Ang... eh, Khu Kim Lin...?" Ia cepat menahan sebutan Ang-siauw-hwa, karena nama julukan Ang-siau-hwa (Bunga
Kecil Merah) adalah nama Kim Lin sebagai seorang pelacur.
Wanita itu mengangguk. "Betul, mendiang Ang-siau-hwa adalah saudara kembarku."
"Apa..." Engkau sudah tahu bahwa dia... eh, dia... bernama Ang-siauw-hwa dan sudah meninggal dunia?"
"Aku tahu karena engkau sendiri yang menceritakan
kepadaku..." "Hehh...?"" Kim-mo Taisu memandang tajam, keningnya berkerut, apalagi melihat wanita itu menyembunyikan senyum manis, senyum membayangkan kegelian hati. Aneh, pikirnya.
Jangan-jangan saudara kembar Ang-siauw-hwa ini seorang
yang tidak beres otaknya. Tadi menangis sekarang tersenyum, dan menyebut dia kanda Kwee, "Nona, maaf. Mengapa
menyebutku Kwee-koko" Bagaimana kau bisa tahu bahwa aku she Kwee"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Naik sedu-sedan dari dada wanita itu ketika ia menarik
napas panjang. "Kwee-koko, apakah kau tidak mengenal suaraku?" "Suaramu seperti... seperti suara Ang-siauw-hwa..."


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, alangkah bodohnya kadang-kadang lelaki yang paling pintar di dunia ini! Agaknya tanpa bukti kau takkan mengerti selamanya. Kwee-koko, kaukenalilah aku?" Wanita itu dengan gerakan cepat mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya,
menutupi muka dengan benda itu dan ketika ia menurunkan kedua tangannya, Kim-mo Taisu melompat ke belakang
sampai dua meter lebih, berdiri terbelalak dengan muka pucat.
Ternyata bahwa nenek penghuni Neraka Buni yang kini berdiri di depannya!
"Kau..." Kau....?" Ia berkata, suara menggigil dan kakinya melangkah maju. Gin Lin melepas kedoknya dan melemparnya jauh-jauh. "Kwee-koko, apakah kau sekarang mengenalku?"
katanya sambil mengembangkan kedua lengannya. "Ah, Kwee-koko, betapa rinduku kepadamu...!"
Kim-mo Taisu berdongak dan tertawa bergelak-gelak, "Kau rindu...." Ah, dan aku..., aku... ah, sampai gila aku
memikirkan kau....!" Bagaikan didorong tenaga mujijat, keduanya saling tubruk dan saling peluk, berdekapan mesra.
Gin Lin menangis terisak-isak sedangkan Kim-mo Taisu masih tertawa-tawa akan tetapi kedua matanya bercucuran air mata ketika mereka berpelukan dan berciuman. Kemudian kim-mo Taisu mengangkat tubuh Gin Lin dan ia menari-nari sambil berputar-putar memondong tubuh "nenek" itu.
"Ha-ha-ha-ha! Dan aku menjadi seperti gila menyesali perbuatanku!" Gin Lin mengusap-ngusap rambut yang terurai itu. "Kwee-koko, kenapa kau sampai menjadi begini?" "Apa seperti jembel ini" Ha-ha-ha, agar tepat dengan keadaanmu sebagai seorang nenek-nenek keriputan. Hanya seorang
jembel gila yang begitu buta beristerikan seorang nenek. Kau isteriku, ha-ha-ha! Engkau isteriku tercinta!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Gin Lin memeluk dan mendekap kepala suaminya dengan
terharu sambil menangis sedangkan suaminya
masih memondongnya dan berjingkrak-jingkrak kegirangan, juga
dengan pipi basah air mata. Mereka lupa diri, lupa segala sehingga tidak ingat bahwa anak perempuan tadi memandang mereka dengan bengong, dan anak itu menangis pula
menyaksikan mereka mengucurkan air mata.
"Ibu... Ibu....!" Anak itu memanggil. Kim-mo Taisu tersentak kaget seperti terpukul dadanya. Ia menurunkan Gin Lin dan terhuyung-huyung mundur dengan wajah pucat.
"Kau.. kau... sudah menjadi isteri orang lain...?"
Gin Lin tersenyum dengan air mata masih bercucuran, lalu menggandeng tangan anak itu. "Eng Eng, dia ini ayahmu, Nak. Kwee-koko, setelah kau pergi, aku... aku melahirkan anak ini. Hanya karena dialah maka aku merobah tekadku
untuk mati di Neraka Bumi, aku membawanya keluar
mencarimu. Dia ini anakmu, Kwee-koko."
Terdengar rintihan isak di tenggorokkan Kim-mo Taisu. Ia berlutut, memegang kedua tangan anaknya, memandang
wajah yang mungil itu, kemudian ia memondongnya sambil
tertawa. Tangan kirinya juga menyambar dan memondong
tubuh isterinya. Berganti-ganti ia memandang dan menciumi isteri dan anaknya dengan kebahagiaan hati yang sukar
dilukiskan. Ia merasa seakan-akan menerima anugerah yang paling besar dan belum pernah selama hidupnya ia mengalami kebahagiaan seperti saat ini.
"Isteriku....! Anakku...! Ah, Kwee seng... Kwee Seng..
agaknya Thian masih menaruh kasihan kepadamu...!"
katanya, suaranya menggetar penuh keharuan.
"Ayah... sudah lama sekali aku mencari-carimu. Ibu seringkali menangis, katanya kau tidak mau menjadi Ayah Eng Eng. Sekarang Ayah sudah di sini, mengapa ibu masih
menangis" Apa ayah betul-betul tidak suka kepada Eng Eng?"
Ucapan yang keluar dari bibir mungil itu seperti pisau mengiris
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
jantung Kim-mo Taisu. Terasa olehnya betapa ia telah
melakukan dosa besar terhadap Gin Lin yang selain telah menolong nyawanya di Neraka Bumi ternyata masih menaruh cinta kasih yang amat besar kepadanya. Sungguh ia telah berdosa. Andaikata Gin Lin benar-benar seorang nenek
sekalipun, ia tidak semestinya meninggalkan seorang yang begitu mencintanya.
"Eng Eng. Alangkah manis namamu. Ayah amat cinta dan sayang kepadamu, anakku! " Ia menciumi pipi anaknya.
"Tapi Ayah mengapa menangis" Ibu juga" Mengapa
susah?" "Ayah tidak susah. Lihat, sekarang aku tertawa, dan Ibumu juga!" Anak itu memandang ayah dan ibunya, benar saja mereka tersenyum dengan air mata membasahi pipi.
"Suhu...!" Kwee Seng memandang dan ternyata Bu Song sudah
muncul di situ. "Teecu menghaturkan selamat bahwa Suhu telah dapat berkumpul dengan Subo (Ibu Guru) dan ... dan adik puteri Suhu." Kata Bu Song dengan pandang mata sejujurnya dan muka ikut bergembira.
Kim-mo Taisu menurunkan tubuh isterinya perlahan. Sambil memondong Eng Eng ia menghadapi muridnya berkata, "Bu Song, kenapa kau pergi meninggalkan aku tanpa pamit?"
Mendengar suara ayahnya seperti marah dan melihat Bu
Song menundukkan kepala, Eng Eng segera menjawab
ayahnya. "Ayah, jangan marah kepadanya. Dialah yang membawa Ibu dan aku ke sini menemui Ayah. Bu Song tidak nakal, dia baik, Ayah!"
"Ehh...?"" Kim-mo Taisu memandang isterinya yang tersenyum dan mengangguk, bahkan isterinya lalu memberi penjelasan.
"Muridmu ini bekerja pada kami, mengambil air dari puncak. Ketika mengangsu air untuk kali terakhir, ia melihat kau berhadapan dengan musuh jahat, maka setibanya di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
rumah kami ia bertemu denganku dan mengatakan bahwa
gurunya Kim-mo Taisu, menghadapi bahaya maka ia harus
cepat-cepat pergi dari rumah kami, tidak mau kutahan lagi.
Aku memang ada dugaan bahwa Kim-mo Taisu adalah
engkau, maka aku lalu mengajak Eng Eng dan bersama Bu
Song pergi menyusulmu ke sini. Kiranya benar-benar kau
berhadapan dengan musuh yang tangguh. Baiknya ada
Pamanku Couw Pa Ong yang membantumu."
"Couw Pa Ong..." Dia itu... Pamanmu...?" "Mari kita pulang dulu, nanti kita bicara sampai jelas." "Pulang?" terharu hati Kim-mo Taisu, karena sesungguhnya, entah sudah berapa
lamanya ia tidak mengenal arti kata "pulang" lagi. Sambil menggandeng tangan isterinya dan memondong Eng Eng,
Kim-mo Taisu mengangguk dan menjawab, "Marilah!"
"Bu Song, kau ikut dengan kami." Kata Khu Gin Lin dengan suara halus, akan tetapi BU Song masih berdiri dengan kepala menunduk.
"Bu Song, hayo ikut, nanti kita main-main di rumah!" Eng Eng juga berkata, akan tetapi tetap saja Bu Song tidak
bergerak dan tidak pula mengangkat muka. Anak itu sedang dilanda kedukaan hebat.
Ia memang ikut bergirang menyaksikan kebahagiaan suhunya yang telah berkumpul
kembali dengan isteri dan anaknya, akan tetapi sekaligus peristiwa ini pun mengingatkan ia akan keadaannya sendiri yang jauh ayah jauh ibu, seorang anak yang tidak dapat
mengecap kebahagiaan seperti Eng Eng karena ayah
bundanya cerai berai. Pula, agaknya suhunya marah
kepadanya, dan kalau suhunya sendiri diam saja, bagaimana ia bisa ikut mereka"
Melihat Bu Song diam saja tidak menjawab, Eng Eng lalu
melorot turun dari pondongan ayahnya, lari menghampiri Bu Song dan menarik tangannya. "Hayo, kau ikut! Eh, kau... kau menangis" Kenapa?""
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mendengar ini, kagetlah Kim-mo Taisu. Ia sudah mengenal betul perangai Bu Song, seorang anak yang amat keras
hatinya, yang tidak pernah sudi menangis, tabah dan berani luar biasa. Kalau sekarang menangis, benar-benar aneh!
Tadinya, perjumpaannya dengan anak isterinya membuat Kim-mo Taisu sejenak melupakan Bu Song, apalagi karena
muridnya itu telah meninggalkannya tanpa pamit. Ia
menganggap muridnya sudah tidak suka lagi ikut dengannya, maka ia pun tadi tidak mengacuhkannya lagi. Akan tetapi sekarang mendengar bahwa muridnya menangis, ia segera
membalikkan tubuh menghampiri Bu Song.
"Bu Song, kaulihat aku!" Bu Song mengangkat mukanya.
Anak ini menggigit bibir menahan air mata dan memandang suhunya dengan mata tajam.
"Ketika aku bicara dengan Beng-kauwcu, kenapa kau lalu pergi meninggalkan aku tanpa pamit" Apakah kau sudah
bosan ikut gurumu?" Bu Song menggeleng kepalanya. "Teecu tidak bosan, akan tetapi teecu tidak mau bertemu dengan Pat-jiu Sin-ong Liu Gan."
"Hehh...?" Kau tahu nama Beng-kauwcu" Mengapa kau
tidak mau bertemu dengannya?" Kim-mo Taisu benar-benar tertarik dan merasa heran. "Karena... karena... dia adalah Kong-kong (kakek) teecu..."
"Apa kau bilang?"" Kim-mo Taisu melangkah maju mendekati muridnya lalu berjongkok agar dapat memandang wajah muridnya, baik-baik. "Dia itu Kakekmu" Bu Song, katakanlah siapa nama ayahmu?"
"Ayah teecu Kam Si Ek, akan tetapi teecu tidak mau pulang..., juga teecu tidak mau ikut Kong-kong, teecu hendak mencari ibu..."
Jantung Kim-mo Taisu bedebar-debar keras, lalu ia
memeluk Bu Song. "Ah, mengapa ada peristiwa begini
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kebetulan" Bu Song... jadi kau anak Lu Sian dan Kam Si
Ek...?"" Bu Song meronta dari pelukan suhunya, memandang
dengan mata tebelalak. "Suhu mengenal Ayah dan Ibu?"
"Anak baik, tentu saja aku mengenal mereka!" "Kalau begitu maaf, teecu tidak dapat ikut Suhu lagi." Anak ini lalu membalikkan tubuhnya dan lari. Akan tetapi dengan tiga kali lompatan saja Kim-mo Taisu sudah menangkap tangannya.
"Kenapa?" "Teecu tidak mau Suhu kembalikkan ke rumah Ayah atau Kong-kong. Teecu hendak mencari ibu."
Kim-mo Taisu mengangguk-angguk. "Baiklah, Bu Song. Aku tidak akan mengantarmu kepada Ayah dan Kakekmu, kau ikut saja dengan kami dan kelak kubantu kau mencari Ibumu."
Kembali ia menghela napas karena teringat akan cerita Pat-jiu Sin-ong Liu Gan bahwa Liu Lu Sian telah meninggalkan suami dan putera, malah telah melakukan hal-hal yang luar biasa di dunia kang-ouw, telah mencuri kitab-kitab dari Beng-kauw sendiri. Sungguh aneh, mengapa secara kebetulan sekali
putera Liu Lu Sian menjadi muridnya" Pantas saja begitu berjumpa dengan anak ini, timbul rasa sayang di hatinya.
Kiranya anak ini darah daging Lu Sian! Diam-diam ia menjadi girang sekali dan berjanji kepada diri sendiri untuk
mengimbangi Bu Song seperti puteranya sendiri.
Maka turunlah mereka berempat dari puncak dengan wajah
bahagia. Kim-mo Taisu tak pernah dilepaskan tangannya oleh isterinya, yang kadang-kadang mengucurkan air mata sambil tersenyum-senyum memandangi wajah suaminya yang
dirindukannya selama bertahun-tahun. Mereka bergandeng
tangan sambil bercakap-cakap menceritakan pengalaman
masing-masing selama berpisah. Eng Eng yang sifatnya lincah itu pun menggandeng tangan Bu Song diajak balapan lari atau diajak memetik bunga mengejar kupu-kupu di sepanjang
jalan, sambil tertawa-tawa.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Secara singkat Kim-mo Taisu menceritakan pengalamannya
sejak keluar dari Neraka Bumi, pengalaman yang penuh
kesengsaraan dan kepahitan sehingga membuat isterinya
makin sayang kepadanya. Khu Gin Lin ikut mengucurkan air mata mendengar betapa suaminya menyesali diri sendiri
sampai menjadi seperti seorang jembel gila.
Kemudian tiba gilirannya untuk bercerita. Seperti telah diceritakan oleh mendiang Ang-siauw-hwa atau Khu Kim Lin mendiang saudara kembarnya kepada Kwee Seng, dia dan
Kim Lin adalah anak kembar dari seorang pangeran bernama Khu Si Cai, seorang Pangeran Kerajaan Tang. Khu Si Cai ini, adalah adik ipar Raja Muda Couw Pa Ong yang terkenal.
Ketika terjadi perang yang mengakibatkan tumbangnya
Kerajaan Tang, keluarga Kaisar dan para bangsawan menjadi korban. Tak terkecuali keluarga Pangeran Khu yang ikut
terbasmi. Sepasang bocah kembar yang baru berusia lima
tahun itu dapat diselamatkan oleh seorang pelayan, dibawa lari keluar pada saat istana pangeran itu diserbu musuh dan dibakar. Dalam pelarian ini mereka bertemu keributan perang sehingga akhirnya Khu Gin Lin terlepas dari gandengan tangan pelayannya membuat ia terpisah dari saudara kembarnya.
Anak ini menangis sambil lari ke sana kemari, jatuh bangun ditabrak orang-orang yang sedang melarikan diri dari perang.
Akhirnya ia jatuh pingsan di tengah jalan hampir saja diinjak-injak orang yang sedang panik itu kalau saja tidak ditolong oleh seorang tosu (pendeta To) yang kebetulan lewat. Tosu ini sudah tua sekali, mukanya pucat dan melihat seorang anak perempuan menggeletak di jalan, hampir terinjak-injak, cepat ia menyambarnya dan membawanya pergi cepat-cepat.
"Tosu itu adalah Kwan Cin Cun, seorang tokoh Thian-san-pai yang terkenal sebagai seorang patriot pembela Kerajaan Tang, sahabat baik dari Paman Sin-jiu Couw Pa Ong."
Demikian Gin Lin melanjutkan ceritanya. "Dia tidak tahu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bahwa aku adalah kepaonakan Couw Pa Ong. Seperti juga
Pamanku itu yang terluka hebat, malah menjadi lumpuh kedua kakinya, Suhu Kwan Cin Cu terluka parah di sebelah dalam dadanya, luka yang tak mungkin dapat disembuhkan lagi
karena ia telah terkena pukulan beracun yang hebat. Dia membawaku ke Neraka Bumi dan kebetulan sekali saat itu
musim kering sehingga lebih mudah memasuki Neraka Bumi.
Neraka Bumi sebetulnya adalah tempat bertapa kakek
gurunya, yaitu sucouw (kakek guru) dari Thian-san-pai,
tempat rahasia yang hanya diketahui oleh Suhu Kwan Cin Cu.
Aku dibawa ke tempat itu, lalu ia melatihku membaca kitab dan juga dasar-dasar ilmu silat. Sayang sekali, ketika aku berusia dua belas tahun, Kwan Suhu meninggal dunia karena lukanya yang memang hebat sekali."
"Hemm, seorang sakti seperti dia, mengapa menyembunyikan diri dan tidak mau keluar lagi?" Kim-mo Taisu mencela.
"Dia sudah putus harapan. Katanya kepadaku, daripada keluar dari Neraka Bumi melihat negeri dijajah orang, lebih baik ia bersembunyi dan bertapa sampai mati. Selama
mendidikku, ia menanamkan kesan betapa buruknya dunia,
betapa jahatnya manusia, betapa berbahayanya hidup
seorang gadis muda. Oleh karena itulah maka aku lalu
membuat kedok nenek-nenek dan tak pernah mau keluar dari Neraka Bumi, sampai... sampai.... Thian membawamu masuk ke sana dan... dan... lahirnya Eng Eng." Jari-jari tangan Gin Lin mencengkram jari-jari tangan suaminya dan keluarlah getaran-getaran kasih dari jari tangan mereka.
Ketika mereka berempat tiba di rumah kediamannya Couw
Pa Ong, ternyata kakek lumpuh itu telah berada di situ, bahkan berdiri menanti di depan pintu. Bu Song memandang dengan kagum dan juga serem kepada kakek sakti itu. Ada pun Kim-mo Taisu segera maju dan memberi hormat dengan
kikuk, karena sebetulnya, sebagai tokoh kang-ouw, ia enggan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memberi hormat berlebihan, akan tetapi mengingat bahwa
orang ini paman isterinya, tidak enak pula kalau tidak memberi hormat.
Kong Lo Sengjin atau Sin-jiu Couw Pa Ong tertawa
bergelak, kelihatannya girang sekali. "Sudahlah, tidak perlu banyak sungkan, kita orang sendiri ha-ha-ha! Alangkah girang hatiku mendapat kenyataan bahwa suami kepoakanku adalah Kim-mo Taisu! Sungguh menyenangkan, ini berarti bahwa
Dinasti Kerajaan Tang masih belum saatnya lenyap dari
permukaan bumi! Kim-mo Taisu, dengan adanya engkau
sebagai keluarga kami, maka kekuatan untuk memulihkan
kekuasaan Kerajaan Tang menjadi makin besar.
"Maaf, Ong-ya, eh... Paman, akan tetapi saya sama sekali tidak ada minat untuk memikirkan soal kerajaan, saya tidak akan ikut-ikut...."
"Ha-ha-ha, coba saja kita sama-sama lihat! Aku Kong Lo Sengjin adalah seorang buronan, dicap sebagai musuh
kerajaan yang sekarang berkuasa, juga isterimu dianggap sebagai anggota pemberontak, keluarga bekas Kerajaan Tang.
Kalau isterimu dimusuhi, apakah kau sebagai suaminya tidak?"
Kim-mo Taisu mengerutkan keningnya. "Kalau begitu, saya akan ajak isteri, anak dan murid saya untuk menjauhkan diri, mengungsi di tempat sunyi, hidup mengasingkan diri di
tempat aman tenteram."
Keng Lo Sengjin membanting-banting tongkatnya ke atas
tanah. "Gin Lin! Kaudengar kata-kata suamimu" Apa kau sudah lupa lagi, akan keluarga Ayah Bundamu yang
terbasmi?" "Paman, harap bersabar. Aku akan mengikuti suamiku ke manapun juga ia pergi. Tentang sakit hati keluarga, sampai mati pun keponakanmu ini tidak akan lupa."
"Haaahhh, pergilah...!" Mulutnya bilang begitu akan tetapi kakek ini sendirilah yang pergi jauh dari rumah itu, dengan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
gerakan cepat sekali, berloncat-loncatan menggunakan kedua
"kaki" nya yang berupa sepasang tongkat.
Gin Lin lalu berbenah, dibantu oleh tiga orang pembantu rumah tangga yaitu A-kwi, A-liong, dan Sam-hwa yang
ternyata bukanlah pembantu rumah tangga sembarangan saja karena ketiga orang ini adalah bekas-bekas panglima
pembantu Kong Lo Sengjin ketika kakek ini masih menjadi Raja Muda Sin-jiu Couw Pa Ong! Setelah selesai, dengan
terharu Gin Lin berpamit dari tiga orang pembantu ini, dan mereka pun kelihatan terharu, apalagi Sam-hwa yang
menangisi kepergian Eng Eng yang ia anggap sebagai
cucunya. "Harap kalian bertiga jangan terlalu sedih." Akhirnya Gin Lin berkata. "Betapapun juga, waktu akan membawa kita
berkumpul dalam perjuangan yang sama." Kata-kata ini agaknya menyadarkan mereka dan berserilah wajah mereka
malah mereka mengantar keluarga itu sampai jauh keluar
hutan. Setelah mereka berpisah, Kim-mo Taisu bertanya apa artinya ucapan isterinya ketika berpisah tadi.
Gin Lin menarik napas panjang. "Mereka itu adalah bekas panglima dan pejuang pembela Kerajaan Tang. Seperti juga Paman dan aku sendiri, kita kehilangan keluarga, menyaksikan betapa keluarga terbasmi habis, betapa kerajaan runtuh
diobrak-abrik dan dirampok, diperkosa, dihina oleh musuh.
Anehkah kalau di lubuk hati kita masing-masing terpendam perasaan dendam yang tak dapat dipadamkan sebelum
Kerajaan Tang bangkit kembali" Kakek sudah berusaha keras, dan dengan kawan-kawan seperjuangan telah berhasil
menjatuhkan Kerajaan Tang Muda, akan tetapi hanya berhasil mempertahankan selama tiga belas tahun saja, dan Kerajaan Tang Muda kembali jatuh di tangan musuh yang mendirikan Kerajaan Cin Muda. Ah, sebelum Kerajaan Tang bangkit
kembali seperti dahulu, agaknya hati kita masih akan tetap mengandung dendam."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kim-mo Taisu mengangguk-angguk, akan tetapi tidak
menjawab apa-apa. Baginya, perasaan dendam itu tidak ada dan tak dapat ia merasai atau mengerti apa yang diutarakan isterinya itu, karena ia sendiri tidak pernah melibatkan diri dengan urusan negara.
"Yang terpenting kita mendidik Eng Eng dan Bu Song."
Akhirnya ia berkata, "dan kalau kita terlibat urusan perang, bagaimana kita mampu mendidik anak-anak itu" Mari kita
pergi ke tempat yang tenteram dan jauh daripada keributan."
"Ke manakah" Asal jangan ke Neraka Bumi!" Gin Lin berkata
dan meremang bulu tengkuknya kalau ia membayangkan betapa puterinya harus hidup di neraka itu!
"Tempat yang baik dan berjasa." Kim-mo Taisu berkata, melamun. "Ihhh, neraka itu kauanggap baik?"
Suaminya tersenyum dan memegang tangan Si Isteri.
"Kalau tidak ada Neraka Bumi, bagaimana kita bisa saling berjumpa?"
Gin Lin menjadi merah sekali mukanya, ia membuang
senyum dan berkata. "Sudahlah, ke mana kita sekarang pergi?"
"Ke Min-san!" Selama tinggal di Neraka Bumi dan ditinggal mati Kwan Cin Cu, Gin Lin membaca kitab-kitab dan banyak tahu akan teori ilmu silat sambil melatih diri sedapatnya.
Biarpun kurang sempurna karena kurang bimbingan, namun
dia telah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi juga, maka dalam perjalanan jauh itu mereka tidak mengalami banyak kesulitan. Apabila mereka melalui jalan yang sukar, Gin Lin menggendong
puterinya sedangkan Kim-mo Taisu menggandeng tangan Bu Song atau kadang-kadang juga
memondongnya. Setelah melakukan perjalanan beberapa bulan lamanya,
akhirnya mereka sampai juga ke Puncak Min-san di mana Kim-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mo Taisu lalu membangun sebuah pondok sederhana untuk
tempat tinggal mereka, jauh daripada dunia keramaian.
Mulai saat itu, Bu Song dan Eng Eng menerima gemblengan dari Kim-mo Taisu dan isterinya. Akan tetapi oleh karena Bu Song masih saja kukuh tidak mau mempelajari ilmu silat, maka hanya Eng Eng saja yang menerima latihan ilmu silat, sedangkan Bu Song mendapat pelajaran ilmu sastra. Seperti kita ketahui, Kim-mo Taisu Kwee Seng ini dahulu adalah
seorang mahasiswa yang tak pernah lulus dalam ujian.
Biarpun ia lebih gemar ilmu silat, namun sesungguhnya ia bukanlah seorang yang bodoh dalam ilmu sastra. Tidak,
bahkan ia amat pandai. Hanya pada masa itu, untuk dapat lulus dalam ujian tidaklah mudah. Nafsu korupsi sudah
menjadi penyakit wabah yang menyerang seluruh pembesar
yang berhak memeriksa ujian, jangan harap seorang
mahasiswa akan dapat lulus dalam ujian. Kim-mo Taisu Kwee Seng adalah seorang yang berjiwa pendekar, tentu saja ia tidak sudi untuk melakukan penyuapan, tidak mau ia lulus ujian yang membuat ia gagal terus dalam ujian lagi.
Karena memang pandai dalam ilmu sastra, tentu saja ia
dapat mengajarkan ilmu itu kepada Bu Song. Akan tetapi, di samping ilmu menulis dan membaca sajak ini, diam-diam Kim-mo Taisu menurunkan pelajaran dasar-dasar ilmu silat yang secara cerdik ia masukkan ke dalam pelajaran yang ia sebut ilmu kesehatan dan ilmu pengobatan. Dalam diri Bu Song
memang terdapat bakat istimewa, maka segala macam
pelajaran dapat ia terima dengan mudah. Bahkan dalam
latihan samadhi dan peraturan napas penyaluran jalan darah, ia jauh lebih maju daripada Eng Eng.
Bertahun-tahun keluarga ini hidup bersunyi,
hanya bertetangga penduduk gunung yang tinggal di lereng Min-san.
Hanya sepekan sekali keluarga ini dapat bertemu orang,
karena penduduk tidak ada yang berani naik ke puncak yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sukar itu. Namun mereka hidup penuh ketenteraman dan
kebahagiaan. Sudah terlalu lama kita meninggalkan Liu Lu Sian, maka
agar jalan ceritera dapat lancar, marilah kita mengikuti perjalanan tokoh wanita kita ini. Di dalam jilid dua telah dituturkan betapa dalam kemarahannya, Lu Sian membunuh
kekasihnya sendiri, yaitu Hui-kiam-eng Tan Hui, lalu
membunuhi pula atau setidaknya membikin luka berat
sembilan orang piauwsu yang ia anggap sebagai gara-gara pertengkarannya dengan Tan Hui.
Setelah ikatan asmara yang mesra dengan Tan Hui selama


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kurang lebih dua bulan, kini kembali Lu Sian bebas seperti burung liar yang terbang melayang di udara. Agak menyesal hatinya bahwa ia terpaksa harus membunuh Tan Hui, laki-laki yang cukup menyenangkan hatinya, akan tetapi di samping kekecewaan dan penyesalannya itu, terselip rasa bangga dan girang bahwa ia kini telah mewarisi ilmu gin-kang dari
kekasihnya itu, yaitu Ilmu Coan-in-hui (Terbang Menerjang Mega). Gin-kang ini jauh lebih hebat daripada gin-kang yang pernah ia pelajari, dan dengan hati gembira, lupa lagi akan kematian kekasihnya, Lu Sian berlari-lari secepat terbang menggunakan Coan-in-hui.
Selagi ia berlompatan melalui perjalanan yang amat sukar di lereng bukit, tiba-tiba ia melihat sebuah benda bergerak-gerak jauh di depannya. Lu Sian kaget seketika melihat bahwa benda itu bukan lain adalah sebuah bantal atau karung yang dapat berlompatan cepat sekali. Ia mengenal benda ajaib ini karena di dalam rumah Raja Pengemis, ketika berada dalam bahaya benda ini telah
menolongnya. Maka ia lalu
mengerahkan tenaga dan cepat mengejar. Karena kini
ginkangnya memang sudah mulai mahir, gerakannya seperti burung walet menyambar-nyambar dan biarpun gerakan
benda ajaib itu juga amat cepat, namun setengah jam
kemudian ia berhasil memperdekat jarak di antara mereka.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Akan tetapi benda itu terus berloncatan, seakan-akan
melarikan diri, melompati jurang dan mendaki bukit itu. Lu Sian merasa heran. Tak salah lagi, pastilah benda itu terisi orang, akan tetapi mengapa begitu kecil" Apakah seorang anak kecil" Tidak mungkin rasanya. Masa seorang anak kecil memiliki kepandaian sehebat itu" Orang tua pun akan sukar bergerak sedemikian cepatnya kalau bersembunyi di dalam karung.
"Locianpwe, tunggu aku mau bicara!" serunya. Namun bantal itu malah makin cepat bergerak maju berloncatan. Lu Sian menjadi gemas. Biarpun kau hendak lari ke langit, masa aku tidak mampu mengejarmu" Demikian pikirnya dan ia
mengejar terus. Akhirnya benda itu tiba di puncak sebuah bukit kecil dan Lu Sian telah dapat menyusulnya. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam benda itu, "Waduh, waduh..., habis napasku...! Terlalu sekali, mengejar orang terus-terusan. Aku terima kalah!"
Setelah terdengar suara ini, bantal itu pecah dan muncul ah seorang kakek yang pendek kecil berjenggot panjang
berkepala besar. Tubuhnya pendek seperti kanak-kanak
berusia sepuluh tahun, akan tetapi melihat kepala yang besar dan penuh mumis dan jenggot itu, jelas dia seorang kakek yang sudah tua sekali! Napasnya mengkas-mengkis (terengah-engah), dan begitu keluar dari dalam karung, ia seperti tidak melihat Lu Sian, melainkan memandang ke kanan kiri dengan wajah ketakutan, seperti mencari sesuatu.
Lu Sian menahan senyumnya, lalu menjura dan berkata,
"Kakek lucu, mengapa kau bersembunyi dalam bantal dan mengapa pula lari terbirit-birit?"
Dengan napas masih tersengal-sengal kakek itu menyusut
peluh di dahinya, lalu berkata cemberut, "Kenapa kau mengejar-ngejarku terus" Huh, tentu saja aku kalah napas, coba aku masih muda, ilmu gin-kang coa-in-hui itu mana
mampu mengejarku?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kakek yang baik, harap jangan marah. Aku mengejarmu untuk menghaturkan terima kasih atas pertolonganmu di
rumah Kai-ong." "Sudahlah, apa kau melihat Bu Kek Siansu?" tiba-tiba kakek itu bertanya dan kembali matanya jelalatan ke kanan kiri, ketakutan.
Lu Sian adalah seorang wanita yang cerdik sekali. Melihat lagak kakek ini ia dapat menduga bahwa biarpun kakek ini seorang sakti, namun ada yang ditakuti. Dan agaknya Bu Kek Siansu yang amat ditakuti. Tentu saja ia pernah mendengar nama Bu Kek Siansu. Siapa pun orangnya yang berkecimpung dalam dunia kang-ouw, pasti pernah mendengar nama itu,
biarpun jarang sekali yang dapat bertemu muka dengan
manusia dewa yang sakti itu. Maka ia tidak menjawab,
melainkan berkata. "Sekarang tidak melihatnya, akan tetapi siapa tahu gerak-gerik manusia dewa itu" Eh, Kakek, siapakah kau dan
mengapa bertanya tentang Bu Kek Siansu?"
"Aku... aku jijik bertemu dengannya!" jawabnya dan kakek itu mengangkat muka membusungkan dadanya yang tipis.
"Mau tahu siapa aku" Bocah, dengar baik-baik supaya jangan terjungkal karena kaget. Akulah Bu Tek Lojin! "
Belum pernah Lu Sian mendengar nama ini, dan ia
menganggap orang ini selain lucu juga agak sombong. Baru namanya saja Bu Tek (tidak terlawan)! "Biar kau tidak terlawan, akan tetapi lariku lebih cepat daripada larimu."
"Huh, bocah masih bau air susu! Kau sombong. Apakah ayahmu, si gila Pat-jiu Sin-ong Liu Gan itu datang
bersamamu?" "Kalau aku panggil dia, tentu ayah datang!" jawab Lu Sian, sengaja mempergunakan nama ayahnya untuk menakuti
orang, karena ia percaya bahwa nama ayahnya cukup disegani kawan ditakuti lawan, buktinya Si Raja Pengemis yang lihai itu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pun kuncup hatinya mendengar bahwa ia puteri Pat-jiu Sin-ong Liu Gan.
"Ho-ho-ho-hoh! Lekas panggil ayahmu datang. Dia
ditambah kau ditambah seorang lawan lagi, akan kupermainkan seperti... seperti... seperti..."
"Seperti apa?" Lu Sian sudah marah, mendongkol hatinya mendengar dia dan ayahnya dipandang ringan.
"Seperti ini!" Kakek itu lalu menggunakan ujung kakinya mencongkel sebuah batu dan... batu itu mencelat terbang ke atas, padahal batu itu besar dan amat berat. "Nah, ini engkau.
Dan ini Ayahmu!" ia mencongkel sebuah batu lain yang lebih besar ke atas seperti tadi. "Dan yang ke tiga ini kawan ayahmu!" Batu ke tiga mencelat ke atas dan kini tiga buah batu besar itu melayang turun berturut-turut akan menimpa kepala Si Kakek Cebol. Akan tetapi kakek itu menggerakkan kedua tangannya dengan telapak menghadap ke atas dan...
tiga buah batu itu bermain-main di udara, bergerak ke atas dan ke bawah, tak pernah menyentuh telapak tangan kakek itu, seakan-akan ada hawa yang berkekuatan luar biasa
menahan dan mempermainkan tiga buah batu itu.
Lu Sian melongo. Ia maklum bahwa itu adalah permainan
tenaga sin-kang akan tetapi untuk dapat mempermainkan tiga batu besar seperti itu, benar-benar membutuhkan tenaga sinkang yang hebat luar biasa. Kakek ini sakti sekali dan ternyata kesombongannya bukan kosong belaka.
"Nah, kalian bertiga bisa apa terhadapku?" Ia lalu membuat gerakan dengan tangannya lalu membentak, "Turun!" Heran sekali. Tiga buah batu itu bertumpang-tindih bersusun tiga lalu perlahan-lahan turun ke atas tanah, seperti dipegang tangan yang
kuat, turunnya pun perlahan-lahan dan tidak menimbulkan debu. Akan tetapi begitu kakek itu melompat mundur, tiga buah batu yang tersusun itu hancur berantakan!
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lu Sian menelan ludah. Hebat bukan main. Timbul
keinginannya memperoleh ilmu dari kakek sakti ini, maka ia cepat menjura sambil memuji. "Wah, hebat sekali kepandaian Locianpwe!"
Kakek itu kelihatan girang dan bangga, lalu bertolak
pinggang membusungkan dada, matanya mengedip-ngedip,
hidungnya bergerak-gerak dengan ujung hidungnya mekar!
"Nah, maka kau jangan main-main dengan Bu Tek Lojin! Aku pesan kepadamu, dan temannya-temannya, apabila suling
emas terjatuh ke dalam tangan seorang di antara kalian, harus cepat-cepat serahkan kepada Bu Tek Lojin. Mengerti?"
"Tidak, tidak mengerti." Lu Sian menggeleng kepala.
Kakek itu marah-marah dan mengepal tinjunya, mengamang-amangkan kedua tinjunya di depan hidung Lu
Sian. "Kaulihat ini?" bentaknya.
Lu Sian benar-benar merasa ngeri dan takut, dan saking
gugupnya ia menjawab sambil mengangguk-angguk. "Aku lihat, dan baunya busuk!" Lu Sian kaget mendengar
ucapannya sendiri. Celaka, sifat lincah dan liarnya kumat sehingga ia bicara tanpa dipikir. Ia sudah siap-siap menanti serangan, karena kakek aneh ini tentu marah.
Akan tetapi Bu Tek Lojin malah membawa kedua
tangannya ke depan hidungnya sendiri, mencium-cium.
Hidungnya dikernyitkan dan ia berkata. "Benar bau tak enak, habis belum dicuci, berhari-hari bersembunyi dalam karung!
Eh, bocah, biar tanganku bau, akan tetapi apakah badanmu lebih keras daripada batu tadi?"
"Maaf Kek, aku benar-benar tidak mengerti. Apa sih yang kaumaksudkan dengan suling emas?"
"Wah, ketanggor (melanggar batu) aku sekali ini! Kau benar bocah hijau tak tahu apa-apa. Pat-jiu Sin-ong Liu Gan agaknya tidak pernah memberi pengertian kepada bocah ini!
Suling Emas adalah pusaka pemberian Bu Kek Siansu kepada
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sastrawan Ciu Bun. Sekarang, Sastrawan Ciu Bun lenyap,
entah mampus atau belum, akan tetapi suling emas itu
lenyap, menjadi perebutan orang-orang di dunia. Nah, aku perlu
suling itu, kalau seorang di antara kalian menemukannya, harus diberikan kepadaku. Harus, mengerti?"
"Tidak, tidak mengerti." "Tolol! Kau menantang?" "Tidak, Bu Tek Lojin. Kumaksudkan, aku tidak mengerti mengapa
hanya sebuah suling emas saja dijadikan rebutan. Berapa sih harganya suling emas" Agaknya orang-orang kang-ouw
sekarang sudah menjadi mata duitan semua!"
Kakek itu tertawa bergelak-gelak, perutnya sampai menjadi keras dan ia memegangi perutnya, tubuhnya ditekuk menjadi lebih pendek lagi. "Ho-ho-ho-hah-hah! Goblok, sekali goblok tetap tolol. Kau tahu apa" Suling itu menjadi kunci rahasia ilmu kesaktian hebat, selain itu, emasnya mengandung logam murni yang berasal dari bintang, siapa memegangnya, berarti memegang sebuah senjata yang paling ampuh di dunia ini."
"Ah, begitukah" Baik, nanti kusampaikan kepada ayah dan kawan-kawan lain." Kata Lu Sian, akan tetapi di dalam hatinya sudah timbul keinginan untuk memiliki sendiri suling emas itu.
Kakek itu kaget. Biarpun sakti, agaknya ia mudah kaget.
"Bocah gendeng, bikin kaget saja, kukira Bu... eh!" Ia menghentikan ucapannya, lalu berseru keras. "Muridku! Kau naik ke sini!"
Karena tidak ingin berurusan dengan kakek itu, Lu Sian
berkata. "Bu Tek Lojin, sudahlah, aku minta diri, hendak melanjutkan perjalananku."
"Eh, nanti dulu, kaujumpai muridku yang baik!" Hemm, segala murid anak kecil disuruh menjumpai. Akan tetapi tidak enak kalau membantah dan membuat marahnya kakek sakti
ini, maka ia berdiri menanti.
"Bocah tolol, tidak lekas-lekas naik" Kalau habis sabarku, kujiwir telingamu sampai copot!" teriak kakek itu marah-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
marah. Diam-diam Lu Sian merasa kasihan kepada bocah
murid kakek ini yang demikian galak.
"Teecu datang, Suhu!" terdengar teriakan dari jauh, akan tetapi mendadak berkelebat bayangan dan tahu-tahu di situ berdiri seorang laki-laki yang tubuhnya juga agak cebol gemuk, kepalanya botak dan jenggotnya juga panjang!
Hampir Lu Sian tak dapat menahan ketawanya. Yang disebut bocah dan ia sangka kanak-kanak ini tidak tahunya juga
seorang laki-laki yang sudah tua, malah panjang jenggotnya, laki-laki yang seperti juga gurunya, berpakaian tidak karuan dan bertelanjang kaki. Orang botak itu segera menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya.
"Kalisani, hayo kaulawan perempuan ini, untuk ujian. Dia puteri Pat-jiu Sin-ong, cukup untuk kaupakai berlatih!"
Kalisani, murid Bu Tek Lojin yang kita kenal sebagai bekas Panglima Khitan itu segera bangkit berdiri memandang Lu Sian, lalu menjura. "Nona, Suhu sudah memerintah kepadaku, terpaksa kuharap Nona suka melayaniku barang sepuluh
jurus!" Setelah berkata demikian, ia memasang kuda-kuda seperti orang hendak membuang air, karena ia berjongkok sampai rendah sekali dan mukanya menahan napas sampai
merah seperti orang sakit perut! Kuda-kuda ini lucu sekali dan seandainya Lu Sian tidak sudah menduga bahwa lawan aneh ini seorang yang tak boleh dipandang ringan, tentu ia tidak dapat menahan ketawanya, Lu Sian sendiri memiliki watak aneh, keras hati dan tidak mau kalah. Sekarang ia ditantang terang-terangan biarpun ia tahu bahwa kepandaian Bu Tek Lojin jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaiannya, namun ia tidak takut, dan ia harus memperlihatkan kepandaiannya, apa pun yang akan terjadi. Oleh karena itu, melihat Kalisani sudah memasang kuda-kuda, ia berseru keras.
"Orang hutan, jaga seranganku!" Tubuhnya bergerak cepat sekali dan ia menerjang maju, langsung mengirim tendangan dengan ujung sepatunya ke arah leher orang yang berjongkok
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
di depannya. Ketika lawannya melompat ke belakang sambil mengulur tangan dengan maksud menangkap kakinya yang
menendang, Lu Sian menarik kakinya dan tubuhnya condong ke depan, langsung tangan kanannya menghantam dada
sedangkan tangan kiri dengan dua jari tangan menusuk ke arah mata. Inilah jurus dari Ilmu Silat Sin-coa-kun (Ular Sakti) yang amat berbahaya dan ganas. Akan tetapi Kalisani
bukanlah seorang yang masih hijau. Sebelum menjadi murid Bu Tek Lojin, ia telah memiliki ilmu kepandaian tinggi dan menjadi panglima tua di Khitan, tentu saja ia tidak dapat dikalahkan dengan mudah dan jurus yang berbahaya ini
dengan amat mudahnya dapat ia hindarkan dengan cara
melompat ke kanan. Malah ia segera membalas serangan
lawan dengan pukulan keras dari kanan.
Melihat lawannya juga dapat bergerak dengan gesit sekali, Lu Sian makin bersemangat. Ia mengelak dari pukulan itu dan balas menerjang ganas sambil mengerahkan gin-kangnya dan terus mainkan Ilmu Silat Ular Sakti yang memiliki jurus-jurus ganas dan berbahaya. Berkat gin-kang Coa-in-hui yang ia pelajari dari Tan Hui, kini permainan Ilmu Silat Tangan Kosong Ular Sakti menjadi berlipat ganda lebih lihai daripada sebelum ia memiliki gin-kang itu.
Diam-diam Kalisani terkejut sekali. Sedikitpun juga ia tidak mengira bahwa lawannya begini hebat. Tadi ketika ia disuruh suhunya menandingi Lu Sian, ia merasa ragu-ragu dan tidak enak hati. Dia seorang yang sudah tua dan berpengalaman banyak, pula memiliki ilmu silat tinggi. Bagaimana harus melawan seorang wanita muda" Akan tetapi karena suhunya yang memberi perintah, tentu saja ia tidak berani membantah.
Ia tadinya hendak berjaga diri saja dan sedapat mungkin mengalahkan wanita ini dengan lunak, karena Kalisani
bukanlah seorang pria yang suka menghina atau menyakiti hati wanita. Siapa kira, kini menghadapi desakan Lu Sian, ia menjadi bingung dan pandang matanya kabur, demikian
cepatnya wanita ini bergerak! Maka ia lalu tidak sungkan-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sungkan lagi, cepat ia pun mainkan ilmu silatnya dan
mengerahkan tenaga dalam kedua lengannya, mempercepat
gerakannya. Alangkah herannya ketika beberapa kali lengan mereka saling bertemu, wanita itu tidak roboh atau mencelat, bahkan dia sendiri merasa betapa hawa pukulan yang amat kuat menggetarkan lengannya! Maklumlah ia kini bahwa
biarpun masih muda wanita yang pantas menjadi lawannya ini lihai sekali. Pantas saja suhunya mengatakan bahwa wanita ini cukup tangguh untuk diajak berlatih ilmu silat!
Dengan ilmu gin-kang Coa-in-hui, benar-benar Lu Sian
dapat menguasai lawannya. Ia menang cepat dan sudah tiga kali tangannya berhasil menyerempet tubuh lawan, malah satu kali ia berhasil memukul pundak Kalisani. Akan tetapi tubuh lawannya kebal dan pukulan itu hanya membuat Kalisani
terhuyung-huyung sebentar, maka ia berlaku amat hati-hati dan mencari kesempatan untuk dapat memukul tepat. Lu Sian sengaja mempermainkan lawan dengan kecepatannya untuk
mengacaukan pertahanannya.
"Bocah tolol! Segala macam ilmu cakar bebek dari Khitan itu mana mampu menghadapi Sin-coa-kun dari Beng-kauw"
Tolol! Kau muridku, mengapa tidak menggunakan pelajaran dariku?" Bu Tek Lojin marah-marah, mencak-mencak dan memaki-maki.
Kalisani memang tidak mau mempergunakan ilmu simpanannya yang ia pelajari dari Bu Tek Lojin. Ilmu itu ada tiga macam, yaitu Ilmu Khong-in-ban-kin (Awan Kosong
Selaksa Kati) yang merupakan penghimpunan tenaga sin-kang yang luar biasa, ke dua adalah Khong-in-liu-san yang
merupakan ilmu serangan yang luar biasa hebatnya, dan ke tiga adalah Ilmu Silat Kim-lun-sin-hoat (Ilmu Sakti Roda Emas), semacam ilmu silat yang dapat dimainkan dengan
tangan kosong, akan tetapi lebih tepat dengan gelang atau roda emas yang ia terima sebagai tanda mata dari Tayami!
Ilmu-ilmu ini ia tahu amat hebat, maka ia tidak tega untuk
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mempergunakannya terhadap Lu Sian yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak ada permusuhan dengannya. Kini
mendengar seruan gurunya, baru ia ingat. Akan tetapi
terlambat. Sebelum ia sempat mempergunakan ilmu itu,
sebuah hantaman LuSian mengenai lehernya, membuat
Kalisani terlempar dan bergulingan, kemudian terbentur pohon dan rebah telentang dengan mata mendelik. Pingsan!
"Uuhhh, tolol, mencari mampus!" Bu Tek Lojin marah dan mendongkol sekali melihat "jagonya" keok. Ia melompat dekat dan dua kali menotok leher dan punggung, muridnya sudah merangkak bangun lagi. "Hayo maju lagi, kalau kau tidak bisa menang kulemparkan kau ke dalam jurang!" bentaknya.
Memang kakek ini memiliki watak yang luar biasa sekali, sama sekali ia tidak pernah mau mengaku kalah terhadap siapapun juga.
"Bu Tek Lojin, aku tidak hendak bermusuh!" kata Lu Sian, mendongkol juga karena sudah jelas ia menang, mengapa
kakek ini nekat menyuruh muridnya maju lagi" "Aku tadi melayani hanya untuk membuktikan bahwa bukan muridmu
saja yang memiliki kepandaian di kolong jagad ini. Sekarang aku tidak ada waktu lagi."
"E-e-eh, nanti dulu! Siapa bilang muridku kalah" Tadi ia sengaja mengalah, kau tahu" Kalisani, hayo maju lagi!"
Lu Sian gemas. Orang tua ini harus diberi rasa, pikirnya.
Kali ini aku akan memukul mampus muridnya, lihat dia hendak berlagak bagaimana lagi" Maka ia cepat berseru keras dan mendahului Kalisani, menerjang dengan cepat.
Kalisani sudah bersiap sedia. Ia sudah merasai kehebatan kepandaian lawan, maka sekarang ia cepat merobah
gerakannya dan mainkan ilmu silat Kim-lun-sin-hoat dan
mengerahkan tenaga Khong-in-ban-kin. Tulang-tulangnya
berbunyi berkerotokan, ini tanda bahwa sin-kang di tubuhnya telah terhimpun. Sebenarnya, ia belum matang dalam latihan Khong-in-ban-kin,
maka tulang-tulangnya mengeluarkan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bunyi. Kalau ia sudah berhasil menghimpun tenaga tanpa
tulang-tulangnya berbunyi, barulah ilmunya itu sempurna.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Lu Sian ketika dia menerjang, ia disambut dengan hawa pukulan jarak jauh yang luar biasa kuatnya, yang menolak setiap gerakannya sehingga ia tidak dapat mendekati lawannya. Sebaliknya, kedua tangan lawan yang digerakkan berputar-putar membentuk lingkaran-lingkaran seperti roda itu membingungkan hatinya. Baru
belasan jurus, Lu Sian sudah main mundur.
"Hua-hah-ho-ho-ho-hoh!" Bu Tek Lojin tertawa bergelak-gelak menyaksikan betapa muridnya dapat mendesak lawan,
"Kalisani, jangan sungkan. Hantam dia sampai babak belur!
Comot hidungnya, jewer telinganya, cubit pantatnya, ha-ha-ha!"
Dapat dibayangkan betapa marahnya Lu Sian mendengar
ejekan-ejekan ini. Kakek tua bangka mau mampus, pikirnya marah. Tiba-tiba kedua tangannya bergerak pada saat ia
meloncat jauh ke belakang dan dari kedua tangannya itu
menyambar sinar-sinar kemerahan ke arah Kalisani dan Bu Tek Lo Jin! Kakek cebol ini masih tertawa-tawa, akan tetapi tiba-tiba suara ketawanya berhenti dan terkejutlah ia melihat sinar merah menyambar. Namun dengan mudah saja ia
mengebutkan lengan baju dan semua jarum Siang-tok-ciam
(Jarum Racun Harum) yang dilepaskan Lu Sian runtuh ke
tanah. Kalisani sebaliknya kaget sekali. Tahu bahwa dari depan menyambar senjata rahasia berbahaya, ia membanting tubuh ke belakang dan bergulingan, sehingga ia terbebas daripada ancaman jarum maut. Akan tetapi, Lu Sian tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Dalam kemendongkolannya, Lu Sian sudah mencabut pedang Toa-hong-kiam dan kini ia memutar pedang menerjang Kalisani dengan Ilmu Pedang Toa-hong
Kiam-hoat yang gerakannya seperti angin badai mengamuk.
Kasihanlah Kalisani. Ia berloncatan ke sana ke mari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menghindar daripada gulungan sinar pedang, seperti monyet berjoget.
"Wah, bocah jahat!" Tiba-tiba pedang di tangan Lu Sian berhenti di udara, dan ketika Lu Sian menoleh, kiranya
pedangnya itu ujungnya sudah dijepit dua buah jari tangan Bu Tek Lojin. Ia marah sekali cepat mengerahkan tenaga menarik pedang untuk membikin buntung jari tangan orang. Namun
sia-sia, sedikit pun pedangnya tidak bergeming, masih tetap terjepit dua buah jari tangan.
"Lepaskan pedangku!" "Heh-heh-hoh!" "Bu Tek Lojin, lepaskan pedangku!" "Kalau tidak kulepaskan, kau mau apa"
Mau panggil ayahmu" Panggillah dia, Aku tidak takut!" "Ayah tidak berada di sini. Akan tetapi akan kupanggil Bu Kek Siansu!"
Tangan yang menjepit pedang itu tiba-tiba gemetar dan Lu Sian
mempergunakan kesempatan ini untuk menarik pedangnya dan meloncat mundur.
"Kau bohong! Dia... dia... eh, tidak berada di sini..."
Biarpun mulut berkata demikian, namun kakek itu jelalatan memandang ke sana ke mari.
"Hemm, kau tidak percaya" Baru tadi aku bertemu dengan beliau, dan aku mendengar beliau menagancam hendak
menghajar kepalamu sampai peok dan gepeng!"
"Oh... ah... tidak... bisa....!" "Kau tidak percaya" Biar kupanggil beliau. Beliau paling benci melihat kau mengganggu orang muda. Siansu...! Siansu...! Silakan datang ke sini, Bu Tek Lojin menantang Siansu...!!"
"Ohhh... jangan...! Jangan... aku... aku hanya main-main tadi... Eh, murid tolol, hayo pergi!" Kakek aneh itu menyambar lengan muridnya dan sekali berkelebat mereka lenyap dari tempat itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lu Sian berdiri termenung. Untuk ke sekian kalinya ia
mendapatkan orang-orang yang jauh lebih lihai daripadanya!
Ah, selamanya ia tentu akan menemui kekecewaan dan
penghinaan saja kalau ia tidak berhasil memiliki ilmu
kepandaian yang paling tinggi di dunia ini. Ia teringat akan ayahnya. Betapapun juga, tingkat kepandaian ayahnya sudah amat tinggi dan ia ingat bahwa ayahnya menyimpan kitab-kitab ilmu yang tinggi dan dirahasiakan. Ia harus menemui ayahnya, menceritakan perceraiannya dengan Kam Si Ek,
kemudian minta kepada ayahnya untuk menurunkan ilmu-ilmu silat yang tinggi kepadanya.
Dengan pikiran ini, Liu Lu Sian lalu berangkat ke selatan, melakukan perjalanan cepat menuju ke Nan-cao, ke rumah
ayahnya. Akan tetapi kembali ia kecewa. Ketika ayahnya
mendengar bahwa ia meninggalkan Kam Si Ek, ayahnya
marah-marah dan memaki-makinya.
"Isteri dan anak macam apa engkau ini?" Antara lain Pat-jiu Sin-ong marah-marah memakinya. "Seorang isteri dan ibu meninggalkan suami dan anak begitu saja"! Sungguh celaka!!"
"Kam Si Ek terlalu kukuh dan cinta kepada tugasnya, Ayah.
Asal kuajak pindah dan meninggalkan pekerjaannya, dia
marah-marah. Aku bosan dan merasa dijadikan bujang dalam rumah!"
"Huh! Sudah menjadi kewajiban seorang isteri untuk mengurus rumah tangga, melayani suami dan memelihara
anak. Ke mana pun si suami pergi, si isteri harus
mengikutinya. Sebelum menikah denganmu, Kam SI Ek
memang sudah terkenal sebagai seorang patriot, mana ia sudi menuruti kehendakmu meninggalkan tugasnya" Sayang dia
menjadi orang Shan-si, kalau dia menjadi penduduk sini dan membantu negara kita,
alangkah baiknya. Dan kau meninggalkannya begitu saja" Anak durhaka! Perbuatanmu ini akan mengotori pula namaku sebagai ayahmu. Tahu?""
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lu Sian tidak tahan mendengar maki-makian ayahnya dan
ia lari ke kamarnya dengan muka merah, menutup diri dalam kamar tidak mau keluar lagi. Ia memeras otak. Agaknya
tinggal di rumah ayahnya pun tidak akan menyenangkan,
pikirnya. Pula, setelah ayahnya marah-marah, agaknya tidak mungkin tercapai pengharapannya, yaitu menerima ilmu-ilmu tinggi dari ayahnya. Oleh karena inilah, maka pada malam hari itu juga, ia menyelinap masuk ke dalam kamar pusaka
ayahnya, mengambil tiga kitab rahasia, simpanan ayahnya yang oleh ayahnya disebut Sam-po Cin-keng (Kitab Tiga


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pusaka), lalu malam itu juga ia meninggalkan ayahnya! Tiga buah kitab itu adalah pusaka yang amat dirahasiakan Pat-jiu Sin-ong Liu Gan. Sebuah merupakan kitab pelajaran inti Ilmu Khi-kang Coam-im-I-hun-to (Suara Merampas Semangat
Orang) dan kitab ke tiga adalah inti pelajaran Ilmu Silat Beng-kauw-kun (Ilmu Silat Beng-kauw) yang merupakan ciptaan
baru dengan maksud untuk dijadikan pegangan bagi para
pimpinan Beng-kauw. Ilmu silat ini adalah gabungan daripada semua ilmu silat yang pernah diajarkan ayahnya kepada Lu Sian, yaitu Pat-mo-kun, Sin-coa-kun, dan Toa-hong-kun.
Dengan semangat besar Lu Sian mempelajari ilmu-ilmu ini.
Beng-kauw-kun dapat ia pelajari dengan mudah Karena ia
sudah mengenal tiga macam ilmu silat itu, maka tentu saja lebih mudah baginya untuk menghafal dan melatih diri dengan ilmu silat gabungan yang amat hebat ini. Akan tetapi untuk melatih kedua ilmu perampas semangat melalui suara dan
pandang mata, bukanlah pekerjaan mudah. Untuk itu ia harus memperkuat sin-kang dan khi-kangnya lebih dahulu, maka
setiap kali ada kesempatan, ia lalu bersamadhi dan melatih tenaga dalam menurut petunjuk kitab-kitab itu.
Di samping melatih diri dengan kitab-kitab yang ia curi dari ayahnya, juga Liu Lu Sian mulai mencari keterangan perihal suling emas seperti yang ia dengar dari Bu Tek Lojin. Kakek yang amat sakti, dan kalau kakek itu sendiri menginginkan suling emas yang katanya menjadi rahasia akan ilmu silat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang paling tinggi, tentu suling emas itu merupakan benda keramat yang tak ternilai harganya. Akan tetapi tak seorang pun di antara orang-orang kang-ouw yang ia tanyai, tahu akan benda keramat itu.
Ia merantau terus ke timur dan masuklah ia di daerah yang termasuk wilayah Kerajaan Min (Hok-kian sekarang). Pada suatu hari menjelang senja ia tiba di kota Kim-peng yang ramai dengan perdagangan dan banyak dikunjungi orang luar kota. Lu Sian masuk ke dalam sebuah rumah penginapan An-hoa, tidak mempedulikan pandang mata banyak laki-laki yang berada di ruangan depan. Seorang pelayan terbongkok-bongkok datang menyambutnya, dan melihat pedang di
pinggang Liu Lu Sian, pelayan itu bersikap hormat.
"Bung Pelayan, sediakan sebuah kamar yang bersih
untukku!" kata Lu Sian lantang.
"Maaf, Li-hiap (Pendekar Wanita), maaf... semua kamar telah penuh. Dan agaknya di seluruh rumah penginapan dalam kota ini tidak ada lagi kamar kosong karena kota Kim-peng kita kebanjiran tamu yang hendak menyaksikan perayaan
besar di kuil Siauw-lim-si."
Mendongkol sekali rasa hati Lu Sian. Kalau ia kemalaman di hutan, sudah biasa baginya tidur di atas pohon atau di dalam guha, akan tetapi kalau ia berada di kota seperti sekarang ini tentu saja ia ingin bermalam dalam sebuah kamar rumah
penginapan. "Ah, tidak bisakah kau mencarikan sebuah kamar untukku?"
tanyanya, suaranya kecewa dan menyesal.
"Sungguh mati, saya merasa menyesal sekali, Nona. Kami akan senang sekali dapat melayani Nona, akan tetapi apa hendak dikata, banyak sekali tamu berkunjung dan sebelum Nona datang, sudah banyak pula tamu yang terpaksa kami
tolak karena sudah kehabisan kamar."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lu Sian menghela napas panjang. Menurutkan kemendongkolan hatinya, ingin ia memaksa dan menggunakan kekerasan, akan tetapi ia tekan perasaan ini dan ia sudah membalikkan tubuh hendak meninggalkan rumah penginapan An-hoa tu ketika tiba-tiba terdengar orang
berkata. "Nona, mencari ke mana pun tidak akan ada gunanya.
Lebih baik kau bermalam di kamarku, semalam atau
selamanya pun boleh!"
Lu Sian memandang. Laki-laki itu usianya suadah tiga puluh tahun lebih, wajahnya bundar gemuk seperti bola, basah oleh peluh, baju di dadanya terbuka, agaknya karena hawa yang panas, sehingga tampak dadanya yang gemuk berdaging.
Matanya sipit, mulutnya menyeringai, sikapnya kurang ajar.
Dia ini duduk menghadapi meja bersama tiga orang laki-laki lain yang tersenyum-senyum menahan ketawa.
Hati Lu Sian yang sudah mendongkol itu kini mendidih,
akan tetapi hanya dugaannya saja laki-laki ini main-main dengannya, kenyataannya belum terbukti, maka ia lalu
berkata, "Terima kasih atas kebaikan tuan memberikan kamar tuan kepada saya. Akan tetapi tuan sendiri lalu hendak tidur di mana?"
Laki-laki gendut itu tertawa menyeringai memandang
kepada tiga orang kawannya yang juga tertawa gembira.
Kemudian dia bangkit berdiri dan melangkah maju mendekati Lu Sian sambil berkata, "Ai hhh, Nona, mengapa repot-repot"
Kamar yang kusewa itu selain bersih, juga cukup lebar
sehingga cukup untuk kita berdua. Kalau sudah pulas aku tidak banyak bergerak!"
"Ha-ha-ha-ha! Heh-heh-heh!" Tiga orang kawannya terpingkal-pingkal. "Memang tidak banyak bergerak akan tetapi kalau sudah pulas! Ha-ha!" Si Gendut berkata lagi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Meledak rasanya hati Lu Sian saking marahnya. Pada saat itu muncul seorang pemuda dari kiri, seorang pemuda yang sejak tadi duduk di meja sudut, berpakaian serba kuning.
Cepat ia melangkah maju dan menjura kepada Lu Sian sambil berkata, "Nona, harap jangan melayani mereka. Kaupakailah kamarku, aku dapat tidur bersama dua orang suhengku di
kamar belakang..." Akan tetapi Lu Sian sudah tidak sudi mendengarkan
omongan orang lain lagi karena matanya sudah memancarkan cahaya berapi ditujukan kepada si laki-laki gendut. Tiba-tiba tubuhnya bergerak ke depan, sukar di kuti pandang mata
saking cepatnya dan... "plak-plak-plak-plak!" Muka dan tubuh laki-laki gendut itu dihajar habis-habisan oleh kedua tangan Lu Sian, tanpa sedikit pun memberi kesempatan pada Si Gendut untuk mengelak, membalas, bahkan bernapas. Tubuh Si
Gendut itu seperti di sambar petir, tersentak ke kanan kiri, ke belakang, terhuyung-huyung dan akhirnya roboh menabrak
kursi, kulit mukanya hancur mandi darah, kedua matanya
menonjol keluar, hidungnya remuk, telinga kirinya hilang dan napasnya empas-empis mau putus!
"Hayo, mana kawan-kawannya" Maju semua,
biar kuhabiskan nyawanya! Bedebah! Keparat bermulut kotor!
Hayo kalian bertiga kawannya, bukan" Kalian tadi menertawai aku" Maju semua! Pengecut, anjing bernyali tikus kalian kalau tidak berani maju!" Lu Sian dengan kemarahan meluap-luap menantang dan memaki.
Pemuda pakaian kuning itu agaknya terkejut menyaksikan
sepak terjang Lu Sian yang demikian ganas, juga amat kaget mendapat kenyataan bahwa Lu Sian memiliki kepandaian
sehebat itu, terbukti dari gerakan tubuhnya yang ringan tangkas sekali.
Si Gendut dan tiga orang kawannya adalah sebangsa buaya darat yang biasa mencari perkara dan mencari keuntungan di tempat-tempat ramai. Tiga orang buaya darat itu melihat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kawannya dihajar setengah mati, menjadi kaget dan marah.
Tadi mereka hanya melongo karena sedemikian cepatnya Lu Sian bergerak sehingga mereka tak sempat menolong kawan.
Kini mereka bangkit serentak dan "sratt-sratt-sratt!" tangan mereka telah mencabut golok.
"Awas...! Lari...!!" Pemuda baju kuning berteriak kaget kepada tiga orang itu. Namun terlambat! Sinar merah
mernyambar dari tangan Lu Sian, tidak hanya ke arah tiga orang buaya darat itu, akan tetapi juga ada yang menyambar ke arah pemuda baju kuning. Pemuda itu dengan gerakan
tangkas miringkan tubuh dan tangannya menyambar sebatang jarum Siang-tok-ciam sambil melompat mundur. Akan tetapi tiga orang buaya darat itu sudah terjengkang dan merintih-rintih karena dada mereka sudah tertusuk jarum-jarum berbisa yang dilepas oleh Lu Sian tadi!
"Ah, jarum beracun yang hebat!" Pamuda baju kuning itu berseru kaget sambil meneliti jarum merah di tangannya.
Kemudian ia melangkah maju mendekati Lu Sian, menjura
sambil berkata. "Noana, kumohon dengan hormat sudilah kiranya Nona mengampuni mereka ini dan memberi obat
penyembuh racun." Lu Sian melirik dengan pandang mata dingin. "Hemm, kau memiliki kepandaian juga!" katanya, hatinya panas karena jarumnya dapat ditangkap oleh pemuda itu. "Apakah kau kawan mereka dan hendak membela mereka?" Ucapan
terakhir ini dikeluarkan dengan nada suara mengancam.
Pemuda itu tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Sama sekali bukan, Nona. Sobodoh-bodohnya orang macam Yap
Kwan Bi ini, masih belum begitu tersesat untuk bersahabat dengan segala macam buaya darat."
Lu Sian merasa heran sekali mengapa hatinya menjadi lega mendegar bahwa pemuda yang tampan sekali ini bukan
sahabat penjahat-penjahat itu. Pemuda ini amat tampan,
mukanya halus seperti muka wanita, matanya lebar dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memandang dunia dengan jujur dan berani, senyumnya manis dan dagunya mempunyai belahan yang membayangkan sifat
jantan, alisnya seperti golok dan amat hitam.
"Kalau bukan sahabat, mengapa kau mintakan ampun?"
tanyanya, masih mengagumi wajah yang amat tampan dan
benuk tubuh yang tegap dan padat.
"Nona, aku tahu bahwa kau adalah seorang pendekar
wanita yang lihai dan orang-orang ini mencari mampus berani mengeluarkan ucapan menghina dan kurang ajar terhadapmu.
Akan tetapi, nyawa manusia bukanlah nyawa ayam yang
mudah dicabut begitu saja. Pula, dengan melayani segala cacing
kecil macam mereka ini, bukankah berarti merendahkan kepandaian sendiri" Mereka sudah cukup
mendapat pengajaran, maka sepatutnya kalau mereka
diampuni dan diberi obat penawar racun. Alangkah tidak
baiknya kalau kota yang tenteram ini dikotori oleh
pembunuhan yang disebabkan hal-hal kecil! Aku Yap Kwan Bi yang bodoh mengharapkan kebijaksanaan Nona."
Pemuda itu bicara dengan teratur dan sopan, halus dan
mengesankan. Seketika lenyap kemarahan di hati Lu Sian, seperti awan tipis tertiup angin. Ia mencibirkan bibirnya dan pemuda itu memejamkan matanya karena jantungnya sudah
jungkir balik di dalam dada. Bukan main wanita ini, pikirnya.
Belum pernah selama hidupnya ia bertemu dengan wanita
secantik ini, dan ketika bibir yang kecil mungil dan merah membasah itu mencibir, memuncaklah daya tariknya sehingga ia hampir jatuh berlutut.
Ketika pemuda itu membuka matanya, Lu Sian telah
mengeluarkan obat bubuk berwarna kuning, memberikan tiga bungkus kepada tiga orang buaya darat itu sambil berkata,
"Cabut jarum-jarum itu dan bersihkan, lalu berikan kepadaku!"
Tiga orang itu dengan tubuh menggigil menahan sakit
membuka baju dan mencabut jarum-jarum yang menancap di
dada mereka, dua batang seorang. Setelah membersihkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
jarum-jarum itu dengan baju, mereka menyodorkannya
kepada Lu Sian yang menerima dan menyimpannya.
"Sekarang minum obat ini seorang sebungkus dengan
arak!" Tergesa-gesa mereka membuka bungkusan obat, meminumnya dengan arak dan seketika rasa gatal-gatal dan panas
pada tubuh mereka lenyap. Mereka segera menjatuhkan diri, mengangguk-anggukkan kepala sampai dahi mereka membentur lantai di depan Lu Sian.
"Kalian bertiga tidak lekas pergi membawa teman kalian yang sial ini, apakah menanti hajaran lagi?" Yap Kwan Bi berseru, muak menyaksikan sikap mereka itu. Tanpa banyak bicara lagi tiga orang itu lalu menyeret tubuh teman mereka yang mukanya dirusak oleh Lu Sian tadi, meninggalkan rumah penginapan
Karena semua orang memandangnya dengan mata kagum
dan takut, Lu Sian membuang muka dan hendak berjalan
keluar meninggalkan tempat itu. Akan tetapi Yap Kwan Bi cepat
berkata, "Nona, aku tidak main-main ketika menawarkan kamarku. Percayalah, tidak ada niat buruk di hatiku. Pakailah kamarku dan aku akan tidur bersama kedua suhengku yang belum datang. Kami bertiga memakai kamar
besar." Tak enak hati Lu Sian untuk menampik terus, memang ia
membutuhkan kamar dan pemuda ini amat sopan, amat
tampan, amat menarik. Ia segera menjura untuk membalas
penghormatan pemuda itu. "Terima kasih. Kau baik sekali, Saudara Yap. Karena aku harus membalas setiap kebaikan
atau keburukan orang terhadapku, maka aku persilakan kau suka menerima undanganku untuk makan dan minum
bersamaku sore hari ini."
Yap Kwan Bi adalah seorang pemuda yang belum pernah
bergaul dengan wanita. Penawaran ini mendebarkan jantungnya dan membuat kedua pipinya kemerahan. Masa
seorang wanita yang datang sendirian mengajak makan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
minum seorang pemuda" Akan tetapi ia teringat bahwa wanita ini
bukanlah gadis sembarangan, melainkan seorang perantauan di dunia kang-ouw, maka hal itu tidaklah amat janggal. Ia cepat-cepat menjura menghaturkan terima kasih.
"Kau baik sekali, Nona. Mari kuantar Nona ke kamar Nona."
Katanya hormat. Lu Sian mengangguk dan memanggil
pelayan. "Pesankan semeja makanan dan minuman untuk dua orang, pilih masakan yang terbaik dan antarkan cepat ke kamarku."
"Baik, Li-hiap, baik..." Pelayan itu mengangguk-angguk dan pergi cepat-cepat untuk melakukan perintah orang. Lu Sian bersama pemuda itu memasuki ruangan dalam, di kuti
pandang mata banyak orang yang tadi peristiwa hebat itu.
Kamar itu tidak besar, namun cukup bersih. Pemuda itu
mengambil bungkusan pakaiannya untuk dipindahkan ke
kamar lain dan Lu Sian melihat gagang pedang tersembul
keluar dari dalam bungkusan pakaian. Ia tersenyum. Gerak gerik pemuda ini benar-benar sopan, dan ia demikian tampan, ia demikian tangkas.
"Saudara Yap mari kita duduk bercakap-cakap sambil menanti datangnya hidangan. Silakan."
Mereka duduk menghadapi meja satu-satunya di dalam
kamar, mulut belum berkata apa-apa, mata sudah saling
pandang dan sesaat pandang mata mereka bertaut, sukar
dilepaskan lalu muka pemuda itu menjadi merah sekali, ia menjadi bingung dan gugup sehingga Lu Sian tak dapat
menahan senyumnya. Melihat seorang pemuda terpesona oleh kecantikannya adalah hal yang lumrah, tidak aneh baginya.
Akan tetapi biasanya laki-laki yang terpesona oleh kecantikannya itu memperlihatkan sikap kurang ajar, sedangkan pemuda ini sebaliknya malah menjadi malu-malu dan panik! Ia tahu bahwa kalau ia diamkan saja, pemuda itu akan menjadi makin panik, maka ia segera berkata dengan senyum manis menghias bibir. "Saudara Yap memiliki
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kepandaian yang tinggi, sungguh membuat orang kagum
sekali." Pemuda itu tersenyum dan cepat-cepat menjawab. "Ah, Nona terlalu memuji. Apakah artinya kebodohanku ini
dibandingkan dengan kelihaianmu" Justru Nonalah yang
membuat semua orang, terutama aku sendiri, menjadi amat kagum."
Pada saat itu pelayan datang mengantar hidangan dan arak yang ia atur di atas meja depan sepasang orang muda itu.
Setelah pelayan pergi, Lu Sian menuangkan arak di atas
cawan, lalu berkata sambil tersenyum, "Dalam pertemuan ini kita saling cocok dan menjadi sahabat, akan tetapi janggal sekali sebutan yang masing-masing kita gunakan. Saudara Yap, namaku Lu Sian dan kalau kau suka memberi tahu
berapa usiamu, kita dapat mengatur tentang sebutan."
Melihat wanita itu demikian terbuka dan jujur sikapnya, Kwan Bi merasa girang. "Tahun ini usiaku dua puluh satu tahun."
"Kalau begitu biarlah aku menyebutmu Adik dan kau
menyebutku Cici!" Pemuda itu dengan muka gembira bangkit berdiri dan menjura. "Lu-cici (Kakak Lu)!
" Lu Sian juga bangkit berdiri, tertawa gembira mengingat betapa pemuda ini menyangka dia she Lu bernama Sian. Ia pun menjura dan berkata dengan senyum melebar dan kerling mata menyambar, "Yap-te yang baik...!"
Mereka duduk kembali dan Lu Sian mengangkat cawan
arak mengajak minum, menawarkan makan dengan sikap
lincah manis sehingga lenyaplah rasa malu-malu dan kikuk di pihak pemuda itu. Mereka makan dan sinar mata mereka
saling sambar dan saling lekat di kala sumpit-sumpit mereka tanpa sengaja bertemu dan beradu ketika dalam waktu
bersamaan mengambil masakan yang sama. Tadinya memang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tidak disengaja, akan tetapi lama kelamaan ada unsur
kesengajaan! Ketika hawa arak mulai membikin sepasang pipi Lu Sian
menjadi kemerahan, ujung bibirnya bergerak-gerak manis dan sinar matanya memancarkan kehangatan, ia berkata, "Adik Yap baru berusia dua puluh satu tahun sudah memiliki
kepandaian hebat. Bolehkah aku tahu dari perguruan
manakah?" "Lu-cici terlalu memuji. Kepandaianku amat jelek dan masih rendah, boleh dibilang paling rendah di antara murid-murid Siauw-lim-pai."
"Ahh! Kiranya murid Siauw-lim-pai?" Lu Sian menepuk kedua tangannya dengan pandang mata kagum, lalu ia
tertawa dan berdiri sambil memberi hormat. "Maafkan tadi aku berlaku kurang hormat kepada seorang pendekar besar dari Siauw-lim!"
"Lu-cici jangan metertawakan Siauw-te!" Pemuda itupun berdiri dan tertawa. "Kau membikin aku menjadi kikuk saja!
Marilah kita duduk kembali dan jangan terlalu mengadakan pujian kosong terhadap diriku yang bodoh."
Mereka tertawa-tawa gembira dan duduk
kembali. Pengaruh arak telah membuat keduanya bicara makin bebas dan gembira, diseling tawa dan senyum serta lirikan mata yang mulai memancarkan dendam birahi.
"Yap-te, siapakah yang belum mendengar tentang
kehebatan dan kebesaran Siauw-lim-pai" Ilmu silat dari Siauwlim-pai adalah warisan langsung dari Tat Mo Couwsu, terkenal sebagai rajanya ilmu silat. Sudah lama aku mendengar akan kebesaran Siauw-lim-pai dan semenjak kecil, aku sudah
bermimpi-mimpi ingin sekali mendapat kesempatan mengunjungi dan melihat-lihat keadaan dalam kelenteng yang menjadi pusat Siauw-lim-pai!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ah, aku akan merasa bangga dan bahagia sekali andaikata dapat mengantar Lu-cici melihat-lihat ke sana! Sayang,
sungguh menyesal hatiku bahwa hal itu tak mungkin karena ada larangan keras wanita memasuki ruangan dalam
perguruan kami. Maaf, Lu-cici."
Lu Sian menarik napas panjang. "Sayang sekali, Yap-te.
Akan tetapi kalau kau mau menceritakan tentang keadaan


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebelah dalam, aku pun bisa membayangkan dan bukankah
itu sama dengan mel ihat sendiri" Aku bisa melihat-lihat dengan meminjam sepasang matamu yang awas." Lu Sian tertawa dan pemuda itu pun tertawa.
Maka sambil makan minum berceritalah Yap Kwan Bi
tentang keadaan sebelah dalam kuil Siauw-lim-si yang luas, tentang patung-patung besar, tentang ruangan-ruangan
latihan, ruangan ujian dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Lu Sian, pemuda ini bercerita tentang kamar kitab.
"Kamar kitab ini merupakan satu di antara kamar-kamar yang tidak boleh dimasuki murid, kecuali kalau masuk
bersama Suhu, Susiok (Paman Guru) atau mendapat perkenan langsung dari Sukong (Kakek Guru) ketua Siauw-lim-pai
sendiri." "Kau sebagai murid terkasih tentu pernah masuk, bukan, Adik yang gagah?" Yap Kwan Bi mengangguk. "Sudah belasan kali ketika Suhu menyuruh aku memperdalam Ilmu I-kin-keng untuk membersihkan dan memperkuat otot-otot dalam tubuh dan tentang ilmu samadhi melatih napas."
"Wah, kalau begitu lengkap sekali perpustakaan Siauw-lim-pai! Ah, betapa inginku menjenguk ke sana sebentar. Adikku yang baik, tidak dapatkah kau mengantar Cicimu ini masuk sebentar saja ke sana?"
Pemuda itu bergidik. "Mana bisa, Lu-cici" Percayalah, kalau ke
tempat lain, biar mempertaruhkan nyawa, akan kuantarkan. Akan tetapi ke ruangan dalam Siauw-lim-si" Ah,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hukumannya berat, hukuman mati. Dan sama sekali tidak
boleh dibuat main-main di sana. Para Suhu amat keras dan lihai."
Lu Sian menghela napas penuh kecewa, akan tetapi dalam
benaknya telah tergambar keadaan sebelah dalam ruangan
Siauw-lim-si seperti yang diceritakan Yap Kwan Bi tadi.
"Berapa banyakkah kita-kitab di dalam kamar kitab itu?" Ia terus menghujani Kwan Bi dengan pertanyaan-pertanyaan
sehingga beberapa saat kemudian Lu Sian sudah tahu betul akan letak dan rahasia kamar ini, betapa kitab tentang
samadhi berada di rak terbawah, kemudian Ilmu Silat Lo-han-kun di rak kedua sebelah kiri, ilmu ini di rak itu, ilmu tentang itu di rak ini. Akan tetapi yang menarik perhatian Lu Sian adalah kitab tentang ilmu menotok jalan darah dari Siauw-lim-pai, yang bernama Im-yang-tiam-hoat. Ilmu ini pernah ia dengar dari ayahnya yang menyatakan bahwa ilmu menotok
jalan darah Siauw-lim-pai ini adalah paling hebat, paling kuat dan merupakan dasar pelajaran segala macam ilmu menotok jalan darah. Maka ketika ia bertanya kepada Kwan Bi dan mendengar bahwa kitab Im-yang-tiam-hoat itu berada di rak paling atas di ujung kiri, hatinya berdebar.
Yap-te, aku merasa girang sekali bertemu denganmu dan
dapat menjadi sahabat. Kau menyenangkan sekali!"
"Ah, Lu-cici, kaulah yang luar biasa. Kau baik sekali kepadaku dan... aku berhutang budi kepadamu. Entah
bagaimana aku dapat membalas kebaikanmu ini, Lu-cici."
Keadaan pemuda itu sudah mulai mabok. Tidak biasa ia
minum arak sampai banyak, akan tetapi menghadapi seorang wanita cantik jelita seperti Lu Sian, ia menjadi lupa diri dan minum terus setiap kali Si Jelita mengisi cawan araknya.
Lenyaplah kekakuan sikap Yap Kwan Bi dan ketika Lu Sian mengulur tangan kirinya di atas meja, dekat dengan tangan kanannya, jari-jarinya merayap mendekati dan menyentuh
kulit tangan halus lunak itu. Biarpun bersentuhan hanyalah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ujung jari pada punggung tangan, namun seakan-akan ada
aliran listrik memasuki tubuh melalui tempat persentuhan sebagai pusat pembangkit tenaga, langsung menyerang
jantung yang menjadi berdebar-debar keras. Karena tidak ada reaksi apa-apa dari pihak Lu Sian, tangan pemuda itu makin berani dan di lain saat sepuluh buah jari tangan mereka sudah saling cengkeram!
"Lu-cici... alangkah janggalnya aku menyebutmu Cici. Kau...
kau begini cantik jelita dan tentu lebih muda daripadaku. Kau paling banyak delapan belas tahun..." Pemuda itu berkata agak sukar karena cengkeraman jari tangan itu membuat
napasnya sesak dan kepalanya berpusing!
Lu Sian tersenyum manis dan perlahan-lahan melepaskan
jari-jari tangannya, lalu menarik kembali lengannya. Kedua pipinya merah dan kedua matanya terselaput air, bibirnya tersenyum-senyum aneh dan matanya memandang pemuda
itu setengah terpejam. Sejenak ia menahan napas untuk
menekan desakan nafsu yang menggelora. Dia wanita lemah, mudah dibakar nafsu, akan tetapi dia pun kuat menguasai nafsu yang datang membakar.
"Yap-te, aku memang lebih tua daripadamu." "Ah, kau ini seperti Bibi Guruku saja, Lu-cici. Dia sudah berusia lima puluh tahun, akan tetapi semua orang tentu tidak percaya karena ia kelihatan masih muda. Ah, agaknya biarpun Bibi Guru tidak mewarisi kelihaian ilmu silat Siauw-lim-pai, namun ia telah mewarisi Ilmu I-kin-swe-jwe (Ganti Otot Suci Sumsum)
dengan sempurna sehingga ia dapat mengalahkan usia tua
dan menjadi tetap muda!"
serentak perhatian Lu Sian terbangkit. "Siapakah Bibi Gurumu yang hebat itu" Apakah aku bisa berkenalan
dengannya?" "Tentu saja bisa, Lu-cici. Dia dahulu bernama Su Pek Hong, kini menjadi pendeta wanita disebut Su-nikouw, menjadi ketua
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kuil wanita di sebelah barat kota. Kau ingin bertemu
dengannya, Cici" Mari kuantar!"
"Ah, kau baik sekali! Akan tetapi, aku akan mandi dulu...."
"Mandi" Air persediaan di rumah penginapan ini hanya sedikit, itupun tidak terlalu bersih, Lu-cici. Di sebelah barat, tidak jauh dari kuil Kwan-im-bio tempat tinggal bibi guru Su-nikouw, terdapat telaga kecil di sebuah hutan. Airnya jernih sekali dan aku sendiri selalu mandi di sana."
Lu Sian serentak bangkit berdiri, wajahnya berseri. "Kalau begitu menanti apa lagi" Mari kita ke sana, mandi lalu
mengunjungi bibi gurumu Su-nikouw!"
Setelah membereskan perhitungan makanan, mereka
berdua keluar dari rumah penginapan. Malam telah tiba ketika mereka berada di luar rumah penginapan. Yap Kwan Bi yang mengenal jalan, tanpa ragu-ragu lagi menggandeng tangan Lu Sian, diajak berjalan cepat melalui lorong-lorong gelap.
Mereka setengah berlari menuju ke sebelah barat kota,
bahkan setelah keluar dari pintu gerbang sebelah barat, mereka berlari cepat sambil tertawa-tawa seperti dua orang kanak-kanak bergembira. Tak lama kemudian mereka
memasuki sebuah hutan yang sunyi dan gelap karena sinar bulan tertutup daun-daun pohon. Setelah makin dekat dengan telaga kecil yang berada di tengah hutan, jalan yang merekal lalui licin.
"Hati-hati, jalannya licin..." Baru saja Kwan Bi berkata demikian, Lu Sian terpeleset dan tentu jatuh kalau Kwan Bi tidak cepat memeluknya.
"Eh, hampir jatuh aku..." Lu Sian tertawa. Akan tetapi pemuda itu tidak melepaskan pelukannya. "Heee, Yap-te, mengapa kau ini....?" Tegurnya, pura-pura marah.
Dengan dada turun naik dan napas tersendat-sendat, Kwan Bi mempererat dekapannya dan berbisik di dekat telinga Lu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sian, suaranya menggetar, tubuhnya agak menggigil. "Ah...
aku telah gila... aku... aku cinta padamu, Lu-cici!"
Lu Sian tertawa dan mencubit dagu yang halus tak
ditumbuhi rambut itu sambil melepaskan diri dari pelukan.
"Aihhh, kiranya kau nakal!" Kemudian sambil tertawa-tawa ia lari menuju ke telaga. Kini pohon-pohon tidak begitu banyak lagi dan sinar bulan tampak indah sekali menyinari permukaan air telaga dan membuat keadaan sekeliling yang sunyi itu menjadi amat romantis. Sejenak Yap Kwan Bi tertegun,
kemudian ia pun tertawa dan mengejar ke telaga. Cinta
memang aneh dan luar biasa pengaruhnya. Seorang muda
yang sedang dicengkeram cinta, seakan-akan menjadi buta dan linglung. Demikian pula dengan Kwan Bi. Andaikata dia tidak dibikin mabok dan buta oleh perasaan ini, tentu dia akan menjadi curiga dan heran mengapa seorang wanita
sedemikian tinggi ilmu kepandaiannya seperti Lu Sian begitu mudah terpeleset hampir jatuh! Mungkin hal ini terjadi bukan hanya karena ia menjadi buta oleh nafsu cinta, melainkan terutama sekali oleh kekurangan pengalamannya.
"Yap-te, mari kita mandi!" seru Lu Sian dengan suara gembira
Yap Kwan Bi berdiri seperti terpaku di atas tanah, tak kuasa bergerak maupun membuka suara, matanya memandang ke
arah Lu Sian seperti orang terkena pesona,
hanya kalamenjingnya yang bergerak perlahan ketika ia menelan ludah. Pemandangan yang tampak olehnya benar-benar
merupakan pemandangan yang belum pernah ia saksikan
selamanya, pemandangan indah dan menggairahkan hati
mudanya. Betapa tidak" Wanita yang cantik jelita seperti bidadari itu dengan gerakan indah seperti dewi menari,
menanggalkan pakaian luarnya begitu bebas, seakan-akan dia tidak berada di situ, menanggalkan pakaian luar dan kaus serta sepatu, kemudian melepaskan sanggulnya, menoleh
kepadanya sambil tersenyum lebar lalu meloncat ke dalam air!
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Suara air muncrat menyadarkan Kwan Bi, dan ia pun lari
mendekati telaga dengan hati berdebar-debar. Cepat ia
menanggalkan pula pakaiannya dan melompat ke dalam air, berenang menghampiri Lu Sian yang tertawa-tawa dan
bermain-main dengan air yang jernih di tengah telaga. Setelah dekat, Kwan Bi menangkap lengan tangan Lu Sian sambil
berkata, "Lu-cici, kau ... tidak marah kepadaku?"
"Marah" Kenapa mesti marah?" kata Lu Sian tertawa dan memercikkan air.
"Kau tidak marah mendengar aku mencintaimu?" "Hi-hik, kenapa marah" Kau baik sekali, akan tetapi harus kaubuktikan dulu cintamu!" jawab Lu Sian manja, dan ia kelihatan cantik luar biasa di bawah sinar bulan. Benar-benar seperti seorang dewi dari langit turun dan mandi di telaga ini.
"Oh, Lu-cici... aku mencintaimu... aku berani bersumpah, dan kau minta bukti" Ini buktinya...!" Kwan Bi memeluk, merangkul dan mencium.
"Eii hhh... ini bukan bukti namanya. Belum apa-apa kau sudah mau enaknya saja!" Lu Sian merenggutkan diri terlepas dari pelukan, tertawa-tawa menggoda membuat pemuda itu
makin gemas, makin bergelora gairahnya. "Adikku yang tampan, sebelum itu kau harus membuktikan bahwa kau
benar-benar mencintaku dan suka menolongku."
"Pertolongan apakah" Katakanlah, kasihku, katakan. Biar dengan taruhan nyawa sekalipun, aku pasti akan memenuhi permintaanmu, membuktikan cinta kasihku kepadamu," kata Kwan Bi dengan suara gemetar dan tubuh menggigil saking hebatnya golombang nafsu membakarnya.
"Yap Kwan Bi, aku ingin sekali melihat kamar penyimpanan kitab di Siauw-lim-si, memilih sebuah kitab dan meminjamnya.
Maukah kau menolongku?"
Bukan main kagetnya hati Yap Kwan Bi. "Ah... ini... ini...
agaknya sukar sekali Lu-cici!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Bibir yang melebihi madu manisnya itu berjebi dan cuping hidung yang bangir itu bergerak-gerak mengejek, "Huhh! Dan kau bilang mencintaku" Berani bersumpah?" Lu Sian berenang ke pinggir telaga dan mendarat, duduk di atas rumput. Setelah wanita itu keluar dari dalam air, tubuh yang bentuknya
ramping padat itu hanya tertutup pakaian dalam yang basah kuyup oleh air pula. Kwan Bi Seperti dicabut semangatnya.
Sejenak ia menatap pemandangan luar biasa itu, pandang
matanya menelan lekuk-lengkung tubuh yang demikian
menantang, maka maboklah pemuda ini. Ia lupa segala, tidak peduli akan segala apa di dunia ini, yang teringat olehnya hanyalah wajah jelita dan tubuh menggairahkan. Setiap titik darahnya, setiap hembusan napasnya, seakan-akan berteriak-teriak dalam kerinduan membutuhkan si jelita!
"Lu-cici..., tunggu dulu!" serunya sambil
mengejar, berenang ke darat. Diam-diam Lu Sian tersenyum. Pemuda itu amat tampan, amat menyenangkan dan hatinya memang
sudah tergerak. Tanpa adanya harapan melihat kitab pusaka Siauw-lim-pai sekalipun ia akan merasa senang bersahabat dengan Yap Kwan Bi si muda remaja yang tampan ini. Apalagi kalau mendapatkan kitab!
"Mengapa lagi" Kau tidak mau menolongku, berarti kau tidak suka kepadaku." Lu Sian pura-pura marah dan
membuang muka dengan gerakan sedemikian rupa sehingga
tubuhnya tampak dari samping dan makin menonjol
keindahannya. Yap Kwan Bi menelan ludah beberapa kali, matanya seperti lekat pada lekuk lekung di depannya. "Lu-cici... aku tadi bukan bilang tidak mau menolong, hanya menyatakan sukar sekali."
"Jadi kau mau menolongku?" Tiba-tiba Lu Sian membalik dan memegang lengan pemuda itu. Tentu saja tubuhnya
mendekat dari rambut serta tubuhnya semerbak bau harum
dan wangi yang khas! Menggigil tubuh Kwan Bi dan hampir
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
saja ia menitikkan air mata saking dikuasai haru, kasih dan nafsu.
"Tentu, Lu-cici. Biarpun hal itu merupakan perbuatan yang amat murtad. Kalau ketahuan, tentu akan dihukum mati oleh para Suhu. Namun, demi cintaku kepadamu, Cici, biarlah akan kulakukan juga. Mati untukmu merupakan kebahagiaan
bagiku." Suaranya menggetar dan terharulah hati Lu Sian.
Agaknya dalam soal cinta, pemuda yang lebih muda dari
padanya ini tidaklah kalah oleh bekas suaminya, Kam Si Ek, dan bekas kekasihnya, Tan Hui. Saking terharunya, ia lalu merangkul leher pemuda itu dan memberi ciuman mesra
dengan bibirnya. "Kau baik sekali, Yap-te, dan aku beruntung mendapatkan sahabat seperti engkau." Kemudian ia menjauhkan diri ketika melihat betapa pemuda itu terangsang oleh ciumannya dan hendak mendekapnya. "Nanti dulu, Adikku, bersabarlah.
Kauceritakan, bagaimana kita akan dapat memasuki kamar
kitab di Siauw-lim-si" Padahal di sana tentu terjaga kuat oleh tokoh-tokoh Siauw-lim-pai yang lihai."
"Kau betul, Cici. Akan tetapi, kebetulan sekali besok lusa diadakan sembahyang besar di Siauw-lim-si. Agaknya Thian memang akan menolong dan melindungi cinta kasih kita.
Dalam upacara sembahyang besar itu, semua murid Siauw-
lim-si berikut pimpinannya yang telah menjadi hwesio dan nikouw, melakukan upacara sembahyang beramai-ramai dan
berbareng. Tidak ada seorang pun hwesio yang tidak ikut dalam upacara itu. Nah, pada saat itulah, selama upacara sembahyang dilakukan semua tempat dalam lingkungan
Siauw-lim-si tidak terjaga. Adapun penjagaan hanya dilakukan oleh murid-murid bukan pendeta, itupun yang dijaga hanya sekeliling tembok yang mengurung Siauw-lim-si. Aku pun ikut menjadi penjaga, penjaga pintu gerbang dan tembok bagian selatan. Kalau aku yang menjaga di sana, apakah sukarnya bagimu untuk masuk" Dan selagi para hwesio melakukan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
upacara sembahyang, kau dapat dengan leluasa memasuki
kamar kitab, bukan?"
Girang sekali hati Lu Sian. "Ah, bagus kalau begitu! Masih dua hari lagi" Ah, masih banyak waktu bagi kita untuk..." Lu Sian mengerling tajam. "... untuk bersenang-senang bersama bukan?"
Lu Sian tersenyum. "Ketika kau menawarkan kamarmu
untukku, bukankah di sudur hatimu ada maksud itu?"
Wajah yang tampan itu menjadi merah, akan tetapi
pemuda ini menggeleng kepala dan berkata dengan suara
sungguh-sungguh, "Tidak, Lu-cici. Ketika itu aku hanya berniat menolong, karena memang sifat pendekar harus selalu
dilaksanakan oleh para murid Siauw-lim-pai. Akan tetapi... ah, entah mengapa, aku tergila-gila kepadamu, dan aku cinta kepadamu! Tak baik kalau kita kembali ke sana bersama, Lu-cici, orang-orang tentu akan menaruh curiga. Di sinilah tempat kita, bukankah enak dan nyaman sekali di sini?" Yap Kwan Bi memeluknya lagi dan kali ini Lu Sian mendiamkannya saja.
Tiba-tiba wanita ini bangkit berdiri dan menarik tangan Kwan Bi. "Eh, bocah pelupa! Bukankah kau hendak
memperkenalkan aku kepada bibi gurumu Su-nikouw?"
Yap Kwan Bi tertawa, agak kecewa karena tidak ada
keinginan lain di dunia ini baginya kecuali berdua-dua dan bersenda gurau bermain cinta dengan Lu Sian, jauh dari
urusan dan orang lain. Akan tetapi ia tidak berani menolak.
Setelah mengenakan pakaian luar, mereka berdua bergandeng tangan dan berlari menuju ke Kuil Kwan-im-bio.
Su-nikouw atau Su Pek Hong adalah seorang nikouw yang
ramah tamah wataknya. Ia menjadi ketua Kwan-im-bio yang kecil namun bersih dan rapi, hanya diurus oleh tujuh orang nikouw. Ketika Su-nikouw menyambut kedatangan murid
keponakannya, Lu Sian memandang dengan heran dan
kagum. Nikouw itu tidak cantik, wajahnya biasa saja dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tubuhnya terlalu kurus, akan tetapi harus diakui bahwa
melihat wajah dan tangannya, wanita ini tentu tidak akan lebih dari tiga puluh tahun usianya. Padahal menurut penuturan Kwan Bi, nikouw ini usianya sudah lima puluh tahun lebih!
Benar-benar hebat sekali dan timbul ah keinginan di hati Lu Sian untuk mendapatkan ilmu awet muda ini.
"Eh, Kwan Bi, kaukah ini" Darimana kau dan siapakah Nona ini" Apakah kau tidak ikut membuat persiapan di Siauw-lim-si?"
Yap Kwan Bi sudah memberi hormat lalu menjawab, "Bibi Guru, kedatangan teecu (murid) adalah untuk mengantar Lu-lihiap (Pendekar Wanita Lu) ini, yang ingin berjumpa dan berkenalan dengan Bibi. Teecu menanti kedatangan Sam-suheng dan Ngo-suheng (Kakak Seperguruan Ke Tiga dan Ke Lima) untuk bersama-sama merencanakan tugas jaga besok
lusa." Ia lalu memperkenalkan Lu Sian dan menceritakan betapa Lu Sian memberi hajaran kepada para buaya darat di Kim-peng yang hendak mengganggu.
"Aih kiranya Nona seorang pendekar yang lihai!" Nikouw itu mengangkat kedua tangan di depan dada.
Pendekar Pemetik Harpa 2 Sejengkal Tanah Sepercik Darah Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 5
^